03.05.2013 Views

Hal 40-58 - Badan Pemeriksa Keuangan

Hal 40-58 - Badan Pemeriksa Keuangan

Hal 40-58 - Badan Pemeriksa Keuangan

SHOW MORE
SHOW LESS

Transform your PDFs into Flipbooks and boost your revenue!

Leverage SEO-optimized Flipbooks, powerful backlinks, and multimedia content to professionally showcase your products and significantly increase your reach.

GALLERY FOTO<br />

Penandatanganan MoU dengan Kementerian Koordinator Bidang<br />

Perekonomian, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan<br />

Anak, dan beberapa lembaga pemerintah lainnya terkait pengembangan dan<br />

pengelolaan akses data yang diselenggarakan di Auditorium BPK Pusat, pada<br />

1 Februari 2011.<br />

Ketua BPK Hadi Poernomo, Anggota I BPK Moermahadi Soerja Djanegara, Anggota III<br />

BPK Hasan Bisri bersama Perwakilan dari Kementerian Koordinator Bidang Polhukam,<br />

Kementerian Pendidikan Nasional, dan Lembaga Penyiaran Publik RRI pada saat<br />

penandatanganan MoU terkait pengembangan dan pengelolaan sistem informasi untuk<br />

akses data dalam rangka pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan<br />

negara di Auditorium BPK Pusat pada 8 Februari 2011.<br />

Pejabat Komisi Yudisial ketika mengadakan pertemuan dengan BPK di ruang<br />

pertemuan lantai 9 pada 1 Februari 2011.<br />

>> foto-foto: rianto prawoto<br />

Sosialisasi Peraturan BPK No.2 dan 3 Tahun 2010 yang diselenggarakan<br />

Ditama Binbangkum BPK pada 9 Februari 2011.<br />

Ketua BPK Hadi Poernomo, Anggota I BPK Moermahadi Soerja Djanegara, Anggota<br />

III BPK Hasan Bisri, Menteri <strong>Keuangan</strong> Agus D.W. Martowardojo, Direktur Eksekutif<br />

Sekretariat Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) M. Nawir Messi, dan Kepala<br />

Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) Agus Rahardjo<br />

pada saat penandatanganan MoU terkait pengembangan dan pengelolaan sistem<br />

informasi untuk akses data dalam rangka pemeriksaan pengelolaan dan tanggung<br />

jawab keuangan negara di Auditorium BPK Pusat pada 10 Februari 2011.<br />

Anggota II BPK Taufiequrachman Ruki berfoto bersama Dirjen Pajak A.<br />

Fuad Rahmany, dan para pimpinan BUMN dan BUMD Perbankan pada saat<br />

penyerahan LHP Kewajiban Perpatuhan Perpajakan di Auditorium BPK Pusat<br />

pada 1 Maret 2011.<br />

<strong>40</strong> MARET 2011<br />

Warta BPK


Forum Diskusi eselon I dan II BPK terkait dengan implementasi BPK Sinergi<br />

dalam pelaksanaan Rencana Implementasi Renstra BPK di Bogor pada 3<br />

Maret 2011.<br />

Foto bersama delegasi BPK RI dengan JAN Malaysia di Langkawi, Malaysia<br />

pada 25 Februari 2011.<br />

Anggota V BPK Sapto Amal Damandari bersama dengan Tortama AKN V<br />

Sutrisno berfoto dengan dua Gajah Lampung setelah menghadiri Workshop<br />

Peningkatan Akuntabilitas dan Transparansi Pengelolaan <strong>Keuangan</strong><br />

Pemerintah Daerah di wilayah Provinsi Lampung pada 10 Februari 2011.<br />

Warta BPK<br />

Pelantikan pegawai eselon III dan IV di Auditorium BPK Pusat pada 22<br />

Februari 2011.<br />

Ketua BPK Hadi Poernomo, Sekjen BPK Hendar Ristriawan, dan Direktur<br />

Ditama Revbang BPK Daeng M. Nazier tengah memantau penyusunan<br />

Ikhtisar Hasil <strong>Pemeriksa</strong>an Semester I BPK pada 2 Februari 2011.<br />

Ketua BPK RI Hadi Poernomo tengah menandatangani peresmian Kantor<br />

BPK RI Perwakilan Provinsi Banten pada 24 Februari 2011, disaksikan<br />

Anggota V BPK Sapto Amal Damandari dan pejabat eselon I BPK dan<br />

Gubernur Banten Atut Chosiyah dan unsur Muspida di lingkungan Provinsi<br />

Banten lainnya.<br />

MARET 2011<br />

41


AKSENTUASI<br />

Perlu Forum BPK,<br />

Ditjen Pajak, dan Bank<br />

Para bankir papan atas<br />

dan petinggi direktorat<br />

perpajakan berkumpul<br />

di auditorium BPK Pusat<br />

awal Maret lalu. Bukan<br />

untuk kongkow kongkow<br />

bicarakan kasus mafia<br />

pajak, akan tetapi<br />

menghadiri penerimaan<br />

Laporan Hasil <strong>Pemeriksa</strong>an<br />

(LHP) dua bank BUMN<br />

dan delapan bank BUMD,<br />

khususnya terkait dengan<br />

kepatuhan terhadap<br />

kewajiban perpajakan.<br />

Selain para petinggi BPK dan eksekutif bank milik<br />

pemerintah, hadir juga pengurus asosiasi bank<br />

BUMn dan bank pembangunan daerah (BPD) yaitu<br />

Ketua Himpunan Bank-Bank Milik negara (Himbara)<br />

Gatot M. Suwondo dan Winny erwindia, Ketua asosiasi<br />

Bank Pembangunan Daerah (asbanda). Juga nampak hadir<br />

dirjen pajak yang baru Fuad Rahmany.<br />

Penerima lHP yaitu PT Bank Mandiri Tbk dan PT Bank<br />

Rakyat indonesia Tbk untuk bank BUMn. Sementara delapan<br />

BUMD yakni PT Bank Jabar Banten (BJB), PT Bank DKi,<br />

Bank Pembangunan Daerah (BPD) Jateng, Bank Jatim, BPD<br />

Sumut, BPD Sumsel, BPD Kaltim, dan BPD Sulsel.<br />

Ketua Himbara menyambut baik lHP tentang kepatuhan<br />

terhadap kewajiban perpajakan. Baginya, pemeriksaan<br />

BPK kali ini sangat fokus. <strong>Pemeriksa</strong>an yang spesifik hanya<br />

