Pemanfaatan Pembenah Tanah untuk Pemulihan Tanah ...
Pemanfaatan Pembenah Tanah untuk Pemulihan Tanah ...
Pemanfaatan Pembenah Tanah untuk Pemulihan Tanah ...
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
<strong>Pemanfaatan</strong> <strong>Pembenah</strong> <strong>Tanah</strong> <strong>untuk</strong><br />
<strong>Pemulihan</strong> <strong>Tanah</strong> Terdegradasi yang<br />
Didominasi Fraksi Pasir dan Liat<br />
Ai Dariah, Neneng Laila Nurida dan Jubaedah<br />
Peneliti Badan Litbang di Balai Penelitian <strong>Tanah</strong>, Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan<br />
Pertanian, Jl. Tentara Pelajar No. 12.A, Bogor. Email : aidariah@yahoo.com<br />
Abstrak. Aplikasi pembenah tanah sangat diperlukan pada tanah yang didominasi oleh<br />
fraksi pasir. <strong>Pembenah</strong> tanah berbahan dasar bahan organik, baik berupa kompos maupun<br />
biochar telah terbukti efektif <strong>untuk</strong> mempercepat pemulihan lahan kering terdegradasi<br />
yang didominasi fraksi liat. Penambahan unsur hayati diharapkan dapat meningkatkan<br />
efektivitas pembenah tanah. Penelitian ini bertujuan <strong>untuk</strong> mempelajari efektivitas<br />
pembenah tanah berbahan dasar kompos dan biochar <strong>untuk</strong> pemulihan kualitas tanah<br />
terdegradasi yang didominasi tekstur pasir, serta peranan unsur hayati dalam<br />
meningkatkan efektivitas pembenah tanah. Penelitian dilakukan di rumah kaca Balai<br />
Penelitian <strong>Tanah</strong>, menggunakan rancangan faktorial yang diacak secara lengkap dengan 3<br />
ulangan. Percobaan menggunakan tanah yang didominasi fraksi pasir, sebagai<br />
pembanding digunakan tanah terdegradasi yang didominasi tanah bertekstur liat. Tanaman<br />
indikator yang digunakan adalah jagung. Dosis pembenah tanah yang digunakan 2,5 t ha -1 .<br />
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman pada tanah bertekstur liat<br />
masih nyata lebih baik dibanding tanah bertekstur pasir. Pemberian pembenah tanah<br />
dengan dosis 2,5 t ha -1 belum mampu meningkatkan produktivitas maupun kualitas tanah<br />
terdegradasi yang didominasi tekstur pasir. Pengayaan pembenah tanah dengan unsur<br />
hayati tidak nyata meningkatkan efektivitas pembenah tanah. <strong>Pemulihan</strong> tanah<br />
terdegradasi yang didominasi tekstur pasir kemungkinan memerlukan dosis pembenah<br />
tanah yang lebih tinggi, dengan jangka waktu rehabilitasi yang relatif lebih lama.<br />
Kata kunci: <strong>Pembenah</strong> tanah, kompos, biochar, pasir, tanah terdegradasi.<br />
PENDAHULUAN<br />
62<br />
Proses degradasi lahan hampir selalu disertai penurunan status bahan organik tanah. Pada<br />
lahan yang telah mengalami proses degradasi rata-rata kandungan bahan organik
Ai. Dariah et al.<br />
tanah Regosol yang didominasi fraksi pasir, Syukur et al. (2000) mendapatkan dosis<br />
optimum pukan sapi sebesar 20 t ha -1 <strong>untuk</strong> pertumbuhan tanaman dan serapan hara N, P,<br />
dan K. Pada tanah Ultisols di Jambi pemberian beberapa jenis pukan dosis 5 t ha -1 nyata<br />
meningkatkan hasil jagung dan kedelai (Adimihardja et al. 2000). Pada tanah Oxisols<br />
Citayam, pemberian bahan organik dosis 10-20 t ha -1 baru mampu memperbaiki kualitas<br />
fisik tanah (Dariah dan Rachman, 1989). Tingginya dosis bahan organik yang diperlukan<br />
seringkali menjadi penghambat aplikasi pada tingkat petani. Pengaruh pemberian bahan<br />
