Majalah Santunan edisi November 2011 - Kementerian Agama Prov ...
Majalah Santunan edisi November 2011 - Kementerian Agama Prov ...
Majalah Santunan edisi November 2011 - Kementerian Agama Prov ...
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Keluarga Besar<br />
Kantor Wilayah <strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong> <strong>Prov</strong>insi Aceh<br />
Mengucapkan Selamat dan Sukses atas Pelantikan<br />
Drs. H. Ibnu Sa’dan, M.Pd<br />
Sebagai Kepala Kantor Wilayah <strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong> <strong>Prov</strong>insi Aceh<br />
Oleh Menteri <strong>Agama</strong> Republik Indonesia<br />
Drs. H. Suryadharma Ali, M.Si<br />
Hari Senin, 24 Oktober <strong>2011</strong> di Oproom Kantor <strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong> RI Jakarta<br />
Semoga dalam melaksanakan tugas selalu mendapat petunjuk dan hidayah Allah swt.<br />
Terima kasih kepada<br />
Drs. H. A. Rahman TB, Lt<br />
yang telah mendermabaktikan tenaga dan pikirannya sebagai<br />
Kepala Kanwil Kemenag <strong>Prov</strong>insi Aceh 2007-<strong>2011</strong><br />
Ttd<br />
Drs. H. Taufik Abdullah<br />
Kabag Tata Usaha<br />
Keluarga Besar<br />
Kantor Wilayah <strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong> <strong>Prov</strong>insi Aceh<br />
Mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Adha 1432 H/<strong>2011</strong> M<br />
Mohon maaf lahir dan batin<br />
dan<br />
Selamat Datang Kembali di Tanah Air Jamaah Haji Debarkasi Banda Aceh<br />
Semoga menjadi haji yang mabrur<br />
Kepala<br />
Drs. H. Ibnu Sa’dan, M.Pd
Tgk. H. Imam Syuja’<br />
Usai Dzulhijjah<br />
Tetap Mekar<br />
Hal. 10<br />
Tafsir:<br />
Duka<br />
Aisyah<br />
Hal. 29<br />
Drs. Ridwan Qari, Kabid Urais Kankemenag Aceh<br />
Kesadaran Kolektif,<br />
bukan Egosektoral<br />
Hal. 8<br />
Prof. DR. Syahrizal Abbas, MA, Dosen PPs IAIN Ar-Raniry<br />
Loyalitas<br />
dan Syiar Meriah<br />
Hal. 9<br />
Drs. Salahuddin<br />
Umur dan Mudah Rezeki<br />
Hal. 49<br />
Konsultasi BP4:<br />
Nikah, Kenapa<br />
Rahasia?<br />
Lifestyle<br />
Hal. 42<br />
Makanan Terbaik<br />
buat Otak<br />
Hal. 45<br />
DAFTAR ISI<br />
Laporan Utama :<br />
Dialektika Qurban<br />
Hal. 6<br />
Tgk. H. Syukri Daud, BA, ,<br />
Sendiri Bagus, Patungan Silakan<br />
Hal. 11<br />
Drs. H. Ibnu Sa’dan, M.Pd<br />
Melanjutkan<br />
Keberhasilan<br />
Hal. 12<br />
<strong>Majalah</strong> <strong>Santunan</strong> Kantor <strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong> <strong>Prov</strong>insi Aceh<br />
Pembina: Kepala Kantor Wilayah <strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong> <strong>Prov</strong>insi Aceh<br />
Penanggungjawab: Kepala Bagian Tata Usaha Kanwil <strong>Kementerian</strong><br />
<strong>Agama</strong> <strong>Prov</strong>insi Aceh Dewan Pengarah: Drs. H. Taufiq Abdullah; Drs.<br />
H. Ibnu Sa’dan, M.Pd; H. Abrar Zym, S.Ag; Drs. H. Asy’ari Basyah;<br />
Drs. Saifuddin AR; H. Aska Yunan, S.Ag. Pemimpin Umum: Drs. H.<br />
Zuardi Zain Pemimpin Redaksi: Juniazi Wakil Pemimpin Redaksi:<br />
Muzakkir Sekretaris Redaksi : Khairuddin Aba Wakil Sekretaris<br />
Redaksi: Jabbar Sabil Redaktur: Mulyadi Nurdin; Ridwan Qari;<br />
Juhaimi; Taharuddin, Wiswadas; Azhar; Khairul Saleh; Abdullah<br />
AR; Muhammad Yakub Yahya; Suri Arniansyah; Alfirdaus Putra.<br />
Pemimpin Usaha: Imran Wakil Pemimpin Usaha: Zulfahmi Keuangan:<br />
Munawar; Elia Fajri Sirkulasi: Darwin; Jatu Rahmi Rahayu Iklan:<br />
Hartati; Yenni Yusnita Layout: Tim <strong>Santunan</strong> Staf Redaksi Fadhlan<br />
Mursal; Saiful Mahdi; Amwar Citra H Alamat Redaksi: Jl. Tgk. Abu<br />
Lam U No. 9 Banda Aceh E-mail: redaksisantunan@gmail.com<br />
Hotline-SMS: 0852-7775-9339. Untuk distribusi, harap menghubungi<br />
No. HP. 085277529295 (Darwin). Iklan; HP. 08126935043 (Hartati).
4<br />
Salam Redaksi<br />
Selamat Datang Kakanwil Baru<br />
Senin, tanggal 24 Oktober <strong>2011</strong> lalu, merupakan sejarah<br />
penting perjalanan Kantor Wilayah <strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong><br />
<strong>Prov</strong>insi Aceh. Hari itu, Menteri <strong>Agama</strong> Republik<br />
Indonesia Drs. H. Suryadharma Ali, M.Si melantik dan<br />
mengambil sumpah Bapak Drs. H. Ibnu Sa’dan, M.Pd, sebagai<br />
Kepala Kantor Wilayah <strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong> <strong>Prov</strong>insi Aceh<br />
menggantikan Bapak Drs. H. A. Rahman TB, Lt, yang sudah<br />
memimpin jajaran <strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong> <strong>Prov</strong>insi Aceh sejak<br />
tahun 2007 lalu.<br />
Lazimnya, dalam manajemen modern, pergantian atau<br />
mutasi pejabat di sebuah instansi atau lembaga adalah sesuatu<br />
yang wajar dan biasa sebagai bagian dari pembinaan dan karier<br />
seorang PNS. Walaupun kelihatannya sedikit mendadak dan<br />
tidak ada pemberitaan sebelumnya, namun ini harus dipahami<br />
sebagai sebuah sunnatullah dalam kehidupan manusia.<br />
Meminjam istilah Kakanwil, sebagai sebuah ”takdir” yang<br />
harus diemban dan dijalani.<br />
Begitu pula; perdebatan, sikap mendukung, acuh dan<br />
cuek, pro dan kontra<br />
dalam sebuah mutasi dan<br />
pergantian pejabat, itu<br />
adalah hal wajar di alam<br />
demokrasi saat ini. Dan<br />
pun tidak jarang, sesudah<br />
pelantikan pun, sikap pro<br />
kontra ini bisa saja terjadi.<br />
Nah, kondisi ini<br />
kelihatannya benar-benar<br />
diselami oleh Kakanwil yang<br />
baru Bapak Drs. H. Ibnu<br />
Sa’dan, M.Pd. Makanya,<br />
dalam amanat apel pagi<br />
Senin, 31 Oktober <strong>2011</strong>,<br />
dihadapan pejabat dan<br />
karyawan serta karyawati<br />
Kanwil <strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong> <strong>Prov</strong>insi Aceh, Kakanwil berharap<br />
kondisi ini tidak perlu diperuncing. Menurutnya, pergantian<br />
kepemimpinan Kakanwil adalah sebuah takdir. ”Ini amanah<br />
dan tanggung jawab yang berat bagi saya,” ujarnya.<br />
Untuk itu, Kakanwil meminta seluruh keluarga besar dan<br />
jajaran <strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong> <strong>Prov</strong>insi Aceh untuk mendukung<br />
kepemimpinannya, memberikan saran dan pikiran yang<br />
konstruktif dalam membawa bahtera <strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong><br />
<strong>Prov</strong>insi Aceh ke arah yang lebih baik. Dan ia percaya, bahwa<br />
apa yang telah dilakukan oleh Kakanwil sebelumnya, Drs. H.<br />
A. Rahman TB, Lt, sudah baik dan akan dilanjutkan dibawah<br />
kepemimpinannya.<br />
Hanya dengan menunjukkan kinerja yang baiklah, kita<br />
yakin dan percaya, dibawah kepemimpinan Drs. H. Ibnu<br />
Sa’dan, M.Pd, <strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong> <strong>Prov</strong>insi Aceh akan lebih<br />
bersinar lagi di masa-masa akan datang. Dan sudah pasti,<br />
dengan sendirinya menepis semua kegalauan itu.<br />
Sebagai instansi vertikal di daerah, <strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong><br />
<strong>Prov</strong>insi Aceh, dengan 15 ribu lebih PNS dan 634 buah<br />
Satuan Kerja – diyakini memiliki potensi yang besar sekaligus<br />
menjadi tantangan pada sisi lain. Nah, untuk itu, rasanya<br />
<strong>Santunan</strong> NOVEMBER <strong>2011</strong><br />
pekerjaan rumah Kakanwil baru tidaklah ringan. Terutama,<br />
bagaimana menginventarisir semua kendala dan masalah yang<br />
ada di lembaga ini, untuk kemudian segera dicarikan solusi<br />
dan pemecahannya. Dan pada saat yang sama, hal positif yang<br />
selama ini sudah dibangun dengan baik harus terus dipelihara<br />
dan dikembangkan, sehingga menjadi satu capaian yang lebih<br />
mengembirakan lagi di masa yang akan datang.<br />
Hari ini dan ke depan, tugas dan tanggungjawab<br />
<strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong> menjadi lebih berat, tidak hanya karena<br />
pengaruh perkembangan zaman dan tantangan dunia global.<br />
Namun, beberapa peristiwa yang terjadi di Aceh akhir-akhir<br />
ini, seperti kasus penodaan dan pelecehan agama, munculnya<br />
ajaran sempalan, pendangkalan aqidah, dekadensi moral,<br />
pemahaman agama yang mulai menipis, masih terjadinya<br />
khilafiah soal-soal furu’iyah dalam beribadah di tengah umat,<br />
menjaga perdamaian dan kerukunan intern dan antar umat<br />
beragama adalah pekerjaan rumah yang perlu mendapat<br />
perhatian serius jajaran <strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong>.<br />
Belum lagi PR internal<br />
yang menjadi tugas dan<br />
fungsi lembaga ini, misalnya,<br />
bagaimana meningkatkan<br />
kualitas pendidikan agama<br />
dan keagamaan, peningkatan<br />
kualitas kehidupan<br />
beragama, menjaga dan<br />
menata kerukunan umat<br />
beragama, meningkatkan<br />
kualitas penyelenggaraan<br />
ibadah haji, dan penguatan<br />
tata kelola kepemerintahan,<br />
adalah pekerjaan yang tidak<br />
kalah ringan. Satu lagi,<br />
harapan jajaran <strong>Kementerian</strong><br />
<strong>Agama</strong> <strong>Prov</strong>insi Aceh<br />
sejak tahun 2007, untuk menghadirkan sebuah Balai Diklat<br />
Keagamaan di Aceh, perlu direspon positif oleh pimpinan baru.<br />
Sehingga pegawai <strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong> Aceh, tidak perlu lagi<br />
jauh-jauh mengikuti diklat teknis ke Medan, Sumatera Utara.<br />
Nasib dan masa depan sekian ribu tenaga honorer jajaran<br />
<strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong> Aceh yang telah dilakukan verifikasi.<br />
Ratusan madrasah yang antri untuk dinegerikan, perlu<br />
penjelasan dan adanya titik terang.<br />
Kita meyakini, seluruh pegawai jajaran <strong>Kementerian</strong><br />
<strong>Agama</strong> <strong>Prov</strong>insi Aceh menaruh harapan besar kepada Kakanwil<br />
baru, yang masih muda, dan energik ini -- untuk membawa<br />
perubahan-perubahan besar ke depan. Mari kita ucapkan<br />
selamat bertugas kepada Kakanwil baru Bapak Drs. H. Ibnu<br />
Sa’dan, M.Pd, semoga Allah Swt, Tuhan Yang Maha Kuasa,<br />
memberikan inayah dan ma’unah dalam setiap aktifitasnya.<br />
Dalam kesempatan ini, seluruh manajemen <strong>Majalah</strong><br />
<strong>Santunan</strong> mengucapkan selamat merayakan Idul Adha 1432<br />
H/<strong>2011</strong> M, mohon ma’af lahir dan batin. Semoga ketulusan<br />
pengabdian dan pengorbanan Nabi Ibrahim As, putranya<br />
Ismail As dan isterinya Siti Hajar, mengilhami spirit hidup kita<br />
sebagai manusia, khalifah di muka bumi. njuniazi
Beasiswa, Jangan Buru-buru<br />
Assalamu’alaikum ww.<br />
Yth. Redaksi <strong>Majalah</strong> <strong>Santunan</strong>.<br />
Saya merasa sangat kecewa<br />
sehubungan dengan adanya beasiswa<br />
bagi guru PNS dari Pusat, yang<br />
kabarnya tenggang waktunya sangat<br />
singkat. Sehingga saat kami ketahui,<br />
bahkan hari itu juga kami baru tahu,<br />
sudah tidak lagi sempat membuat<br />
pengusulan. Apalagi mengirim datanya<br />
langsung ke alamat… Padahal kami<br />
sangat membutuhkannya, mengingat<br />
kebutuhan hidup yang memang sudah<br />
menumpuk, ditambah dengan harus<br />
sambung kuliah.<br />
Mohon kepada Pemerintah, di<br />
lain waktu dan lain kesempatan,<br />
jangan ‘mendadak’ dan buru-buru<br />
demikian. Kasihan kami yang jadi<br />
korban. Kami sangat mengiba, agar<br />
uneg-uneg ini dimuat dan diindahkan.<br />
Ini mewakili banyak warga negara<br />
lain di ‘pedalaman’ yang kehilangan<br />
kesempatan mendapatkan beasiswa<br />
tersebut. Terima kasih dan salam.<br />
Suwarti,<br />
MTsN Woyla Kab. Aceh Barat<br />
Revisi ‘Aturan Main’ Penyuluh<br />
Assalamu’alaikum ww.<br />
Pertama, saya ingin tanyakan<br />
pada pihak terkait, kenapa Penyuluh<br />
<strong>Agama</strong> Islam tidak bekerja di Kantor<br />
KUA Kecamatan? Walaupun mereka<br />
bekerja, tapi bukan pegawai struktural,<br />
sebagaimana jabatan lainnya di kantor.<br />
Kabarnya mereka lebih banyak pem-<br />
BIRO DAERAH MAJALAH SANTUNAN:<br />
Kota Banda Aceh Yusri, Said Mahfud, Aceh Barat Narjun Ikhsan, Merahwan, Simeulu Drs. H. Yusman, Iskandar, Aceh Barat Daya Zubaili, Fajrina, Nagan<br />
Raya Muhammad Juned, Taufiq, Aceh Tengah M. Ramli, SH, Hasanah, Gayo Lues Ibrahim, S.Ag, Munirullah, S.Sos.I, Pidie Drs. Ilyas Muhammad, Syuib,<br />
S.Ag, Kota Lhokseumawe T. Helmi, S.Sos, Umar Dani, Aceh Besar Nasrullah, Amirullah, Kota Sabang H. Khairuddin, S.Ag, Eriadi, ST, Aceh Jaya Taisir,<br />
S.TH, Rahmat, Aceh Selatan Drs. Bukhari Harun, Ainul Marziah, Aceh Tenggara Syaiful, S.HI, Razali, Aceh Timur Jakfar, S.Sos.I, Hermansyah, Aceh<br />
Tamiang Muhammad Sofyan, Jumini, Kota Langsa M. Dahlan Ary, Apmilina Sari, Aceh Utara Drs. Kasmidi, A. Hadi, Aceh Singkil Ghazali, S.Ag, Widiastuti,<br />
Bener Meriah Drs. H. Hamdani, Ambiya Yusri, Bireuen Ismuar, S.Ag, Mursyidah.<br />
Redaksi hanya memuat surat, email, atau sms yang menyertakan identitas yang jelas, dan disampaikan dalam bahasa yang sopan. Demikian untuk dimaklumi.<br />
<strong>Santunan</strong> NOVEMBER <strong>2011</strong><br />
binaan pada masyarakat. Istilahnya<br />
fungsional yang luput dari apel dan<br />
ketatnya jam masuk dan jam pulang.<br />
Kedua, untuk meningkatkan k<strong>edisi</strong>plinan<br />
dan program kerja, ada<br />
baiknya ‘aturan main’ penyuluh<br />
disamakan saja dengan pegawai<br />
lainnya. Ini perlu, di samping untuk<br />
efektifnya kontroling dari atasan, juga<br />
mungkin untuk menghindari besarnya<br />
kecemburuan pegawai lain. Jadi<br />
bukan hanya mengandalkan absensi<br />
dan laporan bulanan yang sering diperbaguskannya<br />
itu. Melalui rubrik<br />
ini, kami mohon pada Kantor Kemenag<br />
Aceh dan Kemenag Pusat, agar pada<br />
tahun 2012 untuk dapat merevisi<br />
kembali ‘model’ kerja penyuluh itu.<br />
Terima kasih. Wassalam<br />
Nurdin<br />
alamat ada pada redaksi<br />
5
Dirangkum oleh Muhammad Yakub Yahya<br />
Dialektika Qurban<br />
Muslim yang ideal, harapan Allah<br />
dan manusia, ada kesepadanan<br />
antara kesalehan ritual dan<br />
kesalehan sosial. Setiap langkah dalam<br />
Islam, biasanya ada dimensi spritual<br />
dan kemasyarakatan. Salah satu ukuran<br />
shalat yang bagus dan ‘sah’ misalnya,<br />
mampu membentengi diri orang<br />
shalat, dari maksiat atau mungkar,<br />
usai shalat. Selain shalat, ibadah lain,<br />
misalnya zakat, infak, sedekah, hibah,<br />
wakaf, ‘aqiqah, puasa, haji, dan qurban,<br />
di samping bersinggungan dengan<br />
keruhaniahan dan keikhlasan, juga sarat<br />
nilai kepekaaan dan kebersamaan.<br />
Lebih jauh lagi, bahkan, ‘amalan akhirat’<br />
itu, juga memuat aspek substansi<br />
dan syiar. Syiar (divisualisasikan oleh<br />
lambang dan simbol) itu jadi penting<br />
untuk mengimbangi esensi. Jadi, dalam<br />
ritme dan dinamika ibadah, ada wilayah<br />
‘isi’, unsur ‘dalam’, elemen ‘badan’, atau<br />
porsi ‘tubuh’ (katakanlah itu porsinya<br />
tauhid). Juga ada elemen ‘kulit’, unsur<br />
‘luar’, porsi ‘baju’, aspek ‘formalitas’,<br />
dan sisi ‘seremonial’ (sebut saja itu<br />
aspeknya fiqih).<br />
Realitas, kadangkala ummat<br />
LAPORAN UTAMA<br />
ini hanya terpaku pada ‘kulit’ atau<br />
simbol. Lantas kita alpa pada nilai atau<br />
hikmah. Terkadang juga penganut ini<br />
terjebak pada pencapaian hakikat, lupa<br />
mengindahkan lahiriah. Singkatnya,<br />
kadang muslimin hanya ‘alim’ fiqih, tapi<br />
‘awam’ tauhid, dan malangnya ‘ambruk’<br />
benteng akhlak. Atau mantap iman dan<br />
bagus perangai, tapi gersang fiqih, atau<br />
sebaliknya.<br />
Pemandangan yang sama, jebakan<br />
seremonial belaka, kerap kita<br />
praktekkan juga pada syiar qurban,<br />
setiap ‘musim qurban’, hari ‘ulang<br />
tahun’ penyembelihan. Tak jarang kita<br />
di sini hanya mengedepankan makanmakan<br />
dan seremonial semata. Sesekali<br />
atau seringkali kita lupa sejarah, makna,<br />
hikmah, kesan-kesan, dan pesan-pesan<br />
qurban. Saat penyembelihan, kita<br />
yang kantongi catatan nama pemilik<br />
binatang, pegang parang, dan simpulkan<br />
tali ke kaki hewan, lupa ‘sejarah tabah’<br />
Ismail as, bahkan lebih jauh lagi: ragam<br />
tanaman dan aneka ternak, objek<br />
qurban Qabil-Habil, dengan kualitas<br />
dan kuantitasnya.<br />
Konon lagi saat makan-makan, pupus<br />
6 <strong>Santunan</strong> NOVEMBER <strong>2011</strong><br />
sudah, ‘tertelan’ sudah, segala makna<br />
yang ‘melangit’ atau ilahiah (transenden)<br />
itu, bersama kunyahan daging ke perut<br />
ini. Barangkali kita tidak ingat pun<br />
untuk selalu berlindung dari bisikan<br />
setan, sebagaimana sejarah heroik<br />
Ibrahim as. Atau tidak merasa, setan<br />
musuh yang nyata dan terang-terangan,<br />
siang dan malam bagi kita, sebagaimana<br />
dimusuhinya setan oleh keluarga Hajar<br />
as --‘hamba gurun’ yang tulus dan patuh<br />
itu. Ibrahim as yang meneladankan kita<br />
murah dan suka berbagi-bagi, bukan<br />
menambah (mengali) itu, sepertinya<br />
kita lupakan, begitu saat ‘milad qurban’<br />
terlewati, kala darah kering, dan waktu<br />
kerupuk kulit lembu habis.<br />
“Jika kita berlomba untuk<br />
memperbagus kenderaan di dunia, mari<br />
berlomba juga untuk mempermewah<br />
kenderaan di akhirat, dengan qurban,”<br />
banding Tgk. H. Bukhari, MA, khatib<br />
terkenal di Banda Aceh dan sekitarnya.<br />
Aneh memang, kita bahkan ambil<br />
kredit dan utang untuk kenderaan<br />
baru, di dunia fana, tapi kita lupa<br />
dengan mobilitas di akhirat nan abadi.<br />
“Kita harus punya mimpi dan mulai
merencanakan untuk qurban. Dari<br />
niat ini, kita akan bergerak untuk<br />
menabung, menyisihkan uang,” ajak<br />
DR Tgk H Syamsul Rijal, M.Ag, Dekan<br />
Fakultas Ushuluddin IAIN Ar-Raniry.<br />
Tgk. H. Imam Syuja’, PW<br />
Muhammadiyah Aceh, memaknakan<br />
qurban itu sebentuk komitmen sosial<br />
kita, baik bulan haji maupun pasca-<br />
Dzulhijjah. “Sosialisme Islam yang<br />
diamanahkan lewat qurban, bukan<br />
hanya musim haji, bulan Dzulhijjah,<br />
melainkan seterusnya, hingga bulan haji<br />
tahun depan. Bulan ke 12 (Dzulhijjah)<br />
dalam tahun Hijriah itu, memupuk<br />
kembali solidaritas sosial kita, dan usai<br />
itu, sikap tolong menolong atau bantu<br />
membantu (ta’awun) itu tetap mekar,<br />
merekah,” sambung Imam Syuja’,<br />
mantan Anggota DPR RI, yang baru jadi<br />
abu chik itu.<br />
“Bersegera membagikannya pada<br />
hari ‘ied, adalah lebih baik daripada<br />
menunda sampai besok, esok, atau<br />
esok lusanya lagi. Ini gunanya untuk<br />
melapangkan kebutuhan fakir miskin<br />
dan kerabat di hari raya,“ pesan Syaikh<br />
Abdul Aziz Binbaz, satu ulama besar<br />
kita. Tentu pemberian dan pengorbanan<br />
yang terus ‘mekar’ dalam sunnah,<br />
ketaatan, dan keikhlasan, bukan dalam<br />
lesung bid’ah, pamer atau riya. “Yang<br />
sampai pada Allah bukan daging dan<br />
darah (qurban), tapi takwa kita,” pesan<br />
QS. Al Hajj (99) ayat 37.<br />
Konversi qurban<br />
Jika substansi atau inti qurban itu<br />
ikhlas dan kepatuhan, andai nilai kepedulian<br />
sesama usai ‘musim qurban’<br />
tetap luntur, maka salahkan jika dikonversikan<br />
(dialihkan) saja biaya hewan<br />
qurban dengan nilai uang kontan (cash),<br />
yang penting ikhlas. Inilah satu wacana<br />
yang berkembang dari sebagian tokoh.<br />
Setelah menyaksikan bertumpuknya<br />
daging pada sebagian kampung, sementara<br />
mimim di kampung yang lain,<br />
bagus juga jika dialihkan saja dalam<br />
bentuk kalengan (corned beef), lalu disalurkan,<br />
mungkin berselang minggu<br />
pada kawasan bencana atau kelaparan.<br />
Qurban pun mengalami dialektika.<br />
Misalnya sekarang, tak mungkin<br />
mengirim qurban kambing dan lembu,<br />
misalnya ke Somalia, korban banjir<br />
Thailand, atau gempa Turki. Maka seakan<br />
lazim saja, jika ditransfer saja harga<br />
kambing, untuk pengadaan makanan<br />
pokok, ke Afrika itu. “Inilah kepatuhan<br />
dan ketaatan ummat, termasuk patuh<br />
pada perintah sembelihan harus<br />
berbentuk hewan, bukan yang lainnya.<br />
Inilah semacam syiar yang tak mesti<br />
digantikan dengan pengorbanan materi<br />
lainnya,” ujar Prof. DR. Syahrizal Abbas,<br />
MA, Dosen Pascasarjana IAIN Ar-Raniry<br />
Banda Aceh.<br />
Lebih lanjut Syahrizal, Guru Besar<br />
Hukum Islam pada Fakultas Syariah<br />
IAIN Ar-Raniry, kelahiran Aceh Barat,<br />
menganjurkan ummat untuk selalu merenungi<br />
makna historis qurban, esensi,<br />
dan hukum yang berbeda-beda pandangan<br />
ulama itu. Sehingga jangan sampai<br />
kita yang PNS pun, sering berkilah atau<br />
mengelak qurban, karena sepanjang<br />
hayat tidak pernah ‘sanggup’, tapi hanya<br />
sanggup ‘memotong leher’ hewan milik<br />
saudara yang lain, atau cuma pintar<br />
meracik dan menikmati kuah dan daging<br />
qurban, lalu hanya ahli menyimpan<br />
dalam kulkas yang mahal, di ruang makan/dapur<br />
yang juga mahal itu.<br />
Daging buat siapa?<br />
Bulan Haji sudah dimulai sejak Syawal<br />
hingga Dzulhijjah (QS. Al-Baqarah:<br />
197). Panitia sejak hari raya puasa<br />
itu, bahkan sejak Ramadhan, sudah<br />
mengumumkan bakal hewan qurban,<br />
lengkap dengan rincian biayanya.<br />
Acapkali kita yang melapor jelang Idul<br />
Adha --mungkin telat dapat biaya atau<br />
baru mudik, sudah tidak tertampung<br />
lagi oleh panitia untuk gabung, untuk<br />
ukuran satu lembu (tujuh orang).<br />
Mungkin hanya bisa untuk individu<br />
saja, kambing atau biri-biri, itupun cari<br />
dan beli sendiri, lalu bawa ke mushalla,<br />
serah terima pada panitia.<br />
Kadangkala panitia juga menerima<br />
‘titipan’ jatah daging jauh-jauh hari.<br />
Padahal lebaran pun masih jauh, takbiran<br />
pun belum. Jika ‘proposal permintaan’<br />
daging itu dari yang berhak, itu tidak<br />
mengapa. Tapi jika ‘pesan’ itu dari orang<br />
berada (kaya dan sering makan enak),<br />
sungguh itu masalah serius. “Apalagi<br />
ada pemandangan kurang sedap, bawa<br />
becak pula ke ‘mesin pemotongan’<br />
untuk menampung kulit, yang seringkali<br />
itu untuk dijual. Padahal tidak boleh<br />
ada yang dijual, semua harus dibagi,”<br />
kritik Tgk. Bukhari, Kasi Kemasjidan<br />
Bidang Penamas Kemenag Aceh, di selasela<br />
taushiah (ta’ziah) pada rumah salah<br />
seorang pegawai Kemenag <strong>Prov</strong>insi<br />
<strong>Santunan</strong> NOVEMBER <strong>2011</strong><br />
Laporan Utama<br />
Aceh, kawasan Indrapuri, Aceh Besar.<br />
Tidak jarang porsi untuk kerabat<br />
dan tetangga yang berkurban, sampai<br />
separuh hewan qurban, bahkan lebih.<br />
Hewan qurban dia padahal hanya satu<br />
kambing. “Di sini memberi kesan,<br />
seakan-akan panitia hanya diangkat<br />
sebagai ‘tukang potong’ qurban. Jika<br />
begini, bagus sembelih saja dan bagibagi<br />
sendiri hewan ternak itu di halaman<br />
rumahnya,” sindir Tgk. H. M. Yahya,<br />
veteran dari Gampong Krueng, Grong-<br />
Grong, Kec. Meureudu, Kab. Pijay.<br />
“Rumus pembagian daging qurban,<br />
menurut porsinya, sepertiga untuk<br />
pemilik, andai ia mau memakannya<br />
sebanyak itu; sepertiga untuk fakir<br />
miskin, dan sepertiga lagi buat karib<br />
kerabat. Ini penting diingat, sebab<br />
qurban ‘ulang tahun’ makan daging<br />
bagi fakir miskin tersebut, untuk<br />
menjalin silaturrahim dan mempererat<br />
ukhuwah. “Jadi bukan dibagi rata<br />
untuk semua warga, atau tumpukan<br />
dikalkulasikan buat sesama panitia,”<br />
sambung Tgk Syukri Daud, Ketua MPU<br />
Banda Aceh. Ruh sosial melalui qurban<br />
ini, sejalan dengan pesan Surat Al-Hajj<br />
ayat 36. “Makanlah, hadiahkanlah, dan<br />
sedekahkan,” isyarat satu hadits shahih<br />
(Muttafaq ‘alaih).<br />
Apalagi belum apa-apa, sudah<br />
adah jatah-jatahan. Jadi, ajakan untuk<br />
mengkalengkan daging juga baik, asal<br />
kita memiliki fasilitas untuk itu. Tapi<br />
wacana meng-kurs-kan harga qurban<br />
untuk dibeli barang lain, untuk dikirim<br />
ke Afrika misalnya, itupun patut<br />
didiskusikan lagi, walaupun memang<br />
perintah qurban memuat makna<br />
kepatuhan pada anjuran (mesti hewan,<br />
bukan yang lain), dan ketulusan dalam<br />
ketaatan.<br />
Akhirnya, daging qurban memang<br />
buat makan- makan dan disimpan.<br />
“Tapi jangan alpa, panitia gampong<br />
mesti sesegera mungkin melapor nama<br />
penyumbang dan penerima kepada<br />
unit paling bawah Kemenag, yakni<br />
KUA Kecamatan, untuk dilaporkan ke<br />
tingkat lebih atas. Sebab data apa pun,<br />
termasuk qurban dan laporan lainlain,<br />
akan menentukan arah kebijakan<br />
pemerintah, dan potret sebuah<br />
masyarakat. Membangun tanpa data<br />
itu si-sia,” tutup KUA Kec. Mesjid<br />
Raya, (Krueng Raya) Aceh Besar, Tgk.<br />
M. Nasir, M.Ag, yang juga putra asli<br />
Matang Peusangan itu. n<br />
7
Laporan Utama<br />
Drs. Ridwan Qari, Kabid Urais Kanwil Kemenag <strong>Prov</strong>insi Aceh<br />
Kesadaran Kolektif, bukan Ego Sektoral<br />
Mencermati tingginya semangat<br />
berkurban dari masyarakat, perlukah<br />
Kemenag mengelola qurban ini?<br />
Kita pikir pengelolaan ini perlu. Sebab<br />
qurban selama ini hanya kita tunaikan<br />
mungkin di kantor, masjid, meunasah, atau<br />
lembaga lain, yang dagingnya hanya untuk<br />
orang kantor sendiri, kampung sendiri, tapi<br />
untuk orang kampung lain, selain kampung<br />
orang yang berkurban, seakan hubungan<br />
itu terputus. Di sini ada hal yang terpilah.<br />
Padahal meskipun dilakukan di kantor,<br />
di kampung kita di sini, ada hak untuk<br />
orang kampung asal orang yang berkurban.<br />
Jika qurban sudah banyak, saya rasa perlu<br />
dikelola.<br />
Perintah, “Kuluu waddakhiruu watashaddaquu,<br />
itu ada tiga segmen pendistribusian<br />
qurban. Kita buat tiga prioritas, dan ini perlu<br />
koordinasi. Porsinya, ahli bait 1/3, kerabat<br />
1/3 (jadi tetangga yang kaya pun boleh<br />
menikmati qurban), dan yang penting 1/3<br />
untuk fakir dan miskin. Yusuf Al-Qardhawy<br />
pernah khutbahkan, kalau orang miskin<br />
banyak, jangan kasih 1/3, sebab porsi<br />
itu akan sedikit bagiannya. Jika mereka<br />
sedikit jumlah, baru boleh kita berikan<br />
1/3, sehingga mereka mendapat jatah yang<br />
besar.<br />
Kemenag punya wewenang untuk<br />
ini?<br />
Kemenag punya kewenangan, walau<br />
selama ini belum berjalan. Kita punya<br />
sejenis blanko F, yaltu format laporanlaporan<br />
yang di antara data qurban itu.<br />
Sekarang, dari input data, jika kita baca<br />
dari <strong>Prov</strong>insi Aceh, belum bisa diukur dan<br />
terukur datanya, walaupun bersyiar sekali<br />
di tengah masyarakat.<br />
Selama ini qurban terkesan dikelola<br />
masing-masing, langkah apa yang perlu<br />
kita ambil?<br />
Menyongsong tahun baru 2012/1433<br />
H, kita sampaikan pada Kemenag kabupten/<br />
kota, untuk membangun kesadaran kolektif,<br />
bukan hanya sektoral, bukan egosektoral.<br />
Di Arab Saudi misalnya, qurban bukan<br />
hanya untuk orang miskin di Arab, tapi<br />
didistribusikan hingga melampua batasbatas<br />
negara. Kita juga berkoordinasi dengan<br />
MPU, Dinas Syariat, dan lainnya, dalam<br />
pengelolaan qurban itu, selain zakat dan<br />
8 <strong>Santunan</strong> NOVEMBER <strong>2011</strong><br />
wakaf. Koordinasi dengan MPU mungkin<br />
ada hambatan, yang seharusnya mereka<br />
juga besuara yang sama untuk pengelolaan<br />
ini.<br />
Kita dapat informasi, masyarakat<br />
keberatan jika qurban dikelola seperti<br />
itu, gejala apa ini?<br />
Itulah sektoral, egosektoral orang kita.<br />
Orang Islam, padahal “kajasadil waahid”,<br />
kayak satu tubuh. Aspek ini seperti belum<br />
mendapat perhatian kuat dari umat.<br />
Dianggap qurban itu hak kampung kita,<br />
padahal mestinya, bagaimana itu menjadi<br />
kesadaran kolektif. Jangan bertumpuk<br />
di satu kampung, padahal kampung itu<br />
sejahtera dan kaya. Konsep bertetangga<br />
dalam ayat “waljaridzil junubi, wajaridzil<br />
qurba” itu perlu perhatian, itu kesatuan<br />
Islam, bukan hanya tetangga sekampung.<br />
Perangkat KUA, Penyuluh PNS dan<br />
non PNS, mungkin bisa membantu<br />
sosialisasikan ini?<br />
Ini salah satu tugas Binmas Islam.<br />
Dalam konteks wilayah, ada Penamas dan<br />
Urais. Imam juga bisa kita jadikan saluran<br />
pemahaman, bagaimana semangat qurban<br />
dikelola dengan bagus. Lewat majelis<br />
taklim, pesan itu juga bisa. Kurikulum<br />
