20.11.2014 Views

Untitled - KPPU

Untitled - KPPU

Untitled - KPPU

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

ANALISA <strong>KPPU</strong> TERHADAP KEBIJAKAN PEMERINTAH<br />

MENGENAI REKOMENDASI ASOSIASI SEBAGAI PERSYARATAN<br />

PENGURUSAN IZIN DI SEKTOR PERIKANAN<br />

I. Latar Belakang<br />

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan dua pertiga wilayahnya berupa<br />

perairan laut yang terdiri dari laut pesisir, laut lepas, teluk dan selat yang luasnya 3,1<br />

juta km2. Selain itu Indonesia juga mempunyai hak pengelolaan dan pemanfaatan ikan<br />

di zona ekonomi ekslusive (ZEE) sekitar 2,7 juta km2 sehingga luas wilayah laut yang<br />

dapat dimanfaatkan sumber daya alam hayati dan non hayati diperairan yang luasnya<br />

sekitar 5,8 juta km2.<br />

Dengan luasnya perairan yang dimiliki, Indonesia memiliki keanekaragaman kekayaan<br />

laut yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan konsumsi ataupun untuk menghasilkan<br />

devisa melalui ekspor. Berbagai jenis ikan terdapat di perairan Indonesia, yang<br />

diantaranya adalah ikan pelagis besar, ikan pelagis kecil, ikan tuna, ikan demersal, dan<br />

masih banyak lagi yang memiliki nilai jual yang tinggi di pasar.<br />

Sebagai negara kepulauan, sektor perikanan merupakan salah satu sektor yang sangat<br />

penting bagi pembangunan nasional indonesia. Hal ini terbukti dari banyaknya jumlah<br />

penduduk indonesia yang berprofesi sebagai nelayan. Selain sektor ini juga mempunyai<br />

peran yang besar sebagai salah satu penyumbang devisa. Oleh karena itu pengelolaan<br />

dan pengembangan sektor perikanan harus senantiasa dijaga mengingat perannya yang<br />

besar bagi perekonomian Indonesia.<br />

Secara umum sektor perikanan terbagi menjadi dua yaitu perikanan budidaya dan<br />

perikanan tangkap. Untuk mendukung pengembangan perikanan tangkap di Indonesia,<br />

pada saat ini telah terdapat 5 pelabuhan samudra yang tersebar di 5 propinsi dan<br />

pelabuhan perikanan lainnya yang berfungsi untuk melayani pendaratan hasil<br />

penagkapan ikan baik dari perairan nasional maupun dari perairan internasional. Semua<br />

propinsi di Indonesia mempunyai kontrobusi didalam produksi ikan tangkap nasional.<br />

Bila dilihat pada daerah dengan produksi ikan tangkap terbesar terlihat bahwa provinsi<br />

1


DKI Jakarta merupakan propinsi penghasil terbesar dan diikuti oleh provinsi Maluku<br />

Utara, Jawa Timur, Sumatera Utara dan Maluku.<br />

Salah satu masalah yang terjadi di industri perikanan adalah maraknya ilegal fishing<br />

yang dilakukan oleh nelayan dari negara lain. Salah satu upaya yang dilakukan untuk<br />

mengatasi ini adalah adanya kewajiban untuk mendaratkan hasil tangkapan pada<br />

pelabuhan perikanan di Indonesia. Dengan keterbatasan armada yang dimilikinya, maka<br />

pemerintah sangat membutuhkan peran aktif masyarakat untuk ikut serta mengawasi<br />

sektor perikanan. Bahkan, pada tahun 2008 lalu pemerintah juga mengeluarkan<br />

Peraturan Dirjen Perikanan Tangkap No. 5364/2008 tentang Pemberian Rekomendasi<br />

dari asosiasi atau organisasi di Bidang Perikanan Tangkap Sebagai Persyaratan<br />

Perizinan Usaha Perikanan Tangkap, yang diterbitkan pada 22 Desember 2008.<br />

Peraturan ini diharapkan dapat menjadi salah satu cara pengawasan dalam manajemen<br />

penangkapan ikan dan pemberdayaan asosiasi perikanan.<br />

Dengan adanya peraturan ini perusahaan wajib menyertakan rekomendasi dari asosiasi<br />

atau organisasi yang telah terdaftar menjadi anggota Gabungan Pengusaha Perikanan<br />

Indonesia (Gappindo) dan tercatat pada Ditjen Perikanan Tangkap. Dengan terbitnya<br />

peraturan ini, maka pengusaha kapal yang tidak memiliki rekomendasi dari asosiasi atau<br />

organisasi, berdasarkan peraturan tidak bisa memperpanjang Surat Izin Penangkapan<br />

Ikan (SIPI) serta Surat Izin Kapal Pengangkutan Ikan (SIKPI). Departemen Kelautan dan<br />

Perikanan (DKP) tidak akan memperpanjang izin atau mencabut izin operasi kapal<br />

perikanan yang tidak ikut bergabung dengan organisasi atau asosiasi perikanan.<br />

Berbagai isu terkait dengan sektor perikanan tersebut menarik perhatian <strong>KPPU</strong><br />

sehingga perlu dilihat lebih jauh mengenai persaingan didalam sektor perikanan dan<br />

dampak dikeluarkannya peraturan tersebut terhadap persaingan didalam sektor<br />

perikanan. Untuk itu <strong>KPPU</strong> telah melakukan kegiatan evaluasi dan kajian di sektor<br />

perikanan tangkap. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengidentifikasi hambatan<br />

persaingan usaha dalam sektor perikanan tangkap di Indonesia.<br />

Paper ini akan melakukan analisa ringkas terhadap kebijakan pemerintah daerah terkait<br />

sektor perikanan tangkap. Di bagian akhir paper, akan disampaikan saran dan<br />

2


pertimbangan <strong>KPPU</strong> terhadap kebijakan persyaratan rekomendasi oleh asosiasi<br />

perikanan untuk pengurusan izin usaha.<br />

II.<br />

Profil Sektor Perikanan Indonesia<br />

Menurut Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, yang dimaksud<br />

dengan Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan<br />

pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi,<br />

pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis<br />

perikanan (Pasal 1 ayat 1). Sedangkan yang dimaksud dengan Penangkapan Ikan<br />

adalah Kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan<br />

dibudidayakan dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan<br />

kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah,<br />

dan/atau mengawetkannya (Pasal 1 ayat 5).<br />

Sektor perikanan merupakan salah satu sektor yang penting bagi Indonesia. Sektor ini<br />

menghasilkan output yang besar bagi perekonomian dan pemenuhan gizi dan protein<br />

untuk masyarakat Indonesia. Selain itu sektor ini juga menyediakan lapangan pekerjaan<br />

yang besar. Secara umum sector perikanan di Indonesia terbagi menjadi dua jenis<br />

kegiatan yaitu penangkapan dan budiadaya. Kegiatan penangkapan merupakan<br />

kegiatan menangkap atau mengumpulkan ikan, binatang air dan tanaman air baik yang<br />

hidup dilaut atau perairan umum.<br />

Indonesia merupakan salah satu produsen produk perikanan terbesar dunia. Dimana<br />

pada tahun 2006, produksi perikanan tangkap indonesia berada pada posisi 4 besar<br />

dunia dengan jumlah produksi sebesar 4,8 juta ton atau 5,8 % dari total produksi dunia.<br />

China merupakan Negara dengan produksi terbesar dengan jumlah produksi sebesar<br />

17,1 juta ton (20,8 %), diikuti oleh Peru dengan jumlah produksi sebesar 7 juta ton,<br />

Amerika Serikat dengan jumlah produksi sebesar 4,9 juta ton.<br />

3


Sumber : FAO<br />

Peta Penangkapan Ikan Indonesia<br />

Propinsi Maluku, Jawa Timur, dan Sumatera Utara merupakan provinsi penghasil<br />

produksi perikanan terbesar dari penangkapan laut dengan total produksi mencapai 1,22<br />

juta ton atau 25,8 persen dari produksi penangkapan dilaut secara nasional. Sedangkan<br />

produksi penangkapan dari perairan umum di dominasi oleh Provinsi di Pulau<br />

Kalimanta, yang mencapai 44 persen dari produksi penangkapan nasional di perairan<br />

umum. Sedangkan propinsi Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur dan Jawa Barat<br />

merupakan propinsi dengan jumlah produksi perikanan budidaya terbesar di Indonesia.<br />

4


Secara umum wilayah laut Indonesia dibagi menjadi sepuluh wilayah pengelolaan<br />

perikanan yang terdiri dari Selat Malaka, Laut Cina Selatan, Laut Jawa, Laut Flores-<br />

Selat Makasar, Laut Banda, Laut Arafura, Teluk Tomini dan Laut Maluku, Samudera<br />

Pasifik dan Laut Sulawesi, Samudera Hindia (barat Sumatera) dan Samudera Hindia<br />

(selatan Jawa Nusa Tenggara). Saat ini WPP yang ada di Indonesia sudah dibagi<br />

kedalam 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP).<br />

Sebagian besar wilayah penangkapan tersebut sudah mengalami kondisi fully exploited<br />

dan bahkan pada beberapa wilayah cenderung mengalami kondisi overfishing. Keadaan<br />

ini terutama didalam wilyah penangkapan pantai. Kondisi ini menyebabkan pada<br />

perairan tertentu, sudah tidak memungkinkan lagi untuk dilakukan ekspansi<br />

penangkapan ikan secara besar-besaran. Tingkat eksploitasi sumber daya ikan pada<br />

setiap wilayah pengelolaan perikanan Indonesia dapat dilihat pada table dibawah ini.<br />