organik juga seringkali baru nampak setelah pemberian jangka panjang atau lebih nyata<br />
dalam bentuk efek residu.<br />
Bahan organik sulit lapuk seperti sekam padi, brangkasan kacang hijau, tongkol<br />
jagung, batok kelapa, tandan kosong kelapa sawit, dan lain sebagainya belum banyak<br />
dimanfaatkan sebagai sumber bahan organik tanah. Bahan organik sulit lapuk yang telah<br />
diproses dengan teknik phyrolisis dapat dimanfaatkan sebagai pembenah tanah atau<br />
biochar, diantaranya dalam meningkatkan kemampuan tanah menahan air. Selain itu<br />
pemanfaatan bahan organik dalam bentuk biochar merupakan tindakan yang dapat<br />
mendukung konservasi karbon tanah (Glaser et al. 2002; Igarashi, 2002; Kuwagaki and<br />
Tamura, 1990; Ogawa, 1994, 2006; Okimori et al. 2003; Tanaka, 1963).<br />
Inovasi teknologi <strong>untuk</strong> memformulasi dan memperkaya bahan organik juga sangat<br />
diperlukan, sehingga efektivitas bahan organik sebagai pembenah tanah atau pupuk<br />
organik menjadi lebih tinggi dan dosis yang diperlukan dapat ditekan. Pengayaan pupuk<br />
atau pembenah organik dapat dilakukan dengan menambahkan bahan-bahan tertentu<br />
seperti rock fosfat, dolomit, zeolit, abu sekam, pupuk hayati, senyawa humat, dan lain<br />
sebagainya (Dariah et al. 2007, 2010).<br />
Beberapa hasil penelitian telah menunjukkan efektivitas pembenah tanah berbahan<br />
dasar bahan organik dan biochar yang telah diperkaya zeolit dan senyawa humat dalam<br />
meningkatkan produktivitas dan perbaikan kualitas lahan kering masam yang didominasi<br />
fraksi liat dan bereaksi masam, dan telah terdegradasi berat. Dosis yang digunakan relatif<br />
rendah yaitu 2,5 t ha -1 (Dariah et al. 2007, 2010). Degradasi lahan juga banyak terjadi<br />
pada lahan kering dengan sifatnya lebih bervariasi, misalnya pada tanah yang didominasi<br />
fraksi pasir dan bereaksi netral atau alkalin. Jika akan diaplikasikan pada tanah dengan<br />
karakteristik yang berbeda, kemungkinan perlu terlebih dahulu dilakukan pengujian,<br />
mengingat rata-rata pH pembenah tanah yang diuji rata-rata sekitar 8. Pemberian bahan<br />
yang berpotensi meningkatkan pH tanah pada tanah dengan reaksi netral/alkalin<br />
dikhawatirkan berdampak buruk.<br />
<strong>Tanah</strong> yang didominasi pasir bisa terbentuk karena sifat inheren dari tanahnya atau<br />
akibat eksploitasi lahan misalnya pada areal bekas tambang timah (Puslittanak, 1995).<br />
<strong>Tanah</strong> yang didominasi fraksi pasir juga banyak terdapat di wilayah yang terkena material<br />
letusan gunung, misalnya di areal sekitar Gunung Merapi (Vandebelbe dalam Sukmana,<br />
670
<strong>Pemanfaatan</strong> pembenah tanah <strong>untuk</strong> pemulihan tanah<br />
1985; LPT, 1976, dan Puslittan, 1981). <strong>Tanah</strong> yang didominasi fraksi pasir mempunyai<br />
kemampuan memegang air yang sangat rendah, apalagi jika kandungan bahan organik<br />
sangat rendah. Kandungan bahan organik pada tanah bekas tambang timah atau tanah<br />
yang tertutup material letusan gunung hampir bisa sampai level nihil. Oleh karena itu<br />
diperlukan pembenah tanah <strong>untuk</strong> mempercepat proses reklamasinya.<br />
Penelitian ini bertujuan <strong>untuk</strong> mempelajari pengaruh pembenah tanah berbahan<br />
dasar bahan organik dan biochar dalam memperbaiki produktivitas lahan kering yang<br />
didominasi fraksi pasir dengan kemasaman tanah netral atau alkalin.<br />
