24.06.2013 Views

Ebook Anak.wahidin halim koleksi - Bimtek Pengelolaan ...

Ebook Anak.wahidin halim koleksi - Bimtek Pengelolaan ...

Ebook Anak.wahidin halim koleksi - Bimtek Pengelolaan ...

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

1001 PERSOALAN KOTA TANGERANG:<br />

GA’ GAMPANG NGURUS KOTA<br />

Oleh: Wahidin Halim Editor :<br />

Hari Prastowo<br />

Budi Rahman Hakim<br />

Diterbitkan Oleh :<br />

Yayasan “Aklhakul Karimah Center” e-mail :<br />

harryzn@yahoo.com<br />

http// webmail.kotatangerang.go.id e-mail :<br />

sekotda@kotatangerang.go.id<br />

dicetak Oleh :<br />

PT. GANESHA OETAMA LESTARI (penerbit & percetakan) Jl. KH. Hasyim<br />

Ashari, Taman Royal II Parahyangan II no.81/83 Telp. (021) 70607641-<br />

55768704 Kota tangerang PERPUSTAKAAN NASIONAL RI<br />

Katalog Dalam Terbitan 9KDT)


ISBN : 979-99422-0-9<br />

Cetakan 1, Maret 2005<br />

DAFTAR ISI<br />

Pengantar Editor<br />

Kala Kekuasaan Menggoda<br />

Bab I<br />

Satu Tahun Jadi Walikota: Menyusup ke Ruang Rakyat A.<br />

membuka Lebar Keran Komunikasi<br />

B. Berangkat dari Niat Ikhlas<br />

C. Dihadang Persoalan Berat<br />

D. SMS Hallo Pak Wali: Luh, Gua<br />

Bab II<br />

Tradisi Baru, Snadungan dan Fondasi Kebijakan di<br />

Pemerintah Kota Tangerang<br />

Tradisi Baru di Pemerintah Kota<br />

a. Menggeser Kekakuan Anggaran<br />

b. Kontrak Politik dan Pengawasan Langsung c. Mengukur<br />

Peningkatan Kualitas<br />

d. Menyeimbangkan Sanksi (Puinshment) e.<br />

Menyampaikan Progress Report Lewat Media<br />

Adakah Sandungan terhadap Tradisi-tradisi Itu?<br />

Fondasi-fondasi Kebijakan<br />

a. Pendidikan untuk Semua (Education for All) b. Layanan<br />

Kesehatan<br />

c. Mengoptimalkan Aset Daerah<br />

d. Perumahan Rakyat Miskin<br />

e. Setifikat Tanah<br />

f. Mendorong Tanggungjawab Sosial Dunia Usaha dalam<br />

Pembangunan Kota


g. Pelayanan Satu Atap<br />

h. Membangun Relasi Positif<br />

i. Kebijakan Lokal dan Penyadaran Spiritual<br />

j. Menghubungkan Sekolah dan Bursa Kerja<br />

Bab III<br />

1001 Persoalan kota Tangerang<br />

- Menikmati Tumpukan Masalah<br />

- Kemacetan<br />

- Problem Pengganguran<br />

- Lokalisasi Tempat Hiburan<br />

- Tradisi Judi Tangerang<br />

- Gepeng (Gelandangan dan Pengemis)<br />

- Sodokan Becak dan Kaki Lima<br />

- Kerukunan Antar Umat<br />

Bab IV<br />

Kota Tangerang Masa Depan: Menuju Kota Internasional<br />

- Bertetangga dengan Singapura<br />

- Harapan kota Internasional<br />

- Fitur Cisadane Untuk Pusat Belanja<br />

- Menyongsong Pilkada Demokratis<br />

Kala Kekuasaan Menggoda<br />

Ada cap yang selama ini kadung melekat, bahwa<br />

pemerintah adalah rezim yang harus dilawan. Tidak hanya<br />

dipusat, pandangan seperti itu juga berkecambuk di<br />

pemerintahan daerah. Salahkah? Tidak sepenuhnya salah,<br />

sebab kenyataannya banyak pemerintahan yang menjaga<br />

takhtanya dengan teropong kekuasaan dan menjalankan<br />

kebijakan dengan kebengisan. Kesadaran akan makna<br />

sang pemimpin pudar, dirongrong ambisi.


Sudah terlalu sering kita mendengar penguasa jatuh<br />

satu per satu karena ambisi tanpa batas yang dimilikinya<br />

itu.Nama penguasapenguaa yang nasib kekuasaannya<br />

berakhir secara tragis seperti ini dituliskan sejarah dengan<br />

tinta kelam.<br />

Tetapi manusia memang tak gampang belajar dari<br />

sejarah, tak mudah mengambil hikmah. Sebuah rezim<br />

buruk jatuh, rezim jelek lainnya bangun. Kekuasaan seolah<br />

daya magis yang sangat mempesona. Melenakan,<br />

memabukkan. Niatan baik bias terjengkang oleh<br />

kepentingan-kepentingan, yang jauh dari baik. Orang baik,<br />

bias berubah jadi tidak baik manakala sudah berubah<br />

penguasa. Jika ia memerintah tidak mendalamimakna<br />

kekuasaanya. Maka muncullah istilah otoriter, dictator,<br />

korup, serakah, pemerintah yang tidak merakyat, dan lainlain.<br />

Rekaman perjalanan pemerintahan seperti itu rupanya<br />

mengimbaskan traumatis ditengah masyarakat. Buntutnya,<br />

pemerintah cenderung dianggap rezim yang harus dilawan.<br />

Apalagi jika pemerintahan tidak ditata secara apik, diarea<br />

seperti sekarang ini, akan cepat sekali mengundang<br />

pergolakan.<br />

Padahal, tidak semua pemerintahan adalah rezim<br />

kotor. Ada yang baik dan perlu didukung. Apalagi jika<br />

pemerintahan ini merasakan bahwa penderitaan rakyat<br />

adalah penderitaannya, dan tak akan merasa bahagia jika<br />

rakyat sedih. Pemerintah harus membuat rakyat bahagia,<br />

sejarahtera. Rakyatlah “kawan sejati” yang mesti dilayani,<br />

dalam kesetaraan.


Kalau boleh mempersepsikan, itulah mungkin yang<br />

dimaksud dengan symbol Satrio Piningit, yang sempat<br />

menjadi harapan besar dari rakyat negeri ini, yang telah<br />

begitu lama mendambakan munculnya sang pemimpin<br />

sejati yang mampu menyelamatkan bangsa ini dari huruhara,<br />

menebar sejahtera, hingga menjadi panutan di<br />

belahan dunia.<br />

Satrio Pinigit artinya adalah Satria yang terpingit. Tidak<br />

berarti secara lahir ia terpenjara atau terkungkung. Tetapi,<br />

ia adalah Satria (pemimpin) yang selaku dipingit oleh<br />

nurani, hati dan pemikiran (aspirasi) rakyat. Dia tidak akan<br />

mengkhianati rakyatnya, karena keduanya harus selalu<br />

melangkah dalam kebersamaan, seiring sejalan. Jadi,<br />

setiap pemimpin seharusnyalah menjadi Satrio Piningit. Ia<br />

tidak akan berani korupsi karena telah dipingit oleh nurani,<br />

hati dan pemikiran rakyat yang pasti tidak rela<br />

pemimpinnya korupsi.<br />

Samasekali tidak ada maksud menghubungkan<br />

Walikota Tangerang, Wahidin Halim dengan Satrio Pinigit<br />

secara harfiah. Karena tokoh lahiriah Satrio Piningit itu<br />

sendiri tidak ada. Persepsinya, ia hanya merupakan<br />

symbol, nilai-nilai yang mesti digenggam pemimpin atau<br />

pemerintahan.<br />

Dibuku yang samasekali tidak teoritis ini, pembaca<br />

akan menemukan gambaran bagaimana pemerintahan<br />

daerah Kota Tangerang dijalankan selama setahun ini.<br />

Soal interaksinya dengan rakyat, juga persoalan-persoalan<br />

berat yang menghadang. Tak ketinggalan, bagaimana<br />

rancangan awal Kota Tangerang masa depan.


Disampaikan dalam bahasa yang lugas oleh penulisnya,<br />

dan sengaja diluncurkan untuk mengundang masukanmasukan<br />

dari segenap komponen masyarakat. Yang<br />

melegakan, pilihan Wahidin Halim adalah rakyat…<br />

Selamat menyimak.<br />

BAB I<br />

Satu Tahun Jadi Walikota: Menyusup ke Ruang<br />

Rakyat<br />

A. Membuka Lebar Keran Komunikasi<br />

Dari satu orde yang lain, dengan paradigma yang baru,<br />

memunculkan tumpukan persoalan tersendiri. Di orde<br />

sekarang, perubahan besar terjadi, dan harus disikapi oleh<br />

pemimpin saat ini, yang berbeda dengan kepemimpinan<br />

sebelumnya, tentu. Persoalan arus bawah yang begitu kuat,<br />

serta dinamika masyarakat masa transisi memaksa<br />

terjadinya perubahan dalam proses penyelenggaraan<br />

negara, dilevel terkecil sekalipun. Diantaranya terjadi<br />

perubahan dalam perspektif pelayanan, harus<br />

memposisikan pemimpin, beserta birokrasi termasuk<br />

walikota sebagai pelayan.<br />

Pengambilan kebijakan harus benar-benar<br />

memperhatikan, mempertimbangkan serta mengakomodir<br />

kepentingan-kepentingan masyarakat. Keputusan tidak<br />

lagi bias diambil dengan serta merta lewat kekuatan politik<br />

yang dimiliki oleh seorang Walikota. Oleh karena itu<br />

diperlukan kesabaran mananti suara masyarakat, dengan<br />

begitu banyak variable yang pertimbangkan. Walikota<br />

bukanlah amternar, raja kecil atau penguasa. Karenanya,


setiap mengambil keputusan, atau kebijakan yang bersifat<br />

taktis strategis, ia harus merasakan denyut nadi kehidupan<br />

masyarakat.<br />

Persoalannya sekarang adalah bagaimana<br />

menciptakan mekanisme agar aspirasi rakyat tertampung.<br />

Berbagai sarana komunikasi dengan begitu mesti<br />

dimanfaatkan. Antara lain, lewat media massa, dan<br />

dibukalah rubric SMS dari rakyat, sebagai persoalan dan<br />

masukan dilapangan bisa tergali, dibahas dan lalu<br />

ditindaklajuti.<br />

Setiap Sabtu-Minggu juga digelar open house di<br />

tengah lingkungan masyarakat yang kental dengan tradisi.<br />

Itu juga salah satu alasan kenapa walikota memilih tidak<br />

tinggal dirumah dinas, namun, rumah Kampung Pinang,<br />

supaya tetap bisa dekat dengan masyarakatnya. Mereka<br />

bebas datang kerumah dari pagi sampai sore hari. Kalau<br />

dirumah dinas pasti akan ada trouble protokoler. Orang<br />

yang datang untuk berdialog pun berbeda perasannya,<br />

suasananya, serta nuansanya.<br />

Komunkasi dengan rakyat mutlak terus dilakukan. Asal<br />

tahu saja wallikota biasa berkeliling pelosok Kota<br />

Tangerang kadang-kadang hanya mengendarai motor.<br />

Tidak menampilkan diri sebagai walikota, tidak pakai<br />

pengawal, atau bodyguard atau asesoris lainnya, baik<br />

dirumah maupun dijalan dengan bahasa rakyat umumnya.<br />

Relasi dibangun dengan semua lapisan, langsung<br />

menyusup masuk ke ruang-ruang masyarakat. Ini penting<br />

untuk mengenali peristiwa apapun, mengetahui<br />

permasalahan secara utuh, tidak sepotongsepotong,


mengerti persis bagaimana potensinya, kemungkinannya,<br />

dan mencari alternative penyelesaikannya.<br />

Jadi, keran untuk saluran-saluran komunikasi itu<br />

sengaja dibuka agar mampu menyerap aspirasi rakyat<br />

dengan baik. Ada memang saluran formal di DPRD<br />

(Dewan Perwakilan Rakyat Daerah), tetapi, kapasitas yang<br />

dibuka didewan itu bersifat kebijakan umum, dimana untuk<br />

strategi guna implementasinya diperlukan interaksi<br />

langsung dengan masyarakatnya.<br />

B. Berangkat dari Niat Iklas<br />

Kenapa sebuah pemerintahan menjadi tidak efektif? Ini<br />

karena banyaknya hal-hal yang luput dari perhatian, dan<br />

jatuhnya lalu seperti terjadi disorientasi. Banyak pemimpin<br />

yang mengabaikan hal ini. Pengalaman mengajarkan<br />

dengan baik, semua persoalan harus ditata lebih detil dan<br />

kongkrit. Proses pengawasaan dilakukan lebih teliti, apa<br />

yang dilakukan kepala dinas, apa yang dilakukan pimpro<br />

(pimpinan proyek), termasuk laporan pekerjaan mereka<br />

baiknya tidak langsung dipercaya begitu saja, tetapi, mesti<br />

dikupas, dibahas bareng, dipertajam, dilihat langsung,<br />

dikkontrol, dipotret, di-videoin.<br />

Jadi kalau dia “mainin” proyek agar dapat untung ya<br />

akan ketahuan. Kalau bagian belakang banguanan<br />

dikerjakan asal-asalan, juga akan ketahuan, karena<br />

pendekatan pemeriksaan pemerintah kota sekarang,<br />

terhadap proyek-proyek itu, bukan sebatas seremonial<br />

apalagi upacara rutin ingin dipuji.<br />

Diatas semuanya, apa yang telah dikerjakan


Pemerintah Daerah Kota (Pemkot) Tangerang, tentu tidak<br />

semuanya bisa memuaskan public. Banyak juga tudingan<br />

dan komentar, baik dari kalangan LSM (Lembaga<br />

Swadaya Masyarakat) maupun wartawan yang menyangkut<br />

kinerja dari para staf pemkot. Itu langsung direspon. Ada<br />

berita dikoran, yang bersangkutan langsung dipanggil dan<br />

didengar penjelasannya. Pimpinan pemkot juga melakukan<br />

pertemuan informal dengan wartawan, biasanya Jumat,<br />

mendengar informasi, membedah pengaduan-pengaduan<br />

lewat SMS untuk ditindaklanjuti dan jawabannya ditulis<br />

langsung oleh walikota.<br />

Tugas pemerintahan harus berangkat dari niat baik,<br />

niat ikhlas, sambil membuka pintu selebar-lebarnya bagi<br />

masyarakat untuk mengkritis, memberikan kontribusi<br />

berbagai hal untuk kota tercinta ini. Bahkan kalangan<br />

masyarakat ditantang:apa yang ada dalam pikiran<br />

saudara? Apa yang harus dilakukan untuk Kota<br />

Tangerang? Semangat untuk membangun kota ini yang<br />

dimintai, bukan omong doing. Dilain pihak, ketika<br />

berhadapan dengan staf yang tidak patuh terhadap aturan,<br />

tanpa pandangan bulu langsung dilakukan tindakan sesuai<br />

ketentuan yang berlaku.<br />

Jabatan pimpinan Pemkot adalah amanah. Tak boleh<br />

terjerumus godaan untuk menikmati kekuasaan.berangkat<br />

dari rumah ke kantoe, semata harus diartikan sebagai<br />

bentuk penghambaan kepada Tuhan yang memiliki nilai<br />

ibadah, dengan sendirinya pula sebagai bentuk<br />

pengabdian terhadap negara. Keikhlasan, keinginan untuk<br />

berbuat kepada kebaikan, dan keinginan untuk mencegah


kemungkaran mestinya digenggam teguh, tidak lekang<br />

karena panas, tidak lapuk karena hujan.<br />

C. Dihadang Persoalan Berat<br />

Ketika masyarakat kehilangan nilai, ketika masyarakat<br />

tidak lagi mampu membedakan antara kebaikan dan<br />

keburukan, membutuhkan terapi, perlu waktu untuk<br />

melakukan pendekatan dan begitu banyak menguras<br />

energi. Konflik-konflik horizontal mudah terjadi.<br />

Kepentingan public banyak disalip oleh kepentingankepentingan<br />

kelompok. Bergaya preman, dengan kadar<br />

kepentingan yang berbeda. Ini menjadi kecendrungan<br />

masyarakat diberbagai tempat. Semakin sulit membuat<br />

keputusan atau kebijakan yang memuaskan banyak orang,<br />

karena begitu banyaknya tarikan kepentingan.<br />

Bias saja prosesnya sesuai mekanisme, tapi karena<br />

tarikan kepentingan begitu banyak dan semuanya minta<br />

diakomodir sehingga bias jadi kebijakan itu mengundang<br />

pro-kontra. Niat baik pemerintah kadang terkalahkan<br />

dengan kepentingan-kepentingan tersebut. Kepentingan<br />

pribadi dijadikan dalih untuk kepentingan public. Begitulah,<br />

dalam prektek sering terjadi disorientasi, pada awalnya<br />

kepentingan pribadi yang muncul.<br />

Dilingkungan staf Pemda Kota Tangerang, untuk<br />

melakukan koreksi kepada bawahan, ternyata, tidak<br />

gampang. Ketika ingin membangun masyarakat yang<br />

berakhlakul karimah, tantangannya luar biasa. Karena<br />

apa? Ini semua karena kita mungkun masyarakat yang<br />

sakit, dan karenanya sulit berharap dari kondisi<br />

masyarakat seperti ini. Mungkin, lagi zamannya kali ya.


Paradigma baru pemerintahan sekarang ini kan<br />

terjemahannya bahwa pemerintah sebagai fasilisator.<br />

Artinya tidak semua hal dikerjakan oleh pemerintah, tapi<br />

juga dikerjakan masyarakat dan pemerintah hanya<br />

fasilisator saja. Ironisnya, masyarakat sendiri belum<br />

mampu, hanya reaksinya saja yang sering mengedepan.<br />

Mereka malah membutuhkan peran pemerintah lebih<br />

besar. Banyak yang datang kepada pemerintah, minta ke<br />

wallikota untuk memberikan penjelasan, termasuk untuk<br />

hal-hal kecil yang seharusnya cukup ditangani pada tingkat<br />

yang lebih rendah. Atau karena masyarakat semakin kritis<br />

cenderung penasaran, ngotot dan nggak gampang<br />

menerima, ssementara itu, pejabat di level middle, main<br />

set-nya belum berubah.<br />

D. SMS Hallo Pak Wali: Luh, Gua… Hasilkan Jalan<br />

Keluar…<br />

Adalah sebuah kekeliruan besar jika pemerintah tidak<br />

mau dikritik, tidak mau menerima keluhan-keluhan,<br />

masukan-masukan, padahal aspirasi itu murni dari rakyat,<br />

bahkan berasal dari lapis masyarakat paling bawah<br />

berdasarkan fakta-fakta objektif dilapangan. Suara rakyat<br />

itu memberikan konrtibusi yang sangat penting bagi<br />

pemerintah untuk menjalankan fungsinya sebagai pelayan<br />

masyarakat. Tentu, apa-apa yang disuarakan tidak<br />

seluruhnya benar, tapi pemerintah toh bias memilahnya,<br />

mana yang fitnah, mana yang omdo alias omong doing,<br />

dan mana yang memang sesuai dengan fakta.<br />

Suara rakyat via SMS (Short Massage System) adalah


wujud keinginan rakyat untuk berkomunikasi dengan<br />

pemerintah. Jadi jangan dianggap sebagai angina lalu,<br />

jangan malah dicurigai yang bukanbukan, apalagi rakyat<br />

dianggap sebagai lawan. Apapun masukannya, mesti<br />

direspon. Akan sangat klop kalau masukan-masukan dari<br />

rakyat itu dijawab dengan bahasa rakyat juga, bukan<br />

dengan bahasa birokrat yang penuh kekakuan. Sehingga<br />

akan terjadi komunikasi yang “nikmat”, tidak miss atau<br />

Jaka Sembung bawa golok, Gak nyambung (…). Kalau<br />

rakyat pakai bahasa luh, gua wallikota juga bias menjawab<br />

dengan bahasa luh, gua, dan ini semata untuk<br />

mempertahankan keinginan menjalin keakraban. Yang<br />

penting adalah substansi dan ujung dari semua usaha itu,<br />

yakni, untuk perbaikan Kota Tangerang.<br />

Beragam persoalan, mulai dari KKN (Korupsi, Kolusi<br />

dan Nepotisme), sampah, jalan rusak, penerangan jalan,<br />

kemiskinan, kemacetan, buruknya pelayanan aparat,<br />

pendidikan, kesehatan, pengganguran, pencemaran<br />

lingkungan, bencong, dan PSK (Pekerja Seks komersial)<br />

adalah persoalan yang sehari-hari membelit rakyat. Dus,<br />

topik yang selalu hangat! Alangkah beruntungnya<br />

pemerintah jika setiap hari bias mendapatkan masukan<br />

tentang berbagai persoalan itu dari rakyat secara<br />

langsung.<br />

Tentunya pemerintahnya sendiri sudah harus siap. Siap<br />

disini berarti pejabatnya tidak hanya berada di balik meja<br />

saja, melainkan, sudah mengetahui persis kondisi yang<br />

dihadapi rakyatnya. Merasakan dengus nafasnya.<br />

Sehingga ketika harapan-harapan maupun keluhankeluhan


itu muncul, pemerintah tidak malah jadi pusyiing, karena<br />

kita sudah siap dengan jawaban bahkan kemungkinan<br />

penyelesaiannya yang baik, benar dan tepat sasaran.<br />

Berangkat dari pemahaman itulah, kenapa Pemda<br />

Kota Tangerang membuka Rubrik SMS melalui salah satu<br />

media lokoal (local comunmunity newspaper), yaitu<br />

SATELIT NEWS. Hallo Pak Wali nama rubriknya. Segala<br />

unek-unek, saran, kritik, sampai pujian bias dikemukakan<br />

setiap masyarakat Kota Tangerang melalui SMS yang<br />

kemudian ditayangkan melalui surat kabar harian SATELIT<br />

NEWS. SMS tak berlalu begitu saja, sebab walikota akan<br />

“memeloti” setiap harinya, kemudian memberikan jawaban<br />

yang dikemas dalam Rubrik Saudaraku Rakyat Kota<br />

Tangerang dan ditayangkan setiap edisi Senin.<br />

Hasilnya, terjadi dialog yang begitu enak dan indah<br />

antara rakyat dengan walikota. Walikota tak kalah sableng<br />

dari rakyat soal bahasa kerakyatan. Dasarnya orang<br />

Tangerang. Kata-kata rakyat itu justru terasa segar seperti<br />

adonan sayur dan sambal cobek. Rakyat jadi tak segan<br />

bertanya, berharap dan berkesah, sementara jawaban<br />

walikota jadi rubric yang ditunggu-tunggu penerbitannya.<br />

Yang lebih penting dari itu semua tentu saja tentang<br />

saja tentang masukan-masukan masyarakat dan solusinya.<br />

Walikota pun bias semakin mengenali rakyatnya, sejauh<br />

mana mereka peduli terhadap lingkungannya, peduli<br />

terhadap kemajuan Kota Tangerang. Bias ketahuan juga<br />

mana pengirim SMS objektif, untuk kepentingan pribadi,<br />

maupun yangmasuk katagori “jeruk makan jeruk” (pegawai


Pemda menyerang kebijakan Pemda). Tak jarang walikota<br />

bisa mengetahui persisi siapa pengirim SMS meski yang<br />

bersangkutan tak menyebutkan identitas diri. Itu bisa<br />

diketahui dari gaya bahasa, intonasi dan topic persoalan<br />

yang dilontarkan.<br />

Hal lain, segenap dinas, instansi dan jajaran lain di<br />

Pemda kota Tangerang sampai tingkat kecamatan,<br />

kelurahan, jadi semakin terdorong motivasinya untuk<br />

memberikan pelayanan terbaik pada public. Mereka tentu<br />

tidak ingin “dikorankan” oleh masyarakat karena perbuatan<br />

jeleknya. Untuk mengetahui detil semua ini, kini silakan<br />

baca buku Demokrasi SMS.<br />

BAB II<br />

Tradisi Baru, Sandungan dan Fondasi Kebijakan di<br />

Pemerintahan Kota Tangerang<br />

A. Tradisi Baru di Pemerintah kota<br />

Tradisi baru yang baik dan positif dijajaran birokrasi<br />

pemerintahan Kota Tangerang telah dimulai.<br />

1. Menggeser Kekakuan Anggaran<br />

Tradisi yang berkembang ini sering kali mengikuti jalan<br />

pikiran :bagaimana caranya agar menghasilkan<br />

pendapatan. Jadi, orientasinya ialah investasi<br />

pemerintahan daerah cenderung bukan kepada upaya<br />

secara langsung membangun masyarakat lalu<br />

mensejahterakan masyarakatnya, tapi berkubang pada<br />

pertanyaan: aturan seperti itu, perlu digeser. Salah satu<br />

bentuknya, perda (peraturan daerah) tidak lagi sekedar<br />

meningkatkan pendapatan semata. Perda harus dilihat


sebagai regulasi untuk mencapai masyarakat tertibsejahtera.<br />

Jadi, ketika Perda dibuat, seharusnya adalah<br />

bagaimana kondisi masyarakat bisa lebih baik.<br />

Struktur anggaran, bahkan pernah dimunculkan konsep:<br />

bagaimana kalau APBD (Anggaran Pendapatan dan<br />

Belanja Daerah) mengadopsi system pembagian zakat.<br />

Sangat bagus karena pembelaannya bagi kaum miskin<br />

sangat kental. Namun hal itu tidak bisa dilakukan adalah<br />

mengurangi sector-sektor yang tidak efektif dan tidak tepat<br />

sasaran.<br />

Penggeseran ini untuk memenuhi kebutuhan mendasar<br />

masyarakat. Setelah dicermati, pembangunan di bidang<br />

pelayanan dasar (basic services and needs) seperti<br />

pendidikan, kesehatan, infastruktur, social menjadi<br />

prioritas. Karena sesungguhnya itulah tugas pemerintah.<br />

2. Kontrak politik dan Pengawasan Langsung<br />

Pemimpin Pemkot mengikat kontrak tanggung jawab<br />

dengan para kepala dinas, pimpro dan jajarannya agar<br />

amanah dalam membangun Kota Tangerang. Dalam<br />

pengerjaan proyek, walikota dan wakil walikota bahkan<br />

langsung menjadi tim pemantauanya, turut memotret apa<br />

saja yang terjadi dilapangan. Dicatat, direkam, lalu<br />

pimpinan proyek (pimpro) disidang, satu persatu dari<br />

mereka dimintai menjelaskan progress kerjanya<br />

Jadi, sebelum Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono<br />

(SBY) membuat “kontrak politik” dengan para menterinya,<br />

Walikota Tangerang sudah terpilih dahulu melakukan<br />

tradisi “kontrak tanggung jawab”. Setiap senin, para kepala<br />

dinas ataupun pimpro wajib menyampaikan hasil


pekerjaannya. Proyek yang mereka kerjakan dalam jangka<br />

satu tahun kedepan, dua tahun kedepan, jangka<br />

menengah, dan jangka panjang dievaluasi dalam rapat<br />

bulanan.<br />

Walikota dan wakil walikota tidak hanya melakukan<br />

pengawasan fisik, tapi juga mengecek anggaran<br />

proyeknya. Sekarang terjadi perubahan. Audit tidak hanya<br />

berdasar adanya kasus, dan tidak hanya bersifat baerkala<br />

3 bulan sekali, tetapi pengawasan setiap saat. Hasil<br />

pengawasan dibedah lebih detil secara rutin setiap<br />

minggu. Ambil sebagai contoh, jika genteng bangunan<br />

proyek bocor, atau jalan proyek rusak, itu ada datanya.<br />

Lalu pimpro diminta tanggung jawabnya, kapan akan<br />

diperbaiki? Jika kesediannya minggu depan, maka<br />

minggu depannya lagi dicek: sudah diperbaiki apa belum.<br />

Nonsense atau omong kosong kalau mekanisme<br />

pengawasan bisa dilakukan secara administratif saja.<br />

Makanya perlu dilakukan secara langsung, memotret<br />

lapangan, dengan cermat dan detil. Seluruh persoalan<br />

termasuk PAD (Pendapatan Asli Daerah) dan<br />

pelaksanaan anggaran juga dibahas secara komprehensif<br />

setiap bulan dengan menghadirkan eselon II, III, IV<br />

(pimpro).<br />

3. Mengukur Peningkatan Kualitas<br />

Pembangunan mesti diukur secara kualitatif , aspek<br />

benefit, manfaat dan dampaknya menjadi perhatian. Setiap<br />

dinas wajib melakukan penelitian dengan menggunakan<br />

pendekatan berbasis kinerja. Selalu menjadi pertanyaan:<br />

apakah kelompok masyarakat yang dibantu proyek,


dibiayai sejumlah dana, secara kualitatif akan<br />

meningkatkan pendapatannya? Ini semacam standar<br />

sukses.<br />

Menjadi kebiasaan, program cenderung hanya dilihat<br />

dari sisi output-nya melalui pendekatan kuantitatif.<br />

Misalnya program pemberdayaan masyarakat<br />

dilingkungan tertentu. Bagaimana keuntungan, manfaat dan<br />

dampaknya bagi masyarakat itu kurang diperhatikan. Yang<br />

penting program bantuan telah dikucurkan. Kalau sekarang<br />

tidak lagi sebatas apa yang dibantu, bianya, berapa<br />

jumlah orang ditatar? Tetapi lebih jauh dari itu, seberapa<br />

besar pengaruhnya terhadap peningkatan kualitas hidup<br />

mereka yang dibantu. Atau dalam dunia pendidikan,<br />

seberapa besar bantuan berpengaruh pada kualitas murid.<br />

Ini semua artinya, mutu pendidikan harus dijaga. Kalau<br />

kita bangun gedung sekolah, sekolah yang berkualitas<br />

standarnya berapa?kalau 1 milyar, selesaikan<br />

pembangunannya dengan dana 1 milyar. Setelah itu,<br />

pemeliharaannya bagaimana? Butuh dana berapa? Pada<br />

tahun ke berapa? Seluruhnya harus diukur.<br />

Contoh lain soal proyek jalan: diukur berapa meter<br />

panjangnya, berapa biayanya, seberapa lama<br />

kekuatannya. Dibuatlah analisanya oleh masing-masing<br />

dinas terkait. Secara umum, public sudah mengakui, jalanjalan<br />

dikota ini relative lebih baik. Bisa diproyeksikan, dua<br />

atau tiga tahun kedepan semuanya sudah bisa memenuhi<br />

harapan.<br />

Harus ada criteria sukses atas suatu program


pemerintah. Semua dihitung. Jangan sampai<br />

pembangunan dalam rangka pemberdayaan masyarakat<br />

hanya sekedar memenuhi program. Dilaksanakan dengan<br />

tidak sepenuh hati, setengah-setengah dan berorientasi<br />

untuk mencari proyek, lalu sebagai aksesoris menambah<br />

gaya hidup. Ini yang harus diubah, Cuma memang perlu<br />

waktu.<br />

4. Menyeimbangkan Sanksi (Punishment) dan<br />

Penghargaan (Reward)<br />

Terhadap mereka yang melanggar kontrak tanggung<br />

jawab, ya tentu dihukum. Banyak pimpro yang turun<br />

pangkat karena mengingkari kesepakatan. Namun bagi<br />

pimpro yang kerjanya baik, diberi penghargaan dan<br />

penghormatan, diumumkan prestasinya saat Hari Ulang<br />

Tahun kota Tangerang. Itu diharapkan akan membuat para<br />

pimpro bersemangat, bergairah untuk memberikan karya<br />

terbaik. Kualitas proyek jadi meningkat. Masih banyak kok<br />

orang-orang muda yang jujur, terampil dan memiliki<br />

komotmen untuk melakukan perubahan.<br />

Bagi pimpro yang kerjanya baik mendapat penghargaan.<br />

Sementara bagi pimpro terbaik, mendapatkan kenaikan<br />

pangkat istimewa. Pendekatan dengan punishment and<br />

reward ini, sejau pengalaman, maupun membuat kinerja<br />

seluruh awak proyek pemerintahan lebih baik dan efektif.<br />

Apalagi didorong dengan model pengawasan yang sangat<br />

ketat. Untuk mengetahui kebenaran laporan proyek, tidak<br />

hanya kepala dinas, pimpro dan pengawas lapangan yang<br />

ditanya. Staf-staf juga ditanya. Ketika staf itu keliru


memberikan jawaban dan menunjukkan bahwa proyek<br />

yang ditangani tidak beres, maka kepala dinasnya dimintai<br />

penyelesaiannya, tanggungjawabnya, karena dia ketahuan<br />

tak melakukan control.<br />

Nampaknya ada semangat untuk selalu lebih baik.<br />

Sebelum ada siding proyek, tiap-tiap intern dinas<br />

melakukan konsolidasi. Mesti siap betul, karena sangat<br />

detil dan tajam pertanyaannya.<br />

5. Menyampaikan Progress Report Lewat Media<br />

Program pembangunan yang telah dilaksanakan,<br />

diumumkan kepada public, yaitu melalui Koran. Apalagi<br />

sekarang ada Koran local, begitu transparannya setiap<br />

program itu dimuat. Berbagai pendapat masyarakat pun<br />

mengalir. Pemda juga proaktif menjelaskan soal program<br />

pembangunan itu secara langsung ke masyarakat melalui<br />

berbagai kegiatan.<br />

Menyampaikan laporan kemajuan melalui media ini<br />

dilakukan dalam rangka memenuhi hak rakyat untuk tahu<br />

apa yang pemerintah kerjakan. Juga, menginformasikan<br />

sejauhmana pemerintah memenuhi harapan public, dan<br />

dalam menjalankan tugas pokoknya. Silakan cek sendiri<br />

tradisi baru di Koran-koran.<br />

B. Adakah Sandungan rerhadap tradisi-tradisi itu?<br />

Terhadap semua tradisi baru ini, resistensi pasti ada.<br />

Namun, pada akhirnya resistensi perlahan hilang. Apalagi<br />

model tanggung jawab yang digunakan adalah<br />

pendelegasian kewenangan, dan bersifat terbuka.<br />

Walikota juga tidak menggunakan cara-cara yang keras.<br />

Bagi terbuka. Walikota juga tidak menggunakan cara-cara


yang keras. Bagi 3. kalau ada pejabat yang sudah<br />

mendapat peringatan ternyata berbelit, ya sudah, langsung<br />

diperintahkan untuk diperiksa. Dijatuhkan hukuman,<br />

diumumkan, diturunkan pangkatnya.<br />

Ada juga yang tidak terima, lantas ngomong dikoran lewat<br />

rubrik SMS Hallo Pak Wali. Katanya, tindkan pimpinan itu<br />

sama saja dengan membongkar aib orang. Seharusnya<br />

sipenerima sanksi itu tahu, Khalid bin Wahid saja pernah<br />

menggetarkan pejabat dinas. Penurunan pangkat karena<br />

telah melanggar aturan dan diumumkan di apel (upacara)<br />

karyawan Pemda sebagai tindakan indisipliner. Tidak<br />

hadir selama tiga hari berturut-turut dalam apel, daftarnya<br />

ya diumumkan. Akhirnya shock-therapy cukup efektif. Bila<br />

sebelumnya yang ikut apel Cuma 400-600 pegawai,<br />

sekarang rata-rata sudah 96%. Istilah pulang Kamis-balik<br />

Senin nyaris tidak ada lagi.<br />

C. Fondasi-fondasi Kebijakan<br />

Banyak fondasi kebijakan dan program yang telah<br />

diletakkan. Bahkan, progress-nya sudah pada tahap<br />

implementasi dan capaian target. Beberapa kebijakan dan<br />

program itu antara lain meliputi:<br />

a. Pendidikan untuk Semua (Education for All)<br />

kalau orang Indonesia sadar, pembangunan pendidikan<br />

haruslah menjadi prioritas. Selama ini sector ini kan<br />

dimarjinalkan, diabaikan,<br />

dan tidak hanya dirasakan pada pemerintah pusat, tetapi<br />

juga<br />

didaerah. Bahwa pendidikan kurang mendapat perhatian,


iya. Ketika<br />

republic ini diproklamasikan, dunia pendidikan hanya<br />

sebatas<br />

diomongkan, apalagi cerita-cerita teman-teman yang baru<br />

pulang dari<br />

luar negeri. Terkagum-kagum dengan dunia pendidikan di<br />

Malaysia.<br />

luar negeri. Terkagum-kagum dengan dunia pendidikan di<br />

Malaysia.<br />

termasuk hasil amandemen-menjelaskan jelas pendidikan<br />

tanggungjawab negara. Itu amanah, itu kewajiban.<br />

Logikanya mana mungkin kita bisa meningkatkan<br />

sumberdaya<br />

manusia yang bisa bersaing, jika pendidikan luput dari<br />

perhatian kita. Sederhana saja kan. Karena itu tanpa ragu<br />

ditetapkan 39% dari APBD<br />

Kota Tangerang digunakan untuk membangun pendidikan.<br />

Untuk tahun pertama ini, sector pertamanan dan<br />

infrastruktur lain<br />

dikurangi. Diadakan pemangkasan disejumlah bidang<br />

yang kurang<br />

menyentuh langsung kepentingan masyarakat.<br />

Jadi kalau ada orang yang berteriak: Pak taman tidak<br />

diurus, tidak<br />

dibangun, jawabnya karena proyek-proyek yang sifatnya<br />

mercusuar<br />

itu memang direview, didrop. Sector per PU-an yang hanya<br />

tambal


sulam itu dikurangi. Investor bisa terlibat didalamnya, untuk<br />

mendukung dan membantu dalam menyediakan fasilitas<br />

layanan. Sebetulnya bukan masalah keberanian untuk<br />

menaikkan anggaran,<br />

tapi ini menyangkut kemauan politik (political will),<br />

kemauan kuat<br />

untuk membangun dunia pendidikan. Alhamdulillah,<br />

keputusan ini<br />

telah mendapatkan penghargaan tinggi. Tapi kalau pun<br />

ada kalangan<br />

yang meributkannya, Pemda tidak akan mundur. Sector<br />

lain toh tetap<br />

berjalan, Cuma itu tadi, dengan pengetatan, dengan<br />

seleksi setiap<br />

kegiatan program yang ditawarkan oleh dinas.<br />

Itu semua diseleksi, disidak, dipangkasi sektor-sektor yang<br />

tidak<br />

efisien. Dananya untuk mendukung konsentrasi<br />

pembangunan<br />

pendidikan. Pihak lain ditarik untuk terlibat. Misalnya untuk<br />

perpustakaan, kenapa haus menggunakan anggaran<br />

Pemda, kenapa<br />

tidak kerjasama dengan LSM atau swasta? Silahkan<br />

proses kontrak.<br />

Orang BI pun ditanya, mau Bantu berapa banyak buku?<br />

Pemimpin mesti tahu persis bagaimana potret warganya.<br />

Bagaimana orang bisa berubah kalau tidak sekolah?<br />

Harkat dan<br />

derajat bisa terangkat dengan sekolah. Terjemahan lebih


luasnya,<br />

bahwa dengan sekolah, dengan membangun pendidikan,<br />

akan<br />

menghasilkan generasi-generasi yang lebih baik,<br />

berkualitas dari pada<br />

hari ini. Bisa dilihat, suatu negara dibandingkan dengan<br />

negara kita. Pemerintah tidak boleh berpikir sebagai<br />

pemilik modal. Jadi tidak<br />

melulu berpikir bagaimana berinvestasi untyk<br />

menghasilkan<br />

pendapatan apalagi dalam jangka waktu relative pendek.<br />

Kalau kita<br />

berbicara masalah pendidikan, seyogyanya berinvestasi<br />

untuk<br />

menghasilkan manusia yang berkualitas. Human<br />

Invesment, dan<br />

hasilnya untuk jangka panjang.<br />

Yang sederhana, kita berangkat untuk mengurangi putus<br />

sekolah,<br />

dan kita memberantas buta huruf. Tapi, bagaimana bisa<br />

sekolah kalau<br />

gedungnya rusak, 1 meja untuk tiga siswa, 1 kelas untuk 50<br />

siswa dan<br />

lain-lain. Prihatin memang, tapi ya harus bangkit, harus<br />

upaya. Kalau<br />

bisa hari ini mengapa harus menunggu besok. Targernya<br />

sih tidak<br />

hanya pembangunan sekolah-sekolah yang lebih<br />

berorientasi kepada


tenaga kerja yang siap pakai.<br />

Kalau sekarang datang ke kota ini untuk mencari<br />

pekerjaan didunia<br />

industri, itu mesti digeser, nanti orang datang ke<br />

Tangerang karena<br />

untuk bersekolah.<br />

Selama ini industri terlalu di-“dewa”-kan, tetapi akhirnya<br />

hasilnya<br />

kayak apa? Dampak yang diterima, tidak sebanding<br />

dengan kontribusi<br />

bagi rakyat Tangerang. Ekses dari sebuah industrialisasi,<br />

Cisadane<br />

menangis, masyarakat yang marjinal.<br />

PPH (Pajak Penghasilan) mereka tidak bayar disini kok,<br />

mereka<br />

malah bayar dipusat . yang ada adalah limbah sampah,<br />

lingkungan<br />

yang semakin tidak karuan, polusi diluar ambang toleransi.<br />

Pencemaran sungai yang luar biasa, terjadinya kerumunan<br />

orang<br />

hingga menimbulkan kemacetan yang juga luar biasa,<br />

hubungan<br />

masyarakat menjadi kering tanpa nilai-nilai keagaman<br />

terdistorsi,<br />

peran tokoh informal semakin memudar.<br />

Kehadiran industri di kota ini ridak memberikan manfaat<br />

yang<br />

signifikan bagi pemerintah daerah, kecuali sector tenaga<br />

kerja. Tapi


sekarang ini ketika pabrik gulung tikar, banyak yang<br />

bangkrut, ada<br />

juga yang hengkang ke Vietnam, dan Cina. Terjadi PHK<br />

(Pemutusan<br />

Hubungan Kerja), bergeser sector informal, jadi PKL<br />

(Pedagang kaki<br />

Lima), berdampak kepada transportasi, kenyamanan kota,<br />

tampang<br />

kota. Tetapi ada catatan; ketika pembangunan pendidikan<br />

jadi<br />

prioritas sekarang tidak berarti mematikan industri,<br />

keduanya justru<br />

mesti hidup berdampingan. Dicari kemungkinan<br />

kerjasamanya.<br />

Industri kan juga membutuhkan para karyawan, kumpulan<br />

orangorang , dan anak-anak mereka perlu sekolah.<br />

<strong>Anak</strong> Tangerang masih banyak yang sekolah keluar<br />

Tangerang<br />

dengan alasan disini gedung sekolahnya rusak, tidak<br />

berkualitas.<br />

Sekarang sedang dibangun sekolah unggulan untuk<br />

percontohan.<br />

SMA-SMA sudah nyampe ke kecamatan. Dulu SMA Cuma<br />

10, itupun<br />

ada dipusat kota, nah tahun ini, bayangkan, 5 SMA negeri<br />

dibeberapa<br />

kecamatan. Untuk tahun 2004, SMP dibangun 12 gedung<br />

di beberapa<br />

kecamatan dengan bertingkat. Jadi dari satu lingkungan ke


lingkungan<br />

sudah tersedia sekolah yang kualitasnya relatif sama.<br />

Mega proyek pembangunan 214 gedung sekolah secara<br />

serempak<br />

di Kota Tangerang dimulai Maret 2005. peningkatan mutu<br />

pendidikan<br />

mesti dibarengi dengan fasilitas belajar-mengajar yang<br />

memadai. Prioritas pembangunan dunia pendidikan ini<br />

termasuk pembelaan<br />

kita terhadap kelompok masyarakat miskin, mereka mesti<br />

mendapatkan kesempatan yang sama untuk sekolah dan<br />

dibiayai oleh<br />

pemerintah. Sementara, dalam rangka kesejahteraan guru,<br />

dinaikkan<br />

insentifnya dari tahun ke tahun.<br />

Gagasan sekolah gratis sudah mulai terealisir, meski<br />

masih terbatas<br />

dananya, yaitu dari kompensasi subsidi BBM dan Pemda.<br />

Selama<br />

2004, sebanyak 16 siswa ditiap sekolah<br />

Negeri dari SD, SMP, SMA dan SMK mendapatkan<br />

fasilitas gratis biaya SPP. Besaran uang SPP untuk SD<br />

masing-masing sebesar Rp 25 ribu per siswa, untuk SMP<br />

Rp 30 ribu dan untuk SMA / SMK sebesar Rp 40 ribu.<br />

Program ini terus berlanjut di tahun 2005.<br />

Untuk menumbuhkan kompetitif belajar, diadakan pula<br />

program penghargaan bagi para siswa berprestasi secara<br />

akademis. Setiap 5 siswa ranking teratas di SMP negeri<br />

bisa masuk ke SMA dan SMK negeri pilihan mereka tanpa


melalui seleksi.<br />

Sementara untuk guru, memang harus diperhatikan<br />

kesejahteraannya. Bagaimana guru mau mengajar tekun,<br />

kalau gajinya semetet (kecil), kalau guru masih nyambi<br />

dagang, ngojek atau jualan buku. Selain gaji, kini guru di<br />

Kota Tangerang juga mendapat insentif dari pemerintah<br />

daerah. Untuk tahun 2004, setiap guru di sekolah negeri<br />

menerima insentif sebesar Rp 115 ribu dan setiap guru di<br />

sekolah swasta menerima insentif sebesar Rp 85 ribu. Di<br />

tahun 2005, besaran insentif dinaikkan, yaitu masingmasing<br />

bertambah Rp 25 ribu untuk guru di sekolah negeri<br />

maupun swasta.<br />

b. Layanan Kesehatan<br />

Sebanyak 25 gedung Puskesmas tersebar di seluruh<br />

kecamatan dengan gedung permanen dan peralatan<br />

memadai. Gedung ini dibangun di tengah-tengah<br />

lingkungan masyarakat. Idealnya untuk Kota Tangerang<br />

dengan penduduk 1,5 juta jiwa minimal harus ada 50<br />

gedung Puskesmas. Untung ada rumah sakit swasta<br />

seperti RS Honoris, RS Usada Insani, RS Sari Asih, RSU<br />

Daerah, RS Kusta yang sekarang sudah membuka poli<br />

umum, dan rumah sakit lainnya.<br />

Untuk kepentingan keluarga miskin (gakin), disamping<br />

ada dana kompensasi subsidi BBM, pemda juga<br />

mengalokasikan anggaran berupa subsidi bagi rakyat<br />

yang tidak mampu bayar. Disediakan juga mobil<br />

puskesmas keliling, tahun ini disiapkan 10 mobil bantuan<br />

dari luar negeri dan APBD (Anggaran Pendapatan dan<br />

Belanja Daerah).


Pelayanan kesehatan untuk orang miskin diberikan<br />

secara gratis. Bahkan bantuannya sampai dengan biaya<br />

rujukan ke rumah sakit umum. Meski mereka tidak punya<br />

kartu berobat, tapi kalau dicek memang miskin, ya<br />

dilayani, jadi tidak kaku.<br />

Obat-obatan ditingkatkan kualitasnya. Kalau dulu orang<br />

mengalami luka bakar cukup diobati pakai Levertran<br />

Salep, sekarang sudah pakai Bio-Placenton. Sebelumnya<br />

pasien sakit batuk diberi OBH (Obat Batuk Hitam) yang<br />

dicampur air dan baunya seperti sabun, sekarang sudah<br />

diberikan OBH rasa menthol.<br />

Ada pula program pemberian bantuan kepada balita<br />

kurang gizi, disebar di 25 puskesmas yang ada di 13<br />

kecamatan. Imunisasi anak sekolah bayi dan ibu hamil rutin<br />

dilakukan.<br />

Mengantisipasi masalah demam berdarah (DBD),<br />

dinas kesehatan mensosialisasikan 4 M, tidak hanya 3 M.<br />

Selain ”Menguras, Menutup, Mengubur” ditambah 1 M lagi<br />

yaitu Memasang/Menyemprot obat nyamuk pada pagi hari<br />

ketika anak berangkat sekolah dan sore hari. Karena<br />

nyamuk demam berdarah itu menggigitnya terang hari.<br />

Walikota keliling melakukan gerakan anti-DBD.<br />

Sementara untuk antisipasi masalah kesehatan di<br />

waktu banjir, selalui disiapkan obat-obatan dalan jumlah<br />

yang cukup. Untuk jangka 1 tahun, persediaan obat-obatan<br />

dilebihkan dalam jumlah kebutuhan 18 bulan. Apabila banjir<br />

terjadi, dinas kesehatan mengirimkan obetobatan itu<br />

secara langsung ke puskesmas-puskesmas di wilayah


anjir yang buka 24 jam nonstop.<br />

c. Mengoptimalkan Aset Daerah<br />

Dalam rangka mengoptimalkan aset-aset pemerintah<br />

daerah, salah satunya dibentuklah PD Pasar Kota<br />

Tangerang. Tujuannya tak lain agar memberikan kontribusi,<br />

menjadi sumber pendapatan daerah. Sebelumnya<br />

pengelolaan pasar-pasar itu ditangani Dinas Perdagangan<br />

(Disperindagkopar), tetapi tidak bisa optimal. Model<br />

manajemennya ala pemerintah yang lebih berorientasi<br />

sosial daripada profit, kurang greget, kehilangan<br />

kreatifitas, tidak inovatif dan lamban perkembangannya.<br />

Padahal transaksi besar di delapan pasar yang terletak di<br />

lokasi strategis kota sudah berlangsung lama.<br />

Karena itu, perlu dikelola secara lebih profesional<br />

dalam bentuk BUMD (Badan Usaha Milik Daerah). Direksi<br />

PD Pasar yang baru telah terpilih melalui seleksi ketat,<br />

termasuk melalui fit and proper test. Mereka harus memiliki<br />

konsep jelas untuk mengembangkan perusahaan yang<br />

menghasilkan profit. Juga diharapkan mampu mengubah<br />

kesan selama ini di pemerintah daerah mahwa BUMD<br />

merupakan tempat ”perselingkuhan” para birokrat, atau<br />

tempat pensiunan yang style-nya lebih sebagai birokrat<br />

ketimbang entrepreneur.<br />

PD pasar harus kuat, mandiri, dan tahan banting<br />

sehingga bisa mengelola aset daerah menjadi lebih<br />

produktif untuk menghasilkan keuntungan yang akan<br />

diperuntukkan bagi rakyat Kota Tangerang. Dalam<br />

menjalankan kebijakan tak boleh meninggalkan


masyarakat ekonomi lemah, mampu melayani kepentingan<br />

pedagang dan melindungi kepentingan konsumen dengan<br />

baik. Model rekruitmen dengan fit and proper test ini,<br />

rasanya baru terjadi di Indonesia, kali ya. Terobosan,<br />

walaupun yang enggak puas ada aja. Biasa!<br />

d. Perumahan Rakyat Miskin<br />

Sektor perumahan rakyat termasuk yang diperhatikan.<br />

Ini karena jumlah kaum pemdatang atau kaum urban cukup<br />

banyak, bahkan tidak terkendali. Kondisi ini telah<br />

membengkakkan kantongkantong kemiskinan, slum areas<br />

atau daerah-daerah kumuh.<br />

Pemerintah daerah telah membangun rumah susun untu<br />

fasilitas bagi warga yang tidak mempunyai rumah. Mereka<br />

bisa tinggal di rumah susun dengan membayar uang sewa.<br />

Rumah susun di Manis Jaya dengan kapasitas 700 kamar,<br />

lumayan, bisa membantu para buruh pabrik yang ada di<br />

Jati Uwung dan sekitarnya.<br />

e. Sertifikasi Tanah<br />

Aset-aset daerah, fasilitas sosial (fasos)-fasilitas umum<br />

(fasum), tanah negara disertifikasikan supaya jelas<br />

statusnya. Seyogyanya sertifikasi tanah juga diberikan<br />

pada rakyat yang sudah tinggal di suatu tempat secara<br />

turum menurun. Status kepemilikan tanah akan diberikan ,<br />

termasuk pada tanah milik negara di wilayah kumuh,<br />

kecuali tanah di daerah-daerah zona tidak aman. Ini<br />

sebetulnya bentuk pelayanan, Cuma harus hati-hati dan<br />

selektif karena bisa muncul calo-calo, para spekulan tanah.<br />

f. Mendorong Tanggungjawab Sosial Dunia Usaha dalam<br />

Pembangunan Kota


Community development dipromosikan di dunia<br />

usaha. Kewajiban swasta untuk ikut terlibat dalam<br />

pembangunan kota, mesti dilaksanakan, misalnya, ikut<br />

menata lingkungan. Pemerintah hanya fasilitator, peran<br />

swsta dan LSM terus didorong. LSM juga harus<br />

konsentrasi dalam pembangunan dunia pendidikan,<br />

kesehatan masyarakat, penataan lingkungan, bukan<br />

sekedar petualang.<br />

Ada bandara, ada swasta, silakan. Asal proposalnya<br />

jelas, dan untuk rakyat. Jangan masuk kantong sendiri.<br />

Pemkot tidak perlu intervensi. Persoalannya pemerintah<br />

daerah belum sampai pada tahap meminta dunia usaha<br />

khususnya industri untuk menyisihkan dana sosial.<br />

Perusahaan-perusahaan yang ada di Kota Tangerang<br />

umumnya berkantor pusat di Jakarta. Tidak ada pajak<br />

untuk daerah. Karena memang tidak diatur dalam undangundang.<br />

Makanya, kita tidak terlampau mengedepankan<br />

isu industrialisasi. Kenapa?<br />

Isu industrialisasi mendorong banyak orang datang ke<br />

sini, tidak terkendali dan akan menjadi beban pemerintah<br />

kota. Berapa besar biaya yang mesti dikeluarkan untuk<br />

sekedar mengatasi kemacetan di jalan. Kalau mau<br />

melebarkan jalan mesti membebaskan lahannya,<br />

membikin aspalnya. Apalagi kalau membuat jalan baru.<br />

Biaya luar biasa besar. Belum lagi urusan yang tak pernah<br />

selesai, masalah PKL yang memadati jalan.<br />

Pemerintah tidak terlampau berharap banyak.<br />

Harapannya, dunia usaha ramah terhadap lingkungan.


Mesti ada gerakan moral ke arah sana. Tampaknya dunia<br />

usaha pun belum sadar bahwa mereka adalah mitra kerja<br />

walikota, stakeholders pembangunan Kota Tangerang. Itu<br />

semua memerlukan gerakan kampanye untuk membangun<br />

kesadaran baru, utamanya tanggungjawab terhadap<br />

lingkungan.<br />

g. Pelayanan Satu Atap<br />

Regulasi satu atap pelayanan perlu dilakukan.<br />

Konkretnya, setiap pelayanan ijin suatu bangunan,<br />

diselesaikan di satu tempat, tidak melalui rekomendasi<br />

dari bawah, atau pihak yang lain. Sidang diadakan setiap<br />

Selasa dan Kamis. Semua urusan diselesaikan disitu.<br />

Sebetulnya, Pemda Kota Tangerang mendapat<br />

penghargaan pelayanan satu atap terbaik dari Menteri<br />

PAN (Pembinaan Aparatur Negara) dan presiden. Tetapi<br />

di lapangan kabarnya masih ada praktek tidak prosedural<br />

seperti terungkap dalam pengaduan yang masuk lewat<br />

SMS Hallo Pak Wali. Kadang-kadang masih ada petugas<br />

yang nyuruh calo. Jadi akhirnya ada biaya-biaya tambahan<br />

yang dikeluarkan pengusaha.<br />

Segenap jajaran pimpinan kota tidak pernah berurusan<br />

dengan pengusaha untuk keperluan seperti itu. Urusan<br />

walikota dengan pengusaha ya di persidangannya,<br />

ngurusin mereka mau bikin apa, sesuai dengan tata ruang<br />

apa tidak. Makanya kaget juga dengan hasil penelitian<br />

Transparancy Internasional (TI) Indonesia. Ambil hikmah<br />

sajalah, yang penting spirit untuk memberantas korupsi,<br />

kolusi dan nepotisme (KKN) tetap bersemayam.


Sekedar tahu, setelah konfirmasi dengan kru TI<br />

Indonesia, ada 21 item yang diteliti. Ada 67 responden<br />

yang ditanya, umumnya kalangan pengusaha. Item-item itu<br />

antara lain izin usaha, kesehatan, tenaga kerja, PDAM,<br />

pendidikan, ke-PU-an, DPR, partai politik (lokal), Bea<br />

Cukai, PLN, Telkom, peradilan, pajak, kepolisian, militer,<br />

BUMN (Bandara).<br />

Penelitian yang bersifat kualifikasi lalu dikuantifikasi<br />

sehingga menambah ranking Tangerang seperti<br />

diberitakan lewat media massa. Ini bersifat persepsi,<br />

diambil dari komentar pengusaha berkaitan dengan suap<br />

menyuap di berbagai institusi. Senyatanya memang ada.<br />

Tapi soal tanggungjawab tidak lantas dipikul walikota<br />

sebagai kepala daerah., kecuali yang berkaitan dengan<br />

wewenang, yugas, tanggungjawabnya. Urusan izin usaha,<br />

pendidikan, ke-PU-an, kesehatan ialah tugas walikota.<br />

Tapi soal cukai, peradilan, pajak, BUMN, PLN, Telkom,<br />

militer itu kan urusan pemerintah pusat. Hanya<br />

operasionalnya di Tangerang. Begitu juga dengan partai<br />

politik. Sesuai dengan tugas masing-masing, ayo bersatu<br />

padu melawan penyakit warisan ini.<br />

h. Membangun Relasi Positif<br />

Eksekutif tidak pernah mau mempengaruhi terhadap<br />

apa yang harus dilakukan oleh legislatif, termasuk yudikatif.<br />

Karena itu, mereka pun menghargai pemerintah kota. Tak<br />

ada yang merasa posisinya lebih tinggi. Jangan ada<br />

arogansi institusi yang merasa lebih tinggi. Harus dibangun<br />

kesetaraan untuk tujuan yang sama, mensejahterakan<br />

masyarakat Kota Tangerang.


Begitu halnya dengan kegiatan dalam rangka<br />

penegakan hukum, utamanya berkaitan dengan<br />

penegakan peraturan daerah, dikoordinasi cukup bagus<br />

dengan mitra terkait. Setiap upaya penegakan aturan<br />

daerah mesti diback up. Tetapi, untuk penegakan hukum<br />

berkaitan untuk sebuah keadilan, tentunya diserahkan<br />

sepenuhnya kepada aparat hukum yang berwenang dan<br />

pranatanya. Eksekutif tak campur tangan.<br />

Untuk relasi kebawah, para camat selalu diwanti-wanti<br />

agar menyadari bagian hidupnya sebagai camat. Yaitu<br />

agar mengeluarkan segenap kemampuan,<br />

mengoptimalisasi kemauan untuk membangun<br />

masyarakat.<br />

Setiap minggu mereka datang ke kantor walikota atau<br />

gantian pimpinan pemkot yang keliling apel di kecamatan.<br />

Dip[aparkan ide, disamakan persepsi, keinginan dan<br />

kesatuan program. Tetapi, belum seluruh camat mampu<br />

menjabarkan program-program yang disampaikan oleh<br />

walikota, karena masing-masing memiliki kelebihan dan<br />

keterbatasan.<br />

Camat itu bawahan walikota dan diangkat oleh<br />

walikota. Walikota punya hak prerogatif untuk camat.<br />

Tetapi, memang sekarang terjadi perubahan. Camat ke<br />

walikota, tidak ada pembatas. Ini tradisi baru. Kenapa bisa<br />

begitu?. Karena walikotanya pernah jadi kepala desa,<br />

pernah jadi camat, jadi tahu persis bagaimana seharusnya<br />

membangun relasi. Walikota paham betul apa-apa yang<br />

dikerjakan dan diinginkan para camatnya. Dan mereka<br />

senag, di sisi lain juga segan.


Masalah PBB (Pajak Bumi dan Bangunan), pajak<br />

retribusi. Ketika camatnya tidak disiplin mengurusnya,<br />

walikota tahu. Ketika mereka suka instruktif mengumpulkan<br />

dana pun, ketahuan. Kalau sekarang engga ada keharusan<br />

camat memberikan sesuatu untuk walikota. Camat berani<br />

ngasih, duitnya dari mana. Setiap program yang diajukan<br />

sesuai dengan kapasitas. Jadi, delegasi dan kewenangan<br />

yang diberikan sesuai dengan kemampuan. Antar<br />

kecamatan berbedabeda. Disesuikan pula dengan<br />

kebutuhan obyektif dan karakteristik wilayah.<br />

Terjadi disparitas antar kecamatan. Karakteristiknya<br />

juga berbeda. Antara kota industri dan perumahan, jelas<br />

beda. Tidak ada istilah zona basah. Secara kasuistik, ada<br />

kesamaan-kesamaan, misalnya masalah kemacetan lalulintas,<br />

atau pedagang kaki lima. Ada yang bersifat<br />

segmented. Soal ini hampir ada di tiap kecamatan.<br />

Jika problem berbeda, maka konsep pembangunan<br />

pun berbeda. Titik berat sektor-sektor yang dibangun<br />

sangat tergantung pada kondisional kecamatan itu.<br />

Teteapi yang pasti, kecamatan-kecamatan itu tidak<br />

lepas dari visi-misi Pemerintah Kota. Setiap kecamatan<br />

dituntut memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif.<br />

Kita tidak bisa menjiplak konsep jepang, one village one<br />

product, karena tidak setaranya antara masyarakat<br />

perkotaan dan desa.<br />

Untuk para lurah, juga mendapatkan delegasi<br />

kewenangan sekaligus ujian sejauh mana mereka amanah<br />

ketika diminta untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan


yang tidak tertangani oleh pemerintah kota. Mereka<br />

dipercaya mengelola dana dari APBD sebesar Rp 100 juta<br />

per tahun.<br />

i. Kebijakan Lokal dan Penyadaran Spiritual<br />

Hal lain yang menjadi concern adalah soal seleksi<br />

aparatue pemerintah. Ada kebijakan lokal yang ditekankan<br />

untuk perekrutan pegawai negeri di lingkungan<br />

Pemnerintah Daerah Kota Tangerang. Sesungguhnya<br />

standar bakunya sudah diatur dari BKN (Badan<br />

Kepegawaian Negara) dan PAN (Pembinaan Aparatur<br />

Negara). Kriterianya sudah jelas, misalnya, tes akademik<br />

menjadi hal yang menentukan. Namun pemerintah kota<br />

juga mengajukan opsi ke BKN agar mempertimbangkan<br />

potensi yang ada.<br />

Selain kelulusan akademis, diminta agar soal usia dan<br />

masa kerja menjadi pertimbangan. Pegawai honorer yang<br />

sudah berusia 39 tahun misalnya, sudah hampir tertutup<br />

kesempatan. Yang seperti ini perlu pertimbangkan. Daerah<br />

minta kebijakan, ada prioritas untuk orang Tangerang,<br />

terutama honorer yang usia kerjanya sudah cukup lama.<br />

Pemerintah daerah juga memiliki cara tersendiri untuk<br />

membangun suatu aparatur yang bersih dan berwibawa.<br />

Termasuk menjadikan pemerintahan yang efisien.<br />

Peningkatan disiplin, kemampuan, kompetisi, juga<br />

diproses melalui pendekatan agama dan sosial. Tiap<br />

pegawai dilatih dalam proses penyadaran. Bahwa mereka<br />

tak hanya sebagai abdi negara, tetapi juga sebagai abdi<br />

Tuhan. Bahwasannya yang mereka lakukan adalah ibadah.<br />

j. Menghubungkan Sekolah dan Bursa Kerja


Kepemimpinan lokal sebetulnya tidak dalam konteks<br />

mengundang investasi bisnis semata. Kepemimpinan lokal<br />

adalah bagaimana ia melayani sejumlah tuntutan<br />

kebutuhan masyarakat, yang dinamakan public services,<br />

sebuah pelayanan bersifat mendasar yang menjadi<br />

kewajiban.<br />

Termasuk kewajiban untuk mencarikan sambungan<br />

antara pembangunan di segi pendidikan dengan usaha<br />

kerja. Perlu dikembangkan dalam sekolah-sekolah<br />

kejuruan. Selain sekolah unggulan, disiapkan juga sekolah<br />

kejuruan, seperti yang sudah ada sekarang, misalnya STM<br />

(Sekolah Teknik Menengah). Itu memang berorientasi<br />

kerja, lebih praktis, seperti jurusan otomotif, mesin.<br />

Siswa yang masuk sekolah itu berpikiran pragmatis.<br />

Dan hal yang mendasar dan untuk menyadarkan semuanya<br />

bahwa SDM kita masih tertinggal. Lulusan sekolah yang<br />

terapil sikap pragmatis menjadi bagian masyarakat kota.<br />

Apalagi cari pekerjaan semakin sulit. menjadi bagian<br />

masyarakat kota. Apalagi cari pekerjaan semakin sulit. an.<br />

..........................<br />

BAB III<br />

1001 Persoalan Kota Tangerang<br />

Menikmati Tumpukan Masalah<br />

Walikota dan jajarannya pasti disuguhi setumpuk<br />

pekerjaan berikut persoalannya. Tapi semua itu perlu<br />

dinikmati, sebagai rasa syukur kita kepada Tuhan, bahwa


ini adalah lahan. Lahan untuk menanam kebaikan.<br />

Bagaimana bisa memberikan pelayanan sebaikbaiknya<br />

kepada masyarakat. Tapi ada persoalan-persoalan<br />

mendasar yang mesti diatasi. Sebut saja masalah<br />

pendidikan, kesehatan, pengangguran, kemacetan,<br />

sampah, lingkungan, dan infrastruktur.<br />

Selama setahun memerintah, sudah disongsong<br />

persoalan di atas. Sebagian besar dari persoalan yang<br />

diungkap di sini, responnya dapat dijumpai dalam Hallo<br />

SMS Pak Wali, yang sudah didokumentasi dalam buku.<br />

Kemacetan<br />

Ada 24 titik kemacetan di kota ini. Penyebabnya<br />

adalah jumlah atau volume kendaraan, khususnya motor<br />

semakin banyak dan tidak sebanding dengan kondisi jalan<br />

yang ada. Disiplin lalu lintas, sopir degil yang berhenti<br />

seenaknya susah diatur masih dominan.<br />

Tidak ada pengendalian terhadap pemilik kendaraan.<br />

Apalagi kota ini kan daerah transit, ditambah pelaku<br />

ekonomi yang bergerak di dunia usaha transportasi, yang<br />

mengabaikan tata ruang, tata wilayah, dan kapasitas kota.<br />

Untuk itu dibuat regulasinya, aturan resmi kota soal ijin<br />

trayek yang selama ini masih digenggam propinsi.<br />

Kondisi jalan dibuat lebih lebar, lalu ditingkatkan pula<br />

kualitasnya. Kalau jalannya becek, atau berlobang, tentu<br />

memperlambat arus lalu lintas. Sudah banyak yang<br />

dilakukan. Alternatif lain mengatasi kemacetan lalu lintas,<br />

adalah membangun terminal di luar kota, Cuma, sopir itu<br />

lho...


Terhadap pelanggaran lalu lintas, ada operasi<br />

penertiban. Tapi tidak mudah untuk mencapai sasaran. Ini<br />

tidak terlepas dari mentalitas si sopir, mereka ngejar<br />

setoran. Kembali lagi ke persoalan ekonomi. Para<br />

pengusaha angkutan juga diundang untuk berdiskusi. Tapi<br />

persoalan yang dihadapi kondisinya sudah cukup parah.<br />

Pelanggaran lalu lintas sepertinya imun terhadap sanksi.<br />

Ditingkah pula oleh para aparatur. Kolusi dibangun, tugas<br />

utama terabaikan. Kemacetan seperti mencekik balon,<br />

dipencet sini nongol di sana.<br />

Problem Pengangguran<br />

Dulu, Kota Tangerang itu sangat potensial untuk<br />

penempatan tenaga kerja. Sekarang ceritanya lain,<br />

sebagian industri hengkang dari kawasan ini. Banyak<br />

PHK, dan lahan-lahan kerja terbatas.<br />

Tidak terbukanya kesempatan kerja yang baru,<br />

menimbulkan penumpukan angka pengangguran. Banyak<br />

dari mereka yang baru lulus sekolah, sulit kerja, sementara<br />

yang sudah kerja pun di-PHK (Pemutusan Hubungan Keja).<br />

Akhirnya, agar bisa survive, bisa hidup, mereka kerja<br />

seadanya, menjadi pedagang kaki lima. Ini kan merembet<br />

kemana-mana, dan jadi problem baru.<br />

Pendekatan, misalnya melalui lembaga-lembaga untuk<br />

pelatihan (training centers) kerja. Tapi, output dari sebuah<br />

kegiatan pelatihan kerja itu, belum bisa menyerap<br />

dibanding tingginya angka pengangguran. Data para<br />

penganggur itu ada dan bisa dilihat hitungan-hitungannya.<br />

Banyak tenaga kerja yang sudah terdaftar, tapi belum juga


dapat kerjaan. Sisi lain sektor informal memberikan andil<br />

juga bagi ketahanan ekonomi kota.<br />

Lokalisasi Tempat Hiburan<br />

Akibat dijadikannya Tangerang sebagai kota industri<br />

dan perdagangan, muncul sejumlah tempat hiburan.<br />

Tempat hiburan menjadi kebutuhan bagi masyarakat<br />

industri, namun tumbuhnya secara liar, sporadis, dan<br />

seringkali menimbulkan konflik dengan masyarakat sekitar.<br />

Konflik juga terjadi dengan tradisi keagamaan kota kita.<br />

Pemerintah sebetulnya ingin mencari jalan tengah.<br />

Bagaimana meminimalisir dampak terburuk dari hiburan.<br />

Paling tidak, mengurangi kadar konfliknya. Ini supaya<br />

kehadiran tempat hiburan jangan menimbulkan konflik di<br />

tengah masyarakat kita. Pemerintah daerha punye niat<br />

linear, dilokalisasikan, tapi itu menuai protes. Masih ada<br />

yang pro-kontra.<br />

Tradisi Judi Tangerang<br />

Judi sesungguhnya merupakan sesuatu yang tidak<br />

berdiri sendiri, disamping memang ada warisan kultural<br />

dari jaman Belanda. Tangerang daerah utara, menurut<br />

folklore atau cerita rakyat, merupakan daerah pada<br />

kehidupan agak doyan judi. Kedua, masyarakat kita<br />

adalah masyarakat yang suka iseng. Akhirnya,<br />

dijalaninyalah judi seperti pakong, remi.<br />

Lama kelamaan, ini menjadi gantungan harapan hidup<br />

masyarakat yang marginal. Jadi, kita berupaya melalui<br />

pendekatan agama, sosial, preventif maupun represif.<br />

Tapi, lagi-lagi, ini tidak membuat mereka jera. Ditangkap,


setelah itu sudah, pulang judi lagi. Dan memang ini menjadi<br />

suatu kenyataan yang hadir di tengah masyarakat, mereka<br />

tidak lagi berpegang kepada nilai-nilai sosial agama dan<br />

sosio kultural. Sekarang mereka ada di banyak tempat.<br />

Dengan kepolisian, pemerintah sudah berulang kali<br />

membuat terapi untuk menanganinya. Tetapi tetap sulit<br />

diberantas karena tumbuhnya perjudian secara sporadis.<br />

Munculnya masyarakat industri, heterogenitas, terjadinya<br />

kesenjangan sosial, cenderung munculnya kepentingan<br />

kelompok, runtuhnya pranata sosial, tidak ada lagi tokoh,<br />

ya akhirnya perjudian berlangsung terus. Karena kurangnya<br />

rasa keagamaan, judi iya.<br />

Secara preventif, pemerintah melakukan<br />

penyuluhanpenyuluhan. Represif pula dalam tindakan.<br />

Hanya, sanksi hukum belum efektif, pemerintah belum<br />

cukup kuat untuk melakukan penegakannya.<br />

Dibanyak kota, atau di negara kita, hukum belum<br />

efektif. Kenapa?. Ini mungkin karena masyarakat melihat<br />

belum ada kesungguhan dari aparat hukum dalam<br />

melakukan penegakan hukum. Di sisi lain, perangkat itu<br />

juga berhadapan dengan kondisi masyarakat sekarang ini,<br />

yang melakukan perlawanan.<br />

Sekarang era otonomi daerah dimulai. Untuk masalah<br />

seperti itu, bisa berpedoman kepada aturan kita sendiri.<br />

Pemerintah daerah sudah dibagi-bagi fungsinya. Tugastugas<br />

polisional memang menjadi tugas kepolisian.<br />

Kecuali polisinya diangkat dan diberhentikan oleh kepala<br />

daerah, itu lain. Namun, bagaimanapun juga, kita harus<br />

terus berkoordinasi.


Pendekatan persuasif memang sudah seharusnya.<br />

Semua pihak, baik dari kalangan agama, tokoh<br />

masyarakat, maupun pemerintah bersama-sama<br />

melakukan langkah-langkah untuk mengeliminasi atau<br />

mendesignasi perjudian. Kepolisian sudah kerja keras,<br />

persoalan ada di kita masyarakat Kota Tangerang.<br />

Gepeng (Gelandangan dan Pengemis)<br />

Kemunculan Gepeng bukan akibat persoalan ekonomi<br />

semata. Gebeng itu muncul dari kaum urban, problem di<br />

kota, berasal dari pengumpul limbah, dan dari daerah lain.<br />

Bapaknya mengais sampah, anak-anak dan istrinya<br />

ditugaskan mengemis.<br />

Mereka ada yang didatangkan dari sebuah desa di<br />

Brebes. Mereka memang didrop, dikasih makan,<br />

dibekingi, diberi profesi Gepeng. Sudah pernah<br />

ditanyakan, bagaimana kalau anaknya disekolahkan,<br />

umumnya mereka nggak mau. Ditawari untuk menggeluti<br />

profesi lain , mereka juga nggak mau.<br />

Gepeng di kota ini sebagai dampak dari sebuah<br />

manajemen yang salah. Di sanalah sumber<br />

ketidakberesan. Departemen kesehatan pernah<br />

m,empunyai rumah sakit kusta yang pasien maupun<br />

pegawainya direkrut dari berbagai daerah. Setelah itu,<br />

sekarang kan bubar, kemapuan dananya tidak ada lagi.<br />

Akhirnya banyak penderita kusta yang lari menjadi<br />

Gepeng. Nah ini menjadi beban pemerintah kota. Sejak<br />

era Walikota Djakaria Machmud, HM Thamrin, mereka<br />

sebagian sudah direkrut untuk mengurus kota sebagai


tenaga kebersihan dan pertamanan.<br />

Sodokan Becak dan Kaki Lima<br />

Problem becak, pada jumlah tertentu di tahun lalu belum<br />

menimbulkan gangguan. Tetapi, ekses dari kebijakan DKI<br />

Jakarta bahwa ”DKI bebas becak”, akhirnya banyak tukang<br />

becak pada lari kesini. Jelas-jelas, kelompok mereka<br />

banyak yang dari Jakarta. Akhirnya, terjadi peningkatan<br />

tajam jumlah becak. Ini tidak sesuai dengan kapasitas jalan<br />

yang ada. Kondisi yang sudah macet jadi tambah macet.<br />

Ini yang pertama.<br />

Yang kedua, becak itu acapkali seenaknya melawan<br />

arus. Tidak hanya di jalan-jalan gang, tapi juga di jalan<br />

protokol. Perilaku begitu tentu saja mengganggu pengguna<br />

jalan yang lain. Sehingga, mereka protes. Kebijakan lantas<br />

dibuat untuk mengaturnya, tetapi, karena tukang becak<br />

merasa ini menyangkut urusan makan, tidak mau terima.<br />

Mana ada sih tukang becak yang mau disalahkan?<br />

Apalagi dilarang. Dia nabrak motor pun, enggak mau<br />

disalahkan. Bisa disimpulkan, ada keangkuhan arogansi<br />

komunitas becak yang harus dibina.<br />

Jadi, LSM pejuang tukang becak juga harus melihat<br />

bahwa tukang becak merasa paling berkuasa. Di jalanjalan,<br />

mereka lebih berkuasa. Nah, itu yang luput dari pers,<br />

juga LSM. Dikiranya yang sombong walikota, padahal<br />

tukang becaknya juga bisa sombong.<br />

Begitu juga dengan ojek. Memang ojek engga<br />

sombong? Coba saja mobil bapak mau belok, mereka<br />

umumnya tidak mau minggir. Juga PKL, sudah ada


kebijakan tidak boleh dagangan di jalur protokol. Sampai<br />

kapanpun tidak boleh, karena sangat menggangu<br />

ketertiban dan lalu lintas. Karena kearogansiannya,<br />

mereka mau melawan kebijakan. Toh kebijakan itu<br />

tidaklah mencabut nyawa, tidak mencabut mata<br />

pencaharian.<br />

Herannya, banyak yang mengaku pejuang<br />

kemanusiaan, banyak yang mengaku pejuang humanis,<br />

yang mengaku melakukan pembelaan terhadap rakyat<br />

kecil. Setiap kebijakan pemerintah dianggap selalu<br />

mengalahkan rakyat kecil. Pemda selalu dibilang rezim.<br />

Maklum, mungkin karena terlalu banyak baca buku<br />

paham teori sosialis atau pahan sosialis Karl Mark,<br />

dengan ideologi pembebasnya. Pemerintah daerah tetap<br />

tegas dan disini pemerintah harus kuat.<br />

Masalah PKL, becak, pengangguran, perjudian,<br />

hiburan, pelacuran itu sesungguhnya persoalan-persoalan<br />

sisi kota. Menjadi kota itu, efeknya ya begitu. Atau sisi-sisi<br />

lain dari sebuah kehidupan masyarakat. Seperti lumpur<br />

dalam selokan. Jadi, dalam masyarakat itu tetap ada yang<br />

namanya `lumpur`. Tinggal bagaimana caranya supaya itu<br />

tereliminir. Supaya lumpur itu bisa jadi pupuk. Pastinya<br />

lumpur itu tidak mengandung BO.3.<br />

Kerukunan Antar Umat<br />

Di masyarakat yang heterogen seperti di Kota<br />

Tangerang, kebutuhan, identitas, dan problem masyarakat<br />

pun menjadi majemuk, termasuk dalam urusan agama. Di<br />

lapangan ada sebagian masyarakat yang eksklusif, yang<br />

fanatik. Nah, pada tempat tertentu, seringkali muncul


kerawanan, ketika di sana ada kegiatan agama lain.<br />

Terjadi benturan di tengah masyarakat yang mengarah<br />

kepada konflik agama. Itupun tidak menjadi besar, masih<br />

bisa dieliminir.<br />

Pemerintah sendiri memang belum menentukan perlu<br />

tidaknya ada zona-zona. Zona-zona di mana agama<br />

ditempatkan. Itu gagasan dari dulu. Misalnya, gereja<br />

diakomodir di sebuah daerah tertentu, jangan ditengahtengah<br />

masyarakat kampung yang Islam tradisional, atau<br />

fanatik. Karena kalau gereja muncul di situ, konflik akan<br />

terjadi.<br />

Tetapi karena sifatnya melayani jemaah, maunya gereja<br />

juga buka dengan sistem kewilayahan, meskipun terbatas.<br />

Ini yang terkadang tidak sesuai dengan SK 2 Menteri.<br />

Kalau dipaksakan ada gereja kan menimbulkan<br />

kerawanan. Begitulah realitas sosialnya. Di tempat tertentu,<br />

tapi kawasan perkotaan, mereka bisa berdampingan.<br />

Mengenai zona masih sebatas gagasan, masih perlu<br />

dipersiapkan tata ruangnya. Jadi masih belum<br />

dikonstitusikan. Yang perlu dicegah adalah agar persoalan<br />

seperti itu tidak melebar menjadi konflik ras atau agama.<br />

Kemajemukan kota ini memang belum seluruhnya<br />

diakui sebagai bagian suatu kenyataan hidup oleh suatu<br />

kelompok masyarakat. Terutama, masyarakat yang terikat<br />

tradisi keagamaan maupun adat istiadat. Masih ada<br />

kelompok masyarakat yang sebetulnua relatif homogen,<br />

fanatis. Masih terikat tradisi-tradisi, yang ini kalau<br />

disinggung, apalagi kalau datangnya dari kelompok lain,


akan memicu kerawanan. Proses alkulturasi ini belum<br />

berjalan mulus. Sesungguhnya perbedaan itu sesuatu<br />

rahmat.<br />

.............................<br />

BAB IV<br />

Kota Tangerang Masa Depan : Menuju<br />

Kota Internasional<br />

Berbicara tentang pembangunan, berarti pula berbicara<br />

tentangpotret Kota Tangerang dimasa depan. Mengenai<br />

tata Kota Tangerang, sedang dirancang Tangerang masa<br />

depan sebagai kota unggulan. Potensinya sangat besar,<br />

apalagi sebagai kota yang bertetangga langsung dengan<br />

DKI Jakarta. Bentuknya sedang dicari.<br />

Di sisi lain, bertetangga dengan Jakarta bukannya<br />

tanpa dampak, seringkali tidak jelas batas kita. Orang<br />

mengenal kultur Tangerang seperti DKI Jakarta. Sampaisampai<br />

Bandara Internasional Soekarno-Hatta yang jelasjelas<br />

berada di wilayah Kota Tangerang, masih dikenal<br />

sebagai Bandara Cengkareng, Jakarta. Bandara itu<br />

sebenarnya sebagai salah satu magnetis kota kita, hanya<br />

belum menyatu saja. Jadi perlu ditata ruangnya agar tidak<br />

menjadi bangunan yang eksklusif . Dan masih dirasakan<br />

disekitar lingkungan bandara, Benda, Batu Ceper,<br />

Neglasari bermukim komunitas marjinal. Mereka ada di<br />

situ tanpa dapat apa-apa. Trademark kebijakan Kota<br />

Tangerang untuk Bandara itu sedang dibuat.


Bertetangga dengan Singapura<br />

Tata ruang kota juga dirancang untuk memperkecil<br />

jurang kesenjangan sosial. Selama ini digunakan zonazona.<br />

Ada yang dinamakan rencana detil tata ruang.<br />

Masalahnya adalah kondisi fisik kota ini yang tidak<br />

direncanakan dari awal, tidak didesain sesungguhnya.<br />

Masterplan-nya ada, tetapi senyatanya, kota ini sudah<br />

tumbuh sporadis sejak tahun 80-an. Sekarang<br />

persoalannya : ketika kota akan ditata dengan ciri khas<br />

tertentu, terbentur dengan kondisi masyarakat yang sudah<br />

terlanjur tinggal dan sulit dipindahkan. Di Cina, pemerintah<br />

bisa saja memindahkan warga dari suatu tempat, misalnya<br />

dari tanah milik negara. Tetapi disini, akan terjadi<br />

perlawanan.<br />

Menjadi pemikiran : lebih baik bertetangga saja dengan<br />

Singapura. Kenapa? Karena dari Singapura ke Tangerang<br />

bisa ditempuh dengan satu jam saja, naik pesawat.<br />

Dibanding dari Jakarta ke Tangerang, bisa 3 jam, macet.<br />

Harapan Kota Internasional<br />

Memang belum sampai pada tekad untuk menjadikan<br />

kota ini sebagai kota internasional. Tetapi paling tidak ada<br />

pelajaran, bagaimana pemerintah kota di Malaysia bisa<br />

menghidupi, mensejahterakan masyarakatnya dan<br />

menjadikan daerahnya sebagai kota internasional, dengan<br />

kehadiran bandara.<br />

Kota Tangerang mempunyai harapan seperti itu.<br />

Pemerintah daerah sudah mengundang para pakar untuk<br />

mendiskusikannya, bagaimana potret Kota Tangerang ke


depan. Apa mau dibikin seperti Singapura, yang<br />

dikembangkan tanpa harus kehilangan ciri khasnya.<br />

Gedung pertemuan dan bisnis center sedang<br />

direncanakan untuk dibangun di Bandara Soekarno-Hatta.<br />

Fitur Cisadane Untuk Pusat Belanja<br />

Satu hal lagi, apa sebenarnya ciri khas dari Kota<br />

Tangerang? Apa yang mau dicitrakan? Bandung membuat<br />

brancmark menuju titisan Paris van Java. Tantangannya,<br />

Bandung saja sekarang telah kehilangan cirinya, apalagi<br />

Tangerang yang dari awal tidak mempunyai karakter.<br />

Terkait yang khas dari Kota Tangerang, juga sedang<br />

dibahas oleh tim. Mereka sedang mengidentifikasi dari<br />

sudut tata bangunan, tata letak, tata kota, kultur budaya dan<br />

masyarakatnya. Tim ini anggotanya terdiri dari pakar<br />

berbagai disiplin ilmu.<br />

Soal makanan khas Tangerang juga dibahas. Ada<br />

kecap Tangerang yang sudah memiliki kelas internasional.<br />

Pasar tradisional pun tetap dipertahankan, karena orang<br />

sudah kadung mengenalnya.<br />

Pasar Anyar, Pasar Lama dipersiapkan. Kawasan<br />

Cisadane di samping Masjid Agung bisa ditembus<br />

sebagai area bisnis. Pembangunan jalan di pinggir jalan<br />

Cisadane sedang digarap, disitu dibikin dua jalur. Fitur<br />

Cisadane diangkat sebagai tempat untuk orang belanja.<br />

Menyongsong Pilkada Demokratis<br />

Meski masih lama, tentang persoalan pemilihan kepala<br />

daerah, itu kan persoalan yang menarik. Di Tangerang ,<br />

baru tahun 2008. Kalau dari segi masyarakatnya, sudah


cukup cerdas sih. Persoalan pilkada itu termasuk juga<br />

mengenai pemilihan gubernur. Yang jelas, kita bertekad<br />

mewujudkan impian demokrasi di Kota Tangerang ini.<br />

Cuma itu lho, biayanya cukup besar. Kalau dianggarkan<br />

dari APBD, repot juga. Pastinya akan menyedot anggaran<br />

lainnya. Yang perlu diwaspadai : money politic.<br />

...........................................


1001 WAJAH KOTA<br />

TANGERANG<br />

Pembangunan Menuju Akhlakul Karimah<br />

Isi Buku<br />

Tentang Penulis Isi Buku<br />

BAB KESATU<br />

Poros Otonomi: Memandang Daerah Memotret Dunia<br />

BAB KEDUA<br />

Potret Tangerang: Menjaga Harmoni, Menuju Eksistensi<br />

Diri<br />

BAB KETIGA<br />

Partisipasi dan Kebijakan Publik Berbasis Pembangunan<br />

Berkebebasan<br />

BAB KEEMPAT<br />

Merayakan Semangat Pemberdayaan Daerah<br />

Daftar Foto<br />

Daftar Pustaka Indeks<br />

Catatan: Halaman Tentang Penulis, Daftar Foto, Daftar Pustaka dan<br />

Indeks TIDAK Kami tayangkan untuk memperkecil file size<br />

BAB KESATU<br />

Poros Otonomi:<br />

Memandang Daerah Memotret Dunia<br />

A. Menuju Pemerintahan Mandiri<br />

KEBERHASILAN dan kegemilangan sebuah wilayah


dalam mengakses pertumbuhan dan perkembangan<br />

daerah, akan ditentukan oleh banyak faktor yang ikut serta<br />

menopang dan menyangga laju kehidupan masyarakat.<br />

Dan berbagai faktor itu, dalam banyak hal, telah terbukti<br />

ikut andil dalam "merekayasa" keberhasilan sebuah<br />

wilayah dalam menghadapi perubahan di masyarakat.<br />

Hanya saja, hambatan fundamental dari berbagai daerah<br />

dalam mengelola keberhasilan pembangunan wilayahnya,<br />

selalu saja terletak pada sumber daya alam, yang biasanya<br />

dialokasikan untuk sumber pendanaan pos-pos tertentu.<br />

Apalagi jika UU No. 25/99 tentang Perimbangan Keuangan<br />

Pusat dan Daerah menganut sistem bagi hasil eksploitasi<br />

sumber daya alam (SDA). Dan secara teoritis, jika<br />

menggantungkan pada SDA, hanya beberapa daerah yang<br />

siap menyongsong diberlakukannya UU tersebut. Irian<br />

Jaya, Kalimantan Timur, Aceh, dan Riau adalah daerahdaerah<br />

yang optimis mampu menanggulangi wilayahnya<br />

secara optimal dalam mengejar derap pembangunan yang<br />

bertolak dari sumber daya daerah. Dan daerah lain masih<br />

menggantungkan penuh pendanaannya pada Pusat,<br />

melalui Dana Alokasi Umum (DAU).<br />

Dan fakta berbicara, jika kita menengok pada kondisi<br />

real saat ini, hanya dua daerah yang cukup signifikan dari<br />

26 provinsi -Jawa Barat dan Bali-yang Pendapatan Asli<br />

Daerah (PAD)-nya melampaui 50 persen dari anggaran<br />

belanja. Fakta ini, mau tidak mau, mengubur impian-impian<br />

perihal kewenangan yang diberikan Pusat kepada Daerah,<br />

jika kondisi real daerah tidak mampu menanggung beban<br />

"amanat" Pusat. Maka, alternatif yang memungkinkan untuk


menjembatani problem otonomi daerah yang diberikan<br />

Pusat, adalah mengerahkan seluruh potensi-potensi yang<br />

ada, yang dimiliki Daerah.<br />

Sementara itu, dengan diberlakukannya UU 25/99,<br />

secara umum terdapat empat sumber keuangan daerah,<br />

yakni PAD, bagian pajak SDA, DAU, dan Dana Alokasi<br />

Khusus (DAK). Dan pertanyaan pun kemudian muncul, apa<br />

keuntungan daerah yang wilayahnya terdapat banyak<br />

industri, BUMN, bahkan bandar udara? Dalam diskusi<br />

tentang otonomi daerah di harian K0MPAS, dijelaskan<br />

kecuali efek ganda (multiplier effect) dari keberadaan<br />

mesin-mesin uang tersebut, seperti kesempatan kerja dan<br />

penghasilan rakyat di sekitarnya, bisa dikatakan tidak ada<br />

yang diterima daerah. Semua milik pusat, yang ditarik<br />

lewat mekanisme perpajakan pusat, seperti PPh dan PPN,<br />

maupun pembagian laba BUMN.<br />

Sekalipun masih mengandung sejumlah kelemahan,<br />

dua paket UndangUndang (UU) otonomi yang berlaku saat<br />

ini yaitu UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah<br />

Daerah (UUPD) dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang<br />

Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan<br />

Daerah (UUPKPD), bagi Manuel Kaisiepo, adalah<br />

penjabaran dari semangat demokratisasi sesuai tuntutan<br />

reformasi. Kedua UU itu memang merupakan amanat dari<br />

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR)<br />

No. XV Tahun 1998, yang dihasilkan dalam era reformasi<br />

pasca Orde Baru.<br />

Dalam pandangan Manuel Kaisiepo, otonomi<br />

mensyaratkan adanya pengakuan terhadap pluralisme atau


keanekaragaman masyarakat dan daerah, dengan<br />

memberi kesempatan kepada masyarakat di daerah untuk<br />

mengatur diri sendiri melalui local self government, dan<br />

melaksanakan model pembangunan yang sesuai<br />

kekhasan masing-masing daerah. Keanekaragaman atau<br />

pluralisme dalam konteks ini dapat dipahami sebagai<br />

genuirre engagement<br />

of diversities within the bonds of democracy (ikatan<br />

keanekaragaman yang sejati dalam bingkai demokrasi).<br />

Selama tiga dekade pemerintahan Orde Baru,<br />

berbagai keanekaragaman masyarakat dan daerah itu<br />

justru diabaikan bahkan hendak dihilangkan melalui upaya<br />

penyeragaman. Penyeragaman itu telah mengakibatkan<br />

berbagai pranata sosial-budaya masyarakat menjadi<br />

hancur, dan selanjutnya masyarakat kehilangan<br />

kesanggupan menyelesaikan berbagai persoalan secara<br />

damai dan beradab.<br />

Upaya penyeragaman yang dipraktikan pemerintah<br />

Orde Baru, semakin nyata ketika diberlakukannya UU No.<br />

5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 5<br />

Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. Kedua<br />

Undangundang tersebut telah direvisi menjadi UU No. 22<br />

Tahun 1999. Upaya penyeragaman pemerintah di daerah<br />

dan desa itu telah melanggar hak historis, sosiologis, dan<br />

kultural daerah, yang seharusnya diakui sesuai amanat<br />

pasal 18 UUD 1945.<br />

Bila dari segi ekonomi, realisasi konsep ekonomi<br />

mengharuskan adanya distribusi kekayaan secara adil dan


proposional bagi daerah-daerah, maka dari segi politik<br />

otonomi mengharuskan adanya pemencaran kekuasaan<br />

(dispersed<br />

ofpower).<br />

Pemencaran kekuasaan itu juga sesuai dengan<br />

tuntutan global dewasa ini yang semakin memberikan<br />

tempat penting kepada masyarakat sambil merumuskan<br />

kembali peran negara (pemerintah pusat). Dengan<br />

mengakomodasi pemikiran Giddens tentang pergeseran<br />

peran negara dari<br />

goverment menjadi governance, dapat diajukan bahwa<br />

pemerintah Pusat yang tadinya merupakan instansi<br />

terpenting yang mengatur segala sesuatu dalam kehidupan<br />

bersama, sekarang hanya berperan sebagai agen<br />

regulator dan agen administratif. Pemencaran kekuasaan<br />

diperlukan karena kekuasaan yang terpusat berpotensi<br />

menjadi tirani, otoriter, dan eksploitatif, seperti dipraktikkan<br />

pemerintah Orde Baru selama tiga dekade. Selama itu,<br />

pemerintah pusat telah bertindak eksploitatif seperti "VOC"<br />

zaman Hindia Belanda yang menyedot habis-habisan<br />

seluruh kekayaan rakyat di berbagai wilayah Nusantara<br />

untuk diteruskan ke Batavia secara sentralistis. Mungkin<br />

karena itu, pengamat politik asal Australia, JD Legge<br />

menilai, kebijakan pemerintah Orde Baru tentang otonomi<br />

daerah masih diwarnai oleh colonial<br />

power.<br />

Konsep otonomi memang masih menyisakan<br />

pertanyaan mendasar mengenai perimbangan keuangan


antara pusat dan daerah. Daerah-daerah yang kaya dan<br />

mempunyai sumber daya alam yang luar biasa banyak<br />

menghendaki pembagian keuangan yang lebih banyak<br />

untuk daerah sehingga mereka mendapatkan tambahan<br />

dana cukup signifikan.<br />

Dalam UUPKPD No. 25 Tahun 1999, ditetapkan bahwa<br />

penerimaan dari sektor pertambangan dan gas alam<br />

dibagi dengan perimbangan 70 persen untuk pusat dan 30<br />

persen untuk daerah, sedangkan pada sektor kehutanan<br />

dibagi dengan imbangan 20 persen untuk pusat dan<br />

daerah 80 persen, hal yang berlaku pula untuk sektor<br />

perikanan.<br />

Kalau patokan di atas diterapkan pada kasus daerah<br />

Aceh misalnya, maka dari sektor pertambangan gas alam<br />

saja setiap tahun daerah ini mendapat bagiannya sebesar<br />

30 persen x 2 miliar dollar AS = 600 juta dollar AS atau<br />

setara dengan RP 4,2 trilyun. Angka itu menunjukkan<br />

delapan kali lipat, belum lagi yang berasal dari dana APBN<br />

dan sektor-sektor lainnya.<br />

Di sisi lain, terlihat kekhawatiran daerah yang tidak<br />

memiliki sumber daya alam bahwa mereka akan<br />

mendapatkan subsidi yang lebih sedikit dari pusat, karena<br />

uang yang diterima pusat pun berkurang akibat pembagian<br />

keuangan baru dengan daerah kaya. Namun hal ini dapat<br />

diatasi setelah pemerintah menjamin adanya tambahan<br />

dana yang signifikan untuk daerah kaya dan tidak ada<br />

pengurangan subsidi untuk daerah yang terbatas sumber<br />

dayanya. Kekurangan dana untuk subsidi tersebut diambil<br />

dari dana pemerintah pusat.


Maka berbagai anjuran bertaburan untuk menegakkan<br />

dan mencari jalan tol bagi terciptanya otonomi daerah. Dan<br />

jika dalam realisasi pemberian otonomi yang seluasluasnya<br />

kepada daerah tercakup pula realisasi<br />

prinsipprinsip demokrasi, maka bisa diharapkan di masa<br />

depan dapat terbentuk masyarakat-masyarakat yang<br />

otonom, mandiri, memiliki kemampuan<br />

bargaining, dan demokratis.<br />

Tentu saja, pemberlakukan otonomi daerah, di satu<br />

sisi, merupakan peluang bagi daerah untuk memanfaatkan<br />

seluruh potensi yang ada secara optimal. Namun di sisi<br />

lain, dengan diberlakukannya AFTA 2003 dan<br />

perdagangan bebas 2020 nanti, maka dapat dipastikan,<br />

bahwa ke depan tingkat persaingan akan semakin tinggi,<br />

khususnya persaingan dengan daerahdaerah otonom<br />

lainnya. Oleh karena itu, Kota Tangerang perlu menyusun<br />

strategi, yang dapat mendongkrak potensi dan peluang<br />

yang ada, untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan<br />

ancaman pembangunan.<br />

Seperti diketahui bersama, peta persaingan tidak<br />

hanya terjadi pada strata nasional, tapi sudah mulai<br />

melebar pada wilayah regional maupun internasional.<br />

Meskipun pasar global terbuka luas, tanpa mengenal lagi<br />

batasbatas antar negara, namun pada akhirnya pasar akan<br />

tetap melakukan pilihan terhadap produk-produk dengan<br />

kualitas tertentu saja yang bisa menembus dan memasuki<br />

pasar global.<br />

Untuk itu, menghadapi UU 25/99 dan juga UU 22/99,<br />

menurut Syamsuddin Haris, peneliti puslitbang Politik dan


Kewilayahan LIPI, masih meninggalkan jejak lama<br />

(paradigma lama). Jejak-jejak lama itu terlihat pada<br />

kecenderungan, antara lain, pertama, penyeragaman titik<br />

berat otonomi pada kabupaten/kota (Dati II) tanpa<br />

memperhitungkan kemampuan serta potensi setiap daerah<br />

yang berbeda dan amat beragam. Padahal, baik titik berat<br />

otonomi daerah di tingkat kabupaten/kota maupun tingkat<br />

provinsi masingmasing memiliki kelemahan pada dirinya.<br />

Kedua, kenyataan bahwa hanya ada satu UU<br />

pemerintah daerah bagi daerah-daerah yang amat<br />

beragam mencerminkan dengan jelas kecenderungan<br />

pemerintah pusat untuk "menyederhanakan” persoalan<br />

otonomi daerah.<br />

Ketiga, masih adanya sejumlah pasal "karet" yang<br />

memungkinkan pemerintah pusat mereduksi substansi<br />

pemberian otonomi bagi daerah di satu pihak, dan bahkan<br />

menganulirnya di pihak lain.<br />

Kecenderungan yang disebut terakhir sudah tampak<br />

dari perumusan peraturan pemerintah (PP) sebagai<br />

peraturan pelaksanaan UU tersebut yang cenderung tidak<br />

melibatkan unsur wakil-wakil rakyat daerah. Oleh karena<br />

itu, paket UU otonomi daerah yang baru sebenarnya lebih<br />

merupakan persepsi dan penafsiran "sepihak" pemerintah<br />

pusat mengenai kebijakan otonomi daerah. Aspirasi,<br />

persepsi, dan penafsiran rakyat daerah itu sendiri relatif<br />

belum terakomodasi di dalamnya. Akibatnya, paket UU<br />

otonomi yang baru seolah-olah menjadi satu-satunya<br />

kebenaran mengenai arah otonomi bagi daerah. Lalu,<br />

bukankah semua ini merupakan reinkarnasi dari hantu


sentralisasi dan penyeragaman ala Orde Baru yang telah<br />

menjerumuskan bangsa kita ke dalam perangkap krisis<br />

terparah sepanjang sejarah?.<br />

Dalam kaitan itu, diperlukan paradigma dan wacana<br />

baru mengenai otonomi daerah. Kalau disepakati bahwa<br />

tujuan akhir tuntutan reformasi adalah tercapainya<br />

demokrasi, kesejahteraan, dan keadilan sosial bagi<br />

seluruh rakyat, arah kebijakan otonomi daerah di masa<br />

depan harus berorientasi sekaligus sebagai bagian dari<br />

agenda demokratisasi. Otonomi daerah belum tentu<br />

menjanjikan keadilan dan kesejahteraan yang lebih baik<br />

bagi masyarakat daerah apabila agenda demokratisasi<br />

diabaikan di dalamnya.<br />

Paradigma baru otonomi daerah ini bertolak dari<br />

asumsi bahwa cita-cita demokrasi, keadilan, dan<br />

kesejahteraan bagi seluruh unsur bangsa kita, tidak<br />

semata-mata ditentukan bentuk negara dalam pengertian<br />

negara kesatuan dan negara federal. Sistem politik yang<br />

menjamin berlakunya mekanisme check and<br />

ba lance,distribusi kekuasaan secara sehat dan fair,<br />

adanya akuntabilitas pemerintahan, tegaknya supremasi<br />

hukum dan Hak Azasi Manusia (HAM), serta struktur<br />

ekonomi yang adil dan berorientasi kerakyatan jauh lebih<br />

penting dari "sekadar" bentuk negara.<br />

Konsekuensi logis dari cara pandang diatas; pertama,<br />

otonomi daerah harus dipandang sebagai instrumen<br />

desentralisasi-demokratisasi dalam rangka<br />

mempertahankan keutuhan serta keberagaman bangsa<br />

kita. Dalam kaitan ini, otonomi daerah bukan tujuan,


melainkan cara demokratis untuk mewujudkan keadilan<br />

dan kesejahteraan bagi semua unsur bangsa tanpa<br />

kecuali.<br />

Kedua, otonomi daerah harus didefinisikan sebagai<br />

otonomi bagi rakyat daerah, bukan otonomi pemda, juga<br />

bukan otonomi bagi "daerah" dalam pengertian suatu<br />

wilayah/teritori tertentu di tingkat lokal. Kalaupun pada<br />

akhirnya implementasi otonomi daerah dilakukan pemda,<br />

kewenangan itu diperoleh karena<br />

pemda dipilih melalui pemilu yang adil, jujur, dan<br />

demokratis. Argumen yang mendasari pemikiran ini adalah<br />

substansi demokrasi dan/atau demokralisasi itu sendiri<br />

yang meniscayakan terwujudnya cita-cita kedaulatan rakyat<br />

yang mayoritas berada di daerah-daerah.<br />

Ketiga, otonomi daerah merupakan hak rakyat daerah<br />

yang sudah seharusnya inheren di dalam agenda<br />

demokrasi dan/atau demokratisasi. Dengan begitu,<br />

otonomi daerah tidak bisa didistorsikan sekadar sebagai<br />

persoalan "penyerahan urusan" atau pelimpahan<br />

kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah<br />

daerah. Penyerahan dan pelimpahan kewenangan<br />

hanyalah instrumen administratif bagi implementasi hak<br />

daerah dalam mengurus rumah tangga daerahnya<br />

masingmasing.<br />

Keempat, daerah tidak bisa lagi bisa dilihat sebagai<br />

subordinasi dari pusat, Hubungan pusat-daerah harus<br />

dipandang bersifat komplementer bagi keduanya, dalam<br />

pengertian saling membutuhkan secara timbal balik. Ini<br />

berarti bahwa kebijakan otonomi bagi setiap daerah harus


dipandang sebagai perjanjian atau "kontrak" antara pusatdaerah,<br />

yang cakupannya didasarkan pada hasil dialog<br />

dan musyawarah antar-pemerintah pusat dan wakil-wakil<br />

rakyat daerah.<br />

Kelima, mengingat begitu beragamnya potensi dan<br />

kemampuan daerahdaerah, otonomi daerah yang bersifat<br />

fleksibel atau kondisional bisa diterapkan di<br />

kabupaten/kota, provinsi, atau gabungan beberapa<br />

kabupaten/kota di dalam provinsi yang sama. Ini berarti<br />

bahwa perlu dibuka peluang bagi daerah (melalui wakilwakilnya<br />

untuk memilih dan menentukan, apakah<br />

mengambil hak berotonomi pada tingkat kabupaten/kota,<br />

provinsi, atau gabungan beberapa kabupaten/kota dalam<br />

provinsi yang sama. Dengan begitu, perdebatan tentang<br />

titik berat otonomi daerah menjadi tidak relevan.<br />

Maka dalam pandangan Syamsuddin Haris, sebagai<br />

bagian dari agenda demokratisasi, otonomi daerah<br />

paradigma baru mensyaratkan pula perubahan struktur<br />

perwakilan politik, berlakunya akuntabilitas pemerintahan,<br />

tegaknya supremasi hukum, dan rasionalitas birokrasi,<br />

baik di tingkat pusat maupun daerah.<br />

B. Potensi Lokal Cikal Bakal Pembangunan<br />

Lincolin Arsyad memandang masalah pokok dalam<br />

pembangunan daerah terletak pada penekanan terhadap<br />

kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada<br />

kekhasan daerah yang bersangkutan<br />

(endogenousdevelopment) dengan menggunakan potensi<br />

sumber daya manusia, kelembagaan, dan sumber daya


fisik secara lokal. Orientasi ini mengarah pada<br />

pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah<br />

tersebut dalam proses pembangunan guna menciptakan<br />

kesempatan kerja baru dan merangsang kegiatan<br />

ekonomi.<br />

Menurut Arsyad, perbedaan kondisi daerah membawa<br />

implikasi bahwa corak pernbangunan yang diterapkan<br />

dapat saja berbeda antara satu daerah dengan daerah<br />

lainnya. Peniruan mentah-mentah pola kebijakan yang<br />

pernah diterapkan dan berhasil di satu daerah, belum tentu<br />

memberikan manfaat yang sama bagi daerah lain.<br />

Jika membangun suatu daerah, kebijakan yang diambil<br />

mutlak harus sesuai dengan kondisi (masalah, kebutuhan,<br />

dan potensi) daerah yang bersangkutan. Konsekuensi<br />

logisnya, penelitian mendalam tentang keadaan tiap<br />

daerah perlu dilakukan guna mendapatkan informasi dan<br />

data yang berguna bagi penentuan rencana pembangunan<br />

secara tepat guna.<br />

Posisi daerah memang serba salah. PAD yang<br />

dijadikan salah satu sumber keuangan daerah, tidak cukup<br />

memberikan perimbangan bagi gerak pembangunan yang<br />

dibutuhkan. Kondisi seperti ini, karena sisa-sisa<br />

kebijaksanaan Orde Baru yang serba pusat (sentralistik).<br />

Seharusnya, untuk melangkah ke depan, dalam<br />

mengembangkan PAD-nya, perlu adanya perombakan<br />

dalam ruang gerak pemungutan pajak dan retribusi daerah,<br />

yang masih memberlakukan UU No. 18/97.<br />

Pada UU No. 18/97, pemerintahan pusat membatasi<br />

pungutan daerah hanya pada enam jenis pajak/retribusi


tanpa menyisakan ruang bagi daerah untuk memungut<br />

pajak/retribusi lain, yang memang potensial untuk meraup<br />

sumber pendanaan suatu daerah. Situasi semacam ini<br />

jelas menyulitkan posisi daerah untuk membangun<br />

wilayahnya dengan anggaran yang memadai. Maka<br />

seharusnya daerah yang merasa memiliki kantung-kantung<br />

potensial dari industri-industri yang ada di wilayahnya,<br />

berhak mendapatkan "jatah" laba dari pusat. Atau<br />

katakanlah, perlu dikaji ulang atau redefinisi tentang<br />

pembagian pajak antara Pusat dan Daerah.<br />

Karena kita semua sadar bahwa untuk sebagian besar<br />

daerah, penerimaan asli daerah hanya bisa memberikan<br />

kontribusi yang tidak sampai seperlima anggarannya. Ini<br />

dianggap sebagai persoalan besar di masa otonomi.<br />

Sebab, bagaimana mungkin otonomi daerah bisa<br />

diwujudkan kalau daerah-daerah masih bergantung<br />

kepada transfer dana dari pusat?.<br />

Inilah keluhan sebagian eksekutif daerah ketika<br />

otonomi daerah diberlakukan. Keluhan ini menurut Robert<br />

A Simantjuntak, ketua Program Magister Perencanaan dan<br />

Kebijakan Publik Universitas Indonesia, sangatlah wajar.<br />

Hanya saja harus selalu diingatkan bahwa itu tidak berarti<br />

daerah bisa mengenakan semua pungutan yang mereka<br />

anggap potensial. Sebab, situasi seperti sebelum Undangundang<br />

(UU) Nomor 18 Tahun 1997 bisa timbul kembali, di<br />

mana PAD ditopang oleh puluhan pengusaha kecil-kecil<br />

yang cenderung merupakan distorsi bagi perekonomian.<br />

Belum lagi kalau dilihat dampaknya yang negatif terhadap<br />

minat pengusaha untuk menanam modal di daerah.


