1 - KM Ristek - Kementerian Riset dan Teknologi
1 - KM Ristek - Kementerian Riset dan Teknologi
1 - KM Ristek - Kementerian Riset dan Teknologi
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
• •<br />
'.<br />
No. 687/2010<br />
LAPORAN<br />
iDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI LAHAN SAWAH <br />
UNTUK LAHAN PERTANIAN PANGAN <br />
BERKELANJUTAN SELUAS 200.000 HEKTAR 01 <br />
SULAWESI TENGAH, GORONTALO DAN <br />
SULAWESI UTARA SKALA 1 : 50.000 <br />
[Identifikasi <strong>dan</strong> Inventarisasi Lahan Sawah Skala 1 : 50.000 Seluas<br />
200.000 Hektar, Mendukung Penerapan UU No. 41/2009 tentang<br />
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan di Sulawesi<br />
Tengah, Gorontalo <strong>dan</strong> Sulawesi Utara]<br />
PROGRAM INSENTIF RISET TERAPAN<br />
Fokus Bi<strong>dan</strong>g Prioritas:<br />
Ketahanan Pangan<br />
Kode Produk Target: 1.02<br />
Kode Kegiatan: 1.02.05<br />
Peneliti Utama:<br />
Dr. Ir. Sukarman, MS<br />
Balai Besar Penelitian <strong>dan</strong> Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian<br />
BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN <br />
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN <br />
KEMENTERIAN PERTANIAN <br />
2010
No. 687/2010<br />
LAPORAN <br />
IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI LAHAN SAWAH <br />
UNTUK LAHAN PERTANIAN PANGAN <br />
BERKELANJUTAN SELUAS 200.000 HEKTAR 01 <br />
SULAWESI TENGAH, GORONTALO DAN <br />
SULAWESI UTARA SKALA 1 : 50.000 <br />
[Identifikasi <strong>dan</strong> Inventarisasi Lahan Sawah Skala 1 : 50.000 Seluas<br />
200.000 Hektar, Mendukung Penerapan UU No. 41/2009 tentang<br />
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan di Sulawesi<br />
Tengah, Gorontalo <strong>dan</strong> Sulawesi Utara]<br />
PROGRAM INSENTIF RISET TERAPAN<br />
Fokus Bi<strong>dan</strong>g Prioritas:<br />
Ketahanan Pangan<br />
Kode Produk Target: 1.02<br />
Kode Kegiatan: 1.02.05<br />
Peneliti Utama:<br />
Dr. Ir. Sukarman, MS<br />
RISTr:K <br />
Balai Besar Penelitian <strong>dan</strong> Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian<br />
BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN <br />
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN <br />
KEMENTERIA~I PERTANIAN <br />
2010
·.. <br />
LAPORAN<br />
10ENTIFIKASI DAN INVENTARISASI LAHAN SAWAH <br />
UNTUK LAHAN PERTANIAN PANGAN <br />
BERKELANJUTAN SELUAS 200.000 HEKTAR 01 <br />
SULAWESI TENGAH, GORONTALO DAN <br />
SULAWESI UTARA SKALA 1 : 50.000 <br />
[Identifikasi <strong>dan</strong> Inventarisasi Lahan Sawah Skala 1 : 50.000 Seluas<br />
200.000 Hektar, Mendukung Penerapan UU No. 41/2009 tentang<br />
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan di Sulawesi<br />
Tengah, Gorontalo <strong>dan</strong> Sulawesi Utara]<br />
PROGRAM INSENTIF RISET TERAPAN<br />
Fokus Bi<strong>dan</strong>g Prioritas:<br />
Ketahanan Pangan<br />
Kode Produk Target: 1.02<br />
Kode Kegiatan : 1.02.05<br />
Peneliti Utama:<br />
Anggota :<br />
Dr. Ir. Sukarman, MS<br />
Ir. Hikmatullah, MSc<br />
Ir. Anny Mulyani, MS<br />
RIST~K<br />
Salai Sesar Penelitian <strong>dan</strong> Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian<br />
BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN <br />
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN <br />
KEMENTERIAN PERTANIAN <br />
2010
· .,<br />
LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN<br />
Judul Kegiatan<br />
Fokus Bi<strong>dan</strong>g Prioritas<br />
Kode Produk Target<br />
Kode Kegiatan<br />
Lokasi Penelitian<br />
Nama Koordinator<br />
Nama Institusi<br />
Unit Organisasi<br />
Alamat<br />
Telepon/Faxiemail<br />
Jangka Waktu Kegiatan<br />
Biaya<br />
Kegiatan<br />
Identifikasi <strong>dan</strong> Inventarisasi Lahan Sawah untuk<br />
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan seluas<br />
200.000 Ha di Sulawesi Tengah, Gorontalo <strong>dan</strong><br />
Sulawesi Utara, Skala 1 : 50.000<br />
Ketahanan Pangan<br />
1.02<br />
1.02.05<br />
Provinsi Sulawesi Tengah, Gorontalo <strong>dan</strong> Sulawesi <br />
Utara <br />
Dr. Ir. Sukarman, MS <br />
Balai Besar Penelitian <strong>dan</strong> Pengembangan Sumber<br />
daya Lahan Pertanian, Ba<strong>dan</strong> Litbang Pertanian <br />
Balai Besar Penelitian <strong>dan</strong> Pengembangan Sumber<br />
daya Lahan Pertanian <br />
JI. Ir. H. Juanda 98, Bogor, 16123 <br />
(0251) 8323012, (0251) 311256, sukarmandr@ <br />
yahoo.eo.id<br />
10 (sepuluh) bulan<br />
Rp.200.454.545,<br />
Baru<br />
Penanggung Jawab Kegiatan<br />
Dr. Ir. Sukarman, MS<br />
NIP. 19560912.198203 1 003
·.. <br />
RINGKASAN <br />
Salah satu pennasalahan pertanian saat ini adalah masalah tekanan terhadap lahan<br />
pertanian yang cukup keras. Lahan pertanian pangan terutama lahan beririgasi banyak<br />
dialih fungsikan menjadi lahan non pertanian. Keadaan ini tentu saja akan mengganggu<br />
ketahanan pangan <strong>dan</strong> kemandirian pangan. Lahan pertanian pangan perlu tetap ada<br />
agar ketahanan <strong>dan</strong> kemandirian pangan dapat te~aga <strong>dan</strong> berkesinambungan. Untuk itu<br />
lahan pertanian pangan perlu dilindungi agar tidak dikonversikan ke non pertanian, melalui<br />
pendekatan hukum. Un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g Nomor 41 tahun 2009 tentang Per1indungan Lahan<br />
Pertanian Pangan Berkelanjutan merupakan produk hukum yang ditujukan untuk<br />
melindungi lahan pertanian pangan agar lestari <strong>dan</strong> berkesinambungan. Perencanaan<br />
penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan dilakukan melalui suatu kegiatan<br />
penelitian, karena dilakukan penelitian ini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk<br />
mendapatkan datalinfonnasi spasial karakteristik lahan sawah yang dapat diusulkan<br />
menjadi lahan pertanian berkelanjutan di Provinsi Sulawesi Tenngah, Provinsi Gorontalo<br />
<strong>dan</strong> Provinsi Sulawesi Utara. Penyusunan peta sawah dihasilkan melalui analisis citra<br />
Landsat-7 ETM disertai dengan verifikasi di lapangan. Hasil analisis citra disertai verifikasi<br />
lapangan didapatkan lahan sawah di Provinsi Sulawesi Tengah seluas 129.342 Ha, di<br />
Provinsi Gorontalo seluas 25.682 Ha <strong>dan</strong> di Provinsi Sulawesi Utara seluas 45.922 Ha.<br />
Luas total di ketiga Provinsi tersebut seluas 200.946 Ha. Luasan <strong>dan</strong> penyebaran lahan<br />
sawah ini dapat diusulkan menjadi lahan pertanian pangan berkelanjutan.<br />
ii
• a.<br />
ABSTRACT <br />
One of the problems at this moment is pressure to agricultural lands seriously. Land of<br />
food agriculture mainly land inigated are changed function toward land of non agriculture.<br />
This condition will disturb food endurance and autonomy. The lands of food agriculture are<br />
needed and must remained exist in order that the food indurance and autonomy are kepts<br />
and sustained. Threfore, the lands of food agriculture are needed protection in order to be<br />
not converted to ono agricultural lands through low approach. The regulation number 41<br />
2009 about protection of sutained food agricultural /and are low product wich is direded to<br />
protect the food agricultural lands in order to sustained and continuous. Planning of<br />
detennining sustained food agricultural lands is conducted through a research activity. The<br />
aim of this research is to get datalinfonnation of rice field (sawah) characteristic which can<br />
be proposed becomes continuity agricultural lands. Arranging sawah maps are resulted<br />
through analysis of landsat image-7 ElM with verification in the field. The result will be<br />
obtained distribution of sawah land and it can be proposed becomes continuity food<br />
agricultural lands. The locations of this research are Central Sulawesi, Gorontalo and North<br />
Sulawesi Province. Total rice field in Central Sulawesi, Gorontalo and North Sulawesi<br />
Province is 200.946 hectare.<br />
iii
PRA KATA <br />
Kegiatan penelitian Identifikasi <strong>dan</strong> Inventarisasi Lahan Sawah untuk<br />
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan seluas 200.000 Ha di Sulawesi Tengah,<br />
Gorontalo <strong>dan</strong> Sulawesi Utara, Skala 1 : 50.000, merupakan Program Insentif<br />
untuk Meningkatkan Kemapuan Peneliti <strong>dan</strong> Perekayasa yang dibiayai oleh<br />
<strong>Kementerian</strong> <strong>Riset</strong> <strong>dan</strong> <strong>Teknologi</strong> Tahun Anggaran 2010.<br />
Laporan ini menyajikan data/informasi, laporan hasil pelaksanaan kegiatan<br />
mulai bulan Februari sid. Nopember 2010. Kegiatan yang dilaksanakan meliputi<br />
Penyusunan Proposal, Studi Pustaka, Pengumpulan/Kompilasi Data <strong>dan</strong> Peta,<br />
Interpretasi Citra dll. Pad a tahun anggaran ini <strong>dan</strong>a yang disediakan sebesar Rp.<br />
225.000.000,- (bruto) atau Rp. 200.454.545,- (setelah dipotong pajak).<br />
Penghargaan <strong>dan</strong> ucapan terima kasih kami sampaikan kepada segenap<br />
pelaksana kegiatan yang telah berpartisipasi aktif baik dalam pelaksanaan<br />
kegiatan maupun dalam penyusunan laporan ini. Saran <strong>dan</strong> kritik yang konstruktif<br />
dari semua pihak sangat diharapkan untuk kesempurnaaan pelaksanaan di masa<br />
mendatang. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang<br />
berkepentingan.<br />
iv
· .. <br />
DAFTAR 151 <br />
LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN .... .... .. .... ............. .... ......... . <br />
RINGKASAN .......... ........ .. ................................... ............... .. .................. .......... .<br />
ABSTRAK ........ ....... .. ...... ... .. .. ... ... ... ........ .................... ......... .............. .......... .... .<br />
PRA KATA ..... ................ .. .... .. .... ..... .. ... .. ............................................. ............ .<br />
DAFTAR TABEL ..... .... ... ..... ...... .. ....... ...... .... ... ... .. .. ... ..... ....... ... ... ............ .......<br />
DAFTAR GAMBAR .............. .. ... .. ... .. .. ... .. .................................................... ....<br />
ii <br />
iii <br />
iv <br />
vi <br />
vii <br />
BAB I. PENDAHULUAN .............. .... .. ........................................ .. ... ...... .. .. ..... 1 <br />
1.1. Latar Belakang ....................... .. ..................................... . .... ............ 2 <br />
1.2. Perumusan Masalah ........................... ...... .............................. ........ 3 <br />
BAB II . TINJAUAN PUSTAKA ..................................... .. ... .. ...... .. .. ...... ........... 4 <br />
2.1. Konversi Lahan Pertanian ... ............ ..... ........................ .. ................ 4 <br />
2.2. Kondisi Umum Sumberdaya Lahan Pertanian ..... ,..... ..... ... ..... ..... .... 6 <br />
2.3. Potensi Sumberdaya Lahan Pertanian ............ ... ....... ... ... ..... ... .. ...... 8 <br />
BAB III . TUJUAN DAN MANFAAT .. ... .... .................................. ............. .... ..... 12 <br />
3.1. Tujuan..................... ... .. ... ....... .. ..................................................... ... 12 <br />
3.2. Manfaat ......................... ...... .. .... ............ .. .. ............... .. ........ ........ .. .. 12 <br />
BAB IV. METODOLOGI ............... .... .......................... ..... ................................ 13 <br />
4.1. Bahan Penelitian ............................................. ..... ..... ... ... ... ,........... 13 <br />
4.2. Metode Penelitian ...... ... .. ....... ... ...... ... ........... .. .......... ... .. .... ....... .. ... 13 <br />
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN........................................ .... ....... .. .... .... . 17 <br />
5.1. Keadaan Umum Daerah Penelitian ... .... ... ..... .... .. .... ...................... 17 <br />
5.2. Keadaan Tanah Sawah ... ...................................... ...... ... .... ... ......... 25 <br />
5.3. Lahan Sawah Saat Ini .... ............................... ... ............ ...... .. ........ .. 28 <br />
