08.06.2013 Views

Pembuatan Jalan Berdampak Rendah.pdf

Pembuatan Jalan Berdampak Rendah.pdf

Pembuatan Jalan Berdampak Rendah.pdf

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

PERENCANAAN, LOKASI, SURVEI,<br />

KONSTRUKSI DAN PEMELIHARAAN<br />

UNTUK PEMBUATAN JALAN LOGGING<br />

BERDAMPAK RENDAH<br />

Mei, 2006<br />

Ministry of Forestry


BUKU KEEMPAT DARI RANGKAIAN PEDOMAN TEKNIS<br />

PROJECT ITTO PD 110/01 REV.4 (I) :<br />

“PROGRAM UNTUK MEMFASILITASI DAN MEMPROMOSIKAN<br />

PELAKSANAAN REDUCED IMPACT LOGGING DI INDONESIA DAN<br />

WILAYAH ASIA PACIFIC”<br />

PERENCANAAN, LOKASI, SURVEI,<br />

KONSTRUKSI DAN PEMELIHARAAN<br />

UNTUK PEMBUATAN JALAN LOGGING<br />

BERDAMPAK RENDAH<br />

Badan Pelaksanaan :<br />

Pusat Pendidikan dan Pelatihan<br />

Departmen Kehutanan, Republik Indonesia<br />

Jl. Gunung Batu, P.O. Box. 141<br />

Bogor 16610, Indonesia<br />

Phone : (0251) 312841 / 313622 / 337742<br />

Fax : (0251) 323565<br />

E-mail : dikhutan@telkom.net<br />

Bogor, Mei 2006


TROPICAL FOREST FOUNDATION<br />

Manggala Wanabakti Build., Block IV, Floor 7, Wing B<br />

Jl. Jend. Gatot Subroto, Jakarta 10270, Indonesia<br />

Telephone: (62-21) 573 5589, Fax. (62-21) 5790 2925<br />

E-mail : tff@cn.net.id<br />

http://www.tff-indonesia.org<br />

ISBN : 979-97847-0-0<br />

Publikasi ini ditujukan untuk penggunaan dan distribusi secara luas.<br />

Seluruh bagian dari dokumen ini dapat direproduksi untuk tujuan<br />

peningkatan penerapan praktek-praktek kehutanan dengan menyebutkan<br />

Tropical Forest Foundation sebagai sumber. Salinan dalam bentuk digital<br />

dari manual ini dapat diperoleh di Tropical Forest Foundation dengan<br />

membayar biaya penggantian duplikasi dan pengiriman.


P E R E N C A N A A N , L O K A S I , S U R V E I ,<br />

K O N S T R U K S I D A N P E M E L I H A R A A N<br />

U N T U K P E M B U ATA N J A L A N L O G G I N G<br />

B E R D A M PA K R E N D A H<br />

Penulis :<br />

Art Klassen<br />

Editor :<br />

Hasbillah<br />

Layout :<br />

Mario Ekaroza<br />

Mei, 2006<br />

Proyek ITTO PD 110 / 01 Rev. 4 (I)<br />

TROPICAL<br />

FOREST<br />

FOUNDATION<br />

Departemen Kehutanan<br />

REPUBLIK INDONESIA


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Kata Pengantar<br />

Buku ini merupakan yang keempat<br />

dari satu seri buku yang bertujuan<br />

memberi pedoman teknis yang<br />

jelas tentang penerapan strategi<br />

pengelolaan dengan menggunakan<br />

sistem pembalakan yang berdampak<br />

rendah (RIL) di hutan-hutan dipterocarp<br />

yang berlokasi di dataran rendah dan<br />

dataran tinggi di Indonesia.<br />

Secara teknis, buku petunjuk tentang<br />

“Perencanaan, Lokasi, Survei,<br />

Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

Bagi <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging<br />

<strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong>” (Planning,<br />

Location, Survey, Construction &<br />

Maintenance for Low-Impact Forest<br />

Roads), memang bukan merupakan<br />

bagian dari pertimbangan<br />

perencanaan serta operasional<br />

dari kegiatan pembalakan. Namun<br />

demikian mengingat besarnya<br />

dampak pembangunan jalan<br />

terhadap bentang alam hutan<br />

dan pada nilai-nilai yang<br />

berkaitan dengan hutan,<br />

konsep tentang pembangunan<br />

jalan yang berdampak rendah<br />

merupakan elemen yang<br />

penting guna meningkatkan<br />

kinerja unit pengelolaan<br />

hutan tropis.<br />

Manual ini “berdiri sendiri”<br />

dan diawali dengan pembahasan<br />

tentang factor-faktor yang<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Kata Pengantar<br />

i


Kata Pengantar<br />

ii Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

menimbulkan dampak yang sangat besar pada jalan raya hutan.<br />

Setelah itu, buku petunjuk ini akan membahas tentang tahaptahap<br />

dari rencana pembangunan jalan, lokasi, konstruksi dan<br />

memberi petunjuk sederhana tentang cara mengurangi dampak<br />

dari factor-faktor ini sehingga dapat memperoleh jaringan jalan<br />

di hutan yang berdampak rendah.<br />

Beberapa buku petunjuk yang telah diterbitkan sebelum ini antara<br />

lain:<br />

1. “Prosedur Survei Topografi Hutan dan Pemetaan Pohon”.<br />

Dalam buku petunjuk pertama ini diberikan langkah-langkah<br />

prosedur mengumpulkan data inventarisasi serta kontur<br />

sehingga mampu membuat peta posisi pohon dan kontur yang<br />

dibutuhkan dalam perencanaan operasional.<br />

2. “Pertimbangan dalam Merencanakan Pembalakan<br />

<strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong>”. Buku petunjuk ini menjajagi berbagai<br />

pertimbangan serta standar yang perlu dipertimbangkan saat<br />

membuat rencana kegiatan pembalakan berdasarkan sistem<br />

RIL, Buku petunjuk ini memberi pembaca langkah-langkah<br />

yang diperlukan untuk mempersiapkan rencana pembalakan<br />

yang khas di satu lokasi.<br />

3. “Pertimbangan Operasional untuk Pembalakan<br />

<strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong>”. Buku petunjuk ini menjelaskan seluruh<br />

kegiatan operasional mulai dari pembukaan hutan, penebangan,<br />

bucking termasuk proses penyaradan hingga menon-aktifkan<br />

jalan sarad. Suatu bagian khusus tentang pemanfaatan akan<br />

memusatkan perhatian pada isu limbah pembalakan: penyebab<br />

dan saran untuk mengatasinya.<br />

Buku pedoman ini disusun oleh Tropical Forest Foundation<br />

(TFF) dengan dana hibah dari the International Tropical Timber<br />

Organization (ITTO). Badan pelaksana dana hibah ini adalah Pusa<br />

Pendidikan dan Pelatihan (PUSDIKLAT) Departemen Kehutanan<br />

RI, dimana pelaksanaan kegiatan dilakukan oleh TFF bekerja<br />

sama dengan PUSDIKLAT.<br />

Kritik dan saran untuk perbaikan sangat ditunggu. Mohon kirim<br />

saran serta pendapat Anda ke:<br />

The Regional Director<br />

Tropical Forest Foundation


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Manggala Wanabakti, Blk.IV, Lt. 7, Wing ‘B’<br />

Jl. Jend. Gatot Subroto, Senayan, Jakarta 10270, Indonesia<br />

Tel. (+021) 5735589<br />

Fax. (+021) 57902925<br />

E-mail: tff@cbn.net.id<br />

Selama persediaan masih ada, hanya dengan mengajukan<br />

permohonan, buku-buku petunjuk ini dapat diperoleh tanpa biaya.<br />

Buku petunjuk ini juga tersedia dalam bentuk fi le PDF yang dapat<br />

didownload melalui website TFF: www.tff-indonesia.org.<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Kata Pengantar<br />

iii


Daftar Isi<br />

iv Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Daftar Isi<br />

Kata Pengantar ............................................................................................................. i<br />

Daftar Isi ............................................................................................................. iv<br />

Daftar Gambar ........................................................................................................... vi<br />

Daftar Tabel ............................................................................................................ vii<br />

Daftar Foto ........................................................................................................... viii<br />

Prakata ...............................................................................................................1<br />

BAB I - Pendahuluan ...............................................................................................3<br />

1.1 Tujuan Buku Petunjuk ........................................................................................3<br />

1.2 Keterbatasan .......................................................................................................4<br />

1.3 Defi nisi dari berbagai istilah ..............................................................................4<br />

1.4 Konteks Pengaturan ............................................................................................9<br />

1.5 Beberapa factor yang berpengaruh pada dampak yang berlebihan ................10<br />

BAB II - Perencanaan .............................................................................................17<br />

2.1 Strategis Perencanaan ......................................................................................17<br />

2.2 Perencanaan jalan dan area pembalakan. .........................................................20<br />

2.3 Pertimbangan yang Mendasar ..........................................................................21<br />

BAB III - Penandaan Lokasi .................................................................................27<br />

3.1 Peninjauan Area ................................................................................................27<br />

3.2 Membangun Jalur Pembukaan ..........................................................................27<br />

3.3 Penandaan Lokasi Terakhir .............................................................................29<br />

BAB IV - Survei dan Disain ................................................................................30<br />

4.1 Mengapa Melakukan Survey Lokasi <strong>Jalan</strong> .......................................................30<br />

4.2 Prosedur Survey dan Pengumpulan Data .........................................................30<br />

4.3 Rancangan dan Pemrosesan Data .....................................................................34<br />

BAB V - Konstruksi <strong>Jalan</strong> ...................................................................................43<br />

5.1 Hubungan antara bagian perencanaan dan operasional ...................................43<br />

5.2 Pemahaman Biaya ............................................................................................ 44<br />

5.3 <strong>Pembuatan</strong> badan jalan dasar – mendorong atau menggali ..............................45<br />

5.4 Pemadatan dan meratakan permukaan .............................................................48<br />

5.5 Struktur saluran air (drainage) .........................................................................49


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

5.6 Stabilisasi sisi jalan ...........................................................................................58<br />

BAB VI - Pemeliharaan dan Deaktivasi ............................................................62<br />

6.1 Pemiliharaan .....................................................................................................62<br />

6.2 Deaktivasi .........................................................................................................63<br />

LAMPIRAN I - Jawaban dari Latihan Kontur ....................................................... 66<br />

LAMPIRAN II - Daftar Pustaka .............................................................................67<br />

LAMPIRAN III - Istilah Inggris - Indonesia ...........................................................68<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Daftar Isi<br />

v


Daftar Gambar, Tabel<br />

dan Foto<br />

vi Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Daftar Gambar<br />

Gambar 1 : Istilah yang digunakan saat menjelaskan suatu jalan,<br />

tampilan rencana .............................................................................5<br />

Gambar 2 : Istilah yang digunakan saat menjelaskan suatu jalan:<br />

tampilan melintang ..........................................................................5<br />

Gambar 3 : Rencana jalan utama untuk area seluas 7,250 hektar. .................19<br />

Gambar 4 : Contoh peta kontur untuk latihan. .................................................21<br />

Gambar 5 : Sebuah ilustrasi dua jalur jalan pembukaan dengan<br />

beberapa penyesuaian untuk mendapatkan lokasi<br />

jalan yang terbaik. .........................................................................27<br />

Gambar 6 : Sketsa patok survei. .......................................................................30<br />

Gambar 7 : Alat untuk plotting secara manual. ...............................................31<br />

Gambar 8 : Contoh catatan pelintasan jalan. Gambar berwarna hitam<br />

merupakan data dasar yang diperlukan, sementara merah<br />

merupakan informasi tambaha yang diperlukan untuk<br />

mendesain jalan. ...........................................................................32<br />

Gambar 9 : Survei lokasi jalan dihubungkan pada peta operasional<br />

dari area tebang yang diusulkan ....................................................34<br />

Gambar 10 : Unsur dari profi l dan perlintasan ..................................................35<br />

Gambar 11 : Menampilkan contoh hasil disain dengan menggunakan<br />

bantuan komputer. ....................................................................... 40<br />

Gambar 12 : Biaya per jam satu unit Traktor Caterpillar D7-G .......................43<br />

Gambar 13 : Perencanaan drainase berdasarkan survei lokasi jalan. ................49<br />

Gambar 14 : Hindari mengunakan tumpukan kayu gelondongan atau puing<br />

kayu untuk membuat gorong-gorong. ...........................................50


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Gambar 15 : Sketsa gorong-gorong terbuat dari kayu log. ................................51<br />

Gambar 16 : Komponen pada jembatan kayu log. .............................................52<br />

Gambar 17 : Penyangga kayu sederhana dengan fondasi kayu dibawah<br />

bendungan lumpur. ........................................................................54<br />

Gambar 18 : Penyangga kayu yang rumit. .........................................................54<br />

Gambar 19 : Struktur crib sederhana, yang terdiri dari kayu log<br />

depan dan belakang yang terkunci dalam bahan isian<br />

kerikil dan batu. .............................................................................55<br />

Gambar 20 : Penyangga jembatan yang kompleks Perhatikan bagian<br />

ujung yang terbuka dengan beberapa kayu log yang terikat<br />

satu sama lain, dan dipendam dibawah material penimbun<br />

jalan untuk menstabilkan seluruh struktur jembatan. ..................55<br />

Gambar 21 : Balok pembatas bisa menjadi bagian dari struktur jembatan<br />

(diatas) atau menjalani fungsi melindungi (dibawah). ..................56<br />

Daftar Tabel<br />

Tabel 1 : Standar jalan dari Departemen Kehutanan ........................................10<br />

Tabel 2 : Rasio perbandingan stabilitas lereng yang dianjurkan ......................58<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Daftar Gambar, Tabel<br />

dan Foto<br />

vii


Daftar Gambar, Tabel<br />

dan Foto<br />

viii Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Daftar Foto<br />

Foto 1 : Biaya konstruksi yang tinggi;dampak yang berlebihan;<br />

biaya perawatan yang tinggi !! .............................................................2<br />

Foto 2 : Biaya konstruksi rendah; dampak tinggi; biaya<br />

pemeliharaan yang tinggi; kegiatan yang disfungsional .....................2<br />

Foto 3 : <strong>Jalan</strong> hutan perlu dirancang untuk dilintasi kendaraan berat<br />

dimana rata-rata truk bermuatan log yang melintas memiliki<br />

40 x lebih berat dari mobil kijang. ......................................................23<br />

Foto 4 : Permukaan jalan cabang dengan tingkat kerusakan rendah .............24<br />

Foto 5 : Permukaan jalan utama yang terletak pada punggung bukit.<br />

Perhatikan lebar koridor yang berlebihan. ........................................25<br />

Foto 6 : Regu suvei lapangan. ..........................................................................29<br />

Foto 7 : Slope staking secara signifi kan mengurangi kegiatan mesin<br />

pada punggung bukit. .........................................................................38<br />

Foto 8 : Bahkan pada daerah yang landai excavator sebagai mesin<br />

pembuatan jalan utama, bisa mengungguli bulldozer<br />

dalam menghasilkan subgrade yang lengkap dengan parit di<br />

pingir jalan dan dampak lingkungan yang minimal. ........................ 44<br />

Foto 9 : Penggunaan Bulldozer pada pembuatan jalan pada daerah<br />

curam dengan cara pembuatan teras untuk memperkecil<br />

kemungkinan longsoran. .................................................................... 44<br />

Foto 10 : <strong>Jalan</strong> ber balast menyeberangi rawa. Waktu berminggu-minggu<br />

dipakai mengunakan bulldozer untuk mengerjakan bagian jalan<br />

ini dengan susah payah dan menimbulkan dampak kerusakan<br />

besar. Dengan mengunakan excavator pekerjaan ini bisa<br />

diselesaikan dalam waktu singkat dengan dampak minimum. ...........45<br />

Foto 11 : Genangan air yang terbentuk oleh gorong-gorong yang salah<br />

adalah pemandangan yang lazim di beberapa HPH. Perhatikan<br />

‘knappel’ yang diperlukan untuk menstabilkan ‘road fi ll’ yang<br />

dipenuhi oleh genangan air. ............................................................... 46


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Foto 12 : Makin bertambah perusahaan HPH yang menyadari<br />

keuntungan yang didapatkan dari pemadatan segera<br />

setelah pembentukan dari badan jalan. ..............................................47<br />

Foto 13 : <strong>Jalan</strong> yang di balast dan dipadatkan dengan baik. Perhatikan<br />

puing kayu yang diletakan di pinggir jalan untuk<br />

mengurangi erosi. ...............................................................................48<br />

Foto 14 : Contoh jembatan dengan structur penyangga kayu di pinggir<br />

dan tengah. ..........................................................................................53<br />

Foto 15 : Sifat kuat dan tahan lama sering tidak ditemukan pada jenis<br />

kayu tropis, akibatnya penggunaan balok kayu yang ditumpuk<br />

biasa digunakan pada pembangunan jembatan. .................................53<br />

Foto 16 : Jembatan baja di hutan, Wilayah Bagian Perak, Malaysia.<br />

Perhatikan penyangga berada pada posisi jauh di atas titik<br />

air tertinggi, memberikan ruangan yang cukup di atas sungai.<br />

Pada contoh ini deck dan pagar dari baja adalah bagian dari<br />

struktur jembatan. ...............................................................................57<br />

Foto 17 : Meratakan jalan menghilangkan lekuk pada permukaan /<br />

meratakan jalan yang memungkinkan pengeringan permukaan<br />

jalan dengan cepat dan memperbaiki kegunaan jalan<br />

secara keseluruhan. Ini berlaku juga untuk jalan sekunder<br />

yang lebih kecil. ..................................................................................61<br />

