Hal 40 - Badan Pemeriksa Keuangan
Hal 40 - Badan Pemeriksa Keuangan
Hal 40 - Badan Pemeriksa Keuangan
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
GALLERY FOTO<br />
Ketua BPK RI Hadi Poernomo didampingi Sekjen BPK RI (kiri) berfoto bersama para pegawai BPK<br />
Perwakilan Provinsi Bengkulu usai penandatanganan nota kesepahaman antara BPK RI dengan<br />
pemerintah daerah se-Provinsi Bengkulu , 27 September 2012.<br />
Wakil Ketua BPK RI Hasan Bisri memberikan penjelasan tentang konsinyering persiapan<br />
pemeriksaan kinerja tematik atas penetapan formasi dan pengadaan PNS formasi tahun 2009<br />
dan 2010 di Jakarta, 5 September 2012.<br />
Wakil Ketua BPK RI Hasan Bisri dan Sekjen BPK Hendar Ristriawan dan Kepala Biro Humas dan Luar<br />
Negeri Bahtiar Arif berfoto bersama dengan peserta Workshop Implementation of ISSAIs on Financial and<br />
Compliance Audits di Jakarta, 5 September 2012.<br />
foto-foto warta bpk; rianto prawoto<br />
Pimpinan BPK bersama Deputy Auditor General of CNAO, Chair of INTOSAI Financial Audit Sub-<br />
Committee (FAS), Gert Jonsson, INTOSAI Compliance Audit Sub-Committee, Vani Sriram dan Project<br />
Director of FAS, Jonas <strong>Hal</strong>lstrom.<br />
Anggota BPK Rizal Djalil memberikan pengarahan dalam Rapat Koordinasi Auditama <strong>Keuangan</strong> Negara VI di<br />
Jakarta, 21 September 2012.<br />
Ketua BPK RI Hadi Poernomo memukul gong tanda dimulainya rapat koordinasi pelaksana BPK<br />
RI TA 2012 dengan tema “Mengoptimalkan Dampak <strong>Pemeriksa</strong>an Melalui Sinergi Pelaksanaan<br />
Optimalisasi Anggaran” di Bogor, 16-19 September 2012.<br />
<strong>40</strong> SEPTEMBER 2012<br />
Warta BPK
Ketua BPK RI Hadi Poernomo dan Sekjen BPK RI Hendar Ristriawan berfoto bersama dengan peserta<br />
The Third Meeting of The ASEANSAI Strategic Planning Committee yang berlangsung di Jakarta, 27<br />
September 2012.<br />
Anggota VII BPK Bahrullah Akbar (barisan depan kedua dari kiri) berfoto bersama dengan panelis dan<br />
peserta dalam Diskusi Panel “Indonesia Menuju Era <strong>Badan</strong> Penyelenggara Jaminan Sosial” di Jakarta, 27<br />
September 2012.<br />
Peserta Peer Review Training, Hotel Atlet Century Park, Jakarta, 24 September - 5 Oktober 2012.<br />
Warta BPK<br />
Sekjen BPK RI Hendar Ristriawan melantik para pejabat fungsional BPK.<br />
Ketua BPK Hadi Poernomo berfoto bersama usai acara <strong>Hal</strong>al Bil <strong>Hal</strong>al “Dengan bersilaturahmi diantara<br />
kita diusia senja merupakan perwujudan nyata dalam memaknai Romadhon”, 15 September 2012.<br />
SEPTEMBER 2012<br />
41
Tiga Landasan<br />
Hukum ARK<br />
Tak dipungkiri lagi, peraturan<br />
pertama yang memandu<br />
Algemene Rekenkamer (aRk)<br />
adalah Regeling van de<br />
wijze van beheer en verantwoording<br />
der geldmiddelen van Nederlandsch<br />
Indie. Peraturan ini ditandatangani<br />
oleh Raja Willem III pada 23 april<br />
1864. Dikemudian hari, dengan<br />
berbagai perubahan, peraturan<br />
ini diundangkan kembali dengan<br />
lembaran negara atau Staatsblad 1925<br />
No.448, atau dikenal dengan nama<br />
Indische Comptabiliteitswet atau ICW.<br />
Raja Willem III wafat pada 23<br />
November 1890. Calon penggantinya<br />
Wilhelmina. Hanya saja Wilhelmina<br />
ini belum dewasa. Sambil menunggu<br />
calon pengganti dewasa, roda<br />
kerajaan dipegang terlebih dahulu<br />
oleh istri dari Raja Willem III, Putri<br />
Emma. Putri Emma ini yang menjadi<br />
Wali kerajaan Belanda.<br />
Semasa menjadi Wali kerajaan,<br />
pada 15 Maret 1898, Putri Emma<br />
menandatangani peraturan<br />
perundang-undangan baru yang<br />
mendukung tugas aRk. Peraturan<br />
tersebut yaitu Instructie en verdure<br />
bepalingen voor de Algemene<br />
Rekenkamer in Nederlandsche Indie<br />
(IaR). Peraturan ini dimasukkan dalam<br />
staatsblad 1898 No. 164. Inilah yang<br />
kemudian dikenal sebagai IaR.<br />
IaR inilah yang menjadi undangundangnya<br />
Algemene Rekenkamer.<br />
kalau saat ini sama seperti Undang-<br />
Undang No. 15 Tahun 2006 tentang<br />
BPk. Sementara ICW lebih dulu<br />
diterbitkan, merupakan peraturan<br />
42 SEPTEMBER 2012<br />
Warta BPK
mengenai penguasaan, pengurusan, dan<br />
pertanggungjawaban keuangan Hindia Belanda.<br />
Setelah Wilhelmina dewasa dan dinobatkan<br />
menjadi Ratu Belanda, semasanya, IaR ini<br />
kemudian disempurnakan lagi dengan peraturan<br />
yang dimasukkan dalam staatsblad 1933 No.320.<br />
Selain itu, pada masa Wilhelmina diberlakukan<br />
pula peraturan Indische Bedrijvenwet yang<br />
tertuang di dalam staatsblad 1927 No.419,<br />
peraturan ini dikenal dengan singkatan IBW.<br />
Peraturan ini mengatur tentang perusahaanperusahaan<br />
berbadan hukum.<br />
akhirnya aRk dalam menjalankan tugasnya<br />
berpatokan pada ketiga peraturan tersebut yaitu<br />
ICW, IaR, dan IBW. Berdasarkan ketiga peraturan<br />
tersebut, tugas algemene Rekenkamer, secara<br />
umum, yaitu:<br />
1. Melakukan pengawasan atas pengurusan<br />
keuangan, baik pengeluaran maupun<br />
penerimaan negara.<br />
2. Melakukan toezicht atau pengawasan atas<br />
pengurusan barang negara, baik dalam<br />
gudang-gudang negara maupun di tempattempat<br />
lainnya.<br />
3. Melakukan pemeriksaan terhadap<br />
perhitungan anggaran dan perhitungan<br />
bendaharawan.<br />
Sementara, berdasarkan ketiga peraturan itu,<br />
secara umum, fungsi aRk, yaitu:<br />
1. Melakukan pemeriksaan terhadap pengurusan<br />
(penguasaan, penggunaan, pembukuan) dan<br />
pertanggungjawaban keuangan negara.<br />
2. Memberikan rekomendasi kepada pemerintah.<br />
3. Menetapkan tuntutan terhadap para<br />
bendaharawan yang salah, lalai atau alpa yang<br />
melanggar ICW dan ketentuan lainnya.<br />
Pada masa kemerdekaan Indonesia, di<br />
masa awal BPk, ketiga peraturan ini pula yang<br />
digunakan untuk menjalankan tugasnya. Bahkan,<br />
ketiga peraturan produk kolonial Belanda tersebut<br />
digunakan dalam jangka waktu yang sangat lama.<br />
Hingga saat ini pun, beberapa hal yang ada<br />
pada ketiga peraturan tersebut masih berlaku di<br />
perundang-undangan yang mendukung kerja<br />
BPk, walau dengan perubahan-perubahan.<br />
Dengan kata lain ‘jiwa’ ketiga peraturan tersebut<br />
masih ada di peraturan perundang-undangan<br />
terkait BPk saat ini. and<br />
Warta BPK<br />
Wilhelmina of the Netherlands 1909<br />
SEPTEMBER 2012<br />
43
AKSENTUASI<br />
Suasana sosialisasi persiapan pemeriksaan kinerja atas penetapan formasi dan pengadaan Pegawai Negeri Sipil (PNS), diadakan pada tanggal 4 September 2012 di Jakarta.<br />
Audit Kinerja<br />
Formasi PNS<br />
BPK akan melakukan pemeriksaan kinerja atas penetapan<br />
formasi dan pegawai negeri sipil (PNS). Upaya ini untuk menilai<br />
efektivitas pelaksanaan kegiatan penetapan formasi dan<br />
pengadaan PNS.<br />
Pengangkatan PnS selalu<br />
menjadi isu yang hangat<br />
belakangan ini. Maklum,<br />
jumlah PnS dari tahun<br />
ke tahun makin meningkat. BPk<br />
mencatat jumlah seluruh PnS pada<br />
