Bisnis-Indonesia-Arah-Bisnis-dan-Politik-2014
Bisnis-Indonesia-Arah-Bisnis-dan-Politik-2014
Bisnis-Indonesia-Arah-Bisnis-dan-Politik-2014
Transform your PDFs into Flipbooks and boost your revenue!
Leverage SEO-optimized Flipbooks, powerful backlinks, and multimedia content to professionally showcase your products and significantly increase your reach.
<strong>2014</strong><br />
Suplemen <strong>Bisnis</strong> <strong>Indonesia</strong> Senin, 16 Desember 2013<br />
Kapitalisasi<br />
Tahun <strong>Politik</strong><br />
GRATIS<br />
Bagi pelanggan <strong>Bisnis</strong> <strong>Indonesia</strong>
Ikhtisar<br />
Dari redaksi<br />
Pada laporan <strong>Arah</strong><br />
<strong>Bisnis</strong> <strong>dan</strong> <strong>Politik</strong><br />
<strong>2014</strong>, surat kabar ini<br />
secara lebih serius menyoroti<br />
peristiwa politik, yaitu<br />
pemilihan umum legislatif<br />
<strong>dan</strong> pemilihan presiden <strong>dan</strong><br />
wakil presiden.<br />
Berbagai ulasan dalam terbitan khusus ini tidak<br />
hanya menarik perhatian pembaca pada pentingnya<br />
ABRAHAM<br />
RUNGA MALI<br />
<strong>Bisnis</strong> <strong>Indonesia</strong><br />
momentum politik itu, tapi lebih dari itu, tebersit harapan<br />
agar momentum politik tersebut ditangkap sebagai peluang<br />
untuk membangun negeri ini ke arah yang lebih baik.<br />
Dengan kata lain, momentum politik diharapkan<br />
dapat dikonversi oleh semua pihak di negeri ini menjadi<br />
sebuah kesempatan emas dalam membangun bangsa<br />
ini pada berbagai bi<strong>dan</strong>g.<br />
Konkretnya bangsa ini tidak boleh hanya berhenti<br />
melihat pemilu sebagai ritual demokrasi yang biasabiasa<br />
saja <strong>dan</strong> tenggelam di dalamnya, tapi harus benarbenar<br />
mampu membuat ritual politik sebagai peristiwa<br />
yang bermanfaat. Sebuah momentum yang harus dikapitalisasi.<br />
Itu berarti penyelenggaraan harus dilaksanakan seadil<br />
mungkin agar tidak menimbulkan ketidakpuasan yang<br />
berujung pada protes <strong>dan</strong> demosntrasi yang tak berkesudahan.<br />
Lalu, para pemimpin yang terpilih diharapkan<br />
memiliki kemampuan yang memadai <strong>dan</strong> memiliki<br />
integritas tinggi sehingga tidak terjebak dalam<br />
budaya korupsi <strong>dan</strong> nepotisme yang selama ini terbukti<br />
sangat menggangu proses pembangunan.<br />
Hanya proses <strong>dan</strong> hasil demokrasi yang efektiflah<br />
yang bisa menjadi modal bagi bangsa ini da<br />
lam menghadapi berbagai tantangan, terutama tantangan<br />
ekonomi yang pada tahun lalu ditandai oleh<br />
krisis ekonomi global, depresiasi rupiah, fluktuasi har<br />
ga saham serta defisit transaksi berjalan yang di per -<br />
kirakan masih terus berlangsung hingga tahun ini.<br />
Besar harapan kami, <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> <strong>dan</strong> <strong>Politik</strong> <strong>2014</strong><br />
yang sampai ke meja pembaca bisa membantu <strong>dan</strong><br />
menavigasi Anda dalam mengelola bisnis <strong>dan</strong> memahami<br />
dinamika politik selama tahun <strong>2014</strong>. Semoga!<br />
Tim kerja laporan khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> <strong>2014</strong>:<br />
Koordinator Redaksi: Abraham Runga Mali, Roni Yunianto, M.<br />
Rochmat Purboyo, Inria Zulfikar, Cham<strong>dan</strong> Purwoko, & Setyardi<br />
Widodo, Lahyanto Nadie<br />
Koordinator Foto: Andry T. Kurniady<br />
Koordinator Artistik: Yayan Indrayana<br />
Koordinator Pracetak: A. Hamid Sihite, Andri Trisuda<br />
4<br />
8<br />
10<br />
18<br />
Pengantar<br />
Perekonomian <strong>Indonesia</strong> sebenarnya bisa<br />
bertumbuh lebih kencang lagi, apabila pemerintah<br />
bersama-sama dunia usaha <strong>dan</strong> seluruh<br />
pemangku kepentingan termasuk para<br />
pekerja dapat bersinergi untuk memanfaatkan<br />
peluang yang ada.<br />
Ekonomi Global<br />
Jeram ketidakpastian masih jadi momok ekonomi<br />
global tahun <strong>2014</strong>. Meski pertumbuhan<br />
diga<strong>dan</strong>g-ga<strong>dan</strong>g lebih cemerlang dari tahun<br />
sebelumnya, berbagai luka dari sisa-sisa krisis<br />
masih menganga.<br />
Kebijakan Ekonomi<br />
Tantangan eksternal sekaligus<br />
internal kian membesar pada<br />
<strong>2014</strong>. Di sisi eksternal adalah<br />
pemulihan ekonomi Amerika<br />
Serikat, se<strong>dan</strong>gkan di sisi internal,<br />
problem struktural di<br />
dalam negeri yang<br />
perlu segera<br />
dibenahi.<br />
Prospek Ekonomi<br />
Jika di akhir tahun saya ditanya tentang arah<br />
ekonomi <strong>Indonesia</strong> di tahun mendatang,<br />
jawaban saya biasanya mengacu kepada<br />
prospek ekonomi <strong>dan</strong> pasar finansial global.<br />
Dalam beberapa tahun terakhir analisis saya<br />
umumnya mengacu kepada dampak krisis<br />
fiskal di Amerika Serikat (AS) <strong>dan</strong> Eropa<br />
pada <strong>Indonesia</strong>. Bagaimana <strong>Indonesia</strong> menghadapi<br />
keadaan global yang sarat krisis<br />
1 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>
Ikhtisar<br />
Prospek Ekonomi<br />
Portofolio <strong>2014</strong><br />
28<br />
Perekonomian <strong>Indonesia</strong> yang<br />
dalam beberapa tahun terakhir<br />
sudah terbang dengan dua<br />
mesin, dalam hampir setahun<br />
belakangan ini hanya terbang<br />
dengan satu mesin, yaitu konsumsi<br />
rumah tangga. Sekalipun<br />
demikian, tampaknya para<br />
penentu kebijakan makroekonomi<br />
meman<strong>dan</strong>g perekonomian<br />
terbang masih terlalu tinggi<br />
sehingga harus diredam.<br />
34<br />
Quantitative easing adalah kebijakan<br />
stimulus yang dijalankan<br />
oleh bank sentral Amerika<br />
Serikat Federal Reserve dengan<br />
memompakan likuiditas ke<br />
pasar, sehingga tidak ada alasan<br />
bagi kenaikan suku bunga.<br />
Bunga rendah diharapkan bisa<br />
memicu dunia usaha bergerak,<br />
sehingga negara adidaya itu<br />
bisa segera keluar dari krisis.<br />
Regulasi Pasar Modal<br />
32<br />
Swasembada Pangan<br />
60<br />
Fakta dari statistik World Federation of Ex -<br />
changes menunjukkan, tingkat perputaran<br />
uang (ve lositas) perdagangan saham di BEI<br />
menduduki peringkat terendah kedua di dunia<br />
setelah Filipina, dengan rasio transaksi harian<br />
terhadap kapitalisasi pasar hanya 24,9%.<br />
Melihat realita ini, otoritas pasar modal<br />
mengambil sejumlah langkah strategis<br />
untuk mengatasi persoalan, baik dari sisi<br />
permintaan maupun suplai. Kebijakan terhangat<br />
adalah perubahan jumlah lot saham<br />
<strong>dan</strong> fraksi harga (tick price) yang akan<br />
efektif pada 6 Januari <strong>2014</strong>.<br />
Pada <strong>2014</strong>, pencapaian kinerja akan menjadi<br />
tolak ukur kesuksesan pemerintahan. Tentu<br />
saja ketahanan pangan dalam wujud swa sembada<br />
pangan akan menjadi satu kunci kesuksesan,<br />
karena sektor ini menyentuh langsung<br />
kepentingan semua masyarakat.<br />
Kinerja Manufaktur<br />
44<br />
Figur <strong>Politik</strong> Baru<br />
82<br />
Kinerja sektor manufaktur mema suki <strong>2014</strong><br />
semakin penuh tan tangan. Apalagi, sejumlah<br />
sentimen negatif global masih berlanjut<br />
<strong>dan</strong> berpe ran sangat besar dalam membentuk<br />
ketidakstabilan ekonomi makro di<br />
dalam negeri. Apakah semua masalah yang<br />
belum dituntaskan pada 2013 akan selesai<br />
pada <strong>2014</strong> Ataukah pada <strong>2014</strong> masalahmasalah<br />
itu justru kian membesar seperti<br />
virus kanker yang menggerogoti tubuh<br />
Strategi mencairkan persoalan ala Jokowi<br />
dengan ‘diplomasi makan siang’ cukup<br />
ampuh membuat atmosfer politik tetap cair.<br />
Buktinya, normalisasi Waduk Pluit <strong>dan</strong> Ria<br />
Rio beres dengan mengajak warga makan<br />
siang.<br />
Laju Menuju RI-1<br />
80<br />
Sekitar 6 Bulan menjelang penetapan partai<br />
politik pemenang pemilu legislatif oleh KPU,<br />
suhu politik terkait dengan persiapan pencalonan<br />
presiden oleh partai politik terasa kian panas.<br />
2 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>
Proyeksi<br />
3 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>
Pengantar<br />
Memanfaatkan Demokrasi<br />
untuk Kesejahteraan<br />
Tahun politik <strong>2014</strong> sudah di<br />
depan mata, yang hiruk pikuknya<br />
mulai tampak dari sekarang.<br />
Seperti pada pemilihan umum<br />
tahun-tahun sebelumnya, yakni<br />
2004 <strong>dan</strong> 2009, perekonomian<br />
selalu menikmati manfaat yang<br />
tidak kecil secara langsung <strong>dan</strong><br />
tidak langsung dari perhelatan<br />
politik 5 tahunan itu.<br />
Sukam<strong>dan</strong>i Sahid Gitosardjono<br />
Pemimpin Umum <strong>Bisnis</strong> <strong>Indonesia</strong><br />
Dalam konteks yang sama, pemilu<br />
tahun depan memiliki makna yang<br />
sangat strategis. Ini karena term<br />
kedua pemerintahan Presiden Susilo<br />
Bambang Yudhoyono bakal berakhir,<br />
<strong>dan</strong> tidak dapat dipilih kembali<br />
sesuai dengan konstitusi, sehingga akan terpilih<br />
pemimpin baru pengganti Presiden Yudhoyono.<br />
Dengan demikian, Pemilu <strong>2014</strong> akan mewarnai<br />
perjalanan <strong>Indonesia</strong> sebagai bangsa <strong>dan</strong> negara,<br />
tidak hanya dalam kurun waktu 5 tahun ke depan,<br />
tetapi juga dalam jangka panjang.<br />
Secara langsung, seperti sering dikemukakan<br />
para pejabat pemerintah <strong>dan</strong> Bank <strong>Indonesia</strong>,<br />
pelaksanaan pemilu akan menambah laju pertumbuhan<br />
ekonomi sekitar 0,2% pada tahun <strong>2014</strong>.<br />
Namun dalam jangka panjang, pemilu <strong>2014</strong> akan<br />
meletakkan landasan bagi kesinambungan pem <br />
bangunan ekonomi <strong>Indonesia</strong> lima tahun ke depan,<br />
<strong>dan</strong> bahkan 10 tahun ke depan, apabila peme <br />
ritahan terpilih mampu menjaga kinerja yang baik.<br />
Bukan tidak mungkin pula, apabila pemerintahan<br />
baru yang terpilih pada pemilu <strong>2014</strong> nanti<br />
mampu meletakkan landasan haluan negara dalam<br />
jangka panjang, misalnya 50 tahun ke depan yang<br />
dikukuhkan melalui peraturan perun<strong>dan</strong>gan yang<br />
didukung parlemen baru, <strong>Indonesia</strong> akan memiliki<br />
platform pembangunan yang lebih berkesinambungan.<br />
Mengapa strategi<br />
pembangunan berkesinambungan<br />
ini penting,<br />
karena <strong>Indonesia</strong><br />
saat ini tengah menghadapi<br />
tantangan<br />
struktural yang tidak<br />
ringan. Ini sebenarnya<br />
telah mulai dirasakan<br />
sejak beberapa<br />
tahun terakhir, yang<br />
membutuhkan solusi<br />
jangka pendek maupun<br />
jangka panjang,<br />
sekaligus meletakkan<br />
arah pembangunan<br />
yang konsisten sesuai<br />
visi jangka panjang.<br />
Kita tahu terdapat sejumlah tantangan yang harus<br />
dihadapi <strong>Indonesia</strong> tahun depan, yang melanjutkan<br />
kondisi yang terjadi tahun 2013 ini, akibat sejumlah<br />
penyakit struktural yang membelit perekonomian.<br />
Sepanjang 2013, di mana suhu politik mulai<br />
menghangat menjelang pelaksanaan pemilu, termasuk<br />
di antaranya pengungkapan sejumlah kasus<br />
korupsi besar, di sisi lain kondisi perekonomian<br />
juga mengalami sedikit guncangan.<br />
Guncangan perekonomian, yang ditandai oleh<br />
fluktuasi harga saham, depresiasi rupiah yang hampir<br />
mencapai 30% dari posisi awal tahun 2013,<br />
berawal dari faktor ketidakseimbangan struktural<br />
dalam perekonomian <strong>Indonesia</strong>.<br />
Salah satunya adalah defisit neraca transaksi berjalan,<br />
yang telah berlangsung 12 kuartal, atau sejak<br />
tahun 2011 silam. Angkanya tidak kecil, bahkan<br />
melampaui 4% dari produk domestik bruto atau<br />
PDB, padahal tingkat yang normal paling tinggi<br />
adalah 2% dari PDB.<br />
Hal ini menyebabkan kekhawatiran para pelaku<br />
pasar <strong>dan</strong> pelaku bisnis, sejauh mana perekonomian<br />
<strong>Indonesia</strong> bisa tumbuh secara berkesinambungan,<br />
terlebih lagi beban defisit anggaran yang besar<br />
akibat subsidi bahan bakar minyak juga mempersempit<br />
ruang gerak fiskal untuk membiayai pembangunan.<br />
Salah satu penyebab penyakit struktural itu antara<br />
lain adalah rendahnya daya saing <strong>Indonesia</strong>,<br />
yang menyebabkan pasar domestik yang besar<br />
4 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>
lebih banyak dibanjiri produk impor daripada produk<br />
sendiri.<br />
<strong>Indonesia</strong> yang dihuni lebih dari 240 juta penduduk,<br />
memang kini seperti anak remaja yang se<strong>dan</strong>g bergairah,<br />
makan dengan lahap, karena dihuni oleh kelas<br />
menengah baru dengan daya beli yang besar.<br />
Implikasinya bagi perekonomian amat luas, karena<br />
daya konsumsi kelas menengah <strong>Indonesia</strong> begitu tinggi,<br />
mulai dari produk teknologi rendah hingga barang<br />
teknologi tinggi.<br />
Ketika sebagian kebutuhan mereka tidak bisa<br />
dipenuhi dari industri dalam negeri, maka<br />
impor membanjir, tidak hanya impor barang<br />
konsumsi, tetapi juga bahan baku <strong>dan</strong><br />
barang modal yang diperlukan untuk menopang<br />
produksi dalam negeri.<br />
Terlebih lagi, terdapat<br />
pergeseran dari sebagian<br />
pelaku bisnis yang lebih<br />
senang menjadi pedagang<br />
daripada menjadi industrialis.<br />
Berbagai kesepakatan perdagangan<br />
bebas yang mendorong bea<br />
masuk 0% telah membuat barang<br />
impor menjadi jauh lebih murah,<br />
<strong>dan</strong> sebaliknya memproduksi<br />
barang di <strong>Indonesia</strong> semakin tidak<br />
kompetitif. Terlebih dengan semkin<br />
maraknya gerakan buruh yang kian<br />
radikal dengan upah yang terus bergerak<br />
naik tanpa diimbangi peningkatan<br />
produktivitas kerja.<br />
Inilah Itulah yang menjadi penyebab,<br />
banyak pelaku bisnis banting setir dari<br />
produsen menjadi pedagang <strong>dan</strong> importir.<br />
Jika kondisi ini dibiarkan, penyakit struktural<br />
yang membelit perekonomian<br />
<strong>Indonesia</strong> akan kian kronis.<br />
Dalam bahasa para ekonom, <strong>Indonesia</strong> akan masuk<br />
perangkap kelas menengah jika tidak ditemukan resep<br />
yang efektif memperbaiki penyakit struktural tersebut.<br />
SEJUMLAH HARAPAN<br />
Oleh sebab itu, saya berharap agar dunia usaha,<br />
pemerintah <strong>dan</strong> segenap lapisan masyarakat serta<br />
seluruh pemangku kepentingan bahu membahu dalam<br />
mewujudkan transformasi struktural <strong>Indonesia</strong> ke<br />
depan, agar kita benar-benar dapat memanfaatkan<br />
bonus demografi yang besar untuk kejayaan bangsa <strong>dan</strong><br />
<strong>Indonesia</strong>, seperti dilaporkan Bank Dunia, memiliki<br />
tambahan kelas menengah baru sedikitnya 7 juta setiap<br />
tahun, yang berarti lebih besar dari penduduk<br />
Singapura. Mereka adalah konsumen berusia muda<br />
yang berdaya beli tinggi, <strong>dan</strong> karena itu haus akan<br />
produk barang <strong>dan</strong> jasa serta teknologi.<br />
Ini adalah potensi yang besar, yang akan menjadi<br />
penopang kuat bagi perjalanan bangsa <strong>Indonesia</strong> dalam<br />
abad mendatang, jika dapat dikelola dengan baik. Maka,<br />
bonus demografi itu harus bisa dimanfaatkan untuk<br />
sebesar-besar kemakmuran bangsa <strong>Indonesia</strong>, dengan<br />
visi, strategi <strong>dan</strong> implementasi dalam bentuk kebijakan<br />
yang tepat <strong>dan</strong> berani.<br />
Maka, dalam kepentingan itu, pemilu <strong>2014</strong> menjadi<br />
sangat strategis. Saya benar-benar berharap, pemilu<br />
<strong>2014</strong> nanti bisa meletakkan landasan yang kokoh bagi<br />
pembentukan <strong>Indonesia</strong> Incorporated, yang telah lama<br />
digaungkan oleh pelaku usaha termasuk Kadin<br />
<strong>Indonesia</strong>, yang pernah dua periode saya pimpin.<br />
Mulai dari parlemen yang terpilih diharapkan dapat<br />
melahirkan anggota-anggota dewan yang tanggap, tajam<br />
<strong>dan</strong> punya visi dalam melahirkan aturan perun<strong>dan</strong>gan<br />
yang diperlukan untuk meningkatkan<br />
kapasitas <strong>Indonesia</strong>, mulai dari<br />
sumberdaya manusia, hingga kapasitas<br />
industri <strong>dan</strong> jasa.<br />
Pemerintah yang terpilih dalam<br />
pemilu tahun depan, diharapkan juga<br />
tokoh yang mampu mentransformasikan<br />
sistem perekonomian yang lebih berdaya<br />
saing, yang ditopang kapasitas industri domestik<br />
yang kuat.<br />
Begitu pun, pemerintahan mendatang<br />
diharapkan mampu menempatkan kebijakan<br />
fiskal sebagai alat strategis dalam mewujudkan<br />
pembangunan ekonomi yang lebih inklusif,<br />
menerapkan subsidi tepat sasaran, serta<br />
mampu mendorong kapasitas infrastruktur nasional.<br />
Ini bukan semata infrastruktur fisik yang mendukung<br />
konektivitas, melainkan juga infrastruktur<br />
energi, pangan, <strong>dan</strong> lingkungan.<br />
Dan lebih dari itu semua, perubahan struktural<br />
perlu didukung reformasi kultural, agar spirit <strong>dan</strong><br />
mentalitas anak bangsa yang berfikir positif, tidak<br />
mudah mengeluh, tidak mudah menyerah, punya<br />
daya dobrak yang kuat terhadap prestasi, lebih<br />
inovatif, <strong>dan</strong> memiliki semangat entrepreneurship<br />
<strong>Bisnis</strong>/Husin Parapat<br />
yang tinggi.<br />
Karena itulah, pembenahan sistem pendidikan nasional<br />
tak bisa ditawar-tawar lagi. Dengan kapasitas anggaran<br />
yang besar, revitalisasi sistem pendidikan nasional<br />
yang mampu meningkatkan hard-skill (kemampuan <strong>dan</strong><br />
kapasitas teknis <strong>dan</strong> engineering) serta soft skill (mentalitas,<br />
cara berfikir <strong>dan</strong> entrepreneurship) mutlak diperlukan.<br />
Apabila hal-hal semacam itu bisa dilakukan, saya<br />
yakin <strong>Indonesia</strong> akan sangat siap bersaing <strong>dan</strong> mengarungi<br />
globalisasi dengan penuh kepercayaan diri dalam<br />
dekade mendatang.<br />
Jika pemilu tahun <strong>2014</strong> dapat dimanfaatkan untuk<br />
memilih para calon legislatif <strong>dan</strong> pemerintaahan baru<br />
yang berorientasi pada <strong>Indonesia</strong> Incorporated di atas,<br />
maka demokrasi yang telah dilalui bangsa ini lebih dari<br />
satu dekade terakhir akan memberikan manfaat lebih<br />
besar bagi kemajuan bangsa di masa mendatang.<br />
Dengan demikian, kita dapat membangun perekonomian<br />
yang tangguh untuk menciptakan kesejahteraan<br />
masyarakat yang adil <strong>dan</strong> demokratis, sekaligus menjadikan<br />
<strong>Indonesia</strong> sebagai bangsa besar yang disegani di<br />
dunia. (*)<br />
Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 5
Proyeksi<br />
Memanfaatkan Momentum<br />
Konsolidasi Nasional<br />
Tak ada yang paling sibuk dari para<br />
politisi <strong>Indonesia</strong> hari-hari ini lantaran<br />
tinggal beberapa bulan lagi akan<br />
bertempur dalam pemi lihan umum<br />
legislatif pada April <strong>2014</strong>.<br />
Arif Budisusilo<br />
Pemimpin Redaksi <strong>Bisnis</strong> <strong>Indonesia</strong><br />
Beberapa bulan setelahnya, Juli <strong>2014</strong>,<br />
giliran pemilihan umum untuk menentukan<br />
Presiden<br />
Republik <strong>Indonesia</strong><br />
pengganti Susilo<br />
Bambang Yudhoyono,<br />
yang telah memerintah dua periode<br />
sejak 2004, <strong>dan</strong> akan ‘jatuh<br />
tempo’ Oktober <strong>2014</strong> nanti.<br />
Secara konstitusi, Presiden<br />
Yudhoyono tidak bisa dipilih kembali<br />
karena masa jabatan presiden<br />
dibatasi hanya dua periode. Maka,<br />
pemilu <strong>2014</strong> menjadi pesta<br />
demokrasi yang sangat penting.<br />
Karena itulah, tahun <strong>2014</strong> menjadi<br />
tahun menentukan. Sebab<br />
politik adalah pintu masuk, langkah<br />
awal. Tujuan akhir sesungguhnya<br />
adalah ekonomi, yang dalam bahasa<br />
banyak pihak: kesejahteraan.<br />
Dalam konteks itulah, perbincangan politik selalu<br />
seru <strong>dan</strong> kerap mengejutkan. Banyak uang berhamburan<br />
di seputar aktivitas politik, terlebih politik<br />
praktis; baik uang halal maupun uang haram.<br />
Maka, apabila kemudian banyak politisi masuk<br />
bui, tak terlalu mengherankan. Tak perlu kaget<br />
pula ketika dalam usia satu setengah dasawarsa<br />
demokrasi liberal di <strong>Indonesia</strong>—dibarengi dengan<br />
pembagian kekuasaan ke daerah dalam bentuk otonomi—lebih<br />
dari separuh bupati atau kepala daerah<br />
tersangkut kasus korupsi.<br />
Komisi Pemberantasan Korupsi juga mengemukakan,<br />
di banyak daerah, Indeks Persepsi Korupsi<br />
ternyata punya korelasi yang kuat dengan Indeks<br />
Pembangunan Manusia. Artinya, pembangunan<br />
manusia gagal di daerah yang korupsinya tinggi.<br />
Dengan kata lain, praktik kita menjalankan<br />
demokrasi belum sepenuhnya berhasil, bahkan<br />
melenceng dari tujuan yang sesungguhnya mulia,<br />
yakni terciptanya stabilitas politik <strong>dan</strong> kesejahteraan<br />
untuk seluruh rakyat.<br />
***<br />
Gambaran politik tersebut membuat kita perlu<br />
prihatin terhadap kondisi kebangsaan saat ini. Oleh<br />
karena itu, tahun pemilu <strong>2014</strong> diharapkan menjadi<br />
titik tolak baru bagi <strong>Indonesia</strong> untuk menentukan<br />
arah yang lebih fokus untuk revitalisasai nilai-nilai<br />
kebangsaan dengan sasaran akhir terciptanya kesejahteraan<br />
yang adil bagi seluruh rakyat.<br />
Tahun <strong>2014</strong> selayaknya menjadi titik tolak awal<br />
untuk melakukan konsolidasi nasional,<br />
melalui penataan kelembagaan politik<br />
yang lebih transparan, akuntabel <strong>dan</strong><br />
fokus pada peningkatan kesejahteraan<br />
yang adil dalam jangka panjang.<br />
Kita perlu lebih fokus untuk memanfaatkan<br />
demokrasi sebagai pintu masuk<br />
bagi peletakan peletakan landasan yang<br />
kokoh bagi perekonomian nasional. Di<br />
sinilah sebenarnya titik tolak bagi upaya<br />
menciptakan kesejahteraan yang adil bagi<br />
semua lapisan masyarakat.<br />
Hingga hari-hari ini, kesejahteraan<br />
tidak terbagi merata melainkan terkonsentrasi<br />
pada titik-titik pusat pertumbuhan,<br />
yang tersebar pada pusat-pusat<br />
kekuasaan baik di level nasional maupun<br />
daerah.<br />
Banyaknya bupati atau walikota yang menjadi<br />
tersangka adalah salah satu contoh, selain a<strong>dan</strong>ya<br />
praktik-praktik penggerogotan kapasitas anggaran<br />
melalui kesepakatan-ke sepakatan gelap di parlemen<br />
untuk memanfaatkan anggaran di pusat <strong>dan</strong> daerah<br />
secara tidak proporsional.<br />
***<br />
Tantangan politik tersebut tentu saja memberi<br />
warna penting bagi gambaran perkembangan ekonomi<br />
nasional.<br />
Ini sejalan dengan pernyataan Ruchir Sarma,<br />
seorang investment banker yang kini menulis buku<br />
Breakout Nations, yang mengingatkan <strong>Indonesia</strong><br />
agar tidak terjebak pada pergulatan politik <strong>dan</strong> politik<br />
dinasti. Kondisi ini telah menghambat perkembangan<br />
perekonomian seperti pernah terjadi di<br />
6 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>
telah memaksa pemerintah <strong>dan</strong> bank<br />
sentral melakukan koreksi pertumbuhan<br />
ekonomi melalui serangkaian kebijakan,<br />
termasuk kenaikan BI Rate<br />
hingga menjadi 7,5% pada November<br />
lalu.<br />
Apabila tren kenaikan suku bunga<br />
alias solusi moneter konvensional ini<br />
terus diterapkan, bukan tidak mungkin<br />
dampaknya akan semakin eskalatif<br />
dalam memukul kinerja sektor riil<br />
dam bahkam usaha kecil <strong>dan</strong> menengah.<br />
Kalau tidak dibalik, ini bisa<br />
menjadi skenario buruk bagi perekonomian<br />
tahun <strong>2014</strong>.<br />
Argentina <strong>dan</strong> sebelumnya di Filipina.<br />
Kekhawatiran Ruchir Sarma itu sebenarnya telah<br />
mulai menampakkan gejalanya di <strong>Indonesia</strong>. Dua atau<br />
tiga tahun terakhir ini adalah periode penuh pembelajaran,<br />
di mana pertumbuhan jumlah kelas menengah<br />
<strong>Indonesia</strong> yang pesat di tengahlingkungan demokrasi<br />
yang masih berkembang, telah melahirkan ketimpangan<br />
struktural dalam perekonomian.<br />
Langkah pemerintah dalam mengembalikan kapasitas<br />
nasional di berbagai sektor perekonomian tidak fokus,<br />
karena kebijakan ekonomi banyak tersandera oleh<br />
kepentingan politik—atas nama demokrasi—sehingga<br />
menciptakan penyakit struktural yang semakin kronis.<br />
Dampaknya, setiap 5 tahun menjelang pemilihan<br />
umum, selalu terjadi gejolak perekonomian yang antara<br />
lain ditandai fluktuasi nilai tukar rupiah yang cenderung<br />
melemah pada tahun 2013 serta gejolak pada pasar<br />
finansial.<br />
Penyakit struktural dalam perekonomian muncul<br />
antara lain lantaran defisit transaksi berjalan yang<br />
melampaui 4% dari produk domestik bruto, yang telah<br />
berlangsung sejak 2011 silam. Ini terjadi akibat kinerja<br />
perekonomian yang lebih ditopang impor untuk memenuhi<br />
permintaan kelas menengah yang melonjak besar<br />
dalam teknologi <strong>dan</strong> barang-barang berilai tambah<br />
tinggi.<br />
Memang perekonomian masih mampu tumbuh di atas<br />
6% <strong>dan</strong> diperkirakan pada kisaran 5,8%-6,2% pada<br />
tahun 2013 ini. Namun penyakit struktural tersebut<br />
***<br />
Dalam konteks besar tersebut, kita<br />
berharap pemerintah lebih fokus<br />
dalam memanfaatkan konsolidasi politik<br />
nasional sebagai pijakan dalam<br />
melakukan transformasi struktural<br />
guna memperkuat perekonomian<br />
nasional.<br />
Terlebih <strong>Indonesia</strong> masih akan<br />
mengalami situasi yang tidak mudah<br />
<strong>dan</strong> penuh tantangan pada tahun<br />
<strong>2014</strong>, seperti diakui oleh Presiden<br />
<strong>Bisnis</strong>/Husin Parapat<br />
Susilo Bambang Yudhoyono sendiri.<br />
<strong>Indonesia</strong> masih akan menghadapi<br />
persaingan ketat dalam menarik capital inflow, terutama<br />
sejalan dengan penarikan kembali obligasi besar-besaran<br />
oleh Amerika Serikat serta membaiknya perekonomian<br />
Uni Eropa.<br />
Selain itu, tantangan meningkatkan daya saing untuk<br />
memperkuat landasan struktural juga tidak mudah,<br />
karena sejumlah negara juga melakukan upaya serius<br />
untuk mendorong perekonomian dalam memperebutkan<br />
kue ekonomi global.<br />
Dengan demikian, sembari memanfaatkan konsolidasi<br />
politik yang akan terjadi sepanjang <strong>2014</strong> guna memanfaatkan<br />
momentum pembentukan pemerintahan baru,<br />
ada baiknya pemerintahan sekarang tetap fokus pada<br />
kebijakan ekonomi yang konsisten dalam menjaga stabilitas<br />
sistem keuangan <strong>dan</strong> meningkatkan daya saing<br />
nasional.<br />
Penting untuk meningkatkan kapasitas perekonomian<br />
nasional—melalui paket kebijakan fiskal yang agresif<br />
serta insentif moneter yang non-konvensional—guna<br />
menyangga konsumsi kelas menengah yang terus<br />
menanjak, agar defisit teknologi yang menjadi pemicu<br />
utama ketimpangan struktural dapat terus ditekan.<br />
Dengan demikian, konsolidasi politik dapat dimonetisasi<br />
untuk meletakkan landasan lebih kokoh bagi fundamental<br />
perekonomian nasional. Apabila tidak,<br />
<strong>Indonesia</strong> akan membutuhkan waktu semakin panjang<br />
untuk memanfaatkan benefit kelas menengah yang<br />
besar sebagai mesin pendorong perekonomian yang<br />
efektif. (*)<br />
Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 7
Ekonomi Global<br />
Ancaman Laten Warisan Resesi<br />
“Uncertainty is the refuge of hope.” -<br />
Henri Frederic Amiel<br />
Wike D. Herlinda<br />
redaksi@bisnis.co.id<br />
Jeram ketidakpastian masih jadi momok<br />
ekonomi global tahun <strong>2014</strong>. Meski pertumbuhan<br />
diga<strong>dan</strong>g-ga<strong>dan</strong>g lebih cemerlang<br />
dari tahun sebelumnya, berbagai<br />
luka dari sisa-sisa krisis masih menganga.<br />
Tidak bisa dimungkiri, napas perekonomian<br />
global pada 2013 sarat dengan nuansa kontraksi<br />
<strong>dan</strong> volatilitas. Ekonomi maju <strong>dan</strong> berkembang,<br />
keduanya sama-sama jatuh bangun ditusuk<br />
sembilu kegamangan pasar <strong>dan</strong> tren moderasi pertumbuhan.<br />
Sudah menjadi pemahaman umum pula<br />
bawasannya catatan buruk tersebut salah satunya<br />