Dalam pandangan Faisal Basri, pengamat ekonomi,<br />

salah satu pilar utama yang harus ditegakkan dalam<br />

mengembangkan otonomi daerah yang lebih nyata adalah<br />

aspek pembiayaan. Tanpa keseimbangan pemberian<br />

otonomi antara tugas dan tanggung jawab dengan aspek<br />

pendanaannya, maka esensi dari otonomi daerah menjadi<br />

kabur.<br />

Di sinilah salah satu masalah utama dari<br />

pemberdayaan daerah dalam upaya pemerataan<br />

pembangunan. Profil hubungan keuangan pusat-daerah,<br />

hingga kini menunjukkan cengkeraman pemerintah pusat<br />

yang amat kuat atas pemerintah daerah.<br />

Untuk itulah seyogyanya ada penahapan dari<br />

pelaksanaan desentralisasi. Tentu saja diperlukan<br />

kesamaan persepsi dari pemerintah pusat dan semua<br />

daerah. Tidak ada rasa curiga-mencurigai dan tidak perlu<br />

saling tuduh atau memojokkan. Kedengarannya klise,<br />

tetapi itulah yang sesungguhnya krusial saat ini.<br />

C. Otonomi Daerah dan Prospek Bisnis<br />

Masalah serius dan cukup signifikan untuk dijadikan<br />

pekerjaan rumah bagi daerah yang menjalani proses<br />

desentralisasi adalah kesiapan daerah mendapatkan dana<br />

yang cukup untuk kegiatan pembangunan daerahnya. Di<br />

sisi lain, desentralisasi fiskal yang ditetapkan dalam<br />

Undang-undang (UU) Nomor 25 Tahun 1999 terkesan<br />

masih jauh dari impian. Sikap ambivalensi pemerintah<br />

pusat dalam memberi kewenangan kepada daerah ini<br />

menjadi sorotan tajam dalam diskusi terbatas yang digelar<br />

harian KOMPAS, "Jawa Tengah dalam Menyongsong


Implementasi Otonomi Tahun 2001” , di Semarang, 18<br />

November 2000.<br />

Indikator dari sikap ambivalensi itu adalah belum<br />

seluruh UU dan aturan pelaksana yang mendukung UU No.<br />

25/1999 selesai diundangkan. Masih terjadi tarik-menarik<br />

antara pemerintah pusat dan daerah perihal komposisi dan<br />

pengelolaan sumber keuangan yang potensial. Di sisi lain,<br />

sumber-sumber keuangan bagi daerah kabupaten dan<br />

kota untuk melaksanakan kewenangan dan yang luas,<br />

nyata dan bertanggung jawab, kurang memadai dan<br />

cenderung terbatas. Hal ini tercermin dari relatif rendahnya<br />

pendapatan asli daerah (PAD) yang merupakan cerminan<br />

kemandirian daerah.<br />

Menurut catatan KOMPAS , kontribusi PAD terhadap<br />

APBD pada daerah dan kota di Jawa Tengah dewasa ini<br />

relatif kecil. Pada 1997/1998, 51.4 persen daerah<br />

kabupaten atau kota di Jateng mempunyai sumbangan<br />

PAD di bawah 15 persen terhadap total APBD. Tahun<br />

anggaran berikutnnya 1998/1999, rneningkat menjadi 65.7<br />

persen yang sumbangan PAD-nya terhadap APBD di<br />

bawah 15 persen, bahkan pada tahun anggaran ini 40<br />

persen daerah kabupaten atau kota hanya<br />

menyumbangkan PAD di bawah 10 persen terhadap<br />

APBD.<br />

Selain itu, rendahnya PAD disebabkan pembatasan<br />

jenis dan tarif pajak serta retribusi daerah yang diatur<br />

dalam UU No. 18/1997. Belum optimalnya pengelolaan<br />

pajak dan retribusi sehingga masih terlihat kebocoran<br />

dalam pemungutan serta belum terjaringnya seluruh objek


potensial yang telah ditetapkan. Kondisi ini akan<br />

memperparah dan sekaligus menghambat proses<br />

desentralisasi atau tegaknya otonomi daerah, yang<br />

menyandarkan diri pada kemampuan mengelola sendiri.<br />

Hal ini disebabkan karena sepanjang pemerintah Orde<br />

Baru, daerah-daerah selalu menggantungkan subsidi<br />

pusat. Inilah akibat pembangunan yang selalu<br />

menggantungkan pada proses sentralisasi: bergantung<br />

pada pusat.<br />

Dalam berbagai kesempatan diskusi, selalu muncul<br />

alternatif yang menawarkan kebijakan pembagian bagi<br />

hasil ini, agar mampu membangun spirit atau rangsangan<br />

bagi daerah untuk menata kembali bangunan daerahnya.<br />

Dan secara konseptual, sering terdengar bahwa dengan<br />

adanya kebijaksanaan perluasan ekonomi daerah, akan<br />

secara langsung membuka peluang bagi pemerintah<br />

leluasa dalam mengatur rumah tangganya sendiri,<br />

termasuk dalam mengatur pengembangan sektor-sektor<br />

ekonomi. Namun, persoalannya tidak sesederhana seperti<br />

logika konseptual di atas.<br />

Satu hal yang harus menjadi kesadaran bersama<br />

adalah antara kebijaksanaan perluasan otonomi daerah<br />

dan terciptanya efisiensi dan efektivitas pembangunan<br />

ekonomi di daerah bukan merupakan hubungan dua<br />

variabel yang bersifat langsung ( direct corelaton)tetapi<br />

lebih pada hubungan yang bersifat kondisional (conditional<br />

correlation). Ini berarti masih terdapat sejumlah variabel<br />

antara (intervening variable) yang dapat mempengaruhi


tercapai, atau sebaliknya, tujuan kebijaksanaan otonomi<br />

daerah tersebut. Dari perspektif ekonomi politik, satu di<br />

antara variabel antara yang dimaksud, adalah pola<br />

hubungan bisnis di tingkat lokal.<br />

Syarif Hidayat (peneliti LIPI) pernah melakukan studi<br />

dengan kasus di dua provinsi dengan tujuan utama<br />

memahami karakteristik pelaksanaan otonomi daerah<br />

pada tingkat realitas. Salah satu aspek yang dikaji dalam<br />

studi ini adalah karakteristik pola hubungan antara<br />

pengusaha dan penguasa di daerah. Secara keseluruhan,<br />

dari studi kasus yang telah dilakukan, dapat ditarik<br />

kesimpulan bahwa karakteristik dari desentralisasi dan<br />

otonomi daerah jauh lebih kompleks dari apa yang<br />

dipahami sejauh ini.<br />

Pada tingkat realitas, ternyata implementasi otonomi<br />

daerah, lebih banyak diwarnai tawar-menawar dan koalisi<br />

antara elite lokal (local state actor) dan aktor-aktor tertentu<br />

di dalam masyarakat (society actor). Di antara society<br />

actor yang dimaksud adalah para pengusaha, business<br />

people. Pola interaksi antara pengusaha dan penguasa di<br />

daerah kemudian menjelma dalam tiga pola interaksi;<br />

yakni pola organizational corporatism (korporasi<br />

organisasi),<br />

individual linear alliances (aliansi individu secara linear),<br />

dan individual triangle alliances (aliansi individu dalam<br />

bentuk hubungan segi tiga).<br />

Korporasi organisasi. Pola hubungan bisnis ini lebih<br />

banyak bekerja pada tataran institusi. Dalam kaitan ini,


pihak pengusaha dalam hal ini diwakili oleh asosiasiasosiasi<br />

yang mereka miliki, sedangkan pihak pemerintah<br />

daerah diwakili oleh instansi-instansi yang berwenang<br />

dalam mengontrol sumber daya pemerintah (government<br />

resources),misalnya, instansi yang mengontrol sistem<br />

perizinan.<br />

Secara umum dapat dikatakan, pola hubungan bisnis<br />

ini dapat dibangun mengikuti apa yang disebut oleh King<br />

(1988) sebagai state corporatism model. Aliansi antar<br />

institusi ini telah diaplikasikan, antara lain, dalam bentuk<br />

perekrutan beberapa pejabat daerah ke dalam struktur<br />

kepengurusan asosiasiasosiasi para pengusaha. Misalnya<br />

saja, gubernur diminta menjadi ketua penasihat asosiasi,<br />

sementara pejabat daerah lainnya duduk sebagai anggota.<br />

Perjuangan kepentingan para pengusaha dalam pola<br />

korporasi organisasi dilakukan melalui lobi antarorganisasi.<br />

Di antara contoh lobi antar-organisasi ini<br />

adalah kegiatan audiensi kepada pimpinan daerah yang<br />

selalu dilakukan setelah pengurus baru asosiasi terpilih.<br />

Sementara itu aliansi individu secara linear dapat<br />

dilihat dari pola hubungan pengusaha dan penguasa ini<br />

lebih melibatkan individu pengusaha (sebagai klien) dan<br />

pejabat daerah (sebagai patron). Pejabat daerah yang<br />

menjadi sasaran utama bagi para pengusaha dalam pola<br />

hubungan bisnis ini adalah mereka yang memiliki<br />

wewenang dalam mengontrol sumber daya pemerintah.<br />

Misalnya saja para pejabat daerah yang berwenang<br />

dalam mengontrol sistem perizinan penggunaan lahan.<br />

Terbentuknya hubungan antara pengusaha dengan pejabat


daerah dalam pola individual linear aliances umumnya<br />

didasarkan pada hubungan keluarga, dan sistem backing.<br />

Dan terakhir aliansi individu dalam bentuk segi tiga terlihat<br />

jika pada pola aliansi individu secara linear hubungan<br />

antara pihak individu pengusaha (sebagai klien) dengan<br />

pejabat daerah (sebagai patron) bersifat langsung. Dan<br />

pola terakhir ini, hubungan antara individu pengusaha dan<br />

pejabat daerah bersifat tidak langsung. Hal ini karena<br />

faktor yang berperan sebagai patron dalam hal ini bukan si<br />

pejabat daerah itu sendiri, tetapi mereka yang memiliki<br />

hubungan keluarga atau pertemanan. Pejabat daerah<br />

dalam pola ini tidak lebih hanya berperan sebagai power<br />

supply bagi anggota keluarga atau teman yang menjadi<br />

patron langsung si pengusaha.<br />

Pada umumnya perusahaan swasta bekerja sematamata<br />

didorong oleh prinsip maksimalisasi laba. Sering<br />

sekali pilihan investasi ditanamkan pada proyek-proyek<br />

yang kurang menunjang pembangunan ekonomi makro<br />

secara langsung. Pemerintahlah yang harus mampu<br />

mempengaruhi arah investasi swasta ke arah proyek yang<br />

berorientasi pembangunan ekonomi makro nasional dan<br />

daerah secara langsung.<br />

Untuk itu, pilihan yang tersedia bagi pemerintah adalah<br />

antara teknologi padat modal versus padat karya.<br />

selanjutnya, kriteria investasi adalah juga alat untuk<br />

menentukan apakah suatu proyek feasible untuk<br />

dilaksanakan atau harus ditunda. Proyek dapat<br />

dilaksanakan jika dalam analisis investasi diketahui


memberikan<br />

benefit netto lebih besar dibandingkan dengan marginal<br />

benefit netto dari proyek tersebut.<br />

Akhirnya, evaluasi proyek sebagai perangkat analisis<br />

memandu kita untuk memahami kriteria investasi bagi<br />

kelayakan kegiatan pembangunan di daerah. Kriteria<br />

investasi ini menyangkut sejumlah prinsip yang mendasari<br />

alokasi investasi secara rasional agar pendapatan<br />

nasional dan daerah dapat dimaksimalkan.<br />

Pengambilan keputusan investasi sendiri pada<br />

hakikatnya mempunyai dua orientasi, yaitu sisi pemerintah<br />

dan sisi swasta. Kriteria dari sisi swasta didasari oleh<br />

orientasi maksimalisasi kesejahteraan masyarakat. Namun<br />

demikian, ada juga kesamaan prinsip antara kedua<br />

orientasi tersebut, yaitu bagaimana memilih proyek yang<br />

memberikan manfaat (benefit) terbesar dengan biaya<br />

tertentu di antara berbagai rencana.<br />

Maka perwujudan otonomi daerah, dalam banyak hal<br />

akan memberi peluang terbukanya berbagai prospek<br />

bisnis di daerah. Dan itu terjadi, jika setiap daerah mampu<br />

mengembangkan dan menggali potensi-potensi daerah.<br />

Tentunya berbagai upaya harus dikerjakan dan<br />

ditindaklanjuti secara serius agar PAD mampu menjaga<br />

keseimbangan laju pembangunan di daerah. Karena<br />

filosofi membangun suatu daerah, kebijakan yang diambil<br />

mutlak harus sesuai dengan kondisi (masalah, kebutuhan,<br />

dan potensi) daerah yang bersangkutan. Konsekuensi<br />

logisnya, penelitian mendalam tentang keadaan tiap<br />

daerah perlu dilakukan untuk mendapatkan informasi dan


data yang berguna bagi penentuan rencana pembangunan<br />

secara tepat guna.<br />

Penelitian yang pernah dilakukan melalui arena dialog<br />

di empat kota, Batu (Jawa Timur), Makassar (Sulsel),<br />

Brastagi (Sumut), dan Mataram (NTB) oleh tim kerja Institut<br />

Ilmu Sosial Alternatif (IISA) Surabaya, memberikan laporan<br />

tentang "skenario Indonesia 2010" yang dilakukan<br />

bersama Pokja Indonesia Masa Depan. Mereka<br />

menjabarkan ada dua varian arah perkembangan<br />

masyarakat Indonesia di awal abad ini.<br />

Pertama, anggota masyarakat yang berkutat dengan<br />

komunalisme sektarian agamis. Mereka masih rnenjunjung<br />

tinggi kesetiaan pada kepentingan kelompok etnik sendiri<br />

di atas kepentingan masyarakat secara keseluruhan,<br />

dengan memanfaatkan simbol-simbol agama.<br />

Komunalisme sektarian agamis digerakkan kepentingan<br />

politik, bukan kepentingan keagamaan. Target situasi<br />

sosial dalam gerakan mereka adalah memberlangsungkan<br />

frustasi ekonomi di kalangan rakyat tertindas. Cara yang<br />

ditempuh, mengadu domba kelas bawah agar mudah<br />

dikuasai sehingga sulit bersatu dan bersolidaritas<br />

memecahkan masalah mereka sendiri, dan yang pasti<br />

melakukan pengambinghitaman. Mereka percaya pada<br />

mitos bahwa umat bersifat monolitik dan homogen, serta<br />

memiliki kepentingan ekonomi yang sama. Mereka<br />

mernperalat agama untuk tujuan politik.<br />

Kedua, para anggota masyarakat yang bergerak<br />

menuju komunalisme komunitarian. Komunalisme jenis ini


ertumpu pada solidaritas sosial yang menjungjung nilai<br />

kepemilikan bersama, bersifat toleran, dan egaliter.<br />

Mereka sangat bermanfaat bagi masyarakat tertindas<br />

untuk mempertahankan diri melawan penindasan kaum<br />

penguasa, baik domestik maupun intern civil society, yang<br />

mencakup aspek-aspek the rule of law, kebebasan<br />

individu, kebebasan berorganisasi dan berpendapat<br />

dalam debat publik.<br />

Kemudian pada bagian lain, diungkapkan, analisis atas<br />

anatomi driving forces empat kota menunjukkan, ada<br />

pemahaman tentang hubungan positif antara rekonsiliasi<br />

nasional dan kekuatan agama-moral sebagai solidarity<br />

maker. Artinya, makin lemah daya rekat agama dan moral,<br />

makin rapuh rekonsiliasi nasional, dan sebaliknya.<br />

Maka diusahakan sebisa mungkin dengan terkuaknya<br />

wewenang daerah yang luas dan perimbangan keuangan<br />

antara pusat dan daerah yang lebih adil, daerah mampu<br />

mengelola manajemen konflik yang ada di daerahnya,<br />

dengan tidak lagi mengandalkan pusat sebagai pencari<br />

jalan keluar. Dengan demikian otonomi daerah bisa<br />

dijalankan sesuai dengan potensi-potensi dasar yang ada<br />

di daerah. Tentunya upaya ini harus menjadi bagian<br />

integral dari fenomena pemberlakukan otonomi daerah<br />

yang sekarang ini sedang digalakkan.<br />

BAB KEDUA<br />

Potret Tangerang:<br />

Menjaga Harmoni, Menuju Eksistensi Diri<br />

KOTA Tangerang adalah realitas yang unik. Di dalam


Kota Tangerang, tumbuh beragam warna manusia dari<br />

berbagai ras dan budaya. Aneka ragam warna ras dan<br />

budaya ini, sepertinya menambah riuh rendah kehidupan<br />

Kota Tangerang menjadi sangat berarti. Dan keberartian<br />

itu, bisa dilihat dari realitas kehidupan warga Kota<br />

Tangerang, yang tanpa gejolak, tanpa konflik-konflik<br />

krusial, dan pertikaian antar-ras dan budaya. Inilah satu<br />

fakta yang harus disangga dan dijaga bersama oleh<br />

seluruh warga Kota Tangerang.<br />

Kota Tangerang, yang baru berdiri secara administratif<br />

28 Februari 1993, yang disandarkan pada Undang-undang<br />

No 2 Tahun 1993, dengan luas wilayah Kota Tangerang<br />

tercatat 183.78 Km, terbagi menjadi 13 kecamatan dan<br />

104 kelurahan, sangat mungkin terjadi ledakan, jika seluruh<br />

warga dan aparatur negara tidak saling bahu membahu<br />

menjaga Kota Tangerang, akan sulit tercipta harmonisasi<br />

yang sudah berjalan dengan sangat baik. Maka krisis<br />

kehidupan harus diatasi bersama sebagai bagian integral<br />

menjaga pembangunan Kota Tangerang.<br />

Perlu disadari, pemahaman krisis jangan hanya dilihat<br />

sebagai fenomena eksternal saja, melainkan juga<br />

fenomena internal. Seperti pernah dipaparkan Jurgen<br />

Habermas, krisis eksternal, misalnya krisis ekonomi,<br />

belum merupakan krisis yang sesungguhnya, karena ini<br />

baru gangguan disfungsionalitas yang bisa diatasi dengan<br />

manajemen krisis. Krisis sesungguhnya menurut<br />

Habermas, akan terjadi jika krisis itu dialami oleh para<br />

individu sebagai sesuatu yang mengancam identitas dan<br />

eksistensi sosial mereka dalam hubungannya dengan nilai-


nilai, norma, dan makna-makna kultural.<br />

Dalam hubungan ini, Habermas mencoba melihat<br />

adanya krisis sistemik dan krisis yang dialami atau krisis<br />

identitas. Krisis yang sesungguhnya terjadi kalau krisis<br />

sistemik menjadi krisis identitas yang mengancam bukan<br />

hanya integrasi sistem, tapi terlebih integrasi sosial. Untuk<br />

itu dibutuhkan paradigma dunia kehidupan, bagaimana<br />

masyarakat modern ini menjaga kelangsungan hidup dan<br />

identitasnya, atau menurut istilah Habermas,<br />

melangsungkan "proses-proses reproduksi" dalam<br />

kehidupan.<br />

Tentu saja, menjaga kehidupan harmoni di berbagai<br />

sisi bagi seluruh warga Kota Tangerang, mutlak diperlukan.<br />

Hal ini mengingat jumlah penduduk Kota Tangerang yang<br />

semakin hari semakin bertambah. Tengok saja, jumlah<br />

penduduk Kota Tangerang pada 2002, tercatat 1.416.842<br />

jiwa, terdiri dari 707.007 jiwa lakilaki dan 709.835 jiwa<br />

Perernpuan. Tingkat pertumbuhan penduduk Kota<br />

Tengerang cukup tinggi, berkisar 4.62 persen selama<br />

2002. Kota Tangerang dikatakan daerah cukup padat, di<br />

mana tiap kilometer persegi rata-rata dihuni 8.611 jiwa.<br />

Dari 13 kecamatan yang ada, Kecamatan larangan<br />

menduduki daerah terpadat pertama dengan penduduk<br />

sekitar 13.413 jiwa tiap kilometer. Realitas ini, mau tak<br />

mau, mendesak seluruh komponen di Kota Tangerang,<br />

agar mampu melakukan kontrol di berbagai bidang<br />

kehidupan, sehingga harmonisasi kehidupan dapat<br />

terjaga.<br />

Fenomena Tangerang sebagai wilayah yang memiliki


latar belakang budaya, dan industri-industri besar serta<br />

tempat wisata, mengundang mata dunia untuk menengok<br />

dan menggali potensi-potensi Tangerang yang tumbuh<br />

subur, untuk diberdayakan. Kondisi seperti ini, ditunjang<br />

dengan letak geografis Tangerang sebagai penyangga<br />

Kota Jakarta, dimana arus roda ekonomi Jakarta memiliki<br />

imbas terhadap Kota Tangerang.<br />

Tentunya, kondisi di atas, perlu diantisipasi dan<br />

diberdayakan agar tidak terjadi penyimpangan potensipotensi<br />

alam dan penerapan teknologi tepat guna. Artinya<br />

setiap derap perubahan yang terjadi dalam masyarakat<br />

Tangerang, harus disandarkan pada upaya-upaya rasional.<br />

Upaya rasionalisasi dibutuhkan sebagai cara untuk melihat<br />

perubahan yang terjadi di masyarakat dengan fakta-fakta<br />

dan potensi-potensi yang ada. Satu potensi tentang<br />

perlunya pemberdayaan manusia sebagai sumber dasar<br />

kemajuan pembangunan.<br />

Seperti diketahui bersama, Tangerang dan sekitarnya<br />

memiliki peran signifikan sebagai wilayah penyangga<br />

kegiatan DKI Jakarta. Kota Tangerang berada dalam<br />

radius 30 Km dari pusat Kota Jakarta, yang merupakan<br />

pusat pengembangan metropolitan Jabodetabek. Sebagai<br />

salah satu wilayah penyangga kegiatan, Kota Tangerang<br />

ditetapkan sebagai pusat kegiatan sekunder yang<br />

diharapkan dapat mendukung pertumbuhan dan<br />

perkembangan Jakarta sebagai kota induknya. Dengan<br />

demikian sub pusat-sub pusat yang ada di wilayah<br />

Botabek harus berorientasi ke pusat sekunder yang ada.<br />

Lokasi Kota Tangerang yang potensial terutama dinilai


dari aksebilitas dengan pusat Kota Jakarta, Bandara<br />

Soekarno Hatta, Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta dan<br />

Bojonagara di Cilegon, dan kota-kota lainnya di<br />

Jabodetabek dan Banten. Kondisi seperti ini berakibat<br />

kota ini menjadi sangat menarik bagi perkembangan<br />

kegiatan seperti perumahan, industri, dan perdagangan.<br />

Keterbatasan lahan di DKI Jakarta untuk kegiatan industri<br />

dan perumahan mengakibatkan adanya pergeseran<br />

kegiatan ke wilayah penyangga termasuk Kota Tangerang.<br />

Sejalan dengan perkembangan kedua kegiatan<br />

tersebut, berkembang pula kegiatan perdagangan dan<br />

pergudangan di sepanjang koridor jalan utama, yang<br />

menghubungkan simpul-simpul utama transportasi nasional<br />

dan internasional dengan DKI Jakarta. Limpahan kegiatan<br />

tersebut secara tidak langsung merupakan salah satu<br />

potensi untuk pengembangan Kota Tangerang, sekaligus<br />

di sisi lain, merupakan tantangan pembangunan berkaitan<br />

dengan munculnya berbagai permasalahan lingkungan,<br />

ekonomi maupun sosial budaya.<br />

Limpahan kegiatan industri dan permukiman dan<br />

metropolitan Jakarta selain merupakan modal penggerak<br />

ekonomi perkotaan, juga membawa dampak lain berupa<br />

permasalahan lingkungan, ketersediaan lahan, dan<br />

tingginya angka migrasi. Besarnya arus migrasi yang tidak<br />

diikuti oleh ketersediaan lahan, lapangan kerja, kualitas<br />

sumber daya mauusia serta permasalahan lainnya,<br />

menjadikan Kota Tangerang menghadapi permasalahan<br />

yang kompleks. Permasalahan yang sering timbul adalah,<br />

penyediaan masalah prasarana dan sarana yang belum


memadai. Oleh karena itu, diperlukan suatu perencanaan<br />

pembangunan yang terintegrasi.<br />

Perencanaan pembangunan yang terintegrasi ini,<br />

diperlukan sebagai upaya berkesinambungan, agar pola<br />

kebijakan pembangunan Kota Tangerang dapat diambil<br />

dari realitas publik masyarakat Kota Tangerang.<br />

Secara konsepsional, peran Kota Tangerang dalam<br />

arus konstelasi kehidupan masyarakat Jabodetabek,<br />

dituangkan dalam strategi pengembangan wilayah<br />

Jabodetabek dan sekitarnya yang dikembangan sebagai<br />

berikut:<br />

* Menciptakan keseimbangan dan keserasian pola<br />

pemukiman penduduk dan<br />

penyebaran kesempatan kerja antar-wilayah DKI Jakarta,<br />

Kota Tangerang, Bodetabek, dan sekitarnya,<br />

* Mengurangi tekanan kependudukan di DKI Jakarta<br />

dan memungkinkan perkembangan lebih besar pada<br />

kawasan sekitarnya, sehingga memberi peluang kepada<br />

DKI Jakarta untuk mengembangkan fungsinya sebagai<br />

ibukota negara dan kota jasa,<br />

* Mengarahkan penyebaran kegiatan industri dari DKI<br />

Jakarta ke Kota Tangerang dan daerah sekitarnya<br />

sekaligus mendorong pengembangan investasi clan<br />

lapangan di pusat-pusat pertumbuhan baru dan<br />

mengurangi pola perkembangan linier berbentuk pita,<br />

* Penetapan pusat-pusat permukiman sebagai pusat<br />

pertumbuhan sehingga menjadi kota yang mandiri atau<br />

kota penyangga serta mengurangi perkembangan kota<br />

hunian di pinggiran wilayah DKI Jakarta,


* Mendorong iklim investasi di pusat-pusat<br />

pertumbuhan di wilayah Bodetabek dan sekitarnya dengan<br />

memperhatikan aspek lingkungan hidup, transportasi, dan<br />

pengurangan lahan.<br />

Peranan Tangerang yang cukup penting dalam strategi<br />

pengembangan Jabodetabek memberikan peluang<br />

sekaligus tantangan tersendiri bagi pembangunan Kota<br />

Tangerang. Satu pola pembangunan yang berpijak pada<br />

penyertaan aspirasi publik, tentunya, mengharuskan kerja<br />

keras dari aparatur negara terkait di wilayah Kota<br />

Tangerang, untuk "menguras habis" gagasangagasan dan<br />

energinya tentang pemberdayaan manusia, agar Kota<br />

Tangerang mampu menjaga akselerasi pembangunan<br />

secara normal dan berimbang.<br />

Tentu faktor manusia menjadi prioritas utama dalam<br />

mengakses semua kegiatan pembangunan. Manusia<br />

seperti dipaparkan Frederich Taylor dalam bukunya The<br />

Principlesas Scientific, adalah "mesin" yang sangat<br />

istimewa, yang mempunyai mekanisme-mekanisme<br />

internal yang dapat diadaptasikan dengan kebutuhankebutuhan<br />

industri modern. Antonio Gramsci memeras<br />

gagasan Taylorisme dalam tiga pandangan dasar.<br />

Pertama, bahwa dalam proses produksi pekerja harus<br />

terbatas pada tugas-tugas tertentu. Kedua, pekerja harus<br />

mengembangkan sikap-sikap otomatis mekanis sebagai<br />

sarana produksi. Ketiga, ditekankan insentif-insentif<br />

individual untuk menghancurkan semangat solidaritas<br />

kaum buruh.


Pandangan Taylor bisa saja diadopsi dalam keranda<br />

kehidupan masyarakat Kota Tangerang, di mana manusia<br />

adalah mesin yang sangat istimewa, yang mempunyai<br />

mekanisme internal dan dapat diadaptasikan dengan<br />

kebutuhan industri-industri yang tumbuh subur di Kota<br />

Tangerang. Tentu saja sebagai dampak menjamurnya<br />

industri di Kota Tangerang, dan kelak jika terjadi pasar<br />

bebas, dampak yang paling nyata adalah pasar lokal akan<br />

dibanjiri oleh produkproduk global yang memiliki kualitas<br />

yang lebih baik dengan harga yang cukup bersaing. Untuk<br />

itu, bagi Kota Tangerang, kondisi ini menjadi tantangan<br />

yang signifikan, yang harus dihadapi dengan<br />

mempersiapkan langkah-langkah antisipatif melalui<br />

penguatan kelembagaan ekonomi lokal yang siap bersaing<br />

ke kancah pasar global.<br />

Dari sinilah upaya pemberian otonomi daerah<br />

merupakan langkah maju agar berbagai prinsip dan<br />

kebijakan daerah mampu dikembangkan secara mandiri.<br />

Arbi Sanit, seorang pengamat politik melihat pemberian<br />

otonomi daerah merupakan suatu keharusan untuk<br />

melakukan terobosan pelaksanaan prinsip dan<br />

kebijaksanaan otonomi harus segera direalisasi. Tentu,<br />

otonomi daerah untuk meningkatkan pendapatan asli<br />

daerah (PAD), agar mampu mengelola arus pemerintahan<br />

dengan bertumpu pada kekuatan "sumber daya" yang ada.<br />

Selama ini, gambaran indikator administrasi daerah<br />

menunjukkan kelambanan pertumbuhan didaerah, seperti<br />

PAD se-Indonesia yang hanya berkisar sebesar 35<br />

pertumbuhan didaerah, seperti PAD se-Indonesia yang


hanya berkisar sebesar 35 1991, dan besaran PAD<br />

terhadap PDRB Dati II yang hanya di antara 0.23-0.72<br />

persen di tahun 1990. Bahkan dipahami pula, kemerosotan<br />

kontribusi PAD terhadap APBD tahun 1994/1945 dari<br />

27.75 persen menjadi 17.01 persen. Semuanya itu<br />

berpangkal kepada perkembangan peran administratif<br />

daerah, sebagaimana diperlihatkan oleh pertumbuhan<br />

dinas daerah 5-7 buah di tahun 1994/1995 menjadi 23-25<br />

buah, tahun 1995/1996, sehingga harus diimbangi oleh<br />

peningkatan belanja rutin dari 42.71 persen tahun<br />

1994/1995 menjadi 75.71 persen dalam tahun 1995/1996.<br />

Tersandungnya pemberian otonomi daerah, menurut<br />

Arbi Sanit, karena ada tiga ciri sistem politik Indonesia<br />

dewasa ini, yang menjadi penghalang pelaksanaan<br />

otonomi daerah tingkat II secara komprehensif, yaitu<br />

kebirokrasian, pemusatan kekuasaan, dan patrimonial.<br />

Kebirokrasian, mewakili peran kaum birokrat sipil dan<br />

militer, menjadi unsur utama penguasa negara dan proses<br />

politik sudah digantikan oleh proses birokrasi yang<br />

berfungsi mengatur bukan menyepakati solusi atas dasar<br />

prinsip tawar menawar politik.<br />

Pemusatan kekuasaan bermakna, lanjut Arbi, bahwa<br />

kedaulatan rakyat sepenuhnya dilaksanakan oleh MPR,<br />

yang pada gilirannya dipusatkan pada mandataris,<br />

keharusan adanya partai mayoritas mutlak, dan bercirikan<br />

penguasaan negara secara non institusional (mempribadi),<br />

keluarga ke negara, ekstensi ekonomi keluarga ke negara,<br />

dan hubungan kekuasaan sebagai perimbalan di antara<br />

loyalitas dengan hadiah atau hukuman. Semuanya itu


menghendaki penguasaan secara nasional atas setiap<br />

daerah.<br />

Sayangnya dalam perspektif Arbi Sanit, barier<br />

kekuasaan politik yang berpola pemusatan secara<br />

menyeluruh dan intensif, seringkali menghambat berbagai<br />

sektor pembangunan di daerah. Lebih jauh Arbi<br />

menjelaskan:<br />

Di level pemikiran, prinsip politik dan pemerintahan,<br />

otonomi daerah memang telah diperluas, dari hanya<br />

administatif ke otonomi politik, ekonomi dan sosial<br />

(kemasyarakatan). Akan tetapi, di level praktis,<br />

sebagaimana dilaksanakan oleh politisi, birokrat, dan<br />

teknorat, operasi otonomi daerah terbatas di bidang<br />

administratif. Perhatikan dominasi penggunaan<br />

penyerahan urusan untuk mengukur pengembangan<br />

otonomi daerah. Begitu pula dengan penyerahan<br />

kewenangan keuangan daerah, yang seringkali ditandai<br />

oleh pemusatan bukan desentralisasi kekuasaan (Lihat<br />

Reformasi Politik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998)<br />

A. Menggali Potensi Tangerang<br />

Tangerang bagi sebagian orang adalah tempat<br />

sandaran hidup. Kota industri ini menawarkan banyak hal<br />

tentang berbagai ragam kehidupan. Di Kota Tangerang ini,<br />

lalu lalang manusia, setiap hari berburu ‘mangsa'<br />

kehidupan. Tentu saja ini berkait erat dengan satu adugium<br />

bahwa kota adalah pusat perubahan. Proses perubahan,<br />

tentu saja, tidak selalu berlangsung secara normal seperti<br />

yang direncanakan. Gejala-gejala yang tidak direncanakan,<br />

sebagai satu gejala yang abnormal atau gejala patologis


yang lahir karena unsur-unsur masyarakat tidak lagi<br />

berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga timbulah<br />

ketimpangan sosial.<br />

Selain persoalan ketimpangan sosial, seperti<br />

urbanisasi, kemiskinan, disorganisasi keluarga, kejahatan,<br />

dan lumpuhnya lembaga-lembaga sosial masyarakat, Kota<br />

Tangerang juga menghadapi pada berbagai ragam<br />

persoalan perkotaan yang berkaitan dengan prasarana<br />

dan sarana kota, sebagai akibat pertumbuhan kota yang<br />

pesat melampaui daya dukung kota itu sendiri. Mencari<br />

solusi atas masalah-masalah Kota Tangerang, baik yang<br />

berakar pada masalahmasalah sosial, atau persoalan<br />

yang berpijak pada prasarana dan sarana kota, juga perlu<br />

ada kesadaran perihal pemahaman dan identifikasi<br />

terhadap masalah-maslah yang ada secara tepat dan<br />

menyeluruh. Untuk itu, perlu dikaji secara cermat, realitas<br />

kehidupan kota dalam berbagai perspektifnya dan akar<br />

potensi Kota Tangerang, yang bisa membuat Kota<br />

Tangerang berjalan pada rel pembangunan.<br />

Seperti diketahui bersama, krisis yang melanda<br />

Indonesia sejak media 1997, membawa vibrasi negatif ke<br />

dunia perekonomian nasional umumnya, dan<br />

perekonomian regional khususnya. Krisis ini menyebabkan<br />

terjadinya perubahan dari nilai tambah sektor-sektor yang<br />

ada di wilayah nasional juga di wilayah daerah.<br />

Dari hasil perhitungan dengan menggunakan analisis<br />

Location Question (LQ) dan Ship Shaer , dapat diperoleh<br />

beberapa kesimpulan mengenai perekonomian Kota<br />

Tangerang. Sebelum melihat dampak analisis LQ, perlu


dijabarkan lebih dulu makna yang terkandung dalam<br />

analisis LQ itu.<br />

LQ merupakan teknik untuk menentukan kapasitas<br />

ekspor perekonomian daerah dan derajat self sufficency<br />

suatu sektor. Dalam teknik ini kegiatan ekonomi suatu<br />

daerah dibagi menjadi dua golongan, yakni:<br />

a. Industri basic yaitu kegiatan ekonomi atau industri<br />

yang melayani di daerah itu sendiri maupun di luar daerah<br />

yang bersangkutan.<br />

b. Industri non basic/industri lokal, yaitu kegiatan ekonomi<br />

atau industri yang melayani pasar di daerah itu sendiri.<br />

Sektor self sufficient, jika nilai LQ dari sebuah sektor =<br />

1, maka sektor tersebut berproduksi pada level yang sama<br />

dengan permintaan dari dalam daerah tersebut. Dalam<br />

kondisi seperti itu, sektor tersebut dapat dikategorisasikan<br />

menjadi self sufficient sector.<br />

Secara umum terdapat tiga sektor keunggulan<br />

Tangerang, yaitu sektor industri manufaktur nonmigas,<br />

sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor<br />

transportasi dan komunikasi. Tangerang memiliki<br />

keunggulan untuk sektor ini jika dibandingkan dengan<br />

daerah lain, seperti Banten dan Jabodetabek yang<br />

ditunjukkan oleh nilai LQ>1. Tetapi dari data-data<br />

beberapa tahun belakangan, keunggulan tersebut<br />

cenderung tidak terlalu stabil meskipun masih dalam<br />

batasan yang wajar (lihat tabel 1).<br />

Interaksi Tangerang dengan daerah yang lebih besar<br />

relatif tinggi, sehingga Tangerang relatif bcrgantung


terhadap hasil interaksi itu. Hasil analisis shift share<br />

memperlihatkan bahwa kondisi perekonomian Tangerang<br />

sangat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian nasional<br />

dan regional (nilai<br />

Tabel 1<br />

Sektor Basis Kota Tangerang Berdasarkan Hasil Analisis<br />

LQ<br />

LQ terhadap Nasional<br />

Lapangan Usaha 2000 2001 2002 B/NB Industri<br />

Pengolahan 2.06 2.04 2.02 B Listrik, gas, dan air bersih<br />

1.05 1.04 1.04 B Perdagangan, Hotel dan Restoran 1.59<br />

1.61 1.62 B Pengangkutan dan Komunikasi 1.59 1.64 1.55<br />

B<br />

LQ terhadap Propinsi Banten<br />

Lapangan Usaha 2000 2001 2002 B/NB Industri<br />

Pengolahan 1.077 1.076 1.076 B Perdagangan, Hotel dan<br />

Restoran 1.464 1.446 1.446 B Pengangkutan dan<br />

Komunikasi 1.521 1.514 1.513 B<br />

LQ terhadap Bodetabek<br />

Lapangan Usaha 2000 2001 2002 B/NB Pertanian,<br />

Peternakan, Perikanan, Kehutanan 1.09 1.05 1.09 B<br />

Industri Pengolahan 2.01 2.06 2.09 B Perdagangan, Hotel<br />

dan Restoran 1.05 1.07 1.07 B Pengangkutan dan<br />

Komunikasi 1.25 1.27 1.24 B national effect dan regional<br />

effect besar), terutama bagi sektor-sektor unggulan<br />

Sumber: Hasil Analisis PDRB B = Sektor Bersih<br />

NB = Sektor Non Basis<br />

seperti sektor industri manufaktur nonmigas, sektor<br />

perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor transportasi


dan komunikasi. Meskipun Tangerang relatif bergantung<br />

pada wilayah sekitarnya, secara bertahap mulai<br />

meningkatkan keunggulannya pada sektor-sektor tertentu<br />

(nilai regional effect besar).<br />

Akar potensi Tangerang juga dapat ditengok dari<br />

Pendapatan Asli Daerah (PAD). Keberhasilan rencana<br />

yang disusun tidak dapat dilepaskan dari kemampuan<br />

anggaran untuk membiayai pelaksanaan berbagai<br />

program-program yang telah dirancang. Secara garis<br />

besar sumber pendapatan daerah dalam Anggaran<br />

Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Tangerang<br />

berasal dari:<br />

1 . Dana Perimbangan<br />

2. Pendapatan Asli Daerah (PAD)<br />

3. Lain-lain penerimaan yang sah<br />

Salah satu sumber pendapatan yang terbesar adalah<br />

dana perimbangan khususnya.<br />

Kelompok Dana Alokasi Umum (DAU) yang mencapai<br />

sekitar 35.6 persen dari total pendapatan tahun 2003.<br />

Penggunaan Dana Alokasi Umum (DAU) yang<br />

diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan tanggungan<br />

belanja pegawai menyebabkan sebagian besar dana<br />

pembangunan bersumber dari dana Pendapatan Asli<br />

Daerah (PAD) dan bagi hasil pajak. Besarnya nilai PAD<br />

menjadi salah satu indikator kemampuan keuangan suatu<br />

daerah untuk membiayai sendiri kebutuhan daerahnya<br />

khususnya dalam melaksanakan pembangunan di era<br />

ekonomi seperti saat ini.<br />

Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Tangerang pada


2000-2003 memberikan kontribusi terhadap pendapatan<br />

daerah sebesar 20.04 persen (tahun 2000); 17.76 persen<br />

(tahun 2001); 17.70 persen (tahun 2002); dan 17.179<br />

persen (tahun 2003). Angka-angka ini memperlihatkan<br />

bahwa kemampuan Kota Tangerang untuk membiayai<br />

kebutuhan daerahnya sendiri masih perlu ditingkatkan.<br />

Dari data nilai PAD tahun 1994-1995 sampai tahun 2003,<br />

dilakukan proyeksi sebesar PAD tahun 2004-2008.<br />

Proyeksi dilakukan dengan menggunakan metode Least<br />

Square (Metode Jumlah Kuadrat Terkecil).<br />

Dari hasil proyeksi yang dilakukan atas data selama 10<br />

tahun terakhir, tampak nilai PAD cenderung naik secara<br />

bertahap. Nilai proyeksi PAD tahun 2004 sebesar Rp<br />

83.369.951.031,96 dan tahun 2005 adalah sebesar Rp<br />

89.600.712.258,35 yang berarti lebih rendah dari realisasi<br />

PAD tahun 2003 sebesar Rp 93.382.505.704,99. Hal ini<br />

terjadi karena adanya realisasi pendapatan yang menurun<br />

pada 1998-1999, akibat krisis moneter dan tahun 2000<br />

yang kemungkinan besar disebabkan perubahan tahun<br />

anggaran dari tahun fiskal menjadi tahun kalender.<br />

B. Akar Pembangunan Kata Tangerang<br />

Melihat realitas di atas, maka untuk memulihkan dan<br />

mendorong pertumbuhan perekonomian melalui penguatan<br />

dan pemberdayaan ekonomi Kota Tangerang, dapat<br />

dirancang melalui potensi-potensi yang ada di wilayah<br />

Kota Tangerang. Tentu saja, potensi-potensi yang ada itu<br />

akan dijadikan akar pembangunan Kota Tangerang. Akar<br />

pembangunan Kota Tangerang ini bisa dijadikan modal


awal untuk meningkatkan mutu pengelolaan Pemerintahan<br />

Kota Tangerang dan mendorong terciptanya pemerintahan<br />

yang baik melalui penataan kelembagaan dan penataan<br />

wilayah pelayanan, peningkatan kualitas sumber daya<br />

manusia dan pemberantasan KKN dengan membuka<br />

peluang bagi partisipasi publik.<br />

Partisipasi publik adalah salah satu syarat terbentuknya<br />

pemerintah yang baik (good governance). Pemerintah<br />

yang baik adalah prasyarat bagi terbentuknya pemerintah<br />

yang efektif dan demokratis. Pemerintah yang baik<br />

digerakkan oleh prinsip-prinsip partisipatif, penegakan<br />

hukum secara efektif, transparansi, responsif, kesetaraan,<br />

visi strategis, efektif dan efisien, profesional, akuntabel,<br />

dan pengawasan yang efektif.<br />

Pemerintah yang akseptabel dan memiliki akuntabilitas<br />

harus tercipta, dan menciptakan tradisi birokrasi yang lebih<br />

profesional dan lebih fokus pada peran pelayanan<br />

berdasarkan semangat kerakyatan. Dengan konteks itu,<br />

peningkatan kualitas penyelenggaraan pemerintahan<br />

diarahkan pada 14 program tujuan pembangunan daerah<br />

yang ingin dicapai dalam kurun waktu 2004-2008, sebagai<br />

berikut:<br />

1. Membangun iklim usaha yang kondusif<br />

2. Pembangunan infrastruktur penunjang kegiatan usaha<br />

3. Penguatan ekonomi kerakyatan dan pemberdayaan<br />

UKMK<br />

4. Membangun jaringan bagi penguatan ekonomi daerah<br />

5. Pengembangan permukiman dengan menekankan pada<br />

kelestarian lingkungan hidup


6. Pembangunan sarana dan prasarana pelayanan publik<br />

7. Menciptakan situasi ketenagakerjaan yang kondusif<br />

8. Peningkatan ketentraman dan ketertiban umum<br />

9. Peningkatan potensi SDM dari sisi IPTEK dan IMTAQ<br />

10.Pembangunan SDM (Aparatur Pemda, DPRD,<br />

Masyarakat), organisasi, dan sistem manajemen<br />

kepemerintahan<br />

11.Akuntabilitas manajemen keuangan dan sumber daya<br />

daerah<br />

12.Pembangunan sarana dan prasarana kepemerintahan<br />

13.Terkendalinya pencemaran lingkungan<br />

14.Meningatkan partisipasi masyarakat dunia usaha dan<br />

industri dalam pemeliharaan lingkungan.<br />

Tujuan pembangunan di atas diterjemahkan ke dalam<br />

34 sasaran prioritas dan program-program pembangunan.<br />

Sesuai dengan konsep Balanced Scoecard visi, misi,<br />

tujuan dan sasaran pembangunan Kota Tangerang tahun<br />

2004-2008 distrukturkan ke dalam empat perspektif yang<br />

ada dalam Balanced Scoecard Visi, misi, tujuan, dan<br />

sasaran yang telah distrukturkan ini kemudian menjadi<br />

strategy map tingkat kota. Untuk implementasinya di<br />

lapangan, straegy map tingkat kota perlu diterjemahkan ke<br />

dalam strategy mapyang lebih operasional yaitu straegy<br />

maptingkat dinas, kecamatan, dan kelurahan.<br />

Seperti diketahui bersama, perubahan paradigma<br />

dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah menuju<br />

kepada pemerintahan yang lebih demokratik dan<br />

desentralistik telah mengubah struktur pemerintahan


daerah secara mendasar. Berdasarkan perubahan<br />

tersebut, maka fungsi-fungsi pemerintahan umum beralih<br />

menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota yang<br />

memerlukan pengaturan lebih lanjut. Kondisi tersebut<br />

mendorong Pemerintah Kota Tangerang untuk menata<br />

kembali sistem kelembagaan dan ketatalaksanaan<br />

Pemerintah Kota Tangerang, di antaranya mengenai<br />

pembagian kewenangan kepada camat sebagai<br />

perangkat daerah. Penataan kewenangan ini dianggap<br />

penting dan prioritas mengingat kemungkinan munculnya<br />

berbagai permasalahan pemerintahan seperti tumpang<br />

tindih tugas dan wewenang, terlantarnya pelayanan publik,<br />

dan terlambatnya penyelesaian masalah.<br />

Sementara itu, untuk memberikan pelayanan kepada<br />

masyarakat yang sebaik-baiknya serta menghindari<br />

ekonomi biaya tinggi, Pemerintah Kota Tangerang<br />

memandang perlu untuk melaksanakan pemekaran<br />

kecamatan. Dan berkaitan dengan rencana pemekaran<br />

tersebut, perlu diadakan pembinaan kecamatan dan<br />

kelurahan secara periodik dan berskala. Pembinaan<br />

terhadap kecamatan dan kelurahan harus didukung<br />

dengan pengembangan prasarana dan sarana<br />

pemerintahan yang memadai. Salah satunya adalah<br />

penyediaan gedung kantor yang komprehensif.<br />

Untuk itu, dalam rangka meningkatkan pelayanan prima<br />

yang bersandarkan pada prinsip tata kepemerintahan yang<br />

b a i k (good governance), kinerja aparatur harus<br />

ditingkatkan melalui pembinaan dan pengembangan<br />

sumber daya manusia di kalangan Pemerintah Kota


Tangerang secara berkelanjutan. Di samping itu,<br />

pelayanan prima juga harus didukung oleh sistem<br />

perencanaan yang kokoh serta pelaksanaan pengawasan<br />

yang optimal.<br />

Secara umum permasalahan di bidang pemerintahan yang<br />

dihadapi saat ini maupun kecenderungan di masa yang<br />

akan datang di antaranya:<br />

1. Belum terlaksananya kelembagaan dan<br />

ketatalaksanaan pemerintahan yang efektif dan efisien<br />

dalam kerangka otonomi daerah.<br />

2. Belum optimalnya sistem perencanaan serta<br />

pelaksanaan pengawasan.<br />

3. Belum optimalnya kinerja aparatur.<br />

4. Belum tersedianya prasarana dan sarana pemerintahan<br />

yang memadai serta belum optimalnya pemanfaatan aset<br />

pemerintahan kota.<br />

5. Masih terdapatrya kebijakan daerah dan perundangundangan<br />

yang menghambat proses pembangunan.<br />

6. Rendahnya kesadaran hukum masyarakat akibat<br />

kurangnya sosialisasi.<br />

7. Belum tegaknya supremasi hukum sebagai upaya<br />

meningkatkan ketertiban umum di Kota Tangerang.<br />

8. Belum optimalnya kerjasama pemerintah daerah dengan<br />

berbagai pihak dalam rangka mengembangkan potensi<br />

yang dimiliki Kota Tangerang.<br />

9. Belum optimalnya penggalian sumber pendapatan<br />

daerah serta administrasi pengelolaan keuangan daerah.<br />

10.Belum tersedianya sistem yang terintegrasi yang<br />

menunjang terciptanya proses perencanaan pembangunan


yang berkelanjutan dan mampu memberikan akses<br />

informasi kepada masyarakat.<br />

11.Masih rendahnya tingkat partisipasi akses informasi<br />

kepada masyarakat.<br />

C. Arah Kebijakan Kota Tangerang<br />

Tercapainya keberhasilan pembangunan tidak lepas<br />

dari penetapan arah dan tujuan pembangunan yang tepat,<br />

yang dirumuskan dalam bentuk visi, misi, nilai inti budaya,<br />

tujuan dan sasaran pembangunan. Penetapan arah dan<br />

tujuan pembangunan Kota Tangerang dilakukan dengan<br />

melibatkan partisipasi aktif seluruh unsur pemerintah,<br />

masyarakat, dan stakeholderutama Kota Tangerang.<br />

Seluruh komponen inilah yang akan membawa Kota<br />

Tangerang ke arah pembangunan yang dicita-citakan.<br />

Visi Kota Tangerang<br />

Berdasarkan hasil analisis perekonomian, analisis<br />

sektor unggulan, analisis internal dan eksternal, maka<br />

dirumuskan visi Kota Tangerang, yang mengibarkan satu<br />

s lo g a n: Kota Tangerang sebagai Kota Industri,<br />

Perdagangan, dan<br />

Permukiman yang Ramah Lingkungan da lam<br />

Masyarakat yang Berakhlak Mulia. Visi Kota Tangerang<br />

yang mendasarkan pada industri dan perdagangan,<br />

karena secara spasial Kota Tangerang, berbatasan<br />

langsung dengan DKI Jakarta dan menjadi bagian dari<br />

pengembangan metropolitan Jabodetabek, serta menjadi<br />

pintu gerbang bagi masuknya pergerakan orang, barang<br />

dan jasa ke provinsi Banten. Kondisi seperti inilah yang


menjadikan Kota Tangerang memiliki letak strategis yang<br />

memberikan keberuntungan tersendiri bagi perkembangan<br />

pembangunan Kota Tangerang. Dukungan aksebilitas<br />

yang baik, ketersediaan sarana dan prasarana,<br />

kemudahan berinvestasi, serta kondisi lingkungan yang<br />

kondusif menjadikan Kota Tangerang memiliki prospek<br />

yang cerah dan menjanjikan sebagai lokasi<br />

pengembangan berbagai kegiatan perekonomian<br />

perkotaan.<br />

Sementara klaim permukiman dalam visi besar Kota<br />

Tangerang, karena Kota Tangerang memiliki prospek yang<br />

cerah bagi pengembangan berbagai kegiatan ekonomi,<br />

secara tidak langsung akan menarik penduduk untuk<br />

bermukim di Kota Tangerang. Pelaksanaan pembangunan<br />

yang memperhatikan daya dukung lingkungan agar<br />

kelestarian lingkungan tetap terjaga, sehingga akan<br />

menciptakan Kota Tangerang selain sebagai lokasi bagi<br />

pengembangan berbagai kegiatan usaha, juga merupakan<br />

tempat yang ideal dan nyaman sebagai lokasi<br />

permukiman.<br />

Tentu saja, situasi permukiman itu harus didukung<br />

dengan pembangunan yang ramah lingkungan. Kondisi<br />

Kota Tangerang yang aman, nyaman dengan<br />

masyarakatnya yang agamis, rukun dan toleran, menjadi<br />

faktor utama bagi terlaksananya kesinambungan<br />

pembangunan. Peran serta masyarakat serta kondusifnya<br />

Kota Tangerang, yang didukung dengan kebijakan<br />

pembangunan yang memperhatikan aspek lingkungan,<br />

menjadikan pelaksanaan pembangunan berjalan


erkelanjutan, sehingga meningkatkan kualitas kehidupan<br />

masyarakatnya, baik secara material maupun non material.<br />

Semua aspek pembangunan Kota Tangerang<br />

diarahkan bagaimana membentuk masyarakat yang<br />

berakhlak mulia. Pembentukan akhlak mulia itu<br />

dicerminkan melalui kualitas hubungan antara manusia<br />

dengan Tuhan dan hubungan antar manusia itu sendiri.<br />

Akhlak yang mulia menjadi landasan moral dan etika<br />

dalam masyarakat, berbangsa, dan bernegara.<br />

Pemahaman dan pengamalan agama secara benar<br />

diharapkan dapat mendukung terwujudnya masyarakat<br />

Kota Tangerang yang religius, demokratis, mandiri,<br />

berkualitas sehat jasmani rohani, serta tercukupi kebutuhan<br />

material spiritual.<br />

Misi Kota Tangerang<br />

Secara umum, misi Kota Tangerang dapat diartikan<br />

sebagai suatu hal yang harus dilaksanakan agar visi Kota<br />

Tangerang dapat direalisasikan dengan baik. Bertolak dari<br />

rumusan visi Kota Tangerang tahun 2004-2008 tersebut,<br />

maka misi yang akan dilaksanakan untuk mewujudkan visi<br />

Kota Tangerang adalah:<br />

1. Memulihkan dan mendorong pertumbuhan ekonomi<br />

kota;<br />

2. Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik;<br />

3. Penguatan tata kepemerintahan yang baik dan;<br />

4. Mewujudkan pembangunan yang ramah lingkungan.<br />

Memulihkan dan mendorong pertumbuhan ekonomi<br />

kota. Melalui penciptaan iklim usaha yang kondusif,<br />

penguatan ekonomi kerakyatan, penyiapan infrastruktur


penunjang kegiatan usaha, serta membangun jaringan bagi<br />

penguatan ekonomi daerah. Sementara pada point<br />

meningkatkan kualitas<br />

dan kuantitas pelayanan publik, diharapkan<br />

pembangunan dan peningkatan kualitas sarana dan<br />

prasarana kota secara terpadu serta peningkatan<br />

pertukaran informasi dan komunikasi sehingga dapat<br />

terlayani dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyakarat.<br />

Pada point ketiga penguatan tata kepemerintahan<br />

yang baik, akan secara integral, yang meliputi aspek<br />

sumber daya manusia, proses, sarana, dan prasarana.<br />

Point ini mencakup beberapa hal, di antaranya:<br />

1 . Sumber daya manusia, kualitas aparatur, dan<br />

keselarasan stakeholder dalam berpikir dan bertindak<br />

dalam proses pembangunan merupakan kunci sukses<br />

pengelolaan kota yang lebih baik. Untuk itu pembangunan<br />

SDM tidak hanya bagi aparatur pemerintahan namun juga<br />

bagi<br />

stakeholder utama, yaitu DPRD dan masyarakat. Untuk<br />

itu akan dijalankan upaya-upaya pembangunan SDM<br />

(aparatur Pemda, DPRD, dan masyarakat), kesemuanya<br />

ini akan meningkatkan kinerja pemerintahan sehingga<br />

akan tercipta pemerintahan yang baik (good<br />

governance).<br />

2. Proses, untuk dapat menghasilkan layanan prima<br />

dengan tetap membangun dan menjalin hubungan dengan<br />

pelanggan (komersial dan publik), maka perlu dilakukan<br />

restrukturisasi organisasi dan sistem manajemen


kepemerintahan, termasuk menjalankan prinsip-prinsip<br />

good<br />

governanceserta terciptanya akuntabilitas manajemen<br />

keuangan dan sumber daerah.<br />

3. Sarana dan prasarana, untuk dapat menghasilkan<br />

layanan yang optimal bagi masyarakat maupun kalangan<br />

usaha, maka dibutuhkan sarana dan prasarana yang<br />

handal sehingga dapat terpenuhinya kualitas layanan yang<br />

bermutu, tepat waktu, dengan biaya yang murah, serta<br />

dengan tetap menjaga terjalinnya hubungan baik.<br />

4. Mewujudkan pembangunan yang ramah lingkungan,<br />

akan dijalankan melalui pengendalian pencemaran<br />

lingkungan dan peningkatan partisipasi masyarakat dunia<br />

usaha dan industri dalam memelihara lingkungan.<br />

Empat point di atas merupakan basis nilai budaya Kota<br />

Tangerang, yang harus dianut dan diterapkan dalam sikap<br />

dan perilaku seluruh jajaran aparat pemerintah dan<br />

masyarakat Kota Tangerang dalam menjalankan semua<br />

kegiatan. Nilai inti budaya tersebut dapat dijabarkan dalam<br />

empat unsur. Di antaranya inovasi, kebersamaan,<br />

profesionalisme, dan akhlak mulia.<br />

Selain empat nilai budaya yang harus dijalankan<br />

seluruh aparat, seluruh aparatur Pemerintah Kota<br />

Tangerang juga harus memegang lima komitmen untuk<br />

menunjang pembangunan Kota Tangerang.<br />

1. Bertakwa kepada Allah SWT.<br />

2. Bersikap jujur, bertanggung jawab, dan amanah dalam<br />

melaksanakan pelayanan kepada masyarakat.<br />

3. Disiplin, loyalitas, dan dedikasi dalam bentuk


pengabdian kepada masyarakat<br />

4. Mengedepankan kepentingan publik di atas kepentingan<br />

pribadi dengan menjunjung tinggi aspek etika moralitas<br />

dan profesional<br />

5. Menjalin persaudaraan, silaturahim, dan saling<br />

mengingatkan di antara sesama pegawai dalam berbagai<br />

aspek kehidupan<br />

Lima point di atas, harus dijadikan komitmen bersama<br />

bagi seluruh jajaran pegawai Pemerintah Kota Tangerang,<br />

sehingga upaya untuk mewujudkan pembangunan yang<br />

berakhlak karimah dapat ditegakkan.<br />

BAB KETIGA<br />

Partisipasi dan Kebijakan Pubtik Berbasis<br />

Pembangunan Berkebebasan<br />

DUA PULUH tahun silam, Tangerang terkesan sebagai<br />

kota pabrik dan juga penjara. Betapa tidak, di sini terdapat<br />

lima lembaga pemasyarakatan (LP), dari penjara khusus<br />

anak-anak, wanita, sampai orang dewasa. Tangerang juga<br />

dikenal sebagai tempat para buruh mencari nafkah.<br />

Sedikitnya berdiri seribu pabrik di sini, yang<br />

mempekerjakan puluhan ribu buruh dengan pelbagai<br />

persoalannya. Karena itu, dulu ada seloroh pegawai negeri<br />

enggan dipindahkan ke Tangerang, karena daerah ini<br />

dianggap tempat buangan.<br />

Tapi sekarang? Tangerang betul-betul memikat. Kesan<br />

penjara dan pabrik perlahan mulai memudar. Banyak<br />

orang terheran-heran dengan pesatnya perkembangan<br />

daerah yang disebut-sebut wilayah penyangga luapan


industri dari Jakarta.<br />

Bagaimana Kota Tangerang bisa begitu kaya?<br />

Setengah dari total kegiatan ekonomi kota untuk tahun<br />

1999 yang nilainya mencapai Rp 15 trilyun, ternyata<br />

diperoleh dari kegiatan ekonomi di sektor industri<br />

pengolahan. Sebagian besar industri pengolahan ini<br />

terkonsentrasi di Kecamatan Jatiuwung. Berbagai jenis<br />

pabrik, mulai dari industri makanan dan minuman, tekstil<br />

dan pakaian jadi, kimia hingga industri logam dan barang<br />

dari logam, telah menanamkan modal mereka di<br />

kecamatan itu. Sekitar 55 persen industri sedang dan<br />

besar Tangerang tersebut berada di Jatiuwung. Tidak<br />

heran, bahwa kecamatan yang berbatasan langsung<br />

dengan sebelah timur Kabupaten Tangerang itu, harus<br />

dimekarkan menjadi tiga kecamatan, yaitu Jatiuwung<br />

sendiri, Cibodas, dan Periuk.<br />

Menjamurnya industri pengolahan itu telah membuat<br />

konsentrasi tenaga kerja di Kota Tangerang menjadi<br />

demikian gigantis dan meluap. Tercatat pada tahun 1997<br />

jumlahnya mencapai 192.094 orang dan 60 persen di<br />

antaranya berada di Kecamatan Jatiuwung. Jumlah tenaga<br />

kerja yang besar itu mengakibatkan tumbuhnya aneka<br />

ragam pemukiman. Maklum, tidak semua tenaga kerja<br />

berasal dari wilayah Kota Tangerang. Tentu saja,<br />

konsentrasi tenaga kerja ini juga menimbulkan masalah<br />

khusus. Banyak terjadi unjuk rasa dan pemogokan,<br />

khususnya yang terkait dengan masalah upah minimum<br />

regional (UMR), yang memang masih jauh dari kebutuhan<br />

fisik minimum. UMR Kota Tangerang pada 2001 saja


esarnya (hanya) RP 426.500 per bulan. Selama tahun<br />

2000 lalu misalnya, tercatat ribuan pekerja dari pabrik<br />

permen, keramik, sabun, sepatu, hingga tekstil berunjuk<br />

rasa di pabrik mereka masing-masing maupun di tempat<br />

lain untuk menyampaikan keprihatinan mereka.<br />

Tangerang adalah wajah sebuah kota dengan<br />

kompleksitas problemnya. Menurut kalangan sosiolog<br />

(Nugroho, 1997; Kristiadi, 1987), pertumbuhan perkotaan<br />

sejalan dengan pertumbuhan penduduk. Pertumbuhan<br />

penduduk daerah perkotaan rata-rata 4,3 persen per tahun<br />

melebihi pertumbuhan ratarata penduduk Indonesia dalam<br />

periode 1980-2000 sebesar 1,8 persen. Angka itu<br />

menunjukkan bahwa arus urbanisasi memberi kontribusi<br />

yang nyata dalam pertumbuhan penduduk kota. Menurut<br />

Tolley dalam Urbanization and Economic<br />

Development(1984), tingkat urbanisasi pada dasarnya<br />

disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain perbedaan<br />

elastisitas output tenaga kerja di sekitar pedesaan dan<br />

perkotaan, perbedaan upah serta harga. Selama daerah<br />

perkotaan menjadi tanjung harapan bagi penduduk<br />

hinterlanddaerah pedesaan, maka arus urbanisasi akan<br />

berlangsung dan ini akan mempercepat pertumbuhan<br />

penduduk kota secara eksplosif.<br />

Namun pertumbuhan kota yang demikian pesat itu tidak<br />

berarti turut hilangnya rural-urban continuuma t a u folkurban<br />

continuum, dan sekaligus rural-urban<br />

contrastsecara menyeluruh. Dalam sejarah Indonesia,<br />

misalnya, proses urbanisasi tidak secara mendadak dan


menyeluruh. Banyak sekali ciri pedesaan masih terdapat<br />

dalam masyarakat kota akibat bawaan dari masyarakat<br />

urban yang berdatangan mencari nafkah dalam kota.<br />

Sebagai contoh, pekerja-pekerja di Kota Tangerang tentu<br />

tidak semuanya adalah masyarakat asli kota itu. Sebagian<br />

besarnya berasal dari pedesaan-pedesaan di luar<br />

cakupan kekuasaannya. Dan terutama sekali dari<br />

pedesaan.<br />

Dewasa ini, kota kemudian menjadi instrumen penting bagi<br />

berkembangnya sebuah masyarakat. Berbeda dengan<br />

kota praindustrial, kota-kota modern-industrial ialah<br />

pengelompokan keluarga ke dalam nuclear family,<br />

pembagian penduduk berdasarkan strata sosial dengan<br />

mobilitas sosial yang kurang lebih lentur, ditinggalkannya<br />

cara produksi manusia oleh mesin yang memproduksi<br />

barang-barang secara massal dengan pelayanan dan<br />

kualitas yang baik, organisasi produksi dipegang oleh unitunit<br />

ekonomi yang cenderung besar dengan standarisasi<br />

dalam harga, timbangan, dan takaran, dan adanya<br />

komponen birokrasi yang diangkat secara rasional.<br />

Selain itu, kota menjadi sentrum sebuah aktivitas yang<br />

padat. Menjadi pusat kegiatan industri, perdagangan,<br />

keuangan, penyediaan jasa-jasa, sekaligus pusat<br />

pemerintahan. Di sana berlangsung secara intensif relasi<br />

domestik, agama, rekreasi, ekonomis, politis, kultural, dan<br />

hubungan antar keluarga secara struktural antar berbagai<br />

institusi masyarakat, hubungan kategorikal antara<br />

kelompok-kelompok etnis, status, dan kelas, dan bahkan<br />

hubungan personal antar sesama warga kota. Karena itu


tak bisa dipungkiri bila dari kepadatan penduduk, mobilitas<br />

horisontal, dan heterogenitas dapat menyebabkan<br />

timbulnya masalah-masalah sosial. Disparitas dan<br />

pemisahan pemukiman secara ekonomis dan sosial tak<br />

bisa dihindari (Kuntowijoyo, 1994). Banyaknya pemukiman<br />

mewah, seakan bertabrakan dengan menjamurnya<br />

pemukiman kumuh. Hadirnya banyak industri besar,<br />

seakan berseberangan dengan merebaknya kios atau<br />

gerobak "pedagang kaki lima" atau "PKL". Transformasi<br />

dan bertemunya berbagai anasir masyarakat yang sangat<br />

padat dan plural, tak jarang melahirkan kriminalitas yang<br />

tiap saat menunjukkan angka kenaikan kuantitas yang<br />

fantastis. Simaklah berita-berita di media massa, baik<br />

cetak maupun elektronik, akan terlihat bagaimana<br />

kriminalitas menjadi berita yang sangat dominan di kotakota<br />

penting, seperti bersaing keras dengan berita-berita<br />

politik. Juga soal prostitusi, pengangguran, pengedaran<br />

obat-obatan terlarang, hanya bisa kita dapatkan merebak<br />

dengan pesat dalam kota.<br />

Dan sekali lagi ditegaskan, masyarakat kota adalah<br />

masyarakat urban dengan ragam kepentingan tengah<br />

bertarung di dalamnya. Masyarakat kota adalah sebuah<br />

masyarakat karnaval. Sebuah kerumunan dengan latar<br />

belakang pengalaman dan sangupengetahuan yang<br />

berbeda hadir di tengahtengah percaturan kepentingan.<br />

Dan dalam karnaval, dalam kerumunan yang riuh itu, setiap<br />

warga memiliki otonomi masing-masing dalam menafsir<br />

dan meletakkan hidupnya di tengah-tengah kota. Mereka<br />

adalah keragaman yang saling sulih, saling meneriaki,


saling mencemooh. Setiap warga, asli atau pendatang,<br />

bersama besar dari rahim dan lingkungan permainan<br />

(kota) yang memang ramai dan hiruk-pikuk; suatu lokasi<br />

menjamur dan berjumpanya pelbagai watak, karakter,<br />

pikiran, wacana, suara, baik suara jalanan, jelata, penyair,<br />

seniman, badut, penguasa, maupun agamawan. Dalam<br />

karnaval, momen-momen yang bersifat semantik, bahasa<br />

yang konkret dan inderawi, passion, dan petualangan yang<br />

geli maupun yang gila mendapatkan tempat masingmasing.<br />

Dalam karnaval itu, keragaman suara tak bisa<br />

diringkas dalam satu proses menuju sintesis atau<br />

konsensus.<br />

Dan di mana posisi pemerintah sebagai pelaksana<br />

birokrasi negara di antara karnaval itu? Bagaimana cara<br />

melihat dan memberlakukan partisipasi publik di tengah<br />

hiruk-pikuk warga kota dengan sangu kepentingan yang<br />

beragam? Kebijakan publik seperti apa yang mestinya<br />

diberlakukan agar pembangunan bisa lancar dan tidak<br />

dicap hanya menjadi agen dehumanisasi dan kepanjangan<br />

tangan kepentingan penguasa modal belaka dan<br />

melupakan warga yang hidup pas-pasan di jantung kota<br />

yang bergerak sangat cepat dan dinamis?<br />

Bagian-bagian berikut ini akan membahas soal itu.<br />

Partisipasi Publik<br />

Setelah bangsa kita keluar dari sangkar Orde Baru<br />

yang disebut-sebut sebagai orde yang totaliter dan<br />

sentralistis, bangsa ini mendengung-dengungkan apa yang<br />

disebut reformasi. Reformasi sendiri mengandaikan<br />

demokratisasi dan diakuinya partisipasi publik dalam


setiap pengambilan kebijakan. Dalam negara modern,<br />

partisipasi publik yang menyeluruh mutlak adanya. Sebab<br />

ketiadaan partisipasi publik dalam setiap pengambilan<br />

kebijakan pemerintah kerap dilawankan sebagai<br />

pemerintahan yang totaliter yang abai terhadap suara<br />

publik hanya menunggu waktu untuk digulingkan.<br />

Demikianlah sejarah telah membuktikan banyaknya<br />

pemerintahan totaliter yang ambruk oleh karena tidak<br />

melibatkan anasir publik dalam pengambilan kebijakan.<br />

"Vox populi uox Dei". Semboyan terkenal dari Yunani.<br />

yang juga berarti "suara rakyat suara Tuhan" itu,<br />

merupakan gambaran betapa legitimasi kekuasaan itu<br />

sesungguhnya berada di tangan rakyat. Bila rakyat sudah<br />

mencabut legitimasinya, maka dengan sendirinya sebuah<br />

pemerintahan kehilangan keabsahan secara demokratik.<br />

Proses tawar-menawar kekuasaan itu yang dinamakan<br />

proses akuntabilitas. Dan sistem akuntabilitas publik ini<br />

sebetulnya merupakan inti dari demokrasi. Akuntabilitas<br />

adalah pertanggungjawaban pihak yang diberi mandat<br />

untuk memerintah kepada mereka yang memberi mandat<br />

itu. Dalam teori politik tradisional, rakyatlah yang memberi<br />

kekuasaan kepada pihak lain untuk memerintah dan<br />

pernerintah bertanggung jawab kepada rakyat (Budiardjo,<br />

1998).<br />

Logika yang sama sesungguhnya yang dibangun terkait<br />

dengan maraknya isu desentralisasi politik dan ekonomi<br />

yang lagi hangat-hangatnya tahun-tahun belakangan ini di<br />

tengah masyarakat kita. Desentralisasi adalah sebuah


produk pemikiran yang didasari oleh keinginan untuk<br />

meminimalisasi fungsi, peran, dan kekuasaan negara.<br />

Desentralisasi sendiri memiliki dua dimensi, yakni dimensi<br />

vertikal dan dimensi horizontal. Pada dimensi vertikal,<br />

desentralisasi menghendaki adanya pemberian wewenang<br />

yang lebih pada organisasi pemerintah yang ada pada<br />

level yang lebih rendah, dan pada saat yang sama<br />

meminimalisasi wewenang pada organsiasi pada level<br />

yang lebih tinggi. Penjabaran dimensi inilah yang kita kenal<br />

dengan konsep otonomi daerah. Sedangkan pada dimensi<br />

horizontal, desentralisasi menghendaki adanya pemberian<br />

wewenang lebih pada organisasi selain organisasi<br />

pemerintah dalam menangani permasalahanpermasalahan<br />

publik, dan pada saat yang sama mengurangi wewenang<br />

dari organisasi pemerintah dalam hal menangani<br />

persoalan-persoalan publik. Dari penjelasan itu kita bisa<br />

melihat bagaimana peran dan wewenang negara makin<br />

diperkecil, dan praktik keseharian penyelenggaraan<br />

negara lebih diserahkan pada sekian banyak elemen yang<br />

ada dalam masyarakat. Sehingga dalam paradigma baru<br />

dalam teori-teori penyelenggaraan negara ini produkproduk<br />

kepublikan lebih merupakan hasil kesepakatan dari<br />

berbagai elemen tersebut. Dan, yang harus diingat adalah<br />

bahwa negara (dengan segala perangkat aparaturnya)<br />

hanyalah merupakan salah satu pihak dari mereka yang<br />

membangun kesepakatan publik. Bahkan kalau kita<br />

berbicara lebih jauh lagi, negara dikehendaki oleh<br />

pandangan ini hanyalah berperan sebagai fasilitator saja<br />

dalam proses-proses politik itu. (Muchsin, 2002: 5-6)


Posisi Negara dalam Partisipasi Publik<br />

Konsep desentralisasi yang meminimalisasi peran dan<br />

campur tangan negara sampai ke level bawah sesuai betul<br />

dengan idealisasi pengertian negara. Negara dalam<br />

pengertian Lawson (dalam Lawson, 1991), adalah<br />

organisasi tertinggi dalam satuan masyarakat dengan<br />

membawa konsep inklusif dan accountability yang meliput<br />

semua aspek pembuatan kebijakan dan pelaksanaan<br />

sanksi hukumnya, sementara pemerintah adalah sekedar<br />

agen yang melaksanakan kebijakan negara dalam sebuah<br />

masyarakat politik. Sementara ilmuwan politik lain<br />

mengatakan bahwa negara adalah komunitas yang<br />

diorganisir untuk suatu tujuan politik, sementara pemerintah<br />

adalah individu atau sebuah tim dari individu-individu yang<br />

mengambil keputusan yang memberi dampak langsung<br />

bagi warga sebuah masyarakat. Negara juga merupakan<br />

institusi pengatur kekayaan diproduksi dan bagaimana<br />

kekayaan itu dibagikan menurut aturan yang dibuat. Dalam<br />

sebuah negara kapitalis, aturan kekayaan didasarkan<br />

pada prinsipprinsip kapitalisme. Dalam negara feodal,<br />

aturannya didasarkan pada prinsipprinsip sistem feodal.<br />

Sebagaimana ditengarai Budiman (1996), pengaturan<br />

kekayaan di atas mirip dengan pengaturan kekayaan<br />

dalam konsep Marxis tentang mode ofproduction<br />

(cara produksi). Mode of productionterdiri atas forces<br />

of production(kekuatan produksi) dan social relations of<br />

production (hubungan-hubungan sosial dalam proses<br />

produksi). Yang pertama forces of production- adalah hal-


hal nyata seperti modal, tenaga buruh, teknologi, dan<br />

sebagainya. Yang kedua social<br />

relations of production- adalah relasi sosial antara alat-alat<br />

produksi dan orangorang yang menjelaskan alat-alat ini.<br />

Seperti sudah dijelaskan, bahwa kehadiran negara dan<br />

penyelenggaranya, selalu menuntut legitimasi dari publik,<br />

dalam hal ini rakyat. Sedapat mungkin bagaimana negara<br />

merebut dan mengambil simpati rakyat agar legitimasi<br />

bisa teraih. Sebab lancarnya proses kebijakan publik<br />

dalam banyak hal ditentukan oleh seberapa besar<br />

partisipasi publik bisa diraih. Nah, proses pengambilan<br />

simpati publik untuk partisipasi itu yang disebut dengan<br />

kekuasaan hegemoni. Istilah itu dipopulerkan pertama kali<br />

oleh Antonio Gramsci (1891-1937), aktivis politik sayap kiri<br />

Italia. Konteks terbangunnya teori kekuasaan hegemoni<br />

Grattisci adalah gambaran atas sebuah negara yang hanya<br />

melayani kepentingan kelas yang dominan. Menurut<br />

Gramsci, negara atau kota yang bertekstur industri<br />

membutuhkan kelas buruh yang terampil dan terlatih, serta<br />

termotivasi. Untuk itu dibutuhkan tipe dominasi baru yang<br />

disebut hegemoni. Secara tidak langsung konsep<br />

kekuasaan hegemoni hendak mengatakan bahwa paksaan<br />

(coercion) bukan lagi alat kontrol sosial yang memadai<br />

untuk membuat publik tunduk; karena dengan hegemoni<br />

memungkinkan kelas buruh dibuat memihak (menyetujui)<br />

atau tunduk kepada sistem yang ada. Jadi, represi militer<br />

yang biasa dipakai untuk "melancarkan" garis<br />

pembangunan yang telah ter-blueprintkan, sudah bukan<br />

zamannya lagi. Menggaruk pedagang kaki lima dan


pemukiman kumuh penduduk dalam kota dengan<br />

penertiban yang represif, bukan lagi sesuatu yang "wah".<br />

Selain akan dikecam sebagai negara yang tak memihak<br />

rakyat, juga disorot oleh organisasi-organisasi publik dunia<br />

sebagai bentuk sistem pemerintahan bertangan besi dan<br />

tidak menghargai hak hidup orang lain. Dan itu sungguh<br />

kontraproduktif bagi berlangsungnya kinerja pemerintahan.<br />

Ada cara yang lebih elegan. Itulah hegemoni. Di situ<br />

negara memainkan cara-cara yang lebih persuasif. Dalam<br />

hal ini negara dan aparaturnya menggunakan ideologi<br />

untuk mengatur pelbagai anasir publik yang terserak-serak<br />

dalam kota. Bagi negara, "persetujuan” dalam proses<br />

hegemonik memainkan peranan yang sangat penting.<br />

Hegemoni bisa dibakukan melalui banyak cara di mana<br />

pranata masyarakat sipil membentuk persepsi tentang<br />

realitas sosial. Bagi Gramsci, hegemoni adalah bentuk<br />

kontrol yang lebih signifikan ketimbang penggunaan caracara<br />

represif. Sebab kekuasaan hegemonik lebih<br />

merupakan kekuasaan melalui "persetujuan" (baca<br />

partisipasi publik), yang mencakup beberapa jenis<br />

penerimaan intelektual atau emosional atas tatanan sosialpolitik<br />

yang berlaku. Persetujuan sebagaimana<br />

dikonseptualisasi Gramsci, adalah ungkapan intelektual<br />

dan arah moral melalui mana perasaan massa secara<br />

tetap terikat dengan ideologi dan kepemimpinan politik<br />

negara sebagai ungkapan keyakinan dan aspirasinya.<br />

Dalam konteks demokrasi di Barat, Gramsci<br />

menggambarkan bagaimana hegemoni bekerja. Katanya,<br />

penggunaan hegemoni yang normal atas daerah klasik


ezim parlementer sekarang yang bercirikan<br />

penggabungan antara kekuatan dan persetujuan, yang<br />

keseimbangan antara satu dengan lainnya secara timbal<br />

balik tanpa kekuatan mendominasi secara luas atas<br />

persetujuan. Tentu saja pengupayaannya dibuat untuk<br />

memastikan bahwa kekuatan akan muncul berdasarkan<br />

persetujuan mayoritas.<br />

Dalam konteks Dunia Ketiga, terkhusus lagi Indonesia,<br />

hegemoni mengambil bentuk dalam konsep pembangunan<br />

yang nanti kita jelaskan pada sub bahasan yang lain dalam<br />

bab ini.<br />

Posisi Pemerintah dan Birokrasi dalam Kebijakan<br />

Publik<br />

Sebagaimana sudah kita singgung sepintas bahwa<br />

dalam sistem administrasi negara pemerintah merupakan<br />

agen pelaksana atau eksekutor (makanya pemerintah<br />

biasa disebut sebagai lembaga eksekutif) dari setiap<br />

kebijakan yang diambil oleh negara beserta pranata<br />

hukumnya. Berbeda dengan negara sebagai pengatur<br />

kekayaan yang pengertiannya lebih abstrak, aparat<br />

pemerintah merupakan sesuatu yang konkret, sesuatu<br />

yang nyata. Dan untuk menyelenggarakan sistem itu<br />

diperlukan apa yang disebut birokrasi. Semua pelayanan<br />

publik di masyarakat biasanya diorganisir dan disediakan<br />

oleh birokasi pemerintah ini (Effendi, 1986; lihat juga<br />

Rahardjo, 1986). Berbicara tentang birokrasi maka kita<br />

harus mengutip nama Max Weber, seorang ilmuan sosial<br />

Jerman terbesar pada abad peralihan. Weber rnenyatakan


ahwa di samping tenaga administrasi, kantor atau<br />

departemen juga dihuni oleh seorang politisi yang bisa<br />

mengambil keputusan berdasarkan kebijaksanaannya.<br />

Karena itu, dalam negara termaktub dua unsur: tenaga<br />

administrasi dan politisi yang ada dipucuk pimpinan<br />

tertinggi sebuah organisasi atau departemen. Tenaga<br />

administrasi adalah posisi teknis, karena itu jabatan ini<br />

diduduki oleh orang-orang yang punya kualifikasi teknis<br />

tertentu. Biasanya dari akademisi atau tenaga-tenaga<br />

profesional dalam bidang tertentu. Sedangkan orangorang;<br />

yang menduduki pucuk pimpinan tertinggi sebuah<br />

departemen merupakan jabatan politis karena menyangkut<br />

kebijakan. Biasanya jabatan ini diisi oleh orang-orang yang<br />

bergiat dalam partai politik dan dipilih lewat proses<br />

pemilihan umum.<br />

Oleh karena itu, pemerintah atau aparat birokrasi<br />

disamping merupakan sebuah lembaga yang netral<br />

(sebagai aparat teknis), juga merupakan lembaga yang<br />

bisa mengambil keputusan berdasarkan kebijaksanaan<br />

subjektif para pemimpin di sana. Akibat yang tak bisa<br />

ditampik adalah aparat birokrasi seperti ini mau tak mau<br />

merupakan salah satu unsur yang mandiri dalam negara,<br />

paling tidak kemandirian yang relatif. Yang jelas, aparat<br />

birokrasi bukan benda mati yang patuh sepatuh-patuhnya.<br />

(Budiman, 1997: 89)<br />

Sebagai pelayan masyarakat yang sifatnya langsung<br />

dan bukan sekadar institusi yang dihuni robot-robot, aparat<br />

birokrasi sedapat mungkin adalah juga mereka yang<br />

memiliki kualitas gumber daya yang tinggi untuk mencapai


apa yang disebut good governance. Kerap istilah ini<br />

dibatasi pengertiannya sekadar menunjuk upaya<br />

penyelenggaraan negara yang baik. Padahal lebih dari itu,<br />

good<br />

governance menunjuk pada tindakan, fakta, atau<br />

tingkah laku governing, yakni mengarahkan atau<br />

mengendalikan atau mempengaruhi masalah publik dalam<br />

suatu negeri. Karena itu good governance bisa diartikan<br />

sebagai tindakan atau tingkah laku yang didasarkan pada<br />

nilai-nilai dan yang bersifat mengarahkan, mengendalikan,<br />

atau mempengaruhi masalah publik untuk mewujudkan<br />

nilai-nilai itu dalam tindakan dan kehidupan keseharian.<br />

Karena itu sebetulnya ranah good<br />

governance tidak terbatas pada negara atau birokrasi<br />

pemerintah, tapi juga pada ranah masyarakat sipil, dalam<br />

hal ini organisasi non pemerintah (ornop atau LSM) yang<br />

menjadi representasi kekuatan sipil (Billah, 1996).<br />

Karena pembicaraan kita adalah birokrasi, maka ada<br />

baiknya kita melihat kualifikasi sebuah birokrasi dalam<br />

penciptaan penciptaan good governance ini. George<br />

Fredickson (1983; lihat juga Putra, 1999) menyebut<br />

peningkatan kualitas ini sebagai total quality polities (TQP).<br />

Ada tujuh prinsip birokrasi yang dikemukakan Fredickson,<br />

yakni:<br />

Kesatu, avoid the wrong. Ada asumsi umum yang<br />

bekerja dalam masyarakat bahwa aparat birokrasi<br />

cenderung mencari scapegoat (kambing hitam) atas<br />

segala permasalahan yang muncul. Karena mereka secara


intuitif selalu melihat problem yang muncul dalam<br />

masyarakat dari sudut pandang manajerial tanpa<br />

memperhatikan dari sudut pandang politik. Sehingga<br />

saatnya aparat birokrasi harus rnengakui kesalahankesalahan<br />

yang ada secara proporsional. Pengakuan ini<br />

biasanya sangat sulit dilakukan oleh pejabat karena<br />

mereka berasumsi mengakui kesalahan berarti jatuhnya<br />

reputasi. Padahal bisa jadi sebaliknya, pengakuan<br />

kesalahan kalau memang ada justru makin mendongkrak<br />

popularitas sebab masyarakat akan melihatnya sebagai<br />

sebuah kerendahan hati. Bukankah setiap manusia pada<br />

dasarnya tidak sempurna.<br />

Kedua, practice citizen. Pemerintahan yang terbentuk<br />

sedapat mungkin adalah pemerintahan yang berpihak<br />

pada rakyat. Itulah sebabnya pemilihan umum mutlak<br />

adanya untuk mendapatkan citizen centerred governance.<br />

Warga negara bukan konsumen pemerintah, melainkan<br />

pemilik. Pengingkaran kesadaran ini dapat ditunjukkan<br />

seperti kejadian di mana rakyat tak boleh ikut dalam day to<br />

day<br />

politics, tapi hanya "dipaksa" dalam pemilu dalam<br />

regularitas waktu yang panjang.<br />

Ketiga, engaged transformational politics. Politik<br />

transfomasi ini mengasumsikan bahwa semua warga<br />

negara mempunyai anggapan atau perasaan tertentu<br />

mengenai negara atau pemerintahan mereka, sehingga<br />

politisi yang berada dalam pemerintahan semaksimal<br />

mungkin bisa mengartikulasikan kepentingan publik


tersebut.<br />

Keempat , courage regarding costs. Transparansi<br />

biaya baik ekonomi, sosial, politik, lingkungan, dan<br />

sebagainya, mesti terselenggara, dengan demikian untuk<br />

memprakarsai kebijakan, maka sektor biaya akan selalu<br />

diperhitungkan ketimbang cost-nya. Hal ini untuk<br />

mencegah adanya sebuah program pemerintah karena<br />

dana yang tidak mencukupi maka berhenti di tengah jalan.<br />

Sehingga perlu kejujuran untuk melaksanakan program<br />

tersebut berikut dampak yang muncul.<br />

Kel ima, be fair and equitable. Tiap kepentingan warga<br />

negara harus diakomodasi, untuk itu harus ada struktur<br />

yang memungkinkan suara rakyat didengar oleh politisi.<br />

Untuk keperluan ini maka pengorganisasian aspirasi<br />

masyarakat menjadi suatu keharusan. Atau paling tidak<br />

ada pengakuan dari pemerintah akan adanya organisasi<br />

atau lembaga di tingkat masyarakat yang mencoba<br />

mengentalkan aspirasi tersebut.<br />

Keenam, respect the public service. Rekruitmen<br />

pegawai harus berdasarkan pada sistem meritokrasi,<br />

yakni mereka bekerja sesuai dengan kemampuan dan<br />

dibayar sesuai dengan prestasi. Sebab yang kerap terjadi<br />

selama ini birokrasi pemerintah cenderung melayani<br />

dirinya sendiri dan negara. Terbukti jumlah pegawai negeri<br />

yang berlimpah ternyata hanya digunakan untuk<br />

kepentingan keamanan negara semata, bukannya<br />

berorientasi pada berkualitasnya pelayanan mereka<br />

kepada masyarakat.