BAHAN DAN METODE<br />
Penelitian dilakukan di Rumah Kaca Balai Penelitian <strong>Tanah</strong>. Contoh tanah sebagai<br />
pewakil tanah masam dengan kandungan bahan organik rendah diambil di Desa Ciampea,<br />
Kabupaten Bogor, sedangkan contoh tanah sebagai pewakil tanah bertekstur pasir dan<br />
bereaksi netral-basa diambil di Pangandaran, Kabupaten Ciamis. Hasil analisis contoh<br />
sebelum perlakuan disajikan pada (Tabel 1).<br />
Tabel 1. Sifat-sifat tanah yang digunakan <strong>untuk</strong> percobaan<br />
Sifat tanah<br />
Ciampea, Bogor<br />
Nilai Keterangan<br />
Pangandaran, Ciamis<br />
Nilai Keterangan<br />
Tekstur - Liat Pasir<br />
pH H2O 5,41 Masam 7,2 Netral<br />
pH KCl 4,54 Masam 6,9 Netral<br />
C-organik (%) 1,41 Rendah 0,72 Sangat rendah<br />
N total (%) 0,09 Sangat rendah 0,06 Sangat rendah<br />
C/N 16 Tinggi 12 Sedang<br />
KTK 18,84 Sedang 5,07 Rendah<br />
KB (%) 93 Sangat Tinggi >100 Sangat Tinggi<br />
+<br />
Al3 H<br />
0,00 - 0,00 -<br />
+ 0,09 - 0,04 -<br />
Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan faktorial yang diacak secara<br />
lengkap dengan 3 ulangan, perlakuan terdiri dari: Faktor I: jenis tanah (T1=tanah<br />
didominasi fraksi liat, pH masam dan T2=tanah didominasi fraksi liat, pH netral). Faktor<br />
II: jenis pembenah tanah (Beta I, Beta II, Biochar SP50-I, Biochar SP50-II). Beta I<br />
merupakan pembenah tanah dengan bahan baku kompos pupuk kandang ditambah zeolit,<br />
sedangkan Beta II merupakan Beta I yang diperkaya pupuk hayati. Biochar SP50-I<br />
merupakan pembenah tanah berbahan baku kompos pupuk kandang dan biochar,<br />
sedangkan Biochar SP50-II merupakan Biochar SP50-I yang diperkaya pupuk hayati.<br />
Pupuk hayati yang dipilih adalah mikroba penyedia P dan mikroba yang bisa berfungsi<br />
sebagai akselerator pembentukan agregat tanah. Karakteristik pembenah tanah yang<br />
digunakan <strong>untuk</strong> perlakuan disajikan pada (Tabel 2).<br />
671
Ai. Dariah et al.<br />
Tabel 2. Hasil analisis pembenah tanah yang digunakan <strong>untuk</strong> percobaan<br />
672<br />
Parameter Satuan Biochar SP 50 I Beta I<br />
C-organik % 38,35 41,00<br />
Humat % 7,65 14,41<br />
Fulvat % 1,31 1,64<br />
C/N - 20 13<br />
Fe Ppm 799 1689<br />
Mn Ppm 188 244<br />
Al Ppm 1079 3591<br />
Pb Ppm 1,7 3,4<br />
Cd Ppm 0,08 0,14<br />
As Ppm 0 0<br />
Hg Ppm 0 0<br />
Dosis pembenah tanah yang digunakan adalah 2,5 t ha -1 , sedangkan dosis pupuk<br />
dasar NPK ditentukan oleh hasil analisis tanah, sehingga dosis pupuk yang digunakan<br />
<strong>untuk</strong> tanah bertekstur liat adalah 300 kg urea ha -1 , 200 kg SP-36 ha -1 , dan 100 kg KCl ha -<br />
1 , sedangkan pupuk dasar yang digunakan <strong>untuk</strong> perlakuan tanah bertekstur pasir adalah<br />
400 kg urea ha -1 , 300 kg SP-36 ha -1 , dan 100 kg KCl ha -1 . Percobaan dilakukan pada unit<br />
tanpa dan dengan tanaman. Tanaman indikator yang digunakan adalah jagung. Parameter<br />
yang diamati adalah pertumbuhan dan produksi tanaman, serta perubahan sifat fisik tanah.<br />
HASIL DAN PEMBAHASAN<br />
Indikator utama bahwa tanah yang digunakan <strong>untuk</strong> percobaan telah mengalami proses<br />
degradasi adalah kandungan bahan organik tanah yang tergolong rendah hingga sangat<br />
rendah, dengan kandungan bahan organik yang
<strong>Pemanfaatan</strong> pembenah tanah <strong>untuk</strong> pemulihan tanah<br />