mengenai kepatuhan kewajiban pajak auditee. Dia mengakui<br />

anggota Himbara, lebih responsif dalam mempersiapkan<br />

apa yang dibutuhkan BPK.<br />

Gatot mengharapkan adanya suatu forum bersama antara<br />

pihaknya, Ditjen Pajak, dan BPK. Forum ini bertujuan<br />

Dari kiri: Winny Erwindia, Gatot M. Suwondo,<br />

Taufiequrachman Ruki, Fuad Rahmany<br />

agar bisa menjembatani komunikasi sehingga permasalahan<br />

perpajakan bisa diselesaikan dengan baik. Selain itu,<br />

agar masalah perpajakan ataupun laporan kepatuhan kewajiban<br />

perpajakan dapat sinkron dengan pihak BUMn dan<br />

BUMD perbankan.<br />

“Selama ini, belum ada sinkronisasi maupun aturan yang<br />

dipahami bersama terkait dengan perpajakan. Kerap pihak<br />

auditee yang juga Wajib Pajak, dan juga pihak pemungut<br />

pajak, merasa ada yang memberatkan, kurang memahami,<br />

ataupun ketidakjelasan sisi teknis pajak. Untuk itu, forum<br />

bersama itu bisa menyelesaikan permasalahan seperti ini,”<br />

jelasnya.<br />

Ketua Umum asbanda Winny erwindia merasa prihatin<br />

dengan kondisi yang terjadi akhir-akhir ini. Dia merasa kondisi<br />

ini membuat hubungan antara sektor riil, khususnya<br />

perbankan serta Ditjen Pajak dipenuhi ketidakpastian.<br />

“Ketidakpastian ini karena ada kekhawatiran bahwa halhal<br />

yang terjadi akan terus berlarut, dan akhirnya menyeret<br />

kepada situasi yang sangat memprihatinkan.”<br />

Berdasarkan hasil dari lHP BPK untuk bank BUMn dan<br />

42 MaReT 2011<br />

Warta BPK


BUMD itu, Winny mengakui banyak<br />

hal yang harus dibenahi dan disempurnakan<br />

oleh anggota asosiasi. Khususnya<br />

di dalam kepatuhan dan pemenuhan<br />

kewajiban perpajakan.<br />

“Saya kira, bagi BPD, kalaupun tidak<br />

punya unit khusus, mungkin harus<br />

memikirkan adanya petugas ataupun<br />

pejabat khusus yang tidak dimutasikan<br />

dan fokus kepada masalah perpajakan,”<br />

paparnya.<br />

Menurut dia, dalam rangka menjalankan<br />

kewajiban atau tugas yang<br />

baru saja dibebankan sebagai bank<br />

yang handal di daerah, tentunya masalah<br />

perpajakan harus menjadi sesuatu<br />

yang penting. Dia mengakui BPD<br />

selama ini tidak begitu memberikan<br />

perhatian terhadap masalah yang terkait<br />

dengan perpajakan.<br />

Pajak meningkat<br />

Dirjen Pajak Fuad Rahmany merasa<br />

bersyukur bahwa BPK melakukan<br />

pemeriksaan yang spesifik terkait<br />

dengan kepatuhan kewajiban perpajakan<br />

pada bank milik negara. <strong>Hal</strong><br />

ini dapat membantu pihaknya dalam<br />

memetakan kesulitan dan permasalahan<br />

yang ada pada pihak perbankan<br />

yang nantinya bisa dicari jalan keluarnya.<br />

Mengenai kondisi perbankan saat<br />

ini, Fuad menyatakan nilai aset perbankan<br />

nasional terus tumbuh, pemberian<br />

kredit juga meningkat pesat,<br />

dan produk perbankan semakin luas<br />

cakupannya. <strong>Hal</strong> ini membuktikan<br />

bahwa kepercayaan masyarakat kepada<br />

perbankan semakin baik.<br />

<strong>Hal</strong> ini patut disyukuri, sebab dampak<br />

terhadap perpajakan nasional<br />

semakin positif. apa yang diharapkan<br />

Fuad adalah penerimaan pajak dari<br />

sektor perbankan dapat ditingkatkan<br />

lagi.<br />

Fuad menginformasikan jumlah<br />

setoran pajak (SSP) dari tahun ke tahun<br />

juga mengalami peningkatan.<br />

Pada 2003, ada sekitar 7,54 juta lembar<br />

SSP dengan nilai Rp120 triliun.<br />

Sampai dengan 2010, meningkat<br />

menjadi 35 juta lembar SSP senilai Rp<br />

541,6 triliun. Tahun ini diprediksi seki-<br />

Warta BPK<br />

tar <strong>40</strong> juta dengan nilai Rp650 triliun.<br />

Meski demikan, ada hal yang masih<br />

perlu diperbaiki terkait dengan<br />

penunjukkan bank persepsi yang bertugas<br />

memungut setoran pajak dari<br />

Wajib Pajak (WP). Dalam aturan, bank<br />

persepsi melayani WP yang akan menyetor<br />

pajak, dari jam 8 pagi sampai<br />

jam 3 sore.<br />

namun, ada beberapa bank persepsi<br />

yang jam 11.00 sudah tidak lagi<br />

melayani setoran pajak. Mungkin, hal<br />

ini bisa menjadi satu acuan dalam<br />

pemeriksaan BPK pada bank-bank auditee.<br />

“Kami dari Ditjen Pajak siap<br />

untuk membuka forum agar<br />

lebih produktif, agar supaya<br />

kita juga dapat memperbaiki<br />

ketentuan-ketentuan kami<br />

yang mungkin tidak jelas,”<br />

“ini hanya satu contoh saja dari<br />

beberapa permasalahan perpajakan<br />

terkait dengan kinerja perbankan,”<br />

ung kapnya.<br />

Terkait dengan usul untuk dibentuknya<br />

forum bersama dalam membahas<br />

masalah perpajakan terkait<br />

dengan perbankan, Fuad Rahmany<br />

menyambutnya dengan tangan terbuka.<br />

“Kami dari Ditjen Pajak siap untuk<br />

membuka forum agar lebih produktif,<br />

agar supaya kita juga dapat memperbaiki<br />

ketentuan-ketentuan kami yang<br />

mungkin tidak jelas,” ungkap Fuad.<br />

Masalah pajak<br />

Permasalahan perpajakan memang<br />

tak ada habis-habisnya. Menurut<br />

Anggota II BPK Taufiequrachman Ruki,<br />

permasalahan itu harus didiskusikan<br />

dengan kepala dingin dan tenang. Dengan<br />

begitu, tuturnya, permasalahan<br />

dapat diselesaikan dengan baik.<br />

“Tak ada permasalahan yang tidak<br />

bisa diselesaikan dan tak ada hal-hal<br />

yang tak dapat dibicarakan,” ucap Taufiequrachman.<br />

Permasalahan antara BPK dengan<br />

auditee sendiri terkait hal ini, juga bisa<br />

didiskusikan dengan baik.. Jika memang<br />

ada hal yang kurang, bisa diperbaiki<br />

pihak auditee. Dan, jika ada yang<br />

tidak benar dari hasil pemeriksaan<br />

tersebut, pihak auditee bisa menyampaikan<br />

kepada BPK.<br />

Dia sangat prihatin dengan kondisi<br />

perpajakan saat ini yang mencuatkan<br />

permasalahan besar. Untuk itu, apa<br />

yang harus bisa dilakukan Ditjen Pajak,<br />

adalah mengembalikan kepercayaan<br />

publik kepada Ditjen Pajak.<br />

Untuk mengembalikan kepercayaan<br />

publik memang bukan hal yang<br />

mudah dalam kondisi saat ini. namun,<br />

Ditjen Pajak bisa menjawab semua<br />

opini negatif masyarakat itu dengan<br />

kerja keras, kerja baik, dan kerja yang<br />

benar.<br />

adapun, adanya temuan-temuan<br />

negatif hasil dari pemeriksaan BPK<br />

terhadap Ditjen Pajak bukan untuk<br />

konsumsi publik. Temuan-temuan itu<br />

bisa menjadi acuan untuk perbaikan<br />

internal di Ditjen Pajak sendiri.<br />

<strong>Pemeriksa</strong>an kepatuhan kewajiban<br />

perpajakan yang dilakukan oleh BPK<br />

ini, merupakan hasil kesepakatan dari<br />

Sidang <strong>Badan</strong> BPK. Pada Sidang <strong>Badan</strong><br />

itu disepakati bahwa pemeriksaan<br />

BPK, disamping mengeluarkan hasil<br />

laporan penggunaan keuangan negara,<br />

fokus pemeriksaan tahun ini dan<br />

tahun depan adalah mengenai penerimaan<br />

negara. Bukan hanya penerimaan<br />

negara pada sektor perpajakan<br />

saja, tetapi juga penerimaan negara<br />

nonpajak dan utang-utang luar negeri.<br />

<strong>Hal</strong> ini bertujuan agar diketahui apakah<br />

penerimaan negara sudah optimal<br />

atau belum.<br />

Terkait dengan lHP Kepatuhan<br />

Kewajiban Perpajakan ini, Taufiqurachman<br />

menjelaskan BPK melibatkan<br />

tiga kelompok auditor. Khusus untuk<br />

perpajakan ditangani auditor Utama<br />

<strong>Keuangan</strong> negara ii Syafri adnan Baharuddin.<br />

Untuk BUMn, ditangani<br />

auditor Utama <strong>Keuangan</strong> negara Vii<br />

ilya avianti, dan BUMD ditangani oleh<br />

auditor Utama <strong>Keuangan</strong> negara V Sutrisno.<br />

(and/lif)<br />

MaReT 2011<br />

43


pantau<br />

Duh ...Nasibmu TKI...<br />

Di negeri penerima, TKI<br />

ditekan melalui politik<br />

kontrol pembatasan,<br />

xenophobia, pelanggaran<br />

kemanusiaan, dan<br />

eksploitasi kerja dengan<br />

upah murah. Di negeri<br />

pengirim, TKI ditekan<br />

melalui pengiriman ‘satupintu’<br />

dan berbagai bentuk<br />

kebijakan yang menindas<br />

serta menciptakan migrasi<br />

yang tidak aman.<br />

Secara global, pada 2008, tidak kurang dari 6 juta<br />

TKI tersebar di berbagai negara tujuan seperti<br />

Timur Tengah, Malaysia, Hong Kong, Taiwan, Korea<br />

Selatan, Singapura, Jepang, Amerika, dan Eropa.<br />

Mereka ini memberikan tambahan sumber devisa<br />

negara yang setiap tahunnya rata-rata mencapai sekitar<br />

Rp39,3 triliun. Sebagaimana diinformasikan oleh pemerintah,<br />

TKI memberikan kontribusi yang signifikan terhadap<br />

perekonomian Indonesia. Pemasukan devisa dari TKI<br />

menduduki posisi kedua terbesar, setelah minyak dan gas<br />

bumi.<br />

Sebagai catatan, kontribusi devisa dari remitansi TKI<br />

buruh migran pada 2008 naik menjadi Rp85 triliun dari<br />

Rp44 triliun (2007) dan Rp35 triliun (2006). Angka-angka<br />

itu didasarkan pada perhitungan perbankan dan perusahaan<br />

jasa pengiriman uang. Bila ditambahkan dengan<br />

jumlah kiriman uang yang dilakukan secara langsung,<br />

