LAPORAN AUDITOR INDEPENDEN - Badan Pemeriksa Keuangan
LAPORAN AUDITOR INDEPENDEN - Badan Pemeriksa Keuangan
LAPORAN AUDITOR INDEPENDEN - Badan Pemeriksa Keuangan
Transform your PDFs into Flipbooks and boost your revenue!
Leverage SEO-optimized Flipbooks, powerful backlinks, and multimedia content to professionally showcase your products and significantly increase your reach.
<strong>LAPORAN</strong> <strong>AUDITOR</strong><br />
<strong>INDEPENDEN</strong><br />
<strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASIAN<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PERSERO)<br />
Untuk tahun yang berakhir pada 31 Desember 2004 dan 2003<br />
Nomor : 25.A/Auditama V/GA/V/2005<br />
Tanggal : 30 Mei 2005<br />
<strong>Badan</strong> <strong>Pemeriksa</strong> <strong>Keuangan</strong> Republik Indonesia<br />
Jalan Gatot Subroto No. 31 Jakarta 10210<br />
Telp. (021) 5700380, 5738740, 5720957, 5738727, 5704395 s.d. 9 pesawat 511<br />
Fax. (021) 5700380, 5723995<br />
BPK RI
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
DAFTAR ISI<br />
<strong>LAPORAN</strong> <strong>AUDITOR</strong> <strong>INDEPENDEN</strong> i<br />
Halaman<br />
DASAR PENUGASAN DAN RUANG LINGKUP AUDIT iv<br />
<strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI - Pada tanggal 31 Desember 2004 dan<br />
2003 serta untuk tahun-tahun yang berakhir pada tanggal tersebut<br />
Neraca Konsolidasi 1<br />
Laporan Laba Rugi Konsolidasi 3<br />
Laporan Perubahan Ekuitas Konsolidasi 4<br />
Laporan Arus Kas Konsolidasi 5<br />
Catatan Atas Laporan <strong>Keuangan</strong> Konsolidasi 6
<strong>LAPORAN</strong> <strong>AUDITOR</strong> <strong>INDEPENDEN</strong>
Nomor : 25.A/ Auditama V/GA/V/2005<br />
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN<br />
REPUBLIK INDONESIA<br />
<strong>LAPORAN</strong> <strong>AUDITOR</strong> <strong>INDEPENDEN</strong><br />
Kami telah mengaudit Neraca Konsolidasian PT.Perusahaan.Listrik.Negara (Persero) -<br />
selanjutnya disebut PLN - tanggal 31 Desember 2004 dan 2003, serta laporan laba rugi,<br />
laporan perubahan ekuitas dan laporan arus kas konsolidasian untuk tahun yang berakhir<br />
pada tanggal-tanggal tersebut. Kami juga melakukan pengujian atas kepatuhan PLN<br />
terhadap peraturan perundang-undangan dan pengendalian intern. Laporan keuangan,<br />
kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dan pengendalian intern adalah<br />
tanggung jawab manajemen perusahaan. Tanggung jawab kami terletak pada pernyataan<br />
pendapat atas laporan keuangan, kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dan<br />
pengendalian intern berdasarkan audit kami.<br />
Kami tidak mengaudit laporan keuangan anak-anak perusahaan PLN yaitu PT Indonesia<br />
Power, PT Pembangkitan Jawa Bali, PT Indonesia Comnet Plus, PT PLN Batam, PLN<br />
Tarakan, dan PT PLN Enjinering untuk tahun 2004, dan PT Indonesia Comnet Plus, PT<br />
PLN Batam, dan PT PLN Enjinering untuk tahun 2003, yang sepenuhnya dimiliki oleh<br />
perusahaan, yang laporan keuangannya secara keseluruhan menyajikan total aktiva<br />
berturut-turut sebesar Rp93.993.542,40 juta dan Rp1.458.419,10 juta pada tanggal 31<br />
Desember 2004 dan 2003, dan total laba berturut-turut sebesar Rp3.179.361,97 juta dan<br />
Rp14.415,53 juta untuk tahun buku yang berakhir pada tanggal-tanggal tersebut. Laporan<br />
keuangan PT Indonesia Power, PT Pembangkitan Jawa Bali, PT Indonesia Comnet Plus,<br />
PT PLN Batam, PLN Tarakan, dan PT PLN Enjinering diaudit oleh auditor independen lain<br />
dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, yang laporannya telah diserahkan kepada<br />
kami, dan pendapat kami, sejauh yang berkaitan dengan jumlah-jumlah untuk anak-anak<br />
perusahaan, semata-mata hanya didasarkan atas laporan manajemen dan auditor<br />
independen lain tersebut.<br />
i<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
Kami melaksanakan audit berdasarkan Standar Audit Pemerintahan yang ditetapkan<br />
<strong>Badan</strong> <strong>Pemeriksa</strong> <strong>Keuangan</strong> Republik Indonesia dan standar auditing yang ditetapkan<br />
Ikatan Akuntan Indonesia. Standar tersebut mengharuskan kami merencanakan dan<br />
melaksanakan audit agar kami memperoleh keyakinan memadai bahwa laporan keuangan<br />
bebas dari salah saji material. Suatu audit meliputi pemeriksaan, atas dasar pengujian,<br />
bukti-bukti yang mendukung jumlah-jumlah dan pengungkapan dalam laporan keuangan.<br />
Audit juga meliputi penilaian atas prinsip akuntansi yang digunakan dan estimasi signifikan<br />
yang dibuat oleh manajemen, serta penilaian terhadap penyajian laporan keuangan secara<br />
keseluruhan. Selain itu audit mencakup pengujian atas kepatuhan PLN terhadap kontrak,<br />
persyaratan bantuan dan pasal-pasal tertentu peraturan perundang-undangan serta<br />
kepatuhan terhadap pengendalian intern. Kami yakin bahwa audit kami memberikan dasar<br />
memadai untuk menyatakan pendapat.<br />
Menurut pendapat kami, berdasarkan audit kami dan laporan auditor independen lain yang<br />
kami sebut di atas, laporan keuangan konsolidasian yang kami sebut di atas menyajikan<br />
secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan PLN pada tanggal 31<br />
Desember 2004 dan 2003, dan hasil usaha serta arus kas untuk tahun yang berakhir pada<br />
tanggal-tanggal tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.<br />
Seperti dijelaskan dalam Catatan 50 atas laporan keuangan konsolidasian, pada tahun<br />
2004 Perusahaan dan anak perusahaan telah melakukan perubahan akuntansi imbalan<br />
kerja untuk menyesuaikan dengan Pernyataan Standar Akuntansi <strong>Keuangan</strong> No. 24<br />
(Revisi 2004) dan melakukan penyesuaian tahun lalu serta secara retrospektif menyajikan<br />
kembali laporan keuangan konsolidasi tahun 2003 atas perubahan dan penyesuaian<br />
tersebut.<br />
Catatan 2e dan 4 atas laporan keuangan konsolidasian menjelaskan bahwa pada tahun<br />
2004 Perusahaan dan anak perusahaan melakukan perubahan taksiran masa manfaat<br />
ekonomis aktiva tetap pembangkitan, jaringan transmisi dan distribusi yang diterapkan<br />
secara prospektif. Perubahan taksiran masa manfaat ekonomis tersebut berdampak pada<br />
penurunan beban penyusutan sebesar Rp2.567.031.824.674 dan kenaikan beban pajak<br />
tangguhan sebesar Rp770.109.547.402 untuk tahun 2004 serta kenaikan kewajiban pajak<br />
tangguhan sebesar Rp770.109.547.402 pada tanggal 31 Desember 2004.<br />
Catatan 30 atas laporan keuangan konsolidasian menjelaskan bahwa Perusahaan dan<br />
anak perusahaan mempunyai kewajiban bunga hutang pajak penghasilan final atas selisih<br />
penilaian kembali aktiva tetap. Perusahaan dan anak perusahaan telah mencatat beban<br />
bunga atas hutang pajak penghasilan final sebesar Rp2.795.630.368.785 tahun 2004 dan<br />
ii<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
Rp1.863.753.579.191 tahun 2003. Selanjutnya, berdasarkan surat Menteri <strong>Keuangan</strong><br />
Republik Indonesia Kepada Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan <strong>Keuangan</strong> dan<br />
Direktur Jenderal Perbendaharaan No. S-445/MK.01/2004 tanggal 30 Desember 2004,<br />
kewajiban bunga atas hutang pajak penghasilan final yang jatuh tempo tanggal 15<br />
Desember 2004 dan 2003 sebesar Rp4.659.383.947.976 ditetapkan ditanggung<br />
Pemerintah. Sehubungan dengan itu, pada tahun 2004 Perusahaan dan anak perusahaan<br />
mencatat bunga atas hutang pajak penghasilan final yang ditanggung Pemerintah tersebut<br />
sebagai penghasilan lain – lain.<br />
Catatan 49i atas laporan keuangan konsolidasian menjelaskan bahwa Perusahaan dan<br />
anak perusahaan belum mengakui dan mencatat jumlah tagihan Pertamina sebesar<br />
Rp726.647.593.125 yang merupakan 25% harga pasar untuk pembelian BBM diatas kuota<br />
yang ditetapkan Pertamina dalam tahun 2002. Perusahaan dan anak perusahaan tetap<br />
berpegang pada Perjanjian Payung Jual Beli BBM No.071.PJ/060/DIR/2001 tanggal 8<br />
Oktober 2001 dan Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres RI) No. 9 Tahun 2002<br />
tanggal 16 Januari 2002, serta Keppres RI No.27 Tahun 2002 tanggal 30 April 2002.<br />
Permasalahan ini telah disampaikan kepada Menteri <strong>Keuangan</strong> Republik Indonesia melalui<br />
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral sesuai surat No.2082/80/SJN.K/2003<br />
tanggal 24 Juni 2003. Dalam surat tanggal 2 Oktober 2003, Departemen <strong>Keuangan</strong><br />
Republik Indonesia juga meminta agar penyelesaian permasalahan tersebut dilaksanakan<br />
sebagaimana lazimnya penyelesaian hutang piutang bisnis biasa dan tidak perlu<br />
melibatkan Pemerintah. Sampai dengan tanggal laporan ini, belum ada penyelesaian akhir<br />
mengenai masalah tersebut.<br />
Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dan kepatuhan terhadap<br />
pengendalian intern kami sampaikan kepada manajemen secara terpisah dalam laporan<br />
kami Nomor 25.B/Auditama V/GA/V/2005 tanggal 30 Mei 2005.<br />
iii<br />
Auditor Utama <strong>Keuangan</strong> Negara V<br />
Penanggung Jawab Audit,<br />
Drs. Misnoto, Ak., MA.<br />
Register Negara No. D – 1416<br />
Jakarta, 30 Mei 2005<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
DASAR PENUGASAN DAN<br />
RUANG LINGKUP AUDIT
DASAR PENUGASAN DAN RUANG LINGKUP AUDIT<br />
1. Dasar Penugasan<br />
a. Undang-undang Dasar Tahun 1945 pasal 23 E, 23 F dan pasal 23 G, dan TAP MPR<br />
RI No.X/MPR/2002 serta TAP MPR RI No.VI/MPR/2002;<br />
b. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1973 tentang <strong>Badan</strong> <strong>Pemeriksa</strong> <strong>Keuangan</strong> dan<br />
peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku;<br />
c. Surat Tugas <strong>Badan</strong> <strong>Pemeriksa</strong> <strong>Keuangan</strong> No.66/ST/VII-XV.1/10/2004 tanggal 4<br />
Oktober 2004, perihal penugasan untuk melakukan audit atas laporan keuangan<br />
konsolidasi PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) tahun buku 2004 di Kantor Pusat<br />
Jakarta dan Unit-unit di Daerah.<br />
2. Ruang Lingkup Audit<br />
Audit ini bersifat general audit atas laporan keuangan konsolidasi PT Perusahaan<br />
Listrik Negara (Persero) untuk tahun buku yang berakhir pada 31 Desember 2004.<br />
Audit dilaksanakan dengan berpedoman pada Standar Audit Pemerintahan yang<br />
ditetapkan oleh <strong>Badan</strong> <strong>Pemeriksa</strong> <strong>Keuangan</strong> dan standar auditing yang ditetapkan<br />
Ikatan Akuntan Indonesia. Standar tersebut mengharuskan kami untuk merencanakan<br />
dan melaksanakan audit agar memperoleh keyakinan memadai bahwa laporan<br />
keuangan bebas dari salah saji material.<br />
Suatu audit meliputi pemeriksaan atas dasar pengujian bukti-bukti yang<br />
mendukung jumlah-jumlah dan pengungkapan dalam laporan keuangan. Audit juga<br />
meliputi penilaian atas prinsip akuntansi yang digunakan dan estimasi signifikan yang<br />
dibuat oleh manajemen, serta penilaian terhadap penyajian laporan keuangan secara<br />
keseluruhan. Selain itu audit mencakup pengujian atas kepatuhan perusahaan<br />
terhadap kontrak dan pasal-pasal tertentu peraturan perundang-undangan serta<br />
kepatuhan terhadap pengendalian intern.<br />
Pasal-pasal tertentu peraturan perundang-undangan yang kami uji mencakup:<br />
a. Undang-undang No.1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.<br />
b. Undang-undang No.17 Tahun 2003 tentang <strong>Keuangan</strong> Negara.<br />
c. Undang-undang No.19 Tahun 2003 tentang <strong>Badan</strong> Usaha Milik Negara.<br />
d. Peraturan Pemerintah No.12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan.<br />
iv<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
e. Peraturan Pemerintah No.41 tahun 2003 tentang Pengalihan Kedudukan, Tugas<br />
dan Kewenangan Menteri <strong>Keuangan</strong> pada Perusahaan Perseroan (Persero),<br />
Perusahaan Umum (Perum), dan Perusahaan Jawatan (Perjan) kepada Menteri<br />
Negara BUMN.<br />
f. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 89 Tahun 2002 tanggal 31<br />
Desember 2002 tentang Harga Jual Tenaga Listrik Yang Disediakan Oleh<br />
Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perusahaan Listrik Negara.<br />
g. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 3032.K/46/MEM/2001<br />
tanggal 31 Desember 2001 tentang Ketentuan Pelaksanaan Harga Jual Tenaga<br />
Listrik yang Disediakan Oleh PT PLN (Persero).<br />
h. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 2038.K/40/MEM/2001<br />
tanggal 24 Agustus 2001 Biaya Penyambungan Tenaga Listrik Yang Disediakan<br />
Oleh PT PLN (Persero).<br />
i. Anggaran Dasar Perusahaan PT PLN (Persero).<br />
j. Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tahun 2004.<br />
k. Keputusan Direksi No.038.K/920/DIR/1998 tanggal 3 Juni 1998 tentang Pengadaan<br />
Barang dan Jasa.<br />
l. Keputusan Direksi No. 021.K/05999/DIR/1995 tanggal 23 Mei 1995 tentang<br />
Pedoman dan Petunjuk Tata Usaha Pelanggan.<br />
m. Keputusan Direksi PT PLN (Persero) No.078.K/010/ DIR/1999 tanggal 20 April<br />
1999 tentang Perubahan/Penyempurnaan Atas Penjelasan Surat Edaran Direksi<br />
No.009.A.E/82/DIR/1994 Tentang Batasan Beban Operasi dan Biaya Investasi.<br />
n. Keputusan Direksi PT PLN (Persero) Nomor 256-8.K/010/DIR/2001 tanggal 31<br />
Desember 2001 tentang Penetapan Harga Jual dan Biaya Pelayanan Tenaga<br />
Listrik yang Terkait Dengan TDL.<br />
o. Surat Edaran Direksi No.021.E/012/DIR/2002 tanggal 31 Desember 2002 tentang<br />
Petunjuk Pelaksanaan Tarif Tenaga Listrik Tegangan Tinggi.<br />
p. Surat Edaran Direksi No.010.E/012/DIR/2002 tanggal 28 Juni 2002 tentang Arus<br />
Dana Receipt.<br />
q. Pedoman dan Kebijakan Akuntansi PT PLN (Persero).<br />
Kami tidak mengaudit laporan keuangan anak-anak perusahaan PLN yaitu PT<br />
Indonesia Power, PT Pembangkitan Jawa Bali, PT Indonesia Comnet Plus, PT PLN<br />
v<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
Batam, PLN Tarakan, dan PT PLN Enjinering untuk tahun 2004, dan PT Indonesia<br />
Comnet Plus, PT PLN Batam, dan PT PLN Enjinering untuk tahun 2003, yang<br />
sepenuhnya dimiliki oleh perusahaan, yang laporan keuangannya secara keseluruhan<br />
menyajikan total aktiva berturut-turut sebesar Rp93.993.542,40 juta dan<br />
Rp1.458.419,10 juta pada tanggal 31 Desember 2004 dan 2003, dan total laba<br />
berturut-turut sebesar Rp3.179.361,97 juta dan Rp14.415,53 juta untuk tahun buku<br />
yang berakhir pada tanggal-tanggal tersebut. Laporan keuangan PT Indonesia Power,<br />
PT Pembangkitan Jawa Bali, PT Indonesia Comnet Plus, PT PLN Batam, PT PLN<br />
Tarakan, dan PT PLN Enjinering tersebut diaudit oleh auditor independen lain dengan<br />
pendapat wajar tanpa pengecualian, yang laporannya telah diserahkan kepada kami,<br />
dan pendapat kami, sejauh yang berkaitan dengan jumlah-jumlah untuk anak-anak<br />
perusahaan yang tidak kami audit, semata-mata hanya didasarkan atas laporan auditor<br />
independen lain tersebut.<br />
Kami yakin bahwa audit kami memberikan dasar yang memadai untuk<br />
menyatakan pendapat. Pelaksanaan audit di lapangan mulai tanggal 22 Nopember<br />
2004 sampai dengan 30 Mei 2005.<br />
vi<br />
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN<br />
REPUBLIK INDONESIA<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
<strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN POKOK
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
NERACA KONSOLIDASI<br />
31 DESEMBER 2004 DAN 2003<br />
AKTIVA<br />
Catatan 2004 2003 *)<br />
Rp Rp<br />
AKTIVA TIDAK LANCAR<br />
Aktiva tetap - setelah dikurangi<br />
akumulasi penyusutan sebesar<br />
Rp 37.820.831.112.851 tahun 2004 dan<br />
Rp 28.421.314.413.975 tahun 2003 2e,4,19,20,25 179.783.780.525.119 179.070.368.141.730<br />
Pekerjaan dalam pelaksanaan 2f,5 13.603.539.204.000 12.028.718.990.204<br />
Investasi jangka panjang 2h,6 521.148.409.068 312.561.476.172<br />
Aktiva pajak tangguhan 2u,42 15.534.955.962 1.165.728.044.419<br />
Aktiva tidak digunakan dalam operasi 2g,7 2.677.172.339.619 2.978.307.465.391<br />
Piutang pihak hubungan istimewa 8,46 879.260.392.067 351.116.190.339<br />
Aktiva tidak lancar lain-lain 2i,2j,2t,9,45,49 1.633.754.463.316 687.775.597.212<br />
Jumlah Aktiva Tidak Lancar 199.114.190.289.151 196.594.575.905.467<br />
AKTIVA LANCAR<br />
Kas dan setara kas 2k,10 6.073.057.028.770 6.759.657.387.807<br />
Investasi jangka pendek 2h,11 523.961.200.846 472.564.501.641<br />
Piutang usaha - setelah dikurangi<br />
penyisihan piutang ragu-ragu sebesar<br />
Rp 228.467.275.740 tahun 2004 dan<br />
Rp 53.391.037.926 tahun 2003 2l,12,25,26 1.824.694.693.905 1.848.812.874.928<br />
Piutang lain-lain<br />
Pihak hubungan istimewa 13,46 217.008.320.094 185.960.801.619<br />
Pihak ketiga 13 1.197.660.463.282 436.596.363.991<br />
Persediaan 2m,14 2.187.130.612.974 2.253.060.858.864<br />
Pajak dibayar dimuka 15,42 92.639.329.480 61.799.051.603<br />
Biaya dibayar dimuka dan uang muka 2j,2t,16,45 563.254.834.487 511.892.756.324<br />
Jumlah Aktiva Lancar 12.679.406.483.838 12.530.344.596.777<br />
JUMLAH AKTIVA 211.793.596.772.989 209.124.920.502.244<br />
*) Disajikan kembali - Catatan 50<br />
Lihat catatan atas laporan keuangan konsolidasi yang merupakan<br />
bagian yang tidak terpisahkan dari laporan keuangan konsolidasi.<br />
- 1 -
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
NERACA KONSOLIDASI<br />
31 DESEMBER 2004 DAN 2003 - Lanjutan<br />
EKUITAS DAN KEWAJIBAN<br />
Catatan 2004 2003 *)<br />
Rp Rp<br />
EKUITAS<br />
Modal saham - nilai nominal Rp 1.000.000<br />
per saham<br />
Modal dasar - 63.000.000 saham<br />
Modal ditempatkan dan disetor penuh -<br />
46.107.154 saham 17,24 46.107.154.000.000 46.107.154.000.000<br />
Tambahan modal disetor 18,24 21.530.462.368.215 19.863.834.240.860<br />
Selisih penilaian kembali aktiva tetap 2e,19,20,30 77.640.558.078.988 77.640.558.078.988<br />
Selisih transaksi perubahan ekuitas<br />
anak perusahaan 2b,20,30 59.915.694.533.254 59.915.694.533.254<br />
Saldo laba (defisit)<br />
Ditentukan penggunaannya 1.894.148.569.355 1.894.148.569.355<br />
Tidak ditentukan penggunaannya (64.739.174.680.261) (62.717.808.110.966)<br />
Jumlah Ekuitas 142.348.842.869.551 142.703.581.311.491<br />
KEWAJIBAN TIDAK LANCAR<br />
Pendapatan ditangguhkan 2o,21 5.144.568.408.303 4.521.359.822.036<br />
Uang jaminan langganan 22 3.350.142.337.406 2.972.289.737.311<br />
Kewajiban pajak tangguhan 2u,42 3.173.986.194.282 1.193.476.782.338<br />
Kewajiban jangka panjang - setelah<br />
dikurangi bagian jatuh tempo dalam<br />
satu tahun<br />
Penerusan pinjaman 2n,23 14.024.968.127.809 15.017.504.598.848<br />
Hutang kepada Pemerintah 24 4.464.389.589.167 4.781.182.226.084<br />
Hutang bank 25 - 69.878.771.608<br />
Hutang obligasi 2p,26 2.090.087.314.942 600.000.000.000<br />
Hutang listrik swasta 2s,27,29,43,49 7.182.768.682.683 6.789.080.087.070<br />
Hutang pajak selisih penilaian<br />
kembali aktiva tetap 30 1.941.409.978.323 3.917.713.120.474<br />
Kewajiban imbalan kerja 2t,45 10.647.833.000.000 9.400.127.000.000<br />
Hutang biaya proyek 2n,28 232.977.295.914 417.487.439.186<br />
Jumlah Kewajiban Tidak Lancar 52.253.130.928.829 49.680.099.584.955<br />
KEWAJIBAN LANCAR<br />
Hutang usaha<br />
Pihak hubungan istimewa 29,46,49 38.542.961.605 69.230.678.993<br />
Pihak ketiga 29,49 9.431.823.569.196 7.354.957.023.175<br />
Hutang lain-lain<br />
Pihak hubungan istimewa 46 82.929.891.339 5.181.681.922<br />
Pihak ketiga 934.041.044.817 750.991.108.470<br />
Hutang pajak 2u,30,31,42,43 2.127.204.721.857 2.088.358.863.366<br />
Biaya masih harus dibayar 31 515.628.469.923 2.523.325.479.114<br />
Kewajiban jangka panjang jatuh tempo<br />
dalam satu tahun<br />
Penerusan pinjaman 2n,23 2.786.434.029.869 2.567.797.947.181<br />
Hutang kepada Pemerintah 24 316.792.634.768 443.788.748.945<br />
Hutang bank 25 239.664.078.425 199.367.635.096<br />
Hutang listrik swasta 2s,27,29,43,49 278.189.572.810 253.716.439.536<br />
Kewajiban imbalan kerja 2t,45 440.372.000.000 484.524.000.000<br />
Jumlah Kewajiban Lancar 17.191.622.974.609 16.741.239.605.798<br />
JUMLAH EKUITAS DAN KEWAJIBAN 211.793.596.772.989 209.124.920.502.244<br />
*) Disajikan kembali - Catatan 50<br />
Lihat catatan atas laporan keuangan konsolidasi yang merupakan<br />
bagian yang tidak terpisahkan dari laporan keuangan konsolidasi.<br />
- 2 -
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
<strong>LAPORAN</strong> LABA RUGI KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003<br />
Catatan 2004 2003 *)<br />
Rp Rp<br />
PENDAPATAN USAHA<br />
Penjualan tenaga listrik 2q,32,49 58.232.002.384.555 49.809.637.097.889<br />
Penyambungan pelanggan 2o,21 387.082.924.469 342.256.833.433<br />
Subsidi listrik 2r,33 3.469.919.795.843 4.096.633.014.267<br />
Lain-lain 34 184.056.742.945 182.250.855.819<br />
Jumlah Pendapatan Usaha 62.273.061.847.812 54.430.777.801.408<br />
BEBAN USAHA<br />
Bahan bakar dan pelumas 35 24.491.052.475.395 21.477.867.200.890<br />
Pembelian tenaga listrik 36,46 11.970.810.669.931 10.837.795.807.894<br />
Pemeliharaan 2e,37 5.202.146.146.536 4.827.605.605.099<br />
Kepegawaian 38,45 5.619.384.262.234 6.533.182.170.671<br />
Penyusutan aktiva tetap 2e,4 9.547.554.658.124 12.745.047.489.459<br />
Lain-lain 39 2.879.818.751.609 2.164.999.534.730<br />
Jumlah Beban Usaha 59.710.766.963.829 58.586.497.808.743<br />
LABA (RUGI) USAHA 2.562.294.883.983 (4.155.720.007.335)<br />
PENGHASILAN (BEBAN) LAIN-LAIN<br />
Penghasilan bunga 10,11 231.789.383.338 307.927.532.053<br />
Beban bunga dan keuangan 40 (4.485.927.611.880) (3.581.495.290.148)<br />
Bunga hutang pajak atas selisih penilaian<br />
kembali aktiva tetap ditanggung Pemerintah 30 4.659.383.947.976 -<br />
Keuntungan (kerugian) kurs mata uang asing - bersih 2d,47 (1.675.829.753.716) 1.010.385.428.406<br />
Lain-lain - bersih 41 152.977.086.261 222.297.302.045<br />
Beban Lain-lain - Bersih (1.117.606.948.021) (2.040.885.027.644)<br />
LABA (RUGI) SEBELUM PAJAK 1.444.687.935.962 (6.196.605.034.979)<br />
BEBAN PAJAK<br />
Pajak kini 2u,42 (53.800.824.600) (7.349.990.000)<br />
Pajak tangguhan 2u,42 (3.130.702.500.400) (1.381.531.459.134)<br />
Beban pajak (3.184.503.325.000) (1.388.881.449.134)<br />
RUGI DARI AKTIVITAS NORMAL (1.739.815.389.038) (7.585.486.484.113)<br />
POS LUAR BIASA - Bersih setelah pajak 2s,43 (281.551.180.257) 1.685.404.064.580<br />
RUGI BERSIH (2.021.366.569.295) (5.900.082.419.533)<br />
RUGI PER SAHAM 2v,44<br />
Termasuk pos tidak berulang dan luar biasa (43.841) (127.965)<br />
Tidak termasuk pos tidak berulang dan luar biasa (37.734) (164.519)<br />
*) Disajikan kembali - Catatan 50<br />
Lihat catatan atas laporan keuangan konsolidasi yang merupakan<br />
bagian yang tidak terpisahkan dari laporan keuangan konsolidasi.<br />
- 3 -
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
<strong>LAPORAN</strong> PERUBAHAN EKUITAS KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003<br />
Selisih transaksi Saldo laba (defisit)<br />
Modal ditempatkan Tambahan modal Selisih penilaian perubahan ekuitas Ditentukan Tidak ditentukan Jumlah<br />
Catatan dan disetor penuh disetor kembali aktiva tetap anak perusahaan penggunaannya penggunaannya ekuitas<br />
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp<br />
Saldo per 1 Januari 2003 46.107.154.000.000 18.917.340.432.152 137.599.980.268.685 - 1.894.148.569.355 (52.434.302.877.397) 152.084.320.392.795<br />
Pengaruh kumulatif atas 50<br />
Perubahan akuntansi dan<br />
penyesuaian tahun-tahun lalu - (20.000.000.000) (59.934.608.261.997) 59.655.605.042.083 - (4.383.422.814.036) (4.682.426.033.950)<br />
Saldo per 1 Januari 2003<br />
setelah disajikan kembali 46.107.154.000.000 18.897.340.432.152 77.665.372.006.688 59.655.605.042.083 1.894.148.569.355 (56.817.725.691.433) 147.401.894.358.845<br />
Penambahan tahun berjalan 17 - 966.493.808.708 - - - - 966.493.808.708<br />
Penilaian kembali aktiva tetap 2e,19,20 - - (24.813.927.700) 260.089.491.171 - - 235.275.563.471<br />
Rugi bersih tahun berjalan - - - - - (5.900.082.419.533) (5.900.082.419.533)<br />
Saldo per 31 Desember 2003 *) 46.107.154.000.000 19.863.834.240.860 77.640.558.078.988 59.915.694.533.254 1.894.148.569.355 (62.717.808.110.966) 142.703.581.311.491<br />
Penambahan tahun berjalan 17 - 1.666.628.127.355 - - - - 1.666.628.127.355<br />
Rugi bersih tahun berjalan - - - - - (2.021.366.569.295) (2.021.366.569.295)<br />
Saldo per 31 Desember 2004 46.107.154.000.000 21.530.462.368.215 77.640.558.078.988 59.915.694.533.254 1.894.148.569.355 (64.739.174.680.261) 142.348.842.869.551<br />
*) Disajikan kembali - Catatan 50<br />
Lihat catatan atas laporan keuangan konsolidasi yang merupakan<br />
bagian yang tidak terpisahkan dari laporan keuangan konsolidasi.<br />
- 4 -
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
<strong>LAPORAN</strong> ARUS KAS KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003<br />
2004 2003<br />
Rp Rp<br />
ARUS KAS DARI AKTIVITAS OPERASI<br />
Penerimaan kas dari langganan 60.159.701.750.411 51.938.809.151.484<br />
Pembayaran kepada pemasok dan karyawan (46.284.621.043.016) (39.683.441.115.113)<br />
Pembayaran untuk operasi lainnya (1.774.681.352.244) (1.948.021.520.007)<br />
Kas dihasilkan dari aktivitas operasi 12.100.399.355.151 10.307.346.516.364<br />
Penerimaan subsidi listrik 2.837.815.236.011 4.070.064.559.732<br />
Pembayaran bunga (1.830.656.268.145) (2.128.828.563.082)<br />
Penerimaan bunga 230.763.569.760 308.713.614.401<br />
Penerimaan restitusi pajak penghasilan - 398.046.638<br />
Pembayaran pajak selisih penilaian kembali aktiva tetap (1.941.409.978.328) (3.641.395.102.555)<br />
Pembayaran pajak penghasilan (72.461.532.098) (42.719.496.974)<br />
Kas Bersih Diperoleh Dari Aktivitas Operasi 11.324.450.382.351 8.873.579.574.524<br />
ARUS KAS DARI AKTIVITAS INVESTASI<br />
Hasil penjualan aktiva tetap 22.669.958.515 5.576.637.686<br />
Perolehan aktiva tetap, pekerjaan dalam pelaksanaan<br />
dan aktiva tidak digunakan dalam operasi (9.422.418.179.012) (5.543.946.000.934)<br />
Penambahan piutang hubungan istimewa (593.886.400.000) (125.000.000.000)<br />
Penambahan investasi jangka panjang (276.979.890.529) (56.309.821.419)<br />
Penambahan investasi jangka pendek (42.831.048.842) (39.336.229.924)<br />
Kas Bersih Digunakan Untuk Aktivitas Investasi (10.313.445.559.868) (5.759.015.414.591)<br />
ARUS KAS DARI AKTIVITAS PENDANAAN<br />
Pembayaran penerusan pinjaman (2.469.846.952.747) (2.370.036.593.930)<br />
Hasil emisi obligasi 1.500.000.000.000<br />
-<br />
Biaya emisi obligasi (10.047.532.800) -<br />
Pembayaran hutang kepada pemerintah (443.788.751.094) (518.136.103.334)<br />
Pembayaran hutang bank (189.582.328.279) (70.023.414.966)<br />
Penambahan hutang bank 160.000.000.000 128.912.271.004<br />
Pembayaran hutang listrik swasta (244.339.616.600) (744.140.135.910)<br />
Kas Bersih Digunakan Untuk Aktivitas Pendanaan (1.697.605.181.520) (3.573.423.977.136)<br />
PENURUNAN BERSIH KAS DAN SETARA KAS (686.600.359.037) (458.859.817.203)<br />
KAS DAN SETARA KAS AWAL TAHUN 6.759.657.387.807 7.218.517.205.010<br />
KAS DAN SETARA KAS AKHIR TAHUN 6.073.057.028.770 6.759.657.387.807<br />
PENGUNGKAPAN TAMBAHAN<br />
Aktivitas investasi dan pendanaan yang tidak<br />
mempengaruhi kas:<br />
Perolehan aktiva tetap melalui<br />
Penarikan pinjaman dan hutang biaya proyek 234.117.126.672 668.064.312.215<br />
Bantuan Pemerintah 1.659.048.896.493 966.493.808.708<br />
Kapitalisasi biaya pinjaman 678.666.126.745 38.734.948.101<br />
Kapitalisasi biaya penyusutan 18.596.052.770 24.831.296.432<br />
Penghapusbukuan aktiva karena bencana alam 281.551.180.257 -<br />
Reklasifikasi hutang listrik swasta dari hutang usaha - 795.693.195.000<br />
Peningkatan saldo ekuitas melalui :<br />
Selisih penilaian kembali aktiva tetap dan selisih<br />
transaksi perubahan ekuitas anak perusahaan - 235.237.668.030<br />
Lihat catatan atas laporan keuangan konsolidasi yang merupakan<br />
bagian yang tidak terpisahkan dari laporan keuangan konsolidasi.<br />
- 5 -
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
CATATAN ATAS <strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003<br />
1. UMUM<br />
a. Pendirian dan Informasi Umum<br />
Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perusahaan Listrik Negara (“Perusahaan”) didirikan<br />
pada tahun 1961 dalam bentuk Jawatan di dalam lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum<br />
dan Tenaga. Perusahaan merupakan kelanjutan usaha beberapa perusahaan listrik Belanda<br />
yang diambilalih oleh Pemerintah Republik Indonesia. Perusahaan listrik Belanda tersebut<br />
meliputi NV ANIEM, NV SEM, NV OJEM, NV EMS, NV EMBALOM, NV GEBEO, NV OGEM<br />
dan NV WEMI. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 1965, status Perusahaan<br />
berubah menjadi perusahaan yang berbadan hukum. Selanjutnya ditetapkan menjadi<br />
Perusahaan Umum (Perum) berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tahun 1970 yang<br />
dipertegas dengan Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1972. Kemudian berdasarkan akta<br />
No. 169 tanggal 30 Juli 1994 dari Sutjipto SH, notaris di Jakarta, status badan hukum<br />
Perusahaan berubah menjadi Perseroan Terbatas dengan nama Perusahaan Perseroan<br />
PT Perusahaan Listrik Negara disingkat PT PLN (Persero). Akta perubahan ini disahkan<br />
dengan Keputusan Menteri Kehakiman No. C2-11.519.HT.01.01 Th.94 tanggal 1 Agustus<br />
1994, serta diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia No. 73 tanggal<br />
13 September 1994, Tambahan No. 6731.<br />
Anggaran dasar Perusahaan telah beberapa kali mengalami perubahan, terakhir dengan akta<br />
No. 43 tanggal 26 Oktober 2001 dari notaris Haryanto, SH, mengenai perubahan modal<br />
saham. Perubahan ini telah memperoleh persetujuan dari Menteri Kehakiman Republik<br />
Indonesia dengan Surat Keputusan No. C-13047 HT.01.04.TH.2001 tanggal 13 Nopember<br />
2001 serta diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia No. 33 tanggal 23 April 2002<br />
Tambahan No. 289.<br />
Sesuai dengan pasal 3 anggaran dasar Perusahaan, maksud dan tujuan Perusahaan<br />
berusaha dalam bidang penyediaan tenaga listrik bagi kepentingan umum meliputi<br />
pembangkitan, penyaluran, distribusi, usaha penunjang tenaga listrik dan melaksanakan<br />
tugas khusus yang diberikan oleh pemegang saham. Selain itu Perusahaan dapat melakukan<br />
kerjasama dengan pihak penyelenggara ketenagalistrikan lain serta melakukan investasi<br />
pada perusahaan badan usaha lainnya.<br />
Perusahaan berdomisili di Jakarta dan memiliki 16 (enam belas) kantor wilayah dan 30 (tiga<br />
puluh) kantor satuan usaha yang tersebar di wilayah Indonesia. Kantor Pusat Perusahaan<br />
beralamat di Jl. Trunojoyo Blok M I No. 135, Jakarta.<br />
b. Penawaran Umum Efek Hutang<br />
Pada tanggal 11 Nopember 2004, Perusahaan menerbitkan 150.000 lembar “Obligasi PLN<br />
VII Tahun 2004” dengan nilai Rp 1,5 triliun untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun atau jatuh<br />
tempo pada tahun 2014 dengan tingkat bunga tetap 12,25%. Obligasi ini dicatatkan pada<br />
Bursa Efek Surabaya pada tanggal 12 Nopember 2004.<br />
Pada tanggal 11 Agustus 1997, Perusahaan menerbitkan 1.400 lembar Obligasi PLN VI<br />
tahun 1997 Seri A, Seri B dan Seri C dengan nilai Rp 600 miliar, tingkat bunga tetap dan<br />
mengambang dan jangka waktu 10 (sepuluh) tahun atau jatuh tempo pada tahun 2007.<br />
Obligasi tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Surabaya pada tanggal 12 Agustus 1997.<br />
- 6 -
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
CATATAN ATAS <strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003 – Lanjutan<br />
Perusahaan juga telah menerbitkan Obligasi PLN I tahun 1992, Obligasi PLN tahun 1993,<br />
Obligasi PLN III tahun 1995 dan Obligasi PLN tahun 1996. Perusahaan telah melunasi<br />
seluruh obligasi ini.<br />
c. Karyawan, Direksi dan Komisaris<br />
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri <strong>Badan</strong> Usaha Milik Negara No. KEP-09/M-MBU/2004<br />
tanggal 28 Januari 2004 dan No. KEP-180/M-MBU/2003 tanggal 6 Maret 2003, susunan<br />
dewan komisaris dan direksi Perusahaan pada 31 Desember 2004 adalah sebagai berikut:<br />
Komisaris Utama : Andung A. Nitimiharja<br />
Komisaris : Isnuwardianto<br />
Komara Djaja<br />
Komisaris Independen : Bambang Permadi Soemantri Brojonegoro<br />
Lutfi Hamid<br />
Direktur Utama : Eddie Widiono Suwondho<br />
Direktur Pembangkitan dan Energi Primer : Ali Herman Ibrahim<br />
Direktur Niaga dan Pelayanan Pelanggan : Sunggu Anwar Aritonang<br />
Direktur Transmisi dan Distribusi : Herman Darnel<br />
Direktur <strong>Keuangan</strong> :<br />
Direktur Sumber Daya Manusia dan<br />
F. Parno Isworo<br />
Organisasi<br />
: Juanda Nugraha Ibrahim<br />
Perusahaan membayar kompensasi kepada dewan komisaris dan direksi Perusahaan<br />
berupa gaji, fasilitas, tunjangan dan jasa produksi sebesar Rp 8.733.520.504 tahun 2004 dan<br />
Rp 4.641.399.165 tahun 2003. Dalam kompensasi kepada dewan komisaris dan direksi<br />
tahun 2004 termasuk jasa produksi sebesar Rp 4.340.080.504 yang diberikan atas dasar<br />
keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Perusahaan tanggal 25 Juni 2004.<br />
Jumlah karyawan Perusahaan dan anak perusahaan rata-rata 47.860 karyawan tahun 2004<br />
dan 47.560 karyawan tahun 2003.<br />
2. IKTISAR KEBIJAKAN AKUNTANSI PENTING<br />
a. Penyajian Laporan <strong>Keuangan</strong> Konsolidasi<br />
Laporan keuangan konsolidasi disusun dengan menggunakan prinsip dan praktek akuntansi<br />
yang berlaku umum di Indonesia.<br />
Dasar penyusunan laporan keuangan konsolidasi, kecuali untuk laporan arus kas, adalah<br />
dasar akrual. Mata uang pelaporan yang digunakan untuk penyusunan laporan keuangan<br />
konsolidasi adalah mata uang Rupiah, yang pengukurannya disusun berdasarkan nilai<br />
historis, kecuali beberapa akun tertentu disusun berdasarkan pengukuran lain sebagaimana<br />
diuraikan dalam kebijakan akuntansi masing-masing akun tersebut.<br />
Laporan arus kas konsolidasi disusun dengan menggunakan metode langsung dengan<br />
mengelompokkan arus kas dalam aktivitas operasi, investasi dan pendanaan.<br />
- 7 -
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
CATATAN ATAS <strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003 – Lanjutan<br />
b. Prinsip Konsolidasi<br />
Laporan keuangan konsolidasi mencakup laporan keuangan Perusahaan dan entitas yang<br />
dikendalikan Perusahaan (anak perusahaan). Pengendalian ada apabila Perusahaan<br />
mempunyai hak untuk mengatur dan menentukan kebijakan keuangan dan operasi<br />
perusahaan sehingga memperoleh manfaat dari aktivitas perusahaan tersebut. Pengendalian<br />
dianggap ada apabila perusahaan memiliki, baik secara langsung atau tidak langsung melalui<br />
anak perusahaan, lebih dari 50% hak suara, kecuali pengendalian atas anak perusahaan<br />
tersebut bersifat sementara atau terdapat pembatasan jangka panjang yang mempengaruhi<br />
kemampuan anak perusahaan untuk memindahkan dana ke Perusahaan.<br />
Saldo dan transaksi material termasuk keuntungan/kerugian yang belum direalisasi atas<br />
transaksi antar perusahaan dieliminasi untuk mencerminkan posisi keuangan dan hasil usaha<br />
Perusahaan dan anak perusahaan sebagai satu kesatuan usaha.<br />
Perubahan nilai investasi akibat perubahan ekuitas anak perusahaan berasal dari transaksi<br />
modal antara anak perusahaan dengan perusahaan lain diakui sebagai bagian dari ekuitas<br />
pada akun “Selisih transaksi perubahan ekuitas anak perusahaan”, dan diakui sebagai<br />
pendapatan atau beban pada saat pelepasan investasi yang bersangkutan.<br />
c. Penggunaan Estimasi<br />
Penyusunan laporan keuangan konsolidasi sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku<br />
umum di Indonesia mengharuskan manajemen membuat estimasi dan asumsi yang<br />
mempengaruhi jumlah aktiva dan kewajiban yang dilaporkan dan pengungkapan aktiva dan<br />
kewajiban yang dilaporkan dan pengungkapan aktiva dan kewajiban kontinjensi pada tanggal<br />
laporan keuangan serta jumlah pendapatan dan beban selama periode pelaporan. Realisasi<br />
dapat berbeda dengan jumlah yang diestimasi.<br />
d. Transaksi dan Saldo Dalam Mata Uang Asing<br />
Pembukuan Perusahaan dan anak perusahaan diselenggarakan dalam mata uang Rupiah.<br />
Transaksi-transaksi selama tahun berjalan dalam mata uang asing dicatat dengan kurs yang<br />
berlaku pada saat terjadinya transaksi. Pada tanggal neraca, aktiva dan kewajiban moneter<br />
dalam mata uang asing disesuaikan untuk mencerminkan kurs yang berlaku pada tanggal<br />
tersebut. Keuntungan atau kerugian kurs yang timbul dikreditkan atau dibebankan dalam<br />
laporan laba rugi tahun yang bersangkutan, kecuali selisih kurs mata uang asing yang<br />
dikapitalisasi sebagai biaya pinjaman.<br />
e. Aktiva Tetap<br />
Aktiva tetap dinyatakan berdasarkan biaya perolehan atau nilai penilaian kembali aktiva tetap,<br />
dikurangi akumulasi penyusutan, kecuali tanah. Aktiva tetap termasuk material cadang untuk<br />
menjaga kelangsungan, kestabilan operasi instalasi dan mesin pembangkit listrik dalam<br />
rangka memproduksi serta mendistribusikan tenaga listrik. Aktiva tetap perolehan sebelum<br />
tahun 2002, telah dinilai kembali sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku.<br />
Peningkatan nilai aktiva karena penilaian kembali dikreditkan pada selisih penilaian kembali<br />
aktiva tetap dalam akun ekuitas.<br />
- 8 -
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
CATATAN ATAS <strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003 – Lanjutan<br />
Aktiva tetap, kecuali tanah, disusutkan dengan menggunakan metode garis lurus (straight -<br />
line method) berdasarkan taksiran masa manfaat ekonomis aktiva tetap, sebagai berikut :<br />
- 9 -<br />
2004 2003<br />
Tahun Tahun<br />
Bangunan umum, waduk dan prasarana 10 – 47 10 – 40<br />
Instalasi dan mesin pembangkit 13 – 30 10 – 25<br />
Perlengkapan penyaluran transmisi 37 5 – 25<br />
Perlengkapan penyaluran distribusi 15 – 37 10 – 25<br />
Perlengkapan umum 4 – 8 4 – 8<br />
Kendaraan bermotor dan peralatannya 3 – 5 3 – 5<br />
Material cadang 10 – 25 10 – 25<br />
Perlengkapan pengolahan data dan telekomunikasi 5 – 10 5 – 10<br />
Tanah dinyatakan berdasarkan biaya perolehan atau nilai penilaian kembali dan tidak<br />
disusutkan.<br />
Pada tahun 2004, Perusahaan dan anak perusahaan melakukan perubahan taksiran masa<br />
manfaat ekonomis aktiva pembangkitan, jaringan transmisi dan distribusi untuk lebih<br />
mencerminkan masa manfaat ekonomis dari aktiva tetap. Taksiran masa manfaat ekonomis<br />
baru aktiva tetap tersebut ditetapkan berdasarkan penelaahan penilai independen.<br />
Pada tahun 2003, aktiva yang dinilai kembali tahun 2002 disusutkan selama sisa masa<br />
manfaat ekonomis masing-masing aktiva tetap berdasarkan perubahan taksiran masa<br />
manfaat ekonomis aktiva tetap yang dinilai kembali berdasarkan penelaahan kondisi fisik<br />
aktiva tetap yang dilakukan oleh penilai independen.<br />
Bila nilai tercatat suatu aktiva melebihi taksiran jumlah yang dapat dipulihkan kembali<br />
(estimated recoverable amount) maka nilai tersebut diturunkan ke jumlah yang dapat<br />
dipulihkan kembali tersebut, yang ditentukan sebagai nilai tertinggi antara harga jual neto dan<br />
nilai pakai.<br />
Beban pemeliharaan dan perbaikan dibebankan pada saat terjadinya; pengeluaran yang<br />
memperpanjang masa manfaat atau memberi manfaat ekonomis di masa yang akan datang<br />
dalam bentuk peningkatan kapasitas, mutu produksi atau peningkatan standar kinerja<br />
dikapitalisasi. Aktiva tetap yang sudah tidak digunakan lagi dalam operasi atau akan<br />
dihapuskan/dijual, dikeluarkan dari kelompok aktiva tetap berikut akumulasi penyusutannya<br />
dan keuntungan atau kerugian atas penarikan atau penjualan aktiva tetap tersebut diakui<br />
dalam tahun yang bersangkutan.<br />
f. Pekerjaan Dalam Pelaksanaan<br />
Pekerjaan dalam pelaksanaan merupakan biaya-biaya yang berhubungan langsung dengan<br />
pembangunan aktiva tetap. Pekerjaan dalam pelaksanaan dinyatakan sebesar biaya<br />
perolehan. Biaya perolehan mencakup biaya pinjaman selama masa pembangunan dari<br />
pinjaman yang digunakan untuk pembangunan dan beban penyusutan aktiva tetap yang<br />
digunakan dalam pekerjaan pembangunan. Akumulasi pekerjaan dalam pelaksanaan akan<br />
dipindahkan ke masing-masing aktiva tetap yang bersangkutan pada saat selesai dan siap<br />
digunakan.
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
CATATAN ATAS <strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003 – Lanjutan<br />
g. Aktiva Tidak Digunakan Dalam Operasi<br />
Aktiva tetap yang tidak digunakan dalam operasi meliputi aktiva tetap yang untuk sementara<br />
waktu tidak digunakan dalam operasi dan aktiva yang akan dihapuskan. Aktiva yang untuk<br />
sementara waktu tidak digunakan dalam operasi tidak disusutkan sampai digunakan kembali.<br />
Aktiva yang akan dihapuskan dinyatakan sebesar jumlah terendah antara jumlah tercatat dan<br />
nilai realisasi bersih.<br />
h. Investasi<br />
Investasi pada perusahaan asosiasi<br />
Perusahaan asosiasi adalah suatu perusahaan dimana induk Perusahaan mempunyai<br />
pengaruh yang signifikan, namun tidak mempunyai pengendalian atau pengendalian<br />
bersama, melalui partisipasi dalam pengambilan keputusan atas kebijakan finansial dan<br />
operasional investee.<br />
Penghasilan, aktiva dan kewajiban dari perusahaan asosiasi digabungkan dalam laporan<br />
keuangan konsolidasi dengan mengunakan metode ekuitas. Investasi pada perusahaan<br />
asosiasi dicatat di neraca sebesar biaya perolehan dan selanjutnya disesuaikan untuk<br />
perubahan dalam bagian kepemilikan Perusahaan atas aktiva bersih perusahaan asosiasi<br />
yang terjadi setelah perolehan, dikurangi dengan penurunan nilai yang ditentukan untuk<br />
setiap investasi secara individu. Bagian Perusahaan atas kerugian perusahaan asosiasi yang<br />
melebihi nilai tercatat dari investasi tidak diakui kecuali jika Perusahaan mempunyai<br />
kewajiban atau melakukan pembayaran kewajiban perusahaan asosiasi yang dijaminnya,<br />
dalam hal demikian, tambahan kerugian diakui sebesar kewajiban atau pembayaran tersebut.<br />
Investasi lainnya<br />
Investasi dalam saham dengan pemilikan kurang dari 20% yang nilai wajarnya tidak tersedia<br />
dan dimaksudkan untuk investasi jangka panjang dinyatakan sebesar biaya perolehan<br />
(metode biaya). Bila terjadi penurunan nilai yang bersifat permanen, nilai tercatatnya dikurangi<br />
untuk mengakui penurunan tersebut dan kerugiannya dibebankan pada laporan laba rugi<br />
tahun yang bersangkutan.<br />
Investasi pada unit penyertaan<br />
Investasi pada unit penyertaan dinyatakan sebesar nilai wajar berdasarkan nilai aktiva bersih<br />
reksadana yang bersangkutan.<br />
Deposito berjangka<br />
Deposito berjangka yang jatuh temponya kurang dari tiga bulan namun dijaminkan dan<br />
deposito berjangka yang jatuh temponya lebih dari tiga bulan disajikan sebagai investasi<br />
jangka pendek dan dinyatakan sebesar nilai nominal.<br />
i. Beban Ditangguhkan<br />
Biaya perolehan perangkat lunak, pengurusan hak legal tanah dan lainnya, ditangguhkan dan<br />
diamortisasi dengan metode garis lurus selama masa manfaatnya.<br />
j. Biaya Dibayar Dimuka<br />
Biaya dibayar dimuka diamortisasi selama masa manfaatnya dengan menggunakan metode<br />
garis lurus.<br />
- 10 -
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
CATATAN ATAS <strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003 – Lanjutan<br />
k. Kas dan Setara Kas<br />
Kas dan setara kas terdiri dari kas, bank dan semua investasi yang jatuh tempo dalam waktu<br />
tiga bulan atau kurang dari dari tanggal perolehannya dan tidak dijaminkan serta tidak dibatasi<br />
penggunaannya.<br />
l. Piutang<br />
Piutang dinyatakan sebesar jumlah bruto tagihan setelah dikurangi penyisihan piutang yang<br />
diperkirakan tidak dapat ditagih. Penyisihan piutang tersebut dibentuk berdasarkan<br />
penelaahan terhadap keadaan masing-masing piutang pada akhir periode. Pada tahun 2003<br />
penyisihan dihitung 3% dari saldo rata-rata piutang sesuai SK Menkeu No. 1460/KMK.04/1981<br />
tanggal 23 Desember 1981. Selanjutnya pada tahun 2004 Perusahaan menetapkan<br />
penyisihan sebesar 3% atas saldo rata-rata piutang ditambah dengan 50% atas piutang dari<br />
pelanggan putus rampung setelah memperhitungkan uang jaminan langganan yang<br />
bersangkutan. Piutang dihapuskan dalam tahun piutang tersebut dipastikan tidak akan<br />
tertagih.<br />
m. Persediaan<br />
Persediaan dinyatakan berdasarkan biaya perolehan atau nilai realisasi bersih, mana yang<br />
lebih rendah. Biaya perolehan ditentukan dengan metode rata-rata bergerak.<br />
n. Penerusan Pinjaman<br />
Penerusan pinjaman diakui berdasarkan otorisasi penarikan (Withdrawal Authorization) atau<br />
dokumen lain sejenis yang diterbitkan pemberi pinjaman. Penerusan pinjaman dicatat dan<br />
terhutang sebesar jumlah pinjaman yang diberikan atau setara rupiah apabila pinjaman ditarik<br />
dalam mata uang asing.<br />
o. Pendapatan Ditangguhkan<br />
Penerimaan atas biaya penyambungan listrik dari pelanggan ditangguhkan dan diamortisasi<br />
sebesar 5% per tahun sejak listrik sudah tersambung.<br />
p. Biaya Emisi Obligasi<br />
Biaya emisi obligasi dikurangkan langsung dari hasil emisi dalam rangka menentukan emisi<br />
bersih obligasi tersebut. Selisih antara hasil emisi bersih dengan nilai nominal merupakan<br />
biaya emisi obligasi yang diamortisasi selama jangka waktu obligasi yang bersangkutan<br />
dengan metode garis lurus.<br />
q. Pengakuan Pendapatan dan Beban<br />
Pendapatan penjualan listrik diakui berdasarkan rekening listrik yang dicetak pada bulan yang<br />
bersangkutan sesuai dengan pemakaian energi listrik (kWh), sedangkan beban diakui sesuai<br />
manfaatnya pada tahun yang bersangkutan (accrual basis).<br />
r. Subsidi Pemerintah<br />
Subsidi listrik Pemerintah yang diberikan melalui Perusahaan kepada pelanggan golongan<br />
tarif tertentu, diakui sebagai pendapatan usaha berdasarkan estimasi sesuai Keputusan<br />
Menteri <strong>Keuangan</strong> Republik Indonesia (accrual basis). Selisih antara jumlah estimasi dan<br />
realisasi penerimaan subsidi diakui pada tahun realisasi pembayaran subsidi.<br />
- 11 -
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
CATATAN ATAS <strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003 – Lanjutan<br />
s. Restrukturisasi Hutang<br />
Restrukturisasi hutang melalui modifikasi persyaratan tanpa pengalihan asset atau pemberian<br />
saham dicatat secara prospektif sejak saat restrukturisasi dilakukan. Keuntungan<br />
restrukturisasi hutang tidak diakui, kecuali jika jumlah tercatat hutang (termasuk bunga dan<br />
denda) melebihi jumlah pembayaran masa depan pokok dan bunga yang ditetapkan dalam<br />
persyaratan baru, tanpa memperhitungkan nilai tunai.<br />
Keuntungan restrukturisasi hutang setelah memperhitungkan beban restrukturisasi dan pajak<br />
penghasilan terkait, diakui pada tahun terjadinya restrukturisasi dan disajikan dalam pos luar<br />
biasa.<br />
t. Imbalan Kerja<br />
Imbalan Pasca-Kerja dan Jangka Panjang Lain<br />
Perusahaan dan anak perusahaan menyelenggarakan program pensiun imbalan pasti untuk<br />
semua karyawan tetap, yang dikelola Dana Pensiun PLN (Persero). Selain program pensiun,<br />
Perusahaan dan anak perusahaan memberikan imbalan pasca-kerja lain berupa uang<br />
pesangon, penghargaan masa kerja dan ganti kerugian kepada karyawan yang memenuhi<br />
persyaratan sesuai dengan kebijakan Perusahaan dan anak perusahaan. Imbalan pascakerja<br />
selain program pensiun merupakan imbalan pasti tanpa pendanaan, sehingga kewajiban<br />
imbalan pasca-kerja diakui dalam laporan keuangan. Akumulasi keuntungan dan kerugian<br />
aktuarial bersih yang belum diakui yang melebihi 10% dari jumlah yang lebih besar diantara<br />
nilai kini kewajiban imbalan pasti atau nilai wajar aktiva program diakui dengan metode garis<br />
lurus selama rata-rata sisa masa kerja yang diprakirakan dari para pekerja dalam program<br />
tersebut. Biaya jasa lalu dibebankan langsung, apabila imbalan tersebut menjadi hak atau<br />
vested, dan sebaliknya diakui sebagai beban dengan menggunakan metode garis lurus<br />
berdasarkan periode rata-rata sampai imbalan tersebut menjadi vested.<br />
Perusahaan dan anak perusahaan juga memberikan imbalan kerja jangka panjang lain<br />
berupa uang cuti besar, tunjangan kecelakaan dinas, bantuan kematian dan pemakaman dan<br />
penghargaan winduan bagi karyawan yang memenuhi persyaratan. Keuntungan (kerugian)<br />
aktuarial dikreditkan (dibebankan) langsung pada tahun yang bersangkutan.<br />
Imbalan pasca-kerja dan jangka panjang lain tersebut di atas dihitung secara aktuaria<br />
menggunakan metode projected unit credit.<br />
Imbalan Pemeliharaan Kesehatan<br />
Perusahaan dan anak perusahaan menyediakan program pemeliharaan kesehatan bagi<br />
pensiunan dan keluarganya yang memenuhi persyaratan. Program ini merupakan manfaat<br />
pasti tanpa pendanaan sehingga kewajiban imbalan pemeliharaan kesehatan diakui dalam<br />
laporan keuangan. Perhitungan imbalan pemeliharaan kesehatan dihitung secara aktuaria<br />
berdasarkan nilai tunai prakiraan biaya kesehatan dimasa datang (medical claim cost).<br />
Akumulasi keuntungan dan kerugian aktuarial bersih yang belum diakui yang melebihi 10%<br />
dari jumlah nilai kini kewajiban imbalan pemeliharaan kesehatan diakui dengan metode garis<br />
lurus selama rata-rata sisa masa kerja yang diprakirakan dari para pekerja dalam program<br />
tersebut. Biaya jasa lalu dibebankan langsung, apabila imbalan tersebut menjadi hak atau<br />
vested, dan sebaliknya diakui sebagai beban dengan menggunakan metode garis lurus<br />
berdasarkan periode rata-rata sampai imbalan tersebut menjadi vested.<br />
- 12 -
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
CATATAN ATAS <strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003 – Lanjutan<br />
Jumlah yang diakui sebagai kewajiban imbalan kerja di neraca merupakan nilai kini kewajiban<br />
imbalan kerja disesuaikan dengan keuntungan dan kerugian aktuarial belum diakui dan biaya<br />
jasa lalu belum diakui, dan dikurangi dengan nilai wajar aktiva program. Aktiva yang diakui<br />
akibat perhitungan ini, terbatas pada jumlah kerugian aktuaria dan biaya jasa lalu belum<br />
diakui, ditambah dengan nilai kini dari manfaat ekonomis yang tersedia dalam bentuk<br />
pengembalian dana dari program atau pengurangan iuran masa datang.<br />
u. Pajak Penghasilan<br />
Beban pajak kini ditentukan berdasarkan laba kena pajak dalam periode yang bersangkutan<br />
yang dihitung berdasarkan tarif pajak yang berlaku.<br />
Aktiva dan kewajiban pajak tangguhan diakui atas konsekuensi pajak periode mendatang<br />
yang timbul dari perbedaan jumlah tercatat aktiva dan kewajiban menurut laporan keuangan<br />
dengan dasar pengenaan pajak aktiva dan kewajiban. Kewajiban pajak tangguhan diakui<br />
untuk semua perbedaan temporer kena pajak dan aktiva pajak tangguhan diakui untuk<br />
perbedaan temporer yang boleh dikurangkan dan rugi fiskal, sepanjang besar kemungkinan<br />
dapat dimanfaatkan untuk mengurangi laba kena pajak pada masa mendatang.<br />
Pajak tangguhan diukur dengan menggunakan tarif pajak yang berlaku atau secara<br />
substansial telah berlaku pada tanggal neraca. Pajak tangguhan dibebankan atau dikreditkan<br />
dalam laporan laba rugi, kecuali pajak tangguhan yang dibebankan atau dikreditkan langsung<br />
ke ekuitas.<br />
Aktiva dan kewajiban pajak tangguhan disajikan di neraca, kecuali aktiva dan kewajiban pajak<br />
tangguhan untuk entitas yang berbeda, atas dasar kompensasi sesuai dengan penyajian<br />
aktiva dan kewajiban pajak kini.<br />
v. Laba per Saham<br />
Laba per saham dasar dihitung dengan membagi laba bersih residual dengan jumlah rata-rata<br />
tertimbang saham beredar pada tahun yang bersangkutan.<br />
Laba per saham dilusian dihitung dengan membagi laba bersih residual dengan jumlah ratarata<br />
tertimbang saham biasa yang telah disesuaikan dengan dampak dari semua efek<br />
berpotensi saham biasa yang bersifat dilutif.<br />
w. Informasi Segmen<br />
Informasi segmen disusun sesuai dengan kebijakan akuntansi yang dianut dalam penyusunan<br />
dan penyajian laporan keuangan konsolidasi. Bentuk primer pelaporan segmen adalah<br />
segmen geografis sedangkan segmen sekunder adalah segmen usaha.<br />
Segmen geografis adalah komponen perusahaan yang dapat dibedakan dalam menghasilkan<br />
produk atau jasa pada lingkungan (wilayah) ekonomi tertentu dan komponen itu memiliki risiko<br />
dan imbalan yang berbeda dengan risiko dan imbalan pada komponen yang beroperasi pada<br />
lingkungan (wilayah) ekonomi lain.<br />
Segmen usaha adalah komponen perusahaan yang dapat dibedakan dalam menghasilkan<br />
produk atau jasa (baik produk atau jasa individual maupun kelompok produk jasa terkait) dan<br />
komponen itu memiliki risiko dan imbalan yang berbeda dengan risiko dan imbalan segmen<br />
lain.<br />
- 13 -
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
CATATAN ATAS <strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003 – Lanjutan<br />
3. ANAK PERUSAHAAN<br />
Perusahaan memiliki saham anak perusahaan baik langsung maupun tidak langsung sebagai<br />
berikut :<br />
Persentase Tahun Jumlah aktiva<br />
Jenis pemilikan Operasi (dalam miliar Rupiah)<br />
Anak Perusahaan Domisili Usaha 2004 2003 Komersial 2004 2003<br />
PT Indonesia Power (IP) dan Jakarta Pembangkitan 100,0 100,0 1995 52.943 52.457<br />
anak perusahaan tenaga listrik<br />
PT Cogindo DayaBersama Jakarta Cogeneration, 99,9 99,9 1999 41 48<br />
(CDB) *) pemasok energi,<br />
jasa pelayanan<br />
dan manajemen<br />
PT Artha Daya Coalindo Jakarta Perdagangan 60,0 60,0 1999 16 23<br />
(ADC) *) batubara<br />
PT Pembangkitan Jawa Bali Surabaya Pembangkitan 100,0 100,0 1995 39.261 39.107<br />
(PJB) dan anak perusahaan tenaga listrik<br />
PT PJB Service (PJBS) *) Surabaya Jasa 95,0 95,0 2001 19 32<br />
PT Pelayanan Listrik Nasional Batam Penyediaan 100,0 100,0 2000 1.436 1.308<br />
Batam (PLN Batam) tenaga listrik<br />
PT Indonesia Comnets Plus Jakarta Jasa penyediaan 100,0 100,0 2000 188 138<br />
(ICON) jaringan komunikasi<br />
PT Prima Layanan Nasional Jakarta Jasa enjiniring, 99,3 99,3 2003 15 6<br />
Enjiniring (PLNE) (Catatan 6) pengadaan dan<br />
konstruksi<br />
PT Pelayanan Listrik Nasional Tarakan Penyediaan 100,0 100,0 2004 163 117<br />
Tarakan (PLN Tarakan) tenaga listrik<br />
PT Rekadaya Elektrika (RDE) **) Surabaya Jasa listrik dan 53,9 - 2004 24 -<br />
enjiniring<br />
*) Pemilikan tidak langsung<br />
**) Pemilikan tidak langsung melalui PJB sebesar 30,78%, IP sebesar 15,38% dan PLN Batam sebesar 7,69%<br />
(Catatan 6)<br />
- 14 -
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
CATATAN ATAS <strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003 – Lanjutan<br />
4. AKTIVA TETAP<br />
1 Januari 2004 Penambahan Pengurangan 31 Desember 2004<br />
Rp Rp Rp Rp<br />
Biaya perolehan atau penilaian kembali<br />
Tanah 7.202.624.987.858 389.696.550.901 262.907.875.143 7.329.413.663.616<br />
Bangunan umum, waduk dan prasarana 22.732.310.847.991 611.253.610.268 94.705.933.956 23.248.858.524.303<br />
Instalasi dan mesin pembangkit 81.762.630.225.626 4.270.506.885.117 308.973.053.363 85.724.164.057.380<br />
Perlengkapan penyaluran transmisi 39.472.833.723.234 2.811.244.973.500 129.265.290.245 42.154.813.406.489<br />
Perlengkapan penyaluran distribusi 53.023.535.412.977 2.337.593.433.161 341.470.187.741 55.019.658.658.397<br />
Perlengkapan umum 1.759.371.762.028 398.443.240.345 31.376.501.635 2.126.438.500.738<br />
Kendaraan bermotor dan peralatannya 428.147.160.779 44.307.983.141 6.811.178.164 465.643.965.756<br />
Material cadang<br />
Perlengkapan pengolahan data dan<br />
186.640.010.925 162.477.082.536 21.093.756.117 328.023.337.344<br />
telekomunikasi 923.588.424.287 290.060.443.208 6.051.343.548 1.207.597.523.947<br />
Jumlah 207.491.682.555.705 11.315.584.202.177 1.202.655.119.912 217.604.611.637.970<br />
Akumulasi penyusutan<br />
Bangunan umum, waduk dan prasarana 2.392.986.963.958 820.689.516.131 47.983.801.837 3.165.692.678.252<br />
Instalasi dan mesin pembangkit 11.730.703.761.179 4.519.551.539.532 139.500.537.568 16.110.754.763.143<br />
Perlengkapan penyaluran transmisi 3.197.586.525.643 1.600.036.118.790 15.985.644.916 4.781.636.999.517<br />
Perlengkapan penyaluran distribusi 9.348.551.003.397 2.415.889.316.512 240.075.867.553 11.524.364.452.356<br />
Perlengkapan umum 963.913.020.713 318.558.099.943 27.385.253.767 1.255.085.866.889<br />
Kendaraan bermotor dan peralatannya 240.359.046.271 65.966.024.870 6.131.191.247 300.193.879.894<br />
Material cadang 85.909.562.632 17.498.297.004 4.616.961.744 98.790.897.892<br />
Perlengkapan pengolahan data dan<br />
telekomunikasi 461.304.530.182 129.048.723.960 6.041.679.234 584.311.574.908<br />
Jumlah 28.421.314.413.975 9.887.237.636.742 487.720.937.866 37.820.831.112.851<br />
Jumlah Tercatat 179.070.368.141.730 179.783.780.525.119<br />
1 Januari 2003 Penambahan Pengurangan 31 Desember 2003<br />
Rp Rp Rp Rp<br />
Biaya perolehan atau penilaian kembali<br />
Tanah 6.983.076.021.701 226.730.192.357 7.181.226.200 7.202.624.987.858<br />
Bangunan umum, waduk dan prasarana 22.599.213.067.203 191.294.927.631 58.197.146.843 22.732.310.847.991<br />
Instalasi dan mesin pembangkit 81.580.808.551.979 508.556.999.512 326.735.325.865 81.762.630.225.626<br />
Perlengkapan penyaluran transmisi 35.595.424.583.709 3.991.779.571.358 114.370.431.833 39.472.833.723.234<br />
Perlengkapan penyaluran distribusi 51.542.001.249.059 1.529.517.244.191 47.983.080.273 53.023.535.412.977<br />
Perlengkapan umum 1.572.843.921.598 205.620.256.982 19.092.416.552 1.759.371.762.028<br />
Kendaraan bermotor dan peralatannya 389.681.317.463 43.311.911.306 4.846.067.990 428.147.160.779<br />
Material cadang<br />
Perlengkapan pengolahan data dan<br />
234.362.194.323 9.319.031.974 57.041.215.372 186.640.010.925<br />
telekomunikasi 820.855.993.512 107.962.643.869 5.230.213.094 923.588.424.287<br />
Jumlah 201.318.266.900.547 6.814.092.779.180 640.677.124.022 207.491.682.555.705<br />
Akumulasi penyusutan<br />
Bangunan umum, waduk dan prasarana 1.625.786.659.419 771.493.414.071 4.293.109.532 2.392.986.963.958<br />
Instalasi dan mesin pembangkit 6.750.722.960.649 5.033.680.517.962 53.699.717.432 11.730.703.761.179<br />
Perlengkapan penyaluran transmisi 1.589.876.639.233 1.629.529.316.893 21.819.430.483 3.197.586.525.643<br />
Perlengkapan penyaluran distribusi 4.645.695.842.791 4.709.025.850.607 6.170.690.001 9.348.551.003.397<br />
Perlengkapan umum 589.604.412.588 381.548.464.491 7.239.856.366 963.913.020.713<br />
Kendaraan bermotor dan peralatannya 165.423.579.762 77.606.344.375 2.670.877.866 240.359.046.271<br />
Material cadang<br />
Perlengkapan pengolahan data dan<br />
58.622.068.657 28.347.687.617 1.060.193.642 85.909.562.632<br />
telekomunikasi 274.596.969.307 189.301.398.001 2.593.837.126 461.304.530.182<br />
Jumlah 15.700.329.132.406 12.820.532.994.017 99.547.712.448 28.421.314.413.975<br />
Jumlah Tercatat 185.617.937.768.141 179.070.368.141.730<br />
- 15 -
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
CATATAN ATAS <strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003 – Lanjutan<br />
Beban penyusutan dialokasi sebagai berikut :<br />
- 16 -<br />
2004 2003<br />
Rp Rp<br />
Beban usaha 9.547.554.658.124 12.745.047.489.459<br />
Kapitalisasi ke pekerjaan dalam<br />
pelaksanaan 18.596.052.770 24.831.296.432<br />
Jumlah 9.566.150.710.894 12.769.878.785.891<br />
Penambahan aktiva tetap termasuk pemindahan pekerjaan dalam pelaksanaan yang telah selesai<br />
dan beroperasi ke aktiva tetap sebesar Rp 7.257.616.923.889 tahun 2004 dan<br />
Rp 3.073.739.497.493 tahun 2003, dan pemindahan nilai tercatat aktiva tidak digunakan dalam<br />
operasi ke aktiva tetap sebesar Rp 486.882.610.309 tahun 2004 dan Rp 2.013.440.295.259 tahun<br />
2003, sehubungan dengan pengoperasian kembali aktiva tetap tersebut.<br />
Pengurangan aktiva tetap termasuk pemindahan nilai tercatat aktiva tidak digunakan dalam<br />
operasi sebesar Rp 820.760.288.470 tahun 2004 dan Rp 136.635.105.590 tahun 2003.<br />
Pada tahun 2004, Perusahaan dan anak perusahaan melakukan perubahan taksiran masa<br />
manfaat ekonomis aktiva pembangkitan, jaringan transmisi dan distribusi untuk lebih<br />
mencerminkan masa manfaat ekonomis dari aktiva tetap. Perubahan taksiran masa manfaat<br />
aktiva tetap ini didasarkan pada hasil evaluasi dari PT Sucofindo Appraisal Utama, penilai<br />
independen, dengan laporannya tanggal 28 April 2005, yang diterapkan sejak awal tahun 2004.<br />
Perubahan taksiran masa manfaat ekonomis tersebut menurunkan beban penyusutan sebesar<br />
Rp 2.567.031.824.674. Penurunan beban penyusutan tersebut juga berdampak pada kenaikan<br />
beban pajak tangguhan dan kewajiban pajak tangguhan masing-masing sebesar<br />
Rp 770.109.547.402.<br />
Pada tahun 2002, Perusahaan dan anak perusahaan melakukan penilaian kembali aktiva tetap<br />
untuk posisi 1 Januari 2002 berdasarkan Surat Keputusan Menteri <strong>Keuangan</strong><br />
No. 486/KMK.03/2002 tanggal 28 Nopember 2002 dan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak<br />
No. KEP-519/PJ/2002 tanggal 2 Desember 2002. Pada tanggal 31 Desember 2002, Perusahaan<br />
dan anak perusahaan telah memperoleh persetujuan penilaian kembali aktiva tetap dan<br />
penetapan pajak penghasilan final selisih penilaian kembali aktiva tetap dari Direktur Jenderal<br />
Pajak dalam beberapa surat keputusan. Pada tahun 2003, Perusahaan dan anak perusahaan<br />
mengajukan permohonan pengurangan pajak penghasilan final selisih penilaian kembali terhutang<br />
dan Direktur Jenderal Pajak menyetujui pengurangan tersebut dalam beberapa surat keputusan.<br />
Penilaian kembali aktiva tetap Perusahaan dan anak perusahaan untuk posisi 1 Januari 2002<br />
dilakukan oleh PT Sucofindo Appraisal Utama, penilai independen sesuai dengan laporannya<br />
No. 124-REV/SAU-APP/PST/XII/02 tanggal 28 Pebruari 2003. Penilaian kembali aktiva tetap<br />
menggunakan metode pendekatan biaya dan harga pasar. Penilaian kembali aktiva tetap juga<br />
mencakup taksiran sisa masa manfaat ekonomis aktiva tetap yang dilakukan berdasarkan<br />
penelaahan kondisi fisik aktiva tetap.
