Klik Disini - KM Ristek - Kementerian Riset dan Teknologi
Klik Disini - KM Ristek - Kementerian Riset dan Teknologi
Klik Disini - KM Ristek - Kementerian Riset dan Teknologi
Transform your PDFs into Flipbooks and boost your revenue!
Leverage SEO-optimized Flipbooks, powerful backlinks, and multimedia content to professionally showcase your products and significantly increase your reach.
· ..<br />
LAPORAN AKHIR<br />
PEMANFAATAN DAUN T ANAMAN MANGROVE, Rhizophora mucronata<br />
<strong>dan</strong> Avicennia sp PADA BUDIDAYA UDANG WlNDU POLA INTENSIF<br />
Personil Pelaksana<br />
Peneliti Utama : Drs. Gunarto MS.<br />
Anggota Peneliti: Ir. Muliani MS<br />
: Hidayat Suryanto S.Pi, Msi<br />
: Sahabuddin S.Pi, MSi<br />
: Erly Septiningsih S.Pi, MSi<br />
PENELITIAN PROGRAM INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN <br />
PENELITI DAN PEREKAYASA TAHUN 2010 <br />
BALAI RISET PERI KANAN BUDIDAYA AIR PAYAU <br />
PUSAT PENELITAIN DAN PENGEMBANGAN PERI KANAN BUDIDAYA <br />
BADAN KE PENELIT AIN DAN PENGEMBANGAN <br />
KELAUTAN DAN PERIKANAN <br />
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERI KANAN <br />
2010
LAPORAN AKHIR <br />
PEMANFAATAN DAUN-TANAMAN MANGROVE, Rhizophora mucronata<br />
<strong>dan</strong> Avicennia sp PADA BUDIDAYA UDANG WINDU POLA INTENSIF<br />
Personil Pelaksana<br />
Peneliti Utama : Drs. Gunarto MS.<br />
Anggota Peneliti: Ir. Muliani MS<br />
: Hidayat Suryanto S.Pi, Msi<br />
: Sahabuddin S.Pi, MSi<br />
: Erly Septiningsih S.Pi, MSi<br />
PENELITIAN PROGRAM INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN<br />
PENELITI DAN PEREKAYASA TAHUN 2010<br />
BALAI RISET PERIKANAN BUDIDAYA AIR PAYAU <br />
PUSAT PENELITAIN DAN PENGEMBANGAN PERIKANAN BUDIDAYA <br />
BADAN KE PENELITAIN DAN PENGEIVIBANGAN <br />
KELAUTAN DAN PERI KANAN <br />
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERI KANAN <br />
2010
LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN <br />
Judul <strong>Riset</strong><br />
Peneliti Utama<br />
Jenis Kelamin<br />
Bi<strong>dan</strong>g Prioritas<br />
Program<br />
Jenis Prioritas<br />
Lama <strong>Riset</strong><br />
Tahun Mulai <strong>Riset</strong><br />
Total Biaya <strong>Riset</strong><br />
Terbilang<br />
: Pemanfaatan daun tanaman mangrove,<br />
_Rhizophora mucronata <strong>dan</strong> Avicennia sp pada<br />
budidaya u<strong>dan</strong>g windu pol a intensif<br />
Drs. Gunarto MS<br />
Laki-Iaki<br />
Ketahanan Pangan<br />
Insentif Peningkatan Kemampuan Peneliti <strong>dan</strong><br />
Perekayasa<br />
<strong>Riset</strong> Terapan <br />
10 bulan <br />
2010 <br />
141.552.982,-<br />
Seratus Empat Pu/uh Satu Juta Lima Ratus Lima<br />
Pu/uh Qua Ribu Sembi/an Ratus Qe/apan Pu/uh<br />
Qua Rupiah<br />
Maros, 22 Nopember 2010<br />
Peneliti Utama<br />
i<br />
Dr. Rachman Syah MS<br />
Drs. Gunarto MS<br />
NIP : 1961 221 0 198603 1 004 NIP : 19590819 198603 1 003<br />
"
. ..<br />
RINGKASAN<br />
Penelitian ini dilaksanakan pada skala laboratorium <strong>dan</strong> skala lapangan, yang bertujuan<br />
untuk mendapatkan jenis tanaman mangrove (Rhizophora mucronatal Avicennia sp) yang<br />
daunnya pada konsentrasi tertentu berpengaruh efektif menekan populasi Vibrio sp,<br />
meningkatkan pertumbuhan <strong>dan</strong> sintasan u<strong>dan</strong>g windu yang dibudidayakan <strong>dan</strong> cara<br />
pemanfaatannya yaitu melalui tandon atau langsung direndam di air tambak. Penelitian tersebut<br />
dilaksanakan di laboratorium basah lnstalasi tambak penelitian BRPRAP Maros, menggunakan<br />
akuarium ukuran 0,6 x 0,4 x 0,3 m sebanyak 57 unit. Setelah diisi air payau terlebih dahulu, maka<br />
masing-masing akuarium ditebari tokolan u<strong>dan</strong>g windu PL 40 dengan padat tebar 10 ekor/m 2<br />
Dua jenis daun tanaman mangrove sebagai faktor 1 <strong>dan</strong> ke 2 yaitu daun R. mucronata <strong>dan</strong> daun<br />
Avicennia sp. Teknik penempatan daun tanaman mangrove yaitu 1). secara langsung direndam<br />
di air pemeliharaan benur windu <strong>dan</strong> 2) daun tanaman mangrove ditempatkan di akuarium<br />
tandon kemudian dengan teknik airlift air dipompa masuk ke akuarium pemeliharaan benur<br />
windu, merupakan sub faktor 1 <strong>dan</strong> subfaktor 2. Tiga taraf perlakuan konsentrasi penambahan<br />
daun mangrove pad a pemeliharaan tokolan windu yaitu : A). Penambahan daun mangrove<br />
sebanyak 0,125 gIL; B) . Penambahan daun mangrove sebanyak 0,25 gIL; C). Penambahan<br />
daun mangrove sebanyak 0,5 gIL; D). Kontrol tanpa penambahan daun mangrove. Masingmasing<br />
perlakuan dengan tiga ulangan. Parameter yang diamati adalah pertumbuhan, sintasan,<br />
produksi, kualitas air (total Vibrio sp, total bakteri, tanin, amoniak, nitrit, nitrat, fosfat, bahan<br />
organik total, pH, oksigen terlarut). Hingga saat ini baru di\akukan sampling awal untuk monitor<br />
kualitas air (amoniak, nitrit, nitrat, fosfat, BOT), populasi total bakteri <strong>dan</strong> total Vibrio sp, klorofil-a<br />
<strong>dan</strong> tannin . Penelitian laboratorium ini berlangsung selama dua bulan <strong>dan</strong> akan dilanjutkan<br />
dengan penelitian skala lapangan untuk menguji hasil terbaik dari hasil penelitian laboratorium<br />
yang diperoleh. Pada penelitian tahap lapangan digunakan tambak ukuran 4000 m 2 yang ditebari<br />
u<strong>dan</strong>g windu PL 40 dengan padat tebar 8 ekor/m 2 <strong>dan</strong> dibandingkan dengan tambak kontrol<br />
yang tanpa penambahan daun tanaman mangrove. Data pertumbuhan, sintasan, produksi,<br />
konversi pakan <strong>dan</strong> kualitas air akan dimonitor.<br />
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan daun tanaman mangrove Avicennia<br />
sp di tandon sebanyak 0,125 gIL menghasilkan sintasan u<strong>dan</strong>g windu yang paling tinggi (80 ~<br />
20%) dengan berat rata-rata tokolan 0,12 g/ekor, kemudian disusul oleh perlakuan dengan<br />
perendaman daun tanaman mangrove, Rhizophora mucronata di tandon sebanyak 0,25 gIL<br />
dengan sintasan 80 ~ 17,3% <strong>dan</strong> berat rata-rata tokolan 0,062g/ekor. Data populasi bakteri<br />
menunjukkan konsentrasi Vibrio sp mengalami penurunan yaitu menjadi 4,15 x 10 cfu/mL pada<br />
hari ke 10 perendaman daun Avicennia sp di tan don dengan konsentrasi 0,125 gIL. Di akuarium<br />
kontrol populasi Vibrio sp mencapai 4,4 x 10 3 cfu/mL. Se<strong>dan</strong>gkan pad a hari ke 20 populasi Vibrio<br />
sp terendah di air (2 x 10 cfu/mL) dijumpai pada perlakuan perendaman langsung daun Avicennia<br />
sp dengan konsentrasi 0,125 giL. Se<strong>dan</strong>gkan di akuarium kontrel popu/asi Vibrio sp 7,9 X 10 2<br />
cfu/mL. Pada Penelitian skala Laboratorium ke II (Ulangan penelitian tahap I) dimana daun bakau<br />
Rhizophora mucronata <strong>dan</strong> Avicennia sp yang sudah kering sebelum direndam di dalam air<br />
tandon maupun di dalam air pemeliharaan tokolan u<strong>dan</strong>g windu terlebih dahulu daun tersebut<br />
dioven pada suhu 70°C selama 36 jam. Tokolan u<strong>dan</strong>g windu yang digunakan adalah PL 60<br />
dengan berat rata-rata 0,34g. Hasil pertumbuhan <strong>dan</strong> sintasan tokolan u<strong>dan</strong>g windu pada<br />
perendaman daun Avicennia sp di tandon dengan konsentrasi 0,125g/L terlihat cukup baik <strong>dan</strong><br />
ekonomis yaitu dengan berat rata-rata 2,55 ± 0,48 g/ekor <strong>dan</strong> sintasan 93 ,33±5,77%, meskipun<br />
demikian tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (P >0,05). Pertumbuhan u<strong>dan</strong>g windu<br />
pad a budidaya pola intensif di tambak dengan penambahan serasah daun mangrove Avicenia sp<br />
sebanyak 0, 125 gIL melalui petak tandon menunjukkan hasil yang lebih baik dibanding dengan<br />
. tanpa penambahan serasah daun mangrove<br />
I II
· ..<br />
PRAKATA<br />
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rakhmat <strong>dan</strong> hidayah-Nya sehingga<br />
kami dapat menyelesaikan laporan akhir ini yang berjudul "Pemanfaatan daun tanaman<br />
mangrove, Rhizophora mucronata <strong>dan</strong> Avicennia sp pada budidaya u<strong>dan</strong>g windu pola<br />
intensif. Dari hasil penel"itian ini diperoleh informasi tentang konsentrasi <strong>dan</strong> teknik<br />
yang tepat pada penggunaan daun tanaman mangrove untuk menekan populasi Vibrio<br />
sp, memacu pertumbuhan <strong>dan</strong> sintasan u<strong>dan</strong>g windu yang dibudidayakan dengan po/a<br />
intensif di tambak. Pada kesempatan ini kami sebagai tim peneliti mengucapkan terima<br />
kasih kepada <strong>Kementerian</strong> <strong>Riset</strong> <strong>dan</strong> <strong>Teknologi</strong> yang telah dengan ikhlas menerima<br />
<strong>dan</strong> membiayai proposal kami , Ba<strong>dan</strong> Penelitian <strong>dan</strong> Pengembangan Kelautan <strong>dan</strong><br />
Perikanan Serta Salai <strong>Riset</strong> Perikanan Budidaya Air Payau, Atas arahan, bimbingan <strong>dan</strong><br />
masukan selama pelaksanaan penelitian ini .<br />
Dalam penyusunan laporan akhir ini kami sebagai tim peneliti menyadari masih<br />
terdapat kekurangan didalamnya sehingga kritik <strong>dan</strong> saran yang sifatnya membangun<br />
sangat diharapkan demi kesempurnaan hasil penelitian ini dimasa mendatang. Penulis<br />
berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak yang memerlukannya.<br />
Amien.<br />
Maros, 22 Nopember 2010<br />
Penanggung Jawab Penelitian<br />
Drs. Gunarto, M.Sc
· ..<br />
DAFTAR 151 <br />
Halaman <br />
lEMBAR IDENTITAS DAt\! PENGESAHAN. .............................. .. ... ... .... ......<br />
ii <br />
RINGKASAN...... ....... .. .... ... .. ... .......... ..... ... ..... .. .. .... .......... ........ ...... ........ ... ... iii <br />
PRAKATA.. ... ... .... ........................ .. ........ .......... ........ ........ .... ....... .... .. .. ..... .... . iv <br />
DAFT AR lSi......... .... ..... .... ............ ......................... ........ ........... ................. .. . v <br />
DAFTAR TABEl...... ........................ ................ ..... ... .... ................... ...... ... .... vi <br />
DAFTAR GAMBAR .......... ......... .. .................... .. ............ .. ..... ....... .......... .....<br />
vii <br />
BAB I PENDAHUlUAN .......... .. ... ... ................ .. ... ... .. ............ .... ..... .... .. . <br />
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................ ... ... ..... .. ..... .. ...... ..... .. .. .......... ... 2 <br />
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT ......... ........ ....... .. .. ... ... .. .. .. ...... .... .... ... . 9 <br />
BAB IV METODOLOGI. ......... ..... ............. ... .............. .. ...... ...... .. ....... ....... . 10 <br />
4:1 Penelitian Skala laboratorium ............. .. .... ...... .. ..... ... .... .. '.. ... . 10 <br />
4.2 Penelitian Skala lapangan .... .. ..... ..... ..... .. ....... ............... . . 11 <br />
BABV HASIL DAN PEMBAHASAN ... . ... ........................ .. ........ ... .. .. ... ... . 14 <br />
BABVI KESIMPULAN DAN SARAN ...... ....... ........ .. ........ ...... ..... . 28 <br />