2006 sebanyak 3.725.229 pegawai dan<br />
pada 2009 jumlah tersebut meningkat<br />
menjadi 4.524.205 pegawai. Untuk itu,<br />
pemerintah telah mengambil kebijakan<br />
moratorium penerimaan PnS pada<br />
2011 dan 2012.<br />
<strong>Hal</strong> ini dilakukan karena<br />
meningkatnya jumlah pegawai<br />
ternyata juga membawa konsekuensi<br />
pada pembengkakan jumlah belanja<br />
pegawai yang harus ditanggung. BPk<br />
mencatat jumlah belanja pegawai<br />
yang dibayar pemerintah pusat pada<br />
2006 sebesar Rp73,25 triliun. adapun,<br />
pada 2009, jumlah belanja pegawai<br />
tersebut telah meningkat menjadi<br />
sebesar Rp127,67 triliun. Untuk<br />
pemerintah daerah, jumlah belanja<br />
pegawai pada 2006 yang dibayar oleh<br />
seluruh pemerintah daerah adalah<br />
Rp102,33 triliun. adapun, pada 2009<br />
jumlah belanja pegawai yang dibayar<br />
sebesar Rp180,99 triliun.<br />
Untuk itulah BPk akan melakukan<br />
pemeriksaan kinerja atas penetapan<br />
formasi dan pengadaan PnS pada<br />
2009 dan 2010. Saat menggelar<br />
konferensi pers di gedung BPk<br />
pada 12 September lalu, anggota<br />
BPk agung Firman Sampurna<br />
mengungkapkan pemeriksaan kinerja<br />
ini dilakukan untuk menilai efektivitas<br />
44 SEPTEMBER 2012<br />
Warta BPK
pelaksanaan kegiatan penetapan<br />
formasi dan pengadaan PnS dan untuk<br />
menyelamatkan aPBn dari alokasi<br />
anggaran PnS yang tidak tepat sasaran.<br />
<strong>Pemeriksa</strong>an akan dilakukan pada<br />
kementerian Pendayagunaan aparatur<br />
negara dan Reformasi Birokrasi, <strong>Badan</strong><br />
kepegawaian negara, kementerian<br />
keuangan, kementerian Dalam negeri,<br />
serta mengambil sampel pada lima<br />
instansi pusat dan 33 instansi daerah.<br />
Menurut agung Firman Sampurna<br />
pemeriksaan kinerja ini dilakukan<br />
berdasarkan pasal 6 ayat (3) UU no.<br />
15 tahun 2006 tentang BPk. tujuan<br />
utamanya tak lain untuk perbaikan<br />
kinerja. Selain itu, pemeriksaan juga<br />
merupakan lanjutan dari pilot project<br />
pemeriksaan kinerja atas penetapan<br />
formasi dan pengadaan PnS yang<br />
telah dilakukan oleh BPk pada<br />
2011 di kemenPan-RB serta <strong>Badan</strong><br />
kepegawaian negara (Bkn).<br />
Selain itu, lanjutnya, pemeriksaan<br />
kinerja kali ini juga merupakan<br />
lanjutan dari pilot project pemeriksaan<br />
kinerja atas penetapan formasi<br />
dan pengadaan PnS yang telah<br />
dilakukan oleh BPk pada 2011.<br />
Dalam pilot project tersebut BPk telah<br />
melakukan pemeriksaan kinerja di<br />
kemenPan-RB, Bkn serta sampel pada<br />
empat instansi yaitu kementerian<br />
kebudayaan dan Pariwisata (sekarang<br />
kementerian Pariwisata dan ekonomi<br />
kreatif), Pemerintah Provinsi Jawa<br />
timur, Pemerintah kabupaten kutai<br />
kertanegara, dan Pemerintah kota<br />
Bekasi.<br />
Dari hasil pemeriksaan kinerja yang<br />
telah dilakukan, BPk mengindikasikan<br />
permasalahan atas proses penetapan<br />
formasi dan pengadaan PnS.<br />
Permasalahan terkait penetapan<br />
formasi, antara lain pengendalian intern<br />
atas pengelolaan data kepegawaian<br />
tidak sesuai ketentuan, database<br />
pegawai menurut sistem kepegawaian<br />
instansi berbeda dengan database<br />
pegawai menurut Sistem aplikasi<br />
Pelayanan kepegawaian (SaPk) yang<br />
dikelola Bkn.<br />
temuan lain yakni belum ada<br />
Warta BPK<br />
SOP dan sosialisasi untuk kegiatan<br />
pengusulan formasi PnS di instansi<br />
pengusul. Bahkan BPk juga<br />
menemukan usulan tambahan formasi<br />
dari instansi belum berdasarkan analisis<br />
kebutuhan.<br />
adapun, permasalahan terkait<br />
pengadaan PnS, antara lain panitia<br />
pengadaan CPnS tidak didukung<br />
dengan uraian tugas yang jelas, seleksi<br />
administrasi penerimaan CPnS tidak<br />
cermat dan pengolahan lembar<br />
jawaban komputer (LJk) tidak sesuai<br />
ketentuan.<br />
BPk juga menemukan latar<br />
belakang pendidikan dan penempatan<br />
pelamar yang lulus tidak sama dengan<br />
formasi yang ditetapkan. Bahkan<br />
Agung Firman Sampurna<br />
pengajuan usulan penetapan nIP<br />
tidak sesuai ketentuan. Dokumen<br />
pengadaan juga tidak dikelola sesuai<br />
ketentuan.<br />
agung mengungkapkan dengan<br />
adanya pemeriksaan kinerja ini<br />
dapat mendorong entitas untuk<br />
melakukan perbaikan dan peningkatan<br />
kinerja. Sekalipun begitu, lanjutnya,<br />
apabila dalam pemeriksaan tersebut<br />
AKSENTUASI<br />
ditemukan hal-hal ketidakpatuhan,<br />
ketidakpatutan, kecurangan atau<br />
penyimpangan dalam pengelolaan<br />
keuangan negara akan tetap diungkap.<br />
Dia menjelaskan pelaksanaan<br />
kinerja ini merupakan bagian dari<br />
program nasional BPk yang disebut<br />
pemeriksaan kinerja tematik. BPk<br />
melakukan pemeriksaan kinerja<br />
tematik berdasarkan prioritas program<br />
pemerintah. Salah satunya adalah<br />
reformasi birokrasi. “Salah satu area dari<br />
reformasi birokrasi adalah sumber daya<br />
aparatur negara,” jelasnya.<br />
Dia menambahkan pemeriksaan<br />
kinerja yang dilakukan pada saat ini<br />
merupakan satu perluasan terhadap<br />
sampel pada pemeriksaan yang<br />
telah dilakukan pada 2011. “Ini sangat<br />
penting karena tahun ini pemerintah<br />
kembali memberi kesempatan untuk<br />
penerimaan CPnS. kami berharap<br />
dengan pemeriksaan kinerja ini selain<br />
ada kehati-hatian dan kami berharap<br />
pelaksanaannya sesuai dengan<br />
ketentuan perundang-undangan,” jelas<br />
agung.<br />
SEPTEMBER 2012<br />
45
AKSENTUASI<br />
Otonomi Daerah<br />
Wakil ketua BPk Hasan Bisri<br />
mengungkapkan otonomi daerah<br />
dan pemilihan kepala daerah secara<br />
langsung juga sering membawa<br />
dampak dalam manajemen<br />
kepegawaian. Banyak kepala daerah<br />
yang merekrut tenaga honorer atau<br />
kontrak karena titipan dari anggota tim<br />
sukses atau karena kekerabatan, yang<br />
pada akhirnya berusaha untuk diangkat<br />
menjadi PnS.<br />
“<strong>Hal</strong>-hal tersebut adalah gejala<br />
umum yang terjadi terkait dengan<br />
masalah kepegawaian nasional,”<br />
katanya.<br />
terkait rencana pemeriksaan<br />
yang akan dilakukan oleh BPk, Hasan<br />
Bisri menegaskan bahwa tujuan<br />
pemeriksaan secara umum adalah<br />
untuk menentukan apakah data<br />
kepegawaian dapat diandalkan. “Jika<br />
menemukan selisih jumlah pegawai<br />
dengan data kepegawaian, cari<br />
sebabnya. Jangan berhenti sampai<br />
adanya perbedaan jumlah saja,”<br />
tegasnya.<br />
tujuan lainnya, tambah Hasan,<br />
yakni untuk menilai apakah pemerintah<br />
dalam menetapkan formasi CPnS<br />
memperhatikan analisa beban kerja<br />
atau analisa kebutuhan dari instansi<br />
yang bersangkutan, dan kemampuan<br />
keuangan negara.<br />
“auditor juga harus menilai apakah<br />
proses rekrutmen CPnS telah dilakukan<br />
sesuai dengan ketentuan yang berlaku,<br />
transparan, dan konsisten,” kata Hasan.<br />
terkait pengangkatan tenaga<br />
honorer menjadi CPnS, Hasan<br />
berpendapat auditor juga harus<br />