jumlah riilnya mencapai dua sampai tiga kali lipat dari<br />

angka yang tertera di atas. Tak salah jika TKI di luar negeri<br />

diberi gelar “Pahlawan Devisa”.<br />

Sebutan yang harum itu berbanding terbalik dengan<br />

pemberitaan di mass media. Banyak berita justru memuat<br />

penderitaan TKI di negeri seberang. Satu-dua berita tak<br />

sedap muncul. Seperti melihat puncak gunung es. Terlihat<br />

sedikit, tetapi kenyataannya banyak. Sepanjang 2009, Migrant<br />

Care, mengungkapkan angka TKI yang mengalami<br />

kekerasan dari majikan, tercatat 2.878.<br />

Perlakuan buruk yang diterima TKI di antaranya kerja<br />

paksa, upah tidak dibayar, penipuan, pelecahan seksual,<br />

penganiayaan, kekerasan, deportasi, dan bahkan meninggal<br />

dunia. Perlakuan buruk itu berulang kali terjadi. Bahkan,<br />

kadang disalahpahami sebagai risiko kerja yang mesti<br />

diterima. Padahal, ini bukan risiko kerja. Namun, lebih<br />

karena tidak adanya perlindungan yang memadai.<br />

Menurut ekonom Graeme Hugo dari University of Adelaide<br />

dan Bank Dunia, dalam hal perlindungan TKI, sebagai<br />

negara surplus tenaga kerja dan salah satu pengekspor<br />

pekerja migran terbesar di dunia, Indonesia jauh tertinggal<br />

dari Filipina dan negara eksportir pekerja migran<br />

lain dalam mengembangkan kebijakan dan program yang<br />

efektif bagi perlindungan TKI.<br />

Tentu saja ini akibat kegagalan pemerintah dalam<br />

menyediakan lapangan pekerjaan di dalam negeri dialihkan<br />

dalam strategi mengirim murah tenaga kerja ke<br />

luar negeri tanpa pengelolaan yang terorganisir dengan<br />

baik. Meningkatnya jumlah penempatan TKI setiap tahun<br />

berbanding terbalik dengan kualitas perlindungan yang<br />

diterima para TKI. Setiap tahun masalah yang menimpa<br />

TKI terus berulang.<br />

44 MARET 2011<br />

Warta BPK


Indonesia tak cukup memiliki<br />

kerangka perjanjian bilateral atau<br />

nota kesepahaman (MOU) dengan beberapa<br />

negara tujuan TKI menyangkut<br />

perlindungan hukum TKI. Padahal,<br />

keberadaan kesepakatan seperti<br />

ini sangat efektif dalam melindungi<br />

hak TKI.<br />

Singkatnya, Indonesia belum<br />

mam pu menyeimbangkan antara<br />

ke pentingan ekonomi, yaitu mengejar<br />

devisa TKI, mengurangi angka<br />

pengang guran dan kemiskinan di<br />

dalam negeri, dan perlindungan para<br />

TKI di luar negeri.<br />

Perjanjian Nota Kesepahaman<br />

de ngan negara tujuan pun tak cukup<br />

melindungi TKI. Kementerian Tenaga<br />

Kerja hanya bisa menargetkan<br />

pening katan ekspor TKI dan devisa<br />

yang dikirim TKI setiap tahun. Namun,<br />

soal perlindungan TKI, dinilai<br />

tak banyak membuat kemajuan.<br />

Pada Juli 2010 dari 23 negara<br />

penem patan TKI, Indonesia baru<br />

menandatangani nota kesepahaman<br />

dengan delapan negara, empat negara<br />

di kawasan Asia Pasifik dan empat<br />

negara di Timur Tengah.<br />

Sebagai perbandingan, Filipina<br />

pada 2004 sudah memiliki perjanjian<br />

dengan sedikitnya 12 negara tujuan<br />

Warta BPK<br />

pekerja migrannya, termasuk de ngan<br />

negara-negara Timur Tengah dan<br />

negara maju, seperti Swiss, Inggris,<br />

dan Norwegia.<br />

Beberapa nota kesepahaman<br />

yang sudah dibuat pun dinilai belum<br />

mampu melindungi hak-hak TKI, contohnya<br />

nota kesepahaman RI-Malaysia.<br />

Meskipun sudah mengatur standar<br />

perekrutan yang lebih ketat dan<br />

penetapan gaji minimum bagi TKI,<br />

tetapi sama sekali tidak menyentuh<br />

standar minimum perlindungan TKI,<br />

khususnya bagi TKW yang bekerja sebagai<br />

pembantu rumah tangga.<br />

Nota kesepahaman ini juga tetap<br />

memberikan hak kepada majikan<br />

dan agen untuk menahan paspor TKI<br />

sehingga tetap menempatkan TKW<br />

dalam posisi rentan untuk diperlakukan<br />

tak manusiawi.<br />

Kualitas memprihatinkan<br />

Dari sisi kualitas TKI amat memprihatinkan.<br />

Sebagian besar TKI tak<br />

mengecap pendidikan ataupun pelatihan<br />

yang memadai. SDM TKI didominasi<br />

orang yang hanya mengecap<br />

pendidikan SD ke bawah. Jumlahnya<br />

lebih dari separuh, bahkan mencapai<br />

97% dari total jumlah TKI yang<br />

dikirim ke luar negeri. Tak heran, jika<br />

pengiriman TKI sebagian besar pada<br />

sektor informal, seperti pembantu<br />

rumah tangga dan buruh kasar. Hampir<br />

80% TKI yang dikirim adalah<br />

TKW yang tidak terdidik dan bekerja<br />

sebagai pembantu rumah tangga.<br />

Hampir 100% TKI yang bekerja di<br />

Singapura adalah TKW, 93% di Arab<br />

Saudi, dan Hong Kong 94%.<br />

Negara-negara Timur Tengah<br />

menjadi penyumbang yang cukup besar<br />

dalam hal TKI yang bermasalah.<br />

Namun, negara seperti Malaysia pun<br />

punya angka yang juga cukup banyak.<br />

Bahkan, di Hong Kong, yang notabene<br />

punya undang-undang perlindungan<br />

tenaga kerja pun sama saja.<br />

Ambil contoh, jumlah TKI yang<br />

hamil di Hong Kong ternyata tak bisa<br />

dibilang sedikit. Setidaknya hal tersebut<br />

terungkap dari data Pathfinders,<br />

lembaga yang bergerak dalam penanganan<br />

kasus buruh migran. Ada<br />

100 lebih kasus Tenaga Kerja Wanita<br />

(TKW) yang hamil selama bekerja di<br />

sana. Mayoritas dari mereka, sekitar<br />

70%, ditinggalkan atau sudah tak<br />

berhubungan lagi dengan lelaki yang<br />

menghamilinya.<br />

Berdasarkan data Pathfinders,<br />

terkait dengan kehamilan mereka,<br />

kebanyakan buruh migran asal Fili-<br />

MARET 2011<br />

45


pantau<br />

pina memilih untuk melahirkan atau<br />

memulangkan anak yang dilahirkan<br />

ke Tanah Air. Namun, TKW kebanyakan<br />

ragu-ragu untuk pulang dan<br />

malu karena mesti berhadapan dengan<br />

keluarga dan kerabat di kampung<br />

halaman yang belum tentu bisa<br />

menerima kondisi mereka. Beberapa<br />

di antara mereka kemudian memilih<br />

menyerahkan anak yang mereka lahirkan<br />

untuk diadopsi oleh warga<br />

Hongkong. Kebanyakan pengadopsi<br />

adalah kaum ekspatriat Caucasians<br />

yang telah menjadi warga permanen<br />

Hong Kong.<br />

Taiwan pun tak beda jauh. Dari<br />

sekian cerita sedih para TKI/TKW<br />

yang bekerja di Taiwan, yang paling<br />

banyak terjadi adalah gaji yang tidak<br />

dibayar seusai kontrak kerja berakhir<br />

yaitu tabungan. Ada juga gaji yang<br />

dibayar separoh, ditipu agency, disiksa<br />

majikan, diperkosa majikan hingga<br />

dibunuh majikan.<br />

Dan yang lebih menyedihkannya<br />

lagi banyak TKI/TKW yang<br />

mendekam dalam penjara Taiwan<br />

dengan kondisi yang memilukan.<br />

Penjara Hsinchu Detention Center, dianggap<br />

paling banyak jumlah pekerja<br />

dari Indonesia yang ditahan. Di antara<br />

mereka ada yang tinggal di dalam<br />

penjara selama 5 bulan, 6 bulan bahkan<br />

ada yang 1,5 tahun. Berbagai<br />

macam kasusnya, ada yang ditahan<br />

karena murni kriminalitas, tetapi itu<br />

hanya segelintir saja. Kebanyakan<br />

dari mereka adalah kabur, karena tindakan<br />

itu sudah dianggap orang ilegal<br />

dan biasa TKI/TKW yang kaburan<br />

tanpa identitas, karena paspor, dan<br />

KTP ditahan majikan.<br />

TKI yang legal saja mengalami hal<br />

buruk, bagaimana dengan TKI ilegal.<br />

Tentu saja lebih parah lagi. Pemulangan<br />

paksa adalah konsekuensi logis<br />

dari status ilegal TKI. Namun, fakta<br />

begitu besarnya angka TKI ilegal dan<br />

jumlahnya tidak pernah menurun.<br />

TKI ilegal terus mengalir ke berbagai<br />

negara. Sebagian di antaranya bermodus<br />

perdagangan manusia (human<br />

trafficking) yang melibatkan oknum<br />

aparat.<br />

Jumlah TKI ilegal yang bekerja di<br />

luar negeri sekarang ini jauh melampaui<br />

TKI legal. Argumen yang sering<br />

dijadikan alasan pembenaran adalah<br />

begitu luasnya wilayah Indonesia<br />

dan begitu banyaknya pintu keluarmasuk<br />

bagi TKI ilegal sehingga tak<br />

semuanya bisa dipantau oleh aparat.<br />

Faktor utama penyebab maraknya<br />

penempatan TKI secara ilegal sebenarnya<br />

adalah mahal dan ribetnya<br />

birokrasi pengurusan penempatan<br />

TKI di luar negeri. Jika diasumsikan<br />

untuk masing-masing birokrasi ada<br />

tiga meja saja, berarti ada 123 meja<br />

yang harus dilalui oleh calon TKI. Belum<br />

lagi waktu dan biaya yang harus<br />

dikeluarkan. (and)<br />

46 MARET 2011<br />

Warta BPK


Anggota III BPK Hasan Bisri:<br />

“Banyak Masalah TKI<br />

yang Berawal dari Persoalan<br />

di Dalam Negeri”<br />

PeMberitaan di media massa yang menyedihkan terkait<br />

dengan TKI di luar negeri sering muncul timbul-tenggelam.<br />

Pemberitaan tersebut bukannya menceritakan kesuksesan<br />

TKI, akan tetapi lebih pada penderitaan mereka di negeri<br />

orang. Oleh karena itu, BPK berinisiatif untuk melakukan<br />

pemeriksaan kinerja terkait dengan pengelolaan TKI di luar<br />

negeri. <strong>Pemeriksa</strong>an BPK itu sendiri dimulai dari perekrutan,<br />

