Chapter II.pdf - USU Institutional Repository - Universitas Sumatera ...
Chapter II.pdf - USU Institutional Repository - Universitas Sumatera ...
Chapter II.pdf - USU Institutional Repository - Universitas Sumatera ...
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
TINJAUAN PUSTAKA<br />
Pemanfaatan Limbah Kayu dan Plastik Sebagai Papan Plastik Komposit<br />
Komposit kayu merupakan istilah untuk menggambarkan setiap produk<br />
yang terbuat dari lembaran atau potongan–potongan kecil kayu yang direkat<br />
bersama-sama (Maloney,1996). Mengacu pada pengertian ini, komposit serbuk<br />
kayu plastik adalah komposit yang terbuat dari plastik sebagai matriks dan serbuk<br />
kayu sebagai pengisi (filler), yang mempunyai sifat gabungan keduanya.<br />
Penambahan filler ke dalam matriks bertujuan mengurangi kerapatan,<br />
meningkatkan kekakuan, dan mengurangi biaya per unit volume. Dari segi kayu,<br />
dengan adanya matrik polimer di dalamnya maka kekuatan dan sifat fisiknya juga<br />
akan meningkat (Febrianto, 1999).<br />
Pembuatan komposit dengan menggunakan matriks dari plastik yang telah<br />
didaur ulang, selain dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan kayu, juga dapat<br />
mengurangi pembebanan lingkungan terhadap limbah plastik disamping<br />
menghasilkan produk inovatif sebagai bahan bangunan pengganti kayu.<br />
Keunggulan produk ini antara lain : biaya produksi lebih murah, bahan bakunya<br />
melimpah, fleksibel dalam proses pembuatannya, kerapatannya rendah, lebih<br />
bersifat biodegradable (dibanding plastik), memiliki sifat-sifat yang lebih baik<br />
dibandingkan bahan baku asalnya, dapat diaplikasikan untuk berbagai keperluan,<br />
serta bersifat dapat didaur ulang (recycleable). Beberapa contoh penggunaan<br />
produk ini antara lain sebagai komponen interior kendaraan (mobil, kereta api,<br />
pesawat terbang), perabot rumah tangga, maupun komponen bangunan (jendela,<br />
pintu, dinding, lantai dan jembatan) (Febrianto, 1999: Youngquist, 1995).<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
Limbah Serbuk Kayu<br />
Adanya limbah serbuk kayu yang menimbulkan masalah penanganannya<br />
yang selama ini dibiarkan membusuk, ditumpuk dan dibakar yang kesemuanya<br />
berdampak negatif terhadap lingkungan sehingga penanggulangannya perlu<br />
dipikirkan. Salah satu jalan yang dapat ditempuh adalah memanfaatkannya<br />
menjadi produk yang bernilai tambah dengan teknologi aplikatif dan kerakyatan<br />
sehingga hasilnya mudah disosialisasikan kepada masyarakat (Rusiman, 2008).<br />
Serbuk Kayu Sebagai Filler<br />
Gambar 1. Serbuk kayu gergajian<br />
Filler ditambahkan ke dalam matriks dengan tujuan meningkatkan sifat-<br />
sifat mekanis plastik melalui penyebaran tekanan yang efektif di antara serat dan<br />
matriks. Selain itu penambahan filler akan mengurangi biaya di samping<br />
memperbaiki beberapa sifat produknya (Han, 1990).<br />
Serbuk kayu memiliki kelebihan sebagai filler bila dibandingkan dengan<br />
filler mineral seperti mika, kalsium karbonat, dan talk yaitu temperatur proses<br />
lebih rendah (kurang dari 400ºF) dengan demikian mengurangi biaya energi, dapat<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
terdegradasi secara alami, berat jenisnya jauh lebih rendah, sehingga biaya per<br />
volume lebih murah, gaya geseknya rendah sehingga tidak merusak peralatan<br />
pada proses pembuatan, serta berasal dari sumber yang dapat diperbaharui<br />
(Strak dan Berger, 1997).<br />
