Ebook Anak.wahidin halim koleksi - Bimtek Pengelolaan ...
Ebook Anak.wahidin halim koleksi - Bimtek Pengelolaan ...
Ebook Anak.wahidin halim koleksi - Bimtek Pengelolaan ...
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
1001 PERSOALAN KOTA TANGERANG:<br />
GA’ GAMPANG NGURUS KOTA<br />
Oleh: Wahidin Halim Editor :<br />
Hari Prastowo<br />
Budi Rahman Hakim<br />
Diterbitkan Oleh :<br />
Yayasan “Aklhakul Karimah Center” e-mail :<br />
harryzn@yahoo.com<br />
http// webmail.kotatangerang.go.id e-mail :<br />
sekotda@kotatangerang.go.id<br />
dicetak Oleh :<br />
PT. GANESHA OETAMA LESTARI (penerbit & percetakan) Jl. KH. Hasyim<br />
Ashari, Taman Royal II Parahyangan II no.81/83 Telp. (021) 70607641-<br />
55768704 Kota tangerang PERPUSTAKAAN NASIONAL RI<br />
Katalog Dalam Terbitan 9KDT)
ISBN : 979-99422-0-9<br />
Cetakan 1, Maret 2005<br />
DAFTAR ISI<br />
Pengantar Editor<br />
Kala Kekuasaan Menggoda<br />
Bab I<br />
Satu Tahun Jadi Walikota: Menyusup ke Ruang Rakyat A.<br />
membuka Lebar Keran Komunikasi<br />
B. Berangkat dari Niat Ikhlas<br />
C. Dihadang Persoalan Berat<br />
D. SMS Hallo Pak Wali: Luh, Gua<br />
Bab II<br />
Tradisi Baru, Snadungan dan Fondasi Kebijakan di<br />
Pemerintah Kota Tangerang<br />
Tradisi Baru di Pemerintah Kota<br />
a. Menggeser Kekakuan Anggaran<br />
b. Kontrak Politik dan Pengawasan Langsung c. Mengukur<br />
Peningkatan Kualitas<br />
d. Menyeimbangkan Sanksi (Puinshment) e.<br />
Menyampaikan Progress Report Lewat Media<br />
Adakah Sandungan terhadap Tradisi-tradisi Itu?<br />
Fondasi-fondasi Kebijakan<br />
a. Pendidikan untuk Semua (Education for All) b. Layanan<br />
Kesehatan<br />
c. Mengoptimalkan Aset Daerah<br />
d. Perumahan Rakyat Miskin<br />
e. Setifikat Tanah<br />
f. Mendorong Tanggungjawab Sosial Dunia Usaha dalam<br />
Pembangunan Kota
g. Pelayanan Satu Atap<br />
h. Membangun Relasi Positif<br />
i. Kebijakan Lokal dan Penyadaran Spiritual<br />
j. Menghubungkan Sekolah dan Bursa Kerja<br />
Bab III<br />
1001 Persoalan kota Tangerang<br />
- Menikmati Tumpukan Masalah<br />
- Kemacetan<br />
- Problem Pengganguran<br />
- Lokalisasi Tempat Hiburan<br />
- Tradisi Judi Tangerang<br />
- Gepeng (Gelandangan dan Pengemis)<br />
- Sodokan Becak dan Kaki Lima<br />
- Kerukunan Antar Umat<br />
Bab IV<br />
Kota Tangerang Masa Depan: Menuju Kota Internasional<br />
- Bertetangga dengan Singapura<br />
- Harapan kota Internasional<br />
- Fitur Cisadane Untuk Pusat Belanja<br />
- Menyongsong Pilkada Demokratis<br />
Kala Kekuasaan Menggoda<br />
Ada cap yang selama ini kadung melekat, bahwa<br />
pemerintah adalah rezim yang harus dilawan. Tidak hanya<br />
dipusat, pandangan seperti itu juga berkecambuk di<br />
pemerintahan daerah. Salahkah? Tidak sepenuhnya salah,<br />
sebab kenyataannya banyak pemerintahan yang menjaga<br />
takhtanya dengan teropong kekuasaan dan menjalankan<br />
kebijakan dengan kebengisan. Kesadaran akan makna<br />
sang pemimpin pudar, dirongrong ambisi.
Sudah terlalu sering kita mendengar penguasa jatuh<br />
satu per satu karena ambisi tanpa batas yang dimilikinya<br />
itu.Nama penguasapenguaa yang nasib kekuasaannya<br />
berakhir secara tragis seperti ini dituliskan sejarah dengan<br />
tinta kelam.<br />
Tetapi manusia memang tak gampang belajar dari<br />
sejarah, tak mudah mengambil hikmah. Sebuah rezim<br />
buruk jatuh, rezim jelek lainnya bangun. Kekuasaan seolah<br />
daya magis yang sangat mempesona. Melenakan,<br />
memabukkan. Niatan baik bias terjengkang oleh<br />
kepentingan-kepentingan, yang jauh dari baik. Orang baik,<br />
bias berubah jadi tidak baik manakala sudah berubah<br />
penguasa. Jika ia memerintah tidak mendalamimakna<br />
kekuasaanya. Maka muncullah istilah otoriter, dictator,<br />
korup, serakah, pemerintah yang tidak merakyat, dan lainlain.<br />
Rekaman perjalanan pemerintahan seperti itu rupanya<br />
mengimbaskan traumatis ditengah masyarakat. Buntutnya,<br />
pemerintah cenderung dianggap rezim yang harus dilawan.<br />
Apalagi jika pemerintahan tidak ditata secara apik, diarea<br />
seperti sekarang ini, akan cepat sekali mengundang<br />
pergolakan.<br />
Padahal, tidak semua pemerintahan adalah rezim<br />
kotor. Ada yang baik dan perlu didukung. Apalagi jika<br />
pemerintahan ini merasakan bahwa penderitaan rakyat<br />
adalah penderitaannya, dan tak akan merasa bahagia jika<br />
rakyat sedih. Pemerintah harus membuat rakyat bahagia,<br />
sejarahtera. Rakyatlah “kawan sejati” yang mesti dilayani,<br />
dalam kesetaraan.
Kalau boleh mempersepsikan, itulah mungkin yang<br />
dimaksud dengan symbol Satrio Piningit, yang sempat<br />
menjadi harapan besar dari rakyat negeri ini, yang telah<br />
begitu lama mendambakan munculnya sang pemimpin<br />
sejati yang mampu menyelamatkan bangsa ini dari huruhara,<br />
menebar sejahtera, hingga menjadi panutan di<br />
belahan dunia.<br />
Satrio Pinigit artinya adalah Satria yang terpingit. Tidak<br />
berarti secara lahir ia terpenjara atau terkungkung. Tetapi,<br />
ia adalah Satria (pemimpin) yang selaku dipingit oleh<br />
nurani, hati dan pemikiran (aspirasi) rakyat. Dia tidak akan<br />
mengkhianati rakyatnya, karena keduanya harus selalu<br />
melangkah dalam kebersamaan, seiring sejalan. Jadi,<br />
setiap pemimpin seharusnyalah menjadi Satrio Piningit. Ia<br />
tidak akan berani korupsi karena telah dipingit oleh nurani,<br />
hati dan pemikiran rakyat yang pasti tidak rela<br />
pemimpinnya korupsi.<br />
Samasekali tidak ada maksud menghubungkan<br />
Walikota Tangerang, Wahidin Halim dengan Satrio Pinigit<br />
secara harfiah. Karena tokoh lahiriah Satrio Piningit itu<br />
sendiri tidak ada. Persepsinya, ia hanya merupakan<br />
symbol, nilai-nilai yang mesti digenggam pemimpin atau<br />
pemerintahan.<br />
Dibuku yang samasekali tidak teoritis ini, pembaca<br />
akan menemukan gambaran bagaimana pemerintahan<br />
daerah Kota Tangerang dijalankan selama setahun ini.<br />
Soal interaksinya dengan rakyat, juga persoalan-persoalan<br />
berat yang menghadang. Tak ketinggalan, bagaimana<br />
rancangan awal Kota Tangerang masa depan.
Disampaikan dalam bahasa yang lugas oleh penulisnya,<br />
dan sengaja diluncurkan untuk mengundang masukanmasukan<br />
dari segenap komponen masyarakat. Yang<br />
melegakan, pilihan Wahidin Halim adalah rakyat…<br />
Selamat menyimak.<br />
BAB I<br />
Satu Tahun Jadi Walikota: Menyusup ke Ruang<br />
Rakyat<br />
A. Membuka Lebar Keran Komunikasi<br />
Dari satu orde yang lain, dengan paradigma yang baru,<br />
memunculkan tumpukan persoalan tersendiri. Di orde<br />
sekarang, perubahan besar terjadi, dan harus disikapi oleh<br />
pemimpin saat ini, yang berbeda dengan kepemimpinan<br />
sebelumnya, tentu. Persoalan arus bawah yang begitu kuat,<br />
serta dinamika masyarakat masa transisi memaksa<br />
terjadinya perubahan dalam proses penyelenggaraan<br />
negara, dilevel terkecil sekalipun. Diantaranya terjadi<br />
perubahan dalam perspektif pelayanan, harus<br />
memposisikan pemimpin, beserta birokrasi termasuk<br />
walikota sebagai pelayan.<br />
Pengambilan kebijakan harus benar-benar<br />
memperhatikan, mempertimbangkan serta mengakomodir<br />
kepentingan-kepentingan masyarakat. Keputusan tidak<br />
lagi bias diambil dengan serta merta lewat kekuatan politik<br />
yang dimiliki oleh seorang Walikota. Oleh karena itu<br />
diperlukan kesabaran mananti suara masyarakat, dengan<br />
begitu banyak variable yang pertimbangkan. Walikota<br />
bukanlah amternar, raja kecil atau penguasa. Karenanya,
setiap mengambil keputusan, atau kebijakan yang bersifat<br />
taktis strategis, ia harus merasakan denyut nadi kehidupan<br />
masyarakat.<br />
Persoalannya sekarang adalah bagaimana<br />
menciptakan mekanisme agar aspirasi rakyat tertampung.<br />
Berbagai sarana komunikasi dengan begitu mesti<br />
dimanfaatkan. Antara lain, lewat media massa, dan<br />
dibukalah rubric SMS dari rakyat, sebagai persoalan dan<br />
masukan dilapangan bisa tergali, dibahas dan lalu<br />
ditindaklajuti.<br />
Setiap Sabtu-Minggu juga digelar open house di<br />
tengah lingkungan masyarakat yang kental dengan tradisi.<br />
Itu juga salah satu alasan kenapa walikota memilih tidak<br />
tinggal dirumah dinas, namun, rumah Kampung Pinang,<br />
supaya tetap bisa dekat dengan masyarakatnya. Mereka<br />
bebas datang kerumah dari pagi sampai sore hari. Kalau<br />
dirumah dinas pasti akan ada trouble protokoler. Orang<br />
yang datang untuk berdialog pun berbeda perasannya,<br />
suasananya, serta nuansanya.<br />
Komunkasi dengan rakyat mutlak terus dilakukan. Asal<br />
tahu saja wallikota biasa berkeliling pelosok Kota<br />
Tangerang kadang-kadang hanya mengendarai motor.<br />
Tidak menampilkan diri sebagai walikota, tidak pakai<br />
pengawal, atau bodyguard atau asesoris lainnya, baik<br />
dirumah maupun dijalan dengan bahasa rakyat umumnya.<br />
Relasi dibangun dengan semua lapisan, langsung<br />
menyusup masuk ke ruang-ruang masyarakat. Ini penting<br />
untuk mengenali peristiwa apapun, mengetahui<br />
permasalahan secara utuh, tidak sepotongsepotong,
mengerti persis bagaimana potensinya, kemungkinannya,<br />
dan mencari alternative penyelesaikannya.<br />
Jadi, keran untuk saluran-saluran komunikasi itu<br />
sengaja dibuka agar mampu menyerap aspirasi rakyat<br />
dengan baik. Ada memang saluran formal di DPRD<br />
(Dewan Perwakilan Rakyat Daerah), tetapi, kapasitas yang<br />
dibuka didewan itu bersifat kebijakan umum, dimana untuk<br />
strategi guna implementasinya diperlukan interaksi<br />
langsung dengan masyarakatnya.<br />
B. Berangkat dari Niat Iklas<br />
Kenapa sebuah pemerintahan menjadi tidak efektif? Ini<br />
karena banyaknya hal-hal yang luput dari perhatian, dan<br />
jatuhnya lalu seperti terjadi disorientasi. Banyak pemimpin<br />
yang mengabaikan hal ini. Pengalaman mengajarkan<br />
dengan baik, semua persoalan harus ditata lebih detil dan<br />
kongkrit. Proses pengawasaan dilakukan lebih teliti, apa<br />
yang dilakukan kepala dinas, apa yang dilakukan pimpro<br />
(pimpinan proyek), termasuk laporan pekerjaan mereka<br />
baiknya tidak langsung dipercaya begitu saja, tetapi, mesti<br />
dikupas, dibahas bareng, dipertajam, dilihat langsung,<br />
dikkontrol, dipotret, di-videoin.<br />
Jadi kalau dia “mainin” proyek agar dapat untung ya<br />
akan ketahuan. Kalau bagian belakang banguanan<br />
dikerjakan asal-asalan, juga akan ketahuan, karena<br />
pendekatan pemeriksaan pemerintah kota sekarang,<br />
terhadap proyek-proyek itu, bukan sebatas seremonial<br />
apalagi upacara rutin ingin dipuji.<br />
Diatas semuanya, apa yang telah dikerjakan
Pemerintah Daerah Kota (Pemkot) Tangerang, tentu tidak<br />
semuanya bisa memuaskan public. Banyak juga tudingan<br />
dan komentar, baik dari kalangan LSM (Lembaga<br />
Swadaya Masyarakat) maupun wartawan yang menyangkut<br />
kinerja dari para staf pemkot. Itu langsung direspon. Ada<br />
berita dikoran, yang bersangkutan langsung dipanggil dan<br />
didengar penjelasannya. Pimpinan pemkot juga melakukan<br />
pertemuan informal dengan wartawan, biasanya Jumat,<br />
mendengar informasi, membedah pengaduan-pengaduan<br />
lewat SMS untuk ditindaklanjuti dan jawabannya ditulis<br />
langsung oleh walikota.<br />
Tugas pemerintahan harus berangkat dari niat baik,<br />
niat ikhlas, sambil membuka pintu selebar-lebarnya bagi<br />
masyarakat untuk mengkritis, memberikan kontribusi<br />
berbagai hal untuk kota tercinta ini. Bahkan kalangan<br />
masyarakat ditantang:apa yang ada dalam pikiran<br />
saudara? Apa yang harus dilakukan untuk Kota<br />
Tangerang? Semangat untuk membangun kota ini yang<br />
dimintai, bukan omong doing. Dilain pihak, ketika<br />
berhadapan dengan staf yang tidak patuh terhadap aturan,<br />
tanpa pandangan bulu langsung dilakukan tindakan sesuai<br />
ketentuan yang berlaku.<br />
Jabatan pimpinan Pemkot adalah amanah. Tak boleh<br />
terjerumus godaan untuk menikmati kekuasaan.berangkat<br />
dari rumah ke kantoe, semata harus diartikan sebagai<br />
bentuk penghambaan kepada Tuhan yang memiliki nilai<br />
ibadah, dengan sendirinya pula sebagai bentuk<br />
pengabdian terhadap negara. Keikhlasan, keinginan untuk<br />
berbuat kepada kebaikan, dan keinginan untuk mencegah
kemungkaran mestinya digenggam teguh, tidak lekang<br />
karena panas, tidak lapuk karena hujan.<br />
C. Dihadang Persoalan Berat<br />
Ketika masyarakat kehilangan nilai, ketika masyarakat<br />
tidak lagi mampu membedakan antara kebaikan dan<br />
keburukan, membutuhkan terapi, perlu waktu untuk<br />
melakukan pendekatan dan begitu banyak menguras<br />
energi. Konflik-konflik horizontal mudah terjadi.<br />
Kepentingan public banyak disalip oleh kepentingankepentingan<br />
kelompok. Bergaya preman, dengan kadar<br />
kepentingan yang berbeda. Ini menjadi kecendrungan<br />
masyarakat diberbagai tempat. Semakin sulit membuat<br />
keputusan atau kebijakan yang memuaskan banyak orang,<br />
karena begitu banyaknya tarikan kepentingan.<br />
Bias saja prosesnya sesuai mekanisme, tapi karena<br />
tarikan kepentingan begitu banyak dan semuanya minta<br />
diakomodir sehingga bias jadi kebijakan itu mengundang<br />
pro-kontra. Niat baik pemerintah kadang terkalahkan<br />
dengan kepentingan-kepentingan tersebut. Kepentingan<br />
pribadi dijadikan dalih untuk kepentingan public. Begitulah,<br />
dalam prektek sering terjadi disorientasi, pada awalnya<br />
kepentingan pribadi yang muncul.<br />
Dilingkungan staf Pemda Kota Tangerang, untuk<br />
melakukan koreksi kepada bawahan, ternyata, tidak<br />
gampang. Ketika ingin membangun masyarakat yang<br />
berakhlakul karimah, tantangannya luar biasa. Karena<br />
apa? Ini semua karena kita mungkun masyarakat yang<br />
sakit, dan karenanya sulit berharap dari kondisi<br />
masyarakat seperti ini. Mungkin, lagi zamannya kali ya.
Paradigma baru pemerintahan sekarang ini kan<br />
terjemahannya bahwa pemerintah sebagai fasilisator.<br />
Artinya tidak semua hal dikerjakan oleh pemerintah, tapi<br />
juga dikerjakan masyarakat dan pemerintah hanya<br />
fasilisator saja. Ironisnya, masyarakat sendiri belum<br />
mampu, hanya reaksinya saja yang sering mengedepan.<br />
Mereka malah membutuhkan peran pemerintah lebih<br />
besar. Banyak yang datang kepada pemerintah, minta ke<br />
wallikota untuk memberikan penjelasan, termasuk untuk<br />
hal-hal kecil yang seharusnya cukup ditangani pada tingkat<br />
yang lebih rendah. Atau karena masyarakat semakin kritis<br />
cenderung penasaran, ngotot dan nggak gampang<br />
menerima, ssementara itu, pejabat di level middle, main<br />
set-nya belum berubah.<br />
D. SMS Hallo Pak Wali: Luh, Gua… Hasilkan Jalan<br />
Keluar…<br />
Adalah sebuah kekeliruan besar jika pemerintah tidak<br />
mau dikritik, tidak mau menerima keluhan-keluhan,<br />
masukan-masukan, padahal aspirasi itu murni dari rakyat,<br />
bahkan berasal dari lapis masyarakat paling bawah<br />
berdasarkan fakta-fakta objektif dilapangan. Suara rakyat<br />
itu memberikan konrtibusi yang sangat penting bagi<br />
pemerintah untuk menjalankan fungsinya sebagai pelayan<br />
masyarakat. Tentu, apa-apa yang disuarakan tidak<br />
seluruhnya benar, tapi pemerintah toh bias memilahnya,<br />
mana yang fitnah, mana yang omdo alias omong doing,<br />
dan mana yang memang sesuai dengan fakta.<br />
Suara rakyat via SMS (Short Massage System) adalah
wujud keinginan rakyat untuk berkomunikasi dengan<br />
pemerintah. Jadi jangan dianggap sebagai angina lalu,<br />
jangan malah dicurigai yang bukanbukan, apalagi rakyat<br />
dianggap sebagai lawan. Apapun masukannya, mesti<br />
direspon. Akan sangat klop kalau masukan-masukan dari<br />
rakyat itu dijawab dengan bahasa rakyat juga, bukan<br />
dengan bahasa birokrat yang penuh kekakuan. Sehingga<br />
akan terjadi komunikasi yang “nikmat”, tidak miss atau<br />
Jaka Sembung bawa golok, Gak nyambung (…). Kalau<br />
rakyat pakai bahasa luh, gua wallikota juga bias menjawab<br />
dengan bahasa luh, gua, dan ini semata untuk<br />
mempertahankan keinginan menjalin keakraban. Yang<br />
penting adalah substansi dan ujung dari semua usaha itu,<br />
yakni, untuk perbaikan Kota Tangerang.<br />
Beragam persoalan, mulai dari KKN (Korupsi, Kolusi<br />
dan Nepotisme), sampah, jalan rusak, penerangan jalan,<br />
kemiskinan, kemacetan, buruknya pelayanan aparat,<br />
pendidikan, kesehatan, pengganguran, pencemaran<br />
lingkungan, bencong, dan PSK (Pekerja Seks komersial)<br />
adalah persoalan yang sehari-hari membelit rakyat. Dus,<br />
topik yang selalu hangat! Alangkah beruntungnya<br />
pemerintah jika setiap hari bias mendapatkan masukan<br />
tentang berbagai persoalan itu dari rakyat secara<br />
langsung.<br />
Tentunya pemerintahnya sendiri sudah harus siap. Siap<br />
disini berarti pejabatnya tidak hanya berada di balik meja<br />
saja, melainkan, sudah mengetahui persis kondisi yang<br />
dihadapi rakyatnya. Merasakan dengus nafasnya.<br />
Sehingga ketika harapan-harapan maupun keluhankeluhan
itu muncul, pemerintah tidak malah jadi pusyiing, karena<br />
kita sudah siap dengan jawaban bahkan kemungkinan<br />
penyelesaiannya yang baik, benar dan tepat sasaran.<br />
Berangkat dari pemahaman itulah, kenapa Pemda<br />
Kota Tangerang membuka Rubrik SMS melalui salah satu<br />
media lokoal (local comunmunity newspaper), yaitu<br />
SATELIT NEWS. Hallo Pak Wali nama rubriknya. Segala<br />
unek-unek, saran, kritik, sampai pujian bias dikemukakan<br />
setiap masyarakat Kota Tangerang melalui SMS yang<br />
kemudian ditayangkan melalui surat kabar harian SATELIT<br />
NEWS. SMS tak berlalu begitu saja, sebab walikota akan<br />
“memeloti” setiap harinya, kemudian memberikan jawaban<br />
yang dikemas dalam Rubrik Saudaraku Rakyat Kota<br />
Tangerang dan ditayangkan setiap edisi Senin.<br />
Hasilnya, terjadi dialog yang begitu enak dan indah<br />
antara rakyat dengan walikota. Walikota tak kalah sableng<br />
dari rakyat soal bahasa kerakyatan. Dasarnya orang<br />
Tangerang. Kata-kata rakyat itu justru terasa segar seperti<br />
adonan sayur dan sambal cobek. Rakyat jadi tak segan<br />
bertanya, berharap dan berkesah, sementara jawaban<br />
walikota jadi rubric yang ditunggu-tunggu penerbitannya.<br />
Yang lebih penting dari itu semua tentu saja tentang<br />
saja tentang masukan-masukan masyarakat dan solusinya.<br />
Walikota pun bias semakin mengenali rakyatnya, sejauh<br />
mana mereka peduli terhadap lingkungannya, peduli<br />
terhadap kemajuan Kota Tangerang. Bias ketahuan juga<br />
mana pengirim SMS objektif, untuk kepentingan pribadi,<br />
maupun yangmasuk katagori “jeruk makan jeruk” (pegawai
Pemda menyerang kebijakan Pemda). Tak jarang walikota<br />
bisa mengetahui persisi siapa pengirim SMS meski yang<br />
bersangkutan tak menyebutkan identitas diri. Itu bisa<br />
diketahui dari gaya bahasa, intonasi dan topic persoalan<br />
yang dilontarkan.<br />
Hal lain, segenap dinas, instansi dan jajaran lain di<br />
Pemda kota Tangerang sampai tingkat kecamatan,<br />
kelurahan, jadi semakin terdorong motivasinya untuk<br />
memberikan pelayanan terbaik pada public. Mereka tentu<br />
tidak ingin “dikorankan” oleh masyarakat karena perbuatan<br />
jeleknya. Untuk mengetahui detil semua ini, kini silakan<br />
baca buku Demokrasi SMS.<br />
BAB II<br />
Tradisi Baru, Sandungan dan Fondasi Kebijakan di<br />
Pemerintahan Kota Tangerang<br />
A. Tradisi Baru di Pemerintah kota<br />
Tradisi baru yang baik dan positif dijajaran birokrasi<br />
pemerintahan Kota Tangerang telah dimulai.<br />
1. Menggeser Kekakuan Anggaran<br />
Tradisi yang berkembang ini sering kali mengikuti jalan<br />
pikiran :bagaimana caranya agar menghasilkan<br />
pendapatan. Jadi, orientasinya ialah investasi<br />
pemerintahan daerah cenderung bukan kepada upaya<br />
secara langsung membangun masyarakat lalu<br />
mensejahterakan masyarakatnya, tapi berkubang pada<br />
pertanyaan: aturan seperti itu, perlu digeser. Salah satu<br />
bentuknya, perda (peraturan daerah) tidak lagi sekedar<br />
meningkatkan pendapatan semata. Perda harus dilihat
sebagai regulasi untuk mencapai masyarakat tertibsejahtera.<br />
Jadi, ketika Perda dibuat, seharusnya adalah<br />
bagaimana kondisi masyarakat bisa lebih baik.<br />
Struktur anggaran, bahkan pernah dimunculkan konsep:<br />
bagaimana kalau APBD (Anggaran Pendapatan dan<br />
Belanja Daerah) mengadopsi system pembagian zakat.<br />
Sangat bagus karena pembelaannya bagi kaum miskin<br />
sangat kental. Namun hal itu tidak bisa dilakukan adalah<br />
mengurangi sector-sektor yang tidak efektif dan tidak tepat<br />
sasaran.<br />
Penggeseran ini untuk memenuhi kebutuhan mendasar<br />
masyarakat. Setelah dicermati, pembangunan di bidang<br />
pelayanan dasar (basic services and needs) seperti<br />
pendidikan, kesehatan, infastruktur, social menjadi<br />
prioritas. Karena sesungguhnya itulah tugas pemerintah.<br />
2. Kontrak politik dan Pengawasan Langsung<br />
Pemimpin Pemkot mengikat kontrak tanggung jawab<br />
dengan para kepala dinas, pimpro dan jajarannya agar<br />
amanah dalam membangun Kota Tangerang. Dalam<br />
pengerjaan proyek, walikota dan wakil walikota bahkan<br />
langsung menjadi tim pemantauanya, turut memotret apa<br />
saja yang terjadi dilapangan. Dicatat, direkam, lalu<br />
pimpinan proyek (pimpro) disidang, satu persatu dari<br />
mereka dimintai menjelaskan progress kerjanya<br />
Jadi, sebelum Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono<br />
(SBY) membuat “kontrak politik” dengan para menterinya,<br />
Walikota Tangerang sudah terpilih dahulu melakukan<br />
tradisi “kontrak tanggung jawab”. Setiap senin, para kepala<br />
dinas ataupun pimpro wajib menyampaikan hasil
pekerjaannya. Proyek yang mereka kerjakan dalam jangka<br />
satu tahun kedepan, dua tahun kedepan, jangka<br />
menengah, dan jangka panjang dievaluasi dalam rapat<br />
bulanan.<br />
Walikota dan wakil walikota tidak hanya melakukan<br />
pengawasan fisik, tapi juga mengecek anggaran<br />
proyeknya. Sekarang terjadi perubahan. Audit tidak hanya<br />
berdasar adanya kasus, dan tidak hanya bersifat baerkala<br />
3 bulan sekali, tetapi pengawasan setiap saat. Hasil<br />
pengawasan dibedah lebih detil secara rutin setiap<br />
minggu. Ambil sebagai contoh, jika genteng bangunan<br />
proyek bocor, atau jalan proyek rusak, itu ada datanya.<br />
Lalu pimpro diminta tanggung jawabnya, kapan akan<br />
diperbaiki? Jika kesediannya minggu depan, maka<br />
minggu depannya lagi dicek: sudah diperbaiki apa belum.<br />
Nonsense atau omong kosong kalau mekanisme<br />
pengawasan bisa dilakukan secara administratif saja.<br />
Makanya perlu dilakukan secara langsung, memotret<br />
lapangan, dengan cermat dan detil. Seluruh persoalan<br />
termasuk PAD (Pendapatan Asli Daerah) dan<br />
pelaksanaan anggaran juga dibahas secara komprehensif<br />
setiap bulan dengan menghadirkan eselon II, III, IV<br />
(pimpro).<br />
3. Mengukur Peningkatan Kualitas<br />
Pembangunan mesti diukur secara kualitatif , aspek<br />
benefit, manfaat dan dampaknya menjadi perhatian. Setiap<br />
dinas wajib melakukan penelitian dengan menggunakan<br />
pendekatan berbasis kinerja. Selalu menjadi pertanyaan:<br />
apakah kelompok masyarakat yang dibantu proyek,
dibiayai sejumlah dana, secara kualitatif akan<br />
meningkatkan pendapatannya? Ini semacam standar<br />
sukses.<br />
Menjadi kebiasaan, program cenderung hanya dilihat<br />
dari sisi output-nya melalui pendekatan kuantitatif.<br />
Misalnya program pemberdayaan masyarakat<br />
dilingkungan tertentu. Bagaimana keuntungan, manfaat dan<br />
dampaknya bagi masyarakat itu kurang diperhatikan. Yang<br />
penting program bantuan telah dikucurkan. Kalau sekarang<br />
tidak lagi sebatas apa yang dibantu, bianya, berapa<br />
jumlah orang ditatar? Tetapi lebih jauh dari itu, seberapa<br />
besar pengaruhnya terhadap peningkatan kualitas hidup<br />
mereka yang dibantu. Atau dalam dunia pendidikan,<br />
seberapa besar bantuan berpengaruh pada kualitas murid.<br />
Ini semua artinya, mutu pendidikan harus dijaga. Kalau<br />
kita bangun gedung sekolah, sekolah yang berkualitas<br />
standarnya berapa?kalau 1 milyar, selesaikan<br />
pembangunannya dengan dana 1 milyar. Setelah itu,<br />
pemeliharaannya bagaimana? Butuh dana berapa? Pada<br />
tahun ke berapa? Seluruhnya harus diukur.<br />
Contoh lain soal proyek jalan: diukur berapa meter<br />
panjangnya, berapa biayanya, seberapa lama<br />
kekuatannya. Dibuatlah analisanya oleh masing-masing<br />
dinas terkait. Secara umum, public sudah mengakui, jalanjalan<br />
dikota ini relative lebih baik. Bisa diproyeksikan, dua<br />
atau tiga tahun kedepan semuanya sudah bisa memenuhi<br />
harapan.<br />
Harus ada criteria sukses atas suatu program
pemerintah. Semua dihitung. Jangan sampai<br />
pembangunan dalam rangka pemberdayaan masyarakat<br />
hanya sekedar memenuhi program. Dilaksanakan dengan<br />
tidak sepenuh hati, setengah-setengah dan berorientasi<br />
untuk mencari proyek, lalu sebagai aksesoris menambah<br />
gaya hidup. Ini yang harus diubah, Cuma memang perlu<br />
waktu.<br />
4. Menyeimbangkan Sanksi (Punishment) dan<br />
Penghargaan (Reward)<br />
Terhadap mereka yang melanggar kontrak tanggung<br />
jawab, ya tentu dihukum. Banyak pimpro yang turun<br />
pangkat karena mengingkari kesepakatan. Namun bagi<br />
pimpro yang kerjanya baik, diberi penghargaan dan<br />
penghormatan, diumumkan prestasinya saat Hari Ulang<br />
Tahun kota Tangerang. Itu diharapkan akan membuat para<br />
pimpro bersemangat, bergairah untuk memberikan karya<br />
terbaik. Kualitas proyek jadi meningkat. Masih banyak kok<br />
orang-orang muda yang jujur, terampil dan memiliki<br />
komotmen untuk melakukan perubahan.<br />
Bagi pimpro yang kerjanya baik mendapat penghargaan.<br />
Sementara bagi pimpro terbaik, mendapatkan kenaikan<br />
pangkat istimewa. Pendekatan dengan punishment and<br />
reward ini, sejau pengalaman, maupun membuat kinerja<br />
seluruh awak proyek pemerintahan lebih baik dan efektif.<br />
Apalagi didorong dengan model pengawasan yang sangat<br />
ketat. Untuk mengetahui kebenaran laporan proyek, tidak<br />
hanya kepala dinas, pimpro dan pengawas lapangan yang<br />
ditanya. Staf-staf juga ditanya. Ketika staf itu keliru
memberikan jawaban dan menunjukkan bahwa proyek<br />
yang ditangani tidak beres, maka kepala dinasnya dimintai<br />
penyelesaiannya, tanggungjawabnya, karena dia ketahuan<br />
tak melakukan control.<br />
Nampaknya ada semangat untuk selalu lebih baik.<br />
Sebelum ada siding proyek, tiap-tiap intern dinas<br />
melakukan konsolidasi. Mesti siap betul, karena sangat<br />
detil dan tajam pertanyaannya.<br />
5. Menyampaikan Progress Report Lewat Media<br />
Program pembangunan yang telah dilaksanakan,<br />
diumumkan kepada public, yaitu melalui Koran. Apalagi<br />
sekarang ada Koran local, begitu transparannya setiap<br />
program itu dimuat. Berbagai pendapat masyarakat pun<br />
mengalir. Pemda juga proaktif menjelaskan soal program<br />
pembangunan itu secara langsung ke masyarakat melalui<br />
berbagai kegiatan.<br />
Menyampaikan laporan kemajuan melalui media ini<br />
dilakukan dalam rangka memenuhi hak rakyat untuk tahu<br />
apa yang pemerintah kerjakan. Juga, menginformasikan<br />
sejauhmana pemerintah memenuhi harapan public, dan<br />
dalam menjalankan tugas pokoknya. Silakan cek sendiri<br />
tradisi baru di Koran-koran.<br />
B. Adakah Sandungan rerhadap tradisi-tradisi itu?<br />
Terhadap semua tradisi baru ini, resistensi pasti ada.<br />
Namun, pada akhirnya resistensi perlahan hilang. Apalagi<br />
model tanggung jawab yang digunakan adalah<br />
pendelegasian kewenangan, dan bersifat terbuka.<br />
Walikota juga tidak menggunakan cara-cara yang keras.<br />
Bagi terbuka. Walikota juga tidak menggunakan cara-cara
yang keras. Bagi 3. kalau ada pejabat yang sudah<br />
mendapat peringatan ternyata berbelit, ya sudah, langsung<br />
diperintahkan untuk diperiksa. Dijatuhkan hukuman,<br />
diumumkan, diturunkan pangkatnya.<br />
Ada juga yang tidak terima, lantas ngomong dikoran lewat<br />
rubrik SMS Hallo Pak Wali. Katanya, tindkan pimpinan itu<br />
sama saja dengan membongkar aib orang. Seharusnya<br />
sipenerima sanksi itu tahu, Khalid bin Wahid saja pernah<br />
menggetarkan pejabat dinas. Penurunan pangkat karena<br />
telah melanggar aturan dan diumumkan di apel (upacara)<br />
karyawan Pemda sebagai tindakan indisipliner. Tidak<br />
hadir selama tiga hari berturut-turut dalam apel, daftarnya<br />
ya diumumkan. Akhirnya shock-therapy cukup efektif. Bila<br />
sebelumnya yang ikut apel Cuma 400-600 pegawai,<br />
sekarang rata-rata sudah 96%. Istilah pulang Kamis-balik<br />
Senin nyaris tidak ada lagi.<br />
C. Fondasi-fondasi Kebijakan<br />
Banyak fondasi kebijakan dan program yang telah<br />
diletakkan. Bahkan, progress-nya sudah pada tahap<br />
implementasi dan capaian target. Beberapa kebijakan dan<br />
program itu antara lain meliputi:<br />
a. Pendidikan untuk Semua (Education for All)<br />
kalau orang Indonesia sadar, pembangunan pendidikan<br />
haruslah menjadi prioritas. Selama ini sector ini kan<br />
dimarjinalkan, diabaikan,<br />
dan tidak hanya dirasakan pada pemerintah pusat, tetapi<br />
juga<br />
didaerah. Bahwa pendidikan kurang mendapat perhatian,
iya. Ketika<br />
republic ini diproklamasikan, dunia pendidikan hanya<br />
sebatas<br />
diomongkan, apalagi cerita-cerita teman-teman yang baru<br />
pulang dari<br />
luar negeri. Terkagum-kagum dengan dunia pendidikan di<br />
Malaysia.<br />
luar negeri. Terkagum-kagum dengan dunia pendidikan di<br />
Malaysia.<br />
termasuk hasil amandemen-menjelaskan jelas pendidikan<br />
tanggungjawab negara. Itu amanah, itu kewajiban.<br />
Logikanya mana mungkin kita bisa meningkatkan<br />
sumberdaya<br />
manusia yang bisa bersaing, jika pendidikan luput dari<br />
perhatian kita. Sederhana saja kan. Karena itu tanpa ragu<br />
ditetapkan 39% dari APBD<br />
Kota Tangerang digunakan untuk membangun pendidikan.<br />
Untuk tahun pertama ini, sector pertamanan dan<br />
infrastruktur lain<br />
dikurangi. Diadakan pemangkasan disejumlah bidang<br />
yang kurang<br />
menyentuh langsung kepentingan masyarakat.<br />
Jadi kalau ada orang yang berteriak: Pak taman tidak<br />
diurus, tidak<br />
dibangun, jawabnya karena proyek-proyek yang sifatnya<br />
mercusuar<br />
itu memang direview, didrop. Sector per PU-an yang hanya<br />
tambal
sulam itu dikurangi. Investor bisa terlibat didalamnya, untuk<br />
mendukung dan membantu dalam menyediakan fasilitas<br />
layanan. Sebetulnya bukan masalah keberanian untuk<br />
menaikkan anggaran,<br />
tapi ini menyangkut kemauan politik (political will),<br />
kemauan kuat<br />
untuk membangun dunia pendidikan. Alhamdulillah,<br />
keputusan ini<br />
telah mendapatkan penghargaan tinggi. Tapi kalau pun<br />
ada kalangan<br />
yang meributkannya, Pemda tidak akan mundur. Sector<br />
lain toh tetap<br />
berjalan, Cuma itu tadi, dengan pengetatan, dengan<br />
seleksi setiap<br />
kegiatan program yang ditawarkan oleh dinas.<br />
Itu semua diseleksi, disidak, dipangkasi sektor-sektor yang<br />
tidak<br />
efisien. Dananya untuk mendukung konsentrasi<br />
pembangunan<br />
pendidikan. Pihak lain ditarik untuk terlibat. Misalnya untuk<br />
perpustakaan, kenapa haus menggunakan anggaran<br />
Pemda, kenapa<br />
tidak kerjasama dengan LSM atau swasta? Silahkan<br />
proses kontrak.<br />
Orang BI pun ditanya, mau Bantu berapa banyak buku?<br />
Pemimpin mesti tahu persis bagaimana potret warganya.<br />
Bagaimana orang bisa berubah kalau tidak sekolah?<br />
Harkat dan<br />
derajat bisa terangkat dengan sekolah. Terjemahan lebih
luasnya,<br />
bahwa dengan sekolah, dengan membangun pendidikan,<br />
akan<br />
menghasilkan generasi-generasi yang lebih baik,<br />
berkualitas dari pada<br />
hari ini. Bisa dilihat, suatu negara dibandingkan dengan<br />
negara kita. Pemerintah tidak boleh berpikir sebagai<br />
pemilik modal. Jadi tidak<br />
melulu berpikir bagaimana berinvestasi untyk<br />
menghasilkan<br />
pendapatan apalagi dalam jangka waktu relative pendek.<br />
Kalau kita<br />
berbicara masalah pendidikan, seyogyanya berinvestasi<br />
untuk<br />
menghasilkan manusia yang berkualitas. Human<br />
Invesment, dan<br />
hasilnya untuk jangka panjang.<br />
Yang sederhana, kita berangkat untuk mengurangi putus<br />
sekolah,<br />
dan kita memberantas buta huruf. Tapi, bagaimana bisa<br />
sekolah kalau<br />
gedungnya rusak, 1 meja untuk tiga siswa, 1 kelas untuk 50<br />
siswa dan<br />
lain-lain. Prihatin memang, tapi ya harus bangkit, harus<br />
upaya. Kalau<br />
bisa hari ini mengapa harus menunggu besok. Targernya<br />
sih tidak<br />
hanya pembangunan sekolah-sekolah yang lebih<br />
berorientasi kepada
tenaga kerja yang siap pakai.<br />
Kalau sekarang datang ke kota ini untuk mencari<br />
pekerjaan didunia<br />
industri, itu mesti digeser, nanti orang datang ke<br />
Tangerang karena<br />
untuk bersekolah.<br />
Selama ini industri terlalu di-“dewa”-kan, tetapi akhirnya<br />
hasilnya<br />
kayak apa? Dampak yang diterima, tidak sebanding<br />
dengan kontribusi<br />
bagi rakyat Tangerang. Ekses dari sebuah industrialisasi,<br />
Cisadane<br />
menangis, masyarakat yang marjinal.<br />
PPH (Pajak Penghasilan) mereka tidak bayar disini kok,<br />
mereka<br />
malah bayar dipusat . yang ada adalah limbah sampah,<br />
lingkungan<br />
yang semakin tidak karuan, polusi diluar ambang toleransi.<br />
Pencemaran sungai yang luar biasa, terjadinya kerumunan<br />
orang<br />
hingga menimbulkan kemacetan yang juga luar biasa,<br />
hubungan<br />
masyarakat menjadi kering tanpa nilai-nilai keagaman<br />
terdistorsi,<br />
peran tokoh informal semakin memudar.<br />
Kehadiran industri di kota ini ridak memberikan manfaat<br />
yang<br />
signifikan bagi pemerintah daerah, kecuali sector tenaga<br />
kerja. Tapi
sekarang ini ketika pabrik gulung tikar, banyak yang<br />
bangkrut, ada<br />
juga yang hengkang ke Vietnam, dan Cina. Terjadi PHK<br />
(Pemutusan<br />
Hubungan Kerja), bergeser sector informal, jadi PKL<br />
(Pedagang kaki<br />
Lima), berdampak kepada transportasi, kenyamanan kota,<br />
tampang<br />
kota. Tetapi ada catatan; ketika pembangunan pendidikan<br />
jadi<br />
prioritas sekarang tidak berarti mematikan industri,<br />
keduanya justru<br />
mesti hidup berdampingan. Dicari kemungkinan<br />
kerjasamanya.<br />
Industri kan juga membutuhkan para karyawan, kumpulan<br />
orangorang , dan anak-anak mereka perlu sekolah.<br />
<strong>Anak</strong> Tangerang masih banyak yang sekolah keluar<br />
Tangerang<br />
dengan alasan disini gedung sekolahnya rusak, tidak<br />
berkualitas.<br />
Sekarang sedang dibangun sekolah unggulan untuk<br />
percontohan.<br />
SMA-SMA sudah nyampe ke kecamatan. Dulu SMA Cuma<br />
10, itupun<br />
ada dipusat kota, nah tahun ini, bayangkan, 5 SMA negeri<br />
dibeberapa<br />
kecamatan. Untuk tahun 2004, SMP dibangun 12 gedung<br />
di beberapa<br />
kecamatan dengan bertingkat. Jadi dari satu lingkungan ke
lingkungan<br />
sudah tersedia sekolah yang kualitasnya relatif sama.<br />
Mega proyek pembangunan 214 gedung sekolah secara<br />
serempak<br />
di Kota Tangerang dimulai Maret 2005. peningkatan mutu<br />
pendidikan<br />
mesti dibarengi dengan fasilitas belajar-mengajar yang<br />
memadai. Prioritas pembangunan dunia pendidikan ini<br />
termasuk pembelaan<br />
kita terhadap kelompok masyarakat miskin, mereka mesti<br />
mendapatkan kesempatan yang sama untuk sekolah dan<br />
dibiayai oleh<br />
pemerintah. Sementara, dalam rangka kesejahteraan guru,<br />
dinaikkan<br />
insentifnya dari tahun ke tahun.<br />
Gagasan sekolah gratis sudah mulai terealisir, meski<br />
masih terbatas<br />
dananya, yaitu dari kompensasi subsidi BBM dan Pemda.<br />
Selama<br />
2004, sebanyak 16 siswa ditiap sekolah<br />
Negeri dari SD, SMP, SMA dan SMK mendapatkan<br />
fasilitas gratis biaya SPP. Besaran uang SPP untuk SD<br />
masing-masing sebesar Rp 25 ribu per siswa, untuk SMP<br />
Rp 30 ribu dan untuk SMA / SMK sebesar Rp 40 ribu.<br />
Program ini terus berlanjut di tahun 2005.<br />
Untuk menumbuhkan kompetitif belajar, diadakan pula<br />
program penghargaan bagi para siswa berprestasi secara<br />
akademis. Setiap 5 siswa ranking teratas di SMP negeri<br />
bisa masuk ke SMA dan SMK negeri pilihan mereka tanpa
melalui seleksi.<br />
Sementara untuk guru, memang harus diperhatikan<br />
kesejahteraannya. Bagaimana guru mau mengajar tekun,<br />
kalau gajinya semetet (kecil), kalau guru masih nyambi<br />
dagang, ngojek atau jualan buku. Selain gaji, kini guru di<br />
Kota Tangerang juga mendapat insentif dari pemerintah<br />
daerah. Untuk tahun 2004, setiap guru di sekolah negeri<br />
menerima insentif sebesar Rp 115 ribu dan setiap guru di<br />
sekolah swasta menerima insentif sebesar Rp 85 ribu. Di<br />
tahun 2005, besaran insentif dinaikkan, yaitu masingmasing<br />
bertambah Rp 25 ribu untuk guru di sekolah negeri<br />
maupun swasta.<br />
b. Layanan Kesehatan<br />
Sebanyak 25 gedung Puskesmas tersebar di seluruh<br />
kecamatan dengan gedung permanen dan peralatan<br />
memadai. Gedung ini dibangun di tengah-tengah<br />
lingkungan masyarakat. Idealnya untuk Kota Tangerang<br />
dengan penduduk 1,5 juta jiwa minimal harus ada 50<br />
gedung Puskesmas. Untung ada rumah sakit swasta<br />
seperti RS Honoris, RS Usada Insani, RS Sari Asih, RSU<br />
Daerah, RS Kusta yang sekarang sudah membuka poli<br />
umum, dan rumah sakit lainnya.<br />
Untuk kepentingan keluarga miskin (gakin), disamping<br />
ada dana kompensasi subsidi BBM, pemda juga<br />
mengalokasikan anggaran berupa subsidi bagi rakyat<br />
yang tidak mampu bayar. Disediakan juga mobil<br />
puskesmas keliling, tahun ini disiapkan 10 mobil bantuan<br />
dari luar negeri dan APBD (Anggaran Pendapatan dan<br />
Belanja Daerah).
Pelayanan kesehatan untuk orang miskin diberikan<br />
secara gratis. Bahkan bantuannya sampai dengan biaya<br />
rujukan ke rumah sakit umum. Meski mereka tidak punya<br />
kartu berobat, tapi kalau dicek memang miskin, ya<br />
dilayani, jadi tidak kaku.<br />
Obat-obatan ditingkatkan kualitasnya. Kalau dulu orang<br />
mengalami luka bakar cukup diobati pakai Levertran<br />
Salep, sekarang sudah pakai Bio-Placenton. Sebelumnya<br />
pasien sakit batuk diberi OBH (Obat Batuk Hitam) yang<br />
dicampur air dan baunya seperti sabun, sekarang sudah<br />
diberikan OBH rasa menthol.<br />
Ada pula program pemberian bantuan kepada balita<br />
kurang gizi, disebar di 25 puskesmas yang ada di 13<br />
kecamatan. Imunisasi anak sekolah bayi dan ibu hamil rutin<br />
dilakukan.<br />
Mengantisipasi masalah demam berdarah (DBD),<br />
dinas kesehatan mensosialisasikan 4 M, tidak hanya 3 M.<br />
Selain ”Menguras, Menutup, Mengubur” ditambah 1 M lagi<br />
yaitu Memasang/Menyemprot obat nyamuk pada pagi hari<br />
ketika anak berangkat sekolah dan sore hari. Karena<br />
nyamuk demam berdarah itu menggigitnya terang hari.<br />
Walikota keliling melakukan gerakan anti-DBD.<br />
Sementara untuk antisipasi masalah kesehatan di<br />
waktu banjir, selalui disiapkan obat-obatan dalan jumlah<br />
yang cukup. Untuk jangka 1 tahun, persediaan obat-obatan<br />
dilebihkan dalam jumlah kebutuhan 18 bulan. Apabila banjir<br />
terjadi, dinas kesehatan mengirimkan obetobatan itu<br />
secara langsung ke puskesmas-puskesmas di wilayah
anjir yang buka 24 jam nonstop.<br />
c. Mengoptimalkan Aset Daerah<br />
Dalam rangka mengoptimalkan aset-aset pemerintah<br />
daerah, salah satunya dibentuklah PD Pasar Kota<br />
Tangerang. Tujuannya tak lain agar memberikan kontribusi,<br />
menjadi sumber pendapatan daerah. Sebelumnya<br />
pengelolaan pasar-pasar itu ditangani Dinas Perdagangan<br />
(Disperindagkopar), tetapi tidak bisa optimal. Model<br />
manajemennya ala pemerintah yang lebih berorientasi<br />
sosial daripada profit, kurang greget, kehilangan<br />
kreatifitas, tidak inovatif dan lamban perkembangannya.<br />
Padahal transaksi besar di delapan pasar yang terletak di<br />
lokasi strategis kota sudah berlangsung lama.<br />
Karena itu, perlu dikelola secara lebih profesional<br />
dalam bentuk BUMD (Badan Usaha Milik Daerah). Direksi<br />
PD Pasar yang baru telah terpilih melalui seleksi ketat,<br />
termasuk melalui fit and proper test. Mereka harus memiliki<br />
konsep jelas untuk mengembangkan perusahaan yang<br />
menghasilkan profit. Juga diharapkan mampu mengubah<br />
kesan selama ini di pemerintah daerah mahwa BUMD<br />
merupakan tempat ”perselingkuhan” para birokrat, atau<br />
tempat pensiunan yang style-nya lebih sebagai birokrat<br />
ketimbang entrepreneur.<br />
PD pasar harus kuat, mandiri, dan tahan banting<br />
sehingga bisa mengelola aset daerah menjadi lebih<br />
produktif untuk menghasilkan keuntungan yang akan<br />
diperuntukkan bagi rakyat Kota Tangerang. Dalam<br />
menjalankan kebijakan tak boleh meninggalkan
masyarakat ekonomi lemah, mampu melayani kepentingan<br />
pedagang dan melindungi kepentingan konsumen dengan<br />
baik. Model rekruitmen dengan fit and proper test ini,<br />
rasanya baru terjadi di Indonesia, kali ya. Terobosan,<br />
walaupun yang enggak puas ada aja. Biasa!<br />
d. Perumahan Rakyat Miskin<br />
Sektor perumahan rakyat termasuk yang diperhatikan.<br />
Ini karena jumlah kaum pemdatang atau kaum urban cukup<br />
banyak, bahkan tidak terkendali. Kondisi ini telah<br />
membengkakkan kantongkantong kemiskinan, slum areas<br />
atau daerah-daerah kumuh.<br />
Pemerintah daerah telah membangun rumah susun untu<br />
fasilitas bagi warga yang tidak mempunyai rumah. Mereka<br />
bisa tinggal di rumah susun dengan membayar uang sewa.<br />
Rumah susun di Manis Jaya dengan kapasitas 700 kamar,<br />
lumayan, bisa membantu para buruh pabrik yang ada di<br />
Jati Uwung dan sekitarnya.<br />
e. Sertifikasi Tanah<br />
Aset-aset daerah, fasilitas sosial (fasos)-fasilitas umum<br />
(fasum), tanah negara disertifikasikan supaya jelas<br />
statusnya. Seyogyanya sertifikasi tanah juga diberikan<br />
pada rakyat yang sudah tinggal di suatu tempat secara<br />
turum menurun. Status kepemilikan tanah akan diberikan ,<br />
termasuk pada tanah milik negara di wilayah kumuh,<br />
kecuali tanah di daerah-daerah zona tidak aman. Ini<br />
sebetulnya bentuk pelayanan, Cuma harus hati-hati dan<br />
selektif karena bisa muncul calo-calo, para spekulan tanah.<br />
f. Mendorong Tanggungjawab Sosial Dunia Usaha dalam<br />
Pembangunan Kota
Community development dipromosikan di dunia<br />
usaha. Kewajiban swasta untuk ikut terlibat dalam<br />
pembangunan kota, mesti dilaksanakan, misalnya, ikut<br />
menata lingkungan. Pemerintah hanya fasilitator, peran<br />
swsta dan LSM terus didorong. LSM juga harus<br />
konsentrasi dalam pembangunan dunia pendidikan,<br />
kesehatan masyarakat, penataan lingkungan, bukan<br />
sekedar petualang.<br />
Ada bandara, ada swasta, silakan. Asal proposalnya<br />
jelas, dan untuk rakyat. Jangan masuk kantong sendiri.<br />
Pemkot tidak perlu intervensi. Persoalannya pemerintah<br />
daerah belum sampai pada tahap meminta dunia usaha<br />
khususnya industri untuk menyisihkan dana sosial.<br />
Perusahaan-perusahaan yang ada di Kota Tangerang<br />
umumnya berkantor pusat di Jakarta. Tidak ada pajak<br />
untuk daerah. Karena memang tidak diatur dalam undangundang.<br />
Makanya, kita tidak terlampau mengedepankan<br />
isu industrialisasi. Kenapa?<br />
Isu industrialisasi mendorong banyak orang datang ke<br />
sini, tidak terkendali dan akan menjadi beban pemerintah<br />
kota. Berapa besar biaya yang mesti dikeluarkan untuk<br />
sekedar mengatasi kemacetan di jalan. Kalau mau<br />
melebarkan jalan mesti membebaskan lahannya,<br />
membikin aspalnya. Apalagi kalau membuat jalan baru.<br />
Biaya luar biasa besar. Belum lagi urusan yang tak pernah<br />
selesai, masalah PKL yang memadati jalan.<br />
Pemerintah tidak terlampau berharap banyak.<br />
Harapannya, dunia usaha ramah terhadap lingkungan.
Mesti ada gerakan moral ke arah sana. Tampaknya dunia<br />
usaha pun belum sadar bahwa mereka adalah mitra kerja<br />
walikota, stakeholders pembangunan Kota Tangerang. Itu<br />
semua memerlukan gerakan kampanye untuk membangun<br />
kesadaran baru, utamanya tanggungjawab terhadap<br />
lingkungan.<br />
g. Pelayanan Satu Atap<br />
Regulasi satu atap pelayanan perlu dilakukan.<br />
Konkretnya, setiap pelayanan ijin suatu bangunan,<br />
diselesaikan di satu tempat, tidak melalui rekomendasi<br />
dari bawah, atau pihak yang lain. Sidang diadakan setiap<br />
Selasa dan Kamis. Semua urusan diselesaikan disitu.<br />
Sebetulnya, Pemda Kota Tangerang mendapat<br />
penghargaan pelayanan satu atap terbaik dari Menteri<br />
PAN (Pembinaan Aparatur Negara) dan presiden. Tetapi<br />
di lapangan kabarnya masih ada praktek tidak prosedural<br />
seperti terungkap dalam pengaduan yang masuk lewat<br />
SMS Hallo Pak Wali. Kadang-kadang masih ada petugas<br />
yang nyuruh calo. Jadi akhirnya ada biaya-biaya tambahan<br />
yang dikeluarkan pengusaha.<br />
Segenap jajaran pimpinan kota tidak pernah berurusan<br />
dengan pengusaha untuk keperluan seperti itu. Urusan<br />
walikota dengan pengusaha ya di persidangannya,<br />
ngurusin mereka mau bikin apa, sesuai dengan tata ruang<br />
apa tidak. Makanya kaget juga dengan hasil penelitian<br />
Transparancy Internasional (TI) Indonesia. Ambil hikmah<br />
sajalah, yang penting spirit untuk memberantas korupsi,<br />
kolusi dan nepotisme (KKN) tetap bersemayam.
Sekedar tahu, setelah konfirmasi dengan kru TI<br />
Indonesia, ada 21 item yang diteliti. Ada 67 responden<br />
yang ditanya, umumnya kalangan pengusaha. Item-item itu<br />
antara lain izin usaha, kesehatan, tenaga kerja, PDAM,<br />
pendidikan, ke-PU-an, DPR, partai politik (lokal), Bea<br />
Cukai, PLN, Telkom, peradilan, pajak, kepolisian, militer,<br />
BUMN (Bandara).<br />
Penelitian yang bersifat kualifikasi lalu dikuantifikasi<br />
sehingga menambah ranking Tangerang seperti<br />
diberitakan lewat media massa. Ini bersifat persepsi,<br />
diambil dari komentar pengusaha berkaitan dengan suap<br />
menyuap di berbagai institusi. Senyatanya memang ada.<br />
Tapi soal tanggungjawab tidak lantas dipikul walikota<br />
sebagai kepala daerah., kecuali yang berkaitan dengan<br />
wewenang, yugas, tanggungjawabnya. Urusan izin usaha,<br />
pendidikan, ke-PU-an, kesehatan ialah tugas walikota.<br />
Tapi soal cukai, peradilan, pajak, BUMN, PLN, Telkom,<br />
militer itu kan urusan pemerintah pusat. Hanya<br />
operasionalnya di Tangerang. Begitu juga dengan partai<br />
politik. Sesuai dengan tugas masing-masing, ayo bersatu<br />
padu melawan penyakit warisan ini.<br />
h. Membangun Relasi Positif<br />
Eksekutif tidak pernah mau mempengaruhi terhadap<br />
apa yang harus dilakukan oleh legislatif, termasuk yudikatif.<br />
Karena itu, mereka pun menghargai pemerintah kota. Tak<br />
ada yang merasa posisinya lebih tinggi. Jangan ada<br />
arogansi institusi yang merasa lebih tinggi. Harus dibangun<br />
kesetaraan untuk tujuan yang sama, mensejahterakan<br />
masyarakat Kota Tangerang.
Begitu halnya dengan kegiatan dalam rangka<br />
penegakan hukum, utamanya berkaitan dengan<br />
penegakan peraturan daerah, dikoordinasi cukup bagus<br />
dengan mitra terkait. Setiap upaya penegakan aturan<br />
daerah mesti diback up. Tetapi, untuk penegakan hukum<br />
berkaitan untuk sebuah keadilan, tentunya diserahkan<br />
sepenuhnya kepada aparat hukum yang berwenang dan<br />
pranatanya. Eksekutif tak campur tangan.<br />
Untuk relasi kebawah, para camat selalu diwanti-wanti<br />
agar menyadari bagian hidupnya sebagai camat. Yaitu<br />
agar mengeluarkan segenap kemampuan,<br />
mengoptimalisasi kemauan untuk membangun<br />
masyarakat.<br />
Setiap minggu mereka datang ke kantor walikota atau<br />
gantian pimpinan pemkot yang keliling apel di kecamatan.<br />
Dip[aparkan ide, disamakan persepsi, keinginan dan<br />
kesatuan program. Tetapi, belum seluruh camat mampu<br />
menjabarkan program-program yang disampaikan oleh<br />
walikota, karena masing-masing memiliki kelebihan dan<br />
keterbatasan.<br />
Camat itu bawahan walikota dan diangkat oleh<br />
walikota. Walikota punya hak prerogatif untuk camat.<br />
Tetapi, memang sekarang terjadi perubahan. Camat ke<br />
walikota, tidak ada pembatas. Ini tradisi baru. Kenapa bisa<br />
begitu?. Karena walikotanya pernah jadi kepala desa,<br />
pernah jadi camat, jadi tahu persis bagaimana seharusnya<br />
membangun relasi. Walikota paham betul apa-apa yang<br />
dikerjakan dan diinginkan para camatnya. Dan mereka<br />
senag, di sisi lain juga segan.
Masalah PBB (Pajak Bumi dan Bangunan), pajak<br />
retribusi. Ketika camatnya tidak disiplin mengurusnya,<br />
walikota tahu. Ketika mereka suka instruktif mengumpulkan<br />
dana pun, ketahuan. Kalau sekarang engga ada keharusan<br />
camat memberikan sesuatu untuk walikota. Camat berani<br />
ngasih, duitnya dari mana. Setiap program yang diajukan<br />
sesuai dengan kapasitas. Jadi, delegasi dan kewenangan<br />
yang diberikan sesuai dengan kemampuan. Antar<br />
kecamatan berbedabeda. Disesuikan pula dengan<br />
kebutuhan obyektif dan karakteristik wilayah.<br />
Terjadi disparitas antar kecamatan. Karakteristiknya<br />
juga berbeda. Antara kota industri dan perumahan, jelas<br />
beda. Tidak ada istilah zona basah. Secara kasuistik, ada<br />
kesamaan-kesamaan, misalnya masalah kemacetan lalulintas,<br />
atau pedagang kaki lima. Ada yang bersifat<br />
segmented. Soal ini hampir ada di tiap kecamatan.<br />
Jika problem berbeda, maka konsep pembangunan<br />
pun berbeda. Titik berat sektor-sektor yang dibangun<br />
sangat tergantung pada kondisional kecamatan itu.<br />
Teteapi yang pasti, kecamatan-kecamatan itu tidak<br />
lepas dari visi-misi Pemerintah Kota. Setiap kecamatan<br />
dituntut memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif.<br />
Kita tidak bisa menjiplak konsep jepang, one village one<br />
product, karena tidak setaranya antara masyarakat<br />
perkotaan dan desa.<br />
Untuk para lurah, juga mendapatkan delegasi<br />
kewenangan sekaligus ujian sejauh mana mereka amanah<br />
ketika diminta untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan
yang tidak tertangani oleh pemerintah kota. Mereka<br />
dipercaya mengelola dana dari APBD sebesar Rp 100 juta<br />
per tahun.<br />
i. Kebijakan Lokal dan Penyadaran Spiritual<br />
Hal lain yang menjadi concern adalah soal seleksi<br />
aparatue pemerintah. Ada kebijakan lokal yang ditekankan<br />
untuk perekrutan pegawai negeri di lingkungan<br />
Pemnerintah Daerah Kota Tangerang. Sesungguhnya<br />
standar bakunya sudah diatur dari BKN (Badan<br />
Kepegawaian Negara) dan PAN (Pembinaan Aparatur<br />
Negara). Kriterianya sudah jelas, misalnya, tes akademik<br />
menjadi hal yang menentukan. Namun pemerintah kota<br />
juga mengajukan opsi ke BKN agar mempertimbangkan<br />
potensi yang ada.<br />
Selain kelulusan akademis, diminta agar soal usia dan<br />
masa kerja menjadi pertimbangan. Pegawai honorer yang<br />
sudah berusia 39 tahun misalnya, sudah hampir tertutup<br />
kesempatan. Yang seperti ini perlu pertimbangkan. Daerah<br />
minta kebijakan, ada prioritas untuk orang Tangerang,<br />
terutama honorer yang usia kerjanya sudah cukup lama.<br />
Pemerintah daerah juga memiliki cara tersendiri untuk<br />
membangun suatu aparatur yang bersih dan berwibawa.<br />
Termasuk menjadikan pemerintahan yang efisien.<br />
Peningkatan disiplin, kemampuan, kompetisi, juga<br />
diproses melalui pendekatan agama dan sosial. Tiap<br />
pegawai dilatih dalam proses penyadaran. Bahwa mereka<br />
tak hanya sebagai abdi negara, tetapi juga sebagai abdi<br />
Tuhan. Bahwasannya yang mereka lakukan adalah ibadah.<br />
j. Menghubungkan Sekolah dan Bursa Kerja
Kepemimpinan lokal sebetulnya tidak dalam konteks<br />
mengundang investasi bisnis semata. Kepemimpinan lokal<br />
adalah bagaimana ia melayani sejumlah tuntutan<br />
kebutuhan masyarakat, yang dinamakan public services,<br />
sebuah pelayanan bersifat mendasar yang menjadi<br />
kewajiban.<br />
Termasuk kewajiban untuk mencarikan sambungan<br />
antara pembangunan di segi pendidikan dengan usaha<br />
kerja. Perlu dikembangkan dalam sekolah-sekolah<br />
kejuruan. Selain sekolah unggulan, disiapkan juga sekolah<br />
kejuruan, seperti yang sudah ada sekarang, misalnya STM<br />
(Sekolah Teknik Menengah). Itu memang berorientasi<br />
kerja, lebih praktis, seperti jurusan otomotif, mesin.<br />
Siswa yang masuk sekolah itu berpikiran pragmatis.<br />
Dan hal yang mendasar dan untuk menyadarkan semuanya<br />
bahwa SDM kita masih tertinggal. Lulusan sekolah yang<br />
terapil sikap pragmatis menjadi bagian masyarakat kota.<br />
Apalagi cari pekerjaan semakin sulit. menjadi bagian<br />
masyarakat kota. Apalagi cari pekerjaan semakin sulit. an.<br />
..........................<br />
BAB III<br />
1001 Persoalan Kota Tangerang<br />
Menikmati Tumpukan Masalah<br />
Walikota dan jajarannya pasti disuguhi setumpuk<br />
pekerjaan berikut persoalannya. Tapi semua itu perlu<br />
dinikmati, sebagai rasa syukur kita kepada Tuhan, bahwa
ini adalah lahan. Lahan untuk menanam kebaikan.<br />
Bagaimana bisa memberikan pelayanan sebaikbaiknya<br />
kepada masyarakat. Tapi ada persoalan-persoalan<br />
mendasar yang mesti diatasi. Sebut saja masalah<br />
pendidikan, kesehatan, pengangguran, kemacetan,<br />
sampah, lingkungan, dan infrastruktur.<br />
Selama setahun memerintah, sudah disongsong<br />
persoalan di atas. Sebagian besar dari persoalan yang<br />
diungkap di sini, responnya dapat dijumpai dalam Hallo<br />
SMS Pak Wali, yang sudah didokumentasi dalam buku.<br />
Kemacetan<br />
Ada 24 titik kemacetan di kota ini. Penyebabnya<br />
adalah jumlah atau volume kendaraan, khususnya motor<br />
semakin banyak dan tidak sebanding dengan kondisi jalan<br />
yang ada. Disiplin lalu lintas, sopir degil yang berhenti<br />
seenaknya susah diatur masih dominan.<br />
Tidak ada pengendalian terhadap pemilik kendaraan.<br />
Apalagi kota ini kan daerah transit, ditambah pelaku<br />
ekonomi yang bergerak di dunia usaha transportasi, yang<br />
mengabaikan tata ruang, tata wilayah, dan kapasitas kota.<br />
Untuk itu dibuat regulasinya, aturan resmi kota soal ijin<br />
trayek yang selama ini masih digenggam propinsi.<br />
Kondisi jalan dibuat lebih lebar, lalu ditingkatkan pula<br />
kualitasnya. Kalau jalannya becek, atau berlobang, tentu<br />
memperlambat arus lalu lintas. Sudah banyak yang<br />
dilakukan. Alternatif lain mengatasi kemacetan lalu lintas,<br />
adalah membangun terminal di luar kota, Cuma, sopir itu<br />
lho...
Terhadap pelanggaran lalu lintas, ada operasi<br />
penertiban. Tapi tidak mudah untuk mencapai sasaran. Ini<br />
tidak terlepas dari mentalitas si sopir, mereka ngejar<br />
setoran. Kembali lagi ke persoalan ekonomi. Para<br />
pengusaha angkutan juga diundang untuk berdiskusi. Tapi<br />
persoalan yang dihadapi kondisinya sudah cukup parah.<br />
Pelanggaran lalu lintas sepertinya imun terhadap sanksi.<br />
Ditingkah pula oleh para aparatur. Kolusi dibangun, tugas<br />
utama terabaikan. Kemacetan seperti mencekik balon,<br />
dipencet sini nongol di sana.<br />
Problem Pengangguran<br />
Dulu, Kota Tangerang itu sangat potensial untuk<br />
penempatan tenaga kerja. Sekarang ceritanya lain,<br />
sebagian industri hengkang dari kawasan ini. Banyak<br />
PHK, dan lahan-lahan kerja terbatas.<br />
Tidak terbukanya kesempatan kerja yang baru,<br />
menimbulkan penumpukan angka pengangguran. Banyak<br />
dari mereka yang baru lulus sekolah, sulit kerja, sementara<br />
yang sudah kerja pun di-PHK (Pemutusan Hubungan Keja).<br />
Akhirnya, agar bisa survive, bisa hidup, mereka kerja<br />
seadanya, menjadi pedagang kaki lima. Ini kan merembet<br />
kemana-mana, dan jadi problem baru.<br />
Pendekatan, misalnya melalui lembaga-lembaga untuk<br />
pelatihan (training centers) kerja. Tapi, output dari sebuah<br />
kegiatan pelatihan kerja itu, belum bisa menyerap<br />
dibanding tingginya angka pengangguran. Data para<br />
penganggur itu ada dan bisa dilihat hitungan-hitungannya.<br />
Banyak tenaga kerja yang sudah terdaftar, tapi belum juga
dapat kerjaan. Sisi lain sektor informal memberikan andil<br />
juga bagi ketahanan ekonomi kota.<br />
Lokalisasi Tempat Hiburan<br />
Akibat dijadikannya Tangerang sebagai kota industri<br />
dan perdagangan, muncul sejumlah tempat hiburan.<br />
Tempat hiburan menjadi kebutuhan bagi masyarakat<br />
industri, namun tumbuhnya secara liar, sporadis, dan<br />
seringkali menimbulkan konflik dengan masyarakat sekitar.<br />
Konflik juga terjadi dengan tradisi keagamaan kota kita.<br />
Pemerintah sebetulnya ingin mencari jalan tengah.<br />
Bagaimana meminimalisir dampak terburuk dari hiburan.<br />
Paling tidak, mengurangi kadar konfliknya. Ini supaya<br />
kehadiran tempat hiburan jangan menimbulkan konflik di<br />
tengah masyarakat kita. Pemerintah daerha punye niat<br />
linear, dilokalisasikan, tapi itu menuai protes. Masih ada<br />
yang pro-kontra.<br />
Tradisi Judi Tangerang<br />
Judi sesungguhnya merupakan sesuatu yang tidak<br />
berdiri sendiri, disamping memang ada warisan kultural<br />
dari jaman Belanda. Tangerang daerah utara, menurut<br />
folklore atau cerita rakyat, merupakan daerah pada<br />
kehidupan agak doyan judi. Kedua, masyarakat kita<br />
adalah masyarakat yang suka iseng. Akhirnya,<br />
dijalaninyalah judi seperti pakong, remi.<br />
Lama kelamaan, ini menjadi gantungan harapan hidup<br />
masyarakat yang marginal. Jadi, kita berupaya melalui<br />
pendekatan agama, sosial, preventif maupun represif.<br />
Tapi, lagi-lagi, ini tidak membuat mereka jera. Ditangkap,
setelah itu sudah, pulang judi lagi. Dan memang ini menjadi<br />
suatu kenyataan yang hadir di tengah masyarakat, mereka<br />
tidak lagi berpegang kepada nilai-nilai sosial agama dan<br />
sosio kultural. Sekarang mereka ada di banyak tempat.<br />
Dengan kepolisian, pemerintah sudah berulang kali<br />
membuat terapi untuk menanganinya. Tetapi tetap sulit<br />
diberantas karena tumbuhnya perjudian secara sporadis.<br />
Munculnya masyarakat industri, heterogenitas, terjadinya<br />
kesenjangan sosial, cenderung munculnya kepentingan<br />
kelompok, runtuhnya pranata sosial, tidak ada lagi tokoh,<br />
ya akhirnya perjudian berlangsung terus. Karena kurangnya<br />
rasa keagamaan, judi iya.<br />
Secara preventif, pemerintah melakukan<br />
penyuluhanpenyuluhan. Represif pula dalam tindakan.<br />
Hanya, sanksi hukum belum efektif, pemerintah belum<br />
cukup kuat untuk melakukan penegakannya.<br />
Dibanyak kota, atau di negara kita, hukum belum<br />
efektif. Kenapa?. Ini mungkin karena masyarakat melihat<br />
belum ada kesungguhan dari aparat hukum dalam<br />
melakukan penegakan hukum. Di sisi lain, perangkat itu<br />
juga berhadapan dengan kondisi masyarakat sekarang ini,<br />
yang melakukan perlawanan.<br />
Sekarang era otonomi daerah dimulai. Untuk masalah<br />
seperti itu, bisa berpedoman kepada aturan kita sendiri.<br />
Pemerintah daerah sudah dibagi-bagi fungsinya. Tugastugas<br />
polisional memang menjadi tugas kepolisian.<br />
Kecuali polisinya diangkat dan diberhentikan oleh kepala<br />
daerah, itu lain. Namun, bagaimanapun juga, kita harus<br />
terus berkoordinasi.
Pendekatan persuasif memang sudah seharusnya.<br />
Semua pihak, baik dari kalangan agama, tokoh<br />
masyarakat, maupun pemerintah bersama-sama<br />
melakukan langkah-langkah untuk mengeliminasi atau<br />
mendesignasi perjudian. Kepolisian sudah kerja keras,<br />
persoalan ada di kita masyarakat Kota Tangerang.<br />
Gepeng (Gelandangan dan Pengemis)<br />
Kemunculan Gepeng bukan akibat persoalan ekonomi<br />
semata. Gebeng itu muncul dari kaum urban, problem di<br />
kota, berasal dari pengumpul limbah, dan dari daerah lain.<br />
Bapaknya mengais sampah, anak-anak dan istrinya<br />
ditugaskan mengemis.<br />
Mereka ada yang didatangkan dari sebuah desa di<br />
Brebes. Mereka memang didrop, dikasih makan,<br />
dibekingi, diberi profesi Gepeng. Sudah pernah<br />
ditanyakan, bagaimana kalau anaknya disekolahkan,<br />
umumnya mereka nggak mau. Ditawari untuk menggeluti<br />
profesi lain , mereka juga nggak mau.<br />
Gepeng di kota ini sebagai dampak dari sebuah<br />
manajemen yang salah. Di sanalah sumber<br />
ketidakberesan. Departemen kesehatan pernah<br />
m,empunyai rumah sakit kusta yang pasien maupun<br />
pegawainya direkrut dari berbagai daerah. Setelah itu,<br />
sekarang kan bubar, kemapuan dananya tidak ada lagi.<br />
Akhirnya banyak penderita kusta yang lari menjadi<br />
Gepeng. Nah ini menjadi beban pemerintah kota. Sejak<br />
era Walikota Djakaria Machmud, HM Thamrin, mereka<br />
sebagian sudah direkrut untuk mengurus kota sebagai
tenaga kebersihan dan pertamanan.<br />
Sodokan Becak dan Kaki Lima<br />
Problem becak, pada jumlah tertentu di tahun lalu belum<br />
menimbulkan gangguan. Tetapi, ekses dari kebijakan DKI<br />
Jakarta bahwa ”DKI bebas becak”, akhirnya banyak tukang<br />
becak pada lari kesini. Jelas-jelas, kelompok mereka<br />
banyak yang dari Jakarta. Akhirnya, terjadi peningkatan<br />
tajam jumlah becak. Ini tidak sesuai dengan kapasitas jalan<br />
yang ada. Kondisi yang sudah macet jadi tambah macet.<br />
Ini yang pertama.<br />
Yang kedua, becak itu acapkali seenaknya melawan<br />
arus. Tidak hanya di jalan-jalan gang, tapi juga di jalan<br />
protokol. Perilaku begitu tentu saja mengganggu pengguna<br />
jalan yang lain. Sehingga, mereka protes. Kebijakan lantas<br />
dibuat untuk mengaturnya, tetapi, karena tukang becak<br />
merasa ini menyangkut urusan makan, tidak mau terima.<br />
Mana ada sih tukang becak yang mau disalahkan?<br />
Apalagi dilarang. Dia nabrak motor pun, enggak mau<br />
disalahkan. Bisa disimpulkan, ada keangkuhan arogansi<br />
komunitas becak yang harus dibina.<br />
Jadi, LSM pejuang tukang becak juga harus melihat<br />
bahwa tukang becak merasa paling berkuasa. Di jalanjalan,<br />
mereka lebih berkuasa. Nah, itu yang luput dari pers,<br />
juga LSM. Dikiranya yang sombong walikota, padahal<br />
tukang becaknya juga bisa sombong.<br />
Begitu juga dengan ojek. Memang ojek engga<br />
sombong? Coba saja mobil bapak mau belok, mereka<br />
umumnya tidak mau minggir. Juga PKL, sudah ada
kebijakan tidak boleh dagangan di jalur protokol. Sampai<br />
kapanpun tidak boleh, karena sangat menggangu<br />
ketertiban dan lalu lintas. Karena kearogansiannya,<br />
mereka mau melawan kebijakan. Toh kebijakan itu<br />
tidaklah mencabut nyawa, tidak mencabut mata<br />
pencaharian.<br />
Herannya, banyak yang mengaku pejuang<br />
kemanusiaan, banyak yang mengaku pejuang humanis,<br />
yang mengaku melakukan pembelaan terhadap rakyat<br />
kecil. Setiap kebijakan pemerintah dianggap selalu<br />
mengalahkan rakyat kecil. Pemda selalu dibilang rezim.<br />
Maklum, mungkin karena terlalu banyak baca buku<br />
paham teori sosialis atau pahan sosialis Karl Mark,<br />
dengan ideologi pembebasnya. Pemerintah daerah tetap<br />
tegas dan disini pemerintah harus kuat.<br />
Masalah PKL, becak, pengangguran, perjudian,<br />
hiburan, pelacuran itu sesungguhnya persoalan-persoalan<br />
sisi kota. Menjadi kota itu, efeknya ya begitu. Atau sisi-sisi<br />
lain dari sebuah kehidupan masyarakat. Seperti lumpur<br />
dalam selokan. Jadi, dalam masyarakat itu tetap ada yang<br />
namanya `lumpur`. Tinggal bagaimana caranya supaya itu<br />
tereliminir. Supaya lumpur itu bisa jadi pupuk. Pastinya<br />
lumpur itu tidak mengandung BO.3.<br />
Kerukunan Antar Umat<br />
Di masyarakat yang heterogen seperti di Kota<br />
Tangerang, kebutuhan, identitas, dan problem masyarakat<br />
pun menjadi majemuk, termasuk dalam urusan agama. Di<br />
lapangan ada sebagian masyarakat yang eksklusif, yang<br />
fanatik. Nah, pada tempat tertentu, seringkali muncul
kerawanan, ketika di sana ada kegiatan agama lain.<br />
Terjadi benturan di tengah masyarakat yang mengarah<br />
kepada konflik agama. Itupun tidak menjadi besar, masih<br />
bisa dieliminir.<br />
Pemerintah sendiri memang belum menentukan perlu<br />
tidaknya ada zona-zona. Zona-zona di mana agama<br />
ditempatkan. Itu gagasan dari dulu. Misalnya, gereja<br />
diakomodir di sebuah daerah tertentu, jangan ditengahtengah<br />
masyarakat kampung yang Islam tradisional, atau<br />
fanatik. Karena kalau gereja muncul di situ, konflik akan<br />
terjadi.<br />
Tetapi karena sifatnya melayani jemaah, maunya gereja<br />
juga buka dengan sistem kewilayahan, meskipun terbatas.<br />
Ini yang terkadang tidak sesuai dengan SK 2 Menteri.<br />
Kalau dipaksakan ada gereja kan menimbulkan<br />
kerawanan. Begitulah realitas sosialnya. Di tempat tertentu,<br />
tapi kawasan perkotaan, mereka bisa berdampingan.<br />
Mengenai zona masih sebatas gagasan, masih perlu<br />
dipersiapkan tata ruangnya. Jadi masih belum<br />
dikonstitusikan. Yang perlu dicegah adalah agar persoalan<br />
seperti itu tidak melebar menjadi konflik ras atau agama.<br />
Kemajemukan kota ini memang belum seluruhnya<br />
diakui sebagai bagian suatu kenyataan hidup oleh suatu<br />
kelompok masyarakat. Terutama, masyarakat yang terikat<br />
tradisi keagamaan maupun adat istiadat. Masih ada<br />
kelompok masyarakat yang sebetulnua relatif homogen,<br />
fanatis. Masih terikat tradisi-tradisi, yang ini kalau<br />
disinggung, apalagi kalau datangnya dari kelompok lain,
akan memicu kerawanan. Proses alkulturasi ini belum<br />
berjalan mulus. Sesungguhnya perbedaan itu sesuatu<br />
rahmat.<br />
.............................<br />
BAB IV<br />
Kota Tangerang Masa Depan : Menuju<br />
Kota Internasional<br />
Berbicara tentang pembangunan, berarti pula berbicara<br />
tentangpotret Kota Tangerang dimasa depan. Mengenai<br />
tata Kota Tangerang, sedang dirancang Tangerang masa<br />
depan sebagai kota unggulan. Potensinya sangat besar,<br />
apalagi sebagai kota yang bertetangga langsung dengan<br />
DKI Jakarta. Bentuknya sedang dicari.<br />
Di sisi lain, bertetangga dengan Jakarta bukannya<br />
tanpa dampak, seringkali tidak jelas batas kita. Orang<br />
mengenal kultur Tangerang seperti DKI Jakarta. Sampaisampai<br />
Bandara Internasional Soekarno-Hatta yang jelasjelas<br />
berada di wilayah Kota Tangerang, masih dikenal<br />
sebagai Bandara Cengkareng, Jakarta. Bandara itu<br />
sebenarnya sebagai salah satu magnetis kota kita, hanya<br />
belum menyatu saja. Jadi perlu ditata ruangnya agar tidak<br />
menjadi bangunan yang eksklusif . Dan masih dirasakan<br />
disekitar lingkungan bandara, Benda, Batu Ceper,<br />
Neglasari bermukim komunitas marjinal. Mereka ada di<br />
situ tanpa dapat apa-apa. Trademark kebijakan Kota<br />
Tangerang untuk Bandara itu sedang dibuat.
Bertetangga dengan Singapura<br />
Tata ruang kota juga dirancang untuk memperkecil<br />
jurang kesenjangan sosial. Selama ini digunakan zonazona.<br />
Ada yang dinamakan rencana detil tata ruang.<br />
Masalahnya adalah kondisi fisik kota ini yang tidak<br />
direncanakan dari awal, tidak didesain sesungguhnya.<br />
Masterplan-nya ada, tetapi senyatanya, kota ini sudah<br />
tumbuh sporadis sejak tahun 80-an. Sekarang<br />
persoalannya : ketika kota akan ditata dengan ciri khas<br />
tertentu, terbentur dengan kondisi masyarakat yang sudah<br />
terlanjur tinggal dan sulit dipindahkan. Di Cina, pemerintah<br />
bisa saja memindahkan warga dari suatu tempat, misalnya<br />
dari tanah milik negara. Tetapi disini, akan terjadi<br />
perlawanan.<br />
Menjadi pemikiran : lebih baik bertetangga saja dengan<br />
Singapura. Kenapa? Karena dari Singapura ke Tangerang<br />
bisa ditempuh dengan satu jam saja, naik pesawat.<br />
Dibanding dari Jakarta ke Tangerang, bisa 3 jam, macet.<br />
Harapan Kota Internasional<br />
Memang belum sampai pada tekad untuk menjadikan<br />
kota ini sebagai kota internasional. Tetapi paling tidak ada<br />
pelajaran, bagaimana pemerintah kota di Malaysia bisa<br />
menghidupi, mensejahterakan masyarakatnya dan<br />
menjadikan daerahnya sebagai kota internasional, dengan<br />
kehadiran bandara.<br />
Kota Tangerang mempunyai harapan seperti itu.<br />
Pemerintah daerah sudah mengundang para pakar untuk<br />
mendiskusikannya, bagaimana potret Kota Tangerang ke
depan. Apa mau dibikin seperti Singapura, yang<br />
dikembangkan tanpa harus kehilangan ciri khasnya.<br />
Gedung pertemuan dan bisnis center sedang<br />
direncanakan untuk dibangun di Bandara Soekarno-Hatta.<br />
Fitur Cisadane Untuk Pusat Belanja<br />
Satu hal lagi, apa sebenarnya ciri khas dari Kota<br />
Tangerang? Apa yang mau dicitrakan? Bandung membuat<br />
brancmark menuju titisan Paris van Java. Tantangannya,<br />
Bandung saja sekarang telah kehilangan cirinya, apalagi<br />
Tangerang yang dari awal tidak mempunyai karakter.<br />
Terkait yang khas dari Kota Tangerang, juga sedang<br />
dibahas oleh tim. Mereka sedang mengidentifikasi dari<br />
sudut tata bangunan, tata letak, tata kota, kultur budaya dan<br />
masyarakatnya. Tim ini anggotanya terdiri dari pakar<br />
berbagai disiplin ilmu.<br />
Soal makanan khas Tangerang juga dibahas. Ada<br />
kecap Tangerang yang sudah memiliki kelas internasional.<br />
Pasar tradisional pun tetap dipertahankan, karena orang<br />
sudah kadung mengenalnya.<br />
Pasar Anyar, Pasar Lama dipersiapkan. Kawasan<br />
Cisadane di samping Masjid Agung bisa ditembus<br />
sebagai area bisnis. Pembangunan jalan di pinggir jalan<br />
Cisadane sedang digarap, disitu dibikin dua jalur. Fitur<br />
Cisadane diangkat sebagai tempat untuk orang belanja.<br />
Menyongsong Pilkada Demokratis<br />
Meski masih lama, tentang persoalan pemilihan kepala<br />
daerah, itu kan persoalan yang menarik. Di Tangerang ,<br />
baru tahun 2008. Kalau dari segi masyarakatnya, sudah
cukup cerdas sih. Persoalan pilkada itu termasuk juga<br />
mengenai pemilihan gubernur. Yang jelas, kita bertekad<br />
mewujudkan impian demokrasi di Kota Tangerang ini.<br />
Cuma itu lho, biayanya cukup besar. Kalau dianggarkan<br />
dari APBD, repot juga. Pastinya akan menyedot anggaran<br />
lainnya. Yang perlu diwaspadai : money politic.<br />
...........................................
1001 WAJAH KOTA<br />
TANGERANG<br />
Pembangunan Menuju Akhlakul Karimah<br />
Isi Buku<br />
Tentang Penulis Isi Buku<br />
BAB KESATU<br />
Poros Otonomi: Memandang Daerah Memotret Dunia<br />
BAB KEDUA<br />
Potret Tangerang: Menjaga Harmoni, Menuju Eksistensi<br />
Diri<br />
BAB KETIGA<br />
Partisipasi dan Kebijakan Publik Berbasis Pembangunan<br />
Berkebebasan<br />
BAB KEEMPAT<br />
Merayakan Semangat Pemberdayaan Daerah<br />
Daftar Foto<br />
Daftar Pustaka Indeks<br />
Catatan: Halaman Tentang Penulis, Daftar Foto, Daftar Pustaka dan<br />
Indeks TIDAK Kami tayangkan untuk memperkecil file size<br />
BAB KESATU<br />
Poros Otonomi:<br />
Memandang Daerah Memotret Dunia<br />
A. Menuju Pemerintahan Mandiri<br />
KEBERHASILAN dan kegemilangan sebuah wilayah
dalam mengakses pertumbuhan dan perkembangan<br />
daerah, akan ditentukan oleh banyak faktor yang ikut serta<br />
menopang dan menyangga laju kehidupan masyarakat.<br />
Dan berbagai faktor itu, dalam banyak hal, telah terbukti<br />
ikut andil dalam "merekayasa" keberhasilan sebuah<br />
wilayah dalam menghadapi perubahan di masyarakat.<br />
Hanya saja, hambatan fundamental dari berbagai daerah<br />
dalam mengelola keberhasilan pembangunan wilayahnya,<br />
selalu saja terletak pada sumber daya alam, yang biasanya<br />
dialokasikan untuk sumber pendanaan pos-pos tertentu.<br />
Apalagi jika UU No. 25/99 tentang Perimbangan Keuangan<br />
Pusat dan Daerah menganut sistem bagi hasil eksploitasi<br />
sumber daya alam (SDA). Dan secara teoritis, jika<br />
menggantungkan pada SDA, hanya beberapa daerah yang<br />
siap menyongsong diberlakukannya UU tersebut. Irian<br />
Jaya, Kalimantan Timur, Aceh, dan Riau adalah daerahdaerah<br />
yang optimis mampu menanggulangi wilayahnya<br />
secara optimal dalam mengejar derap pembangunan yang<br />
bertolak dari sumber daya daerah. Dan daerah lain masih<br />
menggantungkan penuh pendanaannya pada Pusat,<br />
melalui Dana Alokasi Umum (DAU).<br />
Dan fakta berbicara, jika kita menengok pada kondisi<br />
real saat ini, hanya dua daerah yang cukup signifikan dari<br />
26 provinsi -Jawa Barat dan Bali-yang Pendapatan Asli<br />
Daerah (PAD)-nya melampaui 50 persen dari anggaran<br />
belanja. Fakta ini, mau tidak mau, mengubur impian-impian<br />
perihal kewenangan yang diberikan Pusat kepada Daerah,<br />
jika kondisi real daerah tidak mampu menanggung beban<br />
"amanat" Pusat. Maka, alternatif yang memungkinkan untuk
menjembatani problem otonomi daerah yang diberikan<br />
Pusat, adalah mengerahkan seluruh potensi-potensi yang<br />
ada, yang dimiliki Daerah.<br />
Sementara itu, dengan diberlakukannya UU 25/99,<br />
secara umum terdapat empat sumber keuangan daerah,<br />
yakni PAD, bagian pajak SDA, DAU, dan Dana Alokasi<br />
Khusus (DAK). Dan pertanyaan pun kemudian muncul, apa<br />
keuntungan daerah yang wilayahnya terdapat banyak<br />
industri, BUMN, bahkan bandar udara? Dalam diskusi<br />
tentang otonomi daerah di harian K0MPAS, dijelaskan<br />
kecuali efek ganda (multiplier effect) dari keberadaan<br />
mesin-mesin uang tersebut, seperti kesempatan kerja dan<br />
penghasilan rakyat di sekitarnya, bisa dikatakan tidak ada<br />
yang diterima daerah. Semua milik pusat, yang ditarik<br />
lewat mekanisme perpajakan pusat, seperti PPh dan PPN,<br />
maupun pembagian laba BUMN.<br />
Sekalipun masih mengandung sejumlah kelemahan,<br />
dua paket UndangUndang (UU) otonomi yang berlaku saat<br />
ini yaitu UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah<br />
Daerah (UUPD) dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang<br />
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan<br />
Daerah (UUPKPD), bagi Manuel Kaisiepo, adalah<br />
penjabaran dari semangat demokratisasi sesuai tuntutan<br />
reformasi. Kedua UU itu memang merupakan amanat dari<br />
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR)<br />
No. XV Tahun 1998, yang dihasilkan dalam era reformasi<br />
pasca Orde Baru.<br />
Dalam pandangan Manuel Kaisiepo, otonomi<br />
mensyaratkan adanya pengakuan terhadap pluralisme atau
keanekaragaman masyarakat dan daerah, dengan<br />
memberi kesempatan kepada masyarakat di daerah untuk<br />
mengatur diri sendiri melalui local self government, dan<br />
melaksanakan model pembangunan yang sesuai<br />
kekhasan masing-masing daerah. Keanekaragaman atau<br />
pluralisme dalam konteks ini dapat dipahami sebagai<br />
genuirre engagement<br />
of diversities within the bonds of democracy (ikatan<br />
keanekaragaman yang sejati dalam bingkai demokrasi).<br />
Selama tiga dekade pemerintahan Orde Baru,<br />
berbagai keanekaragaman masyarakat dan daerah itu<br />
justru diabaikan bahkan hendak dihilangkan melalui upaya<br />
penyeragaman. Penyeragaman itu telah mengakibatkan<br />
berbagai pranata sosial-budaya masyarakat menjadi<br />
hancur, dan selanjutnya masyarakat kehilangan<br />
kesanggupan menyelesaikan berbagai persoalan secara<br />
damai dan beradab.<br />
Upaya penyeragaman yang dipraktikan pemerintah<br />
Orde Baru, semakin nyata ketika diberlakukannya UU No.<br />
5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 5<br />
Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. Kedua<br />
Undangundang tersebut telah direvisi menjadi UU No. 22<br />
Tahun 1999. Upaya penyeragaman pemerintah di daerah<br />
dan desa itu telah melanggar hak historis, sosiologis, dan<br />
kultural daerah, yang seharusnya diakui sesuai amanat<br />
pasal 18 UUD 1945.<br />
Bila dari segi ekonomi, realisasi konsep ekonomi<br />
mengharuskan adanya distribusi kekayaan secara adil dan
proposional bagi daerah-daerah, maka dari segi politik<br />
otonomi mengharuskan adanya pemencaran kekuasaan<br />
(dispersed<br />
ofpower).<br />
Pemencaran kekuasaan itu juga sesuai dengan<br />
tuntutan global dewasa ini yang semakin memberikan<br />
tempat penting kepada masyarakat sambil merumuskan<br />
kembali peran negara (pemerintah pusat). Dengan<br />
mengakomodasi pemikiran Giddens tentang pergeseran<br />
peran negara dari<br />
goverment menjadi governance, dapat diajukan bahwa<br />
pemerintah Pusat yang tadinya merupakan instansi<br />
terpenting yang mengatur segala sesuatu dalam kehidupan<br />
bersama, sekarang hanya berperan sebagai agen<br />
regulator dan agen administratif. Pemencaran kekuasaan<br />
diperlukan karena kekuasaan yang terpusat berpotensi<br />
menjadi tirani, otoriter, dan eksploitatif, seperti dipraktikkan<br />
pemerintah Orde Baru selama tiga dekade. Selama itu,<br />
pemerintah pusat telah bertindak eksploitatif seperti "VOC"<br />
zaman Hindia Belanda yang menyedot habis-habisan<br />
seluruh kekayaan rakyat di berbagai wilayah Nusantara<br />
untuk diteruskan ke Batavia secara sentralistis. Mungkin<br />
karena itu, pengamat politik asal Australia, JD Legge<br />
menilai, kebijakan pemerintah Orde Baru tentang otonomi<br />
daerah masih diwarnai oleh colonial<br />
power.<br />
Konsep otonomi memang masih menyisakan<br />
pertanyaan mendasar mengenai perimbangan keuangan
antara pusat dan daerah. Daerah-daerah yang kaya dan<br />
mempunyai sumber daya alam yang luar biasa banyak<br />
menghendaki pembagian keuangan yang lebih banyak<br />
untuk daerah sehingga mereka mendapatkan tambahan<br />
dana cukup signifikan.<br />
Dalam UUPKPD No. 25 Tahun 1999, ditetapkan bahwa<br />
penerimaan dari sektor pertambangan dan gas alam<br />
dibagi dengan perimbangan 70 persen untuk pusat dan 30<br />
persen untuk daerah, sedangkan pada sektor kehutanan<br />
dibagi dengan imbangan 20 persen untuk pusat dan<br />
daerah 80 persen, hal yang berlaku pula untuk sektor<br />
perikanan.<br />
Kalau patokan di atas diterapkan pada kasus daerah<br />
Aceh misalnya, maka dari sektor pertambangan gas alam<br />
saja setiap tahun daerah ini mendapat bagiannya sebesar<br />
30 persen x 2 miliar dollar AS = 600 juta dollar AS atau<br />
setara dengan RP 4,2 trilyun. Angka itu menunjukkan<br />
delapan kali lipat, belum lagi yang berasal dari dana APBN<br />
dan sektor-sektor lainnya.<br />
Di sisi lain, terlihat kekhawatiran daerah yang tidak<br />
memiliki sumber daya alam bahwa mereka akan<br />
mendapatkan subsidi yang lebih sedikit dari pusat, karena<br />
uang yang diterima pusat pun berkurang akibat pembagian<br />
keuangan baru dengan daerah kaya. Namun hal ini dapat<br />
diatasi setelah pemerintah menjamin adanya tambahan<br />
dana yang signifikan untuk daerah kaya dan tidak ada<br />
pengurangan subsidi untuk daerah yang terbatas sumber<br />
dayanya. Kekurangan dana untuk subsidi tersebut diambil<br />
dari dana pemerintah pusat.
Maka berbagai anjuran bertaburan untuk menegakkan<br />
dan mencari jalan tol bagi terciptanya otonomi daerah. Dan<br />
jika dalam realisasi pemberian otonomi yang seluasluasnya<br />
kepada daerah tercakup pula realisasi<br />
prinsipprinsip demokrasi, maka bisa diharapkan di masa<br />
depan dapat terbentuk masyarakat-masyarakat yang<br />
otonom, mandiri, memiliki kemampuan<br />
bargaining, dan demokratis.<br />
Tentu saja, pemberlakukan otonomi daerah, di satu<br />
sisi, merupakan peluang bagi daerah untuk memanfaatkan<br />
seluruh potensi yang ada secara optimal. Namun di sisi<br />
lain, dengan diberlakukannya AFTA 2003 dan<br />
perdagangan bebas 2020 nanti, maka dapat dipastikan,<br />
bahwa ke depan tingkat persaingan akan semakin tinggi,<br />
khususnya persaingan dengan daerahdaerah otonom<br />
lainnya. Oleh karena itu, Kota Tangerang perlu menyusun<br />
strategi, yang dapat mendongkrak potensi dan peluang<br />
yang ada, untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan<br />
ancaman pembangunan.<br />
Seperti diketahui bersama, peta persaingan tidak<br />
hanya terjadi pada strata nasional, tapi sudah mulai<br />
melebar pada wilayah regional maupun internasional.<br />
Meskipun pasar global terbuka luas, tanpa mengenal lagi<br />
batasbatas antar negara, namun pada akhirnya pasar akan<br />
tetap melakukan pilihan terhadap produk-produk dengan<br />
kualitas tertentu saja yang bisa menembus dan memasuki<br />
pasar global.<br />
Untuk itu, menghadapi UU 25/99 dan juga UU 22/99,<br />
menurut Syamsuddin Haris, peneliti puslitbang Politik dan
Kewilayahan LIPI, masih meninggalkan jejak lama<br />
(paradigma lama). Jejak-jejak lama itu terlihat pada<br />
kecenderungan, antara lain, pertama, penyeragaman titik<br />
berat otonomi pada kabupaten/kota (Dati II) tanpa<br />
memperhitungkan kemampuan serta potensi setiap daerah<br />
yang berbeda dan amat beragam. Padahal, baik titik berat<br />
otonomi daerah di tingkat kabupaten/kota maupun tingkat<br />
provinsi masingmasing memiliki kelemahan pada dirinya.<br />
Kedua, kenyataan bahwa hanya ada satu UU<br />
pemerintah daerah bagi daerah-daerah yang amat<br />
beragam mencerminkan dengan jelas kecenderungan<br />
pemerintah pusat untuk "menyederhanakan” persoalan<br />
otonomi daerah.<br />
Ketiga, masih adanya sejumlah pasal "karet" yang<br />
memungkinkan pemerintah pusat mereduksi substansi<br />
pemberian otonomi bagi daerah di satu pihak, dan bahkan<br />
menganulirnya di pihak lain.<br />
Kecenderungan yang disebut terakhir sudah tampak<br />
dari perumusan peraturan pemerintah (PP) sebagai<br />
peraturan pelaksanaan UU tersebut yang cenderung tidak<br />
melibatkan unsur wakil-wakil rakyat daerah. Oleh karena<br />
itu, paket UU otonomi daerah yang baru sebenarnya lebih<br />
merupakan persepsi dan penafsiran "sepihak" pemerintah<br />
pusat mengenai kebijakan otonomi daerah. Aspirasi,<br />
persepsi, dan penafsiran rakyat daerah itu sendiri relatif<br />
belum terakomodasi di dalamnya. Akibatnya, paket UU<br />
otonomi yang baru seolah-olah menjadi satu-satunya<br />
kebenaran mengenai arah otonomi bagi daerah. Lalu,<br />
bukankah semua ini merupakan reinkarnasi dari hantu
sentralisasi dan penyeragaman ala Orde Baru yang telah<br />
menjerumuskan bangsa kita ke dalam perangkap krisis<br />
terparah sepanjang sejarah?.<br />
Dalam kaitan itu, diperlukan paradigma dan wacana<br />
baru mengenai otonomi daerah. Kalau disepakati bahwa<br />
tujuan akhir tuntutan reformasi adalah tercapainya<br />
demokrasi, kesejahteraan, dan keadilan sosial bagi<br />
seluruh rakyat, arah kebijakan otonomi daerah di masa<br />
depan harus berorientasi sekaligus sebagai bagian dari<br />
agenda demokratisasi. Otonomi daerah belum tentu<br />
menjanjikan keadilan dan kesejahteraan yang lebih baik<br />
bagi masyarakat daerah apabila agenda demokratisasi<br />
diabaikan di dalamnya.<br />
Paradigma baru otonomi daerah ini bertolak dari<br />
asumsi bahwa cita-cita demokrasi, keadilan, dan<br />
kesejahteraan bagi seluruh unsur bangsa kita, tidak<br />
semata-mata ditentukan bentuk negara dalam pengertian<br />
negara kesatuan dan negara federal. Sistem politik yang<br />
menjamin berlakunya mekanisme check and<br />
ba lance,distribusi kekuasaan secara sehat dan fair,<br />
adanya akuntabilitas pemerintahan, tegaknya supremasi<br />
hukum dan Hak Azasi Manusia (HAM), serta struktur<br />
ekonomi yang adil dan berorientasi kerakyatan jauh lebih<br />
penting dari "sekadar" bentuk negara.<br />
Konsekuensi logis dari cara pandang diatas; pertama,<br />
otonomi daerah harus dipandang sebagai instrumen<br />
desentralisasi-demokratisasi dalam rangka<br />
mempertahankan keutuhan serta keberagaman bangsa<br />
kita. Dalam kaitan ini, otonomi daerah bukan tujuan,
melainkan cara demokratis untuk mewujudkan keadilan<br />
dan kesejahteraan bagi semua unsur bangsa tanpa<br />
kecuali.<br />
Kedua, otonomi daerah harus didefinisikan sebagai<br />
otonomi bagi rakyat daerah, bukan otonomi pemda, juga<br />
bukan otonomi bagi "daerah" dalam pengertian suatu<br />
wilayah/teritori tertentu di tingkat lokal. Kalaupun pada<br />
akhirnya implementasi otonomi daerah dilakukan pemda,<br />
kewenangan itu diperoleh karena<br />
pemda dipilih melalui pemilu yang adil, jujur, dan<br />
demokratis. Argumen yang mendasari pemikiran ini adalah<br />
substansi demokrasi dan/atau demokralisasi itu sendiri<br />
yang meniscayakan terwujudnya cita-cita kedaulatan rakyat<br />
yang mayoritas berada di daerah-daerah.<br />
Ketiga, otonomi daerah merupakan hak rakyat daerah<br />
yang sudah seharusnya inheren di dalam agenda<br />
demokrasi dan/atau demokratisasi. Dengan begitu,<br />
otonomi daerah tidak bisa didistorsikan sekadar sebagai<br />
persoalan "penyerahan urusan" atau pelimpahan<br />
kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah<br />
daerah. Penyerahan dan pelimpahan kewenangan<br />
hanyalah instrumen administratif bagi implementasi hak<br />
daerah dalam mengurus rumah tangga daerahnya<br />
masingmasing.<br />
Keempat, daerah tidak bisa lagi bisa dilihat sebagai<br />
subordinasi dari pusat, Hubungan pusat-daerah harus<br />
dipandang bersifat komplementer bagi keduanya, dalam<br />
pengertian saling membutuhkan secara timbal balik. Ini<br />
berarti bahwa kebijakan otonomi bagi setiap daerah harus
dipandang sebagai perjanjian atau "kontrak" antara pusatdaerah,<br />
yang cakupannya didasarkan pada hasil dialog<br />
dan musyawarah antar-pemerintah pusat dan wakil-wakil<br />
rakyat daerah.<br />
Kelima, mengingat begitu beragamnya potensi dan<br />
kemampuan daerahdaerah, otonomi daerah yang bersifat<br />
fleksibel atau kondisional bisa diterapkan di<br />
kabupaten/kota, provinsi, atau gabungan beberapa<br />
kabupaten/kota di dalam provinsi yang sama. Ini berarti<br />
bahwa perlu dibuka peluang bagi daerah (melalui wakilwakilnya<br />
untuk memilih dan menentukan, apakah<br />
mengambil hak berotonomi pada tingkat kabupaten/kota,<br />
provinsi, atau gabungan beberapa kabupaten/kota dalam<br />
provinsi yang sama. Dengan begitu, perdebatan tentang<br />
titik berat otonomi daerah menjadi tidak relevan.<br />
Maka dalam pandangan Syamsuddin Haris, sebagai<br />
bagian dari agenda demokratisasi, otonomi daerah<br />
paradigma baru mensyaratkan pula perubahan struktur<br />
perwakilan politik, berlakunya akuntabilitas pemerintahan,<br />
tegaknya supremasi hukum, dan rasionalitas birokrasi,<br />
baik di tingkat pusat maupun daerah.<br />
B. Potensi Lokal Cikal Bakal Pembangunan<br />
Lincolin Arsyad memandang masalah pokok dalam<br />
pembangunan daerah terletak pada penekanan terhadap<br />
kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada<br />
kekhasan daerah yang bersangkutan<br />
(endogenousdevelopment) dengan menggunakan potensi<br />
sumber daya manusia, kelembagaan, dan sumber daya
fisik secara lokal. Orientasi ini mengarah pada<br />
pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah<br />
tersebut dalam proses pembangunan guna menciptakan<br />
kesempatan kerja baru dan merangsang kegiatan<br />
ekonomi.<br />
Menurut Arsyad, perbedaan kondisi daerah membawa<br />
implikasi bahwa corak pernbangunan yang diterapkan<br />
dapat saja berbeda antara satu daerah dengan daerah<br />
lainnya. Peniruan mentah-mentah pola kebijakan yang<br />
pernah diterapkan dan berhasil di satu daerah, belum tentu<br />
memberikan manfaat yang sama bagi daerah lain.<br />
Jika membangun suatu daerah, kebijakan yang diambil<br />
mutlak harus sesuai dengan kondisi (masalah, kebutuhan,<br />
dan potensi) daerah yang bersangkutan. Konsekuensi<br />
logisnya, penelitian mendalam tentang keadaan tiap<br />
daerah perlu dilakukan guna mendapatkan informasi dan<br />
data yang berguna bagi penentuan rencana pembangunan<br />
secara tepat guna.<br />
Posisi daerah memang serba salah. PAD yang<br />
dijadikan salah satu sumber keuangan daerah, tidak cukup<br />
memberikan perimbangan bagi gerak pembangunan yang<br />
dibutuhkan. Kondisi seperti ini, karena sisa-sisa<br />
kebijaksanaan Orde Baru yang serba pusat (sentralistik).<br />
Seharusnya, untuk melangkah ke depan, dalam<br />
mengembangkan PAD-nya, perlu adanya perombakan<br />
dalam ruang gerak pemungutan pajak dan retribusi daerah,<br />
yang masih memberlakukan UU No. 18/97.<br />
Pada UU No. 18/97, pemerintahan pusat membatasi<br />
pungutan daerah hanya pada enam jenis pajak/retribusi
tanpa menyisakan ruang bagi daerah untuk memungut<br />
pajak/retribusi lain, yang memang potensial untuk meraup<br />
sumber pendanaan suatu daerah. Situasi semacam ini<br />
jelas menyulitkan posisi daerah untuk membangun<br />
wilayahnya dengan anggaran yang memadai. Maka<br />
seharusnya daerah yang merasa memiliki kantung-kantung<br />
potensial dari industri-industri yang ada di wilayahnya,<br />
berhak mendapatkan "jatah" laba dari pusat. Atau<br />
katakanlah, perlu dikaji ulang atau redefinisi tentang<br />
pembagian pajak antara Pusat dan Daerah.<br />
Karena kita semua sadar bahwa untuk sebagian besar<br />
daerah, penerimaan asli daerah hanya bisa memberikan<br />
kontribusi yang tidak sampai seperlima anggarannya. Ini<br />
dianggap sebagai persoalan besar di masa otonomi.<br />
Sebab, bagaimana mungkin otonomi daerah bisa<br />
diwujudkan kalau daerah-daerah masih bergantung<br />
kepada transfer dana dari pusat?.<br />
Inilah keluhan sebagian eksekutif daerah ketika<br />
otonomi daerah diberlakukan. Keluhan ini menurut Robert<br />
A Simantjuntak, ketua Program Magister Perencanaan dan<br />
Kebijakan Publik Universitas Indonesia, sangatlah wajar.<br />
Hanya saja harus selalu diingatkan bahwa itu tidak berarti<br />
daerah bisa mengenakan semua pungutan yang mereka<br />
anggap potensial. Sebab, situasi seperti sebelum Undangundang<br />
(UU) Nomor 18 Tahun 1997 bisa timbul kembali, di<br />
mana PAD ditopang oleh puluhan pengusaha kecil-kecil<br />
yang cenderung merupakan distorsi bagi perekonomian.<br />
Belum lagi kalau dilihat dampaknya yang negatif terhadap<br />
minat pengusaha untuk menanam modal di daerah.
