19.04.2013 Views

Download Majalah - MPR RI /a

Download Majalah - MPR RI /a

Download Majalah - MPR RI /a

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Presiden Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya, 21 Mei 1998<br />

Ia juga mengembangkan teknologi pertanian<br />

dan peningkatan produksi padi, antara lain<br />

melalui pengembangan benih unggul dengan<br />

mendirikan Sang Hyang Sri, perusahaan plat<br />

merah yang bertugas mengurusi benih. Dan<br />

untuk meningkatkan pengetahuan petani,<br />

Soeharto tak segan-segan membentuk<br />

petugas penyuluh lapangan.<br />

Selama 31 tahun berkuasa, Soeharto<br />

memegang teguh prinsip Trilogi<br />

Pembangunan seperti yang banyak<br />

dipraktikkan di negara-negara lain saat itu.<br />

Yaitu stabilitas politik dan keamanan,<br />

pertumbuhan ekonomi, dan pemerataan.<br />

Menyangkut prinsip Trilogi Pembangunan ini,<br />

Bung Hatta Wakil Presiden pertama, pernah<br />

memberi saran agar Soeharto melakukan<br />

pembangunan dahulu baru kemudian<br />

melaksanakan pemerataan.<br />

Dalam perjalanannya prinsip Trilogi<br />

Pembangunan itu mendapat sorotan tajam.<br />

Apalagi dalam menciptakan stabilitas politik<br />

dan keamanan, Soeharto didukung penuh<br />

oleh Angkatan Bersenjata Republik Indonesia<br />

(AB<strong>RI</strong>). Seolah-olah apapun bisa<br />

dilakukan untuk mencapai stabilitas politik<br />

dan keamanan, termasuk dengan<br />

mengekang pers, melakukan kekerasan,<br />

atau memberangus demokrasi. Padahal<br />

tindakan represif itu tujuannya untuk<br />

menciptakan situasi kondusif dalam<br />

melaksanakan pembangunan nasional.<br />

Nyatanya, memang, saat itu Indonesia<br />

mengalami kemajuan pesat. Pertumbuhan<br />

ekonomi Indonesia mencapai 7% — sebuah<br />

angka pertumbuhan yang pernah tak lagi<br />

dicapai di era reformasi ini. Lalu, produksi<br />

beras yang hanya 12,2 juta ton pada 1969,<br />

meningkat menjadi 25,8 juta ton pada 1984.<br />

Bahkan dunia luar juga mengakui<br />

EDISI NO.01/TH.VI/JANUA<strong>RI</strong> 2012<br />

keberhasilan Soeharto dalam pengentasan<br />

kemiskinan.<br />

Romantisme Semata<br />

Ibarat ikan mati yang dikerubuti lalat,<br />

menurut Anang Prihantoro, Anggota <strong>MPR</strong> <strong>RI</strong><br />

dari kelompok DPD, semasa memerintah<br />

Soeharto pun tak luput dari berbagai<br />

kesalahan. Korupsi, pengekangan terhadap<br />

kebebasan pers, pelanggaran Hak Azazi<br />

Manusia (HAM), termasuk dosa berat yang<br />

menempel selama berkuasanya Orde Baru.<br />

Selain itu, ada juga kebijakan di era Soeharto<br />

yang saat ini meninggalkan masalah serius,<br />

yaitu dampak dari revolusi hijau dan<br />

penyeragaman bahan pangan dengan beras.<br />

Revolusi hijau yang ditandai dengan masuknya<br />

pupuk dan obat-obatan kimia, ternyata saat ini<br />

menyebabkan ketergantungan petani pada<br />

produk-produk kimia yang sebagian besar di<br />

impor dari beberapa negara luar. Hal ini menjadi<br />

Hajrianto Y. Thohari<br />

pintu masuk penjajahan ekonomi. sekarang<br />

bukan saja bahan baku pupuk dan obat-obatan<br />

yang di impor, tetapi juga produk-produk<br />

pertanian seperti gandum, kedelai, susu,<br />

kentang, ikan laut, beras bahkan gaplek.<br />

Sungguh menyedihkan kita tidak lagi berdaulat<br />

atas pangan, padahal kita masih dengan<br />

bangga menyebut diri negara agraris. Bahkan<br />

penyeragaman beras sebagai bahan makanan<br />

pokok yang menghapus keanekaragaman<br />

pangan yang sebelumnya hidup di<br />

masyarakat, ini merupakan pengingkaran pada<br />

Kebhinneka Tunggal Ikaan atas pangan.<br />

Karena itu, Anang menganggap<br />

munculnya keinginan membangkitkan<br />

kembali rezim Soeharto merupakan<br />

pekerjaan sia-sia. Apalagi, zaman sekarang<br />

sudah tidak sama dengan era Soeharto.<br />

Orde Baru sudah menjadi bagian dari sejarah<br />

yang hanya berguna untuk dipelajari dan<br />

dikenang, serta diambil khikmahnya. Bukan<br />

diimpikan untuk bangkit kembali.<br />

Pernyataan senada disampaikan Hajrianto<br />

Y. Thohari, Wakil ketua <strong>MPR</strong> <strong>RI</strong>. Menurut<br />

Hajrianto, dalam dunia politik upaya<br />

menghidupkan kembali sebuah rezim bukan<br />

barang baru. Karena itu, wacana kelahiran<br />

Soehartoisme tidak perlu diributkan. Apalagi<br />

peluangnya sangat kecil, lantaran zamannya<br />

sudah berubah.<br />

Istilah Soehartoisme, menurut Hajrianto,<br />

sesungguhnya merujuk pada penamaan<br />

yang sifatnya pejoratif. Artinya, menghina<br />

atau merendahkan sekelompok orang yang<br />

dianggap sebagai anteknya Soeharto.<br />

Selain itu, Soehartoisme tidak mungkin<br />

muncul, tanpa ada Soeharto sendiri. Sama<br />

seperti Soekarnoisme yang tidak bisa<br />

muncul tanpa ada Soekarno.<br />

“Bedanya, Soekarnoisme bisa tetap hidup<br />

dan berkembang karena salah satu anak<br />

Bung Karno merupakan pemimpin partai<br />

politik yang besar, disegani, dan diperhitungkan,”<br />

kata Hajrianto menambahkan.<br />

Munculnya wacana soal Soehartoisme,<br />

menurut Hajrianto, harus diambil pelajaran<br />

bahwa setiap rezim harus berusaha lebih<br />

baik dari sebelumnya. “Karena, yang lebih<br />

baik dari sebelumnya saja, masih dibandingbandingkan<br />

dengan era sebelumnya. Apalagi<br />

kalau masa sekarang, jauh lebih susah,<br />

akan semakin ekstrim saja keburukan<br />

pemimpinnya,” ujarnya. ❏<br />

MBO<br />

43

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!