5.4. Pembahasan ..... ... ..... ......................... .. ........... .. ... ..................... ..... 51 <br />
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ....... .... ... .............................................. 53 <br />
6.1. Kesimpulan .... ....... .. ... .... ........... .. ............. ... ........ ... ......... ............... 53 <br />
6.2. Saran...... .... .... .... ... ... .... ... ....... .... ............ ... ... ... ... ....... .... ................ . 53 <br />
DAFTAR PUSTAKA ...................... .. .... .. .. ... .. ... ... ......... .. ....... ........ ............. .... ..<br />
54 <br />
LAMPIRAN ..... .. .......... ...... ..... ....... .... ............ .... .. .. ...... .... .. ........ ....... ....... .. .... 55 <br />
v
· .,<br />
DAFTAR TABEL<br />
No. Judul Halaman<br />
1. Lahan potensial untuk pertanian di dataran rendah <strong>dan</strong> <br />
dataran tinggi ....... .. ............................................ ........ .... ... ..... ........... .... ...<br />
2. Lahan potensial untuk pertanian menurut jenis tanah <br />
(rawa <strong>dan</strong> non-rawa)... ...... .... ... . ......... ...... .............. ....... ............................<br />
3. Luas lahan yang sesuai <strong>dan</strong> tersedia untuk perluasan areal <br />
pertanian lahan basah <strong>dan</strong> lahan kering................................................. ..<br />
4. Lahan tersedia untuk pertanian pad a kawasan budidaya <br />
pertanian <strong>dan</strong> kehutanan... ..... .. ..... ................... ... .. ......... ........... ...<br />
5. Kriteria Zonasi Lahan Sawah Aktual....... .. .... ......................................... ... 15 <br />
6. Luas panen, produksi <strong>dan</strong> produktivitas padi sawah menurut <br />
Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Tengah ...... .................... .... .... .....<br />
7. Luas panen, produksi <strong>dan</strong> produktivitas padi sawah menurut <br />
Kabupaten/Kota di Provinsi Gorontalo .................. ........................... ......<br />
8. Luas panen, produksi <strong>dan</strong> produktivitas padi sawah menurut <br />
Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Utara .......... ... .. ... .. .... ............. .. ...<br />
9. Sifat Fisik-kimia tanah-tanah sawah di Sulawesi Utara.... .. ...... .. .. ... .... ..... 27 <br />
10. Sifat-sifat kimia tanah-tanah sawah di Sulawesi Utara.... .............. .. ......... 28 <br />
11 . Luas lahan sawah saat ini berdasarkan hasil penelitian <br />
Setiap Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Tengah ......................... .<br />
12. Luas lahan sawah saat ini berdasarkan hasil penelitian <br />
Setiap Kabupaten/Kota di Provinsi Gorontalo ... .. .. .. .... .. .. ........ ...... .... ....<br />
13. Luas lahan sawah saat ini berdasarkan hasil penelitian <br />
Setiap Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Utara ......... ........ ...... ... .. ..<br />
14. Hasil rekapitulasi lahan sawah saat ini di Provinsi <br />
Sulawesi Tengah, Gorontalo <strong>dan</strong> Sulawesi Utara .. ... .................. .........<br />
9 <br />
10 <br />
11 <br />
11 <br />
20 <br />
21 <br />
24 <br />
38 <br />
44 <br />
51 <br />
52 <br />
vi
•<br />
DAFTAR GAMBAR<br />
No. Judul Halaman<br />
1. Peta Lokasi Penelitian......................... ... ........ ... ... ....... ........ ... ................... 17 <br />
2. Peta Agroklimat P. Sulawesi, skala 1 : 2.500.000. ........ .. ... ....... .... ..... .. ..... 18 <br />
3. Salah satu hamparan pesawahan di dataran <strong>dan</strong>au <br />
Limboto, Provinsi Gorontalo .... ...... .... .................................. .... ... .. .......... ,.<br />
4. Salah satu saluran irigasi teknis yang baru dibangun <br />
di Kwan<strong>dan</strong>g Gorontalo Utara .............................. ....... .. ........ .. ...... ... ...... ..<br />
5. Lahan sawah di sekitar Danau Ton<strong>dan</strong>o, Sulawesi Utara.... .... ........ .. .. .... 25 <br />
23 <br />
23 <br />
vii
· <br />
~ <br />
BABI. PENDAHULUAN <br />
1.1. Latar Belakang<br />
Oalam konteks pertanian, lahan merupakan faktor produksi yang utama<br />
namun unik karena tidak dapat digantikan dalam usaha pertanian. Oleh karena itu<br />
ketersediaan lahan untuk usaha pertanian merupakan syarat keharusan untuk<br />
mewujudkan peran sektor pertanian secara berkelanjutan, terutama dalam<br />
perannya mewujudkan ketahanan pangan secara nasional. Oi sisi lain, secara<br />
filosofis lahan memiliki peran <strong>dan</strong> fungsi sentral bagi masyarakat Indonesia yang<br />
bercorak agraris, karena disamping memiliki nilai ekonomis lahan juga memiliki<br />
nilai sosial <strong>dan</strong> bahkan religius.<br />
Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah tingginya tekanan terhadap<br />
lahan. Oengan peningkatan jumlah penduduk yang masih sekitar 1.34 persen per<br />
tahun, sementara luas lahan yang ada relatif tetap, telah menyebabkan terjadinya<br />
peningkatan tekanan terhadap sumberdaya lahan <strong>dan</strong> air terutama di P. Jawa.<br />
Sebagai gambaran, luas rata-rata kepemilikan lahan sawah di Jawa <strong>dan</strong> Bali<br />
hanya 0,34 ha per rumah tangga petani. Secara nasional jumlah petani gurem<br />
(petani dengan luas lahan garapan < 0,5 ha) meningkat dari 10,8 juta pad a tahun<br />
1993 menjadi 13,7 juta rumah tangga petani pada tahun 2003, dengan rata-rata<br />
peningkatan sekitar 2,4 persen per tahun (<strong>Kementerian</strong> Koordinator Bi<strong>dan</strong>g<br />
Perekonomian, 2005).<br />
Masalah lain yang dihadapi lahan pertanian adalah konversi lahan yang<br />
tidak terkendali. Oalam beberapa tahun terakhir, kecepatan konversi lahan sawa<br />
jauh di atas angka pencetakan sawah baru. Selama periode 1979-1999.<br />
lahan sawah di Indonesia mencapai 1.627.514 hektar atau 81.376 hekta<br />
Percepatan konversi lahan sawah di masa depan akan semakin parah Oa i Peta<br />
Rencana Tata Ruang Wi/ayah (RTRW) propinsi di seluruh Indonesia menunjuk a"l<br />
bahwa sekitar 3,1 juta hektar sawah atau sekitar 42% dari luas baku lahan sawah<br />
beririgasi sudah diperuntukkan menjadi areal pembangunan non pertanian.<br />
Apabila RTRW terse but dilaksanakan maka diprakirakan ketergantungan negara<br />
terhadap beras impor akan sangat meningkat. Menurut hasil perhitungan Agus<br />
<strong>dan</strong> Irawan (2006) , pad a tahun 2025 jumlah kebutuhan beras untuk konsumsi <strong>dan</strong><br />
ca<strong>dan</strong>gan nasional diperkirakan sekitar 35,7 juta ton atau sekitar 5 juta ton lebih<br />
tinggi dari kebutuhan tahun 2005. Untuk mempertahankan swasembada dari<br />
sekarang (tahun 2005) sampai tahun 2025, Indonesia perlu menjaga<br />
keseimbangan antara ekstensifikasi <strong>dan</strong> konversi lahan.<br />
at
Cepatnya konversi lahan pertanian menjadi non-pertanian dapat<br />
mempengaruhi kinerja sektor pertanian. Konversi ini secara langsung menurunkan<br />
luas lahan untuk kegiatan produksi pangan sehingga sangat berpengaruh<br />
terhadap penyediaan pangan lokal maupun nasional. Oleh karena itu diperlukan<br />
berbagai upaya untuk mengendalikan laju koversi lahan tersebut antara lain<br />
dengan merealisasikan lahan pertanian pangan berkelanjutan. Penetapan,<br />
penegasan, <strong>dan</strong> penegakan hukum bagi tersedianya lahan pertanian pangan<br />
berkelanjutan seluas 30 juta hektar, yang terdiri atas 15 juta hektar lahan<br />
beririgasi <strong>dan</strong> 15 juta hektar lahan kering.<br />
Sebagai realisasi dari upaya tersebut di atas, pada tahun 2009 pemerintah<br />
<strong>dan</strong> Dewan Perwakilan Rakyat telah mengsyahkan Un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g No. 41<br />
tentang Perlindungan Lahan Pangan Berkelanjutan. Tujuan dari Un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g<br />
Perlindungan Pangan Berkelanjutan adalah :<br />
a. melindungi kawasan <strong>dan</strong> lahan pertanian pangan secara<br />
berkelanjutan;<br />
b. menjamin tersedianya lahan pertanian pang an secara berkelanjutan;<br />
c. mewujudkan kemandirian, ketahanan, <strong>dan</strong> kedaulatan pangan;<br />
d. melindungi kepemilikan lahan pertanian pangan milik petani;<br />
e. meningkatkan kemakmuran serta kesejahteraan petani <strong>dan</strong><br />
masyarakat;<br />
f. meningkatkan perlindungan <strong>dan</strong> pemberdayaan petani;<br />
g. meningkatkan penyediaan lapangan kerja bagi kehidupan yang layak;<br />
h. mempertahankan keseimbangan ekologis; <strong>dan</strong><br />
i. mewujudkan revitalisasi pertanian.<br />
Sebelum menetapkan lahan pertanian pangan berkelanjutan diperlukan<br />
suatu perencanaan. Di dalam Un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g No. 41 tahun 2009 tersebut<br />
dinyatakan bahwa perencanaan penetapan lahan pangan didasarkan atas kriteria:<br />
a. kesesuaian lahan;<br />
b. ketersediaan infrastruktur;<br />
c. penggunaan lahan;<br />
d. potensi teknis lahan; <strong>dan</strong>/atau<br />
e. luasan kesatuan hamparan lahan.<br />
Balai Besar Penelitian <strong>dan</strong> Pengembangan Surnberdaya Lahan Pertanian<br />
telah melakukan berbagai kajian <strong>dan</strong> penetapan kriteria lahan pertanian pangan<br />
berkelanjutan. Salah hasil dari penelitian adalah kriteria penetapan lahan sawah<br />
2
· ""<br />
<strong>dan</strong> lahan kering untuk calon lahan pertanian pangan berkelanjutan yang<br />
dihasilkan oleh Ritung, Hidayat <strong>dan</strong> Wahyunto (2008). Kriteria tersebut kemudian<br />
diaplikasikan di Lampung, P. Jawa, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, P. Bali <strong>dan</strong><br />
Lombok.<br />
1.2. Perumusan Masalah<br />
Dalam usaha pertanian, lahan merupakan faktor produksi yang utama<br />
namun unik karena tidak dapat digantikan oleh yang lain. Oleh karena itu<br />
ketersediaan lahan untuk usaha pertanian merupakan syarat keharusan untuk<br />
mewujudkan peran sektor pertanian secara berkelanjutan, terutama dalam<br />
perannya mewujudkan ketahanan pangan secara nasional. Un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g No. 41<br />
tahun 2009 tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan<br />
memberikan suatu jaminan hukum terhadap perlindungan kawasan <strong>dan</strong> lahan<br />
pertanian berkelanjutan. Perencanaan kawasan <strong>dan</strong> lahan pertanian berkelanjutan<br />
perlu dilakukan sebelum lahan terse but ditetapkan sebagai kawasan lahan<br />
pertanian berkelanjutan. Oleh karena itu kegiatan identifikasi, inventarisasi <strong>dan</strong><br />
delineasi lahan sawah untuk dijadikan usulan sebagai kawasan lahan pertanian<br />
pangan berkelanjutan sangat mendesak untuk segera dilakukan.<br />
3
· .. <br />
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA<br />
2.1. Konversi Lahan Pertanian<br />
Dalam beberapa tahun terakhir, kecepatan konversi lahan sawah jauh di<br />
atas angka pencetakan sawah baru. Selama periode 1979-1999, konversi lahan<br />
sawah di Indonesia mencapai 1.627.514 hektar atau 81.376 hektar/tahun. Dari<br />
jumlah lahan sawah selama kurun waktu tersebut, sekitar 1.002.005 Hektar (61,57<br />
%) atau 50.100 Hektar/tahun terjadi di Pulau Jawa, se<strong>dan</strong>gkan di luar Pulau Jawa<br />
mencapai sekitar 625.459 Hektar (38,43 %) atau 31.273 Hektar/tahun. Ini berarti<br />
bahwa konversi lahan sawah yang terjadi di Pulau Jawa apabila tidak dilakukan<br />
upaya pengendalian akan mengurangi kapasitas Pulau Jawa dalam memproduksi<br />
pangan nasional (lwan Isa, 2006)<br />
Percepatan konversi lahan sawah di masa depan akan semakin parah.<br />
Dari Pet a Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) propinsi di seluruh Indonesia<br />
menunjukkan bahwa sekitar 3,1 juta hektar sawah atau sekitar 42% dari luas baku<br />
lahan sawah beririgasi sudah diperuntukkan menjadi areal pembangunan non<br />
pertanian. Apabila RTRW tersebut dilaksanakan maka diprakirakan<br />
ketergantungan negara terhadap beras impor akan sangat meningkat. Menurut<br />