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pemanfaatan serbuk kayu<br />
sebagai filler dalam pembuatan komposit kayu plastik adalah jenis kayu, ukuran<br />
serbuk serta nisbah antara serbuk kayu dan plastik. Hal lain yang perlu<br />
diperhatikan adalah sifat dasar dari serbuk kayu itu sendiri. Kayu merupakan<br />
bahan yang sebagian besar terdiri atas selulosa (40-50%), hemiselulosa (20-30%),<br />
lignin (20-30%), dan sejumlah kecil bahan-bahan anorganik dan ekstraktif.<br />
Karenanya kayu bersifat hidrofilik, kaku, serta dapat terdegradasi secara biologis.<br />
Sifat-sifat tersebut menyebabkan kayu kurang sesuai bila digabungkan dengan<br />
plastik, karena itu dalam pembuatan komposit kayu-plastik diperlukan bantuan<br />
coupling agent (Setyawati, 2003).<br />
Menurut Yusuf (2000) dalam Lubis (2009), suhu kempa optimum sangat<br />
penting mengingat proses pengempaan panas dalam produksi papan komposit<br />
merupakan salah satu kunci kualitas papan komposit yang dihasilkan.<br />
Pengempaan papan komposit pada suhu di atas suhu optimum akan menyebabkan<br />
papan komposit yang dihasilkan over matured sehingga bersifat getas dan<br />
menyebabkan ikatan antar partikel menjadi tidak normal, demikian sebaliknya.<br />
Pengempaan pada suhu di bawah suhu optimum menyebabkan perekat tidak<br />
matang serta kemungkinan partikel plastik yang digunakan belum meleleh.<br />
Pengempaan pada suhu optimum diharapkan menghasilkan kualitas rekatan yang<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
aik antara partikel plastik dan partikel kayu. Pada umumnya semakin besar<br />
tekanan kempa semakin padat lembaran papan yang dihasilkan.<br />
Limbah Plastik<br />
Plastik juga merupakan bahan anorganik buatan yang tersusun dari bahan-<br />
bahan kimia yang cukup berbahaya bagi lingkungan. Limbah plastik ini sangatlah<br />
sulit untuk diuraikan secara alami. Untuk menguraikan sampah plastik itu sendiri<br />
membutuhkan kurang lebih 80 tahun agar dapat terdegradasi secara sempurna.<br />
Oleh karena itu penggunaan bahan plastik dapat dikatakan tidak bersahabat<br />
ataupun konservatif bagi lingkungan apabila digunakan tanpa menggunakan<br />
batasan tertentu. Sedangkan di dalam kehidupan sehari-hari, khususnya kita yang<br />
berada di Indonesia, penggunaan bahan plastik bisa kita temukan di hampir<br />
seluruh aktivitas hidup kita. Padahal apabila kita sadar, kita mampu berbuat lebih<br />
untuk hal ini yaitu dengan menggunakan kembali (reuse) kantung plastik yang<br />
disimpan di rumah. Dengan demikian secara tidak langsung kita telah mengurangi<br />
limbah plastik yang dapat terbuang percuma setelah digunakan (reduce). Atau<br />
bahkan lebih bagus lagi jika kita dapat mendaur ulang plastik menjadi sesuatu<br />
yang lebih berguna (recycle). Bayangkan saja jika kita berbelanja makanan di<br />
warung tiga kali sehari berarti dalam satu bulan satu orang dapat menggunakan 90<br />
kantung plastik yang seringkali dibuang begitu saja. Jika setengah penduduk<br />
Indonesia melakukan hal itu maka akan terkumpul 90×125 juta=11250 juta<br />
kantung plastik yang mencemari lingkungan. Berbeda jika kondisi berjalan<br />
sebaliknya yaitu dengan penghematan kita dapat menekan hingga nyaris 90% dari<br />
total sampah yang terbuang percuma. Namun fenomena yang terjadi adalah<br />
penduduk Indonesia yang masih malu jika membawa kantung plastik kemana-<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
mana. Untuk informasi saja bahwa di supermarket negara China, setiap<br />