dipicu oleh tarik ulur proses pemulihan di Eropa<br />
<strong>dan</strong> ditutup oleh perdebatan fiskal yang sengit di<br />
Washington serta spekulasi pengurangan stimulus<br />
bank sentral Amerika Serikat.<br />
Rapor merah ekonomi global terefleksi jelas saat<br />
Dana Moneter International (International Monetary<br />
Fund/ IMF) memangkas proyeksi pertumbuhan<br />
2013 menjadi 2,9% dari 3,2%. Ekspetasi laju eks -<br />
pansi <strong>2014</strong> pun dikoreksi menjadi 3,6% dari 3,8%.<br />
Sepintas, nampaknya biduk perekonomian dunia<br />
<strong>2014</strong> akan membaik, didorong oleh tren pemulihan<br />
secara gradual. Namun, lima tahun sejak runtuhnya<br />
Lehman Brothers Holdings Inc. yang menandai<br />
krisis keuangan 2008, apa sebenarnya yang dipelajari<br />
ekonomi maju<br />
Hingga kini mereka masih belum juga bertumbuh<br />
pada level yang lebih baik dibandingkan<br />
dengan periode sebelum krisis. Proyeksi pertumbuhan<br />
zona euro <strong>2014</strong>, misalnya, dipangkas Komisi<br />
Eropa menjadi 1,1% dari 1,2%, dengan pengangguran<br />
tetap pada level tinggi 12,2%.<br />
Pada kuartal II/2013, zona euro memang telah<br />
mendeklarasikan kesuksesan hengkang dari resesi<br />
6 kuartal setelah menyentuh pertumbuhan 0,3%.<br />
Namun, lemahnya permintaan swasta <strong>dan</strong> angka<br />
investasi masih jadi penyumbat jalan pemulihan<br />
blok mata uang itu.<br />
Kondisi di AS bisa jadi lebih dramatis. Jelang<br />
musim belanja libur akhir tahun—tonggak belanja<br />
konsumen yang mendominasi 70% perekonomian—,<br />
sentimen konsumen malah tercoreng akibat<br />
brinkmanship politis yang melambatkan aktivitas<br />
perekonomian.<br />
Bagaimanapun, performa pasar AS telah cukup<br />
membaik pascainsiden shutdown parsial pemerintah.<br />
Tetap saja, performa warga AS masih belum<br />
stabil. Angka pengangguran masih relatif tinggi,<br />
demikian halnya dengan utang rumah tangga.<br />
Kantor Anggaran Kongres (Congressional Budget<br />
Office/CBO) AS bahkan memiliki pan<strong>dan</strong>gan pesimistis<br />
atas konstelasi ekonomi AS <strong>2014</strong>. CBO memprediksi<br />
perekonomian akan tetap moderat dengan<br />
angka pengangguran masih mendekati 8%.<br />
Namun, CBO tetap optimistis kondisi ekonomi AS<br />
akan lebih baik dibandingkan dengan 2013. CBO<br />
pada Februari 2013 juga memproyeksi PDB riil <strong>dan</strong><br />
potensial akan berada pada kisaran rata-rata per<br />
tahun 2,25% antara 2019-2023.<br />
Benih dari gejolak di AS <strong>dan</strong> kaitannya dengan<br />
outlook ekonomi global <strong>2014</strong> sejatinya dapat dilacak<br />
mulai 2007, saat gelembung sektor perumahan di<br />
negara tersebut meletus. Perumahan adalah sektor<br />
yang paling menjanjikan sekaligus paling rentan di<br />
Negeri Paman Sam.<br />
Insiden bubble burst tersebut memicu rentetan<br />
efek domino <strong>dan</strong> AS pun jatuh pada kekisruhan<br />
ekonomi 2008. Meski ada intervensi pemerintah<br />
sekali pun, perekonomian mereka kadung terjembab<br />
ke dalam resesi.<br />
Itulah saat di mana Federal Reserve mulai mengambil<br />
manuver yang justru menempatkan ekonomi<br />
AS dalam jalur sulit. Untuk mencegah kehancuran<br />
akibat runtuhnya sektor perumahan yang pertama<br />
kali mencuat pada 2005, the Fed meluncurkan 3<br />
metadon quantitative easing (QE) yang berbeda.<br />
Sejak 2008, the Fed telah mencetak triliunan uang<br />
dolar AS <strong>dan</strong> terus menginjeksi likuiditas dalam<br />
8 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong><br />
Bloomberg
jum lah yang mencengangkan setiap bulannya. Banyaknya<br />
uang yang dipompa ke dalam sirkulasi itu tentu pa da<br />
awalnya ditujukan untuk mendongkrak pertumbuhan.<br />
Namun, strategi tersebut belakangan memiliki dampak<br />
yang berbanding terbalik, yaitu penyusutan daya<br />
beli dolar yang menjadi faktor penggerak inflasi. Seiring<br />
dengan merosotnya dolar terhadap mata uang lain,<br />
barang yang diimpor ke AS pun menjadi kian mahal.<br />
Pertanyaan sekarang, apakah akan ada QE babak ke-4<br />
Berbagai ekonom menjawab kemungkinan tidak. Tapi<br />
mereka menekankan itu terjadi hanya karena ronde ke-3<br />
QE kemungkinan berakhir dengan bab terbuka. Sebagian<br />
investor bahkan menyebutnya sebagai QE Eternity.<br />
Ketika krisis dimulai 2008, utang nasional AS bernilai<br />
US$9,2 triliun. Berdasarkan data yang dihimpun dari<br />
Gedung Putih, utang negara berperekonomian terbesar<br />
di dunia itu akan mencapai US$20 triliun pada akhir<br />
dekade ini atau sekitar 140% dari PDB AS saat ini.<br />
AS rupanya tidak sendirian. Utang pemerintah di<br />
banyak negara maju juga telah meroket ke rekor tertingginya<br />
sejak Perang Dunia II. Sebut saja utang di Jepang,<br />
Yunani, Italia, Portugal, <strong>dan</strong> Irlandia yang semuanya<br />
berada di atas level 100% terhadap PDB.<br />
Masalahnya adalah memangkas utang membutuhkan<br />
waktu yang panjang, khususnya<br />
di tengah gejolak ekonomi<br />
global seperti saat ini. Bahkan jika<br />
volatilitas eksternal nihil, mengurangi<br />
beban utang tetap memakan<br />
waktu tahunan.<br />
Sebagaimana disarankan IMF,<br />
memangkas utang membutuhkan<br />
kedisiplinan fiskal <strong>dan</strong> kebijakan<br />
yang mendukung pertumbuhan.<br />
Hal itu mencakup kebijakan moneter<br />
yang suportif <strong>dan</strong> kebijakan lain<br />
yang mengatasi kelemahan struktural<br />
dalam perekonomian.<br />
Formulasi itu tidak sepenuhnya<br />
sukses dijalankan AS. Setelah 5<br />
tahun memperoleh topangan dari<br />
the Fed, pertumbuhan ekonomi AS<br />
masih relatif lesu. IMF bahkan memangkas proyeksi<br />
pertumbuhan AS jadi 2,6% dari 2,8% pada <strong>2014</strong> <strong>dan</strong><br />
memperingatkan revisi yang mungkin lebih rendah.<br />
Instabilitas ekonomi, kebuntuan politis, ketidakyakinan<br />
komunitas bisnis terhadap pemerintah, kekhawatiran<br />
tentang kesehatan fiskal, penurunan pasar keuangan,<br />
<strong>dan</strong> pelemahan dolar telah membayangi prospek ekonomi<br />
negara paling berpengaruh di dunia itu.<br />
Langkah yang diambil sejak 2008 telah menyebabkan<br />
perekonomian AS terseok-seok, sehingga prospek untuk<br />
<strong>2014</strong> relatif berkabut. Tahun depan, para investor harus<br />
lebih berhati-hati <strong>dan</strong> mereka harus mempersiapkan diri<br />
akan kejutan lain yang datang dari Paman Sam.<br />
PASAR BERKEMBANG<br />
Tersendatnya perekonomian AS bukanlah satu-satunya<br />
faktor penghambat pertumbuhan global <strong>2014</strong>.<br />
Tantangan <strong>2014</strong><br />
bagi perekonomian<br />
<strong>Indonesia</strong> bisa jadi<br />
lebih berat, terutama<br />
dari faktor<br />
eksternal, terkait<br />
dengan rencana<br />
tapering yang diperkirakan<br />
efektif pada<br />
Maret <strong>2014</strong>.<br />
Gelombang reformasi struktural di negara berkembang<br />
juga menjadi ujung tombak dari buramnya proyeksi pertumbuhan<br />
dunia dalam jangka pendek.<br />
Pasar berkembang (emerging markets) pernah berjasa<br />
membawa dunia keluar dari resesi pada 2009. Kini,<br />
Bank Dunia memangkas proyeksi pertumbuhan negara<br />
berkembang <strong>2014</strong> menjadi 5,3% dari 5,7%. Namun,<br />
perlambatan itu mungkin memang diperlukan untuk<br />
investasi jangka panjang.<br />
Bart van Ark, Wakil Presiden Eksekutif Conference<br />
Board awal November 2013 menjelaskan pertumbuhan<br />
di negara berkembang—khususnya di India, Meksiko,<br />
<strong>dan</strong> Brasil—jauh lebih rendah dari ekspektasi, karena<br />
a<strong>dan</strong>ya perubahan struktural yang dibutuhkan untuk<br />
menaikkan kelas mereka.<br />
Ini adalah tren yang dapat terus berlanjut hingga<br />
<strong>2014</strong>. Reformasi struktural secara fundamental dibutuhkan<br />
untuk menghindari jebakan middle-income, yaitu<br />
ketika suatu negara berkembang menjadi terlalu kaya<br />
untuk bersaing dengan biaya <strong>dan</strong> terlalu miskin untuk<br />
bersaing dengan inovasi.<br />
Untuk itu, negara-negara berkembang ini harus merekalibrasi<br />
kebijakan mereka di area-area yang mencakup<br />
pendidikan <strong>dan</strong> investasi infrastruktur, hingga<br />
rezim perpajakan <strong>dan</strong> regulasi-regulasi<br />
yang menopang konsumsi kelas<br />
menengah.<br />
Yang jadi masalah, di tengah<br />
upaya reformasi struktural itu, terdapat<br />
pe luang yang teramat lebar<br />
bahwa the Fed akan memulai tapering<br />
(pe ngu rang an program quantitative<br />
easing) pada <strong>2014</strong>, seiring<br />
dengan pemulihan perlahan dari perekonomian<br />
AS.<br />
Tapering tentu berisiko melambungkan<br />
suku bunga AS <strong>dan</strong> membebani<br />
nilai ekuitas yang dapat memantik<br />
reaksi negatif dari pasar. Negara<br />
berkembang seperti <strong>Indonesia</strong> pun<br />
menyadari bahaya laten kenaikan<br />
bunga the Fed bagi prospek pertumbuhan<br />
nasional.<br />
Direktur Kebijakan Moneter Bank <strong>Indonesia</strong> Juda<br />
Agung akhir Oktober lalu mengatakan tantangan<br />
<strong>2014</strong> bagi perekonomian <strong>Indonesia</strong> bisa jadi lebih<br />
berat, terutama dari faktor eksternal, terkait dengan<br />
rencana tapering yang diperkirakan efektif pada<br />
Maret <strong>2014</strong>.<br />
“Dampaknya bisa positif, bisa negatif. Kalau exit<br />
[penghentian stimulus moneter] dilakukan dengan<br />
tidak abrupt, dampaknya bisa positif, sekitar 0-0,5% bagi<br />
ekonomi kita. Namun, jika exit-nya abrupt, dampaknya<br />
bisa negatif.”<br />
Dia menambahkan jika suku bunga jangka panjang<br />
the Fed naik hingga 100 basis poin, dampaknya bagi<br />
outlook ekonomi negara berkembang akan menjadi<br />
sangat negatif. Pertumbuhan di negara seperti RI, Brasil,<br />
Rusia, <strong>dan</strong> India akan terkoreksi hingga 1,25%.<br />
Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 9
Kebijakan Ekonomi<br />
2 Tahun Ini<br />
Fokus Stabilisasi<br />
<strong>Bisnis</strong>/Dedi Gunawan<br />
Tantangan eksternal sekaligus internal<br />
kian membesar pada <strong>2014</strong>. Di<br />
sisi eksternal, pemulihan ekonomi<br />
Amerika Serikat—negara dengan<br />
produk domestik bruto terbesar di<br />
dunia, sekaligus satu dari tiga besar<br />
negara tujuan ekspor <strong>Indonesia</strong>—yang ditandai<br />
dengan pengurangan stimulus moneter, justru menjadi<br />
‘ancaman’ bagi perekonomian Tanah Air.<br />
Di sisi internal, problem struktural di dalam negeri<br />
perlu segera dibenahi. Bagaimana mitigasi yang<br />
dilakukan pemerintah sebagai ancang-ancang menghadapi<br />
dua tantangan itu Bagaimana pemerintah<br />
merancang perlambatan pertumbuhan ekonomi<br />
sebagai konsekuensi periode stabilisasi Bagaimana<br />
pula konsekuensinya terhadap postur APBN <strong>2014</strong><br />
Untuk tahu lebih lanjut mengenai hal tersebut,<br />
<strong>Bisnis</strong> mewawancarai Menteri Keuangan M. Chatib<br />
Basri beberapa waktu lalu. Berikut ini petikannya:<br />
Tantangan makroekonomi apa saja yang dilihat<br />
pemerintah pada <strong>2014</strong> <strong>dan</strong> bagaimana kebijakan<br />
yang dibuat<br />
Kalau kita bicara mengenai kebijakan ekonomi <strong>2014</strong>,<br />
kita harus memahami dulu kondisinya seperti apa karena<br />
yang namanya kebijakan itu dibuat untuk mencapai<br />
objektif pemerintah <strong>dan</strong> mengantisipasi kondisi yang<br />
ada.<br />
Objektif pemerintah tentu, kalau kita bicara yang disebut<br />
empat track itu, yakni pro pertumbuhan, pro poor,<br />
pro job, kemudian pro environment, pemerintah konsisten<br />
di sini. Tetapi, di sisi lain kita juga harus realistis<br />
bahwa dalam mencapai triple track plus one itu,<br />
memang ada perkembangan-perkembangan eksternal<br />
yang harus kita hadapi.<br />
Yang paling nyata di depan mata kita adalah perkembangan<br />
situasi global, situasi eksternal. Kalau kita lihat<br />
apa yang terjadi sekarang dengan rencana tapering off<br />
dari the Fed. Memang spekulasinya bermacam-macam,<br />
tapi kalau saya lihat dari meeting di IMF Council di<br />
Washington, waktu World Bank-IMF Annual Meeting<br />
Oktober lalu, Bernanke menyampaikan tapering off akan<br />
10 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>
dilakukan kalau beberapa target The Fed dicapai, misalnya<br />
angka pengangguran di bawah 7%, inflasinya 2%.<br />
Kalau itu belum dicapai, maka tapering off belum akan<br />
dilakukan.<br />
Implikasinya kalau tapering off dilakukan, kita bisa<br />
menduga di Amerika akan ada kebijakan moneter yang<br />
lebih ketat karena yang tadinya setiap tahun dia membeli<br />
surat berharga, bond, senilai US$85 miliar, sekarang<br />
mau menghentikan ini. Kalau kebijakan moneternya<br />
relatif ketat, implikasinya adalah tingkat bunga jangka<br />
panjang di Amerika akan naik. Kalau tingkat bunga<br />
jangka panjang naik, maka harga bond-nya akan menurun.<br />
Artinya, yield-nya akan naik.<br />
Tren ini sudah mulai terjadi dalam beberapa waktu<br />
terakhir. Kita lihat yield Amerika tadinya sekitar 2%,<br />
bahkan sempat di bawah 1%, mulai naik bahkan sempat<br />
mendekati 3%. Kalau long term interest rate di<br />
Amerika naik, yield-nya akan<br />
meningkat, maka akan ada kecenderungan<br />
arus modal di emerging market<br />
kembali ke AS karena return-nya<br />
lebih tinggi <strong>dan</strong> macam-macam.<br />
Dengan begitu, negara di emerging<br />
market, termasuk <strong>Indonesia</strong> harus<br />
mengantisipasi terjadinya capital<br />
outflow. Ini sudah terjadi sejak the<br />
Fed mewacanakan tapering off,<br />
mulai Mei. Makin keras rumornya<br />
sekitar Agustus sehingga kebijakan<br />
pemerintah <strong>dan</strong> Bank <strong>Indonesia</strong><br />
harus bisa mengantisipasi ini karena kebijakan ini hal<br />
yang ada di depan mata.<br />
Kapan pun tanggalnya, The Fed akan tetap melakukan<br />
ini sehingga ini sesuatu yang inevitable. Jadi harus ada<br />
policy untuk mengantisipasi ini. Itu fakta eksternal.<br />
Tidak mungkin gubernur BI atau menteri keuangan<br />
<strong>Indonesia</strong> dengan power-nya bilang jangan lakukan.<br />
Kami cukup realistis.<br />
Seperti apa kebijakan antisipasinya<br />
Kalau Amerika menaikkan interest rate, mau tidak<br />
mau emerging market harus melakukan adjustment<br />
dalam interest rate-nya. Kemudian, yield di Amerika<br />
pasti akan naik. Itu juga akan menimbulkan impact<br />
kepada SUN kita. Yield SUN kita sempat mengalami<br />
peningkatan.<br />
Kita juga harus jujur bahwa dampak tapering off<br />
tidak terjadi di semua negara. Ada negara-negara yang<br />
efeknya kecil, contohnya Singapura, Filipina, Malaysia.<br />
Ada dampak, tapi tidak terlalu signifikan.<br />
Kalau kita lihat karakter negara yang saya sebut the<br />
fragile five, lima negara yang vulnerable, rentan, adalah<br />
India, Afrika, Brasil, Turki <strong>dan</strong> unfortunately, <strong>Indonesia</strong>.<br />
Tapi, kita enggak usah menyesali ini. Di lima negara<br />
yang saya sebut, kecenderungannya adalah negara yang<br />
resources rich, negara yang bergantung pada sumber<br />
daya alam. Yang tidak itu hanya India. Turki, somehow,<br />
sedikit berkaitan dengan itu. Negara-negara yang tadi<br />
disebut, punya problem defisit transaksi berjalan atau<br />
defisit fiskal, termasuk India, Turki <strong>dan</strong> Brasil.<br />
Negara di emerging<br />
market, termasuk<br />
<strong>Indonesia</strong> harus<br />
mengantisipasi<br />
terjadinya capital<br />
outflow.<br />
Sementara itu, di <strong>Indonesia</strong>, problemnya adalah current<br />
account deficit. Pada kuartal II/2013, rasio defisitnya<br />
terhadap GDP sudah 4,4%. Kalau kita balik ke konsep<br />
ekonomi yang paling basic, salah satu penyebab current<br />
account deficit adalah pertumbuhan ekonomi yang terlalu<br />
cepat. Permintaan tinggi sekali, tapi tidak bisa<br />
dipenuhi dari sisi penawarannya. Akibatnya, sisanya<br />
harus impor.<br />
Ada dua sebetulnya solusinya. Yang paling ideal<br />
menaikkan produksi. Atau, kita turunkan permintaannya.<br />
Menaikkan produksi, dari sisi suplai itu makan<br />
waktu. Jadi, ini harus jadi solusi jangka menengah <strong>dan</strong><br />
jangka panjang.<br />
Jangka pendek, yang bisa dilakukan hanya dari sisi<br />
permintaan. Berarti, permintaannya harus diturunkan.<br />
Kalau permintaan harus diturunkan, berarti BI harus<br />
tingkatkan suku bunga, sudah naik 175 basis poin<br />
kemarin.<br />
Fiscal deficit juga mendorong<br />
demand. Karena itu, fiscal deficit-nya<br />
harus diperkecil. Tadinya 2,4%, target<br />
2013. Saya kira sampai akhir tahun<br />
akan sekitar 2,3%. Kita harus turunkan<br />
defisitnya sehingga dalam APBN<br />
<strong>2014</strong> yang diajukan ke DPR, defisitnya<br />
menjadi 1,69%. Jadi, fiskal lebih<br />
kontraktif, moneter lebih kontraktif.<br />
Implikasinya adalah jangan berharap<br />
pertumbuhan ekonominya akan<br />
tinggi di 2013 <strong>dan</strong> <strong>2014</strong>.<br />
Sekarang implikasi kedua yaitu projob. Jangan sampai<br />
kemudian perlambatan pertumbuhan ekonomi berdampak<br />
pada pengangguran. Kalau dia punya implikasi terhadap<br />
pengangguran, maka poverty incidence-nya atau<br />
angka kemiskinannya bisa naik. Itu yang harus dicegah.<br />
Boleh saja slowdown growth dilakukan. Estimasi<br />
pemerintah tahun ini 5,6%-5,8%, mungkin kalau dicari<br />
titik tengahnya sekitar 5,7%. Tahun depan, dalam asumsi<br />
APBN adalah sekitar 6%, tetapi kami melihat range-nya<br />
mungkin ada di kisaran 5,8%-6%. Jadi, harus ada antisipasi<br />
bagaimana dampaknya kalau unemployment terjadi.<br />
Memang, BPS mengeluarkan data per Agustus 2013,<br />
angka unemployment-nya naik dari Agustus 2012 6,1%<br />
menjadi 6,25% Agustus 2013 atau naik 150.000 orang.<br />
Agustus kemarin, pemerintah mengeluarkan paket,<br />
salah satunya adalah memberikan insentif pajak agar<br />
perusahaan-perusahaan tidak melakukan lay off. Jadi,<br />
kalau dia dikasih insentif pajak, dia tidak lay off. Saya<br />
dengar dari Pak Hidayat [M.S. Hidayat, Menteri<br />
Perindustrian] sudah ada berapa puluh perusahaan yang<br />
memanfaatkan ini. Nanti ini kami lihat, kami review.<br />
Artinya kalau BI naikkan interest rate-nya, fiskalnya<br />
tight, ada kemungkinan <strong>2014</strong> juga melambat, mungkin<br />
kebijakan ini kami harus perpanjang di <strong>2014</strong>.<br />
Nah, yang kita omong-kan ini kan demand side.<br />
Padahal, yang ideal adalah bagaimana meningkatkan<br />
kapasitas produksi, supply side. Cuma makan waktu.<br />
Nah, ini hanya dapat dilakukan dengan yang namanya<br />
structural reform. Pertama, izin harus disederhanakan.<br />
Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 11
Kebijakan Ekonomi<br />
Kemudian, investment harus digalakkan. Makanya, Pak<br />
Mahendra (Kepala BKPM) muncul waktu itu dengan<br />
Pak Wapres, dengan easy doing business.<br />
Saya cerita bagian saya di Kemenkeu. Salah satu concern<br />
investor adalah pajak membayarnya itu tiap bulan.<br />
Itu repot karena tax filing. Jadi, Pak Fuad Rahmany<br />
[Dirjen Pajak] sudah keluarkan peraturan [perdirjen]-nya<br />
yang akan berlaku Februari <strong>2014</strong>, yang mana, orang<br />
kalau bayar pajak itu satu kali dengan melakukan yang<br />
namanya e-filling, pembayaran pajak dengan cara online.<br />
Di samping itu, BKPM <strong>dan</strong> kementerian terkait se<strong>dan</strong>g<br />
membahas DNI [daftar negatif investasi]. Ini tentu BKPM<br />
yang akan lebih jauh menjelaskan. Tapi yang ingin saya<br />
bilang, dalam DNI ini, intinya adalah bagaimana membuat<br />
arus modalnya bisa masuk ke sini. Kalau kita<br />
bicara current account, itu ada dua. Ada current account<br />
itu ekspor dikurangi impor, ada lagi neraca modal. Kalau<br />
neraca modal ini didominasi portofolio yang setiap kali<br />
dia bisa pulang. Nah, kita harus membuat dia didominasi<br />
oleh arus investasi langsung. Dia<br />
harus dibuat di sini. Kalau dibuat di<br />
<strong>Indonesia</strong> itu tidak<br />
bisa bertahan terusmenerus<br />
hanya di<br />
dalam sumber daya<br />
alam atau buruh<br />
murah.<br />
sini, maka sektornya harus dibuka,<br />
tetapi kepentingan nasional tetap<br />
harus di-protect.<br />
Yang bisa dilakukan lagi adalah<br />
structural reform. Kalau demand<br />
tinggi, itu ada permintaan terhadap<br />
produk barang. Kalau produk<br />
barangnya tidak bisa dipenuhi, kita<br />
harus impor. Misalnya, kalau kita<br />
bikin barang konsumsi makanan<br />
yang harus dikalengkan, bahan kaleng, besi bajanya<br />
harus impor. Setiap permintaan makanan naik, maka<br />
permintaan kalengnya naik.<br />
Kita harus berpikir harus ada barang intermediate<br />
yang dibuat di sini. Nah, sekarang masalahnya kalau<br />
(investasi) di intermediate goods, orang melihat bahwa<br />
return-nya rendah sehingga orang tidak begitu tertarik.<br />
Karena itu, kami bilang, oke kalau Anda tidak tertarik,<br />
kami pikirkan insentifnya melalui tax allowance. Ini<br />
yang sekarang teman-teman di BKF (Ba<strong>dan</strong> Kebijakan<br />
Fiskal) se<strong>dan</strong>g mempersiapkan. Itu tentu medium term.<br />
Yang lebih long term, saya melihat bahwa harga<br />
komoditas sekarang turun. Harga energi juga turun.<br />
<strong>Indonesia</strong> itu tidak bisa bertahan terus-menerus hanya<br />
di dalam sumber daya alam atau buruh murah. Kalau<br />
negaranya [isinya] kelas menengah, upah buruh mau<br />
enggak mau harus naik. Jadi, mau enggak mau kita<br />
harus pindah [ke level lebih tinggi]. Kalau pindah, kita<br />
perlu kualitas orang yang baik. Kita perlu yang namanya<br />
R&D [research and development]. Makanya, ini yang dari<br />
BKF se<strong>dan</strong>g dipersiapkan, insentif tax allowance kalau<br />
orang investasi di sini <strong>dan</strong> R&D-nya atau training-nya<br />
dibikin di <strong>Indonesia</strong>.<br />
Kenapa training ini saya agak obses Karena kalau<br />
kita lihat sejarah, ada tiga negara yang masuk negara<br />
berpendapatan menengah atau middle class, yaitu Afrika<br />
Selatan, Brasil <strong>dan</strong> Korea Selatan. Hanya Korea Selatan<br />
yang berhasil menjadi negara industri karena dia memberi<br />
penekanan pada inovasi <strong>dan</strong> teknologi.<br />
Terkait dengan upaya menekan sisi permintaan,<br />
bagaimana implikasinya terhadap penerimaan<br />
negara <strong>dan</strong> keep buying strategy<br />
Dari segi penerimaan negara, dengan growth yang<br />
melambat, tentu akan terpengaruh. Itu sebabnya dalam<br />
pembahasan APBN <strong>2014</strong> dengan DPR, dilakukan perubahan<br />
di situ. Kalau dibilang bertentangan dengan<br />
growth yang mau tinggi, betul. Tapi, kita harus realistis<br />
dalam 2 tahun ini kita harus stabilisasi <strong>dan</strong> itu pilihan<br />
kita. Jadi, implikasinya kita tidak bisa mendorong pertumbuhan<br />
di atas 6% <strong>dan</strong> dari sisi penerimaan pasti<br />
akan affected.<br />
Sekarang bagaimana dengan penerimaan yang turun<br />
ini, ada upaya. Ini yang sudah saya bicarakan dengan<br />
Ditjen Pajak. Saya harus akui selama ini penekanan<br />
kepada sektor-sektor tertentu memang terjadi, yang disebut<br />
sebagai intensifikasi. Jadi, sumber penerimaan pajak<br />
kita itu datang dari tambang, perkebunan. Dengan<br />
growth yang melambat, harga komoditas<br />
<strong>dan</strong> tambang menurun, penerimaan<br />
pajaknya menurun.<br />
Kami di internal bersama Pak Fuad<br />
[Fuad Rahmany, Dirjen Pajak] menyetujui,<br />
sudah tidak bisa lagi intensifikasi<br />
atau dikenal dengan istilah berburu<br />
di kebun binatang karena binatangnya<br />
enggak ada lagi. Ini mesti<br />
diubah kepada ekstensifikasi. Dicari<br />
sektor-sektor yang masih berkembang<br />
di <strong>Indonesia</strong>, yaitu sektor konsumsi,<br />
misalnya properti. Pak Fuad sudah mulai lakukan, tetapi<br />
ada constraint, concern, di sektor ini jumlah petugas pajaknya<br />
terbatas, knowledge mereka tentang sektor lain terbatas.<br />
Kalau begitu, bagaimana kita menarik pajak tanpa terlalu<br />
banyak pakai orang. Itu yang kemudian ditetapkan<br />
pada pajak UKM, ditetapkan 1% final. Tidak perlu melihat<br />
bukunya, cuma tahu omzetnya saja, kemudian ditarik.<br />
Itu tidak butuh orang banyak. Anda juga tidak perlu<br />
knowledge terlalu detail mengenai itu karena dianggap<br />
sebagai PPh final. Kami coba lihat sektor-sektor yang tidak<br />
terlalu banyak digarap, collection-nya relatif kecil, sehingga<br />
dari sektor-sektor itu, akan ada additional income.<br />
Terus kalau ditanya, ini ideal tidak, tentu tidak. Yang<br />
ideal adalah orang dipajaki berdasarkan bukunya,<br />
untung atau rugi. Tapi, daripada enggak bisa di-collect<br />
karena orangnya terbatas, knowledge-nya terbatas<br />
mengenai sektor itu. Kalau Anda mau tarik pajak dari<br />
suatu sektor, Anda harus mengerti perusahaannya,<br />
harus mengerti bukunya. Bayangkan petugas pajak kita<br />
total 33.000 orang.<br />
Memang mau ada tambahan, tapi orangnya juga mesti<br />
di-training. Kalaupun pegawai ditambah, knowledge-nya<br />
masih terbatas. Jadi, saya harus realistis tahun ini.<br />
Faktanya begitu, we’re not living in the first best world,<br />
kita hidup di dunia yang second best, kalau mau<br />
menunggu dulu sampai jumlah petugasnya cukup, saya<br />
kehilangan 3-4 tahun <strong>dan</strong> income-nya kosong. Jadi,<br />
12 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>
kami harus lihat mana yang bisa dilakukan dengan—<br />
istilah saya— given resources, jumlah orang yang terbatas,<br />
tapi masih ada additional income.<br />
Mengenai keep buying stategy, itu tetap dipertahankan,<br />
tapi fokusnya adalah supaya orang jangan menganggur.<br />
Bayangkan kalau growth-nya melambat, orangnya di-<br />
PHK, dia tidak bisa beli barang, makanan. Itu akan<br />
membuat buying power-nya turun.<br />
Ini kami pertahankan keep buying strategy-nya<br />
dengan bilang, perusahaan tolong dong jangan lay off.<br />
Kalau Anda di dunia ekonomi, dunia bisnis, kan tidak<br />
bisa diimbau. Dia [pelaku usaha] bilang kalau dimintai<br />
tolong, itu ada harganya. Jadi, dia bilang, saya mau, tapi<br />
buat saya apa. Makanya, kami kasih [insentif], PPh<br />
pasal 25 kami potong, tapi Anda tidak boleh lay off, ya.<br />
Itu yang kami lakukan.<br />
BI telah menaikkan suku bunga untuk menangani isu<br />
defisit transaksi berjalan sebagai langkah jangka pendek,<br />
selagi kebijakan pemerintah belum kelihatan dampaknya.<br />
Kalau kebijakan pemerintah, termasuk fiskal, tidak<br />
juga menampakkan hasil signifikan, tentu ada peluang<br />
BI Rate akan naik lagi. Artinya, pertumbuhan ekonomi<br />
akan terus melambat <strong>dan</strong> kita tidak bisa menikmati pertumbuhan<br />
di atas 6% setelah <strong>2014</strong>.<br />
Bagaimana Kemenkeu <strong>dan</strong> kementerian lain<br />
menjaga ritme agar paket kebijakan ini jalan<br />
Kalau kita lihat di asumsi <strong>2014</strong>, volume konsumsi<br />
BBM dipertahankan di 48 juta kiloliter. Pak Wacik (Jero<br />
Wacik, Menteri ESDM) sudah sepakat. Artinya, dari<br />
ESDM akan ada langkah-langkah dengan pembatasan.<br />
Detailnya nanti bisa ditanyakan ke ESDM. Mereka<br />
se<strong>dan</strong>g persiapkan RFID. Satu lagi yang kami minta ke<br />
ESDM adalah konversi<br />
dari BBM ke gas. Ini<br />
sebetulnya sudah<br />
diminta sejak beberapa<br />
tahun lalu,<br />
seperti tabung<br />
elpiji yang 3<br />
kg.<br />
Satu lagi yang<br />
se<strong>dan</strong>g dilakukan<br />
ESDM<br />
dengan DPR adalah tarif listrik untuk yang industri, bisnis<br />
<strong>dan</strong> rumah yang dayanya di atas 6.000 watt. Kalau<br />
menurut saya, rumah yang di atas 6.000 watt, wajarlah<br />
kalau bayar listriknya mahal.<br />
Dari segi itu mestinya oke. Mengenai pertanyaan<br />
bagaimana dengan kemungkinan interest rate kalau<br />
kebijakan pemerintah belum efektif. Yang penting kami<br />
tetap menjaga koordinasi.<br />
Di pemerintah sendiri, bagaimana sinerginya<br />
Konsep sudah disusun, tapi ada kementerian yang<br />
mengeluarkan kebijakan yang tidak konsisten, misalnya<br />
low cost green car. Memang LCGC diarahkan tidak<br />
menggunakan BBM subsidi <strong>dan</strong> dipasarkan ke luar<br />
Jawa, tapi kita tahu infrastruktur BBM nonsubsidi di<br />
luar Jabodetabek terbatas. Lagi-lagi, BBM subsidi yang<br />
dipakai, subsidi jebol, impor meningkat <strong>dan</strong> defisit<br />