hasil perhitungan Agus <strong>dan</strong> Irawan (2006), pada tahun 2025 jumlah kebutuhan<br />
beras untuk konsumsi <strong>dan</strong> ca<strong>dan</strong>gan nasional diperkirakan sekitar 35,7 juta ton<br />
atau sekitar 5 juta ton lebih tinggi dari kebutuhan tahun 2005. Untuk<br />
mempertahankan swasembada dari sekarang (tahun 2005) sampai tahun 2025,<br />
Indonesia perlu menjaga keseimbangan antara ekstensifikasi <strong>dan</strong> konversi lahan.<br />
Cepatnya konversi lahan pertanian menjadi non-pertanian dapat<br />
mempengaruhi kinerja sektor pertanian. Konversi ini secara langsung menurunkan<br />
luas lahan untuk kegiatan produksi pang an sehingga sangat berpengaruh<br />
terhadap penyediaan pang an lokal maupun nasional. Oleh karena itu diperlukan<br />
berbagai upaya untuk mengendalikan laju koversi lahan terse but antara lain<br />
dengan merealisasikan lahan pertanian abadi. Penetapan, penegasan, <strong>dan</strong><br />
penegakan hukum bagi tersedianya lahan pertanian abadi seluas 30 juta hektar,<br />
yang terdiri atas 15 juta hektar lahan beririgasi <strong>dan</strong> 15 juta hektar lahan kering<br />
telah dinyatakan dalam RPPK.<br />
Lahan sawah produktif dengan sarana irigasi teknis merupakan investasi<br />
yang sangat mahal, sehingga perlu dllindungi dari konversi <strong>dan</strong> dimanfaatkan<br />
4
·.. <br />
secara optimal sebagai sumber penyedia bahan pangan dalam rangka<br />
memperkuat ketahanan pangan nasional. Alih fungsi lahan pertanian khususnya<br />
pad a lahan kering ke penggunaan non pertanian harus memperhatikan kualitas<br />
lahannya. Lahan-Iahan yang berkualitas baik perlu tetap dipertahankan untuk<br />
keberlanjutan sistem produksi <strong>dan</strong> menjaga ketahanan pangan nasional serta<br />
kelestarian lingkungan. Penetapan tersebut di atas merupakan salah satu strategi<br />
operasional, dengan tujuan utamanya untuk mengendalikan konversi lahan<br />
pertanian.<br />
Untuk mengantasipasi konversi lahan sawah yang tidak terkendali, pada<br />
tahun anggaran 2003,2004 <strong>dan</strong> 2006 Pusat Penelitian <strong>dan</strong> Pengembangan Tanah<br />
<strong>dan</strong> Agroklimat (sekarang Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian)<br />
bekerjasama dengan Biro Perencanaan <strong>dan</strong> Keuangan Oepartemen Pertanian<br />
telah menyusun Peta Lahan Sawah Utama Nasional di Pulau Jawa, Bali, Lombok,<br />
Lampung, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan <strong>dan</strong> Sumatera Utara skala 1 :<br />
250.000 <strong>dan</strong> konsep Pedoman Pengendalian Konversi Lahan Sawah, serta Peta<br />
Penyebaran Lahan Sawah berdasarkan produktivitasnya di wilayah Sumatera,<br />
Kalimantan <strong>dan</strong> Sulawesi pada skala 1 : 1.000.000. Peta-peta Sawah Utama<br />
tersebut akan dijadikan dasar dalam penetapan <strong>dan</strong> pemberlakuan peraturan<br />
perun<strong>dan</strong>g un<strong>dan</strong>gan yang akan/se<strong>dan</strong>g disusun sebagai salah satu strategi <strong>dan</strong><br />
kebijakan pendayagunaan sumberdaya lahan pertanian dalam rangka Revitalisasi<br />
Pertanian.<br />
Untuk penatapan lahan kering abadi, dilihat dari kondisi sekarang ini tidak<br />
terlalu sulit. Pertanian lahan kering yang ada (existing) di Indonesia saat ini cukup<br />
luas, yaitu sekitar 39,6 juta hektar (Ba<strong>dan</strong> Pusat Statistik, 2006), terdiri atas<br />
tegalan (14,88 juta hektar), pekarangan (5,55 juta hektar) <strong>dan</strong> perkebunan (19.57<br />
juta hektar). Oi sam ping itu, terdapat lahan kayu-kayuan (9,45 juta ha) <strong>dan</strong> lahan<br />
terlantar (12,45 juta hektar) . Oengan demikian, menemukan pertanian lahan kering<br />
abadi seluas 15 juta tidak akan terlalu sulit, dengan memilih <strong>dan</strong> memanfaatkan<br />
lahan yang ada. Sekarang ini se<strong>dan</strong>g disusun kriteria lahan abadi yang dimaksud,<br />
<strong>dan</strong> se<strong>dan</strong>g dipelajari juga permasalahan lain yang terkait, seperti tinjauan aspek<br />
hukum, sosial <strong>dan</strong> ekonomi, di sarnping permasalahan bio-fisik lahan<br />
(Abdurachman, 2006).<br />
Hal lain yang telah dilakukan dalam usaha untuk mencegah konversi lahan<br />
pertanian menjadi lahan non pertanian dilakukan untuk memberikan masukan<br />
5
·.. <br />
kepada pengambil kebijakan melalui pembahasan <strong>dan</strong> diskusi dalam Seminar<br />
Nasional Multifungsi Pertanian yang diselenggarakan oleh Pusat Penelitian <strong>dan</strong><br />
Pengembangan Tanah <strong>dan</strong> AgroklimaUBalai Besar Litbang Sumberdaya Lahan<br />
Pertanian antara lain pada tahun 2005 <strong>dan</strong> 2006. Salah satu butir yang dihasilkan<br />
dari diskusi tersebut adalah bahwa konversi lahan pertanian terutama sawah<br />
beririgasi ke non pertanian mengancam ketahanan pangan nasional <strong>dan</strong><br />
lingkungan, oleh karena itu perlu diupayakan untuk diadakan perangkat hukum<br />
yang mengatur konversi lahan.<br />
2.2. Kondisi Umum Sumberdaya Lahan Pertanian<br />
Indonesia yang memiliki keragaman sumberdaya lahan <strong>dan</strong> iklim dengan<br />
luas wilayah daratan sekitar 188,2 juta ha diharapkan mampu menghadapi krisis<br />
global pangan <strong>dan</strong> energi serta dapat mengantisipasi dampak perubahan iklim .<br />
Optimalisasi pengelolaan sumberdaya lahan sebagai titik ungkit dalam mengatasi<br />
permasalahan utama penggunaan lahan, terutama konversi lahan yang sulit<br />
dikendalikan, dergarasi sumberdaya lahan <strong>dan</strong> air, serta ancaman perubahan<br />
iklim.<br />
Lahan sawah yang merupakan tulang punggung produksi beras nasional<br />
cenderung menciut akibat terkonversi dengan laju 1,0-1,5% atau sekitar 75-90 ribu<br />
ha per tahun yang tidak terimbangi oleh pencetakan sawah baru. Data luas baku<br />
lahan sawah beragam menurut sumbernya, seperti: (a) BPS (2008) 8.156.265 ha,<br />
(b) BPS (2009) 7,885.978 ha, (c) BPN (2007) 8.946.194 ha, <strong>dan</strong> (d) Ba<strong>dan</strong> Litbang<br />
Pertanian berdasarkan integrasi citra satelit <strong>dan</strong> peta Tata Guna Lahan (BBSDL<br />
2007) 7.750.235 ha, yang terdiri atas lahan sawah irigasi 4,75 juta ha . laha..,<br />
sawah tadah hujan 2,09 juta ha, <strong>dan</strong> lahan sawah pasang surut 1,32 Juta a.<br />
Sekitar 90% lahan sawah dilayani oleh bendungan skala kecil, tandon : wadu<br />
lokal, <strong>dan</strong> sumber air lokal, yang sumber airnya lebih ditentukan oleh pola <strong>dan</strong><br />
curah hujan sewaktu (pada musim yang sama). Hal ini mengindikasikan produksi<br />
pangan sebagai penyangga ketahanan pangan nasional sangat dipengaruhi oleh<br />
dinamika <strong>dan</strong> pola curah hujan.<br />
Lebih 50% <strong>dan</strong> 16% dari 7,89 juta ha lahan sawah mempunyai<br />
produktivitas >5,5 ton GKG/ha <strong>dan</strong> 4,0-5,5 ton GKG/ha, sisanya
·.,<br />
besar lahan sawah irigasi diusahakan secara "sangat" intensif, terutama di Jawa.<br />
Akibatnya banyak lahan sawah irigasi yang mengalami degradasi (penurunan<br />
kualitas) <strong>dan</strong>/atau menjadi lahan sakit dengan kandungan bahan organik yang<br />
sangat rendah dengan tingkat kesuburan yang terus menurun.<br />
Luas lahan kering untuk pertanian tercatat 14,6 juta ha (BPS, 2007), tetapi<br />
baru sekitar 40% yang dimanfaatkan secara efektif, <strong>dan</strong> sisanya masih berupa<br />
pa<strong>dan</strong>g alang-alang, semak belukar, lahan diberakan, atau telah rusak oleh erosi<br />
permukaan. Selain itu, karena berbagai faktor, banyak ditemukan lahan yang secara<br />
biofosik tidak layak <strong>dan</strong> tidak diperuntukan bagi pertanian, tetapi digunakan untuk<br />
pertanian tanaman semusim, terutama sayuran <strong>dan</strong> palawija yang umumnya<br />
dikelola secara intensif. Lahan tersebut berada di wilayah pegunungan <strong>dan</strong><br />
perbukitan dengan lereng terjal >40%, solum tanah <strong>dan</strong>gkal, <strong>dan</strong> berbatu yang<br />
pada umumnya rawan longsor <strong>dan</strong> erosi atau rawan bencana, tersebar di<br />
beberapa provinsi, terutama Sumut, Jabar, Jateng, Jatim, NTB, <strong>dan</strong> Sulut.<br />
Sebaliknya, lahan dengan lereng 60%) lahan potensial (<strong>dan</strong> subur) untuk pertanian sudah<br />
dimanfaatkan, namun masih tersedia cukup luas lahan sub-optimal yang jika<br />
dikelola dengan baik juga potensial untuk pertanian, terutama lahan rawa pasang<br />
surut <strong>dan</strong> lebak. Luas lahan rawa yang telah direklamasi hingga saat ini 1,5 juta<br />
ha, <strong>dan</strong> menurut data BPS baru dimanfaatkan sebagai lahan sawah baru seluas<br />
657.431 ha. Luas lahan rawa potensial untuk sawah mencapai 1.893.366 ha,<br />
bahkan dari studi lainnya diketahui potensi lahan sawah rawa mencapai 2,3 juta<br />
ha, terluas terdapat di Sumsel, Kaltim, Jambi, <strong>dan</strong> Kalsel. Beragamnya data<br />
ketersediaan lahan rawa kemungkinan berkaitan dengan luas total areal lahan<br />
rawa yang mencapai 33,41 juta ha, dimana 20,13 juta ha di antaranya dinilai<br />
potensial untuk pertanian.<br />
Informasi <strong>dan</strong> data sumberdaya lahan yang lebih rinci masih terbatas,<br />
terutama dalam skala besar (>1 : 100.000). Pada skala eksplorasi (1: 1000.000)<br />
telah tersedia empat macam peta tematik, yaitu Atlas Sumberdaya Lahan<br />
Eksplorasi Indonesia Skala 1: 1.000.000 (Puslittanak, 2000), Atlas Arahan Tata<br />
Ruang Pertanian Indonesia (Puslitanak, 2001), Atlas Pewilayahan Komoditas<br />
Pertanian Nasional (Puslitbangtanak, 2002), <strong>dan</strong> Atlas Sumbertdaya<br />
Ikoim/Agroklimat (Balitklimat, 2004). Peta pada skala ini bermanfaat bagi<br />
perencanaan <strong>dan</strong> pengembangan pertanian di tingkat nasional.<br />
7
Lahan <strong>dan</strong> air merupakan faktor utama dalam sistem produksi pertanian,<br />
sehingga keberadaan <strong>dan</strong> berfungsinya infrastruktur lahan, serta ketersediaan air<br />
merupakan prasyarat penting yang sangat menentukan proses produksi pertanian.<br />
Dewasa ini infrastruktur terutama waduk, jaringan irigasi, <strong>dan</strong> drainase masih<br />
terbatas, bahkan bangunan yang ada semakin menurun efisiensi <strong>dan</strong><br />
kapasitasnya, terutama akibat pen<strong>dan</strong>gkalan <strong>dan</strong> kurangnya perawatan.<br />
Sementara pembangunan waduk <strong>dan</strong> embung besar masih lambat <strong>dan</strong> terbatas.<br />
Luas la<strong>dan</strong>g pengembalaan ternak juga semakin mengecil karena perubahan<br />
fungsi <strong>dan</strong> ketidakjelasan status lahan (antara milik negara atau milik adat).<br />
Degradasi lahan (fisik, kimia, <strong>dan</strong> bologi) <strong>dan</strong> mandegnya (leveling off)<br />
produktivitas berbagai komoditas di satu sisi , <strong>dan</strong> penggunaan pupuk an-organik<br />
yang kurang rasional (tidak berimbang) di sisi lain mendorong upaya penghematan<br />
penggunaan pupuk an-organik <strong>dan</strong> percepatan upaya pengembangan pupuk<br />
organik <strong>dan</strong> pupuk hayati. Penyebab mandegnya produktivitas tanaman juga<br />
diakibatkan oleh kecenderungan petani yang masih menggunakan salah satu<br />
pupuk tunggal secara berlebihan, terutama pupuk nitrogen (N) sementara<br />
penggunaan jenis pupuk lainnya (P, K, <strong>dan</strong> unsur mikro) masih sangat kurang .<br />
Oleh sebab itu, selain untuk meningkatkan produktivitas tanaman, pengembangan<br />
pupuk majemuk juga diharapkan akan mengurangi konsumsi pupuk N.<br />
Pertanian, khususnya sektor tanaman pangan, merupakan salah satu<br />
sektor yang sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Hasil penelitian<br />
menunjukkan pemanasan global <strong>dan</strong> perubahan iklim pada wilayah tropis<br />
diperkirakan akan menurunkan produktivitas tanaman pangan apabi/a 'idak<br />
dilakukan langkah-Iangkah adaptasi. Dibandingkan dengan padi , jagu 9 lebi<br />
sensitif terhadap perubahan iklim, Penurunan hasil tanaman jag ng da 2 l<br />
mencapai lebih dari 40% <strong>dan</strong> padi 20% apabila peningkatan suh ak oa t<br />
