23.07.2013 Views

ABSTRAK ABSTRACT - Repository - Universitas Gunadarma

ABSTRAK ABSTRACT - Repository - Universitas Gunadarma

ABSTRAK ABSTRACT - Repository - Universitas Gunadarma

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Hubungan Tipe Kepribadian dengan Sikap terhadap Prokrastinasi pada<br />

Mahasiswa Pengguna Facebook<br />

Purwasih Septianita<br />

Dr. Awalludin Tjalla<br />

Fakultas Psikologi, <strong>Universitas</strong> <strong>Gunadarma</strong><br />

e-mail: ade_a8an6@yahoo.com<br />

<strong>ABSTRAK</strong><br />

Penelitian bertujuan untuk mengetahui gambaran prokrastinasi yang terjadi<br />

pada mahasiswa Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi <strong>Universitas</strong><br />

<strong>Gunadarma</strong> serta menguji hubungan tipe kepribadian dengan sikap terhadap<br />

prokrastinasi pada mahasiswa pengguna facebook. Hipotesis yang diajukan dalam<br />

penelitian ini adalah terdapat hubungan antara tipe kepribadian big five personality<br />

dengan sikap terhadap prokrastinasi pada mahasiswa pengguna facebook. Data<br />

dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan skala sikap terhadap<br />

prokrastinasi dan skala kepribadian big five personality. Sampel penelitian adalah<br />

mahasiswa semester 7 Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi <strong>Universitas</strong><br />

<strong>Gunadarma</strong> Jurusan Sistem Informasi dan Sistem Komputer sebanyak 230 sampel<br />

dengan menggunakan teknik pengambilan sampel secara simple random sampling.<br />

Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan dengan menggunakan teknik<br />

korelasi Product Moment Pearson (1-tailed) diketahui hasil bahwa terdapat<br />

hubungan negatif dan signifikan antara agreeableness dan conscientiousness dengan<br />

sikap terhadap prokrastinasi pada mahasiswa pengguna facebook. Sedangkan tiga<br />

trait kepribadian lain yaitu neuroticism, extraversion, dan openness to experience<br />

tidak terdapat hubungan dengan sikap terhadap prokrastinasi pada mahasiswa<br />

pengguna facebook.<br />

Kata kunci: tipe kepribadian, prokrastinasi, mahasiswa, facebook<br />

<strong>ABSTRACT</strong><br />

The research aimed to know the description of procrastination that occurs in<br />

students of the Faculty of Computer Science and Information Technology <strong>Gunadarma</strong><br />

University and examine the relationship personality type with attitudes toward<br />

procrastination in college students as facebook users. The hypothesis proposed in this<br />

study is there is a relationship between big five personality with attitudes toward<br />

procrastination in college students as facebook users. The data in this study obtained<br />

by using a scale of attitudes toward procrastination and the big five personality scale.<br />

The sample was 7 th semester student of Faculty of Computer Science and Information<br />

Technology <strong>Gunadarma</strong> University department Information System and Computer<br />

System for as many as 230 samples using simple random sampling.<br />

Based on the results of data analysis performed by using Pearson Product<br />

Moment correlation (1-tailed) are known that there are negative and significan<br />

trelationship between agreeableness and conscientiousness with student attitudes<br />

toward procrastination on facebook user. While the three other personality trait that<br />

is neuroticism, extraversion, and openness to experience does not have a relationship<br />

with attitude toward procrastination in college students as facebook users.<br />

Keywords: personality type, procrastination, student, facebook<br />

1


PENDAHULUAN<br />

Masyarakat Indonesia terkenal<br />

dengan tradisi kedisiplinan yang<br />

kurang. Hal ini dapat dilihat dari<br />

kebiasaan mengulur-ulur waktu baik<br />

dalam menjalankan suatu tugas<br />

maupun dalam menghadiri sebuah<br />

pertemuan. Sikap menunda ini dalam<br />

literatur psikologi biasa disebut dengan<br />

prokrastinasi (Hayyinah, 2004).<br />

Selanjutnya, melakukan aktivitas lain<br />

yang dipandang lebih menyenangkan<br />

dan mendatangkan hiburan, seperti<br />

menonton, ngobrol, jalan,<br />

mendengarkan musik, termasuk<br />

mengakses internet daripada<br />

melakukan tugas yang harus<br />

dikerjakan merupakan salah satu ciri<br />

prokrastinasi (Ferrari dalam Ghufron<br />

dan Risnawita, 2010).<br />

Meningkatnya pengguna<br />

internet, meningkat pula pembuatan<br />

jejaring sosial atau online social<br />

network yang merupakan situs yang<br />

dibangun dengan memberikan fasilitas<br />

teknologi agar pengguna dapat<br />

bersosialisasi di internet atau biasa<br />

disebut dunia maya (Bharata dan<br />

Kalam, 2008). Situs jejaring sosial<br />

yang sedang hangat dibicarakan saat<br />

ini adalah facebook.<br />

Dalam bidang psikologi<br />

biasanya prokrastinasi berhubungan<br />

dengan ciri-ciri kepribadian individu<br />

dan karakteristik tugas yang ditunda<br />

(Burka & Yuen, 2008). Kepribadian<br />

merupakan aspek psikologi yang<br />

penting dalam menentukan perilaku<br />

individu (Mastuti, 2005). Berdasarkan<br />

penelitian yang dilakukan Burka dan<br />

Yuen (2008), diketahui bahwa<br />

kebanyakan prokrastinator terusmenerus<br />

menghubungkan kegagalan<br />

mereka dengan diri mereka yang<br />

merefleksikan kekurangan-kekurangan<br />

dari kepribadian mereka.<br />

Mahasiswa Fakultas Ilmu<br />

Komputer dan Teknologi Informasi<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Gunadarma</strong> merupakan<br />