Untuk mengatasi over fishing inilah kemudian, dibuatlah kebijakan penangkapan ikan di<br />

daerah yang over fising dimana pemberian izin kapal ikan harus memperhatikan alokasi<br />

sumber daya ikan (SDI) di wilayah tersebut. Pengalokasian SDI dilakukan hanya bila<br />

SDI belum dimanfaatkan penuh atau masih dibawah potensi lestarinya. Untuk SDI yang<br />

sudah dimanfaatkan penuh atau berlebih tidak dilakukan penambahan alokasi baru,<br />

yakni tidak dilakukan penambahan alokasi baru (Membatasi jenis, jumlah alat tangkap,<br />

dan jumlah dan ukuran kapal yang beroperasi). Selain itu juga dilakukan pemantauan<br />

5


secara intensif terhadap status SDI sebagai dasar penentuan kebijakan pengalokasian<br />

lebih lanjut.<br />

Pelabuhan Perikanan, Kapal Penangkap, dan Alat Tangkap<br />

Pelabuhan perikanan adalah bagian dari system usaha perikanan di Indonesia.<br />

pelabuhan merupakan subsistem yang menyediakan berbagai pelayanan untuk kegiatan<br />

perikanan dalam rangka mengelola sumber dayanya. Berdasarkan pasal 4 keputusan<br />

menteri NO 16/MEN/2006 tentang pelabuhan perikanan menetapkan bahwa pelabuhan<br />

perikanan berfungsi sebagai pendukung pengelolaan perikanan dan sumberdayanya<br />

yang meliputi pra-produksi, produksi, pasca panen, dan pemasaran.<br />

Pelabuhan perikanan indoinesia dibagi ke dalam empat kelompok yaitu Pelabuhan<br />

Perikanan Samudera (PPS), Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN), Pelabuhan<br />

Perikanan Pantai (PPP) dan Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI). Pelabuhan tersebut<br />

dikategorikan menurut kapasitas dan kemampuan masing-masing pelabuhan untuk<br />

menanganai kapal yang datang dan pergi serta letak dan posisi pelabuhan. Secara<br />

umum karakterisitik dari pelabuhan tersebut adalah sebagai berikut:<br />

No Kriteria Pelabuhan Perikanan PPS PPN PPP PPI<br />

1<br />

Daerah operasional kapal ikan<br />

yang dilayani<br />

Wilayah laut<br />

teritorial, Zona<br />

Ekonomi Ekslusif<br />

(ZEEI) dan<br />

perairan<br />

internasional<br />

Perairan ZEEI<br />

dan laut<br />

teritorial<br />

Perairan<br />

pedalaman,<br />

perairan<br />

kepulauan, laut<br />

teritorial, wilayah<br />

ZEEI<br />

Perairan<br />

pedalaman dan<br />

perairan<br />

kepulauan<br />

2 Fasilitas tambat/labuh kapal >60 GT 30-60 GT 10-30 GT 3-10 GT<br />

3<br />

Panjang dermaga dan<br />

Kedalaman kolam<br />

4 Kapasitas menampung Kapal<br />

5 Volume ikan yang didaratkan<br />

>300 m dan >3 m<br />

>6000 GT (ekivalen<br />

dengan 100 buah<br />

kapal berukuran 60<br />

GT)<br />

rata-rata 60<br />

ton/hari<br />

150-300 m dan<br />

>3 m<br />

>2250 GT<br />

(ekivalen dengan<br />

75 buah kapal<br />

berukuran 30<br />

GT)<br />

rata-rata 30<br />

ton/hari<br />

100-150 m dan<br />

>2 m<br />

>300 GT<br />

(ekivalen dengan<br />

30 buah kapal<br />

berukuran 10<br />

GT)<br />

- -<br />

6 Ekspor ikan Ya Ya Tidak Tidak<br />

50-100 m dan<br />

>2 m<br />

7 Luas lahan >30 Ha 15-30 Ha 5-15 Ha 2-5 Ha<br />

8<br />

9<br />

Fasilitas pembinaan mutu hasil<br />

perikanan<br />

Tata ruang (zonasi)<br />

pengolahan/pengembangan<br />

industri perikanan<br />

Ada Ada/Tidak Tidak Tidak<br />

Ada Ada Ada Tidak<br />

>60 GT<br />

(ekivalen<br />

dengan 20 buah<br />

kapal<br />

berukuran 3<br />

GT)<br />

6


Pada tahun 2008 terdapat 968 pelabuhan perikanan yang ada di Indonesia. pelabuhan<br />

ini terdiri dari 6 pelabuhan perikanan samudera, 13 pelabuhan perikanan nusantara, 45<br />

pelabuhan perikanan pantai, dan 904 pelabuhan pendaratan ikan. Pelabuhan sebagian<br />

besar berada di derah jawa dengan jumlah 345 pelabuhan atau 35,6 % dan daerah<br />

sumatera dengan jumlah 226 pelabuhan atau 23,3 persen dari total pelabuhan yang ada<br />

diIndonesia.<br />

Gambar: Peta Lokasi Pelabuhan Perikanan di Indonesia<br />

Sumber : DKP<br />

Kapal Penangkap dan Alat Tangkap<br />

Jumlah kapal penangkap pada tahun 2007 sebesar 788.848 unit pada tahun 2007, yang<br />

terdiri dari kapal penangkapan di laut sebanyak 590.314 unit dan kapal penangkap<br />

diperairan umum sebesar 198.534 unit. Jumlah ini hanya mengalami sedikit peningkatan<br />

dimana pada tahun 2006 terdapat 783.256 unit kapal. Peningkatan ini lebih disebabkan<br />

meningkatnya jumlah kapal yang beroperasi di perairan umum.<br />

Sebagian besar dari jumlah kapal penakap yang ada di Indonesia merupakan kapal<br />

tanpa motor, yaitu 50,9 persen dari seluruh armada penangkapan yang ada di<br />

Indonesia. 28,3 persen merupakan perahu motor tempel dan 20,7 persen adalah kapal<br />

motor. Sekitar 44,8 persen kapal penangkapan ikan ini berbasis diwilayah Indonesia<br />

bagian timur, yaitu Jawa Timur sebesar 8,7 persen, Maluku 7,5 persen, Sulawesi<br />

Tengah 6 persen, Kalimantan Timur 5,5 persen, Sulawesi Tenggara 5 persen dan<br />

Papua 5 persen.<br />

7


Tabel: Jumlah Kapal penangkap dilaut menurut kategori dan ukuran kapal<br />

KATEGORI DAN UKURAN KAPAL 2002 2003 2004 2005 2006 2007<br />

JUMLAH 460298 528717 549100 555581 590317 590314<br />

Perahu Tanpa Motor 219079 250469 256830 244471 249955 241889<br />

Motor Tempel 130185 158411 165337 165314 185983 185509<br />

Kapal Motor 111034 119837 126933 145796 154379 162916<br />

< 5 GT 74292 79218 90148 102456 106609 114273<br />

5 - 10 GT 20208 24358 22917 26841 29899 30617<br />

Ukuran 10 - 20 GT 5866 5764 5952 6968 8190 8194<br />

20 - 30 GT 3382 3131 3598 4553 5037 5345<br />

30 - 50 GT 2685 2338 800 1092 970 913<br />

50 - 100 GT 2430 2698 1740 2160 1926 1832<br />

100 - 200 GT 1612 1731 1342 1403 1381 1322<br />

Sumber : DKP<br />

> 200 GT 559 599 436 323 367 420<br />

Bila kita lihat pada jumlah kapal<br />

penangkap ikan yang beroperasi dilaut<br />

pada periode tahun 2002-2007 terlihat<br />

bahwa jumlah kapal penangkap ikan<br />

mengalami peningkatan yang cukup<br />

besar. Peningkatan tersebut dialami<br />

oleh semua jenis kapal baik yang<br />

berupa perahu tanpa motor, motor<br />

tempel dan kapal motor. Pada tahun<br />

2007 terdapat 590.314 unit kapal<br />

penangkap ikan yang beroperasi di laut.<br />

Motor tempel;<br />

185.509 ; 31%<br />

Persentase perahu/kapal perikanan, tahun 2007<br />

Kapal motor;<br />

162.916 ; 28%<br />

Perahu;<br />

241.889 ; 41%<br />

Dari jumlah tersebut, sebagian merupakan jenis perahu tanpa motor dengan jumlah<br />

sebesar 241.889 unit kapal atau sebesar 40,97 persen dari seluruh kapal penangkap<br />

ikan dilaut. Sedangkan kapal motor temple sebanyak 185.509 unit (31,42 %) dan kapal<br />

motor sebanyak 162.916 (27,59 %).<br />

Bila dilihat dari ukuran kapal, terlihat bahwa sebagian besar kapal motor penangkap ikan<br />

yang beroperasi dilaut sebagian besar merupakan kapal berukuran kecil dengan bobot<br />

lebih kecil dari lima ton. Pada tahun 2007 terdapat 114.273 unit kapal atau 70.14 persen<br />

dari seluruh jumlah kapal motor. Dari data tersebut terlihat bahwa sebagian besar<br />

