10.08.2013 Views

pengaruh pupuk organik terhadap sifat kimia tanah dan produksi ...

pengaruh pupuk organik terhadap sifat kimia tanah dan produksi ...

pengaruh pupuk organik terhadap sifat kimia tanah dan produksi ...

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

PENGARUH PUPUK ORGANIK TERHADAP SIFAT KIMIA<br />

TANAH DAN PRODUKSI TANAMAN PADI SAWAH ORGANIK<br />

W. Hartatik <strong>dan</strong> D. Setyorini<br />

ABSTRAK<br />

Untuk memenuhi kebutuhan hara tanaman padi dalam sistem pertanian<br />

<strong>organik</strong> diperlukan pengelolaan hara yang tepat melalui pemberian <strong>pupuk</strong> <strong>organik</strong><br />

<strong>dan</strong> pengelolaan bahan <strong>organik</strong> in situ. Tujuan penelitian untuk mempelajari<br />

penggunaan beberapa jenis <strong>pupuk</strong> <strong>organik</strong> yang dikombinasikan dengan jerami<br />

<strong>dan</strong> arang sekam <strong>terhadap</strong> perubahan <strong>sifat</strong> <strong>kimia</strong> <strong>tanah</strong> <strong>dan</strong> <strong>produksi</strong> tanaman<br />

padi dalam sistem pertanian <strong>organik</strong>. Percobaan dilaksanakan di lahan sawah<br />

yang dikelola secara <strong>organik</strong> sejak 5 tahun terakhir dengan sumber air sawah<br />

berasal dari Gunung Lawu. Tanaman Indikator adalah Mentik wangi. Lokasi<br />

penelitian di Desa Sukorejo, Kec. Sambirejo, Kab. Sragen. Percobaan<br />

dilaksanakan selama 3 musim tanam yaitu MK I. 2007, MK II. 2007 <strong>dan</strong> MH<br />

2007/2008. Rancangan percobaan yang digunakan yaitu rancangan acak<br />

kelompok dengan tiga ulangan. Sebagai perlakuan beberapa jenis <strong>pupuk</strong> <strong>organik</strong><br />

yaitu pukan ayam, kambing, <strong>dan</strong> sapi yang dikombinasikan dengan jerami <strong>dan</strong><br />

arang sekam. Perlakuan tersebut adalah sebagai berikut: 1). Pukan kambing 20<br />

t/ha, 2). Pukan sapi 20 t/ha, 3). Pukan ayam 20 t/ha, 4). Pukan kambing 15 t/ha +<br />

jerami 5 t/ha, 5). Pukan sapi 15 t/ha + jerami 5 t/ha, 6). Pukan ayam 15 t/ha +<br />

jerami 5 t/ha, 7). Pukan kambing 10 t/ha + abu sekam 300 kg/ha, 8). Pukan sapi<br />

10 t/ha + abu sekam 300 kg/ha, <strong>dan</strong> 9). Pukan ayam 10 t/ha + abu sekam 300<br />

kg/ha. Ukuran petak percobaan 2 m x 6 m. Pupuk <strong>organik</strong> yang dikombinasikan<br />

dengan jerami <strong>dan</strong> arang sekam diberikan selama 2 musim tanam (MK I <strong>dan</strong> MK<br />

II 2007), se<strong>dan</strong>gkan MH 2007/2008 tidak dilakukan pemupukan. Pengamatan<br />

<strong>sifat</strong> <strong>kimia</strong> <strong>tanah</strong> dilakukan pada saat awal, umur primordia MK I 2007, setelah<br />

panen pada MK II 2007 <strong>dan</strong> MH 2007/2008. Parameter yang diamati <strong>sifat</strong> <strong>kimia</strong><br />

<strong>tanah</strong> yaitu C-<strong>organik</strong>, N-total, kation dapat ditukar <strong>dan</strong> P tersedia ekstrak Bray I.<br />

Pengamatan agronomis yaitu tinggi tanaman, jumlah anakan, bobot jerami <strong>dan</strong><br />

gabah kering. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan <strong>sifat</strong> <strong>kimia</strong> <strong>tanah</strong><br />

selama 3 musim tanam MK I 2007, MK II 2007 <strong>dan</strong> MH 2007/2008 yaitu C<strong>organik</strong>,<br />

P tersedia, Ca <strong>dan</strong> Mg dapat ditukar meningkat. Bobot gabah kering<br />

meningkat sampai musim tanam kedua (MK II 2007). Namun terjadi penurunan<br />

bobot gabah kering pada musim tanam ketiga (MH 2007/2008), hal ini karena<br />

pada MH 2007/2008 tidak dilakukan pemupukan kembali. Perlakuan pukan ayam<br />

15 t/ha yang dikombinasikan dengan jerami 5 t/ha selama 3 musim tanam<br />

memberikan <strong>produksi</strong> gabah kering yang cukup tinggi berturut-turut sebesar 6,69,<br />

6,56 <strong>dan</strong> 4,96 t/ha. Penggunaan <strong>pupuk</strong> <strong>organik</strong> takaran 10 – 15 t/ha yang<br />

dikombinasikan dengan jerami <strong>dan</strong> arang sekam mampu mencukupi kebutuhan<br />

hara tanaman padi dalam sistem pertanian <strong>organik</strong>.<br />

21


22<br />

Hartatik <strong>dan</strong> Setyorini<br />

PENDAHULUAN<br />

Penerapan sistem pertanian <strong>organik</strong> di Indonesia berlangsung secara<br />

selektif <strong>dan</strong> kompetitif serta berjalan seiring dengan program revolusi hijau yang<br />

bertujuan mempertahankan program ketahanan pangan nasional. Jenis<br />

komoditas dalam budidaya pertanian <strong>organik</strong> akan berkembang sesuai dengan<br />

permintaan pasar domestik maupun luar negeri. Hasil penelitian Balai Penelitian<br />

Tanah pada tahun 2003 menunjukkan bahwa produk <strong>organik</strong> yang beredar di<br />

pasaran saat ini terbatas pada kopi, sayuran, beras, daging ayam, telor, susu,<br />

apel <strong>dan</strong> salak <strong>organik</strong>. Se<strong>dan</strong>gkan tanaman yang berpotensi untuk<br />

dikembangkan adalah tanaman perkebunan seperti teh, rempah <strong>dan</strong> obat, apel,<br />

salak, mangga, durian, manggis, kacang mete <strong>dan</strong> kacang <strong>tanah</strong> (Setyorini et al.,<br />

2003).<br />

Perkembangan permintaan produk pertanian <strong>organik</strong> di negara-negara<br />

maju meningkat pesat dari tahun ke tahun. Hal ini dipicu oleh : (1) menguatnya<br />

kesadaran peduli lingkungan <strong>dan</strong> gaya hidup sehat, (2) dukungan kebijakan<br />

pemerintah nasional, (3) dukungan industri pengolahan pangan, (4) dukungan<br />

pasar modern (supermarket menyerap produk <strong>organik</strong>), (5) a<strong>dan</strong>ya harga<br />

premium di tingkat konsumen, (6) a<strong>dan</strong>ya label generik, <strong>dan</strong> (7) a<strong>dan</strong>ya<br />

kampanye nasional pertanian <strong>organik</strong> secara gencar (BIOcert, 2002).<br />