trans aksi berjalan bisa tidak membaik tahun depan<br />
Yang pertama, kita harus lihat datanya. Ini pertama<br />
kali dalam 2013, pemerintah, khususnya Kementerian<br />
ESDM tidak pergi ke DPR untuk minta tambahan kuota<br />
subsidi. Biasanya Oktober Menteri ESDM minta tambah.<br />
Jadi, sampai akhir tahun itu mungkin penggunaan BBM<br />
47 juta kiloliter, kurang dari kuota 48 juta kiloliter.<br />
Artinya, kebijakan yang dilakukan kemarin (kenaikan<br />
harga BBM) bisa mengurangi konsumsi.<br />
Dari sisi konsumsi BBM subsidi, memang bisa naik,<br />
tapi sebetulnya itu karena migrasi dari BBM nonsubsidi<br />
ke subsidi. Itu karena disparitas harga. Tekanan migrasi<br />
itu juga akan didorong dari nilai tukar rupiah yang<br />
melemah. Untungnya harga BBM dunia juga turun<br />
sehingga disparitas harga pun tidak terlalu jauh.<br />
Kembali ke kendaraan, sebetulnya growth-nya<br />
akan seberapa besar sih<br />
Pertama, interest rate sudah naik. Kalau lihat dari<br />
growth sales bulan ini, itu turun di bawah 5% untuk<br />
mobil karena orang yang mau beli lihat dulu bunganya.<br />
DP juga naik. Alhasil, demand pun ikut berkurang.<br />
Saya baru lihat informasi ini, bulan lalu sales-nya<br />
masih di atas 13%. Sekarang cuma 4%-9%. Ini akibat<br />
BI Rate dinaikkan menjadi 7,5%. Jadi, interest rate itu<br />
dinaikkan, mau enggak mau (penjualan kendaraan)<br />
pasti slowdown.<br />
Bagaimana implikasi asumsi pertumbuhan yang<br />
melambat terhadap APBN <strong>2014</strong><br />
APBN kemarin sudah disepakati antara pemerintah dengan<br />
DPR di mana defisitnya 1,69%. Kalau kita<br />
lihat postur APBN, growth-nya tidak terlalu signifikan<br />
karena memang by design oleh pemerintah.<br />
Kita masih dalam stabilisasi growth.<br />
Ada sebagian yang bilang peningkatan di<br />
belanja infrastrukturnya tidak terlalu<br />
besar. Tentu, karena peningkatan di<br />
APBN-nya juga tidak terlalu besar.<br />
Kedua, ada hal yang akan kami<br />
lakukan, tapi setelah APBN disetujui,<br />
yaitu penghematan perjalanan dinas<br />
<strong>dan</strong> konsinyering.<br />
Pewawancara: Tim <strong>Bisnis</strong> <strong>Indonesia</strong><br />
<strong>Bisnis</strong>/Dwi Prasetya<br />
Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 13
Pengawasan Jasa Keuangan<br />
‘Prudent Bukan Berarti<br />
Tidak Boleh Tumbuh’<br />
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mempunyai tugas<br />
melakukan pengaturan <strong>dan</strong> pengawasan terhadap<br />
kegiatan jasa keuangan. Setelah mengambil alih<br />
peran Bapepam-LK dalam pengaturan <strong>dan</strong> pengawasan<br />
sektor pasar modal sejak 2013, OJK akan mulai<br />
masuk sektor perbankan pada awal <strong>2014</strong>. Untuk tahu<br />
lebih jauh mengenai rencana-rencana lembaga ini,<br />
<strong>Bisnis</strong> mewawancarai Muliaman D. Hadad, Ketua<br />
Dewan Komisioner OJK. Berikut ini petikannya:<br />
Bagaimana potret industri keuangan<br />
<strong>2014</strong><br />
Saya melihat tahun <strong>2014</strong> belum terlalu banyak<br />
perubahan dalam artian lingkungan ekonomi<br />
kita. Apa yang terjadi di Amerika <strong>dan</strong> Eropa<br />
tidak akan banyak berubah. Pertanyaan mengenai<br />
kapan tapering akan dimulai, mungkin akan<br />
jadi pertanyaan. Kalau misalnya tapering dimulai<br />
pada <strong>2014</strong> kan ada dampaknya. Walaupun saya<br />
menduga dampak itu sudah di-price in hari ini.<br />
Bagi industri keuangan, kita harus menyiapkan<br />
diri. Sooner or later isu tapering <strong>dan</strong> <strong>dan</strong> isu<br />
lain yang terkait dengan dampak global akan<br />
terjadi. Sebab tapering <strong>dan</strong> quantitative easing<br />
yang ditempuh bank sentral Amerika ini kan<br />
sesuatu yang tidak konvensional, sehingga ada<br />
ujungnya. Sudah sangat banyak Bank Sentral AS<br />
belanja surat berharga. Kalau dilihat neracanya,<br />
dari sisi asetnya banyak sekali surat berharga.<br />
Cepat atau lambat tidak akan sustain. Oleh karena<br />
itu <strong>2014</strong> situasinya masih akan seperti itu,<br />
artinya tekanan ekonomi masih tetap berlangsung.<br />
Di dalam, upaya perbaikan struktrual ekonomi<br />
kita masih memerlukan waktu. Rasanya<br />
tahun <strong>2014</strong> situasinya tidak akan terlalu banyak<br />
berubah.<br />
Apa dampak itu semua bagi industri keuangan<br />
kita Yang saya lihat ada dua hal penting.<br />
Pertama, tetap terus melanjutan manajemen<br />
yang sudah dilakukan oleh industri keuangan<br />
nasional yakni tetap fokus melihat ke dalam,<br />
memperhatikan kekuatan finansial<br />
masing-masing. Intinya kita ingin<br />
meyakinkan bahwa industri<br />
keuangan <strong>2014</strong> tetap dikelola<br />
secara prudent.<br />
Satu hal yang akan terus<br />
terjadi. Prudent bukan<br />
berarti tidak boleh tumbuh<br />
<strong>dan</strong> tidak boleh<br />
kasih kredit, tapi<br />
harus memperhatikan<br />
koridor yang<br />
ada dengan ber-<br />
<strong>Bisnis</strong>/Dedi Gunawan<br />
14 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>
agai macam vulnerabilities yang datang dari internasional.<br />
Ini perlu dicermati oleh industri keuangan.<br />
Kedua, pekerjaan rumah lain yang juga penting, <strong>2014</strong><br />
kita juga ingin membangun pasar modal yang lebih<br />
dalam, sekarang ini masih rentan terhadap keluar<br />
masuknya pemodal asing. Ini pendalaman pasar modal<br />
ini jadi agenda penting, terutama penguatan domestik<br />
investor ritel. Pendalaman pasar modal akan terus berlanjut.<br />
Saya duga tidak akan mengurangi minat orang<br />
untuk memanfaatkan pasar modal sebagai sumber pembiayaan.<br />
Dari diskusi dengan beberapa kawan, mereka memperkirakan<br />
kalau tahun ini target 30 IPO, tahun depan<br />
juga bisa 30 IPO. Sebetulnya bisa lebih, tapi melihat si <br />
tuasi di dalam <strong>dan</strong> luar masih belum banyak perubahan,<br />
mungkin kita lihat gambaran yang sama pada tahun<br />
depan.<br />
Tahun 2013 bukan berarti tanpa prestasi. Industri<br />
keuangan khususnya perbankan mencatat pertumbuhan<br />
kredit cukup tinggi. Pertumbuhan industri keuangan<br />
nonbank [IKNB] juga cepat, terutama asuransi.<br />
Perusahaan pembiayaan ada hambatan tapi saya kira<br />
tidak berarti kemudian turun drastis, tetap masih ada<br />
kesempatan.<br />
Diminta kreativitas <strong>dan</strong> inovasi agar bisa muncul<br />
dengan produk keuangan. Sekarang kita mengamati<br />
secara dekat perusahaan pembiayaan. Mungkin kesulitan<br />
persaingan atau bagaimana, mereka se<strong>dan</strong>g bekerja<br />
keras untuk melihat opportunity dulu.<br />
Secara singkat, prospek industri keuangan <strong>2014</strong> tidak<br />
teralalu berbeda jauh dengan tahun ini.<br />
Apa dampak tahun politik<br />
Pemilu sebelumnya tidak banyak dampaknya pada<br />
industri keuangan. Dari pemiliu 2009-2004 tidak ada<br />
dampak terlalu signifikan. Justru berharap Pemilu<br />
diharapkan menghasilkan pemimpin yang kredibel,<br />
kemudian optimisme masyarakat bertambah, menimbulkan<br />
optimisme baru.<br />
Pilihan ini, siapa pun yang terpilih akan diharapkan<br />
memberikan optimisme baru. Karena memberikan ideide<br />
baru. Kalau ini terjadi akan berdampak pada pertumbuhan<br />
ekonomi.<br />
Bagaimana dengan pasar modal<br />
Bukan persoalan sederhana, saling kait mengait. Dua<br />
sisi, dari sisi emiten terdaftar sekitar 400, tapi yang aktif<br />
separuh lebih sedikit. Kenapa tidak kita tambah jumlahnya<br />
Ini tantangan yang tidak mudah, tapi riil ada<br />
kebutuhan untuk ini. Alasannya juga kuat.<br />
Pen<strong>dan</strong>aan pasar modal diharapkan menutupi kekurangan<br />
yang ada dari pembiayan oleh sektor perbankan.<br />
Mudah-mudahan ini jadi daya tarik tersendiri.<br />
Berdiskusi mengenai isu pajak di pasar modal. Satu<br />
persatu akan terus dorong. Keinginan untuk masuk ke<br />
pasar modal besar sekali. Beberapa pihak mendatangi<br />
saya untuk bertanya apakah saya bisa tidak saya<br />
masuk. Kalau tidak saya mau listing di Singapura saja.<br />
Artinya mereka ingin memanfaatkan.<br />
Bagaimana kita bisa mengakomodasi ini, keperluan<br />
pen<strong>dan</strong>aan ini. perusahaan pertambangan msalnya,<br />
pasar modal bisa menjadi opsi, apalagi tahun depan berlaku<br />
UU Minerba, sehingga keperluan untuk modal<br />
kerja <strong>dan</strong> lain sebagainya, investasi untuk memanfaatkan<br />
reserve tambang yang saudah dimiliki bisa sangat<br />
memungkinkan dengan melalui pembiayan dari pasar<br />
modal. Satu hal dari aspek jumlah.<br />
Saya sudah bertemu <strong>dan</strong> akan menandatangani MoU<br />
dengan Kadin. Sosialisasi dengan kadin urgensinya<br />
tinggi, bagaimana memperkenalkan ini kepada perusahaan<br />
berskala menengah yang saya kira jumlahnya<br />
banyak sekali.<br />
Potensinya besar, kita kerjakan saja terus. Tahun<br />
depan ini one-on-one dengan beberapa pihak ini akan<br />
dilakukan. Bank-bank besar yang punya nasabah besar,<br />
yang belum go public akan didorong untuk masuk.<br />
Kemarin waktu kita kasih Annual Report Award<br />
(ARA), banyak peserta yang nonlisted. Sudah berani<br />
masuk di ARA <strong>dan</strong> belum listed, kenapa tidak masuk.<br />
Banyak potensi, <strong>dan</strong> kita minta kepada bursa <strong>dan</strong><br />
teman-teman di lapangan atau kita masuk bersamasama,<br />
bagaimana memperkenalkan ini kepada industri<br />
atau kepada perusahaan yang siap didukung.<br />
Perkembangan produknya. Sekuritisasi masih terbatas.<br />
Se<strong>dan</strong>g dikaji aturannya, apakah ada aturan lain di luar<br />
KIK EBA <strong>dan</strong> yang lainnya. Juga misalnya Bagaimana<br />
pengembangan rate properti <strong>dan</strong> lainnya. Pengembangan<br />
produk juga perlu. Se<strong>dan</strong>g dibantu oleh bank dunia<br />
untuk mengembangkan pasar utang, terutama corporate<br />
bond yang masih sangat tipis, di bawah potensi yang<br />
ada se<strong>dan</strong>g dibahas teknisnya. Nanti kita punya konsep<br />
yang lebih detail bangaimana mengembangkan pasar<br />
utang ini, terutama utang yang diterbitkan perusahaan<br />
swasta. Ini jadi bagian yang akan menambah ke <br />
dalaman.<br />
Di sisi lain investor asing masuk sehingga harus dibangun<br />
kepercayaan, terhadap pengelolaan pasar modalnya.<br />
Law enforcement memadai. Kami se<strong>dan</strong>g membereskan<br />
perusahaan yang tidak aktif dicabut usahanya,<br />
asuransi yang sakit dicabut satu-satu. Hanya untuk<br />
memberikan message bahwa kita beda lho, ingin membangun<br />
kredibilitas industri. Tentu saja diperlukan<br />
waktu untuk bisa didorong.<br />
Demikian pula investor domestik, sedikit sekali<br />
400.000. Kecil sekali, potensinya luar biasa, tinggal<br />
bagaimana kita bisa mengemas ini. Pekerjaan yang<br />
mudah jika punya resources <strong>dan</strong> antusiasme untuk melakukan<br />
itu. Peran media sangat penting. Bisa membantu<br />
lebih cepat sosialisasi pasar modal.<br />
Kehadiran OJK di daerah, di setiap provinsi, akan jadi<br />
basis pusat informasi pelayanan masyarakat kita kepada<br />
semua potensi yang bisa diambil dari daerah. Bekerja<br />
sama dengan gubernur, manfaat apa yang bisa diambil<br />
dari daerah, memperkenalkan potensi yang berkembang<br />
kepada masyarakat, perguruan tinggi. Di beberapa kota<br />
besar ada punya gerai infornasi yang lebih besar.<br />
Apa yang akan dilakukan dengan pengawasan<br />
pasar modal<br />
Pengawasan aspek yang sangat penting. Saya se<strong>dan</strong>g<br />
review semua, asses semua kapasitas pengawasan di<br />
pasar modal, <strong>dan</strong> juga di-asses aturan lama yang dikeluarkan<br />
oleh Bapepam-LK, sehingga dengan demikian kita<br />
Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 15
Pengawasan Jasa Keuangan<br />
berharap akan ada dalam waktu dekat. Membikin peraturan<br />
itu perlu public consultation.<br />
Memerlukan waktu karena harus ada menerima pendapat<br />
pasar, publik, aturan untuk mebuat aturan, salah<br />
satunya disyaratkan harus berkonsultasi dengan pasar.<br />
Ada banyak sekali aturan, lebih dari 200 aturan di<br />
pasar modal <strong>dan</strong> asuransi digabung menjadi satu. Perlu<br />
di-review karena dinilai tidak terlalu relevan. Sekali lagi<br />
ini memerlukan waktu, dilihat juga kapasitas untuk<br />
melakukan pengawasan juga diperhatikan.<br />
Ada dua isu, soal kompetensi kualitas orang-orangnya<br />
<strong>dan</strong> soal jumlah. Sekarang ada 800 orang lebih, ditambah<br />
BI 1.200 orang. Ditambah lagi menerima 500 orang<br />
baru. Ini semua ini memerlukan persiapan. Semua ini<br />
dilakukan untuk pengawasan. Kita perlu memiliki<br />
metodologi yang baik, rasanya pengalaman dari tempat<br />
lain sudah ada, tidak perlu ngarang-ngarang sendiri.<br />
SEC sudah banyak memberikan contoh, kita tinggal<br />
melihat template-nya saja.<br />
Apakah ada pengawasan khusus untuk konglomerasi<br />
di pasar modal<br />
Ada, karena ini memang amanat dari UU OJK, harus<br />
mampu melakukan pengawasan yang terintegrasi karena<br />
ada kenyataan bahwa konglomerasi keuangan<br />
berkembang pesat di <strong>Indonesia</strong>.<br />
Sebenarnya kalau dilihat bank, asuransi, pembiayaan,<br />
manajer investasi, itu banyak dimiliki oleh orang yang<br />
sama. Kita ingin melihat ini di dalam konteks yang lebih<br />
luas (group supervision), kita ingin melakukan pengawasan<br />
yang lebih terintegrasi.<br />
Karena itu perlu a<strong>dan</strong>ya penguatan oleh perusahaan<br />
induk yang bisa berupa bank atau perusahaan asuransi<br />
atau yang lain. Perusahaan induk perlu diperkuat perannya.<br />
Kebetulan di <strong>Indonesia</strong> mostly perusahaan induk<br />
berbentuk bank.<br />
Hampir semua bank memiliki anak usaha perusahaan<br />
asuransi, atau perusahaan finansial, perusahaan sekuritas.<br />
Bank nomor 1-22 itu punya semua. Kalau digabung<br />
asetnya digabung antara induk <strong>dan</strong> anak semua sudah<br />
mencapai 70% dari seluruh aset industri keuangan.<br />
Kalau sudah fokus ke mereka ini, sebetulnya stabilitas<br />
industri keuangan sudah dapat terjaga diyakni, tinggal<br />
bagaimana kita mengawasi mereka ini.<br />
Saya ingin melihat kalau induk perusahaannya berupa<br />
bank. Bank diminta konsolidasi. Dari segi permodalan<br />
harus juga memperatikan risiko yang ada di anak perusahaannya.<br />
Di Inggris, misalnya, baru kejadian, diberikan<br />
denda besar betul. Perilaku yang salah dari anak<br />
perusahaan, seperti menarik ke bawah induknya.<br />
Kita akan mengeluakran guidelines bagaimana perusahaan<br />
induk harus mengawasi anak-anaknya sebagai<br />
bagian yang terintegrasi dari itu semua<br />
Ada tiga hal yang bisa diintegrasikan. Pertama, manajemen<br />
risiko di induk <strong>dan</strong> anak perusahaan menggunakan<br />
aturan yang sama. Kedua, audit dilakukan secara<br />
teritegrasi, kalau diaudit induknya, juga diaudit anakanaknya.<br />
Ketiga, ingin melihat kebijakan yang terintegrasi<br />
dalam SDM-nya, jangan sampai orang KW II disuruh<br />
pimpin anak perusahaan, juga aset rusak juga<br />
jangan ditaruh di anak perusahaan.<br />
Tidak jamannya sepertii ini. Akan ada metodologi<br />
mengawasi terutama induk perusahaan yang memiliki<br />
anak perusahaan. Dilihat dalam satu potret yang sama,<br />
ini akan dibedah di mata yang sama <strong>dan</strong> dilihat kaitan<br />
satu sama lain yang semakin lama semakin kompleks.<br />
Semuanya, meliputi bukan hanya pasar modal tapi juga<br />
bank <strong>dan</strong> bukan bank.<br />
Berapa besar pungutan OJK<br />
Pungutan itu bagi saya sebetulnya saya sudah belajar<br />
dari lebih dari 80 OJK lain di dunia. Kita lihat semuanya<br />
beda-beda aturannya ada yang sangat detail, kompleks.<br />
Itu bisa dijadikan acuan. Tapi esensinya yang dilihat<br />
adalah bagaimana pungutan itu kembali ke industri<br />
dalam bentuk program kerja yang diyakni akan memberikan<br />
perbaikan pada industri. Ada recycle process.<br />
Ditarik ke OJK akan ditarik lagi dalam bentuk program<br />
kerja OJK, yang akan diteliti oleh DPR, karena anggaran<br />
kita diaprrove oleh DPR, karena itu kami mencoba<br />
membagun komunikasi dengan industri agar melihat<br />
prioritas yang ada. Agar prioritas dia jadi prioritas kita<br />
juga. Akan dijadikan program kerja.<br />
Mestinya tidak jadi hambatan, asalkan prosesnya<br />
transparan, program kerjanya diusahakan baik.<br />
Kalau misalnya jangat terlalu besar dong, memberatkan,<br />
saya pikir memberatkan atau tidak itu relatif. Apa<br />
yang di-propose di RPP itu 0,03%. Jauh di bawah premi<br />
yang dibayar ke LPS sebesar 0,25%. Memang perlu<br />
kebiasaan. Perbandingan dengan aset Ada yang aset,<br />
ada yang lain, tergantung bisnis nya berbasis apa.<br />
Mungkin detailnya tunggu PP ditandatangani.<br />
Apakah tetap menggunakan istilahnya pu <br />
ngutan<br />
Istilahnya pungutan, kayak pungli gitu ya<br />
Konotasinya jadi negatif ya Kita perlu lakukan edukasi,<br />
menyadari bahwa prinsipnya surat dari asosiasi yang<br />
diterima itu kalau pun diterapkan jangan membebani,<br />
<strong>dan</strong> bertahap, makanya ketergantungan kepada APBN<br />
tidak langsung nol, dibikin grafiknya seperti ini.<br />
Sebetulnya bisa saja langsung pungutan semua, tapi<br />
0,03% itu dianggap bagaimana, makanya dibuat bertahap<br />
sehingga mungkin tahun 2016 atau 2017 baru akan<br />
full ke pungutan. Semua sektor bertahap. Jadi sekarang<br />
sekian persen dari 0,03% sampai kemudian 100% dari<br />
0,03% itu.<br />
Sektor bank kan dari aset, perusahaan lain berdasarkan<br />
apa<br />
Bervariasi, nanti saja dulu detailnya. Tidak mau mendahului<br />
PP. Tapi intinya beda-beda. Tidak hafal kategorinya.<br />
Bank <strong>dan</strong> lain lain beda pendekatannya, karena<br />
karakteristiknya juga berbeda.<br />
Pungutan berdasarkan variabel tidak ada hanya<br />
tahunan <strong>dan</strong> ketika buka izin pertama kali. Mudahmudahan<br />
tidak terlalu memberatkan. Mudah-mudahan<br />
tidak terlalu memberatkan. Akan dibuat gradual itu <strong>dan</strong><br />
komunikasi dijaga.<br />
Apakah itu mencukupi<br />
Dilihat nantilah seiring tumbuh kembangnya. Tapi<br />
kan OJK tidak besar anggarannya, malah dimungkinkan<br />
16 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>
kalau kelebihan kan dikembalikan ke pemerintah.<br />
Dikasih ke pemerintah. Jadi OJK menetapkan anggaran<br />
iuran tahun ini untuk operasional tahun depan.<br />
Tahun depan berapa keperluan program tahunan OJK.<br />
Ternyata kalau lebih ya dikembalikan ke pemerintah<br />
seluruh sisanya. OJK hanya separuh anggaran BI, kalau<br />
BI Rp8 triliun, OJK hanya Rp2-3 triliun.<br />
Pungutan kalau dihitung sekitar Rp4-5 triliun,<br />
apa benar kalau 100%<br />
Pungutan bisa sebesar itu tapi kan anggaran OJK<br />
tidak sebanyak itu, hanya untuk membiayai OJK saja.<br />
Tergantung pula pertumbuhan industri keuangan itu.<br />
Kalau industri keuangan menurun ya bisa turun. Angka<br />
itu belum spesifik. Apakah mau slope nya landai atau<br />
tidak. Dilihat itu nantinya, karena OJK diberi kesempatan<br />
untuk membuat slope begini atau begini atau begini.<br />
Pembangunan OJK di daerah, apakah ada perubahan<br />
kelembagaan<br />
1 Januari <strong>2014</strong> seluruh OJK di daerah sudah jalan.<br />
Fungsi pengawasan di daerah yang selama ini dilakukan<br />
oleh BI akan dialihkan ke OJK. Tetapi apa yang dilakukan<br />
di OJK akan lebih besar karena ada pengawasan<br />
non bank seperti pegadaian, lembaga keuangan mikro,<br />
yang tidak dipegang oleh BI.<br />
Pengawasan itu dilengkapi dengan tugas lain termasuk<br />
tugas untuk edukasi konsumen, karena investasi<br />
bodong justru marak di daerah, ada di Larantuka,<br />
Sulawesi Selatan, Bali, banyak orang tertipu. Penguatan<br />
di OJK sangat penting, karena akan jadi pusat.<br />
Serempak di semua provinsi. Kalau dilakukan transisi<br />
ya sekarang sudah berlangsung sekarang, jadi nanti<br />
<strong>2014</strong> sudah bagus sudah jalan.<br />
Aturan soal permodalan apakah masih akan sama<br />
<strong>Indonesia</strong> ini negara yang paling terbuka, tidak ada<br />
aturan investor masuk. Asal sesuai aturan, segini<br />
batasannya. Bukannya tidak boleh, tapi investor masuk<br />
dengan angka yang sudah ada.<br />
Yang ini saja sudah sangat terbuka dibandingkan<br />
dengan apa yang terjadi di Singapura, Malaysia <strong>dan</strong> lainnya.<br />
Ini perlu dipahami, bukan berarti tidak boleh<br />
masuk tapi ini lho aturan mainnya kayak gini.<br />
Bagaimana dengan asas resiprokal<br />
Ya, betul. Soal resiprocality ini saya tekankan<br />
Gubernur Bank Negara Malaysia <strong>dan</strong> Singapura, harus<br />
fair, harus menguntungkan kedua belah pihak.<br />
Keterbukaan bukan tujuan, tapi hanya sarana saja untuk<br />
menumbukan kesejahteraan <strong>dan</strong> mendorong pertumbuhan<br />
ekonomi. Kalau tidak win-win, tidak akan tercapai<br />
cita-cita. Maka mari kita bicara bilateral. Kita enggak<br />
nahan, kita ajak bicara.<br />
Harapan tahun depan, apakah menyiapkan<br />
instrumen khusus untuk menghindari krisis serta<br />
intervensi politis<br />
Ada 2 hal, mengenai bagaimana OJK meng-handle<br />
krisis, kita punya protokol manajemen krisis.<br />
Diwajibkan, kita menyepakati dalam FKSSK [Forum<br />
Koordinasi Stabilisasi Sistem Keuangan] yang dipimpin<br />
Menteri Keuangan, masing-masing kita harus memiliki<br />
manajemen krisis sendiri.<br />
Artinya begini, kalau krisis kan bisa datang kapan<br />
saja, bisa besar kecil <strong>dan</strong> lain sebagainya. Yang penting<br />
seberapa resilience industri keuangan kita terhadap krisis<br />
yang berasal dari dalam maupun dari luar. Menurut saya<br />
fokus kita pada resiliensi industri kita. Modal harus<br />
perkuat terus, jangan berharap ada aturan modal turun,<br />
karena penguatan modal agar lebih resilience. Akses<br />
kepada likuiditas harus diyakini terjaga agar kalau terjadi<br />
syok tidak ada hambatan terhadap likuiditas.<br />
Basic fondasi dasar dalam pengawasan ini, sehingga<br />
kalau krisis terjadi, kita ketahui, bahkan kita sudah tahu<br />
apa sih..worst case, sehingga kita melakukan persiapan,<br />
juga dilakukan uji ketahaan kepada lembaga keuangan.<br />
Seberapa tahan mereka, kita sudah punya datanya, berdasarkan<br />
profil masing-masing. Seberapa besar eksposure<br />
terhadap luar negeri, seberapa besar obligasi yang<br />
dimiliki. Kalau ada bank yang masuk radar nanti kita<br />
bicara bilateral dengan pemiliknya.<br />
Secara internal OJK sendiri bagaimana sebagai<br />
lembaga baru<br />
Tantangan ke dalam itu membangun budaya baru<br />
bahwa OJK bukan BI, bukan Departemen Keuangan,<br />
perlu bangun nilai baru <strong>dan</strong> budaya baru yang sesuai<br />
dengan ekspektasi masyarakat. OJK way, bagaimana<br />
cara OJK merespons ekspekstasi <strong>dan</strong> membentuk cohesiveness<br />
di kalangan OJK, paling tidak dari segi budaya<br />
kerja. Sekarang sibuk sekali kegiatan melakukan pelatihan,<br />
perubahan <strong>dan</strong> lain sebagainya. Banyak dibantu<br />
pihak ketiga, untuk change management, gathering, dsb.<br />
Bangun dulu kesamaan visi.<br />
<strong>Bisnis</strong>/Rahmatullah<br />
Pewawancara: Tim <strong>Bisnis</strong> <strong>Indonesia</strong><br />
Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 17
Prospek Ekonomi<br />
Dalam beberapa tahun terakhir<br />
analisis saya umumnya mengacu<br />
kepada dampak krisis fiskal di<br />
Amerika Serikat (AS) <strong>dan</strong> Eropa<br />
pada <strong>Indonesia</strong>. Bagaimana<br />
<strong>Indonesia</strong> menghadapi keadaan<br />
global yang sarat krisis Untuk<br />
tahun <strong>2014</strong>, keadaan berubah.<br />
<strong>Indonesia</strong> menghadapi keadaan<br />
ekonomi global yang membaik<br />
namun tidak serta merta<br />
menguntungkan <strong>Indonesia</strong>, yang<br />
membuat interpretasinya, menjadi<br />
lebih kompleks.<br />
QUANTITATIVE EASING<br />
Meskipun ekonomi global mengalami<br />
perlambatan di periode 2010-2012, <strong>Indonesia</strong> saat<br />
itu diuntungkan oleh kenaikan harga komoditas,<br />
yang mancakup 60% dari ekspor <strong>Indonesia</strong>.<br />
Dengan kenaikan harga energi, termasuk batu<br />
bara <strong>dan</strong> kelapa sawit, neraca perdagangan <strong>dan</strong><br />
neraca transaksi berjalan, neraca dagang ditambah<br />
neraca jasa, <strong>Indonesia</strong> mengalami surplus, yang<br />
membantu penguatan kurs rupiah di tahun 2010-<br />
2011. Namun reversal of fortune bagi <strong>Indonesia</strong><br />
terjadi di tahun 2012, saat harga energi turun tajam,<br />
bukan saja karena pertumbuhan China <strong>dan</strong> India<br />
melambat tapi lebih karena revolusi shale gas di<br />
AS, yang diperkirakan akan membuat AS menjadi<br />
negara produsen energi terbesar di tahun 2015,<br />
mengalahkan Arab Saudi <strong>dan</strong> Rusia. Akibatnya<br />
ekspor <strong>Indonesia</strong> turun tajam <strong>dan</strong> neraca transaksi<br />
berjalan tenggelam dari surplus US$1,7 miliar di<br />
tahun 2011 ke defisit US$24,4 miliar di tahun 2012<br />
<strong>dan</strong> diperkirakan US$32,2 miliar di tahun 2013.<br />
Awalnya, defisit ini tidak terlalu<br />
mengkhawatirkan jika bisa dibiayai dengan arus<br />
modal asing melalui surplus neraca modal <strong>dan</strong><br />
finansial (NMF), baik secara langsung (foreign<br />
direct investment – FDI) atau investasi finansial di<br />
18 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong><br />
Menghitung Peluang<br />
<strong>Indonesia</strong> di <strong>2014</strong><br />
Jika di akhir tahun saya ditanya<br />
tentang arah ekonomi <strong>Indonesia</strong> di<br />
tahun mendatang, jawaban saya<br />
biasanya mengacu kepada prospek<br />
ekonomi <strong>dan</strong> pasar finansial global.<br />
pasar saham <strong>dan</strong> surat utang. Di tahun 2012 arus<br />
investasi finansial asing deras masuk ke <strong>Indonesia</strong><br />
karena lemahnya ekonomi AS <strong>dan</strong> Eropa, yang<br />
memaksa bank sentral di kedua benua tersebut<br />
mempertahankan rezim suku bunga rendah.<br />
Lemahnya ekonomi AS juga mendorong bank<br />
sentral AS (Federal Reserve) untuk juga melakukan<br />
kebijakan moneter ekstra longgar melalui program<br />
quantitative easing (QE), dengan membeli surat<br />
utang negara AS <strong>dan</strong> obligasi korporasi sebesar US$<br />
85 miliar sebulan untuk memastikan imbal hasil<br />
surat utang negara (SUN) <strong>dan</strong> obligasi korporasi AS<br />
tetap rendah—<strong>dan</strong> memastikan pinjaman jangka<br />
panjang bagi sektor riil di AS tetap murah. Federal<br />
Reserve membiayai pembelian tersebut dengan<br />
mencetak uang, sehingga neraca, balance sheet,<br />
mereka dari US$2 triliun di bulan Juli 2009 ke<br />
US$3,9 triliun di bulan November<br />
2013. Kebijakan ini sifatnya darurat<br />
<strong>dan</strong> tidak bisa dilakukan dalam<br />
Fauzi Ichsan<br />
Managing Director<br />
Standard<br />
Chartered Bank<br />
keadaan normal. Maka dengan<br />
membaiknya pertumbuhan ekonomi<br />
AS mana kala pertumbuhan ekonomi<br />
diperkirakan akan naik dari 1,6%<br />
di tahun 2013 ke 2,5% di tahun<br />
<strong>2014</strong>, di bulan Mei 2013 Federal<br />
Reserve memberi sinyal bahwa skala<br />
kebijakan quantitative easing akan secara perlahan<br />
diperkecil (tapering) <strong>dan</strong> nantinya diakhiri pada<br />
<strong>2014</strong>. Sinyal inilah yang membuat investor panik,<br />
karena artinya suku bunga AS akan naik <strong>dan</strong><br />
memicu pelarian modal dari negara berkembang,<br />
seperti <strong>Indonesia</strong>, kembali ke AS <strong>dan</strong> Eropa.<br />
<strong>Indonesia</strong> menerima pukulan telak dua kali.<br />
Pertama, pesta ekspor komoditas usai sudah,<br />
yang mengakibatkan defisit neraca transaksi<br />
berjalan. Kedua, pesta aliran deras <strong>dan</strong>a murah<br />
asing juga berakhir, yang mempersulit pembiayaan<br />
defisit neraca transaksi berjalan. Karena defisit<br />
neraca transaksi berjalan terus membengkak<br />
<strong>dan</strong> pembiayaannya oleh investor asing semakin<br />
sulit, maka kurs rupiah terpuruk dari 9.070 per<br />
dolar AS di akhir 2011 ke 9.800 di akhir 2012 <strong>dan</strong><br />
lebih dari 11.600 pada di bulan November 2013.<br />
Tanpa prospek penurunan defisit neraca transaksi<br />
berjalan, tekanan terhadap rupiah akan semakin<br />
besar. Karena harga komoditas diperkirakan sulit<br />
