05.11.2014 Views

Tobing - SDareh.pdf - Pusat Sumber Daya Geologi

Tobing - SDareh.pdf - Pusat Sumber Daya Geologi

Tobing - SDareh.pdf - Pusat Sumber Daya Geologi

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

INVENTARISASI BITUMEN PADAT DENGAN ‘OUTCROP DRILLING’ DI DAERAH<br />

SUNGAIDAREH, KABUPATEN SAWAHLUNTO - SIJUNJUNG, PROVINSI SUMATRA BARAT<br />

Oleh<br />

S. M. <strong>Tobing</strong><br />

Subdit Batubara, DIM<br />

ABSTRACT<br />

Investigation on the solid bitumen (oil shale) with outcrop drilling in the Sungaidareh area was<br />

intended to study the geological condition, lithological sequence, the thickness of the seam and the distribution<br />

of the mainly the oil shale rocks in the formation. Administratively, the area is formerly within the Sawahlunto –<br />

Sijunjung Regency, and is later to be the Dharmasraya Regency after the local government extension of the West<br />

Sumatra Province.<br />

Stratigraphically the area composed mainly by several tertiary sedimentary rock formations such as<br />

Lower and Upper Telisa, Airbenakat, Kasai and Alluvial deposits. The Lower Telisa Formation lies<br />

unconformable covered the pre tertiary Kuantan Formation, while all the other tertiary rock formations lie<br />

underlying conformably respectively. Most of the tertiary formations affected by the tectonic process to form<br />

anticline – syncline structures towards the Northwest – Southeast direction.<br />

Based on the geological mapping and bore-holes data show that the very thick oil shale seam only<br />

found in the Upper Telissa Formation. The total depth of the 4 (four) drilling holes is 207.90 m and the total<br />

thickness of the single solid bitumen (oil shale) seam is more than 191.90 m thick.<br />

Distribution of the oil shale in the Upper Telisa Formation follows sincline wing towards the Northwest<br />

- Southeast direction at around more than 10 kms length with its inclination between 20 o – 56 o .<br />

Petrographic analyses of the outcrops samples show that all of the samples contain lamalginite and<br />

telalginite. The maturity of the rocks seems to be immature where the R v mean vitrinite reflectance ranging from<br />

0.25 – 0.35%. The result of 20 oil shale samples retorted, give the hydrocarbon content range from 5 – 40 l/ton.<br />

It is believed that the Upper Telisa Formation is the oil shale-bearing formation and is also at least to be the<br />

source of the hydrocarbon.<br />

The oil shale rock and the result of the oil/hydrocarbon resources calculated in the investigated area is<br />

divided into four blocks. The area of the Block I – IV is estimated around 2,018,873 m 2 (114,520,888 barrel);<br />

1,762,187 m 2 (99,960,334 barrel); 3,493,365 m 2 (198,161,678 barrel) and 8,611,452 m 2 (488,485,968 barrel),<br />

respectively. The oil/hydrocarbon resources in the Block II is categorised into inferred and the Blocks I; III; and<br />

IV as hypothetic resources.<br />

S A R I<br />

Penyelidikan endapan bitumen padat dengan pemboran singkapan batuan bitumen padat di daerah<br />

Sungaidareh dan sekitarnya adalah untuk mengetahui keadaan geologi, litologi, ketebalan dan penyebarannya<br />

di dalam formasi pembawanya. Secara administratif daerah ini masuk ke dalam wilayah pemerintahan<br />

Kabupaten Sawahlunto – Sijunjung (dulu), kemudian setelah pemekaran menjadi Kabupaten Dharmasraya,<br />

Propinsi Sumatra Barat.<br />

Secara stratigrafi daerah penyelidikan terdiri dari beberapa batuan sedimen tersier seperti Fm. Telisa<br />

Bawah, Fm. Telisa Atas, Fm. Airbenakat, Fm. Kasai, dan endapan Alluvium. Formasi Telisa Bawah terletak<br />

tidak selaras di atas batuan pra tersier Fm. Kuantan, sementara batuan tersier lainnya masing-masing menindih<br />

selaras. Hampir semua formasi batuan tersier dipengaruhi oleh proses tektonik yang membentuk struktur<br />

antiklin – sinklin yang berarah Baratlaut – Tenggara.<br />

Berdasarkan pemetaan geologi dan data pemboran menunjukkan bahwa lapisan bitumen padat hanya<br />

ditemukan pada Fm. Telisa Atas. Total kedalaman pemboran di empat titik adalah 207,90 meter dan total<br />

ketebalan lapisan tunggal bitumen padat diperkirakan lebih dari 191,90 m.<br />

Penyebaran endapan lapisan bitumen padat di dalam Fm. Telisa Atas mengikuti sayap sinklin dengan<br />

arah Baratlaut – Tenggara lebih dari 10 km dengan kemiringan 20 o – 56 o .<br />

Hasil analisa petrografi conto singkapan batuan menunjukkan bahwa endapan bitumen padat<br />

mengandung lamalginit dan telalginit. Tingkat kematangan batuan masih immatur dimana nilai vitrinit refleksi<br />

R v mean 0,25 – 0,35%. Kandungan minyak hasil ‘retorting’ terhadap 20 conto memberikan hasil 5 - 40 liter per<br />

ton batuan. Oleh karena itu, Fm. Telisa Atas dipercaya sebagai formasi pembawa bitumen padat dan paling<br />

tidak sebagai sumber dari minyak/hidrokarbon.<br />

<strong>Sumber</strong> daya batuan dan minyak/hidrokarbon di daerah penyelidikan dibagi menjadi empat blok<br />

perhitungan. Luas daerah dan sumber daya minyak pada Blok I – IV masing-masing adalah 2.018.873 m 2<br />