Permintaan pasar produk pertanian <strong>organik</strong> dunia mencapai 15-20% per<br />

tahun, namun pangsa pasar yang dapat terealisasi hanya sebesar 0,5-2% dari<br />

keseluruhan produk. Meskipun di Eropa penambahan luas areal pertanian<br />

<strong>organik</strong> dibanding total lahan pertanian terus meningkat, dari rata-rata


Pengaruh Pupuk Organik Terhadap Sifat Kimia Tanah<br />

Secara umum sistem pertanian <strong>organik</strong> dapat dilihat sebagai suatu<br />

pendekatan sistem pertanian holistik/terpadu antara komponen usahatani<br />

tanaman pangan, hortikultura atau perkebunan, pengelolaan hara <strong>tanah</strong>, ternak,<br />

konservasi <strong>tanah</strong> <strong>dan</strong> air, <strong>dan</strong> pengelolaan hama terpadu secara biologis.<br />

Komponen teknologi yang diterapkan merupakan teknologi ramah lingkungan<br />

untuk mencapai sistem pertanian yang lestari <strong>dan</strong> berkelanjutan dalam rangka<br />

pembangunan kesuburan <strong>tanah</strong> jangka panjang.<br />

Pupuk <strong>organik</strong> adalah <strong>pupuk</strong> yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri<br />

dari bahan <strong>organik</strong> yang berasal dari tanaman <strong>dan</strong> atau hewan yang telah melalui<br />

proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair, yang dapat<br />

mensuplai/menyediakan senyawa karbon <strong>dan</strong> sebagai sumber nitrogen <strong>tanah</strong><br />

yang utama, selain itu peranannya cukup besar <strong>terhadap</strong> perbaikan <strong>sifat</strong> fisika,<br />

<strong>kimia</strong> <strong>dan</strong> biologi <strong>tanah</strong>.<br />

Komposisi fisik, <strong>kimia</strong> <strong>dan</strong> biologi <strong>pupuk</strong> <strong>organik</strong> sangat bervariasi <strong>dan</strong><br />

manfaatnya bagi tanaman umumnya tidak secara langsung sehingga respon<br />

tanaman relatif lambat. Pupuk <strong>organik</strong> diperlukan dalam takaran yang relatif tinggi<br />

(minimal 2 t/ha/MT), sehingga seringkali menyulitkan dalam hal transportasi <strong>dan</strong><br />

pengadaannya. Dampak negatif yang harus diwaspadai dari penggunaan <strong>pupuk</strong><br />

<strong>organik</strong> adalah: (a) penggunaan <strong>pupuk</strong> <strong>organik</strong> dengan bahan yang sama secara<br />

terus-menerus dapat menimbulkan ketidakseimbangan hara, (b) penggunaan<br />

kompos yang belum matang dapat mengganggu pertumbuhan <strong>dan</strong> <strong>produksi</strong><br />

tanaman,(c) kemungkinan a<strong>dan</strong>ya kandungan logam berat yang melebihi ambang<br />

batas (Suriadikarta et al., 2005).<br />

Untuk memenuhi kebutuhan hara tanaman padi dalam sistem pertanian<br />

<strong>organik</strong> diperlukan pengelolaan hara yang tepat melalui pemberian <strong>pupuk</strong> <strong>organik</strong><br />

<strong>dan</strong> pengelolaan bahan <strong>organik</strong> in situ. Perubahan <strong>sifat</strong> <strong>kimia</strong> <strong>tanah</strong> dalam sistem<br />

pertanian <strong>organik</strong> perlu dievaluasi untuk mengetahui peningkatan produktivitas<br />

<strong>tanah</strong>. Tujuan penelitian untuk mempelajari penggunaan beberapa jenis <strong>pupuk</strong><br />

<strong>organik</strong> yang dikombinasikan dengan jerami <strong>dan</strong> arang sekam <strong>terhadap</strong><br />

perubahan <strong>sifat</strong> <strong>kimia</strong> <strong>tanah</strong> <strong>dan</strong> <strong>produksi</strong> tanaman padi dalam sistem pertanian<br />

<strong>organik</strong>.<br />

BAHAN DAN METODE<br />

Percobaan dilaksanakan di lahan sawah yang dikelola secara <strong>organik</strong><br />

sejak 5 tahun terakhir dengan sumber air sawah berasal dari sumber air langsung<br />

dari Gunung Lawu. Varietas padi lokal yang ditanam adalah Mentik wangi.<br />

23


24<br />

Hartatik <strong>dan</strong> Setyorini<br />

Percobaan diletakkan di areal lahan sawah <strong>organik</strong> yang terletak di lereng<br />

Gunung Lawu, pada 7 0 31’ 6,2” LS <strong>dan</strong> 111 0 8’ 45,1” BT dengan ketinggian 340 m<br />

dpl. Di Desa Sukorejo, Kec. Sambirejo, Kab. Sragen. Percobaan dilaksanakan<br />

selama 3 musim tanam yaitu, MK I 2007, MK II 2007 <strong>dan</strong> MH 2007/2008.<br />

Rancangan percobaan yang digunakan yaitu rancangan acak kelompok<br />

dengan tiga ulangan. Sebagai perlakuan beberapa jenis <strong>pupuk</strong> <strong>organik</strong> yaitu<br />

<strong>pupuk</strong> kan<strong>dan</strong>g (pukan) ayam, kambing <strong>dan</strong> sapi, jerami <strong>dan</strong> arang sekam.<br />

Perlakuan tersebut adalah sebagai berikut: 1). Pukan kambing 20 t/ha, 2). Pukan<br />

sapi 20 t/ha, 3). Pukan ayam 20 t/ha, 4). Pukan kambing 15 t/ha + jerami 5 t/ha,<br />

5). Pukan sapi 15 t/ha + jerami 5 t/ha, 6). Pukan ayam 15 t/ha + jerami 5 t/ha, 7).<br />

Pukan kambing 10 t/ha + abu sekam 300 kg/ha, 8). Pukan sapi 10 t/ha + abu<br />

sekam 300 kg/ha <strong>dan</strong> 9). Pukan ayam 10 t/ha + abu sekam 300 kg/ha. Ukuran<br />

petak percobaan 2 m x 6 m, dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm. Kombinasi<br />

<strong>pupuk</strong> <strong>organik</strong> dengan jerami <strong>dan</strong> arang sekam diberikan selama 2 musim tanam<br />

(MK I 2007 <strong>dan</strong> MK II 2007), dengan cara disebar kemudian dibenamkan dalam<br />

lapisan olah. Se<strong>dan</strong>gkan MH 2007/2008 tidak dilakukan pemupukan.<br />

Pengamatan <strong>sifat</strong> <strong>kimia</strong> <strong>tanah</strong> dilakukan pada saat awal, umur primordia MK I<br />

2007, setelah panen pada MK II 2007 <strong>dan</strong> MH 2007/2008. Untuk mengetahui<br />

kadar hara dalam pukan dilakukan analisis C-<strong>organik</strong>, rasio C/N, N, P, K, Ca <strong>dan</strong><br />