Ketujuh,cautiouslysustain the free enterprise system.<br />

Selama ini antara sektor swasta dan sektor publik yang<br />

terjadi bukannya sinergi, melainkan tumpang tindih<br />

sehingga perlu restrukturisasi peran dari masing-masing<br />

sektor. Sehingga dengan adanya gerakan ini departemendepartemen<br />

yang ada pada struktur birokrasi benar-benar<br />

memiliki fungsi yang jelas. Bukannya sebaliknya,<br />

departemen yang ada sedemikian rupa ditentukan oleh<br />

pusat sehingga pada daerah-daerah tertentu departemen<br />

tersebut tak bisa berfungsi, mubazir, dan buang-buang<br />

dana keberadaannya. Apalagi uang tersebut diambil dari<br />

uang rakyat juga.<br />

Ketujuh hal itu jika tidak diinternalisasi dalam lembaga<br />

birokrasi, maka birokrasi yang hadir dalam masyarakat<br />

adalah birokrasi yang dihuni benda-benda mati dan<br />

manipulatif. Birokrasi yang lebih menonjolkan<br />

pelembagaan, ketimbang fungsinya yang melayani.<br />

Birokrasi yang demikian ini biasanya lebih menekankan<br />

pada rasionalitas dan efisiensi semata. Karena<br />

petimbangan efisiensi-yang pada akhirnya hanya bertumpu<br />

pada faktor kuantitas-dalam pencapaian tujuan-tujuan<br />

organisasi, maka birokrasi cenderung untuk "memilih"<br />

anggota atau kelompok masyarakat yang paling menjamin<br />

tercapainya keberhasilan organisasi. Itulah sebabnya,<br />

demi mempertahankan diri dan client-nya birokrasi tak<br />

sungkansungkan mengabaikan orang miskin karena<br />

dianggap kurang menguntungkan bagi keberhasilan tujuan<br />

birokrasi, ia juga dibiayai dan sekaligus dikontrol dengan<br />

ketat oleh birokrasi sehingga tak keluar dari "pakem" yang


ditentukan oleh kekuasaan negara, dalam hal ini birokrasi.<br />

Keempat model seperti inilah yang selama ini<br />

dipraktikkan rezim sebelumnya sehingga wajah birokrasi<br />

kita menjadi birokrasi yang tak memiliki perasaan, tidak<br />

responsif kepada kehadiran dan perkembangan<br />

masyarakat. Bagaimana menciptakan birokrasi di luar<br />

empat model birokrasi di atas. Barangkali baiknya kita<br />

pertimbangkan beberapa usulan (Putra, idem).<br />

Kesatu,segera melakukan debirokratisasi politik. Artinya,<br />

proses politik menyangkut pembuatan kebijakan publik<br />

yang selama ini diletakkan sebagai bagian dari kegiatan<br />

birokrasi, harus dialihkan ke arena publik dan dilakukan<br />

secara transparan. Hal ini sekaligus untuk mencegah agar<br />

birokrasi tidak terus-menerus digerogoti oleh penyakitpenyakit<br />

semacam korupsi, kolusi, nepotisme, dan<br />

monopoli . Kedua,melaksanakan otonomi daerah dalam<br />

arti yang sesungguh-sungguhnya. Artinya, bukan sekadar<br />

otonomi administratif dan manajerial, melainkan juga<br />

otonomi politik dengan kewenangan yang menyertainya.<br />

Dengan demikian sebagai urusan yang seharusnya<br />

menjadi hak dan kewajiban pemerintah lokal dapat<br />

didesentralisasikan. Ketiga, melakukan rasionalitas<br />

birokrasi dalam segala aspeknya, termasuk dalam hal ini<br />

jumlah pegawai, sehingga dengan begitu birokrasi menjadi<br />

lincah dan efisien. Keempat, menyertakan masyarakat<br />

sebagai kekuatan pengontrol dalam proses kerja birokrasi.<br />

Hal ini sekaligus cerminan bahwa birokrasi dan aparatur<br />

birokrasi adalah abdi masyarakat, dan bukannya abdi


negara. Karena itu, saatnya dipikirkan secara lebih serius<br />

bagaimana agar birokrasi tidak menjadi alat dari<br />

kekuasaan dan politik tertentu sehingga menafikan peran<br />

dan fungsi utamanya sebagai institusi milik masyarakat.<br />

Kebijakan Publik: Definisi, Sejarah, dan<br />

Perkembangan Mutakhirnya<br />

Salah satu tugas negara yang kemudian dieksekusi<br />

oleh pemerintah dan aparat birokrasi adalah mengeluarkan<br />

kebijakan publik. Sebetulnya ada beberapa definisi<br />

kebijakan publik atau yang, biasa disebut policy,<br />

sebagaimana terangkum dalam buku Hukum dan<br />

Kebijakan Publik (2002). Dalam tatapan Harold Laswell,<br />

kebijakan publik adalah semacam program pencapaian<br />

tujuan, nilai-nilai, dan pelatihan-pelatihan yang terarah.<br />

Harold Laswell adalah pakar ahli pertama yang<br />

mencanangkan studi kebijakan publik sebagai bagian dari<br />

ilmu sosial dengan pendekatan multidisiplin. Charles<br />

Lindbloom lebih menaruh perhatian pada proses kebijakan<br />

itu sendiri. Dengan konsep inkrementalismenya ia<br />

mengatakan hahwa kebijakan publik itu<br />

cornplexlyinteractive process without beginning orend.<br />

Carl J Frederick mengatakan bahwa kebijakan publik<br />

adalah serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang,<br />

kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu<br />

dengan menunjukkan hambatan-hambatan dan<br />

kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijakan<br />

tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu.<br />

David Easton mengatakan bahwa kebijakan publik


adalah sebuah proses pengalokasian nilai-nilai secara<br />

paksa kepada seluruh masyarakat yang dilakukan oleh<br />

lembaga yang berwenang seperti pemerintah<br />

mengemukakan model black<br />

box dalam memberi kontribusi pada perkembangan<br />

studi kebijakan publik dalam kualitas cakupannya memberi<br />

arah pada lingkungan eksternal dan internal baik yang<br />

menjadi input dalam kebijakan berupa karakter dukungan<br />

dan tuntutan dari publik yang akan mernpengaruhi proses<br />

kebijakan maupun hasil (out put) serta dampak (out come)<br />

dari kebijakan tersebut.<br />

Dari definisi itu tersimpul tiga elemen kebijakan publik,<br />

sebagaimana ditarik Raksassatya: (1) identifikasi dari<br />

tujuan ingin dicapai; (2) taktik atau strategi dari beragam<br />

langkah untuk mencapai tujuan yang diinginkan; dan (3)<br />

penyedian ragam input untuk memungkinkan pelaksanaan<br />

secara nyata dari taktik maupun strategi tersebut di atas.<br />

Dari ketiganya tersirat bahwa pada dasarnya kebijakan<br />

publik adalah sebuah sikap dari pemerintah yang<br />

berorientasi pada tindakan. Artinya kebijakan publik<br />

merupakan kerja yang konkret dari adanya organisasi<br />

birokrasi pemerintah yang memang diberi wewenang untuk<br />

melaksanakan tugastugas kepublikan, tugas-tugas yang<br />

menyangkut hajat orang banyak, seperti pendidikan,<br />

kesehatan, transportasi, penerangan, air, dan sebagainya.<br />

Dan tugastugas kepublikan tersebut lebih konkret lagi<br />

adalah berupa serangkaian program tindakan yang hendak<br />

direalisasikan dalam bentuk nyata. Karena itu biasanya<br />

diperlukan pentahapan dan manajemen tertentu agar tujuan


tersebut terealisasi. Nah, rangkaian proses perealisasian<br />

tujuan program kebijakan publik.<br />

Pada intinya, kebijakan publik memiliki beberapa<br />

implikasi: (1) bahwa kebijakan publik itu bentuk awalnya<br />

adalah penetapan tindakan-tindakan pemerintah; (2)<br />

bahwa kebijakan publik tersebut tidak cukup hanya<br />

dinyatakan dalam bentuk teks-teks formal, namun juga<br />

harus dilaksanakan atau diimplementasikan secara nyata;<br />

(3) bahwa kebijakan publik tersebut pada hakikatnya harus<br />

memiliki tujuan-tujuan dan dampak-dampak, baik jangka<br />

panjang, menengah, dan jangka pendek, yang sebelumnya<br />

telah dirancang secara matang dan terencana; dan (4)<br />

bahwa segala proses itu diperuntukkan semata bagi<br />

pemenuhan kepada masyarakat. Itu artinya, karena<br />

kebijakan publik merupakan sarana pemenuhan kebutuhan<br />

masyarakat, maka ukuran sukses atau tidaknya kebijakan<br />

tersebut tergantung bagaimana masyarakat menilai. Bila<br />

masyarakat merasa kebutuhan dan kepentingannya sudah<br />

terpenuhi oleh kebijakan publik, maka dengan sendirinya<br />

kebijakan tersebut akan dianggap telah menjalankan fungsi<br />

kepelayanannya dengan baik. Tapi bila yang terjadi<br />

sebaliknya, maka dengan sendirinya masyarakat<br />

menganggap bahwa kebijakan publik yang ada tidaklah<br />

sukses atau gagal.<br />

Ditelisik dari arkeologi sejarahnya, sebetulnya<br />

kebijakan publik sudah ada sejak dulu kala, seperti pada<br />

era berjayanya imperium Babilonia. Saat itu ditemukan<br />

sebuah kode atau manuskrip yang kemudian dinamakan<br />

kode Hamurabi. Manuskrip itu berisikan sebuah keinginan


yang kuat untuk membentuk ketertiban publik yang bersatu<br />

dan adil pada masa ketika Babilonia di saat-saat transisi.<br />

Di sana terkodekan persyaratan-persyaratan ekonomi dan<br />

sosial untuk suatu pemukiman urban yang stabil di mana<br />

hak dan tanggung jawab didefinisikan menurut strata<br />

sosial. Juga di sana tercantum aturan-aturan hak milik,<br />

perniagaan, relasi keluarga dan ritus perkawinan,<br />

kesehatan, undang-undang pidana dan kriminalitas.<br />

Semua itu diatur agar pelaksanaannya bisa dibaca dan<br />

disaksikan sccara bersama-sama praktik pelaksanaannya.<br />

Dan proses inilah yang disebut akuntabilitas publik.<br />

Dalam perjalanan sejarah kemudian bermunculan<br />

tokoh-tokoh pengambil kebijakan publik yang lihai.<br />

Umumnya mereka adalah pemikir yang nyambi sebagai<br />

penasihat ahli raja. Sebut saja Kautilya (Sen, 2001) yang<br />

menulis buku berjudul menyerupai ekonomi, Arthasastra.<br />

Kata itu bila diterjemahkan dari bahasa Sanskerta kira-kira<br />

berarti "petunjuk-petunjuk mengenai kemakmuran materi.<br />

Kautilya yang menulis pada abad keempat SM merupakan<br />

seorang penasihat dan menteri dari maharaja India<br />

Chandragupta, pendiri Dinasti Maurya dan kakek dari<br />

Ashoka yang lebih masyhur. Risalah itu menggunakan<br />

pendekatan logistik terhadap kenegaraan, termasuk<br />

kebijakan ekonomi. Dimulai dari bab pertama yang<br />

membedakan "empat bidang pengetahuan", termasuk (1)<br />

metafisika, dan (2) pengetahuan tentang "yang benar dan<br />

yang salah", namun selanjutnya membahas tentang jenisjenis<br />

pengetahuan yang lebih praktis yang berkaitan


dengan (3) "ilmu pemerintahan", dan (4) "ilmu kekayaan".<br />

Dalam bahasan tentang pelbagai masalah teknis dan<br />

praktis, Kautilya menuliskan soal-soal seperti "membangun<br />

desa", "menggolong-golongkan tanah", "mengumpulkan<br />

pajak", "mempertahankan uang", "peraturan-peraturan tarif,<br />

dan sebagainya. Di ranah yang lebih tinggi Kautilya<br />

menulis tentang "manuver-manuver diplomatik", "strategi<br />

bagi negara-negara yang lemah", "perjanjian penjajahan",<br />

"partai-partai yang berpengaruh di negeri musuh",<br />

"pemanfaatan telik sandi atau mata-mata", "mengontrol<br />

penggelapan yang dilakukan oleh para pejabat", dan<br />

seterusnya. Semuanya bertumpu dari soal-soal “rekayasa”.<br />

Disana, motivasi manusia ditengarai terutama dengan ciriciri<br />

yang sangat sederhana, mencakup antara lain<br />

kurangnya keramahan yang menjadi ciri ekonomi modern<br />

di kemudian hari.<br />

Masih berkait dengan kebijakan publik hubungannya<br />

dengan soal politik dan ekonomi yang sarat dengan<br />

muatan ekonomi, bisa kita baca dalam salah satu karya<br />

Aristoteles pertama yang berjudul Nicomachean<br />

Ethics.Dalam karya itu, Aristoteles rnengaitkan subjek ilmu<br />

ekonomi dengan tujuan-tujuan manusia, merujuk pada<br />

perhatiannya terhadap kekayaan. Ia memandang ilmu<br />

politik sebagai ilmu utama. Ilmu politik harus<br />

memanfaatkan "ilmu-ilmu lainnya", termasuk ilmu ekonomi,<br />

dan karena, lagi-lagi, ia mengatur apa yang akan kita<br />

lakukan dan apa yang harus kita jauhi, tujuan ilmu ini harus<br />

mencakup tujuan-tujuan dari ilmu-ilmu yang lain, sehingga<br />

tujuan ini harus mendatangkan kebaikan bagi umat


manusia.<br />

Telaah ekonomi, meski secara langsung dikaitkan<br />

dengan pencarian kekayaan, pada tingkatan yang lebih<br />

dalam berhubungan dengan telaah-telaah lain, yang<br />

melibatkan penilaian dan peningkatan tujuan-tujuan yang<br />

lebih mendasar. "Hidup untuk mencari uang sama dengan<br />

hidup di bawah tekanan, dan kekayaan itu jelas bukan<br />

kebaikan yang kita cari; sebab ia hanya berguna dan dicari<br />

demi sesuatu yang lain," tulis Aristoteles. Dalam kaitan erat<br />

antara ilmu ekonomi dan politik (juga etika) secara kental<br />

dapat kita baca dalam karya Aristoteles yang lain, Politics.<br />

Namun demikian, seiring dengan ledakan besar<br />

revolusi industri yang melanda Benua Eropa dan Amerika<br />

dan munculnya tokoh-tokoh sains seperti Isaac Newton,<br />

maka spirit dan orientasi sistem kebi .jakan publik juga turut<br />

berubah. Di era ini, kebijakan publik yang sebetulnya<br />

berada dalam lokus garapan sosial dan politik dipaksa<br />

masuk dalam lingkup ilmu alam. Dan pendekatanpendekatan<br />

yang digunakan pun sepenuhnya pendekatan<br />

seperti yang dipakai dalam ilmu alam, yakni pendekatan<br />

positivistik. Karena itu kebijakan kerap tidak memiliki naluri<br />

dan rasa kemanusiaan sedikitpun. Kebijakan hanya<br />

bertumpu pada bagaimana membuat instrumen-instrumen<br />

struktur tanpa memikirkan apa dampak dari produk<br />

kebijakan tersebut bagi kemaslahatan masyarakat<br />

seluruhnya.<br />

Nalar positivistik itu kemudian bersatu dengan nalar<br />

ekonomi yang bertumpu pada empirisme dan


asionalisme. Pandangan mengenai rasionalitas<br />

kepentingan diri melibatkan, antara lain, suatu penolakan<br />

keras dari pandangan mengenai motivasi yang berkaitan<br />

dengan etika. Yang muncul kemudian dalam celuk ilmu<br />

ekonomi adalah bentuk-bentuk egoisme. Dan pendukungpendukung<br />

teori ekonomi yang semata memacu "manusia<br />

ekonomi" sekadar mengejar kepentingan-kepentingannya<br />

sendiri memiliki pendukung tidaklah sedikit. Bahkan<br />

mayoritas. Dalam makalah berjudul Economics for<br />

Ethics?, George Stigler mengatakan dengan yakin bahwa<br />

kita hidup di dunia dengan masyarakat yang cukup<br />

terpelajar bertindak secara cerdik untuk mengejar<br />

kepentingankepentingan sendiri.<br />

Stigler hanya satu dari sekian pakar ekonomi yang<br />

melanjutkan proyekproyek Adam Smith yang salah satu<br />

para frasenya yang selalu diulang-ulang oleh pendukungpendukung<br />

fanatiknya: “Bukan karena kemurahan hati si<br />

tukang bir, pemasak bir, atau pembuat roti, sehingga kita<br />

dapat menikmati makan malam kita, melainkan karena<br />

pemikiran mereka terhadap kepentingan diri mereka<br />

sendiri. Kita mendapatkan manfaat bukan karena rasa<br />

kemanusiaan mereka, melainkan karena kecintaan<br />

mereka pada diri mereka sendiri, dan jangan pernah<br />

bicara dengan mereka tentang kebutuhan-kebutuhan kita<br />

sendiri melainkan keuntungan-keuntungan mereka,<br />

“Ungkapan kepentingan diri Smith ini senada dengan<br />

sikap Edgeworth yang berpikir bahwa "kalkulus ekonomi"<br />

berlawanan dengan pemikiran etika.<br />

Lalu muncullah fajar liberalisme ekonomi pasca Perang


Dunia II. Setelah era apokaliptik ini, disiplin ilmu ekonomi<br />

politik dipengaruhi oleh John Maynard Keyness, yang<br />

bertumpu pada gagasan teori pilihan rasional. John<br />

Maynard Keyness adalah ekonom paling berpengaruh di<br />

abad 20 yang disebut-sebut sebagai tokoh neoklasik.<br />

Karya-karyanya sarat dengan asumsi maksimalisasi<br />

kesejahteraan, welfare maximalization. Bagi Keyness,<br />

tidak ada ruang kemungkinan bahwa motif untuk mengejar<br />

kekuasaan dan keuntungan bagi diri sendiri yang ada<br />

pada kaum birokrat, politisi, atau para pelaku ekonomi<br />

professional yang bekerja didunia pemerintahan dalam<br />

membuat sebuah kebijakan publik. Asumsinya, Negara<br />

dibutuhkan sebagai panggung netral dan orang-orang<br />

didalamnya adalah mereka yang semuanya berniat mulia<br />

untuk membentuk suatu system berkeadilan social dalam<br />

pendistribusian kemakmuran kepada seluruh warga<br />

(Mallarangeng, 2002).<br />

Salah satu frase Keyness bagi pertumbuhan<br />

kapitalisrne yang penting adalah pemenuhan tenaga kerja<br />

penuh (fullemployment), dan untuk itu diperlukan intervensi<br />

dari pemerintah dan bank sentral. Pamlet Keyness pada<br />

1926 yang berjudul The And Laisseiz-Faire menyatakan<br />

ketidakpercayaannya terhadap kepentingan perorangan,<br />

yang berjudul The End Laissez-Faire menyatakan<br />

ketidakpercayaannya terhadap kepentingan perorangan,<br />

yang selalu tidak sejalan dengan kepentingan umum.<br />

Pemikiran Keyness mengilhami program New Deal<br />

Presiden Roosevelt,yang harus mencari jalan keluar dari


situasi apokaliptik akibat depresi tahun 1930-an. Full<br />

employment memberikan dasar bagi pergerakan ekonomi<br />

Amerika dan meningkatkan kembali kehidupan banyak<br />

orang kecil. Sejak itu menjadi suatu kepercayaan bahwa<br />

pemerintah seharusnyalah memajukan kehidupan rakyat<br />

banyak. Ide ini sangat tidak disukai para penggerak ilmu<br />

ekonomi berbasis pasar yang kemudian disebut<br />

neoliberalisme. Menurut mereka, bukan aturan negara<br />

yang menjadi pengikat, melainkan auturan pasar bebas<br />

(the rule of the market). Yakni, melepaskan semua ikatan<br />

yang dipaksakan oleh pemerintah agar pasar bebas dapat<br />

bermain sepenuhnya.<br />

Adalah Fredrich von Hayek, proponen neoliberalisme<br />

dari London School of Economic dan kemudian menjadi<br />

pemenang Nobel 1974. Dalam bukunya Road to Serfdom,<br />

menyatakan bahwa upaya untuk mencapai fullemployment<br />

adalah sama saja dengan sebuah sistem politik otoriter.<br />

Buku Hayek yang terbit pada<br />

1945 itu merupakan kitab suci kaum neoliberalisme.<br />

Adalah Anthony Fisher dengan Institute of Economic Affairs<br />

(IEA) yang kemudian mempromosikan ide ini, yang<br />

selanjutnya sangat mempengaruhi kebijakan ekonomi<br />

pemerintah Inggris. Tidak, berlebihan bila kemudian<br />

Perdana Menteri 1979 Inggris sendiri, Margaret Thatcher,<br />

saat memperingati 90 tahun Hayek, menyatakan terima<br />

kasihnya atas "kepemimpinan dan inspirasi" Hayek. Rekan<br />

Hayek dan Fisher di Amerika adalah Milton Friedman dari<br />

Universitas Chicago, pemenang Nobel 1976. Dari


Friedman dengan aliran monoterismenya-lah yang<br />

memberikan pengaruh cetak biru kebijakan ekonomi<br />

Ronald Reagan pada 1980-an. Karena itulah kita<br />

mengenal paham neoliberalisme juga sebagai Reagan-<br />

Thatcherisme yang dilanjutkan Clinton-Blair dan didukung<br />

oleh Kanselir Jerman Helmut Kohl. Sebab kedua rezim<br />

itulah yang pertama kali menerapkan kebijakan<br />

neoliberalisme. Kedua rezim Anglo-Amerika itu megambil<br />

prakarsa penting dalam menguniversalkan doktrin-doktrin<br />

neoliberalisme ke seluruh dunia. Ada beberapa doktrin<br />

yang bisa dibaca dari neoliberalisme dan kita bisa lihat<br />

sendiri aplikasinya dalam kebijakan publik kita secara<br />

spesifik. Kesatu,perdagangan bebas tanpa restriksi untuk<br />

merangsang pertumbuhan. Kedua, memotong pengeluaran<br />

publik untuk pelayanan sosial, seperti terhadap sektor<br />

pendidikan dan kesehatan, pengurangan anggaran untuk<br />

saetynetbagi orang miskin, dan sering juga pengurangan<br />

anggaran untuk infrastruktur publik, seperti jalan, jembatan,<br />

air bersih. Ketiga, deregulasi, yang berarti mengurangi<br />

peraturanperaturan dari pemerintah yang bisa mengurangi<br />

profit. Keempat, privatisasi, dengan cara menjual BUMN-<br />

BUMN kepada investor swasta. Termasuk juga di sini<br />

menjual usaha pemerintah di bidang perbankan, industri<br />

strategis, jalan raya, jalan tol, listrik, sekolah, rumah sakit,<br />

bahkan juga air. Kelima, menghapus konsep "barangbarang<br />

publik ( public goods),dan menggantinya dengan<br />

"tanggung jawab individual", seperti menyalahkan kaum<br />

miskin yang tak punya pendidikan, jaminan sosial,


kesehatan, dan lainnya, sebagai kesalahan mereka<br />

sendiri. Sederetan prinsip itulah yang kemudian menjadi<br />

kacamata bersama sebagian besar negara-negara , maju<br />

dan banyak ekonom mainsream Dunia ketiga. Pandangan<br />

ini juga bersesuaian dengan ekspansi pasar bebas, meski<br />

harus dengan jalan paksaan sekalipun. Contoh paling<br />

konkret adalah keterlibatan Friedman dalam mendukung<br />

penggulingan Salvador Allende di Chile dan memberi<br />

nasihat ekonomi kepada Jenderal Pinochet sesudahnya.<br />

Di Indonesia, keterlibatan pasar dunia yang berbasis<br />

Amerika dan CIA bisa kita lihat dalam penggulingan rezim<br />

Soekarno yang kemudian melahirkan dark<br />

history.<br />

Pembangunan dan Krisis<br />

A. Prasetyantoko (2001) menulis dengan panjang lebar<br />

serangkaian paradoks yang menimpa Asia menjelang<br />

Abad 21. Pada 1980-an, misalnya, kawasan Asia dipuja<br />

sedemikian rupa sebagai emerging Markets yang<br />

menggiurkan bagi para investor asing untuk menanamkan<br />

modalnya. Bahkan oleh futorolog terkemuka dunia, John<br />

Naisbitt, kawasan ini secara dramatik diramalkan akan<br />

menjadi pemenang yang "menguasai" abad 21.<br />

Istilah keajaiban Asia populer setelah penerbitan hasil<br />

studi Bank Dunia mengenai pertumbuhan negara-negara<br />

di kawasan Asia Tenggara. Menurut Bank Dunia, salah<br />

satu sumber keajaiban Asia adalah ketekunan dan<br />

kesetiaan bangsa-bangsa Asia dalam menerapkan prinsip<br />

ekonomi neoliberal (laissez


faire) secara fundamental. Intervensi negara dalam<br />

mekanisme pasar dianggap sebagai variabel distortif yang<br />

mengganggu sehingga harus ditarik pada batas yang<br />

paling minimum agar kekuatan-kekuatan pasar mampu<br />

berinteraksi menghasilkan hasil yang optimum.<br />

Keberhasilan beberapa negara untuk mengalihkan<br />

kebijakan industri subtitusi impor (import-subtitutionindustry)<br />

menjadi lambang keberhasilan ekonomi yang<br />

ditandai dengan semakin berkurangnya campur tangan<br />

Negara-negara Asia untuk meningkatkan kinerja<br />

ekonominya melalui model neoklasik liberal sesuai dengan<br />

standar penilaian Bank Dunia dan pemodal-pemodal<br />

Barat. Maka seluruh upaya ekonomi politik senantiasa<br />

dilakukan demi mempertahankan predikat sebagai High-<br />

Performing Asian Economics (HPAEs). Dan pusat-pusat<br />

pertumbuhan itu berada di delapan tempat Jepang dan<br />

“Empat Macan Asia”, yakni Korea Selatan, Taiwan,<br />

Singapura, dan Hongkong sebagai Newly Industrializing<br />

Economics (NIEs) dan Thailand, Indonesia, Malaysia, dan<br />

Philipina yang dikenal sebagai Southeast Asian Miracle.<br />

Dalam kasus-kasus Negara-negara kelompok<br />

pertama, memang terdapat “basis material” yang cukup<br />

kuat untuk menjalankan program-program industrialisasi<br />

dan dalam memasuki tahapan kapitalisme. Jepang dalam<br />

sudut infra struktur ekonomi dan social misalnya, sejak<br />

restorasi Meiji telah mempersiapkan strategi besar untuk<br />

meningkatkan produktivitas sebagai bangsa melalui<br />

program pendidikan, membangun borokrasi yang efisien,<br />

mempersiapkan etos kerja yang berhubungan dengan


ketekunan, kedisiplinan, dan loyalitas. Korea Selatan<br />

pasca-Perang Dunia II sudah mulai dengan melakukan<br />

p ro g ra m land-reformsyang bukan saja memperkuat<br />

struktur social dan memperkukuh legitimasi Negara, tetapi<br />

menjadi basis yang kuat bagi pertumbuhan ekonomi dan<br />

akumulasi capital serta mendorong terciptanya struktur<br />

industri yang mantap.<br />

Lain halnya dengan negara-negara Asia kelompok<br />

kedua. Mereka tidak memiliki latar belakang sejarah yang<br />

kukuh mendukung kapitalisme sehingga perkembangan<br />

kapitalisme bukanlah sesuatu yang muncul dari dalam<br />

tetapi lebih karena rekayasa yang dipaksakan. Meski Bank<br />

Dunia menyimpulkan bahwa negara-negara itu adalah<br />

Miracle, tetapi nyatanya mereka tidak memiliki kebijakan<br />

industri yang kuat, sebagaimana potret Thailand. Bahkan<br />

sangat rapuh, sebagaimana yang dialami Indonesia dan<br />

Philipina. Mobilisasi sumber dana dalam negeri (domestic<br />

saving) yang dianggap sebagai variabel paling penting<br />

dalam sistem kapitalisme ternyata tidak terjadi di negaranegara<br />

tersebut, karena kalaupun tingkat tabungan<br />

nasional cukup tinggi bukan berasal dari tabungan<br />

keluarga (household saving), melainkan dari tabungan<br />

perusahaan (corporate saving).<br />

Studi Bank Dunia tentang keajaiban dan pertumbuhan<br />

negara-negara di kawasan Asia, khususnya Asia<br />

Tenggara-dengan diikuti dengan garis besarbesaran<br />

indikator makro ekonomi, the memingirkan pandangan<br />

"sisi gelap realitas Asia. Yoshihara Kunio (1988) telah


melakukan studi dan berkesimpulan bahwa apa yang<br />

disebut dengan kapitalisme di Asia Tenggara itu adalah<br />

"semu" belaka. Hal itu disebabkan karena peranan negara<br />

yang korup, meletakkan kekuatan jaringan bisnis Cina<br />

dalam kepentingan politik negara, dan ketergantungannya<br />

yang sangat tinggi terhadap teknologi dan modal asing.<br />

Paul Krugman (1994) dan Young (1993, 1995)<br />

menunjukkan sikapnya yang skeptis terhadap kesimpulan<br />

Bank Dunia dengan memberi penjelasan terhadap<br />

keajaiban ekonomi dari peningkatan faktor input produksi.<br />

Menurut keduanya, keajaiban hanya terjadi manakala<br />

terdapat penyimpangan antara faktor inputs terhadap<br />

fa k to r outputs yang tak bisa dijelaskan rasionya.<br />

Sementara dalam kasus Asia, outputpertumbuhan<br />

ekonomi bisa dijelaskan lewat faktor inputyang dimiliki<br />

oleh kawasan tersebut. Kim & Lau (1993) dan Stigilitz<br />

(1996) memiliki kesimpulan serupa bahwa fenomena Asia<br />

bukanlah sebuah keajaiban melainkan suatu kewajaran<br />

atas kondisi sumber daya ekonomi yang berlimpah,<br />

khususnya modal asing. Jomo K Sundaram, ekonom<br />

berhaluan kiri dari University of Malaya, menyebut penilaian<br />

Bank Dunia tersebut sebagai pemahamanan yang<br />

menyesatkan ( fallacy). la mencurigai pandangan Bank<br />

Dunia tersebut menjadi semacam "jerat" yang digunakan<br />

untuk menciptakan ketergantungan Asia terhadap Barat, di<br />

saat mulai ada perasaan yang mencekam bahwa seakan<br />

tak ada pilihan lain untuk menjalankan pembangunan selain<br />

mengikuti selain mengikuti seluruh scenario yang


ditawarkan Bank Dunia dengan lembaga-lembaga<br />

keuangan dunia lainya. Sindrom TINA ( here<br />

isnoalenative)inilah yang menjadi landasan ideologis bagi<br />

terlaksananya seluruh program kapitalis Barat yang<br />

memanfaatkan institusi Bank Dunia sebagai ujung<br />

tombaknya.<br />

Pada dasawarsa 1970-an dan 1980-an, tak satu pun<br />

negara di kawasan Asia yang tak menerima strategi<br />

pembangunan dengan metode utang luar negeri<br />

sebagaimana ditawarkan oleh Bank Dunia dalam skema<br />

developmenalism -nya. Kesadaran ini terbangun<br />

secara ideologis sehingga menjadi tak beralasan untuk<br />

tidak menerima begitu saja seluruh program stabilisasi dan<br />

kebijakan penyesuaian struktural yang dicanangkan Bank<br />

Dunia. Sejak itu, langkah kaki untuk menggabungkan diri<br />

dengan sistem kapitalisme dunia semakin mantap dan<br />

menjadi sebentuk kesadaran ideologis yang tak pernah<br />

dipertanyakan kembali.<br />

Dan genderang memasuki abad 21 belum juga ditabuh<br />

ketika negaranegara, yang mejadi simbol keajaiban Asia<br />

mengalami proses kemrosotan dan kejatuhan. Dan itu<br />

bukan dikalahkan oleh para pengritik perubahan sosial<br />

bermodal sosialisme yang telah mengalami krisis<br />

sebelumnya melalui jatuhnya Uni Soviet dan negera-negara<br />

Eropa Timur, melainkan pergulatan dalam tubuh sistem<br />

pilihan rasional kapitalisme itu sendiri. Melihat proses<br />

kemerosotan itu, para ekonom kemudian membuat<br />

pelbagai diagnosis mengapa itu semua terjadi. Umumnya


tidak melihat faktor ideologis dari developmentalism yang<br />

menjadi perontok itu semua, melainkan faktor-faktor<br />

ekonomi independen semata. Beberapa alasan itu,<br />

misalnya, kesatu, krisis finansial yang disebabkan oleh<br />

kebijakan makro ekonomi yang diterapkan. Analisis ini<br />

didasarkan pada model Krugman (1979) yakni suatu<br />

model yang melihat krisis pada balance of payment<br />

(depresiasi uang; kehilangan karena nilai tukar asing;<br />

jatuhnya nilai tukar) naik ketika ekspansi kredit domestik<br />

bank sentral tidak konsisten dengan nilai tukar, dan<br />

kesemua itu akhirnya menjadikan krisis ekonomi.<br />

Penjelasan kedua adalah apa yang disebut sebagai<br />

financial panic, suatu argumen yang mulanya dikemukakan<br />

Dybvg Diamond (1983), yaitu model kepanikan nasabah<br />

bank yang mengakibatkan ketakseimbangan dalam pasar<br />

uang dan banyak kreditor tiba-tiba menarik uang mereka<br />

dari peminjam. Ketiga, adalah penjelasan dari teori Bubble<br />

Collapse atau model balon yang mengempes. Menurut<br />

model ini, krisis terjadi ketika para spekulator banyak<br />

membeli aset finansial di atas harga (fundamental value)<br />

dalam rangka mencari keuntungan. Dalam waktu singkat<br />

seringkali memang balon-balon tersebut mengembang,<br />

tetapi pada akhirnya balon-balon itu akan mengempes<br />

juga. Model ini diperkenalkan Balnchard (1983). Keempat,<br />

adalah penjelasan yang umumnya diyakini sebagai yang<br />

paling dekat dengan krisis yang terjadi, yakni<br />

moral hazzard crysis yang mulanya dikembangkan<br />

Akerlof dan Romer (1996). Yang mereka maksud adalah


ahwa suatu krisis terjadi karena suatu alasan ketakjujuran,<br />

yakni ketika bank-bank dapat meminjam dana ( f u n d s ) n<br />

e g a r a h a n y a b e r dasarkan liabilitas bank publik<br />

secara implisit ataupun eksplisit. Jika bank-bank tersebut<br />

tidak dikontrol, mereka akan menggunakan dana ini untuk<br />

kegiatan ekonomi yang berisiko tinggi, bahkan untuk<br />

kegiatan kriminal. IMF percaya bahwa krisis yang terjadi di<br />

Indonesia disebabkan oleh moral-hazzard ini. Terakhir<br />

adalah penjelasan disorderly workout, yakni bahwa<br />

kekacauan terjadi ketika peminjam yang tidak lancar<br />

memprovokasi kreditor untuk berlomba dan memaksa<br />

likuiditas. Itu semua akan mengakibatkan krisis finansial.<br />

Hampir semua penjelasan memang menganggap bahwa<br />

krisis yang terjadi adalah krisis finansial, dan sernua<br />

penjelasan tersebut terjadi di negara-negara yang<br />

mengalami krisis tersebut sehingga semua perhatian<br />

terkonsentrasi dalam lingkup krisis finansial itu tanpa<br />

mempertimbangkan krisis struktur sosial dan ideologi<br />

besar yang berada di belakang itu, yakni krisis model<br />

pembangunan anutan selama ini (Fakih, 2001).<br />

Pilihan Model Pembangunan: Teori, Praktik, dan<br />

Dampaknya<br />

Melalui bagian ini kita melirik kembali pembangunan<br />

model apa yang sebetulnya kita gunakan sekaligus<br />

kritiknya yang hasilnya sebetulnya sudah kita lihat, yakni<br />

krisis berkepanjangan, nilai tukar rupiah yang tak pernah<br />

mau kembali lagi seperti sediakala, dan sekaligus menjadi<br />

pemantik bagi jatuhnya kekuasaan Orde Baru.


Budiman (1995) dan Fakih (2001) menelisik modelmodel<br />

pembangunan yang pernah ada dan berkaitan<br />

langsung dengan model pembangunan Indonesia.<br />

Keduanya mencatat beberapa model pembangunan,<br />

seperti teori pertumbuhan Rostow, teori dorongan<br />

berprestasi atau n-Ach McClelland, teori pemenuhan<br />

kebutuhan dasar, dan sebagainya. Berikut ini kita<br />

bicarakan secara sekilas tiga teori yang disebutkan<br />

pertama.<br />

- Teori Pertumbuhan Rostow. Dalam bukunya yang<br />

terkenal, The Stages of<br />

Economic Growth, A Non-Communist Manifesto, WW<br />

Rostow menguraikan pandangannya tentang proses<br />

pembangunan dalam masyarakat. Rostow sendiri adalah<br />

ekonom Amerika Serikat dan disebut-sebut sebagai<br />

bapak pembangunan dan pertumbuhan. Teorinya<br />

mempengaruhi model pembangunan di hampir semua<br />

Dunia Ketiga. Teori pertumbuhan adalah sebentuk teori<br />

modernisasi yang menggunakan metafora pertumbuhan,<br />

yakni tumbuh sebagai organisme. Pikiran pertumbuhan ini<br />

dijelaskan secara rinci oleh Rostow dan sangat terkenal<br />

dengan the fiue stages<br />

sche me. Rostow menjelaskan bagaimana perubahan<br />

sosial terjadi dalam lima tahapan pembangunan. Tahapan<br />

pertama adalah masyarakat tradisional, kemudian<br />

berkembang menjadi prakondisi tinggal landas, lantas<br />

diikuti masyarakat tinggal landas, kemudian masyarakat<br />

pematangan pertumbuhan, dan akhirnya mencapai


masyarakat modern yang dicita-citakan, yakni masyarakat<br />

industri yang disebut Rostow sebagai masyarakat<br />

konsumsi massal. Bagaimana masyarakat modern yang<br />

dicita-citakan tercapai, Rostow mengajukan persyaratan<br />

utamanya, yakni tersedianya modal. Modal harus<br />

diusahakan melalui penggalian investasi dengan cara<br />

pemindahan sumber dana atau kebijakan pajak. Selain itu<br />

modal juga bisa diperoleh melalui lembaga-lembaga<br />

keuangan atau obligasi pemerintah untuk tujuan produktif.<br />

Selebihnya modal juga dapat dihimpun lewat devisa dari<br />

perdagangan internasional. Saran Rostow terakhir, dan<br />

yang tampaknya terpenting untuk mendapatkan modal<br />

adalah melalui penarikan investasi modal asing. Di antara<br />

tahapan yang penting adalah tahapan tinggal landas. Tiga<br />

kondisi yang diajukan Rostow untuk bisa sampai pada<br />

tahapan tinggal landas tersebut adalah: (1) adanya<br />

investasi sampai 10 persen dari pendapatan nasional<br />

untuk bidang yang menguntungkan dan produktif; (2)<br />

tumbuhnya satu atau lebih sektor industri manufaktur yang<br />

penting dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi; dan (3)<br />

munculnya secara cepat lembaga-lembaga politik dan<br />

sosial yang bisa memanfaatkarn pelbagai dorongan gerak<br />

ekspansi dari sektor ekonomi modern dan akibat yang<br />

mungkin terjadi dengan adanya kekuatan-kekuatan<br />

ekonomi dari luar sebagai hasil dari lepas landas; di<br />

samping itu lembaga-lembaga ini kemudian bisa membuat<br />

pertumbuhan menjadi sebuah proses yang<br />

berkesinambungan.<br />

Di titik ini, kata Rostow, negara wajib melindungi


kepentingan kalangan wiraswasta untuk melakukan<br />

akumulasi modal. Atau memberikan iklim politik dan<br />

regulasi hukum yang menguntungkan kalangan industri<br />

atau orang asing yang menanamkan modalnya. Sejak<br />

1969 pemerintahan militer di Indonesia di bawah<br />

kepemimpinan Presiden Soeharto menjadi pelaksana teori<br />

pertumbuhan Rostow dan menjadikannya sebagai<br />

landasan pembangunan jangka panjang Indonesia yang<br />

ditetapkan secara berkala untuk waktu lima tahunan yang<br />

terkenal dengan Pembangunan Lima Tahun (PELITA).<br />

Teori Motif Prestasi (Need forAchievement). Adalah<br />

David McClelland yang menjadi tokoh kunci dalam teori ini.<br />

Pada mulanya tesis yang diajukannya adalah mengapa<br />

beberapa bangsa tumbuh secara pesat di bidang<br />

ekonomi, sementara bangsa lain tidak? Umumnya<br />

tumbuhnya ekonomi selalu dijelaskan lebih karena faktor<br />

eksternal seperti struktur sosial, namun bagi McClelland<br />

lebih karena faktor internal, yakni pada nilai-nilai dan<br />

motivasi yang mendorong untuk mengeksploitasi peluang,<br />

untuk meraih kesempatan. Pendeknya, dorongan eksternal<br />

untuk mengubah nasib sendiri. McClelland sendiri<br />

mengakui bahwa ide itu sepenuhnya hasil tafsirnya atas<br />

tesis Max Weber yang terkenal, yakni etika protestanisme.<br />

Weber berpendapat bahwa ciri kalangan wiraswasta<br />

protestan adalah calvinisme, yakni suatu keyakinan di<br />

mana takdirlah yang mendorong mereka untuk<br />

merasionalisasikan kehidupan yang ditunjukkan Tuhan.<br />

Etika inilah yang menjadi salah satu faktor pendorong<br />

penting pertumbuhan ekonomi di Barat. Menurut


McClelland, rahasia pemikiran Weber tentang etika<br />

protestan ini adalah the need for achievementatau<br />

disingkat n’ach. Rendahnya n’ach ini, menurut McClelland,<br />

menjadi penyebab mengapa Negara-negara di Dunia<br />

Ketiga terbelakang.<br />

Teori motif berprestasi yang dibawa McClelland ini<br />

berpengaruh luas, khususnya di kalangan ekonom, tentang<br />

arti penting wiraswasta dalam industri. Individu-individu<br />

dipacu untuk berprestasi siang dan malam tak kenal lelah<br />

dan menjadi pribadi-pribadi yang memiliki usaha mandiri.<br />

McClelland menolak pandangan bahwa dorongan utama<br />

kalangan wiraswasta adalah sekadar profit motive,<br />

sekadar cari uang, melainkan dorongan achievement tadi.<br />

Satu yang penting bahwa semangat n'ach dalam diri<br />

masing-masing individu bukan faktor keturunan, tetapi<br />

faktor lingkungan dan kerja. Dan itu bisa dibentuk sejak<br />

awal pada saat anak berada di tahap pertumbuhan.<br />

Dengan demikian semangat ini bergantung pada tingkat<br />

bagaimana kedua orangtuanya mengasuh anak. Andai<br />

saja ideologi achievement orientedini diterima sebagai<br />

ideology pertumbuhan ekonomi, maka konsekuensinya<br />

ideology tersebut perlu disebarkan tidak saja pada<br />

kalangan bisnis dan pemerintahan, melainkan kepada<br />

seluruh bangsa, dengan cara mempengaruhi cara berpikir<br />

semua orangtua ketika mereka membesarkan anakanaknya.<br />

Kampanye menyebarkan ideologi achievementoriented<br />

harus juga menyerang cara mendidik yang otoriter<br />

dari sang ayah dan melindungi dorongan untuk mandiri dari


anak-anak. Namun, jika motif atau dorongan orang<br />

mempengaruhi kecepatan tumbuhnya ekonomi, maka<br />

kecepatan itu harus ditingkatkan dengan meningkatkan<br />

motif atau dorongan sebelumnya atau melakukan<br />

strukturisasi. Maka tidak heran berkembang apa yang<br />

disebut profesionalisasi manajemen. Sekolah-sekolah<br />

manajer tingkat tinggi berdiri. Dianggap bahwa manajer<br />

profesional sangatlah penting oleh karena: (1) mereka<br />

akan menaikkan gengsi bisnis di masyarakat sehingga<br />

bisnis akan menggiurkan minat kaum muda yang ber-n'ach<br />

tinggi serta kaum elite di negara-negara terbelakang; (2)<br />

manajer profesional juga akan mempengaruhi dalam<br />

menumbuhkan kriteria penampilan dalam pekerjaan, yakni<br />

lebih menghargai apa yang bisa diperbuat dan bukan<br />

menghargai karena siapa dia; (3) sekolah manejemen<br />

tingkat tinggi adalah lembaga yang memiliki orientasi n'ach<br />

tinggi, maka hal tersebut juga akan meningkatkan n'ach<br />

bagi mereka yang datang belajar ke sana.<br />

Teori modernisasi Mc Clelland ini- dan tentu saja teori<br />

pertumbuhan Rostow-ternyata begitu kuat pengaruhnya<br />

bagi program LSM di Indonesia awal tahun l980-an.<br />

Hampir semua LSM besar menjadi pelaksana setia teoriteori<br />

tersebut dengan ragam program seperti program<br />

pengembangan masyarakat, usaha bersama,<br />

pengembangan industri kecil dan meningkatkan<br />

kewiraswastaan dan usaha kecil. Oleh karena itu, pada<br />

pusat-pusat pelatihan yang dimiliki dan diselenggarakan<br />

LSM, pelatihan Achievement Motuation<br />

Training yang dikembangkan McClelland hampir


menjadi mata pelatihan wajib di banyak pusat pelatihan<br />

communiy development, dan terutama bekal para aktivis<br />

yang akan terjun ke lapangan dan untuk selanjutnya mereka<br />

melakukan pelatihan kewiraswastaan kepada masyarakat<br />

sehingga secara teoritis sebetulnya tidak ada perbedaan<br />

yang prinsipil antara program pemerintah, program Kamar<br />

Dagang Indonesia (KADIN), dengan program-program<br />

LSM.<br />

Teori Pemenuhan Kebutuhan Dasar(Basic Needs).<br />

Mungkin orang pertama yang mengemukakan basc needs<br />

adalah Mahbub ul Haq dari Bank Dunia. Ul Haq<br />

menamakan strategi ini sebagai serangan langsung<br />

terhadap kemiskinan. Orang kedua adalah James Grant,<br />

presiden The Overseas Development Council. Grant<br />

mengutip Srilanka sebagai negara miskin yang<br />

mempunyai GNP perkapita hanya $ 120 per tahun pada<br />

1973, tetapi prestasi dalam life<br />

expectancy lieacy , dan kematian bayi sederajat<br />

dengan Amerika pada 1939, di mana life expectancy68<br />

tahun, kematian bayi 4, per 1000 kelahiran dan angka<br />

kematian 6,4% per 1000, tingkat kelahiran 28,6% per 1000<br />

dan 76% penduduknya buta huruf. Kesan itu diperoleh<br />

melalui ekspansi pelayanan pemerintah, satu komponen.<br />

utamanya adalah dengan memberi subsidi pada harga<br />

gandum, yakni dengan mendistribusikan dua atau tiga<br />

pounds secara gratis per penduduk per minggu.<br />

Rendahnya biaya pendidikan dan layanan sistem<br />

kesehatan diperkenalkan di Srilanka.


Srilanka membelanjakan untuk pelayanan sosial sampai<br />

13 persen dari GNP atau sampai 40 persen dari anggaran<br />

belanja pemerintah, sekitar $15 perkapita per tahun untuk<br />

pelayanan sosial.<br />

Grant berpendapat bahwa basic needs negara<br />

termiskin tersebut dapat dicapai di Srilanka sekitar 14<br />

sampai 15 juta per tahun sebagai tambahan bantuan<br />

asing. Dia mengusulkan pada negara maju untuk<br />

menaikkan dua kali lipat arus bantuan asing, dengan<br />

menargetkan pada basic needs bagi mereka yang hidup<br />

di bawah garis kemiskinan absolut.<br />

Gagasan atas teori pertumbuhan dan pemerataan tak<br />

urung mendapat kritik yang pedas. Bagi pengkritik teori<br />

pertumbuhan, di satu sisi ada kehendak untuk membangun<br />

dan melepaskan masyarakatnya dari kemiskinan, tapi di<br />

sisi lain, justru kemiskinan itu yang diinginkan untuk<br />

menyejahterakan sekelompok orang tertentu lewat kucuran<br />

dana bantuan. Inilah yang disebut Bjorn Hettne (1982)<br />

sebagai ironi pembangunan.<br />

Atas teori Need O Achievement,banyak orang<br />

menduga bahwa teori ini hanya ingin mengalihkan<br />

kenyataan bahwa keterbelakangan dalam banyak hal<br />

disebabkan struktur dan sistem sosial yang sedang<br />

berlangsung. Dengan kata lain, teori ini hendak<br />

menegaskan bahwa orang miskin dan kemiskinannya tak<br />

lain disebabkan oleh karena kemalasan dan ketiadaan<br />

keterampilan hidup. Mungkin itu benar jika yang miskin di<br />

dalam negara hanya sekitar 5 persen. Tapi bagaimana<br />

kalau yang miskin lebih dari separuh jumlah penduduk di


negara tersebut. Dan sekali lagi, teori n'ach tidak<br />

menjelaskan fenomena, mengapa orang bisa jatuh miskin<br />

dan tidak memiliki pengetahuan dalam jumlah yang begitu<br />

besarnya itu.<br />

Kritik yang sama juga dialamatkan kepada teori<br />

p e m b a n g u n a n BasicNeeds dan agen-agen<br />

internasionalnya. Pendukung teori basic needs seperti<br />

Bank Dunia, lembaga-lembaga di bawah naungan PBB<br />

seperti ILO dan UNESCO sepakat bahwa basic needs<br />

haruslah dapat memenuhi tingkat paling dasar kebutuhan<br />

materi, seperti pangan, sandang, papan, serta akses<br />

keperluan umum seperti air bersih, sanitasi, transportasi<br />

umum, kesehatan, dan pendidikan. Akan tetapi, kebutuhan<br />

yang bersifat nonmaterial seperti hak asasi untuk<br />

kebebasan, keamanan, partisipasi demokratis, mereka<br />

tidak memasukkannya sebagai bagian yang intern dengan<br />

basic needs. Karena itu, katakanlah, bila devisa dan modal<br />

asing itu ada, maka karena tiadanya struktur politik yang<br />

demokratis, partisipasi dan pengawasan publik yang<br />

lemah, serta ketiadaan transparansi, hanya mengakibatkan<br />

Pinjaman atau bantuan atau utang modal asing itu menjadi<br />

ladang korupsi yang paling subur di pemerintahan negaranegara<br />

Dunia Ketiga.<br />

Karena itu, paradigma spirit pembangunan yang<br />

berjalan selama ini mestinya kita ubah, kita tambahkan,<br />

kita sempurnakan. Bagian berikut ini adalah sebuah<br />

rancangan untuk perubahan paradigma dan orientasi<br />

pembangunan.


Pembangunan dan Kebebasan<br />

Dalam bukunya, Teori Pembangunan Dunia<br />

Ketiga(1995), Arief Budiman membuka paragrafnya<br />

dengan kisah ringan dan sedikit menggelikan bagaimana<br />

kata pembangunan disalahartikan Tersebutlah Bapak Selo<br />

Sumardjan, seorang sosiolog, terdampar di sebuah kota<br />

kecil di luar Jakarta dan sempat berbicara dengan seorang<br />

penduduk miskin di sana. Bertanyalah ia dari mana orang<br />

itu datangnya. Jawab si penduduk: "Saya dulu tinggal di<br />

Jakarta. Tetapi karena ada pembangunan, saya terpaksa<br />

mengungsi ke mari." Bagi orang ini, dan bagi banyak<br />

orang kecil yang senasib dengannya, pembangunan<br />

merupakan sebuah malapetaka, yang mendamparkan<br />

hidup mereka.<br />

Pengalaman hampir sama juga dengan itu dialami<br />

Romo Mangunwijaya, seorang arsitek, budayawan,<br />

sekaligus sastrawan, ketika berada di sebuah desa di<br />

daerah Gunung Kidul, Yogyakarta. Ia bertanya, apakah<br />

orang di sini umumnya hidup berkecukupan. Jawab si<br />

orang desa: "Cukup, Pak, kalau tidak ada pembangunan."<br />

Karena Romo Mangun tidak mengerti maksud jawaban<br />

tersebut, orang tersebut menjelaskan: "Kalau ada<br />

pembangunan, Pak Lurah rnenyuruh saya kerja bakti<br />

membuat gapura, pagar desa, atau melebarkan jalan.<br />

Akibatnya, saya tidak dapat bekerja." Bagi orang desa<br />

yang bekerja sebagai buruh tani harian ini, tidak bekerja<br />

berarti tidak ada penghasilan untuk membeli makanan<br />

pada hari tersebut. Di sini, pembangunan datang sebagai<br />

perintah Pak Lurah yang tidak bisa ditolak.


Demikianlah, pembangunan identik dengan<br />

penggusuran, pembuatan infrastuktur, dan sebagainya.<br />

Salahkah itu? Tidak tentu saja. Kota membutuhkan<br />

pembangunan struktur. Tapi kota tidak sekadar struktur.<br />

Kota juga membutuhkan infrastruktur. Apa itu? HAM,<br />

keadilan, kebebasan, demokrasi, dan seterusnya. Dengan<br />

kata lain, pembangunan berkaitan erat dengan manusia.<br />

Sebab kota adalah ruang berinteraksinya antar manusia.<br />

Dan manusia beserta hak-hak infrastrukturnya adalah<br />

basic needs, yang justru dilupakan oleh pembangunan<br />

yang terancang selama ini.<br />

Para ahli ekonomi, harus kita akui memang<br />

kebanyakan berbicara sumber daya manusia. Tetapi<br />

pembicaraan tentang manusia di sini lebih ditekankan<br />

aspek keterampilan belaka. Dengan demikian, manusia<br />

lebih dianggap sebagai faktor produksi semata. Adapun<br />

faktor manusia yang diperhatikan lebih ditekankan pada<br />

peningkatan produksi saja. Dengan demikian masalah<br />

manusia dilihat sebagai masalah teknis untuk peningkatan<br />

keterampilan. Yang kurang diperhatikan adalah bagaimana<br />

menciptakan kondisi lingkungan, baik lingkungan politik,<br />

maupun lingkungan budaya, yang bisa mendorong lahirnya<br />

manusia kreatif. Pada titik ini kita berbicara tentang faktorfaktor<br />

nonmaterial seperti adanya rasa aman, rasa bebas<br />

dari ketakutan, dan sebagainya. (Cernea, 1988).<br />

Menurut Soedjatmoko manusia adalah makhluk yang<br />

bebas. Kebebasan manusia merupakan sesuatu yang<br />

intern dalam manusia itu sendiri. Kebebasan manusia


ukanlah hadiah dari masyarakatnya. Kebebasan manusia<br />

juga tidak bersumber pada lembaga-lembaga masyarakat,<br />

melainkan senantiasa berusaha dihayati manusia sebagai<br />

pribadi. Dalam pengertiannya yang bias, kerap kebebasan<br />

dirumuskan secara negatif sebagai kebebasan "dari"<br />

segala bentuk paksaan yang menindas. Kebebasan juga<br />

bisa diartikan secara positif sebagai kebebasan "untuk"<br />

melakukan tindakan tertentu. Dalam filsafat sendiri<br />

kebebasan kerap dibicarakan dalam kaitannya dengan<br />

tindakan memilih. Dan tindakan bebas manusia<br />

merupakan pilihan. Tindakan memilih itu sendiri<br />

mengandaikan kebebasan manusia sehingga berbicara<br />

mengenai kebebasan manusia tidak berarti mengenai<br />

suatu sifat manusia saja, melainkan lebih dari itu berbicara<br />

mengenai sari hidup manusia itu sendiri. Soedjatmoko<br />

menekankan dua arti khusus soal kebebasan.<br />

Kesau , kebebasan dalam arti eksistensial berkaitan<br />

dengan tugas untuk menyempurnakan eksistensi.<br />

Kedua,kebebasan dalam arti sosiopolitis, sebagai syarat<br />

atau kondisi sosiopolitis atau kondisi material dalam suatu<br />

masyarakat yang mendukung penyempurnaan diri<br />

manusia. Kedua arti kebebasan ini bersifat rasional.<br />

Soedjatmoko memperhadapkan langsung kebebasan<br />

manusia ini dengan pembangunan. Pembangunan yang<br />

dilakukan tiap bangsa merupakan satu kreativitas untuk<br />

mengatasi berbagai persoalan hidup bangsa itu. Karena<br />

itu, kebebasan merupakan sumber dinamika<br />

pembangunan. Pembangunan tak lain adalah upaya<br />

manusia dalam merealisasikan kebebasannya atau


nenciptakan kondisi-kondisi material bagi kebebasannya.<br />

Dengan demikian bisa dipahami jika bangsa-bangsa yang<br />

terjajah tidak bisa membangun secara leluasa. Dambaan<br />

akan kebebasan lebih besar telah mendorong pergerakan<br />

nasional bangsa-bangsa yang terjajah. Setelah merdeka<br />

bangsa-bangsa itu mulai giat membangun agar<br />

bangsabangsa tersebut semakin menjadi bangsa yang<br />

merdeka dan segenap warganya bisa menjadi orangorang<br />

yang merdeka.<br />

Pembangunan dalam idealitasnya bertujuan membuat<br />

penduduk suatu negeri (terutama kaum miskin dan lemah)<br />

tidak hanya produktif secara ekonomis, melainkan secara<br />

sosial lebih efektif dan sadar diri. Berdasarkan tujuannya,<br />

pembangunan harus terarah pada kaum miskin sebagai<br />

sasaran langsung pembangunan. Orang-orang miskin<br />

adalah orang-orang yang paling menderita dan sering<br />

dilupakan (lihat juga Schumacher, 1979).<br />

Pembebasan harus terarah kepada mereka karena<br />

orang miskin berada dalam keadaan tidak bebas. Dalam<br />

diri mereka tampaklah wajah kebebasan manusia<br />

terancam. Upaya pembebasan itu tidak hanya menyangkut<br />

pemenuhan kebutuhan ekonominya semata melainkan<br />

lebih dari itu mencakup pula upaya pemulihan rasa harga<br />

diri dan pembangkitan kesadaran diri mereka untuk keluar<br />

dari belenggu kerniskinan. Kemajuan dalam pembangunan<br />

ekonomi tidak ada artinya jika rakyat tetap berada dalam<br />

keadaan tergantung dan tidak berdaya. Karena itu rakyat<br />

miskin harus dibawa keluar dari situasi<br />

keterbelengguannya.


Namun sering sekali pembangunan justru tidak<br />

merawat kebebasan rnanusia itu. Malah justru sebaliknya,<br />

berbalik menjadi ancaman. Karena pembangunan telah<br />

menimbulkan berbagai masalah, seperti stagnasi<br />

ekonomi, konflik antar kelompok kepentingan, disparitas<br />

pendapatan, dan yang paling mencolok adalah kemiskinan<br />

struktural. Kemiskinan struktural semakin tampak<br />

manakala pembangunan yang terus-menerus mengejar<br />

pertumbuhan ekonomi malah mengakibatkan jurang yang<br />

makin lebar antara yang kaya dan yang miskin.<br />

Tidak usah jauh-jauh, pada 1999 menyebar berita di<br />

media-media massa, bahwa sebanyak 2.130 bayi berusia<br />

lima tahun (balita) di Kotamadya Tangerang; diduga<br />

mengalami kekurangan gizi akibat kurang mendapatkan<br />

makanan layak dari orangtuanya. Walau Pemerintah sudah<br />

mengambil langkah-langkah preventif, toh berita itu terasa<br />

mengejutkan di tengah tingkat pendapatan Tangerang<br />

yang fantastik dan rata-rata penduduknya tergolong<br />

makmur. Belum lagi nasib kondisi ribuan nelayan<br />

tradisional yang tak menentu dan puluhan ribu warga di<br />

Tangerang di belahan utara yang kini banyak<br />

menggantungkan hidup mereka dengan bekerja sebagai<br />

buruh penggali pasir, petani, tukang becak, tukang ojek,<br />

serta buruh pabrik yang umumnya berpendidikan SD.<br />

Bukankah adalah ironis bila kita, terlihat maju, tapi<br />

sebetulnya miskin. (Kasiyanto, 1996)<br />

Pembangunan sebagai Perluasan Kebebasan<br />

Sudah lama isu tentang kebebasan manusia dan<br />

pembangunan ditekuni oleh Amartya Sen yang kemudian


isu itu yang mengantarkannya menerima hadiah Nobel<br />

1998 dalam bidang ekonomi. Bahkan ekonom asal<br />

Calcutta India ini menyebut bahwa pembangunan yang<br />

berorientasi manusia dan kebebasannya sebagai "strategi<br />

Timur" yang jitu. Secara lugas ia menentang semua<br />

pandangan yang berusaha memperkecil arti kebebasan<br />

dan demokrasi dalam proses pembangunan. Salah<br />

satunya kampanye mantan Perdana Menteri Singapura,<br />

Lee Kuan Yew. Menurut Lee, untuk membangun ekonomi<br />

diperlukan sebuah pemerintahan yang otoriter. Lee juga<br />

merasa, berbagai kritik yang dialamatkan Barat, seperti<br />

pemerintahan yang tidak demokratis, penegakan HAM<br />

yang terbengkalai, dianggapnya tak lebih sebagai<br />

keirihatian Barat terhadap kemajuan Asia. Sebagaimana<br />

terumuskan dalam kata-kata Abdullah Badawi, yang pada<br />

1993 menjabat sebagai Menteri Luar Negeri Malaysia:<br />

"Negara-negara Barat selalu menonjolkan pemberlakuan<br />

hak-hak asasi manusia secara universal. Hal ini bisa<br />

merugikan apabila keuniversalan tersebut dipakai untuk<br />

mengingkari atau menyelubungi realitas perbedaan<br />

budaya."<br />

Dalam salah satu artikelnya di The New Republic,<br />

Amartya Sen (Witdarmono, 2000) mempertanyakan kausal<br />

antara corak pemerintahan otoriter dengan dampak positif<br />

kemajuan ekonomi. Sen menulis bahwa pertumbuhan<br />

ekonomi di Bostwana adalah paling tinggi di dunia. Negara<br />

itu bukan negara otoriter. Ia bahkan menjadi oase<br />

demokrasi di benua Afrika. Dari lewat data statistik yang


kukuh yang diperoleh dari 100 negara, Sen membuktikan<br />

bahwa dampak postif sebuah pemerintahan otoriter<br />

terhadap pertumbuhan ekonomi sangatlah kecil. Argumen<br />

Sen itu sebagian diambil dari Robert J Barro (1996) yang<br />

mengatakan bahwa datangnya kebebasan di negaranegara<br />

otoriter memang menghidupkan ekonomi. Namun,<br />

begitu sebuah tingkat demokrasi tercapai, pertumbuhan<br />

ekonomi di negara-negara otoriter tersebut mundur. Hal itu<br />

disebabkan karena masyarakat mulai meminta tambahan<br />

pembelanjaan kesejahteraan sosial yang di masa<br />

pemerintahan otoriter akses itu ditutup rapat. Mekanisme<br />

yang demokratis untuk mengatur aspirasi masyarakat itu<br />

dibekap dan direpresi. Represi terhadap aspirasi itulah<br />

yang menghambat pertumbuhan ekonomi.<br />

Sen menilai, kita tidak cukup hanya melihat hubunganhubungan<br />

statistik belaka. Semua proses penyebab yang<br />

terkait dcngan pertumbuhan dan perkembangan ekonomi<br />

harus diamati secara detail. Kesejahteraan sebuah bangsa<br />

tidak hanya tergantung dari satu faktor saja. Biasanya,<br />

kemajuan muncul karena adanya kebijakan-kebijakan<br />

pendukung seperti persaingan terbuka, pemanfaatan<br />

pasar internasional, tingkat pendidikan yang tinggi,<br />

keberhasilan program landreform, dan tersedianya insentif<br />

bagi masyarakat umum untuk melalukan investasi,<br />

ekspor, dan indutrialisasi. Disinilah nilai budaya bukan<br />

merupakan satu-satunya faktor penentu dan dominan<br />

dalam pemajuan sistem ekonomi dan kesejahteraan. Lalu<br />

apa jika bukan itu?<br />

Sen menjawab: KEBEBASAN. Dalam kodratnya,


pembangunan ekonomi adalah sebuah upaya untuk<br />

meningkatkan kebebasan. Dan tema pembangunan<br />

sebagai kebebasan yang menjadi jiwa buku Sen<br />

Development as Freedom (1999). Bagi Sen,<br />

pembangunan bisa dilihat sebagai proses perluasan<br />

kebebasan yang nyata yang dinikmati rakyat. Jadi<br />

pembangunan tidak sekadar hanya menyangkut<br />

pertumbuhan Produk Nasional Bruto atau peningkatan<br />

pendapatan pribadi, industrialisasi, kemajuan teknologi,<br />

dan modernisasi masyarakat. Tentu saja pertumbuhan<br />

GNP atau peningkatan pendapatan per orang, bisa<br />

merupakan alat untuk memperluas kebebasan yang<br />

dinikmati oleh anggota masyarakat. Akan tetapi<br />

kebebasan juga bergantung pada determinan-determinan<br />

yang lain, misalnya pengaturan sosial-ekonomi, seperti<br />

penyediaan fasilitas pendidikan, pemeliharaan kesehatan,<br />

demikian pula jaminan atas hak-hak sipil dan politik,<br />

seperti kebebasan untuk mengikuti diskusi publik dan<br />

pengawasan. Dengan demikian, pusat perhatian<br />

pembangunan adalah perluasan kebebasan subtantif.<br />

(Rahardjo, 2001).<br />

Sen membedakan dua kebebasan manusia, yakni<br />

kebebasan sebagai proses dan kebebasan sebagai<br />

kesempatan. Sebuah kebebasan selalu terkait dengan<br />

berbagai proses pengambilan keputusan. Ia juga<br />

terhubung dengan terciptanya berbagai kesempatan untuk<br />

mendapatkan hasil yang bernilai. Dari sisi ini, kebebasan<br />

tak hanya terbatas pada bentuk peningkatan penghasilan


atau peningkatan konsumsi belaka. Kebebasan semacam<br />

itu hanya menunjuk pada aspek kesempatan dari<br />

kebebasan saja. Ada aspek kebebasan yang lain,<br />

misalnya aspek proses partisipasi politik publik dan pilihan<br />

sosial. Namun, proses itu bukan hanya sekadar sarana<br />

belaka dalam pembangunan. Proses itu harus dipahami<br />

sebagai bagian yang membentuk tujuan pembangunan itu<br />

sendiri.<br />

Ihwal pembangunan sebagai kebebasan tidak hanya<br />

retorika mati bagi Sen. Sebab ide itu coba ditabrakannya<br />

dengan bongkahan realitas lewat penelitian yang kukuh di<br />

negara-negara berkembang kemudian dituangkannya<br />

dalam sebuah buku berjudul Povertyand Faminies. Di situ<br />

Sen mengemukakan beberapa temuannya mengenai<br />

penyebab-penyebab utama bencana kelaparan. Tulisnya,<br />

tidak ada bencana kelaparan yang muncul di negaranegara<br />

yang demokratis dan memiliki pers bebas. Sebuah<br />

situasi kelaparan baru menjadi sebuah bencana ketika di<br />

negara-negara itu tak ada demokrasi. Kelaparan di<br />

Eithopia, Somalia, Uni Soviet pada 1930-an, Cina pada<br />

1958-1961, atau Irlandia atau India, berubah menjadi<br />

sebuah bencana karena pemerintahan negeri itu otoriter<br />

atau berada di bawah penjajahan asing. Sen membuktikan<br />

dengan data empiris, bahwa hampir semua bencana<br />

kelaparan terjadi karena untuk waktu yang cukup lama<br />

semua kebijakan publik pemerintah tidak pernah ada yang<br />

mengkritik dan mempermasalahkannya. Bencana terjadi<br />

bukan karena tidak ada makanan. Sewaktu bencana<br />

kelaparan di Bengali pada 1943, misalnya, sesungguhnya


kemampuan masyarakat untuk membeli makanan antara<br />

tahun 1941 - 1943 naik 9 persen. Namun, ketimpangan<br />

dalam kemampuan untuk mewujudkan hak untuk<br />

memanfaatkan (entitlement<br />

rights) di kalangan buruh tani, sangat tinggi. Mereka<br />

inilah yang menjadi korban terbesar bencana kelaparan.<br />

Adalah benar bahwa hancurnya dinamika masyarakat,<br />

hilangnya partisipasi publik yang intensif dalam<br />

merumuskan setiap kebijakan yang diambil pemerintah<br />

dan mesin birokrasinya telah membuat kelaparan menjadi<br />

bencana. Memang, nilai dinamika rakyat itu, dalam bentuk<br />

partisipasi politik, sosial, dan penegakan hak asasi<br />

manusia, tak tampak manfaatnya manakala situasi berada<br />

dalam keadaan baik dan normal-normal saja. Akan tetapi,<br />

peran-peran tersebut baru kelihatan sangat menentukan<br />

manakala situasi telah berubah rnenjadi buruk. Dorongandorongan<br />

partisipasi publik khususnya di kancah politik,<br />

sosial, dan ekonomi yang dihasilkan pemerintahan<br />

demokratis baru terlihat maknanya tatkala negara itu<br />

dihempas dan diombang-ambingkan oleh krisis. Lihatlah<br />

krisis Asia. Korea Selatan dan Thailand bisa sangat cepat<br />

mengatasi krisis ketimbang Indonesia, karena di Indonesia<br />

beban kemerosotan ekonomi tidak ditanggung secara<br />

seimbang. Ketimpangan ekonomi di Indonesia, yang<br />

diakibatkan oleh ketimpangan kesempatan yang mestinya<br />

kita baca sebagai ketimpangan kebebasan, telah<br />

membuat sekelompok masyarakat terlempar sejauhjauhnya,<br />

sementara kelompok lainnya tetap saja mapan.


Dari situlah ada tiga hal yang penting yang bisa kita<br />

catat dari pembangunan yang berasaskan kebebasan dan<br />

demokrasi. Kesatu, ia dapat membuat hidup ini lebih<br />

berarti karena kita bisa bertindak lebih bebas dan lebih<br />

efektif. Kedua demokrasi memberi insentif politik bagi<br />

pemerintah untuk memperhatikan kelompok yang tersisih<br />

dan terpinggirkan. Dan ketiga, demokrasi memberi<br />

kesempatan bagi masyarakat untuk saling mempelajari<br />

dan membangun nilai-nilai serta prioritas bersama. Pada<br />

tataran inilah barangkali demokrasi memiliki nilai yang<br />

konstruktif sebagai ruh dalam paradigma pembangunan<br />

kita saat ini maupun mendatang.<br />

BAB KEEMPAT<br />

PENUTUP<br />

Merayakan Semangat Pemberdayaan Daerah<br />

GEJALA sosial psikologis sebagai akibat perubahan<br />

yang sangat cepat dapat dengan mudah dimanipulasi<br />

untuk tujuan-tujuan tertentu. Tujuan-tujuan yang seringkali<br />

keluar dari rel perubahan itu sendiri sebagai akibat rasa<br />

tidak puas terhadap alur perubahan yang sedang terjadi.<br />

Rasa tidak puas seringkali lahir karena sebagian<br />

masyarakat tidak mau menerima fakta-fakta baru, yang<br />

menggeser tatanan lama. Dari balik ketidakpuasan akan<br />

terjadinya perubahan, tentunya ada sebagian masyarakat<br />

yang dengan gegap gempita menaruh perhatian besar<br />

terhadap perubahan. Kelompok masyarakat ini, merasa<br />

perubahan akan memberikan nilai tambah bagi kehidupan<br />

bersama. Rasa puas mulai tumbuh menjamur bersamaan


dengan arus perubahan yang sedang berlangsung.<br />

Karena itulah, menurut Prof. Dr. Nurcholish Madjid,<br />

ketika perubahan itu berlangsung, maka kesediaan untuk<br />

menerima fakta-fakta baru yang sekarang dikenal sebagai<br />

bagian dari situasi yang melahirkan kepuasaan tersebut<br />

akan tumbuh lebih subur. Adanya kepuasaan ini juga akan<br />

memberi peluang lahirnya perubahan pada sistem nilai,<br />

termasuk unsur-unsur (tertentu) pengetahuan, keyakinan,<br />

dan pandangan hidup, karena mereka yang terlibat itu<br />

menjadi lebih bebas untuk memeriksa fakta-fakta tersebut<br />

(Madjid, 1997: 169).<br />

Menurut Nurcholish Madjid, perasaan puas yang terkait<br />

dengan suatu tingkah laku yang baru, dapat muncul dengan<br />

sengaja atau tidak sengaja. Orang yang belajar<br />

menerapkan tingkah laku atau sikap-sikap yang baru<br />

mungkin menyadari, mungkin tidak, tentang adanya rasa<br />

kepuasaan yang terkait dengan itu semua. Dan bentuk<br />

atau tingkat rasa puas itu pun dapat bervariasi. Kepuasaan<br />

itu jika dialami secara langsung, dengan sendirinya akan<br />

memperkuat tingkah laku baru tanpa disadari oleh<br />

pelakunya.<br />

Di sinilah perlunya konsensus bersama di antara warga<br />

masyarakat agar konstelasi kehidupan dapat terjaga.<br />

Konsensus menurut Antonio Gramsci, selalu<br />

menghubungkan dengan ungkapan-ungkapan psikologis<br />

yang mencakup berbagai penerimaan aturan sosio-politis<br />

ataupun aspek aturan yang lain. Menurut Gramsci, tatanan<br />

hegemonis tidak perlu masuk ke dalam lembaga-lembaga<br />

ataupun praktik liberal sebab hegemoni pada dasarnya


merupakan suatu totaliterianisme dalam arti ketat. Bagi<br />

Gramsci asumsi liberal “masa kini,” bahwa orang tanpa<br />

mempunyai kesempatan sungguh-sungguh untuk<br />

mengungkapkan oposisinya tidak dapat dikatakan<br />

perjanjian, tampaknya sangat aneh. Diandaikan bahwa<br />

dalam suatu perjanjian dengan sendirinya ada disposisi<br />

mental, ada titiktitik lemah di samping kekuatannya. Lebih<br />

jauh Gramsci mencoba berpijak pada tiga kategori<br />

penyesuaian yang berbeda:<br />

1. Orang yang menyesuaikan diri mungkin karena takut<br />

akan konsekuensikonsekuensi bila tidak<br />

menyesuaikannya. Di sini konfromitas ditempuh melalui<br />

penekanan dan sangsi-sangsi yang menakutkan.<br />

2. Orang menyesuaikan diri mungkin karena terbiasa<br />

mengikuti tujuantujuan tertentu dengan cara-cara tertentu.<br />

Konfromitas ini merupakan soal partisipasi yang tidak<br />

terefleksikan dalam bentuk aktivitas yang tetap, sebab<br />

orang menganut pola-pola tingkah laku tertentu dan jarang<br />

dimungkinkan untuk menolak.<br />

3. Konfromitas yang muncul dari tingkah laku<br />

mempunyai tingkat-tingkat kesadaran dan persetujuan<br />

dengan unsur-unsur tertentu dalam masyarakat. Tipe ini<br />

dalam pandangan Femia Yoseph (1981) terkait dengan<br />

konsep legitimasi, dengan keyakinan bahwa tuntutantuntutan<br />

konfromitas benar lebih dulu.<br />

Totalitarianisme: pandangan bahwa negara adatah yang tertinggi dan<br />

kepentingankepentingannya mengatasi semua kelompok lain di<br />

dalamnya, misalnya agama, serikat buruh, kelompk-kelompok swasta,<br />

dan lain-lain. Fasisme secara teoretis maupun praktis adalah<br />

totalitarianisme. Sedang komunisme adalah totalitarian dalam arti praktis


(Lihat Mourice Cranstone, Totalitarianism-Facism dalam Paul Edwards<br />

(Ed., The Encyclopedia of Philosophy, Macmillan, Colier, London, 1967 III,<br />

hIm.182-184)<br />

Untuk itu, agar terjadi konsensus yang melahirkan<br />

konfromitas bersama dalam membangun daerah, adalah<br />

mengedepankan semangat otonomi daerah itu sendiri.<br />

Semangat dasar dari otonomi daerah pada dasarnya<br />

adalah keharusan bagi setiap wilayah untuk membangun<br />

fondasi yang kokoh guna menyusun strategi<br />

pemberdayaan dalam segala segi. Jika sebelumnya,<br />

strategi pembangunan daerah sangat tergantung kepada<br />

pemerintah pusat, kini bola dikembalikan kepada daerah<br />

dengan dasar bahwa pihak pemerintah daerah yang<br />

benar-benar mengetahui potensi yang dimilikinya beserta<br />

kendalakendala yang dihadapi secara langsung. Dengan<br />

kata lain, strategi yang disusun oleh pemerintah daerah<br />

mestilah mengacu pada kondisi real untuk melakukan<br />

berbagai penyesuaian kebijakan terhadap masalahmasalah<br />

mendasar yang telah lama dihadapi.<br />

Langkah pertama yang patut dilakukan adalah<br />

melakukan identifikasi semua faktor terpenting yang dapat<br />

dijadikan titik tolak penyusunan kebijakan dasar. Pihak<br />

pemerintah daerah bersama berbagai kelompok<br />

masyarakat harus melakukan studi secara seksama<br />

terhadap segala hal yang berkaitan dengan arah<br />

kebijakannya secara umum. Dalam hal ini, kendala yang<br />

akan dihadapi adalah keterbatasan sumber daya manusia<br />

(SDM).<br />

Namun dengan keharusan tersebut justru terbuka


peluang bagi SDM daerah untuk melakukan pembelajaran<br />

guna meningkatkan kualitasnya. Dengan kata lain, proses<br />

pembangunan fondasi pembangunan daerah ibarat pisau<br />

bermata dua: satu sisi berguna untuk menyusun strategi<br />

baru yang tepat sekaligus akan meningkatkan kualitas<br />

sumber daya manusia yang melakukannya. Maka, dasar<br />

strateginya adalah: menyusun kebijakan dasar yang<br />

memberi ruang seluasluasnya bagi SDM yang dimiliki dan<br />

bukan mematikannya.<br />

Dengan begitu, pembangunan daerah mesti dipahami<br />

sebagai wahana untuk membangun SDM. Karena tanpa<br />

SDM yang memadai, sebagus apapun sebuah strategi<br />

kebijakan tetap tidak akan dapat dijalankan secara<br />

maksimal. Maka, hal utama yang patut diperhatikan adalah<br />

bagaimana mendorong semua potensi SDM, baik dari<br />

pihak pemerintah daerah, di jajaran legislatif, juga para<br />

pelaku dibidangnya masing-masing, untuk belajar secara<br />

cepat guna mencari jalan keluar terbaik dari masalahmasalah<br />

yang dihadapi.<br />

Otonomi daerah berarti suatu upaya untuk membangun<br />

kemandirian dari segi SDM-nya. Selain upaya perbaikan<br />

SDM, hal mendasar yang lain adalah mengupayakan<br />

sinergi antar-potensi yang dimiliki, baik dari pihak<br />

pemegang otoritas formal seperti jajaran eksekutif dan<br />

legislatif, maupun dari pihak masyarakat yang diwakili oleh<br />

tokoh-tokoh sosial keagamaan serta para pelaku ekonomi.<br />

Harus dibangun komunikasi yang lebih intensif antar<br />

lembaga secara internal yang sangat bermanfaat untuk<br />

memperbaiki kinerja antar lembaga tersebut. Suatu cara


komunikasi yang cenderung rumit dan berjarak harus<br />

dihindari karena hal itu akan dapat membuat kinerja antarlembaga<br />

menjadi lamban.<br />

Selain itu, sangat penting dilakukan perubahan pada<br />

karakter birokrasi, dari sifatnya yang Berorientasi<br />

"dilayani" menjadi "melayani". Dalam bahasa yang lebih<br />

lazim, secara perlahan-lahan mesti ditanamkan paradigma<br />

"public service" pada jajaran birokrasi. Bahwa birokrasi<br />

adalah fasilitator bagi masyarakat, lebih sebagai<br />

"membantu" masyarakat ketimbang "memerintah". Dan<br />

pada alam pikir masyarakat kita sekarang, alangkah baik<br />

jika birokrasi kemudian juga sebagai pendorong<br />

perubahan sekaligus "pengayom" masyarakat. Dengan<br />

begitu, birokrasi bukan menjadi alat atau sekadar robot,<br />

tapi juga semacam partner bagi masyarakat. Dia memiliki<br />

fungsi adminitrasi sekaligus fungsi sosial yang jauh lebih<br />

baik ketimbang di masa lalu.<br />

Dengan begitu, proses pemberdayaan daerah adalah<br />

sebuah upaya pembelajaran bagi birokrasi untuk<br />

menemukam orientasi dan fungsi baru bagi dirinya maupun<br />

hagi masyarakat.<br />

Sementara itu, perlu diupayakan komunikasi eksternal,<br />

baik antara jajaran eksekutif dan legislatif dengan berbagai<br />

lapisan masyarakat, maupun komunikasi antar-kekuatan<br />

didalam masyarakat itu sendiri seperti para tokoh<br />

masyarakat, para pelaku usaha dan berbagai organisasi<br />

kemasyarakatan yang ada. Komunikasi semacam ini<br />

selain akan sangat berguna untuk memperkuat legitimasi<br />

dari suatu kebijakan yang diputuskan, juga dapat dijadikan


uang publik, yaitu sebuah ruang tempat berlangsungnya<br />

dialog antar-lapisan masyarakat untuk mencari solusi<br />

terbaik dalam penyusunan strategi pemberdayaan daerah.<br />

Dengan cara seperti itu, maka pemberdayaan daerah<br />

akan dapat dipahami sebagai upaya untuk share<br />

ofauthority,suatu pembagian tugas, kewenangan dan<br />

tanggung jawab. Bahwa pembangunan daerah bukan<br />

semata-mata tanggung jawab pemerintah melainkan juga<br />

tanggung jawab semua orang, tugas seluruh masyarakat<br />

daerah itu sendiri. Jika seluruh inisiatif dan tanggung jawab<br />

diletakkan di pundak pemerintah, cara berpikir seperti itu<br />

tidak berbeda dengan zaman dulu di mana segalanya<br />

menjadi tugas dan kewajiban eksekutif semata. Dan pada<br />

kenyataannya eksekutif memiliki keterbatasannya sendiri<br />

untuk memikul seluruh tanggung jawab yang semakin berat<br />

tersebut. Maka, dengan era baru ini, pemberdayaan<br />

daerah mesti dipahami sebagai upaya membangun<br />

proses partisipasi seluruh masyarakat untuk membangun<br />

dirinya sendiri.<br />

Setelah pemilu legistalif yang baru saja berlangsung,<br />

setiap daerah memperoleh para wakil rakyat yang boleh<br />

jadi juga baru. Dengan komposisi wakil rakyat yang baru<br />

itu masyarakat tentu menaruh harapan yang baru pula<br />

kepada mereka. Terlepas dari latar belakang partai politik<br />

atau latar belakang organisasi di mana para wakil rakyat<br />

itu berasal, yang patut diperhatikan adalah, dengan SDM<br />

politik yang baru itu, terbuka kesempatan untuk melakukan<br />

berbaikan atas strategi pemberdayaan daerah yang<br />

selama ini dirumuskan. Juga terbuka peluang untuk


menyusun strategi baru dengan model partisipatif seperti<br />

disebutkan di atas.<br />

Komposisi wakil rakyat yang segar diharapkan akan<br />

membawa ide-ide dan semangat pemberdayaan yang<br />

segar pula. Siapapun harus maklum bahwa masyarakat<br />

kita sekarang sudah sangat cerdas secara politis sehingga<br />

tuntutannya terhadap kinerja wakil-wakilnya yang duduk di<br />

DPRD maupun tuntutan terhadap kinerja eksekutif juga<br />

semakin tinggi. Artinya, secara alamiah, masyarakat akan<br />

memainkan fungsi kontrol yang semakin partisipatif.<br />

Masyarakat tidak hanya akan mengontrol wakil-wakilnya,<br />

melainkan juga akan mengawal seluruh kebijakan yang<br />

dijalankan oleh eksekutif. Maka, di sini proses<br />

pemberdayaan daerah musti dipahami sebagai upaya<br />

untuk membangun sistem kontrol partisipatif secara<br />

mandiri oleh masyarakat. Kontrol tersebut dapat diarahkan<br />

pada berbagai kebijakan yang dijalankan oleh pihak<br />

eksekutif maupun kontrol terhadap diri mereka secara<br />

mandiri.<br />

Hal selanjutnya yang menjadi sasaran proses<br />

pemberdayaan daerah adalah memperkuat ketahanan<br />

sosial. Yang dimaksud adalah bagaimana menciptakan<br />

daya tahan yang kuat meliputi daya tahan ekonomi, religius<br />

dan politis. Sebuah masyarakat yang memiliki daya tahan<br />

ekonomi tidak akan mudah mengalami guncangan sosial<br />

yang datang dari luar. Begitu juga masyarakat yang<br />

memiliki daya tahan religius yang kuat tidak akan mudah<br />

mengalami perpecahan sosial. Daya tahan sosial yang<br />

kuat akan menutup segala kemungkinan gejolak akibat


pertentangan berbagai kepentingan sesaat sehingga tidak<br />

mudah terjerumus dalam kerusuhan, kekerasan dan hal-hal<br />

kriminal. Keamanan dan kenyamanan masyarakat akan<br />

tergantung pada sejauh mana ketahanan sosial yang<br />

dimiliki.<br />

Hal ini sangat penting apalagi dalam situasi seperti<br />

sekarang ini di rnana suhu politik dapat meningkat seiring<br />

dengan akan dilakukannya pemilihan presiden.<br />

Tentu saja, upaya untuk membangun ketahanan sosial<br />

yang kuat merupakan tugas semua pihak, dan hal ini hanya<br />

dapat dilakukan jika seluruh lapisan masyarakat<br />

menemukan kesepakatan bahwa keutuhan sosial jauh<br />

lebih berharga ketimbang kepentingan sepihak.<br />

Di sini, proses upaya pemberdayaan daerah harus<br />

dipahami sebagai upaya untuk membangun kerekatan<br />

sosial yang mantap, di mana pemerintah dapat berfungsi<br />

sebagai pendorong atau fasilitator utama.<br />

Yang terakhir, adalah memahami proses pemberdayaan<br />

daerah sebagai upaya membangun karakter daerah<br />

dengan berdasar pada nilai-nilai budaya. Ketahanan sosial<br />

yang kuat dapat dimulai dengan membangun karakter<br />

budaya yang dimiliki. Berbagai bentuk ekspresi budaya<br />

mesti didorong agar dapat menjadi wahana partisipasi<br />

bagi seluruh lapisan masyarakat, bukan hanya untuk<br />

wahana berkomunikasi, tapi juga sebagai wahana untuk<br />

menggali dan memahami diri mereka sendiri. Dengan<br />

begitu, Pemberdayaan daerah berbasis budaya ini dapat<br />

ikut meletakkan fondasi yang kokoh agar tercipta<br />

ketahanan sosial yang kokoh. Mudah-mudahan Tangerang


mampu menciptakan pemberdayaan berbasis budaya ini.<br />

Semoga.


DEMOKRASI SMS<br />

“ …. Suara Rakyat Jangan Dicurigai!”<br />

Rakyat Bertanya WH Menjawab Oleh:<br />

Wahidin Halim Walikota Tangerang<br />

S. Rakyat Penganggur<br />

T. Sas-Sus Mutasi Birokrasi<br />

Daftar Isi<br />

A. Pengantar Editor<br />

“Hotline Service” di Kota Tangerang B. Anjangsana,<br />

Soan ke Rumah Pak Wali dan SMS C. Angkutan Warga<br />

D. Aksi <strong>Anak</strong> Buah Pak Wali<br />

E. Camat dan Lurah Kita<br />

F. Layanan Publik<br />

G. Disiplin<br />

H. Dana dan Harta Rakyat


I. Maksiat Sosial<br />

J. Pendidikan Untuk Kita Semua<br />

K. Perda Kota Kita<br />

L. Genderang Perang KKN (Korupsi, Kolusi dan<br />

Nepotisme)<br />

M. Pasar<br />

N. Penyakit dan Kesehatan Masyarakat Kita O. Perbaikan<br />

Jalan dan Solusi Macet, Cet P. Ribut Pemilu Rakyat<br />

Q. Proyek Para Pimpro Kota<br />

R. Rumah Ibadah<br />

U. Sampah dan Limbah Kota V. Seni, Wen<br />

W. Soal Olah Raga dan Sepakbola Persikota X. Tanah<br />

dan Rumah Rakyat<br />

DEMOKRASI ‘HOTLINE SERVICE’<br />

DIKOTA TANGERANG<br />

Pelajaran dari SMS Hallo Pak Wali<br />

Demokratis tidaknya sebuah Negara, suatu<br />

pemerintahan besar, kecil atau apapun levelnya,<br />

sesungguhnya dapat diukur melalui sejauh mana<br />

perangkatperangkat dan prosedur demokrasi telah<br />

diterapkan. Satu diantara sekian perangkat yang<br />

keberadaannya dianggap sebagai obselut yakni<br />

tersedianya sarana public untuk mengkomunikasikan<br />

gagasan, opini, keinginan, bahkan kejengkelan terhadap<br />

para pemangku kekuasaan, secara langsung tanpa editan,<br />

tanpa potongan, apalagi distorsi. Yaitu sebuah medium


komunikasi, semacam direct-line, dan dalam beberapa hal<br />

boleh jadi mirip free hotline, dimana rakyat disemua<br />

lapisan dan atau pejabat pemerintahan disemua level,<br />

dapat bercakap-cakap tanpa perantara alias langsung.<br />

Tradisi ini mudah ditemukan dinegara-negara yang<br />

tradisi demokrasinya sudah cukup mapan dan ditambah<br />

fasilitas teknologinya begitu menunjang. Salah satu<br />

pemerintahan yang patut dijadikan contoh sukses dalam<br />

menrapkan tradisi baik yang satu ini yaitu pemerintahan<br />

propinsi Quebec dibelahan Amerika Utara, Kanada.<br />

Rakyat ditanah Quebec, misalnya bisa menelpon<br />

minister (pejabat kementerian, bahkan menterinya) dilevel<br />

propinsi secara langsung. Sebaliknya, para minister ini<br />

pun, rela secara langsung pula mendengarkan apa yang<br />

dikeluhkan publik. Tidak setiap saat, tentu saja, tetapi<br />

ruang ini biasanya dilakukan dan dibuka seluas-luasnya<br />

ketika waktu-waktu tertentu hendak atau baru saja,<br />

meluncurkan satu kebijakan menyangkut hajat publik,<br />

menyangkut orang banyak (Public policy). Pesawat<br />

telepon yang punya nomor sambungan langsung kementeri<br />

dilevel propinsi itu tersedia ditemapt-tempat umum (Public<br />

places). Dan rakyat tanpa tedeng aling<br />

–aling bisa say anything. Tentang satu kebijakan baru<br />

tersebut. Jadi bisa dibayangkan seorang pemulung,<br />

pembuang sampah, ataupun seorang esekutif muda bisa<br />

bercakap-cakap langsung dengan menteri atau staf<br />

kementerian, untuk menumpahan apa yang mereka<br />

anggap baik atau tidak.


Kalau model ini diterapkan diIndonesia, jadi kira-kira<br />

para supir angkot, para pedagang dikios atau kaki lima,<br />

ibu-ibu rumah tangga, anak-anak sekolah bahkan suatu<br />

kepala keluarga yang rumahnya terendam banjir, bisa<br />

langsung menumpahkan kekesalannya kepada bupati,<br />

walikota, gubernur, menteri, bahkan Presiden. Dan<br />

sebaliknya denganpenuh simpati, para pejabat ini jadi<br />

pendengar yang baik, merespon, sekaligus, aktif: mencari<br />

solusi konkret terhadap masalah yang dihadapi rakyat<br />

tersebut, apalagi memeuhi apa maunya rakyat.<br />

Direct-line seperti ini, sekurang-kurangnya aiasakan<br />

pada tiga pertimbangkan berikut. Pertama, melalui sarana<br />

itu, diharapakan, dapat menekan hingga ke titik nol – apa<br />

yang disebut distorsi aspirasi publik. Dalam teori<br />

komunikasi yang masyhur, hal dimaksudkan untuk<br />

mencegah munculnya gangguan (noises) dari pesanpesan<br />

(message) yang dikomunikasikan secara pengirim<br />

pesan (sender) terhadap penerima pesan (receiver).<br />

Pengirim pesan melalui perantara, mengharuskan<br />

terhjdinya penafsiran pesan secar ganda, bersayap dan<br />

berlipat-lipat. Ada dua kemungkinan yang terjadi pesan<br />

dimengerti atau tidak, dan hal ini karena, satu, penyampai<br />

pesan tidak cakap menjelaskan, kalum karena bahasa<br />

yang digunakan, bahasa rakyat, dua, penerima pesan<br />

boleh jadi, tenyata, memiliki impairment (cacat seperti<br />

“Tuli”), atau memang sengaja menyelewengkan pesan<br />

lantaran kepentingan-kepentingan tertentu.<br />

Dalam konteks kehidupan bernegara, proses seperti ini


dapat ditemukan bentuknya ketika rakyat harus<br />

menyampaikan aspirasinya kepada lembaga wakil rakyat,<br />

untuk seterusnya dilanjutkan pada para pengendali roda<br />

kekuasaan. Tidak ada yang salah dengan proses ini, tetapi<br />

bukankah acap kali disaksikan bersama: rakyat maupun<br />

hanya A, wakil rakyat maunya beda: B,C, bahkan Z. Nah<br />

para wakil rakyat seperti inilah, yang disebut: para pelacur<br />

kepentingan rakyat, tak lebih wakil nafsu kekuasaan,<br />

serentak wakil kepentingan diri pribadi dan keluarganya,<br />

saja.<br />

Kedua , tersedianya sarana itu, para pengambil<br />

kebijakan (decision maker) ditingkat eksekutif, bisa<br />

langsung mendengar aspirasi publik, lalu, meletakkan<br />

aspirasi itu sebagai a second opinion. Alur seperti ini<br />

didasarkan pada kesadaran, sekecil apapun kebijakan<br />

Negara, yang akan merasakan dampaknya langsung ialah<br />

publik itu sendiri. DiJakarta, misalnya, Sutiyoso idealnya<br />

membuka line khusus, dimana publik Jakarta bisa<br />

mendedahkan apa apa pendapat mereka terakait rencana<br />

penerapan subway atau urusan relokasi atau tukar guling<br />

tanah.<br />

Ketiga, sarana direct-phone-line semacam itu mampu<br />

mengurai benang kusut demorasi kenegaraan. Seperti<br />

sudah menjadi rahasia umum, dimanapun, yang namanya<br />

birokrasi ya tetap birokrasi: banyak tetek bengek aturan<br />

rigid yang harus dipatuhi apalagi dinegara seperti<br />

Indonesia, demokrasi social terganjal didua belokan,<br />

pertama, aturan birokrasinya itu sendir, kedua, orang-


orang dibelakang system birokrasinya itu sendiri sudah<br />

kelewat birokratis , alias merasa diri seorang birokrat! Dan<br />

hanya melalui sambungan telepon langsung ke jantung<br />

birokrasi, diharapkan, rakyat bisa mengatakan apa yang<br />

bisa dikatakan tentang bagaimana seharusnya bapakbapak<br />

para pejabat pemerintah, mengurusi Negara ini<br />

secra adil dan menguntungkan rakyat kebanyakan.<br />

Demokrasi SMS di Kota Tangerang<br />

Salah satu anak yang terlahir dari revolusi komunikasi<br />

dan globalisasi informasi ialah fenomena SMS (Short-<br />

Messege System) dalam jejaring selular phone. Yaitu<br />

sistem komunikasi jarak jauh yang didesain untuk<br />

memfasilitasi orang-orang yang memiliki tingkat mobilitas<br />

tinggi. Secara sosiologis, bahkan politik, telepon seluran<br />

denga SMS-nya sulit disangkal menjadi realitas teknologi<br />

yang multi fungsi. Selain tentu fungsi utamanya, SMS lalu<br />

menjadi sarana publik untuk kepentingan komunikasi, ia<br />

telah menjadikan media entertain, komunikasi politik dan<br />

tentu juga bisnis semua tergantung si pengguna saja.<br />

Menimbang ragam fungsi SMS seperti dijelaskan<br />

diatas, maka menjadi fenomena unik tersendiri bila lalu<br />

SMS dijadikan alat komunikasi politik atara rakyat dan<br />

penguasa, para pengambilan kebijakan, atau para<br />

penyelenggara kegiatan pemerintahan. Dan inilah yang<br />

dipilih pemerintah kota, dalam hal ini dijalani langsung oleh<br />

jabatan politiksekelas Walikota Tangerang, untuk<br />

membuka kran komunikasi rakyat penguasa. Pemda kota<br />

Tangerang bersedia membuka rubric SMS melalui salah


satu media local (community news paper) yaitu Satelit<br />

News. Hallo Pak Wali nama rubriknya. Segala unek-unek,<br />

saran, kritik, sampai pujian bisa dikemukakan setiap<br />

masyarakat Kota Tangerang melalui masyarakat yang<br />

kemudian memberikan jawaban yang dikemas dalam<br />

r ub r i k Saudaraku Rakyat Kota Tangerang dan<br />

ditayangkan setiap edisi senin.<br />

SMS-SMS dikoran SATELIT NEWS, dan seperti<br />

tertuang dalam naskah buku ini, merupakan laporan<br />

langsung warga, yang tanpa gangguan prosedur birokrasi<br />

yang biasanya rigrid itu. Juga, hamper seluruhnya steril dari<br />

distorsi interest group terhadap pemegang kekuasaan<br />

tingkat tinggi di Kota Tangerang. Warga dalam SMS itu tak<br />

perlu berlelah menyampaikan aspirasinya pada wakil<br />

rakyat digedung DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat<br />

Daerah), yang katanya prosedurnya agak ruwet. Rakyat<br />

Tangerang dengan bahasa ibunya sendiri-sendiri, bisa<br />

leluasa mengeluarkan unekunek, keinginan hati, harapan<br />

kepada paket kepemimpinan kota yang telah didaulatnya.<br />

Mereka cukup berkirim SMS dengan biaya cukup murah<br />

dan bahasa sesukanya.<br />

Yang sulit dibeli dengan uang adalah melaui SMS-SMS<br />

itu, rakyat memiliki tingkat otonomi, kebebasan, dan<br />

perlakuan yang luar biasa sama. Inilah syarat sebuah<br />

demokrasi, ya, demokrasi sms. Yaitu, public memiliki<br />

kesempatan, ruang, dan hak suara yang sama dengan<br />

yang lainnya. Jawaban SMS tidak melihat siapa status<br />

social, jabatan politik, apalagi ‘kualitas darah’ si pengirim.<br />

Mereka sekali lagi, memiliki hak yang sama.


Yang juga tidak kalah menarik dari fenomena<br />

demokrasi SMS di Kota Tangerang ini ialah, jawabanjawaban<br />

yang meluncur dari Walikota Wahidin Halim, yang,<br />

selain lugas, jelas, tegas dan juga jenaka. Dengan gaya<br />

sehari-hari, dan lebih merupakan respon lisan yang refleks,<br />

jawaban-jawaban SMS pun mengalir seolah rakyat tidak<br />

meminjam mulut dan telinga, bercakap-cakap langsung<br />

dengan Wahidin Halim.<br />

Jawaban ternyata tidak berhenti di SMS. Dalam<br />

beberapa ksempatan, respon terhadap SMS bisa<br />

langsung kongkret, berupa aksi pemerintah kota terhadap<br />

suatu kebijakan yang menyangkut hidup orang banyak,<br />

dipojok kota – desa di Tangerang, Banten. Dapat diurut<br />

sendiri isu-isu yang meruap lalu direspon; perbaikan jalan,<br />

laporan KKN pejabat, soal sampah, bangunan miring,<br />

sampai yang menyanjungnyanjung pemerintah kota. Sejauh<br />

ini apa yang berlangsung baik-baik saja dan sungguh<br />

sangat positif lagi konstruktif . Tradisi ini tradisi baru yang<br />

baik dank arena itu perlu diteruskan.<br />

Buku yang berada ditangan pembaca ini,<br />

sesungguhnya merupakan lampiran dari buku Ga<br />

Gampang Ngurusin Kota . Dibuku ini, pembaca akan<br />

menemukan respond an tanggapan langsung terhadap<br />

persoalan yang muncul, dan bagaimana harusnya Kota<br />

Tangerang tercinta ini dibangun. Untuk mempermudah<br />

bacaan, buku ini sengaja disusun secara tematis,<br />

berdasarkan kategori persoalan. Ini dengan harapan,<br />

khalayak pembaca dapat mengecek langsung apa respon<br />

WH terkait kebijakan, program, dan persoalan kota yang


muncul di SMS-SMS. Akhirnya selamat membaca.<br />

ANJANGSANA, SOWAN KE RUMAH PAK<br />

WALI DAN SMS<br />

Suara Rakyat:<br />

Petunjuk untuk bertemu Bapak<br />

Pak Wali yang terhomat, mohon petunjuk caranya agar<br />

yang bukan pejabat<br />

agar bisa bertemu dengan Pak Wali, dari pengalaman<br />

saya bertamu kerumah Pak Wali 3 jam menunggu, Pak<br />

Wali sibuk mau main bulutangkis, mohon perbaiki sikap<br />

dan maaf apa adanya. 081311375XXX.<br />

Jawaban Walikota<br />

Ngga usah pake petunjuk, petata petiti segala. Datang<br />

aja asal sabar menunggu karena tamunya juga banyak.<br />

Biasanya kalo mau main bulutangkis ada tamu saya<br />

terima dulu tamunya, seingat saya tak ada tamu yang<br />

ditolak kecuali sudah tidur. Walaupun lagi main<br />

badminton saya tunda dulu sebentar dan saya<br />

menanyakan point-point apa yang perlu disampaikan.<br />

Walikota rumahnya selalu terbuka siapa aja diterima.<br />

Suara Rakyat :<br />

Saya ingin bertemu Bapak<br />

Assalammualaikum Wr.Wb Pak Wali, saya ingin<br />

ketemu Bapak. Ada sesuatu masalah yang sangat penting<br />

bagi saya sebagai rakyat kecil, karena saya sudah kesana


kemari mencari keadilan tapi tidak ada buktinya, mereka<br />

sebagai rakyat kecil, karena saya sudah kesana kemari<br />

mencari keadilan tapi tidak ada buktinya, mereka hanya<br />

bisa diam dan mendengarkan saja. Oleh karena itu, saya<br />

ingin mengetuk hati nurani Bapak sebagai walikota. Atas<br />

perhatian Bapak, saya mengucapkan terima kasih. Maaf<br />

saya tidak bisa menceritakan di SMS karena terlalu<br />

panjang saya ceritakan. 081315006XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Hati nurani saya tak perlu diketuk, saya sudah punya<br />

yayasan Hati nurani, tukang ojek, tukang becak dan lainlain<br />

biasa datang. Siapa saja boleh ketemu saya, asal<br />

memiliki niat baik dan jelas.<br />

Suara Rakyat:<br />

Jangan nunggu di SMS, pak<br />

Jangan nunggu di SMS in dong... PJU di Jasunbata mati<br />

tuh. Yang di<br />

Tanah Tinggi malah nyala (sebagian) meski slang<br />

t)(.)Iong.08161629XXX yang selalu ingat dari mana dia<br />

berasal, terkadang kalau sudah jadi lupa semua.<br />

08569978XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Berarti lupa isrti, lupa anak, lupa kerjaan, lupa sama<br />

sholat, lupa sama Tuhan, lupa semuanya. Itu perlu<br />

dibawa ke Grogol. Kalan dia lupa sama pekerjaan, saya<br />

tindak, kalau lupa sholat urusan Tuhan, tapi kalau yang<br />

dimaksud lupa dalam arti membalas jasa itu soal lain.<br />

Suara Rakyat:


(Maaf telat) Selamat Ulang Tahun, pak<br />

Walau agak terlambat kami mengucapkan selamat ulang<br />

tahun.<br />

Jawaban Walikota: Terima kasih.<br />

Suara Rakyat:<br />

Selamat ulang tahun Pak Wali! Siap gak jadi gubernur<br />

Pak Wali, ane atas nama warga Cimone Jaya ngucapin<br />

Selamat Ultah<br />

ya. Semoga tetap istiqomah dan bersahaja dalam<br />

memimpin Kota Tangerang. Siap jadi gubernur nggak?<br />

Thanks. 0817 179 322<br />

Jawaban Walikota:<br />

Jadi Gubernur?! Jadi Walikota aja diuber-uber tukang<br />

becak ha.. ha..<br />

ha.. ngatur tukang becak aja susah, ngelawan arus<br />

ditertibin marah, tapi<br />

ane sih tenang aja nggak perlu takut.<br />

Suara Rakyat :<br />

Boleh Aye ngikut?<br />

Bang Wahidin Halim, motto akhlakul Karimah dibuka untuk<br />

umum atau untuk<br />

Pemda saja? Materinya bagus, bolehkah Aye ngikut biar<br />

jadi soleh dan tambah ilmu ? Selamat dan sukses selalu.<br />

0813105415XXX<br />

Jawaban Walikota<br />

Ya tentu saja, Makasih.<br />

ANGKUTAN WARGA


Suara Rakyat:<br />

Penertiban becak gimana, pak?<br />

Thank's Pak Wali, PKL yang menganggu sudah<br />

ditertibkan, terus<br />

sekarang becak gimana nih? Sudah sangat mengganggu<br />

jalan kota dengan seenaknya lawan arus jalan.<br />

0811828XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Becak itu semerawut, seenaknya sendiri tidak taat<br />

aturan, melawan arus dan kian hari kian bertambah<br />

jumlahnya. Secara bertahap akan ditertibkan sekarang<br />

sedang sosialisasi.<br />

Suara Rakyat :<br />

Tolong atasi pemalakan sopir angkot.<br />

Yang terhormat Pak Walikota Tangerang, tolong iatasi<br />

pemalakan terhadap<br />

sopir angkot didepan took bata masjid lama. Aksi mereka<br />

sangat meresahkan. 081314557XXX<br />

Jawaban Walikota :<br />

Lapor polisi, kadang ulah supir dan premannya<br />

samimawon<br />

Suara Rakyat:<br />

BB siap sukseskan penertiban becak<br />

Benteng bersatu siap menyukseskan penertiban becak,<br />

agar kota Tangerang<br />

lebih tertib, mudah-mudahan Pak Wali diberi kesehatan<br />

terus untuk memimpin Kota Tangerang.


Jawaban Walikota: Terima kasih.<br />

Suara Rakyat:<br />

Dikemanakan Dana Petikan Organda?<br />

Dikemanakan Dana Petikan Organda, tiap harinya Rp 200<br />

mobil total Rp<br />

600 ribu, satu tahun total Rp 216 juta. Para wajib KIR tidak<br />

pcrnah rasakan manfaatnya sejak adanya Organda di Kota<br />

Tangerang. 08129021XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Tanya Iangsung ke Orangnya<br />

Suara Rakyat:<br />

Becak Bebas Berkeliaran<br />

Assalamualaikum Wr. Wb. Pak Wali, mau Tanya tentang<br />

becak yang mangkal<br />

di jembatan Gerendeng Masjid Agung Tangerang kok<br />

bebas berkeliaran? Apalagi kalu mau nyebrang jalan lain<br />

arah yang berlawanan sering terjadi kecelakaan.<br />

081510084XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Ditertibin kemarin ribut tapi tenang aja akan terus<br />

ditertibkan.<br />

Suara Rakyat:<br />

Korban copet di angkot<br />

Pak Wali, sudah banyak korban kelompok copet dalam<br />

angkot di<br />

Tangerang. 085678038XX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Inforntasi yang sama sudah saya terima pada SMS yang


lalu dan saya<br />

sudah koordinasikan dengan kepolisian.<br />

Suara Rakyat:<br />

Becak semrawut di Ki Samaun<br />

Becak banyak sekali nih melawan arus di Jalan Ki Samaun<br />

terutama<br />

saat jam kerja. Semrawut dan berbahaya. 081314019XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Jalan Ki Samaun akan kita bebaskan dari becak,mohon<br />

kesabara,<br />

menghadapi tukang becak kan beda. Tau sendiri tukang<br />

becak.<br />

Suara Rakyat:<br />

Yayasan Nurmaniyah minta tambah trayek<br />

Kami (Yayasan Nurmaniyah) dengan 1100 siswa SMP-<br />

SMK-SMU, mohon<br />

kepada Pak Wali agar menambah rute .Angkot ke jalan H<br />

Mencong-Parting Serab, terima kasih. 08159090XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Udah kita coba angkutan umum ke sana, tapi diprotes<br />

tukang ojek. Ntar<br />

saya galakin tukang ojeknya.<br />

Suara Rakyat:<br />

Tolong dong koordinasi...<br />

Pak Wali, tolong koordinasikan ke Pemda Kabupaten<br />

Tangerang, perahu<br />

Tanjung Pasir ke Pulau Untung Jawa agar dilengkapi<br />

sarana keselamatan penumpang dan dikontrol rutin,


sebelum jatuh korban. Masyarakat Kota Tangerang banyak<br />

jadi penumpangnya. 08171214XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Ntar kalau saya jadi gubernur.<br />

AKSI ANAK BUAH PAK WALI<br />

Suara Rakyat:<br />

Tidak ada alasan pemkot menolak<br />

Pak Wali, ruh otda adalah daerah memiliki kewenangan<br />

untuk mengatur<br />

wilayahnya sesui dengan kebutuhan di luar 5<br />

kewenangan pusat, begitu pula dengan membuat Perda<br />

CD, itu merupakan hak lokalitas karena Kota Tangerang<br />

memiliki banyak perusahaan, mungut iuran dari<br />

perusahaan, mengatur mekanisme pengelolaan program<br />

CD perusahaan. Jadi tidak ada alasan lagi buat Pemkot<br />

menolak, toh perusahaan aja udah setuju, gimana pak?<br />

08129381XXX<br />

Jawaban Walikota :<br />

Menolak, belum lagi. Masih kita kaji secara mendalam,<br />

Soal<br />

politik lokalitas tidak berarti kita bebas segalanya<br />

membuat produk hukum. Mengingat Pemerintah Pusat pun<br />

memiliki kewenangan represif. Banyak Iho Perda-perda<br />

produk otonom ternyata dianulir, hanya gara-gara tidak ada<br />

dasar hukumnya. Soal CD Kepmennya kan sudah ada<br />

tinggal penjabarannya. Materi atau substansi yang diajukan


teman-teman di LSM bukan berarti tidak bisa dikoreksi,<br />

beri waktu Pemda untuk mempelajarinya.<br />

Suara Rakyat:<br />

Sekda yang merakyat<br />

Assalamu'alaikum Wr. Wb, Pak Wali yang saya hormati,<br />

kalau boleh<br />

berpartisipasi sebaliknyamemilih sekda tidak hanya<br />

cerdas, tapi ‘low profile’ merakyat, taat ibadah, sederhana<br />

dan tidaj angkuh. 0813146032XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Terima kasih, jadi perhatian<br />

Suara Rakyat:<br />

BKD gengnya Depdagri?<br />

Yang terhormat bapak Walikota, Assalamu'alaikum Wr.<br />

Wb, rasa bangga<br />

dan acungan jempol punya walikota seperti Bapak.<br />

Saya hanya menunggu moment bapak mengenai:<br />

* BKD yang katanya geng Depdagri,<br />

* Memberantas blok-blok yang ada di setiap instansi<br />

tertentu<br />

* Pungutan-pungutan liar nyata terjadi di setiap pelayanan *<br />

Apakah istri pejabat ikut ngatur juga kalau suaminya<br />

pejabat? Saya menunggu, pak! 0813113318XX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Tidak ada geng-gengan, memangnya mau jadi<br />

preman apa, dan kalau ada geng-gengan akan saya<br />

sikat. Tentang adanya pungutan liar tolong anda bantu<br />

saya dengan informasi yang lebih lengkap. Kalau ada


istri pejabat yang ikut ngatur kantor suaminya, itu mah<br />

namanya istri pejabat ynng ceriwis, nanti saya kasih tau<br />

suaminya.<br />

Suara Rakyat:<br />

Kalau nggak ada Bapak, nggak jalan<br />

Pak Wali yang terhormat, langkah kepeminpinan sungguh<br />

tepat dalam<br />

menegakkan disiplin dan supremasi hukum topi masih<br />

belum diikuti oleh jajaran dibawah, Bapak kalau tidak ada<br />

Bapak tidak jalan. 08158855XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Walikota dan dalam kebijakan umum/political will yang<br />

dibawahnya<br />

harus tahu diri dong, Jangan kaya pahat, kalu diketok<br />

baru jalan. Untuk yang<br />

satu ini memang perlu waktu dan keteladanan.<br />

Suara Rakyat:<br />

Sudah saatnya mengkader pejabat asli daerah.<br />

Pak Wali yang tampan, sudah saahnya mengkader pejabat<br />

Pemda putera<br />

daerah, biar jadi pejabat yang bersih dan berwibawa. Hatihati<br />

sama pejabat yang cari muka. Kebanyakan orang<br />

sono-soni. 08161370XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Ikutilah proses, jadilah staf ynng baik, disiplin, jujur<br />

dan tanggung jawab. Yang cari muku sekarang sudah<br />

tidak ada, lagi cari duit. Anda orang asli apa aspal ? Kalo<br />

asli, ayo bangun kota kita.