pengiriman, penempatan, dan purna penempatan TKI di luar<br />

negeri. Hasilnya, banyak terjadi ketidakberesan pengelolaan<br />

TKI tersebut. Permasalahannya, bukan hanya bermasalah di<br />

negara tempat TKI bekerja, namun, ternyata berawal dari<br />

permasalah yang muncul di dalam negeri sendiri. Bagaimana<br />

sebenarnya kondisi TKI di luar negeri, Warta BPK berkesempatan<br />

untuk mewawancarai Anggota III BPK Hasan<br />

Bisri yang membidangi pembinaan pemeriksaan di lingkungan<br />

Kementerian Tenaga Kerja dan instansi terkait lainnya.<br />

Berikut petikan wawancaranya :<br />

Apa sebenarnya yang melatarbelakangi BPK<br />

melakukan pemeriksaan kinerja terkait dengan pengelolaan<br />

TKI?<br />

Sudah lama saya memperhatikan bahwa masalah perlindungan<br />

TKI di luar negeri ini, khususnya di negara-negara<br />

di Timur Tengah, itu sangat memprihatinkan sekali.<br />

Saya tahu ini sudah sejak lama. Saya sering ke Saudi Arabia<br />

dalam rangka pemeriksaan haji, di situ saya melihat sendiri<br />

bagaimana tenaga kerja kita, terutama tenaga kerja wanita<br />

itu bermasalah di sana. Dan, di Jeddah, di Riyadh, dan di Kuwait.<br />

Di Kuwait saja contohnya, tidak kurang dari 300-350 setiap<br />

hari TKW yang menunggu penyelesaian persoalannya<br />

di sana. Rata-rata, dalam satu hari, mereka hanya bisa menyelesaikan<br />

antara 5-6, sementara yang datang juga hampir<br />

sama, antara 5-7 orang, jadi yang ditampung di penampungan-penampungan<br />

yang ada itu rata-rata 300-350 orang.<br />

Dan, untuk menampung orang segini banyak, terutama di<br />

luar negeri bagi kedutaan besar di Indonesia, bukan pekerjaan<br />

yang mudah dan murah.<br />

Oleh karena itu, saya merancang suatu program audit<br />

tentang penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri.<br />

Itu yang melatarbelakangi kenapa kami mencoba melihat<br />

Warta BPK<br />

n Hasan Bisri<br />

bagaimana proses penempatan dan perlindungan TKI di<br />

luar negeri, karena pemberitaan di berbagai media massa<br />

akhir-akhir ini cukup banyak yang menyangkut penderitaan<br />

TKI kita.<br />

Di sisi lain, pemerintah selalu mengatakan bahwa mereka<br />

adalah pahlawan devisa. Namun, fakta menunjukkan<br />

bahwa yang berhasil juga banyak, yang berhasil seringkali<br />

tidak diekspos, yang gagal juga banyak. Nah, keberhasilan<br />

ini rupanya sangat membius orang-orang terutama di pedesaan<br />

yang memang mencari pekerjaan itu sulit. Dan, ini memang<br />

sangat membius sekali.<br />

Daerah mana saja yang menjadi sentra pengiriman<br />

TKI?<br />

Kalau dilihat, daerah pengirim TKI ya itu-itu saja. Sentra<br />

pengirim itu, misalnya di Jawa Barat dari Indramayu, Cirebon,<br />

Sumedang, kemudian Ciamis. Jawa Tengah juga daerah<br />

tertentu, kemudian NTB, Jawa Timur daerah tertentu saja.<br />

MARET 2011<br />

47


pantau<br />

Artinya, sentra pengirim TKI yang cukup<br />

potensial, terutama TKW, karena<br />

memang mereka terbius dengan keberhasilan<br />

rekan-rekannya. Meski<br />

terkadang ada juga tentang kegagalan,<br />

berita penderitaan, ternyata tidak<br />

mengurangi semangat untuk mereka<br />

menjadi tenaga kerja di luar negeri.<br />

Tuntutan untuk memperbaiki hidup<br />

bisa membuat semangat luar biasa. Itu<br />

juga latar belakang kenapa kami mencoba<br />

melihat sebetulnya seperti apa<br />

proses penempatan TKI.<br />

Namun, pemeriksaan ini akan kami<br />

lanjutkan. Kita baru melihat di Timur<br />

Tengah, di Hong Kong, Malaysia, dan<br />

Singapura. Nanti rencananya kita akan<br />

lanjutkan pemeriksaan untuk Jepang<br />

dan Korea Selatan karena ada perbedaan<br />

yang sangat signifikan antarkawasan<br />

itu. Di Hong Kong misalnya,<br />

tenaga kerja kita relatif memperoleh<br />

hak-hak dasar. Mereka punya hak libur<br />

setiap hari Minggu, hak untuk keluar<br />

rumah, dan bersosialisasi de ngan<br />

kawan-kawannya. <strong>Hal</strong> ini berbeda<br />

sekali dengan Timur Tengah, karena<br />

memang kulturnya berbeda.<br />

Melihat pemberitaan akhir-akhir<br />

ini, Anda menilai kondisi TKI seperti<br />

apa?<br />

Di negara-negara yang sudah mengadopsi<br />

peraturan ILO tentang hak-hak<br />

tenaga kerja, relatif hak-hak tenaga<br />

kerja kita lebih dilindungi. Sementara<br />

di Timur Tengah, TKI, terutama TKW,<br />

dianggap properti. Mereka menganggap<br />

para TKW bagian dari keluarga,<br />

dan Anda tidak usah ikut campur.<br />

Kalau kemudian mereka perlakukan<br />

seperti keluarga, tetapi diperlakukan<br />

seperti properti, bisa diapakan saja. Ini<br />

jadi persoalan. Namun, yang bernasib<br />

baik, diperlakukan seperti keluarga.<br />

Makanya, pemerintah selalu melihat<br />

persentase TKW yang bermasalah<br />

lebih kecil dibandingkan dengan yang<br />

berhasil. Bagi kami, kalau menyangkut<br />

manusia, tidak ada toleransi persentase.<br />

Satu nyawa harus kita perhatikan.<br />

Seperti apa pemeriksaan BPK<br />

terkait TKI? Apa yang ditemukan?<br />

Ini adalah pemeriksaan kinerja<br />

yang bersifat lintas instansi. Dan tidak<br />

menyangkut bagaimana uang digunakan.<br />

Namun, lebih menilai bagaimana<br />

aktivitas dilaksanakan. <strong>Pemeriksa</strong>an<br />

kami mulai dari dalam negeri. Kami<br />

memeriksa dari mulai dinas-dinas<br />

tenaga kerja kabupaten dan kota. Tentunya,<br />

kabupaten dan kota yang menjadi<br />

sentra pengirim TKW. Kemudian<br />

kita periksa juga BNP2TKI. BNP2TKI<br />

ini sebuah lembaga nonkementerian<br />

yang dibentuk untuk melaksanakan<br />

penempatan dan perlindungan tenaga<br />

kerja kita. Kemudian kita periksa juga<br />

kementerian tenaga kerja sebagai regulator.<br />

Jadi, pemeriksaan ini dari mulai<br />

hulu sampai ke hilir. Kemudian kita<br />

juga lakukan pengamatan sendiri,<br />

pemeriksaan sendiri ke negara-negara<br />

tujuan. Kemarin, kalau tidak salah,<br />

kami ke Kuwait, Jeddah, Riyadh, Singapura,<br />

Hong Kong, dan Kuala Lumpur.<br />

<strong>Pemeriksa</strong>an dilakukan secara menyeluruh.<br />

Ternyata memang persoalan<br />

tenaga kerja yang dihadapi oleh TKI<br />

banyak masalah yang sebenarnya sebagai<br />

akibat masalah di dalam negeri.<br />

Ambil contoh, rekruitmen. Seharusnya<br />

rekruitmen calon TKI itu melalui<br />

bursa tenaga kerja. Jadi, perusahaan<br />

pengerah tenaga kerja yang membutuhkan<br />

harusnya memberitahukan<br />

kepada dinas tenaga kerja setempat.<br />

Dinas kerja setempat akan mengumumkan,<br />

bahwa dibutuhkan TKI untuk<br />

dikirim keluar negeri, dengan persyaratan<br />

tertentu, proses seleksi dan<br />

sebagainya.<br />

Apa yang terjadi tidak demikian.<br />

Pada umumnya, perusahaan pengerah<br />

tenaga kerja ini datang sendiri ke kampung-kampung.<br />

Mereka menugaskan<br />

petugas lapangan, atau biasa disebut<br />

calo. Mereka mendatangi, membujuk<br />

dengan iming iming kerja di luar negeri.<br />

Mereka memperlihatkan contohcontoh<br />

sukses TKI/TKW yang dapat<br />

membangun rumah bagus, beli motor,<br />

dan sebagainya.<br />

Nah, prosedur yang seharusnya,<br />

mereka diseleksi terlebih dahulu. Tahap<br />

administratif, umur, pendidikan,<br />

kesehatan, pengetahuan dan sebagainya.<br />

Namun, perusahaan pengerah tena-<br />

ga kerja tidak melalui prosedur seperti<br />

ini karena mereka berebut mencari<br />

target. Kalau dia bisa merekrut satu<br />

orang, artinya bisa membayangkan<br />

keuntungannya.<br />

Semua biaya, dari mencari ke<br />

kampung-kampung sampai memberangkatkan,<br />

akan kapitalisir, dan<br />

diserahkan kepada agen di luar negeri.<br />

Agen dari luar negeri akan membayar<br />

ke PJTKI di Indonesia. Jadi, kalau ada<br />

orang yang mengatakan sesungguhnya<br />

pengiriman TKW, terutama, keluar<br />

negeri, ke negara-negara Timur<br />

Tengah, itu hampir mirip dengan perbudakan<br />

modern. Pendapat ini tidak<br />

terlalu salah. Saya tidak mengatakan<br />

bahwa pendapat ini benar, akan tetapi<br />

pendapat ini tidak terlalu salah.<br />

Jika saya bandingkan dengan Filipina<br />

yang juga mengirimkan TKW, mereka<br />

berani melawan, kalau diperlakukan<br />

tidak benar. Itu beda sekali. Karena<br />

apa? Mereka bisa bahasa Inggris. Di<br />

Timor Tengah, bahasanya selain Arab,<br />

ya Inggris. Kedua, mereka relatif welleducated.<br />

Apa fakta yang menarik selama<br />

Anda melakukan pemeriksaan?<br />

Ada fakta yang perlu saya sampaikan.<br />

Kami mewawancarai hampir<br />

semua TKW bermasalah yang ditampung<br />

di kedutaan. Satu hal yang<br />

menarik. Apakah Anda pernah mendengar<br />

sebelum berangkat ada TKW atau<br />

TKI yang memperoleh kegagalan atau<br />

diperlakukan tidak manusiawi oleh<br />