menilai apakah hal itu telah dilakukan<br />
sesuai dengan ketentuan yang berlaku<br />
dan konsisten. Sebab pada temuan<br />
pemeriksaan sebelumnya, di beberapa<br />
daerah ditemukan terjadinya distribusi<br />
pegawai yang tidak proporsional,<br />
menumpuk pada satker tertentu.<br />
“Ditemukan juga soal selisih<br />
jumlah pegawai menurut SIMPeg<br />
pada BkD dan Bkn. Harus dicari apa<br />
penyebab adanya selisih ini. Bisa jadi<br />
nanti disimpulkan ternyata bukan<br />
Ganjar Pranowo<br />
selisih data yang terjadi, tetapi memang<br />
pegawainya tidak ada. Lalu selama ini,<br />
ke mana gajinya?” kata Hasan Bisri.<br />
Wakil ketua komisi II DPR ganjar<br />
Pranowo membenarkan hasil yang<br />
dijelaskan oleh BPk. Menurut dia,<br />
kondisi pengadaan PnS di Indonesia<br />
mayoritas tidak sesuai antara posisi dan<br />
kompentensi yang dimiliki oleh PnS.<br />
namun, seluruh pengadaan PnS sesuai<br />
dengan permintaan dari kementerian<br />
masing-masing. Jika ada posisi yang<br />
tidak sesuai dengan kompetensi<br />
masing-masing PnS, hal ini harus<br />
dikoreksi. Untuk itu, DPR akan meminta<br />
report profil, proses penerimaannya<br />
seperti apa serta penempatannya di<br />
mana. tujuannya agar tidak ada posisi<br />
yang tidak sesuai dengan kompetensi.<br />
tidak hanya itu saja. DPR juga<br />
meminta Bkn untuk mengukur<br />
kompetensi tiap CPnS yang akan<br />
mencalonkan diri menjadi PnS sesuai<br />
dengan posisi yang dipilih. tentu saja<br />
hal ini memiliki tujuan yang sama<br />
dengan BPk, agar tidak memberatkan<br />
negara karena merekrut CPnS yang<br />
tidak sesuai dengan kompetensi.<br />
Untuk mekanisme laporan profil,<br />
proses serta penempatan, ganjar<br />
mengakui sejauh ini masih menjadi<br />
pembahasan di komisi II DPR.<br />
Sepertinya, pemeriksaan kinerja atas<br />
Penetapan Formasi dan Pengadaan<br />
PnS ini akan menjadi ikon yang dapat<br />
memenuhi harapan publik. bw<br />
Dari hasil<br />
pemeriksaan<br />
kinerja yang telah<br />
dilakukan, BPK<br />
mengindikasikan<br />
permasalahan atas<br />
proses penetapan<br />
formasi dan<br />
pengadaan PNS.<br />
46 SEPTEMBER 2012<br />
Warta BPK
WTP Modal Untuk<br />
Percaya Diri<br />
Berbagai upaya dilakukan oleh <strong>Badan</strong> Nasional Penanggulangan<br />
Bencana untuk memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian.<br />
Opini WTP menjadi modal BNPB untuk lebih transparan dan<br />
akuntabel.<br />
Syamsul Maarif<br />
Upaya <strong>Badan</strong> Nasional<br />
penanggulangan<br />
Bencana (BNpB) untuk<br />
memperoleh opini<br />
Wajar Tanpa pengecualian (WTp)<br />
membuahkan hasil. Buktinya, pada<br />
saat penyampaian Laporan <strong>Keuangan</strong><br />
pemerintah pusat Tahun 2011, BNpB<br />
merupakan salah satu kementerian/<br />
lembaga (K/L) yang memperoleh<br />
penilaian WTp bersama 66 lainnya.<br />
Ketua BpK Hadi poernomo<br />
Warta BPK<br />
mengatakan opini WTp tersebut<br />
diberikan BpK karena BNpB telah<br />
melakukan pembenahan terhadap<br />
pengelolaan anggaran. Selain<br />
itu, laporan keuangannya juga<br />
sudah menaati Standar akuntansi<br />
pemerintah. perbaikan catatan<br />
sistem pelaporan terkait dengan<br />
pengelolaan anggaran telah<br />
dilaksanakan dengan baik.<br />
pembenahan lain, lanjutnya,<br />
yakni pengelolaan aset yang dimiliki<br />
ROAD TO WTP<br />
sudah dilakukan. Tak hanya itu saja,<br />
BNpB juga telah menindaklanjuti<br />
sebagian besar temuan hasil<br />
audit semua yang terkait dengan<br />
pengelolaan keuangan negara<br />
disertai telah memadainya buktibukti<br />
pendukung atas pendapatan<br />
hasil pengelolaan keuangan negara.<br />
“Oleh karena itu, BpK memberikan<br />
opini WTp terhadap laporan<br />
keuangan kepada BNpB,” katanya.<br />
Kepala BNpB Syamsul Maarif<br />
mengungkapkan pemberian opini<br />
WTp merupakan prestasi yang<br />
diraih. Dengan memperoleh opini<br />
WTp ini Syamsul berharap bisa<br />
menjadi motivasi dan juga percaya<br />
diri bagi seluruh jajaran BNpB dalam<br />
menjalankan tugas.<br />
Syamsul mengungkapkan<br />
selama ini masyarakat hanya<br />
mengetahui BNpB sebagai<br />
lembaga yang diberikan tugas<br />
untuk mengatasi bencana.<br />
Dalam melaksanakan tugasnya<br />
dituntut untuk tanggap dan<br />
cepat mengatasi bencana.<br />
Dengan adanya perolehan<br />
opini WTp ini membuktikan<br />
bahwa selama ini BNpB dalam<br />
mempertanggungjawabkan<br />
pengelolaan keuangan dalam<br />
penanggulangan bencana juga<br />
sudah sesuai dengan ketentuan.<br />
padahal sebelumnya,<br />
diakui Syamsul, lembaga yang<br />
dipimpinnya pernah mendapat<br />
opini disclaimer. Saat itu,<br />
kenangnya, dirinya sempat<br />
mempertanyakan kenapa<br />
lembaganya mendapat opini<br />
disclamer. padahal dirinya telah<br />
bekerja dengan baik. Bahkan,<br />
semua kegiatan juga tidak ada yang<br />
SEPTEMBER 2012<br />
47
ROAD TO WTP<br />
fiktif, tidak ada mark up, dan tidak<br />
mengurangi kualitas. Sempat pula<br />
dia memandang disclaimer hanya<br />
penilaian dari luar saja. “Saat itu saya<br />
berpikir biarlah disclaimer, tapi saya<br />
bisa menolong masyarakat,” jelasnya.<br />
Maklum, tambahnya, bekerja<br />
dalam bidang penanggulangan<br />
bencana memang tidak bisa<br />
direncanakan. Sebab siapapun<br />
tidak tahu bakal terjadi bencana.<br />
Begitu tejadi bencana, pihaknya<br />
langsung bekerja cepat untuk<br />
mengatasi bencana. Baginya<br />
memberikan pertolongan bagi<br />
masyarakat yang terkena bencana<br />
menjadi prioritas. <strong>Hal</strong> ini dilakukan,<br />
kata Syamsul, karena ukuran<br />
keberhasilan BNpB yakni apabila<br />
masyarakat membutuhkan bantuan<br />
segera mendapat pelayanan yang<br />
cepat dan tidak ada keluhan dari<br />
masyarakat.<br />
akibatnya, lanjut Syamsul,<br />
pertanggungjawaban penggunaan<br />
dana bantuan bencana seringkali<br />
terabaikan. Selain itu minimnya<br />
jumlah personil yang dimiliki<br />
BNpB juga menjadi faktor utama.<br />
Saat itu, BNpB hanya memiliki 80<br />
personil. Dengan demikian begitu<br />
terjadi bencana, semua personil<br />
diterjunkan untuk mengatasi<br />
bencana, seperti menolong korban.<br />
Selain itu, dana bantuan bencana<br />
juga harus cepat dibagikan kepada<br />
korban bencana untuk memulihkan<br />
keadaan. “Kondisi itu membuat<br />
pencatatan penggunaan dana<br />
bantuan seringkali terabaikan,” kata<br />
Syamsul.<br />
Namun begitu, memperoleh<br />
opini disclaimer dari BpK, Syamsul<br />
mengaku baru mulai terpikirkan<br />
untuk membenahi pengelolaan<br />
dan pertanggungjawaban keuangan.<br />
Sejak itulah, dia bertekad untuk<br />
melakukan pembenahan agar di<br />
tahun mendatang tidak memperoleh<br />
opini disclaimer lagi. Sebab selama<br />
ini masyarakat beranggapan<br />
bila mendapat opini disclaimer,<br />
lembaga yang dipimpinnya selalu<br />
dipersepsikan sebagai lembaga yang<br />
korup. “Ini terjadi karena masyarakat<br />
juga belum mengetahui mengenai<br />
disclaimer,” jelas Syamsul.<br />
Untuk itu, berbagai upaya<br />