(114.520.888 barrel); 1.762.187 m 2 (99.960.334 barrel); 3.493.365 m 2 (198.161.678 barrel) dan 8.611.452 m 2<br />

(488.485.968 barrel). <strong>Sumber</strong> daya minyak/hidrokarbon di dalam Blok II dikategorikan sebagai sumber daya<br />

tereka, dan sumber daya minyak pada Blok I, III, dan IV dikategorikan sebagai sumber daya hipotetik.<br />

PEMAPARAN HASIL KEGIATAN LAPANGAN SUBDIT BATUBARA – 2005<br />

BITUMEN PADAT – SUNGAIDAREH


I. PENDAHULUAN<br />

Direktorat Inventarisasi <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong><br />

Mineral mempunyai tugas untuk melakukan kegiatan<br />

inventarisasi endapan bitumen padat di daerah<br />

Sungaidareh dan sekitarnya, Kabupaten Sawahlunto –<br />

Sijunjung (sekarang Kabupaten Dharmasraya),<br />

Propinsi Sumatra Barat. Hal ini didasarkan kepada<br />

salah satu kebijaksanaan pemerintah di bidang energi<br />

yaitu intensifikasi yaitu survei dan eksplorasi sumbersumber<br />

energi dalam upaya untuk mengetahui secara<br />

lebih mantap potensi sumber daya energi yang ada,<br />

dan untuk mengurangi ketergantungan kepada minyak<br />

dalam memenuhi kebutuhan energi dalam negeri serta<br />

meningkatkan penganekaragaman penggunaan<br />

berbagai jenis energi. Dalam hal ini Bitumen padat<br />

adalah salah satu sumber energi yang dapat memegang<br />

peranan penting di masa yang akan datang.<br />

Inventarisasi ini dimaksudkan untuk<br />

mengetahui keberadaan endapan bitumen padat<br />

dengan tujuan untuk mengetahui potensi sumber<br />

dayanya. Disamping melakukan inventarisasi<br />

bitumen padat juga dilakukan inventarisasi terhadap<br />

sumber energi lainnya yang terdapat di kawasan<br />

tersebut. Bahan galian yang terdapat di daerah<br />

inventarisasi menurut informasi terdahulu adalah<br />

batubara.<br />

Secara geografis daerah penyelidikan terletak<br />

di dalam Lembar Peta Topografi No. 0814-64 dan<br />

0815-32, skala 1 : 50.000 yang diterbitkan oleh<br />

Bakosurtanal, tepatnya terletak diantara koordinat<br />

0 o 55´00” -1º10”00’LS dan 101º 40´ – 101º 55´ BT<br />

(Gambar 1.)<br />

Kegiatan lapangan termasuk pemboran 4<br />

(empat) titik dilakukan bersamaan dengan kegiatan<br />

pemetaan geologi bitumen padat yang berlangsung<br />

selama 50 hari mulai dari tanggal 23 Mei s/d tanggal<br />

11 Juli 2005.<br />

Penduduk setempat didominasi oleh<br />

pendatang dari berbagai tempat dan etnis, sedangkan<br />

penduduk asli etnis Minangkabau bermukim di<br />

kampung tua dalam Kenagarian Timpeh dan desa-desa<br />

di sekitarnya.<br />

Musim hujan berlangsung dari bulan Oktober<br />

sampai bulan Maret dan puncaknya bulan Desember<br />

dan Januari. Sedangkan musim kemarau berlangsung<br />

dari bulan April hingga bulan Agustus atau September.<br />

Batas antara musim kemarau dan musim hujan sering<br />

tidak jelas, karena pada musim kemarau hujan deras<br />

dapat turun secara tiba-tiba dalam waktu singkat<br />

beberapa kali sehari.<br />

Hampir seluruh daerah inventarisasi adalah<br />

kawasan perkebunan kelapa sawit baik milik<br />

perusahaan swasta maupun milik warga masyarakat.<br />

Secara umum akses ke daerah penyelidikan mudah<br />

dicapai baik dengan kendaraan roda dua maupun<br />

dengan kendaraan roda empat.<br />

II. KEGIATAN PENYELIDIKAN<br />

Kegiatan lapangan adalah melakukan<br />

pemboran (outcrop drilling) di 4 (empat) titik dan<br />

pemetaan geologi.<br />

Pekerjaan inventarisasi ini diharapkan dapat<br />

menyajikan pola distribusi lapisan bitumen padat dan<br />

bahan galian lainnya yang dilengkapi dengan<br />

informasi teknis antara lain kedudukan lapisan, tebal<br />

lapisan, kemiringan dan perkiraan bentuk lapisan.<br />

Selanjutnya, adalah evaluasi kualitas bitumen padat<br />

hasil analisa laboratorium. Seluruh informasi<br />

digunakan untuk menghitung sumber daya bitumen<br />

padat dan bahan galian lainnya yang terdapat di daerah<br />

inventarisasi. Hasil inventarisasi ini juga digunakan<br />

sebagai sumber informasi untuk penyusunan bank data<br />

pada Direktorat Inventarisasi <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> Mineral,<br />