Dalam pandangan Faisal Basri, pengamat ekonomi,<br />
salah satu pilar utama yang harus ditegakkan dalam<br />
mengembangkan otonomi daerah yang lebih nyata adalah<br />
aspek pembiayaan. Tanpa keseimbangan pemberian<br />
otonomi antara tugas dan tanggung jawab dengan aspek<br />
pendanaannya, maka esensi dari otonomi daerah menjadi<br />
kabur.<br />
Di sinilah salah satu masalah utama dari<br />
pemberdayaan daerah dalam upaya pemerataan<br />
pembangunan. Profil hubungan keuangan pusat-daerah,<br />
hingga kini menunjukkan cengkeraman pemerintah pusat<br />
yang amat kuat atas pemerintah daerah.<br />
Untuk itulah seyogyanya ada penahapan dari<br />
pelaksanaan desentralisasi. Tentu saja diperlukan<br />
kesamaan persepsi dari pemerintah pusat dan semua<br />
daerah. Tidak ada rasa curiga-mencurigai dan tidak perlu<br />
saling tuduh atau memojokkan. Kedengarannya klise,<br />
tetapi itulah yang sesungguhnya krusial saat ini.<br />
C. Otonomi Daerah dan Prospek Bisnis<br />
Masalah serius dan cukup signifikan untuk dijadikan<br />
pekerjaan rumah bagi daerah yang menjalani proses<br />
desentralisasi adalah kesiapan daerah mendapatkan dana<br />
yang cukup untuk kegiatan pembangunan daerahnya. Di<br />
sisi lain, desentralisasi fiskal yang ditetapkan dalam<br />
Undang-undang (UU) Nomor 25 Tahun 1999 terkesan<br />
masih jauh dari impian. Sikap ambivalensi pemerintah<br />
pusat dalam memberi kewenangan kepada daerah ini<br />
menjadi sorotan tajam dalam diskusi terbatas yang digelar<br />
harian KOMPAS, "Jawa Tengah dalam Menyongsong
Implementasi Otonomi Tahun 2001” , di Semarang, 18<br />
November 2000.<br />
Indikator dari sikap ambivalensi itu adalah belum<br />
seluruh UU dan aturan pelaksana yang mendukung UU No.<br />
25/1999 selesai diundangkan. Masih terjadi tarik-menarik<br />
antara pemerintah pusat dan daerah perihal komposisi dan<br />
pengelolaan sumber keuangan yang potensial. Di sisi lain,<br />
sumber-sumber keuangan bagi daerah kabupaten dan<br />
kota untuk melaksanakan kewenangan dan yang luas,<br />
nyata dan bertanggung jawab, kurang memadai dan<br />
cenderung terbatas. Hal ini tercermin dari relatif rendahnya<br />
pendapatan asli daerah (PAD) yang merupakan cerminan<br />
kemandirian daerah.<br />
Menurut catatan KOMPAS , kontribusi PAD terhadap<br />
APBD pada daerah dan kota di Jawa Tengah dewasa ini<br />
relatif kecil. Pada 1997/1998, 51.4 persen daerah<br />
kabupaten atau kota di Jateng mempunyai sumbangan<br />
PAD di bawah 15 persen terhadap total APBD. Tahun<br />
anggaran berikutnnya 1998/1999, rneningkat menjadi 65.7<br />
persen yang sumbangan PAD-nya terhadap APBD di<br />
bawah 15 persen, bahkan pada tahun anggaran ini 40<br />
persen daerah kabupaten atau kota hanya<br />
menyumbangkan PAD di bawah 10 persen terhadap<br />
APBD.<br />
Selain itu, rendahnya PAD disebabkan pembatasan<br />
jenis dan tarif pajak serta retribusi daerah yang diatur<br />
dalam UU No. 18/1997. Belum optimalnya pengelolaan<br />
pajak dan retribusi sehingga masih terlihat kebocoran<br />
dalam pemungutan serta belum terjaringnya seluruh objek
potensial yang telah ditetapkan. Kondisi ini akan<br />
memperparah dan sekaligus menghambat proses<br />
desentralisasi atau tegaknya otonomi daerah, yang<br />
menyandarkan diri pada kemampuan mengelola sendiri.<br />
Hal ini disebabkan karena sepanjang pemerintah Orde<br />
Baru, daerah-daerah selalu menggantungkan subsidi<br />
pusat. Inilah akibat pembangunan yang selalu<br />
menggantungkan pada proses sentralisasi: bergantung<br />
pada pusat.<br />
Dalam berbagai kesempatan diskusi, selalu muncul<br />
alternatif yang menawarkan kebijakan pembagian bagi<br />
hasil ini, agar mampu membangun spirit atau rangsangan<br />
bagi daerah untuk menata kembali bangunan daerahnya.<br />
Dan secara konseptual, sering terdengar bahwa dengan<br />
adanya kebijaksanaan perluasan ekonomi daerah, akan<br />
secara langsung membuka peluang bagi pemerintah<br />
leluasa dalam mengatur rumah tangganya sendiri,<br />
termasuk dalam mengatur pengembangan sektor-sektor<br />
ekonomi. Namun, persoalannya tidak sesederhana seperti<br />
logika konseptual di atas.<br />
Satu hal yang harus menjadi kesadaran bersama<br />
adalah antara kebijaksanaan perluasan otonomi daerah<br />
dan terciptanya efisiensi dan efektivitas pembangunan<br />
ekonomi di daerah bukan merupakan hubungan dua<br />
variabel yang bersifat langsung ( direct corelaton)tetapi<br />
lebih pada hubungan yang bersifat kondisional (conditional<br />
correlation). Ini berarti masih terdapat sejumlah variabel<br />
antara (intervening variable) yang dapat mempengaruhi
tercapai, atau sebaliknya, tujuan kebijaksanaan otonomi<br />
daerah tersebut. Dari perspektif ekonomi politik, satu di<br />
antara variabel antara yang dimaksud, adalah pola<br />
hubungan bisnis di tingkat lokal.<br />
Syarif Hidayat (peneliti LIPI) pernah melakukan studi<br />
dengan kasus di dua provinsi dengan tujuan utama<br />
memahami karakteristik pelaksanaan otonomi daerah<br />
pada tingkat realitas. Salah satu aspek yang dikaji dalam<br />
studi ini adalah karakteristik pola hubungan antara<br />
pengusaha dan penguasa di daerah. Secara keseluruhan,<br />
dari studi kasus yang telah dilakukan, dapat ditarik<br />
kesimpulan bahwa karakteristik dari desentralisasi dan<br />
otonomi daerah jauh lebih kompleks dari apa yang<br />
dipahami sejauh ini.<br />
Pada tingkat realitas, ternyata implementasi otonomi<br />
daerah, lebih banyak diwarnai tawar-menawar dan koalisi<br />
antara elite lokal (local state actor) dan aktor-aktor tertentu<br />
di dalam masyarakat (society actor). Di antara society<br />
actor yang dimaksud adalah para pengusaha, business<br />
people. Pola interaksi antara pengusaha dan penguasa di<br />
daerah kemudian menjelma dalam tiga pola interaksi;<br />
yakni pola organizational corporatism (korporasi<br />
organisasi),<br />
individual linear alliances (aliansi individu secara linear),<br />
dan individual triangle alliances (aliansi individu dalam<br />
bentuk hubungan segi tiga).<br />
Korporasi organisasi. Pola hubungan bisnis ini lebih<br />
banyak bekerja pada tataran institusi. Dalam kaitan ini,
pihak pengusaha dalam hal ini diwakili oleh asosiasiasosiasi<br />
yang mereka miliki, sedangkan pihak pemerintah<br />
daerah diwakili oleh instansi-instansi yang berwenang<br />
dalam mengontrol sumber daya pemerintah (government<br />
resources),misalnya, instansi yang mengontrol sistem<br />
perizinan.<br />
Secara umum dapat dikatakan, pola hubungan bisnis<br />
ini dapat dibangun mengikuti apa yang disebut oleh King<br />
(1988) sebagai state corporatism model. Aliansi antar<br />
institusi ini telah diaplikasikan, antara lain, dalam bentuk<br />
perekrutan beberapa pejabat daerah ke dalam struktur<br />
kepengurusan asosiasiasosiasi para pengusaha. Misalnya<br />
saja, gubernur diminta menjadi ketua penasihat asosiasi,<br />
sementara pejabat daerah lainnya duduk sebagai anggota.<br />
Perjuangan kepentingan para pengusaha dalam pola<br />
korporasi organisasi dilakukan melalui lobi antarorganisasi.<br />
Di antara contoh lobi antar-organisasi ini<br />
adalah kegiatan audiensi kepada pimpinan daerah yang<br />
selalu dilakukan setelah pengurus baru asosiasi terpilih.<br />
Sementara itu aliansi individu secara linear dapat<br />
dilihat dari pola hubungan pengusaha dan penguasa ini<br />
lebih melibatkan individu pengusaha (sebagai klien) dan<br />
pejabat daerah (sebagai patron). Pejabat daerah yang<br />
menjadi sasaran utama bagi para pengusaha dalam pola<br />
hubungan bisnis ini adalah mereka yang memiliki<br />
wewenang dalam mengontrol sumber daya pemerintah.<br />
Misalnya saja para pejabat daerah yang berwenang<br />
dalam mengontrol sistem perizinan penggunaan lahan.<br />
Terbentuknya hubungan antara pengusaha dengan pejabat
daerah dalam pola individual linear aliances umumnya<br />
didasarkan pada hubungan keluarga, dan sistem backing.<br />
Dan terakhir aliansi individu dalam bentuk segi tiga terlihat<br />
jika pada pola aliansi individu secara linear hubungan<br />
antara pihak individu pengusaha (sebagai klien) dengan<br />
pejabat daerah (sebagai patron) bersifat langsung. Dan<br />
pola terakhir ini, hubungan antara individu pengusaha dan<br />
pejabat daerah bersifat tidak langsung. Hal ini karena<br />
faktor yang berperan sebagai patron dalam hal ini bukan si<br />
pejabat daerah itu sendiri, tetapi mereka yang memiliki<br />
hubungan keluarga atau pertemanan. Pejabat daerah<br />
dalam pola ini tidak lebih hanya berperan sebagai power<br />
supply bagi anggota keluarga atau teman yang menjadi<br />
patron langsung si pengusaha.<br />
Pada umumnya perusahaan swasta bekerja sematamata<br />
didorong oleh prinsip maksimalisasi laba. Sering<br />
sekali pilihan investasi ditanamkan pada proyek-proyek<br />
yang kurang menunjang pembangunan ekonomi makro<br />
secara langsung. Pemerintahlah yang harus mampu<br />
mempengaruhi arah investasi swasta ke arah proyek yang<br />
berorientasi pembangunan ekonomi makro nasional dan<br />
daerah secara langsung.<br />
Untuk itu, pilihan yang tersedia bagi pemerintah adalah<br />
antara teknologi padat modal versus padat karya.<br />
selanjutnya, kriteria investasi adalah juga alat untuk<br />
menentukan apakah suatu proyek feasible untuk<br />
dilaksanakan atau harus ditunda. Proyek dapat<br />
dilaksanakan jika dalam analisis investasi diketahui
memberikan<br />
benefit netto lebih besar dibandingkan dengan marginal<br />
benefit netto dari proyek tersebut.<br />
Akhirnya, evaluasi proyek sebagai perangkat analisis<br />
memandu kita untuk memahami kriteria investasi bagi<br />
kelayakan kegiatan pembangunan di daerah. Kriteria<br />
investasi ini menyangkut sejumlah prinsip yang mendasari<br />
alokasi investasi secara rasional agar pendapatan<br />
nasional dan daerah dapat dimaksimalkan.<br />
Pengambilan keputusan investasi sendiri pada<br />
hakikatnya mempunyai dua orientasi, yaitu sisi pemerintah<br />
dan sisi swasta. Kriteria dari sisi swasta didasari oleh<br />
orientasi maksimalisasi kesejahteraan masyarakat. Namun<br />
demikian, ada juga kesamaan prinsip antara kedua<br />
orientasi tersebut, yaitu bagaimana memilih proyek yang<br />
memberikan manfaat (benefit) terbesar dengan biaya<br />
tertentu di antara berbagai rencana.<br />
Maka perwujudan otonomi daerah, dalam banyak hal<br />
akan memberi peluang terbukanya berbagai prospek<br />
bisnis di daerah. Dan itu terjadi, jika setiap daerah mampu<br />
mengembangkan dan menggali potensi-potensi daerah.<br />
Tentunya berbagai upaya harus dikerjakan dan<br />
ditindaklanjuti secara serius agar PAD mampu menjaga<br />
keseimbangan laju pembangunan di daerah. Karena<br />
filosofi membangun suatu daerah, kebijakan yang diambil<br />
mutlak harus sesuai dengan kondisi (masalah, kebutuhan,<br />
dan potensi) daerah yang bersangkutan. Konsekuensi<br />
logisnya, penelitian mendalam tentang keadaan tiap<br />
daerah perlu dilakukan untuk mendapatkan informasi dan
data yang berguna bagi penentuan rencana pembangunan<br />
secara tepat guna.<br />
Penelitian yang pernah dilakukan melalui arena dialog<br />
di empat kota, Batu (Jawa Timur), Makassar (Sulsel),<br />
Brastagi (Sumut), dan Mataram (NTB) oleh tim kerja Institut<br />
Ilmu Sosial Alternatif (IISA) Surabaya, memberikan laporan<br />
tentang "skenario Indonesia 2010" yang dilakukan<br />
bersama Pokja Indonesia Masa Depan. Mereka<br />
menjabarkan ada dua varian arah perkembangan<br />
masyarakat Indonesia di awal abad ini.<br />
Pertama, anggota masyarakat yang berkutat dengan<br />
komunalisme sektarian agamis. Mereka masih rnenjunjung<br />
tinggi kesetiaan pada kepentingan kelompok etnik sendiri<br />
di atas kepentingan masyarakat secara keseluruhan,<br />
dengan memanfaatkan simbol-simbol agama.<br />
Komunalisme sektarian agamis digerakkan kepentingan<br />
politik, bukan kepentingan keagamaan. Target situasi<br />
sosial dalam gerakan mereka adalah memberlangsungkan<br />
frustasi ekonomi di kalangan rakyat tertindas. Cara yang<br />
ditempuh, mengadu domba kelas bawah agar mudah<br />
dikuasai sehingga sulit bersatu dan bersolidaritas<br />
memecahkan masalah mereka sendiri, dan yang pasti<br />
melakukan pengambinghitaman. Mereka percaya pada<br />
mitos bahwa umat bersifat monolitik dan homogen, serta<br />
memiliki kepentingan ekonomi yang sama. Mereka<br />
mernperalat agama untuk tujuan politik.<br />
Kedua, para anggota masyarakat yang bergerak<br />
menuju komunalisme komunitarian. Komunalisme jenis ini
ertumpu pada solidaritas sosial yang menjungjung nilai<br />
kepemilikan bersama, bersifat toleran, dan egaliter.<br />
Mereka sangat bermanfaat bagi masyarakat tertindas<br />
untuk mempertahankan diri melawan penindasan kaum<br />
penguasa, baik domestik maupun intern civil society, yang<br />
mencakup aspek-aspek the rule of law, kebebasan<br />
individu, kebebasan berorganisasi dan berpendapat<br />
dalam debat publik.<br />
Kemudian pada bagian lain, diungkapkan, analisis atas<br />
anatomi driving forces empat kota menunjukkan, ada<br />
pemahaman tentang hubungan positif antara rekonsiliasi<br />
nasional dan kekuatan agama-moral sebagai solidarity<br />
maker. Artinya, makin lemah daya rekat agama dan moral,<br />
makin rapuh rekonsiliasi nasional, dan sebaliknya.<br />
Maka diusahakan sebisa mungkin dengan terkuaknya<br />
wewenang daerah yang luas dan perimbangan keuangan<br />
antara pusat dan daerah yang lebih adil, daerah mampu<br />
mengelola manajemen konflik yang ada di daerahnya,<br />
dengan tidak lagi mengandalkan pusat sebagai pencari<br />
jalan keluar. Dengan demikian otonomi daerah bisa<br />
dijalankan sesuai dengan potensi-potensi dasar yang ada<br />
di daerah. Tentunya upaya ini harus menjadi bagian<br />
integral dari fenomena pemberlakukan otonomi daerah<br />
yang sekarang ini sedang digalakkan.<br />
BAB KEDUA<br />
Potret Tangerang:<br />
Menjaga Harmoni, Menuju Eksistensi Diri<br />
KOTA Tangerang adalah realitas yang unik. Di dalam
Kota Tangerang, tumbuh beragam warna manusia dari<br />
berbagai ras dan budaya. Aneka ragam warna ras dan<br />
budaya ini, sepertinya menambah riuh rendah kehidupan<br />
Kota Tangerang menjadi sangat berarti. Dan keberartian<br />
itu, bisa dilihat dari realitas kehidupan warga Kota<br />
Tangerang, yang tanpa gejolak, tanpa konflik-konflik<br />
krusial, dan pertikaian antar-ras dan budaya. Inilah satu<br />
fakta yang harus disangga dan dijaga bersama oleh<br />
seluruh warga Kota Tangerang.<br />
Kota Tangerang, yang baru berdiri secara administratif<br />
28 Februari 1993, yang disandarkan pada Undang-undang<br />
No 2 Tahun 1993, dengan luas wilayah Kota Tangerang<br />
tercatat 183.78 Km, terbagi menjadi 13 kecamatan dan<br />
104 kelurahan, sangat mungkin terjadi ledakan, jika seluruh<br />
warga dan aparatur negara tidak saling bahu membahu<br />
menjaga Kota Tangerang, akan sulit tercipta harmonisasi<br />
yang sudah berjalan dengan sangat baik. Maka krisis<br />
kehidupan harus diatasi bersama sebagai bagian integral<br />
menjaga pembangunan Kota Tangerang.<br />
Perlu disadari, pemahaman krisis jangan hanya dilihat<br />
sebagai fenomena eksternal saja, melainkan juga<br />
fenomena internal. Seperti pernah dipaparkan Jurgen<br />
Habermas, krisis eksternal, misalnya krisis ekonomi,<br />
belum merupakan krisis yang sesungguhnya, karena ini<br />
baru gangguan disfungsionalitas yang bisa diatasi dengan<br />
manajemen krisis. Krisis sesungguhnya menurut<br />
Habermas, akan terjadi jika krisis itu dialami oleh para<br />
individu sebagai sesuatu yang mengancam identitas dan<br />
eksistensi sosial mereka dalam hubungannya dengan nilai-
nilai, norma, dan makna-makna kultural.<br />
Dalam hubungan ini, Habermas mencoba melihat<br />
adanya krisis sistemik dan krisis yang dialami atau krisis<br />
identitas. Krisis yang sesungguhnya terjadi kalau krisis<br />
sistemik menjadi krisis identitas yang mengancam bukan<br />
hanya integrasi sistem, tapi terlebih integrasi sosial. Untuk<br />
itu dibutuhkan paradigma dunia kehidupan, bagaimana<br />
masyarakat modern ini menjaga kelangsungan hidup dan<br />
identitasnya, atau menurut istilah Habermas,<br />
melangsungkan "proses-proses reproduksi" dalam<br />
kehidupan.<br />
Tentu saja, menjaga kehidupan harmoni di berbagai<br />
sisi bagi seluruh warga Kota Tangerang, mutlak diperlukan.<br />
Hal ini mengingat jumlah penduduk Kota Tangerang yang<br />
semakin hari semakin bertambah. Tengok saja, jumlah<br />
penduduk Kota Tangerang pada 2002, tercatat 1.416.842<br />
jiwa, terdiri dari 707.007 jiwa lakilaki dan 709.835 jiwa<br />
Perernpuan. Tingkat pertumbuhan penduduk Kota<br />
Tengerang cukup tinggi, berkisar 4.62 persen selama<br />
2002. Kota Tangerang dikatakan daerah cukup padat, di<br />
mana tiap kilometer persegi rata-rata dihuni 8.611 jiwa.<br />
Dari 13 kecamatan yang ada, Kecamatan larangan<br />
menduduki daerah terpadat pertama dengan penduduk<br />
sekitar 13.413 jiwa tiap kilometer. Realitas ini, mau tak<br />
mau, mendesak seluruh komponen di Kota Tangerang,<br />
agar mampu melakukan kontrol di berbagai bidang<br />
kehidupan, sehingga harmonisasi kehidupan dapat<br />
terjaga.<br />
Fenomena Tangerang sebagai wilayah yang memiliki
latar belakang budaya, dan industri-industri besar serta<br />
tempat wisata, mengundang mata dunia untuk menengok<br />
dan menggali potensi-potensi Tangerang yang tumbuh<br />
subur, untuk diberdayakan. Kondisi seperti ini, ditunjang<br />
dengan letak geografis Tangerang sebagai penyangga<br />
Kota Jakarta, dimana arus roda ekonomi Jakarta memiliki<br />
imbas terhadap Kota Tangerang.<br />
Tentunya, kondisi di atas, perlu diantisipasi dan<br />
diberdayakan agar tidak terjadi penyimpangan potensipotensi<br />
alam dan penerapan teknologi tepat guna. Artinya<br />
setiap derap perubahan yang terjadi dalam masyarakat<br />
Tangerang, harus disandarkan pada upaya-upaya rasional.<br />
Upaya rasionalisasi dibutuhkan sebagai cara untuk melihat<br />
perubahan yang terjadi di masyarakat dengan fakta-fakta<br />
dan potensi-potensi yang ada. Satu potensi tentang<br />
perlunya pemberdayaan manusia sebagai sumber dasar<br />
kemajuan pembangunan.<br />
Seperti diketahui bersama, Tangerang dan sekitarnya<br />
memiliki peran signifikan sebagai wilayah penyangga<br />
kegiatan DKI Jakarta. Kota Tangerang berada dalam<br />
radius 30 Km dari pusat Kota Jakarta, yang merupakan<br />
pusat pengembangan metropolitan Jabodetabek. Sebagai<br />
salah satu wilayah penyangga kegiatan, Kota Tangerang<br />
ditetapkan sebagai pusat kegiatan sekunder yang<br />
diharapkan dapat mendukung pertumbuhan dan<br />
perkembangan Jakarta sebagai kota induknya. Dengan<br />
demikian sub pusat-sub pusat yang ada di wilayah<br />
Botabek harus berorientasi ke pusat sekunder yang ada.<br />
Lokasi Kota Tangerang yang potensial terutama dinilai
dari aksebilitas dengan pusat Kota Jakarta, Bandara<br />
Soekarno Hatta, Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta dan<br />
Bojonagara di Cilegon, dan kota-kota lainnya di<br />
Jabodetabek dan Banten. Kondisi seperti ini berakibat<br />
kota ini menjadi sangat menarik bagi perkembangan<br />
kegiatan seperti perumahan, industri, dan perdagangan.<br />
Keterbatasan lahan di DKI Jakarta untuk kegiatan industri<br />
dan perumahan mengakibatkan adanya pergeseran<br />
kegiatan ke wilayah penyangga termasuk Kota Tangerang.<br />
Sejalan dengan perkembangan kedua kegiatan<br />
tersebut, berkembang pula kegiatan perdagangan dan<br />
pergudangan di sepanjang koridor jalan utama, yang<br />
menghubungkan simpul-simpul utama transportasi nasional<br />
dan internasional dengan DKI Jakarta. Limpahan kegiatan<br />
tersebut secara tidak langsung merupakan salah satu<br />
potensi untuk pengembangan Kota Tangerang, sekaligus<br />
di sisi lain, merupakan tantangan pembangunan berkaitan<br />
dengan munculnya berbagai permasalahan lingkungan,<br />
ekonomi maupun sosial budaya.<br />
Limpahan kegiatan industri dan permukiman dan<br />
metropolitan Jakarta selain merupakan modal penggerak<br />
ekonomi perkotaan, juga membawa dampak lain berupa<br />
permasalahan lingkungan, ketersediaan lahan, dan<br />
tingginya angka migrasi. Besarnya arus migrasi yang tidak<br />
diikuti oleh ketersediaan lahan, lapangan kerja, kualitas<br />
sumber daya mauusia serta permasalahan lainnya,<br />
menjadikan Kota Tangerang menghadapi permasalahan<br />
yang kompleks. Permasalahan yang sering timbul adalah,<br />
penyediaan masalah prasarana dan sarana yang belum
memadai. Oleh karena itu, diperlukan suatu perencanaan<br />
pembangunan yang terintegrasi.<br />
Perencanaan pembangunan yang terintegrasi ini,<br />
diperlukan sebagai upaya berkesinambungan, agar pola<br />
kebijakan pembangunan Kota Tangerang dapat diambil<br />
dari realitas publik masyarakat Kota Tangerang.<br />
Secara konsepsional, peran Kota Tangerang dalam<br />
arus konstelasi kehidupan masyarakat Jabodetabek,<br />
dituangkan dalam strategi pengembangan wilayah<br />
Jabodetabek dan sekitarnya yang dikembangan sebagai<br />
berikut:<br />
* Menciptakan keseimbangan dan keserasian pola<br />
pemukiman penduduk dan<br />
penyebaran kesempatan kerja antar-wilayah DKI Jakarta,<br />
Kota Tangerang, Bodetabek, dan sekitarnya,<br />
* Mengurangi tekanan kependudukan di DKI Jakarta<br />
dan memungkinkan perkembangan lebih besar pada<br />
kawasan sekitarnya, sehingga memberi peluang kepada<br />
DKI Jakarta untuk mengembangkan fungsinya sebagai<br />
ibukota negara dan kota jasa,<br />
* Mengarahkan penyebaran kegiatan industri dari DKI<br />
Jakarta ke Kota Tangerang dan daerah sekitarnya<br />
sekaligus mendorong pengembangan investasi clan<br />
lapangan di pusat-pusat pertumbuhan baru dan<br />
mengurangi pola perkembangan linier berbentuk pita,<br />
* Penetapan pusat-pusat permukiman sebagai pusat<br />
pertumbuhan sehingga menjadi kota yang mandiri atau<br />
kota penyangga serta mengurangi perkembangan kota<br />
hunian di pinggiran wilayah DKI Jakarta,
* Mendorong iklim investasi di pusat-pusat<br />
pertumbuhan di wilayah Bodetabek dan sekitarnya dengan<br />
memperhatikan aspek lingkungan hidup, transportasi, dan<br />
pengurangan lahan.<br />
Peranan Tangerang yang cukup penting dalam strategi<br />
pengembangan Jabodetabek memberikan peluang<br />
sekaligus tantangan tersendiri bagi pembangunan Kota<br />
Tangerang. Satu pola pembangunan yang berpijak pada<br />
penyertaan aspirasi publik, tentunya, mengharuskan kerja<br />
keras dari aparatur negara terkait di wilayah Kota<br />
Tangerang, untuk "menguras habis" gagasangagasan dan<br />
energinya tentang pemberdayaan manusia, agar Kota<br />
Tangerang mampu menjaga akselerasi pembangunan<br />
secara normal dan berimbang.<br />
Tentu faktor manusia menjadi prioritas utama dalam<br />
mengakses semua kegiatan pembangunan. Manusia<br />
seperti dipaparkan Frederich Taylor dalam bukunya The<br />
Principlesas Scientific, adalah "mesin" yang sangat<br />
istimewa, yang mempunyai mekanisme-mekanisme<br />
internal yang dapat diadaptasikan dengan kebutuhankebutuhan<br />
industri modern. Antonio Gramsci memeras<br />
gagasan Taylorisme dalam tiga pandangan dasar.<br />
Pertama, bahwa dalam proses produksi pekerja harus<br />
terbatas pada tugas-tugas tertentu. Kedua, pekerja harus<br />
mengembangkan sikap-sikap otomatis mekanis sebagai<br />
sarana produksi. Ketiga, ditekankan insentif-insentif<br />
individual untuk menghancurkan semangat solidaritas<br />
kaum buruh.
Pandangan Taylor bisa saja diadopsi dalam keranda<br />
kehidupan masyarakat Kota Tangerang, di mana manusia<br />
adalah mesin yang sangat istimewa, yang mempunyai<br />
mekanisme internal dan dapat diadaptasikan dengan<br />
kebutuhan industri-industri yang tumbuh subur di Kota<br />
Tangerang. Tentu saja sebagai dampak menjamurnya<br />
industri di Kota Tangerang, dan kelak jika terjadi pasar<br />
bebas, dampak yang paling nyata adalah pasar lokal akan<br />
dibanjiri oleh produkproduk global yang memiliki kualitas<br />
yang lebih baik dengan harga yang cukup bersaing. Untuk<br />
itu, bagi Kota Tangerang, kondisi ini menjadi tantangan<br />
yang signifikan, yang harus dihadapi dengan<br />
mempersiapkan langkah-langkah antisipatif melalui<br />
penguatan kelembagaan ekonomi lokal yang siap bersaing<br />
ke kancah pasar global.<br />
Dari sinilah upaya pemberian otonomi daerah<br />
merupakan langkah maju agar berbagai prinsip dan<br />
kebijakan daerah mampu dikembangkan secara mandiri.<br />
Arbi Sanit, seorang pengamat politik melihat pemberian<br />
otonomi daerah merupakan suatu keharusan untuk<br />
melakukan terobosan pelaksanaan prinsip dan<br />
kebijaksanaan otonomi harus segera direalisasi. Tentu,<br />
otonomi daerah untuk meningkatkan pendapatan asli<br />
daerah (PAD), agar mampu mengelola arus pemerintahan<br />
dengan bertumpu pada kekuatan "sumber daya" yang ada.<br />
Selama ini, gambaran indikator administrasi daerah<br />
menunjukkan kelambanan pertumbuhan didaerah, seperti<br />
PAD se-Indonesia yang hanya berkisar sebesar 35<br />
pertumbuhan didaerah, seperti PAD se-Indonesia yang
hanya berkisar sebesar 35 1991, dan besaran PAD<br />
terhadap PDRB Dati II yang hanya di antara 0.23-0.72<br />
persen di tahun 1990. Bahkan dipahami pula, kemerosotan<br />
kontribusi PAD terhadap APBD tahun 1994/1945 dari<br />
27.75 persen menjadi 17.01 persen. Semuanya itu<br />
berpangkal kepada perkembangan peran administratif<br />
daerah, sebagaimana diperlihatkan oleh pertumbuhan<br />
dinas daerah 5-7 buah di tahun 1994/1995 menjadi 23-25<br />
buah, tahun 1995/1996, sehingga harus diimbangi oleh<br />
peningkatan belanja rutin dari 42.71 persen tahun<br />
1994/1995 menjadi 75.71 persen dalam tahun 1995/1996.<br />
Tersandungnya pemberian otonomi daerah, menurut<br />
Arbi Sanit, karena ada tiga ciri sistem politik Indonesia<br />
dewasa ini, yang menjadi penghalang pelaksanaan<br />
otonomi daerah tingkat II secara komprehensif, yaitu<br />
kebirokrasian, pemusatan kekuasaan, dan patrimonial.<br />
Kebirokrasian, mewakili peran kaum birokrat sipil dan<br />
militer, menjadi unsur utama penguasa negara dan proses<br />
politik sudah digantikan oleh proses birokrasi yang<br />
berfungsi mengatur bukan menyepakati solusi atas dasar<br />
prinsip tawar menawar politik.<br />
Pemusatan kekuasaan bermakna, lanjut Arbi, bahwa<br />
kedaulatan rakyat sepenuhnya dilaksanakan oleh MPR,<br />
yang pada gilirannya dipusatkan pada mandataris,<br />
keharusan adanya partai mayoritas mutlak, dan bercirikan<br />
penguasaan negara secara non institusional (mempribadi),<br />
keluarga ke negara, ekstensi ekonomi keluarga ke negara,<br />
dan hubungan kekuasaan sebagai perimbalan di antara<br />
loyalitas dengan hadiah atau hukuman. Semuanya itu
menghendaki penguasaan secara nasional atas setiap<br />
daerah.<br />
Sayangnya dalam perspektif Arbi Sanit, barier<br />
kekuasaan politik yang berpola pemusatan secara<br />
menyeluruh dan intensif, seringkali menghambat berbagai<br />
sektor pembangunan di daerah. Lebih jauh Arbi<br />
menjelaskan:<br />
Di level pemikiran, prinsip politik dan pemerintahan,<br />
otonomi daerah memang telah diperluas, dari hanya<br />
administatif ke otonomi politik, ekonomi dan sosial<br />
(kemasyarakatan). Akan tetapi, di level praktis,<br />
sebagaimana dilaksanakan oleh politisi, birokrat, dan<br />
teknorat, operasi otonomi daerah terbatas di bidang<br />
administratif. Perhatikan dominasi penggunaan<br />
penyerahan urusan untuk mengukur pengembangan<br />
otonomi daerah. Begitu pula dengan penyerahan<br />
kewenangan keuangan daerah, yang seringkali ditandai<br />
oleh pemusatan bukan desentralisasi kekuasaan (Lihat<br />
Reformasi Politik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998)<br />
A. Menggali Potensi Tangerang<br />
Tangerang bagi sebagian orang adalah tempat<br />
sandaran hidup. Kota industri ini menawarkan banyak hal<br />
tentang berbagai ragam kehidupan. Di Kota Tangerang ini,<br />
lalu lalang manusia, setiap hari berburu ‘mangsa'<br />
kehidupan. Tentu saja ini berkait erat dengan satu adugium<br />
bahwa kota adalah pusat perubahan. Proses perubahan,<br />
tentu saja, tidak selalu berlangsung secara normal seperti<br />
yang direncanakan. Gejala-gejala yang tidak direncanakan,<br />
sebagai satu gejala yang abnormal atau gejala patologis
yang lahir karena unsur-unsur masyarakat tidak lagi<br />
berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga timbulah<br />
ketimpangan sosial.<br />
Selain persoalan ketimpangan sosial, seperti<br />
urbanisasi, kemiskinan, disorganisasi keluarga, kejahatan,<br />
dan lumpuhnya lembaga-lembaga sosial masyarakat, Kota<br />
Tangerang juga menghadapi pada berbagai ragam<br />
persoalan perkotaan yang berkaitan dengan prasarana<br />
dan sarana kota, sebagai akibat pertumbuhan kota yang<br />
pesat melampaui daya dukung kota itu sendiri. Mencari<br />
solusi atas masalah-masalah Kota Tangerang, baik yang<br />
berakar pada masalahmasalah sosial, atau persoalan<br />
yang berpijak pada prasarana dan sarana kota, juga perlu<br />
ada kesadaran perihal pemahaman dan identifikasi<br />
terhadap masalah-maslah yang ada secara tepat dan<br />
menyeluruh. Untuk itu, perlu dikaji secara cermat, realitas<br />
kehidupan kota dalam berbagai perspektifnya dan akar<br />
potensi Kota Tangerang, yang bisa membuat Kota<br />
Tangerang berjalan pada rel pembangunan.<br />
Seperti diketahui bersama, krisis yang melanda<br />
Indonesia sejak media 1997, membawa vibrasi negatif ke<br />
dunia perekonomian nasional umumnya, dan<br />
perekonomian regional khususnya. Krisis ini menyebabkan<br />
terjadinya perubahan dari nilai tambah sektor-sektor yang<br />
ada di wilayah nasional juga di wilayah daerah.<br />
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan analisis<br />
Location Question (LQ) dan Ship Shaer , dapat diperoleh<br />
beberapa kesimpulan mengenai perekonomian Kota<br />
Tangerang. Sebelum melihat dampak analisis LQ, perlu
dijabarkan lebih dulu makna yang terkandung dalam<br />
analisis LQ itu.<br />
LQ merupakan teknik untuk menentukan kapasitas<br />
ekspor perekonomian daerah dan derajat self sufficency<br />
suatu sektor. Dalam teknik ini kegiatan ekonomi suatu<br />
daerah dibagi menjadi dua golongan, yakni:<br />
a. Industri basic yaitu kegiatan ekonomi atau industri<br />
yang melayani di daerah itu sendiri maupun di luar daerah<br />
yang bersangkutan.<br />
b. Industri non basic/industri lokal, yaitu kegiatan ekonomi<br />
atau industri yang melayani pasar di daerah itu sendiri.<br />
Sektor self sufficient, jika nilai LQ dari sebuah sektor =<br />
1, maka sektor tersebut berproduksi pada level yang sama<br />
dengan permintaan dari dalam daerah tersebut. Dalam<br />
kondisi seperti itu, sektor tersebut dapat dikategorisasikan<br />
menjadi self sufficient sector.<br />
Secara umum terdapat tiga sektor keunggulan<br />
Tangerang, yaitu sektor industri manufaktur nonmigas,<br />
sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor<br />
transportasi dan komunikasi. Tangerang memiliki<br />
keunggulan untuk sektor ini jika dibandingkan dengan<br />
daerah lain, seperti Banten dan Jabodetabek yang<br />
ditunjukkan oleh nilai LQ>1. Tetapi dari data-data<br />
beberapa tahun belakangan, keunggulan tersebut<br />
cenderung tidak terlalu stabil meskipun masih dalam<br />
batasan yang wajar (lihat tabel 1).<br />
Interaksi Tangerang dengan daerah yang lebih besar<br />
relatif tinggi, sehingga Tangerang relatif bcrgantung
terhadap hasil interaksi itu. Hasil analisis shift share<br />
memperlihatkan bahwa kondisi perekonomian Tangerang<br />
sangat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian nasional<br />
dan regional (nilai<br />
Tabel 1<br />
Sektor Basis Kota Tangerang Berdasarkan Hasil Analisis<br />
LQ<br />
LQ terhadap Nasional<br />
Lapangan Usaha 2000 2001 2002 B/NB Industri<br />
Pengolahan 2.06 2.04 2.02 B Listrik, gas, dan air bersih<br />
1.05 1.04 1.04 B Perdagangan, Hotel dan Restoran 1.59<br />
1.61 1.62 B Pengangkutan dan Komunikasi 1.59 1.64 1.55<br />
B<br />
LQ terhadap Propinsi Banten<br />
Lapangan Usaha 2000 2001 2002 B/NB Industri<br />
Pengolahan 1.077 1.076 1.076 B Perdagangan, Hotel dan<br />
Restoran 1.464 1.446 1.446 B Pengangkutan dan<br />
Komunikasi 1.521 1.514 1.513 B<br />
LQ terhadap Bodetabek<br />
Lapangan Usaha 2000 2001 2002 B/NB Pertanian,<br />
Peternakan, Perikanan, Kehutanan 1.09 1.05 1.09 B<br />
Industri Pengolahan 2.01 2.06 2.09 B Perdagangan, Hotel<br />
dan Restoran 1.05 1.07 1.07 B Pengangkutan dan<br />
Komunikasi 1.25 1.27 1.24 B national effect dan regional<br />
effect besar), terutama bagi sektor-sektor unggulan<br />
Sumber: Hasil Analisis PDRB B = Sektor Bersih<br />
NB = Sektor Non Basis<br />
seperti sektor industri manufaktur nonmigas, sektor<br />
perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor transportasi
dan komunikasi. Meskipun Tangerang relatif bergantung<br />
pada wilayah sekitarnya, secara bertahap mulai<br />
meningkatkan keunggulannya pada sektor-sektor tertentu<br />
(nilai regional effect besar).<br />
Akar potensi Tangerang juga dapat ditengok dari<br />
Pendapatan Asli Daerah (PAD). Keberhasilan rencana<br />
yang disusun tidak dapat dilepaskan dari kemampuan<br />
anggaran untuk membiayai pelaksanaan berbagai<br />
program-program yang telah dirancang. Secara garis<br />
besar sumber pendapatan daerah dalam Anggaran<br />
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Tangerang<br />
berasal dari:<br />
1 . Dana Perimbangan<br />
2. Pendapatan Asli Daerah (PAD)<br />
3. Lain-lain penerimaan yang sah<br />
Salah satu sumber pendapatan yang terbesar adalah<br />
dana perimbangan khususnya.<br />
Kelompok Dana Alokasi Umum (DAU) yang mencapai<br />
sekitar 35.6 persen dari total pendapatan tahun 2003.<br />
Penggunaan Dana Alokasi Umum (DAU) yang<br />
diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan tanggungan<br />
belanja pegawai menyebabkan sebagian besar dana<br />
pembangunan bersumber dari dana Pendapatan Asli<br />
Daerah (PAD) dan bagi hasil pajak. Besarnya nilai PAD<br />
menjadi salah satu indikator kemampuan keuangan suatu<br />
daerah untuk membiayai sendiri kebutuhan daerahnya<br />
khususnya dalam melaksanakan pembangunan di era<br />
ekonomi seperti saat ini.<br />
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Tangerang pada
2000-2003 memberikan kontribusi terhadap pendapatan<br />
daerah sebesar 20.04 persen (tahun 2000); 17.76 persen<br />
(tahun 2001); 17.70 persen (tahun 2002); dan 17.179<br />
persen (tahun 2003). Angka-angka ini memperlihatkan<br />
bahwa kemampuan Kota Tangerang untuk membiayai<br />
kebutuhan daerahnya sendiri masih perlu ditingkatkan.<br />
Dari data nilai PAD tahun 1994-1995 sampai tahun 2003,<br />
dilakukan proyeksi sebesar PAD tahun 2004-2008.<br />
Proyeksi dilakukan dengan menggunakan metode Least<br />
Square (Metode Jumlah Kuadrat Terkecil).<br />
Dari hasil proyeksi yang dilakukan atas data selama 10<br />
tahun terakhir, tampak nilai PAD cenderung naik secara<br />
bertahap. Nilai proyeksi PAD tahun 2004 sebesar Rp<br />
83.369.951.031,96 dan tahun 2005 adalah sebesar Rp<br />
89.600.712.258,35 yang berarti lebih rendah dari realisasi<br />
PAD tahun 2003 sebesar Rp 93.382.505.704,99. Hal ini<br />
terjadi karena adanya realisasi pendapatan yang menurun<br />
pada 1998-1999, akibat krisis moneter dan tahun 2000<br />
yang kemungkinan besar disebabkan perubahan tahun<br />
anggaran dari tahun fiskal menjadi tahun kalender.<br />
B. Akar Pembangunan Kata Tangerang<br />
Melihat realitas di atas, maka untuk memulihkan dan<br />
mendorong pertumbuhan perekonomian melalui penguatan<br />
dan pemberdayaan ekonomi Kota Tangerang, dapat<br />
dirancang melalui potensi-potensi yang ada di wilayah<br />
Kota Tangerang. Tentu saja, potensi-potensi yang ada itu<br />
akan dijadikan akar pembangunan Kota Tangerang. Akar<br />
pembangunan Kota Tangerang ini bisa dijadikan modal
awal untuk meningkatkan mutu pengelolaan Pemerintahan<br />
Kota Tangerang dan mendorong terciptanya pemerintahan<br />
yang baik melalui penataan kelembagaan dan penataan<br />
wilayah pelayanan, peningkatan kualitas sumber daya<br />
manusia dan pemberantasan KKN dengan membuka<br />
peluang bagi partisipasi publik.<br />
Partisipasi publik adalah salah satu syarat terbentuknya<br />
pemerintah yang baik (good governance). Pemerintah<br />
yang baik adalah prasyarat bagi terbentuknya pemerintah<br />
yang efektif dan demokratis. Pemerintah yang baik<br />
digerakkan oleh prinsip-prinsip partisipatif, penegakan<br />
hukum secara efektif, transparansi, responsif, kesetaraan,<br />
visi strategis, efektif dan efisien, profesional, akuntabel,<br />
dan pengawasan yang efektif.<br />
Pemerintah yang akseptabel dan memiliki akuntabilitas<br />
harus tercipta, dan menciptakan tradisi birokrasi yang lebih<br />
profesional dan lebih fokus pada peran pelayanan<br />
berdasarkan semangat kerakyatan. Dengan konteks itu,<br />
peningkatan kualitas penyelenggaraan pemerintahan<br />
diarahkan pada 14 program tujuan pembangunan daerah<br />
yang ingin dicapai dalam kurun waktu 2004-2008, sebagai<br />
berikut:<br />
1. Membangun iklim usaha yang kondusif<br />
2. Pembangunan infrastruktur penunjang kegiatan usaha<br />
3. Penguatan ekonomi kerakyatan dan pemberdayaan<br />
UKMK<br />
4. Membangun jaringan bagi penguatan ekonomi daerah<br />
5. Pengembangan permukiman dengan menekankan pada<br />
kelestarian lingkungan hidup
6. Pembangunan sarana dan prasarana pelayanan publik<br />
7. Menciptakan situasi ketenagakerjaan yang kondusif<br />
8. Peningkatan ketentraman dan ketertiban umum<br />
9. Peningkatan potensi SDM dari sisi IPTEK dan IMTAQ<br />
10.Pembangunan SDM (Aparatur Pemda, DPRD,<br />
Masyarakat), organisasi, dan sistem manajemen<br />
kepemerintahan<br />
11.Akuntabilitas manajemen keuangan dan sumber daya<br />
daerah<br />
12.Pembangunan sarana dan prasarana kepemerintahan<br />
13.Terkendalinya pencemaran lingkungan<br />
14.Meningatkan partisipasi masyarakat dunia usaha dan<br />
industri dalam pemeliharaan lingkungan.<br />
Tujuan pembangunan di atas diterjemahkan ke dalam<br />
34 sasaran prioritas dan program-program pembangunan.<br />
Sesuai dengan konsep Balanced Scoecard visi, misi,<br />
tujuan dan sasaran pembangunan Kota Tangerang tahun<br />
2004-2008 distrukturkan ke dalam empat perspektif yang<br />
ada dalam Balanced Scoecard Visi, misi, tujuan, dan<br />
sasaran yang telah distrukturkan ini kemudian menjadi<br />
strategy map tingkat kota. Untuk implementasinya di<br />
lapangan, straegy map tingkat kota perlu diterjemahkan ke<br />
dalam strategy mapyang lebih operasional yaitu straegy<br />
maptingkat dinas, kecamatan, dan kelurahan.<br />
Seperti diketahui bersama, perubahan paradigma<br />
dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah menuju<br />
kepada pemerintahan yang lebih demokratik dan<br />
desentralistik telah mengubah struktur pemerintahan
daerah secara mendasar. Berdasarkan perubahan<br />
tersebut, maka fungsi-fungsi pemerintahan umum beralih<br />
menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota yang<br />
memerlukan pengaturan lebih lanjut. Kondisi tersebut<br />
mendorong Pemerintah Kota Tangerang untuk menata<br />
kembali sistem kelembagaan dan ketatalaksanaan<br />
Pemerintah Kota Tangerang, di antaranya mengenai<br />
pembagian kewenangan kepada camat sebagai<br />
perangkat daerah. Penataan kewenangan ini dianggap<br />
penting dan prioritas mengingat kemungkinan munculnya<br />
berbagai permasalahan pemerintahan seperti tumpang<br />
tindih tugas dan wewenang, terlantarnya pelayanan publik,<br />
dan terlambatnya penyelesaian masalah.<br />
Sementara itu, untuk memberikan pelayanan kepada<br />
masyarakat yang sebaik-baiknya serta menghindari<br />
ekonomi biaya tinggi, Pemerintah Kota Tangerang<br />
memandang perlu untuk melaksanakan pemekaran<br />
kecamatan. Dan berkaitan dengan rencana pemekaran<br />
tersebut, perlu diadakan pembinaan kecamatan dan<br />
kelurahan secara periodik dan berskala. Pembinaan<br />
terhadap kecamatan dan kelurahan harus didukung<br />
dengan pengembangan prasarana dan sarana<br />
pemerintahan yang memadai. Salah satunya adalah<br />
penyediaan gedung kantor yang komprehensif.<br />
Untuk itu, dalam rangka meningkatkan pelayanan prima<br />
yang bersandarkan pada prinsip tata kepemerintahan yang<br />
b a i k (good governance), kinerja aparatur harus<br />
ditingkatkan melalui pembinaan dan pengembangan<br />
sumber daya manusia di kalangan Pemerintah Kota
Tangerang secara berkelanjutan. Di samping itu,<br />
pelayanan prima juga harus didukung oleh sistem<br />
perencanaan yang kokoh serta pelaksanaan pengawasan<br />
yang optimal.<br />
Secara umum permasalahan di bidang pemerintahan yang<br />
dihadapi saat ini maupun kecenderungan di masa yang<br />
akan datang di antaranya:<br />
1. Belum terlaksananya kelembagaan dan<br />
ketatalaksanaan pemerintahan yang efektif dan efisien<br />
dalam kerangka otonomi daerah.<br />
2. Belum optimalnya sistem perencanaan serta<br />
pelaksanaan pengawasan.<br />
3. Belum optimalnya kinerja aparatur.<br />
4. Belum tersedianya prasarana dan sarana pemerintahan<br />
yang memadai serta belum optimalnya pemanfaatan aset<br />
pemerintahan kota.<br />
5. Masih terdapatrya kebijakan daerah dan perundangundangan<br />
yang menghambat proses pembangunan.<br />
6. Rendahnya kesadaran hukum masyarakat akibat<br />
kurangnya sosialisasi.<br />
7. Belum tegaknya supremasi hukum sebagai upaya<br />
meningkatkan ketertiban umum di Kota Tangerang.<br />
8. Belum optimalnya kerjasama pemerintah daerah dengan<br />
berbagai pihak dalam rangka mengembangkan potensi<br />
yang dimiliki Kota Tangerang.<br />
9. Belum optimalnya penggalian sumber pendapatan<br />
daerah serta administrasi pengelolaan keuangan daerah.<br />
10.Belum tersedianya sistem yang terintegrasi yang<br />
menunjang terciptanya proses perencanaan pembangunan
yang berkelanjutan dan mampu memberikan akses<br />
informasi kepada masyarakat.<br />
11.Masih rendahnya tingkat partisipasi akses informasi<br />
kepada masyarakat.<br />
C. Arah Kebijakan Kota Tangerang<br />
Tercapainya keberhasilan pembangunan tidak lepas<br />
dari penetapan arah dan tujuan pembangunan yang tepat,<br />
yang dirumuskan dalam bentuk visi, misi, nilai inti budaya,<br />
tujuan dan sasaran pembangunan. Penetapan arah dan<br />
tujuan pembangunan Kota Tangerang dilakukan dengan<br />
melibatkan partisipasi aktif seluruh unsur pemerintah,<br />
masyarakat, dan stakeholderutama Kota Tangerang.<br />
Seluruh komponen inilah yang akan membawa Kota<br />
Tangerang ke arah pembangunan yang dicita-citakan.<br />
Visi Kota Tangerang<br />
Berdasarkan hasil analisis perekonomian, analisis<br />
sektor unggulan, analisis internal dan eksternal, maka<br />
dirumuskan visi Kota Tangerang, yang mengibarkan satu<br />
s lo g a n: Kota Tangerang sebagai Kota Industri,<br />
Perdagangan, dan<br />
Permukiman yang Ramah Lingkungan da lam<br />
Masyarakat yang Berakhlak Mulia. Visi Kota Tangerang<br />
yang mendasarkan pada industri dan perdagangan,<br />
karena secara spasial Kota Tangerang, berbatasan<br />
langsung dengan DKI Jakarta dan menjadi bagian dari<br />
pengembangan metropolitan Jabodetabek, serta menjadi<br />
pintu gerbang bagi masuknya pergerakan orang, barang<br />
dan jasa ke provinsi Banten. Kondisi seperti inilah yang
menjadikan Kota Tangerang memiliki letak strategis yang<br />
memberikan keberuntungan tersendiri bagi perkembangan<br />
pembangunan Kota Tangerang. Dukungan aksebilitas<br />
yang baik, ketersediaan sarana dan prasarana,<br />
kemudahan berinvestasi, serta kondisi lingkungan yang<br />
kondusif menjadikan Kota Tangerang memiliki prospek<br />
yang cerah dan menjanjikan sebagai lokasi<br />
pengembangan berbagai kegiatan perekonomian<br />
perkotaan.<br />
Sementara klaim permukiman dalam visi besar Kota<br />
Tangerang, karena Kota Tangerang memiliki prospek yang<br />
cerah bagi pengembangan berbagai kegiatan ekonomi,<br />
secara tidak langsung akan menarik penduduk untuk<br />
bermukim di Kota Tangerang. Pelaksanaan pembangunan<br />
yang memperhatikan daya dukung lingkungan agar<br />
kelestarian lingkungan tetap terjaga, sehingga akan<br />
menciptakan Kota Tangerang selain sebagai lokasi bagi<br />
pengembangan berbagai kegiatan usaha, juga merupakan<br />
tempat yang ideal dan nyaman sebagai lokasi<br />
permukiman.<br />
Tentu saja, situasi permukiman itu harus didukung<br />
dengan pembangunan yang ramah lingkungan. Kondisi<br />
Kota Tangerang yang aman, nyaman dengan<br />
masyarakatnya yang agamis, rukun dan toleran, menjadi<br />
faktor utama bagi terlaksananya kesinambungan<br />
pembangunan. Peran serta masyarakat serta kondusifnya<br />
Kota Tangerang, yang didukung dengan kebijakan<br />
pembangunan yang memperhatikan aspek lingkungan,<br />
menjadikan pelaksanaan pembangunan berjalan
erkelanjutan, sehingga meningkatkan kualitas kehidupan<br />
masyarakatnya, baik secara material maupun non material.<br />
Semua aspek pembangunan Kota Tangerang<br />
diarahkan bagaimana membentuk masyarakat yang<br />
berakhlak mulia. Pembentukan akhlak mulia itu<br />
dicerminkan melalui kualitas hubungan antara manusia<br />
dengan Tuhan dan hubungan antar manusia itu sendiri.<br />
Akhlak yang mulia menjadi landasan moral dan etika<br />
dalam masyarakat, berbangsa, dan bernegara.<br />
Pemahaman dan pengamalan agama secara benar<br />
diharapkan dapat mendukung terwujudnya masyarakat<br />
Kota Tangerang yang religius, demokratis, mandiri,<br />
berkualitas sehat jasmani rohani, serta tercukupi kebutuhan<br />
material spiritual.<br />
Misi Kota Tangerang<br />
Secara umum, misi Kota Tangerang dapat diartikan<br />
sebagai suatu hal yang harus dilaksanakan agar visi Kota<br />
Tangerang dapat direalisasikan dengan baik. Bertolak dari<br />
rumusan visi Kota Tangerang tahun 2004-2008 tersebut,<br />
maka misi yang akan dilaksanakan untuk mewujudkan visi<br />
Kota Tangerang adalah:<br />
1. Memulihkan dan mendorong pertumbuhan ekonomi<br />
kota;<br />
2. Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik;<br />
3. Penguatan tata kepemerintahan yang baik dan;<br />
4. Mewujudkan pembangunan yang ramah lingkungan.<br />
Memulihkan dan mendorong pertumbuhan ekonomi<br />
kota. Melalui penciptaan iklim usaha yang kondusif,<br />
penguatan ekonomi kerakyatan, penyiapan infrastruktur
penunjang kegiatan usaha, serta membangun jaringan bagi<br />
penguatan ekonomi daerah. Sementara pada point<br />
meningkatkan kualitas<br />
dan kuantitas pelayanan publik, diharapkan<br />
pembangunan dan peningkatan kualitas sarana dan<br />
prasarana kota secara terpadu serta peningkatan<br />
pertukaran informasi dan komunikasi sehingga dapat<br />
terlayani dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyakarat.<br />
Pada point ketiga penguatan tata kepemerintahan<br />
yang baik, akan secara integral, yang meliputi aspek<br />
sumber daya manusia, proses, sarana, dan prasarana.<br />
Point ini mencakup beberapa hal, di antaranya:<br />
1 . Sumber daya manusia, kualitas aparatur, dan<br />
keselarasan stakeholder dalam berpikir dan bertindak<br />
dalam proses pembangunan merupakan kunci sukses<br />
pengelolaan kota yang lebih baik. Untuk itu pembangunan<br />
SDM tidak hanya bagi aparatur pemerintahan namun juga<br />
bagi<br />
stakeholder utama, yaitu DPRD dan masyarakat. Untuk<br />
itu akan dijalankan upaya-upaya pembangunan SDM<br />
(aparatur Pemda, DPRD, dan masyarakat), kesemuanya<br />
ini akan meningkatkan kinerja pemerintahan sehingga<br />
akan tercipta pemerintahan yang baik (good<br />
governance).<br />
2. Proses, untuk dapat menghasilkan layanan prima<br />
dengan tetap membangun dan menjalin hubungan dengan<br />
pelanggan (komersial dan publik), maka perlu dilakukan<br />
restrukturisasi organisasi dan sistem manajemen
kepemerintahan, termasuk menjalankan prinsip-prinsip<br />
good<br />
governanceserta terciptanya akuntabilitas manajemen<br />
keuangan dan sumber daerah.<br />
3. Sarana dan prasarana, untuk dapat menghasilkan<br />
layanan yang optimal bagi masyarakat maupun kalangan<br />
usaha, maka dibutuhkan sarana dan prasarana yang<br />
handal sehingga dapat terpenuhinya kualitas layanan yang<br />
bermutu, tepat waktu, dengan biaya yang murah, serta<br />
dengan tetap menjaga terjalinnya hubungan baik.<br />
4. Mewujudkan pembangunan yang ramah lingkungan,<br />
akan dijalankan melalui pengendalian pencemaran<br />
lingkungan dan peningkatan partisipasi masyarakat dunia<br />
usaha dan industri dalam memelihara lingkungan.<br />
Empat point di atas merupakan basis nilai budaya Kota<br />
Tangerang, yang harus dianut dan diterapkan dalam sikap<br />
dan perilaku seluruh jajaran aparat pemerintah dan<br />
masyarakat Kota Tangerang dalam menjalankan semua<br />
kegiatan. Nilai inti budaya tersebut dapat dijabarkan dalam<br />
empat unsur. Di antaranya inovasi, kebersamaan,<br />
profesionalisme, dan akhlak mulia.<br />
Selain empat nilai budaya yang harus dijalankan<br />
seluruh aparat, seluruh aparatur Pemerintah Kota<br />
Tangerang juga harus memegang lima komitmen untuk<br />
menunjang pembangunan Kota Tangerang.<br />
1. Bertakwa kepada Allah SWT.<br />
2. Bersikap jujur, bertanggung jawab, dan amanah dalam<br />
melaksanakan pelayanan kepada masyarakat.<br />
3. Disiplin, loyalitas, dan dedikasi dalam bentuk
pengabdian kepada masyarakat<br />
4. Mengedepankan kepentingan publik di atas kepentingan<br />
pribadi dengan menjunjung tinggi aspek etika moralitas<br />
dan profesional<br />
5. Menjalin persaudaraan, silaturahim, dan saling<br />
mengingatkan di antara sesama pegawai dalam berbagai<br />
aspek kehidupan<br />
Lima point di atas, harus dijadikan komitmen bersama<br />
bagi seluruh jajaran pegawai Pemerintah Kota Tangerang,<br />
sehingga upaya untuk mewujudkan pembangunan yang<br />
berakhlak karimah dapat ditegakkan.<br />
BAB KETIGA<br />
Partisipasi dan Kebijakan Pubtik Berbasis<br />
Pembangunan Berkebebasan<br />
DUA PULUH tahun silam, Tangerang terkesan sebagai<br />
kota pabrik dan juga penjara. Betapa tidak, di sini terdapat<br />
lima lembaga pemasyarakatan (LP), dari penjara khusus<br />
anak-anak, wanita, sampai orang dewasa. Tangerang juga<br />
dikenal sebagai tempat para buruh mencari nafkah.<br />
Sedikitnya berdiri seribu pabrik di sini, yang<br />
mempekerjakan puluhan ribu buruh dengan pelbagai<br />
persoalannya. Karena itu, dulu ada seloroh pegawai negeri<br />
enggan dipindahkan ke Tangerang, karena daerah ini<br />
dianggap tempat buangan.<br />
Tapi sekarang? Tangerang betul-betul memikat. Kesan<br />
penjara dan pabrik perlahan mulai memudar. Banyak<br />
orang terheran-heran dengan pesatnya perkembangan<br />
daerah yang disebut-sebut wilayah penyangga luapan
industri dari Jakarta.<br />
Bagaimana Kota Tangerang bisa begitu kaya?<br />
Setengah dari total kegiatan ekonomi kota untuk tahun<br />
1999 yang nilainya mencapai Rp 15 trilyun, ternyata<br />
diperoleh dari kegiatan ekonomi di sektor industri<br />
pengolahan. Sebagian besar industri pengolahan ini<br />
terkonsentrasi di Kecamatan Jatiuwung. Berbagai jenis<br />
pabrik, mulai dari industri makanan dan minuman, tekstil<br />
dan pakaian jadi, kimia hingga industri logam dan barang<br />
dari logam, telah menanamkan modal mereka di<br />
kecamatan itu. Sekitar 55 persen industri sedang dan<br />
besar Tangerang tersebut berada di Jatiuwung. Tidak<br />
heran, bahwa kecamatan yang berbatasan langsung<br />
dengan sebelah timur Kabupaten Tangerang itu, harus<br />
dimekarkan menjadi tiga kecamatan, yaitu Jatiuwung<br />
sendiri, Cibodas, dan Periuk.<br />
Menjamurnya industri pengolahan itu telah membuat<br />
konsentrasi tenaga kerja di Kota Tangerang menjadi<br />
demikian gigantis dan meluap. Tercatat pada tahun 1997<br />
jumlahnya mencapai 192.094 orang dan 60 persen di<br />
antaranya berada di Kecamatan Jatiuwung. Jumlah tenaga<br />
kerja yang besar itu mengakibatkan tumbuhnya aneka<br />
ragam pemukiman. Maklum, tidak semua tenaga kerja<br />
berasal dari wilayah Kota Tangerang. Tentu saja,<br />
konsentrasi tenaga kerja ini juga menimbulkan masalah<br />
khusus. Banyak terjadi unjuk rasa dan pemogokan,<br />
khususnya yang terkait dengan masalah upah minimum<br />
regional (UMR), yang memang masih jauh dari kebutuhan<br />
fisik minimum. UMR Kota Tangerang pada 2001 saja
esarnya (hanya) RP 426.500 per bulan. Selama tahun<br />
2000 lalu misalnya, tercatat ribuan pekerja dari pabrik<br />
permen, keramik, sabun, sepatu, hingga tekstil berunjuk<br />
rasa di pabrik mereka masing-masing maupun di tempat<br />
lain untuk menyampaikan keprihatinan mereka.<br />
Tangerang adalah wajah sebuah kota dengan<br />
kompleksitas problemnya. Menurut kalangan sosiolog<br />
(Nugroho, 1997; Kristiadi, 1987), pertumbuhan perkotaan<br />
sejalan dengan pertumbuhan penduduk. Pertumbuhan<br />
penduduk daerah perkotaan rata-rata 4,3 persen per tahun<br />
melebihi pertumbuhan ratarata penduduk Indonesia dalam<br />
periode 1980-2000 sebesar 1,8 persen. Angka itu<br />
menunjukkan bahwa arus urbanisasi memberi kontribusi<br />
yang nyata dalam pertumbuhan penduduk kota. Menurut<br />
Tolley dalam Urbanization and Economic<br />
Development(1984), tingkat urbanisasi pada dasarnya<br />
disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain perbedaan<br />
elastisitas output tenaga kerja di sekitar pedesaan dan<br />
perkotaan, perbedaan upah serta harga. Selama daerah<br />
perkotaan menjadi tanjung harapan bagi penduduk<br />
hinterlanddaerah pedesaan, maka arus urbanisasi akan<br />
berlangsung dan ini akan mempercepat pertumbuhan<br />
penduduk kota secara eksplosif.<br />
Namun pertumbuhan kota yang demikian pesat itu tidak<br />
berarti turut hilangnya rural-urban continuuma t a u folkurban<br />
continuum, dan sekaligus rural-urban<br />
contrastsecara menyeluruh. Dalam sejarah Indonesia,<br />
misalnya, proses urbanisasi tidak secara mendadak dan
menyeluruh. Banyak sekali ciri pedesaan masih terdapat<br />
dalam masyarakat kota akibat bawaan dari masyarakat<br />
urban yang berdatangan mencari nafkah dalam kota.<br />
Sebagai contoh, pekerja-pekerja di Kota Tangerang tentu<br />
tidak semuanya adalah masyarakat asli kota itu. Sebagian<br />
besarnya berasal dari pedesaan-pedesaan di luar<br />
cakupan kekuasaannya. Dan terutama sekali dari<br />
pedesaan.<br />
Dewasa ini, kota kemudian menjadi instrumen penting bagi<br />
berkembangnya sebuah masyarakat. Berbeda dengan<br />
kota praindustrial, kota-kota modern-industrial ialah<br />
pengelompokan keluarga ke dalam nuclear family,<br />
pembagian penduduk berdasarkan strata sosial dengan<br />
mobilitas sosial yang kurang lebih lentur, ditinggalkannya<br />
cara produksi manusia oleh mesin yang memproduksi<br />
barang-barang secara massal dengan pelayanan dan<br />
kualitas yang baik, organisasi produksi dipegang oleh unitunit<br />
ekonomi yang cenderung besar dengan standarisasi<br />
dalam harga, timbangan, dan takaran, dan adanya<br />
komponen birokrasi yang diangkat secara rasional.<br />
Selain itu, kota menjadi sentrum sebuah aktivitas yang<br />
padat. Menjadi pusat kegiatan industri, perdagangan,<br />
keuangan, penyediaan jasa-jasa, sekaligus pusat<br />
pemerintahan. Di sana berlangsung secara intensif relasi<br />
domestik, agama, rekreasi, ekonomis, politis, kultural, dan<br />
hubungan antar keluarga secara struktural antar berbagai<br />
institusi masyarakat, hubungan kategorikal antara<br />
kelompok-kelompok etnis, status, dan kelas, dan bahkan<br />
hubungan personal antar sesama warga kota. Karena itu
tak bisa dipungkiri bila dari kepadatan penduduk, mobilitas<br />
horisontal, dan heterogenitas dapat menyebabkan<br />
timbulnya masalah-masalah sosial. Disparitas dan<br />
pemisahan pemukiman secara ekonomis dan sosial tak<br />
bisa dihindari (Kuntowijoyo, 1994). Banyaknya pemukiman<br />
mewah, seakan bertabrakan dengan menjamurnya<br />
pemukiman kumuh. Hadirnya banyak industri besar,<br />
seakan berseberangan dengan merebaknya kios atau<br />
gerobak "pedagang kaki lima" atau "PKL". Transformasi<br />
dan bertemunya berbagai anasir masyarakat yang sangat<br />
padat dan plural, tak jarang melahirkan kriminalitas yang<br />
tiap saat menunjukkan angka kenaikan kuantitas yang<br />
fantastis. Simaklah berita-berita di media massa, baik<br />
cetak maupun elektronik, akan terlihat bagaimana<br />
kriminalitas menjadi berita yang sangat dominan di kotakota<br />
penting, seperti bersaing keras dengan berita-berita<br />
politik. Juga soal prostitusi, pengangguran, pengedaran<br />
obat-obatan terlarang, hanya bisa kita dapatkan merebak<br />
dengan pesat dalam kota.<br />
Dan sekali lagi ditegaskan, masyarakat kota adalah<br />
masyarakat urban dengan ragam kepentingan tengah<br />
bertarung di dalamnya. Masyarakat kota adalah sebuah<br />
masyarakat karnaval. Sebuah kerumunan dengan latar<br />
belakang pengalaman dan sangupengetahuan yang<br />
berbeda hadir di tengahtengah percaturan kepentingan.<br />
Dan dalam karnaval, dalam kerumunan yang riuh itu, setiap<br />
warga memiliki otonomi masing-masing dalam menafsir<br />
dan meletakkan hidupnya di tengah-tengah kota. Mereka<br />
adalah keragaman yang saling sulih, saling meneriaki,
saling mencemooh. Setiap warga, asli atau pendatang,<br />
bersama besar dari rahim dan lingkungan permainan<br />
(kota) yang memang ramai dan hiruk-pikuk; suatu lokasi<br />
menjamur dan berjumpanya pelbagai watak, karakter,<br />
pikiran, wacana, suara, baik suara jalanan, jelata, penyair,<br />
seniman, badut, penguasa, maupun agamawan. Dalam<br />
karnaval, momen-momen yang bersifat semantik, bahasa<br />
yang konkret dan inderawi, passion, dan petualangan yang<br />
geli maupun yang gila mendapatkan tempat masingmasing.<br />
Dalam karnaval itu, keragaman suara tak bisa<br />
diringkas dalam satu proses menuju sintesis atau<br />
konsensus.<br />
Dan di mana posisi pemerintah sebagai pelaksana<br />
birokrasi negara di antara karnaval itu? Bagaimana cara<br />
melihat dan memberlakukan partisipasi publik di tengah<br />
hiruk-pikuk warga kota dengan sangu kepentingan yang<br />
beragam? Kebijakan publik seperti apa yang mestinya<br />
diberlakukan agar pembangunan bisa lancar dan tidak<br />
dicap hanya menjadi agen dehumanisasi dan kepanjangan<br />
tangan kepentingan penguasa modal belaka dan<br />
melupakan warga yang hidup pas-pasan di jantung kota<br />
yang bergerak sangat cepat dan dinamis?<br />
Bagian-bagian berikut ini akan membahas soal itu.<br />
Partisipasi Publik<br />
Setelah bangsa kita keluar dari sangkar Orde Baru<br />
yang disebut-sebut sebagai orde yang totaliter dan<br />
sentralistis, bangsa ini mendengung-dengungkan apa yang<br />
disebut reformasi. Reformasi sendiri mengandaikan<br />
demokratisasi dan diakuinya partisipasi publik dalam
setiap pengambilan kebijakan. Dalam negara modern,<br />
partisipasi publik yang menyeluruh mutlak adanya. Sebab<br />
ketiadaan partisipasi publik dalam setiap pengambilan<br />
kebijakan pemerintah kerap dilawankan sebagai<br />
pemerintahan yang totaliter yang abai terhadap suara<br />
publik hanya menunggu waktu untuk digulingkan.<br />
Demikianlah sejarah telah membuktikan banyaknya<br />
pemerintahan totaliter yang ambruk oleh karena tidak<br />
melibatkan anasir publik dalam pengambilan kebijakan.<br />
"Vox populi uox Dei". Semboyan terkenal dari Yunani.<br />
yang juga berarti "suara rakyat suara Tuhan" itu,<br />
merupakan gambaran betapa legitimasi kekuasaan itu<br />
sesungguhnya berada di tangan rakyat. Bila rakyat sudah<br />
mencabut legitimasinya, maka dengan sendirinya sebuah<br />
pemerintahan kehilangan keabsahan secara demokratik.<br />
Proses tawar-menawar kekuasaan itu yang dinamakan<br />
proses akuntabilitas. Dan sistem akuntabilitas publik ini<br />
sebetulnya merupakan inti dari demokrasi. Akuntabilitas<br />
adalah pertanggungjawaban pihak yang diberi mandat<br />
untuk memerintah kepada mereka yang memberi mandat<br />
itu. Dalam teori politik tradisional, rakyatlah yang memberi<br />
kekuasaan kepada pihak lain untuk memerintah dan<br />
pernerintah bertanggung jawab kepada rakyat (Budiardjo,<br />
1998).<br />
Logika yang sama sesungguhnya yang dibangun terkait<br />
dengan maraknya isu desentralisasi politik dan ekonomi<br />
yang lagi hangat-hangatnya tahun-tahun belakangan ini di<br />
tengah masyarakat kita. Desentralisasi adalah sebuah
produk pemikiran yang didasari oleh keinginan untuk<br />
meminimalisasi fungsi, peran, dan kekuasaan negara.<br />
Desentralisasi sendiri memiliki dua dimensi, yakni dimensi<br />
vertikal dan dimensi horizontal. Pada dimensi vertikal,<br />
desentralisasi menghendaki adanya pemberian wewenang<br />
yang lebih pada organisasi pemerintah yang ada pada<br />
level yang lebih rendah, dan pada saat yang sama<br />
meminimalisasi wewenang pada organsiasi pada level<br />
yang lebih tinggi. Penjabaran dimensi inilah yang kita kenal<br />
dengan konsep otonomi daerah. Sedangkan pada dimensi<br />
horizontal, desentralisasi menghendaki adanya pemberian<br />
wewenang lebih pada organisasi selain organisasi<br />
pemerintah dalam menangani permasalahanpermasalahan<br />
publik, dan pada saat yang sama mengurangi wewenang<br />
dari organisasi pemerintah dalam hal menangani<br />
persoalan-persoalan publik. Dari penjelasan itu kita bisa<br />
melihat bagaimana peran dan wewenang negara makin<br />
diperkecil, dan praktik keseharian penyelenggaraan<br />
negara lebih diserahkan pada sekian banyak elemen yang<br />
ada dalam masyarakat. Sehingga dalam paradigma baru<br />
dalam teori-teori penyelenggaraan negara ini produkproduk<br />
kepublikan lebih merupakan hasil kesepakatan dari<br />
berbagai elemen tersebut. Dan, yang harus diingat adalah<br />
bahwa negara (dengan segala perangkat aparaturnya)<br />
hanyalah merupakan salah satu pihak dari mereka yang<br />
membangun kesepakatan publik. Bahkan kalau kita<br />
berbicara lebih jauh lagi, negara dikehendaki oleh<br />
pandangan ini hanyalah berperan sebagai fasilitator saja<br />
dalam proses-proses politik itu. (Muchsin, 2002: 5-6)
Posisi Negara dalam Partisipasi Publik<br />
Konsep desentralisasi yang meminimalisasi peran dan<br />
campur tangan negara sampai ke level bawah sesuai betul<br />
dengan idealisasi pengertian negara. Negara dalam<br />
pengertian Lawson (dalam Lawson, 1991), adalah<br />
organisasi tertinggi dalam satuan masyarakat dengan<br />
membawa konsep inklusif dan accountability yang meliput<br />
semua aspek pembuatan kebijakan dan pelaksanaan<br />
sanksi hukumnya, sementara pemerintah adalah sekedar<br />
agen yang melaksanakan kebijakan negara dalam sebuah<br />
masyarakat politik. Sementara ilmuwan politik lain<br />
mengatakan bahwa negara adalah komunitas yang<br />
diorganisir untuk suatu tujuan politik, sementara pemerintah<br />
adalah individu atau sebuah tim dari individu-individu yang<br />
mengambil keputusan yang memberi dampak langsung<br />
bagi warga sebuah masyarakat. Negara juga merupakan<br />
institusi pengatur kekayaan diproduksi dan bagaimana<br />
kekayaan itu dibagikan menurut aturan yang dibuat. Dalam<br />
sebuah negara kapitalis, aturan kekayaan didasarkan<br />
pada prinsipprinsip kapitalisme. Dalam negara feodal,<br />
aturannya didasarkan pada prinsipprinsip sistem feodal.<br />
Sebagaimana ditengarai Budiman (1996), pengaturan<br />
kekayaan di atas mirip dengan pengaturan kekayaan<br />
dalam konsep Marxis tentang mode ofproduction<br />
(cara produksi). Mode of productionterdiri atas forces<br />
of production(kekuatan produksi) dan social relations of<br />
production (hubungan-hubungan sosial dalam proses<br />
produksi). Yang pertama forces of production- adalah hal-
hal nyata seperti modal, tenaga buruh, teknologi, dan<br />
sebagainya. Yang kedua social<br />
relations of production- adalah relasi sosial antara alat-alat<br />
produksi dan orangorang yang menjelaskan alat-alat ini.<br />
Seperti sudah dijelaskan, bahwa kehadiran negara dan<br />
penyelenggaranya, selalu menuntut legitimasi dari publik,<br />
dalam hal ini rakyat. Sedapat mungkin bagaimana negara<br />
merebut dan mengambil simpati rakyat agar legitimasi<br />
bisa teraih. Sebab lancarnya proses kebijakan publik<br />
dalam banyak hal ditentukan oleh seberapa besar<br />
partisipasi publik bisa diraih. Nah, proses pengambilan<br />
simpati publik untuk partisipasi itu yang disebut dengan<br />
kekuasaan hegemoni. Istilah itu dipopulerkan pertama kali<br />
oleh Antonio Gramsci (1891-1937), aktivis politik sayap kiri<br />
Italia. Konteks terbangunnya teori kekuasaan hegemoni<br />
Grattisci adalah gambaran atas sebuah negara yang hanya<br />
melayani kepentingan kelas yang dominan. Menurut<br />
Gramsci, negara atau kota yang bertekstur industri<br />
membutuhkan kelas buruh yang terampil dan terlatih, serta<br />
termotivasi. Untuk itu dibutuhkan tipe dominasi baru yang<br />
disebut hegemoni. Secara tidak langsung konsep<br />
kekuasaan hegemoni hendak mengatakan bahwa paksaan<br />
(coercion) bukan lagi alat kontrol sosial yang memadai<br />
untuk membuat publik tunduk; karena dengan hegemoni<br />
memungkinkan kelas buruh dibuat memihak (menyetujui)<br />
atau tunduk kepada sistem yang ada. Jadi, represi militer<br />
yang biasa dipakai untuk "melancarkan" garis<br />
pembangunan yang telah ter-blueprintkan, sudah bukan<br />
zamannya lagi. Menggaruk pedagang kaki lima dan
pemukiman kumuh penduduk dalam kota dengan<br />
penertiban yang represif, bukan lagi sesuatu yang "wah".<br />
Selain akan dikecam sebagai negara yang tak memihak<br />
rakyat, juga disorot oleh organisasi-organisasi publik dunia<br />
sebagai bentuk sistem pemerintahan bertangan besi dan<br />
tidak menghargai hak hidup orang lain. Dan itu sungguh<br />
kontraproduktif bagi berlangsungnya kinerja pemerintahan.<br />
Ada cara yang lebih elegan. Itulah hegemoni. Di situ<br />
negara memainkan cara-cara yang lebih persuasif. Dalam<br />
hal ini negara dan aparaturnya menggunakan ideologi<br />
untuk mengatur pelbagai anasir publik yang terserak-serak<br />
dalam kota. Bagi negara, "persetujuan” dalam proses<br />
hegemonik memainkan peranan yang sangat penting.<br />
Hegemoni bisa dibakukan melalui banyak cara di mana<br />
pranata masyarakat sipil membentuk persepsi tentang<br />
realitas sosial. Bagi Gramsci, hegemoni adalah bentuk<br />
kontrol yang lebih signifikan ketimbang penggunaan caracara<br />
represif. Sebab kekuasaan hegemonik lebih<br />
merupakan kekuasaan melalui "persetujuan" (baca<br />
partisipasi publik), yang mencakup beberapa jenis<br />
penerimaan intelektual atau emosional atas tatanan sosialpolitik<br />
yang berlaku. Persetujuan sebagaimana<br />
dikonseptualisasi Gramsci, adalah ungkapan intelektual<br />
dan arah moral melalui mana perasaan massa secara<br />
tetap terikat dengan ideologi dan kepemimpinan politik<br />
negara sebagai ungkapan keyakinan dan aspirasinya.<br />
Dalam konteks demokrasi di Barat, Gramsci<br />
menggambarkan bagaimana hegemoni bekerja. Katanya,<br />
penggunaan hegemoni yang normal atas daerah klasik
ezim parlementer sekarang yang bercirikan<br />
penggabungan antara kekuatan dan persetujuan, yang<br />
keseimbangan antara satu dengan lainnya secara timbal<br />
balik tanpa kekuatan mendominasi secara luas atas<br />
persetujuan. Tentu saja pengupayaannya dibuat untuk<br />
memastikan bahwa kekuatan akan muncul berdasarkan<br />
persetujuan mayoritas.<br />
Dalam konteks Dunia Ketiga, terkhusus lagi Indonesia,<br />
hegemoni mengambil bentuk dalam konsep pembangunan<br />
yang nanti kita jelaskan pada sub bahasan yang lain dalam<br />
bab ini.<br />
Posisi Pemerintah dan Birokrasi dalam Kebijakan<br />
Publik<br />
Sebagaimana sudah kita singgung sepintas bahwa<br />
dalam sistem administrasi negara pemerintah merupakan<br />
agen pelaksana atau eksekutor (makanya pemerintah<br />
biasa disebut sebagai lembaga eksekutif) dari setiap<br />
kebijakan yang diambil oleh negara beserta pranata<br />
hukumnya. Berbeda dengan negara sebagai pengatur<br />
kekayaan yang pengertiannya lebih abstrak, aparat<br />
pemerintah merupakan sesuatu yang konkret, sesuatu<br />
yang nyata. Dan untuk menyelenggarakan sistem itu<br />
diperlukan apa yang disebut birokrasi. Semua pelayanan<br />
publik di masyarakat biasanya diorganisir dan disediakan<br />
oleh birokasi pemerintah ini (Effendi, 1986; lihat juga<br />
Rahardjo, 1986). Berbicara tentang birokrasi maka kita<br />
harus mengutip nama Max Weber, seorang ilmuan sosial<br />
Jerman terbesar pada abad peralihan. Weber rnenyatakan
ahwa di samping tenaga administrasi, kantor atau<br />
departemen juga dihuni oleh seorang politisi yang bisa<br />
mengambil keputusan berdasarkan kebijaksanaannya.<br />
Karena itu, dalam negara termaktub dua unsur: tenaga<br />
administrasi dan politisi yang ada dipucuk pimpinan<br />
tertinggi sebuah organisasi atau departemen. Tenaga<br />
administrasi adalah posisi teknis, karena itu jabatan ini<br />
diduduki oleh orang-orang yang punya kualifikasi teknis<br />
tertentu. Biasanya dari akademisi atau tenaga-tenaga<br />
profesional dalam bidang tertentu. Sedangkan orangorang;<br />
yang menduduki pucuk pimpinan tertinggi sebuah<br />
departemen merupakan jabatan politis karena menyangkut<br />
kebijakan. Biasanya jabatan ini diisi oleh orang-orang yang<br />
bergiat dalam partai politik dan dipilih lewat proses<br />
pemilihan umum.<br />
Oleh karena itu, pemerintah atau aparat birokrasi<br />
disamping merupakan sebuah lembaga yang netral<br />
(sebagai aparat teknis), juga merupakan lembaga yang<br />
bisa mengambil keputusan berdasarkan kebijaksanaan<br />
subjektif para pemimpin di sana. Akibat yang tak bisa<br />
ditampik adalah aparat birokrasi seperti ini mau tak mau<br />
merupakan salah satu unsur yang mandiri dalam negara,<br />
paling tidak kemandirian yang relatif. Yang jelas, aparat<br />
birokrasi bukan benda mati yang patuh sepatuh-patuhnya.<br />
(Budiman, 1997: 89)<br />
Sebagai pelayan masyarakat yang sifatnya langsung<br />
dan bukan sekadar institusi yang dihuni robot-robot, aparat<br />
birokrasi sedapat mungkin adalah juga mereka yang<br />
memiliki kualitas gumber daya yang tinggi untuk mencapai
apa yang disebut good governance. Kerap istilah ini<br />
dibatasi pengertiannya sekadar menunjuk upaya<br />
penyelenggaraan negara yang baik. Padahal lebih dari itu,<br />
good<br />
governance menunjuk pada tindakan, fakta, atau<br />
tingkah laku governing, yakni mengarahkan atau<br />
mengendalikan atau mempengaruhi masalah publik dalam<br />
suatu negeri. Karena itu good governance bisa diartikan<br />
sebagai tindakan atau tingkah laku yang didasarkan pada<br />
nilai-nilai dan yang bersifat mengarahkan, mengendalikan,<br />
atau mempengaruhi masalah publik untuk mewujudkan<br />
nilai-nilai itu dalam tindakan dan kehidupan keseharian.<br />
Karena itu sebetulnya ranah good<br />
governance tidak terbatas pada negara atau birokrasi<br />
pemerintah, tapi juga pada ranah masyarakat sipil, dalam<br />
hal ini organisasi non pemerintah (ornop atau LSM) yang<br />
menjadi representasi kekuatan sipil (Billah, 1996).<br />
Karena pembicaraan kita adalah birokrasi, maka ada<br />
baiknya kita melihat kualifikasi sebuah birokrasi dalam<br />
penciptaan penciptaan good governance ini. George<br />
Fredickson (1983; lihat juga Putra, 1999) menyebut<br />
peningkatan kualitas ini sebagai total quality polities (TQP).<br />
Ada tujuh prinsip birokrasi yang dikemukakan Fredickson,<br />
yakni:<br />
Kesatu, avoid the wrong. Ada asumsi umum yang<br />
bekerja dalam masyarakat bahwa aparat birokrasi<br />
cenderung mencari scapegoat (kambing hitam) atas<br />
segala permasalahan yang muncul. Karena mereka secara
intuitif selalu melihat problem yang muncul dalam<br />
masyarakat dari sudut pandang manajerial tanpa<br />
memperhatikan dari sudut pandang politik. Sehingga<br />
saatnya aparat birokrasi harus rnengakui kesalahankesalahan<br />
yang ada secara proporsional. Pengakuan ini<br />
biasanya sangat sulit dilakukan oleh pejabat karena<br />
mereka berasumsi mengakui kesalahan berarti jatuhnya<br />
reputasi. Padahal bisa jadi sebaliknya, pengakuan<br />
kesalahan kalau memang ada justru makin mendongkrak<br />
popularitas sebab masyarakat akan melihatnya sebagai<br />
sebuah kerendahan hati. Bukankah setiap manusia pada<br />
dasarnya tidak sempurna.<br />
Kedua, practice citizen. Pemerintahan yang terbentuk<br />
sedapat mungkin adalah pemerintahan yang berpihak<br />
pada rakyat. Itulah sebabnya pemilihan umum mutlak<br />
adanya untuk mendapatkan citizen centerred governance.<br />
Warga negara bukan konsumen pemerintah, melainkan<br />
pemilik. Pengingkaran kesadaran ini dapat ditunjukkan<br />
seperti kejadian di mana rakyat tak boleh ikut dalam day to<br />
day<br />
politics, tapi hanya "dipaksa" dalam pemilu dalam<br />
regularitas waktu yang panjang.<br />
Ketiga, engaged transformational politics. Politik<br />
transfomasi ini mengasumsikan bahwa semua warga<br />
negara mempunyai anggapan atau perasaan tertentu<br />
mengenai negara atau pemerintahan mereka, sehingga<br />
politisi yang berada dalam pemerintahan semaksimal<br />
mungkin bisa mengartikulasikan kepentingan publik
tersebut.<br />
Keempat , courage regarding costs. Transparansi<br />
biaya baik ekonomi, sosial, politik, lingkungan, dan<br />
sebagainya, mesti terselenggara, dengan demikian untuk<br />
memprakarsai kebijakan, maka sektor biaya akan selalu<br />
diperhitungkan ketimbang cost-nya. Hal ini untuk<br />
mencegah adanya sebuah program pemerintah karena<br />
dana yang tidak mencukupi maka berhenti di tengah jalan.<br />
Sehingga perlu kejujuran untuk melaksanakan program<br />
tersebut berikut dampak yang muncul.<br />
Kel ima, be fair and equitable. Tiap kepentingan warga<br />
negara harus diakomodasi, untuk itu harus ada struktur<br />
yang memungkinkan suara rakyat didengar oleh politisi.<br />
Untuk keperluan ini maka pengorganisasian aspirasi<br />
masyarakat menjadi suatu keharusan. Atau paling tidak<br />
ada pengakuan dari pemerintah akan adanya organisasi<br />
atau lembaga di tingkat masyarakat yang mencoba<br />
mengentalkan aspirasi tersebut.<br />
Keenam, respect the public service. Rekruitmen<br />
pegawai harus berdasarkan pada sistem meritokrasi,<br />
yakni mereka bekerja sesuai dengan kemampuan dan<br />
dibayar sesuai dengan prestasi. Sebab yang kerap terjadi<br />
selama ini birokrasi pemerintah cenderung melayani<br />
dirinya sendiri dan negara. Terbukti jumlah pegawai negeri<br />
yang berlimpah ternyata hanya digunakan untuk<br />
kepentingan keamanan negara semata, bukannya<br />
berorientasi pada berkualitasnya pelayanan mereka<br />
kepada masyarakat.