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
CATATAN ATAS <strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003 – Lanjutan<br />
Selisih penilaian kembali aktiva tetap Perusahaan dicatat dalam akun “Selisih Penilaian Kembali<br />
Aktiva Tetap” sebagai bagian dari ekuitas. Selisih penilaian kembali aktiva tetap anak perusahaan<br />
dicatat sebesar persentase pemilikan Perusahaan dalam akun “Selisih Transaksi Perubahan<br />
Ekuitas Anak Perusahaan” (Catatan 19 dan 20).<br />
Perusahaan dan anak perusahaan memiliki beberapa bidang tanah dengan hak legal berupa Hak<br />
Pakai, Hak Guna Bangunan dan surat pelepasan hak atas tanah. Hak pakai tidak mempunyai<br />
jangka waktu. Hak guna bangunan berjangka waktu antara 20 tahun sampai dengan 30 tahun<br />
yang jatuh tempo antara tahun 2016 sampai dengan 2034.<br />
Aktiva tetap tanah dan bangunan dipergunakan sebagai jaminan penerbitan obligasi dan pinjaman<br />
yang diperoleh Perusahaan dan anak perusahaan dari beberapa bank (Catatan 25 dan 26).<br />
Manajemen berpendapat bahwa tidak ada indikasi penurunan nilai aktiva tetap pada tanggal<br />
neraca.<br />
Pada tanggal 31 Desember 2004, aktiva tetap berupa instalasi, mesin pembangkit dan peralatan<br />
transmisi telah diasuransikan terhadap risiko kebakaran dan lainnya dengan jumlah<br />
pertanggungan sebesar US$ 10.632.012.149 dan Rp 287.502.721.794. Manajemen berpendapat<br />
bahwa nilai pertanggungan tersebut cukup untuk menutup kemungkinan kerugian atas aktiva yang<br />
dipertanggungkan. Perusahaan dan anak perusahaan tidak menutup asuransi atas aktiva tetap<br />
selain instalasi, mesin pembangkit serta peralatan transmisi terhadap risiko kemungkinan kerugian<br />
yang timbul.<br />
5. PEKERJAAN DALAM PELAKSANAAN<br />
Akun ini merupakan biaya-biaya yang terjadi sehubungan dengan pembangunan sarana<br />
kelistrikan, sebagai berikut :<br />
2004 2003<br />
Rp Rp<br />
Pembangkitan 5.692.982.551.284 4.477.566.164.250<br />
Transmisi 6.444.129.443.970 6.495.549.075.272<br />
Distribusi 1.424.258.121.616 1.013.291.445.172<br />
Perlengkapan 42.169.087.130 42.312.305.510<br />
Jumlah 13.603.539.204.000 12.028.718.990.204<br />
Pekerjaan dalam pelaksanaan pembangkitan terutama merupakan PLTA Musi 3 x 70 MW, PLTP<br />
Sarulla 330 MW, PLTA Renun 2 x 41 MW dan PLTA Sipansihaporas 33 MW dan 17 MW.<br />
Pekerjaan dalam pelaksanaan transmisi terutama merupakan pekerjaan jaringan transmisi<br />
Sumatra, Jawa dan Bali. Pekerjaan dalam pelaksanaan pada tanggal 31 Desember 2004,<br />
diperkirakan akan selesai antara tahun 2005 dan 2006.<br />
Pada tanggal 23 Januari 2004, Perusahaan mengambil alih pembangkit listrik tenaga panas bumi<br />
Sarulla dengan harga US$ 60.000.000 dari Unocal North Sumatra Geothermal Ltd. (UNSG).<br />
Aktiva UNSG yang diambil alih termasuk dalam pekerjaan dalam pelaksanaan pembangkitan.<br />
Biaya pinjaman, mencakup beban bunga dan keuntungan (kerugian) kurs mata uang asing,<br />
dikapitalisasi ke pekerjaan dalam pelaksanaan sebesar Rp 678.666.126.745 tahun 2004 dan<br />
Rp 38.734.948.101 tahun 2003.<br />
- 17 -
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
CATATAN ATAS <strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003 – Lanjutan<br />
6. INVESTASI JANGKA PANJANG<br />
Investasi jangka panjang Perusahaan meliputi penyertaan saham pada perusahaan dan<br />
kerjasama konsorsium sebagai berikut :<br />
Domisili /<br />
Tahun<br />
operasi Persentase penyertaan<br />
lokasi Jenis usaha komersial 2004 2003<br />
Pemilikan langsung<br />
PT Geo Dipa Energi Bandung Penyedia tenaga listrik 2002 33,00 33,00<br />
PT Unelec Indonesia Jakarta Penunjang penyedia 1988 32,35 32,35<br />
tenaga listrik<br />
Pemilikan tidak langsung<br />
PT Bajradaya Sentranusa Asahan Penyedia tenaga listrik *) 25,02 25,00<br />
PT Rekadaya Elektrika Jakarta Penyedia tenaga listrik 2004 - 30,78<br />
(Catatan 3)<br />
PT Daya Citra Mulia Banjarmasin Pertambangan dan 2002 25,00 25,00<br />
perdagangan batu bara<br />
PT Sumber Segara Primadaya Cilacap Penyedia tenaga listrik *) 49,00 -<br />
PT Pro Infokom Indonesia Jakarta Telekomunikasi *) 25,00 25,00<br />
PT Mitra Energi Batam Batam Penyedia tenaga listrik 2004 30,00 -<br />
PT Indo Muba Power Jakarta Penyedia tenaga listrik *) 35,00 -<br />
Kerjasama konsorsium<br />
Konsorsium CBE Batam Penyedia tenaga listrik *) 55,00 55,00<br />
Konsorsium KSPM Saguling Perkebunan ramie *) 49,00 49,00<br />
Konsorsium IP-NTP Bandung Penyedia tenaga listrik *) 80,00 80,00<br />
Konsorsium Indo Pusaka Berau Berau Penyedia tenaga listrik *) 50,00 50,00<br />
*) Tahap pengembangan<br />
Mutasi investasi pada perusahaan-perusahaan tersebut adalah sebagai berikut :<br />
2004<br />
Jumlah<br />
Bagian atas<br />
laba (rugi) Jumlah<br />
tercatat Penambahan bersih asosiasi - tercatat<br />
1 Januari 2004 (pengurangan) tahun berjalan 31 Desember 2004<br />
Rp Rp Rp Rp<br />
PT Geo Dipa Energi 218.475.570.000 - (70.274.465.068) 148.201.104.932<br />
PT Unelec Indonesia - - 1.755.648.417 1.755.648.417<br />
PT Bajradaya Sentranusa 18.182.802.379 - (481.714.595) 17.701.087.784<br />
PT Rekadaya Elektrika<br />
(Catatan 3) 10.000.000.000 (10.000.000.000) - -<br />
PT Daya Citra Mulia 1.459.697.250 - 157.717.866 1.617.415.116<br />
PT Sumber Segara Primadaya - 253.980.000.000 206.907.600 254.186.907.600<br />
PT Pro Infokom Indonesia 2.250.000.000 (2.018.897.000) - 231.103.000<br />
PT Tambang Batu Bara<br />
Bukit Asam (Persero) 3.450.000.000 (3.450.000.000) - -<br />
PT Mitra Energi Batam - 24.330.000.000 242.948.147 24.572.948.147<br />
PT Indo Muba Power - 1.886.420.000 - 1.886.420.000<br />
Kerjasama konsorsium<br />
Konsorsium CBE 13.820.510.324 (5.765.863.461) - 8.054.646.863<br />
Konsorsium KSPM 349.860.000 129.052.400 - 478.912.400<br />
Konsorsium IP-NTP 512.214.800 - - 512.214.800<br />
Konsorsium Indo Pusaka Berau 44.060.821.419 17.889.178.590 - 61.950.000.009<br />
Jumlah 312.561.476.172 276.979.890.529 (68.392.957.633) 521.148.409.068<br />
- 18 -
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
CATATAN ATAS <strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003 – Lanjutan<br />
2003<br />
Jumlah<br />
Bagian atas<br />
laba bersih Jumlah<br />
tercatat Penambahan asosiasi - tercatat<br />
1 Januari 2003 (pengurangan) tahun berjalan 31 Desember 2003<br />
Rp Rp Rp Rp<br />
PT Geo Dipa Energi 218.475.570.000 - - 218.475.570.000<br />
PT Prima Layanan Nasional<br />
Enjiniring (Catatan 3) 3.725.000.000 (3.725.000.000) - -<br />
PT Bajradaya Sentranusa 18.063.697.842 - 119.104.537 18.182.802.379<br />
PT Rekadaya Elektrika - 10.000.000.000 - 10.000.000.000<br />
PT Daya Citra Mulia 1.289.074.248 - 170.623.002 1.459.697.250<br />
PT Pro Infokom Indonesia - 2.250.000.000 - 2.250.000.000<br />
PT Tambang Batu Bara<br />
Bukit Asam (Persero) 3.450.000.000 - - 3.450.000.000<br />
Kerjasama konsorsium<br />
Konsorsium CBE 13.820.510.324 - - 13.820.510.324<br />
Konsorsium KSPM 349.860.000 - - 349.860.000<br />
Konsorsium IP-NTP 384.161.100 128.053.700 - 512.214.800<br />
Konsorsium Indo Pusaka Berau 1.000.000 44.059.821.419 - 44.060.821.419<br />
Jumlah 259.558.873.514 52.712.875.119 289.727.539 312.561.476.172<br />
Untuk tahun 2004 dan 2003, tidak terdapat dividen dari perusahaan-perusahaan tersebut. Dalam<br />
pengurangan investasi tahun 2004 termasuk penurunan nilai investasi pada PT Pro Infokom<br />
Indonesia dan Konsorsium CBE masing-masing sebesar Rp 2.018.897.000 dan<br />
Rp 5.765.863.461.<br />
Penyertaan saham<br />
Pada tanggal 28 Januari 2004 dan 8 April 2004, PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB), anak<br />
perusahaan mengakuisisi 980 saham (49%) PT Sumber Segara Primadaya (SSP) dengan biaya<br />
perolehan sebesar Rp 980 juta. Pada tanggal 29 Januari 2004, PJB telah meningkatkan investasi<br />
saham sebesar Rp 253 miliar. Sampai dengan tanggal penerbitan laporan keuangan, peningkatan<br />
modal dasar SSP belum memperoleh persetujuan dari Menteri Kehakiman dan Hak Azasi<br />
Manusia Republik Indonesia.<br />
Penyertaan saham pada PT Unelec Indonesia (Unindo) sebesar Rp 15.073.123.860 didasarkan<br />
pada Peraturan Pemerintah RI No. 2/1998 tanggal 7 Januari 1998. Pada tanggal 31 Desember<br />
2003, nilai investasi saham pada Unindo adalah nihil, karena akumulasi bagian rugi bersih<br />
asosiasi tersebut telah melebihi biaya perolehan investasi saham. Pada tahun 2003, pemegang<br />
saham lain meningkatkan modal saham Unindo dan Perusahaan tidak mengambil bagian<br />
sehingga persentase kepemilikan Perusahaan terdilusi dari 44,36% menjadi 32,35%.<br />
Penyertaan saham pada PT Rekadaya Elektrika (RDE) dilakukan melalui PJB pada tahun 2003.<br />
Pada tahun 2004, PT Indonesia Power (IP) dan PT Pelayanan Listrik Nasional Batam telah<br />
menempatkan investasi saham pada RDE masing-masing sebesar Rp 5 miliar (15,38%) dan<br />
Rp 2,5 miliar (7,69%), sehingga persentase kepemilikan tidak langsung Perusahaan pada RDE<br />
meningkat dari 30,78% menjadi 53,85% mengakibatkan laporan keuangan RDE dikonsolidasikan<br />
(Catatan 3).<br />
- 19 -
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
CATATAN ATAS <strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003 – Lanjutan<br />
PT Geo Dipa Energi merupakan perusahaan patungan antara Perusahaan dan Pertamina yang<br />
ditujukan untuk melanjutkan pembangunan pembangkit tenaga listrik Dieng dan Patuha yang<br />
sebelumnya dimiliki Himpurna California Energy Limited dan Patuha Power Limited. Manajemen<br />
berpendapat bahwa penurunan nilai investasi saham tersebut tidak perlu dibentuk, karena nilai<br />
tercatat investasi saham dapat dipulihkan.<br />
Pada tanggal 28 Januari 2004 dan 8 April 2004, PT Pelayanan Listrik Nasional Batam, anak<br />
perusahaan mengakuisisi 24.330 saham (30%) PT Mitra Energi Batam dengan biaya perolehan<br />
sebesar Rp 24.330.000.000 dari Yayasan Pendidikan dan Kesejahteraan - PLN. Sampai dengan<br />
tanggal penerbitan laporan keuangan, penyertaan saham tersebut masih terhutang sebesar<br />
Rp 23.000.000.000.<br />
Kerjasama Konsorsium<br />
IP dan PT Cogindo Daya Bersama (CDB) mengadakan beberapa kerjasama konsorsium dengan<br />
pihak-pihak lain untuk melaksanakan pengembangan proyek-proyek tertentu. IP dan CDB<br />
mengakui kerjasama konsorsium dalam laporan keuangan sebesar dana yang dikeluarkan untuk<br />
proyek-proyek tersebut setelah dikurangi penurunan nilai investasi. Kerjasama konsorsium ini<br />
akan diubah menjadi perusahaan patungan dalam bentuk perseroan terbatas pada saat<br />
pengembangan proyek tersebut selesai atau pada saat perusahaan patungan terbentuk.<br />
Manajemen berpendapat nilai tercatat kerjasama konsorsium dapat dipulihkan.<br />
7. AKTIVA TIDAK DIGUNAKAN DALAM OPERASI<br />
2004 2003<br />
Rp Rp<br />
Aktiva akan direlokasi, diperbaiki dan dihapusbuku<br />
Biaya perolehan<br />
Aktiva tetap akan direlokasi 582.850.302.978 574.366.319.703<br />
Aktiva tetap akan dihapusbuku 1.001.772.847.125 571.624.343.517<br />
Aktiva tetap akan diperbaiki 301.904.548.466 166.714.010.955<br />
Material akan dihapusbuku 162.547.614.375 100.731.308.714<br />
Pekerjaan dalam pelaksanaan akan dihapusbuku 14.825.362.251 14.825.362.251<br />
Jumlah 2.063.900.675.195 1.428.261.345.140<br />
Akumulasi penyusutan atau penurunan nilai<br />
Aktiva tetap akan direlokasi 86.272.804.062 89.732.062.531<br />
Aktiva tetap akan dihapusbuku 957.195.337.507 528.169.335.053<br />
Aktiva tetap akan diperbaiki 89.023.066.420 57.013.199.551<br />
Material akan dihapusbuku 160.245.109.092 58.326.622.966<br />
Pekerjaan dalam pelaksanaan akan dihapusbuku 14.825.362.251 -<br />
Jumlah 1.307.561.679.332 733.241.220.101<br />
Jumlah tercatat 756.338.995.863 695.020.125.039<br />
Aktiva belum beroperasi 1.749.361.128.859 2.148.288.311.516<br />
Material belum digunakan 171.472.214.897 134.999.028.836<br />
Jumlah 2.677.172.339.619 2.978.307.465.391<br />
- 20 -
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
CATATAN ATAS <strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003 – Lanjutan<br />
Kerugian penurunan nilai aktiva adalah sebesar Rp 255.414.408.891 tahun 2004 dan<br />
Rp 36.658.537.954 tahun 2003.<br />
Perusahaan telah menjual aktiva tetap tidak digunakan dalam operasi dengan hasil penjualan<br />
aktiva sebesar Rp 22.669.958.515 tahun 2004 dan Rp 5.576.637.686 tahun 2003. Jumlah tercatat<br />
aktiva tersebut telah nihil sehingga hasil penjualan tersebut dicatat sebagai keuntungan penjualan<br />
aktiva tetap (Catatan 41).<br />
Aktiva akan dihapus terutama merupakan pembangkit PLTD Apung, di Nangroe Aceh<br />
Darussalam, rumah dinas dan jaringan distribusi.<br />
Aktiva akan direlokasi terutama merupakan instalasi mesin pembangkit, peralatan transmisi dan<br />
penyaluran tenaga listrik dan lain-lain.<br />
Aktiva belum beroperasi terutama merupakan bangunan saluran air proyek PLTA Renun, jaringan<br />
transmisi dan distribusi.<br />
8. PIUTANG PIHAK HUBUNGAN ISTIMEWA<br />
- 21 -<br />
2004 2003<br />
Rp Rp<br />
PT Sumber Segara Primadaya 560.297.241.333 -<br />
PT Bajradaya Sentranusa 160.388.266.667 125.000.000.000<br />
PT Geo Dipa Energi 30.080.804.039 30.080.804.039<br />
Direksi dan karyawan 345.502.400.122 381.996.187.919<br />
Jumlah<br />
Dikurangi bagian jatuh tempo dalam satu tahun<br />
(Catatan 13)<br />
1.096.268.712.161 537.076.991.958<br />
PT Sumber Segara Primadaya (77.217.241.333) -<br />
Direksi dan karyawan (139.791.078.761) (185.960.801.619)<br />
Bagian jangka panjang 879.260.392.067 351.116.190.339<br />
PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB), anak perusahaan, memberikan pinjaman kepada PT Sumber<br />
Segara Primadaya (SSP) sebagai berikut :<br />
• Piutang jangka panjang ditujukan sebagai bagian pembiayaan proyek PLTU Cilacap milik<br />
SSP sebesar US$ 52.000.000 pada tanggal 28 Januari 2004, jatuh tempo 28 Januari 2013<br />
dengan tingkat bunga 12,907% per tahun. Bunga akan diterima dalam 15 (lima belas) kali<br />
angsuran semesteran mulai 28 Januari 2006 sampai dengan 28 Januari 2013. Piutang ini<br />
akan diangsur dalam 4 (empat) kali angsuran mulai 28 Juli 2011 sampai dengan 28 Januari<br />
2013. Piutang ini dijamin dengan L/C atau bank garansi yang diberikan kontraktor kepada<br />
SSP. Pemberian pinjaman ini telah disetujui dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar<br />
Biasa PJB tanggal 14 Januari 2004.<br />
• Piutang jangka pendek ditujukan sebagai pembiayaan letter of credit sebesar US$ 8.160.000,<br />
jatuh tempo 5 Juli 2005 dengan tingkat bunga 10% per tahun. Piutang berikut bunga telah<br />
diterima pelunasannya pada tanggal 23 Maret 2005.
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
CATATAN ATAS <strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003 – Lanjutan<br />
PJB juga memberikan pinjaman kepada PT Bajradaya Sentranusa (BDSN), jatuh tempo 7 Mei<br />
2005. Pemberian pinjaman tersebut ditujukan untuk restrukturisasi hutang BDSN. PJB<br />
membebankan bunga sesuai tingkat bunga yang berlaku di Bank DBS Indonesia untuk tahun<br />
2004 dan Bank Internasional Indonesia untuk tahun 2003. Sampai dengan tanggal penerbitan<br />
laporan keuangan, piutang ini masih dalam proses perpanjangan.<br />
Piutang kepada PT Geo Dipa Energi (GDE) merupakan pinjaman dana talangan untuk<br />
operasional GDE. Pinjaman ini tidak dikenakan bunga, tanpa jaminan dan jadual pengembalian<br />
pasti.<br />
Piutang direksi dan karyawan merupakan pinjaman pemilikan rumah tanpa bunga. Pelunasan<br />
piutang dilakukan melalui pemotongan gaji.<br />
9. AKTIVA TIDAK LANCAR LAIN-LAIN<br />
- 22 -<br />
2004 2003 *)<br />
Rp Rp<br />
Beban ditangguhkan - bersih<br />
Hak atas tanah dan lainnya 495.425.563.875 341.002.098.227<br />
Perangkat lunak 136.842.992.659 21.828.090.971<br />
Jumlah 632.268.556.534 362.830.189.198<br />
Biaya dibayar dimuka<br />
Program pensiun (Catatan 45) 166.418.000.000 173.626.000.000<br />
Sewa tanah dan gedung 13.231.231.250 4.815.004.541<br />
Lain-lain 41.528.661.145 45.389.992.703<br />
Jumlah 221.177.892.395 223.830.997.244<br />
Uang muka<br />
PT Central Java Power 706.212.798.936 101.114.410.770<br />
Proyek 21.353.042.198 -<br />
Jumlah 727.565.841.134 101.114.410.770<br />
Piutang lain-lain 52.742.173.253 -<br />
Jumlah 1.633.754.463.316 687.775.597.212<br />
*) Disajikan kembali - Catatan 50<br />
Uang muka kepada PT Central Java Power merupakan dana yang dikeluarkan Perusahaan<br />
sehubungan dengan fasilitas pendanaan PPN Impor untuk PLTU Tanjung Jati B (Catatan 49).
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
CATATAN ATAS <strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003 – Lanjutan<br />
10. KAS DAN SETARA KAS<br />
2004 2003<br />
Rp Rp<br />
Kas<br />
Bank<br />
Bank Mandiri<br />
60.207.260.337 81.768.383.297<br />
Rupiah 1.413.150.120.774 1.575.788.723.146<br />
US Dollar 43.597.342.047 130.426.713.877<br />
Yen 28.577.483.413 12.960.030.589<br />
Frank Swiss 6.598.252.203 5.495.104.988<br />
Euro 45.678.569.094 109.394.543.511<br />
Poundsterling<br />
Bank Negara Indonesia<br />
192.766.779 163.387.953<br />
Rupiah 1.957.503.962.218 1.534.844.734.193<br />
US Dollar 89.736.916.467 158.325.228.658<br />
Euro 14.644.426.658 10.988.241.164<br />
Frank Swiss<br />
Bank Rakyat Indonesia<br />
- 1.843.330.543<br />
Rupiah 1.128.466.774.819 2.058.619.827.345<br />
US Dollar 14.076.112.354 160.602.111.620<br />
Yen 11.010.781.480 17.683.732.526<br />
Euro<br />
Bank Bukopin<br />
41.790.481.467 139.327.097.626<br />
Rupiah 300.138.376.514 333.200.811.439<br />
US Dollar<br />
Bank Central Asia<br />
4.608.570.937 5.283.078.368<br />
Rupiah 171.335.426.154 49.294.708.391<br />
US Dollar<br />
Bank Pembangunan Daerah<br />
7.426.620.356 -<br />
Rupiah 204.220.095.023 66.592.591.012<br />
US Dollar 12.185.344.108 23.621.800.900<br />
Yen 34.709.101.726 38.866.356<br />
Bank Buana Indonesia 20.564.900.671 20.981.205.292<br />
Bank Artha Graha<br />
Bank International Indonesia<br />
15.345.338.890 33.818.686.370<br />
Rupiah 28.115.424.884 41.763.618.748<br />
US Dollar 388.273.320 384.735.181<br />
Euro 1.351.762.791 -<br />
Bank Tabungan Negara 12.076.419.497 30.604.778.875<br />
Bank Panin 22.881.801.789 17.905.051.354<br />
Bank Danamon 7.821.470.580 12.696.938.116<br />
Lippo Bank<br />
Citibank N.A.<br />
13.530.137.924 10.762.507.314<br />
Rupiah 991.150.647 1.719.704.603<br />
US Dollar 821.566.167 625.556.220<br />
Bank Muamalat 2.065.584.466 1.788.296.798<br />
Bank Tabungan Pensiunan Nasional 1.610.429.898 392.492.399<br />
Bank CIC International 137.347.802.456 2.116.975.041<br />
Bank Niaga 11.123.301.798 691.983.335<br />
Bank DBS Indonesia<br />
Bank NISP<br />
4.199.986.773 -<br />
Rupiah 5.495.777.654 1.230.565.259<br />
SGD 152.364.923 -<br />
Bank Mega 750.514 -<br />
Jumlah kas dan bank 5.875.739.030.570 6.653.746.142.407<br />
- 23 -
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
CATATAN ATAS <strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003 – Lanjutan<br />
2004 2003<br />
Rp Rp<br />
Setara kas - Deposito berjangka<br />
Bank Rakyat Indonesia<br />
Bank Negara Indonesia<br />
30.000.000.000 26.400.000.000<br />
Rupiah 17.592.498.200 26.665.445.400<br />
US Dollar 2.322.500.000 -<br />
Bank Bukopin 52.000.000.000 20.000.000.000<br />
Bank Mandiri 43.903.000.000 17.845.800.000<br />
Bank Pembangunan Daerah 20.000.000.000 -<br />
Citibank 12.500.000.000 10.000.000.000<br />
Bank NISP 9.000.000.000 -<br />
Bank Tugu 5.000.000.000 5.000.000.000<br />
Bank Bumiputera 5.000.000.000 -<br />
Jumlah deposito berjangka 197.317.998.200 105.911.245.400<br />
Jumlah Kas dan Setara Kas 6.073.057.028.770 6.759.657.387.807<br />
Tingkat bunga deposito berjangka per tahun<br />
Rupiah 3,8% - 8,34% 6% - 14,35%<br />
US Dollar 0,49% - 0,65% -<br />
11. INVESTASI JANGKA PENDEK<br />
2004 2003<br />
Rp Rp<br />
Deposito berjangka<br />
Bank Negara Indonesia<br />
Rupiah 137.000.000.000 115.000.000.000<br />
US Dollar<br />
Bank Mandiri<br />
27.870.000.000 25.395.000.000<br />
Rupiah 100.350.000.000 99.950.000.000<br />
US Dollar 8.361.000.000 7.618.500.000<br />
Bank Rakyat Indonesia 105.000.000.000 85.000.000.000<br />
Bank Bukopin 32.500.000.000 55.000.000.000<br />
Bank Tabungan Pensiunan Nasional<br />
Bank International Indonesia<br />
15.000.000.000 8.500.000.000<br />
Rupiah 13.000.000.000 13.000.000.000<br />
US Dollar 1.858.000.000 1.693.000.000<br />
Bank DBS Indonesia 9.000.000.000 -<br />
Bank Muamalat 2.000.000.000 2.000.000.000<br />
Jumlah 451.939.000.000 413.156.500.000<br />
Unit penyertaan<br />
Reksadana Melati - US Dollar 62.282.048.004 53.716.427.641<br />
Reksadana Ganesha Abadi 2.215.860.342 -<br />
Investasi lainnya 7.524.292.500 5.691.574.000<br />
Jumlah investasi jangka pendek 523.961.200.846 472.564.501.641<br />
Tingkat bunga deposito berjangka per tahun<br />
Rupiah 5,75% - 8,15% 6% - 14,35%<br />
US Dollar 0,49% - 0,65% 1% - 2,75%<br />
- 24 -
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
CATATAN ATAS <strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003 – Lanjutan<br />
Pada tanggal 31 Desember 2004, deposito berjangka sebesar Rp 10 miliar pada Bank Rakyat<br />
Indonesia, sebesar Rp 2,5 miliar pada Bank Bukopin dan sebesar Rp 3,35 miliar pada Bank<br />
Mandiri digunakan sebagai jaminan atas pinjaman modal kerja, pinjaman pembelian kendaraan<br />
bermotor koperasi karyawan IP dan jaminan pelaksanaan pekerjaan pembangunan PLTD Lirik.<br />
Reksadana Melati terdiri dari 49.285.514 unit dengan Nilai Aktiva Bersih (NAB) masing-masing<br />
sebesar US$ 6.737.565 dan US$ 6.377.351 pada tanggal 31 Desember 2004 dan 2003.<br />
Reksadana Ganesha Abadi terdiri dari 2.004.179 unit dengan NAB sebesar Rp 2.215.860.342<br />
pada tanggal 31 Desember 2004.<br />
Kenaikan NAB Reksadana sebesar US$ 360.214 dan Rp 215.860.342 tahun 2004 dan sebesar<br />
US$ 4.875.332 tahun 2003 dicatat sebagai pendapatan lain-lain.<br />
12. PIUTANG USAHA<br />
a. Berdasarkan langganan<br />
- 25 -<br />
2004 2003<br />
Rp Rp<br />
Umum 1.614.147.521.074 1.598.047.365.938<br />
Pemerintah 172.620.218.575 110.369.791.985<br />
<strong>Badan</strong> Usaha Milik Negara 36.808.445.652 45.186.795.096<br />
TNI dan Polri (Eks. ABRI) 229.585.784.344 148.599.959.835<br />
Jumlah 2.053.161.969.645 1.902.203.912.854<br />
Penyisihan piutang ragu-ragu (228.467.275.740) (53.391.037.926)<br />
Bersih 1.824.694.693.905 1.848.812.874.928<br />
b. Berdasarkan umur (hari)<br />
1 s/d 90 hari 1.047.685.808.555 1.202.358.608.980<br />
91 s/d 360 hari 696.333.264.375 512.598.738.681<br />
Lebih dari 361 hari 309.142.896.715 187.246.565.193<br />
Jumlah 2.053.161.969.645 1.902.203.912.854<br />
Penyisihan piutang ragu-ragu (228.467.275.740) (53.391.037.926)<br />
Bersih 1.824.694.693.905 1.848.812.874.928<br />
Mutasi penyisihan piutang ragu-ragu<br />
Saldo awal tahun (53.391.037.926) (70.610.667.961)<br />
Pemulihan (penambahan) (199.107.640.368) 10.814.657.695<br />
Penghapusan 24.031.402.554 6.404.972.340<br />
Saldo akhir tahun (228.467.275.740) (53.391.037.926)<br />
Dalam piutang usaha termasuk tagihan ke PT Polysindo Eka Perkasa yang dinyatakan pailit<br />
sesuai Keputusan Mahkamah Agung No. 01K/N/2005 tanggal 15 Pebruari 2005 sebesar<br />
Rp 108.461.674.611. Piutang ini terdiri dari tagihan rekening dan denda keterlambatan.<br />
Pada tahun 2003 penyisihan dihitung 3% dari saldo rata-rata piutang sesuai SK Menkeu<br />
No. 1460/KMK.04/1981 tanggal 23 Desember 1981. Selanjutnya pada tahun 2004, Perusahaan<br />
menetapkan penyisihan sebesar 3% atas saldo rata-rata piutang ditambah dengan 50% atas<br />
piutang dari pelanggan putus rampung setelah memperhitungkan uang jaminan langganan yang<br />
bersangkutan. Sehubungan dengan perubahan ini, penyisihan piutang ragu-ragu untuk tahun<br />
2004 meningkat sebesar Rp 175.814.478.393.
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
CATATAN ATAS <strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003 – Lanjutan<br />
Manajemen berpendapat bahwa penyisihan piutang ragu-ragu memadai untuk menutup kerugian<br />
yang mungkin timbul dari tidak tertagihnya piutang dan tidak terdapat risiko yang terkonsentrasi<br />
secara signifikan atas piutang usaha.<br />
Piutang usaha digunakan sebagai jaminan fasilitas pinjaman dan Obligasi PLN VI Tahun 1997<br />
(Catatan 25 dan 26).<br />
13. PIUTANG LAIN-LAIN<br />
2004 2003<br />
Rp Rp<br />
Pihak hubungan istimewa (Catatan 8)<br />
PT Sumber Segara Primadaya 77.217.241.333 -<br />
Direksi dan karyawan 139.791.078.761 185.960.801.619<br />
Jumlah 217.008.320.094 185.960.801.619<br />
Pihak ketiga<br />
Subsidi listrik 992.850.000.000 360.745.440.168<br />
Piutang bunga 1.530.022.598 2.885.894.798<br />
Lain-lain 203.280.440.684 72.965.029.025<br />
Jumlah 1.197.660.463.282 436.596.363.991<br />
Jumlah 1.414.668.783.376 622.557.165.610<br />
Manajemen berpendapat bahwa seluruh piutang lain-lain dapat tertagih sehingga penyisihan<br />
piutang ragu-ragu tidak perlu dibentuk.<br />
14. PERSEDIAAN<br />
- 26 -<br />
2004 2003<br />
Rp Rp<br />
Bahan bakar dan pelumas 1.390.943.982.078 1.396.773.137.989<br />
Transformator 25.006.981.744 26.110.535.175<br />
Switchgear dan jaringan 51.576.159.840 39.974.342.597<br />
Kabel 25.470.626.503 29.275.799.148<br />
Alat ukur, pembatas dan kontrol 86.202.013.926 68.625.259.665<br />
Persediaan umum 630.200.771.088 714.301.140.748<br />
Jumlah 2.209.400.535.179 2.275.060.215.322<br />
Penyisihan penurunan nilai (22.269.922.205) (21.999.356.458)<br />
Bersih 2.187.130.612.974 2.253.060.858.864<br />
Mutasi penyisihan penurunan nilai persediaan<br />
Saldo awal tahun (21.999.356.458) (17.793.851.210)<br />
Penambahan (844.855.291) (4.845.706.667)<br />
Penghapusan 574.289.544 640.201.419<br />
Saldo akhir tahun (22.269.922.205) (21.999.356.458)<br />
Manajemen berpendapat bahwa penyisihan penurunan nilai persediaan memadai untuk menutup<br />
risiko penurunan nilai persediaan. Perusahaan dan anak perusahaan tidak menutup asuransi atas<br />
persediaan terhadap risiko kemungkinan kerugian yang timbul atas persediaan.
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
CATATAN ATAS <strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003 – Lanjutan<br />
15. PAJAK DIBAYAR DIMUKA<br />
2004 2003<br />
Rp Rp<br />
Pajak penghasilan badan lebih bayar (Catatan 42)<br />
Perusahaan<br />
Tahun 2004 2.440.632.390 -<br />
Tahun 2003 5.998.804.938 5.998.804.938<br />
Tahun 2002<br />
Anak perusahaan<br />
365.747.295 478.747.295<br />
Tahun 2004 18.821.336.525 -<br />
Tahun 2003 22.693.375.063 27.881.407.766<br />
Tahun 2002 10.626.039.890 17.384.456.925<br />
Tahun 2001 - 8.599.320.288<br />
Pajak atas selisih penilaian kembali aktiva tetap 522.061.604 522.061.604<br />
Pajak penghasilan pasal 15 118.944.000 -<br />
Pajak pertambahan nilai 836.836.535 934.252.787<br />
Pajak penghasilan pasal 23 dalam peninjauan kembali 30.215.551.240 -<br />
Jumlah 92.639.329.480 61.799.051.603<br />
Pada tahun 2004, PJB menerima Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atas pajak<br />
penghasilan pasal 23 tahun 2002 sebesar Rp 30.215.551.240, sehubungan dengan bunga<br />
pinjaman PJB kepada Perusahaan. Kewajiban pajak tersebut telah dibayar oleh PJB. Perusahaan<br />
dalam surat No. 02523/547/DD.BDH/2005 tanggal 17 Mei 2005, mengajukan permohonan kepada<br />
Kantor Pelayanan Pajak untuk memperhitungkan jumlah tersebut dalam SKPLB tahun 2002,<br />
sehingga Perusahaan mencatat pembayaran tersebut sebagai pajak dibayar dimuka.<br />
16. BIAYA DIBAYAR DIMUKA DAN UANG MUKA<br />
2004 2003 *)<br />
Rp Rp<br />
Biaya dibayar dimuka<br />
Program pensiun (Catatan 45) 171.256.000.000 171.220.000.000<br />
Gaji dan tunjangan 185.877.433.658 169.836.712.681<br />
Premi asuransi 66.229.344.581 46.286.620.431<br />
Sewa 5.704.938.037 4.961.424.552<br />
Lain-lain 64.582.410.090 23.974.520.256<br />
Jumlah 493.650.126.366 416.279.277.920<br />
Uang muka<br />
Pembelian barang 27.811.067.865 52.109.978.702<br />
Lain-lain 41.793.640.256 43.503.499.702<br />
Jumlah 69.604.708.121 95.613.478.404<br />
Jumlah 563.254.834.487 511.892.756.324<br />
*) Disajikan kembali - Catatan 50<br />
- 27 -
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
CATATAN ATAS <strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003 – Lanjutan<br />
17. MODAL SAHAM<br />
Perusahaan mempunyai modal dasar sebesar Rp 63.000.000.000.000 yang terbagi atas<br />
63.000.000 saham dengan nilai nominal Rp 1.000.000 per saham.<br />
Berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa tanggal 18 Juli 2001, sebagaimana<br />
dinyatakan dalam akta No. 43 tanggal 26 Oktober 2001 dari Haryanto SH, notaris di Jakarta,<br />
pemegang saham menyetujui antara lain :<br />
• Melakukan kompensasi piutang Pemerintah sebesar Rp 28.781.354.789.452 yang berasal dari<br />
tunggakan bunga dan denda penerusan pinjaman Perusahaan menjadi tambahan penyertaan<br />
modal Pemerintah (Catatan 24). Kompensasi piutang menjadi penyertaan modal telah<br />
memperoleh persetujuan Menteri <strong>Keuangan</strong> Republik Indonesia sesuai surat<br />
No. S-352/MK.06/2001 tanggal 20 Juni 2001.<br />
• Meningkatkan modal ditempatkan dan disetor sebesar Rp 28.781.354.000.000, sehingga<br />
modal ditempatkan dan disetor Perusahaan menjadi sebesar Rp 46.107.154.000.000, terbagi<br />
atas 46.107.154 saham dengan nilai nominal Rp 1.000.000 per saham.<br />
Pada tanggal 1 Agustus 2001, tambahan penyertaan modal Pemerintah tersebut telah ditetapkan<br />
dalam Peraturan Pemerintah No. 61 tahun 2001. Seluruh saham Perusahaan dimiliki oleh<br />
Pemerintah Republik Indonesia.<br />
18. TAMBAHAN MODAL DISETOR<br />
Tambahan modal disetor merupakan bantuan yang diterima Perusahaan dari Pemerintah sejak<br />
pendirian yang statusnya belum ditetapkan, dengan rincian sebagai berikut :<br />
- 28 -<br />
2004 2003<br />
Rp Rp<br />
Bantuan proyek 14.064.949.755.194 13.170.717.454.724<br />
Dana Daftar Isian Proyek 7.377.627.484.882 6.660.477.826.390<br />
Bantuan Pemerintah Daerah dan lainnya<br />
Tunggakan bunga dan denda penerusan pinjaman<br />
87.884.338.687 32.638.170.294<br />
(Catatan 24) 789.452 789.452<br />
Jumlah 21.530.462.368.215 19.863.834.240.860<br />
Bantuan proyek merupakan penerimaan dana yang berasal dari bantuan luar negeri (project aid)<br />
untuk bidang kelistrikan yang diteruskan Pemerintah Republik Indonesia kepada Perusahaan.<br />
Dana Daftar Isian Proyek (DIP) merupakan penerimaan dari Pemerintah Republik Indonesia<br />
melalui DIP atas nama Departemen Pertambangan dan Energi untuk pembangunan kelistrikan.<br />
Bantuan Pemerintah Daerah antara lain berupa tanah dan jaringan listrik yang disumbangkan<br />
kepada Perusahaan.
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
CATATAN ATAS <strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003 – Lanjutan<br />
19. SELISIH PENILAIAN KEMBALI AKTIVA TETAP<br />
Pada tahun 2002, Perusahaan melakukan penilaian kembali aktiva tetap untuk posisi 1 Januari<br />
2002.<br />
Perhitungan selisih penilaian kembali aktiva tetap tersebut adalah sebagai berikut :<br />
- 29 -<br />
2004 2003 *)<br />
Rp Rp<br />
Selisih antara jumlah tercatat dengan nilai penilaian<br />
kembali aktiva tetap 77.957.725.675.489 77.957.725.675.489<br />
PPh final, surat keputusan tanggal 21 Januari 2003 (3.653.973.060.652) (3.653.973.060.652)<br />
Penyesuaian PPh final sesuai surat keputusan tanggal<br />
12 Nopember 2003 (Catatan 30) (24.813.927.700) (24.813.927.700)<br />
Pengaruh pajak tangguhan 2.810.161.726.796 2.810.161.726.796<br />
Keuntungan penjualan aktiva tetap ditangguhkan 551.457.665.055 551.457.665.055<br />
Selisih penilaian kembali aktiva tetap 77.640.558.078.988 77.640.558.078.988<br />
*) Disajikan kembali - Catatan 50<br />
Keuntungan penjualan aktiva tetap ditangguhkan merupakan keuntungan atas pengalihan aktiva<br />
tetap Perusahaan kepada PLN Batam dan ICON, anak perusahaan yang telah dinilai kembali<br />
pada tahun 2002 sehingga keuntungan ditangguhkan tersebut diperhitungkan dalam selisih<br />
penilaian kembali aktiva tetap.<br />
20. SELISIH TRANSAKSI PERUBAHAN EKUITAS ANAK PERUSAHAAN<br />
Akun ini merupakan bagian Perusahaan atas perubahan ekuitas anak perusahaan yang berasal<br />
dari selisih penilaian kembali aktiva tetap anak perusahaan (Catatan 19).<br />
2004 2003 *)<br />
Rp Rp<br />
PT Indonesia Power 33.276.452.968.745 33.276.452.968.745<br />
PT Pembangkitan Jawa Bali 26.408.106.705.176 26.408.106.705.176<br />
PT Pelayanan Listrik Nasional Batam 208.463.018.215 208.463.018.215<br />
PT Indonesia Comnets Plus 22.556.309.687 22.556.309.687<br />
PT Artha Daya Coalindo 115.531.431 115.531.431<br />
Jumlah 59.915.694.533.254 59.915.694.533.254<br />
*) Disajikan kembali - Catatan 50
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
CATATAN ATAS <strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003 – Lanjutan<br />
21. PENDAPATAN DITANGGUHKAN<br />
Akun ini merupakan penerimaan dari pelanggan sehubungan dengan penyambungan baru dan<br />
penambahan daya listrik pelanggan, dengan rincian sebagai berikut :<br />
- 30 -<br />
2004 2003<br />
Rp Rp<br />
Saldo awal tahun 4.521.359.822.036 3.998.868.453.251<br />
Penambahan tahun berjalan 1.010.291.510.736 864.748.202.218<br />
Diakui sebagai pendapatan tahun berjalan (387.082.924.469) (342.256.833.433)<br />
Saldo akhir tahun 5.144.568.408.303 4.521.359.822.036<br />
22. UANG JAMINAN LANGGANAN<br />
Akun ini merupakan uang jaminan langganan yang nilainya ditentukan berdasarkan besar daya<br />
dan golongan tarif. Uang jaminan langganan akan dikembalikan apabila pelanggan berhenti<br />
menjadi pelanggan, dengan memperhitungkan jumlah rekening listrik yang belum dibayar, dengan<br />
rincian sebagai berikut :<br />
2004 2003<br />
Rp Rp<br />
Saldo awal tahun 2.972.289.737.311 2.633.024.822.467<br />
Penambahan tahun berjalan - bersih 377.852.600.095 339.264.914.844<br />
Saldo akhir tahun 3.350.142.337.406 2.972.289.737.311<br />
23. PENERUSAN PINJAMAN (TWO-STEP LOANS)<br />
Akun ini merupakan pinjaman luar negeri Pemerintah Republik Indonesia yang diteruskan kepada<br />
Perusahaan. Penerusan pinjaman ini digunakan untuk membiayai proyek-proyek Perusahaan dan<br />
tidak diikat jaminan.