untuk penyuluh juga sdudah ada ke arah<br />
itu. Tinggal bagaimana memberi stressing,<br />
bagian terpenting, yang selama ini masih<br />
terbatas.<br />
Pesan Anda kepada jajaran Kemenag<br />
seluruh Aceh!<br />
Syariat Islam itu membawa keadilan.<br />
Bagaimana jika orang miskin tetap begitu,<br />
lalu kita bilang bersyariat. Wawasan<br />
bersyariat harus luas, dan tidak kaku. Jangan<br />
kita bertanggung jawab hanya untuk sektor<br />
kita sendiri. Kita yang terbaik, yang banyak<br />
memberi manfaat. Juga bagaimana kampung,<br />
kecamatan, kabupaten bisa bermanfaat<br />
banyak bagi kampung, kecamatan, dan<br />
kabupaten lainnya. Walaupun jabatan kita<br />
bukan penyuluh, tapi tiap hari kita bisa<br />
menyuluh. Konon lagi ramai penyuluh non<br />
PNS kita, yang jika pesan humanisme ini<br />
bisa kita sampaikan, misi Islam akan jalan<br />
sempurna. nmulyadi nurdin/yyy
Misi dan instruksi ibadah qurban<br />
memuat dua esensi: spiritual dan sosial<br />
yang tinggi. Aspek spiritual penyembelihan<br />
itu mencakup keikhlasan, kepatuhan, dan<br />
ketaatan. Sisi sosial ibadah qurban meliputi<br />
kepekaan dan kepedulian sosial dengan<br />
membagi-bagi daging hewan pada fakir dan<br />
miskin. Karena ada aspek kepatuhan atau<br />
loyalitas pada perintah Allah itulah, maka<br />
semangat menkonversikan (menukar)<br />
sembelihan qurban dengan materi lain,<br />
jadi kurang tepat.<br />
<strong>Santunan</strong> NOVEMBER <strong>2011</strong><br />
Laporan Utama<br />
Prof. Dr. Syahrizal Abbas, MA, Dosen Pascasarjana IAIN Ar-Raniry<br />
Loyalitas dan Syiar Meriah<br />
Nabi Ibrahim as saja tidak mengganti<br />
‘leher’ anaknya Ismail as dengan objek lain.<br />
Hanya malaikat, lewat titah Allah saja yang<br />
menggantikan ‘leher’ itu dengan hewan,<br />
dan qurban tetap sejenis hewan masa<br />
Rasulullah Saw, hingga hari kiamat. Nilai<br />
syiar inilah yang mesti juga dipertahankan<br />
seiring dengan substansi dari ibadah qurban<br />
(kepatuhan loyalitas pada perintah). Maka<br />
jika meriah pengumuman dan takbiran<br />
saat ritual penyembelihan, itu ada baik<br />
juga. Islam itu menyeimbangkan substansi<br />
dan syiar.<br />
Kemampuan berqurban memang<br />
diwajibkan atas siapa saja, selain fakir<br />
miskin. Sebab fakir miskin itu sasaran<br />
pembagian daging qurban. Tapi bukan<br />
fakir miskin dalam standar PNS kita yang<br />
terlanjur ambil kredit, lalu morat marit<br />
sepanjang bulan. Walaupun ada kredit,<br />
atau dililit hutang, tapi itu bukan bermakna<br />
miskin. Selama ada kelapangan sampai hari<br />
raya, silakan menyembelih qurban, walau<br />
kredit di sana-sini. nyakub<br />
9
Laporan Utama<br />
Tgk. H. Imam Syuja’, Tokoh Muhammadiyah Aceh<br />
Usai Dzulhijjah Tetap Mekar<br />
Di antara hikmah ibadah qurban<br />
ialah mengendalikan nafsu hewaniah<br />
kita. Muaranya akan menjelma menjadi<br />
insan yang takwa. Berlawanan dengan<br />
jiwa yang takwa, dalam diri kita juga<br />
subur dorongan mendurhakai (fujur). Fa<br />
alhamaha fujuraha wa taqwaha, firman<br />
Allah SWt dalam Surat Asy-Syams ayat<br />
8. Diilhamkan (dianugerahkan) kita<br />
jalan kedurhakaan dan ketakwaan. Qad<br />
aflaha manzakkaha (QS. Asy-Syams: 9),<br />
sungguh beruntung kita yang memilih<br />
jalan penyucian.<br />
Qurban salah satu media penyucian<br />
Sering qurban yang diijabqabulkan<br />
masyarakat pada panitia atau orang tua<br />
kampung, lengkap dengan porsi dan nama<br />
orang yang bakal menerima. Anehnya,<br />
jatah untuk kerabat dan tetangga yang<br />
berkurban, sampai separuh hewan<br />
qurban, atau bahkan lebih. Padahal yang<br />
itu. Qurban akan meminimalisir perangai<br />
kebinatangan kita. Qurban selama<br />
Dzulhijjah, ajang merevitalisasi semangat<br />
memberi dan berbagi. Efek berbagi dan<br />
peduli tetap kelihatan seusai Hari Raya dan<br />
Tasyriq itu.<br />
Sosialisme yang dipesankan lewat<br />
qurban bukan cuma musim haji, bulan<br />
Dzulhijjah, melainkan seterusnya. Bulan<br />
ke 12 dalam tahun Hijriah itu, memupuk<br />
kembali solidaritas sosial kita, dan usai<br />
itu sikap tolong menolong dan bantu<br />
membantu itu tetap mekar, merekah.<br />
nyakub<br />
Tgk. H. M. Yahya Lahen,<br />
Tuha Peuet Grong-Grong (Krueng), Kemukiman Beuracan, Meureudu, Pidie Jaya<br />
Kadang Panitia Hanya Tukang Potong<br />
dikurbankan hanya kambing. Di sini<br />
memberi kesan, seakan-akan panitia hanya<br />
tukang potong qurban mereka. Jika begini,<br />
bagus sembelih saja dan bagi-bagi sendiri<br />
hewan ternak itu di halaman rumahnya.<br />
Mestinya padahal, hewan yang<br />
dihimpun panitia, dipotong sama-sama,<br />
baik kambing (biri-biri) maupun kerbau<br />
(lembu), lantas panitia yang mengatur<br />
pembagian, tentu menurut data calon<br />
penerima dari tiap-tiap gampong, jika<br />
penyembelihan itu di tingkat kemukiman.<br />
Kalau penyembelihan di tingkat gampong,<br />
justru lebih mudah lagi mengantar ke<br />
alamat, sebab lingkup distribusi lebih<br />
kecil. Jadi mestinya jangan sampai yang<br />
berkurban banyak mengatur pembagian,<br />
walaupun memang boleh sampai sepertiga,<br />
jatah untuk dibawa pulang. Tapi panitia<br />
juga jangan dijadikan cuma tukang potong<br />
kambing kita, di saat mereka juga mau<br />
berlebaran, sebagaimana pemiliki qurban.<br />
Hikmah lainnya, jika qurban kita dipotong<br />
bersamaan dengan hewan orang lain,<br />
walaupun sama-sama kambing atau samasama<br />
lembu ialah, agar yang berkurban<br />
menjadi boleh memakan alakadar dagingnya<br />
(ini kasus qurban nazar yang haram<br />
pemilik memakannya). Sebab sudah ber-<br />
10 <strong>Santunan</strong> NOVEMBER <strong>2011</strong><br />
campur baur dagingnya dengan daging<br />
qurban yang lain. Kemungkinan boleh makan<br />
kembali daging qurban, ini menurut<br />
beberapa pendapat. Sebab siapa tahu qurban<br />
itu bukan lagi sunnat muakkad atau<br />
sunnat kifayah, tapi sudah wajib (nazar),<br />
yang menurut beberapa pendapat ulama,<br />
dengan lafal tertentu, seperti mengatakan<br />
“lembu ini akan saya kurbankan lebaran<br />
ini,” jadilah ia nazar, yang haram dimakan<br />
daingnya buat diri sendiri.<br />
Maka ada pendapat, bagus jangan<br />
suka menanyai seseorang yang menuntun<br />
hewan, mau diapakan dia. Sebab dia biasa<br />
akan menjawab, buat qurban, dijual, atau<br />
lainnya. Juga bagi yang membawa hewan,<br />
jika memang mau dikurbankan, jangan<br />
suka berkomentar ini dan itu. Baik diam<br />
saja. Sebab salah-salah omong, qurban<br />
yang sunnat muakkad atau ‘wajib’, jadi<br />
qurban nazar, menurut sebagian kalangan<br />
ulama, dengan lafal seperti di atas. Tak<br />
boleh tanya dan jawab ini, tentu merujuk<br />
pada kisah Ibrahim yang merencanakan<br />
akan ‘koh takue’ Ismail, yang tak satu<br />
pun manusia tahu waktu itu, kecuali Siti<br />
Hajar, itupun bukan suaminya yang kasih<br />
tahu, tapi (mungkin) setan. Wallahu a'lam<br />
nyakub
Semangat anak sekolah yang<br />
patungan, kolektif, mengumpulkan uang<br />
sedikit demi sedikit, untuk membeli<br />
hewan qurban, itu sangat mulia. Ajakan<br />
itu sangat bagus, di samping untuk<br />
mengajarkan kepedulian dan solidaritas<br />
sesama, juga mewariskan nilai-nilai<br />
Usia shalat Idul Adha, 10 Dzulhijjah,<br />
qurban biasa segera diproses dan<br />
didistribusikan panitia. Paling telat<br />
penyembelihan hewan ditunaikan<br />
pada esoknya, hari pertama Tasyriq, 11<br />
Dzulhijjah. Lantaran cepat disembelih,<br />
dicin-cang lalu ditumpuk, cepat pula<br />
dibagikan pada penerima. Kita tidak<br />
bisa tahu dengan jelas sekali, siapa<br />
saja yang dapat. Atau siapa warga yang<br />
berhak menerima, justru mereka belum<br />
(banyak) dapat. Sebab memang sasaran<br />
qurban itu, catatan khusus keluarga yang<br />
menyembelih atau panatia gampong.<br />
Kadangkala, jangankan data si penerima,<br />
hewan apa dan atas nama siapa saja,<br />
juga lambat kita terima. Walaupun kita<br />
sudah minta dan menelepon berkali-kali.<br />
Padahal kita sudah membagikan blangko<br />
laporan qurban jauh-jauh hari, pada awal<br />
Dzulhijjah. Jadi cepatnya pembagian tidak<br />
diiringi dengan cepatnya data qurban<br />
<strong>Santunan</strong> NOVEMBER <strong>2011</strong><br />
Laporan Utama<br />
Tgk. H. Syukri Daud, BA,<br />
Pengasuh Mata Kuliah Fiqh, Halaqah Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh<br />
Sendiri Bagus, Patungan Silakan<br />
berkurban pada generasi Islam. Tapi<br />
jangan disalahpahami oleh walimurid,<br />
seakan ada paksaan dari sekolah untuk<br />
amal itu. Ibadah jangan ada kesan dipaksa<br />
dan memaksa. Ada riwayat, Ibnu Abbas<br />
ra. pada suatu musim qurban tidak<br />
menyembelih satu hewan, tapi membeli<br />
daging untuk selanjutnya dikurbankan.<br />
Atas dasar itu, maka diperkenankan<br />
kita berkurban ramai-ramai menurut<br />
kemampuan, meskipun belum sampai<br />
satu ekor hewan per pribadi.<br />
Bagi yang mampu, dari isyarat hadits<br />
Nabi Saw, itu wajib. Apalagi ada perintah<br />
dalam Surat Al-Kautsar. Hukum qurban,<br />
menurut ulama lain bisa sunnat muakkad,<br />
juga bisa sunnat kifayah. Artinya jika<br />
satu orang dalam sebuah keluarga sudah<br />
menyebelih qurban, maka memadailah<br />
untuk anggota keluarga yang lain.<br />
Nabi sendiri pernah mengurbankan<br />
M. Nasir, M.Ag, Kepala KUA Kec. Mesjid Raya Kab. Aceh Besar<br />
Sembelih Cepat, Laporan Lambat<br />
disampaikan pada KUA Kecamatan.<br />
Keterlambatan itu, mungkin, karena<br />
usai pemotongan hewan itu, masyarakat<br />
bersama tokoh kampung disibukkan<br />
dengan agenda lebaran. Jadilah laporan<br />
qurban dilafalkan oleh imam atau geuchik<br />
berbarengan dengan pelaksanaan nikah<br />
di sebuah kampung. Akhirnya data yang<br />
disampaikan KUA ke Kantor Kemenag<br />
Kabupaten/Kota juga ada yang sudah<br />
berselang bulan Hari Raya Qurban.<br />
Data itu penting untuk kita lapor<br />
dan direkap di tingkat kabupaten/kota.<br />
Selanjutnya akan dikirim ke provinsi, dan<br />
harus cepat. Namun sekali lagi, setiap data<br />
diminta oleh Kemenag kabupaten, kita di<br />
KUA Kecamatan sering terbentur pada data<br />
yang belum sepenuhnya masuk ke KUA.<br />
Ini salah satu ragam data tingkat desa yang<br />
sering tidak bisa diinput, sekaligus dan<br />
sempurna, oleh setiap KUA Kecamatan.<br />
Padahal kebijakan pemerintah akan tepat,<br />
jika selalu didasarkan pada data yang valid.<br />
Data seperti jumlah santri dayah, waqaf,<br />
dua ekor kambing. Satu diisyaratkan<br />
untuk ummat ini, satu lagi untuk<br />
keluarga beliau. Keluarga Nabi yang<br />
dimaksud, saat itu ada 19 orang (11<br />
istri dan sembilan anak). Namun di<br />
saat yang lain, Nabi berkurban hingga<br />
100 ekor unta, saat Haji Wada’. Jadi<br />
bagus sendirian, mulia juga jika kolektif,<br />
qurban ‘berjamaah’.<br />
Daging qurban dibagi menurut porsi:<br />
sepertiga untuk yang memiliki, jika ia<br />
mau memakannya sebanyak itu; sepertiga<br />
untuk fakir miskin, dan sepertiga lagi buat<br />
karib kerabat. Ini penting diingat, sebab<br />
qurban untuk menjalin silaturrahim dan<br />
mempererat ukhuwah. Jadi bukan dibagi<br />
rata untuk semua warga, atau tumpukan<br />
dikalkulasikan buat sesama panitia.<br />
Apalagi belum apa-apa, sudah adah jatahjatahan,<br />
bukan demikian sunnah qurban.<br />
nyakub<br />
zakat mal, fitrah, atau qurban, di samping<br />
untuk syiar Islam, juga untuk pembangunan<br />
ummat. nyakub<br />
11
Laporan Khusus<br />
Drs. H. Ibnu Sa’dan, M.Pd, Kakanwil Kemenag Aceh<br />
Melanjutkan Keberhasilan<br />
Kepala Kantor Wilayah <strong>Kementerian</strong><br />
<strong>Agama</strong> Aceh, Drs.<br />
H. Ibnu Sa’dan,<br />
M.Pd menegaskan<br />
bahwa dirinya akan<br />
melanjutkan keberhasilan<br />
yang sudah<br />
dicapai oleh pimpinansebelumnya.<br />
Menurutnya<br />
semua program<br />
yang sudah berjalan<br />
akan dipertahankan<br />
selama bermanfaat<br />
bagi<br />
masyarakat.<br />
“Semua kita<br />
ingin kebaikan<br />
bagi masyarakat,<br />
selama program itu<br />
bermanfaat akan kita<br />
lanjutkan,” ujar<br />
Kakanwil kepada<br />
<strong>Santunan</strong>,<br />
Rabu (2/11/<strong>2011</strong>).<br />
Ketika ditanya langkah apa<br />
saja yang akan dilakukan<br />
ke depan, Kakanwil<br />
menyebutkan bahwa<br />
ia akan membangun<br />
suasana kerja yang<br />
akrab dan penuh kekeluargaan.<br />
“Kita tidak hanya<br />
bicara disiplin,<br />
tetapi bagaimana<br />
membangun hubungan<br />
kerja<br />
yang akrab antara<br />
pimpinan dan<br />
bawahan, supaya<br />
semua merasa bagai<br />
keluarga dan<br />
tidak ada jurang<br />
pemisah,” tambahnya.<br />
Menurutnya, beban<br />
kerja pegawai sangat berat<br />
sehingga tidak boleh<br />
dibebani lagi<br />
d e n g a n<br />
12 <strong>Santunan</strong> NOVEMBER <strong>2011</strong><br />
tekanan yang berlebihan, tetapi<br />
harus dibangun komunikasi yang<br />
sejuk dan akrab.<br />
“Saya inginkan supaya semua<br />
pegawai di Kanwil Kemenag Aceh<br />
dapat memanfaatkan mushalla yang<br />
ada untuk menjalin keakraban, di<br />
sana kita bisa santai dan berbaur<br />
usai shalat,” tambahnya.<br />
Selanjutnya Kakanwil juga<br />
menegaskan bahwa dirinya tidak<br />
akan bergaya ekslusif dan terlalu<br />
formal dalam memimpin, tapi lebih<br />
ditekankan pada keteladanan.<br />
“Saya tidak akan mengubah<br />
gaya Saya, Saya ingin tetap akrab<br />
dengan semua pegawai. Kalau ingin<br />
pegawai disiplin saya akan datang<br />
ke kantor lebih awal dari mereka,<br />
sehingga terbangun keteladan yang<br />
baik,” jelasnya.<br />
Dalam merancang program ia<br />
akan berusaha menjaring aspirasi<br />
dari bawah, termasuk dari staf,<br />
karena menurutnya, banyak staf<br />
yang memiliki usulan program yang<br />
bagus tapi belum tergali dengan<br />
maksimal.<br />
“Semua kegiatan akan melibatkan<br />
staf dalam implementasinya,<br />
untuk itu mereka harus dilibatkan<br />
sejak perencanaan supaya ada rasa<br />
memiliki nantinya,” tegasnya.<br />
Selanjutnya ia menginginkan<br />
supaya semua pegawai jajaran<br />
<strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong> di seluruh<br />
Aceh dapat bekerja secara<br />
profesional dan amanah.<br />
“Dalam bekerja kita harus<br />
profesional, kalau perlu<br />
menikmati kerja tersebut<br />
sehingga tidak menjadi<br />
beban,” pungkasnya. n<br />
mulyadi nurdin
<strong>Santunan</strong> - Jakarta. Bertempat<br />
di Oproom <strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong> RI,<br />
Senin (24/10), Menteri <strong>Agama</strong> RI. Drs.<br />
H. Suryadharma Ali, M.Si, melantik<br />
dan mengambil Drs. H. Ibnu Sa’dan,<br />
M.Pd sebagai Kepala Kantor Wilayah<br />
<strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong> <strong>Prov</strong>insi Aceh.<br />
Di samping Drs. H. Ibnu Sa’dan,<br />
M.Pd, Menag RI juga melantik satu<br />
orang pejabat eselon satu di <strong>Kementerian</strong><br />
<strong>Agama</strong> Pusat dan lima orang pejabat<br />
eselon dua sebagai Kakanwil pada<br />
sejumlah <strong>Prov</strong>insi.<br />
Para pejabat yang dilantik Menag<br />
adalah Direktur Pengelolaan Dana Haji,<br />
Drs. H. Syariful Mahya Bandar, M.AP,<br />
menggantikan Drs. H. Ahmad Djunaidi<br />
MBA yang memasuki masa pensiun.<br />
Drs. Ismail Usman sebagai Kakanwil<br />
Sumatera Barat menggantikan Drs. H.<br />
Darwas. Drs. H. Abd. Rahim, M.Hum.<br />
yang sebelumnya Kakankemenag Kota<br />
Medan, dilantik sebagai Kakanwil<br />
Sumatera Utara. Drs. H. Handarlin H.<br />
Umar dilantik sebagai Kakanwil Kemenag<br />
<strong>Prov</strong>insi Kepulauan Riau menggantikan<br />
<strong>Santunan</strong> NOVEMBER <strong>2011</strong><br />
Laporan Khusus<br />
Menag RI Lantik Drs. H. Ibnu Sa’dan, M.Pd.<br />
Drs. H. Razali. Kakankemenag Sulawesi<br />
Selatan yang baru, Drs. H. M. Gazali<br />
Sayuti M.Hi menggantikan Drs. H. Hamka<br />
M.Ag. Juga Kakanwil Bangka Belitung<br />
Prof. DR. Hatamar, M.Ag menggantikan<br />
Drs. H. Herman Faizuddin MH.<br />
Menag RI dalam sambutannya mengatakan<br />
kepada pejabat yang dilantik<br />
untuk menghargai hasil kerja pejabat<br />
terdahulu, melanjutkan apa yang sudah<br />
baik dan menyempurnakan apa yang<br />
dirasa kurang. ”Dalam organisasi yang<br />
beretika dan lingkungan kerja yang berbasis<br />
pada sistem yang dinamis adalah<br />
merupakan kewajiban bagi setiap pejabat<br />
baru untuk menghargai hasil kerja<br />
pejabat terdahulu dan kemudian melanjutkan<br />
apa yang sudah baik, melakukan<br />
penyempurnaan dan peningkatan seiring<br />
dengan tantangan dan permasalahan<br />
aktual yang muncul,” ujar Menag.<br />
Menag percaya, jika seluruh pejabat<br />
di lingkungan <strong>Kementerian</strong> yang<br />
dipimpinnya memiliki integritas, loyalitas<br />
dan totalitas dalam bekerja maka<br />
peran yang dilakukan akan memiliki<br />
nilai signifikan di mata masyarakat.<br />
Karena menurut Menag, peran yang<br />
dijalankan oleh jajaran <strong>Kementerian</strong><br />
<strong>Agama</strong> bukanlah peran pinggiran, dan<br />
oleh karena itu kualitas pejabat dan<br />
staf <strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong> tidak boleh<br />
sembarangan. ”Untuk itu promosi jabatan<br />
harus benar-benar selektif dan<br />
objektif,” kata Menag.<br />
Menag dalam kesempatan itu juga<br />
menanggapi keluhan berkait dengan<br />
belum singkronnya struktur organisasi<br />
<strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong> Pusat dan Daerah<br />
yang selama ini menimbulkan persoalan<br />
teknis dalam pelaksanaan anggaran dan<br />
kegiatan di daerah. ”Saya harap Sekretaris<br />
Jenderal untuk segera memfinalkan<br />
pembahasan struktur organisasi vertikal<br />
<strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong> dengan <strong>Kementerian</strong><br />
Pendayagunaan Aparatur Negara<br />
dan Reformasi Birokrasi sehingga bisa<br />
ditetapkan pada tahun 2012 mendatang,”<br />
pinta Menag dihadapan Wakil<br />
Menag RI dan sejumlah pejabat di <strong>Kementerian</strong><br />
<strong>Agama</strong> RI yang menghadiri<br />
acara pelantikan tersebut. njun<br />
13
Ruang Hazawa<br />
Laporan Abdullah AR<br />
Haji Oke, Hamil Tunda Dulu<br />
Ada apa dengan fenomena orang<br />
hamil dilarang naik haji. <strong>Kementerian</strong><br />
<strong>Agama</strong> sepertinya mengada-ada dalam<br />
hal ini. Bukankah naik haji merupakan<br />
amalan yang diwajibkan; sedangkan<br />
hamil juga anugerah Allah, Rabb<br />
semesta alam? Lalu kenapa ada jamaah<br />
haji yang hamil dibenarkan naik haji;<br />
sedangkan pada waktu bersamaan ada<br />
jamaah haji yang lain yang juga hamil,<br />
tapi panitia penyelenggara ibadah<br />
haji menolak memberangkatkannya,<br />
bahkan terkesan tidak toleransi.<br />
Pernyataan dan pertanyaan serupa<br />
kerap terdengar di musim haji.<br />
Sedih bercampur haru memang. Dapat<br />
dibayangkan seseorang yang sudah<br />
dalam kondisi siap berangkat menunaikan<br />
ibadah haji, lalu harus membatalkan<br />
niatnya secara mengejutkan<br />
disebabkan kehamilannya. Dalam kondisi<br />
semacam ini sangat dimungkinkan<br />
orang akan sangat mudah terprovokasi,<br />
gampang dihasut, marah, dan jengkel.<br />
Tetapi benarkah Kemenag <strong>Agama</strong> sudah<br />
setega, ‘sekejam’, dan tidak toleransi?<br />
Ataukah ada aturan tersendiri<br />
yang harus ditaati oleh Kemenag, sehingga<br />
menjadi dasar pijakan untuk<br />
membolehkan dan melarang seseorang<br />
menunaikan ibadah haji?<br />
Bila dicermati dengan sungguhsungguh,<br />
UU Nomor 13 tahun 2008<br />
tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji,<br />
kewajiban pemerintah memberikan<br />
Pembinaan, Pelayanan, dan Perlindungan<br />
dengan menyediakan fasilitas,<br />
kemudahan, keamanan, dan kenyamanan<br />
yang diperlukan oleh setiap<br />
warga negara yang menunaikan ibadah<br />
haji, hatta terhadap wanita hamil<br />
pun tetap diberikan kesempatan menunaikan<br />
rukun Islam kelima itu.<br />
Terhadap wanita hamil, demi keselamatan,<br />
keamanan, dan kemaslahatan,<br />
pemerintah dengan sangat hati-hati<br />
telah menentukan kriteria bagi calon<br />
wanita sesuai dengan kemampuan ke-<br />
14 <strong>Santunan</strong> NOVEMBER <strong>2011</strong><br />
hamilannya. Sebagaimana tertuang<br />
dalam Keputusan Bersama Menteri<br />
<strong>Agama</strong> dan Menteri Kesehatan<br />
dan Kesejahteraan Sosial Republik<br />
Indonesia Nomor 458 tahun 2000,<br />
Nomor 1652.A/Menkes-Kesos/SKB/<br />
XI/2000 tentang Calon Haji Wanita<br />
Hamil Untuk Melaksanakan Ibadah<br />
Haji.<br />
Intinya tidak ada larangan wanita<br />
hamil menunaikan ibadah haji, tapi<br />
terhadap wanita hamil dengan resiko<br />
tinggi yang apabila menunaikan ibadah<br />
haji dengan mobilitas yang tinggi dapat<br />
menimbulkan ancaman atau mudarat<br />
terhadap janin dan terancamnya<br />
nyawa ibu menurut analisa medis,<br />
tentu pemerintah, sesuai amanat UU<br />
berkewajiban mengaturnya dengan<br />
beberapa persyaratan khusus, seperti<br />
bahwa diizinkan bagi wanita hamil<br />
menunaikan ibadah haji apabila pada<br />
saat berangkat dari embarkasi usia<br />
kehamilannya mencapai sekurangkurangnya<br />
14 minggu dan sebanyakbanyaknya<br />
26 minggu.<br />
Dalam konteks, jumlah jamaah haji<br />
waiting list sudah demikian tinggi,<br />
bahkan mencapai di atas 10 tahun,<br />
dan kemuliaan seorang ibu yang<br />
sudah demikian rindu akan kehadiran<br />
buah hatinya, maka kesempatan menuaikan<br />
ibadah haji atau menunda<br />
keberangkatan akibat mengandung di<br />
luar ketentuan di atas tentu saja samasama<br />
merupakan anugerah dari Allah,<br />
Rabb semesta terhadap hamba yang<br />
dicintai-Nya. Oleh karena itu kearifan<br />
kita menerjemahkan dua anugerah<br />
Allah pada saat yang bersamaan juga<br />
merupakan bagian dari nikmat Allah<br />
yang perlu disyukuri. n
Ruang Pekapontren<br />
Laporan Zarkasyi<br />
Dayah Jangan Andalkan Bantuan<br />
Perjalanan monitoring ke Gayo Lues,<br />
meninggalkan kesan mendalam, baik<br />
perjalanannya maupun saat meninjau<br />
pesantren. Perjalanan melelahkan<br />
sembari menikmati indahnya alam<br />
dari Banda Aceh menuju Gayo Lues<br />
ditempuh selama 14 Jam. Berangkat<br />
jam 17.00 wib pada hari Ahad, tiba<br />
di Gayo Lues pada hari Senin pukul<br />
07.00 wib. Setelah sarapan pagi, saya<br />
segera menuju penginapan di Hotel<br />
Sarah Juli.<br />
Selasa, 18 Oktober <strong>2011</strong>, saya<br />
ditemani Kasi Pekapontren-Penamas<br />
Gayo Lues, kami mengunjungi Pesantren<br />
Al-Hasyimiyah Al-Munawarah Kampung<br />
Lempuh Kecamatan Blangkejeren yang<br />
terletak kurang lebih 3 kilometer<br />
dari kota Blang Keujeren. Tiba di<br />
pesantren, terlihat sebuah bangunan<br />
dengan kontruksi papan sederhana<br />
dua lantai, serta satu unit bangunan<br />
permanen dan tempat wudhu’ yang<br />
amat sederhana, diperindah dengan<br />
suasana alam pengunungan yang asri.<br />
Kami disambut oleh seorang kakek<br />
yang sedang membersihkan tempat<br />
wudhu’, serta beberapa orang santri<br />
yang hanya menyaksikan kami di<br />
lantai dua bangunan berkontruksi<br />
kayu. Pak Ibrahim dan kakek terlibat<br />
perbincangan dengan bahasa Alas,<br />
saya pun tidak paham apa yang mereka<br />
perbincangkan.<br />
Dipersilahkan masuk, kami segera<br />
menuju lantai dua bangunan yang<br />
berkontruksi kayu. Meski tempat<br />
sederhana, namun para santri tetap<br />
semangat, wajah cerah dan senyum<br />
merekah terlihat di raut wajah<br />
mereka, terutama saat Pak Ibrahim<br />
menyapa mereka dengan bahasa ibu,<br />
mereka hanya tersenyum, tak terlihat<br />
menderita meski mereka tinggal<br />
di pesantren yang amat sederhana,<br />
senyum simpul selalu cerah di wajah<br />
mereka, meski diantara mereka ada<br />
yang tidak menamatkan SD.<br />
Saya sangat tercengang melihat<br />
lokasi pesantren yang begitu luas, serta<br />
ditanami dengan tanaman palawija.<br />
Pikiran saya mulai menerawang,<br />
membayangkan potensi pertanian<br />
pesantren ini, tentu luar biasa jika<br />
dikembangkan, pesantren tentu<br />
akan menjadi mata ie perkembangan<br />
ekonomi. Pesantren akan mandiri<br />
dengan pengembangan potensinya<br />
itu, mungkin bantuan yang selama ini<br />
diharapkan tidak akan menjadi prioritas.<br />
Namun, saya pun balik bertanya dalam<br />
hati sendiri, bagaimana memberi<br />
modal untuk memulai pengembangan<br />
ini, apa harus mengandalkan dari<br />
pemerintah atau harus ada orang tua<br />
asuh yang memberikan bantuan untuk<br />
modal pengembangan.<br />
Memang, tudingan miring dialamatkan<br />
ke Pesantren di Aceh, pesantren<br />
<strong>Santunan</strong> NOVEMBER <strong>2011</strong><br />
hanya mengandalkan bantuan, katanya<br />
hidup dengan bantuan. Namun,<br />
tudingan itu tidak selamanya benar,<br />
buktinya masih ada pesantren yang<br />
mampu mengembangkan potensi yang<br />
akan menjadi aset pesantren, bahkan<br />
ada pesantren yang menolak bantuan<br />
dari pihak luar. Persoalan sekarang,<br />
bagaimana potensi wilayah mampu<br />
dikembangkan menjadi potensi<br />
pesantren, pesantren yang berada di<br />
wilayah pesisir hendaknya mampu<br />
menjadikan potensi daerahnya untuk<br />
pengembangan pesantren, begitu pula<br />
daerah subur di dataran tinggi mampu<br />
mengembangkan kesuburannya<br />
menjadi “alat penyubur” pesantren,<br />
pesantren diharapkan juga subur<br />
sebagaimana suburnya wilayah.<br />
Akhirul kisah dan harap, bahwa<br />
pesantren tidak lagi menjadi institusi<br />
yang dituding mengandalkan bantuan,<br />
pemerintah tidak lagi membeli<br />
ikan, tetapi membeli pancing atau<br />
menyediakan tambak ikan. Semoga!n<br />
15
Ruang Urais<br />
Laporan Alfirdaus Putra<br />
Monitoring dan Evaluasi Administrasi KUA<br />
Kepada para kepala KUA se <strong>Prov</strong>insi<br />
Aceh diajak untuk menyempurnakan<br />
administrasi KUA kecamatan dalam<br />
rangka modernitas pelayanan KUA,<br />
sebagai salah satu syarat good<br />
governence. Hal ini disampaikan T.<br />
Ahmad, S.Ag, Kasi Kepenghuluan<br />
Kanwil Kemenag <strong>Prov</strong>insi Aceh,<br />
salah seorang dari Tim Monitoring<br />
KUA Kecamatan pada <strong>Santunan</strong>, usai<br />
kegiatan monitoring di lingkungan Urais<br />
beberapa Kabupaten/Kota di pantai<br />
timur Aceh.<br />
Tim Monitoring mulai melaksanakan<br />
tugasnya mulai hari Senin (9/10) di<br />
Kota Lhokseumawe. Dilanjutkan ke<br />
Kabupaten Aceh Utara, Kabupaten<br />
Bireuen, dan di Kabupaten Pidie 14<br />
Oktober <strong>2011</strong>. Bulan sebelumnya<br />
monitoring juga telah dilakukan di<br />
Kabupaten Aceh Tamiang dan sebagian<br />
Kabupaten di wilayah pantai barat.<br />
Monitoring yang dilakukan dengan<br />
cara mengambil sampel beberapa<br />
KUA di setiap Kabupaten/Kota yang<br />
dikunjungi ini bertujuan untuk<br />
perbaikan administrasi perkantoran<br />
dan peningkatan kinerja KUA<br />
Kecamatan. Selain dari pada itu juga<br />
untuk menyamakan tata cara pengisian<br />
dan penggunaan formulir nikah rujuk<br />
yang baru sesuai dengan petunjuk<br />
dari Direktur Urusan <strong>Agama</strong> Islam<br />
<strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong> RI.<br />
Monitoring kali ini dilaksanakan<br />
sebagai tindak lanjut hasil audit<br />
Inpektorat Jenderal Kemenag RI,l 18-<br />
28 Maret <strong>2011</strong>. Menurut catatan<br />
Irjen Kemenag, sebagian besar KUA<br />
di <strong>Prov</strong>insi Aceh perlu berbenah<br />
dalam masalah administrasi. Hal<br />
itu meliputi belum berjalannya KIS<br />
sehingga terkesan egosektoral, sistem<br />
pengendalian internal belum berjalan,<br />
dan pembinaan/pemeriksaan triwulan<br />
masih belum sepenuhnya berjalan,<br />
sehingga terdapat beberapa daerah<br />
yang keabsahan akta nikah sebagai akta<br />
masih diragukan, sebut tim audit Irjen<br />
Kemenag RI dalam laporan tertulisnya.<br />
Bertolak dari hasil audit tersebut,<br />
Kabid Urusan <strong>Agama</strong> Islam mengambil<br />
kebijaksanaan untuk melakukan<br />
monitoring sebagai bentuk pembinaan<br />
bagi KUA. T. Ahmad menjelaskan,<br />
terdapat beberapa perbaikan mendasar<br />
