Hal 40-58 - Badan Pemeriksa Keuangan
Hal 40-58 - Badan Pemeriksa Keuangan
Hal 40-58 - Badan Pemeriksa Keuangan
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Indonesia tak cukup memiliki<br />
kerangka perjanjian bilateral atau<br />
nota kesepahaman (MOU) dengan beberapa<br />
negara tujuan TKI menyangkut<br />
perlindungan hukum TKI. Padahal,<br />
keberadaan kesepakatan seperti<br />
ini sangat efektif dalam melindungi<br />
hak TKI.<br />
Singkatnya, Indonesia belum<br />
mam pu menyeimbangkan antara<br />
ke pentingan ekonomi, yaitu mengejar<br />
devisa TKI, mengurangi angka<br />
pengang guran dan kemiskinan di<br />
dalam negeri, dan perlindungan para<br />
TKI di luar negeri.<br />
Perjanjian Nota Kesepahaman<br />
de ngan negara tujuan pun tak cukup<br />
melindungi TKI. Kementerian Tenaga<br />
Kerja hanya bisa menargetkan<br />
pening katan ekspor TKI dan devisa<br />
yang dikirim TKI setiap tahun. Namun,<br />
soal perlindungan TKI, dinilai<br />
tak banyak membuat kemajuan.<br />
Pada Juli 2010 dari 23 negara<br />
penem patan TKI, Indonesia baru<br />
menandatangani nota kesepahaman<br />
dengan delapan negara, empat negara<br />
di kawasan Asia Pasifik dan empat<br />
negara di Timur Tengah.<br />
Sebagai perbandingan, Filipina<br />
pada 2004 sudah memiliki perjanjian<br />
dengan sedikitnya 12 negara tujuan<br />
Warta BPK<br />
pekerja migrannya, termasuk de ngan<br />
negara-negara Timur Tengah dan<br />
negara maju, seperti Swiss, Inggris,<br />
dan Norwegia.<br />
Beberapa nota kesepahaman<br />
yang sudah dibuat pun dinilai belum<br />
mampu melindungi hak-hak TKI, contohnya<br />
nota kesepahaman RI-Malaysia.<br />
Meskipun sudah mengatur standar<br />
perekrutan yang lebih ketat dan<br />
penetapan gaji minimum bagi TKI,<br />
tetapi sama sekali tidak menyentuh<br />
standar minimum perlindungan TKI,<br />
khususnya bagi TKW yang bekerja sebagai<br />
pembantu rumah tangga.<br />
Nota kesepahaman ini juga tetap<br />
memberikan hak kepada majikan<br />
dan agen untuk menahan paspor TKI<br />
sehingga tetap menempatkan TKW<br />
dalam posisi rentan untuk diperlakukan<br />
tak manusiawi.<br />
Kualitas memprihatinkan<br />
Dari sisi kualitas TKI amat memprihatinkan.<br />
Sebagian besar TKI tak<br />
mengecap pendidikan ataupun pelatihan<br />
yang memadai. SDM TKI didominasi<br />
orang yang hanya mengecap<br />
pendidikan SD ke bawah. Jumlahnya<br />
lebih dari separuh, bahkan mencapai<br />
97% dari total jumlah TKI yang<br />
dikirim ke luar negeri. Tak heran, jika<br />
pengiriman TKI sebagian besar pada<br />
sektor informal, seperti pembantu<br />
rumah tangga dan buruh kasar. Hampir<br />
80% TKI yang dikirim adalah<br />
TKW yang tidak terdidik dan bekerja<br />
sebagai pembantu rumah tangga.<br />
Hampir 100% TKI yang bekerja di<br />
Singapura adalah TKW, 93% di Arab<br />
Saudi, dan Hong Kong 94%.<br />
Negara-negara Timur Tengah<br />
menjadi penyumbang yang cukup besar<br />
dalam hal TKI yang bermasalah.<br />
Namun, negara seperti Malaysia pun<br />
punya angka yang juga cukup banyak.<br />
Bahkan, di Hong Kong, yang notabene<br />
punya undang-undang perlindungan<br />
tenaga kerja pun sama saja.<br />
Ambil contoh, jumlah TKI yang<br />
hamil di Hong Kong ternyata tak bisa<br />
dibilang sedikit. Setidaknya hal tersebut<br />
terungkap dari data Pathfinders,<br />
lembaga yang bergerak dalam penanganan<br />
kasus buruh migran. Ada<br />
100 lebih kasus Tenaga Kerja Wanita<br />
(TKW) yang hamil selama bekerja di<br />
sana. Mayoritas dari mereka, sekitar<br />
70%, ditinggalkan atau sudah tak<br />
berhubungan lagi dengan lelaki yang<br />
menghamilinya.<br />
Berdasarkan data Pathfinders,<br />
terkait dengan kehamilan mereka,<br />
kebanyakan buruh migran asal Fili-<br />
MARET 2011<br />
45