Ketujuh,cautiouslysustain the free enterprise system.<br />
Selama ini antara sektor swasta dan sektor publik yang<br />
terjadi bukannya sinergi, melainkan tumpang tindih<br />
sehingga perlu restrukturisasi peran dari masing-masing<br />
sektor. Sehingga dengan adanya gerakan ini departemendepartemen<br />
yang ada pada struktur birokrasi benar-benar<br />
memiliki fungsi yang jelas. Bukannya sebaliknya,<br />
departemen yang ada sedemikian rupa ditentukan oleh<br />
pusat sehingga pada daerah-daerah tertentu departemen<br />
tersebut tak bisa berfungsi, mubazir, dan buang-buang<br />
dana keberadaannya. Apalagi uang tersebut diambil dari<br />
uang rakyat juga.<br />
Ketujuh hal itu jika tidak diinternalisasi dalam lembaga<br />
birokrasi, maka birokrasi yang hadir dalam masyarakat<br />
adalah birokrasi yang dihuni benda-benda mati dan<br />
manipulatif. Birokrasi yang lebih menonjolkan<br />
pelembagaan, ketimbang fungsinya yang melayani.<br />
Birokrasi yang demikian ini biasanya lebih menekankan<br />
pada rasionalitas dan efisiensi semata. Karena<br />
petimbangan efisiensi-yang pada akhirnya hanya bertumpu<br />
pada faktor kuantitas-dalam pencapaian tujuan-tujuan<br />
organisasi, maka birokrasi cenderung untuk "memilih"<br />
anggota atau kelompok masyarakat yang paling menjamin<br />
tercapainya keberhasilan organisasi. Itulah sebabnya,<br />
demi mempertahankan diri dan client-nya birokrasi tak<br />
sungkansungkan mengabaikan orang miskin karena<br />
dianggap kurang menguntungkan bagi keberhasilan tujuan<br />
birokrasi, ia juga dibiayai dan sekaligus dikontrol dengan<br />
ketat oleh birokrasi sehingga tak keluar dari "pakem" yang
ditentukan oleh kekuasaan negara, dalam hal ini birokrasi.<br />
Keempat model seperti inilah yang selama ini<br />
dipraktikkan rezim sebelumnya sehingga wajah birokrasi<br />
kita menjadi birokrasi yang tak memiliki perasaan, tidak<br />
responsif kepada kehadiran dan perkembangan<br />
masyarakat. Bagaimana menciptakan birokrasi di luar<br />
empat model birokrasi di atas. Barangkali baiknya kita<br />
pertimbangkan beberapa usulan (Putra, idem).<br />
Kesatu,segera melakukan debirokratisasi politik. Artinya,<br />
proses politik menyangkut pembuatan kebijakan publik<br />
yang selama ini diletakkan sebagai bagian dari kegiatan<br />
birokrasi, harus dialihkan ke arena publik dan dilakukan<br />
secara transparan. Hal ini sekaligus untuk mencegah agar<br />
birokrasi tidak terus-menerus digerogoti oleh penyakitpenyakit<br />
semacam korupsi, kolusi, nepotisme, dan<br />
monopoli . Kedua,melaksanakan otonomi daerah dalam<br />
arti yang sesungguh-sungguhnya. Artinya, bukan sekadar<br />
otonomi administratif dan manajerial, melainkan juga<br />
otonomi politik dengan kewenangan yang menyertainya.<br />
Dengan demikian sebagai urusan yang seharusnya<br />
menjadi hak dan kewajiban pemerintah lokal dapat<br />
didesentralisasikan. Ketiga, melakukan rasionalitas<br />
birokrasi dalam segala aspeknya, termasuk dalam hal ini<br />
jumlah pegawai, sehingga dengan begitu birokrasi menjadi<br />
lincah dan efisien. Keempat, menyertakan masyarakat<br />
sebagai kekuatan pengontrol dalam proses kerja birokrasi.<br />
Hal ini sekaligus cerminan bahwa birokrasi dan aparatur<br />
birokrasi adalah abdi masyarakat, dan bukannya abdi
negara. Karena itu, saatnya dipikirkan secara lebih serius<br />
bagaimana agar birokrasi tidak menjadi alat dari<br />
kekuasaan dan politik tertentu sehingga menafikan peran<br />
dan fungsi utamanya sebagai institusi milik masyarakat.<br />
Kebijakan Publik: Definisi, Sejarah, dan<br />
Perkembangan Mutakhirnya<br />
Salah satu tugas negara yang kemudian dieksekusi<br />
oleh pemerintah dan aparat birokrasi adalah mengeluarkan<br />
kebijakan publik. Sebetulnya ada beberapa definisi<br />
kebijakan publik atau yang, biasa disebut policy,<br />
sebagaimana terangkum dalam buku Hukum dan<br />
Kebijakan Publik (2002). Dalam tatapan Harold Laswell,<br />
kebijakan publik adalah semacam program pencapaian<br />
tujuan, nilai-nilai, dan pelatihan-pelatihan yang terarah.<br />
Harold Laswell adalah pakar ahli pertama yang<br />
mencanangkan studi kebijakan publik sebagai bagian dari<br />
ilmu sosial dengan pendekatan multidisiplin. Charles<br />
Lindbloom lebih menaruh perhatian pada proses kebijakan<br />
itu sendiri. Dengan konsep inkrementalismenya ia<br />
mengatakan hahwa kebijakan publik itu<br />
cornplexlyinteractive process without beginning orend.<br />
Carl J Frederick mengatakan bahwa kebijakan publik<br />
adalah serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang,<br />
kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu<br />
dengan menunjukkan hambatan-hambatan dan<br />
kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijakan<br />
tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu.<br />
David Easton mengatakan bahwa kebijakan publik
adalah sebuah proses pengalokasian nilai-nilai secara<br />
paksa kepada seluruh masyarakat yang dilakukan oleh<br />
lembaga yang berwenang seperti pemerintah<br />
mengemukakan model black<br />
box dalam memberi kontribusi pada perkembangan<br />
studi kebijakan publik dalam kualitas cakupannya memberi<br />
arah pada lingkungan eksternal dan internal baik yang<br />
menjadi input dalam kebijakan berupa karakter dukungan<br />
dan tuntutan dari publik yang akan mernpengaruhi proses<br />
kebijakan maupun hasil (out put) serta dampak (out come)<br />
dari kebijakan tersebut.<br />
Dari definisi itu tersimpul tiga elemen kebijakan publik,<br />
sebagaimana ditarik Raksassatya: (1) identifikasi dari<br />
tujuan ingin dicapai; (2) taktik atau strategi dari beragam<br />
langkah untuk mencapai tujuan yang diinginkan; dan (3)<br />
penyedian ragam input untuk memungkinkan pelaksanaan<br />
secara nyata dari taktik maupun strategi tersebut di atas.<br />
Dari ketiganya tersirat bahwa pada dasarnya kebijakan<br />
publik adalah sebuah sikap dari pemerintah yang<br />
berorientasi pada tindakan. Artinya kebijakan publik<br />
merupakan kerja yang konkret dari adanya organisasi<br />
birokrasi pemerintah yang memang diberi wewenang untuk<br />
melaksanakan tugastugas kepublikan, tugas-tugas yang<br />
menyangkut hajat orang banyak, seperti pendidikan,<br />
kesehatan, transportasi, penerangan, air, dan sebagainya.<br />
Dan tugastugas kepublikan tersebut lebih konkret lagi<br />
adalah berupa serangkaian program tindakan yang hendak<br />
direalisasikan dalam bentuk nyata. Karena itu biasanya<br />
diperlukan pentahapan dan manajemen tertentu agar tujuan
tersebut terealisasi. Nah, rangkaian proses perealisasian<br />
tujuan program kebijakan publik.<br />
Pada intinya, kebijakan publik memiliki beberapa<br />
implikasi: (1) bahwa kebijakan publik itu bentuk awalnya<br />
adalah penetapan tindakan-tindakan pemerintah; (2)<br />
bahwa kebijakan publik tersebut tidak cukup hanya<br />
dinyatakan dalam bentuk teks-teks formal, namun juga<br />
harus dilaksanakan atau diimplementasikan secara nyata;<br />
(3) bahwa kebijakan publik tersebut pada hakikatnya harus<br />
memiliki tujuan-tujuan dan dampak-dampak, baik jangka<br />
panjang, menengah, dan jangka pendek, yang sebelumnya<br />
telah dirancang secara matang dan terencana; dan (4)<br />
bahwa segala proses itu diperuntukkan semata bagi<br />
pemenuhan kepada masyarakat. Itu artinya, karena<br />
kebijakan publik merupakan sarana pemenuhan kebutuhan<br />
masyarakat, maka ukuran sukses atau tidaknya kebijakan<br />
tersebut tergantung bagaimana masyarakat menilai. Bila<br />
masyarakat merasa kebutuhan dan kepentingannya sudah<br />
terpenuhi oleh kebijakan publik, maka dengan sendirinya<br />
kebijakan tersebut akan dianggap telah menjalankan fungsi<br />
kepelayanannya dengan baik. Tapi bila yang terjadi<br />
sebaliknya, maka dengan sendirinya masyarakat<br />
menganggap bahwa kebijakan publik yang ada tidaklah<br />
sukses atau gagal.<br />
Ditelisik dari arkeologi sejarahnya, sebetulnya<br />
kebijakan publik sudah ada sejak dulu kala, seperti pada<br />
era berjayanya imperium Babilonia. Saat itu ditemukan<br />
sebuah kode atau manuskrip yang kemudian dinamakan<br />
kode Hamurabi. Manuskrip itu berisikan sebuah keinginan
yang kuat untuk membentuk ketertiban publik yang bersatu<br />
dan adil pada masa ketika Babilonia di saat-saat transisi.<br />
Di sana terkodekan persyaratan-persyaratan ekonomi dan<br />
sosial untuk suatu pemukiman urban yang stabil di mana<br />
hak dan tanggung jawab didefinisikan menurut strata<br />
sosial. Juga di sana tercantum aturan-aturan hak milik,<br />
perniagaan, relasi keluarga dan ritus perkawinan,<br />
kesehatan, undang-undang pidana dan kriminalitas.<br />
Semua itu diatur agar pelaksanaannya bisa dibaca dan<br />
disaksikan sccara bersama-sama praktik pelaksanaannya.<br />
Dan proses inilah yang disebut akuntabilitas publik.<br />
Dalam perjalanan sejarah kemudian bermunculan<br />
tokoh-tokoh pengambil kebijakan publik yang lihai.<br />
Umumnya mereka adalah pemikir yang nyambi sebagai<br />
penasihat ahli raja. Sebut saja Kautilya (Sen, 2001) yang<br />
menulis buku berjudul menyerupai ekonomi, Arthasastra.<br />
Kata itu bila diterjemahkan dari bahasa Sanskerta kira-kira<br />
berarti "petunjuk-petunjuk mengenai kemakmuran materi.<br />
Kautilya yang menulis pada abad keempat SM merupakan<br />
seorang penasihat dan menteri dari maharaja India<br />
Chandragupta, pendiri Dinasti Maurya dan kakek dari<br />
Ashoka yang lebih masyhur. Risalah itu menggunakan<br />
pendekatan logistik terhadap kenegaraan, termasuk<br />
kebijakan ekonomi. Dimulai dari bab pertama yang<br />
membedakan "empat bidang pengetahuan", termasuk (1)<br />
metafisika, dan (2) pengetahuan tentang "yang benar dan<br />
yang salah", namun selanjutnya membahas tentang jenisjenis<br />
pengetahuan yang lebih praktis yang berkaitan
dengan (3) "ilmu pemerintahan", dan (4) "ilmu kekayaan".<br />
Dalam bahasan tentang pelbagai masalah teknis dan<br />
praktis, Kautilya menuliskan soal-soal seperti "membangun<br />
desa", "menggolong-golongkan tanah", "mengumpulkan<br />
pajak", "mempertahankan uang", "peraturan-peraturan tarif,<br />
dan sebagainya. Di ranah yang lebih tinggi Kautilya<br />
menulis tentang "manuver-manuver diplomatik", "strategi<br />
bagi negara-negara yang lemah", "perjanjian penjajahan",<br />
"partai-partai yang berpengaruh di negeri musuh",<br />
"pemanfaatan telik sandi atau mata-mata", "mengontrol<br />
penggelapan yang dilakukan oleh para pejabat", dan<br />
seterusnya. Semuanya bertumpu dari soal-soal “rekayasa”.<br />
Disana, motivasi manusia ditengarai terutama dengan ciriciri<br />
yang sangat sederhana, mencakup antara lain<br />
kurangnya keramahan yang menjadi ciri ekonomi modern<br />
di kemudian hari.<br />
Masih berkait dengan kebijakan publik hubungannya<br />
dengan soal politik dan ekonomi yang sarat dengan<br />
muatan ekonomi, bisa kita baca dalam salah satu karya<br />
Aristoteles pertama yang berjudul Nicomachean<br />
Ethics.Dalam karya itu, Aristoteles rnengaitkan subjek ilmu<br />
ekonomi dengan tujuan-tujuan manusia, merujuk pada<br />
perhatiannya terhadap kekayaan. Ia memandang ilmu<br />
politik sebagai ilmu utama. Ilmu politik harus<br />
memanfaatkan "ilmu-ilmu lainnya", termasuk ilmu ekonomi,<br />
dan karena, lagi-lagi, ia mengatur apa yang akan kita<br />
lakukan dan apa yang harus kita jauhi, tujuan ilmu ini harus<br />
mencakup tujuan-tujuan dari ilmu-ilmu yang lain, sehingga<br />
tujuan ini harus mendatangkan kebaikan bagi umat
manusia.<br />
Telaah ekonomi, meski secara langsung dikaitkan<br />
dengan pencarian kekayaan, pada tingkatan yang lebih<br />
dalam berhubungan dengan telaah-telaah lain, yang<br />
melibatkan penilaian dan peningkatan tujuan-tujuan yang<br />
lebih mendasar. "Hidup untuk mencari uang sama dengan<br />
hidup di bawah tekanan, dan kekayaan itu jelas bukan<br />
kebaikan yang kita cari; sebab ia hanya berguna dan dicari<br />
demi sesuatu yang lain," tulis Aristoteles. Dalam kaitan erat<br />
antara ilmu ekonomi dan politik (juga etika) secara kental<br />
dapat kita baca dalam karya Aristoteles yang lain, Politics.<br />
Namun demikian, seiring dengan ledakan besar<br />
revolusi industri yang melanda Benua Eropa dan Amerika<br />
dan munculnya tokoh-tokoh sains seperti Isaac Newton,<br />
maka spirit dan orientasi sistem kebi .jakan publik juga turut<br />
berubah. Di era ini, kebijakan publik yang sebetulnya<br />
berada dalam lokus garapan sosial dan politik dipaksa<br />
masuk dalam lingkup ilmu alam. Dan pendekatanpendekatan<br />
yang digunakan pun sepenuhnya pendekatan<br />
seperti yang dipakai dalam ilmu alam, yakni pendekatan<br />
positivistik. Karena itu kebijakan kerap tidak memiliki naluri<br />
dan rasa kemanusiaan sedikitpun. Kebijakan hanya<br />
bertumpu pada bagaimana membuat instrumen-instrumen<br />
struktur tanpa memikirkan apa dampak dari produk<br />
kebijakan tersebut bagi kemaslahatan masyarakat<br />
seluruhnya.<br />
Nalar positivistik itu kemudian bersatu dengan nalar<br />
ekonomi yang bertumpu pada empirisme dan
asionalisme. Pandangan mengenai rasionalitas<br />
kepentingan diri melibatkan, antara lain, suatu penolakan<br />
keras dari pandangan mengenai motivasi yang berkaitan<br />
dengan etika. Yang muncul kemudian dalam celuk ilmu<br />
ekonomi adalah bentuk-bentuk egoisme. Dan pendukungpendukung<br />
teori ekonomi yang semata memacu "manusia<br />
ekonomi" sekadar mengejar kepentingan-kepentingannya<br />
sendiri memiliki pendukung tidaklah sedikit. Bahkan<br />
mayoritas. Dalam makalah berjudul Economics for<br />
Ethics?, George Stigler mengatakan dengan yakin bahwa<br />
kita hidup di dunia dengan masyarakat yang cukup<br />
terpelajar bertindak secara cerdik untuk mengejar<br />
kepentingankepentingan sendiri.<br />
Stigler hanya satu dari sekian pakar ekonomi yang<br />
melanjutkan proyekproyek Adam Smith yang salah satu<br />
para frasenya yang selalu diulang-ulang oleh pendukungpendukung<br />
fanatiknya: “Bukan karena kemurahan hati si<br />
tukang bir, pemasak bir, atau pembuat roti, sehingga kita<br />
dapat menikmati makan malam kita, melainkan karena<br />
pemikiran mereka terhadap kepentingan diri mereka<br />
sendiri. Kita mendapatkan manfaat bukan karena rasa<br />
kemanusiaan mereka, melainkan karena kecintaan<br />
mereka pada diri mereka sendiri, dan jangan pernah<br />
bicara dengan mereka tentang kebutuhan-kebutuhan kita<br />
sendiri melainkan keuntungan-keuntungan mereka,<br />
“Ungkapan kepentingan diri Smith ini senada dengan<br />
sikap Edgeworth yang berpikir bahwa "kalkulus ekonomi"<br />
berlawanan dengan pemikiran etika.<br />
Lalu muncullah fajar liberalisme ekonomi pasca Perang
Dunia II. Setelah era apokaliptik ini, disiplin ilmu ekonomi<br />
politik dipengaruhi oleh John Maynard Keyness, yang<br />
bertumpu pada gagasan teori pilihan rasional. John<br />
Maynard Keyness adalah ekonom paling berpengaruh di<br />
abad 20 yang disebut-sebut sebagai tokoh neoklasik.<br />
Karya-karyanya sarat dengan asumsi maksimalisasi<br />
kesejahteraan, welfare maximalization. Bagi Keyness,<br />
tidak ada ruang kemungkinan bahwa motif untuk mengejar<br />
kekuasaan dan keuntungan bagi diri sendiri yang ada<br />
pada kaum birokrat, politisi, atau para pelaku ekonomi<br />
professional yang bekerja didunia pemerintahan dalam<br />
membuat sebuah kebijakan publik. Asumsinya, Negara<br />
dibutuhkan sebagai panggung netral dan orang-orang<br />
didalamnya adalah mereka yang semuanya berniat mulia<br />
untuk membentuk suatu system berkeadilan social dalam<br />
pendistribusian kemakmuran kepada seluruh warga<br />
(Mallarangeng, 2002).<br />
Salah satu frase Keyness bagi pertumbuhan<br />
kapitalisrne yang penting adalah pemenuhan tenaga kerja<br />
penuh (fullemployment), dan untuk itu diperlukan intervensi<br />
dari pemerintah dan bank sentral. Pamlet Keyness pada<br />
1926 yang berjudul The And Laisseiz-Faire menyatakan<br />
ketidakpercayaannya terhadap kepentingan perorangan,<br />
yang berjudul The End Laissez-Faire menyatakan<br />
ketidakpercayaannya terhadap kepentingan perorangan,<br />
yang selalu tidak sejalan dengan kepentingan umum.<br />
Pemikiran Keyness mengilhami program New Deal<br />
Presiden Roosevelt,yang harus mencari jalan keluar dari
situasi apokaliptik akibat depresi tahun 1930-an. Full<br />
employment memberikan dasar bagi pergerakan ekonomi<br />
Amerika dan meningkatkan kembali kehidupan banyak<br />
orang kecil. Sejak itu menjadi suatu kepercayaan bahwa<br />
pemerintah seharusnyalah memajukan kehidupan rakyat<br />
banyak. Ide ini sangat tidak disukai para penggerak ilmu<br />
ekonomi berbasis pasar yang kemudian disebut<br />
neoliberalisme. Menurut mereka, bukan aturan negara<br />
yang menjadi pengikat, melainkan auturan pasar bebas<br />
(the rule of the market). Yakni, melepaskan semua ikatan<br />
yang dipaksakan oleh pemerintah agar pasar bebas dapat<br />
bermain sepenuhnya.<br />
Adalah Fredrich von Hayek, proponen neoliberalisme<br />
dari London School of Economic dan kemudian menjadi<br />
pemenang Nobel 1974. Dalam bukunya Road to Serfdom,<br />
menyatakan bahwa upaya untuk mencapai fullemployment<br />
adalah sama saja dengan sebuah sistem politik otoriter.<br />
Buku Hayek yang terbit pada<br />
1945 itu merupakan kitab suci kaum neoliberalisme.<br />
Adalah Anthony Fisher dengan Institute of Economic Affairs<br />
(IEA) yang kemudian mempromosikan ide ini, yang<br />
selanjutnya sangat mempengaruhi kebijakan ekonomi<br />
pemerintah Inggris. Tidak, berlebihan bila kemudian<br />
Perdana Menteri 1979 Inggris sendiri, Margaret Thatcher,<br />
saat memperingati 90 tahun Hayek, menyatakan terima<br />
kasihnya atas "kepemimpinan dan inspirasi" Hayek. Rekan<br />
Hayek dan Fisher di Amerika adalah Milton Friedman dari<br />
Universitas Chicago, pemenang Nobel 1976. Dari
Friedman dengan aliran monoterismenya-lah yang<br />
memberikan pengaruh cetak biru kebijakan ekonomi<br />
Ronald Reagan pada 1980-an. Karena itulah kita<br />
mengenal paham neoliberalisme juga sebagai Reagan-<br />
Thatcherisme yang dilanjutkan Clinton-Blair dan didukung<br />
oleh Kanselir Jerman Helmut Kohl. Sebab kedua rezim<br />
itulah yang pertama kali menerapkan kebijakan<br />
neoliberalisme. Kedua rezim Anglo-Amerika itu megambil<br />
prakarsa penting dalam menguniversalkan doktrin-doktrin<br />
neoliberalisme ke seluruh dunia. Ada beberapa doktrin<br />
yang bisa dibaca dari neoliberalisme dan kita bisa lihat<br />
sendiri aplikasinya dalam kebijakan publik kita secara<br />
spesifik. Kesatu,perdagangan bebas tanpa restriksi untuk<br />
merangsang pertumbuhan. Kedua, memotong pengeluaran<br />
publik untuk pelayanan sosial, seperti terhadap sektor<br />
pendidikan dan kesehatan, pengurangan anggaran untuk<br />
saetynetbagi orang miskin, dan sering juga pengurangan<br />
anggaran untuk infrastruktur publik, seperti jalan, jembatan,<br />
air bersih. Ketiga, deregulasi, yang berarti mengurangi<br />
peraturanperaturan dari pemerintah yang bisa mengurangi<br />
profit. Keempat, privatisasi, dengan cara menjual BUMN-<br />
BUMN kepada investor swasta. Termasuk juga di sini<br />
menjual usaha pemerintah di bidang perbankan, industri<br />
strategis, jalan raya, jalan tol, listrik, sekolah, rumah sakit,<br />
bahkan juga air. Kelima, menghapus konsep "barangbarang<br />
publik ( public goods),dan menggantinya dengan<br />
"tanggung jawab individual", seperti menyalahkan kaum<br />
miskin yang tak punya pendidikan, jaminan sosial,
kesehatan, dan lainnya, sebagai kesalahan mereka<br />
sendiri. Sederetan prinsip itulah yang kemudian menjadi<br />
kacamata bersama sebagian besar negara-negara , maju<br />
dan banyak ekonom mainsream Dunia ketiga. Pandangan<br />
ini juga bersesuaian dengan ekspansi pasar bebas, meski<br />
harus dengan jalan paksaan sekalipun. Contoh paling<br />
konkret adalah keterlibatan Friedman dalam mendukung<br />
penggulingan Salvador Allende di Chile dan memberi<br />
nasihat ekonomi kepada Jenderal Pinochet sesudahnya.<br />
Di Indonesia, keterlibatan pasar dunia yang berbasis<br />
Amerika dan CIA bisa kita lihat dalam penggulingan rezim<br />
Soekarno yang kemudian melahirkan dark<br />
history.<br />
Pembangunan dan Krisis<br />
A. Prasetyantoko (2001) menulis dengan panjang lebar<br />
serangkaian paradoks yang menimpa Asia menjelang<br />
Abad 21. Pada 1980-an, misalnya, kawasan Asia dipuja<br />
sedemikian rupa sebagai emerging Markets yang<br />
menggiurkan bagi para investor asing untuk menanamkan<br />
modalnya. Bahkan oleh futorolog terkemuka dunia, John<br />
Naisbitt, kawasan ini secara dramatik diramalkan akan<br />
menjadi pemenang yang "menguasai" abad 21.<br />
Istilah keajaiban Asia populer setelah penerbitan hasil<br />
studi Bank Dunia mengenai pertumbuhan negara-negara<br />
di kawasan Asia Tenggara. Menurut Bank Dunia, salah<br />
satu sumber keajaiban Asia adalah ketekunan dan<br />
kesetiaan bangsa-bangsa Asia dalam menerapkan prinsip<br />
ekonomi neoliberal (laissez
faire) secara fundamental. Intervensi negara dalam<br />
mekanisme pasar dianggap sebagai variabel distortif yang<br />
mengganggu sehingga harus ditarik pada batas yang<br />
paling minimum agar kekuatan-kekuatan pasar mampu<br />
berinteraksi menghasilkan hasil yang optimum.<br />
Keberhasilan beberapa negara untuk mengalihkan<br />
kebijakan industri subtitusi impor (import-subtitutionindustry)<br />
menjadi lambang keberhasilan ekonomi yang<br />
ditandai dengan semakin berkurangnya campur tangan<br />
Negara-negara Asia untuk meningkatkan kinerja<br />
ekonominya melalui model neoklasik liberal sesuai dengan<br />
standar penilaian Bank Dunia dan pemodal-pemodal<br />
Barat. Maka seluruh upaya ekonomi politik senantiasa<br />
dilakukan demi mempertahankan predikat sebagai High-<br />
Performing Asian Economics (HPAEs). Dan pusat-pusat<br />
pertumbuhan itu berada di delapan tempat Jepang dan<br />
“Empat Macan Asia”, yakni Korea Selatan, Taiwan,<br />
Singapura, dan Hongkong sebagai Newly Industrializing<br />
Economics (NIEs) dan Thailand, Indonesia, Malaysia, dan<br />
Philipina yang dikenal sebagai Southeast Asian Miracle.<br />
Dalam kasus-kasus Negara-negara kelompok<br />
pertama, memang terdapat “basis material” yang cukup<br />
kuat untuk menjalankan program-program industrialisasi<br />
dan dalam memasuki tahapan kapitalisme. Jepang dalam<br />
sudut infra struktur ekonomi dan social misalnya, sejak<br />
restorasi Meiji telah mempersiapkan strategi besar untuk<br />
meningkatkan produktivitas sebagai bangsa melalui<br />
program pendidikan, membangun borokrasi yang efisien,<br />
mempersiapkan etos kerja yang berhubungan dengan
ketekunan, kedisiplinan, dan loyalitas. Korea Selatan<br />
pasca-Perang Dunia II sudah mulai dengan melakukan<br />
p ro g ra m land-reformsyang bukan saja memperkuat<br />
struktur social dan memperkukuh legitimasi Negara, tetapi<br />
menjadi basis yang kuat bagi pertumbuhan ekonomi dan<br />
akumulasi capital serta mendorong terciptanya struktur<br />
industri yang mantap.<br />
Lain halnya dengan negara-negara Asia kelompok<br />
kedua. Mereka tidak memiliki latar belakang sejarah yang<br />
kukuh mendukung kapitalisme sehingga perkembangan<br />
kapitalisme bukanlah sesuatu yang muncul dari dalam<br />
tetapi lebih karena rekayasa yang dipaksakan. Meski Bank<br />
Dunia menyimpulkan bahwa negara-negara itu adalah<br />
Miracle, tetapi nyatanya mereka tidak memiliki kebijakan<br />
industri yang kuat, sebagaimana potret Thailand. Bahkan<br />
sangat rapuh, sebagaimana yang dialami Indonesia dan<br />
Philipina. Mobilisasi sumber dana dalam negeri (domestic<br />
saving) yang dianggap sebagai variabel paling penting<br />
dalam sistem kapitalisme ternyata tidak terjadi di negaranegara<br />
tersebut, karena kalaupun tingkat tabungan<br />
nasional cukup tinggi bukan berasal dari tabungan<br />
keluarga (household saving), melainkan dari tabungan<br />
perusahaan (corporate saving).<br />
Studi Bank Dunia tentang keajaiban dan pertumbuhan<br />
negara-negara di kawasan Asia, khususnya Asia<br />
Tenggara-dengan diikuti dengan garis besarbesaran<br />
indikator makro ekonomi, the memingirkan pandangan<br />
"sisi gelap realitas Asia. Yoshihara Kunio (1988) telah
melakukan studi dan berkesimpulan bahwa apa yang<br />
disebut dengan kapitalisme di Asia Tenggara itu adalah<br />
"semu" belaka. Hal itu disebabkan karena peranan negara<br />
yang korup, meletakkan kekuatan jaringan bisnis Cina<br />
dalam kepentingan politik negara, dan ketergantungannya<br />
yang sangat tinggi terhadap teknologi dan modal asing.<br />
Paul Krugman (1994) dan Young (1993, 1995)<br />
menunjukkan sikapnya yang skeptis terhadap kesimpulan<br />
Bank Dunia dengan memberi penjelasan terhadap<br />
keajaiban ekonomi dari peningkatan faktor input produksi.<br />
Menurut keduanya, keajaiban hanya terjadi manakala<br />
terdapat penyimpangan antara faktor inputs terhadap<br />
fa k to r outputs yang tak bisa dijelaskan rasionya.<br />
Sementara dalam kasus Asia, outputpertumbuhan<br />
ekonomi bisa dijelaskan lewat faktor inputyang dimiliki<br />
oleh kawasan tersebut. Kim & Lau (1993) dan Stigilitz<br />
(1996) memiliki kesimpulan serupa bahwa fenomena Asia<br />
bukanlah sebuah keajaiban melainkan suatu kewajaran<br />
atas kondisi sumber daya ekonomi yang berlimpah,<br />
khususnya modal asing. Jomo K Sundaram, ekonom<br />
berhaluan kiri dari University of Malaya, menyebut penilaian<br />
Bank Dunia tersebut sebagai pemahamanan yang<br />
menyesatkan ( fallacy). la mencurigai pandangan Bank<br />
Dunia tersebut menjadi semacam "jerat" yang digunakan<br />
untuk menciptakan ketergantungan Asia terhadap Barat, di<br />
saat mulai ada perasaan yang mencekam bahwa seakan<br />
tak ada pilihan lain untuk menjalankan pembangunan selain<br />
mengikuti selain mengikuti seluruh scenario yang
ditawarkan Bank Dunia dengan lembaga-lembaga<br />
keuangan dunia lainya. Sindrom TINA ( here<br />
isnoalenative)inilah yang menjadi landasan ideologis bagi<br />
terlaksananya seluruh program kapitalis Barat yang<br />
memanfaatkan institusi Bank Dunia sebagai ujung<br />
tombaknya.<br />
Pada dasawarsa 1970-an dan 1980-an, tak satu pun<br />
negara di kawasan Asia yang tak menerima strategi<br />
pembangunan dengan metode utang luar negeri<br />
sebagaimana ditawarkan oleh Bank Dunia dalam skema<br />
developmenalism -nya. Kesadaran ini terbangun<br />
secara ideologis sehingga menjadi tak beralasan untuk<br />
tidak menerima begitu saja seluruh program stabilisasi dan<br />
kebijakan penyesuaian struktural yang dicanangkan Bank<br />
Dunia. Sejak itu, langkah kaki untuk menggabungkan diri<br />
dengan sistem kapitalisme dunia semakin mantap dan<br />
menjadi sebentuk kesadaran ideologis yang tak pernah<br />
dipertanyakan kembali.<br />
Dan genderang memasuki abad 21 belum juga ditabuh<br />
ketika negaranegara, yang mejadi simbol keajaiban Asia<br />
mengalami proses kemrosotan dan kejatuhan. Dan itu<br />
bukan dikalahkan oleh para pengritik perubahan sosial<br />
bermodal sosialisme yang telah mengalami krisis<br />
sebelumnya melalui jatuhnya Uni Soviet dan negera-negara<br />
Eropa Timur, melainkan pergulatan dalam tubuh sistem<br />
pilihan rasional kapitalisme itu sendiri. Melihat proses<br />
kemerosotan itu, para ekonom kemudian membuat<br />
pelbagai diagnosis mengapa itu semua terjadi. Umumnya
tidak melihat faktor ideologis dari developmentalism yang<br />
menjadi perontok itu semua, melainkan faktor-faktor<br />
ekonomi independen semata. Beberapa alasan itu,<br />
misalnya, kesatu, krisis finansial yang disebabkan oleh<br />
kebijakan makro ekonomi yang diterapkan. Analisis ini<br />
didasarkan pada model Krugman (1979) yakni suatu<br />
model yang melihat krisis pada balance of payment<br />
(depresiasi uang; kehilangan karena nilai tukar asing;<br />
jatuhnya nilai tukar) naik ketika ekspansi kredit domestik<br />
bank sentral tidak konsisten dengan nilai tukar, dan<br />
kesemua itu akhirnya menjadikan krisis ekonomi.<br />
Penjelasan kedua adalah apa yang disebut sebagai<br />
financial panic, suatu argumen yang mulanya dikemukakan<br />
Dybvg Diamond (1983), yaitu model kepanikan nasabah<br />
bank yang mengakibatkan ketakseimbangan dalam pasar<br />
uang dan banyak kreditor tiba-tiba menarik uang mereka<br />
dari peminjam. Ketiga, adalah penjelasan dari teori Bubble<br />
Collapse atau model balon yang mengempes. Menurut<br />
model ini, krisis terjadi ketika para spekulator banyak<br />
membeli aset finansial di atas harga (fundamental value)<br />
dalam rangka mencari keuntungan. Dalam waktu singkat<br />
seringkali memang balon-balon tersebut mengembang,<br />
tetapi pada akhirnya balon-balon itu akan mengempes<br />
juga. Model ini diperkenalkan Balnchard (1983). Keempat,<br />
adalah penjelasan yang umumnya diyakini sebagai yang<br />
paling dekat dengan krisis yang terjadi, yakni<br />
moral hazzard crysis yang mulanya dikembangkan<br />
Akerlof dan Romer (1996). Yang mereka maksud adalah
ahwa suatu krisis terjadi karena suatu alasan ketakjujuran,<br />
yakni ketika bank-bank dapat meminjam dana ( f u n d s ) n<br />
e g a r a h a n y a b e r dasarkan liabilitas bank publik<br />
secara implisit ataupun eksplisit. Jika bank-bank tersebut<br />
tidak dikontrol, mereka akan menggunakan dana ini untuk<br />
kegiatan ekonomi yang berisiko tinggi, bahkan untuk<br />
kegiatan kriminal. IMF percaya bahwa krisis yang terjadi di<br />
Indonesia disebabkan oleh moral-hazzard ini. Terakhir<br />
adalah penjelasan disorderly workout, yakni bahwa<br />
kekacauan terjadi ketika peminjam yang tidak lancar<br />
memprovokasi kreditor untuk berlomba dan memaksa<br />
likuiditas. Itu semua akan mengakibatkan krisis finansial.<br />
Hampir semua penjelasan memang menganggap bahwa<br />
krisis yang terjadi adalah krisis finansial, dan sernua<br />
penjelasan tersebut terjadi di negara-negara yang<br />
mengalami krisis tersebut sehingga semua perhatian<br />
terkonsentrasi dalam lingkup krisis finansial itu tanpa<br />
mempertimbangkan krisis struktur sosial dan ideologi<br />
besar yang berada di belakang itu, yakni krisis model<br />
pembangunan anutan selama ini (Fakih, 2001).<br />
Pilihan Model Pembangunan: Teori, Praktik, dan<br />
Dampaknya<br />
Melalui bagian ini kita melirik kembali pembangunan<br />
model apa yang sebetulnya kita gunakan sekaligus<br />
kritiknya yang hasilnya sebetulnya sudah kita lihat, yakni<br />
krisis berkepanjangan, nilai tukar rupiah yang tak pernah<br />
mau kembali lagi seperti sediakala, dan sekaligus menjadi<br />
pemantik bagi jatuhnya kekuasaan Orde Baru.
Budiman (1995) dan Fakih (2001) menelisik modelmodel<br />
pembangunan yang pernah ada dan berkaitan<br />
langsung dengan model pembangunan Indonesia.<br />
Keduanya mencatat beberapa model pembangunan,<br />
seperti teori pertumbuhan Rostow, teori dorongan<br />
berprestasi atau n-Ach McClelland, teori pemenuhan<br />
kebutuhan dasar, dan sebagainya. Berikut ini kita<br />
bicarakan secara sekilas tiga teori yang disebutkan<br />
pertama.<br />
- Teori Pertumbuhan Rostow. Dalam bukunya yang<br />
terkenal, The Stages of<br />
Economic Growth, A Non-Communist Manifesto, WW<br />
Rostow menguraikan pandangannya tentang proses<br />
pembangunan dalam masyarakat. Rostow sendiri adalah<br />
ekonom Amerika Serikat dan disebut-sebut sebagai<br />
bapak pembangunan dan pertumbuhan. Teorinya<br />
mempengaruhi model pembangunan di hampir semua<br />
Dunia Ketiga. Teori pertumbuhan adalah sebentuk teori<br />
modernisasi yang menggunakan metafora pertumbuhan,<br />
yakni tumbuh sebagai organisme. Pikiran pertumbuhan ini<br />
dijelaskan secara rinci oleh Rostow dan sangat terkenal<br />
dengan the fiue stages<br />
sche me. Rostow menjelaskan bagaimana perubahan<br />
sosial terjadi dalam lima tahapan pembangunan. Tahapan<br />
pertama adalah masyarakat tradisional, kemudian<br />
berkembang menjadi prakondisi tinggal landas, lantas<br />
diikuti masyarakat tinggal landas, kemudian masyarakat<br />
pematangan pertumbuhan, dan akhirnya mencapai
masyarakat modern yang dicita-citakan, yakni masyarakat<br />
industri yang disebut Rostow sebagai masyarakat<br />
konsumsi massal. Bagaimana masyarakat modern yang<br />
dicita-citakan tercapai, Rostow mengajukan persyaratan<br />
utamanya, yakni tersedianya modal. Modal harus<br />
diusahakan melalui penggalian investasi dengan cara<br />
pemindahan sumber dana atau kebijakan pajak. Selain itu<br />
modal juga bisa diperoleh melalui lembaga-lembaga<br />
keuangan atau obligasi pemerintah untuk tujuan produktif.<br />
Selebihnya modal juga dapat dihimpun lewat devisa dari<br />
perdagangan internasional. Saran Rostow terakhir, dan<br />
yang tampaknya terpenting untuk mendapatkan modal<br />
adalah melalui penarikan investasi modal asing. Di antara<br />
tahapan yang penting adalah tahapan tinggal landas. Tiga<br />
kondisi yang diajukan Rostow untuk bisa sampai pada<br />
tahapan tinggal landas tersebut adalah: (1) adanya<br />
investasi sampai 10 persen dari pendapatan nasional<br />
untuk bidang yang menguntungkan dan produktif; (2)<br />
tumbuhnya satu atau lebih sektor industri manufaktur yang<br />
penting dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi; dan (3)<br />
munculnya secara cepat lembaga-lembaga politik dan<br />
sosial yang bisa memanfaatkarn pelbagai dorongan gerak<br />
ekspansi dari sektor ekonomi modern dan akibat yang<br />
mungkin terjadi dengan adanya kekuatan-kekuatan<br />
ekonomi dari luar sebagai hasil dari lepas landas; di<br />
samping itu lembaga-lembaga ini kemudian bisa membuat<br />
pertumbuhan menjadi sebuah proses yang<br />
berkesinambungan.<br />
Di titik ini, kata Rostow, negara wajib melindungi
kepentingan kalangan wiraswasta untuk melakukan<br />
akumulasi modal. Atau memberikan iklim politik dan<br />
regulasi hukum yang menguntungkan kalangan industri<br />
atau orang asing yang menanamkan modalnya. Sejak<br />
1969 pemerintahan militer di Indonesia di bawah<br />
kepemimpinan Presiden Soeharto menjadi pelaksana teori<br />
pertumbuhan Rostow dan menjadikannya sebagai<br />
landasan pembangunan jangka panjang Indonesia yang<br />
ditetapkan secara berkala untuk waktu lima tahunan yang<br />
terkenal dengan Pembangunan Lima Tahun (PELITA).<br />
Teori Motif Prestasi (Need forAchievement). Adalah<br />
David McClelland yang menjadi tokoh kunci dalam teori ini.<br />
Pada mulanya tesis yang diajukannya adalah mengapa<br />
beberapa bangsa tumbuh secara pesat di bidang<br />
ekonomi, sementara bangsa lain tidak? Umumnya<br />
tumbuhnya ekonomi selalu dijelaskan lebih karena faktor<br />
eksternal seperti struktur sosial, namun bagi McClelland<br />
lebih karena faktor internal, yakni pada nilai-nilai dan<br />
motivasi yang mendorong untuk mengeksploitasi peluang,<br />
untuk meraih kesempatan. Pendeknya, dorongan eksternal<br />
untuk mengubah nasib sendiri. McClelland sendiri<br />
mengakui bahwa ide itu sepenuhnya hasil tafsirnya atas<br />
tesis Max Weber yang terkenal, yakni etika protestanisme.<br />
Weber berpendapat bahwa ciri kalangan wiraswasta<br />
protestan adalah calvinisme, yakni suatu keyakinan di<br />
mana takdirlah yang mendorong mereka untuk<br />
merasionalisasikan kehidupan yang ditunjukkan Tuhan.<br />
Etika inilah yang menjadi salah satu faktor pendorong<br />
penting pertumbuhan ekonomi di Barat. Menurut
McClelland, rahasia pemikiran Weber tentang etika<br />
protestan ini adalah the need for achievementatau<br />
disingkat n’ach. Rendahnya n’ach ini, menurut McClelland,<br />
menjadi penyebab mengapa Negara-negara di Dunia<br />
Ketiga terbelakang.<br />
Teori motif berprestasi yang dibawa McClelland ini<br />
berpengaruh luas, khususnya di kalangan ekonom, tentang<br />
arti penting wiraswasta dalam industri. Individu-individu<br />
dipacu untuk berprestasi siang dan malam tak kenal lelah<br />
dan menjadi pribadi-pribadi yang memiliki usaha mandiri.<br />
McClelland menolak pandangan bahwa dorongan utama<br />
kalangan wiraswasta adalah sekadar profit motive,<br />
sekadar cari uang, melainkan dorongan achievement tadi.<br />
Satu yang penting bahwa semangat n'ach dalam diri<br />
masing-masing individu bukan faktor keturunan, tetapi<br />
faktor lingkungan dan kerja. Dan itu bisa dibentuk sejak<br />
awal pada saat anak berada di tahap pertumbuhan.<br />
Dengan demikian semangat ini bergantung pada tingkat<br />
bagaimana kedua orangtuanya mengasuh anak. Andai<br />
saja ideologi achievement orientedini diterima sebagai<br />
ideology pertumbuhan ekonomi, maka konsekuensinya<br />
ideology tersebut perlu disebarkan tidak saja pada<br />
kalangan bisnis dan pemerintahan, melainkan kepada<br />
seluruh bangsa, dengan cara mempengaruhi cara berpikir<br />
semua orangtua ketika mereka membesarkan anakanaknya.<br />
Kampanye menyebarkan ideologi achievementoriented<br />
harus juga menyerang cara mendidik yang otoriter<br />
dari sang ayah dan melindungi dorongan untuk mandiri dari
anak-anak. Namun, jika motif atau dorongan orang<br />
mempengaruhi kecepatan tumbuhnya ekonomi, maka<br />
kecepatan itu harus ditingkatkan dengan meningkatkan<br />
motif atau dorongan sebelumnya atau melakukan<br />
strukturisasi. Maka tidak heran berkembang apa yang<br />
disebut profesionalisasi manajemen. Sekolah-sekolah<br />
manajer tingkat tinggi berdiri. Dianggap bahwa manajer<br />
profesional sangatlah penting oleh karena: (1) mereka<br />
akan menaikkan gengsi bisnis di masyarakat sehingga<br />
bisnis akan menggiurkan minat kaum muda yang ber-n'ach<br />
tinggi serta kaum elite di negara-negara terbelakang; (2)<br />
manajer profesional juga akan mempengaruhi dalam<br />
menumbuhkan kriteria penampilan dalam pekerjaan, yakni<br />
lebih menghargai apa yang bisa diperbuat dan bukan<br />
menghargai karena siapa dia; (3) sekolah manejemen<br />
tingkat tinggi adalah lembaga yang memiliki orientasi n'ach<br />
tinggi, maka hal tersebut juga akan meningkatkan n'ach<br />
bagi mereka yang datang belajar ke sana.<br />
Teori modernisasi Mc Clelland ini- dan tentu saja teori<br />
pertumbuhan Rostow-ternyata begitu kuat pengaruhnya<br />
bagi program LSM di Indonesia awal tahun l980-an.<br />
Hampir semua LSM besar menjadi pelaksana setia teoriteori<br />
tersebut dengan ragam program seperti program<br />
pengembangan masyarakat, usaha bersama,<br />
pengembangan industri kecil dan meningkatkan<br />
kewiraswastaan dan usaha kecil. Oleh karena itu, pada<br />
pusat-pusat pelatihan yang dimiliki dan diselenggarakan<br />
LSM, pelatihan Achievement Motuation<br />
Training yang dikembangkan McClelland hampir
menjadi mata pelatihan wajib di banyak pusat pelatihan<br />
communiy development, dan terutama bekal para aktivis<br />
yang akan terjun ke lapangan dan untuk selanjutnya mereka<br />
melakukan pelatihan kewiraswastaan kepada masyarakat<br />
sehingga secara teoritis sebetulnya tidak ada perbedaan<br />
yang prinsipil antara program pemerintah, program Kamar<br />
Dagang Indonesia (KADIN), dengan program-program<br />
LSM.<br />
Teori Pemenuhan Kebutuhan Dasar(Basic Needs).<br />
Mungkin orang pertama yang mengemukakan basc needs<br />
adalah Mahbub ul Haq dari Bank Dunia. Ul Haq<br />
menamakan strategi ini sebagai serangan langsung<br />
terhadap kemiskinan. Orang kedua adalah James Grant,<br />
presiden The Overseas Development Council. Grant<br />
mengutip Srilanka sebagai negara miskin yang<br />
mempunyai GNP perkapita hanya $ 120 per tahun pada<br />
1973, tetapi prestasi dalam life<br />
expectancy lieacy , dan kematian bayi sederajat<br />
dengan Amerika pada 1939, di mana life expectancy68<br />
tahun, kematian bayi 4, per 1000 kelahiran dan angka<br />
kematian 6,4% per 1000, tingkat kelahiran 28,6% per 1000<br />
dan 76% penduduknya buta huruf. Kesan itu diperoleh<br />
melalui ekspansi pelayanan pemerintah, satu komponen.<br />
utamanya adalah dengan memberi subsidi pada harga<br />
gandum, yakni dengan mendistribusikan dua atau tiga<br />
pounds secara gratis per penduduk per minggu.<br />
Rendahnya biaya pendidikan dan layanan sistem<br />
kesehatan diperkenalkan di Srilanka.
Srilanka membelanjakan untuk pelayanan sosial sampai<br />
13 persen dari GNP atau sampai 40 persen dari anggaran<br />
belanja pemerintah, sekitar $15 perkapita per tahun untuk<br />
pelayanan sosial.<br />
Grant berpendapat bahwa basic needs negara<br />
termiskin tersebut dapat dicapai di Srilanka sekitar 14<br />
sampai 15 juta per tahun sebagai tambahan bantuan<br />
asing. Dia mengusulkan pada negara maju untuk<br />
menaikkan dua kali lipat arus bantuan asing, dengan<br />
menargetkan pada basic needs bagi mereka yang hidup<br />
di bawah garis kemiskinan absolut.<br />
Gagasan atas teori pertumbuhan dan pemerataan tak<br />
urung mendapat kritik yang pedas. Bagi pengkritik teori<br />
pertumbuhan, di satu sisi ada kehendak untuk membangun<br />
dan melepaskan masyarakatnya dari kemiskinan, tapi di<br />
sisi lain, justru kemiskinan itu yang diinginkan untuk<br />
menyejahterakan sekelompok orang tertentu lewat kucuran<br />
dana bantuan. Inilah yang disebut Bjorn Hettne (1982)<br />
sebagai ironi pembangunan.<br />
Atas teori Need O Achievement,banyak orang<br />
menduga bahwa teori ini hanya ingin mengalihkan<br />
kenyataan bahwa keterbelakangan dalam banyak hal<br />
disebabkan struktur dan sistem sosial yang sedang<br />
berlangsung. Dengan kata lain, teori ini hendak<br />
menegaskan bahwa orang miskin dan kemiskinannya tak<br />
lain disebabkan oleh karena kemalasan dan ketiadaan<br />
keterampilan hidup. Mungkin itu benar jika yang miskin di<br />
dalam negara hanya sekitar 5 persen. Tapi bagaimana<br />
kalau yang miskin lebih dari separuh jumlah penduduk di
negara tersebut. Dan sekali lagi, teori n'ach tidak<br />
menjelaskan fenomena, mengapa orang bisa jatuh miskin<br />
dan tidak memiliki pengetahuan dalam jumlah yang begitu<br />
besarnya itu.<br />
Kritik yang sama juga dialamatkan kepada teori<br />
p e m b a n g u n a n BasicNeeds dan agen-agen<br />
internasionalnya. Pendukung teori basic needs seperti<br />
Bank Dunia, lembaga-lembaga di bawah naungan PBB<br />
seperti ILO dan UNESCO sepakat bahwa basic needs<br />
haruslah dapat memenuhi tingkat paling dasar kebutuhan<br />
materi, seperti pangan, sandang, papan, serta akses<br />
keperluan umum seperti air bersih, sanitasi, transportasi<br />
umum, kesehatan, dan pendidikan. Akan tetapi, kebutuhan<br />
yang bersifat nonmaterial seperti hak asasi untuk<br />
kebebasan, keamanan, partisipasi demokratis, mereka<br />
tidak memasukkannya sebagai bagian yang intern dengan<br />
basic needs. Karena itu, katakanlah, bila devisa dan modal<br />
asing itu ada, maka karena tiadanya struktur politik yang<br />
demokratis, partisipasi dan pengawasan publik yang<br />
lemah, serta ketiadaan transparansi, hanya mengakibatkan<br />
Pinjaman atau bantuan atau utang modal asing itu menjadi<br />
ladang korupsi yang paling subur di pemerintahan negaranegara<br />
Dunia Ketiga.<br />
Karena itu, paradigma spirit pembangunan yang<br />
berjalan selama ini mestinya kita ubah, kita tambahkan,<br />
kita sempurnakan. Bagian berikut ini adalah sebuah<br />
rancangan untuk perubahan paradigma dan orientasi<br />
pembangunan.
Pembangunan dan Kebebasan<br />
Dalam bukunya, Teori Pembangunan Dunia<br />
Ketiga(1995), Arief Budiman membuka paragrafnya<br />
dengan kisah ringan dan sedikit menggelikan bagaimana<br />
kata pembangunan disalahartikan Tersebutlah Bapak Selo<br />
Sumardjan, seorang sosiolog, terdampar di sebuah kota<br />
kecil di luar Jakarta dan sempat berbicara dengan seorang<br />
penduduk miskin di sana. Bertanyalah ia dari mana orang<br />
itu datangnya. Jawab si penduduk: "Saya dulu tinggal di<br />
Jakarta. Tetapi karena ada pembangunan, saya terpaksa<br />
mengungsi ke mari." Bagi orang ini, dan bagi banyak<br />
orang kecil yang senasib dengannya, pembangunan<br />
merupakan sebuah malapetaka, yang mendamparkan<br />
hidup mereka.<br />
Pengalaman hampir sama juga dengan itu dialami<br />
Romo Mangunwijaya, seorang arsitek, budayawan,<br />
sekaligus sastrawan, ketika berada di sebuah desa di<br />
daerah Gunung Kidul, Yogyakarta. Ia bertanya, apakah<br />
orang di sini umumnya hidup berkecukupan. Jawab si<br />
orang desa: "Cukup, Pak, kalau tidak ada pembangunan."<br />
Karena Romo Mangun tidak mengerti maksud jawaban<br />
tersebut, orang tersebut menjelaskan: "Kalau ada<br />
pembangunan, Pak Lurah rnenyuruh saya kerja bakti<br />
membuat gapura, pagar desa, atau melebarkan jalan.<br />
Akibatnya, saya tidak dapat bekerja." Bagi orang desa<br />
yang bekerja sebagai buruh tani harian ini, tidak bekerja<br />
berarti tidak ada penghasilan untuk membeli makanan<br />
pada hari tersebut. Di sini, pembangunan datang sebagai<br />
perintah Pak Lurah yang tidak bisa ditolak.
Demikianlah, pembangunan identik dengan<br />
penggusuran, pembuatan infrastuktur, dan sebagainya.<br />
Salahkah itu? Tidak tentu saja. Kota membutuhkan<br />
pembangunan struktur. Tapi kota tidak sekadar struktur.<br />
Kota juga membutuhkan infrastruktur. Apa itu? HAM,<br />
keadilan, kebebasan, demokrasi, dan seterusnya. Dengan<br />
kata lain, pembangunan berkaitan erat dengan manusia.<br />
Sebab kota adalah ruang berinteraksinya antar manusia.<br />
Dan manusia beserta hak-hak infrastrukturnya adalah<br />
basic needs, yang justru dilupakan oleh pembangunan<br />
yang terancang selama ini.<br />
Para ahli ekonomi, harus kita akui memang<br />
kebanyakan berbicara sumber daya manusia. Tetapi<br />
pembicaraan tentang manusia di sini lebih ditekankan<br />
aspek keterampilan belaka. Dengan demikian, manusia<br />
lebih dianggap sebagai faktor produksi semata. Adapun<br />
faktor manusia yang diperhatikan lebih ditekankan pada<br />
peningkatan produksi saja. Dengan demikian masalah<br />
manusia dilihat sebagai masalah teknis untuk peningkatan<br />
keterampilan. Yang kurang diperhatikan adalah bagaimana<br />
menciptakan kondisi lingkungan, baik lingkungan politik,<br />
maupun lingkungan budaya, yang bisa mendorong lahirnya<br />
manusia kreatif. Pada titik ini kita berbicara tentang faktorfaktor<br />
nonmaterial seperti adanya rasa aman, rasa bebas<br />
dari ketakutan, dan sebagainya. (Cernea, 1988).<br />
Menurut Soedjatmoko manusia adalah makhluk yang<br />
bebas. Kebebasan manusia merupakan sesuatu yang<br />
intern dalam manusia itu sendiri. Kebebasan manusia
ukanlah hadiah dari masyarakatnya. Kebebasan manusia<br />
juga tidak bersumber pada lembaga-lembaga masyarakat,<br />
melainkan senantiasa berusaha dihayati manusia sebagai<br />
pribadi. Dalam pengertiannya yang bias, kerap kebebasan<br />
dirumuskan secara negatif sebagai kebebasan "dari"<br />
segala bentuk paksaan yang menindas. Kebebasan juga<br />
bisa diartikan secara positif sebagai kebebasan "untuk"<br />
melakukan tindakan tertentu. Dalam filsafat sendiri<br />
kebebasan kerap dibicarakan dalam kaitannya dengan<br />
tindakan memilih. Dan tindakan bebas manusia<br />
merupakan pilihan. Tindakan memilih itu sendiri<br />
mengandaikan kebebasan manusia sehingga berbicara<br />
mengenai kebebasan manusia tidak berarti mengenai<br />
suatu sifat manusia saja, melainkan lebih dari itu berbicara<br />
mengenai sari hidup manusia itu sendiri. Soedjatmoko<br />
menekankan dua arti khusus soal kebebasan.<br />
Kesau , kebebasan dalam arti eksistensial berkaitan<br />
dengan tugas untuk menyempurnakan eksistensi.<br />
Kedua,kebebasan dalam arti sosiopolitis, sebagai syarat<br />
atau kondisi sosiopolitis atau kondisi material dalam suatu<br />
masyarakat yang mendukung penyempurnaan diri<br />
manusia. Kedua arti kebebasan ini bersifat rasional.<br />
Soedjatmoko memperhadapkan langsung kebebasan<br />
manusia ini dengan pembangunan. Pembangunan yang<br />
dilakukan tiap bangsa merupakan satu kreativitas untuk<br />
mengatasi berbagai persoalan hidup bangsa itu. Karena<br />
itu, kebebasan merupakan sumber dinamika<br />
pembangunan. Pembangunan tak lain adalah upaya<br />
manusia dalam merealisasikan kebebasannya atau
nenciptakan kondisi-kondisi material bagi kebebasannya.<br />
Dengan demikian bisa dipahami jika bangsa-bangsa yang<br />
terjajah tidak bisa membangun secara leluasa. Dambaan<br />
akan kebebasan lebih besar telah mendorong pergerakan<br />
nasional bangsa-bangsa yang terjajah. Setelah merdeka<br />
bangsa-bangsa itu mulai giat membangun agar<br />
bangsabangsa tersebut semakin menjadi bangsa yang<br />
merdeka dan segenap warganya bisa menjadi orangorang<br />
yang merdeka.<br />
Pembangunan dalam idealitasnya bertujuan membuat<br />
penduduk suatu negeri (terutama kaum miskin dan lemah)<br />
tidak hanya produktif secara ekonomis, melainkan secara<br />
sosial lebih efektif dan sadar diri. Berdasarkan tujuannya,<br />
pembangunan harus terarah pada kaum miskin sebagai<br />
sasaran langsung pembangunan. Orang-orang miskin<br />
adalah orang-orang yang paling menderita dan sering<br />
dilupakan (lihat juga Schumacher, 1979).<br />
Pembebasan harus terarah kepada mereka karena<br />
orang miskin berada dalam keadaan tidak bebas. Dalam<br />
diri mereka tampaklah wajah kebebasan manusia<br />
terancam. Upaya pembebasan itu tidak hanya menyangkut<br />
pemenuhan kebutuhan ekonominya semata melainkan<br />
lebih dari itu mencakup pula upaya pemulihan rasa harga<br />
diri dan pembangkitan kesadaran diri mereka untuk keluar<br />
dari belenggu kerniskinan. Kemajuan dalam pembangunan<br />
ekonomi tidak ada artinya jika rakyat tetap berada dalam<br />
keadaan tergantung dan tidak berdaya. Karena itu rakyat<br />
miskin harus dibawa keluar dari situasi<br />
keterbelengguannya.
Namun sering sekali pembangunan justru tidak<br />
merawat kebebasan rnanusia itu. Malah justru sebaliknya,<br />
berbalik menjadi ancaman. Karena pembangunan telah<br />
menimbulkan berbagai masalah, seperti stagnasi<br />
ekonomi, konflik antar kelompok kepentingan, disparitas<br />
pendapatan, dan yang paling mencolok adalah kemiskinan<br />
struktural. Kemiskinan struktural semakin tampak<br />
manakala pembangunan yang terus-menerus mengejar<br />
pertumbuhan ekonomi malah mengakibatkan jurang yang<br />
makin lebar antara yang kaya dan yang miskin.<br />
Tidak usah jauh-jauh, pada 1999 menyebar berita di<br />
media-media massa, bahwa sebanyak 2.130 bayi berusia<br />
lima tahun (balita) di Kotamadya Tangerang; diduga<br />
mengalami kekurangan gizi akibat kurang mendapatkan<br />
makanan layak dari orangtuanya. Walau Pemerintah sudah<br />
mengambil langkah-langkah preventif, toh berita itu terasa<br />
mengejutkan di tengah tingkat pendapatan Tangerang<br />
yang fantastik dan rata-rata penduduknya tergolong<br />
makmur. Belum lagi nasib kondisi ribuan nelayan<br />
tradisional yang tak menentu dan puluhan ribu warga di<br />
Tangerang di belahan utara yang kini banyak<br />
menggantungkan hidup mereka dengan bekerja sebagai<br />
buruh penggali pasir, petani, tukang becak, tukang ojek,<br />
serta buruh pabrik yang umumnya berpendidikan SD.<br />
Bukankah adalah ironis bila kita, terlihat maju, tapi<br />
sebetulnya miskin. (Kasiyanto, 1996)<br />
Pembangunan sebagai Perluasan Kebebasan<br />
Sudah lama isu tentang kebebasan manusia dan<br />
pembangunan ditekuni oleh Amartya Sen yang kemudian
isu itu yang mengantarkannya menerima hadiah Nobel<br />
1998 dalam bidang ekonomi. Bahkan ekonom asal<br />
Calcutta India ini menyebut bahwa pembangunan yang<br />
berorientasi manusia dan kebebasannya sebagai "strategi<br />
Timur" yang jitu. Secara lugas ia menentang semua<br />
pandangan yang berusaha memperkecil arti kebebasan<br />
dan demokrasi dalam proses pembangunan. Salah<br />
satunya kampanye mantan Perdana Menteri Singapura,<br />
Lee Kuan Yew. Menurut Lee, untuk membangun ekonomi<br />
diperlukan sebuah pemerintahan yang otoriter. Lee juga<br />
merasa, berbagai kritik yang dialamatkan Barat, seperti<br />
pemerintahan yang tidak demokratis, penegakan HAM<br />
yang terbengkalai, dianggapnya tak lebih sebagai<br />
keirihatian Barat terhadap kemajuan Asia. Sebagaimana<br />
terumuskan dalam kata-kata Abdullah Badawi, yang pada<br />
1993 menjabat sebagai Menteri Luar Negeri Malaysia:<br />
"Negara-negara Barat selalu menonjolkan pemberlakuan<br />
hak-hak asasi manusia secara universal. Hal ini bisa<br />
merugikan apabila keuniversalan tersebut dipakai untuk<br />
mengingkari atau menyelubungi realitas perbedaan<br />
budaya."<br />
Dalam salah satu artikelnya di The New Republic,<br />
Amartya Sen (Witdarmono, 2000) mempertanyakan kausal<br />
antara corak pemerintahan otoriter dengan dampak positif<br />
kemajuan ekonomi. Sen menulis bahwa pertumbuhan<br />
ekonomi di Bostwana adalah paling tinggi di dunia. Negara<br />
itu bukan negara otoriter. Ia bahkan menjadi oase<br />
demokrasi di benua Afrika. Dari lewat data statistik yang
kukuh yang diperoleh dari 100 negara, Sen membuktikan<br />
bahwa dampak postif sebuah pemerintahan otoriter<br />
terhadap pertumbuhan ekonomi sangatlah kecil. Argumen<br />
Sen itu sebagian diambil dari Robert J Barro (1996) yang<br />
mengatakan bahwa datangnya kebebasan di negaranegara<br />
otoriter memang menghidupkan ekonomi. Namun,<br />
begitu sebuah tingkat demokrasi tercapai, pertumbuhan<br />
ekonomi di negara-negara otoriter tersebut mundur. Hal itu<br />
disebabkan karena masyarakat mulai meminta tambahan<br />
pembelanjaan kesejahteraan sosial yang di masa<br />
pemerintahan otoriter akses itu ditutup rapat. Mekanisme<br />
yang demokratis untuk mengatur aspirasi masyarakat itu<br />
dibekap dan direpresi. Represi terhadap aspirasi itulah<br />
yang menghambat pertumbuhan ekonomi.<br />
Sen menilai, kita tidak cukup hanya melihat hubunganhubungan<br />
statistik belaka. Semua proses penyebab yang<br />
terkait dcngan pertumbuhan dan perkembangan ekonomi<br />
harus diamati secara detail. Kesejahteraan sebuah bangsa<br />
tidak hanya tergantung dari satu faktor saja. Biasanya,<br />
kemajuan muncul karena adanya kebijakan-kebijakan<br />
pendukung seperti persaingan terbuka, pemanfaatan<br />
pasar internasional, tingkat pendidikan yang tinggi,<br />
keberhasilan program landreform, dan tersedianya insentif<br />
bagi masyarakat umum untuk melalukan investasi,<br />
ekspor, dan indutrialisasi. Disinilah nilai budaya bukan<br />
merupakan satu-satunya faktor penentu dan dominan<br />
dalam pemajuan sistem ekonomi dan kesejahteraan. Lalu<br />
apa jika bukan itu?<br />
Sen menjawab: KEBEBASAN. Dalam kodratnya,
pembangunan ekonomi adalah sebuah upaya untuk<br />
meningkatkan kebebasan. Dan tema pembangunan<br />
sebagai kebebasan yang menjadi jiwa buku Sen<br />
Development as Freedom (1999). Bagi Sen,<br />
pembangunan bisa dilihat sebagai proses perluasan<br />
kebebasan yang nyata yang dinikmati rakyat. Jadi<br />
pembangunan tidak sekadar hanya menyangkut<br />
pertumbuhan Produk Nasional Bruto atau peningkatan<br />
pendapatan pribadi, industrialisasi, kemajuan teknologi,<br />
dan modernisasi masyarakat. Tentu saja pertumbuhan<br />
GNP atau peningkatan pendapatan per orang, bisa<br />
merupakan alat untuk memperluas kebebasan yang<br />
dinikmati oleh anggota masyarakat. Akan tetapi<br />
kebebasan juga bergantung pada determinan-determinan<br />
yang lain, misalnya pengaturan sosial-ekonomi, seperti<br />
penyediaan fasilitas pendidikan, pemeliharaan kesehatan,<br />
demikian pula jaminan atas hak-hak sipil dan politik,<br />
seperti kebebasan untuk mengikuti diskusi publik dan<br />
pengawasan. Dengan demikian, pusat perhatian<br />
pembangunan adalah perluasan kebebasan subtantif.<br />
(Rahardjo, 2001).<br />
Sen membedakan dua kebebasan manusia, yakni<br />
kebebasan sebagai proses dan kebebasan sebagai<br />
kesempatan. Sebuah kebebasan selalu terkait dengan<br />
berbagai proses pengambilan keputusan. Ia juga<br />
terhubung dengan terciptanya berbagai kesempatan untuk<br />
mendapatkan hasil yang bernilai. Dari sisi ini, kebebasan<br />
tak hanya terbatas pada bentuk peningkatan penghasilan
atau peningkatan konsumsi belaka. Kebebasan semacam<br />
itu hanya menunjuk pada aspek kesempatan dari<br />
kebebasan saja. Ada aspek kebebasan yang lain,<br />
misalnya aspek proses partisipasi politik publik dan pilihan<br />
sosial. Namun, proses itu bukan hanya sekadar sarana<br />
belaka dalam pembangunan. Proses itu harus dipahami<br />
sebagai bagian yang membentuk tujuan pembangunan itu<br />
sendiri.<br />
Ihwal pembangunan sebagai kebebasan tidak hanya<br />
retorika mati bagi Sen. Sebab ide itu coba ditabrakannya<br />
dengan bongkahan realitas lewat penelitian yang kukuh di<br />
negara-negara berkembang kemudian dituangkannya<br />
dalam sebuah buku berjudul Povertyand Faminies. Di situ<br />
Sen mengemukakan beberapa temuannya mengenai<br />
penyebab-penyebab utama bencana kelaparan. Tulisnya,<br />
tidak ada bencana kelaparan yang muncul di negaranegara<br />
yang demokratis dan memiliki pers bebas. Sebuah<br />
situasi kelaparan baru menjadi sebuah bencana ketika di<br />
negara-negara itu tak ada demokrasi. Kelaparan di<br />
Eithopia, Somalia, Uni Soviet pada 1930-an, Cina pada<br />
1958-1961, atau Irlandia atau India, berubah menjadi<br />
sebuah bencana karena pemerintahan negeri itu otoriter<br />
atau berada di bawah penjajahan asing. Sen membuktikan<br />
dengan data empiris, bahwa hampir semua bencana<br />
kelaparan terjadi karena untuk waktu yang cukup lama<br />
semua kebijakan publik pemerintah tidak pernah ada yang<br />
mengkritik dan mempermasalahkannya. Bencana terjadi<br />
bukan karena tidak ada makanan. Sewaktu bencana<br />
kelaparan di Bengali pada 1943, misalnya, sesungguhnya
kemampuan masyarakat untuk membeli makanan antara<br />
tahun 1941 - 1943 naik 9 persen. Namun, ketimpangan<br />
dalam kemampuan untuk mewujudkan hak untuk<br />
memanfaatkan (entitlement<br />
rights) di kalangan buruh tani, sangat tinggi. Mereka<br />
inilah yang menjadi korban terbesar bencana kelaparan.<br />
Adalah benar bahwa hancurnya dinamika masyarakat,<br />
hilangnya partisipasi publik yang intensif dalam<br />
merumuskan setiap kebijakan yang diambil pemerintah<br />
dan mesin birokrasinya telah membuat kelaparan menjadi<br />
bencana. Memang, nilai dinamika rakyat itu, dalam bentuk<br />
partisipasi politik, sosial, dan penegakan hak asasi<br />
manusia, tak tampak manfaatnya manakala situasi berada<br />
dalam keadaan baik dan normal-normal saja. Akan tetapi,<br />
peran-peran tersebut baru kelihatan sangat menentukan<br />
manakala situasi telah berubah rnenjadi buruk. Dorongandorongan<br />
partisipasi publik khususnya di kancah politik,<br />
sosial, dan ekonomi yang dihasilkan pemerintahan<br />
demokratis baru terlihat maknanya tatkala negara itu<br />
dihempas dan diombang-ambingkan oleh krisis. Lihatlah<br />
krisis Asia. Korea Selatan dan Thailand bisa sangat cepat<br />
mengatasi krisis ketimbang Indonesia, karena di Indonesia<br />
beban kemerosotan ekonomi tidak ditanggung secara<br />
seimbang. Ketimpangan ekonomi di Indonesia, yang<br />
diakibatkan oleh ketimpangan kesempatan yang mestinya<br />
kita baca sebagai ketimpangan kebebasan, telah<br />
membuat sekelompok masyarakat terlempar sejauhjauhnya,<br />
sementara kelompok lainnya tetap saja mapan.
Dari situlah ada tiga hal yang penting yang bisa kita<br />
catat dari pembangunan yang berasaskan kebebasan dan<br />
demokrasi. Kesatu, ia dapat membuat hidup ini lebih<br />
berarti karena kita bisa bertindak lebih bebas dan lebih<br />
efektif. Kedua demokrasi memberi insentif politik bagi<br />
pemerintah untuk memperhatikan kelompok yang tersisih<br />
dan terpinggirkan. Dan ketiga, demokrasi memberi<br />
kesempatan bagi masyarakat untuk saling mempelajari<br />
dan membangun nilai-nilai serta prioritas bersama. Pada<br />
tataran inilah barangkali demokrasi memiliki nilai yang<br />
konstruktif sebagai ruh dalam paradigma pembangunan<br />
kita saat ini maupun mendatang.<br />
BAB KEEMPAT<br />
PENUTUP<br />
Merayakan Semangat Pemberdayaan Daerah<br />
GEJALA sosial psikologis sebagai akibat perubahan<br />
yang sangat cepat dapat dengan mudah dimanipulasi<br />
untuk tujuan-tujuan tertentu. Tujuan-tujuan yang seringkali<br />
keluar dari rel perubahan itu sendiri sebagai akibat rasa<br />
tidak puas terhadap alur perubahan yang sedang terjadi.<br />
Rasa tidak puas seringkali lahir karena sebagian<br />
masyarakat tidak mau menerima fakta-fakta baru, yang<br />
menggeser tatanan lama. Dari balik ketidakpuasan akan<br />
terjadinya perubahan, tentunya ada sebagian masyarakat<br />
yang dengan gegap gempita menaruh perhatian besar<br />
terhadap perubahan. Kelompok masyarakat ini, merasa<br />
perubahan akan memberikan nilai tambah bagi kehidupan<br />
bersama. Rasa puas mulai tumbuh menjamur bersamaan
dengan arus perubahan yang sedang berlangsung.<br />
Karena itulah, menurut Prof. Dr. Nurcholish Madjid,<br />
ketika perubahan itu berlangsung, maka kesediaan untuk<br />
menerima fakta-fakta baru yang sekarang dikenal sebagai<br />
bagian dari situasi yang melahirkan kepuasaan tersebut<br />
akan tumbuh lebih subur. Adanya kepuasaan ini juga akan<br />
memberi peluang lahirnya perubahan pada sistem nilai,<br />
termasuk unsur-unsur (tertentu) pengetahuan, keyakinan,<br />
dan pandangan hidup, karena mereka yang terlibat itu<br />
menjadi lebih bebas untuk memeriksa fakta-fakta tersebut<br />
(Madjid, 1997: 169).<br />
Menurut Nurcholish Madjid, perasaan puas yang terkait<br />
dengan suatu tingkah laku yang baru, dapat muncul dengan<br />
sengaja atau tidak sengaja. Orang yang belajar<br />
menerapkan tingkah laku atau sikap-sikap yang baru<br />
mungkin menyadari, mungkin tidak, tentang adanya rasa<br />
kepuasaan yang terkait dengan itu semua. Dan bentuk<br />
atau tingkat rasa puas itu pun dapat bervariasi. Kepuasaan<br />
itu jika dialami secara langsung, dengan sendirinya akan<br />
memperkuat tingkah laku baru tanpa disadari oleh<br />
pelakunya.<br />
Di sinilah perlunya konsensus bersama di antara warga<br />
masyarakat agar konstelasi kehidupan dapat terjaga.<br />
Konsensus menurut Antonio Gramsci, selalu<br />
menghubungkan dengan ungkapan-ungkapan psikologis<br />
yang mencakup berbagai penerimaan aturan sosio-politis<br />
ataupun aspek aturan yang lain. Menurut Gramsci, tatanan<br />
hegemonis tidak perlu masuk ke dalam lembaga-lembaga<br />
ataupun praktik liberal sebab hegemoni pada dasarnya
merupakan suatu totaliterianisme dalam arti ketat. Bagi<br />
Gramsci asumsi liberal “masa kini,” bahwa orang tanpa<br />
mempunyai kesempatan sungguh-sungguh untuk<br />
mengungkapkan oposisinya tidak dapat dikatakan<br />
perjanjian, tampaknya sangat aneh. Diandaikan bahwa<br />
dalam suatu perjanjian dengan sendirinya ada disposisi<br />
mental, ada titiktitik lemah di samping kekuatannya. Lebih<br />
jauh Gramsci mencoba berpijak pada tiga kategori<br />
penyesuaian yang berbeda:<br />
1. Orang yang menyesuaikan diri mungkin karena takut<br />
akan konsekuensikonsekuensi bila tidak<br />
menyesuaikannya. Di sini konfromitas ditempuh melalui<br />
penekanan dan sangsi-sangsi yang menakutkan.<br />
2. Orang menyesuaikan diri mungkin karena terbiasa<br />
mengikuti tujuantujuan tertentu dengan cara-cara tertentu.<br />
Konfromitas ini merupakan soal partisipasi yang tidak<br />
terefleksikan dalam bentuk aktivitas yang tetap, sebab<br />
orang menganut pola-pola tingkah laku tertentu dan jarang<br />
dimungkinkan untuk menolak.<br />
3. Konfromitas yang muncul dari tingkah laku<br />
mempunyai tingkat-tingkat kesadaran dan persetujuan<br />
dengan unsur-unsur tertentu dalam masyarakat. Tipe ini<br />
dalam pandangan Femia Yoseph (1981) terkait dengan<br />
konsep legitimasi, dengan keyakinan bahwa tuntutantuntutan<br />
konfromitas benar lebih dulu.<br />
Totalitarianisme: pandangan bahwa negara adatah yang tertinggi dan<br />
kepentingankepentingannya mengatasi semua kelompok lain di<br />
dalamnya, misalnya agama, serikat buruh, kelompk-kelompok swasta,<br />
dan lain-lain. Fasisme secara teoretis maupun praktis adalah<br />
totalitarianisme. Sedang komunisme adalah totalitarian dalam arti praktis
(Lihat Mourice Cranstone, Totalitarianism-Facism dalam Paul Edwards<br />
(Ed., The Encyclopedia of Philosophy, Macmillan, Colier, London, 1967 III,<br />
hIm.182-184)<br />
Untuk itu, agar terjadi konsensus yang melahirkan<br />
konfromitas bersama dalam membangun daerah, adalah<br />
mengedepankan semangat otonomi daerah itu sendiri.<br />
Semangat dasar dari otonomi daerah pada dasarnya<br />
adalah keharusan bagi setiap wilayah untuk membangun<br />
fondasi yang kokoh guna menyusun strategi<br />
pemberdayaan dalam segala segi. Jika sebelumnya,<br />
strategi pembangunan daerah sangat tergantung kepada<br />
pemerintah pusat, kini bola dikembalikan kepada daerah<br />
dengan dasar bahwa pihak pemerintah daerah yang<br />
benar-benar mengetahui potensi yang dimilikinya beserta<br />
kendalakendala yang dihadapi secara langsung. Dengan<br />
kata lain, strategi yang disusun oleh pemerintah daerah<br />
mestilah mengacu pada kondisi real untuk melakukan<br />
berbagai penyesuaian kebijakan terhadap masalahmasalah<br />
mendasar yang telah lama dihadapi.<br />
Langkah pertama yang patut dilakukan adalah<br />
melakukan identifikasi semua faktor terpenting yang dapat<br />
dijadikan titik tolak penyusunan kebijakan dasar. Pihak<br />
pemerintah daerah bersama berbagai kelompok<br />
masyarakat harus melakukan studi secara seksama<br />
terhadap segala hal yang berkaitan dengan arah<br />
kebijakannya secara umum. Dalam hal ini, kendala yang<br />
akan dihadapi adalah keterbatasan sumber daya manusia<br />
(SDM).<br />
Namun dengan keharusan tersebut justru terbuka
peluang bagi SDM daerah untuk melakukan pembelajaran<br />
guna meningkatkan kualitasnya. Dengan kata lain, proses<br />
pembangunan fondasi pembangunan daerah ibarat pisau<br />
bermata dua: satu sisi berguna untuk menyusun strategi<br />
baru yang tepat sekaligus akan meningkatkan kualitas<br />
sumber daya manusia yang melakukannya. Maka, dasar<br />
strateginya adalah: menyusun kebijakan dasar yang<br />
memberi ruang seluasluasnya bagi SDM yang dimiliki dan<br />
bukan mematikannya.<br />
Dengan begitu, pembangunan daerah mesti dipahami<br />
sebagai wahana untuk membangun SDM. Karena tanpa<br />
SDM yang memadai, sebagus apapun sebuah strategi<br />
kebijakan tetap tidak akan dapat dijalankan secara<br />
maksimal. Maka, hal utama yang patut diperhatikan adalah<br />
bagaimana mendorong semua potensi SDM, baik dari<br />
pihak pemerintah daerah, di jajaran legislatif, juga para<br />
pelaku dibidangnya masing-masing, untuk belajar secara<br />
cepat guna mencari jalan keluar terbaik dari masalahmasalah<br />
yang dihadapi.<br />
Otonomi daerah berarti suatu upaya untuk membangun<br />
kemandirian dari segi SDM-nya. Selain upaya perbaikan<br />
SDM, hal mendasar yang lain adalah mengupayakan<br />
sinergi antar-potensi yang dimiliki, baik dari pihak<br />
pemegang otoritas formal seperti jajaran eksekutif dan<br />
legislatif, maupun dari pihak masyarakat yang diwakili oleh<br />
tokoh-tokoh sosial keagamaan serta para pelaku ekonomi.<br />
Harus dibangun komunikasi yang lebih intensif antar<br />
lembaga secara internal yang sangat bermanfaat untuk<br />
memperbaiki kinerja antar lembaga tersebut. Suatu cara
komunikasi yang cenderung rumit dan berjarak harus<br />
dihindari karena hal itu akan dapat membuat kinerja antarlembaga<br />
menjadi lamban.<br />
Selain itu, sangat penting dilakukan perubahan pada<br />
karakter birokrasi, dari sifatnya yang Berorientasi<br />
"dilayani" menjadi "melayani". Dalam bahasa yang lebih<br />
lazim, secara perlahan-lahan mesti ditanamkan paradigma<br />
"public service" pada jajaran birokrasi. Bahwa birokrasi<br />
adalah fasilitator bagi masyarakat, lebih sebagai<br />
"membantu" masyarakat ketimbang "memerintah". Dan<br />
pada alam pikir masyarakat kita sekarang, alangkah baik<br />
jika birokrasi kemudian juga sebagai pendorong<br />
perubahan sekaligus "pengayom" masyarakat. Dengan<br />
begitu, birokrasi bukan menjadi alat atau sekadar robot,<br />
tapi juga semacam partner bagi masyarakat. Dia memiliki<br />
fungsi adminitrasi sekaligus fungsi sosial yang jauh lebih<br />
baik ketimbang di masa lalu.<br />
Dengan begitu, proses pemberdayaan daerah adalah<br />
sebuah upaya pembelajaran bagi birokrasi untuk<br />
menemukam orientasi dan fungsi baru bagi dirinya maupun<br />
hagi masyarakat.<br />
Sementara itu, perlu diupayakan komunikasi eksternal,<br />
baik antara jajaran eksekutif dan legislatif dengan berbagai<br />
lapisan masyarakat, maupun komunikasi antar-kekuatan<br />
didalam masyarakat itu sendiri seperti para tokoh<br />
masyarakat, para pelaku usaha dan berbagai organisasi<br />
kemasyarakatan yang ada. Komunikasi semacam ini<br />
selain akan sangat berguna untuk memperkuat legitimasi<br />
dari suatu kebijakan yang diputuskan, juga dapat dijadikan
uang publik, yaitu sebuah ruang tempat berlangsungnya<br />
dialog antar-lapisan masyarakat untuk mencari solusi<br />
terbaik dalam penyusunan strategi pemberdayaan daerah.<br />
Dengan cara seperti itu, maka pemberdayaan daerah<br />
akan dapat dipahami sebagai upaya untuk share<br />
ofauthority,suatu pembagian tugas, kewenangan dan<br />
tanggung jawab. Bahwa pembangunan daerah bukan<br />
semata-mata tanggung jawab pemerintah melainkan juga<br />
tanggung jawab semua orang, tugas seluruh masyarakat<br />
daerah itu sendiri. Jika seluruh inisiatif dan tanggung jawab<br />
diletakkan di pundak pemerintah, cara berpikir seperti itu<br />
tidak berbeda dengan zaman dulu di mana segalanya<br />
menjadi tugas dan kewajiban eksekutif semata. Dan pada<br />
kenyataannya eksekutif memiliki keterbatasannya sendiri<br />
untuk memikul seluruh tanggung jawab yang semakin berat<br />
tersebut. Maka, dengan era baru ini, pemberdayaan<br />
daerah mesti dipahami sebagai upaya membangun<br />
proses partisipasi seluruh masyarakat untuk membangun<br />
dirinya sendiri.<br />
Setelah pemilu legistalif yang baru saja berlangsung,<br />
setiap daerah memperoleh para wakil rakyat yang boleh<br />
jadi juga baru. Dengan komposisi wakil rakyat yang baru<br />
itu masyarakat tentu menaruh harapan yang baru pula<br />
kepada mereka. Terlepas dari latar belakang partai politik<br />
atau latar belakang organisasi di mana para wakil rakyat<br />
itu berasal, yang patut diperhatikan adalah, dengan SDM<br />
politik yang baru itu, terbuka kesempatan untuk melakukan<br />
berbaikan atas strategi pemberdayaan daerah yang<br />
selama ini dirumuskan. Juga terbuka peluang untuk
menyusun strategi baru dengan model partisipatif seperti<br />
disebutkan di atas.<br />
Komposisi wakil rakyat yang segar diharapkan akan<br />
membawa ide-ide dan semangat pemberdayaan yang<br />
segar pula. Siapapun harus maklum bahwa masyarakat<br />
kita sekarang sudah sangat cerdas secara politis sehingga<br />
tuntutannya terhadap kinerja wakil-wakilnya yang duduk di<br />
DPRD maupun tuntutan terhadap kinerja eksekutif juga<br />
semakin tinggi. Artinya, secara alamiah, masyarakat akan<br />
memainkan fungsi kontrol yang semakin partisipatif.<br />
Masyarakat tidak hanya akan mengontrol wakil-wakilnya,<br />
melainkan juga akan mengawal seluruh kebijakan yang<br />
dijalankan oleh eksekutif. Maka, di sini proses<br />
pemberdayaan daerah musti dipahami sebagai upaya<br />
untuk membangun sistem kontrol partisipatif secara<br />
mandiri oleh masyarakat. Kontrol tersebut dapat diarahkan<br />
pada berbagai kebijakan yang dijalankan oleh pihak<br />
eksekutif maupun kontrol terhadap diri mereka secara<br />
mandiri.<br />
Hal selanjutnya yang menjadi sasaran proses<br />
pemberdayaan daerah adalah memperkuat ketahanan<br />
sosial. Yang dimaksud adalah bagaimana menciptakan<br />
daya tahan yang kuat meliputi daya tahan ekonomi, religius<br />
dan politis. Sebuah masyarakat yang memiliki daya tahan<br />
ekonomi tidak akan mudah mengalami guncangan sosial<br />
yang datang dari luar. Begitu juga masyarakat yang<br />
memiliki daya tahan religius yang kuat tidak akan mudah<br />
mengalami perpecahan sosial. Daya tahan sosial yang<br />
kuat akan menutup segala kemungkinan gejolak akibat
pertentangan berbagai kepentingan sesaat sehingga tidak<br />
mudah terjerumus dalam kerusuhan, kekerasan dan hal-hal<br />
kriminal. Keamanan dan kenyamanan masyarakat akan<br />
tergantung pada sejauh mana ketahanan sosial yang<br />
dimiliki.<br />
Hal ini sangat penting apalagi dalam situasi seperti<br />
sekarang ini di rnana suhu politik dapat meningkat seiring<br />
dengan akan dilakukannya pemilihan presiden.<br />
Tentu saja, upaya untuk membangun ketahanan sosial<br />
yang kuat merupakan tugas semua pihak, dan hal ini hanya<br />
dapat dilakukan jika seluruh lapisan masyarakat<br />
menemukan kesepakatan bahwa keutuhan sosial jauh<br />
lebih berharga ketimbang kepentingan sepihak.<br />
Di sini, proses upaya pemberdayaan daerah harus<br />
dipahami sebagai upaya untuk membangun kerekatan<br />
sosial yang mantap, di mana pemerintah dapat berfungsi<br />
sebagai pendorong atau fasilitator utama.<br />
Yang terakhir, adalah memahami proses pemberdayaan<br />
daerah sebagai upaya membangun karakter daerah<br />
dengan berdasar pada nilai-nilai budaya. Ketahanan sosial<br />
yang kuat dapat dimulai dengan membangun karakter<br />
budaya yang dimiliki. Berbagai bentuk ekspresi budaya<br />
mesti didorong agar dapat menjadi wahana partisipasi<br />
bagi seluruh lapisan masyarakat, bukan hanya untuk<br />
wahana berkomunikasi, tapi juga sebagai wahana untuk<br />
menggali dan memahami diri mereka sendiri. Dengan<br />
begitu, Pemberdayaan daerah berbasis budaya ini dapat<br />
ikut meletakkan fondasi yang kokoh agar tercipta<br />
ketahanan sosial yang kokoh. Mudah-mudahan Tangerang
mampu menciptakan pemberdayaan berbasis budaya ini.<br />
Semoga.
DEMOKRASI SMS<br />
“ …. Suara Rakyat Jangan Dicurigai!”<br />
Rakyat Bertanya WH Menjawab Oleh:<br />
Wahidin Halim Walikota Tangerang<br />
S. Rakyat Penganggur<br />
T. Sas-Sus Mutasi Birokrasi<br />
Daftar Isi<br />
A. Pengantar Editor<br />
“Hotline Service” di Kota Tangerang B. Anjangsana,<br />
Soan ke Rumah Pak Wali dan SMS C. Angkutan Warga<br />
D. Aksi <strong>Anak</strong> Buah Pak Wali<br />
E. Camat dan Lurah Kita<br />
F. Layanan Publik<br />
G. Disiplin<br />
H. Dana dan Harta Rakyat
I. Maksiat Sosial<br />
J. Pendidikan Untuk Kita Semua<br />
K. Perda Kota Kita<br />
L. Genderang Perang KKN (Korupsi, Kolusi dan<br />
Nepotisme)<br />
M. Pasar<br />
N. Penyakit dan Kesehatan Masyarakat Kita O. Perbaikan<br />
Jalan dan Solusi Macet, Cet P. Ribut Pemilu Rakyat<br />
Q. Proyek Para Pimpro Kota<br />
R. Rumah Ibadah<br />
U. Sampah dan Limbah Kota V. Seni, Wen<br />
W. Soal Olah Raga dan Sepakbola Persikota X. Tanah<br />
dan Rumah Rakyat<br />
DEMOKRASI ‘HOTLINE SERVICE’<br />
DIKOTA TANGERANG<br />
Pelajaran dari SMS Hallo Pak Wali<br />
Demokratis tidaknya sebuah Negara, suatu<br />
pemerintahan besar, kecil atau apapun levelnya,<br />
sesungguhnya dapat diukur melalui sejauh mana<br />
perangkatperangkat dan prosedur demokrasi telah<br />
diterapkan. Satu diantara sekian perangkat yang<br />
keberadaannya dianggap sebagai obselut yakni<br />
tersedianya sarana public untuk mengkomunikasikan<br />
gagasan, opini, keinginan, bahkan kejengkelan terhadap<br />
para pemangku kekuasaan, secara langsung tanpa editan,<br />
tanpa potongan, apalagi distorsi. Yaitu sebuah medium
komunikasi, semacam direct-line, dan dalam beberapa hal<br />
boleh jadi mirip free hotline, dimana rakyat disemua<br />
lapisan dan atau pejabat pemerintahan disemua level,<br />
dapat bercakap-cakap tanpa perantara alias langsung.<br />
Tradisi ini mudah ditemukan dinegara-negara yang<br />
tradisi demokrasinya sudah cukup mapan dan ditambah<br />
fasilitas teknologinya begitu menunjang. Salah satu<br />
pemerintahan yang patut dijadikan contoh sukses dalam<br />
menrapkan tradisi baik yang satu ini yaitu pemerintahan<br />
propinsi Quebec dibelahan Amerika Utara, Kanada.<br />
Rakyat ditanah Quebec, misalnya bisa menelpon<br />
minister (pejabat kementerian, bahkan menterinya) dilevel<br />
propinsi secara langsung. Sebaliknya, para minister ini<br />
pun, rela secara langsung pula mendengarkan apa yang<br />
dikeluhkan publik. Tidak setiap saat, tentu saja, tetapi<br />
ruang ini biasanya dilakukan dan dibuka seluas-luasnya<br />
ketika waktu-waktu tertentu hendak atau baru saja,<br />
meluncurkan satu kebijakan menyangkut hajat publik,<br />
menyangkut orang banyak (Public policy). Pesawat<br />
telepon yang punya nomor sambungan langsung kementeri<br />
dilevel propinsi itu tersedia ditemapt-tempat umum (Public<br />
places). Dan rakyat tanpa tedeng aling<br />
–aling bisa say anything. Tentang satu kebijakan baru<br />
tersebut. Jadi bisa dibayangkan seorang pemulung,<br />
pembuang sampah, ataupun seorang esekutif muda bisa<br />
bercakap-cakap langsung dengan menteri atau staf<br />
kementerian, untuk menumpahan apa yang mereka<br />
anggap baik atau tidak.
Kalau model ini diterapkan diIndonesia, jadi kira-kira<br />
para supir angkot, para pedagang dikios atau kaki lima,<br />
ibu-ibu rumah tangga, anak-anak sekolah bahkan suatu<br />
kepala keluarga yang rumahnya terendam banjir, bisa<br />
langsung menumpahkan kekesalannya kepada bupati,<br />
walikota, gubernur, menteri, bahkan Presiden. Dan<br />
sebaliknya denganpenuh simpati, para pejabat ini jadi<br />
pendengar yang baik, merespon, sekaligus, aktif: mencari<br />
solusi konkret terhadap masalah yang dihadapi rakyat<br />
tersebut, apalagi memeuhi apa maunya rakyat.<br />
Direct-line seperti ini, sekurang-kurangnya aiasakan<br />
pada tiga pertimbangkan berikut. Pertama, melalui sarana<br />
itu, diharapakan, dapat menekan hingga ke titik nol – apa<br />
yang disebut distorsi aspirasi publik. Dalam teori<br />
komunikasi yang masyhur, hal dimaksudkan untuk<br />
mencegah munculnya gangguan (noises) dari pesanpesan<br />
(message) yang dikomunikasikan secara pengirim<br />
pesan (sender) terhadap penerima pesan (receiver).<br />
Pengirim pesan melalui perantara, mengharuskan<br />
terhjdinya penafsiran pesan secar ganda, bersayap dan<br />
berlipat-lipat. Ada dua kemungkinan yang terjadi pesan<br />
dimengerti atau tidak, dan hal ini karena, satu, penyampai<br />
pesan tidak cakap menjelaskan, kalum karena bahasa<br />
yang digunakan, bahasa rakyat, dua, penerima pesan<br />
boleh jadi, tenyata, memiliki impairment (cacat seperti<br />
“Tuli”), atau memang sengaja menyelewengkan pesan<br />
lantaran kepentingan-kepentingan tertentu.<br />
Dalam konteks kehidupan bernegara, proses seperti ini
dapat ditemukan bentuknya ketika rakyat harus<br />
menyampaikan aspirasinya kepada lembaga wakil rakyat,<br />
untuk seterusnya dilanjutkan pada para pengendali roda<br />
kekuasaan. Tidak ada yang salah dengan proses ini, tetapi<br />
bukankah acap kali disaksikan bersama: rakyat maupun<br />
hanya A, wakil rakyat maunya beda: B,C, bahkan Z. Nah<br />
para wakil rakyat seperti inilah, yang disebut: para pelacur<br />
kepentingan rakyat, tak lebih wakil nafsu kekuasaan,<br />
serentak wakil kepentingan diri pribadi dan keluarganya,<br />
saja.<br />
Kedua , tersedianya sarana itu, para pengambil<br />
kebijakan (decision maker) ditingkat eksekutif, bisa<br />
langsung mendengar aspirasi publik, lalu, meletakkan<br />
aspirasi itu sebagai a second opinion. Alur seperti ini<br />
didasarkan pada kesadaran, sekecil apapun kebijakan<br />
Negara, yang akan merasakan dampaknya langsung ialah<br />
publik itu sendiri. DiJakarta, misalnya, Sutiyoso idealnya<br />
membuka line khusus, dimana publik Jakarta bisa<br />
mendedahkan apa apa pendapat mereka terakait rencana<br />
penerapan subway atau urusan relokasi atau tukar guling<br />
tanah.<br />
Ketiga, sarana direct-phone-line semacam itu mampu<br />
mengurai benang kusut demorasi kenegaraan. Seperti<br />
sudah menjadi rahasia umum, dimanapun, yang namanya<br />
birokrasi ya tetap birokrasi: banyak tetek bengek aturan<br />
rigid yang harus dipatuhi apalagi dinegara seperti<br />
Indonesia, demokrasi social terganjal didua belokan,<br />
pertama, aturan birokrasinya itu sendir, kedua, orang-
orang dibelakang system birokrasinya itu sendiri sudah<br />
kelewat birokratis , alias merasa diri seorang birokrat! Dan<br />
hanya melalui sambungan telepon langsung ke jantung<br />
birokrasi, diharapkan, rakyat bisa mengatakan apa yang<br />
bisa dikatakan tentang bagaimana seharusnya bapakbapak<br />
para pejabat pemerintah, mengurusi Negara ini<br />
secra adil dan menguntungkan rakyat kebanyakan.<br />
Demokrasi SMS di Kota Tangerang<br />
Salah satu anak yang terlahir dari revolusi komunikasi<br />
dan globalisasi informasi ialah fenomena SMS (Short-<br />
Messege System) dalam jejaring selular phone. Yaitu<br />
sistem komunikasi jarak jauh yang didesain untuk<br />
memfasilitasi orang-orang yang memiliki tingkat mobilitas<br />
tinggi. Secara sosiologis, bahkan politik, telepon seluran<br />
denga SMS-nya sulit disangkal menjadi realitas teknologi<br />
yang multi fungsi. Selain tentu fungsi utamanya, SMS lalu<br />
menjadi sarana publik untuk kepentingan komunikasi, ia<br />
telah menjadikan media entertain, komunikasi politik dan<br />
tentu juga bisnis semua tergantung si pengguna saja.<br />
Menimbang ragam fungsi SMS seperti dijelaskan<br />
diatas, maka menjadi fenomena unik tersendiri bila lalu<br />
SMS dijadikan alat komunikasi politik atara rakyat dan<br />
penguasa, para pengambilan kebijakan, atau para<br />
penyelenggara kegiatan pemerintahan. Dan inilah yang<br />
dipilih pemerintah kota, dalam hal ini dijalani langsung oleh<br />
jabatan politiksekelas Walikota Tangerang, untuk<br />
membuka kran komunikasi rakyat penguasa. Pemda kota<br />
Tangerang bersedia membuka rubric SMS melalui salah
satu media local (community news paper) yaitu Satelit<br />
News. Hallo Pak Wali nama rubriknya. Segala unek-unek,<br />
saran, kritik, sampai pujian bisa dikemukakan setiap<br />
masyarakat Kota Tangerang melalui masyarakat yang<br />
kemudian memberikan jawaban yang dikemas dalam<br />
r ub r i k Saudaraku Rakyat Kota Tangerang dan<br />
ditayangkan setiap edisi senin.<br />
SMS-SMS dikoran SATELIT NEWS, dan seperti<br />
tertuang dalam naskah buku ini, merupakan laporan<br />
langsung warga, yang tanpa gangguan prosedur birokrasi<br />
yang biasanya rigrid itu. Juga, hamper seluruhnya steril dari<br />
distorsi interest group terhadap pemegang kekuasaan<br />
tingkat tinggi di Kota Tangerang. Warga dalam SMS itu tak<br />
perlu berlelah menyampaikan aspirasinya pada wakil<br />
rakyat digedung DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat<br />
Daerah), yang katanya prosedurnya agak ruwet. Rakyat<br />
Tangerang dengan bahasa ibunya sendiri-sendiri, bisa<br />
leluasa mengeluarkan unekunek, keinginan hati, harapan<br />
kepada paket kepemimpinan kota yang telah didaulatnya.<br />
Mereka cukup berkirim SMS dengan biaya cukup murah<br />
dan bahasa sesukanya.<br />
Yang sulit dibeli dengan uang adalah melaui SMS-SMS<br />
itu, rakyat memiliki tingkat otonomi, kebebasan, dan<br />
perlakuan yang luar biasa sama. Inilah syarat sebuah<br />
demokrasi, ya, demokrasi sms. Yaitu, public memiliki<br />
kesempatan, ruang, dan hak suara yang sama dengan<br />
yang lainnya. Jawaban SMS tidak melihat siapa status<br />
social, jabatan politik, apalagi ‘kualitas darah’ si pengirim.<br />
Mereka sekali lagi, memiliki hak yang sama.
Yang juga tidak kalah menarik dari fenomena<br />
demokrasi SMS di Kota Tangerang ini ialah, jawabanjawaban<br />
yang meluncur dari Walikota Wahidin Halim, yang,<br />
selain lugas, jelas, tegas dan juga jenaka. Dengan gaya<br />
sehari-hari, dan lebih merupakan respon lisan yang refleks,<br />
jawaban-jawaban SMS pun mengalir seolah rakyat tidak<br />
meminjam mulut dan telinga, bercakap-cakap langsung<br />
dengan Wahidin Halim.<br />
Jawaban ternyata tidak berhenti di SMS. Dalam<br />
beberapa ksempatan, respon terhadap SMS bisa<br />
langsung kongkret, berupa aksi pemerintah kota terhadap<br />
suatu kebijakan yang menyangkut hidup orang banyak,<br />
dipojok kota – desa di Tangerang, Banten. Dapat diurut<br />
sendiri isu-isu yang meruap lalu direspon; perbaikan jalan,<br />
laporan KKN pejabat, soal sampah, bangunan miring,<br />
sampai yang menyanjungnyanjung pemerintah kota. Sejauh<br />
ini apa yang berlangsung baik-baik saja dan sungguh<br />
sangat positif lagi konstruktif . Tradisi ini tradisi baru yang<br />
baik dank arena itu perlu diteruskan.<br />
Buku yang berada ditangan pembaca ini,<br />
sesungguhnya merupakan lampiran dari buku Ga<br />
Gampang Ngurusin Kota . Dibuku ini, pembaca akan<br />
menemukan respond an tanggapan langsung terhadap<br />
persoalan yang muncul, dan bagaimana harusnya Kota<br />
Tangerang tercinta ini dibangun. Untuk mempermudah<br />
bacaan, buku ini sengaja disusun secara tematis,<br />
berdasarkan kategori persoalan. Ini dengan harapan,<br />
khalayak pembaca dapat mengecek langsung apa respon<br />
WH terkait kebijakan, program, dan persoalan kota yang
muncul di SMS-SMS. Akhirnya selamat membaca.<br />
ANJANGSANA, SOWAN KE RUMAH PAK<br />
WALI DAN SMS<br />
Suara Rakyat:<br />
Petunjuk untuk bertemu Bapak<br />
Pak Wali yang terhomat, mohon petunjuk caranya agar<br />
yang bukan pejabat<br />
agar bisa bertemu dengan Pak Wali, dari pengalaman<br />
saya bertamu kerumah Pak Wali 3 jam menunggu, Pak<br />
Wali sibuk mau main bulutangkis, mohon perbaiki sikap<br />
dan maaf apa adanya. 081311375XXX.<br />
Jawaban Walikota<br />
Ngga usah pake petunjuk, petata petiti segala. Datang<br />
aja asal sabar menunggu karena tamunya juga banyak.<br />
Biasanya kalo mau main bulutangkis ada tamu saya<br />
terima dulu tamunya, seingat saya tak ada tamu yang<br />
ditolak kecuali sudah tidur. Walaupun lagi main<br />
badminton saya tunda dulu sebentar dan saya<br />
menanyakan point-point apa yang perlu disampaikan.<br />
Walikota rumahnya selalu terbuka siapa aja diterima.<br />
Suara Rakyat :<br />
Saya ingin bertemu Bapak<br />
Assalammualaikum Wr.Wb Pak Wali, saya ingin<br />
ketemu Bapak. Ada sesuatu masalah yang sangat penting<br />
bagi saya sebagai rakyat kecil, karena saya sudah kesana
kemari mencari keadilan tapi tidak ada buktinya, mereka<br />
sebagai rakyat kecil, karena saya sudah kesana kemari<br />
mencari keadilan tapi tidak ada buktinya, mereka hanya<br />
bisa diam dan mendengarkan saja. Oleh karena itu, saya<br />
ingin mengetuk hati nurani Bapak sebagai walikota. Atas<br />
perhatian Bapak, saya mengucapkan terima kasih. Maaf<br />
saya tidak bisa menceritakan di SMS karena terlalu<br />
panjang saya ceritakan. 081315006XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Hati nurani saya tak perlu diketuk, saya sudah punya<br />
yayasan Hati nurani, tukang ojek, tukang becak dan lainlain<br />
biasa datang. Siapa saja boleh ketemu saya, asal<br />
memiliki niat baik dan jelas.<br />
Suara Rakyat:<br />
Jangan nunggu di SMS, pak<br />
Jangan nunggu di SMS in dong... PJU di Jasunbata mati<br />
tuh. Yang di<br />
Tanah Tinggi malah nyala (sebagian) meski slang<br />
t)(.)Iong.08161629XXX yang selalu ingat dari mana dia<br />
berasal, terkadang kalau sudah jadi lupa semua.<br />
08569978XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Berarti lupa isrti, lupa anak, lupa kerjaan, lupa sama<br />
sholat, lupa sama Tuhan, lupa semuanya. Itu perlu<br />
dibawa ke Grogol. Kalan dia lupa sama pekerjaan, saya<br />
tindak, kalau lupa sholat urusan Tuhan, tapi kalau yang<br />
dimaksud lupa dalam arti membalas jasa itu soal lain.<br />
Suara Rakyat:
(Maaf telat) Selamat Ulang Tahun, pak<br />
Walau agak terlambat kami mengucapkan selamat ulang<br />
tahun.<br />
Jawaban Walikota: Terima kasih.<br />
Suara Rakyat:<br />
Selamat ulang tahun Pak Wali! Siap gak jadi gubernur<br />
Pak Wali, ane atas nama warga Cimone Jaya ngucapin<br />
Selamat Ultah<br />
ya. Semoga tetap istiqomah dan bersahaja dalam<br />
memimpin Kota Tangerang. Siap jadi gubernur nggak?<br />
Thanks. 0817 179 322<br />
Jawaban Walikota:<br />
Jadi Gubernur?! Jadi Walikota aja diuber-uber tukang<br />
becak ha.. ha..<br />
ha.. ngatur tukang becak aja susah, ngelawan arus<br />
ditertibin marah, tapi<br />
ane sih tenang aja nggak perlu takut.<br />
Suara Rakyat :<br />
Boleh Aye ngikut?<br />
Bang Wahidin Halim, motto akhlakul Karimah dibuka untuk<br />
umum atau untuk<br />
Pemda saja? Materinya bagus, bolehkah Aye ngikut biar<br />
jadi soleh dan tambah ilmu ? Selamat dan sukses selalu.<br />
0813105415XXX<br />
Jawaban Walikota<br />
Ya tentu saja, Makasih.<br />
ANGKUTAN WARGA
Suara Rakyat:<br />
Penertiban becak gimana, pak?<br />
Thank's Pak Wali, PKL yang menganggu sudah<br />
ditertibkan, terus<br />
sekarang becak gimana nih? Sudah sangat mengganggu<br />
jalan kota dengan seenaknya lawan arus jalan.<br />
0811828XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Becak itu semerawut, seenaknya sendiri tidak taat<br />
aturan, melawan arus dan kian hari kian bertambah<br />
jumlahnya. Secara bertahap akan ditertibkan sekarang<br />
sedang sosialisasi.<br />
Suara Rakyat :<br />
Tolong atasi pemalakan sopir angkot.<br />
Yang terhormat Pak Walikota Tangerang, tolong iatasi<br />
pemalakan terhadap<br />
sopir angkot didepan took bata masjid lama. Aksi mereka<br />
sangat meresahkan. 081314557XXX<br />
Jawaban Walikota :<br />
Lapor polisi, kadang ulah supir dan premannya<br />
samimawon<br />
Suara Rakyat:<br />
BB siap sukseskan penertiban becak<br />
Benteng bersatu siap menyukseskan penertiban becak,<br />
agar kota Tangerang<br />
lebih tertib, mudah-mudahan Pak Wali diberi kesehatan<br />
terus untuk memimpin Kota Tangerang.
Jawaban Walikota: Terima kasih.<br />
Suara Rakyat:<br />
Dikemanakan Dana Petikan Organda?<br />
Dikemanakan Dana Petikan Organda, tiap harinya Rp 200<br />
mobil total Rp<br />
600 ribu, satu tahun total Rp 216 juta. Para wajib KIR tidak<br />
pcrnah rasakan manfaatnya sejak adanya Organda di Kota<br />
Tangerang. 08129021XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Tanya Iangsung ke Orangnya<br />
Suara Rakyat:<br />
Becak Bebas Berkeliaran<br />
Assalamualaikum Wr. Wb. Pak Wali, mau Tanya tentang<br />
becak yang mangkal<br />
di jembatan Gerendeng Masjid Agung Tangerang kok<br />
bebas berkeliaran? Apalagi kalu mau nyebrang jalan lain<br />
arah yang berlawanan sering terjadi kecelakaan.<br />
081510084XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Ditertibin kemarin ribut tapi tenang aja akan terus<br />
ditertibkan.<br />
Suara Rakyat:<br />
Korban copet di angkot<br />
Pak Wali, sudah banyak korban kelompok copet dalam<br />
angkot di<br />
Tangerang. 085678038XX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Inforntasi yang sama sudah saya terima pada SMS yang
lalu dan saya<br />
sudah koordinasikan dengan kepolisian.<br />
Suara Rakyat:<br />
Becak semrawut di Ki Samaun<br />
Becak banyak sekali nih melawan arus di Jalan Ki Samaun<br />
terutama<br />
saat jam kerja. Semrawut dan berbahaya. 081314019XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Jalan Ki Samaun akan kita bebaskan dari becak,mohon<br />
kesabara,<br />
menghadapi tukang becak kan beda. Tau sendiri tukang<br />
becak.<br />
Suara Rakyat:<br />
Yayasan Nurmaniyah minta tambah trayek<br />
Kami (Yayasan Nurmaniyah) dengan 1100 siswa SMP-<br />
SMK-SMU, mohon<br />
kepada Pak Wali agar menambah rute .Angkot ke jalan H<br />
Mencong-Parting Serab, terima kasih. 08159090XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Udah kita coba angkutan umum ke sana, tapi diprotes<br />
tukang ojek. Ntar<br />
saya galakin tukang ojeknya.<br />
Suara Rakyat:<br />
Tolong dong koordinasi...<br />
Pak Wali, tolong koordinasikan ke Pemda Kabupaten<br />
Tangerang, perahu<br />
Tanjung Pasir ke Pulau Untung Jawa agar dilengkapi<br />
sarana keselamatan penumpang dan dikontrol rutin,
sebelum jatuh korban. Masyarakat Kota Tangerang banyak<br />
jadi penumpangnya. 08171214XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Ntar kalau saya jadi gubernur.<br />
AKSI ANAK BUAH PAK WALI<br />
Suara Rakyat:<br />
Tidak ada alasan pemkot menolak<br />
Pak Wali, ruh otda adalah daerah memiliki kewenangan<br />
untuk mengatur<br />
wilayahnya sesui dengan kebutuhan di luar 5<br />
kewenangan pusat, begitu pula dengan membuat Perda<br />
CD, itu merupakan hak lokalitas karena Kota Tangerang<br />
memiliki banyak perusahaan, mungut iuran dari<br />
perusahaan, mengatur mekanisme pengelolaan program<br />
CD perusahaan. Jadi tidak ada alasan lagi buat Pemkot<br />
menolak, toh perusahaan aja udah setuju, gimana pak?<br />
08129381XXX<br />
Jawaban Walikota :<br />
Menolak, belum lagi. Masih kita kaji secara mendalam,<br />
Soal<br />
politik lokalitas tidak berarti kita bebas segalanya<br />
membuat produk hukum. Mengingat Pemerintah Pusat pun<br />
memiliki kewenangan represif. Banyak Iho Perda-perda<br />
produk otonom ternyata dianulir, hanya gara-gara tidak ada<br />
dasar hukumnya. Soal CD Kepmennya kan sudah ada<br />
tinggal penjabarannya. Materi atau substansi yang diajukan
teman-teman di LSM bukan berarti tidak bisa dikoreksi,<br />
beri waktu Pemda untuk mempelajarinya.<br />
Suara Rakyat:<br />
Sekda yang merakyat<br />
Assalamu'alaikum Wr. Wb, Pak Wali yang saya hormati,<br />
kalau boleh<br />
berpartisipasi sebaliknyamemilih sekda tidak hanya<br />
cerdas, tapi ‘low profile’ merakyat, taat ibadah, sederhana<br />
dan tidaj angkuh. 0813146032XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Terima kasih, jadi perhatian<br />
Suara Rakyat:<br />
BKD gengnya Depdagri?<br />
Yang terhormat bapak Walikota, Assalamu'alaikum Wr.<br />
Wb, rasa bangga<br />
dan acungan jempol punya walikota seperti Bapak.<br />
Saya hanya menunggu moment bapak mengenai:<br />
* BKD yang katanya geng Depdagri,<br />
* Memberantas blok-blok yang ada di setiap instansi<br />
tertentu<br />
* Pungutan-pungutan liar nyata terjadi di setiap pelayanan *<br />
Apakah istri pejabat ikut ngatur juga kalau suaminya<br />
pejabat? Saya menunggu, pak! 0813113318XX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Tidak ada geng-gengan, memangnya mau jadi<br />
preman apa, dan kalau ada geng-gengan akan saya<br />
sikat. Tentang adanya pungutan liar tolong anda bantu<br />
saya dengan informasi yang lebih lengkap. Kalau ada
istri pejabat yang ikut ngatur kantor suaminya, itu mah<br />
namanya istri pejabat ynng ceriwis, nanti saya kasih tau<br />
suaminya.<br />
Suara Rakyat:<br />
Kalau nggak ada Bapak, nggak jalan<br />
Pak Wali yang terhormat, langkah kepeminpinan sungguh<br />
tepat dalam<br />
menegakkan disiplin dan supremasi hukum topi masih<br />
belum diikuti oleh jajaran dibawah, Bapak kalau tidak ada<br />
Bapak tidak jalan. 08158855XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Walikota dan dalam kebijakan umum/political will yang<br />
dibawahnya<br />
harus tahu diri dong, Jangan kaya pahat, kalu diketok<br />
baru jalan. Untuk yang<br />
satu ini memang perlu waktu dan keteladanan.<br />
Suara Rakyat:<br />
Sudah saatnya mengkader pejabat asli daerah.<br />
Pak Wali yang tampan, sudah saahnya mengkader pejabat<br />
Pemda putera<br />
daerah, biar jadi pejabat yang bersih dan berwibawa. Hatihati<br />
sama pejabat yang cari muka. Kebanyakan orang<br />
sono-soni. 08161370XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Ikutilah proses, jadilah staf ynng baik, disiplin, jujur<br />
dan tanggung jawab. Yang cari muku sekarang sudah<br />
tidak ada, lagi cari duit. Anda orang asli apa aspal ? Kalo<br />
asli, ayo bangun kota kita.
