27.12.2013 Views

Chapter II.pdf - USU Institutional Repository - Universitas Sumatera ...

Chapter II.pdf - USU Institutional Repository - Universitas Sumatera ...

Chapter II.pdf - USU Institutional Repository - Universitas Sumatera ...

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

4<br />

BAB 2<br />

TINJAUAN PUSTAKA<br />

2.1. Varises Tungkai<br />

2.1.1. Pengertian Varises Tungkai<br />

Varises ( vena varikosa ) adalah pelebaran dari vena superfisial yang<br />

menonjol dan berliku-liku pada ekstremitas bawah, sering pada distribusi<br />

anatomis dari vena safena magna dan parva (Grace, 2006).<br />

2.1.2. Anatomi Pembuluh Darah Vena Ekstremitas bawah<br />

2.1.2.1. Vena Superfisialis Ekstremitas Bawah<br />

Sistem superfisialis terdiri dari vena safena magna dan vena safena parva.<br />

Keduanya memiliki arti klinis yang sangat penting karena memiliki predisposisi<br />

terjadinya varises yang membutuhkan pembedahan.<br />

V. Safena magna keluar dari ujung medial jaringan v.dorsalis pedis.<br />

Vena ini berjalan di sebelah anterior maleolus medialis, sepanjang aspek<br />

anteromedial betis (bersama dengan nervus safenus), pindah ke posterior<br />

selebar tangan di belakang patela pada lutut dan kemudian berjalan ke<br />

depan dan menaiki bagian anteromedial paha. Pembuluh ini menembus<br />

fasia kribriformis dan mengalir ke v.femoralis pada hiatus safenus.<br />

Bagian terminal v.safena magna biasanya mendapat percabangan<br />

superfisialis dari genitalia eksterna dan dinding bawah abdomen. Dalam<br />

pembedahan, hal ini bisa membantu membedakan v.safena dari<br />

femoralis karena satu-satunya vena yang mengalir ke v.femoralis adalah<br />

v.safena. Cabang-cabang femoralis anteromedial dan posterolateral<br />

(lateral aksesorius), dari aspek medial dan lateral paha, kadang-kadang<br />

juga mengalir ke v.safena magna di bawah hiatus safenus (Faiz dan<br />

Moffat, 2004).<br />

V. safena magna berhubungan dengan sistem vena profunda di beberapa<br />

tempat melalui vena perforantes. Hubungan ini biasanya terjadi di atas<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


5<br />

<br />

dan di bawah maleolus medialis, di area gaiter, di regio pertengahan<br />

betis, di bawah lutut, dan satu hubungan panjang pada paha bawah.<br />

Katup-katup pada perforator mengarah ke dalam sehingga darah<br />

mengalir dari sistem superfisialis ke sistem profunda dari mana<br />

kemudian darah dipompa keatas dibantu oleh kontraksi otot betis.<br />

Akibatnya sistem profunda memiliki tekanan yang lebih tinggi daripada<br />

superfisialis, sehingga bila katup perforator mengalami kerusakan,<br />

tekanan yang meningkat diteruskan ke sistem superfisialis sehingga<br />

terjadi varises pada sistem ini (Faiz dan Moffat, 2004 ).<br />

V. safena parva keluar dari ujung lateral jaringan v.dorsalis pedis. Vena<br />

ini melewati bagian belakang maleolus lateralis dan di atas bagian<br />

belakang betis kemudian menembus fasia profunda pada berbagai posisi<br />

untuk mengalir ke v.poplitea (Faiz dan Moffat, 2004).<br />

Gambar 2.1 Anatomi Pembuluh Darah Vena di Tungkai Bawah<br />

(Dikutip dari www.emedicine.com)<br />

2.1.2. 2. Vena Profunda Ekstremitas Bawah<br />

Vena-vena profunda pada betis adalah v.komitans dari arteri tibialis<br />

anterior dan posterior yang melanjutkan sebagai v.poplitea dan v.femoralis. Vena<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


