26.10.2014 Views

PRIMA TANI - Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

PRIMA TANI - Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

PRIMA TANI - Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

KELEMBAGAAN PROGRAM RINTISAN DAN AKSELERASI<br />

PEMASYARAKATAN INOVASI TEKNOLOGI PER<strong>TANI</strong>AN (<strong>PRIMA</strong> <strong>TANI</strong>) 1<br />

Bambang Irawan<br />

<strong>Pusat</strong> Penelitian <strong>dan</strong> Pengembangan <strong>Sosial</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Pertanian</strong><br />

Jl. A. Yani 70 Bogor<br />

PENDAHULUAN<br />

Tidak dapat dipungkiri bahwa Ba<strong>dan</strong> Penelitian <strong>dan</strong> Pengembangan <strong>Pertanian</strong><br />

(Ba<strong>dan</strong> Litbang <strong>Pertanian</strong>) telah cukup berhasil dalam pengadaan inovasi teknologi<br />

pertanian. Setiap tahun Ba<strong>dan</strong> Litbang <strong>Pertanian</strong> menghasilkan sejumlah inovasi<br />

teknologi tepat-guna. Beberapa diantaranya telah digunakan secara luas <strong>dan</strong> terbukti<br />

menjadi tenaga pendorong utama pertumbuhan serta perkembangan usaha <strong>dan</strong> sistem<br />

agribisnis berbagai komoditas pertanian. Beberapa contoh yang tergolong fenomenal,<br />

ialah Revolusi Hijau pada agribisnis padi <strong>dan</strong> jagung, hasil dari penemuan varietas<br />

unggul baru berumur pendek, ataupun perkembangan perkebunan sawit yang cukup<br />

pesat atas dukungan teknologi perbenihan/pembibitannya.<br />

Namun demikian, evaluasi eksternal maupun internal menunjukkan bahwa<br />

kecepatan <strong>dan</strong> tingkat pemanfaatan inovasi teknologi yang dihasilkan Ba<strong>dan</strong> Litbang<br />

<strong>Pertanian</strong> cenderung melambat, bahkan menurun. Menurut hasil penelitian, diperlukan<br />

waktu sekitar dua tahun sebelum teknologi baru yang dihasilkan Ba<strong>dan</strong> Litbang<br />

<strong>Pertanian</strong> diketahui oleh 50 persen dari Penyuluh <strong>Pertanian</strong> Spesialias (PPS), <strong>dan</strong> enam<br />

tahun sebelum 80 persen PPS mendengar teknologi baru tersebut. Tenggang waktu<br />

sampainya informasi <strong>dan</strong> adopsi teknologi tersebut oleh petani tentu lebih lama lagi.<br />

Segmen rantai pasok inovasi teknologi pada subsistem penyampaian (delivery<br />

subsystem) <strong>dan</strong> subsistem penerima (receiving subsystem) merupakan bottleneck yang<br />

menyebabkan lambannya penyampaian informasi <strong>dan</strong> rendahnya tingkat adopsi inovasi<br />

yang dihasilkan Ba<strong>dan</strong> Litbang <strong>Pertanian</strong>.<br />

Untuk mempercepat proses penyampaian <strong>dan</strong> pengadopsian teknologi<br />

pertanian maka mulai tahun 2005 Ba<strong>dan</strong> Litbang <strong>Pertanian</strong> akan melaksanakan<br />

Program Rintisan <strong>dan</strong> Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi <strong>Pertanian</strong> (Prima<br />

Tani). Program tersebut dapat dipan<strong>dan</strong>g sebagai implementasi suatu model diseminasi<br />

teknologi yang dinilai dapat mempercepat penyampaian informasi <strong>dan</strong> bahan dasar<br />

inovasi baru yang dihasilkan Ba<strong>dan</strong> Litbang <strong>Pertanian</strong>. Prima Tani diharapkan dapat<br />

berfungsi sebagai jembatan penghubung langsung antara Ba<strong>dan</strong> Litbang <strong>Pertanian</strong><br />

sebagai penghasil inovasi teknologi dengan lembaga penyampaian (delivery system)<br />

1<br />

Makalah (yang telah disempurnakan) disampaikan pada Workshop Prima Tani, yang diselenggarakan<br />

oleh Ba<strong>dan</strong> Penelitian <strong>dan</strong> Pengembangan <strong>Pertanian</strong> di Ciawi, 2004.<br />

101


maupun pelaku agribisnis (receiving system) pengguna inovasi teknologi. Selain sebagai<br />

wahana diseminasi, Prima Tani juga akan digunakan sebagai wahana pengkajian<br />

partisipatif, yang berarti merupakan implementasi dari paradigma baru Ba<strong>dan</strong> Litbang<br />

<strong>Pertanian</strong>, yakni Penelitian untuk Pembangunan (Research for Development) yang<br />

menggantikan paradigma lama Penelitian <strong>dan</strong> Pengembangan (Research and<br />

Development).<br />

KELEMBAGAAN <strong>PRIMA</strong> <strong>TANI</strong><br />

Paradigma <strong>dan</strong> Strategi<br />

Pada masa lalu paradigma Ba<strong>dan</strong> Litbang <strong>Pertanian</strong> dapat disebut sebagai<br />

”Penelitian <strong>dan</strong> Pengembangan” (Research and Development) dengan fokus<br />

melaksanakan penelitian <strong>dan</strong> pengembangan untuk menemukan atau menciptakan<br />

teknologi. Kegiatan diseminasi teknologi lebih dominan pada mempublikasikan karya<br />

ilmiah <strong>dan</strong> menginformasikan keberadaan inovasi teknologi. Dengan paradigma tersebut<br />

maka tugas <strong>dan</strong> tanggung jawab Ba<strong>dan</strong> Litbang <strong>Pertanian</strong> ditafsirkan sempit, terbatas<br />

pada menyediakan <strong>dan</strong> menginformasikan teknologi inovatif. Se<strong>dan</strong>gkan penyebaran<br />

teknologi inovatif yang dihasilkan dipan<strong>dan</strong>g sebagai di luar mandat Ba<strong>dan</strong> Litbang<br />

<strong>Pertanian</strong>.<br />

Dengan paradigma seperti tersebut di atas maka sasaran Ba<strong>dan</strong> Litbang<br />

<strong>Pertanian</strong> berorientasi pada menghasilkan teknologi inovatif <strong>dan</strong> mempublikasikan karya<br />

ilmiah sebanyak-banyaknya. Kesesuaian teknologi yang dihasilkan dengan preferensi<br />

pengguna menjadi kurang diperhatikan. Penyaluran (delivery) <strong>dan</strong> penerapan<br />

(receiving/adopsi) teknologi yang dihasilkan dipan<strong>dan</strong>g sebagai di luar tugas pokok<br />

Ba<strong>dan</strong> Litbang <strong>Pertanian</strong>. Kegiatan yang dilakukan cenderung bersifat ”Penelitian untuk<br />

Peneliti” <strong>dan</strong> ”Penelitian untuk Publikasi” (Research for Publication). Barangkali<br />

paradigma inilah salah satu penyebab utama fenomena lamban <strong>dan</strong> rendahnya tingkat<br />

penerapan teknologi yang dihasilkan Ba<strong>dan</strong> Litbang <strong>Pertanian</strong> oleh para pengguna<br />

teknologi.<br />

Menyadari hal itu, Ba<strong>dan</strong> Litbang <strong>Pertanian</strong> akan menerapkan paradigma baru<br />

dalam melaksanakan tugas <strong>dan</strong> fungsinya, yaitu ”Penelitian untuk Pembangunan”<br />