8


nelayan di Indonesia menggunakan kapal yang hanya mampu beroperasi diperairian<br />

sekitar pantai. Pada tahun ini, jumlah kapal berukuran besar dengan bobot lebih dari 30<br />

GWT yang beroperasi sebanyak 4.487 unit. Kapal ini merupakan kapal dengan<br />

kemampuan operasi di zona ekonomi eksklusif. Sedangkan bila dilihat dari jumlah kapal<br />

motor yang beroperasi pada periode 2002-2007 terlihat bahwa jumlah kapal berukuran<br />

besar mengalami penurunan dilihat dari jumlah kapal penangkapan yang beroperasi.<br />

Sebaran GT Kapal Motor, tahun 2007<br />

< 5 GT<br />

6 9 , 1 4 %<br />

> 2 0 0 GT<br />

0 , 2 7 %<br />

1 0 0 - 2 0 0 GT<br />

0 , 8 5 %<br />

5 0 - 1 0 0 GT<br />

1 , 1 8 %<br />

3 0 - 5 0 GT<br />

0 , 5 9 %<br />

2 0 - 3 0 GT<br />

3 , 2 7 %<br />

5 - 1 0 GT<br />

1 9 , 3 9 %<br />

1 0 - 2 0 GT<br />

5 , 3 1 %<br />

Asosiasi di Bidang Perikanan<br />

Secara umum, terdapat berberapa peranan asosiasi, antara lain adalah: 1) Memberikan<br />

rekomendasi dalam rangka perizinan SIPI dan SIKPI, 2) Memberikan masukan kepada<br />

Pemerintah dalam pembuatan regulasi, 3) Sebagai mitra Pemerintah dalam<br />

pengembangan dan pembangunan sektor kelautan dan perikanan, 4) Melakukan<br />

pembinaan kepada orang atau badan hukum yang menjadi anggotanya. 5)<br />

Menghubungkan antara kepentingan anggota dengan Pemerintah, 6) Menghimpun dan<br />

mempersatukan pengusaha untuk memperkuat posisi hukum dan melindungi<br />

kepentingan anggota dalam hubungannya dengan pihak di luar organiasi, baik di dalam<br />

maupun di luar negeri, 7) Memperkuat pasar ikan didalam maupun di luar negeri, dan 8)<br />

Membuat laporan tentang perkembangan asosiasi kepada Dirjen PT secara berkala<br />

setiap 6 bulan.<br />

Saat ini asosiasi masih terbagi berdasarkan alat tangkapnya, jenis ikan yang ditangkap,<br />

dan pengangkutannya. Asosiasi di bidang penangkapan ikan antara lain adalah: ATLI,<br />

ASTUIN, ASPINTU, HPPI, APKPII, ASPPEN, PNMS, HIPPBI, AP2GB (Kep.Dirjen PT<br />

9


No. KEP.03/ DJ-PT/09). Asosiasi-asosiasi yang tersebut di atas tergabung dalam<br />

GAPPINDO yang merupakan wadah asoasiasi perikanan yang ada.<br />

GAPPINDO (Gabungan Pengusaha Perikanan Indonesia) memiliki maksud dan tujuan<br />

antara lain sebagai berikut:<br />

a. Menghimpun dan mempersatukan kegiatan usaha perikanan Indonesia dalam<br />

satu wadah untuk memperjuangkan kepentingan anggota dan meningkatkan<br />

usaha bidang perikanan;<br />

b. Merupakan penghubung antar pengusaha perikanan di Indonesia dengan<br />

pemerintah dan badan lain yang mempunyai kaitan;<br />

c. Bersama-sama meningkatkan ketahanan berusaha dalam arti yang seluasluasnya;<br />

d. Memadukan dengan pemerintah dalam segala aspeknya baik penangkapan,<br />

budidaya, pengolahan, pemasaran serta usaha-usaha penunjang lainnya;<br />

e. Menanamkan kesadaran untuk memelihara kelestarian alam.<br />

Untuk menjadi anggota Gappindo, asosiasi harus mendaftarkan diri. Proses atau<br />

prosedur untuk menjadi anggota Gappindo adalah sebagai berikut :<br />

1. Asosiasi perikanan mengajukan permohonan keanggotaan ke DPP Gappindo<br />

dengan mengisi Formulir Keanggotaan Gappindo (terlampir).<br />

2. DPP Gappindo memeriksa kelayakan dan kewajiban asosiasi diantaranya<br />

membayar Uang Pangkal dan Iuran Tahunan untuk menerbitkan Tanda Anggota.<br />

Uang Pangkal adalah sebesar Rp. 5.000.000,- dan Iuran Anggota sebesar Rp.<br />

20.000.000,-/thn.<br />

3. Jangka waktu keanggotaan berlaku selama 1 (satu) tahun dan wajib<br />

diperbaharui untuk (1) satu tahun berikutnya.<br />

4. Pengajuan permohonan pendaftaran asosiasi di bidang perikanan tangkap wajib<br />

dilengkapi dengan :<br />

a. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga<br />

b. Bukti telah terdaftar pada Departemen yang bertanggung jawab di bidang<br />

organisasi masyarakat<br />

c. Domisili, dilengkapi surat keterangan dari instansi berwenang<br />

d. Struktur organisasi, kepengurusan dan daftar anggota<br />

10


Berikut adsalah data asosiasi anggota Gappindo Bidang Penangkapan (Jumlah<br />

Anggota, kpal, daerah operasi, dan jenis ikan) seperti yang ada dalam tabel sebagai<br />

berikut :<br />

Tabel<br />

Nama Asosiasi/Organisasi Gappindo di Bidang Penangkapan<br />

Berdasarkan Jumlah Angggota, Jumlah Kapal, Daerah Operasi, dan Jenis Ikan<br />

No. Nama Asosiasi Jumlah<br />

1. Himpunan Pengusaha<br />

Penangkapan Udang<br />

Indonesia (HPPI)<br />

2 Asosiasi Pengusaha<br />

Non Tuna dan Non<br />

Udang Indonesia<br />

(ASPINTU)<br />

3. Asosiasi Pengusaha<br />

Kapal Pengangkut Ikan<br />

Indonesia (APKPII)<br />

4. Asosiasi Pengusaha<br />

Perikanan Nusantara<br />

(ASPPEN)<br />

5. Paguyuban Nelayan<br />

Mina Santosa (PNMS)<br />

6. Asosiasi Tuna<br />

Indonesia (ASTUIN)<br />

Anggota<br />

Jumlah<br />

Kapal<br />

Daerah<br />

Operasi<br />

Jenis Ikan<br />

8 87 L.Arafura Udang<br />

34 - L. Arafura, S.<br />

Hindia, S. Pasifik<br />

225 614 S. Hindia,<br />

S. Pasifik<br />

Ikan Campur<br />

Tuna<br />

30 68 ZEEI Ikan Campur<br />

24 - S.Hindia, L.<br />

Sulawesi, L.<br />

Arafura<br />

27 37 L. Jawa, L.<br />

Natuna, Slt.<br />

Karimatama, Slt.<br />

Makassar, S.<br />

Hindia<br />

29 300 S. Pasifik, L.<br />

Arafura. L. Maluku<br />

30 182 S. Pasifik, L.<br />

Sulawesi, L.<br />

Maluku<br />

7. Asosiasi Tuna Longline<br />

Indonesia (ATLI)<br />

8. Himpunan Pengusaha<br />

Perikanan Bitung<br />

(HIPPBI)<br />

Total 407 1.288<br />

Catatan : Jumlah Kapal belum termasuk 2(dua) asosiasi (ASPINTU & ASPPEN)<br />

Ikan Campur<br />

Ikan Campur<br />

Ikan Campur<br />

Ikan Campur<br />

Berberapa permasahan di sektor perikanan<br />

Dari hasil diskusi dengan <strong>KPPU</strong> pada hari Senin tanggal 20 April 2009, Gappindo<br />

mengemukakan masalah umum industri perikanan di Indonesia. Diantaranya adalah<br />

a. Investasi masih dalam jumlah kecil dalam bentuk kapal-kapal yang berasal dari<br />

kerjasama dengan negara lain dengan kategori short term capital dan tidak<br />

memberikan dampak yang berarti bagi industri perikanan terutama dalam pemberian<br />

11


lapangan pekerjaan, menjadi agregat ekonomi di daerah demikian juga dengan<br />

usaha budidaya (udang, rumput laut, ikan air tawar dan mutiara) dan pengolahan.<br />

b. Rating of investment dari S&P belum beranjak dari BB. Berbagai kebijakan<br />

pemerintah baik membangun prasarana dasar, persediaan berbagai capital serta<br />

berbagai peraturan yang dikeluarkan tidak berhasil mendorong penambahan<br />

investasi.<br />

c. Paket kebijakan penngembangan dalam “Gerbang Mina Bahari” hanya merupakan<br />

retorika yang tidak terimplimentir di lapangan. Faktor yang seharusnya paling tidak<br />

menjadi political will tidak juga mendongkrak investasi. Berbagai usaha Pemerintah<br />

Daerah yang bekerjasama dengan institusi lain untuk mengkampanyekan investasi<br />

di daerahnya tidak berhasil mendongkrak investasi karena di dalamnya terkandung<br />

aneka pungutan dan birokrasi yang membelenggu serta ketidakpastian.<br />

d. Prasyarat makro sesuai komitmen Pemerintah baru terhadap rekomendasi ekonomi<br />