Suara Rakyat:<br />
Bagaimana pegawai yang pecandu narkoba?<br />
Sejalan dengan visi Pak Wali ingin membangun Tangerang<br />
dengan akhlak<br />
dan profesionalisme, bagaimana dengan pegawai Bapak<br />
yang pecandu narkoba dan gelar sarjananya aspal?<br />
081510081XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Dari dulu juga kalau pecandu narkoba dipecat dari<br />
PNS, apalagi TKK, soal sarjana palsu laporkan ke<br />
pengadilan. Kemarin sarjana palsu lulus testing CPNS<br />
dan ketauan langsung dibatalkan.<br />
Suara Rakyat:<br />
BKKD kok pelit, sih? Pinjam buku saja nggak boleh<br />
Pak Wali yang budiman, kami kesulitan mendapatkan<br />
APBD, kata staf di BKKD nyetaknya terbatas, tapi ketika<br />
kami mau pinjam untuk dicopy sendiri tidak dikasih, kok<br />
pejabat pemkot pelit ya. padahal itu kan dokumen publik<br />
yang wajib dikctahui masyarakat, mohon paradigma orba<br />
pejabat segera diperbaiki, kami menunggu tindakan tegas<br />
Bapak. Selamat berjuang. 08129381XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Jangan dipolitisir, mekanisme pengesahannya menjadi<br />
produkhukum sudah melalui proses panjang<br />
memberikan kesempatan<br />
kepada warga untuk mengetahuinya. APBD dokumen<br />
negara, tidak berarti<br />
harus difotocopy untuk dibagikan keseluruh warga dan
tidak setiap<br />
orang bebas untuk memiliki, tergantung dari kebutuhan..<br />
Suara Rakyat:<br />
Ijazah aspal ngetrend, pak<br />
Assalamu'alaiktun Pak Wali, ijazah aspal lagi ngetrend dan<br />
banyak<br />
dipakai oleh pegawai pemkot, ancaman pidananya 5 tahun<br />
penjara dan denda 500 juta, masyarakat menunggu.<br />
081510081XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Kalau Caleg silahkan lapor ke Panwaslu, kalau bukan<br />
caleg laporkan<br />
saja ke polisi. Susah amat sih!<br />
Suara Rakyat:<br />
Terima kasih jika Kepala Kantor Damkar dipanggil<br />
Pak Wali, saya ucapkan terima kasih bila Kepala Kantor<br />
Damkar sudah<br />
dipanggil. Mudah-mudahan periode mendatang Pak Wali<br />
jadi Gubernur Banten. 08128280XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Ya sudahlah jangan dibesar-besarkarr, kita masih<br />
mencermati.<br />
Karena anda staf baiknya anda langsung membuat surat<br />
ke Walikota.<br />
Suara Rakyat:<br />
PAM Kota Arogan<br />
Daftar ulang 2 kali lebih mahal dari PAM TKR untuk Banjar<br />
Wijaya dan
selalu menjelek-jelekkan Pemkab. Maunya apa sih?<br />
081310733XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Sampai saat ini PDAM Kota belum pernah membuka<br />
pendaftaran, apalagi daftar ulang untuk langganan air<br />
untuk Perumahan Banjar Wijaya.<br />
Suara Rakyat: Terkadang kalau udah jadi pada<br />
lupa, deh<br />
Saya mohon kepada Yang Maha Kuasa semoga Pak Wali<br />
punya anak buah<br />
yang sesuai dengan program Pak Wali yang selalu ingat<br />
dari mana dia berasal, terkadang kalau sudah jadi lupa<br />
semua. 08569978XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Berarti lupa istri, lupa anak, lupa salat lupa kerjaan lupa<br />
semuanya.<br />
Itu perlu dibawa kegrogol, kalu dia lupa sama pekerjaan,<br />
saya tindak,<br />
kalau lupa sholat urusan Tuhan, tapi kalau yang<br />
dimaksud lupa dalam arti<br />
membalas jasa itu soal lain<br />
Suara Rakyat:<br />
Bapak yang punya political power<br />
Saya mo kritik untuk Pak Wali, kriminal dan narkoba dan<br />
kawan-kawan<br />
bukan hanya tugas polisi, tapi bapak sebagai walikota<br />
yang punya political power. Bikin dong strategi jitu untuk<br />
menurunkan tingkat kriminalitas dan semua jenis
kejahatan. Kalau urusan polisi itu mah proses yuridis<br />
formalnya, contohnya Walikota New York. 0815879XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Undang-undangnya yang berbeda, anda pernah pergi<br />
ke New York dan anda tahu pemilihal local government<br />
disana? Apakah anda tahu tugas Walikota New York,<br />
apakah walikota New York rajin kondangan seperti<br />
Walikota Tangerang, jum’at keliling keluar masuk<br />
kampong melaksanakan 11 wajib kewenangan dll.<br />
Apakah anda tahu walikota dinegara Bagian Amerika<br />
juga sebagai ibu rumah tangga yang hanya<br />
mengomandoin dari dapur keluarga atau sebagai intang<br />
film serta apakah anda tahu hubungan polisi dengan<br />
pihak pemerintah lokal? Saya kasih informasii, kepala<br />
kepolisian di Hongkong diangkat oleh walikota.<br />
Jangan menyamakan sesuatu sebelum kita tahu, kita<br />
juga tidak lalu menggunakan political power, malah saya<br />
tidak tahu apa yang anda maksud. Mengenai strategi<br />
penanggulangan narkoba, kriminalitas dan pelacur kan<br />
sudah saya jelaskan pada edisi yang lalu.<br />
Suara Rakyat:<br />
Inventarisnya dipakai LSM, pak<br />
Pak Wli, di kelurahan kami, Kelurahan Petir mendapatkan<br />
inventaris<br />
roda dua tetapi menyimpang dari keperluan kelurahan.<br />
Kendaraan tersebut menjadi milik salah satu LSM untuk<br />
kepentingan pribadi dan keluarganya, tolong Pak Walikota<br />
diklarifikasi biar jelas, sebab masyarakat selalu bertanya
tapi tidak ada jawaban dari pihak Kelurahan Petir,<br />
Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang. 08158402XXX<br />
Bilang aja sama lurah, susah-susah amat sih.<br />
Suara Rakyat:<br />
Tolong kontrol kinerja damkar<br />
Pak wali, tolong kontrol kinerja dan fasilitas Dinas<br />
Kebakaran yang lalai<br />
dalam menjalankan tugas seperti terjadi di Neglasari.<br />
Puluhan keluarga menjadi korbannya, tolong Pak ditinjau<br />
kembali. Kasihan Pak, melihat mereka kehilangan harta<br />
bendanya, mau kemana lagi mereka tinggal? Saya sangat<br />
prihatin sekali. Apalagi Bapak orang bijak, tolong mereka<br />
Pak saya mohon sekali. 08128213XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Peristiwa kebakaran jam 7.15 masyarakat lapor jam<br />
7.30 ke damkar, dari damkar ke lokasi terjadi kemacetan,<br />
api terlanjur besar karena bangunan terbuat dari bamboo<br />
atap rubia bisa jadi apai cepat melahap bangunan<br />
tersebut. Keluhant-keluhan warga katanya air di damkar<br />
kurang padahal airnya cukup.<br />
Suara Rakyat: .<br />
Empat tahun bukan waktu lama<br />
Pak Wali Yth, masalah Jurumudi Lama bukan<br />
mempolitisasi keputusan<br />
pribadi tapi aspirasi, empat tahun bukan waktu yang<br />
singkat untuk beradaptasi dan mengenal warganya, survei<br />
membuktikan. 081314688XXX Jawaban Walikota:<br />
Sudah saya jawab, sudah saya perhatikan, sudalt
snya survei dengan parameter yang berlaku untuk<br />
mengawasi kinerja lurah. Bagaimana saya tidak<br />
mengatakan ada unsur politiknya, anda pernah<br />
mengancam akan menggerakkan massa anda tulis<br />
berulang kili, anda secara tidak langsung telah<br />
melakuknn intimidasi dengan akant mengadakan<br />
demonstrasi. Saya tidak pernah terma surat secara resmi<br />
diluar sms ini dari saudara, silahkan buat surat, tidak<br />
perlu mengancam.<br />
Suara Rakyat:<br />
Pertamanan seperti mandul<br />
Yth. Bapak Walikota, setuju banget dengan penanaman<br />
seribu pohon,<br />
kan tanaman sangat berguna bagi kehidupan kita<br />
semua di samping artistik, estetis dan fungsional, namun<br />
sayang yang punya ide PU Banten, jadi pertamanan<br />
seperti mandul karena hanya bisa memikirkan proyek<br />
tembok hinggir jalan dan pagar di jalan. 081584134XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Program pertamanan kita juga banyak, kalau Banten<br />
punya program<br />
untuk menghijauknn Kota Tangerang ya bagus.<br />
Suara Rakyat:<br />
Gimana dengan bapak?<br />
Kota Tangerang bersih dan tertib saat dipimpin Pak<br />
Zakaria Mahmud,<br />
bagaimana Pak Wahidin? 081210098XXX<br />
Jawaban Walikota:
Situasi zaman dulu beda dengan sekarang, ekonomi<br />
belum terpuruk<br />
seperti sekarang, dan dulu masyarakat takut sama<br />
walikota. Sekarang di era<br />
reformasi, demokrasi harus dibangun aan<br />
memprioritaskan pembangunan yang<br />
menyentuh kepentingan masyarakat. Alasan lain,<br />
masyaraknt kan masih<br />
banyak yang butuh makan, masa kita lebih memikirkan<br />
pertamanan. Jangan<br />
nyamanyamain. Situasinya kan lain.<br />
Suara Rakyat:<br />
Kok LH Cicing Bae?<br />
Pak Wali tolong dong, bagian Amdal tegur keras, tiap hari<br />
Selasa<br />
warnanya hitam dan merah akibat limbah dan ini sudah<br />
lama sekali, kok LH cicing bae, sih? 08159925XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Cicing aja sih enggak, sudah ada sih upaya yang<br />
dilakukctn seperti<br />
memeriksa air sepanjang kali tersebut tapi belum<br />
memuaskan. AMDAL sudah<br />
menjadi bahasan kita, saya sudah instruksikan bahwa ijin<br />
pabrik harus ada<br />
AMDAL-nya.<br />
Suara Rakyat:<br />
Petugas TPR Cimone pake anting
Pak, kenapa petugas TPR Terminal Cimone ada yang<br />
pake anting gaya<br />
preman, oknum atau aparat tuh! Tak pantas, memalukan<br />
dan harus ditertibkan. 081597719XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Pake anting kaya perempuan, nanti saya perintahkan<br />
Kadis perhubungan<br />
untuk membinanya.<br />
Suara Rakyat:<br />
Oknum pegawai Kecamatan Pinang banyak lagunya<br />
Cing Wahidin yang kami banggakan. Kami atas nama<br />
warga Kecamatan Pinang<br />
merasa bangga mempunyai pemimpin nyeng asli orang<br />
Pinang. Tapi sangat kami sesalkan sikap sejumlah oknum<br />
staf yang ada di Kecamatan Pinang, kayaknya tuh kantor<br />
punya dewek kali. Mentang-mentang kampung dewek jadi<br />
selagu-lagunya aja! 085679029XX<br />
Pegawai itu pelayan, belagu, legeg, overacting, sangnt<br />
tidak menyenangkan dan akan menjadi perhatian<br />
Suara Rakyat:<br />
Kok Rakerda jauh-jauh sih?<br />
Pak, kok rakerda mesti di Bogor? 081293814XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Rakerda yang di Bogor itu finalisasinya, di samping<br />
juga mendengarkan ceramah Imam Prasojo, dan<br />
dilanjutkan guna memantapkan hubungan koordinasi<br />
unit kerja dan antar pejabat. Rakerdaitu sendiri secara<br />
bertahap dilaksanakan di Gedung Pemkot. Rakerda luar
kota itu pun dilaksanakan setahun sekali juga engga, kita<br />
masih punya sense of crisis, terima kasih atas komentar<br />
anda<br />
Suara Rakyat:<br />
Tidak merasa memiliki<br />
Yth Pak Haji, bangunan Pemda, kendaraan dinas itu<br />
banyak, tapi orangorangnya tidak merasa memiliki. Jadi<br />
pada seenaknya make doang, terutama Kasubdin ke<br />
bawah. Gimana Pak Haji? 08127 8940XX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Betul sekali, kita sedang menyiasati karena ada biaya<br />
pemeliharaan<br />
kendaraan cukup besar. Oleh karena itu mungkin perlu<br />
cara sistem sewa atau<br />
leasing.<br />
Suara Rakyat:<br />
Jam Kerja Nyambi Calo<br />
Pak Wali Yth, beberapa anak buah Bapak di Samsat Kota<br />
kinerjanya jelek,<br />
jam kerja ada yang baca koran, ada yang ngerokok<br />
ada yang makan, ada yang sibuk jadi calo dll. Tolong<br />
disidak dan dibenahi agar pelayanan kepada masyarakat<br />
lebih baik lagi. 0813114140XX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Petugas samsat aparat propinsi, bukan anak buah<br />
walikota.<br />
Suara Rakyat:<br />
Tolong dong koordinasi...
Pak Wali, tolong koordinasikan ke Pemda<br />
KabupatenTangerang, perahu<br />
Tanjung Pasir ke Pulau Untung Jawa agar dilengkapi<br />
sarana keselamatan penumpang dan dikon trol rutin,<br />
sebelum jatuh korban. Masyarakat Kota Tangerang banyak<br />
jadi penumpangnya. 08171214XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Ntar kalau saya jadi gubernur.<br />
Sayang, nggak dipelihara<br />
Pembangunan di Tangerang sekarang hebat, sayangnya<br />
belum bisa memelihara yang sudah dibangun.<br />
081619019XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Pemeliharaan menyangkut mentalitas kultur, kita bisa<br />
membangun tapi<br />
tidak bisa memelihara terima kasih.<br />
Suara Rakyat:<br />
Tanaman pada mati<br />
Yth. Walikota Tangerang, sepanjang jalan yang baru ke<br />
bandara sudah<br />
ditanami pohon pelindung, namun sayang sekali tidak<br />
dirawat sehingga pohonnya pada mati, siapa vang<br />
bertanggungjawab? 0815840343XX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Pohon di Jl. Suryadarma, bantuan DHL (Bandara), dia<br />
bawa sendiri, dia tanam sendiri, akhirnya dia mati sendiri,<br />
saya piker itu tanaman dari Sub Din Pertamanan atau<br />
nyumbangnya kurang ikhlas kali. Dan sekarang sudah
diganti dengan tanaman dari walikota.<br />
Suara Rakyat:<br />
Senang Penanaman Pohon<br />
Setuju sekali saya membaca SATELIT NEWS bahwa<br />
Kota iangerang akan ditanami<br />
pohon pelindung, mudah-mudahan Kota Tangerang akan<br />
menjadi sejuk. Meskipun<br />
untuk beberapa tahun yang akan datang, nasibnya mungkin<br />
akan seperti pohon<br />
palem, yang sekarang banyak bertebaran.081584134XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Pohon sudah kita tanamin,mustinya warga juga<br />
mestinya warga juga nanem di masing-masing halaman<br />
rumahnya dan biasanya kita suka Iupa kalaupunya lahan<br />
habis dibangun.<br />
Suara Rakyat:<br />
Bapak sebaiknya turun tangan<br />
Walikota yang terhormat, tampaknya bapak harus turun<br />
tangan membenahi KPU<br />
Kota Tangerang agar jangan terus sibuk terlibat konflik<br />
intern. Karena PPS<br />
kelttrahan kebingungan menentukan arah. Wassalam,<br />
Karang Taruna Kelurahan<br />
Petir.081289561XX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Tapi kan Pemilu kemaren berjalan lancar, tertib,<br />
aman dan sesuai dengan jadwal, soal pada ribut itu<br />
urusan internal. Walikota lagi cari cara bagaimana bisa
Mengkonsolidasikan, cuman haus hati-hati karena KPU<br />
independen, nanti niat baik disalahkan.<br />
Benahi moral trantib yang piket<br />
Pak Wali Yth, tolong dong pak benahi tuh moral oknum<br />
petugas trantib yang pada piket jaga waktu luangnya ada<br />
yang digunakan untuk main judi (uang). Implikasinya Bapak<br />
lebih tahu, segera ditentramkan dan ditertibkan.<br />
08158164XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Saya cek nanti, kalau ada judi akan saya tindak.<br />
Suara Rakyat:<br />
Sopir Kadis mohon perhatian<br />
Bapak Walikota Yth, kami para driver kepala dinas, kepala<br />
badan, mohon<br />
perhatian hingga kini banyak yang belum TKK.<br />
081315441XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Jangan mau jadi sopir Kadis atau Kepala Badan<br />
kalau tidak diangkat TKK, biar Kadisnya sendiri yang jadi<br />
sopir. Ini sopir pribadi apa dinas? Kalau sopir pribadi<br />
jangan jadi TKK.<br />
Suara Rakyat:<br />
Kadis P dan K yang baru juga harus tegas<br />
Urusan PSB pasti nggak bisa dianggap remeh, pak. Dulu<br />
waktu Kadisnya Pak<br />
Harry Mulya, beliau benar-benar bersih. Maka, Kadis<br />
Pendidikan dan Kebuadayaan yang baru pun harus berani<br />
menerapkan hal serupa. Sekolah yang melanggar kuota
tindak, sekolah yang memungut bayaran SPP terlalu tinggi<br />
harus ditegasin. Pokoknya, jangan sampai terdengar lagi<br />
keluhan di masyarakat kalau PSB sering dipakai ajang<br />
bisnis bagi oknum. Oke, pak? 08569943XXX<br />
Jawaban Walikota: Silahkan anda kritisi.<br />
Suara Rakyat:<br />
Katanya udah dicek, Mana hasilnya?<br />
Pak Wali Yth, kalau Lurah Poris baru dapat dana dari<br />
pemerintah tapi tidak<br />
ada bukti pembangunannya masyarakat nuntanya<br />
kemana? Katanya Bawasda sudah cek tapi mana<br />
hasilnya? Awas anak buah Bapak ada yang main tuh.<br />
0813154263XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Sudah dicek, apa perlu diumumin. Hasil apapun tidak<br />
akan diumumkan<br />
kepada publik, untuk catatan pimpinan.<br />
Suara Rakyat:<br />
Poris Baru tak ditengok, sih<br />
Pak Wali Yth, saya salut dengan cara kerja Bapak yang<br />
sering turun ke<br />
lapangan tapi, kenapa untuk Kelurahan Poris Baru<br />
dibiarkan kumuh, tidak pernah dikunjungi? Catatan untuk<br />
Bapak, kalau mau berkunjung jalan dari Daan Mogot<br />
masuk ke dalam sampai perbatasan nanti Bapak lihat<br />
sendiri Poris Baru kayak apa. 081291680XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Soal cek mengecek uunsan saya, dan pernah saya cek.
Soal kumuh urusan<br />
ente sama lurah.<br />
Suara Rakyat:<br />
Tolong perhatikan Kesejahteraan T'KK di Tramtib<br />
Pak Wahidin tolong dong benar-benar diperhatikan<br />
kesejahteraan TKK,<br />
khususnya di Tramtib jangan bendaharanya/Kadisnya yang<br />
makmur, TKKnya mah diperas kaya sapi perahan.<br />
085679045XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Ngomong aja luh, sama-samnajeruk kok makan jeruk.<br />
Ente, kan trantib.sini aja ngomong pakai nulis SMS<br />
segala.<br />
Suara Rakyat:<br />
Lurah dan Sekel Benda arogan<br />
Pak Wali Yth, kami ketua RT & RW Kel. Benda ingin lurah<br />
dan sekelnya diganti, krn tidak bermasayarakat & arogan<br />
jadi kami sebagai RT & RW takut mengadu keluhan<br />
masyarakat. 085615587XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Benda lagi, Benda lagi.. males jawabnya.<br />
Suara Rakyat:<br />
Sekel Kunciran Kurang bermasyarakat<br />
Sekel Kel. Kunciran Indah kurang bermasyarakat dan<br />
pembuatan KTP tanpa<br />
pengantar dari RT bisa diproses asal berani mahal. Tolong<br />
benahi, pak. 0856 87154XXX<br />
Jawaban Walikota:
Mungkin lagi sekelan, dan sekkel tugasnya administrasi<br />
jadimusti baryak<br />
di kantor.<br />
Suara Rakyat:<br />
Selamat ulang tahun Pak Wali! Siap gak jadi gubernur<br />
Pak Wali, ane atas nama warga Cimone Jaya ngucapin<br />
Selamat Ultah ya. Semoga tetap istiqomah dan bersahaja<br />
dalam memimpin Kota Tangerang. Siap jadi gubernur<br />
nggak? Thanks. 0817 179 322<br />
Jawaban Walikota:<br />
Jadi Gubernur?Jadi Walikota aja dauber-uber tukang<br />
becak ha.. ha.. ngatur tukang becak aja susah, ngelawan<br />
arus diertiban marah, tapi ane sih tenang aja nggak perlu<br />
takut.<br />
Suara Rakyat:<br />
Keberatan uang SPP di SDN Poros Gaga 3<br />
Assalamualaikum Pak Wali, saya mewakili orang tua murid<br />
SDN Poris Gaga 3,<br />
saat ini resah dan keberatan atas SPP sekolah dari Rp 50<br />
ribu menjadi Rp 60 ribu per bulan. Tolong ditindaklanjuti,<br />
pak, terimakasih. 081533394277<br />
Jawaban Walikota:<br />
Coba konsultasikan lagi dengan kepala sekolah dan<br />
komite sekolahnya.<br />
Suara rakyat:<br />
Bagaimana komitmen berantas judi?<br />
Pak Wali yang terhormat, bagaimana komitmen bapak<br />
tentang
pemberantasan judi di Kota Tangerang? Kayanya<br />
nggak ada action yang nyata dari bapak. Misalkan<br />
perintahkan ke camat ke lurah, lurah ke RT/RW. Nah<br />
RT/RW ini harus koordinasi dengan tokoh agama, tokoh<br />
masyarakat, kepolisian. Masa sih dengan cara demikian<br />
judi tak dapat ditekan? Tidak sulit, pak, cari pengecer,<br />
agen dan bandar. Jangan-jangan masyarakat bapak sudah<br />
pada suka judi semua sehingga sulit diberantas. Kualitas<br />
dan kuantitas judi sudah sangat memprihatinkan, pak. Kita<br />
tunggu action bapak. 08158164757<br />
Jawaban walikota:<br />
Judi ni memang dimana-mana. Kalau kata Muksin<br />
Alatas Aku Melarat Karena judi, ….., tapi engga sadarsadar.<br />
Menjadi perhatian, dalam rapat Mnspida akan<br />
saya kemukakan kembali.<br />
Suara Rakyat:<br />
Insentif mana, pak?<br />
Pak Wali, insentif guru honor dari pusat kok nggak kunjung<br />
turun..? Datang?<br />
08131151975<br />
Jawaban walikota:<br />
Soal waktu,Wong guru yang di Perumnas bilangnya udah<br />
diterima kok.<br />
Suara Rakyat:<br />
Kalau dikekang manusia akan melawan atau<br />
menghindar Pak Wali, Pak Sekda, kalau manusia makin<br />
dikekang dengan aturan<br />
mereka akan melawan atau menghindar. Ada pepatah
seperti pasir kalo digenggam erat dia akan keluar dari<br />
sela-sela jari. Yah bapak-bapak tahulah apa yang saya<br />
maksud. Terimakasih. 08158371112<br />
Jawaban walikota:<br />
Oooh... ku mau bebas, bebas di alam ini..., di<br />
manapun ada aturannya, baik hidup di hutan maupun di<br />
kali, apalagi jadi pegawai. Engga ada yang namanya<br />
bebas, di hutan aja ada harimau, di kali juga ada buaya.<br />
Jadi ada hak dan kewajiban, kerja yang baik ikut apel<br />
pagi, jangan menyimpang dari aturan dan<br />
menyalahgunakan kewenangan. Masa disuruh<br />
absen/apel aja dibilang dikekang. Kalau melawan, saya<br />
melawan lagi itu untuk tegaknya disiplin, tentunya dengan<br />
segala konsekuensinya. Dari dulu pegawai kalau dibiarin<br />
aja rusak nih birokrasi. Kalau anda seorang yang ikhlas<br />
tenunya kewajiban-kewajiban pegawai dilaksanakan<br />
dengan tanpa beban.<br />
Suara rakyat:<br />
Sabar dan tawakal buat karyawan Pemda yang<br />
kejelekannya diumumkan pada apel senin kemaren.<br />
Semoga bisa memaafkan pejabat yang mempunyai ide<br />
tersebut. Semoga Pak Wali lebih bijaksana dalam<br />
pembinaan pegawai.Sabar dan tawakal kepada karyawan<br />
Pemda yang kejelekannya dibuka dan diumumkan pada<br />
apel Senin kemarin.<br />
Jawaban walikota:<br />
Ada kisah menarik jaman Sayyidina Umar bin<br />
Khatab, ketika Kholid bin Walid sepulangnya dari
peperangan dalam suata apel besar dicopot langsung<br />
jabatannya sebagai panglima perang. Dan jawaban dari<br />
Khalid bin Walid, ketika ditantya oleht pasukanya dia<br />
mengatakan bahwa saya perang untuk menegakan<br />
agama dan karena Allah sambil tersenyum. Lalu apakah<br />
mengumumkan hukuman yang dilakukan di apel itu<br />
suatu perbuatan membuka aib seseorang? Perlu kita<br />
konsulansikan dengan ulama lebih lanjut. Tapi yang<br />
jelas tujuannyn adalah sebagai shock terapi agar sikap<br />
indisipliner tidak menurun kepada yang lain. Lagian kan<br />
merupakan hak pimpinan untuk memberikati sanksi<br />
karena ada aturannya, namun secara pribadi saya juga<br />
prihatin dan sedih, tapi untuk kepentingan negara harus<br />
saya lakukan. Saya berharap yang terkena tindakan<br />
sabar dan tawakal. Insya Allah bagi yang sabar dan<br />
tawakal akan dibuka pintu rahmatNya. Bagi yang lain<br />
saya mengajak ayo kita ikhlaskan diri dengan bekerja<br />
sepenuh hati untuk kota kita tercinta.<br />
Suara rakyat:<br />
Dinas apa yang tugasnya awasi pembangunan<br />
Pak, sebenarnya dinas apa sih yang bertugas mengawasi<br />
masalah<br />
pembangunan? Rasa-rasanya nggak ada. Soalnya,<br />
setiap kali aku melewati jalan, temtama di sekitar Komplek<br />
Kehakiman, setiap hari selalu ada bangunan baru. Dan<br />
prosesnya cepet banget. Hari ini dimulai, besok sudah<br />
berdiri dan minggu depan sudah dihuni. Dijadikan tempat<br />
usaha lagi. Jadinya, setiap tempat full dengan usaha,
esar, kecil, rapi atau semrawut. Memang ada<br />
pengawasan ya, pak? 08177987902<br />
Jawaban walikota:<br />
Dinas Trantib, termasuk yang menindaknya.<br />
Suara rakyat:<br />
Kok banyak pegawai Pemkot keliaran saat jam kerja?<br />
Yth Pak Wali, kami rakyat amat senang dengan pemimpin<br />
yang berakhlakul karimah,<br />
tapi kenapa kami lihat banyak pegawai Pemkot pada jam<br />
kerja berkeliaran sambil makan di restoran mewah, trus<br />
kalau anggota dewan makannya di mana?<br />
0813101159731<br />
Jawaban walikota:<br />
Berkeliaran saat jam kerja mnngkin staf humas dan<br />
protokol, karena pada jam-jam tersebut suka ada<br />
undangan seperti ke Istana Nelayan, Pondok Selera dan<br />
lain-lain. Walikota juga suka karena diundang sekalian<br />
makan dan keliaran kayak kambing cari rumput. Kadang<br />
tim wakil walikota meninjau lapangan,memantau proyok<br />
pembangunan. Kalau arrggota dewan mah makannya di<br />
rumah.<br />
Suara rakyat:<br />
Kok anak buah Bapak takut LSM bodrek<br />
Pak Wali, kenapa sih pejabat anak buah Bapak di Pemda<br />
takut sama LSM<br />
bodrek, tapi kalau memang LSM beneran mah jarang<br />
ditanggapi. Jadi mereka pada terus merajalela.<br />
08158351254
Jawaban walikota:<br />
Katahuan bodrek kan dari Anda. Kita sih ga begitu hapal,<br />
bodrek apa bukan?<br />
Dan bukan soal takut, tapi anak buah saya mungkin<br />
menghargai.<br />
Suara Rakyat:<br />
Kok Rakerda jauh-jauh sih? Pak, kok rakerda mesti di<br />
Bogor? 081293814XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Rakerda yang di Bogor itu finalisasinya, di samping juga<br />
mendengarkan<br />
cermah Imam Prasojo, dan dilanjutkan guna<br />
memantapkan hubungan koordinasi<br />
unit kerja dan antar pejabat. Rakerda tiu sendiri secara<br />
bertahap dilaksanakan di<br />
Gedung Pemkot. Rakerda di luarkota itu pun<br />
dilaksanakan setahun sekali juga<br />
engga, kita masih punya sense of crisis, terima kasih atas<br />
komentar anda.<br />
Suara Rakyat:<br />
Tidak merasa memiliki<br />
Yth Pak Haji, bangunan Pemda, kendaraan dinas itu<br />
banyak, tapi orangorangnya tidak merasa memiliki. Jadi<br />
pada seenaknya make doing, terutama subdin kebawah.<br />
Gimana Pak Haji? 081218940XX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Betul sekali, kita sedang menyiasati karena ada biaya<br />
pemeliharaan
kendaraan cukup besar. Oleh karena itu mungkin perlu<br />
cara sistem sewa atau<br />
leasing.<br />
Suara Rakyat:<br />
Jam Kerja Nyambi Calo<br />
Pak Wali Yth, beberapa anak buah Bapak di Samsat Kota<br />
kinerjanya jelek,<br />
jam kerja ada yang baca koran, ada yang ngerokok<br />
ada yang makan, ada yang sibuk jadi calo dll. Tolong<br />
disidak dan dibenahi agar pelayanan kepada masyarakat<br />
lebih baik lagi. 0813114140XX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Petugas samsat aparat propinsi, bukan anak buah<br />
walikota.<br />
Suara Rakyat:<br />
Renstra jangan diajukan dewan sekarang<br />
Pak Wali, kami mohon untuk yang renstra, jangan diajukan<br />
ke DPRD<br />
yang sekarang, soalnya kinerja mereka sudah tidak efektif,<br />
dikhawatirkan pembahasannya wenjadi asal. Ini kan<br />
penting untuk Bapak. 081315086XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Saya juga sependapat bahwa kondisi seperti<br />
sekararng suasana injuri time kalau Renstra diajukan,<br />
tapi saya juga minta jangan ngojok-ngojok saya supaya<br />
segera Renstra diajukan, karena Renstra memang perlu<br />
ketajaman dan kedalaman dalam membahas materi dan<br />
karena alasan itu pula saya tidak mengajukan Renstra.
Suara rakyat:<br />
Gak sekalian rumahnya dibawa?<br />
Rumah dinas DPRD lama, gimana bisa hilang<br />
perabotannya, pak? Gak<br />
sekalian rumahnya dibawa. 08568501681<br />
Jawaban walikota:<br />
Baru perabotnya aja public dah rebut. Jaman dulu ada<br />
istilah gotong<br />
rumah di kampung, sekarang mah engga ada.<br />
Suara rakyat;<br />
Cek legalitas pungutan sopir truk<br />
Pak Walikota, mohon dicek legalitas keberadaan<br />
pungutan-pungutan<br />
terhadap keberadaan para sopir truk sepanjang jalan<br />
Cisauk-serpong. 08158996XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Ya, nanti saya cek sambil jalan-jalan ke BSD.<br />
Suara Rakyat:<br />
Akuntansi Publik turun ke Organda<br />
Yth. Pak Wali, mohon diturunkan Akuntansi Publik<br />
periksain duit-duit di<br />
Organda bukan sedikit dana masyarakat yang nguap<br />
ratusan juta, diproses hukum aja, kejahatan biar kapok.<br />
081290214XX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Organda itu asosiasi, lembaga independen.<br />
CAMAT DAN LURAH KITA
Suara Rakyat:<br />
Camatnya nggak mau tandatangan<br />
Pak Wali, Camat benda tidak mau tandatangan waktu kita<br />
mau undang<br />
mengikuti simulasi pemilu. Katanya, terlalu banyak<br />
sosialisasi ngabisin duit bikin masyarakat bingung.<br />
08567569XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Sosialisai dan tahapan Pemilu lainnya<br />
tanggungjawab KPU. Dalam konteks ini camat tidak<br />
dalam kapasitas tersebut, paling banter nyediain tempat.<br />
Jika ada kelompok yang ingin membantu seyogyanya<br />
koordinasi dengan KPU/PPK setempat. Simulasi di<br />
Puspem pun diselenggarakan oleh KPU dan walikota,<br />
jadi piss laah…<br />
Suara Rakyat:<br />
Kok simulasi aparatnya nggak datang?<br />
Yang terhormat Bapak Walikota, bagaimana nih kok mau<br />
simulasi<br />
pemilu yang diadakan di Kelurahan Sukasari tidak<br />
dihadiri aparat jajaran Kelurahan Sukasari, seperti ada<br />
pemboikotan, tolong ditindak, apa tidak peduli dengan<br />
Pemilu? 08561170530<br />
Jawaban Walikota:<br />
Lurah itu sedang ada keperluan lain dan jangan<br />
gampang menuduh,<br />
boikot-boikot itu apa untungnya sih. Nanti diingatkan
lurahnya.<br />
Suara Rakyat:<br />
Mengharap kunjungan Walikota<br />
Pak Wali, kami warga Poris Gaga Baru sangat<br />
mengharapkan kunjungan<br />
Bapak ke wilayah kami, nanti bisa dilihat langsung kinerja<br />
Lurah Cecep. 081310718XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Secara diam-diam saya sudah keliling dan saya sudah<br />
tahu.<br />
Suara Rakyat:<br />
Kok banyak guru jadi Lurah?<br />
Pak Wali, bukankah masih banyak dibutuhkan guru-guru<br />
sekolah? Tapi<br />
kenapa banyak guru yang dijadikan Lurah? Masa rakyat<br />
dijadikan muridnya! 08161436XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Tahun 2004-an memang ada kecenderungan banyak<br />
guru ingin jadi lurah, kalau sekarang enggak boleh lagi<br />
guru jadi lurah<br />
Suara Rakyat: Hati-hati penempatan Lurah<br />
Pak Wall hati-hati dalam hal menempatkan jabatan Lurah,<br />
apalagi yang<br />
pernah korupsi. Dari pengamat. 081314246XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Hati-hati, kayak pinggir jurang aja,takut kecemplung apa?<br />
Soal Lurah,<br />
sudah ada mekanismenya.
Suara Rakyat:<br />
Kok nggak diganti, padahal bukan PNS<br />
Pak Wali yang terhormat, kok Lurah Porisgaga dan Poris<br />
Jaya belum<br />
juga diganti, bukan PNS lagi. 08129763XXX<br />
Jawaban Walikota: Bertahap.<br />
Suara rakyat:<br />
Mohon orang jujur yang diangkat jadi lurah<br />
Pak walikota yang bijaksana, saya warga Pinang sangat<br />
menyesali ada<br />
warga Pinang yang sangat ambisius ingin jadi lurah<br />
dengan cara menjelekjelekkan lurahnya scndiri, dan setahu<br />
saya yang ambisius itu baru dua tahun jadi PNS. Mohon<br />
dalam pengangkatan luarah nanti adalah orang-orang yang<br />
jujur, berakhlakul karimah dan disenangi masyarakat<br />
seperti Pak Wali. 08179903674<br />
Jawaban Walikota:<br />
Lu, pake nulis-nulis di SMS segala, lagu apa lu. Ini<br />
bukan sefatnya orang pinang, orang pinang rebut-ribut<br />
soal begini datang aja apa , langsung ngomong.<br />
Suara Rakyat:<br />
Poris Baru tidak ada lurahnya<br />
Pak Wali Yth, Kelurahan Poris Baru sudah lama tidak ada<br />
lurahnya kok<br />
dibiarkan saja, sudah amburadul. 081315426XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Bulak balik aja sih nanyanya.
LAYANAN PUBLIK<br />
Suara Rakyat:<br />
Kenapa Pembayaran Diperlambat?<br />
Pak Wali yang bijak, kami warga Selapajang udah mau<br />
digusur untuk<br />
PAP, tetapi kenapa pembayaran diperlambat. Tanah<br />
makin lama kan makin mahal pak. Tolong perhatikan<br />
warga. 08129866XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Tergantung pada anggaran di PAP. Dewan sudah<br />
memanggil kita terus menerus. Dalam waktu dekat ada<br />
pembayaran lanjutan, informasi terakhir belum<br />
seluruhnya tersedia. Buat saya makin cepat makin<br />
bagus.<br />
Suara Rakyat:<br />
Di Petir sulit memperpanjang KTP<br />
Pak Wali, kami tinggal di Kelurahan Petir. Kami sangat<br />
kesulitan<br />
memperpanjang KTP karena banyak persyaratan surat<br />
keterangan yang harus dipenuhi. 081314077xxx<br />
Jawaban Walikota:<br />
Sulit apanya dan berapa biayanya, menjadi perhatian<br />
kami.<br />
Suara Rakyat:<br />
Pembuatan KTP mahal<br />
Assalamu'alaikum Pak Wali yang terhormat, kami warga<br />
Kelurahan
Nusajaya Kecamatan Karawaci, tolong diperhatikan: 1.<br />
Pembuatan KTP mahal Rp 35 ribu s/d Rp 50 ribu. 2. Dana<br />
stimulan sebesar Rp 75 juta, tolong dicek. 081315082XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Pake calo kali, apa stafnya jadi calo?<br />
Suara Rakyat:<br />
Kapan, ada lowongan PNS<br />
Pak Wali yang terhormat, kapan ada penerimaan PNS<br />
lagi? 08129478XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Kalau ada diumumkan dikoran, belajar dari sekarang.<br />
Suara Rakyat:<br />
Buat KTP sebenarnya berapa sih?<br />
Sebenarnya buat KTP itu berapa sih? Rp 5 ribu? Rp 10<br />
ribu? Harus<br />
ditentukan dong, biar kami warga nggak bingung<br />
ngurusnya. Tolong ditetapkan (warga Nusajaya)<br />
081315082XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
KTP gratis, tapi pemohon lebih senang lewat calo, jadi<br />
ada kurjasama dengan perangkat yang ada.<br />
Suara Rakyat:<br />
Gimana mau gratis? Kelurahan harus beli blanko ke<br />
kecamatan Pak Wali<br />
bilang di SATELIT NEWS Hari Senin, KTP gratis, tapi<br />
KTP dijual oleh pihak<br />
kecamatan tanpa kwitansi. Kalau nggak ngasih uang<br />
nggak dapat blanko,
agaimana kami bisa menerapkan KTP gratis di<br />
kelurahan? Kadang-kadang malu<br />
juga kalau ada masyarakat yang kritis bilang bahwa KTP<br />
gratis, tapi mau<br />
bagaimana kami? Mohon tindakan selanjutnya kepada<br />
pihak kecamatan, agar<br />
program bapak "KTP gratis" dapat kami jalankan.<br />
081311457XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Kelemahan kita peraturan dibuat, tidak dipersiapkan<br />
perangkat<br />
operasionalnya, saya tau ini merupakan PR bagi saya<br />
sebagai walikota yang baru.<br />
Suara Rakyat:<br />
Udah dua bulan ngurus ijin, nih<br />
Assalamualaikum wr. wb. Pak wali, mengurus perijinan kok<br />
lama, katanya<br />
cuma dua minggu tapi udah 2 bulan belum selesai, ini lama<br />
di kantor perijinan apa di person kantor Pak Wali.<br />
081584056xxx<br />
Jawaban Walikota:<br />
Tanya apa... ke kantor perijinan siapa pemohonnya,<br />
ijinnya apa.. kan sulit<br />
saya jawabnya kalau tidak lengkap informasinya.<br />
Suara Rakyat:<br />
Formulir dijual Rp 50 ribu<br />
Formulir masuk SDN Pasar Baru 5 dijual Rp 50 ribu,<br />
mampukah kami
menyekolahkan anak? 0812951XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Apa iya pendaftaran belum dimulai sudah dijual formulir,<br />
kalau tidak<br />
salah pendaftaran kan bulan juli. Nanti akan saya cek.<br />
Suara Rakyat:<br />
Pelayanan nggak ningkat<br />
Pak Wali, PDAM TKR telah berbohong, janji akan ada<br />
peningkatan pelayanan<br />
setelah kenaikan harga 300 persen tidak ditepati, kami<br />
sebagai rakyat memohon kepada bapak. 0812938XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
PDAM TKR milik Kabupaten, namun keluhan saudara<br />
akan diteruskan ke<br />
direksinya.<br />
Suara Rakyat: Tolong kontrol kinerja damkar<br />
Pak wali, tolong kontrol kinerja dan fasilitas Dinas<br />
Kebakaran yang lalai<br />
dalam menjalankan tugas seperti terjadi di Neglasari.<br />
Puluhan keluarga menjadi korbannya, tolong Pak ditinjau<br />
kembali. Kasihan Pak, melihat mereka kehilangan harta<br />
bendanya, mau kemana lagi mereka tinggal? Saya sangat<br />
prihatin sekali. Apalagi Bapak orang bijak, tolong mereka<br />
Pak saya mohon sekali. 08128213XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Peristiwa kebakaran Jam 7.15 masyarakat lapor Jam<br />
7.30 ke damkar, dari damkar ke lokasi terjadi kemacetaa,<br />
api terlanjur besar karena bangunan terbuat dari bamboo
dan atap rumbia bisa jadi api demikian cepat mel;ahap<br />
bangunan tersebut. Keluhan-keluhan warga katanya air di<br />
damkar kurang padahal airnya cukup<br />
Suara Rakyat:<br />
Voltase listriknya rendah, pak<br />
Pak, tolong listrik di kampung kami, Ranca Dulang,<br />
Margasari, voltase<br />
rendah sekali, udah jalan dua tahun kasihani kami pak,<br />
untuk belajar kami. 08121987XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Lingkungan saya pun sama, sudah bertahun-talmn<br />
voltase rendah dan sudah bolak-balik ke PLN, apabila<br />
ada tanda-tanda mau hujan lampu mati dan lama<br />
hidupnya. Keluhan anada sama dengan saya dan<br />
menjadi perhatian<br />
Suara rakyat:<br />
Tertibkan untuk pembuatan akta kelahiran<br />
Pak Wali, tolong ditertibkan untuk pembuatan akta<br />
kelahiran kok<br />
biayanya lain-lain ada yang Rp 50 ribu sampai Rp 75 ribu.<br />
081314020xxx<br />
Jawaban Walikota:<br />
Tulis surat ke saya kapan bikinnya, berapa besar<br />
biayanya anak ke<br />
berapa, ngurusnya lewat siapa dan bayarnya kepnda<br />
siapa, kalau di SMS sudah<br />
jawabnya.<br />
Suara rakyat:
Empat tahun bukan waktu lama<br />
Pak Wali Yth, masalah Jurumudi Lama bukan<br />
mempolitisasi keputusan<br />
pribadi tapi aspirasi, empat tahun bukan waktu yang<br />
singkat untuk beradaptasi dan mengenal warganya, survei<br />
membuktikan. 081314688XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Sudah saya jawab, sudah saya perhatikan, sudah<br />
saya survei dengan parameter yang berlaku untuk<br />
mengawasi kinerja lurah. Bagaimana saya tidak<br />
mengatakan ada unsur politiknya, anda pernah ngancam<br />
akan menggerakkan massa anda tulis berulang kali,<br />
anda secara tidak Iangsung telah melakukan intimidasi<br />
dengan akan mengadakan demonstrasi. Saya tidak<br />
pernah terima surat secara resmi di luar SMS ini dari<br />
saudara, silahkan buat surat, tidak perlu mengancam.<br />
Suara Rakyat:<br />
Lho, Uang GBS dipotong<br />
Pak... uang GBS tak menentu, sementara dari sekolah<br />
dipotong, mau jadi PNS<br />
harus punya uang gimana nasib kami, dong?!<br />
081311413XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Potong-potong aja ente. GBS kan dibayar lewat bank.<br />
Yang jelas kalau<br />
kasih informasi, jangan fitnah. Laporannya yang bener.<br />
Suara Rakyat:<br />
Perpanjangan KTP lama banget
Ass. Wr. Wb. tolong pak, masa perpanjangan KTP di<br />
Kelurahan Margasari<br />
sampai tiga minggu, memang benar biayanya sampai Rp<br />
20 ribu? 0,81314645XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Ngantuk kali Iurahnya, ntar saya cek!<br />
Suara Rakyat:<br />
Pertamanan seperti mandul<br />
Yth. Bapak Walikota, setuju banget dengan penanaman<br />
seribu pohon,<br />
kan tanaman sangat berguna bagi kehidupan kita<br />
semua di samping artistik, estetis dan fungsional, namun<br />
sayang yang punya ide PU Banten, jadi pertamanan<br />
seperti mandul karena hanya bisa memikirkan proyek<br />
tembok pinggir jalan dan pagar di jalan. 081584134XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Program pertanyaan kita juga banyak, kalau Banten<br />
punya program<br />
untuk menghijaukan Kota Tangerang ya bagus.<br />
Suara Rakyat:<br />
Gimana dengan bapak?<br />
Kota Tangerang bersih dan tertib saat dipimpin Pak<br />
Zakaria Mahmud,<br />
bagaimana Pak Wahidin? 081210098XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Situasi zaman dulu beda dengan sekarang, ekonomi<br />
belum terpurukk<br />
seperti sekarang, dan dulu mayarakat takut sama
walikota. Sekarang di era<br />
reformasi, demokrasi harus dibangun dan<br />
memprioritaskan pembangunan yang<br />
menyentuh kepentinagn Masyarkat. Alasan<br />
lain,masyarakat kan masih banyak<br />
yang butuh makan, masa kita lebih memikirkan<br />
pertamanan. Jangan nyamannyaman. Situasinya ka lain<br />
Suara Rakyat:<br />
Sungai di Jl. Daan Jadi Hitam<br />
Ass. Wr. Wb, Pak Wali coba tengok dong Kali Cisadane<br />
yang di<br />
sepanjang Jalan Daan Mogot, udah airnya hitam, banyak<br />
bangunan liar lagi, coba kembalikan kelestariannya seperti<br />
dulu lagi. 08129723XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Insya Allah sudah menjadi perhatian saya. Tinggal<br />
langkah berikutnya adalah upaya penertibatn seperti<br />
PKL, gubuk liar dan pelacuran.<br />
Suara Rakyat:<br />
Benahi moral trantib yang piket<br />
Pak Wali Yth, tolong dong pak benahi tuh moral oknum<br />
petugas<br />
trantib yang pada piket jaga waktu luangnya ada yang<br />
digunakan untuk main judi (uang). Implikasinya Bapak lebih<br />
tahu, segera ditentramkam dan ditertibkan. 08158164XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Saya cek nanti, kalau ada judi akan saya tindak.<br />
Suara Rakyat:
Sopir Kadis mohon perhatian<br />
Bapak Walikota Yth, kami para driver kepala dinas, kepala<br />
badan,<br />
mohon perhatian hingga kini banyak yang belum TKK.<br />
081315441XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
J angan mau jadi sopir Kadis atau Kepala Badan<br />
kalau tidak diangkat TKK, biar Kadisnya sendiri yang jadi<br />
sopir. Ini sopir pribadi apa dinas? Kalatu sopir pribadi<br />
jangan jadi TKK.<br />
Suara rakyat:<br />
Tegur Lurah Mekarsari tuh, pak<br />
Pak Wali yang terhormat, tolong tegur Lurah Mekarsari,<br />
setiap ada<br />
kegiatan warga, entah itu HUT RI atau keagamaan tidak<br />
ada sumbangsihnya. Lurah apaan tuh, ganti saja pak.<br />
081511389725<br />
Jawaban walikota:<br />
Emangnya Iurah, camat,Walikota jadi sinterklas<br />
sumbang sini, sumbang situ. Dikasih kecil bilang<br />
kekecilan, dikasih gede dia balik Iagi. Lurah dan camat<br />
duitnya dari mana? Akta jnal beli lagi apek begini.<br />
Anggaran buat sumbangan engga ada, buat anu juga<br />
engga cukup, coba deh rakyat swadaya bareng-bareng.<br />
Nyunatnr, Maulidan dating ke lurah, korupsi engga boleh.<br />
Jangankan lurah, camat, walikota juga kadang-kadang<br />
bingung ke kondangan tiap miuggu, ada yang nyunatin,<br />
ngawinin. Tau sendiri sekarang pake duit anggaran kalau
engga mampus luh. Pake duit stimulan aja diprotes,<br />
rakyat juga harus konsisten apa. Kalau lurah diganti<br />
karena engga nyumbang engga ada kamusnya, kecuali<br />
kalau ada persoalan lain. Banyak juga sekarang lurah<br />
yang ingin diganti pada pingin ngojek kalau engga malu<br />
mah.<br />
Suara Rakyat:<br />
Periksa retribusi KIR<br />
Yth. Pak Wali, mohon diturunkan Akuntasi Publik periksa<br />
out in, karena<br />
ditarik dari publik ketika KIR mobil, kalau mcmvimpang<br />
agar diproses hukum saja. 081290214XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Bawasda nanti saya tugaskan.<br />
Suara Rakyat:<br />
Perusahaan dan Warga Kelurahan Benda Resah<br />
Sumbangan HUT RI Pak Walikota Yth, atas nama<br />
perusahaan dan warga Kel. Benda bahwa<br />
LBND & CA. BND Hari Kemerdekaan ke 59 dibuat<br />
ladang dana tahunan untuk pribadi & golongan.<br />
Mengatasnamakan kegiatan untuk warga ternyata tidak,<br />
ada. Tolong ketegasan Pak Wali sebagai pemimpin Kota,<br />
kami dikorbankan. LBH Karang Anyar mohon maaf.<br />
0852162070XX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Ya ikhlas aja lah, satv tahvn sekali, asal jangan tnaksa<br />
dan<br />
semampunya.
Suara Rakyat:<br />
Lurah buatin SPK bohongan enaknya diapain?<br />
Assalamu'alaikum Wr. Wb. Bang Haji, ane mau nanya nih?<br />
Apa tindakan<br />
abang kalau lurah pada saat penerimaan CPNS<br />
kemarin bikinin SP kerja bohongan buat tenaga magang,<br />
padahal udah jelas-jelas tuh orang kagak kerja di kelurahan<br />
itu eh! Pake dibikinin SP biar bisa ikut test dengan alasan<br />
"kasihan ama tetangganya katanya". Wassalamualaikum.<br />
08129749XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Ada aja emang dari dulu kebiasaan...<br />
Suara Rakyat:<br />
Awas oknum bermain kotori CPNS Pak Wali Yth, tolong<br />
di-recheck peserta ujian CPNS yang tidak ikut ujian tapi<br />
nanti diloloskan oknum karena main uang dan referensi.<br />
Bersihkan KKN di dinas Kota Tangerang. 081584215XXX<br />
Awas!! Kayak Gardu PLN aja, laporin apa ke sini.<br />
Suara Rakyat:<br />
Sekel Kunciran kurang bermasyarakat<br />
Sekel Kel. Kunciran Indah kurang bermasyarakat dan<br />
pembuatan KTP tanpa pengantar dari RT bisa diproses<br />
asal berani mahal. Tolong benahi, pak 085687154XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Mungkin lagi sekelan, dan sekkel tugasnya administrasi<br />
jadi musti banyak di kantor.<br />
Suara Rakyat:<br />
Mau bayar PBB sulit
Pak Wali yang kami hormati, mohon tegur kepada kantor<br />
PBB, masa mau bayar PBB saja sulit dan proses<br />
penebitan sampai 1,5 bulan. 081298091XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Bagus saya berikan penghargaan pada anda yang sudah<br />
peduli. Akan saya tegur BKKD dan KP PBB lelet.<br />
Suara Rakyat:<br />
Ngurus sertifikat di BPN 4 bulan belum jadi<br />
Pak Wali yang bijak, saya balik nama sertifikat tanah di<br />
BPN namun sudah 4 bulan belum jadi juga. Tolong ditegur<br />
harus berapa bulan selesainya, sebelumnya terima kasih.<br />
081514394XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Masih mending, kadang 6 bulan atau 1 tahun… belum<br />
jadi. Mungkin BTL, nanti saya konfirmasi. Terima kasih.<br />
Suara Rakyat:<br />
Lurah dan Sekel Benda arogan<br />
Pak Wali Yth, kami ketua RT dan RW Kel. Benda ingin<br />
lurah dan sekelnya diganti, krn tidak bermasyarakat dan<br />
arogan jadi kami sebagai RT dan RW takut mengadu<br />
keluhan masyarakat. 085615587XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Benda lagi, Benda lagi… males jawabnya.<br />
Suara Rakyat:<br />
Tolong perhatikan kesejahteraan TKK di Tramtib<br />
Pak Wahidin tolong dong benar-benar diperhatikan<br />
kesejahteraan TKK, khususnya di Tramtib jangan<br />
bendaharanya/Kadisnya yang makmur, TKKnya mah
diperas kaya sapi perahan. 085679045XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Ngomong aja luh, sama-sama jeruk kok makan jeruk.<br />
Ente kan Tramtib, sini aja ngomong pake nulis SMS<br />
segala.<br />
Suara Rakyat:<br />
Enggak mau dengerin omongan warga<br />
Pak Wali Yth, Lurah Cipondoh Makmur terlalu otoriter gak<br />
mau dengerin keluhan warga. Tolong diberi penataran lagi<br />
bagaimana menjadi pemimpin yang baik.<br />
0813160751XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Lagi budek kali. Kayak RT bolot aja<br />
Suara Rakyat:<br />
Lurah Karangsari jangan diskriminatif<br />
Lurah karangsari jangan pola-pola diskriminasi yang<br />
dikedepankan. Itu bukan pola bagus untuk seseorang<br />
pemimpin. Dan pola ini tidak layak diterapkan di<br />
Karangsari. Mana yang namanya konsep kebersamaan?<br />
Semua itu hanya omong kosong belaka. 08176707XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Kan ente yang dukung, lurah lama diganti. Sekarang di<br />
protes lagi. Jadi perhatian.<br />
Suara Rakyat:<br />
Kadis P dan K yang baru juga harus tegas<br />
Urusan PSB pasti enggak bisa dianggap remeh, pak. Dulu<br />
waktu Kadisnya Pak harry Mulya, beliau benar-benar<br />
bersih. Maka Kadis Pendidikan dan Kebudayaan yang
aru pun harus berani menerapkan hal serupa. Sekolah<br />
yang melanggar kuota tindak, sekolah yang memungut<br />
bayaran SPP terlalu tinggi harus ditegasin. Pokoknya,<br />
jangan sampai terdengar lagi keluhan di masyarakat kalau<br />
PSB sering dipakai ajang bisnis oknum. Oke, pak?<br />
08569943XXX<br />
Jawaban Walikota: Silakan anda kritisi<br />
Suara Rakyat:<br />
Air kalau pagi suka mati<br />
Pak Wali, kenapa PDAM Kota kalau pagi hari suka mati?<br />
Aku tinggal di Banjar Wijaya, nih. Kadang-kadang jam<br />
08.00 atau jam 09.00 udah mati? Padahal kan kegiatan<br />
membereskan urusan rumah belum beres? Mohon<br />
tingkatkan kinerjanya tuh PDAM. 08159653XXX<br />
Setahu saya kapasitas produksi PAM kita memang<br />
sangat terbatas, baru bulan Agustus akan ada<br />
penambahan kapasitas produksi. Akan saya teruskan ke<br />
PDAM<br />
Suara Rakyat:<br />
Sudah 6 bulan di photo gak jadi-jadi<br />
Ass.Wr.Wb. Pak Wali, sudah enam bulan lewat kami<br />
melakukan pemotoan untuk tanda pengenal tapi sampai<br />
sekarang kok belum jadi? Kami tanyakan berkali-kali tapi<br />
gak pernah selesai, gimana tuh pak? 08158278XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Itu berarti anda diphoto sama tukang foto keliling kali.<br />
ente salah difoto masa enam bulan gak jadi, coba<br />
konfirmasi lagi ke BKD
DISIPLIN<br />
Suara Rakyat:<br />
Jam apel agak siang dong<br />
Pak Wali, salut buat Bapak atas kepemimpinannya. Saya<br />
pegawai wanita mewakili rekan-rekan sesama wanita yang<br />
memiliki anak balita. Bagaimana kalau apel pagi menjadi<br />
jam 7.30 agar tidak tergesa-gesa, karena kami kaum<br />
wanita yang punya balita agak kerepotan walaupun sudah<br />
bangun pagi. Mohon pertimbangan agar adil dalam<br />
keluarga. 081316225XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Nanti diklasifikasi, yang lagi punya anak apel jam 7.30,<br />
yang lagi hamil jam 10.00, bapak-bapak bangun pagi<br />
jam 07.15. yang tinggal di Bandung tidak wajib apel.<br />
Ayng abis nonton bola boleh siang masuknya, atur aja.<br />
Jasi bahan pertimbangan.<br />
Suara Rakyat:<br />
Kok Puspem gak dirawat?<br />
Pak Wali, salut untuk pemerintah membangun Pusat<br />
Pemerintahan, tapi bangunan yang dibangun terus tidak<br />
dirawat dengan baik. Bangunan tersebut pasti akan cepat<br />
rusak kalau gak dirawat. 081584056XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Gedungnya kan sudah dicat. Kan kebun dibersihin terus.<br />
Kan ada cleaning service/dikontrak. Kan pohonya udah<br />
mulai berkembang, kan enggak boleh buang sampah di
situ. Ente ikut ngerawat, jangan ngomel doang.<br />
Suara Rakyat:<br />
Mohon maaf, sudah kami terima kok<br />
Mohon maaf atas SMS yang kami kirim dan telah dimuat<br />
pada hari Kamis, 14 Oktober tentang insentif guru yang<br />
belum turun di Kecamatan Tangerang, karena insentif<br />
tersebut telah kami terima pada hari dibuatnya SMS kami<br />
bersamaan dengan dengan jadwal pembagian insentif.<br />
Terima aksih kami haturkan kepada Bapak Wali, dan<br />
semua jajaran yang terkait. 08159555591<br />
Suara Rakyat:<br />
Kok banyak pegawai Pemkot keliaran saat jam kerja?<br />
Yth. Pak Wali, kami rakyat amat senang dengan pemimpin<br />
yang berakhlakul karimah, tapi kenapa kami lihat banyak<br />
pegawai Pemkot pada jam kerja berkeliaran sambil makan<br />
di restoran mewah, trus anggota dewan makannya<br />
dimana? 0813101159731<br />
Jawaban Walikota:<br />
Berkeliaran saat jam kerja mungkin staf humas dan<br />
protokol, karena pada jamjam tersebut suka ada<br />
undangan seperti ke Istana Nelayan, Pondol Selera, dan<br />
lain-lain. Walikota juga suka karena diundang sekalian<br />
makan dan keliaran kayak kambing cari rumput. Kadang<br />
tim wakil walikota meninjau lapangan, memantau proyek<br />
pembangunan. Kalau anggota dewan mah makannya di<br />
rumah.<br />
Suara Rakyat:<br />
Kok Bapak nggak datang ke Cibodas?
Pak Walikota Yth, kenapa Pak Wali tidak pernah datang ke<br />
Kelurahan Cibodas apabila ada kegiatan, sedangkan kami<br />
bulan puasa setahun yang lalu berpanaspanasan<br />
mendukung Bapak. 081586046703<br />
Jawaban Walikota:<br />
Kalau ke Kecamatan Cibodas sih udah beberapa kali,<br />
cuman kalau ke Kelurahan Cibodas memang belum.<br />
Waktu diundang jadi khotib udah siap pergi, taunya harus<br />
operasi dengkul, terus waktu maen bola wanita pas mau<br />
berangkat ada tamu penting, jadi diwakilkan. Sekarang<br />
pengen silaturahmi, tapi dengkul saya harus masuk<br />
bengkel 2 hari sekali karena belum sembuh benar.<br />
Mohon maaf, Insya Allah.
DANA DAN HARTA RAKYAT<br />
Suara Rakyat:<br />
Uang Dana Stimulan Diutangkan<br />
Pak Wali saya warga RW 07 Kelurahan Sukasari ingin<br />
melaporkan pembangunan fisik stimulan terhambat, garagara<br />
uangnya dipinjamkan oleh oknum kelurahan, mohon<br />
ditindak. 08129381XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Ada-ada saja sih lurah. Memangnya BPR atau rentenir?<br />
Benar apa enggak ini laporannya?<br />
Suara Rakyat:<br />
Dana Stimulan Jurumudi Lama dikemanakan?<br />
Bapak Wali yang gagah, dana stimulan Kelurahan<br />
Jurumudi Lama, kata Lurah sudah habis, sedangkan<br />
pembangunan baru 30%, dikemanakan dananya?<br />
081314120XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Tanya saja ke Lurahnya, habis dikemanakan setelah<br />
pemilu, saya akan monitoring langsung, anda jangan<br />
skeptis.<br />
Suara Rakyat:<br />
Kenapa tidak ada pertanggungjawabannya?<br />
Assalamualaikum Pak Walikota, kenapa dana operasional<br />
yang telah diturunkan ke Asda I sampai sekarang tidak ada<br />
pertanggungjawaban apalagi dana itu tidak mengalir.<br />
081310952XXX
Jawaban Walikota:<br />
Pasti ada, tagih aja kalo anda punya hak, kok susah amat<br />
sih! Suara Rakyat:<br />
Terima kasih dana stimulannya<br />
Yang terhormat Pak wlikota, terima kasih banyak atas<br />
stimulan Bapak, jalan kami Kampung Ledug RW 06<br />
Kelurahan Kroncong tiadk becek lagi musim hujan ini.<br />
Semoga Bapak diberikan keberkahan dan keselamatan<br />
dalam memimpin Tangerang. Amin. 0818933XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Bersyukur pada Allah SWT, mudah-mudahan kita<br />
kompak selalu.<br />
Suara Rakyat:<br />
Uang stimulan banyak diselewengkan<br />
Pak Wali, tolong selidiki Lurah Karawaci, banyak<br />
pembuatan data palsu untuk mempermudah korupsi. Uang<br />
stimulan banyak diselewengkan. 08128797XXX<br />
Korupsi, nekat amat sih.. segera kita cek.<br />
Suara Rakyat:<br />
Berapa bantuan dana untuk kampanye Golkar<br />
Pak Wali, berapa dana yang akan dikeluarkan bapak untuk<br />
membantu kampanye Golkar? 08128862XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Ngeledek luh, Walikota tidak boleh memberi bantuan<br />
untuk itu, lagi pula duitnya darimana.<br />
Suara Rakyat:<br />
Insentif kena PPh?
Mengapa uang insentif tiga bulan dipotong? Pak Wali, apa<br />
betul uang itu kena PPh 15%, dinas pusat atau cabang<br />
yang motong? Digunakan untuk apa? 081298640XX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Yang kena PPH golongan III ke atas, aturannya sudah<br />
begitu.<br />
Suara Rakyat:<br />
Gusuran di Selapajang Jaya terbengkalai<br />
Pak Wali, tolong tegur Lurah yang cuma niat nyari duit<br />
doang, pikirin masyarakat yang resah karena<br />
ketidakpastian urusan gusuran. Pak Wali yang terhormat,<br />
kalau Lurah Selapajang mau jujur niatnya apa saat<br />
ditugaskan di Selapajang Jaya pasti hati kecilnya bilang<br />
“ngapain kalo bukan untuk cari duit.” Bicara soal<br />
pembangunan di Selapajang Jaya, maaf Pak Wali lebih<br />
paham. Saya khawatir kalau gusuran warga enggak pasti,<br />
lurah yang pasti digusur warga. 081586129XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Jangan seneng main gusur-gusuran. Kagak baik. Soal<br />
lambatnya ganti rugi menjadi tanggungjawab PAP dan<br />
jangan dipolitisir, PAP sudah kita kita undang dan dana<br />
sudah siap walau belum sepenuhnya dan akan segera<br />
dibayarkan<br />
Suara Rakyat:<br />
Ini cuma uneg-uneg<br />
Anggota DPRD tuh kan udah pada mau berakhir masa<br />
tugasnya. Tapi, mereka udah jarang masuk. Dari 42<br />
anggota dewan yang masuk Cuma sedikit, waktu
temannya enggak ada yang mereka pulang lagi. Ini uneguneg<br />
yang bikin nueng. Yang bikin aneh, kok kemarin<br />
mereka masih studi banding ke beberapa tempat.<br />
Sebenarnya itu untuk apa ya, pak? Kok mereka tuh rajin<br />
sekali jalan-jalan dan biayanya satu orang kabarnya sampe<br />
puluhan juta. Tapi, kalau untuk kepentingan publik, jutaan<br />
saja susaaah banget. Apa eksekutif takut sama legislatif?<br />
Atau tak enak kalau nolak? 0817987XXX<br />
Anggaran legislatif kan sudah tersendiri/terpisah dan<br />
itu kan lembaga terhormat dan harus kita hormati. Bukan<br />
soal takut atau tidak, namun sebaiknya aspirasi anda<br />
sampaikan langsung ke dewan dan tidak perlu saya<br />
komentari. Setahu saya dewan masih produktif kok.<br />
Suara Rakyat:<br />
Uang stimulan mohon diaudit<br />
Uang stimulan yang Rp. 75 juta untuk Kelurahan Pajang<br />
mohon diaudit Pak Wali? 08129864XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Sudah dicek, sudah ada juklak, ada tim monitoring dan<br />
sudah ada instrumen yang mengawasi, seperti Bawasda.<br />
Ngajarin aja ente!<br />
Suara Rakyat:<br />
Lurah gelapin dana<br />
Hallo Pak Wali, tolong dong SMS yang masuk<br />
ditindaklanjuti, terutama tentang lurah yang gelapin dana<br />
stimulan, seperti di Parung Jaya. 085217251135<br />
Jawaban Walikota:<br />
Stimulan udah lama, kok baru ribut. Gelap-gelap, cek
dulu.. udah terang.<br />
Suara Rakyat:<br />
Dana Kelurahan Benda Banyak Rekayasa<br />
Pak wlikota Yth. Dana-dana yang turun untuk fasilitas umum<br />
Kelurahan Benda selalu banyak direkayasa fisiknya atau<br />
administrasi untuk kepentingan kalangan. (dari masyarakat<br />
Benda, Hermanto, SH). 085615587XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Benda lagi aja. Ente cukup sekali SMS aja juga udah<br />
tahu, kalo bulak balik begini mah jadi curiga ada apa<br />
Suara Rakyat:<br />
Stimulan Benda disunat<br />
Halo Pak Wali, kami sebagai masyarakat Kelurahan<br />
Benda, banyak fasilitas umum dijual atau dikontrakin dari<br />
pihak aparat kelurahan, dan stimulan RT RW banyak sekali<br />
disunat. Tolong ketegasan dari Bapak Walikota yang<br />
terhormat. Warga masyarakat Kelurahan Benda.<br />
081311020XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Jangan fitnah, kalau berani laporin ke sini. Kasihan kan<br />
orang belum ada bukti dituduh.<br />
Suara Rakyat:<br />
Cek dana stimulan di Pajang<br />
Pak Wali, di Kelurahan Pajang Kecamatan Benda ada<br />
indikasi penyelewengan dana stimulan. Tolong segera<br />
diperiksa sesuai janji Pak Wali yang akan memecat pelaku<br />
penyelewengan. 08176613XXX<br />
Jawaban Walikota:
Sekarang tim monitoring pembangunan sedang keliling<br />
langsung dipimpin oleh<br />
Walikota, kemarin Kecamatan Larangan dan Ciledug.<br />
Suara Rakyat:<br />
P2KPnya semrawut<br />
P2KP Gandasari semrawut, tidak profesional dan<br />
pembagian pinjamannya kok nggak adil. Dana stimulannya<br />
juga, pak. Cuma pakai bangun lingkungan lurahnya saja.<br />
081288122XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Tanya BKM, itu urusan Pusat bukan kewenangan<br />
Walikota, namun demikian akan kami informasikan<br />
permasalahan yang ada di sana.
MAKSIAT SOSIAL<br />
Suara Rakyat:<br />
Perum masih jadi sarang narkoba<br />
Terima kasih Pak Wali, Perempatan Perum I sudah bersih<br />
dari banli, tapi sarang narkoba masih banyak banget. Kami<br />
minta sarana olahraga untuk alihkan pemuda dari narkoba.<br />
Misalnya di RT 01/15 sudah punya lahan tapi lapangan<br />
basket belum selesai. Itu dibangun swadaya dan swadana<br />
masyarakat lho Pak! Mohon bantuannya. 08161312XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Narkoba ada dimana-mana, perang terhadap narkoba<br />
sudah diproklamirkan dan penyuluhan melalui sekolah<br />
pun sudah dilakukan, tetap aja gak abis-abis. Ayo kita<br />
perangi narkoba! Soal lapangan olah raga kalo Cuma<br />
lahannya sudah dibebaskan dan kalo Cuma lapangan<br />
basket saja ayo kita gotong royong.<br />
Suara Rakyat:<br />
Mohon berantas judi, narkoba, pelacuran!<br />
Pak Wali yang Kami hormati, setiap pemimpin akan<br />
dimintai pertanggungjawaban oleh Allah, karena itu kami<br />
mohon berantas perjudian, narkoba, minuman keras dan<br />
pelacuran. 08129809XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Judi, narkoba, pelacuran dan kriminal lainnya itu kan<br />
kewenangan polisi. Khusus para pelacur yang tidak tahu<br />
malu dan tidak takut sama Tuhan, balik lagi balik lagi dan
ini memang susah kita tuntaskan, tapi kita harus terus<br />
menerus memberantasnya.<br />
Suara Rakyat:<br />
Bagaimana komitmen berantas judi?<br />
Pak Wali yang terhormat, bagaimana komitmen Bapak<br />
tentang pemberantasan judi di Kota Tangerang? Kayaknya<br />
enggak ada action yang nyata dari Bapak. Misalkan<br />
perintahkan ke camat ke lurah, lurah ke RT/RW. Nah<br />
RT/RW ini harus koordinasi dengan tokoh agama,<br />
tokohmasyarakat, kepolisian. Masa sih dengan cara<br />
demikian judi tidak dapat ditekan? Tidak sulit, pak, cari<br />
pengecer, agen dan bandar. Jangan-jangan masyarakat<br />
Bapak sudah pada suka judi semua sehingga sulit<br />
diberantas. Kualitas dan kuantitas judi sudah sangat<br />
memprihatinkan, pak. Kita tunggu action Bapak.<br />
08158164757<br />
Jawaban Walikota:<br />
Judi ini memang ada dimana-mana. Kalo kata Muskin<br />
Alatas mah aku melarat karena judi, utangku banyak<br />
karena judi.. tapi enggak sadar-sadar. Menjadi perhatian,<br />
dalam rapat Muspida akan saya kemukakan kembali.<br />
Suara Rakyat:<br />
Praktek seks berkedok pijat di Benda<br />
Pak Walikota Yth. Kami para tokoh warga Kelurahan<br />
Benda sangat tidak setuju ada praktek-praktek seks yang<br />
berkedok panti pijat. Lurah dan Camat tahu tetapi diam.<br />
Ada apa dibalik itu? Apa ada iuran bulanan untuk Lurah<br />
dan Camat atau jajarannya? Kami tidak tahu. Tolong
ketegasannya Pak walikota. 085216207XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Yang dipijat keenakan, yang mijit keterusan, makanya<br />
jangan suka dipijit sama perempuan, apalagi bukan<br />
muhrimnya. Nanti kita cek.<br />
Suara Rakyat:<br />
Ada orang yang menghambat program Bapak<br />
Kepada Yth. Bapak Walikota Tangerang, saya sebagai<br />
warga Kota Tangerang, sangat mendukung program Pak<br />
Wali terutama di bidang pendidikan dan lainlainnya demi<br />
kemajuan Kota pada umumnya. Namun, saya masih<br />
melihat ada orang yang sengaja untuk menghambat<br />
program-program Pak Wali. Untuk itu saya mohon agar<br />
Pak Wali dapat merolling pejabat-pejabat yang ada di<br />
lingkup Pemda Kota Tangerang. Trims Bang Aji.<br />
Jawaban Walikota:<br />
Ada aja ngkali. Cuma saya mau berprasangka baik aja.<br />
Bang Aji mah sudah dididik sama orang tua untuk jadi<br />
pimpinan yang amanah, jangan suka curiga, jangan suka<br />
fitnah. Cuma kan ente tahu yang selama ini<br />
mengkhianati Bang Aji pada kuwalat. Makanya agar<br />
objektif, Bawasda ditugasi terus untuk penelitian kalau<br />
terbukti ada salah, sekalipun teman akan ditindak. Soal<br />
rolling… ya gampang, kita puter-puter kayak kincir angin<br />
bisa aja tapi kan ada koridor atau aturan maennya. Saya<br />
tidak pernah ada yang menghambat tapi kalau ada yang<br />
menghambat, saya embat.<br />
Suara Rakyat:
Dulu bilangnya hanya untuk hotel.<br />
Pak, kami warga Jatiuwung merasa jijik dengan Istana<br />
Nelayan. Dulu bilangnya hanya untuk hotel dan restoran,<br />
tapi sekarang sudah jadi tempat maksiat yang<br />
menyediakan PSK di dalam etalase yang kebanyakan<br />
pengunjungnya pegawai pemerintah. Tolong tempat itu<br />
ditindak agar Kota Tangerang ini jadi kota yang bersih dari<br />
maksiat dan moral warga Kota Tangerang tidak rusak.<br />
Trims. 085678105XX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Pegawai pemerintah yang mana? Enak aja loh. Lapor<br />
pake surat resmi. Walikota juga pernah beberapa kali ke<br />
situ, tapi kondangan.. emang gak boleh orang<br />
kondangan. Terima kasih atas masukannya.<br />
Suara Rakyat:<br />
SK No.5 jangan disahkan<br />
Pak Wali yang terhormat, SK No.5 tentang lokalisasi<br />
hiburan demi Allah jangan disahkan. Ini untuk kepentingan<br />
bersama.<br />
Jawaban Walikota:<br />
Sudah basi, saya sudah jawab lama. Coba baca koran.<br />
Suara Rakyat:<br />
Perjudian Gandasari libatkan aparat, pak.<br />
Pak wali, di kampung Rawacana RT 01/03 Keluarahan<br />
Gandasari, Jadiuwung ada Perjudian melibatkan aparat,<br />
tolong ditindak.<br />
Jawaban Walikota:<br />
Jangan nuduh-nuduh aja sampaikan lewat sura.
