28.11.2014 Views

Mengkaji Implementasi Perda Pelayanan Publik ... - psflibrary.org

Mengkaji Implementasi Perda Pelayanan Publik ... - psflibrary.org

Mengkaji Implementasi Perda Pelayanan Publik ... - psflibrary.org

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Sebelum perda ini lahir, pengelolaan hutan dengan sistem HKm justru telah<br />

12<br />

menyebabkan meningkatnya deforestasi di NTB. Apalagi saat itu, daerah sedang<br />

merayakan ”masa otonomi daerah”. Otonomi daerah ditafsirkan sesuai selera<br />

masing-masing daerah. Daerah diberikan wewenang untuk membuka lahan<br />

hutan kemasyarakatan (skala kecil 100 hektar) dan izin pengambilan kayu kebun<br />

(IPK). Maka izin pun bertaburan. IPK lalu menjadi alasan untuk menebang kayu<br />

hutan. Akibatnya, hutan semakin cepat gundul. Contohnya di Kabupaten Dompu,<br />

Pulau Sumbawa, Dari izin itu Pemkab Dompu memungut retribusi Rp 50.000 per<br />

meter kubik untuk pendapatan asli daerah. Selama empat tahun Pemkab Dompu<br />

mendapatkan Rp 500 juta-Rp 600 juta. Akibatnya, pada 3 Februari 2005 terjadi<br />

banjir yang menghancurkan infrastruktur irigasi. Puluhan rumah hanyut, sekolah,<br />

dan rumah sakit tertimbun lumpur. Kerugian diduga mencapai miliaran rupiahtidak<br />

sebanding dengan hasil retribusi dari IPK (Kompas, 18/5/2005).<br />

<strong>Perda</strong> NTB terdiri dari XI bab dan 33 pasal. Ada lima hal utama yang diatur dalam<br />

perda ini, yaitu:<br />

1. penetapan wilayah pengelolaan,<br />

2. penyiapan masyarakat,<br />

3. perijinan,<br />

4. pengelolaan hutan,<br />

5. pembinaan dan pengendalian.<br />

Rekoginisi negara atas hak kelola masyarakat dilegalkan dalam bentuk pemberian<br />

ijin kegiatan HKm kepada kelompok masyarakat (pasal 9). Ijin kegiatan HKm yang<br />

dimaksud di sini adalah ijin yang diberikan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota<br />

13<br />

kepada masyarakat setempat untuk mengelola HKm. Sedangkan penetapan<br />

14<br />

wilayah pengelolaan HKm ada pada Gubernur dan dikukuhkan oleh Menteri. Oleh<br />

karena masyarakat memiliki hak kelola dalam kegiatan HKm, maka masyarakat<br />

menjadi pemain utama dalam pengelolaan HKm. Pengelola HKm itu mencakup<br />

penataan kawasan, perencanaan, pemanfaatan, rehabilitasi dan pemeliharaan<br />

hutan dan perlindungan hutan. Dalam pemanfaatan hutan, masyarakat berhak<br />

mengambil produksi hasil hutan kayu dan non-kayu, mengambil manfaat air<br />

permukaan dan air tanah, pengusahaan jasa wisata alam dan penangkaran flora<br />

dan fauna yang tidak dilindungi, dan mengambil hasil tumpangsari (pasal 14).<br />

Namun demikian semua hasil di atas tidak sepenuhnya milik masyarakat. Ada<br />

pembagian hasil antara masyarakat yang memegang ijin kegiatan HKm dengan<br />

pemerintah. Dalam perda ini tidak dijelaskan secara spesifik berapa proporsi bagi<br />

hasilnya. Pasal 23 hanya menyatakan bahwa pembagian hasil didasarkan pada<br />

kesepakatan antara pemegang ijin kegiatan HKm dengan pemberi ijin kegiatan<br />

HKm yang dituangkan dalam Surat Perjanjian Kerja sebagai lampiran dari surat<br />

keputusan pemberian ijin HKm.<br />

12 Degradasi hutan di NTB telah melahirkan lahan kritis, dari 250.000 ha tahun 1998, meluas jadi<br />

350.000 ha tahun 2002: 100 ha di kawasan hutan dan 250.000 di luar kawasan hutan.<br />

13 Bandingkan dengan SK 31/2001 yang hanya memberikan kewenangan izin kegiatan HKm kepada<br />

Bupati/Walikota, tidak kepada Gubernur.<br />

14 Dalam SK 31/2001 yang berhak menetapkan adalah Menteri, sedangan dalam perda ini ditetapkan<br />

Gubernur dan dikukuhkan oleh Menteri<br />

246

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!