Kadin tidak berfungsi baik. Departemen Kelautan dan Perikanan makin<br />

dikembangkan namun terjadi tumpang tindih urusan dan kewenangan sehingga<br />

kurang efektif dalam misinya, khususnya dalam pengembangan perikanan.<br />

Hubungan kelembagaan di sektor perikanan antara pusat dan daerah kurang<br />

harmonis seperti halnya tujuan pembangunan di daerah yang tidak jelas dan terjadi<br />

rebutan kewenangan.<br />

e. Pemerintah banyak menerbitkan kebijakan namun sering menimbulkan kesulitan<br />

bagi industri dan tidak efektif sebagai contoh dengan timbulnya berbagai draf<br />

Peraturan Menteri Kelautan Perikanan serta sebagai implementasi UU No.31/2004<br />

tentang perikanan.<br />

f. Secara ekonomi, ilegal fishing disebabkan oleh terjadinya kekosongan pada<br />

beberapa kawasan fishing ground oleh kapal-kapal legal Indonesia sehingga<br />

mendorong kapal-kapal ikan di daerah fishing ground tersebut (antara lain kapal<br />

asing) menangkap secara illegal karena tidak diperlukan investasi yang mengikat<br />

dengan Indonesia secara jangka panjang. Ini disebabkan karena iklim investasi<br />

untuk menanam modal di kawasana tersebut serta di daerah lain pada umumnya<br />

kurang kondusif (capital barrier to entry). Ketidakkondusifan tersebut tidak hanya<br />

disebabkan oleh kondisi makro ekonomi tapi juga disebabkan oleh<br />

kerawanan/ketidakpastian/kerumitan/besarnya pungutan yang dilakukan oleh pusat<br />

dan daerah dalam berinvestasi di bidang perikanan.<br />

12


g. Investasi yang seharusnya dilakukan oleh investor dalam negeri tidak banyak<br />

dilakukan di kawasan tersebut karena lack of capital yang disebabkan oleh iklim<br />

investasi yang kurang kondusif bagi investor dalam negeri. Kekosongan ini<br />

kemudian dimanfaatkan oleh kapal-kapal asing secara ilegal atau legal dalam<br />

investasi jangka pendek dan banyak terkait dengan kebijakan pemerintah.<br />

h. Secara hukum illegal fishing dapat disebabkan oleh faktor pengawasan yang kurang<br />

efektif. Penanganan yang ditempuh selama ini oleh oleh pemerintah lebih difokuskan<br />

kepada pendekatan pengawasan usaha melalui pendekatan keamanan. Mengingat<br />

pendekatan security adalah mahal dan mungkin tidak efektif, maka penanganan<br />

illegal fishing di Indonesia sebaiknya dilakukan dengan 2 pendekatan yaitu<br />

pendekatan ekonomi sebagai prioritas utama yang didukung oleh pendekatan<br />

security. Selain hal tersebut, dewasa ini pengangguran yang cukup tinggi sedangkan<br />

perusahaan banyak yang bekerja dibawah kapasitas, tidak ada industri baru yang<br />

tumbuh sehingga tidak ada tambahan penyerapan tenaga kerja.<br />

III. Pengaturan Sektor Perikanan dan Perikanan Tangkap Indonesia<br />

Dalam melakukan usaha perikanan di Indonesia, perusahaan perikanan di Indonesia<br />

tunduk kepada peraturan pemerintah. Setiap pelaku usaha harus mengikuti peraturan<br />

pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Khusus terkait dengan<br />

perijinan di sektor perikanan, berikut berberapa peraturan yang ada:<br />

• Undang-undang Nomor 31/2004<br />

Perorangan, Koperasi dan Perusahaan perikanan swasta nasional harus memiliki<br />

izin untuk melakukan kegiatan usaha perikanan tangkap. Berdasarkan UU No.<br />

31/2004, Ps. 26, 27, 28, setiap orang atau badan hukum Indonesia yang akan<br />

melakukan kegiatan usaha di bidang penangkapan dan/atau pengangkutan ikan di<br />

WPP Indonesia wajib memiliki :<br />

1. Surat Ijin Usaha Perikanan (SIUP)<br />

Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) adalah izin tertulis yang harus dimiliki<br />

perusahaan perikanan untuk melakukan usaha perikanan dengan<br />

menggunakan sarana produksi yang tercantum dalam izin tersebut. Di<br />

SIUP ini nantinya ditentukan alokasi Penangkapan Ikan Penanaman Modal<br />

(APIPM) untuk penanaman modal<br />

2. Surat Ijin Penangkapan Ikan (SIPI)<br />

13


Surat izin penangkapan ikan (SIPI) adalah izin tertulis yang harus dimiliki<br />

setiap kapal perikanan untuk melakukan penangkapan ikan.<br />

SIPI-OI : bendera Indonesia, pengoperasian tunggal<br />

SIPI-GI : bendera Indonesia, dalam group (armada)<br />

SIPI-LI : bendera Indonesia, kapal lampu group (armada)<br />

3. Surat Ijin Pengangkutan Ikan (SIKPI)<br />

SIKPI adalah izin tertulis yang harus dimiliki setiap kapal perikanan untuk<br />

melakukan pengumpulan dan pengangkutan ikan.<br />

SIKPI-OI : bendera Indonesia, pengoperasian tunggal<br />

SIKPI-GI : bendera Indonesia, dalam group (armada)<br />

SIKPI-NA : bendera Asing, bukan perusahaan perikanan<br />

• Kep Dirjen PT No. 1760/DPT.O/PI.420.S4/IV/06 tanggal 28 Maret 2006 tentang<br />

Penyelenggaraan Perbantuan Proses Pelayanan Perizinan Usaha Penangkapan<br />

Ikan, diatur mengenai pembagian pengaturan izin kapal ikan berdasarkan usuran<br />

kapal dan asal modal kerjanya, yakni.<br />

1. PUSAT<br />

* Ukuran kapal > 30 GT;<br />

* Menggunakan modal atau tenaga asing.<br />

2. PROVINSI<br />

* Ukuran kapal > 10 - 30 GT;<br />

* Kapal berpangkalan di wilayah administrasinya;<br />

* Tidak menggunakan modal atau tenaga asing.<br />

3. KABUPATEN/KOTA<br />

* Kapal tidak bermotor, kapal bermotor luar (outerboard engine) atau<br />

inboard engine 5 - 10 GT;<br />

* Kapal berpangkalan di wilayah administrasinya;<br />

* Tidak menggunakan modal atau tenaga asing<br />

• Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan No.PER.05/MEN/2008 Tentang Usaha<br />

Perikanan Tangkap<br />

Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan No.PER.05/MEN/2008 Tentang Usaha<br />

Perikanan Tangkap, merupakan aturan kementrian yang secara sektoral<br />

membawahi dan mengatur sektor perikanan baik di pusat maupun di daerah. Di<br />

dalamnya antara lain diatur tata cara dan persyaratan penerbitan izin di sektor<br />

14


perikanan tangkap. Terkait dengan perikanan tangkap misalnya saja diatur<br />

mengenai SIUP, SIPI dan SIKPI.<br />

Dalam peraturan perikanan, juga terdapat pembagian kewenangan pengaturan antara<br />

pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pasca otonomi daerah, pemerintah membagi<br />

tugas dan kewengangannya dengan pemerintah daerah. Untuk lebih lengkapnya,<br />

berikut adalah matriks pembagian tugas antara pemerintah pusat dan derah terkait<br />

dengan perikanan tangkap.<br />

Tabel: Matriks Pembagian Wewenang Pemerintah dalam Perikanan Tangkap<br />

PEMERINTAH<br />

No. RINCIAN<br />

PUSAT PROPINSI KABUPATEN/KOTA<br />

1 Kewenangan<br />

Pengelolaan Kapal 1 uk. > 30 GT uk. 10 - 30 GT uk. < 10 GT<br />

2 Wilayah Laut ≥ 12 Mil 4 s/d 12 Mill < 4 Mil<br />

3 Pembagian PNBP 20% - 80% dibagi rata semua<br />

Kab/Kota<br />

4 Pembangunan Kapal Regulasi (Permen Rekomendasi -<br />

Perikanan<br />

05/2008)<br />

5 Usaha Perikanan<br />

Tangkap Terpadu<br />

6 Perijinan Kapal Ikan<br />

Penerbitan<br />

Usaha<br />

Izin<br />

- Ukuran > 30 GT Menerbitkan Izin<br />

(SIPI/SIKPI)<br />

- Rekomendasi - Rekomendasi<br />

- Penerbitan Izin<br />

Lokasi<br />

- Perbantuan<br />

sebagian proses<br />

perijinan (Cek fisik,<br />

penerbitan SSBP<br />

perpanjangan)<br />

- Penerbitan Izin lokasi<br />

-<br />

1 Kewewnagan berdasarkan Kep Dirjen PT No. 1760/DPT.O/PI.420.S4/IV/06 tanggal 28 Maret 2006.<br />

Sedangkan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan No.PER.05/MEN/2008 Tentang Usaha<br />