Foto 18 : Erosi hebat pada selokan dari jalan sekunder yang tidak<br />

dipakai yang disebabkan oleh selokan yang diblokir. ....................... 64<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Daftar Gambar, Tabel<br />

dan Foto<br />

ix


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Prakata<br />

Pembangunan jalan di hutan merupakan salah satu investasi<br />

terbesar yang perlu dilakukan perusahaan konsesi pada saat<br />

perusahaan tersebut akan mengembangkan dan mengelola areal<br />

konsesinya. Namun demikian, pembangunan jalan hutan ini juga bisa<br />

mengakibatkan dampak yang cukup besar pada hutan serta nilai-nilai<br />

yang berkaitan dengan hutan tersebut. Kedua hal ini merupakan<br />

alasan yang cukup untuk menjajagi topik tentang pembangunan<br />

jalan di hutan dengan tujuan memberi bimbingan mengenai cara<br />

mengurangi dampak serta biaya dari pembangunan jalan hingga<br />

dapat menjamin terwujudnya ekologi hutan yang berkelanjutan<br />

serta usaha kehutanan yang lebih berkelanjutan.<br />

Lebih dari dua puluh areal konsesi telah dikunjungi untuk memperoleh<br />

pemahaman tentang berbagai faktor yang mempengaruhi seluruh<br />

aspek dari pengembangan prasarana pembangunan jalan di hutan.<br />

Sejumlah petunjuk dan peraturan dari Departemen Kehutanan<br />

telah dipelajari dengan seksama sehubungan dengan tujuan serta<br />

penerapannya di lapangan.<br />

Di dalam banyak perusahaan konsesi, sejumlah praktek-praktek<br />

tertentu telah diikut sertakan dalam cara merencanakan, mencari<br />

lokasi serta membangun jalan hutan. Praktek-praktek ini merupakan<br />

hasil gabungan antara factor teknis serta merupakan gambaran dari<br />

kebijakan Departemen Kehutanan. Salah satu hal yang disadari di<br />

sini adalah bahwa praktek-praktek tersebut sering mengakibatkan<br />

biaya serta dampak yang tinggi pada sejumlah nilai ekologis.<br />

Memang masih ada ruang untuk perbaikan dalam kedua bidang ini<br />

sehingga masih bisa memberi manfaat bagi perusahaan konsesi dan<br />

pada hutan sebagai sumber daya yang berkelanjutan.<br />

Di samping itu juga ada berbagai pendekatan yang digunakan<br />

perusahaan saat membangun jalan. Perusahaan konsesi dengan<br />

sistem pengelolaan yang baik biasanya akan menyadari pentingnya<br />

jaringan jalan yang telah direncanakan, dibangun dan dipelihara<br />

dengan baik sehingga akan menginvestasikan sumber daya yang cukup<br />

banyak guna memperoleh jaringan jalan yang efi sien dan mempunyai<br />

daya tahan terhadap berbagai macam cuaca. Sedangkan perusahaan<br />

lain biasanya akan mengurangi biaya untuk membangunan dan<br />

pemeliharaan jalan tanpa menyadari bahwa penghematan ini justru<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Prakata<br />

1


Prakata<br />

2 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

akan meningkatkan biaya di sisi lain yang mungkin tidak sepenuhnya<br />

disadari oleh pimpinan perusahaan, seperti misalnya meningkatnya<br />

biaya pemeliharaan truk dan pengangkutan.<br />

Dari perspektif ekonomi, dampak yang terjadi akibat pembangunan<br />

jalan dapat dilihat sebagai ketidak efi siensienan dalam pelaksanaan<br />

proyek. Dampak yang terjadi biasanya merupakan akibat kegiatan<br />

mesin yang berlebihan dalam pembangunan jalan dan seperti kita<br />

ketahui berjalannya waktu mesin memakan biaya yang cukup<br />

tinggi.<br />

Buku petunjuk ini akan membahas berbagai factor yang dapat<br />

menimbulkan dampak yang berlebihan dan akan memberi bimbingan<br />

tentang cara memperbaiki praktek yang dilakukan saat ini hingga<br />

dampak yang terjadi menjadi sangat minimum Buku petunjuk ini<br />

menelliti faktor yang dapat menimbulkan dampak yang berlebihan<br />

dan memberi petunjuk tentang cara memperbaiki praktek-praktek<br />

yang dilakukan saat ini hingga dampak dapat dikurangi dan pada<br />

saat yang bersamaan juga dapat menghemat biaya.<br />

Masih belum yakin kalau buku petunjuk ini bermanfaat<br />

bagi Anda ???<br />

Bila jaringan jalan yang Anda<br />

bangun terlihat seperti ini...<br />

BERARTI ANDA<br />

MEMBUTUHKAN BANTUAN !!!<br />

Foto 2 : Biaya konstruksi rendah; dampak<br />

tinggi; biaya pemeliharaan yang tinggi;<br />

kegiatan yang disfungsional<br />

Foto 1 : Biaya konstruksi yang<br />

tinggi;dampak yang berlebihan; biaya<br />

perawatan yang tinggi !!<br />

Silahkan baca terus . . . . !!


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

1.1 Tujuan Buku Petunjuk<br />

BAB I<br />

Pendahuluan<br />

Buku petunjuk ini memberi bimbingan teknis tentang cara membuat<br />

rencana, menentukan lokasi, melakukan Survei, konstruksi,<br />

pemeliharaan serta menon-aktifkan jalan yang dibangun di hutan<br />

dengan tujuan mengurangi dampak keseluruhan dari pembangunan<br />

jaringan jalan di hutan dengan nilai-nilai yang berkaitan dengan<br />

hutan.<br />

Dalam beberapa situasi, pengurangan dampak yang signifi kan dapat<br />

dilakukan bersamaan dengan penghematan biaya, Sedangkan pada<br />

situasi lain, pembangunan jalan yang berdampak rendah mungkin<br />

justru akan memakan lebih banyak biaya untuk membangunnya,<br />

namun akan ada manfaat ekonomisnya di sisi lain, seperti misalnya<br />

biaya pengangkutan dengan truk yang lebih rendah atau dapat<br />

terhindarnya konfl ik sosial yang sering kali terjadi karena erosi<br />

sebagai akibat pembangunan jalan yang memberi dampak pada<br />

mutu air masyarakat yang tinggal di hilir sungai.<br />

Apabila membicarakan tentang “dampak” dari pembangunan jaringan<br />

jalan hutan, maka biasanya ada kecendrungan untuk mengartikannya<br />

sebagai aspek lingkungan yang negative seperti:<br />

• Gangguan lapisan tanah yang berlebihan<br />

• Erosi tanah<br />

• Sedimentasi pada sungai<br />

• Terjadinya banjir serta hilangnya situs hutan sebagai akibat<br />

struktur saluran air yang tidak memadai.<br />

• Pembukaan koridor jalan hutan yang berlebihan<br />

• Kegagalan dalam menggunakan pohon yang telah ditebang untuk<br />

pembangunan jalan.<br />

• Fragmentasi hutan (memberi dampak pada perpindahan habitat<br />

satwa liar)<br />

• Membuka hutan untuk kegiatan perburuan serta ladang<br />

berpindah<br />

Dalam buku petunjuk ini, pertimbangan tentang “dampak” juga<br />

akan digunakan untuk menunjukkan kerugian biaya bila melakukan<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Pendahuluan<br />

BAB I<br />

3


Pendahuluan<br />

BAB I<br />

4 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

pembangunan jaringan jalan di hutan tanpa membuat rencana yang<br />

baik:<br />

• Waktu kerja mesin yang berlebihan sehingga meningkatkan<br />

biaya yang harus dikeluarkan<br />

• Pembangunan jalan tanpa rencana yang baik akan meningkatkan<br />

biaya pemeliharaan/perawatannya<br />

• Jaringan jalan yang tidak direncanakan dengan baik akan<br />

mengakibatkan tingginya biaya pengangkutan dengan truk<br />

• <strong>Jalan</strong> utama menjadi tidak berfungsi saat musim hujan tiba.<br />

• Dampak yang terjadi pada aliran sungai menyebabkan timbulnya<br />

konfl ik dengan masyarakat yang bermukim di hilir sungai yang<br />

penyelesaiannya biasanya memakan biaya yang cukup tinggi.<br />

1.2 Keterbatasan<br />

Buku ini bukanlah buku petunjuk keahlian teknis, oleh karena itu<br />

tidak ada petunjuk yang lengkap tentang seluruh kegiatan serta<br />

informasi teknis yang dibutuhkan untuk membangun jaringan jalan<br />

di hutan.<br />

Fokusnya adalah cara mengurangi dampak pembangunan jaringan<br />

jalan di hutan. Hal mana dapat dicapai melalui pembuatan rencana<br />

teknik serta konstruksi yang lebih baik.<br />

Konteks buku petunjuk ini adalah bahwa sistem konsesi di Indonesia<br />

didasarkan pada “hak untuk memanen” sehingga tanggung jawab<br />

untuk membangun pra sarana jalan berada pada perusahaan<br />

pemegang HPH.<br />

Dalam memberikan rekomendasi biasanya yang menjadi bahan<br />

pertimbangan adalah cara memperbaiki keterbatasan-keterbatasan<br />

yang ada, seperti misalnya memperbaiki peta yang kurang memadai,<br />

menambah tenaga kerja dengan ketrampilan yang diperlukan,<br />

memperbaiki keadaan lapisan tanah serta permukaan tanah yang<br />

sulit, meningkatkan pengalaman yang terbatas dalam menggunakan<br />

berbagai alat konstruksi dan kadang-kadang juga memperbaiki hasil<br />

analisis biaya-manfaat yang kurang baik.<br />

1.3 Definisi dari berbagai istilah<br />

Berbagai buku teknis kehutanan menggunakan istilah yang berbeda<br />

tergantung apakah buku tersebut berasal dari Australia, Inggris,<br />

Amerika atau Negara lain. Biasakanlah diri Anda dengan istilah-


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

istilah berikut yang secara<br />

konsisten digunakan dalam<br />

buku petunjuk ini untuk<br />

menjelaskan perencanaan<br />

jaringan jalan di hutan,<br />

keahlian teknik dan<br />

konstruksi.<br />

Alignment – istilah umum<br />

yang digunakan untuk<br />

menjelaskan lokasi fi sik dari<br />

jalan yang sedang dibangun.<br />

Dalam istilah teknis,<br />

umumnya dikemukakan<br />

sebagai vertical alignment<br />

dan horizontal alignment.<br />

Angle of repose – Suatu<br />

sudut di mana keadaan<br />

bahan pengisi, potongan<br />

atau bahan asli akan tetap.<br />

Gambar 1 : Istilah yang digunakan saat<br />

menjelaskan suatu jalan, tampilan<br />

rencana<br />

Gambar 2 : Istilah yang digunakan saat menjelaskan suatu jalan: tampilan<br />

melintang<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Pendahuluan<br />

BAB I<br />

5


Pendahuluan<br />

BAB I<br />

6 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Ballast – Bahan untuk menstabilkan atau bahan permukaan yang<br />

diletakkan pada timbunan tanah (subgrade) untuk meningkatkan<br />

kemampuan serta kapasitas muatannya. Bahan biasanya tidak<br />

dibedakan dan berasal dari galian lubang di tepi jalan.<br />

Borrow pit – Areal di mana dilakukan penggalian untuk konstruksi<br />

jalan atau di mana lapisan penutup permukaan diperoleh.<br />

Catch basin – Penggalian atau konstruksi kolam penampungan yang<br />

dibuat pada ceruk gorong-gorong yang digunakan untuk menampung<br />

air yang kemudian diarahkan ke gorong-gorong.<br />

Center line – Umumnya digunakan untuk menunjukkan lokasi<br />

lapangan dari jalan yang akan dibangun dan akan digunakan untuk<br />

membuat rancangan dan konstruksi jalan yang sebenarnya..<br />

Cross-drain – Struktur saluran air yang dibuat seperti goronggorong<br />

atau yang khusus digali di jalan yang akan mengalirkan air<br />

dari satu sisi jalan ke sisi yang lainnya.<br />

Culvert – Gorong-gorong yang ditanam dalam struktur cross-drain<br />

untuk mengalirkan air dari satu sisi jalan ke sisi satunya.<br />

Cut slope (Cut bank) – Pemotongan miring pada lapisan tanah<br />

atau bahan asli di sepanjang bagian dalam dari jalan.<br />

Ditch (Side drain) – <strong>Pembuatan</strong> selokan dangkal di sepanjang<br />

lokasi di mana akan dibangun jalan untuk menampung air dari jalan<br />

dan lahan yang bersebelahan sehingga dapat dialirkan ke tempat<br />

pembuangan yang sesuai.<br />

Drainage structure – Struktur saluran air yang dibangun untuk<br />

membuang atau mengalirkan air ke tempat penampungan yang<br />

aman jauh dari lokasi jalan yang akan dibangun. Umumnya struktur<br />

saluran air ini berupa gorong-gorong atau jembatan.<br />

Erosion – Proses habisnya lapisan atas tanah. Sehubungan dengan<br />

jaringan jalan di hutan, biasanya hal ini digunakan untuk menunjukkan<br />

air hujan atau air yang mengalir di sepanjang jalan.<br />

Ford – Cekungan di jalan yang dibuat untuk menampung air yang<br />

mengalir di jalan. Cekungan ini bisa digunakan untuk menampung<br />

aliran air musiman atau aliran air yang tetap seperti air anak sungai.<br />

Ford ini sebaiknya dibuat dari bahan yang tahan erosi seperti batu


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

kerikil atau lapisan batu.<br />

Fill slope (embankment) – Lapisan bahan yang ditimbun untuk<br />

membangun jalan dan biasanya berasal dari tepi luar jalan hingga<br />

dasar.<br />

Full bench cut – Metode membangun jalan di mana jalan dibangun<br />

dengan memotong derajat kemiringan permukaan dan bahan yang<br />

digali diangkut keluar atau ditimbun di tempat lain, Pada full bench<br />

cut road, bahan yang digali bukan merupakan bagian atas dari jalan<br />

yang sedang dibangun.<br />

Grade (gradient) – Derajat kemiringan jalan yang dibangun.<br />

Kemiringan permukaan ini biasanya dinyatakan sebagai peningkatan<br />

prosentase. Sebagai contoh, peningkatan 10 meter pada elevasi<br />

dengan jarak 100m dinyatakan sebagai grade 10%.<br />

Grade (adverse) – Gradien menaiki bukit (plus) pada arah<br />

pengangkutan.<br />

Grade (favorable) – Gradien menuruni bukit (negatif) menuju arah<br />

pengangkutan.<br />

Knappel – Kayu balok yang telah diatur sedemikian rupa sehingga<br />

sesuai dengan pembatasan jalan yang akan dibangun sehingga dapat<br />

menghasilkan dasar yang stabil bagi jalan yang akan dibangun. Teknik<br />

ini biasa digunakan untuk mengisi bagian-bagian tertentu dengan<br />

kemiringan yang sangat curam, atau pada bagian-bagian yang basah<br />

di mana sulit untuk memperoleh dasar jalan yang stabil.<br />

Lead-off ditch – Penggalian yang dilakukan untuk mengarahkan<br />

aliran air ke arah luar dari selokan dan arah jalan apabila hal tersebut<br />

tidak terjadi secara alami agar dapat mengurangi volume serta<br />

kecepatan arus air selokan.<br />

Native material – Lapisan tanah alami atau lapisan tanah “setempat”<br />

yang terbentuk dengan sendirinya pada lokasi dan bukannya dibawa<br />

dari luar menuju tempat tersebut.<br />

Overburden – Lapisan atas tanah, biasanya mengandung bahan<br />

organik atau tanah liat lepas yang tidak memiliki kapasitas untuk<br />

menyatu dan biasanya akan dipindahkan dari lokasi pembangunan<br />

jalan.<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Pendahuluan<br />

BAB I<br />

7


Pendahuluan<br />

BAB I<br />

8 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Parent material (native material) – Bahan asli yang digunakan<br />