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
CATATAN ATAS <strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003 – Lanjutan<br />
Penerusan pinjaman terdiri dari :<br />
2004<br />
Jadual<br />
Bagian jatuh tempo Bagian pengembalian<br />
Jumlah dalam satu tahun jangka panjang Tingkat bunga Tahun<br />
Rp Rp Rp %<br />
International Bank for Reconstruction<br />
and Development (IBRD)<br />
Rupiah 1,951,709,375,291 312,804,052,356 1,638,905,322,935 IBRD + (1,65 - 3,25) 1983-2013<br />
US Dollar<br />
Asian Development Bank (ADB)<br />
4,537,517,592,100 627,370,562,344 3,910,147,029,756 IBRD + 0,35 1994-2016<br />
Rupiah 2,460,535,950,177 196,150,312,217 2,264,385,637,960 ADB + (1,75 - 3,50) 1983-2016<br />
US Dollar<br />
Kreditanstalt Fur Wiederaufbau,<br />
Jerman (KFW)<br />
1,952,774,414,941 112,009,724,199 1,840,764,690,742 ADB + 0,35 1995-2015<br />
Rupiah 717,466,328,362 176,532,766,758 540,933,561,604 3,50 + 10,00 1980-2014<br />
DEM 324,955,596,793 50,870,822,953 274,084,773,840 12 - 25 1995-2020<br />
EUR<br />
United Stated Agency for International<br />
222,676,025,386 18,556,335,534 204,119,689,852 + 0,5 2003-2016<br />
Development (USAID) 4,173,551,482 785,753,990 3,387,797,492 3 1979-2009<br />
Swiss Confederation<br />
Export-Import Bank of The United States<br />
(US Bank Exim)<br />
14,357,947,301 14,357,947,301 - 4.75 1983-2005<br />
Rupiah 68,292,760,966 26,525,586,629 41,767,174,337 8,75 atau SBI + 0,06 1985-2008<br />
US Dollar<br />
The Export-Import Bank of Japan<br />
186,319,049,329 53,234,014,135 133,085,035,194 6,89 - 6,95 1987-2008<br />
Rupiah 65,207,693,443 32,517,157,476 32,690,535,967 SBI + 1 1995-2006<br />
JPY 1,389,161,077,653 436,264,864,170 952,896,213,483 4,55 - 4,65 1995-2007<br />
Meespierson NV Belanda<br />
Generale Bank S.A., Belgia dan Barclay<br />
Bank PLC<br />
5,517,229,835 4,457,610,579 1,059,619,256 SBI + 1 1995-2006<br />
Rupiah 23,594,473,234 9,437,850,079 14,156,623,155 SBI + 1 1994-2007<br />
BEF 11,579,125,184 4,834,981,659 6,744,143,526 6,95 1996-2008<br />
Midland Bank Public Limited Company 262,741,913,223 16,334,130,859 246,407,782,364 SBI + 1 1996-2007<br />
Konsorsium Bank Swiss<br />
Banque Paribas<br />
275,803,710,416 110,321,484,166 165,482,226,250 SBI + 1 1995-2007<br />
Rupiah 30,039,924,287 13,865,507,059 16,174,417,228 SBI + 1 1995-2007<br />
GBP 325,367,596,983 5,979,535,095 319,388,061,888 7.70 1995-2007<br />
FRF 15,102,923,090 10,068,615,484 5,034,307,606 6,54 1995-2006<br />
EUR<br />
Ryoshin International (Hongkong)<br />
209,131,017,015 17,955,983,984 191,175,033,031 3,34 - 0,5 2005-2022<br />
Limited<br />
Bank Austria Aktiengesellschaft<br />
33,487,268,308 13,394,907,324 20,092,360,984 SBI + 1 1995-2007<br />
Rupiah 17,552,424,263 7,021,971,808 10,530,452,455 SBI + 1 1995-2007<br />
ATS 154,856,826,549 32,108,079,546 122,748,747,003 3,85 + 1,2 1995-2013<br />
Bank of China 5,936,246,532 1,978,748,844 3,957,497,688 SBI + 1 1995-2007<br />
Sumisho Leasing - US Dollar 89,137,420,560 80,804,505,073 8,332,915,487 LIBOR + 1,19 1995-2007<br />
Nebula Leasing - US Dollar 282,095,372,683 106,678,195,245 175,417,177,438 LIBOR + 1,19 1995-2007<br />
Mitsui Leasing - US Dollar 35,228,922,571 11,635,318,587 23,593,603,984 LIBOR + 1,195 1996-2008<br />
Islamic Development Bank - US Dollar 26,369,958,749 13,312,137,422 13,057,821,326 7.85 1996-2020<br />
West Merchant Bank Limited - GBP 174,030,863,850 49,723,103,588 124,307,760,262 5.85 1996-2007<br />
Banque National - FRF 14,718,932,152 9,302,821,863 5,416,110,289 6.83 1998-2006<br />
ABN AMRO N.V. - NLG 690,853,268,350 198,737,946,926 492,115,321,424 6.95 1995-2007<br />
JBIC IP 5112 - SLA 1163 49,347,278,925 - 49,347,278,925 1.80 2013-2033<br />
Efic Australia - AUD 183,762,097,697 10,500,694,617 173,261,403,080 3.85 1997-2022<br />
Jumlah 16,811,402,157,678 2,786,434,029,869 14,024,968,127,809<br />
- 31 -
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
CATATAN ATAS <strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003 – Lanjutan<br />
2003<br />
Bagian jatuh tempo Bagian Jadual<br />
Jumlah dalam satu tahun jangka panjang Tingkat bunga pengembalian<br />
Rp Rp Rp % Tahun<br />
International Bank for Reconstruction<br />
and Development (IBRD)<br />
Rupiah 2,240,732,857,122 316,258,656,744 1,924,474,200,378 IBRD + (1,65 - 3,25) 1983-2013<br />
US Dollar<br />
Asian Development Bank (ADB)<br />
4,337,233,121,554 369,030,292,293 3,968,202,829,261 IBRD + 0,35 1994-2016<br />
Rupiah 2,622,751,294,497 183,728,218,760 2,439,023,075,737 ADB + (1,75 - 3,50) 1983-2016<br />
US Dollar<br />
Kreditanstalt Fur W iederaufbau,<br />
Jerman (KFW)<br />
1,804,456,219,741 102,084,134,330 1,702,372,085,411 ADB + 0,35 1995-2015<br />
Rupiah 896,079,822,566 199,759,450,395 696,320,372,171 3,50 + 10,00 1980-2014<br />
DEM<br />
United Stated Agency for International<br />
280,243,355,262 40,217,674,830 240,025,680,432 12 - 25 1995-2020<br />
Development (USAID) 4,936,252,822 762,701,341 4,173,551,481 3 1979-2009<br />
Swiss Confederation<br />
Export-Import Bank of The United States<br />
(US Bank Exim)<br />
28,715,894,599 14,357,947,302 14,357,947,297 4.75 1983-2005<br />
Rupiah 94,818,347,592 26,525,586,629 68,292,760,963 8,75 atau SBI + 0,06 1985-2008<br />
US Dollar<br />
The Export-Import Bank of Japan<br />
218,281,695,815 67,127,606,772 151,154,089,043 6,89 - 6,95 1987-2008<br />
Rupiah 97,724,850,927 55,047,063,774 42,677,787,153 SBI + 1 1995-2006<br />
JPY 1,781,199,752,382 568,122,362,887 1,213,077,389,495 4,55 - 4,65 1995-2007<br />
Meespierson NV Belanda<br />
Generale Bank S.A., Belgia dan Barclay<br />
Bank PLC<br />
7,636,468,231 4,457,610,609 3,178,857,622 SBI + 1 1995-2006<br />
Rupiah 33,032,323,314 9,437,850,080 23,594,473,234 SBI + 1 1994-2007<br />
BEF 10,228,790,368 2,285,553,099 7,943,237,269 6,95 1996-2008<br />
Midland Bank Public Limited Company 279,050,177,903 16,341,286,958 262,708,890,945 SBI + 1 1996-2007<br />
Konsorsium Bank Swiss<br />
Banque Paribas<br />
386,125,194,582 110,321,484,166 275,803,710,416 SBI + 1 1995-2007<br />
Rupiah 43,835,069,343 13,865,507,055 29,969,562,288 SBI + 1 1995-2007<br />
GBP 300,541,463,040 9,151,929,083 291,389,533,957 7,7 1995-2007<br />
FRF<br />
Ryoshin International (Hongkong)<br />
179,178,886,714 1,449,799,132 177,729,087,582 6,54 1995-2006<br />
Limited<br />
Bank Austria Aktiengesellschaft<br />
46,882,175,632 13,394,907,324 33,487,268,308 SBI + 1 1995-2007<br />
Rupiah 24,573,383,167 7,020,985,904 17,552,397,263 SBI + 1 1995-2007<br />
ATS 138,727,978,687 28,289,291,490 110,438,687,197 3,85 + 1,2 1995-2013<br />
Bank of China 7,914,995,379 989,374,425 6,925,620,954 SBI + 1 1995-2007<br />
Sumisho Leasing - US Dollar 162,444,737,941 59,551,934,916 102,892,803,025 LIBOR + 1,19 1995-2007<br />
Nebula Leasing - US Dollar 354,252,007,476 97,205,592,015 257,046,415,461 LIBOR + 1,19 1995-2007<br />
Mitsui Leasing - US Dollar 39,234,230,575 10,700,244,497 28,533,986,078 LIBOR + 1,195 1996-2008<br />
Islamic Development Bank - US Dollar 36,158,482,326 12,179,265,656 23,979,216,670 7.85 1996-2020<br />
West Merchant Bank Limited - GBP 188,568,414,125 43,818,722,507 144,749,691,618 5.85 1996-2007<br />
Banque National - FRF 19,566,053,739 7,826,419,833 11,739,633,906 6.83 1998-2006<br />
ABN AMRO N.V. - NLG 757,220,978,078 174,597,717,967 582,623,260,111 6.95 1995-2007<br />
Efic Australia - AUD 162,957,270,530 1,890,774,408 161,066,496,122 3.85 1997-2022<br />
Jumlah 17,585,302,546,029 2,567,797,947,181 15,017,504,598,848<br />
- 32 -
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
CATATAN ATAS <strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003 – Lanjutan<br />
24. HUTANG KEPADA PEMERINTAH<br />
- 33 -<br />
2004 2003<br />
Rp Rp<br />
Rekening dana investasi No. RDI-393/DP3/2001 4.700.682.223.935 4.994.474.863.000<br />
Rekening dana investasi No. RDI-298/DP3/1996 80.500.000.000 103.500.000.000<br />
Rekening dana investasi No. RDI-324A/DP3/1997 - 126.996.112.029<br />
Jumlah 4.781.182.223.935 5.224.970.975.029<br />
Dikurangi bagian jatuh tempo dalam satu tahun<br />
Rekening dana investasi No. RDI-393/DP3/2001 293.792.634.768 293.792.636.916<br />
Rekening dana investasi No. RDI-298/DP3/1996 23.000.000.000 23.000.000.000<br />
Rekening dana investasi No. RDI-324A/DP3/1997 - 126.996.112.029<br />
Jumlah 316.792.634.768 443.788.748.945<br />
Bagian jangka panjang 4.464.389.589.167 4.781.182.226.084<br />
Rekening Dana Investasi No. RDI-393/ DP3/2001<br />
Pada tanggal 20 Juni 2000, Perusahaan dan Pemerintah menyetujui restrukturisasi tunggakan<br />
angsuran pokok penerusan pinjaman sebesar Rp 5.288.267.504.344 sesuai dengan Surat Menteri<br />
<strong>Keuangan</strong> Republik Indonesia No. S-352/MK.06/2001 menjadi pinjaman berjangka waktu 20 (dua<br />
puluh) tahun termasuk tenggang waktu 2 (dua) tahun. Pinjaman ini dikenakan bunga 4% per<br />
tahun dan tanpa jaminan. Pinjaman ini dibayar secara angsuran setiap semester sebesar<br />
Rp 146.896.319.565 sampai dengan 30 Juli 2021.<br />
Pemerintah juga menyetujui tunggakan denda dan bunga sebesar Rp 28.781.354.789.452<br />
menjadi tambahan penyertaan modal Pemerintah pada Perusahaan. Pada tanggal 1 Agustus<br />
2001, tambahan penyertaan modal Pemerintah tersebut telah ditetapkan dalam Peraturan<br />
Pemerintah No. 61 tahun 2001. Selisih antara tambahan penyertaan modal Pemerintah dan<br />
peningkatan modal disetor sebesar Rp 789.452 disajikan sebagai tambahan modal disetor<br />
(Catatan 18).<br />
Rekening Dana Investasi No. RDI-298/DP3/1996<br />
Perusahaan memperoleh fasilitas pinjaman investasi sebesar Rp 230 milliar, jangka waktu 12<br />
(dua belas) tahun termasuk 2 (dua) tahun masa tenggang dari Pemerintah Republik Indonesia.<br />
Pinjaman ini digunakan untuk pembiayaan uang muka kredit ekspor dalam rangka pembangunan<br />
PLTGU Muara Tawar dan dibayar secara angsuran setiap semester sebesar Rp 11,5 miliar<br />
sampai dengan 13 Maret 2008. Pinjaman ini dikenakan bunga 9% per tahun untuk periode<br />
6 (enam) tahun pertama dan untuk periode selanjutnya dikenakan bunga sesuai tingkat bunga<br />
rata-rata 3 (tiga) bulanan Sertifikat Bank Indonesia selama 6 (enam) bulan periode sebelumnya.<br />
Rekening Dana Investasi No. RDI-324A/DP3/1997<br />
Pada tanggal 31 Desember 1996, Perusahaan dan Pemerintah menyetujui restrukturisasi<br />
tunggakan angsuran pokok dan bunga penerusan pinjaman yang jatuh tempo sampai dengan<br />
30 Juni 1996. Sesuai dengan Surat Direktur Jenderal Lembaga <strong>Keuangan</strong><br />
No. S-1398/MK.17/1996, tunggakan pokok sampai dengan tanggal 30 Juni 1996 sebesar<br />
Rp 742.954.643.482 diangsur setiap semester sebesar Rp 74.295.464.348 sampai dengan 15 Juli<br />
2001 dengan tingkat bunga sebesar 14,5% per tahun. Tunggakan bunga masa tenggang dan
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
CATATAN ATAS <strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003 – Lanjutan<br />
bunga berjalan sebesar Rp 759.805.914.973 diangsur setiap semester dalam jumlah yang<br />
berbeda sampai dengan 15 Juli 2004.<br />
25. HUTANG BANK<br />
- 34 -<br />
2004 2003<br />
Rp Rp<br />
Bank Mandiri 30.000.000.000 60.000.000.000<br />
Bank Rakyat Indonesia 37.297.423.805 59.912.271.004<br />
Bank Negara Indonesia 10.500.000.000 21.000.000.000<br />
Bank Bukopin 1.866.654.620 4.334.135.700<br />
Bank DBS Indonesia 160.000.000.000 -<br />
Bank Internasional Indonesia - 124.000.000.000<br />
Jumlah 239.664.078.425 269.246.406.704<br />
Dikurangi bagian jatuh tempo dalam satu tahun<br />
Bank Mandiri 30.000.000.000 30.000.000.000<br />
Bank Rakyat Indonesia 37.297.423.805 32.412.271.004<br />
Bank Negara Indonesia 10.500.000.000 10.500.000.000<br />
Bank Bukopin 1.866.654.620 2.455.364.092<br />
Bank DBS Indonesia 160.000.000.000 -<br />
Bank Internasional Indonesia - 124.000.000.000<br />
Jumlah 239.664.078.425 199.367.635.096<br />
Bagian jangka panjang - 69.878.771.608<br />
Bank Mandiri<br />
Perusahaan memperoleh fasilitas pinjaman investasi sebesar Rp 300 miliar, jatuh tempo<br />
23 Desember 2005 dengan bunga tahunan sebesar suku bunga deposito 6 (enam) bulanan<br />
ditambah 2,5%. Pinjaman ini dibayar kembali dalam 20 (dua puluh) angsuran semesteran sebesar<br />
Rp 15 miliar. Pinjaman ini dijamin dengan piutang usaha atau tanah dan bangunan apabila<br />
jaminan yang disebutkan sebelumnya tidak dapat dipenuhi.<br />
Perusahaan diwajibkan memenuhi batasan tertentu yang harus mendapatkan persetujuan tertulis<br />
dari Bank Mandiri, antara lain: melakukan merger, akuisisi, penjualan asset dan go public;<br />
mengadakan perikatan jaminan dengan pihak lain dan atau menjaminkan kekayaan Perusahaan<br />
dan melakukan pelepasan atau pengalihan atas jaminan fasilitas kredit ini.<br />
Bank Rakyat Indonesia<br />
Perusahaan memperoleh fasilitas pinjaman investasi sebesar Rp 275 miliar, jatuh tempo<br />
28 Desember 2005 dengan tingkat bunga per tahun sebesar tingkat bunga deposito untuk<br />
6 (enam) bulan ditambah 2%. Pinjaman ini dibayar dalam 20 (dua puluh) angsuran semesteran<br />
sebesar Rp 13,75 miliar. Pinjaman ini dijamin dengan piutang usaha. Tanpa persetujuan tertulis<br />
dari Bank Rakyat Indonesia, Perusahaan tidak diperbolehkan menggunakan kredit diluar<br />
pembiayaan proyek yang tercantum dalam perjanjian dan mengajukan permohonan pailit atau<br />
penundaan pembayaran kepada instansi atau pengadilan negeri.<br />
ADC, anak perusahaan IP, memperoleh fasilitas pinjaman rekening koran masing-masing sebesar<br />
Rp 9,8 miliar tahun 2004 dan Rp 5 miliar tahun 2003, tingkat bunga 10% per tahun, jatuh tempo
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
CATATAN ATAS <strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003 – Lanjutan<br />
8 Agustus 2005. Pinjaman ini dijamin dengan deposito berjangka ADC sebesar Rp 10 miliar pada<br />
bank yang sama<br />
Bank Negara Indonesia<br />
Perusahaan memperoleh fasilitas pinjaman investasi sebesar Rp 105 miliar, jatuh tempo<br />
22 Desember 2005 dengan tingkat bunga per tahun sebesar tingkat bunga deposito berjangka<br />
untuk 6 (enam) bulan ditambah 1,75%. Pinjaman ini dibayar dalam 20 (dua puluh) angsuran<br />
semesteran sebesar Rp 5,25 miliar.<br />
Bank Bukopin<br />
CDB, anak perusahaan IP, memperoleh fasilitas pinjaman investasi sebesar Rp 8 miliar, jatuh<br />
tempo 10 Agustus 2005, tingkat bunga per tahun 15% - 16,5% tahun 2004 dan 16,50% - 19,50%<br />
tahun 2003. Pinjaman ini dibayar kembali dalam 44 (empat puluh empat) angsuran bulanan.<br />
Pinjaman ini dijamin dengan jaminan fidusia atas tagihan CDB kepada PT Para Bandung<br />
Propertindo Rp 2 miliar, tagihan kepada IP dan JOB Pertamina masing-masing sebesar<br />
Rp 1 milliar dan aktiva tetap CBD.<br />
Bank DBS Indonesia<br />
Pada tahun 2004, PJB memperoleh fasilitas kredit berulang maksimum sebesar Rp 160 miliar,<br />
jatuh tempo pada 13 Juli 2005 dan dapat diperpanjang kembali. Pinjaman ini dikenakan bunga<br />
sebesar 10,93% per tahun dan dijamin dengan piutang usaha PJB kepada Perusahaan sebesar<br />
150% dari jumlah maksimum pinjaman.<br />
PJB diwajibkan mengirim pemberitahuan tertulis kepada bank setiap akan melakukan<br />
pembayaran dividen, penggantian susunan pengurus, mengubah anggaran dasar, rencana<br />
investasi, pinjaman baru, pengeluaran modal lebih dari Rp 10 miliar, mengganti struktur dan<br />
lingkup usaha. Selain itu juga PJB diwajibkan memenuhi rasio keuangan debt service coverage<br />
minimal 150%, interest service coverage minimal 200%, debt to EBITDA maksimal 200% dan nilai<br />
jaminan tidak kurang dari 150% dari maksimum pinjaman.<br />
Bank Internasional Indonesia<br />
Pada tahun 2003, PJB memperoleh fasilitas pinjaman promes berulang dan rekening koran<br />
masing-masing sebesar Rp 124 miliar dan Rp 1 miliar, tingkat bunga 12% per tahun. Pinjaman ini<br />
telah dilunasi pada tanggal 16 Juli 2004.<br />
26. HUTANG OBLIGASI<br />
Rincian hutang obligasi adalah sebagai berikut :<br />
- 35 -
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
CATATAN ATAS <strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003 – Lanjutan<br />
No. Seri<br />
Jumlah Nilai Obligasi<br />
lembar Denominasi 2004 2003<br />
Rp Rp Rp<br />
PLN VII Tahun 2004 150.000 10.000.000 1.500.000.000.000 -<br />
PLN VI Tahun 1997<br />
PLN VI.A.Q.0001 - PLN VI.A.Q.0016 16 1.000.000.000 16.000.000.000 16.000.000.000<br />
PLN VI.B.N.0001 - PLN VI.B.N.0200 200 50.000.000 10.000.000.000 10.000.000.000<br />
PLN VI.B.0201 - PLN VI.B.0.596 395 100.000.000 39.500.000.000 39.500.000.000<br />
PLN VI.B.P.596 - PLN VI.B.P.095 500 500.000.000 250.000.000.000 250.000.000.000<br />
PLN VI.A.Q.1.096 - PLN VI.B.Q.1.379 284 1.000.000.000 284.000.000.000 284.000.000.000<br />
PLN VI.C.0.0001 - PLN VI.C.0.0005 5 100.000.000 500.000.000 500.000.000<br />
Jumlah 151.400 2.100.000.000.000 600.000.000.000<br />
Biaya emisi obligasi belum diamortisasi (9.912.685.058) -<br />
Bersih 2.090.087.314.942 600.000.000.000<br />
Obligasi PLN VII Tahun 2004<br />
Pada tanggal 11 November 2004, Perusahaan menerbitkan “Obligasi PLN VII Tahun 2004”<br />
dengan nilai Rp 1,5 triliun untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun atau jatuh tempo pada tahun<br />
2014 dengan tingkat bunga tetap sebesar 12,25% per tahun. Bunga dibayarkan setiap tiga bulan<br />
dimulai pada tanggal 11 Pebruari 2005 dan terakhir pada tanggal 11 November 2014, yang juga<br />
merupakan tanggal pelunasan pokok Obligasi. Obligasi ini dicatatkan pada Bursa Efek Surabaya<br />
pada tanggal 12 Nopember 2004.<br />
Dalam penerbitan Obligasi ini, Bank Mandiri bertindak sebagai wali amanat, berdasarkan Akta<br />
Perjanjian Perwaliamanatan No. 9 tanggal 1 Oktober 2004 dari Imas Fatimah S.H, notaris di<br />
Jakarta, terakhir diubah dengan akta No. 55 tanggal 26 Oktober 2004 dari notaris yang sama.<br />
Perjanjian perwaliamanatan menetapkan antara lain bahwa satu tahun sejak tanggal emisi,<br />
Perusahaan dapat membeli kembali (buy back) sebagian atau seluruh Obligasi ini sebelum<br />
tanggal pelunasan pokok obligasi.<br />
Obligasi ini digunakan untuk membiayai kembali (refinance) proyek PLTG Muara Tawar. Obligasi<br />
ini dijamin dengan seluruh aktiva Perusahaan. Hak pemegang obligasi adalah paripassu tanpa<br />
preferen dengan hak-hak kreditur lain.<br />
Perusahaan tanpa persetujuan tertulis dari wali amanat tidak akan melakukan antara lain<br />
menjaminkan harta kekayaan Perusahaan; memberikan penjaminan; memberikan pinjaman,<br />
mengadakan penggabungan, konsolidasi dan akuisisi yang menyebabkan Perusahaan bubar;<br />
mengalihkan aktiva tetap; memberikan izin kepada anak perusahaan untuk memberikan pinjaman<br />
kepada atau melakukan investasi; menerbitkan obligasi yang memiliki kedudukan lebih tinggi dari<br />
kedudukan obligasi yang diterbitkan; mengubah bidang usaha; mengurangi modal dasar; modal<br />
ditempatkan dan disetor. Selain itu Perusahaan juga diwajibkan memenuhi rasio keuangan antara<br />
kewajiban dengan jumlah aktiva tidak melebihi dari 80% dan antara laba sebelum beban bunga,<br />
pajak dan penyusutan dan amortisasi (termasuk hitungan aktuaria imbalan kerja) - (EBITDA)<br />
dengan beban bunga lebih kecil dari 2 : 1.<br />
Berdasarkan hasil pemeringkatan yang dilakukan oleh PT Pemeringkat Efek Indonesia, peringkat<br />
Obligasi ini adalah A (Single A) pada tanggal 31 Desember 2004.<br />
Obligasi PLN VI Tahun 1997<br />
Pada tahun 1997, Perusahaan menerbitkan 1.400 lembar Obligasi PLN VI Tahun 1997 Seri A,<br />
Seri B dan Seri C dengan nilai Rp 600 miliar, tingkat bunga tetap dan mengambang dan jangka<br />
- 36 -
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
CATATAN ATAS <strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003 – Lanjutan<br />
waktu 10 (sepuluh) tahun atau jatuh tempo 8 Agustus 2007. Obligasi tersebut dicatatkan pada<br />
Bursa Efek Surabaya pada tanggal 12 Agustus 1997.<br />
Dalam penerbitan Obligasi PLN VI Tahun 1997, Bank Mandiri bertindak sebagai wali amanat,<br />
berdasarkan Akta Perjanjian Perwaliamanatan No. 61 tanggal 19 Mei 1997 dari S.P. Henny<br />
Singgih, S.H, notaris di Jakarta, terakhir diubah dengan akta No. 7 tanggal 3 Pebruari 2000 dari<br />
notaris yang sama. Perjanjian perwaliamanatan mengatur antara lain perhitungan tingkat bunga<br />
sebagai berikut :<br />
a. Bunga Obligasi Seri A ditetapkan dengan tingkat bunga tetap selama 10 (sepuluh) tahun<br />
atas dasar swap Rupiah 10 (sepuluh) tahun dari Asean Interest Rate Swap dari Reuter page<br />
EROT, ditambah premi sebesar 1,4%.<br />
- 37 -
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
CATATAN ATAS <strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003 – Lanjutan<br />
b. Bunga Obligasi Seri B ditetapkan berdasarkan rata-rata bunga deposito Rupiah berjangka<br />
6 (enam) bulan pada Bank Negara Indonesia, Bank Tabungan Negara, Bank Mandiri, Bank<br />
Niaga dan Bank Permata (d/h Bank Bali) yang dihitung selama 5 hari kerja sebelum<br />
penentuan tingkat bunga obligasi, ditambah premi tetap sebesar 1%.<br />
c. Bunga Obligasi seri C ditetapkan berdasarkan IRSOR 6 (enam) bulan yang dihitung secara<br />
rata-rata selama 5 hari kerja sebelum penentuan tingkat bunga obligasi, ditambah premi<br />
tetap sebesar 1,4%.<br />
Bunga dibayarkan setiap semester dimulai pada tanggal 20 Januari 1998. Obligasi ini jatuh tempo<br />
pada tanggal 8 Agustus 2007.<br />
Obligasi ini digunakan untuk membiayai proyek transmisi dan gardu induk di Jakarta, Jawa Barat,<br />
Jawa Tengah dan Jawa Timur. Obligasi ini dijamin dengan piutang usaha Perusahaan dan tanah<br />
berikut bangunan diatasnya. Tanah dan bangunan tersebut meliputi :<br />
• HGB No. 4119/Kayu Putih, Kelurahan Kayu Putih, Kecamatan Pulo Gadung, Jakarta.<br />
• HGB No. 1289/Kuningan Timur, Kelurahan Kuningan Timur, Kecamatan Setiabudi, Jakarta.<br />
• HGB No. 670/Kuningan Timur, Kelurahan Kuningan Timur, Kecamatan Setiabudi, Jakarta.<br />
• HGB No. 348/Kota Bambu, Kelurahan Kota Bambu, Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta.<br />
• HGB No. 1083/Gunung, Kelurahan Gunung, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta.<br />
• HGB No. 298/Gambir, Kelurahan Gambir, Kecamatan Gambir, Jakarta.<br />
Berdasarkan Rapat Umum Pemegang Obligasi (RUPO) sebagaimana dinyatakan dalam akta<br />
No. 23 tanggal 14 Juli 2004 dari Imas Fatimah SH, notaris di Jakarta, para pemegang obligasi<br />
menyetujui antara lain :<br />
• Perusahaan menarik seluruh jaminan tanah dan bangunan serta sebagian piutang usaha.<br />
Selanjutnya Obligasi ini dijamin dengan piutang usaha sebesar 120% dari pokok obligasi.<br />
• Perusahaan membayar tambahan premi bunga sebesar 0,25% untuk satu kali pembayaran<br />
bunga yang dibayarkan sesudah pelaksanaan RUPO.<br />
Perusahaan diwajibkan memenuhi rasio keuangan antara laba sebelum beban bunga, pajak dan<br />
penyusutan dan amortisasi (EBITDA) dengan beban bunga lebih kecil dari 2 : 1.<br />
Berdasarkan hasil pemeringkatan yang dilakukan oleh PT Pemeringkat Efek Indonesia, peringkat<br />
Obligasi ini adalah idA- (Single A Minus) pada tanggal 31 Desember 2004.<br />
- 38 -
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
CATATAN ATAS <strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003 – Lanjutan<br />
27. HUTANG LISTRIK SWASTA (<strong>INDEPENDEN</strong>T POWER PRODUCER)<br />
Akun ini merupakan hutang usaha yang direstrukturisasi dengan penyedia listrik swasta<br />
(Catatan 49) dengan rincian sebagai berikut :<br />
2004 2003 *)<br />
Rp Rp<br />
a. Berdasarkan pemasok<br />
PT Paiton Egergy 6.776.333.707.039 6.282.989.295.712<br />
PT Jawa Power 542.784.984.662 495.164.294.986<br />
PT Cikarang Listrindo 101.536.780.000 191.194.825.000<br />
PT Energi Sengkang 40.302.783.792 73.448.110.908<br />
Jumlah 7.460.958.255.493 7.042.796.526.606<br />
Dikurangi bagian jatuh tempo dalam satu tahun (278.189.572.810) (253.716.439.536)<br />
Bagian jangka panjang 7.182.768.682.683 6.789.080.087.070<br />
b. Berdasarkan jadual pembayaran<br />
Pembayaran jatuh tempo pada tahun<br />
2003 - 49.340.600.000<br />
2004 54.148.800.000 635.609.771.561<br />
2005 690.796.363.792 629.456.369.621<br />
2006 548.956.800.000 500.211.600.000<br />
2007 dan seterusnya 13.723.920.000.000 12.505.290.000.000<br />
Jumlah pembayaran 15.017.821.963.792 14.319.908.341.182<br />
Jumlah bunga (7.556.863.708.299) (7.277.111.814.576)<br />
Nilai tunai pembayaran 7.460.958.255.493 7.042.796.526.606<br />
Bagian jatuh tempo dalam satu tahun (278.189.572.810) (253.716.439.536)<br />
Bagian jangka panjang 7.182.768.682.683 6.789.080.087.070<br />
*) Disajikan kembali - Catatan 50<br />
28. HUTANG BIAYA PROYEK<br />
Akun ini merupakan biaya konstruksi dan pengadaan material yang akan direklasifikasi ke akun<br />
penerusan pinjaman pada saat penerbitan Withdrawal Authorization (WA) dan dokumen lain yang<br />
disamakan, diterima Perusahaan.<br />
- 39 -
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
CATATAN ATAS <strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003 – Lanjutan<br />
29. HUTANG USAHA<br />
Akun ini merupakan kewajiban sehubungan dengan pembelian barang dan jasa, sebagai berikut :<br />
a. Berdasarkan pemasok<br />
- 40 -<br />
2004 2003 *)<br />
Rp Rp<br />
Pihak hubungan istimewa (Catatan 46)<br />
Pembelian tenaga listrik -<br />
Pulau Jawa - US Dollar 27.495.995.087 69.230.678.993<br />
Luar Pulau Jawa<br />
Pengadaan batubara<br />
7.614.470.357 -<br />
PT Daya Citra Mulia 3.432.496.161 -<br />
Jumlah 38.542.961.605 69.230.678.993<br />
Pihak ketiga<br />
Pembelian tenaga listrik -<br />
Pulau Jawa<br />
US Dollar 3.680.466.760.772 3.212.114.330.951<br />
Rupiah 418.070.506.698 237.132.574.073<br />
Luar Pulau Jawa<br />
US Dollar 41.103.516.454 39.738.698.058<br />
Rupiah 12.673.883.331 13.467.646.261<br />
Pembelian bahan bakar, barang dan jasa<br />
Pertamina 3.421.484.947.892 2.438.947.903.497<br />
PT Tambang Batubara Bukit Asam 345.012.645.143 394.838.426.103<br />
Konsorsium Siemens AG, PT Siemens<br />
Indonesia, Balfour Beatty Sakti Indonesia<br />
dan Samsung Corporation 287.497.191.372 -<br />
PT Kideco Jaya Agung 68.420.738.179 119.157.219.166<br />
PT Medco Energi International 60.026.462.454 -<br />
PT Alstom Power Energy Systems Indonesia 47.143.326.041 53.831.172.445<br />
PT Berau Coal 42.333.807.188 42.542.215.032<br />
PT Caraka Tirta Pratama 36.075.182.660 32.135.326.367<br />
PT Alstom T & DSA 33.038.273.959 -<br />
PT Andaro Indonesia 32.278.964.530 54.073.758.332<br />
PT Agita Prasarana 30.691.486.810 -<br />
PT Arutmin Indonesia 27.290.430.037 -<br />
PT Expan Nusantara 25.877.760.649 -<br />
PT Kumagai Wika Jo. 22.639.556.045 3.435.605.700<br />
PT Sumber Daya Sewatama 16.350.540.332 19.519.270.155<br />
PT Siemens Station JCC 15.831.270.068 -<br />
PT Jorong Barutama Graston 12.705.245.505 18.415.518.200<br />
PT Poeser & Possi 2.649.059.593 35.447.737.018<br />
PT Bukaka Teknik Utama 2.250.037.020 29.583.388.182<br />
PT Expan Kalimantan - 18.582.720.850<br />
Lainnya (masing-masing saldo<br />
kurang dari Rp 15 miliar) 749.911.976.464 591.993.512.785<br />
Jumlah 9.431.823.569.196 7.354.957.023.175<br />
Jumlah 9.470.366.530.801 7.424.187.702.168
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
CATATAN ATAS <strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003 – Lanjutan<br />
- 41 -<br />
2004 2003<br />
Rp Rp<br />
b. Berdasarkan umur (hari)<br />
1 s/d 180 hari 7.223.281.100.991 4.378.152.343.908<br />
181 s/d 360 hari 220.428.212.694 1.042.499.311.619<br />
Lebih dari 360 hari 2.026.657.217.116 2.003.536.046.641<br />
Jumlah 9.470.366.530.801 7.424.187.702.168<br />
Dalam hutang pembelian listrik swasta kepada pihak ketiga tanggal 31 Desember 2004 termasuk<br />
saldo hutang pembelian listrik sebesar US$ 265.244.216 belum direstrukturisasi pada PT Star<br />
Energy Investment – Proyek Wayang Windu (Catatan 49).<br />
30. HUTANG PAJAK<br />
2004 2003 *)<br />
Rp Rp<br />
Pajak kini (Catatan 42) 34.251.844.168 1.435.031.511<br />
Pajak penghasilan<br />
Pasal 21 35.824.004.065 26.097.664.874<br />
Pasal 22 10.588.256.568 6.723.836.564<br />
Pasal 23 30.255.285.749 10.420.311.024<br />
Pasal 15 dan 29 120.012.692 342.091.820<br />
Pajak pertambahan nilai 34.395.214.878 96.284.001.346<br />
Bea materai 1.840.234.144 2.019.220.457<br />
Pajak selisih penilaian kembali aktiva tetap<br />
jatuh tempo dalam satu tahun 1.979.929.869.593 1.945.036.705.770<br />
Jumlah 2.127.204.721.857 2.088.358.863.366<br />
*) Disajikan kembali - Catatan 50<br />
Pada tanggal 31 Desember 2004 dan 2003, hutang pajak selisih penilaian kembali aktiva tetap<br />
adalah sebagai berikut :<br />
2004<br />
Perusahaan Anak perusahaan Jumlah<br />
Rp Rp Rp<br />
Saldo awal tahun 2.066.878.349.677 3.795.871.476.567 5.862.749.826.244<br />
Pembayaran (688.959.449.892) (1.252.450.528.436) (1.941.409.978.328)<br />
Saldo akhir tahun 1.377.918.899.785 2.543.420.948.131 3.921.339.847.916<br />
Bagian jatuh tempo dalam satu tahun (688.959.449.892) (1.290.970.419.701) (1.979.929.869.593)<br />
Bagian jangka panjang 688.959.449.893 1.252.450.528.430 1.941.409.978.323
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
CATATAN ATAS <strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003 – Lanjutan<br />
2003 *)<br />
Perusahaan Anak perusahaan Jumlah<br />
Rp Rp Rp<br />
Saldo awal tahun 3.331.023.871.870 6.408.358.724.959 9.739.382.596.829<br />
Penyesuaian, sesuai surat keputusan<br />
tanggal 12 Nopember 2003 24.813.927.700 (294.982.654.997) (270.168.727.297)<br />
Pengaruh PPh final atas perbedaan<br />
rugi fiskal dilaporkan - 34.893.163.826 34.893.163.826<br />
Pembayaran (1.288.959.449.893) (2.352.397.757.221) (3.641.357.207.114)<br />
Saldo akhir tahun 2.066.878.349.677 3.795.871.476.567 5.862.749.826.244<br />
Bagian jatuh tempo dalam satu tahun (688.959.449.892) (1.256.077.255.878) (1.945.036.705.770)<br />
Bagian jangka panjang 1.377.918.899.785 2.539.794.220.689 3.917.713.120.474<br />
*) Disajikan kembali - Catatan 50<br />
Pada tahun 2003, Perusahaan dan anak perusahaan mengajukan permohonan pengurangan<br />
pajak atas selisih penilaian kembali aktiva tetap dan Direktur Jenderal Pajak telah menyetujui<br />
pengurangan pajak tersebut. Dalam keputusan pembetulan penetapan kembali pembayaran pajak<br />
penghasilan final atas selisih penilaian kembali aktiva tetap, Perusahaan dan anak perusahaan<br />
juga dinyatakan terhutang bunga atas hutang pajak penghasilan final tersebut. Bunga atas hutang<br />
pajak penghasilan final berdasarkan jatuh tempo adalah sebagai berikut :<br />
Jatuh tempo Perusahaan Anak perusahaan Jumlah<br />
Rp Rp Rp<br />
15 Desember 2003 661.401.071.897 1.202.352.507.294 1.863.753.579.191<br />
15 Desember 2004 992.101.607.845 1.803.528.760.940 2.795.630.368.785<br />
15 Desember 2005 992.101.607.845 1.803.528.760.940 2.795.630.368.785<br />
15 Desember 2006 661.401.071.897 1.202.352.507.294 1.863.753.579.191<br />
Jumlah 3.307.005.359.484 6.011.762.536.468 9.318.767.895.952<br />
Jumlah bunga hutang pajak 2004<br />
dan 2003 ditanggung Pemerintah (1.653.502.679.742) (3.005.881.268.234) (4.659.383.947.976)<br />
Jumlah - bersih 1.653.502.679.742 3.005.881.268.234 4.659.383.947.976<br />
Pada tanggal 31 Desember 2003, hutang bunga disajikan sebagai biaya masih harus dibayar<br />
(Catatan 31). Beban bunga hutang pajak atas selisih penilaian kembali aktiva tetap sebesar<br />
Rp 2.795.630.368.785 tahun 2004 dan Rp 1.863.753.579.191 tahun 2003 (Catatan 40).<br />
Berdasarkan surat Menteri <strong>Keuangan</strong> Republik Indonesia kepada Direktorat Jenderal Anggaran<br />
dan Perimbangan <strong>Keuangan</strong> dan Direktorat Jenderal Perbendaharaan No. S-445/MK.01/2004<br />
tanggal 30 Desember 2004, kewajiban bunga hutang pajak penghasilan final atas selisih penilaian<br />
kembali aktiva tetap yang jatuh tempo tanggal 15 Desember 2004 dan 2003 sebesar<br />
Rp 4.659.383.947.976 ditanggung Pemerintah. Jumlah tersebut dicatat Perusahaan dan anak<br />
perusahaan sebagai penghasilan lain-lain.<br />
- 42 -
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
CATATAN ATAS <strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003 – Lanjutan<br />
31. BIAYA MASIH HARUS DIBAYAR<br />
2004 2003<br />
Rp Rp<br />
Bunga<br />
Hutang pajak atas selisih penilaian<br />
kembali aktiva tetap (Catatan 30) - 1.863.753.579.191<br />
Hutang penerusan pinjaman 280.516.274.513 429.473.850.749<br />
Hutang kepada pemerintah 79.481.600.411 88.594.764.361<br />
Obligasi 44.876.365.404 28.219.842.580<br />
Hutang bank 93.597.083 1.674.989.444<br />
Hutang listrik swasta 42.437.003.568 39.800.418.895<br />
Jumlah 447.404.840.979 2.451.517.445.220<br />
Hutang biaya 68.223.628.944 71.808.033.894<br />
Jumlah 515.628.469.923 2.523.325.479.114<br />
32. PENJUALAN TENAGA LISTRIK<br />
Penjualan tenaga listrik menurut pelanggan adalah sebagai berikut :<br />
- 43 -<br />
2004 2003<br />
Rp Rp<br />
Umum 53.806.596.648.880 46.803.223.987.014<br />
Pemerintah 2.209.715.447.353 1.131.731.388.352<br />
<strong>Badan</strong> Usaha Milik Negara 1.817.024.892.113 1.527.561.638.894<br />
TNI dan Polri (Eks. ABRI) 398.665.396.209 347.120.083.629<br />
Jumlah 58.232.002.384.555 49.809.637.097.889<br />
Pendapatan penjualan tenaga listrik tersebut didasarkan pada tarif dasar listrik yang ditetapkan<br />
Pemerintah Republik Indonesia.<br />
Tidak terdapat pelanggan yang memiliki transaksi lebih besar 10% dari penjualan tenaga listrik.<br />
33. SUBSIDI LISTRIK<br />
Pemerintah Republik Indonesia memberikan subsidi listrik melalui Perusahaan kepada pelanggan<br />
golongan tarif S-1, S-2, R-1, I-1 dan B-1 dengan daya tersambung sampai dengan 450 VA.<br />
Subsidi listrik tersebut merupakan selisih antara harga pokok penjualan rata-rata tegangan rendah<br />
dan harga penjualan listrik rata-rata untuk golongan tarif tersebut, sehingga Perusahaan mencatat<br />
subsidi listrik sebagai pendapatan usaha.<br />
Pada tahun anggaran 2004 dan 2003, Pemerintah Republik Indonesia menetapkan plafon subsidi<br />
listrik masing-masing sebesar Rp 3.309.500.000.000 dan Rp 3.759.347.650.000.
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
CATATAN ATAS <strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003 – Lanjutan<br />
Pendapatan usaha dari subsidi listrik adalah sebagai berikut :<br />
2004 2003<br />
Rp Rp<br />
Realisasi penerimaan subsidi<br />
tahun anggaran berjalan<br />
Realisasi penerimaan subsidi<br />
2.316.649.999.997 2.839.254.559.732<br />
tahun anggaran sebelumnya<br />
Estimasi sisa tagihan subsidi<br />
160.419.795.846 896.633.014.367<br />
tahun anggaran berjalan 992.850.000.000 360.745.440.168<br />
Jumlah pendapatan subsidi 3.469.919.795.843 4.096.633.014.267<br />
Sesuai dengan Surat Perintah Membayar Menteri <strong>Keuangan</strong> Republik Indonesia<br />
No. 1647/KM.3-43/SKOR/2003 tanggal 30 Desember 2003, sisa dana subsidi dari anggaran tahun<br />
2003 ditempatkan pada Rekening Cadangan Dana Subsidi Listrik di Bank Mandiri dan Bank BNI<br />
46 masing-masing sebesar Rp 460.046.545.134. Penempatan dana tersebut merupakan escrow<br />
accounts yang pencairannya atas persetujuan Menteri <strong>Keuangan</strong> Republik Indonesia.<br />
Pada tahun 2004, Perusahaan telah mencairkan estimasi sisa tagihan subsidi listrik tahun<br />
anggaran 2003 sebesar Rp 360.745.440.168 berikut hasil finalisasi subsidi listrik tahun anggaran<br />
2003 sebesar Rp 160.419.795.846 dari escrow accounts tersebut. Pada tanggal 31 Desember<br />
2004, escrow accounts tersebut juga telah dipindahbukukan ke rekening Bendahara Umum<br />
Negara (502 000 000) sebesar Rp 398.927.854.254, sedangkan bunga escrow accounts sebesar<br />
Rp 2.304.014.048 dipindahbukukan pada bulan Januari 2005.<br />
34. PENDAPATAN USAHA LAINNYA<br />
- 44 -<br />
2004 2003<br />
Rp Rp<br />
Sewa trafo 52.566.884.605 46.916.788.735<br />
Perubahan daya tersambung dan administrasi 39.744.261.689 32.084.593.673<br />
Jasa-jasa dan lainnya 91.745.596.651 103.249.473.411<br />
Jumlah 184.056.742.945 182.250.855.819
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
CATATAN ATAS <strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003 – Lanjutan<br />
35. BEBAN BAHAN BAKAR DAN PELUMAS<br />
2004 2003<br />
Rp Rp<br />
Bahan Bakar Minyak<br />
Solar High Speed Diesel 11.537.866.290.866 8.656.521.927.095<br />
Residu 4.250.580.876.319 4.079.667.764.487<br />
Solar Industrial Diesel 62.571.983.296 53.835.123.772<br />
Lainnya 17.615.286.150 37.758.806.214<br />
Jumlah 15.868.634.436.631 12.827.783.621.568<br />
Bahan Bakar - Non Minyak<br />
Gas alam 3.754.666.120.167 3.971.835.238.600<br />
Batubara 3.556.538.611.843 3.522.403.474.911<br />
Panas bumi 1.078.046.654.073 935.745.210.986<br />
Minyak pelumas 161.026.584.097 165.736.929.284<br />
Air 72.140.068.584 54.362.725.541<br />
Jumlah 8.622.418.038.764 8.650.083.579.322<br />
Jumlah 24.491.052.475.395 21.477.867.200.890<br />
Jumlah pembelian bahan bakar minyak dan pelumas dari Pertamina melebihi 10% dari jumlah<br />
beban bahan bakar dan pelumas.<br />
36. BEBAN PEMBELIAN TENAGA LISTRIK<br />
- 45 -<br />
2004 2003<br />
Rp Rp<br />
PT Paiton Energy 4.485.481.218.575 4.172.883.862.957<br />
PT Jawa Power 3.846.435.450.394 3.618.372.855.016<br />
Magma Nusantara Ltd. 753.510.838.330 677.190.385.253<br />
Unocal Geothermal Indonesia Ltd. 684.662.818.287 652.379.051.475<br />
PT Energi Sengkang 421.387.427.890 396.144.390.276<br />
Amoseas (Drajat) 342.722.943.110 292.613.921.294<br />
PT Cikarang Listrindo 245.952.684.317 202.712.632.087<br />
PT Makassar Power 189.955.248.624 164.696.125.211<br />
PT Geo Dipa Energi (Catatan 46) 121.346.860.122 70.815.626.773<br />
PO Jatiluhur 93.179.910.912 122.628.994.849<br />
Lain-lain - sewa diesel 786.175.269.370 467.357.962.703<br />
Jumlah 11.970.810.669.931 10.837.795.807.894<br />
Jumlah pembelian tenaga listrik dari PT Paiton Energy dan PT Jawa Power melebihi 10% dari<br />
jumlah beban pembelian tenaga listrik.
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
CATATAN ATAS <strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003 – Lanjutan<br />
37. BEBAN PEMELIHARAAN<br />
Akun ini merupakan beban yang timbul dari pemakaian suku cadang dan jasa borongan untuk<br />
pemeliharaan.<br />
38. BEBAN KEPEGAWAIAN<br />
- 46 -<br />
2004 2003 *)<br />
Rp Rp<br />
Gaji 1.646.590.417.827 1.456.460.367.714<br />
Tunjangan 958.926.881.613 1.008.084.114.397<br />
Imbalan kerja (Catatan 45) 1.947.378.000.000 3.080.162.000.000<br />
Jasa produksi dan insentif prestasi kerja 521.095.410.590 232.684.560.790<br />
Lain-lain 545.393.552.204 755.791.127.770<br />
Jumlah 5.619.384.262.234 6.533.182.170.671<br />
*) Disajikan kembali - Catatan 50<br />
39. BEBAN USAHA LAIN-LAIN<br />
2004 2003<br />
Rp Rp<br />
Biaya pengolahan data dan penagihan 453.075.830.036 315.022.799.046<br />
Honorarium 305.598.412.327 249.788.281.422<br />
Perjalanan dinas 293.886.854.345 197.618.132.530<br />
Beban piutang ragu-ragu 199.107.640.368 -<br />
Pemakaian gas, listrik dan air 194.483.178.026 121.399.297.638<br />
Sewa 148.964.459.171 112.017.551.253<br />
Asuransi 137.837.904.101 138.371.030.618<br />
Konsumsi 132.423.699.872 107.007.864.692<br />
Pos, telepon dan telegram 119.456.655.408 95.418.347.979<br />
Alat tulis kantor 93.634.636.191 78.592.480.769<br />
Barang cetakan 83.819.886.035 70.946.354.785<br />
Beban pajak 37.919.124.563 305.932.221.700<br />
Lain-lain 679.610.471.166 372.885.172.298<br />
Jumlah 2.879.818.751.609 2.164.999.534.730
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
CATATAN ATAS <strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003 – Lanjutan<br />
40. BEBAN BUNGA DAN KEUANGAN<br />
- 47 -<br />
2004 2003<br />
Rp Rp<br />
Hutang pajak atas selisih penilaian kembali<br />
aktiva tetap 2.795.630.368.785 1.863.753.579.191<br />
Penerusan pinjaman 978.662.510.461 997.365.832.801<br />
Hutang listrik swasta 413.154.378.077 396.195.737.855<br />
Hutang kepada pemerintah 213.983.546.655 217.188.008.824<br />
Obligasi 71.848.585.836 72.129.077.229<br />
Hutang bank 11.170.102.174 34.863.054.248<br />
Hutang pembelian aktiva tetap 1.478.119.892 -<br />
Jumlah 4.485.927.611.880 3.581.495.290.148<br />
41. PENDAPATAN (BEBAN) LAIN-LAIN<br />
2004 2003 *)<br />
Rp Rp<br />
Pendapatan denda administrasi 383.703.006.076 206.602.756.141<br />
Pendapatan jasa dan klaim 96.514.784.754 93.687.769.352<br />
Premi penerangan jalan umum 34.220.125.139 21.129.145.563<br />
Keuntungan penjualan aktiva 22.669.958.515 5.576.637.686<br />
Rugi penurunan nilai aktiva (255.414.408.891) (36.658.537.954)<br />
Beban penelitian (87.290.404.937) (131.779.307.021)<br />
Lain-lain (41.425.974.395) 63.738.838.278<br />
Jumlah 152.977.086.261 222.297.302.045<br />
*) Disajikan kembali - Catatan 50<br />
42. PAJAK PENGHASILAN<br />
Beban pajak Perusahaan dan anak perusahaan dari aktivitas normal terdiri dari :<br />
2004 2003 *)<br />
Rp Rp<br />
Jumlah beban pajak kini 53.800.824.600 7.349.990.000<br />
Pajak atas pos luar biasa - -<br />
Pajak kini dari aktivitas normal 53.800.824.600 7.349.990.000<br />
Pajak tangguhan 3.130.702.500.400 1.381.531.459.134<br />
Beban pajak 3.184.503.325.000 1.388.881.449.134<br />
*) Disajikan kembali - Catatan 50
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
CATATAN ATAS <strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003 – Lanjutan<br />
Pajak Kini<br />
Rekonsiliasi antara rugi sebelum pajak menurut laporan laba rugi konsolidasi dan rugi fiskal<br />
Perusahaan adalah sebagai berikut:<br />
- 48 -<br />
2004 2003 *)<br />
Rp Rp<br />
Laba (rugi) sebelum pajak dari aktivitas normal<br />
menurut laporan laba rugi konsolidasi 1.444.687.935.962 (6.196.605.034.979)<br />
Pos luar biasa (281.551.180.257) 1.685.404.064.580<br />
Laba anak perusahaan sebelum pajak (4.727.430.579.712) (2.445.374.511.778)<br />
Rugi Perusahaan sebelum pajak<br />
Perbedaan temporer<br />
(3.564.293.824.007) (6.956.575.482.177)<br />
Penyambungan pelanggan 593.387.809.471 507.641.941.748<br />
Penyusutan aktiva tetap (7.095.832.639.405) (5.067.724.692.581)<br />
Imbalan pasca-kerja<br />
Penyisihan piutang ragu-ragu dan penurunan<br />
1.051.680.000.000 2.426.868.000.000<br />
nilai persediaan<br />
Perbedaan tetap<br />
193.848.963.537 (7.608.964.040)<br />
Kesejahteraan karyawan 370.492.909.812 311.797.416.817<br />
Penyusutan rumah dinas<br />
Penghasilan bunga yang telah dikenakan<br />
6.746.615.256 11.951.272.738<br />
pajak final (168.955.414.045) (307.927.532.053)<br />
Beban lain yang tidak dapat dikurangkan<br />
Rugi fiskal Perusahaan sebelum akumulasi<br />
994.183.497.913 573.549.981.875<br />
rugi fiskal<br />
Rugi fiskal tahun<br />
(7.618.742.081.468) (8.508.028.057.673)<br />
2003 (8.508.028.057.673)<br />
-<br />
2002 - setelah penyesuaian (8.254.356.038.742) (9.905.909.842.161)<br />
Akumulasi rugi fiskal (24.381.126.177.883) (18.413.937.899.834)<br />
*) Disajikan kembali - Catatan 50
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
CATATAN ATAS <strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003 – Lanjutan<br />
Perhitungan beban dan hutang pajak kini (pajak dibayar dimuka) adalah sebagai berikut :<br />
2004 2003 *)<br />
Rp Rp<br />
Beban pajak kini<br />
Perusahaan - -<br />
Anak perusahaan 53.800.824.600 7.349.990.000<br />
Jumlah 53.800.824.600 7.349.990.000<br />
Pembayaran pajak dimuka<br />
Perusahaan<br />
Pajak penghasilan<br />
Pasal 22 1.662.870 512.916.853<br />
Pasal 23 879.559.932 5.270.388.085<br />
Pasal 25 1.559.409.588 215.500.000<br />
Jumlah 2.440.632.390 5.998.804.938<br />
Anak perusahaan 38.370.316.957 33.796.366.255<br />
Jumlah 40.810.949.347 39.795.171.193<br />
Beban pajak kini setelah dikurangi<br />
pajak dibayar dimuka 12.989.875.253 (32.445.181.193)<br />
Terdiri dari :<br />
Hutang pajak kini<br />
Perusahaan - -<br />
Anak perusahaan 34.251.844.168 1.435.031.511<br />
Jumlah hutang pajak kini 34.251.844.168 1.435.031.511<br />
Pajak penghasilan lebih bayar<br />
Perusahaan (2.440.632.390) (5.998.804.938)<br />
Anak perusahaan (18.821.336.525) (27.881.407.766)<br />
Jumlah pajak penghasilan lebih bayar (21.261.968.915) (33.880.212.704)<br />
Bersih 12.989.875.253 (32.445.181.193)<br />
Rugi fiskal dan lebih bayar pajak Perusahaan tahun 2003 tidak sesuai dengan Surat<br />
Pemberitahuan Tahunan (SPT) yang disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Rugi<br />
fiskal sesuai SPT adalah sebesar Rp 5.358.529.840.003 tahun 2003. Perusahaan sedang<br />
menyiapkan SPT tahun 2004, untuk disampaikan ke KPP.<br />
Pajak Tangguhan<br />
Beban pajak tangguhan Perusahaan dan anak perusahaan adalah sebagai berikut :<br />
- 49 -<br />
2004 2003 *)<br />
Rp Rp<br />
Perusahaan 1.635.229.448.980 639.964.425.250<br />
Anak perusahaan 1.495.473.051.420 741.567.033.884<br />
Beban pajak tangguhan - bersih 3.130.702.500.400 1.381.531.459.134<br />
*) Disajikan kembali - Catatan 50
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
CATATAN ATAS <strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003 – Lanjutan<br />
Aktiva Pajak Tangguhan<br />
Aktiva pajak tangguhan merupakan jumlah bersih setelah diperhitungkan dengan kewajiban pajak<br />
tangguhan dari masing-masing entitas usaha dengan rincian sebagai berikut :<br />
2004 2003 *)<br />
Rp Rp<br />
Aktiva pajak tangguhan<br />
Imbalan kerja - 2.728.008.600.000<br />
Pendapatan ditangguhkan 27.781.705.258 1.349.091.177.406<br />
Rugi fiskal 52.482.010.952 43.402.308.166<br />
Lainnya 3.807.745.197 4.556.997.821<br />
Jumlah 84.071.461.407 4.125.059.083.393<br />
Kewajiban pajak tangguhan<br />
Biaya dibayar dimuka - (98.185.200.000)<br />
Aktiva tetap (68.536.505.445) (2.861.145.838.974)<br />
Jumlah (68.536.505.445) (2.959.331.038.974)<br />
Aktiva pajak tangguhan - bersih 15.534.955.962 1.165.728.044.419<br />
Kewajiban Pajak Tangguhan<br />
Kewajiban pajak tangguhan merupakan jumlah bersih setelah diperhitungkan dengan aktiva pajak<br />
tangguhan dari masing-masing entitas usaha dengan rincian sebagai berikut :<br />
2004 2003 *)<br />
Rp Rp<br />
Aktiva pajak tangguhan<br />
Imbalan kerja 3.326.461.500.000 237.386.700.000<br />
Rugi fiskal 195.848.985.340 815.174.074.858<br />
Pendapatan ditangguhkan 1.513.734.176.396 -<br />
Lainnya 4.299.851.523 3.595.216.923<br />
Jumlah 5.040.344.513.259 1.056.155.991.781<br />
Kewajiban pajak tangguhan<br />
Biaya dibayar dimuka (101.302.200.000) (5.268.600.000)<br />
Aktiva tetap (8.113.028.507.541) (2.244.364.174.119)<br />
Jumlah (8.214.330.707.541) (2.249.632.774.119)<br />
Kewajiban pajak tangguhan - bersih (3.173.986.194.282) (1.193.476.782.338)<br />
*) Disajikan kembali - Catatan 50<br />
Pada tanggal 31 Desember 2003, Perusahaan mempunyai aktiva pajak tangguhan sebesar<br />
Rp 1.151.062.566.972 yang disajikan sebagai bagian aktiva pajak tangguhan sebesar<br />
Rp 1.165.728.044.419. Sehubungan dengan timbulnya kewajiban pajak tangguhan yang signifikan<br />
dari aktiva tetap, pada tanggal 31 Desember 2004 posisi pajak tangguhan tersebut menjadi<br />
kewajiban pajak tangguhan sebesar Rp 484.166.882.008 yang termasuk dalam kewajiban pajak<br />
tangguhan sebesar Rp 3.173.986.194.282.<br />
- 50 -
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
CATATAN ATAS <strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003 – Lanjutan<br />
Rekonsiliasi antara jumlah beban pajak dan hasil perkalian laba akuntansi sebelum pajak dengan<br />
tarif pajak efektif rata-rata adalah sebagai berikut:<br />
2004 2003 *)<br />
Rp Rp<br />
Laba (rugi) sebelum pajak dari aktivitas normal<br />
menurut laporan laba rugi konsolidasi 1.444.687.935.962 (6.196.605.034.979)<br />
Pos luar biasa (281.551.180.257) 1.685.404.064.580<br />
Laba anak perusahaan sebelum pajak (4.727.430.579.712) (2.445.374.511.778)<br />
Rugi Perusahaan sebelum pajak (3.564.293.824.007)<br />
- 51 -<br />
(6.956.575.482.177)<br />
Beban pajak sesuai tarif yang berlaku (1.069.288.147.202) (2.086.972.644.653)<br />
Pengaruh pajak<br />
Pajak tangguhan tidak diakui (diakui)<br />
Rugi fiskal<br />
Penyisihan piutang ragu-ragu dan penurunan<br />
2.285.622.624.440 2.552.408.417.302<br />
nilai persediaan<br />
Perbedaan tetap<br />
58.154.689.061 (2.282.689.212)<br />
Kesejahteraan karyawan 111.147.872.944 93.539.225.045<br />
Penyusutan rumah dinas<br />
Penghasilan bunga yang telah dikenakan<br />
2.023.984.577 3.585.381.821<br />
pajak final (50.686.624.214) (92.378.259.616)<br />
Beban lain yang tidak dapat dikurangkan 298.255.049.374 172.064.994.563<br />
Jumlah beban pajak Perusahaan 1.635.229.448.980 639.964.425.250<br />
Beban pajak anak perusahaan 1.549.273.876.020 748.917.023.884<br />
Jumlah beban pajak 3.184.503.325.000 1.388.881.449.134<br />
*) Disajikan kembali - Catatan 50<br />
Perusahaan belum mempunyai dasar memadai untuk menentukan manfaat pajak masa datang<br />
dari akumulasi rugi fiskal sebesar Rp 24.381.126.177.883 tahun 2004 dan Rp 18.413.937.899.834<br />
tahun 2003 yang menghasilkan aktiva pajak tangguhan sebesar Rp 7.314.337.853.365 dan<br />
Rp 5.524.181.369.950 masing-masing pada tanggal 31 Desember 2004 dan 2003. Oleh karena itu<br />
Perusahaan tidak mengakui aktiva pajak tangguhan tersebut dalam laporan keuangan dan akan<br />
diakui pada saat Perusahaan memperoleh laba kena pajak yang dapat dikompensasi dengan<br />
kerugian fiskal tersebut. Anak perusahaan mengakui aktiva pajak tangguhan atas akumulasi rugi<br />
fiskal sebesar Rp 827.769.987.640 tahun 2004 dan Rp 2.861.921.276.747 tahun 2003 yang<br />
menghasilkan aktiva pajak tangguhan sebesar Rp 248.330.996.292 dan Rp 858.576.383.024<br />
masing-masing pada tanggal 31 Desember 2004 dan 2003, karena manajemen anak perusahaan<br />
berkeyakinan bahwa kerugian fiskal tersebut dapat dimanfaatkan melalui kompensasi laba kena<br />
pajak masa datang.
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
CATATAN ATAS <strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003 – Lanjutan<br />
Surat Ketetapan Pajak<br />
Pada tahun 2004, Perusahaan juga menerima Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB),<br />
yang meliputi pajak pertambahan nilai dan pajak penghasilan pasal 22 tahun 2002, dengan jumlah<br />
keseluruhan sebesar Rp 34.550.924.917. Perusahaan juga menerima Surat Ketetapan Pajak<br />
Lebih Bayar (SKPLB) atas pajak penghasilan badan tahun 2002 sebesar Rp 365.747.295 dan rugi<br />
fiskal tahun 2002 menjadi sebesar Rp 8.254.356.038.742. Kantor Pelayanan Pajak telah<br />
memindahbukukan hasil SKPLB dengan SKPKB tersebut, namun karena Perusahaan<br />
mengajukan keberatan atas SKPKB tersebut Perusahaan belum mencatat kewajiban pajak<br />
sebesar Rp 34.550.924.917 dan pemindahbukuan SKPLB sebesar Rp 365.747.295 dicatat<br />
sebagai pajak dibayar dimuka.<br />
Pada tahun 2005, IP menerima SKPKB dan Surat Tagihan Pajak (STP), yang meliputi pajak<br />
pertambahan nilai, pajak penghasilan pasal 4 ayat (2) final, pasal 21, pasal 23 dan 26 tahun 2002<br />
dan 2001, dengan jumlah keseluruhan sebesar Rp 313.953.891.440. Atas SKPKB dan STP<br />
tersebut IP telah mengajukan surat keberatan. Sampai dengan tanggal penerbitan laporan<br />
keuangan, proses surat keberatan tersebut masih berlangsung.<br />
Pada tanggal 28 Juni 2004, IP telah menerima SKPLB No. 00110/406/02/051/04 atas pajak<br />
penghasilan badan tahun 2002 sebesar Rp 11.277.733.170 dan rugi fiskal sebesar<br />
Rp 867.866.385.370. IP telah menyetujui pajak penghasilan lebih bayar tersebut, sedangkan<br />
untuk perbedaan antara rugi fiskal ditetapkan dan dilaporkan sebesar Rp 1.686.001.155.064, IP<br />
mengajukan surat keberatan. Sampai dengan tanggal penerbitan laporan keuangan proses surat<br />
keberatan tersebut masih berlangsung.<br />
43. POS LUAR BIASA<br />
Rincian keuntungan (kerugian) pos luar biasa adalah sebagai berikut :<br />
- 52 -<br />
2004 2003 *)<br />
Rp Rp<br />
Kerugian karena bencana alam (281.551.180.257) -<br />
Keuntungan restrukturisasi hutang<br />
Jumlah hutang tercatat - 2.083.519.447.080<br />
Diselesaikan melalui penjadualan hutang - (398.115.382.500)<br />
Jumlah keuntungan (kerugian) - pos luar biasa (281.551.180.257) 1.685.404.064.580<br />
*) Disajikan kembali - Catatan 50<br />
Kerugian karena bencana alam diakui meliputi Wilayah Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera<br />
Utara dan Pembangkitan dan Penyaluran Bagian Sumatera Utara dan Wilayah Papua.<br />
Pada tahun 2003, Perusahaan telah menyelesaikan restrukturisasi hutang pembelian listrik<br />
tertunggak kepada PT Cikarang Listrindo melalui penjadualan hutang. Selisih antara jumlah<br />
tercatat hutang dengan jumlah penjadualan hutang disajikan sebagai keuntungan pos luar biasa.<br />
Perusahaan mengakui beban pajak atas keuntungan restrukturisasi hutang sebesar nihil, karena<br />
Perusahaan masih mengalami rugi fiskal dan Perusahaan tidak mengakui pajak tangguhan atas<br />
rugi fiskal tersebut (Catatan 42).
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
CATATAN ATAS <strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003 – Lanjutan<br />
44. RUGI PER SAHAM<br />
Termasuk Pos Tidak Berulang dan Luar Biasa<br />
Rugi<br />
Rugi bersih untuk tujuan perhitungan rugi per saham dasar adalah sebesar Rp 2.021.366.569.295<br />
tahun 2004 dan Rp 5.900.082.419.533 tahun 2003.<br />
Lembar saham<br />
Rata-rata tertimbang saham untuk tujuan perhitungan rugi per saham dasar adalah sebesar<br />
46.107.154 saham tahun 2004 dan 2003.<br />
Tidak Termasuk Pos Tidak Berulang dan Luar Biasa<br />
Rugi<br />
Tambahan informasi rugi per saham dasar menyajikan data rugi setelah eliminasi pos-pos yang<br />
tidak diharapkan mempengaruhi kinerja masa datang. Rugi tersebut dihitung sebagai berikut :<br />
- 53 -<br />
2004 2003 *)<br />
Rp Rp<br />
Rugi bersih tahun berjalan (2.021.366.569.295) (5.900.082.419.533)<br />
Penyesuaian pos luar biasa - bersih setelah<br />
beban pajak 281.551.180.257 (1.685.404.064.580)<br />
Rugi bersih untuk perhitungan rugi per saham -<br />
tidak termasuk pos tidak berulang dan<br />
pos luar biasa (1.739.815.389.038) (7.585.486.484.113)<br />
*) Disajikan kembali - Catatan 50<br />
Perusahaan tidak mempunyai efek berpotensi dilusi saham, sehingga Perusahaan tidak<br />
menghitung rugi per saham dilusian.<br />
45. IMBALAN KERJA<br />
Beban imbalan kerja Perusahaan dan anak perusahaan dibebankan ke beban usaha –<br />
kepegawaian adalah sebagai berikut :<br />
Imbalan Imbalan<br />
2004<br />
Imbalan kerja Imbalan<br />
pasca-kerja, pasca-kerja jangka pemeliharaan<br />
program pensiun lain panjang lain kesehatan Jumlah<br />
Rp Rp Rp Rp Rp<br />
Biaya jasa kini 124.824.000.000 255.203.000.000 160.415.000.000 121.678.000.000 662.120.000.000<br />
Biaya jasa lalu 12.710.000.000 33.229.000.000 4.199.000.000 - 50.138.000.000<br />
Hasil investasi (285.942.000.000) - - - (285.942.000.000)<br />
Beban bunga<br />
Kerugian (keuntungan)<br />
274.503.000.000 574.554.000.000 61.935.000.000 475.601.000.000 1.386.593.000.000<br />
aktuaria 1.848.000.000 7.986.000.000 (19.786.000.000) 144.421.000.000 134.469.000.000<br />
Jumlah 127.943.000.000 870.972.000.000 206.763.000.000 741.700.000.000 1.947.378.000.000
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
CATATAN ATAS <strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003 – Lanjutan<br />
Imbalan Imbalan<br />
2003 *)<br />
Imbalan kerja Imbalan<br />
pasca-kerja, pasca-kerja jangka pemeliharaan<br />
program pensiun lain panjang lain kesehatan Jumlah<br />
Rp Rp Rp Rp Rp<br />
Biaya jasa kini 108.908.000.000 221.205.000.000 121.763.000.000 157.671.000.000 609.547.000.000<br />
Biaya jasa lalu 43.232.000.000 1.390.084.000.000 8.447.000.000 - 1.441.763.000.000<br />
Hasil investasi (252.134.000.000)<br />
- - - (252.134.000.000)<br />
Beban bunga<br />
Kerugian (keuntungan)<br />
181.276.000.000 472.033.000.000 56.437.000.000 548.208.000.000 1.257.954.000.000<br />
aktuaria (26.991.000.000)<br />
- (22.717.000.000) 72.740.000.000 23.032.000.000<br />
Jumlah 54.291.000.000 2.083.322.000.000 163.930.000.000 778.619.000.000 3.080.162.000.000<br />
Kewajiban (dibayar dimuka) imbalan kerja Perusahaan dan anak perusahaan adalah sebagai<br />
berikut :<br />
Imbalan kerja<br />
2004<br />
Kewajiban imbalan kerja<br />
dibayar dimuka, Jangka Pemeliharaan<br />
program pensiun Pasca-kerja lain panjang lain kesehatan Jumlah<br />
Rp Rp Rp Rp Rp<br />
Nilai tunai kewajiban 2.912.789.000.000 5.033.863.000.000 691.700.000.000 4.431.214.000.000 10.156.777.000.000<br />
Biaya jasa lalu belum<br />
diakui (266.881.000.000) (169.456.000.000) - - (169.456.000.000)<br />
Keuntungan (kerugian)<br />
aktuaria belum diakui (56.632.000.000) 685.601.000.000 - 415.283.000.000 1.100.884.000.000<br />
Nilai wajar aktiva bersih (2.926.950.000.000) - - - -<br />
Kewajiban (Pensiun<br />
dibayar dimuka) (337.674.000.000) 5.550.008.000.000 691.700.000.000 4.846.497.000.000 11.088.205.000.000<br />
Bagian jatuh tempo<br />
dalam satu tahun 171.256.000.000 (172.657.000.000) (136.966.000.000) (130.749.000.000) (440.372.000.000)<br />
Bagian jangka panjang (166.418.000.000) 5.377.351.000.000 554.734.000.000 4.715.748.000.000 10.647.833.000.000<br />
Imbalan kerja<br />
2003 *)<br />
Kewajiban imbalan kerja<br />
dibayar dimuka, Jangka Pemeliharaan<br />
program pensiun Pasca-kerja lain panjang lain kesehatan Jumlah<br />
Rp Rp Rp Rp Rp<br />
Nilai tunai kewajiban 2.581.112.000.000 5.309.552.000.000 631.526.000.000 6.487.243.000.000 12.428.321.000.000<br />
Biaya jasa lalu belum<br />
diakui (279.591.000.000) - (4.199.000.000) - (4.199.000.000)<br />
Kerugian aktuaria belum<br />
diakui (57.288.000.000) (303.951.000.000) (24.759.000.000) (2.210.761.000.000) (2.539.471.000.000)<br />
Nilai wajar aktiva bersih (2.589.079.000.000) - - - -<br />
Kewajiban (Pensiun<br />
dibayar dimuka) (344.846.000.000) 5.005.601.000.000 602.568.000.000 4.276.482.000.000 9.884.651.000.000<br />
Bagian jatuh tempo<br />
dalam satu tahun 171.220.000.000 (253.878.000.000) (102.192.000.000) (128.454.000.000) (484.524.000.000)<br />
Bagian jangka panjang (173.626.000.000) 4.751.723.000.000 500.376.000.000 4.148.028.000.000 9.400.127.000.000<br />
*) Disajikan kembali - Catatan 50<br />
- 54 -
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
CATATAN ATAS <strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003 – Lanjutan<br />
Mutasi kewajiban (dibayar dimuka) imbalan kerja Perusahaan dan anak perusahaan adalah<br />
sebagai berikut :<br />
Imbalan kerja<br />
2004<br />
Kewajiban imbalan kerja<br />
dibayar dimuka, Jangka Pemeliharaan<br />
program pensiun Pasca-kerja lain panjang lain kesehatan Jumlah<br />
Rp Rp Rp Rp Rp<br />
Saldo awal tahun (344.846.000.000) 5.005.601.000.000 602.568.000.000 4.276.482.000.000 9.884.651.000.000<br />
Beban tahun berjalan 127.943.000.000 870.972.000.000 206.763.000.000 741.700.000.000 1.819.435.000.000<br />
Pembayaran iuran/<br />
imbalan tahun berjalan (120.771.000.000) (326.565.000.000) (117.631.000.000) (171.685.000.000) (615.881.000.000)<br />
Saldo akhir tahun (337.674.000.000) 5.550.008.000.000 691.700.000.000 4.846.497.000.000 11.088.205.000.000<br />
Imbalan kerja<br />
Kewajiban imbalan kerja<br />
dibayar dimuka, Jangka Pemeliharaan<br />
program pensiun Pasca-kerja lain panjang lain kesehatan Jumlah<br />
Rp Rp Rp Rp Rp<br />
Saldo awal tahun (327.607.000.000) 3.134.220.000.000 529.474.000.000 3.612.763.000.000 7.276.457.000.000<br />
Beban tahun berjalan 54.291.000.000 2.083.322.000.000 163.930.000.000 778.619.000.000 3.025.871.000.000<br />
Pembayaran iuran/<br />
imbalan tahun berjalan (71.530.000.000) (211.941.000.000) (90.836.000.000) (114.900.000.000) (417.677.000.000)<br />
Saldo akhir tahun (344.846.000.000) 5.005.601.000.000 602.568.000.000 4.276.482.000.000 9.884.651.000.000<br />
*) Disajikan kembali - Catatan 50<br />
Imbalan Pasca-Kerja dan Jangka Panjang Lain<br />
Program Pensiun<br />
Perusahaan dan anak perusahaan menyelenggarakan program pensiun imbalan pasti untuk<br />
semua karyawan tetap. Program pensiun ini memberikan imbalan pensiun yang ditentukan<br />
berdasarkan penghasilan dasar pensiun dan masa kerja karyawan. Program pensiun ini dikelola<br />
oleh Dana Pensiun PLN (Persero) (DP-PLN) yang akta pendiriannya telah disahkan oleh Menteri<br />
<strong>Keuangan</strong> Republik Indonesia dengan Surat Keputusannya No. KEP-284/KM.17/1997 tanggal<br />
15 Mei 1997.<br />
Pendanaan DP-PLN terutama berasal dari iuran karyawan dan pemberi kerja masing-masing<br />
adalah sebesar 6% dan 8,43% - 8,99% untuk tahun 2004 dan 6% dan 6,19% - 6,96% untuk tahun<br />
2003 dari penghasilan dasar pensiun.<br />
Imbalan Pasca-Kerja dan Jangka Panjang Lain<br />
Selain program pensiun, Perusahaan dan anak perusahaan memberikan imbalan pasca-kerja<br />
lain berupa uang pesangon, penghargaan masa kerja dan ganti kerugian kepada karyawan yang<br />
memenuhi persyaratan sesuai dengan kebijakan Perusahaan dan anak perusahaan.<br />
Perusahaan dan anak perusahaan juga memberikan imbalan kerja jangka panjang lain berupa<br />
uang cuti besar, tunjangan kecelakaan dinas, bantuan kematian dan pemakaman dan<br />
penghargaan winduan bagi karyawan yang memenuhi persyaratan. Tidak terdapat dana yang<br />
disisihkan sehubungan dengan program ini.<br />
- 55 -<br />
2003 *)
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
CATATAN ATAS <strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003 – Lanjutan<br />
Pada awal tahun 2003, Perusahaan dan anak perusahaan meningkatkan manfaat uang<br />
pesangon, penghargaan masa kerja dan ganti kerugian sesuai Keputusan Direksi<br />
No. 039.K/010/DIR/2000, dan No. 225.K/010/DIR/2002 dan No. 039.K/010/DIR/2003.<br />
Perhitungan imbalan pasca-kerja dan jangka panjang lain dihitung oleh PT Binaputera Jaga<br />
Hikmah, aktuaris independen, sesuai dengan laporannya tanggal 14 April 2005. Asumsi utama<br />
yang digunakan oleh aktuaris adalah sebagai berikut:<br />
Umur pensiun normal : 56 tahun<br />
Tingkat diskonto per tahun : 11%<br />
Tingkat kenaikan gaji per tahun<br />
Program pensiun : 5%<br />
Imbalan pasca-kerja dan jangka panjang lain : 10%<br />
Imbalan Pemeliharaan Kesehatan<br />
Perusahaan dan anak perusahaan juga menyediakan program kesehatan bagi pensiunan dan<br />
keluarganya yang memenuhi syarat. Tidak terdapat dana yang disisihkan sehubungan dengan<br />
manfaat tersebut.<br />
Perhitungan imbalan pemeliharaan kesehatan dihitung oleh PT Binaputera Jaga Hikmah, aktuaris<br />
independen, sesuai dengan laporannya tanggal 14 April 2005. Asumsi utama yang digunakan<br />
oleh aktuaris adalah sebagai berikut:<br />
Tingkat diskonto per tahun : 11%<br />
Tingkat kenaikan biaya kesehatan : 21% tahun 2004 dan 24% tahun 2003,<br />
menurun secara linear sebesar 3% untuk<br />
setiap tahun berikutnya.<br />
46. TRANSAKSI HUBUNGAN ISTIMEWA<br />
Dalam kegiatan usahanya, Perusahaan dan anak perusahaan melakukan transaksi tertentu<br />
dengan pihak hubungan istimewa. Perusahaan dan anak perusahaan tidak mengungkapkan<br />
transaksi dengan <strong>Badan</strong> Usaha Milik Negara/Daerah sebagai pihak hubungan istimewa sesuai<br />
dengan Pernyataan Standar Akuntansi <strong>Keuangan</strong> (PSAK) No. 7.<br />
Seluruh transaksi signifikan dengan pihak hubungan istimewa baik yang dilakukan dengan<br />
persyaratan dan kondisi yang sama dengan atau tidak sama dengan pihak ketiga, telah<br />
diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan konsolidasi. Ringkasan transaksi dan sifat<br />
hubungan istimewa tersebut mencakup sebagai berikut :<br />
- 56 -
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
CATATAN ATAS <strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003 – Lanjutan<br />
Transaksi Hubungan Istimewa<br />
Catatan<br />
Piutang hubungan istimewa 8<br />
PT Sumber Segara Primadaya 560.297<br />
PT Bajradaya Sentranusa 160.388<br />
PT Geo Dipa Energi 30.081<br />
Direksi dan karyawan 345.502<br />
Jumlah 1.096.268<br />
Hutang usaha 29<br />
PT Geo Dipa Energi 27.496<br />
PT Mitra Energi Batam 7.614<br />
PT Daya Citra Mulia 3.432<br />
Jumlah 38.542<br />
Hutang lain-lain<br />
Yayasan Pendidikan dan<br />
Kesejahteraan - PLN 45.411<br />
PT Mitra Energi Batam 13.661<br />
Dana Pensiun - PLN 54<br />
Koperasi Karyawan 23.804<br />
Jumlah 82.930<br />
Jumlah 121.472<br />
Pembelian listrik swasta 36<br />
PT Geo Dipa Energi 121.347<br />
PT Mitra Energi Batam 7.614<br />
Jumlah 128.961<br />
Pembelian bahan bakar - batubara<br />
PT Daya Citra Mulia 11.830<br />
Pembelian aktiva tetap 4<br />
PT Mitra Energi Batam 13.661<br />
Pembelian investasi saham 6<br />
Yayasan Pendidikan dan<br />
Kesejahteraan - PLN 24.330<br />
* Persentase terhadap jumlah aktiva/kewajiban/beban yang bersangkutan<br />
Sifat Hubungan Istimewa<br />
- 57 -<br />
2004 2003<br />
Rp juta % * Rp juta % *<br />
0,26% - -<br />
0,08% 125.000 0,06%<br />
0,01% 30.081 0,01%<br />
0,16% 381.996 0,18%<br />
0,52% 537.077 0,26%<br />
0,04% 69.231 0,10%<br />
0,01% - -<br />
0,01% - -<br />
0,06% 69.231 0,10%<br />
0,07% - -<br />
0,02% - -<br />
0,00% - -<br />
0,03% 5.182 0,01%<br />
0,12% 5.182 0,01%<br />
0,18% 74.413 0,11%<br />
1,01% 70.816 0,65%<br />
0,06% - -<br />
1,07% 70.816 0,65%<br />
0,05% - -<br />
0,01% - -<br />
0,01% - -<br />
a. Perusahaan merupakan pemegang saham dengan pemilikan langsung dan tidak langsung<br />
pada perusahaan asosiasi (Catatan 6).<br />
b. Pengurus koperasi karyawan juga merupakan karyawan Perusahaan dan anak perusahaan.<br />
c. Pendiri dan pengawas Yayasan Pendidikan dan Kesejahteraan PT PLN (Persero) (YPK)<br />
merupakan pengurus dan karyawan Perusahaan dan anak perusahaan.<br />
d. Karyawan merupakan orang-orang yang mempunyai wewenang dan tanggungjawab untuk<br />
merencanakan, memimpin dan mengendalikan kegiatan Perusahaan.