dilakukan untuk membenahi<br />
lembaga yang dipimpinnya.<br />
Salah satunya, dia terjun<br />
langsung ke lapangan. Di sana dia<br />
menemukan berbagai persoalan<br />
menyangkut pengelolaan dan<br />
pertanggungjawaban keuangan.<br />
Salah satunya kurangnya koordinasi.<br />
persoalan lain yang ditemukan<br />
Syamsul yakni minimnya jumlah<br />
personil yang dimilikinya. Kurangnya<br />
48 SEPTEMBER 2012<br />
Warta BPK
SDM ini juga menjadi faktor<br />
kurangnya perhatian pada penyajian<br />
laporan keuangan.<br />
Upaya pertama yang dilakukan<br />
yakni mengusulkan penambahan<br />
SDM. Beruntung, upayanya<br />
membuahkan hasil. Jumlah SDM di<br />
BNpB bertambah dari 80 orang kini<br />
sudah menjadi 300 orang. Dengan<br />
adanya SDM tersebut, peningkatan<br />
kemampuan SDM dengan<br />
memberikan pelatihan dalam bidang<br />
penyajian laporan keuangan. Untuk<br />
itu pihaknya juga menjalin kerja<br />
sama dengan BpKp.<br />
Syamsul juga mengakui adanya<br />
dukungan dari pihak BpKp juga<br />
memberikan kontribusi dalam<br />
penyajian laporan keuangan.<br />
Bahkan, dia juga meminta salah<br />
satu petugas BpKp untuk berkantor<br />
di BNpB. Tugasnya memberikan<br />
bimbingan dan memantau<br />
penggunaan anggaran. “BpKp<br />
memberikan rambu-rambu<br />
penggunaan dan pengelolaan<br />
keuangan,” katanya.<br />
Dia bersyukur lembaganya<br />
sudah memperoleh opini WTp.<br />
Baginya prestasi yang diperolehnya<br />
memberikan dampak yang besar<br />
bagi jajarannya. Salah satunya<br />
sebagai motivasi. Selain itu,<br />
dapat memberikan pemahaman<br />
masyarakat bahwa BNpB telah<br />
bekerja dan tidak korupsi.<br />
Lebih penting, lanjutnya,<br />
predikat WTp adalah sebuah modal<br />
untuk bekerja lebih baik. Tidak<br />
hanya pada tataran formal penyajian<br />
keuangan, tetapi juga harus<br />
ditunjukan dalam hasil kerja dalam<br />
memberikan pelayanan yang prima<br />
kepada masyarakat.<br />
Dia juga berharap BpK dapat<br />
melakukan audit kinerja terhadap<br />
BNpB. “Saya menunggu kapan<br />
BpK melakukan audit kinerja dan<br />
tak hanya pemeriksaan penyajian<br />
laporan keuangan, “ kata Syamsul.<br />
<strong>Pemeriksa</strong>an Khas Bencana<br />
Menurut dia, dalam<br />
Warta BPK<br />
penanggulangan bencana<br />
banyak kendala. apalagi dalam<br />
penanggulangan bencana semua<br />
pihak juga ikut terlibat. Untuk itu,<br />
pihaknya juga berusaha untuk<br />
mengurangi persoalan tersebut.<br />
Sekalipun begitu, dia juga tak<br />
ingin menghilangkan amanat yang<br />
diberikan rakyat atas berdirinya<br />
BNpB. “Saya bersyukur di satu sisi<br />
BNpB bisa melayani rakyat, di sisi<br />
lain juga dianggap patuh terhadap<br />
peraturan,” kata Syamsul.<br />
Hanya saja ke depan Syamsul<br />
berharap ada kesepahaman<br />
antara pemeriksa BpK dengan<br />
apa yang dilakukan BNpB dalam<br />
menanggulangi bencana. Untuk itu,<br />
dia juga telah melakukan diskusi<br />
dengan pihak BpK untuk memahami<br />
penanggulangan bencana. Sebab<br />
sejumlah persoalan juga dihadapi<br />
dalam penanggulangan bencana.<br />
paling tidak, Syamsul<br />
berharap ada perspektif sama<br />
antara pemeriksa dengan tugas<br />
yang diemban BNpB . Dengan<br />
begitu BNpB tidak hanya bisa<br />
menolong masyarakat yang<br />
terkena bencana, tetapi juga bisa<br />
dipertanggungjawabkan.<br />
Dia seringkali menghimbau<br />
stafnya untuk tidak takut bertindak<br />
demi kepentingan masyarakat asal<br />
sesuai dengan peraturan. Untuk itu,<br />
perlu adanya model pemeriksaan<br />
yang khas untuk audit bencana.<br />
Sebab, menurutnya, audit bencana<br />
berbeda dengan audit lainnya.<br />
<strong>Hal</strong> ini dilakukan karena<br />
penanganan bencana selalu ada<br />
resistensi untuk diperiksa. Dengan<br />
adanya bencana tsunami di aceh<br />
pada 2004, dunia juga telah melihat<br />
bahwa bencana itu bisa diperiksa<br />
ketaatannya. Bahkan, Indonesia<br />
sebagai penggagas audit bencana.<br />
Sekalipun telah memperoleh<br />
WTp, Syamsul merasa masih banyak<br />
kelemahan. Untuk itu, selain dia<br />
bertekad akan mempertahankan<br />
predikat WTp tersebut, juga akan<br />
terus membenahi berbagai persoalan<br />
ROAD TO WTP<br />
di lembaganya. Selain itu, dia<br />
juga akan melakukan monitoring<br />
terhadap penggunaan bantuan dana<br />
bencana.<br />
Dia bertekad untuk melakukan<br />
transparansi dan akuntabilitas<br />
keuangan. “Transparan dan<br />
akuntabilitas akan menjadi prioritas<br />
dalam memberikan pelayanan<br />
kepada masyarakat,” tegas Syamsul.<br />
bw<br />
Syamsul berharap ada<br />
kesepahaman antara<br />
pemeriksa BPK<br />
dengan apa yang<br />
dilakukan BNPB<br />
dalam menanggulangi<br />
bencana. Untuk<br />
itu, telah melakukan<br />
diskusi dengan<br />
pihak BPK untuk<br />
memahami penanggu -<br />
langan bencana.<br />
SEPTEMBER 2012<br />
49
INTERNASIONAL<br />
BPK & JAN Malaysia<br />
Lanjutkan Upaya<br />
Perlindungan Laut<br />
Anggota BPK Ali Masykur Musa dan Dato’ Hj. Anwari bin Suri, Deputy Auditor General (Federal) JAN Malaysia,<br />
menandatangani perjanjian kerja sama audit lingkungan dan kerja sama bilateral, belum lama ini.<br />
Pada 2-4 September 2012,<br />
BPK dan JaN Malaysia<br />
kembali bertemu untuk<br />
membahas masalah audit<br />
lingkungan dan kerja sama bilateral.<br />
Pertemuan teknis itu merupakan<br />
kelanjutan dari kerja sama kedua<br />
badan pemeriksa keuangan negara<br />
yang berlangsung di Mataram,<br />
Provinsi Nusa Tenggara Barat.<br />
Selain pimpinan dan delegasi<br />
dari BPK dan JaN Malaysia, juga hadir<br />
Menteri Lingkungan Hidup Balthasar<br />
Kambuaya, Gubernur Provinsi Nusa<br />
Tenggara Barat Zainul Majdi, dan<br />
jajaran Forum Komunikasi Pimpinan<br />
daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat.<br />
delegasi JaN Malaysia berjumlah<br />
13 orang dipimpin oleh dato' Hj.<br />
anwari bin Suri, deputy auditor<br />
General (Federal). adapun, delegasi<br />
BPK dipimpin oleh anggota BPK ali<br />
Masykur Musa. Juga hadir Kepala<br />
Perwakilan BPK Propinsi Nusa<br />
Tenggara Barat Eldy Mustafa.<br />
dalam sambutan pembukaannya,<br />
ali Masykur Musa mengatakan<br />
JaN Malaysia dan BPK sudah<br />
menandatangani Memorandum of<br />
Understanding pada 2007 di Mexico<br />
City. Tujuan dari MoU tersebut adalah<br />
untuk menguatkan, meningkatkan<br />
dan mengembangkan kerangka kerja<br />
sama dan efisiensi timbal balik antara<br />
BPK RI dan JaN Malaysia di bidang<br />
audit Kepentingan Publik dengan<br />
dasar kesamaan dan menguntungkan<br />
kedua belah pihak.<br />
“Sebagai implementasi MoU<br />
tersebut, BPK dan JaN telah<br />
melakukan berbagai aktivitas kerja<br />
sama dalam bentuk pendidikan/<br />
pelatihan dan parallel audit, seperti<br />
pada pengelolaan hutan dan<br />
mangrove (forest management and<br />
mangroves management) di Selat<br />
Malaka pada 2010 – 2011,” jelasnya.<br />
Saat ini, lanjutnya, BPK dan<br />
JaN melaksanakan paralel audit<br />