Suara Rakyat:<br />

Bagaimana pegawai yang pecandu narkoba?<br />

Sejalan dengan visi Pak Wali ingin membangun Tangerang<br />

dengan akhlak<br />

dan profesionalisme, bagaimana dengan pegawai Bapak<br />

yang pecandu narkoba dan gelar sarjananya aspal?<br />

081510081XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Dari dulu juga kalau pecandu narkoba dipecat dari<br />

PNS, apalagi TKK, soal sarjana palsu laporkan ke<br />

pengadilan. Kemarin sarjana palsu lulus testing CPNS<br />

dan ketauan langsung dibatalkan.<br />

Suara Rakyat:<br />

BKKD kok pelit, sih? Pinjam buku saja nggak boleh<br />

Pak Wali yang budiman, kami kesulitan mendapatkan<br />

APBD, kata staf di BKKD nyetaknya terbatas, tapi ketika<br />

kami mau pinjam untuk dicopy sendiri tidak dikasih, kok<br />

pejabat pemkot pelit ya. padahal itu kan dokumen publik<br />

yang wajib dikctahui masyarakat, mohon paradigma orba<br />

pejabat segera diperbaiki, kami menunggu tindakan tegas<br />

Bapak. Selamat berjuang. 08129381XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Jangan dipolitisir, mekanisme pengesahannya menjadi<br />

produkhukum sudah melalui proses panjang<br />

memberikan kesempatan<br />

kepada warga untuk mengetahuinya. APBD dokumen<br />

negara, tidak berarti<br />

harus difotocopy untuk dibagikan keseluruh warga dan


tidak setiap<br />

orang bebas untuk memiliki, tergantung dari kebutuhan..<br />

Suara Rakyat:<br />

Ijazah aspal ngetrend, pak<br />

Assalamu'alaiktun Pak Wali, ijazah aspal lagi ngetrend dan<br />

banyak<br />

dipakai oleh pegawai pemkot, ancaman pidananya 5 tahun<br />

penjara dan denda 500 juta, masyarakat menunggu.<br />

081510081XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Kalau Caleg silahkan lapor ke Panwaslu, kalau bukan<br />

caleg laporkan<br />

saja ke polisi. Susah amat sih!<br />

Suara Rakyat:<br />

Terima kasih jika Kepala Kantor Damkar dipanggil<br />

Pak Wali, saya ucapkan terima kasih bila Kepala Kantor<br />

Damkar sudah<br />

dipanggil. Mudah-mudahan periode mendatang Pak Wali<br />

jadi Gubernur Banten. 08128280XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Ya sudahlah jangan dibesar-besarkarr, kita masih<br />

mencermati.<br />

Karena anda staf baiknya anda langsung membuat surat<br />

ke Walikota.<br />

Suara Rakyat:<br />

PAM Kota Arogan<br />

Daftar ulang 2 kali lebih mahal dari PAM TKR untuk Banjar<br />

Wijaya dan


selalu menjelek-jelekkan Pemkab. Maunya apa sih?<br />

081310733XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Sampai saat ini PDAM Kota belum pernah membuka<br />

pendaftaran, apalagi daftar ulang untuk langganan air<br />

untuk Perumahan Banjar Wijaya.<br />

Suara Rakyat: Terkadang kalau udah jadi pada<br />

lupa, deh<br />

Saya mohon kepada Yang Maha Kuasa semoga Pak Wali<br />

punya anak buah<br />

yang sesuai dengan program Pak Wali yang selalu ingat<br />

dari mana dia berasal, terkadang kalau sudah jadi lupa<br />

semua. 08569978XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Berarti lupa istri, lupa anak, lupa salat lupa kerjaan lupa<br />

semuanya.<br />

Itu perlu dibawa kegrogol, kalu dia lupa sama pekerjaan,<br />

saya tindak,<br />

kalau lupa sholat urusan Tuhan, tapi kalau yang<br />

dimaksud lupa dalam arti<br />

membalas jasa itu soal lain<br />

Suara Rakyat:<br />

Bapak yang punya political power<br />

Saya mo kritik untuk Pak Wali, kriminal dan narkoba dan<br />

kawan-kawan<br />

bukan hanya tugas polisi, tapi bapak sebagai walikota<br />

yang punya political power. Bikin dong strategi jitu untuk<br />

menurunkan tingkat kriminalitas dan semua jenis


kejahatan. Kalau urusan polisi itu mah proses yuridis<br />

formalnya, contohnya Walikota New York. 0815879XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Undang-undangnya yang berbeda, anda pernah pergi<br />

ke New York dan anda tahu pemilihal local government<br />

disana? Apakah anda tahu tugas Walikota New York,<br />

apakah walikota New York rajin kondangan seperti<br />

Walikota Tangerang, jum’at keliling keluar masuk<br />

kampong melaksanakan 11 wajib kewenangan dll.<br />

Apakah anda tahu walikota dinegara Bagian Amerika<br />

juga sebagai ibu rumah tangga yang hanya<br />

mengomandoin dari dapur keluarga atau sebagai intang<br />

film serta apakah anda tahu hubungan polisi dengan<br />

pihak pemerintah lokal? Saya kasih informasii, kepala<br />

kepolisian di Hongkong diangkat oleh walikota.<br />

Jangan menyamakan sesuatu sebelum kita tahu, kita<br />

juga tidak lalu menggunakan political power, malah saya<br />

tidak tahu apa yang anda maksud. Mengenai strategi<br />

penanggulangan narkoba, kriminalitas dan pelacur kan<br />

sudah saya jelaskan pada edisi yang lalu.<br />

Suara Rakyat:<br />

Inventarisnya dipakai LSM, pak<br />

Pak Wli, di kelurahan kami, Kelurahan Petir mendapatkan<br />

inventaris<br />

roda dua tetapi menyimpang dari keperluan kelurahan.<br />

Kendaraan tersebut menjadi milik salah satu LSM untuk<br />

kepentingan pribadi dan keluarganya, tolong Pak Walikota<br />

diklarifikasi biar jelas, sebab masyarakat selalu bertanya


tapi tidak ada jawaban dari pihak Kelurahan Petir,<br />

Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang. 08158402XXX<br />

Bilang aja sama lurah, susah-susah amat sih.<br />

Suara Rakyat:<br />

Tolong kontrol kinerja damkar<br />

Pak wali, tolong kontrol kinerja dan fasilitas Dinas<br />

Kebakaran yang lalai<br />

dalam menjalankan tugas seperti terjadi di Neglasari.<br />

Puluhan keluarga menjadi korbannya, tolong Pak ditinjau<br />

kembali. Kasihan Pak, melihat mereka kehilangan harta<br />

bendanya, mau kemana lagi mereka tinggal? Saya sangat<br />

prihatin sekali. Apalagi Bapak orang bijak, tolong mereka<br />

Pak saya mohon sekali. 08128213XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Peristiwa kebakaran jam 7.15 masyarakat lapor jam<br />

7.30 ke damkar, dari damkar ke lokasi terjadi kemacetan,<br />

api terlanjur besar karena bangunan terbuat dari bamboo<br />

atap rubia bisa jadi apai cepat melahap bangunan<br />

tersebut. Keluhant-keluhan warga katanya air di damkar<br />

kurang padahal airnya cukup.<br />

Suara Rakyat: .<br />

Empat tahun bukan waktu lama<br />

Pak Wali Yth, masalah Jurumudi Lama bukan<br />

mempolitisasi keputusan<br />

pribadi tapi aspirasi, empat tahun bukan waktu yang<br />

singkat untuk beradaptasi dan mengenal warganya, survei<br />

membuktikan. 081314688XXX Jawaban Walikota:<br />

Sudah saya jawab, sudah saya perhatikan, sudalt


snya survei dengan parameter yang berlaku untuk<br />

mengawasi kinerja lurah. Bagaimana saya tidak<br />

mengatakan ada unsur politiknya, anda pernah<br />

mengancam akan menggerakkan massa anda tulis<br />

berulang kili, anda secara tidak langsung telah<br />

melakuknn intimidasi dengan akant mengadakan<br />

demonstrasi. Saya tidak pernah terma surat secara resmi<br />

diluar sms ini dari saudara, silahkan buat surat, tidak<br />

perlu mengancam.<br />

Suara Rakyat:<br />

Pertamanan seperti mandul<br />

Yth. Bapak Walikota, setuju banget dengan penanaman<br />

seribu pohon,<br />

kan tanaman sangat berguna bagi kehidupan kita<br />

semua di samping artistik, estetis dan fungsional, namun<br />

sayang yang punya ide PU Banten, jadi pertamanan<br />

seperti mandul karena hanya bisa memikirkan proyek<br />

tembok hinggir jalan dan pagar di jalan. 081584134XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Program pertamanan kita juga banyak, kalau Banten<br />

punya program<br />

untuk menghijauknn Kota Tangerang ya bagus.<br />

Suara Rakyat:<br />

Gimana dengan bapak?<br />

Kota Tangerang bersih dan tertib saat dipimpin Pak<br />

Zakaria Mahmud,<br />

bagaimana Pak Wahidin? 081210098XXX<br />

Jawaban Walikota:


Situasi zaman dulu beda dengan sekarang, ekonomi<br />

belum terpuruk<br />

seperti sekarang, dan dulu masyarakat takut sama<br />

walikota. Sekarang di era<br />

reformasi, demokrasi harus dibangun aan<br />

memprioritaskan pembangunan yang<br />

menyentuh kepentingan masyarakat. Alasan lain,<br />

masyaraknt kan masih<br />

banyak yang butuh makan, masa kita lebih memikirkan<br />

pertamanan. Jangan<br />

nyamanyamain. Situasinya kan lain.<br />

Suara Rakyat:<br />

Kok LH Cicing Bae?<br />

Pak Wali tolong dong, bagian Amdal tegur keras, tiap hari<br />

Selasa<br />

warnanya hitam dan merah akibat limbah dan ini sudah<br />

lama sekali, kok LH cicing bae, sih? 08159925XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Cicing aja sih enggak, sudah ada sih upaya yang<br />

dilakukctn seperti<br />

memeriksa air sepanjang kali tersebut tapi belum<br />

memuaskan. AMDAL sudah<br />

menjadi bahasan kita, saya sudah instruksikan bahwa ijin<br />

pabrik harus ada<br />

AMDAL-nya.<br />

Suara Rakyat:<br />

Petugas TPR Cimone pake anting


Pak, kenapa petugas TPR Terminal Cimone ada yang<br />

pake anting gaya<br />

preman, oknum atau aparat tuh! Tak pantas, memalukan<br />

dan harus ditertibkan. 081597719XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Pake anting kaya perempuan, nanti saya perintahkan<br />

Kadis perhubungan<br />

untuk membinanya.<br />

Suara Rakyat:<br />

Oknum pegawai Kecamatan Pinang banyak lagunya<br />

Cing Wahidin yang kami banggakan. Kami atas nama<br />

warga Kecamatan Pinang<br />

merasa bangga mempunyai pemimpin nyeng asli orang<br />

Pinang. Tapi sangat kami sesalkan sikap sejumlah oknum<br />

staf yang ada di Kecamatan Pinang, kayaknya tuh kantor<br />

punya dewek kali. Mentang-mentang kampung dewek jadi<br />

selagu-lagunya aja! 085679029XX<br />

Pegawai itu pelayan, belagu, legeg, overacting, sangnt<br />

tidak menyenangkan dan akan menjadi perhatian<br />

Suara Rakyat:<br />

Kok Rakerda jauh-jauh sih?<br />

Pak, kok rakerda mesti di Bogor? 081293814XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Rakerda yang di Bogor itu finalisasinya, di samping<br />

juga mendengarkan ceramah Imam Prasojo, dan<br />

dilanjutkan guna memantapkan hubungan koordinasi<br />

unit kerja dan antar pejabat. Rakerdaitu sendiri secara<br />

bertahap dilaksanakan di Gedung Pemkot. Rakerda luar


kota itu pun dilaksanakan setahun sekali juga engga, kita<br />

masih punya sense of crisis, terima kasih atas komentar<br />

anda<br />

Suara Rakyat:<br />

Tidak merasa memiliki<br />

Yth Pak Haji, bangunan Pemda, kendaraan dinas itu<br />

banyak, tapi orangorangnya tidak merasa memiliki. Jadi<br />

pada seenaknya make doang, terutama Kasubdin ke<br />

bawah. Gimana Pak Haji? 08127 8940XX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Betul sekali, kita sedang menyiasati karena ada biaya<br />

pemeliharaan<br />

kendaraan cukup besar. Oleh karena itu mungkin perlu<br />

cara sistem sewa atau<br />

leasing.<br />

Suara Rakyat:<br />

Jam Kerja Nyambi Calo<br />

Pak Wali Yth, beberapa anak buah Bapak di Samsat Kota<br />

kinerjanya jelek,<br />

jam kerja ada yang baca koran, ada yang ngerokok<br />

ada yang makan, ada yang sibuk jadi calo dll. Tolong<br />

disidak dan dibenahi agar pelayanan kepada masyarakat<br />

lebih baik lagi. 0813114140XX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Petugas samsat aparat propinsi, bukan anak buah<br />

walikota.<br />

Suara Rakyat:<br />

Tolong dong koordinasi...


Pak Wali, tolong koordinasikan ke Pemda<br />

KabupatenTangerang, perahu<br />

Tanjung Pasir ke Pulau Untung Jawa agar dilengkapi<br />

sarana keselamatan penumpang dan dikon trol rutin,<br />

sebelum jatuh korban. Masyarakat Kota Tangerang banyak<br />

jadi penumpangnya. 08171214XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Ntar kalau saya jadi gubernur.<br />

Sayang, nggak dipelihara<br />

Pembangunan di Tangerang sekarang hebat, sayangnya<br />

belum bisa memelihara yang sudah dibangun.<br />

081619019XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Pemeliharaan menyangkut mentalitas kultur, kita bisa<br />

membangun tapi<br />

tidak bisa memelihara terima kasih.<br />

Suara Rakyat:<br />

Tanaman pada mati<br />

Yth. Walikota Tangerang, sepanjang jalan yang baru ke<br />

bandara sudah<br />

ditanami pohon pelindung, namun sayang sekali tidak<br />

dirawat sehingga pohonnya pada mati, siapa vang<br />

bertanggungjawab? 0815840343XX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Pohon di Jl. Suryadarma, bantuan DHL (Bandara), dia<br />

bawa sendiri, dia tanam sendiri, akhirnya dia mati sendiri,<br />

saya piker itu tanaman dari Sub Din Pertamanan atau<br />

nyumbangnya kurang ikhlas kali. Dan sekarang sudah


diganti dengan tanaman dari walikota.<br />

Suara Rakyat:<br />

Senang Penanaman Pohon<br />

Setuju sekali saya membaca SATELIT NEWS bahwa<br />

Kota iangerang akan ditanami<br />

pohon pelindung, mudah-mudahan Kota Tangerang akan<br />

menjadi sejuk. Meskipun<br />

untuk beberapa tahun yang akan datang, nasibnya mungkin<br />

akan seperti pohon<br />

palem, yang sekarang banyak bertebaran.081584134XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Pohon sudah kita tanamin,mustinya warga juga<br />

mestinya warga juga nanem di masing-masing halaman<br />

rumahnya dan biasanya kita suka Iupa kalaupunya lahan<br />

habis dibangun.<br />

Suara Rakyat:<br />

Bapak sebaiknya turun tangan<br />

Walikota yang terhormat, tampaknya bapak harus turun<br />

tangan membenahi KPU<br />

Kota Tangerang agar jangan terus sibuk terlibat konflik<br />

intern. Karena PPS<br />

kelttrahan kebingungan menentukan arah. Wassalam,<br />

Karang Taruna Kelurahan<br />

Petir.081289561XX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Tapi kan Pemilu kemaren berjalan lancar, tertib,<br />

aman dan sesuai dengan jadwal, soal pada ribut itu<br />

urusan internal. Walikota lagi cari cara bagaimana bisa


Mengkonsolidasikan, cuman haus hati-hati karena KPU<br />

independen, nanti niat baik disalahkan.<br />

Benahi moral trantib yang piket<br />

Pak Wali Yth, tolong dong pak benahi tuh moral oknum<br />

petugas trantib yang pada piket jaga waktu luangnya ada<br />

yang digunakan untuk main judi (uang). Implikasinya Bapak<br />

lebih tahu, segera ditentramkan dan ditertibkan.<br />

08158164XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Saya cek nanti, kalau ada judi akan saya tindak.<br />

Suara Rakyat:<br />

Sopir Kadis mohon perhatian<br />

Bapak Walikota Yth, kami para driver kepala dinas, kepala<br />

badan, mohon<br />

perhatian hingga kini banyak yang belum TKK.<br />

081315441XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Jangan mau jadi sopir Kadis atau Kepala Badan<br />

kalau tidak diangkat TKK, biar Kadisnya sendiri yang jadi<br />

sopir. Ini sopir pribadi apa dinas? Kalau sopir pribadi<br />

jangan jadi TKK.<br />

Suara Rakyat:<br />

Kadis P dan K yang baru juga harus tegas<br />

Urusan PSB pasti nggak bisa dianggap remeh, pak. Dulu<br />

waktu Kadisnya Pak<br />

Harry Mulya, beliau benar-benar bersih. Maka, Kadis<br />

Pendidikan dan Kebuadayaan yang baru pun harus berani<br />

menerapkan hal serupa. Sekolah yang melanggar kuota


tindak, sekolah yang memungut bayaran SPP terlalu tinggi<br />

harus ditegasin. Pokoknya, jangan sampai terdengar lagi<br />

keluhan di masyarakat kalau PSB sering dipakai ajang<br />

bisnis bagi oknum. Oke, pak? 08569943XXX<br />

Jawaban Walikota: Silahkan anda kritisi.<br />

Suara Rakyat:<br />

Katanya udah dicek, Mana hasilnya?<br />

Pak Wali Yth, kalau Lurah Poris baru dapat dana dari<br />

pemerintah tapi tidak<br />

ada bukti pembangunannya masyarakat nuntanya<br />

kemana? Katanya Bawasda sudah cek tapi mana<br />

hasilnya? Awas anak buah Bapak ada yang main tuh.<br />

0813154263XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Sudah dicek, apa perlu diumumin. Hasil apapun tidak<br />

akan diumumkan<br />

kepada publik, untuk catatan pimpinan.<br />

Suara Rakyat:<br />

Poris Baru tak ditengok, sih<br />

Pak Wali Yth, saya salut dengan cara kerja Bapak yang<br />

sering turun ke<br />

lapangan tapi, kenapa untuk Kelurahan Poris Baru<br />

dibiarkan kumuh, tidak pernah dikunjungi? Catatan untuk<br />

Bapak, kalau mau berkunjung jalan dari Daan Mogot<br />

masuk ke dalam sampai perbatasan nanti Bapak lihat<br />

sendiri Poris Baru kayak apa. 081291680XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Soal cek mengecek uunsan saya, dan pernah saya cek.


Soal kumuh urusan<br />

ente sama lurah.<br />

Suara Rakyat:<br />

Tolong perhatikan Kesejahteraan T'KK di Tramtib<br />

Pak Wahidin tolong dong benar-benar diperhatikan<br />

kesejahteraan TKK,<br />

khususnya di Tramtib jangan bendaharanya/Kadisnya yang<br />

makmur, TKKnya mah diperas kaya sapi perahan.<br />

085679045XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Ngomong aja luh, sama-samnajeruk kok makan jeruk.<br />

Ente, kan trantib.sini aja ngomong pakai nulis SMS<br />

segala.<br />

Suara Rakyat:<br />

Lurah dan Sekel Benda arogan<br />

Pak Wali Yth, kami ketua RT & RW Kel. Benda ingin lurah<br />

dan sekelnya diganti, krn tidak bermasayarakat & arogan<br />

jadi kami sebagai RT & RW takut mengadu keluhan<br />

masyarakat. 085615587XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Benda lagi, Benda lagi.. males jawabnya.<br />

Suara Rakyat:<br />

Sekel Kunciran Kurang bermasyarakat<br />

Sekel Kel. Kunciran Indah kurang bermasyarakat dan<br />

pembuatan KTP tanpa<br />

pengantar dari RT bisa diproses asal berani mahal. Tolong<br />

benahi, pak. 0856 87154XXX<br />

Jawaban Walikota:


Mungkin lagi sekelan, dan sekkel tugasnya administrasi<br />

jadimusti baryak<br />

di kantor.<br />

Suara Rakyat:<br />

Selamat ulang tahun Pak Wali! Siap gak jadi gubernur<br />

Pak Wali, ane atas nama warga Cimone Jaya ngucapin<br />

Selamat Ultah ya. Semoga tetap istiqomah dan bersahaja<br />

dalam memimpin Kota Tangerang. Siap jadi gubernur<br />

nggak? Thanks. 0817 179 322<br />

Jawaban Walikota:<br />

Jadi Gubernur?Jadi Walikota aja dauber-uber tukang<br />

becak ha.. ha.. ngatur tukang becak aja susah, ngelawan<br />

arus diertiban marah, tapi ane sih tenang aja nggak perlu<br />

takut.<br />

Suara Rakyat:<br />

Keberatan uang SPP di SDN Poros Gaga 3<br />

Assalamualaikum Pak Wali, saya mewakili orang tua murid<br />

SDN Poris Gaga 3,<br />

saat ini resah dan keberatan atas SPP sekolah dari Rp 50<br />

ribu menjadi Rp 60 ribu per bulan. Tolong ditindaklanjuti,<br />

pak, terimakasih. 081533394277<br />

Jawaban Walikota:<br />

Coba konsultasikan lagi dengan kepala sekolah dan<br />

komite sekolahnya.<br />

Suara rakyat:<br />

Bagaimana komitmen berantas judi?<br />

Pak Wali yang terhormat, bagaimana komitmen bapak<br />

tentang


pemberantasan judi di Kota Tangerang? Kayanya<br />

nggak ada action yang nyata dari bapak. Misalkan<br />

perintahkan ke camat ke lurah, lurah ke RT/RW. Nah<br />

RT/RW ini harus koordinasi dengan tokoh agama, tokoh<br />

masyarakat, kepolisian. Masa sih dengan cara demikian<br />

judi tak dapat ditekan? Tidak sulit, pak, cari pengecer,<br />

agen dan bandar. Jangan-jangan masyarakat bapak sudah<br />

pada suka judi semua sehingga sulit diberantas. Kualitas<br />

dan kuantitas judi sudah sangat memprihatinkan, pak. Kita<br />

tunggu action bapak. 08158164757<br />

Jawaban walikota:<br />

Judi ni memang dimana-mana. Kalau kata Muksin<br />

Alatas Aku Melarat Karena judi, ….., tapi engga sadarsadar.<br />

Menjadi perhatian, dalam rapat Mnspida akan<br />

saya kemukakan kembali.<br />

Suara Rakyat:<br />

Insentif mana, pak?<br />

Pak Wali, insentif guru honor dari pusat kok nggak kunjung<br />

turun..? Datang?<br />

08131151975<br />

Jawaban walikota:<br />

Soal waktu,Wong guru yang di Perumnas bilangnya udah<br />

diterima kok.<br />

Suara Rakyat:<br />

Kalau dikekang manusia akan melawan atau<br />

menghindar Pak Wali, Pak Sekda, kalau manusia makin<br />

dikekang dengan aturan<br />

mereka akan melawan atau menghindar. Ada pepatah


seperti pasir kalo digenggam erat dia akan keluar dari<br />

sela-sela jari. Yah bapak-bapak tahulah apa yang saya<br />

maksud. Terimakasih. 08158371112<br />

Jawaban walikota:<br />

Oooh... ku mau bebas, bebas di alam ini..., di<br />

manapun ada aturannya, baik hidup di hutan maupun di<br />

kali, apalagi jadi pegawai. Engga ada yang namanya<br />

bebas, di hutan aja ada harimau, di kali juga ada buaya.<br />

Jadi ada hak dan kewajiban, kerja yang baik ikut apel<br />

pagi, jangan menyimpang dari aturan dan<br />

menyalahgunakan kewenangan. Masa disuruh<br />

absen/apel aja dibilang dikekang. Kalau melawan, saya<br />

melawan lagi itu untuk tegaknya disiplin, tentunya dengan<br />

segala konsekuensinya. Dari dulu pegawai kalau dibiarin<br />

aja rusak nih birokrasi. Kalau anda seorang yang ikhlas<br />

tenunya kewajiban-kewajiban pegawai dilaksanakan<br />

dengan tanpa beban.<br />

Suara rakyat:<br />

Sabar dan tawakal buat karyawan Pemda yang<br />

kejelekannya diumumkan pada apel senin kemaren.<br />

Semoga bisa memaafkan pejabat yang mempunyai ide<br />

tersebut. Semoga Pak Wali lebih bijaksana dalam<br />

pembinaan pegawai.Sabar dan tawakal kepada karyawan<br />

Pemda yang kejelekannya dibuka dan diumumkan pada<br />

apel Senin kemarin.<br />

Jawaban walikota:<br />

Ada kisah menarik jaman Sayyidina Umar bin<br />

Khatab, ketika Kholid bin Walid sepulangnya dari


peperangan dalam suata apel besar dicopot langsung<br />

jabatannya sebagai panglima perang. Dan jawaban dari<br />

Khalid bin Walid, ketika ditantya oleht pasukanya dia<br />

mengatakan bahwa saya perang untuk menegakan<br />

agama dan karena Allah sambil tersenyum. Lalu apakah<br />

mengumumkan hukuman yang dilakukan di apel itu<br />

suatu perbuatan membuka aib seseorang? Perlu kita<br />

konsulansikan dengan ulama lebih lanjut. Tapi yang<br />

jelas tujuannyn adalah sebagai shock terapi agar sikap<br />

indisipliner tidak menurun kepada yang lain. Lagian kan<br />

merupakan hak pimpinan untuk memberikati sanksi<br />

karena ada aturannya, namun secara pribadi saya juga<br />

prihatin dan sedih, tapi untuk kepentingan negara harus<br />

saya lakukan. Saya berharap yang terkena tindakan<br />

sabar dan tawakal. Insya Allah bagi yang sabar dan<br />

tawakal akan dibuka pintu rahmatNya. Bagi yang lain<br />

saya mengajak ayo kita ikhlaskan diri dengan bekerja<br />

sepenuh hati untuk kota kita tercinta.<br />

Suara rakyat:<br />

Dinas apa yang tugasnya awasi pembangunan<br />

Pak, sebenarnya dinas apa sih yang bertugas mengawasi<br />

masalah<br />

pembangunan? Rasa-rasanya nggak ada. Soalnya,<br />

setiap kali aku melewati jalan, temtama di sekitar Komplek<br />

Kehakiman, setiap hari selalu ada bangunan baru. Dan<br />

prosesnya cepet banget. Hari ini dimulai, besok sudah<br />

berdiri dan minggu depan sudah dihuni. Dijadikan tempat<br />

usaha lagi. Jadinya, setiap tempat full dengan usaha,


esar, kecil, rapi atau semrawut. Memang ada<br />

pengawasan ya, pak? 08177987902<br />

Jawaban walikota:<br />

Dinas Trantib, termasuk yang menindaknya.<br />

Suara rakyat:<br />

Kok banyak pegawai Pemkot keliaran saat jam kerja?<br />

Yth Pak Wali, kami rakyat amat senang dengan pemimpin<br />

yang berakhlakul karimah,<br />

tapi kenapa kami lihat banyak pegawai Pemkot pada jam<br />

kerja berkeliaran sambil makan di restoran mewah, trus<br />

kalau anggota dewan makannya di mana?<br />

0813101159731<br />

Jawaban walikota:<br />

Berkeliaran saat jam kerja mnngkin staf humas dan<br />

protokol, karena pada jam-jam tersebut suka ada<br />

undangan seperti ke Istana Nelayan, Pondok Selera dan<br />

lain-lain. Walikota juga suka karena diundang sekalian<br />

makan dan keliaran kayak kambing cari rumput. Kadang<br />

tim wakil walikota meninjau lapangan,memantau proyok<br />

pembangunan. Kalau arrggota dewan mah makannya di<br />

rumah.<br />

Suara rakyat:<br />

Kok anak buah Bapak takut LSM bodrek<br />

Pak Wali, kenapa sih pejabat anak buah Bapak di Pemda<br />

takut sama LSM<br />

bodrek, tapi kalau memang LSM beneran mah jarang<br />

ditanggapi. Jadi mereka pada terus merajalela.<br />

08158351254


Jawaban walikota:<br />

Katahuan bodrek kan dari Anda. Kita sih ga begitu hapal,<br />

bodrek apa bukan?<br />

Dan bukan soal takut, tapi anak buah saya mungkin<br />

menghargai.<br />

Suara Rakyat:<br />

Kok Rakerda jauh-jauh sih? Pak, kok rakerda mesti di<br />

Bogor? 081293814XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Rakerda yang di Bogor itu finalisasinya, di samping juga<br />

mendengarkan<br />

cermah Imam Prasojo, dan dilanjutkan guna<br />

memantapkan hubungan koordinasi<br />

unit kerja dan antar pejabat. Rakerda tiu sendiri secara<br />

bertahap dilaksanakan di<br />

Gedung Pemkot. Rakerda di luarkota itu pun<br />

dilaksanakan setahun sekali juga<br />

engga, kita masih punya sense of crisis, terima kasih atas<br />

komentar anda.<br />

Suara Rakyat:<br />

Tidak merasa memiliki<br />

Yth Pak Haji, bangunan Pemda, kendaraan dinas itu<br />

banyak, tapi orangorangnya tidak merasa memiliki. Jadi<br />

pada seenaknya make doing, terutama subdin kebawah.<br />

Gimana Pak Haji? 081218940XX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Betul sekali, kita sedang menyiasati karena ada biaya<br />

pemeliharaan


kendaraan cukup besar. Oleh karena itu mungkin perlu<br />

cara sistem sewa atau<br />

leasing.<br />

Suara Rakyat:<br />

Jam Kerja Nyambi Calo<br />

Pak Wali Yth, beberapa anak buah Bapak di Samsat Kota<br />

kinerjanya jelek,<br />

jam kerja ada yang baca koran, ada yang ngerokok<br />

ada yang makan, ada yang sibuk jadi calo dll. Tolong<br />

disidak dan dibenahi agar pelayanan kepada masyarakat<br />

lebih baik lagi. 0813114140XX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Petugas samsat aparat propinsi, bukan anak buah<br />

walikota.<br />

Suara Rakyat:<br />

Renstra jangan diajukan dewan sekarang<br />

Pak Wali, kami mohon untuk yang renstra, jangan diajukan<br />

ke DPRD<br />

yang sekarang, soalnya kinerja mereka sudah tidak efektif,<br />

dikhawatirkan pembahasannya wenjadi asal. Ini kan<br />

penting untuk Bapak. 081315086XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Saya juga sependapat bahwa kondisi seperti<br />

sekararng suasana injuri time kalau Renstra diajukan,<br />

tapi saya juga minta jangan ngojok-ngojok saya supaya<br />

segera Renstra diajukan, karena Renstra memang perlu<br />

ketajaman dan kedalaman dalam membahas materi dan<br />

karena alasan itu pula saya tidak mengajukan Renstra.


Suara rakyat:<br />

Gak sekalian rumahnya dibawa?<br />

Rumah dinas DPRD lama, gimana bisa hilang<br />

perabotannya, pak? Gak<br />

sekalian rumahnya dibawa. 08568501681<br />

Jawaban walikota:<br />

Baru perabotnya aja public dah rebut. Jaman dulu ada<br />

istilah gotong<br />

rumah di kampung, sekarang mah engga ada.<br />

Suara rakyat;<br />

Cek legalitas pungutan sopir truk<br />

Pak Walikota, mohon dicek legalitas keberadaan<br />

pungutan-pungutan<br />

terhadap keberadaan para sopir truk sepanjang jalan<br />

Cisauk-serpong. 08158996XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Ya, nanti saya cek sambil jalan-jalan ke BSD.<br />

Suara Rakyat:<br />

Akuntansi Publik turun ke Organda<br />

Yth. Pak Wali, mohon diturunkan Akuntansi Publik<br />

periksain duit-duit di<br />

Organda bukan sedikit dana masyarakat yang nguap<br />

ratusan juta, diproses hukum aja, kejahatan biar kapok.<br />

081290214XX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Organda itu asosiasi, lembaga independen.<br />

CAMAT DAN LURAH KITA


Suara Rakyat:<br />

Camatnya nggak mau tandatangan<br />

Pak Wali, Camat benda tidak mau tandatangan waktu kita<br />

mau undang<br />

mengikuti simulasi pemilu. Katanya, terlalu banyak<br />

sosialisasi ngabisin duit bikin masyarakat bingung.<br />

08567569XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Sosialisai dan tahapan Pemilu lainnya<br />

tanggungjawab KPU. Dalam konteks ini camat tidak<br />

dalam kapasitas tersebut, paling banter nyediain tempat.<br />

Jika ada kelompok yang ingin membantu seyogyanya<br />

koordinasi dengan KPU/PPK setempat. Simulasi di<br />

Puspem pun diselenggarakan oleh KPU dan walikota,<br />

jadi piss laah…<br />

Suara Rakyat:<br />

Kok simulasi aparatnya nggak datang?<br />

Yang terhormat Bapak Walikota, bagaimana nih kok mau<br />

simulasi<br />

pemilu yang diadakan di Kelurahan Sukasari tidak<br />

dihadiri aparat jajaran Kelurahan Sukasari, seperti ada<br />

pemboikotan, tolong ditindak, apa tidak peduli dengan<br />

Pemilu? 08561170530<br />

Jawaban Walikota:<br />

Lurah itu sedang ada keperluan lain dan jangan<br />

gampang menuduh,<br />

boikot-boikot itu apa untungnya sih. Nanti diingatkan


lurahnya.<br />

Suara Rakyat:<br />

Mengharap kunjungan Walikota<br />

Pak Wali, kami warga Poris Gaga Baru sangat<br />

mengharapkan kunjungan<br />

Bapak ke wilayah kami, nanti bisa dilihat langsung kinerja<br />

Lurah Cecep. 081310718XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Secara diam-diam saya sudah keliling dan saya sudah<br />

tahu.<br />

Suara Rakyat:<br />

Kok banyak guru jadi Lurah?<br />

Pak Wali, bukankah masih banyak dibutuhkan guru-guru<br />

sekolah? Tapi<br />

kenapa banyak guru yang dijadikan Lurah? Masa rakyat<br />

dijadikan muridnya! 08161436XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Tahun 2004-an memang ada kecenderungan banyak<br />

guru ingin jadi lurah, kalau sekarang enggak boleh lagi<br />

guru jadi lurah<br />

Suara Rakyat: Hati-hati penempatan Lurah<br />

Pak Wall hati-hati dalam hal menempatkan jabatan Lurah,<br />

apalagi yang<br />

pernah korupsi. Dari pengamat. 081314246XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Hati-hati, kayak pinggir jurang aja,takut kecemplung apa?<br />

Soal Lurah,<br />

sudah ada mekanismenya.


Suara Rakyat:<br />

Kok nggak diganti, padahal bukan PNS<br />

Pak Wali yang terhormat, kok Lurah Porisgaga dan Poris<br />

Jaya belum<br />

juga diganti, bukan PNS lagi. 08129763XXX<br />

Jawaban Walikota: Bertahap.<br />

Suara rakyat:<br />

Mohon orang jujur yang diangkat jadi lurah<br />

Pak walikota yang bijaksana, saya warga Pinang sangat<br />

menyesali ada<br />

warga Pinang yang sangat ambisius ingin jadi lurah<br />

dengan cara menjelekjelekkan lurahnya scndiri, dan setahu<br />

saya yang ambisius itu baru dua tahun jadi PNS. Mohon<br />

dalam pengangkatan luarah nanti adalah orang-orang yang<br />

jujur, berakhlakul karimah dan disenangi masyarakat<br />

seperti Pak Wali. 08179903674<br />

Jawaban Walikota:<br />

Lu, pake nulis-nulis di SMS segala, lagu apa lu. Ini<br />

bukan sefatnya orang pinang, orang pinang rebut-ribut<br />

soal begini datang aja apa , langsung ngomong.<br />

Suara Rakyat:<br />

Poris Baru tidak ada lurahnya<br />

Pak Wali Yth, Kelurahan Poris Baru sudah lama tidak ada<br />

lurahnya kok<br />

dibiarkan saja, sudah amburadul. 081315426XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Bulak balik aja sih nanyanya.


LAYANAN PUBLIK<br />

Suara Rakyat:<br />

Kenapa Pembayaran Diperlambat?<br />

Pak Wali yang bijak, kami warga Selapajang udah mau<br />

digusur untuk<br />

PAP, tetapi kenapa pembayaran diperlambat. Tanah<br />

makin lama kan makin mahal pak. Tolong perhatikan<br />

warga. 08129866XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Tergantung pada anggaran di PAP. Dewan sudah<br />

memanggil kita terus menerus. Dalam waktu dekat ada<br />

pembayaran lanjutan, informasi terakhir belum<br />

seluruhnya tersedia. Buat saya makin cepat makin<br />

bagus.<br />

Suara Rakyat:<br />

Di Petir sulit memperpanjang KTP<br />

Pak Wali, kami tinggal di Kelurahan Petir. Kami sangat<br />

kesulitan<br />

memperpanjang KTP karena banyak persyaratan surat<br />

keterangan yang harus dipenuhi. 081314077xxx<br />

Jawaban Walikota:<br />

Sulit apanya dan berapa biayanya, menjadi perhatian<br />

kami.<br />

Suara Rakyat:<br />

Pembuatan KTP mahal<br />

Assalamu'alaikum Pak Wali yang terhormat, kami warga<br />

Kelurahan


Nusajaya Kecamatan Karawaci, tolong diperhatikan: 1.<br />

Pembuatan KTP mahal Rp 35 ribu s/d Rp 50 ribu. 2. Dana<br />

stimulan sebesar Rp 75 juta, tolong dicek. 081315082XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Pake calo kali, apa stafnya jadi calo?<br />

Suara Rakyat:<br />

Kapan, ada lowongan PNS<br />

Pak Wali yang terhormat, kapan ada penerimaan PNS<br />

lagi? 08129478XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Kalau ada diumumkan dikoran, belajar dari sekarang.<br />

Suara Rakyat:<br />

Buat KTP sebenarnya berapa sih?<br />

Sebenarnya buat KTP itu berapa sih? Rp 5 ribu? Rp 10<br />

ribu? Harus<br />

ditentukan dong, biar kami warga nggak bingung<br />

ngurusnya. Tolong ditetapkan (warga Nusajaya)<br />

081315082XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

KTP gratis, tapi pemohon lebih senang lewat calo, jadi<br />

ada kurjasama dengan perangkat yang ada.<br />

Suara Rakyat:<br />

Gimana mau gratis? Kelurahan harus beli blanko ke<br />

kecamatan Pak Wali<br />

bilang di SATELIT NEWS Hari Senin, KTP gratis, tapi<br />

KTP dijual oleh pihak<br />

kecamatan tanpa kwitansi. Kalau nggak ngasih uang<br />

nggak dapat blanko,


agaimana kami bisa menerapkan KTP gratis di<br />

kelurahan? Kadang-kadang malu<br />

juga kalau ada masyarakat yang kritis bilang bahwa KTP<br />

gratis, tapi mau<br />

bagaimana kami? Mohon tindakan selanjutnya kepada<br />

pihak kecamatan, agar<br />

program bapak "KTP gratis" dapat kami jalankan.<br />

081311457XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Kelemahan kita peraturan dibuat, tidak dipersiapkan<br />

perangkat<br />

operasionalnya, saya tau ini merupakan PR bagi saya<br />

sebagai walikota yang baru.<br />

Suara Rakyat:<br />

Udah dua bulan ngurus ijin, nih<br />

Assalamualaikum wr. wb. Pak wali, mengurus perijinan kok<br />

lama, katanya<br />

cuma dua minggu tapi udah 2 bulan belum selesai, ini lama<br />

di kantor perijinan apa di person kantor Pak Wali.<br />

081584056xxx<br />

Jawaban Walikota:<br />

Tanya apa... ke kantor perijinan siapa pemohonnya,<br />

ijinnya apa.. kan sulit<br />

saya jawabnya kalau tidak lengkap informasinya.<br />

Suara Rakyat:<br />

Formulir dijual Rp 50 ribu<br />

Formulir masuk SDN Pasar Baru 5 dijual Rp 50 ribu,<br />

mampukah kami


menyekolahkan anak? 0812951XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Apa iya pendaftaran belum dimulai sudah dijual formulir,<br />

kalau tidak<br />

salah pendaftaran kan bulan juli. Nanti akan saya cek.<br />

Suara Rakyat:<br />

Pelayanan nggak ningkat<br />

Pak Wali, PDAM TKR telah berbohong, janji akan ada<br />

peningkatan pelayanan<br />

setelah kenaikan harga 300 persen tidak ditepati, kami<br />

sebagai rakyat memohon kepada bapak. 0812938XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

PDAM TKR milik Kabupaten, namun keluhan saudara<br />

akan diteruskan ke<br />

direksinya.<br />

Suara Rakyat: Tolong kontrol kinerja damkar<br />

Pak wali, tolong kontrol kinerja dan fasilitas Dinas<br />

Kebakaran yang lalai<br />

dalam menjalankan tugas seperti terjadi di Neglasari.<br />

Puluhan keluarga menjadi korbannya, tolong Pak ditinjau<br />

kembali. Kasihan Pak, melihat mereka kehilangan harta<br />

bendanya, mau kemana lagi mereka tinggal? Saya sangat<br />

prihatin sekali. Apalagi Bapak orang bijak, tolong mereka<br />

Pak saya mohon sekali. 08128213XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Peristiwa kebakaran Jam 7.15 masyarakat lapor Jam<br />

7.30 ke damkar, dari damkar ke lokasi terjadi kemacetaa,<br />

api terlanjur besar karena bangunan terbuat dari bamboo


dan atap rumbia bisa jadi api demikian cepat mel;ahap<br />

bangunan tersebut. Keluhan-keluhan warga katanya air di<br />

damkar kurang padahal airnya cukup<br />

Suara Rakyat:<br />

Voltase listriknya rendah, pak<br />

Pak, tolong listrik di kampung kami, Ranca Dulang,<br />

Margasari, voltase<br />

rendah sekali, udah jalan dua tahun kasihani kami pak,<br />

untuk belajar kami. 08121987XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Lingkungan saya pun sama, sudah bertahun-talmn<br />

voltase rendah dan sudah bolak-balik ke PLN, apabila<br />

ada tanda-tanda mau hujan lampu mati dan lama<br />

hidupnya. Keluhan anada sama dengan saya dan<br />

menjadi perhatian<br />

Suara rakyat:<br />

Tertibkan untuk pembuatan akta kelahiran<br />

Pak Wali, tolong ditertibkan untuk pembuatan akta<br />

kelahiran kok<br />

biayanya lain-lain ada yang Rp 50 ribu sampai Rp 75 ribu.<br />

081314020xxx<br />

Jawaban Walikota:<br />

Tulis surat ke saya kapan bikinnya, berapa besar<br />

biayanya anak ke<br />

berapa, ngurusnya lewat siapa dan bayarnya kepnda<br />

siapa, kalau di SMS sudah<br />

jawabnya.<br />

Suara rakyat:


Empat tahun bukan waktu lama<br />

Pak Wali Yth, masalah Jurumudi Lama bukan<br />

mempolitisasi keputusan<br />

pribadi tapi aspirasi, empat tahun bukan waktu yang<br />

singkat untuk beradaptasi dan mengenal warganya, survei<br />

membuktikan. 081314688XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Sudah saya jawab, sudah saya perhatikan, sudah<br />

saya survei dengan parameter yang berlaku untuk<br />

mengawasi kinerja lurah. Bagaimana saya tidak<br />

mengatakan ada unsur politiknya, anda pernah ngancam<br />

akan menggerakkan massa anda tulis berulang kali,<br />

anda secara tidak Iangsung telah melakukan intimidasi<br />

dengan akan mengadakan demonstrasi. Saya tidak<br />

pernah terima surat secara resmi di luar SMS ini dari<br />

saudara, silahkan buat surat, tidak perlu mengancam.<br />

Suara Rakyat:<br />

Lho, Uang GBS dipotong<br />

Pak... uang GBS tak menentu, sementara dari sekolah<br />

dipotong, mau jadi PNS<br />

harus punya uang gimana nasib kami, dong?!<br />

081311413XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Potong-potong aja ente. GBS kan dibayar lewat bank.<br />

Yang jelas kalau<br />

kasih informasi, jangan fitnah. Laporannya yang bener.<br />

Suara Rakyat:<br />

Perpanjangan KTP lama banget


Ass. Wr. Wb. tolong pak, masa perpanjangan KTP di<br />

Kelurahan Margasari<br />

sampai tiga minggu, memang benar biayanya sampai Rp<br />

20 ribu? 0,81314645XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Ngantuk kali Iurahnya, ntar saya cek!<br />

Suara Rakyat:<br />

Pertamanan seperti mandul<br />

Yth. Bapak Walikota, setuju banget dengan penanaman<br />

seribu pohon,<br />

kan tanaman sangat berguna bagi kehidupan kita<br />

semua di samping artistik, estetis dan fungsional, namun<br />

sayang yang punya ide PU Banten, jadi pertamanan<br />

seperti mandul karena hanya bisa memikirkan proyek<br />

tembok pinggir jalan dan pagar di jalan. 081584134XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Program pertanyaan kita juga banyak, kalau Banten<br />

punya program<br />

untuk menghijaukan Kota Tangerang ya bagus.<br />

Suara Rakyat:<br />

Gimana dengan bapak?<br />

Kota Tangerang bersih dan tertib saat dipimpin Pak<br />

Zakaria Mahmud,<br />

bagaimana Pak Wahidin? 081210098XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Situasi zaman dulu beda dengan sekarang, ekonomi<br />

belum terpurukk<br />

seperti sekarang, dan dulu mayarakat takut sama


walikota. Sekarang di era<br />

reformasi, demokrasi harus dibangun dan<br />

memprioritaskan pembangunan yang<br />

menyentuh kepentinagn Masyarkat. Alasan<br />

lain,masyarakat kan masih banyak<br />

yang butuh makan, masa kita lebih memikirkan<br />

pertamanan. Jangan nyamannyaman. Situasinya ka lain<br />

Suara Rakyat:<br />

Sungai di Jl. Daan Jadi Hitam<br />

Ass. Wr. Wb, Pak Wali coba tengok dong Kali Cisadane<br />

yang di<br />

sepanjang Jalan Daan Mogot, udah airnya hitam, banyak<br />

bangunan liar lagi, coba kembalikan kelestariannya seperti<br />

dulu lagi. 08129723XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Insya Allah sudah menjadi perhatian saya. Tinggal<br />

langkah berikutnya adalah upaya penertibatn seperti<br />

PKL, gubuk liar dan pelacuran.<br />

Suara Rakyat:<br />

Benahi moral trantib yang piket<br />

Pak Wali Yth, tolong dong pak benahi tuh moral oknum<br />

petugas<br />

trantib yang pada piket jaga waktu luangnya ada yang<br />

digunakan untuk main judi (uang). Implikasinya Bapak lebih<br />

tahu, segera ditentramkam dan ditertibkan. 08158164XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Saya cek nanti, kalau ada judi akan saya tindak.<br />

Suara Rakyat:


Sopir Kadis mohon perhatian<br />

Bapak Walikota Yth, kami para driver kepala dinas, kepala<br />

badan,<br />

mohon perhatian hingga kini banyak yang belum TKK.<br />

081315441XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

J angan mau jadi sopir Kadis atau Kepala Badan<br />

kalau tidak diangkat TKK, biar Kadisnya sendiri yang jadi<br />

sopir. Ini sopir pribadi apa dinas? Kalatu sopir pribadi<br />

jangan jadi TKK.<br />

Suara rakyat:<br />

Tegur Lurah Mekarsari tuh, pak<br />

Pak Wali yang terhormat, tolong tegur Lurah Mekarsari,<br />

setiap ada<br />

kegiatan warga, entah itu HUT RI atau keagamaan tidak<br />

ada sumbangsihnya. Lurah apaan tuh, ganti saja pak.<br />

081511389725<br />

Jawaban walikota:<br />

Emangnya Iurah, camat,Walikota jadi sinterklas<br />

sumbang sini, sumbang situ. Dikasih kecil bilang<br />

kekecilan, dikasih gede dia balik Iagi. Lurah dan camat<br />

duitnya dari mana? Akta jnal beli lagi apek begini.<br />

Anggaran buat sumbangan engga ada, buat anu juga<br />

engga cukup, coba deh rakyat swadaya bareng-bareng.<br />

Nyunatnr, Maulidan dating ke lurah, korupsi engga boleh.<br />

Jangankan lurah, camat, walikota juga kadang-kadang<br />

bingung ke kondangan tiap miuggu, ada yang nyunatin,<br />

ngawinin. Tau sendiri sekarang pake duit anggaran kalau


engga mampus luh. Pake duit stimulan aja diprotes,<br />

rakyat juga harus konsisten apa. Kalau lurah diganti<br />

karena engga nyumbang engga ada kamusnya, kecuali<br />

kalau ada persoalan lain. Banyak juga sekarang lurah<br />

yang ingin diganti pada pingin ngojek kalau engga malu<br />

mah.<br />

Suara Rakyat:<br />

Periksa retribusi KIR<br />

Yth. Pak Wali, mohon diturunkan Akuntasi Publik periksa<br />

out in, karena<br />

ditarik dari publik ketika KIR mobil, kalau mcmvimpang<br />

agar diproses hukum saja. 081290214XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Bawasda nanti saya tugaskan.<br />

Suara Rakyat:<br />

Perusahaan dan Warga Kelurahan Benda Resah<br />

Sumbangan HUT RI Pak Walikota Yth, atas nama<br />

perusahaan dan warga Kel. Benda bahwa<br />

LBND & CA. BND Hari Kemerdekaan ke 59 dibuat<br />

ladang dana tahunan untuk pribadi & golongan.<br />

Mengatasnamakan kegiatan untuk warga ternyata tidak,<br />

ada. Tolong ketegasan Pak Wali sebagai pemimpin Kota,<br />

kami dikorbankan. LBH Karang Anyar mohon maaf.<br />

0852162070XX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Ya ikhlas aja lah, satv tahvn sekali, asal jangan tnaksa<br />

dan<br />

semampunya.


Suara Rakyat:<br />

Lurah buatin SPK bohongan enaknya diapain?<br />

Assalamu'alaikum Wr. Wb. Bang Haji, ane mau nanya nih?<br />

Apa tindakan<br />

abang kalau lurah pada saat penerimaan CPNS<br />

kemarin bikinin SP kerja bohongan buat tenaga magang,<br />

padahal udah jelas-jelas tuh orang kagak kerja di kelurahan<br />

itu eh! Pake dibikinin SP biar bisa ikut test dengan alasan<br />

"kasihan ama tetangganya katanya". Wassalamualaikum.<br />

08129749XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Ada aja emang dari dulu kebiasaan...<br />

Suara Rakyat:<br />

Awas oknum bermain kotori CPNS Pak Wali Yth, tolong<br />

di-recheck peserta ujian CPNS yang tidak ikut ujian tapi<br />

nanti diloloskan oknum karena main uang dan referensi.<br />

Bersihkan KKN di dinas Kota Tangerang. 081584215XXX<br />

Awas!! Kayak Gardu PLN aja, laporin apa ke sini.<br />

Suara Rakyat:<br />

Sekel Kunciran kurang bermasyarakat<br />

Sekel Kel. Kunciran Indah kurang bermasyarakat dan<br />

pembuatan KTP tanpa pengantar dari RT bisa diproses<br />

asal berani mahal. Tolong benahi, pak 085687154XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Mungkin lagi sekelan, dan sekkel tugasnya administrasi<br />

jadi musti banyak di kantor.<br />

Suara Rakyat:<br />

Mau bayar PBB sulit


Pak Wali yang kami hormati, mohon tegur kepada kantor<br />

PBB, masa mau bayar PBB saja sulit dan proses<br />

penebitan sampai 1,5 bulan. 081298091XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Bagus saya berikan penghargaan pada anda yang sudah<br />

peduli. Akan saya tegur BKKD dan KP PBB lelet.<br />

Suara Rakyat:<br />

Ngurus sertifikat di BPN 4 bulan belum jadi<br />

Pak Wali yang bijak, saya balik nama sertifikat tanah di<br />

BPN namun sudah 4 bulan belum jadi juga. Tolong ditegur<br />

harus berapa bulan selesainya, sebelumnya terima kasih.<br />

081514394XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Masih mending, kadang 6 bulan atau 1 tahun… belum<br />

jadi. Mungkin BTL, nanti saya konfirmasi. Terima kasih.<br />

Suara Rakyat:<br />

Lurah dan Sekel Benda arogan<br />

Pak Wali Yth, kami ketua RT dan RW Kel. Benda ingin<br />

lurah dan sekelnya diganti, krn tidak bermasyarakat dan<br />

arogan jadi kami sebagai RT dan RW takut mengadu<br />

keluhan masyarakat. 085615587XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Benda lagi, Benda lagi… males jawabnya.<br />

Suara Rakyat:<br />

Tolong perhatikan kesejahteraan TKK di Tramtib<br />

Pak Wahidin tolong dong benar-benar diperhatikan<br />

kesejahteraan TKK, khususnya di Tramtib jangan<br />

bendaharanya/Kadisnya yang makmur, TKKnya mah


diperas kaya sapi perahan. 085679045XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Ngomong aja luh, sama-sama jeruk kok makan jeruk.<br />

Ente kan Tramtib, sini aja ngomong pake nulis SMS<br />

segala.<br />

Suara Rakyat:<br />

Enggak mau dengerin omongan warga<br />

Pak Wali Yth, Lurah Cipondoh Makmur terlalu otoriter gak<br />

mau dengerin keluhan warga. Tolong diberi penataran lagi<br />

bagaimana menjadi pemimpin yang baik.<br />

0813160751XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Lagi budek kali. Kayak RT bolot aja<br />

Suara Rakyat:<br />

Lurah Karangsari jangan diskriminatif<br />

Lurah karangsari jangan pola-pola diskriminasi yang<br />

dikedepankan. Itu bukan pola bagus untuk seseorang<br />

pemimpin. Dan pola ini tidak layak diterapkan di<br />

Karangsari. Mana yang namanya konsep kebersamaan?<br />

Semua itu hanya omong kosong belaka. 08176707XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Kan ente yang dukung, lurah lama diganti. Sekarang di<br />

protes lagi. Jadi perhatian.<br />

Suara Rakyat:<br />

Kadis P dan K yang baru juga harus tegas<br />

Urusan PSB pasti enggak bisa dianggap remeh, pak. Dulu<br />

waktu Kadisnya Pak harry Mulya, beliau benar-benar<br />

bersih. Maka Kadis Pendidikan dan Kebudayaan yang


aru pun harus berani menerapkan hal serupa. Sekolah<br />

yang melanggar kuota tindak, sekolah yang memungut<br />

bayaran SPP terlalu tinggi harus ditegasin. Pokoknya,<br />

jangan sampai terdengar lagi keluhan di masyarakat kalau<br />

PSB sering dipakai ajang bisnis oknum. Oke, pak?<br />

08569943XXX<br />

Jawaban Walikota: Silakan anda kritisi<br />

Suara Rakyat:<br />

Air kalau pagi suka mati<br />

Pak Wali, kenapa PDAM Kota kalau pagi hari suka mati?<br />

Aku tinggal di Banjar Wijaya, nih. Kadang-kadang jam<br />

08.00 atau jam 09.00 udah mati? Padahal kan kegiatan<br />

membereskan urusan rumah belum beres? Mohon<br />

tingkatkan kinerjanya tuh PDAM. 08159653XXX<br />

Setahu saya kapasitas produksi PAM kita memang<br />

sangat terbatas, baru bulan Agustus akan ada<br />

penambahan kapasitas produksi. Akan saya teruskan ke<br />

PDAM<br />

Suara Rakyat:<br />

Sudah 6 bulan di photo gak jadi-jadi<br />

Ass.Wr.Wb. Pak Wali, sudah enam bulan lewat kami<br />

melakukan pemotoan untuk tanda pengenal tapi sampai<br />

sekarang kok belum jadi? Kami tanyakan berkali-kali tapi<br />

gak pernah selesai, gimana tuh pak? 08158278XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Itu berarti anda diphoto sama tukang foto keliling kali.<br />

ente salah difoto masa enam bulan gak jadi, coba<br />

konfirmasi lagi ke BKD


DISIPLIN<br />

Suara Rakyat:<br />

Jam apel agak siang dong<br />

Pak Wali, salut buat Bapak atas kepemimpinannya. Saya<br />

pegawai wanita mewakili rekan-rekan sesama wanita yang<br />

memiliki anak balita. Bagaimana kalau apel pagi menjadi<br />

jam 7.30 agar tidak tergesa-gesa, karena kami kaum<br />

wanita yang punya balita agak kerepotan walaupun sudah<br />

bangun pagi. Mohon pertimbangan agar adil dalam<br />

keluarga. 081316225XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Nanti diklasifikasi, yang lagi punya anak apel jam 7.30,<br />

yang lagi hamil jam 10.00, bapak-bapak bangun pagi<br />

jam 07.15. yang tinggal di Bandung tidak wajib apel.<br />

Ayng abis nonton bola boleh siang masuknya, atur aja.<br />

Jasi bahan pertimbangan.<br />

Suara Rakyat:<br />

Kok Puspem gak dirawat?<br />

Pak Wali, salut untuk pemerintah membangun Pusat<br />

Pemerintahan, tapi bangunan yang dibangun terus tidak<br />

dirawat dengan baik. Bangunan tersebut pasti akan cepat<br />

rusak kalau gak dirawat. 081584056XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Gedungnya kan sudah dicat. Kan kebun dibersihin terus.<br />

Kan ada cleaning service/dikontrak. Kan pohonya udah<br />

mulai berkembang, kan enggak boleh buang sampah di


situ. Ente ikut ngerawat, jangan ngomel doang.<br />

Suara Rakyat:<br />

Mohon maaf, sudah kami terima kok<br />

Mohon maaf atas SMS yang kami kirim dan telah dimuat<br />

pada hari Kamis, 14 Oktober tentang insentif guru yang<br />

belum turun di Kecamatan Tangerang, karena insentif<br />

tersebut telah kami terima pada hari dibuatnya SMS kami<br />

bersamaan dengan dengan jadwal pembagian insentif.<br />

Terima aksih kami haturkan kepada Bapak Wali, dan<br />

semua jajaran yang terkait. 08159555591<br />

Suara Rakyat:<br />

Kok banyak pegawai Pemkot keliaran saat jam kerja?<br />

Yth. Pak Wali, kami rakyat amat senang dengan pemimpin<br />

yang berakhlakul karimah, tapi kenapa kami lihat banyak<br />

pegawai Pemkot pada jam kerja berkeliaran sambil makan<br />

di restoran mewah, trus anggota dewan makannya<br />

dimana? 0813101159731<br />

Jawaban Walikota:<br />

Berkeliaran saat jam kerja mungkin staf humas dan<br />

protokol, karena pada jamjam tersebut suka ada<br />

undangan seperti ke Istana Nelayan, Pondol Selera, dan<br />

lain-lain. Walikota juga suka karena diundang sekalian<br />

makan dan keliaran kayak kambing cari rumput. Kadang<br />

tim wakil walikota meninjau lapangan, memantau proyek<br />

pembangunan. Kalau anggota dewan mah makannya di<br />

rumah.<br />

Suara Rakyat:<br />

Kok Bapak nggak datang ke Cibodas?


Pak Walikota Yth, kenapa Pak Wali tidak pernah datang ke<br />

Kelurahan Cibodas apabila ada kegiatan, sedangkan kami<br />

bulan puasa setahun yang lalu berpanaspanasan<br />

mendukung Bapak. 081586046703<br />

Jawaban Walikota:<br />

Kalau ke Kecamatan Cibodas sih udah beberapa kali,<br />

cuman kalau ke Kelurahan Cibodas memang belum.<br />

Waktu diundang jadi khotib udah siap pergi, taunya harus<br />

operasi dengkul, terus waktu maen bola wanita pas mau<br />

berangkat ada tamu penting, jadi diwakilkan. Sekarang<br />

pengen silaturahmi, tapi dengkul saya harus masuk<br />

bengkel 2 hari sekali karena belum sembuh benar.<br />

Mohon maaf, Insya Allah.


DANA DAN HARTA RAKYAT<br />

Suara Rakyat:<br />

Uang Dana Stimulan Diutangkan<br />

Pak Wali saya warga RW 07 Kelurahan Sukasari ingin<br />

melaporkan pembangunan fisik stimulan terhambat, garagara<br />

uangnya dipinjamkan oleh oknum kelurahan, mohon<br />

ditindak. 08129381XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Ada-ada saja sih lurah. Memangnya BPR atau rentenir?<br />

Benar apa enggak ini laporannya?<br />

Suara Rakyat:<br />

Dana Stimulan Jurumudi Lama dikemanakan?<br />

Bapak Wali yang gagah, dana stimulan Kelurahan<br />

Jurumudi Lama, kata Lurah sudah habis, sedangkan<br />

pembangunan baru 30%, dikemanakan dananya?<br />

081314120XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Tanya saja ke Lurahnya, habis dikemanakan setelah<br />

pemilu, saya akan monitoring langsung, anda jangan<br />

skeptis.<br />

Suara Rakyat:<br />

Kenapa tidak ada pertanggungjawabannya?<br />

Assalamualaikum Pak Walikota, kenapa dana operasional<br />

yang telah diturunkan ke Asda I sampai sekarang tidak ada<br />

pertanggungjawaban apalagi dana itu tidak mengalir.<br />

081310952XXX


Jawaban Walikota:<br />

Pasti ada, tagih aja kalo anda punya hak, kok susah amat<br />

sih! Suara Rakyat:<br />

Terima kasih dana stimulannya<br />

Yang terhormat Pak wlikota, terima kasih banyak atas<br />

stimulan Bapak, jalan kami Kampung Ledug RW 06<br />

Kelurahan Kroncong tiadk becek lagi musim hujan ini.<br />

Semoga Bapak diberikan keberkahan dan keselamatan<br />

dalam memimpin Tangerang. Amin. 0818933XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Bersyukur pada Allah SWT, mudah-mudahan kita<br />

kompak selalu.<br />

Suara Rakyat:<br />

Uang stimulan banyak diselewengkan<br />

Pak Wali, tolong selidiki Lurah Karawaci, banyak<br />

pembuatan data palsu untuk mempermudah korupsi. Uang<br />

stimulan banyak diselewengkan. 08128797XXX<br />

Korupsi, nekat amat sih.. segera kita cek.<br />

Suara Rakyat:<br />

Berapa bantuan dana untuk kampanye Golkar<br />

Pak Wali, berapa dana yang akan dikeluarkan bapak untuk<br />

membantu kampanye Golkar? 08128862XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Ngeledek luh, Walikota tidak boleh memberi bantuan<br />

untuk itu, lagi pula duitnya darimana.<br />

Suara Rakyat:<br />

Insentif kena PPh?


Mengapa uang insentif tiga bulan dipotong? Pak Wali, apa<br />

betul uang itu kena PPh 15%, dinas pusat atau cabang<br />

yang motong? Digunakan untuk apa? 081298640XX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Yang kena PPH golongan III ke atas, aturannya sudah<br />

begitu.<br />

Suara Rakyat:<br />

Gusuran di Selapajang Jaya terbengkalai<br />

Pak Wali, tolong tegur Lurah yang cuma niat nyari duit<br />

doang, pikirin masyarakat yang resah karena<br />

ketidakpastian urusan gusuran. Pak Wali yang terhormat,<br />

kalau Lurah Selapajang mau jujur niatnya apa saat<br />

ditugaskan di Selapajang Jaya pasti hati kecilnya bilang<br />

“ngapain kalo bukan untuk cari duit.” Bicara soal<br />

pembangunan di Selapajang Jaya, maaf Pak Wali lebih<br />

paham. Saya khawatir kalau gusuran warga enggak pasti,<br />

lurah yang pasti digusur warga. 081586129XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Jangan seneng main gusur-gusuran. Kagak baik. Soal<br />

lambatnya ganti rugi menjadi tanggungjawab PAP dan<br />

jangan dipolitisir, PAP sudah kita kita undang dan dana<br />

sudah siap walau belum sepenuhnya dan akan segera<br />

dibayarkan<br />

Suara Rakyat:<br />

Ini cuma uneg-uneg<br />

Anggota DPRD tuh kan udah pada mau berakhir masa<br />

tugasnya. Tapi, mereka udah jarang masuk. Dari 42<br />

anggota dewan yang masuk Cuma sedikit, waktu


temannya enggak ada yang mereka pulang lagi. Ini uneguneg<br />

yang bikin nueng. Yang bikin aneh, kok kemarin<br />

mereka masih studi banding ke beberapa tempat.<br />

Sebenarnya itu untuk apa ya, pak? Kok mereka tuh rajin<br />

sekali jalan-jalan dan biayanya satu orang kabarnya sampe<br />

puluhan juta. Tapi, kalau untuk kepentingan publik, jutaan<br />

saja susaaah banget. Apa eksekutif takut sama legislatif?<br />

Atau tak enak kalau nolak? 0817987XXX<br />

Anggaran legislatif kan sudah tersendiri/terpisah dan<br />

itu kan lembaga terhormat dan harus kita hormati. Bukan<br />

soal takut atau tidak, namun sebaiknya aspirasi anda<br />

sampaikan langsung ke dewan dan tidak perlu saya<br />

komentari. Setahu saya dewan masih produktif kok.<br />

Suara Rakyat:<br />

Uang stimulan mohon diaudit<br />

Uang stimulan yang Rp. 75 juta untuk Kelurahan Pajang<br />

mohon diaudit Pak Wali? 08129864XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Sudah dicek, sudah ada juklak, ada tim monitoring dan<br />

sudah ada instrumen yang mengawasi, seperti Bawasda.<br />

Ngajarin aja ente!<br />

Suara Rakyat:<br />

Lurah gelapin dana<br />

Hallo Pak Wali, tolong dong SMS yang masuk<br />

ditindaklanjuti, terutama tentang lurah yang gelapin dana<br />

stimulan, seperti di Parung Jaya. 085217251135<br />

Jawaban Walikota:<br />

Stimulan udah lama, kok baru ribut. Gelap-gelap, cek


dulu.. udah terang.<br />

Suara Rakyat:<br />

Dana Kelurahan Benda Banyak Rekayasa<br />

Pak wlikota Yth. Dana-dana yang turun untuk fasilitas umum<br />

Kelurahan Benda selalu banyak direkayasa fisiknya atau<br />

administrasi untuk kepentingan kalangan. (dari masyarakat<br />

Benda, Hermanto, SH). 085615587XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Benda lagi aja. Ente cukup sekali SMS aja juga udah<br />

tahu, kalo bulak balik begini mah jadi curiga ada apa<br />

Suara Rakyat:<br />

Stimulan Benda disunat<br />

Halo Pak Wali, kami sebagai masyarakat Kelurahan<br />

Benda, banyak fasilitas umum dijual atau dikontrakin dari<br />

pihak aparat kelurahan, dan stimulan RT RW banyak sekali<br />

disunat. Tolong ketegasan dari Bapak Walikota yang<br />

terhormat. Warga masyarakat Kelurahan Benda.<br />

081311020XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Jangan fitnah, kalau berani laporin ke sini. Kasihan kan<br />

orang belum ada bukti dituduh.<br />

Suara Rakyat:<br />

Cek dana stimulan di Pajang<br />

Pak Wali, di Kelurahan Pajang Kecamatan Benda ada<br />

indikasi penyelewengan dana stimulan. Tolong segera<br />

diperiksa sesuai janji Pak Wali yang akan memecat pelaku<br />

penyelewengan. 08176613XXX<br />

Jawaban Walikota:


Sekarang tim monitoring pembangunan sedang keliling<br />

langsung dipimpin oleh<br />

Walikota, kemarin Kecamatan Larangan dan Ciledug.<br />

Suara Rakyat:<br />

P2KPnya semrawut<br />

P2KP Gandasari semrawut, tidak profesional dan<br />

pembagian pinjamannya kok nggak adil. Dana stimulannya<br />

juga, pak. Cuma pakai bangun lingkungan lurahnya saja.<br />

081288122XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Tanya BKM, itu urusan Pusat bukan kewenangan<br />

Walikota, namun demikian akan kami informasikan<br />

permasalahan yang ada di sana.


MAKSIAT SOSIAL<br />

Suara Rakyat:<br />

Perum masih jadi sarang narkoba<br />

Terima kasih Pak Wali, Perempatan Perum I sudah bersih<br />

dari banli, tapi sarang narkoba masih banyak banget. Kami<br />

minta sarana olahraga untuk alihkan pemuda dari narkoba.<br />

Misalnya di RT 01/15 sudah punya lahan tapi lapangan<br />

basket belum selesai. Itu dibangun swadaya dan swadana<br />

masyarakat lho Pak! Mohon bantuannya. 08161312XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Narkoba ada dimana-mana, perang terhadap narkoba<br />

sudah diproklamirkan dan penyuluhan melalui sekolah<br />

pun sudah dilakukan, tetap aja gak abis-abis. Ayo kita<br />

perangi narkoba! Soal lapangan olah raga kalo Cuma<br />

lahannya sudah dibebaskan dan kalo Cuma lapangan<br />

basket saja ayo kita gotong royong.<br />

Suara Rakyat:<br />

Mohon berantas judi, narkoba, pelacuran!<br />

Pak Wali yang Kami hormati, setiap pemimpin akan<br />

dimintai pertanggungjawaban oleh Allah, karena itu kami<br />

mohon berantas perjudian, narkoba, minuman keras dan<br />

pelacuran. 08129809XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Judi, narkoba, pelacuran dan kriminal lainnya itu kan<br />

kewenangan polisi. Khusus para pelacur yang tidak tahu<br />

malu dan tidak takut sama Tuhan, balik lagi balik lagi dan


ini memang susah kita tuntaskan, tapi kita harus terus<br />

menerus memberantasnya.<br />

Suara Rakyat:<br />

Bagaimana komitmen berantas judi?<br />

Pak Wali yang terhormat, bagaimana komitmen Bapak<br />

tentang pemberantasan judi di Kota Tangerang? Kayaknya<br />

enggak ada action yang nyata dari Bapak. Misalkan<br />

perintahkan ke camat ke lurah, lurah ke RT/RW. Nah<br />

RT/RW ini harus koordinasi dengan tokoh agama,<br />

tokohmasyarakat, kepolisian. Masa sih dengan cara<br />

demikian judi tidak dapat ditekan? Tidak sulit, pak, cari<br />

pengecer, agen dan bandar. Jangan-jangan masyarakat<br />

Bapak sudah pada suka judi semua sehingga sulit<br />

diberantas. Kualitas dan kuantitas judi sudah sangat<br />

memprihatinkan, pak. Kita tunggu action Bapak.<br />

08158164757<br />

Jawaban Walikota:<br />

Judi ini memang ada dimana-mana. Kalo kata Muskin<br />

Alatas mah aku melarat karena judi, utangku banyak<br />

karena judi.. tapi enggak sadar-sadar. Menjadi perhatian,<br />

dalam rapat Muspida akan saya kemukakan kembali.<br />

Suara Rakyat:<br />

Praktek seks berkedok pijat di Benda<br />

Pak Walikota Yth. Kami para tokoh warga Kelurahan<br />

Benda sangat tidak setuju ada praktek-praktek seks yang<br />

berkedok panti pijat. Lurah dan Camat tahu tetapi diam.<br />

Ada apa dibalik itu? Apa ada iuran bulanan untuk Lurah<br />

dan Camat atau jajarannya? Kami tidak tahu. Tolong


ketegasannya Pak walikota. 085216207XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Yang dipijat keenakan, yang mijit keterusan, makanya<br />

jangan suka dipijit sama perempuan, apalagi bukan<br />

muhrimnya. Nanti kita cek.<br />

Suara Rakyat:<br />

Ada orang yang menghambat program Bapak<br />

Kepada Yth. Bapak Walikota Tangerang, saya sebagai<br />

warga Kota Tangerang, sangat mendukung program Pak<br />

Wali terutama di bidang pendidikan dan lainlainnya demi<br />

kemajuan Kota pada umumnya. Namun, saya masih<br />

melihat ada orang yang sengaja untuk menghambat<br />

program-program Pak Wali. Untuk itu saya mohon agar<br />

Pak Wali dapat merolling pejabat-pejabat yang ada di<br />

lingkup Pemda Kota Tangerang. Trims Bang Aji.<br />

Jawaban Walikota:<br />

Ada aja ngkali. Cuma saya mau berprasangka baik aja.<br />

Bang Aji mah sudah dididik sama orang tua untuk jadi<br />

pimpinan yang amanah, jangan suka curiga, jangan suka<br />

fitnah. Cuma kan ente tahu yang selama ini<br />

mengkhianati Bang Aji pada kuwalat. Makanya agar<br />

objektif, Bawasda ditugasi terus untuk penelitian kalau<br />

terbukti ada salah, sekalipun teman akan ditindak. Soal<br />

rolling… ya gampang, kita puter-puter kayak kincir angin<br />

bisa aja tapi kan ada koridor atau aturan maennya. Saya<br />

tidak pernah ada yang menghambat tapi kalau ada yang<br />

menghambat, saya embat.<br />

Suara Rakyat:


Dulu bilangnya hanya untuk hotel.<br />

Pak, kami warga Jatiuwung merasa jijik dengan Istana<br />

Nelayan. Dulu bilangnya hanya untuk hotel dan restoran,<br />

tapi sekarang sudah jadi tempat maksiat yang<br />

menyediakan PSK di dalam etalase yang kebanyakan<br />

pengunjungnya pegawai pemerintah. Tolong tempat itu<br />

ditindak agar Kota Tangerang ini jadi kota yang bersih dari<br />

maksiat dan moral warga Kota Tangerang tidak rusak.<br />

Trims. 085678105XX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Pegawai pemerintah yang mana? Enak aja loh. Lapor<br />

pake surat resmi. Walikota juga pernah beberapa kali ke<br />

situ, tapi kondangan.. emang gak boleh orang<br />

kondangan. Terima kasih atas masukannya.<br />

Suara Rakyat:<br />

SK No.5 jangan disahkan<br />

Pak Wali yang terhormat, SK No.5 tentang lokalisasi<br />

hiburan demi Allah jangan disahkan. Ini untuk kepentingan<br />

bersama.<br />

Jawaban Walikota:<br />

Sudah basi, saya sudah jawab lama. Coba baca koran.<br />

Suara Rakyat:<br />

Perjudian Gandasari libatkan aparat, pak.<br />

Pak wali, di kampung Rawacana RT 01/03 Keluarahan<br />

Gandasari, Jadiuwung ada Perjudian melibatkan aparat,<br />

tolong ditindak.<br />

Jawaban Walikota:<br />

Jangan nuduh-nuduh aja sampaikan lewat sura.


Suara Rakyat:<br />

Malam minggu banyak yang mabuk<br />

Di daerah Cipondoh banyak pemakai tuh, pak. Tolong ada<br />

kontrol dari<br />

pemerintah. <strong>Anak</strong> muda sering pada mabok apalagi<br />

malam minggu. Korbannya kan sudah banyak. Ntar kalau<br />

parah lebih susah, lho. 081548370XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Mabok lagi aah,, mabok lagi... masuk neraka luh pade.<br />

Ya nanti<br />

dilaporkan ke polisi. Mabok dimana-mana, walikota bisa<br />

mabok Iagi... diceburin<br />

aja ke comberan. Di daerah Cipondoh banyak mabok.<br />

Lokasinya sebelah mana?<br />

PENDIDIKAN UNTUK KITA SEMUA<br />

Suara rakyat:<br />

Jangan sekolah negeri melulu yang dibantu<br />

Pak Walikota, jangan buat sekolah negeri melulu, bantu<br />

sekoloh swasta,<br />

guru, sumbangan gedung, banyak sekolah swasta yang<br />

mau ambruk, adakan kerjasama dengan yayasan Islam.<br />

Biar sekolah Islam jangan mati percuma bikin sekolah<br />

negeri sementara sekolah swasta tadi dibina, malah<br />

sekolah swasta dibinasakan, sayang APDB. 0811998XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Sekolah negeri belum cukup an akan kita terts


angun sesuai dengan kebutuhan karena itu merupakan<br />

fungsi pelayanan dasar pemerintah. Sekolah swasta kan<br />

ada yayasannya yang mengelola dan kita pun bantu<br />

walaupun tidak seberapa. Maksud anda swasta<br />

dibinasakan apa? Banyak yayasan Islam juga majn<br />

tanpn dibantu pemerintah<br />

Suara rakyat:<br />

Terima kasih dari Guru Madrasah Diniyah<br />

Mohon dukungan. Terima kasih kaMI ucapkan kepada<br />

Kepala Dinas<br />

Pendidikan yang telah memberikan materi acara<br />

pembinaan bulanan kepada Madrasah Diniyah se Kota<br />

Tangerang. Semoga bapak sukses dan kami berharap<br />

pada bapak wali untuk mengangkat beliau menjadi Sekda.<br />

0817147XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Anda jadi sponsornya dikasih berapa? Becanda lagi..<br />

he.. he.. he..<br />

Suara Rakyat:<br />

Beasiswa untuk Madrasah Diniyah<br />

Mohon perhatian pak wali kapan guru bantu, bea siswa<br />

untuk Madrasah<br />

Diniyah, dan ijazahnya mohon jadi persyaratan masuk<br />

SMP, sesuai hasil pertemuan kepala diniyah dengan Kadis<br />

P & K. 08129609XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Untuk bea siswa dananya belum ada, sedangkan untuk<br />

standarisasi


kelulusan Madrasah Diniyah menjadi kewenangan<br />

Depag.<br />

Suara Rakyat:<br />

Insentif guru swasta mana?<br />

Pak Wali yang terhormat, saya ingin menanyakan guru<br />

status PNS tugas pokok guru SD, lalu mengajar di SLTP<br />

swasta pada siang hari, kenapa guru tersebut tidak<br />

mendapat insentif daerah di SLTP tersebut?<br />

081314031XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Anda kan sudah diberi uang insentif di guru SD, kalau<br />

anda lagi di SLTP swasta lalu minta uang insentif duitnya<br />

dari mana? Tidak boleh dua kali insentifnya.<br />

Suara Rakyat:<br />

Apa sanksinya untuk pemakam bea siswa?<br />

Assalamu'alaikum Wr Wb, Pak wali, begini, apa tindakan<br />

Bapak jika 1.<br />

Bila ada kepala sekolah yang tidak memberikan dana<br />

bea siswa APBD kepada siswa yang membutuhkan (..)<br />

dan apa tidak ada pemantauan beasiswa ke sekolah? 2.<br />

Bila ada yang menggunakan dana bantuan untuk sekolah<br />

bagi kepentingan pribadi?<br />

Wassalamu'alaikum.081314125XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Sanksinya digantung, kalau ada dana bantuan untuk<br />

sekolah untuk<br />

kepentinag pribadi itu kebangetan.<br />

Suara Rakyat:


Tengokin SD Cipete 5<br />

Bang Wali yang terhormat, tengokin dong SD Cipete 5.<br />

Masa<br />

sekolahannya rusak berat gitu. Padahal dekat dengan<br />

Penabur dan Harapan Bangsa. Kasian hih bocah-bocah<br />

Pakojan. 08129900XXX<br />

Jawaban Walikota :<br />

Sudah saya tengok sewaktu meresmikan proyekproyek<br />

seKecamatan Pinang Februari lalu, Pemda baru<br />

bisa merehab SD Cipete 1 dan 3 dulu, untuk SD Cipete 5<br />

menyusul tunggu saja<br />

Suara Rakyat:<br />

ONH guru prestasi<br />

Gimana nih hadiah ONH untuk guru prestasi? Tolong<br />

Bapak lebih selektif<br />

dalam memilih calon-calonnya, biar lebih adil dan<br />

transparan. 081314426XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Banyak-banyaklah bermohon kepada Allah SWT untuk<br />

memenuhi<br />

panggilannya.<br />

Suara Rakyat:<br />

Kok testing diam-diam sih?<br />

Kenapa KCP Pendidikan Periuk melaksanakan testing<br />

caIon kepsek<br />

tanggal 20 secara diam-diam dan bagi orang-orang dan<br />

sekolah-sekolah tertentu. 0818180XXX<br />

Jawaban Walikota:


Kalau diem-diem bukan testing namanya, itu netes tapi<br />

bunting.<br />

Sudah sesuai dengan prosedur dan itu bertahap.<br />

Suara Rakyat:<br />

Tender di diknas kok diam-diam?<br />

Tender pengadaan di Dinas Pendidikan dilakukan diamdiam<br />

tanpa<br />

dipublikasikan di koran. 08164803XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Sudah di umumkan pada 9 januari 2004 di SATELIT<br />

NEWS dan Pelita<br />

mungkin anda ngga sempet beli, makanya langganan.<br />

Suara Rakyat:<br />

Uangnya dipotong, pak<br />

Pak Wali, uang untuk rehabilitasi bangunan SD Sudimara<br />

dari BEP<br />

dipotong Rp 10 juta, tolong Pak Wali periksa. Kepala<br />

sekolahnya nggak berani lapor. 08567545XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Proyek BEP urusannya langsung dengan pusat, bukan<br />

dengan pemda<br />

Kota, tapi kalau ada potong-memotong laporin, jangan<br />

jangan ngomong di<br />

belakang doang. Buat surat resmi.<br />

Suara Rakyat:<br />

Suara guru jangan dianggap remeh<br />

Pak Walikota, semoga saja kejadian Kampar Riau tidak<br />

terjadi di


Tangerang, jangan anggap remeh suara yang berkaitan<br />

dengan guru. 08121840XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Siapa yang menganggap remeh guru, saya tidak<br />

berbakat untuk<br />

meremehkan orang apalagi guru. Saya anak seorang<br />

guru, saya pernah jadi<br />

guru, Kasus Kampar itu kasuistis situasional, saya<br />

menghormati guru jadi<br />

bukan berarti kalau ada yang keliru atau salah satu saya<br />

biarkan.. Saya<br />

selalu berpihak kepada guru, kalau ada yang potong gaji,<br />

insentif, beasiswa<br />

termasuk juga yang minta uang pada guru saya<br />

investigasi dan saya tindak.<br />

Anggaran yang dialokasikan APBD 2004 lebih besar<br />

daripada APBD 2003, itu<br />

semata-mata karena karena kita menghargai dan<br />

menghormati guru.<br />

Kalupun anda kecewa karena kebijakan walikota, wajar.<br />

Dan saya lakukan<br />

semata-mata karena bentuk pembelaan kepada guru.<br />

Jadi anda tidak perlu<br />

nakut-nakutin saya karena saya percaya perilaku guru<br />

sangat santun dan<br />

bersahaja.<br />

Suara Rakyat:


Kapan Nengokin Yayasan Islam?<br />

Kapan program Pak Wali mau nengokin Yayasan Islam?<br />

Ya kalau nggak<br />

sempet kasih guru negeri, daripada guru negeri<br />

numpuk di sekolah negeri dan apa program Bapak tentang<br />

pendidikan? Dan sekolah negeri kita jauh tertinggal<br />

dengan sekolah lain. Bagaimana kalau studi banding ke<br />

sekolah lain? kita pasti ketinggalan. Doa untuk Bapak.<br />

081310962XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Kalau nertgokin shl sering tapi belum semuanya. Insaya<br />

Allah pasca<br />

pemilu saya akan keliling lagi..<br />

*Kita sedang identifikasi soal kebutuhan guru,,<br />

kesimpulan semtara gurur<br />

SDN pun masih jauh dari kebutuhan, kita juga sedang<br />

mengajukan ke BKN<br />

agar ada penerimaan guru di sarnping kitapun menerima<br />

guru dari luar<br />

sesuai kompentensinya.<br />

*Prograrn saya banyak, persoalan yang kita hadapi<br />

sekarang adalah<br />

masalah sarana dan prasarana pendidikan belum<br />

mernadai, 70 persen<br />

bangunan sekolah tidak layak, tenaga tenaga guru belum<br />

sesuai dengan<br />

kornpetensinya, biaya pendidikan masih mahal buat<br />

masyarakat dan belum


memberikan kesempatan bagi seluruh warga kita serta<br />

kelulusan yang tidak<br />

sepadan dengan kebutuhan lapangan kerja. Guru<br />

insentifnya masih rendah<br />

dan oleh karena banyak program yang ditawarkan Cuma<br />

tidak melalui forurn<br />

ini karena keterbatasan kolom.<br />

Suara Rakyat:<br />

Murid wajib beli dagangan gurunya, pak<br />

Assalamualaikum pak, saya punya anak dua, sekolah duaduanya<br />

di SD<br />

Panunggangan 2, yang saya heran, kalau ada<br />

pedagang datang dagangannya diborong oleh guru nanti<br />

dijual, dibeli oleh murid. Itu diwajibkan sama guru, tolong<br />

sekolah jangan dijadikan ajang bisnis. Terima kasih. Ttd,<br />

Pak Rusli 081315097XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Ah masa yang bener informasinya.. Dulu juga pernah<br />

ada SMS yang<br />

sama, setelah kitn cek dnn SMSnya dijawab tidak<br />

sebagaimana dimaksud.<br />

Suara Rakyat:<br />

Guru prestasi undang waktu Hardiknas, dong<br />

Bagaimana bila dalam upacara Hardiknas Bapak Walikota<br />

mengundang<br />

guru-guru teladan atau berprestasi untuk bisa<br />

bersilaturahmi dengan .Bapak. 0818783XXX<br />

Jawaban Walikota:


Jangankan diundang pada Hardiknas, berangkat hajipun<br />

kita undang,<br />

tentunya apabila dananya ada.<br />

Suara Rakyat:<br />

SD Pasar Anyar 2 kok belum pernah dipugar?<br />

Pak Walikota, kami mau tanya kenapa SD Pasar Anyar<br />

2 dari tahun 74 sampai sekarang belum pernah<br />

direhabilitasi sedangkan bangunannya sangat<br />

memprihatinkan, tolong ditinjau ke lokasi pak.<br />

081310185XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Sudah dianggarkan dalam TA 2004<br />

Suara Rakyat:<br />

Jangan sampai SDN Cipete 5 ambruk<br />

Bang Wali yang terhormat, jangan sampe SDN Cipete 5<br />

kayak SMPN 2 serang yang roboh. Buruan betulin<br />

08129900XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Kita juga berharap jangan sampai ambruk dan menjadi<br />

perhatian kami.<br />

Suara Rakyat:<br />

Antisipasi PSB<br />

Yang terhormat Pak Wali, konon setiap PSB SLTP/A ada<br />

kelas khusus<br />

buat mereka yang lewat belakang. Pasti Bapak sudah<br />

antisipasi. Sukses untuk Pak Wali. 0817917XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Sekarang sedang diinfomasikanan sistern peneriman


siswa baru, testing/ujian saringan menjadi salah satu<br />

pertimbangan untuk mencegah penerimaan murid baru<br />

lewat samping atau belakang.<br />

Suara Rakyat:<br />

Program 4 tahunan mana, nih?<br />

Pak Wali, program masa jabatan kepala SD sampai<br />

dengan SMU 4 tahun<br />

sekali mana nih! Dan jabatan KCD juga sama begitu ada<br />

mutasi agar lebih balk lagi dalam meningkatkan mutu<br />

pendidikan. 08159030XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Itu baru tahap wancana untuk menghindari konflik<br />

atau persainagn menjadi kepala sekolah. Kepala sekolah<br />

bukanjabatan structural sehingga suatu saat dia kembali<br />

menjadi guru tidak menimbulkan beban spikologis,<br />

alternatif yang ditawarkan mengingat banyaknyn calon<br />

kepala sekolah salah satunya bagaimana kalau jabatan<br />

kepala sekolah dibatasi 4 tahun masa jabatan.<br />

Suara Rakyat:<br />

Pakai Kebaya di Hari Kartini<br />

Beberapa SDN menyambut Hari Kartini 21 April 2004<br />

mewajibkan<br />

siswa/siswinya berbusana adat, kalau guru-gurunya juga<br />

seperti itu, setuju nggak Pak Wali? 08159977XXX<br />

Boleh juga biar kelihatan cantik<br />

Suara Rakyat:<br />

PSB kayak UAN aja<br />

Ass Wr. Wb, Pak Wali mohon pelaksanaan penerimaan


murid baru (PSB)<br />

2004-2005 SMPN dan SMUN, mekanisme<br />

pengawasannya seperti pelaksanaan UAN (silang)<br />

mencegah KKN? 081749002XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Dinas P dan K sudah diminta dan sekaligus sudah<br />

memutuskan mengenai<br />

sistem PSB dan sudah diarahkan untuk tidak<br />

kongkalkong.<br />

Suara Rakyat:<br />

Minta Suasana KBM yang nyaman<br />

Pak saya minta sedikit kepedulian Bapak, setiap hari di<br />

sekolah kami<br />

terpaksa harus menghisap timbal dari mobil truk tanah<br />

dan polusi yang berasal dari penampungan drum. Dan<br />

setiap hari juga suasana sekolah selalu dibisingi oleh<br />

suara mesin mobil dan pukulan drum. Kami SDN<br />

Gerendeng 3, 4 dan Pabuaran 2 memohon agar diberikan<br />

suasana kegiatan belajar dan mengajar yang aman dan<br />

tenang. 0813140070XX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Ini yang menjadi keprihatinan akibat tata ruang yang<br />

berantakan, dan<br />

akan kita cek.<br />

Suara Rakyat:<br />

Ada tim yang mengawasi<br />

Pak, pengawasan PSB harus ketat. Jangan sampai<br />

muncul keluhan


orangtua murid yang anaknya pinter tapi nggak lolos,<br />

karena ada jalan belakang. Ada baiknya diatur tim untak<br />

pengawasan terdiri dari berbagai unsur. Yah, gak usah<br />

nambah anggaran kukira banyak yang mau. Agak<br />

berlebihan, sih, tapi kita kan sama-sama ingin PSB<br />

berjalan dengan bersih tanpa KKN. Bravo untuk Pak Wali.<br />

081787916XX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Pengawas sudah ada tambah sama malaikat,<br />

Suara Rakyat:<br />

Keberatan uang SPP di SDN Poros Gaga 3<br />

Assalamualaikum Pak Wali, saya mewakili orang tua murid<br />

SDN Poris<br />

Gaga 3, saat ini resah dan keberatan atas SPP sekolah<br />

dari Rp 50 ribu me.njadi Rp 60 ribu per bulan. Tolong<br />

ditindaklanjuti, pak, terimakasih. 081533394277<br />

Jawaban Walikota:<br />

Coba konsultasikan lagi dengan kepala sekolah dari<br />

komite sekolahnya.<br />

Guru pun perlu penghargaan<br />

Pak, semoga dibukakan pintu hatinya oleh Allah untuk<br />

dapat memberikan dorongan semangat bagi para guru<br />

tanpa pilih kasih memberikan penghargaan selembar<br />

kertas dari presiden sesuai masa kerjanya bukankah itu<br />

memang haknya? Teriring do'a semoga sukses. Jangan<br />

guru selalu dituntut ini itu oleh masyarakat sementara<br />

selembar penghargaan atas pengabdian yang sudah<br />

diberikan terkesan sangat eksklusif. 0818783XXX


Jawaban Walikota:<br />

Nanti dikasih penghargaan, maunya apa? Naik pengkat<br />

itu penghargaan, Satyalencana Karya setia itu<br />

penghargaan, insentif itu penghargaan, naik jabatan dari<br />

Guru ke Kepala Sekolah itu penghargaan, dibagi<br />

seragam itu penghargaan, Guru Pahlawan Tanpa Tanda<br />

Jasa itu penghargaan. Apalagi?<br />

Suara Rakyat:<br />

Senang Bahasa Arab diajarkan di sekolah.<br />

Assalamu'alaikum Wr. Wb. Pak Wali Yth. Saya senang<br />

mendengar Bahasa Arab mulai diajarkan di beberapa<br />

SDN Kota. Apakah Bapak punya program sampai dengan<br />

SMP & SMA hingga suatu saat Bapak mengangkat<br />

gurunya jadi PNS? Saya sarjana pendidikan Bahasa Arab<br />

IKIP Bandung tahun 1995 pemah ikut tes di DEPDIKBUD<br />

tahun 96 tidak lulus dan hingga kini tidak ada formasi<br />

apakah ada rencana ke depan dengan menjadikan<br />

Bahasa Arab sebagai muatan lokal Kota Tangerang?<br />

Demikian perhatiannya Bapak, saya ucapkan terima kasih.<br />

081310396XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Saya juga senang, biar pcrgi haji nggak kesasar.<br />

Suara Rakyat:<br />

Bahasa Arab masukin kurikulum.<br />

Assalamu'alaikum Wr. Wb. Pak wali yang baik, tolong<br />

untuk pelajaran Bahasa Arab, dimasukin ke dalam<br />

kurikulum sekolah-sekolah yang ada di bawah naungan<br />

Depdiknas, sudah otonomi daerah.08121896XXX


Jawaban Walikota:<br />

Boleh aja. Kalau perlu di kantor, Bahasa Sunda sudah<br />

bosen. Cuma harus didiskusikan sama Dinas P dan K.<br />

Suara Rakyat:<br />

Masuk SMPN kok biayanya seragam begini<br />

Masuk SMPN 5 Rp 2,5 juta, masuk SMPN 12 Rp 2,5 juta.<br />

Apa ini perintah dari Kadiknas? Atau MKS atau mafia<br />

kepala sekolah. Ternyata seragam ihi bukan pakaian aja.<br />

085216069XX<br />

Susah jawabnya. Udah dibilang hal-hal yang seperti ini<br />

dibuat surat langsung ke saya dan jangan-jangan bawa<br />

dinas.<br />

Suara Rakyat:<br />

Penataan buku acak-acakan<br />

Pak, saya seorang mahasiswa yang kuliah di Cikokol,<br />

beberapa kali saya pergi ke perpustakaan Kota<br />

Tangerang. Ya ampun! Kok Penataan bukunya acakacakan<br />

begitu, pak. Buku cerita anak-anak campur di buku<br />

sosial, buku referensi bagian ruang belakang juga kalang<br />

kabut. Ada yang berdiri, ada yang duduk, ada yang tidur.<br />

Gimana nih jalan keluarnya? Sudah bukunya sedikit, acakacakan<br />

pula. 08159065XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Kecapean kali, itu buku habis nonton EURO 2004. Akan<br />

menjadi perhatian.<br />

Suara Rakyat:<br />

SDS bayar, SDN nggak<br />

Pak Wali, SD Swasta yang daftar ke SMPN 1 mesti bayar


uang ganti FC, katanya gratis, nggak adil. Eks SDN gratis.<br />

08176881XXX<br />

Jawaban Walikota: Menjadi perhatian.<br />

Suara Rakyat:<br />

Usul diberi penghargaan<br />

Pak Wali, kami usul agar SDN Sudimara 7 Ciledug,<br />

terutama Kepseknya diberi penghargaan karena telah<br />

mampu mencetak siswa/siswi yang berprestasi<br />

diantaranya juara mengarang tingkat Kota Tangerang<br />

kemaren, hidup SDN Sudimara. 081314486XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Gaji , kenaikan pangkat, insentif, kenaikan gaji berkala,<br />

tunjangan fungsional. Itn bentuk penghargaan yang telah<br />

diberikan.<br />

Suara Rakyat:<br />

Pendidikan moral perlu ditingkatkan<br />

Assalamu'alaikum, Pak Wali, pendidikan agama dan moral<br />

perlu ditingkatkan baik untuk guru dan muridnya juga untuk<br />

semua aparat Kota Tangerang<br />

Jawaban Walikota:<br />

Ya, sangat setuju, pendidikan moral perlu ditingkatkan di<br />

semva lini, baik itu pegawai, guru, masyarakat, murid,<br />

orang tua, atau muda apalagi menyuguhkan tayangan<br />

yang mengundang birahi, nafsu mengundang tetangga,<br />

mengundang macam-rnacam, mengundang tenaga,<br />

uang dan seterusnya.<br />

Usul kenaikan PNS Guru<br />

Ass Wr. Wb. Pak Wali, tolong untuk pengakatan PNS


khususnya guru dilihat tuh. Lulusnya (keluarnya ijazah) di<br />

samping masa kerja. Itu kalo bapak mau adil terima kasih.<br />

0813142598XX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Sudah kita lakukan dan ada beberapa komponen yang<br />

mcnjadi pertirnbangan atau penilaian, di antaranya Hasil<br />

tes, kompetensi/ disesuaikan dengan kebetuhan, usia,<br />

tahun kelulusan, lamanya mengabdi di Pemda jadi guru.<br />

Mungkin anda belum ada rezekinya.<br />

Suara Rakyat:<br />

Mahal nggak sih?<br />

Pak, kalau ngundang Ustadz AriFin Ilham berapa sih<br />

biayanya? Besar nggak, pak? Trus pakai biaya dari panitia<br />

atau pemda? 0816160279XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Silahkan langsung tanya ke yang bcrsargkutan dan<br />

pcmkot sendiri setiap bulan akan rnengadakan kegiautnn<br />

dzikir seperti yang sudah-sudah.<br />

Suara Rakyat:<br />

PSB SD kok sampai Rp 800 ribu?<br />

Pak Wali, SD Sudimara 7 Ciledug wang PSB minta Rp<br />

800 ribu juga masih minta ini minta itu, kami walimurid<br />

keberatan pak. 0813114270XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Yang bener ente..! cek lagi, fitnah aja.<br />

Suara Rakyat:<br />

Masuk SD sampai Rp 400 ribu.<br />

Pak Wali, katanya mau meringankan biaya pendidikan


nyatanya mau masuk SD saja mahalnya tidak tahan,<br />

sampai Rp 400 ribu untuk SD Pinang I, II dan III.<br />

0813153359XX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Apa iya? Akan kita panggil.<br />

Suara Rakyat:<br />

Perhatikan guru madrasah juga, pak<br />

Pak katanya UAS gratis kok Depag memungut biaya<br />

sangat besar di setiap MI. Tolong juga perhatikan guru<br />

madrasah seperti kami pak, jangan guru SDN saja.<br />

081287977XX<br />

Jawaban Walikota:<br />

ya nanti kalau sudah ada rezeki, hal yang sama sudah<br />

ditanyakan berulangkali juga saya jawab, bahkan gurugurunya<br />

pun sudah menghadap.<br />

Suara rakyat:<br />

Hati-hati aja, pak<br />

Bang haji, anda punya gagasan Wiro Sableng 212 di dunia<br />

pendidikan, hati-hati dengan dedemit-dedemit<br />

demokrasi,dari kami masyarakat pribumi Tangerang.<br />

081808144460<br />

Jawaban walikota:<br />

Makasih, semoga Allah meridhoi kita. Kalau soal<br />

dedemit saya sudah hapal,<br />

kaya ikan lele, kumis item, kulit item dan rnatanya engga<br />

bisa ngedip.<br />

Suara Rakyat:<br />

Kunjungi YP Karya 1, Pak


Saya team drum band SMK YP Karya 1 bangga sekali<br />

bisa tampil dalam pawai<br />

obor beberapa hari yang lalu di Kota Tangerang.<br />

Seandainya Bapak berkenan datang ke sekolah kami<br />

akan tambah senang, pak. 08151652XXX<br />

Jawaban Walikota: Insya Allah.<br />

Suara Rakyat:<br />

Biaya pendaftaran sekolah mahal<br />

Assalamu'alaikum Wr. Wb. Pak wali yang bijak, kenapa<br />

sampai saat ini biaya<br />

pendaftaran sekolah mahal sekali, baik di SMP/SMU,<br />

Kota maupun Kabupaten Tangerang, iya bagi mereka yang<br />

mampu, bal;i yang tidak mampu bagaimana? Tolong<br />

dicarikan solusnya. Saya yakin pemerintah Propinsi<br />

Tangerang sanggup mengatasinya. Terima kasih.<br />

(segenap warga Karawaci). 081510081XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Solusinya udah dijawab dan baca aja di edisi senin<br />

kemarin.<br />

Suara Rakyat:<br />

Biaya sekolah tinggi, yang tak mampu merana<br />

Pembangunan gedung2 sekolah bukan main tinggi dan<br />

melebar dengan<br />

pesat. Biaya sekolah pun semakin tinggi. Yang tidak<br />

mampu pun makin merana. Kenapa sangat mahal? Apa<br />

karena gedungnya tingkat, apa sedang lagi direhab. Kan<br />

ihi semua dari APBD Pemda, kenapa imbasnya biava<br />

semakin tinggi. Mohon arahannya pak!081583711XXX


Jawaban Walikota:<br />

yang nggak mampu, jangan bayar kan ada klasifikasinya.<br />

Jangan digede<br />

gedein, sudah saya cek yang gak mampu tolong<br />

diberikan keringanan baik<br />

besaran biayanya maupun sistem pembayarannya.<br />

Kalau ente gak rnampu lapor aja ke Walikota di sekolah<br />

mana? Komite dan Kepala Sekolah juga tidak setega<br />

sebagaimana anda katakan. Ke depan kita sedang<br />

siapkan stardarisasi, supaya sekolah dan komite sekolah<br />

tidak seenaknya.<br />

PERDA KOTA KITA<br />

Suara Rakyat:<br />

Menolak jika tak ada timbal balik<br />

Pak Wali, kami menolak Raperda layang-layang jika tidak<br />

ada timbal balik<br />

Pemkot atau bandara kepada kami masyarakat sekitar<br />

bandara.55794XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Timbal balik apa rnaksudnya? Memang kalo tidak main<br />

layang-layang apa<br />

rugi! Anda perlu tahu satu buah layang-layang kalo<br />

sampai masuk ke balingbaling pesasat bisa<br />

mengorbankan rutusan jiwa, bayangkan!<br />

Suara Rakyat:<br />

Penyemprotan BDB dikenakan biaya nggak?<br />

Walikota yang terhormat, penyemprotan demam berdarah<br />

apa masyarakat


dikenakan biaya dari pihak pelaksana? Kami warga<br />

Kelurahan Cibodas Baru Kecamatan Cibodas, mohon<br />

perhatian. 081534420XXX<br />

Suara Rakyat:<br />

Kok Perdanya sama?<br />

Pak Wali, kok Perda sumbangan pihak ketiga sama sih<br />

kata-katanya dengan<br />

Perda Pemerintah Bontang?...55794XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Kebiasan jiplak kali ya... tesis, skripsi dijiplak, tapi kalo<br />

Perda diadopsi.<br />

Untuk kebaikan ya boleh aja lah<br />

Suara Rakyat:<br />

Perda untuk yang suka corat-coret<br />

Pak Wali yang aspiratif, solusi untuk tertib dan indah<br />

buatlah perda<br />

tentang larangan dan sanksi bagi yang corat-coret di<br />

fasilitas umum dan tawuran. 08159925XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Sudah ada Perda No. 18 tahun 2000 tentang K-3, tapi<br />

belum efektif.<br />

GENDERANG PERANG KKN (KORUPSI, KOLUSI<br />

DAN NEPOTISME)<br />

Suara Rakyat:<br />

Usut Dong KP 1-10-2002<br />

Pak Walikota dan Wakil yang terhormat, usut dong KP 1-<br />

10-2002 karena<br />

banyak PLH/PLT esselon III kok bisa naik pangkat DPC, ini


melanggar PP 99<br />

tahun 2000 pasti ada pemalsuan data unsur KKN.<br />

081584160XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Kasusnya tahun 2002, nyari-nyari pekerjaan aja lah.<br />

Sekarang tahun 2004<br />

Walikotanya Wahidin Halim.<br />

Suara Rakyat:<br />

Berantas KKN, pak<br />

Pak, saya mohon bapak memberantas korupsi kolusi<br />

nepotisme (KKN) dan pungutan liar dimuka bumi Kota<br />

Tangerang, semoga Bapak banyak membuat banyak<br />

perbaikan. 08129532XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Insya Allah, tapi perlu waktu.<br />

