PROGRAM PEMETAAN DAN PENELITIAN DASAR - Departemen ...
PROGRAM PEMETAAN DAN PENELITIAN DASAR - Departemen ...
PROGRAM PEMETAAN DAN PENELITIAN DASAR - Departemen ...
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
<strong>PROGRAM</strong> <strong>PEMETAAN</strong> <strong>DAN</strong> <strong>PENELITIAN</strong> <strong>DASAR</strong><br />
TAHUN ANGGARAN 2005<br />
LAPORAN<br />
<strong>PEMETAAN</strong> GEOLOGI BERSISTEM <strong>DAN</strong> POTENSI<br />
ENERGI <strong>DAN</strong> SUMBERDAYA MINERAL PERAIRAN<br />
MUARA SUNGAI BERAU KALIMANTAN TIMUR<br />
Oleh:<br />
TIM MUARA SUNGAI BERAU<br />
DEPARTEMEN ENERGI <strong>DAN</strong> SUMER DAYA MINERAL<br />
BA<strong>DAN</strong> <strong>PENELITIAN</strong> <strong>DAN</strong> PENGEMBANGAN ENERGI<br />
<strong>DAN</strong> SUMBERDAYA MINERAL<br />
PUSAT <strong>PENELITIAN</strong> <strong>DAN</strong> PENGEMBANGAN<br />
GEOLOGI KELAUTAN<br />
2005<br />
i
KATA PENGANTAR<br />
Dengan mengucapkan syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala,<br />
akhirnya penulis bersama seluruh anggota Tim Penyelidikan Geologi Kelautan dan<br />
Pemetaan Bersistem Perairan Muara Sungai Berau Lembar Peta Tanjung Redeb<br />
(1918) dan Muaralasan (1917) Kalimantan Timur, dapat menyelesaikan penulisan<br />
Laporan Akhir ini. Dalam rangkaian yang dimulai dari awal persiapan<br />
penyelidikan, pelaksanaan lapangan, pemrosesan data di laboratorium sampai<br />
kepada penulisan akhir laporan ini, penulis telah banyak mendapatkan bantuan<br />
dari segenap personil baik yang terlibat langsung sebagai anggota tim maupun di<br />
luar anggota tim. Oleh karena itu penulis merasa perlu secara khusus<br />
mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat sebagai berikut;<br />
1. Bapak Ir. Subaktian Lubis M,Sc., selaku Kepala Pusat Penelitian dan<br />
Pengembangan Geologi Kelautan sekaligus sebagai Pemimpin dan<br />
Penanggung Jawab Utama Proyek Penyelidikan dan Pemetaan Geologi<br />
Kelautan di Lingkungan Puslitbang Geologi Kelautan, Balitbang ESDM,<br />
<strong>Departemen</strong> ESDM, yang telah mengizinkan dan memberi kesempatan<br />
kepada penulis untuk memimpin tim penyelidikan ini.<br />
2. Bapak Ir. Sukardjono, sebagai Pemimpin Pelaksana Kegiatan Keproyekan di<br />
Lingkungan Puslitbang Geologi Kelautan dan para jajaran stafnya, yang<br />
telah memberikan bimbingan baik teknis maupun administratif selama<br />
pelaksanaan penyelidikan sampai pembuatan laporan.<br />
3. Secara khusus juga penulis sangat berterima kasih kepada Bapak Dr. Ir.<br />
Wahyu Hantoro selaku Tenaga Ahli Utama Tim, yang telah banyak<br />
membantu memberikan masukan selama persiapan, pelaksanaan sampai<br />
pemrosesan data lapangan.<br />
4. Akhirnya juga kepada semua rekan-rekan yang secara langsung maupun<br />
tak langsung membantu terselesaikannya penulisan Laporan Akhir ini.<br />
ii
Laporan ini adalah hasil penyelidikan geologi dan geofisika kelautan<br />
perairan muara Sungai Berau Kalimantan Timur yang tercakup dalam dua lembar<br />
peta: Lembar Peta Tanjung Redeb (1918) dan Muaralasan (1917) Kalimantan<br />
Timur, yang dalam penelitiannya menyangkut aspek paleontologi, geokimia,<br />
mineralogi, biologi, dan fisika material. Penelitian laboratoris kelima aspek tersebut<br />
dilakukan secara seksama dan terintegrasi yang pada deduksi akhirnya diharapkan<br />
dapat menjelaskan gejala besar perubahan lingkungan geografis daerah<br />
penyelidikan sejak periode pra-antropogenik dan periode antroposen-moderen.<br />
Sedangkan proyek penyelidikannya itu sendiri merupakan implementasi<br />
tahun kedua dari program lima tahun (2004-2009) dari Nota Kesepahaman antara<br />
ICOMAR (Indonesian Consortium on Coastal and Marine Research) yang diketuai<br />
oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang mana PPPGL- Balitbang<br />
ESDM sebagai salah satu anggotanya, dan KNAW-WOTRO Belanda, yang tertuang<br />
dalam Memorandum of Understanding (MOU).<br />
Terakhir penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi yang<br />
memerlukannya dan juga dapat ditindaklanjuti dengan penelitian-penelitian yang<br />
lebih mendalam.<br />
Bandung, 26 Februari 2006<br />
Penulis,<br />
iii
DAFTAR ISI<br />
Halaman<br />
Halaman Judul .................................................................................... i<br />
Halaman Pengesahan .......................................................................... ii<br />
Kata Pengantar ................................................................................... iii<br />
Daftar Isi ............................................................................................ v<br />
Daftar Gambar .................................................................................... vii<br />
Daftar Foto ......................................................................................... viii<br />
Daftar Tabel ........................................................................................ ix<br />
Daftar Lampiran ................................................................................... x<br />
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1<br />
1.1 Latar Belakang .................................................................... 1<br />
1.2 Maksud dan Tujuan Penyelidikan .......................................... 2<br />
1.3 Letak Daerah Penyelidikan ................................................... 2<br />
1.4 Sasaran Hasil Penyelidian ..................................................... 3<br />
1.5 Jadwal Kegiatan dan Personil Tim ......................................... 4<br />
BAB II GEOLOGI REGIONAL ................................................................. 7<br />
2.1 Geologi Regional Tanjung Redeb & Muaralasan ...................... 7<br />
2.2 Geologi Tektonik Daerah Selidikan dan Cekungan Tarakan ...... 9<br />
BAB III METODE <strong>DAN</strong> PERALATAN .......................................................... 13<br />
3.1 Metode Penentuan Posisi .................................................... 13<br />
3.2 Metode Geofisika ................................................................ 14<br />
3.2.1 Pemeruman ....................................................................... 15<br />
3.2.2 Metode Seismik Laut .......................................................... 16<br />
3.3 Metode Geologi .................................................................. 18<br />
iv
3.3.1 Pengambilan Contoh Sedimen ............................................. 18<br />
3.3.2 Analisa Laboratorium .......................................................... 19<br />
BAB IV HASIL PENYELIDIKAN <strong>DAN</strong> PEMBAHASAN .................................... 21<br />
4.1 Lintasan Survey ................................................................... 21<br />
4.2 Batimetri ............................................................................. 23<br />
4.3 Seismik dan Kontur Isopach ................................................. 27<br />
4.4 Sedimen Permukaan Dasar Laut ........................................... 29<br />
4.4.1 Sebaran Sedimen Permukaan Dasar Laut ............................. 29<br />
4.4.2 Hasil Pemerian Megaskopis .................................................. 32<br />
4.5 Hasil Analisa Mineral Berat .................................................. 34<br />
4.6 Suseptibilitas Magnetis ....................................................... 35<br />
4.7 Mikrofauna ......................................................................... 35<br />
4.8 Unsur-unsur Utama ........................................................... 39<br />
BAB V KESIMPULAN .............................................................................. 36<br />
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 37<br />
v
1.1 Latar Belakang<br />
BAB I<br />
PENDAHULUAN<br />
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia sudah barang tentu<br />
mempunyai banyak ragam potensi sumberdaya alam baik di daratan maupun di<br />
lautnya. Namun sampai kini data dan informasi mengenai sumberdaya alam<br />
tersebut terutama yang terdapat di lautan masih sangat kurang, demikian pula<br />
potensi sungai-sungai besar yang terkait langsung antara tiga sistem yaitu<br />
daratan, lautan dan atmosfer atau iklim. Hal ini tentulah patut diantisipasi dalam<br />
rangka pembangunan ketahanan di sektor kelautan nasional. Bahkan telah<br />
berulang kali tercantum dalam GBHN yang dilanjutkan oleh PRONAS<br />
menyebutkan bahwa,”…data dan informasi kelautan terus digali, dikumpulkan dan<br />
diolah melalui peningkatan kegiatan survei dan penelitian dalam rangka<br />
inventarisasi kekayaan laut dan daratan. …”.<br />
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL) sebagai<br />
instansi pemerintah, merupakan salah satu instansi yang memiliki peranan sangat<br />
penting dalam mengemban misi Program Pembangunan Nasional tersebut.<br />
Khususnya dalam inventarisasi data dasar geologi , geofisika dan lingkungan dasar<br />
laut dan area yang terkait di seluruh perairan Nusantara. Untuk merealisasikan<br />
program inventarisasi tersebut, Proyek Penyelidikan Geologi Kelautan (PGK) telah<br />
menyusun program pemetaan kawasan perairan pantai dan laut secara tematis<br />
untuk seluruh perairan Indonesia dan penyelidikan-penyelidikan lain yang terkait<br />
langsung dengan geologi kelautan, yang pelaksanaannya telah dilakukan sejak<br />
tahun 1990. Untuk tahun anggaran 2005 PGK-PPPGL telah memilih salah satunya<br />
adalah sistem darat-laut sungai Mahakam dan Berau, Kalimantan Timur sebagai<br />
daerah penyelidikan aspek sedimentologi beserta faunanya dalam kerangka<br />
perubahan iklim.<br />
Pada tahun ini penyelidikan dilakukan dalam suatu kerjasama riset bersama<br />
badan riset Belanda: KNAW-WOTRO, di bawah payung Memorandum of<br />
Understanding (MOU) kerjasama riset Indonesia-Belanda. Hal ini dilakukan dengan<br />
vi
harapan dapat lebih menambah pengetahuan moderen mengenai segala aspek<br />
yang berkaitan dengan maksud dan tujuan penyelidikan.<br />
1.2 Maksud dan Tujuan Penyelidikan<br />
Maksud diadakannya kegiatan penyelidikan ini adalah untuk melakukan<br />
pemetaan geologi dasar laut perairan muara sungai Berau sebagai kegiatan<br />
lanjutan program pemetaan dasar laut bersistem berskala 1 : 200.000. Juga<br />
dimaksudkan sebagai kegiatan inventarisasi data dan informasi yang berkaitan<br />
dengan pengembangan keilmuan dalam cabang sedimentologi yang<br />
menggambarkan model dampak perubahan lingkungan di daratan daerah aliran<br />
sungai Berau Kalimantan Timur ini. Hal lain yang juga penting dimaksudkan disini<br />
adalah untuk melakukan studi perbandingan aspek sedimentologi dan fauna-<br />
mikrofauna antara lingkungan air tawar (sungai) dan air laut (muara sungai),<br />
dalam kaitannya dengan kondisi iklim moderen dan masa lampau.<br />
Adapun tujuan penyelidikan adalah untuk mendapatkan gambaran awal<br />
tentang kondisi geologi-geofisika moderen daerah selidikan, dan perbandingan<br />
kondisi lingkungan pengendapan lampau dan masa kini.<br />
1.3 Letak Daerah Penyelidikan<br />
Daerah penyelidikan terletak pada perairan muara sungai Berau,<br />
Kalimantan Timur seperti terlihat pada Gambar 1, (dalam kotak). Pada peta<br />
meliputi peratasan dua Lembar Peta yaitu Lembar Peta Tanjung Redeb (LP-1918)<br />
di sebelah utara dan Lembar Peta Muaralasan (LP-1917) di selatan. Atau pada<br />
posisi geografis 1 o 41’55” – 2 o o o<br />