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
CATATAN ATAS <strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003 – Lanjutan<br />
47. AKTIVA DAN KEWAJIBAN MONETER DALAM MATA UANG ASING<br />
Pada tanggal neraca, Perusahaan dan anak perusahaan mempunyai aktiva dan kewajiban<br />
moneter dalam mata uang asing sebagai berikut :<br />
2004 2003 *)<br />
Mata uang Ekuivalen Mata uang Ekuivalen<br />
asing Rp asing Rp<br />
Aktiva<br />
Kas dan setara kas CHF 809.364 6.598.252.203 1.079.614 7.338.435.531<br />
EUR 8.217.770 103.465.240.010 24.529.372 259.709.882.301<br />
GBP 10.833 192.766.779 10.894 163.387.953<br />
JPY 824.986.378 74.297.366.619 389.442.306 30.682.629.471<br />
USD 18.898.693 175.163.245.756 56.852.510 479.269.224.824<br />
SGD 26.801 152.364.923 - -<br />
Investasi jangka pendek USD 10.837.565 100.371.048.004 10.477.351 88.422.927.641<br />
EUR 18.000 227.736.000 - -<br />
Piutang lain-lain USD 60.546.582 562.477.747.399 234.715 1.986.865.861<br />
Jumlah Aktiva 1.022.945.767.693 867.573.353.582<br />
Kewajiban<br />
Penerusan pinjaman ATS 167.593.968 154.856.826.549 178.432.858 138.727.978.688<br />
AUD 25.245.514 183.762.097.697 25.540.891 162.957.270.530<br />
BEF 36.759.128 11.579.125.184 38.568.645 10.228.790.368<br />
DEM 49.977.791 324.955.596.793 51.232.695 280.243.355.261<br />
FRF 15.380.018 29.821.855.242 121.857.642 198.744.940.453<br />
GBP 27.772.131 499.398.460.833 32.275.171 489.109.877.165<br />
JPY 15.284.334.633 1.389.161.077.653 22.382.786.318 1.781.199.752.382<br />
NLG 119.711.188 690.853.268.350 155.976.241 757.220.978.078<br />
USD 761.508.433 7.109.442.730.933 817.216.468 6.952.060.495.428<br />
EUR 33.955.103 431.807.042.400<br />
- -<br />
Hutang listrik swasta USD 799.160.328 7.460.960.821.959 827.882.512 7.042.796.526.606<br />
Hutang proyek ATS 27.588.407 25.495.803.675 27.645.868 21.494.109.487<br />
EUR 2.365.038 30.075.168.455<br />
385.651 4.125.848.675<br />
SFR - - 3.027.249 19.613.366.957<br />
CAD 327.092 2.537.166.928<br />
327.081 2.150.622.663<br />
CHF 100.453 827.449.977<br />
144.255 989.420.863<br />
DEM 486.229 3.161.404.180<br />
664.966 3.637.371.273<br />
FRF 25.189.989 48.834.032.248 33.753.319 55.050.312.733<br />
GBP 646.393 11.623.484.461 809.488 12.267.283.086<br />
ITL - - 10.565.930 58.429.593<br />
JPY 411.965.621 37.442.690.167 865.322.960 68.861.535.808<br />
NLG 346.819 2.001.330.095 3.407.033 16.540.189.506<br />
USD 15.841.450 147.895.781.510 19.152.656 162.931.645.137<br />
Hutang usaha USD 537.641.249 5.013.159.462.356 391.430.118 3.321.083.708.002<br />
EUR 4.100 49.200.000 - -<br />
Biaya masih harus dibayar ATS 91.532 84.589.461 - -<br />
AUD 94.340 686.726.090 1.045.025 6.667.523.220<br />
BEF 388.316 122.411.119 834.317 221.269.120<br />
DEM 1.238.784 8.054.426.422 302.284 1.653.494.601<br />
FRF 1.407.300 2.728.231.844 3.712.718 6.055.294.069<br />
GBP 370.118 6.655.491.996 291.110 4.411.589.041<br />
JPY 262.759.184 23.881.630.458 376.609.942 29.970.242.550<br />
NLG 701.417 4.047.545.636 922.921 4.480.522.650<br />
USD 8.832.441 82.459.670.961 21.485.160 182.774.254.418<br />
Jumlah Kewajiban 23.738.422.601.632 21.738.327.998.411<br />
Jumlah Kewajiban - Bersih (22.715.476.833.939) (20.870.754.644.829)<br />
*) Disajikan kembali - Catatan 50<br />
- 58 -
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
CATATAN ATAS <strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003 – Lanjutan<br />
Pada tanggal neraca, kurs konversi mata uang asing yang digunakan Perusahaan dan anak<br />
perusahaan adalah kurs jual-beli yang dikeluarkan Bank Indonesia, sebagai berikut :<br />
2004 2003<br />
Jual Beli Jual Beli<br />
Rp Rp Rp Rp<br />
Mata uang<br />
USD 9.336,00 9.244,00 8.507,00 8.423,00<br />
CHF 8.237,16 8.152,39 6.858,82 6.788,36<br />
GBP 17.982,07 17.795,70 15.154,37 14.997,99<br />
YPY 90,89 89,96 79,58 78,76<br />
AUD 7.279,28 7.204,77 6.380,25 6.313,04<br />
CAD 7.756,73 7.677,10 6.575,20 6.506,26<br />
EUR 12.716,57 12.587,55 10.698,40 10.587,71<br />
Sehubungan dengan fluktuasi kurs mata uang Rupiah terhadap mata uang asing, Perusahaan<br />
dan anak perusahaan mencatat kerugian kurs mata uang asing sebesar Rp 1.675.829.753.716<br />
tahun 2004 dan keuntungan kurs mata uang asing sebesar Rp 1.010.385.428.406 tahun 2003.<br />
48. INFORMASI SEGMEN<br />
Segmen Geografis<br />
Untuk tujuan pelaporan manajemen, saat ini Perusahaan dan anak perusahaan dibagi dalam<br />
operasi geografis Jawa dan Luar Jawa. Operasi geografis tersebut menjadi dasar pelaporan<br />
informasi segmen primer Perusahaan dan anak perusahaan, sebagai berikut :<br />
Jawa Luar Jawa Eliminasi Jumlah<br />
Rp Rp Rp Rp<br />
Pendapatan usaha<br />
Pendapatan eksternal 49.369.455.630.288 12.903.606.217.524 - 62.273.061.847.812<br />
Pendapatan antar segmen - - - -<br />
Jumlah 49.369.455.630.288 12.903.606.217.524 - 62.273.061.847.812<br />
Hasil segmen 19.308.929.417.826 (2.971.944.142.966) 30.822.999.270.079 47.159.984.544.939<br />
Beban usaha tidak dapat dialokasikan (44.597.689.660.956)<br />
Laba usaha<br />
Penghasilan (beban) lain-lain tidak<br />
2.562.294.883.983<br />
dapat dialokasikan (1.117.606.948.021)<br />
Beban pajak (3.184.503.325.000)<br />
Pos luar biasa - bersih setelah pajak (281.551.180.257)<br />
Rugi bersih (2.021.366.569.295)<br />
Aktiva segmen 159.530.176.083.512 56.608.071.521.065 (99.702.999.838.450) 116.435.247.766.127<br />
Aktiva tidak dapat dialokasikan 95.358.349.006.862<br />
Jumlah aktiva konsolidasi 211.793.596.772.989<br />
Kewajiban segmen 21.547.500.545.513 4.414.802.733.487 (20.682.938.527.486) 5.279.364.751.514<br />
Kewajiban tidak dapat dialokasikan 64.165.389.151.924<br />
Jumlah kewajiban konsolidasi 69.444.753.903.438<br />
- 59 -<br />
2004
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
CATATAN ATAS <strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003 – Lanjutan<br />
Jawa Luar Jawa Eliminasi Jumlah<br />
Rp Rp Rp Rp<br />
Pendapatan usaha<br />
Pendapatan eksternal 43.165.474.527.894 11.265.303.273.514 - 54.430.777.801.408<br />
Pendapatan antar segmen - - - -<br />
Jumlah 43.165.474.527.894 11.265.303.273.514 - 54.430.777.801.408<br />
Hasil segmen 12.860.711.793.374 (4.062.535.200.182) 26.963.030.065.194 35.761.206.658.386<br />
Beban usaha tidak dapat dialokasikan (39.916.926.665.721)<br />
Rugi usaha<br />
Penghasilan (beban) lain-lain tidak<br />
(4.155.720.007.335)<br />
dapat dialokasikan (2.040.885.027.644)<br />
Beban pajak (1.388.881.449.134)<br />
Pos luar biasa - bersih setelah pajak 1.685.404.064.580<br />
Rugi bersih (5.900.082.419.533)<br />
Aktiva segmen 157.755.887.662.161 54.878.906.311.088 (180.914.314.853.885) 31.720.479.119.364<br />
Aktiva tidak dapat dialokasikan 177.404.441.382.880<br />
Jumlah aktiva konsolidasi 209.124.920.502.244<br />
Kewajiban segmen 49.452.990.307.651 59.030.608.657.406 (103.368.264.472.786) 5.115.334.492.271<br />
Kewajiban tidak dapat dialokasikan 61.306.004.698.482<br />
Jumlah kewajiban konsolidasi 66.421.339.190.753<br />
*) Disajikan kembali - Catatan 50<br />
Segmen Usaha<br />
Operasi Perusahaan dan anak perusahaan terutama bergerak dalam bidang penyediaan tenaga<br />
listrik. Operasi Perusahaan dan anak perusahaan yang bukan bergerak dalam bidang tenaga<br />
listrik mencakup 0,14% dan 0,18% dari pendapatan usaha masing-masing tahun 2004 dan 2003.<br />
Pendapatan usaha tersebut adalah sebagai berikut :<br />
2004 2003<br />
Rp Rp<br />
Usaha penyediaan tenaga listrik<br />
Penjualan listrik berdasarkan golongan tarif<br />
Industri 22.547.350.642.909 19.355.350.985.146<br />
Rumah tangga 21.636.107.587.622 18.690.225.271.699<br />
Usaha 10.410.620.461.520 8.746.392.199.594<br />
Umum 3.637.923.692.504 3.017.668.641.450<br />
Jumlah 58.232.002.384.555 49.809.637.097.889<br />
Subsidi listrik 3.469.919.795.843 4.096.633.014.267<br />
Pendapatan penyambungan pelanggan<br />
Perubahan daya tersambung dan<br />
387.082.924.469 342.256.833.433<br />
administrasi serta sewa trafo 92.311.146.294 79.001.382.408<br />
Jumlah 62.181.316.251.161 54.327.528.327.997<br />
Lain-lain 91.745.596.651 103.249.473.411<br />
Jumlah 62.273.061.847.812 54.430.777.801.408<br />
- 60 -<br />
2003 *)
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
CATATAN ATAS <strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003 – Lanjutan<br />
49. IKATAN DAN KONTINJENSI<br />
Perusahaan dan anak perusahaan memiliki perikatan yang signifikan dan kontinjensi sebagai<br />
berikut :<br />
a. Untuk menjaga kesinambungan kegiatannya, Perusahaan dan anak perusahaan mengadakan<br />
perjanjian pengadaan bahan bakar gas sebagai berikut :<br />
i. Gas<br />
Jumlah yang<br />
Sektor Pemasok No. Perjanjian Periode Satuan disepakati<br />
Muara Karang<br />
dan Tanjung Priok *) 30-12-2003 2004-2017 TBtu 679<br />
Gresik Pertamina/Arco PJ-291/PST/89 1993-2012 BSCF 1.683<br />
Gresik Pertamina/Kodeco 0059-2.PJ/06/DIR/2003 1994-2004 TBtu 311<br />
Belawan Pertamina Dalam proses 2002-2011 BSCF 152<br />
Kramasan - Palembang Pertamina 0074-1.PJ/060/DIR/2001 2001-2010 BSCF 24<br />
Tarakan - Kaltim Pertamina/Exspan 0073-1.PJ/061/DIR/2002 2003-2012 BSCF 9,65<br />
Indralaya - Palembang Pertamina 0073-2.PJ/061/DIR/2002 2001-2010 BSCF 32,23<br />
Kaji - Palembang Pertamina/Exspan 0068.PJ/060/DIR2003 2003-2011 TBtu 25,28<br />
Tanjung Batu -<br />
Samarinda Pertamina/Exspan 0059-4.PJ/061/DIRUT/2003 2003-2008 TBtu 31<br />
Borang - Palembang Pertamina/Exspan 00145.PJ/061/DIRUT/2003 2004-2013 TBtu 40,64<br />
*) BP West Java Ltd, Itochu Oil Exploration Co. Ltd, MC Oil & Gas Java BY, Inpex Jawa Ltd, CNOOC ONWJ Ltd<br />
dan Paladin Resources (Sunda) Ltd.<br />
Pembayaran pembelian gas dijamin dengan stand-by letter of credit (SBLC). Perusahaan<br />
mempunyai fasilitas SBLC sebesar US$ 39,9 juta dari Bank Negara Indonesia. Fasilitas<br />
SBLC berjangka waktu 13 (tiga belas) tahun sampai dengan 31 Desember 2016.<br />
ii. Batubara<br />
Jumlah<br />
Pemasok No. Kontrak Satuan per tahun Periode<br />
PT Adaro Indonesia 055.PJ/061//1996 Metrik ton 3.600.000 2003-2006<br />
0007.P/061/IP/2002 Metrik ton 3.000.000 2003-2005<br />
PT Berau Coal 0006.P/061/IP/2002 Metrik ton 3.500.000 2002-2005<br />
PT Kideco Jaya Agung 0003.P/061/IP/2002 Metrik ton 6.500.000 2002-2005<br />
PT Batubara Bukit Asam 161.P/061/IP/2002 Metrik ton 6.100.000 2003-2012<br />
PT Jorong Barutama Greaston 050.PJNP/9212/1997/M Metrik ton 1.940.000 1999-2004<br />
003.P/600/2003 Metrik ton 336.000 2003-2004<br />
PT Daya Citra Mulia 34.PJ/PJB-DCM/12/2004 Metrik ton 336.000 2003-2004<br />
b. Perusahaan mengadakan perjanjian jual beli tenaga listrik (Power Purchase Agreement -<br />
PPA) dan Energy Sales Contract - ESC) dengan penyedia dan pengembang tenaga listrik<br />
swasta (Independent Power Producer - IPP) skala besar sebelum tahun 1997. Sejak tahun<br />
1998, Perusahaan telah melaksanakan renegosiasi terhadap PPA dan ESC melalui Kelompok<br />
Kerja Renegosiasi Kontrak Khusus PLN (KKRK) dibawah arahan Tim Keppres. Renegosiasi<br />
tersebut meliputi antara lain keseimbangan kondisi kontrak, kewajaran harga dan disparitas<br />
harga jual listrik swasta dan harga jual Perusahaan.<br />
- 61 -
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
CATATAN ATAS <strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003 – Lanjutan<br />
Berdasarkan renegosiasi tersebut, sampai dengan tanggal 31 Desember 2004, Perusahaan<br />
dan IPP telah menyepakati perubahan PPA dan ESC, sebagai berikut :<br />
i. Sudah Beroperasi<br />
Bahan Kapasitas AF 2)<br />
Jangka<br />
waktu<br />
No. Perusahaan Proyek/lokasi bakar (MW) (%) perjanjian 1)<br />
1. PT Cikarang Listrindo Cikarang, Jabar Gas 150 72 1996-2016<br />
2. PT Energi Sengkang Sengkang, Sulsel Gas 200 85 1997/1998<br />
2028/2031<br />
3. Unocal Geothermal Salak, Jabar Panas Bumi 330 90 2002-2040<br />
Indonesia Ltd.<br />
4. PT Makassar Power Pare-pare, Sulsel MFO 60 80 1999-2016<br />
5. PT Paiton Energy Paiton I, Jatim Batubara 1.230 85 1994-2040<br />
6. PT Jawa Power Paiton II, Jatim Batubara 1.220 83 1995-2030<br />
7. Pertamina, Chevron Drajat Ltd. Drajat, Jabar Panas Bumi 140 95<br />
Texaco Drajat Ltd. dan 2000-<br />
PT Drajat Geothermal Ind. 2030/2040<br />
8. Magma Nusantara Ltd (MNL) 3) Wayang Windu, Jabar Panas Bumi 110 90 1998/1999<br />
2008/2029<br />
9. PT Geo Dipa Energi 4) Dieng, Jateng Panas Bumi 60 85 2004-2046<br />
10. PT Asrigita Prasarana Palembang Timur, Gas 150 85 2002-2022<br />
Jumlah 3.650<br />
ii. Belum Beroperasi (Dalam Tahap Pengembangan)<br />
Bahan Kapasitas AF 2)<br />
Jangka<br />
waktu<br />
No. Perusahaan Proyek/lokasi bakar (MW) (%) perjanjian 1)<br />
1. PT Sumber Segara Prima d) Cilacap, Jateng Batubara 600 80 2004 - 2036<br />
2. PT Central Jawa Power c) Tanjung Jati B, Jateng Batubara 1,320 80 2004 - 2026<br />
3. PT Tenaga Listrik Amurang Amurang, Sulut Batubara 110 80 2003-2033<br />
4. PT Tenaga Listrik Sibolga Sibolga, Sumut Batubara 200 80 2003-2033<br />
5. Pertamina dan Bali Bedugul, Bali Panas Bumi 175 95 2004-2040<br />
Energy Ltd. 5)<br />
6. YPK PLN 6) Cibuni, Jabar Panas Bumi 10 90 1998-2028<br />
7. Pertamina 7) Kamojang, Jabar Panas Bumi 60 90 2004-2034<br />
8. PT Geo Dipa Energi 4) Patuha, Jabar Panas Bumi 180 85 2004-2046<br />
9. PT Bajradaya Sentranusa 8) Asahan I, Sumut Tenaga Air 180 75 2010-2040<br />
10. PT Dizamatra Powerindo Sibayak, Sumut Panas Bumi 10 90 1996-2030<br />
Jumlah 2,845<br />
1) Perjanjian berlaku sejak perjanjian ditandatangani dan jual beli tenaga listrik berlaku<br />
antara 19 tahun sampai dengan 30 tahun sejak tanggal produksi komersial (periode<br />
produksi).<br />
2) AF = Faktor Pemasokan Tenaga yang harus diserap Perusahaan.<br />
3) Pada tanggal 31 Desember 2000, Perusahaan bersama Pertamina dan Magma<br />
Nusantara Ltd (Proyek Wayang Windu) telah mengadakan interim agreement yang<br />
menyepakati penggunaan tarif harga pembelian listrik interim sampai dengan<br />
ditandatanganinya ESC hasil restrukturisasi. Pada tahun 2004, proyek tersebut<br />
diakuisisi oleh PT Star Energy Investment. Perusahaan masih menunggu arahan dari<br />
Pemerintah mengenai negosiasi perubahan ESC.<br />
- 62 -
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
CATATAN ATAS <strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003 – Lanjutan<br />
4) Sebelumnya merupakan pembangkit listrik swasta milik Himpurna California Energy<br />
Limited dan Patuha Power Limited. Pada tanggal 2 Mei 2001, Pemerintah Indonesia<br />
mengambil alih proyek tersebut melalui pembayaran ganti rugi asuransi kepada OPIC<br />
sebesar US$ 260 juta. Pada tahun 2002, Pertamina dan Perusahaan mendirikan<br />
PT Geo Dipa Energi untuk melanjutkan proyek tersebut.<br />
5) Pada tanggal 19 Pebruari 2004, telah ditandatangani amandemen ESC.<br />
6) Sebelumnya proyek dimiliki PT Yala Tekno Geothermal (YTG) dan pada tanggal<br />
7 Agustus 2003 Tim Keppres menyetujui Yayasan Pendidikan dan Kesejahteraan PLN<br />
mengakuisisi proyek tersebut dari YTG. Saat ini sedang dalam proses akuisisi.<br />
7) Sebelumnya proyek dimiliki PT Latoka Trimas Bina Energi (LTBE) dan pada tanggal<br />
7 Agustus 2003, Tim Keppres menyetujui Pertamina mengakuisisi proyek tersebut dari<br />
LTBE. Amandemen ESC telah ditandatangani.<br />
8) Pada tanggal 8 Januari 2004, telah ditandatangani amandemen PPA.<br />
Dalam perjanjian dengan perusahaan pembangkit tenaga listrik tertentu, disepakati bahwa<br />
pada setiap saat setelah tanggal pembiayaan hingga berakhirnya perjanjian, Perusahaan<br />
dapat melaksanakan opsi untuk membeli hak penjual, milik, dan kepentingan atas proyek<br />
yang bersangkutan.<br />
c. Pada tanggal 16 September 1996 dan 26 Desember 1997, Perusahaan bersama PT HI<br />
Power Tubanan I (d/h PT Cepa Indonesia) menandatangani PPA untuk pengembangan dan<br />
pengoperasian pembangkit tenaga listrik 2 x 660 MW Tanjung Jati B dan 2 x 660 MW<br />
Tanjung Jati C. Pada bulan April 2003, Perusahaan dan PT HI Power Tubanan I sepakat<br />
untuk mengakhiri PPA tersebut. Untuk melanjutkan pengembangan proyek Tanjung Jati B,<br />
Perusahaan mengadakan perjanjian dengan PT Central Java Power (CJP). Pembiayaan<br />
dilakukan melalui penyertaan modal dari Sumitomo Corporation (SC) kepada CJP dan<br />
pinjaman dari bank. CJP menunjuk sebuah Unit Kerja Sama Operasi antara SC dengan<br />
PT Wasa Mitra Engineering (SCWM) dan Summit Power Development Limited sebagai<br />
Kontraktor Engineering Procurement and Construction (EPC). CJP berkewajiban untuk<br />
memiliki tanah lokasi proyek serta bertanggungjawab dalam pembangunan dan pembiayaan<br />
proyek melalui pinjaman dan dana sendiri. Perusahaan bertanggungjawab untuk<br />
membangun, mengoperasikan pembangkit dan memiliki fasilitas transmisi.<br />
Perusahaan bersama dengan CJP dan PT Bank Mandiri menandatangani Funding and<br />
Repayment Agreement No. 0028.PJ/061/PST/2003 pada tanggal 23 Mei 2003. Perusahaan<br />
diwajibkan menyediakan fasilitas pendanaan PPN impor maksimum sebesar Rp 900 miliar<br />
sehubungan dengan pembangunan pembangkit tersebut.<br />
Selanjutnya Perusahaan dan CJP menandatangani Financial Lease Agreement (FLA) yang<br />
mengatur antara lain CJP akan menyewakan pembangkit tersebut selama 20 tahun kepada<br />
Perusahaan sejak tanggal operasi komersial dengan pembayaran angsuran sewa setengah<br />
tahunan. Pembayaran angsuran dilakukan melalui Escrow Account. Sumitomo Mitsui<br />
Banking Corporation, Singapura bertindak sebagai Escrow Agent dan Sumitomo Mitsui<br />
Banking Corporation, Tokyo bertindak sebagai Security Agent. Perusahaan akan<br />
mengoperasikan pembangkit sesuai dengan Operation and Maintenance Agreement dan<br />
memiliki hak opsi untuk membeli pembangkit pada akhir masa sewa. Perusahaan juga<br />
memiliki opsi untuk membeli pembangkit sebelum masa FLA berakhir sebesar jumlah<br />
tertentu sesuai dengan Call Right Agreement.<br />
- 63 -
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
CATATAN ATAS <strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003 – Lanjutan<br />
d. Pada tahun 2003, Perusahaan dan China National Machinery & Equipment Import & Export<br />
Corporation (CMEC) menandatangani kontrak pembangunan dua unit Pembangkit Listrik<br />
Tenaga Batu Bara Labuhan Angin masing-masing berkapasitas 115 MW. Nilai kontrak yang<br />
disepakati sebesar US$ 182,2 juta dan Rp 115 miliar, tidak termasuk PPN. Proyek ini<br />
diharapkan selesai dalam tahun 2007.<br />
e. Pada 31 Desember 2004, Perusahaan memiliki saldo fasilitas penerusan pinjaman dalam<br />
beberapa mata uang asing atau setara Rp 5.747.090.797.094 yang belum digunakan dan<br />
akan berakhir pada tahun 31 Desember 2008. Provisi atas fasilitas belum digunakan tersebut<br />
sebesar 0,20% - 0,75% per tahun (Catatan 23).<br />
f. Perusahaan dan PJB, menghadapi gugatan sebesar Rp 162,5 miliar dan pengembalian<br />
tanah seluas 88.900 Ha dari penduduk Desa Sirnagalih, Kecamatan Manis, Kabupaten<br />
Purwakarta atas penggunaan tanah yang diperoleh dari Perum Perhutani Unit II Jawa Barat<br />
(“Perhutani”) untuk pembangunan PLTA Cirata, salah satu unit pembangkitan PJB.<br />
Perusahaan dan PJB merupakan pihak tergugat II dan III, sedangkan Perhutani dan <strong>Badan</strong><br />
Pertanahan Nasional masing-masing sebagai tergugat I dan IV. Pada tanggal 29 Juli 1999,<br />
Pengadilan Negeri Purwakarta memenangkan Penggugat, dan Perhutani wajib membayar<br />
kompensasi tanah kepada penduduk Desa Sirnagalih. Perhutani menolak keputusan tersebut<br />
dan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Bandung.<br />
Pada bulan April 2000, Pengadilan Tinggi Bandung memutuskan untuk menerima<br />
permohonan banding Perhutani dan membatalkan putusan Pengadilan Negeri Purwakarta<br />
dan menyatakan gugatan para Penggugat tidak dapat diterima. Kemudian Penggugat<br />
mengajukan kasasi atas keputusan Pengadilan Tinggi Bandung tersebut.<br />
Pada bulan Juli 2003, Mahkamah Agung Republik Indonesia melalui putusan No. 2671<br />
K/Pdt/2001, menerima permohonan kasasi dari Penggugat dan membatalkan putusan<br />
Pengadilan Tinggi Bandung jo. Putusan Pengadilan Negeri Purwakarta dan memerintahkan<br />
Pengadilan Tinggi untuk memeriksa dan memutus pokok perkara. Sampai dengan tanggal<br />
penerbitan laporan keuangan, perkara tersebut masih dalam proses.<br />
g. Perusahaan menghadapi gugatan atas padamnya listrik di Nanggroe Aceh Darussalam<br />
sebesar Rp 110,4 miliar dari anggota Kelompok Konsumen Listrik Perusahaan. Pada tanggal<br />
25 Agustus 2003 dan tanggal 19 Januari 2004, Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi<br />
Nanggroe Aceh Darussalam menolak gugatan tersebut. Sampai dengan tanggal penerbitan<br />
laporan keuangan perkara tersebut masih dalam proses kasasi di Mahkamah Agung<br />
Republik Indonesia.<br />
h. Pada tanggal 17 Mei 2004, PJB melakukan pemutusan kontrak “Non-OEM Re-engineered<br />
Hot Gas Part of Muara Tawar Project” dengan Columbia Turbo and Engineering Service Pte.<br />
Ltd., Singapura (Columbia).<br />
Berdasarkan berita acara rapat tanggal 15 Desember 2004, kedua belah pihak setuju untuk<br />
tidak menggunakan hukum International Arbitration di Singapura dalam penyelesaian kasus<br />
ini. Berdasarkan surat dari Columbia tanggal 27 Januari 2005, Columbia meminta jumlah<br />
penggantian atas komponen berwujud dan komponen tidak berwujud masing-masing<br />
sebesar 4% dan 8% dari nilai kontrak atau sejumlah US$ 4.995.208. Sampai dengan tanggal<br />
penerbitan laporan keuangan, jumlah biaya penggantian tersebut belum disepakati sehingga<br />
estimasi kewajiban yang timbul dari kasus pemutusan kontrak tersebut belum dapat<br />
ditetapkan.<br />
- 64 -
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
CATATAN ATAS <strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003 – Lanjutan<br />
i. Perusahaan dan anak perusahaan belum mengakui dan mencatat jumlah tagihan Pertamina<br />
sebesar Rp 726.647.593.125 yang merupakan 25% harga pasar untuk pembelian bahan<br />
bakar minyak (BBM) diatas kuota yang ditetapkan Pertamina dalam tahun 2002. Perusahaan<br />
dan anak perusahaan tetap berpegang pada Perjanjian Payung Jual Beli BBM<br />
No. 071.PJ/060/DIR/2001 tanggal 8 Oktober 2001 dan Keputusan Presiden Republik<br />
Indonesia (Keppres RI) No. 9 Tahun 2002 tanggal 16 Januari 2002, serta Keppres RI No. 27<br />
tahun 2002 tanggal 30 April 2002. Penyelesaian perbedaan ini telah disampaikan kepada<br />
Menteri <strong>Keuangan</strong> Republik Indonesia melalui Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral<br />
sesuai surat No. 2082/80/SJN.K/2003 tanggal 24 Juni 2003. Dalam surat tanggal 2 Oktober<br />
2003, Departemen <strong>Keuangan</strong> Republik Indonesia juga menganjurkan agar penyelesaian<br />
perbedaan tersebut dilaksanakan sebagaimana lazimnya penyelesaian hutang piutang bisnis<br />
biasa dan tidak perlu melibatkan Pemerintah. Pada tanggal 27 Januari 2005 dan 3 Pebruari<br />
2005, Perusahaan dan Pertamina telah melakukan pembahasan untuk memperoleh<br />
kesepakatan mengenai penyelesaian atas selisih harga BBM tersebut, namun sampai<br />
dengan tanggal penerbitan laporan keuangan ini, belum ada penyelesaian akhir mengenai<br />
masalah tersebut.<br />
j. Perusahaan juga menghadapi gugatan ganti rugi di beberapa lokasi atas bangunan jaringan<br />
transmisi/distribusi. Manajemen berpendapat perkara-perkara tersebut tidak material dan<br />
tidak mempengaruhi aktivitas dan kegiatan usaha Perusahaan.<br />
k. Pada tanggal 19 Pebruari 1999, terjadi kerusakan kabel laut di Selat Madura akibat<br />
tersangkut jangkar kapal MV. Kota Indah. Perusahaan menuntut ganti rugi sebesar<br />
US$ 5.699.995 dan Rp 15.800.697.905 kepada Advance Container Lines (Pte) Ltd., Pacific<br />
International Lines (Pte) Ltd., Shaukat Ali Akhtar, Nahkoda MV. Kota Indah, The Britania<br />
Steam Ship Insurance Association Ltd (P & I Club). Perkara ini telah melalui proses<br />
pengadilan dan terakhir dengan Keputusan Mahkamah Agung No. 1801 K/Pdt/2002 tanggal<br />
15 Juli 2004, tuntutan Perusahaan dimenangkan dan menghukum para tergugat secara<br />
tanggung renteng. Pelaksanaan eksekusi keputusan ini masih dalam proses.<br />
50. PENYAJIAN KEMBALI <strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI<br />
Sebelumnya Perusahaan telah menerbitkan laporan keuangan konsolidasi tahun 2003 kepada<br />
pemegang saham, kreditur, pihak lain yang dipandang perlu oleh manejemen Perusahaan dan<br />
pemegang saham.<br />
Sehubungan dengan penawaran umum obligasi Perusahaan dan untuk memenuhi pasal 64<br />
Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995, Perusahaan memutuskan untuk menerbitkan<br />
dan menyajikan kembali laporan keuangan konsolidasi tahun 2003 tersebut. Penyajian kembali<br />
laporan keuangan konsolidasi tersebut mencakup hal-hal signifikan sebagai berikut :<br />
a. Pada tahun 2004, Perusahaan dan anak perusahaan menerapkan Pernyataan Standar<br />
Akuntansi <strong>Keuangan</strong> (PSAK) No. 24 (Revisi 2004) tentang ”Imbalan Kerja”. Perubahan<br />
akuntansi ini ditetapkan secara retrospektif, oleh karenanya, angka-angka komparatif tahun<br />
2003 disajikan kembali. Pengaruh kumulatif untuk mencatat imbalan kerja berikut pengaruh<br />
pajak tangguhannya pada defisit awal tahun 2003 sebesar Rp 4.864.195.000.000 dan beban<br />
tahun 2003 sebesar Rp 1.813.798.100.000.<br />
- 65 -
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
CATATAN ATAS <strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003 – Lanjutan<br />
b. Pada tahun 2004, Perusahaan dan anak perusahaan melakukan penyesuaian terhadap<br />
laporan keuangan konsolidasi tahun 2003 dan tahun sebelumnya. Penyesuaian yang<br />
berdampak pada laporan keuangan konsolidasi tahun 2002 dicatat sebagai pengurang defisit<br />
awal tahun 2003 sebesar Rp 480.772.185.964, dan penyesuaian yang berdampak pada<br />
laporan keuangan konsolidasi tahun 2003 dicatat pada akun yang bersangkutan.<br />
Penyesuaian tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut :<br />
• Penyesuaian hutang listrik swasta yang disepakati pada tahun 2002 sebesar<br />
Rp 165.594.600.796 yang sebelumnya dicatat sebagai penghasilan lain-lain tahun 2003.<br />
• Penyesuaian selisih penilaian kembali aktiva tetap sehubungan dengan :<br />
− Beban penyusutan aktiva tetap sebelum penilaian kembali tahun 2002<br />
diperhitungkan terlalu besar sebesar Rp 115.680.340.060.<br />
− Kewajiban pajak tangguhan aktiva tetap yang diperhitungkan terlalu besar<br />
Rp 163.322.879.854 pada tahun 2002.<br />
− Penyesuaian selisih penilaian kembali aktiva tetap tahun 2003 sebesar<br />
Rp 34.893.163.826 untuk memperhitungkan kompensasi rugi fiskal anak<br />
perusahaan atas hutang pajak pengasilan final tahun 2003.<br />
• Penyesuaian pembelian bahan bakar tahun 2002 sebesar Rp 331.445.822.630 yang<br />
sebelumnya dicatat sebagai pendapatan lain-lain pada tahun 2003.<br />
• Penyesuaian kewajiban pajak tangguhan atas kekurangan penghitungan penyusutan<br />
fiskal tahun 2003 sebesar Rp 347.062.275.353 dan kelebihan perhitungan penyusutan<br />
fiskal tahun 2002 sebesar Rp 199.000.502.287.<br />
• Penyesuaian biaya masih harus dibayar tahun 2003 dan 2002 masing-masing sebesar<br />
Rp 358.434.584 dan Rp 240.121.783.<br />
• Penyesuaian penghasilan lain-lain tahun 2003 sebesar Rp 706.451.799.418 atas hutang<br />
listrik swasta sebesar Rp 15.380.791.348, beban bunga sebesar Rp 16.364.885.162 dan<br />
pos luar biasa sebesar Rp 672.706.122.908.<br />
• Penyesuaian selisih transaksi perubahan ekuitas anak perusahaan atas pengurangan<br />
pajak penghasilan final sebesar Rp 294.982.654.997 yang sebelumnya dicatat sebagai<br />
selisih penilaian kembali aktiva tetap.<br />
c. Pada tahun 2004, Perusahaan dan anak perusahaan juga melakukan reklasifikasi akun dalam<br />
laporan keuangan konsolidasi tahun 2003, agar sesuai dengan penyajian laporan keuangan<br />
konsolidasi tahun 2004 sebagai berikut:<br />
• Reklasifikasi selisih penilaian kembali aktiva tetap menjadi selisih transaksi perubahan<br />
ekuitas anak perusahaan sebesar Rp 59.655.605.042.083.<br />
• Reklasifikasi tambahan modal disetor awal tahun 2003 sebesar Rp 20.000.000.000<br />
menjadi hutang lain-lain kepada Pemda Banten.<br />
• Reklasifikasi hutang usaha sebesar Rp 279.674.751.140 menjadi hutang listrik swasta.<br />
• Reklasifikasi taksiran tagihan pajak dibayar dimuka sebesar Rp 61.143.078.105 menjadi<br />
pajak dibayar dimuka.<br />
- 66 -
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DAN ANAK PERUSAHAAN<br />
CATATAN ATAS <strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASI<br />
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2004 DAN 2003 – Lanjutan<br />
Berikut disajikan pos-pos penting dalam laporan keuangan konsolidasi tahun 2003 sesudah dan<br />
sebelum penyajian kembali :<br />
Sebelum Sesudah<br />
disajikan kembali disajikan kembali<br />
Rp Rp<br />
Aktiva pajak tangguhan - 1.165.728.044.419<br />
Aktiva tidak lancar lain-lain 514.149.597.212 687.775.597.212<br />
Pajak dibayar dimuka 2.418.643.322 61.799.051.603<br />
Biaya dibayar dimuka dan uang muka 340.672.756.324 511.892.756.324<br />
Jumlah aktiva 207.615.629.547.301 209.124.920.502.244<br />
Selisih penilaian kembali aktiva tetap 137.870.111.100.869 77.640.558.078.988<br />
Selisih transaksi perubahan ekuitas anak perusahaan - 59.915.694.533.254<br />
Defisit - tidak ditentukan penggunaannya 55.992.651.342.979 62.717.808.110.966<br />
Jumlah ekuitas 149.742.596.568.105 142.703.581.311.491<br />
Kewajiban pajak tangguhan 2.578.175.984.999 1.193.476.782.338<br />
Hutang listrik swasta<br />
Bagian jangka panjang 6.747.740.984.117 6.789.080.087.071<br />
Bagian jatuh tempo dalam satu tahun - 253.716.439.535<br />
Hutang pajak selisih penilaian kembali aktiva tetap 3.882.819.956.583 3.917.713.120.474<br />
Kewajiban imbalan kerja<br />
Bagian jangka panjang - 9.400.127.000.000<br />
Bagian jatuh tempo dalam satu tahun - 484.524.000.000<br />
Hutang usaha 7.703.862.453.308 7.424.187.702.168<br />
Biaya masih harus dibayar 2.523.924.035.481 2.523.325.479.114<br />
Jumlah kewajiban 53.350.368.233.202 66.421.339.190.753<br />
Beban usaha 55.877.204.898.109 58.586.497.808.743<br />
Rugi usaha (1.446.427.096.701) (4.155.720.007.335)<br />
Penghasilan (beban) lain-lain - bersih (1.305.679.963.695) (2.040.885.027.644)<br />
Beban pajak 1.818.939.346.858 1.388.881.449.134<br />
Pos luar biasa (1.012.697.941.672) (1.685.404.064.580)<br />
Rugi bersih 3.558.348.465.582 5.900.082.419.533<br />
Rugi per saham<br />
Termasuk pos tidak berulang dan luar biasa (77.176) (127.965)<br />
Tidak termasuk pos tidak berulang dan luar biasa (99.140) (164.519)<br />
********<br />
- 67 -
<strong>LAPORAN</strong> <strong>AUDITOR</strong><br />
<strong>INDEPENDEN</strong><br />
EVALUASI KINERJA<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PERSERO)<br />
Untuk tahun yang berakhir pada 31 Desember 2004<br />
Nomor : 25.C/Auditama V/GA/V/2005<br />
Tanggal : 30 Mei 2005<br />
<strong>Badan</strong> <strong>Pemeriksa</strong> <strong>Keuangan</strong> Republik Indonesia<br />
Jalan Gatot Subroto No. 31 Jakarta 10210<br />
Telp. (021) 5700380, 5738740, 5720957, 5738727, 5704395 s.d. 9 pesawat 511<br />
Fax. (021) 5700380, 5723995<br />
BPK RI
DAFTAR ISI<br />
Halaman<br />
BAB I SIMPULAN<br />
1. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan<br />
(RKAP) Tahun 2004<br />
1<br />
2. Perbandingan realisasi hasil usaha tahun 2004 dengan RKAP 2<br />
3. Tingkat kesehatan perusahaan 2<br />
4. Perkembangan usaha perusahaan 2<br />
5. Pemahaman atas struktur pengendalian intern 3<br />
6. Informasi lainnya 3<br />
BAB II HASIL EVALUASI<br />
1. Penyusunan dan pelaksanaan RKAP tahun 2004 5<br />
2. Analisa perbandingan antara realisasi hasil usaha tahun 2004<br />
dengan RKAP dan realisasi tahun 2003<br />
5<br />
3. Analisis tingkat kesehatan perseroan 9<br />
4. Perkembangan usaha perseroan 12<br />
5. Pemahaman atas struktur pengendalian intern 17<br />
6. Informasi lainnya 19<br />
i
BAB I<br />
SIMPULAN<br />
1. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) Tahun 2004<br />
RKAP PT PLN (Persero) – selanjutnya disebut PLN – tahun 2004 ditetapkan dan<br />
disahkan berdasarkan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tanggal 31<br />
Desember 2003.<br />
RKAP disusun berpedoman pada Surat Menteri Negara BUMN Nomor KEP-<br />
101/MBU/2002 tanggal 4 Juni 2002 tentang Penyusunan RKAP <strong>Badan</strong> Usaha Milik<br />
Negara (BUMN).<br />
2. Perbandingan Realisasi Hasil Usaha Tahun 2004 dengan RKAP<br />
Pencapaian hasil usaha tahun 2004 apabila dibandingkan dengan target menurut RKAP<br />
tahun 2004 menunjukkan keadaan sebagai berikut :<br />
2.1. Produksi dan penjualan tenaga listrik<br />
Realisasi volume penjualan tenaga listrik tahun 2004 sebanyak 100.097,47 GWh<br />
atau 101,78% dari target yang ditetapkan dalam RKAP sebanyak 98.346,24 GWh.<br />
Penjualan tenaga listrik tersebut berasal dari produksi sendiri sebanyak 93.112,72<br />
GWh atau 103,93% dari rencana sebanyak 89.589,53 GWh dan pembelian tenaga<br />
listrik swasta dan sewa genset sebanyak 27.131,64 GWh atau 104,01% dari<br />
rencana yang ditetapkan dalam RKAP sebanyak 22.984,20 GWh.<br />
2.2. Pendapatan usaha<br />
Realisasi pendapatan usaha dalam tahun buku 2004 sebesar Rp62.273.061,85 juta<br />
atau 100,75% dari anggaran yang ditetapkan dalam RKAP sebesar<br />
2.3.<br />
Rp61.811.065,00 juta.<br />
Beban usaha<br />
Realisasi beban usaha dalam tahun buku 2004 sebesar Rp59.710.766,96 juta atau<br />
99,05% dari anggaran yang ditetapkan dalam RKAP sebesar Rp60.282.575,00 juta.<br />
1<br />
BPK-RI/Auditama V
2.4. Investasi dan sumber pembiayaan<br />
Realisasi investasi selama tahun 2004 sebesar Rp13.200.786,00 juta atau hanya<br />
85,79% dari anggaran yang ditetapkan dalam RKAP sebesar Rp15.388.125,00 juta.<br />
Sumber pembiayaan atas investasi tersebut berasal dari dana Pemerintah sebesar<br />
Rp1.482.118,00 juta atau 73,47% dari anggaran sebesar Rp2.017.340,00 juta, dana<br />
sendiri (APLN) sebesar Rp9.508.414,00 juta atau 103,54% dari anggaran sebesar<br />
Rp9.183.474,00 juta dan pinjaman sebesar Rp2.210.254,00 juta atau 52,78% dari<br />
anggaran sebesar Rp4.187.311,00 juta.<br />
3. Tingkat Kesehatan Perusahaan<br />
Tingkat kinerja perusahaan didasarkan pada Surat Keputusan Menteri Negara P.BUMN<br />
No.KEP-100/MBU/2002 tgl 4 Juni 2002 tentang Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan<br />
BUMN Non Jasa <strong>Keuangan</strong>, dengan hasil sebagai berikut:<br />
Tingkat kesehatan perusahaan tahun 2004 dalam kondisi “Sehat” dengan total skor<br />
66,00. Kondisi ini menunjukkan peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan<br />
tingkat kesehatan tahun 2003 yaitu “Kurang Sehat (BBB)”, dengan total skor 59,25.<br />
4. Perkembangan Usaha Perusahaan<br />
Perkembangan usaha perusahaan selama 2 (dua) tahun terakhir menunjukkan kondisi<br />
sebagai berikut:<br />
4.1. Jumlah Aktiva/Kewajiban & Ekuitas pada tahun 2004 sebesar Rp211.793.596,77<br />
juta dibanding tahun 2003 sebesar Rp209.124.920,50 juta atau naik sebesar 1,28%.<br />
4.2. Pendapatan dari penjualan tenaga listrik tahun 2004 sebesar Rp58.232.002,38 juta<br />
dibanding tahun 2003 sebesar Rp49.809.637,10 juta atau meningkat sebesar<br />
16,91%.<br />
4.3. Rugi bersih (setelah pajak) tahun 2004 mencapai sebesar Rp2.021.366,57 juta atau<br />
menurun 65,74% dibanding pencapaian rugi bersih tahun 2003 sebesar<br />
Rp5.900.082,42 juta.<br />
2<br />
BPK-RI/Auditama V
5. Pemahaman atas Struktur Pengendalian Intern<br />
5.1. Struktur pengendalian intern yang diterapkan telah cukup memadai dalam<br />
mendukung aktivitas perusahaan.<br />
5.2. Satuan Pengawasan Intern (SPI) dapat menjalankan fungsinya dalam membantu<br />
manajemen untuk meyakinkan ditaatinya prosedur dan kebijakan dalam sistem<br />
pengendalian manajemen perusahaan<br />
6. Informasi Lainnya<br />
6.1. Restrukturisasi Korporat<br />
Sampai dengan akhir tahun 2004 telah diambil beberapa kebijakan khusus yang<br />
terkait dengan restrukturisasi korporat untuk meningkatkan efektivitas operasi<br />
organisasi. Restrukturisasi korporat tersebut antara lain melalui pemisahan fungsi<br />
pembangkitan, penyaluran dan distribusi yang direalisasikan dengan dibentuknya<br />
tiga organisasi Deputi Direktur yaitu: Pembinaan Pembangkitan, Pembinaan<br />
Transmisi dan Pembinaan Distribusi serta organisasi P3B Sumatera, Pembangkitan<br />
Sumatera Bagian Selatan dan Pembangkitan Sumatera Bagian Utara.<br />
6.2. Tindak Lanjut Temuan SPI<br />
a. Temuan hasil pemeriksaan tahun 2004<br />
Jumlah temuan hasil pemeriksaan operasional yang dilakukan oleh Satuan<br />
Pengawasan Intern (SPI) tahun 2004 sebanyak 275 temuan. Dari 275 temuan<br />
tersebut yang sudah ditindaklanjuti sampai dengan akhir tahun 2004 sebanyak<br />
205 temuan (74,55%).<br />
b. Temuan hasil pemeriksaan tahun 2003<br />
Sisa temuan hasil pemeriksaan SPI tahun 2003 yang masih dipantau sebanyak<br />
23 temuan (6,27% dari 367 temuan). Dari 23 temuan tersebut selama tahun 2004<br />
telah ditindaklanjuti sebanyak 2 temuan sehingga sisa temuan yang masih harus<br />
dipantau tindaklanjutnya sampai akhir tahun 2004 sebanyak 21 temuan.<br />
6.3. Anak Perusahaan<br />
Perusahaan mempunyai 4 (empat) anak perusahaan yaitu PT Indonesia Power (IP),<br />
PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB), PT Pelayanan Listrik Nasional Batam (PT PLN<br />
3<br />
BPK-RI/Auditama V
Batam), PT Indonesia Comnets Plus (PT ICON), dan PT PLN Enjinering (PT PLN<br />
E). PT IP, PT PJB, dan PT PLN Batam bergerak dalam bidang pengusahaan tenaga<br />
listrik, PT ICON bergerak dalam bidang penyediaan, pemasaran, dan penjualan jasa<br />
telekomunikasi, sedangkan PT PLN E bergerak dalam usaha bidang<br />
ketenagalistrikan dan non ketenagalistrikan yang antara lain seperti enjiniring,<br />
pengadaan dan konstruksi, operasi dan pemeliharaan, studi sistem kelistrikan, studi<br />
analisa dampak lingkungan, jasa konsultasi, pendidikan dan pelatihan.<br />
4<br />
Auditor Utama <strong>Keuangan</strong> Negara V<br />
Penanggung Jawab Audit,<br />
Drs. Misnoto, Ak, MA.<br />
Register Negara No. D – 1416<br />
Jakarta, 30 Mei 2005<br />
BPK-RI/Auditama V
BAB II<br />
HASIL EVALUASI<br />
1. Penyusunan dan Pelaksanaan RKAP Tahun 2004<br />
RKAP disusun berpedoman kepada Surat Menteri Negara BUMN Nomor KEP-<br />
101/MBU/2002 tanggal 4 Juni 2002 tentang Penyusunan RKAP <strong>Badan</strong> Usaha Milik<br />
Negara (BUMN). Penyusunan RKAP secara umum telah sesuai dengan<br />
pedoman/ketentuan yang berlaku dan kebijakan manajemen secara keseluruhan.<br />
Penyerahan RKAP tahun 2004 kepada Menteri Negara BUMN dilaksanakan tanggal 15<br />
Desember 2003 melalui surat Dewan Komisaris Nomor 37.Rek2/DK-PLN/2003.<br />
Penetapan dan pengesahan RKAP tahun 2004 dilaksanakan melalui Rapat Umum<br />
Pemegang Saham (RUPS) tanggal 31 Desember 2003.<br />
RKAP tahun 2004 disusun dan dirumuskan sesuai dengan kondisi yang ada dan prospek<br />
perkembangan perseroan.<br />
2. Analisa Perbandingan Antara Realisasi Hasil Usaha Tahun 2004 dengan RKAP<br />
dan Realisasi Tahun 2003<br />
Pencapaian hasil usaha tahun 2004 apabila dibandingkan dengan target menurut RKAP<br />
tahun 2004 dan realisasi tahun 2003 adalah sebagai berikut:<br />
2.1. Produksi dan Penjualan Tenaga Listrik<br />
a. Realisasi penjualan dan penyaluran tenaga listrik kepada pelanggan tahun 2004<br />
dibandingkan dengan RKAP tahun 2004 dan realisasi tahun 2003, adalah sebagai<br />
berikut :<br />
Uraian<br />
5<br />
2004 2003 %<br />
Realisasi RKAP Realisasi 2:3 (2-4)/4<br />
1 2 3 4 5 6<br />
Penjualan Tenaga Listrik (GWh) 100.097,47 98.346,24 90.440,90 101,78 10,68<br />
Pelanggan 33.366.446 33.410.009 32.151.416 99,87 3,78<br />
Daya Tersambung (MVA) 47.852,34 47.787,23 45.590,10 100,14 4,96<br />
BPK-RI/Auditama V
Realisasi penjualan tenaga listrik tahun 2004 secara keseluruhan sebesar<br />
100.097,47 GWh atau 101,78% dari target RKAP sebesar 98.346,24 GWh.<br />
Penjualan tenaga listrik tahun 2004 mengalami kenaikan 10,68% dibandingkan<br />
tahun 2003 atau sebesar 90.440,90 GWh.<br />
Jumlah pelanggan PLN sampai dengan akhir tahun 2004 mencapai 33.366.446<br />
pelanggan atau 99,87% dari target RKAP. Jumlah pelanggan ini mengalami<br />
kenaikan sebesar 3,78% dari jumlah pelanggan pada akhir tahun 2003.<br />
Jumlah daya tersambung sampai dengan akhir tahun 2004 mencapai 47.852,34<br />
MVA, atau mengalami kenaikan sebesar 4,96% dibanding akhir tahun 2003.<br />
b. Susut Jaringan (Transmisi dan Distribusi)<br />
Realisasi susut Transmisi dan Distribusi tenaga listrik tahun 2004 dibandingkan<br />
dengan RKAP tahun 2004 dan realisasi tahun 2003 adalah sebagai berikut :<br />
(dalam %)<br />
2004 2003 %<br />
Realisasi RKAP Realisasi 2:3 (2-4)/4<br />
1 2 3 4 5 6<br />
Susut Transmisi 2,33 2,59 2,50 89,96 (6,80)<br />
Susut Distribusi 8,96 9,41 14,37 95,22 (37,65)<br />
Total 11,29 12,00 16,87 94,08 (33,08)<br />
Realisasi susut jaringan tahun 2004 membaik yaitu sebesar 11,29%, atau lebih<br />
rendah 0,71% dari sasaran dalam RKAP yakni sebesar 12,00%.<br />
Perbaikan susut jaringan terjadi karena tidak ada lagi perubahan pola baca meter,<br />
perbaikan administrasi penerbitan rekening dan dampak operasi Penertiban<br />
Penyaluran Tenaga Listrik (P2TL).<br />
c. Produksi Tenaga Listrik<br />
Realisasi jumlah produksi tenaga listrik (produksi sendiri, pembelian, dan sewa<br />
genset/diesel) untuk tahun 2004 dibandingkan dengan RKAP tahun 2004 dan<br />
realisasi tahun 2003, adalah sebagai berikut :<br />
6<br />
BPK-RI/Auditama V
(dalam GWh)<br />
2004 2003 %<br />
Produksi Tenaga Listrik Realisasi RKAP Realisasi 2:3 (2-4)/4<br />
1 2 3 4 5 6<br />
Produksi Sendiri 93.112,72 89.589,53 90.045,80 103,93 3,41<br />
Pembelian 23.978,10 22.269,86 20.548,98 107,67 16,69<br />
Sewa Genset/Diesel 3.153,54 3.816,91 2.435,20 82,62 29,50<br />
Jumlah 120.244,36 115.676,30 113.029,90 103,95 6,38<br />
Realisasi total produksi tenaga listrik tahun 2004 sebesar 120.244,36 GWh atau<br />
mencapai 103,95% dari RKAP. Produksi tenaga listrik yang dibangkitkan sendiri<br />
mencapai 103,93% dari rencana dan meningkat sebesar 3,41% dari realisasi<br />
tahun 2003. Pembelian tenaga listrik tahun 2004 di atas rencana sebesar 7,67%<br />
dan meningkat sebesar 16,69% dari realisasi tahun 2003. Produksi tenaga listrik<br />
dari sewa genset mencapai 82,62% dari rencana dan meningkat sebesar 29,50%<br />
dari realisasi tahun 2003.<br />
Pencapaian produksi tenaga listrik tahun 2004 di atas sasaran dan penjualan<br />
tenaga listrik juga di atas sasaran akibat adanya susut jaringan yang lebih rendah<br />
0,71% dari rencana.<br />
2.2. Pendapatan<br />
Realisasi pendapatan selama tahun buku 2004 dibandingkan RKAP tahun 2004<br />
sebagai berikut :<br />
Uraian<br />
2004 2003<br />
(dalam jutaan Rupiah)<br />
%<br />
Realisasi RKAP Realisasi 2:3 (2-4)/4<br />
1 2 3 4 5 6<br />
Pendapatan Usaha<br />
Penjualan Tenaga Listrik 58.232.002,38 57.520.225,78 49.809.637,10 101,24 16,91<br />
Penyambungan Pelanggan 387.082,92 381.696,52 342.256,83 101,41 13,10<br />
Subsidi Listrik 3.469.919,80 3.363.280,00 4.096.633,01 103,17 (15,30)<br />
Lain-lain 184.056,74 545.862,87 182.250,86 33,72 0,99<br />
Total Pendapatan Usaha 62.273.061,85 61.811.065,17 54.430.777,80 100,75 14,41<br />
Pendapatan di Luar Usaha 5.044.150,42 422.428,76 3.305.609,44 1194,08 52,59<br />
Jumlah 67.317.212,27 62.233.493,93 57.736.387,24 108,17 16,59<br />
7<br />
BPK-RI/Auditama V
Realisasi pendapatan usaha tahun 2004 sebesar Rp62.273.061,85 juta adalah<br />
100,75% dari nilai pendapatan usaha yang ditargetkan dalam RKAP tahun 2004 dan<br />
meningkat sebesar 14,41% dari realisasi tahun 2003. Realisasi pendapatan di luar<br />
usaha tahun 2004 meningkat besar hingga 1.193,53% dari RKAP dan 52,46% dari<br />
tahun 2003. Peningkatan ini karena adanya bunga atas pajak revaluasi aktiva tetap<br />
ditanggung oleh pemerintah.<br />
2.3. Beban<br />
Realisasi beban yang terdiri atas beban usaha, dan beban di luar usaha selama tahun<br />
buku 2004 dibandingkan dengan RKAP adalah sebagai berikut :<br />
Beban Usaha<br />
Uraian<br />
2004 2003<br />
(dalam jutaan Rupiah)<br />
%<br />
Realisasi RKAP Realisasi 2:3 (2-4)/4<br />
1 2 3 4 5 6<br />
Bahan Bakar 24.491.052,47 23.382.566,26 21.477.867,20 104,74 14,03<br />
Pembelian Tenaga Listrik 11.970.810,67 10.496.078,63 10.837.795,81 114,05 10,49<br />
Penyusutan Aktiva Tetap 9.547.554,66 13.611.429,39 12.745.047,49 70,14 (25,09)<br />
Pemeliharaan 5.202.146,54 5.736.674,52 4.827.605,61 90,68 7,76<br />
Kepegawaian 5.619.384,26 4.654.333,98 6.533.182,17 120,73 (13,99)<br />
Lain-Lain 2.879.818,75 2.401.492,33 2.164.999,53 119,92 33,02<br />
Sub Jumlah 59.710.766,96 60.282.575,11 58.586.497,81 99,05 1,92<br />
Beban di Luar Usaha 6.161.757,37 1.894.534,21 3.581.495,29 325,24 72,04<br />
Jumlah 65.872.524,33 62.177.109,32 62.167.993,10 105,94 5,96<br />
Realisasi beban selama tahun buku 2004 sebesar Rp65.872.524,33 juta atau<br />
105,94% dari RKAP dan 5,96% dari realisasi tahun 2003. Realisasi beban usaha di<br />
bawah RKAP (99,04%) dan naik 1,92% dari tahun 2003. Peningkatan terjadi pada<br />
beban bahan bakar, pembelian tenaga listrik, beban pemeliharaan, beban<br />
kepegawaian dan beban lain-lain. Kenaikan beban pemeliharaan disebabkan adanya<br />
peningkatan biaya untuk pembelian material, sedangkan kenaikan beban<br />
kepegawaian karena peningkatan pengeluaran di atas anggaran. Biaya penyusutan<br />
aktiva tetap dibawah RKAP (70,14%) dan turun 25,09% dari tahun 2003.<br />
8<br />
BPK-RI/Auditama V
Penurunan yang cukup signifikan ini dikarenakan PLN melakukan review dan<br />
merubah masa manfaat aktiva tetap pada tahun 2004.<br />
2.4. Investasi dan Sumber Pembiayaan<br />
Realisasi investasi menurut sumber pembiayaannya selama tahun 2004 dibanding<br />
RKAP tahun 2004 sebagai berikut :<br />
Sumber Dana<br />
2004 2003<br />
(dalam jutaan Rupiah)<br />
%<br />
Realisasi RKAP Realisasi 2:3 (2-4)/4<br />
1 2 3 4 5 6<br />
Dana Pemerintah 1.482.118,00 2.017.339,55 970.483,00 73,47 52,72<br />
a. Rupiah/APBN 772.396,00 631.675,77 358.395,00 122,28 115,52<br />
b. Valuta Asing 709.722,00 1.385.663,78 612.088,00 51,22 15,95<br />
Dana Sendiri/APLN 9.508.414,00 9.183.474,14 5.817.809,00 103,54 63,44<br />
Pinjaman 2.210.254,00 4.187.310,72 701.291,00 52,78 215,17<br />
Luar Negeri 498.111,00 2.687.310,72 701.291,00 18,54 (28,97)<br />
Obligasi/Bank 1.649.952,00 1.500.000,00 - 110,00 -<br />
Jumlah 13.200.786,00 15.388.124,42 7.489.583,00 85,79 76,26<br />
Realisasi investasi tahun 2004 menurut sumber dana hanya mencapai 85,79% dari<br />
anggaran. Pencapaian investasi di bawah anggaran disebabkan terbatasnya<br />
perolehan dana investasi baik dari dana pemerintah dalam valuta asing dan dana<br />
pinjaman luar negeri untuk pembiayaan proyek, sedangkan dana yang berasal dari<br />
obligasi dan perbankan meningkat sebesar 10% dari anggaran. Jika dibandingkan<br />
dengan tahun 2003, investasi tahun 2004 meningkat sebesar 76,26% atau sebesar<br />
Rp5.711.203,00 juta.<br />
3. Analisis Tingkat Kesehatan Perseroan<br />
Evaluasi tingkat kesehatan BUMN didasarkan pada pedoman yang ditetapkan dengan<br />
Surat Keputusan Menteri <strong>Badan</strong> Usaha Milik Negara No. KEP-100/MBU/2002 tanggal 4<br />
Juni 2002, yang meliputi aspek penilaian dan bobot sebagai berikut :<br />
9<br />
BPK-RI/Auditama V
Bobot Maksimal<br />
• Aspek <strong>Keuangan</strong> 50<br />
• Aspek Operasional 35<br />
• Aspek Administrasi 15<br />
Total Bobot 100<br />
Kinerja keuangan dan hasil usaha serta perhitungan skor tingkat kesehatan PLN untuk<br />
tahun 2004 dan 2003 sebagai berikut:<br />
Aspek <strong>Keuangan</strong><br />
Indikator<br />
2003<br />
Bobot<br />
2004<br />
10<br />
Bobot<br />
Realisasi 2004 Realisasi 2003<br />
Nilai Skor Nilai Skor<br />
- Return on Equity (ROE) 15 15 (1,44)% 1,00 (2,31)% 1,00<br />
- Return on Investment (ROI) 10 10 5,36% 3,50 6,64% 3,50<br />
- Rasio Kas 3 3 38,37% 3,00 41,83% 3,00<br />
- Rasio Lancar 4 4 73,75% 0,00 76,09% 0,00<br />
- Collection Periods 4 4 12,4 hari 4,00 14,30 hari 4,00<br />
- Perputaran Persediaan 4 4 14,05 hari 4,00 15,11 hari 4,00<br />
- Perputaran Total Asset 4 4 31,50% 2,00 28,40% 1,00<br />
- Ratio Total Modal Sendiri<br />
Terhadap Total Aktiva 6 6 67,21% 4,50 74,30% 4,25<br />
Aspek Operasional<br />
Sub Jumlah 50 50 22 20,75<br />
1. Pelayanan kepada Pelanggan<br />
a. SAIDI (menit padam/pelanggan) 7,5 5 619,68 5,00 10,90 7,50<br />
b. SAIFI (kali padam/pelanggan) 7,5 5 11,55 5,00 12,51 7,50<br />
2. Efisiensi Produksi dan Produktivitas<br />
a. Susut Jaringan 10 10 11,29 10,00 16,88 2,50<br />
b. Tara Kalor 5 7,5 2.539,00 7,5 2.420,00 4,00<br />
BPK-RI/Auditama V
Indikator<br />
3. Peningkatan Kualitas SDM<br />
2003<br />
Bobot<br />
2004<br />
11<br />
Bobot<br />
Realisasi 2004 Realisasi 2003<br />
Nilai Skor Nilai Skor<br />
a. HOP (hari orang pegawai) 5 7,5 6,60 7,50 6,10 5,00<br />
b. Kesejahteraan (biaya<br />
pegawai/pegawai) 5 - - - 26,40 4,00<br />
Aspek Administrasi<br />
Sub Jumlah 35 35 35,00 30,50<br />
- Lap. Perhitungan Tahunan 3 3 Juni 0,00 April 3,00<br />
- Rancangan RKAP 3 3 61 hari 3,00 60 hari 3,00<br />
- Laporan Periodik 3 3 40 hari 3,00 195 hari 0<br />
- Kinerja PUKK 0<br />
* Efektivas Penyaluran Dana 3 3 83,30% 1,00 40,91% 0<br />
* Tingkat Kolektibilitas Pinjaman 3 3 47,23% 2,00 49,13% 2,00<br />
Sub Jumlah 15 15 9,00 8,00<br />
Jumlah 100 100 66,00 59,25<br />
Kriteria Sehat A<br />
Kurang<br />
Sehat BBB<br />
Berdasarkan perhitungan di atas diperoleh total skor 66,00 yang termasuk dalam<br />
klasifikasi “Sehat (A)”. Hal ini berarti perusahaan secara keseluruhan, baik kinerja<br />
keuangan, kinerja operasional maupun kinerja administrasi dalam kondisi sehat. Apabila<br />
dibandingkan dengan tahun 2003, tingkat kesehatan perusahaan tahun 2004 mengalami<br />
peningkatan yang cukup signifikan dengan selisih total skor sebesar 6,75 terutama pada<br />
aspek kinerja.<br />
BPK-RI/Auditama V
4. Perkembangan Usaha Perseroan<br />
Perkembangan perusahaan selama tahun 2004 mengalami peningkatan yang cukup<br />
berarti, hal ini terlihat dari peningkatan jumlah aktiva dan pencapaian laba tahun berjalan.<br />
4.1. Neraca<br />
AKTIVA<br />
12<br />
(dalam jutaan rupiah)<br />
Uraian<br />
T a h u n<br />
% Perkembangan<br />
naik (turun)<br />
2004 2003 2002 (2-3)/3 (3-4)/4<br />
1 2 3 4 5 6<br />
a. Aktiva tetap 179.783.780,53 179.070.368,14 185.617.937,77 0,40 (3,53)<br />
b. Pekerjaan dalam pelaksanaan 13.603.539,21 12.028.718,99 9.587.301,11 13,09 25,47<br />
c. Investasi jangka panjang 521.148,41 312.561,48 259.558,87 66,73 20,42<br />
d. Aktiva pajak tangguhan 15.534,96 1.165.728,04 1.801.217,86 (98,67) (35,28)<br />
e. Aktiva tidak digunakan dalam<br />
operasi 2.677.172,34 2.978.307,47 4.855.183,68 (10,11) (38,66)<br />
f. Piutang pihak hubungan<br />
istimewa 879.260,39 351.116,20 199.270,11 150,42 76,20<br />
g. Aktiva tidak lancar lain-lain 1.633.754,47 687.775,60 608.204,47 137,54 13,08<br />
h. Aktiva lancar 12.679.406,48 12.530.344,60 13.091.365,88 1,19 (4, 29)<br />
Jumlah aktiva 211.793.596,77 209.124.920,50 216.020.039,75 1,28 (3,19)<br />
PASSIVA<br />
Ekuitas<br />
a. Modal saham 46.107.154,00 46.107.154,00 46.107.154,00 - -<br />
b. Tambahan modal disetor 21.530.462,37 19.863.834,24 18.897.340,43 8,39 5,11<br />
c. Selisih revaluasi aktiva tetap 77.640.558,08 77.640.558,08 77.665.605,04 0,20 (0,03)<br />
c. Selisih transaksi perubahan<br />
ekuitas anak perusahaan 59.915.694,53 59.915.694,53 59.655.605,04 - 0,44<br />
d. Saldo Laba (Defisit) (62.845.026,11) (60.823.659,54) (54.923.577,12) 3,32 10,74<br />
Total Ekuitas 142.348.842,87 142.703.581,31 147.401.894,36 (0,25) (3,19)<br />
Kewajiban<br />
a. Pendapatan Ditangguhkan 5.144.568,41 4.521.359,82 3.998.868,45 13,78 13,07<br />
b. Uang Jaminan Pelanggan 3.350.142,34 2.972.289,74 2.633.024,82 12,71 12,88<br />
c. Kewajiban pajak tangguhan 3.173.986,19 1.193.476,78 447.435,14 165,94 166,74<br />
d. Kewajiban jangka panjang 40.351.456,69 40.575.485,80 45.626.449,08 (0,55) (11,07)<br />
BPK-RI/Auditama V
Uraian<br />
T a h u n<br />
% Perkembangan<br />
naik (turun)<br />
2004 2003 2002 (2-3)/3 (3-4)/4<br />
1 2 3 4 5 6<br />
e. Hutang Biaya Proyek 232.977,29 417.487,44 551.572,27 (44,20) (24,31)<br />
f. Kewajiban lancar 17.191.622,97 16.741.239,61 15.360.795,62 2,69 8,99<br />
Total Kewajiban 69.444.753,90 66.421.339,19 68.618.145,39 4,55 (3,20)<br />
Jumlah Passiva 211.793.596,77 209.124.920,50 216.020.039,75 1,28 (3,19)<br />
• Jumlah aktiva PLN selama tiga tahun berturut-turut mengalami<br />
kenaikan/penurunan, yaitu untuk tahun 2003 mengalami penurunan sebesar<br />
Rp6.895.119,25 juta atau 3,19% dari tahun 2002, dan untuk tahun 2004<br />
meningkat sebesar Rp2.688.676,27 juta atau 1,28% dari tahun 2003.<br />
• Jumlah aktiva lancar selama tiga tahun terakhir berfluktuasi, yaitu pada tahun<br />
2003 turun 4,29% atau sebesar Rp561.021,28 juta dari tahun sebelumnya, dan<br />
tahun 2004 meningkat 1,19% atau Rp149.061,89 juta dari tahun 2003.<br />
• Aktiva tetap tahun 2004 meningkat 0,40% atau bertambah sebesar<br />
Rp703.412,39 juta dibandingkan tahun 2003. Aktiva tetap tahun 2003 menurun<br />
sebesar Rp6.547.569,63 juta atau 3,53% setelah adanya revaluasi aktiva tetap di<br />
tahun 2002.<br />
• Investasi jangka panjang tahun 2004 meningkat tajam sebesar Rp208.586,93<br />
juta atau 66,73%. Peningkatan tersebut terutama karena adanya penyertaan<br />
saham anak perusahaan, PT PJB, pada PT Sumber Segara Prima Daya.<br />
• Modal saham untuk kurun waktu tiga tahun berturut-turut cenderung tetap.<br />
• Tambahan modal disetor tahun 2004 dan 2003 masing-masing mengalami<br />
kenaikan dari tahun sebelumnya sebesar Rp1.666.628,13 juta atau 8,39% dan<br />
sebesar Rp966.493,81 juta atau 5,11%. Peningkatan di tahun 2004 terutama<br />
disebabkan peningkatan bantuan luar negeri dan dana DIP yang belum<br />
ditetapkan statusnya.<br />
• Kewajiban pajak tangguhan tahun 2004 dan 2003 mengalami kenaikan masingmasing<br />
sebesar Rp1.980.509,41 juta atau 165,94% dan Rp746.041,64 juta atau<br />
166,74% dari tahun sebelumnya.<br />
13<br />
BPK-RI/Auditama V
4.2. Laporan Laba-Rugi<br />
Uraian<br />
2004 2003<br />
(dalam jutaan Rupiah)<br />
%<br />
Realisasi RKAP Realisasi 2:3 (2-4)/4<br />
1 2 3 4 5 6<br />
Pendapatan Usaha 62.273.061,85 61.811.065,18 54.430.777,80 100,75 14,41<br />
Beban Usaha 59.710.766,96 60.282.575,11 58.586.497,81 99,04 1,91<br />
Laba (Rugi) Usaha 2.562.294,88 1.528.490,06 (4.155.720,01) 167,92 (161,76)<br />
Penghasilan (Beban) Lain-lain (1.117.606,95) (1.472.105,46) (2.040.885,03) 76,21 (45,03)<br />
Laba (Rugi) Sebelum Pajak 1.444.687,94 56.384,61 (6.199.605,03) 2.562,20 (123,31)<br />
Beban Pajak 3.184.503,33 - 1.388.881,45 - 129,29<br />
Laba (Rugi) Sebelum Pos Luar<br />
Biasa<br />
(1.739.815,39)<br />
14<br />
56.384,61<br />
(7.585.486,48) (3.085,62) (77,06)<br />
Laba (Rugi) Pos Luar Biasa (281.551,18) - 1.685.404,06 - (116,71)<br />
Laba (Rugi) Bersih (2.021.366,57) 56.384,61 (5.900.082,42) (3.584,96) (65,74)<br />
Pada tahun 2004 perusahaan memperoleh laba sebelum pajak sebesar<br />
Rp1.444.687,94 juta atau 2.562,20% dari laba yang dianggarkan sebesar<br />
Rp56.384,61 juta. Namun setelah diperhitungkan dengan beban pajak sebesar<br />
Rp3.130.702,50 juta dan kerugian akibat bencana alam di Nangro Aceh<br />
Darussalam dan daerah lain sebesar Rp281.551,18 juta, perusahaan menderita<br />
rugi sebesar Rp2.021.366,57 juta dalam tahun 2004.<br />
4.3. Laporan Perubahan Ekuitas<br />
(dalam jutaan Rupiah)<br />
Uraian Realisasi % Perkembangan<br />
2004 2003 Naik (Turun)<br />
1 2 3 4=(2-3)/3<br />
