section one all images © Andri Tambunan / Greenpeace 22 Greenpeace International <strong>Toxic</strong> <strong>Threads</strong>: XXXXXXXXXXXXXX
Gambar Pabrik PT Gistex membuang limbah cair industri yang mengandung bahan kimia berbahaya ke Sungai Citarum Gambar Sisipan Warga Desa Ciwalengke mencuci baju dan alat masak dengan air dari Sungai Citarum, yang menjadi tempat pembuangan limbah industri; banyak penduduk desa tersebut yang menderita penyakit kulit.. <strong>Toxic</strong> section one <strong>Threads</strong> #4 Bergerak Dari Pendekatan Kontrol Menuju Pencegahan Kebijakan publik untuk mengatasi polusi air di Indonesia bergantung pada pendekatan kontrol polusi (atur dan awasi), ketimbang pencegahan polusi. Pemerintah nasional dan provinsi menerapkan baku mutu dan berbagai ketentuan. Namun, hal tersebut hanya meliputi serangkaian parameter terbatas. Baku mutu air mengatur level maksimum polutan dengan parameter yang terbatas, yang kemudian menentukan klasifikasikan badan air sebagai kelas I, II, III atau IV sesuai dengan kegunaan. 77 Baku mutu limbah industri diatur dalam regulasi 1995 untuk 21 tipe industri 78 . Lebih lanjut 16 jenis aktivitas industri diatur dalam keputusan mentri lain. Diluar parameter umum seperti BOD, COD, TSS, 79 standard yang ditetapkan untuk industri teksil hanya berupa kromium, fenol, ammonia dan sulfida, untuk berbagai tipe proses tekstil 80 . Tidak ada bahan organik kimia berbahaya lain yang didaftarkan, termasuk NP dan NPE sebagaimana yang ditemukan Greenpeace Internasional pada sampel limbah PT. Gistex atau bahan kimia lain yang biasanya terkandung dalam limbah cair produksi tekstil, seperti phthalates. Lebih lanjut, tidak ada pembatasan untuk logam-logam berat kecuali kromium. Sistem ini memiliki beberapa kelemahan. Pertama, ia berdasar sepenuhnya pada baku mutu atau mengijinkan keberadaan bahan berbahaya beracun sampai batas tertentu, bukan pencegahan penggunaan dan pembuangannya. Kedua, standard tersebut hanya meliputi parameter dan jenis bahan kimia dalam jumlah yang terbatas; ia tidak merefleksikan kompleksitas limbah industri dan beragam bahan kimia berbahaya yang digunakan disektor produksi tektil. Ketiga, kurangnya kapasitas untuk mendeteksi pelanggaran dari aturan yang ditetapkan pemerintah (baik melalui monitoring rutin atau sidak oleh otoritas pemerintah, laporan rutin pihak industri, maupun laporan masyarakat atau media), serta respon cepat dan tegas saat pelanggaran terjadi. Keempat kurangnya informasi hasil monitoring pembuangan limbah yang dapat diakses dengan mudah oleh masyrakat. Akses Kepada Informasi – Mitos vs Fakta Undang-Undang di Indonesia memberi jaminan hukum bagi setiap individu untuk memperoleh akses kepada informasi, dan keadilan, dalam upaya pemenuhan hak masyarakat atas lingkungan yang sehat. 81 Serupa dengan di atas, regulasi mengenai kualitas air menyatakan bahwa “semua orang punya hak yang sama untuk memperoleh informasi mengenai status kualitas air dan pengelolaan kualitas air serta pengendalian polusi”, termasuk hasil kajian pemenuhan aturan-aturan. 82 Semua perusahaan juga “wajib memberikan informasi yang benar mengenai pelaksanaan kewajiban-kewajiban pengelolaan kualitas air dan pengendalian polusi air” 83 guna menegakkan ketaatan hukum dan pengelolaan bisnis/kegiatan terkait dengan aturan-aturan yang ada. 84 Aturan hukum yang lebih baru 85 mengenai keterbukaan informasi publik menyatakan bahwa setiap entitas masyarakat mempunyai hak mengakses informasi secara terbuka. Tetapi faktanya, data pengawasan mengenai ketaatan hukum di bidang pembuangan air limbah tidak tersedia, data-data itu tidak dipublikasikan di media atau tersedia di internet. Tanggapan terhadap permintaan informasi beragam di antara masing-masing lembaga pemerintah baik nasional maupun lokal. Proses untuk mendapat informasi bisa menjadi sangat birokratis; termasuk mengajukan permintaan informasi secara tertulis ke berbagai lembaga yang berbeda. Bahkan program PROPER (lihat Box 6), sebuah program pemerintah yang didesain secara khusus untuk mengurangi polusi dari industri dengan cara mempublikasikan kinerja perusahaan dalam memenuhi berbagai peraturan lingkungan, juga tidak melaporkan data hasil pengawasan untuk memperlihatkan apakah sebuah perusahaan sudah taat atau tidak taat terhadap peraturan-peraturan yang ada. Greenpeace International <strong>Toxic</strong> <strong>Threads</strong>: Mencemari Surga 23