6.1 KESIMPULAN ... ........ .. .... .......... .................. ................ .. ... ..... 28 <br />
6.2 SARAN ...... .. ......... .. ........ ... ........ ....... ........ .. ........ ...... ... ... ... 29 <br />
DAFTAR PUSTAKA.... .. ... ............... .. ..... ...... .. .......... ... ..... ..... ..... ................ 30
· , <br />
DAFTAR TABEL<br />
Halaman<br />
Tabel 1. Hasil analisis kualitas air, sedimen, bakteri Vibrio sp <strong>dan</strong> chlorofil-a<br />
pemeliharaan tokolan u<strong>dan</strong>g windu dengan penambahan serasah<br />
daun mangrove Rhizophora mucronata <strong>dan</strong> Avicennia sp dengan<br />
konsentrasi berbeda (Awal). . ..... .. ... ............ ... ... ....... ....... .. ... ... ... ...... ... .. 15<br />
Tabel 2. Hasil analisis kualitas air, sedimen, bakteri Vibrio sp <strong>dan</strong> chlorofil-a<br />
pemeliharaan tokolan u<strong>dan</strong>g windu dengan penambahan serasah<br />
daun mangrove Rhizophora mucronata <strong>dan</strong> Avicennia sp dengan<br />
konsentrasi berbeda (10 hari pemeliharaan) ...... ...... . ......... .. 16<br />
Tabel 3. Hasil anal isis kualitas air, sedimen, bakteri Vibrio sp <strong>dan</strong> chlorofil-a<br />
pemeliharaan tokolan u<strong>dan</strong>g windu dengan penambahan serasah<br />
daun mangrove Rhizophora mucronata <strong>dan</strong> Avicennia sp dengan<br />
konsentrasi berbeda (pad a 20 hari pemeliharaan) ....... .. .... .... ..... ...... 17<br />
Tabel4. Rata-rata berat (g) <strong>dan</strong> sintasan (%) tokolan u<strong>dan</strong>g windu setelah<br />
20 hari pemeliharaan...... .... ... .. .... ... ... ... ... .... ....... ..... .. ........ .... ..... ..... 20<br />
Tabel 5. Rata-rata berat (g) <strong>dan</strong> sintasan (%) tokolan u<strong>dan</strong>g windu setelah<br />
60 hari pemeliharaan dari berat awal rata-rata O,34g. .. ... .... ... ........ .. 21<br />
Tabel6. Hasil sampling u<strong>dan</strong>g windu selama pemeliharaan ..... .... ..... ....<br />
23 <br />
\.1
· , <br />
BAB I.PEN DAHULUAN<br />
Tanaman mangrove di pantai berperan penting dalam hal mensuplai nutrient<br />
perairan pantai sehingga pada lokasi dimana banyak mangrove maka diperkirakan<br />
produktivitas hasil perikanan di perairan didekatnya menjadi tinggi (Soeriaatmadja,<br />
1997; Gunarto, 2004). Se<strong>dan</strong>gkan hilangnya mangrove dapat menyebabkan<br />
menurunnya produksi perikanan pantai (Boyd, 1999). Menurut Inoue et a/., (1999)<br />
diperkirakan sekitar 200.000 hektar hutan mangrove di Indonesia setiap tahun<br />
mengalami kerusakan sebagai akibat tertekan oleh a<strong>dan</strong>ya perkembangan untuk<br />
infrastuktur, pemukiman, pertanian, perikanan <strong>dan</strong> industri.<br />
Keberadaan mangrove di pantai sebagian tumbuh secara alami <strong>dan</strong><br />
sebagian lagi djtanam oJeh masyarakat. Namun demikjan sering terlihat bahwa<br />
tambak yang didekatnya tumbuh tanaman mangrove, sehingga daunnya banyak<br />
jatuh ke pelataran tambak. Hal tersebut dapat menyebabkan tanah tambak menjadi<br />
berwarna hitam akibat pembusukan daun mangrove yang terlalu banyak. Dengan<br />
demikian tambak menjadi kurang sehat lagi untuk budidaya u<strong>dan</strong>g, akibat terlalu<br />
banyak pembusukan bahan organik. Disamping itu juga trisipan (Nudibranchia)<br />
menjadi tumbuh padat di pelataran tambak, padahal trisipan merupakan pesaing<br />
bagi u<strong>dan</strong>g yang dipelihara di tambak <strong>dan</strong> juga sebagai karier penyakit misalnya<br />
White Spot Syndrome Virus.<br />
Pembusukan daun mangrove di tambak menyebabkan menurunnya<br />
kandungan oksigen perairan tambak <strong>dan</strong> ini jelas sekali nampak pada penelitian<br />
pemeliharaan u<strong>dan</strong>g windu menggunakan tandon mangrove, dimana pengamatan<br />
pada malam hari terhadap fluktuasi oksigen diperoleh bahwa pada jam 10 malam<br />
konsentrasi oksigen terlarut di tandon bakau sudah turun hingga 2 ppm, se<strong>dan</strong>gkan<br />
di tambak masih 5 ppm (Gunarto et ai, 2003). Hal ini karena proses pembusukan<br />
daun mangrove yang melimpah di tandon bakau. Mikroba memerlukan oksigen yang<br />
cukup banyak untuk mendekomposisikan bahan organik yang berasal dari daun<br />
bakau, sehingga aktivitas terse but menyebabkan konsentrasi oksigen di perairan<br />
tandon mangrove menurun drastis. Disamping itu , konsentrasi total Vibrio sp juga<br />
menjadi rendah di tandon mangrove. Dengan keberadaan mangrove yang banyak<br />
mengandung tanin kemungkinan perkembangan populasi bakteri Vibrio sp dapat<br />
ditekan atau rendahnya populasi Vibrio sp karena berkembangnya populasi bakteri
· , <br />
pengurai lainnya di tandon mangrove sehingga te~adi kompetisi satu spesies<br />
dengan spesies bakteri lainnya yang berakibat menurunnya populasi bakteri Vibrio<br />
sp.<br />
Tanaman mangrove disamping menyumbang nutrient ke perairan yang<br />
berasal dari dekomposisi daun mangrove, juga dilaporkan mampu menyerap nutrient<br />
N, P, Fe <strong>dan</strong> logam berat (Ahmad <strong>dan</strong> mangampa, 2000). 8erbagai jenis tanaman<br />
mangrove tumbuh di perairan pantai Indonesia, Rhizophora mucronata merupakan<br />
satu diantara beberapa spesies komponen utama tanaman mangrove. Pada era<br />
tahun 1980 - 1995, banyak hutan mangrove telah dikonversi menjadi pertambakan.<br />
Namun oleh karena serangan penyakit u<strong>dan</strong>g terutama WSSV yang terjadi lebih<br />
kurang 10 tahun terakhir ini, maka banyak tambak terbengkelai akibat gagal panen,<br />
padahal u<strong>dan</strong>g masih merupakan komoditas perikanan pantai yang diandalkan<br />
sebagai penyumbang devisa negara.<br />
Oalam era perdagangan bebas yang melanda dunia, persaingan dagang<br />
semakin ketat terutama mengenai mutu hasil produksi dari suatu negara. Oi lain hal<br />
isu pelestarian sumberdaya alam termasuk perikanan <strong>dan</strong> isu intemasional lainnya<br />
telah dipolitisir menjadi alat oleh negara maju menjadi semacam aturan penentu<br />
dalam dunia perdagangan bebas. Oi bi<strong>dan</strong>g kehutanan <strong>dan</strong> perikanan telah<br />
didengungkan tentang eco-Iabelling yang kaitannya dengan usaha pengelolaan<br />
sumberdaya alam secara terkendali <strong>dan</strong> berkesinambungan. Pencegahan<br />
eksploitasi alam yang berlebihan tanpa memperhitungkan ambang batas<br />
toleransinya, misalnya penangkapan u<strong>dan</strong>g ataupun ikan yang tidak ramah<br />
lingkungan menggunakan pukat harimau dimana semua jenis <strong>dan</strong> ukuran ikan akan<br />
tertangkap. Contoh lainnya adalah produksi u<strong>dan</strong>g dari budidaya tambak hasil<br />
konversi hutan bakau yang tidak terkendali. Hal-hal semacam itu telah dijadikan<br />
alasan oleh negara maju untuk menolak produksi suatu negara masuk ke pasaran<br />
dunia, sehingga produk tersebut menjadi tidak laku dengan alasan tidak<br />
menerapkan eco-Iabelling ataupun eco-friendly dalam sistem produksinya. Untuk<br />
mengantisipasi hal-hal diatas <strong>dan</strong> upaya untuk memulihkan kondisi perairan pantai<br />
yang telah rusak <strong>dan</strong> berakibat munc Inya berbagai penyakit u<strong>dan</strong>g di tambak, serta<br />
terciptanya ekosistem pantai yang layak untuk kehidupan ikan, u<strong>dan</strong>g <strong>dan</strong><br />
budidayanya di tambak, maka peran a angrove dianggap sangat penting dalam<br />
perbaikan lingkungan pantai <strong>dan</strong> kebe a jutan budidaya u<strong>dan</strong>g di tambak. Oleh<br />
.,
· , <br />
karena itu pada saat ini telah berkembang model tambak ramah lingkungan yang<br />
terintegrasi dengan mangrove di Indonesia <strong>dan</strong> Vietnam (Hai <strong>dan</strong> Yakupitiyage,<br />
2005). Oi Indonesia dikenal budidaya sistem silfofishery (wanamina) pola empang<br />
parit atau kompJangan (Bengen, 2000) yaitu kegiatan untuk meningkatkan<br />
produktivitas hutan mangrove dengan memanfaatkannya sebagian lahannya untuk<br />
budidaya ikan. Pemanfaatan mangrove juga sebagai tandon atau biofilter pada<br />
budidaya u<strong>dan</strong>g di tambak (Ahmad <strong>dan</strong> Mangampa, 2000, Gunarto et ai, 2003;<br />
Shimoda et ai, 2005).<br />
Banyak hal yang belum diketahui secara tepat untuk mendukung<br />
keberhasilan budidaya u<strong>dan</strong>g baik intensif maupun tradisional plus dafam tambak<br />
terintegrasi dengan mangrove. Hai et al. , (2005) mendapatkan konsentrasi<br />
penambahan daun mangrove R.apiculata <strong>dan</strong> Avecennia sp sebanyak 0,125 - 0,5<br />
gIL air media pemeliharaan benur windu berpengaruh pada pertumbuhan benur<br />
yang lebih baik, dibanding apabila diberi penambahan daun mangrove dengan<br />
konsentrasi lebih dari 0,5 gIL. Pengaruh konsentrasi daun mangrove, R. mucronata<br />
pada populasi bakteri Vibrio sp <strong>dan</strong> total bakteri telah dilaporkan oleh Gunarto et aI. ,<br />
(2009). Pada perlakuan yang diaerasi <strong>dan</strong> tanpa pemberian daun tanaman<br />
mangrove, populasi Vibrio sp semakin meningkat seiring dengan lamanya<br />
pemeliharaan u<strong>dan</strong>g vanamei. Pada perlakuan diaerasi dengan pemberian daun<br />
tanaman mangrove dijumpai populasi Vibrio sp berf/uktuatif <strong>dan</strong> cenderung menurun<br />
terutama pada konsentrasi 0,5 gIL. Menurut Muliani et al., (2000); Ngan et aI., (2008)<br />
konsentrasi Vibrio yang membahayakan di air tambak yaitu Vibrio harveyii (Vibrio<br />
koloni warna hijau terpendar) yang masih ditolerir adalah < 10 3 cfu/mL.<br />
Budidaya u<strong>dan</strong>g secara ecofriendly (ramah mangrove) diharapkan mampu<br />
mengatasi permasatahan menurunnya kualitas lingkungan perairan tambak,<br />
sekaligus mencegah terjadinya serangan penyakit yang menyebabkan gagal panen<br />
u<strong>dan</strong>g yang dibudidayakan. Namun demikian hingga sekarang belum diketahui<br />
teknik pemanfaatan daun mangrove yang efektif mampu menurunkan populasi<br />
Vibrio sp, meningkatkan laju tumbuh u<strong>dan</strong>g <strong>dan</strong> juga sintasan u<strong>dan</strong>g yang<br />
dibudidayakan. Bagaimana cara pemanfaatan tanaman mangrove tersebut, apakah<br />
hanya ditanam di tambak tandon saja , pematang saja, ataukah harus ditanam di<br />
pelataran tambak budidaya. Kalau memang demikian berapa jumlah yang tepat <strong>dan</strong><br />
efektif tegakan tanaman mangrove per satuan luas tambak. Hal tersebut menjadi
· , <br />
pertanyaan besar <strong>dan</strong> belum bisa dijawab secara tepat mengingat dukungan<br />
informasi dari hasil penelitian masih sangat kurang. Sementara pada waktu<br />
sekarang ini kondisi tamb.ak dengan berbagai macam lingkungan mangrove<br />
(tanaman mangrove di pematang tambak, tanaman mangrove di tambak tandon,<br />
tanaman mangrove di pelataran tambak) telah mulai berkembang di tambak<br />
masyarakat. Untuk menjawab hal tersebut maka penelitian ini perlu dilakukan.<br />
MANGROVE<br />
- BIOFILTER<br />
- BIOAKTIF<br />
-NUTRIEN<br />
PROOUKSI<br />
t<br />
HILANGNYA MANGROVE<br />
1<br />
KEANEKARAGAMAN HAYATI MENURUN<br />
1<br />
l<br />
KESEIMBANGAN EKOLOGI TERGANGGU<br />
TAMBAK ECO FRIENDLY<br />
GAGALPANEN<br />
PENYAKIT -~> UDANG<br />
- Vibrio sp<br />