Modal saham 46.107.154,00 46.107.154,00 -<br />
Modal disetor lainnya 21.530.462,37 19.863.834,24 8,39<br />
Selisih revaluasi aktiva tetap<br />
Selisih transaksi perubahan ekuitas anak<br />
77.640.558,08 77.640.558,08 -<br />
perusahaan 59.915.694,53 59.915.694,53 -<br />
Saldo laba telah ditentukan penggunaannya 1.894.148,57 1.894.148,57 -<br />
Saldo laba belum ditentukan penggunaannya (64.739.174,68) (62.717.808,11) 3,22<br />
Jumlah 142.348.842,87 142.703.581,31 (0,25)<br />
BPK-RI/Auditama V
Saldo ekuitas tahun 2004 sebesar Rp142.348.842,87 juta atau 99,75% dari ekuitas<br />
tahun sebelumnya (turun 0,25%). Penurunan terjadi terutama karena adanya<br />
kenaikan saldo defisit yang berasal dari rugi tahun berjalan.<br />
4.4. Laporan Arus Kas<br />
15<br />
(dalam jutaan Rupiah)<br />
Uraian Tahun Tahun % Perkembangan<br />
2004 2003 Naik (Turun)<br />
1 2 3 4=(2-3)/3<br />
Arus kas dari aktivitas operasi 11.324.450,38 8.873.579,57 27,62<br />
Arus kas dari aktivitas investasi (10.313.445,56) (5.759.015,41) 79,08<br />
Arus kas dari aktivitas pendanaan (1.697.605,18) (3.573.423,98) (52,49)<br />
Penurunan bersih kas dan setara kas (686.600,36) (458.859,82) 49,63<br />
Saldo awal kas dan setara kas 6.759.657,39 7.218.517,21 (6,36)<br />
Saldo akhir kas dan setara kas 6.073.057,03 6.759.657,39 (10,16)<br />
Saldo akhir kas tahun 2004 sebesar Rp6.073.057,03 juta atau turun sebesar 10,16%<br />
dari saldo akhir kas tahun 2003 sebagai akibat kenaikan penggunaan kas untuk<br />
aktivitas investasi. Meskipun demikian, nilai arus kas dari aktivitas operasi<br />
mengalami kenaikan 27,62% dari nilai tahun 2003 dan nilai arus kas dari aktivitas<br />
pendanaan mengalami penurunan sebesar 52,49%.<br />
4.5. Rasio <strong>Keuangan</strong><br />
Kinerja perusahaan dari aspek keuangan dapat terlihat dari rasio likuiditas, rasio<br />
aktivitas, rasio leverage, rasio solvabilitas dan rasio rentabilitas sebagai berikut:<br />
NO. URAIAN HASIL<br />
A. RASIO LIKUIDITAS<br />
1. Cash Ratio 38,37%<br />
2. Acid Test Ratio (Quick Ratio) 57,22%<br />
3. Current Ratio 73,75%<br />
4. Net Working Capital to Sales (7,75)%<br />
BPK-RI/Auditama V
NO. URAIAN HASIL<br />
B. RASIO AKTIVITAS<br />
1. Inventory Turn Over 14,05 hari<br />
2. Receivable Turn Over 29,44 kali<br />
3. Collection Period 12,40 hari<br />
4. Current Asset Turn Over 4,59 kali<br />
5. Fixed Asset Turn Over 0,32 kali<br />
6. Total Asset Turn Over 0,37 kali<br />
7. Sales to Net Working Capital (12,91)kali<br />
C. RASIO LEVERAGE<br />
1. Debt to Total Assets 32,79%<br />
2. Time Interest Earned (125,42)%<br />
D. RASIO SOLVABILITAS<br />
1. Solvabilitas 32,79%<br />
2. Debt to Equity Ratio 48,78%<br />
E. RASIO RENTABILITAS<br />
1. Gross Profit Margin 4,12%<br />
2. EBITDA Margin 7,86%<br />
3. Net Profit Margin (3,25)%<br />
4. Return On Investment 5,36%<br />
5. Return On Capital Employed (1,02%)<br />
6. Return On Equity (1,42)%<br />
4.6. Sumber Daya Manusia<br />
Kebijakan perusahaan tentang optimasi sumber daya manusia mengakibatkan<br />
semakin membaiknya rasio jumlah pelanggan per pegawai. Perincian peningkatan<br />
pendayagunaan tenaga kerja disajikan sebagai berikut :<br />
Uraian<br />
2004 2003<br />
%<br />
Realisasi RKAP Realisasi 2:3 (2-4)/4<br />
1 2 3 4 5 6<br />
Jumlah Pegawai (orang) 47.288 47.803 47.532 98,92 (0,51)<br />
Pelanggan/Pegawai (Pelanggan) 706 695 676 101,58 4,44<br />
MWh Jual / Pegawai (MWh) 2.116,76 2.057,32 1.902,70 102,89 11,25<br />
16<br />
BPK-RI/Auditama V
Jumlah pegawai pada tahun 2004 semakin optimal dan menurun sebesar 0,51%<br />
dibandingkan jumlah pegawai pada akhir tahun 2003. Rasio jumlah pelanggan per<br />
pegawai pada akhir tahun 2004 mencapai 706 atau meningkat 4,44% dibandingkan<br />
realisasi tahun 2003. Rasio MWh terjual per pegawai pada akhir tahun 2004<br />
mencapai 2.116,76 MWh/pegawai atau meningkat 11,25% dibandingkan realisasi<br />
tahun 2003.<br />
5. Pemahaman Atas Struktur Pengendalian Intern<br />
Strategi pengembangan organisasi tahun 2004 adalah menyempurnakan organisasi Kantor<br />
Pusat, proses bisnis dan portofolio anak-anak Perusahaan dan unit-unit Bisnis. Kebijakan<br />
pengembangan organisasi adalah:<br />
a. Mengoptimalkan peran serta usaha-usaha penunjang PLN dalam rangka<br />
meningkatkan efisiensi biaya investasi dan operasi serta mengendalikan<br />
pendayagunaannya.<br />
b. Memantapkan peran Komite Pengawas Unit Bisnis (KPUB) yang ada dalam struktur<br />
organisasi Kantor Pusat sebagai kepanjangan tangan Direksi dalam memonitor kinerja<br />
Unit-unit Bisnis sebagai salah satu bentuk penerapan good corporate governance<br />
(GCG) dengan memberikan kejelasan tugas, tanggungjawab dan kewenangan sebagai<br />
komite pengawas dan tatacara dalam berhubungan dengan lembaga tata kelola lainnya<br />
baik lingkungan bisnis unit asuhannya maupun di perusahaan secara keseluruhan.<br />
c. Melaksanakan analisa dan evaluasi jabatan secara berkelanjutan melalui metode<br />
analisis IRMA (Interrelationship of Management Accountability), penyiapan job<br />
description dan dilanjutkan dengan evaluasi jabatan.<br />
d. Mempersiapkan acuan rencana implementasi (action plan) dalam memasuki era<br />
kompetisi dengan menyusun tahapan inisiatif stratejik mewujudkan PLN menjadi<br />
perusahaan kelas dunia pada tahun 2010-2020 sekaligus roadmap pengembangan<br />
organisasi/ unit-unit usaha dan SDM dalam waktu 3 tahun ke depan (2004-2006)<br />
memasuki era kompetisi.<br />
e. Melakukan sosialisasi secara intensif, menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan<br />
berkaitan dengan perubahan-perubahan organisasi dan sistem manajemen<br />
17<br />
BPK-RI/Auditama V
perusahaan, untuk mendapatkan kesamaan pemahaman dan dukungan dari seluruh<br />
anggota perusahaan.<br />
f. Memperkenalkan dan mengembangkan model pemantauan kinerja organisasi melalui<br />
otomatisasi Balance Scorecard berbasis WEB dan menerapkannya di setiap Wilayah/<br />
unit Bisnis dengan evaluasi periodik setiap 3 bulan.<br />
Sedangkan program pengembangan organisasi adalah:<br />
a. Menyempurnakan organisasi Kantor Pusat.<br />
b. Menyempurnakan organisasi unit-unit bisnis (UB).<br />
c. Melaksanakan perubahan organisai Proyek Induk menjadi Unit Bisnis Jasa<br />
Manajemen Konstruksi.<br />
d. Mempersiapkan pembentukan Unit Bisnis Distribusi Banten.<br />
e. Mempersiapkan pembentukan Unit Bisnis Agen Penjualan di Jawa-Madura-Bali.<br />
f. Menyempurnakan organisasi Unit Bisnis Penyaluran dan Pusat Pengatur Beban Jawa-<br />
Madura-Bali.<br />
g. Melakukan pembentukan Unit Bisnis pembangkitan Sumatera Bagian Utara dan<br />
Sumatera Bagian Selatan, serta Unit Bisnis Penyaluran dan Pusat Pengatur Beban<br />
Sumatera.<br />
h. Mempersiapkan pembentukan Anak-anak Perusahaan dari unit-unit bisnis penunjang<br />
dalam bidang produk unggulan masing-masing.<br />
i. Melaksanakan optimasi Formasi Tenaga Kerja.<br />
j. Mempersiapkan pembentukan Unit Resource Center di unit-unit.<br />
k. Menyiapkan kajian perencanaan SDM untuk mendukung organisasi.<br />
Selama tahun 2004 SPI telah melakukan pemeriksaan pada 30 unit organisasi yang<br />
dilaksanakan selama 6 periode pemeriksaan atau 111,11% dari Program Kerja<br />
Pengawasan Tahunan (PKPT) sebanyak 27 unit dengan realisasi penerbitan Laporan<br />
Hasil <strong>Pemeriksa</strong>an (LHP) sebanyak 30 buah atau 111,11% dari rencana. Hal ini<br />
menunjukan secara umum SPI telah memadai untuk mendukung kegiatan operasional<br />
perusahaan.<br />
Berikut ini adalah aktivitas SPI selama tahun 2004<br />
18<br />
BPK-RI/Auditama V
Uraian Satuan Realisasi Rencana %<br />
• Satuan Organisasi yang Diperiksa Obyek 30 27 111,11<br />
• Jumlah Laporan Hasil <strong>Pemeriksa</strong>an<br />
a. <strong>Pemeriksa</strong>an sesuai PKPT LHP 30 27 111,11<br />
b. <strong>Pemeriksa</strong>an Khusus LHP 7 7 100,00<br />
Jumlah Laporan Hasil <strong>Pemeriksa</strong>an LHP 37 34 108,82<br />
6. Informasi Lainnya<br />
6.1. Restrukturisasi Korporat<br />
Sampai dengan akhir tahun 2004 telah diambil beberapa kebijakan khusus yang<br />
terkait dengan restrukturisasi korporat antara lain dengan diterbitkannya Pedoman<br />
Pengembangan Organisasi Unit dan dengan dibentuknya organisasi Pembinaan<br />
Pembangkitan, Pembinaan Transmisi dan Pembinaan Distribusi serta dibentuknya<br />
P3B Sumatera.<br />
6.2. Tindak Lanjut Temuan Tahun 2003<br />
Sisa temuan hasil pemeriksaan SPI tahun 2003 adalah sebanyak 23 temuan, sampai<br />
dengan akhir tahun 2004 telah ditindaklanjuti sebanyak 2 temuan. Sisanya sebanyak<br />
21 temuan masih dipantau penyelesaian tindak lanjutnya. Jumlah nilai dari 23<br />
temuan SPI tersebut adalah sebesar Rp1.236,84 juta dan telah ditindaklanjuti<br />
sebesar Rp1.040,73 juta, sehingga ada sisa nilai temuan sebesar Rp196,11 juta yang<br />
masih dalam proses penyelesaian.<br />
6.3. Tindak Lanjut Temuan Tahun 2004<br />
Dari hasil pemeriksaan operasional SPI tahun 2004 diperoleh 275 temuan. Dari<br />
jumlah temuan tersebut, sebanyak 205 temuan (74,55%) telah ditindaklanjuti.<br />
Jumlah nilai temuan tahun 2004 adalah sebesar Rp1.830,46 juta telah ditindaklanjuti<br />
seluruhnya.<br />
6.4. Anak Perusahaan<br />
Perusahaan mempunyai 5 (lima) anak perusahaan yaitu PT Indonesia Power (IP),<br />
PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB), PT Pelayanan Listrik Nasional Batam (PT PLN<br />
Batam), PT Indonesia Comnets Plus (PT ICON), PT PLN Enjiniring (PT PLN E)<br />
19<br />
BPK-RI/Auditama V
dan PT PLN Tarakan. PT IP, PT PJB, PT PLN Batam dan PT PLN Tarakan<br />
bergerak dalam bidang pengusahaan tenaga listrik, PT ICON bergerak dalam bidang<br />
penyediaan, pemasaran, dan penjualan jasa telekomunikasi, sedangkan PT PLN E<br />
bergerak dalam usaha bidang ketenagalistrikan dan non ketenagalistrikan yang<br />
antara lain seperti enjiniring, pengadaan dan konstruksi, operasi dan pemeliharaan,<br />
studi sistem kelistrikan, studi analisa dampak lingkungan, jasa konsultasi,<br />
pendidikan dan pelatihan.<br />
Gambaran secara umum kegiatan usaha anak perusahaan sebagai berikut :<br />
a. PT IP.<br />
Kapasitas daya terpasang berbagai jenis yang dimiliki oleh PT IP sebesar<br />
8.885,60 MW dengan daya mampu produksi sebesar 8.331,00 MW. Total<br />
produksi tenaga listrik yang dihasilkan sebesar 44.417,00 GWh dan energi yang<br />
disalurkan ke PLN melalui PLN P3B untuk didistribusikan sebesar 42.542,00<br />
GWh.<br />
b. PT PJB.<br />
Kapasitas daya terpasang berbagai jenis pembangkit yang dimiliki PT PJB<br />
sebesar 6.477,00 MW dengan daya mampu produksi sebesar 5.823,00 MW.<br />
Total produksi energi listrik sebesar 27.908,00 GWh dan energi yang disalurkan<br />
ke PLN melalui PLN P3B untuk didistribusikan sebesar 26.894,00 GWh.<br />
c. PT PLN Batam.<br />
Daya terpasang pembangkit pada sistem Batam adalah sebesar 256,00 MW,<br />
yang terdiri dari pembangkit sendiri sebesar 115,80 MW dan pembangkit sewa<br />
140,20 MW. Total produksi energi listrik sebesar 841,14 GWh yang berasal dari<br />
produksi sendiri sebesar 378,84 GWh dan sewa diesel sebesar 462,30 GWh,<br />
sedangkan penjualan energi listrik sebesar 740,11 GWh.<br />
d. PT ICON.<br />
Kegiatan pengusahaan PT ICON selama tahun 2004 telah berhasil<br />
meningkatkan pencapaian pendapatan jasa telekomunikasi dari sektor publik di<br />
luar ketenagalistrikan. Selain itu juga telah berhasil memenuhi kebutuhan jasa<br />
telekomunikasi dan teknologi informasi di lingkungan PLN sendiri. Jumlah<br />
20<br />
BPK-RI/Auditama V
pelanggan korporasi yang berasal dari sektor ketenagalistrikan sebanyak 25<br />
pelanggan dan dari sektor publik sebanyak 76 pelanggan.<br />
e. PT PLN E.<br />
Selama tahun 2004, PLN E telah mengerjakan 13 proyek dengan nilai kontrak<br />
sebesar Rp54.595,80 juta. PT PLN E juga melakukan kerjasama operasi dengan<br />
mitra kerja perusahaan konsultan di bawah perusahaan KEPCO, Korea Selatan<br />
untuk melakukan feasibility study of Bojonegara Combined Cycle Power Plant<br />
Project (750 MW Class).<br />
f. PT PLN Tarakan.<br />
Daya terpasang pembangkit yang dimiliki oleh PT PLN Tarakan adalah sebesar<br />
31,644 MW, yang berasal dari satu lokasi sentral PLTD dengan 11 unit mesin<br />
pembangkit. Total produksi energi listrik sebesar 114.505,06 MWh, sedangkan<br />
penjualan energi listrik sebesar 105.368,04 MWh.<br />
21<br />
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN<br />
BPK-RI/Auditama V
<strong>LAPORAN</strong> <strong>AUDITOR</strong><br />
<strong>INDEPENDEN</strong><br />
<strong>LAPORAN</strong> KEUANGAN KONSOLIDASIAN<br />
PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PERSERO)<br />
Untuk tahun yang berakhir pada 31 Desember 2004<br />
KEPATUHAN TERHADAP PERATURAN<br />
PERUNDANG – UNDANGAN DAN<br />
PENGENDALIAN INTERN<br />
Nomor : 25.B/Auditama V/GA/V/2005<br />
Tanggal : 30 Mei 2005<br />
<strong>Badan</strong> <strong>Pemeriksa</strong> <strong>Keuangan</strong> Republik Indonesia<br />
Jalan Gatot Subroto No. 31 Jakarta 10210<br />
Telp. (021) 5700380, 5738740, 5720957, 5738727, 5704395 s.d. 9 pesawat 511<br />
Fax. (021) 5700380, 5723995<br />
BPK RI
DAFTAR ISI<br />
I. KEPATUHAN TERHADAP PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN<br />
A. Laporan Auditor Independen 1<br />
B. LAMPIRAN A 3<br />
1. Keputusan RUPS tentang pemberian jasa produksi tahun 2003 sebesar<br />
Rp186.252,31 juta tidak didasarkan pada ketentuan yang berlaku<br />
2. PLN belum melunasi kekurangan pembayaran pajak sehingga<br />
berpotensi dikenai sanksi administrasi<br />
3. Pemberian pinjaman dana talangan (bridging finance) sebesar<br />
Rp119.952,44 juta tidak sesuai dengan ketentuan<br />
4. PLN lebih bayar sebesar Rp869,37 juta atas pengadaan Material<br />
Distribusi Utama melalui Perjanjian Kerjasama dengan pabrikan<br />
5. PLN belum mengenakan denda keterlambatan sesuai ketentuan kontrak 12<br />
6. PLN Disjabar menyalurkan tenaga listrik ke pelanggan industri besar<br />
tidak sesuai ketentuan<br />
7. PLN Disjabar tidak tegas melaksanakan pengenaan tarif tenaga listrik<br />
tegangan tinggi sesuai ketentuan<br />
8. PT Semen Bosowa menunggak kekurangan biaya beban sejak Oktober<br />
2003 sebesar Rp2.313,50 juta<br />
9. PLN belum sepenuhnya melakukan penyesuaian Uang Jaminan<br />
Langganan terhadap pelanggan yang terkena Penertiban Pemakaian<br />
Tenaga Listrik<br />
10. Terdapat penyimpangan penyaluran aliran tenaga listrik kepada PT<br />
Polysindo Eka Perkasa Tbk. yang dapat menyebabkan kerugian negara<br />
sebesar Rp106.706,67 juta<br />
11. PLN belum melaksanakan keputusan Direksi tentang sanksi pemutusan<br />
aliran listrik kepada pelanggan yang menunggak<br />
12. Pekerjaan pemantauan lingkungan PLTU Labuhan Angin sebesar<br />
Rp117,00 juta tidak sesuai dengan ketentuan dalam kontrak<br />
13. Terdapat biaya yang perlu diperhitungkan kembali sebesar Rp607,23<br />
juta dalam pelaksanaan kontrak Pekerjaan Perbaikan/pemeliharaan<br />
jaringan listrik Dalam Keadaan Bertegangan<br />
14. PLN Disjabar kurang menagih biaya beban PT Asahimas Chemical<br />
sebesar Rp21,60 juta<br />
15. Tindak lanjut Hasil <strong>Pemeriksa</strong>an tahun 2003 29<br />
16. Tindak lanjut Hasil <strong>Pemeriksa</strong>an tahun 2002 31<br />
i<br />
3<br />
6<br />
7<br />
11<br />
14<br />
16<br />
18<br />
19<br />
19<br />
23<br />
25<br />
26<br />
28<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
II. KEPATUHAN TERHADAP PENGENDALIAN INTERN<br />
A. Laporan Auditor Independen 33<br />
B. Lampiran B 33<br />
1. PLN mengembalikan pinjaman sebesar Rp22.394,90 juta atas pokok<br />
sebesar Rp1.965,07 juta<br />
2. Pengendalian intern atas investasi jangka panjang PLN berupa<br />
penyertaan saham masih lemah<br />
3. Terdapat sisa uang muka pekerjaan jasa supervisi proyek PLTA<br />
Peusangan senilai Yen 274,280.53 ribu dan Rp2.384,64 juta yang<br />
belum jelas kelanjutannya dan masih harus dipertanggungjawabkan<br />
4. Pengendalian atas saldo pembayaran dimuka kepada kontraktor masih<br />
lemah<br />
5. Perhitungan penyesuaian BBM dalam formula penyesuaian harga<br />
batubara untuk listrik swasta Paiton tidak tepat.<br />
6. Pengendalian atas pengadaan lahan untuk proyek regasifikasi LNG<br />
lemah<br />
7. PLN Cabang Makassar belum sepenuhnya menerapkan tingkat mutu<br />
pelayanan dalam penyambungan listrik perumahan<br />
8. Susut tenaga listrik yang berasal dari pemasangan penerangan jalan<br />
umum oleh masyarakat di Jawa Tengah merugikan PLN sebesar<br />
Rp112.948,88 juta<br />
9. Terdapat ketidakhematan sebesar Rp810,09 juta dalam penyesuaian<br />
ongkos angkut BBM selama tahun 2004<br />
10. Terdapat kontrak yang memuat ongkos pengangkutan material yang<br />
tidak perlu dilaksanakan<br />
11. Penyesuaian harga kabel twisted tegangan menengah melalui perjanjian<br />
kerjasama terlalu tinggi sebesar Rp99,08 juta<br />
12. Pengendalian kewajaran harga pengadaan melalui penetapan Harga<br />
Perhitungan Sendiri masih lemah<br />
13. Modifikasi pusat listrik berbahan bakar solar di Payo Selincah dan<br />
Batanghari senilai Rp62.569,23 juta belum didukung dengan kontrak<br />
penyediaan gas<br />
14. Terdapat material persediaan Slow Moving di PLN Wilayah Palembang<br />
dan Disjaya masing – masing senilai Rp4.515,99 juta dan Rp1.135,92<br />
juta<br />
15. Penerapan sistem Automatic Meter Reading belum memberikan<br />
manfaat sesuai yang diharapkan<br />
ii<br />
36<br />
38<br />
40<br />
41<br />
43<br />
44<br />
55<br />
51<br />
52<br />
54<br />
55<br />
56<br />
65<br />
67<br />
69<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
16. Pengendalian atas tanah masih lemah 71<br />
17. Nilai kontrak jasa supervisi untuk pembangunan PLTU Labuhan Angin<br />
terlalu tinggi sebesar US$87.00 ribu<br />
18. Terdapat 112 kontrak pekerjaan jasa konstruksi sejak tahun 2002 s.d<br />
2004 yang penyelesaiannya berlarut-larut<br />
19. Pengembangan Program Periperal Hyper TextProtocol untuk Material<br />
Cadang dan Pemeliharaan pada PLN P3B Kantor Induk masih belum<br />
tepat<br />
20. Proses serah terima proyek antara PLN Pikitring JBN dengan unit<br />
pengelola aset berlarut – larut<br />
21. Terdapat aktiva hibah dari PT Jawa Power kepada PLN yang belum<br />
dicatat sebagai aktiva tetap<br />
22. Pengendalian atas Rekening Koran Bank Receipt PLN S2JB masih<br />
lemah<br />
23. Pengendalian angsuran pembayaraan rumah dinas yang dijual masih<br />
lemah<br />
24. Tindak lanjut Hasil <strong>Pemeriksa</strong>an tahun 2003 84<br />
25. Tindak lanjut Hasil <strong>Pemeriksa</strong>an tahun 2002 96<br />
iii<br />
74<br />
75<br />
76<br />
77<br />
80<br />
80<br />
83<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
I. <strong>LAPORAN</strong> <strong>AUDITOR</strong> <strong>INDEPENDEN</strong><br />
ATAS<br />
KEPATUHAN TERHADAP PERATURAN<br />
PERUNDANG-UNDANGAN<br />
iv<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
Nomor : 25.B/Auditama V/GA/V/2005<br />
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN<br />
REPUBLIK INDONESIA<br />
<strong>LAPORAN</strong> <strong>AUDITOR</strong> <strong>INDEPENDEN</strong><br />
Kami telah mengaudit neraca konsolidasian PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) -<br />
selanjutnya disebut PLN - tanggal 31 Desember 2004, serta laporan laba rugi, laporan<br />
perubahan ekuitas, dan laporan arus kas konsolidasian untuk tahun yang berakhir pada<br />
tanggal tersebut, dan telah menerbitkan laporan nomor: 25.A/Auditama.V/GA/V/2005<br />
tanggal 30 Mei 2005<br />
Kami melaksanakan audit berdasarkan Standar Audit Pemerintahan yang diterbitkan <strong>Badan</strong><br />
<strong>Pemeriksa</strong> <strong>Keuangan</strong> dan Standar Auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia.<br />
Standar tersebut mengharuskan kami untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk<br />
memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji<br />
material.<br />
Kepatuhan terhadap hukum, peraturan, dan bantuan yang berlaku bagi PLN merupakan<br />
tanggung jawab manajemen. Sebagai bagian dari pemerolehan keyakinan memadai tentang<br />
apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material, kami melakukan pengujian terhadap<br />
kepatuhan PLN terhadap pasal-pasal tertentu hukum, peraturan, kontrak, dan persyaratan<br />
bantuan. Namun, tujuan audit kami atas laporan keuangan adalah tidak untuk menyatakan<br />
pendapat atas keseluruhan kepatuhan terhadap pasal-pasal tersebut. Oleh karena itu, kami<br />
1<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
tidak menyatakan suatu pendapat seperti itu.<br />
Hasil pengujian kami menunjukkan bahwa, berkaitan dengan unsur yang kami uji, PLN<br />
mematuhi, dalam semua hal yang material, pasal-pasal yang kami sebut dalam paragraf di<br />
atas. Berkaitan dengan unsur yang tidak kami uji, tidak ada satu pun yang kami ketahui yang<br />
menyebabkan kami percaya bahwa PLN tidak mematuhi, dalam semua hal yang material,<br />
pasal-pasal tersebut.<br />
Namun, kami mencatat masalah-masalah tertentu yang tidak material berkaitan dengan<br />
kepatuhan PLN terhadap pasal-pasal tertentu hukum, peraturan, dan persyaratan bantuan<br />
disertai saran perbaikannya yang kami kemukakan pada Lampiran A.<br />
Laporan ini dimaksudkan untuk memberikan informasi bagi komite audit, manajemen dan<br />
dewan komisaris. Namun apabila laporan ini merupakan catatan publik distribusinya tidak<br />
dibatasi.<br />
2<br />
Auditor Utama <strong>Keuangan</strong> Negara V<br />
Penanggung Jawab Audit,<br />
Drs. Misnoto, Ak, MA<br />
Register Negara No. D-1416<br />
Jakarta, 30 Mei 2005<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
3<br />
LAMPIRAN A<br />
1. Keputusan RUPS tentang pemberian jasa produksi tahun 2003 sebesar Rp186.252,31<br />
juta tidak didasarkan pada ketentuan yang berlaku<br />
Sesuai Laporan Auditor Independen atas Laporan <strong>Keuangan</strong> Konsolidasi PLN Tahun<br />
2003 nomor 08.A/Auditama V/GA/III/2004 tanggal 31 Maret 2004 yang diterbitkan BPK–RI<br />
diketahui bahwa PLN menderita rugi usaha sebesar Rp1.446.427.096.701,00. Walaupun PLN<br />
rugi, ternyata Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) melalui risalah RUPS No.Ris-<br />
8/D4.MBU/2004 tanggal 25 Juni 2004 memberikan jasa produksi (jasprod) tahun 2003 untuk<br />
Dewan Komisaris (Dekom), dan Direksi serta bonus kepada karyawan PLN. Jasprod yang<br />
diberikan kepada Dirut sebesar Rp579.450.000,00 sedangkan untuk direktur sebesar 90%,<br />
komisaris utama 40%, komisaris 36% dan sekretaris komisaris sebesar 15% dari jasprod<br />
Dirut PLN. Bonus untuk karyawan sesuai keputusan RUPS tersebut ditetapkan 1,5 x take<br />
home pay bulan Desember 2003 dan pelaksanaannya diserahkan kepada Direksi dan<br />
Komisaris.<br />
Dari lampiran keputusan RUPS tahun 2003 tersebut diketahui bahwa penghitungan<br />
jasprod Dirut PLN sebesar Rp579.450.000,00 tersebut menggunakan metoda penghitungan<br />
tantiem dengan formula sebagai berikut:<br />
Tantiem Dirut = (hak x IPT) + NK (nilai kinerja)<br />
579.450.000,00 = 168.000.000,00 + 411.450.000,00<br />
Catatan:<br />
Hak dihitung 14 x gaji x 30% = 14 x 40.000.000 x 30%<br />
Nilai kinerja berdasarkan batas maksimal bagian laba dibagikan untuk tantiem direksi dan komisaris.<br />
Sehubungan dengan kerugian yang diderita oleh PLN tahun 2002 dan 2003 maka selisih laba operasi tersebut<br />
menggunakan nilai pengurangan kerugian PLN tahun 2003 dibandingkan dengan tahun 2002 sebesar<br />
Rp6.716,00 miliar yakni rugi usaha tahun 2002 sebesar Rp8.162,00 miliar turun menjadi sebesar Rp1.446,00<br />
miliar.<br />
Dari uraian tersebut diatas tampak bahwa dalam risalah RUPS pembayaran tersebut<br />
menggunakan istilah jasa produksi namun perhitungannya dalam lampiran risalah RUPS<br />
tersebut menggunakan perhitungan tantiem. Disamping itu, selama tahun 2003 dan 2002 PLN<br />
menderita rugi sehingga selayaknya tidak ada pembayaran jasa produksi/tantiem ke Direksi<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
dan Komisaris serta bonus ke karyawan PLN.<br />
Disamping itu, diketahui bahwa sesuai keputusan RUPS tersebut dinyatakan bahwa<br />
RUPS menyetujui pemberian jasprod tahun 2003 untuk dewan komisaris dan direksi dengan<br />
catatan pajak ditanggung penerima. PLN tidak memotong Pajak Penghasilan (PPh) atas<br />
pembayaran jasprod tersebut yang nilai minimalnya 10 % dari jasprod.<br />
Jumlah pembayaran tantiem/jasprod tahun 2003 yang dibayarkan selama tahun 2004<br />
sebesar Rp186.252.312.684,00 dengan rincian sebagai berikut:<br />
No. Dibayarkan kepada Tantiem/jasprod Nilai<br />
1. Dekom dan sekretaris dekom Tantiem 1.153.105.500,00<br />
2. Direksi Tantiem 3.186.975.004,00<br />
3. Pegawai Jasprod 181.912.232.180,00<br />
Jumlah 186.252.312.684,00<br />
Sebagai tambahan informasi, untuk meningkatkan prestasi, disiplin dan produktivitas<br />
kerja, serta memberikan penghargaan atas prestasi yang dicapai, maka sebenarnya kepada<br />
pegawai PLN telah diberikan Intensif Prestasi Kerja (IPK). Sesuai Surat Keputusan (SK)<br />
Direksi PLN No.120.K/010/DIR/2004 tanggal 25 Juni 2004, pemberian IPK tersebut<br />
dilakukan untuk setiap semester (6 bulan) berdasarkan faktor kinerja individu, kinerja<br />
organisasi, tarif dan disiplin waktu kerja. Nilai IPK yang dibayarkan selama tahun 2004<br />
sebesar Rp179.409.478.941,00.<br />
Sesuai dengan:<br />
a. Anggaran Dasar PLN pasal 28 pembagian laba poin 1 dinyatakan bahwa laba yang<br />
ditentukan oleh rapat pemegang saham setelah dikurangi pajak perseroan, akan dibagikan<br />
untuk cadangan, deviden, tantiem dan lain-lain yang prosentasenya masing-masing<br />
ditetapkan tiap tahun oleh RUPS.<br />
b. Undang – undang No.1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, penjelasan pasal 62 ayat<br />
(1) antara lain menyatakan bahwa RUPS dapat menetapkan sebagian atau seluruh laba<br />
bersih akan digunakan untuk pembagian dividen kepada pemegang saham, atau<br />
pembagian lain seperti tansiem (tantiem) untuk direksi dan komisaris, bonus untuk<br />
4<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
karyawan, cadangan dana sosial dan lain-lain, atau penempatan laba bersih tersebut dalam<br />
cadangan perseroan yang antara lain diperuntukkan bagi perluasan usaha perseroan.<br />
Mendasarkan ketentuan tersebut di atas seharusnya setiap pembayaran tantiem/jasprod<br />
selalu dikaitkan dengan perolehan laba perusahaan.<br />
Pembayaran tantiem/jasprod senilai Rp186.252.312.684,00 dan PPh jasprod minimal<br />
sebesar Rp434.008.050,40 (Rp115.310.550,00 + Rp318.697.500,40) dalam kondisi<br />
perusahaan yang sedang mengalami kerugian cenderung membebani keuangan PLN.<br />
Hal tersebut terjadi karena:<br />
a. Kuasa pemegang saham/RUPS (d.h.i. Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri<br />
Strategis, Energi dan Telekomunikasi Kementerian BUMN) tidak mentaati ketentuan<br />
perundangan yang berlaku.<br />
b. Bagian <strong>Keuangan</strong> PLN Kantor Pusat(KP) tidak memungut PPh atas pembayaran jasprod<br />
kepada Dekom dan Direksi PLN.<br />
PLN menanggapi bahwa dasar keputusan RUPS adalah bahwa jasprod dan bonus<br />
tersebut merupakan insentif atas kerja keras selama tahun 2003 dan justifikasinya<br />
perhitungannya telah didasarkan kriteria berikut:<br />
a. Kriteria ini berlaku umum untuk BUMN dibawah Deputy V kantor Meneg BUMN dan<br />
dijelaskan dalam rapat tanggal 28 Juni 2004 yang dihadiri oleh BUMN dibawah Deputy<br />
V.<br />
b. Dibandingkan antara hasil audit tahun 2002, RKAP tahun 2003 dan hasil audit 2003.<br />
c. Ada kelompok perusahaan yang dalam tahun 2002 laba usaha negatif dan ada yang<br />
mempunyai laba usaha positif.<br />
BPK – RI menyarankan agar:<br />
a. Menteri BUMN meminta pertanggungjawaban Deputi Usaha Pertambangan, Industri<br />
Strategis, Energi dan Telekomunikasi Kementerian BUMN terkait dengan pemberian<br />
jasprod kepada Dekom dan Direksi PLN serta bonus kepada karyawan PLN tahun 2003.<br />
b. PLN menagih PPh jasprod kepada Dekom dan Direksi PLN penerima jasprod tahun 2003.<br />
5<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
2. PLN belum melunasi kekurangan pembayaran pajak sehingga berpotensi dikenai<br />
sanksi administrasi<br />
Pada bulan Nopember 2004, PLN telah menerima Surat Ketetapan Pajak Kurang<br />
Bayar (SKPKB) dari Direktorat Jenderal Pajak Kantor Pelayanan Pajak <strong>Badan</strong> Usaha Milik<br />
Negara (KPP BUMN) sebanyak 5 buah terdiri dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan PPh<br />
dengan rincian sebagai berikut:<br />
No. Jenis Pajak No. dan tgl penerbitan SKPKB Nilai (Rp)<br />
1. PPN PKP 00066/207/02/051/04 tgl 2/11/04 5.419.092.787,00<br />
2. PPN WAPU 00014/287/02/051/04 tgl 2/11/04 22.253.962.540,00<br />
3. PPh pasal 22 Dalam Negeri 00002/202/02//05/04 tgl 2/11/04 4.776.298.327,00<br />
4. PPh pasal 23 00033/203/02/051/04 tgl 2/11/04 1.551.497.223,00<br />
5. PPh pasal 21 00034/201/051/04 tgl 2/11/04 4.982.826.413,00<br />
Jumlah 38.983.677.290,00<br />
Dari kelima SKPKB tersebut telah dibayar oleh PLN sebanyak 2 buah yaitu untuk<br />
SKPKP PPh pasal 23 dan pasal 21 sejumlah Rp6.534.323.636,00 (Rp1.551.497.223,00 +<br />
Rp4.982.826.413,00) melalui Bank Mandiri ex Bank Exim sesuai bukti jurnal No.005/12/04<br />
BEIIIA tanggal 6 Desember 2004. Sedangkan 3 SKPKB lainnya sebesar<br />
Rp32.449.353.654,00 (Rp38.983.677.290,00 - Rp6.534.323.636,00) belum dilunasi.<br />
Menurut penjelasan dari Dinas Perpajakan PLN Kantor Pusat (KP), PLN tidak<br />
melunasi sisa SKPKB tersebut karena terdapat beberapa transaksi perhitungan dalam SKPKB<br />
yang menurut PLN tidak termasuk obyek pajak. Atas hal tersebut, PLN telah menyampaikan<br />
surat permohonan keberatan kepada Kepala KPP BUMN yaitu No.5113/547/DD.BDH/2004<br />
tanggal 23 Desember 2004 untuk perhitungan PPN KP, No. 8049/547/DD.BDH/2004 tanggal<br />
10 Desember untuk perhitungan PPN Wajib Pungut (WAPU) dan<br />
No.8050/547/DD.BDH/2004 tanggal 10 Desember 2004 untuk perhitungan PPh pasal 22<br />
Dalam Negeri.<br />
Sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan No.16 Tahun 2000 tentang perubahan<br />
kedua atas Undang-Undang No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara<br />
Perpajakan perihal SKPKB diatur hal berikut:<br />
a. Pasal 9 (3) : SKPKB yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah,<br />
6<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.<br />
b. Pasal 25 (7) : Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan<br />
pelaksanaan penagihan pajak<br />
c. Pasal 19 (1) : apabila pada saat jatuh tempo pembayaran tidak atau kurang dibayar, maka<br />
atas jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar itu, dikenakan sanksi administrasi<br />
berupa bunga sebesar 2% sebulan untuk seluruh masa, yang dihitung dari tanggal jatuh<br />
tempo sampai dengan tanggal pembayaran atau 1 (satu) bulan setelah diterbitkan SKPKB,<br />
dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.<br />
Hal tersebut mengakibatkan PLN berpotensi dikenai sanksi administrasi minimal<br />
sejak bulan Desember 2004 s.d. April 2005 sebesar Rp3.244.935.365,40 (2% x 5 bulan x<br />
Rp32.449.353.654,00).<br />
Hal tersebut terjadi karena Direktorat <strong>Keuangan</strong> PLN tidak memperhatikan ketentuan<br />
perpajakan yang berlaku.<br />
PLN menjelaskan bahwa setelah dikoordinasikan dengan Kantor Pajak, PLN akan<br />
mengajukan keberatan untuk 5 (lima) SKPKB, dan PLN waktu itu mengajukan permohonan<br />
untuk tidak dulu membayar SKPKB karena akan membayar Pajak Revaluasi tahun 2004.<br />
Kantor Pelayanan Pajak BUMN menyetujui secara lisan dengan catatan PLN mempunyai niat<br />
baik untuk melunasi dengan tidak mengajukan keberatan secara keseluruhan. Dengan<br />
demikian PLN hanya membayar 2 (dua) SKPKB sebesar Rp6.534.323.636,00.<br />
Selanjutnya denda sanksi administrasi sebesar Rp3.244.935.364,40 akan gugur atau tidak<br />
terutang pajak apabila keberatan dikabulkan. PLN merasa yakin keberatan akan dikabulkan<br />
karena penambahan aktiva yang menurut pemeriksa merupakan obyek pajak yang harus<br />
dipungut PPN dan PPh Pasal 22 merupakan penambahan aktiva karena revaluasi aktiva yang<br />
tidak terutang PPN dan PPh pasal 22.<br />
BPK – RI menyarankan agar PLN mentaati ketentuan perpajakan.<br />
3. Pemberian pinjaman dana talangan (bridging finance) sebesar Rp119.952,44 juta tidak<br />
sesuai dengan ketentuan<br />
Akun Pembayaran Dimuka kepada kontraktor dengan kode akun no.100.626.401 pada<br />
7<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
posisi Laporan <strong>Keuangan</strong> PLN Kantor Pusat (KP) posisi per 31 Desember 2004 bersaldo<br />
sebesar Rp141.255.597.891,00. Di dalamnya terdapat saldo dana talangan<br />
(Prefinance/Bridging Finance) kepada kontraktor untuk proyek yang didanai oleh pinjaman<br />
luar negeri, yang karena suatu sebab pinjaman tersebut belum cair. Namun pemberian<br />
bridging finance tersebut tidak mendapatkan persetujuan tertulis dari Komisaris atau RUPS.<br />
Berdasarkan Daftar Rekapitulasi Bulanan Pembayaran Dimuka kepada Kontraktor per<br />
31 Desember 2004 yang dibuat oleh Dinas Akuntansi Kantor Pusat (DKP) diketahui terdapat<br />
Pembayaran Dimuka kepada Kontraktor sebesar Rp119.952.440.347,00 kepada 3 Kontraktor<br />
yang merupakan bridging finance (dana talangan). Pengeluaran dana PLN untuk bridging<br />
finance tersebut tidak pernah dianggarkan dalam Rencana Kerja Anggaran Perusahaan<br />
(RKAP) PLN tahun 2003 dan 2004 yang disetujui oleh RUPS. Rincian bridging finance<br />
tersebut adalah sebagai berikut:<br />
No. Nama<br />
Kontraktor<br />
1<br />
2<br />
3<br />
Maunsel<br />
Limited<br />
ALSTHOM<br />
T&D SA<br />
(u Tj Jt B)<br />
ABB AG-<br />
Power Line<br />
Division<br />
No.Kontrak & tgl.<br />
Bridging Finance<br />
0142.PJ/060/DIR/200<br />
4, tgl.16 Maret 2004<br />
Side Agreement<br />
19 September 2003<br />
0320.PJP/546/DIRTN<br />
D/2004 tgl.30<br />
Desember 2004<br />
No. Kontrak & tgl.<br />
Proyek yg ditalangi<br />
0066.PJ/061/DIR/2002,<br />
tgl.12 Desember 2002<br />
017.PJP/922/1998/M,<br />
tgl.13 Juli 1998 dan<br />
Amandemen<br />
No.A01/2002, tgl.28<br />
Oktober 2002<br />
013.PJ/922/1998/M dan<br />
Amandemen<br />
No.A04/2004, tgl. 31<br />
Maret 2004<br />
8<br />
Proyek yang ditalangi Jadwal<br />
Pengembalian<br />
Proyek Three<br />
Distribution Control<br />
Centres di Sumatera<br />
Lot 13:500/150 kV<br />
Associated<br />
Transmission Lines<br />
of Private Power<br />
Plant Project (Tj Jati,<br />
Bukit Sunur,<br />
Ansaldo, Sibolga A)<br />
Lot 15: Sulawesi 150<br />
kV Transmission<br />
Lines<br />
7 Hari setelah<br />
kontraktor<br />
menerima<br />
pembayaran<br />
atau cairnya<br />
Loan No.IND-<br />
0062<br />
-<br />
14 Hari setelah<br />
kontraktor<br />
menerima<br />
pembayaran<br />
atau cairnya<br />
KFW-Loan<br />
No.10598<br />
Jumlah bridging<br />
finance (Rp)<br />
2.423.227.138,00<br />
86.347.387.117,00<br />
31.181.826.092,00<br />
Dari ketiga kontrak bridging finance tersebut diketahui bahwa:<br />
a. Ketiganya sudah mendapatkan persetujuan melalui Perjanjian Penerusan Pinjaman<br />
(Subsidiary Loan Agreement/SLA), yaitu:<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
No. Nama Kontraktor No. & Tgl. SLA Uraian<br />
1 Maunsel Limited<br />
2<br />
3<br />
ALSTHOM T&D SA<br />
(u Tj Jt B)<br />
ABB AG-Power Line<br />
Division<br />
SLA-1173/DP3/2004,<br />
20 Agustus 2004<br />
SLA-1175/DP3/2004,<br />
16 September 2004<br />
SLA-1183/DP3/2004,<br />
15 Desember 2004<br />
9<br />
Dana Pinjaman yang berasal dari Islamic<br />
Development Bank (IDB) dengan perjanjian<br />
pinjaman nomor IND-0062 tanggal 15 Juni 1998<br />
untuk pembiayaan Proyek Three Distribution<br />
Control Centres di Sumatera<br />
Dalam rangka penggunaan Dana Eks Calyon (Lead<br />
Manager) dan BNP Paribas (Co Lead Manage)<br />
untuk pembiayaan Proyek Lot 13 : 500 Kv dan 150<br />
Kv Associated Transmission Lines of Private Power<br />
Plant Project<br />
Dana Pinjaman yang berasal dari Kreditanstalt fur<br />
Wiederaufbau (KFW) dengan perjanjian pinjamanan<br />
nomor 10598 tanggal 12 Desember 2003 untuk<br />
pembiayaan Proyek Lot-15 Sulawesi 150 Kv<br />
Transmission Lines<br />
b. Dari Ketiga bridging financenya tersebut prosesnya sampai saat ini adalah sebagai<br />
berikut:<br />
1) Untuk pembiayaan Proyek Three Distribution Control Centres di Sumatera (SLA-<br />
1173/DP-3/2004) baru dalam tahap pengajuan permohonan alokasi dana dalam Satuan<br />
3 APBN 2005, sesuai surat dari Direktur <strong>Keuangan</strong> PLN kepada Direktorat Jenderal<br />
Anggaran dan Perimbangan <strong>Keuangan</strong> (DJAPK) nomor 00634/520/DITKEU/2005<br />
tanggal 31 Januari 2005.<br />
2) Untuk pembiayaan Proyek Lot 13 : 500 kV dan 150 kV Associated Transmission<br />
Lines of Private Power Plant Project (SLA-1175/DP-3/2004) baru dalam tahap<br />
pengajuan permohonan Alokasi Dana dalam Satuan 3 APBN 2005, sesuai surat dari<br />
Direktur <strong>Keuangan</strong> PLN kepada DJAPK nomor 00634/520/DITKEU/2005 tanggal 31<br />
Januari 2005.<br />
3) Untuk pembiayaan Proyek Lot-15 Sulawesi 150 kV Transmission Lines (SLA-<br />
1183/DP-3/2004) sudah mendapatkan Surat Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan<br />
Proyek (DIPA) Tahun Anggaran 2005 Nomor:034.0/69-03.0/-/2005 tanggal 23<br />
Pebruari 2005 dari Direktur Jenderal Perbendaharaan Departemen <strong>Keuangan</strong> RI<br />
dengan nilai total sebesar Rp125.000.000.000,00 yang termasuk di dalamnya porsi<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
untuk Lot-15 sebesar Rp84.511.200.000,00 dan masih dalam proses pengajuan Surat<br />
Kuasa Pembebanan (SKP) dan Letter of Credit (L/C).<br />
Sesuai dengan Perubahan Anggaran Dasar PLN Tahun 1998 pasal 11 tentang tugas<br />
dan wewenang Direksi, pada:<br />
a. ayat 6 huruf b, menyebutkan antara lain bahwa perbuatan Direksi harus mendapatkan<br />
persetujuan tertulis dari Komisaris untuk memberikan pinjaman jangka pendek atas nama<br />
Perseroan dengan memperhatikan ayat 9 huruf c, berikut<br />
b. ayat 9 huruf c, menyebutkan antara lain bahwa perbuatan ini hanya dapat dilakukan oleh<br />
Direksi setelah mendapat persetujuan dari RUPS dan persetujuan tersebut diberikan<br />
setelah mendengar pendapat dan saran dari Komisaris dengan memperhatikan ketentuan<br />
yang berlaku, yaitu menerima dan/atau memberikan pinjaman jangka menengah/panjang<br />
serta memberikan pinjaman jangka pendek yang bersifat operasional/melebihi jumlah<br />
tertentu yang ditetapkan oleh RUPS.<br />
Hal tersebut mengakibatkan PLN KP tidak dapat memanfaatkan dana sebesar<br />
Rp119.952.440.347,00 (Rp2.423.227.138,00 + Rp86.347.387.117,00 +<br />
Rp31.181.826.092,00) karena digunakan untuk memberikan bridging finance kepada<br />
kontraktor.<br />
Hal tersebut terjadi karena Direksi PLN tidak mematuhi anggaran dasar perusahaan.<br />
PLN menjelaskan bahwa ketiga kontrak tersebut terkait dengan proyek lain sehingga<br />
tertundanya penyelesaian kontrak–kontrak ini akan berdampak pada kerugian yang lebih<br />
besar bagi PLN. PLN meminta kontraktor memulai pekerjaan sedini mungkin dan untuk<br />
tahapan prestasi pekerjaan tersebut PLN membayarnya dengan dana APLN karena pendanaan<br />
SLA belum tersedia. Bridging finance bukanlah pinjaman kepada kontraktor yang<br />
memerlukan ijin RUPS, buktinya kontraktor tidak dikenakan bunga pinjaman karena tidak<br />
menikmati fasilitas ini tetapi memang haknya untuk dibayar.<br />
BPK – RI menyarankan agar Direksi PLN meminta persetujuan komisaris PLN dan<br />
atau RUPS untuk setiap pemberian bridging finance kepada kontraktor.<br />
10<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
4. PLN lebih bayar sebesar Rp869,37 juta atas pengadaan Material Distribusi Utama<br />
melalui Perjanjian Kerjasama dengan pabrikan<br />
Dalam pelaksanaan kontrak Perjanjian Kerjasama (PKS) dengan pabrikan tahun 2004<br />
ternyata harga beberapa Material Distribusi Utama (MDU) sejenis yang dijual di PLN<br />
Distribusi Jawa Tengah (Disjateng) dan Distribusi Jawa Barat (Disjabar) lebih tinggi dari<br />
harga MDU di PLN Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang (Disjaya) sehingga dalam<br />
pemeriksaan BPK–RI ditemukan kelebihan pembayaran sebesar Rp869.377.382,00 dengan<br />
rincian perhitungan sebagai berikut:<br />
No. MDU<br />
Masa Berlaku<br />
(Periode)<br />
Volume<br />
Pengadaan<br />
thn 2004<br />
Harga<br />
Satuan<br />
Pembanding<br />
Unit Harga<br />
Selisih<br />
Harga<br />
Jumlah<br />
Kemahalan<br />
1 2 3 4 5 6 7 = 4 - 6 8 = 3 x 7<br />
A. Disjateng<br />
1 Kabel NFA2X 0,6/0,1 KV, 1 - 11 Oct 113,000 2,325 Disjabar 1,856 469 52,997,000<br />
2 x 10 mm2 12 - 31 Oct 634,950 2,325 2,300 25 15,873,750<br />
2 KWH Meter Fase Tunggal<br />
230 V 5/20 A kelas 2<br />
Okt – Des 89,866 101,065 Disjaya 98,600 2,465 221,519,690<br />
Sub jumlah 290,390,440<br />
B. Disjabar<br />
1. NA2XSEYBY 3 x 240<br />
mm2<br />
24 Mei – 8 Juli 55.490 173.400 Disjaya 170.000 3.400 188.666.000<br />
3.<br />
4.<br />
Trafo 3 phasa 20 KV 315<br />
KVA<br />
Trafo 3 phasa 20 KV 400<br />
KVA<br />
Sep – Des 39 36.040.000 Disjaya 34.326.000 1.714.000 66.846.000<br />
Sep – Des 25 39.723.000 Disjaya 37.835.000 1.888.000 47.200.000<br />
5. KWH Meter Fase Tunggal<br />
230 V 5/20 A kelas 2<br />
Okt – Des 74.139 101.065 Disjaya 98.600 2.465 182.752.635<br />
Sub jumlah 499.952.635<br />
Jumlah A + B 790.343.075<br />
PPN 10% 79.034.307<br />
Total selisih harga 869.377.382<br />
Sesuai ketentuan PKS diatur bahwa apabila dalam periode waktu berlakunya harga<br />
satuan barang diatas pihak kedua (dalam hal ini pihak pabrikan) ternyata melakukan<br />
penjualan kepada unit distribusi lainnya dengan harga yang lebih rendah dari harga satuan<br />
barang di atas, maka harga satuan barang akan disesuaikan dengan harga yang lebih rendah<br />
11<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
tersebut. Apabila telah terjadi transaksi pembayaran maka pihak pabrikan wajib<br />
mengembalikan kelebihan pembayaran sebesar jumlah barang yang dipasok dikalikan selisih<br />
harga satuan barang dengan memperhatikan PPN yang telah dibayar.<br />
Masalah tersebut mengakibatkan terjadi kelebihan pembayaran MDU ke pabrikan<br />
sebesar Rp869.377.382,00.<br />
Hal tersebut terjadi karena:<br />
a. Belum ada usaha diantara PLN Distribusi untuk saling memberikan informasi harga<br />
MDU loko pabrikan.<br />
b. PLN Disjateng dan PLN Disjabar tidak mentaati ketentuan harga dan pembayaran sesuai<br />
yang diatur dalam kontrak PKS.<br />
PLN Disjateng dan PLN Disjabar setuju dengan temuan BPK–RI dan akan menagih<br />
selisih harga PKS tersebut pada pabrikan yang bersangkutan.<br />
BPK–RI menyarankan agar:<br />
a. Masing - masing distribusi saling memberi dan atau mencari informasi harga MDU<br />
selama periode tertentu sebelum menerbitkan surat pesanan.<br />
b. PLN Disjateng dan Disjabar menagih selisih harga MDU tahun 2004 ke para pabrikan.<br />
5. PLN belum mengenakan denda keterlambatan sesuai ketentuan kontrak<br />
Dari pemeriksaan atas pelaksanaan kontrak pengadaan dan pemborongan pekerjaan<br />
tahun 2004 diketahui bahwa terdapat rekanan yang belum dikenakan denda keterlambatan<br />
sebesar Rp4.826.402.951,00 dengan rincian sebagai berikut:<br />
a. PLN Disjateng<br />
1) Kontrak PKS atas kabel<br />
Berdasarkan surat pesanan No.039.SP/061/BIDIS/2004 tanggal 1 September 2004,<br />
PLN Disjateng memesan kabel Tegangan Menengah (TM) 3x20+50 mm2 sebanyak<br />
23.198 meter senilai Rp3.780.108.000,00 kepada PT Terang Kita (PT TK). Waktu<br />
penyerahan paling lambat tanggal 24 September 2004. Berhubung PT TK s.d. akhir<br />
Nopember 2004 tidak dapat memasok kabel sesuai kontrak, maka diterbitkan<br />
addendum pengurangan volume pekerjaan menjadi sebesar 7.088 meter dan<br />
12<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
perpanjangan jangka waktu penyerahan sampai dengan tanggal 28 Desember 2004<br />
yang dituangkan dalam surat pesanan No.02/SP/061/BIREN/2004 tanggal 3<br />
Desember 2004. Sampai dengan saat pemeriksaan tanggal 14 Pebruari 2005, PT TK<br />
belum juga menyerahkan material di gudang PLN, sehingga harus dikenakan denda<br />
maksimum sebesar Rp378.010.800,00 (10% x Rp3.780.108.000,00) atas<br />
keterlambatan tersebut (sejak tanggal 24 September 2004).<br />
2) Kontrak pengembangan sarana teknologi informasi dan survai pelanggan<br />
Pengembangan sarana teknologi informasi dan survai pelanggan dilaksanakan dalam<br />
9 kontrak dengan total nilai kontrak Rp66.548.759.500,00. Pekerjaan dilaksanakan<br />
oleh universitas (UI, ITB, Undip, dan UGM) bekerjasama dengan perusahaan swasta.<br />
Waktu penyelesaian pekerjaan paling lambat antara tanggal 14 Nopember s.d. 17<br />
Desember 2004. Sampai dengan saat pemeriksaan tanggal 14 Pebruari 2005 seluruh<br />
kontrak tersebut belum selesai, sehingga pelaksana harus dikenakan denda minimal<br />
sebesar Rp1.854.447.913,00 atas keterlambatan tersebut.<br />
b. PLN Disjaya<br />
Pekerjaan pengadaan/pembangunan konstruksi Sambungan Kabel Tegangan Menengah<br />
(SKTM) 20 kV dilaksanakan dalam 4 kontrak dengan total nilai Rp22.736.222.774,00.<br />
Waktu penyelesaian pekerjaan paling lambat antara tanggal 14 September s.d. 12<br />
Nopember 2004. Sampai dengan saat pemeriksaan tanggal 15 Pebruari 2005 penyelesaian<br />
pekerjaan tersebut baru mencapai 36,27% s.d. 80,09%, sehingga pelaksana kontrak harus<br />
dikenakan denda sejumlah Rp1.385.554.038,00 atas keterlambatan tersebut.<br />
c. PLN KP<br />
Pekerjaan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) Indralaya 2<br />
dilaksanakan oleh konsorsium PT Indonesia Power – PT Imeco Inter Sarana berdasarkan<br />
kontrak No.0100-3.SPK/063/DIRUT/2003 tanggal 19 September 2003 senilai<br />
Rp24.619.200.000,00 dan US$18,608,399.00 dengan pembayaran secara angsuran selama<br />
15 tahun. Pekerjaan harus selesai paling lambat tanggal 8 Agustus 2004.<br />
Pekerjaan tersebut selesai tanggal 14 Agustus atau terlambat 6 hari sehingga pelaksana<br />
pekerjaan harus dikenakan denda sebesar Rp147.715.200,00 dan US$111,650.00 atau<br />
13<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
senilai ± Rp1.208.390.200,00 (kurs US$1.00 = Rp9.500,00).<br />
Sesuai ketentuan kontrak, setiap hari keterlambatan dikenakan denda sebesar 1 per mil<br />
dari nilai pekerjaan/kontrak dengan denda maksimum 10%.<br />
Masalah tersebut mengakibatkan PLN belum dapat memanfaatkan material/jasa<br />
tersebut untuk kegiatan operasi perusahaan dan belum mengenakan denda keterlambatan<br />
sebesar Rp4.826.402.951,00 (Rp378.010.800,00 + Rp1.854.447.913,00 +<br />
Rp1.385.554.038,00 + Rp1.208.390.200,00).<br />
Hal tersebut terjadi karena PLN Disjateng, Disjaya dan KP kurang tegas<br />
melaksanakan kesepakatan kontrak.<br />
PLN Disjateng, Disjaya dan KP menjelaskan akan mengenakan denda keterlambatan<br />
kepada pelaksana pekerjaan sesuai dengan ketentuan kontrak.<br />
BPK–RI menyarankan agar PLN memberi sanksi kepada rekanan yang belum<br />
melaksanakan pekerjaan dan mengenakan denda atas setiap keterlambatan penyelesaian<br />
sesuai ketentuan kontrak.<br />
6. PLN Disjabar menyalurkan tenaga listrik ke pelanggan industri besar tidak sesuai<br />
ketentuan<br />
<strong>Pemeriksa</strong>an atas Arsip Induk Langganan pelanggan industri besar (I – 4) PLN<br />
Disjabar yaitu Surat Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (SPJBTL), Berita Acara Resetting<br />
Relay (BARR), serta Berita Acara Pembacaan Meter (BAPM) diketahui hal–hal berikut:<br />
a. Area Pelayanan Jaringan (APJ) Bogor<br />
Sesuai dengan SPJBTL No.Pj.131/PST/84 tanggal 1 Mei 1984 dan amandemen III<br />
tanggal 10 Pebruari 2000, diketahui bahwa PT Aspex Paper (PT AP) adalah industri<br />
pengolahan kertas dan merupakan pelanggan I-4 dengan daya 45.000 kVA. PT AP<br />
merupakan pelanggan bukan tanur busur, namun rele pembatas disetel pada 115% dari<br />
daya kontrak.<br />
b. APJ Bekasi<br />
Sesuai dengan SPJBTL No.Pj.033/PST/87 tanggal 14 Pebruari 1987 diketahui bahwa PT<br />
Gunung Garuda (PT GG) adalah industri peleburan baja dan merupakan pelanggan I-4<br />
14<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
dengan daya 65.000 kVA. PT GG merupakan pelanggan tanur busur. Berdasarkan BARR<br />
tanggal 20 Maret 2000 diketahui bahwa PT GG dialiri listrik melalui dua trafo yakni trafo<br />
2 dan trafo 5 dengan daya masing-masing 20.000 kVA dan 45.000 kVA. Sesuai Tarif<br />
Dasar Listrik, rele pembatas disetel 115% dari daya kontrak sehingga daya terpasang<br />
masing-masing trafo seharusnya sebesar 23.000 kVA dan 51.750 kVA.<br />
Sesuai BAPM trafo 2 bulan Mei dan Juli 2004, pemakaian daya maksimum yang diukur<br />
melalui alat kVA maks pernah mencapai 36.000 kVA. Hal tersebut menunjukkan bahwa<br />
BARR trafo 2 sebesar 23.000 kVA, tidak sesuai dengan kondisi di lapangan yang<br />
mencapai 36.000 kVA. Dengan demikian daya tersambung melalui trafo 2 terlalu tinggi<br />
sebesar 16.000 kVA (36.000 kVA – 20.000 kVA).<br />
c. APJ Banten<br />
1) Sesuai dengan SPJBTL No.Pj.069.Pj/471/1991/M tanggal 9 Juli 1991 diketahui<br />
bahwa PT Petrokimia Nusantara Interindo (PT PENI) merupakan pelanggan I-4<br />
dengan daya 40.000 kVA. Data setting over current relay (OCR) menunjukkan bahwa<br />
PT PENI dialiri listrik melalui dua trafo yaitu trafo 1 dan trafo 2 yang masing-masing<br />
mempunyai rasio Current Transformer (CT) 200/5 A dan setting arus pada OCR<br />
masing-masing trafo 6,25 A dan 6 A. Dengan demikian daya terpasang PT PENI<br />
sebenarnya adalah 127.306 kVA yaitu pada trafo 1 sebesar 64.952 kVA (150 x 6,25 x<br />
200/5 x √3) dan trafo2 sebesar 62. 354 kVA (150 x 6 x 200/5 x √3).<br />
2) PT Amoco Mitsui PTA Indonesia (PT AMI) merupakan pelanggan I-4 dengan daya<br />
kontrak sebesar 31.000 kVA. Data setting OCR menunjukkan bahwa PT AMI dialiri<br />
listrik melalui dua trafo yang masing-masing mempunyai rasio CT 300/ 5 A dan<br />
setting arus masing-masing 3 A. Dengan demikian daya terpasang PT AMI<br />
sebenarnya adalah 93.530 kVA dengan masing-masing trafo sebesar 46.765 kVA (150<br />
x 3 x 300/5 x √3).<br />
Setting relay setiap pelanggan seharusnya didasarkan pada Surat Edaran (SE) Direksi<br />
PLN No.021.E/012/DIR/2002 tanggal 31 Desember 2002 dan ketentuan yang ditetapkan<br />
dalam kontrak, antara lain:<br />
a. Rele pembatas pelanggan I-4 bukan tanur busur disetel pada daya kontraknya.<br />
15<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
. Rele pembatas pelanggan I-4 tanur busur disetel pada 115 % dari daya kontrak.<br />
c. Besar daya tersambung adalah arus sekunder dikali faktor kali CT dikali tegangan primer.<br />
Hal tersebut mengakibatkan pelanggan dapat menggunakan daya melebihi daya<br />
kontrak.<br />
Hal tersebut terjadi karena PLN Disjabar dan PLN Penyaluran dan Pusat Pengatur<br />
Beban (P3B) secara bersama–sama tidak menerapkan setting rele daya sesuai ketentuan.<br />
PLN menjelaskan akan berkoordinasi dengan P3B untuk melakukan penyetelan<br />
kembali rele sesuai SE Direksi No.021.E/012/DIR/2002 tanggal 31 Desember 2002 dan<br />
apabila ada kewajiban pelanggan akan ditagihkan kepada yang bersangkutan. Semua<br />
pelanggan tersebut telah bersedia melaksanakan hal ini. Teknis penyetelan rele terpaksa<br />
dijadwal sesuai kesiapan pelanggan untuk dipadamkan selama penyetelan rele dilakukan oleh<br />
PLN.<br />
BPK–RI menyarankan agar PLN melakukan pengecekan setting rele pelanggan<br />
industri lainnya, melakukan setting rele kembali pelanggan yang setting rele pembatasnya<br />
tidak sesuai ketentuan dan melaksanakan penyaluran tenaga listrik ke pelanggan sesuai<br />
ketentuan.<br />
7. PLN Disjabar tidak tegas melaksanakan pengenaan tarif tenaga listrik tegangan tinggi<br />
sesuai ketentuan<br />
Berdasarkan temuan pemeriksaan BPK–RI atas pemeriksaan laporan keuangan tahun<br />
buku 2003 diketahui bahwa pemakaian kVA maksimal (kVA maks) PT Toyogiri Iron & Steel<br />
(PT TIS) selama bulan Pebruari sampai dengan Desember 2003 telah melebihi 110% dari<br />
daya terpasang namun belum ada tindak lanjut dari manajemen PLN Disjabar untuk<br />
mengaddendum kontrak/SPJBTL.<br />
Penyaluran tenaga listrik ke PT TIS tersebut didasarkan pada SPJBTL Nomor<br />
Pj.145/PST/89 tanggal 19 Juni 1989 dengan daya 20.500 kVA yang berlokasi di APJ Bekasi.<br />
Sesuai BAPM selama tahun 2004, invoice rekening listrik dan bukti setoran pembayaran<br />
rekening listrik PT TIS diketahui bahwa pemakaian kVA maks selama tahun 2004 telah<br />
melebihi 110% dari daya kontrak dan wajib naik daya sekurang-kurangnya sebesar 25.200<br />
16<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
kVA. Hal tersebut menunjukkan bahwa daya tersambung PT TIS terlalu tinggi sebesar 4.700<br />
kVA (25.200 kVA – 20.500 kVA)). Nilai BP atas kelebihan daya tersebut sebesar<br />
Rp940.000.000,00 (4.700.000 x Rp200,00).<br />
SE Direksi PLN No. 021.E/012/DIR/2002 tanggal 31 Desember 2002 tentang<br />
Petunjuk Pelaksanaan Tarif Tenaga Listrik Tegangan Tinggi antara lain menyatakan bahwa<br />
Rele pembatas pelanggan I-4 tanur busur disetel pada 115 % dari daya kontrak dan apabila<br />
pemakaian daya tertinggi melebihi 110% dari daya tersambung/daya kontrak sesuai SPJBTL,<br />
maka daya tersambungnya harus dinaikkan (tambah daya dengan pengenaan BP atau Uang<br />
Jaminan Langganan (UJL)) menjadi sekurang-kurangnya sebesar daya kVA yang terukur<br />
pada bulan yang bersangkutan.<br />
Hal tersebut mengakibatkan PLN kehilangan kesempatan memperoleh penerimaan BP<br />
sebesar Rp940.000.000,00.<br />
Hal tersebut terjadi karena PLN Disjabar tidak memperhatikan temuan BPK– RI, PLN<br />
Disjabar, tidak menerapkan setting rele daya sesuai ketentuan dan belum sepenuhnya<br />
melaksanakan SE Direksi PLN No.021.E/012/DIR/2002 tanggal 31 Desember 2002.<br />
PLN menjelaskan bahwa PT TIS adalah pelanggan I – 4 yang menggunakan tanur<br />
busur dengan batasan kVA maks yang disetting sesuai ketentuan sebesar 115%. Guna<br />
menghilangkan kerancuan sebagai akibat maksud SE Direksi No. 021.E/012/DIR/2002<br />
tanggal 31 Desember 2002 tersebut yang mengharuskan pelanggan menambah daya apabila<br />
penggunaan dayanya melebihi 110% dari daya kontrak dan ketentuan batasan kVA maks<br />
sebesar 115% dari daya kontrak untuk pelanggan yang menggunakan tanur busur maka<br />
Direksi PLN akan menerbitkan ketentuan untuk menegaskan kondisi tersebut.<br />
BPK–RI menyarankan agar Direksi PLN segera menerbitkan ketentuan tambahan<br />
sebagai penegasan atas pelanggan yang diharuskan tambah daya bila menggunakan daya<br />
melebihi 110% dari daya kontrak dan PLN Disjabar meminta PT TIS untuk mengajukan<br />
tambah daya kontrak.<br />
17<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
8. PT Semen Bosowa menunggak kekurangan biaya beban sejak Oktober 2003 sebesar<br />
Rp2.313,50 juta<br />
PT Semen Bosowa merupakan pelanggan listrik I-4 PLN Cabang Makassar dengan<br />
daya kontrak 30.000 KVA. Hasil pemeriksaan BAPM Transmisi Tenaga Listrik GI tahun<br />
2004 menunjukkan bahwa realisasi daya tersambung sejak Oktober 2003 s.d. Nopember 2004<br />
selalu diatas daya kontrak sesuai dengan yang tercatat dalam kVA maks. PLN Cabang<br />
Makassar tiap bulan telah menagih kelebihan daya kontrak tersebut, namun sampai dengan<br />
pemeriksaan tanggal 8 Desember 2004 PT Semen Bosowa tidak bersedia membayar tagihan<br />
biaya beban atas selisih daya kVA maks dengan daya kontrak. Total tagihan biaya beban<br />
berjumlah Rp2.313.499.225,00.<br />
SE Direksi PLN No. 021.E/012/DIR tanggal 31 Desember 2002 tentang Petunjuk<br />
Pelaksanaan Tarif Tenaga Listrik Tegangan Tinggi bagian Pembatasan dan Pengukuran point<br />
2.5 menyatakan bahwa biaya beban yang diperhitungkan dalam rekening listrik pelanggan I-4<br />