pengunjung diwajibkan membawa kantung plastik sendiri dan apabila tidak<br />
membawa maka akan dikenakan biaya tambahan atas plastik yang dikeluarkan<br />
pihak supermarket (Rahayu, 2009).<br />
Sejarah Singkat Plastik<br />
Plastik merupakan salah satu produk polimer. Industri plastik mulai<br />
berkembang pada tahun 1968. Seorang Amerika yang bernama John Wesley Hyatt<br />
menemukan cellulose nitrate yang terbentuk dari reaksi asam nitrat pada temperatur<br />
dan tekanan tertentu. Percobaan ini menghasilkan zat yang dapat dicetak untuk<br />
dibentuk. Ia menyebutnya dengan celluloid. Selanjutnya, seorang warganegara<br />
Jerman, Adolph Spitteler, menemukan plastik dengan mencampur susu asam dengan<br />
formaldehyde sehingga dihasilkan casein plastic. Pada tahun 1909, seorang Amerika<br />
yang bernama Dr. Leo Baekeland mencoba untuk memproduksi resin sintetik dengan<br />
mencampur phenol dengan formaldehyde pada kondisi tertentu sehingga dihasilkan<br />
resin sintetik untuk pertama kalinya. Plastik baru ini dikenal dengan nama Bakelite.<br />
Industri plastik baru berkembang dengan pesat sejak ditemukannya Bakelite<br />
(Putra, 2010).<br />
Pengertian dan Penggolongan Plastik<br />
Istilah plastik mencakup semua bahan yang mampu dibentuk. Dalam<br />
pengertian modern yang lebih luas, plastik mencakup semua bahan sintetik<br />
organik yang berubah menjadi plastis setelah dipanaskan dan mampu dibentuk di<br />
bawah pengaruh tekanan. Bahan ini secara bertahap mulai menggantikan gelas,<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
kayu dan logam di bidang industri bangunan dan digunakan juga sebagai pelapis<br />
dan serat untuk tekstil (Amstead, 1993).<br />
Nama plastik mewakili ribuan bahan yang berbeda sifat fisis, mekanis, dan<br />
kimia. Secara garis besar plastik dapat digolongkan menjadi dua golongan besar,<br />
yakni plastik yang bersifat thermoplastic dan yang bersifat thermoset.<br />
Thermoplastic dapat dibentuk kembali dengan mudah dan diproses menjadi<br />
bentuk lain, sedangkan jenis thermoset bila telah mengeras tidak dapat dilunakkan<br />
kembali. Plastik yang paling umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari<br />
adalah dalam bentuk thermoplastic (Setyawati, 2003).<br />
Menurut Amstead (1993), pada waktu pemberian bentuknya plastik<br />
thermoset memerlukan panas dengan atau tanpa tekanan dan menghasilkan<br />
produk yang tetap keras. Mula-mula panas yang diberikan melunakkan bahan<br />
plastiknya, akan tetapi panas tambahan atau bahan kimia khusus akan<br />
menimbulkan perubahan kimiawi yang disebut polimerisasi dan sesudah itu<br />
plastik tidak dapat dilunakkan lagi. Polimerisasi adalah suatu proses kimia yang<br />
menghasilkan susunan baru dengan berat molekul yang lebih besar dari bahan<br />
semula. Sedangkan bahan termoplastik tidak mengalami perubahan dalam<br />
susunan kimia sewaktu dicetak dan tidak akan menjadi keras meskipun ditekan<br />
dan dipanaskan. Jenis plastik ini tetap lunak pada suhu yang tinggi dan baru<br />
mengeras ketika didinginkan. Selain itu termoplastik dapat dicairkan kembali<br />
berulang-ulang dengan pemanasan kembali.<br />
Sedangkan Hartomo et.al. (1992) mengatakan bahwa plastik termoset<br />
biasanya tak larut dalam pelarut namun pelarut tertentu membuatnya mekar<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
(mengembang), namun plastik termoplastik melarut pada pelarut tertentu, yang<br />
amorf larut, yang kristal larut pada suhu tunggi.<br />