yang harus diperhatikan oleh KUA<br />
dalam rangka peningkatan kualitas<br />
KUA ke depan, Standar Operasional<br />
Prosedur (SOP) KUA menjadi prioritas<br />
utama yang harus disediakan oleh KUA.<br />
Sehingga masyarakat memperoleh<br />
kepastian tentang pelayanan yang<br />
diperoleh di KUA serta waktu yang<br />
harus ditempuh untuk memperoleh<br />
pelayanan. DATA sebagai sumber DANA<br />
<strong>Santunan</strong> NOVEMBER <strong>2011</strong><br />
belum sempurna dilengkapi oleh KUA<br />
sebagai ujung tombak <strong>Kementerian</strong><br />
<strong>Agama</strong> di kecamatan. Sehingga data<br />
yang masuk ke Bidang Urais belum dapat<br />
dipertanggungjawabkan dengan baik,<br />
terutama data produk halal dan bebrapa<br />
data lainnya. Catatan tim monitoring<br />
juga menyebutkan bahwa hampir 60%<br />
KUA masih belum sempurna mengisi<br />
buku stok serta administrasi nikah<br />
rujuk lainnya. Fonomena ini tidak<br />
hanya di KUA kecamatan, tetapi di<br />
beberapa seksi Urais Kabupaten/Kota.<br />
“KUA Kecamatan hendaknya mengikuti<br />
prosedur sebagaimana petunjuk dari<br />
<strong>Kementerian</strong> agama RI bukan turun<br />
temurun dari atasan dan pimpinan<br />
sebelumnya,” harap T. Ahmad, yang<br />
telah lama melintang di KUA dan di<br />
Seksi Urais Kabupaten Pidie sebelum<br />
menjadi Kasi Kepenghuluan Kanwil<br />
Kemenag Aceh.<br />
Dalam hal pembinaan keluarga<br />
sakinah di kecamatan, tim monitoring<br />
berterima kasih pada seluruh KUA<br />
yang telah melakukan pembinaan yang<br />
berkelanjutan. Namun diharapkan<br />
legalitas pembinaan dalam bentuk SK<br />
sangat dibutuhkan dalam manajemen<br />
perkantoran yang baik. Dalam masalah<br />
administrasi keuangan, keterbukaan<br />
internal hendaknya menjadi perhatian<br />
Kepala KUA ditunjang pemakaian<br />
anggaran yang tepat guna serta<br />
pelaporan keuangan yang akuntabel,<br />
sehingga tidak menjadi temuan dalam<br />
berbagai pemeriksaan nantinya.<br />
“Apresiasi yang tinggi diberikan<br />
kepada hampir seluruh KUA Kecamatan<br />
terhadap pelayanan masyarakat<br />
yang semakin menunjukkan grafik<br />
menanjak. Hal ini dapat dilihat dari<br />
tingkat kepuasan masyarakat sekitar<br />
terhadap pelayanaan KUA Kecamatan,”<br />
puji T. Ahmad. “Pelayanan prima<br />
ini hendaknya tetap dipertahankan<br />
bahkan ditingkatkan, sebagai bentuk<br />
pengabdian bagi mayarakat, bangsa, dan<br />
agama tentunya.“ tutupnya kalem. n<br />
16
Ruang Penamas<br />
Laporan Azhar<br />
Orientasi Tim Penilai Angka Kredit Jabatan Fungsional<br />
Penyuluh <strong>Agama</strong> se-Sumatera, Jawa, dan Bali<br />
<strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong> Republik<br />
Indonesia mengadakan Orientasi Tim<br />
Penilai Angka Kredit Jabatan Fungsional<br />
Penyuluh <strong>Agama</strong> se-Sumatera, Jawa,<br />
dan Bali, Di Yogyakarta pada tanggal<br />
28 sampai 30 Oktober <strong>2011</strong>. Dari<br />
Aceh acara tersebut dihadiri oleh Kasi<br />
Penyuluhan, Azhar, S.Ag, Yasmaidar,<br />
Herlina Ningsih, keduanya staff pada<br />
Bidang Penamas Kanwil Kemenag<br />
Aceh.<br />
Dalam kegiatan tersebut dibahas<br />
Pengurus TPQ Plus Baiturrahman Banda Aceh<br />
Mengucapkan Selamat dan Sukses atas Pelantikan<br />
<strong>Santunan</strong> NOVEMBER <strong>2011</strong><br />
tentang Kebijakan Direktur Penais<br />
tentang Tugas Pokok Tim Penilai Angka<br />
Kredit yang disampaikan oleh Direktur<br />
Penerangan <strong>Agama</strong> Islam Kemenag<br />
RI, Kebijakan Teknis Kepala Kanwil<br />
Kemenag <strong>Prov</strong>insi DIY tentang Tim<br />
Penilai Angka Kredit Jafung Penyuluh<br />
<strong>Agama</strong>, yang disampaikan Kepala<br />
Kanwil Kemenag <strong>Prov</strong>. DIY, Teknik<br />
perhitungan angka kredit Penyuluh<br />
<strong>Agama</strong>, yang disampaikan oleh Cecep<br />
Hilman, MA, Mekanisme pengusulan<br />
dan penetapan angka kredit Penyuluh<br />
<strong>Agama</strong>, yang disampaikan oleh Kabid<br />
Penamas Kanwil Kemenag <strong>Prov</strong>. DIY,<br />
dan sistem pelaporan tugas Penyuluh<br />
<strong>Agama</strong>, oleh H. Lukman AS, SH, MM.<br />
Di akhir kegiatan juga diadakan<br />
diskusi kelompok yang menghasilkan<br />
berbagai rekomendasi untuk dijadikan<br />
bahan pertimbangan dalam mengambil<br />
kebijakan ke depan. n<br />
Drs. H. Ibnu Sa’dan, M.Pd<br />
Sebagai Kepala Kantor Wilayah <strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong> <strong>Prov</strong>insi Aceh<br />
Oleh Menteri <strong>Agama</strong> Republik Indonesia<br />
Drs. H. Suryadharma Ali, M.Si<br />
Hari Senin, 24 Oktober <strong>2011</strong> di Oproom Kantor <strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong> RI Jakarta<br />
Semoga dalam melaksanakan tugas selalu mendapat petunjuk dan hidayah Allah swt.<br />
Terima kasih kepada<br />
Drs. H. A. Rahman TB, Lt<br />
yang telah mengabdi sebagai Kepala Kanwil Kemenag <strong>Prov</strong>insi Aceh 2007-<strong>2011</strong><br />
Muhammad Yakub Yahya, M.Ag<br />
Direktur<br />
17
18<br />
Ruang KUB<br />
Kunjungan Silaturrahim<br />
Pemuka <strong>Agama</strong> Kaltim di Aceh<br />
<strong>Santunan</strong>-Banda Aceh. Pemerintah<br />
Aceh, Minggu pagi (30/10) menerima<br />
kunjungan silaturrahim rombongan<br />
pemuka dan tokoh agama <strong>Prov</strong>insi<br />
Kalimantan Timur, bertempat<br />
di Gedung Serba Guna, Sekrteriat<br />
Daerah Aceh.<br />
Sebelumnya, rombongan yang<br />
dipimpin Kepala Kantor Wilayah<br />
<strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong> Kalimantan Timur,<br />
Drs. H. M. Kusasi, M.Pd, dijemput di<br />
Bandara Sultan Iskandar Muda Banda<br />
Aceh oleh Kepala Kantor Wilayah<br />
<strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong> <strong>Prov</strong>insi Aceh dan<br />
sejumlah pejabat dari Pemerintahan<br />
Aceh.<br />
Dalam penjelasannya dihadapan<br />
Asisten II Pemerintah Aceh, Ir. Said<br />
Mustafa yang mewakili Gubernur Aceh,<br />
Muspida, Kakanwil Kemenag Aceh dan<br />
sejumlah pimpinan SKPA Pemerintahan<br />
Aceh, ketua rombongan mengatakan<br />
bahwa silaturrahim ini dimaksudkan<br />
untuk menambah wawasan keagamaan<br />
dan menggali permasalahan serta<br />
kendala yang dihadapi daerah, untuk<br />
dijadikan acuan dalam memperkuat<br />
kerukunan umat beragama di <strong>Prov</strong>insi<br />
Kaltim yang heterogen dan kaya akan<br />
potensi sumber daya alam.<br />
Sementara itu, Asisten II<br />
Pemerintah Aceh, Ir. Said Mustafa<br />
mengatakan bahwa antara Aceh dan<br />
Kaltim banyak kemiripan, baik itu adat<br />
istiadat, budaya, kultur masyarakat<br />
dan sama-sama daerah yang memiliki<br />
sumber daya alam yang melimpah,<br />
seperti minyak, gas alam, batu bara,<br />
hutan dan hasil perkebunan dan<br />
pertanian lainnya.<br />
<strong>Santunan</strong> NOVEMBER <strong>2011</strong><br />
Kakanwil <strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong><br />
<strong>Prov</strong>insi Aceh, Drs. H. Ibnu Sa’dan,<br />
M.Pd, dalam kesempatan itu<br />
juga menjelaskan tentang kondisi<br />
kehidupan umat beragam di <strong>Prov</strong>insi<br />
yang melaksanakan syariat Islam. ”Di<br />
Aceh dengan UU Nomor 11 tahun<br />
2006, diberikan kesempatan untuk<br />
melaksanakan syariat Islam, namun<br />
syariat Islam itu hanya diwajibkan<br />
kepada pemeluknya. Sementara<br />
umat non muslim tetap diberikan<br />
kesempatan untuk melaksanakan<br />
ajarannya sesuai dengan keyakinan yang<br />
dianut. Makanya, sepanjang sejarah<br />
Aceh, belum pernah terjadi konflik<br />
antar umat beragama. Alhamdulillah,<br />
suasana kerukunan hidup umat<br />
beragama di Aceh terjalin dengan baik<br />
dan harmonis,” ujar Kakanwil yang<br />
duduk di meja depan bersebelahan<br />
dengan Asisten II Pemerintah Aceh.<br />
Rombongan dari Kaltim tersebut<br />
terdiri dari pemuka agama, tokoh<br />
agama yang mewakili semua agama<br />
di Kaltim, pejabat Pemda Kaltim, dari<br />
<strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong> dan staf Kantor<br />
Gubernur Kaltim.<br />
Selain bersilaturrahim, selama<br />
empat hari, rombongan ini<br />
berkesempatan mengunjungi tempattempat<br />
bersejarah di Banda Aceh, dan<br />
mengunjungi situs-situs gempa dan<br />
tsunami Aceh. Rombongan bertolak<br />
kembali ke Samarinda, Rabu (2/10) via<br />
Jakarta. njun
<strong>Santunan</strong> NOVEMBER <strong>2011</strong><br />
Peristiwa<br />
Ulama Peusijuek Kakanwil Kemenag Aceh<br />
<strong>Santunan</strong> - Banda Aceh. Ulama<br />
Kharismatik Aceh, Abu Tumin melakukan<br />
peusijuek Kepala kantor<br />
Wilayah <strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong> Aceh,<br />
Drs. Ibnu Sa’dan, M.Pd di Banda Aceh,<br />
Kamis (27/10). Ikut hadir dalam acara<br />
peusijuek tersebut sejumlah ulama<br />
dan tokoh masyarakat seperti, Tgk. H.<br />
Faisal Ali, Ketua PW NU Aceh, Waled<br />
Marhaban (Dayah Ashabul Yamin,<br />
Bakongan, Aceh Selatan), Ziauddin<br />
Ahmad, mantan Kepala Dinas Syariat<br />
Islam Aceh, Aiyub Ahmad mantan<br />
Kakankemenag Kota Banda Aceh, serta<br />
sejumlah perwakilan ulama lainnya.<br />
Menurut Aiyub Ahmad, yang<br />
dihubungi <strong>Santunan</strong> melalui telepon<br />
seluler, acara tersebut dilakukan dalam<br />
rangka mengucapkan selamat kepada<br />
Kakanwil Aceh, Drs. Ibnu Sa’dan, M.Pd<br />
yang baru dilantik oleh Menteri <strong>Agama</strong><br />
Indonesia, Suryadharma Ali, pada<br />
tanggal 24 Oktober lalu di Jakarta.<br />
Acara yang berlangsung di rumah<br />
pribadi Kakanwil di Gampong Beurawe,<br />
Banda Aceh dan ikut disaksikan oleh<br />
Anggota DPRA Kunjungi Kakanwil Kemenag Aceh<br />
<strong>Santunan</strong> - Banda Aceh. Kepala<br />
Kanwil Kemenag Aceh, Drs. Ibnu<br />
Sa’dan, M.Pd menyambut kedatangan<br />
Anggota Komisi A Dewan Perwakilan<br />
Rakyat Aceh (DPRA), Ghufran Zainal<br />
Abidin, MA dan anggota Komisi G,<br />
Moharriadi Syafari, ST, S.Ag. beserta<br />
rombongan yang melakukan kunjungan<br />
silaturrahmi ke kantor Kanwil Kemenag<br />
Aceh, Jumat (11/11/<strong>2011</strong>).<br />
Dalam kunjungan yang ikut dihadiri<br />
mantan Wakil Ketua DPRK Aceh Besar,<br />
H. Saifunsyah, SE, M.Si, AK tersebut<br />
dibicarakan berbagai isu dalam rangka<br />
membangun Aceh ke depan, seperti<br />
syiar keagamaan, pendidikan, haji, serta<br />
anggaran untuk kegiatan keagamaan.<br />
Kepala Kantor Wilayah <strong>Kementerian</strong><br />
<strong>Agama</strong> Aceh, Drs. Ibnu Sa’dan, M.Pd<br />
mengatakan bahwa Sumber Daya<br />
Manusia (SDM) di jajaran Kemenag<br />
Aceh sangat besar, sehingga kalau<br />
dimanfaatkan secara optimal akan<br />
sangat kuat pengaruhnya dalam<br />
masyarakat.<br />
“Kita punya struktur hingga ke level<br />
Kecamatan, walau tidak digaji dengan<br />
dana APBD, semua bekerja untuk<br />
rakyat Aceh,” ujar Kakanwil.<br />
Anggota Komisi A DPRA Ghufran<br />
Zainal Abidin, MA mengharapkan<br />
supaya Kemenag Aceh dapat<br />
membangun komunikasi dengan<br />
berbagai pihak termasuk DPRA, supaya<br />
dapat dicari solusi jika ada kendala di<br />
lapangan.<br />
sejumlah pejabat Kankemenag dari<br />
Kabupaten/Kota tersebut berlangsung<br />
khidmat dan akrab, dan diakhiri dengan<br />
makan bersama. nmulyadi nurdin<br />
“Semua persoalan supaya dapat<br />
dikomunikasikan kepada semua pihak,<br />
tidak terkecuali DPRA, siapa tahu ada<br />
solusinya,” timpal Ghufran yang juga<br />
menjabat sebagai Ketua Umum PKS<br />
Aceh.<br />
“Kita sama-sama bekerja untuk<br />
rakyat Aceh, sudah sepatutnya kita<br />
bersinergi dengan bekerja sungguhsungguh,<br />
hasilnya akan dapat kita lihat,<br />
mungkin tidak sekarang, tapi bisa saja<br />
lima tahun yang akan datang,” tambah<br />
Ghufran ZA yang diamini anggota<br />
komisi G DPRA dari PKS, Moharriadi<br />
Syafari.<br />
Mengakhiri pertemuan tersebut<br />
Kakanwil Kemenag Aceh mengaku<br />
sangat bahagia dan mengharapkan<br />
silaturrahmi dapat terus terbangun.<br />
“Kunjungan ini sangat bermakna<br />
bagi Kami,” pungkasnya. nmulyadi<br />
nurdin<br />
19
Peristiwa<br />
Penghargaan untuk Guru Terpencil<br />
<strong>Santunan</strong>-Banda Aceh. Mengakhiri<br />
ulang tahun Hari Pendidikan Daerah<br />
(Hardikda) <strong>2011</strong>, Pemerintah Aceh<br />
menganugerahkan penghargaan kepada<br />
17 guru terbaik dari daerah terpencil.<br />
Dalam acara milad (hari jadi) yang<br />
dipusatkan di Banda Aceh (17/10),<br />
yang ditutup oleh Sekretaris Daerah<br />
Aceh, Drs. Teuku Setia Budi, mewakili<br />
Gubernur Aceh itu, juga diumumkan<br />
kabupaten/kota yang menjuarai ‘lomba’<br />
dalam pengelolaan pendidikan berprestasi<br />
tingkat provinsi . Banda Aceh<br />
meraih juara umum, berhak menggondol<br />
piala bergilir, untuk berbagai kategori<br />
yang dinilai, yang sampai delapan<br />
Pembinaan Tata Persuratan dan Arsip Dinamis<br />
<strong>Santunan</strong>-Banda Aceh. Menyadari<br />
betapa pentingnya fungsi dan peran<br />
tata persuratan serta kearsipan dalam<br />
dunia perkantoran, Biro Umum Setjen<br />
<strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong> RI bekerja sama<br />
dengan Subbag Umum Kantor Wilayah<br />
<strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong> (Kemenag) <strong>Prov</strong>insi<br />
mengadakan acara Pembinaan Tata<br />
Persuratan dan Arsip Dinamis.<br />
Acara yang berlangsung selama<br />
satu hari (Selasa, 27/9), bertempat di<br />
Aula Kanwil Kemenag <strong>Prov</strong>insi Aceh.<br />
Peserta diikuti oleh 30 orang peserta<br />
yang berasal dari jajaran Pegawai<br />
Kantor Wilayah Kemenag Aceh, Kantor<br />
Kemenag Kota Banda Aceh dan Aceh<br />
Besar, yang juga terdiri Pegawai KUA<br />
aspek itu.<br />
Selain kepada personil dan<br />
kabupaten/kota yang berprestasi,<br />
juga dianugerahi ‘piala’ kepada guru<br />
prestasi di daerah terpencil. Ke 17<br />
guru yang mendapat anugerah itu<br />
adalah Salihin (Aceh Tamiang), Hazmi<br />
(Abdya), Ruwaida, S.Pd (Bireuen),<br />
Sakinah (Pidie), Muhammad Adnan<br />
(Aceh Barat), Tri Raharjo (Aceh Timur),<br />
Ahmad Sayuti (Nagan Raya), Idram,<br />
A.Ma.Pd (Aceh Jaya), Saifuddin, S.Pd<br />
(Pidie Jaya), Sukardi, S.Pd (Aceh<br />
Utara), Wanhar (Aceh Tenggara),<br />
Selamat, A.Ma (Gayo Lues), Safril AA,<br />
A.Ma (Subulussalam), Dahlil, M.Pd<br />
dan Guru.<br />
Acara tersebut dibuka secara<br />
resmi oleh Kepala Kanwil Kemenag<br />
Aceh, Drs. H. A. Rahman TB, Lt.<br />
Dalam sambutannya beliau berharap<br />
agar peserta yang mengikuti acara ini<br />
mampu mengaplikasikannya juga dapat<br />
memberikan ilmunya kepada temanteman<br />
kerja di kantornya.<br />
20 <strong>Santunan</strong> NOVEMBER <strong>2011</strong><br />
(Singkil), Mahmuddin (Aceh Tengah),<br />
Agus Mawardi, S.Pd (Aceh Besar), dan<br />
Abdurrahman (Bener Meriah).<br />
Peringatan Hardikda biasa<br />
diperingati 2 September tiap tahun.<br />
Namun beriringan dengan Idul Fitri<br />
1432 H, maka prosesi dan puncak<br />
milad baru diumumkan pertengahan<br />
Oktober lalu. Penghargaan juga<br />
diberikan kepada Dra. Elli Arianti,<br />
M.Pd (MAN Model Banda Aceh) atas<br />
prestasi dalam merebut juara I lomba<br />
kreatifitas ilmiah guru (LKIG) ke 19<br />
bidang MIPATEK. Juga disandangkan<br />
kepada Erlina, S.Pd (SMAN Sabang)<br />
atas juara III tingkat nasional guru<br />
SMA Berpendidikan di daerah khusus.<br />
Kabupaten/kota yang mendapat<br />
anugerah pendidikan ialah Banda<br />
Aceh dua macam juara I untuk bidang<br />
pemerataan akses dan perluasan<br />
pendidikan serta bidang peningkatan<br />
mutu dan relevansi pendidikan. Sabang<br />
meraih juara I bidang pendidikan agama/<br />
pendidikan islami. Aceh Jaya merebut<br />
juara I bidang partisipasi masyarakat.<br />
Aceh Tamiang dapat juara I bidang<br />
pendidikan khusus dan inklusi. Gayo<br />
Lues meraih juara I bidang peran dan<br />
dukungan pemda. Serta juara I bidang<br />
penguatan tatakelola, akuntabilitas,<br />
dan pencitraan untuk Aceh Tengah.<br />
nyakub, serambi<br />
Narasumber dalam acara yang<br />
diketuai oleh Kepala Sub Bagian Umum,<br />
Juhaimi, S.Ag itu, antara lain Dra.<br />
Hj. Chairul Hidayati, dengan materi<br />
“Tata Persuratan Dinas dan Penataan<br />
Kearsipan di Lingkungan <strong>Kementerian</strong><br />
<strong>Agama</strong>” dan Nia Herniati, SE menyampaikan<br />
materi “Aplikasi Komputer<br />
untuk Penataan Surat Dinas dan Penata<br />
Kearsipan di Biro Umum Setjen<br />
Kemenag RI”. Dalam paparannya, Dra.<br />
Hj Chairul Hidayati menyampaikan<br />
bahwa, “Tata penyusunan surat adalah<br />
hal yang sangat penting dilakukan karena<br />
berkaitan dengan informasi yang<br />
disampaikan dan penemuan kembali<br />
surat itu.” namwar chb/yyy
<strong>Santunan</strong>-Banda Aceh. Sebanyak<br />
80 orang Pimpinan Pondok Pesantren<br />
Se-<strong>Prov</strong>insi Aceh berkumpul di Grand<br />
Aceh Hotel Banda Aceh untuk mengikuti<br />
Workshop Pembinaan Manajerial<br />
Pondok Pesantren. Acara ini dilaksanakan<br />
pada 22-24 Oktober <strong>2011</strong>. Pembukaan<br />
dilaksanakan dan dihadiri oleh<br />
Kepala Kantor <strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong> <strong>Prov</strong>insi<br />
Aceh yang diwakili oleh Kepala<br />
Bidang Mapenda, Drs. H. Saifuddin.<br />
Dalam Arahannya, Kakanwil menyampaikan<br />
harapan besar tentang<br />
perkembangan Pondok Pesantren di<br />
masa yang akan datang, terutama tentang<br />
pembinaan manajemen pengelolaan<br />
Pondok Pesantren. Kegiatan ini<br />
menurut Kakanwil, bukan untuk mengajari<br />
para pimpinan Pondok Pesantren<br />
tentang pengelolaan Pondok Pesantren,<br />
tetapi kegiatan ini diharapkan mampu<br />
memberikan pemahaman tentang pembinaan<br />
manajerial menuju pengelolaan<br />
pesantren yang lebih profesional.<br />
<strong>Santunan</strong>-Banda Aceh. Balai<br />
Diklat Keagamaan (BDK) Medan<br />
melaksanakan Diklat di Tempat Kerja<br />
( DDTK) sejak 10-13 Oktober <strong>2011</strong>,<br />
di Kemenag Banda Aceh. DDTK<br />
tersebut oleh penyuluh sebanyak 25<br />
orang peserta yang tergabung antara<br />
penyuluh fungsional dan penyuluh<br />
honorer yang berasal dari setiap<br />
kecamatan dengan diwakili satu<br />
orang. Berikutnya guru sebanyak<br />
25 peserta yang juga diwakili oleh<br />
perwakilan dari beberapa sekolah.<br />
“Sesi-sesi kegiatan berlangsung di<br />
dua tempat yang berbeda. Untuk<br />
guru diadakan di Aula Sekolah<br />
MIN Banda Aceh, untuk penyuluh<br />
diadakan di Aula Kankemenag<br />
Banda Aceh,” kata Ketua Panitia<br />
Pelaksana Dra.Yusra. Adapun tujuan<br />
dilaksanakannya kegiatan tersebut,<br />
<strong>Santunan</strong> NOVEMBER <strong>2011</strong><br />
Peristiwa<br />
Manajerial Pimpinan Pondok Pesantren<br />
Workshop pembinaan manajerial<br />
pimpinan pondok pesantren berakhir<br />
pada hari senin (24/10). Para peserta<br />
mengharapkan hendaknya kegiatan ini<br />
dapat mendorong peningkatan kualitas<br />
manajemen pondok pesantren menuju<br />
Diklat di Tempat Kerja (DDTK)<br />
untuk meningkatkan kinerja para<br />
guru serta penyuluh agama secara<br />
profesional, yang juga sebagai<br />
ujung tombak kementerian agama<br />
di tengah-tengah masyarakat.<br />
Acara langsung dibuka oleh<br />
Kepala Balai Diklat Keagamaan<br />
Medan Drs. H. M. Thoha<br />
Daulay, MM. Pembukaan acara<br />
tersebut dilaksanakan di Aula<br />
Kankemenag kota Banda Aceh.<br />
Dalam sambutan dan arahannya<br />
yang sekaligus membuka secara<br />
resmi kegiatan Diklat, Kepala<br />
Balai Diklat menjelaskan, DDTK<br />
merupakan program nasional yang<br />
diprogramkan oleh Balai Litbang<br />
dan Diklat <strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong><br />
RI. Setiap pegawai terutama pada<br />
jajaran Kemenag harus mengikuti<br />
Diklat minimal 3 atau 4 tahun<br />
profesionalisme lembaga. “Kegiatan<br />
ini perlu adanya kesinambungan dan<br />
pemerataan bagi seluruh dayah di<br />
Aceh,” harap Tgk. Ali Akbar, Pimpinan<br />
Dayah Al-Anshar Calang Kabupaten<br />
Aceh Jaya. naba/yakub<br />
sekali, agar nantinya terbentuk<br />
pegawai yang profesional secara<br />
knowledge, attitude, serta skill<br />
sehingga PNS tersebut mampu<br />
meningkatkan kinerja dan mampu<br />
memberikan pelayanan prima<br />
kepada masyarakat.<br />
Akhir arahan, Muhammad<br />
Thoha Daulay juga menyebutkan,<br />
dari sejumlah lebih kurang 240<br />
juta penduduk Indonesia, hanya<br />
sekitar 240 orang yang sarjana,<br />
sehingga masih kurang memenuhi<br />
kualifikasi kecerdasan untuk sebuah<br />
bangsa yang besar. Dari jumlah<br />
tersebut juga masih dipertanyakan<br />
kecerdasan, knowledge, attitude,<br />
serta skill-nya, sehingga perlu didukung<br />
dengan mengikuti diklatdiklat<br />
pendukung lainnya. nzul/<br />
biro banda aceh/yyy<br />
21
Peristiwa<br />
MTsN Model Banda Aceh Sembelih 5 Ekor Sapi<br />
<strong>Santunan</strong>-Banda Aceh. Sejumlah<br />
5 ekor sapi dan 2 ekor kambing<br />
dipersembahkan oleh guru dan siswa<br />
MTsN Model Banda Aceh sebagai<br />
hewan qurban, Senin, 7/11/<strong>2011</strong>.<br />
Kepala MTsN Model Banda Aceh,<br />
Drs. H. Muhammad, menyatakan bahwa<br />
sebagian sapi itu merupakan qurban<br />
Keuchik Rusli Pimpin Pokjaluh<br />
<strong>Santunan</strong> - Kota Jantho. Drs. H.<br />
Rusli, atau yang sering disapa dengan<br />
Geuchik Rusli terpilih sebagai ketua<br />
Kelompok Kerja Penyuluh (Pokjaluh)<br />
Kantor <strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong> Aceh<br />
Besar menggantikan Khalid Wardana,<br />
lewat Rapat Kerja yang diadakan Kamis<br />
(27/10) di Lampreh Aceh Besar.<br />
Rapat kerja dan Pemilihan ketua<br />
baru tersebut berlangsung di Koperasi<br />
Al-Ishlah, Jalan Banda Aceh-Medan,<br />
Desa Lampreh. Khalid Wardana<br />
sekarang sudah dipercayakan sebagai<br />
Kasi Penyelenggaraan Zakat dan Wakaf<br />
di Kankemenag Aceh Besar.<br />
Dalam Raker yang dihadiri oleh<br />
seluruh Penyuluh <strong>Agama</strong> Islam<br />
Fungsional (PAIF) Aceh Besar tersebut,<br />
dari para guru dan siswa, tujuh orang<br />
untuk satu sapi. Tapi sebagiannya masih<br />
belum memenuhi kriteria qurban, sebab<br />
bersumber dari iuran siswa. “Iuran ini<br />
kita buat untuk menanamkan semangat<br />
ber-qurban di kalangan siswa, nanti<br />
mekanismenya kita perbaiki sedikitdemi<br />
sedikit sehingga memenuhi<br />
Geuchik Rusli yang sebelumnya<br />
menjabat sebagai wakil ketua secara<br />
22 <strong>Santunan</strong> NOVEMBER <strong>2011</strong><br />
persyaratan qurban,” ungkapnya.<br />
Muhammad berharap agar di kalangan<br />
siswa tumbuh kesadaran berqurban<br />
sehingga nantinya mereka<br />
menjadi orang-orang yang memiliki<br />
semangat keikhlasan tinggi. “Untuk<br />
tahun depan saja kita sudah punya<br />
stok tiga ekor sapi qurban,” pungkas<br />
Muhammad.<br />
Menurut ketua pelaksana, Drs.<br />
Bukhari, qurban ini disalurkan untuk<br />
para siswa kurang mampu. “Kali ini<br />
ada sekitar dua ratusan siswa yang<br />
mendapat jatah daging qurban, semoga<br />
tahun depan dapat ditingkatkan lagi,”<br />
ungkapnya. njabbar sabil<br />
aklamasi terpilih menjadi ketua,<br />
sedangkan posisi wakil ketua diisi<br />
oleh Rosmiana.<br />
Dalam sambutan singkatnya,<br />
Geuchik Rusli bertekad untuk memperkuat<br />
koordinasi kerja antar penyuluh,<br />
meningkatkan kegiatan pembinaan<br />
keagamaan bagi masyarakat,<br />
serta akan mempererat solidaritas<br />
sosial antar sesama penyuluh.<br />
“Di samping kegiatan pembinaan<br />
di tengah masyarakat, kegiatan sosial<br />
di kalangan penyuluh sendiri harus<br />
ditingkatkan, seperti silaturrahmi<br />
dan kunjungan ke rumah anggota<br />
yang sakit, demi kesuksesan dan<br />
kekompakan kerja di lapangan,”<br />
tegasnya. nmulyadi nurdin
<strong>Santunan</strong> - Kota Jantho. Dalam<br />
upaya reorganisasi manajemen kepengurusan<br />
Musyawarah Guru Mata Pelajaran<br />
Pendidikan <strong>Agama</strong> Islam (MGMP-<br />
PAI) Tingkat SMA dan SMK Kabupaten<br />
Aceh Besar, menggelar Musyawarah<br />
Besar (Muber) pergantian pengurus untuk<br />
periode <strong>2011</strong> – 2014. Mubes dilaksanakan<br />
di Wisma Hijrah Lambaro, Rabu<br />
19 Oktober <strong>2011</strong>. Acara ini terlaksana<br />
berkat dukungan Guru-guru PAI SMA<br />
dan SMK Aceh Besar dan Kankemenag<br />
Aceh Besar melalui Kasi Mapenda Drs.<br />
Uzair dan dan unsur Dinas Pendidikan<br />
Kabupaten Aceh Besar.<br />
Dalam sambutannya Kadis Pendidikan<br />
Aceh Besar yang diwakili oleh<br />
Kepala UPTD Pendidikan Wilayah III,<br />
Drs. Johan, MA mengharapkan keberadaan<br />
GPAI ini dapat menjadi teladan<br />
bagi guru-guru yang lain serta mampu<br />
memperbaiki akhlak remaja Aceh dewasa<br />
ini. Drs. A. Rahman Hanafiah mewakili<br />
Kabid Mapenda Kanwil Kemenag juga<br />
menyampaikan dukungan dan apresiasi<br />
positif terhadap keberadaan MGMP PAI<br />
Aceh Besar, agar kekompakan yang telah<br />
dibangun dapat berjalan sebagaimana<br />
diharapkan serta dapat melahirkan pro-<br />
<strong>Santunan</strong> - Kota Jantho. Seksi<br />
Penamas Kantor Kemenag Aceh Besar<br />
mengadakan rapat koordinasi dengan<br />
Penyuluh <strong>Agama</strong> Islam Fungsional<br />
(PAIF) Aceh Besar bertempat di kantor<br />
Koperasi Al-Ishlah Lampreh, Aceh<br />
Besar, Kamis (27/10/<strong>2011</strong>).<br />
Kepala Seksi Penamas Kankemenag<br />
Aceh Besar, Drs. Tarmizi Sulaiman<br />
berharap supaya Penyuluh <strong>Agama</strong> Islam<br />
Fungsional (PAIF) dapat menjalankan<br />
tugas dengan baik, dan jika ada masalah<br />
di lapangan supaya dapat disikapi<br />
dengan bijak.<br />
Diakuinya selama ini penyuluh<br />
<strong>Agama</strong> sering mendapat masalah ke-<br />
<strong>Santunan</strong> NOVEMBER <strong>2011</strong><br />
Peristiwa<br />
Pelantikan MGMP PAI SMA dan SMK<br />
gram kerja yang menyentuh perbaikan<br />
akhlak siswa. Acara dibuka oleh Drs.<br />
Salahuddin selaku Kepala Kantor <strong>Kementerian</strong><br />
<strong>Agama</strong> Aceh Besar.<br />
Pengurus MGMP PAI SMA dan SMK<br />
Kab. Aceh Besar hasil pemilihan Mubes<br />
adalah: Bahrullah, MA (ketua), dan<br />
Ahlul Fikri, M.Pd (wakil); Muhammad<br />
Yani, M.Ag (sekretaris), Ito Nangar, MA<br />
(wakil sekretaris); Syarifah Musanna,<br />
S.Ag (bendahara), Drs. Munauwar<br />
(wakil bendahara); dan dibantu juga oleh<br />
bidang-bidang dan seksi-seksi. Acara ini<br />
dilanjutkan dengan pelantikan pada sore<br />
hari. Dalam sambutan Drs. Fadhlan,<br />
selaku Kadis Pendidikan Aceh Besar<br />
menyampaikan agar kepengurusan<br />
dengan segera menyusun program<br />
kerjanya, berikutnya pengukuhan dan<br />
pelantikan oleh Drs. Marzuki Yahya<br />
selaku Asisten I Sekdakab Aceh Besar.<br />
nyakub<br />
Rakor Penamas Aceh Besar<br />
tika berhadapan dengan masyarakat,<br />
misalnya saat melakukan pendataan<br />
lembaga keagamaan, karena setelah<br />
data diambil biasanya bantuan datang<br />
dari instansi lain.<br />
“Banyak kendala Penyuluh di<br />
lapangan, seperti bantuan yang disalurkan<br />
oleh instansi lainnya, padahal<br />
yang mendata lembaga keagamaan<br />
adalah penyuluh agama, sehingga terkesan<br />
penyuluh hanya ambil data saja<br />
tidak pernah menyalurkan bantuan,”<br />
keluhnya.<br />
Menurut Kasi Penamas, tugas penyuluh<br />
agama sangat berat karena banyak<br />
tugas yang sebelumnya dibeban-<br />
kan kepada KUA kini beralih kepada<br />
penyuluh. “Tugas penyuluh sangat<br />
luas, hampir mencakup semua kegiatan<br />
sosial masyarakat, malah sebagian<br />
tugas KUA kini dibebankan kepada<br />
Penyuluh <strong>Agama</strong>,” tambahnya.<br />
Untuk menunjang kinerja penyuluh,<br />
Kasi Penamas akan mengusulkan<br />
fasilitas kerja bagi seluruh PAIF di Aceh<br />
Besar, seperti meja, kursi, komputer,<br />
printer, dan lemari yang ditempatkan di<br />
kantor KUA Kecamatan.<br />
“Kalau bisa semua PAIF disediakan<br />
fasilitas kerja, sebelum diinstruksikan<br />
untuk berkantor di KUA Kecamatan,”<br />
imbuhnya. nmulyadi nurdin<br />
23
Peristiwa<br />
Guru Favorit MAN Kuala Makmur<br />
<strong>Santunan</strong> - Sinabang. Sebagai<br />
satu-satunya MAN di Kabupaten<br />
Simeulue, MAN Kuala Makmur terus<br />
saja berbenah dari hari ke hari. Sehingga<br />