di bidang perikanan (Illegal, IUU<br />
Fishing). Technical Agreement antara<br />
BPK dan JaN Malaysia dalam bidang<br />
IUU Fishing dan Water Resources<br />
Management telah dilakukan di<br />
Pangkor, Perak-Malaysia, pada 9-12<br />
april 2012. Isi dari persetujuan itu<br />
termasuk dalam action plan, antara<br />
lain :<br />
Melaksanakan Audit on IUU<br />
Fishing tahun 2012 dan penerbitan<br />
laporan tersebut pada tahun 2013.<br />
Melaksanakan Parallel audit<br />
tentang Pengenaan Bea Cukai atas<br />
Ekspor Barang dan pelaksanaan<br />
on Secondment Program pada Juli<br />
2012.<br />
Menyusun Audit Plannning<br />
Memorandum (APM) & Audit Design<br />
Matrix (ADM) on Water Resources<br />
Management pada Semester II<br />
tahun 2012. aPM ini yang akan kita<br />
bahas pada pertemuan teknis kali<br />
ini.<br />
Pelaksanaan beberapa workshop<br />
pada tahun 2012, seperti GIS<br />
Training di Indonesia, e-learning<br />
workhsop di Malaysia dan<br />
pengiriman narasumber BPK untuk<br />
pelatihan IPSaS di Malaysia.<br />
ali Masykur menambahkan<br />
pembahasan dan pertukaran<br />
pengetahuan dan pengalaman<br />
tentang hasil pemeriksaan<br />
paralel atas IUU Fishing akan<br />
dipresentasikan pada level aSOSaI<br />
di Penang, Malaysia pada 18<br />
September 2012.<br />
“Ini juga merupakan bagian<br />
dari komitmen Working Group<br />
on Environmental Audit (WGEa)<br />
INTOSaI. <strong>Pemeriksa</strong>an ini bertujuan<br />
untuk meningkatkan pengendalian<br />
kekayaan sumber daya alam dan<br />
lingkungannya agar kebangkitan<br />
dan kejayaan sektor kelautan dan<br />
50 SEPTEMBER 2012<br />
Warta BPK
perikanan dapat tercapai sehingga<br />
dapat digunakan sebesar-besarnya<br />
untuk kemakmuran rakyat kedua<br />
negara,” jelasnya.<br />
Menurut dia, pemanfaatan<br />
kelautan dan perikanan harus<br />
diselaraskan dengan upaya<br />
perlindungan sumber daya tersebut,<br />
agar dapat berkelanjutan untuk<br />
kehidupan anak cucu kita.<br />
Oleh karena itu, lanjutnya,<br />
koordinasi dan kerja sama yang baik<br />
antar Indonesia dan Malaysia dalam<br />
upaya perlindungan laut merupakan<br />
hal esensi yang harus segera<br />
diwujudkan.<br />
”Kami meyakini bahwa hasil audit<br />
BPK dan JaN dapat memberikan<br />
konstribusi positif dalam upaya<br />
memperbaiki kualitas kelautan<br />
dan perikanan masing-masing<br />
negara. Rekomendasi dari hasil<br />
audit juga akan dapat memberikan<br />
dampak positif dalam memperbaiki,<br />
meningkatkan dan membatasi<br />
persoalan kelautan dan perikanan,”<br />
tuturnya.<br />
ali Masykur juga<br />
mengharapkan<br />
pertemuan ini akan<br />
memberikan dampak<br />
dengan skala lebih besar<br />
di INTOSaI WGEa. Hasil<br />
audit ini, tambahnya,<br />
akan dipresentasikan<br />
pada level aSOSaI di<br />
Penang, Malaysia pada<br />
September 2012, seperti<br />
yang sudah tercantum<br />
dalam komitmen<br />
INTOSaI Working Group<br />
on Environmental Audit<br />
(WGEa).<br />
”Kami harap, apa yang<br />
akan dipresentasikan<br />
pada pertemuan ini dapat<br />
memberikan konstribusi<br />
yang positif bagi seluruh<br />
delegasi kedua negara.<br />
Saya juga berharap<br />
bahwa kita dapat terus<br />
melanjutkan kerja sama<br />
yang sudah terjalin selama<br />
Warta BPK<br />
ini dengan baik dan memberikan<br />
kontribusi yang semakin optimal<br />
bagi kedua badan pemeriksa dan<br />
pembangunan berkelanjutan pada<br />
umumnya.”<br />
Hasil pertemuan<br />
Kedua tim audit IUU Fishing dan<br />
Customs telah menyelesaikan target<br />
dari pertemuan yaitu penyusunan<br />
outline laporan parallel audit.<br />
Kedua tim audit dapat melanjutkan<br />
penyelesaian laporan audit di<br />
masing-masing negara.<br />
”Saya berharap kerja sama ini<br />
memberikan manfaat langsung<br />
bagi kedua negara dan SaI atas<br />
kerja sama yang dilakukan dan<br />
pengalaman yang dimiliki di bidang<br />
parallel audit lingkungan. Kami juga<br />
mengharapkan bahwa kegiatan ini<br />
akan memberikan dampak dengan<br />
skala lebih besar di INTOSaI WGEa,”<br />
papar ali Masykur dalam sambutan<br />
penutupannya.<br />
Selain itu, pada pertemuan ini<br />
INTERNASIONAL<br />
telah merancang implementasi<br />
kerja sama pemeriksaan paralel<br />
selanjutnya, yaitu berkaitan dengan<br />
pengelolaan sumber daya air.<br />
Kesepakatan teknis antara BPK<br />
dan JaN untuk implementasi kerja<br />
sama selanjutnya, meliputi action<br />
plan, sebagai berikut:<br />
Penyusunan laporan paralel audit<br />
IUU Fishing dan Customs.<br />
Kesepakatan atas Audit Plannning<br />
Memorandum (APM) & Audit Design<br />
Matrix (ADM) on Water Resources<br />
Management yang akan dilaksanakan<br />
audit pada Semester II tahun 2012.<br />
Pengembangan Audit Plannning<br />
Memorandum (APM) & Audit Design<br />
Matrix (ADM) on Food Security (<br />
Agriculture) pada pertemuan teknis<br />
selanjutnya di Malaysia. audit akan<br />
dilaksanakan pada semester II tahun<br />
2013.<br />
Pelaksanaan secondment dan riset<br />
atas Accountability Index of Financial<br />
Management dan Quality Assurance<br />
tahun 2013.<br />
Menteri Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya dan Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Barat Zainul Majdi tengah bertukar<br />
cinderamata.<br />
SEPTEMBER 2012<br />
51
INTERNASIONAL<br />
Latar Belakang Pertemuan<br />
Peserta pertemuan antara BPK dan JAN Malaysia berfoto bersama<br />
SEBaGaI lembaga negara, BPK menghadapi tuntutan<br />
dari stakeholders yang semakin meningkat. Untuk<br />
menghadapi tuntutan itu, BPK senantiasa berupaya<br />
meningkatkan kapasitasnya, baik kelembagaan maupun<br />
sumber daya manusia. Salah satu langkah yang diambil<br />
melalui kerja sama dengan badan pemeriksa negara lain.<br />
BPK dapat meningkatkan kapasitas para pegawai<br />
melalui pertukaran pengalaman dan berbagi<br />
pengetahuan dengan badan pemeriksa negara lain,<br />
melalui training-training yang diselenggarakan,<br />
pertukaran informasi, workshop-workshop, dan<br />
sebagainya.<br />
Hubungan dan kerjasama ini tidak mungkin tidak<br />
dilaksanakan, karena sebagai negara yang berdaulat,<br />
Indonesia tidak mungkin menutup diri. dengan prinsip<br />
politik bebas aktif, Indonesia memiliki kebebasan dalam<br />
menentukan masalah sendiri dan aktif dalam berperan di<br />
kancah internasional.<br />
Sampai dengan saat ini BPK telah melaksanakan<br />
MoU dengan 14 BPK negara lain, termasuk dengan JaN<br />
Malaysia. Hubungan BPK dan JaN Malaysia dimulai<br />
dengan pelaksanaan Technical Meeting pertama di<br />
Indonesia pada saat ulang tahun BPK ke 60 pada Januari<br />
2007. Hubungan ini disahkan dengan penandatanganan<br />
perjanjian pada 4 November 2007 saat International<br />
Congress of Supreme Audit Institutions (INCOSaI) ke-19 di<br />
Mexico City, Mexico. MoU antara BPK RI dan JaN Malaysia<br />
telah berjalan selama 5 tahun sampai dengan tahun 2012<br />
ini, dan akan terus diperpanjang secara otomatis setiap 2<br />