Bandung.<br />

Hasil akhir adalah laporan yang mencakup<br />

kualitas bitumen padat, distribusi, sumber daya dan<br />

peta geologi skala 1 : 50.000.<br />

II. KEADAAN GEOLOGI<br />

Secara geologi daerah penyelidikan termasuk<br />

dalam Peta <strong>Geologi</strong> Lembar Solok (Silitonga P. H.,<br />

dan Kastowo, Edisi 2 Tahun 1995) di bagian utara;<br />

dan Peta <strong>Geologi</strong> Lembar Painan dan Bagian<br />

Timurlaut Lembar Muarasiberut, Sumatra (Rosidi, H.<br />

M. D., S. Tjokrosapoetro, B. Pendowo, S. Gafoer dan<br />

Suharsono, 1996) di bagian selatan.<br />

Kerangka tektonik Cekungan Sumatra<br />

Tengah cukup banyak diterbitkan mulai dari<br />

Bemmelen (1949), Martosono dan Nayoan (1974),<br />

William, dkk., (1985). Robinson dan Kamal (1988)<br />

yang penyelidikannya ditekankan pada batuan<br />

pengandung ‘oil shale’ atau batuan sumber minyak<br />

bumi. Koesoemadinata dan Matasak (1981) membahas<br />

tentang tatanan stratigrafi dan pola sedimentasi batuan<br />

Tersier Bawah di Cekungan Ombilin yang dikenal<br />

sebagai cekungan penghasil batubara.<br />

Pada Akhir Kapur terjadi pensesaran batuan<br />

dasar yang menghasilkan struktur ‘horst’ dan ‘graben’.<br />

Selama Eosen - Oligosen terjadi sedimentasi pada<br />

bagian ‘graben’ (de Coster 1974). Sedimen ini<br />

terutama terdiri dari klastika kasar dengan sisipan<br />

batulumpur dan bitumen padat. Pada zona-zona graben<br />

terjadi pembentukan bitumen padat dan<br />

perkembangannya dikontrol oleh penurunan daratan<br />

secara perlahan. Hal ini mengakibatkan perluasan<br />

cekungan sedimentasi terutama ke arah Timur dan<br />

Barat. Pada waktu tertentu, cekungan berhubungan<br />

dengan laut terbuka dan disertai oleh pengendapan<br />

sedimen laut. Sejak pertengahan Miosen sedimen laut<br />

dangkal dan payau berkembang. Lapisan bitumen<br />

padat dari Fm. Telisa dan atau Fm. Gumai berasal dari<br />

substansi organik yang terbentuk selama waktu itu di<br />

daerah rawa – laut dangkal.<br />

Stratigrafi Regional<br />

Secara regional Carnell dkk, (1998)<br />

menyusun stratigrafi cekungan sebagaimana<br />

ditunjukkan dalam Gambar 2. Penyusunan<br />

stratigrafi didasarkan atas hasil aktifitas<br />

eksplorasi minyakbumi yang terdiri dari<br />

penyelidikan seismik dan pemboran sehingga<br />

PEMAPARAN HASIL KEGIATAN LAPANGAN SUBDIT BATUBARA – 2005<br />

BITUMEN PADAT – SUNGAIDAREH


Gambar 1. Peta Lokasi dan Kesampaian Daerah Sungaidareh, Prop. Sumatra Barat<br />