6<br />

profunda ini membentuk jaringan luas dalam kompartemen posterior betis pleksus<br />

soleal dimana darah dibantu mengalir ke atas melawan gaya gravitasi oleh otot<br />

saat olahraga (Faiz dan Moffat, 2004).<br />

2.1.3 Frekuensi Varises Tungkai<br />

Insidensi dari varises telah dipelajari dari sejumlah study cross sectional.<br />

Tahun 1973 Komunitas Kesehatan Masyarakat Amerika Serikat memperkirakan<br />

sekitar 40 juta orang (26 juta diantaranya wanita) di Amerika Serikat mengalami<br />

varises. Tahun 1994 sebuah Review oleh Callam menemukan setengah dari<br />

populasi dewasa memiliki gejala penyakit vena (wanita 50-55% ; pria 40-50 %)<br />

dan lebih sedikit dari setengahnya yang menunjukkan gejala varises (wanita 20-<br />

25% ; pria 10-15%). Umur dan jenis kelamin merupakan faktor risiko utama<br />

terjadinya varises (Lew , 2009).<br />

Varises lebih sering terjadi pada wanita dari pada laki-laki pada beberapa<br />

tingkat umur. Pada penelitian kesehatan komunitas Tecumsech, varises ditemukan<br />

72 % pada wanita berumur 60-69 tahun dan hanya 1 % laki-laki pada umur 20-29<br />

tahun. Angka prevalensi penyakit vena didapatkan lebih tinggi pada Negara barat<br />

dan Negara industri dari pada negara kurang berkembang (Beale, 2005).<br />

2.1.4. Etiologi<br />

Menurut Yuwono 2006, Etiologi dari insufisiensi vena kronis dapat dibagi<br />

3 kategori yaitu, kongenital, primer dan sekunder.<br />

1. Penyebab insufisiensi vena kronis yang kongenital adalah pada kelainan<br />

dimana katup yang seharusnya terbentuk di suatu segmen ternyata tidak<br />

terbentuk sama sekali (aplasia, avalvulia), atau pembentukannya tidak<br />

sempurna (displasia), berbagai malformasi vena, dan kelainan lainnya<br />

yang baru diketahui setelah penderitanya berumur.<br />

2. Penyebab insufisiensi vena kronis yang primer adalah kelemahan intrinsik<br />

dari dinding katup, yaitu terjadi lembaran atau daun katup yang terlau<br />

panjang (elongasi) atau daun katup menyebabkan dinding vena menjadi<br />

terlalu lentur tanpa sebab-sebab yang diketahui. Keadaan daun katup yang<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