adalah berdasarkan kVA maksimal dalam bulan yang bersangkutan dan minimal sebesar daya<br />
kontrak atau daya tersambung.<br />
Hal tersebut mengakibatkan PLN belum dapat memanfaatkan pendapatan yang<br />
berasal dari selisih biaya beban sebesar Rp2.313.499.225,00.<br />
Hal tersebut terjadi karena PLN Cabang Makassar tidak tegas terhadap pelanggan<br />
yang tidak membayar tagihan rekening listrik dan PLN belum mempunyai ketentuan<br />
mengenai sanksi atas keterlambatan pembayaran pelanggan di luar tunggakan rekening listrik<br />
(biaya keterlambatan).<br />
PLN menjelaskan akan melanjutkan upaya penagihan piutang ini dengan<br />
memungkinkan alternatif pembayaran secara mengangsur.<br />
BPK – RI menyarankan agar PLN Cabang Makasar tegas dalam melaksanakan<br />
ketentuan penjualan tenaga listrik dan mengupayakan PT Bosowa bersedia melunasi tagihan<br />
kekurangan biaya beban, serta Direksi PLN segera menerbitkan ketentuan mengenai sanksi<br />
atas keterlambatan pembayaran pelanggan di luar tunggakan rekening listrik (biaya beban dan<br />
biaya lainnya).<br />
18<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
9. PLN belum sepenuhnya melakukan penyesuaian Uang Jaminan Langganan terhadap<br />
pelanggan yang terkena Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik<br />
<strong>Pemeriksa</strong>an uji petik atas laporan pemeriksaan tagihan susulan Penertiban<br />
Penyaluran Tenaga Listrik (P2TL) tahun 2004 dan bukti pembayarannya menunjukkan bahwa<br />
PLN Cabang Makassar dan Palembang belum melakukan penyesuaian UJL terhadap<br />
pelanggan yang kena P2TL.<br />
Keputusan Direksi PLN No.215.K/010/DIR/2002 tentang UJL Pasal 6 Ayat (2) yang<br />
antara lain menyebutkan bahwa penyesuaian UJL bagi pelanggan harus dilaksanakan pada<br />
saat penyelesaian tagihan susulan akibat penertiban pemakaian tenaga listrik.<br />
Hal tersebut mengakibatkan tujuan penyesuaian UJL guna mengamankan tagihan<br />
penjualan tenaga listrik sesuai yang ditetapkan dalam SK Direksi PLN tidak tercapai.<br />
Hal tersebut terjadi karena Bagian Pemasaran dan Niaga PLN Cabang Makassar dan<br />
Palembang belum sepenuhnya menerapkan ketentuan tentang penyesuaian UJL.<br />
PLN Cabang Makassar dan Palembang menjelaskan bahwa sebagian cabang untuk<br />
penyesuaian UJL masih berpedoman pada Keputusan Direksi (Kepdir)<br />
No.068.K/010/DIR/2000 dan telah menginstruksikan seluruh unit/rayon untuk segera<br />
melakukan perhitungan tagihan susulan sesuai Kepdir No.215.K/010/DIR/2002.<br />
BPK–RI menyarankan agar PLN menerbitkan tagihan susulan atas P2TL sesuai<br />
ketentuan serta Satuan Pengawasan Intern (SPI) mengikuti dan memantau kepatuhan<br />
pelaksanaan tagihan susulan terhadap ketentuan yang berlaku.<br />
10. Terdapat penyimpangan penyaluran aliran tenaga listrik kepada PT Polysindo Eka<br />
Perkasa Tbk. yang dapat menyebabkan kerugian negara sebesar Rp106.706,67 juta<br />
Penjualan tenaga listrik kepada PT Polysindo Eka Perkasa Tbk. (PEP) didasarkan<br />
pada Surat Perjanjian No.PJ 054/PST/87 tanggal 19 Maret 1987 dan terakhir diubah dengan<br />
Suplemen VII No.PJ 054/PST/87 tanggal 1 Agustus 2001.<br />
Hasil pemeriksaan BPK-RI atas laporan keuangan PLN Tahun Buku 2003 yang<br />
dilakukan tahun 2004, telah mengungkapkan bahwa terdapat tunggakan pembayaran rekening<br />
listrik PEP sebesar Rp88.226.383.243,00 sejak tahun 1999 s.d. 2003. Tunggakan tersebut<br />
19<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
elum termasuk Biaya Keterlambatan (BK) sebesar Rp24.643.611.000,00. PEP telah<br />
beberapa kali menjanjikan pelunasan tunggakan tersebut antara lain:<br />
a. Sesuai hasil rapat PLN dan PEP tanggal 16 Desember 2003, PEP menyelesaikan<br />
tunggakan setelah investor masuk.<br />
b. Sesuai surat Gubernur Jateng No.180/168/809 tanggal 19 Desember 2003, PEP<br />
menyatakan kesanggupannya untuk melunasi seluruh biaya penggunaan listrik pada akhir<br />
Pebruari 2004.<br />
c. Sesuai hasil perundingan tanggal 24 Desember 2003, PEP akan membayar tunggakan<br />
tersebut berkisar 5 milyar sampai dengan 8 milyar untuk bulan Januari 2004 sampai<br />
dengan Maret 2004, sedangkan penyelesaian sisa tunggakan yang belum dibayar akan<br />
dibahas minggu ke-3 bulan Februari 2004. Pada kenyataannya, PEP tidak pernah<br />
merealisasikan kesanggupan yang telah dijanjikan sebagaimana tersebut di atas.<br />
Meskipun tunggakan tersebut berjumlah besar dan telah berlangsung lama, General<br />
Manager PLN Disjateng maupun Direksi PLN belum melaksanakan pemutusan aliran listrik<br />
pada pelanggan PEP tersebut. Alasan penundaan pemutusan aliran listrik PEP antara lain<br />
surat Gubernur Jawa Tengah No.180/168/809 tersebut kepada Direktur Utama PLN yang<br />
merekomendasikan penangguhan pemutusan aliran listrik s.d. bulan Pebruari 2004 untuk<br />
memberi kesempatan kepada PEP berproduksi, menyelamatkan nasib karyawan, dan<br />
menyelesaikan kasus Texmaco (PEP termasuk dalam Texmaco Group) melalui sidang<br />
kabinet yang dilaksanakan pertengahan Pebruari 2004.<br />
Sampai dengan saat pemeriksaan BPK-RI berikutnya yang dilakukan pada bulan<br />
Maret 2005, PLN tetap tidak melakukan pemutusan aliran listriknya. Tunggakan pembayaran<br />
rekening listrik PEP per 31 Desember 2004 sebesar Rp108.461.674.610,30 terdiri atas<br />
tunggakan rekening pemakaian listrik sebesar Rp71.693.377.664,00 dan BK sebesar<br />
Rp36,768,296,946,00.<br />
Surat jawaban PEP tanggal 7 Pebruari 2005 atas surat konfirmasi Tim BPK-RI perihal<br />
konfirmasi saldo piutang aliran listrik, mengakui saldo piutang aliran listrik sebesar<br />
Rp71.693.377.664,00, namun tidak mengakui tunggakan BK. PLN ternyata tidak<br />
membukukan BK ke dalam laporan TUL IV-04 dan pendapatan PLN. Sampai dengan akhir<br />
20<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
Pebruari, PEP hanya membayar tagihan rekening listrik berjalan (bulan Januari 2005).<br />
Kondisi keuangan PEP sesuai hasil konfirmasi ke Bursa Efek Jakarta diketahui<br />
sebagai berikut:<br />
a. 1) Laporan <strong>Keuangan</strong> Konsolidasian (audited) PEP Tahun Buku 2003 dengan auditor<br />
independen (KAP Hendrawinata & Rekan) yang diterbitkan pada tanggal 15 April 2004<br />
memberikan opini tidak memberikan pendapat (disclaimer opinion) karena timbulnya<br />
kesangsian besar mengenai kemampuan PEP dalam mempertahankan kelangsungan<br />
hidupnya. Laporan keuangan PEP membukukan rugi bersih sebesar<br />
Rp1.145.956.860.615,00, modal kerja negatif sebesar Rp14.419.546.181.325,00 dan<br />
defisiensi modal (modal negatif) sebesar Rp8.797.096.261.304,00.<br />
2) Laporan <strong>Keuangan</strong> Konsolidasi PEP per 30 September 2004 membukukan rugi bersih<br />
sebesar Rp1.529.571.725.007,00 dengan total aktiva PEP sebesar<br />
Rp6.782.446.635.397,00 dan total kewajiban sebesar Rp17.108.739.317.781,00<br />
sehingga ekuitas mengalami defisiensi (modal negatif) sebesar<br />
Rp10.326.292.682.384,00. Selain itu terdapat kewajiban berupa wesel bayar yang<br />
terjamin sebesar Rp9.426.986.301.429,00 dari total kewajiban per 30 September 2004.<br />
PEP telah melakukan pemutusan hubungan kerja serta merumahkan sekitar 45%<br />
karyawannya dengan memberikan gaji sebesar 50% s.d. 75% dari gaji mereka saat ini.<br />
b. Mahkamah Agung (MA) dengan registrasi No.01K/N/2005 tanggal 15 Pebruari 2005<br />
memutuskan pailit PEP dalam perkara melawan PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia<br />
(BPUI) (sahamnya dimiliki Bank Indonesia dan Departemen <strong>Keuangan</strong> RI) terkait dengan<br />
utang PEP berupa tiga surat sanggup (promissory notes) senilai US$3,000,000.00 yang<br />
dibuat tahun 1997 dan jatuh tempo sejak tahun 1998, namun belum terbayar sampai saat<br />
gugatan pailit diajukan.<br />
Sehubungan PEP dinyatakan pailit, maka total aktivanya hanya dapat<br />
menutupi/melunasi sebagian kewajiban wesel bayar, sehingga tunggakan rekening listrik<br />
PLN per 31 Desember 2004 sebesar Rp108.461.674.611,30 tidak akan dapat dibayar oleh<br />
PEP.<br />
PLN dengan memperhitungkan UJL yang dikuasainya sebesar Rp1.755.000.000,00<br />
21<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
erpotensi mengalami kerugian sebesar Rp106.706.674.611,00 (Rp108.461.674.611,00-<br />
Rp1.755.000.000,00) dari tunggakan piutang pelanggan tersebut.<br />
Sesuai dengan:<br />
a. Keputusan Direksi PLN Nomor 021.K/0599/DIR/1995 tanggal 23 Mei 1995. Fungsi<br />
Pengawasan Kredit C.1. halaman 4 dan 5, apabila dalam jangka waktu pembayaran yang<br />
telah ditentukan pelanggan belum melunasi pembayaran atas pemakaian tenaga listriknya,<br />
PLN berhak melaksanakan pemutusan sementara penyaluran tenaga listriknya.<br />
Selanjutnya, apabila dalam jangka waktu 60 hari terhitung sejak hari pertama dari jangka<br />
waktu pelaksanaan pemutusan sementara pelanggan belum melunasi rekening listrik, PLN<br />
berhak melaksanakan pemutusan rampung berupa penghentian penyaluran tenaga listrik<br />
dengan mengambil sebagian atau seluruh Instalasi milik PLN.<br />
Dengan demikian, PLN seharusnya telah melaksanakan pemutusan aliran listrik PEP<br />
sejak tahun 1999.<br />
b. Keputusan Direksi PLN Nomor 337.K/010/DIR/2003 tanggal 31 Desember 2003,<br />
menyatakan bahwa pelanggan yang terlambat membayar rekening listrik, selain<br />
dikenakan sanksi pemutusan aliran listrik, juga dikenakan BK.<br />
c. SE Direksi PLN No.008.E/012/DIR/2004 tanggal 26 Maret 2004, menyatakan bahwa<br />
Pendapatan BK diakui secara akrual setelah berakhirnya masa pembayaran rekening<br />
listrik. Oleh karena itu, seharusnya perhitungan BK PEP dibukukan ke dalam Sistem Tata<br />
Usaha Langganan (TUL IV-04) dan laporan pendapatan PLN.<br />
Hal ini mengakibatkan indikasi kerugian negara pada PLN minimal (per 31 Desember<br />
2004) sebesar Rp106.706.674.611,00.<br />
Hal tersebut terjadi karena:<br />
a. Direksi PLN serta General Manager PLN Disjateng tidak konsekuen dalam menerapkan<br />
ketentuan yang berlaku dalam hal pemutusan aliran listrik PEP.<br />
b. General Manager PLN Disjateng serta Deputi Manager Niaga dan Deputi Manager<br />
Akuntansi tidak mematuhi ketentuan untuk membukukan nilai piutang BK pada TUL IV-<br />
04 dan pendapatan akrual atas BK.<br />
PLN menjelaskan, bahwa sebagai tindak lanjut dari berita media massa perihal<br />
22<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
keputusan Mahkamah Agung tentang pailit PEP dan berdasarkan keputusan bersama Jaksa<br />
Agung RI dan Dirut PLN No. KEP-426/A/J.A/7/2004, upaya penyelesaian tunggakan PEP<br />
tersebut dilakukan oleh dan bersama pihak Kejaksaan Agung RI selaku Jaksa Pengacara<br />
Negara (JPN). Kerja sama penagihan tunggakan PEP ini dilaksanakan dan dikukuhkan<br />
dengan Surat Kuasa Khusus dari Dirut PLN kepada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata<br />
Usaha Negara (Jamdatun). Sesuai surat Jamdatun No.B-097/G/Gp.2/03/2005 tanggal 29<br />
Maret 2005 disebutkan bahwa Kurator menghimbau kepada JPN selaku kuasa hukum PLN<br />
agar aliran listrik ke PEP tidak diputus karena Kurator masih mengupayakan adanya<br />
perdamaian dengan harapan perusahaan tetap beroperasi. Disamping itu, sesuai Berita Acara<br />
Rapat Verifikasi Lanjutan PEP tanggal 12 Mei 2005 Kurator menetapkan PLN sebagai<br />
kreditur preferen setelah Direktorat Jenderal Pajak. Selanjutnya berita acara kesepakatan<br />
angsuran tunggakan rekening listrik PEP tanggal 20 Juni 2005 antara lain menyatakan bahwa<br />
pokok tunggakan PEP sebesar Rp65.193.377.664,00 (tanpa BK) akan dilunasi secara<br />
bertahap yaitu tanggal 21 Juni 2005 sebesar Rp1,00 milar, paling lambat tanggal 10 Juli 2005<br />
sebesar Rp2,50 miliar dan sisanya akan dibayar tiap bulan sebesar Rp3,50 miliar paling<br />
lambat tanggal 10 bulan berikutnya.<br />
BPK – RI menyarankan agar Direksi PLN mengupayakan dan memantau pembayaran<br />
angsuran tunggakan PEP sesuai kesepakatan tanggal 20 Juni 2005 dan segera melaksanakan<br />
pemutusan sementara apabila PEP tidak dapat menepati kesepakatan tersebut.<br />
11. PLN belum melaksanakan keputusan Direksi tentang sanksi pemutusan aliran listrik<br />
kepada pelanggan yang menunggak<br />
Nilai tunggakan listrik PLN sesuai hasil pemeriksaan per 31 Desember 2004 sebesar<br />
Rp2.053.161.969.645,00 atau meningkat 7,35% dibandingkan nilai tunggakan per 31<br />
Desember 2003 sebesar Rp1.902.203.912.854,00 dengan rincian sebagai berikut:<br />
Umur tunggakan Per 31/12/2004 Per 31/12/2003 %<br />
1 2 3 4 = (2-3)/3<br />
s.d. 3 bulan 1.047.685.808.555,00 1.202.358.608.980,00 - 14,76<br />
3 s.d. 12 bulan 696.333.264.375,00 512.598.738.681,00 26,38<br />
di atas 12 bulan 309.142.896.715,00 187.246.565.193,00 39,43<br />
Jumlah tunggakan 2.053.161.969.645,00 1.902.203.912.854,00 7,35<br />
23<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
PLN hanya melaksanakan pemutusan rampung atas tunggakan sebesar<br />
Rp480.327.239.499,00 dari jumlah tunggakan sebesar Rp2.053.161.969.645,00. Bahkan hasil<br />
pemeriksaan Tim BPK-RI menunjukkan pula adanya piutang pelanggan yang telah berumur<br />
lebih dari 3 bulan namun PLN belum melaksanakan pemutusan sementara dan pemutusan<br />
rampung (bongkar).<br />
Sesuai Keputusan Direksi PLN Nomor 021.K/0599/DIR/1995 tanggal 23 Mei 1995,<br />
Fungsi Pengawasan Kredit C.1, halaman 4 dan 5 diatur bahwa:<br />
a. Apabila dalam jangka waktu pembayaran yang telah ditentukan pelanggan belum melunasi<br />
pembayaran atas pemakaian tenaga listriknya, PLN berhak melaksanakan pemutusan<br />
sementara penyaluran tenaga listriknya.<br />
b. Apabila dalam jangka waktu 60 hari terhitung sejak hari pertama dari jangka waktu<br />
pelaksanaan pemutusan sementara pelanggan belum melunasi rekening listrik, PLN<br />
berhak melaksanakan pemutusan rampung berupa penghentian penyaluran tenaga listrik<br />
dengan mengambil sebagian atau seluruh instalasi milik PLN.<br />
Hal ini mengakibatkan PLN tidak dapat memanfaatkan dana atas tunggakan piutang<br />
pelanggan sebesar Rp2.053.161.969.645,00.<br />
Hal tersebut terjadi karena PLN belum melaksanakan sepenuhnya SK Direksi PLN<br />
baik sanksi pemutusan sementara maupun pemutusan rampung dan Tim Pemutus dari<br />
Cabang/Area Pelayanan yang koordinasi dengan pihak lain (POLRI-ABRI) belum juga<br />
bekerja secara optimal.<br />
PLN menjelaskan, bahwa hal ini terjadi karena keterbatasan tenaga dalam melakukan<br />
pemutusan mengingat banyaknya pelanggan yang menunggak pembayaran. Seluruh unit<br />
PLN akan terus melakukan upaya-upaya penagihan dan pemutusan dalam rangka<br />
menurunkan jumlah tunggakan sesuai SK Direksi No. 021.K/059/DIR/1995 tanggal 23 Mei<br />
1995, Fungsi Pengawasan Kredit C.1, halaman 4 dan 5, dan bekerjasama dengan instansi<br />
terkait utamanya dengan POLRI dan Kejaksaaan.<br />
BPK – RI menyarankan agar PLN lebih tegas melaksanakan pemutusan aliran listrik<br />
kepada pelanggan yang menunggak sesuai ketentuan.<br />
24<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
12. Pekerjaan pemantauan lingkungan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Labuhan Angin<br />
sebesar Rp117,00 juta tidak sesuai dengan ketentuan dalam kontrak<br />
Berdasarkan Surat Perjanjian No.009.PJ.PLN2004/PIKITRING SUMUT/2004<br />
tanggal 24 Agustus 2004 PLN Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan (Pikitring) Sumatera<br />
Utara dan Aceh (Sumut) telah menunjuk Pusat Penelitian Lingkungan Universitas Sumatera<br />
Utara (PPL-USU) untuk melakukan pekerjaan pemantauan lingkungan Pembangkit Listrik<br />
Tenaga Uap (PLTU) Labuhan Angin dengan jangka waktu kegiatan 365 hari kalender sejak<br />
tanggal 24 Agustus 2004 s.d. 23 Agustus 2005 dengan nilai kontrak sebesar<br />
Rp117.000.000,00. Sesuai persyaratan dalam perjanjian, PPL-USU diwajibkan<br />
menyampaikan hasil pekerjaannya dalam Laporan Semester I dan Semester II (Laporan<br />
Semesteran).<br />
Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa:<br />
a. Hasil pekerjaan yang disampaikan oleh PPL-USU ternyata tidak berupa laporan per<br />
semester, melainkan laporan pengelolaan dan pemantauan lingkungan periode Agustus –<br />
September 2004 dan periode Nopember – Desember 2004.<br />
b. Sesuai kontrak, pekerjaan pemantauan lingkungan seharusnya dilaksanakan sampai<br />
dengan tanggal 23 Agustus 2005 ternyata telah dinyatakan selesai 100% tanggal 8<br />
Desember 2004 sesuai Berita Acara <strong>Pemeriksa</strong>an Pekerjaan No.016/061/BAPP-<br />
SPR/2004. Pekerjaan tersebut telah dibayar sekaligus sebesar Rp117.000.000,00 sesuai<br />
bukti pembayaran kas/bank No.079/BBI melalui Cek/Bilyet Giro Bank BNI No.BD 899<br />
337 tanggal 30 Desember 2004.<br />
Seharusnya hasil laporan PPL-USU disampaikan dalam 2 laporan semester yaitu<br />
Semester I (Agustus-Desember 2004) dan Semester II (Januari-Juni 2005) dan pembayaran<br />
dilakukan setelah Laporan Semester II diserahkan dan disetujui yaitu sesuai dengan ketentuan<br />
berikut:<br />
a. Keputusan Gubenur Sumatera Utara (Gubsu) No.660/2861.K/TAHUN 2003 tanggal 4<br />
Desember 2003 antara lain menyatakan bahwa PLN Pikitring Sumut dalam melakukan<br />
kegiatannya wajib melaporkan hasil pelaksanaan kegiatan pengelolaan lingkungan hidup<br />
kepada Bapedal Propinsi Sumatera Utara dan Bapedalda Kabupaten Tapanuli Tengah<br />
25<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
setiap 6 (enam) bulan sekali terhitung sejak tanggal ditetapkannya keputusan ini.<br />
b. Surat Perjanjian No.009.PJ.PLN2004/PIKITRING SUMUT/2004 tanggal 24 Agustus<br />
2004 pasal 8 tentang cara pembayaran menyebutkan antara lain pembayaran tahap II<br />
sebesar 100 % dari nilai kontrak dapat dilakukan setelah menyerahkan Laporan Semester<br />
II, yang telah disetujui oleh Pemberi Tugas/Direksi Pekerjaan.<br />
Hal tersebut mengakibatkan:<br />
a. PLN kurang memperoleh prestasi pekerjaan pengelolaan dan pematauan lingkungan<br />
periode Januari s.d. Agustus 2005.<br />
b. Pembayaran tahap II untuk Laporan Tahap/Semester II (Januari-Juni 2005) senilai 50%<br />
harga kontrak atau senilai Rp58.500.000,00 telah terbayarkan lebih awal (bulan Desember<br />
2004).<br />
Hal tersebut terjadi karena Direksi Pekerjaan tidak cermat dalam menilai/memutuskan<br />
tingkat kemajuan pekerjaan jasa dari PPL-USU.<br />
PLN Pikitring Sumut menjelaskan sesuai temuan BPK, maka akan dipertimbangkan<br />
kepada PPL-USU untuk melaksanakan pembuatan tambahan laporan lingkungan sesuai time<br />
frame yang dipersyaratkan dalam kontrak yakni pada bulan Juni 2005.<br />
BPK–RI menyarankan agar PLN Pikitring Sumut lebih tegas melaksanakan kontrak<br />
dan mengharuskan PPL–USU untuk melaksanakan pembuatan tambahan laporan lingkungan<br />
sesuai time frame yang dipersyaratkan dalam kontrak.<br />
13. Terdapat biaya yang perlu diperhitungkan kembali sebesar Rp607,23 juta dalam<br />
pelaksanaan kontrak pekerjaan Perbaikan/pemeliharaan jaringan listrik Dalam<br />
Keadaan Bertegangan<br />
Berdasarkan kontrak No.293.PJ/061/2003 tanggal 31 Desember 2003 PLN P3B telah<br />
menunjuk PT Dinamika Elektrik Mandiri untuk melaksanakan pengadaan peralatan dan<br />
pelatihan untuk pekerjaan Perbaikan/pemeliharaan jaringan listrik Dalam Keadaan<br />
Bertegangan (PDKB) senilai Rp20.378.077.000,00 (termasuk PPN) dan jangka waktu<br />
pelaksanaan selama 10 bulan atau s.d 31 oktober 2004. Harga kontrak terdiri atas harga<br />
peralatan PDKB sebesar Rp8.716.161.460,00, training sebesar Rp11.661.915.540,00. Rincian<br />
26<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
training adalah instruktur PDKB (10 orang) sebesar Rp5.477.876.140,00 dan training<br />
pelaksana PDKB /lines man (36 orang) sebesar Rp6.184.039.400,00. Pelaksanaan training<br />
tersebut sesuai kontrak dilaksanakan oleh Omaka, New Zealand.<br />
Dari pemeriksaan diketahui hal – hal berikut:<br />
a. Didalam pelaksanaan pelatihan (daftar hadir peserta) calon lines man terdapat 1 orang<br />
instruktur dari Omaka (Bill Mathew) yang terlambat datang dari New Zealand selama 2<br />
hari, namun tetap diperhitungkan pembayarannya. Biaya pelatih selama 2 hari yang harus<br />
dipotong dari pembayarannya sebesar Rp86.245.896,00 (termasuk PPN) terdiri atas biaya<br />
pelatihan dan penginapan.<br />
b. Didalam surat perjanjian/kontrak tercantum biaya supervisi 4 kali datang masing - masing<br />
3 hari sebesar Rp520.987.280,00 (termasuk PPN). Biaya supervisi tersebut belum<br />
direalisasikan. Di dalam Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS) dinyatakan bahwa<br />
fungsi supervisi dari Omaka untuk mengawasi kelancaran pekerjaan/praktek dan<br />
melakukan penyegaran kembali hasil pelatihan para lines man PDKB yang rencananya<br />
dilaksanakan pada tahun 2005. Hal ini berarti pelaksanaannya dilakukan setelah<br />
berakhirnya jangka waktu kontrak. Oleh karena itu biaya supervisi tersebut tidak<br />
selayaknya dimasukkan kedalam kontrak dan seyogyanya dikurangkan dari nilai kontrak.<br />
Bagian <strong>Keuangan</strong> PLN P3B seharusnya melakukan pembayaran kepada<br />
pemborong/rekanan sesuai dengan prestasi pekerjaan yang telah dilaksanakan. Begitu pula<br />
Bagian Perencanaan PLN P3B didalam menetapkan item pekerjaan (d.h.i pekerjaan supervisi)<br />
seharusnya sesuai dengan jangka waktu dan lingkup pekerjaan dalam kontrak.<br />
Hal tersebut mengakibatkan kelebihan perhitungan/pembayaran kepada pemborong<br />
sebesar Rp607.233.176,00 (Rp86.245.896,00 + Rp520.987.280,00).<br />
Hal tersebut terjadi karena :<br />
a. Bagian <strong>Keuangan</strong> kurang cermat dalam melakukan verifikasi atas berkas tagihan<br />
pelatihan lines man.<br />
b. Bagian perencanaan kurang cermat dalam menetapkan item pekerjaan yang belum<br />
diperlukan dalam kontrak pekerjaan PDKB (d.h.i. pekerjaan supervisi).<br />
27<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
PLN P3B menjelaskan sebagai berikut:<br />
a. PLN P3B akan melakukan amandemen kontrak untuk kerja kurang 2 mandays bagi<br />
instruktur Omaka (Bill Mathews) yang terlambat hadir di Indonesia selama 2 hari.<br />
b. Pekerjaan supervisi dimaksudkan untuk penyegaran kembali dari hasil pelatihan para<br />
lines man PDKB dan mendiskusikan kesulitan/hambatan yang ditemukan pada lines man<br />
di lapangan berdasarkan pengalaman melaksanakan PDKB yang rencananya akan<br />
dilaksanakan tahun 2005. Namun demikian, apabila biaya supervisi tersebut tidak layak<br />
dimasukkan dalam kontrak sesuai temuan BPK–RI, maka akan dilakukan amandemen<br />
kerja kurang.<br />
BPK–RI menyarankan agar PLN membuat amandemen kerja kurang 2 mandays bagi<br />
instruktur Omaka dan biaya supervisi.<br />
14. PLN Disjabar kurang menagih biaya beban PT Asahimas Chemical sebesar Rp21,60<br />
juta<br />
Penyaluran tenaga listrik ke pelanggan PT Asahimas Chemical dilaksanakan melalui<br />
dua trafo yakni trafo 1 dengan daya terpasang sebesar 64.000 kVA sesuai kontrak<br />
No.007.Pj/160/UBD JABAR/2001 tanggal 21 Juni 2001 dan trafo 2 dengan daya terpasang<br />
sebesar 88.000 kVA sesuai kontrak No.008.Pj/160/UBD JABAR/2001 tanggal 21 Juni 2001.<br />
PLN Disjabar APJ Banten dalam menghitung biaya beban bulanan ternyata tidak<br />
memperhitungkan biaya beban per trafo sesuai kontrak melainkan menggabungkan beban<br />
kedua trafo tersebut. Beban trafo 2 bulan Desember 2004 tercatat dalam kVA maks sebesar<br />
88.800 kVA atau melebihi daya kontrak sebesar 88.000 kVA sedang beban trafo 1 sesuai<br />
kVA maks sebesar 63.120 kVA atau dibawah daya kontrak sehingga biaya beban sesuai<br />
ketentuan harus dihitung untuk daya 152.800 kVA (88.800 kVA + 64.000). PLN Disjabar<br />
APJ Banten hanya memperhitungkan biaya beban bulan Desember 2004 sebesar jumlah daya<br />
kontrak sebesar 152.000 kVA, sehingga kurang diperhitungkan sebesar 800 kVA (152.800<br />
kVA – 152.000 kVA) atau senilai Rp21.600.000,00 (800 x Rp27.000,00).<br />
Hal tersebut mengakibatkan PLN kurang menagih biaya beban sebesar<br />
Rp21.600.000,00.<br />
28<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
Hal tersebut terjadi karena PLN Disjabar APJ Banten tidak mentaati ketentuan<br />
kontrak dalam menghitung biaya beban PT Asahimas Chemical.<br />
PLN Disjabar menjelaskan kekurangan biaya beban tersebut telah ditagihkan ke PT<br />
Asahimas Chemical dengan surat No.050/160/UPJ.Prima K/2005 tanggal 14 Pebruari 2005.<br />
BPK – RI menyarankan agar PLN menghitung biaya beban pelanggan sesuai dengan<br />
ketentuan kontrak dan pemeriksa intern PLN Disjabar memonitor penerimaan tagihan<br />
tersebut.<br />
15. Tindak lanjut Hasil <strong>Pemeriksa</strong>an tahun 2003<br />
Dalam pemeriksaan tahun buku 2003 terdapat 6 (enam) temuan atas kepatuhan<br />
terhadap peraturan perundang-undangan. Seluruh temuan tersebut telah ditindaklanjuti<br />
dengan status 3 (tiga) temuan dinyatakan selesai dan sisanya 3 (tiga) temuan masih perlu<br />
dipantau tindak lanjutnya, yaitu:<br />
a. Pemanfaatan sisa alokasi pinjaman kredit ekspor (KE) luar negeri setelah hasil<br />
renegosiasi sebesar EUR27,422.86 ribu atau setara dengan Rp226.343,08 juta tidak sesuai<br />
dengan Inpres No.8 Tahun 1984 tanggal 10 Oktober 1984 dan peraturan–peraturan<br />
dibawahnya.<br />
Hal ini mengakibatkan pembangunan proyek-proyek tambahan yang termasuk<br />
dalam scope to be confirmed later melanggar Instruksi Presiden (Inpres) No.8 Tahun<br />
1984 dan tidak termasuk dalam proyek-proyek prioritas yang didanai dengan KE.<br />
Hal ini terjadi karena PLN mengabaikan peraturan perundangan-undangan yang<br />
berlaku dalam pemanfaatan sisa alokasi KE (perubahan perjanjian pinjaman).<br />
BPK-RI menyarankan agar :<br />
1) PLN mentaati peraturan perundang-undangan dan peraturan-peraturan di bawahnya<br />
yang berkaitan dengan pelaksanaan penggunaan KE luar negeri; dan<br />
2) PLN melaporkan amandemen perjanjian pinjaman kepada Menteri Negara<br />
PPN/Kepala Bappenas dan memohon persetujuan tertulis dari Menko Perekonomian<br />
(dahulu Menko Ekuin) atas pemanfaatan sisa alokasi kredit ekspor luar negeri sebesar<br />
EUR27,422,859.92 untuk 11 (sebelas) proyek tambahan.<br />
Dirut PLN menindaklanjuti temuan dengan menyampaikan surat permintaan ijin<br />
29<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
penggunaan sisa pinjaman ke Bappenas dan Menteri Perekonomian<br />
No.03087/530/DIRUT/2004 tanggal 1 Juni 2004 dan berlaku surut sejak tahun 2002.<br />
b. Pembayaran akibat kesalahan pemotongan PPh merugikan keuangan PLN sebesar<br />
US$405.03 ribu atau setara dengan Rp3.445,58 juta.<br />
Hal tersebut mengakibatkan PPh a.n Cleary,Gothlieb,Steel & Hamnton(CGS&H)<br />
yang telah disetorkan PLN ke Kas Negara sebesar USD405,028.40 atau setara dengan<br />
Rp3.445.576.598,80 (kurs 1USD 31 Desember 2003 = Rp8.507,00) mengandung potensi<br />
kerugian bagi keuangan PLN.<br />
Hal ini terjadi karena:<br />
1) Tidak adanya koordinasi antara Kelompok Kerja Renegosiasi Kontrak Khusus<br />
(KKRKK), Dinas Pajak, dan Bagian <strong>Keuangan</strong> PLN.<br />
2) Kurangnya pemahaman manajemen PLN tentang aturan perpajakan.<br />
BPK-RI menyarankan agar PLN berusaha meminta restitusi atas kelebihan<br />
pembayaran PPh pasal 23 dan pasal 26 atas jasa konsultan CGS&H.<br />
PLN menindaklanjuti temuan dengan mengupayakan mengajukan restitusi atas<br />
kelebihan pembayaran PPh pasal 23 dan 26.<br />
c. PLN Kantor Pusat belum memungut dan menyetorkan PPN atas transaksi jasa konsultan<br />
dan uang perdamaian perkara/sengketa Proyek Penyempurnaan Ash Valley (Ash Disposal<br />
Works) PLTU Suralaya sebesar Rp1.502,20 juta<br />
Hal tersebut mengakibatkan Negara tidak dapat memanfaatkan dana yang berasal dari<br />
penerimaan pajak sebesar Rp1.502.202.443,18 (Rp22.137.500,00 + Rp180.064.943,18 +<br />
Rp1.300.000.000,00).<br />
Hal tersebut terjadi karena Dinas Perbendaharaan PLN Kantor Pusat belum<br />
sepenuhnya menaati ketentuan perpajakan.<br />
BPK-RI menyarankan agar PLN memungut dan menyetorkan PPN atas pembayaran<br />
jasa CGS&H dan pembayaran konsultan PT Enico National Development. Untuk<br />
selanjutnya agar PLN mematuhi ketentuan perpajakan yang berlaku.<br />
Dalam tindak lanjut PLN telah melakukan konsultasi ke Kantor Pajak bahwa untuk<br />
uang perdamaian tidak dikenakan PPN.<br />
30<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
16. Tindak lanjut Hasil <strong>Pemeriksa</strong>an tahun 2002<br />
Dalam pemeriksaan tahun buku 2002 terdapat 5 (lima) temuan atas kepatuhan<br />
terhadap peraturan perundang-undangan. Seluruh temuan tersebut telah ditindaklanjuti<br />
dengan status 3 (tiga) temuan dinyatakan selesai dan sisanya 2 (dua) temuan masih perlu<br />
dipantau tindak lanjutnya, yaitu:<br />
a. Perubahan struktur modal PLN karena revaluasi aktiva tetap belum ditetapkan dengan<br />
Peraturan Pemerintah (PP).<br />
Hal ini mengakibatkan nilai Penyertaan Modal Negara(PMN) setelah revaluasi aktiva<br />
tetap pada Laporan <strong>Keuangan</strong> per 31 Desember 2002 belum didukung dengan bukti<br />
formal yang sah.<br />
Hal ini terjadi karena PLN belum memproses permohonan penerbitan PP kepada<br />
Menteri <strong>Keuangan</strong>.<br />
BPK-RI menyarankan agar PLN segera mengajukan PP atas perubahan Nilai<br />
Penyertaan Modal Negara yang baru.<br />
PLN menindaklanjuti temuan dengan mempelajari/mengkaji yang mendasari selisih<br />
revaluasi menjadi tambahan modal disetor.<br />
b. Nilai penyertaan modal negara sebesar Rp18.463.589,99 juta dalam laporan keuangan per<br />
31 Desember 2002 belum didukung dengan dokumen yang memenuhi ketentuan.<br />
Hal ini mengakibatkan nilai PMN sebesar Rp18.463.625.864.930,00 yang disajikan<br />
dalam Laporan <strong>Keuangan</strong> per 31 Desember 2002 belum didukung dengan bukti formal<br />
yang sesuai dengan ketentuan.<br />
Hal ini terjadi karena pengurusan Peraturan Pemerintah yang merupakan bukti formal<br />
untuk mencatat akun-akun tersebut, sampai saat laporan ini dibuat belum terselesaikan.<br />
BPK-RI menyarankan agar PLN segera mengupayakan percepatan pengurusan<br />
penerbitan PP atas status PMN tersebut.<br />
PLN telah menindaklanjuti temuan dengan mengusulkan diterbitkan PP atas<br />
penyertaan modal pemerintah. Perkembangan usulan tersebut sampai awal Mei 2005<br />
sebagai berikut:<br />
1) Sejumlah Rp3,37 triliun statusnya masih dalam rancangan Peraturan Pemerintah di<br />
31<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
Sekretariat Negara.<br />
2) Sejumlah Rp5,7 triliun sudah diusulkan oleh Sekjen Departemen Energi Sumber Daya<br />
Mineral (ESDM) kepada Menteri <strong>Keuangan</strong> dengan surat No.1685/90/SJU/05 tanggal<br />
9 Mei 2005.<br />
3) PLN terus menyelesaikan laporan proyek–proyek selesai dan secara bertahap<br />
mengajukan permohonan kepada Dirjen LPE untuk mendapatkan status sementara<br />
dan tetap kepada Menteri ESDM.<br />
32<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
II. <strong>LAPORAN</strong> <strong>AUDITOR</strong> <strong>INDEPENDEN</strong><br />
ATAS<br />
KEPATUHAN TERHADAP PENGENDALIAN INTERN<br />
v<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
Nomor : 25.B/Auditama V/GA/V/2005<br />
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN<br />
REPUBLIK INDONESIA<br />
<strong>LAPORAN</strong> <strong>AUDITOR</strong> <strong>INDEPENDEN</strong><br />
Kami telah mengaudit neraca konsolidasian PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) -<br />
selanjutnya disebut PLN - tanggal 31 Desember 2004, laporan laba rugi, laporan perubahan<br />
ekuitas, dan laporan arus kas konsolidasian untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut,<br />
dan telah menerbitkan laporan nomor: 25.A/Auditama.V/GA/V/2004 tanggal 30 Mei 2005.<br />
Kami melaksanakan audit berdasarkan Standar Audit Pemerintahan yang diterbitkan <strong>Badan</strong><br />
<strong>Pemeriksa</strong> <strong>Keuangan</strong> dan Standar Auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia.<br />
Standar tersebut mengharuskan kami untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk<br />
memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji<br />
material.<br />
Dalam perencanaan dan pelaksanaan audit kami atas laporan keuangan konsolidasian PLN<br />
untuk tahun yang berakhir tanggal 31 Desember 2004, kami mempertimbangkan<br />
pengendalian intern PLN untuk menentukan prosedur audit yang kami laksanakan untuk<br />
menyatakan pendapat kami atas laporan keuangan dan tidak dimaksudkan untuk memberikan<br />
keyakinan atas pengendalian intern tersebut.<br />
Manajemen PLN bertanggung jawab untuk menyusun dan memelihara suatu pengendalian<br />
intern. Dalam memenuhi tanggung jawabnya tersebut, diperlukan estimasi dan pertimbangan<br />
33<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
dari pihak manajemen tentang taksiran manfaat dan biaya yang berkaitan dengan<br />
pengendalian intern. Tujuan suatu pengendalian intern adalah untuk memberikan keyakinan<br />
memadai, bukan keyakinan absolut, kepada manajemen bahwa aktiva terjamin keamanannya<br />
dari kerugian sebagai akibat pemakaian atau pengeluaran yang tidak diotorisasi dan bahwa<br />
transaksi dilaksanakan dengan otorisasi manajemen dan dicatat semestinya untuk<br />
memungkinkan penyusunan laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku<br />
umum di Indonesia. Karena adanya keterbatasan bawaan dalam setiap pengendalian intern,<br />
kekeliruan atau ketidakberesan dapat saja terjadi dan tidak terdeteksi. Begitu juga, proyeksi<br />
setiap evaluasi atas pengendalian intern ke periode yang akan datang mengandung risiko<br />
bahwa suatu prosedur menjadi tidak memadai lagi karena perubahan kondisi yang terjadi atau<br />
efektivitas desain dan operasi pengendalian intern tersebut telah berkurang.<br />
Untuk tujuan laporan ini, kami menggolongkan pengendalian intern signifikan ke dalam<br />
kelompok berikut ini:<br />
• Direktorat Transmisi dan Distribusi<br />
• Direktorat Pembangkitan dan Energi Primer<br />
• Direktorat Niaga dan Pelayanan Pelanggan<br />
• Direktorat <strong>Keuangan</strong><br />
• Direktorat Sumberdaya Manusia dan Organisasi<br />
Untuk semua golongan pengendalian intern tersebut di atas, kami memperoleh pemahaman<br />
tentang desain pengendalian intern yang relevan dan apakah pengendalian intern tersebut<br />
dioperasikan, serta kami menentukan risiko pengendalian.<br />
Pertimbangan kami atas pengendalian intern tidak perlu mengungkapkan semua masalah<br />
dalam pengendalian intern yang mungkin merupakan kelemahan material menurut Standar<br />
Audit Pemerintahan yang diterbitkan <strong>Badan</strong> <strong>Pemeriksa</strong> <strong>Keuangan</strong>. Suatu kelemahan material<br />
adalah kondisi yang dapat dilaporkan yang di dalamnya desain dan operasi satu atau lebih<br />
komponen pengendalian intern tidak mengurangi risiko ke tingkat yang relatif rendah tentang<br />
terjadinya kekeliruan dan ketidakberesan dalam jumlah yang akan material dalam<br />
34<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
hubungannya dengan laporan keuangan auditan dan tidak terdeteksi dalam waktu semestinya<br />
oleh karyawan dalam pelaksanaan normal fungsi yang ditugaskan kepadanya. Kami mencatat<br />
bahwa tidak ada masalah berkaitan dengan pengendalian intern dan operasinya yang kami<br />
pandang memiliki kelemahan material sebagaimana kami definisikan di atas.<br />
Namun, kami mencatat masalah-masalah tertentu yang tidak material berkaitan dengan<br />
pengendalian intern dan operasinya disertai saran perbaikannya yang kami kemukakan pada<br />
Lampiran B.<br />
35<br />
Auditor Utama <strong>Keuangan</strong> Negara V<br />
Penanggung Jawab Audit,<br />
Drs. Misnoto, Ak, MA<br />
Register Negara No. D-1416<br />
Jakarta, 30 Mei 2005<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
36<br />
LAMPIRAN B<br />
1. PLN mengembalikan pinjaman sebesar Rp22.394,90 juta atas pokok sebesar<br />
Rp1.965,07 juta<br />
Pemerintah Indonesia telah memperoleh pinjaman (loan agreement) dari Kreditanstalt<br />
fur Wiederaufbau (KFW), Jerman, dengan kontrak pinjaman KWF AL.9266131/F.2197<br />
tanggal 2 Desember 1993 dalam rangka pembiayaan 150 kV transmisi sistem Java Bali phase<br />
II. Berdasarkan Loan Agreement (LA) tersebut dibuat Sub Loan Agreement (SLA)<br />
No.760/DP3/1994 tanggal 21 September 1994 yang ditandatangani oleh Menteri <strong>Keuangan</strong><br />
dan PLN.<br />
Pelaksanaan LA tersebut dibatalkan sesuai surat Departemen <strong>Keuangan</strong> No.S-<br />
1022/A.86/1997 tanggal 23 Mei 1997 dan surat KFW No.Ras/ZKG 2209 tanggal 23 April<br />
1997. Jumlah penarikan yang telah dilakukan sampai dengan tanggal 26 Nopember 1996<br />
sebesar DM 1.253.478,58 ekuivalen dengan Rp1.965.074.270,41.<br />
PLN meminta dilakukan pembatalan SLA No.760/DP3/1994 tanggal 21 September<br />
1997 sehubungan dengan pembatalan LA tersebut melalui surat<br />
No.8757/822/DITKEU/1997/M tanggal 23 Juni 1997 yang ditujukan kepada Direktur<br />
Pengelolaan Penerusan Pinjaman Departemen <strong>Keuangan</strong>.<br />
PLN tidak melakukan pengembalian atas pinjaman yang telah terlanjur cair sebesar<br />
Rp1.965.074.270,41 walaupun telah mengajukan pembatalan SLA. Selain itu, PLN juga tidak<br />
memasukkan pinjaman tersebut dalam restrukturisasi hutang SLA yang tertunggak dalam<br />
periode 1 Januari 1998 s.d. 31 Desember 2000.<br />
Rekonsiliasi kewajiban eks pinjaman KFW No.AL.9266131/F.2197 PPP No.SLA-<br />
760/DP3/1994 antara PLN, Direktorat Pengelolaan Penerusan Pinjaman (DP3), Direktorat<br />
Jenderal Lembaga <strong>Keuangan</strong> (DJLK), dan PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) selaku penata<br />
usaha pinjaman tersebut ternyata baru dilakukan sesuai Berita Acara Rapat tanggal 21<br />
Januari 2004. Kewajiban termasuk bunga dan denda sampai dengan tanggal 12 Pebruari 2004<br />
sebesar Rp22.394.903.033,58 sesuai yang diatur dalam SLA dengan rincian perhitungan<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
sebagai berikut:<br />
No. Uraian Nilai (Rp)<br />
1. Pokok 1.965.074.270,41<br />
2. Bunga Pemerintah 7.356.894.564,51<br />
3. Jasa Bank 34.550.639,41<br />
4. Komitmen 110.991.738,52<br />
5. Denda Pokok 27.849.469.,06<br />
6. Denda Bunga 12.408.574.449,06<br />
7. Denda Biaya Komitmen 490.967.902,43<br />
Jumlah 22.394.903.033,58<br />
BRI melakukan penagihan senilai Rp22.394.903.033,58 kepada PLN berdasarkan<br />
hasil rekonsiliasi tersebut dengan surat No.B.251-V/KC/RTL/PRG/02/2004 tanggal 6<br />
Pebruari 2004.<br />
PLN melakukan pembayaran dengan bukti bank pengeluaran No.066991 tanggal 12<br />
Pebruari 2004 sebesar Rp22.394.903.033,58.<br />
PLN seharusnya segera mengembalikan pinjaman tersebut setelah mengajukan surat<br />
permintaan pembatalan pinjaman SLA No. SLA-760/DP3/94 tanggal 21 September 1994 dan<br />
memonitor setiap pencairan pinjaman SLA.<br />
Biaya pinjaman sebesar Rp20.429.828.763,17 (Rp22.394.903.033,58 –<br />
Rp1.965.074.270,41) merupakan pemborosan dan merugikan keuangan PLN.<br />
Hal tersebut terjadi karena:<br />
a. PLN tidak mengembalikan pinjaman segera setelah mengajukan pembatalan pinjaman<br />
tersebut.<br />
b. Pengendalian atas pinjaman lemah.<br />
PLN menjelaskan bahwa:<br />
a. Sampai saat ini surat PLN ke DP3 No.8757/822/DITKEU/1997/M tanggal 23 Juli 1997<br />
tentang permohonan pembatalan SLA No 760/DP3/1994 tersebut tidak dijawab dengan<br />
alasan yang tidak diketahui, sehingga status SLA tersebut di DP3 belum dibatalkan<br />
37<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
(masih open). Dalam setiap rapat rekonsiliasi periode 1997-2004, DP3 tidak pernah<br />
mengingatkan masalah ini, tetapi dalam rapat rekonsiliasi tanggal 21 Januari 2004 DP3<br />
mendesak PLN untuk segera melunasi tunggakan tersebut sebesar Rp22.394.903.033,58<br />
sesuai dengan ketentuan persyaratan pinjaman yang diatur dalam SLA.<br />
b. PLN merencanakan untuk menutup SLA tersebut dalam rapat rekonsiliasi yang akan<br />
datang dengan BRI dan DP3.<br />
c. PLN saat ini sedang membangun ERP (Enterprise Resource Planning) untuk menghindari<br />
kejadian serupa di masa mendatang, yang memungkinkan mengetahui status setiap<br />
pinjaman setiap saat secara terintegrasi.<br />
BPK – RI menyarankan agar PLN meningkatkan pengendalian pinjaman, dan Direksi<br />
PLN memberikan teguran kepada pengelola administrasi pinjaman SLA yang terkait di PLN,<br />
yang lalai dalam memonitor pinjaman yang telah di tarik dan pemutusan SLA.<br />
2. Pengendalian atas investasi jangka panjang PLN berupa penyertaan saham masih<br />
lemah<br />
Risalah RUPS RKAP 2003 dan RUPS Laporan <strong>Keuangan</strong> Tahun Buku 2002 antara<br />
lain memutuskan bahwa PLN harus menjual, melepaskan atau melikuidasi cucu perusahaan<br />
maupun penyertaan ekuitas anak perusahaan pada kepemilikan saham minoritas di<br />
perusahaan lain apabila Rate of Return (ROR) lebih rendah dari 10%.<br />
Direksi PLN berkaitan dengan hal tersebut sesuai risalah RUPS PLN Tahun Buku<br />
2003 menjelaskan antara lain:<br />
1) PT Unelec Indonesia (PT Unindo) masih berpeluang untuk meningkatkan kinerjanya<br />
dimasa mendatang, sehingga kepemilikan sahamnya agar tetap dipertahankan.<br />
2) PT Geo Dipa Energi (PT GDE) walaupun belum menghasilkan laba tetapi ada<br />
peningkatan ROE dari tahun sebelumnya.<br />
Sampai dengan tanggal 29 Maret 2005, kedua perusahaan tersebut belum pernah<br />
mengirimkan laporan keuangannya. Dengan demikian, penjelasan Direksi atas kondisi kedua<br />
perusahaan tersebut tidak didukung dengan data yang memadai. Nilai penyertaan kepada PT<br />
38<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
Unindo dan PT GDE tersebut adalah:<br />
No Perusahaan Domisili Jenis usaha Tahun % Jml tercatat<br />
operasi penyertaan 31/12/2004 (Rp)<br />
1. PT Unindo Jakarta Penunjang penyedia tenaga<br />
listrik<br />
1988 44,36 Nihil<br />
2. PT GDE Bandung Penyedia tenaga listrik 2002 33,00 218.475.570.000<br />
Jumlah 218.475.570.000<br />
Penyertaan saham pada PT Unindo sebesar Rp14.980.248.632,00 didasarkan pada Peraturan<br />
Pemerintah RI No.2 Tahun 1998 tanggal 7 Januari 1998. Nilai penyertaan pada PT Unindo<br />
nihil karena akumulasi rugi perusahaan telah melebihi nilai tercatat penyertaan saham.<br />
Setiap investasi saham seharusnya dimonitor perkembangannya agar diketahui hasil<br />
(ROR) dari suatu investasi.<br />
Pemberian informasi yang tidak didukung dengan data yang memadai tersebut<br />
memungkinkan RUPS salah mengambil keputusan dan PLN menderita kerugian atas nilai<br />
penyertaan di kedua perusahaan tersebut.<br />
Hal tersebut terjadi karena pengendalian PLN dalam memonitor perkembangan<br />
penyertaan saham pada PT Unindo dan PT GDE lemah.<br />
PLN menjelaskan bahwa :<br />
a. PLN minimal setiap semester akan memonitor laporan keuangan tahun berjalan kedua<br />
perusahaan.<br />
b. PLN akan melakukan analisa untuk meneliti kinerja dan mengestimasi potensi perusahaan<br />
dalam menghasilkan laba dengan menggunakan indikator keuangan berdasarkan laporan<br />
keuangan tahun berjalan tersebut.<br />
c. Setiap hasil analisis akan disampaikan secara langsung maupun melalui RUPS kepada<br />
kedua perusahaan tersebut untuk ditindaklanjuti.<br />
BPK – RI menyarankan agar PLN meningkatkan pengendalian atas setiap penyertaan<br />
di perusahaan lain dengan cara antara lain dengan lebih aktif mendapatkan laporan keuangan<br />
perusahaan untuk dianalisa perkembangan penyertaan di perusahaan tersebut.<br />
39<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
3. Terdapat sisa uang muka pekerjaan jasa supervisi proyek Pusat Listrik Tenaga Air<br />
Peusangan senilai Yen 274,280.53 ribu dan Rp2.384,64 juta yang belum jelas<br />
kelanjutannya dan masih harus dipertanggungjawabkan<br />
PLN telah menandatangani kontrak No.008.PJ/070/1997/M tanggal 2 April 1997<br />
dengan NIPPON KOEI CO.,LTD (NKC) bekerjasama dengan PT Indra Karya, PT Kwarsa<br />
Hexagon, PT Asana Wirasta Setia dan PT Amythas Experts & Associates (Konsultan) untuk<br />
pekerjaan jasa supervisi engineering pembangunan 2 Unit Pusat Listrik Tenaga Air (PLTA)<br />
Peusangan, Aceh (2 x 44,2 MW) selama 71,6 bulan atau sampai dengan tanggal 25 Desember<br />
2003 dengan nilai kontrak Yen2,039,439,890.00 dan Rp24.804.798.680,00. PLN KP<br />
menyerahkan pelaksanaan dan pengawasan pembangunan PLTA Peusangan kepada Pikitring<br />
Sumut.<br />
Pekerjaan jasa supervisi engineering tersebut dibiayai dari pinjaman jangka panjang<br />
sesuai perjanjian No.IP-441 dari Japan Bank for International Cooperation (JBIC). Tahun<br />
2002 karena situasi di Aceh tidak aman, pihak konsultan meninggalkan pekerjaan tersebut<br />
dalam progress pekerjaan 39,16% atau sampai dengan tahap pekerjaan Laporan Pembaharuan<br />
Studi dan Implementasi Program. Sampai dengan kontrak tersebut berakhir tanggal 25<br />
Desember 2003, kelanjutan pekerjaan jasa supervisi tersebut belum dapat dipastikan.<br />
Bulan April 1997 PLN memberikan uang muka kepada konsultan NKC sebesar<br />
Yen364,853,780.00 dan Rp3.306.506.320,00 dan sampai dengan pemberhentian pekerjaan<br />
tersebut telah dipertanggungjawabkan sebesar Yen90,573,255.00 dan Rp921.862.490,00. Sisa<br />
uang muka yang harus dipertanggungjawabkan konsultan NKC sebesar Yen 274,280,525 dan<br />
Rp 2.384.643.830,00.<br />
Pemberi pinjaman yaitu JBIC melalui suratnya No.04-20 tanggal 18 Juni 2004,<br />
menghentikan kucuran dana (disbursement) sejak tanggal 28 Desember 2003. Kelanjutan<br />
pekerjaan jasa supervisi engineering semakin sulit dipastikan dengan pemberhentian kucuran<br />
dana tersebut. Tanggal 2 Desember 2004, konsultan memperpanjang jaminan uang muka<br />
berupa garansi dari Bank of Tokyo Mitsubishi, Ltd sebesar Yen 274,280,525 dan Rp<br />
2.384.643.80,00 yang semula berakhir tanggal 26 Mei 2004 menjadi 28 Februari 2005.<br />
40<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
Sampai dengan pemeriksaan berakhir, belum ada kejelasan dan kepastian kelangsungan<br />
pembangunan PLTA Peusangan tersebut dan sisa uang muka yang masih ada di konsultan<br />
NKC.<br />
Seharusnya PLN Pikitring Sumut meminta kejelasan kelanjutan pekerjaan tersebut<br />
dari Kantor Pusat (KP) dan memberikan informasi sisa uang muka.<br />
Hal tersebut mengakibatkan PLN Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan (Pikitring)<br />
Sumatera Utara dan Aceh (Sumut) berpotensi mengalami kerugian atas sisa uang muka<br />
sebesar Yen 274,280,525 dan Rp2.384.643.830,00 yang belum dipertanggungjawabkan<br />
konsultan NKC dan pencatatan PDP menjadi berlarut-larut.<br />
Hal tersebut terjadi karena Staf Operasi PLN Pikitring Sumut dan Aceh kurang<br />
perhatian atas penyelesaian pembangunan PLTA Peusangan.<br />
PLN menjelaskan bahwa uang muka yang belum dipertanggungjawabkan tersebut<br />
akan ditarik dari konsultan NKC.<br />
BPK–RI menyarankan agar PLN segera menagih uang muka yang belum<br />
dipertanggungjawabkan tersebut kepada rekanan pelaksana kontrak.<br />
4. Pengendalian atas saldo pembayaran dimuka kepada kontraktor masih lemah<br />
<strong>Pemeriksa</strong>an atas Daftar Rekapitulasi Bulanan Pembayaran Dimuka kepada<br />
Kontraktor selama 4 tahun dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2004 yang dibuat oleh Dinas<br />
Akuntansi Kantor Pusat (DKP) diketahui bahwa sebagian besar saldo Pembayaran Dimuka<br />
kepada kontraktor tidak mengalami mutasi adalah sebagai berikut:<br />
a. Pembayaran dimuka kepada 37 kontraktor sebesar Rp9.182.260.655,00 tidak jelas nomor<br />
kontraknya dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.<br />
b. Pembayaran dimuka kepada 18 kontraktor sebesar Rp5.301.599.717,00 yang tahun<br />
penandatanganan kontrak berkisar antara tahun 1989 s.d. 1998 dan secara administrasi<br />
belum ditutup/dipertanggungjawabkan.<br />
Dinas Pengelolaan <strong>Keuangan</strong> (DLK) Kantor Pusat menjelaskan bahwa proyek yang<br />
dikerjakan para kontraktor tersebut telah selesai, namun uang muka tersebut sampai dengan<br />
41<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
tanggal 24 Maret 2005 belum ditutup.<br />
Seharusnya:<br />
a. DKP melakukan pencatatan Pembayaran Dimuka kepada kontraktor dengan tertib yaitu<br />
melengkapi data pendukung antara lain nomor kontrak yang bersangkutan.<br />
b. Posisi saldo Pembayaran Dimuka kepada kontraktor selalu disesuaikan dengan tingkat<br />
kemajuan fisik atau pembayaran kepada kontraktor yang bersangkutan.<br />
c. Uang muka yang telah diberikan kepada kontraktor harus diperhitungkan dan ditutup<br />
dengan pembayaran kontraktor berikutnya atau pembayaran akhir kontrak.<br />
Hal tersebut mengakibatkan saldo pembayaran dimuka kepada kontraktor sebesar<br />
Rp14.483.860.372,00 (Rp9.182.260.655,00 + Rp5.301.599.717,00) tidak diketahui kepastian<br />
statusnya.<br />
Hal tersebut terjadi karena pengendalian DKP dan DLK atas pemberian uang muka<br />
kepada kontraktor lemah serta tidak melakukan rekonsiliasi antara DKP dan DLK atas uang<br />
muka yang telah diberikan dengan pembayaran sesuai kemajuan fisik.<br />
PLN menjelaskan akan membentuk tim/task force untuk :<br />
a. Menelusuri nomor kontrak-kontrak lama yang berkaitan dengan pembayaran dimuka<br />
tersebut, bekerjasama dengan bagian Pengelola Kas dan bagian pengelola kontrak,<br />
b. Menelusuri pembukuan atas pembayaran dan progres fisik dan bila ternyata terdapat<br />
kekeliruan pencatatan akan dilakukan koreksi.<br />
Disamping itu, akan dilakukan pembenahan terhadap administrasi pembayaran dimuka<br />
dengan langkah-langkah sebagai berikut:<br />
a. Dalam setiap adanya pembayaran atau progres fisik untuk kontrak-kontrak yang baru<br />
akan dilakukan penyesuaian terhadap pembayaran dimuka,<br />
b. Akan dilakukan rekonsiliasi antara Akuntansi Kantor Pusat dengan Pengelolaan Kas<br />
secara periodik (bulanan/triwulan).<br />
BPK – RI menyarankan agar PLN meningkatkan pengendalian uang muka serta<br />
segera merealisasikan pembentukan tim dan melaksanakan pembenahan administrasi uang<br />
muka.<br />
42<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
5. Perhitungan Penyesuaian BBM dalam formula penyesuaian harga batubara untuk<br />
listrik swasta Paiton tidak tepat.<br />
Tenaga listrik yang dijual PLN sebagian berasal dari pembelian listrik swasta<br />
(Independent Power Producer/IPP) antara lain dari PLTU Paiton yang dikembangkan oleh<br />
PT Jawa Power (PT JP) yang didasarkan pada Kontrak Power Purchase Agreement (PPA)<br />
tanggal 3 April 1995 dengan daya terpasang sebesar 2 x 610 MW. Kontrak tersebut telah<br />
dilakukan addendum PPA tanggal 8 Juli 2002.<br />
Perhitungan biaya pembelian tenaga listrik yang harus dibayar PLN kepada PT JP<br />
antara lain berupa komponen C yakni untuk pembayaran bahan bakar batubara yang<br />
dikeluarkan oleh PT JP untuk membangkitkan tenaga listrik.<br />
<strong>Pemeriksa</strong>an atas formula penyesuaian harga batubara menunjukkan bahwa harga<br />
batubara disesuaikan berdasarkan fluktuasi nilai kurs dolar dan harga BBM (HSD). Harga<br />
BBM ditetapkan oleh Pertamina setiap bulan dalam mata uang rupiah sehingga tidak<br />
dipengaruhi nilai kurs dolar. Namun dalam rumus perhitungan/penyesuaian harga batubara,<br />
harga BBM tersebut ikut disesuaikan dengan kurs dolar yang berlaku, sehingga perhitungan<br />
harga BBM dalam tahun 2004 terlalu tinggi sebesar Rp1.297.482.308,00.<br />
Harga BBM ditetapkan dalam rupiah sehingga seharusnya tidak diperhitungkan dalam<br />
penyesuaian harga batubara yang disebabkan fluktuasi kurs dolar.<br />
Menguatnya mata uang dollar terhadap rupiah pada tahun 2004 mengakibatkan PT<br />
PLN (Persero) membayar lebih mahal untuk komponen C kepada PT JP senilai<br />
Rp1.297.482.308,00 yang merupakan pemborosan dan merugikan keuangan PLN.<br />
Hal tersebut terjadi karena ketidakcermatan PLN dalam pembuatan formula<br />
penyesuaian harga batubara.<br />
PLN menjelaskan, bahwa formula penyesuaian harga BBM, memang mengandung<br />
konsekuensi “double counting”, namun “double counting” tersebut bisa menguntungkan PLN<br />
apabila rupiah menguat, sebaliknya akan merugikan PLN jika rupiah melemah. Namun begitu<br />
untuk menghindari terjadinya “double counting” dimasa mendatang, maka formulasi kontrak<br />
berikutnya akan diusahakan untuk diubah dengan mengeluarkan unsur BBM sebelum<br />
43<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
dilakukan penyesuaian terhadap kurs.<br />
BPK – RI menyarankan agar PLN dan IPP Paiton swasta segera mengamandemen<br />
formula penyesuaian harga batubara tersebut.<br />
6. Pengendalian atas pengadaan lahan untuk proyek regasifikasi LNG lemah<br />
SK Direksi PLN No. 201.K/010/DIR/2003, tanggal 11 Agustus 2003, yang<br />
ditandatangani oleh Dirut PLN, PLN membentuk Tim Pengadaan Lahan untuk pembangunan<br />
Liquified Natural Gas Receiving Terminal and Regasification Facilities (LNG RTRF) dan<br />
PLTGU di Kawasan Industri Jababeka, Cilegon, Banten. Dasar pertimbangan dalam SK<br />
tersebut antara lain bahwa Tim Energi Primer PLN telah melaporkan dan merekomendasikan<br />
lahan Kawasan Industri PT Jababeka di Propinsi Banten sebagai calon lokasi LNG Terminal<br />
dan PLTGU baru.<br />
Dalam pelaksanaannya, Panitia pengadaan lahan telah melakukan peninjauan lokasi di<br />
Kawasan Industri Jababeka dan hasil peninjauan tersebut dituangkan dalam BA tanggal 11<br />
September 2003. BA tersebut tidak menjelaskan mengenai kondisi tanah yang dibeli antara<br />
lain tanah sudah bersertifikat, lahan yang dibeli menyatu dan tidak dalam keadaan dijaminkan<br />
di bank. BA hanya menyatakan bahwa PT KIJ telah memberikan penjelasan umum dan<br />
memberikan data antara lain ijin lokasi kawasan dan persetujuan ANDAL, RKL, RPL untuk<br />
± 500 Ha serta peninjauan kondisi situasi dan topografi tanah<br />
Selanjutnya PT Jababeka melalui surat penawaran tanggal 7 Nopember 2003<br />
mengajukan penawaran lahan di Kawasan Industri Jababeka – Cilegon dengan harga sebesar<br />
Rp125.000,00/m2 (belum termasuk PPN 10%, Biaya Pengalihan Hak Atas Tanah dan<br />
Bangunan (BPHTB) 5%, Biaya Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), dan biaya administrasi<br />
lainnya). Surat Penawaran No. 176/KIJ/XI/2003, tanggal 7 Nopember 2003, menyatakan PT<br />
KIJ menjamin bahwa pada saat penyerahan, tanah telah memiliki sertifikat Hak Guna<br />
Bangunan (HGB), tidak dalam sengketa, dan tidak dalam kondisi dijaminkan kepada pihak<br />
manapun. PLN atas surat penawaran tersebut telah menunjuk Konsultan Appraisal PT<br />
Sucofindo untuk melakukan penilaian harga pasar tanah PT KIJ di Cilegon, Banten melalui<br />
44<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
SPK tanggal 6 Januari 2004. Laporan PT Sucofindo tanggal 20 Januari 2004, menyatakan<br />
telah melakukan penilaian atas 23 sertifikat HGB PT KIJ seluas 1.700.000 m2 (170 hektar) di<br />
Cilegon (Desa Teratai, Serang, Banten) dengan nilai pasar sebesar Rp199.835.000.000,00.<br />
Berdasarkan negosiasi harga tanggal 5 dan 9 Pebruari 2004 ditetapkan harga Rp110.000/m2.<br />
Sidang Direksi No.010/2004, tanggal 31 Maret 2004 menyetujui proses penunjukan langsung<br />
pengadaan lahan kepada PT KIJ. Selanjutnya berdasarkan Nota Dinas tanggal 31 Maret 2004,<br />
Dirut PLN mengeluarkan penetapan pembelian lahan kepada PT KIJ seluas ± 170 Ha dengan<br />
nilai beli Rp187.000.000.000,00 menggunakan dana APLN tahun 2004. Pelaksanaan<br />
pembelian lahan tersebut dengan menerbitkan Surat Perjanjian Pengikatan Jual Beli Tanah<br />
(SPPJBT) antara PLN dengan PT KIJ, No. 0146.Pj/060/DIRKIT/04 – 001/KIJ-V/PPJB-<br />
PLN/III/2004, tanggal 08 April 2004 senilai Rp187.000.000.000,00 (belum termasuk PPN<br />
10%, BPHTB 5%, biaya PPAT dan administrasi lainnya).<br />
Sesuai dengan perjanjian bahwa pembayaran tahap I sebesar 10% dari harga tanah,<br />