PEMAPARAN HASIL KEGIATAN LAPANGAN SUBDIT BATUBARA – 2005<br />

BITUMEN PADAT – SUNGAIDAREH


O CH<br />

AGE<br />

(M a.)<br />

G a m b a r 2 . S T R A T IG R A F I C E K U N G A N S U M A T R A T E N G A H<br />

(After Carnell et al., 1998)<br />

RELATIVE<br />

SEA LEVEL<br />

BIOSTRAT<br />

ZONES<br />

W<br />

LITHOSTRATIGRAPHIC UNITS<br />

2<br />

N23<br />

N22<br />

N21<br />

MINAS Fm.<br />

PLIO<br />

4<br />

N20<br />

N19<br />

N18<br />

MIOCENE MIOCENE<br />

6<br />

8<br />

10<br />

12<br />

14<br />

N17<br />

N16<br />

N15<br />

N14<br />

N13<br />

N12<br />

N11<br />

N10<br />

N9<br />

N8<br />

WINGFOOT Mbr.<br />

PETANI Fm.<br />

MIOCENE<br />

16<br />

18<br />

20<br />

N7<br />

N6<br />

N5<br />

KANAN Mbr.<br />

SIBUNG<br />

YANG<br />

ASLI<br />

Mbr.<br />

TELISA Fm .<br />

SIHAPAS Gp.<br />

BEKASAP Fm.<br />

BANGKO Fm.<br />

DURI Fm.<br />

22<br />

N4<br />

SIHAPAS<br />

UNDIFF<br />

M ENGGALA Fm .<br />

24<br />

UPPER PEMATANG<br />

LAKE FILL Fm .<br />

LAKE FILL Fm .<br />

CONGLOMERATE Fm.<br />

PALAEOGENE<br />

PEMATANG Gp.<br />

BEDS<br />

BROWN<br />

PEMATANG Gp.<br />

SHALE<br />

F m .<br />

BEDS<br />

LOWER PEMATANG<br />

BASEMENT<br />

CONGLOMERATE Fm.<br />

ZONE Fm .<br />

RED<br />

BASEMENT<br />

LOWER<br />

RED<br />

LOWER<br />

BASEMENT<br />

MANDIAN<br />

GRABEN<br />

KIRI GRABEN<br />

BALAM / AMAN<br />

GRABEN<br />

lebih menggambarkan geologi bawah<br />

permukaan. Beberapa penulis terdahulu<br />

memberikan penamaan yang berbeda. Dalam tulisan<br />

ini digunakan pembagian stratigrafi oleh Carnell, dkk.,<br />

(1998) disesuaikan dengan pembagian oleh Silitonga<br />

P. H dan Kastowo (1995), dan Rosidi, dkk., (1996)<br />

dimana Fm. Telisa dibagi menjadi dua anggota yaitu<br />

Anggota Telisa Bawah dan Anggota Telisa Atas.<br />

Sedangkan di bagian selatan, Anggota Telisa Bawah<br />

dinamakan sebagai Fm. Talangakar dan Anggota<br />

Telisa Atas sebagai Fm. Gumai (Rosidi, dkk., 1996).<br />

Batuan tertua yang terdapat di daerah<br />

Sungaidareh adalah kelompok batuan Pra Tersier yaitu<br />

Fm. Kuantan (Fm. Barisan di bagian selatan) terdiri<br />

atas Anggota Bawah, Anggota Batugamping dan<br />

Anggota Filit dan Serpih. Ketiganya juga bertindak<br />

sebagai batuan dasar dari Cekungan Sumatra Tengah.<br />

Batuan sedimen tersier tertua yang mengisi<br />

Cekungan Sumatra Tengah di daerah inventarisasi<br />

adalah Fm. Telisa Bawah (Fm. Talangakar) dengan<br />

kedudukan tidak selaras di atas Fm. Kuantan. Formasi<br />

ini disusun terutama oleh napal lempungan, batupasir,<br />

tuf, breksi dan batupasir glaukonit, dan sisipan<br />

batubara. Fm. Telisa Atas (Fm. Gumai) terutama<br />

PEMAPARAN HASIL KEGIATAN LAPANGAN SUBDIT BATUBARA – 2005<br />

terdiri dari serpih, batugampingnapalan dengan sisipan<br />

tuf andesit.<br />

Selaras di atas Fm. Telisa Atas (Fm. Gumai)<br />

secara berturut-turut diendapkan Fm. Air Benakat, Fm.<br />

Muara Enim dan Fm. Kasai.<br />

<strong>Geologi</strong> Daerah Inventarisasi<br />

Morfologi daerah inventarisasi dibagi<br />

menjadi dua satuan yaitu Satuan Morfologi Pematang<br />

dan Satuan Morfologi Pedataran. Satuan Morfologi<br />

Pematang dibangun oleh deretan perbukitan yang<br />

mempunyai sudut lereng curam berkisar dari 45º – 60º<br />

dan berada pada ketinggian antara 150 m dan 300 m di<br />

atas muka laut. Satuan ini dibentuk terutama oleh<br />

batuan Pra Tersier. Satuan Morfologi Pedataran<br />

merupakan daerah lembah yang cukup lebar di antara<br />

morfologi pematang. Satuan ini berada pada<br />

ketinggian antara 50 m – 150 m dan dibangun oleh<br />

batuan sedimen Tersier dan endapan aluvium.<br />

Daerah inventarisasi dialiri oleh Sungai<br />

Pedulangan dan Sungai Batangtiu di bagian utara<br />

sedangkan di daerah bagian Selatan terdapat Sungai<br />

Timpeh. Masing-masing aliran sungai ini membentuk<br />

pola dendritik dan rektangular. Di bagian Timur<br />

terdapat Batang Langsisip. Semua aliran sungai<br />

bermuara di Sungai Batanghari di bagian selatan.<br />

BITUMEN PADAT – SUNGAIDAREH


Stratigrafi Daerah Inventarisasi<br />

Cekungan sedimentasi Sumatra Tengah dan<br />

Cekungan Sumatra Selatan merupakan cekungan<br />

besar tetapi pada perioda tertentu terjadi pemisahan.<br />

Jalur pemisahnya melalui tinggian Pegunungan<br />

Bukittigapuluh, Pegunungan Bukitduabelas dan<br />

Bukitlimau.<br />

Batuan tertua yang terdapat di daerah<br />

Sungaidareh adalah kelompok batuan metamorf dan<br />

metasedimen yang menempati bagian barat lembar<br />