7<br />

panjang melambai (floppy, rebundant) sehingga penutupan tidak sempurna<br />

(daun-daun katup tidak dapat terkatup sempurna) yang mengakibatkan<br />

terjadinya katup tidak dapat menahan aliran balik, sehingga aliran<br />

retrograd atau refluks. Keadaan tersebut dapat diatasi hanya dengan<br />

melakukan perbaikan katup (valve repair) dengan operasi untuk<br />

mengembalikan katup menjadi berfungsi baik kembali.<br />

3. Penyebab insufisiensi vena kronis sekunder (insufisiensi vena sekunder)<br />

disebabkan oleh keadaan patologik yang didapat (acquired), yaitu akibat<br />

adanya penyumbatan trombosis vena dalam yang menimbulkan gangguan<br />

kronis pada katup vena dalam. Pada keadaan dimana terjadi komplikasi<br />

sumbatan trombus beberapa bulan atau tahun paska kejadian trombosis<br />

vena dalam, maka keadaan tersebut disebut sindroma post-trombotic. Pada<br />

sindroma tersebut terjadi pembentukan jaringan parut akibat inflamasi,<br />

trombosis kronis dan rekanalisasi yang akan menimbulkan fibrosis, dan<br />

juga akan menimbulkan pemendekan daun katup (pengerutan daun katup),<br />

perforasi kecil-kecil (perforasi mikro), dan adhesi katup, sehingga<br />

akhirnya akan menimbulkan penyempitan lumen. Kerusakan yang terjadi<br />

pada daun katup telah sangat parah tidak memungkinkan upaya perbaikan.<br />

Kejadian insufisiensi vena kronis yang primer, dan yang sekunder (akibat<br />

trombosis vena dalam, dan komplikasi post-trombotic), dapat terjadi pada<br />

satu penderita yang sama.<br />

2.1.5. Faktor Risiko<br />

Menurut Yuwono (2010), faktor risiko dari penyakit vena kronis adalah<br />

termasuk :<br />

1. Sejarah varises dalam keluarga (keturunan, herediter),<br />

2. Umur,<br />

3. Jenis kelamin perempuan (pada usia dekade ke-3 dan 4 : dijumpai 5-6 kali<br />

lebih sering dari laki-laki),<br />

4. Kegemukan atau obesitas, terutama pada perempuan,<br />

5. Kehamilan lebih dari dua kali,<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


8<br />

6. Pengguna pil atau suntikan hormon dalam program keluarga berencana,<br />

7. Terbiasa bekerja dalam posisi berdiri tegak selama lebih dari 6 jam sehari.<br />

2.1.6. Patofisiologi<br />

Menurut Beale (2005), pada keadaan normal katup vena bekerja satu arah<br />

dalam mengalirkan darah vena naik keatas dan masuk kedalam. Pertama darah<br />

dikumpulkan dalam kapiler vena superfisialis kemudian dialirkan ke pembuluh<br />

vena yang lebih besar, akhirnya melewati katup vena ke vena profunda yang<br />

kemudian ke sirkulasi sentral menuju jantung dan paru. Vena superfisial terletak<br />

suprafasial, sedangkan vena vena profunda terletak di dalam fasia dan otot. Vena<br />

perforata mengijinkan adanya aliran darah dari vena superfisial ke vena profunda.<br />

Di dalam kompartemen otot, vena profunda akan mengalirkan darah naik<br />

keatas melawan gravitasi dibantu oleh adanya kontraksi otot yang menghasikan<br />

suatu mekanisme pompa otot. Pompa ini akan meningkatkan tekanan dalam vena<br />

profunda sekitar 5 atm. Tekanan sebesar 5 atm tidak akan menimbulkan distensi<br />

pada vena profunda dan selain itu karena vena profunda terletak di dalam fasia<br />

yang mencegah distensi berlebihan. Tekanan dalam vena superfisial normalnya<br />

sangat rendah, apabila mendapat paparan tekanan tinggi yang berlebihan akan<br />

menyebabkan distensi dan perubahan bentuk menjadi berkelok-kelok.<br />

Varises vena pada kehamilan paling sering disebabkan oleh karena adanya<br />

perubahan hormonal yang menyebabkan dinding pembuluh darah dan katupnya<br />

menjadi lebih lunak dan lentur, namun bila terbentuk varises selama kehamilan<br />

hal ini memerlukan evaluasi lebih lanjut untuk menyingkir adanya kemungkinan<br />

disebabkan oleh keadaan DVT akut.<br />

Peningkatan tekanan di dalam lumen paling sering disebabkan oleh<br />

terjadinya insufisiensi vena dengan adanya refluks yang melewati katup vena<br />

yang inkompeten baik terjadi pada vena profunda maupun pada vena superficial.<br />

Peningkatan tekanan vena yang bersifat kronis juga dapat disebabkan oleh adanya<br />

obstruksi aliran darah vena. Penyebab obstruksi ini dapat oleh karena thrombosis<br />

intravaskular atau akibat adanya penekanan dari luar pembuluh darah. Pada pasien<br />

dengan varises oleh karena obstruksi tidak boleh dilakukan ablasi<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


9<br />

Kegagalan katup pada vena superfisal paling umum disebabkan oleh<br />

karena peningkatan tekanan di dalam pembuluh darah oleh adanya insufisiensi<br />

vena. Penyebab lain yang mungkin dapat memicu kegagalan katup vena yaitu<br />

adanya trauma langsung pada vena adanya kelainan katup karena thrombosis. Bila<br />

vena superfisial ini terpapar dengan adanya tekanan tinggi dalam pembuluh darah,<br />

pembuluh vena ini akan mengalami dilatasi yang kemudian terus membesar<br />

sampai katup vena satu sama lain tidak dapat saling betemu.<br />

Kegagalan pada satu katup vena akan memicu terjadinya kegagalan pada<br />

katup-katup lainnya. Peningkatan tekanan yang berlebihan di dalam sistem vena<br />