(Research for Development). Dengan paradigma baru ini, orientasi kerja Ba<strong>dan</strong> Litbang<br />

<strong>Pertanian</strong> adalah menghasilkan teknologi inovatif untuk diterapkan sebagai mesin<br />

penggerak pembangunan pertanian. Untuk itu, kegiatan penelitian <strong>dan</strong> pengembangan<br />

teknologi inovatif haruslah berorientasi pada pengguna (user oriented) sehingga<br />

teknologi inovatif yang dihasilkan benar-benar tepat-guna spesifik lokasi bagi pengguna.<br />

Penelitian <strong>dan</strong> pengembangan haruslah dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan<br />

perwakilan calon pengguna outputnya.<br />

Dalam paradigma Penelitian untuk Pembangunan, peranan kegiatan<br />

diseminasi diposisikan sama penting dengan kegiatan penelitian <strong>dan</strong> pengembangan.<br />

102


Jika pada masa lalu diseminasi praktis hanya untuk menginformasikan <strong>dan</strong><br />

menyediakan teknologi dasar secara terpusat di Balai Penelitian, maka dengan<br />

paradigma Penelitian untuk Pembangunan, diseminasi diperluas dengan melaksanakan<br />

pengembangan percontohan sistem <strong>dan</strong> usaha agribisnis berbasis teknologi inovatif <strong>dan</strong><br />

penyediaan teknologi dasar secara terdesentralisasi sebagai inisiatif untuk merintis<br />

pemasyarakatan teknologi yang dihasilkan Ba<strong>dan</strong> Litbang <strong>Pertanian</strong>. Sasaran kegiatan<br />

diseminasi juga disesuaikan, dari tersebarnya informasi kepada masyarakat pengguna<br />

teknologi menjadi tersedianya contoh konkrit penerapan teknologi di lapangan.<br />

Prima Tani merupakan strategi dalam mengimplementasikan paradigma baru<br />

Ba<strong>dan</strong> Litbang <strong>Pertanian</strong> tersebut. Dipan<strong>dan</strong>g dari segi pelaksanaan kegiatan penelitian<br />

<strong>dan</strong> pengembangan, Prima Tani merupakan wahana untuk pelaksanaan penelitian <strong>dan</strong><br />

pengembangan partisipatif dalam rangka mewujudkan penelitian <strong>dan</strong> pengembangan<br />

berorientasi konsumen/pengguna (consumer oriented research and development).<br />

Dilihat dari segi pelaksanaan kegiatan diseminasi, Prima Tani merupakan wahana untuk<br />

menghubungkan secara langsung Ba<strong>dan</strong> Litbang sebagai penyedia teknologi dasar<br />

dengan masyarakat luas atau pengguna teknologi secara komersial maupun lembagalembaga<br />

pelayanan penunjang pembangunan sehingga adopsi teknologi yang<br />

dihasilkan Ba<strong>dan</strong> Litbang <strong>Pertanian</strong> tidak saja tepat guna, tetapi juga langsung<br />

diterapkan dalam pembangunan sistem <strong>dan</strong> usaha agribisnis, setidaknya dalam tahapan<br />

rintisan atau percontohan. Rintisan atau percontohan tersebut diharapkan akan menjadi<br />

titik awal difusi massal teknologi inovatif yang dihasilkan Ba<strong>dan</strong> Litbang <strong>Pertanian</strong>.<br />

Dengan demikian Prima Tani dilaksanakan dengan empat strategi yaitu :<br />

1. Menerapkan teknologi inovatif tepat-guna melalui penelitian <strong>dan</strong> pengembangan<br />

partisipatif (Participatory Research and Development) berdasarkan paradigma<br />

Penelitian untuk Pembangunan.<br />

2. Membangun model percontohan sistem <strong>dan</strong> usaha agribisnis berbasis teknologi<br />

inovatif dengan mengintegrasikan sistem inovasi <strong>dan</strong> sistem agribisnis.<br />

3. Mendorong proses difusi <strong>dan</strong> replikasi model percontohan teknologi inovatif melalui<br />

ekspose <strong>dan</strong> demonstrasi lapang, diseminasi informasi, advokasi serta fasilitasi.<br />

4. Basis pengembangan dilaksanakan berdasarkan wilayah agroekosistem <strong>dan</strong><br />

kondisi sosial ekonomi setempat.<br />

Model Agribisnis Industrial Pedesaan (AIP)<br />

Pelaksanaaan Prima Tani pada intinya adalah membangun suatu model<br />

percontohan Agribisnis Industrial Pedesaan (AIP) yang selanjutnya dapat berperan<br />

sebagai “laboratorium agribisnis”. Di dalam laboratorium agribisnis dikembangkan<br />

interaksi langsung antara kegiatan Penelitian–Penyuluhan–Agribisnis–Pelayanan<br />

Pendukung. Di dalam laboratorium tersebut para peneliti, penyuluh, praktisi agrbisnis,<br />

<strong>dan</strong> pengelola lembaga pelayanan pendukung agribisnis dapat saling berinteraksi<br />

langsung dalam mengembangkan <strong>dan</strong> mewujudkan AIP di lokasi kegiatan Prima Tani.<br />

103


Tiga upaya pokok yang dikembangkan melalui pembentukan model AIP yaitu :<br />

Pertama, merajut ulang hubungan sinergis Penelitian–Penyuluhan yang cenderung<br />

semakin melemah atau bahkan terputus di beberapa wilayah sebagai akibat belum<br />

mantapnya pelaksanaan otonomi daerah. Dalam hal ini Ba<strong>dan</strong> Litbang <strong>Pertanian</strong> akan<br />

mengintegrasikan kegiatannya dengan lembaga penyuluhan pertanian di daerah <strong>dan</strong><br />

membekali penyuluh dengan pengetahuan <strong>dan</strong> bahan penyuluhan mengenai teknologi<br />

inovatif, serta menyediakan teknologi dasar. Dengan demikian, model AIP yang<br />

dikembangkan dapat berfungsi untuk mensinergikan kegiatan penelitian <strong>dan</strong> kegiatan<br />

penyuluhan, <strong>dan</strong> sekaligus merupakan inisiatif untuk revitalisasi penyuluhan yang akhirakhir<br />

ini terkesan mengalami kejenuhan.<br />

Kedua, merajut hubungan sinergis Ba<strong>dan</strong> Litbang <strong>Pertanian</strong> dengan petani <strong>dan</strong><br />

praktisi agribisnis secara umum, baik secara tidak langsung melalui perantaraan<br />

penyuluh lapang <strong>dan</strong> lembaga pelayanan, maupun secara langsung melalui kolaborasi<br />

dalam pembangunan <strong>dan</strong> pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan (AIP). Praktisi<br />

agribisnis yang dimaksud mencakup pelaku usahatani rumah tangga skala kecil maupun<br />

perusahaan berskala besar. Se<strong>dan</strong>gkan bi<strong>dan</strong>g usaha pertanian meliputi usaha produksi<br />

komoditas pertanian, produksi <strong>dan</strong> penyediaan sarana serta prasarana pertanian,<br />

penanganan pascapanen <strong>dan</strong> pemasaran, serta pengolahan hasil pertanian.<br />

Ketiga, merajut hubungan sinergis antara seluruh elemen lembaga agribisnis<br />

<strong>dan</strong> lembaga pendukungnya dalam suatu bingkai kelembagaan AIP. Elemen lembaga<br />

yang dimaksud meliputi seluruh lembaga yang terkait secara langsung maupun tak<br />

langsung dengan kegiatan produksi pertanian hingga pemasaran hasil pertanian kepada<br />

konsumen. Hubungan sinergis antar elemen lembaga agribisnis dikembangkan melalui<br />

harmonisasi keterkaitan fungsional <strong>dan</strong> institusional diantara elemen lembaga agribisnis.<br />