relatif lebih buruk, salah satunya dicerminkan oleh kadar bahan organik yang sangat<br />
rendah (Tabel 1), kemungkinan dibutuhkan jangka waktu pemulihan tanah yang relatif<br />
panjang dan/atau dosis pembenah yang relatif tinggi <strong>untuk</strong> dapat mendukung<br />
pertumbuhan tanaman. Hasil penelitian Nurida et al. (2012) menunjukkan dosis optimal<br />
formula pembenah tanah biochar <strong>untuk</strong> perbaikan sifat tanah bertekstur liat yang telah<br />
mengalami degradasi adalah 5-7,5 t ha -1 musim tanam -1 . Pengayaan pembenah tanah<br />
dengan menggunakan pupuk hayati tidak mampu meningkatkan efektivitas pembenah<br />
tanah, meskipun berdasarkan data tinggi tanaman pada umur 8 minggu setelah tanam<br />
(MST) ada kecenderungan bahwa pembenah tanah yang diperkaya dengan pupuk hayati<br />
mempunyai tinggi tanaman yang relatif tinggi.<br />
Tabel 3. Pengaruh pemberian pembenah tanah terhadap pertumbuhan tanaman jagung<br />
Perlakuan<br />
T1 (Liat)<br />
T2 (Pasir)<br />
Beta I<br />
Beta II<br />
Biochar SP50-I<br />
Biochar SP50-II<br />
Tinggi tanaman pada umur<br />
2 MST 4 MST 6 MST 8 MST<br />
----------------------------------- (cm) -----------------------------------<br />
48,21A*<br />
34,58B<br />
41,46a<br />
42,21a<br />
41,21a<br />
40,17a<br />
123,56A<br />
50,68B<br />
87,75a<br />
90,12a<br />
84,87a<br />
85,75a<br />
185,25A<br />
99,50B<br />
145,62a<br />
144,75a<br />
138,12a<br />
141,00a<br />
248,25A<br />
146,43B<br />
192,37a<br />
203,37a<br />
194,37a<br />
199,25a<br />
MST= minggu setelah tanaman<br />
* angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut<br />
uji Duncan pada 5%.<br />
Indikator pertumbuhan tanaman lainnya ditunjukkan juga oleh parameter lingkar<br />
batang tanaman jagung (Tabel 4). Seperti halnya terhadap tinggi tanaman, diameter<br />
batang tanaman jagung yang tumbuh pada contoh tanah bertekstur liat nyata lebih baik<br />
dibanding tanah bertekstur pasir. Pemberian pembenah tanah belum mampu memacu<br />
peningkatan lingkar batang tanaman jagung.<br />
Tabel 4. Pengaruh pemberian pembenah tanah terhadap lingkar batang tanaman jagung<br />
Lingkar batang pada umur<br />
Perlakuan<br />
DB 4 MST DB 6 MST DB 8 MST<br />
----------------------- (cm) -------------------------------<br />
T1 (Liat)<br />
15,84 A<br />
19,28 A<br />
18,25 A<br />
T2 (Pasir)<br />
5,40 B<br />
9,90 B<br />
11,46 B<br />
Beta I<br />
10,87 a<br />
15,12 a<br />
14,56 a<br />
Beta II<br />
10,31 a<br />
14,12 a<br />
14,68 a<br />
Biochar SP50-I<br />
10,93 a<br />
14,75 a<br />
15,25 a<br />
Biochar SP50-II<br />
10,37 a<br />
14,37 a<br />
14,93 a<br />
MST= minggu setelah tanaman<br />
* angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji<br />
Duncan pada 5%.<br />
Produksi tanaman jagung (berat basah dan kering biomas, berat basah dan kering<br />
tongkol, dan berat kering pipilan) pada tanah liat juga nyata lebih tinggi dibanding pada<br />
673
Ai. Dariah et al.<br />
tanah pasir. Seperti halnya terhadap pertumbuhan tanaman, pemberian pembenah tanah<br />
pada tanah pasir belum mampu meningkatkan produksi tanaman sampai menyamai<br />
produksi pada tanah liat. Perbedaan formula pembenah tanah tidak menyebabkan<br />
perubahan terhadap hasil tanaman (Tabel 5).<br />
Tabel 5. Pengaruh pemberian pembenah tanah terhadap produksi tanaman jagung<br />
674<br />
Perlakuan<br />
T1 (Liat)<br />
T2 (Pasir)<br />
Beta I<br />
Beta II<br />