2<br />

salah satu bagian dari <strong>Universitas</strong><br />

<strong>Gunadarma</strong>. Mahasiswa fakultas<br />

tersebut memiliki kerentanan terhadap<br />

perilaku prokrastinasi yang dipicu<br />

dengan banyaknya waktu mereka yang<br />

dihabiskan untuk berhubungan dengan<br />

komputer terutama untuk mengakses<br />

internet.<br />

Berdasarkan uraian sebelumnya<br />

dapat disimpulkan bahwa tipe<br />

kepribadian mempengaruhi<br />

kecenderungan sikap prokrastinasi<br />

pada mahasiswa penggguna facebook.<br />

Oleh karena itu, peneliti ingin<br />

mengetahui hubungan tipe kepribadian<br />

dengan prokrastinasi pada mahasiswa<br />

pengguna facebook.<br />

Berdasarkan permasalahan di<br />

atas maka penelitian ini bertujuan<br />

untuk mengetahui gambaran<br />

prokrastinasi yang terjadi pada<br />

mahasiswa Fakultas Ilmu Komputer<br />

dan Teknologi Informasi <strong>Universitas</strong><br />

<strong>Gunadarma</strong>. Penelitian ini juga<br />

bertujuan untuk menguji hubungan tipe<br />

kepribadian dengan sikap terhadap<br />

prokrastinasi pada mahasiswa<br />

pengguna facebook. Selain itu,<br />

penelitian ini juga bertujuan untuk<br />

melihat hubungan masing-masing trait<br />

kepribadian big five personality<br />

dengan sikap terhadap prokrastinasi.<br />

TINJAUAN PUSTAKA<br />

Sarlito (dalam Luthfi, Saloom,<br />

& Yasun, 2009) mendefinisikan sikap<br />

sebagai kecenderungan untuk<br />

bertingkah laku. Definisi lain dari<br />

Chaplin (2002) yaitu sikap sebagai satu<br />

kecenderungan untuk bertingkah laku<br />

atau untuk mereaksi dengan satu cara<br />

tertentu terhadap pribadi lain, objek,<br />

lembaga, atau persoalan tertentu.<br />

Selanjutnya dikatakan oleh<br />

Azwar (dalam Prabowo & Riyanti,<br />

1998) bahwa sikap dapat dikategorikan<br />

ke dalam tiga orientasi pemikiran,<br />

yaitu: berorientasi pada respon,


erorientasi pada kesiapan respon, dan<br />

berorientasi pada skema triadik.<br />

Definisi lain yang diungkapkan<br />

oleh Walgito (dalam Luthfi, Saloom, &<br />

Yasun, 2009) bahwa sikap merupakan<br />

organisasi pendapat, keyakinan,<br />

mengenai objek sikap atau situasi yang<br />

relatif ajeg yang disertai perasaan<br />

tertentu dan memberikan dasar untuk<br />

berespon dalam cara yang dipilih. Paul<br />

dan Olson (dalam Simamora, 2008)<br />

mendefinisikan sikap sebagai evaluasi<br />

konsep secara menyeluruh yang<br />

dilakukan oleh seseorang.<br />

Mann (dalam Luthfi, Saloom,<br />

& Yasun, 2009) juga menjelaskan<br />

bahwa sikap memiliki tiga komponen<br />

yang menunjang, yaitu:<br />

1) Komponen Kognitif<br />

Komponen kognitif berisi<br />

persepsi, kepercayaan, dan<br />

stereotype yang dimiliki individu<br />

mengenai sesuatu. Seringkali<br />

komponen kognitif ini dapat<br />

disamakan dengan pandangan<br />

(opini), terutama apabila<br />

menyangkut masalah isu atau<br />

problem yang kontroversial.<br />

Komponen kognitif merupakan<br />

representatif apa yang dipercayai<br />

oleh individu pemilik sikap atau<br />

dengan kata lain berisi kepercayaan<br />

seseorang mengenai apa yang<br />

berlaku apa yang benar dengan<br />

objek sikap.<br />

2) Komponen Afektif<br />

Komponen afektif merupakan<br />

perasaan yang menyangkut aspek<br />

emosional yang dimiliki seseorang<br />

terhadap suatu objek sikap. Pada<br />

umumnya, reaksi emosional yang<br />

merupakan komponen afektif ini<br />

banyak dipengaruhi oleh<br />

kepercayaan atau apa yang kita<br />

percayai sebagai benar dan berlaku<br />

bagi objek tersebut.<br />

3) Komponen Konasi atau Psikomotor<br />

Komponen konatif merupakan<br />

kecenderungan berperilaku tertentu<br />

sesuai dengan sikap yang dimiliki<br />

3<br />

oleh seseorang. Pengertian<br />

kecenderungan berperilaku<br />

menunjukkan bahwa komponen<br />

konasi meliputi bentuk keinginan<br />

perilaku yang tidak dapat dilihat<br />

secara langsung, akan tetapi<br />

meliputi pula bentuk-bentuk<br />

perilaku yang berupa pernyataan<br />

atau perkataan yang diucapkan<br />

oleh seseorang.<br />

Berdasarkan uraian sebelumnya,<br />

dapat disimpulkan bahwa sikap adalah<br />

kecenderungan untuk bertingkah laku<br />

atau mereaksi sebagai evaluasi atau<br />

penilaian pada suatu dimensi yang<br />

dapat dilihat dari tiga orientasi yaitu<br />

orientasi pada respon, kesiapan respon,<br />

dan skema triadik yang terdiri dari tiga<br />

komponen yang saling menunjang<br />

yaitu kognitif, afektif, dan konatif.<br />

Istilah prokrastinasi berasal dari<br />

bahasa Latin procrastination dengan<br />

awalan pro yang berarti mendorong<br />

maju atau bergerak maju dan akhiran –<br />

crastinus yang berarti- keputusan hari<br />

esok atau jika digabung menjadi –<br />

menangguhkan atau menunda sampai<br />

hari berikutnya (Ghufron dan<br />

Risnawita, 2010).<br />

Burka dan Yuen (2008)<br />

mengemukakan penundaan yang<br />

dikategorikan sebagai prokrastinasi<br />

apabila penundaan tersebut sudah<br />

merupakan kebiasaan atau pola<br />

menetap yang selalu dilakukan<br />

seseorang ketika menghadapi tugas<br />

dan penundaan tersebut disebabkan<br />

oleh adanya keyakinan-keyakinan yang<br />

irasional dalam memandang tugas.<br />

Solomon dan Rothblum (1984) juga<br />

mengungkapkan bahwa suatu<br />

penundaan dikatakan sebagai<br />

prokrastinasi, apabila penundaan itu<br />

dilakukan pada tugas yang penting,<br />

dilakukan berulang-ulang secara<br />

sengaja dan menimbulkan perasaan<br />

tidak nyaman, secara subyektif<br />

dirasakan oleh seseorang<br />

prokrastinator.


Prokrastinasi dapat dikatakan<br />

sebagai salah satu perilaku yang tidak<br />

efisien dalam menggunakan waktu,<br />

dan adanya kecenderungan untuk tidak<br />

segera memulai suatu pekerjaan ketika<br />

menghadapi suatu tugas. Sehingga<br />

seseorang mempunyai kesulitan untuk<br />

melakukan sesuatu sesuai dengan batas<br />

waktu yang telah ditentukan, sering<br />

mengalami keterlambatan,<br />

mempersiapkan sesuatu dengan sangat<br />

berlebihan, maupun gagal dalam<br />

menyelesaikan tugas sesuai batas<br />

waktu yang telah ditentukan, dikatakan<br />

sebagai seorang yang melakukan<br />

prokrastinasi (Jerry dan Newcombe,<br />

2005).<br />

Menurut Ghufron dan<br />

Risnawita (2010), faktor-faktor yang<br />

mempengaruhi prokrastinasi dapat<br />

dikategorikan menjadi dua macam,<br />

yaitu :<br />

1). Faktor internal<br />

Faktor internal adalah faktor-faktor<br />

yang terdapat dalam diri individu yang<br />

mempengaruhi prokrastinasi, yaitu:<br />

a). Kondisi fisik individu<br />

Faktor dari dalam diri<br />

individu yang turut<br />

mempengaruhi munculnya<br />

prokrastinasi adalah keadaan<br />

fisik dan kondisi kesehatan<br />

individu, misalnya fatique.<br />

Tingkat intelegensi seseorang<br />

tidak mempengaruhi perilaku<br />

prokrastinasi. Walaupun<br />

prokrastinasi sering disebabkan<br />

oleh adanya keyakinankeyakinan<br />

yang irasional yang<br />

dimiliki seseorang.<br />

b). Kondisi psikologis individu<br />

Menurut Millgram dkk.<br />

(dalam Ghufron dan Risnawita,<br />

2010) trait kepribadian<br />

individu yang turut<br />

mempengaruhi munculnya<br />

perilaku penundaan, misalnya<br />

trait kemampuan sosial yang<br />

tercermin dalam self regulation<br />

dan tingkat kecemasan dalam<br />

4<br />

berhubungan sosial. Besarnya<br />

motivasi yang dimiliki<br />

seseorang juga akan<br />

mempengaruhi prokrastinasi<br />

secara negatif. Berbagai hasil<br />

penelitian juga menemukan<br />

aspek-aspek lain pada diri<br />

individu yang turut<br />

mempengaruhi seseorang untuk<br />

mempunyai suatu<br />

kecenderungan perilaku<br />

prokrastinasi, antara lain<br />

rendahnya kontrol diri.<br />

2). Faktor eksternal<br />

Faktor eksternal adalah faktorfaktor<br />

yang terdapat dari luar diri<br />

individu yang mempengaruhi<br />

prokrastinasi, yaitu:<br />

a). Gaya pengasuhan orang tua<br />

Hasil penelitian Ferrari dan<br />

Ollivete (dalam Ghufron dan<br />

Risnawita, 2010) menemukan<br />

bahwa tingkat pengasuhan<br />

otoriter ayah menyebabkan<br />

munculnya kecenderungan<br />

perilaku prokrastinasi yang<br />

kronis pada subjek penelitian<br />

anak perempuan, sedangkan<br />

tingkat pengasuhan otoritatif<br />

ayah menghasilkan anak<br />

perempuan yang bukan<br />

prokrastinator. Ibu yang<br />

memiliki kecenderungan<br />

melakukan avoidance<br />

procrastination menghasilkan<br />

anak perempuan yang memiliki<br />

kecenderungan untuk<br />

avoidance procrastination pula.<br />

b). Kondisi lingkungan<br />

Kondisi lingkungan yang<br />

lenient prokrastinasi lebih<br />

banyak dilakukan pada<br />

lingkungan yang rendah dalam<br />

pengawasan daripada<br />

lingkungan yang penuh<br />

pengawasan. Tingkat atau level<br />

sekolah, juga apakah sekolah<br />

terletak di desa ataupun di kota<br />

tidak mempengaruhi seseorang<br />

untuk melakukan prokrastinasi.