Suara Rakyat:<br />

Petugas Listrik di Tanah Tinggi pungli, pak<br />

Pak Wali, petugas pelayanan pembayaran rekening listrik<br />

cabang Tanah<br />

Tinggi pungli, pecahan pada rekening Rp 50 dibulatkan ke<br />

atas jadi Rp 500, ibu-ibu resah, mohon ditindak.<br />

08128795XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Bukan Urusan Walikota, laporkan saja langsung ke<br />

pimpinan PLN-nya.<br />

Suara Rakyat:<br />

Tindak oknum dengan tegas<br />

Tentang larangan membuang sampah limbah ke sungai,


tindak tegas oknum pegawai pengairan dan pengusaha<br />

pabrik yang sekongkol buang limbah ke sungai. Noorhasan<br />

Idris. 08128629XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Enggak ada urusan mau pegawai pengairan kek, mau<br />

pengusaha kecil kek, siapa saja warga kota yang buang<br />

limbah, buang sampah sembarangan dan mencermari<br />

sungai kita sikat. Kemarin sudah kita umumkan<br />

pengusaha yang mengelola IPALnya tidak baik dan saya<br />

minta untuk dituntut secara hukum. Ayo kita ciptakan<br />

sungai, lingkungnn dan hari yang bersih, bersih... bersih...<br />

Suara Rakyat: P2KP Gandasari sudah beres, pak<br />

Masalah P2KP Gandasari telah diselesaikan secara intern<br />

dan kekeluargaan.<br />

Demikian juga mengenai dana stimulan nya.<br />

081288122XX<br />

Suara Rakyat:<br />

Terima kasih atas jawabannya<br />

Saya mengucapkan terima kasih atas jawaban Bapak<br />

untuk rekan-rekan<br />

MGMP Dengan jawaban ini, anggapan kami sebagai<br />

tukang ngibul semoga sirna dari rekan-rekan<br />

MGMP08158787XXX<br />

Suara Rakyat:<br />

Bapak sebaiknya turun tangan<br />

Walikota yang terhormat, tampaknya bapak harus turun<br />

tangan membenahi<br />

KPU Kota Tangerang agar jangan terus sibuk terlibat


konflik intern. Karena<br />

PPS kelurahan kebi- ngungan menentukan arah.<br />

Wassalam, Karang Taruna<br />

Kelurahan Petir.081289561XX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Tapi kan Pemilu kemaren berjalan lancar, tertib, aman<br />

dan sesuai<br />

dengan jadwal, soal pada ribut itu urusan internal.<br />

Walikota lagi cari cara<br />

bagaimana bisa engkonsolidasikan, cuman harus hatihati<br />

karena KPU<br />

independen, nanti niat baik disalahkan.<br />

Jawaban Walikota:<br />

Terima kasih balik. Jangan nuduh pengawas ngibul.<br />

<strong>Anak</strong> sekarang ga<br />

suka main kibul-kibulan, kalau dulu main ada yang<br />

namanya kibul (pukul<br />

pantat).<br />

Suara rakyat:<br />

Mohon orang jujur yang diangkat jadi lurah<br />

Pak walikota yang bijaksana, saya warga Pinang sangat<br />

menyesali ada warga<br />

Pinang yang sangat ambisius ingin jadi lurah dengan<br />

cara menjelek-jelekkan lurahnya scndiri, dan setahu saya<br />

yang ambisius itu baru dua tahun jadi PNS. Mohon dalam<br />

pengangkatan lurah nanti adalah orang-orang vang jujur,<br />

berakhlakul karimah dan disenangi masyarakat seperti<br />

Pak Wali. 08179903674


Jawaban walikota:<br />

Lu, pake nulis-nulis di SMS segala, lagu apa lu . Ini<br />

bukan Sifatnya orang Pinang, orang Pinang ribut-ribut<br />

soal begini datang aja apa, langsung ngomong.<br />

Suara Rakyat:<br />

Kalau dikekang manusia akan melawan atau menghindar<br />

Pak Wall, Pak Sekda, kalau manusia makin dikekang<br />

dengan aturan mereka<br />

akan melawan atau menghindar. Ada pepatah seperti<br />

pasir kalo digenggam erat dia akan keluar dari sela-sela<br />

jari. Yah bapak-bapak tahulah apa yang saya maksud.<br />

Terimakasih. 08158371112<br />

Jawaban walikota:<br />

Oooh... ku mau bebas, bebas di alam ini..., di<br />

manapun ada aturannya, baik hidup di hutan maupun di<br />

kali, apalagi jadi pegawai. Engga ada yang namanya<br />

bebas, di hutan aja ada harimau, di kali juga ada buaya.<br />

Jadi ada hak dan kewajiban, kerja yang baik ikut apel<br />

pagi, jangan menyimpang dari aturan dnn<br />

menyalahgunakan kewenangan. Masa disuruh<br />

absen/apel aja dibilang dikekang. Kalau melawan, saya<br />

melawan lagi itu untuk tegaknya disiplin, tentunya dengan<br />

segala konsekuensinya. Dari dulu pegawai kalau dibiarin<br />

aja rusak nih birokrasi. Kalau anda seorang yang ikhlas<br />

tentunya kewajiban-kewajiban pegawai dilaksanakan<br />

dengan tanpa beban.<br />

Suara rakyat:<br />

Sabar dan tawakal buat karyawan yang kejelekannya


diumumkan Sabar dan tawakal kepada karyawan Pemda<br />

yang kejelekannya dibuka dan<br />

diumumkan pada apel Senin kemarin. Semoga bisa<br />

memaafkan pejabat yang mempunyai ide tersebut.<br />

Semoga Pak Wali lebih bijaksana dalam pembinaan<br />

pegawai.<br />

Jawaban walikota:<br />

Ada kisah menarik jaman Sayyidina Umar bin Khatab,<br />

ketika Kholid bin Walid sepulangnya dari peperangan<br />

dalam suatu apel besar dicopot langsung jabatannya<br />

sebagai panglima perang. Dan jawaban dari Khalid bin<br />

Walid, ketika ditanya oleh pasukannya dia mengatakan<br />

bahwa saya perang untuk menegakkan agama dan<br />

karena Allah sambil tersenyum. Lalu apakah<br />

mengumumkan hukuman Yang dilakukan di apel itu<br />

suatu perbuatan membuka aib seseorang? Perlu kita<br />

konsultasikan dengan ulama lebih lanjut. Tapi yang jelas<br />

tujuannya adalah sebagai shock terapi agar sikap<br />

indisipliner tidak menurun kepada yang lain. Lagian kan<br />

merupakan hak pimpinan untuk memberikan sanksi<br />

karena ada aturannya, namun secara pribadi saya juga<br />

prihatin dan sedih, tapi untuk kepentingan negara harus<br />

saya lakukan. Saya berharap yang terkena tindakan<br />

sabar dan tawakal. Insya Allah bagi yang sabar dan<br />

tawakal akan dibuka pintu rahmatNya. Bagi yang lain<br />

saya rnengajak ayo kita ikhlaskan diri dengan bekerja<br />

sepenuh hati untuk kota kita tercinta.<br />

Suara rakyat:


Dinas apa yang tugasnya awasi pembangunan<br />

Pak, sebenamya dinas apa sih yang bertugas<br />

mengawasi masalah pembangunan? Rasa-rasanya nggak<br />

ada. Soalnya, setiap kali aka melewati jalan, terutama di<br />

sekitar Komplek Kehakiman, setiap hari selalu ada<br />

bangunan baru. Dan prosesnya cepet banget. Hari ini<br />

dimulai, besok sudah berdiri dan minggu depan sudah<br />

dihuni. Dijadikan tempat usaha lagi. Jadinya, setiap tempat<br />

full dengan usaha, besar, kecil, rapi atau semrawut.<br />

Memang ada pengawasan ya, pak? 08177987902<br />

Jawaban walikota:<br />

Dimas Tramtib, termasuk yang menindaknya.<br />

Suara Rakyat:<br />

TKK minta penjelasan Pak Wali<br />

Perintis Kota Administratif P.TKK minta penjelasan Pak<br />

Wall, Wakil, Sekda,<br />

bagaimana sih secara administrasi P.TKK menjadi PNS.<br />

Apakah dekat, jasa, karir, lamanya, hubungan keluarga?<br />

081310847XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Tanya aja TKK yang udah jadi PNS, kan banyak. Rewel<br />

amat sih lu..<br />

PASAR RAKYAT<br />

Suara Rakyat:<br />

Pak, aku sedih<br />

Pak, aku sedih, deh waktu mendengarnya. Waktu naik<br />

angkot banyak ibu-ibu yang bawa anak kecil ngeluh. Ini<br />

tentang suaminya yang berdagang di jalan depan Masjid


Agung. Katanya, sekarang Minggu saja suaminya ngak<br />

bisa berdagang. Jadi, hidupnya tambah susah. Maksud<br />

aku, PKL, ditertibkan setuju banget. Tapi, mereka harus<br />

diberikan tempat khusus untuk pedagang kaki lima.<br />

Mungkin Pasar Poris Plawad bisa, sekalian buat<br />

meramaikan terminalnya. 08161629XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Saya pun menangis ketika memutuskan melarang PKL<br />

berjualan di wilayah<br />

Mesjid Agung, tapi tidak ada pilihan lain. Saran Anda jadi<br />

perhatian kami.<br />

Suara Rakyat:<br />

PKL Pasar Anyar Ingin Dagang<br />

Bapak Wall Yth, kami pedagang kaki lima di Pasar Anyar<br />

ingin sekali punya<br />

tempat buat dagang. Saya rasa tempat yang bagus buat<br />

kami di Pasar<br />

Royal/Poris Plawad, sekalian buat meramaikan terminal.<br />

0813114832XX<br />

Jawaban Walikota:<br />

sedang kita kaji kemungkinannya<br />

Suara Rakyat:<br />

Pindah secepatnya ke Poris Plawad?<br />

Pungutan liar (Pungli) di Pasar Anyar harus diberantas dan<br />

pedagang kaki<br />

lima yang berada di lingkungan rumah setempat harus<br />

ditertibkan secepatnya dan dipindahkan ke Pasar Royal<br />

atau Poris Plawad. 081311483XXX


Jawaban Walikota: Menjadi perhatian kami.<br />

Suara Rakyat:<br />

SLTPN Rusak Mirip Pasar<br />

Pak Wali yang terhormat, saya mau tanya, SLTN 6<br />

lantainya kayak lantai<br />

pasar. Masa sekolah kayak gitu, mohon dipantau, terima<br />

kasih. 081314606XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Tahun anggaran 2004 sudah dianggarkan untuk<br />

penambahan bangunan<br />

bertingkat.<br />

Suara Rakyat:<br />

Jalan kami belum pernah diaspal<br />

AssalaMu'alaikum Wr. Wb, Pak Wali kami mohon<br />

dengan sangat jalan di wilayah kami Rt.05/05 Kelurahan<br />

Babakan Kecamatan Tangerang agar diperhatikan, belum<br />

pernah diaspal, di lokasi itu ada madrasah negeri.<br />

08161685XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Karena keterbatasan dana, Tahnn Anggaran 2004 kita<br />

baru bisa<br />

peningkatan jalan untvk Jl. Dnmai.<br />

Suara Rakyat:<br />

Prihatin dengan bangunan liar<br />

Dengan hormat Pak Wali, kami prihatin dengan Kota<br />

Tangerang yang makin<br />

banyak permukiman liarnya. Mana janji anda untuk<br />

berbenah? Sekian, terima kasih. 081314569XXX


Jawaban Walikota:<br />

Janji tinggal janji, siapa janji? Ente engga tau tiap hari<br />

kita operasi PKL dan bangunan liar sampai depan<br />

Cikokol sana dibersihin dan akan terus kita lakukan<br />

penertiban. Menertibkan rnereka kaya mcmbabat alangalang,<br />

tumbuh lagi-turnbuh lagi, engga perlu nanyananya<br />

janji. Maksud anda nagih janji apa? Begitu saya<br />

dilantik jadi Walikota paginya langsung dilaksanakan<br />

operasi. Apa anda engga tau, sekarang aja tidak ada<br />

operasi karena musim kampanye dan intensitasnya kita<br />

turunkan.<br />

Suara Rakyat:<br />

Plasa Sinar Merdeka Mas gimana tuh, pak?<br />

Tibum berani nggak nertibin kantor pemasaran Plaza Sinar<br />

Merdeka Mas<br />

yang nggak ada IMBnya, jangan cuma berani nertibin<br />

PKL, dan pedagang pinggir jalan, bukankah penegakan<br />

disiplin dan ketertiban nggak ada bedanya antara PKL,<br />

pedagang pinggir jalan dan pengusaha besar? Mohon<br />

dijawab dan dibuktikan. 081310620XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Kalau kantor kan sifatnya permanen, kita berikan<br />

kesempatan sampai bulan November karena sudah ada<br />

perjanjiannya.<br />

Suara Rakyat:<br />

Jangan hangat tahi ayam, pak<br />

Bagaimana Pak Walikota nih? Pasar perempatan Ciledug<br />

kumuh dan semrawut lagi, anget-anget tai ayam. Bimo. 08


164859XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Tai ayam, tai kucing, terserahlah. Tapi yang jelas,<br />

pemerintah sudah<br />

berkomitmen. Pedagang muncul lagi, biasa main petak<br />

umpet.<br />

PENYAKIT DAN KESEHATAN MASYARAKAT KITA<br />

Suara Rakyat:<br />

Penyemprotan bukan jaminan, kerja bakti penting,<br />

pak<br />

Yang terhormat Bapak Walikota, sifatnya penting, darurat<br />

segera. Pak<br />

Wali, penyemprotan bukan jaminan basmi demam<br />

berdarah, tapi tolong pak buat surat edaran kepada para<br />

camat untuk kerja bakti secara massal dari tingkat wakil<br />

camat sampe RT, jangan nantinya selalu pemerintah<br />

disalahkan jumsih bukan jaminan kalau tidak ke tingkat RT.<br />

Terima kasih Pak Wali. 081311331XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Walikota sudah perintahkan langsung pada waktu<br />

peresmian proyek<br />

proyek, belum lagi pada rapat dinas dengan camat, lurah<br />

dan tokoh<br />

masyarakat serta ketua RT/RW, jauh sebelum wabah<br />

DBD semarak.<br />

Suara Rakyat:<br />

Ada larangan merokok di kantor, pak<br />

Pak, sebaiknya di kantor dilarang merokok kalau mau


merokok di kantin.<br />

08128794XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Siapa yang menyuruh merokok, tidak perlu larangan.<br />

Allah juga sudah mengingatkan harus sadar dan tahu<br />

diri. Saya sudah kasih contoh dan seyogyanya yang lain<br />

ikut.<br />

Suara Rakyat:<br />

Penanganan deman berdarah kok nggak serius?<br />

Assalamu'alaikum Pak Wali, kenapa kasus demam<br />

berdarah di Kota<br />

Tangerang tidak ditangani dengan serius, banyak mana<br />

korban DB dengan flu burung. Lihat RS banyak korban<br />

demam berdarah. 081584056XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Siapa bilang nggak serius menangani DBD, Walikota<br />

sudah menyatakan<br />

perang terhadap DBD, baik melalui kunjurgan resmi ke<br />

kecamatankecamatan, maupun melalui kegiatan<br />

keagamaan, serta seruan melalui<br />

koran melakukan 3 M. Pemda juga beli mesin<br />

penyemprotan dan<br />

menyediaan dana ratusan juta untuk memberikan Abate<br />

Cuma-cuma,<br />

bantuan pengobatan/perawatan RS bagi Yang tidak<br />

mampu. Walikota<br />

mengecek langsung ke Puskemas, jadi kita serius, cuma<br />

ente harus


erpartisipasi, paling tidak got, saluran air, bak mandi<br />

bersihin, jangan<br />

kalau sudah kena nyalahin pemerintah.<br />

Suara Rakyat:<br />

Wilayah kami belum disemprot<br />

Pak Wali, di Pinang Rt. 05/01 belum disemprot nyamuk<br />

demam berdarah padahal sudah ada rujukan dari rumah<br />

sakit ke puskesmas apa masyarakat perlu bayar karena<br />

sudah ada anak bayi kena DB. 08158405XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Semprotan bagi daerah endemic gratis, semprotan<br />

dalam rangkapreventif bayar, tnpi juga jangan<br />

rnengandalkan semprotan/foggig karena itu bukan satusatunya<br />

cara, walaupun satu lingkungan disemprot, tapi<br />

ada 2 atau 3 rumah nggak disemprot percuma Bagusnya<br />

melakukan tindakan 3 M dan melakukan penyemprotan<br />

obat nyamuk secara serempak.<br />

PERBAIKAN JALAN DAN SOLUSI MACET, CET<br />

Suara Rakyat:<br />

Jl. Kampung Baru Bagus, Tapi Gelap<br />

Pak Wali, J1. Abdul Rahman Saleh atau Jalan Kampung<br />

Baru, Kelurahan<br />

Jurumudi Lama Kecamatan Benda, Kodya Tangerang<br />

sudah bagus. Mohon Supaya dipasang lampu penerang<br />

jalan sepanjang 2 KM karena kalau malam gelap dan<br />

seringkali terjadi perampasan motor, tolong ya Pak Wali<br />

yang selalu memperhatikan rakyat kecil. 0818147XXX<br />

Jawaban Walikota:


Apa perlu lampu? Enakan gelap lagi, sudah dianggarkan<br />

tenang sajalah.<br />

Suara Rakyat:<br />

Jalan lingkungan Poris Plawad Indah minta diconblok<br />

Hampir semua jalan lingkungan di Kelurahan Poris Plawad<br />

Indah mendapat<br />

proyek conblok, kecuali lingkungan RT 3/4 gimana nih Pak<br />

Wali, Bravo Persikota, 08128393XXX.<br />

Jawaban Walikota:<br />

Terbalik gara-gara RT dan RW nya hampir sama. TA<br />

2004 dianggarkan<br />

untuk RT 04/03 Gg. Sakin. Untuk RT 03/04 menjadi<br />

perhatian kami.<br />

Suara Rakyat:<br />

Jalan Mutiara Pluit rusak<br />

Pak Wali yang budiman, Jl. Raya Perumahan Mutiara Pluit<br />

rusak berat<br />

padahal merupakan jalan yang ramai dilalui angkot dan<br />

pribadi. Siapa yang tanggung jawab, Pemkot atau<br />

developer yang sedang kabur? 08129270XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Belum diserahkan ke Perrtda, kita lagi kejar<br />

pengembangnya.<br />

Suara Rakyat:<br />

Kok tiang listrik di Suryadarma nggak dipindah?<br />

Pak Walikota yang terhormat, Jalan Suryadarma dekat<br />

Bandara SoekarnoHatta sudah mulus namun sangat


disayangkan tiang listriknya belum dipindahkan dan<br />

dibelokan ke bandara tidak dipasang lampu merah<br />

sehingga setiap pagi macet terus. Tolong cari solusinya,<br />

terima kasih. 08129683XXXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Kalau pohon pisang sudah saya gotong tuh. Saking<br />

aja tiang listrik, bisabisa mati kesetrum. Kita sudah<br />

koordinasi dengan PLN tapi belum dipindahkan juga ya...<br />

Suara Rakyat:<br />

Atur TPA Rawakucing<br />

Pak Wali, tolong TPA Rawa Kucing pembuangannya diatur<br />

jangan<br />

mengganggu parkir di jalan. 081314435XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Sopir emang kadang-kadang mau gampang aja<br />

buangnya, saya tegur pengelola TPA, kita cadanngkan<br />

TPA Jatiwaringin dan infrastruktur sudah kita siapkan.<br />

Suara Rakyat:<br />

Jalan Nuri belum dihotmix<br />

Pak Wali, Jalan Nuri Raya sudah 20 tahun kok belum<br />

pernah dihotmix?<br />

081295345XX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Sudah disurvei oleh Dinas PU.<br />

Suara Rakyat:<br />

Polisi tidur di Jl. Gondrong<br />

Pak wali, tolong untuk Jalan Galeong polisi tidurnya, lurah<br />

setempat


tegor. Itu kan jalan umum, bukan jalan lingkungan. Jadi<br />

menghambat perjalanan. 0813103535XX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Polisi tidur adalah polisi yang paling jujur. Jalan<br />

Galeong adalah jalan lingkungan jadi para<br />

pengemudinya pun jangan suka ngebut, coba<br />

koordinasikan lagi dengan Lurah.<br />

Suara Rakyat:<br />

Bawa Pohon Palemnya Gimana, Pak?<br />

Pak Wali yang terhormat, saya mau nyumbang tanaman<br />

palem untuk<br />

penghijauan halaman masjid raya dan puspem, tapi saya<br />

bingung bawanya karena nggak punya mobil bak terbuka.<br />

0817734XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Terima kasih pohon palem sudah cukup.<br />

Suara Rakyat:<br />

Jalan A. Yani Pesiiiing!<br />

Kok didiamkan terus? Pak wali kapan Jalan A. Yani depan<br />

RSU sampai<br />

rumah dinas walikota akan ditertibkan (pedagang &<br />

angkot) coba bapak jalan-jalan aromanya bau pesing.<br />

08129176XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Apa perlu dibuat Perda kencing, kok kencing<br />

sembarangan sih.<br />

Suara Rakyat:<br />

Jalan Rusak berat


Pak Jalan M Toha, Jalan Arya Kemuning rusak berat<br />

sangat<br />

membahayakan. 08565016XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Sudah dianggarkan di TA 2004<br />

Suara Rakyat:<br />

Jalan Cadas banyak tanah merahnya<br />

Pak, mohon jalan antara Cadas ke bandara Kecamatan<br />

Periuk (Jl. Baru) banyak<br />

tanah merah dari truk pengurugan pabrik. Mohon<br />

dibersihkan dan ditegur proyeknya. 08159781XXX<br />

Jawaban Walikota: Sudah dibersihkan.<br />

Suara Rakyat:<br />

Lampu PJU mati lagi<br />

Assalamu’alaikum Pak Wali, tolong lampu penerangan di<br />

Jalan Jembatan Baru<br />

dari arah Jalan Dr. Sitanala menuju ke Jl. TMP Taruna<br />

gelap. Dilampuin dong. 08159248XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Sudah diperbaiki, kalau mati lagi kita perbaiki lagi.<br />

Suara Rakyat:<br />

Sangiang macet nih<br />

Tolong dong Pak Wali, Sangiang makin parah nih, macet,<br />

sedang jalur alternatif<br />

sama nasibnya macet dan jalan rusak. 08161481XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Yang longsor sudah diperbaiki, yang macet memang<br />

persoalan ruwet karena kendaraan tambah banyak dan


disiplin sopir rendah. Kita sedang memikirkan jalan<br />

terobosan mencari jalan potong.<br />

Suara Rakyat:<br />

Kembalikan beton median Jalan Panarub<br />

Pak Wali tolong instruksikan DLLAJ, beton median jalan di<br />

depan Panarub,<br />

dikembalikan ke median. Jangan digeser buat parkir Isuzu<br />

Mauk. 08121866XXX<br />

Sudah dikembalikan ke posisi semula<br />

Suara Rakyat:<br />

Nggak usah nunggu Juni, pak<br />

Dua minggu belakangan ini Kebon Nanas macet lagi.<br />

Macetnya panjang, deh pak.<br />

Sejak pagi sampai malam. Kapan jembatan<br />

penyebrangan dan haltenya dibangun? Nggak usah nunggu<br />

bulan Juni atuh Pak. Didahulukanlah proyek itu soalnya vital<br />

banget. Trus bangunannya nggak boleh curam seperti<br />

jembatan D Best. Tangganya pendek-pendek saja, biar<br />

nggak ngos-ngosan kalau dipakai nyebrang. Maturnuwun.<br />

08128306<br />

Jawaban Walikota:<br />

Proses pelaksanaan anggaran mulai pengumuman<br />

proyek sampai penetapan<br />

lelang/pemenang membutuhkan waktu. Sesuai dengan<br />

Kepres dan itu yang<br />

membuat pelaksanaan anggaran tidak secepat apa yang<br />

diharapkan. Saya juga<br />

inginnya segera dibangunJPO itu, insya Allah April/Mei


isa dimulai.<br />

Suara Rakyat:<br />

Dana untuk perbaikan jalan dan Lurah Poris<br />

Kami mengharapkan sikap tegas pak wali terhadap Lurah<br />

Poris Gaga Baru tentang<br />

dana untuk perbaikan jalan. 08128283<br />

Jawaban Walikota:<br />

Pemkot hanya fasilitator, dana itu dar Pemerintah<br />

Pusatdiserahkan ke LSM yang namanya BKM dan BKM<br />

lah yang mengelola dana tersebut. Pemkot tidak boleh<br />

ikut campur. Waktu rapat BKM saya sudah wanti-wanti<br />

agar dana ini dapat efektif untuk meningkatkan derajat<br />

masyarakat.<br />

Suara Rakyat:<br />

Pengemis di Lampu Merah<br />

Bung, saya yakin, anda pasti sering lewat lampu merah<br />

Cikokol, Tanah Tinggi dll.<br />

Apakah anda melihat pengemis ibu2 dan anak2 yang<br />

menadahkan tangan? Juga para penderita kusta? Kasihan<br />

tapi juga memalukan ya? 0813222XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Tidak perlu malu, itu kan gambaran dari sebuah<br />

bangsa yang terpuruk, baik secara ekonomi dan sosial.<br />

Potret dari persoalan semacam ini tidak hanya menimpa<br />

kota kita, tetapi di banyak tempat di Indonesia. Bukan<br />

persoalan atau tidak, tapi lebih daripada berupaya<br />

menyelesaikan persoalan ini, untuk kelompok tertentu<br />

ada semacam sindikat yang mengeksploitisir untuk


kepentingan pribadi. Kita sudah beberapa kali<br />

melakukan operasi, namun itupun bukan penyelesaian<br />

yang permanen.<br />

Suara Rakyat: Selama ditutup jalan Rawa Bokor<br />

Macet<br />

Masyarakat Kota Tangerang gembira bersyukur bila pintu<br />

M1 bandara dibuka<br />

kembali, selama ditutup jalan Rawa Bokor dan pintu air<br />

Duta Garden macet terus dari pagi sampai sore, tolong ya<br />

Pak Wali, terimakasih. 0818147XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Jalan Husen Sastra Negara mau kita lebarin, soal M-1<br />

sedang kita negosiasikan<br />

dengan PAP.<br />

Suara Rakyat:<br />

Jalan Alternatif Pasar Bengkok, dong!<br />

Pasar bengkok sering mengalami kemacetan, cari dong<br />

jalan alternatif. 08179109<br />

Jawaban Walikota:<br />

Anda ada saran, atau anda pemilik tanah yang siap<br />

diganti dengan harga<br />

standar, enggak macem-macem silakan kontak saya.<br />

Jalan alternatif maunya kita<br />

juga begitu, tapi kan persoalannya tidak sesederhana itu.<br />

Harus ada ganti rugi bagi<br />

pemilik tanah., kalau pemerintah yang mau beli,<br />

seenaknya minta harga tinggi,<br />

kalau kita paksa lapor ke HAM. Sabar, kita sedang


mencari jalan keluarnya.<br />

Suara Rakyat:<br />

Sistem kenaikan karier masih berbau KKN<br />

Pak Wali, jangan harap kualitas pendidikan Kota<br />

Tangerang meningkat, jika<br />

sistem peningkatan karier guru masih tidak jelas dan<br />

berbau KKN, kok dibiarkan terus sih? 08131149XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Sistemnya yang berbau KKN atau gurunya yang KKN,<br />

rasanya sih nggak begitu.<br />

Saya sih ga tega mencurigai guru, tapi paling tidak<br />

menjadi perhatian kami.<br />

Suara Rakyat:<br />

Inventarisnya dipakai LSM, pak<br />

Pak Wali, di kelurahan kami, Kelurahan Petir mendapatkan<br />

inventaris roda dua<br />

tetapi menyimpang dari keperluan kelurahan.<br />

Kendaraan tersebut menjadi milik salah satu LSM untuk<br />

kepentingan pribadi dan keluarganya, tolong Pak Walikota<br />

diklarifikasi biar jelas, sebab masyarakat selalu bertanya<br />

tapi tidak ada jawaban dari pihak Kelurahan Petir,<br />

Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang. 08158402XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Sudah saya jawab pada edisi yang lalu.<br />

Suara Rakyat:<br />

Kontrol Kali Cisadane, Pak<br />

Pak Wali, tolong dikontrol bantaran Kali Cisadane yang<br />

sudah dikeruk oleh oknum


PT Kiat, lokasi Kedaung Baru Kecamatan Neglasari.<br />

081310576XXX<br />

Segera kita cek.<br />

Suara Rakyat:<br />

Jalan Sitanala sering macet<br />

Pak Wali, Jalan Sitanala sering macet, samping POM<br />

bensin disebabkan oleh<br />

petugas TPR yang mangkal dengan drumnya di tengah<br />

jalan, bikin macet dan kagok untuk pengendara.<br />

081514172XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Macet! Kemaren saya lewat nggak macet. Kan jalan<br />

sudah dilebarin, Cuma<br />

tinggal mindahin tiang listrik.<br />

Suara Rakyat:<br />

Kok setiap hujan Jalan MH. Thamrin banjir dan macet.<br />

Repot sekali begini terus. Sampai kapan ya?<br />

08128306XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Jalan itu memang lebih rendah dari sungai, saluran<br />

air tersumbat karena banyak sampah, got-got yang tidak<br />

ngalir, buang sampah sembarangan. Yang kita lakukan<br />

sekarang meninggikan jalan, rehabilitasi saluran air dan<br />

menghimbau kepada warga untuk tidak buang sampah di<br />

saluran air.<br />

Suara Rakyat:<br />

Petugas TPR Cimone pake anting<br />

Pak, kenapa petugas TPR Terminal Cimone ada yang


pake anting gaya preman,<br />

oknum atau aparat tuh! Tak pantas, memalukan dan harus<br />

ditertibkan. 081597719XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Pake anting kayak perempua, nanti saya perintahkan<br />

Kadis Perhubungan untuk<br />

membinanya.<br />

Suara Rakyat:<br />

Sampah di Jl. Cereme mengganggu<br />

Ass Wr. Wb. Pak Wali, gimana PKL di Jl. Abdullah, Jl.<br />

Rambutan, Jl. Cereme,<br />

kapan bebas bau sampah, penuh sesak tukang sayur,<br />

hujan becek, pokoknya tidak nyaman. 081611554XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Kita menata Pasar Anyar, mudah-mudahan pasar yang<br />

kita rehab bias<br />

menampung, Cuma itu yang baru dapat kita lakukan.<br />

Soal sampah kerja bakti yuk..!<br />

Suara Rakyat:<br />

Tangganya sepertinya nggak curam<br />

Saya sering lewat Kebon Nanas. Senang, saya lihat<br />

dari kejauhan, tangganya nggak curam, tapi belum dari<br />

dekat. Harapan saya, semoga kasus jembatan D’Best<br />

nggak terulang sehingga bisa efektif. 081283060XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Ya kita juga berharap begitu, dan kita belajar dari JPO<br />

D’Best.<br />

Suara Rakyat:


Semoga jalannya lebih bagus lagi<br />

Ass. Pak, alhamdulillah, jalan masuk ke rumah saya yaitu<br />

jalan H. Baan<br />

Kelurahan Poris Plawad Indah sekarang udah mau<br />

dibenerin, walaupun baru ditaroin kerikil-kerikil tajam yang<br />

bisa jebol sepatu kalau mau berangkat kerja. Tapi, terima<br />

kasihlah kepada Pak Lurah, Pak Camat, Pak Wali. Kalau<br />

jalannya udah bagus untuk lewat siswa SMU 10, terima<br />

kasih Bang Haji, kami tunggu. 08129749XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Udah lumayan dikerikil juga, dari pada kaga sama<br />

sekali, insya Allah akan diaspal kalau dananya sudah<br />

ada, tapi jalannya kan sempit coba urunkan rembug<br />

dengan Lurah untuk saluran airnya, sebab kalau tidak<br />

ada saluran air jalannya nanti cepet rusak.<br />

Suara Rakyat:<br />

Buat jalan tembus Gerendeng<br />

Kalau dibuatkan jalan tembus di Pos Gerendeng kayaknya<br />

bisa mengurangi sedikit<br />

kemacetan di Jalan Imam Bonjol. 081314019XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Maunya sih iya, tapi biaya pembebasan mahal, tau<br />

sendiri rakyat sekarang kalau<br />

minta ganti rugi, minta harganya tinggi.<br />

Suara Rakyat:<br />

Mendambakan tidak macet<br />

Halo Pak Wali, warga mendambakan Tangerang tidak<br />

selalu macet, kalaupun


elum terbangunnya jaringan jalan memadai, itu DLLAJ<br />

tidak hanya ngurus retribusi di jalanan. 0815143880XX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Di Dinas Perhubungan kan ada retribusi, ada juga<br />

bagian operasional masingmasing sudah jelas<br />

tanggungjawabnya. Adapun mengenai kemacetan itu<br />

memang menjadi keprihatinan.<br />

Suara Rakyat:<br />

Jalan Kian Santang Gelap<br />

Pak, Jalan Prabu Kian Santang gelap gulita. Arus listrik<br />

PJU dibelokan untuk<br />

penerangan pasar. 0813110381XX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Akan diperbaiki.<br />

Suara Rakyat:<br />

Jl. Depan RM Lembur Kuring Rusak<br />

Pak, jalan rusak nih, pak! Depan rumah makan Lembur<br />

Kuring depan RM Rawa<br />

Bokor Benda. 08131128992XX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Ya akan jadi perhatian, tapi sekarang mobil besar dan<br />

kontainer lewat situ,<br />

insya Allah akan diperbaiki.<br />

Suara Rakyat:<br />

Mohon cek proyek jembatan di Jalan Daan Mogot<br />

Ass. Pak, kalau nggak salah yang minta pembangunan<br />

jembatan penyebrangan di<br />

Jalan Daan Mogot itu selain di dekat sekolahan, di


dekat ALS. Soalnya mobilitas masyarakat daerah itu cukup<br />

tinggi. Tapi, sudah tiga minggu ini kok saya lihat yang mau<br />

dibangun jembatan sebrang justru pas depan ruko,<br />

padahal disitu nggak ada gang. Ini gimana? Mohon dicek<br />

segera, jangan sampai mubadzir mengingat jalan di situ<br />

sudah ada mediannya. Sedang dekat ALS malah belum<br />

ada. Daripada disesalkan kelak, pak. Maturnuwun.<br />

081310119XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Lahan untuk membuat tangga dekat ALS terbatas, jalan<br />

kaki ke sana aja deh biar sehat paling berapa meter.<br />

Saya juga jalan kaki sehat dan kalau setiap meter dibuat<br />

JPO mah repot.<br />

Suara Rakyat:<br />

Terima kasih Pak Wali<br />

Pak Wali, terima kasih Jalan Protokol yang ada di<br />

Perumahan Periuk Jaya sudah<br />

diconblok, tapi sayang Jalan Cempaka Raya tidak<br />

diconblok. 08159925XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Nanti gantian, anggaran terbatas, untuk jadi perhatian.<br />

Suara Rakyat:<br />

Jalan Kemuning tak pernah dapat jatah perbaikan<br />

Pak Wali, kenapa Jalan Kemuning RT 05 / 02 Pinang<br />

nggak pernah dapat jatah<br />

peningkatan, kami juga bayar pajak loh. 08568587XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Belum nasibnya kali, untuk jadi perhatian.


Suara Rakyat:<br />

Jalan kurang indah<br />

Pak Wali, kami memohon kepada Pak Wali, jalan antara<br />

Balaraja-Kresek kurang<br />

indah. 0813114182XX<br />

Nanti kalau saya jadi gubernur dibikin indah.<br />

Suara Rakyat:<br />

Jalan di perumnas<br />

Assalamu’alaikum. Pak Wali, jalan utama perumnas Jalan<br />

Borobudur Raya<br />

bergelombang dan sudah cukup berbahaya, dan sekitar<br />

Mitra Panuluh banjir dan rusak, banyak genangan air.<br />

085678038XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Jalan Borobudur sekitar Mitra yang bergelombang dan<br />

rusak itu masuk ke daerah<br />

kabupaten. Kalau masuk ke Kota Tangerang akan<br />

dipikirkan.<br />

Suara Rakyat:<br />

LPU M Toha mati, pak<br />

LPU padam dan redup di Jalan M Toha, lampu jalan<br />

banyak yang mati, termasuk<br />

di jalan Pahlawan. 08568501XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Pyar-pet, mati hidup dimana-mana bahkan rumah<br />

Walikota pun listriknya matihidup, mati-hidup, di banyak<br />

jalan memang lampu yang mati-hidup ini yang sedang<br />

kita cari solusinya. Untuk PJU penyebabnya bisa karena


panel yang dicuri, getaran kendaraan berat, voltase<br />

rendah atau mungkin kualitas PJU yang kurang<br />

memadai.<br />

Suara Rakyat:<br />

Jalan Jatake perbaiki, pak<br />

Pak Wali, tolong dong jalan di Jatake diperbaiki,<br />

masalahnya menimbulkan<br />

macet. Coba kalau Pak Wali lewat tiap hari, pasti kesel<br />

juga. 081584215XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Ya, akan menjadi perhatian, sekarang sudah dikerikil dan<br />

rencananya pada ABT 2004 ini akan diperbaiki.<br />

Suara Rakyat:<br />

Adain lampu merah, dong!<br />

Pak Wali, yang ganteng, tolong dong adain lampu merah di<br />

prapatan LP Komplek<br />

Kehakiman Buaran Indah, banyak accident.<br />

081315574XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Sudah terlampau banyak lampu. Nanti dibuatkan zebra<br />

cross, PLN lagi ngirit<br />

listrik nih.<br />

Suara Rakyat:<br />

Pondok Arum dipakai track-trackan<br />

Pak, di depan Perumahan Pondok Arum tepatnya<br />

dekat pom bensin kalau malam minggu suka dipake buat<br />

track-trackan. Tolong dong saya diajak, soalnya saya<br />

nggak punya motor. Eh! Bukan ding, disana sering terjadi


kecelakaan, siapkan petugas untuk mengawasi atau<br />

dilarang sekalian. Masa mesti nunggu jatuh korban.<br />

081554837XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Lapor ke polisi atau kita jagain rame-rame, di beberapa<br />

perumahan dibikin<br />

polisi tidur cuman memang merepotkan pengguna jalan.<br />

Suara Rakyat:<br />

Tiap pagi Benua Indah macet<br />

Waduh, dimana-mana kok macet ya, pak? Itu lho pak dekat<br />

Perumahan Benua<br />

Indah, kalau pagi selalu macet. Soalnya banyak bis<br />

karyawan lewat situ. Ada sih satu jembatannya, tapi kecil.<br />

Boleh nggak minta dibangunin jembatan lagi, biar macet<br />

agak berkurang agar orang-orang nyebrangnya juga enak.<br />

08178843XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Pasar Ramahani (Ramadani?)dan pertigaan ke arah<br />

Galeong di situ penyebab<br />

macet, belum lagi ditambah buruh pabrik keluar bareng<br />

keroyokan, angkot berhenti<br />

sembarangan, kendaraan tambah banyak, sedang kita<br />

upayakan untuk<br />

mengatasinya.<br />

Suara Rakyat:<br />

Jalan Ki Samaun tertibkan dong!<br />

Jalan Ki Samaun dan Ki Asnawi jadi macet. Pak Walikota<br />

yang baik hati dan putra


daerah, tolong ditertibkan pedagang yang menggunakan<br />

jalan yang jadi macet. Di depan Toko Varia dan Subur,<br />

pagi dan malam, macet terus. 08128653XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Iyaa dong. Tertibin sih udah tapinongol lagi-nongol lagi.<br />

Suara Rakyat:<br />

Kios rokok di Cikokol tutupi jalan pak<br />

Pak Wali Yth, kaki lima di Cikokol terutama kios rokok<br />

ditertibkan karena<br />

menutupi untuk jalan kaki. 0811162045<br />

Jawaban Walikota:<br />

Tukang rokok, tukang koran, tukang buah... semuanya<br />

nongkrong di tengah<br />

jalan. Bandel nih orang.<br />

Suara Rakyat:<br />

Pengemudinya tak disiplin<br />

Walaupun di perempatan Cimone sudah dipasang lampu<br />

lalu lintas, tapi dari arah<br />

Cimone pada waktu lampu merah terus neribis jadi ya<br />

macet terus. Pengemudinya sih nggak disiplin.<br />

081310020XXX<br />

Serabat serobot susah diatur. Saya setuju dengan anda.<br />

Ternyata pengemudinya tidak disiplin.<br />

Suara Rakyat:<br />

Efektif kurangi kemacetan<br />

Jalan lingkar rute angkot cukup efektif mengurangi<br />

kemacetan di Cikokol depan<br />

komplek perkantoran. Anggaplah terminal mini. Solusinya


kudu begitu kali ya. 08129527XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Siapa dulu walikotanya. Bagus. Terima kasih buat anda<br />

yang mendukung<br />

program angkot masuk jalur tersebut.<br />

Suara Rakyat:<br />

Jalan Moh. Toha macet<br />

Pak Wali yang terhormat, pikirin Jalan Moh. Toha ujung<br />

perbatasan Desa Karet<br />

dengan kelurahan itu jalan macet terus pagi dan sore, cek<br />

dong Pak Wali, jangan mikirin Cipondoh melulu. Terima<br />

kasih atas perhatiannya. 08129754XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Jalan M. Toha yang mana? Jalan Moh Toha yang masuk<br />

Kabupaten atau Kota.<br />

Suara Rakyat:<br />

Jembatan lain udah jadi<br />

Kayaknya bakal ketinggalan nih, pak. Dua jembatan<br />

penyebrangan di Jalan Daan<br />

Mogot yang jaraknya dekat-dekat itu dan ditengahnya<br />

sudah ada median, pembangunannya sudah jadi, lho.<br />

Kapan penyebrangan Kebon Nanas yang sangat<br />

dibutuhkan itu jadi? Susah ya pak, mindahin listrik<br />

tegangan tinggi? Atau leading sektornya kurang serius?<br />

08179877XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Sudah saya jawab minggu lalu, dan nggak ada yang<br />

susah. Buat apa susah, susah itu tak ada gunanya.


Kepala Dinas dan Pimpronya sudah saya panggil, lelet<br />

emang. Maaf bukan tegangan tinggi tapi tegangan<br />

menengah. Katanya minggu ini akan digeser. Kita lihat<br />

saja nanti.<br />

Suara Rakyat:<br />

Bantuan PAP II kok buat Terminal Terpadu?<br />

Bantuan PAP II Bandara Soekarno-Hatta LK Rp 14 miliar<br />

bukankah untuk<br />

membiayai lingkungan warga luar pagar Bandara, kok<br />

DSWIT membiayai Terminal Terpadu, ini penyimpangan<br />

namanya! Tolong dijelaskan. 081290214XXX<br />

Kok baru baru sekarang nanya, apa maksudnya? Anda<br />

kan tahu udah lama sebelum saya jadi Walikota.<br />

Suara Rakyat:<br />

Ada pemborosan listrik di Jl. Anggrek Cipondoh<br />

Malmnur<br />

Pak Wali yang terhormat, kok lampu penerang jalan yang<br />

berlokasi di Jalan Tugu<br />

Karya sampai dengan Jalan Anggrek Kelurahan<br />

Cipondoh Makmur, terangnya jam 10.00 dan pada jam<br />

10.00. Pak, Dinas Tata Kota perlu tahu. Padahal itu kan<br />

pemborosan energi listrik. 08189043XX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Timernya kesiangan kali, nanti kita stel lagi.<br />

Suara Rakyat:<br />

Kasih tudung ya, pak<br />

Pak Wali, kapan tuh jembatan penyebrangan Kebon Nanas<br />

dikasih tudung?


Waduh! Panasnya minta ampun pak. Lampunya juga<br />

gelap banget kalau malem, mana kalau lewat antri gak<br />

karuan. Maturnuwun Lho, atas perhatiannya sama<br />

masyarakat umum. Mangga, pak. 08161660395<br />

Jawaban Walikota:<br />

Sudah kita rencanakan.<br />

Suara Rakyat:<br />

Cimone-Perumnas macet<br />

Yth Pak Walikota Tangerang, sekedar nyumbang pikiran<br />

dan info, perempatan<br />

Cimone, perempatan lapangan bola Cimone,<br />

perempatan Kantor Perum 1 Malabar, Tol Islamic arah<br />

Jakarta, terus lampu merah Islamic, selalu macet. Mohon<br />

kerjasamanya DLLAJ, Polantas dan pihak terkait.<br />

Tertibkan angkot, tukang ojek, kaki lima agar dibantu<br />

Pospol, AD, anggota Kodim? 081513212717<br />

Jawaban Walikota:<br />

Macet lagi, macet lagi.<br />

Suara Rakyat:<br />

Cikokol tambah semrawut<br />

Pak Wall Yth, assalamu’alaikum, menurut pendapat saya,<br />

Membangun Pasar<br />

Cikokol menjadi pasar semi modern (SATELIT NEWS,<br />

12 Oktober) di lokasi yang sekarang ini sungguh tidak<br />

tepat. Sebab lokasi pasar bagaimanapun bentuknya tidak<br />

boleh mengganggu langsung jalan jalur cepat (J1<br />

Sudirman) apalagi berdekatan dengan persimpangan jalan<br />

(Jasunbata). Ka1au rencana ini dipaksakan pasti


kemacetan tambah dan nasibnya sama dengan Pasar<br />

Ciputat yang sampai sekarang ini masih menjadi problem<br />

serius bagi Pemda Kabupaten Tangerang.0816717505<br />

Jalannya dilebarin, tapi apa hendak dikat, PKL tambah<br />

banyak.<br />

Suara Rakyat:<br />

Tolong perbaiki Jalan Benteng Makassar<br />

Yth. Bapak Walikota Tangerang, saya RW 08 Benteng<br />

Makassar menginginkan jalan di wilayah saya diperbaiki<br />

sesuai pembicaraan Bapak di tiga pertemuan yang saya<br />

hadiri sebelumnya. Saya ucapkan terima kasih, semoga<br />

Bapak dan keluarga selalu dilindungi Allah SWT.<br />

08161490378<br />

Jawaban Walikota:<br />

Itu memang udah tahun lalu, sama Salut juga udah<br />

dibicarakan, kelupaan aja<br />

bawaannya. Ya sudah, sabar aja.<br />

Suara Rakyat:<br />

PSB di Cibodas beraat sekali<br />

Pak, PSB SDN Cibodas Kelurahan Sangiang Jaya,<br />

Kecamntan Periuk sangat<br />

memberatkan, sampai Rp 450 ribu tolong dicek, pak.<br />

Sehingga PSB nggak dijadikan kesempatan bisnis. 08 13<br />

147351XX<br />

Jawaban Walikota:<br />

PSB belum dibuka dan banyak yang laporan soal ini,<br />

tapi setelah dicek belum dibuka oleh sekolah. Di Pinang,<br />

di Sudimara dan sekarang di Cibodas, ente jangan maen


laporan aja ngapa kalau belum ada bahan. Walikota kan<br />

banyak kerjaan, bagusnya anda laporan tertulis biar<br />

gampang nelusurinya.<br />

Suara Rakyat:<br />

Galian PLN ganggu Lalin<br />

Semoga Bapak sehat selalu, kenapa PLN terus ganggu<br />

kelancaran lalu lintas<br />

umum. Seperti di Ceper yang tiada henti digali.<br />

081283128XX<br />

Jawaban Walikota:<br />

PLN, gas, Telkorn, PAM sama saja, makanya di Kota<br />

Tangerang sudah dibentuk badan koordinasi. jadi, kalau<br />

sudah menggali di kota ini harus minta ijin (kecuali galian<br />

singset). Instalasi terkaitnya sudah kita panggil dua kali<br />

pada pertemuan di ruang kerja saya.<br />

Suara Rakyat:<br />

Permohonan conblok Jalan PGB<br />

Yang saya cintai Pak Walikota, saya warga Porisgaga<br />

Baru memohon mengconblok<br />

jalan desa PGB, karena rusak akibat kena galian proyek<br />

PAM dan tidak dibetulkan lagi. 081314039XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Terima kasih. Menjadi perhatian.<br />

Thanks ya pak, Sangiang kini lancar<br />

Jawaban Walikota:<br />

Terima kasih balik. Tapi giliran macet jangan ngomel<br />

lagi. Mari kita jaga<br />

bersama.


Suara Rakyat:<br />

Truk masuk gudang<br />

Bapak Kapolres Metro Tangerang dan Dishub/DLLAJR<br />

Kota Tangerang mohon<br />

ditilang dan tertibkan dengan tegas truk-truk yang<br />

dikawal oleh oknum-oknum polisi masuk gudang yang<br />

berada di tengah pemukiman rumah warga RW 04 Pasar<br />

Anyar Suka Asih, Kota Tangerang. 081598100XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Truk-truk besar di jalan mana aja yang memang liar<br />

selama ini. Kita memang lagi berencana membangun<br />

Terminal Peti Kemas, Coba lihat Jalan Raya Hasyim<br />

Azhar, Jalan Gatot Subroto, mobil-mobil besar parker di<br />

bahu jalan.<br />

Suara Rakyat:<br />

Kalau pagi pergi ke Jatake, pak<br />

Pak Wali, tolong kalau pagi ke Jatake biar tahu sampah di<br />

depan Aneka Subur<br />

menuhin jalan, bikin macet jalan, pindahin aja<br />

penampungan sampahnya. Jawaban Walikota:<br />

Kalau pagi mah dimana-mana sampah penuh, coba lihat<br />

siang hari atau sore, kalau masih penuh di jalanan berarti<br />

engga diangkut.<br />

Suara Rakyat:<br />

Kasih penerangan Jalan Bintaro Regency<br />

Pak Wali, mohon untuk ruas Jalan Bintaro Regency<br />

Kelurahan Sudimara Pinang<br />

dikasih penerangan atau PJU sebab jadi ajang


prostitusi dan pacaran yang kelewat batas. Setelah<br />

disweeping ternyata bukan warga Tangerang. Jadi kami<br />

takut menular pada akhlak generasi kita. 081315281393<br />

Jawaban Walikota:<br />

Nanti kita koordinasikan dengan pengembangnya. Kalau<br />

ada prostitusi kita uber<br />

uber.<br />

Suara Rakyat:<br />

Pasar Baru kapan ditertibkan<br />

Pak Wali, selamat pagi, pasar dan terminal Pasar Baru<br />

sangat kumuh dan bikin<br />

macet. Tolong, pak, tertibkan, jualan kok di jalan raya.<br />

Jawaban Walikota:<br />

Pasar baru sudah turun temurun engga beres-beres.<br />

Menjadi perhatian.<br />

Orang Tigaraksa mau gabung ke Kota<br />

Pak Wali, orang Tigaraksa mau gabung ke Kota<br />

Tangerang, biar jalanan ama selokan pada bagus, gak<br />

seperti sekarang, jalanan kaya kubangan Kerbau, sekolah<br />

ambruk dan suasana gelap gulita, bagaimana caranya,<br />

pak?. 08128009XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Yang rasional aja lah.<br />

Suara Rakyat:<br />

Kapan jadinya Jembatan Kebon Nanas, pak?<br />

Ya ampuuun! Ini gimana sih, pak jembatan penyebrangan<br />

Kebon Nanas kok gak<br />

jadi-jadi, sih? Sudah sebulan lebih didiamkan saja?


Kalau nunggu beton kering, memangnya mau sampai tiga<br />

bulan? Bukan apa-apa, Kebon Nanas tuh udah kacau<br />

banget apalagi kalau malam hari. Ojeg numpuk,<br />

penumpang numpuk, pedagang numpuk, lama-lama kita<br />

stres semua, pak. Ini kan menyangkut kebutuhan yang<br />

mendesak, tolonglah perhatiannya fokus ke sana, please.<br />

08179877XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Ini berkaitan dengan kabel tegangan tinggi dari PLN.<br />

Kalau tambang mah sudah<br />

saya betoni. Saya juga sudah empet liatnya.<br />

Suara Rakyat:<br />

Pantura gabung? Siip banget<br />

Keinginan Pantura gabung ke Kota Tangerang itu gagasan<br />

siip banget untuk kota<br />

ini. Dan keuntungannya lebih ke mereka lho pak,<br />

bayangkan, dengan gabung pasti akan lebih diperhatikan.<br />

Potensinya akan lebih tergarap, jalannya, pendidikannya.<br />

Jawaban Walikota: Terima kasih.<br />

Suara Rakyat:<br />

PJU di Perum Kroncong mati, paaak<br />

Pak Walikota Yth, tolong lampu PJU Perum Keroncong<br />

Permai dinyalakan karena<br />

sudah lama padam, untuk menjaga keselamatan dan<br />

keamanan warga. Saya usul lagi, nih, pak. Untuk<br />

menambah PAD dari PBB tolong warga Kota Tangerang<br />

disensus lagi karena tidak dapat SPPT dan banyak SPPT<br />

yang nilainya tidak sesuai. 08129615268


Jawaban Walikota:<br />

PJU belum diserahkan pengembang kepada kita.<br />

RIBUT PEMILU RAKYAT<br />

Suara Rakyat:<br />

50 Persen Warga Harapan Kita Tak Terdaftar<br />

Assalamu’alaikum Pak Wali, hampir 50 persen warga<br />

Komplek RS Harapan Kita<br />

belum terdaftar sebagai pemilih di Kelurahan Bencongan.<br />

08161385XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Kompleks Rumah Sakit Harapan Kita Desa Bencongan<br />

bukan wilayah kita, tapi<br />

wilayah Kabupaten.<br />

Suara Rakyat:<br />

Karena Beler Banyak yang Nggak Terdaftar<br />

Pak Wali, anak muda yang biasa beler ditugasin sensus<br />

oleh staf Kelurahan<br />

Sudimara Pinang sampai banyak yang nggak terdaftar<br />

sebagai pemilih. 081311427XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Wah, perlu dicek itu. Jadi perhatian.<br />

Suara Rakyat:<br />

Masalah honor petugas Pemilu atau PPK<br />

Tanggal 8 Maret kami tidak dan belum menerima honor.<br />

Pemilu ternyata<br />

membuat petugas pilu. 08129482XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Honor Petugas Pemilu bukan urusan Pemda, coba


tanyakan ke KPU.<br />

Suara Rakyat:<br />

Mobil dinas buat kampanye<br />

Pak Wali berwenang tidak, untuk melarang anggota dewan<br />

yang menghitamkan<br />

plat mobil dinasnya dan dipakai kampanye parpol?. Bisabisa<br />

kerusakan dibebankan pada APBD! 081614364XX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Sudah cukup jelas aturannya dan Panwaslu pun sudah<br />

mengambil langkah<br />

langkah untuk ke arah itu.<br />

Suara Rakyat:<br />

Kampanye atas nama Pribadi<br />

Assalamu’alaikum Wr. Wb., Pak Wali Yth, sebagai pelayan<br />

masyarakat/pejabat<br />

pemerintah/PNS, bolehkan berkampanye untuk partai<br />

tertentu, meski pakai nama pribadi?. 0815860610XX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Sudah cukup jelas aturannya dan Panwaslu pun sudah<br />

mengambil langkahlangkah untuk ke arah itu.<br />

PROYEK PARA PIMPRO KOTA<br />

Suara Rakyat:<br />

Proyek Mandeg Uangnya Dipakai<br />

Pak Wali, proyek stimulan di Sukarasa ada yang mandeg<br />

gara-gara uangnya<br />

dipake lurah, katanya itu benar. Hendaknya oknum tersebut


mendapatkan tindakan yang tegas. 081315086XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Informasinya saya perhatikan, mudah-mudahan anda<br />

tidak asal tuduh.<br />

Suara Rakyat:<br />

Undangan lelang langsung ke rekanan<br />

Pak Wali, saya usul supaya tender-tender murni, pemkot<br />

susun dan umumkan<br />

setiap paket kegiatan masing-masing dengan nama-nama<br />

peserta tender, undangan lelang dikirm ke rekanan<br />

langsung. 08128820XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Kan udah diumumin di Koran.<br />

Suara Rakyat:<br />

DPU kok kayak perusahaan sendiri<br />

Bang Wali, DPU Kota kok kaya perusahaan sendiri aja,<br />

masa abang, ade, ipar dan<br />

saudara masuk kerja semua. Kapan mau benernya kalo<br />

KKN nggak diberantas. Tolong deh bang. 081586059XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Kalau begitu bukan perusahaan, tapi mobil kijang ada<br />

tante, kakak, bibi dan<br />

nenek.<br />

Suara Rakyat:<br />

Stimulan I Uwung Jaya tolong dicek<br />

Stimulan di Uwung Jaya bernuansa KKN. Pak Wali tolong<br />

dicek soal stimulan<br />

soalnya pengalokasiamya tidak melalui rembuk RW,


masyarakat, padahal daerah lain juga banyak yang lebih<br />

membutuhkan. 08121929XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Rapat dan musyawarah dalam pelaksanaan proyek<br />

sudah dilaksanakan, tinggal kita nanti mencek lokasinya<br />

apakah sesuai atau tidak dengan yang telah disepakati.<br />

Suara Rakyat:<br />

Proyek tanpa realisasi<br />

Sudah lima kali turun proyek di kantor damkar, tapi<br />

rea1itasnya tidak ada, hanya mobil baru atau sedan dan<br />

motor Harley yang seluruhnya Rp 250 juta. 08567579XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Pertanyaan anda lebih bagus dibuat secara tertulis serta<br />

dilengkapi dengan<br />

faktanya.<br />

RUMAH IBADAH<br />

Suara Rakyat:<br />

Tempat Pipisnya Pada Bocor<br />

Pak Walikota, Masjid Raya Al-Azhom merupakan<br />

kebanggaan kita karena begitu<br />

mewahnya, tapi pemeliharaannya sangat kurang, tempat<br />

pipisnya pada bocor, bisa dibuktikan. 0811161XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Itu menjadi pemikiran DKM dan pengurus masjid akan<br />

kita koordinasikan lebih<br />

lanjut.


Suara Rakyat:<br />

Sayang, masjid besar itu kurang maksimal<br />

Pak Wali, di Tangerang ada masjid besar yang sayangnya<br />

belum maksimal, tidak<br />

ada kajian Islam, perkumpulan remaja masjid, ataupun<br />

hal keaganman lainnya (atau saya yang tidak tahu?).<br />

Sayang sekali jika bangunan masjid seindah itu kurang<br />

diisi dengan hal tersebut. Terima kasih. (Hastuti)<br />

08161171 XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Kegiatan cukup marak, baik yang dilakukan pengurus<br />

masjid, BKPRMI, maupun<br />

kelompok-kelompok masyarakat lainnya, kalau dirasa<br />

kurang silakan anda<br />

memakmurkannya.<br />

Suara Rakyat:<br />

Apa benar pembuatan sertifikat masjid dipungut<br />

biaya?<br />

Assalamu’alaikum Pak Wali yang kami hormati, apa betul<br />

pembuatan sertifikat<br />

masjid (sarana ibadah) dikenakan biaya sebesar 3 juta? Itu<br />

terjadi di Kampung Baru Kelurahan Nusa Jaya.<br />

081315082XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Tanah masjid karena hasil wakaf tidak dipungut bayaran.<br />

Suara rakyat:<br />

Sistem Tendernya membuat bodoh<br />

Pak Wali, apa udah benar sistem tender pekerjaan di


Txngerang? Setahu<br />

saya cara tender seperti itu malah membuat bodoh buat<br />

pemborong Tangerang karena selalu disuapin, ikuti<br />

Keppres, dong!08129450XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Itu sudah sesuai dengan Kepres. Suara Rakyat:


Banyak rumah jadi tempat<br />

kebaktian Pak Wall, di<br />

Simprug, Poris Jaya<br />

banyak rumah dijadikan<br />

tempat kebaktian dan ini<br />

dilindungi oleh Lurah<br />

Mudin dan aparatnva.<br />

0812949XXXX<br />

Jawaban Walikota:


Rumahkan fungsinya untuk<br />

tempat tinggal, jangan<br />

dijadikan gereja, serta jangan<br />

berburuk sangka dan memfitnah lurah.<br />

Suara Rakyat:<br />

Sama-sama sepi<br />

Setelah Masjid Raya dibangun, kini kegiatan di Masjid<br />

Agung menjadi sepi. Yang agak mengherankan, aktivitas<br />

di Masjid raya juga tak semarak. Kemanakah pengurus<br />

BKPRMI yang dulu begitu banyak berjaya? 0817897XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Apa hubungannya dengan BKPRMI, mestinya anda<br />

yang mengajak masyarakat atau jemaah beduyun-duyun<br />

ke mesjid. Harus diakui sekarang memang terjadi<br />

pergeseran yang membuat saya prihatin, tidak hanya di<br />

Masjid Al-Azhom dan Masjid Agung, tetapi hampir di<br />

seluruh Indonesia khususnya di Tangerang, jumlah<br />

jamaah yang datang ke mesjid makin berkurang,<br />

ironisnya, mall-mall, panggung dangdut, goyang ngebor<br />

Inul, goyang patah-patah Bahar, gogo dance, akademi<br />

fantasi penontonnya malah membludak.<br />

Suara Rakyat:


Hadir dalam diklat Masjid<br />

di Ciledug, pak Ass. Wr.<br />

Wb Pak Wall yang<br />

terhormat. Kami mau<br />

kehadiran Bapak dalam<br />

acara Dikiat Nlanejemen<br />

Masjid di Kecamatan<br />

Ciledug tanggal 30 April<br />

sampai 2 Mei di Gedung<br />

Perum dan mohon bantum<br />

agar sukses. XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Undangan sudah saya terima, panitia sudah datang,<br />

sekarang lewat SMS. Cerewet amat sih ente? Insya<br />

Allah.


RAKYAT PENGANGGUR<br />

Suara Rakyat:<br />

Saya Masih Nganggur, Pak<br />

Pak Wali saya ini lulusan SMU Tahun 2003 tapi sampe<br />

sekarang masih<br />

nganggur sulit sekali cari kerja saya sampai ditipu. Mohon<br />

bantuannya.081314215XXX.<br />

Jawaban Walikota:<br />

Angka pengangguran memang meningkat, Pemkot<br />

sudah berupaya<br />

menaggulanginya minimal mengurangi pengangguran.<br />

Suara Rakyat:<br />

PNS untuk manajemen, dong!<br />

Pak Wali, nanti kalau ada penerimaan PNS lagi tolong<br />

jurusan Manajemen<br />

(Ekonomi) diadain. 08129478XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Tergantung kebutuhan dan formasi itu kewenangan BKN<br />

Suara Rakyat:


Gosipnya mau masuk PNS<br />

jutaan ya pak? Pak Wali<br />

yang terhormat, saya<br />

denger gosip kalau masuk<br />

I'NS, harus bayar jutaan<br />

rupiah. Gimana, pak?<br />

0812947XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Itu kan gosip, percaya apa enggak terserah.<br />

.<br />

Suara Rakyat:<br />

4 kali ikut tes nggak pernah lulus<br />

Yth. Bapak Wali. Sebelumnya saya minta maaf pak, saya<br />

jebolan dari SGO<br />

tahun 1987 tapi sampai sekarang saya Belum diangkat<br />

PNS. Padahal saya sudah<br />

4 kali ikut tes PNS. Sekarang, saya masih honor di<br />

kompleks Karawaci. Padahal<br />

untuk guru bidang Penjaskes masih banyak yang<br />

membutuhkan. Apalagi seperti


saya perempuan, saya menunggu. 0815862709XXX.<br />

Jawaban Walikota:<br />

Kebutuhan dalam penerimaan SGO sangat terbatas,<br />

tahun lalu hanya<br />

menerima 2 orang, berdoalah kepada Allah minta<br />

kemudahan, insya Allah.<br />

Suara Rakyat:


Di Perempatan Kodim dulu<br />

gak ada gepengnya<br />

Pak Wali, kenapa di perempatan STM-KODIM banyak<br />

gepeng lagi? Padahal dulu waktu saya masih sekolah tidak<br />

begitu. Rasanya jadi takut kalo nunggu angkot di situ.<br />

08569936XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Dulu memang belum ada Gepeng. Adanya Bundar,<br />

Bundar topinya. Udah<br />

dioperasi dia nongol lagi.<br />

Suara Rakyat:


PNS utamakan guru bantu<br />

Assalamu'alaikum Wr.<br />

Wb. Tolong mengenai PNS<br />

yang diutamakan guru<br />

Bantu, apalagi yang ikut<br />

terakhir dan lihat tanggal<br />

lahirnya. Terima kasih.<br />

0811480XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Emang yang daftar Guru Bantu sebagian besar.<br />

Suara Rakyat:<br />

Lulusan D3 Kebidanan ingin kerja<br />

Assalamu'alaikum Wr. Wb. Pak Wali, saya lulusan D3<br />

Kebidanan, saya ingin<br />

kerja di Puskesmas, honorer/Bidan PTT, bagaimana<br />

caranya? Lihat<br />

infromasinya di mana? Mohon Jawabnya. Terimakasih Pak<br />

Wali.081316262XX<br />

J awaban Walikota:


Tahun lalu ada penerimaan, tahun ini tidak ada. Tahun<br />

depan mogamoga ada. Ga perlu ngikut<br />

Suara Rakyat:


Banyak pengangguran<br />

diBenda Hallo Pak Wali,<br />

kami warga masyarakat<br />

Kelurahan Benda ingin<br />

menyampaikan keluhan<br />

kami, Kepala Lurah dan<br />

aparat tidak aspiratif,<br />

sangat otoriter juga tidak<br />

ada rasa memperjuangkan<br />

warga masyarakat Benda<br />

sehingga terlalu banyak<br />

pengngguran. Mohon<br />

ketegasan dari Bapak,<br />

hormat kami warga


masyarakat Benda.<br />

081314062XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Pengangguran ada dimana-mana, di kampung dan di<br />

kota, di Benda<br />

padahal dekat dengan Angkasa Pura. Jadi Perhatian<br />

Suara Rakyat:<br />

Insentif mana, pak?<br />

Pak Wall, insentif guru honor dari pusat kok nggak kunjung<br />

turun...? Datang?<br />

08131151975<br />

Jawaban Walikota:<br />

Soal waktu, wong guru yang di Perumnas bilangnya udah<br />

diterima kok.


Prioritaskan lulusan SPG,<br />

p a k Pak Wali, masih<br />

banyak lulusan SPG yang<br />

belum diangkat padahal<br />

mereka cukup berkualitas,<br />

karena mereka cukup<br />

berkwalitas untuk menjadi<br />

guru. Tolong prioritaskan<br />

mereka. Mereka itu udah<br />

lama juga mengabdi di SD.<br />

081314270XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Dari dulu yang banyak diterima kebanyakan dari SPG.<br />

Coba aja hitung.<br />

Suara Rakyat:<br />

Udah mengabdi 10 tahun, lho


Assalamu'alaikum Pak Wali, dengan tidak mengurangi<br />

rasa syukur dan<br />

hormat kami terhadap Bapak, kami ingin<br />

menyampaikan kegelisahan kami, bahwa ada diantara<br />

kami vang bertugas sebagai pelaksana pemeliharaan<br />

kebersihan dan pertamanan sudah lnengabdi di atas 10<br />

tahun, belum mendapatkan kesempatan menjadi PNS,<br />

demikian harapan kami, agar bapak memaklumi. Amin<br />

0818081XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Bagus itu menjadi salahsatu syaratkelulusan, tapi biar<br />

kerjanya puluhan<br />

tahun kalau tes akademinya jelek susah juga.<br />

SAS-SUS MUTASI BIROKRASI<br />

Suara Rakyat:


Benar Dia Tak akan<br />

Digeser?<br />

Pak Wali, kepala kantor damkar kota pada saat apcl dia<br />

berbicara tidak akan digeser apakah benar?<br />

08567579XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Malas saya menjawabnya bolak-balik aja. Nanya dijawab<br />

nanya, lagi<br />

pertanyaannya terlampau pribadi.<br />

Suara Rakyat:<br />

Iri Karena Kasie Dapat Uang Tunda dan Insentif Gede<br />

Pak walikota yang terhormat, kami anggota Damkar<br />

merasa ngiri kepada<br />

para Kasie dan KTU dapat uang tunda, uang insentif<br />

besar tapi kagak mau kerja dan apel pagi, boro-boro<br />

datang ke TKP kebakaran. Nggak pernah bantuin. Ganti<br />

aja, pak. Mohon perhatiannya. 08567020XXX<br />

Suara Rakyat:<br />

Pengisian jabatan sesuaikan DUK<br />

Pak, tolong pengisian formasi jabatan di lingkungan<br />

Pemkot s/d kelurahan<br />

benar-benar sesuai DUK, jangan E;ls A. 08 l28546XXX<br />

Suara Rakyat: Orang dalam proses hukum jangan<br />

diikutkan, pak


Pak Wali vang terhormat<br />

tolong, tolong dalam<br />

pengisian iohatan jangan<br />

menempatkan orangorang<br />

yang sedang<br />

hukunr, apalal;i yang<br />

sudah lengser.<br />

Jawaban Walikota:<br />

Kalau masih dalam proses hukum boleh. Kecuali sudah<br />

divonis oleh pengadilan. Tapi terus terang, saya tidak<br />

tahu apa yang anda maksud<br />

Suara Rakyat:<br />

Kapan mutasi, nih?<br />

Yang terhormat Bapak WaliBapak kebanggaan kami<br />

karena dalam waktu 3<br />

bulan dari jabatan Bapak, Tangerang sudah kondusif dari<br />

PKL, tapi punten jangan berlama-lama, kapan mutasi?<br />

081311152XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Nafsu banget sih, mutasi itu soal biasa. Soal Kapan


dilaksanakan Walikota<br />

punya strategi sendiri, Kita tidak reaktif sebagaimana<br />

yang lain, karena<br />

mutasi harus dilihat sebagai penyagaran,<br />

pengembangan karir, dan apakah<br />

dengan mutasi bisa meningkatkan kinerja. Jadi harus<br />

dengan rasional, jangan<br />

dengan emosional.<br />

Suara Rakyat:<br />

Kadis kelamaan ganti dong!<br />

Yang terhormat Pak Wali yang adil, mohon dipangkas<br />

jabatan abadi di jajaran dinas kesehatan dan yang lainnya,<br />

kelamaan Kadis PU sudah 5 tahun, Kadis Kesehatan<br />

sudah 10 tahun. 081510081XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Bukan soal lama/baru, tapi soal kompetensi dan kinerja.<br />

Kita sedang<br />

evaluasi.<br />

SAMPAH DAN LIMBAH KOTA Suara Rakyat:


Pak tolong cek mobil<br />

Nopol B 9284 CQ Pak,<br />

tolong dicek mobil kijang<br />

bak Kota Tangerang B<br />

9284 CQ dipakai angkut<br />

sampah di PT Pratama.<br />

08179108XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

B 9284 CQ bukan milik Pemda Kota , Pemda yang lain<br />

kali.<br />

Suara Rakyat:<br />

Kawan buruh jangan terhasut pemogokan<br />

Buat rekan yang kerja di PT, tolong tahan jangan mau dihasut unjuk<br />

rasa, jangan<br />

tergiur kenaikan gaji tapi PT tidak mampu sehingga PT tutup. Aku bukan<br />

karyawan dan bukan pengusaha, aku sangat sedih. 08121987XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Bagus, Lagi pula mogok aja ngapain sih, rugi kita sendiri.<br />

Suara Rakyat:<br />

Tempat sampah depan H Lahmudin dirapikan<br />

Pak Wali yang budiman, saya memohon tempat sampah


yang ada di<br />

depan Masjid Kampung Gunung samping rumah KH A.<br />

Lahmudin, mohon dirapikan. Terima kasih. 08561806XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Tempat pembuangan sampah sementara yang ada di<br />

sana sebenarnya sudah dipidahkan ke Cipondoh<br />

Makmur namun masih ada warga yang membuang<br />

kesana. Setelah saya keliling memang banyak<br />

ditemukan tempat sampah yang belum tertangani<br />

dengnn baik dan saya sudah minta Subdin kebersihan<br />

untuk merapikannya.<br />

Suara rakyat:<br />

Pengolahan limbah pabrik plastik di Bugel, bau Sekali<br />

Pak Wali Yth, di Kelurahan Bugel Rt 02/13 ada pabrik<br />

pcngolahan<br />

limbah plastik, polusi baunya sangat mengganggu<br />

masyarakat sekitar, mohon ditertibkan. Warga di sekitar<br />

sudah resah terganggu selama ini. 08158164757<br />

Jawaban Walikota:<br />

Nanti diCeklah<br />

Suara Rakyat :<br />

Poris Baru tak ditengok, sih<br />

Pak Wali Yth, saya salut dengan cara kerja Bapak yang<br />

sering turun ke<br />

lapangan tapi, kenapa untuk Kelurahan Poris Baru<br />

dibiarkan kumuh, tidak pernah dikunjungi? Catatan untuk<br />

Bapak, kalau mau berkunjung jalan dari Daan Mogot<br />

masuk ke dalam sampai perbatasan nanti Bapak lihat


sendiri Poris Baru kayak apa. 081291680XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Soal cek mengecek urusan saya, dan pernah saya cek.<br />

Soal kumuh<br />

urusan ente sama lurah.<br />

Suara Rakyat:<br />

PT MSCI buang limbah langsung<br />

PT MSCI di Jalan M Toha selalu buang limbah langsung ke<br />

ka1i, kok<br />

nggak masuk daftar hitam, padahal warga udah ganti<br />

tuh sungai jadi kali tujuh warna, tolong dicek di belakang<br />

pabrik itu. 0812866XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Kemarin yang diumumkan perusahaan yang<br />

mencemari sungai Cisadane dan akan kita tindak lanjuti<br />

ke Sali Sabi, Cuma perlu diketahui bahwa biya untuk<br />

pemeriksaan laboratoriumnya cukup lumayan, tekad kita<br />

sudah jelas tidak ada kompromi. Cuma Proses hukum<br />

perlu waktu.<br />

SENI, WEN<br />

Suara Rakyat:<br />

Seni tak semaju olahraga<br />

Hai Pak Wali, kok seni di kota kita tak semaju olahraga<br />

(bola)nya sih?<br />

Kesenian juga butuh bantuan, pak. 081310837XXX


Jawaban Walikota:<br />

Pemerintah membangun gedung kesenian termaksud<br />

bekas gedung<br />

Subdin Pariwiasata dijadikan Gedung Budaya. Kesenian<br />

harus digarap secara<br />

profesional dan jangan disamakan dengan bola sebab<br />

segmen masyarakat itu<br />

biasanya ngga cengeng malah bisanya kreatif. Anda<br />

sering mengeluh ngaku<br />

ngga dibantu, dimarjinalkan, macam-macam.<br />

Suara rakyat:<br />

Kok hidup segan mati tak cnau?<br />

Kesenian Kota Tangerang itu apa? Dulu kalau nggak salah<br />

namanya<br />

jantuk, apa bener? Kalo bener kok kayak hidup hidup<br />

segan mati tak mau. Gimana kalo trus dipromo, biar<br />

semua orang baik domestik dan mancanegara tau<br />

caranya. Kan kita Punya balai kesenian atau sesekali<br />

tampil di ruang tunggu Bandara Soeta.08561503535<br />

Jawaban walikota:<br />

Banyak kesenian tradisional yang mati kelenger karena<br />

tidak bisa<br />

bersaing dengan kesenian-kesenian modern. Kalah<br />

sama goyang Inul.<br />

Suara Rakyat:<br />

Lampu di GKT banyak yang mati<br />

Saya bukan seniman, tapi penikmat seni. Beberapa kali<br />

menyaksikan


kegiatan seni digedung kesenian Tangerang dan saya<br />

merasa kegiatannya makin marak. Sayangnya dari puluhan<br />

lampu yang dipasang diatas langitlangit kok sebagian<br />

besar padam, Tolong dibetulkan Pak. 081560801XXX<br />

Jawaban Walikota :<br />

Itu karena pemeliharaannya dan GKT harus tanggung<br />

jawabterhadap<br />

pemakaiannya. Koordinasikan dengan bagian umum<br />

SOAL OLAH RAGA DAN SEPAKBOLA<br />

PERSIKOTA<br />

Suara Rakyat:<br />

Jangan Hanya Persikota<br />

Pak, sejahterakan masyarakat seluruhnya, jangan cuma<br />

Persikota<br />

aja. Persikota bertanding pelayanau publik amburadul.<br />

Sckarang perusahaan. dipalakin, kita koran nasional malu.<br />

08155794XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Persikota main seminggu sekali, itu juga hari<br />

Sabtu/libur. Kalau hari kerja sebagai tuan rumah wajay<br />

aj a mereka tinggalin kantor jam 3.30. Ayo kita nonton<br />

bareng.<br />

Suara Rakyat:<br />

Kok yang itu terus<br />

Bebaskan KONI dari KKN dan alat politik. Yang terhormat


Pak Wali<br />

kok pengurus KONI yang itu-itu aja. U81510081XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Kenapa Anda nggak ikut nyalon jadi ketua KONI?<br />

Walikota tidak pernah<br />

intervensi, sekarang jaman demokrasi, apapun harus<br />

melalui proses<br />

demokrasi.<br />

Suara Rakyat:<br />

Kasihan petugasnya kehujanan<br />

Pak Wali saya ikut berduka, Persikota terpuruk di kandang<br />

sendiri, tidak<br />

cuma fisik dan strategi menang, mental pemain juga<br />

jangan kayak jawara. Ini olahraga bung, jangan terpancing<br />

emosi lawan. Bravo Persikota. 0808707XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Pemain Persikota yang emosi merupakan akumulasi dari<br />

perlakuan<br />

wasit selama ini. Tim Manager sudah wanti-wanti agar<br />

pemain tidak<br />

terpancing melakukan tidakan yang merugikan tim<br />

Persikota. Terhadap<br />

pemain yang emosional dan mengakibatkan kerugian<br />

terhadap tim, saya<br />

akan berikan sanksi sebagaimana ketentuan yang ada.<br />

Suara Rakyat:<br />

Persikota julukannya Benteng Cisadane<br />

Assalamualaikum Wr Wb, Yth Pak Wali, Persikota


diberi julukan Benteng Cisadane, sesuai dengan ciri khas<br />

daerah atau Singa Benteng biar setangguh singa dan<br />

sekokoh benteng. Kostumnya garis-garis biru putih seperti<br />

dulu. 08567822818<br />

Jawaban Walikota :<br />

Ya, sudah saya catat dan sudah dapat lima julukan,<br />

tinggal disaring.<br />

Suara Rakyat:<br />

GOR dan pengangkatan jadi PNS<br />

Pak Wali, kondisi GOR sangat memprihatinkan sekali,<br />

piadahall itu<br />

tempat kompetisi. Kelihatannya kumuh, sedangkan<br />

berada di tengah-tengah Kota Tongerang dan kapan guru<br />

bantu ini diangkat menjadi PNS. Saya sudah 18 tahun<br />

mengajar murid-murid saya selalu menjadi juara di tingkat<br />

Kota. Tetapi test PNS ku selalu gagal, mengajar saya<br />

alhamdulillah berhasil, karena saya punya cara didaktik<br />

metodik/ilmu keguruan yang sudah melekat. Tolong Pak<br />

Wali, dicek ke Kepsek. Apa yang pintar, belum tentu<br />

mampu mengajar dan mendidik, Tolong kali ini saya<br />

mohon diperhatikan, yang berpengalaman dulu untuk<br />

pengangkatan PNS itu, karena mengingat usia. Saya<br />

sangat berharap sekali. Terima kasih. 08158237XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

GOR sudah saya jawab sebelumnya dan sudah<br />

dianggarkan,<br />

pelaksanaannya disesuaikan prosedur proyek. Kalau ada<br />

penerimaan PNS


akan diumumkan.<br />

Suara Rakyat:<br />

Habis istirahat, penggemar Persikota diharuskan<br />

masuk Pak Wali, tolong dong, saya penggemar Persikota,<br />

saya minta kalau<br />

sehabis istirahat (setengah main) digratiskan masuk, kami<br />

pendukung Baby Force, wassalam. 0813162716XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Gratis aja sih maunya. Nanti kita konsultasikan dengan<br />

Panpel,<br />

supaya bisa masuk.<br />

Suara Rakyat:<br />

Solidkan Persikota, pak<br />

Pak Wali Yth, saya pecinta berat Persikota, tolong bikin<br />

kekuatan<br />

Persikota lebih solid dan disegani oleh lawanlawannya.<br />

Salam buat pecinta Persikota, kita dukung terus<br />

Persikota. Mari kita ramai-ramai ke Stadion Benteng<br />

dukung terus Persikota kalau benteng mania sejati. Salam<br />

dari Benteng mania. 081584216XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Ayo kita dukung rame-rame. Suara Rakyat:


Mestinya Tangerang<br />

punya stadion<br />

Pak, seharusnya Tangerang mempunyai stadion sepak<br />

bola yang bagus, bisa dipakai malam seperti kota<br />

lain.085685016XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

kan udah ada. Masih bisa kita pake lampu sorot, kemarin<br />

udah kita<br />

bicarain ke Pak Gubernur.<br />

Suara Rakyat:<br />

Kok Stadion Benteng gak jadi-jadi<br />

Pak Wali, ada apa dengan Stadion Benteng? Kok enggak<br />

beres-beres<br />

pembangunannya! Tiap nonton saya bayar donatur<br />

banyak, pabrik melimpah, APBD dianggarkan, berjalan<br />

sudah tahunan. Kulamah teu ngarti dan bingunuuuung!<br />

08159925XXX.<br />

Jawaban Walikota:<br />

Stadion benteng masih dikuasai Kabupaten.<br />

Suara Rakyat:<br />

Mes Persikota pindah saja<br />

Pak Wali, Persikota mesnya pindah saja ke Comone,<br />

sayang kan Pak,<br />

rumah sebesar ini nggak ada yang nempatin, mending<br />

kasih pegawai negeri yang masih ngontrak. 081798567XX


Jawaban Walikota :<br />

Rumah yang di Cimone itu bukan milik Pemerintah, tapi<br />

milik Sucipto<br />

seorang pengusaha. Dulu rencana memang disana, tapi<br />

sumpek, kamu kan juga<br />

tahu.<br />

Suara Rakyat:<br />

Pemuda Priuk minta GOR<br />

Yth. Pak Wali, kami pemuda Priuk dalam Musrembang<br />

kecamatan<br />

mengusulkan agar di Kecamatan Priuk dibangun<br />

gedung pemuda atau GOR mini, untuk kami mohon Pak<br />

Wali bisa merealisasikan keinginan dan harapan warga<br />

masyarakat Periuk, khususnya generasi muda.<br />

081284307XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Idealnya tiap Kecamatan ada GOR, Cuma kita lagi<br />

nyari lokasi. Disamping GOR, Periuk juga cocok untuk<br />

bikin empang dan kolam untuk ngatasi banjir. Insya Allah.<br />

TANAH DAN RUMAH RAKYAT<br />

Suara Rakyat:<br />

Kok BPN tetap Vertikal, sih?<br />

Pak Wali yang terhormat, pertanahan merupakan<br />

kewajiban pemkot<br />

sesuia pasal 11 tapi kenapa kantor BPN kok masih<br />

vertilak? Tolong biro hukum Pak Wali suruh belajar lagi,


iar bisa unjuk gigi sam pemerintah pusat. 08129527XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Undang-undang No.22/99, pertanahan termasuk dalam<br />

11 kewenangan<br />

wajib daerah, namun dengan berbagai pertimbangan<br />

pemerintah pusat<br />

belum memberikan pelimpahan penuh kepada daerah.<br />

Memang ada<br />

beberapa jenis pelayanan kepada daerah tapi pada<br />

prinsipnya kewenangan<br />

masih dipegang oleh pemerintah pusat, asosiasi walikota<br />

ke Indonesia<br />

sudah mempertanyakan masalah itu ke pusat.<br />

Suara rakyat:<br />

Itu Tanah negara atau swasta?<br />

Pak Wali, kami penggarap tanah di Sudimara Selatan,<br />

Ciledug ingin<br />

tanya tanah tersebut tanah negara atau tanah swasta,<br />

dapat kami manfaatkan sampai berapa lama?.<br />

08159090XXX.<br />

Jawaban Walikota:<br />

Status tanah tersebut tanyakan langsung ke Lurah.<br />

Suara Rakyat:<br />

Kami di Pintu Air Kebanjiran terus<br />

Pak Wali, dari luar anda sepertinya peka terhadap kondisi<br />

masyarakat,<br />

tolong daong Pak Wali ditinjau warga pintu air Kelurahan<br />

Jurumudi Baru Benda. Tiap hari kebanjiran terus.


08128862XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Kalau banjir tiap hari sih nggak, itu banjir musiman. Kita<br />

sudah lihat<br />

dan sepanjang 200 meter akan kita buat turap, cuman<br />

masyarakat pun<br />

kalau bkin bangunan jangan nutup jalan air.<br />

Suara Rakyat:<br />

Kapan, ada lowongan PNS<br />

Pak Wali yang terhormat, kapan ada penerimaan PNS<br />

lagi?<br />

08129478XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Kalau ada diumumkan dikoran, belajar dari sekarang..<br />

Suara Rakyat:<br />

Hijaukan Tangerang<br />

Pak, sekarang ini waduh! Panas banget. Dimana-mana<br />

debu dan panas menyengat. Buat gerakan Tangerang hijau<br />

donng, Pak biar panasnya nggak kayak dineraka.<br />

08159065XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Konsekwensi Tangerang sebagai daerah industri dan<br />

jasa dampak yang<br />

kiita rasakan udara panas dan lingkungan pengap serta<br />

tidak ada ruang<br />

bebas yang terbuka. Kadar polutan berdasarkan<br />

penelitian sudah diambang<br />

batas karena banyaknya kendaraan lahan kosong yang


idealnya untuk hutan<br />

kota diserobot untuk kegiatan bangunan atau<br />

perdagangandan ini menjadi<br />

perhatian kami sekarang dan ke depan.<br />

Suara Rakyat:<br />

Udah distop kok masih jalan<br />

Pak Wali, bangunam yang di Kampung Baru Kelurahan<br />

Jurumudi Lama<br />

Kecamatam Benda kan udah distop oleh Pemda kok<br />

masih ada aja yang kerja berarti tidak menghormati dong,<br />

udah gempur aja semua habis nggak ngehormatin.<br />

I'P0818147XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Ijinnya sedang diproses dcin selamn IMB-nya belum<br />

keluar, tidak boleh<br />

ada kegiatan, kalau ada kegiatan lagi kita stop lagi.<br />

Suara Rakyat :<br />

Takut kena kanker paru-paru<br />

Pak Wali..., saya ingin sekali jalan-jalan di Tangerang hijau<br />

dan rindang.<br />

Polusi sudah semakin meninggi. Ngeri takut kena<br />

kanker paru2, kulit, dll. Tolong dong diusahain, jangan<br />

pohon-pohon yang ada malah ditebangi,Ya?<br />

08152105XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Maksudnya sih bukan ditebang, melainkan peremajaan<br />

batang dan daun.<br />

Suara Rakyat :


Sepakat cerai dengan Banten aja, pak<br />

Karena tak sebanding, Pak Wall samaan aja dengan Pak<br />

Bupati. Kalau<br />

buat saya sih kabupaten Tangerang sepakat aja cerai<br />

dengan Propinsi Banten, soalnya Pak Bupati akan ada<br />

rencana untuk cerai, gimana? 081314479XXX<br />

Jawahan Walikota:<br />

Kalau kita cerai sama istri kayak Desy Ratnasari, cukup<br />

pengadilan<br />

agama 2 atau 3 kali sidang beres, gantinya gampang,<br />

begitu keluar pengadilan<br />

agama kita dapat gandegan. Kalau cerai dari propinsi<br />

baru ngga gampang<br />

termaksuk mengefektifkan propinsi yang ada itu tidak<br />

gampang, perlu bangun<br />

gedung dan SDM. Saya konsentrasi terhadap bagaiman<br />

caranya membangun kota Tangerang. Coba anda baca<br />

SMS dari hari ke hari, begitu banyak persoalan yang<br />

harus diakomodir oleh Pemkot, ayo kita bangun kota<br />

Tangerang dulu, baru mikir bikin propinsi. Saya selalu<br />

berfikir dengan rasional dan tidsak mau emosional serta<br />

tentunya proporsional.<br />

Suara Rakyat :<br />

Tak dapat sambutan baik<br />

Assalamualaikum, Pak Wall yang budiman, kiranya misi<br />

bapak untuk<br />

menjadikan Kota Tangerang yang Islami kurang<br />

mendapat respon yang positif di Tangerang, khususnya di


Komplek Taman Royal 3, Hal ini dapat dilihat betapa<br />

sulitnya kami mengupayakan lahan untuk dapat kami<br />

bangun mesjid di tempat tersebut. Kepada calon<br />

konsumen kami ingatkan bahwa jangan tergiur dengan<br />

ucapan/rayuan manis para sales dari Taman Royal, karena<br />

itu hanya isapan jempol. Bapak Wali yang mulia,<br />

mungkinkah bapak peduli dengan nasib kami di Taman<br />

Royal 3, kami tidak punya tempat untuk beribadah,<br />

sementara di sebelah kami dibangun begitu luas sarana<br />

lain (terminal) tempat yang penuh pergaulan bebas,<br />

bagaimana nasib anak-anak kami nantinya, mohon dapat<br />

diperhatikan, Pak! 0816746XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Lahan untuk masjid di Tamnn Royal sudah<br />

kesepakatan antara warga,pengembang dan pemda.<br />

Sarana ibadah penting don terminal juga penting. Sarana<br />

ibadah untuk bapak don anak-anak sedangkan sarana<br />

terminal untuk angkutan kota dan bis.<br />

Suara Rakyat:<br />

Masih banyak WC gantung<br />

Pak wali di Gondrong masih banyak. WC gantung, tolong<br />

diperhatikan.<br />

087370444XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Banyak sih enggak, jarang, itu akan jadi perhatian.<br />

Suara Rakyat:<br />

Pak, nasib Situ Cipondoh gimana tuh<br />

Pak Wali yang terhormat, bagaimana nasib Situ Cipondoh


Kami<br />

masyarakat Tangerang rindu tempat wisata, apa sudah<br />

ada upaya dari Pemkot, kan sayang pak? 081586061XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Sudah saya jelaskan mengenai status Situ Cipondoh,<br />

anda punya<br />

konstribusi atau konsep silahkan.<br />

Suara Rakyat:<br />

Penyebab Kerusakan Manusia Juga<br />

Baca tenteng pcncemaran lingkungan, menarik sckali.<br />

Tapi, yang saya ingat, bahwa penyebab timbulnya<br />

kerusakan dimuka bumi adalah ulah manusia juga.<br />

Langkah konkritnya untuk atasin itu apa pak?<br />

0818126XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Perlu dibangkitkan semangat gerakan ramah lingkungan,<br />

jangan buang<br />

limbah, sampah sembarangan, jangan membangun<br />

diarea GGSS, jangan<br />

menggeser fungsi Situ, jangan menebang pohon<br />

sembarangan dan perlu ada<br />

langkah-langkah tegas penegakan aturan.<br />

Suara Rakyat :<br />

Tanah Fasos jadi tempat biliar<br />

Pak Wali, kalanya mau penegakan hukum, kok trantibnya<br />

memble. Itutuh<br />

diPerumnas tanah Sasos pada jadi rumah kontrakan ruko,<br />

tempat billiar dll.


0818807XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Ya, jadi perhatian kami, tapi persisnya kami belum tau,<br />

Perumnas kan<br />

luas.<br />

Suara Rakyat:<br />

Bersyukurlah orang Tangerang<br />

Saya tinggal di perbatasan Jakarta Barat, agak bingung<br />

mau<br />

menyampaikan keluhan ke walikotanya. Contohnya<br />

mengenai jembatan penyebrangan di Kalideres yang<br />

keadaannya sudah mengkhawatirkan. Bersyukurlah rakyat<br />

Tangerang, punya walikota yang care sampai hal yang<br />

paling kecilpun bisa disampaikan ke Pak Wali.<br />

08159065XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Walikotanya Jakarta Barat tentunya punya perhatian<br />

dengan cara lain. Adapun saya Walikota Tangerang<br />

sesuai komitmen harus memberikan ruang kepada<br />

rakyat Kota karena saya punya niat baik.<br />

Suara rakyat:<br />

Tolong tinjau saluran di Kampung mede<br />

Assalamualaikum Pak Wali, tolong tinjau saluran air di<br />

Jalan Moch Toha<br />

Kampung Mede, soalnya kalau musim hujan airnya<br />

tidak mengalir dan kampung mede yang jadi imbasnya<br />

kebanjiran. Saya mohon dengan sangat kepada bapakbapak.<br />

081511235076


Jawaban Walikota:<br />

Saluran air di Jalan Moch Toha sudah kita perbaiki,<br />

namun demikian<br />

warga juga harus turutmemelihara dengan kerja bakti dan<br />

tidak membuang<br />

sampah disaluran.<br />

Suara rakyat: Pemelihara Sungai Cisadane<br />

Sungai Cisadane sekarang sangat indah dipandang di<br />

kegelapan malam,<br />

ditambah pantulan sinar lampu di Pinggirnya.<br />

Bagaimana jika dibentuk BPKSC (Badan Pemelihara<br />

Keindahan Sungai Cisadane) dan saya sangat mendukung<br />

program-program bapak. Thanks. 081561696997<br />

Jawaban walikota:<br />

Ya setuju, anda nanti salah satu pengurusnya.<br />

Suara Rakyat:<br />

Minta dibikinin pintu masuk belakang Robinson<br />

Pak Wali yang terhormat, kayaknya bagus juga kalau Plas<br />

Tangerang atau<br />

Robinson dibuat pintu yang dari arah bekas lokasi PKL<br />

Kali Cisadane Jalan Benteng Jaya, dan pihak Robinson<br />

supaya membuatkan atau merawat taman-taman parkir<br />

dilokasi bekas PKL itu. Terima kasih atas perhatian<br />

Bapak. 081310596XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Kalau itu dibuka nanti menggangu lalu lintas, kalau ada<br />

pintu disitukan tahu<br />

sendiri tukang becak nanti pada nongkrong.


Suara Rakyat:<br />

Tangerang dimarjinalkan<br />

Gubernur Banten tidak adil terhadap Tangerang dan<br />

Tangerang selalu<br />

dimarginalkan. Hidup Propinsi Tangerang.<br />

085216357XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Nggak juga. Tangerang mampu, Tangerang Kuat,<br />

Tangerang Mandiri. Jadi tidak merasa dimarjinalkan dan<br />

dianaktirikan. Banten biarlah Banten, apa kata hatinya.<br />

Tangerang adalah Tangerang. Ayo kita bangun<br />

Tangerang.<br />

Suara Rakyat:<br />

Belakangan Robinson jadi taman aja<br />

Pak Wali, kalau boleh usul, belakang Robinson dijadikan<br />

taman aja, jangan<br />

sampai ada bangunan lagi, pabrik yang ada di Tangerang,<br />

diminta untuk ikut menanam pohon-pohonnya.<br />

08121866XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Coba anda lihat udah bersih. Kita mengamankan<br />

pinggiran kali dan bisa buat<br />

taman tapi bukan buat pacaran.<br />

Suara Rakyat:<br />

Tanaman muali kering<br />

Tanaman hias sepanjang Taman Gerendeng Cisadane<br />

mulai kering, apa kabar<br />

Dinas Pertamanan Kota? 081619018XX


Jawaban Walikota:<br />

Tanaman di pinggir jalan meranggas ironis banget.<br />

Suara Rakyat:<br />

Sidak Adhiloka, dong<br />

Yth, Bapak Walikota dimeja tugas, tolong luangkan waktu<br />

untuk turun, sidak<br />

bagaimana tuh pihak Adhiloka tanggung jawabnya. Dan<br />

kapan direalisasikan saluran tersebut? 08176707XXX<br />

Jawaban Walikota: Iyaaaaa…<br />

Suara Rakyat:<br />

Tentang lokasi kebakaran di Sewan<br />

Ass. Pak Wall, sesuai di surat kabar di lokasi kebakaran<br />

Sewan tidak boleh<br />

dibangun, tapi malah ada bangunan lagi. Bagaimana<br />

tanggapannya, pak?<br />

08176338XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Tidak boleh dibangun karena tanah negara, walaupun<br />

dibangun untuk<br />

kepentingan publik, dan sedang kita kaji.<br />

Suara Rakyat:<br />

Sidak taman gerendeng, dong!<br />

Pak Wali, mohon disidak taman Gerendeng Cisadane<br />

wang makin kumuh dan<br />

nggak keurus.<br />

Jawaban Walikota:<br />

Banyak taman yang tidak terurus dai anggaran taman<br />

Pun relatif kecil, karena di era reformasi ini kebutuhan


dasar menjadi prioritas. Tapi taman pun akan tetap kita<br />

pelihara. Bagaimana kalau kita pelihara barengbareng.<br />

Suara Rakyat:<br />

Tanaman palem pada kekeringan<br />

Pak Wali, di Jalan Bandara banyak tanaman palem untuk<br />

taman<br />

mengalami kekeringan. Harap ada perawatan kasihan<br />

pohonnya. 081315478XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Makanya baca jawaban saya pada edisi yang lalu sudah<br />

saya jawab<br />

dengan tegas dan tuntas.. tas.. tas..<br />

Suara Rakyat:<br />

Senang Penanaman Pohon<br />

Setuju sekali saya membaca SATELIT NEWS bahwa<br />

Kota T'angerang<br />

akan ditanami polon pelindung, mudah-mudahan Kota<br />

Tangerang akan menjadi sejuk. Meskipun untuk beberapa<br />

tahun yang akan datang, nasibnya mungkin akan seperti<br />

pohon palem, yang sekarang banyak<br />

bertebaran.081584134XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Pohon sudah kita tanamin, mestinya warga juga<br />

nanem di masingmasing halaman rumalmya dan<br />

biasanya kita suka lupa kalau kita punya lahan habis<br />

dibangun.<br />

Suara Rakyat:<br />

Tanaman pada mati


Yth. Walikota Tangerang, sepanjanng jalan yang baru ke<br />

bandara<br />

sudah ditanami pohon pelindung, namun sayang sekali<br />

tidak dirawat sehingga pohonnya pada mati, siapa yang<br />

bertanggungjawab? 0815840343XX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Pohon di Jl. Suryadarma, bantuan DHL (Bandara), dia<br />

bawa sendiri, dia tanam sendiri, akhirnya dia mati sendiri,<br />

saya pikir itu tanarnan dari SubDin Pertamanan atau<br />

nyumbangnya kurang iklas kali. Dan sekarang sudah<br />

diganti dengan tanaman dari Walikota.<br />

Suara Rakyat:<br />

Sayang nggak dipelihara<br />

Pembangunan diTangerang sekarang hebat, sayangnya<br />

bisa<br />

memelihara yang sudah dibangun.081619019XXX.<br />

Jawaban Walikota:<br />

Pemelihraan menyangkut mentalitas kultur, kita bisa<br />

membangun tidak<br />

bisa memelihara. Terima kasih.<br />

Suara Rakyat:


Tiang PJU Bnjar Roboh<br />

Sudah sebulan tiang PJU roboh, letaknya di blok A17<br />

Banjar Wijaya, listriknya membahayakan jiwa anak-anak.<br />

Sudah lapor ke bagian PJU tapi sampai saat ini belum ada<br />

tanggapan. 081611654XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

PJU Banjar Wijaya khususnya Blok A masih<br />

tanggungjawab pengembang. Suara Rakyat:


Pabrik Gondrong bikin<br />

resah<br />

Pak Wali, di wilayah Kelurahan Gondrong ada pabrik<br />

yang cukup besar berada di blok A. setahu saya wilayah<br />

tsb peruntukannya bukan pabrik. Kami warga sekitar resah<br />

karena polusi udaranya. Mohon untuk ditinjau pak!<br />

081614411XX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Ya, akan kita cek terus.<br />

Suara Rakyat:<br />

Apa keuntungan Cil-Cis?<br />

Pak Wali, tolong tulis dikoran ini, apa keuntungannya bagi<br />

rakyat Bapak dari<br />

sodetan Cil-cis? Logikanya sebelum ditambah air dari<br />

Ciliwung saja Tangerang sudah terggenang. Apalagi<br />

dikirim air dari Ciliwung. 08159925XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Ketemu aja belum sama pimpronya, sama ente juga<br />

belum ketemu. Udah cas cis<br />

cus di SMS. Apa maksudnya?<br />

Suara Rakyat:<br />

Camat Benda tak peduli lingkungan<br />

Camat Benda tidak peduli lingkungan? Harus diapain?<br />

Salam sejahtera Pak Wali<br />

aye mau nanya. Apa tindakan Bapak kalau Camat saat


ini hanya peduli membuat proposal dana Hari Besar<br />

seperti Hari Kemerdekaan RI, dll.? Padahal hanya untuk<br />

kepentingan tujuannya, wassalam. 085615587XX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Kemarin Lurah, sekarang Camat. Iseng aja.<br />

Suara Rakyat:<br />

Tolak Sodetan Cil-Cis!<br />

Pak Wali, hati2 jangan terlambat. Tiada kata yang pas<br />

kecuali tolak sodetan CilCis, kalo Bapak orang Tangerang.<br />

08159925XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Apa alasan nolak? Apa alasannya nerima? Mana<br />

proposalnya sini. Kalo nolak jangan sembarangan.<br />

Makanya saya kalo nolak kenapa? Kalo terima apa<br />

alasannya? Pake proposal. Ayo kita diskusikan.<br />

Suara Rakyat:<br />

Wilayah Kota diperluas sampe Pasar Kemis<br />

Pak gimana kalau wilayah Kota Tangerang diperluas<br />

sampe Kutabumi/Pasar<br />

Kemis?<br />

Jawaban Walikota:<br />

Lebih cocok ke Pulau Undrus (P. Seribu) kalau kita<br />

puyeng bisa sambil mincing,<br />

Pasar Kemis tambah pusing.<br />

Suara Rakyat:<br />

Tolak atau terima Cil-Cis, pak?<br />

Bapak Walikota menolak atau menerima Cil-Cis? Pilih<br />

salah satu jawabannya


ukannya jawabannya retrotika. 08158847XXX<br />

Jawaban Walikota:<br />

Retrotika apanya? Lihat jawaban terdahulu.<br />

(sampai sekarang Pimpro sodetan belum pernah nongol,<br />

Cuma ribut dikoran,<br />

katanya Pemkot lewat Bappeda sudah diundang,<br />

padahal belum lalu timbul perdebatan, lalu Bappeda sudah<br />

diundang, padahal belum lalu timbul perdebatan, lalu<br />

walikota disuruh menyatakan menolak. Disuruh menyuruh<br />

lagi).<br />

---


DUNIA PENDIDIKAN<br />

Oleh: Wahidin Halim<br />

Isi Buku<br />

1. Tentang Penulis<br />

2. Bab I: Kota Tangerang dan Impian Dunia Pendidikan<br />

3. Bab II: Agama, Akal, dan Katup-Katup Pendidikan<br />

4.Bab III: Ritus Peradaban dan Kultur Pendidikan<br />

TENTANG PENULIS<br />

Wahidin Halim, lahir pada 14 Agustus 1954 di<br />

Kampung Pinang, Tangerang. Sebuah tempat yang jauh<br />

dari hiruk-pikuk keramaian kota. Tanah warisan<br />

orangtuanya adalah tempat di mana ia memulai segala


aktivitasnya hingga kini. Ayahnya hanya seorang guru yang<br />

bersahaja, yang lebih mengabdikan hidupnya pada dunia<br />

pendidikan.<br />

Wahidin kecil memulai pendidikannya di SD Pinang,<br />

yang kala itu hanya berdinding bambu dan berlantai tanah.<br />

Wajar jika semasa itu ia tidak mengenal sepatu, layaknya<br />

anak sekolahan masa kini. Setamat SD, ia melanjutkan<br />

SMP di Ciledug. Baginya, berjalan kaki setiap hari ke<br />

Ciledug merupakan keharusan, lantaran ayahnya tak juga<br />

mampu membelikan sepeda, bahkan sekadar sepatu<br />

sekali pun. lagi-lagi ia harus menerima kenyataan itu.<br />

Maklum, ayahnya hanya seorang guru yang kala itu<br />

penghasilannya hanya cukup sebatas "untuk makan."<br />

Selepas SMP, ia melanjutkan pendidikannya ke SMA<br />

di Tangerang. Berbekal nasihat orangtuanya untuk terus<br />

belajar,belajar,dan…belajar;dengan sabar ia bersepeda<br />

ke sekolahnya di Tangerang, meski harus melewati jalan<br />

tanah yang becek. Nasihat itu pulalah yang terus<br />

menyemangatinya belajar, hingga ia berhasil memasuki<br />

perguruan tinggi. Wahidin muda kemudian tercatat<br />

sebagai mahasiswa di Universitas Indonesia, Jakarta -<br />

sebuah Perguruan Tinggi Negeri yang terkenal sangat<br />

ketat dalam proses penyeleksian calon mahasiswanya -<br />

hingga akhirnya ia berhasil tamat.<br />

Tahun 1978, di tengah perjalanan masa mudanya, ia<br />

didaulat oleh warga desanya untuk ikut pencalonan Kepala<br />

Desa. Tak disangka, ia kemudian terpilih sebagai Kepala<br />

Desa. Maka, jadilah Wahidin muda seorang Kepala Desa<br />

termuda dan berpendidikan sarjana yang pertama di


Tangerang;bahkan dengan status bujangan. Dari sinilah ia<br />

memulai mengenal makna "mengabdi" yang<br />

sesungguhnya. Tiga tahun kemudian, gadis Jawa teman<br />

kuliahnya ia nikahi; dan hingga kini ia telah dikaruniai 3<br />

orang anak.<br />

UU No. 5 tahun 1979 mengantarnya menjadi Pegawai<br />

Negeri. Dan saat itulah ia memulai karirnya sebagai PNS<br />

(Pegawai Negeri Sipil). Obsesi untuk mengabdi kepada<br />

masyarakat merupakan pilihannya, hingga ia tertuntut untuk<br />

berbuat lebih banyak lagi bagi masyarakatnya.<br />

Menjadi Sek-Kotif, kemudian Kabag di Kabupaten<br />

Tangerang, Camat Tigaraksa, Camat Ciputat, Kepala<br />

Dinas, Asisten Pemda Tangerang, Sekda Kota Tangerang<br />

dan kini Walikota Tangerang period 2003-2008. Itulah<br />

sederet perjalanan karir pengabdiannya kepada<br />

masyarakat hingga kini. Sebuah perjalanan karir yang<br />

barangkali jarang dimiliki orang lain.<br />

Bakat dan aktivitas sosialnya sangat kelihatan sejak<br />

kecil. Menjadi juara pidato tingkat anak-anak di desanya<br />

adalah prestasi yang mengawali keberadaannya di<br />

masyarakat.<br />

Mencari rumput dan angon kerbau peliharaan sang<br />

ayah, atau mandi di Kali Angke menjadikannya terasah<br />

dalam menghadapi realita kehidupan disekitarnya,<br />

sekaligus mengajarinya banyak hal tentang arti kehidupan.<br />

Dari sini pulalah ia mulai memahami detak jantung<br />

masyarakatnya. Tempaan sang ayah inilah yang kemudian<br />

memberanikan Wahidin muda untuk mengorganisir "orang<br />

muda" di kampungnya melalui Karang Taruna maupun


Remaja Masjid. Saat kuliah ia juga aktif mengkoordinir<br />

Remaja Masjid di kampusnya. Menjadi pemimpin asrama<br />

mahasiswa dan organisasi kemahasiswaan di kampusnya,<br />

sebagai Ketua AMPI, Pengurus KNPI; adalah pengalaman<br />

organisasi yang terus menempa watak kepemimpinannya.<br />

Bahkan di tengah kesibukannya sebagai Kepala Desa, ia<br />

masih menyempatkan diri untuk mengajar di SMP PGRI<br />

dan SLTA di kampungnya. Ini ia lakukan semata untuk<br />

mengabdi kepada masyarakat.<br />

Menekuni agama melalui pengajian rutin tiap Rabu dan<br />

Jum'at di rumahnya, serta aktif mengikuti pengajian di<br />

daerahnya merupakan langkah yang ia sadari akan selalu<br />

menuntunnya ke kebenaran hakiki. Oleh karena itulah,<br />

sejak lama, ia dipercaya menjadi Ketua Dewan<br />

Kesejahteraan Masjid Al-Ijtihad, Pinang, Tangerang dan<br />

Ketua Dewan Kesejahteraan Masjid Raya Al-Azhom,<br />

Tangerang. Bahkan ia pun kerap diminta untuk menjadi<br />

khotib di beberapa masjid.<br />

Aktivitasnya tidak berhenti sampai di situ. Dunia<br />

persilatan warisan engkong-nya, yang ia tekuni sejak kecil,<br />

ternyata mengantarnya untuk menjadi Ketua IPSI Kab.<br />

Tangerang. Bahkan sejak tahun 70-an, ia juga telah<br />

mendirikan padepokan silat di samping rumahnya dan<br />

merekrut pemuda nntuk menjadi manusia tangguh dan<br />

berbudi. Dari sinilah ribuan pemuda hasil binaannya<br />

menyebar ke berbagai tempat.<br />

Kepedulian dirinya terhadap persoalan sosial -<br />

terutama dunia pendidikan - ia wujudkan dengan<br />

membentuk sebuah lembaga, yakni Yayasan Kemanusiaan


Nurani Kami pada tahun 1977. Yayasan ini sampai<br />

sekarang mampu memberikan beasiswa kepada 150<br />

orang, mulai dari tingkat Sekolah Dasar hingga Perguruan<br />

Tinggi. Dan ketika krisis ekonomi melanda, ia pun harus<br />

bekerja lebih keras lagi mengingat jumlah anak putus<br />

Sekolah kian bertambah.<br />

Kemampuan intelektual, integritas moral serta<br />

kepiawaian berkomunikasi dengan pelbagai kalangan<br />

telah menjadikannya sebagai salah seorang birokrat yang<br />

sangat "diperhitungkan" oleh pelbagai elemen masyarakat<br />

di Tangerang, termasuk ormas-ormbas besar. Tetapi, ia<br />

tetap saja bersahaja seperti ayahnya, "tuan guru", yang ia<br />

kagumi.<br />

Pencarian objektivitas tidaklah khas peradaban Barat.<br />

Dalam perspektif Islam, pencarian objektivitas dalam<br />

upaya intelektual bukan hanya sah dan dianjurkan, berakar<br />

pada fitrah manusia, tetapi juga memiliki signifikasi religius<br />

yang besar<br />

BAB I Kota Tangerang Dan Impian di<br />

Dunia Pendidikan<br />

Jika dunia pendidikan ingin menjadi panduan dalam<br />

mengakses pengakuan publik, mau tak mau, ia harus<br />

mampu mengelaborasi berbagai ragam persoalan.<br />

Berbagai ragam persoalan tersebut lahir dari realitas yang<br />

berkembang di ranah publik. Sebelum lebih jauh masuk ke<br />

persoalan pendidikan di wilayah Kota Tangerang, ada


aiknya saya memberikan gambaran umum Kota<br />

Tangerang. Luas wilayah Kota Tangerang 187,78 Km2<br />

(termasuk Bandara 19,62 Km2), meliputi 13 kecamatan,<br />

104 kelurahan, 890 Rw dan 4.250 Rt. Jumlah penduduk<br />

pada catatan kurun waktu 2002 mencapai 1.416.843 jiwa,<br />

dengan pertumbuhan pendudukan 4,62%, dan kepadatan<br />

penduduk rata-rata 8.611 jiwa/km2 (tertinggi di Kecamatan<br />

Larangan 13.413 jiwa/km2, terendah di Kecamatan<br />

Pinang, 5.162 jiwa/km2). Kurang lebih 20% penduduk<br />

pelajar dan mahasiswa (terendah di Kecamatan Larangan<br />

11,37%, tertinggi Kecamatan Tangerang 43,72%).<br />

Situasi seperti inilah yang menjadi dasar pertimbangan<br />

awal, bagaimana mengelola pendidikan di Kota<br />

Tangerang. Ada baiknya saya ingin membaca beberapa<br />

pandangan yang berkembang di masyarakat perihal<br />

pendidikan. Pandangan atau rumusan pendidikan itu dapat<br />

dilihat dalam dua kategori yang sangat mencolok.<br />

Pertama, pandangan bahwa pada dasarnya pendidikan<br />

adalah proses pewarisan, penerusan, atau enkulturasi dan<br />

sosialisasi perilaku sosial yang telah menjadi model anutan<br />

masyarakat lingkungannya secara baku.<br />

Kedua, pandangan yang mengartikan pendidikan<br />

sebagai upaya fasilitatif yang memungkinkan terciptanya<br />

situasi atau potensi-potensi dasar apa saja, yang dimiliki<br />

anak-anak yang dapat disesuaikan dengan ketentuan<br />

zaman, dan dimana ia harus survival (Baca buku Moeslim<br />

Abdurrahman, "Islam Transformatif", Pustaka Firdaus,<br />

1995 dan Paulo Freire, "Pendidikan Sebagai Praktik<br />

Pembebasan", Gramedia, 1984).