superfisial akan menyebabkan terjadinya dilatasi vena yang bersifat lokal. Setelah<br />

beberapa katup vena mengalami kegagalan, fungsi vena untuk mengalirkan darah<br />

ke atas dan ke vena profunda akan mengalami gangguan. Tanpa adanya katupkatup<br />

fungsional, aliran darah vena akan mengalir karena adanya gradient tekanan<br />

dan gravitasi.<br />

Kerusakan yang terjadi akibat insufisiensi vena berhubungan dengan<br />

tekanan vena dan volume darah vena yang melewati katup yang inkompeten.<br />

Sayangnya penampilan dan ukuran dari varies yang terlihat tidak mencerminkan<br />

keadaan volume atau tekanan vena yang sesungguhnya. Vena yang terletak<br />

dibawah fasia atau terletak subkutan dapat mengangkut darah dalam jumlah besar<br />

tanpa terlihat ke permukaan. Sebaliknya peningkatan tekanan tidak terlalu besar<br />

akhirnya dapat menyebabkan dilatasi yang berlebihan.<br />

Telaah tentang penyakit vena umumnya dititikberatkan pada kelainan vena<br />

di tungkai, karena tungkailah yang paling besar menyangga beban hidrostatik dan<br />

gangguan peredaran darah vena tungkai paling sering terjadi. Gangguan lain yang<br />

mungkin merupakan sebab awal dari kelainan sistem vena adalah faktor yang<br />

mempengaruhi terjadinya trombosis seperti yang dikemukakan oleh Virchow<br />

dengan triasnya : kelainan dinding, stasis atau hambatan aliran, dan<br />

kecenderungan pembekuan darah (Jong, 2005).<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


10<br />

2.1.7 Gambaran Klinis<br />

Berdasarkan atas ukuran besar diameter pembuluh vena yang menderita<br />

varises terdapatpembagian atau klasifikasi seperti dibawah ini, yaitu:<br />

1) Varises vena safena magna dan atau vena safena parva (varises stem),<br />

2) Varises percabangan dari vena safena (varises retikularis),<br />

3) Varises venula (hyphen-webs atau spider-vein atau telangiektasia) yang<br />

berukuran paling halus, yaitu berdiameter 1-2 mm, berbentuk seperti jaring<br />

laba-laba, yang memucat dengan tekanan ringan (Yuwono, 2010).<br />

Secara klinis varises tungkai dikelompokkan atas varises trunkal, varises<br />

retikular, dan varises kapilar. Varises trunkal merupakan varises v.safena magna<br />

dan v.safena parava. Varises retikular menyerang cabang v.safena magna atau<br />

parva yang umumnya kecil dan berkelok-kelok hebat. Varises retikuler<br />

menyerang cabang v.safena magna atau parva yang umunya kecil dan berkelokkelok<br />

hebat. Varises kapilar merupakan varises kapiler vena subkutan yang<br />

tampak sebagai kelompok serabut halus dari pembuluh darah (J-+ong, 2005).<br />

Sesuai dengan berat ringannya, varises dibagi atas empat stadium<br />

(Jong,2005)<br />

Tabel 2.1. Stadium Varises pada Ibu Hamil<br />

Stadium<br />

Gambaran Klinis<br />

I Keluhan samar tidak jelas<br />

<strong>II</strong> Pelebaran vena<br />

<strong>II</strong>I Varises tampak jelas<br />

IV Kelainan kulit dan/atau tukak karena sindrom insufisiensi vena menahun<br />

Penderita insufisisiensi vena kronis (varises tungkai) biasanya mengeluh<br />

merasa nyeri, lelah (fatigue), rasa pegal, kaki terasa berat dan bengkak, kejang<br />

otot betis terutama pada malam hari, kulit terasa gatal di daerah pergelangan kaki,<br />

perasaan tungkai mudah lelah yang semakin terasa bila berdiri agak lama dan<br />

berjalan-jalan (Cheatle dan Scott,1998; Bergan et al,2006).<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