Ferrari dkk. (dalam Ghufron dan<br />

Risnawita, 2010) mengatakan bahwa<br />

sebagai suatu perilaku penundaan,<br />

prokrastinasi dapat termanifestasikan<br />

dalam indikator tertentu yang dapat<br />

diukur dan diamati ciri-ciri tertentu.<br />

Berikut ini adalah keterangannya.<br />

1) Penundaan untuk memulai dan<br />

menyelesaikan tugas<br />

Penundaan untuk memulai<br />

maupun menyelesaikan tugas yang<br />

dihadapi. Seseorang yang<br />

melakukan prokrastinasi tahu<br />

bahwa tugas yang dihadapi harus<br />

segera diselesaikan. Akan tetapi,<br />

dia menunda-nunda untuk<br />

menyelesaikan sampai tuntas jika<br />

dia sudah mulai mengerjakan<br />

sebelumnya.<br />

2) Keterlambatan dalam mengerjakan<br />

tugas<br />

Orang yang melakukan<br />

prokrastinasi memerlukan waktu<br />

yang lebih lama daripada waktu<br />

yang dibutuhkan pada umumnya<br />

dalam mengerjakan suatu tugas.<br />

Seorang prokrastinator<br />

menghabiskan waktu yang<br />

dimilikinya untuk mempersiapkan<br />

diri secara berlebihan. Selain itu,<br />

juga melakukan hal-hal yang tidak<br />

dibutuhkan dalam penyelesaian<br />

suatu tugas, tanpa<br />

memperhitungkan keterbatasan<br />

waktu yang dimilikinya. Kadangkadang<br />

tindakan tersebut<br />

mengakibatkan seseorang tidak<br />

berhasil menyelesaikan tugasnya<br />

secara memadai. Kelambanan,<br />

dalam arti lambannya kerja<br />

seseorang dalam melakukan suatu<br />

tugas dapat menjadi ciri yang<br />

utama dalam prokrastinasi.<br />

3) Kesenjangan waktu antara rencana<br />

dan kinerja aktual<br />

Seorang prokrastinator<br />

mempunyai kesulitan untuk<br />

melakukan sesuatu sesuai dengan<br />

batas waktu yang telah ditentukan<br />

sebelumnya. Seorang<br />

5<br />

prokrastinator sering mengalami<br />

keterlambatan dalam memenuhi<br />

deadline yang telah ditentukan,<br />

baik oleh orang lain maupun<br />

rencana yang telah ia tentukan<br />

sendiri. Akan tetapi, ketika saatnya<br />

tiba dia tidak juga melakukannya<br />

sesuai dengan apa yang telah<br />

direncanakan sehingga<br />

menyebabkan keterlambatan<br />

ataupun kegagalan untuk<br />

menyelesaikan tugas secara<br />

memadai.<br />

4) Melakukan aktivitas yang lebih<br />

menyenangkan<br />

Melakukan aktivitas lain yang<br />

lebih menyenangkan daripada<br />

melakukan tugas yang harus<br />

dikerjakan. Seseorang<br />

prokrastinator dengan sengaja tidak<br />

segera melakukan tugasnya. Akan<br />

tetapi, menggunakan waktu yang<br />

dia miliki untuk melakukan<br />

aktivitas lain yang dipandang lebih<br />

menyenangkan dan mendatangkan<br />

hiburan, seperti membaca (koran,<br />

majalah, atau buku cerita lainnya),<br />

nonton, ngobrol, jalan,<br />

mendengarkan musik, dan<br />

sebagainya sehingga menyita<br />

waktu yang dia miliki untuk<br />

mengerjakan tugas yang harus<br />

diselesaikannya.<br />

Berdasarkan beberapa pengertian<br />

sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa<br />

prokrastinasi adalah suatu perilaku<br />

atau pola menetap yang dilakukan<br />

seseorang ketika menghadapi tugas<br />

penting sehingga mengalami kesulitan<br />

untuk melakukan sesuatu sesuai<br />

dengan batas waktu yang telah<br />

ditentukan, mengalami keterlambatan,<br />

maupun gagal dalam menyelesaikan<br />

tugas sesuai batas waktu yang telah<br />

ditentukan dengan ciri-ciri penundaan<br />

untuk memulai maupun menyelesaikan<br />

kerja pada tugas yang dihadapi,<br />

keterlambatan dalam mengerjakan<br />

tugas, kesenjangan waktu antara<br />

rencana dan kinerja aktual, dan


melakukan aktivitas lain yang lebih<br />

menyenangkan daripada melakukan<br />

tugas yang harus dikerjakan.<br />

Big Five adalah taksonomi ciri-ciri<br />

kepribadian yang terdiri dari lima<br />

dimensi yaitu neuroticsm (N),<br />

extraversion (E), opennes to<br />

experience (O), agreeableness (A), dan<br />

conscientiousness (C) (Costa dan<br />

Widiger, 2002).<br />

Faktor-faktor didalam big five<br />

menurut Costa dan McCrae (dalam<br />

Pervin dan John, 2001) meliputi :<br />

a. Neuroticism<br />

Trait ini menilai kestabilan dan<br />

ketidakstabilan emosi.<br />

Mengidentifikasi kecenderungan<br />

individu apakah mudah mengalami<br />

stress, mempunyai ide-ide yang<br />

tidak realistis, mempunyai coping<br />

response yang maladaptive.<br />

Orang yang memiliki<br />

karakteristik neurotik tinggi,<br />

cenderung mudah merasa panik<br />

(nervous), takut, tersinggung, iri,<br />

benci, mudah marah, dan peka<br />

terhadap kritik. Mereka mungkin<br />

merasa sedih, putus asa,<br />

menyendiri dan merasa kesepian,<br />

merasa bersalah atau berdosa, dan<br />

kurang berharga (Costa dan<br />

McCrae, dalam Dariyo, 2003).<br />

Dimensi ini menampung<br />

kemampuan seseorang untuk<br />

menahan stres. Orang dengan<br />

kemantapan emosional positif<br />

cenderung berciri tenang, bergairah<br />

dan aman. Sementara mereka yang<br />

skornya negatif tinggi cenderung<br />

tertekan, gelisah dan tidak aman<br />

(Robbins, 2001).<br />

b. Extraversion<br />

Menilai kuantitas dan intensitas<br />

interaksi interpersonal, level<br />

aktivitasnya , kebutuhan untuk<br />

didukung, kemampuan untuk<br />

berbahagia.<br />

Ciri-ciri orang yang bersifat<br />

ekstrover ditandai dengan<br />

karakteristik, seperti penuh<br />

6<br />

kehangatan (warmth), rasa ingin<br />

tahu (gregariusness), mampu<br />

mengungkapkan yang dirasakan<br />

dengan baik (asertiveness), penuh<br />

aktivitas, suka menunjukkan sikap<br />

yang menyenangkan (excitement<br />

seeking), dan cenderung memiliki<br />

emosi-emosi positif (positive<br />

emotions). Karena itu, orang yang<br />

ekstrover ialah mereka yang suka<br />

bergaul menjalin hubungan dan<br />

penuh perhatian dengan orang lain.<br />

Mereka terlihat sibuk dan aktif.<br />

Mereka tetap menunjukkan sikap<br />

yang menyenangkan dan<br />

menikmati kehidupan dengan baik<br />

(Costa dan McCrae, dalam Dariyo,<br />

2003). Dimensi ini menunjukkan<br />

tingkat kesenangan seseorang akan<br />

hubungan. Kaum ekstravert<br />

(ekstraversinya tinggi) cenderung<br />

ramah dan terbuka serta<br />

menghabiskan banyak waktu untuk<br />

mempertahankan dan menikmati<br />

sejumlah besar hubungan.<br />

Sementara kaum introvert<br />

cenderung tidak sepenuhnya<br />

terbuka dan memiliki hubungan<br />

yang lebih sedikit dan tidak seperti<br />

kebanyakan orang lain, mereka<br />

lebih senang dengan kesendirian<br />

(Robbins, 2001).<br />

c. Openness to Experience<br />

Menilai usahanya secara proaktif<br />

dan penghargaannya terhadap<br />

pengalaman demi kepentingannya<br />

sendiri. Menilai bagaimana ia<br />

menggali sesuatu yang baru dan<br />

tidak biasa.<br />

Mereka suka mencoba hal-hal<br />

baru dan menemukan ide-ide baru.<br />

Mereka mempunyai rasa dan daya<br />

imajinasi yang kuat untuk<br />

mengaktualisasikan diri dan<br />

mengembangkan kapasitas<br />

intelektual, daya kreasi, dan bakat<br />

agar maksimal. Mereka akan tetap<br />

menghargai nilai-nilai tradisional<br />

sambil mengembangkan nilai-nilai<br />

modern sehingga tercipta


keseimbangan antara nilai tradisi<br />

dan modern (Costa dan McCrae,<br />

dalam Dariyo, 2003). Dimensi ini<br />

mengamanatkan tentang minat<br />

seseorang. Orang terpesona oleh<br />

hal baru dan inovasi, ia akan<br />

cenderung menjadi imajinatif,<br />

benar-benar sensitif dan intelek.<br />

Sementara orang yang disisi lain<br />

kategori keterbukaannya ia nampak<br />

lebih konvensional dan<br />

menemukan kesenangan dalam<br />

keakraban (Robbins, 2001).<br />

d. Agreeableness<br />

Menilai kualitas orientasi<br />

individu dengan kontinum mulai<br />

dari lemah lembut sampai<br />

antagonis didalam berpikir,<br />

perasaan dan perilaku.<br />

Orang yang ramah ialah mereka<br />

yang penuh rasa percaya dan<br />

menghargai orang lain, suka<br />

menunjukkan sikap menolong,<br />

mudah mempengaruhi hal-hal<br />

positif, ramah, jujur, tulus, dan<br />

rendah hati. Karena sifat-sifat ini<br />

menonjol pada diri orang yang<br />

ramah, sering kali orang tersebut<br />

mudah menarik perhatian orang<br />

lain. Dengan demikian, ia dapat<br />

menyesuaikan diri dalam situasi<br />

dan lingkungan yang berubahubah.<br />

Tampaknya orang yang<br />

ramah cenderung tidak mudah<br />

dipengaruhi oleh perubahan situasi<br />

dan lingkungan sebab sifat-sifat<br />

tersebut berasal dari dalam diri<br />

sendiri (internal) dan bukan dari<br />

paksaan orang lain (eksternal)<br />

(Costa dan McCrae, dalam Dariyo,<br />

2003). Dimensi ini merujuk kepada<br />

kecenderungan seseorang untuk<br />

tunduk kepada orang lain. Orang<br />

yang sangat mampu bersepakat<br />

jauh lebih menghargai harmoni<br />

daripada ucapan atau cara mereka.<br />