Pandangan pertama, yang menekankan pada pola<br />

pewarisan, lebih mengarahkan anak didik pada pola-pola<br />

doktrinal, sehingga ruang-ruang kreatif tidak bisa<br />

ditampilkan secara individual. Pola-pola pewarisan seperti<br />

ini sering kali membelenggu ruang kreatif anak, karena<br />

ajaranajaran yang dikembangkan mengikuti model yang<br />

baku.<br />

Sementara pandangan kedua, lebih memberi<br />

kebebasan ruang kreatif pada anak didik, sehingga anak<br />

didik mampu mengelaborasi pikiran dan ide-ide kreatifnya<br />

dalam menjalani proses pendidikan. Pola seperti ini perlu<br />

diteruskan sebagai bentuk pengejawantahan pembentukan<br />

warga, agar memiliki nilai-nilai keadaban.<br />

Sebagaimana disampaikan Murray Print (1999),<br />

pembentukan warga negara yang memiliki keadaban<br />

demokratis dan demokrasi keadaban, paling mungkin<br />

dilakukan secara efektif hanya melalui pendidikan<br />

kewarganegaraan (civic education). Civic education<br />

dengan demikian, merupakan sarana pendidikan yang;<br />

dibutuhkan oleh negaranegara demokrasi baru, untuk<br />

melahirkan generasi muda yang mengetahui tentang<br />

pengetahuan, nilai-nilai dan keadilan yang diperlukan untuk<br />

mengaktualisasikan, memberdayakan, dan melestarikan<br />

demokrasi.<br />

Dari pikiran di atas kita bisa mengambil beberapa ha1<br />

untuk diterapkan dalam wilayah pendidikan di ranah<br />

Tangerang.Tentu saja penerapan program pendidikan di<br />

Kota Tangerang harus sejalan dengan visi yang diemban,<br />

yakni sebagai pelopor pembaruan pendidikan, profesional


dalam pelayanan, penggerak semangat kerjasama dan<br />

keteladanan, menuju keunggulan sumber daya manusia.<br />

Visi di atas dapat dijabarkan pada misi yang harus<br />

diemban di berbagai sektor pendidikan. Misi tersebut di<br />

antaranya pemerataan, relevansi, peningkatan mutu dan<br />

efisiensi pengelolaan pendidikan; pembaruan pendidikan<br />

dan semangat kerja sejalan dengan perkembangan ilmu<br />

pengetahuan dan teknologi serta pertumbuhan<br />

masyarakat; meningkatkan profesionalisme pelayanan<br />

terhadap penguna jasa pendidikan; mengembangkan<br />

semangat kerjasama dengan ditandai etika pergaulan<br />

yang harmonis serta membina prestasi dengan dilandasi<br />

semangat keteladanan<br />

Visi dan misi pendidikan di Kota Tangerang, akan<br />

dapat tercapai jika semua pihak sepakat untuk memajukan<br />

dengan sungguh-sungguh dunia pendidikan di Kota<br />

Tangerang. Artinya tidak hanya dari sektor pemerintah saja<br />

yang memiliki komitmen terhadap kemajuan dunia<br />

pendidikan, tapi peran aktif publik, salah satu kunci utama<br />

kemajuan pendidikan di ranah Kota Tangerang.<br />

Kota Tangerang dan Problem Pendidikan<br />

PROGRAM pembangunan pendidikan merupakan<br />

masalah yang nyata, terutama dalam meningkatkan<br />

kualitas sumber daya manusia. Perhatian pada dunia<br />

pendidikan menjadi semakin urgent sejalan dengan<br />

pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi dalam<br />

pelaksanaan desentralisasi, karena seperti kita ketahui<br />

bersama, kemampuan daerah menentukan arah dan<br />

kebijakan pembangunannya.


Secara umum kebijakan bidang pendidikan ditujukan<br />

untuk melahirkan SDM yang tidak hanya pandai secara<br />

akademik, namun juga harus mempunyai kualitas pada<br />

pasar kerja. Pendidikan lebih diarahkan pada upaya<br />

proses manusia dewasa yang mandiri dari riuh rendah<br />

kehidupan masyarakat. Untuk menggapai tujuan<br />

pendidikan, ada beberapa persoalan yang perlu<br />

diperhatikan dalam membanguu bidang pendidikan:<br />

1. Kualitas pendidikan, dimana didalamnya termasuk<br />

kualitas kurikulum, kualitas guru, dan kualitas manejemen<br />

pendidikan.<br />

2. Kesetaraan dan aksebilitas untuk memperoleh<br />

pelayanan pendidikan baik sarana maupun prasarana.<br />

Dari segi kualitas pendidikan, persoalan yang muncul<br />

adalah seputar muatan kurikulum yang belum selesai<br />

dengan harapan dari kebutuhan dunia tenaga kerja.<br />

Disamping itu kualitas pendidikan juga menyangkut<br />

persoalan seputar kualitas guru yang masih kurang<br />

profesional, karena minim pengalaman dan komitmen<br />

mendidik, serta kualitas manajemen pendidikan secara<br />

umum yang masih kurang baik.<br />

Sedangkan dari kesempatan, kesetaraan dan aksesbilitas,<br />

persoalan yang muncul, adalah rendahnya pemerataan<br />

memperoleh pendidikan bagi semua orang tanpa<br />

memperhatikan status sosial. Angka putus Sekolah dan<br />

buta huruf menjadi satu persoalan pendidikan di Kota<br />

Tangerang. Ada beberapa rincian permasalah yang dapat<br />

ditelusuri di wilayah kota Tangerang dan Tangerang secara<br />

keseluruhan:


1. Belum meratanya kesempatan memperoleh pendidikan<br />

tingkat dasar, terutama untuk menjangkau masyarakat<br />

yang kurang mampu;<br />

2. Masih tingginya angka putus Sekolah, buta huruf;<br />

3. Masih rendahnya partisipasi Sekolah di tingkat<br />

SLTP/MTs. SMA/MA dan SMK;<br />

4. Belum sesuainya mutu dan muatan kurikulum dengan<br />

kebutuhan pasar tenaga kerja, yang tercermin dari<br />

banyaknya lulusan yang tidak memiliki keterampilan;<br />

5. Pendidikan luar Sekolah masih kurang dapat perhatian<br />

dari pemerintah;<br />

6. Masih rendahnya pelayanan pendidikan dan belum<br />

punya standar pelayanan minimal yang sesuai dengan<br />

kondisi Kota Tangerang;<br />

7. Kurang memadainya kualitas guru;<br />

8. Masih rendahnya tingkat kesejahteraan guru;<br />

9.Sarana dan prasarana pendidikan dalam Jumlah dan<br />

kualitas masih dirasakan kurang, terutama di pinggiran<br />

Kota Tangerang;<br />

10. Manajemen berbasis Sekolah belum terlaksana<br />

dengan baik dan ini mencerminkan rendahnya partisipasi<br />

masyarakat;<br />

11. Alokasi anggaran untuk pendidikan masih dirasakan<br />

belum memadai untuk kebutuhan meningkatkan kualitas<br />

SDM Kota Tangerang. Arah kebijakan yang akan ditempuh<br />

di bidang pendidikan adalah mengupayakan perluasan<br />

dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan<br />

yang bermutu bagi seluruh masyarakat Kota Tangerang,<br />

khususnya, menuju masyarakat yang berkualitas tinggi dan


mampu berkompetensi baik dari sisi IPTEK maupun<br />

IMTAQ.<br />

Berdasarkan kendala dan arah kebijakan bidang<br />

pendidikan, maka untuk mencapai visi dan misi Kota<br />

Tangerang diwujudkan dalam beberapa tujuan, sasaran<br />

prioritas dan program pembangunan. Program di bidang<br />

pendidikan dimaksudkan untuk mendorong upaya<br />

pemerataan kesempatan pendidikan (pendidikan dasar,<br />

mengengah dan luar Sekolah) kepada semua lapisan<br />

masyarakat dan meningkatkan pendidikan kejuruan yang<br />

sesuai dengan potensi Kota Tangerang. Terdapat<br />

beberapa program bidang pendidikan yang menjadi<br />

pijakan dasar dalam memajukan pendidikan di Kota<br />

Tangerang: a. ProgramPeningkatan Sarana dan<br />

Prasarana Pendidikan. Tujuan dari program ini adalah<br />

untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap<br />

pendidikan, baik secara kualitas maupun kuantitas,<br />

meliputi ketersediaan bangunan fisik dalam Jumlah dan<br />

kondisi yang memadai, tenaga pengajar, perpustakaan,<br />

perlengkapan belajar mengajar, dan sebagainya.<br />

b. Program Pendidikan Luar Sekolah dan Kejuruan. Tujuan<br />

dari program ini adalah untuk memberikan pelayanan<br />

pendidikan alternatif bagi masyarakat yang dapat<br />

menghasilkan sumberdaya manusia berkualitas sesuai<br />

dengan potensi dan kebutuhan Kota Tangerang c.<br />

Program Pendidikan Menengah dan Kejuruan. Tujuan dari<br />

program ini adalah untuk meningkatkan Jumlah partisipasi<br />

usia anak sekolah dalam rangka mensukseskan gerakan<br />

wajib belajar sembilan tahun.


d. Program Sinkronisasi dan Koordinasi Pembangunan<br />

Pendidikan. Tujuan dari program ini adalah untuk<br />

meningkatkan mutu layanan pendidikan kepada<br />

masyarakat umum melalui sinkronisasi dan koordinasi<br />

pembangunan pendidikan.<br />

Semua permasalahan dan program pendidikan itu,<br />

bias berjalan dengan garis yang ditetapkan, jika semua<br />

komponen masyarakat ikut serta memberi dukungan.<br />

Tanpa dukungan semua pihak, jangan persoalan dan<br />

program pendidikan dapat dipecahkan. Karena sebagus<br />

apapun pemecahan dan sebagus apapun program yang<br />

dibuat, tanpa partisipasi aktif masyarakat, ia akan menjadi<br />

bangkai dalam pemikiran kita.<br />

Melihat persoalan bersama, saya jadi teringat apa yang<br />

pernah dikatakan Fernand Braundel, ketika memberi<br />

catatan pengantar buku Charles Mbraze, yang bertajuk Les<br />

Bourgois Conquirets. Braundel memaparkan, pikirkanlah<br />

kenidupan sebagai sebuah problemyang sangat besar,<br />

persamaan, atau malah sebuah kelompok persamaan,<br />

yang sebagaian tergantung sama lain, sebagian berdiri<br />

sendiri… akan dapt dipahamibahwa persamaanpersamaann<br />

itu sangat kompleks, bahwa persamaanpersamaan<br />

itu penuh kejutan-kejutan, dan bahwa kita<br />

sering kali kita tak mampu menemukan “akar-akar”-nya.<br />

Persamaan dan perbedaan, seperti yang kita lihat<br />

dalam lajur sejarah kehidupan umat manusia, adalah wajar.<br />

Katakanlah sejarah umat Islam. Seperti kita ketahui<br />

bersama, usia Nabi Muhamad SAW wafat, dan baru<br />

dimakamkan setelah tiga hari terbaring, karena menunggu


pertikaian politik sekitar siapa yang akan menggantikan<br />

beliau. Tentu saja pemakaman yang lama ini, adalah suatu<br />

ironi, karena nabi sendiri menganjurkan untuk segera<br />

dimakamkan jika seseorang meninggal dunia. Ini<br />

artinyakonflik kepentingan waktu itu sangat kuat. Beragam<br />

persamaan dan perbedaan begitu mendera usai nabi<br />

wafat.<br />

Seperti kita ketahui bersama, pertikaian para sahabat<br />

Nabi dib alai pertemuan milik klan Bani Sa’idah dari<br />

kalangan kaum Anshar (terkenal dengan Peristiwa Saqifah<br />

Bani Sa’idah). Pertikaian itu sendiri kemudian<br />

diselesaikan oleh Umar Bin Khatab, yang mengumangkan<br />

bai’at atau janji setia kepada Abu Bakar sebagai Khalifah<br />

atau pengganti Nabi. Pada awalnya dukungan itu diterima<br />

oleh semua pihak, tapi buntut dari pertikaian itu masih<br />

terasa ditanah politik Madinah. Bahkan Ali Bin Abi Thalib,<br />

tidak mau mengangkat bai’at kepada Abu Abu Bakar<br />

sampai enam enam bulan kemudian, setelah istrinya wafat,<br />

Fatimah, putrid Nabi SAW. Inilah realitas yang menyelimuti<br />

sebagaian dari sejarah Umat Islam. Satu realitas yang<br />

harus dijadikan pelajaran berharga bagi umat sesudahnya.<br />

Gambaran diatas mempertegas bahwa untuk<br />

memecahkan semua persoalan yang terjadi di masyarakat,<br />

khususnya di wilayah Kota Tangerang, pasti membutuhkan<br />

keterlibatan semua unsur masyarakat. Hendaknya<br />

perbedaan dan persamaan, disikapi dengan bijak, agar<br />

kepentingan menjadi sandaran utama kita dalam<br />

memecahkan persoalan dan kepentingan pribadi atau<br />

kelompok.


Contoh yang bias diambil dari kasus perbedaan dan<br />

persamaan adalah Yayasan Pendidikan Karya Sang<br />

Timur. Sebagai suatu lapissan pendidikan yang cukup<br />

berpengaruh di Kota Tangerang, persoalan yang menimpa<br />

Yayasan Pendidikan Karya Sang Timur (selanjutnya Sang<br />

Timur), mengundang reaksi publik yang cukup<br />

menghentakkan dari berbagai ragam tokoh publik, yang<br />

memiliki apresiasi terhadap dunia pendidikan. Presiden<br />

Susilo Bambang Yudhoyono sendiri langsung ikut urun<br />

rembung melalui Menteri Koordinator Kesejahteraan<br />

Rakyat, Alwi Shihab. Alwi Shihab memaparkan bahwa<br />

dalam waktu dekat ada ‘jalan keluar’ yang memuaskan<br />

bagi semua pihak.<br />

Selain Presiden, Ketua MPR Hidayat Nur Wahid,<br />

Abdurrahman Wahid, Syafii Ma’arif, Seto Mulyadi, dan<br />

Komaruddin Hidayat, ikutr meramaikan wacana Sang<br />

Timur. Prinsipnya mereka sepakat bahwa proses<br />

pendidikan si Sang Timur tidak boleh terhenti meski badai<br />

persoalan terus berkecamuk.<br />

Sebagai orang yang sedang dipercaya mngelola<br />

pemerintah Kota Tangerang, kami perlu memberikan<br />

beberapa deskripsi periahl Sang Timur, agar dapat dicari<br />

titik temu untuk mengatasi persoalan yang sedang<br />

berkembang. Setidak-tidaknya, jika ditarik garis lurus, ada<br />

tiga komponen yang terlibat dalam diskursus Sang Timur;<br />

Pemerintah Kota Tangerang (Negara), Yayasan<br />

Pendidikan Karya Sang Timur, dan masyarakat.<br />

Pemerintah Kota Tangerang, sejak tahun 1992 (waktu<br />

masih Kota Administratif) telah memberikan Ijin Mendirikan


Bangunan (IMB) kepada Yayasan Pendidikan Karya Sang<br />

Timur untuk mengelola ruang-ruang publik yang memiliki<br />

orientasi terhadap dunia pendidikan, di desa Karang<br />

Tengah, Ciledug, Tangerang. Hadirnya lembaga<br />

pendidikan Sang Timur di wliayah Kota Tangerang<br />

sebagai entitas yang diharapkan mampu mengimbangi<br />

peranan state (Negara) dalam pengelolaan pendidikan,<br />

serta penguatannya sebagai strartegi dalam proses<br />

pembentukan masyarakat sipil, sangat membantu<br />

Pemerintah Kota Tangerang dalam mendorong warganya<br />

untuk masuk dalam proses pendidikan yang modern.<br />

Memasuki kurun waktu 1998-an, ketika Kota<br />

Tangerang dipimpin wali kota MH Thamrin, Sang Timur<br />

Meminta ijin untuk membangun Gedung Serba Guna, yang<br />

ditujukan untuk aktivitas siswa Sang Timur, agar lebih<br />

terarah dan kondusif dalam proses pengembangan belajar<br />

mengajar.<br />

Wali Kota MH Thamrin waktu itu, mengijinkan dengan<br />

ketentuan tidak untuk kegiatan peribadatan. Disinilah titik<br />

tolak persoalan muncul, perkembangan selanjutnya,<br />

Gedung Serba Guna itu dijadikan ritual peribadatan, yang<br />

akhirnya mengundang reaksi publik setempat.<br />

Pada titik ini, pada batas-batas tertentu, Pemkot<br />

Tangerang sebenarnya tidak memiliki wewenang untuk<br />

mengatur aktivitas keagamaan, karena seperti dikatakan<br />

Menko Kesra, Alwi Shihab, persoalan ini akan diserahkan<br />

pada Menteri Agama, yang mengelola pernik-pernik<br />

kehidupan keberagamaan public.<br />

Jadi bukan tanpa dasar untuk mengatakan bahwa


Pemkot Tangerang, sebenarnya tidak ingin memasuki<br />

ruang-ruang sikap keberagamaan public, tapi lebih pada<br />

persoalan detail administrasi belaka. Pada konteks inilah,<br />

titik lemah Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ketika mau<br />

mengajukan tuntutan ke Wali Kota Tangerang atas kasus<br />

Sang Timur. Gus Dur mencoba mencampuradukan sikap<br />

keberagamaan publik dengan problem administrasi, yang<br />

sifatnya sangat normatif dan lebih kepada<br />

persoalanpersoalan teknis.<br />

Hal lain, pembangunan fisik sarana dan prasarana<br />

pendidikan secara serempak yang diusuung Pemerintah<br />

Kota Tangerang, adalah bagian dari kumpulan aspirasi<br />

yang berkembang diwilayah publik. Pembangunan sarana<br />

dan fasilitas di berbagai jenjang sekolah, diharapkan<br />

mampu meningkatkan kualitas pengajaran disekolah yang<br />

bersangkutan.<br />

Tentu saja gagasan pembangunan serempak ini tidak<br />

lepas dari pikiran-pikiran sumbang dari beberapa individu,<br />

yang mencoba mengkritisi sarana dan prasarana<br />

pendidikan yang akan diperbaiki. Pikiran-pikiran sumbang<br />

itu lebih banyak disebabkan ketidaktahuan akan<br />

pembangunan serempak yang akan mengakses 217<br />

sekolah dari jenjang pendidikan dasar hingga menengah.<br />

Saya bias mengatakan bahwa anggaran pendidikan<br />

Kota Tangerang menempati urutan paling tinggi dari pospos<br />

anggaran lain. Dari Anggaran Pendapatan dan<br />

Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2005 mencapai<br />

Rp213 miliar untuk sektor pendidikan. Angka ini cukup<br />

memberi peluang memperbaiki sarana dan prasarana


pendidikan di Kota Tangerang. Anggaran seperti ini<br />

memang ditujukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan<br />

di Kota Tangerang, agar semakin hari semakin<br />

memperlihatkan kemajuan yang cukup berarti. Tanpa<br />

perbaikan fisik sarana dan prasarana yang memadai, anak<br />

didik dan peserta didik akan terganggu dalam proses<br />

belajar mengajar. Dari sisi inilah, kenapa anggaran di<br />

sektor pendidikan sangat tinggi, karena sektor inilah yang<br />

menjadi priorirtas pembenahan. Perlu melakukan<br />

pembenahan diwilayah sarana dan prasarana, tentu saja<br />

akan meningkatkan kualitas pendidikan di Kota<br />

Tangerang.<br />

Sebuah penelitian yang dilakukan di 56<br />

Kabupaten/Kota yang mewakili daerah Sumatera, Jawa,<br />

Bali, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Papua,<br />

pada bulan Oktober 2003, menunjukan bahwa dana<br />

pendidikan yang dibutuhkan di luar gaji guru sebesar Rp<br />

71 triliun.<br />

Dana itu pun hanya untuk kebutuhan pendidikan<br />

minimal dan belum sesuai denga standar pendidikan yang<br />

seharusnya. Jika dibandingkan dana pendidikan yang<br />

dialokasikan oleh pemerintah melalui APBN sebesar Rp<br />

21,375 triliun, dana ini masih jahu mencukupi.<br />

Dari hasil penelitian tersebut, terlihat bahwa tidak<br />

mudah pemerintah dibawah kepemimpinan Susilo<br />

Bambang Yudoyona dan Jusuf Kalla, memenuhi janji yang<br />

sudah dicanangkan sejak masa kampanye pemilihan<br />

presiden. Tentu saja bukan karena besarnya kebutuhan,<br />

tetapi lebih disebabkan ketidakmampuan pemerintah


memenuhinya. Melihat kenyataan ini, Pemkot Tangerang<br />

mengambil inisiatif radikal dengan mengusung<br />

pembangunan fisik sarana dan prasarana 217 sekolah dari<br />

tingkat SD_SMU/SMK.<br />

Perlu diketahui, kemampuan sumber dana yang ada di<br />

perintah saat ini masih sangat rendah. Bayangkan untuk<br />

dana total APBN tahun 2004 saja hanya sebesar Rp 300<br />

triliun. Dana sebesar ini pun dipakai untuk baya utang luar<br />

negeri dan subsidi, yang jumlahnya membengkak akubat<br />

perbedaan nilai tukar rupiah terhadp dolar seiring dengan<br />

adanya krisis ekonomi. Logikanya, jika semua amanat<br />

undang-undang dipenuhi, maka semua alokasi APBN akan<br />

pun berjanji akan meningkatkan biaya pendidikan terserap<br />

untuk dunia pendidikan.<br />

Mendiknas Bambang Sudibyo, sangat menyadari<br />

kekurangan biaya untuk pendidikan tersebut. Ia pun berjanji<br />

akan meningkatkan biaya pendidikan pada tahun 2005,<br />

dari yang semula hanya berkisar 6,3 % dari APBN, yakni<br />

sebesar Rp 21,375 triliun, menjadi Rp 30 triliun.<br />

Melihat realitas biaya pendidikan, saya sependapat<br />

dengan pikiran yang dikembangkan pengamat pendidikan,<br />

Marghani Muchtar. Ia melihat untuk mengefesiensi hasil<br />

pembangunan pendidikan seharusnya pemerintah tidak<br />

hanya berkutat pada masalah kebijakan yang justru<br />

menyerap biaya sangat besar.<br />

Keberhasilan pendidikan masyarakat dan SDM<br />

nasional, menurut Marghani, bergantung atau bahkan<br />

ditentukan oleh unit paling depan dalam proses pendidikan<br />

yakni sekolah. Oleh sebab itu, pembiayaan pendidikan


hendaknya dialokasikan kepada sektor ujung tombak<br />

tersebut. Unit sekolah itu terdiri dari guru, sarana dan<br />

prasarana pendidikan,termasuk didalamnya peralatan<br />

sekolah, guru dan kepala sekolah, serta gedung sekolah itu<br />

sendiri. Pikiran Marghani ini tentu sejalan dengan<br />

pembangunan fisik sarana dan prasarana pendidikan di<br />

Kota Tangerang.<br />

Jika kita melihat secara teliti, seharusnya<br />

pembangunan serempak fisik sarana dan prasarana<br />

pendidikan di Kota Tangerang harus disikapi dengan cara<br />

mendukung program tersebut , bukan mengumbar cai maki<br />

diberbagai media. Ini bukan berarti Pemerintah Kota<br />

Tangerang anti terhadap kritik, tapi kritik yang dilempar ke<br />

wilayah publik seharusnya memiliki paradigma yang<br />

terukur.<br />

Ada beberapa keuntungan dari sistem pembangunan<br />

sekaligus ini. Pertama, keuntungan material, menghemat<br />

biaya , diantaranya; terhindar dari kenaikan harga akibat<br />

kenaikan harga bahan baku dan upah setiap tahunnya,<br />

pemeliharaan pada bangunan rusak, perencanaan dan<br />

pengawasan 1 tahun pada 2005 s/d 2007. Semantara<br />

keuntungan secara non material, diantaranya; kesetaraan<br />

dalam penggunaan yang baik secara bersama-sama<br />

(tidak bertahap), menghilangkan rasa was-was atas<br />

kondisi bangunan yag rusak, kenyamanan dalam proses<br />

belajar mengajar, meningkatkan daya tarik (jumlah) murid<br />

baru, dan rasa kebanggaan memiliki atau menempati<br />

bangunan bertingkat.<br />

Ada baiknya saya paparkan disini telaah pembiayaan


pembangunan 217 sekolah dengan biaya 213,5 milyar,<br />

tidak termasuk bunga bank. Asumsi yang ada, dana<br />

dialokasikan dalam APBD Tahun Anggaran 2005<br />

mencapai kisaran Rp 70 milyar. Sementara dana yang<br />

dialokasikan dalm APBD Tahun Anggaran 2006,<br />

mencapai kisaran angka Rp 143,5 miliar, dengan sumber<br />

dana: (a) Pendapatan Daerah Rp 73,5 miliar dan (b)<br />

Pinjaman Bank direncanakan Rp 70 miliar dengan tingkat<br />

suku bunga 12 %.<br />

Pada Tahun Anggaran 2006, diajukan tiga alternatif<br />

cara peminjaman. Alternatif pertama, pinjaman<br />

dilaksanakan pada bulan Februari 2006 sebesar Rp 70<br />

miliar, cicilan pokok pinjaman dilaksanakan mulai bulan<br />

April 2007 sampai dengan Oktober 2007, rata-rata<br />

pembayaran cicilan Rp 10 miliar perbulan, maka beban<br />

harus ditanggung sebesar 12,6 miliar. Keuntungan dari<br />

alternatif pertama ini, dana untuk pembayaran kepada<br />

kontraktor langsung esedia pada bulan Pebruari karena<br />

didanai oleh pinjaman bank. Kerugiannya, beban bunga<br />

harus ditanggung sangat tinggi yaitu sebesar Rp 12,6<br />

miliar.<br />

Alternatif kedua, pinjaman dilaksanakan pada bulan<br />

Oktober 2006 sebesar Rp 70 miliar, pembayaran pokok<br />

pinjaman dilaksanakan pada bulan November 2007<br />

sekaligus, maka bunga harus ditanggung sebesar Rp 8,4<br />

miliar selama 12 bulan, rata-rata beban bunga Rp 700<br />

juta/bulan.<br />

Keuntungan dari alternatif kedua ini; (a) bunga sedikit<br />

disbanding alternatif pertama, (b) Dana di Kas Daerah


akan ada akumulasi (mengendap) sebelum pembayaran<br />

seluruh pokok pinjaman dilaksanakan sehingga ada<br />

kontribusi dari Bunga/Jasa Giro. Sementara kerugiannya<br />

dari alternatif kedua ini, beban bunga masih cukup tinggi<br />

yaitu sebesar Rp 8,4 miliar.<br />

Alternatif ketiga, pinjaman dilaksanakan pada bulan<br />

Oktober 2006 sebesar Rp 70 miliar, pembayaran pokok<br />

pinjaman dilaksanakan secara bertahap selama tujuh<br />

bulan, mulai bulan Februari 2007 sampai dengan Agustus<br />

2007, rata-rata pembayaran cicilan Rp 10 miliar per bulan,<br />

maka beban bunga yang harus ditanggung sebesar Rp 4,9<br />

miliar.<br />

Keuntungan dari alternative ketiga ini, beban bunga<br />

rendah yaitu sebesar Rp 4,9 miliar, sedangkan<br />

kerugiannya, setiap bulan harus mencicil pokok pinjaman<br />

mulai bulan Pebruari 2007 sampai dengan Agustus 2007,<br />

sehingga kita kehilangan kontribusi dari jasa Giro/Bunga<br />

deposito.<br />

Kesimpulan dari tiga alternative diatas, yang lebih<br />

menguntungkan, tampaknya alternatif ketiga, karena beban<br />

bunga yang harus ditanggung paling rendah dibandingkan<br />

dengan alternatif pertama dan alternatif kedua. Oleh<br />

karena itu, tampaknya alternatif ketiga yang menjadi<br />

pilihan. Pilihan-pilihan ini dimaksudkan untuk mencoba<br />

mencari, agar proses pembangunanyang kan dikerjakan<br />

dapat berjalan. Untuk itu, alternativealternatif yang ada<br />

sebenarnya sebagai bentuk transparansi Pemkot dalam<br />

mengambil kebijakan public. Tanpa tramsparansi dan<br />

sikap terbuka dari pemkot, kebijakan-kebijakan public


akan menuai kritik dari berbagai elemen masyarakat. Kritik<br />

seharusnya diletakkan pada posisi ini, yakni pertumbuhan<br />

dan pengembangan identitas komunal Kota Tangerang<br />

dan pembenahan pribadi.<br />

Ada baiknya saya paparkan di sini perihal kesetujuan<br />

dan keputusan pihak DPRD Kota Tangerang perihal<br />

pembangunan sarana pendidikan Di Kota Tangerang,<br />

yang dituangkan dalam surat bernomor 171/KEP-<br />

DPRD/XII/2004, tanggal 6 Desember 2004. keputusan<br />

pertama, pihak DPRD mnyetujui pelaksanaan<br />

pembangunan sarana pendidikan di Kota Tangeranguntuk<br />

kebutuhan lebih dari 210 gedung sekolah dengan total<br />

biaya Rp 227 miliar. Kedua, pemerintah Kota Tangerang<br />

mengalokasikan dalam APBD Tahun Anggaran 2005<br />

sebesar Rp 70 miliar dan sisanya akan dialokasikan<br />

dalam APBD Tahun Anggaran 2006 dan APBD Tahun<br />

Anggaran 2007.<br />

Ketiga, pelaksanaan pembangunan sarana pendidikan<br />

tetap memperhatikan catatan-catatan dalam rapat DPRD<br />

Kota Tangerang. Keempat, Keputusan ini mulai berlaku<br />

sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan akan diadakan<br />

perubahan apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan.<br />

Catatan-catatan yang dimaksud pihak DPRD pada point<br />

ketiga adalah:<br />

1. Pelaksanaan pembangunan harus tetap dijaga<br />

kualitasnya dan pengawasan lebih diperketat<br />

2. Jadwal waktu pelaksanaan harus sesuai dengan<br />

rencana yang telah ditetapkan.<br />

3. Sebelum pelaksanaan dimulai diharapkan dapat


menyampaikan bahan-bahan yang berhubungan dengan<br />

pembangunan dimaksud kepada Dewan dan Kontraktor<br />

yang terpilih dapat memberikan paparan atau ekspose<br />

dihadapan anggota dewan.<br />

4. Kontraktor local yang memenuhi persyaratan dapat<br />

diprioritaskan, mengingat biaya yang dibutuhkan besar dan<br />

waktu yang dijadwalkan sangat mendesa, maka kontraktor<br />

local dapat bekerja sama dengan kontraktor luar untuk<br />

suksesnya dalam pelaksanaan pembangunan gedung<br />

sekolah dimaksud.<br />

5. Dari hasil pelaksanaan pembangunan diharapkan dapat<br />

bermanfaat secara langsung kepada masyarakat yaitu,<br />

dalam penerimaan siswa baru tidak ada lagi pungutanpungutan<br />

yang tidak sesuai dengan peraturan perundangundangan<br />

yang berlaku.<br />

6. Pelaksanaan pembangunan harus tranparan, dengan<br />

memberikan kewenangan kepada DPRD Kota Tangerang<br />

untuk dapat terlibat dalam proses pengawasan<br />

pembangunan sejak perencanaan hinggga<br />

dilaksanakannya serah terima bangunan dari pihak<br />

kontraktor kepada pemerintah Kota Tangerang.<br />

Atas dasar keputusan dan catatan pihak DPRD Kota<br />

Tangerang, maka saya menunjuk beberapa pejabat<br />

Pemkot Tangerang dalam rangka persiapan rencana<br />

pembangunan gedung sarana pendidikan di Kota<br />

Tangerang, diantaranya; Deddy Syafei, Wakil Wali Kota<br />

sebagai Ketua, Harry Mulya Zein, Sekda Kota sebagai<br />

Wakil Ketua, Itiarso Soerjo, Staf ahli Pemkot Tangerang,<br />

yang terdiri dari anggota Joewono Hadisupatmo (Asisten


Pengendalian Pembangunan), Zaenudin (Kepala Dinas P<br />

dan K), Affandi Permana (Asisten Pemerintahan), Dadang<br />

Durachman (Kabid Renstra-Bapeda), Asmuni Ilyas (Kepala<br />

Dinas, Perumahan dan pemukiman), Agus Sugiono (Kabid<br />

Pembiayaan BKKD), Erlan Rusnarlan (Kabag Kumdang<br />

Setda Kota).<br />

Mereka akan melaksanakan tugas untuk menyiapkan<br />

draft Keputusan Pimpinan DPRD Kota Tangerang tentang<br />

persetujuan pembangunan gedung sekolah di Kota<br />

Tangerang, menyiapkan pelaksanaan ekspose investor,<br />

menyiapkan draft MoU antara kontraktor atau investor<br />

dengan Walikota, menyiapkan dokumen lelang, RKS,<br />

gambar rencana teknis atau detail, mnyiapkan data<br />

sekolah yang akan dibangun. Diharapkan penunjukkan<br />

sejumlah pejabat Pemkot Tangerang ini, bias berjalan<br />

dengan baik, dimana orientasi pembangunan sekolah ini<br />

sebenarnya bermuara pada peletakkan nilai-nilai luhur,<br />

akal budi dan nilai-nilai peradaban anak bangsa di masa<br />

dating.<br />

Peletakkan nilai-nilai keadaban perlu sebagai satu<br />

proses untuk menjembatani kritik yang kabur tanpa<br />

perangkat epistemologis yang jelas, dan hanya<br />

menyandarkan pada pola sensasi. Ada baiknya, kritik-kritik<br />

yang diarahkan ke Pemkot Tangerang lebih substantive<br />

dan tidak asal tembak. Pemkot Tangerang sebagai intitusi<br />

resmi Negara, jelas membutuhkan siraman kritik yang<br />

kontruktif, terarah dan mampu membangun traktat<br />

kehidupan public yang lebih manusiawi. Maka kritik-kritik<br />

yang diusung, sebaiknya tidak berkiblat pada sikap


seolah-olah kritis seperti diperlihatkan sebagian kawankawan<br />

LSM Tangerang, dan hanya mengejar target tertentu<br />

dalam mengelaborasi kritik.<br />

Kritik tentu saja berpijak pada kepentingankepentingan<br />

subjektif. Tapi kepentingan-kepentingan<br />

subjektif harus mengarah pada objektivitasi persoalan.<br />

Tanpa adanya objektivasi persoalan, kritik hanya akan<br />

“memukul” sasaran angina, kosong tanpa arah.<br />

Sangat sayang dan akan membuang energi kita, jika<br />

kritik-kritik yang akan dilempar tanpa mengenai sasaran, ia<br />

akan menjadi penghuni rumah hantu, seolah-olah<br />

menyeramkan padahal hanya pepesan kosong belaka.<br />

Dari sinilah perlunya kritik yang emansipatoris. Kritik<br />

yang mampu menjadi bagian dari pemberdayaan public,<br />

sehingga pikiran-pikiran yang berkembang akan menjadi<br />

satu panduan bersama dalam menggolkan aspirasi public.<br />

Tentunya, disana sini harus dibangun cara kerja berpikir<br />

kritis yang sistematis, baik melalui forum-forum seminar,<br />

media massa atau LSM-LSM yang melakukan riset terus<br />

menerus dalam pengembangan dan pertumbuhan<br />

masyarakat.<br />

BAB II Agama, Akal budi dan Katup-<br />

Katup Pendidikan<br />

Islam memandang pengetahuan sebagai cara yang<br />

utama bagi penyelamatan jiwa dan pencapaian<br />

kebahagiaan serta kesejahteraan manusia dalam


kehidupan kini dan nanti<br />

--Osman Bakar--<br />

JIKA ingin ada perubahan di suatu bangsa, rubahlah<br />

sistem pendidikannya. Pendidikan adalah jantung<br />

peradaban manusia. Ia mampu membawa manusia dari<br />

arah kegelapan menjadi terang benderang, melek<br />

teknologi, melek peradaban. Pendidikan tidak saja mampu<br />

memberikan kontribusi positif bagi peradaban hidup<br />

manusia, tapi pendidikan mampu menjadikan manusia<br />

eksis di segala ruang, di segala waktu. Karena bekal<br />

pendidikan, yang didalamnyatertimbun ilmu pengetahuan,<br />

bias dijadikan alat untukmelakukan tindakan berbagai hal.<br />

Tentunya tindakan berbagai hal itu, harus mengarah pada<br />

aspek-aspek positif, sehingga mampu menjadi upaya<br />

pemberdayaan publik.<br />

Upaya pemberdayaan publik inilah, yang perlu<br />

dijadikan grand desain dalam membangun kultur<br />

masyarakatyang peduli kepada dunia pendidikan. Karena<br />

kultur masyarakat yang peduli terhadap dunia pendidikan,<br />

diharapkan mampu menjadi mitrapemerintah, agar<br />

pendidikan berjalan sesuai dengan koridor yang berlaku.<br />

Tanpa peran aktif dari masyarakat, sebagus apapun<br />

konsep pendidikan tidak akan berjalan sesuai yang<br />

direncanakan. Peran aktif masyarakat sangat dibutuhkan<br />

untuk mewujudkan masyarakat berperadaban, masyarakat<br />

madani, civil society. Karena terbentuknya masyarakat<br />

madani adalah bagian mutlak dari harapan dan impian<br />

cita-cita bangsa, agar keadilan social tercipta bagi<br />

masyarakat secara keseluruhan.


Nabi Muhammad Rasulullah SAW, adalah pemberi<br />

teladan utama kepda umat manusia untuk membentuk<br />

masyarakat yang berperadaban. Setelah belasan tahun<br />

berjuang di Kota Mekah tanpa hasil yang mencolok, Nabi<br />

kemidian di beri petunjuk Allah untuk hijrah ke Yastrib, kota<br />

oase yang subur sekitar 400 Km sebelah utara Mekah.<br />

Setelah tiba di Yastrib, usai perjalanan panjang yang<br />

memakan waktu berhari-hari dan amat melelahkan, juga<br />

sangat rahasia ini, Nabi di terima penduduk Yastrib dan<br />

para gadisnya menyanyikan lagu Thala’al badru ‘alayna<br />

(Bulan purnama telah menyingsing di atas kita). Lagu ini<br />

kemudian jadi trade mark umat Islam di seluruh penjuru<br />

dunia, sebagai bentuk kekaguman terhadap pesona yang<br />

dipancarkan Rasulullah. Nabi kemudian mengubah nama<br />

Yastrib menjadi Madinah, yang memiliki arti kota. Dan<br />

sampai sekarang sering kali popular dengan nama<br />

Madinat al Nabi (Kota Nabi).<br />

Nabi beransur-angsur meletakkan sendi-sendi<br />

kehidupan masyarakat madani di Kota Madinah. Sendisendi<br />

yang disepakati dan dibangun dengan semua unsur<br />

penduduk Mekah ini tertuang dalam suatu dokumen<br />

dengan nama Piagam Madinah (Mitsaq al Madinah).<br />

Dalam dokumen itu dipaparkan perihal kebebasan,<br />

terutama dibidang agama dan ekonomi serta tanggung<br />

jawab sosial dan politik, khususnya pertahanan secara<br />

bersama. Inilah dasar utama masyarkat Islam di Madinah<br />

mengenal selu beluk kehidupan bermasyarakat dibentuk<br />

untuk menggapai terciptanya masyarakat Madani.<br />

Hijrah Nabi SAW ke Yastrib (Madinah) oleh Husain


Haykal, seorang pimikir reformis, merupakan langkah<br />

politik yang tepat, terutama dalam rangka mengefektifkan<br />

dakwah Islam, karena di kota itu Nabi mendapat dukungan<br />

penuh dari warganya. Perlu ditekankan disini, dukungan<br />

warga Madinah tidak datang secara spontan tapi melalui<br />

proses yang panjang. Dukungan itu dimulai dari beberapa<br />

kesepakatan antara Nabi dan penduduk Yastrib, dan<br />

antara Nabi dan dan tokoh-tokoh terkemuka Yahudi dai<br />

Madinah. Langkah-langkah politik Nabi tersebut berhasil<br />

dalam waktu yang singkat membentuk suatu komunitas<br />

Muslim yang kuat, bebas dan mandiri, bukan seperti di<br />

Mekah. Dari komunitas Madinah inilah, nabi<br />

berangsurangsur membentuk masyarakat yang kuat,<br />

sebagai cikal bakal berdirinya Negara Islam.<br />

Pola pembentukan masyarakat Madinah ini seperti<br />

pernah di jelaskan Kuntowijoyo (1997), disebut sebagai<br />

tahap menuju masyarakat etis. Bagi kunto ada tiga<br />

tahapan perubahan masyarakat yang harus dilihat sebagai<br />

satu proses terbentuknya masyarakat etis. Pertama, tahap<br />

masyarakat ganda, yakni ketika terpaksa ada pemilahan<br />

antara masyarakat Madani (civil society) dengan<br />

masysarakat politik (political society), atau antara<br />

masyarakat dengan Negara. Karena adanya pemilahan ini,<br />

maka dapat terjadi Negara tidak memberikan layanan dan<br />

perlindungan yang sesuai dengan kebutuhan<br />

masyarkatnya.<br />

Kedua tahap masyarakat tunggal, yaitu ketika<br />

masyarakat madani sudah dibangun. Ketiga,tahap<br />

masyarakat etis yang merupakan tahap akhir dari


perkembangan tersebut. Pendapat Kuntowijoyo ini di<br />

pengaruhi oleh teori Gramsci yang memang dengan<br />

dengan sengaja dipakai sebagai titi masuk teori politik<br />

Islam ke teori politik Barat Modern. Menurut teori ini,<br />

Negara adalah struktur, sedangkan masyarakat<br />

suprastruktur. Kalau masyarakat terbentuk karena<br />

keasadaran, Negara terbentuk karena kepentingan.<br />

Pada akhirnya, Negara harus dapat membuktikan<br />

bahwa pembentukan dan penyelenggaraan Negara juga<br />

berdasarkan kesadaran, bukan hanya kepentingan<br />

segelintir orang. Kesadaran di sini, adalah kesadaran<br />

kolektif yang tumbuh dan berkembang dari aspirasi public.<br />

Dan itu bias dijalankan jika semua pihak, ikut serta dalam<br />

mengakses dan mendukung semua pilarpilar<br />

pembangunan.<br />

Kuntowijoyo sendiri memaparkan ada tiga strategi<br />

berkaitan dengan perubahan dari satu tahap.<br />

Ke tahap berikutnya. Pertama, strategi structural untuk<br />

mrngubah tahap keterpilahan Negara dan masyarakat<br />

menuju ke suatu tahap menyatunya masyarakat dan<br />

Negara.<br />

Kedua, strategi cultural lebih menkankan terjadinya<br />

perubahan perilaku individual dan cara berfikir. Hal ini<br />

berbeda dengan perubahan structural yang lebih<br />

menekankan perubahan perilaku kolektif dan struktur<br />

politik.. Ketiga, strategi mobilitas sosial bersifat lebih<br />

alami, sesuai dengan perkembangan intelektualitas dan<br />

hati nurani manusia dan msyarakatnya; dan hal ini sangat<br />

cocok untuk meniciptakan masyarakt etis.


Tiga tahapan yang dipaparkan Kuntowijoyo, sudah<br />

diterapkan pada masa Nabi SAW. Nabi tanpa harus<br />

mengurus tetek bengek teori, ia telah menerapkan dalam<br />

amalan sehari-hari, bagaimana menciptakan strategi<br />

masyarakat madani. Peralakuk dan amalan Nabi itulah<br />

yang jadi komando terbentuknya masyarakat Islam yang<br />

mencitrakan masyarakat madani.<br />

Robert N Bellah sendiri menurut Nurcholish Madjid,<br />

menilai bahwa unsure structural Islam klasik di zaman Nabi<br />

SAW dan Khulafa ar-Rashidin, adalah sangat modern.<br />

Karena bercorak monoteistik, dalam arti melakukan<br />

devaluasi radikal terhadap pranata kesukuan kaum<br />

jahiliyah, yang dianggap menjadi pusat kesucian kepada<br />

system politik demokratis yang hanya mensucikan Allah<br />

SWT.<br />

Dimasa Nabi dan para Khalifah yang bijaksana<br />

menurut Nurcholis Madjid, tokoh yang dianggap penarik<br />

gerbong pembaruan Islam itu, masyarakat Islam klasik<br />

adakah suatu keseluruhan yang homogen dengan<br />

kesadaran keagamaan (religiusitas) yang tinggi.<br />

Religiusitas mereka melahirkan tinngka laku lahiriah yang<br />

penuh dengan akal budi (al akhlaq al karimah) yang<br />

melandasi bangunan masyarakat yang mereka dirikan.<br />

Karena itu masyarakat Islam klasik itu juga disebut<br />

masyarakat etis atau akklaqi. Ini tentu saja sangat berbeda<br />

dengan masyarakat Kristen atau Yahudi<br />

Oleh karena itu, dalam titik perkembangan zaman<br />

sekarang menuju era globalisasi, uma Islam harus sadar<br />

menggali dan mengembangkan kembali azas-azas ajaran


Islam, yang menjadi dasar pijakan untuk membentuk<br />

masyarakat madani, sebagaimana kaum Islam klasik telah<br />

melakukannya dengan konsistensi yang sangat tinggi.<br />

Asas-asas ajaran itu banyak sekali terdapat dalam Kitab<br />

Suci Al quran dan sunah Nabi.<br />

Mendasarkan diri pada asas-asas ajaran agama,<br />

adalah salah satu syarat untuk membentuk satu komunitas<br />

yang didalamnya dirimbuni akhlakul karimah. Satu akhlak<br />

utama, yang selalu memperlihatkan dan menunjukkan<br />

kepada dunia luar, bahwa perilaku kita harus selaras<br />

dengan etika yang dikandung agama. Tentu pola ini ,<br />

agara setiap pribadi sadar bahwa kehidupan bersaama<br />

akan terjalin dengan baik, tertata dan terstrtuktur, jika<br />

semua pihak mampu memeperlihatkan itikad baik dalam<br />

mengakselerasi tindak tanduknya. Dari sinilah, agama<br />

meletakan diri sebagai jembatan untuk menyadarkan<br />

kehadiran setiap probadi diruang public. Artinya, agama<br />

harus ditempatkan pada fungsinya, untuk melakukan<br />

control terhadap segala tindakan yang kita ayunkan di<br />

ranah public. Inilah fungsi sosial agama, dimana agama<br />

akan terpantul dalam struktur, system dan pegaturan sosial.<br />

Memang pola ini sering kali dikritik para tokoh pemikir<br />

agama seperti Peter L Berger, sosiolog Amerika yang juga<br />

aktivis gereja. Ia dengan sangat keras menkritik pola<br />

pendekatan fungsional dari agama. Dalam tulisannya,<br />

Some Second Thouht on Substantive Versus Fuctional<br />

Definition of Religion ia mengatakan bahwa sebenarnya<br />

secara tidak sadar definisi fungsional agama dapat<br />

disalahartikan untuk kepentingan ideologis-untuk memberi


legitimasi kuasaintifis penolakan terhadap transendensi<br />

agama. Dalam menghadapi kecenderungan yang hendak<br />

melenyapkan sifat-sifat khusus agama melalui definisi<br />

fungsional, berger menganjurkan agar kembali melihat<br />

agama dan ‘isinya yang dalam’ atau from within yang<br />

disebut Max Weber dengan istilah verstehen.<br />

Berger melihat bahwa agama adalah usaha manusiawi<br />

untuk membanguan kosmos yang kudus. Istilah kudus ini<br />

pernah dipakai oleh Rudolf Otto dan Mircea Eliade.<br />

Dengan perkataan lain, agama adalah proses kosmisasi<br />

dengan cara yang kudus. Kudus disini memiliki makna<br />

sebagai sustu misteri, kuasa yang mengagumkan. Hanya<br />

saja menurut Berger, realitas dunia mudah menerima<br />

ancaman karena kecerobohan manusia dalam<br />

menanggapi dunianya. Karena itu, perlulah dunia<br />

dipelihara, dipertahankan , antara lai dengan proses<br />

sosialisasi, yaitu memberi perhatian pada nilai–nilai mana<br />

yang harus diwariskan pada generasi baru, agar<br />

diterapkan dalam kehidupan sosialnya, disamping masih<br />

digunakan juga control sosial, Berger coba melihat control<br />

ini merupakan usaha untuk membatasi gerak manusia<br />

pada suatu titik yang dapat ditoleransi, sehingga gerak<br />

maju masyarakat secara keseluruhan tidak terhambat.<br />

Tentu saja jika gerak maju masyarakat tidak terhambat,<br />

maka proses menuju pembentukan masyarakat madani,<br />

akan menemukan jalan lurus, tanpa harus memunguti<br />

kerikil-kerikil tajam.<br />

Seperti diketahui bersama, pertumbuhan masyarakat<br />

madani, civil society, tak terpisahkan dari kerja dan peran


kalagan terdidik, yang secara histories memiliki akar<br />

sebagai tulang punggung penegakan masyarakat<br />

demokratis. Pengalaman histories tentang peran kaum<br />

terdidik (terpelajar) diperlihatkan Jurgen Habermas, yang<br />

menekankan pentingnya peran kaum terdidik dalam salah<br />

satu kajiannya mengenai sejarah timbuh dan<br />

berkembangnya civil society di Eropa (barat) pada abad<br />

kedelapan belas dan kesembilan belas.<br />

Pengalaman terakhir dalam lajur reformasi bangsa<br />

Indonesia, pun tak lepas dari peran kalangan terdidik<br />

(terpelajar) dalam menongkrak system totaliter yang<br />

diusung Orde Baru. Ini artinya, apa yang kemudian popular<br />

sebagi penemuan kembali dan penguatan Civil society (the<br />

recovery and empowernment of civil society) sebagai<br />

tahapan terpenting dari proses tumbuh dan<br />

berkembangnya ruang-ruang public, menemukan<br />

bentuknya dalam berbagai kasus yang terjadi di dunia<br />

pendidikan, khususnya di wilayah Kota Tangerang.<br />

Paparan di atas, mempertegas bahwa pembangunan<br />

sarana pendidikan dan berbagai fasilitas pendidikan,<br />

sebagai subordinate dari penguatan civil society, yang<br />

mengusung proses pertumbuhan dan pencerdasan<br />

bangsa, memiliki peran yang tak kalah penting dalam<br />

mengajukan proposal perubahan konstelasi kehidupan<br />

public. Problemnya kemudian bagaimana pembangunan<br />

sarana dan fasilitas pendidikan, mampu melakukan<br />

komunikasi dengan ruang-ruang public yang berada dalam<br />

raius ‘kekuasaannya’, agar mampu menciptakan hubungan<br />

timbale balik yang harmoni dengan bengunan komunitas


yang ada diluar dirinya.<br />

Sementara itu, proses modernisasi dan pembangunan<br />

angs ecara intensif terjadi di ranah public, telah dan<br />

sedang melahirkan perubahanperubahan structural yang<br />

cukup mendasar di masyarakat, yang hingga kini belum<br />

jelas potert apa yang akan dipajang dalam wajah yang<br />

bernama masyarakat demokratis itu. Ini artinya, kondisi<br />

lifeworld yang terjadi di masyarakat membutuhkan pilarpilar<br />

penyangga yang bisa diterima oleh semua pihak.<br />

Lifeworld di sini, seperti yang pernah dipaparkan<br />

Habermas, adalah kesepakatan-kesepakatan sosial yang<br />

telah terbentuk dalam tradisi, kebudayaan, bahasa yang<br />

dikomunikaskan dalam praktik keseharian disuatu<br />

komunitas. Ia juga mencakup khasanah pengetahuan<br />

(stock of knowledge), sumber keyakinan–keyakinan<br />

(reservoir of confiction), solidaritas dn kemampuankemampuan<br />

yang dimiliki dan digunakan secara otomatis<br />

oleh para anggota komunitas.<br />

Dari titik persoalan ini kemudian dapat dipahami,<br />

bahwa persoalan pendidikan di Kota Tangerang adalah<br />

persoalan dimana pilar-pilar lifeworld belum dijadikan titik<br />

tolak keberangkatan dalam menyelesaikan masalah yang<br />

berkembang. Perlawanan-prlawanan yang berupa kritik<br />

dan bisa dipahami dala kontek tiadanya sarana lifeworld<br />

sebagai sarana artikulatif dalam menerjemahkan aspirasi<br />

yang berkembang.<br />

Untuk itu jalan tengah yang mungkin bisa digapai,<br />

adalah penghampiran dari semua pihak untuk saling<br />

melengkapi ketika menghadapi berbagai kasus


ertebaran di sana sini. Tentu saja pola ini untuk<br />

menghindari saling tuding, yang kemudian hanya<br />

menebarkan rumor yang tak pasti. Saling tuding yang<br />

hanya menebarkan rumor yang tak pasti, hanya akan<br />

memperkeruh persoalan yang ada, bukan memberi<br />

kepastian penyelesaian atau jalan keluar dari probl;em<br />

yang dihadapi. Keyakinan untuk memecahkan persoalanpersoalan<br />

secara bersama-sama, adalh bagian integral<br />

dari geraan akal budi manusia, yang selalu<br />

mengedepankan tindakan rasional dalam membeongkar<br />

persoalan.<br />

Perihal akal budi, kalau boleh mengutip pikiran yang<br />

dikembangkan John F. Haugh, penulis buku cience and<br />

Religion: From Conflict ti Conversation, bahwa gerakan<br />

spontan kal budi mencari pemahaman, koherensi dan<br />

kebenaran, ada dinamisme yang tidak terlalu jauh dari apa<br />

yang kita sebut “keyakinan”. John F Haugh memberi<br />

contoh, sebagaimana dilihat dengan jelas dalam fisika<br />

modern, dan juag dalam bidang-bidang lain, tujuan<br />

mendasar penyelidikan ilmiah, atau pemecahan persoalan<br />

dengan akal budi adalah, menemukan apa saja yang<br />

kiranya menyatukan atau mempersatukan apa yang ada<br />

disekitar kita.<br />

Haugh lebih jauh melihat, ada symbol-simbol, ceritacerita<br />

dan ajaran-ajaran agama meyakinkan kita, bahwa<br />

ada suatu perspektif yang pasti lebih lus daripada<br />

perspektif diri sendiri, dan bahwa akal budi kita sendiri<br />

tidak cukup lapang untuk dapat menampung seluruh<br />

horizon ada (being) pada saat tertentu; walaupun demikian,


toh segala sesuatu memamng mempunyai arti sehubungan<br />

dengan kerangka acuan terkhir. Karena itu, agama<br />

menyiratkan bahwa kita senantiasa harus maju terus<br />

melewati pemahaman sempit yang ada sekarang ini, dan<br />

terus menyelidiki keluasaan serta kedalaman yang sangat<br />

penting ini.<br />

Agama menurut Haugh pada akhirnya mengajak kita<br />

untuk percaya bahwa segala sesuatu pada akhirnya<br />

memang bersifat rasional. Maka dengan membiarkan kita<br />

bersandar pada kepercayaan seperti ini, kepercayaan akal<br />

budi dan indakanindakan rasional, tidak bakal<br />

menjebloskan kita ke dalam kancah konflik yang<br />

berkepanjangan. Justru kepercayaan kepada akal budi<br />

dan tindakan rasional ini, akan mempersiapkan kita agar<br />

bisa sadar atas suatu perjalanan dalam rangka<br />

mengupayakan penemuan jala keluar secara rasional.<br />

Tentu saja, cara-cara akal budi da peletakan dasar<br />

pemikiran rasional, akan lebih menghidupkan suasana dan<br />

diharapkan mampu memberikan kontribusi positif bagi<br />

kepentingan bersama.<br />

Intisari agama menurut Erich Fromm, adalah<br />

pengabdian. Dan pengabdian ini, adalah kecenderungan<br />

dasar manusia. Agama adalah sebuah system pengabdian<br />

yang dianut oleh sekelompok manusia. Karena ini<br />

merupakan kecenderungan dasar, maka manusia tentu<br />

akan memilih satu dan lain objek pengabdian. Manusia<br />

tidak bisa menghindari dan hanya bisa memilih. Dalam<br />

realitas, manusia itu memilih berbagai jenis objek<br />

pengabdian, misalnya ras, Negara, bangsa, kekayaan,


kekuasaan, seks, klan, dll.<br />

Pilihan manusia dalam mengelaborasi berbagai<br />

persoalan, termasuk kait mengkait agama, akal budi dan<br />

proses demokrasi di dalam masyarakat, agar semua<br />

impian civil society dapat terwujud, memanglah agak berat.<br />

Di satu sisi, harus diakui, dalam agama tidak bisa<br />

ditemukan definisi bentuk demokrasi . Ini mungkin salah<br />

satu fungsi agama, bersifat fleksibel. Bentuk demokrasi<br />

yang tepat bergantung pada penalaran, situasi dan<br />

pengaruhi ole factor kebudayaan yang melingkupinya.<br />

Bentuk demokrasi dari satu negara ke negara lain, jelas<br />

berbeda. Dan yang menyamakan dari semua bentuk<br />

demokrasi di berbagai negara itu, adalah asas demokrasi<br />

yang selalu selalu menyandarkan diri pada nilai-nilai<br />

keadilan, kesejahteraan, pemerataan dan segala yang<br />

berbau pemberdayaan public yang berkiblat pada aspirasi<br />

bersama.<br />

Terlepas dari bentuk demokrasi yang berbeda dari<br />

berbagai Negara, demokrasi sebenarnya ada unsur-unsur<br />

dasar atau “family resemblances” yang membuat sebuah<br />

system dapat disebut demo-kratis. Robert A Dahl<br />

menjelaskan bahwa sebuah rezim politik dapat dianggap<br />

sebagai demokratis kalau ia (1) menyelenggarakan<br />

pemilihan yang terbuka dan bebas; (2) mengembangkan<br />

pola kehidupan politik yang kompetitif; (3) dan memberi<br />

perlindungan terhadap kebebasan masyarakat (civil<br />

liberties). Selain Dahl, Juan Linnz juga mengajukan<br />

pengertian demokrasi yang lebih ketat. Bagi Linz sebuah<br />

system politik baru bisa dikatakan demokratis jika ia (1)


memberi kebebasan bagi masyarakatnya untuk<br />

merumuskan preferensipreferensi politik bagi mereka,<br />

melalui jalur-jalur perserikatan, informasi dan komunikasi;<br />

(2) memberikan kesempatan bagi warganya untuk<br />

bersaing secara teratur, melalui cara-cara damai dan (3)<br />

tidak melarang siapa pun untuk memperebutkan jabatanjabatan<br />

politik yang ada.<br />

Pengertian yang disodorkan Dahl dan Linz,<br />

mempertegas bahwa demokrasi merupakan sebuah<br />

konsep yang sangat menuntut (demanding). Semua unsur<br />

yang berkaitan dengan kebebasan berpendapat,<br />

kebebasan berserikat, pemilihan umum yang bebas dan<br />

terbuka, harus menjadi bagian integral, yang harus<br />

dipenuhi jika sebuah bentuk pemerintahan akan diklaim<br />

demokratis.<br />

Jika demokrasi, agama dan akal budi berjalan sesuai<br />

dengan lajur yang dicita-citakan, maka proses pendidikan<br />

generasi mendatang bisa terwujud. Tanpa itu semua, akan<br />

sulit menemukan bentuk pendidikan warga agar mampu<br />

menjadi ikon dalam pengembangan dan pertumbuhan<br />

kehidupan bersama.<br />

Katup-Katup Pendidikan<br />

Cara-cara akal budi dan peletakan dasar pemikiran<br />

rasional, tidak hanya memberikan kontribusi positif bagi<br />

kepentingan bersama, tapi juga yang lebih berarti adalah<br />

memberikan kehidupan yang lebi baik bagi generasi di<br />

masa datang. Akal budi adalah ajaran yang tidak hanya<br />

diterapkan dalam kultur pendidikan di sekolah, tapi ia<br />

menjdi bagian dari proses pendidikan di luara sekolah,


yakni pendidikan dari pihak orang tua, realitas masyarakat<br />

dan kawan sejawat.<br />

Hanya saja, pendidikan di dalam struktur sekolah,<br />

menjadi bagian yang urgent bagi proses pengembangan<br />

pendidikan generasi mendatang. Pendidikan si struktur<br />

sekolah adalah cikal bakal yang bisa memberikan nilainilai<br />

dasar bagi generasi muda dalam mengeksplorasi<br />

berbagai persoalan yang berkembang di ranah public.<br />

Tentu saja, pembenahan generasi muda menjadi<br />

masalah krusial mengingat arus globalisasi begitu cepat<br />

melaju ketika perkembangan dan perubahan perilaku<br />

masyarakat belum sejalan dengan arus globalisasi itu<br />

sendiri. Untuk itu, upaya penangkalan dengan sedinim<br />

mungkin bagi generasi muda, adalah upaya yang tepat<br />

dilakukan. Dan ruang-ruang pendidikan adalah katup-katup<br />

pengamanan awal sebelum arus globalisasi melindas<br />

generasi muda.<br />

Arus globalisasi menuntut perubahan paradigma<br />

pendidikan, yang selama ini berorientasi pada guru, dosen<br />

dan lembaga-lembaga pendidikan, kini bergeser kearah<br />

peserta didik. Peserta didik harus harus aktif melakukan<br />

berbagai eksperimtensi dalam mengembangkan proses<br />

belajar mengajar. Tentu saja pergeseran orientasi belajar<br />

ini akan menjadikan guru atau dosen mitra belajar peserta<br />

didik. Peserta didik kini dihadapkan pada berbagai ragam<br />

fasilitas yang bisa mempercepat proses pengembangan<br />

belajar mengajar.<br />

Pola semacam ini, akan mengubah proses belajar<br />

mengajar yang normative, yang hanya menyandarkan diri


pada proses belajar mengajar di ruang kelas. Otomatis<br />

perubahan paradigma pendidikan ini, mengarah pada<br />

proses belajar yang fleksibel, luwes dan akomodatif,<br />

sehingga peserta didik bisa mengembangkan kretivitas<br />

tanpa harus dibelenggu dengan norma-norma yang baku<br />

dan beku itu. Dan hal ini dapat terwujud jika semua pihak<br />

ikut aktif mendorong proses belajar mengajar sejalan<br />

dengan tuntutan jaman.<br />

Maka pengelolaan pendidikan di sekolah perlu<br />

ditumbuh kembangkan menjadi satu cara untuk<br />

menerapkan pendidikan akal budi di masyarakat. Tentu<br />

saja ini berkaitan dengan misi jangka pendek pendidikan<br />

nasional yang berorientasi pada (1) melakukan penuntasan<br />

program wajib belajar pendidikan dasar yang bermutu; (2)<br />

mengembangkan kapasitas dan kapabilitas kelembagaan<br />

pendidikan sesuai dengan asa desentralisasi pendidikan<br />

dan otonomi daerah dan (3) melakukan perintisan<br />

programprogram pengayaan dan pengembangan ilmu<br />

pengetahuan dan teknologi.<br />

Sasaran misi jangka pendek ini adalah pemulihan dari<br />

krisis (crisis recovery), dengan membangkitkan kesadaran<br />

akan krisis yang melanda bangsa ini, melakukan programprogram<br />

tindakan nyata untuk mengatasi kritis<br />

kepercayaan diri, memberdayakan masyarakat melalui<br />

pembinaan ketrampilan baru yang berbasis kebudayaan<br />

dan tradisi local (lihat buku reformasi pendidikan dalam<br />

konteks otonomi daerah, editor Faslil Jalal dan Dedi<br />

Supriadi, 2001).<br />

Menurut buku hasil kajian Departemen Pendidikan


Nasional ini, salah satu dampak krisis yang paling terasa<br />

dalam dunia pendidikan, adalah terganggunya program<br />

wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun. Program<br />

ini perlu diselamatkan, an untuk itu berbagai upaya mesti<br />

dilakukan untuk mencegah agar program ini tetap berada<br />

pada momentumnya sebagai pada saat sebelum krisis.<br />

Oleh sebab itu, prioritas utama misi jangka pendek adalah<br />

melanjutkan usaha pelaksanaan wajib belajar. Otonomi<br />

Daerah dalam pengelolaan pendidikan harus diarahkan<br />

pada upaya memperkuat komitmen dan kapasitas daerah<br />

dalam menuntaskan program wajib belajar.<br />

Masih menurut buku ini, peningkatan kemampuan<br />

kelembagaan merupakan prioriras kedua dalam misi<br />

jangka pendek. Reorganisasi jelas diperlukan sehubungan<br />

dengan terjadinya pergeseran dalam pengelolaan<br />

pendidikan dari pola yang sentralistik menjadi<br />

desentralistik. Dalam konteks perubahan ini, organisasi<br />

pedidikan di daerah-dalam hal ini di wilayah kabupaten<br />

dan kota-dengan kewenangannnya yang sangat luas harus<br />

siap menangani urusan-urusan pendidikan yang selama ini<br />

ditangani oleh pusat atau propinsi. Tanpa penataan dan<br />

manajemen yang baik, otonomi daerah dalam pengelolaan<br />

pendidikan hanya akan mengahsilkan kemacetan dan<br />

bahkan mungkin sekali kemunduran pendidikan.<br />

Dalam misi jangka pendek juga dipaparkan tentang<br />

perlunya penguasaaan ilmu pengetahuan dan teknologi<br />

(Iptek). Hal ini dapat dipahami karena pengusaaan iptek<br />

merupakan proses yang berkelanjutan. Iptek juga dapat<br />

mendukung peningkatan efektifitas, mutu, efisiensi dan


akuntabilitas kinerja system pendidikan.<br />

Tentu saja, misi jangka pendek ini akan menuai<br />

keberhasilan jika semua pihak ikut terlibat dalam proses<br />

pengembangan pendidikan, terutrama di Kota Tangerang<br />

yang sedang membangun sarana pembangunan secara<br />

serempakini. Dan jika misi jangka pendek dalam skala<br />

nasional dapat diterjemahkan dalam skala daerah, seperti<br />

Kota Tangerang, tentu akan menjadi pijakan dasar dalam<br />

mengembang misi jangka menengah pendidikan nasional.<br />

Seperti diketahui, misi jangka menengah pendidikan ini<br />

mengacu pada upaya memantapkan, mengembangkan<br />

dan melembagakan secara berkelanjutan apa yang telah<br />

dirintis dalam misi jangka pendek, baik berupa<br />

pemberdayaan masyarakat dan system pendidikan,<br />

perbaikan aspek kelembagaan manajerial, maupun<br />

perbaikan substansi yang terkandung dalam system<br />

pendidikan nasional.<br />

Misi jangka menengah ini sebetulnya sebagai upaya<br />

menindaklanjuti misi jangka pendek. Dan tentunya, misi<br />

jangka menengah ini bisa diberlakukan, jika seluruh misi<br />

yang diemban dalam jangka pendek dapat terwujud.<br />

Artinya, jika upaya-upaya menanggulangi dampak krisis ini<br />

dengan memprioritaskan program wajib belajar,<br />

mengembangka kapasitas dan kapabilitas pendidikan<br />

dengan asas desentralisasi pendidikan dan otonomi<br />

daerah dan perintisan program-program pengayaan serta<br />

pengmbangan iptek, bisa terealisasi.<br />

Proses pengembangan misi jangka penek ini,<br />

diharapkan bisa menjadi pijakan awal bagi setiap daerah,


dimana desentralisasi pendidikan dan otonomi daerah<br />

merupakan tantangan lain yang juga sangat urgent utnuk<br />

mengatasi berbagai krisis pendidikan di daerah,<br />

khususnya di Kota Tangerang. Wilayah pendidikan di<br />

daerah diharapkan bisa meningkatkan kinerja pendidikan<br />

di daerah melalui pemberdayaan kemampuan local,<br />

meningkatkan peran sktif masyarakat dalam pendidikan,<br />

terjaminnya pemerataan pendidikan sebagai sarana untuk<br />

mencerdaskan kehidupan bangsa, dan semakin<br />

meningkatnya mutu pendidikan. Otonomi daerah<br />

dilaksanakan sejala dengan dikembangkannya<br />

manajemen berbasis sekolah (school-based<br />

management), karena apapun bentuknya, hakikat satuan<br />

pendidikanlah yang menjadi ujung tombak keberhasilan<br />

pendidikan.<br />

Katup-katup pendidikan yang ada di Kota Tangerang,<br />

akan mnjadi penyangga keberhasilan dunia pendidikan<br />

diberbagai sudut-sudut Kota Tangerang. Dan keberhasilan<br />

di dunia pendidikan akan diselaraskan dengan tujuan skhir<br />

pembangunan Kota Tangerang, yang menciptakan<br />

manusia ber akhlakul karimah. Apapun tujuan atau<br />

program yang akan digapai di dunia pendidikan di Kota<br />

Tangerang bertujuan mendorong dan menciptakan<br />

manusia yang memilki akal budi yang baik, ber akhlakul<br />

karimah. Pendidikan akal budi dari sisi apapun, sejalan<br />

dengan orientasi pengembangan hidup orang beragama,<br />

dari agama manapun dia.<br />

Sekadar menyitir apa yang pernah dikatakan Osman<br />

Bakar, seorang tokoh filosof Malaysia kontemporer,


sebagai sebuah tradisi religius yang utuh, yang<br />

menyangkut semua aspek kehidupan manusia, Islam tidak<br />

hanya membahas apa yang wajib dan yang dilarang untuk<br />

dilakukan manusia, tetapi juga membahas apa yang perlu<br />

diketahuinya. Dari kedua jalan itu, aspek mengetahui<br />

adalah yang lebih penting. Hal ini karena secara esensial<br />

Islam adalah agama pengetahuan.<br />

Islam menurut pengarang buku Tawhid and science:<br />

Essaunys on the History and Philosophy of Islamic, 1991<br />

ini, memandang pengetahuan sebagai cara yang utama<br />

bagi penyelamatan jiwa dan pencapaian kebahagian serta<br />

kesejahteraan manusia dalam kehidupan kini dan nanti.<br />

Orang Islam memandang bebagai sains, ilmu alam, ilmu<br />

sosial, dan yang alainnya sebagai beragam bukti yang<br />

menunjuk pada kebenaran bagi pernyataan yang paling<br />

fundamental dalam Islam ini.<br />

Dalam Islam, kesadaran religius terhadap tauhid<br />

merupakan sumber dari semangat ilmiah dalam seluruh<br />

wilayah pengetahuan. Oleh karena itu, tradisi intelektual<br />

Islam tidak menerima gagasan bahwa hanya ilmu alam<br />

yang ilmiah atau lebih ilmiah dari pada ilmu-ilmu lainnya.<br />

Demikian pula, gagasan objektivitas yang begitu esensial<br />

dalam kegiatan ilmiah tidak dapat dipisahkan dari<br />

kesadaran religiusitas dan spiritual.<br />

Menurut Osman Bakar orang Islam mulai menaruh<br />

perhatian pada ilmu-ilmu alam secara serius pada abad ke<br />

tiga Hijriah (abad kesembilan Masehi). Tetapi pada saat<br />

iru mereka telah memiliki sikap ilmiah dan kerangka<br />

berfikir ilmiah, yang mereka warisi dari ilmu-ilmu agama.


Semangat untuk mencari kebenaran dan objektivitas,<br />

penghormatan pada bukti empiris yang memiliki dasar<br />

yang kuat, dan pikiran yang terampil dalam<br />

pengklasifikasian merupakan sebagian cirri yang amat luar<br />

biasa dari para ilmuan muslim awal, sebagaimana yang<br />

dapat dilihat dengan jelas dalam kajian-kajia mereka<br />

tentang jurisprudensi (fikih) dan hadis Nabi.<br />

Luasnya penggunaan logika dalam Islam tidak<br />

membawa semacam rasionalisme dan logisisme seperti<br />

yang kita temukan di Barat modern secara persis, karena<br />

penggunaan rasio tidak pernah dilepaskan dari keimanan<br />

pada whyu ilahi. Para sarjana Muslim diilhami oleh<br />

kesadaran religius yang kuat akan Yang transenden.<br />

Mereka pada umumnya meneguhkan gagasan superioritas<br />

wahyu Ilahi atas rasio manusia. Demikian pula halnya,<br />

pentingnya pemikiran logis tidak mematikan semangat<br />

eksperimentasi di kalangan ilmuwan Muslim.<br />

Lebih jauh Osman Bakar melihat orang Islam<br />

diperingatkan oleh AlQuran bahwa semua fakultas<br />

pengetahuan, yang dimiliki manusia- yakni panca indranya,<br />

perasaan-perasaan internalnya seperti fakultas<br />

pengingatan dan daya khayal, fakultas rasional dan<br />

spiritulanya, akal dan hati-adalah pemberian Tuhan yang<br />

berharga baginya yang karenanya ia meski bersyukur.<br />

Bersyukur pada Tuhan bukan hanya dengan mengenal<br />

asal-usul Ilahiah dari segala fakultas pengetahuan ini,<br />

tetapi juga dengan menggunakan setiap fakultas itu secara<br />

sah sesuai dengan hakikat dan fungsinya yang tepat.<br />

Penggunaan yang sah atas setiap fakultas menghendaki


adanya pengenalan yang baik tentang wilayah kompetensi<br />

dan batas-batas yang wajar.<br />

Paparan Osman di atas secara tegas memberi<br />

maklumat, adanya keterkaitan erat dan dukungan yang<br />

penuh dari Al-Quran akan semangat ilmiah dalam tradisi<br />

Islam. Bagaimana pun juga kran-kran Islam, Secara tegas<br />

membuka secara lebar-lebar pintu intelektualisme , dan<br />

menutup rapat-rapat penggunaan berfikir yang irasional.<br />

Rasionalitas dalam Islam menjadi pijakan dasar dalam<br />

memperkuat tradisi berfikir ilmiah. Islam menolak pikiranpikiran<br />

yang bersandar pada takhayul, gunjingan dan<br />

omong kosong yang tak punya ujung pangkalnya.<br />

Maka bagi saya, pembangunan serempak sarana dan<br />

prasarana fasilitas pendidikan ini, sebagai wujud dari cara<br />

berfikir rasional, agar pendidikan di Kota Tangerang bisa<br />

mewujudkan cita-cita seperti inimewujudkan cita-cita<br />

pendidikan-bisa menggairahkan sikap apresiatif<br />

masyarakat Kota Tangerang, dan menumbuhkembangkan<br />

pendidikan di masyarakat. Sikap apresiatif ini akan<br />

menjadi tonggak awal menerapkan masyarakat yang<br />

didalamnya dirimbuni sikap-sikap berperadaban. Inilah<br />

yang kita impikan, bagaimna Kota Tangerang memiliki<br />

kualitas yang menjanjikan dan mampu memberi kontribusi<br />

positif bagi perkembangan dan pertumbuhan kehidupan<br />

masyarakat Kota Tangerang khususnya.<br />

BAB III Ritus Peradaban dan Kultur<br />

Pendidikan


MEMBANGUAN masyarakat berperadan yang<br />

dirimbuni nilai-nilai akhlakul karimah, memang tidak<br />

mudah. Ia butuh kerja keras dari semua elemen<br />

masyarakat, berperadaban dapat terbentuk. Tentu saja<br />

proses menuju masyarakat berperadaban tidak mudah<br />

dibentuk. Ia butuh waktu dan tenaga agar proses menuju<br />

kea rah itu dapat tercapai.<br />

Peradaban menurut Samuel P Huntington adalah suatu<br />

entitas budaya. Desa-desa, daerah-daerah, kelompokkelompok<br />

keagamaan, semuanya mempunyai budaya<br />

yang berbeda-beda pula. Budaya pedesaan di Italia<br />

Selatan, mungkin berbeda dari budaya Italia Utara, tapi<br />

keduanya samasama berbadaya Italia sehingga<br />

membedakan mereka dari desa-desa di Jerman.<br />

Masyarakat di Eropa yang berbeda-beda itu<br />

mempunyai budaya yang sama, budaya Barat, yang<br />

membedakan mereka dari masyarakat Arab dan China.<br />

Tapi masyarakat Arab dan China dan Barat bukanlah<br />

bagian dari entitas budaya yang lebih luas. Mereka semua<br />

merupakan peradabanperadaban. Karena itu semua<br />

peradaban adalah pengelompokan tertinggi dari orangorang<br />

dan tingkat identitas budaya yang paling luas yang<br />

dimiliki orang sehingga membedakannya dari species lain.<br />

Harus diyakini terbentuknya masyarakat berperadaban<br />

adalah pandangan consensus gentium (sebuah<br />

kesepakatan dari semua manusia). Semua elemen<br />

masyarakat berperadaban, masyarakat madani, yang<br />

selalu mengibarkan nilai-nilai kebajikan, keadilan dan


selalu menawarkan nilai-nilai kebajikan, keadilan dan<br />

selalu menawarkan nilai-nilai demokrasi dalam proses<br />

kehidupan bersama. Proses demokrasi akan dijadikan<br />

penyangga atau pilar dari semua kegiatan masyarakat<br />

ketika berhadapan dengan berbagai persoalan. Proses<br />

demokrasi bisa tumbuh dan berkembang jika semua pihak<br />

ikut berperan menjalankan siklus kehidupan di masyarakat.<br />

Apalagi dalam era globalisasi, demokrasi akan<br />

menemukan tantangan yang cukup berarti dari berbagai<br />

sector kehidupan ketika memasuki era global yang sangat<br />

kosmolis.<br />

Peradaban, seperti yang pernah dipaparkan penyair<br />

Goenawan Mohamad, adalah sebuah agregat besar yang,<br />

tanpa kita sadari betul, kita terima begitu saja seperti kita<br />

menerima sebuah lanskap kota yang terhampar di luar<br />

jendela. Ia seakan-akan sebuah kehadiran yang utuh, yang<br />

dengan jelas dapat dipetakan oleh bahasa. Ia seakan-akan<br />

sesuatu yang berdaulat, sesuatu yang artinya dapat<br />

dirumuskan kini dan untuk seterusnya, dan dengan<br />

demikian senantiasa dapat diketahui, dapat dikenali.<br />

Goenawan kemudian mengutiup pernyataan Will Durant,<br />

bahwa peradaban bermula ketika khaos dan ketidak<br />

pastian berakhir. Dengan kata lain, peradaban<br />

menimplikasikan adanya suatu tata sosial.<br />

Dengan kata lain, bicara tentang peradaban berarti<br />

berkata tentang suatu sosok atau suatu bentuk akhir, yang<br />

dibayangkan atau masih diharap. Ke bhinekaan dan<br />

kemungkinan-kemungkinan menjadi berbeda bukanlah<br />

sesuatu yang asing dalam “peradaban”. Tapi orang yang


mengakui bahwa dalam suatu “peradaban” terkandung<br />

bangak variasi dan perubahan, pada umumnya<br />

menyiratkan sebuah keyakinan bahwa variasi itu punya<br />

satu tema tunggal : semacam suatu gestalt.<br />

Dengan demikian, masih dalam terminology Goenawan<br />

Mohamad, peradaban mengasumsikan adanya suatu<br />

consensus tentang nilai, khususnya tentang apa yang<br />

disebut ‘beradab” dan “tidak beradab”. Konsensus<br />

semacam ini memerlukan suatu asal, atau suatu pusat –<br />

atau consensus itu sendiri membentuk suatu asal, atau<br />

suatu pusat-sehingga proses kea rah “beradab” bisa<br />

berlangsung. Disitulah sebuah tata sosial menjadi penting:<br />

suatu pelembagaa kesepakatan.<br />

Perrsoalan yang timbul: bagaimana dengan unsureunsur<br />

yang dalam proses peradaban itu tidak mengikuti<br />

Konsensus? Unsur-unsur ini tentu saja tidak boleh<br />

kedepan. Unsur-unsur ini harus dianggap sebagai<br />

“kelainan”: mesti tersisih, atau disisihkan, terabaikan atau<br />

diabaikan, dan sering kali ditiadakan. Sejarah yang<br />

prosesnya merupakan suatu sejarah adalah satu cerita<br />

pembentukan yang menuju ke arah satu taraf "beradab"<br />

yang diberlakukan dan berlaku, sejarah yang ibarat<br />

perjalanan sebuah paket pos yang punya suatu alamat<br />

yang jelas, bukan sejarah pelbagai ragam kiriman, yang<br />

punya bermacam-macam adress<br />

yang dituju, atau aneka rupa kartu pos yang tak<br />

semuanva sampai ke tujuan. Dengan kata lain, sejarah<br />

neradaban bukanlah se,iarah dari umsur-unsur vang<br />

sumbang, yang macam-macam, yang tidak akur, yang


harus berada di luar Gestalt. Sejarah peradaban itu suatu<br />

gestalt<br />

akhirnya.<br />

Peradaban yang tumbuh dan berkembang di ranah<br />

publik, khususnva di Indonesia, mau tak mau, juga harus<br />

selaras dengan arus besar penduduk Indonesia, yang<br />

mayoritas Islam. Seperti diketahui bersama, perjalanan<br />

peradaban akan diiringi dengan arus besar globalisasi,<br />

yang berjalan seiring dengan kondisi masyarakat. Dari titik<br />

inilah perlu ada satu sikap dari umat Islam itu sendiri dalam<br />

menjalani ritus kehidupan di tengah gelombang peradaban<br />

dan arus globalisasi itu.<br />

Sains, Islam, dan Arus Global<br />

Umat Islam Indonesia, yang menjadi kaum mayoritas,<br />

tentunya akan mengalami dampak yang (luar biasa ketika<br />

berhadapan antara demokrasi, globalisasi dan<br />

kosmopolitanisme. Berkaitan dengan benturan antara<br />

demokrasi, globalisasi dan nilai-nilai kosmopolit, Marshal<br />

Hodgson optimis umat Islam mampu memberi respon yang<br />

positif terhadap gelombang globalisasi yang didalamnya<br />

nilai-nilai kosmopolitanisme bertaburan. Untuk itu, sudah<br />

sewajarnya umat Islam menggali dan mengembangkan<br />

asas-asas ajaran Islam yang menjadi landasan<br />

demokrasi,globalisasi dan landasan cosmopolitan. Ini<br />

semua sebagai upaya untuk kembali menegakkan<br />

masyarakat akhlakul karimah, dan terciptanya masyarakat<br />

madani.<br />

Oleh Nurhcolish Madjid, umat Islam seharusnya bisa<br />

memusatkan diri pada asas-asas ajaran Islam. Asas-asas


Islam tersebut oleh Nurhcolish Madjid dirinci sebagai<br />

berikut :<br />

1. Konsep Kemanusiaan Universal Islam mengajarkan<br />

bahwa umat manusia itu pada asal mulanya adalah satu.<br />

Perselisihan itu terjadi disebabkan oleh timbulnya “vested<br />

interest” masing-masing kelompok umat manusia, yang<br />

antara lain muncul dalam usaha mereka menafsirkan<br />

ajaran Kebenaran menurut pertimbangan “vested interest”<br />

itu.<br />

2. Tapi meskipun asal manusia itu tunggal, namun<br />

hidupnya menganut hokum (Sunatullah) tentang<br />

kemajemukan (pluralitas), antara lain karena Allah<br />

menetapkan jalan dan pedoman hidup (syir’ah dan minhaj)<br />

yang berbeda-beda untuk berbagai golongan manusia.<br />

Perbedaan itu seharusnya tidak menjadi sebab<br />

perselisihan dan permusuhan, melainkan pangkal tolak<br />

bagi perlombaan ke aras berbagai kebaikan (al-Khayrat).<br />

3. Manusia memang akan selalu berselisih sesamanya,<br />

kecuali mereka mendapatkan rahma Allah (antara lain<br />

karena paham akan grand design Allah tentang<br />

kemajemukan manusia itu). Maka Muhammad SAW, yang<br />

ditegaskan sebagai suri tauladan umat manusia itu, adalah<br />

seorang pribadi yang sangat toleran kepada sesama<br />

manusia, khususnya para sahabat, karena adanya rahmat<br />

Allah itu.<br />

4. Kepada segala golongan umat manusia telah<br />

didatangkan oleh Allah utusannya, guna mengajari mereka<br />

jalan hidup yang benar. Karena itu ada kesatuan asasi<br />

antar semua agama yang benar, dan umat semua Nabi itu


dalah umat yang tunggal.<br />

5. Berdasarkan itu maka umat Islam harus menyiapkan<br />

diri dan memandang ke depan dengan penuh keyakinan<br />

tentang adanya sebuah agama universal, yaitu Islam, yang<br />

di antara banyak inti ajarannya ialah pengakuan akan<br />

keabsahan semua Nabi tanpa membeda-bedakan salah<br />

satu pun antar mereka dan ajaran-ajaran yang mereka<br />

bawa dari Tuhan, betapapun perbedaan syir’ah dan minhaj<br />

yang mereka ketengahkan.<br />

6. Betapapun perbuatan yang terjadi pada kehidupan<br />

manusia di bumi, namun hakikat kemanusiaan akan tetap<br />

dan tidak bakal berubah, yaitu fitrahnya yang hanif, sebagai<br />

wujud perjanjian primordial (azali) antara Tuhan dan<br />

manusia sendiri. Responsisi manusia kepada ajaran<br />

tentang kemanusiaan universal adalah kelanjutan dan<br />

eksternaliassi dari perjanjian primordial itu dalam hidup di<br />

dunia ini.<br />

Asas-asas ajaran Islam yang disodorkan Nurcholish<br />

Madjid semua diambil dari ayat-ayat suci Al-Qur’an. Asasasas<br />

ajaran Islam itu akan menjadi panduan umat Islam<br />

untuk mengembangkan dan mensejajarkan diri di dalam<br />

kehidupan global. Harus diakui secara jujur, sampai<br />

sekarang tidak ada Negara Islam manapun yang mampu<br />

berdiri sejajar dengan Negaranegara Barat dalam<br />

mengadopsi ilmu pengetahuan dan teknologi. Padahal di<br />

jaman Islam Klasik, Islam mapu jadi pilar perkembangan<br />

ilmu pengetahuan dan teknologi.<br />

Memang banyak pemikir menurut John F Haught, Guru<br />

Besar Teologi Universitas Georgetown, sangat yakin


ahwa agama tidak akan pernah bias disamakan dengan<br />

sains. Menurut mereka, kalau anda seorang ilmuwan,<br />

sulitlah membayangkan bagaimana anda secara jujur juga<br />

bisa serentak saleh beriman, setidak-tidaknya dalam<br />

pengertian percaya akan Tuhan. Alasan utama mereka<br />

manarik ini ialah bahwa jelas-jalas tidak dapat<br />

membuktikan kebenaran ajaran-ajarannya dengan dengan<br />

tegas, padahal sains bisa melakukan hal itu. Agama<br />

bersikap diam-diam dan tidak mau memberi petunjuk bukti<br />

konkrit tentang keberadaan Tuhan. Di pihak lain, sains mau<br />

menguji semua hipotesis dan teorinya berdasarkan<br />

“pengalaman”. Agama tidak bisa melakukan hal tersebut<br />

dengan cara yang bisa memuaskan pihak yang netral,<br />

klaim kaum skeptic; karena itu, harus ada suatu<br />

“pertentangan” antara cara-cara pemahaman ilmiah dan<br />

pemahaman keagamaan.<br />

Bagi Haught, baik catatan-catatan sejarah maupun<br />

pertimbanganpertimbangan ilmiah filosofis, keduanya<br />

tampak memperkuat keputusan yang serba kabur itu. Dari<br />

segi sejarah, kita perlu ingat kembali beberapa contoh<br />

yang sudah jelas: penyiksaan oleh gereja terhadap Galileo<br />

pada abad ke-17 dan tersebarnya agama serta teologi<br />

yang anti teori evolusi Darwin pada abad-19 dan 20.<br />

Lambatnya pemikiran keagamaan (teologi) menerima<br />

gagasan-gagasan ilmiah seperti itu, dan fakta bahwa<br />

banyak orang yang beriman kepada Tuhan masih<br />

membenci mereka, memberi kesan bahwa agama tidak<br />

akan pernah bisa akur dengan sains. Oleh karena itu<br />

begitu banyak orang yang beriman kepada Tuhan menolak


temuan-temuan astronomi, fisika, dan biologi, apakah lalu<br />

mengherankan bahwa agama secara inheren memang<br />

memiliki sifat bermusuhan dengan sains, dengan ilmu<br />

pengetahuan?<br />

Haught mencatat masih ada hal yang lebih penting dari<br />

pertimbanganpertimbangan histories ini, yaitu kendalakendala<br />

filosofis (khususnya epistemologis) yang diberikan<br />

oleh agama dan teologis terhadap kaum skeptic ilmiah.<br />

Masalah utama di sini, ialah bahwa pemikiran-pemikiran<br />

keagamaan tampaknya tidak bisa diuji berdasarkan<br />

pengalaman. Rupanya, mereka mau mengecualikan diri<br />

dari ketatnya pengujian oleh publik, padahal sains selalu<br />

menguji pemikiran-pemikiran melalui pengujian terbuka.<br />

Kalau penelitian empiric membuktikan bahwa sebuah<br />

hipotesis ilmiah itu ternyata keliru, sains dengan suka rela<br />

membuangnya dan mencoba mencari cara lain dengan<br />

tetap patuh pada proses pengujian yang sama ketat<br />

Inilah pernyataan Haught, dapatkah anda melakukan hal<br />

yang sama dengan ajaran-ajaran agama? Bukankah<br />

mereka menghindari semua percobaan untuk<br />

membuktikan kebenaran mereka berdasarkan<br />

pengamatan? Bukankah kaum teis, misalnya, terus saja<br />

percaya kepada Tuhan kendati mereka menyaksikan<br />

segala hal ikhwak di dunia ini, termasuk pebderitaan dan<br />

kejahatan? Bukankah Yudaisme misalnya, berkata tentang<br />

Tuhan sebagai berikut ,”Sekalipun Dia Membunuhku, aku<br />

akan tetap percaya kepada-Nya?” Bukankah karena itu<br />

semua interpretasi religius terhadap dunia, pada dasarnya,<br />

tidak terpengaruh oleh pandangan kontradiktif terhadap


agama itu sendiri, sesuatu yang kita sungguh-sungguh<br />

alami?.<br />

Haught mencoba memberi beberapa interpretasi dan<br />

gambarangambaran filosofis perihal pertentangan antara<br />

agama dan sains, dan mencoba memberi peta yang jelas<br />

antara dua kutub itu. Hanya saja menurut Haught dapatkah<br />

agama memperlihatkan keterbukaan yang sebanding?<br />

Kaum skeptic ilmiah (yakni orang-orang yang menolak<br />

agama atas nama sains) menyatakan bahwa agama tidak<br />

mempunyai keneranian yang kuat seperti sains. Hipotesis<br />

Tuhan, misalnya, tampaknya benar-benar melampaui<br />

falsifikasi sehingga tidak bisa diterima di hadapan<br />

pengadilan sains. Dapatkah anda membayangkan suatu<br />

situasi dan pengalaman yang kiranya bisa menuntut anda<br />

menyangkal kebenaran Tuhan? Kalau ternyata tidak bisa,<br />

ide Tuhan itu pasti tidak dapat difalsifikasi dan karena itu<br />

tidak usah dianggap serius.<br />

Pernyataan-pernyataan ini memang terasa ekstrim, tapi<br />

dalam kerangka kerja ilmiah, mempersoalkan hubungan<br />

agama dan ilmu pengetahuan, bukanlah persoalan tabu.<br />

Pernyataan-pernyataan ini berkait erat dengan upaya untuk<br />

mempertegas hubungan sinergis antara keduanya. Jadi<br />

sebenarnya antara agama dan sains memiliki potensi<br />

untuk saling mendukung. Hanya saja perbedaan yang<br />

nyata, sains atau ilmu pengetahuan, tidak mau menerima<br />

begitu saja segala sesuatu sebagai yang benar. Ia harus<br />

diuji secara ilmiah dan penelitian objektif untuk melihat<br />

sebuah kebenaran. Sementara agama, bersandar pada<br />

asumsi-asumsi keyakinan. Agama bertumpu pada


imajinasi liar yang memiliki keterkaitan dengan iman,<br />

sementara sains bertumpu pada fakta yang diamati.<br />

Agama menurut Haught merujuk pada emosi, penuh gairah<br />

dan subjektif, sedangkan sains atau ilmi pengetahuan,<br />

berusaha untuk tidak memihak, tidak terlalu bergairah dan<br />

objektif.<br />

Maksud Haught mungkin, agama merujuk pada emosi,<br />

penuh gairah dan subjektif karena ia berangkat pada<br />

keyakinan atau keimanan kepada Tuhan. Ia haruslah<br />

berdasarkan emosi (ghirah), penuh gairah dalam<br />

melaksanakan ritual keagamaan. Cara-cara ritual tentu<br />

harus penuh gairah, harus ada emosi untuk mendekatkan<br />

diri kepada Sang Khalik. Tanpa emosi dan gairah, ia<br />

hanya menjadi bentuk peribadatan yang hampa tanpa roh.<br />

Emosi dan penuh gairah itu tentu berpijak pada sikapsikap<br />

subjektif. Tanpa sikap subjektif jangan harap,<br />

perilaku keberagamaan seseorang akan menemui puncak<br />

ekstase.<br />

Maka secara pribadi saya tidak sepakat dengan<br />

pikieran Bryan Appleyard, wartawan Inggris, dalam buku<br />

yang controversial, Understanding the Present: Science<br />

and the Soul of Modern Man, bahwa sains atau ilmu<br />

pengetahuan, “secara spiritual bersifat merusak, yaitu<br />

dengan mengikis habis otoritas-otoritas dan tradisi-tradisi<br />

kuno,” akibatnya pengalaman modern pun kehilangan<br />

makna tradisionalnya. Oleh karena itu, sains pun dari<br />

dalamnya sendiri tidak sanggup lagi berdampingan<br />

dengan agama. Sains bukanlah sebuah jalan pengetahuan<br />

yang benar-benar netral; ia merupakan sebuahkekuatan


subversive dan bahkan demonic yang telah membuat<br />

kebudayaan kita kehilangan substansi spiritualnya. Lebih<br />

lanjut, Appleyard mengatakan bahwa adalah tidak mungkin<br />

bagi seseorang untuk serentak bersikap religius dan ilmiah<br />

secara jujur serta tegas.<br />

Pikiran Appleyard terasa kaku dan penuh dengan<br />

sinisme. Padahal di pihak lain banyak ilmuwan dan teolog<br />

tidak menemukan perbedaan antara agama dan sains.<br />

Menurut mereka, masing-masing mempunyai validitasnya<br />

sendiri, meskipun hanya dalam batas ruang lingkup<br />

penyelidikan. Appleyard tidak menyadari bahwa agama,<br />

terutama Islam, memiliki semangat ilmiah tumbuh subur<br />

dan tidak bertentangan dengan semangat keberagamaan.<br />

Osman Bakar, seorang tokoh filosof Malaysia<br />

Kontemporer, melihat kesadaran beragama orang Islam<br />

pada dasarnya adalah kesadaran akan Keesaan Tuhan.<br />

Semangat ilmiah tidak bertentangan dengan kesadaran<br />

religius, karena ia merupakan bagian yang terpadu dengan<br />

Keesaan Tuhan itu.<br />

Dalam setiap upaya untuk menghidupkan tradisi ilmiah<br />

Islam di dunia kontemporer, atau menciptakan sebuah<br />

sains tentang alam semesta yang sekaligus baru dan<br />

tradisional, menurut Osman Bakar, salah satu masalah<br />

pokok yang membutuhkan perhatian khusus dan peru<br />

ditangani dan dipecahkan secara menyeluruh adalah<br />

masalah metodologi. Osman Bakar merasa masalah ini<br />

penting bagi kita karena, pada kenyataannya, terdapat<br />

perbedaan-perbedaan fundamental antara konsepsi<br />

metodologi sains dalam Islam, atau dalam semua


peradaban tradisional lainnya, misalnya peradaban China<br />

atau India, dengan konsepsi metodologi dalam sains<br />

modern.<br />

Berbicara tentang metodologi dalam benak Osman<br />

Bakar, berarti bicara tentang cara-cara atau metodemetode<br />

yang dengannya manusia dapat memperoleh<br />

pengetahuan tentang Realitas, baik dalam segi maupun<br />

keseluruhan aspeknya. Oleh karena itu, bicara tentang<br />

metodologi pertamatama, adalah berbicara tentang<br />

manusia yang merupakan kutub subjektif pengetahuan,<br />

maksudnya, subjek yang mengetahui.<br />

Kutub ini terdiri atas semua fakultas dan kakuatan untuk<br />

mengetahui yang ada pada manusia, yang pada dasarnya<br />

bersifat hirarkis. Dengan kata lain, manusia memiliki<br />

berbagai tingkat kesadran. Selanjutnya berbicara tentang<br />

metodologi berarti berbicara tentang alam semesta, yang<br />

merupakan kutub objektif pengetahuan, maksudnya, objek<br />

yang diketahui, dan yang juga bersifat hirarkis. Dengan<br />

kata lain, alam semesta memiliki berbagai tingkat wujud<br />

atau eksistensi. Metodologo pengetahuan (al-‘ilm) Islam,<br />

tepatnya berkaitan dengan hubungan esensial antara<br />

hirarki fakultas pengetahuan manusia dan hirarki alam<br />

semesta, dan dengan prinsip-prinsip yang mengatur<br />

hubungan itu.<br />

Dalam sejarah intelektual Islam, kita mewarisi sejumlah<br />

besar literature yang membahas persoalan metodologi<br />

pengetahuan. Semua mazhab intelektual yang berbedabeda<br />

dalam Islam, seperti mazhab-mazhab dalam ilmu<br />

kalam, mazhab-mazhab dalam filsafat Islam:


masysya’iyyah (paripatetik), isyraqiyyah (iluminasionis) dan<br />

al-hikmah al muta’aliyah (teori transenden), dan juga<br />

mazhab-mazhab dalam ma’rifah (gnosis), yang sering<br />

dikaitkan denganpara sufi, telah menyentuh persoalan yang<br />

sama, tapi dari perspektif yang berbeda, dengan titik-titik<br />

penekanan yang berbeda dan berakhir pada pandangan,<br />

serta dengan derajat kehebatan intelektual, kecanggihan,<br />

dan keajegan yang berbeda pula. Secara detail Sayyed<br />

Hossein Nasr mengungkapkan persoalan ini dengan cukup<br />

bagus.<br />

Dari Paparan dia di atas, Osman mau menegaskan,<br />

bahwa terdapat hubungan konseptual yang dalam antara<br />

dimensi batiniah Islam, kedalam dan keluasan pemikiran<br />

ilmiah orang Islam, dan ilmu pengetahuan alam yang<br />

disemaikan dalam peradaban Islam. Upaya untuk<br />

menghidupkan kembali sains Islam di dunia modern<br />

menghendaki agar kita sekali lagi, mencurahkan perhatian<br />

yang besar pada keterkaitan yang erat itu.<br />

Kultur Pendidikan<br />

Hubungan konseptual antara dimensi batiniah Islam,<br />

kedalaman dan keluasan pemikiran ilmiah orang Islam,<br />

seperti yang dipaparkan Osman Bakar, sejatinya adalah<br />

menghidupkan pendidikan dalam kutub kehidupan<br />

masyarakat. Kultur pendidikan bisa saja berkembang<br />

pesat jika didukung oleh berbagi komponen yang ada di<br />

masyarakat. Komponen-komponen tersebut akan menjadi<br />

kekuatan utuh bagi terciptanya kultur pendidikan. Apalagi<br />

di Kota Tangerang, dimana program pembangunan 217<br />

sarana dan prasarana fasilitas pendidikan sedang


diakses, keterlibatan aktif dari berbagai komponen,<br />

pembangunan 217 sarana dan prasarana fasilitas<br />

pendidikan kurang afdhol.<br />

Tentu saja, dukungan dari berbagai komponen itu,<br />

sebagai bentuk perwujudan partisipasi publikdalam<br />

menciptakan dan menumbuhkan kultur pendidikan di Kota<br />

Tangerang. Perlunya dukungan dari semua pihak karena<br />

pembangunan sarana dan prasarana fasilitas pendidikan<br />

di Kota Tangerang, akan memiliki pengaruh bagi<br />

keberlangsungan kehidupan generasi mendatang. Kaum<br />

terpelajar atau kaum inteligensia dalam sejarah<br />

kebangkitan bangsa Indonesia, selalu memberi andil yang<br />

tidak kalah besar dengan komponen masyarakat lain.<br />

Bahkan bisa dikatakan setiap lajur sejarah bangsa, kaum<br />

terpelajar atau kaun intelegensia, memiliki andil luar biasa.<br />

Dalam lajur sejarah modern pergerakan politik,<br />

ekonomi, social dan budaya nasional mencatat peran<br />

kaum terpelajar dalam dinamika pergulatan masyarakat,<br />

amat menonjol. Pergulatan yang sangat menonjol itu terlihat<br />

sejak menjelang akhir abad ke-19 dengan munculnya<br />

sejumlah kalangan terpelajar yang melakukan kritis<br />

terhadap pemerintah colonial. Kaum terpelajar yang kritis<br />

ini secara tidak langsung membangkitkan semangat untuk<br />

melakukan perlawanan terhadap kaum penjajah.<br />

Fenomena yang cukup menarik, disamping aktif langsung<br />

di jalur politik, kaum terpelajar yang sangat kritis di masa<br />

Boedi Oetomo, banyak juga yang aktif sebagai wartawan<br />

atau kolomnis. Nama-nama seperti Abdul Rivai (1871-<br />

1933), Dr.Danudirdja Setiabudi atau EFE Douwes Dekker


(1879-1950), juga Djokomono alias RM Tirtohadisoerjo<br />

(1875-1918).<br />

Di satu sisi ada sebagian kaum terpelajar yang<br />

bergerak dan memilih jalur organisasi sebagai senjata<br />

mereka untuk melakukan perlawanan terhadap kekuasaan<br />

colonial. Sebutlah Boedi Oetomo (1908), yang bercorak<br />

kedaerahan, Sarekat Dagang Islam (1911), yang<br />

kemudian berubah menjadi Sarekat Islam, Indische Partij<br />

(1912), Indonesia Verenieging atau Perhimpunan<br />

Indonesia, dan kemudian menyusul jong-jong kedaerahan<br />

atau keagamaan. Sejarah ini, secara tidak langsung<br />

memberi agmbaran bahwa peran kaum terpelajar memiliki<br />

peranan yang sangat dominant dalam konstelasi politik<br />

Indonesia.<br />

Dalam konteks inilah, saya teringat ketika Mohamad<br />

Hatta, proklamator kita, berbicara pada tahun 1957 di<br />

Universitas Indonesia. Ketika itu Bung Hatta sudah mantan<br />

Wakil Presiden RI, menyodorkan istilah “inteligensia” ke<br />

dalam percaturan pemikiran intelektual Indonesia. Sambil<br />

memperlihatkan kedudukan dan peranan kaum inteligensia<br />

yang istimewa dalam masyarakat Indonesia, ia juga<br />

mengingatkan bahwa kedudukan dan peranannya yang<br />

penting dan dihargai itu justru mengimplikasikan tanggung<br />

jawabnya. Bung Hatta kemudian memaparkan lebih jauh<br />

perihal kaum inteligensia sebagai berikut:<br />

Dalam segala hal ini, kaum inteligensia tidak bisa<br />

bersikap pasif, menyerahkan segala-galanya kepada<br />

mereka yang kebetulan menduduki jabatan yang<br />

memimpin dalam Negara dan masyarakat. Kaum


inteligensia adalah bagian dari rakyat, warganegara yang<br />

sama-sama mempunyai hak dan kewajiban. Dalam<br />

Indonesia yang berdemokrasi, ia ikut serta<br />

bertanggungjawab tentang perbaikan nasib bangsa. Dan<br />

sebagai warganegara yang terpelajar, yang tahu<br />

menimbang buruk dan baik, yang tahu menguji benar atau<br />

salah dengan pendapat yang beralasan, tanggung<br />

jawabnya seperti saya katakana tadi adalah intelektuil dan<br />

moril. Intelektuil karena mereka dianggap golongan yang<br />

mengetahui; moril karena masalah ini mengenai<br />

keselamatan masyarakat, sekarang dan kemudian.<br />

Pikiran Hatta dalam banyak hal, ingin menjelaskan<br />

bahwa kaum inteligensia dengan sendirinya memikul<br />

tanggungjawab yang lebih besar ketimbang golongan<br />

masyarakat manapun. Karena kaum inteligensia atau<br />

kaum terpelajar adalah kaum yang mengetahui banyak hal<br />

yang terjadi di masyarakat. Untuk itu, sangat wajar jika<br />

sejak dini, komponen-komponen yang menunjang agar<br />

generasi sekarang memiliki sarana dan prasarana fasilitas<br />

yang bagus dan memadai dalam proses belajar mengajar,<br />

sangat masuk akal.<br />

Seperti diketahui bersama, generasi yang sekarang<br />

sedang mengenyam pendidikan, adalah pilar yang<br />

menentukan untuk pertumbuhan dan perkembangan<br />

kehidupan politik di masa datang. Untuk itu tidak ada<br />

alasan untuk menolak bahwa kehidupan generasi masa<br />

datang harus lebih baik dari masa kini. Bung Hatta benar<br />

bahwa kaum terpelajar memikul tanggung jawab yang<br />

besar, maka sangat wajar jika dari kalangan terdidik ini


harus diberi prioritas dalam proses belajar mengajar. Dari<br />

persoalan ini, khususnya pembangunan sarana dan<br />

prasarana fasilitas pendidikan, barangkali bisa diajukan<br />

berbagai pertanyaan, agar kita semua mendapat titik<br />

terang dalam melihat dan memandang kebijakan<br />

pembangunan serempak ini :<br />

1. Dapatkah kita menerima pembangunan serempak<br />

sarana dan prasarana fasilitas pendidikan dengan<br />

pertimbangan untuk kehidupan generasi masa datang?<br />

2. Dapatkah berbagai komponen masyarakat mampu<br />

menjadi pendukung utama dengan mengabaikan berbagai<br />

perbadaan pandangan tentang pembangunan serempak<br />

ini?<br />

3. Tanpa mengabaikan perbadaan pandangan,<br />

dapatkah kita menerima eksistensi sarana dan prasarana<br />

fasilitas pendidikan sebagai akselerasi pendidikan<br />

generasi masa depan, agar tangguh, berwibawa, dan<br />

memiliki kemampuan tidak hanya pada daya nalar juga<br />

skill individu yang kualitasnya di atas rata-rata?<br />

4. Dengan asumsi pendidikan untuk generasi masa<br />

datang yang lebih baik, bisakah kita menerapkan<br />

pengertian di dalam diri kita, bahwa untuk terciptanya<br />

masyarakat sipil (civil society) harus dibentuk dan<br />

dibangun generasi atau masyarakat berpendidikan, civil<br />

education, yang lebih baik dan berkopetisi.?<br />

5. Apabila kita mampu bersepakat untuk membangun<br />

generasi yang lebih baik, bisakah kita menyisihkan waktu<br />

untuk menjenguk dan memeriksa kembali sarana dan<br />

prasarana fasilitas pendidikan yang ada di Kota


Tangerang? Bukankah cara seperti ini akan memudahkan<br />

cara pandang dan cara kerja kita dalam merespon<br />

perkembangan dan pertumbuhan pendidikan di Kota<br />

Tagerang?<br />

6. Dengan melakukan berbagi pertanyaan di atas,<br />

kemungkinan besar berbagai persoalan perihal sarana<br />

dan prasarana fasilitas pendidikan di Kota Tangerang bisa<br />

diakses dengan baik. Tapi sudahkah kita semua<br />

mempersiapkan disr?<br />

Inilah beberapa pertanyaan yang layak untuk kita beri<br />

jawaban, agar pembangunan sarana dan prasarana<br />

fasilitas pendidikan di Kota Tangerang, bisa berjalan<br />

lancer. Dan kelancaran pembangunan serempak itu, mau<br />

tak mau, harus melibatkan partisipasi waga dengan<br />

berbagai keahlian yang ada dalam diri warga itu sendiri.<br />

Perlibatan warga dalam proses pembangunan dan<br />

rehabilitasi sekolah ini, sebagai bentuk kerja sama antara<br />

unsur-unsur yang ada di masyarakat dengan aparatur<br />

Negara. Realitas-realitas di lapangan yang saya ketahui<br />

berdasarkan laporan dan kemudian saya melihat secara<br />

berkali-kali di lapangan, sangat memprihatinkan dan cukup<br />

mengejutkan. Duania pendidikan ternyata tidak menjadi<br />

perhatian banyak orang, ketika orang punya komitmen<br />

membangun sumber daya manusia, tetapi sector<br />

pendidikan berada dalam titik nadir.<br />

Di lapangan saya temukan sekolah-sekolah dilapangan<br />

berada dalam keadaan miring, retak dan rawan banjir,<br />

lantainya berdebu dan becek, bangkunya berhimpitan di<br />

dalam satu kelas, harusnya untuk 40 anak, ternyata sampai


50 anak. Tak ada kelas ideal.<br />

Ini adalah salah satu alasan membangun pembangunan<br />

sekolah serempak. Di satu pihak saya punya komitmen<br />

untuk memajukan dunia pendidikan, dan dilain pihak, saya<br />

melihat kenyataan-kenyataan di lapangan yang sangat<br />

mengagetkan dan mengejutkan. Dan saya piker perlu ada<br />

upaya rehabilitasi di dunia pendidikan.<br />

Di sisi lain, saya memang cocern terhadap sumber<br />

daya manusia, bagaimana Kota Tangerang bisa<br />

berkompetitif di era global, jika dunia pendidikan tertinggal.<br />

Hal lain, saya punya obsesi sejak kecil untuk membangun<br />

sarana pendidikan yang bagus, bagus fisik dan bagus<br />

kualitasnya. Ini tentu untuk merombak pencitraan awal,<br />

yang selama ini berkembang di ranah public, bahwa<br />

Tangerang identik dengan kota industri, kota pabrik. Tapi<br />

sayangnya realias ini tidak diimbangi dengang sumber<br />

daya manusia.<br />

Ketika pabrik datang di Kota Tangerang, sumber daya<br />

manusia tidak siap, dan kondisi ini mempercepat<br />

keterpurukan dari sumber daya manusia yang berkualitas.<br />

Situasi ini mendorong saya untuk mempercepat proses<br />

pembangunan pendidikan di Kota Tangerang. Inilah yang<br />

mendorong saya untuk membangun Kota Tangerang<br />

dengan memegang teguh komitmen pendidikan.<br />

Kenyataan-kenyataan di lapangan, sarana bangunan<br />

sekolah yang rusak, perpustakaan yang kacau balau dan<br />

laboratorium yang tidak memadai, mendesak saya untuk<br />

dengan segera membangun pendidikan di Kota<br />

Tangerang.