11<br />

2.1.8. Pengobatan dan Pencegahan<br />

Pengobatan insufisiensi vena kronis pada tungkai pada prinsipnya adalah<br />

usaha memperlancar aliran darah vena tungkai, yaitu dengan cara melakukan<br />

elevasi tungkai sesering mungkin, terutama setelah kegiatan berjalan-jalan,<br />

dimana elevasi dilakukan dalam posisi duduk atau berbaring dengan membuat<br />

posisi kaki setinggi dengan jantung. Dengan posisi tersebut aliran darah vena akan<br />

menjadi lancar dan dilatasi vena tungkai yang berkelok-kelok menjadi tampak<br />

mengempis dan melengkuk, pada posisi tersebut secara subjektif penderita akan<br />

merasa keluhannya berkurang dengan cepat (Yuwono, 2010).<br />

Tabel 2.2. Indikasi Penggunaan Terapi Kompresi dengan Stoking<br />

Tingkat kompresi (mmHg)<br />

Indikasi<br />

15-20 mmHg Varises ringan (selama kehamilan, pasca bedah)<br />

21-30 mmHg Varises telah menimbulkan gejala, pascaskleroterapi<br />

31-45 mmHg Post-thrombotic syndrome, ulkus telah sembuh<br />

>45 mmHg Phlebolymphedema<br />

Teknik pembalutan atau pemakain ukuran stoking harus tepat, tidak<br />

longgar atau terlalu ketat, dan tidak perlu dipakai bila berbaring di tempat tidur.<br />

Indikasi yang terpenting dari dari terapi kompresi adalah untuk mencegah<br />

terjadinya pembengkakan atau edema pada tungkai kaki yang menderita varises.<br />

Banyak penelitian yang melaporkan bahwa tekanan stoking sebesar40-40 mmHg<br />

(Tabel 2.1.8.1) mencegah terjadinya pembengkakan pada penderita varises pada<br />

tungkai dibandingkan dengan tungkai yang menderita varises tetapi tidak<br />

menggunakan stoking (Yuwono, 2010).<br />

Sebuah laporan ilmiah dari Mayberry (1991), menyatakan bahwa<br />

penelitian selama 15 tahun pada 113 penderita insufisiensi vena kronis tungkai<br />

yang diterapi dengan stoking, terjadi perbaikan pada 90% kasus (102 kasus)<br />

dengan rata-rata waktu yang diperlukan untuk sembuh adalah 5,3 bulan (Cheatle,<br />

1998; Partsch, 1994).<br />

Untuk menghindarkan diri dari berulangnya keluhan insufisiensi vena<br />

harus dilakukan pencegahan dengan menggunakan stoking atau pembalut elastis<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


12<br />

dengan atau tanpa obat-obatan flebotropik,menu makanan sehari-hari yang lebih<br />

banyak mengandung sayuran dan buah-buahan segar (mengurangi jenis makanan<br />

dari hewani karena selain tidak berserat juga akan meningkatkan peninggian<br />

konsentrasi lemak dalam darah dan meningkatkan hipertensi vena). Sayuran dan<br />

buah-buahan adalah makanan yang tinggi serat dan mengandung zat-zat aktif<br />

(flavonoid) yang terbukti bersifat flebotropik (memperbaiki tonus dinding vena<br />

atau venotonik) sangat dianjurkan dikonsumsi untuk mencegah terjadinya<br />

kelemahan tonus dinding vena (Yuwono, 2010).<br />

Kebanyakan terapi varises dilakukan atas indikasi kosmetik. Indikasi<br />

medis,misalnya berupa keluhan kaki berat atau sakit jika berdiri lama. Perdarahan,<br />

perubahan kulit hipotropik, dan tromboflebitis merupakan indikasi medis lain.<br />