pemanasan global meningkat hingga 5°C. Apabila upaya global dalam mene a<br />
emisi GRK berhasil, maka peningkatan suhu global diharapkan tidak lebih dari<br />
2°C, Namun peningkatan suhu 2°C tetap akan menurunkan hasil tanaman pangan,<br />
yaitu sekitar 10% pada jagung <strong>dan</strong> 5% pada padi.<br />
8
·.,<br />
2.3. Potensi Sumberdaya Lahan Pertanian<br />
Daratan Indonesia dengan luas 188,2 juta ha (Puslitbangtanak-Ba<strong>dan</strong><br />
Litbang Pertanian, 2000) dipilah atas kawasan hutan seluas 133,7 juta ha (Dept.<br />
Kehutanan, 2008) <strong>dan</strong> kawasan budi daya (pertanian) seluas 54,5 juta.<br />
Berdasarkan karakteristik biofisik, terdapat 94,1 juta ha (50%) lahan yang<br />
potensial untuk pertanian. Secara teknis-agronomis, lahan potensial tersebut<br />
mendukung pertumbuhan tanaman <strong>dan</strong>/atau perkembangan ternak secara<br />
optimal. Jika lahan dikelola dengan baik maka tidak akan mengganggu kelestarian<br />
sumberdaya <strong>dan</strong> Iingkungan. Lahan potensial yang ada belum mempertimbangkan<br />
aspek sosial <strong>dan</strong> hukum, seperti kepemilikan <strong>dan</strong> peruntukan, namun sudah<br />
mempertimbangkan penetapan kawasan konservasi <strong>dan</strong> hutan lindung. Oleh<br />
sebab itu, lahan potensial yang berada pad a kawasan budidaya dapat berupa<br />
lahan basah (sistem sawah) <strong>dan</strong> lahan kering yang sudah diusahakan, atau pada<br />
kawasan hutan produksi atau hutan konversi.<br />
Sekitar 87,2 juta ha (92,7%) lahan potensial terdapat di dataran rendah<br />
«700 m dpl) <strong>dan</strong> 6,9 juta di dataran tinggi (>700 m dpl). Sekitar 25,4 juta ha<br />
(13,5%) dari lahan tersebut potensial untuk dijadikan lahan basah (sawah), 25,1<br />
juta ha (13,3 %) untuk lahan kering tanaman semusim dengan lereng
... <br />
Tabel 2.<br />
Lahan potensial untuk pertanian menurut jenis tanah (rawa <strong>dan</strong> nonrawa)<br />
Lahan rawa (000 ha)<br />
Lahan non-rawa (000 ha)<br />
Pulau Lahan LK LK Lahan<br />
LK tanaman<br />
LK<br />
basah tanaman tanaman basah<br />
semusim<br />
tanaman<br />
(sawah) semusim*) tahunan**) (sawah) tahunan<br />
Jumlah<br />
Sumatera 1.485,6 156,7 1.669,4 3.702,3 7.590,9 11.512,9 26.117,8<br />
Jawa 56,7 0 1,8 4.310,0 1.964,1 2.772,7 9.105,3<br />
Bali + NT - 0 0 479,8 1.229,5 1.630,9 3.340,2<br />
Kalimantan 1.905,4 0 1.412,7 3.511,1 8.953,2 12.255,4 28.037,8<br />
Sulawesi 234,8 104,6 17,8 1.695,4 686,4 3.769,3 6.508,3<br />
Ma/uku +<br />
Papua 114,8 0 717,9 7.925,5 4.403,4 7.798,9 20.960,5<br />
Indonesia 3.797,4 261,4 3.819.5 21.624,2 24.827,5 39.740,1 94.0701<br />
Keterangan: *) LK-Semusim juga sesuai untuk tanaman tahunan <br />
**) LK-Tahunan pada lahan kering <strong>dan</strong> sebagian gambut <br />
Luas lahan potensial yang telah digunakan untuk pertanian (termasuk<br />
lahan tidur) <strong>dan</strong> penggunaan lainnya 63,4 juta ha. Lahan tersebut terdiri atas lahan<br />
potensial untuk pertanian lahan basah seluas 17,1 juta ha, lahan potensial untuk<br />
pertanian lahan kering tanaman semusim <strong>dan</strong> tanaman tahunan masing-masing<br />
18,0 juta ha <strong>dan</strong> 28,3 juta ha. Diperkirakan terdapat 13,7 juta ha lahan potensial<br />
yang telah digunakan untuk keperluan non-pertanian, terutama untuk pemukiman,<br />
perkotaan, <strong>dan</strong> infrastruktur.<br />
Lahan yang tersedia untuk perluasan areal pertanian adalah lahan<br />
potensial yang hingga saat ini belum dimanfaatkan, baik untuk pertanian maupun<br />
non-pertanian, namun belum mempertimbangkan status kepemilikannya, baik<br />
secara adat maupun un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g agraria. Dari lahan potensial seluas 94,1 juta<br />
a, terdapat lahan tersedia untuk perluasan areal pertanian seluas 30,67 juta ha ,<br />
yaitu lahan potensial dikurangi dengan lahan yang sudah digunakan (63,4 juta ha),<br />
baik untuk pertanian maupun non-pertanian. Tanpa mempertimbangkan RTRW<br />
~abupaten/Kota,<br />
lahan tersedia tersebut terdapat di kawasan budidaya pertanian<br />
alau di kawasan hutan (tidak termasuk kawasan lindung, margasatwa, taman<br />
. asional). Pad a kawasan pertanian , lahan tersedia dapat berupa pa<strong>dan</strong>g alangalang/rumput,<br />
semak belukar, <strong>dan</strong> hutan sekunder. Pada kawasan hutan, lahan<br />
iersedia berupa hutan konversi <strong>dan</strong> hutan produksi yang secara hukum jika<br />
_ibutuhkan <strong>dan</strong> disepakati dapat dijadikan sebagai lahan pertanian.<br />
10
• It,<br />
Berdasarkan potensi <strong>dan</strong> kesesuian biofisik, lahan tersedia terdiri atas lahan<br />
yang cocok untuk perluasan pertanian lahan basah semusim (sawah) dengan luas<br />
8,28 juta ha , untuk pertanian lahan kering tanaman semusim 7,08 juta ha, <strong>dan</strong><br />
untuk tanaman tahunan 15,31 juta ha (Tabel 3).<br />
Tabel 3.<br />
Luas lahan yang sesuai <strong>dan</strong> tersedia untuk perluasan areal pertanian<br />
lahan basah <strong>dan</strong> lahan kering<br />
Lahan basah semusim<br />
Lahan kering Lahan kering<br />
Nonrawa<br />
semusim') tahunan")<br />
Pulau<br />
Rawa<br />
Total<br />
Total<br />
................................ ...... 000 ha<br />
.... .. ........ , ... . ... ..... . . ..... ... .... ..<br />
Sumatera<br />
Jawa<br />
Bali <strong>dan</strong> NT<br />
Kalimantan<br />
Sulawesi<br />
Maluku+ Papua<br />
354.9<br />
0<br />
0<br />
730.2<br />
0<br />
1.893.4<br />
606.2<br />
14.4<br />
48.9<br />
665.8<br />
423.0<br />
3.539.3<br />
960.9<br />
14.4<br />
48.9<br />
1.396.0<br />
423.0<br />
5.432.7<br />
1.312.8<br />
40.5<br />
137.7<br />
3.639.4<br />
215.5<br />
1.739.0<br />
3.226.8<br />
159,0<br />
610.2<br />
7.272.0<br />
601 .2<br />
3.441.0<br />
6.499.4<br />
213.9<br />
796.7<br />
12.307.4<br />
1.239.6<br />
10.612.7<br />
Indonesia 2.978.4 5.297.6 8.275.8 7.083.8 15.310.1 30.669.7<br />
Keterangan: *) Lahan kering semusim juga sesuai untuk tanaman tahunan<br />
**) Lahan kering tahunan pada lahan kering <strong>dan</strong> sebagian gambut<br />
Sumber: Ba<strong>dan</strong> Litbang Pertanian (2007)<br />
Lahan basah untuk tanaman semusim terdapat pada kawasan rawa<br />
dengan luas 2,98 juta ha (terutama di Papua) <strong>dan</strong> kawasan non-rawa seluas 5,30<br />
juta ha. Lahan kering potensial tersedia terdiri atas tanah mineral (non-gam but)<br />
seluas 19,16 juta ha <strong>dan</strong> tanah gambut potensial 3,23 juta ha. Lahan tersedia<br />
tersebut berada di kawasan budidaya seluas 10.31 juta ha <strong>dan</strong> di kawasan hutan<br />
(produksi <strong>dan</strong> konversi) 20.36 juta ha (Tabel 4 ).<br />
Tabel 4.<br />
Lahan tersedia untuk pertanian pada kawasan budidaya pertanian <strong>dan</strong><br />
kehutanan<br />
No. Pulau Kawasan pertanian Kawasan hutan Total<br />
1.<br />
2.<br />
3.<br />
4.<br />
5.<br />
6.<br />
Sumatera<br />
Jawa<br />
Bali <strong>dan</strong> NT<br />
Kalimantan<br />
Sulawesi<br />
Maluku + Papua<br />
2.741 .632<br />
129022<br />
515.874<br />
3.907.977<br />
682.192<br />
2.331 .106<br />
2.757.776<br />
84.868<br />
280.872<br />
8.399.413<br />
557.412<br />
8.281 .545<br />
Indonesia 10.307.803 20.361.886<br />
5.499.408<br />
213.890<br />
796.746<br />
12.307.390<br />
1.239.604<br />
10.612.651<br />
30.669.689<br />
11
• •<br />
BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT<br />
3.1. Tujuan<br />
Jangka Pendek<br />
• Melaksanakan karakterisasi lahan sawah di Provinsi Sulawesi Tengah,<br />
Gorontalo <strong>dan</strong> Sulawesi Utara berdasarkan kesesuaian lahan,<br />
ketersediaan infrastruktur, penggunaan lahan, potensi teknis lahan <strong>dan</strong><br />
kesatuan hamparan lahan.<br />
• Menginventarisasi <strong>dan</strong> mendelineasi hasil karakteristik lahan sawah di<br />
Provinsi Sulawesi Tengah, Gorontalo <strong>dan</strong> Sulawesi Utara yang berpotensi<br />
untuk dijadikan lahan pertanian pangan berkelanjutan (skala 1 : 50.000)<br />
seluas 200.000 ha .<br />
• Melaksanakan analisis, sasaran serta rencana lahan sawah baku di<br />
Provinsi Sulawesi Tengah, Gorontalo <strong>dan</strong> Sulawesi Utara.<br />
Jangka Panjang<br />
• Menginventarisasi <strong>dan</strong> mendelineasi lahan sawah yang berpotensi<br />
untuk dijadikan lahan pertanian pangan berkelanjutan (skala 1 :<br />
50.000 seluruh Indonesia).<br />
• Memberikan rekomendasi <strong>dan</strong> aplikasi kebijakan mengenai lahan<br />
sawah baku untuk Mendukung Un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g No. 41/2009 tentang<br />
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.<br />
3.2. Manfaat<br />
Data spasial <strong>dan</strong> tabular yang dihasilkan kegiatan ini dapat dimanfaatkan<br />
untuk mendukung Un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g No. 41/2009 tentang Perlindungan Lahan<br />
Pertanian Pangan Berkelanjutan, yaitu berupa:<br />
1. Sebagai dasar dalam menetapkan kawasan pertanian pangan<br />
berkelanjutan di tingkat Kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Utara,<br />
Gorontalo <strong>dan</strong> Sulawesi Tengah.<br />
2. Sebagai dasar dalam menetapkan lahan pertanian pangan<br />
berkelanjutan <strong>dan</strong> lahan ca<strong>dan</strong>gan di tingkat Kabupaten/kota di<br />
Provinsi Sulawesi Utara, Gorontalo <strong>dan</strong> Sulawesi Tengah.<br />
12
· .. <br />
BAB IV. METODOLOGI <br />
4.1. Bahan Penelitian<br />
Penelitian identifikasi <strong>dan</strong> inventarisasi lahan sawah untuk lahan pertanian<br />
pangan berkelanjutan akan dilaksanakan di Provinsi Sulawesi Tengah. Gorontalo<br />
<strong>dan</strong> Sulawesi Utara. Bahan-bahan penelitian terdiri atas bahan utama <strong>dan</strong> bahan<br />
pendukung.<br />
Bahan-bahan utama berupa : <br />
.:. Peta rupa bumi (hard copy <strong>dan</strong> digital) skala 1 :250.000. <br />
•:. Citra satelit Landsat - ETM, Pet a landuse BPN.<br />
Se<strong>dan</strong>gkan bahan-bahan pendukung terdiri atas: <br />
.:. Peta Geologi skala 1:100.000-1:250.000 <br />
.:. Peta iklim atau peta zone agroklimat, <br />
.:. Data iklim terdiri dari data curah hujan, suhu. <br />
Peralatan untuk penelitian lapang terdiri atas: bor tanah tipe Belgia,<br />
cangkul, sekop, pH Truogh , GPS, kompas, abney level, altimeter, meteran, pisau<br />
tanah, kantong plastik, label, form isian data lapang <strong>dan</strong> manual pengisian.<br />
Pekerjaan pengolahan data dalam menghasilkan seluruh keluaran berupa<br />
naskah, <strong>dan</strong> peta-peta dalam bentuk GIS, dilaksanakan secara komputerisasi<br />
sehingga diperlukan peralatan komputer, digitizer, <strong>dan</strong> plotter serta bahan-bahan<br />
pendukungnya.<br />
4.2. Metode Penelitian<br />
Pelaksanaan penelitian ini meliputi tiga kegiatan utama yaitu: 1) Persiapan,<br />
2) Penelitian, meJiputi penelitian lapang <strong>dan</strong> desk work, 3) Pengolahan data <strong>dan</strong><br />
Pelaporan.<br />
(1) Persiapan<br />
Kegiatan ini mencakup studi pustaka, pengumpulan data, pemantapan<br />
m etodologi, <strong>dan</strong> pengadaan bahan-bahan yang diperlukan. Informasi awal dari<br />
oengumpulan data <strong>dan</strong> studi pustaka diperlukan untuk pemantapan metodologi<br />
:Jenelitian.<br />
Pengumpulan data- Data yang dikumpulkan <strong>dan</strong> disiapkan terdiri dari pet a<br />
pabumi, Citra Landsat 7-ETM , data iklim , peta geologi, <strong>dan</strong> hasil-hasil penelitian<br />
~a nah terdahulu di lokasi masing-masing. Selain itu, disiapkan juga bahan <strong>dan</strong><br />
eralatan lapangan.<br />
13
• II><br />
(2) Pelaksanaan Penelitian<br />
Dalam pelaksanaan penelitian dilakukan secara desk work <strong>dan</strong> survei<br />
lapangan .<br />
Desk work<br />
Kegiatan ini meliputi analisis dari citra satelit untuk menentukan<br />
penggunaan lahan, yang akan menghasilkan peta penggunaan lahan saat ini<br />
diantaranya adalah areal pesawahan.<br />
Sebelum pelaksanaan analisis citra Landsat-7, dilakukan koreksi<br />
radiometris <strong>dan</strong> geometris citra. Koreksi radiometris bertujuan untuk mengurangi<br />