Tentu saja, pembangunan sarana dan prasarana fisik<br />

ini harus ditunjang dengan kompetensi para guru, termasuk<br />

dana insentif dan lain sebagainya. Jadi ini memang<br />

komitmen kebijakan politik dan kemauan dari pemerintah<br />

Kota ini, diarahkan kea rah pendidikan. Karena selama ini<br />

pencitraan Kota Tangerang adalah kota anak nakal, kota<br />

penjara, kota kusta, pabrik. Dari sinilah saya ingin<br />

membangun Kota tangerang dengan kultur pendidikan,<br />

satu kultur yang mencoba meratifikasi berbagai persoalan<br />

dengan nilai-nilai pendidikan di segala bidang.<br />

Seperti diketahui bersama, Kota Tangerang adalah<br />

kota yang penduduknya dipenuhi semangat<br />

egalitarianisme, terbuka, masyarakat yang menghargai<br />

orang lain, santun dan dalam sejarah politik, Tangerang<br />

tangerang tidak pernah berada dalam cengkeraman<br />

kekuasaan colonial dan raja-raja. Masyarakat Tangerang<br />

adalah masyarakat yang merdeka. Pada masyarakat<br />

merdeka, masyarakat yang bebas, memang kultur atau<br />

kesenian tradisional tidak menonjol dan gampang<br />

menerima nilai-nilai dari luar, sepanjang nilai itu tidak<br />

menurunkan prestise, harga diri masyarakat Tangerang.<br />

Dan Kultur kesenian yang ada selama ini datang dari suku<br />

bangsa-bangsa, seperti China.<br />

Jika kita sepakat, bahwa aktualisai nilai-nilai<br />

pertumbuhan dan perkembangan masyarakat banyak<br />

dipengaruhi oleh kultur pendidikan masyarakatnya, kenapa<br />

kita ragu menaruh investasi dalam dunia pendidikan dalam<br />

berbagai bentuk. Investasi yang sangat berguna adalah<br />

peran aktif masyarakat dan kontrbusi pemikiran ini, tak


isa dipungkiri memiliki peran yang sangat besar untuk<br />

mensukseskan pembangunan Kota Tangerang yang<br />

memiliki kultur pendidikan.<br />

Kultur pendidikan di Kota Tangerang ini akan tercipta<br />

jika semua pihak mau melibatkan diri secara total tanpa<br />

melihat golongan, asal usul partai, kaya miskin, dan<br />

jabatan. Perlibatan total ini dibutuhkan untuk mensuport<br />

keberlangsungan pendidikan di Kota Tangerang, agar bisa<br />

berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.<br />

Untuk itu, pembangunan serempak ini, mau tak mau,<br />

harus bisa dijadikan tonggak untuk menjadikan Kota<br />

Tangerang sebagai kota yang memiliki kepedulian lebih<br />

terhadap sector pendidikan. Pembangunan serempak ini<br />

juga bisa dijadikan pencitraan tentang Kota Tangerang<br />

sebagai kota yang memiliki kultur pendidikan. Kultur<br />

pendidikan memang harus diciptakan dan<br />

ditumbuhkembangkan, agar semua pihak merasa menjadi<br />

bagian dari ikon pendidikan itu sendiri.<br />

Anjuran perlunya menciptakan pendidikan sebagai<br />

sarana melakukan eksplorasi pengetahuan dan<br />

meningkatkan kualitas manusia, secara tidak langsung,<br />

adalah anjuran untuk menjadi manusia yang memiliki<br />

kualitas yang bagus, yang mampu menjadi tauladan dan<br />

panduan bagi manusia yang lain. Al-Quran sendiri secara<br />

tegas memberi panduan tentang perlunya membangun<br />

peradaban manusia, agar memiliki integritas diri dan<br />

menjadikan yang terbaik dalam lajur kehidupan duniawi.<br />

Kamu adalah bangsa (ummah) yang terbaik dari<br />

seluruh manusia; mengajak kepada apa-apa yang baik,


mencegah kemungkaran, dan beriman pada Allah (QS, 3<br />

ayat 110)<br />

Ayat di atas adalah panduan bagi kita, agar sebagai<br />

umat memiliki pegangan dalam melaksanakan aktivitas<br />

sehari-hari, dan mampu menciptakan peradaban yang<br />

tinggi dan besar, yang dilandasi nilai-nilai spiritual serta<br />

nilai-nilai moral, yang bisa menjadi penentu kualitas hidup<br />

manusia. Ayat di atas juga memberi isyarat bahwa kita<br />

harus jadi “ kelompok teladan” di antara kelompokkelompok<br />

manusia. Ini artinya, berlomba-lomba merengkuh<br />

ilmu pengetahuan adalah perlu dan harus dikerjakan oleh<br />

kita.


Daftar Pustaka<br />

Albrow, Marin, Bureaucracy — terj.M Rusli Karim &<br />

Totok Daryanto, Birokrasi, (Yogyakarta; Tiara<br />

Wacana,1989)<br />

Andreski,Stanislav,Max Weber on Capitalism,Bureaucracy<br />

and Religion — terj.Hartono,Max Weber:<br />

Kapitalisme,Birokrasi dan agama, (Yogyakarta: Tiara<br />

Wacana, 1996)<br />

Billah, M.m.,”Good Governance and Control Social”,<br />

Majalah Prisma, 1996<br />

Budiman, Arief, Teori Negara: Negara, kekuasaan, dan<br />

ideology, (Jakarta: Gramedia, 1996),<br />

-----, Teori Pembangunan Dunia ketiga, (Jakarta:<br />

Gramedia, 1995)<br />

Cernea, Michael M. (ed), Mengutamakan Manusia dalam<br />

Pembangunan --- terj. Basilius bengo Tuku, (Jakarta: UI-<br />

Press,1988)<br />

Effendi, Sofian, “Pelayanan Publik, Pemerataan, dan<br />

Administrasi Negara” Majalah Prisma, 1996<br />

Fakih, Mansour, Masyarakat Sipil untuk Tranformasi<br />

Sosial,(Yogyakarta: Pustaka pelajar, 1996)<br />

-----, Sesat Piker Teori Pembangunan dan globalisasi,<br />

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar dan Insist Press, 2001)<br />

Habermas, Jurgen, Legitimation Crisis, (London: Beacon<br />

Press,1973)<br />

-------, The Theory of Communicative Action,(London:<br />

Beacon Press, jilid II: 1987)


Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah, (Yogyakarta: Tiara<br />

Wacana, 1994)<br />

Madjid, Nurcholish, Tradisi Islam, Peran dan fungsinya<br />

dalam pembangunan di Indonesia, (Jakarta: Paramadina,<br />

1997)<br />

Nogroho, Iwan, “Modal Sosial dan PembangunanKota”,<br />

Majalah Prisma, 1997<br />

Abdurrahman, Moeslim, “Islam Transformatif”, (Jakarta:<br />

Pustaka Firdaus, 1995)<br />

Freire, Paulo,”Pendidikan sebagai praktik<br />

pembebasan”….(Jakarta: Gramedia, 1984)<br />

Soejadmoko, Dimensi manusia dalam pembangunan,<br />

(Jakarta: LP3ES, 1986)<br />

------,Etika pembebasan, (Jakarta: LP3ES, 1996)<br />

------,Pembangunan dan kebabasan, (Jakarta:<br />

LP3ES,1984)<br />

------,Kebudayaan Sosialis, (Jakarta: Melibas, 2001)


ZIARAH BUDAYA KOTA<br />

TANGERANG<br />

MENUJU MASYARAKAT BERPERADABAN<br />

AKHLAKUL KARIMAH<br />

Oleh: Wahidin Halim<br />

Wali Kota Tangerang<br />

BAB DUA<br />

Asal Usul Budaya Lokal<br />

Gambang Kromong<br />

Peh Chun<br />

Tari Cokek<br />

Tamu Terhormat


Dinamis dan Erotis<br />

Isi Buku<br />

Tentang Penulis<br />

Isi Buku<br />

BAB SATU<br />

Jejak Sejarah Tangerang<br />

Asal Usul China Benteng<br />

Kampung Teluk Naga<br />

China Benteng<br />

Tragedi China Benteng<br />

Bangunan Bersejarah<br />

Bendungan Pintu Sepuluh<br />

Jaringan Drainase<br />

Kelenteng Boen San Bio<br />

Asal Mula Kata Kelenteng<br />

Situs Bersejarah<br />

Kelenteng Boen Tek Bio<br />

Rumah Tua Kapitan Tionghoa<br />

Tradisi Perkawinan Chiou Thaou


Makan 12 Mankuk<br />

Taburan Beras Kuning<br />

Musik Tanjidor<br />

BAB TIGA<br />

Jatidiri Masyarakat Kota Tangerang<br />

Kota Tangerang Berubah<br />

Kota Seribu Pabrik<br />

Peluang Investasi<br />

Pengembangan Industri<br />

Mewujudkan Visi<br />

Menjalankan Misi<br />

A. Pemulihan Ekonomi<br />

B. Peningkatan Pelayanan Pendidikan, Kesehatan dan<br />

Kesejahteraan<br />

Sosial<br />

Potensi Urban Heritage Tourism<br />

Perda Cagar Budaya<br />

Landmark Kota<br />

BAB EMPAT<br />

Pembangunan Peradaban<br />

Daftar Pustaka BAB SATU<br />

Jejak Sejarah Tangerang<br />

AWAL mula berdirinya bebrapa kerajaan dan kota


esar di bumi ini umumnya diliputi mitos. Kekosongan data<br />

sejarah diisi dengan cerita legendaries. Demikian halnya<br />

dengan Roma, yang katanya didirikan oleh Romulus dan<br />

Romus, kakak beradik yang dibesarkan oleh seekor<br />

srigala. Demikian juga juga diceritakan tentang negeri<br />

Matahari Terbit yang dikaitkan keturunan dewi matahari,<br />

yang sampai kini menghiasi bendera kebangsaan Jepang.<br />

Tetapi tidak jika kita berbicara sejarah Tangerang,<br />

yang tidak bisa dilepaskan dari empat hal utama yang<br />

saling terkait. Keempat hal itu adalah peranan Sungai<br />

Cisadane; lokasi Tangerang di tapal batas antara Banten<br />

dan Jakarta; status bagian terbesar daerah Tangerang<br />

sebagai tanah partikelir dalam jangka waktu lama; dan<br />

bertemunya beberapa etnis dan budaya dalam masyarakat<br />

Tangerang.<br />

Sungai Cisadane membujur dari selatan didaerah<br />

pegunungan ke utara di daerah pesisir. Sungai ini amat<br />

berperan penting dalam kehidupan masyarakat di<br />

sepanjang daerah aliran sungai (DAS) hingga dewasa ini.<br />

Yang berubah hanyalah jenis peranannya. Sejak zaman<br />

kerajaan Tarumanegara (abad ke-15) hinggga awal zaman<br />

Hindia Belanda (awal abad ke-19), sungai ini berperan<br />

sebagai sarana lalu lintas air yang menghubungkan daerah<br />

pedalaman dengan daerah pesisir.<br />

Disamping itu, sungai Cisadane juga menjadi sumber<br />

penghidupan manusia yang bermukim di sepanjang DAS<br />

ini. Antara lain untuk mengairi areal persawahan dan<br />

perikanan di daerah dataran rendah bagian utara<br />

Tangerang.


Dengan peran yang pertama itu, hasil bumi dari daerah<br />

pedalaman (lada, beras, kayu, dan lain-lain) dapat<br />

dipasarkan ke daerah pesisir dan luar daerah Tangerang.<br />

Sebaliknya, keperluan hidup penduduk pedalaman seperti<br />

garam, kain, gerabah, dan lain-lain, dapat didatangkan<br />

daerah pesisir dan luar daerah Tangerang. Sementara,<br />

peranan kedua dapat meningkakan produksi pertanian,<br />

terutama produksi beras, selain untuk mencegah bahaya<br />

banjir.<br />

Sejatinya, pada awal abad ke-16, zaman kerajaan<br />

Sunda, Tangerang tampil sebagai kota pelabuahn<br />

bersama-sama Banten dan Sunda Calapa sebagaimana<br />

tertulis dalam Summa Oriental karangan Tome Pires,<br />

orang Portugis yang memuat laporan kunjungan dari 1512-<br />

1515. Dokumen tersebut menurut A. Heuken SJ, ahli<br />

sejarah Jakarta, adalah dokumen tertua yang menyebut<br />

nama ini. Sunda Calapa atau Chia liu-pa (menurut Ma<br />

Huan, muslim China yang menulis laporan pelayaran<br />

armada Laksamana Zeng-Ho, yang kapal-kapalnya<br />

mengunjungi Pantai Ancol pada awal abad ke XV) adlah<br />

nama pelabuhan tertua di Jakarta.<br />

Yang berbeda diantara ketiga pelabuhan di Tangerang,<br />

Banten dan Jakarta itu hanyalah tingkatan kualitas dan<br />

kuantitas kegiatannya. (sunda) Calapa menjadi pelabuhan<br />

paling sibuk ketika itu lantaran lokasinya paling dekat dan<br />

dapat berhubungan langsung melalui jlan darat dan jalan air<br />

(Sungai Ciliwung) dengan Pakuan Pajajaran yang menjadi<br />

ibu kota kerajaan Sunda. Selain itu, (Sunda) Calapa


menjadi pusat kota pelabuhan Kerajaan Sunda.<br />

Dibawahnya adalah kota pelabuhan Banten yang<br />

merupakan kota pelabuhan paling barat Pulau Jawa.<br />

Posisi Banten juga sangat strategis, setelah Malaka<br />

diduduki oleh Portugis pada 1511 lantaran Selat Sunda<br />

dan pesisir barat Sumatera menjadi jalur utama<br />

perdagangan.<br />

Sedangkan Pelabuhan Tangerang termasuk pelabuhan<br />

yang sepi hingga menempati peringkat paling bawah<br />

kesibukannya, karena lokasinya berada diantara dan<br />

berdekatan dengan Banten dan (Sunda) Calapa. Lokasi<br />

ketiga kota pelabuhan berada disekitar muara sungai,<br />

yaitu Sungai Cibanten bagi kota pelabuhan Banten, Sungai<br />

Cisadane bagi kota pelabuhan Tangerang, dan Sungai<br />

Ciliwung bagi kota pelabuhan Calapa.<br />

Selanjutnya, sejak pertengahan abad ke-16 Banten dan<br />

Calapa (berubah menjadi Jayakarta sejak berada di<br />

bawah kuasa Islam pada 1527) mengembangkan diri<br />

menjadi pusat kegiatan pemerintahan dan perdagangan.<br />

Didukung oleh Cirebon dan Demak, Banten meningkat<br />

pesat sebagai pusat penyebaran agama Islam,<br />

pemerintahan, dan perniagaan laut (maritim) di Tatar<br />

Sunda bagian barat dan Sumatera bagian selatan. Puncak<br />

keemasan Kesultanan Banten berlangsung sekira<br />

pertengahan abad ke-17, pada masa pemerintahan Sultan<br />

Abulmafakir Mahmud Abdulkhadir (1596-1651) dan Sultan<br />

Ageng Tirtayasa (1651-1684).<br />

Sedangkan, Jayakarta yang semula berperan sebagai<br />

penutup hubungan Pakuan Pajajaran ke dunia luar dan


merupakan bagian dari wilayah Kesultanan Banten, setelah<br />

jatuh ke dalam kekuasaan kompeni Belanda pada 1619<br />

dan namanya diganti dengan Batavia, berhasil<br />

mengembangkan diri. Mula-mula Batavia berperan<br />

sebagai pusat kedudukan dan pusat perdagangan<br />

Kompeni (VOC) di Nusantara, kemudian sejak tahun 1800<br />

menjadi pusat pemerintahan dan perdagangan<br />

internasional pemerintah kolonial Hindia Belanda.<br />

Semenjak dasawarsa kedua 1600-an antara Banten<br />

dan Batavia berlangsung persaingan perdagangan yang<br />

keras. Di satu pihak, Kompeni Belanda mendesakkan<br />

keinginan untuk melakukan monopoli perdagangan<br />

diwilayah Kesultanan Banten. Namun di pihak lain, Sultan<br />

Banten sendiri mempertahankan sistem perdagangan<br />

bebas dan kedaulatan Negara. Saking kerasnya<br />

persaingan itu, alhasil berkembang menjadi konflik politik<br />

dan akhirnya knflik senjata. Mula-mula pada 1652,<br />

berbentuk konflik senjata secara tertutup, namun kemudian<br />

pad 1659 berbentuk perang terbuka.<br />

Dalam suasana konflik itulah, kawasan Tangerang<br />

menjadi daerah pertahanan sekaligus medan pertempuran<br />

serta rebutan antara Banten dan Batavia. Dalam<br />

perkembangan berikutnya, pihak Banten membangun<br />

benteng pertahanan di sebelah barat Sungai Cisadane<br />

dan pihak kompeni Belanda membangun benteng<br />

pertahanan di sebelah timur Sungai Cisadane. Itulah<br />

sebabnya, dulu daerah ini dikenal dengan nama Benteng,<br />

baru muncul nama Tangerang.<br />

Dengan mengerahkan serdadu Kompeni secara besar-


esaran, terutama serdadu sewaan yang berasal dari<br />

kalangan orang Nusantara sendiri, dan taktik adu-domba<br />

(devide et impera), secara bertahap wilayah Kesultanan<br />

Banten jatuh ketangan kekuasaan Kompeni Belanda. Mulamula<br />

pada 1569, daerah sebelah timur Sungai Cisadane<br />

jatuh ke tangan Kompeni, kemudian tanah di sepanjang<br />

Sungai Cisadane sejak dari daerah hulu sampai ke muara<br />

dan daerah sebelah selatan Sungai Cisadane sampai ke<br />

Laut Kidul (Samudra Hindia) ditetapkan masuk ke wilayah<br />

Batavia (1684).<br />

Akhirnya pada 1809, Kesultanan Banten dihapuskan<br />

serta seluruh wilayahnya dimasukkan ke wilayah<br />

pemerintahan Hindia Belanda. Sejak saat itu, berakhirlah<br />

kedudukan Tangerang sebagai daeah tapal batas antara<br />

Banten dan Jakarta, karena seluruhnya berada dibawah<br />

kuasa pemerintah Kolonial Hindia Belanda.<br />

Perubahan pemegang kekuasaan atas daerah<br />

Tangerang memberikan jalan bagi perubahan status<br />

daerah itu. Semula berstatus sebagai daerah rebutan<br />

antara Banten dan Batavia, Tangerang kemudian menjadi<br />

daerah partikelir di bawah Batavia. Sepetak demi sepetak<br />

tanah di Tangerang dikuasai oleh pihak partikelir secara<br />

perseorangan dan perusahaan.<br />

Muncullah sejumlah tuan tanah di daerah ini yang<br />

umumnya terdiri dari orang Belanda dan orang China.<br />

Disamping menguasai tanah garapan dan lingkungannya,<br />

mereka juga mneguasai penduduk yang bermukim di lahan<br />

itu. Penduduk setempat berkewajiban menggarap tanah<br />

milik tuan tanah dengan upah kecil, padahal mereka pun


harus membayar berbagai pajak dan pungutan lainnya.<br />

Karena itu, terdapat perbedaan yang sangat mencolok<br />

antara tingkat kesejahteraan tuan tanah dan tingkat<br />

kesejahteraan penduduk pribumi. Selain itu, tuan tanah<br />

lebih berkuasa daripada pejabat pemerintahan pribumi.<br />

Tuan tanah dilindungi dan dibantu oleh sejumlah mandor<br />

yang bertindak sebagai jawara dan berstatus sebagai<br />

pegawai tuan tanah. Keberadaan dan fungsi jawara dalam<br />

masyarakat Tangerang masa itu menjadi gejala umum dan<br />

ciri khas lingkungan tanah partikelir. Situasi dan kondisi<br />

demikian membentuk struktur dan karakter masyarakat<br />

tersendiri dilingkungan tanah partikelir.<br />

Pendidikan sekolah hampir tak tersentu oleh bagian<br />

terbesar penduduk pribumi. Mereka mengutamakan<br />

pendidikan informal dari guru agama Islam secara<br />

individual, atau pesantren-pesantren secara kelembagaan.<br />

Peran dan kedudukan orang keturunan China dan jawara<br />

dalam masyarakat Tangerang demikian berpengaruh<br />

besar terhadap suasana dan peristiwa selama revolusi<br />

kemerdekaan pada tahun 1945-1949.<br />

Pada masa itu orang-orang keturunan China di daerah<br />

ini pernah menjadi sasaran amuk rakyat sebagai tindak<br />

balas dendam, dan amarah terhadap mereka karena<br />

dicurigai membantu pihak kolonial. Pernah pula dibentuk<br />

pemerintahan mandiri oleh kalangan jawara yang berjiwa<br />

merah dan bersikap kiri. Pemerintahan ini tak mengakui<br />

Republik Indonesia. Mereka mendirikan negara di dalam<br />

negara.<br />

Pada mulanya, penduduk Tangerang boleh dibilang


hanya beretnis dan berbudaya Sunda. Mereka terdiri atas<br />

penduduk asli setempat, serta pendatang dari Banter.,<br />

Bogor dan Priangan. Kemudian sejak 1526, datang<br />

penduduk baru dari wilayah pesisir Kesultanan Demak dan<br />

Cirebon yang beretnis dan berbudaya Jawa, seiring<br />

dengan proses Islamisasi dan perluasan wilayah<br />

kekuasaan kedua kesultanan itu. Mereka menempati<br />

daerah pesisir Tangerang sebelah barat.<br />

Keragaman etnis penduduk Batavia sebagai dampak<br />

kebijakan Kompeni Belanda di bidang kependudukan di<br />

Kota Batavia melahirkan ragam etnis dan budaya Melayu<br />

Betawi. Dinamakan demikian, karena mereka berbicara<br />

dalam bahasa Melayu sebagai alat komunikasi sosialnya<br />

dan bertempat tinggal di daerah Betawi, sebutan orang<br />

pribumi bagi Kota Batavia. Penduduk etnis dan budaya<br />

Betawi ini menyebar ke daerah sekeliling Kota Betawi,<br />

termasuk daerah Tangerang. Mereka menempati daerah<br />

pesisir sebelah timur dan daerah pedalaman timur<br />

Tangerang.<br />

Kebijakan Kompeni tersebut melahirkan pula keturunan<br />

orang China dalam jumlah banyak di Kota Batavia yang<br />

menyebar ke daerah Tangerang, sebagai dampak dari<br />

pemberontakan orang-orang China di Kota Batavia pada<br />

1740 dan lahirnya status tanah partikelir. Keturunan orang<br />

China ini tersebar di daerah tanah partikelir, terutama di<br />

daerah pesisir Tangerang sebelah timur.<br />

Selanjutnya, kebudayaan mereka berasimilasi dengan<br />

kebudayaan Melayu Betawi. Dari pertemuan itu lahirlah<br />

jenis-jenis budaya yang bercirikan Melayu Betawi dan


China yang kini populer disebut budaya Betawi, seperti<br />

teater lenong, tari topeng, dan lain-lain.<br />

Dengan perkembangan penduduk seperti itu, peta<br />

penduduk dan budaya di Tangerang terbilang unik. Daerah<br />

Tangerang Utara bagian timur berpenduduk etnis Betawi<br />

dan China serta berbudaya Melayu Betawi. Daerah<br />

Tangerang Timur bagian selatan berpenduduk dan<br />

berbudaya Betawi. Daerah Tangerang Selatan<br />

berpenduduk dan berbudaya Sunda. Sedang daerah<br />

Tangerang Utara sebelah barat berpenduduk dan<br />

berbudaya Jawa.<br />

Dalam konteks keseluruhan pemerintahan di wilayah<br />

Tatar Sunda, kedudukan Tangerang mengalami beberapa<br />

kali perubahan dalam tingkat dan struktur pemerintahan.<br />

Sebagaimana telah dikemukakan, pada awal abad ke-16<br />

Tangerang berstatus sebagai salah satu kota pelabuhan<br />

dalam lingkungan Kerajaan Sunda. Pada masa itu kota<br />

pelabuhan berada di bawah kuasa seorang syahbandar<br />

yang bertanggung jawab langsung kepada raja Sunda.<br />

Ketika Tangerang berada di bawah kuasa Kesultanan<br />

Banten sejak 1526, sistem pemerintahannya berbentuk<br />

kemaulanaan dan pusat pemerintahannya berada di<br />

daerah pedalaman, yaitu di sekitar Tigaraksa sekarang.<br />

Tatkala sebagian daerah ini jatuh ke tangan Kompeni<br />

(sejak 1659), demi keamanan pemerintahan di daerah ini<br />

dipimpin oleh seorang komandan militer Belanda.<br />

Namun, ketika seluruh daerah ini berada di bawah<br />

kuasa Kompeni Belanda dan stabilitas keamanannya telah<br />

tercapai sejak 1682, pemerintahan di daerah ini berbentuk


kabupaten (regentschap) yang dipimpin oleh seorang<br />

bupati yang berasal dari kalangan penduduk pribumi.<br />

Pada 1809 terjadi perubahan sistem pemerintahan<br />

secara menyeluruh di Hindia Belanda yang ditetapkan oleh<br />

Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels (1808-1811).<br />

Tingkat dan struktur pemerintahan di daerah Tangerang<br />

berubah lagi. Kini Tangerang berada di bawah wilayah<br />

administrasi pemerintahan De stad Batavia, de<br />

Ommelanden, en Jacatrasche Preanger<br />

Regentschappen (Kota Batavia dan sekitarnya serta<br />

wilayah Jakarta-Priangan) yang kemudian disebut<br />

Keresidenan Batavia.<br />

Daerah Tangerang disebut Batavia Barat dan berada di<br />

bawah perintah seorang Asisten Residen yang selalu<br />

dipegang oleh orang Belanda. Selanjutnya sejak tahun<br />

1860-an, daerah ini berstatus afdeling yang disebut<br />

Afdeling Tangerang yang tetap dipimpin oleh Asisten<br />

Residen. Daerah Afdeling Tangerang dibagi atas tiga<br />

distrik, yaitu Tangerang Timur, Tangerang Selatan, dan<br />

Tangerang Utara yang selanjutnya (sejak 1880-an) masingmasing<br />

disebut Distrik Tangerang, Distrik Balaraja, dan<br />

Distrik Mauk; lalu ditambah dengan Distrik Curug.<br />

Kepala distrik dipegang oleh orang pribumi yang<br />

jabatannya disebut demang, kemudian berubah jadi<br />

wedana. Tingkat dan struktur pemerintahan demikian di<br />

Tangerang berlangsung hingga akhir kekuasaan<br />

pemerintah kolonial Hindia Belanda (1942).<br />

Pada zaman Jepang (1942-1945), Tangerang yang


ertetangga dengan ibu kota pemerintah pusat Jakarta<br />

dipandang sebagai daerah strategis. Dengan demikian,<br />

tingkat dan struktur pemerintahannya dinaikkan jadi<br />

kabupaten, dan didirikanlah lembaga pendidikan militer<br />

(Seinendojo).<br />

Pembentukan Kabupaten Tangerang didasarkan<br />

Maklumat Jakarta Syu Nomor 4 tanggal 27 Desember<br />

2603 (1943), sedangkan peresmiannya dilakukan pada<br />

hari Selasa, 4 Januari 1944, bersamaan dengan<br />

pelantikan R. Atik Suardi menjadi Bupati Tangerang<br />

pertama. R Atik Suardi adalah aktivis yang kemudian<br />

(sejak akhir tahun 1920-an) jadi salah seorang pemimpin<br />

Paguyuban Pasundan, organisasi pergerakan nasional<br />

masyarakat Sunda. Ia pernah menjabat sebagai pembantu<br />

R. Pandu Suradiningrat di Gunseibu Jawa Barat.<br />

Proklamasi Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945<br />

mendapat sambutan hangat dari para pemimpin dan<br />

masyarakat Tangerang. Wujudnya terdiri atas dua<br />

bentuk.Pertama, menegakkan kemerdekaan dengan cara<br />

membentuk pemerintahan daerah di Tangerang yang<br />

menunjang Proklamasi Kemerdekaan RI, mulai dari tingkat<br />

kabupaten ke bawah.<br />

Kedua, mempertahankan kemerdekaan dengan cara<br />

menentang dan melawan pihak asing dan antek-anteknya<br />

yang berusaha untuk menjajah kembali dan pihak yang<br />

mau mendirikan negara sendiri yang tidak mengakui<br />

keberadaan Republik Indonesia. Terjadilah revolusi<br />

kemerdekaan! Akhirnya, kedaulatan Republik Indonesia<br />

bisa ditegakkan di Tangerang.


Kedudukan Kabupaten Tangerang dikukuhkan kembali<br />

pada awal masa Republik Indonesia (19 Agustus 1945)<br />

dan berlaku terus hingga kini. Kabupaten ini jadi salah satu<br />

kabupaten di Provinsi Jawa Barat.<br />

Sesuai dengan semangat dan tuntutan otonomi daerah<br />

serta perkembangan Kota Tangerang yang meningkat<br />

pesat, status pemerintahan di Kota Tangerang sendiri<br />

ditingkatkan. Tadinya kota itu adalah kota kecamatan, lalu<br />

jadi kota administratif. Kota Tangerang yang memiliki luas<br />

wilavah 17.729,794 hektar dibentuk berdasarkan<br />

UndangUndang Nomor 2 Tahun 1993 tentang<br />

Pembentukan Kota Tangerang.<br />

Sebelumnya Kota Tangerang merupakan bagian dari<br />

wilayah Kabupaten 'I'angerang dengan status wilayah Kota<br />

Administratif Tangerang berdasarkan Peraturan<br />

Pemerintah Nomor 50 Tahun 1981. Dengan demikian, di<br />

Tangerang terdapat dua jenis pemerintahan daerah yang<br />

setara, yaitu Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang.<br />

Sementara itu, dengan berdirinya Provinsi Banten (sejak<br />

1999), Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang pun jadi<br />

bagian dari wilayah Provinsi Banten.<br />

Asal-usul China Benteng<br />

Sejak abad lima belas dengan perahu Jung mereka<br />

arungi lautan ganas larikan diri dari bencana dan<br />

malapetaka tinggalkan negeri leluhur<br />

mencari tanah harapan di Nan Yang Perkampungan<br />

nelayan di Teluk Naga seorang encek pembuat arak<br />

mengubur kesendiriannya


ersama seorang pendamping setia gadis pribumi lugu<br />

sederhana<br />

Kikuk seperti ayam dan itik<br />

yang satu pakai sumpit<br />

yang satu doyan sambel<br />

dengan bahasa isyarat<br />

berlayar biduk antar bangsa<br />

beranak pinak dalarn kembara<br />

Dari generasi ke generasi<br />

warna kulit makin menyatu<br />

jadilah generasi persatuan:<br />

`China Benteng'<br />

teladan pembauran<br />

Sungai Cisadane jadi saksi<br />

perjalanan hidup kedua anak bangsa<br />

bersama melawan penjajah Belanda<br />

bergotong royong<br />

terjalin persaudaraan sejati seperti Cisadane terus<br />

mengalir dari abad ke ke abad<br />

menuju tanah air-Indonesia<br />

Tangerang, 1996<br />

SAJAK karya Wilson Tjandinegara berjudul "Balada<br />

Seorang Lelaki di Nan Yang" ini, bercerita soal asal-usul<br />

kedatangan bangsa China di Tangerang. Dalam<br />

pencariannya terhadap riwayat identitas diri, Wilson<br />

Tjandinegara vang lahir dalam keluarga keturunan<br />

Tionghoa miskin di Ujung Pandang, Sulawesi Selatan, 20<br />

Desember 1946, menuangkan tipikal pembauran alami


yang terjadi di sebuah tempat di daerah Tangerang yang<br />

kemudian terkenal dengan "China Benteng."<br />

Tentang riwayat nenek moyang tersebut, Leo<br />

Suryadinata (1999) mengatakan bahwa: "Sebelum terjadi<br />

imigrasi massal etnik Tionghoa ke Asia Tenggara.<br />

khususnya ke Indonesia dan Malaysia, masyarakat<br />

Tionghoa di kedua kawasan itu sangat kecil. Pada<br />

umumnya, anggotanya telah berbaur ke dalam masyarakat<br />

setempat. Pada masa itu, transportasi sulit. Orang<br />

Tionghoa, dilarang oleh kerajaan Tiongkok untuk<br />

meninggalkan negaranya. Mereka yang meninggalkan<br />

tanah leluhurnya juga tidak membawa keluarganya".<br />

Jadi, wajar jika mereka akhirnya mengawini wanita<br />

setempat. Umumnya wanita Islam nominal dan tinggal<br />

menetap di tempat itu. Karena jumlahnya yang kecil, orang<br />

Tionghoa ini bertendensi yang berintegrasi dengan<br />

masyarakat lokal. Keturunan mereka akhirnya tidak lagi<br />

menguasai bahasa Tionghoa dan menggunakan bahasa<br />

Melayu-lingua franca dalam Nusantara untuk<br />

berkomunikasi (setelah 1928, bahasa Melayu dinamakan<br />

bahasa Indonesia).<br />

Orang China mulai menyebar ke Asia Tenggara pada<br />

masa Dinasti Tang (618-907). Ketika itu, mereka mengirim<br />

ekspedisi militernya ke daerah China Selatan. Sejak itu,<br />

banyak sekali orang-orang Hoakiau/Hokkian yang berasal<br />

dari daerah-daerah yang terletak di sekitar Amoy di<br />

Provinsi Fukien (Fujian) dan orang-orang Kwang Fu<br />

(Kanton) yang berasal dari Kanton dan Makao di Provinsi<br />

Kwangtung (Guangdong) terus menetap di perantauan dan


tak kembali lagi ke kampung halamannya.<br />

Pada masa Dinasti Sung (907-1127) mulai banyak<br />

pedagang-pedagang China yang datang ke negaranegara<br />

Asia Tenggara termasuk Indonesia. Mereka<br />

berdagang dengan orang Indonesia dengan membawa<br />

barang dagangan berupa teh, barang porselin China yang<br />

indah, kain sutra yang halus serta obat-obatan. Sedangkan<br />

mereka membeli dan membawa pulang hasil bumi<br />

Indonesia.<br />

Dalam sejarah China Kuno, dikatakan orang-orang<br />

China mulai merantau ke Indonesia pada masa akhir<br />

pemerintahan Dinasti Tang. Daerah pertama yang<br />

didatangi adalah Palembang, yang pada waktu itu<br />

merupakan pusat perdagangan kerajaan Sriwijaya.<br />

Kemudian mereka datang ke Pulau Jawa untuk mencari<br />

rempah-rempah.Banyak dari mereka yang kemudian<br />

menetap di daerah pelabuhan pantai utara Jawa seperti<br />

daerah Tuban, Surabaya, Gresik, Banten (Tangerang) dan<br />

Jakarta. Orang China datang ke Indonesia dengan<br />

membawa serta kebudayaannya, termasuk unsur<br />

agamanya. Dengan demikian, kebudayaan China menjadi<br />

bagian dari kebudayaan Indonesia.<br />

Ketika pada tanggal 23 Juni 1596 armada Belanda di<br />

bawah pimpinan Cornelis Houtman berhasil mendarat di<br />

pelabuhan Banten, ia tercengang karena menjumpai koloni<br />

Tionghoa yang mempunyai hubungan yang harmonis<br />

dengan penduduk dan penguasa setempat. Selain di<br />

Banten, orang-orang Belanda dan kemudian orang-orang<br />

Inggris juga menjumpai koloni-koloni Tionghoa di


kebanyakan bandar-bandar Asia Tenggara seperti di Hoi<br />

An, Patani, Phnom Penh dan Manila. Pada tahun 1642 di<br />

Hoi An terdapat empatlima ribu orang Tionghoa dan di<br />

Banten pada tahun 1600 terdapat 3.000 orang Tionghoa.<br />

Ketika pada 1611, Jan Pieterszoon Coen diutus<br />

Gubernur Jenderal VOC Pieter Both untuk membeli hasil<br />

bumi, terutama lada di Banten, ternyata ia harus berurusan<br />

dengan seorang pedagang Tionghoa kepercayaan Sultan<br />

yang bernama Souw Beng Kong (Bencon). Souw Beng<br />

Kong adalah seorang pedagang Tionghoa yang sangat<br />

berpengaruh dan mempunyai perkebunan lada yang luas<br />

sekali. Ia sangat dihormati dan dipercaya penuh oleh<br />

Sultan dan para petani Banten.<br />

Setiap pedagang asing seperti Portugis, Inggris dan<br />

Belanda yang ingin membeli hasil bumi dari Banten harus<br />

melakukan negosiasi harga dan lain-lainnya dengan<br />

Pangeran Adipati Cakraningrat IV dari Madura, pasukan<br />

VOC yang sudah terdesak dan terkurung di kota<br />

Semarang berhasil diusir dari Jawa Tengah dan besar<br />

kemungkinan dari seluruh pulau Jawa.<br />

VOC yang akhirnya berhasil memadamkan<br />

pemberontakan tersebut mengirimkan orang-orang<br />

Tionghoa ke daerah Tangerang untuk bertani. Belanda<br />

mendirikan pemukiman bagi orang Tionghoa berupa<br />

pondokpondok yang sampai sekarang masih dikenal<br />

dengan nama Pondok Cabe, Pondok Jagung, Pondok<br />

Aren, dan sebagainya.<br />

Di sekitar Tegal Pasir (Kali Pasir) Belanda mendirikan<br />

perkampungan Tionghoa yang dikenal dengan nama Petak


Sembilan. Perkampungan ini kemudian berkembang<br />

menjadi pusat perdagangan dan telah menjadi bagian dari<br />

Kota Tangerang. Daerah ini terletak di sebelah Timur<br />

Sungai Cisadane, daerah Pasar Lama sekarang.<br />

China Benteng<br />

TIDAK seperti China peranakan pada umumnya yang<br />

berkulit putih meletak, kebanyakan China peranakan di<br />

Tangerang berkulit gelap. Tengoklah Ong Gian (47).<br />

Matanya pun tidak sipit. Sehari-hari ia bekerja sebagai<br />

petani di Neglasari, Tangerang. Selain itu, ia juga awak<br />

kelompok kesenian gambang kromong yang sering tampil<br />

di acara-acara hajatan perkawinan.<br />

Nenek moyangnya adalah China Hokkian yang datang ke<br />

Tangerang dan tinggal turun- temurun di kawasan Pasar<br />

Lama. Mereka masuk dengan perahu melalui Sungai<br />

Cisadane sejak lebih 300 tahun silam.<br />

China Benteng memang selalu diidentifikasi dengan<br />

stereotip orang China berkulit hitam atau gelap, jagoan<br />

bela diri, dan hidupnya pas-pasan atau malah miskin.<br />

Sampai sekarang, ternyata mereka juga tetap miskin,<br />

meski sudah jarang yang jago kungfu, wushu atau ilmu bela<br />

diri ala China lainnya. Meski ada beberapa yang sudah<br />

berhasil sebagai pedagang, sebagian besar China<br />

Benteng hidup sebagai petani, peternak, nelayan. Bahkan,<br />

ada juga pengayuh becak.<br />

Sejarah China Tangerang memang sulit dipisahkan<br />

dengan kawasan Pasar Lama (Jalan Ki Samaun dan<br />

sekitarnya) yang berada di tepi sungai dan merupakan<br />

permukiman pertama masyarakat China di sana. Struktur


tata ruangnya sangat baik dan itu merupakan cikal-bakal<br />

Kota Tangerang. Mereka tinggal di tiga gang, yang<br />

sekarang dikenal sebagai Gang Kalipasir, Gang Tengah<br />

(Cirarab), dan Gang Gula (Cilangkap). Sayangnya,<br />

sekarang tinggal sedikit saja bangunan yang masih berciri<br />

khas pechinan. Pada akhir tahun 1800-an, sejumlah orang<br />

China dipindahkan ke kawasan Pasar Baru, Tangerang<br />

dan sejak itu mulai menyebar ke daerahdaerah lainnya.<br />

Pasar Baru pada tempo dulu merupakan tempat transaksi<br />

(sistem barter) barang orang-orang China yang datang<br />

lewat sungai dengan penduduk lokal.<br />

Mengenai asal-usul kata China Benteng, menurut sinolog<br />

dari Universitas Indonesia, Eddy Prabowo Witanto MA,<br />

tidak terlepas dari kehadiran Benteng Makassar. Benteng<br />

yang dibangun pada zaman kolonial Belanda itusekarang<br />

sudah rata dengan tanah terletak di tepi Sungai Cisadane,<br />

di pusat Kota Tangerang.<br />

Pada saat itu, kata Eddy, banyak orang China Tangerang<br />

yang kurang mampu tinggal di luar Benteng Makassar.<br />

Mereka terkonsentrasi di daerah sebelah utara, yaitu di<br />

Sewan dan Kampung Melayu. Mereka berdiam di sana<br />

sejak tahun 1700-an. Dari sanalah muncul, istilah "China<br />

Benteng".<br />

Pada 1740, terjadi pemberontakan orang China menyusul<br />

keputusan Gubernur Jenderal Valkenier untuk menangkapi<br />

orang-orang China yang dicurigai. Mereka akan dikirim ke<br />

Sri Lanka untuk dipekerjakan di perkebunan-perkebunan<br />

milik VOC.<br />

Pemberontakan itu dibalas serangan serdadu kompeni ke


perkampungan-perkampungan China di Batavia (Jakarta).<br />

Sedikitnya 10.000 orang tewas, dan sejak itu hanyak orang<br />

China mengungsi untuk mencari tempat baru di daerah<br />

Tangerang, seperti Mauk, Serpong, Cisoka, I.egok, dan<br />

bahkan sampai Parung di daerah Bogor.<br />

Itulah sebabnya, banyak orang China yang tinggal di<br />

pedesaan di pelosok Tangerang di luar kawasan peChinan<br />

di Pasar Lama dan Pasar Baru. Meski demikian, menurut<br />

pemerhati budaya China Indonesia, David Kwa, mereka<br />

yang tinggal di luar Pasar Lama dan Pasar Baru itu tetap<br />

disebut sebagai China Benteng.<br />

Sebagai kawasan permukiman China, di Pasar Lama<br />

dibangun kelenteng tertua, Boen Tek Bio, yang didirikan<br />

tahun 1684 dan merupakan bangunan paling tua di<br />

Tangerang. Lima tahun kemudian, 1689, di Pasar Baru<br />

dibangun kelenteng Boen San Bio (Nimmala). Kedua<br />

kelenteng itulah saksi sejarah bahwa orang-orang China<br />

sudah berdiam di Tangerang lebih dari tiga abad silam.<br />

Dalam penelitiannya, sarjana Seni Rupa dan Desain ITB<br />

Jurusan Desain Komunikasi Visual, Y Sherly Marianne,<br />

antara lain menyebutkan, sekitar 80 persen dari 19.191<br />

warga Kelurahan Sukasari di Kotamadya Tangerang<br />

adalah orang China Benteng. Angka statistik April 2002 ini<br />

tidaklah mengherankan, karena Pasar Lama masuk dalam<br />

wilayah Sukasari. Menurut Sherly, kehidupan masyarakat<br />

China Benteng memang keras agar bisa bertahan hidup.<br />

Sebab, sebagian besar pekerjaan mereka bukan dalam<br />

bidang ekonomi, tetapi sebagai petani di pedesaan.<br />

Yang unik dari masyarakat China Benteng adalah bahwa


mereka sudah berakulturasi dan beradaptasi dengan<br />

lingkungan dan kebudayaan lokal. Dalam percakapan<br />

sehari-hari, misalnya, mereka sudah tidak dapat lagi<br />

berbahasa China. Logat mereka bahkan sudah sangat<br />

Sunda pinggiran bercampur Betawi. Ini sangat berbeda<br />

dengan masyarakat China Singkawang, Kalimantan Barat,<br />

yang berbahasa ina meskipun hidup kesehariannya juga<br />

banyak yang petani miskin.<br />

Logat China Benteng memang khas. Ketika mengucapkan<br />

kalimat, "Mau ke mana", misalnya, kata "na" diucapkan<br />

lebih panjang sehingga terdengar "mau kemanaaaa".<br />

Di bidang kesenian, mereka memainkan musik gambang<br />

kromong yang merupakan bentuk lain akulturasi<br />

masyarakat China Benteng. Sebab, gambang kromong<br />

selalu dimainkan dalam pesta-pesta perkawinan, umumnya<br />

diwarnai tari cokek yang sebenarnya merupakan budaya<br />

tayub masyarakat Sunda pesisir seperti Indramayu.<br />

Meski demikian, masyarakat China Benteng masih<br />

mempertahankan dan melestarikan adat istiadat nenek<br />

moyang mereka yang sudah ratusan tahun. Ini terlihat pada<br />

tata cara upacara perkawinan dan kematian. Salah<br />

satunya tampak pada keberadaan "Meja Abu" di setiap<br />

rumah orang China Benteng.<br />

Beberapa tradisi leluhur yang masih dipertahankan antara<br />

lain, Cap Go Meh (perayaan 15 hari setelah Imlek), Peh<br />

Cun, Tiong Ciu Pia (kue bulan), dan Pek Gwee Cap Go<br />

(hari kesempurnaan). Demikian pula panggilan encek,<br />

encim, dan engkong masih digunakan sebagai tanda<br />

hormat kepada orang yang lebih tua. Juga salam (pai)


tetap dipertahankan dalam keluarga China Benteng pada<br />

saat bertemu dengan orang lain.<br />

Yang khas dari masyarakat China Benteng adalah pakaian<br />

pengantin yang merupakan campuran budaya China dan<br />

Betawi. Pakaian pengantin laki-laki, merupakan pakaian<br />

kebesaran Dinasti Ching, seperti terlihat dari topinya,<br />

sedangkan pakaian pengantin perempuan hasil akulturasi<br />

ChinaBetawi yang tampak pada kembang goyang.<br />

Secara ekonomi, masyarakat tradisional China Benteng<br />

hidup paspasan sebagai petani, peternak, nelayan, buruh<br />

kecil, dan pedagang kecil. Ny Kenny atau Lim Keng Nio<br />

(48) yang tinggal di Gang Cilangkap RT 03 RW 02,<br />

Kelurahan Sukasari, Tangerang, misalnya, setiap hari<br />

harus bangun pagi-pagi untuk membawa dagangan kue ke<br />

pasar. Ong Gian, petani sawah di Neglasari yang nyambi<br />

menjadi pemain musik gambang kromong, juga harus<br />

bekerja keras untuk bisa mempertahankan hidup.<br />

Fenomena China Benteng, merupakan bukti nyata betapa<br />

harmonisnya kebudayaan China dengan kebudayaan lokal.<br />

Lebih dari itu, keberadaan China Benteng seakan<br />

menegaskan bahwa tidak semua orang China memiliki<br />

posisi kuat dalam bidang ekonomi. Dengan keluguannya,<br />

mereka bahkan tak punya akses politik yang mendukung<br />

posisinya di bidang ekonomi.<br />

David Kwa, seperti juga Wilson Tjandinegara, lebih melihat<br />

fenomena China Benteng sebagai contoh dan bukti nyata<br />

proses pembauran yang terjadi secara alamiah.<br />

Masyarakat China Benteng hampir tidak pernah<br />

mengalami friksi dengan etnis lainnya. Kenyataan ini


membuat David yakin, persoalan sentimen etnis lebih<br />

bernuansa politis yang dikembangkan oleh orang-orang<br />

yang punya kepentingan politik.<br />

Realitas China Benteng yang tinggal di pusat kekuasaan<br />

politik dan ekonomi menunjukkan, masyarakat etnis China<br />

sesungguhnya sama dengan etnis lainnya. Ada yang punya<br />

banyak uang, tetapi ada pula yang hidup di bawah garis<br />

kemiskinan. Bahkan, Ridwan Saidi, pengamat budaya dari<br />

Betawi, melihat realitas China Benteng sebagai wajah lain<br />

Indonesia. Ada yang kaya, tetapi tidak sedikit pula yang<br />

miskin.<br />

Tragedi China Benteng<br />

HITAM putih wajah China Benteng itu juga menyisakan<br />

kisah pilu. Sekitar Juni 1946, terjadi kerusuhan di<br />

Tangerang yang menimpa etnis tersebut. Sedikitnya ada<br />

lima desa, yakni Rajeg, Gandu, Balaraja, Cikupa, dan<br />

Mauk, yang dilaporkan membara. Perkampungan China di<br />

wilayah itu diobrak-abrik massa. Puing-puing berserakan<br />

di sana-sini.<br />

Tragedi itu disulut sebuah kabar santer ada tentara Nica<br />

beretnis Tionghoa yang menurunkan bendera merahputih<br />

dan menggantinya dengan bendera Belanda. Seperti<br />

bensin menyambar api, kabar ini kontan meluas dan<br />

memicu kemarahan. Apalagi, ketika itu masih zaman<br />

perang kemerdekaan. Republik yang belum genap<br />

setahun, harus menghadapi agresi tentara Belanda. Dan<br />

ada ketegangan sosial: di wilayah itu, ada sejumlah tuan<br />

tanah Tionghoa yang berhadapan dengan penduduk.<br />

Puncaknya, tersiar kabar, seorang Nica Tionghoa


membakar rumah w arga pribumi. Ini sebab-sebab<br />

menimbulken rajat Indonesier poenja goesar, hingga<br />

timboellah itoe tragedi Tangerang, tulis Rosihan Anwar<br />

dalam Harian Merdeka, 13 Juni 1946.<br />

Pada bulan Mei 1946, sebanyak 636 orang Tionghoa,<br />

termasuk 136 orang perempuan dan anak-anak di daerah<br />

Tangerang dan sekitarnya telah menjadi korban<br />

pembunuhan. Sekitar 1.268 rumah etnis Tionghoa habis<br />

dibakar dan 236 lainnya dirusak. Diperkirakan ada 25.000<br />

orang pengungsi di Jakarta yang datang dari daerah<br />

tersebut.<br />

Laskar Rakyat yang marah lalu menangkapi para lelaki<br />

keturunan China. Mereka digiring ke Penjara Mauk.<br />

Tanggal 3 Juni 1946, penjara yang berukuran 15 x 15 m itu<br />

dipenuhi sekitar 600 lelaki China dari seantero Tangerang.<br />

Mereka, banyak di antaranya petani miskin, disekap<br />

dengan perlakuan yang memprihatinkan. "Malam tida ada<br />

lampoe. Orang kentjing dan boewang aer deket soemoer.<br />

hingga tempat di sakiternya penoeh kotoran, dan joestroe<br />

soemoer itoe poenja aer diboeat minoem, minoemnja<br />

dengen bereboetan", tutur seorang korban penyekapan<br />

yang diwawancarai Star Weekly, koran mingguan yang<br />

dikelola wartawan keturunan Tionghoa.<br />

Kabar mengenaskan ini segera menyebar ke Jakarta.<br />

Kaum keturunan China tergedor hatinya. Senin, 10 Juni,<br />

sekitar 40 pemuda Tionghoa yang tergabung dalam Poh<br />

An Tui bergerak ke Tangerang menolong para Hoakiau<br />

yang terancam jiwanya. Mereka dibekali senjata api dan


dibagi dua kelompok. Yang pertama datang ke Mauk dan<br />

membebaskan tawanan. Kelompok lain menyaksikan<br />

reruntuhan sejumlah desa yang banyak dihuni etnis China.<br />

Tercatat, sekitar 2 . 0 0 0 warga keturunan diungsikan ke<br />

Jakarta. Ada yang dinaikkan truk dan sebagian besar<br />

berjalan kaki. Dari rombongan pengungsi inilah diperoleh<br />

kabar tak sedap: terjadi penyerangan seksual atas<br />

perempuan etnis China. Tidak ada data statistik yang jelas,<br />

hanya dikatakan bahwa tidak sedikit perempuan Tionghoa<br />

yang diperkosa.<br />

Ihwal kekerasan seksual itu akhirnya tak terungkap jelas.<br />

Hanya saja, sebuah advertensi yang dimuat Star Weekly, 9<br />

Juni 1946, menyerukan hari berkabung untuk ratusan<br />

atawa ribuan Hoakian -disebut China Benteng yang tewas<br />

di Tangerang. Bisa jadi, iklan itu dilebih-lebihkan. Tapi, tak<br />

satu pun sumber yang menyebut dengan pasti berapa<br />

jumlah korban sesungguhnya, termasuk korban<br />

penyerangan seksual.<br />

Tak lama setelah tragedi itu meledak, pemerintah mulai<br />

turun tangan. Menteri Penerangan M. Natsir meninjau<br />

lokasi kerusuhan bersama beberapa wartawan. Namun,<br />

fakta otentik peristiwa itu tetap gelap. Menurut Rosihan<br />

Anwar, tak ada perkosaan, hanya rumah-rumah mereka<br />

yang dibakar. Pengikut Poh An Tui yang pro Nica dibunuhi<br />

rakyat.<br />

Bangunan Bersejarah<br />

IBARAT pepatah, `lain padang lain belalang, lain lubuk lain<br />

ikannya', begitu juga dengan sejarah berdirinya sebuah<br />

kota. Dia bisa ditelusuri dari perjuangan masyarakatnya,


kondisi bangunan tua dan masih banyak saksi bisu lainnya.<br />

Semua itu bisa menceritakan perjalanan panjang masa lalu<br />

sebuah kota, terutama ketika memasuki masa jaya.<br />

Keberadaan bangunan tua memberikan sumbangan yang<br />

besar terhadap kebudayaan kota tempat bangunan<br />

tersebut berdiri. Seperti dijelaskan di muka, Kota<br />

Tangerang memiliki sejumlah bangunan tua yang<br />

menyebar di pelbagai sudut kota. Sebagian besar gedung<br />

itu masih difungsikan hingga kini, walau ada yang<br />

dibiarkan kuyu, berlumut tak terurus.<br />

Gedung-gedung tua itu menjadi nafas masa lalu yang terus<br />

berhembus hingga sekarang. Denyut modernisasi kota<br />

seakan tidak berpengaruh terhadap keberadaan<br />

bangunan-bangunan tua itu. Semuanya tetap berdiri tegak,<br />

di tengah "peradaban baru” yang ada di sekitarnya. Di<br />

antara bangunan-bangunan tua tersebut yang dapat<br />

disebutkan di sini adalah sebagai berikut:<br />

Bendungan Pintu Sepuluh<br />

TAK jauh dari lokasi Masjid Pintu 1000, terdapat<br />

Bendungan Pasar Baru Irigasi Cisadane. Bendungan ini<br />

lebih dikenal "Pintu Air Sepuluh". Sesuai namanya<br />

bendung ini memiliki 10 pintu air, masing-masing selebar<br />

10 meter.<br />

Pemerintah Belanda membangunnya selama enam<br />

tahun, sejak 1925 hingga 1931, dengan mendatangkan<br />

para pekerja dari Cirebon. Bendungan ini bertujuan untuk<br />

mengatur aliran sungai Cisadane hingga membuat<br />

Tangerang menjadi kawasan pertanian yang subur. Dari<br />

bendung ini, air didistribusikan untuk irigasi dan sumber air


aku bagi kawasan Tangerang. Sebagian besar dialirkan<br />

ke muara Sungai Cisadane di Tanjung Burung (Teluk<br />

Naga) menuju ke Laut Jawa. Bangunan sepanjang 110<br />

meter ini membentang di Kali Cisadane tepatnya di daerah<br />

Pasar Baru.<br />

Bendung ini sekarang dikelola oleh Balai Pengelola<br />

Sumber Daya Air (BPSDA) Cisadane-Ciujung, Kota<br />

Tangerang. Dari sini pula, para petugas BPSDA menjaga<br />

ketinggian air untuk mencegah banjir. Batas ketinggian air<br />

normal di bendungan ini adalah 12,5 meter. Ketika terjadi<br />

banjir bandang yang melanda Kota Tangerang pada 1981,<br />

ketinggian air di Pintu Air Sepuluh ini mencapai 14 meter,<br />

kendati seluruh pintunya sudah dibuka. Sedangkan di<br />

musim kemarau, ketinggian air bisa mencapai 11 meter.<br />

Kalau sudah begini, akibatnya, lebih dari 12.000<br />

pelanggan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di<br />

wilayah ini bisa terancam krisis air bersih. Pernah suatu<br />

ketika, Bendungan Pintu Air Sepuluh itu diketahui jebol di<br />

sembilan titik bendung. Kerusakan ini, karena kurangnya<br />

perawatan. Selain sampah yang menumpuk dan menutupi<br />

bagian bendungan yang jebol, juga dikarenakan besi-besi<br />

yang menopang bendungan tersebut kondisinya juga<br />

sudah dipenuhi karat.<br />

Jebolnya sembilan bendungan yang menjadi tempat<br />

penampungan air baku PDAM Kota Tangerang itu,<br />

menyebabkan turunnya debit air Sungai Cisadane.<br />

Ambang batas normal debit air Sungai Cisadane tak bisa<br />

dipertahankan pada posisi 12,5 meter. Debit sungai yang<br />

membelah kota dan menjadi tumpuan hidup jutaan jiwa itu


susut hingga 11,20 meter. Itu berarti, debit air Sungai<br />

Cisadane menyusut sekitar 1,3 meter dari kondisi normal.<br />

Puluhan ribu pelanggan PDAM memang sangat<br />

menggantungkan hidupnya pada air Sungai Cisadane. Tak<br />

bisa dibayangkan, apa jadinya bila ketersediaan air yang<br />

menjadi bahan baku PDAM habis terbuang akibat<br />

kebocoran itu. Jebolnya sembilan titik bendung itu juga<br />

mengganggu kebutuhan air pelanggan PDAM Tirta Kerta<br />

Raharja (TKR) milik Kabupaten Tangerang. Bahkan,<br />

kegiatan dan operasional di sekitar Bandara Soekarno-<br />

Hatta juga bisa terkendala dengan menurunnya persediaan<br />

air bersih.<br />

Turunnya debit air Sungai Cisadane, selain bakal<br />

mempengaruhi layanan terhadap pelanggan PDAM juga<br />

mempengaruhi produksi pertanian di wilayah pantura<br />

Tangerang. Akibat turunnya debit air, sekitar 900 hektare<br />

areal persawahan di tujuh kecamatan di Kabupaten<br />

Tangerang terancam puso.<br />

Untuk mengatur turun naik seluruh pintu air yang terbuat<br />

dari besi itu, dipakai lima mesin penggerak merek<br />

HEEMAF buatan Belanda masingmasing berkapasitas<br />

6.000 watt. Mesin yang seumur dengan usia bendungan itu<br />

sekarang masih terawat baik berkat tangan terampil<br />

petugas di sana. Mereka harus rajin meng-ganti oli mesin<br />

setiap 500 jam dan roda giginya harus senan-tiasa<br />

dilumasi gemuk.<br />

Jaringan drainase<br />

SISTEM jaringan drainase di Kota Tangerang dibagi


menjadi dua, yaitu sistem drainase makro/drainase alam,<br />

yaitu sungai dan anak-anak sungai yang berfungsi sebagai<br />

badan air penerima. Sistem drainase mikro meliputi<br />

saluran primer, sekunder, dan tersier dengan total panjang<br />

saluran sekitar 192.763 meter.<br />

Sistem drainase makro Kota Tangerang meliputi Sungai<br />

Cisadane dan empat buah sungai kecil yang melintasi<br />

wilayah kota sebagai badan air penerima dari sistem<br />

drainase alam kota yaitu: Kali Sabi yang mengalir mulai<br />

dari Jatiuwung. Selain itu, ada kali Angke di kawasan<br />

Ciledug, Sungai Cicarap di Pasar Kamis dan Kota Bumi,<br />

Sungai Cantiga di Ciputat, dan Pesanggrahan di Pondok<br />

Aren.<br />

Kelima sungai tersebut mempunyai daerah tangkapan air<br />

yang cukup luas dengan muara ke sebelah Utara dan<br />

berakhir di Laut Jawa. Selain sungai yang berfungsi<br />

sebagai badan air penerima tersebut, terdapat juga Situ<br />

Cipondoh yang berfungsi sebagai tandon air seluas 120<br />

hektar. Melihat kondisi topografi Kota Tangerang yang<br />

berada pada ketinggian 0-30 m di atas permukaan laut,<br />

kemiringan lahan antara 0-3 derajat yang relatif datar,<br />

berakibat air hujan tidak bisa cepat mengalir. Apalagi<br />

curah hujan yang cukup tinggi antara 15000-2.000<br />

millimeter per tahun serta 52 persen dari panjang saluran<br />

drainase sekunder dan tersier kondisinya buruk. Maka<br />

dapat disimpulkan bahwa Kota Tangerang mempunyai<br />

potensi genangan.<br />

Banjir memang masalah utama di Kota Tangerang dengan<br />

luas genangan sekitar 180,5 hektar tersebar di 49 lokasi


pada kawasan permukiman dan jalan. Hal tersebut<br />

dirasakan sebagai suatu masalah mengingat genangan<br />

menimbulkan rusaknva alam dan mengganggu mengingat<br />

genangan menimbulkan rusaknva alam dan mengganggu<br />

120 jam dengan tinggi mencapai 1,5 m dan wilaah lain<br />

berkisar antara 3-48 jam dengan tinggi genangan 0,3-1 m.<br />

Secara umum permasalahan genangan di Kota Tangerang<br />

antara lain disebabkan oleh faktor alamiah saluran itu<br />

sendiri karena adanya penggerusan dan terbawanva<br />

material saluran oleh aliran sehingga terjadi pendangkalan<br />

dan sedimentasi yang mengakibatkan terjadinya<br />

penyempitan kapasitas dimensi saluran.<br />

Selama 20 tahun terakhir, endapan lumpur di Sungai<br />

Cisadane saja mencapai lima hingga enam meter.<br />

Padahal, kedalamannya diperkirakan hanya tujuh meter.<br />

Endapan lumpur itu lebih banyak di tepiannya. Di<br />

tengahnya. Diperkirakan masih mencapai kedalaman tujuh<br />

meter. Endapan seperti ini terjadi sepanjang enam kilo<br />

meter sungai cisadane yang melintasi kota Tangerang,<br />

hingga Pintu Air Sepuluh. Pemerintah Provinsi Banten<br />

teiah mengangeluarkandana Rp 9 juta untuk rehabilitasi<br />

daerah aliran Sungai Cisadane. Selain pengerukan, dana<br />

tersebut juga digunakan untuk penguatan tebing-tebing<br />

sungai dengan batu.<br />

Pengerukan, memang belum bisa dilakukan secara<br />

maksimal. Tak kurang sekira 40 ribu meter kubik endapan<br />

lumpur yang harus dikeruk. Penguatan tebing dilakukan<br />

pada tebing sungai sepanjang ;ac meter.<br />

Kelenteng Boen San Bio


TEMPAT ibadah kelenteng sudah ada di Indonesia<br />

sejak 400 tahun sang lalu. Tempat ibadah ini merupakan<br />

tempat ibadah tiga agama etnis Tionghoa, yaitu Budha,<br />

Khonghucu, dan Tao. Akan tetapi, dalam praktiknya tidak<br />

pernah ada fanatisme terhadap salah satu dari tiga agama<br />

tersebut. Dengan kata lain, dalam prakteknya ketiga<br />

agama tersebut dilakukan bersamaan.<br />

Gabungan ketiga agama tersebut dikenal dengan<br />

nama Tridharma. Campuran ketiga agama tersebut dapat<br />

dijelaskan dalam kaitannya dengan latar belakang orang<br />

China di Asia Tenggara. Para leluhur mereka datang dari<br />

China Selatan dimana ketiga agama itu diterima sebagai<br />

satu kepercayaan.<br />

Kepercayaan suatu agama dieksistensikan dalarn<br />

suatu upacara suci yang melibatkan masyarakat (umat).<br />

Untuk itu diperlukan sebuah tempat atau bangunan suci<br />

untuk melaksanakan upacara tersebut. Setiap masyarakat<br />

beragama didunia memiliki tempat peribadatan khusus<br />

untuk melaksanakan upacara keagamaan mereka. Islam<br />

memiliki masjid, Katholik dan Kristen gereja, Hindu dengan<br />

puranya dan Buddha dengan vihara.<br />

Vihara secara harfiah berarti tempat persir.ggahan,<br />

merupakan tempat tinggal atau kediaman para bhikkhu<br />

(biksu), terutama untuk berteduh dan berlatih meditasi.<br />

Dalam bahasa Indonesia karena lafal pengucapan, vihara<br />

berubah menjadi biara.<br />

Dalam pengertian agama Buddha, vihara dipakai untuk<br />

merujuk tiga kediaman yaitu: Kediaman Dewa (Dhiba-<br />

Vihara), Kediaman Luhur (BrahmaVihara) dan Kediaman


Mulia (Ariya-Vihara). Jadi, pada dasarnya antara vihara<br />

dan kelenteng sebenarnya tak ada bedanya, karena<br />

dipakai secara bersama-sama sebagai sarana beribadat<br />

bagi ketiga agama etnis Tionghoa (Buddha, Kkonghucu,<br />

dan Tao) tersebut.<br />

Asal mula kata Kelenteng<br />

BANYAK yang berasumsi, bahwa kata kelenteng<br />

merupakan adaptasi dari bahasa asing. Tetapi, ternyata ini<br />

merupakan kata asli Indonesia, dan sejatinya kata<br />

kelenteng hanya dapat ditemui di Indonesia. Ditilik dari<br />

kebiasaan orang Indonesia yang sering memberi nama<br />

kepada suatu benda atau mahluk hidup berdasarkan bunyibunyian<br />

yang ditimbulkan seperti Kodok Ngorek, Burung<br />

Pipit, Tokek maka demikian pula halnya dengan kelenteng.<br />

Ketika di kelenteng diadakan upacara keagamaan,<br />

sering digunakan genta yang apabila dipukul akar.<br />

berbunyi `klinting' sedang genta besar berbunvi `klenteng'.<br />

Maka bunyi-bunyian seperti itu yang keluar dari tempat<br />

ibadat orang China dijadikan dasar acuan untuk merujuk<br />

tempat tersebut (Moertiko ha1.97)<br />

Versi lain menurut `Kronik 'I'ionghoa di Batavia',<br />

disebutkan bahwa sekitar tahun 1650, Letnan Tionghoa,<br />

Guo Xun-guan mendirikan sebuah tempat ibadah untuk<br />

menghormati Guan Yin di Glodok. Guan Yin adalah Dewi<br />

welas asih Buddha yang lazim dikenal sebagai Kwan Im.<br />

Pada abad ke-17 waktu umat kristen Jepang dianiaya,<br />

patung Dewi Kvsan Im menggantikan patung Bunda Maria<br />

untuk menyesatkan mata-mata polisi Jepang. Tempat<br />

ibadah di Glodok itu dise-but Guan Yin Ting atau tempat


ibadah Dewi Guam Yin (Kwan Im). Kata Tionghoa YinTing<br />

ini disebut dalam kata Indonesia menjadi Klenteng, yang<br />

kini menjadi lazim bagi semua tempat ibadah Tionghoa di<br />

Indonesia (Heuken hal.181).<br />

Seorang sarjana arsitektur yaitu Evelin Lip menyatakan<br />

bahwa masyarakat China yang ingin mendirikan sebuah<br />

bangunan suci biasanya akan mengikuti aturan-aturan yang<br />

berlaku di China. Aturan-aturan tersebut adalah bahwa<br />

suatu bangunan suci biasanva didirikan di atas podium,<br />

dikelilingi oleh pagar keliling, mempunyai keletakan<br />

simetris, mempunyai atap dengan arsitektur China, sistem<br />

stnikturnya terdiri dari tiang clan balok serta motif dekoratif<br />

untuk memperindah bangunan.<br />

Satu hal lagi yang tidak dapat dilupakan masyarakat China<br />

dalam pencarian lokasi adalah berpedoman pada Hong<br />

Sui (Feng Sui). Dengan berpedoman pada Feng Sui ini<br />

diharapkan bisa memberikan keberuntungan pada<br />

penghuninya. Selain itu juga Lip mengatakan, kelentengkelenteng<br />

di China Utara berukuran lebih besar dan<br />

hiasannya sangat sedikit dibandingkan dengan yang ada<br />

di China Selatan dimana kelentengnya mempunyai banyak<br />

hiasan.<br />

Bumbungan atapnya dihiasi dengan motif naga, burung<br />

phoenix, ikan, mutiara atau pagoda dan ujung<br />

bumbungannya melengkung ke atas. Ciri arsitektural<br />

seperti inilah yang dibawa ke Singapura dan Malaysia oleh<br />

para perantau dan pedagang dari China.<br />

Situs bersejarah<br />

KELENTENG, lantaran usia bangunannya vang


kebanyakan sudah tua, kini menjadi situs bersejarah atau<br />

bangunan yang seharusnya dilindungi. Di Jalan Pasar<br />

Baru, Kota Tangerang itulah terdapat Vihara Nimmala yang<br />

dulunya bernama Kelenteng Boen San Bio (Kebajikan<br />

Setinggi Gunung). Selain Kelenteng Boen San Bio, di<br />

Tangerang masih terdapat dua kelenteng tua lainnya yaitu<br />

Kelenteng Boen Tek Bio di kawasan Pasar Lama dan<br />

Kelenteng Boen Hay Bio di Serpong, Tangerang.<br />

Kelenteng Boen San Bio dibangun pada 1689 oleh Oey<br />

Giok Koen, seorang tuan tanah yang pernah berkuasa di<br />

kawasan Pasar Baru. Kini vihara ini amat terkenal dengan<br />

l0 rekor prestasi yang berhasil diraihnya dari Museum<br />

Rekor Indonesia (MURI). Antara lain, lampion terbanyak,<br />

hio terbesar seberat 4,8 ton terbuat dari batu giok dan<br />

vihara yang memiliki 17 Kiem Sin (patung dewa-dewa) dari<br />

batu onyx.<br />

Di pintu masuk indera penglihatan kita suuah disergap<br />

oleh berbagai detail seperti warna khas Tiongkok merah<br />

menyala dipadu dengan kuning dan motif bunga pada<br />

gapura pintu masuk, deretan ratusan lampion merah<br />

bertuliskan kertas kuning nama-nama keluarga<br />

penyumbang lampion dan tulisan motto unik kelenteng ini<br />

yaitu "the temple never sleep".<br />

Di pojok sebelah kiri, terlihat rumah minyak berwarna<br />

merah menyala yang menyediakan berbotol-botol minyak<br />

sumbangan dari donatur untuk digunakan umat<br />

bersembahyang. Setelah memasuki koridor terlihat<br />

ruangruang peribadatan di setiap sudutnya lengkap<br />

dengan meja altar dan patting-patting dewra. Tak kurang


terdapat 16 tempat peribadatan yang diisi dengan<br />

patungpatung dewa dalam kepercayaan China Khonghucu<br />

(Kong Fu Tse).<br />

Menjelang perayaan Imlek, suasana di kelenteng ini<br />

biasanya sangatlah meriah. Lilin-lilin merah setinggi sekitar<br />

1 meter yang bisa menyala tanpa henti selama sebulan<br />

lebih dinyalakan. Selain altar utama, di kiri dan kanan<br />

kelenteng ini, terdapat tempat pemujaan yang dibagi<br />

berdasarkan permintaan.<br />

Tentu saat memasuki kelenteng, harum dupa wangi dan<br />

asap yang bisa membuat mata perih langsung menyergap.<br />

Seperti halnya kelenteng lain, akan dijumpai pula patungpatung<br />

para dewa dan dewi, tak terkecuali patung Dewi<br />

Kwan Im (Dewi Welas Asih yang diagungkan masyarakat<br />

Tionghoa) setinggi tiga meter di halaman belakang.<br />

Kelenteng dengan pelindung Khongco Hok Pek Tjeng<br />

Sin atau Dewa Bumi ini menyimpan banyak artifak<br />

bersejarah seperti bagian kepala dan ekor berwarna biru<br />

dan kuning dari perahu Peh Cun yang berbentuk naga dari<br />

tahun 1940 yang disimpan dalam sebuah gazebo di<br />

halaman belakang.<br />

Kelenteng Boen Tek Bio<br />

BERBICARA tentang Kelenteng Boen Tek Bio<br />

(Padumuttara) tidak terlepas dari sejarah Kota Tangerang<br />

dan keberadaan orang Tionghoa di Tangerang. Boen Tek<br />

Bio adalah kelenteng tertua yang dibangun pada 1684 di<br />

kawasan permukiman China, di Pasar Lama. Kelenteng ini<br />

juga diketahui merupakan bangunan paling tua di<br />

Tangerang sebagai saksi sejarah bahwa orang-orang


China sudah berdiam di Tangerang lebih dari tiga abad<br />

silam.<br />

Para penghuni perkampungan Petak Sembilan secara<br />

gotongroyong mengumpulkan dana untuk mendirikan<br />

sebuah kelenteng yang diberi nama Boen Tek Bio.<br />

(Boen=Sastra Tek=Kebajikan Bio=Tempat Ibadah). Bio<br />

yang pertama berdiri diperkirakan masih sederhana sekali<br />

yaitu berupa tiang bambu dan beratap rumbia. Awal abad<br />

ke-19 setelah perdagangan di Tangerang meningkat, dan<br />

umat Boen Tek Bio semakin banyak, kelenteng ini lalu<br />

mengalami perubahan bentuk seperti yang bisa dilihat<br />

sekarang.<br />

Sebagai tuan rumah kelenteng ini adalah Dewi Kwan<br />

Im. Selain Dewi Kwan Im di sebelah kiri dan kanan<br />

kelenteng ini juga dibangun tempat untuk dewa-dewa lain.<br />

Berbeda dengan kebanyakan kelenteng yang ada di<br />

Indonesia maupun yang ada di negeri Tiongkok, Kelenteng<br />

Boen Tek Bio mempunyai satu tradisi yang sudah<br />

berlangsung selama ratusan tahun yaitu apa yang dikenal<br />

dengan nama Gotong Toapekong.<br />

Setiap 12 tahun sekali yaitu saat tahun Naga menurut<br />

kalendar China, di dalam Kota Tangerang berlangsung<br />

arak-arakan joli Ka Lam Ya, Kwan Tek Kun dan terakhir<br />

Joli Ema Kwan Im. Pesta tahun Naga ini dimeriahkan oleh<br />

pertunjukan Barongsai dan Wayang Potehi yang berhasil<br />

menyedot ribuan pengunjung. Pesta ini terakhir kali<br />

diadakan tahun 1976.<br />

Rumah Tua Kapitan Tionghoa


RUMAH tua ini sudah berusia lebih kurang 400 tahun.<br />

Konon rumah berhantu itu bekas rumah tuan tanah,<br />

seorang Kapten Tionghoa (Kapitein der Chineezen) di<br />

zaman Belanda.<br />

Pangkat kapten dan letnan diberikan Kompeni<br />

(pemerintah Belanda) kala itu hanya kepada seseorang<br />

dari keluarga terkaya di daerah tertentu dengan<br />

kewenangan mengatur secara administratif daerah<br />

tersebut. Tugasnya kira-kira sepadan dengan lurah<br />

sekarang. Di PeChinan, pengaturan daerah secara<br />

admistratif dilakukan oleh sebuah Dewan Tionghoa (Kong<br />

Koan) yang beranggotakan kapitein dan letnan. Sejak<br />

1837 dewan ini diketuai seorang mayor yang dibantu<br />

kapitein dan letnan. Hanya tiga kota besar yaitu Batavia,<br />

Semarang, dan Surabaya yang memiliki Mayor Tionghoa<br />

dan mengetuai Kong Koan. Kong Koan berwenang<br />

menyelesaikan perkara kecil di antara orang Tionghoa tapi<br />

atas nama pemerintah Hindia Belanda dan menyerahkan<br />

perkara besar kepada pemerintah.<br />

PeChinan atau kawasan Pasar Lama merupakan salah<br />

satu kampung tua di Tangerang. Sejak November 1740,<br />

penguasa VOC menetapkan kawasan Pasar Lama<br />

sebagai tempat tinggal para pemukim asal China.<br />

Maksudnya, agar penguasa Belanda mudah melakukan<br />

pengawasan terhadap mereka. Di perkampungan ini<br />

ditempatkan seorang Kapitein China yang diserahi tugas<br />

mengawasi masyarakatnya. Pada masa itu, para Mayor<br />

dan Kapitein China digambarkan hidup seperti raja-raja<br />

Mandarin.


Adalah Souw Siauw Keng yang ditunjuk Kompeni<br />

menjadi Luitenant der Chineezen di Tangerang pada<br />

1884. Keluarga Souw, sangat terkenal di masanya<br />

sebagai kakak beradik Souw Siauw Tjong dan Souw<br />

Siauw Keng (1849-1917). Souw Siauw Tjong dikenal orang<br />

terkaya di Batavia dan memiliki tanah luas di Paroeng<br />

Koeda, Kedawoeng Oost (Wetan), dan Ketapang,<br />

Tangerang, Banten.<br />

la juga dikenang berjiwa sosial juga rendah hati<br />

terhadap masyarakat sekitar, sehingga memerintahkan<br />

untuk mendirikan sekolah bagi anak bumiputera di tanah<br />

miliknya, menyantuni orang miskin, dan menyumbang<br />

makanan dan bahan bangunan ketika kebakaran terjadi.<br />

Souw Siauw Tjong pula yang menjadi donatur pemugaran<br />

Kelenteng Boen Tek Bio Tangerang pada 1875 dan<br />

Kelenteng Kim Tek Ie Batavia pada 1890. Dia menolak<br />

kedudukan Luitenant der Chineezen yang ditawarkan<br />

Kompeni. Meski begitu, pada Mei 1 8 7 7 dia<br />

dianugerahinya gelar Luitenant Titulair (Letnan<br />

Kehormatan).<br />

Belum bisa dipastikan apakah Souw Siauw Keng<br />

pernah menghuni rumah tersebut. Yang jelas, rumah ini<br />

sekarang tidak dihuni oleh keturunan sang kapiten tetapi<br />

dihuni oleh empat keluarga pegawai perkebunan. Rumah<br />

ini cukup terkenal di kalangan pembuat film, bahkan<br />

sempat dipakai syuting film Drakula Mantu yang dibintangi<br />

Tan Tjeng Bok dan Benyamin S. juga film Si Pitung.<br />

Rumah masih menyimpan beberapa detail menarik


seperti plang atap dengan ukiran khas China, pintu besar<br />

dari kayu dan patung binatang batu yang uniknya berisi<br />

batu bulat sebesar kepalan tangan dalam mulutnya yang<br />

hanya bercelah sekitar 5 cm.<br />

BAB DUA<br />

Asal-usul Budaya Lokal<br />

SEPERTI juga Jakarta dan Banten, Tangerang pernah<br />

menjadi sebuah tempat dimana berbagai suku dan bangsa<br />

hidup berdampingan dengan damai. Rakyat di ketiga kota<br />

pelabuhan itu sejak tempo dulu merupakan konglomerasi<br />

dari sejumlah komunitas etnik yang memiliki keyakinan<br />

yang berbeda-beda, seperti China, Arab, Melayu, Eropa<br />

dan orang setempat sendiri.<br />

Dengan kata lain, masyarakat di sana adalah sebuah<br />

masyarakat yang menjunjung tinggi multikulturalisme. Ini tak<br />

ubahnya dengan kehidupan masyarakat Betawi di, Jakarta<br />

tempo doeloe. Secara biologis, mereka yang mengaku<br />

sebagai orang Betawi adalah keturunan kaum berdarah<br />

campuran aneka suku dan bangsa. Mereka adalah hasil<br />

kawin-mawin antar etnis dan bangsa di masa lalu.<br />

Oleh sebab itu, apa yang disebut dengan orang atau<br />

Suku Betawi sebenarnva terhitung "pendatang baru" di<br />

Jakarta. Kelompok etnis ini lahir dari perpaduan berbagai<br />

kelompok etnis lain yang sudah lebih dulu hidup di Jakarta,<br />

seperti orang Sunda, Jawa, Arab, Bali, Sumbawa, Ambon,<br />

dan Melayu. Antropolog Universitas Indonesia, Dr Yasmine<br />

Zaki Shahab MA menaksir, etnis Betawi baru terbentuk<br />

sekitar dua abad lalu, antara tahun 1816-1893.<br />

Perkiraan ini didasarkan atas studi sejarah demografi


penduduk Jakarta vang dirintis sejarawan Australia, Lance<br />

Casle. Di zaman kolonial Belanda, pemerintah selalu<br />

melakukan sensus, yang dikategorisasikan berdasarkan<br />

bangsa atau golongan etnisnva. Dalam data sensus<br />

penduduk Jakarta tahun 1615 dan 1673, terdapat<br />

penduduk dari berbagai golongan etnis, tetapi tidak ada<br />

catatan mengenai golongan etnis Betawi.<br />

Pada 1673, penduduk dalam kota Batavia berjumlah<br />

27.086 orang. Terdiri dari 2.740 orang Belanda dan Indo,<br />

5.362 orang Mardijker, 2.747 orang Tionghoa, 1.339 oran;<br />

Jawa dan moor (India), 981 orang Bali dan 611 orang<br />

Melayu. Penduduk yang bebas ini ditambah dengan<br />

13.278 orang budak (49%) dari bermacam-macam suku<br />

dan bangsa.<br />

Namun, pada 1930, kategori orang Betawi vang<br />

sebelumnya tidak, pernah ada justru muncul sebagai<br />

kategori baru dalam data sensus tahun tersebut. Jumlah<br />

orang Betawi sebanyak 778.953 jiwa dan menjadi<br />

mayoritas penduduk Batavia waktu itu.<br />

Antropolog Universitas Indonesia, Prof Dr Parsudi<br />

Suparlan menyatakan, kesadaran sebagai orang Betawi<br />

pada awal pembentukan kelompok etnis itu juga belum<br />

mengakar. Dalam pergaulan sehari-hari, mereka lebih<br />

sering menyebut diri berdasarkan lokalitas tempat tinggal<br />

mereka, seperti orang Kemayoran, orang Senen, atau<br />

orang Rawabelong.<br />

Pengakuan terhadap adanya orang Betawi sebagai<br />

sebuah kelompok etnis dan sebagai satuan sosial dan<br />

politik dalam lingkup yang lebih luas, yakni Hindia Belanda,


aru muncul pada 1923, saat Moh. Husni Thamrin, tokoh<br />

masyarakat Betawi mendirikan Perkoempoelan Kaoem<br />

Betawi. Baru pada waktu itu pula segenap orang Betawi<br />

sadar mereka merupakan sebuah golongan, yakni<br />

golongan orang Betawi.<br />

Pada 1961, suku Betawi mencakup kurang lebih 22.9<br />

persen dari antara 2,9 juta penduduk Jakarta pada waktu<br />

itu. Mereka semakin terdesak ke pinggiran, bahkan<br />

ramairamai menyingkir ke daerah satelit Jakarta, seperti<br />

Bekasi, Cileungsi, Depok, Cibinong, Citayam, hingga ke<br />

Tangerang. Walaupun sebetulnya, suku Betawi tidaklah<br />

pernah tergusur atau digusur dari Jakarta, namun karena<br />

proses asimilasi dari berbagai suku yang ada di Indonesia<br />

dan hingga kini terus berlangsung, maka melalui proses<br />

panjang itu pulalah suku Betawi hadir di bumi Nusantara.<br />

Di Jakarta dan sekitarnya berangsur-angsur terjadi<br />

pembauran antar suku bangsa, bahkan antar bangsa, dan<br />

lambat laun keturunannya masingmasing kehilangan ciriciri<br />

budaya asalnya. Akhirnya semua unsur itu luluh lebur<br />

menjadi sebuah kelompok etnis baru yang kemudian<br />

Betawi etnis baru yang kemudian dikenal dengan sebutan<br />

masyarakat Betawi.<br />

Muncullah beragam dialek dan subdialek Betawi<br />

sebagai cerminan dari pelbagai akulturasi kebudayaan<br />

Betawi secara umum. Hal itu merupakan hasil perkawinan<br />

berbagai macam kebudayaan, baik yang berasal dari<br />

daerah-daerah lain di Nusantara maupun kebudayaan<br />

asing. Dialek Betawi bukan cuma satu, hanya ape,


kenape, lu-gue, dan gak ade saja, yang masuk Subdialek<br />

Tengah itu. Selain subdialek itu, masih ada subdialek lain,<br />

yaitu subdialek Pinggir, yang juga disebut Betawi Ora. Ini<br />

terlihat dalam kata apah, ngapah serta luh-guah dan ora<br />

ada pisan. Ora dari bahasa Jawa berarti gak (tidak).<br />

Akan halnya dengan asal-usul kebudayaan di<br />

Tangerang, tentu saja tak bisa dilepaskan dengan<br />

kebudayaan Betawi secara umum. Pasalnya, penduduk<br />

pendatang asal Betawi kemudian kawin mawin dan<br />

beranak pinak dengan penduduk setempat asal China,<br />

Sunda, Jawa, Melayu dan lainnya. Karena itu, etnis dan<br />

budaya penduduk daerah ini kian beragam. Kondisi<br />

tersebut kian memperkokoh Tangerang sebagai daerah<br />

pertemuan berbagai etnis dan budaya, termasuk<br />

kebudayaan Betawi.<br />

Dari masa ke masa masyarakat Betawi terus<br />

berkembang dengan ciriciri budayanya yang makin lama<br />

semakin mantap sehingga mudah dibedakan dengan<br />

kelompok etnis lain. Namun bila dikaji lagi sering tampak<br />

unsur-unsur kebudayaan yang menjadi sumber asalnya.<br />

Jadi tidaklah mustahil bila bentuk kesenian Betawi itu<br />

sering menunjukkan persamaan dengan kesenian daerah<br />

atau kesenian bangsa lain.<br />

Kesenian Betawi seperti Gambang Kromong yang<br />

berasal dari seni musik China, juga akrab di telinga<br />

masyarakat Tangerang, Depok dan Bekasi. Begitu pula<br />

kesenian Tanjidor yang berlatar-belakang ke-Belandaan.<br />

Tetapi musik khas, seperti Keroncong Tugu dengan latar<br />

belakang Portugis, tidak dikenal di Tangerang karena tidak


ada akar Portugis di sana.<br />

Bagi masyarakat Betawi sendiri, di mana pun mereka<br />

tinggal, segala yang tumbuh dan berkembang di tengah<br />

kehidupan seni budayanya dirasakan sebagai miliknva<br />

sendiri seutuhnya, tanpa mempermasalahkan dari mana<br />

asal unsur-unsur yang telah membentuk kebudayaan itu.<br />

Demikian pulalah sikap terhadap keseniannya sebagai<br />

salah satu unsur kebudayaan yang paling kuat<br />

mengungkapkan ciri-ciri kebetawiannya, terutama pada<br />

seni pertunjukkannya.<br />

Berbeda dengan kesenian kraton vang merupakan<br />

hasil karya para seniman di lingkungan istana dengan<br />

penuh pengabdian terhadap seni, kesenian Betawi justru<br />

tumbuh dan berkembang di kalangan rakyat secara<br />

spontan dengan segala kesederhanaannya. Oleh karena<br />

itu, kesenian Betawi dapat digolongkan sebagai kesenian<br />

rakyat.<br />

Tampaknya, budayawan Umar Kayam benar ketika ia<br />

mengatakan bahwa sebelum Banten muncul sebagai<br />

imperium yang jaya. Sunda Kelapa dan Jayakarta sudah<br />

lebih dulu merupakan permukiman besar yang dihuni<br />

berbagai etnik dan ras, termasuk China dan Arab. Mereka<br />

berbaur, bergesekan, berdialog dan suatu proses<br />

pembangunan sosok budaya yang kemudian disebut<br />

Budaya Betawi.<br />

Gambang Kromong<br />

CONTOH pembauran yang harmonis antara unsur<br />

pribumi dengan unsur China dalam dunia musik Betawi,


dapat kita lihat dalam orkes gambang kromong, yang<br />

tampak pada alat-alat musiknya. Sebagian alat seperti<br />

gambang, keromong, kemor, kecrek, gendang, kempul,<br />

slukat, gong enam dan gong kecil adalah unsur pribumi,<br />

sedangkan sebagian lagi berupa alat musik gesek China<br />

yakni kongahyan, tehyan, dan skong.<br />

Dalam lagu-lagu yang biasa dibawakan orkes tersebut,<br />

rupanya bukan saja terjadi pengadaptasian, bahkan pula<br />

pengadopsian lagu-lagu China yang disebut pobin, seperti<br />

pobin mano Kongjilok, Bankinhiva, Posilitan, Caicusiu<br />

dan sebagainya. Biasanya disajikan secara instrumental.<br />

Terbentuknya orkes gambang kromong tidak dapat<br />

dilepaskan dari Nie Hukong, seorang pemimpin golongan<br />

China.<br />

Dia hidup pada pertengahan abad ke-18 di Jakarta<br />

dan dikenal sebagai penggemar musik. Atas<br />

prakarsanyalah, terjadi penggabungan alat-alat musik yang<br />

biasa terdapat dalam gamelan pelog slendro dengan yang<br />

dari Tiongkok. Pada masa itu, orkes gambang kromong<br />

hanya dimiliki oleh babah-babah peranakan China.<br />

Seperti ditulis oleh salah seorang pakar budaya<br />

Betawi, Ridwan Saidi, dalam buku “Profil Orang Betawi”,<br />

dijelaskan bahwa Gambang Kromong adalah jenis musik<br />

tradisi Betawi yang mempunyai pengemar tidak saja di<br />

daerah Jakarta, tetapi juga berkembang subur di daerah<br />

pesisir, mulai dari Tangerang hingga Bekasi.<br />

Gambang Kromong digemari masyarakat terutama dari<br />

etnik Betawi, karena selain bisa dinikmati sebagai sebuah


sajian musik, juga seni tradisi yang berkembang di wilayah<br />

Tangerang sampai Tambun ini, juga lazim dipergunakan<br />

untuk mengiringi goyang para penari. Syair dari lagu-lagu<br />

Gambang Kromong inipun mencerminkan sinkretisme<br />

Melayu-China, seperti pengaruh alat musik Tehyan atau<br />

semacam biola China yang biasanya terdengar dominan<br />

sepanjang lagu, sementara musikalitas gambang sendiri,<br />

membersitkan suatu keakraban yang bernuansa Betawi<br />

Purba. Selain "Jali-jali dan "Sirih Kuning", lagu-lagu lain<br />

seperti,"Gelatik<br />

Nguk-nguk", "Surilang Enjot-enjotan", "Cente Alanis<br />

Dipatok Burung" dan lain-lain, banyak mengandung kata<br />

yang tidak jelas artinya. Seperti asal kata, nguk-nguk,<br />

surilang atau jali-jali, sangat sulit ditelusuri dari mana katakata<br />

itu berasal.<br />

Secara historis, kesemua lagu itu memang memiliki<br />

perjalanan panjang dan menjadi bagian tak terpisahkan<br />

dari peta seni rakyat Betawi. Dari cengkok melodinya,<br />

lagu-lagu tersebut jelas terpengaruh notasi lagu bergaya<br />

China.<br />

Dewasa ini orkes gambang kromong biasa digunakan<br />

untuk mengiringi tari pertunjukan kreasi baru, seperti tari<br />

Sembah Nyai, Sirih Kuning dan sebagainya, di samping<br />

untuk mengiringi teater lenong. Teater rakyat Betawi ini<br />

dalam beberapa segi tata pentasnya mengikuti pola opera<br />

Barat, dilengkapi dekor dan properti lainnya, sebagai<br />

pengaruh komedi stambul, komedi ala Barat berbahasa<br />

Melayu, yang berkembang pada awal abad ke20.