Mereka tergolong orang yang<br />

kooperatif dan percaya pada orang<br />

lain. Orang yang menilai rendah<br />

kemampuan untuk bersepakat<br />

7<br />

memusatkan perhatian lebih pada<br />

kebutuhan mereka sendiri<br />

ketimbang kebutuhan orang lain<br />

(Robbins, 2001).<br />

e. Conscientiousness<br />

Menilai kemampuan individu<br />

didalam organisasi, baik mengenai<br />

ketekunan dan motivasi dalam<br />

mencapai tujuan sebagai perilaku<br />

langsungnya. Sebagai lawannya<br />

menilai apakah individu tersebut<br />

tergantung, malas dan tidak rapi.<br />

Menurut Costa & Widiger (dalam<br />

Dariyo, 2003) conscientious<br />

merupakan orang yang penuh<br />

dengan kesadaran ialah mereka<br />

yang ditandai dengan kompetensi<br />

untuk melakukan suatu tugas<br />

dengan penuh kedisiplinan dan rasa<br />

tanggung jawab. Mereka akan<br />

berorientasi pada masa depan.<br />

Moto (semboyan) bagi tipe orang<br />

ini yang penting tugas dapat<br />

terselesaikan dengan sebaikbaiknya.<br />

Ia tidak suka<br />

menyepelekan suatu tugas demi<br />

hubungan baik dengan orang lain.<br />

Kalau bisa, tidak ada hubungan<br />

dengan orang lain pun tak masalah,<br />

asalkan tugas dapat terselesaikan<br />

tepat waktu. Itulah rasa tanggung<br />

jawab yang benar. Dimensi ini<br />

merujuk pada jumlah tujuan yang<br />

menjadi pusat perhatian seseorang.<br />

Orang yang mempunyai skor tinggi<br />

cenderung mendengarkan kata hati<br />

dan mengejar sedikit tujuan dalam<br />

satu cara yang terarah dan<br />

cenderung bertanggungjawab, kuat<br />

bertahan, tergantung, dan<br />

berorientasi pada prestasi.<br />

Sementara yang skornya rendah ia<br />

akan cenderung menjadi lebih<br />

kacau pikirannya, mengejar banyak<br />

tujuan, dan lebih hedonistik<br />

(Robbins, 2001).<br />

Berdasarkan uraian sebelumnya<br />

dapat disimpulkan bahwa the big five<br />

personality terdiri dari lima dimensi<br />

yaitu neuroticsm (N), extraversion (E),


opennes to experience (O),<br />

agreeableness (A), dan<br />

conscientiousness (C).<br />

Mahasiswa pengguna facebook<br />

adalah mahasiswa yang memiliki<br />

account facebook. Mahasiswa adalah<br />

tiap orang yang secara resmi terdaftar<br />

untuk mengikuti pelajaranpelajarannya<br />

di Perguruan Tinggi<br />

(Departemen Pendidikan dan<br />

Kebudayaan, 1979).<br />

Masa mahasiswa meliputi rentang<br />

umur 18/19 tahun sampai 24/25 tahun.<br />

Rentang umur mahasiswa ini masih<br />

dapat dibagi atas periode 18/19 tahun<br />

sampai 20/21 tahun, yaitu mahasiswa<br />

dari semester I sampai dengan<br />

semester IV, dan periode 21/22 tahun<br />

sampai 24/25 tahun, yaitu mahasiswa<br />

semester V sampai dengan semester<br />

VIII (Winkel, 1997).<br />

Berdasarkan uraian di atas, dapat<br />

disimpulkan bahwa mahasiswa adalah<br />

seseorang yang berijasah Sekolah<br />

Menengah Tingkat Atas yang secara<br />

resmi terdaftar untuk mengikuti<br />

pelajaran-pelajarannya di Perguruan<br />

Tinggi dengan rentang umur antara<br />

18/19 tahun sampai 24/25 tahun yang<br />

memiliki account facebook.<br />

HUBUNGAN TIPE KEPRIBADIAN<br />

DENGAN SIKAP TERHADAP<br />

PROKRASTINASI PADA<br />

MAHASISWA PENGGUNA<br />

FACEBOOK<br />

1. Hubungan Tipe Kepribadian<br />

Neuroticism dengan Sikap<br />

Terhadap Prokrastinasi<br />

Kepribadian neuroticism<br />

menggambarkan kestabilan dan<br />

ketidakstabilan emosi. Menurut<br />

Costa & Mc Crae (dalam Pervin<br />

dan John, 2001), neuroticism<br />

memiliki komponen kecemasan,<br />

kemarahan, depresi, kesadaran diri,<br />

kurangnya control diri, dan<br />

kerapuhan. Kepribadian<br />

neuroticism diasumsikan memiliki<br />

hubungan positif dengan sikap<br />

8<br />

terhadap prokrastinasi. Semakin<br />

tinggi neuroticism individu, maka<br />

semakin tinggi pula sikapnya<br />

terhadap prokrastinasi. Sebaliknya,<br />

semakin rendah neuroticism<br />

individu, maka semakin rendah<br />

pula sikapnya terhadap<br />

prokrastinasi.<br />

Ferrari (1995) menggambarkan<br />

prokrastinator sebagai individu<br />

yang malas atau individu yang puas<br />

diri dimana mereka memiliki<br />

control diri yang rendah.<br />

Berdasarkan uraian<br />

sebelumnya, dapat disimpulkan<br />

bahwa tipe kepribadian neuroticism<br />

memiliki hubungan yang positif<br />

dengan sikap terhadap<br />

prokrastinasi.<br />

2. Hubungan Tipe Kepribadian<br />

Extraversion dengan Sikap<br />

Terhadap Prokrastinasi<br />

Kepribadian ekstraversion<br />

menilai kuantitas dan intensitas<br />

interpersonal. Kepribadian<br />

ekstraversion memiliki komponen<br />

minat berteman, minat<br />

berkelompok, kemampuan asertif,<br />

tingkat aktivitas, mencari<br />

kesenangan, dan kebahagiaan<br />

(Costa & Mc Crae dalam Pervin<br />

dan John, 2001). Individu dengan<br />

kepribadian ini diasumsikan<br />

memiliki hubungan yang negatif<br />

dengan sikap terhadap<br />

prokrastinasi. Asumsi tersebut<br />

memiliki arti bahwa semakin tinggi<br />

ekstraversion individu, maka<br />

semakin rendah sikapnya terhadap<br />

prokrastinasi. Sebaliknya, semakin<br />

rendah ekstraversion-nya, maka<br />

semakin tinggi sikapnya terhadap<br />

prokrastinasi.<br />

Individu dengan kepribadian<br />

ekstraversion memiliki emosiemosi<br />

positif sehingga akan<br />

bersikap negatif terhadap<br />

prokrastinasi. Saat individu<br />

memiliki emosi positif, maka


individu akan memiliki motivasi<br />

yang tinggi untuk menyelesaikan<br />

tugasnya. Ferrari (1995)<br />

menyatakan bahwa nonprokrastinator<br />

dihubungkan dengan<br />

tingginya efisiensi, produktifitas,<br />

dan performa yang unggul, serta<br />

sering digambarkan sebagai<br />

individu yang teratur dan memiliki<br />

motivasi tinggi.<br />

Berdasarkan uraian<br />

sebelumnya, dapat disimpulkan<br />

bahwa tipe kepribadian<br />

ekstraversion memiliki hubungan<br />

yang negatif dengan sikap terhadap<br />

prokrastinasi.<br />

3. Hubungan Tipe Kepribadian<br />

Openness To Experience dengan<br />

Sikap Terhadap Prokrastinasi<br />

Kepribadian openness to<br />

experience menilai bagaimana ia<br />

menggali sesuatu yang baru.<br />

Komponen dalam kepribadian ini<br />

yaitu kemampuan imajinasi, minat<br />

terhadap seni, emosionalitas, minat<br />

berpetualang, intelektualitas, dan<br />

kebebasan (Costa & Mc Crae<br />

dalam Pervin dan John, 2001).<br />

Kepribadian ini diasumsikan<br />

memiliki hubungan yang positif<br />

dengan sikap terhadap<br />

prokrastinasi. Semakin tinggi<br />

openness to experience individu,<br />

maka semakin tinggi pula sikapnya<br />

terhadap prokrastinasi. Sedangkan<br />

rendahnya openness to experience<br />

individu, maka sikapnya terhadap<br />

prokrastinasi akan rendah pula.<br />

Openness to experience<br />

menggambarkan individu yang<br />

memiliki kecenderungan untuk<br />

suka dengan hal-hal baru dan<br />

menjadi imajinatif. Hal ini<br />

memungkinkan individu dengan<br />

kepribadian openness to experience<br />

memiliki sikap positif terhadap<br />

prokrastinasi. Hal ini dapat<br />

disebabkan karena individu dengan<br />

kepribadian ini lebih suka dengan<br />

9<br />

hal-hal baru, bukan tugas yang<br />

monoton yang membuat dirinya<br />

tidak dapat mengembangkan daya<br />

imajinasinya.<br />

Ferrari dkk (1995) mengatakan<br />

bahwa beberapa orang melaporkan,<br />

mereka cenderung banyak<br />

menunda pada tugas yang mereka<br />

persepsikan tidak menyenangkan<br />

membosankan, dan sulit.<br />

Berdasarkan uraian<br />

sebelumnya, dapat disimpulkan<br />

bahwa tipe kepribadian openness to<br />

experience memiliki hubungan<br />

yang positif dengan sikap terhadap<br />

prokrastinasi.<br />

4. Hubungan Tipe Kepribadian<br />

Agreeableness dengan Sikap<br />

Terhadap Prokrastinasi<br />

Agreeableness merupakan<br />

kepribadian yang menunjukkan<br />

kualitas orientasi individu.<br />

Kepribadian ini memiliki<br />

komponen kepercayaan, moralitas,<br />

berperilaku menolong, kemampuan<br />

bekerjasama, kerendahan hati, dan<br />

simpatik (Costa & Mc Crae dalam<br />

Pervin dan John, 2001). Asumsi<br />

untuk kepribadian ini adalah<br />

kepribadian agreeableness<br />

memiliki hubungan yang negatif<br />

dengan sikap terhadap<br />

prokrastinasi. Asumsi tersebut<br />

diartikan bahwa semakin tinggi<br />

agreeableness individu, maka<br />

semakin rendah sikapnya terhadap<br />

prokrastinasi. Begitu pula<br />

sebaliknya.<br />

Agreeableness menunjukkan<br />

individu yang penuh rasa percaya<br />

dan menghargai orang lain, mampu<br />

menyesuaikan diri dengan<br />

lingkungan, serta cenderung<br />

tunduk kepada orang lain.<br />

Kepatuhannya membuat individu<br />

dengan kepribadian ini cenderung<br />

sulit melakukan prokrastinasi.