kesalahan perekaman nilai pixel yang diakibatkan oleh a<strong>dan</strong>ya pengaruh azimuth<br />
matahari <strong>dan</strong> kondisi atmosfer lainnya seperti kabut, aerosol <strong>dan</strong> untuk<br />
meningkatkan ketajaman citra . Koreksi geometrik ditujukan untuk<br />
mentransformasi sebuah citra, sehingga memiliki skala <strong>dan</strong> sistem proyeksi yang<br />
diinginkan <strong>dan</strong> dapat dipadukan dengan peta hasil pengukuran terestris. Sistem<br />
proyeksi yang digunakan adalah Universal Transverse Mercartor (UTM) sesuai<br />
dengan sistem proyeksi yang digunakan dalam peta topografi. Perangkat lunak<br />
yang digunakan adalah ER-Mapper versi 6.2.<br />
Analisis digital digunakan untuk mencari hubungan antara nilai pixel<br />
dengan satuan tutupan lahan dari tiga komponen citra. Analisis menggunakan<br />
perangkat lunak ER-Mapper Versi 6.2. Analisis ini dilakukan pada band 1,2,3,4,5<br />
<strong>dan</strong> 7 dengan anal isis transformasi Tesseled cap (Kauth <strong>dan</strong> Thomas, dalam Crist<br />
Jan Cocone, 1984), untuk mendapatkan rangkuman data (compressed data )<br />
nformasi dari 6 band menjadi 3 komponen citra . Hasilnya berupa tiga komponen<br />
citra , yaitu indeks kecerahan (brightness) , indeks kehijauan (greeness) <strong>dan</strong> indeks<br />
Kebasahan (wetness) . Klasifikasi nilai pixel dilakukan secara tidak terbimbing<br />
unsupervised). Hasil klasifikasi digunakan sebagai dasar dalam menentukan<br />
:A)ntoh di lapangan. Hasil analisis ini berupa hubungan antara kombinasi<br />
omponen citra dengan satuan-satuan tutupan lahan/penggunaan lahan di<br />
3pangan.<br />
Pada penggunaan lahan sawah akan dilakukan pengklasifikasian ber<br />
-:as arkan kriteria dari Ritung et al. (2008) seperti yang tercantum dalam Tabel 5.<br />
14
• II><br />
Taber 5. Kriteria Zonas; Lahan Sawah Aktuar<br />
Zonasi<br />
Status Irigasi <strong>dan</strong><br />
Infrastruktur<br />
Indeks<br />
Pertanaman (lP)<br />
padi<br />
Produktivitas<br />
padi sawah<br />
Keterangan<br />
LU-1 .::.200 .::.p Termasuk irigasi<br />
LU-2 Beririgasi .::.200
• •<br />
(3) Pengolahan data <strong>dan</strong> penyusunan laporan<br />
Pengolahan data meliputi perbaikan hasil interpretasi citra <strong>dan</strong> hasil<br />
perbaikan zonasi. Selain itu data laboratorium digunakan sebagai penguji <strong>dan</strong><br />
pembanding antara status kesuburan dengan produktivitas tanaman padi.<br />
Penyusunan laporan terdiri dari Laporan Tengah Tahun <strong>dan</strong> laporan Akhir.<br />
Laporan Tengah Tahun memuat hasil-hasil penelitian desk work yang terdiri dari<br />
narasi <strong>dan</strong> peta zonasi lahan sawah (sementara). Se<strong>dan</strong>gkan dalam laporan akhir<br />
dimuat peta-peta final.<br />
16
· .. <br />
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN<br />
Kegiatan yang telah dilaksanakan sampai dengan akhir bulan Nopember<br />
2010 adalah sebagai berikut :<br />
.:. Tahap Persiapan : Penyusunan proposal, studi pustaka, pengumpulan data<br />
sekunder, pemantapan metodologi, pengadaan bahan-bahan penelitian<br />
<strong>dan</strong> peralatan lapangan. Data yang dikumpulkan terdiri dari peta<br />
rupabumi, Citra Landsat 7-ETM, data iklim, peta geologi, <strong>dan</strong> hasil-hasil<br />
penelitian tanah terdahulu di lokasi masing-masing .<br />
•:. Tahap Pelaksanaan : Kompilasi data, penyusunan pet a dasar, interpretasi<br />
citra, verifikasi ke lapangan, pengambilan sam pel tanah <strong>dan</strong> analisis<br />
tanah .<br />
•:. Pengolahan <strong>dan</strong> Penyusunan Laporan : Perbaikan hasil interpretasi<br />
berdasarkan hasil verifikasi lapangan, pengolahan data lainnya.<br />
5.1. Keadaan Umum Daerah Penelitian<br />
5.1.1. Lokasi Penelitian<br />
Lokasi penelitian meliputi tiga provinsi yaitu Provinsi Sulawesi Tengah,<br />
Provinsi Gorontalo <strong>dan</strong> Provinsi Sulawesi Utara (Gambar 1). Di ketiga provinsi<br />
tersebut lahan yang diidentifikasi sawahnya hanya yang terletak di Pulau<br />
utamanya saja. Se<strong>dan</strong>gkan di pulau-pulau keeil tidak dilakukan. Hal ini dilakukan<br />
mengingat bahwa lahan sawah di pulau-pulau kecil luasannya kecil-keeil bahwa<br />
umunya tidak terdapat lahan sawah.<br />
Lokasi penelitian di Provinsi Sulawesi Tengah meliputi Kabupaten: 1.<br />
Banggai, 2. Banggai Kepulauan, 3. Buol, 4. Donggala, 5. Morowali, 6. Parigi<br />
Moutong, 7. Poso, 8. Tojounauna, 9. Toli-toli <strong>dan</strong> 10. Kota Palu. Untuk Propinsi<br />
Gorontalo meliputi Kabupaten : 1. Gorontalo, 2. Gorontalo Utara, 3. Pahuwato, 4.<br />
Boalemo, 5. Bone Bolango <strong>dan</strong> 6. Kota Gorontalo. Se<strong>dan</strong>gkan lokasi penelitian di<br />
Provinsi Sulawesi Utara meliputi Kabupaten : 1. Bolaang Mongodow, 2. Minahasa,<br />
3. Minahasa Selatan, 4. Minahasa Utara, 5. Minahasa Tenggara, 6. Bolmong<br />
Selatan, 6. Bolmong Timur, 7. Kota Manado, 8. Kota Bitung, 9. Kota Tomohon<br />
, an 10. Kota Kotamobagu.<br />
17
• It,<br />
1 h." ., '<br />
PETA LOMSI PENELITIAN<br />
LAHAH SAWAH<br />
UHT UK LAMAN PIRTANIAN PAHCAN BERKELANJUTAN<br />
II 100 U ...<br />
"<br />
~~--~i~~---+-----------------r----~-+'~<br />
---+-----f--+~<br />
.<br />
+<br />
N<br />
~<br />
LEGENDA<br />
;..+--+-----1--1<br />
O>ropn&l 001'0111 1110<br />
o ) rop n ~i Sula'o"Msi T eng.h<br />
'\ ,! Sungal<br />
.-:..<br />
5.1.2. Iklim<br />
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian<br />
Iklim merupakan salah satu faktor menentukan untuk budi daya tanaman<br />
padi sawah . Jumlah curah rata-rata tahunan, jumlah bulan-bulan basah (curah<br />
ujan > 200 mm/bulan) merupakan faktor yang menentukan besarnya indeks<br />
oertanaman padi sawah terutama sawah tadah hujan. Oi Provinsi Sulawesi<br />
Tengah , sebagian besar wilayahnya mempunyai zone agroklimat E1 <strong>dan</strong> E2 serta<br />
sebagian termasuk zone agroklimat C1 <strong>dan</strong> 02 (Gambar 2). Zone agroklimat E,<br />
artinya bahwa di wilayah ini jumlah bulan yang mempunyai curah hujan bulanan ><br />
200 mm umumnya terjadi kurang dari 3 bulan dengan bulan-bulan kering (curah<br />
lujan < 100 mm) terjadi kurang dari 5 bulan (zone E). Se<strong>dan</strong>gkan zone agroklimat<br />
18
·to""__~<br />
• II><br />
C1 menunjukkan bahwa pada wilayah ini bulan-bulan yang mempunyai curah<br />
hujan > 200 mm , terjadi antara 5-6 bulan.<br />
Zone 0 menunjukkan bahwa bulan<br />
basah terjadi selama 3 - 4 bulan.<br />
Oari data tersebut dapat diartikan bahwa di<br />
Provinsi Sulawesi Tengah, sawah tadah hujan akan sulit diusahakan karena untuk<br />
satu kali tanaman saja akan selalu mengalami resiko kekurangan air terutama<br />
dalam zone E, se<strong>dan</strong>gkan untuk zone C <strong>dan</strong> 0 masih memungkinkan dapat<br />
ditanam selama 1 kali tanam .<br />
Oleh karena itu sentra-sentra sawah-sawah<br />
sebagian besar sangat mengandalkan pengairan irigasi.<br />
Pola yang sama juga<br />
terjadi di Provinsi Gorontalo, sawah-sawah utama lebih banyak mengandalkan<br />
pengairan dari irigasi.<br />
Oi Provinsi Sulawesi Utara, curah hujan lebih banyak. Hal ini tercermin<br />
dari luasan zone agroklimatnya didominasi oleh zone B1 <strong>dan</strong> B2, dengan sedikit C<br />
<strong>dan</strong> A.<br />
Untuk zone agroklimat B, bulan-bulan basah terjadi antara 7 - 9 bulan,<br />
sehingga sangat memungkinkan padi sawah dapat ditanam 2 kali setahun. Oari<br />
ketiga provinsi tersebut terlihat bahwa daerah pesawahan di Provinsi Sulawesi<br />
Utara lebih banyak daripada di dua provinsi lainnya.<br />
AGRO - CLIMATI C MAP OF<br />
SULAWESI<br />
. J..:.06" • • ~<br />
1.77 • IOU ~ .' '.<br />
MIt.lAHASA<br />
"..! , .:.e·C;., ~"_'<br />
- ,_.~<br />
Gambar 2.<br />
Peta Agroklimat P. Sulawesi, skala 1 : 2.500.000 (Oldeman <strong>dan</strong><br />
Oarmiyati, 1977).<br />
19
5.1.3. Kedaaan Pertanian Lahan Sawah<br />
Provinsi Sulawesi Tengah<br />
Berdasarkan Sulawesi Tengah Dalam Angka (2009) seperti yang disajikan<br />
dalam Tabel 6, luas panen padi sawah, produksi padi <strong>dan</strong> produktivitas lahan<br />
sawah dari tahun 2006 sampai tahun 2007 mengalami kenaikan, tetapi pad a tahun<br />
2008 mengalami penurunan dibandingkan tahun 2007. Produksi padi sawah di<br />
provinsi ini pada tahun 2006 sebesar 739.771 ton GKG , tahun 2007 sebesar<br />
857.419 ton GKG <strong>dan</strong> pada tahun 2008 sebesar 837.428 ton GKG. Peningkatan<br />
maupun penurunan produksi disebabkan oleh peningkatan atau penurunan luas<br />
panen <strong>dan</strong> produktivitas.<br />
Tabel6.<br />
Luas panen, produksi <strong>dan</strong> produktivitas padi sawah menurut Kabupatenl<br />
Kota di Provinsi Sulawesi Tengah<br />
Kabupaten/Kota Luas Panen Produksi Produktivitas<br />
(ha) (ton) (kw/ha)<br />
Banggai Kepalauan 692 2.074 29,97<br />
Banggai 35.174 143.120 40,69<br />
Morowali 9.691 35.311 36,44<br />
Poso 18.362 66.324 36,12<br />
Oonggala 56.613 258.948 45 ,74<br />
Tolitoli 17.020 67.178 39,47<br />
8uol 5.679 22.513 39 ,64<br />
Parigi Mountong 51.107 237.239 46,42<br />
Tojo Unauna 847 2.573 30,38<br />
i«ota Palu 530 2.148 40,52<br />
Jumlah Tahun 2008 195.715 837.428 36,12<br />
Tahun 2007 204.342 857.419 41,96<br />
Tahun 2006 179.078 739.771 41 ,31<br />
Hasil pengamatan di lapangan maupun hasil interpretasi dari citra,<br />
'llenunjukkan bahwa daerah pesawahan di Sulawesi Tengah sudah banyak yang<br />
oeralih fungsi menjadi perkebunan kakao <strong>dan</strong> pemukiman. ,Jika tidak ada<br />
Jengaturan yang baik dari Pemerintah Daerah setempat, maka sawah di daerah<br />
20
• •<br />
ini semakin lama akan semakin berkurang. Diharapkan pemerintah Daerah<br />
setempat agar segera mengeluarkan Peraturan Daerah mengenai perlindungan<br />
terhadap lahan-Iahan sawah produktif di daerah ini, sebagai implementasi dari<br />
Un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g No. 41 tahun 2009 tentang perlindungan lahan pertanian pangan<br />
berkelanjutan.<br />
Provinsi Gorontalo<br />
Berdasarkan Gorontalo Dalam Angka (2009) seperti yang disajikan dalam<br />
Tabel 7, luas panen padi sawah, produksi padi <strong>dan</strong> produktivitas lahan sawah dari<br />
tahun 2006 sampai tahun 2008 semakin meningkat. Produksi padi sawah di<br />
provinsi ini pad a tahun 2006 sebesar 190.125 ton GKG, tahun 2007 sebesar<br />
193.259 ton GKG <strong>dan</strong> pada tahun 2008 sebesar 237.873 ton GKG. Peningkatan<br />
produksi ini disebabkan oleh peningkatan luas panen <strong>dan</strong> peningkatan<br />
produktivitas. Pad a tahun 2006 luas panen padi sawah seluas 42.815 ha <strong>dan</strong><br />
meningkatn pada tahun 2008 menjadi 46.942 ha . Produktivitas meningkat dari<br />
44,41 kw/ha pad a tahun 2006 meningkat menjadi 50,67 kw/ha pada tahun 2008.<br />
;abeI7. Luas panen, produksi <strong>dan</strong> produktivitas padi sawah menurut Kabupatenl<br />
Kota di Provinsi Gorontalo<br />
i
• Jr.<br />
wilayah ini merupakan daerah yang banyak mempunyai irigasi teknis, sehingga<br />
indeks pertanaman (IP) padi sawah umumnya 200 bahkan bisa mencapai 250.<br />
Daerah pesawahan di Kabupaten Gorontalo ini sebagian besar terletak di dataran<br />
sekitar Danau limboto yang juga berdekatan dengan ibukota Kabupaten<br />
Gorontalo, limboto. Hasil pengamatan di lapangan maupun hasil interpretasi dari<br />
citra, menunjukkan bahwa daerah pesawahan di lokasi ini sudah banyak yang<br />
beralih fungsi menjadi bangunan perumahan <strong>dan</strong> perkantoran, sebagai<br />
konsekuensi dari perkembangan kota limboto yang semakin pesat. Jika tidak ada<br />
pengaturan yang baik dari Pemerintah Daerah setempat, maka sawah di daerah<br />
ini semakin lama akan semakin berkurang. Diharapkan pemerintah Daerah<br />
setempat agar segera mengeluarkan Peraturan Daerah mengenai perlindungan<br />
terhadap lahan-Iahan sawah produktif di daerah ini, sebagai implementasi dari<br />
Un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g No. 41 tahun 2009 tentang perlindungan lahan pertanian pangan<br />
berkelanjutan.<br />
Seperti telah dikemukakan sebelumnya sentra padi sawah di Provinsi<br />