tahun sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak.<br />
Selanjutnya, berdasarkan Pertemuan Teknis BPK - JaN<br />
di Perak, Malaysia pada 9 – 11 april 2012, kedua pihak<br />
sepakat mengadakan pertemuan teknis di Mataram,<br />
Indonesia pada tanggal 2 – 4 September 2012.<br />
Tujuan pelaksanaan Pertemuan Teknis di Mataram<br />
antara BPK dan JaN Malaysia:<br />
Lesson Learnt Parallel Audit:<br />
• di bidang illegal, unreported, and unregulated (IUU)<br />
fishing<br />
• di bidang custom<br />
Menyusun Outline Paralel audit Report<br />
Pembuatan Audit Planning Memorandum (aPM)<br />
paralel audit di bidang water resources management;<br />
diskusi Next Implementation kerjasama bilateral antara<br />
BPK RI dan JaN Malaysia.<br />
52 SEPTEMBER 2012<br />
Warta BPK
Pengelolaan <strong>Keuangan</strong> Negara Tentukan Nasib Bangsa<br />
JAKARTA: Wakil Presiden Boediono<br />
menegaskan pengelolaan keuangan<br />
negara merupakan faktor penting dan<br />
berkaitan erat dengan nasib bangsa.<br />
Sejarah membuktikan banyak negara<br />
hancur karena tidak mampu mengelola<br />
keuangan negara dengan baik.<br />
“Dalam sejarah dunia, naik turunnya<br />
kerajaan, negara, itu selalu terlihat dari<br />
pasang surutnya keuangan negara. Dari<br />
zaman Romawi, income-nya tinggi tapi<br />
lama kelamaan menyusut, keuangan<br />
negara runtuh dari kekuatan politiknya,”<br />
Budiono<br />
kata Boediono dalam Rakernas<br />
Akuntansi dan Pelaporan <strong>Keuangan</strong><br />
Pemerintah Tahun 2012, di Jakarta,<br />
Selasa (11/9).<br />
Wapres mengungkapkan dua revolusi besar dunia<br />
di abad 18 juga berawal dari masalah keuangan negara.<br />
Contoh, revolusi Prancis pada 1789 yang diawali dari<br />
penetapan pajak oleh Raja Louis yang dianggap terlalu<br />
besar oleh rakyatnya karena tengah dilanda kesulitan<br />
Kemenkeu Siap Pangkas Perjalanan Dinas<br />
JAKARTA: Kementerian <strong>Keuangan</strong><br />
siap melakukan penghematan<br />
terhadap anggaran perjalanan dinas<br />
kementerian dan lembaga (K/L) pada<br />
2013 yang bisa mencapai Rp21 triliun.<br />
“ Itu untuk semua K/L, baik DPR<br />
maupun <strong>Badan</strong> <strong>Pemeriksa</strong> <strong>Keuangan</strong><br />
(BPK), itu juga untuk perjalanan dinas<br />
baik ke luar negeri maupun dalam<br />
negeri,” kata Menteri <strong>Keuangan</strong> Agus<br />
Martowardojo, di Jakarta, Kamis (13/9).<br />
Menurut dia, pihaknya akan<br />
melakukan pembicaraan dengan<br />
seluruh K/L untuk bisa melakukan<br />
penghematan anggaran perjalanan<br />
dinas. “Kami berharap tetap dapat<br />
Agus Martowardojo<br />
melakukan penghematan perjalanan<br />
dinas pada tahun depan, makanya<br />
akan ditindaklanjuti dengan pembicaraan kepada<br />
masing-masing K/L,” ujarnya.<br />
Agus menjelaskan dana perjalanan dinas tersebut<br />
untuk lembaga pemerintahan, DPR, BPK, dan lembaga-<br />
Warta BPK<br />
Lintas PERISTIWA<br />
keuangan. Lalu, revolusi Amerika Serikat,<br />
pada 1776 juga berawal dari pajak ekspor<br />
yang terlalu besar.<br />
“Tahun 30-an, Jerman akhirnya jatuh<br />
ke tangan Hitler karena masalah keuangan<br />
negara yang amburadul. Penyebabnya,<br />
beban utang yang sangat besar karena<br />
mereka harus membayar kerugian saat<br />
Perang Dunia I. Akhirnya Nazi menawarkan<br />
solusi jangka pendek dengan melakukan<br />
nasionalisasi di beberapa sektor, yang<br />
berujung pada peperangan. Akhir-akhir ini<br />
di Eropa juga terjadi krisis karena masalah<br />
keuangan negara,” paparnya seperti dikutip<br />
Investor Daily.<br />
Boediono menambahkan para<br />
pengelola keuangan negara di pusat dan daerah<br />
yang bekerja dengan baik, patut diberi gelar sebagai<br />
negarawan. Sebaliknya, untuk para pengelola keuangan<br />
yang tidak melakukan tugasnya dengan baik, apalagi<br />
menggerogoti uang negara, tidak pantas disebut<br />
negarawan.<br />
lembaga lainnya. Pada tahun ini,<br />
anggaran perjalanan dinas mencapai<br />
Rp18 triliun. Namun untuk tahun<br />
depan anggaran itu naik menjadi Rp21<br />
triliun.<br />
“Bahwa anggaran nonoperasional<br />
yang tidak utama untuk melakukan<br />
penghematan selama 3 tahun terakhir<br />
sudah terus-terusan kita lakukan,”<br />
tegasnya seperti dikutip Neraca.<br />
Dalam nota keuangan dan<br />
rancangan anggaran pendapatan<br />
dan belanja negara (RAPBN) 2013,<br />
pemerintah mengalokasikan anggaran<br />
belanja barang sebesar Rp159,2 triliun.<br />
Angka ini mengalami penurunan<br />
sebesar Rp27,4 triliun atau 14,7% dari<br />
APBNP 2012 yang sebesar Rp186,6<br />
triliun.<br />
Penyebab turunnya anggaran belanja barang<br />
yakni efisiensi belanja perjalanan dinas, seminar, dan<br />
konsinyering.<br />
SEPTEMBER 2012<br />
53
Lintas PERISTIWA<br />
BPK Didesak Audit Kerja DPR<br />
JAKARTA: Forum Indonesia untuk<br />
Transparansi Anggaran meminta<br />
BPK mengaudit kerja legislasi DPR<br />
sebelum mengaudit KPK.<br />
“Setelah disahkan, banyak<br />
UU yang digugat ke Mahkamah<br />
Konstitusi,” kata Uchok Sky Khadafi,<br />
Koordinator Advokasi dan Investigasi<br />
Sekretariat Nasional Forum, di<br />
Jakarta, Jumat (29/9).<br />
Dia menambahkan gugatan<br />
itu menunjukkan bahwa kinerja<br />
DPR melempem. Padahal mereka<br />
ditopang dengan anggaran yang<br />
Uchok Sky Khadafi<br />
besar. Tahun lalu biaya membahas<br />
94 UU sebesar Rp173,45 miliar, naik<br />
dua kali lipat dari tahun ini untuk<br />
menyelesaikan 64 beleid.<br />
Namun, sampai masa sidang tinggal 3 bulan, DPR<br />
baru menyelesaikan 11 UU. Banyak beleid penting<br />
Golkar Partai Terkorup<br />
JAKARTA : Pemerintah mengumumkan<br />
Partai Golkar sebagai partai terkorup sepanjang<br />
pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Ini adalah<br />
kesimpulan dari Sekretariat Kabinet berdasarkan<br />
jumlah surat pemberian izin penyelidikan dan<br />
penyidikan dari presiden.<br />
Menurut Sekretaris Kabinet Dipo Alam, dari 176<br />
surat izin pemeriksaan, 64 dikeluarkan untuk politikus<br />
dan pejabat dari Golkar. Di urutan kedua, sebanyak 32<br />
izin untuk para pejabat dari PDI Perjuangan. Adapun<br />
sebanyak 92% izin untuk pemeriksaann kasus korupsi.<br />
“Ini bukan untuk buka aib. Mari sama-sama kita<br />
mengawal anggaran,” kata Dipo dalam jumpa pers di<br />
kantornya, belum lama ini.<br />
Urutan berikutnya adalah Partai Demokrat yang<br />
menyumbangkan 20 politikusnya yang diperiksa<br />
secara hukum. Partai Persatuan Pembangunan<br />
berapa pada posisi keempat dengan 17 orang, Partai<br />
Kebangkitan Bangsa 9 orang, Partai Amanat Nasional<br />
7 orang, Partai Keadilan Sejahtera 4 orang, dan Partai<br />
Bulan Bintang 2 orang.<br />
Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Umum Partai<br />
seperti UU Perlindungan Tenaga Kerja,<br />
belum beres. “Karena itu, sebelum<br />
minta mengaudit KPK, mereka harus<br />
mengaudit internalnya lebih dahulu,”<br />
tegas Uchok.<br />
Wakil Ketua DPR Priyo Budi<br />
Santoso mengakui bahwa kerja<br />
parlemen belum maksimal.<br />
Alasannya, banyak UU yang kompleks<br />