majikannya? Pernah. Kenapa itu tidak<br />

membuat Anda takut? Saya pikir tidak<br />

semua orang nasibnya akan sama,<br />

mana tahu saya bisa berbeda. Apa<br />

yang membuat Anda nekad mau pergi<br />

ke sini? Saya nggak punya pekerjaan.<br />

Saya sulit sekali mencari pekerjaan.<br />

Saya melihat banyak juga yang berhasil.<br />

Jadi saya katakan, kesulitan hidup<br />

di kampung dan cerita keberhasilan<br />

teman, ini membius dan memberikan<br />

dorongan semangat yang luar biasa<br />

untuk mempertaruhkan nyawanya di<br />

negeri orang.<br />

Apa tidak ada tindakan dari pemerintah?<br />

Kementerian tenaga kerja sebe-<br />

48 MARET 2011<br />

Warta BPK


tulnya sudah berusaha membuat berbagai<br />

macam regulasi, termasuk asuransi<br />

TKI. Kementerian Tenaga Kerja<br />

itu mengharuskan seorang TKI yang<br />

akan dikirim ke luar negeri itu harus<br />

diasuransikan di periode prapemberangkatan,<br />

periode penempatan,<br />

dan periode pemulangan. Jadi, kalau<br />

selama periode pemberangkatan sampai<br />

pemulangan ada accident, atau<br />

ada berbagai macam risiko yang ditulis<br />

dalam polis, dia akan memperoleh<br />

penggantian dari pihak asuransi. Masalahnya<br />

kemudian, asuransi yang<br />

ditunjuk untuk bisa mengeluarkan<br />

produk asuransi TKI ini banyak sekali.<br />

Ratusan perusahaan yang tergabung<br />

dalam puluhan konsorsium.<br />

Akibatnya, mereka kemudian bersaing.<br />

Sayangnya, bersaing bukan di<br />

pelayanan tetapi di harga. Mereka<br />

berlomba-lomba memberikan diskon.<br />

Bahkan, ada yang berani memberikan<br />

diskon sampai 50% dari premi<br />

yang seharusnya dibayar sebesar<br />

Rp300.000. Jadi, PJTKI cukup membayar<br />

Rp150.000. Namun, dalam hitungan<br />

dia, tetap Rp300.000. Karena<br />

upaya menekan cost. Anda bisa bayangkan<br />

kalau asuransi saja sudah<br />

banting harga seenaknya, darimana<br />

nanti dia memperoleh untung. Pasti<br />

berusaha menghindari klaim. Begitu<br />

datang di Indonesia, TKW yang<br />

me ngadu tidak dibayar upahnya, diperkosa,<br />

ditanya mana bukti-buktinya.<br />

Sulit sekali, bagaimana membuktikan<br />

TKW pernah diperkosa. Akhirnya,<br />

hampir sulit sekali untuk bisa mengklaim<br />

asuransi itu.<br />

Oleh karena itu, pemerintah melalui<br />

kementerian tenaga kerja membubarkan<br />

konsorsium asuransi itu,<br />

diganti hanya satu konsorsium yang<br />

anggotanya kira-kira 9-10 perusahaan.<br />

Khusus pengiriman tenaga kerja<br />

ke Timur Tengah, bikin passport-nya<br />

harus ke Tangerang. Coba bayangkan.<br />

Padahal yang namanya kantor imigrasi<br />

ada di seluruh Indonesia. Dari NTB,<br />

dari Jawa Timur, dari Probolinggo<br />

dari mana, harus bikin passport ke<br />

Tangerang.<br />

Kenapa itu terjadi?<br />

Warta BPK<br />

Ada semacam kesepakatan antara<br />

PNB2TKI, Kementerian Tenaga<br />

Kerja, dan Kantor Imigrasi. Yang tidak<br />

jelas reasoningnya apa? Mereka tidak<br />

bisa menjelaskan kenapa mesti di<br />

Tangerang. Passport bisa dibikin dimana<br />

saja. Dan pihak Arab Saudi tidak<br />

melihat ini passport mana, yang penting<br />

Indonesia. Ini suatu hal yang tidak<br />

masuk akal. Juga ada masalah lain seperti<br />

pelatihan juga dari sisi perlindungan.<br />

<strong>Pemeriksa</strong>an ini adalah audit<br />

kinerja, bukan audit keua ngan neg-<br />

pemerintah selalu melihat<br />

persentase TKW yang<br />

bermasalah lebih kecil<br />

dibandingkan dengan yang<br />

berhasil. Bagi kami, kalau<br />

menyangkut manusia, tidak<br />

ada toleransi persentase. Satu<br />

nyawa harus kita perhatikan.<br />

ara, atau kerugian negara akibat hal<br />

itu. Petunjuk apa untuk mengarah<br />

ke arah kerugian negara?<br />

Ini audit kinerja seperti yang saya<br />

katakana tadi. Kami tidak mengaudit<br />

bagaimana pemerintah menggunakan<br />

uang, tetapi bagaimana pemerintah<br />

melaksanakan penempatan dan perlindungan<br />

TKI. Jadi, tidak ada hubungan<br />

dengan masalah kerugian negara.<br />

Apakah BPK akan mengarah ke<br />

sana?<br />

Tidak sama sekali. Ini tidak ada<br />

hubungan dengan pertanggungjawaban<br />

keuangan. Ini lebih pada bagaimana<br />

pemerintah melaksanakan kebijakan.<br />

Memang semua itu ada biaya,<br />

tetapi kami tidak melihat dari sisi itu.<br />

Saat ini ada TKI yang legal dan<br />

ilegal, tanggapan Anda?<br />

Sejauh ini, saya membicarakan<br />

yang legal. Kalau bicara yang ilegal sulit<br />

sekali yang mana. Di Malaysia misalnya,<br />

jumlah TKI yang ilegal jauh lebih<br />

banyak. Namun, sulit untuk membuk-<br />

tikan. Datanya juga sulit sekali. Namun,<br />

itu banyak sekali, terutama yang<br />

bekerja di sektor perkebunan. Di Arab<br />

Saudi juga banyak sekali. Ini lebih berbahaya<br />

lagi yang ilegal karena sama<br />

sekali tidak terpantau oleh kedutaan<br />

kita di sana.<br />

Siapa yang salah dengan adanya<br />

TKI Ilegal?<br />

Saya tidak tahu siapa yang salah.<br />

Yang jelas, adalah tugas kita semua untuk<br />

menyediakan lapangan pekerjaan<br />

bagi penduduk. Kalau memang kerja di<br />

kita memungkinkan, orang lebih baik<br />

memperoleh upah 5.000 di ne gerinya<br />

sendiri aman, daripada 7.500 di luar<br />

negeri tapi berisiko.<br />

Apa yang seharusnya dilakukan<br />

pemerintahw?<br />

Selama ini penyelesaian kasus-kasus<br />

TKI selalu parsial. Kalau ada masalah,<br />

ribut, kita selesaikan. Namun,<br />

tidak dikaji kebijakan secara menyeluruh.<br />

Dari mulai proses rekruitmen,<br />

regulasi-regulasi, kemudian bagaimana<br />

koordinasi dengan instansi lain, dan<br />

sebagainya. Selalu penyelesaiannya<br />

parsial. Ada masalah, ya selesaikan,<br />

tetapi tidak secara komprehensif.<br />

Makanya di dalam laporan kami<br />

dikatakan bahwa tidak ada suatu kebijakan<br />

yang komprehensif, yang menyeluruh<br />

mulai dari proses rekruitmen<br />

sampai masalah perlindungan di<br />

luar negeri. Oleh karena itu, kami menyarankan<br />

agar pemerintah melakukan<br />

evaluasi menyeluruh, tentang<br />

pera turan perundangan, kebijakan<br />

sistem dan mekanisme penempatan<br />

tenaga kerja ini. Dan, yang lebih penting<br />

lagi adalah law enforcement. Perusahaan<br />

pengerah TKI yang melakukan<br />

pelanggaran mesti ada sanksi yang<br />

tegas.<br />

BPK sudah memberikan rekomendasi<br />

agar pemerintah melakukan<br />

moratorium pengiriman TKI ke<br />

negara-negara yang tidak mempunyai<br />

UU tentang perlindungan tenaga kerja<br />

a sing dan/atau belum ada MoU dengan<br />

pemerintah RI. Namun, sejauh<br />

mana pemerintah dapat melakukan<br />

rekomendasi tersebut kita lihat saja<br />

nanti. (and/bw)<br />

MARET 2011<br />

49


KOLOM<br />

Optimalisasi Peran BPK<br />

Dalam Meningkatkan Daya Saing Bangsa *<br />

Oleh : Diky Adisaputra<br />

IndOnEsIA merupakan negara yang aktif dalam perdagangan<br />

internasional. Tidak hanya melakukan ekspor, tetapi<br />

juga impor. Akibatnya, barang-barang yang dijual di Tanah<br />

Air tidak hanya dari dalam negeri. salah satu kebijakan<br />

perdagangan internasional yang dihadapi Indonesia pada<br />

2010 ialah ACFTA (Asean-China Free Trade Area). Perjanjian<br />

dalam bidang ekonomi ini mengharuskan produksi<br />

dalam negeri bersaing dengan produksi dari negara Asean<br />

lainnya dan juga China.<br />

Berdasarkan laporan The Global Competitiveness Report<br />

2010-2011, daya saing Indonesia memperoleh nilai 4,4 dan<br />

menempati peringkat 44 dari 139 negara yang disurvei.<br />

Indikator yang mendapat penilaian kurang ialah kesiapan<br />

teknologi (nilai 3,2 dengan peringkat 91) dan infrastruktur<br />

(nilai 3,6 dengan peringkat 82).<br />

Indonesia tentunya harus memperbaiki teknologi dan<br />

infrastruktur yang dimilikinya. namun, masih akan terhalang<br />

oleh praktik korupsi di pemerintahan yang kerap<br />

kali melebihkan dana yang dibutuhkan sehingga dana<br />

yang dialokasikan akan melebihi kewajaran. Bahkan, boleh<br />

dikatakan kalau tingkat korupsi di Indonesia sangat<br />

memprihatinkan. Berdasarkan hasil survei Transparency<br />

International (TI) pada 2010, Corruption Perspective Index<br />

(CPI) Indonesia ialah 2,8 menduduki peringkat 110 dari<br />

178 negara yang disurvei. Terlebih lagi, angka 2,8 merupakan<br />

penilaian yang buruk dari nilai maksimal 10. nilai 10<br />

menunjukan negara yang bersih dari praktik korupsi. Pada<br />

2010, CPI tertinggi diperoleh denmark, selandia Baru, dan<br />

singapura dengan angka 9,3<br />

Korupsi secara harfiah memiliki makna kebusukan,<br />

kebejatan, keburukan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak<br />

bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau<br />

ucapan yang menghina atau memfitnah (Indonesia Corruption<br />

Watch, 2004). Korupsi akan berdampak buruk, seperti<br />

kerusakan mental masyarakat, hilangnya citra dan martabat,<br />

biaya tinggi, investasi rendah, laporan kinerja rendah,<br />

hasil pembangunan yang tidak dinikmati masyarakat<br />

umum, dan hasil yang tidak optimal (Hasan Bisri, 2008).<br />

Untuk menghadapi korupsi, good governance merupakan<br />

salah satu konsep yang harus diterapkan secara<br />

menyeluruh, tidak hanya pihak swasta dengan good corporate<br />

governance tetapi juga pemerintah dengan good public<br />

governance. wPrinsip penting yang harus ditekankan dari<br />

good public governance untuk meminimalisir korupsi ialah<br />

transparansi dan juga akuntabilitas, terutama pada laporan<br />

keuangan.<br />

Jika laporan keuangan transparan dan akuntabel maka<br />

kesempatan menggunakan dana pemerintah tanpa diketahui<br />

akan menjadi sangat sulit. setiap penggunaan dana<br />

pemerintah akan diminta pertanggungjawabannya sehingga<br />

pegawai pemerintah akan berhati-hati dalam menggunakan<br />

dana pemerintah.<br />

Untuk menciptakan transparansi dan akuntabilitas<br />

pada pemerintahan, BPK hadir menjawab harapan banyak<br />

pihak. BPK merupakan lembaga yang tepat dalam menciptakan<br />

transaparansi dan akuntabilitas karena perannya<br />

mengaudit laporan keuangan pemerintah. Tindakan yang<br />

dilakukan BPK bersifat independen karena diterbitkannya<br />

UU no. 15 Tahun 2006.<br />

BPK telah memberikan opini atas kewajaran penyajian<br />

laporan keuangan yang dikeluarkan lembaga pemerintah.<br />

Berbagai temuan pun telah diungkap BPK pada Ikhtisar<br />

Hasil <strong>Pemeriksa</strong>an semester (IHPs).<br />

Harapan peningkatan transparansi dan akuntabilitas<br />

akan lenyap jika peran BPK terhalang oleh lemahnya tanggapan<br />

atas tindakan BPK. selama 5 tahun, dari 2004-2008,<br />

Laporan <strong>Keuangan</strong> Pemerintah Pusat (LKPP) memperoleh<br />

opini disclaimer atau TMP (Tidak Memberi Pendapat) dari<br />

BPK karena berbagai permasalah yang membuat penyampaian<br />

opini mengenai kewajaran tidak dapat dilakukan.<br />

Pemerintah pusat tentunya berperan dijadikan teladan<br />

bagi pemerintah daerah dan lembaga pemerintah. Apakah<br />

BPK dapat berperan secara optimal sebagai pencipta<br />

transparansi dan akuntabilitas laporan keuangan pemerintah?<br />

<strong>Pemeriksa</strong>an BPK menghasilkan opini berdasarkan<br />

50 MARET 2011<br />

Warta BPK


ukti-bukti yang ada untuk menyampaikan<br />

kewajaran laporan keuangan<br />

sesuai dengan prinsip akuntansi yang<br />

berlaku.<br />

Pada periode 2004-2008, BPK<br />

memberikan opini TMP (disclaimer)<br />

pada Laporan <strong>Keuangan</strong> Pemerintah<br />

Pusat (LKPP). Akhirnya pada 2009,<br />

BPK memberikan opini Wajar dengan<br />

Pengecualian (WdP-qualified)<br />

atas LKPP yang diaudit. Kenyataan ini<br />

merupakan sebuah kemajuan besar<br />

yang dicapai oleh pemerintah pusat.<br />

Walaupun demikian, pemerintah<br />

pusat tidak seharusnya bangga<br />

berlebihan karena opini yang paling<br />

baik ialah Wajar Tanpa Pengecualian<br />

(WTP-unqualified). Pemerintah pusat<br />

harus meningkatkan kewajaran<br />

penyampaian laporan keuangan agar<br />

dapat meningkatkan akuntabilitas.<br />

BPK juga memeriksa Laporan<br />

<strong>Keuangan</strong> Pemerintah daerah (LKPd)<br />

dengan pemberian sejumlah opini.<br />

Pada semester I/2010, BPK memeriksa<br />

348 dari 498 LKPd tahun 2009.<br />

secara umum, dapat diambil kesimpulan<br />

bahwa banyak pemerintah daerah<br />

yang mulai meningkatkan kepatuhan<br />

terhadap sAP.<br />

Untuk mewujudkan perannya,<br />

BPK memberikan rekomendasi guna<br />

perbaikan kinerja pemerintah pusat,<br />

pemerintah daerah, dan BUMn.<br />

setelah rekomendasi disampaikan,<br />

BPK memantau pelaksanaan tindak<br />

lanjut berdasarkan UU no. 15/2004<br />

tentang <strong>Pemeriksa</strong>an Pengelolaan dan<br />

Tanggung Jawab <strong>Keuangan</strong> negara.<br />

Penyelesaian tindak lanjut rekomendasi<br />

berperan penting untuk<br />

menunjukkan tanggapan pihak yang<br />

diperiksa kepada BPK. Kondisi penyelesaian<br />

tindak lanjut memperlihatkan<br />

kesadaran lembaga yang diaudit (auditee)<br />

atas keberadaan BPK. Rekomendasi<br />

yang tidak ditindaklanjuti<br />

menunjukan sikap auditee yang mengacuhkan<br />

hasil kerja BPK (berupa rekomendasi).<br />

Tindak lanjut rekomendasi BPK<br />

merupakan salah satu kunci untuk<br />

menguatkan peran BPK dalam meningkatkan<br />

transparansi dan akun-<br />

Warta BPK<br />

tabilitas laporan keuangan di pemerintah.<br />

Jika rekomendasi BPK terus<br />

berstatus belum diperiksa atau sudah<br />

diperiksa, tetapi belum sesuai rekomendasi,<br />

maka temuan yang direkomendasikan<br />

untuk diperbaiki akan<br />

menjadi usang dan tidak memiliki<br />

kekuatan menghapus tindakan merugikan.<br />

Rekomendasi tidak hanya berisi<br />

perbaikan atas sistem keuangan<br />

daerah tetapi juga tindak lanjut atas<br />

Pemberian opini yang buruk<br />

dijadikan social punishment<br />

yang tidak memiliki sanksi<br />

hukum. Historis opini auditee<br />

juga menjadi pertimbangan<br />

dalam pengajuan anggaran<br />

terkait kewajaran jumlah<br />

yang diajukan.<br />

temuan yang memiliki konsekuensi<br />

terhadap negara. Adapun konsekuensi<br />

yang timbul akibat dari ketidakpatuhan<br />

terhadap undang-undang ialah<br />

kerugian negara, potensi kerugian<br />

negara, kekurangan penerimaan, administrasi,ketidakhematan/pemborosan,<br />

dan ketidakefektifan.<br />

Opini dan rekomendasi<br />

Peran BPK dalam menciptakan<br />

transparansi dan akuntabilitas ditinjau<br />

dengan melihat perkembangan<br />

opini dan juga tindak lanjut rekomendasi<br />

BPK. Opini yang diajukan BPK untuk<br />

LKPP telah meningkat, tetapi belum<br />

mencapai WTP sedangkan opini<br />

untuk LKKL dan LKPd telah menunjukkan<br />

perbaikan dengan menurunkan<br />

opini TMP, akan perlu dilakukan<br />

peningkatan agar seluruh LK memiliki<br />

opini WTP. Adapun, untuk tindak<br />

lanjut rekomendasi masih banyak<br />

yang berstatus belum ditindaklanjuti<br />

sampai semester I tahun 2010, yakni<br />

26.14% (pemerintah pusat); 27,57%<br />

(BUMn); dan 33,93% (pemda).<br />

Pemberian opini yang buruk dijadikan<br />

social punishment yang tidak<br />

memiliki sanksi hukum. Historis opini<br />

auditee (lembaga yang diperiksa BPK)<br />

juga menjadi pertimbangan dalam<br />

pengajuan anggaran terkait kewajaran<br />

jumlah yang diajukan.<br />

Rekomendasi atas temuan dicatat<br />

dengan membuat timeline pengajuan<br />

rekomendasi agar rekomendasi yang<br />

telah lama tidak ditanggapi dapat difollow<br />

up agar tidak terabaikan. selain<br />

itu, dibuat juga lembaga yang bertanggung<br />

jawab menindaklanjuti setiap<br />

rekomendasi yang diajukan sehingga<br />

mudah melakukan follow up.<br />

BPK berperan dalam menciptakan<br />

transparansi dan akuntabilitas laporan<br />

keuangan yang berdampak pada<br />

hilangnya kesempatan untuk melakukan<br />

korupsi. Jika jumlah korupsi dana<br />

pembangunan berkurang dan juga<br />

penggunaan dana pembangunan semakin<br />

efisien, pembangunan (infrastruktur,<br />

kesehatan, dan pendidikan)<br />

dapat meningkat sehingga meningkatkan<br />

daya saing bangsa Indonesia.<br />

Perbaikan atas dampak opini yang<br />

disampaikan BPK harus diupayakan<br />

terutama demi mencapai tujuan<br />

dalam meningkatkan transparansi<br />

dan akuntabilitas pemerintah daerah.<br />

sesungguhnya, diperlukan sebuah<br />

pemikiran yang dapat memperkuat<br />

dampak pemberian opini dengan<br />

mempertimbangkan pembangunan di<br />

Indonesia.<br />

BPK harus didukung oleh semua<br />

pihak agar mampu memiliki law enforcement<br />

terhadap pihak yang telah<br />

diduga merugikan negara atau berpotensi<br />

merugikan negara. Pengawasan<br />

yang kuat merupakan salah satu cara<br />

untuk menutup kesempatan melakukan<br />

korupsi. Jika menninjau fraud triangle,<br />

opportunity dapat diminimalisir<br />

dengan tindak lanjut rekomendasi<br />

karena menghilangkan kesempatan<br />

melakukan korupsi tanpa terkena tindak<br />

pidana.<br />

* Disarikan dari lomba karya tulis<br />

ilmiah BPK 2010<br />

MARET 2011<br />

51


Road To WTP<br />

Kemendagri songsong<br />

Opini WTP<br />

Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi melaporkan progress pencapaian Laporan Pelaksanaan<br />

Rencana Aksi menuju opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) kepada Ketua BPK. Upaya memperoleh<br />

opini WTP ?<br />

Menteri Dalam negeri Gamawan Fauzi kini<br />

bisa bernafas lega. Pasalnya, setelah hampir 4<br />

tahun kementerian yang dipimpinnya selalu<br />

memperoleh opini disclamer dari BPK, pada<br />

laporan keuangan 2009, Kemendagri mendapat opini Wajar<br />

Dengan Pengecualian (WDP). Sekalipun sudah ‘naik<br />

kelas’ tak membuat Gamawan berpuas diri. Bahkan, dia<br />

bertekad untuk mendapat opini Wajar tanpa Pengecualian<br />

(WtP) untuk laporan keuangan 2010.<br />

Gamawan bersama jajarannya pun melakukan berbagai<br />

upaya. Salah satunya pada 7 Maret, menteri bersama sejumlah<br />

pejabat eselon i dan ii bertandang ke kantor BPK<br />

bertemu dengan Ketua BPK Hadi Poernomo.<br />

Dalam pertemuan itu, Mendagri melaporkan mengenai<br />

pelaksanaan rencana aksi menuju opini Wajar tanpa<br />

Pengecualian (WtP) untuk 2010. “Kami datang ke BPK<br />

untuk melaporkan progress pencapaian rencana aksi agar<br />

memperoleh masukan dari BPK,” katanya.<br />

Pertemuan juga dihadiri oleh Anggota V Sapto Amal<br />

Damandari, Sekjen Hendar ristriawan, dan sejumlah pejabat<br />

eselon i dan ii BPK. Selain menerima laporan dari<br />

Kemendagri, Anggota V BPK juga menyerahkan Laporan<br />

Pemantauan tindak Lanjut hasil pemeriksaan BPK untuk<br />

2010 kepada Mendagri.<br />

Gamawan mengungkapkan laporan ini merupakan<br />

tindaklanjut dari rencana aksi Kemendagri menuju opini<br />

WtP atas laporan keuangan Kemendagri tahun 2010 yang<br />

telah disampaikan pada 7 Juni 2010.<br />

Oleh karena itu, lanjutnya, tujuan penyerahan laporan<br />

ini untuk mengetahui kemajuan pencapaian aksi agar<br />

memperoleh masukan dari BPK. “<strong>Hal</strong> ini menunjukkan<br />

komitmen dan kesungguhan kami dalam meningkatkan<br />

akuntabilitas dan pertanggunjawaban keuangan Kemendgari,”<br />

jelasnya.<br />

Pada 21 Februari lalu, lanjutnya, kementerian telah<br />

memenuhi kewajiban menyerahkan pelaporan dan pertanggungjawaban<br />

pengelolaan keuangan sebelum batas<br />

waktu berakhir yakni dua bulan setelah tahun anggaran<br />

berakhir. <strong>Hal</strong> ini sesuai dengan ketentuan pasal 5 UU no. 1/<br />