Perikanan Tangkap kewewangan ini diubah. Menteri dapat mendelegasikan kewenangan penerbitan<br />

perpanjangan SIPI dan/atau SIKPI kepada Gubernur bagi kapal perikanan berbendera Indonesia berukuran di<br />

atas 30 (tiga puluh) GT sampai dengan ukuran tertentu, Gubernur diberikan kewenangan untuk menerbitkan<br />

SIUP kepada orang atau badan hukum Indonesia yang melakukan usaha perikanan, SIPI dan/atau SIKPI bagi<br />

kapal perikanan yang berukuran di atas 10 (sepuluh) GT sampai dengan 30 (tiga puluh) GT, Bupati/Walikota<br />

diberikan kewenangan untuk menerbitkan SIUP kepada orang atau badan hukum Indonesia yang melakukan<br />

usaha perikanan, SIPI dan/atau SIKPI bagi kapal perikanan yang berukuran 5 (lima) GT sampai dengan 10<br />

(sepuluh) GT.<br />

15


- Ukuran 10 - 30 GT Regulasi Pendataan Menerbitkan Izin<br />

(SIPI/SIKPI)<br />

-<br />

- Ukuran < 10 GT Regulasi Pendataan Pendataan Menerbitkan Izin<br />

(SIPI/SIKPI)<br />

7. Pengelolaan<br />

Pelabuhan<br />

Perikanan<br />

PPS, PPN, PPP PPP, PPI PPP, PPI, TPI<br />

Pada dasarnya semua peraturan-peraturan perikanan yang sudah dijelaskan di atas<br />

tersebut ditujukkan agar sektor perikanan dapat dinikmati negara secara optimal.<br />

Demikian sehingga tujuan yang dicita-citakan dapat tercapai yakni untuk mewujudkan<br />

kesejahteraan bangsa Indonesia melalui peningkatkan pendapatan nelayan, serta<br />

pelaku usaha kelautan dan perikanan lainnya, meningkatnya peran sektor kelautan dan<br />

perikanan dalam perekonomian nasional, terwujudnya kondisi lingkungan sumber daya<br />

kelautan dan perikanan yang berkualitas dan terciptanya kelestarian daya dukung,<br />

meningkatnya konsumsi ikan masyakarat, dan meningkatnya peran laut sebagai<br />

pemersatu bangsa dan menguatnya budidaya bahari bangsa sesuai tujuan yang tertulis<br />

dalam Renstra DKP 2005-2009.<br />

IV. Pemberian Rekomendasi dari Asosiasi atau Organisasi di Bidang Perikanan<br />

Tangkap sebagai Persyaratan Perizinan<br />

Dalam rangka melaksanakan salah satu upaya pengendalian pemanfaatan sumber daya<br />

ikan melalui pemberian perizinan usaha perikanan tangkap, dipandang perlu mengatur<br />

pemberian rekomendasi dari asoasiasi atau organisasi di bidang perikanan tangkap<br />

sebagai persyaratan perizinan usaha perikanan tangkap bagi orang atau badan hukum<br />

yang mengoperasikan kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan.<br />

Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Dirjen Perikanan Tangkap No.5364/2008<br />

tentang Pemberian Rekomendasi dari Asosiasi atau Organisasi di Bidang Perikanan<br />

Tangkap Sebagai Persyaratan Perizinan Usaha Perikanan Tangkap yang diterbitkan<br />

pada 22 Desember 2008. Peraturan ini diharapkan dapat menjadi salah satu alat<br />

pengawasan dalam manajemen penangkapan ikan dan pemberdayaan asosiasi<br />

perikanan. Jika ditelusuri, rekomendasi ini memiliki dasar hukum, yaitu:<br />

1. UU NO. 31/2004 tentang Perikanan,<br />

16


Pasal 7 ayat (6), dijelaskan bahwa peran asosiasi dalam Dewan Pertimbangan<br />

Pembangunan Perikanan Nasional adalah:<br />

• Mendorong peningkatan eksistensi, partisipasi dan peran asosiasi dalam<br />

pengembangan usaha perikanan tangkap & dalam pengendalian pemanfaatan<br />

SDI<br />

• Mendorong pelaku usaha penangkapan ikan untuk bergabung dalam<br />

kelembagaan asosiasi usaha perikanan tangkap<br />

2. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.05/2008 tentang Usaha Perikanan<br />

Tangkap,<br />

Berberapa pasal dalam aturan ini mensyaratkan rekomendasi dari asosiasi atau<br />

organisasi di bidang perikanan setempat yang terdaftar di DJPT sebagai salah satu<br />

syarat pengajuan dan perpanjangan SIPI/SIUP, yakni:<br />

• Bagian ke empat pasal 64 huruf f mengenai SIPI, di diatur bahwa untuk<br />

membuat SIPI diperlukan rekomendasi dari asosiasi atau organisasi di bidang<br />

perikanan tangkap setempat yang terdaftar di Departemen Kelautan dan<br />

Perikanan.<br />

• Bab VIII pasal 22 ayat 2 huruf f ,mengenai tata cara penerbitan usaha perizinan<br />

usaha ikan tangkap, dikatakan bahwa salah satu persyaratan Perizinan Usaha<br />

Perikanan Tangkap diantaranya harus mendapat rekomendasi dari asosiasi atau<br />

organisasi di bidang perikanan tangkap setempat yang terdaftar di Departemen<br />

Kelautan dan Perikanan.<br />

• Bab VIII pasal 22 ayat 5 dikatakan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai<br />

rekomendasi dari asosiasi atau organisasi di bidang perikanan tangkap<br />

ditetapkan oleh Direktur Jenderal.<br />

• Bab XIX pasal 93 Mengenai Ketentuan Peralihan diatur bahwa Kewajiban untuk<br />

melampirkan rekomendasi dari asosiasi atau organisasi di bidang perikanan<br />

tangkap harus dilaksanakan paling lambat 1 (satu) tahun sejak ditetapkannya<br />

Peraturan Menteri.<br />

Pada dasarnya peraturan ini dilakukan dengan tujuan-tujuan yaitu:<br />

• Mendorong terbentuknya kelembagaan yang terdiri atas para pelaku usaha<br />

(asosiasi dan organisasi perikanan setempat) serta kelembagaan yang terdiri<br />

atas para asosiasi/organisasi (GAPPINDO) yang sehat, profesional, transparan,<br />

dan mandiri.<br />

17


• Tuntutan organisasi perikanan dunia yang melibatkan peranan asosiasi dalam<br />

pengelolaan sumberdaya ikan (RFMO).<br />

• Mendorong dan meningkatkan peran asosiasi/organisasi dan GAPPINDO untuk<br />

secara lebih nyata menjadi mitra pemerintah yang produktif serta membantu<br />

para pelaku usaha dalam mengembangkan usahanya dan menjembatani serta<br />

membantu penyelesaian permasalahan dengan intansi terkait dan atau pihak<br />

lainnya.<br />

3. SK DJPT No.5364/DPT.0/HK.510.S4/XII/08 tentang Pemberian Rekomendasi dari<br />

Asosiasi atau Organisasi di Bidang Perikanan Tangkap sebagai Persyaratan<br />

Perizinan Usaha Perikanan, dalam aturan ini antara lain dibahas mengenai:<br />

• Asosiasi atau organisasi di bidang perikanan tangkap wajib menyampaikan<br />

laporan kegiatan, keanggotaan dan pemberian rekomendasi kepada Direktorat<br />

Jenderal Perikanan Tangkap secara berkala setiap enam (6) bulan (Pasal 5 ayat<br />

(2).<br />

• Pembinaan terhadap anggota (Pasal 1 ayat (2).<br />

• Mendaftarkan diri di Departemen yang bertanggung jawab di bidang organisasi<br />

masyarakat (Pasal 3 huruf b).<br />

• Menjadi anggota Gappindo (pasal 3 huruf c).<br />

Pada intinya, SK ini mengatur antara lain:<br />

1. Setiap pelaku usaha penangkapan ikan wajib menjadi anggota salah satu<br />

asosiasi/organisasi di bidang perikanan tangkap yang terdaftar di Direktorat<br />

Jenderal Perikanan Tangkap<br />

2. Untuk terdaftar di Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, pengurus<br />

asosiasi/organisasi di bidang perikanan tangkap wajib mendaftarkan diri dengan<br />

mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Perikanan Tangkap<br />

selambat-lambatnya tgl 15 Januari 2009<br />

3. Asosiasi/organisasi di bidang perikanan tangkap yang telah terdaftar di DJPT<br />

dapat memberikan rekomendasi kepada anggotanya untuk memperoleh atau<br />

memperpanjang SIPI/SIKPI<br />

4. Rekomendasi berlaku untuk 1 (satu) kali permohonan pengajuan atau<br />

perpanjangan SIPI dan/atau SIKPI<br />

18


5. Syarat pendaftaran: a) AD/ART yg disahkan notaris, b) bukti terdaftar di Dept. yg<br />

menangani organisasi masyarakat, c) bukti keanggotaan GAPPINDO, d) surat<br />

keterangan domisili, e) struktur organisasi, kepengurusan dan daftar anggota<br />