akan tercipta sebuah lingkungan<br />
Madrasah dengan atmosfir belajarmengajar<br />
nan nyaman.<br />
Seorang guru yang sudah mampu<br />
mentransfer ilmu dengan baik dan<br />
selalu ditunggu kehadirannya oleh para<br />
siswa-siswi. Guru yang paling mampu<br />
<strong>Santunan</strong> - Blangpidie. Bupati<br />
Aceh Barat Daya Akmal Ibrahim,<br />
SH, Senin (19/9) bersilaturrahmi ke<br />
Kantor <strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong> setempat<br />
yang terletak di kompleks perkantoran<br />
Pemda Abdya.<br />
Dalam kesempatan itu, Bupati Akmal<br />
sempat menanyakan langsung kepada<br />
Kakankemenang Abdya H. Syarbaini,<br />
SH, soal akses jalan ke Kankemenag<br />
yang selama ini menggunakan jalan<br />
melewati Kantor BPS.<br />
H. Syarbaini kepada Bupati menjelas-kan<br />
selama ini Kantor Kemenag<br />
Abdya yang berdampingan dengan Kan-<br />
menghadirkan sikap profesional<br />
biasanya akan menjadi guru favorit di<br />
Madrasah tempat ia bekerja. Pada 15-<br />
17 September <strong>2011</strong>, siswa-siswi Kelas<br />
XI MAN Kuala Makmurtelah melakukan<br />
sebuah survey terhadap seluruh siswasiswi<br />
MAN yang dinegerikan pada<br />
tahun 2004 tersebut. Hasilnya ada<br />
tiga guru yang masuk nominasi Guru<br />
Favorit di MAN Kuala Makmur. Ialah<br />
Aja Zulbaedah, S.Pd.I, Yusmadi, S.Si,<br />
24 <strong>Santunan</strong> NOVEMBER <strong>2011</strong><br />
dan Lelidar, S.Pd.I.<br />
“Sebenarnya, survey yang kami<br />
lakukan merupakan tugas dari pelajaran<br />
matematika,” komentar Didi Karnila<br />
Khalid, siswi kelas XI. “Tidak hanya<br />
guru favorit, kami juga melakukan<br />
survey terkait dengan pelajaran favorit,<br />
olah raga favorit dan juga warna favorit<br />
siswa-siswi MAN Kuala Makmur, serta<br />
sebuah observasi untuk memantau<br />
jenis kendaraan yang melintas di depan<br />
MAN Kuala Makmur,” sambungnya.<br />
Guru Pelajaran Matematika<br />
MAN Kuala Makmur, Yusmadi,<br />
S.Si, menjelaskan bahwa, “Tugas ini<br />
diberikan untuk memperkenalkan<br />
secara langsung kepada siswa-siswi<br />
kelas XI tentang cara memperoleh<br />
data (survey, review, dan observasi),<br />
menyajikan data, menganalisis data dan<br />
juga mengambil kesimpulan dari data<br />
yang sudah terkumpul.”<br />
Aja Zulbaedah, lulusan IAIN SU dan<br />
membimbing Bahasa Arab. Yusmadi,<br />
lulusan FMIPA Unsyiah Jurusan<br />
Matematika, dan guru pembimbing<br />
untuk matematika. Lelidar lulusan<br />
Unmuha Aceh, Jurusan Pendidikan<br />
<strong>Agama</strong> Islam. nbiro simeulue/yyy<br />
Bupati Abdya Akmal Ibrahim Silaturrahim ke Kankemenag<br />
tor BPS Blang Pidie, belum punya akses<br />
jalan permanen. Sehingga, tambahnya,<br />
masyarakat yang ingin berurusan dengan<br />
Kantor Kemenag Abdya, seperti<br />
pendaftaran haji dan sebagainya, selalalu<br />
melalui halaman Kantor BPS.<br />
Kepada Kakankemenag, Bupati<br />
Akmal berjanji akan memasukkan<br />
rencana pembuatan akses jalan ke<br />
Kantor Kemenag Abdya dalam APBK-P<br />
tahun <strong>2011</strong> ini. Dalam kesempatan itu<br />
pula Bupati yang didampingi sejumlah<br />
pejabat terkait meninjau kantor<br />
Kemenag dan bersilaturrahmi dengan<br />
karyawan.njun
<strong>Santunan</strong>-Meulaboh. Rabu (5/10)<br />
menjadi hari yang istimewa bagi<br />
pelaksanaan Kursus Calon Pengantin<br />
(Suscatin) di Aceh Barat. Mengingat<br />
selama ini pelaksanaan Suscatin hanya<br />
dilaksanakan oleh BP4 KUA Kecamatan,<br />
kini pelaksanaannya dilakukan<br />
kerjasama antara <strong>Kementerian</strong><br />
<strong>Agama</strong> (KUA Kecamatan), BKKBN,<br />
dan lembaga BP4. Kegiatan Suscati<br />
merupakan kegiatan yang harus diikuti<br />
oleh setiap calon pengantin untuk<br />
pembekalan dalam membina bahtera<br />
rumah tangga.<br />
Acara yang dibuka langsung oleh<br />
Bupati Aceh Barat, H. Ramli MS ini,<br />
dilaksanakan di Aula Panti Asuhan Muhammadiyah<br />
Meulaboh. Diikuti oleh<br />
40 calon pengantin 11 Kecamatan dari<br />
12 kecamatan yang ada di kabupaten<br />
<strong>Santunan</strong> - Blangkejeren. Rabu<br />
(12/10), Kasi Penamas dan Penyelenggara<br />
Zakat dan Wakaf bekerjasama<br />
untuk melakukan Festival Pidato Keagamaan<br />
Tingkat MTs di lingkungan<br />
Kantor Kemenag Kabupaten Gayo<br />
Lues. Pejabat yang melaksanakan tugas<br />
(Pymt) Kepala Kantor Kemenag<br />
Gayo Lues, Drs. Hasan Basri mengatakan,<br />
saat pembukaan mengajak, mari<br />
kita selalu belajar menempa diri meningkatkan,<br />
kemampuan sebagai da’i<br />
dan da’iyah terbaik yang bukan hanya<br />
di tingkat lingkungan, tetapi ke tingkat<br />
yang lebih tinggi kabupaten, provinsi,<br />
nasional, internasional. Bagi pemenang<br />
nanti agar tetap bertahan dan bagi yang<br />
belum mendapatkan juara agar tidak<br />
kecil hati tetapi berusaha mengejar<br />
ketertinggalan, Bulatkan tekad kali ini<br />
saya belum menang di kali lain nanti<br />
saya harus tampil terbaik.<br />
<strong>Santunan</strong> NOVEMBER <strong>2011</strong><br />
Peristiwa<br />
Bupati Launching Suscatin Aceh Barat<br />
Aceh Barat, itu pun meriah. Pada acara<br />
pembukaan ini juga turut hadir Kepala<br />
BKKBN <strong>Prov</strong>insi Aceh, Ketua BP4<br />
<strong>Prov</strong>insi Aceh, mewakili Mahkamah<br />
Syar’iyah Meulaboh, mewakili Dinas<br />
Syari’at Islam, Kadis Pemberdayaan<br />
Perempuan dan Ketua MPU Aceh Barat.<br />
Dalam sambutannya, Bupati Aceh<br />
Barat menyambut baik pelaksanaan<br />
Suscatin, mengingat selama ini<br />
banyak terjadi kasus perceraian yang<br />
Festival Pidato Keagamaan<br />
Tujuan kegiatan itu, untuk memotivasi<br />
sekaligus melatih para siswa dan<br />
siswi MTs tampil berpidato dan agar<br />
menjadi calon da’i/da’iyah, penyeru<br />
kepada kebaikan dan pencegah kemungkaran,”<br />
ujar Ibrahim, S.Ag, Kasi<br />
Penamas dan Pekaponteren<br />
Peserta yang mengikuti festival ini<br />
sebanyak 17 orang. Terdiri dari siswa<br />
MTsN Blangkejeren empat orang,<br />
MTsS Miftahul Jannah empat orang,<br />
MTsS Ujung Baro lima orang, dan MTsS<br />
mungkin disebabkan oleh kurangnya<br />
pemahaman dan pembekalan yang<br />
cukup bagi calon pengatin. Bahkan<br />
Bupati juga menyanggupi sertifikat<br />
kursus yang ditanggung Pemerintah<br />
Daerah.<br />
Materi yang diberikan antara<br />
lain Kesehatan Reproduksi (Kespro)<br />
oleh Kepala BKKBN <strong>Prov</strong>insi Aceh,<br />
Psikologi Perkawinan oleh Ketua<br />
BP4 <strong>Prov</strong>insi Aceh, Fiqh Perkawinan<br />
dari yang mewikili Kepala Kemenag<br />
<strong>Prov</strong>insi Aceh, dan Undang-Undang<br />
perkawinan oleh pihak Mahkamah<br />
Syar’iyah Meulaboh. Pada acara<br />
pembukaan Suscatin ini juga diberikan<br />
satu buah buku “Panduan Perkawinan”<br />
dan sebuah “Kelambu Cinta” kepada<br />
calon pengantin oleh BKKBN <strong>Prov</strong>insi<br />
Aceh. nnar/biro aceh barat/lan<br />
Rambung empat orang. Ke 17 siswa ini<br />
dengan penuh semangat mengikuti<br />
acara tersebut, ditandai dengan rela<br />
datang jauh-jauh, dan semangat ketika<br />
tampil berapi-api dan berasap.<br />
Judul pidato bebas, tetapi sesuai<br />
dengan thema. Dewan juri dipercayakan<br />
pada Mawardi Siregar S.Ag (Staf<br />
Kasi Penamas dan Pekaponteren) dan<br />
Mukhlis S.Ag (Penyuluh <strong>Agama</strong> Islam<br />
Fungsional). Dari sebanyak 17 (tujuh<br />
belas) siswa dan siswi yang tampil,<br />
dewan juri memperhatikan, menilai<br />
bidang adab, vokal, akselerasi judul,<br />
intonasi, serta gaya dan mimik. Akhirnya<br />
juara I ialah Desy Radiyah (MTsN<br />
Blangkejeren), juara II Silawati (MTsS<br />
Miftahul Jannah Blang Jerango), juara<br />
III Sandri Mulia (MTsN Blangkejeren),<br />
dan peringkat IV Iwan Ariga Pratama<br />
(MTsN Blangkejeren).nibrahim/biro<br />
gayo lues/yyy<br />
25
Peristiwa<br />
Sensasi Baru Mutasi Kemenag Bireuen<br />
<strong>Santunan</strong> - Bireuen. Kepala<br />
Kantor <strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong> Kabupaten<br />
Bireuen atas nama kepala Kantor<br />
wilayah <strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong> Propinsi<br />
Aceh bulan lalu (11/10) memutasikan<br />
Sembilan kepala Madrasah Ibtidaiyah<br />
(MI) dalam wilayah kerjanya. Proses<br />
pelantikan kepala Madrasah Ibtidaiyah<br />
yang dimutasi tersebut dilaksanakan di<br />
Op. room kantor Kemenag itu juga.<br />
Kesembilan kepala MI tersebut<br />
adalah Zaini, A. Ma dari kepala MIN<br />
Suka Makmur dilantik menjadi kepala<br />
MIS Abeuk Jaloh. Maryani, SPdI dari<br />
kepala MIS Abeuk Jaloh menjadi kepala<br />
MIN Suka Makmur. Hamdani, Sag dari<br />
kepala MIN Alue Kuta menjadi kepala<br />
MIN Bayu Gampong Raya. Saifunnur,<br />
SAg dari kepala MIN Lamkuta menjadi<br />
kepala MIN Alue Kuta. Nurjannah,<br />
SPdI kepala MIN Bayu Gampong Raya<br />
menjadi kepala MIN Lamkuta. Sardani,<br />
SAg guru MIN Bireuen menjadi kepala<br />
MIN Blang Rheuem. Dra. Zakiah kepala<br />
MIN Blang Rheuem menjadi kepala<br />
MIN Cot Meurak Bireuen. Novera<br />
Kusumawati Putri, S.Ag kepala MIN<br />
Mapenda Sosialisasikan BOS<br />
<strong>Santunan</strong>-Bireuen. Untuk mempersiapkan<br />
pelaksanaan program Bantuan<br />
Operasional Sekolah (BOS) <strong>2011</strong>,<br />
seluruh Kepala MI, MTs, dan penanggung<br />
jawab lembaga salafiah mengikuti<br />
kegiatan sosialisasi penyaluran dana<br />
BOS selama empat hari (28/09-01/10)<br />
di Kantor Kementrian <strong>Agama</strong> Kabupaten<br />
Bireuen.<br />
Dalam acara tersebut Panitia pelaksana<br />
menghadirkan beberapa narasumber<br />
yang berkompeten dari berbagai<br />
instansi terkait penggunaan dana BOS.<br />
Di antaranya Drs. Saifuddin AR, Kabid<br />
Mapenda Kanwil Kemenag Aceh,<br />
Muhammad Kamil, SE utusan BPKP<br />
<strong>Prov</strong>insi, Mukhlisin, S.Sos dari Kantor<br />
Cot Meurak Bireuen menjadi kepala<br />
MIN Cot Trieng sedangkan kepala<br />
MIN Cot Trieng Safwati, SPd menjadi<br />
kepala MIN Uteuen Gathom.<br />
Kepala Kantor Kemenag Bireuen,<br />
Drs. H. Zulhelmi A. Rahman, MAg<br />
dalam amanatnya usai pengambilan<br />
sumpah kepala yang baru saja dimutasi<br />
berharap kepala Madrasah dapat<br />
bekerja dengan sungguh sungguh dan<br />
benar benar menerapkan k<strong>edisi</strong>plinan<br />
di tempat tugas baru. “ Bekerjalah<br />
dengan sungguh sungguh dan<br />
serius, tegakkan k<strong>edisi</strong>plinan untuk<br />
meningkatkan mutu pendidikan ”<br />
kata mantan Kabag Pekapontren pada<br />
Kanwil Kemenag Propinsi Aceh ini.<br />
KPPN Lhokseumawe, Drs. Zulhelmi A.<br />
Rahman, M. Ag Kepala Kankemenag<br />
Bireuen, serta Drs. M. Yunus, MPd<br />
Kasie Mapenda Kantor setempat.<br />
Selain mendengar materi dari narasumber<br />
untuk kelancaran kegiatan<br />
tersebut, panitia juga menggunakan<br />
metode tanya jawab, sharing ide dan<br />
26 <strong>Santunan</strong> NOVEMBER <strong>2011</strong><br />
Proses pelantikan berlangsung<br />
lancar, semua kepala madrasah dari<br />
berbagai tingkatan turut hadir mereka<br />
menempati kursi yang disediakan<br />
panitia menyaksikan acara tersebut,<br />
tampak raut wajah cemas berharap<br />
namanya tidak disebutkan saat<br />
Munawir, SE Kasie kepegawaian<br />
membacakan satu persatu urutan nama<br />
yang terdapat dalam surat keputusan<br />
menteri agama, Beberapa kepala MI<br />
terlihat meneteskan air mata begitu<br />
mendengar namanya disebutkan.<br />
Selain mutasi kepala MI pada<br />
saat yang sama kepala Kemenag juga<br />
melantik empat pegawai Urusan Tata<br />
Usaha (TU) mereka adalah, Anwar, SAg<br />
pegawai TU MTsN Model Gandapura<br />
dilantik menjadi kaur TU MTsN Model<br />
Gandapura. Hamdani kaur TU MTsN<br />
Model Gandapura menjadi kaur TU<br />
MTsN Kuta Blang Bireuen. Fauzan staf<br />
urusan TU MTsN Kuta Blang Bireuen<br />
menjadi kaur TU MTsN Jangka sementara<br />
Ramlah dari kaur TU MTsN Jangka<br />
dilantik menjadi kaur TU MTsN Krueng<br />
Panjoe. nnajib /biro bireuen/lan<br />
pengalaman dengan para kepala madrasah.<br />
Hasanuddin, SE Panitia Pelaksana,<br />
kepada <strong>Santunan</strong> menuturkan kegiatan<br />
sosialisasi yang dilselenggarakan<br />
pihaknya berjalan lancar hingga hari<br />
penutupan, “Peserta sangat antusias<br />
mengikuti acara sosialisasi tersebut, ”<br />
kata pria murah senyum ini.<br />
Panitia berharap dengan dilaksanakan<br />
sosialisasi tersebut dapat memperoleh<br />
laporan pelaksanaan Program<br />
BOS <strong>2011</strong> di semester pertama dari<br />
setiap madrasah dengan benar dan<br />
tepat waktu, serta dapat menyelesaikan<br />
masalah terkait proses pencairan<br />
dana BOS semester pertama. nbiro<br />
bireuen/najib/lan
<strong>Santunan</strong> - Lhokseumawe. Wakaf<br />
salah satu potensi besar umat yang<br />
belum maksimal pemanfaatannya.<br />
Jika potensi ini mampu diberdayakan<br />
secara optimal, akan memberikan<br />
manfaat bagi pemberdayaan ekonomi<br />
umat. Demikian kalimat pembuka<br />
Kepala Kankemenag Kabupaten Aceh<br />
Utara, Drs. H. Zulkifli Idris, M. Pd,<br />
saat kegiatan Sosialisasi UU Nomor<br />
41 Tahun 2004 tentang Wakaf yang<br />
diselenggarakan oleh Seksi Zakat dan<br />
Wakaf Kankemenag Aceh Utara (6/10/),<br />
di Aula MPU Kab. Aceh Utara.<br />
Kakankemenag mengatakan, sebelum<br />
lahirnya UU tersebut, pengelolaan<br />
wakaf pada umumnya masih konsumtif-tradisional<br />
hanya identik dengan<br />
pemanfaatan untuk kuburan, sekolah,<br />
dan panti asuhan. Belum mengarah<br />
pada langkah-langkah yang produktif<br />
seperti pembangunan toko maupun<br />
tempat usaha lainnya. Sehingga manfaatnya<br />
belum dapat dirasakan secara<br />
signifikan oleh masyarakat luas. Di sini<br />
lah dibutuhkan peran para pengelola<br />
wakaf sebagai pihak yang diberi amanah<br />
agar mampu mengembangkan<br />
wakaf secara lebih bermanfaat untuk<br />
kemaslahatan umat.<br />
Kegiatan Sosialisasi yang diikuti<br />
<strong>Santunan</strong>-Lhokseumawe. MTsN<br />
Sampoyniet Kecamatan Baktiya Barat<br />
Kabupaten Aceh Utara menggelar<br />
acara Pelatihan Penyusunan Silabus<br />
dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran<br />
(RPP) selama 3 hari, sejak 22 sampai<br />
24 September <strong>2011</strong>.<br />
Pelatihan tersebut bertujuan agar<br />
dewan guru yang mengajar di MTsN<br />
Sampoyniet dan sekitarnya mempunyai<br />
pengetahuan tentang penyusunan<br />
Silabus dan RPP serta dapat melakukan<br />
perubahan dalam proses pembelajaran.<br />
Guru dituntut mempunyai skemata<br />
awal untuk membuat dan menyusun<br />
oleh para staf KUA kecamatan yang<br />
bertugas sebagai pengelola administrasi<br />
wakaf di kecamatan bertujuan untuk<br />
mensosialisasikan materi UU itu.<br />
“Hal ini mengingat masih banyaknya<br />
ditemukan permasalahan mengenai<br />
wakaf pada tataran pengelolaan wakaf<br />
yang masih konsumtif-tradisional serta<br />
belum didukung sepenuhnya dengan<br />
administrasi yang sempurna. Selain itu<br />
adanya regulasi yang berkaitan dengan<br />
wakaf seperti UU Nomor 41/2004,<br />
ternyata masih banyak masyarakat<br />
<strong>Santunan</strong> NOVEMBER <strong>2011</strong><br />
Peristiwa<br />
Sosialisasi UU Wakaf<br />
luas yang belum mengetahuinya<br />
termasuk para pengelola wakaf.<br />
Sehingga kegiatan ini diharapkan<br />
bisa mereduksi permasalahan yang<br />
ditemui,” ungkapkan Drs. Jamaluddin,<br />
M.Pd. Kasi Zakat dan Wakaf pada<br />
Kankemenag Aceh Utara.<br />
Kegiatan ini diisi empat nara<br />
sumber, Drs. H. Zulkifli Idris, M. Pd,<br />
Sabaruddin, S. Ag (Kasi Urais), Drs.<br />
Jamaluddin, M. Pd, dan Ibu Safrina, SE<br />
(Staf Penyelenggara Zakat dan Wakaf).<br />
ncut/biro aceh utara/yyy<br />
MTsN Sampoyniet Adakan Pelatihan<br />
silabus sendiri. Selama ini banyak guru<br />
membuat silabus dan RPP hanya dalam<br />
konteks copy paste dari hasil pikiran<br />
orang lain saja, demikian laporan ketua<br />
panitia yang disampaikan oleh Nuraini,<br />
M. Pd pada pembukaan kegiatan.<br />
Kepala Madrasah Tsanawiyah<br />
Negeri Sampoyniet, M. Sufi, S. Pd.<br />
dalam sambutannya berharap setelah<br />
berakhirnya acara ini guru dapat<br />
membuat silabus dan RPP sesuai<br />
dengan pembelajaran yang inovatif dan<br />
kreatif. Kegiatan ini terlaksana berkat<br />
adanya kerjasama yang baik antara<br />
Kepala Madrasah, dewan guru di<br />
lingkungan MTsN Sampoyniet dengan<br />
BDK Medan.<br />
Kegiatan ini dilaksanakan selama<br />
tiga hari dengan pematerinya Saifullah,<br />
MA dengan materinya “Media Pembelajaran,”<br />
Istarani, M. Pd bersma<br />
materinya “RPP dan Silabus” serta<br />
Drs. Syarifuddin materinya “Metode<br />
Pembelajaran.” Semua pemateri<br />
dari Balai Diklat Keagamaan Medan.<br />
Semoga kegiatan ini akan terus<br />
digalakkan oleh madrasah-madrasah<br />
yang lain di ikuti semua madrasah yang<br />
ada di lingkungan <strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong><br />
Propinsi Aceh. nnur/lan<br />
27
Peristiwa<br />
Sosialisasi dan Pelatihan EMIS RA/Madrasah <strong>2011</strong><br />
<strong>Santunan</strong>–Idi. Kegitan Sosialisasi<br />
dan Pelatihan EMIS RA/Madrasah di<br />
Kankemenag Aceh Timur, dipusatkan<br />
di MAS Al-Widyan Alue Lhok Kec.<br />
Peureulak Timur (13/9). Sosialisasi<br />
pengelolaan data EMIS itu diikuti oleh<br />
ratusan peserta, dari Kepala Madrasah,<br />
Operator, dan Pengawas Madrasah.<br />
Seluruh operator Emis pada Madrasah,<br />
RA, dan pengawas hadir pada sosialisasi<br />
tersebut. Kegiatan ini diadakan guna<br />
meningkatkan kinerja sistem informasi<br />
manajemen bidang pendidikan Islam,<br />
dan mensosialiisasikan sistem aplikasi<br />
pendataan berbasis web online. Peserta<br />
kegiatan ini 192 orang, meliputi<br />
pengelola data RA, MI, MTs, MA, dan<br />
pengawas serta kepala RA/Madrasah<br />
MI, MTs dan MA. Dengan tema,<br />
”Melalui Sosialisasi EMIS RA/Madrasah<br />
dan Pengawas Kita Tingkatkan Sistem<br />
Manajemen Informasi Pendidikan yang<br />
Valid dan Akuntabel.”<br />
Kepala Kantor Kemenag Aceh<br />
Timur yang diwakili oleh Pejebat yang<br />
melaksanakan tugas (Pymt.) Zaini<br />
R, S.Ag, mengharapkan sosialisasi<br />
tersebut dapat menjadi bahan masukan<br />
yang sangat berarti bagi RA, Madrasah,<br />
dan Pengawas dalam mewujudkan<br />
sistem informasi pendidikan yang<br />
lebih maju dan punya visi ke depan.<br />
Dalam arahannya, Zaini mengatakan,<br />
pegawai Kemenag Aceh Timur sudah<br />
harus membuka diri dengan ilmu<br />
pengetahuan dan teknologi, sehingga<br />
kita tidak hanya menjadi penonton. Ia<br />
melanjutkan, kemenag memiliki SDM<br />
yang baik, hanya saja kadang kemauan<br />
dari orang yang bersangkutan yang<br />
tidak ingin maju.<br />
Kasi Mapenda, Fadli, S.Ag, mengatakan,<br />
“Proses pendataan sudah dimulai<br />
semenjak bulan Oktober-<strong>November</strong><br />
mendatang. Untuk itu, ia mengharapkan<br />
proses pengumpulan data tersebut<br />
harus selesai tepat waktu. Menurutnya<br />
dengan pendataan EMIS ini, dapat<br />
lebih menghemat waktu dan biaya<br />
serta proses pengiriman data menjadi<br />
<strong>Majalah</strong> <strong>Santunan</strong><br />
Kantor Wilayah <strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong> <strong>Prov</strong>insi Aceh<br />
28 <strong>Santunan</strong> NOVEMBER <strong>2011</strong><br />
lebih cepat. Dengan pelatihan ini pula,<br />
pegawai dapat memiliki akses informasi<br />
yang baik.<br />
Untuk itu, perlu menumbuhkan<br />
kemauan dan tekad dalam diri seseorang<br />
agar mau untuk terus berusaha demi<br />
kemajuan. Namun yang terpenting, kita<br />
mau untuk memberikan pelayanan dan<br />
usaha terbaik bagi masyarakat. Sekolah<br />
sebagai ladang pengabdian bagi orangorang<br />
yang terlibat didalamnya. Ada<br />
yang beda dengan pendataan Emis pada<br />
tahun ini daripada sebelumnya, sebab<br />
pada kali ini pendataan EMIS dilakukan<br />
dengan menggunakan aplikasi web<br />
online. nmuslim/biro a timur/yyy<br />
Mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Adha 1432 H/<strong>2011</strong> M, Mohon maaf lahir dan batin<br />
dan<br />
Selamat Datang kembali di Tanah Air Jamaah Haji Debarkasi Banda Aceh<br />
Semoga menjadi haji yang mabrur<br />
Juniazi, S.Ag.<br />
Pemimpin Redaksi
Allah berfirman:<br />
Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu<br />
dan janganlah kamu berhias dan bertingkah<br />
laku seperti orang-orang<br />
jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah<br />
shalat, tunaikanlah zakat dan ta’atilah<br />
Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya<br />
Allah bermaksud hendak memalingkan<br />
dosa dari kamu, hai ahlul bait dan<br />
membersihkan kamu sebersih-bersihnya.<br />
(Q.S. al-Ahzab [33]: 33)<br />
Dalam ayat di atas, kata “ “ yang<br />
berbentuk jamak muannas merujuk<br />
kepada para isteri Nabi yang menghuni<br />
rumah sesuai dengan penempatan<br />
oleh Nabi, bukan kepemilikan rumah.<br />
Gaya bahasa seperti ini memang lazim<br />
digunakan Alquran, misalnya dalam<br />
ayat berikut:<br />
Jangan engkau mengeluarkan mereka<br />
dari rumah mereka. (Q.S. al-Thalaq<br />
[65]: 1)<br />
Secara kebahasaan, penyandaran<br />
kata “buyut” kepada “hunna” dalam<br />
ayat bukan berarti rumah itu milik si<br />
isteri, tapi karena melihat peran isteri<br />
sebagai pengelola rumah suaminya.<br />
Demikian pula para isteri Nabi<br />
saw., rumah yang mereka tempati<br />
Tafsir<br />
Duka Aisyah<br />
(Penafsiran ayat 33 surat al-Ahzab)<br />
Oleh Jabbar Sabil, MA<br />
bukan milik mereka, tapi dibangun<br />
oleh Rasulullah beriringan dengan<br />
bangunan masjid. Di masa hidup<br />
Rasul, ketika masjid menjadi sempit<br />
akibat bertambahnya jamaah, para<br />
sahabat pun menggunakan rumah<br />
para isteri Rasul sebagai tempat salat<br />
Jumat. Itulah alasannya kenapa rumah<br />
para isteri Nabi saw. tidak diwariskan,<br />
ketika mereka wafat, rumah itu justru<br />
dijadikan masjid.<br />
Selain digunakan untuk salat<br />
Jumat, rumah Nabi juga tidak sepi dari<br />
orang yang berkunjung, maka wajar<br />
jika para isteri Nabi saw. diperintah<br />
menjaga kehormatan diri mereka<br />
secara lebih ketat. Itulah kenapa ayat<br />
di atas menjelaskan alasan (kausasi/<br />
ta‘lîl), bahwa perintah menetap<br />
dalam rumah itu dapat mewujudkan<br />
pemeliharaan kehormatan ahli bait<br />
(diri mereka, keluarga Rasul yang lain),<br />
dan kehormatan Rasul sendiri. Dari itu<br />
kata “buyut” yang berbentuk jamak<br />
menunjukkan rumah-rumah yang terpisah.<br />
Faktanya memang Rasulullah menempatkan<br />
para isteri beliau masingmasing<br />
di rumah tersendiri. Tetapi<br />
semua tetap satu sebagai keluarga<br />
Nabi sehingga dalam ayat yang sama<br />
Alquran juga menggunakan kata “ahl<br />
al-bayt” dalam bentuk mufrad, yaitu<br />
nama jenis yang mencakup semua<br />
keluarga Nabi (istiqra’ afrad).<br />
Pada dasarnya kata ahli bait secara<br />
bahasa berarti penghuni rumah, yaitu<br />
isteri, anak, menantu, dan cucu.<br />
Namun karena ayat 33 surat al-Ahzab<br />
sedang berbicara tentang perintah<br />
<strong>Santunan</strong> NOVEMBER <strong>2011</strong><br />
khusus kepada para isteri Nabi, maka<br />
kata ahli bait di situ mengacu kepada<br />
para isteri Nabi saw. Jadi pokok pikiran<br />
yang hendak disampaikan ayat adalah<br />
perintah menetap dalam rumah, satu<br />
rangkaian dengan ayat sebelumnya<br />
(ayat 32) dan ayat sesudahnya (ayat 34).<br />
Sementara alasan untuk menyucikan<br />
ahli bait merupakan penjelasan<br />
tambahan yang secara redaksional<br />
tidak bisa dipisahkan menjadi pokok<br />
pikiran yang mandiri.<br />
Adapun masuknya Fatimah, Ali,<br />
Hasan, dan Husain dalam konteks ayat<br />
di atas, terjadi karena perbuatan Nabi<br />
sebagaimana diriwayatkan Muslim dari<br />
Aisyah:<br />
Aisyah ia berkata: Nabi saw. keluar<br />
pada suatu pagi dengan memakai<br />
kain bercorak berwarna hitam. Lalu<br />
datanglah Hasan bin Ali, maka beliau<br />
masukkannya ke dalam kain. Kemudian<br />
Husain datang, maka beliau masukkan<br />
ia bersamanya. Kemudian datang<br />
Fathimah, maka beliau masukkan ke<br />
dalamnya. Kemudian datang Ali, lalu<br />
beliau masukkan pula ke dalamnya.<br />
Lalu beliau membaca ayat 33 surat al-<br />
Ahzab: Sesungguhnya Allah bermaksud<br />
hendak memalingkan dosa dari kamu,<br />
29
Tafsir<br />
hai ahlul bait dan membersihkan kamu<br />
sebersih-bersihnya. (HR. Muslim).<br />
Dengan keberadaan hadis Muslim<br />
ini, maka penafsiran yang baik ialah<br />
yang menggabungkan kedua dalil ini.<br />
Jadi yang dimaksud dengan ahli bait<br />
dalam ayat adalah para isteri Nabi, anak<br />
beliau (Fatimah), cucu beliau (Hasan<br />
dan Husain), dan Ali (menantu). Perlu<br />
digarisbawahi, bahwa Fatimah, Ali,<br />
Hasan, dan Husain adalah orang yang<br />
ikut terkena efek dari perintah dalam<br />
ayat, yaitu terjaga kehormatannya,<br />
jadi tidak ikut diembankan perintah<br />
menetap dalam rumah. Adapun<br />
para isteri Nabi, mereka diperintah<br />
menetap di rumah, dan merasakan<br />
sendiri hikmah terjaganya kehormatan<br />
sebagai akibat perintah tersebut.<br />
Sebagian kalangan Syiah berpendirian<br />
bahwa para isteri Nabi tidak<br />
termasuk dalam cakupan kata ahli bait<br />
dalam ayat 33 surat al-Ahzab. Menurut<br />
al-Qurthubi, penafsiran seperti ini bersumber<br />
dari al-Kilabi (zaman tabiin),<br />
namun orang ini tidak diakui keabsahan<br />
tafsirnya (tidak di-i‘tibar), seandainya<br />
di zaman salaf salih, sungguh<br />
ia ditolak. Al-Kilabi berhujah dengan<br />
zamir [ ] pada ungkapan “ ” dan<br />
“ ” bahwa zamir ini menunjukkan<br />
peralihan topik kepada orang yang berbeda,<br />
bukan lagi para isteri Nabi. Jadi<br />
ayat ini ditafsir secara terpenggal dari<br />
keseluruhan ayat, dan terpisah dari<br />
ayat sebelum dan sesudahnya.<br />
Para mufasir melihat pendapat al-<br />
Kilabi ini mengada-ada, sebab susunan<br />
redaksi ayat tidak memungkinkan<br />
untuk dipahami demikian. Nyatanya<br />
penggunaan zamir jamak muzakkar<br />
yang mencakup muannas cukup lazim<br />
digunakan Alquran, misalnya dua ayat<br />
tentang isteri Nabi Ibrahim as. dan<br />
isteri Nabi Musa as. berikut ini:<br />
Rahmat Allah dan berkah-Nya atas<br />
kamu wahai ahli bayt (keluarga<br />
Ibrahim). (Q.S. Hud [11]: 73)<br />
Ketika ia (Musa as.) melihat api, lalu<br />
berkatalah ia kepada keluarganya: “Tinggallah<br />
kamu (di sini), sesungguhnya<br />
aku melihat api, mudah-mudahan aku<br />
dapat membawa sedikit daripadanya<br />
kepadamu atau aku akan mendapat<br />
petunjuk di tempat api itu.” (Q.S.<br />
Thaha [20]: 10)<br />
Ayat ini menggunakan zamir jamak<br />
muzakkar [ ] untuk menyebut isteriisteri<br />
Nabi Ibrahim as. dan isteri Nabi<br />
Musa as., jadi penggunaan zamir jamak<br />
muzakkar tidak bisa dijadikan alasan<br />
bagi penafsiran al-Kilabi. Dengan demikian,<br />
kata ahli bait dalam ayat adalah<br />
isteri Nabi.<br />
Kepada para isteri Nabi inilah<br />
perintah khusus dalam ayat ditujukan,<br />
yaitu untuk tetap berada di rumah<br />
mereka demi menjaga kehormatan.<br />
Menurut Syaykh Thahir ibn ‘Asyur,<br />
berdasar perintah dalam ayat ini, maka<br />
menetap di rumah merupakan ibadah<br />
Kata “tabarruj”<br />
berarti perbuatan<br />
wanita yang<br />
sengaja<br />
memperlihatkan<br />
‘perhiasan’ kepada<br />
laki-laki<br />
bagi para isteri Nabi. Berpijak pada<br />
teks ayat ini, pendapat sebagian ulama<br />
bahwa perintah menetap dalam rumah<br />
tidak berlaku bagi para isteri kaum<br />
muslimin (selain isteri Nabi) tidak<br />
bisa dinyatakan keliru. Tapi larangan<br />
berhias dan berperilaku seperti<br />
jahiliyyah (tabarruj) tetap berlaku<br />
umum, termasuk untuk semua isteri<br />
kaum muslimin. Hal ini sebagaimana<br />
penegasan dalam ayat 60 surat al-<br />
Nur, di mana wanita beriman dilarang<br />
menampakkan perhiasan mereka.<br />
30 <strong>Santunan</strong> NOVEMBER <strong>2011</strong><br />
Katakan kepada wanita yang beriman<br />
“Hendaklah mereka menahan pandangannya,<br />
dan memelihara kemaluannya,<br />
dan janganlah mereka menampakkan<br />
perhiasannya, kecuali yang (biasa)<br />
Nampak dari padanya. Dan hendaklah<br />