Suara Rakyat:<br />
Malam minggu banyak yang mabuk<br />
Di daerah Cipondoh banyak pemakai tuh, pak. Tolong ada<br />
kontrol dari<br />
pemerintah. <strong>Anak</strong> muda sering pada mabok apalagi<br />
malam minggu. Korbannya kan sudah banyak. Ntar kalau<br />
parah lebih susah, lho. 081548370XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Mabok lagi aah,, mabok lagi... masuk neraka luh pade.<br />
Ya nanti<br />
dilaporkan ke polisi. Mabok dimana-mana, walikota bisa<br />
mabok Iagi... diceburin<br />
aja ke comberan. Di daerah Cipondoh banyak mabok.<br />
Lokasinya sebelah mana?<br />
PENDIDIKAN UNTUK KITA SEMUA<br />
Suara rakyat:<br />
Jangan sekolah negeri melulu yang dibantu<br />
Pak Walikota, jangan buat sekolah negeri melulu, bantu<br />
sekoloh swasta,<br />
guru, sumbangan gedung, banyak sekolah swasta yang<br />
mau ambruk, adakan kerjasama dengan yayasan Islam.<br />
Biar sekolah Islam jangan mati percuma bikin sekolah<br />
negeri sementara sekolah swasta tadi dibina, malah<br />
sekolah swasta dibinasakan, sayang APDB. 0811998XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Sekolah negeri belum cukup an akan kita terts
angun sesuai dengan kebutuhan karena itu merupakan<br />
fungsi pelayanan dasar pemerintah. Sekolah swasta kan<br />
ada yayasannya yang mengelola dan kita pun bantu<br />
walaupun tidak seberapa. Maksud anda swasta<br />
dibinasakan apa? Banyak yayasan Islam juga majn<br />
tanpn dibantu pemerintah<br />
Suara rakyat:<br />
Terima kasih dari Guru Madrasah Diniyah<br />
Mohon dukungan. Terima kasih kaMI ucapkan kepada<br />
Kepala Dinas<br />
Pendidikan yang telah memberikan materi acara<br />
pembinaan bulanan kepada Madrasah Diniyah se Kota<br />
Tangerang. Semoga bapak sukses dan kami berharap<br />
pada bapak wali untuk mengangkat beliau menjadi Sekda.<br />
0817147XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Anda jadi sponsornya dikasih berapa? Becanda lagi..<br />
he.. he.. he..<br />
Suara Rakyat:<br />
Beasiswa untuk Madrasah Diniyah<br />
Mohon perhatian pak wali kapan guru bantu, bea siswa<br />
untuk Madrasah<br />
Diniyah, dan ijazahnya mohon jadi persyaratan masuk<br />
SMP, sesuai hasil pertemuan kepala diniyah dengan Kadis<br />
P & K. 08129609XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Untuk bea siswa dananya belum ada, sedangkan untuk<br />
standarisasi
kelulusan Madrasah Diniyah menjadi kewenangan<br />
Depag.<br />
Suara Rakyat:<br />
Insentif guru swasta mana?<br />
Pak Wali yang terhormat, saya ingin menanyakan guru<br />
status PNS tugas pokok guru SD, lalu mengajar di SLTP<br />
swasta pada siang hari, kenapa guru tersebut tidak<br />
mendapat insentif daerah di SLTP tersebut?<br />
081314031XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Anda kan sudah diberi uang insentif di guru SD, kalau<br />
anda lagi di SLTP swasta lalu minta uang insentif duitnya<br />
dari mana? Tidak boleh dua kali insentifnya.<br />
Suara Rakyat:<br />
Apa sanksinya untuk pemakam bea siswa?<br />
Assalamu'alaikum Wr Wb, Pak wali, begini, apa tindakan<br />
Bapak jika 1.<br />
Bila ada kepala sekolah yang tidak memberikan dana<br />
bea siswa APBD kepada siswa yang membutuhkan (..)<br />
dan apa tidak ada pemantauan beasiswa ke sekolah? 2.<br />
Bila ada yang menggunakan dana bantuan untuk sekolah<br />
bagi kepentingan pribadi?<br />
Wassalamu'alaikum.081314125XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Sanksinya digantung, kalau ada dana bantuan untuk<br />
sekolah untuk<br />
kepentinag pribadi itu kebangetan.<br />
Suara Rakyat:
Tengokin SD Cipete 5<br />
Bang Wali yang terhormat, tengokin dong SD Cipete 5.<br />
Masa<br />
sekolahannya rusak berat gitu. Padahal dekat dengan<br />
Penabur dan Harapan Bangsa. Kasian hih bocah-bocah<br />
Pakojan. 08129900XXX<br />
Jawaban Walikota :<br />
Sudah saya tengok sewaktu meresmikan proyekproyek<br />
seKecamatan Pinang Februari lalu, Pemda baru<br />
bisa merehab SD Cipete 1 dan 3 dulu, untuk SD Cipete 5<br />
menyusul tunggu saja<br />
Suara Rakyat:<br />
ONH guru prestasi<br />
Gimana nih hadiah ONH untuk guru prestasi? Tolong<br />
Bapak lebih selektif<br />
dalam memilih calon-calonnya, biar lebih adil dan<br />
transparan. 081314426XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Banyak-banyaklah bermohon kepada Allah SWT untuk<br />
memenuhi<br />
panggilannya.<br />
Suara Rakyat:<br />
Kok testing diam-diam sih?<br />
Kenapa KCP Pendidikan Periuk melaksanakan testing<br />
caIon kepsek<br />
tanggal 20 secara diam-diam dan bagi orang-orang dan<br />
sekolah-sekolah tertentu. 0818180XXX<br />
Jawaban Walikota:
Kalau diem-diem bukan testing namanya, itu netes tapi<br />
bunting.<br />
Sudah sesuai dengan prosedur dan itu bertahap.<br />
Suara Rakyat:<br />
Tender di diknas kok diam-diam?<br />
Tender pengadaan di Dinas Pendidikan dilakukan diamdiam<br />
tanpa<br />
dipublikasikan di koran. 08164803XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Sudah di umumkan pada 9 januari 2004 di SATELIT<br />
NEWS dan Pelita<br />
mungkin anda ngga sempet beli, makanya langganan.<br />
Suara Rakyat:<br />
Uangnya dipotong, pak<br />
Pak Wali, uang untuk rehabilitasi bangunan SD Sudimara<br />
dari BEP<br />
dipotong Rp 10 juta, tolong Pak Wali periksa. Kepala<br />
sekolahnya nggak berani lapor. 08567545XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Proyek BEP urusannya langsung dengan pusat, bukan<br />
dengan pemda<br />
Kota, tapi kalau ada potong-memotong laporin, jangan<br />
jangan ngomong di<br />
belakang doang. Buat surat resmi.<br />
Suara Rakyat:<br />
Suara guru jangan dianggap remeh<br />
Pak Walikota, semoga saja kejadian Kampar Riau tidak<br />
terjadi di
Tangerang, jangan anggap remeh suara yang berkaitan<br />
dengan guru. 08121840XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Siapa yang menganggap remeh guru, saya tidak<br />
berbakat untuk<br />
meremehkan orang apalagi guru. Saya anak seorang<br />
guru, saya pernah jadi<br />
guru, Kasus Kampar itu kasuistis situasional, saya<br />
menghormati guru jadi<br />
bukan berarti kalau ada yang keliru atau salah satu saya<br />
biarkan.. Saya<br />
selalu berpihak kepada guru, kalau ada yang potong gaji,<br />
insentif, beasiswa<br />
termasuk juga yang minta uang pada guru saya<br />
investigasi dan saya tindak.<br />
Anggaran yang dialokasikan APBD 2004 lebih besar<br />
daripada APBD 2003, itu<br />
semata-mata karena karena kita menghargai dan<br />
menghormati guru.<br />
Kalupun anda kecewa karena kebijakan walikota, wajar.<br />
Dan saya lakukan<br />
semata-mata karena bentuk pembelaan kepada guru.<br />
Jadi anda tidak perlu<br />
nakut-nakutin saya karena saya percaya perilaku guru<br />
sangat santun dan<br />
bersahaja.<br />
Suara Rakyat:
Kapan Nengokin Yayasan Islam?<br />
Kapan program Pak Wali mau nengokin Yayasan Islam?<br />
Ya kalau nggak<br />
sempet kasih guru negeri, daripada guru negeri<br />
numpuk di sekolah negeri dan apa program Bapak tentang<br />
pendidikan? Dan sekolah negeri kita jauh tertinggal<br />
dengan sekolah lain. Bagaimana kalau studi banding ke<br />
sekolah lain? kita pasti ketinggalan. Doa untuk Bapak.<br />
081310962XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Kalau nertgokin shl sering tapi belum semuanya. Insaya<br />
Allah pasca<br />
pemilu saya akan keliling lagi..<br />
*Kita sedang identifikasi soal kebutuhan guru,,<br />
kesimpulan semtara gurur<br />
SDN pun masih jauh dari kebutuhan, kita juga sedang<br />
mengajukan ke BKN<br />
agar ada penerimaan guru di sarnping kitapun menerima<br />
guru dari luar<br />
sesuai kompentensinya.<br />
*Prograrn saya banyak, persoalan yang kita hadapi<br />
sekarang adalah<br />
masalah sarana dan prasarana pendidikan belum<br />
mernadai, 70 persen<br />
bangunan sekolah tidak layak, tenaga tenaga guru belum<br />
sesuai dengan<br />
kornpetensinya, biaya pendidikan masih mahal buat<br />
masyarakat dan belum
memberikan kesempatan bagi seluruh warga kita serta<br />
kelulusan yang tidak<br />
sepadan dengan kebutuhan lapangan kerja. Guru<br />
insentifnya masih rendah<br />
dan oleh karena banyak program yang ditawarkan Cuma<br />
tidak melalui forurn<br />
ini karena keterbatasan kolom.<br />
Suara Rakyat:<br />
Murid wajib beli dagangan gurunya, pak<br />
Assalamualaikum pak, saya punya anak dua, sekolah duaduanya<br />
di SD<br />
Panunggangan 2, yang saya heran, kalau ada<br />
pedagang datang dagangannya diborong oleh guru nanti<br />
dijual, dibeli oleh murid. Itu diwajibkan sama guru, tolong<br />
sekolah jangan dijadikan ajang bisnis. Terima kasih. Ttd,<br />
Pak Rusli 081315097XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Ah masa yang bener informasinya.. Dulu juga pernah<br />
ada SMS yang<br />
sama, setelah kitn cek dnn SMSnya dijawab tidak<br />
sebagaimana dimaksud.<br />
Suara Rakyat:<br />
Guru prestasi undang waktu Hardiknas, dong<br />
Bagaimana bila dalam upacara Hardiknas Bapak Walikota<br />
mengundang<br />
guru-guru teladan atau berprestasi untuk bisa<br />
bersilaturahmi dengan .Bapak. 0818783XXX<br />
Jawaban Walikota:
Jangankan diundang pada Hardiknas, berangkat hajipun<br />
kita undang,<br />
tentunya apabila dananya ada.<br />
Suara Rakyat:<br />
SD Pasar Anyar 2 kok belum pernah dipugar?<br />
Pak Walikota, kami mau tanya kenapa SD Pasar Anyar<br />
2 dari tahun 74 sampai sekarang belum pernah<br />
direhabilitasi sedangkan bangunannya sangat<br />
memprihatinkan, tolong ditinjau ke lokasi pak.<br />
081310185XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Sudah dianggarkan dalam TA 2004<br />
Suara Rakyat:<br />
Jangan sampai SDN Cipete 5 ambruk<br />
Bang Wali yang terhormat, jangan sampe SDN Cipete 5<br />
kayak SMPN 2 serang yang roboh. Buruan betulin<br />
08129900XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Kita juga berharap jangan sampai ambruk dan menjadi<br />
perhatian kami.<br />
Suara Rakyat:<br />
Antisipasi PSB<br />
Yang terhormat Pak Wali, konon setiap PSB SLTP/A ada<br />
kelas khusus<br />
buat mereka yang lewat belakang. Pasti Bapak sudah<br />
antisipasi. Sukses untuk Pak Wali. 0817917XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Sekarang sedang diinfomasikanan sistern peneriman
siswa baru, testing/ujian saringan menjadi salah satu<br />
pertimbangan untuk mencegah penerimaan murid baru<br />
lewat samping atau belakang.<br />
Suara Rakyat:<br />
Program 4 tahunan mana, nih?<br />
Pak Wali, program masa jabatan kepala SD sampai<br />
dengan SMU 4 tahun<br />
sekali mana nih! Dan jabatan KCD juga sama begitu ada<br />
mutasi agar lebih balk lagi dalam meningkatkan mutu<br />
pendidikan. 08159030XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Itu baru tahap wancana untuk menghindari konflik<br />
atau persainagn menjadi kepala sekolah. Kepala sekolah<br />
bukanjabatan structural sehingga suatu saat dia kembali<br />
menjadi guru tidak menimbulkan beban spikologis,<br />
alternatif yang ditawarkan mengingat banyaknyn calon<br />
kepala sekolah salah satunya bagaimana kalau jabatan<br />
kepala sekolah dibatasi 4 tahun masa jabatan.<br />
Suara Rakyat:<br />
Pakai Kebaya di Hari Kartini<br />
Beberapa SDN menyambut Hari Kartini 21 April 2004<br />
mewajibkan<br />
siswa/siswinya berbusana adat, kalau guru-gurunya juga<br />
seperti itu, setuju nggak Pak Wali? 08159977XXX<br />
Boleh juga biar kelihatan cantik<br />
Suara Rakyat:<br />
PSB kayak UAN aja<br />
Ass Wr. Wb, Pak Wali mohon pelaksanaan penerimaan
murid baru (PSB)<br />
2004-2005 SMPN dan SMUN, mekanisme<br />
pengawasannya seperti pelaksanaan UAN (silang)<br />
mencegah KKN? 081749002XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Dinas P dan K sudah diminta dan sekaligus sudah<br />
memutuskan mengenai<br />
sistem PSB dan sudah diarahkan untuk tidak<br />
kongkalkong.<br />
Suara Rakyat:<br />
Minta Suasana KBM yang nyaman<br />
Pak saya minta sedikit kepedulian Bapak, setiap hari di<br />
sekolah kami<br />
terpaksa harus menghisap timbal dari mobil truk tanah<br />
dan polusi yang berasal dari penampungan drum. Dan<br />
setiap hari juga suasana sekolah selalu dibisingi oleh<br />
suara mesin mobil dan pukulan drum. Kami SDN<br />
Gerendeng 3, 4 dan Pabuaran 2 memohon agar diberikan<br />
suasana kegiatan belajar dan mengajar yang aman dan<br />
tenang. 0813140070XX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Ini yang menjadi keprihatinan akibat tata ruang yang<br />
berantakan, dan<br />
akan kita cek.<br />
Suara Rakyat:<br />
Ada tim yang mengawasi<br />
Pak, pengawasan PSB harus ketat. Jangan sampai<br />
muncul keluhan
orangtua murid yang anaknya pinter tapi nggak lolos,<br />
karena ada jalan belakang. Ada baiknya diatur tim untak<br />
pengawasan terdiri dari berbagai unsur. Yah, gak usah<br />
nambah anggaran kukira banyak yang mau. Agak<br />
berlebihan, sih, tapi kita kan sama-sama ingin PSB<br />
berjalan dengan bersih tanpa KKN. Bravo untuk Pak Wali.<br />
081787916XX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Pengawas sudah ada tambah sama malaikat,<br />
Suara Rakyat:<br />
Keberatan uang SPP di SDN Poros Gaga 3<br />
Assalamualaikum Pak Wali, saya mewakili orang tua murid<br />
SDN Poris<br />
Gaga 3, saat ini resah dan keberatan atas SPP sekolah<br />
dari Rp 50 ribu me.njadi Rp 60 ribu per bulan. Tolong<br />
ditindaklanjuti, pak, terimakasih. 081533394277<br />
Jawaban Walikota:<br />
Coba konsultasikan lagi dengan kepala sekolah dari<br />
komite sekolahnya.<br />
Guru pun perlu penghargaan<br />
Pak, semoga dibukakan pintu hatinya oleh Allah untuk<br />
dapat memberikan dorongan semangat bagi para guru<br />
tanpa pilih kasih memberikan penghargaan selembar<br />
kertas dari presiden sesuai masa kerjanya bukankah itu<br />
memang haknya? Teriring do'a semoga sukses. Jangan<br />
guru selalu dituntut ini itu oleh masyarakat sementara<br />
selembar penghargaan atas pengabdian yang sudah<br />
diberikan terkesan sangat eksklusif. 0818783XXX
Jawaban Walikota:<br />
Nanti dikasih penghargaan, maunya apa? Naik pengkat<br />
itu penghargaan, Satyalencana Karya setia itu<br />
penghargaan, insentif itu penghargaan, naik jabatan dari<br />
Guru ke Kepala Sekolah itu penghargaan, dibagi<br />
seragam itu penghargaan, Guru Pahlawan Tanpa Tanda<br />
Jasa itu penghargaan. Apalagi?<br />
Suara Rakyat:<br />
Senang Bahasa Arab diajarkan di sekolah.<br />
Assalamu'alaikum Wr. Wb. Pak Wali Yth. Saya senang<br />
mendengar Bahasa Arab mulai diajarkan di beberapa<br />
SDN Kota. Apakah Bapak punya program sampai dengan<br />
SMP & SMA hingga suatu saat Bapak mengangkat<br />
gurunya jadi PNS? Saya sarjana pendidikan Bahasa Arab<br />
IKIP Bandung tahun 1995 pemah ikut tes di DEPDIKBUD<br />
tahun 96 tidak lulus dan hingga kini tidak ada formasi<br />
apakah ada rencana ke depan dengan menjadikan<br />
Bahasa Arab sebagai muatan lokal Kota Tangerang?<br />
Demikian perhatiannya Bapak, saya ucapkan terima kasih.<br />
081310396XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Saya juga senang, biar pcrgi haji nggak kesasar.<br />
Suara Rakyat:<br />
Bahasa Arab masukin kurikulum.<br />
Assalamu'alaikum Wr. Wb. Pak wali yang baik, tolong<br />
untuk pelajaran Bahasa Arab, dimasukin ke dalam<br />
kurikulum sekolah-sekolah yang ada di bawah naungan<br />
Depdiknas, sudah otonomi daerah.08121896XXX
Jawaban Walikota:<br />
Boleh aja. Kalau perlu di kantor, Bahasa Sunda sudah<br />
bosen. Cuma harus didiskusikan sama Dinas P dan K.<br />
Suara Rakyat:<br />
Masuk SMPN kok biayanya seragam begini<br />
Masuk SMPN 5 Rp 2,5 juta, masuk SMPN 12 Rp 2,5 juta.<br />
Apa ini perintah dari Kadiknas? Atau MKS atau mafia<br />
kepala sekolah. Ternyata seragam ihi bukan pakaian aja.<br />
085216069XX<br />
Susah jawabnya. Udah dibilang hal-hal yang seperti ini<br />
dibuat surat langsung ke saya dan jangan-jangan bawa<br />
dinas.<br />
Suara Rakyat:<br />
Penataan buku acak-acakan<br />
Pak, saya seorang mahasiswa yang kuliah di Cikokol,<br />
beberapa kali saya pergi ke perpustakaan Kota<br />
Tangerang. Ya ampun! Kok Penataan bukunya acakacakan<br />
begitu, pak. Buku cerita anak-anak campur di buku<br />
sosial, buku referensi bagian ruang belakang juga kalang<br />
kabut. Ada yang berdiri, ada yang duduk, ada yang tidur.<br />
Gimana nih jalan keluarnya? Sudah bukunya sedikit, acakacakan<br />
pula. 08159065XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Kecapean kali, itu buku habis nonton EURO 2004. Akan<br />
menjadi perhatian.<br />
Suara Rakyat:<br />
SDS bayar, SDN nggak<br />
Pak Wali, SD Swasta yang daftar ke SMPN 1 mesti bayar
uang ganti FC, katanya gratis, nggak adil. Eks SDN gratis.<br />
08176881XXX<br />
Jawaban Walikota: Menjadi perhatian.<br />
Suara Rakyat:<br />
Usul diberi penghargaan<br />
Pak Wali, kami usul agar SDN Sudimara 7 Ciledug,<br />
terutama Kepseknya diberi penghargaan karena telah<br />
mampu mencetak siswa/siswi yang berprestasi<br />
diantaranya juara mengarang tingkat Kota Tangerang<br />
kemaren, hidup SDN Sudimara. 081314486XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Gaji , kenaikan pangkat, insentif, kenaikan gaji berkala,<br />
tunjangan fungsional. Itn bentuk penghargaan yang telah<br />
diberikan.<br />
Suara Rakyat:<br />
Pendidikan moral perlu ditingkatkan<br />
Assalamu'alaikum, Pak Wali, pendidikan agama dan moral<br />
perlu ditingkatkan baik untuk guru dan muridnya juga untuk<br />
semua aparat Kota Tangerang<br />
Jawaban Walikota:<br />
Ya, sangat setuju, pendidikan moral perlu ditingkatkan di<br />
semva lini, baik itu pegawai, guru, masyarakat, murid,<br />
orang tua, atau muda apalagi menyuguhkan tayangan<br />
yang mengundang birahi, nafsu mengundang tetangga,<br />
mengundang macam-rnacam, mengundang tenaga,<br />
uang dan seterusnya.<br />
Usul kenaikan PNS Guru<br />
Ass Wr. Wb. Pak Wali, tolong untuk pengakatan PNS
khususnya guru dilihat tuh. Lulusnya (keluarnya ijazah) di<br />
samping masa kerja. Itu kalo bapak mau adil terima kasih.<br />
0813142598XX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Sudah kita lakukan dan ada beberapa komponen yang<br />
mcnjadi pertirnbangan atau penilaian, di antaranya Hasil<br />
tes, kompetensi/ disesuaikan dengan kebetuhan, usia,<br />
tahun kelulusan, lamanya mengabdi di Pemda jadi guru.<br />
Mungkin anda belum ada rezekinya.<br />
Suara Rakyat:<br />
Mahal nggak sih?<br />
Pak, kalau ngundang Ustadz AriFin Ilham berapa sih<br />
biayanya? Besar nggak, pak? Trus pakai biaya dari panitia<br />
atau pemda? 0816160279XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Silahkan langsung tanya ke yang bcrsargkutan dan<br />
pcmkot sendiri setiap bulan akan rnengadakan kegiautnn<br />
dzikir seperti yang sudah-sudah.<br />
Suara Rakyat:<br />
PSB SD kok sampai Rp 800 ribu?<br />
Pak Wali, SD Sudimara 7 Ciledug wang PSB minta Rp<br />
800 ribu juga masih minta ini minta itu, kami walimurid<br />
keberatan pak. 0813114270XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Yang bener ente..! cek lagi, fitnah aja.<br />
Suara Rakyat:<br />
Masuk SD sampai Rp 400 ribu.<br />
Pak Wali, katanya mau meringankan biaya pendidikan
nyatanya mau masuk SD saja mahalnya tidak tahan,<br />
sampai Rp 400 ribu untuk SD Pinang I, II dan III.<br />
0813153359XX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Apa iya? Akan kita panggil.<br />
Suara Rakyat:<br />
Perhatikan guru madrasah juga, pak<br />
Pak katanya UAS gratis kok Depag memungut biaya<br />
sangat besar di setiap MI. Tolong juga perhatikan guru<br />
madrasah seperti kami pak, jangan guru SDN saja.<br />
081287977XX<br />
Jawaban Walikota:<br />
ya nanti kalau sudah ada rezeki, hal yang sama sudah<br />
ditanyakan berulangkali juga saya jawab, bahkan gurugurunya<br />
pun sudah menghadap.<br />
Suara rakyat:<br />
Hati-hati aja, pak<br />
Bang haji, anda punya gagasan Wiro Sableng 212 di dunia<br />
pendidikan, hati-hati dengan dedemit-dedemit<br />
demokrasi,dari kami masyarakat pribumi Tangerang.<br />
081808144460<br />
Jawaban walikota:<br />
Makasih, semoga Allah meridhoi kita. Kalau soal<br />
dedemit saya sudah hapal,<br />
kaya ikan lele, kumis item, kulit item dan rnatanya engga<br />
bisa ngedip.<br />
Suara Rakyat:<br />
Kunjungi YP Karya 1, Pak
Saya team drum band SMK YP Karya 1 bangga sekali<br />
bisa tampil dalam pawai<br />
obor beberapa hari yang lalu di Kota Tangerang.<br />
Seandainya Bapak berkenan datang ke sekolah kami<br />
akan tambah senang, pak. 08151652XXX<br />
Jawaban Walikota: Insya Allah.<br />
Suara Rakyat:<br />
Biaya pendaftaran sekolah mahal<br />
Assalamu'alaikum Wr. Wb. Pak wali yang bijak, kenapa<br />
sampai saat ini biaya<br />
pendaftaran sekolah mahal sekali, baik di SMP/SMU,<br />
Kota maupun Kabupaten Tangerang, iya bagi mereka yang<br />
mampu, bal;i yang tidak mampu bagaimana? Tolong<br />
dicarikan solusnya. Saya yakin pemerintah Propinsi<br />
Tangerang sanggup mengatasinya. Terima kasih.<br />
(segenap warga Karawaci). 081510081XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Solusinya udah dijawab dan baca aja di edisi senin<br />
kemarin.<br />
Suara Rakyat:<br />
Biaya sekolah tinggi, yang tak mampu merana<br />
Pembangunan gedung2 sekolah bukan main tinggi dan<br />
melebar dengan<br />
pesat. Biaya sekolah pun semakin tinggi. Yang tidak<br />
mampu pun makin merana. Kenapa sangat mahal? Apa<br />
karena gedungnya tingkat, apa sedang lagi direhab. Kan<br />
ihi semua dari APBD Pemda, kenapa imbasnya biava<br />
semakin tinggi. Mohon arahannya pak!081583711XXX
Jawaban Walikota:<br />
yang nggak mampu, jangan bayar kan ada klasifikasinya.<br />
Jangan digede<br />
gedein, sudah saya cek yang gak mampu tolong<br />
diberikan keringanan baik<br />
besaran biayanya maupun sistem pembayarannya.<br />
Kalau ente gak rnampu lapor aja ke Walikota di sekolah<br />
mana? Komite dan Kepala Sekolah juga tidak setega<br />
sebagaimana anda katakan. Ke depan kita sedang<br />
siapkan stardarisasi, supaya sekolah dan komite sekolah<br />
tidak seenaknya.<br />
PERDA KOTA KITA<br />
Suara Rakyat:<br />
Menolak jika tak ada timbal balik<br />
Pak Wali, kami menolak Raperda layang-layang jika tidak<br />
ada timbal balik<br />
Pemkot atau bandara kepada kami masyarakat sekitar<br />
bandara.55794XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Timbal balik apa rnaksudnya? Memang kalo tidak main<br />
layang-layang apa<br />
rugi! Anda perlu tahu satu buah layang-layang kalo<br />
sampai masuk ke balingbaling pesasat bisa<br />
mengorbankan rutusan jiwa, bayangkan!<br />
Suara Rakyat:<br />
Penyemprotan BDB dikenakan biaya nggak?<br />
Walikota yang terhormat, penyemprotan demam berdarah<br />
apa masyarakat
dikenakan biaya dari pihak pelaksana? Kami warga<br />
Kelurahan Cibodas Baru Kecamatan Cibodas, mohon<br />
perhatian. 081534420XXX<br />
Suara Rakyat:<br />
Kok Perdanya sama?<br />
Pak Wali, kok Perda sumbangan pihak ketiga sama sih<br />
kata-katanya dengan<br />
Perda Pemerintah Bontang?...55794XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Kebiasan jiplak kali ya... tesis, skripsi dijiplak, tapi kalo<br />
Perda diadopsi.<br />
Untuk kebaikan ya boleh aja lah<br />
Suara Rakyat:<br />
Perda untuk yang suka corat-coret<br />
Pak Wali yang aspiratif, solusi untuk tertib dan indah<br />
buatlah perda<br />
tentang larangan dan sanksi bagi yang corat-coret di<br />
fasilitas umum dan tawuran. 08159925XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Sudah ada Perda No. 18 tahun 2000 tentang K-3, tapi<br />
belum efektif.<br />
GENDERANG PERANG KKN (KORUPSI, KOLUSI<br />
DAN NEPOTISME)<br />
Suara Rakyat:<br />
Usut Dong KP 1-10-2002<br />
Pak Walikota dan Wakil yang terhormat, usut dong KP 1-<br />
10-2002 karena<br />
banyak PLH/PLT esselon III kok bisa naik pangkat DPC, ini
melanggar PP 99<br />
tahun 2000 pasti ada pemalsuan data unsur KKN.<br />
081584160XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Kasusnya tahun 2002, nyari-nyari pekerjaan aja lah.<br />
Sekarang tahun 2004<br />
Walikotanya Wahidin Halim.<br />
Suara Rakyat:<br />
Berantas KKN, pak<br />
Pak, saya mohon bapak memberantas korupsi kolusi<br />
nepotisme (KKN) dan pungutan liar dimuka bumi Kota<br />
Tangerang, semoga Bapak banyak membuat banyak<br />
perbaikan. 08129532XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Insya Allah, tapi perlu waktu.<br />
Suara Rakyat:<br />
Petugas Listrik di Tanah Tinggi pungli, pak<br />
Pak Wali, petugas pelayanan pembayaran rekening listrik<br />
cabang Tanah<br />
Tinggi pungli, pecahan pada rekening Rp 50 dibulatkan ke<br />
atas jadi Rp 500, ibu-ibu resah, mohon ditindak.<br />
08128795XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Bukan Urusan Walikota, laporkan saja langsung ke<br />
pimpinan PLN-nya.<br />
Suara Rakyat:<br />
Tindak oknum dengan tegas<br />
Tentang larangan membuang sampah limbah ke sungai,
tindak tegas oknum pegawai pengairan dan pengusaha<br />
pabrik yang sekongkol buang limbah ke sungai. Noorhasan<br />
Idris. 08128629XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Enggak ada urusan mau pegawai pengairan kek, mau<br />
pengusaha kecil kek, siapa saja warga kota yang buang<br />
limbah, buang sampah sembarangan dan mencermari<br />
sungai kita sikat. Kemarin sudah kita umumkan<br />
pengusaha yang mengelola IPALnya tidak baik dan saya<br />
minta untuk dituntut secara hukum. Ayo kita ciptakan<br />
sungai, lingkungnn dan hari yang bersih, bersih... bersih...<br />
Suara Rakyat: P2KP Gandasari sudah beres, pak<br />
Masalah P2KP Gandasari telah diselesaikan secara intern<br />
dan kekeluargaan.<br />
Demikian juga mengenai dana stimulan nya.<br />
081288122XX<br />
Suara Rakyat:<br />
Terima kasih atas jawabannya<br />
Saya mengucapkan terima kasih atas jawaban Bapak<br />
untuk rekan-rekan<br />
MGMP Dengan jawaban ini, anggapan kami sebagai<br />
tukang ngibul semoga sirna dari rekan-rekan<br />
MGMP08158787XXX<br />
Suara Rakyat:<br />
Bapak sebaiknya turun tangan<br />
Walikota yang terhormat, tampaknya bapak harus turun<br />
tangan membenahi<br />
KPU Kota Tangerang agar jangan terus sibuk terlibat
konflik intern. Karena<br />
PPS kelurahan kebi- ngungan menentukan arah.<br />
Wassalam, Karang Taruna<br />
Kelurahan Petir.081289561XX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Tapi kan Pemilu kemaren berjalan lancar, tertib, aman<br />
dan sesuai<br />
dengan jadwal, soal pada ribut itu urusan internal.<br />
Walikota lagi cari cara<br />
bagaimana bisa engkonsolidasikan, cuman harus hatihati<br />
karena KPU<br />
independen, nanti niat baik disalahkan.<br />
Jawaban Walikota:<br />
Terima kasih balik. Jangan nuduh pengawas ngibul.<br />
<strong>Anak</strong> sekarang ga<br />
suka main kibul-kibulan, kalau dulu main ada yang<br />
namanya kibul (pukul<br />
pantat).<br />
Suara rakyat:<br />
Mohon orang jujur yang diangkat jadi lurah<br />
Pak walikota yang bijaksana, saya warga Pinang sangat<br />
menyesali ada warga<br />
Pinang yang sangat ambisius ingin jadi lurah dengan<br />
cara menjelek-jelekkan lurahnya scndiri, dan setahu saya<br />
yang ambisius itu baru dua tahun jadi PNS. Mohon dalam<br />
pengangkatan lurah nanti adalah orang-orang vang jujur,<br />
berakhlakul karimah dan disenangi masyarakat seperti<br />
Pak Wali. 08179903674
Jawaban walikota:<br />
Lu, pake nulis-nulis di SMS segala, lagu apa lu . Ini<br />
bukan Sifatnya orang Pinang, orang Pinang ribut-ribut<br />
soal begini datang aja apa, langsung ngomong.<br />
Suara Rakyat:<br />
Kalau dikekang manusia akan melawan atau menghindar<br />
Pak Wall, Pak Sekda, kalau manusia makin dikekang<br />
dengan aturan mereka<br />
akan melawan atau menghindar. Ada pepatah seperti<br />
pasir kalo digenggam erat dia akan keluar dari sela-sela<br />
jari. Yah bapak-bapak tahulah apa yang saya maksud.<br />
Terimakasih. 08158371112<br />
Jawaban walikota:<br />
Oooh... ku mau bebas, bebas di alam ini..., di<br />
manapun ada aturannya, baik hidup di hutan maupun di<br />
kali, apalagi jadi pegawai. Engga ada yang namanya<br />
bebas, di hutan aja ada harimau, di kali juga ada buaya.<br />
Jadi ada hak dan kewajiban, kerja yang baik ikut apel<br />
pagi, jangan menyimpang dari aturan dnn<br />
menyalahgunakan kewenangan. Masa disuruh<br />
absen/apel aja dibilang dikekang. Kalau melawan, saya<br />
melawan lagi itu untuk tegaknya disiplin, tentunya dengan<br />
segala konsekuensinya. Dari dulu pegawai kalau dibiarin<br />
aja rusak nih birokrasi. Kalau anda seorang yang ikhlas<br />
tentunya kewajiban-kewajiban pegawai dilaksanakan<br />
dengan tanpa beban.<br />
Suara rakyat:<br />
Sabar dan tawakal buat karyawan yang kejelekannya
diumumkan Sabar dan tawakal kepada karyawan Pemda<br />
yang kejelekannya dibuka dan<br />
diumumkan pada apel Senin kemarin. Semoga bisa<br />
memaafkan pejabat yang mempunyai ide tersebut.<br />
Semoga Pak Wali lebih bijaksana dalam pembinaan<br />
pegawai.<br />
Jawaban walikota:<br />
Ada kisah menarik jaman Sayyidina Umar bin Khatab,<br />
ketika Kholid bin Walid sepulangnya dari peperangan<br />
dalam suatu apel besar dicopot langsung jabatannya<br />
sebagai panglima perang. Dan jawaban dari Khalid bin<br />
Walid, ketika ditanya oleh pasukannya dia mengatakan<br />
bahwa saya perang untuk menegakkan agama dan<br />
karena Allah sambil tersenyum. Lalu apakah<br />
mengumumkan hukuman Yang dilakukan di apel itu<br />
suatu perbuatan membuka aib seseorang? Perlu kita<br />
konsultasikan dengan ulama lebih lanjut. Tapi yang jelas<br />
tujuannya adalah sebagai shock terapi agar sikap<br />
indisipliner tidak menurun kepada yang lain. Lagian kan<br />
merupakan hak pimpinan untuk memberikan sanksi<br />
karena ada aturannya, namun secara pribadi saya juga<br />
prihatin dan sedih, tapi untuk kepentingan negara harus<br />
saya lakukan. Saya berharap yang terkena tindakan<br />
sabar dan tawakal. Insya Allah bagi yang sabar dan<br />
tawakal akan dibuka pintu rahmatNya. Bagi yang lain<br />
saya rnengajak ayo kita ikhlaskan diri dengan bekerja<br />
sepenuh hati untuk kota kita tercinta.<br />
Suara rakyat:
Dinas apa yang tugasnya awasi pembangunan<br />
Pak, sebenamya dinas apa sih yang bertugas<br />
mengawasi masalah pembangunan? Rasa-rasanya nggak<br />
ada. Soalnya, setiap kali aka melewati jalan, terutama di<br />
sekitar Komplek Kehakiman, setiap hari selalu ada<br />
bangunan baru. Dan prosesnya cepet banget. Hari ini<br />
dimulai, besok sudah berdiri dan minggu depan sudah<br />
dihuni. Dijadikan tempat usaha lagi. Jadinya, setiap tempat<br />
full dengan usaha, besar, kecil, rapi atau semrawut.<br />
Memang ada pengawasan ya, pak? 08177987902<br />
Jawaban walikota:<br />
Dimas Tramtib, termasuk yang menindaknya.<br />
Suara Rakyat:<br />
TKK minta penjelasan Pak Wali<br />
Perintis Kota Administratif P.TKK minta penjelasan Pak<br />
Wall, Wakil, Sekda,<br />
bagaimana sih secara administrasi P.TKK menjadi PNS.<br />
Apakah dekat, jasa, karir, lamanya, hubungan keluarga?<br />
081310847XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Tanya aja TKK yang udah jadi PNS, kan banyak. Rewel<br />
amat sih lu..<br />
PASAR RAKYAT<br />
Suara Rakyat:<br />
Pak, aku sedih<br />
Pak, aku sedih, deh waktu mendengarnya. Waktu naik<br />
angkot banyak ibu-ibu yang bawa anak kecil ngeluh. Ini<br />
tentang suaminya yang berdagang di jalan depan Masjid
Agung. Katanya, sekarang Minggu saja suaminya ngak<br />
bisa berdagang. Jadi, hidupnya tambah susah. Maksud<br />
aku, PKL, ditertibkan setuju banget. Tapi, mereka harus<br />
diberikan tempat khusus untuk pedagang kaki lima.<br />
Mungkin Pasar Poris Plawad bisa, sekalian buat<br />
meramaikan terminalnya. 08161629XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Saya pun menangis ketika memutuskan melarang PKL<br />
berjualan di wilayah<br />
Mesjid Agung, tapi tidak ada pilihan lain. Saran Anda jadi<br />
perhatian kami.<br />
Suara Rakyat:<br />
PKL Pasar Anyar Ingin Dagang<br />
Bapak Wall Yth, kami pedagang kaki lima di Pasar Anyar<br />
ingin sekali punya<br />
tempat buat dagang. Saya rasa tempat yang bagus buat<br />
kami di Pasar<br />
Royal/Poris Plawad, sekalian buat meramaikan terminal.<br />
0813114832XX<br />
Jawaban Walikota:<br />
sedang kita kaji kemungkinannya<br />
Suara Rakyat:<br />
Pindah secepatnya ke Poris Plawad?<br />
Pungutan liar (Pungli) di Pasar Anyar harus diberantas dan<br />
pedagang kaki<br />
lima yang berada di lingkungan rumah setempat harus<br />
ditertibkan secepatnya dan dipindahkan ke Pasar Royal<br />
atau Poris Plawad. 081311483XXX
Jawaban Walikota: Menjadi perhatian kami.<br />
Suara Rakyat:<br />
SLTPN Rusak Mirip Pasar<br />
Pak Wali yang terhormat, saya mau tanya, SLTN 6<br />
lantainya kayak lantai<br />
pasar. Masa sekolah kayak gitu, mohon dipantau, terima<br />
kasih. 081314606XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Tahun anggaran 2004 sudah dianggarkan untuk<br />
penambahan bangunan<br />
bertingkat.<br />
Suara Rakyat:<br />
Jalan kami belum pernah diaspal<br />
AssalaMu'alaikum Wr. Wb, Pak Wali kami mohon<br />
dengan sangat jalan di wilayah kami Rt.05/05 Kelurahan<br />
Babakan Kecamatan Tangerang agar diperhatikan, belum<br />
pernah diaspal, di lokasi itu ada madrasah negeri.<br />
08161685XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Karena keterbatasan dana, Tahnn Anggaran 2004 kita<br />
baru bisa<br />
peningkatan jalan untvk Jl. Dnmai.<br />
Suara Rakyat:<br />
Prihatin dengan bangunan liar<br />
Dengan hormat Pak Wali, kami prihatin dengan Kota<br />
Tangerang yang makin<br />
banyak permukiman liarnya. Mana janji anda untuk<br />
berbenah? Sekian, terima kasih. 081314569XXX
Jawaban Walikota:<br />
Janji tinggal janji, siapa janji? Ente engga tau tiap hari<br />
kita operasi PKL dan bangunan liar sampai depan<br />
Cikokol sana dibersihin dan akan terus kita lakukan<br />
penertiban. Menertibkan rnereka kaya mcmbabat alangalang,<br />
tumbuh lagi-turnbuh lagi, engga perlu nanyananya<br />
janji. Maksud anda nagih janji apa? Begitu saya<br />
dilantik jadi Walikota paginya langsung dilaksanakan<br />
operasi. Apa anda engga tau, sekarang aja tidak ada<br />
operasi karena musim kampanye dan intensitasnya kita<br />
turunkan.<br />
Suara Rakyat:<br />
Plasa Sinar Merdeka Mas gimana tuh, pak?<br />
Tibum berani nggak nertibin kantor pemasaran Plaza Sinar<br />
Merdeka Mas<br />
yang nggak ada IMBnya, jangan cuma berani nertibin<br />
PKL, dan pedagang pinggir jalan, bukankah penegakan<br />
disiplin dan ketertiban nggak ada bedanya antara PKL,<br />
pedagang pinggir jalan dan pengusaha besar? Mohon<br />
dijawab dan dibuktikan. 081310620XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Kalau kantor kan sifatnya permanen, kita berikan<br />
kesempatan sampai bulan November karena sudah ada<br />
perjanjiannya.<br />
Suara Rakyat:<br />
Jangan hangat tahi ayam, pak<br />
Bagaimana Pak Walikota nih? Pasar perempatan Ciledug<br />
kumuh dan semrawut lagi, anget-anget tai ayam. Bimo. 08
164859XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Tai ayam, tai kucing, terserahlah. Tapi yang jelas,<br />
pemerintah sudah<br />
berkomitmen. Pedagang muncul lagi, biasa main petak<br />
umpet.<br />
PENYAKIT DAN KESEHATAN MASYARAKAT KITA<br />
Suara Rakyat:<br />
Penyemprotan bukan jaminan, kerja bakti penting,<br />
pak<br />
Yang terhormat Bapak Walikota, sifatnya penting, darurat<br />
segera. Pak<br />
Wali, penyemprotan bukan jaminan basmi demam<br />
berdarah, tapi tolong pak buat surat edaran kepada para<br />
camat untuk kerja bakti secara massal dari tingkat wakil<br />
camat sampe RT, jangan nantinya selalu pemerintah<br />
disalahkan jumsih bukan jaminan kalau tidak ke tingkat RT.<br />
Terima kasih Pak Wali. 081311331XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Walikota sudah perintahkan langsung pada waktu<br />
peresmian proyek<br />
proyek, belum lagi pada rapat dinas dengan camat, lurah<br />
dan tokoh<br />
masyarakat serta ketua RT/RW, jauh sebelum wabah<br />
DBD semarak.<br />
Suara Rakyat:<br />
Ada larangan merokok di kantor, pak<br />
Pak, sebaiknya di kantor dilarang merokok kalau mau
merokok di kantin.<br />
08128794XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Siapa yang menyuruh merokok, tidak perlu larangan.<br />
Allah juga sudah mengingatkan harus sadar dan tahu<br />
diri. Saya sudah kasih contoh dan seyogyanya yang lain<br />
ikut.<br />
Suara Rakyat:<br />
Penanganan deman berdarah kok nggak serius?<br />
Assalamu'alaikum Pak Wali, kenapa kasus demam<br />
berdarah di Kota<br />
Tangerang tidak ditangani dengan serius, banyak mana<br />
korban DB dengan flu burung. Lihat RS banyak korban<br />
demam berdarah. 081584056XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Siapa bilang nggak serius menangani DBD, Walikota<br />
sudah menyatakan<br />
perang terhadap DBD, baik melalui kunjurgan resmi ke<br />
kecamatankecamatan, maupun melalui kegiatan<br />
keagamaan, serta seruan melalui<br />
koran melakukan 3 M. Pemda juga beli mesin<br />
penyemprotan dan<br />
menyediaan dana ratusan juta untuk memberikan Abate<br />
Cuma-cuma,<br />
bantuan pengobatan/perawatan RS bagi Yang tidak<br />
mampu. Walikota<br />
mengecek langsung ke Puskemas, jadi kita serius, cuma<br />
ente harus
erpartisipasi, paling tidak got, saluran air, bak mandi<br />
bersihin, jangan<br />
kalau sudah kena nyalahin pemerintah.<br />
Suara Rakyat:<br />
Wilayah kami belum disemprot<br />
Pak Wali, di Pinang Rt. 05/01 belum disemprot nyamuk<br />
demam berdarah padahal sudah ada rujukan dari rumah<br />
sakit ke puskesmas apa masyarakat perlu bayar karena<br />
sudah ada anak bayi kena DB. 08158405XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Semprotan bagi daerah endemic gratis, semprotan<br />
dalam rangkapreventif bayar, tnpi juga jangan<br />
rnengandalkan semprotan/foggig karena itu bukan satusatunya<br />
cara, walaupun satu lingkungan disemprot, tapi<br />
ada 2 atau 3 rumah nggak disemprot percuma Bagusnya<br />
melakukan tindakan 3 M dan melakukan penyemprotan<br />
obat nyamuk secara serempak.<br />
PERBAIKAN JALAN DAN SOLUSI MACET, CET<br />
Suara Rakyat:<br />
Jl. Kampung Baru Bagus, Tapi Gelap<br />
Pak Wali, J1. Abdul Rahman Saleh atau Jalan Kampung<br />
Baru, Kelurahan<br />
Jurumudi Lama Kecamatan Benda, Kodya Tangerang<br />
sudah bagus. Mohon Supaya dipasang lampu penerang<br />
jalan sepanjang 2 KM karena kalau malam gelap dan<br />
seringkali terjadi perampasan motor, tolong ya Pak Wali<br />
yang selalu memperhatikan rakyat kecil. 0818147XXX<br />
Jawaban Walikota:
Apa perlu lampu? Enakan gelap lagi, sudah dianggarkan<br />
tenang sajalah.<br />
Suara Rakyat:<br />
Jalan lingkungan Poris Plawad Indah minta diconblok<br />
Hampir semua jalan lingkungan di Kelurahan Poris Plawad<br />
Indah mendapat<br />
proyek conblok, kecuali lingkungan RT 3/4 gimana nih Pak<br />
Wali, Bravo Persikota, 08128393XXX.<br />
Jawaban Walikota:<br />
Terbalik gara-gara RT dan RW nya hampir sama. TA<br />
2004 dianggarkan<br />
untuk RT 04/03 Gg. Sakin. Untuk RT 03/04 menjadi<br />
perhatian kami.<br />
Suara Rakyat:<br />
Jalan Mutiara Pluit rusak<br />
Pak Wali yang budiman, Jl. Raya Perumahan Mutiara Pluit<br />
rusak berat<br />
padahal merupakan jalan yang ramai dilalui angkot dan<br />
pribadi. Siapa yang tanggung jawab, Pemkot atau<br />
developer yang sedang kabur? 08129270XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Belum diserahkan ke Perrtda, kita lagi kejar<br />
pengembangnya.<br />
Suara Rakyat:<br />
Kok tiang listrik di Suryadarma nggak dipindah?<br />
Pak Walikota yang terhormat, Jalan Suryadarma dekat<br />
Bandara SoekarnoHatta sudah mulus namun sangat
disayangkan tiang listriknya belum dipindahkan dan<br />
dibelokan ke bandara tidak dipasang lampu merah<br />
sehingga setiap pagi macet terus. Tolong cari solusinya,<br />
terima kasih. 08129683XXXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Kalau pohon pisang sudah saya gotong tuh. Saking<br />
aja tiang listrik, bisabisa mati kesetrum. Kita sudah<br />
koordinasi dengan PLN tapi belum dipindahkan juga ya...<br />
Suara Rakyat:<br />
Atur TPA Rawakucing<br />
Pak Wali, tolong TPA Rawa Kucing pembuangannya diatur<br />
jangan<br />
mengganggu parkir di jalan. 081314435XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Sopir emang kadang-kadang mau gampang aja<br />
buangnya, saya tegur pengelola TPA, kita cadanngkan<br />
TPA Jatiwaringin dan infrastruktur sudah kita siapkan.<br />
Suara Rakyat:<br />
Jalan Nuri belum dihotmix<br />
Pak Wali, Jalan Nuri Raya sudah 20 tahun kok belum<br />
pernah dihotmix?<br />
081295345XX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Sudah disurvei oleh Dinas PU.<br />
Suara Rakyat:<br />
Polisi tidur di Jl. Gondrong<br />
Pak wali, tolong untuk Jalan Galeong polisi tidurnya, lurah<br />
setempat
tegor. Itu kan jalan umum, bukan jalan lingkungan. Jadi<br />
menghambat perjalanan. 0813103535XX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Polisi tidur adalah polisi yang paling jujur. Jalan<br />
Galeong adalah jalan lingkungan jadi para<br />
pengemudinya pun jangan suka ngebut, coba<br />
koordinasikan lagi dengan Lurah.<br />
Suara Rakyat:<br />
Bawa Pohon Palemnya Gimana, Pak?<br />
Pak Wali yang terhormat, saya mau nyumbang tanaman<br />
palem untuk<br />
penghijauan halaman masjid raya dan puspem, tapi saya<br />
bingung bawanya karena nggak punya mobil bak terbuka.<br />
0817734XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Terima kasih pohon palem sudah cukup.<br />
Suara Rakyat:<br />
Jalan A. Yani Pesiiiing!<br />
Kok didiamkan terus? Pak wali kapan Jalan A. Yani depan<br />
RSU sampai<br />
rumah dinas walikota akan ditertibkan (pedagang &<br />
angkot) coba bapak jalan-jalan aromanya bau pesing.<br />
08129176XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Apa perlu dibuat Perda kencing, kok kencing<br />
sembarangan sih.<br />
Suara Rakyat:<br />
Jalan Rusak berat
Pak Jalan M Toha, Jalan Arya Kemuning rusak berat<br />
sangat<br />
membahayakan. 08565016XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Sudah dianggarkan di TA 2004<br />
Suara Rakyat:<br />
Jalan Cadas banyak tanah merahnya<br />
Pak, mohon jalan antara Cadas ke bandara Kecamatan<br />
Periuk (Jl. Baru) banyak<br />
tanah merah dari truk pengurugan pabrik. Mohon<br />
dibersihkan dan ditegur proyeknya. 08159781XXX<br />
Jawaban Walikota: Sudah dibersihkan.<br />
Suara Rakyat:<br />
Lampu PJU mati lagi<br />
Assalamu’alaikum Pak Wali, tolong lampu penerangan di<br />
Jalan Jembatan Baru<br />
dari arah Jalan Dr. Sitanala menuju ke Jl. TMP Taruna<br />
gelap. Dilampuin dong. 08159248XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Sudah diperbaiki, kalau mati lagi kita perbaiki lagi.<br />
Suara Rakyat:<br />
Sangiang macet nih<br />
Tolong dong Pak Wali, Sangiang makin parah nih, macet,<br />
sedang jalur alternatif<br />
sama nasibnya macet dan jalan rusak. 08161481XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Yang longsor sudah diperbaiki, yang macet memang<br />
persoalan ruwet karena kendaraan tambah banyak dan
disiplin sopir rendah. Kita sedang memikirkan jalan<br />
terobosan mencari jalan potong.<br />
Suara Rakyat:<br />
Kembalikan beton median Jalan Panarub<br />
Pak Wali tolong instruksikan DLLAJ, beton median jalan di<br />
depan Panarub,<br />
dikembalikan ke median. Jangan digeser buat parkir Isuzu<br />
Mauk. 08121866XXX<br />
Sudah dikembalikan ke posisi semula<br />
Suara Rakyat:<br />
Nggak usah nunggu Juni, pak<br />
Dua minggu belakangan ini Kebon Nanas macet lagi.<br />
Macetnya panjang, deh pak.<br />
Sejak pagi sampai malam. Kapan jembatan<br />
penyebrangan dan haltenya dibangun? Nggak usah nunggu<br />
bulan Juni atuh Pak. Didahulukanlah proyek itu soalnya vital<br />
banget. Trus bangunannya nggak boleh curam seperti<br />
jembatan D Best. Tangganya pendek-pendek saja, biar<br />
nggak ngos-ngosan kalau dipakai nyebrang. Maturnuwun.<br />
08128306<br />
Jawaban Walikota:<br />
Proses pelaksanaan anggaran mulai pengumuman<br />
proyek sampai penetapan<br />
lelang/pemenang membutuhkan waktu. Sesuai dengan<br />
Kepres dan itu yang<br />
membuat pelaksanaan anggaran tidak secepat apa yang<br />
diharapkan. Saya juga<br />
inginnya segera dibangunJPO itu, insya Allah April/Mei
isa dimulai.<br />
Suara Rakyat:<br />
Dana untuk perbaikan jalan dan Lurah Poris<br />
Kami mengharapkan sikap tegas pak wali terhadap Lurah<br />
Poris Gaga Baru tentang<br />
dana untuk perbaikan jalan. 08128283<br />
Jawaban Walikota:<br />
Pemkot hanya fasilitator, dana itu dar Pemerintah<br />
Pusatdiserahkan ke LSM yang namanya BKM dan BKM<br />
lah yang mengelola dana tersebut. Pemkot tidak boleh<br />
ikut campur. Waktu rapat BKM saya sudah wanti-wanti<br />
agar dana ini dapat efektif untuk meningkatkan derajat<br />
masyarakat.<br />
Suara Rakyat:<br />
Pengemis di Lampu Merah<br />
Bung, saya yakin, anda pasti sering lewat lampu merah<br />
Cikokol, Tanah Tinggi dll.<br />
Apakah anda melihat pengemis ibu2 dan anak2 yang<br />
menadahkan tangan? Juga para penderita kusta? Kasihan<br />
tapi juga memalukan ya? 0813222XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Tidak perlu malu, itu kan gambaran dari sebuah<br />
bangsa yang terpuruk, baik secara ekonomi dan sosial.<br />
Potret dari persoalan semacam ini tidak hanya menimpa<br />
kota kita, tetapi di banyak tempat di Indonesia. Bukan<br />
persoalan atau tidak, tapi lebih daripada berupaya<br />
menyelesaikan persoalan ini, untuk kelompok tertentu<br />
ada semacam sindikat yang mengeksploitisir untuk
kepentingan pribadi. Kita sudah beberapa kali<br />
melakukan operasi, namun itupun bukan penyelesaian<br />
yang permanen.<br />
Suara Rakyat: Selama ditutup jalan Rawa Bokor<br />
Macet<br />
Masyarakat Kota Tangerang gembira bersyukur bila pintu<br />
M1 bandara dibuka<br />
kembali, selama ditutup jalan Rawa Bokor dan pintu air<br />
Duta Garden macet terus dari pagi sampai sore, tolong ya<br />
Pak Wali, terimakasih. 0818147XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Jalan Husen Sastra Negara mau kita lebarin, soal M-1<br />
sedang kita negosiasikan<br />
dengan PAP.<br />
Suara Rakyat:<br />
Jalan Alternatif Pasar Bengkok, dong!<br />
Pasar bengkok sering mengalami kemacetan, cari dong<br />
jalan alternatif. 08179109<br />
Jawaban Walikota:<br />
Anda ada saran, atau anda pemilik tanah yang siap<br />
diganti dengan harga<br />
standar, enggak macem-macem silakan kontak saya.<br />
Jalan alternatif maunya kita<br />
juga begitu, tapi kan persoalannya tidak sesederhana itu.<br />
Harus ada ganti rugi bagi<br />
pemilik tanah., kalau pemerintah yang mau beli,<br />
seenaknya minta harga tinggi,<br />
kalau kita paksa lapor ke HAM. Sabar, kita sedang
mencari jalan keluarnya.<br />
Suara Rakyat:<br />
Sistem kenaikan karier masih berbau KKN<br />
Pak Wali, jangan harap kualitas pendidikan Kota<br />
Tangerang meningkat, jika<br />
sistem peningkatan karier guru masih tidak jelas dan<br />
berbau KKN, kok dibiarkan terus sih? 08131149XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Sistemnya yang berbau KKN atau gurunya yang KKN,<br />
rasanya sih nggak begitu.<br />
Saya sih ga tega mencurigai guru, tapi paling tidak<br />
menjadi perhatian kami.<br />
Suara Rakyat:<br />
Inventarisnya dipakai LSM, pak<br />
Pak Wali, di kelurahan kami, Kelurahan Petir mendapatkan<br />
inventaris roda dua<br />
tetapi menyimpang dari keperluan kelurahan.<br />
Kendaraan tersebut menjadi milik salah satu LSM untuk<br />
kepentingan pribadi dan keluarganya, tolong Pak Walikota<br />
diklarifikasi biar jelas, sebab masyarakat selalu bertanya<br />
tapi tidak ada jawaban dari pihak Kelurahan Petir,<br />
Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang. 08158402XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Sudah saya jawab pada edisi yang lalu.<br />
Suara Rakyat:<br />
Kontrol Kali Cisadane, Pak<br />
Pak Wali, tolong dikontrol bantaran Kali Cisadane yang<br />
sudah dikeruk oleh oknum
PT Kiat, lokasi Kedaung Baru Kecamatan Neglasari.<br />
081310576XXX<br />
Segera kita cek.<br />
Suara Rakyat:<br />
Jalan Sitanala sering macet<br />
Pak Wali, Jalan Sitanala sering macet, samping POM<br />
bensin disebabkan oleh<br />
petugas TPR yang mangkal dengan drumnya di tengah<br />
jalan, bikin macet dan kagok untuk pengendara.<br />
081514172XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Macet! Kemaren saya lewat nggak macet. Kan jalan<br />
sudah dilebarin, Cuma<br />
tinggal mindahin tiang listrik.<br />
Suara Rakyat:<br />
Kok setiap hujan Jalan MH. Thamrin banjir dan macet.<br />
Repot sekali begini terus. Sampai kapan ya?<br />
08128306XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Jalan itu memang lebih rendah dari sungai, saluran<br />
air tersumbat karena banyak sampah, got-got yang tidak<br />
ngalir, buang sampah sembarangan. Yang kita lakukan<br />
sekarang meninggikan jalan, rehabilitasi saluran air dan<br />
menghimbau kepada warga untuk tidak buang sampah di<br />
saluran air.<br />
Suara Rakyat:<br />
Petugas TPR Cimone pake anting<br />
Pak, kenapa petugas TPR Terminal Cimone ada yang
pake anting gaya preman,<br />
oknum atau aparat tuh! Tak pantas, memalukan dan harus<br />
ditertibkan. 081597719XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Pake anting kayak perempua, nanti saya perintahkan<br />
Kadis Perhubungan untuk<br />
membinanya.<br />
Suara Rakyat:<br />
Sampah di Jl. Cereme mengganggu<br />
Ass Wr. Wb. Pak Wali, gimana PKL di Jl. Abdullah, Jl.<br />
Rambutan, Jl. Cereme,<br />
kapan bebas bau sampah, penuh sesak tukang sayur,<br />
hujan becek, pokoknya tidak nyaman. 081611554XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Kita menata Pasar Anyar, mudah-mudahan pasar yang<br />
kita rehab bias<br />
menampung, Cuma itu yang baru dapat kita lakukan.<br />
Soal sampah kerja bakti yuk..!<br />
Suara Rakyat:<br />
Tangganya sepertinya nggak curam<br />
Saya sering lewat Kebon Nanas. Senang, saya lihat<br />
dari kejauhan, tangganya nggak curam, tapi belum dari<br />
dekat. Harapan saya, semoga kasus jembatan D’Best<br />
nggak terulang sehingga bisa efektif. 081283060XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Ya kita juga berharap begitu, dan kita belajar dari JPO<br />
D’Best.<br />
Suara Rakyat:
Semoga jalannya lebih bagus lagi<br />
Ass. Pak, alhamdulillah, jalan masuk ke rumah saya yaitu<br />
jalan H. Baan<br />
Kelurahan Poris Plawad Indah sekarang udah mau<br />
dibenerin, walaupun baru ditaroin kerikil-kerikil tajam yang<br />
bisa jebol sepatu kalau mau berangkat kerja. Tapi, terima<br />
kasihlah kepada Pak Lurah, Pak Camat, Pak Wali. Kalau<br />
jalannya udah bagus untuk lewat siswa SMU 10, terima<br />
kasih Bang Haji, kami tunggu. 08129749XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Udah lumayan dikerikil juga, dari pada kaga sama<br />
sekali, insya Allah akan diaspal kalau dananya sudah<br />
ada, tapi jalannya kan sempit coba urunkan rembug<br />
dengan Lurah untuk saluran airnya, sebab kalau tidak<br />
ada saluran air jalannya nanti cepet rusak.<br />
Suara Rakyat:<br />
Buat jalan tembus Gerendeng<br />
Kalau dibuatkan jalan tembus di Pos Gerendeng kayaknya<br />
bisa mengurangi sedikit<br />
kemacetan di Jalan Imam Bonjol. 081314019XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Maunya sih iya, tapi biaya pembebasan mahal, tau<br />
sendiri rakyat sekarang kalau<br />
minta ganti rugi, minta harganya tinggi.<br />
Suara Rakyat:<br />
Mendambakan tidak macet<br />
Halo Pak Wali, warga mendambakan Tangerang tidak<br />
selalu macet, kalaupun
elum terbangunnya jaringan jalan memadai, itu DLLAJ<br />
tidak hanya ngurus retribusi di jalanan. 0815143880XX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Di Dinas Perhubungan kan ada retribusi, ada juga<br />
bagian operasional masingmasing sudah jelas<br />
tanggungjawabnya. Adapun mengenai kemacetan itu<br />
memang menjadi keprihatinan.<br />
Suara Rakyat:<br />
Jalan Kian Santang Gelap<br />
Pak, Jalan Prabu Kian Santang gelap gulita. Arus listrik<br />
PJU dibelokan untuk<br />
penerangan pasar. 0813110381XX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Akan diperbaiki.<br />
Suara Rakyat:<br />
Jl. Depan RM Lembur Kuring Rusak<br />
Pak, jalan rusak nih, pak! Depan rumah makan Lembur<br />
Kuring depan RM Rawa<br />
Bokor Benda. 08131128992XX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Ya akan jadi perhatian, tapi sekarang mobil besar dan<br />
kontainer lewat situ,<br />
insya Allah akan diperbaiki.<br />
Suara Rakyat:<br />
Mohon cek proyek jembatan di Jalan Daan Mogot<br />
Ass. Pak, kalau nggak salah yang minta pembangunan<br />
jembatan penyebrangan di<br />
Jalan Daan Mogot itu selain di dekat sekolahan, di
dekat ALS. Soalnya mobilitas masyarakat daerah itu cukup<br />
tinggi. Tapi, sudah tiga minggu ini kok saya lihat yang mau<br />
dibangun jembatan sebrang justru pas depan ruko,<br />
padahal disitu nggak ada gang. Ini gimana? Mohon dicek<br />
segera, jangan sampai mubadzir mengingat jalan di situ<br />
sudah ada mediannya. Sedang dekat ALS malah belum<br />
ada. Daripada disesalkan kelak, pak. Maturnuwun.<br />
081310119XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Lahan untuk membuat tangga dekat ALS terbatas, jalan<br />
kaki ke sana aja deh biar sehat paling berapa meter.<br />
Saya juga jalan kaki sehat dan kalau setiap meter dibuat<br />
JPO mah repot.<br />
Suara Rakyat:<br />
Terima kasih Pak Wali<br />
Pak Wali, terima kasih Jalan Protokol yang ada di<br />
Perumahan Periuk Jaya sudah<br />
diconblok, tapi sayang Jalan Cempaka Raya tidak<br />
diconblok. 08159925XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Nanti gantian, anggaran terbatas, untuk jadi perhatian.<br />
Suara Rakyat:<br />
Jalan Kemuning tak pernah dapat jatah perbaikan<br />
Pak Wali, kenapa Jalan Kemuning RT 05 / 02 Pinang<br />
nggak pernah dapat jatah<br />
peningkatan, kami juga bayar pajak loh. 08568587XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Belum nasibnya kali, untuk jadi perhatian.
Suara Rakyat:<br />
Jalan kurang indah<br />
Pak Wali, kami memohon kepada Pak Wali, jalan antara<br />
Balaraja-Kresek kurang<br />
indah. 0813114182XX<br />
Nanti kalau saya jadi gubernur dibikin indah.<br />
Suara Rakyat:<br />
Jalan di perumnas<br />
Assalamu’alaikum. Pak Wali, jalan utama perumnas Jalan<br />
Borobudur Raya<br />
bergelombang dan sudah cukup berbahaya, dan sekitar<br />
Mitra Panuluh banjir dan rusak, banyak genangan air.<br />
085678038XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Jalan Borobudur sekitar Mitra yang bergelombang dan<br />
rusak itu masuk ke daerah<br />
kabupaten. Kalau masuk ke Kota Tangerang akan<br />
dipikirkan.<br />
Suara Rakyat:<br />
LPU M Toha mati, pak<br />
LPU padam dan redup di Jalan M Toha, lampu jalan<br />
banyak yang mati, termasuk<br />
di jalan Pahlawan. 08568501XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Pyar-pet, mati hidup dimana-mana bahkan rumah<br />
Walikota pun listriknya matihidup, mati-hidup, di banyak<br />
jalan memang lampu yang mati-hidup ini yang sedang<br />
kita cari solusinya. Untuk PJU penyebabnya bisa karena
panel yang dicuri, getaran kendaraan berat, voltase<br />
rendah atau mungkin kualitas PJU yang kurang<br />
memadai.<br />
Suara Rakyat:<br />
Jalan Jatake perbaiki, pak<br />
Pak Wali, tolong dong jalan di Jatake diperbaiki,<br />
masalahnya menimbulkan<br />
macet. Coba kalau Pak Wali lewat tiap hari, pasti kesel<br />
juga. 081584215XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Ya, akan menjadi perhatian, sekarang sudah dikerikil dan<br />
rencananya pada ABT 2004 ini akan diperbaiki.<br />
Suara Rakyat:<br />
Adain lampu merah, dong!<br />
Pak Wali, yang ganteng, tolong dong adain lampu merah di<br />
prapatan LP Komplek<br />
Kehakiman Buaran Indah, banyak accident.<br />
081315574XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Sudah terlampau banyak lampu. Nanti dibuatkan zebra<br />
cross, PLN lagi ngirit<br />
listrik nih.<br />
Suara Rakyat:<br />
Pondok Arum dipakai track-trackan<br />
Pak, di depan Perumahan Pondok Arum tepatnya<br />
dekat pom bensin kalau malam minggu suka dipake buat<br />
track-trackan. Tolong dong saya diajak, soalnya saya<br />
nggak punya motor. Eh! Bukan ding, disana sering terjadi
kecelakaan, siapkan petugas untuk mengawasi atau<br />
dilarang sekalian. Masa mesti nunggu jatuh korban.<br />
081554837XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Lapor ke polisi atau kita jagain rame-rame, di beberapa<br />
perumahan dibikin<br />
polisi tidur cuman memang merepotkan pengguna jalan.<br />
Suara Rakyat:<br />
Tiap pagi Benua Indah macet<br />
Waduh, dimana-mana kok macet ya, pak? Itu lho pak dekat<br />
Perumahan Benua<br />
Indah, kalau pagi selalu macet. Soalnya banyak bis<br />
karyawan lewat situ. Ada sih satu jembatannya, tapi kecil.<br />
Boleh nggak minta dibangunin jembatan lagi, biar macet<br />
agak berkurang agar orang-orang nyebrangnya juga enak.<br />
08178843XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Pasar Ramahani (Ramadani?)dan pertigaan ke arah<br />
Galeong di situ penyebab<br />
macet, belum lagi ditambah buruh pabrik keluar bareng<br />
keroyokan, angkot berhenti<br />
sembarangan, kendaraan tambah banyak, sedang kita<br />
upayakan untuk<br />
mengatasinya.<br />
Suara Rakyat:<br />
Jalan Ki Samaun tertibkan dong!<br />
Jalan Ki Samaun dan Ki Asnawi jadi macet. Pak Walikota<br />
yang baik hati dan putra
daerah, tolong ditertibkan pedagang yang menggunakan<br />
jalan yang jadi macet. Di depan Toko Varia dan Subur,<br />
pagi dan malam, macet terus. 08128653XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Iyaa dong. Tertibin sih udah tapinongol lagi-nongol lagi.<br />
Suara Rakyat:<br />
Kios rokok di Cikokol tutupi jalan pak<br />
Pak Wali Yth, kaki lima di Cikokol terutama kios rokok<br />
ditertibkan karena<br />
menutupi untuk jalan kaki. 0811162045<br />
Jawaban Walikota:<br />
Tukang rokok, tukang koran, tukang buah... semuanya<br />
nongkrong di tengah<br />
jalan. Bandel nih orang.<br />
Suara Rakyat:<br />
Pengemudinya tak disiplin<br />
Walaupun di perempatan Cimone sudah dipasang lampu<br />
lalu lintas, tapi dari arah<br />
Cimone pada waktu lampu merah terus neribis jadi ya<br />
macet terus. Pengemudinya sih nggak disiplin.<br />
081310020XXX<br />
Serabat serobot susah diatur. Saya setuju dengan anda.<br />
Ternyata pengemudinya tidak disiplin.<br />
Suara Rakyat:<br />
Efektif kurangi kemacetan<br />
Jalan lingkar rute angkot cukup efektif mengurangi<br />
kemacetan di Cikokol depan<br />
komplek perkantoran. Anggaplah terminal mini. Solusinya
kudu begitu kali ya. 08129527XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Siapa dulu walikotanya. Bagus. Terima kasih buat anda<br />
yang mendukung<br />
program angkot masuk jalur tersebut.<br />
Suara Rakyat:<br />
Jalan Moh. Toha macet<br />
Pak Wali yang terhormat, pikirin Jalan Moh. Toha ujung<br />
perbatasan Desa Karet<br />
dengan kelurahan itu jalan macet terus pagi dan sore, cek<br />
dong Pak Wali, jangan mikirin Cipondoh melulu. Terima<br />
kasih atas perhatiannya. 08129754XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Jalan M. Toha yang mana? Jalan Moh Toha yang masuk<br />
Kabupaten atau Kota.<br />
Suara Rakyat:<br />
Jembatan lain udah jadi<br />
Kayaknya bakal ketinggalan nih, pak. Dua jembatan<br />
penyebrangan di Jalan Daan<br />
Mogot yang jaraknya dekat-dekat itu dan ditengahnya<br />
sudah ada median, pembangunannya sudah jadi, lho.<br />
Kapan penyebrangan Kebon Nanas yang sangat<br />
dibutuhkan itu jadi? Susah ya pak, mindahin listrik<br />
tegangan tinggi? Atau leading sektornya kurang serius?<br />
08179877XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Sudah saya jawab minggu lalu, dan nggak ada yang<br />
susah. Buat apa susah, susah itu tak ada gunanya.
Kepala Dinas dan Pimpronya sudah saya panggil, lelet<br />
emang. Maaf bukan tegangan tinggi tapi tegangan<br />
menengah. Katanya minggu ini akan digeser. Kita lihat<br />
saja nanti.<br />
Suara Rakyat:<br />
Bantuan PAP II kok buat Terminal Terpadu?<br />
Bantuan PAP II Bandara Soekarno-Hatta LK Rp 14 miliar<br />
bukankah untuk<br />
membiayai lingkungan warga luar pagar Bandara, kok<br />
DSWIT membiayai Terminal Terpadu, ini penyimpangan<br />
namanya! Tolong dijelaskan. 081290214XXX<br />
Kok baru baru sekarang nanya, apa maksudnya? Anda<br />
kan tahu udah lama sebelum saya jadi Walikota.<br />
Suara Rakyat:<br />
Ada pemborosan listrik di Jl. Anggrek Cipondoh<br />
Malmnur<br />
Pak Wali yang terhormat, kok lampu penerang jalan yang<br />
berlokasi di Jalan Tugu<br />
Karya sampai dengan Jalan Anggrek Kelurahan<br />
Cipondoh Makmur, terangnya jam 10.00 dan pada jam<br />
10.00. Pak, Dinas Tata Kota perlu tahu. Padahal itu kan<br />
pemborosan energi listrik. 08189043XX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Timernya kesiangan kali, nanti kita stel lagi.<br />
Suara Rakyat:<br />
Kasih tudung ya, pak<br />
Pak Wali, kapan tuh jembatan penyebrangan Kebon Nanas<br />
dikasih tudung?
Waduh! Panasnya minta ampun pak. Lampunya juga<br />
gelap banget kalau malem, mana kalau lewat antri gak<br />
karuan. Maturnuwun Lho, atas perhatiannya sama<br />
masyarakat umum. Mangga, pak. 08161660395<br />
Jawaban Walikota:<br />
Sudah kita rencanakan.<br />
Suara Rakyat:<br />
Cimone-Perumnas macet<br />
Yth Pak Walikota Tangerang, sekedar nyumbang pikiran<br />
dan info, perempatan<br />
Cimone, perempatan lapangan bola Cimone,<br />
perempatan Kantor Perum 1 Malabar, Tol Islamic arah<br />
Jakarta, terus lampu merah Islamic, selalu macet. Mohon<br />
kerjasamanya DLLAJ, Polantas dan pihak terkait.<br />
Tertibkan angkot, tukang ojek, kaki lima agar dibantu<br />
Pospol, AD, anggota Kodim? 081513212717<br />
Jawaban Walikota:<br />
Macet lagi, macet lagi.<br />
Suara Rakyat:<br />
Cikokol tambah semrawut<br />
Pak Wall Yth, assalamu’alaikum, menurut pendapat saya,<br />
Membangun Pasar<br />
Cikokol menjadi pasar semi modern (SATELIT NEWS,<br />
12 Oktober) di lokasi yang sekarang ini sungguh tidak<br />
tepat. Sebab lokasi pasar bagaimanapun bentuknya tidak<br />
boleh mengganggu langsung jalan jalur cepat (J1<br />
Sudirman) apalagi berdekatan dengan persimpangan jalan<br />
(Jasunbata). Ka1au rencana ini dipaksakan pasti
kemacetan tambah dan nasibnya sama dengan Pasar<br />
Ciputat yang sampai sekarang ini masih menjadi problem<br />
serius bagi Pemda Kabupaten Tangerang.0816717505<br />
Jalannya dilebarin, tapi apa hendak dikat, PKL tambah<br />
banyak.<br />
Suara Rakyat:<br />
Tolong perbaiki Jalan Benteng Makassar<br />
Yth. Bapak Walikota Tangerang, saya RW 08 Benteng<br />
Makassar menginginkan jalan di wilayah saya diperbaiki<br />
sesuai pembicaraan Bapak di tiga pertemuan yang saya<br />
hadiri sebelumnya. Saya ucapkan terima kasih, semoga<br />
Bapak dan keluarga selalu dilindungi Allah SWT.<br />
08161490378<br />
Jawaban Walikota:<br />
Itu memang udah tahun lalu, sama Salut juga udah<br />
dibicarakan, kelupaan aja<br />
bawaannya. Ya sudah, sabar aja.<br />
Suara Rakyat:<br />
PSB di Cibodas beraat sekali<br />
Pak, PSB SDN Cibodas Kelurahan Sangiang Jaya,<br />
Kecamntan Periuk sangat<br />
memberatkan, sampai Rp 450 ribu tolong dicek, pak.<br />
Sehingga PSB nggak dijadikan kesempatan bisnis. 08 13<br />
147351XX<br />
Jawaban Walikota:<br />
PSB belum dibuka dan banyak yang laporan soal ini,<br />
tapi setelah dicek belum dibuka oleh sekolah. Di Pinang,<br />
di Sudimara dan sekarang di Cibodas, ente jangan maen
laporan aja ngapa kalau belum ada bahan. Walikota kan<br />
banyak kerjaan, bagusnya anda laporan tertulis biar<br />
gampang nelusurinya.<br />
Suara Rakyat:<br />
Galian PLN ganggu Lalin<br />
Semoga Bapak sehat selalu, kenapa PLN terus ganggu<br />
kelancaran lalu lintas<br />
umum. Seperti di Ceper yang tiada henti digali.<br />
081283128XX<br />
Jawaban Walikota:<br />
PLN, gas, Telkorn, PAM sama saja, makanya di Kota<br />
Tangerang sudah dibentuk badan koordinasi. jadi, kalau<br />
sudah menggali di kota ini harus minta ijin (kecuali galian<br />
singset). Instalasi terkaitnya sudah kita panggil dua kali<br />
pada pertemuan di ruang kerja saya.<br />
Suara Rakyat:<br />
Permohonan conblok Jalan PGB<br />
Yang saya cintai Pak Walikota, saya warga Porisgaga<br />
Baru memohon mengconblok<br />
jalan desa PGB, karena rusak akibat kena galian proyek<br />
PAM dan tidak dibetulkan lagi. 081314039XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Terima kasih. Menjadi perhatian.<br />
Thanks ya pak, Sangiang kini lancar<br />
Jawaban Walikota:<br />
Terima kasih balik. Tapi giliran macet jangan ngomel<br />
lagi. Mari kita jaga<br />
bersama.
Suara Rakyat:<br />
Truk masuk gudang<br />
Bapak Kapolres Metro Tangerang dan Dishub/DLLAJR<br />
Kota Tangerang mohon<br />
ditilang dan tertibkan dengan tegas truk-truk yang<br />
dikawal oleh oknum-oknum polisi masuk gudang yang<br />
berada di tengah pemukiman rumah warga RW 04 Pasar<br />
Anyar Suka Asih, Kota Tangerang. 081598100XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Truk-truk besar di jalan mana aja yang memang liar<br />
selama ini. Kita memang lagi berencana membangun<br />
Terminal Peti Kemas, Coba lihat Jalan Raya Hasyim<br />
Azhar, Jalan Gatot Subroto, mobil-mobil besar parker di<br />
bahu jalan.<br />
Suara Rakyat:<br />
Kalau pagi pergi ke Jatake, pak<br />
Pak Wali, tolong kalau pagi ke Jatake biar tahu sampah di<br />
depan Aneka Subur<br />
menuhin jalan, bikin macet jalan, pindahin aja<br />
penampungan sampahnya. Jawaban Walikota:<br />
Kalau pagi mah dimana-mana sampah penuh, coba lihat<br />
siang hari atau sore, kalau masih penuh di jalanan berarti<br />
engga diangkut.<br />
Suara Rakyat:<br />
Kasih penerangan Jalan Bintaro Regency<br />
Pak Wali, mohon untuk ruas Jalan Bintaro Regency<br />
Kelurahan Sudimara Pinang<br />
dikasih penerangan atau PJU sebab jadi ajang
prostitusi dan pacaran yang kelewat batas. Setelah<br />
disweeping ternyata bukan warga Tangerang. Jadi kami<br />
takut menular pada akhlak generasi kita. 081315281393<br />
Jawaban Walikota:<br />
Nanti kita koordinasikan dengan pengembangnya. Kalau<br />
ada prostitusi kita uber<br />
uber.<br />
Suara Rakyat:<br />
Pasar Baru kapan ditertibkan<br />
Pak Wali, selamat pagi, pasar dan terminal Pasar Baru<br />
sangat kumuh dan bikin<br />
macet. Tolong, pak, tertibkan, jualan kok di jalan raya.<br />
Jawaban Walikota:<br />
Pasar baru sudah turun temurun engga beres-beres.<br />
Menjadi perhatian.<br />
Orang Tigaraksa mau gabung ke Kota<br />
Pak Wali, orang Tigaraksa mau gabung ke Kota<br />
Tangerang, biar jalanan ama selokan pada bagus, gak<br />
seperti sekarang, jalanan kaya kubangan Kerbau, sekolah<br />
ambruk dan suasana gelap gulita, bagaimana caranya,<br />
pak?. 08128009XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Yang rasional aja lah.<br />
Suara Rakyat:<br />
Kapan jadinya Jembatan Kebon Nanas, pak?<br />
Ya ampuuun! Ini gimana sih, pak jembatan penyebrangan<br />
Kebon Nanas kok gak<br />
jadi-jadi, sih? Sudah sebulan lebih didiamkan saja?
Kalau nunggu beton kering, memangnya mau sampai tiga<br />
bulan? Bukan apa-apa, Kebon Nanas tuh udah kacau<br />
banget apalagi kalau malam hari. Ojeg numpuk,<br />
penumpang numpuk, pedagang numpuk, lama-lama kita<br />
stres semua, pak. Ini kan menyangkut kebutuhan yang<br />
mendesak, tolonglah perhatiannya fokus ke sana, please.<br />
08179877XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Ini berkaitan dengan kabel tegangan tinggi dari PLN.<br />
Kalau tambang mah sudah<br />
saya betoni. Saya juga sudah empet liatnya.<br />
Suara Rakyat:<br />
Pantura gabung? Siip banget<br />
Keinginan Pantura gabung ke Kota Tangerang itu gagasan<br />
siip banget untuk kota<br />
ini. Dan keuntungannya lebih ke mereka lho pak,<br />
bayangkan, dengan gabung pasti akan lebih diperhatikan.<br />
Potensinya akan lebih tergarap, jalannya, pendidikannya.<br />
Jawaban Walikota: Terima kasih.<br />
Suara Rakyat:<br />
PJU di Perum Kroncong mati, paaak<br />
Pak Walikota Yth, tolong lampu PJU Perum Keroncong<br />
Permai dinyalakan karena<br />
sudah lama padam, untuk menjaga keselamatan dan<br />
keamanan warga. Saya usul lagi, nih, pak. Untuk<br />
menambah PAD dari PBB tolong warga Kota Tangerang<br />
disensus lagi karena tidak dapat SPPT dan banyak SPPT<br />
yang nilainya tidak sesuai. 08129615268
Jawaban Walikota:<br />
PJU belum diserahkan pengembang kepada kita.<br />
RIBUT PEMILU RAKYAT<br />
Suara Rakyat:<br />
50 Persen Warga Harapan Kita Tak Terdaftar<br />
Assalamu’alaikum Pak Wali, hampir 50 persen warga<br />
Komplek RS Harapan Kita<br />
belum terdaftar sebagai pemilih di Kelurahan Bencongan.<br />
08161385XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Kompleks Rumah Sakit Harapan Kita Desa Bencongan<br />
bukan wilayah kita, tapi<br />
wilayah Kabupaten.<br />
Suara Rakyat:<br />
Karena Beler Banyak yang Nggak Terdaftar<br />
Pak Wali, anak muda yang biasa beler ditugasin sensus<br />
oleh staf Kelurahan<br />
Sudimara Pinang sampai banyak yang nggak terdaftar<br />
sebagai pemilih. 081311427XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Wah, perlu dicek itu. Jadi perhatian.<br />
Suara Rakyat:<br />
Masalah honor petugas Pemilu atau PPK<br />
Tanggal 8 Maret kami tidak dan belum menerima honor.<br />
Pemilu ternyata<br />
membuat petugas pilu. 08129482XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Honor Petugas Pemilu bukan urusan Pemda, coba
tanyakan ke KPU.<br />
Suara Rakyat:<br />
Mobil dinas buat kampanye<br />
Pak Wali berwenang tidak, untuk melarang anggota dewan<br />
yang menghitamkan<br />
plat mobil dinasnya dan dipakai kampanye parpol?. Bisabisa<br />
kerusakan dibebankan pada APBD! 081614364XX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Sudah cukup jelas aturannya dan Panwaslu pun sudah<br />
mengambil langkah<br />
langkah untuk ke arah itu.<br />
Suara Rakyat:<br />
Kampanye atas nama Pribadi<br />
Assalamu’alaikum Wr. Wb., Pak Wali Yth, sebagai pelayan<br />
masyarakat/pejabat<br />
pemerintah/PNS, bolehkan berkampanye untuk partai<br />
tertentu, meski pakai nama pribadi?. 0815860610XX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Sudah cukup jelas aturannya dan Panwaslu pun sudah<br />
mengambil langkahlangkah untuk ke arah itu.<br />
PROYEK PARA PIMPRO KOTA<br />
Suara Rakyat:<br />
Proyek Mandeg Uangnya Dipakai<br />
Pak Wali, proyek stimulan di Sukarasa ada yang mandeg<br />
gara-gara uangnya<br />
dipake lurah, katanya itu benar. Hendaknya oknum tersebut
mendapatkan tindakan yang tegas. 081315086XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Informasinya saya perhatikan, mudah-mudahan anda<br />
tidak asal tuduh.<br />
Suara Rakyat:<br />
Undangan lelang langsung ke rekanan<br />
Pak Wali, saya usul supaya tender-tender murni, pemkot<br />
susun dan umumkan<br />
setiap paket kegiatan masing-masing dengan nama-nama<br />
peserta tender, undangan lelang dikirm ke rekanan<br />
langsung. 08128820XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Kan udah diumumin di Koran.<br />
Suara Rakyat:<br />
DPU kok kayak perusahaan sendiri<br />
Bang Wali, DPU Kota kok kaya perusahaan sendiri aja,<br />
masa abang, ade, ipar dan<br />
saudara masuk kerja semua. Kapan mau benernya kalo<br />
KKN nggak diberantas. Tolong deh bang. 081586059XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Kalau begitu bukan perusahaan, tapi mobil kijang ada<br />
tante, kakak, bibi dan<br />
nenek.<br />
Suara Rakyat:<br />
Stimulan I Uwung Jaya tolong dicek<br />
Stimulan di Uwung Jaya bernuansa KKN. Pak Wali tolong<br />
dicek soal stimulan<br />
soalnya pengalokasiamya tidak melalui rembuk RW,
masyarakat, padahal daerah lain juga banyak yang lebih<br />
membutuhkan. 08121929XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Rapat dan musyawarah dalam pelaksanaan proyek<br />
sudah dilaksanakan, tinggal kita nanti mencek lokasinya<br />
apakah sesuai atau tidak dengan yang telah disepakati.<br />
Suara Rakyat:<br />
Proyek tanpa realisasi<br />
Sudah lima kali turun proyek di kantor damkar, tapi<br />
rea1itasnya tidak ada, hanya mobil baru atau sedan dan<br />
motor Harley yang seluruhnya Rp 250 juta. 08567579XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Pertanyaan anda lebih bagus dibuat secara tertulis serta<br />
dilengkapi dengan<br />
faktanya.<br />
RUMAH IBADAH<br />
Suara Rakyat:<br />
Tempat Pipisnya Pada Bocor<br />
Pak Walikota, Masjid Raya Al-Azhom merupakan<br />
kebanggaan kita karena begitu<br />
mewahnya, tapi pemeliharaannya sangat kurang, tempat<br />
pipisnya pada bocor, bisa dibuktikan. 0811161XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Itu menjadi pemikiran DKM dan pengurus masjid akan<br />
kita koordinasikan lebih<br />
lanjut.
Suara Rakyat:<br />
Sayang, masjid besar itu kurang maksimal<br />
Pak Wali, di Tangerang ada masjid besar yang sayangnya<br />
belum maksimal, tidak<br />
ada kajian Islam, perkumpulan remaja masjid, ataupun<br />
hal keaganman lainnya (atau saya yang tidak tahu?).<br />
Sayang sekali jika bangunan masjid seindah itu kurang<br />
diisi dengan hal tersebut. Terima kasih. (Hastuti)<br />
08161171 XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Kegiatan cukup marak, baik yang dilakukan pengurus<br />
masjid, BKPRMI, maupun<br />
kelompok-kelompok masyarakat lainnya, kalau dirasa<br />
kurang silakan anda<br />
memakmurkannya.<br />
Suara Rakyat:<br />
Apa benar pembuatan sertifikat masjid dipungut<br />
biaya?<br />
Assalamu’alaikum Pak Wali yang kami hormati, apa betul<br />
pembuatan sertifikat<br />
masjid (sarana ibadah) dikenakan biaya sebesar 3 juta? Itu<br />
terjadi di Kampung Baru Kelurahan Nusa Jaya.<br />
081315082XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Tanah masjid karena hasil wakaf tidak dipungut bayaran.<br />
Suara rakyat:<br />
Sistem Tendernya membuat bodoh<br />
Pak Wali, apa udah benar sistem tender pekerjaan di
Txngerang? Setahu<br />
saya cara tender seperti itu malah membuat bodoh buat<br />
pemborong Tangerang karena selalu disuapin, ikuti<br />
Keppres, dong!08129450XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Itu sudah sesuai dengan Kepres. Suara Rakyat:
Banyak rumah jadi tempat<br />
kebaktian Pak Wall, di<br />
Simprug, Poris Jaya<br />
banyak rumah dijadikan<br />
tempat kebaktian dan ini<br />
dilindungi oleh Lurah<br />
Mudin dan aparatnva.<br />
0812949XXXX<br />
Jawaban Walikota:
Rumahkan fungsinya untuk<br />
tempat tinggal, jangan<br />
dijadikan gereja, serta jangan<br />
berburuk sangka dan memfitnah lurah.<br />
Suara Rakyat:<br />
Sama-sama sepi<br />
Setelah Masjid Raya dibangun, kini kegiatan di Masjid<br />
Agung menjadi sepi. Yang agak mengherankan, aktivitas<br />
di Masjid raya juga tak semarak. Kemanakah pengurus<br />
BKPRMI yang dulu begitu banyak berjaya? 0817897XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Apa hubungannya dengan BKPRMI, mestinya anda<br />
yang mengajak masyarakat atau jemaah beduyun-duyun<br />
ke mesjid. Harus diakui sekarang memang terjadi<br />
pergeseran yang membuat saya prihatin, tidak hanya di<br />
Masjid Al-Azhom dan Masjid Agung, tetapi hampir di<br />
seluruh Indonesia khususnya di Tangerang, jumlah<br />
jamaah yang datang ke mesjid makin berkurang,<br />
ironisnya, mall-mall, panggung dangdut, goyang ngebor<br />
Inul, goyang patah-patah Bahar, gogo dance, akademi<br />
fantasi penontonnya malah membludak.<br />
Suara Rakyat:
Hadir dalam diklat Masjid<br />
di Ciledug, pak Ass. Wr.<br />
Wb Pak Wall yang<br />
terhormat. Kami mau<br />
kehadiran Bapak dalam<br />
acara Dikiat Nlanejemen<br />
Masjid di Kecamatan<br />
Ciledug tanggal 30 April<br />
sampai 2 Mei di Gedung<br />
Perum dan mohon bantum<br />
agar sukses. XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Undangan sudah saya terima, panitia sudah datang,<br />
sekarang lewat SMS. Cerewet amat sih ente? Insya<br />
Allah.
RAKYAT PENGANGGUR<br />
Suara Rakyat:<br />
Saya Masih Nganggur, Pak<br />
Pak Wali saya ini lulusan SMU Tahun 2003 tapi sampe<br />
sekarang masih<br />
nganggur sulit sekali cari kerja saya sampai ditipu. Mohon<br />
bantuannya.081314215XXX.<br />
Jawaban Walikota:<br />
Angka pengangguran memang meningkat, Pemkot<br />
sudah berupaya<br />
menaggulanginya minimal mengurangi pengangguran.<br />
Suara Rakyat:<br />
PNS untuk manajemen, dong!<br />
Pak Wali, nanti kalau ada penerimaan PNS lagi tolong<br />
jurusan Manajemen<br />
(Ekonomi) diadain. 08129478XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Tergantung kebutuhan dan formasi itu kewenangan BKN<br />
Suara Rakyat:
Gosipnya mau masuk PNS<br />
jutaan ya pak? Pak Wali<br />
yang terhormat, saya<br />
denger gosip kalau masuk<br />
I'NS, harus bayar jutaan<br />
rupiah. Gimana, pak?<br />
0812947XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Itu kan gosip, percaya apa enggak terserah.<br />
.<br />
Suara Rakyat:<br />
4 kali ikut tes nggak pernah lulus<br />
Yth. Bapak Wali. Sebelumnya saya minta maaf pak, saya<br />
jebolan dari SGO<br />
tahun 1987 tapi sampai sekarang saya Belum diangkat<br />
PNS. Padahal saya sudah<br />
4 kali ikut tes PNS. Sekarang, saya masih honor di<br />
kompleks Karawaci. Padahal<br />
untuk guru bidang Penjaskes masih banyak yang<br />
membutuhkan. Apalagi seperti
saya perempuan, saya menunggu. 0815862709XXX.<br />
Jawaban Walikota:<br />
Kebutuhan dalam penerimaan SGO sangat terbatas,<br />
tahun lalu hanya<br />
menerima 2 orang, berdoalah kepada Allah minta<br />
kemudahan, insya Allah.<br />
Suara Rakyat:
Di Perempatan Kodim dulu<br />
gak ada gepengnya<br />
Pak Wali, kenapa di perempatan STM-KODIM banyak<br />
gepeng lagi? Padahal dulu waktu saya masih sekolah tidak<br />
begitu. Rasanya jadi takut kalo nunggu angkot di situ.<br />
08569936XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Dulu memang belum ada Gepeng. Adanya Bundar,<br />
Bundar topinya. Udah<br />
dioperasi dia nongol lagi.<br />
Suara Rakyat:
PNS utamakan guru bantu<br />
Assalamu'alaikum Wr.<br />
Wb. Tolong mengenai PNS<br />
yang diutamakan guru<br />
Bantu, apalagi yang ikut<br />
terakhir dan lihat tanggal<br />
lahirnya. Terima kasih.<br />
0811480XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Emang yang daftar Guru Bantu sebagian besar.<br />
Suara Rakyat:<br />
Lulusan D3 Kebidanan ingin kerja<br />
Assalamu'alaikum Wr. Wb. Pak Wali, saya lulusan D3<br />
Kebidanan, saya ingin<br />
kerja di Puskesmas, honorer/Bidan PTT, bagaimana<br />
caranya? Lihat<br />
infromasinya di mana? Mohon Jawabnya. Terimakasih Pak<br />
Wali.081316262XX<br />
J awaban Walikota:
Tahun lalu ada penerimaan, tahun ini tidak ada. Tahun<br />
depan mogamoga ada. Ga perlu ngikut<br />
Suara Rakyat:
Banyak pengangguran<br />
diBenda Hallo Pak Wali,<br />
kami warga masyarakat<br />
Kelurahan Benda ingin<br />
menyampaikan keluhan<br />
kami, Kepala Lurah dan<br />
aparat tidak aspiratif,<br />
sangat otoriter juga tidak<br />
ada rasa memperjuangkan<br />
warga masyarakat Benda<br />
sehingga terlalu banyak<br />
pengngguran. Mohon<br />
ketegasan dari Bapak,<br />
hormat kami warga
masyarakat Benda.<br />
081314062XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Pengangguran ada dimana-mana, di kampung dan di<br />
kota, di Benda<br />
padahal dekat dengan Angkasa Pura. Jadi Perhatian<br />
Suara Rakyat:<br />
Insentif mana, pak?<br />
Pak Wall, insentif guru honor dari pusat kok nggak kunjung<br />
turun...? Datang?<br />
08131151975<br />
Jawaban Walikota:<br />
Soal waktu, wong guru yang di Perumnas bilangnya udah<br />
diterima kok.
Prioritaskan lulusan SPG,<br />
p a k Pak Wali, masih<br />
banyak lulusan SPG yang<br />
belum diangkat padahal<br />
mereka cukup berkualitas,<br />
karena mereka cukup<br />
berkwalitas untuk menjadi<br />
guru. Tolong prioritaskan<br />
mereka. Mereka itu udah<br />
lama juga mengabdi di SD.<br />
081314270XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Dari dulu yang banyak diterima kebanyakan dari SPG.<br />
Coba aja hitung.<br />
Suara Rakyat:<br />
Udah mengabdi 10 tahun, lho
Assalamu'alaikum Pak Wali, dengan tidak mengurangi<br />
rasa syukur dan<br />
hormat kami terhadap Bapak, kami ingin<br />
menyampaikan kegelisahan kami, bahwa ada diantara<br />
kami vang bertugas sebagai pelaksana pemeliharaan<br />
kebersihan dan pertamanan sudah lnengabdi di atas 10<br />
tahun, belum mendapatkan kesempatan menjadi PNS,<br />
demikian harapan kami, agar bapak memaklumi. Amin<br />
0818081XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Bagus itu menjadi salahsatu syaratkelulusan, tapi biar<br />
kerjanya puluhan<br />
tahun kalau tes akademinya jelek susah juga.<br />
SAS-SUS MUTASI BIROKRASI<br />
Suara Rakyat:
Benar Dia Tak akan<br />
Digeser?<br />
Pak Wali, kepala kantor damkar kota pada saat apcl dia<br />
berbicara tidak akan digeser apakah benar?<br />
08567579XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Malas saya menjawabnya bolak-balik aja. Nanya dijawab<br />
nanya, lagi<br />
pertanyaannya terlampau pribadi.<br />
Suara Rakyat:<br />
Iri Karena Kasie Dapat Uang Tunda dan Insentif Gede<br />
Pak walikota yang terhormat, kami anggota Damkar<br />
merasa ngiri kepada<br />
para Kasie dan KTU dapat uang tunda, uang insentif<br />
besar tapi kagak mau kerja dan apel pagi, boro-boro<br />
datang ke TKP kebakaran. Nggak pernah bantuin. Ganti<br />
aja, pak. Mohon perhatiannya. 08567020XXX<br />
Suara Rakyat:<br />
Pengisian jabatan sesuaikan DUK<br />
Pak, tolong pengisian formasi jabatan di lingkungan<br />
Pemkot s/d kelurahan<br />
benar-benar sesuai DUK, jangan E;ls A. 08 l28546XXX<br />
Suara Rakyat: Orang dalam proses hukum jangan<br />
diikutkan, pak
Pak Wali vang terhormat<br />
tolong, tolong dalam<br />
pengisian iohatan jangan<br />
menempatkan orangorang<br />
yang sedang<br />
hukunr, apalal;i yang<br />
sudah lengser.<br />
Jawaban Walikota:<br />
Kalau masih dalam proses hukum boleh. Kecuali sudah<br />
divonis oleh pengadilan. Tapi terus terang, saya tidak<br />
tahu apa yang anda maksud<br />
Suara Rakyat:<br />
Kapan mutasi, nih?<br />
Yang terhormat Bapak WaliBapak kebanggaan kami<br />
karena dalam waktu 3<br />
bulan dari jabatan Bapak, Tangerang sudah kondusif dari<br />
PKL, tapi punten jangan berlama-lama, kapan mutasi?<br />
081311152XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Nafsu banget sih, mutasi itu soal biasa. Soal Kapan
dilaksanakan Walikota<br />
punya strategi sendiri, Kita tidak reaktif sebagaimana<br />
yang lain, karena<br />
mutasi harus dilihat sebagai penyagaran,<br />
pengembangan karir, dan apakah<br />
dengan mutasi bisa meningkatkan kinerja. Jadi harus<br />
dengan rasional, jangan<br />
dengan emosional.<br />
Suara Rakyat:<br />
Kadis kelamaan ganti dong!<br />
Yang terhormat Pak Wali yang adil, mohon dipangkas<br />
jabatan abadi di jajaran dinas kesehatan dan yang lainnya,<br />
kelamaan Kadis PU sudah 5 tahun, Kadis Kesehatan<br />
sudah 10 tahun. 081510081XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Bukan soal lama/baru, tapi soal kompetensi dan kinerja.<br />
Kita sedang<br />
evaluasi.<br />
SAMPAH DAN LIMBAH KOTA Suara Rakyat:
Pak tolong cek mobil<br />
Nopol B 9284 CQ Pak,<br />
tolong dicek mobil kijang<br />
bak Kota Tangerang B<br />
9284 CQ dipakai angkut<br />
sampah di PT Pratama.<br />
08179108XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
B 9284 CQ bukan milik Pemda Kota , Pemda yang lain<br />
kali.<br />
Suara Rakyat:<br />
Kawan buruh jangan terhasut pemogokan<br />
Buat rekan yang kerja di PT, tolong tahan jangan mau dihasut unjuk<br />
rasa, jangan<br />
tergiur kenaikan gaji tapi PT tidak mampu sehingga PT tutup. Aku bukan<br />
karyawan dan bukan pengusaha, aku sangat sedih. 08121987XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Bagus, Lagi pula mogok aja ngapain sih, rugi kita sendiri.<br />
Suara Rakyat:<br />
Tempat sampah depan H Lahmudin dirapikan<br />
Pak Wali yang budiman, saya memohon tempat sampah
yang ada di<br />
depan Masjid Kampung Gunung samping rumah KH A.<br />
Lahmudin, mohon dirapikan. Terima kasih. 08561806XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Tempat pembuangan sampah sementara yang ada di<br />
sana sebenarnya sudah dipidahkan ke Cipondoh<br />
Makmur namun masih ada warga yang membuang<br />
kesana. Setelah saya keliling memang banyak<br />
ditemukan tempat sampah yang belum tertangani<br />
dengnn baik dan saya sudah minta Subdin kebersihan<br />
untuk merapikannya.<br />
Suara rakyat:<br />
Pengolahan limbah pabrik plastik di Bugel, bau Sekali<br />
Pak Wali Yth, di Kelurahan Bugel Rt 02/13 ada pabrik<br />
pcngolahan<br />
limbah plastik, polusi baunya sangat mengganggu<br />
masyarakat sekitar, mohon ditertibkan. Warga di sekitar<br />
sudah resah terganggu selama ini. 08158164757<br />
Jawaban Walikota:<br />
Nanti diCeklah<br />
Suara Rakyat :<br />
Poris Baru tak ditengok, sih<br />
Pak Wali Yth, saya salut dengan cara kerja Bapak yang<br />
sering turun ke<br />
lapangan tapi, kenapa untuk Kelurahan Poris Baru<br />
dibiarkan kumuh, tidak pernah dikunjungi? Catatan untuk<br />
Bapak, kalau mau berkunjung jalan dari Daan Mogot<br />
masuk ke dalam sampai perbatasan nanti Bapak lihat
sendiri Poris Baru kayak apa. 081291680XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Soal cek mengecek urusan saya, dan pernah saya cek.<br />
Soal kumuh<br />
urusan ente sama lurah.<br />
Suara Rakyat:<br />
PT MSCI buang limbah langsung<br />
PT MSCI di Jalan M Toha selalu buang limbah langsung ke<br />
ka1i, kok<br />
nggak masuk daftar hitam, padahal warga udah ganti<br />
tuh sungai jadi kali tujuh warna, tolong dicek di belakang<br />
pabrik itu. 0812866XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Kemarin yang diumumkan perusahaan yang<br />
mencemari sungai Cisadane dan akan kita tindak lanjuti<br />
ke Sali Sabi, Cuma perlu diketahui bahwa biya untuk<br />
pemeriksaan laboratoriumnya cukup lumayan, tekad kita<br />
sudah jelas tidak ada kompromi. Cuma Proses hukum<br />
perlu waktu.<br />
SENI, WEN<br />
Suara Rakyat:<br />
Seni tak semaju olahraga<br />
Hai Pak Wali, kok seni di kota kita tak semaju olahraga<br />
(bola)nya sih?<br />
Kesenian juga butuh bantuan, pak. 081310837XXX
Jawaban Walikota:<br />
Pemerintah membangun gedung kesenian termaksud<br />
bekas gedung<br />
Subdin Pariwiasata dijadikan Gedung Budaya. Kesenian<br />
harus digarap secara<br />
profesional dan jangan disamakan dengan bola sebab<br />
segmen masyarakat itu<br />
biasanya ngga cengeng malah bisanya kreatif. Anda<br />
sering mengeluh ngaku<br />
ngga dibantu, dimarjinalkan, macam-macam.<br />
Suara rakyat:<br />
Kok hidup segan mati tak cnau?<br />
Kesenian Kota Tangerang itu apa? Dulu kalau nggak salah<br />
namanya<br />
jantuk, apa bener? Kalo bener kok kayak hidup hidup<br />
segan mati tak mau. Gimana kalo trus dipromo, biar<br />
semua orang baik domestik dan mancanegara tau<br />
caranya. Kan kita Punya balai kesenian atau sesekali<br />
tampil di ruang tunggu Bandara Soeta.08561503535<br />
Jawaban walikota:<br />
Banyak kesenian tradisional yang mati kelenger karena<br />
tidak bisa<br />
bersaing dengan kesenian-kesenian modern. Kalah<br />
sama goyang Inul.<br />
Suara Rakyat:<br />
Lampu di GKT banyak yang mati<br />
Saya bukan seniman, tapi penikmat seni. Beberapa kali<br />
menyaksikan
kegiatan seni digedung kesenian Tangerang dan saya<br />
merasa kegiatannya makin marak. Sayangnya dari puluhan<br />
lampu yang dipasang diatas langitlangit kok sebagian<br />
besar padam, Tolong dibetulkan Pak. 081560801XXX<br />
Jawaban Walikota :<br />
Itu karena pemeliharaannya dan GKT harus tanggung<br />
jawabterhadap<br />
pemakaiannya. Koordinasikan dengan bagian umum<br />
SOAL OLAH RAGA DAN SEPAKBOLA<br />
PERSIKOTA<br />
Suara Rakyat:<br />
Jangan Hanya Persikota<br />
Pak, sejahterakan masyarakat seluruhnya, jangan cuma<br />
Persikota<br />
aja. Persikota bertanding pelayanau publik amburadul.<br />
Sckarang perusahaan. dipalakin, kita koran nasional malu.<br />
08155794XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Persikota main seminggu sekali, itu juga hari<br />
Sabtu/libur. Kalau hari kerja sebagai tuan rumah wajay<br />
aj a mereka tinggalin kantor jam 3.30. Ayo kita nonton<br />
bareng.<br />
Suara Rakyat:<br />
Kok yang itu terus<br />
Bebaskan KONI dari KKN dan alat politik. Yang terhormat
Pak Wali<br />
kok pengurus KONI yang itu-itu aja. U81510081XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Kenapa Anda nggak ikut nyalon jadi ketua KONI?<br />
Walikota tidak pernah<br />
intervensi, sekarang jaman demokrasi, apapun harus<br />
melalui proses<br />
demokrasi.<br />
Suara Rakyat:<br />
Kasihan petugasnya kehujanan<br />
Pak Wali saya ikut berduka, Persikota terpuruk di kandang<br />
sendiri, tidak<br />
cuma fisik dan strategi menang, mental pemain juga<br />
jangan kayak jawara. Ini olahraga bung, jangan terpancing<br />
emosi lawan. Bravo Persikota. 0808707XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Pemain Persikota yang emosi merupakan akumulasi dari<br />
perlakuan<br />
wasit selama ini. Tim Manager sudah wanti-wanti agar<br />
pemain tidak<br />
terpancing melakukan tidakan yang merugikan tim<br />
Persikota. Terhadap<br />
pemain yang emosional dan mengakibatkan kerugian<br />
terhadap tim, saya<br />
akan berikan sanksi sebagaimana ketentuan yang ada.<br />
Suara Rakyat:<br />
Persikota julukannya Benteng Cisadane<br />
Assalamualaikum Wr Wb, Yth Pak Wali, Persikota
diberi julukan Benteng Cisadane, sesuai dengan ciri khas<br />
daerah atau Singa Benteng biar setangguh singa dan<br />
sekokoh benteng. Kostumnya garis-garis biru putih seperti<br />
dulu. 08567822818<br />
Jawaban Walikota :<br />
Ya, sudah saya catat dan sudah dapat lima julukan,<br />
tinggal disaring.<br />
Suara Rakyat:<br />
GOR dan pengangkatan jadi PNS<br />
Pak Wali, kondisi GOR sangat memprihatinkan sekali,<br />
piadahall itu<br />
tempat kompetisi. Kelihatannya kumuh, sedangkan<br />
berada di tengah-tengah Kota Tongerang dan kapan guru<br />
bantu ini diangkat menjadi PNS. Saya sudah 18 tahun<br />
mengajar murid-murid saya selalu menjadi juara di tingkat<br />
Kota. Tetapi test PNS ku selalu gagal, mengajar saya<br />
alhamdulillah berhasil, karena saya punya cara didaktik<br />
metodik/ilmu keguruan yang sudah melekat. Tolong Pak<br />
Wali, dicek ke Kepsek. Apa yang pintar, belum tentu<br />
mampu mengajar dan mendidik, Tolong kali ini saya<br />
mohon diperhatikan, yang berpengalaman dulu untuk<br />
pengangkatan PNS itu, karena mengingat usia. Saya<br />
sangat berharap sekali. Terima kasih. 08158237XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
GOR sudah saya jawab sebelumnya dan sudah<br />
dianggarkan,<br />
pelaksanaannya disesuaikan prosedur proyek. Kalau ada<br />
penerimaan PNS
akan diumumkan.<br />
Suara Rakyat:<br />
Habis istirahat, penggemar Persikota diharuskan<br />
masuk Pak Wali, tolong dong, saya penggemar Persikota,<br />
saya minta kalau<br />
sehabis istirahat (setengah main) digratiskan masuk, kami<br />
pendukung Baby Force, wassalam. 0813162716XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Gratis aja sih maunya. Nanti kita konsultasikan dengan<br />
Panpel,<br />
supaya bisa masuk.<br />
Suara Rakyat:<br />
Solidkan Persikota, pak<br />
Pak Wali Yth, saya pecinta berat Persikota, tolong bikin<br />
kekuatan<br />
Persikota lebih solid dan disegani oleh lawanlawannya.<br />
Salam buat pecinta Persikota, kita dukung terus<br />
Persikota. Mari kita ramai-ramai ke Stadion Benteng<br />
dukung terus Persikota kalau benteng mania sejati. Salam<br />
dari Benteng mania. 081584216XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Ayo kita dukung rame-rame. Suara Rakyat:
Mestinya Tangerang<br />
punya stadion<br />
Pak, seharusnya Tangerang mempunyai stadion sepak<br />
bola yang bagus, bisa dipakai malam seperti kota<br />
lain.085685016XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
kan udah ada. Masih bisa kita pake lampu sorot, kemarin<br />
udah kita<br />
bicarain ke Pak Gubernur.<br />
Suara Rakyat:<br />
Kok Stadion Benteng gak jadi-jadi<br />
Pak Wali, ada apa dengan Stadion Benteng? Kok enggak<br />
beres-beres<br />
pembangunannya! Tiap nonton saya bayar donatur<br />
banyak, pabrik melimpah, APBD dianggarkan, berjalan<br />
sudah tahunan. Kulamah teu ngarti dan bingunuuuung!<br />
08159925XXX.<br />
Jawaban Walikota:<br />
Stadion benteng masih dikuasai Kabupaten.<br />
Suara Rakyat:<br />
Mes Persikota pindah saja<br />
Pak Wali, Persikota mesnya pindah saja ke Comone,<br />
sayang kan Pak,<br />
rumah sebesar ini nggak ada yang nempatin, mending<br />
kasih pegawai negeri yang masih ngontrak. 081798567XX
Jawaban Walikota :<br />
Rumah yang di Cimone itu bukan milik Pemerintah, tapi<br />
milik Sucipto<br />
seorang pengusaha. Dulu rencana memang disana, tapi<br />
sumpek, kamu kan juga<br />
tahu.<br />
Suara Rakyat:<br />
Pemuda Priuk minta GOR<br />
Yth. Pak Wali, kami pemuda Priuk dalam Musrembang<br />
kecamatan<br />
mengusulkan agar di Kecamatan Priuk dibangun<br />
gedung pemuda atau GOR mini, untuk kami mohon Pak<br />
Wali bisa merealisasikan keinginan dan harapan warga<br />
masyarakat Periuk, khususnya generasi muda.<br />
081284307XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Idealnya tiap Kecamatan ada GOR, Cuma kita lagi<br />
nyari lokasi. Disamping GOR, Periuk juga cocok untuk<br />
bikin empang dan kolam untuk ngatasi banjir. Insya Allah.<br />
TANAH DAN RUMAH RAKYAT<br />
Suara Rakyat:<br />
Kok BPN tetap Vertikal, sih?<br />
Pak Wali yang terhormat, pertanahan merupakan<br />
kewajiban pemkot<br />
sesuia pasal 11 tapi kenapa kantor BPN kok masih<br />
vertilak? Tolong biro hukum Pak Wali suruh belajar lagi,
iar bisa unjuk gigi sam pemerintah pusat. 08129527XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Undang-undang No.22/99, pertanahan termasuk dalam<br />
11 kewenangan<br />
wajib daerah, namun dengan berbagai pertimbangan<br />
pemerintah pusat<br />
belum memberikan pelimpahan penuh kepada daerah.<br />
Memang ada<br />
beberapa jenis pelayanan kepada daerah tapi pada<br />
prinsipnya kewenangan<br />
masih dipegang oleh pemerintah pusat, asosiasi walikota<br />
ke Indonesia<br />
sudah mempertanyakan masalah itu ke pusat.<br />
Suara rakyat:<br />
Itu Tanah negara atau swasta?<br />
Pak Wali, kami penggarap tanah di Sudimara Selatan,<br />
Ciledug ingin<br />
tanya tanah tersebut tanah negara atau tanah swasta,<br />
dapat kami manfaatkan sampai berapa lama?.<br />
08159090XXX.<br />
Jawaban Walikota:<br />
Status tanah tersebut tanyakan langsung ke Lurah.<br />
Suara Rakyat:<br />
Kami di Pintu Air Kebanjiran terus<br />
Pak Wali, dari luar anda sepertinya peka terhadap kondisi<br />
masyarakat,<br />
tolong daong Pak Wali ditinjau warga pintu air Kelurahan<br />
Jurumudi Baru Benda. Tiap hari kebanjiran terus.
08128862XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Kalau banjir tiap hari sih nggak, itu banjir musiman. Kita<br />
sudah lihat<br />
dan sepanjang 200 meter akan kita buat turap, cuman<br />
masyarakat pun<br />
kalau bkin bangunan jangan nutup jalan air.<br />
Suara Rakyat:<br />
Kapan, ada lowongan PNS<br />
Pak Wali yang terhormat, kapan ada penerimaan PNS<br />
lagi?<br />
08129478XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Kalau ada diumumkan dikoran, belajar dari sekarang..<br />
Suara Rakyat:<br />
Hijaukan Tangerang<br />
Pak, sekarang ini waduh! Panas banget. Dimana-mana<br />
debu dan panas menyengat. Buat gerakan Tangerang hijau<br />
donng, Pak biar panasnya nggak kayak dineraka.<br />
08159065XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Konsekwensi Tangerang sebagai daerah industri dan<br />
jasa dampak yang<br />
kiita rasakan udara panas dan lingkungan pengap serta<br />
tidak ada ruang<br />
bebas yang terbuka. Kadar polutan berdasarkan<br />
penelitian sudah diambang<br />
batas karena banyaknya kendaraan lahan kosong yang
idealnya untuk hutan<br />
kota diserobot untuk kegiatan bangunan atau<br />
perdagangandan ini menjadi<br />
perhatian kami sekarang dan ke depan.<br />
Suara Rakyat:<br />
Udah distop kok masih jalan<br />
Pak Wali, bangunam yang di Kampung Baru Kelurahan<br />
Jurumudi Lama<br />
Kecamatam Benda kan udah distop oleh Pemda kok<br />
masih ada aja yang kerja berarti tidak menghormati dong,<br />
udah gempur aja semua habis nggak ngehormatin.<br />
I'P0818147XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Ijinnya sedang diproses dcin selamn IMB-nya belum<br />
keluar, tidak boleh<br />
ada kegiatan, kalau ada kegiatan lagi kita stop lagi.<br />
Suara Rakyat :<br />
Takut kena kanker paru-paru<br />
Pak Wali..., saya ingin sekali jalan-jalan di Tangerang hijau<br />
dan rindang.<br />
Polusi sudah semakin meninggi. Ngeri takut kena<br />
kanker paru2, kulit, dll. Tolong dong diusahain, jangan<br />
pohon-pohon yang ada malah ditebangi,Ya?<br />
08152105XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Maksudnya sih bukan ditebang, melainkan peremajaan<br />
batang dan daun.<br />
Suara Rakyat :
Sepakat cerai dengan Banten aja, pak<br />
Karena tak sebanding, Pak Wall samaan aja dengan Pak<br />
Bupati. Kalau<br />
buat saya sih kabupaten Tangerang sepakat aja cerai<br />
dengan Propinsi Banten, soalnya Pak Bupati akan ada<br />
rencana untuk cerai, gimana? 081314479XXX<br />
Jawahan Walikota:<br />
Kalau kita cerai sama istri kayak Desy Ratnasari, cukup<br />
pengadilan<br />
agama 2 atau 3 kali sidang beres, gantinya gampang,<br />
begitu keluar pengadilan<br />
agama kita dapat gandegan. Kalau cerai dari propinsi<br />
baru ngga gampang<br />
termaksuk mengefektifkan propinsi yang ada itu tidak<br />
gampang, perlu bangun<br />
gedung dan SDM. Saya konsentrasi terhadap bagaiman<br />
caranya membangun kota Tangerang. Coba anda baca<br />
SMS dari hari ke hari, begitu banyak persoalan yang<br />
harus diakomodir oleh Pemkot, ayo kita bangun kota<br />
Tangerang dulu, baru mikir bikin propinsi. Saya selalu<br />
berfikir dengan rasional dan tidsak mau emosional serta<br />
tentunya proporsional.<br />
Suara Rakyat :<br />
Tak dapat sambutan baik<br />
Assalamualaikum, Pak Wall yang budiman, kiranya misi<br />
bapak untuk<br />
menjadikan Kota Tangerang yang Islami kurang<br />
mendapat respon yang positif di Tangerang, khususnya di
Komplek Taman Royal 3, Hal ini dapat dilihat betapa<br />
sulitnya kami mengupayakan lahan untuk dapat kami<br />
bangun mesjid di tempat tersebut. Kepada calon<br />
konsumen kami ingatkan bahwa jangan tergiur dengan<br />
ucapan/rayuan manis para sales dari Taman Royal, karena<br />
itu hanya isapan jempol. Bapak Wali yang mulia,<br />
mungkinkah bapak peduli dengan nasib kami di Taman<br />
Royal 3, kami tidak punya tempat untuk beribadah,<br />
sementara di sebelah kami dibangun begitu luas sarana<br />
lain (terminal) tempat yang penuh pergaulan bebas,<br />
bagaimana nasib anak-anak kami nantinya, mohon dapat<br />
diperhatikan, Pak! 0816746XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Lahan untuk masjid di Tamnn Royal sudah<br />
kesepakatan antara warga,pengembang dan pemda.<br />
Sarana ibadah penting don terminal juga penting. Sarana<br />
ibadah untuk bapak don anak-anak sedangkan sarana<br />
terminal untuk angkutan kota dan bis.<br />
Suara Rakyat:<br />
Masih banyak WC gantung<br />
Pak wali di Gondrong masih banyak. WC gantung, tolong<br />
diperhatikan.<br />
087370444XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Banyak sih enggak, jarang, itu akan jadi perhatian.<br />
Suara Rakyat:<br />
Pak, nasib Situ Cipondoh gimana tuh<br />
Pak Wali yang terhormat, bagaimana nasib Situ Cipondoh
Kami<br />
masyarakat Tangerang rindu tempat wisata, apa sudah<br />
ada upaya dari Pemkot, kan sayang pak? 081586061XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Sudah saya jelaskan mengenai status Situ Cipondoh,<br />
anda punya<br />
konstribusi atau konsep silahkan.<br />
Suara Rakyat:<br />
Penyebab Kerusakan Manusia Juga<br />
Baca tenteng pcncemaran lingkungan, menarik sckali.<br />
Tapi, yang saya ingat, bahwa penyebab timbulnya<br />
kerusakan dimuka bumi adalah ulah manusia juga.<br />
Langkah konkritnya untuk atasin itu apa pak?<br />
0818126XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Perlu dibangkitkan semangat gerakan ramah lingkungan,<br />
jangan buang<br />
limbah, sampah sembarangan, jangan membangun<br />
diarea GGSS, jangan<br />
menggeser fungsi Situ, jangan menebang pohon<br />
sembarangan dan perlu ada<br />
langkah-langkah tegas penegakan aturan.<br />
Suara Rakyat :<br />
Tanah Fasos jadi tempat biliar<br />
Pak Wali, kalanya mau penegakan hukum, kok trantibnya<br />
memble. Itutuh<br />
diPerumnas tanah Sasos pada jadi rumah kontrakan ruko,<br />
tempat billiar dll.
0818807XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Ya, jadi perhatian kami, tapi persisnya kami belum tau,<br />
Perumnas kan<br />
luas.<br />
Suara Rakyat:<br />
Bersyukurlah orang Tangerang<br />
Saya tinggal di perbatasan Jakarta Barat, agak bingung<br />
mau<br />
menyampaikan keluhan ke walikotanya. Contohnya<br />
mengenai jembatan penyebrangan di Kalideres yang<br />
keadaannya sudah mengkhawatirkan. Bersyukurlah rakyat<br />
Tangerang, punya walikota yang care sampai hal yang<br />
paling kecilpun bisa disampaikan ke Pak Wali.<br />
08159065XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Walikotanya Jakarta Barat tentunya punya perhatian<br />
dengan cara lain. Adapun saya Walikota Tangerang<br />
sesuai komitmen harus memberikan ruang kepada<br />
rakyat Kota karena saya punya niat baik.<br />
Suara rakyat:<br />
Tolong tinjau saluran di Kampung mede<br />
Assalamualaikum Pak Wali, tolong tinjau saluran air di<br />
Jalan Moch Toha<br />
Kampung Mede, soalnya kalau musim hujan airnya<br />
tidak mengalir dan kampung mede yang jadi imbasnya<br />
kebanjiran. Saya mohon dengan sangat kepada bapakbapak.<br />
081511235076
Jawaban Walikota:<br />
Saluran air di Jalan Moch Toha sudah kita perbaiki,<br />
namun demikian<br />
warga juga harus turutmemelihara dengan kerja bakti dan<br />
tidak membuang<br />
sampah disaluran.<br />
Suara rakyat: Pemelihara Sungai Cisadane<br />
Sungai Cisadane sekarang sangat indah dipandang di<br />
kegelapan malam,<br />
ditambah pantulan sinar lampu di Pinggirnya.<br />
Bagaimana jika dibentuk BPKSC (Badan Pemelihara<br />
Keindahan Sungai Cisadane) dan saya sangat mendukung<br />
program-program bapak. Thanks. 081561696997<br />
Jawaban walikota:<br />
Ya setuju, anda nanti salah satu pengurusnya.<br />
Suara Rakyat:<br />
Minta dibikinin pintu masuk belakang Robinson<br />
Pak Wali yang terhormat, kayaknya bagus juga kalau Plas<br />
Tangerang atau<br />
Robinson dibuat pintu yang dari arah bekas lokasi PKL<br />
Kali Cisadane Jalan Benteng Jaya, dan pihak Robinson<br />
supaya membuatkan atau merawat taman-taman parkir<br />
dilokasi bekas PKL itu. Terima kasih atas perhatian<br />
Bapak. 081310596XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Kalau itu dibuka nanti menggangu lalu lintas, kalau ada<br />
pintu disitukan tahu<br />
sendiri tukang becak nanti pada nongkrong.
Suara Rakyat:<br />
Tangerang dimarjinalkan<br />
Gubernur Banten tidak adil terhadap Tangerang dan<br />
Tangerang selalu<br />
dimarginalkan. Hidup Propinsi Tangerang.<br />
085216357XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Nggak juga. Tangerang mampu, Tangerang Kuat,<br />
Tangerang Mandiri. Jadi tidak merasa dimarjinalkan dan<br />
dianaktirikan. Banten biarlah Banten, apa kata hatinya.<br />
Tangerang adalah Tangerang. Ayo kita bangun<br />
Tangerang.<br />
Suara Rakyat:<br />
Belakangan Robinson jadi taman aja<br />
Pak Wali, kalau boleh usul, belakang Robinson dijadikan<br />
taman aja, jangan<br />
sampai ada bangunan lagi, pabrik yang ada di Tangerang,<br />
diminta untuk ikut menanam pohon-pohonnya.<br />
08121866XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Coba anda lihat udah bersih. Kita mengamankan<br />
pinggiran kali dan bisa buat<br />
taman tapi bukan buat pacaran.<br />
Suara Rakyat:<br />
Tanaman muali kering<br />
Tanaman hias sepanjang Taman Gerendeng Cisadane<br />
mulai kering, apa kabar<br />
Dinas Pertamanan Kota? 081619018XX
Jawaban Walikota:<br />
Tanaman di pinggir jalan meranggas ironis banget.<br />
Suara Rakyat:<br />
Sidak Adhiloka, dong<br />
Yth, Bapak Walikota dimeja tugas, tolong luangkan waktu<br />
untuk turun, sidak<br />
bagaimana tuh pihak Adhiloka tanggung jawabnya. Dan<br />
kapan direalisasikan saluran tersebut? 08176707XXX<br />
Jawaban Walikota: Iyaaaaa…<br />
Suara Rakyat:<br />
Tentang lokasi kebakaran di Sewan<br />
Ass. Pak Wall, sesuai di surat kabar di lokasi kebakaran<br />
Sewan tidak boleh<br />
dibangun, tapi malah ada bangunan lagi. Bagaimana<br />
tanggapannya, pak?<br />
08176338XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Tidak boleh dibangun karena tanah negara, walaupun<br />
dibangun untuk<br />
kepentingan publik, dan sedang kita kaji.<br />
Suara Rakyat:<br />
Sidak taman gerendeng, dong!<br />
Pak Wali, mohon disidak taman Gerendeng Cisadane<br />
wang makin kumuh dan<br />
nggak keurus.<br />
Jawaban Walikota:<br />
Banyak taman yang tidak terurus dai anggaran taman<br />
Pun relatif kecil, karena di era reformasi ini kebutuhan
dasar menjadi prioritas. Tapi taman pun akan tetap kita<br />
pelihara. Bagaimana kalau kita pelihara barengbareng.<br />
Suara Rakyat:<br />
Tanaman palem pada kekeringan<br />
Pak Wali, di Jalan Bandara banyak tanaman palem untuk<br />
taman<br />
mengalami kekeringan. Harap ada perawatan kasihan<br />
pohonnya. 081315478XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Makanya baca jawaban saya pada edisi yang lalu sudah<br />
saya jawab<br />
dengan tegas dan tuntas.. tas.. tas..<br />
Suara Rakyat:<br />
Senang Penanaman Pohon<br />
Setuju sekali saya membaca SATELIT NEWS bahwa<br />
Kota T'angerang<br />
akan ditanami polon pelindung, mudah-mudahan Kota<br />
Tangerang akan menjadi sejuk. Meskipun untuk beberapa<br />
tahun yang akan datang, nasibnya mungkin akan seperti<br />
pohon palem, yang sekarang banyak<br />
bertebaran.081584134XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Pohon sudah kita tanamin, mestinya warga juga<br />
nanem di masingmasing halaman rumalmya dan<br />
biasanya kita suka lupa kalau kita punya lahan habis<br />
dibangun.<br />
Suara Rakyat:<br />
Tanaman pada mati
Yth. Walikota Tangerang, sepanjanng jalan yang baru ke<br />
bandara<br />
sudah ditanami pohon pelindung, namun sayang sekali<br />
tidak dirawat sehingga pohonnya pada mati, siapa yang<br />
bertanggungjawab? 0815840343XX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Pohon di Jl. Suryadarma, bantuan DHL (Bandara), dia<br />
bawa sendiri, dia tanam sendiri, akhirnya dia mati sendiri,<br />
saya pikir itu tanarnan dari SubDin Pertamanan atau<br />
nyumbangnya kurang iklas kali. Dan sekarang sudah<br />
diganti dengan tanaman dari Walikota.<br />
Suara Rakyat:<br />
Sayang nggak dipelihara<br />
Pembangunan diTangerang sekarang hebat, sayangnya<br />
bisa<br />
memelihara yang sudah dibangun.081619019XXX.<br />
Jawaban Walikota:<br />
Pemelihraan menyangkut mentalitas kultur, kita bisa<br />
membangun tidak<br />
bisa memelihara. Terima kasih.<br />
Suara Rakyat:
Tiang PJU Bnjar Roboh<br />
Sudah sebulan tiang PJU roboh, letaknya di blok A17<br />
Banjar Wijaya, listriknya membahayakan jiwa anak-anak.<br />
Sudah lapor ke bagian PJU tapi sampai saat ini belum ada<br />
tanggapan. 081611654XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
PJU Banjar Wijaya khususnya Blok A masih<br />
tanggungjawab pengembang. Suara Rakyat:
Pabrik Gondrong bikin<br />
resah<br />
Pak Wali, di wilayah Kelurahan Gondrong ada pabrik<br />
yang cukup besar berada di blok A. setahu saya wilayah<br />
tsb peruntukannya bukan pabrik. Kami warga sekitar resah<br />
karena polusi udaranya. Mohon untuk ditinjau pak!<br />
081614411XX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Ya, akan kita cek terus.<br />
Suara Rakyat:<br />
Apa keuntungan Cil-Cis?<br />
Pak Wali, tolong tulis dikoran ini, apa keuntungannya bagi<br />
rakyat Bapak dari<br />
sodetan Cil-cis? Logikanya sebelum ditambah air dari<br />
Ciliwung saja Tangerang sudah terggenang. Apalagi<br />
dikirim air dari Ciliwung. 08159925XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Ketemu aja belum sama pimpronya, sama ente juga<br />
belum ketemu. Udah cas cis<br />
cus di SMS. Apa maksudnya?<br />
Suara Rakyat:<br />
Camat Benda tak peduli lingkungan<br />
Camat Benda tidak peduli lingkungan? Harus diapain?<br />
Salam sejahtera Pak Wali<br />
aye mau nanya. Apa tindakan Bapak kalau Camat saat
ini hanya peduli membuat proposal dana Hari Besar<br />
seperti Hari Kemerdekaan RI, dll.? Padahal hanya untuk<br />
kepentingan tujuannya, wassalam. 085615587XX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Kemarin Lurah, sekarang Camat. Iseng aja.<br />
Suara Rakyat:<br />
Tolak Sodetan Cil-Cis!<br />
Pak Wali, hati2 jangan terlambat. Tiada kata yang pas<br />
kecuali tolak sodetan CilCis, kalo Bapak orang Tangerang.<br />
08159925XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Apa alasan nolak? Apa alasannya nerima? Mana<br />
proposalnya sini. Kalo nolak jangan sembarangan.<br />
Makanya saya kalo nolak kenapa? Kalo terima apa<br />
alasannya? Pake proposal. Ayo kita diskusikan.<br />
Suara Rakyat:<br />
Wilayah Kota diperluas sampe Pasar Kemis<br />
Pak gimana kalau wilayah Kota Tangerang diperluas<br />
sampe Kutabumi/Pasar<br />
Kemis?<br />
Jawaban Walikota:<br />
Lebih cocok ke Pulau Undrus (P. Seribu) kalau kita<br />
puyeng bisa sambil mincing,<br />
Pasar Kemis tambah pusing.<br />
Suara Rakyat:<br />
Tolak atau terima Cil-Cis, pak?<br />
Bapak Walikota menolak atau menerima Cil-Cis? Pilih<br />
salah satu jawabannya
ukannya jawabannya retrotika. 08158847XXX<br />
Jawaban Walikota:<br />
Retrotika apanya? Lihat jawaban terdahulu.<br />
(sampai sekarang Pimpro sodetan belum pernah nongol,<br />
Cuma ribut dikoran,<br />
katanya Pemkot lewat Bappeda sudah diundang,<br />
padahal belum lalu timbul perdebatan, lalu Bappeda sudah<br />
diundang, padahal belum lalu timbul perdebatan, lalu<br />
walikota disuruh menyatakan menolak. Disuruh menyuruh<br />
lagi).<br />
---
DUNIA PENDIDIKAN<br />
Oleh: Wahidin Halim<br />
Isi Buku<br />
1. Tentang Penulis<br />
2. Bab I: Kota Tangerang dan Impian Dunia Pendidikan<br />
3. Bab II: Agama, Akal, dan Katup-Katup Pendidikan<br />
4.Bab III: Ritus Peradaban dan Kultur Pendidikan<br />
TENTANG PENULIS<br />
Wahidin Halim, lahir pada 14 Agustus 1954 di<br />
Kampung Pinang, Tangerang. Sebuah tempat yang jauh<br />
dari hiruk-pikuk keramaian kota. Tanah warisan<br />
orangtuanya adalah tempat di mana ia memulai segala
aktivitasnya hingga kini. Ayahnya hanya seorang guru yang<br />
bersahaja, yang lebih mengabdikan hidupnya pada dunia<br />
pendidikan.<br />
Wahidin kecil memulai pendidikannya di SD Pinang,<br />
yang kala itu hanya berdinding bambu dan berlantai tanah.<br />
Wajar jika semasa itu ia tidak mengenal sepatu, layaknya<br />
anak sekolahan masa kini. Setamat SD, ia melanjutkan<br />
SMP di Ciledug. Baginya, berjalan kaki setiap hari ke<br />
Ciledug merupakan keharusan, lantaran ayahnya tak juga<br />
mampu membelikan sepeda, bahkan sekadar sepatu<br />
sekali pun. lagi-lagi ia harus menerima kenyataan itu.<br />
Maklum, ayahnya hanya seorang guru yang kala itu<br />
penghasilannya hanya cukup sebatas "untuk makan."<br />
Selepas SMP, ia melanjutkan pendidikannya ke SMA<br />
di Tangerang. Berbekal nasihat orangtuanya untuk terus<br />
belajar,belajar,dan…belajar;dengan sabar ia bersepeda<br />
ke sekolahnya di Tangerang, meski harus melewati jalan<br />
tanah yang becek. Nasihat itu pulalah yang terus<br />
menyemangatinya belajar, hingga ia berhasil memasuki<br />
perguruan tinggi. Wahidin muda kemudian tercatat<br />
sebagai mahasiswa di Universitas Indonesia, Jakarta -<br />
sebuah Perguruan Tinggi Negeri yang terkenal sangat<br />
ketat dalam proses penyeleksian calon mahasiswanya -<br />
hingga akhirnya ia berhasil tamat.<br />
Tahun 1978, di tengah perjalanan masa mudanya, ia<br />
didaulat oleh warga desanya untuk ikut pencalonan Kepala<br />
Desa. Tak disangka, ia kemudian terpilih sebagai Kepala<br />
Desa. Maka, jadilah Wahidin muda seorang Kepala Desa<br />
termuda dan berpendidikan sarjana yang pertama di
Tangerang;bahkan dengan status bujangan. Dari sinilah ia<br />
memulai mengenal makna "mengabdi" yang<br />
sesungguhnya. Tiga tahun kemudian, gadis Jawa teman<br />
kuliahnya ia nikahi; dan hingga kini ia telah dikaruniai 3<br />
orang anak.<br />
UU No. 5 tahun 1979 mengantarnya menjadi Pegawai<br />
Negeri. Dan saat itulah ia memulai karirnya sebagai PNS<br />
(Pegawai Negeri Sipil). Obsesi untuk mengabdi kepada<br />
masyarakat merupakan pilihannya, hingga ia tertuntut untuk<br />
berbuat lebih banyak lagi bagi masyarakatnya.<br />
Menjadi Sek-Kotif, kemudian Kabag di Kabupaten<br />
Tangerang, Camat Tigaraksa, Camat Ciputat, Kepala<br />
Dinas, Asisten Pemda Tangerang, Sekda Kota Tangerang<br />
dan kini Walikota Tangerang period 2003-2008. Itulah<br />
sederet perjalanan karir pengabdiannya kepada<br />
masyarakat hingga kini. Sebuah perjalanan karir yang<br />
barangkali jarang dimiliki orang lain.<br />
Bakat dan aktivitas sosialnya sangat kelihatan sejak<br />
kecil. Menjadi juara pidato tingkat anak-anak di desanya<br />
adalah prestasi yang mengawali keberadaannya di<br />
masyarakat.<br />
Mencari rumput dan angon kerbau peliharaan sang<br />
ayah, atau mandi di Kali Angke menjadikannya terasah<br />
dalam menghadapi realita kehidupan disekitarnya,<br />
sekaligus mengajarinya banyak hal tentang arti kehidupan.<br />
Dari sini pulalah ia mulai memahami detak jantung<br />
masyarakatnya. Tempaan sang ayah inilah yang kemudian<br />
memberanikan Wahidin muda untuk mengorganisir "orang<br />
muda" di kampungnya melalui Karang Taruna maupun
Remaja Masjid. Saat kuliah ia juga aktif mengkoordinir<br />
Remaja Masjid di kampusnya. Menjadi pemimpin asrama<br />
mahasiswa dan organisasi kemahasiswaan di kampusnya,<br />
sebagai Ketua AMPI, Pengurus KNPI; adalah pengalaman<br />
organisasi yang terus menempa watak kepemimpinannya.<br />
Bahkan di tengah kesibukannya sebagai Kepala Desa, ia<br />
masih menyempatkan diri untuk mengajar di SMP PGRI<br />
dan SLTA di kampungnya. Ini ia lakukan semata untuk<br />
mengabdi kepada masyarakat.<br />
Menekuni agama melalui pengajian rutin tiap Rabu dan<br />
Jum'at di rumahnya, serta aktif mengikuti pengajian di<br />
daerahnya merupakan langkah yang ia sadari akan selalu<br />
menuntunnya ke kebenaran hakiki. Oleh karena itulah,<br />
sejak lama, ia dipercaya menjadi Ketua Dewan<br />
Kesejahteraan Masjid Al-Ijtihad, Pinang, Tangerang dan<br />
Ketua Dewan Kesejahteraan Masjid Raya Al-Azhom,<br />
Tangerang. Bahkan ia pun kerap diminta untuk menjadi<br />
khotib di beberapa masjid.<br />
Aktivitasnya tidak berhenti sampai di situ. Dunia<br />
persilatan warisan engkong-nya, yang ia tekuni sejak kecil,<br />
ternyata mengantarnya untuk menjadi Ketua IPSI Kab.<br />
Tangerang. Bahkan sejak tahun 70-an, ia juga telah<br />
mendirikan padepokan silat di samping rumahnya dan<br />
merekrut pemuda nntuk menjadi manusia tangguh dan<br />
berbudi. Dari sinilah ribuan pemuda hasil binaannya<br />
menyebar ke berbagai tempat.<br />
Kepedulian dirinya terhadap persoalan sosial -<br />
terutama dunia pendidikan - ia wujudkan dengan<br />
membentuk sebuah lembaga, yakni Yayasan Kemanusiaan
Nurani Kami pada tahun 1977. Yayasan ini sampai<br />
sekarang mampu memberikan beasiswa kepada 150<br />
orang, mulai dari tingkat Sekolah Dasar hingga Perguruan<br />
Tinggi. Dan ketika krisis ekonomi melanda, ia pun harus<br />
bekerja lebih keras lagi mengingat jumlah anak putus<br />
Sekolah kian bertambah.<br />
Kemampuan intelektual, integritas moral serta<br />
kepiawaian berkomunikasi dengan pelbagai kalangan<br />
telah menjadikannya sebagai salah seorang birokrat yang<br />
sangat "diperhitungkan" oleh pelbagai elemen masyarakat<br />
di Tangerang, termasuk ormas-ormbas besar. Tetapi, ia<br />
tetap saja bersahaja seperti ayahnya, "tuan guru", yang ia<br />
kagumi.<br />
Pencarian objektivitas tidaklah khas peradaban Barat.<br />
Dalam perspektif Islam, pencarian objektivitas dalam<br />
upaya intelektual bukan hanya sah dan dianjurkan, berakar<br />
pada fitrah manusia, tetapi juga memiliki signifikasi religius<br />
yang besar<br />
BAB I Kota Tangerang Dan Impian di<br />
Dunia Pendidikan<br />
Jika dunia pendidikan ingin menjadi panduan dalam<br />
mengakses pengakuan publik, mau tak mau, ia harus<br />
mampu mengelaborasi berbagai ragam persoalan.<br />
Berbagai ragam persoalan tersebut lahir dari realitas yang<br />
berkembang di ranah publik. Sebelum lebih jauh masuk ke<br />
persoalan pendidikan di wilayah Kota Tangerang, ada
aiknya saya memberikan gambaran umum Kota<br />
Tangerang. Luas wilayah Kota Tangerang 187,78 Km2<br />
(termasuk Bandara 19,62 Km2), meliputi 13 kecamatan,<br />
104 kelurahan, 890 Rw dan 4.250 Rt. Jumlah penduduk<br />
pada catatan kurun waktu 2002 mencapai 1.416.843 jiwa,<br />
dengan pertumbuhan pendudukan 4,62%, dan kepadatan<br />
penduduk rata-rata 8.611 jiwa/km2 (tertinggi di Kecamatan<br />
Larangan 13.413 jiwa/km2, terendah di Kecamatan<br />
Pinang, 5.162 jiwa/km2). Kurang lebih 20% penduduk<br />
pelajar dan mahasiswa (terendah di Kecamatan Larangan<br />
11,37%, tertinggi Kecamatan Tangerang 43,72%).<br />
Situasi seperti inilah yang menjadi dasar pertimbangan<br />
awal, bagaimana mengelola pendidikan di Kota<br />
Tangerang. Ada baiknya saya ingin membaca beberapa<br />
pandangan yang berkembang di masyarakat perihal<br />
pendidikan. Pandangan atau rumusan pendidikan itu dapat<br />
dilihat dalam dua kategori yang sangat mencolok.<br />
Pertama, pandangan bahwa pada dasarnya pendidikan<br />
adalah proses pewarisan, penerusan, atau enkulturasi dan<br />
sosialisasi perilaku sosial yang telah menjadi model anutan<br />
masyarakat lingkungannya secara baku.<br />
Kedua, pandangan yang mengartikan pendidikan<br />
sebagai upaya fasilitatif yang memungkinkan terciptanya<br />
situasi atau potensi-potensi dasar apa saja, yang dimiliki<br />
anak-anak yang dapat disesuaikan dengan ketentuan<br />
zaman, dan dimana ia harus survival (Baca buku Moeslim<br />
Abdurrahman, "Islam Transformatif", Pustaka Firdaus,<br />
1995 dan Paulo Freire, "Pendidikan Sebagai Praktik<br />
Pembebasan", Gramedia, 1984).