Biochar I<br />
Biochar II<br />
Tinggi tanaman pada umur<br />
Berat basah Berat kering Berat tongkol Berat tongkol Berat pipilan<br />
biomassa biomassa basah kering kering<br />
---------------------------------------- (gr) ---------------------------------<br />
317,94A* 113,37A 190,22A 106,34A 87,35A<br />
161,49B 45,33B 55,71B 25,48B 20,82B<br />
236,96a<br />
248,42a<br />
230,85a<br />
242,64a<br />
78,93a<br />
88,47a<br />
77,32a<br />
79,61a<br />
123,46a<br />
121,48a<br />
122,31a<br />
124,60a<br />
66,66a<br />
64,44a<br />
65,50a<br />
67,05a<br />
54,17a<br />
54,01a<br />
53,92a<br />
54,24a<br />
* angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji<br />
Duncan pada 5%.<br />
Pengaruh pembenah tanah terhadap sifat fisik tanah<br />
Hasil analisis tanah menunjukkan pemberian pembenah tanah dengan dosis 2,5 t<br />
ha -1 belum mampu mengubah sifat inheren tanah pasir. Permeabilitas tanah pada tanah<br />
pasir masih nyata lebih tinggi dibanding tanah liat (Gambar 1), hal ini menyebabkan air<br />
yang diberikan ke dalam tanah menjadi cepat hilang. Bukan hanya air, peluang hara <strong>untuk</strong><br />
hilang terbawa aliran air secara vertikal (leaching) juga menjadi besar, sehingga hara yang<br />
mampu diserap tanaman menjadi rendah. Tingginya laju permeabilitas pada tanah pasir<br />
disebabkan oleh jauh lebih rendahnya persen pori air tesedia dan pori drainase lambat<br />
pada tanah pasir (Gambar 2), air dalam tanah tertahan pada kedua pori tersebut atau tidak<br />
terpengaruh tarikan gravitasi, pemberian pembenah tanah belum mampu merubah<br />
proporsi pori pada tanah pasir.<br />
Gambar 1. Dampak pemberian pembenah tanah pada tanah dengan tekstur yang berbeda
<strong>Pemanfaatan</strong> pembenah tanah <strong>untuk</strong> pemulihan tanah<br />
Gambar 2. Pengaruh pembenah tanah terhadap persen pori air tersedia dan pori<br />
drainaselambat pada dua jenis tanah dengan kondisi tekstur yang berbeda<br />
KESIMPULAN<br />
1. Tingkat pertumbuhan dan produksi tanaman jagung pada contoh tanah bertekstur<br />
pasir bereaksi netral nyata lebih rendah dibanding pada contoh tanah bertekstur liat<br />
dan bereaksi masam. Pemberian pembenah tanah dengan dosis 2,5 t ha -1 belum<br />
mampu memacu pertumbuhan tanaman pada tanah bertekstur pasir disebabkan<br />
pembenah tanah dengan dosis 2,5 t ha -1 belum mampu memperbaiki sifat tanah yang<br />
menghambat pertumbuhan tanaman.<br />
2. Sifat fisik contoh tanah bertekstur pasir masih nyata lebih buruk dibanding contoh<br />
tanah bertekstur liat. Pada contoh tanah bertekstur pasir penambahan pembenah tanah<br />
belum nyata meningkatkan kemampuan tanah memegang air.<br />
3. Pengayaan pembenah tanah dengan pupuk hayati belum dapat meningkatkan<br />
efektivitas pembenah tanah secara nyata (baik terhadap peningkatan produktivitas<br />
tanaman maupun perbaikan sifat fisik tanah), meskipun terdapat kecenderungan<br />
terjadi peningkatan pertumbuhan tanaman jagung pada umur 8 minggu setelah tanam.<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
Adimihardja, A., I. Juarsah, dan U. Kurnia. Pengaruh penggunaan berbagai jenis dan<br />
takaran pupuk kandang terhadap produktivitas tanah Ultisols terdegradasi di Desa<br />
Batin, Jambi. Hlm 303-319 dalam Prosiding Seminar Sumberdaya Lahan, Iklim,<br />
dan Pupuk. Buku II. Lido, 6-8 Desember 1999. Pusat Penelitian <strong>Tanah</strong> dan<br />
Agroklimat. Badan Litbang Pertanian.<br />