Mg total. Parameter yang diamati <strong>sifat</strong> <strong>kimia</strong> <strong>tanah</strong> yaitu pH, C-<strong>organik</strong>, N-total,<br />

kation dapat ditukar (Ca,Mg <strong>dan</strong> K), kapasitas tukar kation, kejenuhan basa <strong>dan</strong> P<br />

tersedia ekstrak Bray I. Pengamatan agronomis yaitu tinggi tanaman, jumlah<br />

anakan, bobot jerami <strong>dan</strong> gabah kering panen.<br />

HASIL DAN PEMBAHASAN<br />

Kadar hara dalam <strong>pupuk</strong> <strong>organik</strong><br />

Kandungan C- <strong>organik</strong> untuk semua <strong>pupuk</strong> <strong>organik</strong> cukup tinggi <strong>dan</strong><br />

memenuhi kriteria persyaratan <strong>pupuk</strong> <strong>organik</strong> (minimal C-<strong>organik</strong> 12%) kecuali<br />

arang sekam 4,9%. Kadar N-total pukan maupun jerami pada kisaran 1,66 –<br />

2,42%, kadar P berkisar 0,47- 2,94% <strong>dan</strong> kadar K berkisar 1,06 - 2,11%. Kadar<br />

Ca <strong>dan</strong> Mg berturut-turut berkisar 0,18-1,69% <strong>dan</strong> 012-0,65%. Nilai C/N rasio<br />

untuk <strong>pupuk</strong> kan<strong>dan</strong>g berkisar 9 – 10 cukup matang se<strong>dan</strong>gkan kompos jerami<br />

14,0. Berdasarkan kadar hara dalam pukan, pukan ayam memberikan kadar hara<br />

paling tinggi, terutama hara P <strong>dan</strong> K, diikuti oleh pukan kambing <strong>dan</strong> sapi,<br />

se<strong>dan</strong>gkan arang sekam memberikan kadar hara paling rendah (Tabel 1).


Pengaruh Pupuk Organik Terhadap Sifat Kimia Tanah<br />

Tabel 1. Kadar hara <strong>pupuk</strong> <strong>organik</strong> yang digunakan<br />

Pupuk <strong>organik</strong> N-total C- org C/N<br />

P<br />

Unsur makro<br />

K Ca Mg<br />

…..…. % …….. ………………… % ………………<br />

Pukan kambing 1,66 14,20 9 1,92 1,49 1,69 0,46<br />

Pukan sapi 2,42 20,79 9 2,30 1,06 1,46 0,65<br />

Pukan ayam 2,22 22,44 10 2,94 2,11 1,65 0,42<br />

Kompos jerami 1,76 24,65 14 0,47 1,50 0,33 0,23<br />

Arang sekam 1,11 4,90 4 0,52 0,78 0,18 0,12<br />

Sifat <strong>kimia</strong> <strong>tanah</strong> awal<br />

Sifat <strong>kimia</strong> <strong>tanah</strong> awal di Sragen menunjukkan bahwa <strong>tanah</strong>nya bertekstur<br />

lempung liat berdebu dengan reaksi <strong>tanah</strong> agak masam. Menurut kriteria Pusat<br />

Penelitian Tanah (1998), kandungan C-<strong>organik</strong>, N-total <strong>dan</strong> C/N rasio tergolong<br />

rendah. P-potensial ekstrak HCl 25% tergolong tinggi <strong>dan</strong> K-potensial tergolong<br />

rendah.<br />

Basa-basa dapat ditukar yaitu K dapat ditukar tergolong sangat rendah, Ca<br />

dapat ditukar tergolong se<strong>dan</strong>g <strong>dan</strong> Mg dapat ditukar tergolong tinggi. Kapasitas<br />

tukar kation tergolong se<strong>dan</strong>g <strong>dan</strong> kejenuhan basa tergolong tinggi. Kadar logam<br />

berat Pb <strong>dan</strong> Cd jauh di bawah ambang batas baku mutu <strong>tanah</strong>. Unsur hara<br />

mikro Cu <strong>dan</strong> Zn tergolong rendah.<br />

Hasil analisis <strong>sifat</strong> <strong>kimia</strong> <strong>tanah</strong> awal menunjukkan bahwa lokasi penelitian<br />

mempunyai kandungan C- <strong>organik</strong>, K dapat ditukar <strong>dan</strong> K –potensial serta hara<br />

mikro Cu <strong>dan</strong> Zn yang rendah. Perlakuan jerami diharapkan dapat meningkatkan<br />

K <strong>tanah</strong> disamping hara mikro (Tabel 2).<br />

Perubahan <strong>sifat</strong>-<strong>sifat</strong> <strong>kimia</strong> <strong>tanah</strong> selama 3 musim tanam<br />

Dalam upaya untuk mempelajari sampai sejauh mana a<strong>dan</strong>ya perubahan<br />

kualitas <strong>tanah</strong> yang ditunjukkan dengan perbaikan <strong>sifat</strong> <strong>kimia</strong> <strong>tanah</strong> dalam sistem<br />

pertanian <strong>organik</strong>, maka dilakukan pengamatan perubahan <strong>sifat</strong> <strong>kimia</strong> <strong>tanah</strong>.<br />

Indikator penilaian kualitas <strong>tanah</strong> untuk <strong>sifat</strong> <strong>kimia</strong> <strong>tanah</strong> diantaranya C-<strong>organik</strong><br />

<strong>dan</strong> kation dapat ditukar (Mitchell, et al., 2000).<br />

25


26<br />

Hartatik <strong>dan</strong> Setyorini<br />

Tabel 2. Sifat <strong>kimia</strong> <strong>tanah</strong> awal di Sragen<br />

Parameter Nilai<br />

Tekstur<br />

Pasir (%) 10,7<br />

Debu (%) 54<br />

Liat (%)<br />

pH<br />

35,33<br />

pH-H2O 5,8<br />

pH-KCl 4,7<br />

C-<strong>organik</strong> (%) 1,73<br />

N-total (%) 0,18<br />

C/N 10<br />

P-HCl 25% (mg/100 g) 98,3<br />

K-HCl 25% (mg/100 g)<br />

Basa dapat tukar (cmol/kg)<br />

10,33<br />

K 0,043<br />

Ca 10,19<br />

Mg 2,96<br />

Na 0,21<br />

Kapasitas tukar kation (cmol/kg) 17,19<br />

Kejenuhan basa (%) 78<br />

Fe (ppm) 107,3<br />

Mn (ppm) 137<br />

Cu (ppm) 3<br />

Zn (ppm) 1,33<br />

Pb (ppm) 1,93<br />

Cd (ppm) 0,13<br />

C-<strong>organik</strong> <strong>tanah</strong><br />

Keragaan C-<strong>organik</strong> pada 3 musim tanam MK I 2007, MK II 2007 <strong>dan</strong> MH<br />

2007/2008 disajikan pada Gambar 1. Perlakuan <strong>pupuk</strong> <strong>organik</strong> meningkatkan<br />

kadar C-<strong>organik</strong> <strong>tanah</strong>. Kadar C-<strong>organik</strong> pada MK I 2007 berkisar 1,1 – 1,5%<br />

meningkat pada MK II berkisar 1,8 – 2,1% selanjutnya masih meningkat pada MH<br />