dilakukan paling lambat dalam waktu 30 (tiga puluh) hari setelah perjanjian ditandatangani<br />
disertai penyerahan dokumen yang berkaitan dengan tanah dilengkapi dengan berita acara<br />
yang ditandatangani oleh para pihak. Pembayaran tahap I tersebut pada dasarnya merupakan<br />
uang muka perikatan. Dalam perjanjian tidak ada persyaratan bagi PT KIJ untuk<br />
menyerahkan jaminan uang muka sebesar nilai uang muka yang diterima. Pembayaran tahap<br />
II sebesar 90% dari harga tanah dilakukan pada saat penandatanganan Akta Jual Beli Tanah.<br />
Realisasi pembayaran tahap I sebesar Rp20.570.000.000,00 (Rp18.700.000.000,00 +<br />
PPN Rp1.800.000.000,00) telah dilakukan sesuai BA Serah Terima No.<br />
038.BA/063/DIRKIT/2004, tanggal 27 Mei 2004. BA tersebut menyatakan bahwa PT KIJ<br />
menyerahkan:<br />
a. Gambar rencana lokasi pembebasan tanah LNG Terminal Cilegon<br />
b. Sertifikat asli bukti pemilikan tanah berjumlah 23 buah<br />
Dengan BA No. 0049-2/BA/970/DITKIT/2004 tanggal 23 Juni 2004 tentang peminjaman<br />
sertifikat tanah untuk proses balik nama, PT KIJ meminjam kembali 23 sertifikat tanah asli<br />
(HGB) seluas 1.866.154 m2 yang telah diserahkan kepada PLN untuk dilakukan pemecahan<br />
45<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
dan penggabungan menjadi satu sertifikat tanah (seluas 1.700.000 m2) atas nama PLN. PT<br />
KIJ akan melaksanakan proses balik nama tersebut dalam waktu 120 hari (s.d. bulan Oktober<br />
2004).<br />
Sesuai perjanjian pengikatan jual-beli tanah, bahwa biaya PPAT/Notaris untuk<br />
pengalihan hak ditanggung PLN. Untuk itu PLN telah menunjuk Notaris Hj. Greta Noordian,<br />
SH, melalui Surat Perjanjian No.166.2.PJ/061/MKPST/2004, tanggal 4 Juni 2004 dengan<br />
biaya Rp880.000.000,00 dan jangka waktu pelaksanaan selama 120 hari (s.d. 4 Oktober<br />
2004). Akan tetapi notaris belum dapat melaksanakan pekerjaannya meskipun telah dilakukan<br />
dua kali perpanjangan waktu (Amandemen I tanggal 1 Oktober 2004 dan Amandemen II<br />
tanggal 6 Januari 2005) dengan batas waktu perpanjangan s.d. 31 Agustus 2005. Alasan yang<br />
diajukan oleh notaris adalah PT KIJ belum mendapatkan pembebasan (Roya) dari bank<br />
(pemberi kredit), sehingga dokumen tanah belum dapat diserahkan oleh PT KIJ kepada<br />
notaris tersebut. Notaris melalui surat tanggal 30 September 2004 memberitahukan PLN<br />
bahwa dokumen tanah yang telah diserahkan oleh PT KIJ baru sebagian dan itupun masih<br />
dalam proses pengajuan HGB ke BPN yang kebetulan pengurusannya diserahkan oleh PT KIJ<br />
kepada notaris tersebut. PT KIJ dalam surat tanggal 21 September 2004 yang ditujukan<br />
kepada Panitia Pengadaan Lahan menyatakan bahwa pengurusan surat roya memerlukan<br />
persetujuan 16 buah bank/LKNB yang saat ini sedang dalam pengurusan untuk itu, PT KIJ<br />
mengakui baru menyerahkan kepada notaris surat dokumen tanah seluas 156.847 m2 (15,68<br />
Ha) atau hanya 9,22% dari keseluruhan luas lahan sebesar 170 Ha yang diperjanjikan. PT KIJ<br />
menganggap masalah tersebut hanya bersifat teknis dan tidak ada masalah yang mendasar.<br />
Informasi tersebut di atas menimbulkan keraguan bahwa:<br />
a. Sertifikat HGB sejumlah 23 buah yang pernah diserahkan kepada PLN dan diambil<br />
kembali oleh PT KIJ merupakan HGB untuk lokasi tanah yang akan dibeli oleh PLN<br />
sesuai perjanjian. Oleh karena apabila HGB tersebut masih dijaminkan di bank pemberi<br />
kredit, maka dokumen HGB tersebut secara fisik seharusnya dikuasai oleh bank yang<br />
bersangkutan. Selain itu sesuai ketentuan perundangan tidak dapat dialihkan/dijual ke<br />
pihak lain sebelum ada surat roya (pembebasan hutang) dari bank pemberi kredit.<br />
46<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
. Panitia pengadaan lahan PLN dalam penjelasannya menyatakan tidak tahu kalau lahan<br />
yang akan dibeli masih dalam status dijaminkan di bank. Dalam penjelasan lebih lanjut<br />
dikatakan bahwa hal tersebut merupakan cara bisnis yang wajar bagi PT KIJ karena PLN<br />
baru memberikan uang muka sebesar 10% (Rp20.570.000.000,00)<br />
c. Panitia pengadaan ternyata tidak memiliki peta rincikan (site plan) lokasi lahan yang akan<br />
dibeli. Berdasarkan permintaan Tim BPK-RI melalui Panitia, peta rincikan tersebut baru<br />
diterima dari PT KIJ pada tanggal 22 Maret 2005. Hasil pencocokan fotocopy 23 buah<br />
sertifikat HGB (sertifikat asli dipinjam kembali oleh PT KIJ) dengan peta rincikan<br />
tersebut adalah<br />
(1) Berdasarkan peta tersebut diketahui bahwa tanah yang dibeli belum menyatu,<br />
(2) Sebagian sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB No. 53, 54, 57, 70, 71, 72, dan 82)<br />
tidak terdapat dalam peta rincikan,<br />
(3) Sebaliknya sebagian lahan yang masuk dalam peta rincikan tersebut masih dalam<br />
proses pelepasan hak/pembebasan (belum bersertifikat)<br />
Sesuai dengan:<br />
a. SK Direksi No.201.K/010/DIR/2003, tanggal 11 Agustus 2003 antara lain menugaskan<br />
Tim Pengadaan Lahan untuk melaksanakan pengadaan lahan dengan kriteria lahan telah<br />
bersertifikat, sudah menyatu dan tidak dalam status dijaminkan kepada pihak manapun.<br />
b. Sertifikat HGB sejumlah 23 buah yang diserahkan oleh PT KIJ sebagai persyaratan<br />
pembayaran uang muka seharusnya cocok/sesuai dengan peta lokasi/rincikan lahan yang<br />
menjadi lampiran yang tidak terpisahkan (merupakan satu kesatuan) dari Surat Perjanjian<br />
Perikatan Jual-Beli Tanah antara PLN dengan PT KIJ.<br />
c. Keputusan Direksi PLN No.038.K/920/DIR/1998 Bab V.5.1. menyatakan bahwa uang<br />
muka dapat diberikan sesuai perjanjian setelah rekanan menyerahkan jaminan uang muka.<br />
d. KUH PERDATA<br />
a) Pasal 1198 menyatakan bahwa “si berpiutang yang mempunyai suatu hipotik yang<br />
telah dibukukan, dapat menuntut haknya atas benda tak bergerak yang diperikatkan,<br />
dalam tangan siapa pun, benda itu berada, ……..”<br />
47<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
) Pasal 1199 menyatakan bahwa “si berpiutang berhak untuk, setelah ia<br />
memperingatkan si berutang, menyita benda tak bergerak yang diperikatkan, dari<br />
tangan orang ke tiga yang menguasainya, dan mengusahakan penjualannya”.<br />
c) Pasal 1209 menyatakan bahwa hipotik hapus :<br />
(1) karena hapusnya perikatan pokok;<br />
(2) karena pelepasan hipotiknya oleh si berpiutang;<br />
(3) karena penetapan tingkat oleh hakim.<br />
e. KUHPIDANA pasal 378 menyatakan bahwa barangsiapa dengan maksud untuk<br />
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai<br />
nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan,<br />
menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya<br />
memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan<br />
pidana penjara paling lama empat tahun.<br />
Hal tersebut mengakibatkan:<br />
a. PT KIJ berindikasi melakukan tindak pidana penipuan karena pada saat menerima<br />
pembayaran tahap I, telah menyerahkan dokumen (HGB) tanah yang tidak sesuai dengan<br />
peta lokasi yang diperjanjikan.<br />
b. Atas hal tersebut (butir 1) Pembayaran tahap I sebesar Rp20.570.000.000,00 kepada PT<br />
KIJ tidak sah.<br />
c. Proses pengalihan hak lahan atas nama PLN berlarut-larut dan belum dapat dipastikan<br />
penyelesaiannya.<br />
Hal tersebut terjadi karena:<br />
a. Tim pengadaan lahan LNG RTRF tidak melaksanakan tugas pokok yang sudah ditetapkan<br />
oleh Direksi (d.h.i Dirut) PLN dalam hal menjamin diperolehnya lahan yang bebas dari<br />
sengketa/penjaminan, kondisi lahan menyatu , dan sudah bersertifikat (HGB).<br />
b. Direktur Pembangkitan Energi Primer tidak melakukan pengendalian secara optimal atas<br />
pelaksanaan tugas panitia pengadaan lahan.<br />
48<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
PLN menjelaskan, bahwa:<br />
a. Pembayaran tahap I sebesar Rp20.570.000.000,00 (termasuk PPN) adalah sebagai tanda<br />
ikatan berdasarkan Perjanjian Pengikatan Jual-Beli (PPJB) agar tanah tidak dijual ke<br />
pihak lain. Sesuai temuan BPK – RI, PLN telah meminta dan menerima bank garansi<br />
sebagai jaminan pembayaran uang muka ini.<br />
b. Sesuai temuan BPK-RI bahwa dari 23 HGB yang diserahkan/ditunjukkan kepada PLN<br />
pada saat pembayaran tahap I :<br />
1) Sejumlah 16 HGB (140,70 Ha) termasuk dalam peta lokasi/peta rincikan tanah yang<br />
akan dibeli PLN. Surat keterangan Notaris tanggal 12 April 2005 (terlampir),<br />
menyatakan bahwa 16 HGB dapat dilakukan transaksi jual-beli tahap I, dengan syarat<br />
dilakukan dalam satu kesatuan waktu yang bersamaan dengan pihak-pihak terkait<br />
dalam sertifikat itu. Untuk itu PLN akan meneliti apakah ke 16 HGB tersebut masih<br />
terikat dengan pihak terkait/bank (dijaminkan ke bank) atau sudah dibebaskan dari<br />
hak pertanggungan (diroya) dan sudah diterima oleh notaris yang bersangkutan.<br />
2) Sejumlah 7 HGB (± 30 Ha) yang diserahkan PT Jababeka ternyata tidak termasuk<br />
dalam peta lokasi tanah yang akan dibeli PLN. Atas temuan BPK-RI tersebut<br />
Jababeka (pihak penjual) bersedia mengganti sesuai yang dimaksud dengan<br />
menyerahkan lahan seluas ± 30 Ha, dengan rincian/kondisi :<br />
- Lahan seluas 17 ha (41 bidang tanah) dengan bukti Surat Pelepasan Hak atas<br />
Tanah saat ini sedang dalam proses sertifikasi menjadi HGB atas nama PT<br />
Jababeka di BPN. Selanjutnya akan dapat dilakukan transaksi jual-beli tahap II.<br />
Hal ini sesuai penjelasan dalam surat notaris tanggal 2 Mei 2005.<br />
- Lahan seluas 13 ha dengan status Surat Pelepasan Hak, yang sebelumnya<br />
menghadapi masalah tuntutan kembali dari masyarakat setempat. Surat pernyataan<br />
dari PT Jababeka tanggal 29 April 2005, menyatakan bahwa masalah tersebut<br />
telah dapat diatasi. Untuk itu surat tanah akan segera diserahkan kepada Notaris<br />
untuk dapat dilakukan transaksi jual beli tahap III.<br />
49<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
BPK – RI menyarankan agar Direksi PLN:<br />
a. Memberikan teguran kepada tim pengadaan tanah yang tidak melaksanakan tugas sesuai<br />
SK Direksi No.201.K/010/DIR/2003 tanggal 11 Agustus 2003.<br />
b. Meminta pertanggungjawaban dari Jababeka untuk segera menyerahkan/mengganti HGB<br />
sesuai lokasi yang disyaratkan dalam kontrak.<br />
7. PLN Cabang Makassar belum sepenuhnya menerapkan tingkat mutu pelayanan dalam<br />
penyambungan listrik perumahan<br />
<strong>Pemeriksa</strong>an atas pendapatan Biaya Penyambungan (BP) PLN Cabang Makassar<br />
diketahui bahwa PLN sampai dengan Desember 2004 belum dapat memenuhi permintaan<br />
sambungan listrik kepada 1.111 calon pelanggan yang telah lebih dari 5 tahun (sejak April<br />
1998) membayar BP dan 2.749 calon pelanggan yang telah satu bulan hingga lima tahun<br />
membayar BP.<br />
Tingginya jumlah pelanggan daftar tunggu tersebut antara lain menurut Bagian<br />
Pelayanan PLN Cabang Makassar karena belum tersedianya kWH Meter dan Perum<br />
Perumnas belum membangun perumahannya. Namun cek fisik di gudang tanggal 7 Desember<br />
2004 menunjukkan persediaan kWH Meter sebanyak 1672 buah.<br />
Tingkat mutu pelayanan yang diterbitkan oleh PLN Cabang Makassar menyatakan<br />
bahwa kecepatan pelayanan sambungan tegangan rendah adalah selama 25 Hari.<br />
Hal tersebut mengakibatkan PLN kehilangan kesempatan untuk meningkatkan<br />
pendapatan dari penjualan listrik.<br />
Hal ini terjadi karena Bidang Pelayanan dan Niaga pada PLN Cabang Makassar<br />
belum sepenuhnya menerapkan tingkat mutu pelayanan.<br />
PLN Cabang Makassar menjelaskan bahwa kWH meter tersebut baru diterima dari<br />
Kantor Wilayah awal bulan Nopember 2004 sebanyak 4.043 buah dan sampai dengan tanggal<br />
16 Desember 2004 telah didistribusikan ke unit rayon/ranting sebanyak 3.345 buah.<br />
BPK – RI menyarankan agar PLN segera melakukan inventarisasi daftar tunggu<br />
pelanggan untuk menentukan prioritas dan memberikan sambungan listrik sesuai dengan<br />
50<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
prioritas tersebut.<br />
8. Susut tenaga listrik yang berasal dari pemasangan penerangan jalan umum oleh<br />
masyarakat di Jawa Tengah merugikan PLN sebesar Rp112.948,88 juta<br />
PLN Disjateng telah melakukan pendataan atas Penerangan Jalan Umum (PJU) yang<br />
dipasang oleh masyarakat dalam rangka menurunkan susut tenaga listrik, menerbitkan<br />
rekening dan menagihkan kepada masing-masing Pemerintah Daerah (Pemda) di Jawa<br />
Tengah.<br />
Pendataan tersebut ternyata belum seluruhnya berkoordinasi dengan Pemda sehingga<br />
hanya sebesar Rp5.306.363.113,00 yang telah dibayar dari total tagihan rekening Pemda yang<br />
diterbitkan tahun 2004 sebesar Rp118.255.248.057,00, sedangkan sisanya sebesar<br />
Rp112.948.884.944,00 merupakan tunggakan PJU dengan rincian sebagai berikut:<br />
No APJ<br />
51<br />
PJU tidak sah (Rupiah)<br />
Piutang Aliran Listrik Dibayar Saldo<br />
1. APJ. SURAKARTA 36.010.476.586 683.145.900 35.327.330.686<br />
2. APJ. KLATEN 32.890.594.435 0 32.890.594.435<br />
3. APJ. K U D U S 22.315.464.020 0 22.315.464.020<br />
4 APJ. CILACAP 8.296.574.845 0 8.296.574.845<br />
5. APJ. SEMARANG 5.408.067.530 0 5.408.067.530<br />
6. APJ. YOGYAKARTA 8.673.769.105 3.879.492.435 4.794.276.670<br />
7. APJ. SALATIGA 3.344.401.210 0 3.344.401.210<br />
8. APJ. PURWOKERTO 1.231.710.493 743.724.778 487.985.715<br />
9. APJ. MAGELANG 84.189.833 0 84.189.833<br />
Jumlah 118.255.248.057 5.306.363.113 112.948.884.944<br />
Hasil konfirmasi ke Pemda Semarang, Surakarta, Blora, Kudus, Bantul, Cilacap,<br />
Banyumas, Wonosobo, Boyolali, Klaten, dan Sragen menyatakan bahwa Pemda keberatan<br />
atas tagihan PJU yang dipasang masyarakat tersebut dan meminta agar pendataan tersebut<br />
dilakukan bersama-sama dengan Pemda.<br />
Surat Keputusan (SK) Direksi PLN No.018.K/010/DIR/2004 tanggal 27 Pebruari<br />
2004 antara lain menyatakan bahwa pemasangan PJU tidak sah termasuk dalam pengertian<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
susut distribusi non teknik. Dengan demikian seharusnya PLN Disjateng melakukan<br />
penertiban atas pemasangan PJU tidak sah tersebut, sesuai SK Direksi PLN<br />
No.68.K/010/DIR/2000.<br />
Pemakaian listrik oleh masyarakat untuk PJU sebesar Rp112.948.884.944,00 tersebut<br />
merugikan keuangan PLN.<br />
Hal tersebut terjadi karena PLN Disjateng tidak melakukan penertiban atas PJU tidak<br />
sah dan tidak berkoordinasi dalam melakukan pendataan PJU tersebut dengan masing-masing<br />
Pemda di Jawa Tengah.<br />
PLN menjelaskan bahwa upaya penagihan tunggakan ini telah dilakukan oleh PLN<br />
Disjateng dan masing-masing APJ dengan berkoordinasi dengan Pemda setempat. PLN akan<br />
melanjutkan upaya penagihan dan telah disepakati jadwal pembahasan tanggal 15 Juni 2005<br />
dengan Pemda Kudus, 16 Juni 2005 dengan Pemda Solo, serta 17 Juni 2005 dengan Pemda<br />
Klaten dan Pemda Yogyakarta. Selama pembahasan belum selesai maka PLN akan<br />
melakukan pemutusan PJU tersebut untuk mencegah kerugian yang lebih besar.<br />
BPK – RI menyarankan agar:<br />
a. PLN berkoordinasi dengan Pemda setempat dalam melakukan pendataan PJU tidak sah.<br />
b. PLN bekerjasama dengan Pemda untuk menertibkan/melakukan pemutusan atas PJU<br />
tidak sah yang tidak dibayar oleh Pemda setempat.<br />
9. Terdapat ketidakhematan sebesar Rp810,09 juta dalam penyesuaian ongkos angkut<br />
BBM selama tahun 2004<br />
Berdasarkan kontrak No.054 dan 055.PJ/061/UBKITLURSU/2002 tanggal 1 Mei<br />
2002 PLN Kitlursu telah menunjuk PT Citra Bintang Familindo (PT CBF) untuk mengangkut<br />
BBM (HSD dan MFO) dari supply point Pertamina ke PLTGU Belawan dengan ongkos<br />
angkut sebesar Rp53,015/liter. Kontrak tersebut telah beberapa kali dilakukan amandemen<br />
untuk perpanjangan jangka waktu pengangkutan dan penyesuaian ongkos angkut. Rumus<br />
penyesuaian ongkos angkut dalam kontrak menunjukkan bahwa 57,2% dari ongkos angkut<br />
merupakan biaya bunker yang dipengaruhi harga BBM. Ongkos angkut setelah penyesuaian<br />
52<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
yang berlaku selama tahun 2004 sebesar Rp63,04 atau naik sebesar Rp10,025/liter<br />
dibandingkan harga kontrak awal.<br />
Biaya bunker atau kebutuhan BBM untuk operasi tanker selama pemuatan, pelayaran<br />
pulang pergi dan pembongkaran berdasarkan pemeriksaan dokumen kontrak berkisar 94.463<br />
liter s.d. 100.250 liter. Porsi biaya bunker yang berasal dari BBM berdasarkan kebutuhan<br />
BBM tersebut seharusnya hanya sebesar 52,107% dari ongkos angkut sebesar Rp53,015<br />
dengan perhitungan sebagai berikut:<br />
1) Kebutuhan BBM operasi (terbanyak) 100.250 liter<br />
2) Harga BBM saat kontrak Rp1.240,00<br />
3) Nilai biaya bunker (1 x 2) Rp124.310.000,00<br />
4) Volume BBM yang diangkut (minimal) 4.500.000 liter<br />
5) Biaya bunker per liter BBM yang diangkut (3/4) Rp27,624 per liter<br />
6) Ongkos angkut kontrak (tanpa PPN 10%) Rp53,015<br />
7) Porsi biaya bunker terhadap ongkos angkut (5/6 x 100) 52,107%<br />
Dengan demikian ongkos angkut setelah penyesuaian selama tahun 2004 seharusnya hanya<br />
sebesar Rp62,1489 per liter (0,47893 x Rp53,015 + (0,52107 x Rp53,015 x<br />
(Rp1.650,00/Rp1.240,00)), sehingga terdapat selisih ketidakhematan sebesar Rp0,8911 per<br />
liter (Rp63,04 – Rp62,1489) dari nilai penyesuaian ongkos angkut sebesar Rp63,04 per liter.<br />
Total ketidakhematan nilai ongkos angkut BBM HSD dan MFO sebanyak 909.088.627 liter<br />
selama tahun 2004 sebesar Rp810.088.875,52 atau (Rp0,8911 x 909.088.627 liter).<br />
Seharusnya setiap penyesuaian harga BBM didasarkan kepada kebutuhan riil BBM<br />
yang dibutuhkan untuk operasi tanker.<br />
Ketidakhematan penyesuaian ongkos angkut selama tahun 2004 sebesar<br />
Rp810.088.875,52 merupakan pemborosan dan merugikan keuangan PLN.<br />
Hal tersebut terjadi karena penyusun rumusan penyesuaian ongkos angkut yang<br />
berasal dari kenaikan harga BBM kurang cermat dan kurang memperhatikan prinsip<br />
kehematan.<br />
PLN Pembangkitan dan Penyaluran Sumatera Utara (Kitlursu) menjelaskan bahwa<br />
53<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
PLN akan menugaskan independent surveyor untuk menghitung biaya bunker kapal untuk<br />
menentukan kebutuhan bahan bakar untuk rumusan biaya kenaikan BBM. Kontrak angkutan<br />
BBM tahun 2005, rumusannya akan disempurnakan dan sebagai referensi akan mempelajari<br />
kontrak BBM yang ada di unit lain seperti PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB), dan PT<br />
Indonesia Power (IP).<br />
BPK–RI menyarankan agar dilakukan perubahan rumusan penyesuaian ongkos angkut<br />
BBM dengan mendasarkan pada realisasi kebutuhan bahan bakar tanker sesuai hasil<br />
independent surveyor.<br />
10. Terdapat kontrak yang memuat ongkos pengangkutan material yang tidak perlu<br />
dilaksanakan<br />
PLN Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan (Pikitring) Jawa Bali Nusa Tenggara<br />
(JBN) dan konsorsium Va Tech dan Kencana Alam mengikat kontrak<br />
No.060.PJ/131/PIKITRING JBN/2004 tanggal 12 Juli 2004 dengan lingkup pekerjaan<br />
pondasi switchyard dan pekerjaan pengadaan dan pemasangan peralatan E/M 150 kV GI<br />
Surya Cipta.<br />
Dari hasil pemeriksaan atas kontrak tersebut diketahui terdapat item biaya<br />
pengangkutan material dari gudang Cawang dengan nilai pekerjaan sebesar Rp75.000.000,00.<br />
Dalam pekerjaan tersebut ternyata tidak ada persyaratan bagi pemborong untuk mengambil<br />
material dari gudang PLN di Cawang.<br />
Item biaya yang tercantum dalam kontrak seharusnya sesuai dengan lingkup pekerjaan<br />
yang wajib dilaksanakan oleh pemborong/pelaksana kegiatan dan kelebihan perhitungan<br />
harga kontrak untuk ongkos angkut sebesar Rp75.000.000,00 harus ditagihkan/dipotongkan<br />
dari pembayaran.<br />
Hal tersebut terjadi karena panitia pengadaan kurang cermat didalam<br />
memperhitungkan biaya pekerjaan sesuai lingkup pekerjaan.<br />
PLN Pikitring JBN menjelaskan akan melakukan amandemen untuk kerja kurang<br />
tersebut.<br />
54<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
BPK–RI menyarankan agar PLN segera membuat amandemen kontrak kerja kurang<br />
tersebut.<br />
11. Penyesuaian harga kabel twisted tegangan menengah melalui perjanjian kerjasama<br />
terlalu tinggi sebesar Rp99,08 juta<br />
Dalam rangka memenuhi kebutuhan kabel Twisted TM NA2XSY-T 3 x 240 + 50<br />
mm2 tahun 2004, PLN Disjateng telah melakukan pengadaan material tersebut melalui PKS<br />
dengan pabrikan. Harga yang ditetapkan dalam PKS sebesar Rp141.000,00 per meter.<br />
Sesuai surat General Manager (GM) Disjateng No.888/612/D.JTY/2004 tanggal 8<br />
Oktober 2004 yang didasarkan pada Berita Acara (BA) Negosiasi Penyesuaian Harga Satuan<br />
No.129/612/TIM PKS MDU/2004 tanggal 6 Oktober 2004, maka sejak tanggal 1 Oktober s.d.<br />
31 Desember 2004 harga disesuaikan menjadi Rp173.000,00 per meter. Penyesuaian harga<br />
tersebut didasarkan atas kenaikan kurs USD (Rp8.448,00 menjadi Rp9.151,00,00), kenaikan<br />
harga aluminium berdasarkan harga satuan LME (USD 1,616.00 menjadi USD 1,705.72), dan<br />
apresiasi harga rata – rata minyak (USD 32/barel menjadi USD 45/barel).<br />
Panitia menggunakan harga dasar sebesar Rp27.777,40/m atau 51,51% dari harga<br />
pabrikan dalam menyesuaikan harga XLPE Insulation MV. Sedangkan harga XLPE MV yang<br />
diperhitungkan dalam surat penawaran pabrikan PT Terang Kita hanya sebesar<br />
Rp16.934,00/m atau 12% dari harga pabrikan Rp141.000,00/m. Dengan demikian nilai<br />
komponen XLPE MV seharusnya hanya sebesar Rp44.857,72/m atau lebih rendah sebesar<br />
Rp5.504,84/m dari nilai penyesuaian sebesar Rp50.362,54/m. Jumlah kabel twisted TM yang<br />
dipesan oleh seluruh APJ Disjateng periode 1 Oktober s.d. 31 Desember 2004 sebanyak<br />
17.999 m sehingga nilai kemahalan kontrak sebesar Rp99.081.615,16 (Rp5.504,84 x 17.999).<br />
Seharusnya panitia cermat dalam menghitung variabel dasar untuk penyesuaian harga<br />
kontrak.<br />
Kemahalan nilai kontrak sebesar Rp99.081.615,16 tersebut merupakan pemborosan<br />
dan merugikan keuangan PLN Disjateng.<br />
Hal tersebut terjadi karena panitia kurang cermat dalam membuat perhitungan<br />
55<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
penyesuaian harga.<br />
PLN Disjateng menjelaskan setuju dengan temuan BPK – RI dan selanjutnya akan<br />
ditagihkan kepada pabrikan yang bersangkutan dengan nilai Rp99.081.615,16.<br />
BPK – RI menyarankan agar PLN menegur panitia pengadaan dan segera menagih<br />
pabrikan sebesar Rp99.081.615,16.<br />
12. Pengendalian kewajaran harga pengadaan melalui penetapan Harga Perhitungan<br />
Sendiri masih lemah<br />
Hasil pemeriksaan atas pengadaan dibeberapa unit PLN menunjukkan bahwa:<br />
a. Panitia kurang cermat dalam membuat Harga Perhitungan Sendiri (HPS)<br />
Ketidakcermatan tersebut tampak dari masih ditemukannya kesalahan aritmatik dalam<br />
perhitungan HPS dan kesalahan memahami kondisi harga di referensi harga pabrik.<br />
Masalah ini terjadi di PLN Kitlursu sebagai berikut:<br />
1) Pengadaan retrofit chlorofac PLTGU Sektor Belawan senilai Rp6.746.300.000,00<br />
yang dilaksanakan oleh CV Karya Cipta Putra Pintu Batu (CV KCPPB) sesuai<br />
kontrak No.219.PJ/061/KITLURSU/2004 tanggal 23 Agustus 2004.<br />
HPS yang ditetapkan sebesar Rp6.779.201.000,00 karena panitia salah menjumlahkan<br />
harga dengan ROK sebagai dasar untuk menghitung faktor kali nilai HPS yaitu<br />
Rp7.093,86 ditambah Rp177,34 menjadi Rp7.870,20 yang seharusnya hanya<br />
Rp7.270,94.<br />
Nilai pengadaan dengan memperhitungkan koreksi aritmatik tersebut adalah sebesar<br />
Rp6.759.692.000,00 sehingga nilai kontrak pengadaan lebih mahal sebesar<br />
Rp19.509.000,00 (Rp6.746.300.000,00 – Rp6.759.692.000,00).<br />
2) Pengadaan Turbin Blades dan Diaphragm PLTG Wescan I Sektor Belawan yang<br />
dilaksanakan oleh PT Prayojana Karya (PT PK) senilai Rp3.360.852.000,00 sesuai<br />
kontrak No.095.Pj/061/KITLURSU/2004 tanggal 14 Mei 2004.<br />
HPS yang ditetapkan panitia sebesar Rp3.395.589.000,00 didasarkan pada referensi<br />
harga dari Practice Solution PTE, Ltd, sesuai surat No.00271/Q-04 tanggal 15 Maret<br />
56<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
2004. Surat tersebut menyatakan bahwa harga penawaran dalam kondisi Factory on<br />
board (F.O.B) Belawan, Indonesia, ternyata panitia dalam menghitung HPS dalam<br />
kondisi F.O.B Singapore (luar negeri).<br />
Nilai pengadaan berdasarkan referensi harga F.O.B Belawan dan ROK maksimum<br />
10% adalah sebesar Rp3.293.771.839,00 sehingga nilai kontrak lebih mahal sebesar<br />
Rp67.080.161,00 (Rp3.360.852.000,00 – Rp3.293.771.839,00).<br />
b. HPS dibuat tidak sesuai ketentuan<br />
1) Perhitungan ROK diatas batas maksimum sesuai yang ditetapkan Direksi PLN di PLN<br />
Kitlursu<br />
Ketentuan ROK yang dapat diperhitungkan dalam HPS adalah maksimum 10%,<br />
namun terdapat HPS yang memperhitungkan ROK lebih dari 10%. Hal ini terjadi<br />
dalam pengadaan element air heater sisi dingin PLTU unit 3 Belawan senilai<br />
Rp831.600.000,00 yang dilaksanakan oleh CV Baroma Asih sesuai kontrak<br />
No.020.Pj/061/KITLURSU/2004 tanggal 5 Pebruari 2004.<br />
HPS yang ditetapkan panitia sebesar Rp835.607.000,00 didasarkan pada referensi<br />
kontrak PJB No.030.PJ/061/2000 tanggal 28 Pebruari 2000 dan memperhitungkan<br />
ROK sebesar 15%.<br />
Nilai pengadaan dengan memperhitungkan ROK maksimum 10% adalah sebesar<br />
Rp799.276.000,00 sehingga nilai kontrak lebih mahal sebesar Rp32.324.000,00<br />
(Rp831.600.000,00 – Rp799.276.000,00).<br />
2) HPS memperhitungkan PPh rekanan di PLN Pembangkitan dan Penyaluran Sumatera<br />
Selatan (Kitlurss)<br />
PLN Kitlurss menunjuk langsung PT Cogindo Daya Bersama (PT CDB) untuk<br />
melakukan pekerjaan jasa pengoperasian dan pemeliharaan Pusat Listrik Tenaga Gas<br />
(PLTG) Indralaya unit 2 berdasarkan kontrak No.105.PJ/061/PKITLURSS/2004<br />
tanggal 10 Agustus 2004. Harga kontrak sebesar Rp249.589.160,00 per bulan untuk<br />
jangka waktu 5 bulan terhitung tanggal 1 Agustus s.d. 31 Desember 2004.<br />
HPS dibuat berdasarkan atas penawaran PT CDB No.213.1/Dirut/V/2004/Kitlur<br />
57<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
tanggal 16 Juli 2004 sebesar Rp249.589.160,00 yang dalam perhitungannya<br />
memasukkan PPh 7,5%. Nilai HPS tanpa PPh rekanan adalah sebesar<br />
Rp230.869.972,63 sehingga nilai kontrak lebih mahal sebesar Rp93.595.936,85 {5 x<br />
(Rp249.589.160,00 – Rp230.869.972,63)}.<br />
c. HPS dibuat tidak mendasarkan tarif dari instansi yang berwenang<br />
Panitia pengadaan di PLN Kitlursu membuat HPS untuk pengadaan suku cadang<br />
pembangkit yang berasal dari luar negeri (impor), selalu memperhitungkan bea masuk<br />
5%. Barang tersebut merupakan bagian mesin diesel atau semi diesel yang seharusnya<br />
sesuai dengan yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tidak dikenai bea<br />
masuk (0%).<br />
Pengadaan suku cadang impor di PLN Kitlursu selama tahun 2004 dilaksanakan dalam 4<br />
kontrak dengan total nilai kontrak Rp11.758.464.600,00 sesuai dengan nilai HPS yang<br />
ditetapkan panitia untuk keempat kontrak tersebut. Nilai pengadaan tanpa bea masuk<br />
(0%) seharusnya hanya sebesar Rp11.381.635.821,00 sehingga nilai kontrak pengadaan<br />
lebih mahal sebesar Rp376.828.779,00 (11.758.464.600,00 - 11.381.635.821,00).<br />
d. HPS dibuat belum mendasarkan pada harga kontrak/Surat Perintah Kerja (SPK) untuk<br />
barang atau pekerjaan sejenis setempat/unit PLN lain yang sedang/telah dilaksanakan.<br />
1) Pengadaan MDU di PLN Disjatim<br />
Pengadaan dan pemborongan pekerjaan penggantian jaringan distribusi PLN Disjatim<br />
dalam tahun 2004, dilaksanakan oleh rekanan yang berkonsorsium dengan pabrikan<br />
material distribusi utama (MDU) dalam 24 kontrak dengan total nilai<br />
Rp62.150.625.996,00. Nilai MDU dalam kontrak tersebut berjumlah<br />
Rp27.861.962.958,00.<br />
HPS atas MDU yang dibuat oleh panitia didasarkan atas informasi harga pabrikan<br />
trafo, PT Bambang Djaya (surat No.057/BDM/0704 tanggal 8 Juli 2004), pabrikan<br />
kabel, PT Terang Kita (surat No.SGM/1340/SPH/VII/2004 tanggal 6 Juli 2004) dan<br />
PT Citra Mahasurya Industries (surat No.663A/F/PH/CMI/VI/04 tanggal 5 Juli 2004).<br />
Hasil pemeriksaan atas pengadaan MDU melalui PKS oleh pabrikan yang sama di<br />
58<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
PLN Disjabar menunjukkan bahwa realisasi harga pengadaan MDU pada periode<br />
yang sama ternyata jauh dibawah informasi harga pabrikan di PLN Disjatim.<br />
Nilai pengadaan MDU dengan harga loko pabrik di PLN Disjabar dalam jumlah<br />
kuantitas MDU yang dibeli seharusnya hanya sebesar Rp25.210.538.900,00 sehingga<br />
nilai kontrak lebih mahal sebesar Rp2.651.423.988,00 (Rp27.861.962.958,00 –<br />
Rp25.210.538.970,00).<br />
2) Pengadaan Trafo di PLN P3B<br />
a) PLN P3B Kantor Induk<br />
PLN P3B Kantor Induk melakukan pengadaan dan pemasangan trafo 150/20 KV<br />
60 MVA di GI Bogor baru, Serang, Solo Baru dan GI Alta Prima Gresik dengan<br />
rekanan PT Elektrima Karya Tama (PT EKT) yang berkonsorsium dengan PT<br />
Unindo berdasarkan kontrak No.321/PJ/061/2004 senilai Rp17.577.114.500,00<br />
dan tidak termasuk biaya supervisi pemasangan.<br />
Panitia membuat HPS sebelum pajak sebesar Rp15.979.195.000,00 berdasarkan<br />
informasi harga PT EKT pada pelelangan tahun 2004 di P3B Region Jawa Barat.<br />
yang terdiri dari harga 4 trafo sebesar Rp15.440.000.000,00 dan ongkos angkut<br />
sebesar Rp539.195.000,00.<br />
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa PLN P3B Region Jakarta dan Banten juga<br />
mengadakan kontrak pengangkutan trafo ke 4 lokasi GI tersebut dengan rekanan<br />
yang sama. Harga kontrak terdiri dari harga trafo yang sudah termasuk biaya<br />
supervisi pemasangan sebesar Rp72.000.000,00 dan ongkos angkut. Panitia<br />
menerbitkan HPS berdasarkan harga kontrak SPK No.13/061RJKB/2003 tanggal<br />
18 Juli 2003, dengan rincian sebagai berikut:<br />
Uraian HPS Seharusnya Kontrak No.321 Selisih<br />
Trafo 4 buah beserta<br />
kelengkapanya<br />
15.368.000.000,00 15.440.000.000,00 (72.000.000,00)<br />
Biaya Angkutan ke 4<br />
lokasi<br />
252.920.000,00 539.195.000,00 (286.275.000,00)<br />
Total 15.620.920.000,00 15.979.195.000,00 (358.275.000,00)<br />
Total (+PPN) 17.183.012.000,00 17.577.114.500,00 (394.102.500,00)<br />
59<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
Apabila harga kontrak tersebut dipakai sebagai dasar perhitungan HPS kontrak<br />
No.321, maka nilai kontrak seharusnya hanya sebesar Rp17.183.012.000,00<br />
sehingga nilai kontrak lebih mahal sebesar Rp394.102.500,00.<br />
b) PLN P3B Region Jakarta Banten<br />
Berdasarkan kontrak No.102.Pj/061/RJKB/2004 tanggal 24 September 2004 PLN<br />
P3B Region Jakarta Banten melaksanakan pengadaan trafo 60 MVA 150/20 KV<br />
untuk GI Citra Habitat New Tanjung, Lengkong dan Damayasa senilai<br />
Rp17.402.880.000,00 dengan rekanan PT EKT yang berkonsorsium dengan PT<br />
Unindo. Nilai HPS maupun kontrak memperhitungkan biaya supervisi<br />
pemasangan untuk 4 buah trafo sebesar Rp72.000.000,00, sedangkan RKS<br />
maupun kontrak hanya mencakup pengadaan dan tidak sampai pemasangan trafo.<br />
Panitia membuat HPS sebesar Rp17.616.151.872,00 berdasarkan referensi harga<br />
kontrak pengadaan trafo tahun 2003.<br />
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa PLN P3B Region Jawa Barat juga<br />
melaksanakan kontrak No.059.PJ/061/RJBR/2004 tanggal 27 Juli 2004 untuk<br />
pengadaan barang sejenis dengan rekanan yang sama. dan harga per unit sebesar<br />
Rp3.860.000.000,00. Harga kontrak PLN P3B Region Jawa Barat bila digunakan<br />
sebagai referensi harga untuk membuat HPS kontrak No.102, maka nilai HPS<br />
seharusnya sebesar Rp17.185.476.000,00 dengan rincian:<br />
No Uraian HPS Seharusnya Nilai Kontrak Selisih<br />
(Rp)<br />
(Rp)<br />
(Rp)<br />
1 Trafo (termasuk oli )<br />
Trafo 4 buah<br />
15.440.000.000,00 15.352.000.000,00 88.000.000,00<br />
2 Pengangkutan<br />
Ke 4 GI<br />
183.160.000,00 396.800.000,00 (213.640.000,00)<br />
3 Supervisi Pemasangan Termasuk harga trafo 72.000.000,00 (72.000.000,00)<br />
Total 15.623.160.000,00 15.820.800.000,00 (197.640.000,00)<br />
Total (+ PPN) 17.185.476.000,00 17.402.880.000,00 (217.404.000,00)<br />
Dengan demikian nilai kontrak No.102 lebih mahal sebesar Rp217.404.000,00<br />
(Rp17.402.880.000,00 - Rp17.185.476.000,00).<br />
3) Pekerjaan pembangunan/pengadaan konstruksi Sambungan Kabel Tegangan<br />
60<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
Menengah (SKTM) 20 kV di PLN Disjaya<br />
PLN Disjaya telah melaksanakan 21 paket pekerjaan pembangunan/pengadaan<br />
kontruksi SKTM 20 kV. Pekerjaan tersebut antara lain berupa penggantian kabel yang<br />
sebagian dilaksanakan dengan sistem supply and erect dan sebagian lainnya<br />
disediakan oleh PLN.<br />
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa biaya pengangkutan kabel sistem supply and<br />
erect ternyata lebih tinggi dibandingkan dengan biaya pengangkutan kabel yang<br />
kabelnya disediakan oleh PLN sebesar Rp40.875.990,00.<br />
4) Kontrak pengadaan/pemborongan pekerjaan di Pikitring JBN<br />
Hasil pemeriksaan secara uji banding kontrak-kontrak sejenis yang dilaksanakan<br />
sebelumnya oleh proyek Pikitring maupun informasi harga pabrikan yang diperoleh<br />
melalui kontrak PLN P3B diketahui terdapat kemahalan harga kontrak sebesar<br />
Rp1.354.844.600,00 dari uji petik 3 kontrak, dengan rincian sebagai berikut :<br />
a) Kontrak No.063.PJ/130/PIKITRING JBN/2004 tanggal 26 Juli 2004, lingkup<br />
pekerjaan pengelasan baut 662 tower Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi<br />
(SUTET) 500 kV Tasikmalaya-Depok dengan pelaksana kontrak PT Mekar<br />
Harapan Lestari. Nilai borongan sebesar Rp3.075.413.000,00 terdiri dari<br />
pengelasan baut untuk 662 tower ditambah biaya persiapan.<br />
HPS panitia setelah PPN sebesar Rp3.122.614.000,00 terdiri dari pengelasan baut<br />
untuk 662 tower sebesar Rp2.826.740.000,00 dan biaya persiapan<br />
Rp12.000.000,00. HPS tersebut tidak disahkan oleh Pemimpin Proyek dan<br />
perhitungannya tidak mengacu pada kontrak sejenis yang dilakukan sebelumnya.<br />
Uji banding kontrak sebelumnya menunjukkan bahwa kontrak No.046.PJ/130/PI<br />
KITRING JBN/2004 tanggal 29 Maret 2004, terdapat item pekerjaan pengelasan<br />
mur baut tower dengan nilai borongan setiap tower hanya sebesar Rp3.162.000,00.<br />
Harga kontrak No.046 bila digunakan sebagai dasar untuk membuat HPS kontrak<br />
No.063, maka nilai HPS seharusnya sebesar Rp2.315.768.400,00 terdiri dari:<br />
61<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
No Uraian HPS Seharusnya Nilai Kontrak Selisih<br />
(Rp)<br />
(Rp)<br />
(Rp)<br />
1 Pengelasan baut 662<br />
tower<br />
2.093.244.000,00 2.730.830.000,00 (637.586.000,00)<br />
2 Biaya persiapan 12.000.000,00 65.000.000,00 (53.000.000,00)<br />
Total 2.105.244.000,00 2.795.830.000,00 (690.586.000,00)<br />
Total (+ PPN) 2.315.768.400,00 3.075.413.000,00 (759.644.600,00)<br />
Dengan demikian nilai kontrak No.063 lebih mahal sebesar Rp759.644.600,00.<br />
b) Kontrak No.042.1.PJ/131/PIKITRING JBN/2003 tanggal 25 Agustus 2003, senilai<br />
Rp47.402.949.000,00 (termasuk PPN) untuk lingkup pekerjaan pengadaan dan<br />
pemasangan 150/20 kV Trafo 60 MVA steel structure gantry, E/M, metalclad<br />
switchgear, dan Telekomunikasi GI 150 kV Poncol, terdapat pengadaan 2 set<br />
Power Transformator (trafo) 150/20 kV 60 MVA lengkap dengan aksesorisnya<br />
(Merk Alstom dari PT Unindo) dengan harga satuan Rp4.257.000.000,00<br />
termasuk PPN.<br />
HPS yang dibuat panitia tanggal 22 Juli 2003 sebesar Rp47.733.841.100,00<br />
dengan HPS trafo sebesar Rp4.684.900.000,00 per set (termasuk PPN) mengacu<br />
kepada kontrak No. 096B.PJ/131/PIKITRING JBN/2002 tanggal 2 Desember<br />
2002 untuk pekerjaan pengadaan dan pemasangan trafo tenaga 1x60 MVA Gardu<br />
Induk Tigaraksa.<br />
Uji banding pengadaan sejenis yang diadakan di PLN P3B kontrak No.<br />
089.PJ/061/RJKB/2003 yang dilaksanakan PT EKT berkonsorsium dengan PT<br />
Unindo (pabrikan trafo) menunjukkan bahwa harga Trafo 150/20kV 60 MVA<br />
lengkap dengan aksesorisnya dari PT Unindo tanggal 7 Agustus 2003 adalah<br />
sebesar Rp3.959.400.000,00 per set termasuk PPN. Dengan demikian harga<br />
kontrak No.042.1.PJ lebih mahal sebesar Rp595.200.000,00 (2 set x<br />
(Rp4.257.000.000,00 – Rp3.959.400.000,00)).<br />
c) Kontrak No. 046.PJ/130/PI KITRING JBN/2004 tanggal 29 Maret 2004, lingkup<br />
pekerjaan pondasi, erection dan stringing SUTET 500 kV associated PLTGU<br />
Muara Tawar tahap II dengan pelaksana pekerjaan PT Perfect Circle Engineering,<br />
62<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
yang di dalamnya terdapat pengadaan 1 (satu) buah Tower tipe DD-3 dengan<br />
harga setelah PPN Rp1.640.366.200,00.<br />
Uji banding dengan kontrak sebelumnya No.028.PJ/130/PIKITRING JBN/2003<br />
tanggal 8 Agustus 2003 untuk pekerjaan pengadaan tower dan aksesoris (paket 2)<br />
SUTET 500 kV associated PLTGU Muara Tawar Harga tower dengan tipe DD-3,<br />
harga tower setelah PPN hanya Rp1.406.027.700,00. Dengan demikian harga<br />
tower kontrak No.046 tanggal 29 Maret 2004 lebih mahal sebesar<br />
Rp234.338.500,00 (Rp1.640.366.200,00 - Rp1.406.027.700,00).<br />
e. HPS belum sepenuhnya didukung dengan referensi harga<br />
PLN Kitlurss menunjuk PT Starrindo Perkasa Semesta (PT SPS) untuk melaksanakan<br />
pekerjaan pembuatan tanah, tiang gantry dan tiang pemandu di Borang senilai<br />
Rp3.637.000.000,00 berdasarkan kontrak No.168.PJ/061/PKITLURSS/2003 tanggal 2<br />
Desember 2003.<br />
HPS ditetapkan sebesar Rp3.653.667.000,00 diantaranya berupa nilai pengadaan dan<br />
pemasangan concrete sheet piles Rp2.171.685.000,00 (harga satuan sebesar<br />
Rp750.000,00 x volume 2.895,58 m). Harga satuan tersebut terdiri dari harga concrete<br />
sheet piles Rp525.000,00; ongkos angkut Rp50.000,00; pemancangan tiang<br />
Rp150.000,00; dan alat bantu Rp25.000,00.<br />
Harga concrete sheet piles tersebut berdasarkan referensi harga PT Wijaya Karya Beton<br />
Wilayah Penjualan II sesuai surat No.PS.01.03/WB-C 110/2003 tanggal 26 Agustus 2003,<br />
sedangkan ongkos angkut dan biaya pemancangan tidak didukung referensi harga. Atas<br />
permintaan Tim, panitia memberikan referensi biaya pemancangan berdasarkan analisa<br />
harga PT SPS bertanggal 30 Agustus 2000 tanpa tanda tangan Dirut PT SPS.<br />
SK Direksi PLN No.038.K/920/DIR/1998 tanggal 3 Juni 1998 menyatakan bahwa<br />
panitia pengadaan/pelelangan diharuskan membuat dan menetapkan HPS. HPS tersebut<br />
adalah harga yang dikalkulasikan secara keahlian yang digunakan sebagai acuan sebelum<br />
melakukan pengadaan barang dan jasa. HPS tersebut harus dibuat/disusun secara cermat<br />
dengan menggunakan data/referensi dasar dan pertimbangan antara lain kombinasi dari RKS,<br />
63<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
harga pasar setempat pada waktu penyusunan HPS, harga kontrak/SPK untuk barang atau<br />
pekerjaan sejenis setempat yang sedang/telah dilaksanakan, daftar harga dan tarif dari instansi<br />
yang berwenang.<br />
Selisih lebih mahal nilai kontrak sebesar Rp5.482.327.454,85 merupakan pemborosan<br />
dan merugikan keuangan PLN.<br />
Hal tersebut terjadi karena panitia kurang cermat dalam membuat HPS dan belum<br />
menaati ketentuan dalam membuat dan menetapkan HPS.<br />
PLN menjelaskan sebagai berikut:<br />
a. Kitlursu akan membuat amandemen kerja kurang terhadap kontrak pengadaan retrofit<br />
chlorofac sebesar Rp19.509.000,00 serta akan menagih PT Prayojana Karya sebesar<br />
Rp67.080.161,00 dan CV Baroma Asih sebesar Rp32.324.000,00. Selain itu Kitlursu akan<br />
mengirim surat ke Kepala Kantor Pelayanan Bea Cukai untuk menanyakan tarif bea<br />
masuk dan untuk kontrak berikutnya setiap perhitungan HPS akan mengacu pada tarif bea<br />
masuk yang berlaku tersebut.<br />
b. Kitlurss akan memberitahukan PT CDB untuk menyusun addendum kerja kurang sebesar<br />
Rp93.595.936,85. Selain itu Kitlurss belum didukung dengan referensi harga dari instansi<br />
yang khusus bergerak dibidang jasa konstruksi khususnya penyediaan alat berat seperti<br />
Departemen Pekerjaan Umum.<br />
c. Disjatim telah membuat HPS melalui informasi harga dari pabrikan. Namun sesuai<br />
temuan BPK – RI ternyata pabrikan tersebut memberikan informasi harga pabrikan yang<br />
berbeda dengan harga pabrikan di unit lain. Disjatim akan memberikan sanksi kepada<br />
pabrikan yang bersangkutan dengan tidak diikutsertakan dalam pengadaan selama periode<br />
tertentu sesuai ketentuan yang berlaku di PLN. Selanjutnya untuk yang akan datang,<br />
dalam menyusun HPS akan dipertimbangkan realisasi harga pengadaan di unit lain<br />
disamping informasi harga dari pabrikan.<br />
d. P3B akan membuat addendum kontrak dengan rekanan PT EKT untuk memperjelas<br />
pelaksanaan pekerjaan supervisi tersebut dan meningkatkan koordinasi antar panitia<br />
pengadaan untuk memperoleh informasi harga yang lebih menjamin pengelolaan dana<br />
64<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
untuk kepentingan PLN.<br />
e. Disjaya akan menagih kembali selisih lebih kepada kontraktor yang bersangkutan.<br />
f. Pikitring JBN akan mencari informasi tentang harga kontrak sebelumnya yang paling<br />
akhir dan/atau harga pabrikan/agen tunggal yang berlaku saat penyusunan untuk<br />
pengadaan yang akan datang.<br />
BPK–RI menyarankan agar:<br />
a. Panitia meningkatkan pengendalian dalam membuat HPS dan menaati ketentuan dalam<br />
penetapan HPS.<br />
b. PLN memberikan teguran kepada personil yang lalai dan tidak menaati ketentuan<br />
c. Direksi PLN mengenakan sanksi kepada PT Bambang Djaya, PT Terang Kita, dan PT<br />
Citra Mahasurya Industries sesuai ketentuan.<br />
d. PLN membuat standarisasi komponen kontrak dan penghitungan HPS.<br />
13. Modifikasi pusat listrik berbahan bakar solar di Payo Selincah dan Batanghari senilai<br />
Rp62.569,23 juta belum didukung dengan kontrak penyediaan gas<br />
Dalam rangka meningkatkan keandalan pasokan listrik di Propinsi Jambi dan Riau,<br />
PLN bermaksud melakukan modifikasi pusat listrik berbahan bakar solar (HSD) menjadi<br />
pusat listrik berbahan bakar gas. Untuk itu, PLN dan Conoco Phillips telah membuat nota<br />
kesepahaman jual beli gas dari Kontrak Bagi Hasil (KBH) Corridor Blok pada bulan<br />
Desember 2002. Nota kesepahaman tersebut akan berakhir bila dalam satu tahun setelah<br />
penandatanganan kesepahaman ini belum ditandatangani kontrak jual beli gas.<br />
Meskipun sampai dengan bulan Nopember 2003 Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG)<br />
belum ditandatangani dan nota kesepahaman jual beli gas tersebut berakhir, ternyata PLN<br />
Kitlurss tetap menandatangani dua kontrak modifikasi bahan bakar PLTG dan PLTD sebagai<br />
berikut:<br />
a. SP No.171.Pj/061/PKITLURSS/2003 tanggal 5 Desember 2003<br />
Kontrak pekerjaan gasifikasi 6 (enam) unit mesin Mirrlees KV 12 Major PLTD Payo<br />
Selincah yang dilaksanakan oleh PT Bukaka Teknik Utama (PT BTU) senilai<br />
65<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
Rp24.202.151.000,00. Jangka waktu penyerahan pekerjaan paling lambat tanggal 28<br />
Nopember 2004. Kontrak tersebut diperpanjang menjadi penyerahan paling lambat<br />
tanggal 13 Desember 2004 sesuai Addendum No.157.Ad/061/PKITLURSS/2004 tanggal<br />
5 Oktober 2004.<br />
Sesuai BA No.01/BA-SM/L010/XI/2004 tanggal 1 Nopember 2004 pekerjaan instalasi<br />
dan modifikasi telah selesai 100% sedang testing dan comissioning belum dapat<br />
dilakukan menunggu ketersediaan gas. PLN Kitlurss telah melakukan pembayaran kepada<br />
PT BTU sebesar Rp20.243.789.780,00.<br />
b. SP No.172.Pj/061/PKITLURSS/2003 tanggal 8 Desember 2003<br />
Kontrak pengadaan dan pemasangan/modifikasi system bahan bakar, engineering dari<br />
HSD menjadi dual fuel system (HSD dan gas) 2 (dua) unit PLTG Batanghari yang<br />
dilaksanakan oleh CV Akrisah senilai Rp38.367.078.750,00. Jangka waktu penyerahan<br />
pekerjaan paling lambat tanggal 31 Juli 2004. Kontrak tersebut diperpanjang menjadi<br />
penyerahan paling lambat tanggal 15 Desember 2004 sesuai Addendum<br />
No.081.Add/061/PKITLURSS/2004 tanggal 23 Juli 2004.<br />
Sampai dengan tanggal 14 Desember 2004 pekerjaan tersebut telah mencapai ± 90%.<br />
Jumlah pembayaran yang telah dilakukan PT PLN Kitlurss sebesar Rp32.080.705.800,00.<br />
Sehubungan belum ada kejelasan mengenai pasokan gas untuk kedua pembangkit<br />
tersebut, PLN Kitlurss dengan surat No.1320/610/PKITLURSS/2004 tanggal 12 Nopember<br />
2004 meminta kepada PLN KP agar segera menyediakan gas untuk pembangkit tersebut.<br />
Menanggapi surat tersebut Deputi Direktur Energi Primer PLN KP dengan surat<br />
No.00991/150/DD.EPI/2004 tanggal 6 Desember 2004 menyatakan bahwa atas beberapa hal<br />
teknis telah dicapai kesepakatan dengan pihak Conoco Phillips, namun tidak dicapai<br />
kesepakatan harga (USD 2.86/MMBTU) dan jaminan pembayaran berupa Stand By Letter of<br />
Credit (SBLC) karena PLN menghendaki harga lebih murah (sekitar USD 2.5 – 2.6/MMBTU)<br />
dan tanpa SBLC.<br />
Setiap keputusan investasi harus direncanakan sebaik mungkin dan dibuat skala<br />
prioritas agar hasil yang diharapkan dari investasi tersebut dapat segera dimanfaatkan.<br />
66<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
Hal tersebut mengakibatkan investasi modifikasi sistem bahan bakar yang telah<br />
dikeluarkan sebesar Rp52.324.495.580,00 menjadi sia-sia dan tertunda pemanfaatannya.<br />
Hal tersebut terjadi karena:<br />
a. Lemahnya perencanaan investasi yang belum sepenuhnya memperhitungkan kebutuhan<br />
sarana pendukung.<br />
b. PLN Kitlurss tetap menandatangani kontrak modifikasi sistem bahan bakar PLTG<br />
Batanghari dan PLTD Payo Selincah meskipun sampai saat nota kesepahaman jual beli<br />
gas berakhir masih belum ada kontrak jual beli gas untuk pusat pembangkit tersebut.<br />
c. PLN KP lambat dalam memproses jual beli gas untuk PLTG Batanghari dan PLTD Payo<br />
Selincah.<br />
PLN menjelaskan, bahwa :<br />
a. Pada saat pembahasan untuk perjanjian jual-beli (Head of Agreement), Conoco Philips<br />
menawarkan harga USD 2,84/MMBTU flat selama 10 tahun, sedangkan PLN<br />
menghendaki USD 2,5 – 2,6/MMBTU. Selain itu Conoco Philips meminta jaminan<br />
pembayaran atau Stand By Letter of Credit (SBLC) untuk kontrak tahunan 10.000 TBTU<br />
sebesar Rp269.800.000.000,00. Nilai SBLC tersebut sangat memberatkan PLN dan untuk<br />
pembebasan SBLC tersebut sudah diupayakan ditingkat Pemerintah yaitu BP Migas<br />
namun belum berhasil.<br />
b. Sudah dilakukan upaya mencari pemasok gas lain melalui BP MIGAS dengan surat<br />
tanggal 5 Pebruari 2004 dan 25 Januari 2005 dan belum ada jawaban. Sudah ada indikasi<br />
gas supplier dari PGN dan Amaralda Hess, tetapi harganya masih di atas<br />
US$3,2/MMBTU.<br />
BPK–RI menyarankan agar PLN segera menyelesaikan kontrak gas dengan tetap<br />
berusaha mendapatkan harga gas yang menguntungkan perusahaan.<br />
14. Terdapat material persediaan Slow Moving di PLN Wilayah Palembang dan Disjaya<br />
masing – masing senilai Rp4.515,99 juta dan Rp1.135,92 juta<br />
Hasil pemeriksaan atas Laporan Persediaan Material tahun 2003 dan 2004<br />
67<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
menunjukkan bahwa terdapat persediaan yang berumur lebih dari satu tahun dan belum<br />
dipisahkan sebagai persediaan slow moving di PLN Disjaya Area Jaringan (AJ) Tangerang<br />
sebesar Rp1.135.925.310,00 yang terdiri dari persediaan material Pekerjaan Dalam<br />
Pelaksanaan (PDP) sebesar Rp860.293.936 dan persediaan material pemeliharaan sebesar<br />
Rp275.631.373 dan di PLN Wilayah Sumatera Selatan, Jambi dan Bengkulu (S2JB) sebesar<br />
Rp4.515.990.643,00 berupa persediaan material PDP.<br />
Hasil pemeriksaan fisik di gudang AJ Tangerang dan gudang Kramasan menunjukkan<br />
bahwa ada beberapa material persediaan slow moving yang diantaranya telah ketinggalan<br />
teknologi dan tidak dapat digunakan lagi, selebihnya merupakan persediaan yang masih<br />
dalam kondisi baik namun tidak sesuai dengan kebutuhan dan kondisi di AJ Tangerang dan<br />
Wilayah S2JB.<br />
Setiap pengadaan seharusnya didasarkan kepada kebutuhan sehingga dapat<br />
diminimalisasi material slow moving di gudang.<br />
Hal tersebut mengakibatkan PLN tidak dapat memanfaatkan dana yang tersimpan<br />
dalam material slow moving sebesar Rp5.651.915.953,00 (Rp1.135.925.310,00 +<br />
Rp4.515.990.643,00) dan Bagian Gudang terbebani tanggung jawab untuk mengelola<br />
persediaan yang tidak bermanfaat bagi PLN.<br />
Hal tersebut terjadi karena lemahnya perencanaan pengadaan material yang belum<br />
sepenuhnya memperhitungkan kebutuhan material di PLN Disjaya dan PLN Wilayah S2JB.<br />
PLN Disjaya dan Wilayah S2JB menjelaskan bahwa material dimaksud sebagian akan<br />
digunakan untuk pekerjaan yang akan dilaksanakan dalam tahun 2005. Material yang masih<br />
baik tetapi tidak sesuai dengan kondisi dan kebutuhan serta material yang ketinggalan<br />
teknologi atau tidak digunakan dilingkungan PLN Disjaya dan Wilayah S2JB akan<br />
dibursakan ke unit lain.<br />
BPK – RI menyarankan agar setiap perencanaan pengadaan material selalu didasarkan<br />
kepada kebutuhan unit pengguna material serta PLN Disjaya dan PLN Wilayah S2JB segera<br />
memanfaatkan dan atau membursakan material slow moving tersebut.<br />
68<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
15. Penerapan sistem Automatic Meter Reading belum memberikan manfaat sesuai yang<br />
diharapkan<br />
PLN telah menerapkan sistem Automatic Meter Reading (AMR) yakni sistem<br />
pembacaan meter jarak jauh secara otomatis khususnya pada pelanggan potensial dengan<br />
daya terpasang di atas 197 kVA.<br />
<strong>Pemeriksa</strong>an atas pelaksanaan penerapan AMR tersebut di PLN Disjaya dan PLN<br />
Disjatim menunjukkan bahwa:<br />
a. Pembacaan meter elektronik tidak berfungsi<br />
Sebagian pelanggan yang sudah terpasang AMR mengalami gangguan komunikasi<br />
sehingga pembacaan meter masih dilakukan manual dengan rincian sebagai berikut:<br />
1) PLN Disjaya<br />
Pekerjaan pengembangan aplikasi AMR dan implementasi data manajemen<br />
dituangkan dalam kontrak No.330.PJ/061/D.IV/2004 senilai Rp1.090.383.000,00<br />
dilaksanakan oleh konsorsium Lembaga Penelitian Masyarakat (LPM) Institut<br />
Teknologi Surabaya (ITS) dan PT Abakus Informindo System pada 4.204 pelanggan.<br />
Sampai dengan Desember 2004 jumlah pelanggan yang sudah terpasang meter<br />
elektroniknya sebanyak 4.159 pelanggan, dan modemnya (AMR) sebanyak 2.831<br />
pelanggan. Laporan Stand Meter dari Sistem Pemantauan Pelanggan Besar Disjaya<br />
periode Januari sampai dengan Desember 2004 menunjukkan bahwa rata-rata 35,85%<br />
pelanggan mengalami gagal baca meter secara otomatis dan pembacaan stand<br />
meternya dilakukan secara manual.<br />
2) PLN Disjatim<br />
Pemasangan 85 KWH meter elektronik terintegrasi dengan sistem AMR untuk<br />
pelanggan tegangan menengah keatas dan gardu distribusi dilakukan oleh PT Hulu<br />
Mas Nusantara.<br />
<strong>Pemeriksa</strong>an pada APJ Malang atas 67 KWH meter yang telah terpasang di<br />
pelanggan, menunjukkan bahwa meter elektronik tersebut dalam keadaan terganggu<br />
konektivitasnya sehingga pembacaan stand meter dilakukan secara manual.<br />
69<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
. Set up time switch tidak berfungsi<br />
<strong>Pemeriksa</strong>an fisik secara uji petik terhadap Sistem AMR APJ Surabaya Utara<br />
menunjukkan bahwa beberapa pelanggan counter WBP-AMRnya tidak bergerak,<br />
sehingga pemakaian energi listrik pada waktu beban puncak tidak tercatat senilai<br />
Rp11.676.215,00. Pelanggan tersebut adalah :<br />
PELANGGAN ALAMAT DAYA TARIF<br />
NO.<br />
KONTRAK<br />
ALAS MAS II JL. MARGOMULYO II/68 B 240 I3 AC-0384613<br />
HERRY SUGIARTO JL. MARGOMULYO 55 345 I3 AC-0335780<br />
ASABA JL. TAMAN AIS NASUTION 345 B3 AF-0690961<br />
PAB KARET SUMBER REJEKI JL. SIDORAME 24 345 I3 AD-0346462<br />
Sesuai dengan:<br />
a. RKS dinyatakan bahwa permintaan akan penyerahan pengoperasian pekerjaan dapat<br />
diajukan kepada pemberi tugas segera setelah pekerjaan ini diselesaikan secara<br />
keseluruhan dan sesuai dengan kontrak serta dapat dioperasikan dengan baik.<br />
b. Pemakaian energi oleh pelanggan dengan tarif ganda seharusnya dicatat dengan<br />
mempertimbangkan waktu beban puncak (WBP) dan luar waktu beban puncak (LWBP)<br />
dan SE 028.E/012/DIR/2002 menyatakan bahwa pelanggan yang alat ukurnya tidak<br />
berfungsi, maka diperlakukan data historis rata-rata tiga bulan terakhir dan WBP<br />
ditentukan 1,4 x Rp LWBP.<br />
Hal tersebut mengakibatkan PLN belum dapat memanfaatkan pembacaan meter<br />
elektronik terintegrasi dengan sistem AMR dan PLN masih kurang menagih pemakaian listrik<br />
kepada pelanggan sebesar Rp11.676.215,00.<br />
Hal tersebut terjadi karena:<br />
a. Manajemen PLN dalam membuat kontrak pengadaan meter elektronik dan<br />
pengembangan aplikasi AMR tidak memasukkan klausul jangka waktu uji coba<br />
(commissioning test) sebelum membuat berita acara serah terima 100%.<br />
b. Perencanaan pemasangan meter elektronik dilaksanakan kurang cermat, antara lain faktor<br />
propagansi dan sinyal.<br />
c. Pengendalian atas pelaksanaan kontrak berupa pengawasan masih kurang dilakukan<br />
70<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
antara lain monitoring atas keberhasilan pengambilan data stand meter.<br />
d. PLN kurang cermat dalam melakukan pengaturan time-switch pada saat pemasangan<br />
meter elektronik.<br />
PLN menjelaskan:<br />
a. Untuk meningkatkan keberhasilan komunikasi maka PLN Disjaya akan mengupayakan<br />
merubah sistem komunikasi dari ruang kontrol ke meter elektronik dengan menggunakan<br />
GSM to GSM dan mengganti antene lama (bawaan pabrik) dengan model ground plane<br />
UHF.<br />
b. PLN Disjatim menjelaskan akan membuat kesepakatan tentang masa commissioning<br />
selama 3 bulan dan masa pemeliharaan dimulai setelah masa commissioning berakhir.<br />
PLN menjelaskan bahwa pelanggan tersebut di atas sudah di set-up, tetapi jamnya tidak<br />
sesuai dengan kondisi real time, sehingga WBP tercatat dalam LWBP. PLN akan<br />
mengenakan tagihan kekurangannya kepada pelanggan yang bersangkutan.<br />
BPK – RI menyarankan PLN Disjaya dan Disjatim mengupayakan agar KWH meter<br />
elektronik terintergrasi AMR dapat segera terbaca secara otomatis jarak jauh dan meminta<br />
pertanggungjawaban rekanan atas biaya yang terkait dengan kerusakan selama masih dalam<br />
masa pemeliharaan. Selain itu PLN disjatim agar melakukan set-up kembali KWH meter<br />
tersebut dan menagihkan kekurangan rekening ke pelanggan yang bersangkutan.<br />
16. Pengendalian atas tanah masih lemah<br />
Dari pemeriksaan atas aktiva tanah diketahui terdapat sebagian tanah milik PLN yang<br />
belum bersertifikat dan administrasi tanah masih lemah yakni masih ditemukan adanya<br />
perbedaan pencatatan luas tanah antara administrasi umum dengan akuntansi sebagai berikut:<br />
a. PLN Wilayah Sulawesi Selatan dan Tenggara (Sulselra)<br />
Luas tanah milik PLN Wilayah Sulselra menurut bidang administrasi dan kesekretariatan<br />
sebesar 8.986.016 m2 yang terdiri dari tanah yang telah bersertifikat seluas 8.715.197 m2<br />
dan seluas 270.819 m2 belum bersertifikat.<br />
Sesuai data akuntansi, luas tanah milik PLN Wilayah Sulselra seluas 8.492.824,96 m2<br />
71<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
senilai Rp73.457.015.166,00 yang bila dibandingkan dengan data administrasi dan<br />