Rhizophora/A licennia sp<br />
Memocu mlJ'lcui<br />
WSSV<br />
TAMBAK DITANAMI BAKAU<br />
..Ie nis tanaman mangrove effektif, berapa ko nsentrasi <br />
Melaluitandon m
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA <br />
Mangrove merupakan tumbuhan tropis yang komunitas tumbuhnya di daerah<br />
pasang surut <strong>dan</strong> sepanjang- garis pantai, seperti tepi pantai, muara laguna (<strong>dan</strong>au<br />
pinggir laut) <strong>dan</strong> tepi sungai yang dipengaruhi oleh kondisi pasang surut air laut.<br />
Definisi lain dari mangrove adalah pohon <strong>dan</strong> semak-semak yang tumbuh di bawah<br />
ketinggian air pasang tertinggi. Mangrove termasuk varietas yang besar dari famili<br />
tumbuhan yag beradaptasi pad a lingkungan tertentu. Menurut Nybakken (1992),<br />
hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan<br />
suatu varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies<br />
pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kernampuan untuk<br />
tumbuh dalam perairan asin.<br />
Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman<br />
mangrove tinggi , merupakan tipe hutan khas yang terdapat di sepanjang pantai atau<br />
muara sungai yang memenuhi beberapa kriteria.Dari 15,9 juta ha luas hutan<br />
mangrove dunia, sekitar 3,7 juta ha atau 24%-nya berada di Indonesia. Sehingga<br />
Indonesia merupakan tempat komunitas mangrove terluas di Dunia. Hutan<br />
mangrove seringkali disebut hutan bakau, <strong>dan</strong> hutan payau. Istilah bakau umum<br />
digunakan di Indonesia karena sebagian besar hutan mangrove ditumbuhi oleh jenis<br />
bakau, bako, tinjang (Rhizophora mucronata) sehingga beberapa orang menafsirkan<br />
semua hutan mangrove adalah terdin <strong>dan</strong> hutan bakau namun sebenarnya hutan<br />
bakau/mangrove yang umum digunakan itu terdiri <strong>dan</strong> berbagai macam jenis bila<br />
diantaranya Avicennia marina, A. alba, Bruguiera gymnorhiza, B. cylindrica<br />
Rhizophora mucronata, R. apiculata, R, stylosa, Sonneratia alba, S. Caseolans<br />
(Arisandi,2001).<br />
Hutan mangrove mempunyai multi fungsi yang tidak bisa tergantikan oleh<br />
ekosistem lain. Secara fisik berfungsi sebagai penstabil lahan (land stabilizef) ,<br />
menahan abrasi air laut, <strong>dan</strong> mampu mengha<strong>dan</strong>g intrusi air laut ke daratan. Fungsi<br />
biologisnya ialah sebagai tempat berlindung, bertelur <strong>dan</strong> berkembang biak bagi<br />
ikan. Secara ekonomi hutan mangrove menghasilkan kayu yang nitai kalornya tinggi<br />
sehingga sangat bag us untuk bahan baku arang. Fungsi yang terakhir adalah fungsi<br />
kimia yakni sebagai penetralisir limbah kimia beracun berbahaya. Ekosistem<br />
tersebut seringkali dikonversi oleh penduduk setempat sebagai kawasan tambak.<br />
5
· , <br />
Tambak merupakan usaha perikanan dalam wilayah tertentu yang dikelola secara<br />
intensif sehingga mendapatkan hasil yang optimal. Sistem pengelolan tambak yang<br />
berasosiasi dengan hutan mangrove mulai dikembangkan <strong>dan</strong> dikenal dengan istilah<br />
silvofishery atau wanamina. Secara terminologi silvofishery berasal dari dua buah<br />
kata, yaitu silvo yang berarti hutan <strong>dan</strong> fishery yang berarti usaha perikanan.<br />
Demikian pula dalam bahasa Indonesia yang sering disebut sebagai wanamina yang<br />
mempunyai makna tumpang sari antara usaha perikanan dengan hutan mangrove.<br />
Pada awalnya sistem tersebut merupakan pengelolaan daerah hutan mangrove<br />
kuno yang membutuhkan pendekatan penelitian <strong>dan</strong> penilaian yang lebih modern<br />
(Bergen, 2000; Anonim, 2008)<br />
Tumbuhan mangrove berperan meningkatkan kandungan nutrien dalam<br />
substrat melalui serasah berupa daun yang gugur <strong>dan</strong> materi organik/debris yang<br />
terjebak oleh akar. Substrat akan kehilangan zat hara lebih cepat jika komunitas<br />
mangrove menghilang. Kathiresan 2001 melaporkan, bahwa kerusakan komunitas<br />
mangrove di wilayah Queensland Utara, Australia, menyebabkan hilangnya<br />
konsentrasi nitrogen <strong>dan</strong> fosfor secara signifikan dari dalam substrat.<br />
Menurut Barnes <strong>dan</strong> Hughes (1999), mangrove menghasilkan serasah<br />
sebanyak 20 ton/haltahun dengan produktifitas primer sebesar 0.5-2.4 gram<br />
C/m2lhari , Sebagian besar dari serasah atau bahan organik yang berada di daerah<br />
mangrove tidak langsung dimanfaatkan o/eh organisme me/ainkan akan memasuki<br />
jaring-jaring makanan dalam bentuk bahan organik terlarut (Dissolved Organic<br />
Matter'), Mann (2000) menyatakan bahwa rata-rata produksi serasah mangrove yang<br />
berasal dari daun <strong>dan</strong> ranting yang gugur mencapai 0,5 - 1,0 kg/m21tahun . Halidah<br />
(2000) di Sinjai, Sulawesi SeJatan menginfonnasi-kan a<strong>dan</strong>ya perbedaan produksi<br />
serasah berdasar usia tanamannya . R. mucronata 8 tahun (12,75 ton/halth),<br />
kemudian 10 tahun (11,68 ton/halth), <strong>dan</strong> 9 tahun (10,09 ton/ha/th) , dengan laju<br />
pelapukan 74 %/60 hr (tegakan 8 th); 96%/60 hr (tegakan 9 th), <strong>dan</strong> 96,5%/60 hr<br />
(tegakan 10th),<br />
Soewandi (1979) melaporkan ba wa pada daun mangrove, Rhizophora<br />
terdapat senyawa triterpen yang beracu . E strak air (segar) dari daun Rhizophora<br />
diuji toksisitasnya pada ikan nila me ah men nj kkan kematian seluruh ikan uji pada<br />
konsentrasi 30.000 ppm. Selain itu ar tanaman ini serta getah buahnya<br />
menganduk insektisida untuk meng si ¥8 Menurut Ami (1989) bahwa n[[ai LD
50 senyawa triterpen pada daun Rhizophora mucronata diperoleh pada konsentrasi<br />
21,250 ppm. Sukamto <strong>dan</strong> Gafar (1997) melakukan penapisan fitokimia terhadap<br />
serbuk kulit batang tanaman Rhizophora sp pada ekstrak n-heksan menunjukkan<br />
a<strong>dan</strong>ya senyawa triterpen sebanyak 0,21 % yang fragmentasi dari spektrum<br />
massanya sam a dengan senyawa a-amirin.<br />
Ahmad et al. , (2001) melaporkan bahwa mangrove selain dapat<br />
menstabilkan konsentrasi N0 3 -N <strong>dan</strong> P0 4 -P juga mampu menghambat pertumbuhan<br />
Vibrio spp. Suryati et al., (2002) melaporkan bahwa tanaman asosiasi mangrove,<br />
Osbornia octodonta mengandung senyawa 2-heptamin-6-methyl-amino-6-methylen<br />
yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Vibrio haNeyi, se<strong>dan</strong>gkan A vicenia<br />
sp mengandung senyawa Cyclopenta-siloxane yang mampu menghambat Vibrio<br />
leognathy. Lebih lanjut Suryati et al., (2006) melaporkan hasH uji pendahuluan<br />
toksisitas ekstrak mangrove (Avicenia alba, Euphathorium inulifolium <strong>dan</strong> Osbornia<br />
octodonta terhadap larva u<strong>dan</strong>g windu menunjukkan toksisitas yang rendah. Hasil<br />
tersebut mengindikasikan peluang yang besar dalam pemanfaatannya sebagai<br />
bakterisida pada pemeliharaan larva u<strong>dan</strong>g windu . Hal ini sejalan dengan penelitian<br />
Sari et al (2008) yang menganalisis daya hambat ekstrak daun mangrove api-api<br />
(A vicenia alba) terhadap bakteri Vibrio sp <strong>dan</strong> Aeromonas sp pada media agar<br />
berbeda, yang menunjukkan bahwa semakin besar dosis ekstrak daun mangrove<br />
(0,25 - 1 g/mL) , maka semakin sedikit jumlah koloni bakteri yang tumbuh pada<br />
media agar.<br />
Wibowo et al., (2010) melaporkan telah mengidentifikasi <strong>dan</strong><br />
mengkuantifikasi bahan <strong>dan</strong> zat yang terdapat didalam berbagai jaringan (buah / biji,<br />
daun, kulit biji, kulit batang, kayu, akar <strong>dan</strong> getah) dari 3 spesies mangrove<br />
(Avieennia. marina, A. lanata <strong>dan</strong> A alba), yang punya potensi sebagai pangan <strong>dan</strong><br />
obat. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat kandungan alkaloid.<br />
saponin <strong>dan</strong> glikosida dalam jumlah yang eukup tinggi dalam semua Janngan<br />
tumbuhan tersebut. Tannin terdapat pada daun, biji (buah), <strong>dan</strong> kulit biji , serta dalam<br />
jumlah yang rendah di batang, getah <strong>dan</strong> akar. Flavonoid terdapat dalam jumlah<br />
besar di kulit biji, kulit batang <strong>dan</strong> biji (buah), batang <strong>dan</strong> akar. Meskipun demikian,<br />
flavonoid terdapat dalam jumlah yang lebih keeil pada daun <strong>dan</strong> getah. Triterpenoid<br />
terdapat pada semua jaringan tanaman tersebut, terutama pada daun <strong>dan</strong> akar.<br />
Steroid tidak terdeteksi pada semua jaringan terse but. Ekstraksi etano! terhadap<br />
7
. , <br />
daun A. marina mengidentifikasi 1,2 propadiene, nafta/en, dime til tetrametil<br />
suksinat, lucido!, Isofi/okladen, dioxepane, <strong>dan</strong> naftol. Dilain pihak, ekstraksi<br />
heksana hanya mengidentifikasi 1,2 propadiene. Daun Avicennia menunjukkan<br />
kandungan protein, serat, karbohidrat <strong>dan</strong> mineral (Fe, Mg, Ca, K, Na) dalam jumlah<br />
yang cukup tinggi. Analisis juga dilakukan terhadap kandungan vitamin, lemak,<br />
kalori, serta asam amino pada daun <strong>dan</strong> biji (buah) tanaman Avicennia. Dapat<br />
disimpulkan bahwa daun berpotensi sebagai pakan, se<strong>dan</strong>g biji (buah) berpotensi<br />
sebagai bahan pangan bagi manusia.<br />
Effendi (1997) melaporkan zat anti bakteri pada bagian daun, kulit <strong>dan</strong> akar<br />
empat jenis mangrove, yaitu Rhizophora apicu/ata, Bruguiera gymnorrhiza,<br />
Avicennia alba <strong>dan</strong> Nypa fruticans yang menunjukkan bahwa zat antibakteri<br />
terhadap V.parahaemolyticus ditemukan pada jenis R.apiculata, B. Gymnorrhiza,<br />
A.alba <strong>dan</strong> N.fruticans. Se<strong>dan</strong>gkan terhadap V.harveyi keberadaan zat antibakteri ini<br />
ditunjukkan oleh sampel dari jenis R. apiculata, B.gymnorrhiza <strong>dan</strong> N.fruticans.<br />
Tingkat daya hambat zat antibakteri ditunjukkan oleh kepekaan bakteri melalui<br />
luasnya zona hambat (inhibition zone) yang dapat dibentuknya. Berdasarkan zona<br />
hambatan yang terlihat, disimpulkan bahwa zat antibakteri yang dikandung<br />
mangrove cukup tinggi sehingga potential untuk dikembangkan dalam penanganan<br />
penyakit u<strong>dan</strong>g di tambak pada masa yang akan datang.<br />
Pada kulit batang Rhizophora mucronata ditemukan senyawa bioaktif, yaitu<br />
tannin yang mencapai 8-40% (Hou, 1992), alkaloid (Grainge & Ahmed, 1988 dalam<br />
Pasaribu, 2003), senyawa flavonoid <strong>dan</strong> asam fenolat (Sutjihati et al., 1995)<br />
8
· , <br />
BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT<br />
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan jenis tanaman mangrove<br />
(Rhyzophora mucronatal Avicennia sp) pada konsentrasi tertentu yang paling efektif<br />
menekan populasi Vibrio sp, meningkatkan pertumbuhan <strong>dan</strong> sintasan u<strong>dan</strong>g windu<br />
juga teknik tentang bagaimana pemanfaatannya daun tanaman mangrove tersebut<br />
apakah harus masuk ke tan don terlebih dahulu, selanjutnya air dipompa ke wadah<br />
pemeliharaan u<strong>dan</strong>g atau daun tanaman mangrove bisa langsung direndam di air<br />
tambak pemeliharaan u<strong>dan</strong>g.