2007/2008 menjadi berkisar 2,21 – 2,35%. Perlakuan jenis pukan (kambing, sapi<br />

<strong>dan</strong> ayam) tidak menunjukkan perbedaan <strong>terhadap</strong> C-<strong>organik</strong> <strong>tanah</strong>. Kombinasi<br />

pukan dengan jerami <strong>dan</strong> arang sekam sedikit meningkatkan C-<strong>organik</strong> <strong>tanah</strong><br />

yaitu 0,06%, hal ini karena kadar C-<strong>organik</strong> jerami yang cukup tinggi (Tabel 1).<br />

Pemberian perlakuan <strong>pupuk</strong> <strong>organik</strong> 10 -20 t/ha selama 3 musim tanam mampu<br />

meningkatkan kadar C-<strong>organik</strong> dari 1,73% menjadi 2,21 – 2,35%. Hasil penelitian<br />

Sri Adiningsih (1984) Setelah 4 musim tanam menunjukkan bahwa jerami dapat<br />

meningkatkan kadar C-<strong>organik</strong>. Penelitian yang telah dilaksanakan di sembilan<br />

lokasi di Jepang dengan perlakuan pemberian <strong>pupuk</strong> kan<strong>dan</strong>g secara jangka<br />

panjang dapat meningkatkan kadar C-<strong>organik</strong> dalam kisaran 0.8-3.0%<br />

(Yamashita, 1967).


Pengaruh Pupuk Organik Terhadap Sifat Kimia Tanah<br />

Perubahan kadar bahan <strong>organik</strong> <strong>tanah</strong> yang diamati relatif kecil, hal ini<br />

karena pengelolaan lahan yang relatif sama <strong>dan</strong> dekomposisi bahan <strong>organik</strong> di<br />

daerah tropik relatif cepat. Untuk mengamati perubahan kadar C-<strong>organik</strong> <strong>tanah</strong><br />

memerlukan waktu yang lebih lama <strong>dan</strong> perubahannya relatif kecil (Anas et al.,<br />

1995). Status C-<strong>organik</strong> <strong>tanah</strong> meningkat dari rendah menjadi se<strong>dan</strong>g. Beberapa<br />

faktor yang ber<strong>pengaruh</strong> <strong>terhadap</strong> dinamika <strong>dan</strong> status bahan <strong>organik</strong> <strong>tanah</strong><br />

adalah: (1) perubahan penggunaan lahan; (2) pengolahan <strong>tanah</strong>; (3) pengelolaan<br />

<strong>tanah</strong> <strong>dan</strong> tanaman (Tisdale et al., 1995).<br />

C-<strong>organik</strong> (%)<br />

2,5<br />

2,0<br />

1,5<br />

1,0<br />

0,5<br />

0,0<br />

Pk20<br />

Ps20<br />

Pa20<br />

Pk15+Jr5<br />

Ps15+Jr5<br />

Pa15+Jr5<br />

Pk10+As0,3<br />

Ps+As0,3<br />

Pa+As0,3<br />

Perlakuan<br />

MK I 2007<br />

MK II 2007<br />

MH 2007/2008<br />

Gambar 1. Keragaan C-<strong>organik</strong> <strong>tanah</strong> akibat perlakuan <strong>pupuk</strong> <strong>organik</strong> selama 3<br />

musim tanam<br />

Nitrogen total<br />

Keragaan N-total pada 3 musim tanam MK I 2007, MK II 2007 <strong>dan</strong> MH<br />

2007/2008 disajikan pada Gambar 2. Sejalan dengan kadar C-<strong>organik</strong> <strong>tanah</strong>,<br />

perlakuan <strong>pupuk</strong> <strong>organik</strong> sedikit meningkatkan kadar N-total <strong>tanah</strong>, walaupun<br />

kadar N-total <strong>tanah</strong> tersebut masih tergolong rendah <strong>dan</strong> karena a<strong>dan</strong>ya serapan<br />

N oleh tanaman padi. Kadar N-total pada MK I 2007 berkisar 0,10 – 0,16%<br />

kemudian meningkat pada MK II berkisar 0,15 – 0,17% selanjutnya masih<br />

meningkat pada MH 2007/2008 menjadi berkisar 0,17 – 0,22%. Perlakuan jenis<br />

pukan, baik yang dikombinasikan dengan jerami <strong>dan</strong> arang sekam tidak<br />

menunjukkan perbedaan <strong>terhadap</strong> kadar N-total <strong>tanah</strong>. Hara N merupakan hara<br />

yang mobil <strong>dan</strong> mudah hilang melalui pencucian, nitrifikasi, denitrifikasi <strong>dan</strong><br />

volatilisasi (Tan,1993).<br />

27


28<br />

N-total (%)<br />

0,3<br />

0,2<br />

0,2<br />

0,1<br />

0,1<br />

0,0<br />

Pk20<br />

Hartatik <strong>dan</strong> Setyorini<br />

Ps20<br />

Pa20<br />

Pk15+Jr5<br />

Ps15+Jr5<br />

Pa15+Jr5<br />

Pk10+As0,3<br />

Ps+As0,3<br />

Pa+As0,3<br />

Perlakuan<br />

MK I 2007<br />

MK II 2007<br />

MH 2007/2008<br />

Gambar 2. Keragaan N-total <strong>tanah</strong> akibat perlakuan <strong>pupuk</strong> <strong>organik</strong> selama 3<br />

musim tanam<br />

P-tersedia<br />

Keragaan P-tersedia pada 3 musim tanam MK I 2007, MK II 2007 <strong>dan</strong> MH<br />

2007/2008 disajikan pada Gambar 3. Kadar P-tersedia pada 3 musim tanam<br />

tergolong rendah, walaupun terjadi peningkatan P-tersedia setiap musim tanam.<br />

Kadar P-tersedia MK I 2007 <strong>dan</strong> MK II 2007 tidak banyak berbeda yaitu berkisar<br />

1,3 – 2,7 ppm, se<strong>dan</strong>gkan pada MH 2007/2008 berkisar 2,9 – 6,5 ppm. Aplikasi<br />

<strong>pupuk</strong> kan<strong>dan</strong>g jangka panjang meningkatkan P-tersedia (Yamashita, 1967).<br />

Kadar P-tersedia umumnya tidak menunjukkan perbedaan antar perlakuan pukan<br />

maupun yang dikombinasikan dengan jerami <strong>dan</strong> arang sekam. Hal ini karena<br />

kadar P pukan kambing, sapi <strong>dan</strong> ayam tidak jauh berbeda (Tabel 1), disamping<br />

takaran yang digunakan relatif sama. Berdasarkan keragaan P-tersedia selama 3<br />

musim tanam, perlu diwaspadai agar status hara P tidak menurun, sehingga tidak<br />

terjadi pengurasan hara P.