Gorontalo sebagian besar terletak di Dataran Danau limboto. Dataran ini<br />
termasuk kedalam wilayah Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Bone Bolango <strong>dan</strong><br />
Kota Gorontalo. Tanah di dataran ini terbentuk dari endapan sungai <strong>dan</strong> <strong>dan</strong>au<br />
yang sebagian besar bahannya berasal dari daerah perbukitan volkan tua <strong>dan</strong><br />
subur. Secara alamiah tanah di daerah ini mempunyai kesuburan tinggi yang<br />
dicirikan oleh nilai pH tanah yang netral (pH 6-7). Selain itu penggunaan teknologi<br />
maju, melalui penggunaan varietas unggul baru seperti Ciherang, penggunaan<br />
pupuk berirnbang menghasilkan produktivitas yang cukup tinggi dibandingkan<br />
dengan kabupaten lainnya.<br />
22
Gambar 3.<br />
Salah satu hamparan pesawahan di dataran <strong>dan</strong>au<br />
Limboto, Provinsi Gorontalo<br />
Gambar 4. Salah satu saluran irigasi teknis yang baru dibangun di <br />
Kwan<strong>dan</strong>g, Kabupaten Gorontalo Utara. <br />
Provinsi Sulawesi Ufara<br />
Berdasarkan Sulawesi Utara Dalam Angka (2009) pada tahun 2008 terjadi<br />
penurunan luas panen padi sawah dibandingkan tahun 2007 yaitu dari 132.543 ha<br />
menjadi 109.951 ha. Namun demikian produksi total padi sawah terjadi<br />
peningkatan dari 488.787 ton GKG menjadi 520.194 ton GKG., hal ini terjadi<br />
karena a<strong>dan</strong>ya peningkatan produktivitas dari 36,88 kw/ha menjadi 47,31 kw/ha .<br />
23
· .. <br />
Oari Tabel 8 terlihat bahwa luas panen yang paling besar terdapat di<br />
Kabupaten Bolaang Mongondow seluas 55.772 ha <strong>dan</strong> di Kabupaten Minahasa<br />
Selatan seluas 14.633 ha. Oi Kabupaten Bolaang Mongondow lahan sawah<br />
irigasi yang paling luas terdapat di Oaerah Oumoga I <strong>dan</strong> Oumoga II. Areal<br />
pesawahan ini merupakan lokasi transmigrasi dari P. Jawa <strong>dan</strong> P. Bali.<br />
Se<strong>dan</strong>gkan di Minahasa lahan sawah yang luas sebagian besar terletak di dataran<br />
Oanau Ton<strong>dan</strong>o. Oi kedua lokasi ini padi sawah dapat ditanam sebanyak 2 kali<br />
setahun bahkan pad a beberapa tempat dapat ditanam sampai tiga kali setahun.<br />
Tabel 8.<br />
Luas panen, produksi <strong>dan</strong> produktivitas padi sawah menurut Kabupaten/<br />
Kota di Provinsi Sulawesi Utara<br />
Ka bu paten/Kota Luas Panen Produksi Produktivitas<br />
(ha) (ton) (kw/ha)<br />
Bolaang Mongondow 55.772 273.432 49,03<br />
Minahasa 11 .800 57.859 49,03<br />
Minahasa Selatan 14.633 68.175 46,59<br />
Minahasa Utara 6.622 26.315 39,74<br />
Minahasa Tenggara 6.307 30.060 47,66<br />
Bolmong Utara 10.502 44.891 42,75<br />
Bolmong Selatan<br />
Bolmong Timur<br />
Kota Manado 70 171 24,41<br />
Kota Bitung 131 573 41,19<br />
Kota T omohon 1.726 8.338 48,31<br />
Kota Kotamobagu 1.389 6.940 49,97<br />
Jumlah Tahun 2008** 46.942 237.873 50,67<br />
Tahun 2007 43.614 193.259 44,52<br />
Tahun 2006 42.815 190.125 44,41<br />
* Catatan : Jumlah termasuk sawah di Kab. Sangihe <strong>dan</strong> Talaud<br />
24
Gambar 5. Lahan sawah di sekitar Danau Ton<strong>dan</strong>o, Sulawesi Utara.<br />
5.2. Keadaan Tanah Sawah<br />
5.2.1. Sifat morfologi <strong>dan</strong> fisik tanah sawah<br />
Tanah-tanah daerah penelitian yang berasal dari endapan lakustrin<br />
umumnya berwarna kelabu (1 OYR2/1-N5/1) di lapisan atas, <strong>dan</strong> kelabu muda<br />
sampai kelabu kehijauan (2.5Y2/0-N5/0) di lapisan bawah tanpa karatan, kecuali<br />
tanah dari Dumoga II yang posisinya agak lebih tinggi ke arah perbukitan<br />
berwarna coklat tua kekelabuan (10YR3/2) di lapisan atas <strong>dan</strong> coklat kekelabuan<br />
(10YR3/2-5Y5/2) di lapisan bawah . Wama kelabu tersebut mencerminkan tanah<br />
mempunyai sifat hidromorfik atau zone jenuh air dengan rejim kelembaban akuik<br />
<strong>dan</strong> drainase terhambat. Kedalaman tanah umumnya dalam <strong>dan</strong> di dalam<br />
penampang tanah tidak ditemukan bahan kasar seperti kerikil atau fragmen<br />
batuan. Pada tanah sawah dari Ton<strong>dan</strong>o II tanah berwarna gelap baik di lapisan<br />
atas maupun lapisan bawah, yang diduga karena pengaruh kandungan bahan<br />
organik sangat tinggi di semua lapisan.<br />
Tekstur tanah bervariasi dari se<strong>dan</strong>g sampai halus, dengan variasi lempung<br />
berpasir, lempung berdebu, lempung liat berpasir, liat berdebu <strong>dan</strong> liat.<br />
Kandungan pasir bervariasi antara 9-60% di lapisan atas, se<strong>dan</strong>gkan kadar liatnya<br />
berkisar antara 19-47%. Tekstur yang agak kasar pada profil HD22 berasal dari<br />
bahan volkan G. Soputan yang umumnya berpasir. Se<strong>dan</strong>gkan profil HK3 bahan<br />
endapannya berasal dari G. To p su yang umumnya berdebu sampai berliat.<br />
25
• It,<br />
Perbedaan tekstur terjadi di lapisan bawah pada semua profil, kecuali profil SL34.<br />
Perbedaan terse but mencerminkan bahwa bahan induk tanah berasal dari bahanbahan<br />
yang diendapkan beberapa kali, <strong>dan</strong> berasal dari berbagai macam sumber.<br />
Dari pengamatan di lapangan, tidak ditemukan a<strong>dan</strong>ya lapisan bajak yang<br />
signifikan. Hal ini disebabakan tekstur tanah sawah yang terlalu kasar atau terlalu<br />
halus, atau tanah selalu dalam kondisi tergenang atau muka air tanah tinggi, yang<br />
tidak memungkinkan terjadinya gerakan air ke bawah solum tanah, sehingga<br />
lapisan bajak atau horison iluviasi Fe <strong>dan</strong> Mn sulit terbentuk (Hardjowigeno et a/. ,<br />
2004).<br />
5.2.2. Sifat kimia tanah<br />
Hasil analisis tanah dari contoh tanah sawah daerah penelitian disajikan<br />
Tabel 9 <strong>dan</strong> 10. Reaksi tanah umumnya masam sampai agak masam yang<br />
berkisar antara 5,1-6,4. Kisaran nilai pH tersebut termasuk cukup baik untuk<br />
ketersediaan hara tanah. Delta pH (selisih pH-KCI <strong>dan</strong> pH-H 2 0) semuanya negatif<br />
yang mencerminkan koloid tanah bermuatan negatif, yang mampu melakukan<br />
pertukaran kation.<br />
Kandungan bahan organik (C organik <strong>dan</strong> N total) tanah-tanah dari bahan<br />
endapan tersebut bervariasi dari tinggi sampai rendah di lapisan atas <strong>dan</strong><br />
menurun secara teratur dengan kedalaman tanah, kecuali pad a profil HK3 dari<br />
Ton<strong>dan</strong>o II kadar bahan organik sangat tinggi di semua lapisan. Diduga bahan<br />
organik membentuk senyawa kompleks dengan mineral alofan, sehingga<br />
kandungannya tetap tinggi.<br />
Kandungan P 2 0 5 (ekstraksi HCI 25%) tergolong se<strong>dan</strong>g sampai tinggi ,<br />
se<strong>dan</strong>gkan kandungan K 2 0 (ekstraksi HCI 25%) umumnya rendah sampai se<strong>dan</strong>g<br />
Kandungan P tersedia (ekstraksi Olsen) berkisar dari se<strong>dan</strong>g sampai tinggi.<br />
Sebagian kadar P yang tinggi mungkin pengaruh residu pemupukan P pada tanahtanah<br />
sawah tersebut, seperti pad a sawah dari lokasi Dumoga (profil SL34 <strong>dan</strong><br />
RM6) .<br />
Retensi P umumnya rendah «20%) baik di lapisan atas maupun lapisan<br />
bawah, kecuali tanah sawah dari Ton<strong>dan</strong>o (profil HD22 <strong>dan</strong> HK3) lebih tinggi di<br />
lapisan atas (23-37%). Rendahnya retensi P diharapkan fiksasi P juga rendah,<br />
sehingga pemberian pupuk P akan menjadi lebih efisien. Kandungan basa-basa<br />
dapat ditukar didominasi oleh Ca <strong>dan</strong> Mg cu kup tinggi. Tingginya Ca <strong>dan</strong> Mg<br />
merupakan hasil pengendapan bahan dari daerah hulu yang dibawa oleh aliran<br />
26
· .. <br />
Tabel 9. Sifat fisik-kimia tanah-tanah sawah di Sulawesi Utara<br />
Hori- Warna Tekstur pH Bahan organik HCI 25% Olsen Bray1 Ret.<br />
Profil son Dalam matrik Pasir Debu Liat Kelas H 20 KCI C N C/N P20s K20 P20 S P20 s P<br />
- em- --- % --- --- % --- mg100g-' -- ppm- %<br />
Ton<strong>dan</strong>o I<br />
HD22 Ap 0-13 10YR3/2 60 21 19 SL 5,1 4,6 2,34 0,21 11 27 10 20 31<br />
Bg1 13-40 5Y4/1 62 20 18 SL 5,7 5,11,930,15 13 19 6 16 37<br />
Bg2 40-70 2.5Y2/0 61 23 16 SL 4,5 4,0 1,24 0,08 16 17 13 20 47<br />
2Bg1 70-100 2.5Y2/0 54 23 23 SCL 4,0 3,4 1,08 0,07 15 16 18 17<br />
2Bg2 100-120 2.5Y2/0 53 24 23 SCL 4,4 3,7 0,74 0,05 15 19 21 19<br />
Ton<strong>dan</strong>o"<br />
HK3 Ap 0-25 10YR2/1 17 61 22 SiL 4,7 4,1 7,730,35 22 33 4 2,3 23<br />
AB 25-45 7.5YR2/1 15 59 26 SiL 4,9 4,2 8,81 0,50 18 22 2 1,3 21<br />
Bg1 45-70 7.5YR2.5/3 16 60 24 SiL 4,9 4,2 7,700,44 18 20 2,6 13<br />
2Bg 70-120 7.5YR3/3 11 53 36 SiCL 4,5 4,2 8,69 0,62 14 31 3 3,4 7<br />
Kotamobagu<br />
SL22 A 0-30 NOlO 21 38 41 C 5,2 4,3 2,21 0,22 10 23 13 36 10<br />
Bg1 30-60 N 1/0 26 37 37 CL 5,6 4,6 1,790,14 13 18 9 31 5<br />
Bg2 60-80 N 1/0 25 39 36 CL 5,9 4,8 0,53 0,05 11 16 19 28<br />
2Bg3 80-120 N 1/0 27 29 44 C 5,7 4,6 0,28 0,02 14 18 23 15<br />
Dumoga I<br />
SL34 Ap 0-25 N 5/1 9 44 47 SiC 4,1 3,3 1,850,19 10 91 4 149 17<br />
Bg1 25-55 N 5/0 9 47 44 SiC 5,0 4,2 1,20 0,13 9 87 2 62 7<br />
Bg2 55-90 N 5/0 8 48 44 SiC 5,2 4,2 0,38 0,04 10 23 7 30 5<br />
Bg3 90-120 N 5/0 9 43 48 SiC 5,2 4,0 0,29 0,03 10 14 5 19 4<br />
Dumoga II<br />
RM6 Ap 0-17 10YR3/2 42 30 28 L 6,4 5,2 0,94 0,09 10 78 45 74 2<br />
Bg1 17-33 10YR4/4 57 21 22 SCL 6,4 4,6 0,37 0,04 9 55 21 38 4<br />
2Bg2 33-65 10YR4/4 78 9 13 SL 6,3 4,3 0,18 0,02 9 68 17 36 2<br />
2Bg3 65-90 5Y5/2 66 17 17 SL 6,4 4,5 0,17 0,02 9 55 11 30 0<br />
sungai atau gravitasi. Kandungan Ca <strong>dan</strong> Mg yang tinggi dihasilkan dari pelapukan<br />
mineral primer dari grup plagioklas, piroksen <strong>dan</strong> amfibol. Kapasitas tukar kation<br />
tanah umumnya rendah sampai tinggi, se<strong>dan</strong>gkan kejenuhan bas a umumnya<br />
tinggi di semua lapisan . Kandungan AI dapat ditukar umurnnya rendah sampai<br />
tidak terdeteksi, sehingga kejenuhan AI juga rendah .<br />
27
· '"'<br />
Tabel 10. Sifat-sifat kimia tanah-tanah sawah di Sulawesi Utara<br />
Nilai Tukar Kation (dalam NH 4-Aeetat 1 N, pH7)<br />
KCI1N<br />
Profil Horison Dalam Ca Mg K Na Jumlah KTK-tanah Kej.basa A1 3 + H+<br />
-- em --<br />
1<br />
------------- emol(+) kg - ------- % --emol(+) kg- 1 __<br />
Lokasi T on<strong>dan</strong>o I<br />
HD22 Ap 0-13 13,97 5,41 0,18 0,69 20,25 26 79 0,00 0,00<br />
8g1 13-40 12,41 5,87 0,13 0,53 18,94 27 71 0,00 0,00<br />
8g2 40-70 14,80 7,27 0,30 0,49 22,86 34 67 0,76 0,13<br />
28g1 70-100 18,27 9,38 0,39 0,59 28,63 42 68<br />
28g2 100-120 14,48 7,02 0,46 0,55 22,51 34 66<br />
Lokasi Ton<strong>dan</strong>o II<br />
HK3 Ap 0-25 14,83 2,89 0,03 1,45 19,20 39 50 0,05 0,16<br />
AB 25-45 12,22 2,73 0,02 1,11 16,08 31 51 0,13 0,18<br />
8g1 45-70 13,45 3,06 0,01 1,19 17,71 36 49 0,09 0,20<br />
2Bg2 70-120 13,93 2,92 0,03 1,17 18,05 32 56 0,12 0,21<br />
Lokasi Kotamobagu<br />
SL22 A 0-30 12,42 3,93 0,20 0,67 17,22 15 >100 0,00 0,02<br />
8g1 30-60 13,28 4,35 0,17 0,82 18,62 15 >100 0,00 0,04<br />
8g2 60-80 9,94 4,29 0,27 0,51 15,01 11 >100 0,00 0,04<br />
28g3 80-120 12,07 5,74 0,36 0,63 18,80 15 >100 0,00 0,02<br />
Lokasi Dumoga I<br />
SL34 Ap 0-25 15,16 4,82 0,11 0,34 20,43 23 87 0,48 0,32<br />
8g1 25-55 16,83 5,79 0,08 0,43 23,13 17 >100 0,00 0,02<br />
8g2 55-90 11,67 4,84 0,17 0,41 17,09 15 >100 0,00 0,02<br />
8g3 90-120 14,82 7,14 0,12 0,60 22,68 20 >100 0,00 0,04<br />
Lokasi Dumoga II<br />
RM6 Ap 0-17 23,04 5,13 0,38 0,33 28,88 21 >100 0,00 0,00<br />
8g1 17-33 21,32 5,19 0,30 0,20 27,01 21 >100 0,00 0,02<br />
28g2 33-65 17,40 4,58 0,22 0,15 22,35 20 >100 0,00 0,02<br />
28g3 65-90 18,90 4,75 0,20 0,30 24,15 18 >100 0,00 0,00<br />
5.3. Lahan Sawah Saat Ini<br />
Analisis dari citra Landsat menujukkan bahwa hasil interpretasi lahan sawah<br />
saat ini (eksisting) menunjukkan hasil yang kurang teliti <strong>dan</strong> kurang tepat, masih<br />
banyak dijumpai beberapa kekurangan diantaranya adalah :<br />
1. Terdapat lahan sawah yang tidak teridentifikasi dari citra Landsat,<br />
2. Hasil delineasi tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya di lapangan ,<br />
3. Terdapat hasil analisis dikategorikan sawah, tetapi sebenamya bukan<br />
sawah , yaitu lahan rawa atau tegalan.<br />
Unsur ketelitian yang kurang diantaranya adalah : Hasil analisis kurang detail<br />