naik tajam, apa lagi ke level seperti tahun 2011,<br />
maka sulit mengharapkan ekspor <strong>Indonesia</strong> akan<br />
pulih. Adapun untuk menggenjot ekspor nonkomoditas<br />
infrastruktur yang ada belum memadai<br />
untuk membuat sektor manufaktur kompetitif di
pasar internasional. Konsekuensinya, defisit neraca<br />
transaksi berjalan <strong>Indonesia</strong> sifatnya bukan lagi cyclical<br />
tapi structural. Menghadapi kenyataan ini, pilihan<br />
<strong>Indonesia</strong> tidak banyak selain mengerem, atau bahkan<br />
memangkas impor, yang hanya bisa dilakukan dengan<br />
mengerem pertumbuhan ekonomi. Pelambatan ekonomi<br />
bisa dilakukan melalui dua cara: kontraksi kebijakan<br />
fiskal—misalnya dengan kenaikan harga BBM lagi—<br />
<strong>dan</strong> kontraksi moneter atau dengan kenaikkan suku<br />
bunga, giro wajib minimum (GWM) perbankan <strong>dan</strong><br />
kebijakan prudensial perbankan lainnya, seperti loanto-value<br />
(LTV) maksimum dalam pemberian kredit.<br />
Karena kontraksi fiskal sulit dilaksanakan pada tahun<br />
pemilu <strong>2014</strong>, maka beban memperlambat pertumbuhan<br />
ekonomi, bergeser ke BI. Sejak bulan Juni sampai<br />
November, 2013, BI menaikan suku bunga BI Rate<br />
sebesar 175 basis points (bps) ke 7,5% serta menaikan<br />
GWM perbankan sebesar 1,5% ke 12% dari <strong>dan</strong>a pihak<br />
ketiga perbankan.<br />
PROSPEK <strong>2014</strong><br />
Karena anjloknya ekspor, pelemahan rupiah, kenaikan<br />
inflasi <strong>dan</strong> suku bunga, maka pertumbuhan ekonomi<br />
<strong>Indonesia</strong> diperkirakan akan turun dari 6,2% di<br />
tahun 2012 ke 5,6% di tahun 2013. Pertumbuhan ekonomi<br />
akan naik sedikit ke 5,8% di tahun <strong>2014</strong> dengan<br />
a<strong>dan</strong>ya stimulus pemilu yang merangsang konsumsi<br />
masyarakat. Inflasi diperkirakan akan turun kembali<br />
dari 8,5% di tahun 2013 ke 5—5,5% di tahun <strong>2014</strong>,<br />
karena pemerintah SBY diperkirakan tidak akan<br />
menaikkan harga BBM lagi. Kenaikan harga BBM terpaksa<br />
akan dilakukan oleh pemerintah yang baru,<br />
paling cepat pada tahun 2015.<br />
Mengantisipasi risiko tapering kebijakan QE di AS<br />
di semester 1, <strong>2014</strong>, BI diperkirakan akan menaikan BI<br />
Rate lagi sebesar 50bps ke 8%. Untungnya kebijakan<br />
tapering tidak serta merta akan diikuti dengan kenaikan<br />
suku bunga jangkla pendek US$, yang diperkirakan<br />
hanya akan naik di tahun 2016. Karena itu dampak<br />
negatif dari tapering bagi<br />
arus modal finansial<br />
ke negara berkembang<br />
diperkirakan temporer.<br />
Namun jika kenaikan<br />
BI Rate tidak cukup<br />
membantu menciutkan<br />
defisit neraca transaksi<br />
berjalan <strong>Indonesia</strong>, maka<br />
BI bisa menaikan GWM<br />
perbankan lagi.<br />
Selama defisit neraca<br />
transaksi berjalan masih<br />
besar <strong>dan</strong> selama a<strong>dan</strong>ya<br />
kampanye pemilu,<br />
kurs rupiah terhadap<br />
dolar AS diperkirakan<br />
akan sulit tembus<br />
Reuters<br />
dibawah 11.000 bahkan<br />
cenderung berfluktuasi<br />
antara 11.700 <strong>dan</strong> 12.300 di semester 1, <strong>2014</strong>. Baru<br />
setelah pemerintah baru terbentuk pada triwulan IV<br />
<strong>2014</strong>, rupiah bisa menguat kembali ke arah 11.300 per<br />
dolar AS, penguatan yang juga diperkirakan terbantu<br />
dengan mulai membaiknya neraca transaksi berjalan<br />
<strong>Indonesia</strong>—defisitnya neraca transaksi berjalan<br />
diperkirakan akan mengecil sedikit dari US$32,3 milar<br />
di tahun 2013 ke US$28,9 miliar pada <strong>2014</strong>—karena<br />
kenaikan ekspor yang diperkirakan akan terbantu<br />
oleh pulihnya ekonomi dunia. Penguatan rupiah <strong>dan</strong><br />
bursa saham juga akan terbantu jika presiden baru<br />
<strong>dan</strong> pemerintahnya dianggap oleh investor sebagai<br />
investor-friendly <strong>dan</strong> tidak akan mengeluarkan kebijakan<br />
ekonomi berdasarkan nasionalisme sempit.<br />
Risiko terbesar adalah asumsi investor bahwa<br />
pemerintah SBY pada tahun terakhirnya adalah<br />
pemerintahan yang ‘lame duck’ yang tidak bisa<br />
melakukan reformasi ekonomi, terutama karena<br />
sifatnya yang ‘mengetatkan ikat pinggang’ atau semakin<br />
membuka ekonomi domestik ke investor asing. Kalau<br />
pun pemerintah bisa menerapkan kebijakan yang<br />
struktural, belum tentu pemerintah baru yang terbentuk<br />
pada bulan Oktober, <strong>2014</strong>, nanti akan meneruskannya.<br />
Sementara itu, rencana beberapa menteri ekonomi<br />
untuk berkampanye politik sebagai calon presiden akan<br />
menganggu fokus pemerintah dalam menyelesaikan<br />
masalah ekonomi. Pada semester I <strong>2014</strong>, ketidak-pastian<br />
politik dalam negeri <strong>dan</strong> rencana tapering kebijakan<br />
quantitative easing di AS dapat memicu volatilitas rupiah<br />
<strong>dan</strong> pasar saham <strong>Indonesia</strong>. Namun, siapa pun presiden<br />
<strong>Indonesia</strong> yang baru, dia tetap akan menghadapi<br />
masalah defisit neraca transaksi berjalan yang besar—<br />
walau mulai menciut pelan—yang harus dibiayai<br />
oleh investor asing. Artinya, lepas dari segala retorika<br />
nasionalis selama pemilu, cepat atau lambat, presiden<br />
yang baru tetap harus mengeluarkan kebijakan ekonomi<br />
yang investor-friendly untuk menarik modal asing. In<br />
the end, despite the challenges, I am still optimistic with<br />
<strong>Indonesia</strong>’s future!<br />
Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 19
Ekonomi Makro<br />
Mari Kencangkan Ikat Pinggang<br />
<strong>Bisnis</strong>/Dedi Gunawan<br />
Bergulirnya kebijakan pengetatan<br />
moneter <strong>dan</strong> fiskal akan memaksa<br />
banyak pihak mengencangkan ikat<br />
pinggang. Padahal, tantangan baru<br />
sudah mengha<strong>dan</strong>g.<br />
Ringkang Gumiwang & Sri Mas Sari<br />
redaksi@bisnis.co.id<br />
Rasanya bukan tanpa alasan Wakil<br />
Presiden Bank Dunia untuk kawasan<br />
Asia Timur <strong>dan</strong> Pasifik Axel van<br />
Trotsenburg menyentil <strong>Indonesia</strong> yang<br />
terlalu bergantung pada isu pengurangan<br />
stimulus Federal Reserve<br />
(tapering) untuk melihat prospek pertumbuhan<br />
Tanah Air.<br />
Dia menyarakan agar isu itu tak menjadi satu-satunya<br />
kambing hitam melambanya perekonomian<br />
<strong>Indonesia</strong>, termasuk alasan untuk memperbaiki<br />
transaksi berjalan. Singkatnya, Trotsenburg meminta<br />
agar Pemerintah RI tidak terlalu lebay terhadap<br />
isu tapering itu.<br />
Tentu saja, <strong>Indonesia</strong> tidak salah, <strong>dan</strong> tidak sendiri.<br />
Ada puluhan negara berkembang lainnya yang<br />
menyimpan kekhawatiran sama terhadap isu tapering<br />
the Fed, yang pada saat bersamaan diikuti oleh<br />
melambatnya pertumbuhan macan-macan negara<br />
berkembang seperti China, India, <strong>dan</strong> Brasil.<br />
Risiko guncangan di pasar keuangan negara<br />
berkembang menganga di depan mata karena hampir<br />
pasti modal yang mampir sejak kebijakan quantitative<br />
easing (QE) I digulirkan pada Maret 2009<br />
<strong>dan</strong> berlanjut hingga QE II <strong>dan</strong> QE III akan berduyun-duyun<br />
pulang kembali ke negara asalnya.<br />
Kenapa sekadar singgah, kenapa tidak tetap tinggal<br />
Jawabnya adalah karena kepercayaan investor<br />
terhadap <strong>Indonesia</strong> yang minim. Dari sudut pan<strong>dan</strong>g<br />
ini, defisit transaksi berjalan adalah cacat<br />
bawaan yang membuat situasi ekonomi Tanah Air<br />
berisiko, hingga investor perlu menghindarinya.<br />
Memang, penyakit laten itu sebetulnya sempat<br />
tertutupi karena aliran likuiditas dari negara maju,<br />
sebagai konsekuensi dari penerapan kebijakan<br />
moneter tak lazim (unconventional monetary policy),<br />
telah membuat stabilitas untuk sementara<br />
waktu terjaga.<br />
Rupiah sempat menguat di kisaran Rp8.000 per<br />
dolar Amerika Serikat, indeks harga saham gabungan<br />
(IHSG) juga melesat melewati level 4.500, bahkan<br />
Mei lalu sempat menembus 5.200 per Mei, <strong>dan</strong><br />
imbal hasil surat utang negara (SUN) bertenor 10<br />
tahun mengempis menjadi 6%.<br />
Namun, ketika Gubernur The Fed Ben S.<br />
Bernanke pada Juni mengumumkan rencana percepatan<br />
penghentian stimulus Juni lalu, sontak<br />
luka itu kembali terkuak. Fakta berupa defisit transaksi<br />
berjalan yang berlangsung dalam 7 kuartal terakhir<br />
pun kembali muncul ke permukaan. Luka<br />
tetap saja luka.<br />
Seolah menyadari kelemahan ini, pemerintah lantas<br />
merespons dengan memberikan sinyal ke pasar<br />
berupa komitmen melanjutkan reformasi struktural<br />
20 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>
dengan membenahi masalah internal yang selama ini<br />
memicu defisit transaksi berjalan.<br />
Kemudian, muncullah paket kebijakan ekonomi jilid I<br />
dengan penekanan pertama pada isu perbaikan transaksi<br />
berjalan <strong>dan</strong> nilai tukar rupiah. Industri padat karya berorientasi<br />
ekspor diberi insentif pajak, impor migas diturunkan<br />
dengan penerapan mandatori pemanfaatan biodiesel<br />
10% ke dalam solar.<br />
Pada saat yang sama, pajak penjualan barang mewah<br />
(PPnBM) pun dinaikkan <strong>dan</strong> aturan ekspor mineral<br />
mentah diperlonggar. Dari jurusan lain, ekspansi kredit<br />
pun direm dengan dinaikkannya suku bunga acuan<br />
Bank <strong>Indonesia</strong> (BI Rate) 175 basis poin menjadi 7,5%<br />
hanya dalam tempo 6 bulan.<br />
Kenaikan suku bunga kredit perbankan berarti mengerem<br />
investasi yang pada gilirannya menurunkan impor<br />
barang modal <strong>dan</strong> bahan baku yang selama ini jadi tumpuan<br />
industri dalam negeri. Investasi tertahan, berarti<br />
pertumbuhan ekonomi melambat.<br />
Suka tidak suka, inilah skenario pemerintah <strong>dan</strong> bank<br />
sentral. Pertumbuhan ekonomi dirancang di bawah 6%<br />
selama periode stabilisasi 2013-<strong>2014</strong>, di bawah laju 3<br />
tahun terakhir yang mampu di atas 6% di tengah perlambatan<br />
global.<br />
Kepercayaan diri pemerintah mungkin sedikit terangkat<br />
manakala paket kebijakan jilid I yang dirilis Agustus<br />
mulai menampakkan hasil, meskipun belum signifikan.<br />
Paling tidak, itu tercermin dari defisit transaksi berjalan<br />
yang menyempit menjadi US$8,4 miliar atau 3,8% terhadap<br />
produk domestik bruto (PDB).<br />
TANTANGAN BARU<br />
Akan tetapi, tantangan belumlah surut, baik eksternal<br />
maupun domestik. Bank <strong>Indonesia</strong> mendeteksi a<strong>dan</strong>ya<br />
pergeseran lanskap ekonomi global. Jika sebelumnya<br />
diprediksi ekonomi negara maju berjalan lambat,<br />
se<strong>dan</strong>gkan ekonomi emerging markets bergerak cepat,<br />
maka saat ini keadaan berbalik.<br />
Ekonomi AS diyakini akan mulai menguat dibarengi<br />
dengan perekonomian Eropa yang perlahan lepas dari<br />
krisis. Pada saat yang sama, ekonomi negara emerging<br />
markets justru berbalik melambat. Pergeseran ini otomatis<br />
akan membuat arus modal berbalik arah ke negara<br />
maju.<br />
Tantangan kedua, berakhirnya siklus panjang (supercycle)<br />
harga komoditas yang tinggi seiring perlambatan<br />
ekonomi global <strong>dan</strong> gejolak di pasar keuangan. Situasi<br />
ini tentu akan kian memukul telak ekspor <strong>Indonesia</strong><br />
yang sudah merosot dalam dua tahun terakhir.<br />
Akibatnya, ikhtiar mempersempit transaksi berjalan<br />
semakin berat karena di tengah tekanan impor yang<br />
masih tinggi, ekspor secara nominal tak mampu<br />
mengompensasi. Itu baru tekanan ekstenal yang akan<br />
semakin berat jika kelemahan struktural di dalam negeri<br />
tidak diberesi.<br />
Berbagai kebijakan yang ditelurkan pemerintah di<br />
bi<strong>dan</strong>g penghiliran, diversifikasi energi, mungkin bagus<br />
secara konsep. Namun, seperti pengalaman yang sudahsudah,<br />
konsep ini kerap lemah dalam implementasi.<br />
<strong>Bisnis</strong>/Dwi Prasetya<br />
Pemanfaatan biodiesel sebagai campuran solar misalnya,<br />
jelas perlu konsistensi. Jangan hanya karena harga<br />
biodiesel se<strong>dan</strong>g lebih murah dibandingkan harga solar,<br />
maka para pemangku kepentingan pun berbondongbondong<br />
bersedia menerapkan mandatori blending rate<br />
10%.<br />
Struktur industri manufaktur yang <strong>dan</strong>gkal masih<br />
perlu pembenahan. Struktur industri di Tanah Air yang<br />
bolong-bolong di sisi bahan baku antara (intermediate<br />
goods) membuat kapasitas nasional tak mampu mengejar<br />
kecepatan lonjakan permintaan.<br />
Situasi itu pula yang membuat pertumbuhan<br />
<strong>Indonesia</strong> melesat cepat, tetapi rapuh karena tak diimbangi<br />
dengan kapabilitas di sisi penawaran. Untuk<br />
mengimbanginya, <strong>Indonesia</strong> mengimpor bahan baku<br />
setengah jadi besar-besaran <strong>dan</strong> lagi-lagi membebani<br />
transaksi berjalan.<br />
Penghiliran menjadi kunci. Namun, itupun bukan persoalan<br />
sederhana. Di belakangnya, masih ada rentetan<br />
problem, termasuk persoalan infrastruktur energi <strong>dan</strong><br />
logistik yang belum memadai sehingga sulit mengalirkan<br />
bahan mentah dari pusat produksi ke pusat pengolahan.<br />
Selain itu, iklim usaha, termasuk kemudahan berusaha<br />
<strong>dan</strong> kepastian hukum masih menjadi barang langka.<br />
Jika reformasi struktural ini tidak konsisten dijalankan,<br />
jangan harap mimpi rasio transaksi berjalan terhadap<br />
PDB akan di bawah 2%, apalagi surplus, pada masa<br />
mendatang.<br />
Kalau demikian yang terjadi, pengetatan moneter <strong>dan</strong><br />
fiskal akan terus digulirkan. Konsekuensinya, jangan<br />
pula berharap kita akan kembali menikmati pertumbuhan<br />
di atas 6% pada masa depan. Maka, bersiaplah<br />
mengencangkan ikat pinggang.<br />
Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 21
APBN <strong>2014</strong><br />
Saatnya Tidak Terlalu Berharap<br />
Saat belanja modal <strong>dan</strong> infrastruktur<br />
diperlambat, belanja pegawai <strong>dan</strong><br />
remunerasi justru diangkat. Di<br />
tengah eskalasi suhu politik jelang<br />
Pemilu <strong>2014</strong>, apa yang bisa diharapkan<br />
dari APBN <strong>2014</strong><br />
Sri Mas Sari<br />
sri.massari@bisnis.co.id<br />
Tidak banyak interupsi dilontarkan anggota<br />
DPR sebelum Rancangan<br />
Anggaran Pendapatan <strong>dan</strong> Belanja<br />
Negara (APBN) <strong>2014</strong> akhirnya direstui<br />
dalam si<strong>dan</strong>g paripurna, akhir Oktober<br />
lalu. Sembilan fraksi kompak menyetujui<br />
rancangan itu tanpa gejolak berarti.<br />
Secara garis besar, parlemen menyetujui asumsi<br />
pertumbuhan ekonomi 6% sembari mewanti-wanti<br />
harus tetap berkualitas, inklusif, <strong>dan</strong> berkeadilan.<br />
Dewan menyoroti program pengentasan kemiskinan<br />
2009-2013 yang menghabiskan anggaran cukup<br />
besar, tetapi dengan hasil yang belum signifikan.<br />
Belum lepas dari ingatan tentang janji pemerintah<br />
saat hendak menaikkan harga BBM bersubsidi<br />
pada pertengahan 2013. Akan ada pengalihan ke<br />
belanja modal, termasuk infrastruktur <strong>dan</strong> transportasi<br />
publik, dari ruang fiskal yang tercipta akibat<br />
belanja subsidi energi ditekan.<br />
Hal tersebut ditegaskan kembali dalam Nota<br />
Keuangan RAPBN <strong>2014</strong> yang dibacakan Presiden<br />
Susilo Bambang Yudhoyono di depan si<strong>dan</strong>g paripurna<br />
DPR, paruh Agustus lalu. Dalam pidato itu,<br />
presiden menegaskan kehendak pemerintah untuk<br />
meningkatkan kualitas belanja negara.<br />
Kepala Negara berjanji mempertajam alokasi<br />
belanja untuk mendukung pembangunan infrastruktur,<br />
penciptaan kesempatan kerja <strong>dan</strong> pengentasan<br />
kemiskinan. Di sisi lain, pemerintah akan<br />
melakukan penghematan kegiatan kurang produktif,<br />
seperti biaya perjalanan dinas, rapat kerja <strong>dan</strong><br />
sejenisnya.<br />
Sayangnya, pemerintah gagal mengejawantahkan<br />
rencana itu dalam kebijakan belanja APBN <strong>2014</strong><br />
yang naik mendekati 7% menjadi Rp1.842,49 triliun.<br />
Memang, ada penurunan subsidi energi 5,9%<br />
menjadi Rp282,1 triliun, terutama akibat pencabutan<br />
subsidi listrik pada beberapa kelompok industri.<br />
Flat policy tersebut juga berhasil menurunkan<br />
belanja barang 2,23% menjadi Rp201,89 triliun.<br />
Namun, di sisi lain belanja modal belanja modal<br />
hanya naik 6,9% menjadi Rp205,84 triliun, termasuk<br />
belanja infrastruktur di dalamnya yang sekadar<br />
meningkat 2,4% menjadi Rp188,7 triliun.<br />
Padahal, berbagai referensi menunjukkan, belanja<br />
modal, termasuk belanja infrastruktur, merupakan<br />
jenis belanja pemerintah pusat yang paling<br />
memberikan efek berganda (multiplier effect) ke<br />
berbagai sektor ekonomi, seperti konstruksi, manufaktur<br />
<strong>dan</strong> perdagangan.<br />
EFEK KONTRAS<br />
Efek kontras kebijakan belanja itu terlihat karena<br />
pada saat yang sama, belanja pegawai, atau<br />
belanja gaji pegawani negeri sipil, melesat 13,3%<br />
menjadi Rp263,98 triliun. Pilihan ini kian melambungkan<br />
rasio belanja wajib (mandatory spending)<br />
terhadap total belanja pusat menjadi 74%.<br />
Belanja wajib yang semakin tinggi dengan sendirinya<br />
mempersempit ruang gerak pemerintah<br />
untuk melakukan intervensi fiskal dalam bentuk<br />
stimulus, baik untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,<br />
menciptakan lapangan kerja produktif maupun<br />
mengentaskan kemiskinan.<br />
Otoritas fiskal mungkin punya sederet alasan<br />
untuk mengerek belanja pegawai, mulai dari ke -<br />
naik an gaji <strong>dan</strong> pensiun masing-masing 6% <strong>dan</strong><br />
4%, pemberian gaji <strong>dan</strong> pensiun ke-13 hingga pe -<br />
nyediaan remunerasi, termasuk untuk 14 kementerian/lembaga<br />
yang baru memperolehnya tahun <strong>2014</strong>.<br />
Tahun ini saja, tambahan anggaran remunerasi<br />
untuk 210.912 pegawai di 27 K/L mencapai Rp3,5<br />
triliun. Tambahan itu membuat belanja remunerasi<br />
ini, sejak digulirkan 2008, telah menjangkau 63<br />
K/L yang dinilai telah berhasil melakukan reformasi<br />
birokrasi.<br />
Namun, keberhasilan itu agaknya cuma di atas<br />
kertas, kalau tidak disebut bertolak belakang<br />
dengan realitas. Laporan Doing Business <strong>2014</strong> yang<br />
baru dirilis Bank Dunia mengungkapkan sebagian<br />
besar parameter yang belum menunjukkan perbaikan<br />
signifikan menjadi tanggung jawab pemerintah.<br />
Faktor itu mencakup waktu <strong>dan</strong> biaya memulai<br />
usaha yang masih tinggi, waktu pendaftaran properti<br />
yang relatif lama, pembayaran pajak, penegakan<br />
kontrak <strong>dan</strong> penyelesaian kepailitan. Tak<br />
heran jika peringkat ease of doing business<br />
<strong>Indonesia</strong> melorot dari 116 pada 2013 menjadi 120<br />
pada <strong>2014</strong>.<br />
Memang, tidak semua pekerjaan pemerintah<br />
dalam mereformasi iklim investasi tidak membuahkan<br />
perbaikan. Beberapa faktor seperti yang kemudahan<br />
memperoleh kredit perbankan <strong>dan</strong> kemudah-<br />
22 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>
an mendapatkan layanan listrik diapresiasi oleh lembaga<br />
Bretton Woods itu.<br />
Akan tetapi, laporan Bank Dunia itu memotret betapa<br />
remunerasi yang deras dikucurkan selama 5 tahun terakhir<br />
tak berbanding lurus dengan peningkatan pelayanan<br />
publik. Pertanyaannya, bagaimana remunerasi<br />
yang akan diberikan <strong>2014</strong> <strong>dan</strong> tahun-tahun berikutnya<br />
itu bisa bermanfaat<br />
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam beberapa<br />
kesempatan melalui pembantu-pembantunya menyampaikan<br />
keinginannya untuk menciptakan fiskal yang<br />
sehat <strong>dan</strong> belanja yang berkualitas pada <strong>2014</strong>, tahun terakhir<br />
pemerintahannya.<br />
Belanja berkualitas di sini berarti belanja modal yang<br />
lebih besar dari belanja barang serta belanja subsidi<br />
yang lebih tepat sasaran. Namun, jika melihat postur<br />
APBN <strong>2014</strong> yang kelihatannya solid dari luar—dengan<br />
mematok defisit anggaran 1,69% terhadap PDB—justru<br />
tampak keropos.<br />
Pasalnya, anggaran yang dialokasikan untuk belanja<br />
wajib (mandatory spending) jauh lebih besar dari belanja<br />
tidak wajib (discretionary). Belanja modal hanya lebih<br />
tinggi Rp4 triliun dari belanja barang, sesuatu yang<br />
sebetulnya sekadar pemanis dari janji pemerintah tentang<br />
fiskal yang sehat.<br />
Jika alasannya pemerintah tak ingin ekspansif demi<br />
mendesain pertumbuhan ekonomi yang lambat untuk<br />
menyelamatkan diri dari defisit fiskal <strong>dan</strong> defisit transaksi<br />
berjalan, tidakkah akan lebih baik jika pemerintah<br />
menempuh, misalnya, moratorium kenaikan gaji atau<br />
remunerasi PNS<br />
RUANG KOMPROMI<br />
Memang, pemerintah juga sudah memangkas beberapa<br />
pos belanja, antara lain dengan melarang<br />
pejabat negara dalam perjalanan dinasnya menggunakan<br />
kelas utama (first class). Namun, tentu saja ruang<br />
fiskal dari kebijakan populis ini tak signifikan memangkas<br />
belanja perjalanan dinas.<br />
Argumentasi lain yang disodorkan adalah masih a<strong>dan</strong>ya<br />
ada anggaran atau <strong>dan</strong>a optimalisasi senilai hampir<br />
Rp27 triliun yang bersumber dari sisa penghematan subsidi<br />
listrik <strong>dan</strong> biaya perjalanan dinas, yang kemudian<br />
direalokasi ke belanja modal untuk beberapa K/L.<br />
Kebijakan realokasi itu boleh jadi memberikan harapan.<br />
Namun, harus pula segera diingat, kebijakan itu<br />
juga mendatangkan kecemasan pada saat bersamaan,<br />
mengingat terbuknya ruang kompromi yang begitu luas<br />
bagi aneka kepentingan di DPR, terutama akibat naiknya<br />
suhu politik jelang Pemilu <strong>2014</strong>.<br />
Dari sudut pan<strong>dan</strong>g ini juga akan terlihat, bahwa<br />
beberapa pos belanja lain juga memberikan celah yang<br />
besar untuk menggelontorkan sumber daya bagi faksifaksi<br />
di parlemen. Belanja bantuan sosial (bansos)<br />
misalnya, yang dipangkas 32% menjadi Rp55,9 triliun.<br />
Pemangkasan anggaran bansos dengan pertimbangan<br />
menjaganya agar tetap prudent ini tentu belum menjamin<br />
apakah penggunaannya kemudian steril dari kepentingan<br />
politis. Sudah jamak didapati, belanja bansos<br />
kerap disalahgunakan oleh kelompok politik tertentu<br />
untuk pemenangan pemilu.<br />
Risiko itu kian kompleks karena pada saat yang sama,<br />
secara alamiah Pemilu <strong>2014</strong> akan menyita banyak perhatian,<br />
tidak hanya dari para pembantu-pembantu presiden,<br />
tetapi juga presiden sendiri, yang partainya, menurut<br />
berbagai survei terkini, terancam turun popularitasnya.<br />
Dengan segala kompleksitas itu, rasanya tidak berlebihan<br />
jika tahun depan kita akan melihat suatu kebijakan<br />
anggaran yang tanggung, yang tidak terlalu efektif<br />
dalam menggenjot pertumbuhan <strong>dan</strong> pengurangan<br />
kemiskinan—dengan menyisakan banyak PR bagi<br />
pemerintahan berikutnya.<br />
<strong>Bisnis</strong>/Alby Albahi<br />
Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 23
Pembangunan Daerah<br />
Menebak (Lagi) Penyesuaian<br />
Desentralisasi<br />
Selama lebih dari satu dekade, berbagai<br />
penyesuaian telah mengiringi<br />
kebijakan desentralisasi. Namun,<br />
berbagai kritik tetap bermunculan.<br />
Penyesuaian apa yang berpeluang<br />
terjadi tahun ini<br />
Ringkang Gumiwang<br />
redaksi@bisnis.co.id<br />
Kritik terhadap rezim desentralisasi<br />
terutama berangkat dari kegagalan<br />
terwujudnya pembangunan ekonomi<br />
di daerah. Namun, sebetapapun pelik<br />
persoalan, secara faktural rezim<br />
tersebut telah bekerja sebagai instrumen<br />
pemerataan <strong>dan</strong>a pembangunan.<br />
Anggaran transfer ke daerah tahun depan telah<br />
mencapai Rp592,5 triliun, naik 11,91% dari APBN<br />
Perubahan 2013 sebesar Rp529,4 triliun. Dengan<br />
alokasi transfer daerah tersebut, pemerintah telah<br />
mengalokasikan Rp2.358,5 triliun dalam 5 tahun<br />
terakhir.<br />
Pemerintah juga tengah melakukan beberapa<br />
langkah lainnya dari kebijakan desentralisasi fiskal<br />
a.l menyempurnakan proses penyediaan <strong>dan</strong>a bagi<br />
hasil (DBH) <strong>dan</strong> mengalokasikan <strong>dan</strong>a alokasi<br />
umum (DAU) sekurang-kurangnya 26% dari pendapatan<br />
dalam negeri (PDN) neto.<br />
Namun, kendati anggaran transfer ke daerah ditujukan<br />
guna meningkatkan pembangunan di daarah,<br />
alokasi anggarannya acap membuka peluang untuk<br />
menjadi lahan korupsi. Apalagi, jika tahun itu<br />
merupakan tahun politik akibat a<strong>dan</strong>ya momentum<br />
pemilihan kepala daerah (pilkada).<br />
Berbagai referensi menunjukkan korupsi biasa<br />
terjadi karena biaya politik yang tinggi dalam arena<br />
pilkada. Belum a<strong>dan</strong>ya pemahaman mengenai citacita<br />
<strong>dan</strong> karakteristik desentralisasi dari pemerintah<br />
<strong>dan</strong> masyarakat di daerah menambah subur praktik<br />
tersebut.<br />
Namun, apabila dikaji secara lebih mendalam,<br />
momentum tahun politik itu hanyalah katalis dari<br />
praktik pengelolaan anggaran daerah yang memang<br />
belum sehat. Paling tidak, ada tiga faktor yang<br />
menjelaskan kenapa implementasi kebijakan<br />
belanja di daerah belum sesuai dengan harapan.<br />
Pertama, pengelolaan anggaran yang tidak tepat<br />
dari pemerintah daerah. Harus diakui, kualitas<br />
24 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong><br />
belanja daerah <strong>dan</strong> penyerapan belanja modal dari<br />
anggaran daerah merupakan isu yang selalu<br />
mengemuka selama satu dasawarsa terakhir.<br />
Anggaran daerah kini masih lebih banyak<br />
tersedot untuk belanja pegawai, dengan penyerapan<br />
belanja modal yang kurang optimal. Alhasil, kebutuhan<br />
penyediaan sarana <strong>dan</strong> prasarana pelayanan<br />
publik pun tidak terpenuhi secara maksimal.<br />
Hasil audit Ba<strong>dan</strong> Pemeriksa Keuangan pada 2013<br />
mengungkapkan sekitar 10% dari total pemerintah<br />
daerah memperoleh opini yang tidak baik atas audit<br />
laporan keuangannya. Hal ini terjadi juga karena<br />
a<strong>dan</strong>ya konflik ekonomi politik yang sulit diawasi<br />
pemerintah pusat.<br />
Kedua, lambannya perbaikan kualitas infrastruktur.<br />
Perkembangan infrastruktur memang bisa disebut<br />
masalah klasik <strong>Indonesia</strong>. Namun, lambannya<br />
perkembangan infrastruktur itu pada akhirnya<br />
membuat biaya untuk mengerek produktivitas<br />
e konomi di daerah menjadi lebih mahal.<br />
Dalam 4 tahun terakhir, realisasi belanja modal di<br />
daerah rata-rata mencapai 92,5%, atau lebih rendah<br />
dibandingkan dengan rata-rata dari realisasi belanja<br />
lainnya seperti belanja pegawai sebesar 97,9%,<br />
belanja barang <strong>dan</strong> jasa 96,6%, <strong>dan</strong> belanja lainnya<br />
104,1%.<br />
Ketiga, korupsi yang masih mengakar. Saat ini,<br />
masyarakat mungkin belum melihat kesungguhan<br />
pemerintah dalam upaya memberantas korupsi.<br />
Ibarat penyakit, meski sudah ditemukan penyebabnya,<br />
obat mujarab untuk penyembuhannya belum<br />
bisa ditemukan.<br />
Namun demikian, ada juga yang berpendapat<br />
perkembangan pemerataan pembangunan tidak<br />
akan banyak berpengaruh. Pasalnya, pekerjaan<br />
politik dipastikan akan menghabiskan banyak energi<br />
dengan kegaduhan yang berkepanjangan, tanpa<br />
hasil yang berarti untuk memajukan ekonomi.<br />
WACANA BARU<br />
Berbagai penyimpangan yang mewarnai bebagai<br />
momentum Pilkada dari 2005-2013 telah<br />
menjadi noktah tersendiri dalam kebijakan desentralisasi<br />
satu dasawarsa ini. Data Kementerian<br />
Dalam Negeri menunjukkan dalam 9 tahun terakhir<br />
(2004-2012), terdapat 290 kepala daerah yang<br />
terjerat korupsi.<br />
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam<br />
laporan tahunannya 2012 mencatat sejak 2007-2012<br />
terdapat 138 kasus korupsi di tingkat daerah. Kasus<br />
tersebut meliputi 38 kasus di tingkat provinsi <strong>dan</strong><br />
60 kasus lainnya di tingkat kabupaten/kota.