peta. Kedua kelompok batuan itu disebut sebagai<br />

batuan dasar, dan oleh Silitonga (1995) dinamakan<br />

Fm. Kuantan yang terdiri dari tiga anggota yaitu<br />

Anggota Bawah, Anggota Batugamping dan Anggota<br />

Filit dan Serpih. Formasi ini kemudian diterobos oleh<br />

batuan beku granit.<br />

Tidak selaras di atas kelompok batuan dasar<br />

diendapkan Fm. Telisa Bawah (Fm. Talangakar) yang<br />

terdiri dari konglomerat, batupasir, batulanau dan<br />

sisipan batulempung dan batubara. Batuan-batuan<br />

pembentuk formasi ini umumnya mengandung<br />

material volkanik berumur Oligosen sampai Miosen<br />

Awal. Selaras di atasnya diendapkan Fm. Telisa Atas<br />

(Fm. Gumai) yang disusun oleh serpih coklat,<br />

batupasir dan batulempung hijau berumur Miosen<br />

Awal. Selanjutnya di daerah ini diendapkan Fm. Air<br />

Benakat yang terdiri dari perselingan batulempung,<br />

batupasir yang kadangkala mengandung glaukonit dan<br />

serpih. Ketiga formasi ini menunujukkan pengendapan<br />

fase transgresi dari darat sampai laut dalam. Selaras di<br />

atas Fm. Air Benakat diendapkan Fm. Kasai yang<br />

memperlihatkan sedimentasi fase regresi.<br />

Dari semua formasi Tersier ini yang bersifat<br />

pembawa batubara adalah Fm. Telisa Bawah<br />

sedangkan Fm. Telisa Atas bertindak sebagai<br />

pembawa bitumen padat atau serpih bitumen (Tabel<br />

1).<br />

Struktur yang terdapat di daerah inventarisasi<br />

adalah lipatan dan sesar. Struktur lipatan terdiri dari<br />

sinklin dan antiklin yang berarah Baratlaut – Tenggara<br />

dan penunjaman ke arah Baratlaut dan Tenggara.<br />

Struktur lipatan ini mempunyai sayap-sayap yang<br />

tidak simetri dan besar kemiringan berkisar antara 10º<br />

dan 15º di bagian utara dan antara 25 o dan 56 o di<br />

bagian selatan.<br />

Struktur sesar sebagai hasil penafsiran adalah<br />

sesar mendatar dan sesar naik. Sesar mendatar berarah<br />

Timurlaut – Baratdaya yang memotong batuan Pre<br />

Tersier dan Tersier, diantaranya sesar mendatar yang<br />

melalui Sungai Pedulangan, sesar mendatar yang<br />

memotong aliran Sungai Batangtimpeh. Sesar naik<br />

dengan arah Baratlaut – Tenggara dan bidang sesar<br />

mengarah ke Timurlaut sehingga menyingkap batuan<br />

PreTersier.<br />

IV. HASIL INVENTARISASI<br />

Endapan Bitumen Padat<br />

Penyelidik terdahulu sudah<br />

menginformasikan keberadaan endapan bitumen padat<br />

di daerah inventarisasi. Menurut <strong>Tobing</strong>, S. M., (2000)<br />

menyatakan bahwa data singkapan bitumen padat yang<br />

ada diduga mempunyai ketebalan >300 m. Ilyas, S.,<br />

(2003) dalam penyelidikannya terhadap endapan<br />

batubara menginformasikan juga bahwa lapisan<br />

endapan bitumen padat cukup tebal. Keterdapatan<br />

lapisan bitumen padat di daerah inventarisasi melalui<br />

singkapan-singkapan yang ada sangat sulit untuk<br />

mengetahui dan mengukur ketebalannya, karena batas<br />

singkapan lapisan bagian atas maupun lapisan bagian<br />

bawahnya sangat tidak jelas oleh karena karakteristik<br />

batuan berupa batulempungan yang mengalami<br />

Tabel 1. Stratigrafi Daerah Inventarisasi<br />

Umur Formasi Litologi Lingkungan<br />

Pengendapan<br />

Tuf dan kadangkala tuf batuapungan,<br />

Kasai sisipan batupasir dan batulempung, Rawa<br />

setempat konglomeratan.<br />

Plistosen<br />

Miosen Tengah –<br />

Atas<br />

Miosen Bawah –<br />

Tengah<br />

Miosen Bawah<br />

Pre Tersier<br />

Airbenakat Serpih dan batupasir Laut<br />

Telisa Atas<br />

(Gumai)<br />

Telisa Bawah<br />

(Talangakar)<br />

Kelompok Pre<br />

Tersier<br />

Batupasir kuarsa, serpih kecoklatan<br />

dan batulanau, kontak bawah ditandai<br />

oleh kehadiran lapisan batubara kaya<br />

akan mineral pirit rombohedral<br />

Batupasir, batulempung sisipan<br />

batubara , konglomerat alas.<br />

Batuan metamorf dan metasedimen,<br />

granit.<br />

Laut dangkal<br />

Rawa pengaruh<br />

pasang surut<br />

Fase<br />

Regresi<br />

Transgresi<br />

pelapukan dan cenderung gradasional. Peta geologi<br />

dan distribusi endapan bitumen padat dapat dilihat<br />

dalam Gambar 2.<br />

Pemboran yang dilakukan pada Fm. Telisa<br />

Atas (Fm. Gumai) sebagai formasi pembawa<br />

bitumen padat membuktikan keberadaan dan<br />

ketebalan lapisan bitumen padat tersebut. Pemboran<br />

dilakukan pada 4 (empat) titik dengan kedalaman<br />

titik bor masing-masing adalah TMP-01 = 56,8 m,<br />

TMP-02 = 47,60 m, TMP-03 = 47,90 m, dan TMP-<br />

PEMAPARAN HASIL KEGIATAN LAPANGAN SUBDIT BATUBARA – 2005<br />

BITUMEN PADAT – SUNGAIDAREH


04 = 55,60m (Gambar 3). Total kedalaman pemboran<br />