Pandangan pertama, yang menekankan pada pola<br />
pewarisan, lebih mengarahkan anak didik pada pola-pola<br />
doktrinal, sehingga ruang-ruang kreatif tidak bisa<br />
ditampilkan secara individual. Pola-pola pewarisan seperti<br />
ini sering kali membelenggu ruang kreatif anak, karena<br />
ajaranajaran yang dikembangkan mengikuti model yang<br />
baku.<br />
Sementara pandangan kedua, lebih memberi<br />
kebebasan ruang kreatif pada anak didik, sehingga anak<br />
didik mampu mengelaborasi pikiran dan ide-ide kreatifnya<br />
dalam menjalani proses pendidikan. Pola seperti ini perlu<br />
diteruskan sebagai bentuk pengejawantahan pembentukan<br />
warga, agar memiliki nilai-nilai keadaban.<br />
Sebagaimana disampaikan Murray Print (1999),<br />
pembentukan warga negara yang memiliki keadaban<br />
demokratis dan demokrasi keadaban, paling mungkin<br />
dilakukan secara efektif hanya melalui pendidikan<br />
kewarganegaraan (civic education). Civic education<br />
dengan demikian, merupakan sarana pendidikan yang;<br />
dibutuhkan oleh negaranegara demokrasi baru, untuk<br />
melahirkan generasi muda yang mengetahui tentang<br />
pengetahuan, nilai-nilai dan keadilan yang diperlukan untuk<br />
mengaktualisasikan, memberdayakan, dan melestarikan<br />
demokrasi.<br />
Dari pikiran di atas kita bisa mengambil beberapa ha1<br />
untuk diterapkan dalam wilayah pendidikan di ranah<br />
Tangerang.Tentu saja penerapan program pendidikan di<br />
Kota Tangerang harus sejalan dengan visi yang diemban,<br />
yakni sebagai pelopor pembaruan pendidikan, profesional
dalam pelayanan, penggerak semangat kerjasama dan<br />
keteladanan, menuju keunggulan sumber daya manusia.<br />
Visi di atas dapat dijabarkan pada misi yang harus<br />
diemban di berbagai sektor pendidikan. Misi tersebut di<br />
antaranya pemerataan, relevansi, peningkatan mutu dan<br />
efisiensi pengelolaan pendidikan; pembaruan pendidikan<br />
dan semangat kerja sejalan dengan perkembangan ilmu<br />
pengetahuan dan teknologi serta pertumbuhan<br />
masyarakat; meningkatkan profesionalisme pelayanan<br />
terhadap penguna jasa pendidikan; mengembangkan<br />
semangat kerjasama dengan ditandai etika pergaulan<br />
yang harmonis serta membina prestasi dengan dilandasi<br />
semangat keteladanan<br />
Visi dan misi pendidikan di Kota Tangerang, akan<br />
dapat tercapai jika semua pihak sepakat untuk memajukan<br />
dengan sungguh-sungguh dunia pendidikan di Kota<br />
Tangerang. Artinya tidak hanya dari sektor pemerintah saja<br />
yang memiliki komitmen terhadap kemajuan dunia<br />
pendidikan, tapi peran aktif publik, salah satu kunci utama<br />
kemajuan pendidikan di ranah Kota Tangerang.<br />
Kota Tangerang dan Problem Pendidikan<br />
PROGRAM pembangunan pendidikan merupakan<br />
masalah yang nyata, terutama dalam meningkatkan<br />
kualitas sumber daya manusia. Perhatian pada dunia<br />
pendidikan menjadi semakin urgent sejalan dengan<br />
pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi dalam<br />
pelaksanaan desentralisasi, karena seperti kita ketahui<br />
bersama, kemampuan daerah menentukan arah dan<br />
kebijakan pembangunannya.
Secara umum kebijakan bidang pendidikan ditujukan<br />
untuk melahirkan SDM yang tidak hanya pandai secara<br />
akademik, namun juga harus mempunyai kualitas pada<br />
pasar kerja. Pendidikan lebih diarahkan pada upaya<br />
proses manusia dewasa yang mandiri dari riuh rendah<br />
kehidupan masyarakat. Untuk menggapai tujuan<br />
pendidikan, ada beberapa persoalan yang perlu<br />
diperhatikan dalam membanguu bidang pendidikan:<br />
1. Kualitas pendidikan, dimana didalamnya termasuk<br />
kualitas kurikulum, kualitas guru, dan kualitas manejemen<br />
pendidikan.<br />
2. Kesetaraan dan aksebilitas untuk memperoleh<br />
pelayanan pendidikan baik sarana maupun prasarana.<br />
Dari segi kualitas pendidikan, persoalan yang muncul<br />
adalah seputar muatan kurikulum yang belum selesai<br />
dengan harapan dari kebutuhan dunia tenaga kerja.<br />
Disamping itu kualitas pendidikan juga menyangkut<br />
persoalan seputar kualitas guru yang masih kurang<br />
profesional, karena minim pengalaman dan komitmen<br />
mendidik, serta kualitas manajemen pendidikan secara<br />
umum yang masih kurang baik.<br />
Sedangkan dari kesempatan, kesetaraan dan aksesbilitas,<br />
persoalan yang muncul, adalah rendahnya pemerataan<br />
memperoleh pendidikan bagi semua orang tanpa<br />
memperhatikan status sosial. Angka putus Sekolah dan<br />
buta huruf menjadi satu persoalan pendidikan di Kota<br />
Tangerang. Ada beberapa rincian permasalah yang dapat<br />
ditelusuri di wilayah kota Tangerang dan Tangerang secara<br />
keseluruhan:
1. Belum meratanya kesempatan memperoleh pendidikan<br />
tingkat dasar, terutama untuk menjangkau masyarakat<br />
yang kurang mampu;<br />
2. Masih tingginya angka putus Sekolah, buta huruf;<br />
3. Masih rendahnya partisipasi Sekolah di tingkat<br />
SLTP/MTs. SMA/MA dan SMK;<br />
4. Belum sesuainya mutu dan muatan kurikulum dengan<br />
kebutuhan pasar tenaga kerja, yang tercermin dari<br />
banyaknya lulusan yang tidak memiliki keterampilan;<br />
5. Pendidikan luar Sekolah masih kurang dapat perhatian<br />
dari pemerintah;<br />
6. Masih rendahnya pelayanan pendidikan dan belum<br />
punya standar pelayanan minimal yang sesuai dengan<br />
kondisi Kota Tangerang;<br />
7. Kurang memadainya kualitas guru;<br />
8. Masih rendahnya tingkat kesejahteraan guru;<br />
9.Sarana dan prasarana pendidikan dalam Jumlah dan<br />
kualitas masih dirasakan kurang, terutama di pinggiran<br />
Kota Tangerang;<br />
10. Manajemen berbasis Sekolah belum terlaksana<br />
dengan baik dan ini mencerminkan rendahnya partisipasi<br />
masyarakat;<br />
11. Alokasi anggaran untuk pendidikan masih dirasakan<br />
belum memadai untuk kebutuhan meningkatkan kualitas<br />
SDM Kota Tangerang. Arah kebijakan yang akan ditempuh<br />
di bidang pendidikan adalah mengupayakan perluasan<br />
dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan<br />
yang bermutu bagi seluruh masyarakat Kota Tangerang,<br />
khususnya, menuju masyarakat yang berkualitas tinggi dan
mampu berkompetensi baik dari sisi IPTEK maupun<br />
IMTAQ.<br />
Berdasarkan kendala dan arah kebijakan bidang<br />
pendidikan, maka untuk mencapai visi dan misi Kota<br />
Tangerang diwujudkan dalam beberapa tujuan, sasaran<br />
prioritas dan program pembangunan. Program di bidang<br />
pendidikan dimaksudkan untuk mendorong upaya<br />
pemerataan kesempatan pendidikan (pendidikan dasar,<br />
mengengah dan luar Sekolah) kepada semua lapisan<br />
masyarakat dan meningkatkan pendidikan kejuruan yang<br />
sesuai dengan potensi Kota Tangerang. Terdapat<br />
beberapa program bidang pendidikan yang menjadi<br />
pijakan dasar dalam memajukan pendidikan di Kota<br />
Tangerang: a. ProgramPeningkatan Sarana dan<br />
Prasarana Pendidikan. Tujuan dari program ini adalah<br />
untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap<br />
pendidikan, baik secara kualitas maupun kuantitas,<br />
meliputi ketersediaan bangunan fisik dalam Jumlah dan<br />
kondisi yang memadai, tenaga pengajar, perpustakaan,<br />
perlengkapan belajar mengajar, dan sebagainya.<br />
b. Program Pendidikan Luar Sekolah dan Kejuruan. Tujuan<br />
dari program ini adalah untuk memberikan pelayanan<br />
pendidikan alternatif bagi masyarakat yang dapat<br />
menghasilkan sumberdaya manusia berkualitas sesuai<br />
dengan potensi dan kebutuhan Kota Tangerang c.<br />
Program Pendidikan Menengah dan Kejuruan. Tujuan dari<br />
program ini adalah untuk meningkatkan Jumlah partisipasi<br />
usia anak sekolah dalam rangka mensukseskan gerakan<br />
wajib belajar sembilan tahun.
d. Program Sinkronisasi dan Koordinasi Pembangunan<br />
Pendidikan. Tujuan dari program ini adalah untuk<br />
meningkatkan mutu layanan pendidikan kepada<br />
masyarakat umum melalui sinkronisasi dan koordinasi<br />
pembangunan pendidikan.<br />
Semua permasalahan dan program pendidikan itu,<br />
bias berjalan dengan garis yang ditetapkan, jika semua<br />
komponen masyarakat ikut serta memberi dukungan.<br />
Tanpa dukungan semua pihak, jangan persoalan dan<br />
program pendidikan dapat dipecahkan. Karena sebagus<br />
apapun pemecahan dan sebagus apapun program yang<br />
dibuat, tanpa partisipasi aktif masyarakat, ia akan menjadi<br />
bangkai dalam pemikiran kita.<br />
Melihat persoalan bersama, saya jadi teringat apa yang<br />
pernah dikatakan Fernand Braundel, ketika memberi<br />
catatan pengantar buku Charles Mbraze, yang bertajuk Les<br />
Bourgois Conquirets. Braundel memaparkan, pikirkanlah<br />
kenidupan sebagai sebuah problemyang sangat besar,<br />
persamaan, atau malah sebuah kelompok persamaan,<br />
yang sebagaian tergantung sama lain, sebagian berdiri<br />
sendiri… akan dapt dipahamibahwa persamaanpersamaann<br />
itu sangat kompleks, bahwa persamaanpersamaan<br />
itu penuh kejutan-kejutan, dan bahwa kita<br />
sering kali kita tak mampu menemukan “akar-akar”-nya.<br />
Persamaan dan perbedaan, seperti yang kita lihat<br />
dalam lajur sejarah kehidupan umat manusia, adalah wajar.<br />
Katakanlah sejarah umat Islam. Seperti kita ketahui<br />
bersama, usia Nabi Muhamad SAW wafat, dan baru<br />
dimakamkan setelah tiga hari terbaring, karena menunggu
pertikaian politik sekitar siapa yang akan menggantikan<br />
beliau. Tentu saja pemakaman yang lama ini, adalah suatu<br />
ironi, karena nabi sendiri menganjurkan untuk segera<br />
dimakamkan jika seseorang meninggal dunia. Ini<br />
artinyakonflik kepentingan waktu itu sangat kuat. Beragam<br />
persamaan dan perbedaan begitu mendera usai nabi<br />
wafat.<br />
Seperti kita ketahui bersama, pertikaian para sahabat<br />
Nabi dib alai pertemuan milik klan Bani Sa’idah dari<br />
kalangan kaum Anshar (terkenal dengan Peristiwa Saqifah<br />
Bani Sa’idah). Pertikaian itu sendiri kemudian<br />
diselesaikan oleh Umar Bin Khatab, yang mengumangkan<br />
bai’at atau janji setia kepada Abu Bakar sebagai Khalifah<br />
atau pengganti Nabi. Pada awalnya dukungan itu diterima<br />
oleh semua pihak, tapi buntut dari pertikaian itu masih<br />
terasa ditanah politik Madinah. Bahkan Ali Bin Abi Thalib,<br />
tidak mau mengangkat bai’at kepada Abu Abu Bakar<br />
sampai enam enam bulan kemudian, setelah istrinya wafat,<br />
Fatimah, putrid Nabi SAW. Inilah realitas yang menyelimuti<br />
sebagaian dari sejarah Umat Islam. Satu realitas yang<br />
harus dijadikan pelajaran berharga bagi umat sesudahnya.<br />
Gambaran diatas mempertegas bahwa untuk<br />
memecahkan semua persoalan yang terjadi di masyarakat,<br />
khususnya di wilayah Kota Tangerang, pasti membutuhkan<br />
keterlibatan semua unsur masyarakat. Hendaknya<br />
perbedaan dan persamaan, disikapi dengan bijak, agar<br />
kepentingan menjadi sandaran utama kita dalam<br />
memecahkan persoalan dan kepentingan pribadi atau<br />
kelompok.
Contoh yang bias diambil dari kasus perbedaan dan<br />
persamaan adalah Yayasan Pendidikan Karya Sang<br />
Timur. Sebagai suatu lapissan pendidikan yang cukup<br />
berpengaruh di Kota Tangerang, persoalan yang menimpa<br />
Yayasan Pendidikan Karya Sang Timur (selanjutnya Sang<br />
Timur), mengundang reaksi publik yang cukup<br />
menghentakkan dari berbagai ragam tokoh publik, yang<br />
memiliki apresiasi terhadap dunia pendidikan. Presiden<br />
Susilo Bambang Yudhoyono sendiri langsung ikut urun<br />
rembung melalui Menteri Koordinator Kesejahteraan<br />
Rakyat, Alwi Shihab. Alwi Shihab memaparkan bahwa<br />
dalam waktu dekat ada ‘jalan keluar’ yang memuaskan<br />
bagi semua pihak.<br />
Selain Presiden, Ketua MPR Hidayat Nur Wahid,<br />
Abdurrahman Wahid, Syafii Ma’arif, Seto Mulyadi, dan<br />
Komaruddin Hidayat, ikutr meramaikan wacana Sang<br />
Timur. Prinsipnya mereka sepakat bahwa proses<br />
pendidikan si Sang Timur tidak boleh terhenti meski badai<br />
persoalan terus berkecamuk.<br />
Sebagai orang yang sedang dipercaya mngelola<br />
pemerintah Kota Tangerang, kami perlu memberikan<br />
beberapa deskripsi periahl Sang Timur, agar dapat dicari<br />
titik temu untuk mengatasi persoalan yang sedang<br />
berkembang. Setidak-tidaknya, jika ditarik garis lurus, ada<br />
tiga komponen yang terlibat dalam diskursus Sang Timur;<br />
Pemerintah Kota Tangerang (Negara), Yayasan<br />
Pendidikan Karya Sang Timur, dan masyarakat.<br />
Pemerintah Kota Tangerang, sejak tahun 1992 (waktu<br />
masih Kota Administratif) telah memberikan Ijin Mendirikan
Bangunan (IMB) kepada Yayasan Pendidikan Karya Sang<br />
Timur untuk mengelola ruang-ruang publik yang memiliki<br />
orientasi terhadap dunia pendidikan, di desa Karang<br />
Tengah, Ciledug, Tangerang. Hadirnya lembaga<br />
pendidikan Sang Timur di wliayah Kota Tangerang<br />
sebagai entitas yang diharapkan mampu mengimbangi<br />
peranan state (Negara) dalam pengelolaan pendidikan,<br />
serta penguatannya sebagai strartegi dalam proses<br />
pembentukan masyarakat sipil, sangat membantu<br />
Pemerintah Kota Tangerang dalam mendorong warganya<br />
untuk masuk dalam proses pendidikan yang modern.<br />
Memasuki kurun waktu 1998-an, ketika Kota<br />
Tangerang dipimpin wali kota MH Thamrin, Sang Timur<br />
Meminta ijin untuk membangun Gedung Serba Guna, yang<br />
ditujukan untuk aktivitas siswa Sang Timur, agar lebih<br />
terarah dan kondusif dalam proses pengembangan belajar<br />
mengajar.<br />
Wali Kota MH Thamrin waktu itu, mengijinkan dengan<br />
ketentuan tidak untuk kegiatan peribadatan. Disinilah titik<br />
tolak persoalan muncul, perkembangan selanjutnya,<br />
Gedung Serba Guna itu dijadikan ritual peribadatan, yang<br />
akhirnya mengundang reaksi publik setempat.<br />
Pada titik ini, pada batas-batas tertentu, Pemkot<br />
Tangerang sebenarnya tidak memiliki wewenang untuk<br />
mengatur aktivitas keagamaan, karena seperti dikatakan<br />
Menko Kesra, Alwi Shihab, persoalan ini akan diserahkan<br />
pada Menteri Agama, yang mengelola pernik-pernik<br />
kehidupan keberagamaan public.<br />
Jadi bukan tanpa dasar untuk mengatakan bahwa
Pemkot Tangerang, sebenarnya tidak ingin memasuki<br />
ruang-ruang sikap keberagamaan public, tapi lebih pada<br />
persoalan detail administrasi belaka. Pada konteks inilah,<br />
titik lemah Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ketika mau<br />
mengajukan tuntutan ke Wali Kota Tangerang atas kasus<br />
Sang Timur. Gus Dur mencoba mencampuradukan sikap<br />
keberagamaan publik dengan problem administrasi, yang<br />
sifatnya sangat normatif dan lebih kepada<br />
persoalanpersoalan teknis.<br />
Hal lain, pembangunan fisik sarana dan prasarana<br />
pendidikan secara serempak yang diusuung Pemerintah<br />
Kota Tangerang, adalah bagian dari kumpulan aspirasi<br />
yang berkembang diwilayah publik. Pembangunan sarana<br />
dan fasilitas di berbagai jenjang sekolah, diharapkan<br />
mampu meningkatkan kualitas pengajaran disekolah yang<br />
bersangkutan.<br />
Tentu saja gagasan pembangunan serempak ini tidak<br />
lepas dari pikiran-pikiran sumbang dari beberapa individu,<br />
yang mencoba mengkritisi sarana dan prasarana<br />
pendidikan yang akan diperbaiki. Pikiran-pikiran sumbang<br />
itu lebih banyak disebabkan ketidaktahuan akan<br />
pembangunan serempak yang akan mengakses 217<br />
sekolah dari jenjang pendidikan dasar hingga menengah.<br />
Saya bias mengatakan bahwa anggaran pendidikan<br />
Kota Tangerang menempati urutan paling tinggi dari pospos<br />
anggaran lain. Dari Anggaran Pendapatan dan<br />
Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2005 mencapai<br />
Rp213 miliar untuk sektor pendidikan. Angka ini cukup<br />
memberi peluang memperbaiki sarana dan prasarana
pendidikan di Kota Tangerang. Anggaran seperti ini<br />
memang ditujukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan<br />
di Kota Tangerang, agar semakin hari semakin<br />
memperlihatkan kemajuan yang cukup berarti. Tanpa<br />
perbaikan fisik sarana dan prasarana yang memadai, anak<br />
didik dan peserta didik akan terganggu dalam proses<br />
belajar mengajar. Dari sisi inilah, kenapa anggaran di<br />
sektor pendidikan sangat tinggi, karena sektor inilah yang<br />
menjadi priorirtas pembenahan. Perlu melakukan<br />
pembenahan diwilayah sarana dan prasarana, tentu saja<br />
akan meningkatkan kualitas pendidikan di Kota<br />
Tangerang.<br />
Sebuah penelitian yang dilakukan di 56<br />
Kabupaten/Kota yang mewakili daerah Sumatera, Jawa,<br />
Bali, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Papua,<br />
pada bulan Oktober 2003, menunjukan bahwa dana<br />
pendidikan yang dibutuhkan di luar gaji guru sebesar Rp<br />
71 triliun.<br />
Dana itu pun hanya untuk kebutuhan pendidikan<br />
minimal dan belum sesuai denga standar pendidikan yang<br />
seharusnya. Jika dibandingkan dana pendidikan yang<br />
dialokasikan oleh pemerintah melalui APBN sebesar Rp<br />
21,375 triliun, dana ini masih jahu mencukupi.<br />
Dari hasil penelitian tersebut, terlihat bahwa tidak<br />
mudah pemerintah dibawah kepemimpinan Susilo<br />
Bambang Yudoyona dan Jusuf Kalla, memenuhi janji yang<br />
sudah dicanangkan sejak masa kampanye pemilihan<br />
presiden. Tentu saja bukan karena besarnya kebutuhan,<br />
tetapi lebih disebabkan ketidakmampuan pemerintah
memenuhinya. Melihat kenyataan ini, Pemkot Tangerang<br />
mengambil inisiatif radikal dengan mengusung<br />
pembangunan fisik sarana dan prasarana 217 sekolah dari<br />
tingkat SD_SMU/SMK.<br />
Perlu diketahui, kemampuan sumber dana yang ada di<br />
perintah saat ini masih sangat rendah. Bayangkan untuk<br />
dana total APBN tahun 2004 saja hanya sebesar Rp 300<br />
triliun. Dana sebesar ini pun dipakai untuk baya utang luar<br />
negeri dan subsidi, yang jumlahnya membengkak akubat<br />
perbedaan nilai tukar rupiah terhadp dolar seiring dengan<br />
adanya krisis ekonomi. Logikanya, jika semua amanat<br />
undang-undang dipenuhi, maka semua alokasi APBN akan<br />
pun berjanji akan meningkatkan biaya pendidikan terserap<br />
untuk dunia pendidikan.<br />
Mendiknas Bambang Sudibyo, sangat menyadari<br />
kekurangan biaya untuk pendidikan tersebut. Ia pun berjanji<br />
akan meningkatkan biaya pendidikan pada tahun 2005,<br />
dari yang semula hanya berkisar 6,3 % dari APBN, yakni<br />
sebesar Rp 21,375 triliun, menjadi Rp 30 triliun.<br />
Melihat realitas biaya pendidikan, saya sependapat<br />
dengan pikiran yang dikembangkan pengamat pendidikan,<br />
Marghani Muchtar. Ia melihat untuk mengefesiensi hasil<br />
pembangunan pendidikan seharusnya pemerintah tidak<br />
hanya berkutat pada masalah kebijakan yang justru<br />
menyerap biaya sangat besar.<br />
Keberhasilan pendidikan masyarakat dan SDM<br />
nasional, menurut Marghani, bergantung atau bahkan<br />
ditentukan oleh unit paling depan dalam proses pendidikan<br />
yakni sekolah. Oleh sebab itu, pembiayaan pendidikan
hendaknya dialokasikan kepada sektor ujung tombak<br />
tersebut. Unit sekolah itu terdiri dari guru, sarana dan<br />
prasarana pendidikan,termasuk didalamnya peralatan<br />
sekolah, guru dan kepala sekolah, serta gedung sekolah itu<br />
sendiri. Pikiran Marghani ini tentu sejalan dengan<br />
pembangunan fisik sarana dan prasarana pendidikan di<br />
Kota Tangerang.<br />
Jika kita melihat secara teliti, seharusnya<br />
pembangunan serempak fisik sarana dan prasarana<br />
pendidikan di Kota Tangerang harus disikapi dengan cara<br />
mendukung program tersebut , bukan mengumbar cai maki<br />
diberbagai media. Ini bukan berarti Pemerintah Kota<br />
Tangerang anti terhadap kritik, tapi kritik yang dilempar ke<br />
wilayah publik seharusnya memiliki paradigma yang<br />
terukur.<br />
Ada beberapa keuntungan dari sistem pembangunan<br />
sekaligus ini. Pertama, keuntungan material, menghemat<br />
biaya , diantaranya; terhindar dari kenaikan harga akibat<br />
kenaikan harga bahan baku dan upah setiap tahunnya,<br />
pemeliharaan pada bangunan rusak, perencanaan dan<br />
pengawasan 1 tahun pada 2005 s/d 2007. Semantara<br />
keuntungan secara non material, diantaranya; kesetaraan<br />
dalam penggunaan yang baik secara bersama-sama<br />
(tidak bertahap), menghilangkan rasa was-was atas<br />
kondisi bangunan yag rusak, kenyamanan dalam proses<br />
belajar mengajar, meningkatkan daya tarik (jumlah) murid<br />
baru, dan rasa kebanggaan memiliki atau menempati<br />
bangunan bertingkat.<br />
Ada baiknya saya paparkan disini telaah pembiayaan
pembangunan 217 sekolah dengan biaya 213,5 milyar,<br />
tidak termasuk bunga bank. Asumsi yang ada, dana<br />
dialokasikan dalam APBD Tahun Anggaran 2005<br />
mencapai kisaran Rp 70 milyar. Sementara dana yang<br />
dialokasikan dalm APBD Tahun Anggaran 2006,<br />
mencapai kisaran angka Rp 143,5 miliar, dengan sumber<br />
dana: (a) Pendapatan Daerah Rp 73,5 miliar dan (b)<br />
Pinjaman Bank direncanakan Rp 70 miliar dengan tingkat<br />
suku bunga 12 %.<br />
Pada Tahun Anggaran 2006, diajukan tiga alternatif<br />
cara peminjaman. Alternatif pertama, pinjaman<br />
dilaksanakan pada bulan Februari 2006 sebesar Rp 70<br />
miliar, cicilan pokok pinjaman dilaksanakan mulai bulan<br />
April 2007 sampai dengan Oktober 2007, rata-rata<br />
pembayaran cicilan Rp 10 miliar perbulan, maka beban<br />
harus ditanggung sebesar 12,6 miliar. Keuntungan dari<br />
alternatif pertama ini, dana untuk pembayaran kepada<br />
kontraktor langsung esedia pada bulan Pebruari karena<br />
didanai oleh pinjaman bank. Kerugiannya, beban bunga<br />
harus ditanggung sangat tinggi yaitu sebesar Rp 12,6<br />
miliar.<br />
Alternatif kedua, pinjaman dilaksanakan pada bulan<br />
Oktober 2006 sebesar Rp 70 miliar, pembayaran pokok<br />
pinjaman dilaksanakan pada bulan November 2007<br />
sekaligus, maka bunga harus ditanggung sebesar Rp 8,4<br />
miliar selama 12 bulan, rata-rata beban bunga Rp 700<br />
juta/bulan.<br />
Keuntungan dari alternatif kedua ini; (a) bunga sedikit<br />
disbanding alternatif pertama, (b) Dana di Kas Daerah
akan ada akumulasi (mengendap) sebelum pembayaran<br />
seluruh pokok pinjaman dilaksanakan sehingga ada<br />
kontribusi dari Bunga/Jasa Giro. Sementara kerugiannya<br />
dari alternatif kedua ini, beban bunga masih cukup tinggi<br />
yaitu sebesar Rp 8,4 miliar.<br />
Alternatif ketiga, pinjaman dilaksanakan pada bulan<br />
Oktober 2006 sebesar Rp 70 miliar, pembayaran pokok<br />
pinjaman dilaksanakan secara bertahap selama tujuh<br />
bulan, mulai bulan Februari 2007 sampai dengan Agustus<br />
2007, rata-rata pembayaran cicilan Rp 10 miliar per bulan,<br />
maka beban bunga yang harus ditanggung sebesar Rp 4,9<br />
miliar.<br />
Keuntungan dari alternative ketiga ini, beban bunga<br />
rendah yaitu sebesar Rp 4,9 miliar, sedangkan<br />
kerugiannya, setiap bulan harus mencicil pokok pinjaman<br />
mulai bulan Pebruari 2007 sampai dengan Agustus 2007,<br />
sehingga kita kehilangan kontribusi dari jasa Giro/Bunga<br />
deposito.<br />
Kesimpulan dari tiga alternative diatas, yang lebih<br />
menguntungkan, tampaknya alternatif ketiga, karena beban<br />
bunga yang harus ditanggung paling rendah dibandingkan<br />
dengan alternatif pertama dan alternatif kedua. Oleh<br />
karena itu, tampaknya alternatif ketiga yang menjadi<br />
pilihan. Pilihan-pilihan ini dimaksudkan untuk mencoba<br />
mencari, agar proses pembangunanyang kan dikerjakan<br />
dapat berjalan. Untuk itu, alternativealternatif yang ada<br />
sebenarnya sebagai bentuk transparansi Pemkot dalam<br />
mengambil kebijakan public. Tanpa tramsparansi dan<br />
sikap terbuka dari pemkot, kebijakan-kebijakan public
akan menuai kritik dari berbagai elemen masyarakat. Kritik<br />
seharusnya diletakkan pada posisi ini, yakni pertumbuhan<br />
dan pengembangan identitas komunal Kota Tangerang<br />
dan pembenahan pribadi.<br />
Ada baiknya saya paparkan di sini perihal kesetujuan<br />
dan keputusan pihak DPRD Kota Tangerang perihal<br />
pembangunan sarana pendidikan Di Kota Tangerang,<br />
yang dituangkan dalam surat bernomor 171/KEP-<br />
DPRD/XII/2004, tanggal 6 Desember 2004. keputusan<br />
pertama, pihak DPRD mnyetujui pelaksanaan<br />
pembangunan sarana pendidikan di Kota Tangeranguntuk<br />
kebutuhan lebih dari 210 gedung sekolah dengan total<br />
biaya Rp 227 miliar. Kedua, pemerintah Kota Tangerang<br />
mengalokasikan dalam APBD Tahun Anggaran 2005<br />
sebesar Rp 70 miliar dan sisanya akan dialokasikan<br />
dalam APBD Tahun Anggaran 2006 dan APBD Tahun<br />
Anggaran 2007.<br />
Ketiga, pelaksanaan pembangunan sarana pendidikan<br />
tetap memperhatikan catatan-catatan dalam rapat DPRD<br />
Kota Tangerang. Keempat, Keputusan ini mulai berlaku<br />
sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan akan diadakan<br />
perubahan apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan.<br />
Catatan-catatan yang dimaksud pihak DPRD pada point<br />
ketiga adalah:<br />
1. Pelaksanaan pembangunan harus tetap dijaga<br />
kualitasnya dan pengawasan lebih diperketat<br />
2. Jadwal waktu pelaksanaan harus sesuai dengan<br />
rencana yang telah ditetapkan.<br />
3. Sebelum pelaksanaan dimulai diharapkan dapat
menyampaikan bahan-bahan yang berhubungan dengan<br />
pembangunan dimaksud kepada Dewan dan Kontraktor<br />
yang terpilih dapat memberikan paparan atau ekspose<br />
dihadapan anggota dewan.<br />
4. Kontraktor local yang memenuhi persyaratan dapat<br />
diprioritaskan, mengingat biaya yang dibutuhkan besar dan<br />
waktu yang dijadwalkan sangat mendesa, maka kontraktor<br />
local dapat bekerja sama dengan kontraktor luar untuk<br />
suksesnya dalam pelaksanaan pembangunan gedung<br />
sekolah dimaksud.<br />
5. Dari hasil pelaksanaan pembangunan diharapkan dapat<br />
bermanfaat secara langsung kepada masyarakat yaitu,<br />
dalam penerimaan siswa baru tidak ada lagi pungutanpungutan<br />
yang tidak sesuai dengan peraturan perundangundangan<br />
yang berlaku.<br />
6. Pelaksanaan pembangunan harus tranparan, dengan<br />
memberikan kewenangan kepada DPRD Kota Tangerang<br />
untuk dapat terlibat dalam proses pengawasan<br />
pembangunan sejak perencanaan hinggga<br />
dilaksanakannya serah terima bangunan dari pihak<br />
kontraktor kepada pemerintah Kota Tangerang.<br />
Atas dasar keputusan dan catatan pihak DPRD Kota<br />
Tangerang, maka saya menunjuk beberapa pejabat<br />
Pemkot Tangerang dalam rangka persiapan rencana<br />
pembangunan gedung sarana pendidikan di Kota<br />
Tangerang, diantaranya; Deddy Syafei, Wakil Wali Kota<br />
sebagai Ketua, Harry Mulya Zein, Sekda Kota sebagai<br />
Wakil Ketua, Itiarso Soerjo, Staf ahli Pemkot Tangerang,<br />
yang terdiri dari anggota Joewono Hadisupatmo (Asisten
Pengendalian Pembangunan), Zaenudin (Kepala Dinas P<br />
dan K), Affandi Permana (Asisten Pemerintahan), Dadang<br />
Durachman (Kabid Renstra-Bapeda), Asmuni Ilyas (Kepala<br />
Dinas, Perumahan dan pemukiman), Agus Sugiono (Kabid<br />
Pembiayaan BKKD), Erlan Rusnarlan (Kabag Kumdang<br />
Setda Kota).<br />
Mereka akan melaksanakan tugas untuk menyiapkan<br />
draft Keputusan Pimpinan DPRD Kota Tangerang tentang<br />
persetujuan pembangunan gedung sekolah di Kota<br />
Tangerang, menyiapkan pelaksanaan ekspose investor,<br />
menyiapkan draft MoU antara kontraktor atau investor<br />
dengan Walikota, menyiapkan dokumen lelang, RKS,<br />
gambar rencana teknis atau detail, mnyiapkan data<br />
sekolah yang akan dibangun. Diharapkan penunjukkan<br />
sejumlah pejabat Pemkot Tangerang ini, bias berjalan<br />
dengan baik, dimana orientasi pembangunan sekolah ini<br />
sebenarnya bermuara pada peletakkan nilai-nilai luhur,<br />
akal budi dan nilai-nilai peradaban anak bangsa di masa<br />
dating.<br />
Peletakkan nilai-nilai keadaban perlu sebagai satu<br />
proses untuk menjembatani kritik yang kabur tanpa<br />
perangkat epistemologis yang jelas, dan hanya<br />
menyandarkan pada pola sensasi. Ada baiknya, kritik-kritik<br />
yang diarahkan ke Pemkot Tangerang lebih substantive<br />
dan tidak asal tembak. Pemkot Tangerang sebagai intitusi<br />
resmi Negara, jelas membutuhkan siraman kritik yang<br />
kontruktif, terarah dan mampu membangun traktat<br />
kehidupan public yang lebih manusiawi. Maka kritik-kritik<br />
yang diusung, sebaiknya tidak berkiblat pada sikap
seolah-olah kritis seperti diperlihatkan sebagian kawankawan<br />
LSM Tangerang, dan hanya mengejar target tertentu<br />
dalam mengelaborasi kritik.<br />
Kritik tentu saja berpijak pada kepentingankepentingan<br />
subjektif. Tapi kepentingan-kepentingan<br />
subjektif harus mengarah pada objektivitasi persoalan.<br />
Tanpa adanya objektivasi persoalan, kritik hanya akan<br />
“memukul” sasaran angina, kosong tanpa arah.<br />
Sangat sayang dan akan membuang energi kita, jika<br />
kritik-kritik yang akan dilempar tanpa mengenai sasaran, ia<br />
akan menjadi penghuni rumah hantu, seolah-olah<br />
menyeramkan padahal hanya pepesan kosong belaka.<br />
Dari sinilah perlunya kritik yang emansipatoris. Kritik<br />
yang mampu menjadi bagian dari pemberdayaan public,<br />
sehingga pikiran-pikiran yang berkembang akan menjadi<br />
satu panduan bersama dalam menggolkan aspirasi public.<br />
Tentunya, disana sini harus dibangun cara kerja berpikir<br />
kritis yang sistematis, baik melalui forum-forum seminar,<br />
media massa atau LSM-LSM yang melakukan riset terus<br />
menerus dalam pengembangan dan pertumbuhan<br />
masyarakat.<br />
BAB II Agama, Akal budi dan Katup-<br />
Katup Pendidikan<br />
Islam memandang pengetahuan sebagai cara yang<br />
utama bagi penyelamatan jiwa dan pencapaian<br />
kebahagiaan serta kesejahteraan manusia dalam
kehidupan kini dan nanti<br />
--Osman Bakar--<br />
JIKA ingin ada perubahan di suatu bangsa, rubahlah<br />
sistem pendidikannya. Pendidikan adalah jantung<br />
peradaban manusia. Ia mampu membawa manusia dari<br />
arah kegelapan menjadi terang benderang, melek<br />
teknologi, melek peradaban. Pendidikan tidak saja mampu<br />
memberikan kontribusi positif bagi peradaban hidup<br />
manusia, tapi pendidikan mampu menjadikan manusia<br />
eksis di segala ruang, di segala waktu. Karena bekal<br />
pendidikan, yang didalamnyatertimbun ilmu pengetahuan,<br />
bias dijadikan alat untukmelakukan tindakan berbagai hal.<br />
Tentunya tindakan berbagai hal itu, harus mengarah pada<br />
aspek-aspek positif, sehingga mampu menjadi upaya<br />
pemberdayaan publik.<br />
Upaya pemberdayaan publik inilah, yang perlu<br />
dijadikan grand desain dalam membangun kultur<br />
masyarakatyang peduli kepada dunia pendidikan. Karena<br />
kultur masyarakat yang peduli terhadap dunia pendidikan,<br />
diharapkan mampu menjadi mitrapemerintah, agar<br />
pendidikan berjalan sesuai dengan koridor yang berlaku.<br />
Tanpa peran aktif dari masyarakat, sebagus apapun<br />
konsep pendidikan tidak akan berjalan sesuai yang<br />
direncanakan. Peran aktif masyarakat sangat dibutuhkan<br />
untuk mewujudkan masyarakat berperadaban, masyarakat<br />
madani, civil society. Karena terbentuknya masyarakat<br />
madani adalah bagian mutlak dari harapan dan impian<br />
cita-cita bangsa, agar keadilan social tercipta bagi<br />
masyarakat secara keseluruhan.
Nabi Muhammad Rasulullah SAW, adalah pemberi<br />
teladan utama kepda umat manusia untuk membentuk<br />
masyarakat yang berperadaban. Setelah belasan tahun<br />
berjuang di Kota Mekah tanpa hasil yang mencolok, Nabi<br />
kemidian di beri petunjuk Allah untuk hijrah ke Yastrib, kota<br />
oase yang subur sekitar 400 Km sebelah utara Mekah.<br />
Setelah tiba di Yastrib, usai perjalanan panjang yang<br />
memakan waktu berhari-hari dan amat melelahkan, juga<br />
sangat rahasia ini, Nabi di terima penduduk Yastrib dan<br />
para gadisnya menyanyikan lagu Thala’al badru ‘alayna<br />
(Bulan purnama telah menyingsing di atas kita). Lagu ini<br />
kemudian jadi trade mark umat Islam di seluruh penjuru<br />
dunia, sebagai bentuk kekaguman terhadap pesona yang<br />
dipancarkan Rasulullah. Nabi kemudian mengubah nama<br />
Yastrib menjadi Madinah, yang memiliki arti kota. Dan<br />
sampai sekarang sering kali popular dengan nama<br />
Madinat al Nabi (Kota Nabi).<br />
Nabi beransur-angsur meletakkan sendi-sendi<br />
kehidupan masyarakat madani di Kota Madinah. Sendisendi<br />
yang disepakati dan dibangun dengan semua unsur<br />
penduduk Mekah ini tertuang dalam suatu dokumen<br />
dengan nama Piagam Madinah (Mitsaq al Madinah).<br />
Dalam dokumen itu dipaparkan perihal kebebasan,<br />
terutama dibidang agama dan ekonomi serta tanggung<br />
jawab sosial dan politik, khususnya pertahanan secara<br />
bersama. Inilah dasar utama masyarkat Islam di Madinah<br />
mengenal selu beluk kehidupan bermasyarakat dibentuk<br />
untuk menggapai terciptanya masyarakat Madani.<br />
Hijrah Nabi SAW ke Yastrib (Madinah) oleh Husain
Haykal, seorang pimikir reformis, merupakan langkah<br />
politik yang tepat, terutama dalam rangka mengefektifkan<br />
dakwah Islam, karena di kota itu Nabi mendapat dukungan<br />
penuh dari warganya. Perlu ditekankan disini, dukungan<br />
warga Madinah tidak datang secara spontan tapi melalui<br />
proses yang panjang. Dukungan itu dimulai dari beberapa<br />
kesepakatan antara Nabi dan penduduk Yastrib, dan<br />
antara Nabi dan dan tokoh-tokoh terkemuka Yahudi dai<br />
Madinah. Langkah-langkah politik Nabi tersebut berhasil<br />
dalam waktu yang singkat membentuk suatu komunitas<br />
Muslim yang kuat, bebas dan mandiri, bukan seperti di<br />
Mekah. Dari komunitas Madinah inilah, nabi<br />
berangsurangsur membentuk masyarakat yang kuat,<br />
sebagai cikal bakal berdirinya Negara Islam.<br />
Pola pembentukan masyarakat Madinah ini seperti<br />
pernah di jelaskan Kuntowijoyo (1997), disebut sebagai<br />
tahap menuju masyarakat etis. Bagi kunto ada tiga<br />
tahapan perubahan masyarakat yang harus dilihat sebagai<br />
satu proses terbentuknya masyarakat etis. Pertama, tahap<br />
masyarakat ganda, yakni ketika terpaksa ada pemilahan<br />
antara masyarakat Madani (civil society) dengan<br />
masysarakat politik (political society), atau antara<br />
masyarakat dengan Negara. Karena adanya pemilahan ini,<br />
maka dapat terjadi Negara tidak memberikan layanan dan<br />
perlindungan yang sesuai dengan kebutuhan<br />
masyarkatnya.<br />
Kedua tahap masyarakat tunggal, yaitu ketika<br />
masyarakat madani sudah dibangun. Ketiga,tahap<br />
masyarakat etis yang merupakan tahap akhir dari
perkembangan tersebut. Pendapat Kuntowijoyo ini di<br />
pengaruhi oleh teori Gramsci yang memang dengan<br />
dengan sengaja dipakai sebagai titi masuk teori politik<br />
Islam ke teori politik Barat Modern. Menurut teori ini,<br />
Negara adalah struktur, sedangkan masyarakat<br />
suprastruktur. Kalau masyarakat terbentuk karena<br />
keasadaran, Negara terbentuk karena kepentingan.<br />
Pada akhirnya, Negara harus dapat membuktikan<br />
bahwa pembentukan dan penyelenggaraan Negara juga<br />
berdasarkan kesadaran, bukan hanya kepentingan<br />
segelintir orang. Kesadaran di sini, adalah kesadaran<br />
kolektif yang tumbuh dan berkembang dari aspirasi public.<br />
Dan itu bias dijalankan jika semua pihak, ikut serta dalam<br />
mengakses dan mendukung semua pilarpilar<br />
pembangunan.<br />
Kuntowijoyo sendiri memaparkan ada tiga strategi<br />
berkaitan dengan perubahan dari satu tahap.<br />
Ke tahap berikutnya. Pertama, strategi structural untuk<br />
mrngubah tahap keterpilahan Negara dan masyarakat<br />
menuju ke suatu tahap menyatunya masyarakat dan<br />
Negara.<br />
Kedua, strategi cultural lebih menkankan terjadinya<br />
perubahan perilaku individual dan cara berfikir. Hal ini<br />
berbeda dengan perubahan structural yang lebih<br />
menekankan perubahan perilaku kolektif dan struktur<br />
politik.. Ketiga, strategi mobilitas sosial bersifat lebih<br />
alami, sesuai dengan perkembangan intelektualitas dan<br />
hati nurani manusia dan msyarakatnya; dan hal ini sangat<br />
cocok untuk meniciptakan masyarakt etis.
Tiga tahapan yang dipaparkan Kuntowijoyo, sudah<br />
diterapkan pada masa Nabi SAW. Nabi tanpa harus<br />
mengurus tetek bengek teori, ia telah menerapkan dalam<br />
amalan sehari-hari, bagaimana menciptakan strategi<br />
masyarakat madani. Peralakuk dan amalan Nabi itulah<br />
yang jadi komando terbentuknya masyarakat Islam yang<br />
mencitrakan masyarakat madani.<br />
Robert N Bellah sendiri menurut Nurcholish Madjid,<br />
menilai bahwa unsure structural Islam klasik di zaman Nabi<br />
SAW dan Khulafa ar-Rashidin, adalah sangat modern.<br />
Karena bercorak monoteistik, dalam arti melakukan<br />
devaluasi radikal terhadap pranata kesukuan kaum<br />
jahiliyah, yang dianggap menjadi pusat kesucian kepada<br />
system politik demokratis yang hanya mensucikan Allah<br />
SWT.<br />
Dimasa Nabi dan para Khalifah yang bijaksana<br />
menurut Nurcholis Madjid, tokoh yang dianggap penarik<br />
gerbong pembaruan Islam itu, masyarakat Islam klasik<br />
adakah suatu keseluruhan yang homogen dengan<br />
kesadaran keagamaan (religiusitas) yang tinggi.<br />
Religiusitas mereka melahirkan tinngka laku lahiriah yang<br />
penuh dengan akal budi (al akhlaq al karimah) yang<br />
melandasi bangunan masyarakat yang mereka dirikan.<br />
Karena itu masyarakat Islam klasik itu juga disebut<br />
masyarakat etis atau akklaqi. Ini tentu saja sangat berbeda<br />
dengan masyarakat Kristen atau Yahudi<br />
Oleh karena itu, dalam titik perkembangan zaman<br />
sekarang menuju era globalisasi, uma Islam harus sadar<br />
menggali dan mengembangkan kembali azas-azas ajaran
Islam, yang menjadi dasar pijakan untuk membentuk<br />
masyarakat madani, sebagaimana kaum Islam klasik telah<br />
melakukannya dengan konsistensi yang sangat tinggi.<br />
Asas-asas ajaran itu banyak sekali terdapat dalam Kitab<br />
Suci Al quran dan sunah Nabi.<br />
Mendasarkan diri pada asas-asas ajaran agama,<br />
adalah salah satu syarat untuk membentuk satu komunitas<br />
yang didalamnya dirimbuni akhlakul karimah. Satu akhlak<br />
utama, yang selalu memperlihatkan dan menunjukkan<br />
kepada dunia luar, bahwa perilaku kita harus selaras<br />
dengan etika yang dikandung agama. Tentu pola ini ,<br />
agara setiap pribadi sadar bahwa kehidupan bersaama<br />
akan terjalin dengan baik, tertata dan terstrtuktur, jika<br />
semua pihak mampu memeperlihatkan itikad baik dalam<br />
mengakselerasi tindak tanduknya. Dari sinilah, agama<br />
meletakan diri sebagai jembatan untuk menyadarkan<br />
kehadiran setiap probadi diruang public. Artinya, agama<br />
harus ditempatkan pada fungsinya, untuk melakukan<br />
control terhadap segala tindakan yang kita ayunkan di<br />
ranah public. Inilah fungsi sosial agama, dimana agama<br />
akan terpantul dalam struktur, system dan pegaturan sosial.<br />
Memang pola ini sering kali dikritik para tokoh pemikir<br />
agama seperti Peter L Berger, sosiolog Amerika yang juga<br />
aktivis gereja. Ia dengan sangat keras menkritik pola<br />
pendekatan fungsional dari agama. Dalam tulisannya,<br />
Some Second Thouht on Substantive Versus Fuctional<br />
Definition of Religion ia mengatakan bahwa sebenarnya<br />
secara tidak sadar definisi fungsional agama dapat<br />
disalahartikan untuk kepentingan ideologis-untuk memberi
legitimasi kuasaintifis penolakan terhadap transendensi<br />
agama. Dalam menghadapi kecenderungan yang hendak<br />
melenyapkan sifat-sifat khusus agama melalui definisi<br />
fungsional, berger menganjurkan agar kembali melihat<br />
agama dan ‘isinya yang dalam’ atau from within yang<br />
disebut Max Weber dengan istilah verstehen.<br />
Berger melihat bahwa agama adalah usaha manusiawi<br />
untuk membanguan kosmos yang kudus. Istilah kudus ini<br />
pernah dipakai oleh Rudolf Otto dan Mircea Eliade.<br />
Dengan perkataan lain, agama adalah proses kosmisasi<br />
dengan cara yang kudus. Kudus disini memiliki makna<br />
sebagai sustu misteri, kuasa yang mengagumkan. Hanya<br />
saja menurut Berger, realitas dunia mudah menerima<br />
ancaman karena kecerobohan manusia dalam<br />
menanggapi dunianya. Karena itu, perlulah dunia<br />
dipelihara, dipertahankan , antara lai dengan proses<br />
sosialisasi, yaitu memberi perhatian pada nilai–nilai mana<br />
yang harus diwariskan pada generasi baru, agar<br />
diterapkan dalam kehidupan sosialnya, disamping masih<br />
digunakan juga control sosial, Berger coba melihat control<br />
ini merupakan usaha untuk membatasi gerak manusia<br />
pada suatu titik yang dapat ditoleransi, sehingga gerak<br />
maju masyarakat secara keseluruhan tidak terhambat.<br />
Tentu saja jika gerak maju masyarakat tidak terhambat,<br />
maka proses menuju pembentukan masyarakat madani,<br />
akan menemukan jalan lurus, tanpa harus memunguti<br />
kerikil-kerikil tajam.<br />
Seperti diketahui bersama, pertumbuhan masyarakat<br />
madani, civil society, tak terpisahkan dari kerja dan peran
kalagan terdidik, yang secara histories memiliki akar<br />
sebagai tulang punggung penegakan masyarakat<br />
demokratis. Pengalaman histories tentang peran kaum<br />
terdidik (terpelajar) diperlihatkan Jurgen Habermas, yang<br />
menekankan pentingnya peran kaum terdidik dalam salah<br />
satu kajiannya mengenai sejarah timbuh dan<br />
berkembangnya civil society di Eropa (barat) pada abad<br />
kedelapan belas dan kesembilan belas.<br />
Pengalaman terakhir dalam lajur reformasi bangsa<br />
Indonesia, pun tak lepas dari peran kalangan terdidik<br />
(terpelajar) dalam menongkrak system totaliter yang<br />
diusung Orde Baru. Ini artinya, apa yang kemudian popular<br />
sebagi penemuan kembali dan penguatan Civil society (the<br />
recovery and empowernment of civil society) sebagai<br />
tahapan terpenting dari proses tumbuh dan<br />
berkembangnya ruang-ruang public, menemukan<br />
bentuknya dalam berbagai kasus yang terjadi di dunia<br />
pendidikan, khususnya di wilayah Kota Tangerang.<br />
Paparan di atas, mempertegas bahwa pembangunan<br />
sarana pendidikan dan berbagai fasilitas pendidikan,<br />
sebagai subordinate dari penguatan civil society, yang<br />
mengusung proses pertumbuhan dan pencerdasan<br />
bangsa, memiliki peran yang tak kalah penting dalam<br />
mengajukan proposal perubahan konstelasi kehidupan<br />
public. Problemnya kemudian bagaimana pembangunan<br />
sarana dan fasilitas pendidikan, mampu melakukan<br />
komunikasi dengan ruang-ruang public yang berada dalam<br />
raius ‘kekuasaannya’, agar mampu menciptakan hubungan<br />
timbale balik yang harmoni dengan bengunan komunitas
yang ada diluar dirinya.<br />
Sementara itu, proses modernisasi dan pembangunan<br />
angs ecara intensif terjadi di ranah public, telah dan<br />
sedang melahirkan perubahanperubahan structural yang<br />
cukup mendasar di masyarakat, yang hingga kini belum<br />
jelas potert apa yang akan dipajang dalam wajah yang<br />
bernama masyarakat demokratis itu. Ini artinya, kondisi<br />
lifeworld yang terjadi di masyarakat membutuhkan pilarpilar<br />
penyangga yang bisa diterima oleh semua pihak.<br />
Lifeworld di sini, seperti yang pernah dipaparkan<br />
Habermas, adalah kesepakatan-kesepakatan sosial yang<br />
telah terbentuk dalam tradisi, kebudayaan, bahasa yang<br />
dikomunikaskan dalam praktik keseharian disuatu<br />
komunitas. Ia juga mencakup khasanah pengetahuan<br />
(stock of knowledge), sumber keyakinan–keyakinan<br />
(reservoir of confiction), solidaritas dn kemampuankemampuan<br />
yang dimiliki dan digunakan secara otomatis<br />
oleh para anggota komunitas.<br />
Dari titik persoalan ini kemudian dapat dipahami,<br />
bahwa persoalan pendidikan di Kota Tangerang adalah<br />
persoalan dimana pilar-pilar lifeworld belum dijadikan titik<br />
tolak keberangkatan dalam menyelesaikan masalah yang<br />
berkembang. Perlawanan-prlawanan yang berupa kritik<br />
dan bisa dipahami dala kontek tiadanya sarana lifeworld<br />
sebagai sarana artikulatif dalam menerjemahkan aspirasi<br />
yang berkembang.<br />
Untuk itu jalan tengah yang mungkin bisa digapai,<br />
adalah penghampiran dari semua pihak untuk saling<br />
melengkapi ketika menghadapi berbagai kasus
ertebaran di sana sini. Tentu saja pola ini untuk<br />
menghindari saling tuding, yang kemudian hanya<br />
menebarkan rumor yang tak pasti. Saling tuding yang<br />
hanya menebarkan rumor yang tak pasti, hanya akan<br />
memperkeruh persoalan yang ada, bukan memberi<br />
kepastian penyelesaian atau jalan keluar dari probl;em<br />
yang dihadapi. Keyakinan untuk memecahkan persoalanpersoalan<br />
secara bersama-sama, adalh bagian integral<br />
dari geraan akal budi manusia, yang selalu<br />
mengedepankan tindakan rasional dalam membeongkar<br />
persoalan.<br />
Perihal akal budi, kalau boleh mengutip pikiran yang<br />
dikembangkan John F. Haugh, penulis buku cience and<br />
Religion: From Conflict ti Conversation, bahwa gerakan<br />
spontan kal budi mencari pemahaman, koherensi dan<br />
kebenaran, ada dinamisme yang tidak terlalu jauh dari apa<br />
yang kita sebut “keyakinan”. John F Haugh memberi<br />
contoh, sebagaimana dilihat dengan jelas dalam fisika<br />
modern, dan juag dalam bidang-bidang lain, tujuan<br />
mendasar penyelidikan ilmiah, atau pemecahan persoalan<br />
dengan akal budi adalah, menemukan apa saja yang<br />
kiranya menyatukan atau mempersatukan apa yang ada<br />
disekitar kita.<br />
Haugh lebih jauh melihat, ada symbol-simbol, ceritacerita<br />
dan ajaran-ajaran agama meyakinkan kita, bahwa<br />
ada suatu perspektif yang pasti lebih lus daripada<br />
perspektif diri sendiri, dan bahwa akal budi kita sendiri<br />
tidak cukup lapang untuk dapat menampung seluruh<br />
horizon ada (being) pada saat tertentu; walaupun demikian,
toh segala sesuatu memamng mempunyai arti sehubungan<br />
dengan kerangka acuan terkhir. Karena itu, agama<br />
menyiratkan bahwa kita senantiasa harus maju terus<br />
melewati pemahaman sempit yang ada sekarang ini, dan<br />
terus menyelidiki keluasaan serta kedalaman yang sangat<br />
penting ini.<br />
Agama menurut Haugh pada akhirnya mengajak kita<br />
untuk percaya bahwa segala sesuatu pada akhirnya<br />
memang bersifat rasional. Maka dengan membiarkan kita<br />
bersandar pada kepercayaan seperti ini, kepercayaan akal<br />
budi dan indakanindakan rasional, tidak bakal<br />
menjebloskan kita ke dalam kancah konflik yang<br />
berkepanjangan. Justru kepercayaan kepada akal budi<br />
dan tindakan rasional ini, akan mempersiapkan kita agar<br />
bisa sadar atas suatu perjalanan dalam rangka<br />
mengupayakan penemuan jala keluar secara rasional.<br />
Tentu saja, cara-cara akal budi da peletakan dasar<br />
pemikiran rasional, akan lebih menghidupkan suasana dan<br />
diharapkan mampu memberikan kontribusi positif bagi<br />
kepentingan bersama.<br />
Intisari agama menurut Erich Fromm, adalah<br />
pengabdian. Dan pengabdian ini, adalah kecenderungan<br />
dasar manusia. Agama adalah sebuah system pengabdian<br />
yang dianut oleh sekelompok manusia. Karena ini<br />
merupakan kecenderungan dasar, maka manusia tentu<br />
akan memilih satu dan lain objek pengabdian. Manusia<br />
tidak bisa menghindari dan hanya bisa memilih. Dalam<br />
realitas, manusia itu memilih berbagai jenis objek<br />
pengabdian, misalnya ras, Negara, bangsa, kekayaan,
kekuasaan, seks, klan, dll.<br />
Pilihan manusia dalam mengelaborasi berbagai<br />
persoalan, termasuk kait mengkait agama, akal budi dan<br />
proses demokrasi di dalam masyarakat, agar semua<br />
impian civil society dapat terwujud, memanglah agak berat.<br />
Di satu sisi, harus diakui, dalam agama tidak bisa<br />
ditemukan definisi bentuk demokrasi . Ini mungkin salah<br />
satu fungsi agama, bersifat fleksibel. Bentuk demokrasi<br />
yang tepat bergantung pada penalaran, situasi dan<br />
pengaruhi ole factor kebudayaan yang melingkupinya.<br />
Bentuk demokrasi dari satu negara ke negara lain, jelas<br />
berbeda. Dan yang menyamakan dari semua bentuk<br />
demokrasi di berbagai negara itu, adalah asas demokrasi<br />
yang selalu selalu menyandarkan diri pada nilai-nilai<br />
keadilan, kesejahteraan, pemerataan dan segala yang<br />
berbau pemberdayaan public yang berkiblat pada aspirasi<br />
bersama.<br />
Terlepas dari bentuk demokrasi yang berbeda dari<br />
berbagai Negara, demokrasi sebenarnya ada unsur-unsur<br />
dasar atau “family resemblances” yang membuat sebuah<br />
system dapat disebut demo-kratis. Robert A Dahl<br />
menjelaskan bahwa sebuah rezim politik dapat dianggap<br />
sebagai demokratis kalau ia (1) menyelenggarakan<br />
pemilihan yang terbuka dan bebas; (2) mengembangkan<br />
pola kehidupan politik yang kompetitif; (3) dan memberi<br />
perlindungan terhadap kebebasan masyarakat (civil<br />
liberties). Selain Dahl, Juan Linnz juga mengajukan<br />
pengertian demokrasi yang lebih ketat. Bagi Linz sebuah<br />
system politik baru bisa dikatakan demokratis jika ia (1)
memberi kebebasan bagi masyarakatnya untuk<br />
merumuskan preferensipreferensi politik bagi mereka,<br />
melalui jalur-jalur perserikatan, informasi dan komunikasi;<br />
(2) memberikan kesempatan bagi warganya untuk<br />
bersaing secara teratur, melalui cara-cara damai dan (3)<br />
tidak melarang siapa pun untuk memperebutkan jabatanjabatan<br />
politik yang ada.<br />
Pengertian yang disodorkan Dahl dan Linz,<br />
mempertegas bahwa demokrasi merupakan sebuah<br />
konsep yang sangat menuntut (demanding). Semua unsur<br />
yang berkaitan dengan kebebasan berpendapat,<br />
kebebasan berserikat, pemilihan umum yang bebas dan<br />
terbuka, harus menjadi bagian integral, yang harus<br />
dipenuhi jika sebuah bentuk pemerintahan akan diklaim<br />
demokratis.<br />
Jika demokrasi, agama dan akal budi berjalan sesuai<br />
dengan lajur yang dicita-citakan, maka proses pendidikan<br />
generasi mendatang bisa terwujud. Tanpa itu semua, akan<br />
sulit menemukan bentuk pendidikan warga agar mampu<br />
menjadi ikon dalam pengembangan dan pertumbuhan<br />
kehidupan bersama.<br />
Katup-Katup Pendidikan<br />
Cara-cara akal budi dan peletakan dasar pemikiran<br />
rasional, tidak hanya memberikan kontribusi positif bagi<br />
kepentingan bersama, tapi juga yang lebih berarti adalah<br />
memberikan kehidupan yang lebi baik bagi generasi di<br />
masa datang. Akal budi adalah ajaran yang tidak hanya<br />
diterapkan dalam kultur pendidikan di sekolah, tapi ia<br />
menjdi bagian dari proses pendidikan di luara sekolah,
yakni pendidikan dari pihak orang tua, realitas masyarakat<br />
dan kawan sejawat.<br />
Hanya saja, pendidikan di dalam struktur sekolah,<br />
menjadi bagian yang urgent bagi proses pengembangan<br />
pendidikan generasi mendatang. Pendidikan si struktur<br />
sekolah adalah cikal bakal yang bisa memberikan nilainilai<br />
dasar bagi generasi muda dalam mengeksplorasi<br />
berbagai persoalan yang berkembang di ranah public.<br />
Tentu saja, pembenahan generasi muda menjadi<br />
masalah krusial mengingat arus globalisasi begitu cepat<br />
melaju ketika perkembangan dan perubahan perilaku<br />
masyarakat belum sejalan dengan arus globalisasi itu<br />
sendiri. Untuk itu, upaya penangkalan dengan sedinim<br />
mungkin bagi generasi muda, adalah upaya yang tepat<br />
dilakukan. Dan ruang-ruang pendidikan adalah katup-katup<br />
pengamanan awal sebelum arus globalisasi melindas<br />
generasi muda.<br />
Arus globalisasi menuntut perubahan paradigma<br />
pendidikan, yang selama ini berorientasi pada guru, dosen<br />
dan lembaga-lembaga pendidikan, kini bergeser kearah<br />
peserta didik. Peserta didik harus harus aktif melakukan<br />
berbagai eksperimtensi dalam mengembangkan proses<br />
belajar mengajar. Tentu saja pergeseran orientasi belajar<br />
ini akan menjadikan guru atau dosen mitra belajar peserta<br />
didik. Peserta didik kini dihadapkan pada berbagai ragam<br />
fasilitas yang bisa mempercepat proses pengembangan<br />
belajar mengajar.<br />
Pola semacam ini, akan mengubah proses belajar<br />
mengajar yang normative, yang hanya menyandarkan diri
pada proses belajar mengajar di ruang kelas. Otomatis<br />
perubahan paradigma pendidikan ini, mengarah pada<br />
proses belajar yang fleksibel, luwes dan akomodatif,<br />
sehingga peserta didik bisa mengembangkan kretivitas<br />
tanpa harus dibelenggu dengan norma-norma yang baku<br />
dan beku itu. Dan hal ini dapat terwujud jika semua pihak<br />
ikut aktif mendorong proses belajar mengajar sejalan<br />
dengan tuntutan jaman.<br />
Maka pengelolaan pendidikan di sekolah perlu<br />
ditumbuh kembangkan menjadi satu cara untuk<br />
menerapkan pendidikan akal budi di masyarakat. Tentu<br />
saja ini berkaitan dengan misi jangka pendek pendidikan<br />
nasional yang berorientasi pada (1) melakukan penuntasan<br />
program wajib belajar pendidikan dasar yang bermutu; (2)<br />
mengembangkan kapasitas dan kapabilitas kelembagaan<br />
pendidikan sesuai dengan asa desentralisasi pendidikan<br />
dan otonomi daerah dan (3) melakukan perintisan<br />
programprogram pengayaan dan pengembangan ilmu<br />
pengetahuan dan teknologi.<br />
Sasaran misi jangka pendek ini adalah pemulihan dari<br />
krisis (crisis recovery), dengan membangkitkan kesadaran<br />
akan krisis yang melanda bangsa ini, melakukan programprogram<br />
tindakan nyata untuk mengatasi kritis<br />
kepercayaan diri, memberdayakan masyarakat melalui<br />
pembinaan ketrampilan baru yang berbasis kebudayaan<br />
dan tradisi local (lihat buku reformasi pendidikan dalam<br />
konteks otonomi daerah, editor Faslil Jalal dan Dedi<br />
Supriadi, 2001).<br />
Menurut buku hasil kajian Departemen Pendidikan
Nasional ini, salah satu dampak krisis yang paling terasa<br />
dalam dunia pendidikan, adalah terganggunya program<br />
wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun. Program<br />
ini perlu diselamatkan, an untuk itu berbagai upaya mesti<br />
dilakukan untuk mencegah agar program ini tetap berada<br />
pada momentumnya sebagai pada saat sebelum krisis.<br />
Oleh sebab itu, prioritas utama misi jangka pendek adalah<br />
melanjutkan usaha pelaksanaan wajib belajar. Otonomi<br />
Daerah dalam pengelolaan pendidikan harus diarahkan<br />
pada upaya memperkuat komitmen dan kapasitas daerah<br />
dalam menuntaskan program wajib belajar.<br />
Masih menurut buku ini, peningkatan kemampuan<br />
kelembagaan merupakan prioriras kedua dalam misi<br />
jangka pendek. Reorganisasi jelas diperlukan sehubungan<br />
dengan terjadinya pergeseran dalam pengelolaan<br />
pendidikan dari pola yang sentralistik menjadi<br />
desentralistik. Dalam konteks perubahan ini, organisasi<br />
pedidikan di daerah-dalam hal ini di wilayah kabupaten<br />
dan kota-dengan kewenangannnya yang sangat luas harus<br />
siap menangani urusan-urusan pendidikan yang selama ini<br />
ditangani oleh pusat atau propinsi. Tanpa penataan dan<br />
manajemen yang baik, otonomi daerah dalam pengelolaan<br />
pendidikan hanya akan mengahsilkan kemacetan dan<br />
bahkan mungkin sekali kemunduran pendidikan.<br />
Dalam misi jangka pendek juga dipaparkan tentang<br />
perlunya penguasaaan ilmu pengetahuan dan teknologi<br />
(Iptek). Hal ini dapat dipahami karena pengusaaan iptek<br />
merupakan proses yang berkelanjutan. Iptek juga dapat<br />
mendukung peningkatan efektifitas, mutu, efisiensi dan
akuntabilitas kinerja system pendidikan.<br />
Tentu saja, misi jangka pendek ini akan menuai<br />
keberhasilan jika semua pihak ikut terlibat dalam proses<br />
pengembangan pendidikan, terutrama di Kota Tangerang<br />
yang sedang membangun sarana pembangunan secara<br />
serempakini. Dan jika misi jangka pendek dalam skala<br />
nasional dapat diterjemahkan dalam skala daerah, seperti<br />
Kota Tangerang, tentu akan menjadi pijakan dasar dalam<br />
mengembang misi jangka menengah pendidikan nasional.<br />
Seperti diketahui, misi jangka menengah pendidikan ini<br />
mengacu pada upaya memantapkan, mengembangkan<br />
dan melembagakan secara berkelanjutan apa yang telah<br />
dirintis dalam misi jangka pendek, baik berupa<br />
pemberdayaan masyarakat dan system pendidikan,<br />
perbaikan aspek kelembagaan manajerial, maupun<br />
perbaikan substansi yang terkandung dalam system<br />
pendidikan nasional.<br />
Misi jangka menengah ini sebetulnya sebagai upaya<br />
menindaklanjuti misi jangka pendek. Dan tentunya, misi<br />
jangka menengah ini bisa diberlakukan, jika seluruh misi<br />
yang diemban dalam jangka pendek dapat terwujud.<br />
Artinya, jika upaya-upaya menanggulangi dampak krisis ini<br />
dengan memprioritaskan program wajib belajar,<br />
mengembangka kapasitas dan kapabilitas pendidikan<br />
dengan asas desentralisasi pendidikan dan otonomi<br />
daerah dan perintisan program-program pengayaan serta<br />
pengmbangan iptek, bisa terealisasi.<br />
Proses pengembangan misi jangka penek ini,<br />
diharapkan bisa menjadi pijakan awal bagi setiap daerah,
dimana desentralisasi pendidikan dan otonomi daerah<br />
merupakan tantangan lain yang juga sangat urgent utnuk<br />
mengatasi berbagai krisis pendidikan di daerah,<br />
khususnya di Kota Tangerang. Wilayah pendidikan di<br />
daerah diharapkan bisa meningkatkan kinerja pendidikan<br />
di daerah melalui pemberdayaan kemampuan local,<br />
meningkatkan peran sktif masyarakat dalam pendidikan,<br />
terjaminnya pemerataan pendidikan sebagai sarana untuk<br />
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan semakin<br />
meningkatnya mutu pendidikan. Otonomi daerah<br />
dilaksanakan sejala dengan dikembangkannya<br />
manajemen berbasis sekolah (school-based<br />
management), karena apapun bentuknya, hakikat satuan<br />
pendidikanlah yang menjadi ujung tombak keberhasilan<br />
pendidikan.<br />
Katup-katup pendidikan yang ada di Kota Tangerang,<br />
akan mnjadi penyangga keberhasilan dunia pendidikan<br />
diberbagai sudut-sudut Kota Tangerang. Dan keberhasilan<br />
di dunia pendidikan akan diselaraskan dengan tujuan skhir<br />
pembangunan Kota Tangerang, yang menciptakan<br />
manusia ber akhlakul karimah. Apapun tujuan atau<br />
program yang akan digapai di dunia pendidikan di Kota<br />
Tangerang bertujuan mendorong dan menciptakan<br />
manusia yang memilki akal budi yang baik, ber akhlakul<br />
karimah. Pendidikan akal budi dari sisi apapun, sejalan<br />
dengan orientasi pengembangan hidup orang beragama,<br />
dari agama manapun dia.<br />
Sekadar menyitir apa yang pernah dikatakan Osman<br />
Bakar, seorang tokoh filosof Malaysia kontemporer,
sebagai sebuah tradisi religius yang utuh, yang<br />
menyangkut semua aspek kehidupan manusia, Islam tidak<br />
hanya membahas apa yang wajib dan yang dilarang untuk<br />
dilakukan manusia, tetapi juga membahas apa yang perlu<br />
diketahuinya. Dari kedua jalan itu, aspek mengetahui<br />
adalah yang lebih penting. Hal ini karena secara esensial<br />
Islam adalah agama pengetahuan.<br />
Islam menurut pengarang buku Tawhid and science:<br />
Essaunys on the History and Philosophy of Islamic, 1991<br />
ini, memandang pengetahuan sebagai cara yang utama<br />
bagi penyelamatan jiwa dan pencapaian kebahagian serta<br />
kesejahteraan manusia dalam kehidupan kini dan nanti.<br />
Orang Islam memandang bebagai sains, ilmu alam, ilmu<br />
sosial, dan yang alainnya sebagai beragam bukti yang<br />
menunjuk pada kebenaran bagi pernyataan yang paling<br />
fundamental dalam Islam ini.<br />
Dalam Islam, kesadaran religius terhadap tauhid<br />
merupakan sumber dari semangat ilmiah dalam seluruh<br />
wilayah pengetahuan. Oleh karena itu, tradisi intelektual<br />
Islam tidak menerima gagasan bahwa hanya ilmu alam<br />
yang ilmiah atau lebih ilmiah dari pada ilmu-ilmu lainnya.<br />
Demikian pula, gagasan objektivitas yang begitu esensial<br />
dalam kegiatan ilmiah tidak dapat dipisahkan dari<br />
kesadaran religiusitas dan spiritual.<br />
Menurut Osman Bakar orang Islam mulai menaruh<br />
perhatian pada ilmu-ilmu alam secara serius pada abad ke<br />
tiga Hijriah (abad kesembilan Masehi). Tetapi pada saat<br />
iru mereka telah memiliki sikap ilmiah dan kerangka<br />
berfikir ilmiah, yang mereka warisi dari ilmu-ilmu agama.
Semangat untuk mencari kebenaran dan objektivitas,<br />
penghormatan pada bukti empiris yang memiliki dasar<br />
yang kuat, dan pikiran yang terampil dalam<br />
pengklasifikasian merupakan sebagian cirri yang amat luar<br />
biasa dari para ilmuan muslim awal, sebagaimana yang<br />
dapat dilihat dengan jelas dalam kajian-kajia mereka<br />
tentang jurisprudensi (fikih) dan hadis Nabi.<br />
Luasnya penggunaan logika dalam Islam tidak<br />
membawa semacam rasionalisme dan logisisme seperti<br />
yang kita temukan di Barat modern secara persis, karena<br />
penggunaan rasio tidak pernah dilepaskan dari keimanan<br />
pada whyu ilahi. Para sarjana Muslim diilhami oleh<br />
kesadaran religius yang kuat akan Yang transenden.<br />
Mereka pada umumnya meneguhkan gagasan superioritas<br />
wahyu Ilahi atas rasio manusia. Demikian pula halnya,<br />
pentingnya pemikiran logis tidak mematikan semangat<br />
eksperimentasi di kalangan ilmuwan Muslim.<br />
Lebih jauh Osman Bakar melihat orang Islam<br />
diperingatkan oleh AlQuran bahwa semua fakultas<br />
pengetahuan, yang dimiliki manusia- yakni panca indranya,<br />
perasaan-perasaan internalnya seperti fakultas<br />
pengingatan dan daya khayal, fakultas rasional dan<br />
spiritulanya, akal dan hati-adalah pemberian Tuhan yang<br />
berharga baginya yang karenanya ia meski bersyukur.<br />
Bersyukur pada Tuhan bukan hanya dengan mengenal<br />
asal-usul Ilahiah dari segala fakultas pengetahuan ini,<br />
tetapi juga dengan menggunakan setiap fakultas itu secara<br />
sah sesuai dengan hakikat dan fungsinya yang tepat.<br />
Penggunaan yang sah atas setiap fakultas menghendaki
adanya pengenalan yang baik tentang wilayah kompetensi<br />
dan batas-batas yang wajar.<br />
Paparan Osman di atas secara tegas memberi<br />
maklumat, adanya keterkaitan erat dan dukungan yang<br />
penuh dari Al-Quran akan semangat ilmiah dalam tradisi<br />
Islam. Bagaimana pun juga kran-kran Islam, Secara tegas<br />
membuka secara lebar-lebar pintu intelektualisme , dan<br />
menutup rapat-rapat penggunaan berfikir yang irasional.<br />
Rasionalitas dalam Islam menjadi pijakan dasar dalam<br />
memperkuat tradisi berfikir ilmiah. Islam menolak pikiranpikiran<br />
yang bersandar pada takhayul, gunjingan dan<br />
omong kosong yang tak punya ujung pangkalnya.<br />
Maka bagi saya, pembangunan serempak sarana dan<br />
prasarana fasilitas pendidikan ini, sebagai wujud dari cara<br />
berfikir rasional, agar pendidikan di Kota Tangerang bisa<br />
mewujudkan cita-cita seperti inimewujudkan cita-cita<br />
pendidikan-bisa menggairahkan sikap apresiatif<br />
masyarakat Kota Tangerang, dan menumbuhkembangkan<br />
pendidikan di masyarakat. Sikap apresiatif ini akan<br />
menjadi tonggak awal menerapkan masyarakat yang<br />
didalamnya dirimbuni sikap-sikap berperadaban. Inilah<br />
yang kita impikan, bagaimna Kota Tangerang memiliki<br />
kualitas yang menjanjikan dan mampu memberi kontribusi<br />
positif bagi perkembangan dan pertumbuhan kehidupan<br />
masyarakat Kota Tangerang khususnya.<br />
BAB III Ritus Peradaban dan Kultur<br />
Pendidikan
MEMBANGUAN masyarakat berperadan yang<br />
dirimbuni nilai-nilai akhlakul karimah, memang tidak<br />
mudah. Ia butuh kerja keras dari semua elemen<br />
masyarakat, berperadaban dapat terbentuk. Tentu saja<br />
proses menuju masyarakat berperadaban tidak mudah<br />
dibentuk. Ia butuh waktu dan tenaga agar proses menuju<br />
kea rah itu dapat tercapai.<br />
Peradaban menurut Samuel P Huntington adalah suatu<br />
entitas budaya. Desa-desa, daerah-daerah, kelompokkelompok<br />
keagamaan, semuanya mempunyai budaya<br />
yang berbeda-beda pula. Budaya pedesaan di Italia<br />
Selatan, mungkin berbeda dari budaya Italia Utara, tapi<br />
keduanya samasama berbadaya Italia sehingga<br />
membedakan mereka dari desa-desa di Jerman.<br />
Masyarakat di Eropa yang berbeda-beda itu<br />
mempunyai budaya yang sama, budaya Barat, yang<br />
membedakan mereka dari masyarakat Arab dan China.<br />
Tapi masyarakat Arab dan China dan Barat bukanlah<br />
bagian dari entitas budaya yang lebih luas. Mereka semua<br />
merupakan peradabanperadaban. Karena itu semua<br />
peradaban adalah pengelompokan tertinggi dari orangorang<br />
dan tingkat identitas budaya yang paling luas yang<br />
dimiliki orang sehingga membedakannya dari species lain.<br />
Harus diyakini terbentuknya masyarakat berperadaban<br />
adalah pandangan consensus gentium (sebuah<br />
kesepakatan dari semua manusia). Semua elemen<br />
masyarakat berperadaban, masyarakat madani, yang<br />
selalu mengibarkan nilai-nilai kebajikan, keadilan dan
selalu menawarkan nilai-nilai kebajikan, keadilan dan<br />
selalu menawarkan nilai-nilai demokrasi dalam proses<br />
kehidupan bersama. Proses demokrasi akan dijadikan<br />
penyangga atau pilar dari semua kegiatan masyarakat<br />
ketika berhadapan dengan berbagai persoalan. Proses<br />
demokrasi bisa tumbuh dan berkembang jika semua pihak<br />
ikut berperan menjalankan siklus kehidupan di masyarakat.<br />
Apalagi dalam era globalisasi, demokrasi akan<br />
menemukan tantangan yang cukup berarti dari berbagai<br />
sector kehidupan ketika memasuki era global yang sangat<br />
kosmolis.<br />
Peradaban, seperti yang pernah dipaparkan penyair<br />
Goenawan Mohamad, adalah sebuah agregat besar yang,<br />
tanpa kita sadari betul, kita terima begitu saja seperti kita<br />
menerima sebuah lanskap kota yang terhampar di luar<br />
jendela. Ia seakan-akan sebuah kehadiran yang utuh, yang<br />
dengan jelas dapat dipetakan oleh bahasa. Ia seakan-akan<br />
sesuatu yang berdaulat, sesuatu yang artinya dapat<br />
dirumuskan kini dan untuk seterusnya, dan dengan<br />
demikian senantiasa dapat diketahui, dapat dikenali.<br />
Goenawan kemudian mengutiup pernyataan Will Durant,<br />
bahwa peradaban bermula ketika khaos dan ketidak<br />
pastian berakhir. Dengan kata lain, peradaban<br />
menimplikasikan adanya suatu tata sosial.<br />
Dengan kata lain, bicara tentang peradaban berarti<br />
berkata tentang suatu sosok atau suatu bentuk akhir, yang<br />
dibayangkan atau masih diharap. Ke bhinekaan dan<br />
kemungkinan-kemungkinan menjadi berbeda bukanlah<br />
sesuatu yang asing dalam “peradaban”. Tapi orang yang
mengakui bahwa dalam suatu “peradaban” terkandung<br />
bangak variasi dan perubahan, pada umumnya<br />
menyiratkan sebuah keyakinan bahwa variasi itu punya<br />
satu tema tunggal : semacam suatu gestalt.<br />
Dengan demikian, masih dalam terminology Goenawan<br />
Mohamad, peradaban mengasumsikan adanya suatu<br />
consensus tentang nilai, khususnya tentang apa yang<br />
disebut ‘beradab” dan “tidak beradab”. Konsensus<br />
semacam ini memerlukan suatu asal, atau suatu pusat –<br />
atau consensus itu sendiri membentuk suatu asal, atau<br />
suatu pusat-sehingga proses kea rah “beradab” bisa<br />
berlangsung. Disitulah sebuah tata sosial menjadi penting:<br />
suatu pelembagaa kesepakatan.<br />
Perrsoalan yang timbul: bagaimana dengan unsureunsur<br />
yang dalam proses peradaban itu tidak mengikuti<br />
Konsensus? Unsur-unsur ini tentu saja tidak boleh<br />
kedepan. Unsur-unsur ini harus dianggap sebagai<br />
“kelainan”: mesti tersisih, atau disisihkan, terabaikan atau<br />
diabaikan, dan sering kali ditiadakan. Sejarah yang<br />
prosesnya merupakan suatu sejarah adalah satu cerita<br />
pembentukan yang menuju ke arah satu taraf "beradab"<br />
yang diberlakukan dan berlaku, sejarah yang ibarat<br />
perjalanan sebuah paket pos yang punya suatu alamat<br />
yang jelas, bukan sejarah pelbagai ragam kiriman, yang<br />
punya bermacam-macam adress<br />
yang dituju, atau aneka rupa kartu pos yang tak<br />
semuanva sampai ke tujuan. Dengan kata lain, sejarah<br />
neradaban bukanlah se,iarah dari umsur-unsur vang<br />
sumbang, yang macam-macam, yang tidak akur, yang
harus berada di luar Gestalt. Sejarah peradaban itu suatu<br />
gestalt<br />
akhirnya.<br />
Peradaban yang tumbuh dan berkembang di ranah<br />
publik, khususnva di Indonesia, mau tak mau, juga harus<br />
selaras dengan arus besar penduduk Indonesia, yang<br />
mayoritas Islam. Seperti diketahui bersama, perjalanan<br />
peradaban akan diiringi dengan arus besar globalisasi,<br />
yang berjalan seiring dengan kondisi masyarakat. Dari titik<br />
inilah perlu ada satu sikap dari umat Islam itu sendiri dalam<br />
menjalani ritus kehidupan di tengah gelombang peradaban<br />
dan arus globalisasi itu.<br />
Sains, Islam, dan Arus Global<br />
Umat Islam Indonesia, yang menjadi kaum mayoritas,<br />
tentunya akan mengalami dampak yang (luar biasa ketika<br />
berhadapan antara demokrasi, globalisasi dan<br />
kosmopolitanisme. Berkaitan dengan benturan antara<br />
demokrasi, globalisasi dan nilai-nilai kosmopolit, Marshal<br />
Hodgson optimis umat Islam mampu memberi respon yang<br />
positif terhadap gelombang globalisasi yang didalamnya<br />
nilai-nilai kosmopolitanisme bertaburan. Untuk itu, sudah<br />
sewajarnya umat Islam menggali dan mengembangkan<br />
asas-asas ajaran Islam yang menjadi landasan<br />
demokrasi,globalisasi dan landasan cosmopolitan. Ini<br />
semua sebagai upaya untuk kembali menegakkan<br />
masyarakat akhlakul karimah, dan terciptanya masyarakat<br />
madani.<br />
Oleh Nurhcolish Madjid, umat Islam seharusnya bisa<br />
memusatkan diri pada asas-asas ajaran Islam. Asas-asas
Islam tersebut oleh Nurhcolish Madjid dirinci sebagai<br />
berikut :<br />
1. Konsep Kemanusiaan Universal Islam mengajarkan<br />
bahwa umat manusia itu pada asal mulanya adalah satu.<br />
Perselisihan itu terjadi disebabkan oleh timbulnya “vested<br />
interest” masing-masing kelompok umat manusia, yang<br />
antara lain muncul dalam usaha mereka menafsirkan<br />
ajaran Kebenaran menurut pertimbangan “vested interest”<br />
itu.<br />
2. Tapi meskipun asal manusia itu tunggal, namun<br />
hidupnya menganut hokum (Sunatullah) tentang<br />
kemajemukan (pluralitas), antara lain karena Allah<br />
menetapkan jalan dan pedoman hidup (syir’ah dan minhaj)<br />
yang berbeda-beda untuk berbagai golongan manusia.<br />
Perbedaan itu seharusnya tidak menjadi sebab<br />
perselisihan dan permusuhan, melainkan pangkal tolak<br />
bagi perlombaan ke aras berbagai kebaikan (al-Khayrat).<br />
3. Manusia memang akan selalu berselisih sesamanya,<br />
kecuali mereka mendapatkan rahma Allah (antara lain<br />
karena paham akan grand design Allah tentang<br />
kemajemukan manusia itu). Maka Muhammad SAW, yang<br />
ditegaskan sebagai suri tauladan umat manusia itu, adalah<br />
seorang pribadi yang sangat toleran kepada sesama<br />
manusia, khususnya para sahabat, karena adanya rahmat<br />
Allah itu.<br />
4. Kepada segala golongan umat manusia telah<br />
didatangkan oleh Allah utusannya, guna mengajari mereka<br />
jalan hidup yang benar. Karena itu ada kesatuan asasi<br />
antar semua agama yang benar, dan umat semua Nabi itu
dalah umat yang tunggal.<br />
5. Berdasarkan itu maka umat Islam harus menyiapkan<br />
diri dan memandang ke depan dengan penuh keyakinan<br />
tentang adanya sebuah agama universal, yaitu Islam, yang<br />
di antara banyak inti ajarannya ialah pengakuan akan<br />
keabsahan semua Nabi tanpa membeda-bedakan salah<br />
satu pun antar mereka dan ajaran-ajaran yang mereka<br />
bawa dari Tuhan, betapapun perbedaan syir’ah dan minhaj<br />
yang mereka ketengahkan.<br />
6. Betapapun perbuatan yang terjadi pada kehidupan<br />
manusia di bumi, namun hakikat kemanusiaan akan tetap<br />
dan tidak bakal berubah, yaitu fitrahnya yang hanif, sebagai<br />
wujud perjanjian primordial (azali) antara Tuhan dan<br />
manusia sendiri. Responsisi manusia kepada ajaran<br />
tentang kemanusiaan universal adalah kelanjutan dan<br />
eksternaliassi dari perjanjian primordial itu dalam hidup di<br />
dunia ini.<br />
Asas-asas ajaran Islam yang disodorkan Nurcholish<br />
Madjid semua diambil dari ayat-ayat suci Al-Qur’an. Asasasas<br />
ajaran Islam itu akan menjadi panduan umat Islam<br />
untuk mengembangkan dan mensejajarkan diri di dalam<br />
kehidupan global. Harus diakui secara jujur, sampai<br />
sekarang tidak ada Negara Islam manapun yang mampu<br />
berdiri sejajar dengan Negaranegara Barat dalam<br />
mengadopsi ilmu pengetahuan dan teknologi. Padahal di<br />
jaman Islam Klasik, Islam mapu jadi pilar perkembangan<br />
ilmu pengetahuan dan teknologi.<br />
Memang banyak pemikir menurut John F Haught, Guru<br />
Besar Teologi Universitas Georgetown, sangat yakin
ahwa agama tidak akan pernah bias disamakan dengan<br />
sains. Menurut mereka, kalau anda seorang ilmuwan,<br />
sulitlah membayangkan bagaimana anda secara jujur juga<br />
bisa serentak saleh beriman, setidak-tidaknya dalam<br />
pengertian percaya akan Tuhan. Alasan utama mereka<br />
manarik ini ialah bahwa jelas-jalas tidak dapat<br />
membuktikan kebenaran ajaran-ajarannya dengan dengan<br />
tegas, padahal sains bisa melakukan hal itu. Agama<br />
bersikap diam-diam dan tidak mau memberi petunjuk bukti<br />
konkrit tentang keberadaan Tuhan. Di pihak lain, sains mau<br />
menguji semua hipotesis dan teorinya berdasarkan<br />
“pengalaman”. Agama tidak bisa melakukan hal tersebut<br />
dengan cara yang bisa memuaskan pihak yang netral,<br />
klaim kaum skeptic; karena itu, harus ada suatu<br />
“pertentangan” antara cara-cara pemahaman ilmiah dan<br />
pemahaman keagamaan.<br />
Bagi Haught, baik catatan-catatan sejarah maupun<br />
pertimbanganpertimbangan ilmiah filosofis, keduanya<br />
tampak memperkuat keputusan yang serba kabur itu. Dari<br />
segi sejarah, kita perlu ingat kembali beberapa contoh<br />
yang sudah jelas: penyiksaan oleh gereja terhadap Galileo<br />
pada abad ke-17 dan tersebarnya agama serta teologi<br />
yang anti teori evolusi Darwin pada abad-19 dan 20.<br />
Lambatnya pemikiran keagamaan (teologi) menerima<br />
gagasan-gagasan ilmiah seperti itu, dan fakta bahwa<br />
banyak orang yang beriman kepada Tuhan masih<br />
membenci mereka, memberi kesan bahwa agama tidak<br />
akan pernah bisa akur dengan sains. Oleh karena itu<br />
begitu banyak orang yang beriman kepada Tuhan menolak
temuan-temuan astronomi, fisika, dan biologi, apakah lalu<br />
mengherankan bahwa agama secara inheren memang<br />
memiliki sifat bermusuhan dengan sains, dengan ilmu<br />
pengetahuan?<br />
Haught mencatat masih ada hal yang lebih penting dari<br />
pertimbanganpertimbangan histories ini, yaitu kendalakendala<br />
filosofis (khususnya epistemologis) yang diberikan<br />
oleh agama dan teologis terhadap kaum skeptic ilmiah.<br />
Masalah utama di sini, ialah bahwa pemikiran-pemikiran<br />
keagamaan tampaknya tidak bisa diuji berdasarkan<br />
pengalaman. Rupanya, mereka mau mengecualikan diri<br />
dari ketatnya pengujian oleh publik, padahal sains selalu<br />
menguji pemikiran-pemikiran melalui pengujian terbuka.<br />
Kalau penelitian empiric membuktikan bahwa sebuah<br />
hipotesis ilmiah itu ternyata keliru, sains dengan suka rela<br />
membuangnya dan mencoba mencari cara lain dengan<br />
tetap patuh pada proses pengujian yang sama ketat<br />
Inilah pernyataan Haught, dapatkah anda melakukan hal<br />
yang sama dengan ajaran-ajaran agama? Bukankah<br />
mereka menghindari semua percobaan untuk<br />
membuktikan kebenaran mereka berdasarkan<br />
pengamatan? Bukankah kaum teis, misalnya, terus saja<br />
percaya kepada Tuhan kendati mereka menyaksikan<br />
segala hal ikhwak di dunia ini, termasuk pebderitaan dan<br />
kejahatan? Bukankah Yudaisme misalnya, berkata tentang<br />
Tuhan sebagai berikut ,”Sekalipun Dia Membunuhku, aku<br />
akan tetap percaya kepada-Nya?” Bukankah karena itu<br />
semua interpretasi religius terhadap dunia, pada dasarnya,<br />
tidak terpengaruh oleh pandangan kontradiktif terhadap
agama itu sendiri, sesuatu yang kita sungguh-sungguh<br />
alami?.<br />
Haught mencoba memberi beberapa interpretasi dan<br />
gambarangambaran filosofis perihal pertentangan antara<br />
agama dan sains, dan mencoba memberi peta yang jelas<br />
antara dua kutub itu. Hanya saja menurut Haught dapatkah<br />
agama memperlihatkan keterbukaan yang sebanding?<br />
Kaum skeptic ilmiah (yakni orang-orang yang menolak<br />
agama atas nama sains) menyatakan bahwa agama tidak<br />
mempunyai keneranian yang kuat seperti sains. Hipotesis<br />
Tuhan, misalnya, tampaknya benar-benar melampaui<br />
falsifikasi sehingga tidak bisa diterima di hadapan<br />
pengadilan sains. Dapatkah anda membayangkan suatu<br />
situasi dan pengalaman yang kiranya bisa menuntut anda<br />
menyangkal kebenaran Tuhan? Kalau ternyata tidak bisa,<br />
ide Tuhan itu pasti tidak dapat difalsifikasi dan karena itu<br />
tidak usah dianggap serius.<br />
Pernyataan-pernyataan ini memang terasa ekstrim, tapi<br />
dalam kerangka kerja ilmiah, mempersoalkan hubungan<br />
agama dan ilmu pengetahuan, bukanlah persoalan tabu.<br />
Pernyataan-pernyataan ini berkait erat dengan upaya untuk<br />
mempertegas hubungan sinergis antara keduanya. Jadi<br />
sebenarnya antara agama dan sains memiliki potensi<br />
untuk saling mendukung. Hanya saja perbedaan yang<br />
nyata, sains atau ilmu pengetahuan, tidak mau menerima<br />
begitu saja segala sesuatu sebagai yang benar. Ia harus<br />
diuji secara ilmiah dan penelitian objektif untuk melihat<br />
sebuah kebenaran. Sementara agama, bersandar pada<br />
asumsi-asumsi keyakinan. Agama bertumpu pada
imajinasi liar yang memiliki keterkaitan dengan iman,<br />
sementara sains bertumpu pada fakta yang diamati.<br />
Agama menurut Haught merujuk pada emosi, penuh gairah<br />
dan subjektif, sedangkan sains atau ilmi pengetahuan,<br />
berusaha untuk tidak memihak, tidak terlalu bergairah dan<br />
objektif.<br />
Maksud Haught mungkin, agama merujuk pada emosi,<br />
penuh gairah dan subjektif karena ia berangkat pada<br />
keyakinan atau keimanan kepada Tuhan. Ia haruslah<br />
berdasarkan emosi (ghirah), penuh gairah dalam<br />
melaksanakan ritual keagamaan. Cara-cara ritual tentu<br />
harus penuh gairah, harus ada emosi untuk mendekatkan<br />
diri kepada Sang Khalik. Tanpa emosi dan gairah, ia<br />
hanya menjadi bentuk peribadatan yang hampa tanpa roh.<br />
Emosi dan penuh gairah itu tentu berpijak pada sikapsikap<br />
subjektif. Tanpa sikap subjektif jangan harap,<br />
perilaku keberagamaan seseorang akan menemui puncak<br />
ekstase.<br />
Maka secara pribadi saya tidak sepakat dengan<br />
pikieran Bryan Appleyard, wartawan Inggris, dalam buku<br />
yang controversial, Understanding the Present: Science<br />
and the Soul of Modern Man, bahwa sains atau ilmu<br />
pengetahuan, “secara spiritual bersifat merusak, yaitu<br />
dengan mengikis habis otoritas-otoritas dan tradisi-tradisi<br />
kuno,” akibatnya pengalaman modern pun kehilangan<br />
makna tradisionalnya. Oleh karena itu, sains pun dari<br />
dalamnya sendiri tidak sanggup lagi berdampingan<br />
dengan agama. Sains bukanlah sebuah jalan pengetahuan<br />
yang benar-benar netral; ia merupakan sebuahkekuatan
subversive dan bahkan demonic yang telah membuat<br />
kebudayaan kita kehilangan substansi spiritualnya. Lebih<br />
lanjut, Appleyard mengatakan bahwa adalah tidak mungkin<br />
bagi seseorang untuk serentak bersikap religius dan ilmiah<br />
secara jujur serta tegas.<br />
Pikiran Appleyard terasa kaku dan penuh dengan<br />
sinisme. Padahal di pihak lain banyak ilmuwan dan teolog<br />
tidak menemukan perbedaan antara agama dan sains.<br />
Menurut mereka, masing-masing mempunyai validitasnya<br />
sendiri, meskipun hanya dalam batas ruang lingkup<br />
penyelidikan. Appleyard tidak menyadari bahwa agama,<br />
terutama Islam, memiliki semangat ilmiah tumbuh subur<br />
dan tidak bertentangan dengan semangat keberagamaan.<br />
Osman Bakar, seorang tokoh filosof Malaysia<br />
Kontemporer, melihat kesadaran beragama orang Islam<br />
pada dasarnya adalah kesadaran akan Keesaan Tuhan.<br />
Semangat ilmiah tidak bertentangan dengan kesadaran<br />
religius, karena ia merupakan bagian yang terpadu dengan<br />
Keesaan Tuhan itu.<br />
Dalam setiap upaya untuk menghidupkan tradisi ilmiah<br />
Islam di dunia kontemporer, atau menciptakan sebuah<br />
sains tentang alam semesta yang sekaligus baru dan<br />
tradisional, menurut Osman Bakar, salah satu masalah<br />
pokok yang membutuhkan perhatian khusus dan peru<br />
ditangani dan dipecahkan secara menyeluruh adalah<br />
masalah metodologi. Osman Bakar merasa masalah ini<br />
penting bagi kita karena, pada kenyataannya, terdapat<br />
perbedaan-perbedaan fundamental antara konsepsi<br />
metodologi sains dalam Islam, atau dalam semua
peradaban tradisional lainnya, misalnya peradaban China<br />
atau India, dengan konsepsi metodologi dalam sains<br />
modern.<br />
Berbicara tentang metodologi dalam benak Osman<br />
Bakar, berarti bicara tentang cara-cara atau metodemetode<br />
yang dengannya manusia dapat memperoleh<br />
pengetahuan tentang Realitas, baik dalam segi maupun<br />
keseluruhan aspeknya. Oleh karena itu, bicara tentang<br />
metodologi pertamatama, adalah berbicara tentang<br />
manusia yang merupakan kutub subjektif pengetahuan,<br />
maksudnya, subjek yang mengetahui.<br />
Kutub ini terdiri atas semua fakultas dan kakuatan untuk<br />
mengetahui yang ada pada manusia, yang pada dasarnya<br />
bersifat hirarkis. Dengan kata lain, manusia memiliki<br />
berbagai tingkat kesadran. Selanjutnya berbicara tentang<br />
metodologi berarti berbicara tentang alam semesta, yang<br />
merupakan kutub objektif pengetahuan, maksudnya, objek<br />
yang diketahui, dan yang juga bersifat hirarkis. Dengan<br />
kata lain, alam semesta memiliki berbagai tingkat wujud<br />
atau eksistensi. Metodologo pengetahuan (al-‘ilm) Islam,<br />
tepatnya berkaitan dengan hubungan esensial antara<br />
hirarki fakultas pengetahuan manusia dan hirarki alam<br />
semesta, dan dengan prinsip-prinsip yang mengatur<br />
hubungan itu.<br />
Dalam sejarah intelektual Islam, kita mewarisi sejumlah<br />
besar literature yang membahas persoalan metodologi<br />
pengetahuan. Semua mazhab intelektual yang berbedabeda<br />
dalam Islam, seperti mazhab-mazhab dalam ilmu<br />
kalam, mazhab-mazhab dalam filsafat Islam:
masysya’iyyah (paripatetik), isyraqiyyah (iluminasionis) dan<br />
al-hikmah al muta’aliyah (teori transenden), dan juga<br />
mazhab-mazhab dalam ma’rifah (gnosis), yang sering<br />
dikaitkan denganpara sufi, telah menyentuh persoalan yang<br />
sama, tapi dari perspektif yang berbeda, dengan titik-titik<br />
penekanan yang berbeda dan berakhir pada pandangan,<br />
serta dengan derajat kehebatan intelektual, kecanggihan,<br />
dan keajegan yang berbeda pula. Secara detail Sayyed<br />
Hossein Nasr mengungkapkan persoalan ini dengan cukup<br />
bagus.<br />
Dari Paparan dia di atas, Osman mau menegaskan,<br />
bahwa terdapat hubungan konseptual yang dalam antara<br />
dimensi batiniah Islam, kedalam dan keluasan pemikiran<br />
ilmiah orang Islam, dan ilmu pengetahuan alam yang<br />
disemaikan dalam peradaban Islam. Upaya untuk<br />
menghidupkan kembali sains Islam di dunia modern<br />
menghendaki agar kita sekali lagi, mencurahkan perhatian<br />
yang besar pada keterkaitan yang erat itu.<br />
Kultur Pendidikan<br />
Hubungan konseptual antara dimensi batiniah Islam,<br />
kedalaman dan keluasan pemikiran ilmiah orang Islam,<br />
seperti yang dipaparkan Osman Bakar, sejatinya adalah<br />
menghidupkan pendidikan dalam kutub kehidupan<br />
masyarakat. Kultur pendidikan bisa saja berkembang<br />
pesat jika didukung oleh berbagi komponen yang ada di<br />
masyarakat. Komponen-komponen tersebut akan menjadi<br />
kekuatan utuh bagi terciptanya kultur pendidikan. Apalagi<br />
di Kota Tangerang, dimana program pembangunan 217<br />
sarana dan prasarana fasilitas pendidikan sedang
diakses, keterlibatan aktif dari berbagai komponen,<br />
pembangunan 217 sarana dan prasarana fasilitas<br />
pendidikan kurang afdhol.<br />
Tentu saja, dukungan dari berbagai komponen itu,<br />
sebagai bentuk perwujudan partisipasi publikdalam<br />
menciptakan dan menumbuhkan kultur pendidikan di Kota<br />
Tangerang. Perlunya dukungan dari semua pihak karena<br />
pembangunan sarana dan prasarana fasilitas pendidikan<br />
di Kota Tangerang, akan memiliki pengaruh bagi<br />
keberlangsungan kehidupan generasi mendatang. Kaum<br />
terpelajar atau kaum inteligensia dalam sejarah<br />
kebangkitan bangsa Indonesia, selalu memberi andil yang<br />
tidak kalah besar dengan komponen masyarakat lain.<br />
Bahkan bisa dikatakan setiap lajur sejarah bangsa, kaum<br />
terpelajar atau kaun intelegensia, memiliki andil luar biasa.<br />
Dalam lajur sejarah modern pergerakan politik,<br />
ekonomi, social dan budaya nasional mencatat peran<br />
kaum terpelajar dalam dinamika pergulatan masyarakat,<br />
amat menonjol. Pergulatan yang sangat menonjol itu terlihat<br />
sejak menjelang akhir abad ke-19 dengan munculnya<br />
sejumlah kalangan terpelajar yang melakukan kritis<br />
terhadap pemerintah colonial. Kaum terpelajar yang kritis<br />
ini secara tidak langsung membangkitkan semangat untuk<br />
melakukan perlawanan terhadap kaum penjajah.<br />
Fenomena yang cukup menarik, disamping aktif langsung<br />
di jalur politik, kaum terpelajar yang sangat kritis di masa<br />
Boedi Oetomo, banyak juga yang aktif sebagai wartawan<br />
atau kolomnis. Nama-nama seperti Abdul Rivai (1871-<br />
1933), Dr.Danudirdja Setiabudi atau EFE Douwes Dekker
(1879-1950), juga Djokomono alias RM Tirtohadisoerjo<br />
(1875-1918).<br />
Di satu sisi ada sebagian kaum terpelajar yang<br />
bergerak dan memilih jalur organisasi sebagai senjata<br />
mereka untuk melakukan perlawanan terhadap kekuasaan<br />
colonial. Sebutlah Boedi Oetomo (1908), yang bercorak<br />
kedaerahan, Sarekat Dagang Islam (1911), yang<br />
kemudian berubah menjadi Sarekat Islam, Indische Partij<br />
(1912), Indonesia Verenieging atau Perhimpunan<br />
Indonesia, dan kemudian menyusul jong-jong kedaerahan<br />
atau keagamaan. Sejarah ini, secara tidak langsung<br />
memberi agmbaran bahwa peran kaum terpelajar memiliki<br />
peranan yang sangat dominant dalam konstelasi politik<br />
Indonesia.<br />
Dalam konteks inilah, saya teringat ketika Mohamad<br />
Hatta, proklamator kita, berbicara pada tahun 1957 di<br />
Universitas Indonesia. Ketika itu Bung Hatta sudah mantan<br />
Wakil Presiden RI, menyodorkan istilah “inteligensia” ke<br />
dalam percaturan pemikiran intelektual Indonesia. Sambil<br />
memperlihatkan kedudukan dan peranan kaum inteligensia<br />
yang istimewa dalam masyarakat Indonesia, ia juga<br />
mengingatkan bahwa kedudukan dan peranannya yang<br />
penting dan dihargai itu justru mengimplikasikan tanggung<br />
jawabnya. Bung Hatta kemudian memaparkan lebih jauh<br />
perihal kaum inteligensia sebagai berikut:<br />
Dalam segala hal ini, kaum inteligensia tidak bisa<br />
bersikap pasif, menyerahkan segala-galanya kepada<br />
mereka yang kebetulan menduduki jabatan yang<br />
memimpin dalam Negara dan masyarakat. Kaum
inteligensia adalah bagian dari rakyat, warganegara yang<br />
sama-sama mempunyai hak dan kewajiban. Dalam<br />
Indonesia yang berdemokrasi, ia ikut serta<br />
bertanggungjawab tentang perbaikan nasib bangsa. Dan<br />
sebagai warganegara yang terpelajar, yang tahu<br />
menimbang buruk dan baik, yang tahu menguji benar atau<br />
salah dengan pendapat yang beralasan, tanggung<br />
jawabnya seperti saya katakana tadi adalah intelektuil dan<br />
moril. Intelektuil karena mereka dianggap golongan yang<br />
mengetahui; moril karena masalah ini mengenai<br />
keselamatan masyarakat, sekarang dan kemudian.<br />
Pikiran Hatta dalam banyak hal, ingin menjelaskan<br />
bahwa kaum inteligensia dengan sendirinya memikul<br />
tanggungjawab yang lebih besar ketimbang golongan<br />
masyarakat manapun. Karena kaum inteligensia atau<br />
kaum terpelajar adalah kaum yang mengetahui banyak hal<br />
yang terjadi di masyarakat. Untuk itu, sangat wajar jika<br />
sejak dini, komponen-komponen yang menunjang agar<br />
generasi sekarang memiliki sarana dan prasarana fasilitas<br />
yang bagus dan memadai dalam proses belajar mengajar,<br />
sangat masuk akal.<br />
Seperti diketahui bersama, generasi yang sekarang<br />
sedang mengenyam pendidikan, adalah pilar yang<br />
menentukan untuk pertumbuhan dan perkembangan<br />
kehidupan politik di masa datang. Untuk itu tidak ada<br />
alasan untuk menolak bahwa kehidupan generasi masa<br />
datang harus lebih baik dari masa kini. Bung Hatta benar<br />
bahwa kaum terpelajar memikul tanggung jawab yang<br />
besar, maka sangat wajar jika dari kalangan terdidik ini
harus diberi prioritas dalam proses belajar mengajar. Dari<br />
persoalan ini, khususnya pembangunan sarana dan<br />
prasarana fasilitas pendidikan, barangkali bisa diajukan<br />
berbagai pertanyaan, agar kita semua mendapat titik<br />
terang dalam melihat dan memandang kebijakan<br />
pembangunan serempak ini :<br />
1. Dapatkah kita menerima pembangunan serempak<br />
sarana dan prasarana fasilitas pendidikan dengan<br />
pertimbangan untuk kehidupan generasi masa datang?<br />
2. Dapatkah berbagai komponen masyarakat mampu<br />
menjadi pendukung utama dengan mengabaikan berbagai<br />
perbadaan pandangan tentang pembangunan serempak<br />
ini?<br />
3. Tanpa mengabaikan perbadaan pandangan,<br />
dapatkah kita menerima eksistensi sarana dan prasarana<br />
fasilitas pendidikan sebagai akselerasi pendidikan<br />
generasi masa depan, agar tangguh, berwibawa, dan<br />
memiliki kemampuan tidak hanya pada daya nalar juga<br />
skill individu yang kualitasnya di atas rata-rata?<br />
4. Dengan asumsi pendidikan untuk generasi masa<br />
datang yang lebih baik, bisakah kita menerapkan<br />
pengertian di dalam diri kita, bahwa untuk terciptanya<br />
masyarakat sipil (civil society) harus dibentuk dan<br />
dibangun generasi atau masyarakat berpendidikan, civil<br />
education, yang lebih baik dan berkopetisi.?<br />
5. Apabila kita mampu bersepakat untuk membangun<br />
generasi yang lebih baik, bisakah kita menyisihkan waktu<br />
untuk menjenguk dan memeriksa kembali sarana dan<br />
prasarana fasilitas pendidikan yang ada di Kota
Tangerang? Bukankah cara seperti ini akan memudahkan<br />
cara pandang dan cara kerja kita dalam merespon<br />
perkembangan dan pertumbuhan pendidikan di Kota<br />
Tagerang?<br />
6. Dengan melakukan berbagi pertanyaan di atas,<br />
kemungkinan besar berbagai persoalan perihal sarana<br />
dan prasarana fasilitas pendidikan di Kota Tangerang bisa<br />
diakses dengan baik. Tapi sudahkah kita semua<br />
mempersiapkan disr?<br />
Inilah beberapa pertanyaan yang layak untuk kita beri<br />
jawaban, agar pembangunan sarana dan prasarana<br />
fasilitas pendidikan di Kota Tangerang, bisa berjalan<br />
lancer. Dan kelancaran pembangunan serempak itu, mau<br />
tak mau, harus melibatkan partisipasi waga dengan<br />
berbagai keahlian yang ada dalam diri warga itu sendiri.<br />
Perlibatan warga dalam proses pembangunan dan<br />
rehabilitasi sekolah ini, sebagai bentuk kerja sama antara<br />
unsur-unsur yang ada di masyarakat dengan aparatur<br />
Negara. Realitas-realitas di lapangan yang saya ketahui<br />
berdasarkan laporan dan kemudian saya melihat secara<br />
berkali-kali di lapangan, sangat memprihatinkan dan cukup<br />
mengejutkan. Duania pendidikan ternyata tidak menjadi<br />
perhatian banyak orang, ketika orang punya komitmen<br />
membangun sumber daya manusia, tetapi sector<br />
pendidikan berada dalam titik nadir.<br />
Di lapangan saya temukan sekolah-sekolah dilapangan<br />
berada dalam keadaan miring, retak dan rawan banjir,<br />
lantainya berdebu dan becek, bangkunya berhimpitan di<br />
dalam satu kelas, harusnya untuk 40 anak, ternyata sampai
50 anak. Tak ada kelas ideal.<br />
Ini adalah salah satu alasan membangun pembangunan<br />
sekolah serempak. Di satu pihak saya punya komitmen<br />
untuk memajukan dunia pendidikan, dan dilain pihak, saya<br />
melihat kenyataan-kenyataan di lapangan yang sangat<br />
mengagetkan dan mengejutkan. Dan saya piker perlu ada<br />
upaya rehabilitasi di dunia pendidikan.<br />
Di sisi lain, saya memang cocern terhadap sumber<br />
daya manusia, bagaimana Kota Tangerang bisa<br />
berkompetitif di era global, jika dunia pendidikan tertinggal.<br />
Hal lain, saya punya obsesi sejak kecil untuk membangun<br />
sarana pendidikan yang bagus, bagus fisik dan bagus<br />
kualitasnya. Ini tentu untuk merombak pencitraan awal,<br />
yang selama ini berkembang di ranah public, bahwa<br />
Tangerang identik dengan kota industri, kota pabrik. Tapi<br />
sayangnya realias ini tidak diimbangi dengang sumber<br />
daya manusia.<br />
Ketika pabrik datang di Kota Tangerang, sumber daya<br />
manusia tidak siap, dan kondisi ini mempercepat<br />
keterpurukan dari sumber daya manusia yang berkualitas.<br />
Situasi ini mendorong saya untuk mempercepat proses<br />
pembangunan pendidikan di Kota Tangerang. Inilah yang<br />
mendorong saya untuk membangun Kota Tangerang<br />
dengan memegang teguh komitmen pendidikan.<br />
Kenyataan-kenyataan di lapangan, sarana bangunan<br />
sekolah yang rusak, perpustakaan yang kacau balau dan<br />
laboratorium yang tidak memadai, mendesak saya untuk<br />
dengan segera membangun pendidikan di Kota<br />
Tangerang.