25’40” Lintang Utara dan 117 30’00”- 118 43’27”<br />
Bujur Timur.<br />
Secara adminstratif di utara dibatasi oleh daerah Kabupaten Bulongan,<br />
termasuk dalam wilayah Kabupaten Berau, di timur berbatasan atau termasuk<br />
dalam wilayah Laut Sulawesi dan di selatan berbatasan dengan wilayah Kabupaten<br />
Kutai Kertanegara.<br />
vii
KALIMANTAN<br />
TIMUR<br />
Muara Berau<br />
Delta Mahakam<br />
Gambar 1. Lokasi daerah penyelidikan: Perairan Muara Sungai Berau<br />
1.4 Sasaran Hasil Penyelidikan<br />
Sesuai dengan maksud dan tujuan penelidikan, maka sasaran yang akan<br />
dicapai pada hasil penyelidikan ini adalah data dan informasi dalam bentuk peta-<br />
peta, tabel-tabel hasil analisa dan rekaman seismik analog. Peta-peta tersebut<br />
adalah:<br />
- Peta Lintasan Survey<br />
- Peta Batimetri<br />
- Peta Isopach<br />
- Peta Lokasi Pengambilan Contoh, dan<br />
- Peta Sebaran Sedimen Permukaan Dasar Laut.<br />
Sedangkan dalam bentuk penyajian tabel adalah:<br />
- Tabel Posisi Navigasi dan kedalaman laut<br />
- Tabel Pemerian Contoh Inti<br />
viii
- Tabel Statistik Granulometri<br />
- Tabel Mikrofauna<br />
- Tabel Kelompok Mineral Logam non-logam magnetik<br />
- Tabel Kurva Kemagnetan Materi Contoh Inti, dan<br />
- Tabel Unsur Utama Sedimen Permukaan Dasar Laut.<br />
1.5 Jadwal Kegiatan dan Personil Tim<br />
Kegiatan penyelidikan lapangan dilakukan mulai tanggal 8 sampai dengan 28<br />
Oktober 2005, menggunakan Kapal Riset Geomarin I milik Puslitbang Geologi<br />
Kelautan. Adapun rincian waktu kegiatan seperti terlihat pada Tabel 1.<br />
Segenap Personil Tim disusun berdasarkan kebutuhan kegiatan di lapangan<br />
maupun ada saat persiapan dan pemrosesan data sampai pembuatan laporan;<br />
seperti terlihat sebagai berikut:<br />
Ir. Duddy A.S. Ranawijaya DEA Kepala Tim/Ahli Geologi<br />
Dr.Ir. Wahyu Hantoro Ahli Sedimentologi & Koral<br />
Dra. Kresna T.D. MSc Ahli Mikrofauna<br />
Ir. Rina Zuraida MSc Ahli Sedimentologi<br />
Ir. Yusuf Adam MSc Ahli Geologi/Geofisika Laut<br />
Ir. Indra Adirana Ahli Geomorfologi Pantai<br />
Eko Saputro S.T. Ahli Geologi<br />
Benita Ariane S.T. Ahli Teknik Lingkungan<br />
Drs. M. Salahudin Ahli GIS<br />
Asep Makmur S.Si. Ahli Teknik Informatika<br />
Hartana S.T. Ahli Teknik Informatika<br />
Novi Sutisna Dipl.Geol. Ahli Geofisika Laut<br />
Drs. Yudi Mulyawan Teknisi Geofisika Laut<br />
Endang Haryono Teknisi Geofisika Laut<br />
Agus Sutarto Teknisi Navigasi<br />
Iswal Teknisi Navigasi<br />
ix
Agam Galih Teknisi Pemercontoh inti<br />
Sugiono Teknisi Pemercontoh inti<br />
R. Diah Eko Raharjo Teknisi Preparasi Contoh<br />
Adrian Ibrahim Teknisi Oseanografi<br />
Mamat Margono Teknisi Selam<br />
Ibnu Kuntjoro Teknisi Logistik<br />
Drs. Wahyu Mulyana Teknisi Logistik<br />
Mayor (P) Rinaldy Security Officer<br />
Irman A. Suprapto Kapten Kapal Survey<br />
Nana Sutisna Noor Mualim I<br />
Sudarisman Mualim II<br />
Mas’ud Sanudin Mualim III<br />
Lesmaya Mualim II<br />
Danu Mursito KKM I<br />
Affandi KKM II<br />
Asep Utang KKM II<br />
Rusnali KKM III<br />
Jojo Suparjo KKM III<br />
Agus Sudrajat Juru Masak<br />
Sumardi Sulaiman Juru Masak<br />
x
Tabel 1. Rincian Waktu Kegiatan<br />
Bulan Ke (2005 – 2006) 9 10 11 12 1 2<br />
Minggu Ke 12 34 12 3 4 12 3 4 12 3 4 12 3 4 12 3 4<br />
KEGIATAN<br />
PENDAHULUAN:<br />
Studi Pustaka & Penysunan Proposal<br />
Persiapan Kelengkaan Penelitian<br />
KEGIATAN LAPANGAN:<br />
Perjalanan<br />
Percontohan Sedimen<br />
Seismik dan Pemeruman<br />
KEGIATAN LABORATORIUM:<br />
Preparasi Contoh<br />
Deskripsi Megaskopis<br />
Granulometri<br />
Analisa Mineral Berat / Logam<br />
Analisa Geokimia<br />
Analisa Mikrofauna<br />
Analisa Kemagnetan Materi Contoh Inti<br />
PENGOLAHAN DATA GEOFISIKA:<br />
Pendijiitan Data Pemeruman<br />
Interpretasi Data Seismik dan Pembuatan<br />
Isopach<br />
PENYUSUNAN LAPORAN:<br />
Pembuatan Peta dan Kegiatan Studio<br />
lainnya<br />
Penyusunan Laporan Tertulis<br />
i
BAB II<br />
GEOLOGI REGIONAL<br />
Satuan batuan yang berkembang di daerah penyelidikan dan sekitarnya<br />
secara regional mencakup formasi batuan mulai dari yang berumur Jura sampai<br />
Resen. Namun yang terlibat langsung di dalam daerah aliran sungai Berau<br />
seluruhnya adalah yang berumur Tersier sampai Resen (Situmorang et al, 1995;<br />
Sukardi, et al, 1995) (gambar 2). Batuan-batuan ini tentulah bertanggungjawab<br />
terhadap pasokan sedimen terigenus ke daerah penyelidikan.<br />
Secara keseluruhan, pembentukan material baik sedimen marin ataupun<br />
terigenus tidak terlepas dari setting sejarah geologi dan tektonik regional kawasan<br />
pesisir Kalimantan, laut Sulawesi dan Selat Makasar. Kejadian geologi inilah yang<br />
pada akhirnya menempatkan satuan-satuan batuan tertentu pada tempat-tempat<br />
tertentu sebagai bagian dari sumber sedimen; seperti halnya jajaran kepulauan<br />
terumbu gamping yang tumbuh sebagai atol-atol pada tinggian zona sesar<br />
Maratua dan Mangkalihat.<br />
2.1 Geologi Regional Tanjung Redeb & Muaralasan<br />
Komposisi sedimen terigenus yang tersebar di daerah selidikan sangatlah<br />
bergantung pada pasokan sedimen hasil erosi di daerah aliran sungai Berau,<br />
dimana melampar satuan-satuan batuan dengan berbagai litologinya. Dari tatanan<br />
geologinya, litologi satuan-satuan batuan umumnya adalah batuan sedimen,<br />
hanya pada satu satuan yaitu Batuan Terobosan yang terletak jauh di daerah hulu<br />
sungai (gambar 2).<br />
Urut-urutan satuan batuan yang terlibat sebagai pemasok dari yang berumur<br />
tua sampai yang muda adalah sebagai berikut; Formasi Bangara (Kapur) terdiri<br />
dari perselingan batulempung malih, batulempung terkersikkan, batulempung<br />
hitam bersisipan serpih dengan laminasi tuf, mengandung radiolaria; satuan<br />
batuan merupakan endapan flysch. Formasi Sembakung (Eosen) terdiri dari<br />
batulempung, batulanau dan batupasir di bagian bawah; batupasir kuarsa,<br />
batugamping pasiran, rijang dan tuf di bagian atas. Formasi Tabalar (Eosen –<br />
7
Gambar 2. Daerah Penyelidikan (kotak biru) pada gabungan Peta Geologi Lembar Muaralasan LP-1917<br />
(Sukardi, et al,1995) di Selatan dan Lembar Tanjungredeb di Utara LP-1918 (Situmorang, et al, 1995)<br />
8
Oligosen) terdiri dari napal abu-abu, batupasir, serpih, sisipan batugamping<br />
dan konglomerat alas di bagian bawah; batugamping dolomit, kalkarenit dan<br />
sisipan napal di bagian atas. Formasi Birang ( Oligo-Miosen): perselingan napal,<br />
batugamping dan tuf, di bagian atas dan perselingan napal, rijang dan<br />
konglomerat, batupasir kuarsa dan batugamping di bagian bawah. Batuan<br />
Terobosan (Oligosen – Pliosen) yang berkomposisi andesit, vitrofir, terpropilitkan<br />
dan lava andesit piroksen. Formasi Latih (Miosen Awal – Miosen Tengah):<br />
batupasir kuarsa, batulempung, batulanau dan batubara di bagian atas; bersisipan<br />
serpih pasiran dan batugamping di bagian bawah. Formasi Tabul (Miosen Akhir)<br />
terdiri dari batupasir, batulempung konglomerat dan sisipan batubara. Formasi<br />
Labanan (Miosen Akhir – Pliosen) terdiri dari perselingan konglomerat aneka<br />
bahan, batupasir, batulanau, batulempung disisipi batugamping dan batubara.<br />
Formasi Domaring (Miosen Akhir – Pliosen) terdiri dari batugamping terumbu,<br />
batugamping kapuran, napal dan sisipan batubara muda. Formasi Sinjin (Pliosen)<br />
terdiri dari perselingan tuf, aglomerat, lapili, lava andesit piroksen, tuf terkersikan,<br />
batulempung tufaan dan kaolin, mengandung lignit, kuarsa, felspar dan mineral<br />
hitam.<br />
Kelompok yang berumur Kuarter adalah Formasi Sajau (Kuarter) terdiri dari<br />
perselingan batulempung, batulanau, batupasir, konglomerat disisipi lapisan<br />
batubara, mengandung moluska, kuarsit dan mika. Batugamping terumbu<br />
(Holosen) terdiri dari terumbu, koral dan breksi koral, berwarna putih sampai<br />
kelabu, coklat, kristalin berongga, mengandung koral. Yang termuda adalah<br />
aluvium Resen terdiri dari lumpur, lanau, pasir, kerikil, kerakal dan gambut<br />
berwarna kelabu sampai kehitaman.<br />
2.2 Geologi Tektonik Daerah Selidikan dan Cekungan Tarakan<br />
Daerah selidikan merupakan bagian dari Cekungan Tarakan (Darman et al,<br />
ed., 2000) yang di dalamnya masih terbagi lagi menjadi 4 Sub-cekungan yaitu<br />
Sub-cekungan Tidung, Sub-cekungan Berau, Sub-cekungan Tarakan dan Sub-<br />
cekungan Muara dan Sub-cekungan Mangkalihat; yang masing-masing dibatasi<br />
oleh jalur tinggian-tinggian yang dibentuk karena adanya jalur zona sesar Maratua<br />
9
Gambar 3. Daerah Penyelidikan (kotak biru) diantara tatanan Tektonik Cekungan<br />
Tarakan dimana terdapat Sub-cekungan Berau (Lentini & Darman, 1996).<br />
10
dan Mangkalihat (gambar 3). Daerah selidikan termasuk ke dalam Sub-<br />
cekungan Muara. Pada Cekungan besar Tarakan ini sedimentasi telah terjadi sejak<br />
Eosen Tengah berbarengan dengan terjadinya pengangkatan di Selat Makasar<br />
yang memisahkan P. Sulawesi dan Kalimantan dan terjadinya penurunan di<br />
Cekungan ini (Lentini and Darman, 1996).<br />
Struktur geologi di daerah ini terdiri dari lipatan sesar normal, sesar geser<br />
dan kelurusan; menunjukkan arah utama baratlaut-tenggara dan baratdaya-<br />
timurlaut. Struktur lipatan seperti antiklin dan sinklin berarah baratlaut-tenggara<br />
dan baratdaya-timurlaut. Pola seperti ini terbentuk dikarenakan sejarah tektonik<br />
yang mana pada daerah ini telah terjadi empat kali tektonik (Situmorang et al, ed,<br />
1995). Tektonik awal terjadi pada Kapur Akhir atau lebih tua. Gejala ini<br />
mengakibatkan perlipatan, pensesaran dan pemalihan regional derajat rendah<br />
pada Formasi Bangara. Pada Eosen Awal di bagian tengah dan barat terbentuk<br />
Formasi Sembakung dalam lingkungan laut dangkal, diikuti pengendapan Formasi<br />
Tabalar di bagian tenggara pada kala Eosen-Oligosen dan diikuti tektonik kedua.<br />
Sesudah kegiatan tektonik kedua tersebut terjadi pengendapan Formasi<br />
Birang di bagian tengah, timur, selatan maupun di barat pada kala Oligo-Miosen.<br />
Setempat diikuti terobosan andesit yang mengalami alterasi dan mineralisasi.<br />
Disamping itu juga terjadi kegiatan gunung api sehingga terbentuk satuan gunung<br />
api Jelai di bagian barat. Pengendapan Formasi Birang diikuti pengendapan<br />
Formasi Latih di bagian selatan yaitu di Telukbayur dan sekitarnya. Pengendapan<br />
ini berlangsung pada akhir Miosen Awal hingga Miosen Tengah diikuti kegiatan<br />
tektonik ketiga.<br />
Sesudah kegiatan tektonik tersebut pada akhir Miosen Akhir hingga Pliosen<br />
terendapkan Formasi Labanan di baratdaya dan Formasi Domirang di bagian<br />
timur. Sedangkan di bagian utara terjadi pengendapan Formasi Tabul pada akhir<br />
Miosen Akhir diikuti dengan kegiatan gunung api sehingga terbentuk Formasi<br />
Sinjin di daerah baratdaya dan di utara pada kala Pliosen dan selanjutnya diikuti<br />
pengendapan Formasi Sajau pada Plio-pleistosen. Pada kala Pliosen sesudah<br />
pengendapan F. Sajau terjadi kegiatan tektonik keempat, mengakibatkan F. Sajau<br />
dan yang lebih tua di bawahnya terlipat, tersesarkan dan menghasilkan bentuk<br />
11
morfologi seperti sekarang. Secara keseluruhan sejarah sedimentasi ini dapat<br />
terlihat pada tatanan stratigrafi Cekungan Tarakan pada gambar 4.<br />
Gambar 4. Kesebandingan Tatanan Stratigrafi Cekungan Tarakan dan<br />
Cekungan lainnya di Kalimantan Timur (Satyana, et al, 1999)<br />