untuk membangun jalan.<br />

Plan view – Diagram vertical lengkap dengan lokasi jalan dengan<br />

batas horizontal dan berbagai ciri fi sik seperti sungai dan hambatan<br />

yang mempengaruhi batas horizontal dari jalan tersebut.<br />

Profi le – Lintang bujur yang digunakan saat mendisain jalan raya<br />

dan menghitung gradient dari jalan yang dibangun.<br />

Right-of-way (corridor) – Lahan yang telah dibersihkan untuk<br />

membangun jalan. Hal ini mencakup jalan itu sendiri dan tambahan<br />

pembukaan hutan guna memperoleh sinar matahari yang lebih<br />

baik.<br />

Roadway – Luas horizontal lahan yang terkena akibat pembangunan<br />

jalan, dari bagian atas lereng yang dipotong hingga bagian dasar<br />

dari bagian lereng yang perlu ditimbun.<br />

Seepage, (ground water seepage) – Aliran air bawah tanah<br />

menuruni lereng yang muncul di sepanjang tepi jalan.<br />

Running surface (wearing surface) – bagian atas dari permukaan<br />

jalan yang akan dilewati. Bagian ini harus kuat, memiliki daya tahan<br />

terhadap penyaradan, dan tidak terpengaruh oleh air di permukaan.<br />

Pada jalan yang dibangun di hutan, permukaan jalan bisa juga<br />

mengandung parent material yang dipadatkan atau yang dikenal<br />

sebagai “ballast” yang berasal dari selokan yang sesuai.<br />

Sediment (sedimentation) – Lapisan tanah yang mengandung<br />

tanah liat, pasir dan lumpur yang mengalir ke sungai karena erosi<br />

sehingga menurunkan kualitas air sungai tersebut.<br />

Shoulder – Bahu jalan di sepanjang jalan yang dibangun. Bahu<br />

jalan dalam letaknya berdekatan dengan kemiringan yang digusur.<br />

Sedangkan bahu luar letaknya disebelah lereng yang akan<br />

ditimbun.<br />

Side drain (ditch) – Saluran dangkal yang dibuat disepanjang jalan<br />

guna menampung air yang mengalir dari jalan raya dan lahan yang<br />

berdekatan sehingga dapat dialirkan ke tempat pembuangan yang<br />

sesuai.<br />

Slope ratio – Cara untuk menyatakan kemiringan yang dibuat


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

sebagai perbandingan antara jarak horizontal hingga mencapai<br />

jurang misalnya seperti 1.5 m: 1 (1.5 m horizontal untuk setiap 1m<br />

vertical).<br />

Sub-grade – Permukaan jalan yang mengandung parent material<br />

dan atau bahan penimbun.<br />

Through cut – <strong>Jalan</strong> yang dibangun memotong bukit sehingga<br />

menyebabkan pemotongan lereng pada kedua sisi jalan.<br />

Turnout – Perluasan jalan sehingga memungkinkan dua truk yang<br />

berlawanan arah berjalan pada saat yang bersamaan.<br />

Vertical alignment – elemen vertical dari lokasi jalan atau konstruksi<br />

jalan di sini termasuk lekukan vertical.<br />

Horizontal alignment – elemen horisontal dari lokasi jalan termasuk<br />

lekukan horizontal.<br />

1.4 Konteks Pengaturan<br />

Semua aspek dari administrasi hutan, perencanaan dan kegiatan<br />

diatur secara ketat dalam sistem konsesi hutan.<br />

Kerangka kerja Sistem Tebang pilih Tanam Indonesia (TPTI) 1) terdiri<br />

dari 14 langkah dan menjadi pusat perhatian dari sistem adminsitrasi<br />

kehutanan di Indonesia. Dalam kerangka kerja administrasi ini<br />

langkah ke tiga menangani pengembangan jaringan jalan hutan yang<br />

seharusnya dilakukan satu tahun sebelum pemanenan dilakukan.<br />

Pada Tabel 1, diberikan standard untuk menjelaskan parameter<br />

teknis dari jalan utama serta jalan sekunder.<br />

Standar ini mungkin cocok bagi areal konsesi hutan yang memiliki<br />

lereng yang landai, namun bagi konsesi yang terletak pada lereng<br />

permukaan yang sulit, maka sebagian besar perusahaan konsesi<br />

sering kali harus menggunakan standar teknis yang melewati standar<br />

yang berhubungan dengan grade dan lekukan.<br />

Oleh karena truk yang digunakan dapat beroperasi secara efektif<br />

1) TPTI Tebang Pilih Tanaman Indonesia (Indonesian selective cutting and planting<br />

system) - 1993 revision.<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Pendahuluan<br />

BAB I<br />

9


Pendahuluan<br />

BAB I<br />

10 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

baik pada jalan dengan gradient yang curam, maka keterbatasan<br />

yang dikenakan oleh Departemen Kehutanan seringkali tidak<br />

diperhatikan.<br />

Sebenarnya hal ini tidak menjadi masalah asal beberapa tindakan<br />

tertentu benar-benar diperhatikan seperti yang berkaitan dengan<br />

kepadatan tanah, pengelolaan air, dll. Buku petunjuk ini akan<br />

menjelaskan aspek teknis tentang disain serta konstruksi jalan<br />

yang akan membantu dalam meyakinkan bahwa dampak dari<br />

pembangunan jalan dapat dikurangi.<br />

Tabel 1 : Standar jalan dari Departemen Kehutanan<br />

Permukaan<br />

Padat<br />

JALAN UTAMA JALAN SEKUNDER<br />

Permukaan<br />

Tidak Padat<br />

Permukaan Padat Permukaan<br />

Tidak Padat<br />

Usia jalan permanen 5 tahun 5 tahun 5 tahun<br />

Periode pengunaan sepanjang tahun musim kering sepanjang tahun musim kering<br />

Lebar badan jalan 12 meter 12 meter 8 meter 12 meter<br />

Permukaan <strong>Jalan</strong> 6 - 8 meter - 4 meter -<br />

Ketebalan lapisan atas 20 - 50 cm. - 10 - 20 cm -<br />

Maksimum gradien<br />

kecuraman menuruni bukit<br />

Maksimum gradien<br />

kecuraman menaiki bukit<br />

10% 10% 12% 10%<br />

8% 8% 10% 8%<br />

Minimum radius lekukan 50 - 60 meter 50 - 60 meter 50 meter 50 - 60 meter<br />

Maksimum kapasitas<br />

muatan<br />

60 ton 60 ton 60 ton 60 ton<br />

Max. right-of-way<br />

r ight-of-way / lahan<br />

yang telah dibersihkan 1) 34 meter 34 meter 34 meter 34 meter<br />

1.5 Beberapa faktor yang berpengaruh pada dampak yang<br />

berlebihan<br />

Contoh konstruksi jalan yang buruk, erosi dan sedimentasi pada<br />

sungai tidak sulit ditemukan pada areal konsesi di Indonesia.<br />

Namun demikian, Indonesia juga memiliki beberapa contoh dari<br />

sistem jaringan jalan hutan yang bagus dan dapat bertahan di<br />

1) Right-of-way tidak dispesifi kasikan dalam TPTI. Hal ini telah direvisi dan kini ditetapkan<br />

pada 34 meter sesuai dengan instruksi yang terdapat dalam Surat Keputusan Menteri<br />

Kehutanan SK.352/Menhut-II/2004. Rincian teknis tambahan diberikan dalam SK<br />

Menteri Kehutanan No. 688/Kpts-II/1990 and 590/Kpts-II/1994.


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

segala macam cuaca. Mengapa ada perbedaan yang demikian besar<br />

antar perusahaan konsesi sehubungan dengan aspek penting dari<br />

pengelolaan hutan?<br />

Dalam proses pembukaan lahan hutan, pembangunan jalan<br />

merupakan sumber utama dari dampak yang terjadi. Hal ini sangat<br />

sulit dihindari, pertanyaannya adalah, bisakah dampak ini dikurangi,<br />

dan bila jawabannya ‘ya’, apa yang perlu dilakukan untuk memastikan<br />

penurunan dampak dari pembangunan jalan di hutan.<br />

Untuk bisa menjawab pertanyaan tersebut, perlu diketahui faktorfaktor<br />

yang berpengaruh terhadap terjadinya dampak pada sistem<br />

jaringan jalan.<br />

Beberapa faktor yang berhubungan dengan penyusunan rencana<br />

yang kurang memadai<br />

1. Perencanaan pembangunan sistem jalan yang buruk<br />

Peta yang kurang memadai, staf yang kurang mendapat pelatihan,<br />

peraturan pemerintah yang tidak fl eksibel, serta kurangnya<br />

penerimaan dari manajemen tentang perencanaan yang strategis<br />

merupakan faktor-faktor yang menyebabkan pengembangan<br />

sistem jaringan jalan yang tidak mengoptimalisasikan penetapan<br />

batas. Hal ini menyebabkan gradient yang merugikan dan<br />

yang akhirnya akan meningkatkan biaya pengangkutan selama<br />

penggunaan sistem jalan tersebut.<br />

Pada tingkat yang lebih kecil, faktor yang sama bisa<br />

menyebabkan dibangunnya jalan pada lokasi yang tidak tepat<br />

karena perencanaan yang kurang memadai. Hal ini dapat<br />

mengakibatkan biaya konstruksi, perawatan dan pengangkutan<br />

yang lebih tinggi karena adanya gradien yang merugikan.<br />

2. Pemahaman yang buruk tentang cara merencanakan<br />

pembangunan jalan<br />

Rencana pembuatan jalan merupakan awal dari apa yang dikenal<br />

sebagai disiplin dari teknik kehutanan. Pengembangan disiplin<br />

ini kurang berkembang di Indonesia, baik pada tingkat akademis<br />

maupun pada persepsi manajemen perusahaan.<br />

Akibatnya tidak banyak penitikberatan tentang program pelatihan<br />

yang tepat serta pengembangan ketrampilan professional dalam<br />

disiplin ini. Sebagian besar masalah yang berkaitan dengan<br />

pembangunan jalan hutan disebabkan oleh ketidakmampuan<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Pendahuluan<br />

BAB I<br />

11


Pendahuluan<br />

BAB I<br />

12 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

untuk menekankan teknik kehutanan, rencana pembangunan<br />

jalan hutan dan bagaimana hal tersebut dapat membantu dalam<br />

mengembangkan sistem jaringan jalan yang rendah biaya dan<br />

dampaknya.<br />

Faktor yang berkaitan dengan Teknik Kehutanan<br />

3. Lokasi yang buruk<br />

Kurangnya perhatian terhadap pentingnya teknik kehutanan<br />

mengakibatkan lokasi jalan yang buruk. Kurangnya perhatian<br />

mengenai pentingnya kegiatan penetapan lokasi memperkecil<br />

kemungkinan menjajagi berbagai pilihan.<br />

Hasilnya seringkali merupakan sistem jaringan jalan yang tidak<br />

memberi solusi transportasi terbaik, biaya tinggi, dampak yang<br />

berlebihan pada hidrologi hutan atau gabungan dari semua<br />

masalah tersebut.<br />

Tidak ada yang dapat menggantikan pengenalan lapangan guna<br />

memastikan telah memilih lokasi yang terbaik.<br />

4. Tidak adanya kepatuhan terhadap standar yang<br />

ditetapkan<br />

Berbagai standar dari sistem jalan hutan telah ditetapkan oleh<br />

Departemen Kehutanan. Besar kemungkinan hal inilah yang<br />

menyebabkan perusahaan konsesi tidak ada yang berusaha<br />

mengembangkan standar mereka sendiri, yang mungkin justru<br />

bisa lebih merefl eksikan secara lebih akurat lingkungan kerja<br />

mereka. Tidak adanya standar khusus perusahaan sering<br />

mengakibatkan munculnya situasi seolah-olah “tidak ada<br />

standar”.<br />

Tidak adanya standar atau penerapan standar yang tidak<br />

memadai dapat mengarah pada situasi dimana jalan dibangun<br />

di lokasi yang buruk. Ini dapat dilihat pada saat seorang ahli<br />

kehutanan yang langsung terjun untuk pencarian lokasi hanya<br />

berbekal peta yang tidak memadai, di samping itu juga tidak<br />

membawa clinometer.<br />

Apabila jalan dibangun sekadarnya, tanpa saluran air yang baik,<br />

atau lokasi jalan di tempat yang terlalu curam, maka dapat<br />

dikatakan bahwa tidak ada standar yang diterapkan baik yang<br />

berhubungan dengan lokasi maupun dengan pembangunannya.


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

5. Tidak ada tindak lanjut tentang lokasi jalan<br />

Lokasi jalan di areal konsesi Indonesia jarang dilalui sebelum<br />

konstruksi dilakukan. Sebagai akibatnya tidak ada jalan untuk<br />

memeriksa apakah penetapan batas jalan sudah sesuai dengan<br />

parameter yang ditetapkan standar. Hal ini terutama terlihat<br />

pada vertical alignment di mana lokasi yang ditetapkan sangat<br />

tidak realistis sehingga mengakibatkan biaya serta dampak<br />

yang sangat tinggi.<br />

Kegagalan untuk melakukan survei atas jalan hutan sebelum<br />

membangun sistem jalan hutan juga mengurangi kemungkinan<br />

untuk membuat disain sistem jalan pada bagian-bagian yang<br />

kritis. Disain jalan dapat digunakan sebagai alat untuk memeriksa<br />

alignment juga memberi tindak lanjut praktis seperti informasi<br />

tentang kemiringan permukaan guna membatasi areal yang<br />

dapat digunakan untuk membangun jalan.<br />

Faktor-faktor yang berkaitan dengan Konstruksi dan Perawatan/<br />

pemeliharaan<br />

6. Operator gagal menemukan lokasi<br />

Setiap orang yang pernah melakukan perjalanan ke areal<br />

konsesi pasti telah melihat banyak situasi dimana terlihat<br />

usaha untuk menaiki bukit atau menyeberangi kali yang justru<br />

mengakibatkan terjadinya perusakan hutan yang sebenarnya<br />

tidak perlu.<br />

Hal ini bisa merupakan akibat dari usaha mencari lokasi jalan<br />

yang tidak memadai atau kasus di mana operator traktor telah<br />

melakukan penjelajahan lokasi tanpa diminta.<br />

Apapun alasannya, hasilnya adalah pengeluaran uang yang<br />

sia-sia (biaya mesin) dan adanya dampak lingkungan yang<br />

sebenaryna tidak perlu terjadi.<br />

7. Pengawasan yang buruk<br />

Pembangunan sistem jalan hutan yang tidak terkendali tidak<br />

sepenuhnya merupakan akibat dari teknik kehutanan yang<br />

buruk. Supervisi yang seringkali tidak ketat, sehingga memberi<br />

peluang kepada operator untuk melakukan apa yang dikehendaki<br />

tanpa bimbingan yang memadai.<br />

Di beberapa perusahaan situasi ini diperbesar dengan adanya<br />

fakta bahwa pembangunan jaringan jalan di hutan dikontrakkan<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Pendahuluan<br />

BAB I<br />

13


Pendahuluan<br />

BAB I<br />

14 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

keluar atau operator mesin dibayar per meter yang dilalui<br />

sehingga akibatnya operator bebas melakukan apa yang<br />

diinginkannya.<br />

8. Kurangnya perhatian pada prisnsip-prinsip dasar<br />

konstruksi<br />

Pembangunan jalan bukanlah merupakan kegiatan yang<br />

membutuhkan pengentahuan tinggi. Namun demikian ada<br />

beberapa prinsip sederhana yang dipahami oleh setiap mandor<br />

pada kegiatan pembangunan jalan.<br />

Pembangunan jalan yang berhasil membutuhkan perhatian<br />

pada pengelolaan air. “Singkirkan air dari jalan!” seharusnya<br />

menjadi prinsip yang membimbing. Hal ini juga berlaku pada<br />

pembangunan jalan yang paling dasar, stabilisasi badan jalan<br />

dan perawatan jalan. Kemungkinan besar jawaban terhadap<br />

pernyataan ini adalah “…….secepat mungkin!”<br />

Di sini perlu diperhatikan hal-hal seperti pemadatan dari lapisan<br />

tanah serta pembuatan lapisan atas yang tahan lama,<br />

Pelaksanaan prinsip-prinsip ini akan menghasilkan sistem jalan<br />

yang bisa bertahan di segala macam cuaca dan memiliki dampak<br />

lingkungan yang rendah.<br />

9. Biaya pembangunan yang tidak memadai<br />

Alat yang digunakan untuk membangun jalan sangat mahal.<br />

Staf yang bertanggung jawab atas alat ini selama pembangunan<br />

jalan biasanya kurang memiliki pemahaman tentang biaya<br />

operasional atau menjalankan mesin seperti Caterpillar D7-G<br />

walaupun alat ini merpakan alat yang sering digunakan pada<br />

saat membangun jalan.<br />

Kurangnya pemahaman tentang elemen biaya dalam<br />

pembangunan jalan bisa mengakibatkan kegagalan untuk<br />

menjamin bahwa mesin tersebut telah digunakan secara efi sien<br />

dan efektif.<br />

Manajer hutan dan supervisor lebih sering menitikberatkan pada<br />

pengurangan biaya buruh. Mungkin karena ini adalah hal yang<br />

benar-benar hanya mereka pahami.<br />

Akibat dari adanya ketidakseimbangan dalam prioritas<br />

merupakan kegagalan dalam menjamin terwujudnya lokasi


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

jalan yang baik dan supervisi dengan biaya rendah namun pada<br />

saat yang bersamaan memberi toleransi pada ketidakefi sienan<br />

mengenai penggunaan mesin yang mahal untuk membangun<br />

jalan.<br />

10. Mesin konstruksi yang tidak tepat<br />

Buldozer adalah mesin yang sering digunakan dalam kegiatan<br />

pembangunan jalan di Indonesia. Berdasarkan track record,<br />

mesin ini sangat kuat dan efi sien saat memindah-mindahkan<br />

material.<br />

Namun demikian mesin ini sangat berat, kurang praktis dan tidak<br />

menunjukkan kinerja yang baik dalam kondisi-kondisi tertentu.<br />

Pembangunan sistem jalan hutan di banyak Negara dengan<br />

permukaan tanah yang berbukit sering menggunakan alat<br />

excavator, Mesin ini memiliki fl eksibilitas untuk menggali dan<br />

menempatkan materi dengan efi sien, dan merupakan kebalikan<br />

dari cara kerja buldozer.<br />

Excavator juga dapat bekerja dengan baik dipermukaan<br />

lahan yang sangat curam. Juga merupakan mesin ideal untuk<br />

membangun jembatan dan memasang gorong-gorong. Pada<br />

lokasi yang basah yang membutuhkan drainase, mesin ini<br />

bekerja lebih baik daripada bulldozer.<br />

Banyak perusahaan konsesi yang telah membeli satu atau dua<br />

unit excavator dan menggunakannya untuk menggali bahan dari<br />

selokan dipinggir jalan. Juga untuk memuat truk. Sedikit sekali<br />

perusahaan konsesi yang menyadari potensi dari excavator ini<br />

dalam membangun jalan hutan dengan dampak yang rendah.<br />

Faktor yang berhubungan dengan sikap manajemen<br />

11. Kurangnya pemahaman<br />

Perbaikan pengelolaan hutan dan pengembangan sistem jaringan<br />

jalan di hutan sangat bergantung pada sikap manajemen.<br />

Masih banyak aspek atau informasi dasar yang belum dipahami<br />

oleh manajemen perusahaan konsesi mengenai peluang untuk<br />

memperbaiki rencana pembangunan sistem jalan hutan.<br />

Kurangnya pemahaman ini seringkali menjadi hambatan untuk<br />

membuat perbaikan.<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Pendahuluan<br />

BAB I<br />

15


Pendahuluan<br />

BAB I<br />

16 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Kegagalan untuk memahami pentingnya perencanaan yang<br />

baik atau peluang penghematan biaya yang dapat diperoleh<br />

melalui pemilihan mesin konstruksi yang lebih tepat atau<br />

teknik konstruksi yang sudah diperbarui perlu diatasi dengan<br />

menambah informasi, merencanakan program pelatihan dan<br />

memperagakan hal-hal yang praktis.<br />

12. Apatis terhadap perubahan<br />

Aspek lain dari sikap manajemen yang umum dilakukan adalah<br />

sikap apatis terhadap perubahan. Ada kemungkinan para<br />

manajer menyadari adanya cara lain atau teknologi lain yang<br />

lebih baik namun tidak memiliki keinginan untuk membuat<br />

perubahan.<br />

Perubahan sering membutuhkan usaha. Para pemilik perlu<br />

diyakinkan tentang pentingnya investasi baru. Sedangkan<br />

para staf perlu diberi jabatan baru atau fungsinya diubah.<br />

Sering manajemen berpendapat karena perubahan sering<br />

menimbulkan gangguan mengapa tidak meneruskan apa yang<br />

sudah berlangsung karena hasilnya toh baik?!