297,90 m. Semua titik bor tidak menembus batas<br />

bawah lapisan bawah bitumen padat dan tidak<br />

menemukan lapisan pengotor sebagai pemisah<br />

lapisan. Total ketebalan lapisan bitumen padat dari<br />

hasil pemboran adalah 191,90 m dan merupakan<br />

lapisan tunggal. Endapan bitumen padat dijumpai<br />

mulai dari permukaan yang hanya ditutupi oleh tanah<br />

lapuk sebagai penutup lapisan. Kemiringan berkisar<br />

dari 20º - 35º. Serpih batuan berwarna coklat muda<br />

sampai coklat tua, berlembar, kaya material organik<br />

dan menghasilkan aroma khas aspal/minyak bila<br />

dibakar. Belum dapat diketahui dengan pasti berapa<br />

ketebalan sebenarnya endapan bitumen padat di<br />

dalam Fm. Telisa Atas (Fm. Gumai).<br />

Didukung oleh hasil pemetaan singkapan<br />

bitumen padat menunjukkan distribusi atau<br />

penyebarannya menerus dari baratlaut ke arah<br />

tenggara. Lapisan endapan bitumen padat terletak<br />

pada sayap sinklin bagian timurlaut, memanjang<br />

searah dengan arah formasi batuan (Gambar 2).<br />

Endapan Batubara<br />

Formasi Telisa Bawah (Fm. Talangakar) di daerah<br />

penyelidikan adalah formasi pembawa batubara.<br />

Menurut Ilyas, S., (2003) sebaran batubara<br />

ditemukan di bagian utara daerah inventarisasi dibagi<br />

menjadi dua blok, yaitu Blok Pedulangan dan Blok<br />

Bukittujuh. Di Blok Pedulangan lapisan batubara<br />

terdiri dari tiga lapisan dinamakan Seam Pedulangan,<br />

Seam Tiu I dan Seam Siasam (Seam Tiu II). Seam<br />

Pedulangan merupakan lapisan batubara paling<br />

bawah dengan total ketebalan 4,10 m yang terdiri<br />

dari lima lapisan. Tebal lapisan berkisar dari 0,15 m<br />

sampai 2,07 m. Sudut kemiringan kurang dari 10º -<br />

15º. Seam Tiu I tersingkap pada aliran Sungai<br />

Batang Tiu dan anak Batang Siasam merupakan<br />

lapisan tunggal dengan satu lapisan pengotor<br />

lempung batubaraan, tebal 0,25 m. Ketebalan terukur<br />

singkapan 3,25 - 6,0 m. Seam Siasam merupakan<br />

batas atas Fm. Telisa Bawah dan Fm. Telisa Atas.<br />

Lapisan batubara terdapat dalam batulempung<br />

berwarna hijau, tebalnya 0,25 - 0,50 m.<br />

Batubara di Blok Bukittujuh disebut sebagai Seam<br />

Bukittujuh 1 dan Seam Bukittujuh 2. Lapisan<br />

batubara menempati struktur antiklin berarah<br />

Baratlaut – Tenggara. Seam Bukittujuh 1 berwarna<br />

hitam kecoklatan, kusam dan menyerpih, tebal 0,25<br />

m. Seam Bukittujuh 2 tersingkap menempati kedua<br />

sayap antiklin. Tebal lapisan 0,80 m dalam<br />

batulempung, kemiringan lapisan 10º - 35º.<br />

Kualitas batubara Seam Pedulangan, mengandung<br />

abu 20,3 – 38,3% dan belerang 0,4 – 1,88%. Nilai<br />

kalori antara 4.125 – 5.900 kal/gr. Kandungan abu<br />

Seam Tiu I : 15,6 – 24,1%, belerang 0,35 – 0,37%<br />

dan nilai kalori 5.875 – 6.440 kal/gr. Sedangkan<br />

Seam Tiu II atau Seam Siasam mengandung abu<br />

19,8%, belerang 5,68% dan nilai kalori 3.970 – 4.030<br />

kal/gr. Seam Bukittujuh II mengandung abu 5,1 –<br />

37,1%, belerang 1,9% dan nilai kalori 4.125 – 6.565<br />

kal/gr. <strong>Sumber</strong> daya batubara di Blok Pedulangan<br />

sekitar 105,7 juta ton sedangkan di Blok Bukittujuh<br />

sekitar 2,7 juta ton.<br />

PEMAPARAN HASIL KEGIATAN LAPANGAN SUBDIT BATUBARA – 2005<br />

BITUMEN PADAT – SUNGAIDAREH


Gambar 2. Peta <strong>Geologi</strong> dan Distribusi Bitumen Padat Daerah Sungaidareh<br />

PEMAPARAN HASIL KEGIATAN LAPANGAN SUBDIT BATUBARA – 2005<br />

BITUMEN PADAT – SUNGAIDAREH


Gambar 3. Lapisan Endapan Bitumen Padat Pada Titik Bor Daerah Sungai Dareh<br />

Kualitas Bitumen Padat<br />

Kualitas bitumen padat ditentukan<br />

berdasarkan analisa ‘retorting’ dan petrografi organik.<br />

Hasil analisa ‘retorting’ batuan dari daerah<br />

inventarisasi ditunjukkan dalam Tabel 3. Kandungan<br />

minyak berkisar dari 5 – 40 liter per ton batuan.<br />

Dalam laporannya <strong>Tobing</strong>, S. M., (2000)<br />

menginformasikan hasil analisa petrografy singkapan<br />

batuan bitumen padat dari daerah inventarisasi<br />

mengandung ganggang (algae) dan beberapa material<br />

organik yang amorf. Tingkat kematangan batuan<br />

adalah ‘immature’ dengan vitrinit refleksi R v mean<br />

0,22 – 0,36%. Conto-conto yang dianalisis<br />

mengandung alginit berupa lamalginit dan telalginit<br />

(Botryococcus) dengan jumlah yang bervariasi.<br />

Maseral-maseral tersebut dipercaya oleh para ahli<br />

‘petrography source rock’ sebagai sumber hidrokarbon<br />

yang potensial.<br />

Tabel 3. Hasil Analisa Retorting Conto Batuan Bitumen Padat Daerah Sungaidareh<br />