12
BAB III<br />
METODE <strong>DAN</strong> PERALATAN<br />
Hasil penyelidikan yang berupa data dan informasi-informasi didapat<br />
melalui dua tahapan yaitu tahapan pengambilan data mentah di lapangan<br />
dengan menggunakan kapal riset Geomarin I milik Puslitbang Geologi Kelautan<br />
dan kemudian tahapan pemrosesan data lapangan dan interpretasi yang<br />
dilakukan di laboratorium dan studio. Kedua tahapan itu dilaksanakan dengan<br />
menerapan berbagai metode yang dapat diklasifikasikan ke dalam tiga metode<br />
utama yaitu: metode penentuan posisi lintasan survey, metode pengambilan<br />
data geofisika dan metode pengambilan data geologi. Pada penyelidikan ini,<br />
metode geologi merupakan penunjang utama dalam mencapai tujuan riset.<br />
3.1 Metode Penentuan Posisi<br />
Posisi lintasan kapal survey ditentukan dengan menggunakan Sistem<br />
Penetuan Posisi Global (Global Positioning System / GPS), yaitu cara penentuan<br />
penentuan posisi geografis dengan bantuan satelit navigasi sebagai wahana<br />
pemberi sinyal posisi dua dimensi (X,Y) pada proyeksi ortogonal permukaan<br />
bumi. Dalam kegiatan penyelidikan ini digunakan alat penerima sinyal satelit<br />
bermerek Garmin-100 dan Magellan Nav. 5000 dengan perangkat lunak navigasi<br />
lintasan kapal Hypack (foto 1 & 4).<br />
Dengan menggunakan program Hypack, sinyal satelit yang telah<br />
ditransformasi oleh Garmin-100 menjadi data posisi secara otomatis direkam ke<br />
dalam minidisket atau compact disc (CD) dan setiap jangka waktu tertentu yang<br />
kita tentukan dicetak secara diskrit pada kertas biasa (HVS-A4). Sementara itu<br />
pada layar monitor posisi dan arah pergerakan kapal terlihat sepanjang lintasan<br />
survey yang telah direncanakan, sehingga pergerakan kapal tersebut dapat<br />
dikontrol agar tidak menyimpang dari lintasan rencana.<br />
13
Foto 1. Monitor navigasi, menampilkan pergerakan kapal survey<br />
Geomarin I pada garis lintasan yang direncanakan<br />
Adapun komponen-komponen peralatan navigasi tersebut adalah sebagai<br />
berikut:<br />
- GPS Reciever: Garmin-100 & Magellan Nav. 5000 Pro.<br />
- Komputer dengan perangkat lunak Hypack<br />
- Tracking Monitor Wearnes merek GTC & BRG<br />
- Printer merek Panasinic KX-1081, Epson Stylus<br />
- Volumable speaker Samsung<br />
- ZIP: Iomega.<br />
3.2 Metode Geofisika<br />
Metode geosfisika terdiri dari dua jenis yaitu metode yang bersifat<br />
kwantitatif (penyajian secara diskrit/digital) dan analog. Jenis yang pertama<br />
adalah pemeruman dan yang kedua adalah rekaman seismik.<br />
14
3.2.1 Pemeruman :<br />
Yaitu pengambilan data kedalaman dan perekaman morfologi dasar laut<br />
yang dilakukan dengan menggunakan alat echosounder 200 KHz, bermerek<br />
Simrad EA300P (foto 2). Alat ini bekerja secara elektronis dengan memancarkan<br />
gelombang suara sebagai wahana pengukuran kedalaman dasar laut. Data yang<br />
diperoleh adalah berupa tampilan analog kontinyu sekaligus secara diskrit setiap<br />
lima menit tercetak angka kedalamannya pada kertas HVS. Akan tetapi alat ini<br />
hanya efektif bekerja sampai kedalaman sekitar 200 meter. Oleh karena itu<br />
untuk kedalaman yang lebih besar ditentukan berdasarkan pendekatan secara<br />
analog dari rekaman seismik, walau masih memerlukan koreksi dikarenakan<br />
ketelitian yang berbeda.<br />
Untuk sampai kepada informasi penyajian peta batimetri, maka data<br />
tersebut masih harus dikoreksi dengan menggunakan data sekunder pasang-<br />
surut daerah selidikan. Dalam penyelidikan ini digunakan data prediksi pasang-<br />
surut terbitan 2005 dari Dinas Hidrografi TNI-AL.<br />
Foto 2. Peralatan pemeruman Simrad EA300P dengan<br />
tampilan pada monitor: morfologi dua dimensi<br />
permukaan dasar laut.<br />
15
3.2.2 Metode Seismik Laut<br />
Metode ini menggunakan energi gelombang yang dipancarkan secara<br />
diskrit dari sumber ledakan hubungan pendek kutub listrik yang kemudian<br />
setelah dipantulkan oleh lapisan-lapisan dasar laut di terima oleh hydrophone<br />
streamer. Sinyal gelomang tersebut kemudian ditransformasi oleh alat<br />
perekam dan dicetak secara analog kontinyu berupa ilustrasi lapisan-lapisan<br />
batuan dasar laut. Energi ledakan (dalam satuan Joule) dapat diatur sesuai<br />
kebutuhan berdasarkan kedalaman laut dan ketebalan lapisan batuan yang kita<br />
perlukan. Sedangkan tampilan analog tadi juga dapat diatur (stacking) pada<br />
kelengkapan alat pencetaknya sesuai kebutuhan penyelidikan berdasarkan<br />
tingkat kualitas aspek-aspek yang ingin kita tonjolkan.<br />
Seismik yang digunakan adalah jenis pantul dangkal (resolusi tinggi)<br />
dengan sumber ledakan Sparkarray saluran tunggal (single channel), (foto 3).<br />
Pada alat ini untuk kedalaman kolom air sampai sekitar 400 meter, dipasok<br />
energi 600 Joule dengan eriode picu ledak ½ atau 1 detik dan kecepatan sapuan<br />
perekaman ¼ detik. Untuk kedalaman yang lebih besar, maka pasokan energi<br />
dapat disesuaikan lagi.<br />
(foto 4 ) :<br />
Adapun komponen-komponen peralatan seismik ini adalah sebagai berikut<br />
- Sumber atau pemasok energi : EG&G 232<br />
- Pemicu bank capacitor: EG&G 231<br />
- Sparkarray EG&G 267<br />
- Perekam dan pencetak analog: EPC3200S<br />
- Hydrophone streamer<br />
- TVG amplifier: TSS 307<br />
- Swell filter: TS 305<br />
- Stacking unit: TSS 312<br />
16
Foto 3. Sumber ledakan seismik Sparkarray<br />
Foto 4. Perekam analog seismik EPC 3200S, Swell filter TS305,<br />
Stacking unit TSS312, dan Garmin 100 (di sudut kanan atas)<br />
17
3.3 Metode Geologi<br />
Metode geologi terdiri dari pengambilan contoh sedimen permukaan dasar<br />
laut dan analisis contoh sedimen di laboratorium.<br />
3.3.1 Pengambilan Contoh Sedimen<br />
Pengambilan contoh sedimen permukaan dasar laut dilakukan dengan<br />
menggunakan penginti gaya berat (gravity corer), (foto 5). Alat ini digunakan<br />
untuk memperoleh contoh sedimen berbentuk inti dengan panjang 1 sampai 2<br />
meter dengan diameter 6 inci, dan biasanya efektif untuk sedimen yang belum<br />
terpadatkan (unconsolidated sediment) dengan ukuran butir lumpur atau yang<br />
lebih halus. Untuk yang lebih kasar seperti pasir sulit didapatkan dikarenakan<br />
tidak bersifat lengket (stiff).<br />
Lokasi pengambilan contoh diposisikan secara sistematis, tersebar agar<br />
dapat mewakili setiap komposisi besar butir pada tempat-tempat<br />
pengendapannya. Sedangkan komposisi tersebut dihasilkan dengan<br />
menggunakan metode ayakan (sieve analysis) atau granulometri, sehingga<br />
menghasilkan nama sedimen berdasarkan komposisi besar butirnya.<br />
Foto 5. Pemercontoh inti (Gravity Corer)<br />
18
3.3.2 Analisa Laboratorium<br />
Analisa contoh sedimen permukaan dasar laut di laboratorium meliputi:<br />
pengamatan litologi secara megaskopis, analisa besar butir / granulometri,<br />
kandungan mineral berat (magnetik, non-magnetik), analisa mikrofauna, analisa<br />
kemagnetan materi contoh (magnetic susceptibility) dan analisa geokimia<br />
sedimen.<br />
Analisa megaskopis adalah pengamatan fenomena-fenomena litologis<br />
yang terdiri dari pengamatan terhadap warna sedimen, besar butir, kandungan<br />
fosil, mineral-mineral penting, struktur sedimen dan arah perubahan-<br />
perubahannya. Metode ini dilakukan pertama kali agar dapat ditentukan lokasi-<br />
lokasi pengambilan sub-contoh secara sistematis terpilih untuk kepentingan<br />
analisa-analisa berikutnya.<br />
Analisa besar butir dilakukan dengan mengayak sedimen secara basah<br />
menggunakan ayakan sedimen dan menghasilkan pengelompokan sedimen<br />
berdasarkan ukuran ayakannya yaitu dari -4phi sampai +8phi, yang kemudian<br />
setiap kelompok ditimbang dan dibuat dalam satuan prosentase per 100 gram<br />
sedimen. Untuk ukuran lebih kecil dari +8phi (lanau) dilakukan dengan metode<br />
pipet, lalu juga ditimbang. Adapun untuk penamaan berdasarkan besar butir ini,<br />
digunakan klasifikasi besar butir Folk (1980).<br />
Kandungan mineral berat pada penyelidikan ini hanya diperlukan sampai<br />
kelompok-kelompok mineral yang bersifat logam magnetis dan non-magnetis.<br />
Untuk analisa ini secara sederhana digunakan cairan bromoform yang<br />
mempunyai berat jenis 2,86. Mineral-mineral yang lebih berat dari 2,86<br />
umumnya adalah mineral logam atau lebih magnetis, sedangkan yang lebih kecil<br />
relatif bersifat kurang magnetis.<br />
Kandungan fosil mikrofauna, dianalisis dibawah mikroskop binokuler. Pada<br />
penyelidikan ini spesies dibatasi hanya untuk ordo foraminifera dan ostrakoda.<br />
Disajikan dalam bentuk tabel. Analisis mikrofauna dilakukan dari contoh sedimen<br />
dasar laut yang dikoleksi dengan menggunakan penginti jatuh bebas (gravity<br />
corer) dan hand corer. Kemudian sampel sedimen dikeringkan dan dengan berat<br />
19
kering yang sama (30 gram), selanjutnya sampel sedimen kering tersebut dicuci<br />
dalam ayakan dengan bukaan berukuran 2, 3, dan 4 phi. Contoh hasil cucian dari<br />
masing-masing ayakan kemudian dikeringkan dalam oven dan siap digunakan<br />
untuk studi mikrofauna.<br />
Studi mikrofauna diutamakan pada ostracoda yang dapat mencirikan<br />
berbagai jenis perairan: air tawar, air payau dan air laut dibandingkan<br />
foraminifera. Penelitian ini dilakukan pada 15 contoh sedimen hasil cucian<br />
(washed residue) dan determinasi ostracoda dilakukan hingga tingkat spesies<br />
bila memungkinkan dan perhitungan spesimen / individu tiap spesies/jenis.<br />
Sedangkan analisis foraminifera hanya dilakukan sepintas sebagai pembanding<br />
dan penunjang atau informasi tambahan apabila tidak ditemukan ostracoda.<br />
Kemudian di lakukan penghitungan indeks diversitas /H(S) yaitu nilai<br />
keanekaragaman spesies dalam setiap contoh yang diperoleh dari rumus<br />
Shannon-Weaver dalam suatu paket program komputer yang dibuat oleh Bakus<br />
(1990) yaitu:<br />
H’ = - S pi log pi<br />
dimana:<br />
H’ = indeks diversitas/keanekaragaman<br />
pi = ni /N<br />
S = jumlah<br />
ni = jumlah spesimen dari spesies i1, i2, i3, dst<br />
N = jumlah total spesimen<br />
Tingkat kemagnetan materi contoh sedimen diukur dengan alat<br />
magnetometer terhadap beberapa sub-contoh terpilih dari contoh inti yang<br />
diperkirakan dari lokasinya dapat mewakili alur-alur aktif sedimentasi estuari<br />
Berau. Disajikan secara kwalitatif berupa kurva-kurva kemagnetan contoh inti.<br />
Analisa geokimia dilakukan juga hanya pada contoh permukaan terpilih<br />
secara sistematis dan disajikan dalam bentuk tabel permil setiap oksida ata<br />
sulfida dari unsur-unsur utama (major elements). Dilakukan dengan metode AAS<br />
( Analytic Absorption Spectrometry).<br />
20
4.1 Lintasan Survey<br />
BAB IV<br />
HASIL PENYELIDIKAN <strong>DAN</strong> PEMBAHASAN<br />
Lintasan survey yang dihasilkan dibuat berdasarkan pertimbangan waktu<br />
yang tersedia, jumlah bahan bakar kapal dan target-target lokasi pengambilan<br />
contoh maupun akuisisi data geofisika. Jumlah panjang lintasan mencapai 817,6<br />
Km (gambar 5).<br />
Kerapatan lintasan secara kwalitatif lebih terkonsentrasi pada bagian<br />
tengah daerah selidikan, yaitu mulai dari mulut kedua sungai Berau lalu ke Timur<br />
sampai Barat daya pulau Maratua (Foto 6). Hal ini sesuai dengan target<br />
penyelidikan yang lebih menekankan pada observasi sedimentasi aktif di depan<br />
mulut sungai dan adanya pengaruh jajaran kepulauan gamping Derawan. Disain<br />