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

2.1 Strategis Perencanaan<br />

BAB II<br />

Perencanaan<br />

Pada system konsesi hutan di Indonesia, perencanaan jaringan<br />

jalan hutan maupun jalan itu sendiri sering kali tidak sepenuhnya<br />

dimengerti dan terkadang diabaikan. Padahal pada tahap ini, banyak<br />

dibuat keputusan-keputusan penting yang akan berdampak pada<br />

pembiayaan pemeliharaan jangka panjang dan penggunaan sistem<br />

jalan itu sendiri.<br />

Idealnya jalan-jalan utama atau strategi pengembangan suatu<br />

konsesi hutan secara keseluruhan sebaiknya dirancang sebelum<br />

dilakukan kegiatan apapun. Alat paling mendasar dari perencanaan<br />

ini adalah peta dengan skala 1:20.000 atau 25.000. Seringkali peta<br />

yang tersedia adalah berskala 1:50.000. Pada peta berskala semacam<br />

ini, detil topografi kurang jelas sehingga perencanaan yang akurat<br />

sulit dicapai.<br />

Sebagian besar konsesi hutan di Indonesia telah cukup berkembang<br />

dalam penerapan masa rotasi tebangan 35 tahun, untuk masa yang<br />

akan datang strategi perencanaan yang paling relepan adalah RKL<br />

(Rencana Karya Lima tahun).<br />

Gambar 3 mengilustrasikan satu contoh perencanaan jalan yang<br />

dipersiapkan dari peta berskala 1 : 10.000 dengan interval kontur<br />

12,5 meter. Peta tersebut menampilkan luas area sekitar 7.250<br />

hektar atau kurang lebih 3 tahun RKT pada konsesi dengan keluasan<br />

sedang.<br />

Rencana jalan utama yang akan dibangun telah dibuat dan catatancatatan<br />

juga telah dibuat sebagai panduan survey lapangan.<br />

Perencanaan jaringan jalan ini sebanyak mungkin menggunakan<br />

punggung bukit yang berhubungan satu sama lainnya, menghindari<br />

penyeberangan sungai maupun tanah tidak rata dan pada waktu<br />

yang sama memperkecil tanjakan yang merugikan. Beberapa jalan<br />

cabang tetap diperlukan. <strong>Jalan</strong>-jalan ini biasanya dirancang seiring<br />

dengan perencanaan jalan tahunan.<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan<br />

BAB II<br />

17


Perencanaan<br />

BAB II<br />

18 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong>


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Gambar 3 : Rencana<br />

jalan utama<br />

untuk area seluas<br />

7,250 hektar.<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan<br />

BAB II<br />

19


Perencanaan<br />

BAB II<br />

20 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

2.2 Perencanaan jalan dan area pembalakan.<br />

Perencanaan jalan di blok yang akan dibalak lebih terfokus pada<br />

pertimbangan-pertimbangan teknis seperti kondisi kelerengan dan<br />

untuk mencapai jarak penyaradan yang optimal.<br />

Jika inventori hutan telah dikerjakan dua tahun sebelum pembalakan<br />

sebagaimana disebutkan dalam peraturan Departemen Kehutanan,<br />

peta yang terperinci harus tersedia dalam skala 1:1.000 sampai<br />

1:5.000 (untuk pedoman bagaimana menghasilkan peta seperti ini,<br />

dapat dibaca buku manual “Prosedur Teknis Survey Topografi<br />

Hutan dan Pemetaan Pohon”). Peta-peta tersebut merupakan<br />

alat yang sangat baik untuk merencanakan lokasi jalan di area blok<br />

RKT dan petak pembalakan.<br />

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan jalan di area<br />

pembalakan tahunan:<br />

1. Rundingkan /periksa rancangan jalan untuk memastikan bahwa<br />

pola jalan utama telah sesuai.<br />

2. Identifi kasi titik kontrol atau tanda-tanda utama. Tanda-tanda<br />

ini adalah petunjuk dimana jalan harus melintasi, misalnya<br />

daerah yang rendah atau punggung bukit.<br />

3. Identifi kasi titik kontrol kedua atau tanda-tanda lainnya. Tandatanda<br />

ini akan mempengaruhi lokasi dan penempatan jalan baik<br />

secara positif maupun negatif.<br />

4. Hindari lereng yang curam atau topografi patah-patah, lokasi<br />

dengan rembesan air atau rawa, serta kondisi topografi lainnya<br />

yang kemungkinan menimbulkan masalah pada konstruksi jalan<br />

maupun posisi jalan yang menyulitkan bagi pembalakan.<br />

5. Cari lokasi penyebarangan sungai yang menguntungkan,<br />

punggung bukit yang saling berhubungan, gundukan pada<br />

topografi curam dan informasi lain mengenai kontur yang akan<br />

memudahkan penentuan lokasi dan pembangunan jalan untuk<br />

pembalakan.<br />

6. Dalam perencanaan lokasi jalan, jumlah jalan menurun sebaiknya<br />

dibuat dalam jumlah sedikit dan sedapat mungkin selalu sesuai<br />

dengan pedoman desain. Hal ini penting khususnya untuk jalan<br />

utama yang akan digunakan selama bertahun-tahun kemudian.


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

2.3 Pertimbangan yang Mendasar<br />

Menentukan lokasi jalan pada peta kontur pada dasarnya tidak<br />

berbeda dengan perencanaan jalan sarad sebagaimana yang<br />

diuraikan pada buku pedoman TFF tentang “Pertimbangan Dalam<br />

Merencanakan Pembalakan <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong>”<br />

Gambar 4 : Contoh peta kontur untuk latihan.<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan<br />

BAB II<br />

21


Perencanaan<br />

BAB II<br />

22 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Namun, tidak ada salahnya memaparkan kembali tinjuauan singkat<br />

tahap-tahap perencanaan peta kontur.<br />

Latihan Kontur<br />

(Mengacu pada gambar 4)<br />

Catatan : Skala peta 1:5,000<br />

Pertanyaan 1<br />

Interval kontur : 10 meter<br />

Untuk menaiki saddle pada punggung bukit,<br />

jalan cabang harus melintasi lereng curam.<br />

Berapakah kelerengan rata-rata dari garis<br />

segmen D - E yang melintasi area tersebut<br />

berdasarkan sudut yang tepat terhadap<br />

kontur?<br />

Pertanyaan 2<br />

Berapa kemiringan rata-rata tanjakan yang<br />

akan digunakan untuk mencapai saddle<br />

pada B dari A pada jalan utama?<br />

Pertanyaan 3<br />

Berapa kemiringan rata-rata tanjakan yang<br />

akan digunakan untuk mencapai lokasi jalan<br />

dari B ke C ?<br />

Lihat Lampiran 1 untuk jawabannya.<br />

Gambar 4 Menunjukkan sebuah potongan peta. Dengan rancangan<br />

yang berskala besar bahwa sistem jalan cabang harus dikembangkan<br />

ke arah barat daya dan timur laut punggung B pada punggung<br />

bukit utama. Bagian A pada jalan utama telah diidentifi kasi<br />

sebagai titik awal jalan cabang.


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Standar untuk perencanaan dan lokasi jalan hutan<br />

Standar teknis yang dibuat oleh Departemen Kehutanan (lihat<br />

bagian 1.4, Kerangka Peraturan), merupakan awal yang baik<br />

untuk mengembangkan standar perusahaan yang spesifi k dalam<br />

merencanakan, menentukan lokasi, membangun dan deaktivasi<br />

jalan hutan.<br />

Pengembangan standar jalan hutan semacam ini berkaitan dengan<br />

masalah ekonomis. Standar-standar tersebut tidak baku tapi perlu<br />

dikembangkan sesuai dengan kondisi khusus tiap perusahaan. Ini<br />

akan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kondisi tanah secara<br />

keseluruhan, volume kayu yang akan diangkut diatas berbagai jenis<br />

jalan, jenis truk yang digunakan, peralatan konstruksi dan tenaga<br />

kerja terampil yang tersedia.<br />

Standar jalan diperlukan sebagai pedoman dalam perencanaan dan<br />

pembangunan system jalan yang optimal dimana biaya pembuatan,<br />

pengangkutan log dan pemeliharaan ditekan seminimal mungkin.<br />

Pengeluaran-pengeluaran tersebut dikategorikan sebagai “biaya<br />

transportasi.<br />

Di banyak situasi hutan di Indonesia, system jalan cenderung memiliki<br />

bagian-bagian yang menurun. Hal ini merupakan gambaran dari<br />

sebagian besar hutan di Indonesia memiliki topografi yang berbukitbukit<br />

dan merupakan kebiasaan dimana sedapat mungkin mengikuti<br />

punggung bukit untuk masuk ke hutan. Karena posisi mendaki<br />

umumnya memiliki efek lebih besar terhadap biaya pengangkutan<br />

dibandingkan posisi mendatar, maka diperlukan studi untuk<br />

menghitung jalan lebih singkat tapi lebih curam dibandingkan jalan<br />

yang lebih panjang dan<br />

kondisi yang sama<br />

pada posisi mendatar<br />

yang tak teratur.<br />

Foto 3 : <strong>Jalan</strong> hutan perlu<br />

dirancang untuk dilintasi<br />

kendaraan berat dimana<br />

rata-rata truk bermuatan<br />

log yang melintas<br />

memiliki 40 x lebih berat<br />

dari mobil kijang.<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan<br />

BAB II<br />

23


Perencanaan<br />

BAB II<br />

Dampak lingkungan<br />

dari standar jalan<br />

hutan terutama adalah<br />

terhadap pembukaan<br />

koridor. Pembukaan jalan<br />

koridor menimbulkan<br />

r i n t a n g a n - r i n t a n g a n<br />

terhadap pergerakan<br />

spesies arboreal, yang<br />

pada beberapa spesies<br />

menyebabkan dampak<br />

negatif yaitu karena<br />

mengisolasi populasi<br />

dan menghalangi akses<br />

menuju sumber makanan<br />

tertentu atau untuk<br />

reproduksi. <strong>Jalan</strong> hutan<br />

yang ramah lingkungan<br />

adalah dimana kera<br />

dapat melintasi jalan<br />

tanpa harus menyentuh<br />

tanah!<br />

Persepsi yang umum<br />

terdapat di perusahaan<br />

konsesi adalah bahwa<br />

24 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Foto 4 : Permukaan jalan cabang dengan tingkat<br />

kerusakan rendah<br />

jalan koridor harus sedapat mungkin lebar agar sinar matahari<br />

dapat mengeringkan jalan setelah turun hujan. Walaupun pendapat<br />

ini ada benarnya, terlebih pada kondisi tanah liat, sebenarnya yang<br />

membuat permukaan tanah tidak stabil adalah pengelolaan air yang<br />

buruk, tingkat kepadatan jalan yang tidak tepat, dan pengerasan<br />

jalan yang kurang tepat. Mengenai hal ini akan dibahas lebih lanjut<br />

pada Bab V mengenai konstruksi jalan.<br />

Standar yang ditetapkan Departemen Kehutanan mengenai jalan<br />

koridor maximum selebar 34 meter telah mengalami revisi dari lebar<br />

semula 50 meter.<br />

Perusahaan harus lebih memperhatikan konstruksi dan kestabilan<br />

jalan yang akan lebih berpengaruh daripada pembukaan jalan<br />

yang lebih besar untuk mendapatkan sinar matahari. Kenyataan ini<br />

harus memperlihatkan standar pembuatan jalan tiap perusahaan,<br />

khususnya pada tanah yang berbukit-bukit dimana komposisi dari<br />

kondisi tanah umumnya berbatu-batu.


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Foto 5 : Permukaan jalan utama yang terletak pada punggung bukit.<br />

Perhatikan lebar koridor yang berlebihan.<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan<br />

BAB II<br />

25


Penandaan Lokasi<br />

BAB III<br />

3.1 Peninjauan Area<br />

26 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

BAB III<br />

Penandaan Lokasi<br />

Lokasi jalan sebaiknya tidak dibuat sebelum dilakukan survey<br />

lapangan secara menyeluruh.<br />

Gunakan titik kontrol atau simbol-simbol yang telah diidentifi kasi<br />

pada peta perencanaan dan buat catatan mengenai titik kontrol<br />

yang akan mempengaruhi pemilihan lokasi jalan. Simbol atau titik<br />

kontol antara lain termasuk :<br />

• Pelintasan sungai yang diinginkan<br />

• Beberapa saddle pada punggung<br />

• Lereng atau tanah berbatu yang harus dihindari<br />

• Tanah lembab atau rawa yang harus dihindari<br />

• Undakan atau topografi yang baik<br />

Akan lebih berguna memberikan tanda pada titik-titik kontrol atau<br />

lokasi di lapangan dimana Anda yakin daerah tersebut cocok untuk<br />

dibuatkan jalan.<br />

Begitu Anda telah memeriksa seluruh area termasuk disekitar jalan<br />

koridor yang akan dibangun, Anda dapat memulai dengan membuat<br />

jalur jalan pembukaan dengan menghubungkan titik-titik kontrol.<br />

3.2 Membangun Jalur Pembukaan<br />

Menentukan lokasi suatu jalan selalu memerlukan upaya lebih dari<br />

satu kali. Survey secara menyeluruh sebenarnya dapat memperkecil<br />

pilihan lokasi jalan menjadi satu lokasi saja, kenyataannya sering<br />

terjadi lebih dari satu pilihan yang tersedia. Oleh karena itu,<br />

disarankan agar upaya awal dalam pembangunan lokasi jalan hutan<br />

mengambil bentuk lokasi pendahuluan atau “P-line”.


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Gambar 5 : Sebuah ilustrasi dua jalur jalan pembukaan dengan beberapa penyesuaian<br />

untuk mendapatkan lokasi jalan yang terbaik.<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Penandaan Lokasi<br />

BAB III<br />

27


Penandaan Lokasi<br />

BAB III<br />

28 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Pertimbangan utama dalam membangun P-line adalah penggolongan<br />

kontrol diantara petunjuk atau symbol kontrol. Regu lokasi lapangan<br />

perlu terbiasa untuk menggunakan klinometer untuk memastikan<br />

bahwa standar teknis kelerengan tidak berlebihan.<br />

Kesalahan prosedural yang biasa terjadi adalah mandor mengirim<br />

seorang asisten dan memintanya untuk mengangkat atau<br />

menurunkan slope hingga mencapai kemiringan yang diinginkan. Hal<br />

ini untuk mencegah lokasi yang dipilih tidak baik dan usaha yang<br />

sia-sia.<br />

Saat mengembangkan P-line, mandor harus selalu berada di depan<br />

dan mengatur asistennya untuk mengembangkan kontrol kelerengan.<br />

Dengan menggunakan pendekatan ini, dia dapat mengevaluasi area<br />

lebih dulu dan menghindari kesalahan membuat P line.<br />

P-line harus ditandai dengan menggunakan pita atau cat berwarna<br />

terang supaya mudah dilihat.<br />

3.3 Penandaan Lokasi Terakhir<br />

Pendekatan paling umum untuk menentukan lokasi jalan adalah<br />

segera melakukan penyesuaian P-line begitu lokasi tersebut<br />

dipastikan sebagai pilihan yang terbaik. Penyesuaian kecil mungkin<br />

bisa dilakukan terhadap P-line untuk memastikan bahwa jalur lokasi<br />

memiliki kelengkungan memadai atau dilokasikan sedekat mungkin<br />

dengan lokasi jalan yang akan dibangun.<br />

Lokasi jalan yang ditetapkan harus merupakan hasil optimal dengan<br />

kalkulasi terbaik demi tercapainya tujuan yaitu memperkecil biaya<br />

konstruksi dan dampak lingkungan serta menjadi pilihan yang terbaik<br />

untuk pembalakan dan pengangkutan.<br />

Lokasi yang dipilih harus dengan jelas diberi tanda sehingga mudah<br />

dilihat.