Melalui pendekatan kelembagaan AIP diharapkan dapat diwujudkan usaha pertanian<br />

yang berorientasi pasar, bernilai tambah tinggi, berdaya saing tinggi <strong>dan</strong> menghasilkan<br />

pembagian nilai tambah secara proporsional diantara pelaku usaha agribisnis.<br />

Dengan ketiga upaya tersebut di atas maka model AIP yang dikembangkan<br />

melalui Prima Tani pada dasarnya merupakan perpaduan dari dua sistem yaitu : sistem<br />

inovasi pertanian <strong>dan</strong> sistem agribisnis. Keterpaduan antara kedua sistem di dalam<br />

model AIP diperlihatkan dalam Gambar 1. Paduan antara sistem inovasi <strong>dan</strong> sistem<br />

agribisnis dirajut melalui simpul elemen lembaga “Klinik Agribisnis” yang dikelola oleh<br />

BPTP <strong>dan</strong> melibatkan para penyuluh, peneliti, dinas pertanian daerah, <strong>dan</strong> swasta<br />

produsen sarana produksi pertanian. Tiga fungsi utama dari elemen lembaga tersebut<br />

yaitu : (1) membantu pengguna agribisnis dalam mengatasi masalah teknis <strong>dan</strong><br />

manajemen usaha, (2) menyediakan informasi yang berkaitan dengan teknologi siap<br />

guna, pasar komoditas <strong>dan</strong> permodalan, <strong>dan</strong> (3) sebagai media umpan balik bagi<br />

pengembangan teknologi pertanian yang sesuai dengan kebutuhan pengguna teknologi.<br />

Pada intinya Klinik Agribisnis merupakan tempat penyuluh, peneliti <strong>dan</strong> petugas<br />

dinas terkait dalam memberikan pelayanan terpadu kepada pelaku agribisnis. Lembaga<br />

tersebut dapat dipan<strong>dan</strong>g sebagai elemen lembaga lokal yang memasok teknologi<br />

104


S<br />

I<br />

S<br />

T<br />

E<br />

M<br />

I<br />

N<br />

O<br />

V<br />

A<br />

S<br />

I<br />

S<br />

I<br />

S<br />

T<br />

E<br />

M<br />

A<br />

G<br />

R<br />

I<br />

B<br />

I<br />

S<br />

N<br />

I<br />

Balit/puslit<br />

(teknologi terapan)<br />

Jasa alsintan<br />

Produsen teknologi komersial<br />

(benih unggul)<br />

BPTP<br />

(teknologi matang/<br />

spesifik lokasi <strong>dan</strong><br />

pengguna)<br />

KLINIK AGRIBISNIS<br />

-Informasi teknologi matang<br />

-Informasi pasar<br />

-Informasi permodalan<br />

-Umpan balik kebutuhan teknologi<br />

Sarana<br />

produksi<br />

Produksi<br />

pertanian<br />

Pascapanen/<br />

pengolahan<br />

Pemasaran<br />

hasil<br />

Institusi daerah/<br />

universitas<br />

(teknologi dasar)<br />

Permodalan<br />

Alur dukungan atau alur produk pertanian<br />

Alur informasi<br />

Alur kaitan timbal balik<br />

Gambar 1. Kerangka Model Agribisnis Industrial (AIP)<br />

105


spesifik lokasi <strong>dan</strong> spesifik pengguna teknologi. Klinik Agribisnis terkait secara langsung<br />

<strong>dan</strong> tak langsung dengan lembaga inovasi milik pemerintah yang menghasilkan<br />

eknologi dasar (Universitas), teknologi terapan (Balit/Puslit), teknologi matang yang<br />

bersifat spesifik lokasi <strong>dan</strong> pengguna (BPTP), <strong>dan</strong> produsen teknologi komersial seperti<br />

produsen benih varietas unggul, industri pupuk, industri pestisida serta industri rancang<br />

bangun alat <strong>dan</strong> mesin pertanian. Se<strong>dan</strong>gkan secara langsung Klinik Agribisnis<br />

memberikan pelayanan jasa kepada pelaku agribisnis melalui kegiatan konsultasi,<br />

advokasi <strong>dan</strong> penyampaian informasi teknologi (benih, budidaya, <strong>dan</strong> pascapanen),<br />

informasi pasar komoditas, <strong>dan</strong> informasi permodalan. Dalam praktiknya lembaga<br />

tersebut melibatkan empat institusi utama dengan peran masing-masing sebagai berikut<br />

1. BPTP yang berperan sebagai pemasok materi penyuluhan, menyiapkan teknologi<br />

matang, <strong>dan</strong> advokasi kelembagaan.<br />

2. Penyuluh (dari Dinas Daerah <strong>dan</strong> BPTP) yang berperan sebagai konsultan inovasi<br />

teknologi, manajemen usaha, manajemen finansial, <strong>dan</strong> pengembangan jaringan<br />

usaha.<br />

3. Dinas pertanian yang berperan menyiapkan informasi pasar <strong>dan</strong> permodalan,<br />

memperkuat kelembagaan AIP, advokasi <strong>dan</strong> konsultasi pengembangan jaringan<br />

usaha.<br />

4. Asosiasi komoditas yang berperan menyediakan informasi pasar <strong>dan</strong> konsultasi<br />

pengembangan jaringan usaha.<br />

Implementasi Model AIP<br />

Pendekatan <strong>dan</strong> Pola Implementasi<br />

Model AIP diimplementasikan dengan pendekatan kawasan <strong>dan</strong> pendekatan<br />

agroekosistem. Pendekatan kawasan yang dimaksud meliputi wilayah administrasi desa<br />

se<strong>dan</strong>gkan pendekatan agroekosistem meliputi tujuh agroekosistem yaitu : (1) sawah<br />

intensif, (2) sawah semi intensif, (3) lahan kering dataran rendah iklim basah, (4) lahan<br />

kering dataran rendah iklim kering, (5) lahan kering dataran tinggi iklim basah, (6) lahan<br />

kering dataran tinggi iklim kering, <strong>dan</strong> (7) lahan rawa pasang surut.<br />

Berdasarkan kondisi lokasi sasaran terdapat dua pola implementasi model AIP<br />

yaitu: pola introduksi <strong>dan</strong> pola lanjutan atau pola renovasi. Secara operasional<br />

perbedaan antara kedua pola tersebut adalah sebagai berikut:<br />

1. Pola introduksi : merupakan implementasi model AIP yang dilaksanakan di<br />

daerah agroekosistem dimana komoditas dominan yang diusahakan petani di<br />

daerah tersebut belum tersentuh program pengembangan yang dilaksanakan<br />

oleh Departemen <strong>Pertanian</strong> <strong>dan</strong> institusi lainnya, misalnya, Kimbun,<br />

Proksimantap <strong>dan</strong> sebagainya.<br />

2. Pola lanjutan atau pola renovasi : merupakan implementasi model AIP yang<br />

dilaksanakan di daerah agroekosistem dimana komoditas dominan yang<br />

106


diusahakan petani di daerah tersebut sudah melaksanakan program<br />

pengembangan yang diprakarsai oleh Departemen <strong>Pertanian</strong> <strong>dan</strong> institusi<br />

lainnya. Dengan demikian implementasi model AIP di daerah tersebut hanya<br />

merupakan lanjutan dari program pengembangan yang sudah dilaksanakan<br />

sebelumnya.<br />

Organisasi <strong>dan</strong> Pelaksanaan Prima Tani<br />

Pada dasarnya Prima Tani merupakan langkah inisiasi untuk mengatasi<br />

masalah kelambanan dalam penyampaian <strong>dan</strong> penerapan inovasi teknologi pertanian<br />

secara luas oleh pelaku agribisnis, yang dilaksanakan oleh Ba<strong>dan</strong> Litbang <strong>Pertanian</strong>.<br />

Sebagai langkah inisiasi maka keterlibatan Ba<strong>dan</strong> Litbang <strong>Pertanian</strong> dalam<br />

mengembangkan model AIP di lokasi sasaran hanya bersifat sementara <strong>dan</strong> sesegera<br />

mungkin pengelolaan AIP diserahkan kepada masyarakat <strong>dan</strong> Pemerintah Daerah.<br />

Dengan kata lain, pengembangan model AIP dilaksanakan dengan prinsip : “Build–<br />

Operate–Transfer (BTO)” atau bangun, operasikan, <strong>dan</strong> serahkan kepada masyarakat<br />

<strong>dan</strong> pemerintah daerah.<br />

Secara langsung seluruh lembaga penelitian di lingkup Ba<strong>dan</strong> Litbang<br />

<strong>Pertanian</strong> dilibatkan dalam mengembangkan model AIP sesuai dengan tupoksi masingmasing.<br />

Sejalan dengan prinsip BTO maka keterlibatan langsung Ba<strong>dan</strong> Litbang<br />

<strong>Pertanian</strong> hanya bersifat sementara yaitu maksimal selama lima tahun pelaksanaan<br />

Prima Tani. Di lokasi sasaran (desa, kecamatan, kabupaten) pengembangan model AIP<br />

dilaksanakan dengan organisasi sebagai berikut:<br />

Penanggung Jawab<br />

Manager lapangan<br />

: Kepala BPTP<br />

: Staf BPTP yang ditunjuk<br />

o Koordinator teknis : Staf BPTP/Balit yang ditunjuk<br />

o<br />

Koordinator kelembagaan : Staf BPTP/Balit yang ditunjuk<br />

o Koordinator diseminasi : Staf BPTP yang ditunjuk<br />

Koordinator teknis bertugas mengkoordinir kelompok teknis yang<br />

beranggotakan para peneliti dengan berbagai disiplin ilmu <strong>dan</strong> didukung oleh Litkayasa,<br />

<strong>dan</strong> memiliki tugas : (a) merumuskan rakitan teknologi yang sesuai dengan kondisi<br />

lokasi sasaran, <strong>dan</strong> (b) melaksanakan pendampingan bersama-sama dengan kelompok<br />

diseminasi dalam penerapan rakitan teknologi tersebut. Koordinator kelembagaan<br />

bertugas mengkoordinir kelompok kelembagaan yang beranggotakan para peneliti<br />

sosial ekonomi yang memiliki tugas : (a) merumuskan inovasi kelembagaan agribisnis<br />

yang sesuai dengan kondisi lokasi sasaran, <strong>dan</strong> (b) melaksanakan pendampingan<br />

dalam penumbuhan kelembagaan agribisnis. Se<strong>dan</strong>gkan Koordinator diseminasi yang<br />

beranggotakan para penyuluh, KTNA, <strong>dan</strong> petugas lapang memiliki tugas : (a)<br />

merumuskan <strong>dan</strong> menerapkan metoda diseminasi yang sesuai dengan kondisi<br />

setempat, (b) memfasilitasi <strong>dan</strong> mengembangkan komunikasi yang efektif <strong>dan</strong> efisien<br />

107


antar pelaku agribisnis <strong>dan</strong> instansi terkait, <strong>dan</strong> (c) menyampaikan inovasi teknologi <strong>dan</strong><br />

inovasi kelembagaan kepada para pengguna.<br />

PENUMBUHAN KELEMBAGAAN AIP<br />

Agribisnis Industrial Pedesaan (AIP) merupakan suatu model kelembagaan<br />

usaha pertanian sekaligus model kelembagaan inovasi yang akan dikembangkan<br />

melalui Prima Tani. Tiga tujuan utama yang ingin dicapai melalui pengembangan AIP<br />

yaitu: (a) mempercepat proses adopsi inovasi teknologi pertanian, (b) mengimplementasikan<br />

konsep pengembangan kawasan berbasis keunggulan sumberdaya lokal, <strong>dan</strong><br />

(c) mewujudkan sistem usaha pertanian yang berorientasi pasar, bernilai tambah tinggi,<br />

berdaya saing tinggi <strong>dan</strong> menghasilkan pembagian nilai tambah secara proporsional<br />

diantara pelaku usaha agribisnis. Se<strong>dan</strong>gkan sasaran yang ingin dicapai meliputi:<br />

peningkatan pendapatan petani <strong>dan</strong> masyarakat pedesaan, peningkatan kesempatan<br />

kerja pedesaan, pemanfaatan sumberdaya secara optimal, peningkatan efisiensi usaha<br />

pertanian, peningkatan kualitas lingkungan, <strong>dan</strong> pembangunan pertanian serta<br />

pedesaan secara berkelanjutan.<br />

Dari sisi kelembagaan terdapat dua upaya pokok yang dilakukan dalam<br />

pelaksanaan Prima Tani yaitu: (a) Menumbuhkan seluruh elemen lembaga AIP yang<br />

dibutuhkan di setiap lokasi kegiatan Prima Tani, <strong>dan</strong> (b) Menumbuhkan keterkaitan<br />

fungsional yang harmonis <strong>dan</strong> keterkaitan institusional yang saling menguntungkan di<br />

antara pelaku usaha agribisnis, terutama antara petani <strong>dan</strong> pelaku usaha agribisnis<br />

lainnya. Uraian berikut mengungkapkan proses penumbuhan kelembagaan AIP<br />

tersebut.<br />

Prinsip Dasar Penumbuhan Kelembagaan AIP<br />

Kelembagaan AIP pada dasarnya merupakan suatu sistem inovasi teknologi<br />

yang memadukan inovasi aspek teknis sekaligus inovasi aspek kelembagaan yang<br />

berbasis keunggulan sumberdaya lokal. Keunggulan sumberdaya lokal yang dimaksud<br />

tidak hanya menyangkut sumberdaya ekonomi tetapi juga sumberdaya sosial dengan<br />

cakupan aspek yang luas (kemampuan sumberdaya manusia, budaya lokal,<br />

kepemimpinan lokal, sistem kekerabatan masyarakat, dsb.). Di setiap lokasi kegiatan<br />

yang meliputi seluruh propinsi wilayah BPTP inovasi teknis <strong>dan</strong> inovasi kelembagaan<br />

yang dikembangkan dapat berbeda satu sama lain, sesuai dengan permasalahan <strong>dan</strong><br />

peluang pengembangan di masing-masing lokasi. Berdasarkan hal tersebut maka<br />

penumbuhan kelembagaan AIP tidak mungkin dilakukan dengan format yang seragam<br />

di seluruh lokasi kegiatan Prima Tani.<br />

Dalam penumbuhan kelembagaan AIP terdapat delapan prinsip dasar yang<br />

dapat diuraikan sebagai berikut :<br />

108


1. Prinsip kebutuhan. Pertanyaan awal dalam menumbuhkan kelembagaan AIP di<br />

setiap lokasi kegiatan adalah: apakah elemen lembaga tertentu dibutuhkan<br />

secara fungsional? Misalnya, apakah penumbuhan lembaga pascapanen <strong>dan</strong><br />

pengolahan hasil perlu dilakukan di suatu lokasi tertentu ? Jawabannya sangat<br />

tergantung kepada ketersediaan pupuk, sifat produk, ketersediaan pasar<br />

produk yang dikembangkan, <strong>dan</strong> minimum skala usaha yang harus dibangun.<br />

Untuk pengembangan komoditas sayuran penumbuhan lembaga pascapanen<br />

sangat dibutuhkan karena komoditas tersebut cepat rusak sementara<br />

konsumen membutuhkan sayuran segar. Tetapi untuk komoditas ternak<br />

pengembangan lembaga pascapanen dapat dikatakan tidak dibutuhkan karena<br />

perdagangan ternak umumnya dilakukan dalam bentuk ternak hidup. Begitu<br />

pula pengembangan lembaga pengolahan yang membutuhkan skala usaha<br />

<strong>dan</strong> <strong>dan</strong>a investasi reltif tinggi (contoh : pengolahan kelapa sawit) mungkin<br />

belum terlalu dibutuhkan jika belum ada dukungan kongkrit dari lembaga<br />

permodalan.<br />

2. Prinsip efektivitas. Kelembagaan pada dasarnya hanyalah alat untuk mencapai<br />

tujuan, bukan tujuan itu sendiri. Sebagai alat maka elemen lembaga yang<br />

dikembangkan haruslah efektif dalam mencapai tujuan yang diinginkan.<br />

Efektivitas pencapaian tujuan sangat tergantung pada struktur organisasi,<br />

tugas pokok <strong>dan</strong> fungsi, serta kompatibilitas antara struktur yang dibangun<br />

dengan tupoksi yang harus dijalankan.<br />

3. Prinsip efisiensi. Penumbuhan suatu elemen lembaga AIP akan membutuhkan<br />

<strong>dan</strong>a <strong>dan</strong> waktu yang tidak sedikit. Oleh karena itu dalam penumbuhan elemen<br />

kelembagaan harus dipilih opsi yang paling efisien yaitu yang paling murah,<br />

mudah, <strong>dan</strong> sederhana namun mampu mencapai tujuan. Sebagai contoh, pada<br />

pengembangan ternak dengan sistem kan<strong>dan</strong>g kolektif pembentukan kelompok<br />

tani dapat dilakukan berdasarkan domisili petani untuk memudahkan<br />

perawatan ternak yang dilaksanakan secara bergiliran diantara anggota<br />

kelompok tani. Tetapi pada pengembangan komoditas perkebunan yang<br />

membutuhkan kesatuan hamparan lahan yang cukup luas untuk dapat meraih<br />

manfaat ekonomi skala usaha maka pmbentukan kelompok tani harus berbasis<br />

hamparan lahan petani.<br />

4. Prinsip fleksibilitas. Penumbuhan kelembagaan AIP pada dasarnya merupakan<br />

suatu rekayasa sosial dalam rangka pemberdayaan secara optimal kapital<br />

sosial <strong>dan</strong> budaya yang melekat pada masyarakat setempat. Oleh karena itu<br />

elemen kelembagaan yang dikembangkan haruslah fleksibel dalam pengertian<br />

kelembagaan yang dikembangkan (format lembaga, aturan main) disesuaikan<br />

dengan kapasitas sumberdaya sosial <strong>dan</strong> budaya setempat.<br />

5. Prinsip manfaat. Untuk dapat tumbuh <strong>dan</strong> berkembang secara mandiri inovasi<br />

kelembagaan harus mampu memberikan manfaat kepada seluruh pihak yang<br />

terlibat. Manfaat yang dimaksud dapat berupa manfaat ekonomi, sosial <strong>dan</strong><br />

109


lingkungan. Pada umumnya manfaat ekonomi merupakan pertimbangan utama<br />

bagi masyarakat pedesaan dalam mengadopsi inovasi teknis maupun inovasi<br />

kelembagaan. Berdasarkan hal tersebut maka penumbuhan setiap elemen<br />

lembaga AIP harus mampu memberikan manfaat ekonomi bagi seluruh pihak<br />

yang terlibat.<br />

6. Prinsip pemerataan. Kelembagaan agribisnis sedikitnya melibatkan empat<br />

elemen lembaga utama yang saling terkait secara hirarkis yaitu : lembaga<br />

sarana produksi, lembaga produksi, pascapanen/pengolahan hasil <strong>dan</strong><br />

lembaga pemasaran hasil pertanian. Penumbuhan kelembagaan AIP<br />

sedikitnya harus mampu menciptakan pembagian nilai tambah agribisnis<br />

secara proporsional diantara ketiga elemen kelembagaan tersebut, terutama<br />

antara lembaga produksi yang anggotanya adalah petani dengan elemen<br />

lembaga lainnya.<br />

7. Prinsip sinergitas. Pelaksanaan Prima Tani pada dasarnya meliputi dua<br />

komponen inovasi yaitu : inovasi teknis <strong>dan</strong> inovasi kelembagaan. Untuk dapat<br />

mengeksploitasi sumberdaya lokal secara optimal (sumberdaya ekonomi <strong>dan</strong><br />

sumberdaya sosial) maka penumbuhan setiap elemen lembaga AIP harus<br />

saling sinergis dengan inovasi teknis yang dikembangkan. Sifat sinergitas<br />

tersebut dapat dirangsang melalui pentahapan penumbuhan elemen lembaga<br />

AIP yang diselaraskan dengan pentahapan inovasi teknis yang dikembangkan.<br />

Sebagai contoh, jika di suatu lokasi diintroduksi benih varitas baru maka<br />

penumbuhan elemen lembaga AIP diprioritaskan pada penumbuhan lembaga<br />

penangkar benih tersebut.<br />

8. Prinsip keberlanjutan. Kelembagaan AIP diharapkan terus berlanjut meskipun<br />

pelaksanaan Prima Tani telah selesai <strong>dan</strong> bantuan langsung pemerintah<br />

semakin berkurang. Untuk itu pembinaan <strong>dan</strong> pendampingan langsung oleh<br />

pemda <strong>dan</strong> tokoh masyarakat setempat perlu dikembangkan.<br />

Mengacu pada delapan prinsip dasar di atas maka kegiatan penumbuhan<br />

kelembagaan AIP memiliki tiga sifat yaitu : (a) penumbuhan elemen lembaga AIP tidak<br />

harus sama di setiap lokasi kegiatan Prima Tani tetapi disesuaikan dengan kebutuhan,<br />

kapasitas sumberdaya <strong>dan</strong> budaya setempat, (b) elemen lembaga yang dikembangkan<br />

tidak harus merupakan bentukan baru tetapi dapat merupakan pengembangan dari<br />

elemen lembaga yang sudah ada atau sudah berkembang di lokasi kegiatan, <strong>dan</strong> (c)<br />

penumbuhan elemen lembaga secara keseluruhan dilaksanakan bertahap <strong>dan</strong><br />

disesuaikan atau mengikuti tahap inovasi teknis yang dikembangkan.<br />

Pada pelaksanaannya kegiatan penumbuhan kelembagaan AIP ditempuh<br />

melalui beberapa tahapan yaitu : (a) inventarisasi elemen lembaga yang dibutuhkan <strong>dan</strong><br />

elemen lembaga yang sudah tersedia, (b) penumbuhan elemen lembaga yang<br />

dibutuhkan tetapi belum tersedia, (c) inventarisasi elemen lembaga yang sudah tersedia<br />

tetapi belum berfungsi secara efektif <strong>dan</strong> efisien dalam memberikan dukungan kepada<br />

petani, (d) konsolidasi pada masing-masing kelembagaan tersebut (keanggotaan,<br />

110


kepengurusan, tupoksi), <strong>dan</strong> (e) menumbuhkan keterkaitan yang harmonis secara<br />

fungsional <strong>dan</strong> secara institusional antar elemen lembaga AIP.<br />

Penumbuhan Kelembagaan AIP<br />

Penumbuhan elemen lembaga AIP merupakan bagian penting dalam rangka<br />

mewujudkan sistem agribisnis yang berorientasi pasar, berdaya saing <strong>dan</strong> bernilai<br />

tambah tinggi. Dalam kaitan tersebut kelengkapan elemen lembaga AIP di setiap lokasi<br />

kegiatan Prima Tani merupakan kondisi yang harus dipenuhi. Secara keseluruhan<br />

terdapat delapan elemen lembaga AIP yang dapat dibentuk di setiap lokasi kegiatan,<br />

sesuai dengan kebutuhan <strong>dan</strong> ketersediaan sumberdaya lokal. Uraian berikut<br />

mengemukakan secara ringkas tujuan penumbuhan setiap elemen lembaga AIP<br />

tersebut <strong>dan</strong> proses penumbuhannya.<br />

Lembaga Produksi<br />

Lembaga produksi merupakan elemen lembaga AIP yang harus dibentuk untuk<br />

meningkatkan efisiensi kegiatan produksi pertanian yang dilakukan petani melalui<br />

pelaksanaan kegiatan <strong>dan</strong> pengambilan keputusan secara kolektif. Lembaga produksi<br />

berbentuk kelompok tani (KT) <strong>dan</strong> gabungan kelompok tani (Gapoktan). Pembentukan<br />

KT dapat berbasis pada domisili petani, hamparan lahan atau komoditas yang<br />

diusahakan, <strong>dan</strong> disesuaikan dengan kebutuhan. Yang perlu digarisbawahi dalam<br />

pembentukan KT adalah aktivitas msing-masing individu petani dapat dikoordinir untuk<br />

mencapai tujuan bersama. Dengan kata lain, aktivitas setiap individu petani<br />

dilaksanakan berdasarkan keputusan kolektif anggota KT. Aktivitas yang dimaksud<br />

meliputi seluruh kegiatan usahatani mulai dari perencanaan kebutuhan sarana produksi<br />

hingga pemasaran hasil.<br />

Lembaga Sarana Produksi<br />

Tujuan utama pengembangan lembaga sarana produksi adalah menyelaraskan<br />

kegiatan pengadaan sarana produksi dalam jenis, kuantitas, kualitas, waktu, tempat,<br />

<strong>dan</strong> harga yang sesuai dengan kebutuhan <strong>dan</strong> kemampuan petani. Penumbuhan<br />

kelembagaan tersebut dapat ditempuh dengan mengkoordinasikan aktivitas pedagang<br />

sarana produksi dengan kebutuhan petani yang tergabung dalam KT.<br />

Lembaga Penyuluhan<br />

Akhir-akhir ini posisi ofisial para penyuluh <strong>dan</strong> peranan penyuluh dalam<br />

mendukung petani sangat bervariasi di setiap daerah, sejalan dengan otonomi daerah.<br />

Penumbuhan lembaga penyuluhan terutama ditujukan untuk memfungsikan kembali<br />

secara efektif peranan para penyuluh dalam melakukan kegiatan pembinaan kepada<br />

111


petani. Bentuk organisasi penyuluh yang dikembangkan dapat bervariasi di setiap lokasi<br />

kegiatan Prima Tani. Tetapi yang terpenting adalah sumberdaya pertanian tersebut<br />

dapat diberdayakan secara optimal.<br />

Lembaga Klinik Agribisnis<br />

Pembentukan lembaga klinik agribisnis dimaksudkan untuk meningkatkan<br />

pelayanan informasi teknologi pertanian, informasi pasar <strong>dan</strong> informasi permodalan.<br />

Lembaga ini merupakan organisasi dengan anggota para penyuluh, peneliti BPTP <strong>dan</strong><br />

petugas dinas terkait. Klinik agribisnis didukung pula oleh Puslit <strong>dan</strong> Balit di lingkup<br />

Deptan yang berperan sebagai pemasok inovasi teknologi pertanian. Dalam<br />

operasionalnya lembaga ini dapat pula melibatkan perusahaan swasta produsen sarana<br />

produksi pertanian.<br />

Lembaga Pascapanen/Pengolahan Hasil <strong>Pertanian</strong><br />

Penumbuhan lembaga pascapanen/pengolahan hasil pertanian ditujukan untuk<br />

menekan kehilangan hasil panen, meningkatkan nilai tambah produk <strong>dan</strong> memperlancar<br />

hasil pertanian yang diproduksi petani sesuai dengan kebutuhan pasar. Lembaga ini<br />

dapat merupakan bentukan baru yang dikelola oleh KT atau membina lembaga yang<br />

sudah ada.<br />

Penumbuhan lembaga ini dapat dirintis dengan membentuk industri<br />

pengolahan skala kecil <strong>dan</strong> rumah tangga yang dikelola secara berkelompok. Untuk<br />

menjamin kesinambungan lembaga tersebut maka usaha pengolahan yang<br />

dikembangkan harus didukung ketersediaan bahan baku, pembinaan teknis <strong>dan</strong><br />

manajemen agar dapat memberikan keuntungan yang layak <strong>dan</strong> jaminan pasar.<br />

Pengembangan industri pengolahan yang sudah ada juga dapat ditempuh <strong>dan</strong><br />

diarahkan untuk menciptakan pembagian nilai tambah secara proporsional dengan<br />

petani pemasok bahan baku.<br />

Lembaga Jasa Alsintan<br />

Penumbuhan lembaga jasa alsintan dapat dirintis dengan membentuk<br />

organisasi petani yang menghususkan kegiatannya pada usaha pelayanan jasa<br />

penyewaan alat <strong>dan</strong> mesin pertanian. Usaha yang dijalankan harus dapat memberikan<br />

pelayanan jasa yang memadai kepada petani <strong>dan</strong> memberikan keuntungan yang layak<br />

kepada organisasi tersebut agar dapat berkesinambungan. Jika lembaga dengan jenis<br />

usaha tersebut sudah ada maka dapat dibina <strong>dan</strong> diarahkan untuk meningkatkan<br />

efisiensi usahanya <strong>dan</strong> meningkatkan pelayanannya kepada petani dengan biaya relatif<br />

murah. Dalam kaitan ini insentif tertentu mungkin perlu dikembangkan dalam kegiatan<br />

pembinaan tersebut, misalnya dengan membantu pelaku usaha jasa alsintan untuk<br />

memperoleh kredit murah.<br />

112


Lembaga Pemasaran Hasil <strong>Pertanian</strong><br />

Penumbuhan lembaga pemasaran hasil pertanian dimaksudkan untuk<br />

memperluas pasar produk yang dihasilkan petani, meningkatkan posisi tawar petani,<br />

<strong>dan</strong> meningkatkan efisiensi pemasaran hasil pertanian yang dihasilkan petani. Lembaga<br />

ini dapat dikembangkan dengan membentuk kelompok pemasaran yang merupakan<br />

bagian dari organisasi kelompok tani. Pada kelompok pemasaran tersebut dapat<br />

dilibatkan petani anggota kelompok tani yang memliki pengalaman dalam kegiatan<br />

pemasaran hasil pertanian yang diusahakan petani. Pengembangan lembaga<br />

pemasaran dapat juga ditempuh melalui pembinaan lembaga pemasaran yang tersedia<br />

dengan sasaran utama menciptakan pembagian nilai tambah pemasaran secara<br />

proporsional antara petani <strong>dan</strong> pelaku pemasaran.<br />

Lembaga Permodalan<br />

Penumbuhan lembaga permodalan dapat merupakan bentukan baru atau<br />

memanfaatkan lembaga yang sudah ada tetapi belum menjangkau petani <strong>dan</strong> pelaku<br />

agribisnis lainnya. Penumbuhan lembaga permodalan baru dapat dirintis dengan<br />

mengembangkan pola Kredit Usaha Mandiri (KUM) yang melibatkan anggota kelompok<br />

tani. Se<strong>dan</strong>gkan pemanfaatan lembaga permodalan yang sudah ada lebih diarahkan<br />

untuk membuka berbagai hambatan penyaluran kredit kepada petani anggota KT <strong>dan</strong><br />

pelaku agribisnis lainnya. Dalam kaitan ini peranan pemda sebagai kekuatan politik<br />

dapat dilibatkan secara intensif.<br />

Penumbuhan Keterkaitan antar Elemen Lembaga AIP<br />

Dalam arti luas agribisnis didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan usaha<br />

yang menghasilkan produk pertanian hingga dikonsumsi oleh konsumen (Beierlein,<br />

1986; Downey <strong>dan</strong> Ericson, 1992; Cramer and Jensen, 1994). Secara umum terdapat<br />

tiga jenis kegiatan atau bi<strong>dan</strong>g usaha yang tercakup dalam agribisnis yaitu kegiatan<br />

pengadaan sarana produksi pertanian, kegiatan produksi pertanian <strong>dan</strong> kegiatan<br />

pemasaran <strong>dan</strong>/atau kegiatan pengolahan hasil pertanian. Ketiga jenis kegiatan tersebut<br />

saling terkait secara fungsional-hirarkis <strong>dan</strong> membentuk suatu sistem agribisnis. Pelaku<br />

usaha sarana produksi pertanian berfungsi sebagai pemasok input usahatani kepada<br />

petani, se<strong>dan</strong>gkan petani berfungsi sebagai produsen hasil pertanian <strong>dan</strong> pemasok<br />

produk pertanian kepada pedagang hasil pertanian, atau berfungsi sebagai pemasok<br />

bahan baku kepada industri pengolahan hasil pertanian.<br />

Idealnya seluruh kegiatan agribisnis mulai dari pengadaan sarana produksi<br />

hingga pemasaran produk yang dihasilkan terkoordinir dalam satu kendali manajemen<br />

agar setiap pelaku usaha agribisnis dapat menjalankan fungsinya sesuai kebutuhan.<br />

Dengan kata lain, di antara pelaku usaha agribisnis terjalin kaitan fungsional secara<br />

harmonis. Keterkaitan fungsional yang harmonis tersebut sangat dibutuhkan agar setiap<br />

usaha agribisnis dapat menerapkan asas Minimum Economic of Scale (MES).<br />

113


Di samping keterkaitan fungsional yang harmonis, pembagian nilai tambah<br />

secara proporsional di antara pelaku usaha agribisnis merupakan keharusan dalam<br />

rangka mendorong pertumbuhan usaha agribisnis secara keseluruhan. Pembagian nilai<br />

tambah yang tidak proporsional dapat menyebabkan pelaku usaha agribisnis tertentu<br />

semakin lemah sehingga tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik, <strong>dan</strong> dampak<br />

lebih lanjut adalah menghambat pertumbuhan usaha agribisnis secara keseluruhan.<br />

Pada umumnya pembagian nilai tambah yang proporsional tersebut dapat dirangsang<br />

dengan menumbuhkan keterkaitan institusional diantara pelaku usaha agribisnis.<br />

Dengan demikian, di samping penumbuhan kaitan fungsional penumbuhan kaitan<br />

institusional yang harmonis di antara pelaku usaha agribisnis harus dilakukan untuk<br />

dapat menjamin pertumbuhan usaha agribisnis secara berkelanjutan.<br />

Penumbuhan keterkaitan diantara elemen lembaga AIP meliputi empat aspek<br />

sebagai berikut :<br />

Penumbuhan Keterkaitan Fungsional<br />

Keterkaitan fungsional memiliki makna bahwa setiap elemen lembaga AIP tidak<br />

hanya harus berfungsi, namun antar elemen lembaga AIP memiliki hubungan fungsional<br />

yang harmonis. Sebagai gambaran, jika di lokasi kegiatan akan diintroduksikan benih<br />

varitas baru maka lembaga sarana produksi harus mampu menyediakan benih tersebut<br />

sesuai kebutuhan petani. Hal ini dapat dilakukan dengan menumbuhkan lembaga<br />

penangkar benih yang dibina secara memadai agar lembaga tersebut mampu memasok<br />

kebutuhan benih petani secara tepat jenis kuantitas, tepat kualitas, <strong>dan</strong> tepat waktu,<br />

serta harga.<br />

Upaya menumbuhkan keterkaitan fungsional ditempuh pula melalui temu<br />

lembaga AIP. Dalam forum temu lembaga AIP dibicarakan tentang pentingnya<br />

membangun keterkaitan fungsi antar masing-masing elemen lembaga AIP. Forum temu<br />

lembaga AIP ini diprakarsai oleh BPTP dengan bekerjasama dengan pemerintah daerah<br />

<strong>dan</strong> kelompok tani atau gabungan kelompok tani setempat.<br />

Penumbuhan Keterkaitan Institusional<br />

Terbentuknya keterkaitan fungsional antar elemen lembaga AIP dinilai belum<br />

mencukupi, karena masing-masing elemen lembaga AIP bisa jadi hanya memikirkan<br />

kepentingannya sendiri. Jika hal ini terjadi maka keterkaitan fungsional antar elemen<br />

lembaga AIP diperkirakan akan rentan dalam menghadapi dinamika pasar <strong>dan</strong> aksi<br />

sepihak yang dilakukan oleh satu atau lebih elemen lembaga AIP yang kontraproduktif.<br />

Oleh sebab itu, keterkaitan fungsional antar lembaga AIP harus ditempatkan dalam<br />

bingkai hubungan keterkaitan institusional. Dalam hal ini, keterkaitan institusional antar<br />

elemen lembaga AIP harus tercerminkan dalam pembagian nilai tambah yang<br />

proporsional, terutama antara elemen lembaga produksi yang dikelola oleh kelompok<br />

tani <strong>dan</strong> elemen lembaga AIP lainnya.<br />

114


Upaya menumbuhkan keterkaitan institusional ini merupakan kelanjutan dari<br />

penumbuhan keterkaitan fungsional antar elemen lembaga AIP. Oleh sebab itu upaya<br />

menumbuhkannya diawali dengan mempertemukan seluruh elemen lembaga AIP dalam<br />

forum temu lembaga AIP. BPTP bersama-sama dengan aparat pemda <strong>dan</strong> tokoh-tokoh<br />

masyarakat setempat pada tahap awal diharapkan memprakarsai upaya ini. Dalam<br />

pertemuan ini diharapkan dapat disepakati hubungan sharing system (mencakup cara<br />

pembagian kerja <strong>dan</strong> bagi hasil) yang didasarkan atas saling menghormati (mutual<br />

respect), saling percaya (mutual trust), <strong>dan</strong> saling menguntungkan (mutual benefit).<br />

Kesepakatan ini bisa dijadikan pedoman kerja bersama dalam kurun waktu tertentu.<br />

Perumusan Aturan Main Antar Elemen Lembaga AIP<br />

Aturan main berfungsi sebagai panduan bersama antar elemen lembaga AIP<br />

ataupun panduan intern antar anggota dalam satu elemen lembaga AIP. Aturan main<br />

dibuat agar setiap terjadi permasalahan antaranggota atau antarelemen lembaga AIP<br />

bisa diselesaikan secara kelembagaan. Dalam aturan main dirumuskan hak <strong>dan</strong><br />

kewajiban masing-masing elemen lembaga AIP <strong>dan</strong> masing-masing anggota dalam satu<br />

elemen lembaga AIP disamping sangsi jika terjadi pelanggaran terhadap panduan yang<br />

telah disepakati bersama. Mengingat aturan main adalah panduan bersama, maka<br />

aturan main harus dibuat bersama oleh semua anggota dalam satu elemen lembaga<br />

AIP. Aturan main antar elemen lembaga AIP dibuat oleh perwakilan dari masing-masing<br />

elemen lembaga AIP. Untuk mempercepat <strong>dan</strong> mempertajam pembuatan aturan main<br />

maka BPTP, pemda, pakar lokal <strong>dan</strong> tokoh masyarakat perlu dilibatkan.<br />

Aturan main umumnya tidak bisa dibuat sekali jadi. Untuk menumbuhkannya<br />

agar memiliki fungsi dalam pengembangan AIP maka diperlukan modifikasi dari waktu<br />

ke waktu. Modifikasi tersebut disesuaikan dengan perkembangan mental anggotaanggota<br />

yang terlibat dalam elemen lembaga AIP, perubahan iklim usaha, kebijakan<br />

pemerintah daerah setempat <strong>dan</strong> aspek sosio-ekonomi-budaya yang belum<br />

diperhitungkan sebelumnya. Beberapa aturan main yang perlu dirumuskan secara<br />

khusus adalah yang berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut : (1) pembagian risiko, (2)<br />

penentuan harga, (3) sistem pembayaran, (4) cara teransaksi, (5) sistem pemilikan<br />

usaha, <strong>dan</strong> (6) cara memperoleh modal <strong>dan</strong> penentuan harga modal.<br />

Organisasi Pendampingan<br />

Menumbuhkan kelembagaan AIP yang saling terkait secara harmonis baik<br />

dalam kaitan fungsional maupun kaitan institusional merupakan bagian dari sistem<br />

inovasi kelembagaan yang dikembangkan dalam pelaksnaan Prima Tani. Kelembagaan<br />

AIP akan sulit berkembang dengan sendirinya tanpa dipicu, dibantu atau dikawal<br />

dengan kelembagaan khusus. Untuk mempercepat terbentuknya kelembagaan AIP<br />

diperlukan bantuan dari luar berupa organisasi pendampingan. Secara ringkas format<br />

organisasi pendampingan dalam penumbuhan kelembagaan AIP diperlihatkan dalam<br />

Gambar 2.<br />

115


BPTP<br />

Pemda Kelembagaan LSM/Ormas<br />

AIP<br />

Tokoh Masayarakat<br />

Gambar 2. Format Organisasi Pendampingan dalam Penumbuhan Kelembagaan AIP<br />

Pada dasarnya organisasi pendampingan merupakan representasi dari<br />

masyarakat ma<strong>dan</strong>i. Penumbuhan kelembagaan AIP merupakan bagian integral dari<br />

masyarakat ma<strong>dan</strong>i. Kelembagaan AIP akan sulit ditumbuhkan jika sistem masyarakat<br />

ma<strong>dan</strong>i yang melingkupinya belum tumbuh sehat. Oleh sebab itu peran BPTP secara<br />

sosio-budaya mencakup juga bagian dari pemrakarsa penumbuhan <strong>dan</strong> pengembangan<br />

masyarakat ma<strong>dan</strong>i di wilayah pengembangan Prima Tani. Dalam kaitan ini BPTP perlu<br />

berinisiatif untuk menggalang kerjasama dengan pemerintah daerah untuk mengawali<br />

pembetukan Organisasi Pendampingan Prima Tani di wilayah setempat.<br />

PENUTUP<br />

Program Rintisan <strong>dan</strong> Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi <strong>Pertanian</strong><br />

(Prima Tani) pada dasarnya dikembangkan dalam rangka mengatasi kelambanan<br />

penyampaian <strong>dan</strong> penerapan inovasi teknologi pertanian. Pada intinya pelaksanaan<br />

Prima Tani mengupayakan terwujudnya hubungan sinergis : antara kegiatan penelitian<br />

<strong>dan</strong> penyuluhan, antara Ba<strong>dan</strong> Litbang <strong>Pertanian</strong> <strong>dan</strong> praktisi agribisnis terutama petani,<br />

<strong>dan</strong> antara praktisi agribisnis. Dalam pelaksanaanya upaya tersebut diwujudkan melalui<br />

pengembangan model Agribisnis Industrial Pedesaan (AIP), yang merupakan perpaduan<br />

antara sistem inovasi <strong>dan</strong> sistem agribisnis. Model AIP tersebut diimplementasikan<br />

dengan pendekatan kawasan dengan unit terkecil berupa wilayah desa <strong>dan</strong> pendekatan<br />

agroekosistem.<br />

Dari sisi kelembagaan agribisnis, implementasi model AIP membutuhkan dua<br />

kegiatan utama yaitu: penumbuhan elemen lembaga agribisnis yang dibutuhkan, <strong>dan</strong><br />

penumbuhan keterkaitan fungsional <strong>dan</strong> institusional yang harmonis di antara praktisi<br />

agribisnis. Selama ini kedua kegiatan tersebut dapat dikatakan relatif kurang<br />

dikembangkan karena inovasi pertanian lebih ditekankan pada aspek teknis daripada<br />

116


aspek kelembagaan. Oleh karena itu implementasi model AIP secara utuh mungkin<br />

akan dihadapkan pada hambatan <strong>dan</strong> permasalahan yang cukup intensif. Dalam kaitan<br />

ini maka dukungan dari berbagai pihak (masyarakat lokal, pemerintah daerah, institusi<br />

terkait) sangat dibutuhkan dalam rangka mewujudkan sistem agribisnis berbasis<br />

teknologi yang berdaya saing, bernilai tambah tinggi, <strong>dan</strong> proporsional dalam<br />

pembagian nilai tambah.<br />

DAFTAR PUSTAKA<br />

Ba<strong>dan</strong> Litbang <strong>Pertanian</strong>. 2004. Rancangan Dasar : Program Rintisan <strong>dan</strong> Akselerasi<br />

Pemasyarakatan Inovasi Teknologi <strong>Pertanian</strong> (Prima Tani).<br />

Ba<strong>dan</strong> Litbang <strong>Pertanian</strong>. 2004. Petunjuk Teknis Laboratorium Agribisnis.<br />

Ba<strong>dan</strong> Litbang <strong>Pertanian</strong>. 2004. Panduan Umum Penyusunan Petunjuk Teknis Pelaksanaan<br />

Prima Tani.<br />

Beierlein, J.G. 1986. Principles of Agribusiness Management. A Reston Book. Prentice-Hall. New<br />

Jersey.<br />

Cramer, G.L. and Jensen, C.W. 1994. Agricultural Economics and Agribusiness. John Willey &<br />

Sons Inc. New York.<br />

Downey, W.D. <strong>dan</strong> Ericson, S.P. 1992. Manajemen Agribisnis. Penerbit Erlangga. Jakarta.<br />

117

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!