mereka menutupkan kain kudung ke<br />
dadanya, dan janganlah menampakkan<br />
perhiasannya, kecuali kepada suami<br />
mereka, atau ayah mereka, atau ayah<br />
suami mereka, atau putera-putera<br />
mereka, atau putera-putera suami<br />
mereka, atau saudara-saudara laki-laki<br />
mereka, atau putera-putera sudara lakilaki<br />
mereka, atau putera-putera saudara<br />
perempuan mereka, atau wanita-wanita<br />
Islam, atau budak-budak yang mereka<br />
miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki<br />
yang tidak mempunyai keinginan (terhadap<br />
wanita) atau anak-anak yang<br />
belum mengerti tentang aurat wanita.<br />
Dan janganlah mereka memukulkan<br />
kakinya agar diketahui perhiasan yang<br />
mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah<br />
kamu sekalian kepada Allah, hai orangorang<br />
yang beriman supaya kamu beruntung.<br />
(Q.S. al-Nur [24]: 31)<br />
Kata “tabarruj” dalam ayat 33<br />
surat al-Ahzab berarti perbuatan<br />
wanita yang sengaja memperlihatkan<br />
‘perhiasan’ kepada laki-laki, baik itu<br />
bagian tubuhnya yang indah, perhiasan<br />
indah yang dipakai ditubuhnya, atau<br />
pakaian indah yang dipakai. Penjelasan<br />
detil bagi larangan tabarruj ini dapat<br />
dilihat dalam ayat 31 surat al-Nur, “wa<br />
la yubdina zinatahunna…” Namun<br />
penggunaan kata “tabarruj jahiliyah”<br />
dalam ayat 33 surat al-Ahzab lebih<br />
mendalam lagi (balaghah), sebab mengandung<br />
unsur membangkitkan rasa<br />
muak terhadap tradisi jahiliyah.<br />
Para ulama berbeda pendapat tentang<br />
kata “al-jahiliyyat al-ula” dalam<br />
ayat. Sebagian mengatakan masa<br />
kelahiran Nabi Ibrahim, sebab para<br />
wanita kala itu keluar rumah dengan<br />
memakai baju rumahan bertatahkan<br />
permata, tujuannya memperlihatkan<br />
kemolekan dirinya kepada kaum lakilaki.<br />
Ada pula ulama yang mengatakan<br />
itu di zaman antara Nabi Nuh dan Nabi<br />
Ibrahim, sebab kala itu wanita turun<br />
ke jalan dengan memakai baju permata
yang tidak berjahit pinggirnya, dan ada<br />
juga yang memakai baju tipis sehingga<br />
tidak menghalangi pandangan lelaki<br />
dari tubuhnya.<br />
Sebagian ulama meyakini bahwa<br />
jahiliyah yang dimaksud adalah masa<br />
sebelum turunnya syariat Islam, sebab<br />
wanita kala itu tidak memakai hijab.<br />
Lalu Islam menetapkan ajaran yang<br />
memelihara kehormatan mereka, jadi<br />
kata “al-jahiliyyat al-ula” bukan berarti<br />
jahiliyah pertama sehingga ada jahiliyah<br />
berikutnya. Sebagian ulama yang lain<br />
menafsirkan kata “al-jahiliyyat al-ula”<br />
tanpa mengaitkan dengan zaman<br />
nabi tertentu, tapi dikatakan sebagai<br />
zaman kebodohan di mana wanita<br />
tidak menutup bagian tubuhnya yang<br />
tidak patut tampak. Ada pula ulama<br />
yang mengatakan bahwa “tabarruj” itu<br />
artinya kondisi di mana wanita bergaul<br />
bebas dengan lelaki, jadi tidak terbatas<br />
pada zaman dahulu atau masa yang<br />
akan datang.<br />
Dari semua penafsiran kata “aljahiliyyat<br />
al-ula” yang dikutip al-<br />
Qurthubi, penulis cenderung melihat<br />
kata ini sebagai kondisi jahiliyah yang<br />
ada dalam rentang waktu sebelum<br />
Islam datang, tanpa perlu dikhususkan<br />
kapan masanya secara konkret.<br />
Alasannya karena Alquran hendak<br />
memberi contoh, jadi contoh itu harus<br />
merupakan hal yang telah ada, yaitu<br />
kondisi yang lebih awal dari masa<br />
ayat ini berbicara. Contoh itu dapat<br />
memberi pemahaman yang begitu<br />
dekat dan nyata bagi audien yang<br />
dituju, hal ini dapat dilihat dari sikap<br />
para isteri Nabi setelah mendengar<br />
ayat ini.<br />
Contohnya sikap Saudah, setelah<br />
wafat Rasul, ia bahkan tidak mau<br />
keluar untuk melaksanakan ibadah<br />
haji dan umrah. Terserah apakah sikap<br />
Saudah ini dipandang berlebihan<br />
atau tidak, yang jelas para isteri Nabi<br />
berusaha menjaga sebaik mungkin<br />
perintah ini, bahkan termasuk untuk<br />
kegiatan luar yang pernah dilakukan<br />
bersama Nabi, seperti haji dan umrah.<br />
Padahal keluar untuk aktivitas ini bisa<br />
dinyatakan sanggup dipelihara agar<br />
tidak mengandung unsur tabarruj.<br />
Di sisi lain, Rasulullah tidak bersikap<br />
kaku, beliau mengizinkan para<br />
isterinya keluar untuk keperluan<br />
mendesak, seperti sabda Rasulullah<br />
berikut ini:<br />
Sesungguhnya Allah mengizinkan kamu<br />
keluar untuk keperluanmu.<br />
Contoh keperluan itu seperti<br />
keluarnya Aisyah pada saat orang<br />
tuanya (Abu Bakar) sakit, yaitu sakit<br />
yang kemudian diketahui sebagai sakit<br />
menjelang wafat. Selain alasan di atas,<br />
selebihnya Aisyah berusaha menyiasati<br />
agar bisa memenuhi aktivitas sosialnya<br />
sambil tetap berada di rumah. Misalnya<br />
kala Sa’ad ibn Abi Waqqash meninggal,<br />
Aisyah meminta agar jenazah Sa’ad<br />
dibawa ke rumahnya (masjid) supaya ia<br />
bisa ikut melakukan shalat jenazah.<br />
Aisyah juga pernah keluar untuk<br />
urusan politik, ia menuju Basrah<br />
untuk kemaslahatan umat saat terjadi<br />
seandainya Aisyah<br />
menyaksikan fitnah<br />
yang menimpa<br />
kaum wanita di<br />
belahan dunia<br />
muslim sekarang,<br />
tentunya Aisyah<br />
lebih berduka lagi.<br />
Perang Jamal. Hal ini menimbulkan<br />
kontroversi di kalangan sahabat<br />
sehingga sebagian sahabat menolak<br />
seperti ‘Ammar ibn Yasir dan ‘Ali ibn<br />
Abi Talib. Tapi sebagian yang lain<br />
justru mendukung dan berangkat<br />
bersama Aisyah, misalnya Thalhah<br />
dan Zubayr. Tentunya bisa dipahami,<br />
munculnya perbedaan karena akibat<br />
beda perspektif dalam ijtihad mereka<br />
terhadap ayat Alquran.<br />
Aisyah melihat kehadirannya ke<br />
Basrah sebagai kebutuhan mendesak<br />
yang berarti memenuhi panggilan ayat<br />
berikut:<br />
Jika dua kelompok umat Islam berperang,<br />
maka damaikanlah antara<br />
keduanya. (Q.S. al-Hujurat [49]: 9)<br />
Perintah melakukan ishlah dalam<br />
ayat ini dipandang termasuk dalam<br />
<strong>Santunan</strong> NOVEMBER <strong>2011</strong><br />
Tafsir<br />
keizinan yang dinyatakan Rasul dalam<br />
hadis yang dikutip di atas. Alasannya,<br />
sebagai Umm al-Mukminin, wajar<br />
jika umat memiliki keterikatan dan<br />
kerinduan atas kehadiran beliau.<br />
Dari itu sahabat yang mendukung<br />
yakin bahwa kehadiran beliau akan<br />
membawa maslahat, sebab umat akan<br />
merasa malu dengan kehadiran beliau,<br />
dan sadar dari fitnah yang terjadi akibat<br />
ulah mereka.<br />
Tentunya masing-masing sahabat<br />
punya alasan sendiri dalam ijtihad<br />
mereka. Dari itu sepatutnya kita bertahsin<br />
zann terhadap mereka, dan<br />
sikap Aisyah juga harus diapresiasi<br />
sebagai bentuk kepeduliannya atas<br />
masalah umat. Demikian pula sikap<br />
kita terhadap peristiwa perang Shiffin,<br />
mungkin saja keadaan bisa membaik,<br />
tapi provokasi dari penyebar fitnah<br />
telah duluan mengambil korban.<br />
Menurut Ibn ‘Arabi, sebagian orang<br />
dari kalangan Syiah justru menjadikan<br />
peristiwa keluarnya Aisyah ke Basrah<br />
sebagai alasan untuk menghujat<br />
Aisyah, bahwa Aisyah telah melanggar<br />
perintah Allah dalam ayat 33 surat al-<br />
Ahzab di atas. Padahal para isteri Nabi<br />
saw. tidak pernah keluar dari rumah<br />
mereka kecuali pada hari Jumat saja.<br />
Itu pun hanya selama pelaksanaan<br />
salat Jumat karena rumah mereka<br />
dipakai untuk salat Jumat, dan mereka<br />
kembali lagi setelahnya. Mereka baru<br />
keluar lagi dari rumah Jumat berikutnya,<br />
lalu bagaimana bisa orang seperti<br />
ini tega dihujat. Menurut penulis<br />
sikap menghujat seperti ini tidak proporsional,<br />
sebagai seorang muslim, sepatutnya<br />
lah kita ber-tahsin zann.<br />
Aisyah sendiri meski sudah sangat<br />
hati-hati dalam mengambil putusan<br />
ijtihadnya, namun ia juga kerap kali<br />
menangis ketika membaca ayat ini.<br />
Menurut al-Qurthubi dan Ibn Asyur,<br />
menangisnya Aisyah bukan karena<br />
menyesali keputusan pergi ke Basrah,<br />
tapi lebih karena fitnah yang menimpa<br />
umat ini. Lebih jauh lagi, seandainya<br />
Aisyah menyaksikan fitnah yang menimpa<br />
kaum wanita di belahan dunia<br />
muslim sekarang, tentunya Aisyah<br />
lebih berduka lagi. Adakah fitnah yang<br />
lebih besar dari menjadi ‘jalang’-nya<br />
para wanita di tengah komunitas umat<br />
Islam? Wallahu a‘lam. n<br />
Penulis adalah kandidat doktor PPs<br />
IAIN Ar-Raniry<br />
31
Hadis<br />
Mencari Perlindungan Hari Akhir<br />
Dalam menjalani kehidupan sehari-hari,<br />
sering sekali seseorang<br />
ditimpa kesusahan, kemiskinan,<br />
kebodohan, tidak mampu bersaing<br />
mencapai prestasi dan berbagai bentuk<br />
kesulitan lainnya. Di satu sisi dia harus<br />
berusaha untuk merubah nasib demi<br />
masa depan yang baik, segala daya dikerahkan<br />
untuk meraih mimpi. Tapi, pada<br />
saat yang sama seorang muslim juga<br />
harus yakin bahwa kehidupan di dunia<br />
tidak lebih dari perjalanan yang telah<br />
diskenariokan Tuhan. Apa yang terjadi<br />
di dunia ini termasuk kesenangan dan<br />
kesulitan telah digaris Tuhan. Hanya<br />
saja karena kita tidak tahu apa yang telah<br />
ditentukan Allah, maka kewajiban<br />
kita lah berusaha dan berdoa.<br />
Keyakinan bahwa semuanya telah<br />
ditentukan Tuhan tanpa dibarengi usaha,<br />
akan terjebak dalam paham Jabbariyah<br />
yang melihat manusia bagaikan kapas<br />
yang ditiup angin. Sebaliknya, menganggap<br />
diri sendiri yang mengatur<br />
tanpa menghadirkan kehendak Allah,<br />
seseorang akan jatuh dalam pemikiran<br />
Qadariyyah yang melihat segala bentuk<br />
perbuatan manusia adalah murni hasil<br />
karya manusia itu sendiri.<br />
Sebagai muslim yang tidak hanya<br />
mengharap kebaikan dari Tuhan tanpa<br />
usaha, dan tidak pula menilai diri sebagai<br />
sumber keberhasilan, sejatinya kita<br />
yakin bahwa segala sesuatu memang<br />
telah ditentukan Tuhan, akan tetapi<br />
karena kita tidak tahu apa yang telah<br />
di tulis di lawhul Mahfuz, kita harus<br />
berusaha untuk mencapai kebahagian<br />
dan tentunya juga berdoa kepada Allah<br />
agar mengabulkan harapan kita.<br />
Kebahagian dunia sebagai anugerah<br />
Allah harus benar-benar dimanfaatkan<br />
sesuai dengan aturan agama. Tetapi di<br />
balik itu semua, jauh di sana masih ada<br />
kebahagiaan hakiki, dalam kehidupan<br />
tanpa akhir. Kelezatan yang tidak pernah<br />
dibayangkan manusia di dunia ini, yaitu<br />
Oleh Salman Abdul Muthalib<br />
kebahagiaan di hari akhir. Akhirat adalah<br />
sebuah keyakinan mendasar dalam<br />
Islam, dalam banyak ayat keimanan<br />
kepada Allah sering sekali dibarengi<br />
dengan keyakinan adanya hari akhir.<br />
Dalam sebuah hadis, Rasulullah saw.<br />
bersabda:<br />
“Tujuh golongan yang akan mendapat<br />
perlindungan Allah pada hari akhirat<br />
nanti, tujuh golongan tersebut adalah<br />
imam yang adil, pemuda yang tumbuh<br />
dan selalu beribadah kepada Allah,<br />
seseorang yang hatinya terpaut dengan<br />
mesjid, dua orang yang saling mencintai<br />
dan berpisah karena Allah, seseorang<br />
yang diajak (berzina) oleh perempuan<br />
yang kaya dan cantik, akan tetapi<br />
dia berkata aku takut kepada Allah,<br />
seseorang yang selalu bersedekah dan<br />
menyembunyikannya, sehingga apa<br />
yang diberi oleh tangan kanan tidak<br />
pernah diketahui tangan kirinya, dan<br />
seseorang yang selalu mengingat Allah<br />
ketika waktu sunyi sampai meneteskan<br />
air matanya.”<br />
Hadis ini--antara lain--terdapat dalam<br />
kitab Muwatta’ karya Imam Malik pada<br />
bab syi’ir, Sahih Bukhari dalam bab azan,<br />
Sunan Tirmizi dalam bab zuhud, dan<br />
Sunan Nasa’i dalam bahasan tentang<br />
qudhat.<br />
Dari hadis di atas dapat dijelaskan<br />
tujuh poin yang harus dikerjakan seorang<br />
muslim agar ia perlindungan<br />
Allah pada hari akhirat. Hari yang tidak<br />
ada seorang pun dapat menolongnya,<br />
hari di mana harta dan kelurga tidak<br />
berpengaruh apa-apa. Hari di mana<br />
32 <strong>Santunan</strong> NOVEMBER <strong>2011</strong><br />
anggota tubuh manusia akan berbicara<br />
di depan Tuhan, menjadi saksi bagi<br />
segala perilaku di dunia.<br />
1. Keadilan<br />
Secara bahasa, keadilan berarti menempatkan<br />
sesuatu pada tempatnya.<br />
Istilah keadilan sering sekali ditujukan<br />
pada seseorang yang memiliki bawahan,<br />
di mana bawahan selalu mengharap<br />
adanya perlakukan yang adil antara<br />
anggota yang lain. Seorang pemimpin<br />
harus adil memperlakukan bawahannya,<br />
tidak diskriminatif, tidak mementingkan<br />
golongan sendiri.<br />
Nabi Muhammad telah meneladankan<br />
keadilan pada masanya, bahkan<br />
terhadap kafir Quraisy ketika mere-ka<br />
memintanya menjadi penengah dalam<br />
kasus pengangkatan hajar aswad. Beliau<br />
telah memperlihatkan bentuk keadilan<br />
pada mereka.<br />
2. Ibadah<br />
Allah menegaskan dalam Alquran<br />
bahwa tujuan utama diciptakan manusia<br />
dan jin adalah untuk beribadah<br />
kepadanya. Yaitu dengan melaksanakan<br />
apa saja yang diperintah-Nya dan menjauhi<br />
larangan-Nya.<br />
Perlu ditegaskan di sini, bahwa<br />
apa saja yang dilakukan seseorang asal<br />
dapat memberi kemaslahatan kepada<br />
orang merupakan ibadah. Bahkan dari<br />
sebuah hadis Nabi dapat dipahami<br />
bahwa membuang secuil duri di jalanan<br />
agar orang lain tidak menginjaknya juga<br />
sebagai ibadah.<br />
Dalam hal ini, perlu juga diingatkan<br />
bahwa kehidupan muslim dalam dunia<br />
ini harus seimbang antara hubungan<br />
dengan Allah dan hubungan dengan<br />
hamba, sebagian orang selalu baik dan<br />
taat kepada Allah swt. dalam hal seperti<br />
ibadah mahdhah, salat, puasa. Akan<br />
tetapi ia lupa bahwa kepekaan sosial,<br />
perhatian terhadap kaum miskin, saling
erbagi antara sesama juga merupakan<br />
ibadah.<br />
3. Dekat dengan Mesjid<br />
Kedekatan seseorang dengan rumah<br />
ibadah dapat dijadikan sebagai ukuran<br />
betapa dia memang dekat dengan<br />
Tuhan. Kedekatan di sini tidak hanya<br />
terbatas dalam makna kedekatan fisik,<br />
betapa banyak orang yang tinggal<br />
berdekatan dengan masjid, akan tetapi<br />
mereka tidak pernah berada dalamnya<br />
untuk beribadah. Dekat dengan masjid<br />
disini adalah kedekatan jiwa seseorang<br />
dengan rumah ibadah, ia selalu<br />
menjadikan masjid tempat berdoa,<br />
beribadah bahkan menghabiskan waktu<br />
luangnya di masjid.<br />
Sangat disayangkan banyak di antara<br />
kaum muslim yang jarang sekali ke<br />
masjid untuk beribadah, bahkan dalam<br />
satu tahun kunjungannya ke masjid<br />
dapat dihitung jari. Ketika masjid-masjid<br />
sekarang dapat dijumpai di mana-mana<br />
dan dibangun dengan megah, berbagai<br />
corak dan model dikembangkan, tetapi<br />
jamaah yang memenuhi saf-saf salat<br />
di masjid sangat sedikit. Ironisnya lagi<br />
mereka lebih banyak menghabiskan<br />
waktu di cafe-cafe, tempat itu dijadikan<br />
sebagai rumah kedua bagi mereka.<br />
4. Cinta karena Allah<br />
Hubungan seseorang dengan orang<br />
lain sering sekali putus di tengah jalan<br />
dalam waktu yang dekat, pertemanan<br />
yang hanya berujung pada perkelahian<br />
dan kemurkaan. Hal ini karena<br />
persahabatan itu dipupuk bukan atas<br />
dasar Islam dan keikhlasan, melainkan<br />
kepentingan yang diperebutkan.<br />
Persahabatan yang tidak didasarkan<br />
pada keikhlasan tidak akan abadi, yang<br />
abadi hanyalah kepentingan, begitu<br />
kepentingan selesai, maka persahabatan<br />
juga akan berakhir.<br />
Sebagai contoh, dapat kita lihat<br />
seorang gubernur atau bupati dan<br />
pasangannya, begitu berakhir masa<br />
jabatan, berakhir pula persahabatan, dan<br />
tidak jarang mereka saling bermusuhan<br />
untuk mencari jabatan masa mendatang.<br />
Persahabatan dan cinta antara mereka<br />
bukan berdasarkan keikhlasan, tetapi<br />
persahabatan atas dasar kepentingan.<br />
Islam menganjurkan umatnya untuk<br />
saling kasih mengasihi, cinta mencintai<br />
sesama, hanya karena Allah. Saling cinta<br />
mencintai karena Allah, persahabatan<br />
atas dasar Islam, pertemanan bukan<br />
karena kepentingan. Jika memang<br />
persahabatan itu dipupuk karena Allah,<br />
maka kapanpun tali silaturahmi itu tidak<br />
akan putus, sampai Allah memisahkan<br />
antara mereka dengan ajal.<br />
5. Takut melakukan Dosa<br />
Tidak ada yang bebas dari dosa,<br />
kecuali para Rasul yang ma’shum karena<br />
kehendak Allah. Semua manusia berdosa,<br />
tetapi sebaik-baik orang berdosa adalah<br />
orang yang mau bertaubat. Taubat<br />
bukan sekedar meninggalkannya sesaat,<br />
tetapi taubat yang diterima adalah orang<br />
yang menyesali perbuatan dosanya dan<br />
berazam dengan tekat yang kuat untuk<br />
tidak mengulanginya kembali.<br />
Dalam hadis di atas, meskipun tidak<br />
dapat dipahami secara jelas, akan tetapi<br />
para ulama menjelaskan bahwa ajakan<br />
perempuan yang dimaksud adalah zina.<br />
Seorang lelaki yang imannya lemah,<br />
sungguh dia akan mengikuti ajakan<br />
murka tersebut, tetapi jika sesorang telah<br />
membekali dirinya dengan sesuatu<br />
yang dapat menjauhkan diri dari zina,<br />
maka pada saat itu dia akan takut terhadap<br />
azab Allah di hari akhir nanti.<br />
Zina merupakan salah satu dosa besar<br />
yang harus dijauhi oleh setiap muslim,<br />
bahkan Allah dalam Alquran melarang<br />
muslim berdekatan dengan perbuatanperbuatan<br />
yang dapat menjurus pada<br />
zina. Begitu buruknya perbuatan ini,<br />
Allah menetapkan hukumannya 100<br />
kali dera, bahkan bagi yang muhshan<br />
(sudah nikah) harus dirajam sampai<br />
mati.<br />
Dalam keseharian kita harus selalu<br />
memupuk keimanan, agar dengannya<br />
rasa takut kita kepada Allah semakin<br />
bertambah, dan akhirnya berbagai<br />
bentuk godaan yang datang dapat<br />
diantisipasi dengan mudah.<br />
6. Sedekah<br />
Kepedulian sosial termasuk bagian<br />
dari ajaran Islam, banyak ayat Alquran<br />
dan hadis Nabi yang memotivasi umat<br />
untuk bersedekah, membatu orang<br />
yang membutuhkan, peduli pada orang<br />
yang tidak berkecukupan. Apa yang<br />
diberi tidak mengharap apapun kecuali<br />
balasan dari Tuhan. Di sini keikhlasan<br />
sangat diperlukan, sehingga jika<br />
seseorang memberikan sesuatu pada<br />
yang lain, bukan karena ada harapan di<br />
balik pemberian tersebut.<br />
<strong>Santunan</strong> NOVEMBER <strong>2011</strong><br />
Hadis<br />
Begitu indahnya ajaran Islam<br />
tentang kepedulian sesama umat,<br />
untuk mendorong manusia berbuat<br />
baik dalam hal ini, dalam sebuah hadis<br />
yang diriwayatkan al-Bukhari, Rasul<br />
bersabda:<br />
“Tangan yang di atas lebih baik daripada<br />
tangan yang di bawah, tangan yang di<br />
atas memberi dan tangan yang di bawah<br />
meminta.”<br />
Di samping itu, Islam melarang<br />
kita menghardik orang yang memintaminta,<br />
meskipun perbuatan memintaminta<br />
tidak baik dilakukan, akan tetapi<br />
dalam kenyataannya fenomena tersebut<br />
menjadi sesuatu yang tidak dapat<br />
dipungkiri.<br />
7. Zikir<br />
Sebagai kekuatan rohani yang sangat<br />
kokoh, Islam menganjurkan umatnya<br />
agar selalu berzikir kapan dan di mana<br />
pun. Dalam Alquran digambarkan<br />
bahwa orang-orang berakal adalah<br />
mereka yang mengingat Allah sambil<br />
berdiri atau duduk atau dalam keadaan<br />
berbaring dan mereka memikirkan<br />
tentang penciptaan langit dan bumi.<br />
Zikir secara umum dimaknai dengan<br />
mengingat Allah dan segala ciptaannya,<br />
secara lebih khusus, zikir juga dapat<br />
diartikan melaksanakan salat. Adapun<br />
makna zikir dalam hadis di atas adalah<br />
melaksanakan salat pada waktu malam,<br />
ketika orang-orang terlelap dalam<br />
tidurnya, seseorang bangun melawan<br />
kedinginan malam, menghilangkan rasa<br />
malas demi untuk bersujud kepada Allah<br />
yang telah menciptakannya, merenungi<br />
tentang kehidupan ini agar imannya<br />
selalu bertambah sebagai bekal menuju<br />
akhirat nanti.<br />
Apa yang telah dipaparkan di atas,<br />
tujuh macam ajaran yang terkandung<br />
dalam hadis Rasul akan menghantarkan<br />
umat pada kemenangan di hari akhir,<br />
hari yang tidak ada manfaat lagi harta<br />
dan kekayaan, keluarga dan handai<br />
taulan, semuanya tidak akan dapat<br />
menolongnya kecuali amal ibadah yang<br />
telah ia siapkan. Semoga kita semua<br />
akan mendapat perlindungan dari Allah<br />
dalam menggapai kesuksesan pada hari<br />
akhir nanti. Wallahu A’lam bisshawab. n<br />
Penulis ialah Dosen Fak. Ushuluddin<br />
IAIN Ar-Raniry Banda Aceh.<br />
33
Opini<br />
Konsep Dasar Penilaian Kelas<br />
Persoalan penilaian hasil belajar<br />
siswa adalah problem<br />
yang dihadapi semua guru di<br />
lingkungan madrasah, baik Madrasah<br />
Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah,<br />
maupun Madrasah Aliyah (<strong>Santunan</strong>,<br />
<strong>edisi</strong> 10, Oktober <strong>2011</strong>, halaman<br />
29). Kesimpulan saya seperti yang<br />
diuraikan lewat opini dalam majalah<br />
ini bulan lalu, “Benarkah Nilai Rapor<br />
yang Anda Berikan Selama Ini,” diambil<br />
berdasarkan hasil monitoring saya<br />
baru-baru ini ke bebarapa madrasah di<br />
Aceh. Beberapa kepala madrasah, wakil<br />
kepala madrasah bidang kurikulum<br />
dan guru yang saya temui, belum<br />
mengerti benar tentang bagai-mana<br />
teknis penilaian hasil belajar dengan<br />
menggunakan Kurikulum Tingkat<br />
Satuan Pendidikan (KTSP).<br />
Karenanya sebelum saya sajikan<br />
bagaimana cara melakukan penilaian<br />
hasil belajar peserta didik secara<br />
utuh, terlebih dahulu saya sampaikan<br />
beberapa hal yang perlu diperhatikan<br />
dalam pelaksanaan penilaian kelas. Di<br />
antaranya pengertian penilaian, penilaian<br />
KTSP, fokus penilaian, manfaat<br />
dan fungsi penilaian kelas. Ini penting<br />
dipahami sebagai ulang kaji dalam melakukan<br />
penilaian berbasis kelas.<br />
Makna<br />
Penilaian merupakan proses untuk<br />
mendapatkan informasi tentang perkembangan,<br />
prestasi dan kinerja peserta<br />
didik yang dilakukan secara<br />
sistematis dan berkesinambungan.<br />
Data yang diperoleh pendidik selama<br />
pembelajaran berlangsung, dapat<br />
dijaring dan dikumpulkan melalui<br />
prosedur dan alat penilaian yang<br />
Oleh Mardin M. Nur<br />
sesuai dengan kompetensi atau hasil<br />
belajar yang akan dinilai. Dari proses<br />
ini akan diperoleh potret atau profil<br />
kemampuan peserta didik secara utuh<br />
dalam mencapai sejumlah standar<br />
kompetensi dan kompetensi dasar yang<br />
dijabarkan dengan beragam indikator<br />
yang tercantum dalam silabus.<br />
KTSP<br />
Penilaian dalam KTSP adalah<br />
penilaian berbasis kompetensi, yaitu<br />
bagian dari kegiatan pembelajaran<br />
yang dilakukan untuk mengetahui<br />
pencapaian kompetensi. Pencapaian<br />
kompetensi peserta didik meliputi<br />
aspek kognitif (pengetahuan), psikomotor<br />
(keterampilan), dan afektif<br />
(sikap). Penilaiannya dapat dilakukan<br />
pada awal, selama proses dan pada akhir<br />
setiap kali pembelajaran. Penilaian juga<br />
dilakukan pada akhir semuah pokok<br />
bahasan (postes), tengah semester<br />
(prasemester) atau akhir semester<br />
(sumatif).<br />
Agar guru dapat melakukan peni-<br />
34 <strong>Santunan</strong> NOVEMBER <strong>2011</strong><br />
laian pada awal, selama proses dan pada<br />
akhir setiap kali pembelajaran, guru<br />
harus menyusun rencana pelaksanaan<br />
pembelajaran (RPP) yang realistis. Artinya,<br />
penetapan indikator yang akan<br />
dicapai setiap pertemuan dari Standar<br />
Kompetensi (SK) dan Kompetensi<br />
Dasar (KD) disesuaikan dengan jumlah<br />
jam yang tersedia. Sehingga semua<br />
indikator pembelajaran yang dimunculkan<br />
saat itu tuntas dibahas.<br />
Tidak ada indikator yang dilanjutkan<br />
pembahasannya pada pertemuan<br />
yang akan datang. Jika ada indikator<br />
yang ditunda pembahasannya, proses<br />
penilaian akan sulit dilakukan.<br />
Inilah yang disebut dengan sistem<br />
pembelajaran tuntas. Maksudnya,<br />
semua indikator yang dimunculkan<br />
dari sebuah SKKD, tuntas dibahas,<br />
tuntas dipahami dan tuntas dilakukan<br />
penilaian hasil pembelajaran. Tidak ada<br />
indikator pembelajaran yang tertuang<br />
dalam RPP yang tersisa dan ditunda<br />
pembahasannya pada pertemuan<br />
mendatang.<br />
Fokus<br />
Fokus penilaian KTSP adalah keberhasilan<br />
belajar peserta didik dalam<br />
mencapai standar kompetensi yang<br />
ditentukan. Pada tingkat mata pelajaran,<br />
kompetensi yang harus dicapai<br />
berupa Standar Kompetensi (SK) mata<br />
pelajaran yang selanjutnya dijabarkan<br />
dalam Kompetensi Dasar (KD). Untuk<br />
tingkat satuan pendidikan, kompetensi<br />
yang harus dicapai peserta didik adalah<br />
Standar Kompetensi Lulusan (SKL).<br />
Penilaian dalam KTSP menggunakan<br />
acuan kriteria, yaitu hasil yang<br />
dicapai peserta didik tidak diban-
dingkan dengan peserta didik lainnya.<br />
Melainkan dibandingkan dengan kriteria<br />
atau standar yang ditetapkan.<br />
Apabila peserta didik telah mencapai<br />
standar sesuai Kriteria Ketuntasan<br />
Minimal (KKM) yang telah ditetapkan,<br />
ia dinyatakan lulus pada mata pelajaran<br />
tertentu. Apabila belum mencapai<br />
standar itu, peserta didik harus mengikuti<br />
program remedial atau perbaikan<br />
sehingga mencapai KKM yang ditetapkan.<br />
Penilaian hasil belajar baik formal<br />
maupun informal dilaksanakan dalam<br />
suasana yang kondusif, sehingga memungkinkan<br />
peserta didik menunjukkan<br />
secara maksimal apa yang<br />
dikuasai dan dimilikinya baik kognitif,<br />
psikomotor maupun afektif. Upaya<br />
untuk menghimpun secara totalitas<br />
kemampuan hasil belajar peserta didik<br />
dapat dilaksanakan melalui berbagai<br />
cara. Di antaranya melalui penilaian<br />
unjuk kerja (performance), penilaian<br />
sikap, penilaian tertulis (paper and<br />
pencil test), penilaian proyek, penilaian<br />
produk, penilaian melalui kumpulan<br />
hasil kerja atau karya peserta didik<br />
(portfolio) dan penilaian diri.<br />
Manfaat<br />
Ada beberapa manfaat yang dapat<br />
diperoleh dari penilaian kelas:<br />
1. Memberikan umpan balik bagi<br />
peserta didik agar mengetahui<br />
kekuatan dan kelemahannya dalam<br />
proses pencapaian kompetensi,<br />
sehingga peserta didik termotivasi<br />
untuk meningkatkan dan<br />
memperbaiki proses hasil belajar.<br />
2. Memantau kemajuan dan mendiagnosis<br />
kesulitan belajar yang dialami<br />
peserta didik sehingga dapat dilakukan<br />
pengayaan dan remedial.<br />
3. Umpan balik bagi pendidik dalam<br />
memperbaiki pendekatan, metode,<br />
teknik, kegiatan dan sumber<br />
belajar yang digunakan.<br />
4. Masukan bagi pendidik guna merancang<br />
kegiatan belajar yang kondusif<br />
dan menyenangkan.<br />
5. Memberi informasi kepada orang<br />
tua peserta didik, komite madrasah<br />
dan stakeholders tentang efektivitas<br />
pendidikan sehingga partisipasi<br />
mereka dapat ditingkat-kan.<br />
6. Memberikan umpan balik bagi<br />
pengambil kebijakan dalam mempertimbangkan<br />
konsep penilaian.<br />
<strong>Santunan</strong> NOVEMBER <strong>2011</strong><br />
Opini<br />
Fungsi<br />
Penilaian kelas berfungsi:<br />
1. Menggambarkan penguasaan peserta<br />
didik terhadap suatu kompetensi.<br />
2. Mengevaluasi hasil belajar peserta<br />
didik dalam rangka membantu<br />
peserta didik baik secara akademik<br />
maupun non akademik.<br />
3. Menemukan kesulitan belajar dan<br />
kemungkinan prestasi yang bisa<br />
dikembangkan peserta didik.<br />
4. Sebagai alat diagnosis untuk membantu<br />
pendidik menentukan apakah<br />
peserta didik perlu mengikuti remedial<br />
atau pengayaan.<br />
5. Menemukan kelemahan dan kekurangan<br />
proses pembelajaran<br />
yang sedang berlangsung guna<br />
perbaikan proses pembelajaran berikutnya.<br />
6. Sebagai alat kontrol bagi pendidik<br />
untuk mengetahui kemajuan dan<br />
perkembangan peserta didik.<br />
(bersambung)<br />
Penulis adalah Kepala Madrasah<br />
Berprestasi Nasional tingkat MTs<br />
(2000) dan tingkat MA (2003),<br />