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

BAB IV<br />

4.1 Mengapa Melakukan Survey Lokasi <strong>Jalan</strong><br />

• Untuk menentukan lokasi<br />

jalan secara akurat sebelum<br />

pembangunan dimulai.<br />

• Mengumpulkan informasi<br />

untuk menghitung biaya<br />

sebelum pembangunan<br />

dimulai.<br />

• Mengumpulkan informasi<br />

untuk persiapan desain<br />

teknis jalan.<br />

Survei lokasi jalan dapat<br />

dilakukan secara cepat dengan<br />

menggunakan peralatan<br />

yang dapat dijinjing. Manfaat<br />

melakukan survei jalan adalah<br />

karena dapat mengatur<br />

lokasi jalan yang akurat pada<br />

peta. Lebih penting lagi, juga<br />

merupakan alat kontrol untuk<br />

kesesuaian lokasi jalan fi nal.<br />

Survei dan Disain<br />

Foto 6 : Regu suvei lapangan.<br />

4.2 Prosedur Survey dan Pengumpulan Data<br />

Prosedur dasar survey telah diuraikan dalam buku “Prosedur Survei<br />

Topografi Hutan dan Pemetaan Pohon”. Survei dasar jalur lokasi<br />

jalan tidak banyak berbeda dari prosedur survey topografi kecuali<br />

interval pengukuran yang bervariasi dalam jarak dan azimuth.<br />

Patok survey harus dipancangkan di tiap titik survey disepanjang<br />

lokasi jalan. Patok-patok ini akan dapat dengan mudah dipakai<br />

sebagai referensi untuk regu konstruksi jalan, dan referensi cepat<br />

jika perlu dilakukan penyesuaian/perubahan pada lintasan, jika patok<br />

pada lereng diperlukan, atau sebagai pengikat untuk lintasan lain.<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Survei dan Disain<br />

BAB IV<br />

29


Survei dan Disain<br />

BAB IV<br />

Protokol pencatatan untuk lintasan<br />

jalan sederhana dapat dilakukan dalam<br />

berbagai bentuk, namun informasi dasar<br />

harus selalu sama seperti yang terdapat<br />

pada gambar 8 (data berwarna hitam<br />

adalah data dasar untuk lintasan dan<br />

warna merah adalah informasi tambahan<br />

yang diperlukan untuk merancang desain<br />

jalan).<br />

• Arah Kompas - dalam derajat sudut<br />

atau kwadran.<br />

• Jarak lereng - lebih baik diambil ke<br />

jarak terdekat.<br />

• Intermediate Fore Shot (IFS)<br />

- untuk menentukan perubahahan<br />

tiba-tiba pada topografi diantara titik<br />

survey.<br />

• Lereng / Slope - dicatat dalam<br />

bentuk +/-%, dan<br />

• Sketsa peta - yang memperlihatkan<br />

simbol-simbol penting misalnya<br />

penyeberangan sungai, dan lain-lain.<br />

30 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Gambar 6 : Sketsa patok survei.<br />

Pada contoh ini, jarak horizontal tidak dihitung dilapangan.<br />

Konsekuensinya penempatan disepanjang lintasan menggunakan<br />

system penomoran berurutan yang sederhana. Pada format<br />

pencatatan survei konvensional, penempatan horizontal akumulatif<br />

digunakan, dimana jarak horizontal dihitung di lapangan dengan<br />

memakai tabel kelerengan dan data-data stasiun merupakan jarak<br />

horizontal yang sesungguhnya misalnya (1+357, 1+385, 1+410,<br />

dst.).<br />

Jika ada kebutuhan untuk mendesain jalan atau menghitung volume<br />

penggusuran dan penimbunan, harus tersedia informasi tambahan.<br />

Informasi lereng samping sangat penting untuk merancang suatu<br />

jalan karena menggambarkan topografi dari arah kiri dan kanan.<br />

Informasi ini dikumpulkan dari sudut kanan ke arah lokasi jalan.


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Jika terjadi perubahan arah pada lintasan, sudut diantara dua<br />

garis singgung dibagi dua dan informasi lereng samping dicatat<br />

disepanjang garis imajiner yang membagi sudut ini. Informasi<br />

lereng samping harus diperluas setidaknya 20 meter ke arah kanan<br />

dan kiri dari garis tengah dan mungkin berisikan angka segmen<br />

lereng sebagaimana diilustrasikan dalam warna merah di contoh<br />

gambar 8.<br />

Informasi tambahan yang perlu dikumpulkan untuk desain yang<br />

efektif adalah informasi tipe dan kondisi tanah, struktur drainase<br />

yang diperlukan dan pertimbangan lain yang dapat berpengaruh<br />

terhadap desain jalan.<br />

4.3 Rancangan dan Pemrosesan Data<br />

Plotting Dasar<br />

Survey lokasi jalan tidak<br />

memiliki banyak arti<br />

kecuali jika informasi<br />

diplot dan ditempatkan<br />

secara akurat pada<br />

peta dasar. Hal ini<br />

dapat dicapai dengan<br />

menggunakan prosedur<br />

ploting manual atau<br />

proses komputerisasi<br />

data survei.<br />

Penerapan paling<br />

nyata dari survei lokasi<br />

jalan semacam ini Gambar 7 : Alat untuk plotting secara manual.<br />

berhubungan dengan<br />

pembangunan petak. Plot sederhana dari lokasi jalan yang sudah<br />

disurvey melalui petak akan memungkinkan penempatan jalan yang<br />

tepat pada peta.<br />

Ini merupakan syarat dasar sebelum perencanaan pembalakan<br />

dilakukan sebagaimana terdapat pada buku pedoman teknis<br />

kedua yang diterbitkan TFF berjudul “Pertimbangan Dalam<br />

Merencanakan Pembalakan <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong>”.<br />

Titik ikat terhadap batas blok, jalur-jalur cruising atau symbol-symbol<br />

fi sik lain seperti penyeberangan sungai dapat digunakan untuk<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Survei dan Disain<br />

BAB IV<br />

31


Survei dan Disain<br />

BAB IV<br />

32 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Gambar 8 : Contoh catatan pelintasan jalan. Gambar berwarna hitam merupakan<br />

data dasar yang diperlukan, sementara merah merupakan informasi<br />

tambahan yang diperlukan untuk mendesain jalan.


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Tropical Forest Foundation<br />

Survei dan Disain BAB IV<br />

33


Survei dan Disain<br />

BAB IV<br />

34 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

menempatkan lintasan lokasi jalan pada peta rencana pembalakan.<br />

Data survei juga dapat diplot untuk menciptakan sudut pandang<br />

yang berbeda dari lokasi jalan. Profi l suatu lokasi jalan dapat mudah<br />

dihasilkan dari catatan lintasan jalan dan memungkinkan evaluasi<br />

yang cepat dari pengaturan penandaan jalan. Hal ini khususnya<br />

penting saat melakukan evaluasi lokasi alternative dan saat<br />

melakukan penilaian terhadap implikasi jangka panjang.<br />

Profi l yang dikombinasi dengan pelintasan jalan dapat juga digunakan<br />

untuk memvisualisasikan penggalian yang diperlukan untuk membuat<br />

jalan dan khususnya berkaitan dengan rancangan suatu jalan.<br />

Gambar 9 : Survei lokasi jalan dihubungkan pada peta<br />

operasional dari area tebang yang diusulkan


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Gambar 10 : Unsur dari profil dan perlintasan<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Survei dan Disain<br />

BAB IV<br />

35


Survei dan Disain<br />

BAB IV<br />

36 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Komponen Rancangan Dasar<br />

Desain jalan dihasilkan dari perubahan-perubahan terhadap<br />

lokasi jalan yang direncanakan dan standar konstruksi agar jalan<br />

yang dibangun memiliki fungsi optimal yang diharapkan. Desain<br />

jalan biasanya berfokus pada pengaturan posisi vertical walaupun<br />

pengaturan secara horizontal mudah dibuat sepanjang data lereng<br />

pinggir telah terkumpul.<br />

Tujuan umum dari suatu desain jalan adalah menghitung volume<br />

penggusuran dan penimbunan. Manfaat utama lain dari desain<br />

jalan adalah untuk menghasilkan tabel slope staking yang akan<br />

memungkinkan keakuratan dalam menentukan batas pengoperasian<br />

mesin untuk membangun jalan.<br />

Desain jalan mengacu pada penyesuaian/perubahan pada lokasi<br />

yang disurvei, yang terdiri dari empat aspek utama :<br />

1. Standar <strong>Jalan</strong><br />

Standar jalan harus ditentukan oleh perusahaan konsesi yang<br />

mencerminkan kebutuhan transportasi dan kondisi kerja yang<br />

sesungguhnya. Standar jalan menggambarkan parameter<br />

tentang bagaimana bentuk jalan jika sudah selesai. Standar<br />

jalan mencakup lebar, gorong-gorong, kelerengan maksimum<br />

dan bentuk-bentuk lainnya dari jalan sesuai dengan klas jalan<br />

dan penggunaannya.<br />

2. Rencana Desain<br />

Rencana desain dibuat berkaitan dengan sifat material yang<br />

akan menganggu pada saat pembangunan jalan. Tanah yang<br />

kasar , berbatu memiliki sifat yang berbeda misalnya pada saat<br />

dilakukan pelebaran dan pengerasan, begitu juga halnya dalam<br />

dilakukannya penggusuran dan penimbunan untuk membuat<br />

jalan tersebut stabil.<br />

Penggusuran dan penimbunan lereng bervariasi. Hal ini<br />

tergantung pada sifat alamiah keadaan tanah. Tanah berbatu<br />

mungkin saja memiliki sudut balik yang sangat tajam sementara<br />

tanah liat lebih stabil pada sudut yang lebih landai.<br />

Sudut penggusuran dan penimbunan lereng biasanya dinyatakan<br />

dalam rasio sebagai berikut 3:4, 0.5:1, dan sebagainya, dimana<br />

angka pertama menunjukkan unit horizontal, dan angka kedua<br />

menunjukkan unit vertikal. Rasio ini dapat dikonversikan ke<br />

dalam persen nilai kelerengan dengan membagi angka kedua


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

dengan angka pertama, lalu meng-kalikannya dengan 100. Oleh<br />

karena itu, ratio 3:4, misalnya sama dengan kelerangan 75%.<br />

3. Pengaturan Vertikal / Vertical alignment<br />

Seorang teknisi lokasi jalan hutan biasanya akan menempatkan<br />

garis tengah sedekat mungkin dengan lokasi garis tengah jalan<br />

yang sebenarnya akan dibuat. Oleh sebab itu, saat merancang<br />

elemen lokasi jalan yang paling banyak dimanipulasi adalah<br />

pengaturan vertikal. Hal ini dilakukan dengan melakukan<br />

penyesuaian/perubahan pada penggusuran dan penimbunan<br />

pada garis tengah lokasi jalan.<br />

4. Pengaturan Horizontal / Horizontal alignment<br />

Pengaturan horizontal pada lintasan jalan dilakukan untuk<br />

mendapatkan standar lengkungan yang sesuai dan memperkecil<br />

penggusuran atau penimbunan.<br />

Mengapa <strong>Jalan</strong> di desain ?<br />

Desain jalan tidak umum dilakukan di hutan tropis, dan hanya<br />

sedikit orang yang biasa melakukan kegiatan ini. Lebih jauh lagi,<br />

di kebanyakan situasi, desain jalan tidak terlalu penting sepanjang<br />

standar maupun pedoman pembangunan jalan yang diuraikan<br />

dengan jelas dipatuhi.<br />

Namun, area hutan yang masih belum dikelola di Indonesia<br />

biasanya berbukit-bukit dan kondisi tanahnya tidak rata sehingga<br />

menimbulkan biaya konstruksi dan dampak lingkungan yang tinggi.<br />

Konsekuensinya, sangat ditekankan pengelolaan hutan yang baik<br />

untuk memastikan bahwa jalan-jalan yang dibangun berada di lokasi<br />

yang terbaik dan bahwa konstruksi dilakukan dengan cara yang<br />

efektif dari segi biaya dan ramah lingkungan.<br />

Desain jalan memiliki peran yang penting dalam mencapai tujuantujuan<br />

tersebut dan khususnya berkaitan dengan situasi yang<br />

melibatkan pemotongan bagian sisi yang curam, kelerengan,<br />

penyebarangan sungai, dan topografi yang sulit atau kompleks.<br />

Desain jalan dapat digunakan untuk menghasilkan beberapa hal.<br />

Dua hal yang paling signifi kan dalam membantu meningkatkan<br />

perencanaan dan pembangunan jalan hutan adalah data slope<br />

staking dan kontrol kelerengan.<br />

Kontrol Kelerengan / Grade control<br />

Suatu profi l yang diplot (gambar 11) menunjukkan gambar pengaturan<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Survei dan Disain<br />

BAB IV<br />

37


Survei dan Disain<br />

BAB IV<br />

38 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

vertikal yang sebenarnya dari suatu pembangunan jalan. Gambar ini<br />

seringkali memiliki kekurangan informasi lokasi jalan terbaru dimana<br />

lereng yang sangat curam sebenarnya terdapat di lapangan dengan<br />

harapan kru pembangunan jalan akan mendapat jalan keluarnya.<br />

Hasilnya adalah pengaturan vertical yang sangat curam yang<br />

berpengaruh terhadap biaya pengangkutan selama jalan itu ada.<br />

Situasi ini juga berpengaruh terhadap operator traktor dalam<br />

mengatasi situasi jalan yang sulit, dimana seringkali upaya-upaya<br />

mengatasi situasi tersebut menyebabkan dampak yang besar<br />

terhadap lingkungan. Masih sering ditemui kegiatan pembangunan<br />

jalan yang berulang-ulang pada suatu lokasi yang sulit, atau ditemui<br />

pengupasan yang sangat luas yang dihasilkan dari kontrol kelerengan<br />

yang tidak tepat dalam pengaturan akhir.<br />

Slope staking<br />

Bisa dikatakan, slope staking adalah kegiatan yang tidak pernah<br />

dilakukan di Indonesia, padahal aktivitas semacam survey lokasi<br />

jalan dan desain dasar dapat menghemat waktu operasional<br />

mesin dan uang, belum lagi memperkecil area yang rusak karena<br />

pembangunan jalan.<br />

Slope staking biasanya berhubungan dengan penghitungan<br />

pengukuran kelerengan penggusuran tebing, dan dasar dari<br />

penimbunan.<br />

Foto 7 : Slope staking secara signifikan mengurangi kegiatan mesin pada<br />

punggung bukit.


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Berbagai bentuk tabel slope stake tersedia pada buku-buku teknis<br />

kehutanan. Umumnya tabel slope stake disusun untuk lebar jalan<br />

tertentu (termasuk lebar parit) dan untuk sejumlah sudut tertentu<br />

dari pemotongan dan pengisian yang dinyatakan dalam rasio jarak<br />

horisontal terhadap jarak vertikal.<br />

Informasi lereng pinggir dari survei lokasi jalan diperlukan untuk<br />

menterjemahkan tabel slope stake. Selain itu, perkiraan kedalaman<br />

pemotongan pada setopan garis tengah juga diperlukan untuk<br />

menterjemahkan tabel slope stake.<br />

Untuk pembangunan jalan hutan, informasi paling penting yang<br />

diperoleh dari tabel slope stake, adalah posisi penggusuran mulamula<br />

karena hal ini menentukan batas operasi mesin dan memberikan<br />

pedoman yang jelas kepada operator mesin mengenai dimana dia<br />

harus memulai pemotongan dalam pembuatan jalan.<br />

Desain dengan menggunakan komputer<br />

Waktu yang diperlukan memproses data survey secara manual untuk<br />

mendesain jalan berlangsung lama dan seringkali timbul kesalahan.<br />

Desain manual sebaiknya hanya dilakukan untuk jalan yang pendek,<br />

atau bagian-bagian jalan dengan masalah tertentu.<br />

Saat ini banyak program komputer yang mampu memproses data<br />

lapangan dengan cepat dan menyampaikan desain jalan yang<br />

optimal.<br />

Hasil yang diperoleh antara lain profi l, pelintasan jalan, diagram,<br />

tabel volume, table slope stake, peta kontur untuk koridor jalan, dan<br />

bahkan penampang tiga dimensi untuk desain jalan.<br />

Gambar 11 menampilkan contoh bagian jalan yang rinci yang<br />

dihasilkan dari catatan survey yang terdapat pada gambar 8.<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Survei dan Disain<br />

BAB IV<br />

39


Survei dan Disain<br />

BAB IV<br />

40 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Gambar 11 : Menampilkan contoh hasil disain dengan menggunakan bantuan<br />

komputer.


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Tropical Forest Foundation<br />

Survei dan Disain BAB IV<br />

41


Survei dan Disain<br />

BAB V<br />

42 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

BAB V<br />

Konstruksi <strong>Jalan</strong><br />

5.1 Hubungan antara bagian perencanaan dan<br />

operasional<br />

Membicarakan konstruksi jalan akan terasa sangat aneh bila di mulai<br />

dengan diskusi tentang hubungan antar divisi dalam perusahaan,<br />

padahal dalam banyak perusahaan komunikasi antar bagian tidak<br />

berfungsi.<br />

Disini perlu direnungkan untuk perubahan pada tingkat pelaksanaan.<br />

Biasanya bagi staff perencanaan dan teknik mudah untuk memahami<br />

ketika hal ini menjanjikan potensi keuntungan yang dapat dicapai<br />

melalui peningkatan kemampuan praktis. Namun demikian,<br />

dikebanyakan perusahaan, fungsi perencanaan dan keahlian teknik<br />

masih merupakan kegiatan yang tidak terlalu diutamakan, akibatnya<br />

usulan perubahan yang berasal dari perencanaan akan diabaikan<br />

atau dikesampingkan, kalaupun akan diikuti hanya jika tidak terjadi<br />

pertentangan dengan pandangan dan praktek yang telah ada.<br />

Sifat menolak terhadap perubahan sering kali sangat kuat pada<br />

perusahan dan diperlukan keterlibatan aktif dari managemen<br />

perusahaan untuk hal itu.<br />

Dalam upaya mencapai sebuah standar perencanaan dan konstruksi<br />

jalan yang dapat meminimalkan dampak dan efi siensi biaya, suatu<br />

perusahaan mungkin perlu memperkuat fungsi perencanaannya<br />

atau memperhatikan keahlian teknik masing-masing jalan. Dalam<br />

kasus ini peningkatan kemampuan teknis pada pembangunan jalan<br />

hutan harus seirama dan terintegrasi dengan perubahan pada fungsi<br />

perencanaan dan teknik didalam kegiatan konstruksi jalan.<br />

Petunjuk yang baik dari bagian teknis kehutanan harus sesuai<br />

dengan standar yang jelas. Pelatihan bagi pengawas dan<br />

operator juga diperlukan sehingga memunkinkan mereka untuk<br />

menginterpretasinya bagi perbaikan suatu petunjuk teknis. Akhirnya<br />

pengawas dan operator pembangunan jalan harus bersedia untuk<br />

suatu pelatihan yang menekankan perlunya meminimalkan dampak<br />

dari pembangunan jalan.