. ..<br />
BAB IV. METODOLOGI <br />
4.1. Penelitian Skala Laboratorium : Pemanfaatan daun tanaman mangrove,<br />
Rh;zophora mucronata <strong>dan</strong> Av;cenn;a sp pada pemeliharaan u<strong>dan</strong>g<br />
windu di laboratorium.<br />
Penelitian skala laboratorium dilaksanakan di laboratorium basah Instalasi<br />
Penelitian Tambak Maranak, Maros menggunakan akuarium ukuran 0,6 x 0,3 x 0,25<br />
m sebanyak 57 unit. Oasar akuarium diisi tanah tambak dengan keteba/an 3 - 4 em ,<br />
dimana sebelum digunakan tanah tambak tersebut dikeringkan terlebih dahulu.<br />
Setelah kering, dikapur, diisi air, dipupuk untuk menumbuhkan plankton. Selanjutnya<br />
masing-masing bak ditebari tokolan u<strong>dan</strong>g windu PL 30 dengan padat tebar 10<br />
ekor/m2. Oua jen;s daun tanaman mangrove sebaga; faktor 1 <strong>dan</strong> ke<br />
2 yaitu daun R. mucronata <strong>dan</strong> daun Avicennia sp. Teknik penempatan daun<br />
tanaman mangrove di air pemeliharaan benur windu yaitu secara langsung daun<br />
mangrove direndam dalam wadah pemeliharaan benur windu ataupun ditempatkan<br />
di bak tandon kemudian air dipompa supaya masuk ke wadah pemeliharaan benur<br />
windu, merupakan sub faktor 1 <strong>dan</strong> subfaktor 2. Tiga taraf perlakuan konsentrasi<br />
penambahan daun mangrove pad a pemeliharaan benur windu akan diuji yaitu : A).<br />
Penambahan daun mangrove sebanyak 0,125 gIL; B). Penambahan daun mangrove<br />
sebanyak 0,25 gIL; C) . Penambahan daun mangrove sebanyak 0,5 giL; D). Kontrol<br />
tanpa penambahan daun mangrove. Masing-masing perlakuan dengan tiga ulangan.<br />
Oaun tanaman mangrove R. mucronata <strong>dan</strong> Avicennia sp diambil dari daun-daun<br />
yang jatuh disekitar Instalasi Tambak Penelitian Maranak, BRPBAP Maros, Sulawesi<br />
Selatan, kemudian dikeringkan dibawah sinar matahari sampai kering, selanjutnya<br />
diketahui persentase kadar airnya sebelum diujikan ke wadah pemeliharaan u<strong>dan</strong>g<br />
windu.<br />
Aerasi di set di setiap akuarium u tuk menggambarkan bahwa akuarium<br />
tersebut sebagai miniatur tambak intensif untuk budidaya u<strong>dan</strong>g windu . Pada awal<br />
pemeliharaan pakan u<strong>dan</strong>g komersial diberikan sebanyak 20% perhari dari total<br />
bobot biomassa benur dengan frekuensi pemberian 2 kali sehari , selanjutnya<br />
persentase pakan yang diberikan<br />
sejalan dengan semakin lamanya<br />
pemeliharaan <strong>dan</strong> meningkatnya bo ang yang dipelihara. Pengamatan<br />
populasi bakteri (Vibrio sp <strong>dan</strong> to·al ba - i). 'alitas air ( amoniak, nitrit, nitrat,<br />
I
. ..<br />
fosfat, bahan organik total, salinitas, oksigen tenarut, chlorofil-a, pH air, redoks<br />
potensial, populasi plankton, konsentrasi tannin), <strong>dan</strong> pertumbuhan u<strong>dan</strong>g dilakukan<br />
setiap sepuluh hari sekali. Sintasan, produksi <strong>dan</strong> nilai konversi pakan u<strong>dan</strong>g<br />
dihitung setelah u<strong>dan</strong>g dipanen yaitu setelah 60 hari pemeliharaan.<br />
Gambar 1. Akuarium yang sudah diisi tanah kering tempat pemeliharaab tokolan<br />
windu <strong>dan</strong> akuarium kosong tidak diisi tanah sebagai tandon air.<br />
Gambar 2. Daun tanaman mangrove Rhizophora mucronata (daun yang lebar) <strong>dan</strong><br />
daun Avicennia sp (daun yang kecil) yang sudah kering.<br />
Gambar 3. Akuarium tempat pemeli<br />
penambahan daun tanam a
· , <br />
4.2. Penelitian Lapangan : Pemanfaatan daun tanaman mangrove, Rhizophora<br />
mucronata <strong>dan</strong> avicennia sp pada budidaya u<strong>dan</strong>g windu pola intensif di<br />
tambak<br />
Tambak ukuran 4000 m 2 sebanyak empat petak berlokasi di Tambak<br />
Percobaan Punaga, Takalar digunakan untuk penelitian ini.<br />
Sebelum penebaran<br />
hewan uji, dilakukan persiapan tambak <strong>dan</strong> pengolahan tanah dasar<br />
tambak serta pemasangan saringan air di pintu pemasukkan <strong>dan</strong> pengeluaran. Untuk<br />
menunjang perbaikan kualitas tanah dilakukan pengeringan <strong>dan</strong> pembalikan<br />
tanah<br />
tambakpemberian kapur. Setelah dilakukan pengisian air tambak, maka<br />
diberikan pupuk sesuai dosis yang direkomendasikan <strong>dan</strong> setiap petak dipasang satu<br />
unit kincir air untuk menambah suplai oksigen. Hewan uji yang digunakan adalah<br />
tokolan u<strong>dan</strong>g windu (Penaeus monodon) ukuran PL. 40 dengan padat tebar<br />
ekor/m2 ditebar setelah tambak dinyatakan siap untuk ditebari.<br />
Konsentrasi daun<br />
tanaman mangrove (R.mucronata atau Avicennia sp) yang terbaik pengaruhnya<br />
terhadap penekanan populasi Vibrio sp, pertumbuhan <strong>dan</strong> sintasan u<strong>dan</strong>g windu dari<br />
hasil penelitian laboratorium, selanjutnya<br />
kontrol. Dengan demikian perlakuannya adalah sebagai berikut :<br />
diuji lapang <strong>dan</strong> dibandingkan dengan<br />
A). Tambak ukuran 4000 m 2 ditebari tokolan u<strong>dan</strong>g windu PL 40 dengan padat tebar 8<br />
ekor/m2 <strong>dan</strong> dilakukan penambahan<br />
daun tanaman mangrove dalam kantongkantong<br />
yang terbuat dari tali plastik, terdistribusi merata di perairan tambak ..<br />
8). Tambak ukuran 4000 m 2 ditebari tokolan u<strong>dan</strong>g windu PL 40 dengan padat tebar 8<br />
ekor/m2 tanpa penambahan daun tanaman mangrove.<br />
Masing-masing perlakuan dengan dua ulangan.<br />
Daun tanaman mangrove dalam kantong diletakkan dengan cara digantung<br />
dibawah permukaan air tambak. U<strong>dan</strong>g diberi pakan dimulai setelah satu hari<br />
penebaran dengan konsentrasi 20% dari berat biomassa u<strong>dan</strong>g, selanjutnya menurun<br />
pada periode pemeliharaan berikutnya. Penggantian air sebanyak 5%/minggu dari<br />
total volume air mulai dilakukan setelah 70 hari pemeliharaan u<strong>dan</strong>g di tambak,<br />
se<strong>dan</strong>gkan pada awalnya hanya dilakukan penambahan air untuk mengganti air yang<br />
hilang akibat bocoran <strong>dan</strong> penguapan.<br />
Pengamatan populasi bakteri (Vibrio sp <strong>dan</strong> total bakteri), kualitas air (<br />
amoniak, nitrit, nitrat, fosfat, bahan organik total, salinitas, oksigen terlarut, chlorofila,<br />
pH air, redoks potensial sedimen tambak, populasi plankton <strong>dan</strong> perifiton,<br />
8
konsentrasi tannin), <strong>dan</strong> pertumbuhan u<strong>dan</strong>g dilakukan setiap dua minggu sekali.<br />
Sintasan <strong>dan</strong> nilai konversi pakan u<strong>dan</strong>g dihitung pada waktu panen, setelah 112<br />
hari masa pemeliharaan.<br />
4.3. Rancangan (design) riset<br />
Pada penelitian laboratorium rancangan yang digunakan adalah Rancangan<br />
Acak Lengkap pola Faktorial, dimana jenis <strong>dan</strong> cara aplikasi daun tanaman<br />
mangrove yang akan ditambahkan ke media pemeliharaan benur windu<br />
sebagai faktor <strong>dan</strong> subfaktor. Se<strong>dan</strong>gkan konsentrasi daun tanaman mangrove yang<br />
ditambahkan sebagai taraf perlakuan yaitu a). 0,125 giL air media pemeliharaan<br />
benur, b). 0,25 giL air media pemeliharaan benur <strong>dan</strong> c). 0,5 giL air media<br />
pemeliharaan benur. Juga terdapat kontrol (d) tanpa a<strong>dan</strong>ya penambahan daun<br />
mangrove pada media pemeliharaan benur windu . Data pertumbuhan u<strong>dan</strong>g,<br />
produksi, sintasan, konversi pakan, kualitas air, total bakteri Vibrio sp, <strong>dan</strong> total bakteri<br />
dari setiap perlakuan yang diperoleh dibandingkan <strong>dan</strong> dianalisis menggunakan<br />
ana lisa Varians pola Rancangan Acak Lengkap. Dilanjutkan dengan uji 8eda Nyata<br />
Terkecil (8NT) apabila terdapat perbedaan yang signifikan diantara perlakuan yang<br />
diuji.<br />
Pada penelitian lapangan (di tambak) dimana hasil terbaik penelitian lab<br />
diaplikasikan di tambak <strong>dan</strong> dibandingkan dengan tambak yang tanpa penambahan<br />
daun mangrove (kontrol) . Masing-masing perlakuan dengan dua ulangan. Dengan<br />
demikian analisis data dilakukan menggunakan T test.
· , <br />
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN<br />
Hasil analisis kualitas air, sedimen, bakteri Vibrio sp <strong>dan</strong> ch/orofi/-a pad a<br />
peme/iharaan toko/an u<strong>dan</strong>g windu dengan penambahan serasah daun mangrove<br />
Rhizophora mucronata <strong>dan</strong> Avicennia sp dengan konsentrasi berbeda disajikan<br />
pad a Tebel 1, 2 <strong>dan</strong> 3. Hasil pengukuran konsentrasi amoniak pada awal penelitian<br />
cukup tinggi di semua perlakuan, baik yang menggunakan tandon ataupun yang<br />
/angsung daun mangrove direndam di da/am akuarium yaitu pada kisaran 0,8 - 2,9<br />
ppm. Selanjutnya nitrit juga cukup tinggi di semua perlakuan yaitu pada kisaran 0,54<br />
- 1,08 mg/L, kecua/i pad a perlakuan daun bakau yang direndam di tandon dengan<br />
konsentrasi 0,125 giL. Hal ini disebabkan masih a<strong>dan</strong>ya pengaruh pemupukan awal<br />
yang di/akukan pad a tahap persiapan <strong>dan</strong> plankton be/um tumbuh padat ditandai<br />
dengan konsentrasi klorofil-a yang rendah di semua perlakuan, kecuali kontrol.<br />
Kosentrasi fosfat yang diperoleh berkisar 0,1811- 0,9054 mg/L. Kosentrasi bahan<br />
organik total berkisar 14,85-29,10 mg/L <strong>dan</strong> konsentrasi terendah diperoleh pada<br />
perlakuan kontrol tanpa penambahan mangrove. Menurut Barnes <strong>dan</strong> Hughes<br />
(1999), merupakan bahan organik yang asli berada di lahan mangrove berasal dari<br />
serasah mangrove (daun bakau yang jatuh dilepaskan dari pohon ditambah dengan<br />
kulit pohon yang terkelupas, bagian akar, ranting yang patah) <strong>dan</strong> sisa-sisa bahan<br />
organik dari hewan yang mati <strong>dan</strong> material yang terperangkap oleh akar bakau.<br />
Sebagian besar dari hasil serasah atau bahan organik yang berada di daerah<br />
mangrove tidak langsung dimanfaatkan oleh organisme melainkan akan memasuki<br />
jaring-jaring makanan dalam bentuk bahan organik terlarut (Dissolved Organic<br />
Matte!).<br />
Hasil pengamatan populasi Vibrio sp <strong>dan</strong> total bakteri didapatkan bahwa<br />
populasi Vibrio sp terendah di air masing-masing 1,05 x 10 2 cfu/mL dijumpai pada<br />
perlakuan perendaman daun Avicennia sp di tandon pada konsentrasi 0,25 giL <strong>dan</strong><br />
juga pad a perlakuan perendaman langsung daun R. mucronata pada konsentrasi<br />
0,5 giL. Pada akuarium kontrol, populasi Ibrio sp mencapai 1,95 x 10 2 cfu/mL.<br />
Sementara untuk total populasi bakteri di ai~ terti nggi diperoleh pada perlakuan<br />
kontrol 8,10x10 5 cfu/mL, se<strong>dan</strong>gka [)ada perlakuan yang menggunakan<br />
penambahan daun mangrove, total po eri berkisar 2,OOx10 4 - 2,46x10 5<br />
cfu/mL.