lintasan ini diharapkan dapat membantu dalam mengetahui perbedaan lokasi-<br />
lokasi yang dipengaruhi kehadiran kepulauan gamping di sebelah utara dan yang<br />
tidak di bagian selatannya, serta adanya peran kedua rezim arus: dari sungai<br />
Berau dan rezim arus laut utara-selatan.<br />
Di dua mulut sungai dilakukan survey sampai agak masuk ke dalam sungai.<br />
Ini diaksudkan untuk mendapatkan data akuisisi dan contoh sedimen yang<br />
diharapkan dapat memberikan gambaran perubahan lingkungan pengendapan<br />
dari front delta sampai delta pro ke arah laut. Juga dari contoh inti agar dapat<br />
memberikan gambaran vertikal perubahan litologi dan mikrofauna sejak ribuan<br />
tahun yang lalu sampai saat ini.<br />
Lintasan di utara sekitar pulau Maratua dibuat berdasarkan target dugaan<br />
akan memotong liniasi struktur tektonik di utara P. Maratua. Sedangkan lintasan-<br />
lintasan yang di selatan dimaksudkan sebagai referensi untuk lokasi yang berezim<br />
arus marin. Lintasan paling selatan berarah barat-timur dimaksudkan untuk<br />
mendapatkan penampang rekaman seismik lapisan sedimen yang ditransport oleh<br />
rezim marin utara-selatan. Sedangkan lintasan-lintasan yang memotongnya<br />
diharapkan mendapatkan gambaan sebaran lapisan sedimen yang searah arus.<br />
27
Gambar 5. Peta lintasan survey Perairan Muara Sungai Berau<br />
27
4.2 Batimetri<br />
Foto 6. Laguna P.Kakaban (di Baratdaya) dan<br />
laguna P. Maratua (di Timurlaut)<br />
Sebaran kontur batimetri daerah selidikan teramati sangatlah bervariasi,<br />
mulai dari kedalaman 5 meter di mulut sungai sampai lebih dari 1500 meter di<br />
timurlaut P. Maratua (gambar 6). Pada kedalaman 0 – 10 meter lebih terlihat<br />
sebaran kontur untuk lobe – lobe estuari atau delta muara Berau. Sebaran ini<br />
terhenti pada kedalaman 15 meter dan membentuk orientasi lurus utara-selatan.<br />
Bentuk sebaran ini kemungkinan terjadi karena adanya arus utara-selatan yang<br />
lebih dominan sehingga sanggup menghentikan transportasi sedimen dari muara<br />
ke arah timur.<br />
Di bagian tengah terlihat lebih landai dengan kedalaman dari 20 sampai 60<br />
meter dan bentuk penyebaran garis kontur menyebar ke selatan. Hal ini<br />
dimungkinkan karena di bagian utara banyak terdapat sumber-sumber sedimen<br />
yaitu gugus kepulauan gamping dan juga daratan Kalimantan Timur di baratnya.<br />
27
Gambar 6. Peta Kontur Batimetri Perairan Muara Sungai Berau<br />
27
Gugus kepulauan tersebut ternyata juga berfungsi sebagai batas penghalang<br />
jatuhnya sedimen ke jurang di sebelah timurnya; sehingga terlihat seperti bentuk<br />
anak tangga. Hal ini diperkirakan sangat berhubungan dengan struktur tektonik<br />
regional daerah ini, yang mana kerapatan kontur yang memanjang dari baratlaut-<br />
tenggara pada kedalaman 60 – 400meter tersebut merupakan liniasi struktur<br />
tektonik, selain yang terdapat di timurlaut P. Maratua. Lentini & Darman (1996)<br />
mengilustrasikan adanya Zona Sesar Maratua (Maratua Fault Zone) (gambar<br />
4)yang sejajar dengan liniasi tersebut dan tepat melalui jajaran pulau Maratua<br />
sampai pulau Sambit di tenggaranya. Adapun bentuk-bentuk laguna pada pulau<br />
Kakaban dan Maratua, hal tersebut dikarenakan terdapatnya tinggian bawah laut<br />
yang memanjang zona sesar Maratua dan zona sesar Mangkalihat (gambar 3 &7).<br />
Dari pola kontur secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa terdapat<br />
empat satuan geomorfologi bawah laut di daerah selidikan yang dikontrol oleh<br />
liniasi zona sesar besar Maratua dan Mangkalihat dan pasokan sedimen; yaitu,<br />
front delta – delta pro dengan kedalaman 0 – 10 meter yang terletak tepat di<br />
depan mulut-mulut sungai dan membentuk lobe-lobe delta, ke arah timur dibatasi<br />
oleh pola kontur relatif lurus utara-selatan yaitu lereng terjal sempit dengan<br />
kedalaman 10-18 meter. Kemudian “dataran transisi” dengan kedalaman 20 – 40<br />
meter dicirikan dengan kejarangan kontur yang semakin besar ke selatan dan di<br />
utaranya banyak dikontrol oleh kehadiran jajaran kepulauan gamping Derawan<br />
sedangkan di sebelah selatan tidak terdapat pulau. Ke arah timur dataran ini<br />
dibatasi oleh lereng terjal sempit relatif lurus, berarahbaratlaut – tenggara yang<br />
nampak lebih dikontrol oleh pola struktur tektonik regional. Selanjutnya adalah<br />
“dataran yang lebih dalam” dengan kedalaman 60 – 400 meter, bercirikan dimensi<br />
memanjang baratlaut-tenggara dengan kerapatan yang sangat rendah; ke timur<br />
dibatasi oleh jajaran pulau Maratua berarah bartlaut-tenggara dan juga lereng<br />
terjal sampai 1500 meter terutama di timur laut P. Kakaban. Yang terakhir paling<br />
timur adalah dataran cekungan luar dengan kedalaman lebih dari 400 meter.<br />
Dataran ini tidak banyak didapatkan data dikarenakan kedalaman laut yang besar<br />
dan dianggap telah murni sebagai lingkungan rezim marin. Konfigurasi diantara<br />
dataran transisi, dataran yang lebih dalam dan dataran cekungan luar, teramati<br />
27
Gambar 7. Penampang Seismik multi channel yang menggambarkan Sub-cekungan Muara yang di barat dan<br />
timurnya dibatasi oleh 2 zona sesar yang membentuk Tinggian bawah laut dan ditumbuhi terumbu<br />
gamping (Pertamina).<br />
27
sebagai bentuk anak-anak tangga dengan batas-batas lereng terjal, sempit dan<br />
memanjang.<br />
4.3 Seismik dan Kontur Isopach<br />
Terdapat tiga pola rekaman seismik di daerah selidikan yaitu, pertama: pola<br />
perlapisan paralel menerus, kedua: pola lapisan terputus-putus dan berubah-<br />
rubah orientasi dan ketiga: pola kombinasi keduanya. Pola pertama sering<br />
dijumpai tentunya pada lokasi-lokasi yang terbebas dari jajaran kepulauan<br />
gamping seperti di selatan (lihat lampiran Rekaman Seismik: line-3, 5, 20), di<br />
timur (lihat lampiran Rekaman Seismik: line-3, 4, 30), dan di depan muara selatan<br />
(line-24, 25). Pola kedua umumnya terdapat pada kawasan jajaran kepulauan<br />
terumbu gamping, seperti di sekitar P. Derawan, P. Semama, P. Sangalaki, P.<br />
Kakaban dan P. Maratua (line-7, 9, 10, 28, 16). Sedangkan pola ketiga menempati<br />
kawasan barat-timur mulai dari sebelah barat jajaran kepulauan Derawan-<br />
Semama ke timur sampai barat Kakaban.<br />
Yang mengontrol terbentuknya ketiga pola tersebut diperkirakan adalah<br />
selain jenis sedimen tergenus dari sungai Berau, juga sedimen kasar gampingan<br />
dari kepulauan terumbu gamping. Kontrol lainnya adalah morfologi dasar laut<br />
yang membentuk anak-anak tangga dengan batas tebing-tebing sempit dan terjal<br />
yang mana batas-batas tersebut berasosiasi dengan hadirnya tinggian zona sesar<br />
Maratua dan Mangkalihat (Lentini & Darman, 1996).<br />
Pola rekaman yang pertama umumnya mudah ditarik garis batas antara<br />
horison teratas dengan di bawahnya, sedangkan pola-pola rekaman seismik yang<br />
lain agak sulit karena sering dijumpai pembauran pola horison pada beberapa<br />
bagian. Sehingga pada akhirnya terbentuklah pola kontur isopach (gambar 8)<br />
yang menggambarkan penyebaran ketebalan sedimen horison teratas.<br />
Teramati pada peta kontur isopach bahwa ketebalan-ketebalan yang besar<br />
umumnya terdapat pada pusat atau tengah-tengah sub-cekungan baik yang besar<br />
seperti di bagian selatan daerah selidikan maupun yang kecil seperti di utara<br />
diantara pulau-pulau gamping; dan di depan mulut-mulut dantara lobe-lobe delta<br />
front. Hal ini sangat jelas dikarenakan bentuk dasar-dasar cekungan yang<br />
27
Gambar 8. Peta Isopach Lapisan horison teratas Rekaman Seismik Pantul Saluran Tunggal<br />
Perairan Muara Sungai Berau<br />
27
memang sangat dimungkinkan terjadinya pemerangkapan sedimen, seperti<br />
terlihat pada gambar 5: lapisan sedimen terkonsentrasi pada bagian tengah<br />
diantara dua tinggian zona sesar (Zona Sesar Maratua dan Mangkalihat).<br />
4.4 Sedimen Permukaan Dasar Laut<br />
Sebaran lokasi-lokasi pengambilan contoh inti sedimen permukaan dasar<br />
laut, seperti terlihat pada gambar 9, dilakukan bedasarkan kepentingan terpadu<br />
antara pengambilan data akuisisi geofisika dan geologi, sehingga diharapkan<br />
memperoleh informasi yang saling mendukung dalam memahami sejarah<br />
sedimentasi secara umum daerah selidikan. Lokasi-lokasi tersebut tentunya harus<br />
terletak sama pada posisi lintasan survey. Pada daerah yang lebih kompleks (di<br />
bagian utara) terdapat kerapatan lokasi contoh yang lebih tinggi, dan di selatan<br />
demikan sebaliknya.<br />
Hasil analisa granulometri seperti terlihat pada Tabel statistik Analisa Besar<br />
Butir (lihat lampiran Tabel Hasil Analisa Besar Butir) menunjukkan penyebaran<br />
besar butir mulai dari lempung sampai kerikil. Pada tabel ini, terinci sebaran besar<br />
butir secara menyeluruh untuk setiap contoh, dan kemudian diakhiri dengan<br />
penamaan setiap contoh berdasarkan tekstur besar butir menggunakan klasifikasi<br />
Folk (1980) dan perangkat lunak Kumod (Susilohadi, 1990). Maka dihasilkan: pasir<br />
(S), lanau (Z), lanau pasiran (sZ), pasir kerikilan (gS), kerikil pasiran (sG), pasir<br />
sedikit kerikilan ((g)S) dan pasir lumpuran sedikit kerikilan ((g)mS).<br />
4.4.1 Sebaran sedimen permukaan dasar laut:<br />
Sebaran sedimen permukaan dasar laut di daerah selidikan melampar mulai<br />
dari mulut sungai sebelah dalam di barat sampai lepas pantai di timur (gambar<br />
10). Dari luas pelamparan masing-masing sedimen secara berurutan adalah<br />
sebagai berikut: pasir (S) seluas 27,5 % menempati 2 daerah yaitu jalur<br />
memanjang di tengah berarah baratlaut-tenggara dan tepat pada lereng<br />
baratlaut-tenggara dan di bagian timur laut melingkupi perairan P. Maratua. Lanau<br />
pasiran (sZ) seluas 24 % menempati sejak mulut sungai yang di utara sampai<br />
jalur memanjang baratlaut-tenggara di bagian tengah daerah selidikan. Kemudian<br />
27
Gambar 9. Peta Lokasi Contoh Inti Perairan Muara Sungai Berau<br />
27
Gambar 10. Peta Sebaran Sedimen Permukaan Dasar Laut Perairan Muara Sungai Berau<br />
28
lanau (Z) seluas 20,5 % menempati bagian baratdaya sejak dari mulut sungai<br />
yang di selatan sampai ke tenggara. Kerikil pasiran (sG) seluas 12,5 % terletak di<br />
bagian tengah memanjang ke tenggara. Pasir sedikit kerikilan ((g)S) seluas 7 %<br />
menempati dua lokasi yaitu di utara tengah dan ujung tenggara. Pasir lumpuran<br />
sedikit kerikilan ((g)mS) seluas 5 % terdapat di bagian utara tengah membentuk<br />
juga jalur memanjang baratlaut-tenggara. Kemudian yang terkecil dengan luas<br />
3,5 %, pasir lanauan (zS)menempati di bagian selatan tengah daerah selidikan.<br />
Sumber-sumber utama sedimen permukaan dasar laut daerah selidikan<br />
teramati adalah sungai Berau dari arah barat, jajaran-jajaran kepulauan terumbu<br />
gamping dan sumber sedimen marin dengan lokasi jalur lepas pantai berarah<br />
baratlaut-tenggara. Fraksi kasar terutama yang mengandung kerikil (sG, (g)S,<br />
(g)mS, S) padat ditafsirkan adanya sistem energi transport lebih besar selain<br />
dekat dengan batuan sumbernya yaitu kepulauan terumbu karang. Sedangkan<br />
yang lebih halus (Z, sZ, zS) menunjukkan pola sebaran yang mengarah ke sumber<br />
sedimen terigenus dari lapukan satuan litologi darat Formasi Tabalar yang<br />
didominasi oleh napal, batupasir dan serpih; Formasi Latih berbatuan batupasir<br />
kwarsa, batulempung, dan batubara; Formasi Sinjin berbatuan tufa, aglomerat,<br />
lapili, andesit, dan batulempung tufaan, Formasi Labanan dengan batuan<br />