Tentu saja, pembangunan sarana dan prasarana fisik<br />
ini harus ditunjang dengan kompetensi para guru, termasuk<br />
dana insentif dan lain sebagainya. Jadi ini memang<br />
komitmen kebijakan politik dan kemauan dari pemerintah<br />
Kota ini, diarahkan kea rah pendidikan. Karena selama ini<br />
pencitraan Kota Tangerang adalah kota anak nakal, kota<br />
penjara, kota kusta, pabrik. Dari sinilah saya ingin<br />
membangun Kota tangerang dengan kultur pendidikan,<br />
satu kultur yang mencoba meratifikasi berbagai persoalan<br />
dengan nilai-nilai pendidikan di segala bidang.<br />
Seperti diketahui bersama, Kota Tangerang adalah<br />
kota yang penduduknya dipenuhi semangat<br />
egalitarianisme, terbuka, masyarakat yang menghargai<br />
orang lain, santun dan dalam sejarah politik, Tangerang<br />
tangerang tidak pernah berada dalam cengkeraman<br />
kekuasaan colonial dan raja-raja. Masyarakat Tangerang<br />
adalah masyarakat yang merdeka. Pada masyarakat<br />
merdeka, masyarakat yang bebas, memang kultur atau<br />
kesenian tradisional tidak menonjol dan gampang<br />
menerima nilai-nilai dari luar, sepanjang nilai itu tidak<br />
menurunkan prestise, harga diri masyarakat Tangerang.<br />
Dan Kultur kesenian yang ada selama ini datang dari suku<br />
bangsa-bangsa, seperti China.<br />
Jika kita sepakat, bahwa aktualisai nilai-nilai<br />
pertumbuhan dan perkembangan masyarakat banyak<br />
dipengaruhi oleh kultur pendidikan masyarakatnya, kenapa<br />
kita ragu menaruh investasi dalam dunia pendidikan dalam<br />
berbagai bentuk. Investasi yang sangat berguna adalah<br />
peran aktif masyarakat dan kontrbusi pemikiran ini, tak
isa dipungkiri memiliki peran yang sangat besar untuk<br />
mensukseskan pembangunan Kota Tangerang yang<br />
memiliki kultur pendidikan.<br />
Kultur pendidikan di Kota Tangerang ini akan tercipta<br />
jika semua pihak mau melibatkan diri secara total tanpa<br />
melihat golongan, asal usul partai, kaya miskin, dan<br />
jabatan. Perlibatan total ini dibutuhkan untuk mensuport<br />
keberlangsungan pendidikan di Kota Tangerang, agar bisa<br />
berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.<br />
Untuk itu, pembangunan serempak ini, mau tak mau,<br />
harus bisa dijadikan tonggak untuk menjadikan Kota<br />
Tangerang sebagai kota yang memiliki kepedulian lebih<br />
terhadap sector pendidikan. Pembangunan serempak ini<br />
juga bisa dijadikan pencitraan tentang Kota Tangerang<br />
sebagai kota yang memiliki kultur pendidikan. Kultur<br />
pendidikan memang harus diciptakan dan<br />
ditumbuhkembangkan, agar semua pihak merasa menjadi<br />
bagian dari ikon pendidikan itu sendiri.<br />
Anjuran perlunya menciptakan pendidikan sebagai<br />
sarana melakukan eksplorasi pengetahuan dan<br />
meningkatkan kualitas manusia, secara tidak langsung,<br />
adalah anjuran untuk menjadi manusia yang memiliki<br />
kualitas yang bagus, yang mampu menjadi tauladan dan<br />
panduan bagi manusia yang lain. Al-Quran sendiri secara<br />
tegas memberi panduan tentang perlunya membangun<br />
peradaban manusia, agar memiliki integritas diri dan<br />
menjadikan yang terbaik dalam lajur kehidupan duniawi.<br />
Kamu adalah bangsa (ummah) yang terbaik dari<br />
seluruh manusia; mengajak kepada apa-apa yang baik,
mencegah kemungkaran, dan beriman pada Allah (QS, 3<br />
ayat 110)<br />
Ayat di atas adalah panduan bagi kita, agar sebagai<br />
umat memiliki pegangan dalam melaksanakan aktivitas<br />
sehari-hari, dan mampu menciptakan peradaban yang<br />
tinggi dan besar, yang dilandasi nilai-nilai spiritual serta<br />
nilai-nilai moral, yang bisa menjadi penentu kualitas hidup<br />
manusia. Ayat di atas juga memberi isyarat bahwa kita<br />
harus jadi “ kelompok teladan” di antara kelompokkelompok<br />
manusia. Ini artinya, berlomba-lomba merengkuh<br />
ilmu pengetahuan adalah perlu dan harus dikerjakan oleh<br />
kita.
Daftar Pustaka<br />
Albrow, Marin, Bureaucracy — terj.M Rusli Karim &<br />
Totok Daryanto, Birokrasi, (Yogyakarta; Tiara<br />
Wacana,1989)<br />
Andreski,Stanislav,Max Weber on Capitalism,Bureaucracy<br />
and Religion — terj.Hartono,Max Weber:<br />
Kapitalisme,Birokrasi dan agama, (Yogyakarta: Tiara<br />
Wacana, 1996)<br />
Billah, M.m.,”Good Governance and Control Social”,<br />
Majalah Prisma, 1996<br />
Budiman, Arief, Teori Negara: Negara, kekuasaan, dan<br />
ideology, (Jakarta: Gramedia, 1996),<br />
-----, Teori Pembangunan Dunia ketiga, (Jakarta:<br />
Gramedia, 1995)<br />
Cernea, Michael M. (ed), Mengutamakan Manusia dalam<br />
Pembangunan --- terj. Basilius bengo Tuku, (Jakarta: UI-<br />
Press,1988)<br />
Effendi, Sofian, “Pelayanan Publik, Pemerataan, dan<br />
Administrasi Negara” Majalah Prisma, 1996<br />
Fakih, Mansour, Masyarakat Sipil untuk Tranformasi<br />
Sosial,(Yogyakarta: Pustaka pelajar, 1996)<br />
-----, Sesat Piker Teori Pembangunan dan globalisasi,<br />
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar dan Insist Press, 2001)<br />
Habermas, Jurgen, Legitimation Crisis, (London: Beacon<br />
Press,1973)<br />
-------, The Theory of Communicative Action,(London:<br />
Beacon Press, jilid II: 1987)
Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah, (Yogyakarta: Tiara<br />
Wacana, 1994)<br />
Madjid, Nurcholish, Tradisi Islam, Peran dan fungsinya<br />
dalam pembangunan di Indonesia, (Jakarta: Paramadina,<br />
1997)<br />
Nogroho, Iwan, “Modal Sosial dan PembangunanKota”,<br />
Majalah Prisma, 1997<br />
Abdurrahman, Moeslim, “Islam Transformatif”, (Jakarta:<br />
Pustaka Firdaus, 1995)<br />
Freire, Paulo,”Pendidikan sebagai praktik<br />
pembebasan”….(Jakarta: Gramedia, 1984)<br />
Soejadmoko, Dimensi manusia dalam pembangunan,<br />
(Jakarta: LP3ES, 1986)<br />
------,Etika pembebasan, (Jakarta: LP3ES, 1996)<br />
------,Pembangunan dan kebabasan, (Jakarta:<br />
LP3ES,1984)<br />
------,Kebudayaan Sosialis, (Jakarta: Melibas, 2001)
ZIARAH BUDAYA KOTA<br />
TANGERANG<br />
MENUJU MASYARAKAT BERPERADABAN<br />
AKHLAKUL KARIMAH<br />
Oleh: Wahidin Halim<br />
Wali Kota Tangerang<br />
BAB DUA<br />
Asal Usul Budaya Lokal<br />
Gambang Kromong<br />
Peh Chun<br />
Tari Cokek<br />
Tamu Terhormat
Dinamis dan Erotis<br />
Isi Buku<br />
Tentang Penulis<br />
Isi Buku<br />
BAB SATU<br />
Jejak Sejarah Tangerang<br />
Asal Usul China Benteng<br />
Kampung Teluk Naga<br />
China Benteng<br />
Tragedi China Benteng<br />
Bangunan Bersejarah<br />
Bendungan Pintu Sepuluh<br />
Jaringan Drainase<br />
Kelenteng Boen San Bio<br />
Asal Mula Kata Kelenteng<br />
Situs Bersejarah<br />
Kelenteng Boen Tek Bio<br />
Rumah Tua Kapitan Tionghoa<br />
Tradisi Perkawinan Chiou Thaou
Makan 12 Mankuk<br />
Taburan Beras Kuning<br />
Musik Tanjidor<br />
BAB TIGA<br />
Jatidiri Masyarakat Kota Tangerang<br />
Kota Tangerang Berubah<br />
Kota Seribu Pabrik<br />
Peluang Investasi<br />
Pengembangan Industri<br />
Mewujudkan Visi<br />
Menjalankan Misi<br />
A. Pemulihan Ekonomi<br />
B. Peningkatan Pelayanan Pendidikan, Kesehatan dan<br />
Kesejahteraan<br />
Sosial<br />
Potensi Urban Heritage Tourism<br />
Perda Cagar Budaya<br />
Landmark Kota<br />
BAB EMPAT<br />
Pembangunan Peradaban<br />
Daftar Pustaka BAB SATU<br />
Jejak Sejarah Tangerang<br />
AWAL mula berdirinya bebrapa kerajaan dan kota
esar di bumi ini umumnya diliputi mitos. Kekosongan data<br />
sejarah diisi dengan cerita legendaries. Demikian halnya<br />
dengan Roma, yang katanya didirikan oleh Romulus dan<br />
Romus, kakak beradik yang dibesarkan oleh seekor<br />
srigala. Demikian juga juga diceritakan tentang negeri<br />
Matahari Terbit yang dikaitkan keturunan dewi matahari,<br />
yang sampai kini menghiasi bendera kebangsaan Jepang.<br />
Tetapi tidak jika kita berbicara sejarah Tangerang,<br />
yang tidak bisa dilepaskan dari empat hal utama yang<br />
saling terkait. Keempat hal itu adalah peranan Sungai<br />
Cisadane; lokasi Tangerang di tapal batas antara Banten<br />
dan Jakarta; status bagian terbesar daerah Tangerang<br />
sebagai tanah partikelir dalam jangka waktu lama; dan<br />
bertemunya beberapa etnis dan budaya dalam masyarakat<br />
Tangerang.<br />
Sungai Cisadane membujur dari selatan didaerah<br />
pegunungan ke utara di daerah pesisir. Sungai ini amat<br />
berperan penting dalam kehidupan masyarakat di<br />
sepanjang daerah aliran sungai (DAS) hingga dewasa ini.<br />
Yang berubah hanyalah jenis peranannya. Sejak zaman<br />
kerajaan Tarumanegara (abad ke-15) hinggga awal zaman<br />
Hindia Belanda (awal abad ke-19), sungai ini berperan<br />
sebagai sarana lalu lintas air yang menghubungkan daerah<br />
pedalaman dengan daerah pesisir.<br />
Disamping itu, sungai Cisadane juga menjadi sumber<br />
penghidupan manusia yang bermukim di sepanjang DAS<br />
ini. Antara lain untuk mengairi areal persawahan dan<br />
perikanan di daerah dataran rendah bagian utara<br />
Tangerang.
Dengan peran yang pertama itu, hasil bumi dari daerah<br />
pedalaman (lada, beras, kayu, dan lain-lain) dapat<br />
dipasarkan ke daerah pesisir dan luar daerah Tangerang.<br />
Sebaliknya, keperluan hidup penduduk pedalaman seperti<br />
garam, kain, gerabah, dan lain-lain, dapat didatangkan<br />
daerah pesisir dan luar daerah Tangerang. Sementara,<br />
peranan kedua dapat meningkakan produksi pertanian,<br />
terutama produksi beras, selain untuk mencegah bahaya<br />
banjir.<br />
Sejatinya, pada awal abad ke-16, zaman kerajaan<br />
Sunda, Tangerang tampil sebagai kota pelabuahn<br />
bersama-sama Banten dan Sunda Calapa sebagaimana<br />
tertulis dalam Summa Oriental karangan Tome Pires,<br />
orang Portugis yang memuat laporan kunjungan dari 1512-<br />
1515. Dokumen tersebut menurut A. Heuken SJ, ahli<br />
sejarah Jakarta, adalah dokumen tertua yang menyebut<br />
nama ini. Sunda Calapa atau Chia liu-pa (menurut Ma<br />
Huan, muslim China yang menulis laporan pelayaran<br />
armada Laksamana Zeng-Ho, yang kapal-kapalnya<br />
mengunjungi Pantai Ancol pada awal abad ke XV) adlah<br />
nama pelabuhan tertua di Jakarta.<br />
Yang berbeda diantara ketiga pelabuhan di Tangerang,<br />
Banten dan Jakarta itu hanyalah tingkatan kualitas dan<br />
kuantitas kegiatannya. (sunda) Calapa menjadi pelabuhan<br />
paling sibuk ketika itu lantaran lokasinya paling dekat dan<br />
dapat berhubungan langsung melalui jlan darat dan jalan air<br />
(Sungai Ciliwung) dengan Pakuan Pajajaran yang menjadi<br />
ibu kota kerajaan Sunda. Selain itu, (Sunda) Calapa
menjadi pusat kota pelabuhan Kerajaan Sunda.<br />
Dibawahnya adalah kota pelabuhan Banten yang<br />
merupakan kota pelabuhan paling barat Pulau Jawa.<br />
Posisi Banten juga sangat strategis, setelah Malaka<br />
diduduki oleh Portugis pada 1511 lantaran Selat Sunda<br />
dan pesisir barat Sumatera menjadi jalur utama<br />
perdagangan.<br />
Sedangkan Pelabuhan Tangerang termasuk pelabuhan<br />
yang sepi hingga menempati peringkat paling bawah<br />
kesibukannya, karena lokasinya berada diantara dan<br />
berdekatan dengan Banten dan (Sunda) Calapa. Lokasi<br />
ketiga kota pelabuhan berada disekitar muara sungai,<br />
yaitu Sungai Cibanten bagi kota pelabuhan Banten, Sungai<br />
Cisadane bagi kota pelabuhan Tangerang, dan Sungai<br />
Ciliwung bagi kota pelabuhan Calapa.<br />
Selanjutnya, sejak pertengahan abad ke-16 Banten dan<br />
Calapa (berubah menjadi Jayakarta sejak berada di<br />
bawah kuasa Islam pada 1527) mengembangkan diri<br />
menjadi pusat kegiatan pemerintahan dan perdagangan.<br />
Didukung oleh Cirebon dan Demak, Banten meningkat<br />
pesat sebagai pusat penyebaran agama Islam,<br />
pemerintahan, dan perniagaan laut (maritim) di Tatar<br />
Sunda bagian barat dan Sumatera bagian selatan. Puncak<br />
keemasan Kesultanan Banten berlangsung sekira<br />
pertengahan abad ke-17, pada masa pemerintahan Sultan<br />
Abulmafakir Mahmud Abdulkhadir (1596-1651) dan Sultan<br />
Ageng Tirtayasa (1651-1684).<br />
Sedangkan, Jayakarta yang semula berperan sebagai<br />
penutup hubungan Pakuan Pajajaran ke dunia luar dan
merupakan bagian dari wilayah Kesultanan Banten, setelah<br />
jatuh ke dalam kekuasaan kompeni Belanda pada 1619<br />
dan namanya diganti dengan Batavia, berhasil<br />
mengembangkan diri. Mula-mula Batavia berperan<br />
sebagai pusat kedudukan dan pusat perdagangan<br />
Kompeni (VOC) di Nusantara, kemudian sejak tahun 1800<br />
menjadi pusat pemerintahan dan perdagangan<br />
internasional pemerintah kolonial Hindia Belanda.<br />
Semenjak dasawarsa kedua 1600-an antara Banten<br />
dan Batavia berlangsung persaingan perdagangan yang<br />
keras. Di satu pihak, Kompeni Belanda mendesakkan<br />
keinginan untuk melakukan monopoli perdagangan<br />
diwilayah Kesultanan Banten. Namun di pihak lain, Sultan<br />
Banten sendiri mempertahankan sistem perdagangan<br />
bebas dan kedaulatan Negara. Saking kerasnya<br />
persaingan itu, alhasil berkembang menjadi konflik politik<br />
dan akhirnya knflik senjata. Mula-mula pada 1652,<br />
berbentuk konflik senjata secara tertutup, namun kemudian<br />
pad 1659 berbentuk perang terbuka.<br />
Dalam suasana konflik itulah, kawasan Tangerang<br />
menjadi daerah pertahanan sekaligus medan pertempuran<br />
serta rebutan antara Banten dan Batavia. Dalam<br />
perkembangan berikutnya, pihak Banten membangun<br />
benteng pertahanan di sebelah barat Sungai Cisadane<br />
dan pihak kompeni Belanda membangun benteng<br />
pertahanan di sebelah timur Sungai Cisadane. Itulah<br />
sebabnya, dulu daerah ini dikenal dengan nama Benteng,<br />
baru muncul nama Tangerang.<br />
Dengan mengerahkan serdadu Kompeni secara besar-
esaran, terutama serdadu sewaan yang berasal dari<br />
kalangan orang Nusantara sendiri, dan taktik adu-domba<br />
(devide et impera), secara bertahap wilayah Kesultanan<br />
Banten jatuh ketangan kekuasaan Kompeni Belanda. Mulamula<br />
pada 1569, daerah sebelah timur Sungai Cisadane<br />
jatuh ke tangan Kompeni, kemudian tanah di sepanjang<br />
Sungai Cisadane sejak dari daerah hulu sampai ke muara<br />
dan daerah sebelah selatan Sungai Cisadane sampai ke<br />
Laut Kidul (Samudra Hindia) ditetapkan masuk ke wilayah<br />
Batavia (1684).<br />
Akhirnya pada 1809, Kesultanan Banten dihapuskan<br />
serta seluruh wilayahnya dimasukkan ke wilayah<br />
pemerintahan Hindia Belanda. Sejak saat itu, berakhirlah<br />
kedudukan Tangerang sebagai daeah tapal batas antara<br />
Banten dan Jakarta, karena seluruhnya berada dibawah<br />
kuasa pemerintah Kolonial Hindia Belanda.<br />
Perubahan pemegang kekuasaan atas daerah<br />
Tangerang memberikan jalan bagi perubahan status<br />
daerah itu. Semula berstatus sebagai daerah rebutan<br />
antara Banten dan Batavia, Tangerang kemudian menjadi<br />
daerah partikelir di bawah Batavia. Sepetak demi sepetak<br />
tanah di Tangerang dikuasai oleh pihak partikelir secara<br />
perseorangan dan perusahaan.<br />
Muncullah sejumlah tuan tanah di daerah ini yang<br />
umumnya terdiri dari orang Belanda dan orang China.<br />
Disamping menguasai tanah garapan dan lingkungannya,<br />
mereka juga mneguasai penduduk yang bermukim di lahan<br />
itu. Penduduk setempat berkewajiban menggarap tanah<br />
milik tuan tanah dengan upah kecil, padahal mereka pun
harus membayar berbagai pajak dan pungutan lainnya.<br />
Karena itu, terdapat perbedaan yang sangat mencolok<br />
antara tingkat kesejahteraan tuan tanah dan tingkat<br />
kesejahteraan penduduk pribumi. Selain itu, tuan tanah<br />
lebih berkuasa daripada pejabat pemerintahan pribumi.<br />
Tuan tanah dilindungi dan dibantu oleh sejumlah mandor<br />
yang bertindak sebagai jawara dan berstatus sebagai<br />
pegawai tuan tanah. Keberadaan dan fungsi jawara dalam<br />
masyarakat Tangerang masa itu menjadi gejala umum dan<br />
ciri khas lingkungan tanah partikelir. Situasi dan kondisi<br />
demikian membentuk struktur dan karakter masyarakat<br />
tersendiri dilingkungan tanah partikelir.<br />
Pendidikan sekolah hampir tak tersentu oleh bagian<br />
terbesar penduduk pribumi. Mereka mengutamakan<br />
pendidikan informal dari guru agama Islam secara<br />
individual, atau pesantren-pesantren secara kelembagaan.<br />
Peran dan kedudukan orang keturunan China dan jawara<br />
dalam masyarakat Tangerang demikian berpengaruh<br />
besar terhadap suasana dan peristiwa selama revolusi<br />
kemerdekaan pada tahun 1945-1949.<br />
Pada masa itu orang-orang keturunan China di daerah<br />
ini pernah menjadi sasaran amuk rakyat sebagai tindak<br />
balas dendam, dan amarah terhadap mereka karena<br />
dicurigai membantu pihak kolonial. Pernah pula dibentuk<br />
pemerintahan mandiri oleh kalangan jawara yang berjiwa<br />
merah dan bersikap kiri. Pemerintahan ini tak mengakui<br />
Republik Indonesia. Mereka mendirikan negara di dalam<br />
negara.<br />
Pada mulanya, penduduk Tangerang boleh dibilang
hanya beretnis dan berbudaya Sunda. Mereka terdiri atas<br />
penduduk asli setempat, serta pendatang dari Banter.,<br />
Bogor dan Priangan. Kemudian sejak 1526, datang<br />
penduduk baru dari wilayah pesisir Kesultanan Demak dan<br />
Cirebon yang beretnis dan berbudaya Jawa, seiring<br />
dengan proses Islamisasi dan perluasan wilayah<br />
kekuasaan kedua kesultanan itu. Mereka menempati<br />
daerah pesisir Tangerang sebelah barat.<br />
Keragaman etnis penduduk Batavia sebagai dampak<br />
kebijakan Kompeni Belanda di bidang kependudukan di<br />
Kota Batavia melahirkan ragam etnis dan budaya Melayu<br />
Betawi. Dinamakan demikian, karena mereka berbicara<br />
dalam bahasa Melayu sebagai alat komunikasi sosialnya<br />
dan bertempat tinggal di daerah Betawi, sebutan orang<br />
pribumi bagi Kota Batavia. Penduduk etnis dan budaya<br />
Betawi ini menyebar ke daerah sekeliling Kota Betawi,<br />
termasuk daerah Tangerang. Mereka menempati daerah<br />
pesisir sebelah timur dan daerah pedalaman timur<br />
Tangerang.<br />
Kebijakan Kompeni tersebut melahirkan pula keturunan<br />
orang China dalam jumlah banyak di Kota Batavia yang<br />
menyebar ke daerah Tangerang, sebagai dampak dari<br />
pemberontakan orang-orang China di Kota Batavia pada<br />
1740 dan lahirnya status tanah partikelir. Keturunan orang<br />
China ini tersebar di daerah tanah partikelir, terutama di<br />
daerah pesisir Tangerang sebelah timur.<br />
Selanjutnya, kebudayaan mereka berasimilasi dengan<br />
kebudayaan Melayu Betawi. Dari pertemuan itu lahirlah<br />
jenis-jenis budaya yang bercirikan Melayu Betawi dan
China yang kini populer disebut budaya Betawi, seperti<br />
teater lenong, tari topeng, dan lain-lain.<br />
Dengan perkembangan penduduk seperti itu, peta<br />
penduduk dan budaya di Tangerang terbilang unik. Daerah<br />
Tangerang Utara bagian timur berpenduduk etnis Betawi<br />
dan China serta berbudaya Melayu Betawi. Daerah<br />
Tangerang Timur bagian selatan berpenduduk dan<br />
berbudaya Betawi. Daerah Tangerang Selatan<br />
berpenduduk dan berbudaya Sunda. Sedang daerah<br />
Tangerang Utara sebelah barat berpenduduk dan<br />
berbudaya Jawa.<br />
Dalam konteks keseluruhan pemerintahan di wilayah<br />
Tatar Sunda, kedudukan Tangerang mengalami beberapa<br />
kali perubahan dalam tingkat dan struktur pemerintahan.<br />
Sebagaimana telah dikemukakan, pada awal abad ke-16<br />
Tangerang berstatus sebagai salah satu kota pelabuhan<br />
dalam lingkungan Kerajaan Sunda. Pada masa itu kota<br />
pelabuhan berada di bawah kuasa seorang syahbandar<br />
yang bertanggung jawab langsung kepada raja Sunda.<br />
Ketika Tangerang berada di bawah kuasa Kesultanan<br />
Banten sejak 1526, sistem pemerintahannya berbentuk<br />
kemaulanaan dan pusat pemerintahannya berada di<br />
daerah pedalaman, yaitu di sekitar Tigaraksa sekarang.<br />
Tatkala sebagian daerah ini jatuh ke tangan Kompeni<br />
(sejak 1659), demi keamanan pemerintahan di daerah ini<br />
dipimpin oleh seorang komandan militer Belanda.<br />
Namun, ketika seluruh daerah ini berada di bawah<br />
kuasa Kompeni Belanda dan stabilitas keamanannya telah<br />
tercapai sejak 1682, pemerintahan di daerah ini berbentuk
kabupaten (regentschap) yang dipimpin oleh seorang<br />
bupati yang berasal dari kalangan penduduk pribumi.<br />
Pada 1809 terjadi perubahan sistem pemerintahan<br />
secara menyeluruh di Hindia Belanda yang ditetapkan oleh<br />
Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels (1808-1811).<br />
Tingkat dan struktur pemerintahan di daerah Tangerang<br />
berubah lagi. Kini Tangerang berada di bawah wilayah<br />
administrasi pemerintahan De stad Batavia, de<br />
Ommelanden, en Jacatrasche Preanger<br />
Regentschappen (Kota Batavia dan sekitarnya serta<br />
wilayah Jakarta-Priangan) yang kemudian disebut<br />
Keresidenan Batavia.<br />
Daerah Tangerang disebut Batavia Barat dan berada di<br />
bawah perintah seorang Asisten Residen yang selalu<br />
dipegang oleh orang Belanda. Selanjutnya sejak tahun<br />
1860-an, daerah ini berstatus afdeling yang disebut<br />
Afdeling Tangerang yang tetap dipimpin oleh Asisten<br />
Residen. Daerah Afdeling Tangerang dibagi atas tiga<br />
distrik, yaitu Tangerang Timur, Tangerang Selatan, dan<br />
Tangerang Utara yang selanjutnya (sejak 1880-an) masingmasing<br />
disebut Distrik Tangerang, Distrik Balaraja, dan<br />
Distrik Mauk; lalu ditambah dengan Distrik Curug.<br />
Kepala distrik dipegang oleh orang pribumi yang<br />
jabatannya disebut demang, kemudian berubah jadi<br />
wedana. Tingkat dan struktur pemerintahan demikian di<br />
Tangerang berlangsung hingga akhir kekuasaan<br />
pemerintah kolonial Hindia Belanda (1942).<br />
Pada zaman Jepang (1942-1945), Tangerang yang
ertetangga dengan ibu kota pemerintah pusat Jakarta<br />
dipandang sebagai daerah strategis. Dengan demikian,<br />
tingkat dan struktur pemerintahannya dinaikkan jadi<br />
kabupaten, dan didirikanlah lembaga pendidikan militer<br />
(Seinendojo).<br />
Pembentukan Kabupaten Tangerang didasarkan<br />
Maklumat Jakarta Syu Nomor 4 tanggal 27 Desember<br />
2603 (1943), sedangkan peresmiannya dilakukan pada<br />
hari Selasa, 4 Januari 1944, bersamaan dengan<br />
pelantikan R. Atik Suardi menjadi Bupati Tangerang<br />
pertama. R Atik Suardi adalah aktivis yang kemudian<br />
(sejak akhir tahun 1920-an) jadi salah seorang pemimpin<br />
Paguyuban Pasundan, organisasi pergerakan nasional<br />
masyarakat Sunda. Ia pernah menjabat sebagai pembantu<br />
R. Pandu Suradiningrat di Gunseibu Jawa Barat.<br />
Proklamasi Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945<br />
mendapat sambutan hangat dari para pemimpin dan<br />
masyarakat Tangerang. Wujudnya terdiri atas dua<br />
bentuk.Pertama, menegakkan kemerdekaan dengan cara<br />
membentuk pemerintahan daerah di Tangerang yang<br />
menunjang Proklamasi Kemerdekaan RI, mulai dari tingkat<br />
kabupaten ke bawah.<br />
Kedua, mempertahankan kemerdekaan dengan cara<br />
menentang dan melawan pihak asing dan antek-anteknya<br />
yang berusaha untuk menjajah kembali dan pihak yang<br />
mau mendirikan negara sendiri yang tidak mengakui<br />
keberadaan Republik Indonesia. Terjadilah revolusi<br />
kemerdekaan! Akhirnya, kedaulatan Republik Indonesia<br />
bisa ditegakkan di Tangerang.
Kedudukan Kabupaten Tangerang dikukuhkan kembali<br />
pada awal masa Republik Indonesia (19 Agustus 1945)<br />
dan berlaku terus hingga kini. Kabupaten ini jadi salah satu<br />
kabupaten di Provinsi Jawa Barat.<br />
Sesuai dengan semangat dan tuntutan otonomi daerah<br />
serta perkembangan Kota Tangerang yang meningkat<br />
pesat, status pemerintahan di Kota Tangerang sendiri<br />
ditingkatkan. Tadinya kota itu adalah kota kecamatan, lalu<br />
jadi kota administratif. Kota Tangerang yang memiliki luas<br />
wilavah 17.729,794 hektar dibentuk berdasarkan<br />
UndangUndang Nomor 2 Tahun 1993 tentang<br />
Pembentukan Kota Tangerang.<br />
Sebelumnya Kota Tangerang merupakan bagian dari<br />
wilayah Kabupaten 'I'angerang dengan status wilayah Kota<br />
Administratif Tangerang berdasarkan Peraturan<br />
Pemerintah Nomor 50 Tahun 1981. Dengan demikian, di<br />
Tangerang terdapat dua jenis pemerintahan daerah yang<br />
setara, yaitu Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang.<br />
Sementara itu, dengan berdirinya Provinsi Banten (sejak<br />
1999), Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang pun jadi<br />
bagian dari wilayah Provinsi Banten.<br />
Asal-usul China Benteng<br />
Sejak abad lima belas dengan perahu Jung mereka<br />
arungi lautan ganas larikan diri dari bencana dan<br />
malapetaka tinggalkan negeri leluhur<br />
mencari tanah harapan di Nan Yang Perkampungan<br />
nelayan di Teluk Naga seorang encek pembuat arak<br />
mengubur kesendiriannya
ersama seorang pendamping setia gadis pribumi lugu<br />
sederhana<br />
Kikuk seperti ayam dan itik<br />
yang satu pakai sumpit<br />
yang satu doyan sambel<br />
dengan bahasa isyarat<br />
berlayar biduk antar bangsa<br />
beranak pinak dalarn kembara<br />
Dari generasi ke generasi<br />
warna kulit makin menyatu<br />
jadilah generasi persatuan:<br />
`China Benteng'<br />
teladan pembauran<br />
Sungai Cisadane jadi saksi<br />
perjalanan hidup kedua anak bangsa<br />
bersama melawan penjajah Belanda<br />
bergotong royong<br />
terjalin persaudaraan sejati seperti Cisadane terus<br />
mengalir dari abad ke ke abad<br />
menuju tanah air-Indonesia<br />
Tangerang, 1996<br />
SAJAK karya Wilson Tjandinegara berjudul "Balada<br />
Seorang Lelaki di Nan Yang" ini, bercerita soal asal-usul<br />
kedatangan bangsa China di Tangerang. Dalam<br />
pencariannya terhadap riwayat identitas diri, Wilson<br />
Tjandinegara vang lahir dalam keluarga keturunan<br />
Tionghoa miskin di Ujung Pandang, Sulawesi Selatan, 20<br />
Desember 1946, menuangkan tipikal pembauran alami
yang terjadi di sebuah tempat di daerah Tangerang yang<br />
kemudian terkenal dengan "China Benteng."<br />
Tentang riwayat nenek moyang tersebut, Leo<br />
Suryadinata (1999) mengatakan bahwa: "Sebelum terjadi<br />
imigrasi massal etnik Tionghoa ke Asia Tenggara.<br />
khususnya ke Indonesia dan Malaysia, masyarakat<br />
Tionghoa di kedua kawasan itu sangat kecil. Pada<br />
umumnya, anggotanya telah berbaur ke dalam masyarakat<br />
setempat. Pada masa itu, transportasi sulit. Orang<br />
Tionghoa, dilarang oleh kerajaan Tiongkok untuk<br />
meninggalkan negaranya. Mereka yang meninggalkan<br />
tanah leluhurnya juga tidak membawa keluarganya".<br />
Jadi, wajar jika mereka akhirnya mengawini wanita<br />
setempat. Umumnya wanita Islam nominal dan tinggal<br />
menetap di tempat itu. Karena jumlahnya yang kecil, orang<br />
Tionghoa ini bertendensi yang berintegrasi dengan<br />
masyarakat lokal. Keturunan mereka akhirnya tidak lagi<br />
menguasai bahasa Tionghoa dan menggunakan bahasa<br />
Melayu-lingua franca dalam Nusantara untuk<br />
berkomunikasi (setelah 1928, bahasa Melayu dinamakan<br />
bahasa Indonesia).<br />
Orang China mulai menyebar ke Asia Tenggara pada<br />
masa Dinasti Tang (618-907). Ketika itu, mereka mengirim<br />
ekspedisi militernya ke daerah China Selatan. Sejak itu,<br />
banyak sekali orang-orang Hoakiau/Hokkian yang berasal<br />
dari daerah-daerah yang terletak di sekitar Amoy di<br />
Provinsi Fukien (Fujian) dan orang-orang Kwang Fu<br />
(Kanton) yang berasal dari Kanton dan Makao di Provinsi<br />
Kwangtung (Guangdong) terus menetap di perantauan dan
tak kembali lagi ke kampung halamannya.<br />
Pada masa Dinasti Sung (907-1127) mulai banyak<br />
pedagang-pedagang China yang datang ke negaranegara<br />
Asia Tenggara termasuk Indonesia. Mereka<br />
berdagang dengan orang Indonesia dengan membawa<br />
barang dagangan berupa teh, barang porselin China yang<br />
indah, kain sutra yang halus serta obat-obatan. Sedangkan<br />
mereka membeli dan membawa pulang hasil bumi<br />
Indonesia.<br />
Dalam sejarah China Kuno, dikatakan orang-orang<br />
China mulai merantau ke Indonesia pada masa akhir<br />
pemerintahan Dinasti Tang. Daerah pertama yang<br />
didatangi adalah Palembang, yang pada waktu itu<br />
merupakan pusat perdagangan kerajaan Sriwijaya.<br />
Kemudian mereka datang ke Pulau Jawa untuk mencari<br />
rempah-rempah.Banyak dari mereka yang kemudian<br />
menetap di daerah pelabuhan pantai utara Jawa seperti<br />
daerah Tuban, Surabaya, Gresik, Banten (Tangerang) dan<br />
Jakarta. Orang China datang ke Indonesia dengan<br />
membawa serta kebudayaannya, termasuk unsur<br />
agamanya. Dengan demikian, kebudayaan China menjadi<br />
bagian dari kebudayaan Indonesia.<br />
Ketika pada tanggal 23 Juni 1596 armada Belanda di<br />
bawah pimpinan Cornelis Houtman berhasil mendarat di<br />
pelabuhan Banten, ia tercengang karena menjumpai koloni<br />
Tionghoa yang mempunyai hubungan yang harmonis<br />
dengan penduduk dan penguasa setempat. Selain di<br />
Banten, orang-orang Belanda dan kemudian orang-orang<br />
Inggris juga menjumpai koloni-koloni Tionghoa di
kebanyakan bandar-bandar Asia Tenggara seperti di Hoi<br />
An, Patani, Phnom Penh dan Manila. Pada tahun 1642 di<br />
Hoi An terdapat empatlima ribu orang Tionghoa dan di<br />
Banten pada tahun 1600 terdapat 3.000 orang Tionghoa.<br />
Ketika pada 1611, Jan Pieterszoon Coen diutus<br />
Gubernur Jenderal VOC Pieter Both untuk membeli hasil<br />
bumi, terutama lada di Banten, ternyata ia harus berurusan<br />
dengan seorang pedagang Tionghoa kepercayaan Sultan<br />
yang bernama Souw Beng Kong (Bencon). Souw Beng<br />
Kong adalah seorang pedagang Tionghoa yang sangat<br />
berpengaruh dan mempunyai perkebunan lada yang luas<br />
sekali. Ia sangat dihormati dan dipercaya penuh oleh<br />
Sultan dan para petani Banten.<br />
Setiap pedagang asing seperti Portugis, Inggris dan<br />
Belanda yang ingin membeli hasil bumi dari Banten harus<br />
melakukan negosiasi harga dan lain-lainnya dengan<br />
Pangeran Adipati Cakraningrat IV dari Madura, pasukan<br />
VOC yang sudah terdesak dan terkurung di kota<br />
Semarang berhasil diusir dari Jawa Tengah dan besar<br />
kemungkinan dari seluruh pulau Jawa.<br />
VOC yang akhirnya berhasil memadamkan<br />
pemberontakan tersebut mengirimkan orang-orang<br />
Tionghoa ke daerah Tangerang untuk bertani. Belanda<br />
mendirikan pemukiman bagi orang Tionghoa berupa<br />
pondokpondok yang sampai sekarang masih dikenal<br />
dengan nama Pondok Cabe, Pondok Jagung, Pondok<br />
Aren, dan sebagainya.<br />
Di sekitar Tegal Pasir (Kali Pasir) Belanda mendirikan<br />
perkampungan Tionghoa yang dikenal dengan nama Petak
Sembilan. Perkampungan ini kemudian berkembang<br />
menjadi pusat perdagangan dan telah menjadi bagian dari<br />
Kota Tangerang. Daerah ini terletak di sebelah Timur<br />
Sungai Cisadane, daerah Pasar Lama sekarang.<br />
China Benteng<br />
TIDAK seperti China peranakan pada umumnya yang<br />
berkulit putih meletak, kebanyakan China peranakan di<br />
Tangerang berkulit gelap. Tengoklah Ong Gian (47).<br />
Matanya pun tidak sipit. Sehari-hari ia bekerja sebagai<br />
petani di Neglasari, Tangerang. Selain itu, ia juga awak<br />
kelompok kesenian gambang kromong yang sering tampil<br />
di acara-acara hajatan perkawinan.<br />
Nenek moyangnya adalah China Hokkian yang datang ke<br />
Tangerang dan tinggal turun- temurun di kawasan Pasar<br />
Lama. Mereka masuk dengan perahu melalui Sungai<br />
Cisadane sejak lebih 300 tahun silam.<br />
China Benteng memang selalu diidentifikasi dengan<br />
stereotip orang China berkulit hitam atau gelap, jagoan<br />
bela diri, dan hidupnya pas-pasan atau malah miskin.<br />
Sampai sekarang, ternyata mereka juga tetap miskin,<br />
meski sudah jarang yang jago kungfu, wushu atau ilmu bela<br />
diri ala China lainnya. Meski ada beberapa yang sudah<br />
berhasil sebagai pedagang, sebagian besar China<br />
Benteng hidup sebagai petani, peternak, nelayan. Bahkan,<br />
ada juga pengayuh becak.<br />
Sejarah China Tangerang memang sulit dipisahkan<br />
dengan kawasan Pasar Lama (Jalan Ki Samaun dan<br />
sekitarnya) yang berada di tepi sungai dan merupakan<br />
permukiman pertama masyarakat China di sana. Struktur
tata ruangnya sangat baik dan itu merupakan cikal-bakal<br />
Kota Tangerang. Mereka tinggal di tiga gang, yang<br />
sekarang dikenal sebagai Gang Kalipasir, Gang Tengah<br />
(Cirarab), dan Gang Gula (Cilangkap). Sayangnya,<br />
sekarang tinggal sedikit saja bangunan yang masih berciri<br />
khas pechinan. Pada akhir tahun 1800-an, sejumlah orang<br />
China dipindahkan ke kawasan Pasar Baru, Tangerang<br />
dan sejak itu mulai menyebar ke daerahdaerah lainnya.<br />
Pasar Baru pada tempo dulu merupakan tempat transaksi<br />
(sistem barter) barang orang-orang China yang datang<br />
lewat sungai dengan penduduk lokal.<br />
Mengenai asal-usul kata China Benteng, menurut sinolog<br />
dari Universitas Indonesia, Eddy Prabowo Witanto MA,<br />
tidak terlepas dari kehadiran Benteng Makassar. Benteng<br />
yang dibangun pada zaman kolonial Belanda itusekarang<br />
sudah rata dengan tanah terletak di tepi Sungai Cisadane,<br />
di pusat Kota Tangerang.<br />
Pada saat itu, kata Eddy, banyak orang China Tangerang<br />
yang kurang mampu tinggal di luar Benteng Makassar.<br />
Mereka terkonsentrasi di daerah sebelah utara, yaitu di<br />
Sewan dan Kampung Melayu. Mereka berdiam di sana<br />
sejak tahun 1700-an. Dari sanalah muncul, istilah "China<br />
Benteng".<br />
Pada 1740, terjadi pemberontakan orang China menyusul<br />
keputusan Gubernur Jenderal Valkenier untuk menangkapi<br />
orang-orang China yang dicurigai. Mereka akan dikirim ke<br />
Sri Lanka untuk dipekerjakan di perkebunan-perkebunan<br />
milik VOC.<br />
Pemberontakan itu dibalas serangan serdadu kompeni ke
perkampungan-perkampungan China di Batavia (Jakarta).<br />
Sedikitnya 10.000 orang tewas, dan sejak itu hanyak orang<br />
China mengungsi untuk mencari tempat baru di daerah<br />
Tangerang, seperti Mauk, Serpong, Cisoka, I.egok, dan<br />
bahkan sampai Parung di daerah Bogor.<br />
Itulah sebabnya, banyak orang China yang tinggal di<br />
pedesaan di pelosok Tangerang di luar kawasan peChinan<br />
di Pasar Lama dan Pasar Baru. Meski demikian, menurut<br />
pemerhati budaya China Indonesia, David Kwa, mereka<br />
yang tinggal di luar Pasar Lama dan Pasar Baru itu tetap<br />
disebut sebagai China Benteng.<br />
Sebagai kawasan permukiman China, di Pasar Lama<br />
dibangun kelenteng tertua, Boen Tek Bio, yang didirikan<br />
tahun 1684 dan merupakan bangunan paling tua di<br />
Tangerang. Lima tahun kemudian, 1689, di Pasar Baru<br />
dibangun kelenteng Boen San Bio (Nimmala). Kedua<br />
kelenteng itulah saksi sejarah bahwa orang-orang China<br />
sudah berdiam di Tangerang lebih dari tiga abad silam.<br />
Dalam penelitiannya, sarjana Seni Rupa dan Desain ITB<br />
Jurusan Desain Komunikasi Visual, Y Sherly Marianne,<br />
antara lain menyebutkan, sekitar 80 persen dari 19.191<br />
warga Kelurahan Sukasari di Kotamadya Tangerang<br />
adalah orang China Benteng. Angka statistik April 2002 ini<br />
tidaklah mengherankan, karena Pasar Lama masuk dalam<br />
wilayah Sukasari. Menurut Sherly, kehidupan masyarakat<br />
China Benteng memang keras agar bisa bertahan hidup.<br />
Sebab, sebagian besar pekerjaan mereka bukan dalam<br />
bidang ekonomi, tetapi sebagai petani di pedesaan.<br />
Yang unik dari masyarakat China Benteng adalah bahwa
mereka sudah berakulturasi dan beradaptasi dengan<br />
lingkungan dan kebudayaan lokal. Dalam percakapan<br />
sehari-hari, misalnya, mereka sudah tidak dapat lagi<br />
berbahasa China. Logat mereka bahkan sudah sangat<br />
Sunda pinggiran bercampur Betawi. Ini sangat berbeda<br />
dengan masyarakat China Singkawang, Kalimantan Barat,<br />
yang berbahasa ina meskipun hidup kesehariannya juga<br />
banyak yang petani miskin.<br />
Logat China Benteng memang khas. Ketika mengucapkan<br />
kalimat, "Mau ke mana", misalnya, kata "na" diucapkan<br />
lebih panjang sehingga terdengar "mau kemanaaaa".<br />
Di bidang kesenian, mereka memainkan musik gambang<br />
kromong yang merupakan bentuk lain akulturasi<br />
masyarakat China Benteng. Sebab, gambang kromong<br />
selalu dimainkan dalam pesta-pesta perkawinan, umumnya<br />
diwarnai tari cokek yang sebenarnya merupakan budaya<br />
tayub masyarakat Sunda pesisir seperti Indramayu.<br />
Meski demikian, masyarakat China Benteng masih<br />
mempertahankan dan melestarikan adat istiadat nenek<br />
moyang mereka yang sudah ratusan tahun. Ini terlihat pada<br />
tata cara upacara perkawinan dan kematian. Salah<br />
satunya tampak pada keberadaan "Meja Abu" di setiap<br />
rumah orang China Benteng.<br />
Beberapa tradisi leluhur yang masih dipertahankan antara<br />
lain, Cap Go Meh (perayaan 15 hari setelah Imlek), Peh<br />
Cun, Tiong Ciu Pia (kue bulan), dan Pek Gwee Cap Go<br />
(hari kesempurnaan). Demikian pula panggilan encek,<br />
encim, dan engkong masih digunakan sebagai tanda<br />
hormat kepada orang yang lebih tua. Juga salam (pai)
tetap dipertahankan dalam keluarga China Benteng pada<br />
saat bertemu dengan orang lain.<br />
Yang khas dari masyarakat China Benteng adalah pakaian<br />
pengantin yang merupakan campuran budaya China dan<br />
Betawi. Pakaian pengantin laki-laki, merupakan pakaian<br />
kebesaran Dinasti Ching, seperti terlihat dari topinya,<br />
sedangkan pakaian pengantin perempuan hasil akulturasi<br />
ChinaBetawi yang tampak pada kembang goyang.<br />
Secara ekonomi, masyarakat tradisional China Benteng<br />
hidup paspasan sebagai petani, peternak, nelayan, buruh<br />
kecil, dan pedagang kecil. Ny Kenny atau Lim Keng Nio<br />
(48) yang tinggal di Gang Cilangkap RT 03 RW 02,<br />
Kelurahan Sukasari, Tangerang, misalnya, setiap hari<br />
harus bangun pagi-pagi untuk membawa dagangan kue ke<br />
pasar. Ong Gian, petani sawah di Neglasari yang nyambi<br />
menjadi pemain musik gambang kromong, juga harus<br />
bekerja keras untuk bisa mempertahankan hidup.<br />
Fenomena China Benteng, merupakan bukti nyata betapa<br />
harmonisnya kebudayaan China dengan kebudayaan lokal.<br />
Lebih dari itu, keberadaan China Benteng seakan<br />
menegaskan bahwa tidak semua orang China memiliki<br />
posisi kuat dalam bidang ekonomi. Dengan keluguannya,<br />
mereka bahkan tak punya akses politik yang mendukung<br />
posisinya di bidang ekonomi.<br />
David Kwa, seperti juga Wilson Tjandinegara, lebih melihat<br />
fenomena China Benteng sebagai contoh dan bukti nyata<br />
proses pembauran yang terjadi secara alamiah.<br />
Masyarakat China Benteng hampir tidak pernah<br />
mengalami friksi dengan etnis lainnya. Kenyataan ini
membuat David yakin, persoalan sentimen etnis lebih<br />
bernuansa politis yang dikembangkan oleh orang-orang<br />
yang punya kepentingan politik.<br />
Realitas China Benteng yang tinggal di pusat kekuasaan<br />
politik dan ekonomi menunjukkan, masyarakat etnis China<br />
sesungguhnya sama dengan etnis lainnya. Ada yang punya<br />
banyak uang, tetapi ada pula yang hidup di bawah garis<br />
kemiskinan. Bahkan, Ridwan Saidi, pengamat budaya dari<br />
Betawi, melihat realitas China Benteng sebagai wajah lain<br />
Indonesia. Ada yang kaya, tetapi tidak sedikit pula yang<br />
miskin.<br />
Tragedi China Benteng<br />
HITAM putih wajah China Benteng itu juga menyisakan<br />
kisah pilu. Sekitar Juni 1946, terjadi kerusuhan di<br />
Tangerang yang menimpa etnis tersebut. Sedikitnya ada<br />
lima desa, yakni Rajeg, Gandu, Balaraja, Cikupa, dan<br />
Mauk, yang dilaporkan membara. Perkampungan China di<br />
wilayah itu diobrak-abrik massa. Puing-puing berserakan<br />
di sana-sini.<br />
Tragedi itu disulut sebuah kabar santer ada tentara Nica<br />
beretnis Tionghoa yang menurunkan bendera merahputih<br />
dan menggantinya dengan bendera Belanda. Seperti<br />
bensin menyambar api, kabar ini kontan meluas dan<br />
memicu kemarahan. Apalagi, ketika itu masih zaman<br />
perang kemerdekaan. Republik yang belum genap<br />
setahun, harus menghadapi agresi tentara Belanda. Dan<br />
ada ketegangan sosial: di wilayah itu, ada sejumlah tuan<br />
tanah Tionghoa yang berhadapan dengan penduduk.<br />
Puncaknya, tersiar kabar, seorang Nica Tionghoa
membakar rumah w arga pribumi. Ini sebab-sebab<br />
menimbulken rajat Indonesier poenja goesar, hingga<br />
timboellah itoe tragedi Tangerang, tulis Rosihan Anwar<br />
dalam Harian Merdeka, 13 Juni 1946.<br />
Pada bulan Mei 1946, sebanyak 636 orang Tionghoa,<br />
termasuk 136 orang perempuan dan anak-anak di daerah<br />
Tangerang dan sekitarnya telah menjadi korban<br />
pembunuhan. Sekitar 1.268 rumah etnis Tionghoa habis<br />
dibakar dan 236 lainnya dirusak. Diperkirakan ada 25.000<br />
orang pengungsi di Jakarta yang datang dari daerah<br />
tersebut.<br />
Laskar Rakyat yang marah lalu menangkapi para lelaki<br />
keturunan China. Mereka digiring ke Penjara Mauk.<br />
Tanggal 3 Juni 1946, penjara yang berukuran 15 x 15 m itu<br />
dipenuhi sekitar 600 lelaki China dari seantero Tangerang.<br />
Mereka, banyak di antaranya petani miskin, disekap<br />
dengan perlakuan yang memprihatinkan. "Malam tida ada<br />
lampoe. Orang kentjing dan boewang aer deket soemoer.<br />
hingga tempat di sakiternya penoeh kotoran, dan joestroe<br />
soemoer itoe poenja aer diboeat minoem, minoemnja<br />
dengen bereboetan", tutur seorang korban penyekapan<br />
yang diwawancarai Star Weekly, koran mingguan yang<br />
dikelola wartawan keturunan Tionghoa.<br />
Kabar mengenaskan ini segera menyebar ke Jakarta.<br />
Kaum keturunan China tergedor hatinya. Senin, 10 Juni,<br />
sekitar 40 pemuda Tionghoa yang tergabung dalam Poh<br />
An Tui bergerak ke Tangerang menolong para Hoakiau<br />
yang terancam jiwanya. Mereka dibekali senjata api dan
dibagi dua kelompok. Yang pertama datang ke Mauk dan<br />
membebaskan tawanan. Kelompok lain menyaksikan<br />
reruntuhan sejumlah desa yang banyak dihuni etnis China.<br />
Tercatat, sekitar 2 . 0 0 0 warga keturunan diungsikan ke<br />
Jakarta. Ada yang dinaikkan truk dan sebagian besar<br />
berjalan kaki. Dari rombongan pengungsi inilah diperoleh<br />
kabar tak sedap: terjadi penyerangan seksual atas<br />
perempuan etnis China. Tidak ada data statistik yang jelas,<br />
hanya dikatakan bahwa tidak sedikit perempuan Tionghoa<br />
yang diperkosa.<br />
Ihwal kekerasan seksual itu akhirnya tak terungkap jelas.<br />
Hanya saja, sebuah advertensi yang dimuat Star Weekly, 9<br />
Juni 1946, menyerukan hari berkabung untuk ratusan<br />
atawa ribuan Hoakian -disebut China Benteng yang tewas<br />
di Tangerang. Bisa jadi, iklan itu dilebih-lebihkan. Tapi, tak<br />
satu pun sumber yang menyebut dengan pasti berapa<br />
jumlah korban sesungguhnya, termasuk korban<br />
penyerangan seksual.<br />
Tak lama setelah tragedi itu meledak, pemerintah mulai<br />
turun tangan. Menteri Penerangan M. Natsir meninjau<br />
lokasi kerusuhan bersama beberapa wartawan. Namun,<br />
fakta otentik peristiwa itu tetap gelap. Menurut Rosihan<br />
Anwar, tak ada perkosaan, hanya rumah-rumah mereka<br />
yang dibakar. Pengikut Poh An Tui yang pro Nica dibunuhi<br />
rakyat.<br />
Bangunan Bersejarah<br />
IBARAT pepatah, `lain padang lain belalang, lain lubuk lain<br />
ikannya', begitu juga dengan sejarah berdirinya sebuah<br />
kota. Dia bisa ditelusuri dari perjuangan masyarakatnya,
kondisi bangunan tua dan masih banyak saksi bisu lainnya.<br />
Semua itu bisa menceritakan perjalanan panjang masa lalu<br />
sebuah kota, terutama ketika memasuki masa jaya.<br />
Keberadaan bangunan tua memberikan sumbangan yang<br />
besar terhadap kebudayaan kota tempat bangunan<br />
tersebut berdiri. Seperti dijelaskan di muka, Kota<br />
Tangerang memiliki sejumlah bangunan tua yang<br />
menyebar di pelbagai sudut kota. Sebagian besar gedung<br />
itu masih difungsikan hingga kini, walau ada yang<br />
dibiarkan kuyu, berlumut tak terurus.<br />
Gedung-gedung tua itu menjadi nafas masa lalu yang terus<br />
berhembus hingga sekarang. Denyut modernisasi kota<br />
seakan tidak berpengaruh terhadap keberadaan<br />
bangunan-bangunan tua itu. Semuanya tetap berdiri tegak,<br />
di tengah "peradaban baru” yang ada di sekitarnya. Di<br />
antara bangunan-bangunan tua tersebut yang dapat<br />
disebutkan di sini adalah sebagai berikut:<br />
Bendungan Pintu Sepuluh<br />
TAK jauh dari lokasi Masjid Pintu 1000, terdapat<br />
Bendungan Pasar Baru Irigasi Cisadane. Bendungan ini<br />
lebih dikenal "Pintu Air Sepuluh". Sesuai namanya<br />
bendung ini memiliki 10 pintu air, masing-masing selebar<br />
10 meter.<br />
Pemerintah Belanda membangunnya selama enam<br />
tahun, sejak 1925 hingga 1931, dengan mendatangkan<br />
para pekerja dari Cirebon. Bendungan ini bertujuan untuk<br />
mengatur aliran sungai Cisadane hingga membuat<br />
Tangerang menjadi kawasan pertanian yang subur. Dari<br />
bendung ini, air didistribusikan untuk irigasi dan sumber air
aku bagi kawasan Tangerang. Sebagian besar dialirkan<br />
ke muara Sungai Cisadane di Tanjung Burung (Teluk<br />
Naga) menuju ke Laut Jawa. Bangunan sepanjang 110<br />
meter ini membentang di Kali Cisadane tepatnya di daerah<br />
Pasar Baru.<br />
Bendung ini sekarang dikelola oleh Balai Pengelola<br />
Sumber Daya Air (BPSDA) Cisadane-Ciujung, Kota<br />
Tangerang. Dari sini pula, para petugas BPSDA menjaga<br />
ketinggian air untuk mencegah banjir. Batas ketinggian air<br />
normal di bendungan ini adalah 12,5 meter. Ketika terjadi<br />
banjir bandang yang melanda Kota Tangerang pada 1981,<br />
ketinggian air di Pintu Air Sepuluh ini mencapai 14 meter,<br />
kendati seluruh pintunya sudah dibuka. Sedangkan di<br />
musim kemarau, ketinggian air bisa mencapai 11 meter.<br />
Kalau sudah begini, akibatnya, lebih dari 12.000<br />
pelanggan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di<br />
wilayah ini bisa terancam krisis air bersih. Pernah suatu<br />
ketika, Bendungan Pintu Air Sepuluh itu diketahui jebol di<br />
sembilan titik bendung. Kerusakan ini, karena kurangnya<br />
perawatan. Selain sampah yang menumpuk dan menutupi<br />
bagian bendungan yang jebol, juga dikarenakan besi-besi<br />
yang menopang bendungan tersebut kondisinya juga<br />
sudah dipenuhi karat.<br />
Jebolnya sembilan bendungan yang menjadi tempat<br />
penampungan air baku PDAM Kota Tangerang itu,<br />
menyebabkan turunnya debit air Sungai Cisadane.<br />
Ambang batas normal debit air Sungai Cisadane tak bisa<br />
dipertahankan pada posisi 12,5 meter. Debit sungai yang<br />
membelah kota dan menjadi tumpuan hidup jutaan jiwa itu
susut hingga 11,20 meter. Itu berarti, debit air Sungai<br />
Cisadane menyusut sekitar 1,3 meter dari kondisi normal.<br />
Puluhan ribu pelanggan PDAM memang sangat<br />
menggantungkan hidupnya pada air Sungai Cisadane. Tak<br />
bisa dibayangkan, apa jadinya bila ketersediaan air yang<br />
menjadi bahan baku PDAM habis terbuang akibat<br />
kebocoran itu. Jebolnya sembilan titik bendung itu juga<br />
mengganggu kebutuhan air pelanggan PDAM Tirta Kerta<br />
Raharja (TKR) milik Kabupaten Tangerang. Bahkan,<br />
kegiatan dan operasional di sekitar Bandara Soekarno-<br />
Hatta juga bisa terkendala dengan menurunnya persediaan<br />
air bersih.<br />
Turunnya debit air Sungai Cisadane, selain bakal<br />
mempengaruhi layanan terhadap pelanggan PDAM juga<br />
mempengaruhi produksi pertanian di wilayah pantura<br />
Tangerang. Akibat turunnya debit air, sekitar 900 hektare<br />
areal persawahan di tujuh kecamatan di Kabupaten<br />
Tangerang terancam puso.<br />
Untuk mengatur turun naik seluruh pintu air yang terbuat<br />
dari besi itu, dipakai lima mesin penggerak merek<br />
HEEMAF buatan Belanda masingmasing berkapasitas<br />
6.000 watt. Mesin yang seumur dengan usia bendungan itu<br />
sekarang masih terawat baik berkat tangan terampil<br />
petugas di sana. Mereka harus rajin meng-ganti oli mesin<br />
setiap 500 jam dan roda giginya harus senan-tiasa<br />
dilumasi gemuk.<br />
Jaringan drainase<br />
SISTEM jaringan drainase di Kota Tangerang dibagi
menjadi dua, yaitu sistem drainase makro/drainase alam,<br />
yaitu sungai dan anak-anak sungai yang berfungsi sebagai<br />
badan air penerima. Sistem drainase mikro meliputi<br />
saluran primer, sekunder, dan tersier dengan total panjang<br />
saluran sekitar 192.763 meter.<br />
Sistem drainase makro Kota Tangerang meliputi Sungai<br />
Cisadane dan empat buah sungai kecil yang melintasi<br />
wilayah kota sebagai badan air penerima dari sistem<br />
drainase alam kota yaitu: Kali Sabi yang mengalir mulai<br />
dari Jatiuwung. Selain itu, ada kali Angke di kawasan<br />
Ciledug, Sungai Cicarap di Pasar Kamis dan Kota Bumi,<br />
Sungai Cantiga di Ciputat, dan Pesanggrahan di Pondok<br />
Aren.<br />
Kelima sungai tersebut mempunyai daerah tangkapan air<br />
yang cukup luas dengan muara ke sebelah Utara dan<br />
berakhir di Laut Jawa. Selain sungai yang berfungsi<br />
sebagai badan air penerima tersebut, terdapat juga Situ<br />
Cipondoh yang berfungsi sebagai tandon air seluas 120<br />
hektar. Melihat kondisi topografi Kota Tangerang yang<br />
berada pada ketinggian 0-30 m di atas permukaan laut,<br />
kemiringan lahan antara 0-3 derajat yang relatif datar,<br />
berakibat air hujan tidak bisa cepat mengalir. Apalagi<br />
curah hujan yang cukup tinggi antara 15000-2.000<br />
millimeter per tahun serta 52 persen dari panjang saluran<br />
drainase sekunder dan tersier kondisinya buruk. Maka<br />
dapat disimpulkan bahwa Kota Tangerang mempunyai<br />
potensi genangan.<br />
Banjir memang masalah utama di Kota Tangerang dengan<br />
luas genangan sekitar 180,5 hektar tersebar di 49 lokasi
pada kawasan permukiman dan jalan. Hal tersebut<br />
dirasakan sebagai suatu masalah mengingat genangan<br />
menimbulkan rusaknva alam dan mengganggu mengingat<br />
genangan menimbulkan rusaknva alam dan mengganggu<br />
120 jam dengan tinggi mencapai 1,5 m dan wilaah lain<br />
berkisar antara 3-48 jam dengan tinggi genangan 0,3-1 m.<br />
Secara umum permasalahan genangan di Kota Tangerang<br />
antara lain disebabkan oleh faktor alamiah saluran itu<br />
sendiri karena adanya penggerusan dan terbawanva<br />
material saluran oleh aliran sehingga terjadi pendangkalan<br />
dan sedimentasi yang mengakibatkan terjadinya<br />
penyempitan kapasitas dimensi saluran.<br />
Selama 20 tahun terakhir, endapan lumpur di Sungai<br />
Cisadane saja mencapai lima hingga enam meter.<br />
Padahal, kedalamannya diperkirakan hanya tujuh meter.<br />
Endapan lumpur itu lebih banyak di tepiannya. Di<br />
tengahnya. Diperkirakan masih mencapai kedalaman tujuh<br />
meter. Endapan seperti ini terjadi sepanjang enam kilo<br />
meter sungai cisadane yang melintasi kota Tangerang,<br />
hingga Pintu Air Sepuluh. Pemerintah Provinsi Banten<br />
teiah mengangeluarkandana Rp 9 juta untuk rehabilitasi<br />
daerah aliran Sungai Cisadane. Selain pengerukan, dana<br />
tersebut juga digunakan untuk penguatan tebing-tebing<br />
sungai dengan batu.<br />
Pengerukan, memang belum bisa dilakukan secara<br />
maksimal. Tak kurang sekira 40 ribu meter kubik endapan<br />
lumpur yang harus dikeruk. Penguatan tebing dilakukan<br />
pada tebing sungai sepanjang ;ac meter.<br />
Kelenteng Boen San Bio
TEMPAT ibadah kelenteng sudah ada di Indonesia<br />
sejak 400 tahun sang lalu. Tempat ibadah ini merupakan<br />
tempat ibadah tiga agama etnis Tionghoa, yaitu Budha,<br />
Khonghucu, dan Tao. Akan tetapi, dalam praktiknya tidak<br />
pernah ada fanatisme terhadap salah satu dari tiga agama<br />
tersebut. Dengan kata lain, dalam prakteknya ketiga<br />
agama tersebut dilakukan bersamaan.<br />
Gabungan ketiga agama tersebut dikenal dengan<br />
nama Tridharma. Campuran ketiga agama tersebut dapat<br />
dijelaskan dalam kaitannya dengan latar belakang orang<br />
China di Asia Tenggara. Para leluhur mereka datang dari<br />
China Selatan dimana ketiga agama itu diterima sebagai<br />
satu kepercayaan.<br />
Kepercayaan suatu agama dieksistensikan dalarn<br />
suatu upacara suci yang melibatkan masyarakat (umat).<br />
Untuk itu diperlukan sebuah tempat atau bangunan suci<br />
untuk melaksanakan upacara tersebut. Setiap masyarakat<br />
beragama didunia memiliki tempat peribadatan khusus<br />
untuk melaksanakan upacara keagamaan mereka. Islam<br />
memiliki masjid, Katholik dan Kristen gereja, Hindu dengan<br />
puranya dan Buddha dengan vihara.<br />
Vihara secara harfiah berarti tempat persir.ggahan,<br />
merupakan tempat tinggal atau kediaman para bhikkhu<br />
(biksu), terutama untuk berteduh dan berlatih meditasi.<br />
Dalam bahasa Indonesia karena lafal pengucapan, vihara<br />
berubah menjadi biara.<br />
Dalam pengertian agama Buddha, vihara dipakai untuk<br />
merujuk tiga kediaman yaitu: Kediaman Dewa (Dhiba-<br />
Vihara), Kediaman Luhur (BrahmaVihara) dan Kediaman
Mulia (Ariya-Vihara). Jadi, pada dasarnya antara vihara<br />
dan kelenteng sebenarnya tak ada bedanya, karena<br />
dipakai secara bersama-sama sebagai sarana beribadat<br />
bagi ketiga agama etnis Tionghoa (Buddha, Kkonghucu,<br />
dan Tao) tersebut.<br />
Asal mula kata Kelenteng<br />
BANYAK yang berasumsi, bahwa kata kelenteng<br />
merupakan adaptasi dari bahasa asing. Tetapi, ternyata ini<br />
merupakan kata asli Indonesia, dan sejatinya kata<br />
kelenteng hanya dapat ditemui di Indonesia. Ditilik dari<br />
kebiasaan orang Indonesia yang sering memberi nama<br />
kepada suatu benda atau mahluk hidup berdasarkan bunyibunyian<br />
yang ditimbulkan seperti Kodok Ngorek, Burung<br />
Pipit, Tokek maka demikian pula halnya dengan kelenteng.<br />
Ketika di kelenteng diadakan upacara keagamaan,<br />
sering digunakan genta yang apabila dipukul akar.<br />
berbunyi `klinting' sedang genta besar berbunvi `klenteng'.<br />
Maka bunyi-bunyian seperti itu yang keluar dari tempat<br />
ibadat orang China dijadikan dasar acuan untuk merujuk<br />
tempat tersebut (Moertiko ha1.97)<br />
Versi lain menurut `Kronik 'I'ionghoa di Batavia',<br />
disebutkan bahwa sekitar tahun 1650, Letnan Tionghoa,<br />
Guo Xun-guan mendirikan sebuah tempat ibadah untuk<br />
menghormati Guan Yin di Glodok. Guan Yin adalah Dewi<br />
welas asih Buddha yang lazim dikenal sebagai Kwan Im.<br />
Pada abad ke-17 waktu umat kristen Jepang dianiaya,<br />
patung Dewi Kvsan Im menggantikan patung Bunda Maria<br />
untuk menyesatkan mata-mata polisi Jepang. Tempat<br />
ibadah di Glodok itu dise-but Guan Yin Ting atau tempat
ibadah Dewi Guam Yin (Kwan Im). Kata Tionghoa YinTing<br />
ini disebut dalam kata Indonesia menjadi Klenteng, yang<br />
kini menjadi lazim bagi semua tempat ibadah Tionghoa di<br />
Indonesia (Heuken hal.181).<br />
Seorang sarjana arsitektur yaitu Evelin Lip menyatakan<br />
bahwa masyarakat China yang ingin mendirikan sebuah<br />
bangunan suci biasanya akan mengikuti aturan-aturan yang<br />
berlaku di China. Aturan-aturan tersebut adalah bahwa<br />
suatu bangunan suci biasanva didirikan di atas podium,<br />
dikelilingi oleh pagar keliling, mempunyai keletakan<br />
simetris, mempunyai atap dengan arsitektur China, sistem<br />
stnikturnya terdiri dari tiang clan balok serta motif dekoratif<br />
untuk memperindah bangunan.<br />
Satu hal lagi yang tidak dapat dilupakan masyarakat China<br />
dalam pencarian lokasi adalah berpedoman pada Hong<br />
Sui (Feng Sui). Dengan berpedoman pada Feng Sui ini<br />
diharapkan bisa memberikan keberuntungan pada<br />
penghuninya. Selain itu juga Lip mengatakan, kelentengkelenteng<br />
di China Utara berukuran lebih besar dan<br />
hiasannya sangat sedikit dibandingkan dengan yang ada<br />
di China Selatan dimana kelentengnya mempunyai banyak<br />
hiasan.<br />
Bumbungan atapnya dihiasi dengan motif naga, burung<br />
phoenix, ikan, mutiara atau pagoda dan ujung<br />
bumbungannya melengkung ke atas. Ciri arsitektural<br />
seperti inilah yang dibawa ke Singapura dan Malaysia oleh<br />
para perantau dan pedagang dari China.<br />
Situs bersejarah<br />
KELENTENG, lantaran usia bangunannya vang
kebanyakan sudah tua, kini menjadi situs bersejarah atau<br />
bangunan yang seharusnya dilindungi. Di Jalan Pasar<br />
Baru, Kota Tangerang itulah terdapat Vihara Nimmala yang<br />
dulunya bernama Kelenteng Boen San Bio (Kebajikan<br />
Setinggi Gunung). Selain Kelenteng Boen San Bio, di<br />
Tangerang masih terdapat dua kelenteng tua lainnya yaitu<br />
Kelenteng Boen Tek Bio di kawasan Pasar Lama dan<br />
Kelenteng Boen Hay Bio di Serpong, Tangerang.<br />
Kelenteng Boen San Bio dibangun pada 1689 oleh Oey<br />
Giok Koen, seorang tuan tanah yang pernah berkuasa di<br />
kawasan Pasar Baru. Kini vihara ini amat terkenal dengan<br />
l0 rekor prestasi yang berhasil diraihnya dari Museum<br />
Rekor Indonesia (MURI). Antara lain, lampion terbanyak,<br />
hio terbesar seberat 4,8 ton terbuat dari batu giok dan<br />
vihara yang memiliki 17 Kiem Sin (patung dewa-dewa) dari<br />
batu onyx.<br />
Di pintu masuk indera penglihatan kita suuah disergap<br />
oleh berbagai detail seperti warna khas Tiongkok merah<br />
menyala dipadu dengan kuning dan motif bunga pada<br />
gapura pintu masuk, deretan ratusan lampion merah<br />
bertuliskan kertas kuning nama-nama keluarga<br />
penyumbang lampion dan tulisan motto unik kelenteng ini<br />
yaitu "the temple never sleep".<br />
Di pojok sebelah kiri, terlihat rumah minyak berwarna<br />
merah menyala yang menyediakan berbotol-botol minyak<br />
sumbangan dari donatur untuk digunakan umat<br />
bersembahyang. Setelah memasuki koridor terlihat<br />
ruangruang peribadatan di setiap sudutnya lengkap<br />
dengan meja altar dan patting-patting dewra. Tak kurang
terdapat 16 tempat peribadatan yang diisi dengan<br />
patungpatung dewa dalam kepercayaan China Khonghucu<br />
(Kong Fu Tse).<br />
Menjelang perayaan Imlek, suasana di kelenteng ini<br />
biasanya sangatlah meriah. Lilin-lilin merah setinggi sekitar<br />
1 meter yang bisa menyala tanpa henti selama sebulan<br />
lebih dinyalakan. Selain altar utama, di kiri dan kanan<br />
kelenteng ini, terdapat tempat pemujaan yang dibagi<br />
berdasarkan permintaan.<br />
Tentu saat memasuki kelenteng, harum dupa wangi dan<br />
asap yang bisa membuat mata perih langsung menyergap.<br />
Seperti halnya kelenteng lain, akan dijumpai pula patungpatung<br />
para dewa dan dewi, tak terkecuali patung Dewi<br />
Kwan Im (Dewi Welas Asih yang diagungkan masyarakat<br />
Tionghoa) setinggi tiga meter di halaman belakang.<br />
Kelenteng dengan pelindung Khongco Hok Pek Tjeng<br />
Sin atau Dewa Bumi ini menyimpan banyak artifak<br />
bersejarah seperti bagian kepala dan ekor berwarna biru<br />
dan kuning dari perahu Peh Cun yang berbentuk naga dari<br />
tahun 1940 yang disimpan dalam sebuah gazebo di<br />
halaman belakang.<br />
Kelenteng Boen Tek Bio<br />
BERBICARA tentang Kelenteng Boen Tek Bio<br />
(Padumuttara) tidak terlepas dari sejarah Kota Tangerang<br />
dan keberadaan orang Tionghoa di Tangerang. Boen Tek<br />
Bio adalah kelenteng tertua yang dibangun pada 1684 di<br />
kawasan permukiman China, di Pasar Lama. Kelenteng ini<br />
juga diketahui merupakan bangunan paling tua di<br />
Tangerang sebagai saksi sejarah bahwa orang-orang
China sudah berdiam di Tangerang lebih dari tiga abad<br />
silam.<br />
Para penghuni perkampungan Petak Sembilan secara<br />
gotongroyong mengumpulkan dana untuk mendirikan<br />
sebuah kelenteng yang diberi nama Boen Tek Bio.<br />
(Boen=Sastra Tek=Kebajikan Bio=Tempat Ibadah). Bio<br />
yang pertama berdiri diperkirakan masih sederhana sekali<br />
yaitu berupa tiang bambu dan beratap rumbia. Awal abad<br />
ke-19 setelah perdagangan di Tangerang meningkat, dan<br />
umat Boen Tek Bio semakin banyak, kelenteng ini lalu<br />
mengalami perubahan bentuk seperti yang bisa dilihat<br />
sekarang.<br />
Sebagai tuan rumah kelenteng ini adalah Dewi Kwan<br />
Im. Selain Dewi Kwan Im di sebelah kiri dan kanan<br />
kelenteng ini juga dibangun tempat untuk dewa-dewa lain.<br />
Berbeda dengan kebanyakan kelenteng yang ada di<br />
Indonesia maupun yang ada di negeri Tiongkok, Kelenteng<br />
Boen Tek Bio mempunyai satu tradisi yang sudah<br />
berlangsung selama ratusan tahun yaitu apa yang dikenal<br />
dengan nama Gotong Toapekong.<br />
Setiap 12 tahun sekali yaitu saat tahun Naga menurut<br />
kalendar China, di dalam Kota Tangerang berlangsung<br />
arak-arakan joli Ka Lam Ya, Kwan Tek Kun dan terakhir<br />
Joli Ema Kwan Im. Pesta tahun Naga ini dimeriahkan oleh<br />
pertunjukan Barongsai dan Wayang Potehi yang berhasil<br />
menyedot ribuan pengunjung. Pesta ini terakhir kali<br />
diadakan tahun 1976.<br />
Rumah Tua Kapitan Tionghoa
RUMAH tua ini sudah berusia lebih kurang 400 tahun.<br />
Konon rumah berhantu itu bekas rumah tuan tanah,<br />
seorang Kapten Tionghoa (Kapitein der Chineezen) di<br />
zaman Belanda.<br />
Pangkat kapten dan letnan diberikan Kompeni<br />
(pemerintah Belanda) kala itu hanya kepada seseorang<br />
dari keluarga terkaya di daerah tertentu dengan<br />
kewenangan mengatur secara administratif daerah<br />
tersebut. Tugasnya kira-kira sepadan dengan lurah<br />
sekarang. Di PeChinan, pengaturan daerah secara<br />
admistratif dilakukan oleh sebuah Dewan Tionghoa (Kong<br />
Koan) yang beranggotakan kapitein dan letnan. Sejak<br />
1837 dewan ini diketuai seorang mayor yang dibantu<br />
kapitein dan letnan. Hanya tiga kota besar yaitu Batavia,<br />
Semarang, dan Surabaya yang memiliki Mayor Tionghoa<br />
dan mengetuai Kong Koan. Kong Koan berwenang<br />
menyelesaikan perkara kecil di antara orang Tionghoa tapi<br />
atas nama pemerintah Hindia Belanda dan menyerahkan<br />
perkara besar kepada pemerintah.<br />
PeChinan atau kawasan Pasar Lama merupakan salah<br />
satu kampung tua di Tangerang. Sejak November 1740,<br />
penguasa VOC menetapkan kawasan Pasar Lama<br />
sebagai tempat tinggal para pemukim asal China.<br />
Maksudnya, agar penguasa Belanda mudah melakukan<br />
pengawasan terhadap mereka. Di perkampungan ini<br />
ditempatkan seorang Kapitein China yang diserahi tugas<br />
mengawasi masyarakatnya. Pada masa itu, para Mayor<br />
dan Kapitein China digambarkan hidup seperti raja-raja<br />
Mandarin.
Adalah Souw Siauw Keng yang ditunjuk Kompeni<br />
menjadi Luitenant der Chineezen di Tangerang pada<br />
1884. Keluarga Souw, sangat terkenal di masanya<br />
sebagai kakak beradik Souw Siauw Tjong dan Souw<br />
Siauw Keng (1849-1917). Souw Siauw Tjong dikenal orang<br />
terkaya di Batavia dan memiliki tanah luas di Paroeng<br />
Koeda, Kedawoeng Oost (Wetan), dan Ketapang,<br />
Tangerang, Banten.<br />
la juga dikenang berjiwa sosial juga rendah hati<br />
terhadap masyarakat sekitar, sehingga memerintahkan<br />
untuk mendirikan sekolah bagi anak bumiputera di tanah<br />
miliknya, menyantuni orang miskin, dan menyumbang<br />
makanan dan bahan bangunan ketika kebakaran terjadi.<br />
Souw Siauw Tjong pula yang menjadi donatur pemugaran<br />
Kelenteng Boen Tek Bio Tangerang pada 1875 dan<br />
Kelenteng Kim Tek Ie Batavia pada 1890. Dia menolak<br />
kedudukan Luitenant der Chineezen yang ditawarkan<br />
Kompeni. Meski begitu, pada Mei 1 8 7 7 dia<br />
dianugerahinya gelar Luitenant Titulair (Letnan<br />
Kehormatan).<br />
Belum bisa dipastikan apakah Souw Siauw Keng<br />
pernah menghuni rumah tersebut. Yang jelas, rumah ini<br />
sekarang tidak dihuni oleh keturunan sang kapiten tetapi<br />
dihuni oleh empat keluarga pegawai perkebunan. Rumah<br />
ini cukup terkenal di kalangan pembuat film, bahkan<br />
sempat dipakai syuting film Drakula Mantu yang dibintangi<br />
Tan Tjeng Bok dan Benyamin S. juga film Si Pitung.<br />
Rumah masih menyimpan beberapa detail menarik
seperti plang atap dengan ukiran khas China, pintu besar<br />
dari kayu dan patung binatang batu yang uniknya berisi<br />
batu bulat sebesar kepalan tangan dalam mulutnya yang<br />
hanya bercelah sekitar 5 cm.<br />
BAB DUA<br />
Asal-usul Budaya Lokal<br />
SEPERTI juga Jakarta dan Banten, Tangerang pernah<br />
menjadi sebuah tempat dimana berbagai suku dan bangsa<br />
hidup berdampingan dengan damai. Rakyat di ketiga kota<br />
pelabuhan itu sejak tempo dulu merupakan konglomerasi<br />
dari sejumlah komunitas etnik yang memiliki keyakinan<br />
yang berbeda-beda, seperti China, Arab, Melayu, Eropa<br />
dan orang setempat sendiri.<br />
Dengan kata lain, masyarakat di sana adalah sebuah<br />
masyarakat yang menjunjung tinggi multikulturalisme. Ini tak<br />
ubahnya dengan kehidupan masyarakat Betawi di, Jakarta<br />
tempo doeloe. Secara biologis, mereka yang mengaku<br />
sebagai orang Betawi adalah keturunan kaum berdarah<br />
campuran aneka suku dan bangsa. Mereka adalah hasil<br />
kawin-mawin antar etnis dan bangsa di masa lalu.<br />
Oleh sebab itu, apa yang disebut dengan orang atau<br />
Suku Betawi sebenarnva terhitung "pendatang baru" di<br />
Jakarta. Kelompok etnis ini lahir dari perpaduan berbagai<br />
kelompok etnis lain yang sudah lebih dulu hidup di Jakarta,<br />
seperti orang Sunda, Jawa, Arab, Bali, Sumbawa, Ambon,<br />
dan Melayu. Antropolog Universitas Indonesia, Dr Yasmine<br />
Zaki Shahab MA menaksir, etnis Betawi baru terbentuk<br />
sekitar dua abad lalu, antara tahun 1816-1893.<br />
Perkiraan ini didasarkan atas studi sejarah demografi
penduduk Jakarta vang dirintis sejarawan Australia, Lance<br />
Casle. Di zaman kolonial Belanda, pemerintah selalu<br />
melakukan sensus, yang dikategorisasikan berdasarkan<br />
bangsa atau golongan etnisnva. Dalam data sensus<br />
penduduk Jakarta tahun 1615 dan 1673, terdapat<br />
penduduk dari berbagai golongan etnis, tetapi tidak ada<br />
catatan mengenai golongan etnis Betawi.<br />
Pada 1673, penduduk dalam kota Batavia berjumlah<br />
27.086 orang. Terdiri dari 2.740 orang Belanda dan Indo,<br />
5.362 orang Mardijker, 2.747 orang Tionghoa, 1.339 oran;<br />
Jawa dan moor (India), 981 orang Bali dan 611 orang<br />
Melayu. Penduduk yang bebas ini ditambah dengan<br />
13.278 orang budak (49%) dari bermacam-macam suku<br />
dan bangsa.<br />
Namun, pada 1930, kategori orang Betawi vang<br />
sebelumnya tidak, pernah ada justru muncul sebagai<br />
kategori baru dalam data sensus tahun tersebut. Jumlah<br />
orang Betawi sebanyak 778.953 jiwa dan menjadi<br />
mayoritas penduduk Batavia waktu itu.<br />
Antropolog Universitas Indonesia, Prof Dr Parsudi<br />
Suparlan menyatakan, kesadaran sebagai orang Betawi<br />
pada awal pembentukan kelompok etnis itu juga belum<br />
mengakar. Dalam pergaulan sehari-hari, mereka lebih<br />
sering menyebut diri berdasarkan lokalitas tempat tinggal<br />
mereka, seperti orang Kemayoran, orang Senen, atau<br />
orang Rawabelong.<br />
Pengakuan terhadap adanya orang Betawi sebagai<br />
sebuah kelompok etnis dan sebagai satuan sosial dan<br />
politik dalam lingkup yang lebih luas, yakni Hindia Belanda,
aru muncul pada 1923, saat Moh. Husni Thamrin, tokoh<br />
masyarakat Betawi mendirikan Perkoempoelan Kaoem<br />
Betawi. Baru pada waktu itu pula segenap orang Betawi<br />
sadar mereka merupakan sebuah golongan, yakni<br />
golongan orang Betawi.<br />
Pada 1961, suku Betawi mencakup kurang lebih 22.9<br />
persen dari antara 2,9 juta penduduk Jakarta pada waktu<br />
itu. Mereka semakin terdesak ke pinggiran, bahkan<br />
ramairamai menyingkir ke daerah satelit Jakarta, seperti<br />
Bekasi, Cileungsi, Depok, Cibinong, Citayam, hingga ke<br />
Tangerang. Walaupun sebetulnya, suku Betawi tidaklah<br />
pernah tergusur atau digusur dari Jakarta, namun karena<br />
proses asimilasi dari berbagai suku yang ada di Indonesia<br />
dan hingga kini terus berlangsung, maka melalui proses<br />
panjang itu pulalah suku Betawi hadir di bumi Nusantara.<br />
Di Jakarta dan sekitarnya berangsur-angsur terjadi<br />
pembauran antar suku bangsa, bahkan antar bangsa, dan<br />
lambat laun keturunannya masingmasing kehilangan ciriciri<br />
budaya asalnya. Akhirnya semua unsur itu luluh lebur<br />
menjadi sebuah kelompok etnis baru yang kemudian<br />
Betawi etnis baru yang kemudian dikenal dengan sebutan<br />
masyarakat Betawi.<br />
Muncullah beragam dialek dan subdialek Betawi<br />
sebagai cerminan dari pelbagai akulturasi kebudayaan<br />
Betawi secara umum. Hal itu merupakan hasil perkawinan<br />
berbagai macam kebudayaan, baik yang berasal dari<br />
daerah-daerah lain di Nusantara maupun kebudayaan<br />
asing. Dialek Betawi bukan cuma satu, hanya ape,
kenape, lu-gue, dan gak ade saja, yang masuk Subdialek<br />
Tengah itu. Selain subdialek itu, masih ada subdialek lain,<br />
yaitu subdialek Pinggir, yang juga disebut Betawi Ora. Ini<br />
terlihat dalam kata apah, ngapah serta luh-guah dan ora<br />
ada pisan. Ora dari bahasa Jawa berarti gak (tidak).<br />
Akan halnya dengan asal-usul kebudayaan di<br />
Tangerang, tentu saja tak bisa dilepaskan dengan<br />
kebudayaan Betawi secara umum. Pasalnya, penduduk<br />
pendatang asal Betawi kemudian kawin mawin dan<br />
beranak pinak dengan penduduk setempat asal China,<br />
Sunda, Jawa, Melayu dan lainnya. Karena itu, etnis dan<br />
budaya penduduk daerah ini kian beragam. Kondisi<br />
tersebut kian memperkokoh Tangerang sebagai daerah<br />
pertemuan berbagai etnis dan budaya, termasuk<br />
kebudayaan Betawi.<br />
Dari masa ke masa masyarakat Betawi terus<br />
berkembang dengan ciriciri budayanya yang makin lama<br />
semakin mantap sehingga mudah dibedakan dengan<br />
kelompok etnis lain. Namun bila dikaji lagi sering tampak<br />
unsur-unsur kebudayaan yang menjadi sumber asalnya.<br />
Jadi tidaklah mustahil bila bentuk kesenian Betawi itu<br />
sering menunjukkan persamaan dengan kesenian daerah<br />
atau kesenian bangsa lain.<br />
Kesenian Betawi seperti Gambang Kromong yang<br />
berasal dari seni musik China, juga akrab di telinga<br />
masyarakat Tangerang, Depok dan Bekasi. Begitu pula<br />
kesenian Tanjidor yang berlatar-belakang ke-Belandaan.<br />
Tetapi musik khas, seperti Keroncong Tugu dengan latar<br />
belakang Portugis, tidak dikenal di Tangerang karena tidak
ada akar Portugis di sana.<br />
Bagi masyarakat Betawi sendiri, di mana pun mereka<br />
tinggal, segala yang tumbuh dan berkembang di tengah<br />
kehidupan seni budayanya dirasakan sebagai miliknva<br />
sendiri seutuhnya, tanpa mempermasalahkan dari mana<br />
asal unsur-unsur yang telah membentuk kebudayaan itu.<br />
Demikian pulalah sikap terhadap keseniannya sebagai<br />
salah satu unsur kebudayaan yang paling kuat<br />
mengungkapkan ciri-ciri kebetawiannya, terutama pada<br />
seni pertunjukkannya.<br />
Berbeda dengan kesenian kraton vang merupakan<br />
hasil karya para seniman di lingkungan istana dengan<br />
penuh pengabdian terhadap seni, kesenian Betawi justru<br />
tumbuh dan berkembang di kalangan rakyat secara<br />
spontan dengan segala kesederhanaannya. Oleh karena<br />
itu, kesenian Betawi dapat digolongkan sebagai kesenian<br />
rakyat.<br />
Tampaknya, budayawan Umar Kayam benar ketika ia<br />
mengatakan bahwa sebelum Banten muncul sebagai<br />
imperium yang jaya. Sunda Kelapa dan Jayakarta sudah<br />
lebih dulu merupakan permukiman besar yang dihuni<br />
berbagai etnik dan ras, termasuk China dan Arab. Mereka<br />
berbaur, bergesekan, berdialog dan suatu proses<br />
pembangunan sosok budaya yang kemudian disebut<br />
Budaya Betawi.<br />
Gambang Kromong<br />
CONTOH pembauran yang harmonis antara unsur<br />
pribumi dengan unsur China dalam dunia musik Betawi,
dapat kita lihat dalam orkes gambang kromong, yang<br />
tampak pada alat-alat musiknya. Sebagian alat seperti<br />
gambang, keromong, kemor, kecrek, gendang, kempul,<br />
slukat, gong enam dan gong kecil adalah unsur pribumi,<br />
sedangkan sebagian lagi berupa alat musik gesek China<br />
yakni kongahyan, tehyan, dan skong.<br />
Dalam lagu-lagu yang biasa dibawakan orkes tersebut,<br />
rupanya bukan saja terjadi pengadaptasian, bahkan pula<br />
pengadopsian lagu-lagu China yang disebut pobin, seperti<br />
pobin mano Kongjilok, Bankinhiva, Posilitan, Caicusiu<br />
dan sebagainya. Biasanya disajikan secara instrumental.<br />
Terbentuknya orkes gambang kromong tidak dapat<br />
dilepaskan dari Nie Hukong, seorang pemimpin golongan<br />
China.<br />
Dia hidup pada pertengahan abad ke-18 di Jakarta<br />
dan dikenal sebagai penggemar musik. Atas<br />
prakarsanyalah, terjadi penggabungan alat-alat musik yang<br />
biasa terdapat dalam gamelan pelog slendro dengan yang<br />
dari Tiongkok. Pada masa itu, orkes gambang kromong<br />
hanya dimiliki oleh babah-babah peranakan China.<br />
Seperti ditulis oleh salah seorang pakar budaya<br />
Betawi, Ridwan Saidi, dalam buku “Profil Orang Betawi”,<br />
dijelaskan bahwa Gambang Kromong adalah jenis musik<br />
tradisi Betawi yang mempunyai pengemar tidak saja di<br />
daerah Jakarta, tetapi juga berkembang subur di daerah<br />
pesisir, mulai dari Tangerang hingga Bekasi.<br />
Gambang Kromong digemari masyarakat terutama dari<br />
etnik Betawi, karena selain bisa dinikmati sebagai sebuah
sajian musik, juga seni tradisi yang berkembang di wilayah<br />
Tangerang sampai Tambun ini, juga lazim dipergunakan<br />
untuk mengiringi goyang para penari. Syair dari lagu-lagu<br />
Gambang Kromong inipun mencerminkan sinkretisme<br />
Melayu-China, seperti pengaruh alat musik Tehyan atau<br />
semacam biola China yang biasanya terdengar dominan<br />
sepanjang lagu, sementara musikalitas gambang sendiri,<br />
membersitkan suatu keakraban yang bernuansa Betawi<br />
Purba. Selain "Jali-jali dan "Sirih Kuning", lagu-lagu lain<br />
seperti,"Gelatik<br />
Nguk-nguk", "Surilang Enjot-enjotan", "Cente Alanis<br />
Dipatok Burung" dan lain-lain, banyak mengandung kata<br />
yang tidak jelas artinya. Seperti asal kata, nguk-nguk,<br />
surilang atau jali-jali, sangat sulit ditelusuri dari mana katakata<br />
itu berasal.<br />
Secara historis, kesemua lagu itu memang memiliki<br />
perjalanan panjang dan menjadi bagian tak terpisahkan<br />
dari peta seni rakyat Betawi. Dari cengkok melodinya,<br />
lagu-lagu tersebut jelas terpengaruh notasi lagu bergaya<br />
China.<br />
Dewasa ini orkes gambang kromong biasa digunakan<br />
untuk mengiringi tari pertunjukan kreasi baru, seperti tari<br />
Sembah Nyai, Sirih Kuning dan sebagainya, di samping<br />
untuk mengiringi teater lenong. Teater rakyat Betawi ini<br />
dalam beberapa segi tata pentasnya mengikuti pola opera<br />
Barat, dilengkapi dekor dan properti lainnya, sebagai<br />
pengaruh komedi stambul, komedi ala Barat berbahasa<br />
Melayu, yang berkembang pada awal abad ke20.