· ..<br />
0<br />
Tabel 1. Hasil analisis kualitas air, sedimen, bakteri Vibrio sp <strong>dan</strong> chlorofil-a pada<br />
pemeliharaan tokolan u<strong>dan</strong>g windu dengan penambahan serasah daun<br />
mangrove Rhizophora mucronata <strong>dan</strong> Avicennia sp dengan konsentrasi<br />
berbeda (Awa/)<br />
po.<br />
- RM-Ud 2,5696 0,9243 25,07 0,7447 -70,49 3,50x10" 2,76x10" 4,00x10" 8,35x10° 5,7270<br />
0125<br />
- RM-TN-Ud 1,8196 0,6447 27,24 0,4265 -87,25 3, 10x1 0" 3,55x10~ 2,00x10~ 1,06x10°<br />
,I 025<br />
- RM-Ud 2,4645 0,5449 26,31 0,6088 -145,67 2,95x10" 5,76x10" 8,00x10~ 1 ,05x1 0 23,1375<br />
0,25<br />
0,1811<br />
RM-TN-Ud 1,5295 0,7011 25,07 -113,29 4,85x10" 3,64x10" 3,00x10" 8,00x10°<br />
0,5<br />
= RM-Ud-O,5 3,3378 0,5577 25,07 0,6430 -97,94 1,05x10" 4,15x10" 2,50x10° 4,9x10" 3,5228<br />
- K (Kontrol) 2,4718 0,9592 14,85 0,5466 -85,98 1,95x10" 1 ,04x10" 8,10x10° 5,00x10" 39,3457<br />
Perlakuan<br />
Total Total Chlorophil-<br />
NH3 N0 2 BOT Redok Vibrio sp di Vibrio sp Bakteri di Bakteri di a<br />
(mg/L) (mg/L) (mg/L) (mg/L)<br />
pot.Sd Air diSdlmen<br />
Air Sdimen (1J9/L)<br />
RM-TN-Ud 1,7522 0,0278 27,24 0,3114 -{52,69 2,95x10" 1,80x10" 2,46x10° 3, 70x1 0"<br />
0,125<br />
-'-<br />
AV-TN-Ud 1,0832 0,7415 29,10 0,3545 -77,85 1 , 03x10 ~ 1 ,26x1 0" 2,28x10° 6,78x10"<br />
0,125<br />
IAV-Udu<br />
2,9098 0,696 26,31 0,3252 -152,67 3,85x10" 1 ,60x10" 1 ,20x1 0° 3,48x10 7,1526<br />
0,125 <br />
AV-TN-Ud 0,8347 0,7825 26,93 0,4607 -139 1,05x10" 7,45x10" 2,13x10" 1,03x10<br />
0,25<br />
AV-Ud 2,9700 0,6549 19,81 0,6298 -126,63 4,80x10" 6,08x10~ 2,2Ox10~ 3,00x10° 3,4775<br />
0,25<br />
AV-TN-Ud 2,8321 0,5628 27,24 0,4328 -162,67 4,1x10" 3,64x10" 1 ,35x1 0° 1,85x10'<br />
0 5 <br />
l\V-Ud-O,5 3,8984 1,0852 18,26 0,9054 -178,67 3,45x10" 6,80x10J 1,35x10° 5, 75x1 0" 11 ,7161<br />
Keterangan: <br />
RM = Rhizophora mucronata; TN = Tandon; Ud = U<strong>dan</strong>g ; AV = Avicennia sp; Dosis = 0. 25. 025.0 5: Kon:rol ( ) gIt. <br />
Pada hari ke 10 konsentrasi amoniak masih cukup tinggi dj ai media<br />
pemeliharaan toko/an u<strong>dan</strong>g windu di semua perlakuan. ba:k ya 9<br />
tandon ataupun yang langsung daun mangrove direndam di dalam a<br />
pada kisaran 1,083 - 3,89 ppm. Selanjutnya nrtrit juga cukup ti 99i serr. .....:<br />
perlakuan yaitu pada kisaran 0,028 - 1,08 ppm. Hal tersebut kemungki an ya ~<br />
menyebabkan kematian tokolan u<strong>dan</strong>g windu terutama pad a u<strong>dan</strong>g yang ada<br />
dalam wadah pemeliharaan <strong>dan</strong> direndam langsung dengan daun bakau,<br />
Rhizophora mucronata ataupun daun Avicennia sp. Populasi Vibrio sp di air yang<br />
paling rendah 3,6 x 10 2 cfu/mL, dijumpai pad a perlakuan rendaman daun R.<br />
mucronata secara langsung di pemeliharaan benur pada konsentrasi 0,5 gIL <strong>dan</strong><br />
15
• <br />
pada rendaman daun Avicennia sp di tandon pada konsentrasi 0,125 giL (4,15 x 10 2<br />
cfu/mL). Se<strong>dan</strong>gkan di akuarium kontrol populasi Vibrio sp pada tingkat 4,4 x 10 3<br />
cfu/mL.<br />
Tabel 2. Hasil analisis kualitas air, sedimen <strong>dan</strong> bakteri Vibrio sp pada<br />
pemeliharaan tokolan u<strong>dan</strong>g windu dengan penambahan serasah daun<br />
mangrove Rhizophora mucronata <strong>dan</strong> A vicennia sp dengan konsentrasi<br />
berbeda (pada 10 hari pemeliharaan).<br />
No<br />
1.<br />
2.<br />
3.<br />
4.<br />
Pertakuan<br />
NH3<br />
(mg/L)<br />
RM-TN-Ud 1,0832<br />
0,125<br />
RM-Ud 0,8347<br />
0,125<br />
RM-TN-Ud 2,8321<br />
0,25<br />
RM-Ud 2,9098<br />
0,25<br />
Total Total<br />
Vibrio sp<br />
N0 2 BOT P04 Redok Vibrio sp di<br />
Bakteri di Bakteri di<br />
diSdimen<br />
(mg/L) (mglL) (mg/L) pot.Sd Air (cfulmL)<br />
Air(cfu/mL Sdimen(cfu/<br />
(cfu/g)<br />
~ JlL<br />
0,7415 29,10 0,3545 -153 2,16x10" 1 ,00x1 0" 4,50x10" 3,70x10°<br />
0,7825 26,93 0,4607 -98 5,10x10" 1 ,00x10" 3,00x10" 3,10x10"<br />
0,5628 27,24 0,4328 -111 3,35x10< 1,00x10' 4,03x10" 6,50x10"<br />
0,6960 26,31 0,3252 -234 3,20x10" 1 ,00x1 0< 8,35x10° 6 , 50x10~<br />
Chlorofil-a<br />
24,49<br />
6,48<br />
10,85<br />
4,53<br />
5.<br />
6.<br />
RM-TN-Ud 2,9700<br />
05<br />
RM-Ud-O,5 3,8984<br />
0,6549 19,81 0,6298 -204 4,80x10" 2,45x10" 9,00x10" 6,13x10"<br />
1,0852 18,26 0,9054 -191 3,60x10 4 0 3,00x10" 3,2x10"<br />
8,46<br />
46,33<br />
7.<br />
K (Kontrol) 1,7522<br />
0,0278 27,24 0,3114 -182 4,40x10" 4,00x10" 2 , 73x10 ~ 4,60x10'"<br />
10,59<br />
8.<br />
9.<br />
10.<br />
11 .<br />
AV-TN-Ud 1,8196<br />
0,125<br />
AV-Ud 1,5295<br />
0125<br />
AV-TN-Ud- 2,5696<br />
0,25<br />
AV-Ud 2,4645<br />
0,25<br />
0,6447 27,24 0,4265 -40 4,15x10L 3,50x10" 4,50x10" 3,33x10"<br />
0,7011 25,07 0,1811 -98 1,36x1Q" 0 1,13x10° 1 ,55x1 0°<br />
0,9243 25,07 0,7447 -98 1, 15x1 0" 1,Ox10" 4,55x10" 5,48x10°<br />
0,5449 26,31 0,6088 -185 4,40x10" 3,20x10" 1 ,06x1 0° 7,75x10°<br />
27,45<br />
4,99<br />
18,29<br />
28,79<br />
12<br />
13.<br />
AV-TN-Ud 3,3378<br />
0,5<br />
AV-Ud-0,5 2,4718<br />
0,5577 25,07 0,6430 -195 3,96x10" 0 6,50x10" 2,OOx10"<br />
0,9592 14,85 0,5466 -147 3,50x10 L 1,00x10" 6,00x10" 1,85x10°<br />
I<br />
14,43<br />
8.19<br />
I<br />
Keterangan: <br />
RM =Rhizophora mUCfonata; TN = Tandon; Ud = U<strong>dan</strong>g; AV =Avicennia sp; Dosis =0,125; 0,25; 0,5; Kontrol (0) giL <br />
16
Tabel 3.<br />
Hasil anal isis kualitas air, sedimen, bakteri Vibrio sp <strong>dan</strong> chlorofil-a pada<br />
pemeliharaan tokolan u<strong>dan</strong>g windu dengan penambahan serasah daun<br />
mangrove Rhizophora mucronata <strong>dan</strong> Avicennia sp dengan konsentrasi<br />
berbeda (pada 20 hari pemeliharaan).<br />
;<br />
No<br />
:'<br />
:3<br />
-<br />
I .=<br />
r:<br />
-<br />
I~<br />
-<br />
.<br />
'f<br />
AV-TN-Ud 0,9484 2,0894 43 ,30 0,0896 -133 8,15x10< 4,00x10 s 1,47x10 ti 1 ,55x1 0°<br />
0,125<br />
AV-Ud 2,5102 3,9632 40,26 0,0538 -75<br />
0,125<br />
2,00x10 1 - 1,00x10° 5,50x10"<br />
AV-TN-Ud 1,6604 3,0032 42,86 0,0273 -174<br />
0,25<br />
8,25x10" 2,69x10" 2,85x10° 6,OOx10"<br />
AV-Ud 1,8190 0,4963 43,30 0,0313 -105<br />
0,25<br />
8,OOx10 4,OOx10" 5,50x10" 3,81x10°<br />
AV-TN-Ud 0,0350 0,0632 42,43 0,0198 -145 1,54x10" 5,50x10 s 1 ,60x1 Ob 7,50x10"<br />
0,5<br />
IAV-Ud-O,5<br />
J<br />
3,2180 2,2877 45,46 0,0901 -161 7,20x10" 1,15x10 3,OOx10" 8,50x10"<br />
Chlorophila<br />
(Jlg/L)<br />
28,35<br />
0,35<br />
116,94<br />
0,92<br />
38 ,87<br />
5,68<br />
15,12<br />
2,46<br />
0,61<br />
6,17<br />
2,04<br />
2,77<br />
36 ,15<br />
Keterangan: <br />
RM =Rhizophora mucronata; TN = Tandon; Ud = U<strong>dan</strong>g; AV =Avicennia sp; Oosis =0,125; 0,25; 0,5; Kontrol (0) gil <br />
Pad a hari ke 20 nampak penekanan populasi Vibrio sp yang paling kuat te~adi pada<br />
perlakuan rendaman daun Avicennia sp (0,125 giL) langsung di wadah<br />
pemeliharaan tokolan u<strong>dan</strong>g windu sehingga konsentrasi Vibrio sp di air menjadi 2 x<br />
10 cfu/mL. Se<strong>dan</strong>gkan konsentrasi Vibrio sp di kontrol adalah 7,9 x 10 2 cfu/mL. Hal<br />
ini seja/an dengan penelitian Sari et aI. , (2008) yang menganalisis daya hambat<br />
ekstrak daun mangrove api-a pi (Avicenia alba) terhadap bakteri Vibrio sp <strong>dan</strong><br />
Aeromonas sp pada media agar berbeda, yang menunjukkan bahwa semakin besar<br />
dosis ekstrak daun mangrove (0,25 - 1 glmL), maka semakin sedikit jumlah koloni<br />
bakteri yang tumbuh pada media agar.