Perdarahan biasanya terjadi pada malam hari tanpa disadari oleh penderita,<br />

terutama pada orang tua yang sudah lama varises. Terapi terdiri atas pemasangan<br />

pembalut setelah kaki diangkat beberapa waktu untuk mengosongkan vena dan<br />

meniadakan edema (Jong, 2005).<br />

2.2. Jumlah Paritas<br />

Yang menentukan paritas adalah jumlah kehamilan yang mencapai usia<br />

viabilitas, dan bukan jumlah janin yang dilahirkan. Paritas tidak lebih besar<br />

apabila yang dilahirkan adalah janin tunggal, kembar, atau kuintuplet, atau lebih<br />

kecil apabila janin lahir mati. Primipara adalah seorang wanita yang pernah sekali<br />

melahirkan janin yang mencapai viabilitas. Multipara adalah seorang wanita yang<br />

pernah dua kali atau lebih hamil sampai usia viabilitas (Cunningham dkk, 2006).<br />

2.3. Ibu Hamil<br />

2.3.1. Perubahan Sirkulasi yang Terjadi Selama Kehamilan<br />

Sirkulasi darah ibu dalam kehamilan dipengaruhi oleh adanya sirkulasi ke<br />

plasenta, uterus yang membesar dengan pembuluh-pembuluh darah yang<br />

membesar pula, mamma dan alat lain-lain yang memang berfungsi berlebihan<br />

dalam kehamilan. Volume darah ibu dalam kehamilan bertambah secara fisiologik<br />

dengan adanya pencairan darah yang disebut hidremia. Volume darah akan<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


13<br />

bertambah banyak, kira-kira 25%, dengan puncak kehamilan 32 minggu, diikuti<br />

dengan cardiac output yang meninggi sebanyak kira-kira 30%.<br />

Eritropoesis dalam kehamilan juga meningkat untuk memenuhi keperluan<br />

transpor zat asam yang dibutuhkan sesekali dalam kehamilan. Meskipun ada<br />

peningkatan dalam volume eritrosit secara keseluruhan, tetapi penambahan<br />

plasma jauh lebih besar, sehingga konsentrasi hemoglobin jauh lebih besar,<br />

sehingga konsentrasi hemoglobin dalam darah menjadi lebih rendah. Hal ini tidak<br />

boleh dinamakan anemia fisiologik dalam kehamilan, oleh karena jumlah<br />

hemoglobin dalam wanita hamil dalam keseluruhannya lebih besar daripada<br />

sewaktu belum hamil. Jumlah eritrosit meningkat sampai 10.000 per ml. Dan<br />

produksi pembuluh trombosit pun meningkat pula (Sarwono 2006).<br />

Postur wanita hamil mempengaruhi tekanan darah arteri. Tekanan darah di<br />

arteri brakialis bervariasi saat duduk atau berbaring dalam posisi telentang.<br />

Biasanya, tekanan darah arteri menurun sampai ke titik terendah selama trimester<br />

kedua atau trimester ketiga awal dan kemudian meninggi. Tekanan diastolik<br />

mengalami penurunan lebih besar daripada sistolik.<br />

Tekanan vena antecubiti tetap tidak berubah selama kehamilan, tetapi pada<br />

posisi telentang tekanan vena femoralis meningkat terus-menerus dari 8 cm H 2 O<br />

pada awal kehamilan menjadi 24 cm H 2 O pada aterm. Dengan menggunakan<br />

pelacak berlabel radiokatif, Wright dkk.(1950) beserta peneliti lain telah<br />

menemukan bahwa aliran darah di tungkai berkurang selama kehamilan, kecuali<br />

dalam posisi berbaring miring. Kecenderungan terjadinya stagnasi darah di<br />

ekstremitas bawah selama bagian terakhir kehamilan ini ditimbulkan oleh oklusi<br />

vena-vena pelvis dan vena kava inferior akibat tekanan uterus yang membesar.<br />

Meningkatnya tekanan vena akan kembali normal bila wanita hamil tersebut<br />

berbaring miring dan segera setelah pelahiran (McLennan, 1993). Dari sudut<br />

pandang klinis, menurunnya aliran darah dan meningkatnya tekanan darah vena<br />

ekstremitas bawah tersebut sangatlah penting. Perubahan-perubahan ini ikut<br />

berperan dalam terjadinya edema dependen yang sering dialami oleh para wanita<br />

ketika mendekati aterm, juga terhadap timbulnya varises vena di tungkai bawah<br />

dan vulva, serta hemoroid (Cunningham dkk, 2006).<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!