sehingga pembahasannya molor. UU<br />
Keistimewaan Yogyakarta, misalnya,<br />
baru disahkan bulan lalu karena<br />
menuai kontroversi soal jabatan Sultan<br />
Hamengkubuwono sebagai gubernur.<br />
Priyo berjanji akan menggenjot<br />
kinerja DPR, meski pesimistis seluruh<br />
beleid selesai sesuai dengan target. “Minimal setengah<br />
dari yang ditetapkan program legislasi,” kata politikus<br />
Golkar ini seperti yang dikutip Tempo.<br />
Dipo Alam<br />
Golkar Fadel Muhammad menuding Dipo bermain<br />
politik menjelang Pemilihan Umum 2014. “Ini sudah<br />
dirancang dengan matang untuk merugikan Golkar,”<br />
katanya.<br />
54 SEPTEMBER 2012<br />
Warta BPK
Warta BPK<br />
PANTAU<br />
Kasus Century Buah dari<br />
‘Operasi Senyap’<br />
Antasari Azhar dan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla telah<br />
membeberkan keterangan di hadapan Timwas Kasus Bank<br />
Century di DPR. Bisakah keterangan itu menjadi pembuka jalan<br />
penuntasan kasus bailout Bank Century Rp6,7 triliun itu?<br />
Kasus Bank Century<br />
tetap menjadi<br />
misteri yang belum<br />
bisa terpecahkan.<br />
Meski Timwas Century<br />
menghadirkan mantan<br />
Ketua KPK antasari azhar<br />
dan mantan Wapres Jusuf<br />
Kalla untuk memberikan<br />
penjelasan, tetapi belum<br />
ada fakta kuat yang mampu<br />
membuka tabir gelap yang<br />
menyelimuti kasus ini.<br />
sebagaimana<br />
diungkapkan mantan Wakil<br />
Presiden Jusuf Kalla (JK) di<br />
hadapan Timwas, kasus<br />
Bank Century adalah kasus<br />
misterius nan gelap. Kasus<br />
yang telah menyedot<br />
perhatian masyarakat<br />
Indonesia tersebut bisa terjadi<br />
karena semua dilakukan melalui<br />
‘operasi senyap dan gelap’, tanpa<br />
adanya laporan yang diberikan, baik<br />
kepada Presiden susilo Bambang<br />
Yudhoyono maupun kepada Wapres<br />
Jusuf Kalla.<br />
"Karena, operasi pemberian dana<br />
talangan ke Bank Century ini melalui<br />
‘operasi senyap’ maka akhirnya<br />
timbullah masalah yang tak kunjung<br />
selesai hingga saat ini," kata Jusuf<br />
Kalla ketika memberikan penjelasan<br />
pada rapat Tim Pengawas Bank<br />
Century DPR di Gedung MPR/DPR/<br />
Antasari Azhar<br />
DPD, Jakarta, belum lama ini.<br />
JK mengatakan kasus Century<br />
bermula ketika Bank Indonesia<br />
memberikan dana talangan ke Bank<br />
Century sebesar Rp50 miliar pada 13<br />
November 2008. Karena tidak ada<br />
laporan kepada Presiden maupun<br />
Wakil Presiden, diapun tertarik untuk<br />
mengulik persoalan pemberian<br />
dana talangan kepada Bank Century<br />
yang dinilai sebagai persoalan besar<br />
tetapi dasar hukumnya tidak jelas.<br />
saat itu presiden sedang<br />
melakukan kunjungan keluar negeri,<br />
JK yang menjabat sebagai wakil<br />
presiden segera mengundang<br />
Menteri <strong>Keuangan</strong> sri Mulyani dan<br />
beberapa pejabat terkait lainnya<br />
untuk rapat di Istana Wakil Presiden<br />
pada 20 November 2008, sekaligus<br />
meminta penjelasan perihal<br />
tersebut.<br />
"saya bertanya kepada sri<br />
Mulyani mengapa memberikan<br />
dana talangan ke Bank Century,"<br />
kata Kalla.<br />
Dia menambahkan sri Mulyani<br />
saat itu menjelaskan dirinya<br />
mendapat laporan dari Bank<br />
Indonesia bahwa terjadi krisis Bank<br />
Century yang berdampak sistemik<br />
sehingga perlu memberikan dana<br />
talangan, <strong>Hal</strong> itulah, katanya, yang<br />
membuat dirinya marah.<br />
JK menjelaskan Bank Century<br />
adalah bank kecil. sehingga kalau<br />
bank tersebut krisis, itu tidak<br />
akan menimbulkan dampak krisis<br />
keuangan. "Kalau kondisinya<br />
tidak krisis dan diberikan bantuan<br />
dana talangan, itu artinya ada<br />
perampokan terhadap uang negara<br />
sehingga saya memerintahkan<br />
untuk menangkap pemilik Bank<br />
Century," jelasnya.<br />
Menyinggung soal laporan<br />
bekas Menteri <strong>Keuangan</strong> sri Mulyani<br />
seputar blanket guarantee atas Bank<br />
Century. JK menegaskan sejak awal<br />
dia tidak setuju blanket guarantee<br />
terhadap Bank Century.<br />
Menurut dia, ada empat<br />
menteri yang memintanya untuk<br />
menyetujui blanket guarantee atas<br />
Bank Century. "Yang kita setujui<br />
meningkatkan penjaminan hingga<br />
Rp2 miliar per nasabah," tuturnya.<br />
Lebih lanjut JK menyebutkan<br />
penerbitan Peraturan Pemerintah<br />
Pengganti undang-undang<br />
SEPTEMBER 2012<br />
55
PANTAU<br />
(Perppu) No 4 Tahun 2008 pada<br />
15 Oktober 2010 tidak adil. "Terus<br />
terang Perppu itu tidak adil. Tiba-tiba<br />
Menkeu diberi kewenangan tidak<br />
terbatas, tidak boleh dipertanyakan<br />
dan tidak bisa dihukum," paparnya.<br />
Dengan Perppu ini, kata JK,<br />
keadaan ekonomi harus masuk<br />
kategori sistemik. Namun di saat<br />
bersamaaan, dalam rapat Komite<br />
stabilitas sistem <strong>Keuangan</strong> (KssK)<br />
tidak ada kata bulat ihwal keadaan<br />
sistemik. "Dalam rapat 21 November<br />
dan 24 November tidak ada satu kata<br />
sistemik. Lho, mengapa tiba-tiba<br />
sistemik," tanya JK heran.<br />
JK menilai bailout Century dalam<br />
praktiknya merupakan pemberian<br />
blanket guarantee, karena jika<br />
berpijak pada Perppu tidak masuk<br />
kategori sistemik. "Blanket guarantee<br />
tidak perlu sistemik. Yang dipakai<br />
Perppu, tetapi tanpa sistemik ya<br />
itu namanya blanket guarantee,"<br />
tegasnya.<br />
JK memaparkan dalam rapat<br />
itu dirinya mendapat laporan<br />
negara telah kehilangan uang<br />
Rp2,5 triliun. Menurut dia, negara<br />
sudah dirampok. Boediono dan<br />
sri Mulyani mengakui telah ditipu<br />
BI. Oleh karena itu, JK segera<br />
memerintahkan penangkapan<br />
pelaku perampokan uang negara<br />
tersebut.<br />
Yang membuat JK kesal, dalam<br />
rapat tanggal 20 November, yang<br />
membahas kondisi ekonomi<br />
Indonesia, dia mendapat laporan<br />
bahwa perekonomian aman<br />
terkendali. Gubernur Bank Indonesia<br />
saat itu, Boediono, tak melaporkan<br />
soal kondisi Bank Century. "Dua<br />
jam kemudian baru saya mendapat<br />
laporan seolah negeri ini mau<br />
kiamat," kata JK.<br />
saat itu, JK memerintahkan<br />
penangkapan pelaku perampokan<br />
uang negara tersebut. "Tapi tak<br />
mau ditangkap pula. Itulah operasi<br />
senyap. Kalau dirinya sebagai pejabat<br />
Presiden tak boleh tahu, apalagi<br />
anda (Timwas Century)," paparnya<br />
kepada anggota Timwas.<br />
Dia mengatakan jika mau<br />
dilakukan pemeriksaan, maka BI<br />
yang harus diperiksa. "seharusnya,<br />
BI ditanyakan alasannya menyatakan<br />
Century sebagai masalah sistemik.<br />
Padahal, seluruh notulen rapat<br />
membahas ekonomi Indonesia<br />
tak pernah menyinggung masalah<br />
sistemik. Bahkan Menteri <strong>Keuangan</strong><br />
sri Mulyani pun tak menyebutkan hal<br />
tersebut," kata JK.<br />
Tak Bicarakan Soal Bailout.<br />
sementara itu, dalam kesempatan<br />
rapat yang sama, mantan Ketua KPK<br />
antasari azhar meralat pemberitaan<br />
salah satu televisi swasta mengenai<br />