P-tersedia (ppm)<br />

7,0<br />

6,0<br />

5,0<br />

4,0<br />

3,0<br />

2,0<br />

1,0<br />

0,0<br />

Pengaruh Pupuk Organik Terhadap Sifat Kimia Tanah<br />

Pk20<br />

Ps20<br />

Pa20<br />

Pk15+Jr5<br />

Ps15+Jr5<br />

Pa15+Jr5<br />

Pk10+As0,3<br />

Ps+As0,3<br />

Pa+As0,3<br />

Perlakuan<br />

MK I 2007<br />

MK II 2007<br />

MH 2007/2008<br />

Gambar 3. Keragaan P-tersedia akibat perlakuan <strong>pupuk</strong> <strong>organik</strong> selama 3<br />

musim tanam<br />

Ca <strong>dan</strong> Mg dapat ditukar<br />

Keragaan Ca <strong>dan</strong> Mg dapat ditukar pada 3 musim tanam MK I 2007, MK II<br />

2007 <strong>dan</strong> MH 2007/2008 disajikan pada Gambar 4. Perlakuan <strong>pupuk</strong> <strong>organik</strong><br />

meningkatkan kadar Ca <strong>dan</strong> Mg dapat ditukar. Hal ini karena <strong>pupuk</strong> <strong>organik</strong><br />

menyumbangkan hara Ca <strong>dan</strong> Mg (Tabel 1). Pada MK I kadar Ca <strong>dan</strong> Mg dapat<br />

ditukar berturut-turut berkisar 5,99 – 6,3 cmol/kg <strong>dan</strong> 1,68 -1,77 cmol/kg. Pada<br />

MK II Ca dapat ditukar meningkat berkisar 10,42 – 12,92 cmol/kg <strong>dan</strong> Mg dapat<br />

ditukar berkisar 2,77 – 3,23 cmol/kg, selanjutnya pada MH 2007/2008 kadar Ca<br />

<strong>dan</strong> Mg dapat ditukar masih meningkat berturut-turut menjadi berkisar 8,17 –<br />

13,66 cmol/kg <strong>dan</strong> 2,42 – 4,23 cmol/kg. Aplikasi <strong>pupuk</strong> kan<strong>dan</strong>g jangka panjang<br />

dapat meningkatkan basa-basa dapat tukar terutama Ca (Yamashita, 1967).<br />

Perlakuan jenis pukan (kambing, sapi <strong>dan</strong> ayam), baik yang<br />

dikombinasikan dengan jerami <strong>dan</strong> arang sekam tidak menunjukkan perbedaan<br />

<strong>terhadap</strong> Ca <strong>dan</strong> Mg dapat ditukar. Hal ini karena kadar Ca <strong>dan</strong> Mg pukan<br />

kambing, sapi <strong>dan</strong> ayam tidak jauh berbeda (Tabel 1), disamping takaran yang<br />

digunakan relatif sama. Kadar Ca <strong>dan</strong> Mg dapat ditukar setelah 3 musim tanam<br />

masih berstatus se<strong>dan</strong>g sehingga aplikasi <strong>pupuk</strong> <strong>organik</strong> tidak menyebabkan<br />

pengurasan hara Ca <strong>dan</strong> Mg.<br />

29


30<br />

Ca (me/100 g)<br />

Mg (me/100 g)<br />

16,0<br />

14,0<br />

12,0<br />

10,0<br />

8,0<br />

6,0<br />

4,0<br />

2,0<br />

0,0<br />

4,50<br />

4,00<br />

3,50<br />

3,00<br />

2,50<br />

2,00<br />

1,50<br />

1,00<br />

0,50<br />

0,00<br />

Pk20<br />

Pk20<br />

Ps20<br />

Ps20<br />

Pa20<br />

Pa20<br />

Pk15+Jr5<br />

Pk15+Jr5<br />

Hartatik <strong>dan</strong> Setyorini<br />

Ps15+Jr5<br />

Pa15+Jr5<br />

Perlakuan<br />

Ps15+Jr5<br />

Pa15+Jr5<br />

Perlakuan<br />

Pk10+As0,3<br />

Pk10+As0,3<br />

Ps+As0,3<br />

Ps+As0,3<br />

Pa+As0,3<br />

Pa+As0,3<br />

MK I 2007<br />

MK II 2007<br />

MH 2007/2008<br />

MK I 2007<br />

MK II 2007<br />

MH 2007/2008<br />

Gambar 4. Keragaan Ca <strong>dan</strong> Mg dapat ditukar akibat perlakuan <strong>pupuk</strong> <strong>organik</strong><br />

selama 3 musim tanam<br />

K dapat ditukar<br />

Keragaan K dapat ditukar pada 3 musim tanam MK I 2007, MK II 2007 <strong>dan</strong><br />

MH 2007/2008 disajikan pada Gambar 5. Kadar K dapat ditukar pada 3 musim<br />

tanam berkisar 0,03 – 0,12 cmol/kg tergolong sangat rendah, hal ini karena status<br />

K <strong>tanah</strong> awal yang rendah (Tabel 2) <strong>dan</strong> a<strong>dan</strong>ya serapan K oleh tanaman.<br />

Perlakuan <strong>pupuk</strong> <strong>organik</strong> yang diberikan menurunkan K dapat ditukar setelah<br />

panen MH 2007/2008, Hal ini karena Kebutuhan tanaman masih lebih tinggi dari<br />

ketersediaan K dari <strong>tanah</strong> <strong>dan</strong> <strong>pupuk</strong>. Hampir 80% K yang diserap tanaman padi<br />

berada dalam jerami, oleh karena itu dianjurkan untuk mengembalikan jerami ke<br />

<strong>tanah</strong> sawah (Tan, 1993). Pengembalian jerami ke <strong>tanah</strong> dapat memperlambat


Pengaruh Pupuk Organik Terhadap Sifat Kimia Tanah<br />

pemiskinan K <strong>dan</strong> Si <strong>tanah</strong>. Hal ini sejalan dengan data bobot gabah kering<br />

perlakuan yang dikombinasikan jerami memberikan <strong>produksi</strong> gabah yang tinggi.<br />

Untuk mempertahankan status hara K <strong>tanah</strong>, diperlukan pemilihan <strong>pupuk</strong> <strong>organik</strong><br />

yang kaya hara K selain jerami untuk mengantisipasi a<strong>dan</strong>ya pengurasan K dapat<br />

ditukar. Aplikasi <strong>pupuk</strong> kan<strong>dan</strong>g jangka panjang meningkatkan K tersedia;<br />

menurunkan Na-dd, se<strong>dan</strong>gkan K dalam bentuk tidak tersedia hanya cenderung<br />

meningkat (Yamashita, 1967).<br />

K-dd (me/100 g)<br />

0,14<br />

0,12<br />

0,10<br />

0,08<br />

0,06<br />

0,04<br />

0,02<br />

0,00<br />

Pk20<br />

Ps20<br />

Pa20<br />

Pk15+Jr5<br />

Ps15+Jr5<br />

Pa15+Jr5<br />

Perlakuan<br />

Pk10+As0,3<br />

Ps+As0,3<br />

Pa+As0,3<br />

MK I 2007<br />

MK II 2007<br />

MH 2007/2008<br />

Gambar 5. Keragaan K dapat ditukar akibat perlakuan <strong>pupuk</strong> <strong>organik</strong> selama 3<br />

musim tanam<br />

Bobot jerami kering<br />

Umumnya perlakuan pukan baik yang dikombinasikan dengan jerami<br />

maupun arang sekam tidak menunjukkan perbedaan yang nyata <strong>terhadap</strong> bobot<br />

jerami kering. Bobot jerami kering pada MK I 2007 lebih rendah dari MK II 2007<br />