Dariah, A. dan A. Rachman. 1989. Pangaruh mulsa hijauan alley cropping dan pupuk<br />
kandang terhadap pertumbuhan dan hasil jagung serta beberapa sifat fisik tanah.<br />
675
Ai. Dariah et al.<br />
676<br />
Hlm. 99-106 dalam Prosiding Pertemuan Teknis Penelitian <strong>Tanah</strong>. Bidang<br />
Konservasi <strong>Tanah</strong> dan Air. Bogor 22-24 Agustus 1989. Pusat Penelitian <strong>Tanah</strong> dan<br />
Agroklimat. Badan Litbang Pertanian.<br />
Dariah, A., Nurida N.L., dan Sutono. 2007. Formulasi bahan pembenah <strong>untuk</strong> rehabilitasi<br />
lahan terdegradasi. Dalam Prosiding Seminar Sumberdaya Lahan dan Lingkungan.<br />
Bogor, 7-8 Nopember 2007.<br />
Dariah, A., Sutono, dan N.L. Nurida. 2010. Penggunaan pembenah tanah organik dan<br />
mineral <strong>untuk</strong> perbaikan kualitas tanah Typic Kanhapludults, Taman Bogo,<br />
Lampung. Jurnal <strong>Tanah</strong> dan Iklim No. 3.<br />
Glaser, B., J. Lehmann, and W. Zech. 2002. Ameliorating physical and chemical<br />
properties of highly weathered soils in the tropics with charcoal: A review. Biol.<br />
Fertil. Soils 35:219-230.<br />
Igarashi, T. 2002. Handbook for soil amendment of tropical soil, Association for<br />
International Cooperation of Agriculture and Forestry.p 127-134.<br />
Kuwagaki, H. and K. Tamura. 1990. Aptitude of wood charcoal to a soil improvement and<br />
other non fuel use. In Technical report on the research development of the new<br />
uses of charcoal and pyroligneous acid, technical research association for multiuse<br />
of carbonized material, p. 27-44.<br />
Nurida, N.L., A. Rachman, dan Sutono. 2012. Potensi <strong>Pembenah</strong> <strong>Tanah</strong> Biochar dalam<br />
pemulihan sifat tanah terdegradasi dan Peningkatan Hasil jagung pada Typic<br />
Kanhapludults Lampung. Prosiding Seminar Nasional tentang Pengelolaan Limbah<br />
Biomasa sebagai Sumber Energi Terbarukan, Pertanian Berkelanjutan, dan<br />
Mitigasi Pemanasan Global (Prospek Konversi Biomassa ke Biochar di Indonesia).<br />
Unitri. Malang.<br />
Ogawa, M. 1994. Symbiosis of people and nature in tropics. Farming Japan 28(5):10-34.<br />
Ogawa, M. 2006. Carbon sequestration by carbonization of biomass and forestation: three<br />
case studies. p 133-146.<br />
Okimori, Y., M. Ogawa, and F. Takahashi. 2003. Potential of CO2 reduction by<br />
carbonizing biomass waste from industrial tree plantation in South Sumatra,<br />
Indonesia. Mitigation and Adaption Strategies for Global Change 8.p 261-280.<br />
Puslittanak. 1995. Studi upaya rehabilitasi lingkungan penambangan timah (Laporan akhir<br />
penelitian). Kerjasama antara Pimpro Pengembangan Penataan Lingkungan Hidup<br />
dengan Pusat Penelitian <strong>Tanah</strong> dan Agroklimat.<br />
Syukur, A., T. Wurdiayani, dan Udiono. 2000. Pengaruh dosis pupuk kandang terhadap<br />
pertumbuhan turus nilam di tanah Regosol pada berbagai tingkat kelengasan tanah.<br />
Hlm 465-476 dalam Prosiding Kongres Nasional VIII HITI. Bandung 2-4<br />
November 1999.<br />
Tanaka, S. 1963. Fundamental study on wood carbonization. Bull. Exp. Forest of<br />
Hokkaido University.<br />
Widowati, L.R., S. Widati, dan D. Setyorini. 2004. Karakteristik pupuk organik dan<br />
pupuk hayati yang efektif <strong>untuk</strong> budidaya sayuran organik. Proyek Penelitian<br />
Program Pengembangan Agribisnis (unpubl.) Balai Penelitian <strong>Tanah</strong>. Bogor.