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

5.2 Pemahaman Biaya<br />

Menejer hutan sering kali enggan untuk mempekerjakan banyak<br />

staff, khususnya untuk keperluan diluar bidang produksi seperti<br />

perencanaan dan teknisi kehutanan. Alasan utamanya adalah biaya.<br />

Seorang tenaga akhli teknik kehutanan mungkin harus dibayar<br />

Rp.10,000,000 (sekitar US$1,110) per bulannya!<br />

Menajer hutan yang sama, mungkin juga memberikan perhatian yang<br />

kecil pada bagaimana mengefi siensi tim bulldozer atau traktor dalam<br />

operasionalnya. Dia tahu berapa kilometer jalan dapat dibangun oleh<br />

mesin-mesin tersebut dalam satu bulan tetapi mungkin dia tidak<br />

mengetahui apakah mereka bekerja dengan kemampuan maksimum<br />

atau mungkin bisa dua kali lipat hasilnya.<br />

Dampak yang tinggi<br />

pada jalan hutan sering<br />

kali merupakan hasil<br />

dari kegiatan mesin yang<br />

berlebihan dan tidak<br />

terawasi. Ini berarti<br />

biaya yang dikeluarkan<br />

lebih besar dari yang<br />

seharusnya.<br />

Pengunjung pada HPH<br />

hampir selalu akan<br />

menemukan bukti<br />

perencanaan dan<br />

konstruksi jalan yang<br />

tidak baik. Contoh<br />

paling gampang bisa<br />

didapatkan pada situasi<br />

dimana operator traktor<br />

telah mencoba berkalikali<br />

untuk menaiki suatu<br />

bukit atau menyeberangi<br />

sungai. Ini disebabkan<br />

Gambar 12 : Biaya per jam satu unit Traktor<br />

Caterpillar D7-G<br />

1. Biaya pemilik : $19.65/jam<br />

(Depresiasi, bunga, asuransi)<br />

2. Biaya Operational : $32.20/jam<br />

(BBM, oli, lubricants, fi lters, perbaikan,<br />

undercarriage, operator)<br />

Total Biaya $51.85/jam<br />

Assumsi<br />

- Biaya kepemilikan berdasarkan<br />

perkiraan waktu depresiasi 10,000<br />

jam operasi.<br />

- Berdasarkan data yang dibuat oleh<br />

Caterpillar / PT Trakindo Utama<br />

pada 2004 tetapi menggunakan<br />

harga BBM sekarang.<br />

- Nilai ini hanya mendekati.<br />

dari perencanaan penempatan jalan yang tidak baik atau kegagalan<br />

operator traktor untuk mengikuti garis jalan yang telah direncanakan.<br />

Dua hal ini akan mengakibatkan penambahan jam kerja traktor yang<br />

tidak perlu dan dampak kerusakan lebih besar pada hutan.<br />

Biaya perekrutan dan pelatihan teknisi penempatan jalan, bisa<br />

diperoleh kembali dari pengunaan traktor yang lebih efektif untuk<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Survei dan Disain<br />

BAB V<br />

43


Survei dan Disain<br />

BAB V<br />

Foto 8 : Bahkan pada daerah yang landai<br />

excavator sebagai mesin pembuatan jalan utama,<br />

bisa mengungguli bulldozer dalam menghasilkan<br />

subgrade yang lengkap dengan parit di pingir<br />

jalan dan dampak lingkungan yang minimal.<br />

44 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

mencapai pembangunan jalan dengan dampak rendah. Penghematan<br />

terbesar akan terjadi pada biaya pengangkutan kayu dengan truk<br />

dalam jangka panjang.<br />

5.3 <strong>Pembuatan</strong> badan jalan dasar – mendorong atau<br />

menggali<br />

Pemilihan peralatan pembuatan jalan<br />

Caterpillar D7-G / D8, atau Komatsu D85-SS (atau model yang<br />

serupa) adalah mesin yang paling lazim digunakan untuk pembuatan<br />

jalan hutan di Indonesia. Ini adalah mesin yang sangat efektif dan<br />

efi sien untuk memindahkan material dalam volume besar. Tetapi,<br />

bila digunakan secara tidak tepat akan menyebabkan kerusakan<br />

yang besar dan dampak yang berlebihan.<br />

Di negara-negara di mana pegunungan mendominasi dari wilayah<br />

kerja industri kehutanannya, excavator menjadi pilihan yang paling<br />

lazim digunakan. Di Indonesia semakin sering HPH menghadapi situasi<br />

di mana bulldozer kalah dalam efi siensi dan hasil akhir dibandingkan<br />

excavator, namun masih belum semua HPH telah mendapatkan<br />

ketrampilan untuk dapat mempergunakan mesin tersebut secara<br />

sepenuhnya.<br />

Foto 9 : Penggunaan<br />

Bulldozer pada pembuatan<br />

jalan pada daerah curam<br />

dengan cara pembuatan<br />

teras untuk memperkecil<br />

kemungkinan longsoran.


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Dimana excavator lebih unggul dibanding bulldozer :<br />

- Pada daerah curam yang memerlukan penempatan meterial<br />

galian dengan hati-hati.<br />

- Pada daerah perlintasan sungai dan pada pembuatan drainage<br />

- Pada perlintasan daerah berair atau rawa dengan tanah liat,<br />

dimana drainage kerapkali menjadi masalah.<br />

- Pada penggalian material pengeras untuk permukaan jalan.<br />

Foto 10 : <strong>Jalan</strong> ber<br />

balast menyeberangi<br />

rawa. Waktu<br />

berminggu-minggu<br />

dipakai mengunakan<br />

bulldozer untuk<br />

mengerjakan bagian<br />

jalan ini dengan<br />

susah payah dan<br />

menimbulkan dampak<br />

kerusakan besar.<br />

Dengan mengunakan<br />

excavator pekerjaan<br />

ini bisa diselesaikan<br />

dalam waktu<br />

singkat dengan<br />

dampak minimum.<br />

Meskipun, sebagian besar dari jalan lebih efektif dibuat dengan<br />

bulldozer, ada banyak bagian yang akan lebih efektif dibuat<br />

menggunakan bulldozer dan excavator secara bersamaan. Untuk<br />

menentukan mesin apa yang akan dipakai dalam pembangunan jalan<br />

adalah tugas dari bagian teknis kehutanan yang bertangung jawab<br />

atas penentuan lokasi jalan, survei dan design. Ini memerlukan<br />

koordinasi yang lebih baik antara kegiatan teknis kehutanan dan<br />

kegiatan pembangunan jalan.<br />

Prinsip dasar dalam pembuatan jalan<br />

Apakah menggunakan bulldozer, excavator atau gabungan duaduanya<br />

dalam pembuatan jalan di hutan, terdapat beberapa prinsipprinsip<br />

sederhana, tetapi mendasar yang perlu diperhatikan untuk<br />

memastikan kegiatan pembuatan jalan mencapai tujuan yang<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Survei dan Disain<br />

BAB V<br />

45


Survei dan Disain<br />

BAB V<br />

46 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

diinginkan dengan hasil baik dan biaya rendah. Beberapa prinsip<br />

dapat dilihat sebagai berikut :<br />

Persiapan<br />

1. Apakah sudah ditentukan lokasi trayek jalan yang terbaik?<br />

Apakah sudah mendapat persetujuan lokasi jalan dari<br />

supervisor? Apakah lokasi jalan sudah ditandai dengan baik ?<br />

(termasuk tanda pancang pada kelerengan ).<br />

2. Apakah supervisor dan / atau mandor jalan sudah diinformasikan<br />

tentang keadaan khusus pada konstruksi jalan ? Apakah operator<br />

traktor dan mandor telah berjalan kaki pada garis konstruksi<br />

jalan dan telah mengenal medan dan area yang memerlukan<br />

perhatian khusus ?<br />

Pertimbangan Pembangunan<br />

3. Pengelolaan air dengan baik, harus menjadi prioritas pada<br />

pembangunan badan jalan. Dimana dimungkinkan, struktur<br />

pembuangan air harus dipasang secepatnya pada waktu<br />

pembuatan badan jalan. Air rawa harus diatur melalui pembuatan<br />

selokan yang baik dan diarahkan keluar jalan. Badan jalan harus<br />

dibentuk sebagaimana mestinya untuk mencegah air terkumpul<br />

dan merusak badan jalan pada waktu pembangunan, dan<br />

memungkinkan badan jalan secepat mungkin kering.<br />

Pemadatan telah dilaksanakan<br />

hanya pada beberapa HPH, padahal<br />

pemadatan dan pengelolaan air<br />

dengan baik, bisa mengurangi<br />

dampak dari pembangunan jalan<br />

dan ongkos pembuatan perkerasan<br />

jalan.<br />

Badan jalan yang telah dipadatkan<br />

dengan segera setelah dibentuk<br />

akan mengurangi pengikisan / erosi<br />

pada waktu hujan. Badan jalan yang<br />

Foto 11 : Genangan air yang terbentuk<br />

oleh gorong-gorong yang salah adalah<br />

pemandangan yang lazim di beberapa<br />

HPH. Perhatikan ‘knappel’ yang<br />

diperlukan untuk menstabilkan ‘road<br />

fill’ yang dipenuhi oleh genangan air.


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

dipadatkan akan memerlukan lebih sedikit meterial perkerasan<br />

untuk membentuk permukaan jalan untuk segala cuaca.<br />

5. Balast atau bahan permukaan jalan, biasanya diperlukan<br />

untuk mencapai kondisi permukaan jalan yang padat dan bisa<br />

digunakan untuk segala cuaca. Keperluan balast tergantung<br />

ketahanan yang diharapkan, sifat dari material yang digunakan<br />

dan kemiringan jalan.<br />

Umum:<br />

6. Rentang waktu pembuatan jalan harus diseleraskan dengan<br />

musim panas. Ini terutama sekali bila tanah sangat liat. Untuk<br />

menghindari terjadinya erosi, hindari pembangunan jalan pada<br />

musim hujan.<br />

5.4 Pemadatan dan meratakan permukaan<br />

Foto 12 : Makin bertambah perusahaan HPH<br />

yang menyadari keuntungan yang didapatkan<br />

dari pemadatan segera setelah pembentukan dari<br />

badan jalan.<br />

Semakin bertambah<br />

perusahaan HPH yang<br />

menyadari keuntungan<br />

yang didapatkan dari<br />

pemadatan segera setelah<br />

pembentukan dari badan<br />

jalan.<br />

Pemadatan mengurangi<br />

ketidakteraturan pada<br />

permukaan jalan dan<br />

mempercepat pengeringan<br />

badan jalan. Badan jalan<br />

yang telah dipadatkan,<br />

mengurangi terjadinya erosi<br />

/ pengikisan pada waktu<br />

hujan dan mengurangi<br />

genangan air hujan pada permukaan jalan yang memperpanjang<br />

masa waktu kering.<br />

Badan jalan yang stabil dan padat, memerlukan lebih sedikit material<br />

untuk balast hingga mengurangi biaya pembuatan jalan.<br />

Sebelum pemadatan, badan jalan harus diratakan lebih dahulu dan<br />

membuat garis parit / selokan.<br />

Pemadatan adalah cara yang sangat efektif dari pembuatan<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Survei dan Disain<br />

BAB V<br />

47


Survei dan Disain<br />

BAB V<br />

48 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

permukaan jalan setelah bahan balast telah dilapisi diatas badan<br />

jalan. Ini terutama sekali bila bahan untuk balast tidak berbeda<br />

dari bahan badan jalan. Pemadatan akan memastikan bahan tanah<br />

dengan ukuran berbeda telah dibentuk terikat dan dihaluskan<br />

permukaan jalannya.<br />

5.5 Struktur saluran air (drainase)<br />

Foto 13 : <strong>Jalan</strong> yang di<br />

balast dan dipadatkan<br />

dengan baik. Perhatikan<br />

puing kayu yang diletakan<br />

di pinggir jalan untuk<br />

mengurangi erosi.<br />

Saluran air dibangun khusus untuk mengalihkan air hujan dari atas<br />

dan bawah jalan.<br />

Sebelum membahas jenis-jenis drainase yang berbeda, ada<br />

beberapa hal utama yang harus diikuti dimana dimungkinkan untuk<br />

memperkecil ganguan penyaluran air alamiah dan mengurangi resiko<br />

pengendapan aliran sungai.<br />

• Sebisa mungkin, mempertahankan pola saluran air yang sudah<br />

ada.<br />

• Buatlah gorong-gorong pada waktu pembangunan jalan dan<br />

sedapat mungkin dekat dengan tanah. Hindari pembuatan<br />

gorong-gorong pada tanggul yang telah ditinggikan. Bila ini tidak<br />

dimungkinkan, pastikan lapisan tanah pada saluran keluar dilapisi<br />

dengan bahan batu-batuan. Dalam keadaan tertentu sebaiknya<br />

dibangun pintu air dengan mengunakan batu dan semen atau<br />

beton.<br />

• Jangan lupa untuk membangun saluran persilangan pada bagian<br />

yang panjang dan miring dari jalan, di tempat dimana pengalihan


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

air hujan atau rembasan air<br />

susah dialihkan dari jalan.<br />

• Jangan menggunakan kayu<br />

berlubang atau tumpukan<br />

kayu untuk mengisi goronggorong.<br />

Saluran persilangan<br />

jenis ini sangat gampang<br />

tersumbat dan berakibat<br />

terbentuknya kolam dan<br />

pada akhirnya membanjiri<br />

badan jalan.<br />

• Pembangunan goronggorong<br />

paling baik dilakukan<br />

dengan meng-gunakan<br />

excavator. Ini adalah<br />

salah satu segi di mana<br />

keefektifan pembangunan<br />

jalan bisa diperbaiki<br />

dengan mengabungkan<br />

kelebihan dari bulldozer dan<br />

excavator.<br />

Ada tiga tipe dasar struktur saluran air.<br />

Gambar 13 : Perencanaan drainase<br />

berdasarkan survei lokasi jalan.<br />

Saluran air persilangan terbuka<br />

Saluran air persilangan terbuka adalah parit yang dibuat pada jalan<br />

dengan tujuan untuk memungkinkan air untuk menyeberangi jalan.<br />

Ini bisa dilakukan untuk aliran air musiman atau aliran air tetap.<br />

Material pada saluran ini harus tahan erosi / pengikisan, seperti<br />

batuan kerikil atau lapisan tanah yang keras.<br />

Penyeberangan air adalah saluran air terbuka pada aliran sungai<br />

yang lebih besar, dan biasanya memiliki aliran air tetap.<br />

Saluran air terbuka atau penyeberangan air, adalah solusi yang tepat<br />

guna untuk penyeberangan aliran air hanya bila terbuat dari material<br />

yang tahan terhadap erosi atau bila saluran air dilapisi dengan batu<br />

krikil untuk membentuk dasar yang stabil.<br />

Untuk jalan utama yang permanen, saluran air bisa dibuat dari semen<br />

atau batu dan berbentuk pipa gorong-gorong untuk memungkinkan<br />

aliran air melewati bawah saluran air terbuka pada saat volume<br />

aliran air rendah dan bila air meluap dapat melewati di atas saluran<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Survei dan Disain<br />