Berdasarkan uraian<br />

sebelumnya, dapat disimpulkan<br />

bahwa tipe kepribadian<br />

agreeableness memiliki hubungan<br />

yang negatif dengan sikap terhadap<br />

prokrastinasi.<br />

5. Hubungan Tipe Kepribadian<br />

Conscientiousness dengan Sikap<br />

Terhadap Prokrastinasi<br />

Kepribadian conscientiousness<br />

menilai kemampuan individu<br />

dalam organisasi. Komponen dari<br />

kepribadian ini yaitu kecukupan<br />

diri, keteraturan, rasa tanggung<br />

jawab, keinginan untuk berprestasi,<br />

disiplin diri, dan kehati-hatian<br />

(Costa & Mc Crae dalam Pervin<br />

dan John, 2001). Kepribadian ini<br />

diasumsikan memiliki hubungan<br />

yang negatif dengan sikap terhadap<br />

prokrastinasi. Asumsi tersebut<br />

diartikan bahwa kepribadian<br />

conscientiousness yang tinggi akan<br />

menunjukkan sikap yang rendah<br />

terhadap prokrastinasi. Sebaliknya,<br />

rendahnya conscientiousness akan<br />

menunjukkan sikap yang tinggi<br />

terhadap prokrastinasi.<br />

Hal ini sesuai dengan hasil<br />

penelitian yang telah dilakukan<br />

oleh Ferrari dkk (1995) yang<br />

membuktikan bahwa<br />

kecenderungan prokrastinasi<br />

memiliki hubungan negatif yang<br />

kuat dengan dimensi<br />

conscientiousness dari the big<br />

five factors.<br />

Berdasarkan uraian<br />

sebelumnya, dapat disimpulkan<br />

bahwa tipe kepribadian<br />

conscientiousness memiliki<br />

hubungan yang negatif dengan<br />

sikap terhadap prokrastinasi.<br />

Dari uraian sebelumnya dapat<br />

disimpulkan bahwa tipe kepribadian<br />

memiliki hubungan dengan sikap<br />

terhadap prokrastinasi pada mahasiswa<br />

Fakultas Ilmu Komputer dan<br />

10<br />

Teknologi Informasi <strong>Universitas</strong><br />

<strong>Gunadarma</strong> pengguna facebook.<br />

HIPOTESIS<br />

Berdasarkan uraian sebelumnya,<br />

maka dalam penelitian ini diajukan<br />

hipotesis yaitu ada hubungan antara<br />

tipe-tipe kepribadian dengan sikap<br />

terhadap prokrastinasi pada mahasiswa<br />

pengguna facebook. Secara rinci<br />

hipotesis tersebut adalah :<br />

1. Terdapat hubungan antara<br />

neuroticism dengan sikap<br />

terhadap prokrastinasi pada<br />

mahasiswa pengguna facebook.<br />

2. Terdapat hubungan antara<br />

ekstraversion dengan sikap<br />

terhadap prokrastinasi pada<br />

mahasiswa pengguna facebook.<br />

3. Terdapat hubungan antara<br />

openness to experience dengan<br />

sikap terhadap prokrastinasi<br />

pada mahasiswa pengguna<br />

facebook.<br />

4. Terdapat hubungan antara<br />

agreeableness dengan sikap<br />

terhadap prokrastinasi pada<br />

mahasiswa pengguna facebook.<br />

5. Terdapat hubungan antara<br />

conscientiousness dengan sikap<br />

terhadap prokrastinasi pada<br />

mahasiswa pengguna facebook.<br />

METODE PENELITIAN<br />

Populasi Penelitian dan Teknik<br />

Sampling<br />

Populasi dalam penelitian ini<br />

adalah mahasiswa yang terdaftar<br />

sebagai mahasiswa Fakultas Ilmu<br />

Komputer dan Teknologi Informasi<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Gunadarma</strong> jurusan Sistem<br />

Informasi dan Sistem Komputer.<br />

Sampel yang dikenakan dalam<br />

penelitian ini menggunakan teknik<br />

pengambilan sample secara simple<br />

random sampling adalah teknik<br />

pengambilan sampel yang dipilih<br />

langsung dari populasi secara acak dan<br />

besar peluang setiap anggota populasi<br />

untuk menjadi sampel sama besar


(Istijanto, 2005). Adapun jumlah<br />

sample yang digunakan dalam<br />

penelitian ini sebanyak 230 sampel<br />

berdasarkan penghitungan sampel yang<br />

representatif menurut Christensen<br />

(2007).<br />

Teknik Pengumpulan Data<br />

Teknik pengumpulan data dalam<br />

penelitian ini diperoleh melalui metode<br />

kuantitatif yaitu dengan menggunakan<br />

kuesioner atau angket. Kuesioner<br />

tersebut terdiri dari: data isian subjek,<br />

skala sikap terhadap prokrastinasi, dan<br />

skala kepribadian big five personality<br />

yang dibuat dengan menggunakan<br />

skala Likert. Data yang diperoleh akan<br />

dianalisis secara statistik dengan<br />

menggunakan teknik Korelasi ganda<br />

(multiple correlation) menggunakan<br />

bantuan program Statistical Package<br />

for Social Science (SPSS) 16.0 for<br />

Windows.<br />

HASIL PENELITIAN DAN<br />

PEMBAHASAN<br />

Pelaksanaan Penelitian<br />

Penelitian ini menggunakan try out<br />

terpakai, yaitu data yang diperoleh<br />

dengan sekali try out dalam<br />

penyebaran skala dan sekaligus<br />

digunakan sebagai data dalam<br />

penelitian.<br />

Pengambilan data dilakukan<br />

Pengambilan data dilakukan pada<br />

tanggal 23-24 November 2010 di<br />

kampus <strong>Universitas</strong> <strong>Gunadarma</strong><br />

Depok. Data penelitian diperoleh<br />

dengan membagikan angket skala<br />

sikap terhadap prokrastinasi dan skala<br />

kepribadian big five personality kepada<br />

subjek penelitian yaitu mahasiswa<br />

semester 7 jurusan Sistem Informasi<br />

dan Sistem Komputer.<br />

Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas<br />

Skala Sikap terhadap Prokrastinasi<br />

a. Uji Validitas<br />

Dari 60 item yang diuji terdapat 42<br />

item valid dan 18 item dinyatakan<br />

11<br />

gugur. Item-item valid memiliki<br />

korelasi ≥ 0,300 dan berada pada<br />

rentang korelasi antara 0,328 sampai<br />

0,728.<br />

b. Uji Reliabilitas<br />

Dari hasil uji reliabilitas alat ukur<br />

tersebut, diperoleh nilai reliabilitas<br />

sebesar 0,933. Ini berarti bahwa, skala<br />

sikap terhadap prokrastinasi dalam<br />

penelitian ini reliabel.<br />

Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas<br />

Skala Kepribadian Big Five<br />

Personality<br />

a. Uji Validitas<br />

(1) Skala Kepribadian Neuroticism<br />

Dari 10 item yang diuji, semua<br />

item dinyatakan valid dan tidak ada<br />

item yang dinyatakan gugur. Itemitem<br />

valid memiliki nilai koefisien<br />

korelasi ≥ 0,300 dan berada pada<br />

rentang korelasi antara 0,305 sampai<br />

0,841.<br />

(2) Skala Kepribadian<br />

Extraversion<br />

Dari 10 item yang diuji, semua<br />

item dinyatakan valid dan tidak ada<br />

item yang dinyatakan gugur. Itemitem<br />

valid memiliki nilai koefisien<br />

korelasi ≥ 0,300 dan berada pada<br />

rentang korelasi antara 0,344 sampai<br />

0,679.<br />

(3) Skala Kepribadian Openness to<br />

experience<br />

Dari 10 item yang diuji, semua<br />

item dinyatakan valid dan tidak ada<br />

item yang dinyatakan gugur. Itemitem<br />

valid memiliki nilai koefisien<br />

korelasi ≥ 0,300 dan berada pada<br />

rentang korelasi antara 0,310 sampai<br />

0,651.<br />

(4) Skala Kepribadian<br />

Agreeableness<br />

Dari 10 item yang diuji, 9 item<br />

dinyatakan valid dan 1 item yang<br />

dinyatakan gugur. Item-item valid<br />

memiliki nilai koefisien korelasi ≥<br />

0,300 dan berada pada rentang<br />

korelasi antara 0,456 sampai 0,737.