kini bekerja di Kemenag Aceh<br />
Dewan Pengurus Wilayah<br />
Badan Koordinasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (DPW BKPRMI) <strong>Prov</strong>insi Aceh<br />
Mengucapkan Selamat dan Sukses atas Pelantikan<br />
Drs. H. Ibnu Sa’dan, M.Pd<br />
Sebagai Kepala Kantor Wilayah <strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong> <strong>Prov</strong>insi Aceh<br />
Oleh Menteri <strong>Agama</strong> Republik Indonesia<br />
Drs. H. Suryadharma Ali, M.Si<br />
Hari Senin, 24 Oktober <strong>2011</strong> di Oproom Kantor <strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong> RI Jakarta<br />
Semoga dalam melaksanakan tugas selalu mendapat petunjuk dan hidayah Allah swt.<br />
Terima kasih kepada<br />
Drs. H. A. Rahman TB, Lt<br />
yang telah mendermabaktikan tenaga dan pikirannya<br />
sebagai Kepala Kanwil Kemenag <strong>Prov</strong>insi Aceh 2007-<strong>2011</strong><br />
Drs. H. Nasruddin Ibrahim, M.Ag H. Akhyar, M.Ag<br />
Ketua Umum Sekretaris Umum<br />
35
Opini<br />
Sertifikat Nikah; Harapan dan Kenyataan<br />
Tarik ulur sertifikat nikah menjadi<br />
perhatian penulis, mengingat<br />
pengguna kebijakan (user) itu<br />
adalah calon pengantin (catin). Dua<br />
sejoli itu yang akan melangsungkan<br />
pernikahan. Terus jadi cikal bakal rumah<br />
tangga sebagai kelompok terkecil<br />
dalam sebuah masyarakat. Baik dan<br />
buruknya sebuah tatanan masyarakat,<br />
dimulai dari baik jeleknya mereka.<br />
Dalam kaitan adanya usaha mengharuskan<br />
catin untuk memiliki sertifikat<br />
nikah di Aceh, seharusnya<br />
masyarakat tidak perlu takut. Bahkan<br />
sebaliknya, harus mendukung secara<br />
penuh karena dengan adanya sertifikat<br />
tersebut. Petugas di KUA menjadi yakin<br />
bahwa calon pengantin sudah memiliki<br />
ilmu dan pegangan dalam menjalankan<br />
bahtera rumah tangganya dan bersikap<br />
bijak ketika menghadapi problema keluarganya.<br />
Dengan demikian, mereka<br />
diharapkan tidak mudah emosional<br />
dalam menyelesaikan persoalan rumah<br />
tangga dengan mengedepankan kekerasan<br />
dan bahkan bercerai.<br />
Realitas<br />
Sehubungan dengan persoalan<br />
ini, penulis melihat adanya tiga gejala<br />
pergeseran kondisi masyarakat Aceh.<br />
Pertama, rasa takut tidak lulusnya<br />
calon pengantin dari kursus tersebut<br />
yang mengakibatkan tertundanya akad<br />
nikah sesuai dengan jadwal yang telah<br />
disepakati oleh kedua pihak calon<br />
mempelai, bahkan berdampak pada<br />
bergesernya acara prosesi pernikahan.<br />
Padahal pensyaratan lebih bertujuan<br />
agar calon pengantin dibekali<br />
ilmu dasar yang berhubungan dengan<br />
pernikahan. Jika ilmu tersebut tidak<br />
dimiliki bisa berakibat adanya tindakan<br />
yang dilakukan, tapi dilarang oleh<br />
agama dan negara, seperti larangan ber-<br />
Oleh Saifullah M. Yunus, Lc, MA<br />
hubungan suami istri ketika istri dalam<br />
keadaan haidh, larangan berhubungan<br />
jika suami atau istri mengucapkan<br />
zhihar sampai pelakunya membayar<br />
kafarat, dan banyak hukum lain yang<br />
wajib diketahui oleh calon pengantin.<br />
Jadi, jika tidak diketahui, bisa menjerumuskan<br />
keduanya kepada perbuatan<br />
dosa. Mempelajari ilmu yang<br />
berhubungan dengan nikah baik ilmu<br />
agama, ilmu kesehatan reproduksi dan<br />
UU serta peraturan negara yang berhubungan<br />
dengan pernikahan menjadi<br />
sangat penting. Perasaan takut tidak lulus,<br />
tidak wajar terjadi pada orang yang<br />
mengaku dirinya seorang muslim apalagi<br />
masyarakat Aceh yang identik dengan<br />
Islam. Betapa malunya masyarakat<br />
Aceh yang dikenal sebagai masyarakat<br />
yang kuat agamanya, tapi ternyata ilmu<br />
agama dasar saja tidak dikuasainya. Sedangkan<br />
materi bimibingan yang lain<br />
adalah peraturan perundang-undangan<br />
tentang perkawinan di antaranya peraturan<br />
perundangan di bidang perkawinan<br />
dan keluarga, manajemen keluarga,<br />
kesehatan reproduksi serta psikologi<br />
perkawinan dan keluarga (Perdirjen<br />
Bimas Islam No. DJ.II/491/2009 tentang<br />
Kursus Catin)<br />
Ilmu agama dasar yang diuji pada<br />
saat calon pengantin mengikuti bimbingan,<br />
secara garis besar mencakup<br />
tiga hal, yaitu aqidah meliputi sifatsifat<br />
wajib, mustahil dan jaiz bagi Allah<br />
dan bagi Rasul, Rukun Iman, dan Rukun<br />
Islam. Ibadah meliputi rukun dan<br />
syarat shalat, cara bersuci dari janabah<br />
(mandi junub), dan doa bersetubuh.<br />
Serta munakahat meliputi arti, tujuan<br />
dan hikmah pernikahan, hak suami<br />
dan kewajiban istri, hak istri dan kewajiban<br />
suami, arti dan akibat li’an,<br />
zhihar, ila’, rujuk, talak cerai, talak<br />
gugat dan akibat perceraian serta cara<br />
36 <strong>Santunan</strong> NOVEMBER <strong>2011</strong><br />
menyelesaikan konflik rumah tangga,<br />
nusyuz, ‘iddah, hukum menyusui, dan<br />
hadhanah (pengasuhan anak).<br />
Materi di atas sifatnya sangat mendasar<br />
dan efektif untuk mencegah<br />
keretakan rumah tangga. Banyak sekali<br />
calon pengantin yang tidak mengetahui<br />
batas waktu rujuk bagi talak raj’i,<br />
mereka tidak mengetahui rujuk hanya<br />
dibolehkan dari talak raj’i dan mereka<br />
tidak mengetahui perbedaan talak raj’i<br />
dengan talak ba’in. Banyak juga yang<br />
menakut-nakuti istri dengan ancaman<br />
cerai. Ada pula yang tidak mengetahui<br />
batas maksimal haidh dan macammacam<br />
darah serta cara menandai<br />
masa pergantian darah haidh ke masa<br />
suci, darah nifas dan batasannya, darah<br />
kotor (istihadhah) dan hukumnya.<br />
Kedua, rasa takut dijadikannya<br />
sertifikat nikah sebagai pra syarat<br />
adalah bukti rendahnya pengetahuan<br />
masyarakat Aceh terutama tentang<br />
dasar-dasar agama. Jadi, harapan menjadikan<br />
Aceh sebagai daerah sumber<br />
ilmu pengetahuan <strong>Agama</strong> dan daerah<br />
yang bersyariat Islam jauh panggang<br />
dari api. Krisis ilmu pengetahuan<br />
agama yang melanda masyarakat Aceh<br />
dewasa ini tidak saja dihadapi oleh<br />
remaja dan pemuda Aceh, tapi orang<br />
dewasa, bahkan para pejabat dan politisi<br />
pun mengalami hal yang sama.<br />
Buktinya, pada pilkada Aceh tahun dan<br />
tahun ini, ada calon kepala daerah yang<br />
tidak lulus tes (tidak mau dites) baca<br />
al-Qur’an sehingga gagal mencalonkan<br />
diri. Juga caleg (calon anggota legislatif).<br />
Rendahnya pemahaman agama<br />
tidak saja dialami oleh catin, bahkan<br />
orang tua calon mempelai wanita yang<br />
akan menjadi wali nikah pun banyak<br />
yang tidak memahami ilmu dasar<br />
agama. Hal ini sudah menyebar ke<br />
seluruh desa-desa yang ada di Aceh
saat ini dan menjadi penghalang besar<br />
bagi pembinaan masyarakat jika tidak<br />
adanya sebuah perangkat hukum yang<br />
sifatnya memaksa.<br />
Ketiga, rendahnya kesadaran masyarakat<br />
Aceh terutama di desa-desa<br />
untuk mempelajari agama bila tanpa<br />
pembebanan yang bersifat memaksa.<br />
Jangankan urusan agama, untuk mengurus<br />
KTP, KK (Kartu Keluarga), dan<br />
Akte Kelahiran saja, masih harus dipaksa.<br />
Saat ini, banyaknya orang tua<br />
yang sibuk mengurus Akte Kelahiran<br />
anaknya disebabkan adanya peraturan<br />
sekolah yang mengharuskan siswa<br />
baru melampirkan Akte Kelahiran.<br />
Drs. H. Ramlan<br />
Kepala Kankemenag Banda Aceh<br />
Drs. H. Hamdan<br />
Kepala Kankemenag Aceh Tengah<br />
Drs. H. Julaidi Kasem<br />
Kepala Kankemenag Nagan Raya<br />
Drs. H. Asy’ari<br />
Kepala Kankemenag Aceh Selatan<br />
Drs. H. Faisal Hasan<br />
Kepala Kankemenag Aceh Timur<br />
Drs. H. M. Daud Hasbi, M.Ag<br />
Kepala Kankemenag Kota Lhokseumawe<br />
Harapan<br />
Pertama, persyaratan sertifikat<br />
nikah mestinya menjadi salah satu<br />
metode untuk memperbaiki kualitas<br />
pengetahuan calon pengantin sehingga<br />
perlu didukung oleh semua lapisan<br />
masyarakat terutama para pengambil<br />
kebijakan. Kedua, persyaratan tersebut<br />
bukanlah momok yang menakutkan<br />
karena materi yang diuji sangat<br />
mendasar dan seharusnya tidak ada<br />
yang tidak lulus jika bimbingan diikuti<br />
dengan serius.<br />
Ketiga, dengan adanya persyaratan<br />
tersebut, akan menimbulkan sikap<br />
sungguh-sungguh bagi calon pengan-<br />
Kepala-Kepala Kantor <strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong><br />
Kabupaten/Kota dalam <strong>Prov</strong>insi Aceh<br />
Mengucapkan Selamat dan Sukses atas Pelantikan<br />
<strong>Santunan</strong> NOVEMBER <strong>2011</strong><br />
Opini<br />
tin. Keempat, perlu adanya pembebanan<br />
yang bersifat mengikat dan memaksa<br />
agar persyaratan tersebut tidak<br />
diremehkan.<br />
Dan ke kelima; perlunya penyusunan<br />
buku yang memuat dan merangkum<br />
materi-materi dasar tersebut<br />
untuk diberikan kepada calon pengantin<br />
yang akan mengikuti bimbingan<br />
di KUA. Selamat menempuh hidup<br />
baru, moga Allah memberkati Anda<br />
berdua, barakallahu lakuma wabarik<br />
‘alaikuma.n<br />
Penulis adalah Staf KUA Kecamatan<br />
Lapang Kemenag Kabupaten Aceh<br />
Utara<br />
Drs. H. Ibnu Sa’dan, M.Pd<br />
Sebagai Kepala Kantor Wilayah <strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong> <strong>Prov</strong>insi Aceh<br />
Oleh Menteri <strong>Agama</strong> Republik Indonesia<br />
Drs. H. Suryadharma Ali, M.Si<br />
Hari Senin, 24 Oktober <strong>2011</strong> di Oproom Kantor <strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong> RI Jakarta<br />
Semoga dalam melaksanakan tugas selalu mendapat petunjuk dan hidayah Allah swt.<br />
Terima kasih kepada<br />
Drs. H. A. Rahman TB, Lt<br />
yang telah mendermabaktikan tenaga dan pikirannya sebagai<br />
Kepala Kanwil Kemenag <strong>Prov</strong>insi Aceh 2007-<strong>2011</strong><br />
Drs. Salahuddin<br />
Kepala Kankemenag Aceh Besar<br />
Drs. Salman Arifin, M.Ag<br />
Kepala Kankemenag Kota Sabang<br />
Drs. Hj. Mirati<br />
Kepala Kankemenag Simeulue<br />
Drs. Hasan Basri<br />
Plt. Kepala Kankemenag Gayo Lues<br />
H. Zulkifli Idris<br />
Kepala Kankemenag Aceh Utara<br />
Drs. H. M. Yunus Ibrahim, M.Pd<br />
Kepala Kankemenag Kota Langsa<br />
Drs. M. Djakfar M. Nur<br />
Kepala Kankemenag Pidie<br />
Drs. H. Amiruddin Husein. MA<br />
Kepala Kankemenag Aceh Jaya<br />
H. Syarbaini, SH<br />
Kepala Kankemenag Aceh Barat Daya<br />
Drs. Jauharuddin<br />
Kepala Kankemenag Aceh Tenggara<br />
Drs. Amrun Saleh<br />
Kepala Kankemenag Bener Meriah<br />
Rislizar Nas, S.Ag<br />
Kasubbag TU Kankemenag Kota Subulussalam<br />
Drs. H. Zulhelmi A. Rahman, M.Ag<br />
Kepala Kankemenag Bireuen<br />
Drs. H. M. Arif Idris, MA<br />
Kepala Kankemenag Aceh Barat<br />
Drs. H. Herman<br />
Kepala Kankemenag Aceh Singkil<br />
H. T. Helmi, Sm. Hk., S.Ag.<br />
Kepala Kankemenag Aceh Tamiang<br />
Drs. Ilyas Muhammad<br />
Plt. Kepala Kankemenag Pidie Jaya<br />
37
Opini<br />
Mau Fasilitas Lebih, Haji Plus Aja<br />
ini anggota Dewan,<br />
masa fasilitasnya begini,<br />
“Saya<br />
kami mau pindah ke maktab<br />
lain yang lebih bagus,” suara di ujung<br />
telepon itu mengagetkan salah seorang<br />
pegawai <strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong>. Dari<br />
Makkah, suara itu berasal, dengan nada<br />
membentak-bentak pula, dilakukan<br />
oleh seorang jamaah haji yang mengaku<br />
sebagai pejabat.<br />
Di lain waktu petugas dikagetkan<br />
oleh berita di media massa yang<br />
memberitakan ada jamaah haji yang<br />
diterlantarkan di Embarkasi Sultan<br />
Iskandar Muda Banda Aceh, sumber<br />
berita berasal dari seorang jamaah<br />
yang merupakan pengusaha terkenal<br />
di Banda Aceh. Terlepas benar tidaknya<br />
laporan “gelap” tersebut, namun cukup<br />
mengganggu konsentrasi petugas yang<br />
sedang bekerja.<br />
Komplain jamaah haji tiap tahun<br />
jadi makanan petugas dan <strong>Kementerian</strong><br />
agama secara keseluruhan, kalau ditelusuri<br />
lebih jauh, umumnya komplain<br />
berlebihan yang bahkan ada yang mengarah<br />
kepada demonstrasi tersebut,<br />
diprovokasi oleh jamaah yang berlatar<br />
belakang; Pejabat, Pengusaha, dan Jamaah<br />
yang sudah haji berkali-kali.<br />
Pejabat karena tabiatnya yang<br />
ingin dilayani, hingga ke tanah suci<br />
pun masih membawa jabatannya yang<br />
sementara itu. Pengusaha alias orang<br />
kaya yang dengan duitnya merasa<br />
mampu membeli berbagai fasilitas,<br />
selalu mau dilayani sesuai kehendak<br />
hatinya. Sedangkan jamaah yang sudah<br />
haji berkali-kali dapat membandingkan<br />
pelayanan yang diterimanya dari tahun<br />
ke tahun. Kalau ada yang kurang,<br />
segera melayangkan protes. “Tahun ini<br />
kok pelayanannya tidak sebagus tahun<br />
kemarin?” begitulah kira-kira nadanya,<br />
walau tidak persis.<br />
Salah Kaprah<br />
Ada yang aneh bin ajaib dengan<br />
mereka yang suka dilayani tersebut,<br />
Oleh Mulyadi Nurdin, Lc<br />
sudah tau haji itu perjuangan,<br />
pengorbanan, masih saja mau berlagak<br />
macam orang berwisata dengan<br />
fasilitas serba wah. Katakanlah mau<br />
bayar berapa pun asal dilayani sepuas<br />
hati, Pemerintah sebenarnya sudah<br />
menyediakan fasilitas untuk itu melalui<br />
“haji Plus”, haji dengan standar hotel<br />
bintang lima. Haji Plus yang dikelola<br />
oleh biro perjalanan swasta tersebut<br />
memang bebas menggunakan fasilitas<br />
yang diinginkan seperti hotel dan jadwal<br />
yang bisa diatur suka-suka orang yang<br />
punya duit, tentu saja dengan biaya<br />
yang lebih tinggi.<br />
Biar lebih mudah dipahami, kita<br />
contohkan saja “Haji reguler” itu<br />
sebagai kereta api kelas ekonomi,<br />
yang penumpangnya berdesakan, atau<br />
semacam bus Damri atau Robur yang tiap<br />
hari bolak-balik ke kampus Darussalam,<br />
sedangkan “haji plus” itu umpama bus<br />
AC Non-Stop seat 2-1 yang memberikan<br />
pelayanan prima kepada penumpangnya,<br />
kalau pelayanannya kurang memuaskan<br />
boleh telpon kantor, dan sopir pun akan<br />
dipecat. Tapi kalau naik Robur, jangan<br />
coba-coba telpon kantor ketika anda<br />
tidak mendapatkan tempat duduk.<br />
Tamsilan di atas belum dipahami<br />
secara utuh oleh orang yang hobbynya<br />
protes ketika orang lain sedang khusyuk<br />
ibadah, masa ngakunya pejabat tapi<br />
naik haji masih menggunakan fasilitas<br />
rakyat jelata, atau tidak malu mengaku<br />
pengusaha sedangkan naik haji masih<br />
menggunakan fasilitas orang miskin?.<br />
Seharusnya orang yang mengakungaku<br />
dirinya pejabat harus malu<br />
38 <strong>Santunan</strong> NOVEMBER <strong>2011</strong><br />
menggunakan kuota rakyat banyak,<br />
karena pelayanan disana hanya standar<br />
ekonomi, seharusnya mereka segera<br />
pesan nomor porsi haji orang kaya (haji<br />
plus) supaya bisa berangkat bareng artis<br />
ibukota dengan fasilitas hotel Hilton<br />
bintang lima disertai oleh guide yang<br />
mahir dan fasih berbahasa Arab.<br />
Bagi rakyat jelata, naik haji adalah<br />
ibadah, tidak ada waktu untuk protes<br />
sana protes sini. Bagi mereka hadir di<br />
tanah suci merupakan kemuliaan yang<br />
tidak mau dikotori oleh pikiran-pikiran<br />
picik dan selalu mencari kesalahan<br />
orang lain.<br />
Dalam manasik pun sering<br />
disampaikan supaya di tanah suci<br />
tidak boleh bertengkar, berkata tidak<br />
senonoh, apalagi bermusuhan. Rakyat<br />
kecil seringkali taat pada pesan tersebut.<br />
Lain halnya bagi sebagian elit yang<br />
bisanya hanya menggunakan fasilitas<br />
rakyat karena pelit mengeluarkan duit<br />
lebih.<br />
Selama haji memang dibenarkan<br />
untuk wisata, di sela-sela ibadah<br />
diperkenakan mengunjungi tempattempat<br />
bersejarah, plus belanja aneka<br />
oleh-oleh dan souvenir dari tanah<br />
suci, walaupun dalam hadiah dari Arab<br />
tersebut kadang-kadang tertulis “made<br />
in Indonesia”.<br />
Namun perlu diingat, gaya wisata<br />
orang miskin dengan orang kaya<br />
tidaklah sama, bagi orang kaya pasti<br />
menginginkan lebih, sedangkan orang<br />
miskin cenderung lebih qana’ah. Selama<br />
masih mencampurkan diri dengan orang<br />
miskin, fasilitas yang didapatkan sampai<br />
kiamat pun tidak akan memuaskan.<br />
Kalau memang anda banyak duit,<br />
ingin haji tiap tahun, dan ingin fasilitas<br />
memuaskan, jangan salahkan si Ana dan<br />
si Anu, jangan pelit, daftarkan aja diri<br />
anda dan keluarga ke haji plus. Mahal?<br />
Tentu saja, kan Anda banyak duit? n<br />
Penulis adalah Penyuluh <strong>Agama</strong><br />
Islam Fungsional Kemenag Kab.<br />
Aceh Besar.
Ketika harus membuat tulisan ini,<br />
lama saya berdiskusi, berdialog<br />
dengan sekian banyak masalah<br />
yang bermunculan. Di tengah orang<br />
sibuk berseteru soal boleh tidaknya<br />
calon perseorangan dalam Pilkada di<br />
Aceh, atau di tengah carut marutnya<br />
kondisi sosial perpolitikan, justru kali<br />
ini saya tidak ingin terjebak dalam<br />
situasi politik itu. Biarlah masalah itu<br />
urusan para elite untuk bertarung siapa<br />
yang bakal menguasai Aceh lima tahun<br />
ke depan.<br />
Setelah hampir satu jam saya<br />
berdiskusi, berdiolog dengan batin dalam<br />
larut malam terhadap sekian banyak<br />
masalah yang makin bermunculan,<br />
akhirnya saya ingat pada sebuah tradisi<br />
yang hilang, yang belum lama ini<br />
dicanangkan kembali oleh <strong>Kementerian</strong><br />
<strong>Agama</strong> Suryadhama Ali di Banda Aceh.<br />
Yaitu mengihidupkan kembali tradisi<br />
mengaji selepas megrib, lewat Gerakan<br />
Masyarakat Megrib Mengaji (GM3) di<br />
<strong>Prov</strong>insi Aceh.<br />
Tradisi itu memang telah terbukti<br />
menjadi kunci dari segala pembentukan<br />
watak anak manusia dalam menguasai<br />
dasar ilmu agama yang tidak boleh<br />
dinafikan. Dulu, sebelum kemajuan<br />
sepesat ini, anak-anak begitu lugu<br />
dan jujur. Mereka jujur terhadap<br />
dirinya, lingkungannya, dan orang lain.<br />
Kejujuran itu terbentuk dari dasar paling<br />
sederhana, sesuai peralatan hidup yang<br />
belum canggih ketika itu.<br />
Tiap kita melewati lorong-lorong<br />
desa sehabis megrib dulu, yang<br />
terdengar adalah suara “anakum” saling<br />
bertautan dari rumah ke rumah. Anakanak<br />
begitu yakin mengaji di rumah<br />
Tgk. Luwi (seorang Tgk. Gampong) yang<br />
mengajar ngaji anak-anak tanpa pamrih.<br />
Seusai ngaji, mereka diajarkan berbagai<br />
hafalan doa dan praktek akidah sebagai<br />
Tradisi Anakum<br />
Tinggal Kenangan<br />
Oleh Nab Bahany As<br />
dasar pembentukan pribadi, sekaligus<br />
bekal jadi pegangan hidup mereka<br />
ketika dewasa kelak.<br />
Sejak kecil, anak-anak dulu sudah<br />
ditanamkan berbagai pemahaman<br />
agama. Malam hari mereka ngaji di<br />
rumah-rumah teungku gampong.<br />
Siangnya sekolah di Madrasah dengan<br />
mata pelajaran yang sangat relevan dari<br />
apa yang didapatkan di tempat pengajian<br />
di rumah-rumah teungku gampongnya<br />
masing-masing.<br />
Dulu, begitu anak-anak masuk<br />
Madrasah, yang pertama sekali diajarkan<br />
adalah: “Innama Buistu Liutambima<br />
Makarimal Akhlak” (Hanyasanya, aku<br />
ini diutuskan untuk menyempurnakan<br />
budi pekerti dan akhlak manusia yang<br />
mulia). Hadis ini begitu terhafal di<br />
kalangan anak-anak dulu. Hampir<br />
tak ada anak-anak yang sekolah di<br />
Madrasah dulu yang tidak mengetahui<br />
maksud Hadis ini. Itu tercermin dari<br />
pergaulan keseharian mereka, bahwa<br />
Hadis tersebut telah menjadi dasar<br />
pembentukan budi pekerti mereka<br />
dalam hidup sehari-hari.<br />
Kini segalanya telah burubah. Desa<br />
yang dulu riyuh dengan “nyanyian<br />
anakum” sehabis megrib di gamponggampong<br />
telah berganti sinetron “Cinta<br />
Fitri”. Anak-anak yang dulu hafal segala<br />
rukun ibadah, kini berganti hafalan<br />
nyanyian “keong racun”. Rumah Tgk.<br />
Luwi yang dulunya semarak dengan<br />
“aleh ba ta sa” dan hafalan “soal, jika kita<br />
ditanyai orang, berapa perkara rukun<br />
Salat itu” sebagai salah satu dari isi kitab<br />
masa-ilal musftadi (sebuah kitab dasar)<br />
yang mengajarkan anak-anak untuk<br />
memahami segala rukun ibadah yang<br />
wajib diketahui untuk dilaksanakan<br />
oleh setiap anak muslim. Suasana itu<br />
kini hanya tinggal kenangan. Karena<br />
anak-anak kini lebih suka berkumpul<br />
<strong>Santunan</strong> NOVEMBER <strong>2011</strong><br />
Kolom Budaya<br />
di depan TV menunggu tayangan siaran<br />
idolanya masing-masing.<br />
Bila anak-anak dulu lebih hafal nama<br />
malaikat 10 dengan tugasnya masingmasing<br />
yang dinazamkan dalam bentuk<br />
syair-syair Aceh, dan nama Nabi 25<br />
yang wajib diketahui oleh anak-anak<br />
sejak usia dini, sekarang anak-anak<br />
lebih ingat dengan nama-nama artis<br />
ibukota. Anak-naka yang dulu demikian<br />
lancar menghafal sifat 20 sebagai sifat<br />
Tuhan yang wajib diketahui oleh setiap<br />
anak muslim, kini mereka lebih pintar<br />
menghafal jadwal susunan acara TV<br />
yang selalu menjadi pantauannya.<br />
Betapa telah sunyi suara “anakum”<br />
di rumah kita di gampong-gampong<br />
yang dulunya pernah marak di bawah<br />
sinar panyet ceulot dengan tradisi<br />
pengajian anak-anak yang begitu tulus<br />
bejajar ilmu agama. Sekarang, setelah<br />
sinar listrik menerangi lorong-lorong<br />
desa, pancaran ilmu agama pun menjadi<br />
redup terkalahkan oleh silaunya lampu<br />
merkury yang menerangi jurong-jurong<br />
gampong sebagai program listrik masuk<br />
desa.<br />
Dulu, ketika usia saya masih tujuh<br />
tahun pada tahun 1971, pada saat<br />
hampir semua tatanan hidup masih<br />
serba tradisional, kehidupan desa begitu<br />
indah dengan warna-warni religius.<br />
Begitu azan magrib berkumandang,<br />
anak laki-laki telah siap dengan peci dan<br />
kain sarung menuju ruman teungku<br />
masing-masing atau ke Menasah<br />
untuk belajar ngaji. Begitu pula anak<br />
39
Kolom Budaya<br />
perempuan, menjelang magrib mereka<br />
telah siap dengan selendang panjang<br />
dan pinggangan sarung menuju rumah<br />
teungku ngajinya masing-masing.<br />
Biasanya, bagi anak perempun sehabis<br />
ngaji langsung nginap di rumah<br />
teungku. Mereka pulang esok pagi<br />
setelah Salat subuh untuk membantu<br />
rutinits keluarga sebelum berangkat<br />
sekolah.<br />
Batapa kita merindukan tradisi<br />
belajar ngaji seperti itu dapat tumbuh<br />
kembali di gampong-gampong di Aceh.<br />
Anak-anak yang belajar ngaji di rumahrumah<br />
teungku di gampong dulu,<br />
mereka biasanya diajarkan milai dari<br />
Quran ubeut (jusamma) sampai bisa<br />
membaca Quran rayek (Quran 30 jus),<br />
kemudian dilanjutkan dengan belajar<br />
kitab fihq dasar masa-ilal musftadi<br />
sebagai awal dari pemahaman hukum<br />
agama yang harus diketahui oleh setiap<br />
anak Islam.<br />
Dari situlah sebenarnya dasar<br />
pembentukan pribadi setiap anak<br />
muslim yang akan menentukan sikap<br />
dan tingkah laku, serta budi pekerti<br />
yang akan akan menjadi cerminan<br />
moral ketika ia dewasa kelak. Adakah<br />
pemahaman dasar keagamaan ini masih<br />
tertanam dalam diri anak-anak kita<br />
sekarang? Kita boleh saja merindukan<br />
tradisi belajar ngaji anak-anak untuk<br />
kembali seperti dulu di Aceh. Dan<br />
<strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong> juga boleh saja<br />
mengharapkan Gerakan Masyarakat<br />
Magrib Mengaji di Aceh menjadi pailot<br />
projek bagi semua <strong>Prov</strong>insi lainnya di<br />
Indonesia.<br />
Tapi yang harus disadari,<br />
mengembalikan masyarakat dalam<br />
tradisi pola hidup 40 tahun yang<br />
lalu bukan pekerjaan gampang. Tak<br />
usah jauh, untuk mengembalikan<br />
tradisi peran Geuchik dan fungsi<br />
Mukim saja di Aceh saat ini demikian<br />
susah, setelah tradisi itu dirusak oleh<br />
Undang-Undang No. 5 Tahun 1979<br />
tentang penyeragaman Pemerintahan<br />
Desa semasa Orde Baru. Sampai hari<br />
ini kita masih belum berhasil untuk<br />
mengembalikan fungsi Geuchik dan<br />
peran Imum Mukim seperti sediakala<br />
di Aceh. Meskipun Qanun tentang<br />
pengakatan dan pemberhentian<br />
Geuchik dan Mukim telah disahkan,<br />
namun Qanun tersebut masih sangat<br />
lemah dalam mengembalikan tradisi<br />
kepemimpinan Geuchik dan Mukim di<br />
Aceh.<br />
Pak Suryadharma Ali boleh<br />
mengharapkan Aceh bisa menjadi<br />
pailaot projek Gerakan Masyarakat<br />
Mengrib Mengaji untuk daerah lain<br />
di Indonesia. Tapi tidak dengan sertamerta<br />
pencanangan GM3 ini, besok<br />
lusa dapat langsung diterapkan di Aceh.<br />
Sebab, yang harus disadari, dalam<br />
perjalanan waktu selama 40 sebelumnya<br />
hingga hari ini, tatanan pola hidup<br />
masyarakat di Aceh sudah demikian<br />
jauh berubah. Di tahun 1970-an tradisi<br />
megrib mengaji adalah keharusan bagi<br />
anak-anak sebagaimana yang telah kita<br />
gambarkan di atas.<br />
Namun dalam pola hidup hari ini,<br />
<strong>Majalah</strong> <strong>Santunan</strong><br />
Kantor Wilayah <strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong> <strong>Prov</strong>insi Aceh<br />
Mengucapkan Selamat dan Sukses atas Pelantikan<br />
Drs. H. Ibnu Sa’dan, M.Pd<br />
Sebagai Kepala Kantor Wilayah <strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong> <strong>Prov</strong>insi Aceh<br />
Oleh Menteri <strong>Agama</strong> Republik Indonesia<br />
Drs. H. Suryadharma Ali, M.Si<br />
Senin, 24 Oktober <strong>2011</strong> di Oproom Kantor <strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong> RI<br />
Jakarta<br />
Semoga selalu mendapat petunjuk dan hidayah Allah SWT<br />
Terima kasih kepada<br />
Drs. H. A. Rahman TB, Lt<br />
yang telah mendermabaktikan tenaga dan pikirannya sebagai Kepala<br />
Kanwil Kemenag <strong>Prov</strong>insi Aceh 2007-<strong>2011</strong><br />
Juniazi, S.Ag<br />
Pemimpin Redaksi<br />
40 <strong>Santunan</strong> NOVEMBER <strong>2011</strong><br />
dengan Swalayan dan café-café yang<br />
terus bermunculan hingga ke desa-desa,<br />
telah membuat anak-anak dan remaja<br />
kita kini lebih suka menghabiskan waktu<br />
megrib di tempat-tempat itu, daripada<br />
mereka menghabiskan waktunya di<br />
rumah-rumah teungku di gampong<br />
untuk belajar ngaji. Dalam pola hidup<br />
seperti itu bagaimana kita harus<br />
mengembalikan tradisi megrib mengaji<br />
di Aceh. Dan kita tak bisa bayangkan,<br />
bila saat ini pola hidup anak-anak kita<br />
sudah demikian merisaukan, bagaimana<br />
untuk 10 atau 20 tahun ke depan.<br />
Generasi seusia saya seusia saya saat<br />
ini mungkin termasuk generasi terakhir<br />
yang masih beruntung, karena masa<br />
kanak-kanaknya dulu masih sempat saya<br />
habiskan dalam tradisi “anakum” yang<br />
masih berlaku di tahun-tahun 1970-an.<br />
Sehingga sedikit banyak—mengskipun<br />
tidak pernah nyantri (meudagang) di<br />
dayah—dasar-dasar agama yang pernah<br />
diajarkan Tgk. Luwi dan Tgk. Sami’un<br />
dulu telah menjadi bekal pegangan<br />
dalam mengendalikan kemajuan hidup<br />
sekarang ini.<br />
Sekiranya masa kecil saya dibesarkan<br />
di era akhir 1980-an, mungkin saya<br />
tak akan pernah tahu berapa jumlah<br />
rukun iman, dan tak pernah akan<br />
bisa menghafal sifat Tuhan yang wajib<br />
diketahui, serta mingkin saya tak akan<br />
pernah bisa hafal siapa nama-nama<br />
Nabi 25 dan nama-mana Malaikat 10<br />
yang mesti diketahui sebagai seorang<br />
anak muslim. Sebab, bagi anak-anak<br />
yang lahir dalam era 1980-an, tradisi<br />
pendidikan keagamaan di Aceh telah<br />
mengalami perubahan yang sangat<br />
mendasar.<br />
Sekolah-sekolah agama (Madrasah)<br />
yang sebelumnya mengajarkan 70<br />
persen materi pelajaran agama,<br />
memasuki tahun 1980-an kurikulum<br />
Madrasah dirubah menjadi 70 persen<br />
pelajaran umum dan 30 pelajaran<br />
agama. Sehingga, mata pelajaran<br />
agama di sekolah Madrasah, seperti<br />
tafsir-hadis, aqidah-akhlak, imsyak dan<br />
imlak, tauhid dan nahu’ saraf, dengan<br />
sendirinya dihilangkan sebagai mata<br />
perajaran agama di sekolah-sekolah<br />
Madrasah. Mungkin disitulah awal<br />
dari akibat terjadinya kemerosotan<br />
pendidikan agama bagi anak didik kita<br />
dewasa ini. n<br />
Penulis, budayawan, tinggal di<br />
Banda Aceh.