Untuk tingkat kabupaten/kota sendiri, dari 60 kasus<br />
yang ada, sebanyak 32 bupati/ wali kota telah menjadi<br />
terdakwa di dalamnya. Itu semua masih belum menghitung<br />
kasus-kasus yang se<strong>dan</strong>g dalam proses peradilan,<br />
atau mentah <strong>dan</strong> berhenti baik di kepolisian maupun<br />
kejaksaan.<br />
Di luar fakta tersebut, besarnya biaya politik dalam<br />
momentum pilkada yang turut menyuburkan praktik<br />
korupsi juga menjadi bahan sorotan. Calon anggota<br />
legislatif (caleg) atau calon kepala daerah memerlukan<br />
tiket untuk mengamankan posisinya di pengurus partai<br />
daerah maupun pusat.<br />
Akibatnya, caleg <strong>dan</strong> calon kepala daerah itu akan<br />
menggunakan berbagai cara untuk mendapatkan tiket<br />
tersebut. Di sini, korupsi menjadi jalan keluarnya, mulai<br />
dari menyunat <strong>dan</strong>a bantuan sosial (bansos) untuk<br />
biaya kampanye hingga membengkaknya <strong>dan</strong>a bansos<br />
melalui sumber yang ajaib.<br />
Puncaknya, kasus korupsi Kepala Mahkamah<br />
Konstitusi (MK) Akil Muchtar dalam sengketa Pilkada<br />
yang sekaligus menyoroti praktik politik dinasti<br />
Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah baru-baru ini telah<br />
membuat banyak pihak mempertanyakan kembali<br />
keefektifan pilkada secara langsung.<br />
Secara perlahan, berbagai ekses negatif rezim desentralisasi<br />
itu menggumpalkan wacana baru untuk<br />
mengembalikan pilkada melalui sistem perwakilan.<br />
Sebab, alih-alih mencapai maksud desentralisasi yakni<br />
pemerataan pembangunan, pilkada justru jadi ajang<br />
<strong>Bisnis</strong>/Wahyu Darmawan<br />
korupsi <strong>dan</strong> bagi-bagi kekuasaan.<br />
Wacana itu pun bersambut. Pemerintah akhirnya<br />
menggodok Rancangan Un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g (RUU) Pilkada<br />
bersama DPR, yang mewacanakan untuk mengembalikan<br />
sistem pemilihan pada perwakilan rakyat seperti<br />
pada masa sebelum era desentralisasi, yakni pemilihan<br />
tidak langsung melalui DPRD.<br />
Meski belum ada titik terang mengenai tingkatan,<br />
provinsi atau kabupaten/ kota, yang dikembalikan pada<br />
sistem perwakilan, wacana tersebut sontak mengejutkan.<br />
Reaksi penolakan pun muncul dari berbagai<br />
kalangan, terutama kalangan aktivis pro-demokrasi.<br />
Lia Wulandari, peneliti dari Perkumpulan untuk<br />
Pemilu <strong>dan</strong> Demokrasi (Perludem) mengatakan pilkada<br />
langsung adalah harga mati bagi demokrasi <strong>Indonesia</strong>.<br />
Memang, praktik Pilkada yang berjalan selama ini<br />
memang jauh dari sempurna, tapi bukan berarti<br />
<strong>Indonesia</strong> harus kembali pada masa kelam.<br />
“Ketika pemerintah akan kembali pada praktik-praktik<br />
non-demokrasi, maka pemerintah secara tidak langsung<br />
memasung hak suara masyarakat <strong>Indonesia</strong>. Langkah<br />
mundur ini akan memperbesar ongkos politik demokrasi<br />
yang sudah dilalui lebih dari 10 tahun lalu,” katanya.<br />
Kritik Lia boleh jadi benar. Bandul konsolidasi<br />
demokrasi tak bisa dipaksa mundur atas nama ikhtiar<br />
memperbaiki situasi, terutama ekonomi. Penyesuaian<br />
tetap harus dilakukan, tetapi tanpa mencederai. Harapan<br />
serta kecemasan inilah yang agaknya banyak mewarnai<br />
perjalanan tahun ini.<br />
Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 25
Ekonomi Jawa Timur<br />
Surplus Perdagangan Tak<br />
Harus dengan Luar Negeri<br />
Percaya diri. Begitu pembawaan Gubernur Soekarwo<br />
saat menjelaskan program ekonomi Jawa Timur lima<br />
tahun ke depan. Hal itu bisa dipahami, sebab Februari<br />
mendatang politikus yang mulanya birokrat itu akan<br />
dilantik sebagai kepala daerah untuk periode kedua<br />
hingga 2019 mendatang. Selama lima tahun ke depan,<br />
dia bisa melanjutkan program terdahulu meski dalam<br />
masa jabatannya ada tantangan soal Masyarakat<br />
Ekononi Asean. Lantas bagaimana cetak biru ekonomi<br />
Jatim ke depan <strong>dan</strong> strategi penerapannya Berikut<br />
pan<strong>dan</strong>gan Soekarwo saat berdialog dengan <strong>Bisnis</strong>.<br />
Soekarwo<br />
26 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong><br />
Bagaimana kondisi<br />
ekonomi Jawa<br />
Timur saat ini<br />
Saat ini impor<br />
kita 83% bahan<br />
baku <strong>dan</strong> pe <br />
nolong sehingga<br />
menyebabkan<br />
defisit. Oleh karena<br />
itu kami menjalin<br />
kerja sama dengan 26 provinsi untuk menggelar<br />
one on one metting soal potensi subtitusi barang<br />
impor.<br />
Bila subtitusi ini berhasil maka impor ba han<br />
seperti nikel [bahan baku industri baja serta tu <br />
runannya] <strong>dan</strong> fosfat [bahan baku pupuk] teratasi.<br />
Kalau bahan baku sudah didapat akan diun<strong>dan</strong>g<br />
smelter sehingga ongkos industri lebih murah.<br />
Di sisi lain pasokan energi, gas sebagai domestic<br />
market obligation harus dipenuhi. [Produksi gas dari<br />
eksploitasi di Jatim pada 2013 450 MMscfd <strong>dan</strong> bisa<br />
bertambah 200 MMscfd saat blok Cepu berproduksi].<br />
Kalau dua itu bisa dilakukan maka ekonomi<br />
Jawa Timur tidak over heating lagi. Bisa tumbuh<br />
7,5% sampai 8%.<br />
Struktur industri andalannya seperti apa<br />
Industri agro menjadi sektor primer dengan porsi<br />
15,42%. Sektor ini sumbangannya stabil karena<br />
sumbernya ada <strong>dan</strong> permintaannya terus tumbuh.<br />
Jagung ada kurang 350.000 ton, ketela kurang 1<br />
juta ton. Industri yang minta. Semua yang sumber<br />
daya <strong>dan</strong> permintaan ada layak untuk investasi.<br />
Investasi kami semua yang ngurus, kalau ada<br />
k endala kami fasilitasi.<br />
Pendapatan Domestik Regional Bruto diprediksi<br />
bisa Rp1.128 triliun dari target Rp1.136 triliun,<br />
se<strong>dan</strong>gkan dari tahun lalu Rp1.001 pada<br />
2012.<br />
Dari perdagangan kami<br />
surplus Rp50 triliun, itu<br />
capital inflow eksporimpor<br />
<strong>dan</strong> perdagangan<br />
antarpulau.<br />
Untuk mendukung<br />
semua itu kami<br />
ba ngun tiga sektor,<br />
pen<strong>dan</strong>aan UMKM<br />
melalui bank [Perkreditan<br />
Rakyat]<br />
UMKM. Saat ini<br />
asetnya Rp1,5 triliun,<br />
suku bunga<br />
6% padahal bank<br />
lain sudah 12%.<br />
Industri yang<br />
kami dorong juga<br />
UMKM guna<br />
memacu perdagangan<br />
antarpulau.<br />
Pemasaran<br />
juga dipercepat<br />
melalui<br />
<strong>Bisnis</strong>/Wahyu Darmawan
perwakilan dagang <strong>dan</strong> fasilitasi one on one bussines.<br />
Kalau tiga itu sudah maka AFTA [Asean Free Trade<br />
Area] sudah siap. Tumpuannya <strong>2014</strong> perdagangan antarprovinsi<br />
sudah dibangun. Dagang itu soal personal,<br />
teman, kenal. Ini jadi hal positif.<br />
Jadi, apa yang menjadi motor penggerak<br />
ekonomi<br />
Ahli ekonomi bilang Jatim rapuh karena mengandalkan<br />
perdagangan. Kalau begitu, kenapa Singapura <strong>dan</strong><br />
Hong Kong kok membangun sektor perdagangan<br />
Tidak mungkin mempermasalahkan indirect invesment,<br />
itu tidak bisa dihindari. Makanya yang diperkuat<br />
perdagangan yang surplus. Tidak harus ke luar negeri.<br />
Sama halnya pariwisata, selama ini konstruksinya<br />
harus wisatawan luar negeri. Saya bayangkan seperti<br />
Spanyol, tamunya dari Prancis yang satu kawasan. Sing<br />
penting uangnya turun. Karena uang sektor ini tidak<br />
melalui kelembagaan lain.<br />
Kami ambil pasar dalam negeri besar-besaran.<br />
Tan tangannya tinggal standardisasi agar bisa bersaing<br />
de ngan produk luar negeri.<br />
Tadi disinggung soal fasilitasi investasi, soal<br />
kendala lahan bagaimana<br />
Luar biasa, lahan gampang, SIER [Surabaya Industrial<br />
Estate Rungkut] penuh tapi PIER [Pasuruan Industrial<br />
Estate Rembang] ditambah. Ngoro [Mojokerto] dari 200<br />
hektare ditambah jadi 400 hektare. Mojokerto ada 10.000<br />
hektare, ada Maspion di Gresik serta ada pula Java<br />
Integrated Industrial Port Estate.<br />
Tuban sudah groundbreaking smelter, lalu menyusul<br />
Situbondo.<br />
Bagaimana dengan infrastruktur<br />
Kami kurangi tidak efektifnya pengangkutan melalui<br />
double track. Sekarang tinggal menyambung di Bojo negoro.<br />
Double track Solo-Surabaya dibangun <strong>2014</strong>. Itu<br />
bukan saja angkutan manusia, tapi juga lebih murah<br />
karena tidak ada pungli.<br />
Jembatan timbang juga sudah online. Data real time,<br />
semua data sudah bisa diambil dari server, jadi tidak<br />
mungkin menyimpang. Kami juga sudah kerja sama<br />
dengan KPK tapi un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g hanya mengatur<br />
denda. Dampaknya, kelebihan berat jalan terus.<br />
Pelabuhan juga kami garap. Di Paciran, Lamongan<br />
didirikan pelabuhan nonbarang. Truk bawa barang<br />
masuk maka efisiensi 40% dibanding Perak. Kami<br />
sudah pesan jangan digunakan untuk barang dulu, tapi<br />
roro, truk sekalian barangnya masuk.<br />
Kalau pelabuhan sudah, tinggal akses darat Gresik<br />
<strong>dan</strong> Mojokerto. Mojokerto-Jombang sudah 90%. Saya<br />
sudah pesan ke Kapolres kalau didekati ndak mau<br />
[melepas tanahnya] ditangkap aja. Sebab tanah itu beralih<br />
kepemilikan setelah proyek diumumkan <strong>dan</strong><br />
sengaja dibeli untuk tidak dilepas, maka bisa ditangkap.<br />
Pesawat juga sudah ada rencana Garuda bikin city<br />
link, Surabaya, Jember, Banyuwangi, Kalianget.<br />
Kalau city link jalan, kereta api jalan, mohon maaf,<br />
daya saing kami tidak ada tandingannya. Saat ini saja<br />
ICOR 2,9. Itu artinya pungli di kabupaten tidak ada,<br />
kecuali hambatan di pelabuhan.<br />
Bagaimana dengan kabupaten/kota<br />
Saya tidak terlalu struktural. Kalau ada selisih harga<br />
<strong>dan</strong> efisien, bisnis di situ [itu yang sebisa mungkin<br />
diwujudkan]. Kalau rapat-rapat terus enggak jalan.<br />
Saya enggak terlalu susah secara struktural. Itu<br />
hubungan Gubernur bupati enggak begitu dirisaukan.<br />
Dari berbagai faktor di atas, tantangannya apa<br />
Infrastruktur. Tol, infrastruktur udara, pelabuhan.<br />
Lamongan dengan Tuban ke depan perlu pelabuhan<br />
besar. Probolinggo juga harus lebih besar.<br />
Kelebihan lain Jatim apa<br />
Risiko politik dihitung, stabilitas jadi poin penting.<br />
Kami relatif stabil, tidak ada konflik yang menonjol.<br />
Buruh juga dilibatkan dalam kebijakan sehingga tidak<br />
bergejolak.<br />
Berarti untuk 2015 siap<br />
Kami tinggal standardisasi barang. Pusat Agroindustri<br />
Jemundo akan jadi itu. Standardisasi karena 75%<br />
produk agro. Kalau <strong>2014</strong> selesai semua, kami declare<br />
siap.<br />
Mengenai politik, Anda baru saja memenangi<br />
Pilkada. Bagaimana peta politik <strong>2014</strong> berdasar<br />
pengalaman itu<br />
Saya merasa saya jadi Gubernur pada waktu tepat <strong>dan</strong><br />
tempat tepat. Waktu tepat karena memimpin saat pertarungan<br />
ekonomi se<strong>dan</strong>g kenceng-kenceng-nya. Tempat<br />
tepat karena unggul sedikit saja menang.<br />
Masyarakat Jatim itu juga open minded. Setiap ada<br />
sesuatu yang baru asal bisa dijelaskan <strong>dan</strong> dilibatkan<br />
dalam keputusan mereka akan jadi pendukung penuh.<br />
Juga masyarakatnya tidak tertutup soal hal baru.<br />
Karakter itu menjadi basis partisipatoris sehingga<br />
memperkuat stabilitas. Perspektif seperti ini harus<br />
matang di antara tokoh masyarakat.<br />
Gambaran <strong>2014</strong> seperti apa<br />
Saya kira kita harus sadar sepenuhnya yang dipilih<br />
orang bukan parpol. Oleh karena itu, peta politik cepat<br />
berubah. Jadi <strong>2014</strong> yang paling menentukan calon legislatif,<br />
tim sukses caleg, baru partai politik. Jadi memang<br />
ada degradasi parpol.<br />
Pemilih 38 juta di Jatim itu banyak lulusan SD <strong>dan</strong><br />
SMP. Jadi sangat personal pilihannya. Seperti kenapa<br />
milih Jokowi, ya…karena santun misalnya.<br />
Kayak kasus Gus Ipul <strong>dan</strong> Khofifah [yang memperebutkan<br />
basis suara muslim di Jatim saat pemilihan Gu -<br />
bernur 2013]. Di kelompok itu yang menang perempuan.<br />
Women, youth <strong>dan</strong> citizen ternyata basis suara baru.<br />
Jadi, jangan mengesampingkan emosi.<br />
Bagaimana dengan calon presiden yang ada se <br />
karang<br />
Biasanya kalau pemilihan elektabilitas di atas 40%.<br />
Kalau dibawah 30% masih sangat rawan. Saat ini 27%<br />
paling tinggi, jadi sangat rawan.<br />
Tapi ini otoritas partai. Spektrum pencalonan tidak<br />
bisa diperluas.<br />
Pewawancara: Miftahul Ulum, Tri D Pamenan, <strong>dan</strong> Wahyu Darmawan<br />
Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 27
Prospek Ekonomi <strong>2014</strong><br />
Ada Potensi Tumbuh Lebih Tinggi<br />
Perekonomian <strong>Indonesia</strong> telah mengalami perlambatan selama 5 triwulan<br />
berturut-turut. Sudah 5 triwulan berturut-turut pula pertumbuhan in -<br />
vestasi atau pembentukan modal tetap bruto mengalami penurunan, dari<br />
12,3% pada triwulan II-2012 menjadi hanya 4,5% pada triwulan III-2013.<br />
<strong>Bisnis</strong>/Yayus Yuswoprihanto<br />
Faisal Basri<br />
Ekonom/Dosen FE Universitas <strong>Indonesia</strong><br />
Sementara itu, motor pertumbuhan ekonomi<br />
utama, konsumsi rumah tangga,<br />
ha nya turun 3 triwulan berturut-turut<br />
sejak triwulan terakhir 2012, tetapi naik<br />
kembali pada triwulan III-2013 menjadi<br />
5,5%. Pertumbuhan konsumsi rumah<br />
tangga pada triwulan III-2012 bahkan melampaui<br />
pencapaian triwulan IV-2012.<br />
Perekonomian <strong>Indonesia</strong> yang dalam beberapa<br />
tahun terakhir sudah terbang dengan dua mesin,<br />
dalam hampir setahun belakangan ini hanya<br />
terbang dengan satu mesin, yaitu konsumsi rumah<br />
tangga. Sekalipun demikian, tampaknya para<br />
penentu kebijakan makroekonomi meman<strong>dan</strong>g<br />
perekonomian terbang masih terlalu tinggi sehingga<br />
harus diredam.<br />
Pada pertemuan tahunan perbankan pertengahan<br />
November lalu, Gubernur Bank <strong>Indonesia</strong> menegaskan<br />
akan mengetatkan kebijakan moneter untuk<br />
meredam pertumbuhan kredit yang masih saja di<br />
atas 20%, bahkan pada bulan September naik<br />
menjadi 23%. Sinyal kuat yang disampaikan<br />
Gubernur BI tercermin dari target pertumbuhan<br />
kredit tahun <strong>2014</strong> yang hanya sekitar 15%-17%.<br />
Jalan pintas untuk semakin menekan pertumbuhan<br />
ekonomi adalah dengan menaikkan BI Rate.<br />
Sejak Juni 2013 Bank <strong>Indonesia</strong> sudah lima kali<br />
menaikkan BI Rate yang totalnya sebesar 175 basis<br />
poin sehingga sekarang bertengger di aras 7,5%.<br />
Berbeda dengan tiga kali kenaikan BI Rate<br />
sebelumnya yang bertujuan untuk mengantisipasi<br />
pe ningkatan laju inflasi akibat kenaikan harga BBM<br />
ber subsidi, dua kali kenaikan BI Rate terakhir lebih<br />
ditujukan untuk menjaga stabilitas nilai tukar<br />
ru piah <strong>dan</strong> menekan defisit akun semasa (current<br />
account) mengingat laju inflasi dalam 2 bulan<br />
t er akhir sudah mulai turun dari puncaknya pada<br />
bulan Agustus lalu.<br />
Pemerintah <strong>dan</strong> Bank <strong>Indonesia</strong> mengirimkan<br />
si nyal akan menahan laju pertumbuhan ekonomi<br />
te tapi sebaliknya menargetkan pertumbuhan<br />
28 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>
ekonomi tahun <strong>2014</strong> lebih tinggi ketimbang tahun 2013.<br />
Sinyal yang agak membingungkan ini tidak perlu<br />
membuat bi ngung khalayak. Biarkanlah pemerintah <strong>dan</strong><br />
Bank In do nesia dengan kebingungannya sendiri. Apalagi<br />
meng ingat pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono<br />
sudah hampir berakhir <strong>dan</strong> tidak banyak lagi yang bisa<br />
diharapkan.<br />
Kita fokus saja meneropong masa depan perekonomian,<br />
khususnya tahun <strong>2014</strong>, dengan lebih banyak<br />
men cer mati geliat konsumsi rumah tangga <strong>dan</strong> investasi<br />
swasta. Kedua komponen ini sangat menentukan<br />
ke tim bang postur anggaran pemerintah (APBN) karena<br />
me nyumbang sekitar 85% produk domestik bruto<br />
(PDB). Sepanjang tidak ada kebijakan kontroversial yang<br />
sangat kontraproduktif, tampaknya prospek ekonomi<br />
tahun depan masih bisa kita raba <strong>dan</strong> diharapkan tidak<br />
terlalu melenceng.<br />
Sepanjang Bank <strong>Indonesia</strong> tidak memaksakan kehendak<br />
kepada industri perbankan, tampaknya pertumbuhan<br />
konsumsi rumah tangga tahun <strong>2014</strong> akan tetap tinggi<br />
di atas 5%. Ada tiga penggerak utamanya.<br />
Pertama, mulai awal tahun <strong>2014</strong> para calon legislatif<br />
<strong>dan</strong> calon presiden semakin gencar belanja untuk kampanye.<br />
Sudah muncul ke permukaan belasan orang yang<br />
menyalonkan diri menjadi presiden <strong>dan</strong> ratusan ribu ca <br />
lon anggota legislatif (DPR, DPRD provinsi <strong>dan</strong> kabupaten/kota,<br />
<strong>dan</strong> DPD). Setidaknya puluhan triliun rupiah<br />
<strong>dan</strong>a akan langsung mengalir ke masyarakat luas.<br />
Kedua, jumlah strata menengah berusia relatif muda<br />
terus bertambah yang haus belanja. Ketiga, lapisan penduduk<br />
produktif berusia muda mencapai sekitar separuh<br />
dari jumlah penduduk mendambakan perumahan <strong>dan</strong><br />
kendaraan. Permintaan dari kalangan menengah muda<br />
ini nyata sehingga tak akan terbendung oleh sekedar<br />
kenaikan suku bunga 1%-2% akibat kebijakan moneter<br />
Bank <strong>Indonesia</strong> yang semakin ketat. Kalangan<br />
m enengah muda tidak akan banyak terpengaruh oleh<br />
gemuruh politik. Mereka tidak menunggu pemilu selesai<br />
atau presiden terpilih yang baru.<br />
Sejalan dengan fenomena semakin lemahnya kaitan<br />
langsung antara peristiwa politik <strong>dan</strong> kinerja ekonomi,<br />
mayoritas kalangan dunia usaha baik nasional maupun<br />
asing akan merealisasikan rencana investasinya tanpa<br />
menunggu hasil pemilu maupun pemilihan presiden.<br />
Keterlambatan merealisasikan investasi bisa berpotensi<br />
pangsa pasar direbut oleh pesaing <strong>dan</strong> terlambat menikmati<br />
peluang perluasan pasar yang diperkirakan kian<br />
lebar mulai tahun 2015.<br />
Apalagi jika presiden baru nanti mampu meraih ke <br />
percayaan besar dari pemilih sehingga beroleh dukungan<br />
untuk menjalankan kebijakan-kebijakan struktural<br />
yang menohok ke akar masalah yang selama ini menggelayuti<br />
perekonomian nasional. Figur yang paling po <br />
tensial akan muncul sebelum pemilu April 2013, sehingga<br />
mempercepat kepastian di kalangan dunia usaha.<br />
Selain kedua faktor di atas, lingkungan perekonomian<br />
global juga diperkirakan lebih kondusif. Pertumbuhan<br />
ekonomi dunia tahun <strong>2014</strong> diperkirakan lebih baik daripada<br />
tahun ini. Pertumbuhan ekspor dunia pun diharapkan<br />
bakal lebih tinggi. Harga-harga komoditi diperkirakan<br />
telah mencapai titik terendah sehingga bisa mendongkrak<br />
ekspor <strong>Indonesia</strong>, terutama batubara, karet,<br />
minyak sawit, serta produk-produk pertanian <strong>dan</strong><br />
tambang lainnya.<br />
Satu saja yang perlu lebih diwaspadai, yaitu kecenderungan<br />
perekonomian China yang terus melemah. Pertumbuhan<br />
ekonomi China sudah empat tahun berturutturut<br />
mengalami penurunan, dari 10,4% tahun 2010<br />
menjadi 9,3% tahun 2011 <strong>dan</strong> 7,8% tahun 2012. Tahun<br />
ini diperkirakan lebih rendah lagi menjadi 7,6% <strong>dan</strong><br />
tahun depan terus melemah menjadi 7,3%.<br />
Padahal, China merupakan mitra dagang utama, baik<br />
sebagai tujuan ekspor maupun asal impor. Pemerintah<br />
sepatutnya sudah mengambil langkah nyata untuk mendiversifikasikan<br />
tujuan ekspor untuk mengantisipasi ke <br />
mungkinan terburuk dialami China yang perekonomiannya<br />
sudah menjadi yang terbesar kedua di dunia.<br />
Stabilitas makroekonomi tahun <strong>2014</strong>, walaupun tanpa<br />
sentuhan berarti dari pemerintah, diperkirakan lebih<br />
baik dari tahun ini. Yang paling terasa adalah laju inflasi<br />
di harapkan turun sampai di bawah 5%. Ditopang oleh<br />
kondisi industri perbankan yang ‘segar bugar’ sebagai<br />
jantung perekonomian, perekonomian <strong>Indonesia</strong> memiliki<br />
ruang gerak yang cukup leluasa untuk tumbuh lebih<br />
cepat secara berkelanjutan.<br />
Peranan investasi asing diperkirakan semakin besar.<br />
Pada tahun 2012 untuk pertama kalinya <strong>Indonesia</strong><br />
ma suk ke dalam kelompok 20 besar negara penyerap<br />
investasi asing langsung.<br />
Berdasarkan survei UNCTAD (Uni ted Nations Con ference<br />
on Trade and Development) terbaru, pada tahun<br />
2013-2015 <strong>Indonesia</strong> berada di urutan keempat sebagai<br />
ne gara paling prospektif bagi investasi asing langsung.<br />
Pe nilaian yang semakin baik juga diberikan oleh JBIC<br />
yang menempatkan <strong>Indonesia</strong> di urutan ketiga di mata<br />
per usahaan manufaktur Jepang yang beroperasi di luar<br />
negeri.<br />
Dengan demikian, tak berlebihan jika perekonomian<br />
<strong>Indonesia</strong> tahun <strong>2014</strong> diperkirakan tumbuh lebih tinggi<br />
ketimbang tahun ini. Semua prediksi dari lembaga terkemuka<br />
dunia pun, kecuali Bank Dunia, mengutarakan<br />
kecenderungan serupa.<br />
Oleh karena itu, amat disayangkan kalau para petinggi<br />
perumus kebijakan ekonomi justru lebh kerap menghembuskan<br />
pesimisme. Apalagi pesimisme itu dilandasi<br />
oleh penilaian yang keliru atas perkembangan ekonomi<br />
global. Mereka terlena <strong>dan</strong> terpenjara dengan apa yang<br />
bakal dilakukan oleh The Fed.<br />
Data neraca pembayaran terbaru menunjukkan, arus<br />
modal asing masuk, baik investasi asing langsung maupun<br />
investasi portofolio tetap tinggi. Kondisi dewasa ini<br />
amat berbeda dengan 2008 <strong>dan</strong> 2009 seperti disinyalir<br />
Menteri Keuangan. Semoga pemimpin baru nanti betulbetul<br />
ampuh me madukan kekuatan bangsa yang selama<br />
ini berserakan, bagi sebesar-besar kesejahteraan rakyat.<br />
Tutup rapat-rapat saluran bagi aura pesimisme.<br />
Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 29
BUMN & Tahun <strong>Politik</strong><br />
Lagu Lama Soal ‘Sapi Perahan’<br />
Cerita soal BUMN yang rentan jadi<br />
‘sapi perahan’ lewat intrik politik<br />
a dalah lagu lama yang ramai diputar<br />
jelang pemilu. Uang triliunan rupiah<br />
yang beredar di 141 perusahaan pelat<br />
merah jadi magnet bagi mereka yang<br />
ingin berkuasa <strong>dan</strong> kaya raya.<br />
Gloria N. Dolorosa, Herdiyan & Yeni H. Simanjuntak<br />
redaksi@bisnis.co.id<br />
uang di BUMN<br />
[ba<strong>dan</strong> usaha milik negara]<br />
sangat seksi bagi para politisi<br />
<strong>dan</strong> cukong ke kuasaan. Ini<br />
jadi pintu paling gampang<br />
“Perputaran<br />
untuk [mereka] masuk me <br />
manfaatkan potensi sumber daya,” kata Said Didu,<br />
mantan Sekretaris Kementerian BUMN, yang<br />
ditemui pertengahan November.<br />
Keseksian perusahaan pelat merah itu mungkin<br />
bisa dibayangkan lewat total aset 141 BUMN yang<br />
mencapai Rp3.500 triliun, serta triliunan uang yang<br />
mengalir lewat berderet proyek yang ditangani oleh<br />
perusahan-perusahaan milik negara itu.<br />
Jelang Pemilu <strong>2014</strong>, cerita soal BUMN <strong>dan</strong> politik<br />
bahkan dihangatkan oleh upaya uji materi ke<br />
Mahkamah Konstitusi (MK) atas Un<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g<br />
No. 17/2003 tentang Keuangan Negara. Jika MK<br />
menyetujui uji materi itu, maka pengelolaan ba<strong>dan</strong><br />
usaha milik negara (BUMN) akan terpisah dari<br />
keuangan negara.<br />
Itu artinya, uang yang ada di BUMN tak lagi<br />
dikategorikan sebagai kekayaan negara. Jika uang<br />
di BUMN menguap entah kemana, maka Komisi<br />
Pemberantasan Korupsi (KPK) tak berhak ikut<br />
campur menyelidikinya.<br />
<strong>Indonesia</strong> Corruption Watch (ICW), <strong>Indonesia</strong><br />
Budget Centre (IBC), <strong>dan</strong> sejumlah lembaga swadaya<br />
masyarakat lainnya sudah berkoar-koar tentang<br />
hal ini. Mereka khawatir, kekayaan BUMN semakin<br />
mudah dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi<br />
<strong>dan</strong> politik.<br />
Selama ini, tanpa uji materi pun, kita bisa<br />
menyaksikan sejumlah BUMN ikut terseret kasus<br />
korupsi. Yang terbaru, kontraktor pelat merah PT<br />
Adhi Karya (Persero) Tbk. yang terlibat proyek<br />
kawasan olahraga Hambalang <strong>dan</strong> menyeret<br />
mantan Bendahara Umum Partai De mo krat M.<br />
Nazaruddin. Sebelumnya, sejumlah jajaran di reksi<br />
PT Sang Hyang Seri (Persero) tersangkut kasus<br />
ko rupsi penyaluran benih hibrida di Kementerian<br />
Pertanian pada periode 2008–2012.<br />
Intensitas terjadinya praktik serupa diperkirakan<br />
me ningkat menjelang tahun politik. “Ini patut<br />
diwaspadai,” ujar Koordinator Divisi Monitoring<br />
<strong>dan</strong> Analisis Ang garan ICW Firdaus Ilyas.<br />
Kewaspadaan yang seharusnya tidak hanya<br />
dilakukan jelang pemilu, tetapi sepanjang tahun.<br />
Said Didu punya banyak cerita menarik tentang<br />
kewaspadaan ini. Sebagai salah satu mantan<br />
petinggi di Kementerian BUMN, dia tahu betul<br />
‘kegigihan’ orang-orang yang dia sebut sebagai<br />
cukong kekuasaan.<br />
“Baru 1 jam saya dilantik sebagai Sekretaris<br />
Menteri BUMN pada 2005, langsung ada penjahit<br />
yang datang mau ukur jas. Bukan saya yang<br />
panggil, tapi ternyata ada orang lain yang akhirnya<br />
saya marahi. Tukang ukur jasnya saya suruh<br />
pulang,” kata Said.<br />
Tak berhenti di situ, para cukong kekuasaan ini<br />
aktif mencari tahu apa yang dibutuhkan oleh<br />
keluarganya, berharap bisa memasukkan pengaruh<br />
mereka lewat anggota keluar si pejabat. “Bahkan<br />
ketika tugas ke luar daerah, yang pertama kali<br />
dilakukan pejabat adalah buka ban tal. Di bawah<br />
bantal pasti ada foto-foto perempuan <strong>dan</strong> ada<br />
nomer handphone-nya. Sekali saja terjerat oleh<br />
cukong kekuasaan ini, tidak ada jalan kembali.”<br />
Siapakah cukong kekuasaan yang dimaksud oleh<br />
Said “Mereka bukan politisi, tetapi dekat dengan<br />
politisi. Mereka ini ibaratnya kasir bagi politisi.<br />
Kalau sekarang, rata-rata cukong kekuasaan itu<br />
adalah tim sukses atau mantan tim sukses.”<br />
Orang-orang inilah yang aktif bergerilya memastikan<br />
orang pilihan mereka bisa menduduki posisi<br />
kunci di berbagai perusahaan pelat merah strategis.<br />
Sebagai im balannya, si orang pilihan tentu harus<br />
menyetorkan upeti begitu dia menduduki kursi<br />
yang jadi incaran.<br />
TRIK & INTRIK<br />
Jelang tahun politik, ‘kesibukan’ cukong politik<br />
<strong>dan</strong> para kroninya meningkat. Para direksi titipan<br />
yang se gera habis masa jabatannya akan dipindahkan<br />
ke tempat lain, sehingga bisa menjabat<br />
lebih lama lagi. Ini dilakukan untuk mengamankan<br />
posisi, jikalau terjadi perubahan konstelasi kekuasaan<br />
pascapemilu.<br />
“Jadi jika ada yang dipindahkan ke tempat lain di<br />
saat masa jabatannya di tempat lama itu tinggal 1<br />
tahun lagi, itu patut dicurigai. Karena dengan dia<br />
pindah ke tempat lain, tentu masa jabatannya jadi<br />
bertambah lagi. Pemin dah an jabatan seperti ini ada<br />
tarifnya. Ini betul-betul terjadi pada 2003,” kata<br />
Said.<br />
30 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>
BUMN yang IPO di Tahun <strong>Politik</strong><br />
Perusahaan Waktu IPO Keterangan<br />
PT Adhi Karya Tbk 18 Maret 2004<br />
PT Perusahaan<br />
Gas Negara Tbk<br />
PT Bank Tabungan<br />
Negara Tbk<br />
Sebanyak 24,5% saham dilepas ke<br />
publik dengan harga Rp150 per<br />
saham. Laksamana Sukardi menjabat<br />
sebagai menteri BUMN saat itu.<br />
15 Desember 2004 Sebanyak 39% saham dilepas ke<br />
publik dengan harga Rp1.500 per saham.<br />
Saat itu, Laksamana Sukardi yang<br />
menjabat sebagai menteri BUMN.<br />
17 Desember 2009 Sebanyak 30% saham pemerintah<br />
dilepas ke publik dengan harga Rp800<br />
per saham. Menteri BUMN dijabat<br />
Mustafa Abubakar saat itu.<br />
BUMN Beraset Besar (Rp Triliun)*<br />
Nama BUMN Aset Pendapatan<br />
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk 551,8 48,2<br />
PT Bank Rakyat <strong>Indonesia</strong> (Persero) Tbk 551,3 49,6<br />
PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) 540,7 232,6<br />
PT Pertamina (Persero) 395,3 688,5<br />
PT Bank Negara <strong>Indonesia</strong> (Persero) Tbk 333,3 31,1<br />
PT Telekomunikasi <strong>Indonesia</strong> (Persero) Tbk 111,3 77,1<br />
PT Pupuk <strong>Indonesia</strong> (Persero) 51,8 51,2<br />
PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk 37,7 23,9<br />
Perum Bulog 26,8 27,6<br />
PT Semen <strong>Indonesia</strong> (Persero) Tbk 26,5 19,5<br />
PT Krakatau Steel (Persero) Tbk 24,7 21,2<br />
PT Garuda <strong>Indonesia</strong> (Persero) Tbk 24,3 32,2<br />
Sumber: Kementerian BUMN, diolah<br />
Keterangan: *Per 31 Desember 2012<br />
Hal lain yang patut dicurigai adalah frekuansi perolehan<br />
kontrak pengadaan barang <strong>dan</strong> jasa di BUMN yang<br />
meningkat jelang tahun politik, intensitas pembuatan<br />
kontrak kerja sama jangka panjang yang kian tinggi,<br />
serta jumlah kontrak pengelolaan aset atau pembentukan<br />
perusahaan yang semakin banyak. Kontrak-kontrak<br />
ini biasanya dikerjakan oleh anak usaha, untuk menutupi<br />
kecurigaan pihak luar BUMN.<br />
Trik lain yang kerap dilakukan adalah BUMN mengalah<br />
saat ikut tender. Dengan demikian, proyek diperoleh<br />
pihak swasta yang menguntungkan cukong. Ini kerap<br />
terjadi pada tender sektor minyak <strong>dan</strong> gas serta<br />
tambang. “Hal-hal seperti ini sangat meningkat di tahuntahun<br />
politik,” ujar Said.<br />
Trik <strong>dan</strong> intrik yang disebutkan oleh Said tak jauh<br />
ber beda dengan yang dipaparkan oleh ICW. Lembaga<br />
yang dikenal peduli pemberantasan korupsi itu juga<br />
mencurigai a<strong>dan</strong>ya direksi titipan. “Setiap partai politik<br />
memiliki jatah untuk menempatkan tangan kanannya<br />
menjadi petinggi di BUMN tertentu,” kata Firdaus dari<br />
ICW.<br />
Trik berikutnya adalah menunjuk rekanan atau mitra<br />
yang terafiliasi dengan partai politik tertentu saat BUMN<br />
melakukan tender proyek, serta meminta bayaran (fee)<br />
untuk setiap persetujuan terhadap setiap aksi<br />
korporasi yang membutuhkan persetujuan<br />
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).<br />
Permainan lain yang kerap dilakukan<br />
adalah meminta jatah <strong>dan</strong>a bantuan sosial<br />