(5) Skala Kepribadian<br />

Conscientiousness<br />

Dari 10 item yang diuji, 8 item<br />

dinyatakan valid dan 2 item yang<br />

dinyatakan gugur. Item-item valid<br />

memiliki nilai koefisien korelasi ≥<br />

0,300 dan berada pada rentang<br />

korelasi antara 0,362 sampai 0,660.<br />

b. Uji Reliabilitas<br />

(1) Skala Kepribadian Neuroticism<br />

Dari hasil uji reliabilitas alat ukur<br />

tersebut, diperoleh nilai reliabilitas<br />

sebesar 0,856. Jadi, skala<br />

kepribadian neuroticism dalam<br />

penelitian ini reliabel.<br />

(2) Skala Kepribadian<br />

Extraversion<br />

Dari hasil uji reliabilitas alat ukur<br />

tersebut, diperoleh nilai reliabilitas<br />

sebesar 0,814. Jadi, skala<br />

kepribadian extraversion dalam<br />

penelitian ini reliabel.<br />

(3) Skala Kepribadian Openness to<br />

experience<br />

Dari hasil uji reliabilitas alat ukur<br />

tersebut, diperoleh nilai reliabilitas<br />

sebesar 0,781. Jadi, skala<br />

kepribadian openness to experience<br />

dalam penelitian ini reliabel.<br />

(4) Skala Kepribadian<br />

Agreeableness<br />

Dari hasil uji reliabilitas alat ukur<br />

tersebut, diperoleh nilai reliabilitas<br />

sebesar 0,842. Jadi, skala<br />

kepribadian agreeableness dalam<br />

penelitian ini reliabel.<br />

(5) Skala Kepribadian<br />

Conscientiousness<br />

Dari hasil uji reliabilitas alat ukur<br />

tersebut, diperoleh nilai reliabilitas<br />

sebesar 0,766. Jadi, skala<br />

kepribadian conscientiousness dalam<br />

penelitian ini reliabel.<br />

Hasil Uji Hipotesis Skala Sikap<br />

terhadap Prokrastinasi dan Skala<br />

Kepribadian Big Five Personality<br />

(1) Hubungan antara Neuroticism<br />

dengan Sikap terhadap<br />

12<br />

Prokrastinasi pada Mahasiswa<br />

Pengguna Facebook<br />

Nilai korelasi berarah positif<br />

untuk neuroticism sebesar 0,005<br />

dan signifikansi sebesar 0,468<br />

(p>0,05). Hal ini berarti tidak ada<br />

hubungan yang signifikan antara<br />

neuroticism dengan sikap terhadap<br />

prokrastinasi pada mahasiswa.<br />

Dengan demikian hipotesis yang<br />

berbunyi “Terdapat hubungan<br />

antara neroticism dengan sikap<br />

terhadap prokrastinasi pada<br />

mahasiswa pengguna facebook”<br />

ditolak.<br />

(2) Hubungan antara Extraversion<br />

dengan Sikap terhadap<br />

Prokrastinasi pada Mahasiswa<br />

Pengguna Facebook<br />

Nilai korelasi berarah negatif<br />

untuk extraversion sebesar -0,084<br />

dan signifikansi sebesar 0,102<br />

(p>0,05). Hal ini berarti tidak ada<br />

hubungan yang signifikan antara<br />

extraversion dengan sikap terhadap<br />

prokrastinasi pada mahasiswa.<br />

Dengan demikian hipotesis yang<br />

berbunyi “Terdapat hubungan<br />

antara extraversion dengan sikap<br />

terhadap prokrastinasi pada<br />

mahasiswa pengguna facebook”<br />

ditolak.<br />

(3) Hubungan antara Openness To<br />

Experience dengan Sikap<br />

terhadap Prokrastinasi pada<br />

Mahasiswa Pengguna Facebook<br />

Nilai korelasi berarah positif<br />

untuk opennes to experience<br />

sebesar 0,030 dan signifikansi<br />

sebesar 0,327 (p>0,05). Hal ini<br />

berarti tidak ada hubungan yang<br />

signifikan antara openness to<br />

experience dengan sikap terhadap<br />

prokrastinasi pada mahasiswa.<br />

Dengan demikian hipotesis yang<br />

berbunyi “Terdapat hubungan<br />

antara openness to experience<br />

dengan sikap terhadap<br />

prokrastinasi pada mahasiswa<br />

pengguna facebook” ditolak.