Mikroskop merupakan alat bantu utama dalam melakukan<br />
pengamatan dan penelitian dalam bidang biologi, karena<br />
dapat digunakan untuk mempelajari struktur benda-benda<br />
yang kecil. Tanpa bantuan mikroskop, maka untuk mengamati bagianbagian<br />
sel dan jaringan dengan jelas dan rinci tidak dapat dilakukan.<br />
Mikroskop dapat membuat objek pengamatan yang kecil terlihat besar.<br />
Untuk mengantisipasi kondisi keterbatasan mikroskop yang tersedia<br />
di sekolah, pada bulan Juli <strong>2011</strong>, saya memperkenalkan mikroskop<br />
sederhana dari botol plastik kepada siswa MAN Model Banda Aceh.<br />
Untuk mengetahui keberhasilan pembuatan dan penggunaan<br />
mikroskop sebagai alat pembelajaran pada pengamatan sel bawang<br />
merah, saya melakukan penelitian pada siswa kelas X6 tahun pelajaran<br />
<strong>2011</strong>/2012.<br />
Hasil penelitian menunjukkan 86,1% siswa berhasil membuat<br />
mikroskop sederhana dengan terampil dan rapi. Siswa berhasil<br />
menggunakannya dengan terampil dan hasil pengamatannya jelas.<br />
Berikut teknik pembuatan mikroskop sederhana dari botol plastik<br />
Langkah 1:<br />
• Pilih botol plastik minuman dengan motif aluran melingkar<br />
• Gunting botol pada bagian pinggir aluran yang cembung dan sisakan<br />
tiga aluran.<br />
Langkah 2:<br />
• Tandai garis belahan simetris pada kedua sisi botol plastik<br />
Langkah 3:<br />
• Gunting pada bagian antara kedua garis.<br />
• Gunting pada bagian pinggir aluran cembung sampai batas antara<br />
garis sisi lainnya.<br />
• Sisakan satu bagian alur cembung yang di tengah.<br />
Langkah 4:<br />
• Potong bagian alur tiga tepat pada garis belahan simetris yang telah<br />
ditandai.<br />
Langkah 5:<br />
• Lipat bagian alur satu ke bagian alur tiga sampai ke bagian bawahnya<br />
dan lipat lagi.<br />
• Potong bagian ujung alur satu sepanjang 2 cm untuk lensa<br />
Sains<br />
Mikroskop dari Botol<br />
Oleh Dra. Elli Arianti, M.Pd<br />
<strong>Santunan</strong> NOVEMBER <strong>2011</strong><br />
penutup.<br />
• Bentuk lensa okuler pada alur satu bagian yang cembung dengan<br />
panjang 2 cm dan berjarak 1,5 cm dari batas lipatan antara alur<br />
tiga.<br />
• Bentuk bulatan kecil dan tidak dihitamkan sebagai lensa okuler,<br />
sedangkan yang lainnya dihitamkan dengan spidol permanen warna<br />
hitam secara merata.<br />
Langkah 6:<br />
• Mikroskop sederhana dari botol palstik minuman telah selesai dan<br />
siap untuk digunakan.<br />
Cara Menggunakan Mikroskop Sederhana dari Botol Plastik<br />
Minuman pada<br />
Pembelajaran Pengamatan Sel Bawang Merah<br />
Langkah 1:<br />
• Balikkan bagian alur tiga pada posisi cekung dan teteskan air pada<br />
bagian alur tengah.<br />
• Letakkan prefarat yang akan diamati (kulit ari bawang merah yang<br />
sangat tipis), kemudian tutup dengan potongan plastik yang telah<br />
dipotong untuk lensa penutup.<br />
• Prefarat harus tepat di bawah lensa okuler.<br />
Langkah 2:<br />
• Balikkan alur tiga pada posisi cembung.<br />
• Lipat alur satu ke atas alur tiga.<br />
• Tetesi air dengan menggunakan lidi atau congkel gigi di atas bulatan<br />
yang tidak diwarnai fungsi sebagai lensa okuler.<br />
• Arahkan ke tempat cahaya dan amati prefarat melalui bulatan lensa<br />
okuler.<br />
• Sambil diamati gerakkan alur satu perlahan-lahan untuk<br />
mendapatkan hasil pengamatan (seperti fungsi skrup kasar pada<br />
mikroskop sebenarnya).<br />
• Untuk melihat bayangan benda lebih luas, gerakkan alur satu ke<br />
samping kiri atau kanan. n<br />
Penulis adalah Guru Biologi MAN Model Banda Aceh, Pemenang<br />
I Lomba Karya Ilmiah Guru ( LKIG) Bidang Ilmu Pengetahuan<br />
Alam dan Teknologi yang diselenggarakan oleh LIPI th. <strong>2011</strong><br />
41
Konsultasi BP4<br />
Diasuh oleh Drs. H. Abdul Gani Isa, SH., M.Ag. (Ketua BP4 <strong>Prov</strong>insi Aceh)<br />
Assalamu’alaikum wr. wb.<br />
Pengasuh yang terhormat.<br />
Saya menikah enam tahun lalu di<br />
sebuah tempat di Aceh. Tidak seperti<br />
pasangan lain yang menikah secara<br />
terbuka dan disaksikan orang banyak,<br />
pernikahan kami agaknya sangat rahasia.<br />
Bahkan sengaja dirahasiakan,<br />
de-ngan alasan agar orang lain tidak<br />
tahu, sekali pun dihadapan orang tua<br />
dan saksi. Sebab saya istri keduanya,<br />
istri pertamanya sudah diceraikan.<br />
Namun sekarang terbukti bahwa suami<br />
saya masih terikat nikah dengan istri<br />
pertamanya. Meski demikian saya tidak<br />
mempersoalkan, yang saya butuhkan<br />
sekarang adalah buku nikah, sebagai<br />
bukti bahwa saya adalah istrinya, apalagi<br />
sampai saat Ini kami sudah dikaruniai<br />
oleh Allah, dua putra putri.<br />
Pertanyaan saya, pertama, bagaimana<br />
hubungan saya selanjutnya dengan<br />
suami, karena sampai saat ini saya tidak<br />
memiliki buku nikah. Kedua, bagaimana<br />
dengan nafkah anak, termasuk biaya<br />
pendidikan. Jawaban bapak pengasuh<br />
sangat saya harapkan, setidaknya memberikan<br />
petunjuk kepada saya agar<br />
suami saya tetap bertanggungjawab<br />
memberikan kewajiban berupa nafkah<br />
dan biaya lainnya, karena akhir-akhir<br />
ini sudah jarang pulang, bahkan nafkah<br />
pun hampir terlupakan<br />
Wassalam<br />
Hamba Allah<br />
di Lhokseumawe<br />
Wa’alaikumussalam wr. wb.<br />
Anda di samping termasuk salah<br />
seorang yang beruntung, dan juga bernasib<br />
kurang baik. Dikatakan beruntung<br />
karena Anda sudah punya suami dan<br />
anak. Dikatakan bernasib kurang baik<br />
karena anda termasuk salah seorang<br />
korban karena tidak memiliki legalitas<br />
berupa Kutipan Buku Akta Nikah.<br />
Pengasuh juga masih bersyukur bahwa<br />
pernikahan anda dengan suami anda<br />
enam tahun lalu di hadapan orang<br />
tua Anda dan juga dihadiri saksi. Bila<br />
pernikahan yang Anda lakukan benar<br />
Nikah, Kenapa Rahasia?<br />
seperti yang Anda utarakan, Anda<br />
masih masuk dalam kelompok diridhai<br />
Allah. Jika tidak, Anda dan suami Anda<br />
termasuk orang-orang yang dimurkai<br />
Allah. Artinya bila dalam akad nikah<br />
dulu tidak ada wali, tidak ada saksi, Anda<br />
dikatakan telah melakukan mesum alias<br />
berzina, dan anak pun akan disebut<br />
anak zina, na’uzublllah min dzalik.<br />
Mengapa pernikahan Anda dirahasiakan?<br />
Sudah diketahui secara umum<br />
bahwa pernikahan dirahasiakan biasanya<br />
karena pertama, pernikahan itu<br />
tanpa ada wali, maka disembunyikan,<br />
agar tidak ada hambatan dalam pelaksanaannya.<br />
Harus pula diakui pernikahan<br />
tanpa wali tidak sah, sesuai sabda<br />
Rasulullah Saw, “la nikaha lIIa bi<br />
waliyyin,” Tidak sah suatu pernikahan<br />
tanpa wali, (HR.Bukhari MusIIm, lebih<br />
lanjut periksa Asy-Syawkani, Naylul<br />
Awthar, juz VI: 230, hadits ke 2.648).<br />
Dalam hadits dari ‘Aisyah ra disebutkan,<br />
“Wanita mana saja yang menikah tanpa<br />
seizin walinya, maka nikahnya batal,<br />
nikahnya batal, nikahnya batal,” (HR.<br />
Bukhari Muslim. Asyawkani, Naylul<br />
Awthar, juz VI: 230).<br />
Kedua, pernikahan yang sah secara<br />
agama/syariat namun tidak di hadapan<br />
PPN (Pegawai Pencatat Nikah) dan tidak<br />
dicatat. Tidak dicatat karena beberapa<br />
sebab antara lain karena, takut diketahui<br />
orang atau disebabkan yang bersangkutan<br />
istri kedua dari suaminya<br />
PNS atau wanita itu sendiri sebagai<br />
istri sebagai PNS, sehingga orang tak<br />
tahu bahwa ia sudah melanggar aturan<br />
Negara. Menurut UU No. 1 Tahun 1974<br />
tentang Perkawinan menyebutkan,<br />
bahwa perkawinan dianggap sah bila<br />
perkawinannya dicatat.<br />
Selain alasan tadi, bisa juga karena<br />
faktor lainnya, untuk menjaga hal-hal<br />
yang seharusnya tidak terjadi, seperti<br />
karena berbeda status sosialnya, yang<br />
diperkirakan mendapat celaan dari<br />
warga masyarakat bila pernikahannya<br />
diketahui orang banyak. Namun bila<br />
kita jujur dan mengikuti Rasul saw.,<br />
seyogianya pernikahan itu harus di-<br />
42 <strong>Santunan</strong> NOVEMBER <strong>2011</strong><br />
umumkan sehingga khalayak ramai<br />
tahu, dan Insya Allah terhindar dari<br />
fitnah. Rasulullah saw. bersabda yang<br />
artinya,” Adakan walimah walau seekor<br />
kambing,” (HR.Bukhari dan MusIIm).<br />
Pernikahan yang tak Dicatat<br />
Pernikahan tidak dicatat dan tidak<br />
memiliki Kutipan Akta Nikah akan<br />
sangat merugikan istri dan anak-anaknya.<br />
Bila terjadi konflik dalam keluarga,<br />
maka istri mengalami kesulitan baik<br />
menyampaikannya ke KUA Kecamatan,<br />
atau juga melanjutkan kasusnya ke<br />
Mahkamah Syar’iyah. Hal ini seperti<br />
Anda sudah alami, apalagi Anda sudah<br />
mengetahui bahwa suami Anda<br />
memiliki istri saat menikah dengan<br />
Anda. Karena itu wajar bila selama ini<br />
suami anda jarang pulang bahkan tidak<br />
pulang sama sekali, persoalannya adalah<br />
ke mana Anda harus mengadu terutama<br />
menyangkut nafkah atau hal-hal lain<br />
berkaitan dengan masalah keluarga.<br />
Juga seorang istri akan kesulitan<br />
mendapatkan warisan bila suaminya<br />
meninggal dunia, disebabkan tidak bisa<br />
memperlihatkan surat nikah.<br />
Demikian pula imbasnya kepada<br />
anak, terutama biaya pendidikan dan<br />
nafkah lainnya, karena tidak ada bukti<br />
bahwa anak itu orang tuanya si fulan<br />
misalnya. Seorang suami bisa saja<br />
mengelak/menghindar dari kewajibannya<br />
nafkah dan tanggung jawab lainnya.<br />
Inilah kesulitan, salah satunya ketidak<br />
pastian hukum, seperti sudah pengasuh<br />
jelaskan sebelumnya, bila pernikahan<br />
seseorang tidak dicatat sesuai ketentuan<br />
perundang-undangan yang berlaku.<br />
Akhirnya pengasuh menyampaikan<br />
kepada Anda, agar senantiasa mendekatkan<br />
diri kepada Allah swt., dengan<br />
melaksanakan semua perintah, dan<br />
meninggalkan seluruh larangan-Nya,<br />
diiringi dengan doa, agar suami Anda<br />
selalu diberi petunjuk oleh Allah serta<br />
memiliki tanggung jawab kepada anda<br />
sebagai istrinya, demikian pula tanggungjawabnya<br />
terhadap anak-anaknya.<br />
Wassalamu’alaikum. n
Konsultasi Hukum Islam<br />
Diasuh oleh Drs. H. Ridwan Qari, M.Ag.<br />
Assalamu’alaikum ww.<br />
Bapak pengasuh yang terhormat.<br />
Di sekolah atau tempat tertentu, saya<br />
lihat ada masyarakat yang melaksanakan<br />
qurban secara kolektif. Uang dikumpul<br />
sedemikian rupa menurut kesanggupan<br />
dan keikhlasan, hingga mencapai harga<br />
seekor kambing, sapi dan sejenisnya.<br />
Apakah hal seperti ini dapat disebut<br />
sebagai qurban? Demikian dan atas<br />
jawaban Bapak saya ucapkan terima<br />
kasih.<br />
Erni,<br />
di Banda Aceh<br />
Jawaban:<br />
Wa’alaikumussalam wr. wb.<br />
Qurban sudah ada ketentuan mengenai<br />
jumlah orang yang berqurban<br />
untuk setiap seekor kambing/kibas,<br />
lembu, dan unta. Untuk seekor kambing,<br />
misalnya, hanya untuk qurban<br />
satu orang atau untuk satu keluarga<br />
meskipun jumlahnya banyak. Hadis<br />
taqririyyah Nabi saw.:<br />
“Pada masa Rasulullah saw. ada seseorang<br />
(suami) menyembelih seekor<br />
kambing sebagai qurban bagi dirinya dan<br />
keluarganya.”<br />
Jadi kalaupun ada qurban kolektif<br />
masyarakat atau madrasah, maka yang<br />
paling mungkin direkomendasikan<br />
untuk yang namanya qurban adalah<br />
kolektif untuk satu keluarga. Tidak<br />
untuk selebihnya.<br />
Untuk kepentingan pendidikan masyarakat<br />
sejak dini, terhadap anak sekolah<br />
misalnya, agar memiliki kepedulian<br />
terhadap lingkungannya, terutama sekali<br />
untuk warga miskin, sangat perlu dilatih<br />
Qurban Kolektif, dan buat Almarhum<br />
pembangunan jiwa sosial peserta didik<br />
tetapi bukan dengan sebutan qurban<br />
dalam arti ritual ibadah yang sudah tertentu.<br />
Dapat saja mengambil tema-tema<br />
semacam “gerakan peduli para fuqara”<br />
misalnya yang juga merupakan ibadah<br />
yang sangat-sangat penting dan relevan<br />
dengan momen ibadah qurban dengan<br />
harapan bahwa pada saat mereka dewasa<br />
nanti dan sudah memiliki penghasilan<br />
akan tumbuh dan berkembang sifat-sifat<br />
kedermawanan dan peduli lingkungan<br />
dalam kontek ritual ibadah seperti qurban,<br />
dan ibadah lainnya. Sebenarnya,<br />
memang, sifat kikir lah yang harus<br />
dibasmi dari kalangan umat Islam dengan<br />
menumbuhkan sifat peduli sebagai<br />
tanda syukur bahwa semua rezki itu<br />
datangnya dari Allah swt.<br />
Masih terkait dengan jumlah pengurban,<br />
ada riwayat lain dari Rasulullah saw.<br />
yang menerangkan bahwa, untuk seekor<br />
sapi memungkinkan untuk tujuh orang<br />
dan untuk seekor unta dimungkinkan<br />
untuk sepuluh orang. Dimungkinkan<br />
artinya adalah mungkin juga untuk satu<br />
orang dan ahli baitnya sesuai dengan<br />
kemampuan orang yang berqurban.<br />
Dari Ibnu Abbas ra, beliau bersabda:<br />
“Dahulu kami pernah bersafar bersama<br />
Rasulullah saw., lalu tiba lah hari raya<br />
<strong>Santunan</strong> NOVEMBER <strong>2011</strong><br />
Idul Adha, maka kami pun berserikat<br />
10 orang untuk qurban seekor unta.<br />
Sedangkan untuk seekor sapi, kami berserikat<br />
sebanyak tujuh orang.”<br />
Asy-Syaukani mengatakan, “Dari berbagai<br />
perselisihan ulama, yang benar<br />
qurban kambing boleh diniatkan untuk<br />
satu keluarga walau pun dalam keluarga<br />
tersebut ada 100 jiwa atau lebih,” konon<br />
lagi kalau untuk seekor sapi dan unta.<br />
Sekali lagi, bahwa bersyarikat (kolektif)<br />
dalam hal qurban dalam makna<br />
yang sebenarnya sangat terikat dengan<br />
batasan-batasan yang telah ada dari<br />
baginda Rasulullah saw. Namun dalam<br />
maknanya yang lebih luas, yaitu berupa<br />
kepedulian terhadap orang susah, tetap<br />
dapat dilakukan dan juga merupakan<br />
ibadah dalam bentuknya yang lain. Dan<br />
hal ini sangat penting bagi kemungkinan<br />
menumbuhkan semangat ber-qurban<br />
dalam arti yang sebenarnya pada saat<br />
telah memiliki kemampuan secara material<br />
dan immaterial untuk kepentingan<br />
taqarrub kepada Allah swt. melalui ibadah<br />
qurban. Semoga! Wallahu A’lam.n<br />
Assalamu’alaikum ww.<br />
Bapak pengasuh yang terhormat.<br />
Di tengah masyarakat terdapat pelaksanaan<br />
qurban untuk orang yang sudah<br />
meninggal dunia. Sebenarnya bagaimana<br />
hukumnya hal yang sedemikian dan<br />
dan sebenarnya semangat apa yang diharapkan<br />
dari kegiatan berqurban ini.<br />
Terima kasih atas jawaban Bapak.<br />
Akmal,<br />
di Bener Meriah<br />
Jawaban:<br />
Wa’alaikumussalam wr. wb.<br />
Untuk menjawab pertanyaan ini terlebih<br />
dahulu disampaikan makna hadits<br />
berikut:<br />
Aku menyaksikan bersama Nabi saw. salat<br />
43
KHI<br />
Idul Adha di mushalla (tanah lapang).<br />
Ketika selesai khutbah, beliau turun dari<br />
mimbar. Lalu dibawakan seekor kambing<br />
dan Rasulullah menyembelihnya dengan<br />
tangannya langsung dan berkata, “Bismillah<br />
wa Allahu Akbar, hadza ‘anny<br />
wa amman lam yudhahi min ummaty”<br />
(Bismillahi Allahu Akbar, ini dariku dan<br />
dari umatku yang belum menyembelih).<br />
“Sesungguhnya Rasulullah saw. meminta<br />
seekor domba bertanduk, lalu dibawakan<br />
untuk disembelih sebagai qurban. Lalu<br />
beliau berkata kepadanya (‘Aisyah), “Wahai,<br />
‘Aisyah, bawakan pisau,” kemudian<br />
beliau berkata: “Tajamkanlah (asahlah)<br />
dengan batu.” Lalu ia melakukannya.<br />
Kemudian Nabi saw. mengabil pisau<br />
tersebut dan lalu menidurkannya dan<br />
menyembelihnya dengan mengatakan:<br />
“Bismillah, wahai Allah! Terimalah dari<br />
Muhammad dan keluarga Muhammad<br />
dan dari umat Muhammad,” kemudian<br />
menyembelihnya”<br />
Hadis di atas dapat disebutkan<br />
meliputi yang masih hidup atau telah<br />
meninggal (almarhum) dari umatnya<br />
karena tidak ada rincian, apakah orang<br />
yang “tidak menyembelih qurban atau<br />
umat Muhammad” itu yang sudah<br />
meninggal dunia atau yang masih hidup.<br />
Dapat saja mencakup kedua-duanya.<br />
Namun karena tidak ada tradisi secara<br />
gamblang bahwa Nabi dan para sahabat<br />
pernah menyembelih qurban untuk<br />
orang yang sudah meninggal, maka<br />
yang paling mudah dipahami bahwa<br />
menyembelih qurban itu hanya untuk<br />
kepentingan orang yang hidup secara<br />
terencana untuk membangun hubungan<br />
sosial kepada lingkungan dengan penuh<br />
keajegan. Orang yang sudah meninggal<br />
tidak terbebani lagi untuk membangun<br />
keajegan hubungan sosial yang sama<br />
kepada orang yang hidup kecuali dari<br />
sumber “sunnah-hasanah” (lembaga atau<br />
pranata potensial) yang telah dibangunnya<br />
terdahulu pada masa hayat.<br />
Nabi saw. tidak pernah mengkhu-suskan<br />
menyembelih untuk seorang yang<br />
telah meninggal. Beliau tidak menyembelih<br />
kurban untuk Hamzah, pamannya,<br />
padahal Hamzah merupakan kerabatnya<br />
44 <strong>Santunan</strong> NOVEMBER <strong>2011</strong><br />
yang paling dekat dan dicintainya. Nabi<br />
tidak pula menyembelih kurban untuk<br />
anak-anaknya yang meninggal dimasa<br />
hidup beliau, yaitu tiga wanita yang telah<br />
bersuami dan tiga putra yang masih<br />
kecil. Nabi saw juga tidak menyembelih<br />
kurban untuk istrinya, Khadijah, padahal<br />
ia merupakan istri tercintanya. Demikian<br />
juga, tidak ada berita jika para sahabat<br />
menyembelih qurban bagi salah seorang<br />
yang telah meninggal dari keluarga yang<br />
dicintainya.<br />
Ulama memang ada yang membolehkannya.<br />
Hanbaliyah (yang mengikuti<br />
madzhab Imam Ahmad) menegaskan<br />
bahwa pahalanya sampai ke mayit dan<br />
bermanfaat baginya dengan menganalogikannya<br />
kepada sedekah. Ibnu<br />
Taimiyyah berkata, “Diperbolehkan menyembelih<br />
qurban bagi orang yang sudah<br />
meninggal sebagaimana diperolehkannya<br />
haji dan sedekah untuk orang yang<br />
sudah meninggal. Menyembelihnya dilakukan<br />
di rumah, dan tidak disembelih<br />
qurban dan yang lainnya di kuburan.”<br />
Wallahu A’lam. n<br />
Pengurus Daerah Ikatan Dai Indonesia (IKADI)<br />
Kota Banda Aceh<br />
Mengucapkan Selamat dan Sukses atas Pelantikan<br />
Drs. H. Ibnu Sa’dan, M.Pd<br />
Sebagai Kepala Kantor Wilayah <strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong> <strong>Prov</strong>insi Aceh<br />
Oleh Menteri <strong>Agama</strong> Republik Indonesia<br />
Drs. H. Suryadharma Ali, M.Si<br />
Hari Senin, 24 Oktober <strong>2011</strong> di Oproom Kantor <strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong> RI Jakarta<br />
Semoga dalam melaksanakan tugas selalu mendapat petunjuk dan hidayah Allah swt.<br />
dan terima kasih kepada<br />
Drs. H. A. Rahman TB, Lt<br />
yang telah mendermabaktikan tenaga dan pikirannya<br />
sebagai Kepala Kanwil Kemenag <strong>Prov</strong>insi Aceh 2007-<strong>2011</strong><br />
Mulyadi Nurdin, Lc.<br />
Ketua
Life Style<br />
Makanan Terbaik buat Otak<br />
Otak merupakan salah satu dari organ tubuh yang<br />
sangat vital bagi manusia dalam proses menjalani<br />
segala aktivitas kehidupan. Oleh karena itu dibutuhkan<br />
perhatian dari si pemiliknya untuk membantu<br />
melancarkan kerja otak. Berikut ada tujuh makanan terbaik<br />
yang dapat dikonsumsi untuk kebutuhan otak:<br />
Sayuran hijau<br />
Kubis, bayam dan kangkung adalah sayuran hijau yang<br />
sangat baik bagi pertumbuhan otak anak dan orang dewasa.<br />
Sayuran ini mengandung vitamin B6, B12 dan asam folat.<br />
Fungsinya untuk mampu meningkatkan daya ingat dan<br />
memproses informasi yang telah dipelajari sebelumnya.<br />
Vitamin ini dibutuhkan otak untuk mencegah penyakit<br />
lupa dan alzhelmer. Sayuran ini mudah ditemui disekitar<br />
kita. sayuran hijau juga kaya zat besi yang penting bagi<br />
tubuh.<br />
Ikan<br />
Memakan ikan sangat<br />
baik bagi otak karena mengandung<br />
banyak omega 3.<br />
Mengonsumsi ikan secara<br />
teratur ternyata dapat mengurangi<br />
resiko terkena penyakit<br />
alzhelmer. Konsumsi omega 3<br />
juga membuat suplai oksigen<br />
melimpah ke otak. Otak<br />
dapat menerima informasi<br />
baru, sekaligus memproses<br />
ingatan lama. Beberapa jenis<br />
ikan laut dengan kandungan<br />
omega 3 yang banyak dijual<br />
di pasaran Indonesia adalah<br />
ikan Tuna, Tongkol, Tenggiri,<br />
Layang, Ikan Gembung dan Ikan Lemuru, Ikan Salmon dan<br />
Ikan haring juga sangat baik, namun ikan-ikan tersebut<br />
sangat jarang dijual di Indonesia.<br />
Coklat<br />
Coklat merupakan makanan yang banyak digemari oleh<br />
semua kalangan usia. Ternyata Coklat baik dikonsumsi untuk<br />
minuman dan makanan, tidak hanya lezat tetapi juga<br />
mengandung banyak nutrisi bagi otak. Antioksidan utama<br />
dalam Coklat adalah flafonols. Zat ini berperan penting untuk<br />
meningkatkan aliran darah ke otak. Para ilmuwan telah<br />
membuktikan bahwa kandungan anti oksidan dalam coklat<br />
jauh lebih kuat dibanding yang lainnya.<br />
Telur<br />
Bertambah usia membuat otak manusia cenderung<br />
mengecil. Hal ini disebut juga brain atrophy (kerusakan sel-<br />
<strong>Santunan</strong> NOVEMBER <strong>2011</strong><br />
sel otak). Konsumsi telur secara teratur dapat mengurangi<br />
proses alami ini karena telur mengandung vitamin B12 dan<br />
Lesitin. Vitamin B12 membantu melawan efek pengecilan<br />
otak yang sering dialami para penderita Alzheimer.<br />
Kuning telur yang mengandung kolesterol ternyata<br />
berguna memiliki kolin yang berperan membangun sel<br />
otak dan meningkatkan kemampuan mengingat. Telur<br />
tidak baik dikonsumsi berlebihan, cukup mengonsumsi<br />
telur satu butir sehari.<br />
Kacang-kacangan dan biji-bijian<br />
Kacang kacangan dan biji bijian seperti kacang tanah,<br />
kacang mete, kacang kenari, dan biji bunga matahari, kaya<br />
akan omega3 dan 6, asamfolat, vitamin E dan Vitamin<br />
B6, yang membantu otak berfikir lebih cepat dan jernih.<br />
Omega3 dan 6 juga bisa menjadi anti depresan alami agar<br />
kita mampu berfikir lebih<br />
positif.<br />
Beberapa jenis kacang<br />
dan biji-bijian juga banyak<br />
mengandung Vitamin B1,<br />
dan magnesium yang bagus<br />
untuk daya ingat dan fungsi<br />
kognitif otak.<br />
Teh (khususnya teh hijau)<br />
Teh hijau atau teh hitam<br />
yang sangat baik untuk<br />
otak karena mengandung<br />
Catechin, yaitu oksidan yang<br />
berfungsi sebagai penangkal<br />
radikal bebas yang dapat<br />
merusak sel tubuh, kelelahan<br />
dan otak malas berfikir<br />
mungkin terjadi karena<br />
kita kekurangan asupan Catechin untuk otak. Catechin<br />
membuat otak tetap tajam, segar dan berfungsi maksimal.<br />
Zat ini juga mampu membuat tubuh dan fikiran terasa<br />
rileks dan mengurangi kelelahan mental. Khasiat teh hijau<br />
lebih baik dibandingkan teh hitam. Tetapi keduanya tetap<br />
sama baik bila dikonsumsi.<br />
Buah Beri<br />
Buah beri mengandung banyak oksidan yang membantu<br />
menjaga kesehatan otak. Keluarga buah beri seperti<br />
blueberi sangat baik untuk meningkatkan kemampuan<br />
motorik dan belajar. Kandungan oksidan yang ada pada<br />
buah beri membantu meningkatkan kemampuan ingatan.<br />
Mengonsumsi buah beri secara rutin tiap hari dapat<br />
mengatasi atau mengurangi efek penurunan fungsi otak.<br />
Demikian, Semoga bermanfaat bagi kita semua. nSuri,<br />
dari berbagai sumber<br />
45
Pengurus Besar Persatuan Dayah Inshafuddin<br />
<strong>Prov</strong>insi Aceh<br />
Mengucapkan Selamat dan Sukses atas Pelantikan<br />
Drs. H. Ibnu Sa’dan, M.Pd<br />
Sebagai Kepala Kantor Wilayah <strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong> <strong>Prov</strong>insi Aceh<br />
Oleh Menteri <strong>Agama</strong> Republik Indonesia<br />
Drs. H. Suryadharma Ali, M.Si<br />
Hari Senin, 24 Oktober <strong>2011</strong> di Oproom Kantor <strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong> RI Jakarta<br />
Semoga dalam melaksanakan tugas selalu mendapat petunjuk dan hidayah Allah swt.<br />
Terima kasih kepada<br />
Drs. H. A. Rahman TB, Lt<br />
yang telah mendermabaktikan tenaga dan pikirannya<br />
sebagai Kepala Kanwil Kemenag <strong>Prov</strong>insi Aceh 2007-<strong>2011</strong><br />
Drs. H. M. Daud Hasbi, M. Ag. Dr. Tgk. H. Syamsul Rijal, M. Ag<br />
Ketua Umum Sekretaris Umum<br />
Pengurus Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB)<br />
<strong>Prov</strong>insi Aceh<br />
Mengucapkan Selamat dan Sukses atas Pelantikan<br />
Drs. H. Ibnu Sa’dan, M.Pd<br />
Sebagai Kepala Kantor Wilayah <strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong> <strong>Prov</strong>insi Aceh<br />
Oleh Menteri <strong>Agama</strong> Republik Indonesia<br />
Drs. H. Suryadharma Ali, M.Si<br />
Hari Senin, 24 Oktober <strong>2011</strong> di Oproom Kantor <strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong> RI Jakarta<br />
Semoga dalam melaksanakan tugas selalu mendapat petunjuk dan hidayah Allah swt.<br />
Terima kasih kepada<br />
Drs. H. A. Rahman TB, Lt<br />
yang telah mendermabaktikan tenaga dan pikirannya<br />
sebagai Kepala Kanwil Kemenag <strong>Prov</strong>insi Aceh 2007-<strong>2011</strong><br />
DR. H. Syamsul Rijal, M.Ag<br />
Ketua
<strong>Santunan</strong> NOVEMBER <strong>2011</strong><br />
Bahasa Arab<br />
Diasuh oleh Muzakkir, S.Ag<br />
47
Bahasa Inggris<br />
The city of Mecca in Saudi Arabia has always been<br />
the spiritual center of the Islamic faith: the world’s<br />
1.3 billion Muslims genuflect in its direction during<br />
prayers. But in the final months of the year, Islam’s holiest<br />
city becomes even more vital, as an estimated 2.5 million<br />
pilgrims make their once-in-a-lifetime journey to the site.<br />
This pilgrimage, known as the Hajj, is one of the Five<br />
Pillars of Islam (the others are the profession of Allah as<br />
the only God and Mohammed as his prophet; fasting during<br />
Ramadan; charitable giving and ritual prayer) by which every<br />
practicing Muslim must abide. This year, the Hajj from Aceh<br />
starts on October 1, <strong>2011</strong>; through Sultan Iskandar Muda<br />
International Airport. it takes place annually between the<br />
8th and 12th days of Dhu-al-Hijjah, the final month of the<br />
lunar Islamic calendar, a time when God’s spirit is believed<br />
to be closest to earth.<br />
The Hajj ritual was considered ancient even in the time<br />
of Muhammad in the 7th century and it was part of ancient<br />
pre-Muslim paganism. Pilgrims would join processions of<br />
tens of thousands of people, who would simultaneously<br />
converge on Mecca for the week of the Hajj, and perform<br />
a series of rituals, centered around the Kaaba. Each person<br />
would walk counter-clockwise seven times about the Kaaba,<br />
kiss the Black Stone, run back and forth from the Zamzam<br />
Well near the Kabah back and forth between the hills of Al-<br />
Hajj<br />
Written by Mulyadi Idris, S.Ag, M.Hum<br />
48 <strong>Santunan</strong> NOVEMBER <strong>2011</strong><br />
Safa and Al-Marwah, then go to the plains of Mount Arafat to<br />
stand in vigil, then proceed to Muzdalifah to gather pebbles,<br />
which they would throw at a rock in Mina to perform the<br />
ritual of the Stoning of the Devil. The pilgrims would then<br />
shave their heads, perform an animal sacrifice, and celebrate<br />
the three day global festival of Eid ul-Adha.<br />
The Hajj is an obligation that must be undertaken by<br />
every able-bodied Muslim who can afford to do so, at least<br />
once in their lifetime. It demonstrates the solidarity of the<br />
Muslim people, and their submission to God. We pray to<br />
Allah that all of us can go to Mecca to do pilgrim as soon as<br />
possible, Amen Ya Rabbal ‘alamin.<br />
Glossary:<br />
- genuflect (v) : bertekuk lutut (memuja)<br />
- estimated (v) : diperkirakan<br />
- pilgrims (n) : haji<br />
- holiest (adj) : yang paling suci<br />
- abide (v) : dipakai<br />
- ancient (adj): kuno<br />
- converge (v) : berkumpul<br />
- vigil (n) : berjaga-jaga<br />
- gather (v) : berkumpul<br />
- shave (v) : bercukur<br />
- sacrifice (n) : korban
Drs. Salahuddin, Kepala Kantor <strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong> Kabupaten Aceh Besar<br />
Umur dan Mudah Rezeki<br />
<strong>Santunan</strong> NOVEMBER <strong>2011</strong><br />
49
Tokoh<br />
Apa yang membedakan kepemimpinan<br />
seseorang, misalnya<br />
Kepala Kantor <strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong>,<br />
di Kabupaten Aceh Besar, dengan<br />
wilayah lain di Aceh?<br />
Aceh Besar, satu-satunya kabupaten<br />
di <strong>Prov</strong>insi Aceh yang belum dimekarkan.<br />
Kepada kita, memang dikabarkan,<br />
masih ada beberapa pihak yang<br />
mungkin sedang ‘berjuang’ untuk<br />
proses pemekaran. Untuk <strong>Kementerian</strong><br />
<strong>Agama</strong> (Kemenag), Aceh Besar juga<br />
tergolong tingkat dua yang memiliki<br />
satuan kerja (satker) terbanyak. Ini<br />
membutuhkan energi besar juga untuk<br />
mengelola, mengatur atau memenejnya.<br />
Sehingga membutuhkan kepiawaian<br />
manajerial tersendiri, seiring dengan<br />
luas wilayah, seiring dengan satker yang<br />
banyak itu, agar bisa berjalan sesuai<br />
dengan ketentuan yang kita impikan<br />
dan harapkan. (Jumlah CPN dan CPNS<br />
pada <strong>2011</strong> saja sampai 1.422 orang).<br />
Jadi, pola kepemimpinan Anda?<br />
Saya boleh disebut orang baru di<br />
Kankemenag Kabupaten Aceh Besar.<br />
Walaupun saya putra asli Aceh Besar<br />
(Sibreh), tapi lumayan lama juga<br />
merantau ke Kabupaten Aceh Utara<br />
dan Kota Lhokseumawe. Dibandingkan<br />
dengan Lhokseumawe, yang saya<br />
pernah dipercayakan menjadi Kepala<br />
Kandepag, Aceh Besar itu lebih beragam<br />
permasalahannya. Untuk menjalankan<br />
program, pengalaman yang baik dari<br />
tempat sebelumnya, kita bawa ke Aceh<br />
Besar.<br />
Langkah pertama saya di Aceh<br />
Besar, bekerja sama dengan semua<br />
pihak di wilayah itu, baik bersama<br />
keluarga besar di lingkungan Kemenag,<br />
maupun dengan pihak terkait lainnya.<br />
Untuk menciptakan keharmonisan,<br />
kita bangun kebersamaan. Memang<br />
untuk sinergitas, mesti bekerjasama<br />
dengan komponen terkait, baik internal<br />
maupun eksternal. Dalam kekompakan,<br />
kita bisa saling memberikan masukan<br />
dan jalan keluar atas persoalan bersama<br />
di sana.<br />
Kedua, kita rancang dan lanjutkan<br />
program yang berhubungan manajemen<br />
perkantoran, keuangan dan sebagainya.<br />
Ini bukan berarti manajemen yang dulu<br />
belum baik. Sebelumnya sudah baik,<br />
dan kini terus kita kembangkan. Di mana<br />
ada kekurangan, kita coba atur dengan<br />
teman-teman, untuk perbaikan.<br />
Ketiga, karena Aceh Besar memiliki<br />
satket yang banyak, saya lakukan pembinaan,<br />
sosialisasi, silaturrahmi dengan<br />
satker-satker itu. Saya juga melakukan<br />
pertemuan dengan Kantor Urusan<br />
<strong>Agama</strong> (KUA) yang bukan (belum) satker,<br />
juga dengan madrasah, baik negeri<br />
maupun swasta. Kita sampaikan persoalan<br />
bersama, bagaimana meningkatkan<br />
mutu pelayanan masyarakat, anak didik,<br />
dan pengembangan madrasah. Kita juga<br />
bekerjasama dengan stakeholder yang<br />
berhubungan dengan itu.<br />
Hasil sementara dari kebersama-<br />
50 <strong>Santunan</strong> NOVEMBER <strong>2011</strong><br />
an dan kemitraan selama ini?<br />
Sebenarnya saya stok lama, tapi pendatang<br />
baru di Kantor Kemenag Aceh<br />
Besar. Sebagai orang baru, saya minta<br />
pada kawan-kawan yang di bawah, kita<br />
selesaikan masalah sesuai dengan kesepakatan<br />
bersama. Setelah sesama kita<br />
yang di dalam itu sudah duluan kompak,<br />
dalam bingkai persaudaraan, kebersamaan,<br />
dan silaturrahmi, baru kita<br />
jalin relasi dengan elemen yang di luar.<br />
Baik di jajaran KUA, penyuluh, guru,<br />
maupun unsur lainnya, kita terus jalin<br />
silaturrahmi yang tulus. Sebab silaturrahmi<br />
itu membawa rezeki, dan panjang<br />
umur. Ini yang pertama, silaturrahmi<br />
wajib kita bina, dan terjaga.<br />
Yang kedua, dengan pihak terkait<br />
lainnya, di luar jajaran Kemenag, terutama<br />
Pemerintah Kabupaten (Pemkab)<br />
Aceh Besar, kita bekoordinasi terus,<br />
dan bermitra bersama. Pemkab dan jajarannya,<br />
itu mitra kerja kita, sebab kita<br />
bekerja dan mengabdi di wilayah Pemda<br />
(Pemkab) Aceh Besar. Alhamdulillah,<br />
Kemenag Aceh Besar mendapat satu<br />
unit mobil dinas baru, yang sebelumnya<br />
belum pernah ada. (Mobil yang dipakai<br />
Kepala Kandepag lama, yang pernah<br />
kena tsunami itu, mungkin pemberian<br />