konglomerat, ormasi Birang dengan batuan napal, batugamping,rijang dan<br />
konglomerat; dan juga aluvium pantai yang terdiridari lumpur, lanau, pasir, kerikil,<br />
kerakal dan gambut. Satuan-satuan bantuan tersebut terlibat dikarenakan<br />
melampar pada daerah aliran sungai Berau.<br />
4.4.2 Hasil pemerian megaskopis:<br />
Dari tabel deskripsi contoh ini (lihat lampiran Tabel Deskripsi Contoh Inti),<br />
umumnya secara vertikal berfraksi lempung. Secara dominan hanya warna<br />
sedimen yang dapat secara genetis menjelaskan lingkungan pengendapannya<br />
atau rezim yang mengontrolnya. Kecuali pada beberapa contoh inti terdapat<br />
sisipan oksidasi, cangkang moluska besar atau material organik seperti gambut.<br />
Pengamatan dan penafsiran terhadap hasil deskripsi contoh inti yang rata-<br />
rata panjangnya tidak sampai 2 meter (lihat foto 6 dan Tabel Deskripsi Contoh<br />
27
Inti), menunjukkan secara vertikal masih dalam lingkungan pengendapan yang<br />
tidak berubah sejak ribuan tahun yang lampau, yang mana sejak 5 ribu tahun<br />
yang lalu (Resen), tinggi muka laut telah stabil pada posisi interglasial terakhir.<br />
Foto 7. Beberapa contoh inti yang mewakili lokasi-lokasi berbeda<br />
Untuk daerah survey Perairan Muara Sungai Berau<br />
28
Rezim sedimentasi marin umumnya terdiri dari lempung abu-abu sampai<br />
abu-abu kehijauan seperti teramati pada lokasi BRAU05-02 dan BRAU05-03.<br />
Terlihat lebih seragam / homogen tanpa sisipan. Hal ini disebabkan oleh stabilnya<br />
arus dominan tahunan berarah utara-selatan dan juga transport fluviatil yang<br />
terigenus sepanjang tahun tidak mencapai daerah ini. Rezim fluviatil terigenus<br />
terlihat di dua contoh : BRAU05-HC23A dan BRAU05-HC24A, dengan perubahan<br />
litologi yang lebih beragam. Perubahan warna dan litologi diperkirakan disebabkan<br />
oleh perubahan litologi yang tererosi dari sumber batuan yang berbeda di daerah<br />
aliran sungai Berau yang disebabkan terjadinya perubahan intensitas muson<br />
dalam skala waktu ribuan tahun namun masih pada tinggi muka laut yang sama.<br />
4.6 Hasil Analisa Mineral Berat<br />
Seperti terlihat pada Tabel Hasil Analisa Mineral Berat (lihat Lampiran)<br />
berdasaran urutan analisanya (pada fraksi 3 phi) yaitu dimulai dengan<br />
pengklasifikasian ke dalam mineral logam dan non logam menggunakan magnet,<br />
kemudian barulah menggunakan bromoform, maka teramati bahwa pada daerah<br />
selidikan sangat sedikit kandungan mineral beratnya maupun logamnya. Rata-rata<br />
kuarng dari 0,002 gram untuk setiap 100 gram contoh. Sedangkan mineral logam<br />
kurang dari 1 gram saja. Nonmagnetik atau nonlogam jauh lebih banyak<br />
dikarenakan banyaknya sumber sedimen gampingan di sebagian besar utara<br />
daerah selidikan.<br />
Data ini dapat diinterpretasikan sebagai cerminan kecilnya energi transport<br />
dominan tahunan untuk fraksi halus sekitar 3 phi. Energi transport yang berarti<br />
arus, adalah baik yang berasal dari sungai Berau , pasang surut maupun arus laut<br />
utara-selatan. Akan halnya kehadiran fraksi kerikilan atau pasiran pada sedimen<br />
permukaan dasar laut, hal tersebut lebih dikarenakan kedekatan jarak sedimentasi<br />
dari sumer batuannya yaitu kepulauan terumbu karang yang lebih bersifat<br />
nonlogam/nonmagnetik.<br />
29
4.7 Suseptibilitas Magnetis<br />
Analisa kemagnetan material ini identik dengan yang dilakukan pada<br />
analisa mineral berat logam. Perbedaannya adalah hanya pada sebaran contoh<br />
yang dianalisis. Pada analisa ini dilakukan dengan peralaan sensor magnetik pada<br />
contoh inti. Sehingga yang dihasilkan adalah variasi sifat kemagnetan materal<br />
secara vertikal. Hal ini secara geologi bermakna pada sejarah sedimentasi di<br />
daerah selidikan dari waktu ke waktu sejak ribuan tahun yang lalu sampai saat ini.<br />
Sedangkan pada analisa mineral berat logam sebelumnya adalah distribusi mineral<br />
logam pada saat sekarang ini.<br />
Pada kurva suseptibilitas magnetik beberapa contoh inti terpilih (lihat<br />
Lampiran Tabel Hasil Pengukuran Suseptibilitas Magnetik) teramati adanya variasi<br />
nilai kemagnetian material secara vertikal. Variasi nilai ini secara teoritis<br />
tergantung dari: kandungan mineral logam, tekstur butiran, materal organik dan<br />
karbonat. Mineral logam akan memberikan nilai yang lebih positif/besar, tekstur<br />
kasar akan lebih positif daripada yang halus, material organik dan karbonat akan<br />
memberikan nilai negatif atau mengurangi nilai suseptibilitas magnetik. Oleh<br />
karena itu dari hasil yang didapat, dapat diinterpretasikan bahwa fluktuasi kadar<br />
atau kandungan kemungkinan besar dikontrol oleh perubahan energi arus atau<br />
perubahan musim selama jangka waktu ribuan tahun yang dapat merubah pula<br />
jenis material sedimen yang sampai ke daerah selidikan.<br />
4.8 Mikrofauna<br />
Daerah penelitian merupakan bagian selatan dari daerah penelitian yang<br />
telah diteliti oleh Dewi dan Illahude (2005) dalam studi ostracoda. Gustiantini dkk<br />
(2005) juga telah melakukan studi foraminifera di daerah yang sama dan lebih<br />
diutamakan di daerah laut lepas. Sedangkan penelitian mikrofauna kali ini lebih<br />
difokuskan pada lokasi dimana interaksi daratan dan lautan mempunyai peranan<br />
penting terhadap kondisi lingkungan setempat.<br />
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur komunitas<br />
mikrofauna, khususnya ostracoda di daerah penelitian sebagai indikator<br />
perubahan lingkungan perairan.<br />
30
Ostracoda umumnya dijumpai dalam sampel sedimen yang diamati kecuali<br />
pada satu titik lokasi BRAU05-12. Jumlah individu/spesimen bervariasi antara 2<br />
(BRAU05-HC24A yang terletak di sungai Berau) dan 331 individu (BRAU05-06<br />
yang terletak diantara muara sungai dan Karang Malalungan). Jumlah spesies<br />
ostracoda juga bervariasi antara 1 spesies (titik lokasi BRAU05-HC24A) dan 45<br />
spesies di titik lokasi BRAU05-02 yang terletak di sebelah selatan Karang<br />
Malalungan. Hasil perhitungan indeks diversitas juga menunjukkan nilai yang<br />
bervariasi antara 1.61 dan 3.81. Nilai indeks diversitas sangat rendah (2.5) tersebar di titik-<br />
titik lokasi bagian tengah antara muara sungai dan gugus-gugus karang kecuali<br />
dua titik lokasi (BRAU05-10 dan BRAU05-02) yang mempunyai nilai indeks<br />
diversitas sangat tinggi (>3.5).<br />
Hasil determinasi ostracoda, di daerah penelitian dijumpai 79 spesies (Tabel<br />
Hasil Analisa Mikrofauna dan Foto 8) dan ada beberapa spesies dijumpai sangat<br />
melimpah pada titik-titik lokasi tertentu sebagai berikut:<br />
• Borneocythere paucipunctata, melimpah (25-50 spesimen) pada titik lokasi<br />
BRAU05-10) dan sangat melimpah (>50 spesimen) pada titik lokasi<br />
BRAU05-06.<br />
• Bythoceratina paiki melimpah pada titik lokasi BRAU05-06<br />
• Neomonoceratina bataviana melimpah pada titik lokasi BRAU05-06<br />
• Keijella japonica melimpah di BRAU05-05<br />
• Cytherella semitalis dijumpai melimpah pada titik lokasi BRAU05-18.<br />
• Phlyctenophora orientalis (ditemukan melimpah pada titik lokasi BRAU05-03<br />
dan BRAU05-18<br />
• Paranesidea sp. ditemukan sangat melimpah di BRAU05-21<br />
• Bythocytheropteron alatum melimpah di BRAU05-02)<br />
31
1 2 3<br />
4 5 6<br />
7 8<br />
10<br />
11<br />
Foto 8. Beberapa genera ostracoda di perairan sekitar Berau:<br />
1.Bairdopillata, 2. Paranesidea, 3. Polycop, 4. Keijella, 5. Foveoleberis<br />
6. Foveoleberi, 7. Cytherella; 8. Cytherelloidea; 9. Pistocythereis.<br />
10. Bythoceartina11. Bythocytheropteron 12. Borneocythere 13. Paracypris<br />
14. Macrocypris., 15. Phlyctenophora; 16. Keijella., 17. Neomonoceratina<br />
18. Cytheropteron; 19. Quadracythere; 20. Neoxytheretta; 21. Caudites.<br />
12<br />
13 14 15<br />
16 17 18<br />
19 20 21<br />
9<br />
32
Dari hasil analisis sturuktur komunitas ostracoda diatas tampak bahwa<br />
ostracoda dijumpai sangat melimpah dan mempunyai jumlah spesies yang cukup<br />
bervariasi di laut lepas. Sedangkan mikrofauna di sekitar Delta Berau ditemukan<br />
dalam jumlah yang sedikit dan umumnya merupakan spesies air laut. Ada 3<br />
spesies ostracoda penciri daerah transisi antara air laut dan tawar, dua spesies<br />
dari genus Myocyprideis yang hanya ditemukan dalam jumlah sangat jarang<br />
diantara sisa-sisa tanaman. Hal yang cukup menarik adalah ditemukannya<br />
beberapa spesimen dari Alataconcha pterogona di daerah penelitian. Spesies ini<br />
dipercaya merupakan spesies endemik di Laut China Selatan yang kemungkinan<br />
terbawa arus menunju daerah penelitian.<br />
Dari hasil pengamatan foraminifera secara sepintas tampak bahwa<br />
foraminifera bentik lebih dominan dibandingkan dengan foraminifera plangton.<br />
Foraminifera bentik dijumpai sangat melimpah dan mempunyai banyak spesies<br />
ditmeukan pada titik lokasi BRAU05-21. Titik lokasi ini dicirikan oleh keterdapatan<br />
secara melimpah dari beberapa genera seperti Operculina, Calcarina,<br />
Baculogypsina, Amphistegina, Spiroloculina, Quinqueloculina, Elphidium, dan<br />
Textularia. Foraminifera besar yang hidup berasosiasi dengan terumbu karang<br />
dijumpai dalam kondisi pengawetan sangat bagus dan dalam jumlah sangat<br />
melimpah.<br />
Dari data penelitian ostracoda diatas menunjukkan bahwa pengaruh daratan dan<br />
lautan berdampak pada struktur komunitas ostracoda di daerah penelitian. Hal ini<br />
dapat dilihat dari keterdapatan ostracoda yang sangat jarang di sekitar sungai<br />
Berau namun masih dijumpai beberapa spesimen ostracoda laut di sekitar sungai,<br />
tepatnya pada titik lokasi HC23 dan HC24. Pengaruh daratan juga dapat dilihat<br />
dari keterdapatan material organik berupa sisa-sisa tanaman pada titik-titik lokasi<br />
sekitar muara sungai maupun di lepas pantai. Di lingkungan sekitar terumbu<br />
karang didominasi oleh keterdapatan genera dari Subfamili Baiirdinae<br />
(Bairdopillata dan Paranesidea), dan foraminifera bentik (Calcarina, Operculina<br />
dan Amphistegina) sebagai penciri lingkungan tersebut. Namun bila dilihat dari<br />
posisinya, titik-titk lokasi yang banyak mengandung<br />
33
mikrofauna spesifik tersebut terletak cukup jauh dari pulau-pulau karang, seperti<br />
karang Malalalungan, P. Semama, kecuali BRAU05-18 yang terletak sekitar P.<br />
Derawan. Hal ini dapat menunjukkan bahwa telah terjadi akumulasi mikrofauna<br />
akibat terbawa oleh arus dimana habitat sebenarnya di sekitar gugus-gugus<br />
karang menuju titik-titik lokasi tersebut.<br />
4.8 Unsur-unsur Utama<br />
Analisa dengan metode AAS ini dilakukan hanya pada fraksi sangat halus<br />
yang lempung atau lumpur. Hal ini untuk menghindari kesalahan penafsiran kadar<br />
unsur utama pada sedimen insitu. Pada tabel hasil analisa AAS (lihat Lampiran<br />
Tabel Kadar (%) Unsur-unsur Utama), terlihat sebaran oksida unsur-unsur<br />
penentu yang dapat dijadikan indikator bagi stabilitas suatu mineral terhadap<br />
pelapukan kimiawi. Dalam kaitannya dengan media air laut dan juga air meteorik<br />
di daerah aliran sungai Berau maka unsur-unsur penting tersebut adalah: SiO2,<br />
CaO, Al2O3, Fe2O3-FeO, dan MgO. Sebaran dari unsur-unsur tersebut dapat<br />
diinterpretasikan sebagai indeks energi transport juga dan stabilitas mineral<br />
terhadap pelapukan yang berhubungan dengan asal batuan (provenance).<br />
Dari hasil analisa unsur utama terlihat bahwa konsentrasi CaO lebih<br />