substansi rapat di Istana Negara<br />
Jusuf Kalla<br />
Jakarta pada 9 Oktober 2008.<br />
antasari mengatakan pertemuan<br />
yang dipimpin Presiden susilo<br />
Bambang Yudhoyono itu tidak<br />
membicarakan bailout Bank Century.<br />
"Rapat itu tidak ada satu kata<br />
pun menyebut Bank Century, apalagi<br />
bailout. Ini perlu saya luruskan. Tidak<br />
ada bicara tentang Century," kata<br />
antasari, saat menghadiri rapat Tim<br />
Pengawas Bank Century, di Gedung<br />
Kompleks Parlemen senayan, Jakarta,<br />
Rabu (12/9/2012).<br />
antasari dipanggil oleh Timwas<br />
setelah memberikan keterangan<br />
kepada salah satu stasiun televisi.<br />
Dalam pemberitaan itu, antasari<br />
disebut mengaku bahwa rapat<br />
Oktober 2008 itu membahas<br />
mengenai bailout Bank Century.<br />
Pemberitaan itu kemudian menjadi<br />
polemik.<br />
Dia mengatakan setelah<br />
pemberitaan itu, dia langsung<br />
meminta pengacaranya, Maqdir<br />
Ismail, untuk meluruskan agar tidak<br />
menjadi polemik. Dia mengira,<br />
setelah Presiden menjelaskan<br />
mengenai rapat Oktober 2008<br />
masalah itu akan selesai. Namun,<br />
polemik malah berlanjut.<br />
antasari mengaku menyayangkan<br />
kritikan dari berbagai pihak<br />
yang diarahkan kepada dirinya<br />
pascapemberitaan itu. seharusnya,<br />
semua pihak meneliti terlebih dulu<br />
apa yang disampaikan sebenarnya.<br />
Dia menjelaskan dirinya<br />
diundang bersama pimpinan<br />
institusi penegak hukum lain<br />
untuk membicarakan antisipasi<br />
krisis ekonomi. Ketika itu, katanya,<br />
Presiden menyebutkan agar<br />
Indonesia jangan sampai mengalami<br />
krisis seperti 1998.<br />
Dia menambahkan sebagai<br />
penegak hukum, yang menarik<br />
dalam pertemuan itu mengenai<br />
keterbatasan aturan untuk<br />
penyelamatan ekonomi. Padahal,<br />
lanjutnya, langkah penyelamatan<br />
ketika krisis tidak bisa dengan cara<br />
yang normal.<br />
"Dalam konteks itu kami<br />
sampaikan bahwa mendukung<br />
langkah kebijakan untuk atasi<br />
krisis. Bangsa mana yang ingin<br />
seperti krisis 1998. Namun, apabila<br />
dalam kebijakan itu ada oknum<br />
yang menyalahgunakan, KPK akan<br />
menindak," kata antasari.<br />
seminggu setelah rapat itu,<br />
lanjutnya, Boediono selaku Gubernur<br />
Bank Indonesia ketika itu mendatangi<br />
KPK. salah satu hal yang dibicarakan<br />
dalam pertemuan itu, kata dia, yakni<br />
rencana memberi suntikan dana<br />
kepada Bank Indovert.<br />
56 SEPTEMBER 2012<br />
Warta BPK
seingat antasari, Boediono<br />
menyebut hendak memberi bailout<br />
senilai Rp4,7 triliun. antasari<br />
menganggap pertemuan itu sebagai<br />
tindaklanjut dari rapat tanggal 9<br />
Oktober, yakni untuk penyelamatan<br />
perekonomian.<br />
Namun, kepada Boediono,<br />
antasari menyarankan agar bailout<br />
itu dibatalkan lantaran kondisi<br />
Bank Indovert yang bermasalah.<br />
"sambil guyon saya katakan, kalau<br />
(membantu) Bank Indovert sama saja<br />
kita mengisi ember bocor karena itu<br />
bermasalah. sebaiknya diamputasi<br />
aja. Beliau (Boediono) katakan, DPR<br />
sudah setuju," ucapnya.<br />
setelah itu, lanjut antasari, dia<br />
mendapat informasi bahwa bailout<br />
untuk Indovert dibatalkan. Namun,<br />
informasi lain yang diterimanya,<br />
yakni ada bailout untuk Bank Century.<br />
antasari mengaku langsung meminta<br />
stafnya menghubungi Boediono<br />
untuk mengkonfirmasi informasi itu.<br />
Pasalnya, tambah antasari,<br />
Presiden telah mengarahkan agar<br />
pihak terkait terus berkoordinasi<br />
dengan institusi penegak hukum,<br />
termasuk KPK, dalam setiap langkah<br />
penyelamatan ekonomi ketika rapat<br />
tanggal 9 Oktober. Karena itu, dia<br />
ingin meminta penjelasan Boediono.<br />
"saya ingin tanyakan apakah benar<br />
Warta BPK<br />
ada suntikan Century. Pertanyaan saya<br />
semula tidak ada maksud lain, hanya<br />
meneruskan apa yang dirapatkan<br />
tanggal 9 Oktober untuk terus<br />
komunikasi. Kalau ada (bailout) Bank<br />
Century, kok tidak dikomunikasikan?"<br />
katanya.<br />
Namun, ketika dihubungi,<br />
Boediono tengah berada di amerika<br />
serikat. antasari mengaku meminta<br />
dijadwalkan pertemuan dengan<br />
Boediono setelah kembali ke<br />
Indonesia. "Waktu berlalu, tidak<br />
sempat ketemu Pak Boediono, tetapi<br />
ketemu petugas Polda Metro Jaya<br />
dengan status tahanan. sejak itu kami<br />
tidak tahu lagi persoalannya," pungkas<br />
antasari.<br />
Melengkapi Mozaik<br />
Pasca pemberian keterangan<br />
mantan pimpinan KPK antasari azhar<br />
dan mantan Wakil Presiden Jusuf<br />
Kalla, para anggota Timwas Bank<br />
Century DPR memiliki anggapan baru<br />
bahwa bailout bank itu bukan demi<br />
penyelamatan ekonomi nasional.<br />
Namun demi menyelamatkan dana<br />
jumbo nasabah tertentu di bank itu.<br />
Bambang soesatyo, anggota<br />
Timwas Bank Century DPR,<br />
mengatakan fakta di balik cerita soal<br />
Blanket Guarantee yang disampaikan<br />
oleh JK, telah melangkapi ‘mozaik’<br />
PANTAU<br />
atau gambaran bahwa situasi krisis<br />
keuangan global 2008 ketika itu telah<br />
ditunggangi. Dan opsi kebijakan<br />
yang dipilih dijadikan modus untuk<br />
melakukan kejahatan terhadap<br />
negara.<br />
Diketahui bahwa saat itu,<br />
pada saat wacana tentang blanket<br />
guarantee mengemuka, gagasan<br />
tentang bailout atau menalangi bank<br />
bermasalah nyaris tak terdengar.<br />
Ketika blanket guarantee ditolak dan<br />
diganti dengan penjaminan maksimal<br />
Rp2 miliar per nasabah pada 13<br />
Oktober 2008, di sinilah diduga<br />
dimulainya operasi senyap dan<br />
lahirnya kebijakan-kebijakan misterius<br />
sebagaimana dimaksud Jusuf Kalla,<br />
kata Bambang.<br />
"Kesimpulannya, patut diduga<br />
ada indikasi kegiatan pencarian dana<br />
ilegal dengan modus penyelamatan<br />
bank. Dimana di bank itu ada nasabah<br />
tertentu yang memiliki dana jumbo<br />
hingga Rp2 triliun," kata Bambang di<br />
Jakarta, baru-baru ini.<br />
Dana jumbo nasabah individual<br />
itu ada bersama dana ratusan miliar<br />
milik sejumlah <strong>Badan</strong> usaha Milik<br />
Negara (BuMN), Yayasan asabri, dan<br />
Yayasan Bank Indonesia (BI) yang<br />
terancam hangus jika Bank Century<br />
tidak di bailout.<br />
"Jadi, keliru jika ada anggapan<br />
bahwa bailout Bank Century<br />
adalah langkah penyelamatan<br />
ekonomi Indonesia. Yang ada<br />
justru dana bailout itu hanya untuk<br />
menyelamatan dana jumbo nasabah<br />
tertentu di bank tersebut dengan<br />
menunggangi kondisi krisis finansial<br />
global tahun 2008," tegas Bambang.<br />
"sebab kalau oknum Bank<br />
sentral atau BI dan penguasa bisa<br />
menunggangi dan menyalahgunakan<br />
dana bailout Bank Century yang hanya<br />
Rp6,7 triliun itu, entah berapa besar<br />
kerugian yang harus ditanggung<br />
negara dan rakyat jika pencadangan<br />
blanket guarantee sebesar Rp300<br />
triliun itu juga ditunggangi dan<br />
disalahgunakan," tandasnya. bd<br />
SEPTEMBER 2012<br />
57