pihak Kanwil Depag). Alhamdulillah,<br />
kerjasama dan harmonisasi dengan<br />
pemda, jalinan baik dengan teman-teman,<br />
koordinasi dengan DPRK, Sekda,<br />
para asisten, para kepala dinas dan badan<br />
tetap mesra. Membangun Aceh Besar<br />
itu tidak bisa sendirian, jadi hubungan<br />
erat dan baik dengan eksekutif<br />
dan legislatif itu harus lebih maksimal.<br />
Problematika yang menonjol?<br />
Luas wilayah, bahkan sangat luas<br />
untuk standar sebuah kabupaten.<br />
Jadi masalah pun relatif lebih banyak.<br />
Terutama persoalan pada efektifitas dan<br />
efesiensinya evaluasi dan monitoring.<br />
Sampai kini, belum semua satker bisa<br />
saya jangkau; hingga sekarang, belum<br />
semua KUA sempat saya kunjungi dan<br />
masuk. Target kami, semua satker harus<br />
saya kunjungi. (Kabupaten Aceh Besar<br />
meliputi kepulauan dan pegunungan,<br />
dan di pulau dan lembah itu banyak<br />
satker serta KUA).<br />
Jadi, sementara ini sisi mana yang<br />
lebih difokuskan pembinaan?<br />
Karena luas dan banyak satker,<br />
kepada teman kita di bawah, kita fokus<br />
sekali pada peningkatan manajemen,<br />
juga yang menyangkut sumber daya
manusia (SDM) di Aceh Besar. Di<br />
samping pembinaan dan pendampingan<br />
bagi kepegawaian dan guru, juga<br />
madrasah dengan administrasinya. Tentu<br />
juga kita perhatikan pendidikan agama<br />
di pesantren, dan pendidikan ‘sekolah’<br />
di dayah. (Jumlah dayah yang ikut paket<br />
Wajardikdas -- wajib belajar pendidikan<br />
dasar-- sementara ini ada tiga pondok/<br />
dayah, dengan santri kelas wustha 189,<br />
bersama guru 18 orang). Pelatihan<br />
dan pembinan bagi guru misalnya,<br />
pelan-pelan terus kita tingkatkan. Tiap<br />
tahun kita kirim ke Balai Pendidikan<br />
dan Latihan (Diklat) misalnya, juga ke<br />
Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan<br />
(LPMP) Medan. Sehingga akan memperoleh<br />
kompetensi, berdasarkan bidang<br />
studi mereka.<br />
Lantas, yang ‘unik’ di lingkungan<br />
Kemenag Aceh Besar?<br />
Sebagaimana di bawah Pemkab<br />
Aceh Besar ada forum geuchik se Aceh<br />
Besar, keunggulan pada Kemenag juga<br />
ada Forum Kepala KUA Kecamatan.<br />
(Ketua forum gecuhik itu, kini juga<br />
masih dipimpin oleh Khairul Huda<br />
SHI, Geuchik Gampong Blang Krueng<br />
Kecamatan Darussalam, yang juga salah<br />
seorang Penghulu pada KUA Kecamatan<br />
Darussalam, yang sebelumnya sebagai<br />
Penghulu di Lembah Seulawah). Silaturrahmi<br />
para Kepala KUA kuat, dan<br />
rutinitas pertemuan mereka terus berjalan<br />
pada tiap awal bulan. Sepertinya<br />
di Aceh, forum kepala KUA dengan<br />
rapat rutin, awal bulan, yang digilir di<br />
setiap KUA, bermula dari Aceh Besar,<br />
baru kita dengar ada di kabupaten lain.<br />
Rasa sosial dan kekompakan, terutama<br />
jajaran KUA sangat terasa. Dalam<br />
rapat bulanan, mereka saling tukar<br />
informasi dan solusi. Sama dengan di<br />
wilayah lain, yang ada forum untuk para<br />
penghulu di bawah Pokjaluh, forum untuk<br />
penyuluh di bawah Pokjaluh, atau<br />
forum para kepala madrasah di bawah<br />
K3M, ini akan membantu peningkatan<br />
SDM. Lewat forum itu misalnya, teman<br />
yang di bawah sangat responsif terhadap<br />
penyelesaian masalah di Aceh Besar.<br />
Bagaimana dengan koperasi,<br />
yang kabarnya tergolong ‘sehat’?<br />
Yang termasuk keunggulan kita<br />
juga, Koperasi al-Ishlah itu. Koperasi itu<br />
milik karyawan di lingkungan Kemenag<br />
Aceh Besar. (Ada juga pegawai dari<br />
luar Kemenag Aceh Besar, atau sudah<br />
dimutasi dari Kemenag Aceh Besar ke<br />
wilayah lain, masih sebagai anggota).<br />
Hingga <strong>2011</strong> sudah ada hampir 1.000<br />
anggota koperasi kita, yang beralamat<br />
di Jalan Pocut Baren Banda Aceh itu.<br />
Saat Rapat Anggota Tahunan (RAT) lalu,<br />
kita ajak, mari kita bina dan jaga dengan<br />
baik. Sebab ini aset Aceh Besar. Pada<br />
pengurus kita rangkul dan sampaikan,<br />
mari kita hidupkan koperasi, bukan<br />
mencari hidup pada koperasi.<br />
Kami sampaikan, jika bisa simpanan<br />
wajib dan pokok kita tingkatkan, sebab<br />
koperasi dari dan untuk kita. Jadi anggota<br />
tak menyalahkan pengurus; pengurus<br />
tidak menyalahkan anggota, yang bisa<br />
membuat kita bisa bubar. Lewat RAT<br />
kemarin, ada cita-cita pendahulu yang<br />
sudah terwujud, yakni jika selama ini<br />
kita hanya ada unit simpan pinjam,<br />
tapi pada <strong>2011</strong> mulai kita kembangkan<br />
warung serba ada (waserda). Sudah kita<br />
buka waserda dua pintu, dua lantai, di<br />
kawasan Lambaro. Itu pembelian dua<br />
unit toko baru, pada 2010. Akhir tahun<br />
ini kita beli tiga bakal unit toko, yang<br />
ada di sampingnya itu.<br />
Jika bisa kita kelola, maka akan ada<br />
lima unit usaha di Aceh Besar. Kita ajak<br />
teman-teman, mari kita terus majukan<br />
badan usaha bersama ini, sehingga jadi<br />
pilot projek. Ini akan terlaksana jika<br />
<strong>Santunan</strong> NOVEMBER <strong>2011</strong><br />
Tokoh<br />
pengurus dan anggota saling percaya,<br />
sebagaimana kebersamaan saat ini. Setiap<br />
anggota bahkan bisa meminjamkan<br />
uang hingga puluhan juta, kapan perlu<br />
ada uang, insya Allah. Jadi, aset seperti<br />
Al-Ishlah, yang bisa kita tinggalkan buat<br />
anak cucu, kita wariskan.<br />
Pesan Anda untuk rekan-rekan<br />
di lingkungan Kemenag?<br />
Saat tukar menukar informasi, juga<br />
melalui media ini, saya sampaikan<br />
kembali, bahwa seperti sebagian besar<br />
saudara-saudari, saya juga orang Aceh<br />
Besar, dan biasa kita tidak lama-lama<br />
pada sebuah jabatan. Pengalaman kita,<br />
biasa dua atau tiga tahun akan berakhir<br />
atau dimutasi. Walaupun tidak lama<br />
menjabat dan mengabdi, mari kita<br />
bekerja dengan baik untuk Aceh Besar,<br />
dan Aceh. Jabatan kita sementara,<br />
maka kepada Kepala KUA, kepada para<br />
kepala madrasah, Kepala MI, MTs, MA,<br />
serta para kasi, kita ingatkan, jabatan<br />
kita tidak terus menerus, mari kita<br />
hasilkan apa yang bisa kita hasilkan<br />
semaksimal mungkin untuk Aceh<br />
Besar. Saya mengajak, mari saling kerja<br />
sama, sama-sama kerja, tak saling salah<br />
menyalahkan. Dengan amal dan doa,<br />
Insya Allah, Aceh Besar kian besar.n<br />
muhammad yakub yahya<br />
Biodata<br />
Nama : Drs. Salahudddin<br />
Tempat dan Tanggal Lahir : Aceh Besar, 27 September 1962<br />
Alamat : Sibreh Kec. Suka Makmur Kab. Aceh Besar<br />
Istri : Dra. Aziah Hanim<br />
Anak :<br />
Rikza<br />
1. Zahid Ashi<br />
2. Zahrah Fida<br />
3. Hafidh Asyi<br />
Pendidika :<br />
1. MIN Jeureula (tamat 1974)<br />
2. MTsN Jeureula (tamat 1977)<br />
3. MAN Banda Aceh (tamat 1981)<br />
4. Jurusan TPA Fakultas Tarbiyah IAIN Ar-Raniry (1981-1987)<br />
5. Program Pascasarjana FKIP Unsyiah (tamat September <strong>2011</strong>)<br />
Pekerjaan :<br />
1. Guru IPA pada MTsN Kota Lhokseumawe (1992-2000)<br />
2. Kepala MTsN Lhoksukon Kab. Aceh Utara (2001-2003)<br />
3. Kasi Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren (Pekapontren) Kantor<br />
Depag Kab. Aceh Utara (2003)<br />
4. Kasi Madrasah dan Pendidikan <strong>Agama</strong> pada Sekolah Umum (Mapenda)<br />
Kantor Depag Kota Lhokseumawe (2004-2008)<br />
5. Kepala Kantor Depag Kota Lhokseumawe (2008-2010)<br />
6. Kepala Kantor <strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong> Kab. Aceh Besar (16 April 2010 -<br />
sekarang)<br />
51
Pertanyaan TTS Edisi <strong>November</strong> <strong>2011</strong><br />
Mendatar<br />
4. Tidak sakit<br />
6. keadaan terhenti (tidak bergerak, tidak aktif, tidak jalan<br />
9. renungan<br />
12. saudara senenek; anak dr dua bersaudara;<br />
14. bersifat membujuk secara halus (supaya menjadi yakin)<br />
15. ilmu ttg zat dan energi (spt panas, cahaya, dan bunyi<br />
17. Toleransi (Arabic)<br />
18. penyatuan segala sesuatu ke suatu tempat (daerah dsb)<br />
yg dianggap sbg pusat<br />
19. perpindahan dari satu jabatan ke jabatan yang lain<br />
Menurun<br />
1. Air khas di musim haji<br />
2. ......Bin Jabal :salah seorang sahhabat Nabi<br />
3. Kepemimpinan(English)<br />
5. bagian terkecil senyawa yg terbentuk dr kumpulan atom<br />
yg terikat secara kimia<br />
7. kemampuan yg mempunyai kemungkinan untuk<br />
dikembangkan<br />
8. ego<br />
10. Salah seorang putra nabi Muhammad SAW<br />
11. Salah satu bulan haji<br />
13. kemampuan, daya<br />
16. Nenek nabi Muhammad dari nasab Ayahnya<br />
TTS<br />
TTS 018 <strong>Santunan</strong> Edisi <strong>November</strong> <strong>2011</strong><br />
52 <strong>Santunan</strong> NOVEMBER <strong>2011</strong><br />
Jawaban TTS 016 <strong>Santunan</strong> Edisi Juli <strong>2011</strong>
<strong>Santunan</strong> NOVEMBER <strong>2011</strong><br />
Komputer<br />
Pemanfaatan Email Resmi dan E-Dokumen<br />
di Lingkungan Kemenag<br />
Sejak tahun 2010 yang lalu, <strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong> melalui<br />
Kesekreatan Jendral-nya telah melakukan beberapa<br />
gebrakan dalam rangka meningkatkan performance<br />
kelembagaan dan sumberdaya manusianya. Salah satu<br />
gebrakan tersebut adalah dengan membentuk Pusat<br />
Informasi dan Kehumasan (PINMAS) <strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong><br />
yang menjadi leading sector bagi pembenahan kulitas SDM<br />
dan pemanfaatan teknologi di<br />
bidang informasi.<br />
Beberapa perubahan yang telah<br />
dilakukan adalah pemanfaatan<br />
jaringan internet sebagai<br />
media promosi, sosialisasi, dan<br />
pertukaran informasi kepada<br />
masyarakat luas dan lingkungan<br />
Internal <strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong><br />
sendiri.<br />
Sejak akhir 2010, Kanwil<br />
<strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong> <strong>Prov</strong>insi Aceh<br />
juga sudah mulai mengadopsi<br />
pemamfaatan website dengan<br />
domain www.aceh.kemenag.<br />
go.id. Melalui website ini,<br />
pengambil kebijakan di lingkungan<br />
Kanwil Kemenag Aceh dapat<br />
mensosialisasikan program<br />
kerjanya secara cepat dan dengan target yang lebih luas,<br />
serta biaya yang lebih murah. Misalnya saja pengumuman<br />
pelelangan atau juga surat-surat edaran penting yang perlu<br />
diketahui oleh seluruh satker (satuan kerja) dan masyarakat<br />
luas seperti pengumuman hari raya, jadwal haji dan lainlain.<br />
Mulai pertengahan tahun <strong>2011</strong>, <strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong><br />
Pusat juga mulai menggalakkan pemanfaatn jaringan<br />
email bagi seluruh satuan kerja sebagai sarana komunikasi<br />
dan pertukaran informasi. Awalnya, email resmi pada ini<br />
diperkenalkan pada para pejabat dan staf di lingkungan<br />
Oleh Khairuddin<br />
Kesekretariatan <strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong> Pusat dan Kantor<br />
Wilayah di setiap provinsi.<br />
Untuk satker-satker lainnya seperti Kantor <strong>Kementerian</strong><br />
<strong>Agama</strong> Kabupaten / Kota dan juga madrasah-madrasah<br />
negeri yang ada, sudah dibuatkan akun emailnya masingmasing.<br />
Untuk Satker dalam <strong>Prov</strong>insi Aceh bisa dilihat<br />
segmen Informasi Penting di Website Resmi Kantor<br />
Wilayah <strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong><br />
<strong>Prov</strong>insi Aceh. Informasi lebih<br />
lanjut bisa menghubungi email :<br />
kanwilaceh@kemenag.go.id.<br />
Pada oktober <strong>2011</strong> yang<br />
lalu, Bidang Data pada PINMAS<br />
<strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong> Pusat juga<br />
mensosialisasikan pemanfaatan<br />
fasilitas E-Dokomen yang bisa<br />
diakses di http://e-dokumen.<br />
kemenag.go.id. Fasilitas<br />
e-dokumen ini dimaksudkan<br />
sebagai database data elektronik<br />
yang bisa diakses secara online.<br />
Diharapkan, melalui fasilitas<br />
ini bisa mengatasi persoalan<br />
penyimpanan data konvensiuonal<br />
yang rentan rusak, hilang atau<br />
sulit untuk ditemukan kembali.<br />
Ada tiga klasifikasi data dalam fasilitas e-dokumen ini,<br />
data umum yang bisa dibaca dan didownload oleh seluruh<br />
pengguna internet, data khusus yang hanya bisa diakses oleh<br />
user yang teregistrasi pada system (hanya PNS Kemenag)<br />
dan data pribadi yang hanya bisa diakses oleh pemilik data<br />
sendiri.<br />
Untuk bisa menikmati fasilitas ini, anda perlu melakukan<br />
registrasi dengan menggunakan NIP baru sebanyak 18 digit.<br />
Selamat mencoba, dan sukseskan program pemberdayaan<br />
SDM dan pemamfaatan fasilitas teknologi informasi di<br />
lingkungan <strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong> <strong>Prov</strong>insi Aceh.n<br />
53
Bahasa di Aceh <strong>November</strong> <strong>2011</strong><br />
NO<br />
BAHASA<br />
INDONESIA<br />
BAHASA<br />
ACEH<br />
BAHASA<br />
GAYO<br />
BAHASA<br />
ANEUK<br />
JAMEE<br />
BAHASA<br />
ALAS<br />
Ensiklopedi<br />
Bahasa di Aceh<br />
BAHASA<br />
SIGULAI<br />
LAMAMEK<br />
SIMEULUE<br />
1 Dorong Tulak Tulak Tulak Dokhong Sorong<br />
BAHASA<br />
DEVAYAN<br />
SIMEULUE<br />
Tulak/<br />
duhon<br />
54 <strong>Santunan</strong> NOVEMBER <strong>2011</strong><br />
BAHASA<br />
SINGKIL<br />
BAHASA<br />
PAK-PAK<br />
BOANG<br />
SINGKIL<br />
BAHASA<br />
TAMIANG<br />
HULU<br />
BAHASA<br />
KLUET<br />
Tulag Tulak Tulak Tulak Tulak<br />
2 Seret Bahue Sare Helo Sakhan Elak Ullul Takhik Sakhan Taghek Tegu<br />
3 Geser Iseuk Esot Geser Gesekh Surut Asak/fotan Okhos Gesekh Kisogh Kisor Kisar<br />
4 Jepit Ceupet Sepit Kapik Kacip Ingkip Kepek Kapik Kapit Kapik Kacip Kapik<br />
5 Buka Buka Uke Bukak Buke Bukak Bu’ai Wuka Buka Buko Buko Wue<br />
6 Tutup Toep<br />
Tutup/<br />
kiyup<br />
Saok Tutup Lengkep<br />
Longkop/<br />
laofan<br />
BAHASA<br />
HALOBAN<br />
Jajar/<br />
helak<br />
Sahap Tutup Tutup Tutup Len<br />
7 Lubang Ruhung Luwang Lubang Kubang Kubang Kubang Mlecak Khawang Kubang Lohop Lengkep<br />
8 Jera/Kapok Jra Jere Jaro<br />
Ngampun/<br />
nokhbst<br />
9 Robek ‘Priek Rebek Cabiak Muak Abitak<br />
Ukhaikla Jaro Jekha Bekhoh Jegho Jero Jaro<br />
Masikha/<br />
masaek<br />
Mekhiwak Khibaq Kuyak Muak Matikha<br />
10 Retak Crah Cerah Ratak Khetak Beratak Maratak Khetak Khetaq Ghetak Cerah Rtak<br />
11 Congkel Cungke<br />
12 Angkat<br />
Beu-et/<br />
Grak<br />
Contek/<br />
congkel<br />
Cungkie Cungkil Tukhek<br />
Tatang Angkek Angkat Ambong<br />
Songet/<br />
tuhek<br />
Bengkek/<br />
sabong<br />
Cukil Cukil Cungkel Cuke Sungket<br />
Kekekuen Kekeken Angkek Tatang Hangkek<br />
13 Sesak Seusak Sesak Sasak Sesak Sasak Sasak Sesak Sesak Nungap Picik Sasak<br />
14 Batuk Batok Atuk Batuak Batuk Metohok Tohok Watuk Batuq Batuk Batuk Tohok<br />
15 Pedih Peudeh Bise Padiah<br />
Meco-okh/<br />
mesu-i<br />
Ofekhi Ma’ke Ncor Ncokh Pdeh Ncor Ake<br />
16 Luka Luka Luke Luko Luke Baelen Baelen Ugah Ugah Luko Ugah Maelen<br />
17 Darah Darah Rayoh Darah Dakhoh Do Dalah Rakhoh Dakhoh Daghah Daroh Rala<br />
18 Pingsan Pansan<br />
Pitemen/<br />
pensan<br />
Pansan Pangsan<br />
Tayak<br />
nuhu<br />
Pancan Pingsan Pangsan Pongsan Pingsan Pangsan<br />
19 Sekarat Nadak Tenggersah Sekarat Nganggu-i Sekarat Bekarat Skakhat Lako Mate Skaghek Pedalanan Maluha<br />
20 Jengkel Palak Geli (ate) Jengkel Munyang Jajok<br />
Palak/<br />
Jajok<br />
Kapil ate Menggelate Palak Jengket Galigman<br />
Database ensiklopedia Bahasa di Aceh ini dibuat berdasarkan kontribusi dari para pembaca <strong>Majalah</strong><br />
<strong>Santunan</strong> di berbagai wilayah di <strong>Prov</strong>insi Aceh. Penulisan kata-kata sesuai dengan sumbangan kontributor.<br />
Untuk partisipasi kirimkan sms ke 085277759339 dengan menyertakan padanan kata dalam bahasa daerah<br />
yang anda kuasai.<br />
Kontributor Edisi Juli: Bahasa Gayo-Erqi Albandary, Bahasa Aneuk Jamee-Andri Rahman, Bahasa Alas-<br />
Hasanuddin, Bahasa Sigulai Lamamek-Aji Asmanuddin, Bahasa Devayan-Mirati Adim, Bahasa Singkil-<br />
Hendra Sudirman, Bahasa Pak-pak Boang-Sulaeman Ar, Bahasa Tamiang hulu-Lukmanul Hakin, bahasa<br />
Kluet-H.Bahrum Basyah, bahasa Haloban-ikhsan<br />
Padanan kata untuk <strong>edisi</strong> berikutnya: telat, cepat, awal, tunggu, dalam, luar, sebentar, Lambat, tengah<br />
(tempat), Waktu, kemarin, sore, besok, tadi, kemarin lusa, lewat, belum, nanti (waktu), besok lusa, tinggal.
Rintihan Nek Ti<br />
By Aris Munandar<br />
Semilir angin enggan hampiri pagi.<br />
Kicau burung pun alpa tunaikan<br />
makna diri. Berhenti bernyanyi<br />
untuk menyambut mentari. Kabut<br />
berpaling selimuti pembuka hari.<br />
Terlihat kumparan asap mengangkasa,<br />
menanda api yang menyala. Seorang<br />
nenek tua membakar serakan<br />
dedaunan di halaman rumahnya.<br />
Tubuh kurusnya terbungkus baju tebal<br />
dengan kain sarung kuno sebagai<br />
bawahannya. Rumahnya kian lapuk<br />
dilahap masa. Pepohonan memenuhi<br />
sisi rumah: langsat, manggis, durian,<br />
dan rambutan, tumbuh tak terawat<br />
di depan dan belakang rumahnya.<br />
Bagai sebuah jaring ekosistem, komplit<br />
dengan hewan kecil berjingkrak ria di<br />
sekitarnya.<br />
Nek Ti beranjak meninggalkan<br />
sapu di pangkal pohon langsat. Hanya<br />
sebagian kecil saja yang sanggup<br />
dibersihkan dari luasnya hamparan<br />
halaman rumah itu. Kakinya tertatih<br />
melangkah menuju sebuah bangku<br />
panjang yang diletakkan di teras<br />
rumah. Matanya menyebar, mencoba<br />
nikmati pemandangan di ‘taman’.<br />
Terlalu sedikit yang mampu ditangkap<br />
oleh matanya, karena sebagian<br />
kenikmatan penglihatan telah Allah<br />
ambil kembali. Dua tungkai lengan<br />
yang hanya terbalut kulit mencoba<br />
menopang kepalanya. Mata rabunnya<br />
menerawang ke masa silam. Perjalanan<br />
panjang telah menyuguhkan asam<br />
garam kehidupan untuk direngkuhnya.<br />
Sudah 68 tahun wara-wiri bersama<br />
kerasnya hidup, memberikan kekuatan<br />
dalam menikmati kepedihan.<br />
Sayup dari jauh terdengar orang<br />
berbincang tentang nama-nama calon<br />
pimpinan wilayah. Terasa ada beberapa<br />
nama yang tak asing di kupingnya.<br />
Tokoh yang dulu begitu diagungkan<br />
sebagai pejuang dalam komplotannya.<br />
“Mungkinkah dia calon pemimpin<br />
negeri ini?” pikiran itu sempat<br />
hinggap di kepalanya. Namun dia<br />
tidak mungkin untuk mengorek lebih<br />
jauh, karena keberadaannya selama<br />
ini bagaikan terasing di kampungnya<br />
sendiri.<br />
“Mak, sarapan dulu. Bu lam kanot,<br />
kuah dalam belanga,” suara lugas<br />
Mainar membuyarkan lamunannya.<br />
Putri semata wayangnya berlalu<br />
dengan memikul tumpukan baju dalam<br />
ember menuju kali tempat biasanya dia<br />
menyuci.<br />
Nek Ti bangkit dari bangku menuju<br />
dapur. Tangannya meraba-meraba<br />
pada rak piring, sebuah piring plastik<br />
yang telah usang berhasil diraihnya.<br />
Perlahan menuju tempat nasi dan<br />
menyodoknya dengan pelan.<br />
Dulu tangan itu begitu kuat untuk<br />
seorang wanita. Dengan ringan tangan<br />
itu mengangkat senjata dan bahkan<br />
mampu membunuh beberapa tentara.<br />
Hal itu terjadi ketika dia bersama<br />
kelompoknya dalam sebuah gerakan<br />
yang bersiteru dengan negaranya. Ia<br />
menggenggam senjata dengan gagah<br />
berani. Berjejer di barisan paling depan<br />
pasukan inong belee. Semangatnya<br />
menggebu menggantikan suaminya<br />
yang telah meninggal dalam konflik<br />
yang sama. Keperkasaan terlihat nyata,<br />
semangat Cut Nyak Dhien menyala<br />
<strong>Santunan</strong> NOVEMBER <strong>2011</strong><br />
Sastra<br />
dalam dirinya. Pantang menyerah,<br />
untuk memperjuangkan hak-hak<br />
bangsanya.<br />
Masa 16 tahun lebih telah berlalu,<br />
semua telah menjadi kenangan yang<br />
menoreh prasasti di kalbu. Semangat<br />
menggebu pun kini telah menjadi<br />
abu, kini Nek Ti hanyalah nenek tua<br />
yang tak berdaya diterkam masa.<br />
Air matanya menitik. Ingatannya tak<br />
sanggup lagi membaca semua memori<br />
yang terekam. Penggalan hidup itu<br />
penuh dalam cabaran. Perjalan waktu<br />
telah menjemput suami dan dua<br />
jagoannya. Januar, putra sulungnya<br />
meninggal tak wajar. Pagi ia dijemput<br />
orang tak dikenal dan malamnya<br />
dikembalikan dalam keadaan tak<br />
bernyawa. Putra kedua Nek Ti<br />
bernama M. Nur. Ketika gejolak<br />
melanda negeri ini dia melarikan diri<br />
ke negeri jiran. Di sana dia bekerja<br />
sebagai buruh kasar. Tragis menimpa<br />
hidupnya. Terjatuh dari bangunan<br />
tempat dia bekerja sehingga jasadnya<br />
dibawa pulang tanpa nyawa.<br />
Takdir Allah hanya menyisakan<br />
seorang putri ‘tuk menemaninya.<br />
Hanya menemaninya dalam diam,<br />
tampa ada tawa dan canda dari raut<br />
yang nampak lebih tua dari usianya.<br />
Meski usianya tidak muda lagi,<br />
Mainar tak pernah memberi Nek Ti<br />
kesempatan tuk memomong cucu.<br />
Setelah kesuciannya direnggut oleh<br />
orang-orang bertopeng, Mainan<br />
memutuskan untuk tetap hidup<br />
sendiri. Hatinya tertutup oleh rasa<br />
dendam untuk yang bernama laki-laki.<br />
Luka itu telah menimbulkan benci<br />
yang begitu dalam yang kini hanya<br />
dipendam jauh di lubuk hatinya. Ia tak<br />
pernah mau menikah.<br />
Terasa berat beban yang dipikul<br />
Nek Ti, andai saja bisa, ingin rasanya<br />
memutar balik fakta. Kalaupun harus<br />
ada yang meninggal mungkin dia akan<br />
memilih nyawanya pengganti anak-<br />
55
Sastra<br />
anaknya.<br />
Air mata Nek Ti terus mengalir.<br />
Ia masih saja memegang piring<br />
plastik. Makanan itu seolah racun<br />
baginya. Tidak terasa lagi nikmatnya.<br />
Satu persatu kajadian memutar di<br />
otaknya, perjuangan panjang untuk<br />
mempersembahkan yang terbaik dalam<br />
perjuangannya terasa tak bermakna.<br />
Tanpa pernah mengerti apa yang telah<br />
terjadi, kini Nek Ti hanya wanita tua<br />
yang terasing dari kehidupan lainnya.<br />
Tidak ada lagi yang menamakan diri<br />
pejuang untuk melirik dan menghargai<br />
perjuangannya. Bukannya tanda jasa,<br />
malah pandangan sinis dan sindiran<br />
yang sering dirasa dari tetanggatetangganya.<br />
Begitu menyayat, walau<br />
diketahui banyak pejuang yang sama<br />
dengannya kini menempati posisi yang<br />
cukup bagus di negeri ini. Tapi tidak<br />
dengan dirinya.<br />
Oh Muridku<br />
Kubangga menjadi seorang guru...<br />
Hari-hariku ditemani buku-buku,siswasiswa<br />
yang lucu<br />
Pribadimu yang sulit dirayu ‘tuk maju....<br />
Membuatku geram,pilu menggerutu tiap<br />
waktu<br />
Ku diacuh bahkan dianggap lugu<br />
menghadapi tingkah yang banyak lagu<br />
tak menentu<br />
Cuek…<br />
Ribut...<br />
Riuh...<br />
Lelet...<br />
Gak serius itu sikapmu...<br />
Wahai siswa-siswaku...<br />
Ku adalah gurumu jadikan aku ratu di<br />
kelas mu...<br />
Biarku betah melayanimu dengan sedikit<br />
ilmu yang kumiliki...<br />
Karya: Hidayati<br />
Guru Bahasa Indonesia<br />
MTsS Pandrah<br />
Isak Nek Ti semakin pilu,<br />
tangannya bergetar hebat. “Salahkan<br />
dengan perjuangannya selama ini?<br />
Begitu banyak memakan korban baik<br />
harta maupun nyawa para tetangga<br />
di desanya, juga termasuk suami dan<br />
putra putri tersayangnya. Sia-siakah<br />
semua itu? Bukankah perjuangan<br />
itu suci, untuk mengembalikan<br />
daerah tercinta ini menjadi daerah<br />
yang makmur dan sejahtera.” Nek Ti<br />
hanya coba berpikir dengan pikiran<br />
dangkalnya, tak pernah mengerti<br />
tentang semua yang ada di baliknya.<br />
Desakan itu semakin memenuhi<br />
otak Nek Ti. Beban itu tarasa mengalir<br />
ke seluruh tubuh rentahnya. Begitu<br />
berat, hingga kedua kakinya tak<br />
mampu lagi menopang. Getaran<br />
jiwanya begitu kentara terlihat pada<br />
tangannya. Segenap tenaga dikerahkan<br />
untuk menahan semua beban, namun<br />
Kemelut Zaman<br />
Penyakit moral mendera jiwa di planet ini<br />
Kendali diri tergilas di tengah perjalanan<br />
Lambaian tangan-tangan angkara<br />
mengibas<br />
Menampar kepolosan anak manusia<br />
Langkah-langkah kerdil tertatih<br />
Menapaki zaman yang penuh kebiadaban<br />
Kegelapan melanda nurani<br />
Kilauan dosa membakar siapa saja<br />
Bumi telah dikotori polusi etika<br />
Gersang, panas, dan mengganas<br />
Mencakar jiwa-jiwa putih<br />
Mencabik tangan-tangan penolong<br />
Generasi kehilangan arah dan kemudi<br />
Tangan-tangan hitam merampas budi<br />
Mulut-mulut penuh dengan kemunafikan<br />
Mata-mata dendam bersinar menakutkan<br />
Mengerikan….<br />
Memalukan….<br />
Memilukan.....<br />
Karya: Rachmah S.Pd.I<br />
Guru Min Tanoh Anoe<br />
Kec. Jangka Kab.Bireuen<br />
56 <strong>Santunan</strong> NOVEMBER <strong>2011</strong><br />
sia-sia. Akhirnya tubuh renta itupun<br />
roboh bersama dengan piring yang<br />
dipegangnya.<br />
“Ya Allah…” Hanya itu yang<br />
sanggup keluar dari mulut Nek<br />
Ti. Sisa-sisa tenaga yang dia miliki<br />
coba dikerahkan untuk meraba-raba<br />
tongkatnya. Namun semua terasa<br />
hampa. Mata rabunnya semakin<br />
buram. Semua berubah menjadi<br />
gelap. Tiada lagi cahaya yang masuk<br />
ke retinanya. Kini ia terbaring lemah<br />
ditempatnya terjatuh. Hanya suara<br />
pekik tertahan yang mampu keluar<br />
dari mulutnya. Hanya berharap<br />
Mainar putrinya segera pulang untuk<br />
memapahnya. Ya, hanya Allah dan<br />
Mainarlah yang menjadi harapan dan<br />
kekuatan baginya. n<br />
Penulis Kelas XI IPA 1 dan Anggota<br />
Bengkel Tulis MAS Jeumala Amal<br />
Lueng Putu, Kab. Pidie Jaya.<br />
Petunjuk Itu, Al-Huda<br />
Mencari titik tempuh dalam kebimbangan<br />
Derapan kaki terus melaju ke depan<br />
Kuacak semua yang menghadang<br />
Tak terkecuali setiap helaian<br />
Tapi apa?<br />
Tidak ada yang mampu kuselipkan dalam<br />
pikiran<br />
Titik temu masih dalam kehampaan<br />
Entah menyelinap ke mana<br />
Lirikan mataku melesat ke sudut yang<br />
belum kutelusuri<br />
Kini, perlahan kugerakkan tubuh ke titik<br />
fokus<br />
Memikul beban yang tertanam di<br />
benakku<br />
Menuju sudut itu, tempat al-huda<br />
tersimpan<br />
Kusandarkan jiwa berlahan ke dinding<br />
suci<br />
Kucoba selami makna dalam suhuf-suhuf<br />
itu<br />
Kulihat kata per kata, lalu kumulai<br />
melanjutkannya<br />
Akhirnya kusadari<br />
Dialah yang menjadi titik temu<br />
Dari semua pencarianku<br />
* Al-Huda = Petunjuk (nama lain<br />
Alqur’an)<br />
Karya: Masrurah<br />
Kelas XII IPA 3 MAS Jeumala Amal<br />
Lueng Putu Pidie Jaya, dan Anggota<br />
Bengkel Tulis Jeumala
MASJID BAITUL A’LA LIL MUJAHIDIN, PIDIE<br />
Sejarah Ringkas<br />
Masjid Baitul A’la Lil Mujahidin<br />
Masjid Baitul A’la Lil Mujahidin atau<br />
lebih dikenal dengan sebutan Masjid<br />
Abu Beureu’eh terletak di Kecamatan<br />
Mutiara, Kabupaten Pidie. Didirikan<br />
pada tahun 1950 atas prakarsa Teungku<br />
H. Muhammad Daud Beureueh (Abu<br />
Beureueh). Masjid berukuran 1.350<br />
m2 ini dibangun di atas tanah seluas<br />
10.200 m2. Pembangunan masjid ini<br />
pernah tertunda karena terjadinya<br />
perang di Aceh, dan kemudian mulai<br />
dibangun kembali pada tahun 1963.<br />
Abu Beuereu’eh seorang ulama<br />
pemimpin umat yang disegani, dan<br />
dihormati semua kalangan. Beliau<br />
membangun masjid ini dengan bantuan<br />
masyarakat. Tahap pembangunan<br />
pondasi, penimbunan, pengadaan<br />
kerikil, batu, air, dan lain lain<br />
dikerjakan oleh masyarakat Kecamatan<br />
Mutiara tanpa pamrih. Untuk biaya<br />
membeli material, dikumpulkan ‘beras<br />
segenggam’ dari masyarakat, baik yang<br />
tinggal di Aceh, maupun yang tinggal<br />
di luar Aceh.<br />
Ketokohan Abu Beureu’eh<br />
mengundang simpati banyak orang<br />
terhadap masjid ini. Oleh karena itu<br />
tidak heran jika mereka yang melintas,<br />
baik dari arah timur maupun barat,<br />
berupaya menjadwalkan Salat Jumat di<br />
masjid Abu Beureueh ini, khususnya<br />
semasa Abu Beureu’eh masih hidup.<br />
Teungku H. Muhammad Daud<br />
Beureueh lahir di Gampong Beureu’eh,<br />
Kecamatan Mutiara, Kabupaten Pidie,<br />
pada tanggal 15 September 1899.<br />
Ayahnya bernama Teungku Ahmad,<br />
Keusyik Gampong Beureueh, dan<br />
ibunya bernama Aminah. Kakek<br />
beliau masih keturunan Raja Pattani<br />
Darussalam (Thailand Selatan),<br />
bernama Haji Muhammad Adami.<br />
Abu Beureu’eh menimba ilmu<br />
di dayah tradisional di kampungnya.<br />
Selain itu, beliau juga sempat sekolah<br />
di Governement Inlandsche School,<br />
Seulimum. Bakat yang paling menonjol<br />
pada diri beliau adalah bakat orasi<br />
sehingga terkenal sebagai pendakwah<br />
ulung. Setiap kali beliau berceramah<br />
di mana pun daerah Aceh, kehadiran<br />
beliau selalu disambut meriah oleh<br />
Rubrik ini diangkat berdasarkan buku Masjid Bersejarah di Nanggroe Aceh, jilid II, diterbitkan oleh Bidang Penamas Kantor Wilayah <strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong> Aceh, 2010.<br />
<strong>Santunan</strong> NOVEMBER <strong>2011</strong><br />
Ensiklopedi<br />
masyarakat.<br />
Pemikiran Abu Beureu’eh sangat<br />
moderat, itulah kenapa kemudian beliau<br />
berjuang melakukan pembaharuan<br />
pendidikan di Aceh. Beliau mengelola<br />
madrasah dengan sistem pendidikan<br />
modern, dan berperan dalam pendirian<br />
organisasi kependidikan seperti<br />
Jam‘iyah Diniyah, Jami‘yah Hasbiyah,<br />
Jam‘iyah Madaniyah, Jam‘iyah<br />
Najdiyah, Jam‘iyah Khairiyah, dan<br />
sebagainya. Organisasi ini kemudian<br />
berafiliasi menjadi PUSA (Persatuan<br />
Ulama Seluruh Aceh). Dalam kongres<br />
pertama di Matang Glumpang Dua<br />
pada tahun 1939, Abu Beureu’eh<br />
terpilih sebagai ketua umum PUSA.<br />
PUSA berpusat di Sigli dengan<br />
Teungku Muhammad Daud Beureu’eh<br />
sebagai pimpinan, dan sekretarisnya<br />
Teungku Muhammad Amin. Pemuda<br />
PUSA berpusat di kota Idi, ketua<br />
umumnya Teungku Amir Husin al-<br />
Mujahid, dan sekretaris Teungku<br />
Abubakar Adamy. Adapun Kasysyafatul<br />
Islam dipimpin Abdulgani Usman (Ayah<br />
Gani) sebagai Ketua Kuartir Besar, dan<br />
bermarkas di Bireun.<br />
Tahun 1953, Teungku Muhammad<br />
Daud Beureu’eh memproklamirkan<br />
negara Islam di Aceh. Namun<br />
gerakan ini berakhir dengan ikrar<br />
Lamteh, dan Abu Beureu’eh pun<br />
kembali kepangkuan Negara Republik<br />
Indonesia.<br />
Teungku Muhammad Daud<br />
Beure’eh berpulang ke rahmatullah<br />
pada Bulan Juni 1987. Beliau<br />
dimakamkan di kampung halamannya<br />
secara sederhana, sesuai permintaan<br />
beliau sendiri. Makam beliau berada<br />
di belakang Masjid Baitul A‘la Lil<br />
Mujahidin, Kecamatan Mutiara,<br />
Kabupaten Pidie.<br />
57
Galeri<br />
Kakanwil Kemenag Aceh menyerahkan Izin Pemakaian Kendaraan Dinas Roda 4 Baru<br />
kepada Kabid Penamas, H. Aska Yunan, S.Ag, 11 <strong>November</strong> <strong>2011</strong><br />
Penyerahan Cinderamata oleh Kakanwil Kemenag <strong>Prov</strong>. Aceh, Drs. H. Ibnu Sa’dan, M. Pd<br />
kepada Kakanwil Kemenag <strong>Prov</strong>. Kaltim Drs. H. M. Kusasi 31 Oktober <strong>2011</strong><br />
Wagub Muhamamd Nazar dan Kanwil Kemenag Aceh mewawancarai salah seorang Jamaah<br />
Risti Kloter 14 BTJ di Asrama Haji Banda Aceh, 15 Oktober <strong>2011</strong><br />
58 <strong>Santunan</strong> NOVEMBER <strong>2011</strong><br />
Bupati Abdya, H. Akmal Ibrahim mengunjungi Kantor Kemenag Abdya yang baru,<br />
19 September <strong>2011</strong><br />
Panitia Qurban Kanwil Kemenag Aceh sedang mencincang daging qurban yang hendak<br />
dibagikan kepada mustahiq, 7 <strong>November</strong> <strong>2011</strong><br />
Tim Inspektorat Jendral Kemenag sedang memberikan penjelasan terhadap hasil<br />
pemeriksaan di lingkungan Kanwil Kemenag Aceh, didampingi oleh Kabid Mapenda<br />
selaku Plt. Kakanwil, dan Kabid Hazawa, 25 Oktober <strong>2011</strong>
Mohon Diri dan Terima Kasih<br />
Assalamu’alaikum Wr. Wb.<br />
Saya Drs. H. A. Rahman TB, Lt. secara pribadi dan keluarga menyampaikan permohonan maaf, dan ungkapan terima<br />
kasih kepada Bapak / Ibu / Saudara/ Saudari Keluarga Besar Jajaran Kantor Wilayah <strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong> <strong>Prov</strong>insi Aceh, Mitra<br />
Kerja, dan Relasi atas kerjasama dan hubungan baik selama saya bertugas sebagai Kepala Kantor Wilayah <strong>Kementerian</strong> <strong>Agama</strong><br />
<strong>Prov</strong>insi Aceh, dari Tahun 2007 sampai dengan Tahun <strong>2011</strong>.<br />
Semoga jalinan kerja dan hubungan silaturrahim yang baik ini menjadi amal ibadah kita di sisi Allah swt., Tuhan Yang Maha<br />
Kuasa, Amin ya Rabbal ‘Alamin.<br />
Wassalam<br />
Drs. H. A. Rahman TB, Lt.,<br />
dan Keluarga