untuk skala 1 : 50.000. Masih terdapat pengeneralisasian batas lahan sawah .<br />
Misalnya suatu poligon diidentifikasi sawah, temyata didalam masih terdapat kebunkebun<br />
kelapa yang seharusnya dapat didelineasi untuk skala 1 : 50.000.<br />
28
• It,<br />
Untuk memperbaiki hasil analisis tersebut maka, pengamatan lapangan<br />
diintensifkan, melalui pengamatan lapangan yang lebih rapat. Penelitian lapangan<br />
dilakukan terhadap hasil analisis penggunaan lahan. Data yang diamati di lapangan<br />
ditujukan untuk : (1). Mengecek hasil analisis penggunaan lahan <strong>dan</strong> (2). Hasil<br />
penyebaran kualitas lahan sawah berdasarkan kriteria yang digunakan. Parameter<br />
lain yang diamati adalah : (1) . Indeks pertanaman <strong>dan</strong> produktivitas sawah<br />
berdasarkan wawancara dengan petani atau data sekunder. Pengambilan contoh<br />
tanah dilakukan untuk mengetahui kualitas tanah <strong>dan</strong> kesesuaian lahan<br />
dihubungkan dengan produktivitas lahan sawah. (3) . Selain itu infrastruktur yang<br />
ada seperti saana irigasi, Jalan usaha tani, dll akan dicatat <strong>dan</strong> dinilai untuk<br />
menentukan jenis irigasi apakah termasuk irigasi teknis, setengah teknis, sederhana<br />
atau sawah tadah hujan.<br />
Peta lahan yang dihasilkan adalah Peta Sebaran Lahan Sawah pada tingkat<br />
Semi Detail atau skala 1 : 50.000. Namun untuk kepraktisan penyajian lembar peta<br />
didasarkan pada batas administratif tingkat Kabupaten/Kota. Kabupaten/Kota yang<br />
tidak mempunyai sawah tidak digambarkan petanya. Dalam laporan peta yang<br />
disajikan disesuaikan dengan ukuran kertas A4 mempergunakan skala garis.<br />
5.3.1. Provinsi Sulawesi Tengah<br />
Berdasarkan hasil analisis citra yang diperkuat dengan hasil verifikasi di<br />
lapangan menunjukkan bahwa di Provinsi Sulawesi Tengah lahan sawah yang<br />
paling luas terdapat di Kabupaten Parigi Mountong seluas 32.438 ha, disusul oleh<br />
Kabupaten Banggai <strong>dan</strong> Donggala masing-masing seluas 23.932 ha <strong>dan</strong> 21.559.<br />
Lahan sawah paling sempit terdapat di Kabupaten Tojo Unauna (Tabel 11).<br />
Kabupaten Tojo Unauna merupakan kabupaten yang berupa kepulauan yang luas<br />
wilayahnya juga paling sempit. Penyebaran lahan sawah hasil penelitian per<br />
kabupaten/kota disajikan dalam Gambar 6 sampai 13.<br />
Selama verifikasi di lapangan, banyak sekali lahan-Iahan sawah yang<br />
sudah beralih fungsi ke penggunaan lainnya. Di dekat perkotaan alih fungsi lahan<br />
sawah terjadi akibat pesatnya perkembangan pemukiman. Banyak lahan-Iahan<br />
sawah produktif yang beralih fungsi menjadi perumahan. Sebagai contoh, di<br />
Kabupaten Parigi Mountong banyak lahan sawah yang beralih fungsi menjadi<br />
lahan perkebunan kakao. Selain itu , di beberapa lokasi banyak lahan sawah<br />
tadah yang sudah beralihfungsi menjadi pertanian lahan kering karena tidak<br />
tersedianya air irigasi.<br />
29
·'" <br />
o<br />
I<br />
~~ Ii<br />
H-----t+-~:==_c_+ ~ 1<br />
~<br />
---. ~<br />
o<br />
~-.o...---+---<br />
Q. --;---j<br />
J.<br />
o<br />
~<br />
o<br />
- -!<br />
30
. ,..<br />
,~ = : ,: 0<br />
."/<br />
~ -<br />
+
• It<br />
I<br />
--r<br />
I~ ~ _ . <br />
'"<br />
-<br />
- -- .--- ....<br />
'..<br />
_.' PETASAWAH<br />
KAB. MOROWAU<br />
PROVINSI SULAWESI TENGAH<br />
\<br />
II<br />
32
· .. <br />
PETASAWAR <br />
KAB.POSO <br />
PROVINSl SULAWESI TENGAH <br />
(:<br />
J<br />
-, <br />
_ ___If<br />
"<br />
_<br />
~~
· ...<br />
P£TASAWAH <br />
KAB. DONGGALA DAN KOOYA PALU <br />
PROVlNSl SULAWESI TENGAH <br />
IIL-___ 0<br />
___ ~;,c.-,,"'<br />
\<br />
~ I<br />
I"<br />
.
· ..<br />
" -, -<br />
I<br />
I<br />
{<br />
/C'<br />
o<br />
'"<br />
;<br />
35
.'" <br />
I ~, ::«IJ<br />
~ j "---+-----f<br />
.,,.. '<br />
· ~.. _.f<br />
36
·..<br />
,Y<br />
" i~ ;~.<br />
," l : i" l~. ,<br />
\<br />
~~:- .! ~r I<br />
..<br />
I<br />
,<br />
,-1J1:-_;; :: ",.~.<br />
, ~ ...;..:! I. ,,_ ~~,<br />
-,. ,.<br />
PETA SAWAR <br />
KAB . PARIGI MOUNTONG <br />
PROVINSI SULAWESI TENGAH <br />
6<br />
N<br />
l EO[NDA<br />
I! tl n l(:tb ~jI
· .. <br />
Melihat perkembangan hal demikian, maka perlu dilakukan langkah-Iangkah<br />
kongkrit Pemerintah Daerah untuk mencegah alih fungsi lahan ini. Hal ini perlu<br />
dilakukan dalam upaya untuk mempertahankan keamanan <strong>dan</strong> kemandirian<br />
pangan baik di tingkat daerah maupun tingkat nasional serta impelemtasi<br />
pelaksanaan Un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g No. 41 tahun 2009 tentang perlindungan lahan<br />
pertanian pangan berkelanjutan.<br />
Tabel 11 . Luas lahan sawah saat ini berdasarkan hasil penelitian setiap<br />
Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Tengah<br />
Kabupaten/Kota<br />
Luas Sawah<br />
Ha %<br />
Banggai Kepalauan 964 0,74<br />
Banggai 23.932 18,50<br />
Morowal 11 .110 8,59<br />
Poso 18.512 14,31<br />
Donggala 21.559 16,67<br />
Tolitoli 13.995 10,82<br />
Buol 4.223 3,26<br />
Parigi Mountong 32.438 25,08<br />
Tojo Unauna 350 0,27<br />
Kota Palu 2.264 1,75<br />
Jumlah 129.347 100,00<br />
5.3.2. Provinsi Gorontalo<br />
Berdasa rkan hasil analisis citra yang diperkuat dengan hasil verifikasi di<br />
lapangan menunjukkan bahwa di Provinsi Gorontalo lahan sawah yang paling luas<br />
di provinsi ini terdapat di Kabupaten Gorontalo (termasuk Kota Gorontalo) seluas<br />
14.555 ha atau 56 ,68 persen. Se<strong>dan</strong>gkan di kabupaten lainnya lahan sawah<br />
bervariasi dari 2.145 ha samp at 3815 ha dengan persentase antara 8,35 %<br />
sampai 14,86% (Tabel 12) . Peebaran lahan sawah per kabupaten disajikan<br />
dalam Gambar 14 sampa i 18.<br />
38
. r' ~ ,'_,' o,!"'<br />
-'-----,<br />
PETA SEBARAN SAWAH<br />
UNTUK LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN<br />
-'_.<br />
~ ~ ,.<br />
KASUPATEN GORONTALO UTARA<br />
~.&t'f-\U:~ .n'\1 :f\11.1<br />
PROVINSI GORONTALO<br />
,, ~ .. - ' ~.:<br />
./<br />
aAlAI BHAn llISANG S"Mij~RCMA LA flAN<br />
P{RTAtJlAN<br />
~Otn<br />
V I<br />
.,<br />
"<br />
r<br />
SKALA 1 : 1ISO.OOO<br />
•<br />
"<br />
KA8UPATEN GORONTALO<br />
KABUPATI!!N POHUWA,TO<br />
~...1.,.""<br />
'Y.II'I~"II I<br />
I<br />
J<br />
, ILMV""" 1,,1' '_~Itn <br />
KA IUPA,TEN BOALEMO ' <br />
~ ICAI'I1U-,... n.,,,,,,Il'A .,........ <br />
,<br />
,<br />
~1Ic.AMllhhl~I/'"<br />
t ~ ~<br />
j<br />
1l~"""''''iUI<br />
Mtt
' "<br />
I .<br />
I(A8UAPA11!:N<br />
GORONTAlO VTARA<br />
.._.....<br />
•<br />
f1<br />
I(AIUPATI!N OORO".TALO<br />
_.-,'...<br />
LI.. ~.... a., ..<br />
....... .....,......., j'<br />
~_o,o<br />
j<br />
~.. -~~<br />
t .....<br />
~.....-- "'/<br />
<br />
4--..<br />
...- ....... ...., <br />
~" 'U '<br />
"<br />
1«111. OORON,alO '<br />
~<br />
, . K01A~1,.O<br />
d<br />
.,..., '11'"<br />
.~~ .<br />
...<br />
PETALOMS.<br />
PETA SEBARAN SAWAH<br />
"~( -.- -
• to<br />
1.<br />
+<br />
:(<br />
'.<br />
II<br />
I ·<br />
41
1<br />
, \, ...... - ..... - -'"<br />
(<br />
".<br />
lUlU \<br />
,"A,.. j<br />
rc N :L: ( !<br />
. ..<br />
PETA SEBARAN SAWAH<br />
UNTUK LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKElANJUTAN<br />
":'-\D 1I1' Tn IlCl: JHK.r v.c;<br />
PROVINSI GORONTALO<br />
:. , ,<br />
'- ' -<br />
PROV INSI SULAWES I UTARA<br />
IS"L~I BES,.R UTBAtiG SUMBEROAVA tAli"'"<br />
PlRTANlMI<br />
2010<br />
/<br />
'¥<br />
_~."-<br />
l"<br />
,<br />
I<br />
,<br />
I<br />
' <br />
,-,-- _ ..... ..... <br />
l<br />
I<br />
•<br />
r'<br />
I<br />
I<br />
I<br />
, ,<br />
SKALA 1; 150.000<br />
PETA LOKASI<br />
K01A<br />
OU II O N<br />
'ALO<br />
KABUPATEN BONEB O LANGO<br />
IUWAWA ,<br />
-.<br />
\<br />
,:<br />
~-rr<br />
1-=:," - .:,- ~ \....-:;-..~~"'"'"'--<br />
~~:~·~jf';'-=~-. <br />
-~~<br />
.~ .<br />
/<br />
/<br />
I<br />
, "<br />
LEGENDA<br />
Sawah<br />
Pemukiman<br />
La..<br />
Ibu Kola Kabupalen<br />
Balas Kabupaten<br />
Balas Kecamatan<br />
Sungai<br />
Jalan<br />
Kou lain<br />
'-"<br />
• I<br />
+-<br />
I<br />
.",*,,- I<br />
SUlllhl' j" Plt'b. - "c.a kilt'" HIIUlI JII!l(. \l'SI:I \k.RIJ ~ 1.. :l I :.o I :;'1 f)( ~1<br />
-
. ...<br />
-<br />
I<br />
I<br />
I<br />
I<br />
I! I<br />
Ii<br />
I<br />
II<br />
I:<br />
I.<br />
0 .<br />
.<br />
0<br />
I<br />
z<br />
;! ~ <br />
l::3 x<br />
. .. <br />
Dari segi kesesuaian lahannya, lahan sawah hanya sesuai pad a lahan<br />
dengan bentuk wilayah datar sampai berombak dengan variasi lereng antara 0 - 8<br />
persen dengan ketersediaan air yang cukup. Ketersediaan air dapat dipasok<br />
langsung dari curah hujan atau air irigasi. Di Kabupaten Gorontalo bentuk<br />
wilayah datar sampai berombak yang paling luas terdapat di Kabupaten Gorontalo,<br />
yaitu di Dataran Limboto. Selain itu di wilayah ini ketersediaan air relatif cukup,<br />
minimal untuk satu kali tanam , bahkan bisa mencapai dua kali tanam setahun.<br />
Di Kabupaten lainnya, kondisi geografisnya umunya mempunyai bentuk<br />
wilayah berkulit sampai bergunung, lahan datar sampai berombak relatif sempit<br />
terbatas di jalur-jalur aliran sungai <strong>dan</strong> daerah peralihan antara daerah perbukitan<br />
ke daerah pantai. Oleh karena itu lahan pesawahan sebagian besar berada di<br />
pantai utara atau pantai selatan. Lahan datar yang relatif luas yang terletak di<br />
bag ian tengah pulau, hanya terdapat di Paguyaman, Kabupaten Boalemo.<br />
Tabel 12. Luas lahan sawah saat ini berdasarkan hasil penelitian setiap<br />
Kabupaten/Kota di Provinsi Gorontalo<br />
Kabu paten/Kota<br />
Luas Sawah<br />
Ha %<br />
Boalemo 3.815 14,86<br />
Gorontalo <strong>dan</strong> Kota Gorontalo 14.555 56,68<br />
Pahuwato 2.145 8,35<br />
Bone Bolango 2.417 9,41<br />
Gorontalo Utara 2.750 10,71<br />
Jumlah 25.682 100,00<br />
5.3.3. Provinsi Sulawesi Utara<br />
Berdasarkan hasil anal isis citra yang diperkuat dengan hasil verifikasi di<br />
lapangan menunjukkan bahwa di Provinsi Sulawesi Utara lahan sawah yang<br />
paling luas di provinsi ini terdapat di Kabupaten Bolaang Mongondow seluas<br />
15.033 ha atau 32,74 persen (Tabel 13). Lahan sawah lainnya yang cukup luas<br />
terdapat di Kabuapten Minahasa (termasuk Kota Tomohon) yaitu seluas 6.513 ha<br />
atau 14,13%. Se<strong>dan</strong>gkan lahan sawah yang paling sempit terdapat di Kota<br />
Manado. Penyebaran lahan sawa h di setiap Kabupaten Kota disajikan dalam<br />
Gambar 19 sampai dengan 24 .<br />
44
I ","\,I<br />
.. ...<br />
-:'<br />
,.<br />
1'*'';''<br />
,~...<br />
~ -<br />
-..<br />
-. ,..."""", ".<br />
It!!.... ~<br />
, .....<br />
•../to...;..,<br />
KA.SU P JI, TUI<br />
MIH AHA$A S ELATAtt<br />
PETA S EBARAN SAWAH<br />
UNTUK LAHAH PERTAHIAr~ PANG AH BERKElMUUTAN<br />
PROII IHSI 5lA.AWE'SI uTARII<br />
•<br />
II'<br />
4", ,,,,-,, .<br />
" ... to"<br />
~T.. t.ot< ... ti4<br />
KA8U P,A TUI<br />
BOl-A. AIHi MEtIGO'~OOW<br />
I(O TA I't.OTAMOB AGU<br />
! ', " ~<br />
.c"i '<br />
il I"''''''' lr· I ,....•,.<br />
.j:>..<br />
0'1<br />
• ~ ... "0<br />
' ''''' ' ' '' ' '~ ' ' I '''' '''...'I.....,t. ,. "'... I ••..••.,
I.JHJ.lo.l"J I ~.I.;. > J~", 1 J'.I"'_ IOj l <br />
··,!· ..,tl< EJ"1o <br />
(lo,r
PETA SEBARAN SAWAH<br />
UNTUK LAHAN PERTANIAN PANGAN eERKELANJUTAN<br />
L!I I .<br />
PROVInSl SULAWESI UTARA<br />
. A', t 1. AI w_r (1'<br />
,, ~,w ";::".. ~ !I"-"; '<br />
,..<br />
4-_-.....<br />
.<br />
..;.;.,.,.,<br />
f .. ..·<br />
" " <br />
•<br />
..,<br />
In.... ,..... '<br />
PETA LOlh<br />
Ft.n l U~IfI\.lIr, <br />
II)I ".I.. ,,, !.~.. , . J ~,~ .~ <br />
~<br />
-...j<br />
MA.U<br />
'''CUf',\ll 'l UJJl N j " .:; OLl"""'"<br />
,1"'''1 ,.I ' '' I ''''o;~•• "",,, l ..h"'I""'" .'1.>1, I "~' •••" <br />
. 'J.-\I~ t· ... oI, <br />
lb.",.,."., 1-'.t~""''''''':>I'''' I,;.I.• ~L.''.,<br />
\", ••"
.,."'~<br />
PETA SEBARAN SAWAH<br />
UNTUK LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN<br />
l '<br />
PROVJNSI SULAWESI UTARA<br />
E~<br />
• './toII.,II'",aj::o.f.I>"',.1'<br />
nz ','lO t':I<br />
I I" ~ l.IK\I~I\IV'; n,...>'I .<br />
• ..<br />
"<br />
:.I
__<br />
~(o<<br />
!..aUf SI.'I.AWl!51<br />
~~ ,... .<br />
.