(4) Hubungan antara Agreeableness<br />

dengan Sikap terhadap<br />

Prokrastinasi pada Mahasiswa<br />

Pengguna Facebook<br />

Nilai korelasi berarah negatif<br />

untuk agreeableness sebesar -0,247<br />

dan signifikansi sebesar 0,000<br />

(p


melalaikan tugas. Namun<br />

karakteristik ini juga dapat membuat<br />

subjek bersikap positif terhadap<br />

prokrastinasi. Rasa tertekan yang<br />

mereka miliki akan membuat mereka<br />

lebih melalaikan tugas yang<br />

membuat mereka tertekan.<br />

Selain itu, karakteristik<br />

neuroticism yang rendah juga dapat<br />

membuat subjek dengan kepribadian<br />

ini bersikap positif ataupun negatif.<br />

Kecenderungan untuk mudah merasa<br />

tenang dan aman akan membuat<br />

subjek membiarkan tugasnya<br />

terbengkalai dengan keyakinan<br />

bahwa mereka pasti dapat<br />

menyelesaikannya saat mendekati<br />

waktu pengumpulan. Sebaliknya,<br />

subjek dengan karakteristik ini<br />

memiliki gairah yang tinggi untuk<br />

segera menyelesaikan tugastugasnya.<br />

b. Hubungan antara extraversion<br />

dengan sikap terhadap<br />

prokrastinasi pada mahasiswa<br />

pengguna facebook.<br />

Dari hasil analisis data<br />

diketahui bahwa tidak ada hubungan<br />

yang signifikan antara extraversion<br />

dengan sikap terhadap prokrastinasi<br />

pada mahasiswa pengguna facebook.<br />

Sebagaimanan sesuai dengan<br />

karakteristik faktor sifat utama dari<br />

big five personality menurut Costa &<br />

McCrae (dalam Dariyo, 2003),<br />

kepribadian extraversion memiliki<br />

komponen minat berteman, minat<br />

berkelompok, kemampuan asertif,<br />

tingkat aktivitas, mencari<br />

kesenangan, dan kebahagiaan.<br />

Karakteristik extraversion yang<br />

tinggi, memiliki rasa ingin tahu yang<br />

tinggi yang membuat subjek dengan<br />

kepribadian ini bersikap negatif<br />

terhadap prokrastinasi. Namun<br />

karakteristik ini juga memiliki<br />

keramahan yang tinggi dalam<br />

interaksi interpersonal yang<br />

membuat subjek bersikap positif<br />

14<br />

terhadap prokrastinasi. Subjek akan<br />

lebih menyukai berkumpul dengan<br />

banyak orang daripada mengerjakan<br />

tugas-tugasnya.<br />

Begitu pula dengan<br />

karakteristik extraversion yang<br />

rendah memiliki kecenderungan<br />

untuk menyendiri yang membuat<br />

subjek dengan kepribadian ini lebih<br />

banyak memfokuskan diri terhadap<br />

tugas-tugas penting sehingga subjek<br />

bersikap negatif terhadap<br />

prokrastinasi. Selain itu, karakteristik<br />

ini juga cenderung memiliki level<br />

aktifitas yang rendah sehingga subjek<br />

dengan kepribadian ini cenderung<br />

lamban dalam mengerjakan tugastugasnya<br />

dan cenderung bersikap<br />

positif terhadap prokrastinasi.<br />

c. Hubungan antara openness to<br />

experience dengan sikap<br />

terhadap prokrastinasi pada<br />

mahasiswa pengguna facebook.<br />

Dari hasil analisis data<br />

diketahui bahwa tidak ada hubungan<br />

yang signifikan antara openness to<br />

experience dengan sikap terhadap<br />

prokrastinasi pada mahasiswa<br />

pengguna facebook. Sebagaimanan<br />

sesuai dengan karakteristik faktor<br />

sifat utama dari big five personality<br />

menurut Costa & McCrae (dalam<br />

Dariyo, 2003), kepribadian openness<br />

to experience memiliki komponen<br />

minat terhadap seni, kemampuan<br />

imajinasi, emosionalitas, minat<br />

berpetualang, intelektualitas, dan<br />

kebebasan.<br />

Kemampuan imajinasi dan<br />

intelektualitas yang tinggi yang<br />

dimiliki subjek dengan karakteristik<br />

openness to experience yang tinggi<br />

membuat subjek mampu untuk<br />

membuat tugas-tugas monoton<br />

menjadi hal yang lebih<br />

menyenangkan sehingga mereka<br />

bersikap negatif terhadap<br />

prokrastinasi. Selain itu, karakteristik<br />

ini cenderung suka dengan hal-hal


aru dapat membuat subjek dengan<br />

kepribadian ini bersikap positif<br />

terhadap prokrastinasi dengan<br />

melalaikan tugas-tugas mereka demi<br />

menggali hal-hal baru yang belum<br />

pernah dikethuinya.<br />

Sebaliknya, subjek dengan<br />

karakteristik openness to experience<br />

yang rendah kurang mampu dalam<br />

membuat tugas-tugas monoton<br />

menjadi hal yang lebih<br />

menyenangkan sehingga mereka<br />

bersikap positif terhadap<br />

prokrastinasi. Di sisi lain,<br />

kecenderungan untuk suka dengan<br />

hal-hal yang lebih konvensional<br />

membuat subjek dengan karakteristik<br />

ini cenderung tidak tertarik dengan<br />

hal-hal baru dilingkungannya,<br />

sehingga subjek lebih menyukai<br />

mengerjakan tugas daripada<br />

mengembangkan intelektualitasnya.<br />

d. Hubungan antara agreeableness<br />

dengan sikap terhadap<br />

prokrastinasi pada mahasiswa<br />

pengguna facebook.<br />

Dari hasil analisis data<br />

diketahui bahwa ada hubungan yang<br />

signifikan antara agreeableness<br />

dengan sikap terhadap prokrastinasi<br />

pada mahasiswa pengguna facebook.<br />

Sebagaimanan sesuai dengan<br />

karakteristik faktor sifat utama dari<br />

big five personality menurut Costa &<br />

McCrae (dalam Dariyo, 2003),<br />

kepribadian agreeableness memiliki<br />

komponen kepercayaan, moralitas,<br />

berperilaku menolong, kemampuan<br />

bekerjasama, kerendahan hati dan<br />

simpatik.<br />

Karakteristik kepribadian<br />

agreeableness yang tinggi cenderung<br />

tunduk terhadap orang lain yang<br />

membuat subjek dengan kepribadian<br />

ini cenderung bersikap negatif<br />

terhadap prokrastinasi. Sedangkan<br />

karakteristik kepribadian<br />

agreeableness yang rendah memiliki<br />

moralitas yang rendah yang membuat<br />

15<br />

subjek dengan kepribadian ini<br />

cenderung bersikap positif terhadap<br />

prokrastinasi.<br />

e. Hubungan antara<br />

conscientiousness dengan sikap<br />

terhadap prokrastinasi pada<br />

mahasiswa pengguna facebook.<br />

Dari hasil analisis data<br />

diketahui bahwa ada hubungan yang<br />

signifikan antara conscientiousness<br />

dengan sikap terhadap prokrastinasi<br />

pada mahasiswa pengguna facebook.<br />

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian<br />

yang telah dilakukan oleh Mastuti<br />

(2008), bahwa tipe kepribadian<br />

conscientiousness memiliki<br />

hubungan terhadap prokrastinasi.<br />

Sesuai dengan karakteristik faktor<br />

sifat utama dari big five personality<br />

menurut Costa & McCrae (dalam<br />

Dariyo, 2003), kepribadian<br />

conscientiousness memiliki<br />

komponen kecukupan diri,<br />

keteraturan, rasa tanggung jawab,<br />

keinginan untuk berprestasi, disiplin<br />

diri, dan kehati-hatian.<br />

Karakteristik conscientiousness<br />

yang tinggi memiliki rasa tanggung<br />

jawab dan kedisiplinan yang<br />

membuat subjek dengan kepribadian<br />

ini cenderung bersikap negatif<br />

terhadap prokrastinasi. Sedangkan<br />

karakteristik conscientiousness yang<br />

rendah cenderung menjadi lebih<br />

kacau pikirannya yang membuat<br />

subjek dengan kepribadian ini<br />

cenderung bersikap positif terhadap<br />

prokrastinasi.<br />

2. Kategori dan Deskripsi Subjek<br />

Penelitian<br />

Berikut ini diuraikan<br />

pembahasan dari beberapa hasil<br />

analisis tambahan:<br />

a. Sikap Terhadap Prokrastinasi<br />

Dari perhitungan mean empirik<br />

sikap terhadap prokrastinasi dapat<br />

diketahui bahwa subjek cenderung<br />

memiliki sikap terhadap<br />

prokrastinasi sedang atau berada


pada sisi tengah kedua kutub<br />

tersebut, dapat dilihat dari kategori<br />

subjek (lihat gambar IV.1). Ini<br />

berarti subjek cenderung rata-rata<br />

sama dalam menilai perilaku<br />

menunda dalam memulai atau<br />

menyelesaikan suatu tugas. Salah<br />

satu alasan mereka untuk menyetujui<br />

dan tidak menyetujui prokrastinasi<br />

karena tergantung pada bentuk tugas<br />

yang mereka terima. Jika tugas yang<br />

diberikan mudah dikerjakan maka<br />

tidak akan terjadi penundaan, namun<br />

jika tugas tersebut sulit maka akan<br />

membutuhkan waktu yang lebih lama<br />

dalam penyelesaiannya dan sangat<br />

mungkin untuk dikerjakan lain kali.<br />

b. Deskripsi Subjek Berdasarkan<br />

Jenis Kelamin<br />

Berdasarkan deskriptif subjek<br />

penelitian yakni jenis kelamin dapat<br />

diketahui bahwa perempuan<br />

sikapnya lebih tinggi (95,31)<br />

dibandingkan dengan laki-laki<br />

(95,17). Meskipun jumlah subjek<br />

laki-laki dalam penelitian ini lebih<br />

banyak dibandingkan subjek<br />

perempuan, ternyata perempuan<br />

cenderung lebih mendukung sikap<br />

terhadap prokrastinasi dibandingkan<br />

dengan laki-laki. Subjek perempuan<br />

cenderung memiliki kemampuan<br />

dalam teknologi yang lebih rendah<br />

dibandingkan laki-laki. Sehingga<br />

membuat subjek perempuan sulit<br />

untuk mengikuti pelajaran dengan<br />

baik yang medukung subjek<br />

perempuan untuk melakukan<br />

prokrastinasi.<br />

c. Deskripsi Subjek Berdasarkan<br />

Seringnya Mengakses Facebook<br />

Berdasarkan deskriptif subjek<br />

penelitian yakni seringnya dalam<br />

mengakses facebook dapat diketahui<br />

bahwa mahasiswa yang setiap hari<br />

mengakses facebook (95,77) lebih<br />

tinggi dibandingkan dengan<br />

mahasiswa yang mengakses<br />

16<br />

facebook dua hari sekali (94,48)<br />

dalam menilai prokrastinasi. Ini<br />

berarti, semakin sering mahasiswa<br />

mengakses facebook maka akan<br />

menilai positif (mendukung)<br />

terhadap prokrastinasi. Sedangkan<br />

semakin jarang mahasiswa<br />

mengakses facebook maka akan<br />

menilai negatif (menolak) terhadap<br />

prokrastinasi.<br />

KESIMPULAN<br />

Dari hasil penelitian ini didapatkan<br />

kesimpulan bahwa subjek penelitian<br />

ini mempunyai kecenderungan sikap<br />

terhadap prokrastinasi yang rata-rata/<br />

sedang, dengan gambaran sebagai<br />

berikut 0,87% responden memiliki<br />

sikap terhadap prokrastinasi yang<br />

sangat rendah, 10% responden<br />

memiliki sikap terhadap prokrastinasi<br />

yang rendah, 87,83% responden<br />

memiliki sikap terhadap prokrastinasi<br />

yang rata-rata/ sedang, 1,3%<br />

responden memiliki sikap terhadap<br />

prokrastinasi yang tinggi, dan 0%<br />

responden memiliki sikap terhadap<br />

prokrastinasi yang sangat tinggi.<br />

Berdasarkan hasil penelitian ini<br />

juga menunjukkan bahwa dari lima<br />

hipotesis yang diajukan dalam<br />

penelitian ini dua diantaranya dapat<br />

diterima, sedangkan tiga hipotesis<br />

lainnya ditolak. Secara rinci hasil<br />

tersebut adalah sebagai berikut:<br />

a. Tidak terdapat hubungan positif<br />

yang signifikan antara<br />

neuroticism dengan sikap<br />

terhadap prokrastinasi pada<br />

mahasiswa pengguna facebook.<br />

b. Tidak terdapat hubungan negatif<br />

yang signifikan antara<br />

extraversion dengan sikap<br />

terhadap prokrastinasi pada<br />

mahasiswa pengguna facebook.<br />

c. Tidak terdapat hubungan positif<br />

yang signifikan antara openness<br />

to experience dengan sikap<br />

terhadap prokrastinasi pada<br />

mahasiswa pengguna facebook.