terkumpul di utara daerah selidikan. Hal ini sangtlah wajar mengingat di utara<br />
banyak terdapat sumber batuan karbonat berupa terumbu-terumbu karang.<br />
Penyebaran agak ke timur dan sedikit ke selatan dikarenakan litoogi karbonat<br />
yang mudah larut air dan tertransport.<br />
SiO2 secara kualitatif teramati lebih menyebar ke segala arah terutama<br />
dekat dengan mara sungai. Hal ini dikarenakan tingkat kestabilan yang masih<br />
tinggi untuk mineral silikat atau kuarsa. Hanya energi arus yang rendah yang tak<br />
dapat mentransportnya ke tempat-tempat lebih jauh dari tinggian Maratua. Dari<br />
sumber batuan di daratan unsur ini sangat potensial untuk diproduksi,<br />
dikarenakan pada formasi-formasi batuan yang melampar di atas daerah aliran<br />
sungai Berau terdapat banyak jenis batuan yang memungkinkan menghasilkan<br />
unsur ini, seperti anesit, aglomerat, kuarsa, dan lainnya lagi.<br />
34
Alumunium sering berasosiasi dengan mineral lempung, bahkan<br />
merupakan unsur pembentuk utamanya. Sehingga unsur ini pada fraksi lempung<br />
sangatlah mudah dijumpai. Di selatan dan dekat mulut sungai Berau unsur ini<br />
lebih bayak tersebar dibandingkan di utaranya. Hal ini dikarenakan di utara lebih<br />
berkembang mineral sedimen karbonat yang umumnya lebih berat sehingga<br />
menghalangi transport unsur alumunium ini.<br />
Logam berat lainnya yaitu besi dan magnesium, sering dijadikan indikator<br />
bagi kehadiran sedimen terigenus. Perbandingannya dengan unsur kalsium,<br />
dijadikan pertanda bagi dominannya rezim laut atau fluviatil. Di daerah selidikan<br />
teramati logam ini lebih terkonsentarsi di dekat lobe-lobe delta Berau. Ini berarti<br />
pada lokasi-lokasi tersebut terdapat sumber terigen yang lebih dekat.<br />
4.9 Mineral Lempung Sedimen Permukaan dasar Laut<br />
Dari lampiran resume hasil analisa kualitatif mineral lempung sedimen<br />
permukaan dasar laut Perairan Pantai Muara Sungai Berau (lihat lampiran 11),<br />
terlihat bahwa terdapat empat jenis mineral lempung yaitu : Monmorilonit, Ilit,<br />
Smektit dan Scheelite. Selebihnya adalah yang terinterpretasi sebagai karbonat<br />
dan kuarsa. Monmorilonit dan Ilit adalah dua mineral lempung yang dominan.<br />
Keterdapatan secara dominan mineral Monmorilonit ⎨[Si7.71] IV [Al4-xMgx] IV<br />
O20(OH)4R 2+ x/2nH2O⎬ dan Ilit ⎨[Si7Al] IV [Al3.5 R 2+ 0.5] IV O20(OH)4K1.5⎬ dapat<br />
diinterpretasikan sebagai transportasi dari daratan atau sedimen terigenus, baik<br />
melalui Sungai Berau ataupun transportasi laut Utara – Selatan. Hal ini<br />
dikarenakan keduanya termasuk golongan mika dengan komposisi unsur yang<br />
mengandung natrium, kalium dan magnesium. Demikian pula dengan smektit<br />
⎨[Si8-yAly] IV [Mg6-zR 3+ z] IV O20(OH)4R 2+ x/2H2O⎬ yang kemudian dapat berubah<br />
menjadi monmorilonit melalui pelapukan kimiawi (van Ranst, E., 1995).<br />
Sedangkan pelapukan tersebut hanya efektif bila terjadi di alam terbuka dengan<br />
sinar matahari yang cukup tanpa ditutupi kolom air laut. Jadi harus terjadi di<br />
daratan.<br />
Penyebaran kedua mineral dominan tersebut cukup merata ke segala<br />
penjuru. Namun pada mulut muara sungai lebih terlihat bahwa komposisi<br />
35
monmorilonit sangat dominan mencapai 27%. Hal ini juga memperkuat penafsiran<br />
bahwa sumber mineral tersebut lebih berasal dari daratan.<br />
Mineral karbonat dan kuarsa yang berukuran lempung yang terdeteksi pada<br />
analisa ini sangat mungkin berasal dari gugusan kepulauan koral yang ada di<br />
daerah selidikan. Sedangkan kuarsa juga sebagai tanda bagi stabilitas mineral<br />
terigenus.<br />
36
BAB V<br />
KESIMPULAN<br />
Dilihat dari geomorfologi dasar laut dan interpretasi rezim arus yang<br />
berkembang daerah penyelidikan merupakan lingkungan pengendapan kombinasi<br />
antara delta dan estuary. Kontrol struktur tektonik dan fluktuasi musim di darat<br />
adalah dua hal yang dominant membentuk satuan geomorfologi moderen perairan<br />
muara sungai Berau ini.<br />
Batimetri daerah studi terbagi menjadi 4 satuan geomorfologi: dataran<br />
delta front – pro dela, dataran transisi, dataran yang lebih dalam dan dataran<br />
dasar cekungan luar. Secara umum membentuk anak-anak tangga dengan batas-<br />
batas berupa lereng sempit terjal dan memanjang berarah umum baratlaut –<br />
tenggara.<br />
Jenis rekaman seismik yang akan dijadikan dasar bagi interpretasi lapisan<br />
horizon terdiri dari tiga: lapiran sejajar dan memanjang, tidak sejajar dan putus-<br />
putus dan kombinasi keduanya. Lapisan isopach horizon paling atas umumnya<br />
terkonsentrasi pada setiap tengah sub-sub cekungan baik sub-sub cekungan yang<br />
agak besar seperti Sub-cekungan Muara maupun cekungan diantara pulau-pulau<br />
di utara daerah selidikan.<br />
Sebaran sediment permukaan dasar laut umumnya terdiri dari fraksi halus<br />
sampai pasir. Keadiran kerikil di beberapa tempat dikarenakan terdapatnya<br />
summer sediment terumbu karang pada tinggian zona sesar Maratua. Yang<br />
terbesar pelamparanya adalah sediment pasir (S) dan yang terkecil adalah pasir<br />
lanauan (zS).<br />
Sebaran lateral dan vertikal dari mineral logam / berat yang didasarkan<br />
pada hasil analisa mineral berat dan suseptibilitas magnetik, lebih menunjukkan<br />
adanya peran energi transport dan jarak terhadap sumber batuannya. Variasi<br />
vertikal menunjukkan variasi intensitas energi transport fluviatil dan laut.<br />
Mikrofauna yang terdiri dari Ostracoda dan Foraminifera umumnya lebih<br />
melimpah kearah laut lepas dan sedikit dijumpai dekat muara dengan spesies laut.<br />
Hal ini menunjukkan terdapatnya peran air dari daratan dan laut.<br />
41
Unsur yang dominan adalah silikat, kecuali pada daerah utara yang lebih<br />
banyak karbonatnya. Unsur-unsur logam sangat kecil dan umumnya hanya<br />
terkonsentrasi dekat-dekat sedimen terigenus.<br />
Mineral-mineral lempung sedimen permukaan dasar laut yang terdapat di<br />
daerah selidikan dimulai dari yang paling dominan adalah monmorilonit, ilit, dan<br />
smektit. Mineral lempung ini tersebar hampir merata di semua tempat. Mineral<br />
lainnya yang terdeteksi sebagai ukuran lempung adalah karbonat dan kuarsa.<br />
42
DAFTAR PUSTAKA<br />
Darman, H., Sidhi, H., editor;2001, The Outline of Indonesian Geology,<br />
Penerbit IAGI, Jakarta.<br />
Dewi, K.T. and Illahude, D.; 2005; Ostracoda from Off Derawan Island, East<br />
Kalimantan. Bulletin of Marine Geology 20(1): 1-14.<br />
Efendi, L., 1993. Selat Makasar merupakan wilayah kompleks antara<br />
perairan bagian barat dan timur. Proceedings of the 22 nd Annual<br />
Convention of The Indonesian Association of Geologists. 950-961<br />
Gustiantini, L., Dewi, K.T., and Illahude, D.; 2005; Perbandingan Foraminifera<br />
Bentik dan Plangtonik (P/B ratio) di Perairan Sekitar Pulau<br />
Derawan, Kalimantan Timur, Proceeding of Joint Convention The 30th<br />
HAGI-34th, IAGI and The 14th PERHAPI Annual Converence and<br />
Exhibition, Surabaya: 341-348.<br />
Lentini, Darman, H.; 1996; Geological Map of Tarakan Basin, Bulletin of<br />
Indonesian Petroleum Association. IPA Publishing. Jakarta.<br />
Roberts, H.H., Sydow, J.; 1996; The Offshore Mahakam Delta: Stratigraphic<br />
Respons of Late Pleistocene-to-Modern Sea Level Cycle,<br />
Proceeding 25th Silver Anniversary Convention of IPA, Jakarta.<br />
Situmorang, R.I., Burhan, G.; 1995; Peta Geologi Lembar Tanjung Redeb,<br />
Kalimantan Timur, Skala 1:250000; P3G-DGSDM DESDM RI.<br />
Sukardi B., Djamal, S., Supriatna, S., Santosa, S.; 1995; Peta Geologi Lembar<br />
Muaralasan, Kalimantan Timur, Skala 1:250000; P3G-DGSDM DESDM<br />
RI.<br />
43
DATA PENGAMBILAN SAMPEL<br />
DAERAH : PERAIRAN BERAU <strong>DAN</strong> SEKITARNYA, KALIMANTAN TIMUR<br />
WAKTU : OKTOBER 2005<br />
KATIM : Ir. DUDDY ARIFIN SR, DEA<br />
No Tanggal No. Contoh X<br />
Y Kedalaman Panjang Alat Litologi<br />
Urut<br />
(M) (Cm)<br />
1 16/10/05 Berau-05.01 687880.8 194726.8 335 Dlm plastik Gc Pasir<br />
2 Berau-05.02 658894.1 195230.2 51 53 Gc Pasir lanauan<br />
3 Berau-05.03 637964.4 195393.8 39 124 Gc Lempung<br />
4 Berau-05.04 622437.6 195336.1 8 102 Gc Lempung<br />
5 Berau-05.05 617797.4 211837.9 7 53 Gc Lempung<br />
6 17/10/05 Berau-05.06 639971.2 211774.2 44 56 Gc Lempung<br />
7 Berau-05.07 472462.5 212011.2 130 Dlm plastik Gc Pasir halus<br />
8 Berau-05.08 685738.2 277962.3 362 Dlm plastik Gc Pasir halus<br />
9 Berau-05.09 666277.6 277380.8 263 Dlm plastik Gc Pasir kasar<br />
10 Berau-05.10 636795.8 227606.6 48 120 Gc/Air Lempung<br />
11 Berau-05.11 623965.1 227486.4 10.5 101 Gc/Air Lempung<br />
12 Berau-05.12 438587.5 239024.1 64 81 Gc Lempung<br />
13 Berau-05.13 438587.5 239024.1 34 74 Gc Lempung<br />
14 Berau-05.14 661007.6 239024.9 330 Dlm plastik Gc Pasir lempungan<br />
15 Berau-05.15 656469.1 249027.7 370 Dlm plastik Gc Pasir lempungan<br />
16 Berau-05.16 653909.3 258095.2 390 Dlm plastik Gc Pasir lempungan<br />
17 18/10/05 Berau-05.17 618476.8 244384.3 6 Dlm plastik Gc Pasir kasar<br />
18 Berau-05.18 629607.8 249242.4 23 104 Gc/Air Lempung<br />
19 Berau-05.19 637359.1 251639.9 52 Dlm plastik Gc Pasir<br />
20 22/10/05 Berau-05.20 683232.8 250039.3 348 Dlm plastik Gc/Air Pasir<br />
21 Berau-05.21 653282.5 219560.8 43 82 Gc/Air Pasir lempungan<br />
22 23/10/05 Berau-05.22 629723.7 218904.3 38 174 Gc/Air Lempung<br />
23 Berau-05.23 607289.8 239343.8 7 Gc/Air Lempung<br />
24 Berau-05.23A 117°55´40.2" 02°10´19.1" 1 178 Hc Lempung<br />
25 Berau-05.24 593789.8 223831.8 16 191 Gc/Air Lempung<br />
26 Berau-05.24A 117°51´14.3" 02°01´26.1" 0.5 205 Hc Lempung<br />
27 24/10/05 Berau-05.25 669346 235890.4 218 Dlm plastik Gc/Air Pasir<br />
28 Berau-05.26 657003.1 230365.9 39 Dlm plastik Gc/Air Pasir<br />
29 Berau-05.27 661359.7 212796 25 Dlm plastik Gc/Air Pasir
PUSAT <strong>PENELITIAN</strong> <strong>DAN</strong> PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN<br />
PEMERIAN CONTOH SEDIMEN PENGINTI JATUH BEBAS<br />
DAERAH PERAIRAN: DELTA BERAU, KALIMANTAN TIMUR<br />
No. Contoh : BRAU05-18 Kapal : Geomarin I<br />
Posisi (UTM) : X: 629607.8 Kedalaman Air (m) : 23<br />
Y: 249242.4 Geologiwan : D.A.S. Ranawijaya<br />
Tanggal : 18/10/2005 Wahyu Hantoro<br />
cm<br />
0 LITOLOGI PEMERIAN<br />
. - . - . - . - . * 0 Zona oksidasi. Lanau, light olive grey ( 5Y 6/2)<br />
3 - . - . - . - . -<br />
. - . - . - . - .<br />
- . - . - . - . - * 8 Lanau pasiran, olive (5Y 5/2)<br />
10 . - . - . - . - .<br />
- . - . - . - . -<br />
. - . - . - . - .<br />
16 . . . . . . . . . Pasir, putih, hitam, sedang - sangat halus, pecahan moluska,<br />
. - . - . - . - . klastik<br />
20 - . - . - . - . -<br />
. - . - . - . - .<br />
- . - . - . - . -<br />
. - . - . - . - .<br />
29 . . . . . . . . . . Pasir, putih, hitam, sedang - sangat halus, pecahan moluska,<br />
30 . - . - . - . - .<br />
- . - . - . - . -<br />
. - . - . - . - .<br />
35 . . . . . . . . . . Pasir, putih, hitam, sedang - sangat halus, pecahan moluska,<br />
. - . - . - . - .<br />
. - . - . - . - .<br />
56,5 . . . . . . . . . . Pasir, putih, hitam, sedang - sangat halus, pecahan moluska,<br />
. - . - . - . - .<br />
60 - . - . - . - . -<br />
61 . . . . . . . . . . Pasir, putih, hitam, sedang - sangat halus, pecahan moluska,<br />
- . - . - . - . -<br />
80 . - . - . - . - .<br />
81 - - - - - - Lempung, olive, (5Y 5/2)<br />
. - . - . - . - .<br />
85 - . - . - . - . - * 84<br />
. - . - . - . - .<br />
- . - . - . - . -<br />
104 . - . - . - . - .