PETA SEBARAN SAWAH<br />
UNTUK LAHAN PERTANIAN PANGAN SERKELA NJUTAH<br />
~- .<br />
"<br />
PROVINSI SULAWESI UTARA<br />
n I<br />
'- , ~~<br />
r
· '"<br />
Di Kabupaten Bolaang Mongondow lahan sawah paling luas terdapat<br />
Kecamatan Dumoga I <strong>dan</strong> Dumoga II. Sebagian besar lahan sawah ini<br />
merupakan lahan sawah irigasi teknis yang diusahakan oleh para petani<br />
transmigrasi berasal dari P. Jawa <strong>dan</strong> Bali. Hamparan lahan sawah lainnya di<br />
Kabupaten Minahasa terdapat di dataran sekitar Danau Ton<strong>dan</strong>o. Sebagian besar<br />
berupa sawah irigasi teknis <strong>dan</strong> sebagian lagi berupa irigasi sederhana.<br />
Tabel 13. Luas lahan sawah saat ini berdasarkan hasil penelitian setiap<br />
Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Utara<br />
Kabupaten/Kota<br />
Luas Sawah<br />
Ha %<br />
Bolaang Mongondow 15.033 32,74<br />
Minahasa <strong>dan</strong> Kota Tomohon 6.513 14,18<br />
Minahasa Selatan 5.822 12,68<br />
Minahasa Utara <strong>dan</strong> Kota Manado 393 0,85<br />
Minahasa Tenggara 1.332 2,90<br />
Bolmong Utara 5.082 11 ,07<br />
Bolmong Timur 5.948 12,95<br />
Kota Kotamobagu 5.800 12,63<br />
Jumfah 45.922 100,00<br />
5.4. Pembahasan<br />
Hasil rekapitulasi luasan sawah di ketiga provinsi diperoleh data sawah di<br />
Provinsi Sulawesi Tengah seluas 129.342 ha, di Provinsi Gorontalo seluas 25.682<br />
Ha, <strong>dan</strong> di Provinsi Sulawesi Utara seluas 45.922 Ha, dengan jumlah total di<br />
ketiga provinsi tersebut seluas 200.951 Ha (Tabel 14). Mengingat bahwa pet a<br />
yang dihasilkan adalah peta berskala 1 : 50 .000, maka lahan-Iahan sawah yang<br />
mempunyai luasan kurang 25 ha tidak akan tergambar dalam peta. Kenyataan di<br />
lapangan, lahan-Iahan sawah te rutama sawah tadah hujan banyak yang<br />
mempunyai hamparan kurang dari 25 ha , sehingga tidak tergambar dalam peta.<br />
Oleh karena itu luasan ini tent a an lebih kecil dari luasan kenyataan di lapangan.<br />
51
·"<br />
Tabel14. Rekapitulasi lahan sawah saat ini di Provinsi Sulawesi Tengah,<br />
Gorontalo <strong>dan</strong> Provinsi Sulawesi Utara<br />
Provinsi<br />
Luas Sawah<br />
Ha %<br />
Sulawesi Tengah 129.342 64,37<br />
Gorontalo 25.682 12,78<br />
Sulawesi Utara 45.922 22 ,85<br />
Jumlah 200.946 100,00<br />
Selama pengamatan di lapangan, banyak dijumpai lahan-Iahan sawah<br />
yang dialihfungsikan menjadi lahan non sawah atau lahan non pertanian. Lahan<br />
sawah yang beralih fungsi menjadi lahan non sawah sebagian besar berupa lahan<br />
sawah tadah hujan menjadi lahan kering. Hal tersebut karena semakin sulitnya<br />
mendapat sumber air, sumber air dari curah hujan sudah tidak mencukupi. Seperti<br />
di ketahui Provinsi Sulawesi Tengah <strong>dan</strong> Gorontalo mempunyai zone agroklimat<br />
E1 <strong>dan</strong> E2, yaitu zone dengan bulan basah (curah hujan rata-rata bulanan > 200<br />
mm) kurang dari 3 bulan. Oi sisi lain, terjadinya peningkatan harga komoditi non<br />
beras seperti kakao yang sangat menjanjikan mendorong petani untuk mengalih<br />
fungsikan sawahnya menjadi perkebunan kakao.<br />
Alih fungsi yang cukup menonjol adalah akibat dari perkembangan<br />
pemukiman dekat perkotaan. Sebagai contoh, sawah-sawah irigasi di sekitar kota<br />
Limboto ibu kota Kabupaten Gorontalo, di Kotamobagu Sulawesi Utara banyak<br />
lahan sawah yang beralih fungsi menjadi pemukiman, perkantoran <strong>dan</strong> untuk<br />
pembangunan infrastruktur terutama jalan raya. Mengingat bahwa lahan sawah<br />
yang ada sekarang sangat terbatas, pembangunan infrastruktur irigasi dibangun<br />
dengan biaya mahal serta sulitnya lahan pengganti sawah, maka sawah yang ada<br />
sekarang harus tetap dipertahankan sebagai sawah.<br />
Perlindungan terhadap sawah ini sangat perlu dilakukan dengan maksud<br />
agar produksi beras di setiap pro insi tetap stabil <strong>dan</strong> terus ditingkatkan. Hal ini<br />
juga perlu dilakukan dalam ra g !.ca ketahanan pangan nasional. Pemerintah<br />
Oaerah harus berani mem al p€~ a fan mengenai perlindungan lahan sawah.<br />
Hal ini juga sebagai imp.e , e : 3 5 an penerapan Un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g Nomor 41<br />
tentang Perlindungan Laha Pe-ce - 3 ~ =>a gan 8erkelanjutan.<br />
52
· .. <br />
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN<br />
6.1. Kesimpulan<br />
1. Untuk mendelineasi lahan sawah pada skala 1 : 50.000, penggunaan<br />
berbagai citra satelit seperti Landsat yang diperkuat dengan citra yang<br />
bersumber dari Google Earth <strong>dan</strong> dengan verifikasi lapang yang cukup<br />
menghasilkan data yang relatif baik.<br />
2. Metode pemetaan lahan sawah pada skala : 50.000 tidak<br />
memungkinkan lahan yang mempunyai luasan kurang dari 25 ha<br />
tergambarkan dalam peta, padahal di lapangan sawah-sawah tersebut<br />
cukup banyak <strong>dan</strong> tersebar di daerah jalur aliran yang sempit-sempit.<br />
Oleh karena itu luasan sawah hasil penelitian ini, akan lebih kecil dari<br />
luas sawah sebenarnya di lapangan.<br />
3. Sawah yang tergambar dalam peta mempunyai luasan terkecil lebih dari<br />
25 ha. Atas dasar tersebut, maka luas lahan sawah yang dipetakan<br />
dapat diusulkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan.<br />
4. Hasil interpretasi citra <strong>dan</strong> hasil verifikasi lapangan mendapatkan bahwa<br />
lahan sawah di Provinsi Sulawesi Tengah seluas 129.347 ha, di Provinsi<br />
Gorontalo seluas 25.682 ha <strong>dan</strong> di Provinsi Sulawesi Utara seluas 45.922<br />
Ha. Luas keseluruhan lahan sawah di ketiga provinsi tersebut adalah<br />
200.946 ha.<br />
5. Oi lapangan banyak lahan-Iahan sawah yang sudah dialihfungsikan<br />
menjadi lahan non sawah atau lahan non pertanian. Oi dekat perkotaan,<br />
lahan sawah banyak yang dialihfungsikan menjadi perumahan,<br />
se<strong>dan</strong>gkan di daerah perdesaan banyak yang dialihfungsikan menjadi<br />
lahan non sawah terutama tanaman Kakao.<br />
6.2. Saran<br />
1. Sudah<br />
Daerah mengeluarkan peraturan daerah<br />
untuk melindungi la' :n sav a produktif dar; ancaman konversi lahan<br />
sawah, sebagai i :: e~e- :a s' dari pelaksanaan UU No. 41, tentang<br />
Perlindungan La ' a- ::s--:f - "a Pa:1gan Berkelajutan.<br />
53
·.. <br />
DAFTAR PUSTAKA <br />
Agus, F. <strong>dan</strong> Irawan. 2006. Konversi lahan pertanian sebagai suatu ancaman<br />
terhadap ketahanan pangan <strong>dan</strong> kualitas lingkungan. Makalah pada<br />
Seminar Multifungsi Pertanian, Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan<br />
Pertanian, Ba<strong>dan</strong> Litbang Pertanian, Depertemen Pertanian, 27-28 Juni<br />
2006, Bogor.<br />
Ba<strong>dan</strong> Statistik Provinsi Sulawesi Tengah. 2009. Provinsi Sulawesi Tengah<br />
Dalam Angka, Ba<strong>dan</strong> Statistik Provinsi Sulawesi Tengah<br />
Ba<strong>dan</strong> Statistik Provinsi Gorontalo. 2009. Provinsi Gorontalo Dalam Angka,<br />
Ba<strong>dan</strong> Statistik Provinsi Gorontalo.<br />
Ba<strong>dan</strong> Statistik Provinsi Sulawesi Utara. 2009. Provinsi Sulawesi Utara Dalam<br />
Angka, Ba<strong>dan</strong> Statistik Provinsi Sulawesi Utara.<br />
Crist, E.P. and R.C. Cicone. 1984. A physically-based transformation of thematic<br />
mapper data-the TM Tesseled cap. IEEE Trans. Geosci. Rem. Sens. GE<br />
22 :256-263.<br />
Iwan Isa. 2006. Strategi pengendalian alih fungsi tanah pertanian. Makalah pada<br />
Seminar Multifungsi Pertanian, Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan<br />
Pertanian, Ba<strong>dan</strong> Litbang Pertanian, Depertemen Pertanian, 27-28 Juni<br />
2006, Bogor.<br />
<strong>Kementerian</strong> Koordinator Perekonomian, 2005. Revitalisasi Pertanian, Perikanan<br />
<strong>dan</strong> Kehutanan.<br />
Oldeman, L. R. and S. Darmiyati. 1977. Agroclimatic Map of Sulawesi. Scale 1 :<br />
2.500.000. Central Research for Agriculture.<br />
Pemerintah Republik Indonesia. 2009. Un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g No. 41, tentang<br />
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.<br />
Ritung, S, Hidayat <strong>dan</strong> Wahyunto. 2008. Penyusunan Peta Lahan Abadi 15 Juta<br />
Hektar Lahan Sawah <strong>dan</strong> 15 Juta Hektar Lahan Kering <strong>dan</strong> Reforma<br />
Agragria. Balai Besar Penelitian <strong>dan</strong> Pengembangan Sumberdaya Lahan<br />
Pertanian. Ba<strong>dan</strong> Penelitian <strong>dan</strong> Pengembangan Pertanian, Bogor. Laporan<br />
Teknis.<br />
54
·.. <br />
Lampiran 1. Susunan personil pelaksana penelitian<br />
Posisi<br />
No. Nama Dalam Instansi Jabatan Bi<strong>dan</strong>g<br />
Kegiatan Fungsionil Keakhlian<br />
1 Dr. Sukarman, MS Ketua BBSDLP Peneliti Madya Pemetaan<br />
Tanah <strong>dan</strong><br />
Remote<br />
Sensing<br />
2 Ir. Hikmatullah, MSc Anggota BBSDLP Peneliti Utama Pemetaan<br />
Tanah<br />
3. Ir. Anny Mulyani, MS Anggota BBSDLP Peneliti Utama Evaluasi Lahan<br />
4. Drs. Adi Hermawan Anggota BBSDLP Anggota/Asisten Pemetaan<br />
Peneliti<br />
Tanah<br />
5 Drs. Wahyu. Wahdini, Anggota BBSDLP AnggotalAsisten GISI Remote<br />
MM Peneliti Sensin~<br />
6 Drs. Wahyu Supriatna, Anggota BBSDLP Anggota/Asisten GISI Remote<br />
MSi Peneliti Sensing<br />
7 Sucianto Tanjung, SP Anggota BBSDLP Litkayasa Evaluasi Lahan<br />
8 Asep Iskandar Anggota BBSDLP Litkayasa Evaluasi Lahan<br />
9 Angling Kartono, SP Anggota BBSDLP Litkayasa Pemetaan<br />
Tanah<br />
10 Naniek Rachmawati Anggota BBSDLP Pelaksana Administrasi<br />
11 Drs. Paidi, MM, MSi Anggota BBSDLP Litkayasa Pemetaan<br />
Tanah<br />
12 Lilis Kurniasih Anggota BBSDLP Pelaksana Administrasi<br />
13 Lia Amalia, AMd Anggota BBSDLP PNK Teknisi GiS<br />
I<br />
!<br />
14 Azisah, AMd Anggota BBSDLP PNK I Tek 'si GrS<br />
I<br />
15 pm Nara - Pakar<br />
Sumber<br />
I<br />
16 pm Anggota Tenaga Pelaksana<br />
Daerah<br />
1 I<br />
55