No. No. Conto Air<br />

(L/ton)<br />

Kandungan<br />

Minyak<br />

(Lt/ton)<br />

SG.<br />

Batuan<br />

(Gr/ml)<br />

Yield LTOM<br />

(Liter/Ton)<br />

1 TMP-01/02 50 30 2,41 60,00<br />

2 TMP-01/11 55 35 2,35 77,77<br />

3 TMP-01/15 80 40 2,21 200,00<br />

4 TMP-01/24 80 30 2,30 150,00<br />

5 TMP-01/31 100 20 2,68 20,00<br />

6 TMP-01/41 80 25 2,40 125,00<br />

7 TMP-02/54 55 25 2,27 55,55<br />

8 TMP-02/63 50 15 2,35 30,00<br />

9 TMP-02/74 65 25 2,36 71,42<br />

10 TMP-02/86 90 15 2,44 150,00<br />

11 TMP-03/05 120 10 2,43 50,00<br />

12 TMP-03/14 80 20 2,29 100,00<br />

13 TMP-03/19 50 20 2,47 40,00<br />

14 TMP-03/27 60 25 2,36 62,50<br />

15 TMP-04/33* 60 20 2,21 50,00<br />

16 TMP-04/41 50 15 2,25 30,00<br />

17 TMP-04/51 70 5 2,25 16,60<br />

18 TMP-04/58* 60 10 2,24 25,00<br />

19 TMP-04/62 60 20 2,30 50,00<br />

20 TMP-04/66 70 15 2,45 50,00<br />

Ket.: *) conto cuttings.<br />

LTOM = Liters per ton oil on zero moisture (yield).<br />

PEMAPARAN HASIL KEGIATAN LAPANGAN SUBDIT BATUBARA – 2005<br />

BITUMEN PADAT – SUNGAIDAREH


<strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> Bitumen Padat<br />

Berdasarkan data singkapan-singkapan di<br />

lapangan, data pemboran, dan distribusi sebaran, maka<br />

ketebalan lapisan bitumen padat di seluruh blok<br />

perhitungan diasumsikan sama setebal 191,90 m.<br />

Kandungan minyak dalam batuan mulai dari<br />

5 – 40 liter per ton batuan (Tabel 3). Untuk<br />

perhitungan sumber daya, kandungan minyak ‘mean’<br />

dalam batuan diasumsikan 20 liter per ton (in situ) dan<br />

‘mean specific gravity’ batuan adalah 2,35. Juga<br />

kandungan minyak dalam batuan dapat dikonversi<br />

dalam ‘yield liters per ton oil on zero moisture’<br />

(LTOM). Perhitungan kandungan minyak dalam tiap<br />

blok batuan bitumen padat dapat dilihat dalam Tabel 4.<br />

‘Mean liters per ton oil on zero moisture’ dari daerah<br />

inventarisasi adalah 70 LTOM.<br />

Perhitungan luas daerah inventarisasi dibagi<br />

ke dalam 4 (empat) blok. Masing-masing blok<br />

(Lampiran 1) dibatasi berdasarkan struktur-struktur<br />

dan keyakinan geologi. Berdasarkan klasifikasi SNI<br />

tentang sumber daya, maka Blok I, Blok III dan Blok<br />

IV adalah sumber daya hipotetik. Sedangkan pada<br />

Blok II adalah sumber daya tereka.<br />

Dalam Tabel 4 dapat dilihat total sumber<br />

daya batuan pada Blok I, Blok III, dan Blok IV adalah<br />

sebesar 3.999.219.853 ton dengan total luas sekitar<br />

8.868.138 m 2 . Bila diasumsi kandungan minyak relatip<br />

sama pada semua batuan danpada semua lapisan<br />

sekitar 20 liter per ton pada masing-masing blok, maka<br />

sumber daya minyak di dalam Blok I, III dan IV<br />

adalah sebesar 801.168.535 barrel minyak mentah<br />

(hipotetik). Luas daerah Blok II adalah 1.762.187 m 2 ,<br />

dan sumber daya batuan 794.684.660 ton. Maka<br />

sumber daya minyak dalam Blok II adalah sebesar<br />

99.960.334 barrel minyak mentah (tereka).<br />

No<br />

BLOK<br />

LUAS<br />

(M 2 )<br />

Tabel 4. <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> Batuan dan Minyak di Daerah Sungaidareh<br />

<strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> Batuan Bitumen Padat<br />