6. Dirjen Perikanan Tangkap melakukan penilaian dan verifikasi terhadap<br />

asosiasi/organisasi di bidang perikanan tangkap yang mengajukan permohonan<br />

7. Dirjen Perikanan Tangkap akan menerbitkan daftar asosiasi/ organisasi di bidang<br />

perikanan tangkap setelah melakukan penilaian dan verifikasi<br />

8. Dirjen Perikanan Tangkap secara berkala melakukan pembinaan dan<br />

pemantauan terhadap kegiatan asosiasi atau organisasi di bidang perikanan<br />

tangkap yang mengeluarkan rekomendasi kepada anggotanya<br />

9. Asosiasi/organisasi di bidang perikanan tangkap wajib menyampaikan laporan<br />

kegiatan, keanggotaan dan pemberian rekomendasi kepada Dirjen Perikanan<br />

Tangkap secara berkala setiap 6 bulan<br />

10. Asosiasi/organisasi di bidang perikanan tangkap yang dibentuk setelah tanggal<br />

31 Desember 2008 dapat mengajukan permohonan pendaftaran asosiasi atau<br />

organisasinya kepada Dirjen Perikanan Tangkap paling cepat 6 bulan setelah<br />

berdirinya asosiasi atau organisasi<br />

Peraturan Dirjen Perikanan Tangkap No. 5364 Tahun 2008 dapat berjalan dengan<br />

baik jika terjalin kerjasama yang baik antara pelaku usaha penangkapan ikan,<br />

asosiasi/organisasi di bidang perikanan tangkap, GAPPINDO, dan Departemen<br />

Kelautan dan Perikanan (Ditjen Perikanan Tangkap).<br />

Kebijakan yang memberikan wewenang bagi pelaku usaha untuk memberikan<br />

rekomendasi atau izin bagi pelaku usaha lainnya, pada berbagai industri disinyalir<br />

sebagai salah satu sumber munculnya persaingan usaha yang tidak sehat.<br />

Rekomendasi asosiasi termasuk di dalamnya. Dalam peraturan Menteri Kelautan dan<br />

Perikanan No.05/2008 tentang Usaha Perikanan Tangkap, berberapa pasal menetapkan<br />

rekomendasi dari asosiasi atau organisasi di bidang perikanan setempat yang terdaftar<br />

di DJPT sebagai salah satu syarat pengajuan dan perpanjangan SIPI/SIKPI. Surat izin<br />

penangkapan ikan (SIPI) adalah izin tertulis yang harus dimiliki setiap kapal perikanan<br />

untuk melakukan penangkapan ikan. Tampa surat izin ini maka kapal perikanan tak<br />

berhak menangkap ikan di perairan Indonesia. Sedangkan Surat Ijin Pengangkutan Ikan<br />

(SIKPI) adalah izin tertulis yang harus dimiliki setiap kapal perikanan untuk melakukan<br />

19


pengumpulan dan pengangkutan ikan. Tampa izin ini maka kapal pengumpul dan<br />

pengangkutan ikan tidak boleh beroperasi di Indonesia<br />

Tidak hanya itu, ada juga SK DJPT No.5364/DPT.0/HK.510.S4/XII/08 tentang<br />

Pemberian Rekomendasi dari Asosiasi atau Organisasi di Bidang Perikanan Tangkap<br />

sebagai Persyaratan Perizinan Usaha Perikanan Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP).<br />

SIUP adalah izin tertulis yang harus dimiliki perusahaan perikanan untuk melakukan<br />

usaha perikanan dengan menggunakan sarana produksi yang tercantum dalam izin<br />

tersebut. Di SIUP ini nantinya ditentukan alokasi Penangkapan Ikan Penanaman Modal<br />

(APIPM) untuk penanaman modal.<br />

Sebelumnya, Ditjen Perikanan Tangkap DKP, mencabut sebanyak 2.497 Surat Izin<br />

Penangkapan Ikan (SIPI) dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI). Hal tersebut,<br />

dilakukan guna menertibkan kapal-kapal penangkap dan pengangkut ikan di perairan<br />

Indonesia. Karena jika tidak dilakukan akan menyebabkan perairan Indonesia "over<br />

fishing". Saat ini jumlah Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) yang telah dikeluarkan<br />

mencapai 2.513, sedangkan SIPI sebanyak 5.106, dan SIKPI sebanyak 1.172 lembar.<br />

Sementara izin yang dicabut sebanyak 305 untuk SIUP dan 2.497 untuk SIPI/SIKPI.<br />

Berbagai alasan menyebabkan SIUP, SIPI/SIKPI dicabut, yakni pelanggaran LKU, PHP,<br />

alat tangkap, terait jual-beli BBM, kapal dilaporkan hilang, dan rusak. Sedangkan untuk<br />

kapal asing karena penghentian sistem lisensi, keagenan, dan sewa sejak 2007. 2<br />

Dengan adanya kedua peraturan tersebut maka semenjak tahun 2009 ini maka setiap<br />

perusahaan ikan atau kapal ikan harus tergabung dengan asosiasi perikanan. Permen<br />

KP No. 05/MEN/2008 (Pasal 93) menyebutkan Kewajiban untuk melampirkan<br />

rekomendasi dari asosiasi atau organisasi di bidang perikanan tangkap harus<br />

dilaksanakan paling lambat 1 (satu) tahun sejak ditetapkannya Peraturan Menteri ini (31<br />

Januari 2008-31 Januari 2009). Jika tidak maka mereka tidak bisa meminta<br />

rekomendasi untuk mengurus atau memperpanjang izinnya.<br />

Asosiasi dipilih dengan alasan bahwa asosiasi lebih banyak memiliki informasi tentang<br />

profil pengusaha perikanan, sehingga dipilih untuk memberikan rekomendasi kepada<br />

2 http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_content&view=article&id=5578:izin-usahaperikanan-tangkap-diperketat&catid=194:02-februari-2009&Itemid=207<br />

20


DKP. Langkah ini sengaja diambil untuk mengantisipasi risiko bersama atas<br />

penyalahgunaan izin usaha penangkapan yang mungkin dilakukan pengusaha yang<br />

tidak bertanggungjawab. Dalam hal ini asosiasi hanya memberikan rekomendasi, jadi<br />

bukan memberikan izin. Saat ini baru enam asosiasi perikanan yang tergabung dalam<br />

Gabungan Pengusaha Perikanan Indonesia (Gappindo) yang menyatakan siap dalam<br />

memberikan rekomendasi tersebut.<br />

V. Analisa Potensi Dampak Persyaratan rekomendasi terhadap Persaingan Usaha<br />

Jika kita lihat dampak persyaratan rekomendasi tersebut terhadap dampaknya terhadap<br />

persaingan usaha, maka ada berberapa hal yang harus kita perhatikan. Terkait dengan<br />

tujuan kajian kebijakan sektor perikanan yang dijelaskan dalam bab I, maka dalam<br />

bagian ini akan dianalisa kebijakan-kebijakan yang sekiranya akan mempunyai dampak<br />

mengurangi persaingan usaha. Kebijakan pemberian rekomendasi oleh asosiasi sektor<br />

perikanan menjadi isu penting dalam persaingan usaha, mengingat berberapa ketentuan<br />

dalam pengaturan tersebut memberikan kewenangan bagi pihak tertentu untuk<br />

mengimplementasikan peraturan tersebut. Untuk menganalisa isu persaingan usaha<br />

dalam perikanan tangkap ini, maka dipakai analisa yang mengacu kepada metodologi<br />

dalam checklist competition assessment versi OECD. Menurut checklist ini dikatakan<br />

bahwa regulasi atau kebijakan akan berpengaruh terhadap persaingan usaha jika:<br />

1 Regulasi tsb membatasi jumlah pelaku usaha<br />

2 Regulasi tsb membatasi kemampuan pelaku usaha untuk bersaing<br />

3 Regulasi tsb mengurangi peluang/insentif pesaing untuk bersaing secara ketat<br />

Parameter Analisa Dampak Regulasi<br />

Regulasi/kebijakan akan berdampak negatif terhadap iklim persaingan apabila<br />

berakibat pada kenaikan harga dan atau penurunan tingkat (volume) produksi di<br />

pasar;<br />

Regulasi/kebijakan akan berdampak negatif terhadap iklim persaingan apabila<br />

mengakibatkan pengurangan atau pembatasan terhadap variasi dan kualitas<br />

produk di pasar;<br />

Regulasi/kebijakan akan berdampak negatif terhadap iklim persaingan apabila<br />

mengurangi tingkat atau kemampuan pelaku usaha untuk meningkatkan<br />

efisiensi;<br />

21


Regulasi/kebijakan akan berdampak negatif terhadap persaingan apabila<br />

berakibat kepada penurunan atau pembatasan ruang bagi pelaku usaha untuk<br />

melakukan inovasi produk;<br />

Apabila suatu regulasi memiliki salah satu karakter tersebut maka regulasi tersebut<br />

dinilai memiliki dampak negatif terhadap persaingan. Dari hasil evaluasi awal tim<br />

ditemukan beberapa pasal Undang-Undang No 31 tahun 2004 dan Peraturan Dirjen<br />

Tangkap No. 5364/DPT.0/HK.510.S4/XII/08, dan Peraturan Menteri Kelautan dan<br />