atau tanggung sosial perusahaan (corporate<br />
social responsibility/CSR) yang lebih dikenal<br />
de ngan sebutan program kemitraan <strong>dan</strong> bina<br />
lingkungan (PKBL).<br />
Ini bukan <strong>dan</strong>a yang sedikit. Semakin<br />
besar perusahaannya, maka semakin besar<br />
pula <strong>dan</strong>a yang dianggarkan untuk PKBL.<br />
Ingin tahu nilai resminya Data Kementerian<br />
BUMN menunjukan total <strong>dan</strong>a PKBL yang<br />
disalurkan pada 2012 mencapai Rp26,7<br />
triliun, yang diambil dari persentase tertentu<br />
atas laba yang dibukukan oleh perusahaan<br />
pelat merah pada tahun itu.<br />
Menteri BUMN Dahlan Iskan, yang juga<br />
merupakan salah satu peserta konvensi capres<br />
Partai Demokrat, dengan lantang mengancam<br />
akan mencopot direksi BUMN yang<br />
ikut men<strong>dan</strong>ai partai tertentu pada Pemilu<br />
<strong>2014</strong>. “Kalau ada BUMN yang digerogoti<br />
untuk Pemilu, akan langsung saya ganti.”<br />
Sementara itu, sebagai pimpinan salah<br />
satu perusahaan pelat merah, Direktur Utama<br />
PT Bukit Asam Tbk. Milawarma menolak<br />
dugaan a<strong>dan</strong>ya keterlibatan partai politik da <br />
lam pengangkatan direksi maupun komisaris<br />
di BUMN.<br />
“Yang memutuskan adalah RUPS. Me kanisme<br />
kerja kami juga transparan <strong>dan</strong> sudah<br />
ada ketentuan bahwa direksi <strong>dan</strong> karyawan<br />
BUMN tidak boleh terlibat dalam aktivitas sebagai<br />
pengurus parpol,” kata Milawarma.<br />
Sebagai perusahaan terbuka, Bukit Asam juga sudah<br />
mengadopsi sistem pelaporan pelanggaran (whistleblowing<br />
system). Sistem itu mengharuskan perusahaan<br />
membentuk komite pemantau pelaporan pelanggaran<br />
<strong>dan</strong> unit penerima laporan pelanggaran yang dikoordinasikan<br />
dewan komisaris.<br />
Namun, Said Didu justru berkomentar sebaliknya.<br />
“BUMN yang berstatus perusahaan terbuka lebih rawan<br />
lagi, karena setiap keputusan cukup sampai ke<br />
komisaris, tidak perlu lewat persetujuan Kementerian<br />
BUMN lagi.”<br />
Jika Said benar, betapa menyedihkan negara ini. Se banyak<br />
20 BUMN yang listing di Bursa Efek <strong>Indonesia</strong> adalah<br />
aset berharga buat pasar modal kita. BUMN berstatus<br />
perusahaan publik itu mewakili 25% dari total kapitalisasi<br />
pasar di bursa saham yang saat mencapai lebih dari<br />
Rp4.000 triliun.<br />
Sejatinya, 141 perusahaan pelat merah yang kita mi <br />
liki saat ini menjadi aktor ekonomi di sektor yang tak<br />
di lirik swasta, bukan disibukkan dengan urusan se gelintir<br />
orang yang haus kekuasaan. Kesibukan yang<br />
in tensitasnya meningkat jelang pemilu datang.<br />
<strong>Bisnis</strong>/Ilham Nesabana<br />
Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 31
Regulasi Pasar Modal<br />
Menjaga Pasar<br />
pada Tahun <strong>Politik</strong><br />
Isu pengurangan stimulus moneter<br />
tak hanya membuat gusar investor<br />
negeri Paman Sam, tetapi juga<br />
mengakibatkan pelaku pasar di Tanah<br />
Air insomnia karena khawatir dengan<br />
nasib pundi-pundinya.<br />
<strong>Bisnis</strong>/Nurul Hidayat<br />
Nenden Sekar A. & Lavinda<br />
redaksi@bisnis.co.id<br />
Bagaimana tidak, sentimen isu global<br />
terbukti sukses menggoyahkan<br />
stabilitas pasar modal nasional<br />
sepanjang 2013.<br />
IHSG berfluktuasi cukup tinggi d i <br />
bandingkan dengan negara lain, de <br />
ngan level kenaikan terbesar melebihi 15% menembus<br />
angka psikologis 5.000, tetapi kemudian terus<br />
merosot hanya di level 2,9% sepanjang 2013.<br />
Usut punya usut, dominasi kepemilikan asing<br />
yang berkarakter spekulatif rupanya menjadi biang<br />
keladi gejolak di pasar saham nasional. PT Kus todian<br />
Sentral Efek <strong>Indonesia</strong> (KSEI) merilis, total<br />
aset asing bergeming di level 57,97% atau Rp1.571<br />
triliun pada Oktober 2013, se<strong>dan</strong>gkan porsi aset<br />
lokal hanya menyentuh 41,99% atau Rp1.152<br />
triliun.<br />
Mirisnya, jumlah investor saham tercatat hanya<br />
319.026 investor per 31 Oktober 2013, tak berubah<br />
signifikan dari posisi 2012 yang 281.256 investor.<br />
Angka itu hanya sekitar 0,15% dari total penduduk<br />
<strong>Indonesia</strong>.<br />
Fakta lain dari statistik World Federation of Ex <br />
changes menunjukkan, tingkat perputaran uang<br />
(ve lositas) perdagangan saham di BEI menduduki<br />
peringkat terendah kedua di dunia setelah Filipina,<br />
dengan rasio transaksi harian terhadap kapitalisasi<br />
pasar hanya 24,9%. Artinya, nilai yang ditransaksikan<br />
setiap hari kurang dari seperempat kapitalisasi<br />
pasarnya.<br />
Melihat realita ini, otoritas pasar modal mengambil<br />
sejumlah langkah strategis untuk mengatasi persoalan,<br />
baik dari sisi permintaan maupun suplai.<br />
Kebijakan terhangat adalah perubahan jumlah lot<br />
saham <strong>dan</strong> fraksi harga (tick price) yang akan<br />
efektif pada 6 Januari <strong>2014</strong>.<br />
Direktur Perdagangan <strong>dan</strong> Pengaturan Anggota<br />
Bursa BEI Samsul Hidayat mengatakan penetapan<br />
aturan baru itu sebagai bagian dari penyempurnaan<br />
struktur mikro demi pendalaman pasar modal,<br />
t erutama dari sisi demand.<br />
Penurunan lot saham dari 500 lembar menjadi<br />
100 lembar diharapkan bisa lebih menarik minat<br />
investor ritel, serta dapat meningkatkan likuiditas<br />
di pasar modal.<br />
Direktur Utama BEI Ito Warsito menambahkan<br />
penurunan lot saham bertujuan agar para investor<br />
memiliki diversifikasi portofolio <strong>dan</strong> mengelola<br />
risiko dengan lebih beragam.<br />
Perubahan fraksi harga saham dari lima menjadi<br />
tiga kelompok juga bertujuan meningkatkan likuiditas,<br />
<strong>dan</strong> meredam volatilitas yang tinggi pada saat<br />
bersamaan.<br />
Selama ini, selisih kuotasi harga jual beli (bid-ask<br />
spread) yang terlalu lebar menghambat terjadinya<br />
transaksi sehingga tingkat velositas BEI rendah.<br />
Dengan perubahan ini, diharapkan rentang menjadi<br />
lebih kecil <strong>dan</strong> transaksi meningkat dengan target<br />
Rp7 triliun per hari pada <strong>2014</strong>.<br />
“Memang kebijakan itu bukan satu-satunya<br />
f aktor peningkatan likuiditas <strong>dan</strong> peredam gejolak,<br />
itu policy yang bisa kami lakukan saat ini, sisanya<br />
eks ternal,” tegas Samsul.<br />
Dia mengklaim beberapa negara juga melakukan<br />
perubahan fraksi saham <strong>dan</strong> mengalami perkembangan<br />
cukup baik. Bursa New York <strong>dan</strong> Korea<br />
meng ubah aturan pada 2010, disusul bursa Thailand<br />
<strong>dan</strong> bursa Malaysia pada 2009, terakhir bursa<br />
Singapura pada 2011.<br />
32 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>
Kepala Riset PT Universal Broker <strong>Indonesia</strong> Satrio<br />
Utomo berpendapat aturan lot saham <strong>dan</strong> fraksi harga<br />
akan berdampak positif bagi penambahan jumlah<br />
i nvestor baru, terutama segmen ritel.<br />
Meski demikian, BEI juga harus memperhatikan pe <br />
nga ruhnya terhadap frekuensi perdagangan. Jika dengan<br />
100 lembar per saham, maka rasio frekuensi perdagangan<br />
harus meningkat minimal lima kali lipat.<br />
Head of Investment PT AAA Asset Management Siswa<br />
Rizali justru menilai perubahan lot saham <strong>dan</strong> fraksi<br />
harga hanya bersifat artifisial <strong>dan</strong> tidak akan mengubah<br />
kondisi pasar secara signifikan.<br />
LEBIH DIPERLUAS<br />
Direktur Utama PT Evergreen Capital Rudy Utomo me <br />
nambahkan otoritas bursa perlu fokus pada upa ya<br />
pe nam bahan jumlah investor <strong>dan</strong> penggunaan sistem in <br />
formasi pasar modal melalui program edukasi <strong>dan</strong> so sia l <br />
isasi yang lebih meluas ke seluruh pelosok <strong>Indonesia</strong>.<br />
Dia menyarankan otoritas bursa agar lebih menyederhanakan<br />
sistem penggunaan acuan kepemilikan sekuritas<br />
(Akses) supaya lebih mudah dipahami investor yang<br />
tidak terlalu melek teknologi. “Kelihatannya lebih<br />
mudah membuka Yahoo daripada Akses,” ujar Rudy.<br />
Dari sisi suplai, Ito menambahkan pihaknya akan<br />
te rus menjaga stabilitas pasar modal di tengah fluktuasi<br />
masa pemilu <strong>2014</strong> untuk meyakinkan calon emiten<br />
mencatatkan sahamnya di bursa efek. “Memang ada<br />
calon emiten yang resah menghadapi tahun pemilu.<br />
Kami akan terus meyakinkan para investor,” paparnya.<br />
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun mengaku punya<br />
jurus jitu mengembangkan pasar modal pada tahun<br />
Kuda Kayu.<br />
Nurhaida, Anggota Dewan Komisioner <strong>dan</strong> Kepala<br />
Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK mengungkapkan<br />
pihaknya telah menyusun lima upaya pendalaman pasar<br />
modal a.l. pengembangan basis investor, peningkatan<br />
jum lah emiten, pengembangan produk, pengembangan<br />
in frastruktur, <strong>dan</strong> pengembangan pasar obligasi.<br />
OJK menargetkan sejumlah peraturan strategis rampung<br />
pada <strong>2014</strong> a.l. perluasan pihak agen penjual reksa<br />
<strong>dan</strong>a selain perbankan, pengembangan SID reksa <strong>dan</strong>a,<br />
<strong>dan</strong> pengaturan transaksi elektronik efek reksa <strong>dan</strong>a.<br />
Siswa menilai peraturan baru itu berpotensi besar me <br />
ningkatkan likuiditas di pasar modal. Selain itu, menurutnya,<br />
otoritas bursa juga harus mampu memberi edukasi<br />
yang merata kepada masyarakat untuk menghindari<br />
penipuan investasi. “Satgas investigasi bodong lebih<br />
harus diaktifkan lagi,” katanya.<br />
Peraturan OJK yang juga diharapkan selesai pada ta <br />
hun depan adalah penyederhanaan penawaran umum<br />
me lalui registrasi elektronik atau e-registration, rasionalisasi<br />
kewajiban informasi melalui e-reporting, pengajuan<br />
insentif pajak bagi produk investasi, <strong>dan</strong> penggunaan<br />
indeks obligasi.<br />
Apapun regulasi yang diterapkan, yang pasti regulator<br />
perlu berkoordinasi <strong>dan</strong> merealisasikan rencananya<br />
se suai dengan target. Jika tidak, hanya akan menjadi<br />
wa cana belaka yang menyebabkan perkembangan pasar<br />
modal stagnan.<br />
Lima Upaya Pendalaman Pasar Modal oleh Otoritas Jasa Keuangan<br />
1.Peningkatan Jumlah Emiten<br />
a. Mendorong perusahaan go public melalui sosialisasi <strong>dan</strong> focus group discussion (2013)<br />
b. Penyederhanaan penawaran umum melalui e-registrasi (<strong>2014</strong>)<br />
c. Rasionalisasi kewajiban keterbukaan bagi emiten melalui e-reporting (<strong>2014</strong>)<br />
2.Pengembangan Basis Investor<br />
a. Membentuk lembaga perlindungan pemodal (2013)<br />
d. Sosialisasi pasar modal syariah (2013)<br />
e. Pengaturan transaksi elektronik efek reksa <strong>dan</strong>a (<strong>2014</strong>)<br />
c. Perluasan pihak agen penjual reksa <strong>dan</strong>a selain perbankan (<strong>2014</strong>)<br />
b. Pengembangan single identity investor reksa <strong>dan</strong>a, surat utang, <strong>dan</strong> sukuk (<strong>2014</strong>)<br />
3.Pengembangan Produk<br />
a. Insentif pajak<br />
b. Revitalisasi perdagangan produk derivatif<br />
c. Penggunaan bond index<br />
d. Pengembangan regulasi produk syariah<br />
4.Pengembangan Infrastruktur Pasar Modal<br />
a. Pengembangan identitas tunggal pemodal<br />
b. Pengembangan data <strong>dan</strong> informasi warehouse<br />
5.Pengembangan Pasar Utang <strong>dan</strong> Sukuk<br />
a. Pengembangan electronic trading platform<br />
b. Pengembangan regulator <strong>dan</strong> supervisi<br />
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan, diolah<br />
Jumlah investor<br />
berdasarkan<br />
Single Investor Identification (SID)<br />
2011<br />
2012<br />
293.973<br />
281.256<br />
2013*<br />
319.026<br />
* per 31 Oktober 2013<br />
Keterangan: Single Investor Identification mulai diimplementasikan<br />
akhir 2010 <strong>dan</strong> berlaku penuh pada Februari 2012.<br />
Sumber: PT Kustodian Sentral Efek <strong>Indonesia</strong><br />
BISNIS/TUTUN PURNAMA<br />
Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 33
Portofolio <strong>2014</strong><br />
Saat<br />
Dunia<br />
Kembali<br />
Normal<br />
Saat the Fed mengumumkan program quantitative easing-nya pada<br />
November 2008, sejak itu itulah penduduk dunia hidup di dunia yang<br />
abnormal. Seperti pernah diucapkan oleh Menteri Keuangan Chatib<br />
Basri, “Kondisi dunia yang normal adalah tanpa quantitative easing.”<br />
<strong>Bisnis</strong>/En<strong>dan</strong>g Muchtar<br />
Giras Pasopati & Yeni H. Simanjuntak<br />
redaksi@bisnis.co.id<br />
Quantitative easing adalah kebijakan<br />
stimulus yang dijalankan oleh bank<br />
sentral Amerika Serikat Federal<br />
Reserve dengan memompakan<br />
likui ditas ke pasar, sehingga tidak<br />
ada alasan bagi kenaikan suku<br />
bunga. Bunga rendah diharapkan<br />
bisa memicu dunia usaha bergerak,<br />
se hing ga negara adidaya itu bisa segera keluar dari<br />
krisis.<br />
Namun, bunga rendah <strong>dan</strong> kucuran uang sebesar<br />
US$85 miliar setiap bulannya membuat AS tidak<br />
menarik buat para pencari ‘rente’. Mereka ‘gentayangan’<br />
mencari tempat yang memberikan keuntungan<br />
lebih besar yakni emerging markets.<br />
Di emerging markets ini, termasuk <strong>Indonesia</strong>,<br />
para pemilik <strong>dan</strong>a memarkirkan duit mereka.<br />
Dana-<strong>dan</strong>a itu parkir di pasar saham, obligasi,<br />
hingga dalam bentuk pinjaman langsung kepada<br />
para pengusaha yang membutuhkan uang untuk<br />
memutar roda bisnisnya.<br />
Namun, stimulus itu bukan untuk selamanya.<br />
Saat quantitative easing dicabut, saat itulah dunia<br />
kembali normal. Apa artinya dunia yang normal<br />
bagi <strong>Indonesia</strong> Itu berarti likuiditas yang ketat.<br />
Dana di emerging markets dipastikan berpindah<br />
tempat mangkal, kembali ke AS.<br />
Indikasi itu terlihat jelas pada Mei 2013, saat<br />
Chairman the Fed Ben S. Bernanke memberikan<br />
sinyal kepada dunia bahwa quantitative easing<br />
akan mulai dikurangi atau dikenal dengan istilah<br />
tapering.<br />
Setelah Bernanke mengeluarkan ‘gertakan’ itu,<br />
dunia menjadi sangat sibuk. Di <strong>Indonesia</strong>, gertakan<br />
the Fed itu tak hanya membuat pasar saham<br />
merana. Para pembuat tempe pun ikut terkena<br />
imbasnya. Nilai tukar rupiah yang terus melorot<br />
terhadap dolar AS membuat harga impor kedelai,<br />
bahan baku tempe, turut membumbung.<br />
Semua kesibukan itu mereda jelang penghujung<br />
September, setelah the Fed tak jadi mengurangi<br />
stimulusnya. Perpindahan <strong>dan</strong>a asing pun mereda.<br />
Namun, kelegaan itu hanya sementara. Kini, se mua<br />
sibuk bertanya-tanya kapan dunia kembali nor mal<br />
Banyak yang memprediksi AS akan mulai melakukan<br />
tapering pada <strong>2014</strong>. Itu artinya kita akan menghadapi<br />
duet pemilu <strong>dan</strong> tapering pada tahun depan.<br />
Direktur Utama PT Astra International Tbk.<br />
Prijono Sugiarto menyebutkan emiten berkapitalisasi<br />
pasar besar itu tidak mengkhawatirkan pemilu.<br />
“Yang kami takutkan bukan pemilu, tetapi kondisi<br />
ekonomi global karena bisa saja belum mencapai<br />
bottom-nya. Hal tersebut bisa berpengaruh kepada<br />
pertumbuhan ekonomi <strong>Indonesia</strong>,” katanya.<br />
Direktur Utama Bursa Efek <strong>Indonesia</strong> (BEI) Ito<br />
Warsito juga berkomentar sama. Menurutnya, isu<br />
soal stimulus AS dipastikan berdampak ke pasar<br />
saham <strong>Indonesia</strong>, se<strong>dan</strong>gkan pemilu bukanlah hal<br />
yang mengkhawatirkan. “Ekonomi <strong>dan</strong> politik tak<br />
lagi terlalu bersinggungan.”<br />
Tak jauh berbeda, Kepala Riset PT Indopremier<br />
34 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>
Pergerakan Bursa Saham pada Pemilu 2004 & 2009<br />
Keterangan 2003 2004 2008 2009<br />
Rata-rata volume transaksi harian (juta saham) 967,1 1.708,6 3.282,69 6.089,87<br />
Rata-rata nilai transaksi harian (Rp miliar) 518,3 1.024,9 4.435,53 4.046,2<br />
Rata-rata transaksi harian (ribuan kali) 12,2 15,5 55,9 87,04<br />
Jumlah emiten 333 331 396 398<br />
Emiten baru 6 12 19 13<br />
Emiten delisting 4 14 6 11<br />
Nilai IPO (Rp triliun) 9,5 2,14 24,39 3,85<br />
Nilai HMETD (Rp triliun) 4,49 3,91 56,61 8,56<br />
Nilai waran (Rp triliun) 0,06 0,29 1,98 2,5<br />
Kapitalisasi pasar (Rp triliun) 460,4 679,9 1.076,49 2.019,38<br />
IHSG akhir tahun 691,89 1.000,23 1.355,4 2.534,35<br />
Sumber: Laporan Tahunan Bursa Efek <strong>Indonesia</strong>, diolah<br />
Kinerja Reksa Dana Konvensional<br />
Securities Ikhsan Binarto juga punya pendapat senada.<br />
Menurutnya, <strong>dan</strong> Indeks dampak Acuan yang ditimbulkan (%) oleh pemilu<br />
t erhadap indeks harga saham gabungan (IHSG), tidak<br />
akan sebesar efek Keterangan dari kondisi ekonomi global. Tahun Tahun<br />
“Pada pemilu 2004, volatilitas indeks juga 2004 tidak terlalu 2009<br />
tinggi <strong>dan</strong> pasar Reksa masih <strong>dan</strong>a tumbuh saham positif. Saya 35,11 percaya 106,28<br />
indeks pada tahun Reksa depan <strong>dan</strong>a campuran bisa mencapai 5.000 24,71 lagi 55,60 <strong>dan</strong><br />
kemungkinan Reksa ditutup <strong>dan</strong>a di pendapatan atas level tersebut,” tetap 10,37 katanya. 14,73<br />
Dia memilih IHSG membandingkan Pemilu <strong>2014</strong> 44,56 dengan 86,98<br />
kondisi pada 2004 karena pada saat itu kita juga dihadapkan<br />
pada ketidakjelasan partai politik yang akan<br />
Surat utang Negara 21,49 15,99<br />
mendominasi<br />
Sumber: PT Infovesta<br />
<strong>dan</strong><br />
Utamasiapa yang akan jadi capres <strong>Bisnis</strong>/Ilham dominan. Nesabana<br />
Pada 2004, indeks tumbuh 44,56% dari posisi 704,49<br />
pada akhir 2003 menjadi 1.000,23 di penghujung 2004.<br />
Adapun, pada akhir 2009, IHSG bertengger di posisi<br />
2.534,35 atau melonjak 76,32% dari posisi 1.355,4 pada<br />
akhir 2008.<br />
INSTRUMEN PILIHAN<br />
Kendati pemilu tak berdampak besar pada indeks,<br />
ekonom PT Bank Mandiri Tbk. Destry Damayanti<br />
menyebutkan fluktuasi pasar saham diprediksi membuat<br />
instrumen investasi itu kurang menarik di mata investor.<br />
“Namun, bagi mereka yang mencari untung lewat<br />
vo latilitas, saham bisa lebih menarik,” kata Ikhsan<br />
seolah menimpali pendapat Destry.<br />
Untuk pemilik <strong>dan</strong>a yang tak menyukai volatilitas di<br />
pasar saham, di tengah ketidakpastian ekonomi global<br />
<strong>dan</strong> Pemilu <strong>2014</strong>, Destry yakin obligasi <strong>dan</strong> reksa <strong>dan</strong>a<br />
akan jadi pilihan.<br />
Berkaca pada kinerja 2004 <strong>dan</strong> 2009, reksa <strong>dan</strong>a<br />
memang layak dipertimbangkan untuk jadi instrumen<br />
investasi pilihan. “Memang ada yang masih ragu berinvestasi<br />
di reksa <strong>dan</strong>a pada tahun depan karena kekhawatiran<br />
tahun politik. Tapi, data justru menunjukkan<br />
kebalikan dari kekhawatiran itu,” kata Rudiyanto, Head<br />
of Operation and Business Development PT Panin Asset<br />
Management.<br />
Kinerja reksa <strong>dan</strong>a mencapai puncaknya pada Pemilu<br />
2009. Dalam setahun, rerata reksa <strong>dan</strong>a saham membukukan<br />
return 106,28%, diikuti reksa <strong>dan</strong>a campuran<br />
<strong>Bisnis</strong>/Ilham Nesabana<br />
55,6%, <strong>dan</strong> reksa <strong>dan</strong>a pendapatan tetap 14,73%.<br />
“Apakah perolehan return reksa <strong>dan</strong>a pada tahun<br />
pemilu pasti akan naik Secara statistik jawabannya ya,<br />
jika dilihat dari dua periode sebelumnya. Namun,<br />
hu kumnya tentu saja kinerja masa lalu tidak<br />
mencermin kan kinerja masa mendatang,” kata Rudi.<br />
Sementara itu, pasar obligasi pada tahun depan akan<br />
diramaikan oleh obligasi korporasi jatuh tempo <strong>dan</strong> aksi<br />
pembelian kembali (buyback) oleh issuer yang nilainya<br />
diprediksi mencapai Rp156 triliun, lebih besar<br />
dibandingkan dengan Rp99,7 triliun pada tahun ini.<br />
Mengutip riset PT Maybank Kim Eng Securities, pe <br />
nerbitan kotor obligasi pada <strong>2014</strong> diperkirakan mencapai<br />
Rp361 triliun. Namun, tak sedikit pula yang memprediksi<br />
emisi obligasi tahun depan akan sepi, mengingat suku<br />
bunga yang terus bergerak naik.<br />
Jika obligasi korporasi sepi, pasokan surat utang dari<br />
pemerintah siap meramaikan pasar. Pada tahun depan,<br />
pemerintah diprediksi menerbitkan surat utang negara<br />
(SUN) hingga Rp361 triliun. Sebanyak 80% dari rencana<br />
emisi itu dilakukan di dalam negeri.<br />
“Sepertinya perlu diversifikasi untuk mengantisipasi<br />
<strong>2014</strong> yang uncertain apabila tapering terjadi, karena<br />
likuiditas, khususnya dolar AS, akan kembali ke AS,”<br />
kata Dirjen Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan<br />
Robert Pakpahan.<br />
Selain samurai bond, pemerintah juga tengah mempertimbangkan<br />
penerbitan SBN valas berdenominasi<br />
reminbi, won, <strong>dan</strong> euro guna menambah variasi pilihan<br />
bagi investor.<br />
Yudistira Slamet, Head of Debt Research PT Danareksa<br />
Sekuritas, menuturkan secara umum pasar obligasi pada<br />
<strong>2014</strong> masih dibaluti optimisme a<strong>dan</strong>ya perbaikan ekonomi.<br />
Namun, investor harus cermat mendiversifikasi<br />
portfolio obligasi.<br />
“Sebaiknya portofolionya seimbang antara tenor<br />
pendek <strong>dan</strong> panjang karena akan semakin sulit<br />
mendapatkan obligasi bertenor 10 tahun,” sarannya.<br />
Prinsip keseimbangan memang tak mungkin<br />
diabaikan dalam berinvestasi, di dunia yang normal<br />
maupun abnormal. (Maftuh Ihsan/Surya M. Saputra)<br />
Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 35
Pasar Komoditas & Derivatif<br />
Masa Perbaikan Telah Tiba<br />
Jelang tahun baru ada banyak hal<br />
yang perlu disiapkan. Terlebih tahun<br />
depan bukan tahun biasa. Selain<br />
dihadapkan pada kondisi ekonomi<br />
global <strong>dan</strong> domestik yang tak pasti,<br />
<strong>Indonesia</strong> punya hajat besar pada<br />
tahun depan yakni pemilihan umum.<br />
Ardhanareswari<br />
redaksi@bisnis.co.id<br />
Dengan dua fakta itu <strong>dan</strong> segu<strong>dan</strong>g<br />
pilihan investasi di bursa berjangka,<br />
pelaku pasar harus memilih <strong>dan</strong><br />
berhitung dalam meracik portofolio<br />
investasi yang paling tepat.<br />
Menilik setahun ke belakang,<br />
banyak analis berpendapat 2013 adalah tahun yang<br />
‘berat’ untuk komoditas, baik sektor energi, logam,<br />
maupun agrikultur. Pasalnya, selain kondisi<br />
e konomi global yang tak menentu, komoditas juga<br />
tertekan sentimen negatif jangka panjang. Lalu<br />
bagaimana prospeknya di Tahun Kuda Kayu<br />
Analis PT Monex Investindo Futures Zulfirman<br />
Basir menilai secara umum <strong>2014</strong> bisa menjadi masa<br />
perbaikan bagi sebagian besar komoditas. Awal<br />
tahun biasanya menjadi puncak permintaan dari<br />
negara konsumen terbesar di dunia, terutama<br />
China.<br />
“Permintaan awal tahun harusnya cukup positif<br />
karena ada Imlek. China adalah pemakai terbesar<br />
global,” katanya, Jumat (8/11).<br />
Dari sektor energi, permintaan terhadap minyak<br />
mentah West Texas Intermediate (WTI) <strong>dan</strong> gas<br />
pasti meningkat. Harga minyak yang saat ini berada<br />
di posisi bawah, memberi peluang besar untuk<br />
rebound.<br />
<strong>Bisnis</strong>/Nurul Hidayat<br />
Sejumlah negara di Amerika <strong>dan</strong> Eropa juga<br />
membutuhkan pasokan komoditas energi yang<br />
cukup banyak mengingat negara di belahan dunia<br />
itu tengah mengalami musim dingin. Apalagi,<br />
belakangan isu soal proyek nuklir Iran yang<br />
membuat Iran kena sanksi ekspor minyak mentah,<br />
menyebabkan pasokan minyak terancam.<br />
Dari sektor agrikultur, terutama minyak kelapa<br />
sawit mentah (CPO) juga diprediksi masih tinggi<br />
permintaan. Hal ini karena ramalan cuaca pada<br />
awal tahun masih diliputi guyuran hujan yang<br />
menghambat produksi kelapa sawit di dua negara<br />
penghasil CPO terbesar yakni Indonesa <strong>dan</strong><br />
Malaysia.<br />
Untuk karet, Ketua Dewan Karet <strong>Indonesia</strong> Aziz<br />
Pane optimistis harga karet membaik secara bertahap<br />
tahun depan seiring dengan stok karet Jepang<br />
<strong>dan</strong> China yang mulai menipis. Pertumbuhan<br />
pemakaian kendaraan yang meningkat juga turut<br />
mengerek karet karena 60%—70% karet produksi<br />
<strong>Indonesia</strong> dipasok untuk produksi ban.<br />
Komoditas logam industri yang sekaligus jadi<br />
andalan <strong>Indonesia</strong> seperti timah juga bakal bersinar<br />
tahun depan. Tingginya permintaan tak diimbangi<br />
dengan pasokan yang memadai dari <strong>Indonesia</strong> akan<br />
membuat harga timah terkerek tajam.<br />
Beberapa outlook dari dalam <strong>dan</strong> luar negeri<br />
memperkirakan harga timah akan mencapai<br />
US$25.000—US$30.000 per ton.<br />
Sayangnya, tak semua komoditas menuai berkah<br />
tahun baru. Batu bara—salah satu komoditas<br />
andalan <strong>Indonesia</strong>—diperkirakan masih bearish<br />
tahun depan.<br />
Meski sebagian besar berprospek cerah pada awal<br />
tahun, Zulfirman mengemukakan kenaikan harga<br />
itu akan relatif terbatas. Usai euforia Imlek hingga<br />
p a ruh pertama tahun depan, pasar kembali tertekan.<br />
Isu tapering the Fed akan kembali jadi fokus<br />
pasar. Apalagi, jelang pertemuan Fed Open Market<br />
Committee (FOMC) pada Maret <strong>2014</strong>. Banyak yang<br />
memprediksi FOMC Maret adalah pertemuan yang<br />
36 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>
akal menentukan tapering.<br />
bakal menggunung jelang kuartal III/<strong>2014</strong>. Kondisi yang<br />
Analis PT Megagrowth Futures Wahyu Laksono me sama juga terjadi pada kopi <strong>dan</strong> gula.<br />
ngemukakan konsolidasi harga <strong>dan</strong> optimisme pada awal Tak beda jauh dengan kawan satu sektornya, CPO<br />
tahun depan bakal ditantang oleh isu tapering. “Optimismenya<br />
awal tahun, tetapi semester II lihat lagi nanti.” bakal bearish karena lonjakan pasokan mencapai 17%.<br />
juga tak akan banyak bergerak. Menurut Lukman, CPO<br />
Emas dianggap sebagai komoditas dari lini logam Sayangnya, hal itu tak diimbangi dengan kenaikan<br />
yang paling ‘menderita’ dengan kondisi ini. Tak usah permintaan global yang hanya meningkat 4,5%.<br />
menunggu Maret, emas diperkirakan kembali tertekan Namun, ada sedikit harapan bagi CPO sejak sejumlah<br />
mulai akhir tahun.<br />
negara menggencarkan pemakaian biodiesel sebagai<br />
bahan bakar. Walau begitu, penurunan harga minyak<br />
PEMULIHAN EKONOMI<br />
mentah berpotensi mengganjal kenaikan CPO lantaran<br />
Pada penghujung <strong>2014</strong>, Zulfirman memprediksi harga pasar lebih menaruh minat pada minyak mentah<br />
komoditas turun <strong>dan</strong> cenderung side ways. Selain ketimbang biodiesel. CPO diperkirakan berada pada<br />
karena tapering, kondisi ekonomi global yang masih kisaran 2.500 ringgit—2.600 ringgit per ton.<br />
belum jelas juga akan mempengaruhi pasar. AS, China, Untuk dolar AS, hampir semua analis sepakat dolar<br />
<strong>dan</strong> India sebagai negara konsumen terbesar juga tengah kembali berjaya tahun depan seiring dengan mendekatnya<br />
tapering. Namun pada awal tahun nanti, dolar juga<br />
dihadapkan pada pekerjaan rumah untuk memulihkan<br />
kondisi ekonominya.<br />
harus menghadapi tantangan karena pemerintah AS<br />
Pendapat agak berbeda datang dari analis PT Platon harus menghadapi siding untuk menentukan batas atas<br />
Niaga Berjangka Lukman Leong. Sedari awal Lukman utang (debt ceiling).<br />
memperkirakan komoditas cenderung lemah selama Perdebatan soal debt ceiling sempat membuat AS<br />
<strong>2014</strong>. Sebagian besar komoditas ditentukan oleh<br />
menutup sebagian operasional pemerintahannya<br />
permintaan dari China.<br />
(shutdown) pada akhir September hingga awal Oktober<br />
“Emas beserta komoditas lainnya seperti logam 2013. Polemik ekonomi AS ini juga berimbas ke hampir<br />
industri, minyak <strong>dan</strong> agrikultur masih tetap bearish.” seluruh mata uang termasuk rupiah.<br />
Perubahan Proyeksi kebijakan Harga moneter Komoditas<br />
AS akan menekan Analis PT Samuel Aset Manajemen Lana Soe lis tia ningsih<br />
menilai jika dibandingkan dengan tahun politik<br />
harga emas <strong>dan</strong> membuatnya bergerak pada rentang<br />
Komoditas Harga per 8/11/2013 Harga Proyeksi* Satuan<br />
US$1.200—US$1.350/troy ounce. Kebijakan itu juga <strong>2014</strong>, spekulasi soal tapering jauh lebih kuat menekan<br />
turut WTI berpengaruh US$94,60 pada minyak mentah, terutama US$80—US$90 WTI. rupiah. barel<br />
Jika ternyata Timur (Rp1,08 Tengah juta) adem ayem se<strong>dan</strong>gkan (Rp912.320—Rp1,02juta) Kepala Riset PT Monex Investindo Futures Ariston<br />
pasokan melimpah <strong>dan</strong> permintaan melemah, minyak Tjendra juga menilai pemilu tak terlalu mempengaruhi<br />
akan Emas berada spot pada US$1.288,50 kisaran US$80—US$90/barel. US$1.200-US$1.350 pasar. Pasalnya, ekonomi troy ounce <strong>dan</strong> politik relatif tak terlalu<br />
Komoditas agrikultur (Rp472.432) akan lebih banyak (Rp439.938—Rp494.981) dipengaruhi saling mempengaruhi. gram<br />
oleh faktor cuaca ketimbang keseimbangan antara<br />
Jika dibandingkan dengan 2 tahun pemilu sebelumnya,<br />
yaitu 2004 <strong>dan</strong><br />
pasokan<br />
Timah<br />
<strong>dan</strong> permintaan.<br />
US$22.850<br />
Lukman memperkirakan,<br />
US$21.750—US$30.000 ton<br />
2009, nilai rupiah relatif stabil<br />
harga gandum cukup (Rp260,58 stabil se<strong>dan</strong>gkan juta) harga (Rp248,03juta—RpRp342,12juta)<br />
kedelai selama 2004. Kala itu, rupiah bergerak pada kisaran<br />
<strong>dan</strong><br />
CPO<br />
jagung justru<br />
2.506<br />
menghadapi<br />
ringgit<br />
penurunan.<br />
2.500 ringgit—2.600<br />
Rp8.500—Rp9.270/dolar<br />
ringgit ton<br />
AS.<br />
Namun, perkiraan cuaca yang mendukung proses Sementara itu, pada 2009 rupiah limbung dengan<br />
tanam di wilayah AS (Rp8,9juta) akan mendorong produksi (Rp8,97juta—Rp9,33juta)<br />
<strong>dan</strong> vo latilitas yang sangat tinggi, Rp9.404—Rp11.700 yang<br />
menekan harga komoditas itu karena pasokan yang lebih dipicu oleh faktor krisis global kala itu.<br />
Sumber: Bloomberg <strong>dan</strong> analis, diolah<br />
*) dikalikan dengan kurs tengah BI per 8 November 2013 yakni Rp11.404<br />
Rekomendasi Analis<br />
Analis Rekomendasi Mengapa<br />
Zulfirman Basir<br />
(PT Monex Investindo Futures)<br />