<strong>dan</strong> MH 2007/2008. Bobot jerami kering MK I 2007 berkisar 4,42 – 6,01 t/ha,<br />

se<strong>dan</strong>gkan pada MK II 2007 berkisar 5,33 – 7,52 t/ha <strong>dan</strong> MH 2007/2008 berkisar<br />

5,37 – 6,43 t/ha. Perlakuan pukan ayam yang dikombinasikan dengan jerami<br />

umumnya memberikan bobot jerami kering lebih tinggi dari perlakuan lainnya.<br />

Pada MK I <strong>dan</strong> II 2007, perlakuan pukan yang dikombinasikan dengan arang<br />

sekam memberikan bobot jerami kering yang rendah (Tabel 3).<br />

31


32<br />

Hartatik <strong>dan</strong> Setyorini<br />

Tabel 3. Bobot jerami kering panen padi <strong>organik</strong> di Sragen MK I 2007, MK II<br />

2007 <strong>dan</strong> MH 2007/2008<br />

Bobot jerami kering panen<br />

Perlakuan MK I MK II MH<br />

2007 2007 2007/2008<br />

…………….. t/ha ……….…….<br />

Pukan kambing 20 t/ha 4,82 a 6,45 ab 6,43 a<br />

Pukan sapi 20 t/ha 5,00 a 6,00 b 5,84 a<br />

Pukan ayam 20 t/ha 5,64 a 6,87 ab 5,49 a<br />

Pukan kambing 15 t/ha+jerami 5 t/ha 5,30 a 5,33 b 5,56 a<br />

Pukan sapi 15 t/ha + jerami 5 t/ha 5,00 a 7,52 a 5,71 a<br />

Pukan ayam 15 t/ha + jerami 5 t/ha 6,01 a 6,87 ab 6,27 a<br />

Pukan kambing 10 t/ha + arang sekam 300 kg/ha 4,42 a 5,39 b 5,86 a<br />

Pukan sapi 10 t/ha + arang sekam 300 kg/ha 5,19 a 5,91 b 5,67 a<br />

Pukan ayam 10 t/ha + arang sekam 300 kg/ha 4,81 a 5,65 b 5,37 a<br />

*) Angka pada kolom yang sama, diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata<br />

pada taraf 5% uji DMRT<br />

Bobot Gabah Kering Panen<br />

Bobot gabah kering panen selama 3 musim tanam disajikan pada Tabel 4.<br />

Bobot gabah kering panen pada MK I <strong>dan</strong> II 2007 umumnya tidak berbeda,<br />

walaupun pada MK II 2007 terjadi sedikit peningkatan, se<strong>dan</strong>gkan pada MH<br />

2007/2008 bobot gabah kering menurun.<br />

Pada MK I 2007, perlakuan pukan ayam 20 t/ha memberikan bobot gabah<br />

kering panen tertinggi sebesar 6,84 t/ha yang tidak berbeda nyata dengan<br />

perlakuan lainnya kecuali dengan perlakuan pukan sapi 20 t/ha <strong>dan</strong> kombinasi<br />

pukan sapi/kambing 15 t/ha dengan jerami 5 t/ha. Bobot gabah kering panen<br />

terendah sebesar 5,88 t/ha pada perlakuan kombinasi pukan kambing 15 t/ha<br />

dengan jerami 5 t/ha. Pukan ayam baik diberikan secara tunggal maupun<br />

dikombinasikan dengan jerami <strong>dan</strong> arang sekam menunjukkan bobot gabah<br />

kering yang lebih tinggi dari perlakuan pukan kambing <strong>dan</strong> sapi. Hal ini karena<br />

kadar hara pukan ayam relatif lebih tinggi dari pukan sapi <strong>dan</strong> kambing (Tabel 1).<br />

Se<strong>dan</strong>gkan bila menggunakan pukan kambing atau sapi kombinasi dengan arang<br />

sekam lebih baik daripada dikombinasikan dengan jerami padi.<br />

Perlakuan <strong>pupuk</strong> <strong>organik</strong> yang dicobakan pada MK II 2007 tidak<br />

menunjukkan perbedaan yang nyata. Perlakuan pukan sapi 20 t/ha <strong>dan</strong><br />

kombinasi pukan ayam 15 t/ha <strong>dan</strong> jerami 5 t/ha memberikan bobot gabah kering<br />

panen yang tinggi yaitu berturut-turut sebesar 6,61 <strong>dan</strong> 6,56 t/ha. Pembenaman<br />

jerami 5 t/ha/musim selama 4 musim pada <strong>tanah</strong> kahat K menunjukkan bahwa


Pengaruh Pupuk Organik Terhadap Sifat Kimia Tanah<br />

selain dapat mensubstitusi keperluan <strong>pupuk</strong> K, jerami dapat meningkatkan<br />

<strong>produksi</strong> melalui perbaikan <strong>sifat</strong> <strong>kimia</strong> maupun fisika <strong>tanah</strong> yaitu melalui<br />

peningkatan stabilitas agregat <strong>tanah</strong> yang dapat memperbaiki struktur <strong>tanah</strong><br />

sawah yang memadat akibat penggenangan <strong>dan</strong> pelumpuran terus menerus.<br />

Tanah menjadi lebih mudah diolah <strong>dan</strong> sangat baik bagi pertumbuhan akar<br />

tanaman palawija yang ditanam setelah padi. Sumbangan hara dari jerami 5 t/ha<br />

setara dengan 170 kg K, 160 kg Mg, 200 kg Si <strong>dan</strong> 1,7 ton C-<strong>organik</strong>/ha yang<br />

sangat diperlukan bagi aktivitas jasad renik <strong>tanah</strong>. (Sri Adiningsih, 1984).<br />

Perlakuan pukan kambing baik secara tunggal atau yang dikombinasikan dengan<br />

jerami <strong>dan</strong> arang sekam memberikan bobot gabah kering panen yang rendah.<br />

Pada MH 2007/2008 umumnya bobot gabah kering panen semua<br />

perlakuan menurun, hal ini disebabkan pada musim tanam ini tidak dilakukan<br />

pemupukan kembali, sehingga sumber hara bagi tanaman berasal dari residu<br />

pemupukan 2 musim tanam sebelumnya. Secara konsisten perlakuan pukan<br />

ayam 15 t/ha yang dikombinasikan dengan jerami 5 t/ha memberikan bobot<br />

gabah kering panen tertinggi yaitu sebesar 4,96 t/ha yang tidak berbeda nyata<br />

dengan perlakuan lainnya, kecuali perlakuan <strong>pupuk</strong> ayam 20 t/ha.<br />