2004 tentang Perbendaraan negara dan Pasal 8 Peraturan<br />

Pemerintah nomor 4/ 2006.<br />

Dia menjelaskan laporan keuangan 2010 telah disusun<br />

sesuai dengan Standar Akuntasi Pemerintahan dan Penyelenggaraan<br />

Sistem Akuntasi intansi yang memadai. Adapun,<br />

proses penyusunannya dilakukan secara berjenjang<br />

melalui rekonsiliasi secara internal dan eksternal serta direview<br />

oleh inspektorat Jenderal Kemendgari.<br />

Gamawan mengakui selama 4 tahun berturut­turut selalu<br />

memperoleh opini disclamer dari BPK. namun, dirinya<br />

n Gamawan Fauzi<br />

52 MAret 2011<br />

Warta BPK


ersyukur pada 2009 memperoleh<br />

peningkatan setelah mendapatkan<br />

opini WDP. “Kondisi ini dapat dicapai<br />

karena kerja keras dan komitmen untuk<br />

meningkatkan penilaian kinerja<br />

pengelolaan keuangan dan bimbingan<br />

BPK,” katanya.<br />

Meski begitu, tambahnya, sejumlah<br />

permasalahan masih mengganjal.<br />

Misalnya, masih adanya pengeluaran<br />

belanja yang tidak tertib pada 2009,<br />

pengelolaan anggaran di luar mekanisme<br />

APBn, serta terdapatnya perbedaan<br />

aset tetap antara neraca dalam<br />

SAK dan SiMAK.<br />

Pada 2010, beberapa langkah perbaikan<br />

untuk menindaklanjuti rekomendasi<br />

atas temuan BPK telah dilakukan.<br />

Langkah perbaikan itu telah<br />

dituangkan dalam dokumen rencana<br />

aksi. Selain itu, kementerian juga telah<br />

membentuk tim supervisi dan monitoring<br />

yang di ketuai oleh irjen Kemendagri.<br />

tim bertugas mengawal secara<br />

langsung implementasi rencana<br />

aksi di lapangan.<br />

Menurut dia, pihaknya telah sepenuhnya<br />

menyelenggarakan sis tem<br />

a kun tasi manajemen pengelolaan barang<br />

milik negara. “Kami telah menyelesaikan<br />

secara lengkap inventarisasi<br />

serta barang milik negara,” katanya<br />

terkait dengan penataan barang milik<br />

negara.<br />

Penyerapan anggaran<br />

Sementara itu, dari sisi penyerapan<br />

anggaran mengalami peningkatan<br />

secara signifikan setiap tahun. Pada<br />

2007 penyerapan anggaran sebesar<br />

72 %, naik menjadi 82% (2008), 86%<br />

(2009), dan 89 % (2010). Selain itu,<br />

dari sisi kinerja Kemendagri juga makin<br />

membaik. ini bisa dilihat dari ranking<br />

yang diraih.<br />

“Sebelumnya, Kemendagri hanya<br />

mendapat ranking 24, naik menjadi<br />

13, dan tahun lalu masuk 10 besar.<br />

Jadi dari penyerapan dan kinerja terus<br />

mengalami peningkatan yang membaik,”<br />

tegas Gamawan.<br />

Kemendagri juga mempelopori<br />

sistem pengedalian internal sesuai<br />

dengan Peraturan Pemerintah no. 60/<br />

Warta BPK<br />

n Mendagri bersama staf saat di kantor BPK Pusat<br />

2008 tentang Sistem Pengedalian internal<br />

Pemerintah dengan menetapkan<br />

Peraturan Mendagri no. <strong>40</strong>/ 2010.<br />

Untuk mendukung transparansi<br />

pengelolaan keuangan, lanjutnya,<br />

kementerian telah melakukan kerja<br />

sama dengan BPK dalam pengembangan<br />

dan pengelolaan sistem pengelolaan<br />

informasi akses data dalam<br />

rangka pemeriksaan dan pengelolaan<br />

tanggungjawab pengelolaan keuangan<br />

negara.<br />

Selain itu, mulai 2012 Kemendagri<br />

mengadakan layanan informasi elektronik<br />

dalam pengadaan barang dan<br />

jasa. Untuk itu, Gamawan mengajak<br />

BPKP guna memantau dan mensupervisi<br />

proses pengadaan barang dan jasa.<br />

“Dengan upaya itu kami harapkan<br />

dapat meningkat dari opni sebelumnya.<br />

Selain itu penyerahan laporan<br />

keuangan Kemendagri tahun 2010<br />

berdasarkan catatan registrasi tercapai<br />

nomor dua untuk tingkat kementerian<br />

setelah Menkopolhukam,” katanya.<br />

Gamawan menambahkan telah<br />

melakukan reformasi birokrasi dan<br />

telah diusulkan ke tim reformasi birokrasi<br />

nasional. “Kami membuka diri<br />

terhadap saran dan perbaikan penge­<br />

lolaan keuangan,” tegasnya.<br />

Mengenai pemeriksaan BPK<br />

yang telah dimulai sejak Feberuari,<br />

Gamawan menginstruksikan kepada<br />

seluruh jajarannya untuk memberikan<br />

perhatian yang optimal terhadap<br />

pemeriksaan ini.<br />

Ketua BPK Hadi Poernomo mengingatkan<br />

bahwa laporan keuangan<br />

yang baik tidak hanya berujung pada<br />

tercapainya opini WtP. namun, juga<br />

harus dapat dijadikan instrumen<br />

dalam pengambilan keputusan yang<br />

terbaik bagi kesejahteraan masyarakat.<br />

“BPK menghimbau agar upaya<br />

mencapai opini WtP dimaksudkan<br />

sebagai bagian dari upaya perbaikan<br />

sistem informasi keuangan sehingga<br />

dapat digunakan untuk mencapai<br />

keputusan yang terbaik,” katanya.<br />

Ketua BPK meminta agar laporan<br />

pemantauan tindak lanjut dapat dipelajari<br />

dengan baik. Selain itu, dia juga<br />

meminta agar rekomendasi BPK yang<br />

belum ditindaklanjuti, segera dilakukan<br />

oleh Kemendagri.<br />

“BPK sangat berharap bahwa laporan<br />

keuangan yang disampaikan telah<br />

memenuhi kriteria kualitas yang baik,”<br />

tegasnya. (bw/and)<br />

MAret 2011<br />

53


BPK DAERAH<br />

BpK perwakilan Jawa Barat,<br />

Slamet Kurniawan<br />

Mewujudkan Proyek<br />

Percontohan E-audit<br />

BPK perwakilan Provinsi Jawa Barat akan dijadikan proyek<br />

percontohan pelaksanaan e-audit. Namun, sejumlah kendala masih<br />

menghadang. Kesiapan SDM dan infrastruktur terus digenjot.<br />

Kepala perwakilan<br />

BpK provinsi Jawa<br />

Barat, Slamet Kurniawan,<br />

beberapa<br />

pekan terakhir ini terlihat<br />

super sibuk. Maklum, BpK<br />

daerah ini akan dijadikan<br />

proyek percontohan untuk<br />

pelaksaan e-audit. persiapan<br />

pun sudah dilakukan jauhjauh<br />

hari, termasuk peningkatan<br />

sumber daya manusia<br />

sampai persiapan sarana dan<br />

prasarana teknologi informasi.<br />

Bagi Slamet, ditunjuknya<br />

BpK Jawa Barat sebagai<br />

proyek pencontohan e-audit<br />

tentu menjadi kebangggan<br />

sekaligus menjadi tantangan<br />

tersendiri. apalagi, dia termasuk<br />

masih baru mengomandoi<br />

BpK Jawa Barat.<br />

“Saya baru 10 bulan memimpin BpK<br />

perwakilan ini,” katanya ketika di<br />

temui di ruang kerjanya, belum lama<br />

ini.<br />

Meski begitu, dia akan berusaha<br />

semaksimal mungkin untuk mewujudkan<br />

e-audit yang memang tengah<br />

digalakkan oleh lembaga audit negara<br />

ini.<br />

Sebagai langkah awal, Slamet<br />

melakukan sosialisasi kepada seluruh<br />

n Slamet Kurniawan<br />

pemerintah daerah se-provinsi Jawa<br />

Barat. Gubernur, bupati, dan wali kota<br />

telah ditemuinya. Menurut dia, sosialisasi<br />

ini diperlukan untuk menyamakan<br />

persepsi tentang e-audit. pasalnya,<br />

untuk melakukan e-audit dibutuhkan<br />

kerja sama antara BpK dengan<br />

pemerintah daerah. Tanpa kerja sama<br />

yang baik, lanjutnya, tentu e-audit sulit<br />

untuk diwujudkan. apalagi, e-audit ini<br />

merupakan cikal bakal bagi efisiensi<br />

pemeriksaan.<br />

Semula, tanggapan yang diperoleh<br />

beragam. Namun, sebagian besar<br />

pemerintah daerah menganggap eaudit<br />

ini akan menjadikan semua<br />

laporan menjadi terbuka lebar. Slamet<br />

pun memberikan pengarahan bahwa<br />

sebenarnya e-audit itu merupakan<br />

satu metode. Salah satunya, pada saat<br />

melakukan pemeriksaan, auditor pasti<br />

meminta dokumen-dokumen auditee.<br />

Bedanya, dalam e-audit data atau<br />

dokumen dalam bentuk elektronik.<br />

Justru, tuturnya, dengan adanya<br />

e-audit itu pemeriksaan akan lebih<br />

efisien. Artinya, sebagian langkah audit<br />

sudah bisa dikerjakan di kantor<br />

perwakilan. Dengan begitu, waktu<br />

yang dibutuhkan juga lebih cepat.<br />

“pemeriksaan ke lapangan hanya<br />

untuk melakukan pengecekan dokumen,”<br />

katanya.<br />

Hanya saja, untuk mewujudkan<br />

itu tidak mudah. pasalnya, sejumlah<br />

persoalan masih menjadi kendala.<br />

Salah satunya, masih kurangnya keahlian<br />

SDM di bidang TI. Untuk itu,<br />

Slamet berupaya untuk meningkatkan<br />

kemampuan pegawainya melalui<br />

pendidikan audit berbasis komputer.<br />

Untuk tahap pertama, <strong>40</strong> auditor diikutsertakan<br />

dalam pelatihan, yang<br />

akan disusul dengan <strong>40</strong> pemeriksa<br />

lainnya.<br />

“Sebab, kalau sudah namanya eaudit,<br />

semua data yang dikelola harus<br />

memakai bantuan perangkat komputer,”<br />

jelasnya.<br />

Untuk menyelenggarakan pelatihan<br />

itu, lanjut Slamet, pihaknya menjalin<br />

kerja sama dengan pusdiklat<br />

BpK yang menyediakan instrukturinstruktur<br />

handal.<br />

Selain pembenahan SDM, infrastruktur<br />

TI pun tak luput dari perhatian.<br />

Untuk itu, koordinasi dengan<br />

BpK pusat dijalankan dalam pengadaan<br />

perangkat TI. “Namun, karena<br />

kita mau menempati gedung baru,<br />

Biro TI sedang menyiapkan perangkat<br />

TI. Nanti, jika sudah siap, kita pindah<br />

secara berangsur,” paparnya.<br />

Terkait dengan proyek percontohan<br />

ini, Slamet menawarkan kepada<br />

seluruh pemerintah daerah di<br />

54 MaReT 2011<br />

Warta BPK


provinsi Jawa Barat untuk terlibat.<br />

Beruntung semua memberikan dukungan.<br />

Hanya saja, untuk proyek percontohan<br />

e-audit ini baru beberapa<br />

pemerintah daerah yang siap secara<br />

teknologi. Bagi yang belum siap, mereka<br />

meminta untuk menunda pelaksanaan<br />

e-audit.<br />

Sebab untuk mengimplementasikan<br />

e-audit tersebut tidak hanya dibutuhkan<br />

teknologi, tetapi juga SDM di<br />

pemerintah daerah. “Kita perlu realitis<br />

dengan kondisi SDM yagn ada,” katanya.<br />

Sebenarnya, untuk mewujudkan<br />

pelaksanaan e-audit memang butuh<br />

waktu dan bertahap. pemda tidak<br />

harus mempunyai aplikasi saat ini<br />

juga. Sepanjang mereka mempunyai<br />

catatan dalam bentuk elektronik, bisa<br />

dikirim atau dikoneksi ke BpK.<br />

“Kita juga bisa kerja sama dengan<br />

pengiriman data elektronik secara<br />

manual. Itu untuk tahap awal. pasalnya,<br />

pemda juga butuh waktu untuk<br />

menyiapkan,” jelas Slamet.<br />

Menurut dia, hanya pemprov Jawa<br />

Barat yang sudah siap, baik secara<br />

teknologi maupun SDM untuk melaksanakan<br />

e-audit. Kota Depok merupakan<br />

salah satu yang sudah siap.<br />

Bahkan, pihaknya juga telah menjajagi<br />

untuk dijadikan demo pada saat<br />

peresmian proyek percontohan ini.<br />

“Kita sudah bisa mengakses data mereka,”<br />

kata Slamet.<br />

Kapasitas Auditor<br />

program lain yang juga dikembangkan<br />

di BpK Jawa Barat adalah<br />

meningkatkan kapasitas auditor. Salah<br />

satunya dengan pembenahan kertas<br />

kerja pemeriksaan (KKp) dengan<br />

harapan nantinya bisa merealisasikan<br />

apa yang dilakukan oleh auditor<br />