Perikanan No.05/2008 tentang Usaha Perikanan Tangkap, yang memenuhi beberapa<br />

poin dalam checklist competition assessment di atas. Hasil evaluasi tahap awal tim<br />

terhadap regulasi tersebut dapat dilihat dari Tabel berikut.<br />

N<br />

o<br />

Checklist<br />

Competition<br />

Assessment<br />

Ya/<br />

Tdk<br />

Penjelasan dan Pasal Terkait<br />

1. Memberikan hak<br />

eksklusif kepada<br />

satu pemasok<br />

untuk<br />

menyediakan<br />

barang atau jasa<br />

2. Membuat lisensi,<br />

ijin atau proses<br />

otorisasi sebagai<br />

persyaratan<br />

operasi<br />

√<br />

√<br />

GAPPINDO diberikan hak untuk memberikan rekomendasi bagi<br />

penerbitan SIUP.<br />

SK DJPT No.5364/DPT.0/HK.510.S4/XII/08 Tentang Pemberian<br />

Rekomendasi Dari Asosiasi Atau Organisasi Di Bidang<br />

Perikanan Tangkap sebagai Persyaratan Perizinan Usaha<br />

Perikanan<br />

Pasal 1ayat (1)<br />

Setiap orang atau badan hukum Indonesia yang<br />

akan mengoperasikan kapal penangkap ikan dan/atau kapal<br />

pengangkut ikan wajib menjadi anggota salah satu asosiasi<br />

atau organisasi di bidang perikanan tangkap yang telah terdaftar<br />

di Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap.<br />

Pasal 2 ayat (1)<br />

Asosiasi atau organisasi di bidang perikanan tangkap dapat<br />

memberikan rekomendasi dalam rangka perizinan usaha<br />

perikanan tangkap apabila telah menjadi anggota GAPPINDO<br />

dan terdaftar pada Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap..<br />

Ya, ijin ini dimaksudkan untuk mengurangi dampak over fishing,<br />

dan memudahkan pengawasan dengan mensyaratkan<br />

rekomendasi asosiasi.<br />

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.05/2008 tentang<br />

Usaha Perikanan Tangkap,<br />

Pasal 14 ayat (1)<br />

22


N<br />

o<br />

Checklist<br />

Competition<br />

Assessment<br />

Ya/<br />

Tdk<br />

Penjelasan dan Pasal Terkait<br />

Setiap orang atau badan hukum Indonesia yang melakukan<br />

kegiatan penangkapan ikan dalam satuan armada penangkapan<br />

ikan wajib memiliki SIUP, SIPI, dan SIKPI dalam satuan armada<br />

penangkapan ikan.<br />

3. Membatasi<br />

kemampuan<br />

beberapa jenis<br />

pemasok untuk<br />

menyediakan<br />

barang atau jasa<br />

√<br />

pasal 22 ayat 2 huruf f ,mengenai tata cara penerbitan usaha<br />

perizinan usaha ikan tangkap, dikatakan bahwa salah satu<br />

persyaratan Perizinan Usaha Perikanan Tangkap diantaranya<br />

harus mendapat rekomendasi dari asosiasi atau organisasi di<br />

bidang perikanan tangkap setempat yang terdaftar di<br />

Departemen Kelautan dan Perikanan.<br />

Ya, akan tetapi ijin ini dimaksudkan untuk mengurangi dampak<br />

over fishing, bukan sengaja dimaksudkan untuk membatasi<br />

persaingan. Penerbitan harus memperhatikan alokasi SDI.<br />

Untuk berusaha di bidang perikanan antara lain dibutuhkan<br />

SIUP. Bagi kapal ikan dibutuhkan SIPI/SIKPI. Asosiasi<br />

perikanan harus menjadi anggota GAPPINDO terlebih dahulu,<br />

agar dapat memberikan rekomendasi bagi anggotanya untuk<br />

membuat SIUP. Pemilik kapal ikan harus tergabung dalam<br />

asosiasi agar dapat mengurus SIPI/SIKPI bagi kapalnya dan<br />

SIUP bagi perusahaannya<br />

4. Secara<br />

signifikan<br />

menaikkan biaya<br />

masuk atau<br />

keluar dari pasar<br />

oleh pemasok<br />

tertentu<br />

√<br />

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.05/2008 tentang<br />

Usaha Perikanan Tangkap,<br />

Pasal 19 ayat (2)<br />

Pasal 19 Penerbitan SIUP sebagaimana dimaksud pada ayat<br />

(1) wajib mempertimbangkan ketersediaan daya dukung sumber<br />

daya ikan dan lingkungannya.<br />

Belum diketahui pasti. Pada pelaku usaha tertentu mungkin<br />

dapat menimbulkan biaya keluar masuk, baik biaya menjadi<br />

anggota gappindo amupun biaya-biaya yang harus dikeluarkan<br />

untuk mengurus rekomendasi hingga ijin keluar<br />

Dari hasil identifikasi tahap awal dapat disimpulkan bahwa peraturan potensial<br />

bersifat anti persaingan, khususnya dalam hal membatasi jumlah atau lingkup pemasok,<br />

dalam bentuk membuat ijin dan lisensi sebagai persyaratan operasi;<br />

Untuk menghindari kesimpulan yang bias, maka dari hasil checklist competition<br />

assessment tersebut dilakukan analisis yang lebih mendalam. Bila ditinjau dari<br />

23


ketentuan persyaratan rekomendasi tersebut, maka terdapat beberapa potensi<br />

hambatan usaha yang perlu dianalisa lebih lanjut, diantaranya adalah sebagai berikut:<br />

1 Potensi menimbulkan hak eksklusif dalam pemberian rekomendasi di sektor<br />

perikanan.<br />

Pertanyaan pentingnya adalah, apakah pemberian rekomendasi ini kemudian<br />

memunculkan hak eksklusif bagi pihak tertentu sehingga dengan begitu maka<br />

pengusaha di sektor perikanan akan mudah diaturnya? Berdasarkan data yang<br />

diperoleh dan berberapa kesempatan diskusi dengan dinas perikanan dan kelautan<br />

diketahui bahwa banyak asosiasi yang bergerak di bidang perikanan, yang<br />

sayangnya di berberapa daerah asosiasi tersebut tidak aktif dan hanya tinggal nama<br />

saja. Hal ini mungkin yang menyebabkan di daerah tertentu perusahaan perikanan<br />

tidak diwajibkan oleh dinas setempat untuk ikut serta keanggotaan asosiasi karena<br />

tidak aktifnya asosiasi-asosiasi yang ada.<br />

Selain itu tidak ada kewajiban bagi asosiasi yang ada di daerah untuk mendaftarkan<br />

diri di dinas yang ada di daerah. Pada peraturan yang ada pun diketahui bahwa<br />

asosiasi hanya diwajibkan mendaftarkan diri di DKP. Tidak jelas apakah dengan<br />

pendaftaran di DKP maka otomatis asosiasi dapat berkembang di mana saja di<br />

wilayah Indonesia tanpa perlu mencatatkan diri di dinas setempat. Namun begitu<br />

ada juga asosiasi di daerah yang aktif dan sering membantu dinas kelautan dan<br />

perikanan dalam menyelesaikan permasalahan di daerah tersebut bahkan<br />

permasalahan antar daerah.<br />

Dengan adanya persyaratan untuk mendapatkan rekomendasi, maka bagi<br />

perusahaan di pusat atau daerah lainnya yang banyak terdapat asosiasi aktif, maka<br />

diperkirakan dampaknya tidak akan sampai menimbulkan ekslusifitas asosiasi,<br />

karena jumlah asosiasi yang ada lebih dari satu dan pelaku usaha perikanan bebas<br />

mengikuti asosiasi yang diinginkannya. Sementara bagi daerah lainnya dimana<br />

hanya ada sedikit asosiasi saja maka dapat berpotensi menimbulkan ekslusifitas<br />

asosiasi dalam menerbitkan izin SIPI/SIKPI. Sebenarnya hal ini dapat diatasi dengan<br />

mendirikan asosiasi baru di daerah jika hanya terdapat satu atau dua asosiasi saja.<br />

Akan tetapi, berdasarkan persyaratan maka asosiasi/organisasi di bidang perikanan<br />

tangkap yang dibentuk setelah tanggal 31 Desember 2008 dapat mengajukan<br />

permohonan pendaftaran asosiasi atau organisasinya kepada Dirjen Perikanan<br />

24


Tangkap paling cepat 6 bulan setelah berdirinya asosiasi atau organisasi. Ini belum<br />

lagi ditambah waktu bagi asosiasi untuk mendaftarkan diri ke GAPPINDO. Jika satusatunya<br />

asosiasi yang ada di daerah tersebut menolak menerima anggota tertentu<br />

atau menolak memberikan rekomendasi kepada perusahaan tertentu, maka<br />

perusahaan otomatis akan tersingkir.<br />

Selain itu berdasarkan Peraturan Dirjen Tangkap No. 5364/DPT.0/HK.510.S4/XII/08<br />

tentang Pemberian Rekomendasi dari Asosiasi atau Organisasi di Bidang Perikanan<br />

tangkap sebagai Persyaratan Perizinan Usaha Perikanan Tangkap, diatur bahwa<br />

Untuk terdaftar di Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, pengurus<br />

asosiasi/organisasi di bidang perikanan tangkap wajib mendaftarkan diri dengan<br />

mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Perikanan Tangkap selambatlambatnya<br />

tgl 15 Januari 2009. Ini berarti batas waktu pendaftaran asosiasi baru<br />

sudah lewat. Padahal berdasarkan permen KP No. 05/MEN/2008 (Pasal 93)<br />

menyebutkan kewajiban untuk melampirkan rekomendasi dari asosiasi atau<br />

organisasi di bidang perikanan tangkap harus dilaksanakan paling lambat 1 (satu)<br />

tahun sejak ditetapkannya Peraturan Menteri ini (31 Januari 2008-31 Januari 2009).<br />