Berdasarkan bobot jerami <strong>dan</strong> gabah kering panen menunjukkan bahwa<br />

perlakuan kombinasi pukan ayam 15 t/ha <strong>dan</strong> jerami 5 t/ha memberikan hasil<br />

yang cukup baik, hal ini karena kadar hara pukan ayam relatif lebih tinggi <strong>dan</strong><br />

pengembalian jerami ke lahan dapat mensuplai hara K yang dibutuhkan tanaman<br />

karena, kadar K dapat ditukar dalam <strong>tanah</strong> sangat rendah. Selain itu hara K dapat<br />

berfungsi meningkatkan ketahanan tanaman padi <strong>terhadap</strong> hama <strong>dan</strong> penyakit<br />

<strong>dan</strong> meningkatkan kualitas gabah.<br />

Penggunaan <strong>pupuk</strong> <strong>organik</strong> takaran 10 – 15 t/ha yang dikombinasikan<br />

dengan jerami <strong>dan</strong> arang sekam mampu mencukupi kebutuhan hara tanaman<br />

padi dalam sistem pertanian <strong>organik</strong>. Agus (2000) mengemukakan penggunaan<br />

<strong>pupuk</strong> kan<strong>dan</strong>g 10-15 t/ha dapat menyumbangkan hara sebanyak 26 kg N, 60 kg<br />

P <strong>dan</strong> 10 kg K sehingga dapat menyediakan sebagian kebutuhan hara bagi<br />

tanaman.<br />

33


34<br />

Hartatik <strong>dan</strong> Setyorini<br />

Tabel 4. Bobot gabah kering panen padi <strong>organik</strong> di Sragen MK I 2007, MK II<br />

2007 <strong>dan</strong> MH 2007/2008<br />

Bobot gabah kering panen<br />

Perlakuan MK I MK II MH<br />

2007 2007 2007/2008<br />

………….…... t/ha ………….……<br />

Pukan kambing 20 t/ha 6,29 abc 6,42 a 4,87 a<br />

Pukan sapi 20 t/ha 6,05 bc 6,61 a 4,81 a<br />

Pukan ayam 20 t/ha 6,84 a 6,54 a 4,31 b<br />

Pukan kambing 15 t/ha+Jerami 5 t/ha 5,88 c 6,44 a 4,58 ab<br />

Pukan sapi 15 t/ha + Jerami 5 t/ha 6,09 bc 6,50 a 4,68 ab<br />

Pukan ayam 15 t/ha + Jerami 5 t/ha 6,69 ab 6,56 a 4,96 a<br />

Pukan kambing 10 t/ha +Arang sekam 300 kg/ha 6,23 abc 6,49 a 4,77 a<br />

Pukan sapi 10 t/ha +Arang sekam 300 kg/ha 6,41 abc 6,49 a 5,00 a<br />

Pukan ayam 10 t/ha +Arang sekam 300 kg/ha 6,36 abc 6,52 a 5,04 a<br />

*) Angka pada kolom yang sama, diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada<br />

taraf 5% uji DMRT<br />

KESIMPULAN<br />

1. Perubahan <strong>sifat</strong> <strong>kimia</strong> <strong>tanah</strong> selama 3 musim tanam MK I 2007, MK II 2007<br />

<strong>dan</strong> MH 2007/2008 yaitu C-<strong>organik</strong>, P tersedia, Ca <strong>dan</strong> Mg dapat ditukar<br />

meningkat.<br />

2. Produksi gabah kering padi umumnya meningkat sampai musim tanam<br />

kedua (MK I <strong>dan</strong> II 2007). Namun terjadi penurunan <strong>produksi</strong> gabah kering<br />

pada musim tanam ketiga (MH 2007/2008), hal ini karena pada musim<br />

ketiga tidak dilakukan pemupukan kembali.<br />

3. Perlakuan kombinasi pukan ayam 15 t/ha dengan jerami 5 t/ha selama 3<br />

musim tanam memberikan bobot gabah kering panen yang cukup tinggi<br />

berturut-turut sebesar 6,69, 6,56 <strong>dan</strong> 4,96 t/ha.<br />

4. Penggunaan <strong>pupuk</strong> <strong>organik</strong> takaran 10 – 15 t/ha yang dikombinasikan<br />

dengan jerami <strong>dan</strong> arang sekam mampu mencukupi kebutuhan hara<br />

tanaman padi dalam sistem pertanian <strong>organik</strong>.<br />

DAFTAR PUSTAKA<br />

Agus Fahmudin. 2000. Kontribusi bahan <strong>organik</strong> untuk meningkatkan <strong>produksi</strong><br />

pangan pada lahan kering bereaksi masam. Hal ...... dalam Pros. Seminar<br />

Nasional Sumber Daya Lahan. Cisarua-Bogor, 9-11 Februari 1999. Buku<br />

III. Pusat Penelitan Tanah <strong>dan</strong> Agroklimat.


Pengaruh Pupuk Organik Terhadap Sifat Kimia Tanah<br />

Anas, I, D.A. Santosa <strong>dan</strong> R. Widyastuti. 1995. Penggunaan ciri mikrobiologi<br />

dalam mengevaluasi degradasi <strong>tanah</strong>. Hal ......dalam Prosiding Kongres<br />

Nasional VI, Himpunan Ilmu Tanah Indonesia, Serpong 12 – 15 Desember<br />

1995.<br />

Biocert. 2002. Info Organis. Penjaminan Produk dalam Sistem Pertanian Organik.<br />

Bogor.<br />

IFOAM (International Federation Organic Movement). 2002. Organik Agriculture<br />

Worldwide: Statistic and Future Prospects. The World Organik Trade Fair<br />

Nurnberg, BIO-FACH.<br />

Mitchell, Jeff., M. Gaskell, R. Smith, C. Fouche, S.T. Koike. 2000. Soil<br />

Management and Soil Quality for Organic Crops. Vegetable Research and<br />

Information Center. Agriculture and Natural Resources Publication 7248.<br />

The University of California.<br />

Pusat Penelitian Tanah. 1998. Kriteria Penilaian Angka-angka Hasil Analisis.<br />

Pusat Penelitian Tanah, Bogor.<br />

Setyorini, D., Subowo, <strong>dan</strong> Husnain. 2003. Penelitian Peningkatan Produktivitas<br />

Lahan Melalui Teknologi Pertanian Organik. Laporan Bagian Proyek<br />

Penelitian Sumberdaya Tanah <strong>dan</strong> Proyek Pengkajian Teknologi Pertanian<br />

Partisipatif.<br />

Sri Adiningsih. 1984. Pengaruh Beberapa Faktor <strong>terhadap</strong> Penyediaan Kalium<br />

Tanah Sawah Daerah Sukabumi <strong>dan</strong> Bogor. Fakultas Pasca Sarjana,<br />

Institut Pertanian Bogor.<br />

Suriadikarta, D.A., T. Prihatini, D. Setyorini <strong>dan</strong> W. Hartatik. 2005. Teknologi<br />

Pengelolaan Bahan Organik Tanah. Pusat Penelitian <strong>dan</strong> Pengembangan<br />

Tanah <strong>dan</strong> Agroklimat. Ba<strong>dan</strong> Litbang Pertanian, Deptan.<br />