BAB V<br />

49


Survei dan Disain<br />

BAB V<br />

terbuka.<br />

Gorong-gorong<br />

Bentuk paling umum<br />

dari struktur saluran air<br />

(drainase) pada jalan di<br />

hutan, adalah goronggorong.<br />

Tetapi goronggorong<br />

ini adalah aspek<br />

yang paling sering<br />

diabaikan pada jalan dalam<br />

hutan.<br />

Hanya sedikit perusahan<br />

HPH telah mengembangkan<br />

pedoman pembuatan<br />

jalan yang menguraikan<br />

50 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Gambar 14 : Hindari mengunakan tumpukan kayu<br />

gelondongan atau puing kayu untuk membuat<br />

gorong-gorong.<br />

cara pembuatan gorong-gorong. Akibatnya pembuatan goronggorong<br />

telah diserahkan kepada kebijaksanaan operator traktor yang<br />

sering kali dibayar per meter jalan yang sudah selesai dibangun.<br />

Kegagalan dalam menangani pengelolaan aliran air yang baik pada<br />

pembangunan jalan, seringkali menghasilkan keadaan sebagai<br />

berikut :<br />

• Tidak cukupnya saluran penyeberangan air, khususnya pada<br />

jalan yang panjang di pengir tebing.<br />

AKIBATNYA : Terbentuknya selokan erosi yang dalam, sepanjang<br />

parit; Pengendapan pada aliran sungai.<br />

• Saluran air / gorong-gorong yang berbentuk tumpukan kayu log<br />

dan puing. Kadang bila tesedia kayu log berlubang digunakan<br />

sebagai penganti gorong-gorong.<br />

AKIBATNYA : Gorong-gorong tersumbat yang menyebabkan<br />

banjir di hulu. Banjirnya sebagian areal hutan. Melemahnya daya<br />

tahan dari badan jalan, karena keadaan yang basah.<br />

• Dimana tanggul jalan melintasi selokan, kayu berlubang seringkali<br />

dipasang, setelah penyelesaian tanggul dan ditempatkan pada<br />

bagian atas dari tanggul.<br />

AKIBATNYA : Banjir di hulu, banjir pada sebagian areal hutan,<br />

melemahnya daya tahan tanggul karena keadaan yang basah.<br />

Gorong-gorong yang terbuat dari kayu gelondongan, mudah dibuat


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

dengan menggunakan<br />

bahan yang tersedia<br />

secara lokal. Gambar<br />

15 menggambarkan<br />

gorong-gorong kotak<br />

sederhana terdiri dari<br />

dua kayu log sejajar<br />

diletakan diatas kayu<br />

pembendung lumpur,<br />

yang mendistribusikan<br />

berat dari kayu log<br />

diatas. Pada bagian<br />

atas dari goronggorong<br />

telah dipasang batangbatang<br />

kayu bersebelahan yang<br />

melintang.<br />

Gambar 15 : Sketsa gorong-gorong<br />

terbuat dari kayu log.<br />

Gorong-gorong sederhana ini, bisa dipasang dengan menggunakan<br />

bulldozer atau menggunakan tenaga manual, walaupun bisa dilakukan<br />

lebih baik dengan menggunakan excavator.<br />

Gorong-gorong kotak sebaiknya dipasang pada ketinggian yang sama<br />

dengan ketinggian permukaan tanah yang asli di atas material yang<br />

dapat menopang bobot dari gorong-gorong dan material di atasnya.<br />

Bila gorong-gorong dipasang lebih tinggi dari permukaan tanah yang<br />

asli, saluran keluar harus diperkuat dengan bahan berbatu untuk<br />

mencegah erosi tanggul.<br />

Jembatan<br />

Jembatan bisa dibangun dengan berbagai ukuran dan bentuk<br />

sehingga sesuai dengan keadaan di tempat itu. Pada jalan di hutan<br />

material yang paling sering ditemukan adalah kayu berbentuk log /<br />

gelondongan.<br />

Jembatan terdiri dari struktur penyangga /abutment pada kedua<br />

sisi yang bisa dibangun dengan menggunakan tumpukan kayu<br />

gelondongan atau pondasi dari beton. Rentang jembatan terdiri<br />

dari kayu balok yang ditutupi dengan batu krikil atau papan kayu<br />

gergajian. Berbagai bagian lain yang bisa ditambahkan pada suatu<br />

jembatan termasuk pagar jembatan, kayu balok (shear) untuk<br />

menjaga memasuki jembatan. Pada rentang yang panjang dan<br />

diperlukan pembagian pada rentang yang lebih pendek struktur<br />

penyangga tambahan di tengah rentang diperlukan dan dapat<br />

dibangun dari tumpukan kayu balok atau tiang beton.<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Survei dan Disain<br />

BAB V<br />

51


Survei dan Disain<br />

BAB V<br />

52 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Gambar 16 : Komponen pada jembatan kayu log.<br />

Pertimbangan Dasar<br />

• Pilih tempat yang mempunyai dasar yang kuat, lebih baik berbatu<br />

untuk menjamin penjajaran (allignment) yang baik dengan<br />

jembatan penyebarangan.<br />

• Posisi struktur penyangga kayu balok sederhana dengan dasar<br />

yang padat dan ketinggian melewati tingkat air tertinggi, bila<br />

memungkinkan.<br />

• Struktur jangkar yang kompleks dan tanah, krikil pengisi tanggul,<br />

bahan batu.<br />

• Merencanakan pembangunan dari jembatan sebelum kegiatan<br />

mesin mulai di lapangan.<br />

• Memilih jenis kayu yang tahan lama untuk semua bagian<br />

dari jembatan. Mencari keterangan dari data penelitian bila<br />

dimungkinkan mengenai sifat kekuatan dan ketahanan dari<br />

material yang digunakan.<br />

• Gunakanlah mesin-mesin yang tepat. Pembangunan jembatan<br />

bisa dipermudah dengan mengunkan excavator.<br />

• Mengatur pembangunan jembatan untuk dilakukan pada musim<br />

panas dimana tingkat air berada pada tingkat terendah.<br />

• Mencari keterangan di buku pedoman yang tepat, untuk petunjuk<br />

mengenai perencanaan dan pembangunan jembatan 1) .<br />

1) Salah satu buku pedoman mengenai perencanaan dan pembangunan jembatan dari kayu<br />

adalah “Log Bridge Handbook 1980” oleh Nagy, Trebett, Wellburn ad Gower (terbitan<br />

kedua 1989) dibuat dan diterbitkan oleh Forest Engineering Research Institute of Canada<br />

at 201-2112 West Broadway, Vancouver, B.C., Canada, H9R 4Z7.Buku bisa didapatkan<br />

dengan menghubungi Margaret-J@MTL.Feric.ca.


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Pengenalan dengan<br />

komponen jembatan<br />

Jembatan kayu sangat<br />

sesuai untuk jalan<br />

di hutan karena bisa<br />

dipasang dan dibuat di<br />

tempat dengan bahanbahan<br />

yang tersedia dari<br />

hutan sekitarnya.<br />

Gambar berikut ini<br />

memberikan pengenalan<br />

mengenai beberapa<br />

pendekatan yang dilakukan<br />

pada pembangunan bagianbagian<br />

utama dari jembatan<br />

kayu balok.<br />

Foto 14 : Contoh jembatan dengan structur<br />

penyangga kayu di pinggir dan tengah.<br />

Bentuk yang paling umum dari jembatan kayu balok, biasanya<br />

membutuhkan struktur penyangga yang sederhana (Gambar 17).<br />

Bila dasar dari struktur penyangga adalah batu, satu atau lebih kayu<br />

balok pondasi sudah cukup untuk penyangga kayu balok / stringer.<br />

Bila diperlukan celah tambahan atau bila tanah di bawah penyangga<br />

labil, akan diperlukan kombinasi dari pondasi kayu log dan bendungan<br />

lumpur (mud sill).<br />

Semua bagian dari penyangga harus terkunci, terpaku atau terikat<br />

dengan aman untuk menjamin kestabilan.<br />

Foto 15 : Sifat kuat dan<br />

tahan lama sering tidak<br />

ditemukan pada jenis<br />

kayu tropis, akibatnya<br />

penggunaan balok<br />

kayu yang ditumpuk<br />

biasa digunakan pada<br />

pembangunan jembatan.<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Survei dan Disain<br />

BAB V<br />

53


Survei dan Disain<br />

BAB V<br />

Gambar 18 : Penyangga<br />

kayu yang rumit.<br />

54 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Gambar 17 :<br />

Penyangga kayu<br />

sederhana dengan<br />

fondasi kayu dibawah<br />

bendungan lumpur.<br />

Bahan timbunan harus terdiri dari tanah berbatu. Jangan mengunakan<br />

tanah yang mudah tererosi pada waktu musim banjir dan tidak<br />

mendukung lalu-lintas truk.<br />

Struktur tumpukan bisa bermacam-macam, tergantung dari<br />

ketinggian yang diperlukan dan kondisi tanah di tempat penyangga.<br />

Gambar 19 dan 20 memberikan suatu contoh dari kedua jenis struktur<br />

tumpukan sederhana dan struktur yang lebih rumit dari tumpukan<br />

dengan ujung terbuka.<br />

Penting sekali, bahan timbunan kembali dari tanggul terdiri dari<br />

material berbatu yang tahan erosi, karena struktur tumpukan yang<br />

compleks sering sekali dilanda banjir musiman. Bahan timbunan<br />

yang mudah erosi akan mengakibatkan memperlemahnya struktur<br />

dan pada akhirnya kerusakan pada struktur.


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Gambar 19 : Struktur crib sederhana, yang<br />

terdiri dari kayu log depan dan belakang yang<br />

terkunci dalam bahan isian kerikil dan batu.<br />

Gambar 20 : Penyangga jembatan yang kompleks<br />

Perhatikan bagian ujung yang terbuka dengan<br />

beberapa kayu log yang terikat satu sama lain,<br />

dan dipendam dibawah material penimbun jalan<br />

untuk menstabilkan seluruh struktur jembatan.<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Survei dan Disain<br />

BAB V<br />

55


Survei dan Disain<br />

BAB V<br />

Gambar 21 : Balok pembatas bisa menjadi<br />

bagian dari struktur jembatan (diatas) atau<br />

menjalani fungsi melindungi (dibawah).<br />

56 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Ada alternatif yang lebih mahal selain jembatan kayu bulat, yaitu<br />

jembatan dari baja yang dibuat di tempat lain sebelum dipasang dan<br />

mempunyai beberapa keunggulan.<br />

Jembatan baja dirancang untuk beban muatan sesuai panjang<br />

rentang jembatan. Jembatan tersebut bisa secara mudah diangkut<br />

dan dipasang pada tempat dan penyangga kayu atau semen yang<br />

sudah dibuat lebih dahulu. Salah satu keunggulan utama dari<br />

jembatan baja adalah tahan lama dan bisa digunakan kembali pada<br />

lokasi lain bila diperlukan.


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Foto 16 : Jembatan baja di hutan,<br />

Wilayah Bagian Perak, Malaysia.<br />

Perhatikan penyangga berada pada<br />

posisi jauh di atas titik air tertinggi,<br />

memberikan ruangan yang cukup di atas<br />

sungai. Pada contoh ini deck dan pagar<br />

dari baja adalah bagian dari struktur<br />

jembatan.<br />

5.6 Stabilisasi sisi jalan<br />

<strong>Jalan</strong> yang baru dibangun akan menyebabkan erosi dan pengendapan<br />

(sedimentation) untuk waktu yang panjang. Pembangunan jalan<br />

berdampak rendah harus mencoba meminimalkan erosi tersebut<br />

melalui bermacam-macam tindakan.<br />

Saluran samping dan lintasan saluran dapat menyalurkan air hujan<br />

keluar jalan. Pemadatan dan pengerasan akan mengurangi erosi<br />

dari permukaan jalan. Tetapi khususnya pada daerah berbukitbukit,<br />

gusuran dan timbunan adalah sumber utama erosi dan<br />

sedimentasi.<br />

Tergantung dari kondisi lapangan, lereng timbunan pada area<br />

dengan curah hujan tropis yang tinggi ditumbuhi tanaman secara<br />

alami dalam satu-dua tahun, untuk lereng gusuran akan diperlukan<br />

waktu lebih lama. Khususnya pada tanah yang sangat labil, tindakan<br />

stabilisasi lereng di sisi jalan harus dilaksanakan, secepat mungkin<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Survei dan Disain<br />

BAB V<br />

57


Survei dan Disain<br />

BAB V<br />

58 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

setelah pembangunan jalan untuk mengurangi erosi dan masuknya<br />

sedimentasi ke sungai terdekat.<br />

Manfaat lingkungan dari upaya menstabilkan sisi pinggir jalan pada<br />

lereng gusuran dan lereng timbunan, bukanlah merupakan satusatunya<br />

faktor pendorong. Kerusakan pada lereng gusuran dan<br />

lereng timbunan menimbulkan biaya perbaikan yang mahal dan<br />

pengendapan pada hilir sungai bisa menimbulkan konfl ik dengan<br />

penduduk lokal yang tergantung pada air sungai untuk memenuhi<br />

kebutuhan rumah tangga mereka dan salah satu sumber pangan<br />

yang penting.<br />

Untuk menstabilkan lereng gusuran, sebaiknya dilakukan pada waktu<br />

pelaksanaan pembangunan jalan. Tindakan lain bisa juga dilakukan<br />

sesudah pembangunan selesai. Semua tindakan harus didahului<br />

oleh inspeksi lapangan dan penafsiran resiko dengan tujuan untuk<br />

menjamin gusuran dan timbunan lereng tetap stabil dan tidak<br />

menjadi sumber endapan untuk tata air (hydrology) lokal dan tidak<br />

menambah biaya perawatan jalan.<br />

Dalam perencanaan dan pembangunan jalan hutan tabel berikut ini<br />

dapat dijadikan sebagai petunjuk untuk stabilitas dari lereng gusuran<br />

dan lereng timbunan dengan berbagai macam bahan / material<br />

yang mungkin ditemui pada pembangunan jalan hutan. Nilai dalam<br />

tabel ini didapatkan atas pengalaman sendiri. Tiap perusahaan HPH<br />

bisa merubah nilai pada tabel, berdasarkan situasi operasional dan<br />

pengalaman mereka.<br />

Tabel 2 : Rasio perbandingan stabilitas lereng yang dianjurkan<br />

Rasio perbandingan yang dianjurkan untuk stabilitas lereng dengan bahan tanah yang berbeda-beda<br />

Kondisi dari Tanah / Batu Rasio Lereng (Horizontal:Vertical)<br />

Batu Keras (jarang ditemui di Indonesia) 0.25:1 - 0.5:1<br />

Batu pecah-pecah, batu lunak 0.5:1 - 1:1<br />

Tanah yang mengikat dengan baik 0.25:1 - 0.5:1<br />

Normal tanah (gusuran lereng) 0.75 - 1:1<br />

Tanah yang sangat liat 2:1 - 3:1<br />

Daerah lembab atau tanah lempung yang subur 2:1 - 3:1<br />

Timbunan pada kebanyakan tanah 1.4:1 - 2:1<br />

Timbunan dari matrial batu yang mudah lepas 1.3:1


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Kondisi Umum<br />

Perhatikan pertimbangan berikut ini, ketika mengembangkan<br />

kebijaksanaan dan praktek baru yang dirancang untuk mengurangi<br />

erosi lereng gusuran dan lereng timbunan dari jalan hutan.<br />

1. Gusuran lereng utama harus dibangun menggunakan teras<br />

bangku yang masuk kedalam. Teras-teras tersebut akan<br />

mengarahkan air hujan sepanjang lereng dan dialihkan ke areal<br />

hutan yang berdekatan dengan demikian mengurangi volume<br />

dan kekuatan pengikisan dari air sepanjang parit.<br />

2. Menggusur lereng pada sudut yang cocok dengan bahan /<br />

material dari tanah yang digunakan untuk membangun jalan<br />

(lihat Tabel 2). Memancangkan tongkat (staking) pada lereng<br />

adalah teknik yang berguna untuk memastikan sudut yang tepat<br />

telah tercapai selama pembangunan jalan.<br />

3. Lereng yang digusur bisa distabilkan dengan menanam rumput<br />

atau tanaman lain yang cepat tumbuh. Menanam pohon pada<br />

lereng mempunyai pengaruh yang kecil atau sama sekali tidak<br />

berpngaruh pada erosi.<br />

4. Pastikan sekitar tempat gorong-gorong telah terlindungi dengan<br />

tanah berbatu, krikil.<br />

5. Menanam tanaman pada lereng timbunan segera setelah<br />

pembangunan jalan. Rumput atau tanaman lain yang tumbuh<br />

cepat harus digunakan. Menanam pohon akan mempunyai<br />

pengaruh menstabilkan lereng dalam jangka panjang, tapi<br />

jangan mengharapkan untuk mengurangi erosi pada lereng<br />

dalam tahun pertama setelah pembangunan dengan menanam<br />

pohon.<br />

6. Dimana dimungkinkan, tempatkanlah dahan, ranting pohon<br />

pada lereng timbunan jalan untuk mengurangi erosi permukaan<br />

tanah dan memperbaiki kondisi pertumbuhan dari rumput.<br />

7. Gunakan pagar hidup dari semak-semak dimana dimungkinkan<br />

pada lereng timbunan dan lereng gusuran jalan. Ada banyak<br />

jenis tanaman tropis yang cocok untuk penggunaaan seperti<br />

itu. Pagar hidup (tanaman) sangat cocok untuk resiko erosi<br />

sangat tinggi dan dimana areal rembesan air akan memilihara<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Survei dan Disain<br />

BAB V<br />

59


Survei dan Disain<br />

BAB V<br />

kelembaban tanah.<br />

60 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

8. Menstabilkan tanah secara mekanis (dengan mesin) harus<br />

dilaksanakan pada keadaan khusus dimana resiko erosi atau<br />

kerusakan yang serius pada lereng tersebut. Pada lereng<br />

gusuran, struktur dengan keranjang terisi batu ternyata dapat<br />

berguna untuk mencegah pergerakan tanah yang disebabkan<br />

rembesan air. Solusi lain yang bisa digunakan adalah dengan<br />

memperkuat tempat perembesan air, walaupun ini memerlukan<br />

pengunaan excavator.<br />

9. Pada lereng timbunan, area di bawah gorong-gorong saluran<br />

keluar mungkin membutuhkan perlindungan yang bisa diberikan<br />

melalui penempatan reruntuhan kayu atau krikil untuk mencegah<br />

erosi skala besar dan runtuhnya lereng timbunan.