· , <br />
Menurut Ahmad et al. , (2001) melaporkan bahwa mangrove selain dapat<br />
menstabilkan konsentrasi N0 3 -N <strong>dan</strong> P0 4 -P juga mampu menghambat pertumbuhan<br />
Vibn'o spp. Suryati et af., (2002) melaporkan bahwa tanaman asosiasi mangrove,<br />
Osbornia octodonta mengandung senyawa 2-heptamin-6-methyl-amino-6-methylen<br />
yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Vibrio harveyi, se<strong>dan</strong>gkan Avicenia<br />
sp mengandung senyawa Cyclopenta-siloxane yang mampu menghambat Vibrio<br />
leognathy.<br />
100 ~ _ RM _TN-Ud-O ' 125 ,<br />
::J 90 1 - RM-Ud-O,125<br />
C, 80 ~<br />
RM-TN-Ud-O, 25<br />
.§.. 70<br />
1 / ~<br />
RM-Ud-O,25<br />
'<br />
~ W I<br />
, ____ RM-TN-Ud-O,5<br />
~ 00 ~<br />
c J y _<br />
RM-Ud-0,5<br />
I ~~ l<br />
~~P__- ~~~~~i~5::5 1 <br />
5 10 15 20 AV-TN-Ud-O,5<br />
Waktu Pengamatan (Hari ke-)<br />
AV-Ud-O,5<br />
--- --- - - -<br />
Keterangan: <br />
RM = Rhizophora mucronata; TN =Tan<strong>dan</strong>; Ud =U<strong>dan</strong>g; AV = Avicennia sp; Oasis = 0, 125; 0,25 ; 0,5 ; Kantro' (0) giL <br />
Gambar 4.<br />
Hasil analisis tanin pada air media pemeliharaan tokolan u<strong>dan</strong>g windu<br />
dengan penambahan serasah daun mangrove Rhizophora mucronata<br />
<strong>dan</strong> Avicennia sp dengan konsentrasi berbeda.<br />
Berdasarkan hasil pengamatan kandungan tanin yang diperoleh (Gambar 4)<br />
menunjukkan bahwa pada awal pemeliharaan berkisar 7,44 - 24 ,86 mg/L pada<br />
perlakuan penambahan serasah daun mangrove secara langsung, se<strong>dan</strong>gkan<br />
penambahan serasah daun mangrove yang melewati tan don konsentrasinya lebih<br />
rendah berkisar 8,58-22,0 mg/L. Selanjutnya pada hari ke- 10 kandungan tanain<br />
pada media pemeliharaan pada menurun menjadi 6,28-23,16 mg/L, pada hari ke-15<br />
berkisar 5,44-15,44 mg/L <strong>dan</strong> pada hari ke-20 kandungan tanin meningkat menjadi<br />
15,03-68,73 pada perlakuan yang melewati tandon se<strong>dan</strong>gkan penambahan<br />
serasah daun mangrove didapatkan kandungan tanin yang lebih tinggi 33,29-94,59<br />
mg/L. Kandungan tanin yang cukup tinggi mampu menekan populasi Vibrio sp di air<br />
18
<strong>dan</strong> sedimen. Namun jika kadar tanin dalam air berlebih akan berdampak pada<br />
organimse perairan. Hal ini diduga sebagai salah satu penyebab kematian u<strong>dan</strong>g<br />
windu yang dipelihara dalam akuarium. Soewandi (1979) melaporkan bahwa pada<br />
daun mangrove, Rhizophora terdapat senyawa triterpen yang beracun. Ekstrak air<br />
(segar) dari daun Rhizophora diuji toksisitasnya pad a ikan nila merah menunjukkan<br />
kematian seluruh ikan uji pada konsentrasi 30.000 ppm. Selain itu kulit akar<br />
tanaman ini serta getah buahnya menganduk insektisida untuk mengusir nyamuk.<br />
Menurut Ami (1989) bahwa nilai LD 50 senyawa triterpen pada daun Rhizophora<br />
mucronata diperoleh pada konsentrasi 21,250 ppm. Sukamto <strong>dan</strong> Gafar (1997)<br />
melakukan penapisan fitokimia terhadap serbuk kulit batang tanaman Rhizophcra sp<br />
pada ekstrak n-heksan menunjukkan a<strong>dan</strong>ya senyawa triterpen sebanyak 0,21 %<br />
yang fragmentasi dari spektrum massanya sama dengan senyawa a-amlrin.<br />
Senyawa tannin yang terkandung dalam serasah mangrove (busukan daun,<br />
busukan kulit batang <strong>dan</strong> akar) bersifat negatif menekan populasi <strong>dan</strong> kelimpahan<br />
meiofauna (Tietjen & Alongi 1990; Gwyther 2000). Terkait dengan kandungan tannin<br />
pada vegetasi mangrove, Lemmens <strong>dan</strong> Soetjipto (1992) melaporkan bahwa<br />
beberapa vegetasi mangrove yang mengandung tannin antara lain adalah Bruguiera<br />
gymnorhiza (20-43%), Ceriops tagal (20-40%), Rhizophora mucronata (8-40%),<br />
Ceriops decandra (25-37%), Xylocarpus granatum (20-34%), <strong>dan</strong> Sonneratia<br />
caseo/aris (9-15%).<br />
Hasil pengamatan rata-rata sintasan, berat <strong>dan</strong> produksi u<strong>dan</strong>g windu<br />
disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan bahwa setelah<br />
penelitian skala laboratorium be~alan selama dua puluh hari pemeliharaan ternyata<br />
perlakuan dengan perendaman daun tanaman mangrove Avicennia sp di akuarium<br />
tandon (0,125 giL) menghasilkan sintasan u<strong>dan</strong>g windu yang paling tinggi (80 ±<br />
20%) dengan berat rata-rata tokolan 0,128 g/ekor, kemudian disusul oleh perlakuan<br />
dengan perendaman daun tanaman mangrove, Rhizophora mucronata di tandon<br />
(0,25 giL) dengan sintasan 80 ± 17,3% <strong>dan</strong> berat rata-rata tokolan 0,062 glekor.<br />
Se<strong>dan</strong>gkan pada perlakuan yang langsung perendaman daun bakau pada wadah<br />
pemeliharaan tokolan u<strong>dan</strong>g windu tanpa melalui tandon semua u<strong>dan</strong>gnya mati,<br />
begitu juga di semua kontrol u<strong>dan</strong>gnya mati. Dari kenyataan ini maka pemanfaatan<br />
daun bakau dengan cara direndam dalam tandon kemudian dialirkan pada wadah<br />
pemeliharaan tokolan u<strong>dan</strong>g windu temyata mampu mengurangi kematian toko/an<br />
19
u<strong>dan</strong>g windu. Namun demikian penelitian ini perlu disetting ulang untuk mengetahui<br />
secara pasti kematian tokolan u<strong>dan</strong>g tersebut apakah sebagai akibat perendaman<br />
daun bakau pada konsentrasi 0,125 - 0,5g/l air media pemeliharaan. Seandainya<br />
penyebabnya akibat rendaman langsung daun bakau (tannin) mengapa u<strong>dan</strong>g di<br />
akuarium kontrol yang tanpa a<strong>dan</strong>ya rendaman daun bakau u<strong>dan</strong>gnya juga<br />
semuanya mati. Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan pemanenan u<strong>dan</strong>g <strong>dan</strong><br />
pengesetan kembali penelitian tersebut.<br />
Tabel 4. Rata-rata berat (g) <strong>dan</strong> sintasan (%) tokolan u<strong>dan</strong>g windu setelah 20 hari<br />
pemeliharaan<br />
No Perlakuan<br />
Berat ratarata<br />
(g) rata-rata (%)<br />
Sintasan Produksi (9)<br />
1. RM-TN-Ud-0,125 0,132+0,07 70+20 0,98+0,75<br />
2. RM-Ud-0,125 0 0 0<br />
3. RM-TN-Ud-0,25 0,06+0,01 80+17,3 0,49+0,04<br />
4. RM-Ud-0,25 0 0 0<br />
5. RM-TN-Ud-0,5 0,15+0,03 70+34,6 1,06+0,61<br />
6. RM-Ud-0,5 0 0 0<br />
7. K (Kontrol) 0 0 0<br />
8. AV-TN-Ud-0,125 0,12 + 0,06 80+20 0,98+0,49<br />
9. AV-Ud-0,125 0 0 0<br />
10. AV-TN-Ud-0,25 0,06 + 0,006 30+17,3 0,17+0,07<br />
11 . AV-Ud-0,25 0 0 0<br />
12. AV-TN-Ud-0,5 0,16+0,11 40+10 0,7+0,64<br />
13. AV-Ud-0,5 0 0 0<br />
Koterangan: <br />
RM = Rhizophora mucronata; TN = Tan<strong>dan</strong>; Ud =U<strong>dan</strong>g; AV = Avicennia sp; Oasis = 0,125; 0,25; 0,5; Kantrol (0) g '!.. <br />
Pada Penelitian skala laboratorium ke II (Ulangan penelitian tahap I) dimana daun<br />
bakau Rhizophora mucronata <strong>dan</strong> Avicennia sp yang sudah kering sebelum<br />
direndam di dalam air tandon maupun di dalam air pemeliharaan tokolan u<strong>dan</strong>g<br />
windu terlebih dahulu daun tersebut dioven pada suhu 70°C selama 36 jam. Tokolan<br />
u<strong>dan</strong>g windu yang digunakan adalah PL 60 dengan berat rata-rata 0,34 9<br />
Hasil pengamatan rata-rata sintasan, berat <strong>dan</strong> produksi u<strong>dan</strong>g windu untuk<br />
kegiatan penelitian skala laboratorium ke II (Ulangan penelitian tahap I) disajikan<br />
pada Tabel 5. Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perendaman<br />
20
· ..<br />
daun bakau ( Rhizophora mucronata <strong>dan</strong> Avicenia sp) pada wadah pemeliharaan<br />
tokolan u<strong>dan</strong>g windu tanpa melalui tandon berbeda nyata (P< 0,05) dengan<br />
perlakuan perendaman daun bakau ( Rhizophora mucronata <strong>dan</strong> Avicenia sp) pada<br />
wadah pemeliharaan tokolan u<strong>dan</strong>g windu yang melalui tandon terlebih dahulu <strong>dan</strong><br />
<strong>dan</strong> pengaruh nyata (P< 0,05) terhadap pertumbuhan berat, sintasan <strong>dan</strong> produksi<br />
u<strong>dan</strong>g windu. Se<strong>dan</strong>gkan perendaman daun bakau ( Rhizophora mucronata <strong>dan</strong><br />
Avicenia sp) pada wadah pemeliharaan tokolan u<strong>dan</strong>g windu dengan dosis berbeda<br />
baik yang melalui atau tanpa melalui tandon menunjukkan hasil yang tidak berbeda<br />
nyata (P< 0,05). Terhadap pertumbuhan berat, sintasan <strong>dan</strong> produksi u<strong>dan</strong>g windu.<br />
Tabel 5. Rata-rata berat (g) <strong>dan</strong> sintasan (%) tokolan u<strong>dan</strong>g windu setelah<br />
60 hari pemeliharaan dari berat awal rata-rata 0,34g.<br />
No Perlakuan Berat (g) Sintasan (%) Produksi<br />
1. RM-TN-Ud-0,125 2,54 ± 0,45 83,33±20,82 20,54 ±2,46<br />
2. RM-Ud-0,125 2,65 ± 0,49 93,33±5,77 24,73 ±4,23<br />
3. RM-TN-Ud-0,25 2,26 ± 0,23 93,33±11,54 20,98 ±2,22<br />
4. RM-Ud-0,25 2,39 ± 0,22 90±17,32 21,43 ± 3,72<br />
5. RM-TN-Ud-0,5 2,09±0,17 100± 00 20,89 ± 1,71<br />
6. RM-Ud-0,5 2,77 ± 2,79 60,0± 40 14,6 ± 6,79<br />
7. K (Kontrol 2,29 ± 0,10 96,67±5,77 22,07 ± 1,02<br />
8. AV-TN-Ud-0,125 2,55 ± 0,48 93,33±5,77 25,23±3,12<br />
9. AV-Ud-0,125 2,84 ± 0,497 63,33±25,17 17,34 ± 4,56<br />
10. AV-TN-Ud-0,25 2,50 ± 0,37 76 ,67±20,82 19,59 ± 1,34<br />
11 . AV-Ud-0,25 2,87 ± 0,61 83,33±20,82 25,40 ± 3,21<br />
12. AV-TN-Ud-O,5 2,23 ± 0,43 83,33±5,77 18,41 ± 2,54<br />
13 AV-Ud-0,5 2,99 ± 0,44<br />
I<br />
70±10 22,07 ± 0,14<br />
Keterangan: <br />
RM = Rhizophora mucronata; TN = Tandon ; Ud =U<strong>dan</strong>g" V = Avicennia sp; Oasis = 0,125; 0,25; 0,5; Kantrol (0) giL <br />
Muliani et aI. , (2005) melaporkan bahwa penggunaan ekstrak daun<br />
kopasanda Euphatorium inulifolium pada konsentrasi hingga 1000 ppm pada<br />
pemeliharaan u<strong>dan</strong>g windu mampu menelo;.a populasi bakteri Vibrio harveyi setelah<br />
84 jam pemeliharaan dengan sintasan pasca [a a u<strong>dan</strong>g windu mencapai 80,47%.