Wahyu Laksono<br />
(PT Megagrowth Futures)<br />
Aset safe haven valas (dolar,<br />
yen, euro, franc) <strong>dan</strong> emas<br />
Komoditas yang se<strong>dan</strong>g terpuruk<br />
(batu bara, emas, <strong>dan</strong> tembaga)<br />
Menghadapi tapering <strong>dan</strong> kemungkinan<br />
gejolak ekonomi-politik dalam <strong>dan</strong> luar<br />
negeri<br />
Masih memiliki ruang penguatan<br />
harga/rebound<br />
Juni Sutikno<br />
(PT Phillip Futures)<br />
Lukman Leong<br />
(PT Platon Niaga Berjangka)<br />
Sumber: analis, diolah<br />
Komoditas agrikultur<br />
Long trading untuk sektor agrikultur<br />
<strong>dan</strong> short trading untuk sektor<br />
energi<br />
Lebih minim resiko <strong>dan</strong> harga lebih<br />
stabil<br />
Mengambil posisi tepat sesuai<br />
dengan pergerakan harga<br />
BISNIS/TUTUN PURNAMA<br />
Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 37
Industri Multifinance<br />
Optimisme di Tengah Perlambatan<br />
Industri multifinance kini se<strong>dan</strong>g<br />
menghadapi kenyataan jika<br />
p ertumbuhan penyaluran pembiayaan<br />
melambat. Perlambatan ini bukan<br />
semata-mata kesalahan industri,<br />
melainkan karena berbagai faktor,<br />
mulai dari harga komoditas, kondisi<br />
ekonomi, hingga regulasi pemerintah.<br />
Yodie Hardiyan<br />
redaksi@bisnis.co.id<br />
Perlambatan itu dapat dicermati dari<br />
data Statistik Ekonomi <strong>dan</strong> Keuangan<br />
<strong>Indonesia</strong> yang dirilis Bank <strong>Indonesia</strong><br />
mengenai posisi pembiayaan lembaga<br />
keuangan non-bank.<br />
Total pembiayaan outstanding dari<br />
lini sewa guna usaha (leasing/SGU), pembiayaan<br />
konsumen, anjak piutang <strong>dan</strong> kartu kredit pada<br />
September 2013 mencapai Rp339,64 triliun atau<br />
tumbuh 12,45% dibandingkan dengan Rp302,05<br />
triliun pada Desember 2012 (year to date).<br />
Angka pertumbuhan itu lebih kecil dibandingkan<br />
dengan pertumbuhan pada kuartal III/2012 dibandingkan<br />
dengan 2011 yang mencapai 21,19% <strong>dan</strong><br />
20,81% (year to date).<br />
Lebih dirinci lagi, penyaluran pembiayaan outstanding<br />
SGU mencapai Rp116,66 triliun pada<br />
Sep tember 2013 atau tumbuh 11,02% dibandingkan<br />
de ngan Rp105,08 triliun pada Desember 2012.<br />
Angka pertumbuhan itu lebih kecil dibandingkan<br />
dengan pertumbuhan pada periode sebelumnya<br />
2012 yang mencapai 40,37%. Pertumbuhan year to<br />
Tugas <strong>dan</strong> Wewenang Bank <strong>Indonesia</strong><br />
Pasca OJK Beroperasi Penuh Mulai <strong>2014</strong><br />
Menetapkan <strong>dan</strong> melaksanakan<br />
kebijakan moneter untuk mencapai<br />
target inflasi <strong>dan</strong> memelihara<br />
kestabilan rupiah.<br />
Mengatur <strong>dan</strong> menjaga kelancaran<br />
sistem pembayaran<br />
Mengelola ca<strong>dan</strong>gan devisa<br />
Mengeluarkan <strong>dan</strong> mengedarkan rupiah<br />
Sumber: Data diolah<br />
BISNIS/HUSIN PARAPAT<br />
date dua periode sebelumnya dengan perbandingan<br />
yang sama juga mencapai 17%-44%.<br />
Perlambatan itu terjadi bukan karena industri<br />
mul tifinance tidak agresif berjualan, melainkan se -<br />
dikit banyak karena faktor harga komoditas seperti<br />
karet, crude palm oil hingga batu bara yang belum<br />
menggembirakan.<br />
Salah satu yang sangat berpengaruh adalah harga<br />
komoditas batu bara acuan (HBA) yang mencapai<br />
US$76,61 per ton pada Oktober 2013, padahal HBA<br />
pada awal tahun lalu di atas US$100 per ton.<br />
Suwandi Wiratno, Ketua Umum Asosiasi<br />
Per usahaan Pembiayaan <strong>Indonesia</strong> (APPI), mengatakan<br />
lesunya harga komoditas itu mempengaruhi<br />
para pelaku usaha—yang menjadi konsumen<br />
multi finance—menunda untuk membeli barang<br />
modal, termasuk alat berat untuk kebutuhan<br />
industri batu bara.<br />
“Dengan keadaan harga komoditas terutama yang<br />
berbasis energi seperti batu bara, yang kami belum<br />
tahu harga ekuilibriumnya berapa, apakah akan<br />
naik kembali Semua para pelaku usaha cenderung<br />
tidak ekspansi untuk membeli alat baru,” katanya.<br />
Kendati demikian, kondisi tersebut tetap memberikan<br />
celah perusahaan pembiayaan apabila pelaku<br />
usaha melakukan overhaul (membarukan yang<br />
lama) alat berat. Perusahaan multifinance, ujar<br />
Suwandi, dapat membiayai aksi overhaul itu.<br />
“Misalnya alat udah tua, mereka beli sparepart<br />
baru. Seperti mobil, kalau turun mesin kan jadi<br />
baru lagi. Daripada investasi alat baru, mereka<br />
mending overhaul. Di sini ada satu kesempatan<br />
bagi perusahaan pembiayaan, ya dibiayailah<br />
n asabah-nasabah itu kalau mereka lakukan<br />
overhaul,” kata Suwandi.<br />
Mengacu pada proyeksi Asosiasi Pengusaha Alat<br />
Berat <strong>Indonesia</strong> (PAABI), penjualan alat berat pada<br />
tahun depan mencapai 14.000 unit atau tumbuh<br />
2% dibandingkan dengan proyeksi 13.700 unit<br />
pada tahun ini.<br />
Pertumbuhan itu “lebih baik” daripada penurunan<br />
penjualan pada semester I/2013 sebesar 29%<br />
di bandingkan dengan realisasi periode sama pada<br />
2012. Dalam kurun 2002-2012, penjualan alat berat<br />
paling gemilang pada 2011.<br />
Sejumlah perusahaan pembiayaan yang fokus<br />
pada SGU alat berat juga tidak meratapi perlambatan<br />
ini tanpa melakukan diversifikasi usaha. Beberapa<br />
di antaranya menjajaki pembiayaan mesin<br />
in dus tri, kredit pemilikan rumah hingga kapal.<br />
PEMBIAYAAN KONSUMEN<br />
Tidak jauh berbeda nasibnya seperti pembiayaan<br />
SGU, pembiayaan kendaraan bermotor yang<br />
di do minasi oleh penyaluran pinjaman untuk sepeda<br />
38 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>
motor atau mobil, juga mengalami perlambatan.<br />
Penyaluran pembiayaan konsumen mencapai<br />
Rp216,58 triliun pada September 2013 atau tumbuh<br />
12,91% dibandingkan dengan Rp191,82 triliun pada<br />
Desember 2012 (year to date). Pertumbuhan periode<br />
yang sama beberapa tahun sebelumnya mencapai 12%-<br />
26%.<br />
Perlambatan itu bukan tidak mungkin berlanjut<br />
hingga tahun depan karena penjualan kendaraan bermotor<br />
di berbagai daerah seperti Sumatra, Kalimantan, <strong>dan</strong><br />
Sulawesi juga dipengaruhi harga komoditas pertambangan,<br />
perkebunan, serta pertanian.<br />
Apabila harga komoditas turun, pendapatan para<br />
pelaku usaha di bi<strong>dan</strong>g itu juga berpotensi berkurang,<br />
sehingga alokasi <strong>dan</strong>a untuk membeli kendaraan turut<br />
mengecil. Akibatnya, penjualan sepeda motor yang<br />
ditopang oleh multifinance juga kena dampak.<br />
Peraturan uang muka minimum yang diluncurkan<br />
pemerintah pada tahun lalu juga memberikan dampak<br />
kepada industri multifinance. Namun, Suwandi menekankan<br />
kebijakan itu justru memperbaiki tingkat rasio<br />
kredit macet (non-performing loan/NPL).<br />
Suwandi tetap optimis pasar pembiayaan sepeda<br />
motor <strong>dan</strong> mobil tetap ada. Kepanikan dinilai tidak perlu<br />
muncul apabila kondisi ekonomi mendorong terjadinya<br />
krisis kecil. “Tahun depan, menjelang pemilu <strong>dan</strong> sebagainya,<br />
tidak perlu khawatir terhadap situasi ekonomi.”<br />
Salah satu perusahaan multifinance skala besar yang<br />
menyalurkan pembiayaan sepeda motor <strong>dan</strong> mobil, PT<br />
Adira Dinamika Multi Finance Tbk, juga berharap tahun<br />
politik bakal berdampak positif.<br />
“Biasanya kan kalau pemilu aktivitas masyarakat akan<br />
meningkat, mungkin pemilu kasih faktor positif yang<br />
sedikit lah,” kata Presiden Direktur Adira Finance Willy<br />
Suwandi Dharma.<br />
Adapun, perusahaan multifinance skala menengah<br />
yang menyalurkan pembiayaan mobil komersial, PT<br />
Reksa Finance, juga yakin dapat membukukan pertumbuhan<br />
30% pada tahun depan.<br />
“Reksa tetap melakukan ekspansi karena segmen ko -<br />
mersial tetap prospektif <strong>dan</strong> target lending tetap optimis<br />
dinaikkan 30% dibandingkan dengan target 2013,” kata<br />
Direktur Reksa Finance Diyanto Djeragan.<br />
Dalam kesempatan terpisah, Ketua Dewan Komisioner<br />
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D.Hadad mengakui<br />
perusahaan pembiayaan se<strong>dan</strong>g menghadapi tantangan<br />
yang tidak dihadapi industri keuangan non-bank<br />
lain seperti asuransi <strong>dan</strong> <strong>dan</strong>a pensiun.<br />
Dengan kondisi demikian, regulator mengaku terus<br />
melakukan pemantauan secara dekat terhadap industri<br />
ini. Dalam amatan Muliaman, multifinance terus me lakukan<br />
inovasi. “Mereka berusaha keras,” katanya.<br />
<strong>Bisnis</strong>/Nurul Hidayat<br />
Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 39
Implementasi BPJS Kesehatan<br />
Dimana Asuransi Swasta Berperan<br />
Perubahan sistem jaminan sosial<br />
akan terjadi pada awal <strong>2014</strong> di<br />
negara ini. Sistem yang disebutsebut<br />
sebagai Sistem Jaminan<br />
Sosial Nasional (SJSN) mulai<br />
diterapkan secara bertahap.<br />
Farodlilah Muqoddam & Tisyrin Naufalty Tsani<br />
redaksi@bisnis.co.id<br />
Antara<br />
Pemangku kepentingan telah mempersiapkan<br />
Ba<strong>dan</strong> Penyelenggara Jaminan<br />
Sosial (BPJS) Kesehatan, sebagai<br />
bagian dari implementasi SJSN. Di sisi<br />
lain, masih banyak masyarakat yang<br />
belum tahu akan hal ini.<br />
Ba<strong>dan</strong> tersebut merupakan bentuk transformasi<br />
dari PT Askes (Persero) <strong>dan</strong> mulai beroperasi tepat<br />
pada 1 Januari <strong>2014</strong>.<br />
Pada tahap awal, baru sekitar 120 juta orang<br />
yang merasakan sistem tersebut. Namun, pada 2019<br />
nanti, pemerintah menargetkan agar semua ma syara<br />
kat <strong>Indonesia</strong> terjamin oleh BPJS Kesehatan.<br />
Namun, ada yang mengganjal. Apabila kesehatan<br />
masyarakat sudah terjamin, bagaimana peran perusahaan<br />
asuransi swasta Apakah pasar asuransi<br />
swasta bakal tergerus dengan a<strong>dan</strong>ya BPJS<br />
Kesehatan Jawabnya tidak.<br />
Dengan strategi yang tepat, bisnis asuransi<br />
k esehatan justru semakin berkembang ketika BPJS<br />
Kesehatan beroperasi.<br />
Asuransi kesehatan merupakan satu-satunya lini<br />
bisnis asuransi yang dapat digarap baik oleh industri<br />
asuransi jiwa maupun asuransi umum. <strong>Bisnis</strong> ini<br />
te rus berkembang sebab kebutuhan masyarakat<br />
akan produk asuransi kesehatan kian meningkat se <br />
iring dengan terus melambungnya biaya kesehatan.<br />
Roland Berger Strategy Consultants memprediksi<br />
biaya kesehatan di <strong>Indonesia</strong> akan meningkat hingga<br />
158% dalam rentang waktu 10 tahun sejak 2010.<br />
Peningkatan biaya ini dinilai tidak akan terkejar,<br />
meskipun BPJS telah mulai beroperasi <strong>dan</strong> memproteksi<br />
seluruh penduduk di pelosok negeri.<br />
Pa sal nya ba<strong>dan</strong> publik ini hanya memberikan<br />
perlin dung an kesehatan tingkat dasar.<br />
Di sini peluang asuransi swasta terbuka. Swasta<br />
dapat memberikan manfaat pelayanan tambahan di<br />
luar proteksi yang diberikan BPJS Kesehatan.<br />
Fachmi Idris, Direktur Utama Askes, menyebut<br />
pola kerja sama ini sebagai ‘koordinasi manfaat’<br />
antara pemerintah dengan swasta.<br />
Secara umum, tidak ada risiko yang tidak dijamin<br />
oleh BPJS Kesehatan karena lembaga tersebut<br />
men dapat mandat un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g untuk<br />
40 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>
menyelenggarakan universal coverage, yang berarti tidak<br />
ada pengecualian untuk penyakit apapun <strong>dan</strong> tidak ada<br />
pengecualian bagi siapapun.<br />
Namun, masih banyak peluang bagi para pemain<br />
asuransi swata. Sekali lagi, BPJS Kesehatan hanya<br />
memberikan proteksi <strong>dan</strong> pelayanan kesehatan tingkat<br />
dasar <strong>dan</strong> menengah.<br />
TIDAK MEMATIKAN<br />
Direktur Pengupahan <strong>dan</strong> Jaminan Sosial Kemen terian<br />
Tenaga Kerja <strong>dan</strong> Transmigrasi Wahyu Widodo<br />
mengatakan SJSN tidak boleh mematikan industri<br />
asuransi komersial.<br />
Keberadaan BPJS Kesehatan dinilai harus selaras <strong>dan</strong><br />
saling mengisi dengan asuransi komersial. Kendati telah<br />
dijamin BPJS kelak, peserta yang tergolong mampu<br />
da pat mengikuti program lain di asuransi komersial.<br />
“Pe ser ta asuransi komersial tetap wajib menjadi peserta<br />
[BPJS Kesehatan],” ungkapnya.<br />
Setidaknya ada sejumlah pos pelayanan yang dapat<br />
ditawarkan oleh industri asuransi bagi para peserta<br />
program BPJS Kesehatan.<br />
Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi<br />
Umum <strong>Indonesia</strong> (AAUI) Julian<br />
Noor menyebutkan salah satunya<br />
adalah hospital income, yakni<br />
santunan <strong>dan</strong>a tunai bagi<br />
nasabah yang menjalani<br />
perawatan di rumah<br />
sakit.<br />
“Ketika biaya perawatannya<br />
sudah cukup ditanggung<br />
oleh BPJS, asuransi<br />
[swasta] memberikan santunan<br />
tunai untuk mengcover<br />
biaya lain yang<br />
mungkin muncul selama<br />
berada di rumah sakit itu,”<br />
katanya, beberapa waktu lalu.<br />
Indikator Perusahaan<br />
Perasuransian [Rp Triliun]<br />
Uraian Kuartal II 2013 Kuartal IV 2012<br />
Aset 609,5 556,25<br />
Investasi 509,78 485,81<br />
Premi bruto 43,71 47,46<br />
Klaim bruto 28,84 32,65<br />
Liabilitas 479,32 442,9<br />
Sumber: OJK, Juni 2013<br />
Peluang lain yang dapat dibidik oleh asuransi swasta<br />
adalah service untuk menaikkan kelas perawatan. Jika<br />
kepesertaan pada BPJS hanya memberikan kelas II un <br />
tuk perawatan di rumah sakitmaka asuansi swasta dapat<br />
menawarkan upgrading ke kelas I atau VIP <strong>dan</strong> VVIP.<br />
Di sisi lain, program BPJS Kesehatan menetapkan<br />
sistem rujukan berjenjang untuk mendapatkan pelayanan,<br />
dimulai dari dokter keluarga, Puskesmas, rumah<br />
sakit tingkat II di Kabupaten, <strong>dan</strong> seterusnya.<br />
Bagi sebagian orang, sistem ini cukup merepotkan<br />
sehingga mereka lebih memilih langsung berobat ke<br />
dokter langganan ataupun rumah sakit yang telah<br />
dipercaya. Asuransi swasta dapat membidik kelompok<br />
‘yang tidak mau repot’ ini sebagai target nasabah<br />
potensial mereka.<br />
Secara keseluruhan, Julian menilai keberadaan BPJS<br />
Kesehatan tidak akan menggerus bisnis asuransi kesehatan<br />
yang diselenggarakan pihak swasta. Justru,<br />
p rogram perlindungan semesta ini akan berpengaruh<br />
baik bagi industri asuransi maupun masyarakat umum<br />
karena dapat meningkatkan penetrasi asuransi.<br />
Dilihat dari pangsa pasarnya, peluang pengembangan<br />
asuransi kesehatan masih sangat terbuka. Menurut data<br />
dari AAUI, pangsa pasar bisnis ini pada semester I/2013<br />
baru mencapai 7,1% dari total bisnis asuransi umum di<br />
<strong>Indonesia</strong>.<br />
Kondisi ini masih lebih terbuka dibandingkan dengan<br />
persaingan di lini bisnis asuransi kendaraan bermotor<br />
<strong>dan</strong> asuransi properti yang masing-masing mencapai<br />
sekitar 30%.<br />
Pada paruh pertama tahun ini, premi yang terkumpul<br />
dari lini bisnis ini mencapai Rp1,47 triliun atau sekitar<br />
7% dari total premi industri asuransi umum sebesar<br />
Rp20,82 triliun.<br />
Sementara itu, tidak ada data pasti pertumbuhan<br />
bisnis asuransi kesehatan di sektor asuransi jiwa.<br />
Kendati demikian, Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi<br />
Jiwa In do nesia (AAJI) Benny Waworuntu memastikan<br />
asuransi kesehatan merupakan salah satu riders yang<br />
paling diminati dalam produk unit linked.<br />
“Asuransi kesehatan itu favorit bagi<br />
nasabah unit linked,” katanya.<br />
Hal ini dapat dibuktikan dengan<br />
BISNIS/RADITYO EKO<br />
maraknya penawaran proteksi<br />
kesehatan oleh hampir seluruh<br />
pemain besar di industri<br />
asuransi jiwa. Produk yang<br />
ditawarkan umumnya<br />
perlindungan terhadap<br />
penyakit kritis.<br />
Kendati peluang sangat<br />
ter buka, tetapi bisnis ini<br />
harus digarap secara hatihati<br />
karena klaim risikonya<br />
tergolong cukup tinggi.<br />
Direktur Utama PT<br />
Asuransi Staco Mandiri<br />
Ruhari mengatakan lini bisnis asuransi kesehatan<br />
me mang membutuhkan strategi khusus karena<br />
sifat bisnisnya yang unik. Oleh karena itu, dibutuhkan<br />
perhitungan yang tepat serta ketahanan permodalan<br />
serta du kungan reasuransi untuk menjaga bisnis ini<br />
tetap mendatangkan laba.<br />
Namun, ada yang mengganjal persiapan implementasi<br />
BPJS Kesehatan, yakni peraturan pemerintah (PP). Hin g<br />
ga akhir November 2013 regulasi itu belum terbit.<br />
“Di tar getkan dalam bulan ini [November] keluar,” kata<br />
anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN)<br />
Moeryono Aladin.<br />
PP itu juga terkait dengan persoalan divestasi anak<br />
usaha PT Askes, PT Asuransi Jiwa Inhealth <strong>Indonesia</strong>.<br />
Namun, belakangan Kementerian BUMN sebagai<br />
p emegang saham Askes memastikan divestasi Inhealth<br />
se telah rapat dengan Wakil Presiden Boediono.<br />
Ya, semoga saja semua dapat berjalan sebagaimana<br />
mestinya, agar tidak lagi ada suatu hal besar yang dapat<br />
menghambat operasional BPJS Kesehatan.<br />
Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 41
Keuntungan Bank<br />
Krisis Bubar, Laba Berkibar<br />
Sebutlah tekanan yang melanda<br />
pasar keuangan dalam negeri pada<br />
pertengahan 2013 sebagai sebuah<br />
krisis mini, boleh jadi hal tersebut<br />
bakal menjadi berkah tersendiri<br />
bagi industri perbankan menuju<br />
<strong>2014</strong>.<br />
Stefanus Arief Setiaji<br />
arief.setiaji@bisnis.co.id<br />
Melihat sejarahnya, setahun<br />
setelah krisis ekonomi, industri<br />
perbankan justru mampu<br />
mendulang pertumbuhan laba<br />
yang cukup tinggi kendati<br />
kenaikan <strong>dan</strong>a pihak ketiga<br />
(DPK) maupun penyaluran kredit mengalami<br />
pelambatan.<br />
Sejenak berkaca pada kejadian yang menimpa<br />
pada 2008, ketika pasar global tertekan sebagai<br />
dampak krisis di Amerika Serikat yang disebabkan<br />
subprime mortgages. Dampak krisis tersebut<br />
merembet ke kawasan Eropa <strong>dan</strong> Asia.<br />
Pasar Asia, termasuk <strong>Indonesia</strong> pun terkena<br />
imbasnya. Indeks harga saham gabungan (IHSG)<br />
merosot tajam <strong>dan</strong> nilai tukar rupiah mengalami<br />
pelemahan hebat.<br />
Kondisi itu masih ditambah dengan harga<br />
rata-rata minyak mentah <strong>Indonesia</strong> (<strong>Indonesia</strong>n<br />
Crude oil Price/ICP) yang membumbung tinggi.<br />
Menariknya, setahun setelah krisis tepatnya<br />
pada 2009 yang berbarengan pula dengan agenda<br />
pemilihan umum (Pemilu), industri perbankan<br />
justru membukukan kenaikan laba bersih hingga<br />
47,69% dari Rp30,61 triliun pada 2008 menjadi<br />
Rp45,21 triliun pada 2009.<br />
Padahal, penyaluran pinjaman saat itu hanya<br />
tumbuh di bawah 10%, se<strong>dan</strong>gkan penghimpunan<br />
DPK naik 12,53%.<br />
Anggap saja kejadian yang menimpa pasar<br />
dalam negeri sejak Mei 2013 silam yang ditandai<br />
turunnya IHSG, pelemahan nilai tukar, <strong>dan</strong><br />
p elarian arus modal asing sebagai gambaran<br />
krisis. Maka fenomena 2008 sepertinya terulang<br />
kembali.<br />
Satu hal yang membuat situasi tersebut mirip,<br />
karena tahun depan <strong>Indonesia</strong> memulai tahapan<br />
pemilu untuk memilih calon anggota legislatif<br />
maupun presiden.<br />
Siklus ekonomi 5 tahun dibaca Bank <strong>Indonesia</strong><br />
42 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong><br />
(BI) dengan memberi sinyal pertumbuhan kredit<br />
pada <strong>2014</strong> bergerak di kisaran 15%—16%, di<br />
bawah data pertumbuhan kredit 3 tahun terakhir<br />
yang di atas 22%.<br />
Bahkan tahun depan, bank sentral memproyeksikan<br />
pertumbuhan kredit berada di level 20%.<br />
Berada di bawah bayang-bayang pelambatan,<br />
perbankan masih percaya diri menunjukan<br />
k inerja keuangan yang solid pada <strong>2014</strong>, meski<br />
dihadapkan pada tren terbatasnya likuiditas <strong>dan</strong>a.<br />
Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk.<br />
Jahja Setiaatmadja mengatakan naiknya inflasi<br />
yang diimbangi dengan peningkatan biaya tenaga<br />
kerja mendorong beban operasional (overhead)<br />
perbankan tahun ini.<br />
“Kalau itu tidak dikompensasi dengan<br />
penyesuaian bunga pinjaman, maka biaya-biaya<br />
itu akan menekan profitability bank,” ujarnya.<br />
Dengan penyesuaian bunga pinjaman tersebut,<br />
bank masih mampu menyelamatkan rasio selisih<br />
bunga bersih (net interest margin/NIM).<br />
Selain itu, Jahja berpendapat kemampuan<br />
perbankan mengeruk laba karena simpanan<br />
ca<strong>dan</strong>gan (secondary reserves) yang terdapat di<br />
bank sentral turut andil memberi keuntungan,<br />
sejalan dengan kenaikan suku bunga fasilitas<br />
simpanan BI (Fasbi).<br />
Tahun depan, katanya pertumbuhan kredit perseroan<br />
diperkirakan bergerak di kisaran 14%—<br />
15%, hampir sejalan proyeksi bank sentral.<br />
Namun, Jahja juga berkaca pada 2008 ketika<br />
krisis ekonomi cukup parah, industri perbankan<br />
masih mampu tumbuh bagus.<br />
Dia berpendapat gejolak ekonomi yang terjadi<br />
pada 2013, imbasnya akan berdampak pada<br />
tahun berikutnya.<br />
Sementara itu, Presiden Direktur PT Bank<br />
OCBC NISP Tbk. Parwati Surjaudaja mengungkapkan<br />
perseroan berupaya menjaga rasio<br />
NIM tahun depan guna menjaga profitabilitas<br />
perseroan.<br />
Pihaknya tetap mewaspadai kondisi ekonomi<br />
<strong>2014</strong>, meski proyeksi belanja konsumsi masyarakat<br />
meningkat seiring dengan perhelatan pemilu.<br />
“Kami tetap hati-hati dalam menyalurkan<br />
kredit. Kami juga berusaha menjaga NIM tetap<br />
sama pada <strong>2014</strong>, karena kami juga harus memerhatikan<br />
kepentingan nasabah,” ungkapnya.<br />
<strong>Bisnis</strong> mencatat dalam kurun waktu 2008—<br />
2012, pertumbuhan laba setelah pajak di bank<br />
nasional rata-rata sebesar 25,82%, melampaui<br />
pertumbuhan DPK <strong>dan</strong> pinjaman.<br />
Data tersebut seolah memberi gambaran bahwa<br />
industri perbankan mampu menyiasati perolehan<br />
keuntungan di tengah gunjangan makroekonomi
egional maupun global yang sebenarnya kurang<br />
menggairahkan.<br />
Direktur Utama PT Bank Pembangunan Daerah<br />
Jawa Barat & Banten Tbk. Bien Subiantoro menuturkan<br />
ketatnya persaingan likuiditas perbankan tidak<br />
lantas membuat bank daerah itu memangkas target<br />
laba <strong>dan</strong> setoran dividen kepada pemegang saham.<br />
Menurutnya besaran laba ditahan yang dapat<br />
di pakai untuk memperkuat struktur modal perseroan<br />
ke depan, cukup tergantung dari besaran payout ratio,<br />
baik tahun ini maupun tahun depan.<br />
“Kalau payout ratio-nya kecil, laba ditahan kami<br />
tentu akan lebih besar. Sejauh ini, kami tidak<br />
m emiliki rencana memangkas target laba <strong>dan</strong> setoran<br />
k epada pemegang saham,” ungkapnya.<br />
Industri perbankan melihat langkah penyesuaian<br />
suku bunga simpanan <strong>dan</strong> kenaikan tingkat bunga<br />
pinjaman yang dilakukan tahun ini, cukup ampuh<br />
menjaga kelangsungan laba yang diperoleh tahun ini<br />
maupun tahun depan.<br />
BANK BUMN<br />
Dalam kesempatan terpisah, ekonom Universitas<br />
<strong>Indonesia</strong> (UI) Dony A. Chalid menilai peran<br />
industri perbankan nasional tak bisa dilepaskan dari<br />
kinerja bank-bank BUMN.<br />
Selama ini, bank pemerintah yang terdiri dari PT<br />
Bank Rakyat <strong>Indonesia</strong> Tbk., PT Bank Mandiri Tbk.,<br />
PT Bank Negara <strong>Indonesia</strong> Tbk., <strong>dan</strong> PT Bank<br />
Tabungan Negara Tbk., menguasai hampir 35% dari<br />
total aset perbankan dalam negeri.<br />
“Bank BUMN memiliki porsi aset yang relatif besar,<br />
sehingga bisa berperan aktif mendorong pertumbuhan<br />
maupun efisiensi di sektor perbankan,” tuturnya.<br />
Dony melihat rasio NIM bank BUMN rata-rata<br />
masih cukup tinggi di atas 6%. <strong>Bisnis</strong> mencatat NIM<br />
rata-rata bank BUMN sampai kuartal III/2013 sebesar<br />
6,32%, meski lebih rendah dari periode yang sama<br />
2012 sebesar 6,45%.<br />
“Jika bank BUMN bisa menekan NIM <strong>dan</strong><br />
meningkatkan efisiensi, maka bank lain ikut<br />
terdorong menekan NIM,” kata Dony.<br />
Meski terdapat indikator seperti rasio beban 2.338,82<br />
operasional pendapatan operasional (BOPO),<br />
1.973,04<br />
1.753,29<br />
1.765,84<br />
1.307,69<br />
1.437,93<br />
NIM kerap dijadikan tolak ukur menilai tingkat<br />
efisiensi perbankan nasional.<br />
Namun, dalam satu forum diskusi beberapa waktu<br />
lalu, Ketua Umum Himpunan Bank-Bank Milik<br />
Negara (Himbara) Gatot M. Suwondo berdalih saat ini<br />
isu mengenai tingginya bunga pinjaman bank tidak<br />
lagi dilihat sebagai permasalahan bagi pelaku usaha<br />
di sektor riil.<br />
Gatot yang juga Dirut BNI melihat pelaku usaha<br />
lebih mengutamakan aksestabilitas <strong>dan</strong> ketersediaan<br />
infrastruktur sebagai satu cara untuk menekan<br />
tingginya biaya produksi.<br />
“Soal bunga bank sebenarnya itu bukan masalah.<br />
Bagi pelaku usaha yang penting akses terhadap pinjaman,<br />
bagaimana caranya kalau mereka butuh <strong>dan</strong>a,<br />
bank langsung bisa menyediakan,” jelasnya.<br />
Survei kegiatan dunia usaha kuartal III/2013 yang<br />
dirilis BI mencerminkan pelaku usaha cenderung<br />
melihat ekspektasi bisnis selama 6 bulan ke depan<br />
relatif sama dengan kondisi saat ini, tercermin dari<br />
tingkat saldo bersih tertimbang (SBT) sebesar<br />
55,71%.<br />
Terdapat pula pelaku usaha yang melihat aktivitas<br />
bisnis 6 bulan mendatang lebih baik dengan rasio<br />
SBT sebesar 41,8%.<br />
Hanya segelintir persepsi pelaku usaha yang relatif<br />
pesimistis dunia usaha akan membaik, bahkan menilai<br />
lebih buruk meski dengan rasio SBT sebesar 2,49%.<br />
Demikian pula dengan akses pelaku usaha<br />
terhadap kredit pada 3 bulan terakhir yang rata-rata<br />
d ianggap masih normal.<br />
Setidaknya, melihat persepsi pelaku usaha yang<br />
meman<strong>dan</strong>g perekonomian dalam negeri lebih baik<br />
ke depan, akan berimbas pada kinerja bank pada<br />
<strong>2014</strong>.<br />
Kendati proyeksi ekonomi <strong>dan</strong> penyaluran kredit<br />
melambat, laba yang dikantongi bank bakal<br />
tetap menebal.<br />
3.440,21<br />
3.225,19<br />
3.091,43<br />
2.784,91 2.725,67<br />
2.200,09<br />
Laba<br />
Kinerja<br />
Industri<br />
Perbankan<br />
<strong>Indonesia</strong><br />
(Rptriliun)<br />
Kredit<br />
DPK<br />
30,61<br />
45,21<br />
57,31<br />
75,08<br />
92,83<br />
70,74<br />
2008<br />
2009<br />
2010<br />
2011<br />
2012<br />
2013*<br />
Sumber: BI; diolah. Ket: *data sampai Agustus 2013<br />
BISNIS/HUSIN PARAPAT<br />
Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 43
Kinerja Manufaktur<br />
Tongkat<br />
Estafet Harus<br />
Dilanjutkan<br />
<strong>Bisnis</strong>/Rahmatullah<br />
JAKARTA—Kinerja sektor manufaktur mema suki<br />
<strong>2014</strong> semakin penuh tan tangan. Apalagi, sejumlah<br />
sentimen negatif global masih berlanjut <strong>dan</strong> berperan<br />
sangat besar dalam membentuk ketidakstabilan<br />
ekonomi makro di dalam negeri.<br />
Apakah semua masalah yang belum dituntaskan<br />
pada 2013 akan selesai pada <strong>2014</strong> Ataukah pada<br />
<strong>2014</strong> masalah-masalah itu justru kian membesar<br />
seperti virus kanker yang menggerogoti tubuh<br />
Menteri Perindustrian M.S. Hidayat berupaya<br />
mengelaborasi problematika industri pada tahun<br />
depan. Berikut petikannya.<br />
Bagaimana Anda mengevaluasi perkembangan<br />
industri manufaktur pada 2013<br />
Pertumbuhan industri pengolahan nonmigas sepanjang<br />
2013 masih cukup menggembirakan <strong>dan</strong> sesuai<br />
harapan. Hingga semester I/2013, industri pengolahan<br />
nonmigas tumbuh 6,58%, atau lebih tinggi dibandingkan<br />
dengan pertumbuhan PDB nasional 5,92%. Dengan<br />
target pertumbuhan 2013 sebesar 6,5%, saya optimistis<br />
target ini akan mampu dicapai pada akhir 2013.<br />
Apa yang menjadi perhatian serius Anda pada<br />
tahun depan<br />
Ada beberapa kegiatan prioritas a.l prioritas nasional<br />
ketahanan pangan yang mencakup fasilitasi revitalisasi<br />
lima pabrik pupuk urea <strong>dan</strong> 10 pabrik pupuk organik.<br />
Selanjutnya, revitalisasi industri gula melalui bantuan<br />
potongan harga pengadaan mesin peralatan pada 25<br />
pabrik gula BUMN <strong>dan</strong> penyusunan 10 judul rancangan<br />
SNI industri kimia dasar.<br />
Kedua, adalah iklim investasi <strong>dan</strong> iklim usaha melalui<br />
pengembangan pusat-pusat pertumbuhan industri. Salah<br />
satunya dengan cara fasilitasi pengembangan pusatpusat<br />
pertumbuhan industri di 11 kawasan industri <strong>dan</strong><br />
fasilitasi pengembangan kompetensi inti industri daerah<br />
di 113 kabupaten/kota.<br />
Ketiga, prioritas energi nasional. Pemerintah akan<br />
melakukan pengembangan kendaraan angkutan murah<br />
perdesaan <strong>dan</strong> juga bantuan pengadaan konverter kit<br />
dalam rangka konversi BBM ke gas.<br />
Keempat, penumbuhan industri berbasis hasil tambang<br />
serta hasil pertanian atau agroindustri.<br />
Penumbuhan industri berbasis SDM <strong>dan</strong> untuk pemenuhan<br />
kebutuhan pasar domestik <strong>dan</strong> ekspor.<br />
Bagaimana Anda mendorong pertumbuhan<br />
industri-industri unggulan tersebut<br />
Kami akan melaksanakan lima strategi utama akselerasi<br />
industrialisasi, yaitu penghiliran sumber daya alam<br />
(mineral, migas <strong>dan</strong> agro) sebagai bahan mentah menjadi<br />
produk yang bernilai tambah di dalam negeri.<br />
44 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>
Mendorong peningkatan produktivitas & daya saing<br />
industri dalam negeri serta mendorong partisipasi dunia<br />
usaha dalam pembangunan infrastruktur.<br />
Kami juga akan melakukan percepatan proses pengambilan<br />
keputusan untuk menyelesaikan hambatan<br />
birokrasi <strong>dan</strong> meningkatkan integrasi pasar domestik<br />
serta dukungan dalam bentuk penyediaan insentif fiskal<br />
maupun fasilitas lainnya.<br />
Bagaimana dengan kelangkaan energi, bahan<br />
baku <strong>dan</strong> rusaknya infrastruktur<br />
Itu masih terus kami upayakan. Kami fokus untuk<br />
melakukan perbaikan infrastruktur pendukung<br />
produksi <strong>dan</strong> distribusi, ketersediaan lahan terutama di<br />
Pulau Jawa, jaminan pasokan bahan baku <strong>dan</strong> sumber<br />