kesekretariatan maka terdapat selisih seluas 493.191,04 m2 (8.989.016 m2 – 8.492.824,96<br />
m2).<br />
b. PLN Kitlurss<br />
PLN Kitlurss melalui Serah Terima Proyek (STP) telah menerima PLTG Kaji Talang<br />
Kelapa-Betung senilai Rp51.362.150.530,00 dari PLN Pikitring Sumatera Bagian Selatan<br />
(SBS) pada bulan Juni 2004. Daftar kelengkapan berita acara STP tersebut menunjukkan<br />
bahwa aktiva yang diserahkan termasuk tanah seluas 91.950 m2 senilai<br />
Rp8.558.928.000,00.<br />
Data tanah yang tercatat pada akuntansi untuk tanah tapak tower Talang Kelapa yang<br />
sesuai STP seluas 64.000 m2, namun hanya tercatat seluas 18 m2 dengan nilai sebenarnya<br />
sebesar Rp7.455.000.000,00. Selain itu, seluruh tanah yang diterima seluas 91.950 m2<br />
belum bersertifikat.<br />
c. PLN Pikitring JBN<br />
Sesuai data akuntansi, PLN Pikitring memiliki tanah seluas 628.790 m2 senilai<br />
Rp32.081.000.134,00. <strong>Pemeriksa</strong>an atas aktiva tanah tersebut menunjukkan hal-hal<br />
berikut:<br />
1) Terdapat tanah milik PLN Proyek Jaringan (Proring) DKI dan Banten seluas 1.060 m2<br />
dengan nilai perolehan sebesar Rp7.068.000,00 di Pengalengan telah menjadi milik<br />
pihak ketiga dengan bukti sertifikat HGB No.1 Pengalengan Bandung tanggal 7 Juni<br />
1998 atas nama Koperasi Peternakan Bandung Selatan.<br />
2) Terdapat tanah tanpa bukti kepemilikan/sertifikat seluas 6.399,31 m2 dengan nilai<br />
perolehan sebesar Rp65.750.000,00 di Andir (Bandung), Jatiwaringin dan Sukamenak<br />
yang sebagian besar telah dihuni oleh pihak ketiga dengan Surat Ijin Penempatan<br />
(SIP), dan seluas 540 m2 dengan nilai perolehan Rp3.480.000,00 berupa tanah kosong<br />
dan gudang yang tidak dimanfaatkan.<br />
d. PLN Kitlursu<br />
Menindaklanjuti temuan BPK-RI tahun 2002, PLN Kitlursu telah melakukan inventarisasi<br />
72<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
tanah seluas 2.181.012 m2 dan terdapat 45 bidang tanah seluas 1.372.029 m2 yang<br />
dimiliki/dikuasai PLN Kitlursu namun belum bersertifikat. Bukti kepemilikan hanya<br />
berupa surat ganti rugi, copy pelepasan hak, dan akta jual beli.<br />
Selain itu terdapat aktiva tanah yang dikuasai PLN Kitlursu seluas 11.828 m2 di Sektor<br />
Sibolga dan seluas 61.540 m2 di Sektor Pekanbaru, namun belum tercatat dalam daftar<br />
aktiva tetap DTE per 30 September 2004.<br />
e. PLN S2JB<br />
Terdapat tanah seluas 105.322 m2 hasil inventarisasi yang belum tercatat dalam laporan<br />
keuangan PLN Wilayah S2JB per 31 Desember 2004, diantaranya seluas 91.425 m2<br />
belum bersertifikat.<br />
Setiap aktiva tanah yang dimiliki perusahaan seharusnya didukung dengan bukti<br />
kepemilikan hak yang jelas dan sah serta diadministrasikan dengan baik.<br />
Hal tersebut mengakibatkan tanah milik PLN yang belum bersertifikat tersebut lemah<br />
dari segi hukum, berisiko dan dapat menimbulkan persengketaan dengan pihak ketiga di<br />
kemudian hari serta nilai aktiva tanah PLN belum menggambarkan keadaan yang sebenarnya.<br />
Hal tersebut terjadi karena kebijakan pengurusan sertifikat belum menjadi prioritas<br />
manajemen PLN dan tim inventarisasi tanah dan bidang akuntansi belum berkoordinasi<br />
dengan baik dalam memutakhirkan data tanah.<br />
PLN menjelaskan bahwa:<br />
a. PLN Wilayah Sulselra menjelaskan perbedaan data luas tanah antara data akuntansi dan<br />
menurut administrasi direncanakan untuk diselesaikan secara gradual (Bidang <strong>Keuangan</strong><br />
berkoordinasi dengan Bidang Komunikasi, Hukum, dan Administrasi). Sertifikasi tanah<br />
telah dilaksanakan secara bertahap dan akan terus dilaksanakan.<br />
b. PLN Kitlurss menjelaskan bahwa tanah yang tercatat seluas 18 m2 di DTE telah dikoreksi<br />
dan PLN Kitlurss akan meminta sertifikat ke PLN Pikitring SBS.<br />
c. PLN Pikitring JBN menjelaskan akan membentuk Tim penyelesaian dan pengurusan<br />
sertifikat dan apabila mengalami kendala akan bekerja sama dengan pengacara/bantuan<br />
hukum.<br />
73<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
d. PLN Kitlursu menjelaskan bahwa sertifikasi tanah akan dilakukan secara bertahap dengan<br />
mengutamakan daerah yang rawan sesuai dengan kemampuan anggaran. Tanah seluas<br />
61.540 m2 di Sektor Pekanbaru tersebut akan dibukukan setelah diserahterimakan PLN<br />
Piktring SBS, sedangkan tanah seluas 11.828 m2 akan dibukukan berdasarkan<br />
inventarisasi tim tanah.<br />
e. PLN Wilayah S2JB menjelaskan telah dibentuk tim inventarisasi dan laporan akuntansi<br />
akan disesuaikan berdasarkan hasil kerja tim.<br />
BPK – RI menyarankan agar PLN secara bertahap mengurus sertifikat dengan<br />
mengutamakan daerah yang rawan sesuai dengan kemampuan anggaran, berusaha<br />
menyelesaikan sengketa tanah dengan pihak ketiga dengan memperhatikan kepentingan<br />
perusahaan serta melakukan koordinasi antar tim inventarisasi tanah dan bidang akuntansi<br />
untuk memutakhirkan data tanah.<br />
17. Nilai kontrak jasa supervisi untuk pembangunan PLTU Labuhan Angin terlalu tinggi<br />
sebesar US$87.00 ribu<br />
PLN Pikitring Sumut telah menunjuk langsung PT Prima Layanan Nasional<br />
Engineering (PLN-E) dengan surat perjanjian No.036.PJ.PLN 2004/061/Pikitring<br />
Sumut/2004, tanggal 1 Desember 2004 untuk melaksanakan pekerjaan jasa supervisi<br />
konstruksi PLTU Labuhan Angin Unit 1 & 2 (2x115 MW). Nilai kontrak maksimum sebesar<br />
Rp29.690.274.000,00 dan US$649,495 (termasuk PPN) yang terdiri atas biaya langsung<br />
personil (remunerasi) dan non personil.<br />
<strong>Pemeriksa</strong>an atas dokumen kontrak menunjukkan hal-hal berikut:<br />
a. Tim Negosiasi belum melaksanakan fungsinya untuk memformulasikan HPS.<br />
b. Uji banding dengan kontrak supervisi yang dilaksanakan sebelumnya oleh PLN-E untuk<br />
pembangunan 6 unit PLTGU Muara Tawar (6 x 110 MW) terdapat biaya pekerjaan yang<br />
seharusnya tidak perlu diperhitungkan dalam nilai kontrak senilai US$87,000.00 untuk<br />
keperluan transfer of knowledge, karena biaya tersebut merupakan biaya alih teknologi<br />
PLN-E yang tidak ada kaitan dengan lingkup pekerjaan kontrak konsultan PLN-E.<br />
74<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
Tim Negosiasi Pikitring Sumut seharusnya membuat HPS sebagai acuan untuk<br />
menetapkan kewajaran harga/item pekerjaan dalam kontrak sesuai SK Pemimpin proyek<br />
Pikitring Sumut No.074K.62/PPIKITRING SUMUT/2004 tanggal 22 Juni 2004.<br />
Hal tersebut mengakibatkan alokasi pengeluaran biaya untuk kontrak jasa supervisi<br />
PLN-E terlalu tinggi sebesar US$87,000.00.<br />
Hal tersebut terjadi karena Tim Negosiasi tidak sepenuhnya melaksanakan fungsinya<br />
dalam pembuatan HPS dan tidak sepenuhnya memperhatikan aspek kehematan dalam proses<br />
negosiasi.<br />
PLN Pikitring Sumut menjelaskan bahwa untuk yang akan datang, akan<br />
memformulasikan HPS untuk setiap pengadaan barang atau jasa sesuai dengan ketentuan<br />
yang berlaku dan untuk item Transfer of Knowledge, akan ditindaklanjuti secara legalitas<br />
terhadap PLN-E sesuai dengan ketentuan yang berlaku.<br />
BPK–RI menyarankan agar panitia pengadaan selalu membuat dan menetapkan HPS<br />
sebagai acuan dalam menilai kewajaran harga pengadaan dan membuat addendum kontrak<br />
untuk kerja kurang senilai US$87,000.00.<br />
18. Terdapat 112 kontrak pekerjaan jasa konstruksi sejak tahun 2002 s.d 2004 yang<br />
penyelesaiannya berlarut-larut<br />
Hasil pemeriksaan terhadap saldo buku besar dan rekap kartu PDP pada PLN Disjaya<br />
2004 menunjukkan bahwa saldo PDP tahun 2004 sebesar Rp194.532.398.159 terdiri dari 112<br />
kontrak pekerjaan konstruksi antara lain SKTM, Gardu, Pemasangan Cubicle dan<br />
Elektromekanik yang belum selesai dengan rincian sebagai berikut :<br />
a. Pekerjaan tahun 2002 senilai Rp4.704.945.816,00 yang tertuang dalam 19 kontrak;<br />
b. Pekerjaan tahun 2003 senilai Rp32.932.727.920,00 yang tertuang dalam 29 kontrak;<br />
c. Pekerjaan tahun 2004 senilai Rp156.914.859.682,00 yang tertuang dalam 64 kontrak.<br />
Pada bulan Desember 2004 terdapat penyelesaian 9 kontrak senilai<br />
Rp1.302.730.105,00 yang berasal dari kontrak pekerjaan tahun 2001. Dengan demikian masa<br />
penyelesaian pekerjaan tersebut membutuhkan waktu 3 tahun atau 1.095 hari. Selain itu,<br />
75<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
laporan pelaksanaan pekerjaan untuk PDP lainnya belum diperoleh tim.<br />
Penyelesaian pekerjaan seharusnya sesuai kontrak dan hasilnya dapat dimanfaatkan<br />
secepat mungkin.<br />
Hal ini mengakibatkan tingkat keandalan lama padam dan frekuensi padam tidak<br />
dapat dicapai secara optimal.<br />
Hal ini disebabkan perencanaan dan pengendalian atas pelaksanaan kontrak<br />
pekerjaaan jasa konstruksi tidak memadai.<br />
PLN Disjaya menjelaskan bahwa PDP tahun 2002 secara fisik telah selesai 100%<br />
sedangkan untuk tahun 2003 ada beberapa pekerjaan yang belum selesai karena masalah ijin<br />
boring jalan tol (proses persetujuan ijin) dan ada pekerjaan tambah kurang yang ditargetkan<br />
selesai dalam tahun 2005. Untuk selanjutnya setiap periode akan dilakukan rekonsiliasi antara<br />
akuntansi dengan bidang terkait sehingga penyelesaian pekerjaan PDP konstruksi tidak<br />
berlarut-larut.<br />
BPK – RI menyarankan agar PLN Disjaya lebih meningkatkan pengendalian atas<br />
pelaksanaan kontrak konstruksi antara lain melalui pengenaan denda keterlambatan sesuai<br />
ketentuan kontrak.<br />
19. Pengembangan Program Periperal Hyper TextProtocol untuk material cadang dan<br />
pemeliharaan pada PLN P3B Kantor Induk masih belum tepat<br />
Bagian Tekhnologi Informasi (TI) PLN P3B Kantor Induk membuat Program<br />
Periperal Hyper Text Protocol (PHP) yang berfungsi untuk mengetahui stok material yang<br />
dapat dijalankan secara on-line antara Bagian Gudang, Bagian Logistik dan Bagian<br />
Akuntansi.<br />
Hasil Program PHP ini ternyata tidak menunjukkan keadaan jumlah barang digudang<br />
yang sebenarnya, karena perhitungan sisa material di gudang menggunakan rumus: Sisa<br />
material = Bon Penerimaan Barang (TUG-3) dikurangi Perintah/Permintaan Barang (TUG-7)<br />
dikurangi Bon Pengeluaran Barang (TUG-8/TUG-9). TUG-7 belum dapat diperhitungkan<br />
sebagai pengurang persediaan apabila TUG 8/TUG 9 belum diterbitkan karena pada saat<br />
TUG-7 diterbitkan belum terjadi pengeluaran barang dari gudang.<br />
76<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
Atas kesalahan program PHP tersebut, Bagian Akuntansi mencatat persediaan<br />
material berdasarkan kartu persediaan di gudang yang dibuat secara manual. Sedangkan<br />
Bagian Logistik masih menggunakan data persediaan yang dihasilkan oleh program PHP<br />
dalam menyusun rencana kebutuhan material.<br />
Seharusnya program PHP tersebut dapat menghasilkan informasi persediaan barang di<br />
gudang secara akurat.<br />
Hal tersebut berakibat perencanaan kebutuhan barang oleh Bagian Logistik menjadi<br />
tidak tepat.<br />
Hal tersebut terjadi disebabkan perencanaan dan pengendalian PLN P3B dalam<br />
membuat Program PHP kurang memadai serta evaluasi atas penerapan Program PHP belum<br />
dilakukan.<br />
PLN menjelaskan bahwa P3B sedang melakukan penyempurnaan program PHP<br />
tersebut bersamaan dengan penerapan/aplikasi SIMAT (Sistim Informasi Material Terpadu).<br />
BPK-RI menyarankan agar PLN lebih meningkatkan perencanaan dan pengendalian<br />
pembuatan program serta melakukan evaluasi penerapan dan penyempurnaan program.<br />
20. Proses serah terima proyek antara PLN Pikitring JBN dengan unit pengelola aset<br />
berlarut–larut<br />
Hasil pemeriksaan secara uji petik atas PDP pada PLN Pikitring JBN diketahui :<br />
a. Terdapat 60 Hasil kegiatan proyek (proyek) senilai Rp323.940.126.248,00 yang sudah<br />
Serah Terima Pengoperasian Proyek (STOP) ke Unit Pengelola namun belum dilakukan<br />
Serah Terima Proyek (STP). Hasil pemeriksaan lebih lanjut terhadap proyek proses STP<br />
tersebut diketahui :<br />
1) 60 hasil proyek tersebut telah dioperasikan selama 7 sampai dengan 15 bulan yaitu<br />
sejak dilakukan STOP, namun belum dilakukan STP.<br />
2) Dalam rangka penyelesaian proses STP, Tim STP PLN Pikitring JBN telah<br />
melakukan cek fisik bersama tim dari Unit PLN Unit Pengelola (PLN P3B, PLN<br />
Distribusi/Wilayah) antara lain mencocokkan peralatan yang akan diserah terimakan<br />
77<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
dan mengidentifikasi kekurangan-kekurangan (kelemahan yang harus<br />
dilengkapi/diperbaiki oleh PLN pikitring JBN (pending matters). Dari hasil<br />
pemeriksaan dan konfirmasi kepada PLN Unit Pengelola dapat disimpulkan bahwa<br />
pending matters yang terjadi pada umumnya tidak bersifat material/substantial yang<br />
dapat mempengaruhi pengoperasian peralatan tersebut.<br />
Hasil pemeriksaan fisik BPK-RI secara uji petik pada tanggal 29 Januari 2005 terhadap<br />
peralatan terpasang Gardu Induk Bantul dan Semanu menunjukkan bahwa peralatan<br />
tersebut sudah beroperasi dan dimanfaatkan dengan baik oleh PLN Unit Pengelola.<br />
b. Terdapat kontrak pengadaan dan pemasangan LFC SCADA PLTU Suralaya Unit 5, 6 dan<br />
7 dengan nomor kontrak 021.PJ/13/PIKITRING JBN/2001 tanggal 19 Nopember 2001<br />
yang dilaksanakan oleh PT Bandung Isco senilai Rp902.495.000,00. Proyek tersebut telah<br />
selesai 100% dan telah dilakukan penyerahan pekerjaan pertama dengan nomor<br />
046 BA/130/PIKITRING JBN/2002 tanggal 15 Pebruari 2002 serta telah berakhir masa<br />
pemeliharaan sesuai berita acara masa pemeliharaan nomor 060.BA/130/Proring DKI<br />
Jaya dan Banten/2002 tanggal 18 Maret 2002. Kepala Proring DKI Jaya dan Banten<br />
melalui surat No. 073/640/PRORINGDKIJAYA&BANTEN/2005 tanggal 14 Pebruari<br />
2005 menjelaskan bahwa proyek tersebut telah beroperasi/dimanfaatkan dengan baik oleh<br />
PLN P3B namun belum dilakukan Serah Terima Proyek (STP).<br />
Dengan demikian, keterlambatan penerbitan STP mengakibatkan Bagian Akuntansi<br />
Pikitring JBN masih membukukan proyek-proyek tersebut sebagai PDP, sedangkan Unit<br />
Pengelola sudah memanfaatkan peralatan tersebut untuk menghasilkan pendapatan namun<br />
tidak membukukannya sebagai aktiva dan tidak memperhitungkan biaya penyusutan.<br />
SE Direksi PLN No. 018.E/026/DIR/1996 tentang tatacara serah terima proyek selesai<br />
dari PLN unit pelaksana proyek kepada PLN unit pengelola dan anak perusahaan mengatur<br />
sebagai berikut :<br />
a. Bab II pasal 1 ayat 1.1. menyatakan bahwa PLN Unit Pelaksana Proyek dapat langsung<br />
melaksanakan STP Selesai kepada PLN Unit Pengelola termasuk nota pemindahbukuan<br />
dari biaya Proyek Selesai tersebut.<br />
78<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
. Pasal 3 menyatakan untuk mempercepat pelaksanaan serah terima, maka apabila proyek<br />
atau bagian proyek sudah akan selesai harus segera disiapkan inventarisasi aktiva/barang<br />
yang akan diserahterimakan dengan memperhatikan pengelompokan jenis Aktiva Tetap<br />
sesuai dengan kode perkiraan PLN yang berlaku.<br />
Sesuai ketentuan di atas maka PDP yang telah selesai dan beroperasi/dimanfaatkan<br />
seharusnya dapat langsung diproses Berita Acara STP dan pemindah bukuan PDP Proyek ke<br />
Aktiva PLN Unit Pengelola.<br />
Hal tersebut diatas mengakibatkan Laporan <strong>Keuangan</strong> PLN tahun 2004 membukukan<br />
aktiva PLN terlalu rendah dan PDP terlalu tinggi masing-masing sebesar<br />
Rp324.842.621.248,00 (Rp323.940.126.248,00 + Rp902.495.000,00) serta biaya operasi<br />
(penyusutan) diperhitungkan terlalu rendah sebesar Rp9.074.718.499,57.<br />
Hal tersebut terjadi karena PLN Pikitring JBN dan Unit Pengelola (PLN P3B dan<br />
Distribusi/Wilayah) tidak melaksanakan ketentuan yang diatur dalam Edaran Direksi PT PLN<br />
nomor 018.E/026/DIR/1996.<br />
PLN menjelaskan bahwa:<br />
a. Koordinasi PLN Pikitring dengan unit pengelola aset akan ditingkatkan sehingga proses<br />
STP dapat segera diselesaikan dalam tahun 2005 diikuti dengan nota pembukuan.<br />
b. 60 proyek yang telah beroperasi senilai Rp323.940.126.248,00 tersebut telah dikoreksi<br />
menjadi aktiva tetap dan telah dihitung/dibebankan penyusutannya dalam laporan<br />
keuangan PLN tahun 2004.<br />
BPK RI menyarankan agar :<br />
a. Penandatanganan STP untuk proyek selesai dan telah dioperasikan tersebut segera<br />
dilaksanakan kedua pihak.<br />
b. Penyerahan hasil proyek lainnya/berikutnya dilakukan secara langsung melalui STP<br />
(tanpa harus melalui STOP), sedangkan penyelesaian pending matters yang ada tetap<br />
dilakukan tanpa menghambat penerbitan STP dan nota pemindahbukuan.<br />
79<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
21. Terdapat aktiva hibah dari PT Jawa Power kepada PLN yang belum dicatat sebagai<br />
aktiva tetap<br />
PLN Pikitring JBN memperoleh hibah dari PT Jawa Power (PT JP) berupa Gardu<br />
Induk Tegangan Ekstra Tinggi (GITET) 500 kV Paiton Unit 5 dan 6 sesuai Taking-Over<br />
Certificate Nomor: 232.SKt/130/PIKITRING JBN/2002 tanggal 5 September 2002. Hasil<br />
pemeriksaan terhadap daftar aktiva tetap diketahui bahwa aktiva hibah tersebut tidak tercatat<br />
pada laporan keuangan PLN Pikitring JBN tahun buku 2004. PT JP pada saat menyerahkan<br />
aktiva hibah tersebut tidak memberikan data tentang nilai perolehan.<br />
Aktiva hibah tersebut telah dioperasikan oleh PLN P3B sebelum dilakukan serah<br />
terima tanggal 5 September 2002. Pengajuan Berita Acara Serah Terima Proyek (BASTP)<br />
dari PLN Pikitring JBN kepada PLN P3B telah dilakukan tanggal 9 Desember 2004, namun<br />
sampai dengan saat pemeriksaan tanggal 14 Pebruari 2005, BA STP belum ditandatangani<br />
oleh PLN P3B.<br />
Perolehan aktiva seharusnya dibukukan oleh PLN Pikitring JBN sesuai nilai<br />
perolehan/nilai pasar.<br />
Hal tersebut mengakibatkan aktiva hibah tersebut tidak tercatat pada PLN Pikitring<br />
JBN maupun PLN P3B dan biaya penyusutan belum pernah diperhitungkan/dibukukan.<br />
Hal tersebut disebabkan PLN Pikitring JBN menganggap bahwa Unit Pengelola yang<br />
seharusnya melakukan penilaian aktiva hibah.<br />
PLN Piktiring JBN menjelaskan bahwa proses BA STP yang telah disampaikan ke<br />
PLN P3B akan dimonitor penyelesaiannya dan diharapkan selesai pada tahun 2005.<br />
Sedangkan penilaian atas harga taksiran aset yang dihibahkan dilakukan oleh PLN P3B.<br />
BPK-RI menyarankan BA STP atas aktiva hibah tersebut segera diselesaikan dan<br />
PLN P3B menaksir nilai aktiva tersebut.<br />
22. Pengendalian atas rekening koran Bank Receipt PLN S2JB masih lemah<br />
a. BPD Jambi<br />
<strong>Pemeriksa</strong>an secara uji petik atas prosedur bank receipt pada PLN Cabang Jambi,<br />
80<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
menunjukkan bahwa uang hasil tagihan pelanggan dari PLN Ranting Muara Tebo dan<br />
Muara Sabak disetor ke rekening Bank Pembangunan Daerah (BPD) Jambi. BPD tidak<br />
terdaftar sebagai bank receipt berdasarkan ketentuan dari PLN KP. Penunjukan BPD sebagai<br />
bank penampungan tersebut tidak diikat dalam suatu perjanjian namun hanya pembukaan<br />
rekening normal. <strong>Pemeriksa</strong>an atas mutasi rekening koran Ranting Muara Sabak dan<br />
Muara Tebo menunjukkan bahwa BPD Jambi Hanya melakukan transfer/mendebet<br />
sebanyak 1 atau 2 kali dalam satu bulan.<br />
BPD Jambi tidak memberikan bunga/jasa giro atas pengendapan dana PLN pada<br />
rekening tersebut. Selain itu, PLN S2JB Cabang Jambi tidak dapat mengenakan denda<br />
kepada BPD Jambi atas keterlambatan penyetoran secara otomatis ke rekening koran PLN<br />
S2JB karena tidak dibuat perjanjian kerjasama.<br />
b. BNI dan BRI<br />
<strong>Pemeriksa</strong>an uji petik atas rekening koran bank receipt pada bulan Mei s.d<br />
Oktober 2004 menunjukkan bahwa terdapat keterlambatan penyetoran penerimaan<br />
pelunasan rekening listrik lebih dari satu hari dari rekening koran PLN Cabang Jambi ke<br />
rekening koran bank receipt PLN S2JB yaitu BNI Cabang Sarolangun, Cabang Bangko<br />
dan BRI Cabang Muara Bulian. PLN S2JB belum mengenakan denda atas keterlambatan<br />
penyetoran tersebut sebesar Rp7.746.804,06.<br />
c. KUD dan Koperasi Lainnya<br />
<strong>Pemeriksa</strong>an secara uji petik terhadap penerimaan penjualan rekening listrik pada<br />
beberapa payment point yang dikelola KUD pada Rayon Telanaipura, Kota Baru dan<br />
Seberang Kota bulan September, Oktober dan Nopember 2004 menunjukkan bahwa<br />
selama periode pembayaran rekening listrik (tgl 6 s.d 25) setiap harinya pada payment<br />
poin tersebut selalu ada penerimaan penjualan rekening listrik. Hasil perbandingan antara<br />
Laporan Rekening Lunas Harian (TUL V-02) dan Bukti Penyetoran Uang (TUL V-06)<br />
menunjukkan bahwa sebagian payment point KUD tidak menyetor seluruh hasil<br />
penjualan rekening listrik pada hari yang sama, namun disetorkan ke bank receipt PLN<br />
Cabang Jambi pada setiap akhir bulan.<br />
81<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
SE Direksi PLN No.128.E/541/DIR/99 tanggal 5 Juli 1999 tentang proses transfer<br />
dana receipt secara otomatis yang disempurnakan dengan Edaran Direksi PLN<br />
No.010.E/012/DIR/2002 tanggal 28 Juni 2002 tentang Mekanisme arus dana receipt pasal<br />
IV, angka A.a. yang menyebutkan bahwa seluruh penerimaan di kantor pelayanan UP dan<br />
tingkat dibawahnya secara harian ditransfer otomatis ke unit pelaksana induk atasannya,<br />
maka transfer penerimaan RL pada bank receipt dilakukan dengan otomatis. Selain itu,<br />
berdasarkan Perjanjian Kerjasama Induk diketahui bahwa apabila terjadi keterlambatan<br />
transfer, bank receipt bersedia memberikan ganti rugi dengan rumus = (Nominal transfer x<br />
hari keterlambatan x suku bunga deposito 3 bulan yang berlaku) : 360 hari.<br />
Hal ini mengakibatkan PLN tidak dapat memanfaatkan dana hasil penagihan sesegera<br />
mungkin dan PLN tidak dapat menagih denda atas keterlambatan tersebut, serta PLN tidak<br />
memperoleh bunga jasa giro atas transaksi rekening tersebut.<br />
Hal tersebut terjadi karena pengendalian intern atas arus penerimaan dana pada PLN<br />
Cabang Jambi masih lemah.<br />
PLN menjelaskan bahwa :<br />
a. Pembukaan rekening di BPD dilakukan karena kondisi mendesak yaitu pada saat<br />
pembukaan ranting baru yang waktunya sangat sempit, sedangkan bank lain di Muara<br />
Sabak tidak ada, di Muara Tebo hanya ada BRI Kantor Kas yang menginduk ke Muara<br />
Bungo. PLN akan melakukan pendekatan untuk mengadakan perjanjian seperti bank<br />
receipt lainnya.<br />
b. PLN akan membuat surat teguran KUD-KUD untuk menyetor uang hasil penjualan<br />
rekening listrik sesuai ketentuan dan membuat TUL V-04 (rekening lunas) secara tertib<br />
serta membuat surat tagihan denda kepada masing-masing bank.<br />
BPK – RI menyarankan agar:<br />
a. Setiap payment point diikat dengan perjanjian yang mengatur hak dan kewajiban masingmasing<br />
pihak.<br />
b. PLN Cabang Jambi memberikan teguran kepada KUD yang terlambat menyetorkan hasil<br />
penerimaan rekening ke bank receipt.<br />
82<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
23. Pengendalian angsuran pembayaran rumah dinas yang dijual masih lemah<br />
Penghapusan Aktiva Tetap Tak Bergerak – Rumah Dinas pada PLN Pikitring JBN<br />
tahap I didasarkan pada persetujuan Menteri Negara Pendayagunaan BUMN No. S-74/MI-<br />
PBUMN/1998 tanggal 24 Juli 1998 yang ditindaklanjuti dengan Keputusan Direksi PLN No.<br />
042.K/523/DIR/1999 tanggal 15 Maret 1999 dan Keputusan Direksi No.<br />
045.K/020/DIR/2003 tanggal 17 Pebruari 2003. Penjualan rumah dinas tahap I sebanyak 49<br />
buah rumah dibayar oleh penghuni rumah dinas secara angsuran dengan jangka waktu<br />
selambat-lambatnya 5 tahun atau 60 bulan terhitung sejak perjanjian ditandatangani.<br />
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa waktu dan nilai pembayaran angsuran sewa<br />
beli 17 rumah dinas dengan harga jual sebesar Rp1.030.965.000,00 tidak sesuai dengan<br />
perjanjian. Nilai tunggakan angsuran per 31 Desember 2004 sebesar Rp706.053.000,00<br />
diantaranya tunggakan atas 6 rumah dinas yang tidak pernah dibayar angsurannya sebesar<br />
Rp502.804.000,00. PLN Pikitring JBN baru mengeluarkan peringatan pertama kepada 12<br />
pembeli rumah dinas pada 16 Pebruari 2003. Pembeli yang tidak mendapat peringatan<br />
pertama adalah pembeli yang belum membayar angsuran sama sekali.<br />
Sesuai Pasal 6 Perjanjian Sewa Beli Rumah diatur bahwa apabila pembeli tidak<br />
melunasi angsuran sesuai Pasal 5, maka PLN Pikitring JBN akan memberi peringatan<br />
pertama. Apabila dalam jangka waktu 1 bulan sejak peringatan pertama pembeli tetap belum<br />
melunasi angsuran, maka akan diberikan peringatan kedua demikian seterusnya hingga<br />
apabila telah diberikan peringatan ketiga namun pembeli tetap belum melunasi angsuran,<br />
maka PLN Pikitring JBN berhak memutus Surat Perjanjian ini secara sepihak dan pembeli<br />
harus mengembalikan rumah tersebut dalam keadaan kosong selambat-lambatnya tiga bulan<br />
terhitung sejak tanggal diputuskan Surat Perjanjian.<br />
Hal tersebut mengakibatkan:<br />
a. PLN Pikitring JBN terlambat menerima pendapatan lain-lain yang berasal dari penjualan<br />
rumah dinas sebesar Rp706.053.000,00.<br />
b. Ketidaktegasan PLN Pikitring JBN melakukan peringatan cenderung mempengaruhi<br />
pembeli rumah dinas untuk melalaikan pembayaran angsurannya.<br />
83<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
Hal tersebut terjadi karena Bagian Umum PLN Pikitring JBN tidak sepenuhnya<br />
memperhatikan ketentuan Pasal 6 Perjanjian Jual Beli Rumah dalam hal memberikan<br />
peringatan.<br />
PLN Pikitring JBN menjelaskan akan membuat surat teguran dan penagihan kepada<br />
penunggak.<br />
BPK – RI menyarankan agar PLN Pikitring JBN melaksanakan ketentuan perjanjian<br />
sewa beli rumah dinas secara tegas antara lain dalam melaksanakan ketentuan pemberian<br />
peringatan pertama s.d. ketiga serta pemutusan perjanjian terhadap penunggak.<br />
24. Tindak lanjut Hasil <strong>Pemeriksa</strong>an tahun 2003<br />
Dalam pemeriksaan tahun buku 2003 terdapat 30 (tiga puluh) temuan atas kepatuhan<br />
terhadap peraturan perundang-undangan. Seluruh temuan tersebut telah ditindaklanjuti<br />
dengan status 9 (sembilan) temuan dinyatakan selesai dan sisanya 21 (dua puluh satu) temuan<br />
masih perlu dipantau tindak lanjutnya, yaitu:<br />
a. Terdapat keterlambatan penarikan pinjaman pertama kali atas pinjaman luar negeri<br />
dengan fasilitas kredit ekspor pada proyek GITET Tasikmalaya sehingga PLN dan<br />
Negara dirugikan sebesar EUR98.91 ribu, dan diantaranya terdapat lebih bayar sebesar<br />
EUR12.61 ribu.<br />
Hal ini mengakibatkan kerugian yang ditanggung PLN dan kerugian Negara sebesar<br />
EUR98,909.54 (EUR32,722.86 + EUR66,186.68) atau Rp967.533.120,28 dan diantaranya<br />
lebih bayar biaya komitmen sebesar Rp123.321.538,68.<br />
Hal ini terjadi karena :<br />
1) Kelalaian PLN dalam memenuhi Perjanjian Penerusan Pinjaman berupa kelengkapan<br />
dokumen yang diperlukan untuk penarikan pinjaman pertama kali.<br />
2) Amandemen No.1 tanggal 14 Oktober 2002 atas Loan Agreement tanggal 30 Agustus<br />
2000 antara pihak KfW dengan Republik Indonesia tidak memperhatikan klausul yang<br />
telah disepakati oleh pihak KfW.<br />
3) Koordinasi antara Departemen <strong>Keuangan</strong> Direktorat Jenderal Anggaran dengan PLN<br />
84<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
tidak berjalan sebagai mestinya.<br />
BPK-RI menyarankan agar :<br />
1) PLN memperbaiki klausul biaya komitmen pada perjanjian atas pinjaman Tranche-B.<br />
2) Pimpinan Proyek dan PLN Kantor Pusat memperhatikan kelengkapan dokumen yang<br />
diperlukan untuk penarikan pinjaman pada periode-priode berikutnya agar<br />
keterlambatan penarikan pinjaman tidak terulang lagi dimasa yang akan datang.<br />
Dalam tindak lanjut, PLN menjelaskan bahwa perbaikan klausul tersebut masih<br />
menunggu keputusan mengenai cosmetic rate dan kelebihan bayar tersebut sudah<br />
disepakati dengan Depkeu untuk dikompensasikan dengan pembayaran angsuran pokok<br />
dan bunga.<br />
b. Pengendalian intern atas pembukuan Pembayaran Dimuka masih lemah<br />
Hal ini mengakibatkan posisi saldo Pembayaran Dimuka per 31 Desember 2003<br />
sebesar Rp418.921.470.945,00 belum menggambarkan keadaan senyatanya.<br />
Hal ini disebabkan Dinas Akuntansi Kantor Pusat dan DLK tidak pernah melakukan<br />
rekonsiliasi dan DLK tidak sesegera mungkin menyampaikan dokumen-dokumen<br />
pendukung ke DKP sebagai dasar pencatatan akuntansi.<br />
BPK-RI menyarankan agar DLK dan DKP melakukan rekonsiliasi secara berkala dan<br />
membukukan saldo Pembayaran Dimuka secara tertib dan mutakhir<br />
Dalam tindak lanjut, PLN menjelaskan bahwa DLK dan DKP telah melakukan<br />
rekonsiliasi secara periodik.<br />
c. Pemberian Porsekot Dinas senilai Rp14.010,41 juta tidak sesuai dengan peraturan yang<br />
berlaku.<br />
Kondisi tersebut mengakibatkan penyajian laporan keuangan khususnya laporan laba<br />
rugi tidak menyajikan kondisi biaya yang sebenarnya.<br />
Hal ini disebabkan Dinas <strong>Keuangan</strong> PLN Kantor Pusat (KP) tidak mematuhi<br />
peraturan yang berlaku.<br />
BPK-RI menyarankan agar :<br />
1) PLN melaksanakan prosedur pertanggung jawaban persekot pegawai secara tertib<br />
85<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
sesuai ketentuan yang berlaku.<br />
2) Pemberian persekot kepada pihak ketiga tidak dibukukan dalam akun pinjaman<br />
pegawai, namun agar dipindahkan ke akun biaya dibayar dimuka atau dibiayakan<br />
pada tahun berjalan.<br />
Dalam tindak lanjut, PLN menjelaskan sudah dibuat Nota Dinas kepada pihak –pihak<br />
yang mengambil persekot untuk segera dipertanggungjawabkan dan dalam tahun 2004<br />
jumlah persekot yang telah dipertanggungjawabkan Rp13.892,25 juta dan sisanya sebesar<br />
Rp132,65 juta sudah dipertanggungjawabkan bulan Mei 2005.<br />
d. Terdapat kelebihan pembayaran sebesar US$310.89 ribu kepada konsultan Cleary,<br />
Gottlieb, Steen & Hamilton(CGS&H).<br />
Hal tersebut mengakibatkan PLN salah melakukan pembayaran yang melebihi<br />
kewajibannya kepada CGS&H sebesar USD310,891.41 terdiri atas :<br />
1) Pembayaran yang menjadi kewajiban Departemen <strong>Keuangan</strong> RI sebesar<br />
USD256,242.61<br />
2) Kelebihan pembayaran untuk tagihan Juli s.d. September 2001 sebesar<br />
USD54,648.80.<br />
Hal ini dapat terjadi karena Bagian <strong>Keuangan</strong> PLN KP dan KKRKK kurang cermat<br />
dalam melakukan verifikasi dan pembayaran tagihan dari konsultan CGS&H.<br />
BPK-RI menyarankan agar PLN memperhitungkan kelebihan pembayaran kepada<br />
CGS&H dan mengupayakan penggantiannya kepada Departemen <strong>Keuangan</strong> RI maupun<br />
Pertamina. Untuk selanjutnya KKRKK dan Bagian <strong>Keuangan</strong> PLN lebih cermat dalam<br />
menghitung pembayaran yang menjadi kewajiban PLN.<br />
PLN menindaklanjuti akan mengupayakan penagihannya ke PT Pertamina.<br />
e. Penyajian akun atas Tanah dan Gedung-gedung Batu senilai Rp228.514,31 juta belum<br />
akurat<br />
Hal tersebut mengakibatkan mengakibatkan :<br />
1) Validitas dan akurasi Aktiva Tetap Tanah dan Bangunan senilai<br />
Rp228.514.310.958,00 diragukan.<br />
86<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
2) Aktiva Tetap Bangunan kurang catat sebesar Rp5.132.482.254,00.<br />
Hal-hal di atas disebabkan :<br />
1) Tidak ada koordinasi yang baik antara Akuntansi <strong>Keuangan</strong> KP (DKP) dengan<br />
Bidang Pengelolaan Kantor Pusat dan Fasilitas (PKPF) dalam mendokumentasikan<br />
data Inventarisasi Wisma dan Rumah Dinas.<br />
2) Bidang PKPF tidak menyampaikan informasi kepada Unit Arsip Perusahaan (UAP)<br />
Jl. Wijaya atas pemisahan kepemilikan tanah setiap unit PLN dan Anak Perusahaan.<br />
BPK-RI menyarankan agar PLN berusaha melengkapi data administratif dan<br />
dokumen kepemilikan termasuk sertifikat atas tanah yang dimiliki.<br />
Dalam tindak lanjut, PLN menjelaskan bahwa sudah dilakukan rekonsiliasi antara<br />
DKP dan Sekretaris Perusahaan untuk melengkapi data administratif.<br />
f. Terdapat tunggakan angsuran rumah dinas di PLN Kantor Pusat sebesar Rp3.151,67 juta.<br />
Hal ini mengakibatkan PLN tidak dapat sesegera mungkin memanfaatkan dana hasil<br />
penjualan rumah.<br />
Hal ini disebabkan PLN tidak secara tegas menerapkan sanksi keterlambatan<br />
pembayaran angsuran rumah sebagaimana diatur dalam Surat Perjanjian Sewa Beli<br />
Rumah.<br />
BPK-RI menyarankan agar PLN memberikan surat teguran pertama s.d. ketiga sesuai<br />
jangka waktu keterlambatan dan apabila tetap tidak ada pelunasan setelah terbit teguran<br />
ketiga tersebut agar dipertimbangkan untuk pemutusan kontrak dan meminta kembali<br />
rumah-rumah tersebut sesuai yang ditentukan dalam perjanjian.<br />
Dalam tindak lanjut, PLN menjelaskan telah dibuat surat teguran kepada yang<br />
bersangkutan dan sampai dengan 31 Desember 2004 sudah ada pelunasan sehingga saldo<br />
tunggakan angsuran rumah dinas tinggal sebesar Rp1.777,42 juta.<br />
g. Sistem pengendalian atas arus dokumen (Flow of Document) akuntansi pada PLN KP<br />
masih lemah<br />
Hal-hal tersebut di atas mengakibatkan pencatatan dan pembukuan yang dilakukan<br />
DKP tidak tepat.<br />
87<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
Hal ini disebabkan DKP dan unit-unit kerja lainnya tidak memahami Pedoman Sistem<br />
dan Prosedur Akuntansi Umum PLN.<br />
BPK-RI menyarankan agar semua unit kerja PLN mematuhi pedoman sistem dan<br />
prosedur akuntansi umum dan melakukan pemantauan arus dokumen, pengiriman,<br />
penerimaan, dan pencatatannya.<br />
Dalam tindak lanjut, PLN menjelaskan bahwa sedang dilakukan usaha untuk<br />
mengatasi masalah tersebut melalui sistem terpadu (on line).<br />
h. Pengendalian intern atas fisik dan administrasi dana perusahaan khususnya Bank Receipt<br />
PLN KP (BR KP)lemah<br />
Hal tersebut mengakibatkan:<br />
1) Membuka peluang praktek yang tidak sehat berupa pengalihan dana ke rekening pihak<br />
lain sebelum ditransfer ke rekening BR KP.<br />
2) Saldo BR KP tidak mencerminkan keadaan sebenarnya (terlalu tinggi).<br />
3) Perusahaan kehilangan kesempatan menggunakan dana sebesar Rp40.242.453.163,00<br />
dan kesempatan memperoleh pendapatan bunga sebesar Rp72.162.923,15 (asumsi<br />
suku bunga 6% per tahun).<br />
Hal tersebut disebabkan:<br />
1) Pengendalian intern atas fisik dan administrasi dana perusahaan khususnya BR KP<br />
lemah.<br />
2) Pencatatan penerimaan dalam akun BR tidak berdasarkan penerimaan uang dari R/K<br />
atau nota dari bank.<br />
3) KP tidak melakukan tindak lanjut atas selisih hasil rekonsiliasi.<br />
BPK-RI menyarankan agar :<br />
1) Meningkatkan pengendalian intern atas fisik dan administrasi dana perusahaan<br />
khususnya BR KP antara lain dengan menindaklanjuti keberadaan uang selama selang<br />
waktu antara LKU dengan pengiriman uang dan mengirimkan hasilnya ke BPK-RI.<br />
2) Mencatat penerimaan kiriman uang harus berdasarkan bukti setor bank yang<br />
dilampirkan dalam LKU<br />
88<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
3) Mencari pihak yang bertanggung jawab apabila terjadi pengalihan dana ke rekening<br />
pihak lain dan memberi sanksi pihak terkait sesuai ketentuan yang berlaku.<br />
Dalam tindak lanjut, PLN telah melakukan desentralisasi wewenang serta<br />
pengamanan pendapatan melalui program SIP3 (revenue protection), CIS dan Kontrol<br />
harian.<br />
i. Pengendalian atas pembukuan aktiva masih lemah.<br />
Hal tersebut mengakibatkan nilai aktiva dalam LK tidak mencerminkan keadaan yang<br />
sebenarnya.<br />
Hal ini disebabkan kurangnya pengendalian intern perusahaan terhadap pengelolaan<br />
AT sesuai ketentuan yang berlaku antara lain kurangnya koordinasi antar unit yang terkait<br />
dalam pengelolaan AT.<br />
BPK-RI menyarankan agar PLN meningkatkan pengendalian atas AT dan<br />
melaksanakan ketentuan yang berlaku secara menyeluruh.<br />
PLN menjelaskan bahwa tindak lanjut yang telah dilaksanakan:<br />
- Disbali<br />
Pemakaian kembali aset yang disetujui untuk dihapuskan telah diadministrasikan sesuai<br />
peraturan yang berlaku<br />
- Disjaya<br />
Aktiva tanah dan bangunan telah dirinci fisiknya dan lokasinya oleh Tim Inventarisasi<br />
Aktiva Tetap.<br />
Penelitian/penelusuran sebagian aset/rumah dinas yang sudah lunas/masih mencicil<br />
sedang dilakukan.<br />
- P3B<br />
Aktiva tersebut dari Pikitring JBN yang belum dinotabukukan ke P3B. P3B telah<br />
mengirimkan surat permintaan pemindahbukuan atas aset dimaksud ke Pikitring JBN<br />
- Disjatim<br />
Point (e) dan (f) telah dilakukan koreksi.<br />
- Disjabar<br />
89<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
Nilai aktiva tersebut senilai Rp200.098.000 (Rp194.400.000+Rp5.698.000) telah dicatat<br />
tahun 2004.<br />
j. Terdapat pencatatan dan revaluasi ganda aset dengan harga perolehan Rp4.885,05 juta<br />
Hal tersebut mengakibatkan kepemilikan tanah seluas 2.398.661 m2 yang berada<br />
dibawah penguasaan PLN lemah dari segi hukum serta berisiko dapat menimbulkan<br />
persengketaan dengan pihak ketiga.<br />
Hal ini terjadi disebabkan PLN belum optimal dalam melakukan pengurusan sertifikat<br />
tanah sehubungan terbatasnya anggaran.<br />
BPK-RI menyarankan agar PLN melakukan inventarisasi dan memeriksa kembali<br />
hasil revaluasi aset yang mengalami mutasi dalam tahun 2002 serta melakukan koreksi<br />
nilai AT, ATTB dan beban penyusutan tahun 2002.<br />
Dalam tindak lanjut, PLN menjelaskan bahwa duplikasi tersebut telah dikoreksi tahun<br />
2003.<br />
k. Terdapat Aktiva Tetap senilai Rp86.292,89 juta yang belum memberikan manfaat bagi<br />
PLN.<br />
Hal ini mengakibatkan PLN kehilangan kesempatan untuk memperoleh pendapatan<br />
dan aktiva senilai Rp86.292.893.569,00 membebani perusahaan tanpa memberikan<br />
manfaat bagi perusahaan.<br />
Hal ini disebabkan pembangunan GI kurang direncanakan dengan baik.<br />
BPK-RI menyarankan agar PLN mengoptimalkan pemanfaatan komponen-komponen<br />
pendukung penghantar GI yang telah terpasang dan berkoordinasi dengan unit bisnis<br />
terkait untuk membuat perencanaan untuk meningkatkan kapasitas operasi.<br />
Dalam tindak lanjut, PLN menjelaskan bahwa Aktiva Tetap tersebut tidak masuk<br />
dalam kategori Aktiva belum dimanfaatkan (ATBM), akan tetapi merupakan sarana untuk<br />
extension.<br />
l. Akiva Tetap tanah belum didukung dengan bukti kepemilikan yang memadai<br />
Hal ini mengakibatkan kepemilikan tanah seluas 2.398.661 m 2 yang berada di bawah<br />
penguasaan PLN lemah dari segi hukum serta berisiko dapat menimbulkan persengketaan<br />
90<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
dengan pihak ketiga.<br />
Hal ini terjadi disebabkan PLN belum optimal dalam melakukan pengurusan sertifikat<br />
tanah sehubungan terbatasnya anggaran.<br />
BPK-RI menyarankan agar PLN menyediakan anggaran yang cukup untuk melakukan<br />
proses sertifikasi terhadap tanah yang belum memiliki sertifikat hak tanah.<br />
Dalam tindak lanjut, PLN menjelaskan secara bertahap sudah memproses sesuai<br />
anggaran yang tersedia tahun 2004 sebesar Rp5.276.703.100,00 untuk 2 GI dan 38 SPK<br />
untuk 471 persil. Anggaran tahun 2005 sebesar Rp5.546.263.000,00 untuk 459 persil dan<br />
312 tower serta 1 lot.<br />
m. Pekerjaan Dalam Pelaksanaan (PDP) Pikitring JBN tidak mencerminkan keadaan yang<br />
sebenarnya yaitu terlalu tinggi sebesar Rp814.754,05 juta.<br />
Hal tersebut mengakibatkan:<br />
1) LK tahun 2003 tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya, yaitu PDP disajikan<br />
terlalu tinggi dan AT terlalu rendah<br />
2) Pendapatan atas aktiva PDP konstruksi yang telah dioperasikan telah diakui<br />
sedangkan biaya penyusutan belum dibebankan sesuai dengan statusnya sebagai PDP,<br />
sehingga biaya penyusutan terlalu rendah.<br />
Hal tersebut terjadi karena konstruksi kurang direncanakan dengan baik dan Pikitring<br />
belum sepenuhnya melaksanakan ketentuan yang berlaku yaitu untuk segera<br />
menyelesaikan beberapa pending item dan menerbitkan STP.<br />
BPK-RI menyarankan agar PLN membuat perencanaan yang lebih baik dan<br />
melaksanakan sepenuhnya ketentuan yang berlaku untuk segera mengiventarisir/<br />
menyelesaikan pending item PDP tersebut, kemudian membuatkan STP serta<br />
memindahbukukannya menjadi AT.<br />
Dalam tindak lanjut, PLN menjelaskan bahwa dari nilai PDP termaksud di atas<br />
menjadi Aktiva Tetap Rp681.305.806.804,- sedang sisanya sebesar Rp133.448.240.918,masih<br />
dalam proses Serah Terima Proyek.<br />
n. Pengendalian atas penerimaan penjualan tenaga listrik melalui Bank Receipt (BR) pada<br />
91<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
PLN masih lemah.<br />
Hal tersebut mengakibatkan PLN tidak dapat segera memanfaatkan pendapatan<br />
penjualan tenaga listrik untuk kegiatan operasi perusahaan.<br />
Hal tersebut terjadi karena pengawasan dari Bagian <strong>Keuangan</strong> dan Bagian Penagihan<br />
PLN terhadap PP maupun BR belum optimal dan pengenaan sanksi keterlambatan BR<br />
belum dilakukan secara tegas, serta dalam surat perjanjian antara PLN S2JB Cabang<br />
Palembang dengan Bank BNI 46 Cabang Musi tidak tercantum pasal mengenai denda<br />
keterlambatan.<br />
BPK-RI menyarankan agar PLN membuat surat teguran dan mengenakan<br />
denda/sanksi keterlambatan serta meningkatkan pengawasan BR dan PP.<br />
Dalam tindak lanjut, PLN menjelaskan bahwa PLN sudah membuat surat teguran dan<br />
mengenakan denda/sanksi keterlambatan serta meningkatkan pengawasan BR dan PP.<br />
o. Terdapat beberapa pelanggan besar (golongan tarif I – 3 dan I – 4) yang belum membayar<br />
biaya keterlambatan atas pembayaran rekening listrik sebesar Rp9.699,07 juta.<br />
Hal tersebut mengakibatkan PLN belum dapat memanfaatkan pendapatan sebesar<br />
Rp9.699.069.789,25 untuk operasi perusahaan dan pelanggan tersebut cenderung untuk<br />
melakukan pembayaran rekening listrik tidak tepat waktu.<br />
Hal tersebut terjadi karena tidak adanya itikad baik dari PT Semen Bosowa, PT Surya<br />
Kertas, dan PT Bumitirto Sumberkoyo untuk segera membayar BK tersebut serta tidak<br />
adanya sanksi yang tegas dari PLN terhadap pelanggan yang tidak membayar BK.<br />
BPK-RI menyarankan agar PLN menambahkan klausul dalam Surat Keputusan<br />
Direksi mengenai TUL yang mengatur sanksi dan denda keterlambatan pembayaran BK<br />
dan selanjutnya membuat amandemen Surat Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik dengan<br />
pelanggan besar yang menunggak BK.<br />
Dalam tindak lanjut, PLN menjelaskan sebagai berikut:<br />
1) PT Semen Bosowa telah mengakui adanya biaya keterlambatan dan masih dalam<br />
proses penagihan.<br />
2) PT Surya Kertas telah melakukan pembayaran biaya keterlambatan sebesar Rp13,64<br />
92<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
juta.<br />
3) PT Bumitirto telah melakukan pembayaran biaya keterlambatan sebesar Rp39,80 juta.<br />
p. Pengendalian atas pencatatan Biaya Penyambungan (BP) dan Uang Jaminan Langganan<br />
(UJL) masih lemah.<br />
Hal tersebut mengakibatkan pembukuan saldo BP dan UJL belum sepenuhnya sesuai<br />
dengan kenyataannya.<br />
Selisih pencatatan BP dan UMTL/UJL tersebut terjadi karena:<br />
1) Pengendalian atas pencatatan BP dan UJL masih lemah.<br />
2) Rekonsiliasi bulanan belum tertib dilakukan.<br />
3) Hasil rekonsiliasi tidak segera ditindaklanjuti kedalam koreksi<br />
BPK-RI menyarankan agar PLN meningkatkan pengendalian atas pencatatan BP dan<br />
UJL, menertibkan pelaksanaan rekonsiliasi bulanan serta menindaklanjuti hasil<br />
rekonsiliasi.<br />
Dalam tindak lanjut, PLN menjelaskan bahwa telah dilakukan rekonsiliasi mutasi BP<br />
dan UJL secara periodik.<br />
q. Sistem TUL dan pengamanan pendapatan belum berjalan sesuai ketentuan sehingga PLN<br />
Wilayah Sumut tidak dapat menggunakan dana yang kurang disetor sebesar Rp1.054,11<br />
juta.<br />
Hal tersebut mengakibatkan PLN Sumut tidak dapat menggunakan dana yang kurang<br />
disetor sebesar Rp1,054,105,587.<br />
Hal tersebut terjadi karena Bagian Penagihan, Administrasi Pelanggan, Akuntansi,<br />
dan <strong>Keuangan</strong> belum sepenuhnya melaksanakan rekonsiliasi bulanan antara TUL IV-04,<br />
V-02, dan data pada Bagian Akuntansi serta belum melaksanakan opname fisik piutang<br />
pelanggan sesuai dengan ketentuan<br />
BPK-RI menyarankan agar seluruh Cabang/Rayon/Ranting pada PLN Sumut segera<br />
kembali menerapkan Sistem TUL secara benar dan ketekoran rekening listrik agar segera<br />
diselesaikan.<br />
Dalam tindak lanjut, PLN menjelaskan secara umum TUL masih menggunakan<br />
93<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
konvensional/manual. Hal ini menjadi penyebab kurang lancarnya pelaksanaan opname<br />
phisik bulanan. Untuk ke depan mulai tahun 2005 diprogramkan data elektronik untuk<br />
menuju on line. Penyelesaian ketekoran rekening sebesar Rp1.054.105.587,00 masih<br />
dalam proses.<br />
r. Pengelolaan barang-barang berupa material PDP dan barang-barang yang termasuk<br />
ATTB di beberapa Gudang Pikitring JBN kurang memadai.<br />
Hal tersebut mengakibatkan material PDP, ATTB, maupun barang-barang yang sudah<br />
dihapuskan yang ada di gudang setiap saat sulit untuk diketahui dan diidentifikasi.<br />
Hal ini terjadi karena keterbatasan kuantitas maupun kualitas sumber daya manusia<br />
yang ditugaskan di gudang.<br />
BPK-RI menyarankan agar PLN meningkatkan kuantitas dan kualitas SDM yang<br />
ditugaskan di gudang.<br />
Dalam tindak lanjut, PLN menjelaskan bahwa sudah dilakukan pemutakhiran TUG-2<br />
dan layout penempatan material PDP/ATTB/Barang sudah dihapuskan serta diadakan<br />
penambahan jumlah petugas gudang secara out sourcing<br />
s. PLN Disjaya tidak melakukan penyesuaian piutang pada saat pengenaan tagihan susulan<br />
Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL) sehingga pendapatan kurang catat sebesar<br />
Rp8.312,13 juta.<br />
Hal ini mengakibatkan pendapatan dalam LK PLN terlalu rendah sebesar<br />
Rp8.312.131.368 ,00.<br />
Hal tersebut disebabkan Bagian Akuntansi AP belum sepenuhnya melakukan<br />
pembukuan tagihan susulan sesuai pedoman yang ditetapkan.<br />
BPK-RI menyarankan agar PLN melakukan pembukuan tagihan susulan sesuai<br />
pedoman yang ditetapkan.<br />
Dalam tindak lanjut, PLN menjelaskan bahwa penyesuaian piutang atas pengenaan<br />
tagihan susulan Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL) telah dilakukan sesuai<br />
jurnal koreksi/adjusment dari PLN Pusat terhadap Laporan <strong>Keuangan</strong> tahun 2003<br />
berdasarkan surat Deputy Direktur Akuntansi Kantor Pusat No.<br />
94<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
01670/093/DD.AKT/2004 tanggal 04 Juni 2004 perihal Penyesuaian Laporan <strong>Keuangan</strong><br />
Konsolidasi (Audited) 2003 Buku Besar dan Jurnal Penyesuaian untuk selanjutnya Area<br />
Pelayanan akan diingatkan kembali untuk dilakukan perhitungan penyesuaian Piutang<br />
P2TL pada saat pengenaan tagihan susulan tersebut secara accrued sesuai surat MBKEU<br />
No. 2698/545/D.IV/2003 tanggal 12 Desember 2003 perihal Perlakuan Akuntansi<br />
Tagihan Susulan P2TL.<br />
t. PLN belum sepenuhnya melaksanakan keputusan direksi tentang sanksi pemutusan<br />
sementara ataupun pemutusan rampung<br />
Hal ini mengakibatkan PLN tidak dapat memanfaatkan dana atas tunggakan piutang<br />
dari pelanggan.<br />
Hal tersebut terjadi disebabkan PLN belum sepenuhnya melaksanakan Keputusan<br />
Direksi PLN tentang sanksi pemutusan sementara ataupun pemutusan rampung.<br />
BPK-RI menyarankan agar PLN melaksanakan sepenuhnya Keputusan Direksi PLN<br />
tentang sanksi pemutusan sementara ataupun pemutusan rampung.<br />
Dalam tindak lanjut, PLN menjelaskan bahwa telah dilakukan kontrak dengan pihak<br />
ketiga untuk pemutusan rampung dan hasilnya terjadi penurunan saldo piutang contoh:<br />
- S2JB dari Rp5,496 M turun menjadi Rp253 Juta<br />
- Distr. Jabar dari Rp60 M turun menjadi Rp29M<br />
- Disbali : telah membongkar kecuali 33 pelanggan karena telah melunasi tunggakan<br />
rekening listrik.<br />
- Disjaya : pemutusan dengan diprioritaskan untuk pelanggan dengan tunggakan besar<br />
dan dilaksanakan oleh mitra kerja termasuk sosialisasi ke pelanggan tentang<br />
ketertiban pembayaran reklis.<br />
- Disjateng : Telah dibentuk Tim Penegakan Tunggakan dan dilakukan kontrak<br />
pemutusan dengan pihak ketiga.<br />
- Disjatim : tahun 2004 tunggakan telah mencapai Rp14,4 milyar. Beberapa APJ<br />
tunggakan mencakai nihil.<br />
u. Harga satuan dari Harga Perhitungan Sendiri (HPS) kontrak sewa peralatan komunikasi<br />
95<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
dan komputer masih memperhitungkan Pajak Penghasilan (PPh) rekanan.<br />
Atas hal tersebut diperkirakan timbul ketidakhematan sebesar Rp411.725.060,00.<br />
Hal ini disebabkan panitia pengadaan tidak mentaati ketentuan HPS yang diatur dalam<br />
SK Direksi.<br />
BPK-RI menyarankan agar panitia pengadaan mentaati ketentuan HPS yang diatur<br />
dalam SK Direksi.<br />
PLN menjelaskan bahwa Disjatim telah menerbitkan surat teguran kepada panitia<br />
yang terkait.<br />
25. Tindak lanjut Hasil <strong>Pemeriksa</strong>an tahun 2002<br />
Dalam pemeriksaan tahun buku 2002 terdapat 16 (enam belas) temuan atas kepatuhan<br />
terhadap peraturan perundang-undangan. Seluruh temuan tersebut telah ditindaklanjuti pada<br />
tahun 2003 dengan status 9 (sembilan) temuan dinyatakan selesai dan sisanya 7 (tujuh)<br />
temuan masih perlu dipantau tindak lanjutnya. Dari 7 (tujuh) temuan tersebut telah<br />
ditindaklanjuti tahun 2004 dengan status 1 (satu) temuan dinyatakan selesai dan sisanya 6<br />
(enam) temuan masih perlu dipantau tindak lanjutnya, yaitu:<br />
a. Terdapat aktiva yang telah dimanfaatkan tetapi masih dibukukan pada akun Aktiva Tetap<br />
Belum Dimanfaatkan pada PLN Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan Jawa-Bali dan<br />
Nusa Tenggara sebesar Rp2.475.081,63 juta.<br />
Hal ini mengakibatkan penyajian akun Aktiva Tetap Belum Dimanfaatkan (ATBM)<br />
pada Laporan <strong>Keuangan</strong> PLN Pikitring JBN tidak sesuai dengan keadaan yang<br />
sebenarnya.<br />
Hal ini terjadi disebabkan PLN Pikitring JBN mengeluarkan Berita Acara Serah<br />
Terima Operasi (BA STOP) dan tidak segera diikuti dengan penerbitan Berita Acara<br />
Serah Terima Proyek (BA STP).<br />
BPK-RI menyarankan agar segera melakukan pemindahbukuan ATBM tersebut<br />
menjadi Aktiva Tetap.<br />
Dalam tindak lanjut, PLN menjelaskan bahwa dari nilai tersebut telah di-STP-kan<br />
96<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
sebesar Rp2.426.247,12 juta dan sisanya belum di-STP-kan sebesar Rp48.834,51 juta.<br />
b. Penggunaan Program Focus atas Persediaan Material dan Pekerjaan Dalam Pelaksanaan<br />
(PDP) Material di PLN Disjaya masih perlu disempurnakan<br />
Hal ini mengakibatkan penyajian akun Selisih Harga Material sebagai<br />
Pendapatan/Beban Diluar Usaha, akun Persediaan, akun PDP Material, PDP Konstruksi,<br />
dan Biaya Pemeliharaan (pemakaian material), dan akun Aktiva Tetap yang terkait<br />
dengan PDP Konstruksi yang telah selesai dan dipindahkan ke akun Aktiva Tetap kurang<br />
akurat.<br />
Hal ini terjadi disebabkan ketidak layakan Program Focus dalam mendukung<br />
pencatatan Bidang Akuntansi atas transaksi material baik material pemeliharaan dan<br />
material untuk PDP.<br />
BPK-RI menyarankan agar penilaian mutasi atas persediaan dan PDP material<br />
disesuaikan dengan peraturan yang berlaku dan dilakukan penyempurnaan perangkat<br />
lunak persediaan dan PDP Material secepat mungkin.<br />
Dalam tindak lanjut PLN menjelaskan bahwa program focus hanya mengenal<br />
penilaian harga rata – rata tertimbang yang seharusnya berlaku khusus untuk material<br />
pemeliharaan, sedangkan material PDP menggunakan nilai harga perolehan maka saat ini<br />
telah dilakukan pengembangan/perubahan program menjadi SIMAT ( Sistem Informasi<br />
Material) dan mulai Januari 2005 telah diaplikasikan.<br />
c. Sebagian pembayaran atas penerimaan BBM PLN Kitlursu oleh PLN Kantor Pusat tidak<br />
didasarkan rekonsiliasi.<br />
Hal ini mengakibatkan pembayaran oleh PLN KP kepada Pertamina belum akurat.<br />
Hal ini terjadi karena perincian Tagihan Pusat dari Pertamina sebagai data<br />
pembanding belum diterima.<br />
BPK – RI menyarankan agar PLN segera dan selalu berkoordinasi dengan pihak<br />
Pertamina untuk melakukan rekonsiliasi secara tepat waktu. Telah dilakukan rekonsiliasi<br />
dengan Pertamina.<br />
d. PLN Unit Bisnis Distribusi Jaya dan Tangerang dan Area Pelayanan Surabaya Utara dan<br />
97<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
Selatan tidak melakukan penyesuaian Uang Jaminan Langganan pada saat pengenaan<br />
Tagihan Susulan Program Penertiban Tenaga Listrik.<br />
Hal ini mengakibatkan kehilangan kesempatan untuk memperoleh pendapatan<br />
sekurang-kurangnya sebesar Rp1.229.876.900,00 di UP Cikokol dan UP Menteng dan<br />
sebesar Rp46.007.100,00 di APSBU dan APSBS.<br />
Hal ini terjadi disebabkan:<br />
1) PLN UP Cikokol dan UP Menteng<br />
Prosedur Tetap (SOP) P2TL yang disahkan oleh Manager Bidang Operasi dan<br />
Pelayanan Gangguan PLN Disjaya No.OPS 001 tanggal 25 Pebruari 2002 butir<br />
VI.6.6.2 menentukan bahwa UJL tidak diperhitungkan/ditagihkan dalam menghitung<br />
Tagihan Susulan.<br />
2) PLN APSBU dan APSBS<br />
Ketentuan yang berlaku ( Keputusan Direksi PLN No.256.3.K/010/DIR/2001 tanggal<br />
31 Desember 2001 Pasal 6 ayat 2) belum ditaati.<br />
BPK-RI menyarankan agar penerbitan Prosedur Tetap mengacu pada kebijakan<br />
Direksi dan kekurangan penyesuaian UJL agar ditagih kepada pelanggan.<br />
Dalam tindak lanjut PLN menjelaskan bahwa guna memperlancar penyelesaian<br />
tagihan susulan atas pelanggan yang terkena P2TL, PLN belum/tidak menambahkan<br />
penyesuaian UJL. Penyesuaian UJL ditagihkan setelah pelanggan melunasi tagihan<br />
susulan (surat No.822/10/D/IV/2003 tanggal 23 Oktober 2003).<br />
e. PLN Unit Bisnis Distribusi Jaya dan Tangerang belum sepenuhnya melaksanakan<br />
Keputusan Direksi PLN tentang sanksi Pemutusan Sementara ataupun Pemutusan<br />
Rampung<br />
Hal ini mengakibatkan PLN tidak dapat memanfaatkan dana sebesar<br />
Rp9.322.955.383,00 dan Rp10.114.428.490,00.<br />
Hal ini terjadi disebabkan PLN UP Cikokol dan UP Menteng belum sepenuhnya<br />
melaksanakan Keputusan Direksi PLN tentang sanksi pemutusan sementara ataupun<br />
pemutusan rampung.<br />
98<br />
BPK-RI/AUDITAMA V
BPK-RI menyarankan agar pengenaan sanksi kepada pelanggan yang menunggak<br />
dilakukan secara lebih intensif sesuai dengan ketentuan yang berlaku.<br />
Dalam tindak lanjut PLN menjelaskan bahwa pelaksanaan pekerjaan pemutusan<br />
sementara dan pemutusan rampung sudah di outsourcing.<br />
f. Penyelesaian kontrak pada masa jaminan pemeliharaan berlarut – larut sehingga hutang<br />
kepada rekanan sebesar Rp14.183,97 juta tidak jelas penyelesaian.<br />
Hal ini mengakibatkan penyelesaian hutang kepada rekanan menjadi berlarut-larut<br />
dan tidak jelas penyelesaiannya.<br />
Hal ini terjadi disebabkan status penyelesaian kontrak tersebut tidak jelas.<br />
BPK-RI menyarankan agar Direksi PLN segera mengambil kebijakan penyelesaian<br />
atas proyek tersebut sehingga status hutang kepada pihak ketiga menjadi jelas.<br />
Dalam tindak lanjut, PLN menjelaskan bahwa tindak lanjut penyelesaian kontrak ini<br />
masih menunggu hasil keputusan dari Mahkamah Agung. Pada tingkat pengadilan negeri<br />
PLN dinyatakan kalah dan pada tingkat pengadilan tinggi PLN dinyatakan menang.<br />
99<br />
BPK-RI/AUDITAMA V