~ . ~- -AV.tId-O.S . - =. ~~. L-______________________~=_<br />
~ ~<br />
Suryati et al., (2006) melaporkan hasil uji pendahuluan toksisitas ekstrak mangrove<br />
(Avicenia alba, Euphathorium inulifolium <strong>dan</strong> Osbornia octodonta terhadap larva<br />
u<strong>dan</strong>g windu menunjukkan toksisitas yang rendah . Hasil tersebut mengindikasikan<br />
peluang yang besar dalam pemanfaatannya sebagai bakterisida pada pemeliharaan<br />
larva u<strong>dan</strong>g windu.<br />
Hasil pengamatan populasi bakteri Vibrio sp di air <strong>dan</strong> sedimen disajikan<br />
pada gambar 5 . menunjukkan bahwa jumlah total populasi bakteri Vibrio sp di air<br />
pada awal pengamatan berkisar 9,50x10 1 - 2,69x10 3 cfu/mL se<strong>dan</strong>gkan pada<br />
sedimen berkisar 8,00x10 2 - 2,68x10 4 cfu/g tanah. Hingga akhir pemeliharaan<br />
populasi Vibrio sp di air berkisar 2,55x10 2 - 1,43x1 0 3 cfu/mL se<strong>dan</strong>gkan pada<br />
sedimen berkisar 5.10x10 3 -5,54x10 4 cfu/g tanah. Populasi Vibrio sp dalam<br />
penelitian ini masih tergolong aman untuk pertumbuhan <strong>dan</strong> kehidupan u<strong>dan</strong>g windu<br />
hal ini disebabkan a<strong>dan</strong>ya penambahan serasah mangrove yang mengandung<br />
bahan aktif yang mampu menekan perkembangan populasi Vibrio sp baik di tanah<br />
<strong>dan</strong> di air. Hasil pengamatan kandungan total populasi bakteri Vibrio sp pada air<br />
<strong>dan</strong> tanah tambak mencapai 10 3 - 10 4 cfu/mL telah menyebabkan kematian pada<br />
budidaya u<strong>dan</strong>g vaname umur 60 hari Mansyur et aI. , (2009). Menurut Muliani et al.,<br />
(2000) bahwa Vibrio harveyi sudah patogen terhadap u<strong>dan</strong>g windu pada kepadatan<br />
bakteri 10 3 cfu/mL.<br />
::; 4<br />
-+- RM.JN.U(j.j).l25: 6<br />
E • RM~. l 25 . ~ 1<br />
~ u ~<br />
RM·Th~ d~ , 25 Ii ~ _ 5<br />
~ 3 ,.-:c:~"<br />
RM .(J(j.j)25 i .:- 4 j<br />
!': "'\:'
Sementara untuk kegiatan tahap II<br />
mangrove, Rhizophora<br />
yakni pemanfaatan daun tanaman<br />
mucronata <strong>dan</strong> avicennia sp pada budidaya u<strong>dan</strong>g windu<br />
pola intensif di tambak telah dilakukan dengan mengapfikasikan hasH terbaik dari<br />
kegiatan di laboratorium yakni penambahan daun tanaman Avicenia sp dengan<br />
dosis 0,125 gIL yAng terlebih dahulu melewati tandon sebelum masuk ke petak<br />
pemeliharaan u<strong>dan</strong>g.<br />
pemeliharaan disajikan pada tebal berikut<br />
HasH pertumbuhan u<strong>dan</strong>g windu yang diperoleh selama<br />
Tabel6. Hasil sampling u<strong>dan</strong>g windu selama pemeliharaan<br />
Berat u<strong>dan</strong>g (g/ekor)<br />
NO Kode Petak<br />
Sampling Awal Sampling 1 Sampling 2<br />
1. Ai 0,150 1,486 4,71<br />
2. A2 0,15<br />
1,105 3,93<br />
3. B1<br />
0,15 1,005 2,24<br />
4. 82<br />
0,15 0,840<br />
1,66<br />
Keterangan : A =penambahan daun tanaman mangrove; B =tann pa penambahan daun mangrove<br />
8erdasarkan hasil sampling pertumbuhan u<strong>dan</strong>g windu menunjukkan bahwa<br />
pertumbuhan u<strong>dan</strong>g windu pada perlakuan dengan penambahan serasah daun<br />
mangrove Avicenia sp sebanyak 0, 125 gIL lebih baik dibanding dengan tanpa<br />
penambahan penambahan serasah daun mangrove.<br />
HasH pengamatan populasi bakteri di air <strong>dan</strong> sedimen tambak pada media<br />
pemeliharaan diperoleh hasil populasi vibrio sp di air pada perlakuan A berkisar<br />
2,50x10 1 - 4,1x10 2 cfu/mL <strong>dan</strong> sedimen berkisar 1,00x10 3 - 1.97x10" cfu/g.<br />
Se<strong>dan</strong>gkan pada perlakuan 8 populasi vibrio sp di air pad a perlakuan berklsar<br />
1,00x1 0 1 - 1,9x1 0 2 cfu/mL <strong>dan</strong> sedimen berk;sar 1 ,80x1 0 3 - 7,2Sx1 0 3 cfu/g. Has;} i I<br />
masih tergolong rendah dibanding dengan beberapa penelitian sebelumnya.<br />
Pantjara et a/. (1997) mendapatkan populasi bakteri pada tanah gambut berkisar 4 7<br />
x 10 2 - 2,0 x 10 8 CFU/g tanah kering. Meagaung (2000) mendapatkan jumlah total<br />
populasi koloni bakteri pada sedimen dasar di 50 tambak intensif di Sulawesi<br />
Selatan berkisar antara 2,3 x 10 5 hingga 1,5 x 10 8 , dengan rata-rata 2,6 x 10 7 CFUI 9<br />
tanah . Komposisi genus bakteri yang dominan terdapat pada sedimen tambak<br />
u<strong>dan</strong>g intensif adalah Pseudomonas 33,1% , Bacillus 29,69 %, Actynomyces 23,63<br />
%, Enterobacteriaceae 12,44 % <strong>dan</strong> Vibrio 0,8 %. Bufford et al. (1998) melaporkan<br />
jumlah bakteri sebanyak 15,5 x 10 9 selIg tanah pada bagian tengah/pusat tambak<br />
23
· ..<br />
u<strong>dan</strong>g dim ana kotoran/lumpur terakumulasi <strong>dan</strong> pada bagian tepi Iperiphery<br />
ditemukan sebanyak 8,1 x 10 9 selig tanah . Dan dari penelitian ini ditemukan bahwa<br />
jumlah bakteri meningkat dengan peningkatan konsentrasi nutrien <strong>dan</strong> dengan<br />
ukuran butir sedimen yang lebih keei/'<br />
Jumlah populasi bakteri vibrio sp lebih banyak ditemukan pad a sedimen<br />
dasar media pemeliharaan dibandingkan pada air. Hal ini disebabkan karena<br />
terjadinya akumulasi bahan organik (sisa pakan, feses, organisme yang mati <strong>dan</strong><br />
lain-lain) pad a dasar media pemeliharaan. Menurut Avnimeleeh <strong>dan</strong> Rivto (2003)<br />
bahwa sedimen tambak kay a akan nutrien <strong>dan</strong> bahan organik. Konsentrasi nutrien<br />
disedimen tambak jauh lebih tinggi dari yang ada di ba<strong>dan</strong> air diperkirakan 1 em<br />
ketebalan sedimen tambak umumnya terdapat 10 kali atau Jebih jumJah nutrien<br />
yang ada pada 1 m kedalaman ba<strong>dan</strong> ai r. Bahan organik yang melimpah di<br />
sedimen tambak, menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme sang at pesat,<br />
sehingga konsumsi oksigen di sedimen tambak menjadi banyak <strong>dan</strong> dapat<br />
mengakibatkan daerah dasar tambak di bawah permukaan menjadi daerah<br />
anoksid (tidak beroksigen). Ram et al. (1982) mendapatkan kepadatan bakteri<br />
aerob <strong>dan</strong> anaerob pada sedimen dasar tambak 2 - 4 kali kepadatan bakteri dari<br />
kelompok yang sama dalam kolom air. Ginting (1995) mengemukakan bahwa<br />
jumlah bakteri Vibrio sp yang ditemukan pad a sedimen tambak lebih besar<br />
dibandingkan yang terdapat pada kolom air.<br />
Air sebagai media tempat hidup u<strong>dan</strong>g yang dibudidayakan harus memenuhi<br />
berbagai persyaratan dari segi fisika , kimia maupun biolog\. Dari segi fisika . air<br />
merupakan tempat yang menyediakan ruang gerak bagi u<strong>dan</strong>g yang dipeli ara.<br />
Se<strong>dan</strong>gkan dari seg; kimia, air sebagai pembawa unsur-unsur hara, mineral. vitamin.<br />
<strong>dan</strong> gas-gas terlarut. Dari seg; biologi, air merupakan media untuk kegiatan biologis<br />
dalam pembentukan <strong>dan</strong> penguraian bahan-bahan organik (Buwono, 1993) .<br />
Suhu air sebagai salah satu faktor pembatas utama adalah memegang<br />
peranan penting bagi kehidupan <strong>dan</strong> pertumbuhan u<strong>dan</strong>g. Kisaran hasil<br />
pengukuran suhu air untuk semua perlakuan selama penelitian adalah berkisar 26,2<br />
-30,5 °C. Menurut Cholik (1988) kisaran suhu yang terbaik untuk pertumbuhan <strong>dan</strong><br />
kehidupan u<strong>dan</strong>g terletak pada suhu 28 -30°C ., namun masih dapat hidup pada<br />
suhu 18 -36°C. dimana pada tingkat suhu air 36°C u<strong>dan</strong>g sudah tidak aktif. Setiap<br />
spesies u<strong>dan</strong>g mempunyai kisaran suhu optimal, untuk u<strong>dan</strong>g windu adalah 26 - 28<br />
24
· ..<br />
° c, suhu di atas 32°C akan menyebabkan stres pada u<strong>dan</strong>g <strong>dan</strong> suhu 35 ° C<br />
merupakan suhu kritis bagi P. monodon <strong>dan</strong> P. merguensis (Mintardjo dkk, 1984)<br />
Chiang <strong>dan</strong> liao (1984) mengemukakan bahwa pada suhu 26,5 °c - 35 °C u<strong>dan</strong>g<br />
masih dapat hidup, suhu 37 ,5 ° c jaminan kehidupan tinggal 61 % <strong>dan</strong> pada suhu di<br />
atas 37,5 ° c u<strong>dan</strong>g tidak dapat hidup lagi. Suhu yang baik untuk pertumbuhan<br />
u<strong>dan</strong>g windu adalah 29 °C - 30 ° c (Poernomo, 1978).<br />
Hasi{ pengukuran pH se{ama penelitian berada pada kisaran 7,5-8,5.<br />
Menurut Poernomo, 1978 bahwa untuk pertumbuhan u<strong>dan</strong>g windu secara normal<br />
pH air berkisar antara 7 - 8,5 se<strong>dan</strong>gkan pertumbuhan optimum u<strong>dan</strong>g windu di<br />
tambak, pH air berkisar antara 7 - 8,5. pH juga merupakan salah satu parameter<br />
yang mempunyai peranan penting dalam budidaya kerena perairan dengan pH<br />
ekstrim dapat membuat u<strong>dan</strong>g tertekan , pelunakan kerapaks,serta kelangsungan<br />
hidup rendah . Namun pH diatas 9 akan meningkatkan kadar amoniak yang dapat<br />
mematikan u<strong>dan</strong>g (Tricahyo,1994) <strong>dan</strong> nilai pH kurang dari 5 menyebabkan<br />
penggumpalan lendir pada insang sehingga u<strong>dan</strong>g akan mati lemas (Soetomo<br />
1990).<br />
Hasil pengukuran salinitas selama penelitian berada pada kisaran 23-40 ppt..<br />
U<strong>dan</strong>g windu (Panaeus monodon Fab.) memiliki sifat-sifat <strong>dan</strong> ciri khas yang<br />
membedakannya dengan u<strong>dan</strong>g-u<strong>dan</strong>g yang lain. U<strong>dan</strong>g windu bersifat Euryhaline,<br />
yakni secara alami bisa hidup di perairan yang berkadar garam dengan rentang<br />
yang luas, yakni 5-45 %0. Kadar garam ideal untuk pertumbuhan u<strong>dan</strong>g windu adalah<br />
19-35 %0. Sifat lain yang juga menguntungkan adalah ketahanannya tertladap<br />
perubahan suhu yang dikenal sebagai eurythema/ (Suyanto <strong>dan</strong> Mujiman 2004) .<br />
Oksigen merupakan parameter mutu air yang penting bagi kehidupan biota<br />
perairan. Perubahan kadar oksigen yang derastis dapat menimbulkan kematian<br />
bagi biota perairan. Hasil pengukuran kadar oksigen terlarut selama penelitian<br />
berkisar 4,4-6,5 mg/L. Menurut Boyd (1990) jika tidak ada senyawa beracun<br />
konsentrasi oksigen minimal 2 ppm sudah cukup untuk mendukung kehidupan jasad<br />
perairan secara normal. Boyd <strong>dan</strong> Fast (1992) menjelaskan bahwa oksigen terlarut<br />