d. Terdapat hubungan negatif yang<br />

signifikan antara agreeableness<br />

dengan sikap terhadap<br />

prokrastinasi pada mahasiswa<br />

pengguna facebook.<br />

e. Terdapat hubungan negatif yang<br />

signifikan antara<br />

conscientiousness dengan sikap<br />

terhadap prokrastinasi pada<br />

mahasiswa pengguna facebook.<br />

Selain itu didapatkan juga<br />

kesimpulan bahwa subjek perempuan<br />

lebih bersikap positif (mendukung)<br />

terhadap prokrastinasi dibandingkan<br />

dengan subjek laki-laki. Begitu juga<br />

pada subjek yang setiap hari<br />

mengakses facebook lebih rentan<br />

terhadap prokrastinasi dibandingkan<br />

dengan subjek yang mengakses<br />

facebook setiap dua hari sekali.<br />

Berdasarkan hasil penelitian,<br />

maka dapat diajukan beberapa saran<br />

sebagai berikut:<br />

1. Bagi Subjek Penelitian<br />

Bagi subjek penelitian yaitu<br />

mahasiswa Fakultas Ilmu Komputer<br />

dan Teknologi Informasi jurusan<br />

Sistem Informasi dan Sistem<br />

Komputer <strong>Universitas</strong> <strong>Gunadarma</strong><br />

diharapkan dapat meningkatkan<br />

kedisiplinan, rasa tanggung jawab,<br />

dan keteraturan dalam mengikuti<br />

perkuliahan sehingga terhindar dari<br />

prokrastinasi dan dapat<br />

menyelesaikan studi dengan tepat<br />

waktu.<br />

Bagi subjek perempuan<br />

diharapkan mampu menyesuaikan<br />

diri dengan jurusan yang dipilih<br />

sehingga dapat mengikuti<br />

perkuliahan dengan lebih baik lagi<br />

serta terhindar dari prokrastinasi.<br />

Diharapkan juga mahasiswa tidak<br />

terlalu sering mengakses facebook<br />

karena dapat mengganggu<br />

terselesaikannya tugas tepat waktu.<br />

2. Bagi Pengajar<br />

Bagi pengajar diharapkan dapat<br />

memberikan suatu bentuk pengajaran<br />

17<br />

yang lebih kreatif dan memberikan<br />

tugas-tugas perkuliahan yang dapat<br />

memacu semangat mahasiswa untuk<br />

menyelesaikannya segera. Selain itu<br />

pengajar juga diharapkan dapat<br />

membuat fungsi facebook menjadi<br />

sumber ilmu.<br />

3. Bagi Peneliti Selanjutnya<br />

Bagi peneliti selanjutnya, sebaiknya<br />

dapat menggunakan variable-variable<br />

lain yang juga mempengaruhi sikap<br />

terhadap prokrastinasi bukan hanya<br />

terpaut pada kepribadian saja.<br />

Misalnya gaya pengasuhan orang tua<br />

atau kondisi lingkungan<br />

DAFTAR PUSTAKA<br />

Anastasi, A., & Urbina, S. (2007). Tes<br />

Psikologi (7 th ed). Jakarta: PT.<br />

Indeks.<br />

Anggraeni, P. D. (2008). Prokrastinasi<br />

pada mahasiswa dalam<br />

menyelesaikan skripsi (Skripsi).<br />

Akses tanggal 10 Mei 2010.<br />

http://openpdf.com/viewer?url=<br />

http://library.gunadarma.ac.id/1<br />

0504135-skripsi_fpsi.pdf<br />

Azwar, S. (2008). Dasar-dasar<br />

psikometri. Yogyakarta:<br />

Pustaka Pelajar.<br />

Bharata, A. S. & Kalam, A. (2008).<br />

Ayo buat facebook-mu<br />

menarik!. Jakarta: Gramedia<br />

Barrick, M.R. & Ryan, A.M. (2003).<br />

Personality and work:<br />

Reconsidering the role of<br />

personality in organization.<br />

San Farnsisco: Jossey-Bass.<br />

Bruno, F. J. (1998). Stop<br />

procrastinating. Jakarta: PT.<br />

Gramedia Pustaka Utama.<br />

Burka, B. J., & Yuen, L. M. (2008).<br />

Procrastination: why do it,


what to do about it now.<br />

Akses tanggal 9 April 2010.<br />

http://gigapedia.com/items:lin<br />

ks?id<br />

=356068.<br />

Catrunada, L. (2008). Perbedaan<br />

kecenderungan<br />

prokrastinasi tugas skripsi<br />

berdasarkan tipe<br />

kepribadian introvert dan<br />

ekstrovert (Skripsi). Akses<br />

tanggal 10 Mei 2010.<br />

http://openpdf.com/viewer?<br />

url=http://library.gun<br />

adarma.ac.id/10503104skripsi_fpsi.pdf<br />

Chapman, E. N. (2009). Seri<br />

manajemen terapan:<br />

sikap kekayaan anda<br />

yang paling berharga.<br />

Akses tanggal 15<br />

September 2010.<br />

http://indosdm.com/kepri<br />

badian-dan-sikap<br />

Christensen, B. L. (2007).<br />

Experimental<br />

methodology. Boston:<br />

Pearson/ Allyn&Bacon.<br />

Constantin, A. (2010). The big five<br />

personality. Akses tanggal<br />

28 Juni 2010.<br />

http://www.alorhatiku.co.cc<br />

/<br />

Departemen Pendidikan dan<br />

Kebudayaan. (1997).<br />

Himpunan kebijaksanaan<br />

pemerintah tentang kuliah<br />

kerja nyata. Jakarta:<br />

Direktorat Kemahasiswaan.<br />

Djaali, & Muljono, P. (2007).<br />

Pengukuran dalam bidang<br />

pendidikan. Jakarta: PT.<br />

Grasindo.<br />

18<br />

Djamarah, S. B. (2002). Rahasia<br />

sukses belajar. Jakarta: Rineka<br />

Cipta.<br />

Djiwandono, S. E. W. (2002).<br />

Psikologi pendidikan (Rev.<br />

Ed.). Jakarta: PT. Grasindo.<br />

Feist, J., & Feist, G. J. (1998).<br />

Theories of personality (4 th ed).<br />

New York: Mc Graw Hill<br />

Company.<br />

Ferrari, Johnson, & Mc Cown. (1995).<br />

Procrastination and task<br />

avoidance, theory, research,<br />

and treatment. New York:<br />

Plenum Press.<br />

Ghufron, M. N., & Risnawita, R.<br />

(2010). Teori-teori psikologi.<br />

Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.<br />

Gunarsa. (2008). Psikologi Perawatan.<br />

Jakarta: BPK Gunung Mulia.<br />

Hall, C. S., & Lindzey, G. (1993).<br />

Psikologi kepribadian 3: teoriteori<br />

sifat dan behavioristik.<br />

Editor: Dr. A. Supratiknya.<br />

Yogyakarta: Kanisius.<br />

Istijanto. (2005). Riset sdm cara<br />

praktis mendeteksi dimensidimensi<br />

kerja karyawan.<br />

Jakarta: PT. Gramedia Pustaka<br />

Utama<br />

Jasmine, C. (2009). Cepat dan mudah<br />

menguasai facebook untuk<br />

pemula. Yogyakarta:<br />

IndonesiaTera<br />

Juju, D. (2008). Facebook: seri<br />

penuntun praktis. Jakarta: Elex<br />

Media Computindo.<br />

Knaus, DR. WJ. (2004). Lakukan<br />

sekarang: mengatasi kebiasaan<br />

menunda (cetakan pertama).


Semarang: Effhar dan Dahara<br />

Prize.<br />

Kendra, C. (2010). The big five<br />

personality dimensions. Akses<br />

tanggal 15 September 2010.<br />

http://psychology.about.com/od<br />

/personalitydevelopment/<br />

a/bigfive.htm<br />

Kurniali, S. (2009). Step by step<br />

facebook. Jakarta: Elex Media<br />

Computindo.<br />

Langi, A. Z. R. (2009). Prokrastinasi.<br />

Akses tanggal 15 September<br />

2010.<br />

http://azrl.wordpress.com/2009/<br />

01/27/prokrastinasi/<br />

Larsen, R.J., & Buss, D. M. (2002).<br />

Personality psychology:<br />

domain of knowledge about<br />

human nature. New York:<br />

McGraw Hill.<br />

Mastuti, E. (2005). Analisis faktor alat<br />

ukur kepribadian big five<br />

(adaptasi dari ipip) pada<br />

mahasiswa suku jawa. Insan,<br />

Vol 7, No. 3. Akses tanggal 9<br />

April 2010.<br />

http://journal.unair.ac.id/filter<br />

PDF/05%20-<br />

%20Analisis%20Faktor%20<br />

Alat-<br />

%20Ukur%20Kepribadian%2<br />

0Big%20<br />

Five%20(Adaptasi%20dari%<br />

20IPIP)%20pada%20Mahasis<br />

wa%20Suku%20Jawa.pdf.<br />

Mastuti, E. (2008). Memahami<br />

perilaku prokrastinasi<br />

akademik berdasar tingkat<br />

self regulated learning dan<br />

trait kepribadian (Skripsi).<br />

Akses tanggal 10 Mei 2010.<br />

http://www.adln.lib.unair.ac.i<br />

d/go.php?id=gdlhub-gdl-res-<br />

2008-mastutiend-<br />

6769&PHPSESSID=633b.<br />

19<br />

Nisfiannoor, M. (2009). Pendekatan<br />

statistika modern untuk ilmu<br />

sosial. Jakarta : Salemba<br />

Humanika.<br />

Pervin, L. A., & John, D. P. (2001).<br />

Personality: theory and<br />

research (8 th ed). New York:<br />

John Wiley & Sons, Inc.<br />

Prihastuti, Mastuti, E., Sudaryono, &<br />

Endang. (2000). Profil<br />

perilaku prokrastinasi dosen<br />

muda universitas airlangga<br />

yang diwakili oleh tujuh<br />

fakultas. Jurnal Penelitian<br />

Dinas Sosial, 1, 82-90.<br />

Robbins, S. P. (2001). Perilaku<br />

organisasi: konsep,<br />

kontroversi, aplikasi (versi<br />

bahasa Indonesia). Jakarta:<br />

Prehalindo.<br />

Solomon, L. J., & Rothblum, E. D.<br />

(1984). Academic<br />

Procrastination: frequency and<br />

cognitive correlates. Journal of<br />

counselling psychology. 31:4.<br />

Wade, C., & Travis C. (2008).<br />

Psikologi Jilid 1 (9 th ed).<br />

Jakarta: Erlangga.<br />

Wibisono, D. (2003). Riset bisnis:<br />

panduan bagi praktisi dan<br />

akademisi. Jakarta: PT.<br />

Gramedia Pustaka Utama.<br />

Winkle, W. S. (1997). Bimbingan dan<br />

konseling di institusi<br />

pendidikan (edisi revisi).<br />

Jakarta: PT. Grasindo.<br />

Young, & Fritze. (2002). The<br />

relationship between individual<br />

differences in procrastination,<br />

peer feedback and student


writing success. The writing<br />

center journal. Volume 23.<br />

Anonim. (2009). Undang-undang bhp:<br />

undang-undang republik<br />

20<br />

Indonesia no. 9 tahun 2009<br />

tentang badan hukum<br />

pendidikan. Yogyakarta:<br />

Pustaka Yustisia.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!