Tisdale, S.L, W.L. Nelson and J.D.Beaton. 1985. Soil Fertility and Fertilizers. 4th<br />

ed<br />

. The Macmillan Publ. Co.New York. 694 p.<br />

Tan, K.H. 1993. Environmental Soil Science. Marcel Dekker, Inc. New York.<br />

Yamashita, K. 1967. The effects of prolonged application of farmyard manure on<br />

the nature of soil organic matter and chemical and physical properties of<br />

paddy rice soils. Bull. Kyushu Agric. Exp. Stn. 23:113-156.<br />

35


36<br />

Hartatik <strong>dan</strong> Setyorini<br />

TANYA JAWAB<br />

Pertanyaan (Karim Makarim):<br />

1. Kenapa perlakuan kontrol tidak ada, sebagai pembanding perlakuan apa<br />

2. Penyediaan <strong>dan</strong> aplikasi cukup sulit apabila takaran <strong>pupuk</strong> <strong>organik</strong> terlalu<br />

tinggi<br />

Jawaban:<br />

1. Sebagai kontrol/pembanding perlakuan praktek petani (perlakuan pukan<br />

sapi)<br />

2. Dalam sistem pertanian <strong>organik</strong> sumber hara utama yang digunakan<br />

yaitu <strong>pupuk</strong> <strong>organik</strong>, sehingga untuk mengembalikan hara yang terangkut<br />

panen diperlukan <strong>pupuk</strong> <strong>organik</strong> yang relatif tinggi yaitu sekitar 15 - 20<br />

t/ha.<br />

Pertanyaan (Didi Ardi, Balit<strong>tanah</strong>):<br />

1. Penambahan <strong>pupuk</strong> <strong>organik</strong> dalam takaran tinggi pada <strong>tanah</strong> sawah<br />

akan menyebabkan <strong>tanah</strong> semakin reduktif<br />

2. Pengaruh pemberian <strong>pupuk</strong> <strong>organik</strong> ber<strong>pengaruh</strong> <strong>terhadap</strong> peningkatan<br />

Mg dapat ditukar, sumber Mg darimana?<br />

Jawaban:<br />

1. Penambahan <strong>pupuk</strong> <strong>organik</strong> tidak menyebabkan <strong>tanah</strong> sawah menjadi<br />

lebih reduktif apabila <strong>pupuk</strong> <strong>organik</strong> yang digunakan sudah matang<br />

dengan C/N rasio < 15<br />

2. Sumber Mg berasal dari <strong>pupuk</strong> <strong>organik</strong> yang diberikan. Pupuk <strong>organik</strong><br />

mengandung Mg berkisar 0,12 – 0,65%. Apabila takaran pukan 20 to/ha<br />

maka sumbangan Mg sekitar 24 – 130 kg/ha.<br />

Pertanyaan (Tagus Vadari, Balit<strong>tanah</strong>):<br />

1. Apakah <strong>pengaruh</strong> perlakuan <strong>terhadap</strong> pH <strong>tanah</strong> diamati<br />

2. Penggunaan pukan ayam apakah memenuhi syarat pertanian <strong>organik</strong><br />

<strong>dan</strong> harga produk <strong>organik</strong> lebih tinggi dari produk non <strong>organik</strong><br />

Jawaban:<br />

1. Pengamatan pH <strong>tanah</strong> akibat perlakuan tidak menunjukkan perbedaan<br />

yang nyata antar perlakuan sehingga tidak disajikan dalam paper.<br />

2. Penggunaan pukan ayam yang berasal dari ayam yang disuntik dengan<br />

hormon pertumbuhan tidak diperkenankan dalam sistem pertanian<br />

<strong>organik</strong><br />

Pertanyaan (Edy Mawardi, BPTP Sumbar):<br />

1. Takaran cukup tinggi (0-15t/ha) <strong>dan</strong> sering sulit diimplikasikan petani di<br />

lapangan. Seringkali takaran ini kurang menguntungkan secara ekonomis


Pengaruh Pupuk Organik Terhadap Sifat Kimia Tanah<br />

2. Harga padi <strong>organik</strong> sering dihargai rendah, karena sering mengalami<br />

serangan hama <strong>dan</strong> penyakit yang kurang baik penampilannya lebih<br />

menggunakan <strong>pupuk</strong> <strong>organik</strong><br />

3. Dari data hasil penelitian 1 t. memperlihatkan bahwa pukan kotoran<br />

ayam akan menghasilkan gabah lebih rendah seiring perjalanan waktu<br />

kondisi ini memungkinkan karena C/N pukan kotoran ayam rendah<br />

se<strong>dan</strong>gkan pukan lainnya, sehingga fungsi senyawa <strong>organik</strong>nya kurang<br />

ber<strong>pengaruh</strong> dalam jangka waktu lebih lama.<br />

4. Penelitian ibu Wiwik mirip dengan penelitian Ibu Darmiyati. Mungkin perlu<br />

referensi sebagai pembanding.<br />

Jawab :<br />

1. Dalam sistem pertanian <strong>organik</strong>, sumber hara berasal dari <strong>pupuk</strong> <strong>organik</strong><br />

sehingga mengembalikan hara yang terangkut panen dibutuhkan<br />

pemupukan <strong>pupuk</strong> <strong>organik</strong> dengan takaran ± 15 t/ha. Untuk penerapan<br />

di tingkat petani pemberiannya bisa bertahap <strong>dan</strong> dari sumber yang<br />

bervariasi seperti <strong>pupuk</strong> <strong>dan</strong> <strong>pupuk</strong> hijau.<br />

2. Harga padi <strong>organik</strong> lebih tinggi dari padi konvensional karena kualitas<br />

beras lebih baik <strong>dan</strong> tahan simpan. Serangan hama <strong>dan</strong> penyakit<br />

dikendalikan dengan mengunakan pestisida nabati.<br />

3. Kualitas <strong>pupuk</strong> ayam lebih baik pukan kambing <strong>dan</strong> sapi. Pukan ayam<br />

mempunyai C/N lebih rendah berarti unsur hara lebih tersedia bagi<br />

tanaman <strong>dan</strong> <strong>pengaruh</strong>nya pukan lebih pendek dari pada pukan yang<br />

mempunyai C/N tinggi.<br />

Pertanyaan (Winardi, BPTP Sumbar):<br />

Secara ideal pertanian <strong>organik</strong> memudahkan senyawa <strong>kimia</strong> (<strong>pupuk</strong> an<strong>organik</strong><br />

<strong>dan</strong> herbisida). Apakah hal tersebut sesuai dengan logika mengingat <strong>pupuk</strong><br />

<strong>organik</strong> bukanlah pengganti <strong>pupuk</strong> an<strong>organik</strong> dalam menghasilkan <strong>produksi</strong><br />

optimal. Saya lebih cenderung menerapkan pengelolaan hara berimbang/terpadu<br />

untuk pertanaman padi sawah.<br />

Jawab :<br />

Penerapan pertanian <strong>organik</strong> untuk komoditas yang selektif mempunyai nilai<br />

ekonomis tinggi <strong>dan</strong> menggunakan lahan yang mempunyai kesuburan se<strong>dan</strong>g<br />

sampai tinggi. Pengelolaan hara <strong>dan</strong> lahan yang tepat sehingga tidak<br />

mengakibatkan degradasi lahan.<br />

37

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!