*<br />
*<br />
PUSAT <strong>PENELITIAN</strong> <strong>DAN</strong> PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN<br />
PEMERIAN CONTOH SEDIMEN PENGINTI JATUH BEBAS<br />
DAERAH PERAIRAN: DELTA BERAU, KALIMANTAN TIMUR<br />
No. Contoh : BRAU05-21 Kapal : Geomarin I<br />
Posisi (UTM) : X: 653282,5 Kedalaman Air (m) : 43<br />
Y: 219560,8 Geologiwan : D.A.S. Ranawijaya<br />
Tanggal : 22/10/2005 Wahyu Hantoro<br />
cm<br />
0 LITOLOGI PEMERIAN<br />
.- . .- . . * 0 Pasir lempungan, olive, top: 5Y 6/2, 5Y 5/2.<br />
3 - . .- . .-<br />
.- . .- . . 3 cm: spots berupa pasir halus, karbonat, cangkang moluska, foram,<br />
10 - . .- . .- pecahan koral.<br />
11 .- . .- . . * 12 11 cm: spots berupa pasir halus, karbonat, cangkang moluska, foram<br />
- . .- . .- pecahan koral.<br />
.- . .- . .<br />
- . .- . .- * 52<br />
.- . .- . .<br />
80 - . .- . .- banyak mengandung pelecypoda berukuran 2 cm
PUSAT <strong>PENELITIAN</strong> <strong>DAN</strong> PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN<br />
PEMERIAN CONTOH SEDIMEN PENGINTI JATUH BEBAS<br />
DAERAH PERAIRAN: DELTA BERAU, KALIMANTAN TIMUR<br />
No. Contoh : BRAU05-12 Kapal : Geomarin I<br />
Posisi (UTM) : X: 438587,5 Kedalaman Air (m) : 64<br />
Y: 239024,1 Geologiwan : D.A.S. Ranawijaya<br />
Tanggal : 17/10/2005 Wahyu Hantoro<br />
cm<br />
0 LITOLOGI PEMERIAN<br />
- - - - - - * 0 Lempung, dark grey, 5Y 5/2<br />
3 - - - - -<br />
- - - - - - 3 cm: spot karbon, hitam<br />
- - - - -<br />
10 - - - - - - Lempung, olive, 5Y 5/1, gradasi<br />
- - - - - * 12<br />
- - - - - -<br />
15 - - - - - 15 cm: spot karbon, hitam<br />
- - - - - -<br />
20 - - - - -<br />
- - - - - -<br />
24 - - - - -<br />
- - - - - - 27 cm: spot karbon, hitam<br />
27 - - - - -<br />
30 - - - - - -<br />
- - - - -<br />
- - - - - -<br />
- - - - - Lempung, olive, 5Y 5/2, gradasi<br />
39 - - - - - - 39 cm: spot karbon, hitam<br />
40 - - - - -<br />
- - - - - - * 41<br />
- - - - - - Lempung, dark grey, 5Y 4/1<br />
- - - - -<br />
- - - - - -<br />
75 - - - - - 75 cm: spot karbon, hitam<br />
- - - - - -<br />
80 - - - - -<br />
- - - - - - Lempung, olive, (5Y 5/2)<br />
84 - - - - - * 83
*<br />
*<br />
PUSAT <strong>PENELITIAN</strong> <strong>DAN</strong> PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN<br />
PEMERIAN CONTOH SEDIMEN PENGINTI JATUH BEBAS<br />
DAERAH PERAIRAN: DELTA BERAU, KALIMANTAN TIMUR<br />
No. Contoh : BRAU05-04 Kapal : Geomarin I<br />
Posisi (UTM) : X: 622437,6 Kedalaman Air (m) : 8<br />
Y: 195336,1 Geologiwan : D.A.S. Ranawijaya<br />
Tanggal : 16/10/2005 Wahyu Hantoro<br />
cm<br />
0 LITOLOGI PEMERIAN<br />
1 - - - - - - * 0 Lempung, olive brown, 2,5Y 4/3<br />
- - - - -<br />
5 - - - - - - * 5 Lempung, olive grey, 5Y 4/2<br />
8 - - - - - 5 - 8 cm: spot karbon, hitam<br />
10 - - - - - -<br />
- - - - - -<br />
28 - - - - - 28 cm: spot karbon, hitam<br />
30 - - - - - - Lempung, dark grey, 5Y 4/1<br />
- - - - -<br />
50 - - - - - -<br />
- - - - -<br />
53 - - - - - - 53 - 55 cm: spot karbon, hitam<br />
55 - - - - -<br />
- - - - - * 77<br />
- - - - - -<br />
100 - - - - -
PUSAT <strong>PENELITIAN</strong> <strong>DAN</strong> PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN<br />
PEMERIAN CONTOH SEDIMEN PENGINTI JATUH BEBAS<br />
DAERAH PERAIRAN: DELTA BERAU, KALIMANTAN TIMUR<br />
No. Contoh : BRAU05-03 Kapal : Geomarin I<br />
Posisi (UTM) : X: 637964.4 Kedalaman Air : 39<br />
Y: 195393.8 Geologiwan : D.A.S. Ranawijaya<br />
Tanggal : 16/10/2005 Wahyu Hantoro<br />
cm<br />
0 LITOLOGI PEMERIAN<br />
0,5 - - - - - - * 0 Lempung, light olive brown (2,5Y 5/3)<br />
- - - - -<br />
- - - - - -<br />
20 - - - - - Lempung, olive grey, 5Y 5/2, mengandung fragmen pecahan molusk<br />
- - - - - - hancur<br />
- - - - -<br />
- - - - -<br />
50 - - - - - - * 50<br />
- - - - -<br />
124 - - - - -
*<br />
*<br />
PUSAT <strong>PENELITIAN</strong> <strong>DAN</strong> PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN<br />
PEMERIAN CONTOH SEDIMEN PENGINTI JATUH BEBAS<br />
DAERAH PERAIRAN: DELTA BERAU, KALIMANTAN TIMUR<br />
No. Contoh : BRAU05-13 Kapal : Geomarin I<br />
Posisi (UTM) : X: 438587,5 Kedalaman Air (m) : 34<br />
Y: 239024,1 Geologiwan : D.A.S. Ranawijaya<br />
Tanggal : 17/10/2005 Wahyu Hantoro<br />
cm<br />
0 LITOLOGI PEMERIAN<br />
- - - - - - Lempung, olive grey, 5Y 5/2, mengandung fragmen koral dan molusk<br />
- - - - - 1 - 5 cm<br />
- - - - - -<br />
- - - - - -<br />
- - - - - * 29,5<br />
30 - - - - - -<br />
75 ⎯⎯⎯⎯⎯
PUSAT <strong>PENELITIAN</strong> <strong>DAN</strong> PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN<br />
PEMERIAN CONTOH SEDIMEN PENGINTI JATUH BEBAS<br />
DAERAH PERAIRAN: DELTA BERAU, KALIMANTAN TIMUR<br />
No. Contoh : BRAU05-06 Kapal : Geomarin I<br />
Posisi (UTM) : X: 639971,2 Kedalaman Air (m) : 44<br />
Y: 211774,2 Geologiwan : D.A.S. Ranawijaya<br />
Tanggal : 17/10/2005 Wahyu Hantoro<br />
cm<br />
0 LITOLOGI PEMERIAN<br />
1 - . - . - . - * 0 Lanau pasiran, grayish brown, 2,5Y 5/4. Pasir mengandung karbonat<br />
. - . - . - . -<br />
- . - . - . -<br />
. - . - . - . -<br />
moluska<br />
10 - . - . - . -<br />
. - . - . - . -<br />
Lanau, olive grey, 5Y 5/2, cangkang pelecypoda, pasir<br />
55 ⎯⎯⎯⎯⎯
*<br />
PUSAT <strong>PENELITIAN</strong> <strong>DAN</strong> PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN<br />
PEMERIAN CONTOH SEDIMEN PENGINTI JATUH BEBAS<br />
DAERAH PERAIRAN: DELTA BERAU, KALIMANTAN TIMUR<br />
No. Contoh : BRAU 2005-05 Kapal : Geomarin I<br />
Posisi (UTM) : X: 617797,4 Kedalaman Air (m) : 7<br />
Y: 211837,9 Geologiwan : D.A.S. Ranawijaya<br />
Tanggal : 16/10/2005 Wahyu Hantoro<br />
cm<br />
0 LITOLOGI PEMERIAN<br />
. - . - . - . - . * 0 Lanau, dark olive grey, 5Y 3/2, mengandung bahan organik berupa d<br />
- . - . - . - . - pecahan cangkang<br />
. - . - . - . - .<br />
. - . - . - . - .<br />
- . - . - . - . -<br />
25 . - . - . - . - . * 25<br />
. . - . . . . - . .<br />
30 . - . - . - . - . Lanau pasiran, olive grey, 5Y 4/3, mengandung bahan organik hitam<br />
. . . - . - . . . . cangkang<br />
. - . - . - . - .<br />
- . - . - . - . -<br />
- . - . - . - . -<br />
50 . . . . - . - . -<br />
- . - . - . - . -<br />
54 . - . - . - . - . * 54
*<br />
PUSAT <strong>PENELITIAN</strong> <strong>DAN</strong> PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN<br />
PEMERIAN CONTOH SEDIMEN PENGINTI JATUH BEBAS<br />
DAERAH PERAIRAN: DELTA BERAU, KALIMANTAN TIMUR<br />
No. Contoh : BRAU05-05 Kapal : Geomarin I<br />
Posisi (UTM) : X: 617797,4 Kedalaman Air (m) : 7<br />
Y: 211837,9 Geologiwan : D.A.S. Ranawijaya<br />
Tanggal : 16/10/2005 Wahyu Hantoro<br />
cm<br />
0 LITOLOGI PEMERIAN<br />
. - . - . - . - . * 0 Lanau, dark olive grey, 5Y 3/2, mengandung bahan organik daun hita<br />
- . - . - . - . - cangkang.<br />
. - . - . - . - .<br />
- . - . - . - . -<br />
10 . - . - . - . - .<br />
- . - . - . - . -<br />
. - . - . - . - .<br />
- . - . - . - . -<br />
. - . - . - . - .<br />
20 - . - . - . - . -<br />
. - . - . - . - .<br />
- . - . - . - . -<br />
25 . - . - . - . - . * 25<br />
- . - . - . - . -<br />
30 . . - . - . - . . . Lanau pasiran, olive grey, 5Y 4/3, mengandung bahan organik hitam<br />
- . - . - . - . - cangkang<br />
. - . - . - . - .<br />
. . . . - . - . - .<br />
. - . - . . . . . -<br />
40 - . - . - . - . -<br />
. . - . - . - . -<br />
- . - . - . - . -<br />
. - . - . - . - .<br />
. . . - . . - . - .<br />
50 . - . - . - . - .<br />
. . - . - . - . . .<br />
54 . - . - . - . - . * 54
*<br />
PUSAT <strong>PENELITIAN</strong> <strong>DAN</strong> PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN<br />
PEMERIAN CONTOH SEDIMEN PENGINTI JATUH BEBAS<br />
DAERAH PERAIRAN: DELTA BERAU, KALIMANTAN TIMUR<br />
No. Contoh : BRAU05-05 Kapal : Geomarin I<br />
Posisi (UTM) : X: 617797,4 Kedalaman Air (m) : 7<br />
Y: 211837,9 Geologiwan : D.A.S. Ranawijaya<br />
Tanggal : 16/10/2005 Wahyu Hantoro<br />
cm<br />
0 LITOLOGI PEMERIAN<br />
. - . - . - . - . * 0 Lanau, dark olive grey, 5Y 3/2, mengandung bahan organik daun hia<br />
- . - . - . - . - cangkang<br />
. - . - . - . - .<br />
- . - . - . - . -<br />
10 . - . - . - . - .<br />
- . - . - . - . -<br />
. - . - . - . - .<br />
- . - . - . - . -<br />
. - . - . - . - .<br />
20 - . - . - . - . -<br />
. - . - . - . - .<br />
- . - . - . - . -<br />
25 . - . - . - . - . * 25<br />
- . - . - . - . -<br />
30 . - . - . - . . . Lanau pasiran, olive grey, 5Y 4/3, mengandung bahan organik hitam<br />
- . - . - . - . - cangkang<br />
. - . - . - . - .<br />
. . . . - . - . - .<br />
. - . - . - . - .<br />
40 - . - . - . - . -<br />
. - . - . - . - .<br />
- . - . - . - . -<br />
. - . - . . . . . .<br />
- . - . - . - . -<br />
50 - . - . - . - . -<br />
. . . . . . - . - .<br />
54 - . - . - . - . - * 54
- - - - - -<br />
PUSAT <strong>PENELITIAN</strong> <strong>DAN</strong> PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN<br />
PEMERIAN CONTOH SEDIMEN PENGINTI JATUH BEBAS<br />
DAERAH PERAIRAN: DELTA BERAU, KALIMANTAN TIMUR<br />
No. Contoh : BRAU05-22 Kapal : Geomarin I<br />
Posisi (UTM) : X: 629723,7 Kedalaman Air (m) : 38<br />
Y: 218904,3 Geologiwan : D.A.S. Ranawijaya<br />
Tanggal : 23/10/2005 Wahyu Hantoro<br />
cm<br />
0 LITOLOGI PEMERIAN<br />
1 - - - - - - * 0 Lempung, light olive brown, 2,5Y 5/4, zona oksidasi.<br />
- - - - -<br />
- - - - - -<br />
- - - - -<br />
10 - - - - - - Lempung, grey, 5Y 5/1, mengandung fragmen cangkang 0,5 cm<br />
- - - - -<br />
- - - - - -<br />
- - - - -<br />
- - - - - -<br />
50 - - - - - 52 cm: fragmen kayu busuk, 2 cm<br />
- - - - - -<br />
- - - - -<br />
- - - - - -<br />
- - - - -<br />
126 - - - - - - 126 cm: karbon<br />
- - - - -<br />
- - - - - -<br />
- - - - -<br />
- - - - - -<br />
155 - - - - - 155-165 cm: pasir putih, sedang-kasar, pecahan cangkang + koral.<br />
- - - - - -<br />
- - - - -<br />
- - - - - -<br />
- - - - -<br />
173 - - - - - - 173-174 cm: pasir karbonat<br />
174 - - - - -
- - - - -<br />
PUSAT <strong>PENELITIAN</strong> <strong>DAN</strong> PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN<br />
PEMERIAN CONTOH SEDIMEN PENGINTI JATUH BEBAS<br />
DAERAH PERAIRAN: DELTA BERAU, KALIMANTAN TIMUR<br />
No. Contoh : BRAU05-10 Kapal : Geomarin I<br />
Posisi UTM) : X: 636795,8 Kedalaman Air (m) : 48<br />
Y: 227606,6 Geologiwan : D.A.S. Ranawijaya<br />
Tanggal : 17/10/2005 Wahyu Hantoro<br />
cm<br />
0 LITOLOGI PEMERIAN<br />
0,5 - - - - - - * 0 Lempung, light olive brown, 5Y 2,5/1.<br />
- - - - -<br />
- - - - - -<br />
- - - - -<br />
10 - - - - - -<br />
- - - - - * 11<br />
- - - - - -<br />
- - - - -<br />
- - - - - -<br />
20 - - - - -<br />
- - - - - -<br />
- - - - -<br />
- - - - - -<br />
- - - - - 28 cm: bahan organik berwarna putih, bulu (?), lempung abuabu (gre<br />
30 - - - - - - * 28 mengandung sedikit fragmen cangkang.<br />
- - - - -<br />
- - - - - -<br />
- - - - -<br />
- - - - - -<br />
95 - - - - - Pelecypoda utuh, 3 m.<br />
- - - - - -<br />
- - - - -<br />
121 - - - - - -
*<br />
PUSAT <strong>PENELITIAN</strong> <strong>DAN</strong> PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN<br />
PEMERIAN CONTOH SEDIMEN PENGINTI JATUH BEBAS<br />
DAERAH PERAIRAN: DELTA BERAU, KALIMANTAN TIMUR<br />
No. Contoh : BRAU05-23 Kapal : Geomarin I<br />
Posisi (UTM) : X: 607289,8 Kedalaman Air (m) : 7<br />
Y: 239343,8 Geologiwan : D.A.S. Ranawijaya<br />
Tanggal : 23/10/205 Wahyu Hantoro<br />
cm<br />
0 LITOLOGI PEMERIAN<br />
0,5 . - . - . - . - . * 0 Lanau, olive, 5Y 4/3, mengandung spot hitam.<br />
4 - . - . - . - . - 4 cm: Remah kayu, coklat hitam, 2 cm.<br />
. - . - . - . - .<br />
- . - . - . - . -<br />
10 . - . - . - . - . Lanau pasiran, dark olive grey, 5Y 3/1.<br />
. - . - . - . - .<br />
36 - . - . - . - . - 36 cm: Remah kayu, coklat hitam, 2 cm.<br />
- . - . - . - . - Lanau pasiran, dark olive grey, 5Y 3/1.<br />
. - . - . - . - .<br />
- . - . - . - . -<br />
. - . - . - . - .<br />
60 - . - . - . - . - * 60<br />
. - . - . - . - .<br />
- . - . - . - . -<br />
. - . - . - . - .<br />
- . - . - . - . -<br />
70 . - . - . - . - . dijumpai kantong-kantong pasir, lapisan-lapisan pasir putih -hitam, ha<br />
- . - . - . - . - mengandung pecahan cangkang.<br />
. - . - . - . - .<br />
114 . - . - . - . - . 114 cm: Remah kayu, hitam coklat, 2 cm.<br />
- . - . - . - . - * ## 116 cm: remah kayu.<br />
130 . - . - . - . - . 130 cm: Remah kayu, hitam coklat, 2 cm.<br />
- . - . - . - . -<br />
142 . - . - . - . - .