Peh Chun<br />

Nonton Peh Cun di Ka1i Tangerang<br />

Sane-sini aeh rame bukan kepalang<br />

Bang Mamat dan Mpok Mide ampe lupe pulang...<br />

LANTUNAN suara Ida Royani yang diiringi Orkes<br />

Gambang Kromong Naga Mustika barusan, mungkin akrab<br />

bagi pendengarnya di tahun 70-an. Ketika itu sejumlah<br />

radio swasta kerap memutar lagu berjudul "Nonton Peh<br />

Cun" ini atas permintaan pendengar.<br />

Repertoire lagu berirama gambang kromong seperti<br />

ini, sekarang tak pernah lagi diperdengarkan dalam ruang<br />

publik kita. Boleh jadi, lantaran kalah pamor dengan genre<br />

musik masa kini. Makanya, di kalangan orang Betawi<br />

sendiri paling banter hanya orang yang lebih tua yang<br />

dapat menceritakan nostalgia meriah pesta Peh Chun<br />

seperti yang digambarkan dalam syair lagu gambang<br />

kromong tadi.<br />

Pesta Peh Chun adalah untuk memperingati l00 hari<br />

tahun baru China (Imlek). Tahun Baru Imlek atau yang<br />

disebut Sin Tjia oleh masyarakat keturunan China yang<br />

berbahasa Hokkian, bermula dari ungkapan rasa gembira<br />

para petani di Tiongkok zaman dahulu kala untuk<br />

menyambut musim semi (Chun), yaitu saat mereka dapat<br />

kembali bekerja kembali di sawah.<br />

Kendati di rayakan oleh masyarakat Tionghoa, namun<br />

karena begitu meriah pesta Peh Chun ini, maka bagi


masyarakat Betawi merupakan hiburan tersendiri. Bagi<br />

anak muda Betawi pada zamannya, Peh Chun menjelma<br />

menjadi ajang mencari jodoh. Tua-muda, lelaki dan<br />

perempuan, tak mau ketinggalan menonton "karnaval" di<br />

Kali Ciliwung itu.<br />

Peh Chun digelar dari pagi hingga malam,<br />

dimeriahkan dengan pesta perahu di sungai yang dihiasi<br />

lampu warna-warni dan orkes gambang kromong. Saking<br />

meriahnya itu pesta Peh Chum, digambarkan dalam lagu<br />

gambang kromong tadi. Bang Mamat dan mpok Mide<br />

(figur pasangan muda Betawi) sampai lupa pulang.<br />

Sedangkan di Tangerang, di samping acara Gotong<br />

Toapekong, sejak tahun 1911 para umat Kelenteng Boen<br />

Tek Bio menyelenggarakan pesta Peh Chun (Petjun) yang<br />

diadakan, di Kali Cisadane, yaitu perlombaan balap<br />

perahu naga. Perlombaan ini berlangsung sekitar bulan<br />

Mei-Juni saat musim kemarau ketika air sungai jernih dan<br />

tenang. Sayang, acara Peh Chun tersebut dan apa pun<br />

kesenian asal China sempat dilarang oleh pemerintah<br />

untuk dipertunjukkan di mana-mana setelah meletusnya<br />

peristiwa G-30 S/PKI.<br />

Baru setelah zaman reformasi, Peh Chun digelar kembali<br />

melalui Festival Cisadane. Pada festival ini digelar<br />

kegiatan lomba perahu Naga dan atraksi kesenian khas<br />

daerah seperti tarian barongsay, liong, debus dan atraksi<br />

kesenian khas daerah lainnya. Dalam kegiatan tersebut<br />

selain dapat menyaksikan berbagai atraksi hiburan,<br />

pengunjung juga dapat berbelanja berbagai barang


kerajinan dan suvenir yang merupakan hasil kerajinan<br />

rakyat dan juga hasil produksi industri di Kota Tangerang.<br />

Di masa yang akan datang, Festival Perahu Naga yang<br />

selama ini diselenggarakan di belakang pertokoan<br />

Robinson, akan dipindahkan ke daerah Kali Pasir yang<br />

banyak terdapat bangunan-bangunan kuno bergaya<br />

arsitektur tradisional China. Pemerintah Daerah Kota<br />

Tangerang telah siap dengan Rencana Terinci Ruang Kota<br />

(RTRK) pengembangan Kali Pasir sebagai daerah wisata<br />

budaya.<br />

Tari Cokek<br />

TARI cokek adalah tarian khas Tangerang, yang<br />

diwarnai budaya etnik China. Tarian ini diiringi orkes<br />

gambang kromong ala Betawi dengan penari mengenakan<br />

kebaya yang disebut cokek. Tarian Cokek mirip sintren<br />

dari Cirebon atau sejenis ronggeng di Jawa Tengah.<br />

Tarian ini kerap identik dengan keerotisan penari, yang<br />

dianggap tabu oleh sebagian masyarakat lantaran dalam<br />

peragaannya, pria dan wanita menari berpasangan dalam<br />

posisi berdempet-dempetan. Cokek sendiri merupakan<br />

tradisi lokal masyarakat Betawi dan China Benteng, yaitu<br />

kelompok etnis China yang nyaris dipinggirkan, dan kini<br />

banyak bermukim di Tangerang.<br />

Menurut Ninuk Kleden Probonegoro, seorang peneliti<br />

dari LIPI, banyak versi tentang awal kelahiran seni rakyat<br />

ini. Versi pertama, cerita dimulai pada masa tuan-tuan


tanah menguasai Betawi sekitar abad ke-19, khususnya di<br />

daerah yang saat ini dikenal dengan nama Kota atau<br />

Beos. Di sana banyak tinggal tuan tanah kaya. Setiap<br />

malam Minggu, mereka biasa mengadakan pesta.<br />

Para tuan tanah ini biasanya juga banyak memiliki<br />

pembantu yang mahir bermain musik dan menari.<br />

Umumnya pesta para tuan tanah ini dimeriahkan oleh<br />

musik dari rombongan Gambang Kromong. Saat itulah<br />

para pembantu tuan tanah yang terdiri dari gadis-gadis<br />

muda itu, melayani tamu-tamu lelaki untuk menari. Mereka<br />

itulah yang kemudian disebut sebagai penari Cokek.<br />

Versi kedua, Cokek berasal dari Teluk Naga di<br />

Tangerang. Menutut versi ini, pada saat itu, daerah Tanjung<br />

Kait dikuasai oleh tuan tanah bernama Tan Sio Kek.<br />

Seperti biasa tuan tanah kaya lainnya, Tan Sio Kek juga<br />

mempunyai sebuah kelompok musik.Pada suatu hari,<br />

datang tiga orang bercocing, yaitu rambut yang dikepang<br />

satu. Diduga berasal dari daratan China. Ketiga orang ini<br />

membawa tiga buah alat musik yaitu, Tehiyan, Su Khong<br />

dan Khong ahyan. Ternyata ketiga orang itu juga mahir<br />

bermain musik.<br />

Ketika malam tiba, ketiga orang tersebut berkenan<br />

memainkan alat-alat musiknya. Tiga alat musik yang<br />

mereka bawa itu kemudian dimainkan bersama-sama alat<br />

musik kampung yang dimiliki oleh grup musik milik tuan<br />

tanah Tan Sio Kek. Dari perpaduan bunyi berbagai alat<br />

musik yang dimainkan oleh para pemusik tersebut, lahirlah<br />

musik Gambang Kromong.<br />

Sedangkan para gadis yang menari dengan iringan


irama musik itu, kemudian disebut sebagai Cokek, yang<br />

diartikan anak buah Tan Sio Kek. Seperti halnya Nie<br />

Hukong, Tan Sio Kek lebih dapat menikmati tarian dan<br />

nyanyian para cokek, yaitu para penyanyi cokek<br />

merangkap penari pribumi yang biasa diberi nama bungabunga<br />

harum di Tiongkok, seperti Bwee Hoa, Han Siauw,<br />

Hoa, Han Siauw dan lain-lain.<br />

Dalam perkembangannya, walau kelompok Gambang<br />

Kromong bila mendapat undangan pentas mendapatkan<br />

honor atau bayaran, namun para Cokek, atau penari<br />

perempuan itu, tidak dibayar, tetapi mencari bayaran<br />

sendiri dari para lelaki yang mengajak mereka menari atau<br />

ngibing. bawah Rambutnya tersisir rapih licin ke belakang.<br />

Ada pula yang dikepang kemudian disanggulkan yang<br />

bentuknya tidak begitu besar, dihias dengan tusuk konde<br />

bergoyang-goyang.<br />

Tamu Terhormat<br />

SEBAGAI pembukaan pada tari Cokek ialah wawayangan.<br />

Penari Cokek berjejer memanjang sambil melangkah maju<br />

mundur mengikuti irama gambang kromong. Rentangan<br />

tangannya setinggi bahu meningkah gerakan kaki.<br />

Setelah itu penari Cokek menari bersama dengan<br />

mengalungkan selendang pertama-tama kepada tamu<br />

yang dianggap paling terhormat. Bila yang diserahi<br />

selendang itu bersedia ikut menari maka mulailah mereka<br />

ngibing, menari berpasang-pasangan. Tiap pasang<br />

berhadapan pada jarak yang dekat tetapi tidak saling<br />

bersentuhan. Ada kalanya pula pasangan-pasangan itu


saling membelakangi. Kalau tempatnya cukup leluasa<br />

biasa pula ada gerakan memutar dalam lingkaran yang<br />

cukup luas.<br />

Pakaian penari cokek biasanya terdiri atas baju kurung<br />

dan celana panjang dari bahan semacam sutera berwarna.<br />

Ada yang berwarna merah menyala, hijau, ungu, kuning<br />

dan sebagainya, polos dan menyolok. Di ujung sebelah<br />

bawah celana biasa diberi hiasan dengan kain berwarna<br />

yang serasi. Selembar selendang panjang terikat pada<br />

pinggang dengan kedua ujungnya terurai ke bawah<br />

Rambutnya tersisir rapih licin kebelakang. Ada pula yang<br />

dikepang kemudian disanggulkan yang bentuknya tidak<br />

begitu besar, dihias dengan tusuk konde bergoyanggoyang.<br />

Dinamis dan Erotis<br />

SUARA tiga alat musik gesek asal daratan China,<br />

khongahyan, tehiyan, d a n su khong, cukup menyayat<br />

menusuk gendang telinga. Namun tiga alat gesek khas<br />

China itu, seakan memberikan harmonisasi komposisi<br />

gambang kromong saat mengiringi tarian onde-onde hasil<br />

pengembangan tari Cokek.<br />

Ketiga alat gesek akan terdengar semakin memekik<br />

manakala pukulan kendang dan kecrek dimainkan dalam<br />

tempo cepat. Distorsi yang dihasilkan justru semakin<br />

membuat ritme tarian empat penari Cokek,<br />

memperlihatkan goyangan pinggulnya mengikuti irama.<br />

Mereka seakan tidak mengenal lelah terus melenggang<br />

ditingkahi musik gambang kromong menciptakan irama


penuh keriangan. Posisi tubuh penari yang terkadang<br />

tegak dan terkadang membungkuk, menampilkan kesan<br />

erotis. Demikian pula saat pinggul digoyang, hanya<br />

sesekali berputar selebihnya melenggang.<br />

Tarian onde-onde tidak hanya memperlihatkan sisi erotis,<br />

tetapi juga dinamisasi gerak. Semisal di sela selancar<br />

serta matuk, juga diselingi gerakan nguk-nguk (loncat)<br />

yang dilakukan secara bersama-sama. Adakalanya tarian<br />

ditingkahi gerakan tangan dan kepala, mengikuti entakan<br />

suara gendang dan kecrek saat tempo nada cepat. Namun<br />

gerakan sang penari dapat berubah tiba-tiba manakala te<br />

hi ang, su khong, dan khong a yan, mendominasi musik<br />

pengiring.<br />

Dalam gerakan, antara onde-onde yang belakangan.<br />

Dimasukkan dalam khasanah tarian Betawi dengan<br />

jaipongan yang juga masuk khasanah tarian Jawa Barat,<br />

merupakan bentuk tarian pengembangan dari tarian<br />

tradisional. Tarian onde-onde merupakan pengembangan<br />

tarian cokek, sedangkan jaipongan pengembangan dari<br />

ketuk tilu.<br />

Cokek ini termasuk dalam genre tari rakyat, yaitu tari<br />

yang hidup dan berkembang di kalangan rakyat jelata.<br />

Genre tari ini terlahir dan dihidupkan oleh komunitas etnik.<br />

Secara fungsi untuk upacara dan hiburan, tariannya dapat<br />

dibilang sederhana. Dalam penyajiannya jarak antara<br />

penonton dan pemain begitu lentur, dengan kata lain tidak<br />

ada jarak estetis, serta seluruh penonton terlibat langsung<br />

dalam pertunjukkannya.


Selain Cokek dari Tangerang, yang termasuk genre tari<br />

rakyat antara lain: sisingaan, doger kontrak dari Subang,<br />

ketuk tilu, benjang dari Bandung, ronggeng gunung, badud,<br />

ronggeng kaler dari Ciamis, ronggeng uyeg dari<br />

Sukabumi, angklung sered dari Tasikmalaya, angklung<br />

gubrag dari Bogor, angklung Baduy dari Kabupaten Lebak,<br />

topeng banjet dan bajidoran dari Karawang.<br />

Tradisi Perkawinan Chiou-Thaou<br />

ACARA pernikahan chio-thou diselenggarakan dalam<br />

tradisi kuno masyarakat China Benteng. Tradisi perkawinan<br />

chio-thau juga dilakukan oleh warga Tionghoa di<br />

Padang dan sekitarnya. Chiou-thau adalah istilah umum<br />

bagi suatu upacara pernikahan yang unik dan langka.<br />

Secara harfiah, chiou-thau berarti "mendandani<br />

rambut" - sebuah ritual pelintasan (rite of passage) yang<br />

harus dilaksanakan sebagai pemurnian dan inisiasi<br />

memasuki masa dewasa. Upacara ini sangat sakral dan<br />

hanya boleh dilakukan sekali seumur hidup sesaat<br />

menjelang pernikahan. Seorang duda atau janda yang<br />

menikah lagi tidak diperkenankan rnelakukan ritual ini<br />

untuk kedua kalinya. Dalam tafsir lain, mereka yang belum<br />

menjalani chiou-thau dianggap masih anak-anak.<br />

Menurut David Kwa, ahli sejarah Tionghoa yang<br />

menjadi konsultan acara ini, di masa lalu pasangan yang<br />

tidak menjalani chiou-thau dianggap akan melahirkan<br />

anak-anak haram. Begitu tingginya makna upacara


mendandani rambut.<br />

Pukul enam pagi, ritual ini sudah dimulai di rumah<br />

mempelai perempuan. Dengan upacara sederhana yang<br />

berlangsung polos - artinya, dengan bahasa sehari-hari<br />

dan berlangsung sangat wajar, termasuk kesalahankesalahan<br />

karena dilakukan tanpa general rehearsal -<br />

orang tua mempelai melakukan sembahyang di depan<br />

rumah, dan menyerahkan anak gadis mereka kepada<br />

jururias untuk didandani.<br />

Juru riasnya pun tampil sangat sederhana. Musik<br />

tradisional pat tim (artinya, delapan instrumen) yang terdiri<br />

atas instrumen gesek, tiup, dan perkusi mengiringi acara<br />

ini. Bunyi instrumen tiupnya sangat mirip dengan bagpipe<br />

dari Irlandia yang mendayu-dayu.<br />

Pengantin yang cantik keluar dari kamar dengan baju<br />

dan celana satin putih dan rambut tergerai. Ia didudukkan<br />

di kursi rias. Secara simbolis rambutnya disisir oleh adik<br />

pengantin. Kemudian rambut itu "disubal" dengan cemara<br />

(rambut palsu) dan digulung menjadi bola rambut di atas<br />

kepala pengantin. Di atas bola rambut itu kemudian<br />

ditusukkan 25 tusuk konde bermotif floral dan burung hong<br />

(phoenix). Burung hong adalah ratu semua unggas. Karena<br />

pengantin selalu dianggap sebagai raja sehari, maka<br />

pengantin perempuan memakai lambang ratu (burung<br />

hong), sedangkan pengantin laki-laki memakai lambang<br />

raja (naga).<br />

Setelah selesai merias rambut, jubah atau baju luar<br />

untuk pengantin dikenakan. Jubah ini berwarna hijau dan<br />

merah dengan sulaman dan ornamen hias dari logam


warna perak bermotif kura-kura, bunga, kupu-kupu, ikan,<br />

kepiting, rusa, buket bunga, dan sebagainya. Wajah<br />

pengantin juga ditutup dengan kerudung dari kain<br />

transparan berwarna hijau.<br />

Makan 12 mangkuk<br />

ACARA selanjutnya adalah bersantap dengan 12 jenis<br />

lauk yang masing-masing diletakkan dalam mangkuk<br />

porselin. Pengantin wanita didampingi dua orang saudara<br />

laki-laki yang belum menikah dan sebaiknya dari shio naga<br />

dan macan.<br />

Makanan dalam 12 mangkuk itu melambangkan<br />

kesinambungan rezeki dalam tiap-tiap bulan selama<br />

setahun. Rasa masakan juga berbeda-beda: asin, manis,<br />

pahit, tawar, pedas, gurih, berlemak - untuk menyiapkan<br />

pengantin bahwa tidak selamanya mereka menghadapi<br />

kondisi menyenangkan sepanjang usia pernikahan<br />

mereka.<br />

Setelah rangkaian acara mendandani rambut di rumah<br />

pengantin perempuan selesai, sang jururias diantar ke<br />

rumah pengantin laki-laki untuk melakukan ritual yang<br />

sama. Di masa lalu kaum laki-laki juga memakai rambut<br />

panjang yang dikuncir. Tetapi, karena di masa sekarang<br />

pengantin laki-laki kebanyakan berambut pendek, maka<br />

upacara penyisiran menjadi lebih mudah dan singkat.<br />

Apalagi karena tidak diperlukan berbagai tusuk konde.<br />

Sebelumnya, sambil menunggu kedatangan sang<br />

jururias, para tamu di rumah pengantin laki-iaki dijamu<br />

dengan berbagai jenis kue tradisional yang masing-masing


mempunyai makna simbolis. Misalnya, harus ada kue<br />

pepe, yaitu kue lapis dari tepung beras yang mengharap<br />

agar pasangan pengantin bisa lengket terus sampai kakek<br />

nenek.<br />

Kue lapis legit sebagai pengharapan akan rezeki yang<br />

berlapis-lapis. Kue mangkok yang mekar melambangkan<br />

rezeki dan cinta yang terus mekar. Kue ku berbentuk kurakura<br />

sebagai lambang panjang umur. Ada lagi ketan tetel<br />

yang dicocol dengan serundeng ebi, dan apem cukit yang<br />

dicocol dengan kinca duren. Kue tradisional lainnya<br />

termasuk lapis legit, roti bakso, manisan kolang-kaling,<br />

bika ambon, kue bugis, dan kue pisang.<br />

Setelah pengantin laki-laki mengenakan jubahnya dan<br />

memakai topi yang berbentuk caping petani, para sanak<br />

keluarga memberi hadiah berupa uang yang diharapkan<br />

akan menjadi modal awal dalam menempuh bahtera<br />

keluarga. Setelah acara saweran ini, dilakukan juga<br />

upacara makan 12 mangkuk.<br />

Taburan Beras Kuning<br />

PENGANTIN laki-laki kemudian pergi menjemput<br />

pengantin perempuan di rumahnya. Di masa lalu, ini<br />

dilakukan dengan naik tandu. Tetapi, sekarang dilakukan<br />

dengan naik mobil. Kedatangan kedua mempelai di rumah<br />

pengantin laki-laki disambut dengan gemuruh bunyi<br />

petasan. Tradisi ini tampaknya ditiru dalam tradisi<br />

pengantin Betawi.<br />

Anehnya, ada juga acara tabur beras kuning dan uang<br />

logam yang sangat mirip dengan acara pernikahan di<br />

berbagai adat Nusantara. Ini sekaligus menunjukkan


masuknya adat Sunda ke dalam tradisi chiou-thau. Para<br />

tamu, khususnya mereka yang masih muda, berebut<br />

memperoleh uang logam yang ditaburkan. Ini dipercaya<br />

sebagai lambang rezeki.<br />

Kedua mempelai langsung digiring masuk ke kamar<br />

pengantin. Di belakang pintu tertutup itu kabarnya mereka<br />

melakukan upacara makan onde-onde. Pengantin laki-laki<br />

harus mencabut satu kembang goyang dari sanggul<br />

pengantin perempuan. Sebaliknya pengantin perempuan<br />

membuka kancing baju paling atas dari pengantin laki-laki.<br />

Masa' s e h cuma makan onde-onde? Ah, nggak usah<br />

dibahas lah apa yang sebetulnya terjadi di dalam sana.<br />

Setelah keluar dari kamar pengantin, dilakukan acara<br />

teh pai. Orang tua dan sanak saudara memberi sekadar<br />

uang pelita sebagai hadiah kepada pengantin. Berlainan<br />

dengan angpau yang biasanya dimasukkan ke dalam<br />

amplop berwarna merah, uang pelita ini dimasukkan dalam<br />

amplop putih bergaris merah.<br />

Kepada setiap pasangan orang tua dan kerabat yang<br />

akan memberi amplop, pengantin perempuan terlebih dulu<br />

menyuguhkan teh dalam mangkuk kepada yang, memberi<br />

amplop. Sesudah menerima amplop, pasangan pengantin<br />

melakukan pai atau kowtow (menghormat dengan kedua<br />

tangan saling digenggam dan digoyang-goyangkan di<br />

depan leher) sebagai ucapan terima kasih. Bukanlah ini<br />

sangat mirip dengan acara "jual dawet” dalam tatacara<br />

perkawinan Jawa?<br />

Tentu saja harus ada acara makan-makan dalam


setiap rangkaian upacara pernikahan. Salah satu hidangan<br />

istimewa khas Tangerang adalah bakso Lohwa. Biasanya<br />

bakso ini harus dibuat dari daging babi. Tetapi, karena<br />

banyak tamu yang beragama Islam, daging baksonya<br />

dibuat dari campuran ayam, sapi, dan udang. Kaldu<br />

beningnya sungguh lezat. Versi asli bakso Lohwa ini justru<br />

daging yang dicincang kasar agar terasa ketika digigit.<br />

Hidangan lain yang tampak di meja adalah capcay, sambal<br />

godok, ayam goreng bumbu kuning, pare isi daging, kuah<br />

kecap, pindang bandeng, rujak penganten, dan bihun<br />

goreng. Pindang bandeng, seperti pernah saya<br />

kemukakan sebelumnya, tidak hanya populer di<br />

Tangerang, melainkan juga di Jakarta.<br />

Bumbunya adalah bawang merah, cabe, kunyit, jahe,<br />

lengkuas, daun salam, asam jawa. Uniknya, semua bumbu<br />

ini hanya dibakar - tidak diulek<br />

- dan kemudian direbus dalam kuah bandeng. Ditambah<br />

kecap, tentu saja. Orang Tangerang sangat bangga<br />

dengan produk kecal lokal merek SH. "Kagak aci kalau<br />

bukan kecap SH," kata si jurumasak. Jangan lupa, pindang<br />

bandeng harus dimakan dengan emping goreng khas<br />

Banten yang wajib diguyur dengan kuahnya. Nyam nyamnyam!!!<br />

Semua makanan yang dihidangkan bukan dari<br />

perusahaan jasaboga (catering), melainkan semacam<br />

potluck dari para kerabat dan tetangga, sehingga betulbetul<br />

merupakan home cooking. Pindang bandeng dari<br />

keluarga A, bihun goreng dari keluarga B, dan seterusnya.


Musik Tanjidor<br />

PENGARUH Eropa yang kuat pada salah satu bentuk<br />

musik rakyat Betawi, tampak jelas pada orkes Tanjidor,<br />

yang biasa menggunakan klarinet, trombon, piston, trompet<br />

dan sebagainya. Alat-alat musik tiup yang sudah berumur<br />

lebih dari satu abad masih banyak digunakan oleh<br />

grupgrup Tanjidor. Mungkin bekas alat-alat musik militer<br />

pada masa jayanya penguasa kolonial tempo doeloe.<br />

Dengan alat-alat setua itu, Tanjidor biasa digunakan<br />

untuk mengiringi perhelatan atau arak-arakan pengantin.<br />

Membawakan lagu-lagu barat berirama 'mars' dan [Waltz]<br />

yang susah sulit dilacak asal-usulnya, karena telah<br />

disesuaikan dengan selera dan kemampuan ingatan<br />

panjaknya dari generasi ke generasi.<br />

Orkes Tanjidor mulai timbul pada abad ke 18.<br />

VaIckenier, salah seorang Gubernur Jenderal Belanda<br />

pada jaman itu tercatat memiliki sebuah rombongan yang<br />

terdiri dari 15 orang pemain alat musik tiup, digabungkan<br />

dengan pemain gamelan, pesuling China dan penabuh<br />

tambur Turki, untuk memeriahkan berbagai pesta.<br />

Karena biasa dimainkan oleh budak-budak, orkes<br />

demikian itu dahulu disebut Slaven-orkes. Dewasa ini<br />

tanjidor sering ditampilkan untuk menyambut tamu-tamu<br />

dan untuk memeriahkan arak-arakan.<br />

Di Tangerang, dalam setiap perayaan Cap Go Meh ini<br />

orang-orang kaya merayakannya dengan menanggap<br />

musik Tanjidor atau gambang kromong lengkap dengan<br />

penarinya di muka halaman rumahnya. Tanjidor juga kerap<br />

dimainkan di dalam Kelenteng Boen San Bio, di Pasar


Baru. Sebagian lainnya mengadakan pentas keliling<br />

kesenian musik Tanjidor atau gambang kromong lengkap<br />

dengan beberapa orang penarinya.<br />

Rombongan musik keliling ini berada dalam lingkaran<br />

tambang. Orang-orang yang tertarik boleh masuk ke dalam<br />

lingkaran tambang untuk turut berjoget sambil keliling<br />

mengikuti rombongan musik tersebut. Rombongan ini<br />

berjalan mengikuti arah tambang ditarik, sehingga kalau<br />

ada dua kelompok atau lebih berada dalam satu lingkaran<br />

tambang mereka bisa saling tarik-menarik ujung tambang<br />

untuk mengarahkan jalannya rombongan.<br />

Kalau sudah tarik-menarik, maka kelompok yang<br />

mendapat dukungan besar lebih unggul, karena dengan<br />

kekuatan tenaga banyak orang mereka bisa memimpin<br />

jalannya rombongan. Sedangkan yang kalah tidak menjadi<br />

marah, melainkan ikut arus. Tetapi, pada saat lain arah<br />

rombongan bisa berubah lagi karena dorongan orang<br />

banyak.<br />

Arak-arakan musik ini bukan hanya satu rombongan<br />

saja, tetapi beberapa rombongan sekaligus turun keliling di<br />

jalan-jalan, sehingga kalau bertemu di tengah jalan mereka<br />

saling bertabrakan. Tetapi ini pun tidak menimbulkan<br />

keributan, karena mereka sama-sama tertawa lepas.<br />

Berbagai seni pertunjukan tradisional telah<br />

berkembang sesuai dengan perkembangan zaman dan<br />

masyarakat pendukungnya serta merupakan daya pesona<br />

tersendiri pada wajah Kota Tangerang. Untuk dapat<br />

menikmati dan menilainya tiada cara lain yang lebih tepat<br />

kecuali menyaksikannya sendiri.


BAB TIGA Jatidiri Masyarakat Kota Tangerang<br />

FENOMENA Tangerang sebagai wilayah yang memiliki<br />

latar belakang budaya, dan industri-industri besar serta<br />

tempat wisata, mengundang dunia untuk menengok dan<br />

menggali potensi-potensi Tangerang yang tumbuh subur,<br />

untuk diberdayakan. seperti ini. Ditunjang dengan letak<br />

geografis Tangerang sebagai penyangga kota Jakarta.<br />

dimana arus roda ekonomi Jakarta memiliki imbas<br />

terhadap kota Tangerang.<br />

Tentunya, kondisi di atas, perlu diantisipasi dan<br />

diberdayakan agar tidak terjadi penyimpangan potensi<br />

alam dan penerapan teknologi tepat guna. Artinya setiap<br />

derap perubahan, terjadi dalam masyarakat Tangerang,<br />

harus disandarkan pada upaya-upaya rasional. Upaya<br />

rasionalisasi dibutuhkan sebagai cara untuk melihat<br />

perubahan yang terjadi di masyarakat dengan fakta-fakta<br />

dan potensi-potensi yang ada. Satu potensi tentang<br />

perlunya pemberdayaan manusia sebagai sumber dasar<br />

kemajuan pembangunan.<br />

Manusia seperti yang dipaparkan Frederich Taylor<br />

dalam bukunya The Principles as Scientific, adalah<br />

"mesin" yang sangat istimewa, yang mempunyai<br />

mekanismemekanisme internal yang dapat diadaptasikan<br />

dengan kebutuhan-kebutuhan industri modern. Antonio<br />

Gramsci memeras gagasan Taylorisme dalam tiga<br />

pandangan dasar. Pertama, bahwa dalam proses produksi<br />

pekerja harus terbatas pada tugas-tugas tertentu. kedua,<br />

pekerja harus mengembangkan sikap-sikap otomatis


mekanis sebagai sarana produksi. ketiga, ditekankan<br />

insentif-insentif individual untuk menghancurkan semangat<br />

solidaritas kaum buruh.<br />

Pandangan Taylor bisa saja diadopsi dalam keranda<br />

kehidupan masyarakat Tangerang, di mana manusia<br />

adalah mesin yang sangat istimewa, yang mempunyai<br />

mekanisme internal dan dapat diadaptasikan dengan<br />

kebutuhan industri-industri yang tumbuh subur di kota<br />

Tangerang. Tentu saja sebagai dampak menjamurnya<br />

industri di Kota Tangerang, dan kelak jika terjadi pasar<br />

bebas, dampak yang paling nyata adalah pasar lokal akan<br />

dibanjiri oleh produk-produk global yang memiliki kualitas<br />

yang lebih bail, dengan harga yang cukup bersaing. Untuk<br />

itu, bagi Kota Tangerang, kondisi ini menjadi tantangan<br />

yang signifikan, yang harus dihadapi dengan<br />

mempersiapkan Langkah-langkah antisipatif melalui<br />

penguatan kelembagaan ekonomi lokal yang siap bersaing<br />

ke kancah pasar global.<br />

Dari sinilah upaya pemberian otonomi daerah<br />

merupakan langkah maju agar berbagai prinsip dan<br />

kebijakan daerah mampu dikembangkan secara mandiri.<br />

Arbi Sanit, seorang pengamat politik melihat pemberian<br />

otonomi daerah merupakan suatu keharusan untuk<br />

melakukan terobosan pelaksanaan prinsip dan<br />

kebijaksanaan otonomi harus segera direalisasi. Tentu,<br />

otonomi daerah untuk meningkatkan pendapatan asli<br />

daerah (PAD), agar mampu mengelola arus pemerintahan<br />

dengan bertumpu pada kekuatan "sumber daya" yang ada.<br />

Selama ini, gambaran indikator administrasi daerah


menunjukkan kelambanan pertumbuhan daerah, seperti<br />

PAD se-Indonesia yang hanya berkisar sebesar 35<br />

persen, pertumbuhan rata-rata PAD hanya sebesar 21,01<br />

persen dalam tahun 1988-1991, dan besaran PAD<br />

terhadap PRDB Dati II yang hanya di antara 0,23-072<br />

persen di tahun 1990. Bahkan dipahami pula, kemerosotan<br />

kontribusi PAD terhadap APBD tahun 1994/1945 dari<br />

27,75 persen menjadi 17,01 persen.<br />

Semuanya itu berpangkal kepada perkembangan<br />

peran administratif daerah, sebagaimana diperlihatkan<br />

oleh pertumbuhan dinas daerah 5-7 buah di tahun 1994/<br />

1995 menjadi 23-25 buah, tahun 1995/1996, sehingga<br />

harus diimbangi oleh peningkatan belanja rutin dari 42,71<br />

persen tahun 1994/1995 menjadi 75,71 persen dalam<br />

tahun 1995/1996.<br />

Menggali Potensi Tangerang<br />

Tangerang bagi sebagian orang adalah tempat sandaran<br />

hidup. Kota industri ini menawarkan banyak hal tentang<br />

berbagai ragam kehidupan. Di Kota Tangerang ini, lalu<br />

lalang manusia, setiap hari berburu `mangsa' kehidupan.<br />

Tentu saja ini berkait erat dengan satu adagium bahwa<br />

kota adalah pusat perubahan. Proses perubahan, tentu<br />

saja, tidak selalu berlangsung secara normal seperti yang<br />

direncanakan. Gejala-gejala yang tidak direncanakan,<br />

sebagai satu gejala yang abnormal atau gejala patologis<br />

yang lahir karena unsur-unsur masyarakat tidak lagi<br />

berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga timbulah<br />

ketimpangan sosial.


Selain persoalan ketimpangan sosial, seperti urbanisasi,<br />

kemiskinan, disorganisasi keluarga, kejahatan, dan<br />

lumpuhnya lembaga-lembaga sosial masyarakat, Kota<br />

Tangerang juga menghadapi pada berbagai ragam<br />

persoalan perkotaan yang berkaitan dengan prasarana<br />

dan sarana kota, sebagai akibat pertumbuhan kota yang<br />

pesat melampaui daya dukung kota itu sendiri. Mencari<br />

solusi atas masalah-masalah Kota Tangerang, baik yang<br />

berakar pada masalah-masalah sosial, atau persoalan<br />

yang berpijak pada prasarana dan sarana kota, juga perlu<br />

ada kesadaran perihal pemahaman dan identifikasi<br />

terhadap masalah-masalah yang ada secara tepat dan<br />

menyeluruh. Untuk itu, perlu dikaji secara cermat, realitas<br />

kehidupan kota dalam berbagai perspektifnya dan akar<br />

potensi Kota Tangerang, yang bisa membuat Kota<br />

Tangerang berjalan pada rel pembangunan.<br />

Seperti diketahui bersama, krisis yang melanda<br />

Indonesia sejak medio 1997, membawa vibrasi negatif ke<br />

dunia perekonomian nasional umumnya, dan<br />

perekonomian regional khususnya. Krisis ini menyebabkan<br />

terjadinya perubahan dari nilai tambah sektor-sektor yang<br />

ada di wilayah nasional juga di wilayah daerah.<br />

Dari basil perhitungan dengan menggunakan analisis<br />

Location Question (LQ) dan Shift Share, dapat diperoleh<br />

beberapa kesimpulan mengenai perekonomian Kota<br />

Tangerang. Sebelum melihat dampak analisis LQ, perlu<br />

dijabarkan lebih dulu makna yang terkandung dalam<br />

analisis LQ itu.<br />

LQ merupakan teknik untuk menentukan kapasitas


ekspor perekonomian daerah dan derajat self sufficency<br />

suatu sektor. Dalam teknik ini kegiatan ekonomi suatu<br />

daerah dibagi menjadi dua golongan, yakni:<br />

a. Industri basic yaitu kegiatan ekonomi atau industri yang<br />

melayani di daerah itu sendiri maupun di luar daerah yang<br />

bersangkutan. b. Industri non basic/ industri lokal, yaitu<br />

kegiatan ekonomi atau industri yang melayani pasar di<br />

daerah itu sendiri.<br />

Sektor self sufficient, jika nilai LQ dari sebuah sektor =<br />

1, maka sektor tersebut berproduksi pada level yang sama<br />

dengan permintaan dari dalam daerah tersebut. Dalam<br />

kondisi seperti itu, sektor tersebut dapat dikategorisasikan<br />

menjadi self sufficient sector.<br />

Secara umum terdapat tiga sektor keunggulan Tangerang,<br />

yaitu sektor industri manufaktur nonmigas, Sektor<br />

perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor transportasi<br />

dan komunikasi. Tangerang memiliki keunggulan untuk<br />

sektor ini jika dibandingkan. dengan daerah lain, seperti<br />

Banten dan Jabodetabek yang ditunjukkan oleh nilai LQ>1.<br />

Tetapi dari data-data beberapa tahun belakangan,<br />

keunggulan tersebut cenderung tidak terlalu stabil<br />

meskipun masih dalam batasan yang wajar (lihat tabel 1).<br />

Interaksi Tangerang dengan daerah yang lebih besar<br />

relatif tinggi, sehingga Tangerang relatif bergantung<br />

terhadap hasil interaksi itu. Hasil analisis shift share<br />

memperlihatkan bahwa kondisi perekonomian Tangerang<br />

sangat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian nasional<br />

dan regional (nilai national effect d a n regional effect


esar), terutama bagi sektor-sektor unggulan seperti<br />

sektor industri manufaktur nonmigas, sektor perdagangan,<br />

hotel dan restoran, serta sektor transportasi dan<br />

komunikasi. Meskipun Tangerang relatif bergantung pada<br />

wilayah sekitarnya, secara bertahap mulai meningkatkan<br />

keunggulannya pada sektor-sektor tertentu (nilai regional<br />

effect besar).<br />

Tabel 1<br />

Sektor Basis Kota Tangerang Berdasarkan Hasil Analaisis<br />

LQ<br />

LQ terhadap Nasional<br />

Lapangan Usaha 2000 2001 2002 B/NB Industri<br />

Pengolahan 2.06 2.04 2.02 B Listrik, gas, dan Air Bersih<br />

1.05 1.04 1.04 B Perdagangan, Hotel dan 1.59 1.61 1.62<br />

B Restoran<br />

Pengangkutan dan Komunikasi 1.59 1.64 1.55 B<br />

LQ terhadap Propinsi Banten<br />

Lapangan Usaha 2000 2001 2002 B/NB Industri<br />

Pengolahan 1.077 1.076 1.076 B<br />

Perdagangan, Hotel dan 1.464 1.446 1.446 B Restoran<br />

Pengangkutan dan Komunikasi 1.521 1.514 1.513 B<br />

LQ terhadap Bodetabek<br />

Lapangan Usaha 2000 2001 2002 B/NB Pertanian,<br />

Peternakan, Perikanan, 1.09 1.05 1.09 B Kehutanan<br />

Industri Pengolahan 2.01 2.06 2.09 B Perdagangan, Hotel<br />

dan Restoran 1.05 1.07 1.07 B Pengangkutan dan<br />

Komunikasi 1.25 1.27 1.24 B<br />

B/NB


Sumber : Hasil Analisis PDRB B = Sektor Bersih<br />

NB = Sektor Non Basis<br />

KOTA Tangerang telah berubah. Perubahan di wilayah<br />

Kota Tangerang ini bersamaan dengan arus modernisasi<br />

yang semakin menampakkan jatidirinya di berbagai sudutsudut<br />

kota Tangerang Mall, restoran, bankbank, pabrikpabrik<br />

besar adalah salah satu sumbu yang bisa dijadikan<br />

indikator, proses modernisasi itu.<br />

Ada seloroh begini, kalau dulu Tangerang dikenal<br />

sebagai tempat "Jin buang anak", kini dengan pelbagai<br />

perubahan yang menakjubkan di Tangerang, para jin itu<br />

malah "buang dolar" . Apa iya di dunia perewangan itu<br />

para jin juga menggunakan dolar? Ya, namanya juga<br />

seloroh ini sekadar gambaran saking pesatnya<br />

perkembangan kota, sampai-sampai para jin pun `ikut<br />

tergiur' menanamkan dolarnya di ranah Tangerang.<br />

Akselerasi pembangunan di Tangerang mulai<br />

menggelinding, seiring dengan konsep pembangunan<br />

megapolitan yang diusulkan oleh Gubernur DKI Jakarta Ali<br />

Sadikin (1966-1977). Dengan konsep megapolitan itu,<br />

perencanaan pembangunan kota-kota satelit di sekitar<br />

Jakarta (Bogor, Tangerang, Bekasi, dan Depok) mesti<br />

dipadukan agar dapat saling menunjang. Hal ini<br />

mendorong lahirnya Instruksi Presiden Nomor 13 Tahun<br />

1976, yang menetapkan daerah Tangerang sebagai<br />

bagian dari w - ilayah pengembangan Jabotabek yang<br />

dipersiapkan untuk mengurangi ledakan penduduk DKI.<br />

Kota Tangerang yang lahir melalui Undang-Undang<br />

Nomor 2 Tahun 1993, kini pertumbuhannya begitu pesat.


Pesatnya pertumbuhan Kota Tangerang karena<br />

Wilayahnya yang berbatasan langsung dengan DKI<br />

Jakarta, yang senantiasa terkait langsung dengan<br />

dinamika, pembangunan nasional. Banyak warga yang<br />

bekerja di Jakarta kemudian memilih domisili di Kota<br />

Tangerang. Mereka itu kerap disebut komuter - memakai<br />

Tangerang sebagai tempat istirahat tidur malam,<br />

sementara segala macam kegiatan ekonomi di pagi<br />

hingga petang harinya banyak dihabiskan di Jakarta.<br />

Sebagai daerah yang berbatasan langsung dengan<br />

DKI Jakarta, Kota Tangerang memiliki keuntungan dan<br />

sekaligus kerugian. Keuntungannya, kota itu bisa nebeng<br />

nama besar ibu kota negara. Para warganya bisa<br />

memanfaatkan fasilitas publik sebuah metropolitan.<br />

Apalagi ditunjang dengan mudahnya aksebilitas ke kota<br />

Jakarta dan kota-kota penting di Banten dan Jawa Barat<br />

melalui ruas jalan tol, hingga memberikan kemudahan<br />

untuk saling berinteraksi antarkota.<br />

Ditambah lagi, dengan tersedianya Bandara<br />

Internasional SoekarnoHatta, maka aksebilitas kota<br />

semakin terbuka dengan kota-kota di seluruh Indonesia<br />

bahkan mancanegara. Hal itu kian meningkatkan mobilitas<br />

penduduk, bahkan migrasi penduduk. Ke dalam daerah<br />

Tangerang, terutama daerah perkotaannya, masuklah<br />

banyak penduduk baru yang berasal dari luar, baik dari<br />

kawasan lain di Pulau Jawa maupun dari luar Jawa,<br />

ataupun orang asing. Karena itu, etnis dan budaya<br />

penduduk daerah ini kian beragam. Kondisi tersebut kian<br />

memperkokoh Tangerang sebagai daerah pertemuan


erbagai etnis dan budaya.<br />

Namun, kerugian berdekatan dengan sebuah ibu kota<br />

juga ada. Secara khusus, kerugian ini sangat dirasakan<br />

oleh pemerintah daerah. Banyak warga Kota Tangerang,<br />

yang tinggal di daerah perbatasan dengan Jakarta, enggan<br />

mengakui berdomisili di daerah Kota Tangerang. Kita<br />

hanya berharap dalam kondisi keragaman etnis dan<br />

budaya itu, Tangerang menjadi daerah yang penduduknya<br />

hidup rukun, damai, sejahtera, dan tak tercerabut dari akar<br />

budayanya. Dampak lain yang menonjol di Tangerang dari<br />

pelaksanaan program pembangunan megapolitan ini,<br />

adalah berubahnya segala bidang kehidupan masyarakat<br />

setempat. Semula, penduduknya hanya mengandalkan<br />

kegiatan bidang pertanian untuk menopang hidup. Seiring<br />

dengan perkembangan selanjutnya, mereka mulai<br />

mengerjakan berbagai bidang kegiatan ekonomi, terutama<br />

bidang industri, perdagangan, dan jasa yang tentu<br />

mengubah pola dan orientasi hidup masyarakat. Sebagai<br />

daerah penyangga ibu kota, wilayah ini memang<br />

dipersiapkan untuk kegiatan perdagangan dan industri,<br />

pengembangan pusat-pusat permukiman untuk menjaga<br />

keserasian pembangunan dengan DKI Jakarta. Bahkan<br />

berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 1989,<br />

Tangerang harus mengalokasikan 3.000 hektar lahannya<br />

untuk industri. Kota Tangerang memiliki luas wilayah<br />

17.729,746 hektar. Pertumbuhan fisik kota menunjukkan<br />

besarnya kawasan terbangun kota, yaitu seluas 12.331<br />

hektar (68% dari seluruh kota) sehingga sisanya strategis<br />

untuk dikonsolidasikan ke dalam wilayah terbangun kota.


Kegiatan industri sebagai motor utama perekonomian<br />

kota Tangerang, sebagian besar terdapat di wilayah<br />

Kecamatan Jatiuwung, Batuceper, Kecamatan Tangerang<br />

dan sebagian kecil di Kecamatan Cipondoh. Berdasarkan<br />

pendataan yang dilakukan oleh Kantor Penanaman Modal<br />

dan Perizinan (KPMP) Kota Tangerang, terdapat 52<br />

perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) yang<br />

tersebar di seluruh wilayah Kota Tangerang. Total investasi<br />

yang ditanamkan oleh perusahaan-perusahaan PMA<br />

tersebut mencapai nilai Rp. 1,3 triliun. Sedangkan<br />

perusahaan PMDN di wilayah Kota Tangerang tercatat 91<br />

perusahaan, dengan nilai investasi keseluruhan mencapai<br />

Rp 2,8 triliun. Adapun jumlah tenaga kerja lokal (TKL) yang<br />

dapat diserap oleh perusahaan PMA itu mencapai 52.357<br />

orang. Sedangkan tenaga kerja asing (TKA) pada<br />

perusahaan PMA itu mencapai 465 orang. Juga data dari<br />

KPMP Kota Tangerang menyebutkan, 91 perusahaan<br />

PMDN yang tersebar di seluruh wilayah Kota Tangerang<br />

mempekerjakan 59.162 TKL dan selain masih<br />

mempekerjakan TKA sebanyak 473 orang.<br />

Tabel 1. Negara Asal PMA<br />

Negara Asal Jumlah<br />

Perusahaan<br />

Jepang 10 Taiwan 10 Hongkong 7 Korea Selatan 5<br />

Singapura 2 Inggris 1 Malaysia 1 Amerika 1<br />

Serikat<br />

Konsorsium 3<br />

Tabel 2. Negara Asal PMA


Sumber: Kota Tangerang Dalam Angka, 2002<br />

Tabel 3. Jenis Produksi Perusahaan PMDN<br />

Jenis Produk Jumlah<br />

Perusahaan<br />

Kertas 2 Perangkat mobil 1<br />

Alat Kesehatan 7<br />

Tepung/Pengolahan 10<br />

Makanan<br />

Kulit imitasi 5<br />

Industri pembuatan 10<br />

drum<br />

Industri ubin 1<br />

Industri 1<br />

peralatan/gelas/hiasan<br />

Angkutan umum/taksi 3<br />

Sepatu/sepatu 1<br />

olahraga<br />

Pakaian jadi 3<br />

Kain 1<br />

jadi/Tekstil/Pencelupa<br />

n<br />

Makanan ringan 3<br />

Kimia dan olahan zat 1<br />

kimia<br />

Furnitur/Mebel/Olahan 3<br />

kayu<br />

Peralatan karet dan 1<br />

logam<br />

Sumber: Kota Tangerang Dalam Angka, 2002


Kota Seribu Pabrik<br />

Sejak Desember 2000 lalu, Kota Tangerang yang<br />

sebelumnya hanya<br />

terdiri dari enam kecamatan, telah ditetapkan menjadi 13<br />

kecamatan.<br />

Memang, pada mulanya agak merepotkan. Misalnya,<br />

warga yang tinggal di<br />

Kelurahan Karang Mulya, harus menghapus nama<br />

Kecamatan Ciledug dan<br />

menggantinya dengan Kecamatan Karang Tengah.<br />

Begitu pula warga yang bermukim di Kelurahan Karang<br />

Sari; mereka harus menutup nama Kecamatan Batuceper<br />

dan menggantinya dengan Kecamatan Neglasari. Atau<br />

mereka yang rumahnya di Kelurahan Cimone, harus<br />

mengganti nama Kecamatan Tangerang dan<br />

menggantinya dengan Kecamatan Karawaci.<br />

Dengan penduduknya yang 1,5 juta jiwa dan tingkat<br />

pertumbuhan penduduk rata-rata 3,94 persen per tahun,<br />

Kota Tangerang sesungguhnya merupakan daerah tingkat<br />

dua yang cukup kaya. Nilai total kegiatan ekonomi daerah<br />

ini tahun 1998 apabila dibagi dengan jumlah penduduknya<br />

(PDRB per kapita) hampir mencapai Rp 10 juta, jauh lebih<br />

tinggi daripada produk domestik bruto (PDB) per kapita<br />

nasional yang Rp 4 jutaan. Darimana kekayaan Kota<br />

Tangerang diperoleh? Setengah dari total kegiatan<br />

ekonomi kota untuk tahun 1999 yang nilainya mencapai Rp<br />

15 triliun, ternyata diperoleh dari kegiatan ekonomi di<br />

sektor industri pengolahan. Sekitar 15 persen industri<br />

sedang dan besar di Kota Tangerang ini terkonsentrasi di


Kecamatan Jatiuwung.<br />

Berbagai jenis pabrik, mulai dari industri makanan dan<br />

minuman, tekstil dan pakaian jadi, kimia hingga industri<br />

logam dan barang dari logam, sudah beroperasi di<br />

kecamatan itu. Tidak heran, kecamatan yang berbatasan<br />

langsung dengan sebelah timur Kabupaten Tangerang itu,<br />

harus dimekarkan menjadi tiga kecamatan, yaitu Jatiuwung<br />

sendiri, Cibodas, dan Periuk.<br />

Selain di Jatiuwung, beberapa industri besar seperti PT<br />

Argo Pantes dan PT Indofood berlokasi di Kecamatan<br />

Tangerang, tepatnya di Kelurahan Cikokol. Sisanya berada<br />

di Kecamatan Batuceper, dan sebagian kecil Kecamatan<br />

Cipondoh. Kegiatan industri tersebut mayoritas berlokasi<br />

di koridor Jalan Daan Mogot - Batuceper. Sedangkan<br />

sebagian lagi berlokasi di koridor Sungai Cisadane - Jalan<br />

Imam Bonjol - Jalan M.H. Thamrin.<br />

Jumlah industri besar/sedang di Kota Tangerang pada<br />

tahun 2001 adalah sebanyak 619 unit, dengan rincian 314<br />

perusahaan industri besar, dan 305 perusahaan industri<br />

sedang. Sebagian besar perusahaan industri<br />

besar/sedang tersebut bergerak di sektor industri kimia,<br />

produk kimia, minyak, batubara, dan produk dari plastik<br />

(155 perusahaan atau 25%). Sebanyak 142 perusahaan<br />

atau 22,94 persen perusahaan industri besar/sedang<br />

bergerak di sektor industri barang dari logam, mesin dan<br />

perlengkapannya. Sedangkan 125 perusahaan atau 20,19<br />

persen perusahaan industri besar/sedang bergerak di<br />

sektor industri tekstil, pakaian dan kulit.<br />

Untuk menggerakkan roda perekonomian di kota yang


dijuluki sebagai "Kota Seribu Pabrik" ini, tentu tidak cukup<br />

dari sektor industri besar saja. Masyarakat kebanyakan<br />

yang rentan ekonominya harus pula (diberdayakan melalui<br />

sektor usaha industri kecil (home industry). Ini pula lantaran<br />

sektor industri kecil bakal menjadi penopang sektor<br />

industri besar.<br />

Hingga 2001, sebagian besar rumah tangga di Kota<br />

Tangerang bergerak di sektor ekonomi industri/kerajinan<br />

(120.476 rumah tangga atau 33,96%). Usaha kecil yang<br />

dijalankan masyarakat menghasilkan berbagai produk, di<br />

antaranya bola sepak, sandal dan sepatu dengan<br />

memanfaatkan bahan baku sisa industri. Hal ini tentunya<br />

mempunyai dampak yang positif, karena limbah yang<br />

dihasilkan. oleh industri besar dapat dimanfaatkan untuk<br />

menjadi barang produksi dan juga menjadi sumber<br />

penghasilan masyarakat khususnya masyarakat ekonomi<br />

lemah.<br />

Sektor ini tidak hanya memanfaatkan limbah industri,<br />

namun sampah yang merupakan limbah yang dihasilkan<br />

rumah tangga dapat pula dimanfaatkan dengan melalui<br />

proses pemisahan sampah organik untuk dijadikan pupuk<br />

melalui proses composing. Pengolahan sampah organik<br />

untuk dijadikan kompos tentunya sangat membantu untuk<br />

mengurangi timbunan volume sampah yang dihasilkan<br />

masyarakat. Selain itu pengolahan sampah yang<br />

berwawasan lingkungan membantu pemerintah dalam<br />

masalah penanganan dan penanggulangan sampah, juga<br />

dapat menunjang pemberdayaan ekonomi masyarakat.


Peluang Investasi<br />

DENGAN pemahaman terhadap potensi dan kendala yang<br />

dimiliki Kota Tangerang, maka pemerintah kota ini<br />

merumuskan strategi pengembangan wilayah yang paling<br />

menguntungkan untuk diterapkan di masa mendatang,<br />

yakni dengan mengutamakan kegiatan unggulan berupa:<br />

pengembangan industri, perdagangan, keuangan dan<br />

perbankan, serta pemukiman.<br />

Sejak dikeluarkannya Instruksi Presiden nomor 13 Tahun<br />

1976, keempat sektor kegiatan tersebut telah tumbuh<br />

sangat pesat di Kota Tangerang. Pertumbuhan keempat<br />

sektor kegiatan tersebut semakin pesat dengan adanya<br />

ruas jalan tol Jakarta - Tangerang - Merak dan gerbang<br />

perhubungan udara Indonesia Bandara Internasional<br />

SoekarnoHatta. Keempat sektor kegiatan tersebut menjadi<br />

sumber mata pencaharian utama bagi sebagian besar<br />

penduduk Kota Tangerang.<br />

Pengembangan Industri<br />

PENGEMBANGAN Industri di Kota Tangerang sebagai<br />

akibat dari keterbatasan lahan peruntukan di Wilayah DKI<br />

Jakarta. Pengembangan industri itu telah dimulai sejak<br />

tahun 1976 hingga saat ini. Fenomena pengembangan<br />

industri tersebut dapat dilihat di sepanjang Jalan Daan<br />

Mogot di Kecamatan Batuceper, sepanjang aliran Sungai<br />

Cisadane dan belahan kota di Kecamatan Tangerang,<br />

kawasan industri di Kecamatan Jatiuwung, dan sebagian<br />

kecil wilayah Kecamatan Cipondoh. Pertumbuhan industri<br />

di daerah-daerah tersebut sangat pesat hingga saat ini<br />

menjadi kekuatan ekonomi bagi Kota Tangerang.


Menurut data dari Kantor Penanaman Modal dan<br />

Perijinan (KPMP), tercatat 1.407 unit usaha industri yang<br />

ada di Kota Tangerang yang mempekerjakan 149.827<br />

tenaga kerja lokal dan 356 tenaga kerja asing. Investasi<br />

yang ditanamkan dalam seluruh kegiatan industri tersebut<br />

mencapai RP 3.716.781.817.979,00.<br />

Kegiatan industri yang telah berkembang di atas lahan<br />

seluas 1.367,1 hektar tersebut masih memiliki peluang<br />

untuk dikembangkan lagi di masa yang akan datang.<br />

Ribuan hektar lahan di Kawasan Industri Jatiuwung serta<br />

zona industri di Kecamatan Tangerang dan Batuceper<br />

terbuka bagi pengembangan oleh investor swasta nasional<br />

dan internasional.<br />

Selain itu dengan adanya rencana perluasan Bandara<br />

Internasional Soekarno-Hatta hingga tahun 2020 dan<br />

penerapan otonomi daerah, maka investasi dan peluang<br />

untuk perluasan jaringan distribusi produk ke berbagai<br />

sasaran pasar akan semakin mudah dan terbuka.<br />

Tabel 4 Wilayah Investasi<br />

Kecamatan Peruntukan Wilayah Investasi<br />

Ciledug<br />

Larangan<br />

Karang Tengah Cipondoh<br />

Pinang Tangerang<br />

Karawaci Wilayah berbatasan dengan Jakarta Barat<br />

dan Jakarta Selatan, kegiatan dominan permukiman<br />

dengan jumlah penduduk yang sangat padat.<br />

Pengembangan kawasan permukiman untuk memenuhl


kebutuhan di masa yang akan dating.<br />

Pusat Kota Tangerang (perdagangan dan bisnis)<br />

dengan kepadatan penduduk tinggi<br />

Jatiuwung<br />

Cibodas Pengembangan kegiatan industri, menjadi<br />

daya tarik bagi migrasi pekerja industri<br />

Periuk Batuceper<br />

Neglasari<br />

Benda Wilayah berbatasan dengan Jakarta Barat,<br />

akses baik, menjadi wilayah perluasan kegiatan industri<br />

dan perumahan dari Jakarta.<br />

Sumber : Kota Tangerang Dalam Angka, 2002<br />

Mewujudkan Visi<br />

UNTUK mewujudkan visi kebijakan pengembangan Kota<br />

Tangerang sebagai kota industri dan perdagangan yang<br />

modern, mau tak mau Pemerintah Kota Tangerang harus<br />

mengarahkan kota ini menjadi lebih mandiri, yaitu dapat<br />

membiayai rumah tangga sendiri, dengan meningkatkan<br />

Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dibutuhkan untuk<br />

pembiayaan pembangunan mengingat terbatasnya<br />

bantuan dari pemerintah yang lebih tinggi seperti tingkat<br />

pusat dan propinsi.<br />

Selain itu, dengan semakin besarnya semangat<br />

desentralisasi dari pemerintah pusat, maka pengambilan<br />

keputusan yang lebih besar di tingkat kota harus didukung<br />

oleh efisiensi birokrasi dan pelayanan. Begitupun dengan<br />

potensi penduduk kota yang besar, merupakan aset kota<br />

yang harus diberdayakan untuk mencapai manfaat yang<br />

sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat kota


sendiri.<br />

Perubahan iklim politik juga menyebabkan munculnya<br />

perubahan mendasar pada kebijakan pembangunan. serta<br />

adanya paradigma baru dalam penyelenggaraan<br />

pemerintahan dan pembangunan. Beberapa paradigma<br />

baru yang muncul sejalan perkembangan kondisi ekonomi,<br />

politik dan sosial itu di antaranya: demokratisasi<br />

penyelenggaraan pemerintahan, pemerintahan, yang<br />

amanah, yang menghendaki pemerintahan dikelola secara<br />

bersih dan bertanggung jawab, transparan dan<br />

berlandaskan hukum. Visi "Kota Tangerang Menuju Kota<br />

Industri, Perdagangan dan Permukiman yang Ramah<br />

Lingkungan dalam Masyarakat yang Berakhlak Mulia,"<br />

telah mengalami proses yang panjang dan telahan yang<br />

mendalam dari berbagai pihak terkait (stakeholders). Visi<br />

ini merupakan suatu cara pandang ke masa depan yang<br />

mengilhami setiap tindakan pemerintah Kota Tangerang<br />

dan memotivasi secara positif untuk mencapai kondisi<br />

yang diinginkan di masa mendatang.<br />

Penetapan visi tersebut didasarkan kepada beberapa<br />

pengertian, yaitu untuk mencapai cita-cita bangsa<br />

Indonesia, seluruh lapisan masyarakat Kota Tangerang<br />

harus bersatu dan bekerja keras urituk meningkatkan<br />

kesejahteraan. Kota Tangerang sudah selayaknya<br />

berupaya untuk menjadi kota industri dan perdagangan<br />

yang terkemuka, karena potensi daerah sebagai kawasan<br />

perkotaan menunjukkan dominasi dari kegiatan industri<br />

dan perdagangan.<br />

Visi ini memberi implikasi terhadap kemampuan untuk


ersaing sebagai kota termaju dan memiliki keunggulankeunggulan<br />

dalam aspek lain seperti pendidikan, industri,<br />

lembaga penelitian dan pengembangan. Rumusan visi<br />

tersebut didorong oleh adanya kegiatan ekonomi strategis<br />

seperti industri, perdagangan, jasa, perbankan, dan<br />

keuangan. Letak Kota Tangerang secara geografis yang<br />

berbatasan dengan DKI Jakarta sebagai ibukota negara,<br />

sangat menguntungkan. Keuntungan tersebut ditunjang<br />

oleh keunggulan sektor perdagangan dan jasa serta<br />

keberadaan Kabupaten Tangerang yang memiliki potensi<br />

sebagai daerah produktif (baik sektor primer maupun<br />

sekunder). Selain itu Kota Tangerang berada dalam jalur<br />

lintas penerbangan internasional.<br />

Berbagai potensi tersebut menjadi pendorong yang kuat<br />

untuk menempatkan Kota Tangerang sebagai kota yang<br />

paling unggul di Propinsi Banten sekaligus sebagai mitra<br />

DKI Jakarta dan Kabupaten Tangerang.<br />

Dukungan aksebilitas yang baik, ketersediaan sarana dan<br />

prasarana,kemudahan berinvestasi, serta kondisi<br />

lingkungan yang kondusif menjadikan Kota Tangerang<br />

memiliki prospek yang cerah dan menjanjikan sebagai<br />

lokasi pengembangan berbagai kegiatan perekonomian<br />

perkotaan.<br />

Menjalankan Misi<br />

MISI adalah kemauan yang kuat dengan<br />

memperhatikan kewenangan dan tanggung jawabnya atas<br />

kepentingan umum untuk mewujudkan kondisi dan situasi<br />

yang diinginkan pada akhir kurun waktu tertentu yang<br />

menyiratkan tujuan-tujuan yang harus dicapai sebagai


prasyarat terwujudnya visi.<br />

Dari rumusan visi di atas, dapat diuraikan visi yang<br />

diemban Kota Tangerang adalah sebagai berikut;<br />

Memulihkan dan mendorong pertumbuhan ekonomi<br />

kota;<br />

Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanam public;<br />

Peningkatan tata kepemerintahan yang baik dan<br />

Mewujudkan pembangunan yang ramah lingkungan.<br />

Nilai inti budaya Pemkot Tangerang merupakan nilainilai<br />

yang harus dianut dan diterapkan dalam sikap dan<br />

perilaku seluruh jajaran aparat Pemkot Tangerang, dalam<br />

menjalankan semua kegiatan, dalam menjalankan<br />

hubungan dengan stakeholder Kota Tangerang, baik<br />

dalam pelayanan kepada masyarakat (publik), maupun<br />

pelayanan kepada dunia usaha. Nilai inti budaya tersebut<br />

adalah:<br />

1. Inovasi ( innovation)<br />

2. Kebersamaan (unity)<br />

3. Keberlanjutan (sustainability)<br />

4. Profesionalisme (profesionalisme)<br />

5. Akhlak Mulia (akhlakul karimah)<br />

Pemkot Tangerang telah menyusun suatu rencana yang<br />

sistematis melalui program-program berskala prioritas<br />

dalam rangka mencari solusi masalah-masalah yang<br />

relevan. Program-program prioritas tersebut mencakup<br />

pemulihan ekonomi, peningkatan pelayanan dasar,


memperluas cakupan dan pemeliharaan prasarana dan<br />

sarana kota.<br />

Selain itu, meningkatkan efektivitas penyelenggaraan<br />

pemerintahan, dan mengoptimalkan kinerja aparatur dalam<br />

menciptakan ketentraman dan ketertiban yang lebih<br />

konsisten. Seluruh proses dan tahap-tahap kegiatan akan<br />

dirancang untuk sebanyak mungkin melibatkan<br />

stakeholder dengan pendekatan partisipatif agar<br />

dukungan terhadap pelaksanaan setiap program menjadi<br />

lebih luas.<br />

A. Pemulihan Ekonomi<br />

Pemulihan ekonomi Kota Tangerang bukanlah sesuatu<br />

yang berdiri sendiri, terkait dengan pemulihan ekonomi<br />

nasional. Akan tetapi dalam skala lokal pemulihan ekonomi<br />

dapat dilakukan melalui program prioritas sebagai berikut :<br />

1. Pembangunan kegiatan industri di Kecamatan<br />

Jatiuwung, Batuceper dan pembangunan Center Business<br />

District (CBD) Tangerang;<br />

2. Pengembangan industri kecil/rumah tangga dengan<br />

prioritas pada upaya pengembangan dan perluasan<br />

ekonomi rakyat;<br />

3. Perluasan jaringan pemasaran untuk industri kecil yang<br />

berorientasi pada pasar domestic dan ekspor;<br />

4. Penciptaan kemudahan prosedur perizinan dan<br />

pemberian insentif;<br />

5. Peningkatan kemampuan dan keterampilan wirausaha<br />

masyarakat yang berbasis koperasi, dan meningkatkan<br />

kemampuan tenaga kerja secara optimal.


B. Peningkatan Pelayanan Pendidikan, Kesehatan<br />

dan Kesejahteraan Sosial Pelayanan di bidang<br />

pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan sosial<br />

adalah pelayanan dasar yang harus diselenggarakan oleh<br />

Pemerintah Kota<br />

Tangerang dengan sungguh-sungguh sebagai suatu<br />

pelayanan langsung<br />

kepada masyarakat. Dalam penyelengaraan pelayanan<br />

dasar tersebut,<br />

Pemerintah Kota akan mengoptimalkan peran serta<br />

masyarakat.<br />

Secara umum kebijakan bidang pendidikan ditujukan<br />

untuk menghasilkan SDM yang tidak hanya pandai secara<br />

akademik, namun juga harus mempunyai kualitas pada<br />

pasar kerja. Pendidikan lebih ditujukan untuk mencetak<br />

manusia dewasa yang mandiri dari kehidupan<br />

bermasyarakat yang bertanggungjawab dan tahu akan<br />

kelebihan serta kekurangan dirinya.<br />

Sehingga menjadi pribadi-pribadi yang penuh<br />

perhatian dan peduli terhadap sesama. Untuk mencapai<br />

tujuan itu ada beberapa persoalan yang perlu diperhatikan<br />

dalam membangun bidang pendidikan. Yaitu (1) kualitas<br />

pendidikan, dimana di dalamnya termasuk kualitas<br />

kurikulum, kualitas guru, dan kualitas manajemen<br />

pendidikan. (2) kesetaraan dan aksebilitas untuk<br />

memperoleh pelayanan pendidikan baik sarana maupun<br />

prasarana.<br />

Peningkatan pelayanan mencakup program prioritas<br />

sebagai berikut:


1. Belum meratanya kesempatan memperoleh<br />

pendidikan tingkat dasar, terutama untuk menjangkau<br />

masyarakat kurang mampu;<br />

2. Masih tingginya angka putus sekolah, buta huruf ;<br />

3. Masih rendahnya partisipasi sekolah di tingkat SLTP,<br />

SMA dan MA;<br />

4. Belum sesuai mutu dan muatan kurikulum dan kebutuhan<br />

dasar tenaga kerja yang tercermin dari banyaknya lulusan<br />

yang tidak memiliki keterampilan yang dibutuhkan;<br />

5. Pendidikan luar sekolah masih kurang dapat perhatian<br />

dari pemerintah;<br />

6. Masih rendahnya pelayanan pendidikan dan belum<br />

adanya standar pelayanan minimal yang sesuai dengan<br />

kondisi Kota Tangerang;<br />

7. Kurang memadainya kualitas guru;<br />

8. Masih rendahnya tingkat kesejahteraan guru;<br />

9. Sarana dan prasarana pendidikan dalam jumlah dan<br />

kualitas masih dirasakan kurang, terutama di pinggiran<br />

Kota Tangerang;<br />

10. Manajemen berbasis sekolah belum terlaksana dengan<br />

baik, dan ini mencerminkan rendahnya partisipasi<br />

masyarakat dalam dunia pendidikan;<br />

11. Alokasi anggaran untuk pendidikan masih dirasakan<br />

belum memadai untuk kebutuhan meningkatkan kualitas<br />

SDM Kota Tangerang.<br />

Potensi Urban Heritage Tourism<br />

KOTA Tangerang sejatinya memiliki potensi untnk<br />

dikembangkan menjadi kota wisata budaya.Sebut<br />

misalnya bangunan bersejarah yang masih terjaga


kelestariannya, seperti Bendungan "Pintu Sepuluh" atau<br />

biasa disebut Bendung Sengego di Sungai Cisadane,<br />

Vihara Nimmala atau Kelenteng Boen San Bio, Rumah Tua<br />

Kapiten Tionghoa dan sebagainya.<br />

Demikian pula budaya lokal yang dipengaruhi oleh etnik<br />

Tionghoa seperti Peh-Cun (balap perahu naga) di Kali<br />

Cisadane, tari Cokek, tradisi chio-thaou, musik Tanjidor<br />

dan lain-lain. Keadaan ini sangat menguntungkan bagi<br />

Kota Tangerang sebagai kota industri dan perdagangan<br />

yang modern. Tak berlebihan kiranya Kota Tangerang<br />

disebut sebagai kota warisan budaya yang memiliki daya<br />

tarik tinggi.<br />

Sayangnya, di kota yang pada Senin, 28 Februari 2005<br />

sudah berulang tahun ke-12 ini, semangat dari berbagai<br />

pihak, untuk menjadikan Kota Tangerang sebagai tempat<br />

wisata budaya, kurang mendapat respon yang memadai.<br />

Tentu saja, upaya untuk Kota Tangerang sebagai tempat<br />

wisata budaya, tidak hanya datang dari Pemkot saja.<br />

Komponen lain di masyarakat juga harus terlibat. Di kota<br />

ini, masyarakat pada umumnya hanya jalan-jalan di pasar,<br />

toko, dan mal mencari makanan enak yang sesuai dengan<br />

selera masing-masing, lalu pulang.<br />

Memang jika hendak menyusuri sejarah perjuangan tokoh<br />

lokal di kota ini, belum ada lembaga yang setiap saat siap<br />

menerangkan. Peninggalan sejarah perjuangan nyaris tak<br />

berbekas, kecuali taman makam pahlawan yang hanya<br />

dikunjungi setahun sekali tiap Agustus. Sisa-sisa bangunan<br />

peninggalan pada zaman kolonial Belanda memang belum


dibenahi secara optimal dan perlu pembenahan tersendiri,<br />

khususnya di tepi sebelah barat Sungai Cisadane. Juga<br />

belum ada rekonstruksi sejarah dan upaya pemeliharaan<br />

bangunan-bangunan yang masih tersisa, mulai dari tepian<br />

Sungai Cisadane di Karawaci hingga Kedaung.<br />

Padahal, kalau semua pihak terlibat dan memiliki niat<br />

memajukan kota Tangerang sebagai kota wisata budaya<br />

dengan baik dan dirangkai cerita sejarahnya serta<br />

didokumentasikan, situs-situs bersejarah itu bisa menjadi<br />

daya tarik tersendiri bagi Kota Tangerang. Dan pada<br />

gilirannya, pemerintah kota akan memiliki pendapatan dari<br />

sektor ini.<br />

Di pelbagai kota-kota besar di seluruh penjuru dunia,<br />

konsep pariwisata Urban Heritage Tourism akhir-akhir ini<br />

banyak dikembangkan. Urban Heritage Tourism adalah<br />

sebuah konsep pariwisata yang sebenarnya sederhana<br />

dengan memanfaatkan lingkungan binaan maupun alam<br />

yang dimiliki oleh sebuah kota, yang memiliki nilai historis<br />

tersendiri.<br />

Para penikmat dan pemerhatinya diajak untuk<br />

mengapresiasi serta menginterpretasi objek-objek yang<br />

diamati. Dengan demikian, selain berfungsi sebagai<br />

sarana pendidikan dan rekreasi masyarakat, aktivitas ini<br />

sekaligus pula sebagai sarana pelestari dari kekayaan<br />

kota itu sendiri. Objek yang diamati pada urban heritage<br />

tourism bisa bermacam-macam, baik benda (mati atau<br />

hidup) maupun juga aktivitas.<br />

Umumnya, benda-benda seperti situs, monumen, serta<br />

bangunanbangunan bcrsejarah memiliki posisi yang


penting dalam wisata jenis ini. Kota-kota yang berusia tua<br />

melebihi ratusan tahun memiliki banyak bangunan yang<br />

merupakan saksi bisu dari perkembangan lingkungannya,<br />

potret dari kejadian-kejadian masa lampau yang pernah<br />

terjadi di sekelilingnya. Bangunan-bangunan tersebut<br />

kemudian menjadi bukti sejarah yang konkret, yang<br />

mendukung buku-buku sejarah yang ditulis bertahun-tahun<br />

kemudian.<br />

Setiap manusia memiliki kerinduan untuk menikmati dan<br />

mempelajari asal usul serta apa yang pernah terjadi pada<br />

masa lampau. Selain itu, tanggung jawab semua pihak<br />

untuk ikut menjaga objektivitas sejarah dengan<br />

meneruskannya kepada generasi-generasi selanjutnya. Hal<br />

itulah yang kemudian dikerjakan oleh para pengelola urban<br />

heritage tourism, yang bukan hanya berjuang<br />

mempertahankan eksistensi sebuah perjalanan budaya,<br />

namun juga menghasilkan profit dari proses tersebut.<br />

Selama ini, disadari ataupun tidak, Kota Tangerang<br />

memiliki potensi yang cukup besar untuk pengembangan<br />

urban heritage tourism. Sebagai kota yang dihuni oleh<br />

penduduk multi etnis, Tangerang banyak meninggalkan<br />

bangunan-bangunan dengan nilai historis yang kental. Hal<br />

tersebut merupakan modal yang sangat besar bagi konsep<br />

urban heritage tourism.<br />

Pemerintah Kota Tangerang dan komponen masyarakat<br />

Kota Tangerang, seharusnya mencermati soal ini secara<br />

serius dan optimal. Sebab pangsa pasar wisatawan yang<br />

menggemari segmen ini, terutama wisatawan


mancanegara cukup tinggi. Sejak tahun 1992 bangunanbangunan<br />

bersejarah dilindungi dengan adanya U.U.<br />

Nomor 5/1992 tentang Benda-benda Cagar Budaya.<br />

Selain memacu akselerasi pembangunan, warga<br />

masyarakat Kota Tangerang harus mampu menjaga lestari<br />

kearifan budaya lokal, ketika sebagian besar kota di<br />

Indonesia sangat tertinggal dalam sistem pengelolaan dan<br />

persepsi terhadap warisan peninggalan budaya<br />

masyarakat, baik yang bersifat kasat mata (tangible)<br />

maupun tidak kasat mata (intangible).<br />

Memang, bangunan-bangunan kuno tersebut membutuhkan<br />

ongkos pemeliharaan yang tinggi, yang tentu saja jika dari<br />

pertimbangan finansial semata akan tampak kurang<br />

efisien. Akibatnya, jika tidak dirobohkan, pemilik bangunan<br />

lebih memilih untuk menelantarkannya. Hal yang tentu saja<br />

merugikan bagi generasi muda, yang tidak mendapatkan<br />

kesempatan menikmati keragaman budaya kotanya,<br />

sekaligus menikmati sejarah perkembangannya.<br />

Jauh sebelum urban heritage tourism bergulir, Singapura<br />

merupakan salah satu pelopornya di kawasan Asia<br />

Tenggara. Ketika Singapura pun mengalami economic<br />

boom pada 1970-an, bangunan-bangunan kolonial yang<br />

banyak menghiasi kota digantikan dengan bangunan<br />

bergaya internasional yang "dingin" dan tercerabut dari<br />

akar budaya. Ketika krisis ekonomi melanda pada akhir<br />

dekade tersebut, ditandai dengan anjloknya harga minyak<br />

bumi, bergulirlah wacana pengembangan kepariwisataan<br />

yang berpijak pada heritage sebagai dasarnya.<br />

Singapore Heritage Society mengadakan studi mengenai


pengembangan pariwisata Singapura dengan<br />

menggandeng institusi terkenal seperti Harvard University<br />

dan Massachussetts Institute of Technology. Akhirnya,<br />

pada tahun 1984, disepakatilah pengembangan konsep<br />

heri tage tourism berupa renovasi, restorasi, dan<br />

rekonstruksi dari kawasan-kawasan bersejarah negeri<br />

pulau tersebut.<br />

Kawasan yang ditetapkan ke dalam projek berupa<br />

Singapore River, Chinatown, Kampung Glam, dan Little<br />

kiam. Untuk meningkatkan apresiasi terhadap kebudayaan<br />

asli daerah, Singapura pun membangun beberapa theme<br />

park dengan konsep yang mirip seperti TMII milik kita.<br />

Kesadaran itu memang datang terlambat, tetapi toh<br />

hasilnya tereguk juga dan ternyata cukup mencengangkan.<br />

Selain mendapatkan keuntungan dari segi pelestarian<br />

budaya dan sejarah, Singapura mendapatkan lonjakan<br />

wisatawan yang cukup tajam di tengah muramnya<br />

pertumbuhan ekonomi Asia Tenggara masa itu. Kini<br />

kunjungan turis mancanegara ke Singapura kembali ke<br />

angka normal karena suguhan yang bervariasi. Mulai dari<br />

yang berwajah kuno sampai yang berpenampilan modern.<br />

Bahkan, untuk menikmati malam tahun baru di hotel<br />

"Raffles" misalnya, kamar harus di-booking satu semester<br />

sebelumnya!<br />

Kembali lagi ke Tangerang, sebenarnya berkaca dari<br />

pengalaman Singapura tersebut, banyak hal yang dapat<br />

dilakukan. Bangunanbangunan kuno bercorak indah di<br />

Tangerang dapat diberi sentuhan dan fungsi baru yang


lebih komersial. Dengan demikian, biaya pemeliharaan<br />

yang tinggi dapat tertutup.<br />

Jika pun terpaksa, dalam kasus-kasus ketika dimensi<br />

bangunan bersejarah tersebut tidak dapat lagi menampung<br />

fungsi baru yang menuntut luasan yang jauh lebih besar,<br />

penghancuran seharusnya merupakan pilihan yang<br />

dihindari. Arsitek besar Paul Rudolph yang merancang<br />

Wisma Dharmala di Jakarta menawarkan teorinya tentang<br />

"Bangunan Latar Depan" dan "Bangunan Latar Belakang".<br />

Bangunan-bangunan bergaya internasional yang<br />

multiselular dan universal dengan ciri perwajahan yang<br />

cenderung sama, seperti pusatpusat perbelanjaan<br />

bernuansa superblok yang tumbuh bagaikan jamur di<br />

musim hujan, diletakkan di latar belakang. Sementara itu,<br />

bangunanbangunan yang bernuansa khusus, seperti dalam<br />

kasus ini bangunanbangunan historis, diletakan di latar<br />

depan.<br />

Dengan demikian, minimal fasade bangunan tidak<br />

hilang sehingga dapat tetap berfungsi sebagai saksi<br />

sejarah dengan semangat zamannya masing-masing.<br />

Dengan konsep ini, kekayaan budaya kota dapat tetap<br />

lestari sementara keuntungan finansial dapat tetap<br />

diperoleh.<br />

Perda Cagar Budaya<br />

DI era otonomi daerah, upaya perlindungan dan<br />

pelestarian bendabenda cagar budaya dalam banyak hal<br />

sudah diserahkan kepada masingmasing daerah. Mau<br />

tidak mau Kota Tangerang harus segera mengambil<br />

inisiatif untuk merumuskan langkah dan payung hukum bagi


upaya perlindungan dan pelestarian benda-benda cagar<br />

budaya yang dimiliki, yakni dalam bentuk peraturan daerah<br />

(perda).<br />

Pengaturan ini diharapkan dapat dijadikan sebagai<br />

landasan hukum, baik bagi pemerintah maupun<br />

masyarakat, dalam melakukan aktivitasnya masing-masing<br />

dalam kaitannya dengan benda-benda cagar budaya.<br />

Dalam hubungan ini, pemerintah Kota Tangerang<br />

mendorong kalangan masyarakat untuk menumbuhkan<br />

kesadaran pengelolaan dan pelestarian warisan budaya<br />

(heritage) tadi.<br />

Jangan pernah mengulangi kekeliruan Singapura,<br />

karena membongkar bangunan-bangunan kuno untuk<br />

memberi tempat bagi gedung baru yang serba modern dan<br />

berteknologi canggih. Jika selama ini gedung-gedung tua<br />

dan legendaris itu masih utuh, itu lebih disebabkan belum<br />

ada investor yang berminat membangun gedung baru di<br />

situ. Bukan karena alasan konservasi.<br />

Ke depan diharapkan agar warisan budaya ini mampu<br />

memberikan topangan kesejahteraan bagi pemerintah<br />

daerah, bukan cuma pada sisi budaya, tetapi juga sisi<br />

ekonomi, wisata, dan sistem sosial yang terpelihara. Kalau<br />

tidak, kekayaan warisan budaya masyarakat bakal kian<br />

memudar, kian jauh dari konteks kehidupan riil, dan<br />

akhirnya terbengkalai.<br />

Landmark Kota<br />

DENGAN mayoritas penduduknya beragama Islam, tak<br />

heran jika masjid dan mushala adalah sarana ibadah yang<br />

paling banyak jumlahnya di Kota Tangerang. Pada 2001 di


Kota Tangerang terdapat 392 masjid dan 1.088<br />

surau/langgar. Sedangkan sarana peribadatan lainnya<br />

yang terdapat di sana adalah 7 gereja Katholik dan 34<br />

gereja Protestan. Bagi umat Hindu, Kota Tangerang<br />

menyediakan 8 pura sebagai tempat beribadah. Selain itu<br />

terdapat pula 15 vihara, salah satunya adalah Kelenteng<br />

Boen Tek Bio.<br />

Sebagaimana kota-kota lain di seluruh Indonesia, Kota<br />

Tangerang juga memiliki masjid kebanggaan. Bangunan<br />

Masjid Agung Tangerang mudah dikenali dengan lima<br />

buah kubah biru azure dan empat buah minaret menjulang<br />

seperti masjid-masjid di Turki. Masjid megah nan indah itu<br />

adalah Masjid Raya Al Azhom yang dibangun di atas lahan<br />

seluas 2,25 hektar dengan dana pembangunan sebesar<br />

RP 28,3 miliar. Dana itu bersumber dari APBD, mobilisasi<br />

umat, bantuan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan<br />

Provinsi Banten. Luas bangunan Masjid mencapai 5.775<br />

meter persegi, terdiri dari lantai bawah 4.845,08 meter<br />

persegi dan lantai atas 909,92 meter persegi. Masjid yang<br />

kini rnenjadi landmark bagi Kota Tangerang ini dapat<br />

menampung sebanyak 15.ooo jamaah.<br />

Rancangan bangunan Masjid Raya A1 Azhom yang<br />

memiliki esensi dan referensi dari Al-Qur'an dan Sunah<br />

Rasul serta seni Islam (Arabesque), mencerminkan hakikat<br />

tauhidah, serta kaitan dunia dan akhirat yang ditandai<br />

dengan unsur-unsur garis lurus dan lengkung. Perpaduan<br />

antara suasana tradisional dengan suasana modern<br />

ditandai dengan banyaknya tiang di sekeliling masjid,


sedangkan pada interiornya dengan ruang tengahnya yang<br />

luas, bebas tiang dengan konstruksi teknologi tinggi pada<br />

kubahnya.<br />

Bentuk masjid yang universal dengan kesan<br />

representatif dan megah, dengan gaya arsitektur Timur<br />

Tengah akan menjadi ciri baru bagi kawasan pusat-pusat<br />

kota baru di Tangerang dan memperindah arsitektur kota.<br />

Suasana keserasian dengan alam tropis yang dicirikan<br />

dengan atap miring pada oversteknya, sehingga kesejukan<br />

udara nuansa alam tropis akan terasa.<br />

Masjid Raya Kota Tangerang ini yang pertama<br />

menerapkan konsep atap berbentuk susun (konfigurasi)<br />

lima kubah bertumpuk dan kompak untuk bangunan masjid.<br />

Semua rancangan masjid itu bukan berarti tanpa maknamakna<br />

filosofi. Di antaranya, lima kubah mencerminkan<br />

kewajiban sholat lima waktu, empat unit tiang menara<br />

mencerminkan empat tiang ilmu, yaitu ilmu bahasa Arab,<br />

syariah, sejarah dan filsafat. Sedangkan tiga bagian tinggi<br />

menara mencerminkan Iman, Islam dan Ikhsan. Menara<br />

yang masing-masing setinggi 30 meter mencerminkan<br />

jumlah 30 juz Al-Qur'an dan enam meter tinggi kuncup<br />

menara mencerminkan enam rukun iman.<br />

Sedangkan fasilitas yang melengkapi bangunan masjid<br />

tersebut terdiri dari ruang wudhu, mihrab dan persiapan,<br />

ruang sholat, ruang pengkajian, perpustakaan, ruang kantor<br />

dan peralatan serta halaman masjid. Dengan adanya<br />

berbagai fasilitas tersebut, diharapkan Masjid Raya selain<br />

berfungsi sebagai tempat menjalankan ibadah salat, juga<br />

sebagai pusat penyiaran, pengkajian dan informasi agama


Islam serta pusat kegiatan sosial umat Islam.<br />

Selain Masjid Raya A1 Azhom, terdapat jembatan<br />

penyeberangan dengan visi sebagai landmark Kota<br />

Tangerang. Dibangunnya jembatan penyeberangan di ruas<br />

Jalan MH.Thamrin, Kota Tangerang ini sebagai pintu<br />

gerbang (Welcome Gate) Kota Tangerang dan arah<br />

Jakarta dan Serpong.<br />

Jembatan Pelengkung ini membentang sepanjang 65<br />

meter dan lebar 3-5 meter. Bahan bakunya adalah pipa<br />

baja berstruktur melengkung seberat lebih kurang 32 ton<br />

yang menelan biaya RP 3 miliar.<br />

Desain jembatan yang unik dan khas, akan menjadi<br />

landmark Kota Tangerang, oleh sebab itu perencanaan<br />

jembatan yang memiliki dua tiang yang melengkung,<br />

menyerupai gading gajah membentuk busur, telah menjadi<br />

simbol, bahwa inilah Kota Tangerang.<br />

Pemilihan elemen baja dan bentuk futuristik akan<br />

memberikan kesan lebih kuat terhadap visi Kota<br />

Tangerang sebagai kota industri dan perdagangan yang<br />

modern. Aspek keamanan, ketertiban, keindahan dan<br />

kenyamanan bagi pengguna jembatan baik pengendara<br />

kendaraan bermotor maupun pejalan kaki menjadi hal yang<br />

sangat penting. Sehingga landscaping di sekitar lokasi<br />

jembatan, terutama di tempat naik/turun, pengaturan lalulintas,<br />

pemeliharaan jembatan, merupakan kriteria tak<br />

terlepaskan dari perencanaan jembatan.Pembangunan<br />

Berperadaban Bagi tiap-tiap umat (Yahudi, Kristiani dan<br />

Islam) telah kami berikan aturan dan jalan. Sekiranya


Allah menghendaki, Dia bias menjadikan kamu satu<br />

umat saja.Namun (Dia tidak melakukan itu karena) Dia<br />

hendak menguji kamu terhadap karunia-Nya kepadamu.<br />

Maka, berlomba-lombalah dalam berbuat kebaikan.<br />

(Al-qur’an, Surat Al-Ma’idah;48)<br />

Seruan Alquran tentang perlunya berlomba-lomba<br />

dalam kebajikan, harus dipahami pada kebaikan universal<br />

(al-khayr, al-ma’ruf). Namun menurut Abdulaziz Sachedina,<br />

Professor Kajian Agama di University of Virginia dan<br />

Peneliti pada Center for Strategic and International<br />

Studies, yang belum jelas, apakah Alquran mengakui<br />

keragaman pemahaman kultural dan historis mengenai<br />

apa yang baik itu.<br />

Karena anjuran dalam surat Al -Ma'idah ditujukan<br />

kepada semua umat agama, maka kita harus konsisten<br />

untuk berpendapat, bahwa kebaikan dalam ayat ini berlaku<br />

untuk seluruh tradisi agama. Tapi penafsiran semacam itu<br />

tidak diterima secara luas oleh ulama etika Islam.<br />

Perbedaan tafsir itu dari kalangan ulama, misalnya<br />

datang dari Ibn Katsir. Dalam kitab bertajuk Tafsir<br />

misalnya, ia menganggap khayrat itu pada kepatuhan<br />

kepada Tuhan dengan cara mematuhi hukum-Nya yang<br />

dibawakan Muhammad, dimana wahyu yang diturunkan<br />

kepadanya telah membatalkan hukum-hukum sebelumnya.<br />

Sementara Sayid Quthb dalam Fi zhilal al-Quran, melihat<br />

upaya membuktikan bahwa hanya ada satu syariat yang<br />

mendominasi agama lain, dianggap oleh Abdulaziz<br />

Sachedina sebagai kajian yang amat dangkal. Di sisi lain


mufasir Syiah, Thabathaba'i dalam al-Mizan, menganggap<br />

al-khayrat sebagai al-ahkam (peraturan atau hukum) Dan<br />

sebagai al-takalif (kewajiban moral religius).<br />

Masih dalam bahasan Abdulaziz, para teolog muslim<br />

juga berselisih mengenai adanya moralitas universal.<br />

Terjadi perdebatan, apakah moralitas universal itu<br />

seluruhya dikondisikan oleh konvensi-konvensi sosial<br />

kultural atau bersumber dari satu standar rasionalitas<br />

universal berdarkan fitrah manusia. Wahyu Islam<br />

memberikan satu bahasa moral yang kompleks, berbicara<br />

tentang umat manusia yang, di satu sisi, samasama<br />

memiliki nilai-nilai dan kepentingan-kepentingan universal<br />

sebagai makhluk yang sederajat dalam martabat dan<br />

kesadaran nurani. Tetapi di sisi lain, berada dalam<br />

persaudaraan khusus sebagai anggota dari komunitas dan<br />

bangsa tertentu.<br />

Apapun seruan berlomba-lomba dalam kebaikan<br />

memang memiliki pesan universal. Kebaikan dan<br />

kebajikan bisa menyebar ke segala arah dan penjuru tanpa<br />

harus dilihat latar belakang agama dan golongan. Dan KTT<br />

Tsunami adalah representasi dari kebajikan universal itu.<br />

Secara sederhana contoh kebajikan universal misalnya,<br />

ketika mayat-mayat berserakan di tanah Aceh, kita tidak<br />

perlu bertanya, apakah yang kita tolong seiman,<br />

segolongan atau sealiran politik. Kita menolong tanpa<br />

harus ada batasan-batasan itu.<br />

Contoh lain, ketika ada saudara kita tertabrak di jalan,<br />

tentu kita tidak perlu bertanya lagi, agamamu apa,<br />

partaimu apa dan dari etnis mana? Jika identitas yang


ditanyakan terlebih dahulu, khawatir saudara kita yang<br />

terkapar tak bisa tertolong. Lihat saja, para donatur dari<br />

berbagai kalangan dan penjuru dunia para buruh, artis,<br />

birokrat dan seluruh komponen masyarakat ikut membantu<br />

tanpa harus melihat siapa yang dibantu. Intinya cuma satu,<br />

ada musibah semua harus terlibat.<br />

Dalam konteks inilah, setiap pribadi, setiap komponen<br />

masyarakat, yang tumbuh dan berkembang di wilayah Kota<br />

Tangerang, memiliki kewajiban untuk berlombalomba<br />

dalam kebajikan, memberdayakan Kota Tangerang ke<br />

wilayah yang lebih beradab. Kewajiban mernbangun kota<br />

yang beradab ini, sebagai upaya untuk menciptakan iklim<br />

masyarakat madani, masyarakat sipil yang memiliki<br />

kewibawaan, yang di dalamnya tumbuh nilai-nilai moral dan<br />

nilai-nilai kebajikan yang tinggi.<br />

Masyarakat madani adalah masyarakat yang<br />

mengedepankan partisipasi publik, mengedepankan<br />

prosedur-prosedur demokrasi, dan masyarakat yang<br />

menjunjung tinggi etos kerja serta memahami peran<br />

masing-masing dalam masyarakat. Masyarakat madani<br />

juga mencoba menyuguhkan berbagai jawaban untuk<br />

menyeimbangkan sarana dan tujuan dalam mencapai<br />

tatanan sosial ideal.<br />

Maka jika kita sepakat, bahwa pembangunan Kota<br />

Tangerang berorientasi pada masyarakat madani, mau tak<br />

mau, semua komponen yang ada harus melihat arah<br />

pembangunan itu berpijak kepentingan masyarakat secara<br />

keseluruhan, bukan kepentingan yang bertumpu pada<br />

pribadi-pribadi atau kelompok-kelompok.


Dan semua jembatan untuk semua komponen itu,<br />

adalah tunggal akhlakul karimah. Visi akhlakul karimah,<br />

tentu saja menuntut semua komponen masyarakat terlibat<br />

dan bukan saja komponen birokrasi. Sementara ini ada<br />

beberapa asumsi, bahwa visi akhlakul karimah harus<br />

dijalankan oleh komponen birokrasi saja, dan warga<br />

masyarakat yang berada di jalur birokrasi pemerintah,<br />

tidak dikenai kewajiban memikul visi akhlakul karimah.<br />

Asumsi ini sepintas berada dalam jalur yang benar.<br />

Tapi sejatinya, pribadi-pribadi yang berada di lingkungan<br />

birokrasi, juga sebagai bagian pribadi-pribadi yang<br />

tumbuh di masyarakat. Hanya berapa persen, para aparat<br />

birokrasi secara formal bekerja dalam ukuran jam.<br />

Selebihnya pribadi-pribadi tersebut adalah bagian dari<br />

anggota masyarakat biasa. Contoh seperti ini juga bisa<br />

diberlakukan pada anak didik kita. Usai mata pelajaran di<br />

sekolah, anak-anak akan menjadi warga masyarakat, yang<br />

harus bersosialisasi dan berkomunikasi dengan alam<br />

lingkungan yang riil.<br />

Untuk itu,visi akhlakul karimah bisa dicapai secara<br />

gradual, pelan-pelan dan tidak mungkin dicapai secara<br />

revolusioner. Visi akhlakul karimah adalah vsi yang akan<br />

dilekatkan di masyarakat, yang memiliki aneka ragam<br />

karakter dan budaya. Atas dasar keanekaragaman itulah,<br />

visi tersebut bisa dijalankan secara gradual dan tidak serta<br />

merta menuntut perbaikan secara cepat.<br />

Hal lain, visi akhlakul karimah, secara substantif bukan<br />

hanya miliki warga muslim saja, meski penamaan akhlakul<br />

karimah diambil dari teks-teks Quran. Penamaan akhlakul


karimah hanya sebagai cara komunikasi ke ruang-ruang<br />

publik, agar mudah diserap dan mudah diingat. Yang pasti<br />

visi akhlakul karimah juga melihat perbedaan agama,<br />

perbedaan ras, suku dan perbedaan berpendapat yang<br />

bermuara bagi terwujudnya masyarakat madani.<br />

Pikiran ini mengacu pada satu hal, bahwa membangun<br />

sebuah pemerintahan yang bersih, berkeadilan, dipenuhi<br />

unsur pemerataan di segala bidang, tidaklah semudah<br />

membalik telapak tangan kita. Membangun sebuah<br />

pemerintah dibutuhkan berbagai perangkat, tidak sekadar<br />

pada level wacana, tapi pada wilayah yang lebih kongkrit,<br />

kerja nyata.<br />

Sebuah pemerintah yang bersih, berkeadilan, sejahtera di<br />

segala bidang, sering kali dipahami sebagai<br />

“SETIAP pribadi, setiap komponen masyarakat, yang<br />

tumbuh dan berkembang di wilayah Kota Tangerang,<br />

memiliki kewajiban untuk memberdayakan Kota<br />

Tangerang ke wilayah yang lebih beradab. Kewajiban<br />

membangun kota yang beradab ini, sebagai upaya untuk<br />

menciptakan iklim masyarakat madani, masyarakat sipil<br />

yang memiliki kewibawaan, yang di dalamnya tumbuh nilainilai<br />

moral dan nilai-nilai kebajikan yang tinggi.”<br />

pemerintah yang demokratis. Pemahaman sebagian di<br />

antara kita, bahwa pemerinthan demokratis, adalah<br />

pemerintahan yang didalamnya dipenuhi unsur-unsur<br />

tersebut. Tapi sebenarnya hakikat pemerintahan<br />

demokratis bukan terletak pada terciptanya keadilan,<br />

kemakmuran dan proses transparansi. Jika demokrasi<br />

mengandalkan keadilan, kemakmuran dan proses


transparansi, Singapura adalah contoh kongkrit dari<br />

pemerintah demokratis.<br />

Hanya saja, hakikat demokrasi terletak pada proscdur<br />

demokrasi, bukan sekadar unsur-unsur demokrasi seperti<br />

keadilan, kemakmuran dan transparansi saja. Jika<br />

keadilan, kemakmuran dan transparansi jadi ikon<br />

demokrasi, Singapura akan menjadi contoh nyata bagi<br />

negara demokratis. Tapi yang terjadi di Singapura,<br />

prosedur-prosedur demokrasi tidak berjalan semestinya.<br />

Aspirasi-aspirasi publik tidak, begitu mudah disalurkan<br />

dan media massa tidak memiliki kebebasan berpendapat.<br />

Rakyat dibingkai dengan aturan-aturan pemerintah tanpa<br />

harus melibatkan aspirasi publik.<br />

Artinya prosedur demokrasi tidak, berjalan semestinya,<br />

meski keadilan, kemakmuran dan transparansi terlihat di<br />

berbagai sudut Singapura. Fenomena ini, mempertegas,<br />

bahwa demokrasi harus dipahami secara lebih riil, subtil,<br />

dan pemahaman yang lebih luas. Demokrasi memang<br />

membutuhkan peran serta semua pihak, tapi demokrasi<br />

juga membutuhkan prosedur-prosedur. Tanpa adanya<br />

prosedur demokrasi tidak bisa berjalan seperti yang kita<br />

harapkan. Inilah mungkin yang perlu digaris bawahi dari<br />

pandangan yang dikembangkan Emmy Hafild ketika<br />

menjadi pembicara di Unis, Tangerang, Sabtu (7/5/2005).<br />

Emmy hanya melihat pada persoalan keterlibatan<br />

semua warga masyarakat, terutama rakyat miskin dalam<br />

proses pembangunan pemerintahan. Tapi ia lupa,<br />

pelibatan warga masyarakat membutuhkan prosedur, yang<br />

mau tak mau, harus dipahami secara benar. Dalam


konteks inilah, saya ingin melihat perlunya keterlibatan<br />

pasar, warga masyarakat dan negara dalam proses<br />

pembanguan pemerintahan. Jika pasar dalam pengertian<br />

realitas sosial ekonomi politik, kondusif, secara otomatis,<br />

warga akan mendapatkan keuntungan dalam proses<br />

kelangsungan kehidupan sehari-hari. Dan posisi negara,<br />

dalam konteks ini, hanya jadi fasilitator antara kebutuhan<br />

pasar dan warga masyarakat.<br />

Pemerintah Kota Tangerang, dalam konteks ini, adalah<br />

fasilitator antara kebutuhan pasar dan warga masyarakat.<br />

Kota Tangerang, yang didalamnya tumbuh beragam kultur,<br />

seperti Kota Tangerang, memaksa berbagai komponen<br />

publik untuk lebih fokus menggarap dan merawat<br />

infrastruktur kota, agar kota wilayah yang dihuni memiliki<br />

pijakan dasar dalam mengakses warganya dan seluruh<br />

elemen terkait yang ada didalamnya.Komponen yang<br />

memiliki peranan penting dalam mengakselerasi kebijakan<br />

publik itu, adalah komponen eksekutif atau aparatur negara<br />

dan komponen legislatif, anggota DPR, dalam hal ini<br />

DPRD.Dua komponen ini , mau tak mau, harus mampu<br />

memberi kontribusi yang positif bagi perkembangan dan<br />

pertumbuhan warga. Tanpa kontribusi yang positif, dua<br />

komponen penyangga itu, hanya menjadi bagian dari<br />

masyarakat, bukan core atau inti dari jantung kehidupan<br />

Kota Tangerang. Padahal tanpa keterlibatan aktif dari<br />

eksekutif dan legislatif, kehidupan di suatu daerah, seperti<br />

wilayah mati, tak bertuan: menjalani ritus kehidupan seharihari<br />

tanpa roh. Untuk itu, cara yang paling efektif<br />

menghidupkan kerja sama eksekutif dan legislatif, adalah


penggalangan kebijakan-kebijakan publik yang strategis,<br />

yang memiliki kontribusi besar bagi kehidupan warganya.<br />

Semua penggalangan kerja sama itu, muaranya adalah<br />

kepentingan kehidupan warga. Kerja sama harus dititik<br />

beratkan pada kepentingan warga. Kerja sama yang<br />

dibangun harus menutup peluang untuk kepentingan<br />

eksekutif dan legislatif, berupa bagi-bagi kue daerah. Kerja<br />

sama juga tidak, berdasarkan kepentingan partai atau<br />

kelompok yang ada di belakang para legislatif dan<br />

eksekutif. Pikiran ini didasarkan dari hakikat komponen<br />

eksekutif dan legislatif. Dua komponen tersebut, secara<br />

legal formal memang memiliki pos-pos strategis Dan pospos<br />

kekuasaan yang cukup memadai. Tapi substansi dari<br />

pekerjaan mereka, adalah melayani warga. Warga adalah<br />

tuannya, majikannya maka setiap pekerjaan yang<br />

dikerjakan harus memenuhi standar-standar pelayanan<br />

yang baik, terukur dan terarah. Perbedaannya yang<br />

mencolok dari pelayan warga yang satu ini, adalah pada<br />

seragam yang dikenakan tapi di balik baju seragam itu<br />

mereka herhak dan wajib, melayani majikannya, warga<br />

masyarakat dengan baik dan benar. Tanpa pelayanan<br />

yang baik, warga berhak melakukan komplain, atau protes.<br />

Protes ini berkaitan dengan pembayaran warga yang<br />

dipungut dari berbagai bidang untuk kebutuhan roda<br />

pemerintahan Kota Tangerang. Kebutuhan para eksekutif<br />

dan legislatif, baik mobil dinas dan seragam yang<br />

dikenakan, dipungut dari uang warga melalui berbagai<br />

sumbangan dan pungutan yang ada. Inilah subtansi dari<br />

kerja sama eksekutif dan legislatif, yakni kebutuhan dan


kepentingan warga Kota Tangerang Kerja sama antara<br />

eksekutif dan legislatif, yang bermuara pada kepentingan<br />

warga, haruslah didukung komponen lain, seperti Lembaga<br />

Swadaya Masvarakat (LSM) dan komponen warga lainnya,<br />

seperti organisasi-organisasi keagamaan serta berbagai<br />

paguyuban yang ada di Kota Tangerang. Kehadiran LSM<br />

dan komponen warga lainnya, bertujuan untuk menjadi<br />

pengimbang keberadaan eksekutif dan legislatif, yang<br />

sering kali berjalan tanpa kontrol dan arah. Perjalanan<br />

tanpa kontrol dan arah ini sering dikerjakan, karena tidak<br />

adanya sarana pengimbang yang berjalan efektif untuk<br />

mengakselerasi kebijakankebijakan publik. Dari konteks<br />

inilah, sendi-sendi masyarakat madani, bisa diwujudkan.<br />

---

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!