Secara garis besar, plastik dapat dikelompokkan menjadi dua golongan,<br />
yaitu: plastik thermoplast dan plastik thermoset. Plastik thermoplast adalah plastik<br />
yang dapat dicetak berulang-ulang dengan adanya panas. Yang termasuk plastik<br />
thermoplast antara lain : PE, PP, PS, ABS, SAN, nylon, PET, BPT, Polyacetal<br />
(POM), PC dll. Sedangkan palstik thermoset adalah plastik yang apabila telah<br />
mengalami kondisi tertentu tidak dapat dicetak kembali karena bangun<br />
polimernya berbentuk jaringan tiga dimensi. Yang termasuk plastic thermoset<br />
adalah: PU (Poly Urethene), UF (Urea Formaldehyde), MF (Melamine<br />
Formaldehyde), polyester, epoksi dll (Mujiarto, 2005).<br />
Bahan Baku Plastik Thermoplastik<br />
Untuk mengetahui penggunaan plastik secara tepat, maka perlu diketahui<br />
bahan baku yang digunakan :<br />
a. Polyethylene (PE) adalah polimer yang termasuk golongan polyolefins yang<br />
dibuat dengan polimerisasi gas etilena (CH2=CH2), etilena dapat dibuat<br />
dengan memberi gas hidrogen pada hasil fraksi minyak bumi, gas alam atau<br />
asetilen. PE mempunyai berat molekul rata-rata 50.000 – 300.000 dan tahan<br />
terhadap air, bahan kimia, tetapi pada suhu diatas 60 0 C dapat bereaksi<br />
dengan beberapa hidrokarbon organik dan tidak dipengaruhi oleh asam dan<br />
basa kuat kecuali asam nitrat pada suhu tinggi. PE pada umumnya<br />
diklasifikasikan atas tiga golongan, yaitu low density polyethylene (LDPE)<br />
dengan kerapatan 0,910 g/cm 3 paling banyak digunakan sebagai kantung dan<br />
harganya yang murah, dan high density polyetylene (HDPE) dengan<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
kerapatan 0,941 g/cm 3 – 0,956 g/cm 3 bersifat lebih kaku serta lebih tahan<br />
terhadap suhu tinggi mencapai 120 0 C dan medium density polyethylene<br />
(MDPE) dengan kerapatan 0,926 g/cm 3 - 0,940 g/cm 3<br />
b.. Polypropylene (PP), bahan ini bersifat lebih kaku, memiliki kekuatan tarik<br />
dan kejernihan yang lebih baik daripada polyethylene dan juga permeabilitas<br />
uap air rendah. Titik leleh polypropylene cukup tinggi yaitu 167 0 C dan<br />
sukar untuk direkatkan dengan panas dibandingkan dengan polyethylene.<br />
Bahan ini banyak digunakan untuk karung plastik.<br />
c. Polystyrene (PS), bahan ini dibuat dari minyak bumi dengan jalan<br />
polimerisasi styren. PS banyak digunakan sebagai pembungkus karena<br />
jernih dan mengkilap dengan titik leleh yang tidak tinggi yaitu 56 0 C<br />
sehingga tidak dapat digunakan untuk produk yang memerlukan pemanasan<br />
tinggi, disamping itu PS sukar direkatkan dengan panas. PS banyak<br />
digunakan untuk pengemasan buah-buahan, sayuran, daging, susu, yoghurt<br />
dan lain sebagainya (Birley et al, 1988 dalam Yusuf, 2000).<br />
(a) (b) (c)<br />
Gambar 2. Plastik daur ulang jenis: (a) LDPE; (b) PP; dan (c) PS<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
Tabel 1. Temperatur leleh proses termoplastik<br />
Material<br />
Processing Temperature Rate<br />
o<br />
C<br />
o<br />
F<br />
ABS 180 - 240 356 – 464<br />
Acetal 185 –225 365 – 437<br />
Acrylic 180 – 250 356 – 482<br />
Nylon 260 – 290 500 – 554<br />
Poly Carbonat 280 – 310 536 - 590<br />
LDPE 160 – 240 320 – 464<br />
HDPE 200 – 280 392 – 536<br />
PP 200 – 300 392 – 572<br />
PS 180 – 260 356 – 500<br />
PVC<br />
Sumber: Mujiarto (2005).<br />
160 - 180 320 – 365<br />
Pengelolaan Limbah Plastik Dengan Metode Recycle (Daur Ulang)<br />
Pemanfaatan limbah plastik merupakan upaya menekan pembuangan<br />