*<br />
PUSAT <strong>PENELITIAN</strong> <strong>DAN</strong> PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN<br />
PEMERIAN CONTOH SEDIMEN PENGINTI JATUH BEBAS<br />
DAERAH PERAIRAN: DELTA BERAU, KALIMANTAN TIMUR<br />
No. Contoh : BRAU05-24 Kapal : Geomarin I<br />
Posisi (UTM) : X: 593789,8 Kedalaman Air (m) : 16<br />
Y: 223831,6 Geologiwan : D.A.S. Ranawijaya<br />
Tanggal : 23/10/2005 Wahyu Hantoro<br />
cm<br />
0 LITOLOGI PEMERIAN<br />
2 - - - - - - * 0 Lempung, dark greyish brown, 2,5Y 4/2, mengandung bercak-bercak<br />
- - - - - menunjukkan oksidasi.<br />
- - - - - -<br />
30 - - - - - -<br />
- - - - - Lempung, dark greyish brown, 2,5Y 4/2, bergradasi, spot hitaam, bio<br />
- - - - - -<br />
- - - - - * 35<br />
80 - - - - -<br />
- - - - - - Lempung, very dark greyish brown, 2,5Y 3/2, gradasi, batas bawah t<br />
- - - - - karbon, cangkang 2 mm.<br />
- - - - - -<br />
- - - - - -<br />
147 . . . . . - - - Pasir kasar lempungan, grey, 5Y 5/1, batas atas dan bawah tegas, ka<br />
150 . . - - . . . . . cangkang, cangkang moluska 1 - 4 mm.<br />
152 . . . . - - . . . * ##<br />
- - - - - -<br />
- - - - - Lempung berlapis, grey. 5Y 5/1, homogen, flek hitam. Bioturbasi<br />
- - - - - -<br />
192 - - - - - -<br />
e
*<br />
PUSAT <strong>PENELITIAN</strong> <strong>DAN</strong> PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN<br />
PEMERIAN CONTOH SEDIMEN PENGINTI JATUH BEBAS<br />
DAERAH PERAIRAN: DELTA BERAU, KALIMANTAN TIMUR<br />
No. Contoh : BRAU05-23A Kapal : Geomarin I<br />
Posisi : 117 0 51'14.3"BT Kedalaman Air (m) : 1<br />
02 0 01'26.1"LU Geologiwan : D.A.S. Ranawijaya<br />
Tanggal : 23/10/2005 Wahyu Hantoro<br />
cm<br />
0 LITOLOGI PEMERIAN<br />
- - - - - - * 0 Lempung, olive brown, 2,5Y 4/4, banyak spot material organik hitam<br />
- - - - - mengandung fragmen moluska, bioturbasi.<br />
- - - - - -<br />
70 - - - - - -<br />
- - - - - Lempung pasiran, olive grey, 5Y 4/2, flek hitam, pasir sangat halus,<br />
- - - . . . . bivalvia berwarna putih, utuh, berukuran5cm<br />
- - - - -<br />
78 . . . - - - -<br />
80 - - - - -<br />
- - - - - -<br />
- - - - - Lempung, olive brown, 2,5Y 4/4, banyak spot material organik, hitam<br />
- - - - - - mengandung fragmen moluska, bioturbasi.<br />
88 - - - - -<br />
90 . . . . . . . . . .<br />
. . . . . . . . .<br />
. . . . . . . . . .<br />
. . . . . . . . .<br />
. . . . - - - . Pasir lempungan, very dark grey, 5Y 3/1, sangat halus, tersusun ole<br />
100 . . . . - - . . . * 99 terigen (volkanik?), bioturbasi.<br />
. . . . . . . . . .<br />
. . . . . . . . . .<br />
. . . . . . . . . * ##<br />
. . . . . . . . . .<br />
140 . . . . . - - -<br />
. . . . . . . . . . * ##<br />
. . . . . . . . .<br />
174 . . . . . . . . . .<br />
m<br />
h
PUSAT <strong>PENELITIAN</strong> <strong>DAN</strong> PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN<br />
PEMERIAN CONTOH SEDIMEN PENGINTI JATUH BEBAS<br />
DAERAH PERAIRAN: DELTA BERAU, KALIMANTAN TIMUR<br />
No. Contoh : BRAU05-24A Kapal : Geomarin I<br />
Posisi : 117 0 51'14.3" Kedalaman Air(m) : 0,5<br />
02 0 01'26.1" Geologiwan : D.A.S. Ranawijaya<br />
Tanggal : 23/10/2005 Wahyu Hantoro<br />
cm<br />
0 LITOLOGI PEMERIAN<br />
- - - - - - * 0 Lempung, olive brown, 2,5Y 4/4, spot karbon, mengandung fragmen<br />
- - - - - moluska, bioturbasi.<br />
- - - - - -<br />
- - - - -<br />
- - - - - - Lempung, dark greyish brown, 2,5Y 4/2, mengandung fragmen cangk<br />
20 - - - - - cangkang<br />
- - - - - -<br />
- - - - - -<br />
- - - . . . Lempung pasiran, very dark greyish brown, 2,5Y 3/2, spot hitam, biot<br />
90 - - - - - -<br />
- - - - -<br />
- - - - -<br />
- - - - - - Lempung, black, 2,5Y 3/0, bioturbasi, mengandung banyak cangkan<br />
- - - - - 1 mm - 1 cm.<br />
- - - - - -<br />
- - - - - * ##<br />
192 - - - - -<br />
g
*<br />
*<br />
PUSAT <strong>PENELITIAN</strong> <strong>DAN</strong> PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN<br />
PEMERIAN CONTOH SEDIMEN PENGINTI JATUH BEBAS<br />
DAERAH PERAIRAN: DELTA BERAU, KALIMANTAN TIMUR<br />
No. Contoh : BRAU05-11 Kapal : Geomarin I<br />
Posisi (UTM) : X: 623965,1 Kedalaman Air (m) : 10,5<br />
Y: 227486,4 Geologiwan : D.A.S. Ranawijaya<br />
Tanggal : 17/10/2005 Wahyu Hantoro<br />
cm<br />
0 LITOLOGI PEMERIAN<br />
0,5 - - - - - - * 0 Lempung, dark greyish brown, 2,5Y 4/2, teroksidasi.<br />
- - - - -<br />
- - - - - -<br />
- - - - - Lempung lanauan, very dark greyish brown, 2,5Y 3/2.<br />
- - - - - -<br />
- - - - -<br />
78 - - - - - - 78 cm: flek/spot hitam, fragmen karbonat, 1 mm.<br />
80 - - - - -<br />
- - - - -<br />
- . - . - . - . - Lempung lanauan, very dark greyish brown, 2,5Y 3/2.<br />
- - - - -<br />
- - - - - -<br />
100 - - - - -
*<br />
PUSAT <strong>PENELITIAN</strong> <strong>DAN</strong> PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN<br />
PEMERIAN CONTOH SEDIMEN PENGINTI JATUH BEBAS<br />
DAERAH PERAIRAN: DELTA BERAU, KALIMANTAN TIMUR<br />
No. Contoh : BRAU05-02 Kapal : Geomarin I<br />
Posisi (UTM) : X: 658894,1 Kedalaman Air (m) : 51<br />
Y: 195230,2 Geologiwan : D.A.S. Ranawijaya<br />
Tanggal : 16/10/2005 Wahyu Hantoro<br />
cm<br />
0 LITOLOGI PEMERIAN<br />
. . . . . - - - . * 0<br />
. . . . . . . . . .<br />
. . . . . . . . . . Pasir lempungan, grey, 5Y 5/1, sangat halus, mengandung fragmen<br />
. . . . . . . . . . moluska berukuran 0,5 - 2 mm, dan material terigenus<br />
10 . . . . . . . . . .<br />
. . . . . . . . . .<br />
. . . . . . . . . .<br />
. . . . . . . . . . Pasir lempungan, dark olive grey, 5Y 3/2, sangat halus, pecahan can<br />
. . . . . . . . . .<br />
50 . . . - - - -<br />
. . . . . . . . . . * 51<br />
53 . . . . . . . . . .<br />
c
ANALISA : MINERAL BERAT<br />
DAERAH : PERAIRAN BRAU <strong>DAN</strong> SEKITARNYA – KALIMANTAN TIMUR<br />
KA.TIM : Ir. DUDDY ARIFIN S.R,DEA<br />
WAKTU : OKTOBER 2005<br />
Nomor Berat 3 Phi<br />
Di<br />
Hasil Ket<br />
Urut Contoh Asal 3 Phi Magnit Non Mag Bromoform MB<br />
1 Berau-05.01 100.0 2.2484 0.6722 1.5762 1.5762 0.0010<br />
2 Berau-05.02 100.0 2.4919 0.3803 2.1116 2.0006 0.0025<br />
3 Berau-05.03 100.0 0.3194 0.0065 0.3129 0.3129 0.0006<br />
4 Berau-05.04 100.0 0.0540 0.0000 0.0540 0.0540 0.0000<br />
5 Berau-05.05 100.0 1.0840 0.3906 0.6934 0.6934 0.0009<br />
6 Berau-05.06 100.0 1.3455 0.2118 1.1337 1.1337 0.0005<br />
7 Berau-05.07 50.0 5.7838 0.5928 5.1910 2.0005 0.0012<br />
8 Berau-05.08 0.0 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000<br />
9 Berau-05.09 50.0 0.1496 0.0214 0.1282 0.1282 0.0012<br />
10 Berau-05.10 100.0 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000<br />
11 Berau-05.11 100.0 0.2550 0.0980 0.1570 0.1570 0.0007<br />
12 Berau-05.12 100.0 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000<br />
13 Berau-05.13 100.0 0.8509 0.0075 0.8434 0.8434 0.0015<br />
14 Berau-05.14 100.0 8.0370 0.3729 7.6641 2.0000 0.0017<br />
15 Berau-05.15 100.0 4.2279 0.4052 3.8227 2.0006 0.0025<br />
16 Berau-05.16 100.0 1.8639 0.5133 1.3506 1.3506 0.0019<br />
17 Berau-05.17 100.0 12.4203 0.9526 11.4677 2.0008 0.0024<br />
18 Berau-05.18 100.0 1.5240 0.2424 1.2816 1.2816 0.0030<br />
19 Berau-05.19 100.0 10.6164 0.0075 10.6089 2.0006 0.0005<br />
20 Berau-05.20 0.0 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000<br />
21 Berau-05.21 100.0 1.4580 0.0593 1.3987 1.3987 0.0028<br />
22 Berau-05.22 100.0 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000<br />
23 Berau-05.23 100.0 3.5933 1.3006 2.2927 2.0004 0.0021<br />
24 Berau-05.24 100.0 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000<br />
25 HC23A 100.0 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000<br />
26 HC24A 100.0 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000<br />
27 Berau-05.25 50.0 4.8271 0.0606 4.7665 2.0045 0.0015<br />
28 Berau-05.26 100.0 0.8043 0.0226 0.7817 0.7817 0.0007<br />
29 Berau-05.27 100.0 1.4187 0.0006 1.4181 1.4181 0.0005
Tabel 1. Ostracoda di dasar perairan sekitar Berau<br />
No.<br />
No. contoh<br />
Spesies Ostracoda BRAU05-02<br />
BRAU05-03<br />
BRAU05-04<br />
BRAU05-05<br />
1 Actinocythereis scutigera 6 1 1 3<br />
2 Alataconcha pterogona 4 3 1<br />
3 Alocopocythere guojoni 1 1 2<br />
4 Alocopocythere kendengensis 3 1 1<br />
5 Argilloecia sp 1 5 1 1<br />
6 Atjehella semiplicata 1<br />
7 Bairdopillata paracratericola 12 2<br />
8 Bairdopillata parralcyanicola 2 26<br />
9 Borneocythere paucipunctata 23 73 30<br />
10 Bythoceratina hastata 5 1 8<br />
11 Bythoceratina nelae 4 2<br />
12 Bythoceratina paiki 11 2 1 36 3 1<br />
13 Bythocytheropteron alatum 31 1 15 1 1<br />
14 Callistocythere sp. 2 2<br />
15 Caudites sp. 1 3<br />
16 Copytus posterosulcus 1<br />
17 Coquimba sp. 4 2 2<br />
18 Cushmanidea subjaponica 1<br />
19 Cypheropteron sinense 9<br />
20 Cytherella cf. C. semitalis 3 11 14 2<br />
21 Cytherella incohota 5 10 1 9 1 2 2 1<br />
22 Cytherella semitalis 13 15 2 4 13 1 27 1<br />
23 Cytherelloidea cingulata 7 3 1 7 7 5<br />
24 Cytherelloidea leroyi 1<br />
25 Cytherelloidea malaysiana 1 1<br />
26 Cytheropteron miurense 4 1<br />
27 Cytheropteron pulchinella 1<br />
28 Foveoleberis brevirostrata 1 4 2 8<br />
29 Foveoleberis cypraeoides 23 0 1 19 8<br />
30 Hemicytheridea cf. H. reticulata 2 4 2 2<br />
31 Hemicytheridea reticulata 11 2 4 8 2 2 11 2<br />
32 Hemikrithe orientalis 1 1 1 3 1 1 1<br />
33 Henryhowella keutapangensis 2 2 4<br />
34 Keijella japonica 7 27 1 2<br />
35 Keijella kloempritensis 1 11 7<br />
36 Keijella multisulcus 6 6<br />
37 Keijella reticulata 6 2 2<br />
38 Keijia demissa 1 2<br />
39 Keijia labyrinthica 2 2<br />
40 Lanckacythere multifora 1<br />
41 Loxoconcha paiki 1<br />
42 Loxoconcha sp. 2 1<br />
43 Macrocypris decora 1 24<br />
44 Mutilus sp. 1 1 1<br />
45 Mutilus sp. 2 1<br />
46 Myocyprideis sp. 2 1<br />
47 Myocyprideis sp. 1 1 2<br />
48 Neocytheretta adunca 15 7 7 2 1<br />
49 Neocytheretta novella 3<br />
50 Neocytheretta snellii 2 6 2 1 7<br />
51 Neocytheretta spongiosa 2 1 8<br />
52 Neocytheretta vandijki 1 1<br />
53 Neomonoceratina bataviana 16 39 2 5<br />
54 Neomonoceratina delicata 1 6<br />
55 Neomonoceratina entemon 4<br />
56 Neomonoceratina indonesiana 2 1<br />
57 Paracypris sp. 3 1 7<br />
BRAU05-06<br />
BRAU05-10<br />
BRAU05-11<br />
BRAU05-13<br />
BRAU05-18<br />
BRAU05-21<br />
BRAU05-22<br />
BRAU05-23<br />
BRAU05-24<br />
BRAU05-HC23A<br />
BRAU05-HC24A<br />
BRAU05-12
58 Parakrithella sp. 1 1 4<br />
59 Paranesidea sp. 12 4 1 46<br />
60 Phlyctenophora orientalis 14 28 3 2 11 1 1 25 22 9<br />
61 Pistocythere bradyi 1<br />
62 Pistocythereis bradyiformis 5 1 6 1 2<br />
63 Pistocythereis cribriformis 15 16 1 24 4 2 1<br />
64 Pistocythereis euplectella 2 3 9 6 1 4<br />
65 Polycope reticulata 2<br />
66 Pontocyris attenuata 3<br />
67 Pterygocythere 4<br />
68 Quadracythere sp. 3<br />
69 Sinocytheridea bawean 1 1 4<br />
70 Spinoceratina spinosa 2<br />
71 Stigmatocythere kingmai 2 1<br />
72 Stigmatocythere rugosa 1 1<br />
73 Tanella gracilis 1<br />
74 Unidentified231 2 11 3 1<br />
75 Unidentified (Eucytherura) 10 1<br />
76 Venericythere papuensis 1 1<br />
77 Xestoleberis hanai 6 6<br />
78 Xestoleberis communis 15 2<br />
79 Xestoleberis sp. 3