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

BAB VI<br />

Pemeliharaan dan Deaktivasi<br />

6.1 Pemeliharaan<br />

Pemeliharaan jalan secara rutin adalah kegiatan yang sangat<br />

penting untuk memelihara sistem jalan dalam kondisi yang baik dan<br />

memelihara sistem saluran airnya bekerja sebagaiman mestinya.<br />

<strong>Jalan</strong> yang dipelihara dengan baik akan mengurangi endapan,<br />

mencegah kerusakan jalan dengan cepat, dan mengurangi biaya<br />

transportasi.<br />

Perusahaan HPH dengan jaringan jalan yang baik telah belajar dari<br />

pengalaman dimana dengan mengikuti praktek-praktek tersebut<br />

bahwa penting sekali untuk memelihara jaringan jalan dengan baik<br />

dimana akan mengurangi biaya transportasi kayu.<br />

1. Melaksanakan pemeliharaan jalan sesegera mungkin sangat<br />

diperlukan. Keterlambatan dalam pemeliharaan jalan, akan<br />

menyebabkan kerusakan lebih parah pada jalan dan akan<br />

meningkatkan biaya pemeliharaan.<br />

Foto 17 : Meratakan jalan menghilangkan lekuk pada permukaan /<br />

meratakan jalan yang memungkinkan pengeringan permukaan jalan<br />

dengan cepat dan memperbaiki kegunaan jalan secara keseluruhan.<br />

Ini berlaku juga untuk jalan sekunder yang lebih kecil.<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Pemeliharaan &<br />

Deaktivasi<br />

BAB VI<br />

61


Pemeliharaan &<br />

Deaktivasi<br />

BAB VI<br />

62 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

2. Pembersihan dan perataan permukaan jalan secara berkala untuk<br />

menimbun lubang-lubang dan pembentukan kembali permukaan<br />

jalan dan system pengeringan yang baik. Pembersihan dan<br />

perataan sebaiknya dilakukan pada waktu permukaan jalan<br />

sedikit basah. Dianjurkan dilakukan pemadatan jalan, setelah<br />

perataan selesai.<br />

3. Membersihkan selokan / parit dan gorong-gorong dari sampah<br />

yang menyumbat.<br />

4. Membiarkan rumput atau tanaman lain sepanjang pinggir jalan<br />

untuk mengurangi erosi permukaan jalan.<br />

5. Bila jalan tidak mempunyai permukaan yang cocok untuk segala<br />

cuaca, tutuplah jalan tersebut pada waktu musim hujan, untuk<br />

menghindari gangguan pada permukaan jalan, seperti terjadinya<br />

lubang-lubang.<br />

6. Membersihkan pinggir jalan dari tumbuhan dibutuhkan untuk<br />

memelihara jarak penglihatan yang maksimal untuk keselamatan<br />

lalu-lintas.<br />

7. Memasang tanda-tanda peringatan jalan.<br />

6.2 Deaktivasi<br />

Deaktivasi / pemberhentian kegiatan operasional pada jalan<br />

yang sudah tidak dibutuhkan, adalah praktek yang sangat jarang<br />

dilakukan di Indonesia, padahal pengabaian deaktivasi sering sekali<br />

menimbulkan dampak negatif yang besar. Hanya sebagian orang akan<br />

membantah bahwa pengabaian deaktivasi jalan bisa menimbulkan :<br />

• Erosi tak terkendalikan pada jalan yang sudah tidak digunakan<br />

karena selokan dan parit tersumbat,<br />

• Menyebarnya penebangan liar ’illegal logging’, karena jalan yang<br />

tidak digunakan di biarkan terbuka.<br />

• Menyebarnya pemukiman penduduk dan terbukanya hutan<br />

karena kegiatan perladangan yang berpindah-pindah dan tidak<br />

cukup memperhatikan pada apa yang mereka tinggalkan,<br />

• Berkurangnya satwa liar, karena perburuan yang tidak terkontrol<br />

dan pengambilan satwa langka.<br />

Tingkat keunikan dari masalah ini, akan berbeda dari tempat<br />

satu dengan tempat yang lain, karena itu dibutuhkan pendekatan


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

terkoordinasi.<br />

Garda ‘garis depan’ pertahanan dimulai dengan pengelolaan HPH yang<br />

proaktif dan sampai melewati siklus penebangan pertama. Walaupun<br />

pernyataan maaf mengutip kegagalan Departemen Kehutanan atau<br />

pemerintah daerah untuk menegakkan hukum, kerapkali mempunyai<br />

dasar kesimpulan yang logis. Ada langkah-langkah yang nyata dan<br />

praktis yang dapat diambil oleh perusahaan HPH untuk memastikan<br />

masa depan areal hutan yang mereka kelola, dan memastikan fungsi<br />

ekologi telah terlindungi sesudah kepentingan mereka dari hutan<br />

tersebut terpenuhi.<br />

Tindakan yang dianjurkan :<br />

1. Membuat dan menjalankan panduan dan kebijaksanaan yang<br />

jelas untuk memastikan kegiatan deaktivasi dan pemberhentian<br />

yang tepat telah dilaksanakan.<br />

2. Tempatkan rintangan yang efektif pada jalan yang sudah<br />

tidak digunakan, untuk mencegah masuknya orang yang tidak<br />

berkepentingan. Rintangan harus ditempatkan pada bagian<br />

jalan dimana tidak dimungkinkan untuk mengitari rintangan.<br />

Rintangan harus cukup besar untuk mencegah penerobosan.<br />

3. Pemasangan rambu-rambu yang<br />

menunjukkan penutupan dari jalan<br />

tersebut, dilarang berburu, dll.<br />

4. Membersihkan puing sisa dari<br />

logging yang dapat menambah<br />

polusi lingkungan.<br />

5. Memberitahukan pada masyarakat<br />

lokal, tentang tujuan penutupan<br />

jalan, untuk menjamin tidak ada<br />

yang berkeberatan dari pihak<br />

masyarakat lokal, dan kebutuhan<br />

masyarakat telah terpenuhi dengan<br />

cara bekerjasama dan tertib.<br />

6. Membongkar bangunan seperti jembatan dan gorong-gorong. Ini<br />

tidak saja akan memastikan pembentukan kembali dari saluran<br />

air secara alami, dan mengurangi resiko erosi pada jalan yang<br />

sudah tidak dipakai, tapi juga akan menjadi rintangan yang<br />

efektif, terhadap masuknya penebang liar.<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Pemeliharaan &<br />

Deaktivasi<br />

BAB VI<br />

63


Pemeliharaan &<br />

Deaktivasi<br />

BAB VI<br />

64 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Foto 18 : Erosi hebat pada selokan dari jalan sekunder yang tidak dipakai yang<br />

disebabkan oleh selokan yang diblokir.


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

LAMPIRAN I<br />

Jawaban dari Latihan Kontur<br />

Jawaban Pertanyaan 1 :<br />

(Bekenaan dengan bagian 2.3)<br />

Ruas garis (D-E) adalah 5 centimeter pada peta. Dengan skala<br />

1:5,000 sama dengan 250 meter.<br />

Garis tersebut memotong 8 interval kontour atau 80 meter.<br />

Kemiringan rata-ratanya adalah :<br />

Jawaban Pertanyaan 2:<br />

80 x 100 = +32%<br />

250<br />

Jarak peta dari (A) ke (B) adalah 9 centimeter atau 450 meter. Lokasi<br />

jalan pada bagian ini harus mendaki 70 meter untuk mencapai saddel<br />

pada titik (B).<br />

Dengan mengunakan konstanta ketinggian adalah :<br />

Jawaban pertanyaan 3:<br />

70 x 100 = +15.5%<br />

450<br />

Dari titik (B) pada punggung, lokasi jalan akan diturunkan sejauh<br />

30 meter dari elevasi pada peta dengan jarak 7,5 centimeter ke titik<br />

(C) dari mana dapat dilanjutkan untuk dapat melewati lereng yang<br />

mudah.<br />

Turunan pada bagian dijalan yang dimaksud akan menjadi :<br />

30 x 100 = -8%<br />

375<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Jawaban dari<br />

Latihan Kontur<br />

Lampiran I<br />

65


Daftar Pustaka<br />

Lampiran II<br />

66 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

LAMPIRAN II<br />

Daftar Pustaka<br />

Berikut ini daftar pustaka yang telah digunakan dalam persiapan<br />

buku pedoman ini.<br />

Applegate, Grahame, 1998, “Code of Practice for Forest Harvesting<br />

in Indonesia”, NRM2, Bappenas, Dept. of Forestry and Estate<br />

Crops<br />

Departemen Kehutanan, 1993, “Pedoman Tebang Pilih Tanam<br />

Indonesia”, Ministry of Forests.<br />

Holmes, D.C., 1978, “Manual for Roads and Transportation”, British<br />

Columbia Institute of Technology.<br />

Keller, Gordon, and James Sherar, 2002, “Low-Volume Roads<br />

Engineering, Best Management Practices Field Guide”,<br />

USAID, USDA Forest Service, and Virginia Polytechnic Inst.<br />

and State University.<br />

Klassen, A.W., 1992, “Forest Engineering Procedures Manual for<br />

the Bhutan Logging Corporation”, World Bank, Forestry II<br />

Project.<br />

Nagy, M.M., J.T. Trebett, G.V. Wellburn, L.E. Gower, 1989, “Log Bridge<br />

Construction Handbook”, Forest Engineering Research<br />

Institute of Canada.<br />

Papua New Guinea Forest Authority, 1996, “Papua New Guinea<br />

Logging Code of Practice”, Department of Environment and<br />

Conservation, Papua New Guinea.


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

LAMPIRAN III<br />

Alignment : Penjajaran. Istilah umum yang digunakan untuk<br />

menjelaskan lokasi fi sik dari jalan yang sedang<br />

dibangun. Dalam istilah teknis umumnya<br />

dikemukakan dengan vertical alignment dan<br />

horizontal alignment.<br />

Angle of repose : Suatu sudut kemiringan dimana keadaan bahan<br />

pengisi, tepi yang terbuka atau bahan asli akan<br />

tetap stabil.<br />

Ballast : Bahan untuk menstabilkan (Ballast) atau bahan<br />

permukaan jalan yang diletakkan pada subgrade<br />

untuk meningkatkan ketahanan beban jalan. Bahan<br />

tersebut tidak dibedakan dan berasal dari galian<br />

lubang (borrow pit) di tepi jalan.<br />

Borrow pit : Areal lubang yang tersisa dari pengalian material batu untuk<br />

pembuatan jalan<br />

Catch basin : Penggalian atau kolam penampungan yang dibuat<br />

pada ceruk gorong-gorong yang digunakan untuk<br />

menampung air yang kemudian diarahkan ke<br />

gorong-gorong.<br />

Center line : Lini tengah. Umumnya digunakan untuk<br />

menunjukkan lokasi lapangan dari jalan yang akan<br />

dibangun dan akan digunakan untuk membuat<br />

rancangan dan konstruksi jalan yang sebenarnya.<br />

Cross-drain : Struktur saluran air yang dibuat seperti goronggorong<br />

atau yang khusus digali di jalan yang akan<br />

mengalirkan air dari satu sisi jalan ke sisi yang<br />

lainnya.<br />

Culvert : Gorong-gorong yang ditanam dalam struktur cross<br />

drain untuk mengalirkan air dari satu sisi jalan ke<br />

sisi lain dari jalan.<br />

Cut slope (Cut<br />

bank)<br />

Istilah Inggris - Indonesia<br />

: Pomotongan lereng miring pada lapisan tanah<br />

sepanjang bagian dalam dari jalan.<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Istilah<br />

Inggris - Indonesia<br />

Lampiran III<br />

67


Istilah<br />

Inggris - Indonesia<br />

Lampiran III<br />

Ditch (Side<br />

drain)<br />

Drainage<br />

structure<br />

68 Tropical Forest Foundation<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

: Selokan, parit di pingir jalan<br />

: Struktur saluran air di sepanjang jalan<br />

Erosion : Erosi, pengikisan lapisan atas tanah.<br />

Fill slope<br />

(embankment)<br />

: Tanggul, lapisan tanah yang ditimbun untuk<br />

membangun jalan dan biasanya berasal dari tepi<br />

luar jalan.<br />

Ford : Tempat penyeberangan sungai yang dangkal<br />

Full bench cut : Metode membangun jalan di mana jalan dibangun<br />

dengan memotong derajat kemiringan permukaan<br />

dan bahan yang digali diangkut keluar atau ditimbun<br />

di tempat lain. Pada full bench cut road, bahan yang<br />

digali bukan merupakan bagian atas dari jalan yang<br />

sedang dibangun.<br />

Grade (gradient) : Derajat kemiringan jalan yang dibangun.<br />

Kemiringan permukaan ini biasanya dinyatakan<br />

sebagai peningkatan prosentase. Sebagai contoh,<br />

peningkatan 10 meter pada elevasi dengan jarak<br />

100 m dinyatakan sebagai grade 10%<br />

Grade (adverse) : Gradien menaiki bukit (plus) pada arah<br />

pengangkutan.<br />

Grade<br />

(favorable)<br />

Horizontal<br />

alignment<br />

: Gradien menuruni bukit (negatif) pada arah<br />

pengangkutan.<br />

: Elemen horisontal dari lokasi jalan termasuk lekukan<br />

horizontal.<br />

Knappel : Kayu balok yang telah diatur sedemikian rupa<br />

sehingga sesuai dengan pembatasan jalan yang<br />

akan dibangun sehingga dapat menghasilkan<br />

dasar yang stabil. Teknik ini biasa digunakan untuk<br />

mengisi bagian-bagian tertentu dengan kemiringan<br />

yang sangat curam, atau pada bagian di mana sulit<br />

memperoleh dasar jalan yang stabil.


Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Lead-off ditch : Penggalian yang dilakukan untuk mengarahkan<br />

alitan air ke arah dari selokan dan arah jalan<br />

apabila hal tersebut tidak terjadi secara alami agar<br />

dapat mengurangi volume serta kecepatan arus air<br />

selokan.<br />

Native material : Lapisan tanah alami atau lapisan tanah “setempat”,<br />

bukan di bawah dari tempat lain.<br />

Overburden : Lapisan atas tanah, biasanya mengandung bahan<br />

organik atau tanah liat yang tidak memiliki sifat<br />

untuk menyatu dan biasanya akan dipindahkan dari<br />

lokasi pembangunan jalan.<br />

Parent material<br />

(native material)<br />

: Bahan tanah asli setempat yang digunakan untuk<br />

membangun jalan.<br />

Plan view : Diagram vertical lengkap dengan lokasi jalan dengan<br />

batas horizontal dan berbagai ciri fi sik seperti sungai<br />

dan hambatan yang mempengaruhi batas horizontal<br />

dari jalan tersebut.<br />

Profi le : Tampang, T Lintang bujur yang digunakan saat<br />

mendesain jalan dan menghitung gradiant dari jalan<br />

yang dibangun.<br />

Right-of-way<br />

(corridor)<br />

: Lahan yang telah dibersihkan untuk membangun<br />

jalan di hutan. Hal ini mencakup jalan itu sendiri<br />

dan tambahan pembukaan hutan guna memperoleh<br />

sinar matahari yang lebih baik.<br />

Roadway : Luas horizontal lahan yang terkena akibat<br />

pembangunan jalan, dari atas lereng yang dipotong<br />

hingga bagian dasar dari lereng yang perlu diisi.<br />

Running surface<br />

(wearing<br />

surface)<br />

Sediment<br />

(sedimentation)<br />

: Bagian atas dari permukaan jalan yang akan<br />

dilewati. Bagian ini harus kuat, memiliki daya<br />

tahan terhadap penyaradan, dan tidak terpengaruh<br />

oleh air di permukaan. Pada jalan yang dibangun<br />

di hutan, permukaan jalan bisa juga mengandung<br />

parent material yang dipadatkan atau yang dikenal<br />

sebagai “ballast” yang berasal dari selokan yang<br />

sesuai.<br />

: Endapan - lapisan tanah yang mengandung tanah<br />

liat, pasir dan lumpur yang mengalir ke sungai<br />

karena erosi sehingga menurunkan kualitas air<br />

sungai<br />

Tropical Forest Foundation<br />

Istilah<br />

Inggris - Indonesia<br />

Lampiran III<br />

69


Istilah<br />

Inggris - Indonesia<br />

Lampiran III<br />

Seepage,<br />

(ground water<br />

seepage)<br />

70 Tropical Forest Foundation<br />

: Rembasan air tanah<br />

Perencanaan, Lokasi, Survei, Konstruksi dan Pemeliharaan<br />

untuk <strong>Pembuatan</strong> <strong>Jalan</strong> Logging <strong>Berdampak</strong> <strong>Rendah</strong><br />

Shoulder : Bahu jalan di sepanjang jalan yang dibangun. Bahu<br />

jalan dalam letaknya berdekatan dengan kemiringan<br />

yang dipotong. Sedangkan bahu luar letaknya<br />

disebelah lereng yang akan diisi.<br />

Side drain<br />

(ditch)<br />

: Saluran parit - saluran dangkal yang dibuat<br />

disepanjang jalan guna menampung air yang<br />

mengalir dari jalan raya dan lahan yang berdekatan<br />

sehingga dapat dialirkan ke tempat pembuangan<br />

yang sesuai.<br />

Slope ratio : Cara untuk menyatakan kemiringan yang dibuat<br />

sebagai perbandingan antara jarak horizontal hingga<br />

mencapai jurang misalnya seperti 1.5 m: 1 (1.5 m<br />

horizontal untuk setiap 1m vertical).<br />

Sub-grade : Permukaan jalan yang mengandung parent material<br />

dan atau bahan pengisi.<br />

Through cut : <strong>Jalan</strong> yang dibangun memotong bukit sehingga<br />

menyebabkan pemotongan lereng pada kedua sisi<br />

jalan.<br />

Turnout : Bagian dari jalan yang diperlebar sehingga<br />

memungkinkan dua truk yang berlawanan arah<br />

berjalan pada saat yang bersamaan.<br />

Vertical<br />

alignment<br />

: Elemen vertical dari lokasi jalan atau konstruksi<br />

jalan, termasuk di sini lekukan vertical.


The Tropical Forest Foundation<br />

Manggala Wanabakti Build.,<br />

Block IV, 7th Floor, Room 718B<br />

Jl. Jend. Gatot Subroto,<br />

Jakarta 10270, Indonesia

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!