2. Menaikkan biaya produksi bagi pelaku usaha tertentu<br />

Diperkirakan dengan adanya kewajiban mengikuti asosiasi maka biaya yang harus<br />

ditanggung perusahaan perikanan menjadi besar. Bagi perusahaan yang<br />

mempunyai modal besar(yang dapat ditandai dengan jumlah dan ukuran kapal yang<br />

dimilikinya), maka biaya keangotaan tidak begitu masalah. Yang jelas anggota<br />

asosiasi selain membutuhkan rekomendasi asosiasi juga memerlukan tanda<br />

keanggotaan GAPINDO sebagai syarat mengurus SIUP. Biaya keanggotaan ini bisa<br />

jadi menjadi relatif besar bagi perusahaan tertentu, namun bagi perusahaan lain<br />

biaya ini mungkin relatif murah. Jika ini mahal bagi perusahaan, maka secara<br />

otomatis perusahaan yang tidak dapat tergabung dalam asosiasi (karena mahalnya<br />

biaya yang harus dibayarkan), akan tersingkir dan tidak dapat berusaha di bidang ini.<br />

Terkait dengan rekomendasi asosiasi, perlu dilihat kembali proses pengajuan<br />

perizinan perikanan. Diketahui bahwa kewenagan penerbitan izin kapal ukuran > 30<br />

GT ada di pemerintah pusat, 10-30 GT di pemerintah propinsi, dan < 10 GT oleh<br />

kabupten/kota, sementara di bawah 5 GT tidak perlu mengurus izin. Akan tetapi<br />

25


erdasarkan Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan No.PER.05/MEN/2008<br />

Tentang Usaha Perikanan Tangkap kewewangan ini diubah. Menteri juga dapat<br />

mendelegasikan kewenangan penerbitan perpanjangan SIPI dan/atau SIKPI kepada<br />

Gubernur bagi kapal perikanan berbendera Indonesia berukuran di atas 30 (tiga<br />

puluh) GT sampai dengan ukuran tertentu, Gubernur diberikan kewenangan untuk<br />

menerbitkan SIUP kepada orang atau badan hukum Indonesia yang melakukan<br />

usaha perikanan, dan Bupati/Walikota diberikan kewenangan untuk menerbitkan<br />

SIUP kepada orang atau badan hukum Indonesia yang melakukan usaha perikanan<br />

di wilayahnya.<br />

Untuk nelayan kecil yang mencari ikan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, tidak<br />

diperlukan ijin apapun. Begitu pula dengan kapal motor kecil di bawah 5 GT yang<br />

tidak perlu SIPI/SIKPI sehingga tidak perlu rekomendasi asosiasi perikanan. Sebagai<br />

informasi, sebanyak 69,14 % kapal ikan di Indonesia berukuran > 5 GT. Namun jika<br />

berbentuk badan hukum di perikanan tangkap maka wajib memiliki SIUP, sehingga<br />

membutuhkan rekomendasi dari asosiasi dan Gapinndo. Kapal motor dengan ukuran<br />

10-30 GT harus dilengkapi SIPI/SIKPI. Bagi kapal ikan dengan ukuran > 30 GT<br />

diberi kemudahan mengurus perpanjangan SIUPnya. Jika dulu harus dilakukan di<br />

pusat, maka kini untuk mengurus perpanjangannya dapat dilakukan di propinsi<br />

setempat.<br />

Tidak diketahui pasti dampak persyaratan rekomendasi asosiasi dan gappindo<br />

terhadap meningkatnya biaya yang harus ditanggung perusahaan perikanan. Akan<br />

tetapi diprediksi bahwa persyaratan tersebut tidak menambah signifikan biaya yang<br />

harus ditanggung perusahaan besar, yang ditandai dengan kepemilikan kapal ikan<br />

dengan ukuran >30 GT.<br />

VI. Kesimpulan<br />

Untuk mengantisipasi permasalah illegal fishing, maka penangkapan ikan harus<br />

dilakukan dengan mempertimbangkan potensi kembang biak alaminya. Kawasan<br />

perairan juga perlu dijaga dari jarahan nelayan asing. Kekurangan sumber daya untuk<br />

pengawasan inilah yang kemdian menjadi salah satu alasan bagi departemen kelautan<br />

dan perikanan untuk meningkatkan peran aktif masyarakat yang diwaliki oleh asosiasi.<br />

Dengan peraturan menteri kelautan dan perikanan, yang kemudian dijabarkan dalam<br />

26


peraturan dirjen perikanan tangkap maka proses perizinan perusahaan dan kapal<br />

perikanan tangkap harus mendapat rekomendasi dari asosiasi.<br />

Terkait dengan hal tersebut, maka berdasarkan hasil competition assessment ditemukan<br />

berberapa potensi dampak persaingan tidak sehat akibat persyaratan rekomendasi<br />

asosiasi dalam pengurusan perijinan di sektor perikanan. Dampak tersebut antara lain<br />

adalah potensi menimbulkan hak eksklusif dalam pemberian rekomendasi di sektor<br />

perikanan. Bagi daerah hanya terdapat segelintir asosiasi maka pemberian rekomendasi<br />

akan menjadi ekslusif oleh asosiasi tersebut, baik dalam mengurus SIPI/SIKPI. Tidak<br />

hanya itu, perusahaan juga harus ikut keanggotaan asosiasi agar dapat keanggotaan<br />

Gapinndo, dimana keanggotannya diperlukan untuk mengurus SIUP. Perlu diteliti<br />

kembali kesiapan asosiasi-asosiasi yang ada di daerah. Perlu dicatat bahwa di sebagian<br />

daerah asosiasi perikanan tidak aktif. Pembenahan dan pembinaan perlu dilakukan jika<br />

memang ditemukan ketidaksiapan asosiasi di daerah.<br />

Dengan bergabungnya asosiasi perikanan dalam keanggotaan Gappindo, maka<br />

Gappindo dapat memiliki peranan yang penting dalam sektor perikanan. Dengan<br />

pembinaan yang baik Gappindo dapat turut membantu mengembangkan sektor<br />

perikanan tangkap di Indonesia. Akan tetapi perlu dicatat bahwa persyaratan yang<br />

mewajibkan asosiasi menjadi anggota Gappindo agar dapat memberikan rekomendasi<br />

bagi anggotanya untuk membuat SIUP, telah menimbulkan hak ekslusif dalam<br />

pemberian rekomendasi sektor perikanan.<br />

Persyaratan rekomendasi juga berpotensi meningkatkan biaya produksi, akan tetapi<br />

tidak diketahui batasan besaran yang signifikan akan meningkatkan biaya produksi<br />

sehingga akan berdampak pada persaingan usaha yang sehat. Kebijakan tersebut<br />

berpotensi menciptakan distorsi terhadap persaingan usaha di sektor perikanan<br />

tangkap, yang berpotensi menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan inefisiensi<br />

akibat hadirnya ekonomi biaya tinggi. Kebijakan yang mewajibkan rekomendasi dan<br />

atau keharusan menjadi anggota asosiasi juga dapat memperpanjang rantai birokrasi di<br />

sektor perikanan tangkap.<br />

Proses perizinan sepenuhnya adalah kewenangan Pemerintah selaku regulator. Dalam<br />

hal ini, pemberian rekomendasi oleh asosiasi seharusnya menjadi bagian dari proses<br />

27


yang dilakukan oleh pemerintah sebagai regulator yang mengayomi seluruh pelaku<br />

usaha tanpa kecuali melalui audit/klarifikasi. Ada atau tidak ada rekomendasi dari<br />

asosiasi, menjadi kewajiban Pemerintah selaku regulator untuk mengecek kebenaran<br />

keberadaan pelaku usaha.<br />

VII. Saran<br />

Untuk mengurangi dampak potensi persaingan usaha tidak sehat seperti sudah<br />

dijelaskan dalam bab III, maka disarankan agar:<br />

1. Pemerintah mencabut kebijakan yang mewajibkan pemberian rekomendasi oleh<br />

asosiasi sebagai prasyarat pemberian izin. Proses penelitian kompentensi dan<br />

keberadaan pelaku usaha, harus sepenuhnya menjadi kewenangan regulator<br />

untuk menghindari terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Pemerintah selaku<br />

regulator harus mengayomi seluruh pelaku usaha tanpa kecuali baik yang<br />

tergabung dalam asosiasi maupun yang tidak tergabung.<br />

2. Pemerintah memberikan kesempatan bagi hadirnya asosiasi baru dalam industri<br />

perikanan, yang bertujuan mengembangkan industri perikanan melalui<br />

pemberdayaan anggotanya. Dalam hal ini, Pemerintah berkewajiban untuk<br />

melakukan pembinaan terhadap asosiasi sehingga tidak tumbuh menjadi sarana<br />

ekonomi biaya tinggi. Asosiasi tidak diperbolehkan, memiliki kewenangan yang<br />

merupakan kewenangan Pemerintah, seperti terkait pemberian rekomendasi<br />

sebagai syarat perizinan di atas. Kehadiran lebih dari satu asosiasi, akan<br />

memberikan pilihan bagi pelaku usaha untuk memilih asosiasi yang memberikan<br />

nilai tambah bagi perkembangan usahanya.<br />

28

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!