di lapangan pada saat melaksanakan<br />

pemeriksaan.<br />

Hanya saja, selama ini dalam prakteknya<br />

tidak semua auditor mendokumentasikan<br />

semua langkah pemeriksaan<br />

dalam satu KKp yang lengkap dan<br />

mudah dimengerti. Nantinya, diharapkan<br />

orang lain bisa membaca dan<br />

menelusuri apa yang dilakukan audi-<br />

Warta BPK<br />

tor di lapangan. Dengan begitu bisa<br />

mengambil kesimpulan yang sama.<br />

“Inilah program utama yang harus<br />

lakukan. KKp bisa berbicara sendiri<br />

kalau auditor lain membaca, tanpa<br />

harus didampingi oleh auditor yang<br />

melakukan pemeriksaan. “Selama ini<br />

kalau me-review KKp selalu memanggil<br />

auditor yang bersangkutan untuk<br />

menjelaskan,” jelas Slamet.<br />

Dia berharap setiap auditor harus<br />

bisa mendokumentasikan KKp secara<br />

lengkap. Dia mengakui untuk tahun<br />

pertama memang agak sulit. Namun,<br />

di tahun kedua akan mudah karena sudah<br />

terdokumentasikan dengan baik.<br />

“Selain itu, bagi auditor baru juga<br />

akan lebih gampang untuk mempelajarinya<br />

karena dengan mudah bisa<br />

melihat alurnya, tujuan pemeriksaan,<br />

n Gedung BPK Perwakilan Prov. Jawa Barat<br />

langkah-langkah, dan kesimpulannya.”<br />

Mengenai kondisi laporan keuangan<br />

provinsi Jawa Barat, Slamet<br />

meng ungkapkan secara umum sudah<br />

baik. Hanya saja, masih ada kendala<br />

yakni adanya perputaran pejabat di<br />

pemda sendiri. Sehingga, ada daerah<br />

yang memang harus belajar lagi menyusun<br />

laporan keuangan. Ini yang<br />

membuat pemda kerepotan dalam<br />

menyusun laporan keuangan.<br />

“Hampir sebagian besar pemda<br />

masih menyandang opini WDp. Belum<br />

ada yang WTp. permasalahannya, masih<br />

adanya masalah di inventarisasi<br />

aset pemda. Banyak aset pemda yang<br />

tidak terinventarisir denga baik. Kasusnya<br />

juga beragam. ada yang asetnya<br />

belum ditelusuri, ada pula yang<br />

belum ada rincian asetnya.” (bw)<br />

MaReT 2011<br />

55


TEMPO DOELOE<br />

DEngAn tugas pokok memeriksa<br />

pengelolaan keuangan<br />

negara, BPK membutuhkan<br />

banyak pegawai dengan latar belakang<br />

pendidikan terkait pemeriksaan<br />

keuangan seperti ilmu akuntansi.<br />

Saat ini, sudah banyak tenaga kerja<br />

dengan latar belakang pendidikan<br />

pemeriksaan keuangan. Begitu juga<br />

dengan ilmu dan keahlian pendukungnya.<br />

namun, kondisi di tempat pendidikan<br />

terkadang berbeda de ngan<br />

lingkungan kerja. Agar lebih cepat<br />

beradaptasi dan meningkatkan kompetensi<br />

pegawai, pendirian pusdiklat<br />

menjadi salah satu solusinya. namun,<br />

kondisi itu berbeda dengan situasi<br />

semasa Presiden Soekarno.<br />

Pada awal pembentukan BPK, beberapa<br />

bulan setelah kemerdekaan<br />

Indonesia diproklamirkan, institusi<br />

yang bertanggung jawab untuk membentuk<br />

BPK adalah Kementerian<br />

<strong>Keuangan</strong>. Kementerian inilah yang<br />

mencari pegawai untuk BPK yang<br />

akan dibentuk.<br />

Beruntung, pada masa kolonial Belanda,<br />

Pemerintahan Hindia Belanda<br />

memiliki satu institusi yang bernama<br />

Algemene Rekenkamer (ARK). Selain<br />

itu, pegawai dalam lingkungan Kementerian<br />

<strong>Keuangan</strong> dan unsur pemerintah<br />

lainnya juga ikut dilibatkan. Beberapa<br />

pegawai dari ARK inilah yang<br />

kemudian direkrut untuk menjadi<br />

tenaga inti BPK di antaranya R. Kasirman<br />

dan M. Soebardjo. Sementara itu,<br />

karyawan lain, R. Bandji, berasal dari<br />

Kantor Besar Djawatan Pajak.<br />

Mantan pegawai ARK juga mendominasi<br />

ketika BPK berubah nama<br />

menjadi Dewan Pengawas <strong>Keuangan</strong>.<br />

Beberapa nama seperti A.P. Van gogh,<br />

Oey Tien Tiong, dan J. Hoftijer, sebelumnya<br />

merupakan pegawai ARK. Sementara<br />

sebagian lainnya berasal dari<br />

unsur pemerintah. Para pegawainya<br />

sendiri mendapatkan pelatihan dari<br />

mantan para pegawai ARK.<br />

Oleh karena tugas pemeriksaan<br />

keuangan negara bukan perkara mudah,<br />

sementara pegawainya masih<br />

minim, pada masa Dewan Pengawas<br />

<strong>Keuangan</strong>, 1950, berencana mengada­<br />

Jenjang Pendidikan<br />

Karyawan BPK<br />

era Soekarno<br />

Setiap institusi tentunya membutuhkan sumber daya manusia<br />

(SDM) dengan latar belakang pendidikan spesialis yang menjadi<br />

core-nya. Bagaimana dengan BPK sebagai lembaga pemeriksa<br />

keuangan negara?<br />

Dosen dan para pesera kursus Ahli Pengawas <strong>Keuangan</strong>. Dari kiri ke kanan<br />

barisan depan, A.H. Pasariboe, Zeewald (dosen) Syafri dan Hasan Akman<br />

kan kursus untuk mendidik pagawai<br />

yang berijazah Sekolah Menengah<br />

Atas (SMA) menjadi ahli pengawas<br />

keuangan. Rencana itu direalisasikan<br />

dengan menyampaikan pemberitahuan<br />

ke khalayak ramai melalui Surat<br />

Kabar Pedoman, edisi 18 november<br />

1950.<br />

Pada dasarnya, pendidikan ini<br />

sama seperti kursus yang dilakukan<br />

oleh ARK pada masa penjajahan Belanda.<br />

Pendidikan ditempuh selama 4<br />

tahun. Mata pelajaran yang diberikan<br />

yaitu Perbendaharaan negara, Dasar<br />

Hukum Umum dan Hukum Sipil, Hu­<br />

kum Ketatanegaraan, Hukum Tata<br />

Usaha negara, dan Tata Buku.<br />

Kursus Ahli Pengawas <strong>Keuangan</strong><br />

ini berganti nama menjadi Kursus Penilik<br />

<strong>Keuangan</strong> pada 1955. Pergantian<br />

dimaksudkan untuk menyesuaikan<br />

dengan nama jabatan Penilik <strong>Keuangan</strong>.<br />

Selain mengadakan pendidikan<br />

sendiri, Dewan Pengawas <strong>Keuangan</strong><br />

juga mengirimkan para pegawainya<br />

mengikuti pendidikan di beberapa<br />

tempat seperti Kursus Ajun Akuntan<br />

di Bandung, Khursus Thesauri negara,<br />

dan Kursus Kader Bank.<br />

Ketika Dewan Pengawas Keua­<br />

56 MARET 2011<br />

Warta BPK


ngan kembali bernama <strong>Badan</strong> <strong>Pemeriksa</strong><br />

<strong>Keuangan</strong> setelah Presiden Soekarno<br />

mengeluarkan Dekrit Presiden,<br />

pendidikan untuk pegawai BPK lebih<br />

ditingkatkan lagi.<br />

Pada Juli 1959, setelah Dekrit<br />

Presiden, BPK membuka dua pendi­<br />

R. Tjahyono, anggota BPK, sedang<br />

memberikan ceramah pada<br />

pembukaan kursus tinggi dan<br />

menengah pengawas keuangan.<br />

dikan sekaligus yaitu Kursus Menengah<br />

Pengawasan <strong>Keuangan</strong> dan Kursus<br />

Tinggi Pengawasan <strong>Keuangan</strong>.<br />

Kursus Menengah Pengawasan<br />

<strong>Keuangan</strong> ditempuh selama 3 tahun<br />

dan diperuntukkan bagi lulusan<br />

Sekolah Menengah Pertama<br />

(SMP). Lulusannya diangkat sebagai<br />

<strong>Pemeriksa</strong> <strong>Keuangan</strong> golongan D/I­<br />

II. Untuk Kursus Tinggi Pengawasan<br />

<strong>Keuangan</strong> selama 4 tahun diperuntukkan<br />

bagi lulusan SMA. Bagi yang<br />

lulus akan diangkat menjadi Penilik<br />

<strong>Keuangan</strong> dengan golongan E/I­II.<br />

Mata pelajaran pokok yang menjadi<br />

kurikulum kedua kursus ini yaitu<br />

Perbendaharaan negara, Hukum Perdata,<br />

Hukum negara, Hukum Tata<br />

Usaha negara, Tata Buku, Kepega­<br />

Warta BPK<br />

Abdul Manaf (kanan),<br />

pegawai BPK yang<br />

ditugaskan mengikuti<br />

training special<br />

training officers course<br />

di institute of “public<br />

administration”<br />

university of philipines”<br />

sedang menerima<br />

sertifikat dari direktur<br />

institute public<br />

administration (kiri)<br />

pada 4 oktober 1961<br />

waian, dan Administrasi Kantor.<br />

Selain dua kursus tersebut, pada 1<br />

Oktober 1963, BPK juga mendirikan<br />

semacam perguruan tinggi bernama<br />

Akademi Dinas <strong>Pemeriksa</strong> <strong>Keuangan</strong><br />

(ADPK) dengan sistem ikatan dinas.<br />

Lulusan ADPK langsung diangkat<br />

Mahasiswa Akademi Dinas <strong>Pemeriksa</strong> <strong>Keuangan</strong><br />

menjadi Penilik <strong>Keuangan</strong> golongan<br />

E/I­II atau II/b. Mahasiswa yang kuliah<br />

di ADPK menjalani pendidikan<br />

selama 3 tahun.<br />

Pada waktu yang sama, Kursus<br />

Menengah Pengawasan <strong>Keuangan</strong><br />

ditiadakan. BPK menggantinya de­<br />

Dosen Ilmu<br />

Perbendaharaan<br />

Negara J.<br />

Spoelstra dengan<br />

para peserta<br />

kursus penilik<br />

keuangan, sedang<br />

berfoto bersama<br />

didepan ruang<br />

kelas, kantor<br />

Dewan Pengawas<br />

<strong>Keuangan</strong> , Bogor<br />

ngan membuka Kursus <strong>Pemeriksa</strong><br />

Keua ngan. Kursus ini pun kemudian<br />

diganti menjadi Sekolah Dinas <strong>Pemeriksa</strong><br />

<strong>Keuangan</strong> (SDPK). Siswa yang<br />

diambil dari lulusan SMP. Dua tahun<br />

masa pendidikannya. Lulusan SDPK<br />

langsung diangkat menjadi Verifikatur<br />

golongan D/I­II atau II/a. Para<br />

pengajar ADPK dan SDPK berasal<br />

dari para pejabat di lingkungan BPK<br />

sen diri dan juga dari luar BPK. Pada<br />

1971, ADPK dan SDPK ini ditiadakan.<br />

Selain mengadakan pendidikan<br />

sendiri, untuk meningkatkan kompetensi<br />

para pegawai BPK, bagi pegawai<br />

lulusan Ajun Akuntan dan Kursus<br />

Thesauri negara, juga banyak yang<br />

dikirim ke pendidikan tinggi di luar<br />

BPK, seperti Sekolah Tinggi Ilmu<br />

<strong>Keuangan</strong> negara (STIKn) yang ke­<br />

Siswa sekolah dinas pemeriksa<br />

keuangan 1965, berfoto bersama di<br />

depan kantor BPK, Bogor.<br />

mudian hari menjadi Sekolah Tinggi<br />

Akuntansi negara (STAn). Selain<br />

di dalam negeri, ada sebagian kecil<br />

pegawai BPK yang dikirim untuk<br />

melanjutkan pendidikan atau pelatihan<br />

di Amerika Serikat dan Filipina.<br />

(and)<br />

MARET 2011<br />

57


eformasi birokrasi<br />

n Hendar Ristriawan menerima penghargaan dari E.E Mangindaan<br />

Rapor Akuntabilitas<br />

Kinerja BPK Membaik<br />

Akuntabilitas kinerja BPK agaknya tidak perlu diragukan lagi. Mengapa? Terbukti dengan diterimanya<br />

penghargaan atas Hasil Laporan Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Pusat dan Lembaga<br />

sebagai yang terbaik untuk periode 2010.<br />

PEnghARgAAn itu dikeluarkan<br />

oleh Kementerian Pendayagunaan<br />

Aparatur negara dan<br />

Reformasi Birokrasi yang diberikan<br />

langsung oleh E.E Mangindaan kepada<br />

Sekjen BPK hendar Ristriawan<br />

pada 7 Maret 2011.<br />

BPK bersama dengan 10 kemente­<br />

rian dan lembaga lain mendapat nilai<br />

B atau berpredikat “Baik”. Bagi lembaga<br />

audit negara ini penghargaan<br />

tersebut merupakan peningkatan<br />

<strong>58</strong> MARET 2011<br />

Warta BPK

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!