dengan konsentrasi 0,0 hingga 1,5 mgtl dapat mematikan, kelangsungan hidup <strong>dan</strong><br />
pertumbuhan yang terbaik diperoleh pada kandungan oksigen terlarut dari 3,5 mg/L<br />
hingga mendekati kejenuhan , pada konsentrasi lewat jenuh akan berbahaya.<br />
25
Nitrit merupakan salah satu indikator a<strong>dan</strong>ya pencemaran oleh senyawa<br />
organik, nitrit merupakan senyawa yang dijumpai dalam jumlah yang kecil<br />
diperairan yang masih alami. Kisaran kandungan nitrit yang diperoleh selama<br />
penelitian adalah 0,0043 - 3,3427 mg/L. Menurut Buwono (1993) bahwa batas<br />
toleransi u<strong>dan</strong>g terhadap kandungan nitrit dalam air adalah 0,25 mg/L <strong>dan</strong> optimal 0<br />
mg/L. Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan bahwa kandungan nitrit pada<br />
penelitian ini cukup tinggi <strong>dan</strong> diduga sebagai salah satu penyebab kematian u<strong>dan</strong>g<br />
windu yang dipelihara.<br />
Hasi! pengukuran amonia se!ama penelitian berkisar 0,0003-4,3948 mgfL.<br />
Hasi! tersebut tergolong cukup tinggi <strong>dan</strong> berdampak pada kehidupan u<strong>dan</strong>g yang<br />
dipe!ihara. Menurut Boyd (990) bahwa kandungan amonia diperairan mencapai 0,45<br />
ppm akan menghambat pertumbuhan sampai 50% , se<strong>dan</strong>gkan konsentrasi total<br />
amonia nitrogen yang cocok untuk u<strong>dan</strong>g sebaiknya < 0,13 ppm Pantjara et al<br />
(2009) mengemukakan bahwa kandungan amonia di perairan > 0,2 mg/L dapat<br />
bersifat toksik bagi u<strong>dan</strong>g.<br />
Phosfat merupakan senyawa yang terlarut dalam air atau perairan yang<br />
memiliki fungsi terhadap biota air misalnya pembentukan protein <strong>dan</strong> proses<br />
fotosintesis. Phosfat adalah bentuk fosfor yang di manfaatkan oleh tumbuhan .<br />
Bentuk fosfor pad a peraiar alami pada umumnya merupakan produk dari ionisasi<br />
asam ortophosfat. Selain keberadaan fosfor yang relative sedikit pada kerak bumi<br />
juga merupakan unsure esensial bagi pertumbuhan tingkat tinggi <strong>dan</strong> alga sehingga<br />
unsur in; menjadi factor pembatas bagi pertumbuhan <strong>dan</strong> sangat mempenga uhi<br />
tingkat produktivitas perairan (Effendi, 2000). Hasi! pengamata pare e er :)5·31<br />
yang diperoleh selama pemeliharaan berkisar antara 0,0118-1.7759 L<br />
Boyd (1999) bahwa tumbuhan dapat menyerap phosfat dengar. sanga: c € ::>.<br />
menyebabkan kandungan phosfat semakin menurun. Boyd (1974) da/am Sa 'ara ~<br />
<strong>dan</strong> Thana , (1995) mengemukakan bahwa perairan dikatakan subur bila eGa <br />
fosfatnya 0,06 sampai 10 mg/L Menurut Soetomo (2002) bahwa selain<br />
menyuburkan perairan, fosfat dapat memperkokoh tumbuhan ganggang <strong>dan</strong><br />
meningkatkan kandungan protein tumbuhan ganggang.<br />
Hasil pengukuran bahan organik total (BOT) selama penelitian berada pada<br />
kisaran 16,96-39,90 mg/L. Nilai BOT tersebut tergolong tinggi sehingga <strong>dan</strong><br />
berpengaruh pada kondisi u<strong>dan</strong>g yang dipelihara. Menurut Boyd (1990), kandungan<br />
26
ahan organik terlarut suatu perairan normal adalah maksimum 15 mg/L, apabila<br />
kandungan bahan organik terlarut tinggi maka dapat menurunkan kandungan<br />
oksigen terlarut dalam air sehingga menurunkan daya tahan u<strong>dan</strong>g. Meagaung<br />
(2000) menyatakan bahwa proses penguraian bahan organik yang terlarut dalam air<br />
dapat menghabiskan oksigen dalam air. Kondisi ini akan menghasilkan senyawa<br />
tereduksi seperti CH 4 , H 2 S, NH3 <strong>dan</strong> senyawa tereduksi lainnya. Proses penguraian<br />
ini akan berjalan lancar dengan ketersediaan oksigen terlarut yang cukup.<br />
Menurut Atmomarsono (2003) bahwa suhu optimal uintuk pertumbuhan<br />
u<strong>dan</strong>g berkisar 26 - 30 DC, pH air 7,5 - 8,5, salinitas 15-25 ppt, oksigen terlarut 5-6<br />
ppm, amoniak < 0,1 ppm, keeerahan 30-40 em <strong>dan</strong> nilai alkalinitas disarankan > 80<br />
ppm. Mangampa et ai. , (2003) menyatakan bahwa persyaratan kualitas air optimal<br />
untuk u<strong>dan</strong>g windu yakni suhu 29 -31 DC, salinitas 15 - 25 ppt, Oksigen terlarut 4 - 7<br />
ppm <strong>dan</strong> pH 8,0 - 8,7, amoniak 0,25 ppm, nitrit 0,25 ppm . Poernomo (1979)<br />
menyatakan bahwa bahwa nilai pH air untuk u<strong>dan</strong>g windu terletak antara<br />
7,0 - 8,9.<br />
27
· . <br />
BAB. VI. KESIMPULAN DAN SARAN<br />
6.1. Kesimpulan<br />
Pemanfaatan daun tanaman mangrove Avicennia sp di tandon sebanyak<br />
0,125 giL menghasilkan sintasan u<strong>dan</strong>g windu yang paling tinggi (80 2: 20%)<br />
dengan berat rata-rata tokolan 0,12 g/ekor, kemudian disusul oleh perlakuan dengan<br />
perendaman daun tanaman mangrove, Rhizophora mucronata di tandon sebanyak<br />
0,25 giL dengan sintasan 80 2: 17,3% <strong>dan</strong> berat rata-rata tokolan 0,062g/ekor. Data<br />
populasi bakteri menunjukkan konsentrasi Vibrio sp mengalami penurunan yaitu<br />
menjadi 4,15 x 10 2 cfu/mL pada hari ke 10 perendaman daun Avicennia sp di<br />
tandon dengan konsentrasi 0,125 giL. Di akuarium kontrol populasi Vibrio sp<br />
mencapai 4,4 x 10 3 cfu/mL. Se<strong>dan</strong>gkan pada hari ke 20 popu/asi Vibrio sp terendah<br />
di air (2 x 10 cfu/mL) dijumpai pada perlakuan perendaman langsung daun<br />
Avicennia sp dengan konsentrasi 0,125 giL. Se<strong>dan</strong>gkan di akuarium kontrol populasi<br />
Vibrio sp 7,9 x 10 2 cfu/mL.<br />
Pada Penelitian skala Laboratorium ke II (Ulangan penelitian tahap I) dimana<br />
daun bakau Rhizophora mucronata <strong>dan</strong> Avicennia sp yang sudah kering sebelum<br />
direndam di dalam air tandon maupun di dalam air pemeliharaan tokolan u<strong>dan</strong>g<br />
windu terlebih dahulu daun tersebut dioven pada suhu 70 e 0 selama 36 jam. Tokolan<br />
u<strong>dan</strong>g windu yang digunakan adalah PL 60 dengan berat rata-rata 0,34g . Hasil<br />
pertumbuhan <strong>dan</strong> sintasan tokolan u<strong>dan</strong>g windu pada perendaman daun Avicennia<br />
sp di tandon dengan konsentrasi 0,125g/L terlihat cukup baik <strong>dan</strong> eke 0 is yal<br />
dengan berat rata-rata 2,55 ± 0,48 g/ekor <strong>dan</strong> srntasan 93.33±5.77%.<br />
demikian tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (P >0,05).<br />
Pertumbuhan u<strong>dan</strong>g windu pola intensif intensif di tambak de!' ~c<br />
penambahan serasah daun mangrove Avicenia sp sebanyak 0, 125 gil m ~ a.<br />
petak tandon menunjukkan hasil yang lebih baik dibanding denga ta pa<br />
penambahan serasah daun mangrove.<br />
28
6.2. Saran<br />
Perlu monitoring populasi Vibrio sp yang lebih lama lagi untuk melihat<br />
pengaruh perendaman daun mangrove terhadap popufasi bakteri Vibrio sp di air<br />
maupun di sedimen tempat pemeliharaan benur windu dengan pola intensif serta<br />
frekuensi penambahan daun mangrove pada media pemeliharaan.<br />
29
iii •<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
Ahmad, T <strong>dan</strong> M. Mangampa. 2000. The use of mangrove stands for bioremediation<br />
in a close shrimp culture system. Proceeding of International symposium on<br />
marine biotechnology. Bogor Agriculture University, Bogor, p : 114 -122.<br />
Arisandi, P. 2001. Manrove jawa Timur, Hutan Pantai yang terlupakan. Lembaga<br />
Kajian Ekologi <strong>dan</strong> Konservasi Lahan Basah. Gresik 3 hal.<br />
Atmomarsono, M. 2003. Upaya penanggulangan penyakit u<strong>dan</strong>g windu secara utuh<br />
<strong>dan</strong> terpadu. Makalah disampaikan pada acara Temu Konsultasi <strong>dan</strong><br />
Sosialisasi <strong>Teknologi</strong> Budidaya Tambak Ramah Lingkungan.<br />
Maros<br />
Sulawesi Selatan,9 - 10 Juli 2003.<br />
Barnes, R. S. K. <strong>dan</strong> R. N. Hughes. 1999. An Introduction to Marine Ecology. Third<br />
Edition. Blackwell Science, Ltd. Oxford. 286 p.<br />
Bengen, D. G. 2000. Pengenalan <strong>dan</strong> pengelolaan ekosistem mangrove. Pedoman<br />
teknis. Pusat Kajian Sumber daya Pesisir <strong>dan</strong> Lautan IPB, 58 him .<br />
Boyd CEo 1990. Water quality in pond for aquaculture. Alabama Agriculture<br />
Experiment Station. Auburn University. Birmingham Publishing Co,<br />
Alabama. USA. 482 p.<br />
Boyd CE., Fast AW. 1992. Pond Monitoring and Management. In. Fast AW and<br />
Lester LJ (eds) . Marine Shrimp Culture Principles and Practices. Elsivier<br />
Science Publishing Compo Inc. , New York, p. 497 - 513.<br />
Boyd, CE o 1999. Management of shrimp ponds to reduce the euthrophication<br />
potential of effluents. The Advocate, December, 1999 p: 12-14.<br />
Boyd, C. E. 1999. Codes of practice for responsible shrimp farming. Global<br />
Aquaculture Alliance, St. Louis, MO USA. 36 him<br />
Buwono, \'B. 1993. Tambak u<strong>dan</strong>g windu. Sistem pengelolaan berpola intensif.<br />
Penerbit Kanisius Yogyakarta<br />
Cholik, F., 1988. Dasar-dasar Pertambakan U<strong>dan</strong>g Intensif. Balai Penelitian<br />
Budidaya Pantai. Maros.<br />
Cholik, F <strong>dan</strong> A. Poernomo, 1987. Pengelolaan Mutu Air Tambak Untuk Budidaya<br />
U<strong>dan</strong>g Windu Intensif. Dalam Kumpulan Makala Se inar Teknik<br />
Budidaya U<strong>dan</strong>g Intensif. PT. Kalori Kreasi Ba a 9 Ja a a.<br />
Effendi, I. 1998. Studi pendahuluan tumbuha a ~ e 5e 3ga" c :. a en<br />
terhadap bakteri penyakit u<strong>dan</strong>g ibrio parahaemol} . - _5 : c ~ " or. e.<br />
Prosiding Seminar Ekosistem Mangrove 8-6, 5-' Se: ::::.-::;:e · = -<br />
Pekan baru. Kerjasama Program MAB- IPI I :: _ _ - . ::J ~_<br />
Perum.Perhutan PT caltex Pacific & _~~<br />
Pengembangan Mangrove. Hal: 273 - 277<br />
Effendi, H. 2000. Telaah kualitas a'lr bagi pengelolaan s "" CJ ::: ~ ' ... -;Eperairan.<br />
Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan , FPI - °3. 2 :: -<br />
258 hal.<br />
Gunarto. 2004. Konservasi mangrove sebagai pendukung sumber haya tJ pe . a-a<br />
pantai. Jurnal penelitian <strong>dan</strong> pengembangan Pertanian 23 (1) : 15 - 2<br />
Gunarto, Suharyanto, Muslimin. 2003. Budidaya u<strong>dan</strong>g windu menggunakan<br />
tandon mangrove dengan pola resirkulasi berbeda. Jurnal Penelitian<br />
Perikanan Indonesia, edisi Akuakultur, 9 (2) : 57 - 64.<br />
30