plastik seminimal mungkin dan dalam batas tertentu menghemat sumber daya dan<br />
mengurangi ketergantungan bahan baku impor. Pemanfaatan limbah plastik dapat<br />
dilakukan dengan pemakaian kembali (reuse) maupun daur ulang (recycle). Di<br />
Indonesia, pemanfaatan limbah plastik dalam skala rumah tangga umumnya<br />
adalah dengan pemakaian kembali dengan keperluan yang berbeda, misalnya<br />
tempat cat yang terbuat dari plastik digunakan untuk pot atau ember<br />
(Syahfitrie, 2001 dalam Macklin, 2009).<br />
Pemanfaatan limbah plastik dengan cara daur ulang umumnya dilakukan<br />
oleh industri. Secara umum terdapat empat persyaratan agar suatu limbah plastik<br />
dapat diproses oleh suatu industri, antara lain limbah harus dalam bentuk tertentu<br />
sesuai kebutuhan (biji, pellet, serbuk, pecahan), limbah harus homogen, tidak<br />
terkontaminasi, serta diupayakan tidak teroksidasi. Untuk mengatasi masalah<br />
tersebut, sebelum digunakan limbah plastik diproses melalui tahapan sederhana,<br />
yaitu pemisahan, pemotongan, pencucian, dan penghilangan zat-zat seperti besi<br />
dan sebagainya (Sasse et al.,1995 dalam Macklin, 2009).<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
Pemanfaatan plastik daur ulang dalam pembuatan kembali barang-barang<br />
plastik telah berkembang pesat. Hampir seluruh jenis limbah plastik (80%) dapat<br />
diproses kembali menjadi barang semula walaupun harus dilakukan pencampuran<br />
dengan bahan baku baru dan additive untuk meningkatkan kualitas<br />
(Syahfitrie, 2001). Menurut Hartono (1998) empat jenis limbah plastik yang<br />
populer dan laku di pasaran yaitu polietilena (PE), high density polyethylene<br />
(HDPE), polipropilena (PP), dan asoi.<br />
Plastik Daur Ulang Sebagai Matriks<br />
Di Indonesia, plastik daur ulang sebagian besar dimanfaatkan kembali<br />
sebagai produk semula dengan kualitas yang rendah. Pemanfaatan plastik daur<br />
ulang sebagai bahan konstruksi masih sangat jarang ditemui. Pada tahun 1980-an,<br />
di Inggris dan Italia plastik daur ulang digunakan untuk membuat tiang telepon<br />
sebagai pengganti tiang kayu atau besi. Di Swedia plastik daur ulang<br />
dimanfaatkan sebagai bata plastik untuk pembuatan bangunan bertingkat, karena<br />
ringan serta lebih kuat dibandingkan bata yang umum dipakai (Setyawati, 2003).<br />
Pemanfaatan plastik daur ulang dalam bidang komposit kayu di Indonesia<br />
masih terbatas pada tahap penelitian. Ada dua strategi dalam pembuatan komposit<br />
kayu dengan memanfaatkan plastik, pertama plastik dijadikan sebagai binder<br />
sedangkan kayu sebagai komponen utama; kedua kayu dijadikan bahan pengisi /<br />
filler dan plastik sebagai matriksnya. Penelitian mengenai pemanfaatan plastik<br />
polipropilena daur ulang sebagai substitusi perekat termoset dalam pembuatan<br />
papan partikel telah dilakukan oleh Febrianto, dkk., (2001). Produk papan partikel<br />
yang dihasilkan memiliki stabilitas dimensi dan kekuatan mekanis yang tinggi<br />
dibandingkan dengan papan partikel konvensional. Penelitian plastik daur ulang<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
sebagai matriks komposit kayu plastik dilakukan Setyawati (2003) dan<br />
Sulaeman (2003) dengan menggunakan plastik polipropilena daur ulang. Dalam<br />
pembuatan komposit kayu plastik daur ulang, beberapa polimer termoplastik<br />
dapat digunakan sebagai matriks, tetapi dibatasi oleh rendahnya temperatur<br />
permulaan dan pemanasan dekomposisi kayu (± 200°C).<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara