04.11.2014 Views

Kebijakan Desentralisasi Fiskal - Direktorat Jenderal Anggaran ...

Kebijakan Desentralisasi Fiskal - Direktorat Jenderal Anggaran ...

Kebijakan Desentralisasi Fiskal - Direktorat Jenderal Anggaran ...

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

<strong>Kebijakan</strong> <strong>Desentralisasi</strong> <strong>Fiskal</strong><br />

Bab V<br />

pada tahun 2009 meningkat menjadi Rp24,7 triliun, meskipun kemudian pada tahun 2010<br />

turun menjadi Rp21,1 triliun. Tentunya semua ini tidak terlepas dari kerja keras seluruh<br />

komponen bangsa, baik penyelenggara negara maupun masyarakat, sehingga pendapatan<br />

negara senantiasa meningkat untuk turut mendukung pelaksanaan desentralisasi fiskal.<br />

Sebagaimana diatur dalam UU Nomor 33 Tahun 2004, transfer DBH dihitung berdasarkan<br />

persentase tertentu dari realisasi penerimaan dalam negeri yang dibagihasilkan, baik dari<br />

penerimaan pajak maupun penerimaan Sumber Daya Alam (SDA). Penerimaan negara<br />

yang berasal dari penerimaan pajak yang dibagihasilkan ke daerah meliputi Pajak<br />

Penghasilan, yaitu PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 25/29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam<br />

Negeri (WPOPDN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), serta Bea Perolehan Hak atas Tanah<br />

dan Bangunan (BPHTB).<br />

Penerimaan negara yang berasal dari SDA yang dibagihasilkan ke daerah meliputi minyak<br />

bumi, gas bumi, pertambangan umum, kehutanan, dan perikanan. Sejak tahun 2006, DBH<br />

SDA Kehutanan juga mencakup DBH Dana Reboisasi (DR), yang merupakan pengalihan<br />

dari Dana Alokasi Khusus Dana Reboisasi (DAK DR). Sejak tahun 2009, Pemerintah telah<br />

mengalokasikan DBH Cukai Hasil Tembakau yang merupakan amanat dari UU Nomor 39<br />

Tahun 2007 tentang Cukai. Selain itu, dalam APBN-P 2009 juga telah dialokasikan DBH<br />

Panas Bumi tahun 2006 sampai dengan tahun 2009. Adapun kebijakan pengalokasian dari<br />

tahun ke tahun adalah menyempurnakan proses perhitungan, penetapan alokasi dan<br />

ketepatan waktu penyaluran melalui peningkatan koordinasi dengan institusi pengelola<br />

Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dalam rangka penyediaan data yang lebih akurat.<br />

Sejalan dengan peningkatan realisasi penerimaan negara yang dibagihasilkan, realisasi DBH<br />

menunjukkan adanya peningkatan dari Rp50,5 triliun dalam tahun 2005 menjadi Rp76,1<br />

triliun pada tahun 2009, serta meningkat lagi menjadi Rp89,6 triliun pada tahun 2010, atau<br />

rata-rata tumbuh sebesar 13 persen per tahun.<br />

Selanjutnya, pada Grafik V.3 dapat dilihat bahwa untuk tahun 2009 dan 2010, daerah<br />

yang menerima DBH SDA tertinggi adalah daerah se-Provinsi Kalimantan Timur, dengan<br />

proporsi penerimaan DBH SDA terhadap keseluruhan DBH SDA, masing-masing sebesar<br />

35,24 persen dan 34,06 persen. Hal ini dapat dipahami mengingat bahwa wilayah tersebut<br />

memang penyumbang utama hasil migas nasional, diikuti oleh wilayah Riau dan Sumatera<br />

Selatan. Sedangkan daerah yang menerima DBH SDA paling rendah pada tahun 2009 adalah<br />

daerah se-Provinsi Bali dan pada tahun 2010 adalah daerah se-Provinsi DI Yogyakarta,<br />

dengan proporsi penerimaan DBH SDA terhadap keseluruhan DBH SDA yang sama besar<br />

nya yaitu 0,004 persen.<br />

Sementara itu, pada Grafik V.4 dapat dilihat bahwa untuk tahun 2009 dan 2010, daerah<br />

yang menerima DBH Pajak tertinggi adalah daerah se-Provinsi DKI Jakarta, dengan proporsi<br />

penerimaan DBH Pajak terhadap keseluruhan DBH Pajak, masing-masing sebesar 22,50<br />

persen dan 23,70 persen, sedangkan daerah yang menerima DBH Pajak paling rendah adalah<br />

daerah se-Provinsi Gorontalo, dengan proporsi penerimaan DBH Pajak terhadap keseluruhan<br />

DBH Pajak pada tahun 2009 dan 2010, masing-masing sebesar 0,34 persen dan 0,28 persen.<br />

Peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun juga terjadi pada DAU, yang terjadi karena<br />

peningkatan rasio alokasi DAU terhadap Penerimaan Dalam Negeri (PDN) neto, yaitu 25,5<br />

persen pada tahun 2005 dan kemudian meningkat menjadi 26 persen dalam periode tahun<br />

2006-2010. Sejalan dengan peningkatan rasio DAU terhadap PDN neto tersebut, maka dalam<br />

Nota Keuangan dan RAPBN 2011<br />

V-7

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!