Peh Chun<br />
Nonton Peh Cun di Ka1i Tangerang<br />
Sane-sini aeh rame bukan kepalang<br />
Bang Mamat dan Mpok Mide ampe lupe pulang...<br />
LANTUNAN suara Ida Royani yang diiringi Orkes<br />
Gambang Kromong Naga Mustika barusan, mungkin akrab<br />
bagi pendengarnya di tahun 70-an. Ketika itu sejumlah<br />
radio swasta kerap memutar lagu berjudul "Nonton Peh<br />
Cun" ini atas permintaan pendengar.<br />
Repertoire lagu berirama gambang kromong seperti<br />
ini, sekarang tak pernah lagi diperdengarkan dalam ruang<br />
publik kita. Boleh jadi, lantaran kalah pamor dengan genre<br />
musik masa kini. Makanya, di kalangan orang Betawi<br />
sendiri paling banter hanya orang yang lebih tua yang<br />
dapat menceritakan nostalgia meriah pesta Peh Chun<br />
seperti yang digambarkan dalam syair lagu gambang<br />
kromong tadi.<br />
Pesta Peh Chun adalah untuk memperingati l00 hari<br />
tahun baru China (Imlek). Tahun Baru Imlek atau yang<br />
disebut Sin Tjia oleh masyarakat keturunan China yang<br />
berbahasa Hokkian, bermula dari ungkapan rasa gembira<br />
para petani di Tiongkok zaman dahulu kala untuk<br />
menyambut musim semi (Chun), yaitu saat mereka dapat<br />
kembali bekerja kembali di sawah.<br />
Kendati di rayakan oleh masyarakat Tionghoa, namun<br />
karena begitu meriah pesta Peh Chun ini, maka bagi
masyarakat Betawi merupakan hiburan tersendiri. Bagi<br />
anak muda Betawi pada zamannya, Peh Chun menjelma<br />
menjadi ajang mencari jodoh. Tua-muda, lelaki dan<br />
perempuan, tak mau ketinggalan menonton "karnaval" di<br />
Kali Ciliwung itu.<br />
Peh Chun digelar dari pagi hingga malam,<br />
dimeriahkan dengan pesta perahu di sungai yang dihiasi<br />
lampu warna-warni dan orkes gambang kromong. Saking<br />
meriahnya itu pesta Peh Chum, digambarkan dalam lagu<br />
gambang kromong tadi. Bang Mamat dan mpok Mide<br />
(figur pasangan muda Betawi) sampai lupa pulang.<br />
Sedangkan di Tangerang, di samping acara Gotong<br />
Toapekong, sejak tahun 1911 para umat Kelenteng Boen<br />
Tek Bio menyelenggarakan pesta Peh Chun (Petjun) yang<br />
diadakan, di Kali Cisadane, yaitu perlombaan balap<br />
perahu naga. Perlombaan ini berlangsung sekitar bulan<br />
Mei-Juni saat musim kemarau ketika air sungai jernih dan<br />
tenang. Sayang, acara Peh Chun tersebut dan apa pun<br />
kesenian asal China sempat dilarang oleh pemerintah<br />
untuk dipertunjukkan di mana-mana setelah meletusnya<br />
peristiwa G-30 S/PKI.<br />
Baru setelah zaman reformasi, Peh Chun digelar kembali<br />
melalui Festival Cisadane. Pada festival ini digelar<br />
kegiatan lomba perahu Naga dan atraksi kesenian khas<br />
daerah seperti tarian barongsay, liong, debus dan atraksi<br />
kesenian khas daerah lainnya. Dalam kegiatan tersebut<br />
selain dapat menyaksikan berbagai atraksi hiburan,<br />
pengunjung juga dapat berbelanja berbagai barang
kerajinan dan suvenir yang merupakan hasil kerajinan<br />
rakyat dan juga hasil produksi industri di Kota Tangerang.<br />
Di masa yang akan datang, Festival Perahu Naga yang<br />
selama ini diselenggarakan di belakang pertokoan<br />
Robinson, akan dipindahkan ke daerah Kali Pasir yang<br />
banyak terdapat bangunan-bangunan kuno bergaya<br />
arsitektur tradisional China. Pemerintah Daerah Kota<br />
Tangerang telah siap dengan Rencana Terinci Ruang Kota<br />
(RTRK) pengembangan Kali Pasir sebagai daerah wisata<br />
budaya.<br />
Tari Cokek<br />
TARI cokek adalah tarian khas Tangerang, yang<br />
diwarnai budaya etnik China. Tarian ini diiringi orkes<br />
gambang kromong ala Betawi dengan penari mengenakan<br />
kebaya yang disebut cokek. Tarian Cokek mirip sintren<br />
dari Cirebon atau sejenis ronggeng di Jawa Tengah.<br />
Tarian ini kerap identik dengan keerotisan penari, yang<br />
dianggap tabu oleh sebagian masyarakat lantaran dalam<br />
peragaannya, pria dan wanita menari berpasangan dalam<br />
posisi berdempet-dempetan. Cokek sendiri merupakan<br />
tradisi lokal masyarakat Betawi dan China Benteng, yaitu<br />
kelompok etnis China yang nyaris dipinggirkan, dan kini<br />
banyak bermukim di Tangerang.<br />
Menurut Ninuk Kleden Probonegoro, seorang peneliti<br />
dari LIPI, banyak versi tentang awal kelahiran seni rakyat<br />
ini. Versi pertama, cerita dimulai pada masa tuan-tuan
tanah menguasai Betawi sekitar abad ke-19, khususnya di<br />
daerah yang saat ini dikenal dengan nama Kota atau<br />
Beos. Di sana banyak tinggal tuan tanah kaya. Setiap<br />
malam Minggu, mereka biasa mengadakan pesta.<br />
Para tuan tanah ini biasanya juga banyak memiliki<br />
pembantu yang mahir bermain musik dan menari.<br />
Umumnya pesta para tuan tanah ini dimeriahkan oleh<br />
musik dari rombongan Gambang Kromong. Saat itulah<br />
para pembantu tuan tanah yang terdiri dari gadis-gadis<br />
muda itu, melayani tamu-tamu lelaki untuk menari. Mereka<br />
itulah yang kemudian disebut sebagai penari Cokek.<br />
Versi kedua, Cokek berasal dari Teluk Naga di<br />
Tangerang. Menutut versi ini, pada saat itu, daerah Tanjung<br />
Kait dikuasai oleh tuan tanah bernama Tan Sio Kek.<br />
Seperti biasa tuan tanah kaya lainnya, Tan Sio Kek juga<br />
mempunyai sebuah kelompok musik.Pada suatu hari,<br />
datang tiga orang bercocing, yaitu rambut yang dikepang<br />
satu. Diduga berasal dari daratan China. Ketiga orang ini<br />
membawa tiga buah alat musik yaitu, Tehiyan, Su Khong<br />
dan Khong ahyan. Ternyata ketiga orang itu juga mahir<br />
bermain musik.<br />
Ketika malam tiba, ketiga orang tersebut berkenan<br />
memainkan alat-alat musiknya. Tiga alat musik yang<br />
mereka bawa itu kemudian dimainkan bersama-sama alat<br />
musik kampung yang dimiliki oleh grup musik milik tuan<br />
tanah Tan Sio Kek. Dari perpaduan bunyi berbagai alat<br />
musik yang dimainkan oleh para pemusik tersebut, lahirlah<br />
musik Gambang Kromong.<br />
Sedangkan para gadis yang menari dengan iringan
irama musik itu, kemudian disebut sebagai Cokek, yang<br />
diartikan anak buah Tan Sio Kek. Seperti halnya Nie<br />
Hukong, Tan Sio Kek lebih dapat menikmati tarian dan<br />
nyanyian para cokek, yaitu para penyanyi cokek<br />
merangkap penari pribumi yang biasa diberi nama bungabunga<br />
harum di Tiongkok, seperti Bwee Hoa, Han Siauw,<br />
Hoa, Han Siauw dan lain-lain.<br />
Dalam perkembangannya, walau kelompok Gambang<br />
Kromong bila mendapat undangan pentas mendapatkan<br />
honor atau bayaran, namun para Cokek, atau penari<br />
perempuan itu, tidak dibayar, tetapi mencari bayaran<br />
sendiri dari para lelaki yang mengajak mereka menari atau<br />
ngibing. bawah Rambutnya tersisir rapih licin ke belakang.<br />
Ada pula yang dikepang kemudian disanggulkan yang<br />
bentuknya tidak begitu besar, dihias dengan tusuk konde<br />
bergoyang-goyang.<br />
Tamu Terhormat<br />
SEBAGAI pembukaan pada tari Cokek ialah wawayangan.<br />
Penari Cokek berjejer memanjang sambil melangkah maju<br />
mundur mengikuti irama gambang kromong. Rentangan<br />
tangannya setinggi bahu meningkah gerakan kaki.<br />
Setelah itu penari Cokek menari bersama dengan<br />
mengalungkan selendang pertama-tama kepada tamu<br />
yang dianggap paling terhormat. Bila yang diserahi<br />
selendang itu bersedia ikut menari maka mulailah mereka<br />
ngibing, menari berpasang-pasangan. Tiap pasang<br />
berhadapan pada jarak yang dekat tetapi tidak saling<br />
bersentuhan. Ada kalanya pula pasangan-pasangan itu
saling membelakangi. Kalau tempatnya cukup leluasa<br />
biasa pula ada gerakan memutar dalam lingkaran yang<br />
cukup luas.<br />
Pakaian penari cokek biasanya terdiri atas baju kurung<br />
dan celana panjang dari bahan semacam sutera berwarna.<br />
Ada yang berwarna merah menyala, hijau, ungu, kuning<br />
dan sebagainya, polos dan menyolok. Di ujung sebelah<br />
bawah celana biasa diberi hiasan dengan kain berwarna<br />
yang serasi. Selembar selendang panjang terikat pada<br />
pinggang dengan kedua ujungnya terurai ke bawah<br />
Rambutnya tersisir rapih licin kebelakang. Ada pula yang<br />
dikepang kemudian disanggulkan yang bentuknya tidak<br />
begitu besar, dihias dengan tusuk konde bergoyanggoyang.<br />
Dinamis dan Erotis<br />
SUARA tiga alat musik gesek asal daratan China,<br />
khongahyan, tehiyan, d a n su khong, cukup menyayat<br />
menusuk gendang telinga. Namun tiga alat gesek khas<br />
China itu, seakan memberikan harmonisasi komposisi<br />
gambang kromong saat mengiringi tarian onde-onde hasil<br />
pengembangan tari Cokek.<br />
Ketiga alat gesek akan terdengar semakin memekik<br />
manakala pukulan kendang dan kecrek dimainkan dalam<br />
tempo cepat. Distorsi yang dihasilkan justru semakin<br />
membuat ritme tarian empat penari Cokek,<br />
memperlihatkan goyangan pinggulnya mengikuti irama.<br />
Mereka seakan tidak mengenal lelah terus melenggang<br />
ditingkahi musik gambang kromong menciptakan irama
penuh keriangan. Posisi tubuh penari yang terkadang<br />
tegak dan terkadang membungkuk, menampilkan kesan<br />
erotis. Demikian pula saat pinggul digoyang, hanya<br />
sesekali berputar selebihnya melenggang.<br />
Tarian onde-onde tidak hanya memperlihatkan sisi erotis,<br />
tetapi juga dinamisasi gerak. Semisal di sela selancar<br />
serta matuk, juga diselingi gerakan nguk-nguk (loncat)<br />
yang dilakukan secara bersama-sama. Adakalanya tarian<br />
ditingkahi gerakan tangan dan kepala, mengikuti entakan<br />
suara gendang dan kecrek saat tempo nada cepat. Namun<br />
gerakan sang penari dapat berubah tiba-tiba manakala te<br />
hi ang, su khong, dan khong a yan, mendominasi musik<br />
pengiring.<br />
Dalam gerakan, antara onde-onde yang belakangan.<br />
Dimasukkan dalam khasanah tarian Betawi dengan<br />
jaipongan yang juga masuk khasanah tarian Jawa Barat,<br />
merupakan bentuk tarian pengembangan dari tarian<br />
tradisional. Tarian onde-onde merupakan pengembangan<br />
tarian cokek, sedangkan jaipongan pengembangan dari<br />
ketuk tilu.<br />
Cokek ini termasuk dalam genre tari rakyat, yaitu tari<br />
yang hidup dan berkembang di kalangan rakyat jelata.<br />
Genre tari ini terlahir dan dihidupkan oleh komunitas etnik.<br />
Secara fungsi untuk upacara dan hiburan, tariannya dapat<br />
dibilang sederhana. Dalam penyajiannya jarak antara<br />
penonton dan pemain begitu lentur, dengan kata lain tidak<br />
ada jarak estetis, serta seluruh penonton terlibat langsung<br />
dalam pertunjukkannya.
Selain Cokek dari Tangerang, yang termasuk genre tari<br />
rakyat antara lain: sisingaan, doger kontrak dari Subang,<br />
ketuk tilu, benjang dari Bandung, ronggeng gunung, badud,<br />
ronggeng kaler dari Ciamis, ronggeng uyeg dari<br />
Sukabumi, angklung sered dari Tasikmalaya, angklung<br />
gubrag dari Bogor, angklung Baduy dari Kabupaten Lebak,<br />
topeng banjet dan bajidoran dari Karawang.<br />
Tradisi Perkawinan Chiou-Thaou<br />
ACARA pernikahan chio-thou diselenggarakan dalam<br />
tradisi kuno masyarakat China Benteng. Tradisi perkawinan<br />
chio-thau juga dilakukan oleh warga Tionghoa di<br />
Padang dan sekitarnya. Chiou-thau adalah istilah umum<br />
bagi suatu upacara pernikahan yang unik dan langka.<br />
Secara harfiah, chiou-thau berarti "mendandani<br />
rambut" - sebuah ritual pelintasan (rite of passage) yang<br />
harus dilaksanakan sebagai pemurnian dan inisiasi<br />
memasuki masa dewasa. Upacara ini sangat sakral dan<br />
hanya boleh dilakukan sekali seumur hidup sesaat<br />
menjelang pernikahan. Seorang duda atau janda yang<br />
menikah lagi tidak diperkenankan rnelakukan ritual ini<br />
untuk kedua kalinya. Dalam tafsir lain, mereka yang belum<br />
menjalani chiou-thau dianggap masih anak-anak.<br />
Menurut David Kwa, ahli sejarah Tionghoa yang<br />
menjadi konsultan acara ini, di masa lalu pasangan yang<br />
tidak menjalani chiou-thau dianggap akan melahirkan<br />
anak-anak haram. Begitu tingginya makna upacara
mendandani rambut.<br />
Pukul enam pagi, ritual ini sudah dimulai di rumah<br />
mempelai perempuan. Dengan upacara sederhana yang<br />
berlangsung polos - artinya, dengan bahasa sehari-hari<br />
dan berlangsung sangat wajar, termasuk kesalahankesalahan<br />
karena dilakukan tanpa general rehearsal -<br />
orang tua mempelai melakukan sembahyang di depan<br />
rumah, dan menyerahkan anak gadis mereka kepada<br />
jururias untuk didandani.<br />
Juru riasnya pun tampil sangat sederhana. Musik<br />
tradisional pat tim (artinya, delapan instrumen) yang terdiri<br />
atas instrumen gesek, tiup, dan perkusi mengiringi acara<br />
ini. Bunyi instrumen tiupnya sangat mirip dengan bagpipe<br />
dari Irlandia yang mendayu-dayu.<br />
Pengantin yang cantik keluar dari kamar dengan baju<br />
dan celana satin putih dan rambut tergerai. Ia didudukkan<br />
di kursi rias. Secara simbolis rambutnya disisir oleh adik<br />
pengantin. Kemudian rambut itu "disubal" dengan cemara<br />
(rambut palsu) dan digulung menjadi bola rambut di atas<br />
kepala pengantin. Di atas bola rambut itu kemudian<br />
ditusukkan 25 tusuk konde bermotif floral dan burung hong<br />
(phoenix). Burung hong adalah ratu semua unggas. Karena<br />
pengantin selalu dianggap sebagai raja sehari, maka<br />
pengantin perempuan memakai lambang ratu (burung<br />
hong), sedangkan pengantin laki-laki memakai lambang<br />
raja (naga).<br />
Setelah selesai merias rambut, jubah atau baju luar<br />
untuk pengantin dikenakan. Jubah ini berwarna hijau dan<br />
merah dengan sulaman dan ornamen hias dari logam
warna perak bermotif kura-kura, bunga, kupu-kupu, ikan,<br />
kepiting, rusa, buket bunga, dan sebagainya. Wajah<br />
pengantin juga ditutup dengan kerudung dari kain<br />
transparan berwarna hijau.<br />
Makan 12 mangkuk<br />
ACARA selanjutnya adalah bersantap dengan 12 jenis<br />
lauk yang masing-masing diletakkan dalam mangkuk<br />
porselin. Pengantin wanita didampingi dua orang saudara<br />
laki-laki yang belum menikah dan sebaiknya dari shio naga<br />
dan macan.<br />
Makanan dalam 12 mangkuk itu melambangkan<br />
kesinambungan rezeki dalam tiap-tiap bulan selama<br />
setahun. Rasa masakan juga berbeda-beda: asin, manis,<br />
pahit, tawar, pedas, gurih, berlemak - untuk menyiapkan<br />
pengantin bahwa tidak selamanya mereka menghadapi<br />
kondisi menyenangkan sepanjang usia pernikahan<br />
mereka.<br />
Setelah rangkaian acara mendandani rambut di rumah<br />
pengantin perempuan selesai, sang jururias diantar ke<br />
rumah pengantin laki-laki untuk melakukan ritual yang<br />
sama. Di masa lalu kaum laki-laki juga memakai rambut<br />
panjang yang dikuncir. Tetapi, karena di masa sekarang<br />
pengantin laki-laki kebanyakan berambut pendek, maka<br />
upacara penyisiran menjadi lebih mudah dan singkat.<br />
Apalagi karena tidak diperlukan berbagai tusuk konde.<br />
Sebelumnya, sambil menunggu kedatangan sang<br />
jururias, para tamu di rumah pengantin laki-iaki dijamu<br />
dengan berbagai jenis kue tradisional yang masing-masing
mempunyai makna simbolis. Misalnya, harus ada kue<br />
pepe, yaitu kue lapis dari tepung beras yang mengharap<br />
agar pasangan pengantin bisa lengket terus sampai kakek<br />
nenek.<br />
Kue lapis legit sebagai pengharapan akan rezeki yang<br />
berlapis-lapis. Kue mangkok yang mekar melambangkan<br />
rezeki dan cinta yang terus mekar. Kue ku berbentuk kurakura<br />
sebagai lambang panjang umur. Ada lagi ketan tetel<br />
yang dicocol dengan serundeng ebi, dan apem cukit yang<br />
dicocol dengan kinca duren. Kue tradisional lainnya<br />
termasuk lapis legit, roti bakso, manisan kolang-kaling,<br />
bika ambon, kue bugis, dan kue pisang.<br />
Setelah pengantin laki-laki mengenakan jubahnya dan<br />
memakai topi yang berbentuk caping petani, para sanak<br />
keluarga memberi hadiah berupa uang yang diharapkan<br />
akan menjadi modal awal dalam menempuh bahtera<br />
keluarga. Setelah acara saweran ini, dilakukan juga<br />
upacara makan 12 mangkuk.<br />
Taburan Beras Kuning<br />
PENGANTIN laki-laki kemudian pergi menjemput<br />
pengantin perempuan di rumahnya. Di masa lalu, ini<br />
dilakukan dengan naik tandu. Tetapi, sekarang dilakukan<br />
dengan naik mobil. Kedatangan kedua mempelai di rumah<br />
pengantin laki-laki disambut dengan gemuruh bunyi<br />
petasan. Tradisi ini tampaknya ditiru dalam tradisi<br />
pengantin Betawi.<br />
Anehnya, ada juga acara tabur beras kuning dan uang<br />
logam yang sangat mirip dengan acara pernikahan di<br />
berbagai adat Nusantara. Ini sekaligus menunjukkan
masuknya adat Sunda ke dalam tradisi chiou-thau. Para<br />
tamu, khususnya mereka yang masih muda, berebut<br />
memperoleh uang logam yang ditaburkan. Ini dipercaya<br />
sebagai lambang rezeki.<br />
Kedua mempelai langsung digiring masuk ke kamar<br />
pengantin. Di belakang pintu tertutup itu kabarnya mereka<br />
melakukan upacara makan onde-onde. Pengantin laki-laki<br />
harus mencabut satu kembang goyang dari sanggul<br />
pengantin perempuan. Sebaliknya pengantin perempuan<br />
membuka kancing baju paling atas dari pengantin laki-laki.<br />
Masa' s e h cuma makan onde-onde? Ah, nggak usah<br />
dibahas lah apa yang sebetulnya terjadi di dalam sana.<br />
Setelah keluar dari kamar pengantin, dilakukan acara<br />
teh pai. Orang tua dan sanak saudara memberi sekadar<br />
uang pelita sebagai hadiah kepada pengantin. Berlainan<br />
dengan angpau yang biasanya dimasukkan ke dalam<br />
amplop berwarna merah, uang pelita ini dimasukkan dalam<br />
amplop putih bergaris merah.<br />
Kepada setiap pasangan orang tua dan kerabat yang<br />
akan memberi amplop, pengantin perempuan terlebih dulu<br />
menyuguhkan teh dalam mangkuk kepada yang, memberi<br />
amplop. Sesudah menerima amplop, pasangan pengantin<br />
melakukan pai atau kowtow (menghormat dengan kedua<br />
tangan saling digenggam dan digoyang-goyangkan di<br />
depan leher) sebagai ucapan terima kasih. Bukanlah ini<br />
sangat mirip dengan acara "jual dawet” dalam tatacara<br />
perkawinan Jawa?<br />
Tentu saja harus ada acara makan-makan dalam
setiap rangkaian upacara pernikahan. Salah satu hidangan<br />
istimewa khas Tangerang adalah bakso Lohwa. Biasanya<br />
bakso ini harus dibuat dari daging babi. Tetapi, karena<br />
banyak tamu yang beragama Islam, daging baksonya<br />
dibuat dari campuran ayam, sapi, dan udang. Kaldu<br />
beningnya sungguh lezat. Versi asli bakso Lohwa ini justru<br />
daging yang dicincang kasar agar terasa ketika digigit.<br />
Hidangan lain yang tampak di meja adalah capcay, sambal<br />
godok, ayam goreng bumbu kuning, pare isi daging, kuah<br />
kecap, pindang bandeng, rujak penganten, dan bihun<br />
goreng. Pindang bandeng, seperti pernah saya<br />
kemukakan sebelumnya, tidak hanya populer di<br />
Tangerang, melainkan juga di Jakarta.<br />
Bumbunya adalah bawang merah, cabe, kunyit, jahe,<br />
lengkuas, daun salam, asam jawa. Uniknya, semua bumbu<br />
ini hanya dibakar - tidak diulek<br />
- dan kemudian direbus dalam kuah bandeng. Ditambah<br />
kecap, tentu saja. Orang Tangerang sangat bangga<br />
dengan produk kecal lokal merek SH. "Kagak aci kalau<br />
bukan kecap SH," kata si jurumasak. Jangan lupa, pindang<br />
bandeng harus dimakan dengan emping goreng khas<br />
Banten yang wajib diguyur dengan kuahnya. Nyam nyamnyam!!!<br />
Semua makanan yang dihidangkan bukan dari<br />
perusahaan jasaboga (catering), melainkan semacam<br />
potluck dari para kerabat dan tetangga, sehingga betulbetul<br />
merupakan home cooking. Pindang bandeng dari<br />
keluarga A, bihun goreng dari keluarga B, dan seterusnya.
Musik Tanjidor<br />
PENGARUH Eropa yang kuat pada salah satu bentuk<br />
musik rakyat Betawi, tampak jelas pada orkes Tanjidor,<br />
yang biasa menggunakan klarinet, trombon, piston, trompet<br />
dan sebagainya. Alat-alat musik tiup yang sudah berumur<br />
lebih dari satu abad masih banyak digunakan oleh<br />
grupgrup Tanjidor. Mungkin bekas alat-alat musik militer<br />
pada masa jayanya penguasa kolonial tempo doeloe.<br />
Dengan alat-alat setua itu, Tanjidor biasa digunakan<br />
untuk mengiringi perhelatan atau arak-arakan pengantin.<br />
Membawakan lagu-lagu barat berirama 'mars' dan [Waltz]<br />
yang susah sulit dilacak asal-usulnya, karena telah<br />
disesuaikan dengan selera dan kemampuan ingatan<br />
panjaknya dari generasi ke generasi.<br />
Orkes Tanjidor mulai timbul pada abad ke 18.<br />
VaIckenier, salah seorang Gubernur Jenderal Belanda<br />
pada jaman itu tercatat memiliki sebuah rombongan yang<br />
terdiri dari 15 orang pemain alat musik tiup, digabungkan<br />
dengan pemain gamelan, pesuling China dan penabuh<br />
tambur Turki, untuk memeriahkan berbagai pesta.<br />
Karena biasa dimainkan oleh budak-budak, orkes<br />
demikian itu dahulu disebut Slaven-orkes. Dewasa ini<br />
tanjidor sering ditampilkan untuk menyambut tamu-tamu<br />
dan untuk memeriahkan arak-arakan.<br />
Di Tangerang, dalam setiap perayaan Cap Go Meh ini<br />
orang-orang kaya merayakannya dengan menanggap<br />
musik Tanjidor atau gambang kromong lengkap dengan<br />
penarinya di muka halaman rumahnya. Tanjidor juga kerap<br />
dimainkan di dalam Kelenteng Boen San Bio, di Pasar
Baru. Sebagian lainnya mengadakan pentas keliling<br />
kesenian musik Tanjidor atau gambang kromong lengkap<br />
dengan beberapa orang penarinya.<br />
Rombongan musik keliling ini berada dalam lingkaran<br />
tambang. Orang-orang yang tertarik boleh masuk ke dalam<br />
lingkaran tambang untuk turut berjoget sambil keliling<br />
mengikuti rombongan musik tersebut. Rombongan ini<br />
berjalan mengikuti arah tambang ditarik, sehingga kalau<br />
ada dua kelompok atau lebih berada dalam satu lingkaran<br />
tambang mereka bisa saling tarik-menarik ujung tambang<br />
untuk mengarahkan jalannya rombongan.<br />
Kalau sudah tarik-menarik, maka kelompok yang<br />
mendapat dukungan besar lebih unggul, karena dengan<br />
kekuatan tenaga banyak orang mereka bisa memimpin<br />
jalannya rombongan. Sedangkan yang kalah tidak menjadi<br />
marah, melainkan ikut arus. Tetapi, pada saat lain arah<br />
rombongan bisa berubah lagi karena dorongan orang<br />
banyak.<br />
Arak-arakan musik ini bukan hanya satu rombongan<br />
saja, tetapi beberapa rombongan sekaligus turun keliling di<br />
jalan-jalan, sehingga kalau bertemu di tengah jalan mereka<br />
saling bertabrakan. Tetapi ini pun tidak menimbulkan<br />
keributan, karena mereka sama-sama tertawa lepas.<br />
Berbagai seni pertunjukan tradisional telah<br />
berkembang sesuai dengan perkembangan zaman dan<br />
masyarakat pendukungnya serta merupakan daya pesona<br />
tersendiri pada wajah Kota Tangerang. Untuk dapat<br />
menikmati dan menilainya tiada cara lain yang lebih tepat<br />
kecuali menyaksikannya sendiri.
BAB TIGA Jatidiri Masyarakat Kota Tangerang<br />
FENOMENA Tangerang sebagai wilayah yang memiliki<br />
latar belakang budaya, dan industri-industri besar serta<br />
tempat wisata, mengundang dunia untuk menengok dan<br />
menggali potensi-potensi Tangerang yang tumbuh subur,<br />
untuk diberdayakan. seperti ini. Ditunjang dengan letak<br />
geografis Tangerang sebagai penyangga kota Jakarta.<br />
dimana arus roda ekonomi Jakarta memiliki imbas<br />
terhadap kota Tangerang.<br />
Tentunya, kondisi di atas, perlu diantisipasi dan<br />
diberdayakan agar tidak terjadi penyimpangan potensi<br />
alam dan penerapan teknologi tepat guna. Artinya setiap<br />
derap perubahan, terjadi dalam masyarakat Tangerang,<br />
harus disandarkan pada upaya-upaya rasional. Upaya<br />
rasionalisasi dibutuhkan sebagai cara untuk melihat<br />
perubahan yang terjadi di masyarakat dengan fakta-fakta<br />
dan potensi-potensi yang ada. Satu potensi tentang<br />
perlunya pemberdayaan manusia sebagai sumber dasar<br />
kemajuan pembangunan.<br />
Manusia seperti yang dipaparkan Frederich Taylor<br />
dalam bukunya The Principles as Scientific, adalah<br />
"mesin" yang sangat istimewa, yang mempunyai<br />
mekanismemekanisme internal yang dapat diadaptasikan<br />
dengan kebutuhan-kebutuhan industri modern. Antonio<br />
Gramsci memeras gagasan Taylorisme dalam tiga<br />
pandangan dasar. Pertama, bahwa dalam proses produksi<br />
pekerja harus terbatas pada tugas-tugas tertentu. kedua,<br />
pekerja harus mengembangkan sikap-sikap otomatis
mekanis sebagai sarana produksi. ketiga, ditekankan<br />
insentif-insentif individual untuk menghancurkan semangat<br />
solidaritas kaum buruh.<br />
Pandangan Taylor bisa saja diadopsi dalam keranda<br />
kehidupan masyarakat Tangerang, di mana manusia<br />
adalah mesin yang sangat istimewa, yang mempunyai<br />
mekanisme internal dan dapat diadaptasikan dengan<br />
kebutuhan industri-industri yang tumbuh subur di kota<br />
Tangerang. Tentu saja sebagai dampak menjamurnya<br />
industri di Kota Tangerang, dan kelak jika terjadi pasar<br />
bebas, dampak yang paling nyata adalah pasar lokal akan<br />
dibanjiri oleh produk-produk global yang memiliki kualitas<br />
yang lebih bail, dengan harga yang cukup bersaing. Untuk<br />
itu, bagi Kota Tangerang, kondisi ini menjadi tantangan<br />
yang signifikan, yang harus dihadapi dengan<br />
mempersiapkan Langkah-langkah antisipatif melalui<br />
penguatan kelembagaan ekonomi lokal yang siap bersaing<br />
ke kancah pasar global.<br />
Dari sinilah upaya pemberian otonomi daerah<br />
merupakan langkah maju agar berbagai prinsip dan<br />
kebijakan daerah mampu dikembangkan secara mandiri.<br />
Arbi Sanit, seorang pengamat politik melihat pemberian<br />
otonomi daerah merupakan suatu keharusan untuk<br />
melakukan terobosan pelaksanaan prinsip dan<br />
kebijaksanaan otonomi harus segera direalisasi. Tentu,<br />
otonomi daerah untuk meningkatkan pendapatan asli<br />
daerah (PAD), agar mampu mengelola arus pemerintahan<br />
dengan bertumpu pada kekuatan "sumber daya" yang ada.<br />
Selama ini, gambaran indikator administrasi daerah
menunjukkan kelambanan pertumbuhan daerah, seperti<br />
PAD se-Indonesia yang hanya berkisar sebesar 35<br />
persen, pertumbuhan rata-rata PAD hanya sebesar 21,01<br />
persen dalam tahun 1988-1991, dan besaran PAD<br />
terhadap PRDB Dati II yang hanya di antara 0,23-072<br />
persen di tahun 1990. Bahkan dipahami pula, kemerosotan<br />
kontribusi PAD terhadap APBD tahun 1994/1945 dari<br />
27,75 persen menjadi 17,01 persen.<br />
Semuanya itu berpangkal kepada perkembangan<br />
peran administratif daerah, sebagaimana diperlihatkan<br />
oleh pertumbuhan dinas daerah 5-7 buah di tahun 1994/<br />
1995 menjadi 23-25 buah, tahun 1995/1996, sehingga<br />
harus diimbangi oleh peningkatan belanja rutin dari 42,71<br />
persen tahun 1994/1995 menjadi 75,71 persen dalam<br />
tahun 1995/1996.<br />
Menggali Potensi Tangerang<br />
Tangerang bagi sebagian orang adalah tempat sandaran<br />
hidup. Kota industri ini menawarkan banyak hal tentang<br />
berbagai ragam kehidupan. Di Kota Tangerang ini, lalu<br />
lalang manusia, setiap hari berburu `mangsa' kehidupan.<br />
Tentu saja ini berkait erat dengan satu adagium bahwa<br />
kota adalah pusat perubahan. Proses perubahan, tentu<br />
saja, tidak selalu berlangsung secara normal seperti yang<br />
direncanakan. Gejala-gejala yang tidak direncanakan,<br />
sebagai satu gejala yang abnormal atau gejala patologis<br />
yang lahir karena unsur-unsur masyarakat tidak lagi<br />
berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga timbulah<br />
ketimpangan sosial.
Selain persoalan ketimpangan sosial, seperti urbanisasi,<br />
kemiskinan, disorganisasi keluarga, kejahatan, dan<br />
lumpuhnya lembaga-lembaga sosial masyarakat, Kota<br />
Tangerang juga menghadapi pada berbagai ragam<br />
persoalan perkotaan yang berkaitan dengan prasarana<br />
dan sarana kota, sebagai akibat pertumbuhan kota yang<br />
pesat melampaui daya dukung kota itu sendiri. Mencari<br />
solusi atas masalah-masalah Kota Tangerang, baik yang<br />
berakar pada masalah-masalah sosial, atau persoalan<br />
yang berpijak pada prasarana dan sarana kota, juga perlu<br />
ada kesadaran perihal pemahaman dan identifikasi<br />
terhadap masalah-masalah yang ada secara tepat dan<br />
menyeluruh. Untuk itu, perlu dikaji secara cermat, realitas<br />
kehidupan kota dalam berbagai perspektifnya dan akar<br />
potensi Kota Tangerang, yang bisa membuat Kota<br />
Tangerang berjalan pada rel pembangunan.<br />
Seperti diketahui bersama, krisis yang melanda<br />
Indonesia sejak medio 1997, membawa vibrasi negatif ke<br />
dunia perekonomian nasional umumnya, dan<br />
perekonomian regional khususnya. Krisis ini menyebabkan<br />
terjadinya perubahan dari nilai tambah sektor-sektor yang<br />
ada di wilayah nasional juga di wilayah daerah.<br />
Dari basil perhitungan dengan menggunakan analisis<br />
Location Question (LQ) dan Shift Share, dapat diperoleh<br />
beberapa kesimpulan mengenai perekonomian Kota<br />
Tangerang. Sebelum melihat dampak analisis LQ, perlu<br />
dijabarkan lebih dulu makna yang terkandung dalam<br />
analisis LQ itu.<br />
LQ merupakan teknik untuk menentukan kapasitas
ekspor perekonomian daerah dan derajat self sufficency<br />
suatu sektor. Dalam teknik ini kegiatan ekonomi suatu<br />
daerah dibagi menjadi dua golongan, yakni:<br />
a. Industri basic yaitu kegiatan ekonomi atau industri yang<br />
melayani di daerah itu sendiri maupun di luar daerah yang<br />
bersangkutan. b. Industri non basic/ industri lokal, yaitu<br />
kegiatan ekonomi atau industri yang melayani pasar di<br />
daerah itu sendiri.<br />
Sektor self sufficient, jika nilai LQ dari sebuah sektor =<br />
1, maka sektor tersebut berproduksi pada level yang sama<br />
dengan permintaan dari dalam daerah tersebut. Dalam<br />
kondisi seperti itu, sektor tersebut dapat dikategorisasikan<br />
menjadi self sufficient sector.<br />
Secara umum terdapat tiga sektor keunggulan Tangerang,<br />
yaitu sektor industri manufaktur nonmigas, Sektor<br />
perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor transportasi<br />
dan komunikasi. Tangerang memiliki keunggulan untuk<br />
sektor ini jika dibandingkan. dengan daerah lain, seperti<br />
Banten dan Jabodetabek yang ditunjukkan oleh nilai LQ>1.<br />
Tetapi dari data-data beberapa tahun belakangan,<br />
keunggulan tersebut cenderung tidak terlalu stabil<br />
meskipun masih dalam batasan yang wajar (lihat tabel 1).<br />
Interaksi Tangerang dengan daerah yang lebih besar<br />
relatif tinggi, sehingga Tangerang relatif bergantung<br />
terhadap hasil interaksi itu. Hasil analisis shift share<br />
memperlihatkan bahwa kondisi perekonomian Tangerang<br />
sangat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian nasional<br />
dan regional (nilai national effect d a n regional effect
esar), terutama bagi sektor-sektor unggulan seperti<br />
sektor industri manufaktur nonmigas, sektor perdagangan,<br />
hotel dan restoran, serta sektor transportasi dan<br />
komunikasi. Meskipun Tangerang relatif bergantung pada<br />
wilayah sekitarnya, secara bertahap mulai meningkatkan<br />
keunggulannya pada sektor-sektor tertentu (nilai regional<br />
effect besar).<br />
Tabel 1<br />
Sektor Basis Kota Tangerang Berdasarkan Hasil Analaisis<br />
LQ<br />
LQ terhadap Nasional<br />
Lapangan Usaha 2000 2001 2002 B/NB Industri<br />
Pengolahan 2.06 2.04 2.02 B Listrik, gas, dan Air Bersih<br />
1.05 1.04 1.04 B Perdagangan, Hotel dan 1.59 1.61 1.62<br />
B Restoran<br />
Pengangkutan dan Komunikasi 1.59 1.64 1.55 B<br />
LQ terhadap Propinsi Banten<br />
Lapangan Usaha 2000 2001 2002 B/NB Industri<br />
Pengolahan 1.077 1.076 1.076 B<br />
Perdagangan, Hotel dan 1.464 1.446 1.446 B Restoran<br />
Pengangkutan dan Komunikasi 1.521 1.514 1.513 B<br />
LQ terhadap Bodetabek<br />
Lapangan Usaha 2000 2001 2002 B/NB Pertanian,<br />
Peternakan, Perikanan, 1.09 1.05 1.09 B Kehutanan<br />
Industri Pengolahan 2.01 2.06 2.09 B Perdagangan, Hotel<br />
dan Restoran 1.05 1.07 1.07 B Pengangkutan dan<br />
Komunikasi 1.25 1.27 1.24 B<br />
B/NB
Sumber : Hasil Analisis PDRB B = Sektor Bersih<br />
NB = Sektor Non Basis<br />
KOTA Tangerang telah berubah. Perubahan di wilayah<br />
Kota Tangerang ini bersamaan dengan arus modernisasi<br />
yang semakin menampakkan jatidirinya di berbagai sudutsudut<br />
kota Tangerang Mall, restoran, bankbank, pabrikpabrik<br />
besar adalah salah satu sumbu yang bisa dijadikan<br />
indikator, proses modernisasi itu.<br />
Ada seloroh begini, kalau dulu Tangerang dikenal<br />
sebagai tempat "Jin buang anak", kini dengan pelbagai<br />
perubahan yang menakjubkan di Tangerang, para jin itu<br />
malah "buang dolar" . Apa iya di dunia perewangan itu<br />
para jin juga menggunakan dolar? Ya, namanya juga<br />
seloroh ini sekadar gambaran saking pesatnya<br />
perkembangan kota, sampai-sampai para jin pun `ikut<br />
tergiur' menanamkan dolarnya di ranah Tangerang.<br />
Akselerasi pembangunan di Tangerang mulai<br />
menggelinding, seiring dengan konsep pembangunan<br />
megapolitan yang diusulkan oleh Gubernur DKI Jakarta Ali<br />
Sadikin (1966-1977). Dengan konsep megapolitan itu,<br />
perencanaan pembangunan kota-kota satelit di sekitar<br />
Jakarta (Bogor, Tangerang, Bekasi, dan Depok) mesti<br />
dipadukan agar dapat saling menunjang. Hal ini<br />
mendorong lahirnya Instruksi Presiden Nomor 13 Tahun<br />
1976, yang menetapkan daerah Tangerang sebagai<br />
bagian dari w - ilayah pengembangan Jabotabek yang<br />
dipersiapkan untuk mengurangi ledakan penduduk DKI.<br />
Kota Tangerang yang lahir melalui Undang-Undang<br />
Nomor 2 Tahun 1993, kini pertumbuhannya begitu pesat.
Pesatnya pertumbuhan Kota Tangerang karena<br />
Wilayahnya yang berbatasan langsung dengan DKI<br />
Jakarta, yang senantiasa terkait langsung dengan<br />
dinamika, pembangunan nasional. Banyak warga yang<br />
bekerja di Jakarta kemudian memilih domisili di Kota<br />
Tangerang. Mereka itu kerap disebut komuter - memakai<br />
Tangerang sebagai tempat istirahat tidur malam,<br />
sementara segala macam kegiatan ekonomi di pagi<br />
hingga petang harinya banyak dihabiskan di Jakarta.<br />
Sebagai daerah yang berbatasan langsung dengan<br />
DKI Jakarta, Kota Tangerang memiliki keuntungan dan<br />
sekaligus kerugian. Keuntungannya, kota itu bisa nebeng<br />
nama besar ibu kota negara. Para warganya bisa<br />
memanfaatkan fasilitas publik sebuah metropolitan.<br />
Apalagi ditunjang dengan mudahnya aksebilitas ke kota<br />
Jakarta dan kota-kota penting di Banten dan Jawa Barat<br />
melalui ruas jalan tol, hingga memberikan kemudahan<br />
untuk saling berinteraksi antarkota.<br />
Ditambah lagi, dengan tersedianya Bandara<br />
Internasional SoekarnoHatta, maka aksebilitas kota<br />
semakin terbuka dengan kota-kota di seluruh Indonesia<br />
bahkan mancanegara. Hal itu kian meningkatkan mobilitas<br />
penduduk, bahkan migrasi penduduk. Ke dalam daerah<br />
Tangerang, terutama daerah perkotaannya, masuklah<br />
banyak penduduk baru yang berasal dari luar, baik dari<br />
kawasan lain di Pulau Jawa maupun dari luar Jawa,<br />
ataupun orang asing. Karena itu, etnis dan budaya<br />
penduduk daerah ini kian beragam. Kondisi tersebut kian<br />
memperkokoh Tangerang sebagai daerah pertemuan
erbagai etnis dan budaya.<br />
Namun, kerugian berdekatan dengan sebuah ibu kota<br />
juga ada. Secara khusus, kerugian ini sangat dirasakan<br />
oleh pemerintah daerah. Banyak warga Kota Tangerang,<br />
yang tinggal di daerah perbatasan dengan Jakarta, enggan<br />
mengakui berdomisili di daerah Kota Tangerang. Kita<br />
hanya berharap dalam kondisi keragaman etnis dan<br />
budaya itu, Tangerang menjadi daerah yang penduduknya<br />
hidup rukun, damai, sejahtera, dan tak tercerabut dari akar<br />
budayanya. Dampak lain yang menonjol di Tangerang dari<br />
pelaksanaan program pembangunan megapolitan ini,<br />
adalah berubahnya segala bidang kehidupan masyarakat<br />
setempat. Semula, penduduknya hanya mengandalkan<br />
kegiatan bidang pertanian untuk menopang hidup. Seiring<br />
dengan perkembangan selanjutnya, mereka mulai<br />
mengerjakan berbagai bidang kegiatan ekonomi, terutama<br />
bidang industri, perdagangan, dan jasa yang tentu<br />
mengubah pola dan orientasi hidup masyarakat. Sebagai<br />
daerah penyangga ibu kota, wilayah ini memang<br />
dipersiapkan untuk kegiatan perdagangan dan industri,<br />
pengembangan pusat-pusat permukiman untuk menjaga<br />
keserasian pembangunan dengan DKI Jakarta. Bahkan<br />
berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 1989,<br />
Tangerang harus mengalokasikan 3.000 hektar lahannya<br />
untuk industri. Kota Tangerang memiliki luas wilayah<br />
17.729,746 hektar. Pertumbuhan fisik kota menunjukkan<br />
besarnya kawasan terbangun kota, yaitu seluas 12.331<br />
hektar (68% dari seluruh kota) sehingga sisanya strategis<br />
untuk dikonsolidasikan ke dalam wilayah terbangun kota.
Kegiatan industri sebagai motor utama perekonomian<br />
kota Tangerang, sebagian besar terdapat di wilayah<br />
Kecamatan Jatiuwung, Batuceper, Kecamatan Tangerang<br />
dan sebagian kecil di Kecamatan Cipondoh. Berdasarkan<br />
pendataan yang dilakukan oleh Kantor Penanaman Modal<br />
dan Perizinan (KPMP) Kota Tangerang, terdapat 52<br />
perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) yang<br />
tersebar di seluruh wilayah Kota Tangerang. Total investasi<br />
yang ditanamkan oleh perusahaan-perusahaan PMA<br />
tersebut mencapai nilai Rp. 1,3 triliun. Sedangkan<br />
perusahaan PMDN di wilayah Kota Tangerang tercatat 91<br />
perusahaan, dengan nilai investasi keseluruhan mencapai<br />
Rp 2,8 triliun. Adapun jumlah tenaga kerja lokal (TKL) yang<br />
dapat diserap oleh perusahaan PMA itu mencapai 52.357<br />
orang. Sedangkan tenaga kerja asing (TKA) pada<br />
perusahaan PMA itu mencapai 465 orang. Juga data dari<br />
KPMP Kota Tangerang menyebutkan, 91 perusahaan<br />
PMDN yang tersebar di seluruh wilayah Kota Tangerang<br />
mempekerjakan 59.162 TKL dan selain masih<br />
mempekerjakan TKA sebanyak 473 orang.<br />
Tabel 1. Negara Asal PMA<br />
Negara Asal Jumlah<br />
Perusahaan<br />
Jepang 10 Taiwan 10 Hongkong 7 Korea Selatan 5<br />
Singapura 2 Inggris 1 Malaysia 1 Amerika 1<br />
Serikat<br />
Konsorsium 3<br />
Tabel 2. Negara Asal PMA
Sumber: Kota Tangerang Dalam Angka, 2002<br />
Tabel 3. Jenis Produksi Perusahaan PMDN<br />
Jenis Produk Jumlah<br />
Perusahaan<br />
Kertas 2 Perangkat mobil 1<br />
Alat Kesehatan 7<br />
Tepung/Pengolahan 10<br />
Makanan<br />
Kulit imitasi 5<br />
Industri pembuatan 10<br />
drum<br />
Industri ubin 1<br />
Industri 1<br />
peralatan/gelas/hiasan<br />
Angkutan umum/taksi 3<br />
Sepatu/sepatu 1<br />
olahraga<br />
Pakaian jadi 3<br />
Kain 1<br />
jadi/Tekstil/Pencelupa<br />
n<br />
Makanan ringan 3<br />
Kimia dan olahan zat 1<br />
kimia<br />
Furnitur/Mebel/Olahan 3<br />
kayu<br />
Peralatan karet dan 1<br />
logam<br />
Sumber: Kota Tangerang Dalam Angka, 2002
Kota Seribu Pabrik<br />
Sejak Desember 2000 lalu, Kota Tangerang yang<br />
sebelumnya hanya<br />
terdiri dari enam kecamatan, telah ditetapkan menjadi 13<br />
kecamatan.<br />
Memang, pada mulanya agak merepotkan. Misalnya,<br />
warga yang tinggal di<br />
Kelurahan Karang Mulya, harus menghapus nama<br />
Kecamatan Ciledug dan<br />
menggantinya dengan Kecamatan Karang Tengah.<br />
Begitu pula warga yang bermukim di Kelurahan Karang<br />
Sari; mereka harus menutup nama Kecamatan Batuceper<br />
dan menggantinya dengan Kecamatan Neglasari. Atau<br />
mereka yang rumahnya di Kelurahan Cimone, harus<br />
mengganti nama Kecamatan Tangerang dan<br />
menggantinya dengan Kecamatan Karawaci.<br />
Dengan penduduknya yang 1,5 juta jiwa dan tingkat<br />
pertumbuhan penduduk rata-rata 3,94 persen per tahun,<br />
Kota Tangerang sesungguhnya merupakan daerah tingkat<br />
dua yang cukup kaya. Nilai total kegiatan ekonomi daerah<br />
ini tahun 1998 apabila dibagi dengan jumlah penduduknya<br />
(PDRB per kapita) hampir mencapai Rp 10 juta, jauh lebih<br />
tinggi daripada produk domestik bruto (PDB) per kapita<br />
nasional yang Rp 4 jutaan. Darimana kekayaan Kota<br />
Tangerang diperoleh? Setengah dari total kegiatan<br />
ekonomi kota untuk tahun 1999 yang nilainya mencapai Rp<br />
15 triliun, ternyata diperoleh dari kegiatan ekonomi di<br />
sektor industri pengolahan. Sekitar 15 persen industri<br />
sedang dan besar di Kota Tangerang ini terkonsentrasi di
Kecamatan Jatiuwung.<br />
Berbagai jenis pabrik, mulai dari industri makanan dan<br />
minuman, tekstil dan pakaian jadi, kimia hingga industri<br />
logam dan barang dari logam, sudah beroperasi di<br />
kecamatan itu. Tidak heran, kecamatan yang berbatasan<br />
langsung dengan sebelah timur Kabupaten Tangerang itu,<br />
harus dimekarkan menjadi tiga kecamatan, yaitu Jatiuwung<br />
sendiri, Cibodas, dan Periuk.<br />
Selain di Jatiuwung, beberapa industri besar seperti PT<br />
Argo Pantes dan PT Indofood berlokasi di Kecamatan<br />
Tangerang, tepatnya di Kelurahan Cikokol. Sisanya berada<br />
di Kecamatan Batuceper, dan sebagian kecil Kecamatan<br />
Cipondoh. Kegiatan industri tersebut mayoritas berlokasi<br />
di koridor Jalan Daan Mogot - Batuceper. Sedangkan<br />
sebagian lagi berlokasi di koridor Sungai Cisadane - Jalan<br />
Imam Bonjol - Jalan M.H. Thamrin.<br />
Jumlah industri besar/sedang di Kota Tangerang pada<br />
tahun 2001 adalah sebanyak 619 unit, dengan rincian 314<br />
perusahaan industri besar, dan 305 perusahaan industri<br />
sedang. Sebagian besar perusahaan industri<br />
besar/sedang tersebut bergerak di sektor industri kimia,<br />
produk kimia, minyak, batubara, dan produk dari plastik<br />
(155 perusahaan atau 25%). Sebanyak 142 perusahaan<br />
atau 22,94 persen perusahaan industri besar/sedang<br />
bergerak di sektor industri barang dari logam, mesin dan<br />
perlengkapannya. Sedangkan 125 perusahaan atau 20,19<br />
persen perusahaan industri besar/sedang bergerak di<br />
sektor industri tekstil, pakaian dan kulit.<br />
Untuk menggerakkan roda perekonomian di kota yang
dijuluki sebagai "Kota Seribu Pabrik" ini, tentu tidak cukup<br />
dari sektor industri besar saja. Masyarakat kebanyakan<br />
yang rentan ekonominya harus pula (diberdayakan melalui<br />
sektor usaha industri kecil (home industry). Ini pula lantaran<br />
sektor industri kecil bakal menjadi penopang sektor<br />
industri besar.<br />
Hingga 2001, sebagian besar rumah tangga di Kota<br />
Tangerang bergerak di sektor ekonomi industri/kerajinan<br />
(120.476 rumah tangga atau 33,96%). Usaha kecil yang<br />
dijalankan masyarakat menghasilkan berbagai produk, di<br />
antaranya bola sepak, sandal dan sepatu dengan<br />
memanfaatkan bahan baku sisa industri. Hal ini tentunya<br />
mempunyai dampak yang positif, karena limbah yang<br />
dihasilkan. oleh industri besar dapat dimanfaatkan untuk<br />
menjadi barang produksi dan juga menjadi sumber<br />
penghasilan masyarakat khususnya masyarakat ekonomi<br />
lemah.<br />
Sektor ini tidak hanya memanfaatkan limbah industri,<br />
namun sampah yang merupakan limbah yang dihasilkan<br />
rumah tangga dapat pula dimanfaatkan dengan melalui<br />
proses pemisahan sampah organik untuk dijadikan pupuk<br />
melalui proses composing. Pengolahan sampah organik<br />
untuk dijadikan kompos tentunya sangat membantu untuk<br />
mengurangi timbunan volume sampah yang dihasilkan<br />
masyarakat. Selain itu pengolahan sampah yang<br />
berwawasan lingkungan membantu pemerintah dalam<br />
masalah penanganan dan penanggulangan sampah, juga<br />
dapat menunjang pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Peluang Investasi<br />
DENGAN pemahaman terhadap potensi dan kendala yang<br />
dimiliki Kota Tangerang, maka pemerintah kota ini<br />
merumuskan strategi pengembangan wilayah yang paling<br />
menguntungkan untuk diterapkan di masa mendatang,<br />
yakni dengan mengutamakan kegiatan unggulan berupa:<br />
pengembangan industri, perdagangan, keuangan dan<br />
perbankan, serta pemukiman.<br />
Sejak dikeluarkannya Instruksi Presiden nomor 13 Tahun<br />
1976, keempat sektor kegiatan tersebut telah tumbuh<br />
sangat pesat di Kota Tangerang. Pertumbuhan keempat<br />
sektor kegiatan tersebut semakin pesat dengan adanya<br />
ruas jalan tol Jakarta - Tangerang - Merak dan gerbang<br />
perhubungan udara Indonesia Bandara Internasional<br />
SoekarnoHatta. Keempat sektor kegiatan tersebut menjadi<br />
sumber mata pencaharian utama bagi sebagian besar<br />
penduduk Kota Tangerang.<br />
Pengembangan Industri<br />
PENGEMBANGAN Industri di Kota Tangerang sebagai<br />
akibat dari keterbatasan lahan peruntukan di Wilayah DKI<br />
Jakarta. Pengembangan industri itu telah dimulai sejak<br />
tahun 1976 hingga saat ini. Fenomena pengembangan<br />
industri tersebut dapat dilihat di sepanjang Jalan Daan<br />
Mogot di Kecamatan Batuceper, sepanjang aliran Sungai<br />
Cisadane dan belahan kota di Kecamatan Tangerang,<br />
kawasan industri di Kecamatan Jatiuwung, dan sebagian<br />
kecil wilayah Kecamatan Cipondoh. Pertumbuhan industri<br />
di daerah-daerah tersebut sangat pesat hingga saat ini<br />
menjadi kekuatan ekonomi bagi Kota Tangerang.
Menurut data dari Kantor Penanaman Modal dan<br />
Perijinan (KPMP), tercatat 1.407 unit usaha industri yang<br />
ada di Kota Tangerang yang mempekerjakan 149.827<br />
tenaga kerja lokal dan 356 tenaga kerja asing. Investasi<br />
yang ditanamkan dalam seluruh kegiatan industri tersebut<br />
mencapai RP 3.716.781.817.979,00.<br />
Kegiatan industri yang telah berkembang di atas lahan<br />
seluas 1.367,1 hektar tersebut masih memiliki peluang<br />
untuk dikembangkan lagi di masa yang akan datang.<br />
Ribuan hektar lahan di Kawasan Industri Jatiuwung serta<br />
zona industri di Kecamatan Tangerang dan Batuceper<br />
terbuka bagi pengembangan oleh investor swasta nasional<br />
dan internasional.<br />
Selain itu dengan adanya rencana perluasan Bandara<br />
Internasional Soekarno-Hatta hingga tahun 2020 dan<br />
penerapan otonomi daerah, maka investasi dan peluang<br />
untuk perluasan jaringan distribusi produk ke berbagai<br />
sasaran pasar akan semakin mudah dan terbuka.<br />
Tabel 4 Wilayah Investasi<br />
Kecamatan Peruntukan Wilayah Investasi<br />
Ciledug<br />
Larangan<br />
Karang Tengah Cipondoh<br />
Pinang Tangerang<br />
Karawaci Wilayah berbatasan dengan Jakarta Barat<br />
dan Jakarta Selatan, kegiatan dominan permukiman<br />
dengan jumlah penduduk yang sangat padat.<br />
Pengembangan kawasan permukiman untuk memenuhl
kebutuhan di masa yang akan dating.<br />
Pusat Kota Tangerang (perdagangan dan bisnis)<br />
dengan kepadatan penduduk tinggi<br />
Jatiuwung<br />
Cibodas Pengembangan kegiatan industri, menjadi<br />
daya tarik bagi migrasi pekerja industri<br />
Periuk Batuceper<br />
Neglasari<br />
Benda Wilayah berbatasan dengan Jakarta Barat,<br />
akses baik, menjadi wilayah perluasan kegiatan industri<br />
dan perumahan dari Jakarta.<br />
Sumber : Kota Tangerang Dalam Angka, 2002<br />
Mewujudkan Visi<br />
UNTUK mewujudkan visi kebijakan pengembangan Kota<br />
Tangerang sebagai kota industri dan perdagangan yang<br />
modern, mau tak mau Pemerintah Kota Tangerang harus<br />
mengarahkan kota ini menjadi lebih mandiri, yaitu dapat<br />
membiayai rumah tangga sendiri, dengan meningkatkan<br />
Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dibutuhkan untuk<br />
pembiayaan pembangunan mengingat terbatasnya<br />
bantuan dari pemerintah yang lebih tinggi seperti tingkat<br />
pusat dan propinsi.<br />
Selain itu, dengan semakin besarnya semangat<br />
desentralisasi dari pemerintah pusat, maka pengambilan<br />
keputusan yang lebih besar di tingkat kota harus didukung<br />
oleh efisiensi birokrasi dan pelayanan. Begitupun dengan<br />
potensi penduduk kota yang besar, merupakan aset kota<br />
yang harus diberdayakan untuk mencapai manfaat yang<br />
sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat kota
sendiri.<br />
Perubahan iklim politik juga menyebabkan munculnya<br />
perubahan mendasar pada kebijakan pembangunan. serta<br />
adanya paradigma baru dalam penyelenggaraan<br />
pemerintahan dan pembangunan. Beberapa paradigma<br />
baru yang muncul sejalan perkembangan kondisi ekonomi,<br />
politik dan sosial itu di antaranya: demokratisasi<br />
penyelenggaraan pemerintahan, pemerintahan, yang<br />
amanah, yang menghendaki pemerintahan dikelola secara<br />
bersih dan bertanggung jawab, transparan dan<br />
berlandaskan hukum. Visi "Kota Tangerang Menuju Kota<br />
Industri, Perdagangan dan Permukiman yang Ramah<br />
Lingkungan dalam Masyarakat yang Berakhlak Mulia,"<br />
telah mengalami proses yang panjang dan telahan yang<br />
mendalam dari berbagai pihak terkait (stakeholders). Visi<br />
ini merupakan suatu cara pandang ke masa depan yang<br />
mengilhami setiap tindakan pemerintah Kota Tangerang<br />
dan memotivasi secara positif untuk mencapai kondisi<br />
yang diinginkan di masa mendatang.<br />
Penetapan visi tersebut didasarkan kepada beberapa<br />
pengertian, yaitu untuk mencapai cita-cita bangsa<br />
Indonesia, seluruh lapisan masyarakat Kota Tangerang<br />
harus bersatu dan bekerja keras urituk meningkatkan<br />
kesejahteraan. Kota Tangerang sudah selayaknya<br />
berupaya untuk menjadi kota industri dan perdagangan<br />
yang terkemuka, karena potensi daerah sebagai kawasan<br />
perkotaan menunjukkan dominasi dari kegiatan industri<br />
dan perdagangan.<br />
Visi ini memberi implikasi terhadap kemampuan untuk
ersaing sebagai kota termaju dan memiliki keunggulankeunggulan<br />
dalam aspek lain seperti pendidikan, industri,<br />
lembaga penelitian dan pengembangan. Rumusan visi<br />
tersebut didorong oleh adanya kegiatan ekonomi strategis<br />
seperti industri, perdagangan, jasa, perbankan, dan<br />
keuangan. Letak Kota Tangerang secara geografis yang<br />
berbatasan dengan DKI Jakarta sebagai ibukota negara,<br />
sangat menguntungkan. Keuntungan tersebut ditunjang<br />
oleh keunggulan sektor perdagangan dan jasa serta<br />
keberadaan Kabupaten Tangerang yang memiliki potensi<br />
sebagai daerah produktif (baik sektor primer maupun<br />
sekunder). Selain itu Kota Tangerang berada dalam jalur<br />
lintas penerbangan internasional.<br />
Berbagai potensi tersebut menjadi pendorong yang kuat<br />
untuk menempatkan Kota Tangerang sebagai kota yang<br />
paling unggul di Propinsi Banten sekaligus sebagai mitra<br />
DKI Jakarta dan Kabupaten Tangerang.<br />
Dukungan aksebilitas yang baik, ketersediaan sarana dan<br />
prasarana,kemudahan berinvestasi, serta kondisi<br />
lingkungan yang kondusif menjadikan Kota Tangerang<br />
memiliki prospek yang cerah dan menjanjikan sebagai<br />
lokasi pengembangan berbagai kegiatan perekonomian<br />
perkotaan.<br />
Menjalankan Misi<br />
MISI adalah kemauan yang kuat dengan<br />
memperhatikan kewenangan dan tanggung jawabnya atas<br />
kepentingan umum untuk mewujudkan kondisi dan situasi<br />
yang diinginkan pada akhir kurun waktu tertentu yang<br />
menyiratkan tujuan-tujuan yang harus dicapai sebagai
prasyarat terwujudnya visi.<br />
Dari rumusan visi di atas, dapat diuraikan visi yang<br />
diemban Kota Tangerang adalah sebagai berikut;<br />
Memulihkan dan mendorong pertumbuhan ekonomi<br />
kota;<br />
Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanam public;<br />
Peningkatan tata kepemerintahan yang baik dan<br />
Mewujudkan pembangunan yang ramah lingkungan.<br />
Nilai inti budaya Pemkot Tangerang merupakan nilainilai<br />
yang harus dianut dan diterapkan dalam sikap dan<br />
perilaku seluruh jajaran aparat Pemkot Tangerang, dalam<br />
menjalankan semua kegiatan, dalam menjalankan<br />
hubungan dengan stakeholder Kota Tangerang, baik<br />
dalam pelayanan kepada masyarakat (publik), maupun<br />
pelayanan kepada dunia usaha. Nilai inti budaya tersebut<br />
adalah:<br />
1. Inovasi ( innovation)<br />
2. Kebersamaan (unity)<br />
3. Keberlanjutan (sustainability)<br />
4. Profesionalisme (profesionalisme)<br />
5. Akhlak Mulia (akhlakul karimah)<br />
Pemkot Tangerang telah menyusun suatu rencana yang<br />
sistematis melalui program-program berskala prioritas<br />
dalam rangka mencari solusi masalah-masalah yang<br />
relevan. Program-program prioritas tersebut mencakup<br />
pemulihan ekonomi, peningkatan pelayanan dasar,
memperluas cakupan dan pemeliharaan prasarana dan<br />
sarana kota.<br />
Selain itu, meningkatkan efektivitas penyelenggaraan<br />
pemerintahan, dan mengoptimalkan kinerja aparatur dalam<br />
menciptakan ketentraman dan ketertiban yang lebih<br />
konsisten. Seluruh proses dan tahap-tahap kegiatan akan<br />
dirancang untuk sebanyak mungkin melibatkan<br />
stakeholder dengan pendekatan partisipatif agar<br />
dukungan terhadap pelaksanaan setiap program menjadi<br />
lebih luas.<br />
A. Pemulihan Ekonomi<br />
Pemulihan ekonomi Kota Tangerang bukanlah sesuatu<br />
yang berdiri sendiri, terkait dengan pemulihan ekonomi<br />
nasional. Akan tetapi dalam skala lokal pemulihan ekonomi<br />
dapat dilakukan melalui program prioritas sebagai berikut :<br />
1. Pembangunan kegiatan industri di Kecamatan<br />
Jatiuwung, Batuceper dan pembangunan Center Business<br />
District (CBD) Tangerang;<br />
2. Pengembangan industri kecil/rumah tangga dengan<br />
prioritas pada upaya pengembangan dan perluasan<br />
ekonomi rakyat;<br />
3. Perluasan jaringan pemasaran untuk industri kecil yang<br />
berorientasi pada pasar domestic dan ekspor;<br />
4. Penciptaan kemudahan prosedur perizinan dan<br />
pemberian insentif;<br />
5. Peningkatan kemampuan dan keterampilan wirausaha<br />
masyarakat yang berbasis koperasi, dan meningkatkan<br />
kemampuan tenaga kerja secara optimal.
B. Peningkatan Pelayanan Pendidikan, Kesehatan<br />
dan Kesejahteraan Sosial Pelayanan di bidang<br />
pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan sosial<br />
adalah pelayanan dasar yang harus diselenggarakan oleh<br />
Pemerintah Kota<br />
Tangerang dengan sungguh-sungguh sebagai suatu<br />
pelayanan langsung<br />
kepada masyarakat. Dalam penyelengaraan pelayanan<br />
dasar tersebut,<br />
Pemerintah Kota akan mengoptimalkan peran serta<br />
masyarakat.<br />
Secara umum kebijakan bidang pendidikan ditujukan<br />
untuk menghasilkan SDM yang tidak hanya pandai secara<br />
akademik, namun juga harus mempunyai kualitas pada<br />
pasar kerja. Pendidikan lebih ditujukan untuk mencetak<br />
manusia dewasa yang mandiri dari kehidupan<br />
bermasyarakat yang bertanggungjawab dan tahu akan<br />
kelebihan serta kekurangan dirinya.<br />
Sehingga menjadi pribadi-pribadi yang penuh<br />
perhatian dan peduli terhadap sesama. Untuk mencapai<br />
tujuan itu ada beberapa persoalan yang perlu diperhatikan<br />
dalam membangun bidang pendidikan. Yaitu (1) kualitas<br />
pendidikan, dimana di dalamnya termasuk kualitas<br />
kurikulum, kualitas guru, dan kualitas manajemen<br />
pendidikan. (2) kesetaraan dan aksebilitas untuk<br />
memperoleh pelayanan pendidikan baik sarana maupun<br />
prasarana.<br />
Peningkatan pelayanan mencakup program prioritas<br />
sebagai berikut:
1. Belum meratanya kesempatan memperoleh<br />
pendidikan tingkat dasar, terutama untuk menjangkau<br />
masyarakat kurang mampu;<br />
2. Masih tingginya angka putus sekolah, buta huruf ;<br />
3. Masih rendahnya partisipasi sekolah di tingkat SLTP,<br />
SMA dan MA;<br />
4. Belum sesuai mutu dan muatan kurikulum dan kebutuhan<br />
dasar tenaga kerja yang tercermin dari banyaknya lulusan<br />
yang tidak memiliki keterampilan yang dibutuhkan;<br />
5. Pendidikan luar sekolah masih kurang dapat perhatian<br />
dari pemerintah;<br />
6. Masih rendahnya pelayanan pendidikan dan belum<br />
adanya standar pelayanan minimal yang sesuai dengan<br />
kondisi Kota Tangerang;<br />
7. Kurang memadainya kualitas guru;<br />
8. Masih rendahnya tingkat kesejahteraan guru;<br />
9. Sarana dan prasarana pendidikan dalam jumlah dan<br />
kualitas masih dirasakan kurang, terutama di pinggiran<br />
Kota Tangerang;<br />
10. Manajemen berbasis sekolah belum terlaksana dengan<br />
baik, dan ini mencerminkan rendahnya partisipasi<br />
masyarakat dalam dunia pendidikan;<br />
11. Alokasi anggaran untuk pendidikan masih dirasakan<br />
belum memadai untuk kebutuhan meningkatkan kualitas<br />
SDM Kota Tangerang.<br />
Potensi Urban Heritage Tourism<br />
KOTA Tangerang sejatinya memiliki potensi untnk<br />
dikembangkan menjadi kota wisata budaya.Sebut<br />
misalnya bangunan bersejarah yang masih terjaga
kelestariannya, seperti Bendungan "Pintu Sepuluh" atau<br />
biasa disebut Bendung Sengego di Sungai Cisadane,<br />
Vihara Nimmala atau Kelenteng Boen San Bio, Rumah Tua<br />
Kapiten Tionghoa dan sebagainya.<br />
Demikian pula budaya lokal yang dipengaruhi oleh etnik<br />
Tionghoa seperti Peh-Cun (balap perahu naga) di Kali<br />
Cisadane, tari Cokek, tradisi chio-thaou, musik Tanjidor<br />
dan lain-lain. Keadaan ini sangat menguntungkan bagi<br />
Kota Tangerang sebagai kota industri dan perdagangan<br />
yang modern. Tak berlebihan kiranya Kota Tangerang<br />
disebut sebagai kota warisan budaya yang memiliki daya<br />
tarik tinggi.<br />
Sayangnya, di kota yang pada Senin, 28 Februari 2005<br />
sudah berulang tahun ke-12 ini, semangat dari berbagai<br />
pihak, untuk menjadikan Kota Tangerang sebagai tempat<br />
wisata budaya, kurang mendapat respon yang memadai.<br />
Tentu saja, upaya untuk Kota Tangerang sebagai tempat<br />
wisata budaya, tidak hanya datang dari Pemkot saja.<br />
Komponen lain di masyarakat juga harus terlibat. Di kota<br />
ini, masyarakat pada umumnya hanya jalan-jalan di pasar,<br />
toko, dan mal mencari makanan enak yang sesuai dengan<br />
selera masing-masing, lalu pulang.<br />
Memang jika hendak menyusuri sejarah perjuangan tokoh<br />
lokal di kota ini, belum ada lembaga yang setiap saat siap<br />
menerangkan. Peninggalan sejarah perjuangan nyaris tak<br />
berbekas, kecuali taman makam pahlawan yang hanya<br />
dikunjungi setahun sekali tiap Agustus. Sisa-sisa bangunan<br />
peninggalan pada zaman kolonial Belanda memang belum
dibenahi secara optimal dan perlu pembenahan tersendiri,<br />
khususnya di tepi sebelah barat Sungai Cisadane. Juga<br />
belum ada rekonstruksi sejarah dan upaya pemeliharaan<br />
bangunan-bangunan yang masih tersisa, mulai dari tepian<br />
Sungai Cisadane di Karawaci hingga Kedaung.<br />
Padahal, kalau semua pihak terlibat dan memiliki niat<br />
memajukan kota Tangerang sebagai kota wisata budaya<br />
dengan baik dan dirangkai cerita sejarahnya serta<br />
didokumentasikan, situs-situs bersejarah itu bisa menjadi<br />
daya tarik tersendiri bagi Kota Tangerang. Dan pada<br />
gilirannya, pemerintah kota akan memiliki pendapatan dari<br />
sektor ini.<br />
Di pelbagai kota-kota besar di seluruh penjuru dunia,<br />
konsep pariwisata Urban Heritage Tourism akhir-akhir ini<br />
banyak dikembangkan. Urban Heritage Tourism adalah<br />
sebuah konsep pariwisata yang sebenarnya sederhana<br />
dengan memanfaatkan lingkungan binaan maupun alam<br />
yang dimiliki oleh sebuah kota, yang memiliki nilai historis<br />
tersendiri.<br />
Para penikmat dan pemerhatinya diajak untuk<br />
mengapresiasi serta menginterpretasi objek-objek yang<br />
diamati. Dengan demikian, selain berfungsi sebagai<br />
sarana pendidikan dan rekreasi masyarakat, aktivitas ini<br />
sekaligus pula sebagai sarana pelestari dari kekayaan<br />
kota itu sendiri. Objek yang diamati pada urban heritage<br />
tourism bisa bermacam-macam, baik benda (mati atau<br />
hidup) maupun juga aktivitas.<br />
Umumnya, benda-benda seperti situs, monumen, serta<br />
bangunanbangunan bcrsejarah memiliki posisi yang
penting dalam wisata jenis ini. Kota-kota yang berusia tua<br />
melebihi ratusan tahun memiliki banyak bangunan yang<br />
merupakan saksi bisu dari perkembangan lingkungannya,<br />
potret dari kejadian-kejadian masa lampau yang pernah<br />
terjadi di sekelilingnya. Bangunan-bangunan tersebut<br />
kemudian menjadi bukti sejarah yang konkret, yang<br />
mendukung buku-buku sejarah yang ditulis bertahun-tahun<br />
kemudian.<br />
Setiap manusia memiliki kerinduan untuk menikmati dan<br />
mempelajari asal usul serta apa yang pernah terjadi pada<br />
masa lampau. Selain itu, tanggung jawab semua pihak<br />
untuk ikut menjaga objektivitas sejarah dengan<br />
meneruskannya kepada generasi-generasi selanjutnya. Hal<br />
itulah yang kemudian dikerjakan oleh para pengelola urban<br />
heritage tourism, yang bukan hanya berjuang<br />
mempertahankan eksistensi sebuah perjalanan budaya,<br />
namun juga menghasilkan profit dari proses tersebut.<br />
Selama ini, disadari ataupun tidak, Kota Tangerang<br />
memiliki potensi yang cukup besar untuk pengembangan<br />
urban heritage tourism. Sebagai kota yang dihuni oleh<br />
penduduk multi etnis, Tangerang banyak meninggalkan<br />
bangunan-bangunan dengan nilai historis yang kental. Hal<br />
tersebut merupakan modal yang sangat besar bagi konsep<br />
urban heritage tourism.<br />
Pemerintah Kota Tangerang dan komponen masyarakat<br />
Kota Tangerang, seharusnya mencermati soal ini secara<br />
serius dan optimal. Sebab pangsa pasar wisatawan yang<br />
menggemari segmen ini, terutama wisatawan
mancanegara cukup tinggi. Sejak tahun 1992 bangunanbangunan<br />
bersejarah dilindungi dengan adanya U.U.<br />
Nomor 5/1992 tentang Benda-benda Cagar Budaya.<br />
Selain memacu akselerasi pembangunan, warga<br />
masyarakat Kota Tangerang harus mampu menjaga lestari<br />
kearifan budaya lokal, ketika sebagian besar kota di<br />
Indonesia sangat tertinggal dalam sistem pengelolaan dan<br />
persepsi terhadap warisan peninggalan budaya<br />
masyarakat, baik yang bersifat kasat mata (tangible)<br />
maupun tidak kasat mata (intangible).<br />
Memang, bangunan-bangunan kuno tersebut membutuhkan<br />
ongkos pemeliharaan yang tinggi, yang tentu saja jika dari<br />
pertimbangan finansial semata akan tampak kurang<br />
efisien. Akibatnya, jika tidak dirobohkan, pemilik bangunan<br />
lebih memilih untuk menelantarkannya. Hal yang tentu saja<br />
merugikan bagi generasi muda, yang tidak mendapatkan<br />
kesempatan menikmati keragaman budaya kotanya,<br />
sekaligus menikmati sejarah perkembangannya.<br />
Jauh sebelum urban heritage tourism bergulir, Singapura<br />
merupakan salah satu pelopornya di kawasan Asia<br />
Tenggara. Ketika Singapura pun mengalami economic<br />
boom pada 1970-an, bangunan-bangunan kolonial yang<br />
banyak menghiasi kota digantikan dengan bangunan<br />
bergaya internasional yang "dingin" dan tercerabut dari<br />
akar budaya. Ketika krisis ekonomi melanda pada akhir<br />
dekade tersebut, ditandai dengan anjloknya harga minyak<br />
bumi, bergulirlah wacana pengembangan kepariwisataan<br />
yang berpijak pada heritage sebagai dasarnya.<br />
Singapore Heritage Society mengadakan studi mengenai
pengembangan pariwisata Singapura dengan<br />
menggandeng institusi terkenal seperti Harvard University<br />
dan Massachussetts Institute of Technology. Akhirnya,<br />
pada tahun 1984, disepakatilah pengembangan konsep<br />
heri tage tourism berupa renovasi, restorasi, dan<br />
rekonstruksi dari kawasan-kawasan bersejarah negeri<br />
pulau tersebut.<br />
Kawasan yang ditetapkan ke dalam projek berupa<br />
Singapore River, Chinatown, Kampung Glam, dan Little<br />
kiam. Untuk meningkatkan apresiasi terhadap kebudayaan<br />
asli daerah, Singapura pun membangun beberapa theme<br />
park dengan konsep yang mirip seperti TMII milik kita.<br />
Kesadaran itu memang datang terlambat, tetapi toh<br />
hasilnya tereguk juga dan ternyata cukup mencengangkan.<br />
Selain mendapatkan keuntungan dari segi pelestarian<br />
budaya dan sejarah, Singapura mendapatkan lonjakan<br />
wisatawan yang cukup tajam di tengah muramnya<br />
pertumbuhan ekonomi Asia Tenggara masa itu. Kini<br />
kunjungan turis mancanegara ke Singapura kembali ke<br />
angka normal karena suguhan yang bervariasi. Mulai dari<br />
yang berwajah kuno sampai yang berpenampilan modern.<br />
Bahkan, untuk menikmati malam tahun baru di hotel<br />
"Raffles" misalnya, kamar harus di-booking satu semester<br />
sebelumnya!<br />
Kembali lagi ke Tangerang, sebenarnya berkaca dari<br />
pengalaman Singapura tersebut, banyak hal yang dapat<br />
dilakukan. Bangunanbangunan kuno bercorak indah di<br />
Tangerang dapat diberi sentuhan dan fungsi baru yang
lebih komersial. Dengan demikian, biaya pemeliharaan<br />
yang tinggi dapat tertutup.<br />
Jika pun terpaksa, dalam kasus-kasus ketika dimensi<br />
bangunan bersejarah tersebut tidak dapat lagi menampung<br />
fungsi baru yang menuntut luasan yang jauh lebih besar,<br />
penghancuran seharusnya merupakan pilihan yang<br />
dihindari. Arsitek besar Paul Rudolph yang merancang<br />
Wisma Dharmala di Jakarta menawarkan teorinya tentang<br />
"Bangunan Latar Depan" dan "Bangunan Latar Belakang".<br />
Bangunan-bangunan bergaya internasional yang<br />
multiselular dan universal dengan ciri perwajahan yang<br />
cenderung sama, seperti pusatpusat perbelanjaan<br />
bernuansa superblok yang tumbuh bagaikan jamur di<br />
musim hujan, diletakkan di latar belakang. Sementara itu,<br />
bangunanbangunan yang bernuansa khusus, seperti dalam<br />
kasus ini bangunanbangunan historis, diletakan di latar<br />
depan.<br />
Dengan demikian, minimal fasade bangunan tidak<br />
hilang sehingga dapat tetap berfungsi sebagai saksi<br />
sejarah dengan semangat zamannya masing-masing.<br />
Dengan konsep ini, kekayaan budaya kota dapat tetap<br />
lestari sementara keuntungan finansial dapat tetap<br />
diperoleh.<br />
Perda Cagar Budaya<br />
DI era otonomi daerah, upaya perlindungan dan<br />
pelestarian bendabenda cagar budaya dalam banyak hal<br />
sudah diserahkan kepada masingmasing daerah. Mau<br />
tidak mau Kota Tangerang harus segera mengambil<br />
inisiatif untuk merumuskan langkah dan payung hukum bagi
upaya perlindungan dan pelestarian benda-benda cagar<br />
budaya yang dimiliki, yakni dalam bentuk peraturan daerah<br />
(perda).<br />
Pengaturan ini diharapkan dapat dijadikan sebagai<br />
landasan hukum, baik bagi pemerintah maupun<br />
masyarakat, dalam melakukan aktivitasnya masing-masing<br />
dalam kaitannya dengan benda-benda cagar budaya.<br />
Dalam hubungan ini, pemerintah Kota Tangerang<br />
mendorong kalangan masyarakat untuk menumbuhkan<br />
kesadaran pengelolaan dan pelestarian warisan budaya<br />
(heritage) tadi.<br />
Jangan pernah mengulangi kekeliruan Singapura,<br />
karena membongkar bangunan-bangunan kuno untuk<br />
memberi tempat bagi gedung baru yang serba modern dan<br />
berteknologi canggih. Jika selama ini gedung-gedung tua<br />
dan legendaris itu masih utuh, itu lebih disebabkan belum<br />
ada investor yang berminat membangun gedung baru di<br />
situ. Bukan karena alasan konservasi.<br />
Ke depan diharapkan agar warisan budaya ini mampu<br />
memberikan topangan kesejahteraan bagi pemerintah<br />
daerah, bukan cuma pada sisi budaya, tetapi juga sisi<br />
ekonomi, wisata, dan sistem sosial yang terpelihara. Kalau<br />
tidak, kekayaan warisan budaya masyarakat bakal kian<br />
memudar, kian jauh dari konteks kehidupan riil, dan<br />
akhirnya terbengkalai.<br />
Landmark Kota<br />
DENGAN mayoritas penduduknya beragama Islam, tak<br />
heran jika masjid dan mushala adalah sarana ibadah yang<br />
paling banyak jumlahnya di Kota Tangerang. Pada 2001 di
Kota Tangerang terdapat 392 masjid dan 1.088<br />
surau/langgar. Sedangkan sarana peribadatan lainnya<br />
yang terdapat di sana adalah 7 gereja Katholik dan 34<br />
gereja Protestan. Bagi umat Hindu, Kota Tangerang<br />
menyediakan 8 pura sebagai tempat beribadah. Selain itu<br />
terdapat pula 15 vihara, salah satunya adalah Kelenteng<br />
Boen Tek Bio.<br />
Sebagaimana kota-kota lain di seluruh Indonesia, Kota<br />
Tangerang juga memiliki masjid kebanggaan. Bangunan<br />
Masjid Agung Tangerang mudah dikenali dengan lima<br />
buah kubah biru azure dan empat buah minaret menjulang<br />
seperti masjid-masjid di Turki. Masjid megah nan indah itu<br />
adalah Masjid Raya Al Azhom yang dibangun di atas lahan<br />
seluas 2,25 hektar dengan dana pembangunan sebesar<br />
RP 28,3 miliar. Dana itu bersumber dari APBD, mobilisasi<br />
umat, bantuan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan<br />
Provinsi Banten. Luas bangunan Masjid mencapai 5.775<br />
meter persegi, terdiri dari lantai bawah 4.845,08 meter<br />
persegi dan lantai atas 909,92 meter persegi. Masjid yang<br />
kini rnenjadi landmark bagi Kota Tangerang ini dapat<br />
menampung sebanyak 15.ooo jamaah.<br />
Rancangan bangunan Masjid Raya A1 Azhom yang<br />
memiliki esensi dan referensi dari Al-Qur'an dan Sunah<br />
Rasul serta seni Islam (Arabesque), mencerminkan hakikat<br />
tauhidah, serta kaitan dunia dan akhirat yang ditandai<br />
dengan unsur-unsur garis lurus dan lengkung. Perpaduan<br />
antara suasana tradisional dengan suasana modern<br />
ditandai dengan banyaknya tiang di sekeliling masjid,
sedangkan pada interiornya dengan ruang tengahnya yang<br />
luas, bebas tiang dengan konstruksi teknologi tinggi pada<br />
kubahnya.<br />
Bentuk masjid yang universal dengan kesan<br />
representatif dan megah, dengan gaya arsitektur Timur<br />
Tengah akan menjadi ciri baru bagi kawasan pusat-pusat<br />
kota baru di Tangerang dan memperindah arsitektur kota.<br />
Suasana keserasian dengan alam tropis yang dicirikan<br />
dengan atap miring pada oversteknya, sehingga kesejukan<br />
udara nuansa alam tropis akan terasa.<br />
Masjid Raya Kota Tangerang ini yang pertama<br />
menerapkan konsep atap berbentuk susun (konfigurasi)<br />
lima kubah bertumpuk dan kompak untuk bangunan masjid.<br />
Semua rancangan masjid itu bukan berarti tanpa maknamakna<br />
filosofi. Di antaranya, lima kubah mencerminkan<br />
kewajiban sholat lima waktu, empat unit tiang menara<br />
mencerminkan empat tiang ilmu, yaitu ilmu bahasa Arab,<br />
syariah, sejarah dan filsafat. Sedangkan tiga bagian tinggi<br />
menara mencerminkan Iman, Islam dan Ikhsan. Menara<br />
yang masing-masing setinggi 30 meter mencerminkan<br />
jumlah 30 juz Al-Qur'an dan enam meter tinggi kuncup<br />
menara mencerminkan enam rukun iman.<br />
Sedangkan fasilitas yang melengkapi bangunan masjid<br />
tersebut terdiri dari ruang wudhu, mihrab dan persiapan,<br />
ruang sholat, ruang pengkajian, perpustakaan, ruang kantor<br />
dan peralatan serta halaman masjid. Dengan adanya<br />
berbagai fasilitas tersebut, diharapkan Masjid Raya selain<br />
berfungsi sebagai tempat menjalankan ibadah salat, juga<br />
sebagai pusat penyiaran, pengkajian dan informasi agama
Islam serta pusat kegiatan sosial umat Islam.<br />
Selain Masjid Raya A1 Azhom, terdapat jembatan<br />
penyeberangan dengan visi sebagai landmark Kota<br />
Tangerang. Dibangunnya jembatan penyeberangan di ruas<br />
Jalan MH.Thamrin, Kota Tangerang ini sebagai pintu<br />
gerbang (Welcome Gate) Kota Tangerang dan arah<br />
Jakarta dan Serpong.<br />
Jembatan Pelengkung ini membentang sepanjang 65<br />
meter dan lebar 3-5 meter. Bahan bakunya adalah pipa<br />
baja berstruktur melengkung seberat lebih kurang 32 ton<br />
yang menelan biaya RP 3 miliar.<br />
Desain jembatan yang unik dan khas, akan menjadi<br />
landmark Kota Tangerang, oleh sebab itu perencanaan<br />
jembatan yang memiliki dua tiang yang melengkung,<br />
menyerupai gading gajah membentuk busur, telah menjadi<br />
simbol, bahwa inilah Kota Tangerang.<br />
Pemilihan elemen baja dan bentuk futuristik akan<br />
memberikan kesan lebih kuat terhadap visi Kota<br />
Tangerang sebagai kota industri dan perdagangan yang<br />
modern. Aspek keamanan, ketertiban, keindahan dan<br />
kenyamanan bagi pengguna jembatan baik pengendara<br />
kendaraan bermotor maupun pejalan kaki menjadi hal yang<br />
sangat penting. Sehingga landscaping di sekitar lokasi<br />
jembatan, terutama di tempat naik/turun, pengaturan lalulintas,<br />
pemeliharaan jembatan, merupakan kriteria tak<br />
terlepaskan dari perencanaan jembatan.Pembangunan<br />
Berperadaban Bagi tiap-tiap umat (Yahudi, Kristiani dan<br />
Islam) telah kami berikan aturan dan jalan. Sekiranya
Allah menghendaki, Dia bias menjadikan kamu satu<br />
umat saja.Namun (Dia tidak melakukan itu karena) Dia<br />
hendak menguji kamu terhadap karunia-Nya kepadamu.<br />
Maka, berlomba-lombalah dalam berbuat kebaikan.<br />
(Al-qur’an, Surat Al-Ma’idah;48)<br />
Seruan Alquran tentang perlunya berlomba-lomba<br />
dalam kebajikan, harus dipahami pada kebaikan universal<br />
(al-khayr, al-ma’ruf). Namun menurut Abdulaziz Sachedina,<br />
Professor Kajian Agama di University of Virginia dan<br />
Peneliti pada Center for Strategic and International<br />
Studies, yang belum jelas, apakah Alquran mengakui<br />
keragaman pemahaman kultural dan historis mengenai<br />
apa yang baik itu.<br />
Karena anjuran dalam surat Al -Ma'idah ditujukan<br />
kepada semua umat agama, maka kita harus konsisten<br />
untuk berpendapat, bahwa kebaikan dalam ayat ini berlaku<br />
untuk seluruh tradisi agama. Tapi penafsiran semacam itu<br />
tidak diterima secara luas oleh ulama etika Islam.<br />
Perbedaan tafsir itu dari kalangan ulama, misalnya<br />
datang dari Ibn Katsir. Dalam kitab bertajuk Tafsir<br />
misalnya, ia menganggap khayrat itu pada kepatuhan<br />
kepada Tuhan dengan cara mematuhi hukum-Nya yang<br />
dibawakan Muhammad, dimana wahyu yang diturunkan<br />
kepadanya telah membatalkan hukum-hukum sebelumnya.<br />
Sementara Sayid Quthb dalam Fi zhilal al-Quran, melihat<br />
upaya membuktikan bahwa hanya ada satu syariat yang<br />
mendominasi agama lain, dianggap oleh Abdulaziz<br />
Sachedina sebagai kajian yang amat dangkal. Di sisi lain
mufasir Syiah, Thabathaba'i dalam al-Mizan, menganggap<br />
al-khayrat sebagai al-ahkam (peraturan atau hukum) Dan<br />
sebagai al-takalif (kewajiban moral religius).<br />
Masih dalam bahasan Abdulaziz, para teolog muslim<br />
juga berselisih mengenai adanya moralitas universal.<br />
Terjadi perdebatan, apakah moralitas universal itu<br />
seluruhya dikondisikan oleh konvensi-konvensi sosial<br />
kultural atau bersumber dari satu standar rasionalitas<br />
universal berdarkan fitrah manusia. Wahyu Islam<br />
memberikan satu bahasa moral yang kompleks, berbicara<br />
tentang umat manusia yang, di satu sisi, samasama<br />
memiliki nilai-nilai dan kepentingan-kepentingan universal<br />
sebagai makhluk yang sederajat dalam martabat dan<br />
kesadaran nurani. Tetapi di sisi lain, berada dalam<br />
persaudaraan khusus sebagai anggota dari komunitas dan<br />
bangsa tertentu.<br />
Apapun seruan berlomba-lomba dalam kebaikan<br />
memang memiliki pesan universal. Kebaikan dan<br />
kebajikan bisa menyebar ke segala arah dan penjuru tanpa<br />
harus dilihat latar belakang agama dan golongan. Dan KTT<br />
Tsunami adalah representasi dari kebajikan universal itu.<br />
Secara sederhana contoh kebajikan universal misalnya,<br />
ketika mayat-mayat berserakan di tanah Aceh, kita tidak<br />
perlu bertanya, apakah yang kita tolong seiman,<br />
segolongan atau sealiran politik. Kita menolong tanpa<br />
harus ada batasan-batasan itu.<br />
Contoh lain, ketika ada saudara kita tertabrak di jalan,<br />
tentu kita tidak perlu bertanya lagi, agamamu apa,<br />
partaimu apa dan dari etnis mana? Jika identitas yang
ditanyakan terlebih dahulu, khawatir saudara kita yang<br />
terkapar tak bisa tertolong. Lihat saja, para donatur dari<br />
berbagai kalangan dan penjuru dunia para buruh, artis,<br />
birokrat dan seluruh komponen masyarakat ikut membantu<br />
tanpa harus melihat siapa yang dibantu. Intinya cuma satu,<br />
ada musibah semua harus terlibat.<br />
Dalam konteks inilah, setiap pribadi, setiap komponen<br />
masyarakat, yang tumbuh dan berkembang di wilayah Kota<br />
Tangerang, memiliki kewajiban untuk berlombalomba<br />
dalam kebajikan, memberdayakan Kota Tangerang ke<br />
wilayah yang lebih beradab. Kewajiban mernbangun kota<br />
yang beradab ini, sebagai upaya untuk menciptakan iklim<br />
masyarakat madani, masyarakat sipil yang memiliki<br />
kewibawaan, yang di dalamnya tumbuh nilai-nilai moral dan<br />
nilai-nilai kebajikan yang tinggi.<br />
Masyarakat madani adalah masyarakat yang<br />
mengedepankan partisipasi publik, mengedepankan<br />
prosedur-prosedur demokrasi, dan masyarakat yang<br />
menjunjung tinggi etos kerja serta memahami peran<br />
masing-masing dalam masyarakat. Masyarakat madani<br />
juga mencoba menyuguhkan berbagai jawaban untuk<br />
menyeimbangkan sarana dan tujuan dalam mencapai<br />
tatanan sosial ideal.<br />
Maka jika kita sepakat, bahwa pembangunan Kota<br />
Tangerang berorientasi pada masyarakat madani, mau tak<br />
mau, semua komponen yang ada harus melihat arah<br />
pembangunan itu berpijak kepentingan masyarakat secara<br />
keseluruhan, bukan kepentingan yang bertumpu pada<br />
pribadi-pribadi atau kelompok-kelompok.
Dan semua jembatan untuk semua komponen itu,<br />
adalah tunggal akhlakul karimah. Visi akhlakul karimah,<br />
tentu saja menuntut semua komponen masyarakat terlibat<br />
dan bukan saja komponen birokrasi. Sementara ini ada<br />
beberapa asumsi, bahwa visi akhlakul karimah harus<br />
dijalankan oleh komponen birokrasi saja, dan warga<br />
masyarakat yang berada di jalur birokrasi pemerintah,<br />
tidak dikenai kewajiban memikul visi akhlakul karimah.<br />
Asumsi ini sepintas berada dalam jalur yang benar.<br />
Tapi sejatinya, pribadi-pribadi yang berada di lingkungan<br />
birokrasi, juga sebagai bagian pribadi-pribadi yang<br />
tumbuh di masyarakat. Hanya berapa persen, para aparat<br />
birokrasi secara formal bekerja dalam ukuran jam.<br />
Selebihnya pribadi-pribadi tersebut adalah bagian dari<br />
anggota masyarakat biasa. Contoh seperti ini juga bisa<br />
diberlakukan pada anak didik kita. Usai mata pelajaran di<br />
sekolah, anak-anak akan menjadi warga masyarakat, yang<br />
harus bersosialisasi dan berkomunikasi dengan alam<br />
lingkungan yang riil.<br />
Untuk itu,visi akhlakul karimah bisa dicapai secara<br />
gradual, pelan-pelan dan tidak mungkin dicapai secara<br />
revolusioner. Visi akhlakul karimah adalah vsi yang akan<br />
dilekatkan di masyarakat, yang memiliki aneka ragam<br />
karakter dan budaya. Atas dasar keanekaragaman itulah,<br />
visi tersebut bisa dijalankan secara gradual dan tidak serta<br />
merta menuntut perbaikan secara cepat.<br />
Hal lain, visi akhlakul karimah, secara substantif bukan<br />
hanya miliki warga muslim saja, meski penamaan akhlakul<br />
karimah diambil dari teks-teks Quran. Penamaan akhlakul
karimah hanya sebagai cara komunikasi ke ruang-ruang<br />
publik, agar mudah diserap dan mudah diingat. Yang pasti<br />
visi akhlakul karimah juga melihat perbedaan agama,<br />
perbedaan ras, suku dan perbedaan berpendapat yang<br />
bermuara bagi terwujudnya masyarakat madani.<br />
Pikiran ini mengacu pada satu hal, bahwa membangun<br />
sebuah pemerintahan yang bersih, berkeadilan, dipenuhi<br />
unsur pemerataan di segala bidang, tidaklah semudah<br />
membalik telapak tangan kita. Membangun sebuah<br />
pemerintah dibutuhkan berbagai perangkat, tidak sekadar<br />
pada level wacana, tapi pada wilayah yang lebih kongkrit,<br />
kerja nyata.<br />
Sebuah pemerintah yang bersih, berkeadilan, sejahtera di<br />
segala bidang, sering kali dipahami sebagai<br />
“SETIAP pribadi, setiap komponen masyarakat, yang<br />
tumbuh dan berkembang di wilayah Kota Tangerang,<br />
memiliki kewajiban untuk memberdayakan Kota<br />
Tangerang ke wilayah yang lebih beradab. Kewajiban<br />
membangun kota yang beradab ini, sebagai upaya untuk<br />
menciptakan iklim masyarakat madani, masyarakat sipil<br />
yang memiliki kewibawaan, yang di dalamnya tumbuh nilainilai<br />
moral dan nilai-nilai kebajikan yang tinggi.”<br />
pemerintah yang demokratis. Pemahaman sebagian di<br />
antara kita, bahwa pemerinthan demokratis, adalah<br />
pemerintahan yang didalamnya dipenuhi unsur-unsur<br />
tersebut. Tapi sebenarnya hakikat pemerintahan<br />
demokratis bukan terletak pada terciptanya keadilan,<br />
kemakmuran dan proses transparansi. Jika demokrasi<br />
mengandalkan keadilan, kemakmuran dan proses
transparansi, Singapura adalah contoh kongkrit dari<br />
pemerintah demokratis.<br />
Hanya saja, hakikat demokrasi terletak pada proscdur<br />
demokrasi, bukan sekadar unsur-unsur demokrasi seperti<br />
keadilan, kemakmuran dan transparansi saja. Jika<br />
keadilan, kemakmuran dan transparansi jadi ikon<br />
demokrasi, Singapura akan menjadi contoh nyata bagi<br />
negara demokratis. Tapi yang terjadi di Singapura,<br />
prosedur-prosedur demokrasi tidak berjalan semestinya.<br />
Aspirasi-aspirasi publik tidak, begitu mudah disalurkan<br />
dan media massa tidak memiliki kebebasan berpendapat.<br />
Rakyat dibingkai dengan aturan-aturan pemerintah tanpa<br />
harus melibatkan aspirasi publik.<br />
Artinya prosedur demokrasi tidak, berjalan semestinya,<br />
meski keadilan, kemakmuran dan transparansi terlihat di<br />
berbagai sudut Singapura. Fenomena ini, mempertegas,<br />
bahwa demokrasi harus dipahami secara lebih riil, subtil,<br />
dan pemahaman yang lebih luas. Demokrasi memang<br />
membutuhkan peran serta semua pihak, tapi demokrasi<br />
juga membutuhkan prosedur-prosedur. Tanpa adanya<br />
prosedur demokrasi tidak bisa berjalan seperti yang kita<br />
harapkan. Inilah mungkin yang perlu digaris bawahi dari<br />
pandangan yang dikembangkan Emmy Hafild ketika<br />
menjadi pembicara di Unis, Tangerang, Sabtu (7/5/2005).<br />
Emmy hanya melihat pada persoalan keterlibatan<br />
semua warga masyarakat, terutama rakyat miskin dalam<br />
proses pembangunan pemerintahan. Tapi ia lupa,<br />
pelibatan warga masyarakat membutuhkan prosedur, yang<br />
mau tak mau, harus dipahami secara benar. Dalam
konteks inilah, saya ingin melihat perlunya keterlibatan<br />
pasar, warga masyarakat dan negara dalam proses<br />
pembanguan pemerintahan. Jika pasar dalam pengertian<br />
realitas sosial ekonomi politik, kondusif, secara otomatis,<br />
warga akan mendapatkan keuntungan dalam proses<br />
kelangsungan kehidupan sehari-hari. Dan posisi negara,<br />
dalam konteks ini, hanya jadi fasilitator antara kebutuhan<br />
pasar dan warga masyarakat.<br />
Pemerintah Kota Tangerang, dalam konteks ini, adalah<br />
fasilitator antara kebutuhan pasar dan warga masyarakat.<br />
Kota Tangerang, yang didalamnya tumbuh beragam kultur,<br />
seperti Kota Tangerang, memaksa berbagai komponen<br />
publik untuk lebih fokus menggarap dan merawat<br />
infrastruktur kota, agar kota wilayah yang dihuni memiliki<br />
pijakan dasar dalam mengakses warganya dan seluruh<br />
elemen terkait yang ada didalamnya.Komponen yang<br />
memiliki peranan penting dalam mengakselerasi kebijakan<br />
publik itu, adalah komponen eksekutif atau aparatur negara<br />
dan komponen legislatif, anggota DPR, dalam hal ini<br />
DPRD.Dua komponen ini , mau tak mau, harus mampu<br />
memberi kontribusi yang positif bagi perkembangan dan<br />
pertumbuhan warga. Tanpa kontribusi yang positif, dua<br />
komponen penyangga itu, hanya menjadi bagian dari<br />
masyarakat, bukan core atau inti dari jantung kehidupan<br />
Kota Tangerang. Padahal tanpa keterlibatan aktif dari<br />
eksekutif dan legislatif, kehidupan di suatu daerah, seperti<br />
wilayah mati, tak bertuan: menjalani ritus kehidupan seharihari<br />
tanpa roh. Untuk itu, cara yang paling efektif<br />
menghidupkan kerja sama eksekutif dan legislatif, adalah
penggalangan kebijakan-kebijakan publik yang strategis,<br />
yang memiliki kontribusi besar bagi kehidupan warganya.<br />
Semua penggalangan kerja sama itu, muaranya adalah<br />
kepentingan kehidupan warga. Kerja sama harus dititik<br />
beratkan pada kepentingan warga. Kerja sama yang<br />
dibangun harus menutup peluang untuk kepentingan<br />
eksekutif dan legislatif, berupa bagi-bagi kue daerah. Kerja<br />
sama juga tidak, berdasarkan kepentingan partai atau<br />
kelompok yang ada di belakang para legislatif dan<br />
eksekutif. Pikiran ini didasarkan dari hakikat komponen<br />
eksekutif dan legislatif. Dua komponen tersebut, secara<br />
legal formal memang memiliki pos-pos strategis Dan pospos<br />
kekuasaan yang cukup memadai. Tapi substansi dari<br />
pekerjaan mereka, adalah melayani warga. Warga adalah<br />
tuannya, majikannya maka setiap pekerjaan yang<br />
dikerjakan harus memenuhi standar-standar pelayanan<br />
yang baik, terukur dan terarah. Perbedaannya yang<br />
mencolok dari pelayan warga yang satu ini, adalah pada<br />
seragam yang dikenakan tapi di balik baju seragam itu<br />
mereka herhak dan wajib, melayani majikannya, warga<br />
masyarakat dengan baik dan benar. Tanpa pelayanan<br />
yang baik, warga berhak melakukan komplain, atau protes.<br />
Protes ini berkaitan dengan pembayaran warga yang<br />
dipungut dari berbagai bidang untuk kebutuhan roda<br />
pemerintahan Kota Tangerang. Kebutuhan para eksekutif<br />
dan legislatif, baik mobil dinas dan seragam yang<br />
dikenakan, dipungut dari uang warga melalui berbagai<br />
sumbangan dan pungutan yang ada. Inilah subtansi dari<br />
kerja sama eksekutif dan legislatif, yakni kebutuhan dan
kepentingan warga Kota Tangerang Kerja sama antara<br />
eksekutif dan legislatif, yang bermuara pada kepentingan<br />
warga, haruslah didukung komponen lain, seperti Lembaga<br />
Swadaya Masvarakat (LSM) dan komponen warga lainnya,<br />
seperti organisasi-organisasi keagamaan serta berbagai<br />
paguyuban yang ada di Kota Tangerang. Kehadiran LSM<br />
dan komponen warga lainnya, bertujuan untuk menjadi<br />
pengimbang keberadaan eksekutif dan legislatif, yang<br />
sering kali berjalan tanpa kontrol dan arah. Perjalanan<br />
tanpa kontrol dan arah ini sering dikerjakan, karena tidak<br />
adanya sarana pengimbang yang berjalan efektif untuk<br />
mengakselerasi kebijakankebijakan publik. Dari konteks<br />
inilah, sendi-sendi masyarakat madani, bisa diwujudkan.<br />
---