(Ton)<br />

<strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> Minyak<br />

(Barrel)<br />

Hipotetik Tereka Tertunjuk Hipotetik Tereka Tertunjuk<br />

1 I 2.018.873 910.441.062 - - 114.520.888 -<br />

2 II 1.762.187 - 794.684.660 - - 99.960.334 -<br />

3 III 3.493.365 1.575.385.347 - - 198.161.678 -<br />

4 IV 8.611.452 3.883.463.451 - - 488.485.968 -<br />

JUMLAH 10.630.325 3.999.219.853 794.684.660 - 801.168.535 99.960.334 -<br />

Prospek dan Kendala Pemanfaatan<br />

<strong>Sumber</strong> daya bitumen padat di daerah<br />

inventarisasi sangat besar dengan ketebalan lapisan<br />

mencapai lebih dari 190 m. Oleh karena itu kandungan<br />

minyak yang dapat di’retorting’ mempunyai prospek<br />

untuk dikembangkan. Untuk mengetahui kuantitasnya<br />

lebih rinci perlu dilakukan peneyelidikan geologi<br />

detail dan analisis conto batuan di laboratorium<br />

dengan interval yang lebih sempit, sehingga diperoleh<br />

nilai dengan deviasi yang kecil. Demikian juga dengan<br />

potensi batubara yang terdapat di bagian utara daerah<br />

inventarisasi dapat dipertimbangkan sebagai sumber<br />

energi PLTU.<br />

Ditinjau dari infrastruktur yang sudah ada<br />

berupa jalan raya, dengan adanya perkebunan kelapa<br />

sawit dan perkebunan coklat, dengan sendirinya<br />

daerah tersebut merupakan daerah yang terbuka<br />

meskipun kondisi jalan masih merupakan jalan tanah<br />

yang diperkeras dimana pada waktu musim hujan<br />

sangat sulit dilalui kendaraan. Lagipula daerah tersebut<br />

dekat dengan poros jalur lintas sumatra.<br />

Kendala utama dalam eksploitasi kedua<br />

komoditi tersebut adalah tumpangtindihnya lahan<br />

keterdapatannya dengan lahan perkebunan kelapa<br />

sawit dan perkebunan coklat yang sudah dalam tahap<br />

produksi. Diperlukan dana yang sangat besar untuk<br />

eksplorasi hingga ke eksploitasi bitumen padat.<br />

V. KESIMPULAN<br />

Secara geologi daerah inventarisasi<br />

merupakan bagian dari Pegunungan Bukit Barisan dan<br />

bagian pinggir Barat – Selatan Cekungan Sumatra<br />

Tengah. Sedimen Tersier di daerah inventarisasi dari<br />

tua ke muda adalah Fm. Telisa Bawah (Fm.<br />

Talangakar), Fm. Telisa Atas (Fm. Gumai), Fm. Air<br />

Benakat, dan Fm. Kasai dengan kedudukan selaras<br />

satu sama lainnya.<br />

Formasi Telisa Atas (Fm. Gumai) adalah<br />

formasi utama pembawa endapan bitumen padat.<br />

Endapan ini menempati struktur sinklin yang berarah<br />

Baratlaut – Tenggara dan kemiringan 25º - 56º.<br />

Ketebalan lapisan bitumen padat mencapai<br />

191,90 m dan merupakan satu lapisan yang belum<br />

menembus dasar lapisan. Total kedalaman pemboran<br />

pada empat titik adalah 207,90 meter.<br />

Analisa ‘retorting’ conto batuan bitumen<br />

padat mengandung minyak berkisar dari 5 – 40 liter<br />

per ton batuan (in situ) atau 16 – 200 liter (LTOM).<br />

Perhitungan sumber daya batuan dan minyak<br />

pada Blok I = 2.018.873 m 2 ; Blok II = 1.762.187 m 2 ;<br />

Blok III = 3.493.365 m 2 ; dan Blok IV = 8.611.452 m 2 .<br />

Dalam klasifikasi sumber daya, Blok I; III; dan IV<br />

diklasifikasikan sebagai sumber daya hipotetik dan<br />

Blok II sebagai sumber daya tereka.<br />

PEMAPARAN HASIL KEGIATAN LAPANGAN SUBDIT BATUBARA – 2005<br />

BITUMEN PADAT – SUNGAIDAREH


<strong>Sumber</strong> daya minyak in situ hasil ‘retorting’<br />

pada masing-masing daerah adalah Blok I =<br />

114.520.888 Barrel; Blok II = 99.960.334 Barrel; Blok<br />

III = 198.161.678 Barrel; dan Blok IV = 488.485.968<br />

Barrel. Total sumber daya minyak in situ (Blok I; III;<br />

dan IV) = 801.168.536 Barrel (Hipotetik), dan sumber<br />

daya minyak di Blok II = 99.960.334 Barrel (Tereka).<br />

Jika dikonversi menjadi ‘yield liters on zero moisture’<br />

(LTOM), maka total sumber daya minyak pada Blok I,<br />

III, dan IV = 2.804.089.876 Barrel (hipotetik) dan<br />

sumber daya minyak pada Blok II = 349.861.171<br />

Barrel (tereka).<br />

Formasi pembawa batubara adalah Fm. Telisa<br />

Bawah (Fm. Talangakar) terdapat di dua blok. Total<br />

sumber daya batubara di Blok Pedulangan sekitar<br />

105,7 juta ton dan di Blok Bukittujuh sekitar 2,7 juta<br />

ton.<br />

Daerah inventarisasi hampir seluruhnya<br />

merupakan daerah perkebunan kelapa sawit yang telah<br />

berproduksi.<br />

VI. DAFTAR PUSTAKA<br />

De Coster, G.L., 1974. The Geology of The Central and South Sumatra Basin. Proceeding Indonesia Petroleum<br />

Association, 4 th Annual Convention.<br />

Holcombe, C.J., 1972. Report on a Survey of Coal Prospects in Central Sumatra, PT. Rio Tinto Indonesia,<br />

Report No. 198. (Unpublished).<br />

Ilyas, S., 1989. Laporan Survei Tinjau <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> Batubara Daerah Kuantan Mudik, Kabupaten Indragiri<br />

Hulu, Propinsi Riau. Direktorat <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> Mineral, Bandung.<br />

Ilyas, S., 2003. Laporan Inventarisasi Batubara Kawasan Lintas Propinsi di Daerah Sungaidareh, Kabupaten<br />

Sawahlunto – Sijunjung, Propinsi Sumatra Barat dan Kabupaten Kuantan Singingi, Propinsi Riau.<br />

Rosidi, H. M. D., Tjokrosapoetro, S., Pendowo, B., Gafoer, S., dan Suharsono, 1996. Peta <strong>Geologi</strong> Lembar<br />

Painan dan Bagian Timurlaut Lembar Muarasiberut, Sumatra. Skala 1:250.000. Puslitbang <strong>Geologi</strong>,<br />

Bandung.<br />

Silitonga, P.H., dan Kastowo, 1975. Peta <strong>Geologi</strong> Lembar Slok, Sumatra. Skala 1 : 250.000. Puslitbang <strong>Geologi</strong>,<br />

Bandung.<br />

<strong>Tobing</strong>, S.M., 2000. Laporan Survei Pendahuluan Endapan Bitumen Padat di Daerah Sijunjung, Propinsi<br />

Sumatra Barat.<br />

PEMAPARAN HASIL KEGIATAN LAPANGAN SUBDIT BATUBARA – 2005<br />

BITUMEN PADAT – SUNGAIDAREH

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!