energi.<br />
Hambatan investasi seperti divestasi pada industri<br />
peng olahan mineral, aturan terkait dengan limbah B3,<br />
tata ruang/RTRW, serta perjanjian kerja sama internasional<br />
yang dititikberatkan pada peningkatan investasi<br />
akan terus diperbaiki.<br />
Dikarenakan penyediaan fasilitas tersebut melibatkan<br />
kementerian/lembaga terkait lainnya, maka Kemenperin<br />
berperan dalam mengoordinasikan <strong>dan</strong> mengupayakan<br />
percepatan penyelesaian hambatan tersebut. Hingga saat<br />
ini, berbagai hambatan masih dialami tetapi diselesaikan<br />
secara bertahap.<br />
Sinkronisasi kebijakan <strong>dan</strong> koordinasi antarinstansi<br />
di <strong>Indonesia</strong> sangat payah. Bagaimana<br />
mengatasi ini<br />
Ini tidak bisa dilakukan secara cepat, karena harus<br />
melibatkan berbagai instansi terkait lainnya. Kami berusaha<br />
melakukan koordinasi lintas sektoral secara intensif,<br />
termasuk dengan mempertemukan secara langsung<br />
berbagai stakeholder industri nasional, yaitu pemerintah<br />
pusat <strong>dan</strong> daerah, Kadin, Apindo, asosiasi industri, perbankan,<br />
<strong>dan</strong> lainnya.<br />
Gejolak perburuhan berpotensi masih terjadi<br />
pada <strong>2014</strong>. Bagaimana peran Anda<br />
Bila disebabkan oleh masalah UMP, kami telah berupaya<br />
mengarahkan penetapan UMP dengan skema<br />
kenaikan UMP mengacu pada kebutuhan hidup layak<br />
(KHL), produktivitas, <strong>dan</strong> pertumbuhan ekonomi,<br />
de ngan membedakan kenaikan upah minimum UMKM<br />
<strong>dan</strong> industri padat karya dengan industri padat modal<br />
melalui beberapa cara.<br />
Apakah pengembangan industri otomotif hanya<br />
berhenti sampai LCGC<br />
Tidak. Kami menjadikan industri otomotif sebagai<br />
salah satu industri prioritas yang dikembangkan, tidak<br />
hanya terbatas pada LCGC. Program ini bersifat terbuka<br />
<strong>dan</strong> berlaku untuk semua merek otomotif, baik internasional<br />
maupun merek asli <strong>Indonesia</strong> (merek lokal/mobnas).<br />
Peserta program ini disyaratkan untuk manufaktur<br />
mobil di dalam negeri serta menggunakan komponen<br />
otomotif buatan dalam negeri.<br />
Dengan demikian, merek otomotif yang mengikuti<br />
program ini digiring membangun industri komponen<br />
otomotif lokal <strong>dan</strong> meningkatkan kemandirian nasional<br />
di bi<strong>dan</strong>g teknologi otomotif, terutama engine, transmisi<br />
<strong>dan</strong> axle (power train).<br />
Kami juga telah membuat roadmap yang menargetkan<br />
kemampuan produksi kendaraan bermotor secara bertahap<br />
mulai 2011 hingga 2025.<br />
Soal kesiapan daya saing industri dalam menghadapi<br />
MEA 2015<br />
Beberapa langkah <strong>dan</strong> kebijakan yang bersifat lintas<br />
sektoral untuk menghadapi MEA 2015 sudah disiapkan<br />
seperti mengintensifkan sosialisasi MEA kepada stakeholder<br />
industri, mengusulkan percepatan pemberlakuan<br />
safeguard <strong>dan</strong> antidumping bagi produk impor<br />
tertentu.<br />
Selain itu, menambah fasilitas laboratorium uji <strong>dan</strong><br />
meningkatkan kompetensi SDM industri, penyusunan<br />
standar kompetensi kerja nasional indonesia (SKKNI)<br />
pada masing-masing sektor industri, serta penguatan<br />
IKM <strong>dan</strong> pengembangan wirausaha baru industri.<br />
Bagaimana kelanjutan program penghiliran<br />
industri di ber bagai sektor strategis<br />
Saya harap tongkat estafet kebijakan yang positif ini<br />
bisa dilanjutkan pada pemerintahan selanjutnnya.<br />
Sebagai implementasi atas program penghiiran industri,<br />
selama ini kami telah berupaya untuk menarik investasi<br />
baik PMA maupun PMDN yang diarahkan untuk<br />
mening katkan nilai tambah industri di dalam negeri.<br />
Beberapa investasi industri berskala besar yang telah<br />
direalisasikan pada periode 2012-2013 itu a.l untuk<br />
penghiliran berbasis bahan mineral dengan total investasi<br />
US$17,5 miliar oleh industri pengolahan besi baja PT<br />
Krakatau Posco <strong>dan</strong> PT Batulicin Steel, industri pengolahan<br />
aluminium PT Aneka Tambang Tbk.<br />
Untuk penghiliran berbasis migas total investasinya<br />
US$8 miliar, antara lain oleh PT Chandra Asri <strong>dan</strong> PT<br />
Nippon Shokubai <strong>Indonesia</strong>. Penghiliran industri berbasis<br />
agro, dengan total investasi US$3,3 miliar, antara lain<br />
oleh industri pengolahan CPO PT Unilever <strong>Indonesia</strong>,<br />
industri pengolahan karet ban PT Hankook Tire<br />
<strong>Indonesia</strong>, <strong>dan</strong> industri pengolahan kakao PT Asia<br />
Cocoa <strong>Indonesia</strong>.<br />
Ada yang bilang program restrukturisasi mesin<br />
TPT, kulit <strong>dan</strong> alas kaki kurang efektif mendorong<br />
investasi baru<br />
Melihat perkembangan realisasi investasi di sektor<br />
industri tekstil <strong>dan</strong> industri barang dari kulit & alas kaki,<br />
memang kurang menggembirakan, terutama investasi<br />
dalam bentuk PMDN. Namun, industri padat karya<br />
merupakan sektor yang juga sangat penting. Oleh karena<br />
itu, pada <strong>2014</strong> saya akan tetap melanjutkan program.<br />
Pewawancara: Riendy Astria<br />
Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 45
Pan<strong>dan</strong>gan Pengusaha<br />
Membaca Prospek Industri Tahun <strong>2014</strong><br />
Jika membicarakan prospek industri<br />
pada <strong>2014</strong>, menurut saya pekerjaan<br />
rumah utama yang dihadapi stakeholders<br />
adalah menjaga <strong>dan</strong> meningkatkan<br />
daya saing industri nasional.<br />
Terlebih, <strong>2014</strong> adalah tahun politik<br />
yang sangat menguras energi pemerintah.<br />
Franky Sibarani<br />
Ketua Asosiasi Pengusaha <strong>Indonesia</strong> (Apindo)<br />
Oleh karena itu, kemampuan kita<br />
untuk menjaga <strong>dan</strong> meningkatkan<br />
daya saing industri akan menentukan<br />
cerah suramnya industri nasional<br />
pada tahun depan.<br />
Secara umum, banyak pihak memprediksi<br />
ekonomi <strong>Indonesia</strong> akan tetap tumbuh.<br />
Pemerintah, lembaga internasional OECD <strong>dan</strong> ADB<br />
memprediksi pertumbuhan ekonomi <strong>Indonesia</strong><br />
<strong>2014</strong> pada kisaran 6%, Bank <strong>Indonesia</strong> 5,8%—<br />
<strong>Bisnis</strong>/Rahmatullah<br />
6,2%, Bank Dunia sekitar 5,3%, serta IMF 5,5%.<br />
Hal ini merupakan modal positif untuk tetap menjaga<br />
pertumbuhan.<br />
Namun, peringkat daya saing <strong>Indonesia</strong> cukup<br />
rendah untuk indikator kemudahan memulai bisnis<br />
(peringkat 175 dari 189 negara), pemenuhan kontrak<br />
(peringkat 147 dari 189), mengatasi gagal<br />
bayar (144 dari 189), <strong>dan</strong> pembayaran pajak (peringkat<br />
137 dari 189). Namun, daya saing yang<br />
cukup tinggi dari <strong>Indonesia</strong> adalah market size<br />
pada ranking 15, serta inovasi <strong>dan</strong> tingkat kepuasan<br />
bisnis yang berada pada ranking 33.<br />
Berkaca kepada hal di atas, optimisme pertumbuh<br />
an ekonomi <strong>Indonesia</strong> <strong>dan</strong> realitas daya saing<br />
<strong>Indonesia</strong> dibandingkan dengan negara lain, saya<br />
mencatat ada lima poin yang perlu menjadi perhatian<br />
pemerintah karena cukup krusial menentukan<br />
prospek industri nasional pada tahun depan.<br />
Lima aspek tersebut adalah sinergi kebijakan<br />
antarkementerian, tenaga kerja, arah investasi kepada<br />
penyediaan bahan baku <strong>dan</strong> barang modal, persiapan<br />
implementasi perjanjian Masyarakat<br />
Ekonomi Asean (MEA) mulai Desember 2015 serta<br />
peningkatan penggunaan produk dalam negeri.<br />
Pertama, saya melihat belum ada keterpaduan di<br />
46 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>
antara kementerian untuk memajukan industri nasional.<br />
Kebijakan Kementerian Perindustrian mendorong pertumbuhan<br />
industri nasional tetapi Kementerian Pertanian justru<br />
kontraproduktif terhadap pertumbuhan industri.<br />
Saya menyontohkan keberadaan Peraturan Menteri<br />
Pertanian No. 84/2013. Pasal 7 menyatakan impor da <br />
ging hanya bisa dilakukan dari negara yang bebas dari<br />
penyakit mulut <strong>dan</strong> kuku, sehingga impor daging<br />
<strong>Indonesia</strong> ditentukan hanya bisa berasal dari tiga negara,<br />
yaitu Australia, Selandia Baru, <strong>dan</strong> AS.<br />
Namun, pada Pasal 9 Kementan memberikan izin<br />
impor dari negara yang dianggap masih belum bebas<br />
dari penyakit mulut <strong>dan</strong> kuku jika dilakukan dalam<br />
bentuk produk jadi atau olahan. Hal ini berpotensi<br />
meng ancam daya saing industri olahan berbahan baku<br />
daging di dalam negeri.<br />
Ancaman lain, pasar produk daging olahan seperti<br />
baso <strong>dan</strong> sosis di dalam negeri akan dikuasai produk<br />
impor. Industri kecil menengah akan terancam. Padahal,<br />
sebelum Permentan itu keluar, Dirjen Industri Agro<br />
Kemenperin sudah berencana membuat aturan melarang<br />
impor daging olahan berba han baku daging dari negara<br />
yang masih belum bebas PMK.<br />
MASALAH PENGHILIRAN<br />
Kebijakan penghiliran coklat juga terhambat kebijakan<br />
Kementan. Kebijakan penghiliran yang<br />
diusung Kemenperin dengan menerapkan bea keluar<br />
untuk ekspor kakao telah berhasil menumbuhkan<br />
industri pengolahan coklat nasional.<br />
Namun, industri ini menghadapi ancaman terkait<br />
dengan ketersediaan bahan baku karena tidak ada pertambahan<br />
produksi buah kakao. Apabila tidak ada langkah<br />
istimewa dari Kementan, <strong>Indonesia</strong> terancam menjadi<br />
importir kakao pada 2015.<br />
Kedua, kemampuan pemerintah mendorong investasi<br />
produk bahan baku <strong>dan</strong> barang modal. Investasi pada<br />
bi<strong>dan</strong>g ini diperlukan untuk mendorong pertumbuhan<br />
sektor industri olahan sehingga daya saingnya ikut<br />
meningkat.<br />
Kondisi yang terjadi saat ini patut menjadi perhatian<br />
karena kondisi investasi yang cenderung bergeser dari<br />
industri padat karya ke arah industri padat modal <strong>dan</strong><br />
industri penghasil bahan baku menjadi investasi produk<br />
jadi.<br />
Kecenderungan tersebut perlu diwaspadai karena tidak<br />
menciptakan pertumbuhan industri baru <strong>dan</strong> mengarahkan<br />
<strong>Indonesia</strong> sebagai pasar besar. Pemerintah seharusnya<br />
mulai mengarah untuk menjaring investor yang<br />
menghasilkan produk barang modal <strong>dan</strong> bahan baku.<br />
Ketiga, persoalan ketenagakerjaan <strong>dan</strong> jaminan ketersediaan<br />
energi, menurut saya, masih berpotensi menjadi<br />
penghambat pertumbuhan industri pada <strong>2014</strong>. Persoalan<br />
ketenagakerjaan bisa menjadi penghambat apabila penentuan<br />
upah tenaga kerja menjadi komoditas politik.<br />
Padahal, penetapan UMP <strong>2014</strong> ini sudah mengacu<br />
kepada penentuan komponen hidup layak (KHL) <strong>dan</strong><br />
mekanisme Dewan Pengupahan. Namun, saya optimistis<br />
persoalan hubungan industrial antara pengusaha <strong>dan</strong><br />
pekerja tidak akan mengganggu prospek industri <strong>2014</strong>.<br />
Hal penting lainnya untuk menjaga prospek industri<br />
<strong>2014</strong> adalah jaminan ketersediaan energi. Pada satu sisi,<br />
pemerintah belum bisa memenuhi pasokan gas untuk<br />
kebutuhan industri. Pemerintah pun juga masih berencana<br />
menaikkan tarif dasar listrik (TDL) untuk industri. Dua<br />
kebijakan ini kontraproduktif dengan upaya peme rintah<br />
menaikkan daya saing industri. Saya berharap pemerintah<br />
fokus terlebih dahulu menjamin kelancaran pasokan energi<br />
yang dibutuhkan untuk menggerakkan industri.<br />
Keempat, persiapan MEA 2015. Masyarakat Ekonomi<br />
Asean (MEA) akan diimplementasikan mulai Desember<br />
2015. Namun, kemampuan industri nasional bersaing de <br />
ngan industri sesama Asean ataupun di luar Asean, ditentukan<br />
oleh sinergi kalangan pemerintah <strong>dan</strong> daya saing.<br />
Hal ini perlu menjadi catatan semua pihak agar tidak<br />
terabaikan di tengah hiruk-pikuk tahun politik.<br />
Kegagalan penyiapan daya saing industri menghadapi<br />
MEA hanya akan menempatkan <strong>Indonesia</strong> sebagai pasar<br />
besar di Asean.<br />
Saya berharap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono<br />
pada tahun terakhir pemerintahannya dapat mengeluarkan<br />
kebijakan khusus dalam bentuk instruksi presiden untuk<br />
percepatan implementasi peningkatan daya saing industri<br />
nasional menghadapi MEA. Pemerintah juga perlu memberi<br />
perhatian khusus terhadap kesiapan UKM.<br />
Kelima, pemerintah perlu meneruskan beberapa kebijakan<br />
yang bertujuan melindungi produk nasional agar<br />
dapat memenangkan persaingan pasar dalam negeri.<br />
Kebijakan tersebut adalah terkait penggunaan produk<br />
dalam negeri (P3DN) untuk produk mebel <strong>dan</strong> rotan,<br />
serta penggunaan produk kapal PT PAL oleh Pertamina,<br />
perlu diteruskan <strong>dan</strong> diperluas untuk sektor industri<br />
lainnya.<br />
Kebijakan yang pada awalnya dimaksudkan sebagai<br />
langkah jangka pendek mengantisipasi krisis ekonomi<br />
yang menggerus pasar ekspor, dalam jangka panjang<br />
dapat menjadi salah satu instrumen pengaman pasar<br />
domestik bagi produk nasional.<br />
Saya juga berpendapat pemerintah perlu mempertimbangkan<br />
untuk memasukkan bi<strong>dan</strong>g jasa usaha distri butor<br />
mendapat perlindungan melalui daftar negatif investasi<br />
(DNI). Saat ini pemerintah belum mengatur sektor tersebut<br />
sehingga dimungkinkan masuknya modal asing hingga<br />
100%, padahal, banyak industri nasional yang sanggup<br />
untuk masuk ke dalam jenis usaha tersebut.<br />
Saya menempatkan <strong>2014</strong> adalah penentuan bagi<br />
industri nasional apakah akan mampu menjadi tuan<br />
rumah di negeri sendiri atau hanya akan menjadi pasar<br />
besar bagi produk asing, terutama menjelang penerapan<br />
MEA pada akhir 2015.<br />
Saya ingin menggarisbawahi waktu 2 tahun bukan<br />
waktu yang lama untuk mempersiapkan daya saing<br />
industri nasional. Namun, saya masih berkeyakinan kita<br />
mampu menghadapi MEA sepanjang ada komitmen<br />
nyata dari pemerintah meningkatkan daya saing <strong>dan</strong><br />
membenahi aspek krusial yang telah dipaparkan di atas.<br />
Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 47
Penghiliran Industri<br />
Pembangunan akan Menggeliat<br />
Pada 2013, perkembangan pembangunan<br />
industri hulu berbasis sumber<br />
daya alam terbarukan <strong>dan</strong> sumber<br />
daya alam tidak terbarukan<br />
memang belum terlihat.<br />
Riendy Astria & Peni Widarti<br />
redaksi@bisnis.co.id<br />
Namun, pemerintah yakin akan ba <br />
nyak proyek pembangunan industri<br />
hulu yang mulai bergerak pada<br />
<strong>2014</strong>. Belum lagi rencana investasi<br />
yang masih akan terus mengalir ke<br />
<strong>Indonesia</strong>.<br />
Penghiliran industri yang berbasis sumber daya<br />
alam, khususnya mineral <strong>dan</strong> agro memang sudah<br />
berjalan beberapa tahun belakangan ini. Namun,<br />
hasilnya belum bisa terlaksana seutuhnya sehingga<br />
pemerintah akan fokus kembali pada program<br />
penghiliran guna mempercepat peningkatan daya<br />
saing industri nasional.<br />
Hal ini terbukti dari masuknya program penghilir<br />
an industri dalam kegiatan prioritas atau target<br />
Kementerian Perindustrian <strong>2014</strong>. Menteri<br />
Perindustrian M.S. Hidayat mengatakan akan fokus<br />
pada kegiatan ketahanan pangan nasional seperti<br />
revitalisasi industri pupuk <strong>dan</strong> menjaga iklim<br />
investasi serta iklim usaha di dalam negeri.<br />
Pihaknya juga akan fokus pada kegiatan prioritas<br />
penumbuhan industri berbasis hasil tambang seperti<br />
industri besi baja, alumunium, nikel, tembaga,<br />
<strong>dan</strong> petrokimia serta penumbuhan industri berbasis<br />
hasil pertanian seperti agro industri yang difokuskan<br />
pada pengembangan industri hilir kelapa sawit,<br />
kakao, karet, <strong>dan</strong> furnitur.<br />
Ketua Asosiasi Pengusaha <strong>Indonesia</strong> (Apindo)<br />
Sofjan Wanandi mengatakan komponen impor<br />
industri masih besar. Dia berharap pada tahun<br />
depan semua kebutuhan bahan baku, komponen<br />
sampai barang jadi harus dibuat di dalam negeri.<br />
Menurutnya, pada tahun depan pengusaha tetap<br />
akan bertahan dengan modal <strong>dan</strong> rencana yang<br />
sudah dimiliki saat ini. Untuk bisa menjadi pemain<br />
industri global, sangat dibutuhkan dukungan<br />
pemerintah dari berbagai macam kebijakan.<br />
Optimistis<br />
Meski hasil program penghiliran belum terlihat<br />
secara nyata, Hidayat optimistis program ini<br />
akan berhasil ke depannya. Hal ini membuat<br />
pihaknya bersama para pemangku kepentingan terkait<br />
menjadikan program ini sebagai prioritas na <br />
sional.<br />
“Kebijakan ini perlu dilanjutkan pada pemerintahan<br />
selanjutnnya. Sebagai implementasi atas program<br />
penghiiran industri, selama ini kami telah<br />
berupaya untuk menarik investasi untuk meningkatkan<br />
nilai tambah,” tambahnya.<br />
Apindo berharap pada <strong>2014</strong>, ketika aktivitas politik<br />
akan bergulir panas tidak sampai mengganggu<br />
para pelaku bisnis yang sudah berusaha menuju<br />
pasar global terutama untuk mempersiapkan diri<br />
menghadapi pasar bebas 2015.<br />
Namun, dia khawatir Pemilu bisa menurunkan laju<br />
investasi baru ke dalam negeri. Bagi investasi yang<br />
sudah telanjur masuk sejak 2 tahun—3 tahun lalu,<br />
mereka akan tetap menyelesaikan bisnisnya untuk<br />
mencapai target pertumbuhan yang diingin kan.<br />
“Perkembangan industri <strong>2014</strong> tidak akan banyak<br />
pertumbuhannya karena orang tidak banyak<br />
investasi karena tahun pemilu,” ujar Sofyan.<br />
Untuk mengatasi beragam penghambat pertumbuhan<br />
industri, setidaknya pemerintah harus mempercepat<br />
pembangunan infrastruktur.<br />
Berbagai kalangan pengusaha sejatinya ingin<br />
menjaga momentum pertumbuhan industri dalam<br />
negeri yang terbilang cukup meningkat. Setiap<br />
pelaku usaha memiliki strategi <strong>dan</strong> target untuk<br />
mencapai keberhasilan, terutama merebut pasar<br />
ekspor.<br />
Bagi industri mebel, kekhawatiran itu terletak<br />
pada perubahan kabinet setelah Pemilu usai.<br />
Pengusaha tidak ingin jika ke depan ada perubahan<br />
kebijakan yang sudah dibuat untuk mendorong<br />
industri mebel ke pasar global.<br />
Apalagi, industri mebel kayu <strong>dan</strong> rotan saat ini<br />
gencar melakukan promosi <strong>dan</strong> penetrasi pasar<br />
serta membuat inovasi untuk mencapai target<br />
ekspor US$5 miliar pada 2018.<br />
“Namun, kalau produk yang orientasinya ekspor,<br />
sepertinya pada tahun depan tidak ada masalah,<br />
justru negara saat ini butuh devisa. Mungkin gangguan<br />
kecil yang terjadi pada <strong>2014</strong> adalah seperti<br />
upah buruh,” ujar Abdul Sobur, Sekjen Asosiasi<br />
Mebel <strong>dan</strong> Kerajinan <strong>Indonesia</strong>.<br />
Berbeda dengan industri rokok. Bagi mereka,<br />
tahun politik adalah tahun konsumtif terutama<br />
untuk produk makanan <strong>dan</strong> minuman serta rokok.<br />
Sekjen Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok<br />
<strong>Indonesia</strong> (Gappri) Hasan Aoni Aziz Us mengatakan<br />
pelaku usaha produk tembakau melihat pasar<br />
dalam negeri masih begitu besar.<br />
Apalagi, banyak perjanjian internasional yang<br />
dilakukan <strong>Indonesia</strong> dengan berbagai negara, bisa<br />
48 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>
<strong>Bisnis</strong>/Rahmatullah<br />
membuat <strong>Indonesia</strong> menjadi pasar yang menggiurkan<br />
bagi industri asing. “Saya yakin mungkin akan ada lagi<br />
konsolidasi perusahaan [hasil tembakau] seperti yang<br />
dilakukan PT Philip Morris <strong>Indonesia</strong> dengan PT HM<br />
Sampoerna,” ujarnya.<br />
Terus Tumbuh<br />
Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian<br />
Perindustrian Panggah Susanto mengatakan kinerja<br />
industri agro masih akan terus tumbuh pada tahun<br />
depan karena banyak proyek baru yang sudah mulai<br />
berproduksi.<br />
“Di sektor ini yang masih akan menjadi prioritas pada<br />
<strong>2014</strong> yaitu pernghiliran mulai dari CPO, karet, coklat,<br />
rotan <strong>dan</strong> sebagainya,” kata Panggah.<br />
Menurutnya, program penghiliran industri agro bisa<br />
dikatakan berjalan dengan baik. Hanya saja, untuk<br />
penghiliran karet masih agak terhambat atau belum terakselerasi.<br />
Panggah menjelaskan, karet bukanlah<br />
produk yang bisa berdiri sendiri sehingga harus dimixed<br />
yang karet alam ataupun kimia lainnya.<br />
Dia optimistis pertumbuhan industri agro pada <strong>2014</strong><br />
masih berada di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi<br />
atau di atas 6%. Selain didorong oleh program penghiliran,<br />
industri makanan <strong>dan</strong> minuman akan membantu<br />
menopang pertumbuhan pada <strong>2014</strong>.<br />
Kepala Ba<strong>dan</strong> Kordinasi Penanaman Modal (BKPM)<br />
Mahendra Siregar mengatakan investor masih melihat<br />
<strong>Indonesia</strong> sebagai tempat yang menguntungkan untuk<br />
berinvestasi pada tahun depan.<br />
“Ini kelihatannya program penghiliran direspons positif<br />
oleh para investor. Jadi banyak yang berinvestasi di<br />
sektor upstream [hulu],” kata Mahendra.<br />
Mahendra memprediksi investasi industri hulu masih<br />
akan berlangsung hingga beberapa tahun mendatang.<br />
“Setidaknya periode 3 tahun—4 tahun mereka akan<br />
terus komitmen untuk itu. Soalnya investasi ini strategis<br />
<strong>dan</strong> bukan investasi jangka pendek.”<br />
Dia menilai, a<strong>dan</strong>ya Pemilu <strong>2014</strong> tidak akan mengurungkan<br />
niat investor untuk berekspansi di dalam ne -<br />
geri. Pasalnya, seiring dengan berjalannya waktu, investor<br />
kian paham <strong>dan</strong> melihat <strong>Indonesia</strong> dalam perspektif<br />
yang lengkap. Investor sudah melihat <strong>Indonesia</strong> sebagai<br />
negara demokrasi yang besar dengan pasar yang juga<br />
besar.<br />
Oleh karena itu, investor melihat <strong>Indonesia</strong> sebagai<br />
negara yang semakin mapan sehingga proses pergantian<br />
pemimipin merupakan hal yang wajar <strong>dan</strong> tidak perlu<br />
dikhawatirkan.<br />
Selain itu, lanjut Mahendra, banyak investasi yang<br />
masuk ke <strong>Indonesia</strong> bukan lantaran sudah mendekati<br />
berlakunya Asean Economic Community (AEC) pada<br />
2015. “Namun, hal ini lantaran pasar <strong>Indonesia</strong> yang<br />
kuat <strong>dan</strong> berkelanjutan.”<br />
Pada <strong>2014</strong>, pemerintah juga akan terus meningkatkan<br />
daya saing industri guna menyongsong AEC pada akhir<br />
2015. Menperin Hidayat mengatakan ada beberapa langkah<br />
<strong>dan</strong> kebijakan yang bersifat lintas sektoral untuk<br />
menghadapi AEC 2015 yang akan dilakukan.<br />
Langkah-langkah tersebut a.l mengintensifkan<br />
so sialisasi AEC kepada stakeholder industri <strong>dan</strong> mengusulkan<br />
percepatan pemberlakuan safeguard <strong>dan</strong> antidumping<br />
bagi produk impor tertentu.<br />
Selain itu, menambah fasilitas laboratorium uji <strong>dan</strong><br />
meningkatkan kompetensi SDM industri, penyusunan<br />
standar kompetensi kerja nasional indonesia (SKKNI)<br />
pada masing-masing sektor industri, serta penguatan<br />
IKM <strong>dan</strong> pengembangan wirausaha baru.<br />
Setelah terus menggenjot investasi di bi<strong>dan</strong>g industri<br />
dasar, pemerintah kini menargetkan a<strong>dan</strong>ya investasi di<br />
bi<strong>dan</strong>g mesin untuk memenuhi kebutuhan industri tekstil<br />
<strong>dan</strong> sepatu. Hidayat berjanji akan terus menggenjot<br />
investasi dari hulu ke hilir.<br />
“Selama 3 tahun belakangan, pemerintah terus me -<br />
ngem bangkan industri dasar. Pada <strong>2014</strong> memang akan di -<br />
lanjutkan, tetapi harapannya juga ada yang masuk untuk<br />
industri padat karya seperti tekstil <strong>dan</strong> sepatu,” jelasnya.<br />
Pada <strong>2014</strong> Kemenperin akan melanjutkan program ini<br />
dengan kegiatan utama restrukturisasi permesinan 110<br />
perusahaan industri tekstil <strong>dan</strong> aneka, penyusunan 3<br />
SNI <strong>dan</strong> 14 rancangan SNI produk industri TPT <strong>dan</strong><br />
aneka serta fasilitasi pengembangan dua klaster industri<br />
TPT <strong>dan</strong> alas kaki.<br />
Selain itu, pada <strong>2014</strong> Kemenperin fokus melakukan<br />
perbaikan infrastruktur pendukung produksi <strong>dan</strong> distribusi,<br />
ketersediaan lahan terutama di Pulau Jawa <strong>dan</strong><br />
jaminan pasokan bahan baku <strong>dan</strong> sumber energi.<br />
Selanjutnya, penyelesaian hambatan investasi seperti<br />
divestasi pada industri pengolahan mineral, aturan terkait<br />
limbah b3, <strong>dan</strong> tata ruang, serta perjanjian kerja<br />
sama internasional untuk meningkatkan investasi.<br />
Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 49
Pasar Konstruksi<br />
Proyek Tidak Lagi Fokus di Jakarta<br />
Lembaga Riset PT BCI Asia<br />
<strong>Indonesia</strong> menyebutkan nilai pasar<br />
konstruksi nasional sektor gedung<br />
<strong>dan</strong> sipil pada <strong>2014</strong> bakal mencapai<br />
Rp493,16 triliun, naik 14,99%<br />
dibandingkan dengan realisasi 2013<br />
sebesar Rp428,85 triliun.<br />
Dimas Novita Sari<br />
dimas.novita@bisnis.co.id<br />
Nilai konstruksi tahun depan itu terdiri<br />
dari 4.550 proyek, dengan komposisi<br />
pekerjaan sipil 20%, atau 870<br />
proyek dengan nilai hampir Rp233<br />
triliun <strong>dan</strong> gedung 80%, atau 3.680<br />
proyek dengan nilai Rp260,38 triliun.<br />
Untuk pembangunan gedung, senilai Rp77,19<br />
triliun ditujukan untuk pembangunan residensial.<br />
Selanjutnya kawasan industri (Rp56,66 triliun), perkantoran<br />
(Rp41,89 triliun), mal (Rp22,77 triliun),<br />
rumah sakit (Rp6,55 triliun), sekolah (Rp6,36 triliun),<br />
<strong>dan</strong> tempat rekreasi (Rp3,13 triliun).<br />
Sementara itu, untuk sektor sipil pembangunan<br />
didominasi oleh proyek-proyek besar untuk mendukung<br />
konektivitas. Proyek tersebut di antaranya<br />
jalan tol Serpong-Balaraja, Me<strong>dan</strong>-Kuala Namu,<br />
Cisumdawu, Jembatan Riau-Bintan, Mass Rapid<br />
Transit Jakarta, <strong>dan</strong> Pelabuhan Kalibaru.<br />
Nilai konstruksi sipil <strong>2014</strong> itu, tidak termasuk<br />
proyek-proyek kecil seperti pembangunan jalan<br />
provinsi karena tidak berpengaruh signifikan.<br />
Adapun pemberi kerja pekerjaan sipil, masih<br />
didominasi oleh pemerintah <strong>dan</strong> dari pinjaman<br />
asing.<br />
Pembangunan infrastruktur nasional pada tahun<br />
depan juga akan lebih merata, tidak lagi berpusat di<br />
Jakarta. Meskipun tidak signifikan akan tetapi sejalan<br />
dengan program pemerintah pembangunan<br />
akan lebih menyebar.<br />
BCI Asia masih melihat kendala pembangunan<br />
konstruksi, lanjutnya, justru berada pada pengadaan<br />
lahan serta proses perizinan.<br />
Proyek MP3EI<br />
Kepala Ba<strong>dan</strong> Pembina Konstruksi Kementerian<br />
Pekerjaan Umum Hediyanto W. Hussaini me -<br />
nga takan 35%-40% dari nilai tersebut umumnya<br />
berupa paket pekerjaan kebinamargaan, pembangkit<br />
listrik, pelabuhan, <strong>dan</strong> bandar udara.<br />
“Semuanya itu sesuai dengan tujuan MP3EI<br />
[Masterplan Percepatan <strong>dan</strong> Perluasan<br />
Pembangunan Ekonomi <strong>Indonesia</strong>] yakni konektivitas,”<br />
katanya.<br />
Proyek-proyek tersebut merupakan infrastruktur<br />
prioritas mengingat masih a<strong>dan</strong>ya gap kebutuhan<br />
dengan ketersediaan <strong>dan</strong> daya tampung yang overload.<br />
Selain itu, peningkatan nilai pasar jasa konstruksi<br />
akan disumbang dari penyesuaian nilai proyek<br />
tahun jamak akibat kondisi kahar yang terjadi.<br />
Seperti diketahui, pada tahun ini pasar jasa konstruksi<br />
nasional diterpa kondisi kahar (force<br />
majeure) akibat pelembahan rupiah yang didahului<br />
oleh kenaikan BBM <strong>dan</strong> upah minimum regional.<br />
“Harga satuan banyak yang naik sehingga akan<br />
terjadi penyesuaian kontrak,” jelasnya.<br />
Pertumbuhan Nilai<br />
Konstruksi (Rp Triliun)<br />
223,95<br />
Rp<br />
284,17<br />
Rp<br />
428,85<br />
Rp<br />
493,16<br />
2011 2012 2013* <strong>2014</strong>*<br />
Sumber: PT BCI Asia, diolah<br />
Rp<br />
Ket: *) Perkiraan<br />
Nilai Konstruksi<br />
Berdasarkan Wilayah (Rp Triliun)<br />
Sumatra<br />
93,37<br />
Kalimantan<br />
29,64<br />
Jawa Timur<br />
30,24<br />
Jabodetabek<br />
184,96<br />
Jawa Barat<br />
67,36 Jawa Tengah-DIY<br />
22,82<br />
<strong>Indonesia</strong> Timur<br />
50,55<br />
Bali-Nusa Tenggara<br />
14,16<br />
BISNIS/M. RAUSHAN<br />
50 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>
<strong>Bisnis</strong>/Nurul Hidayat<br />
Kemudian, pemerintah masih akan menjadi pemberi<br />
proyek paling besar baik dari APBN <strong>dan</strong> APBD, diikuti<br />
oleh BUMN kemudian swasta.<br />
Hediyanto menggarisbawahi bahwa pada tahun<br />
depan pasar jasa konstruksi harus meningkatkan kompetensinya,<br />
baik secara sumber daya manusia <strong>dan</strong><br />
finansial untuk menghadapi Pasar Bebas Asean pada<br />
2015.<br />
Jangan sampai pasar jasa konstruksi nasional justru<br />
dalam keadaan lemah ketika serbuan asing masuk,<br />
mengingat <strong>Indonesia</strong> menjadi salah satu pasar buruan<br />
investor.<br />
Salah satu lini yang harus diperkuat adalah jumlah<br />
insinyur profesional yang paling tidak harus mencapai<br />
1.000-2.000 orang pada tahun depan. Saat ini, <strong>Indonesia</strong><br />
hanya memiliki 200 orang insinyur bersertifikat.<br />
Oleh karena itu, tahun depan pemerintah akan lebih<br />
agresif dalam mensosialisasikan pentingnya <strong>dan</strong> perlunya<br />
sertifikasi tersebut.<br />
Sementara itu, Ketua Gabungan Pelaksana Konstruksi<br />
Nasional <strong>Indonesia</strong> (Gapensi) Soeharsojo mengatakan<br />
proyek Rp100 miliar akan menguasai pangsa pasar jasa<br />
konstruksi hingga 80%.<br />
Jalan <strong>dan</strong> jembatan akan tetap menjadi pekerjaan<br />
infrastruktur yang paling banyak dikerjakan pada tahun<br />
depan, di samping infrastruktur besar lainnya.<br />
“Yang kecil-kecil <strong>dan</strong> dasar itu kan sudah dikerjakan<br />
di tahun-tahun kemarin, jadi sekarang tinggal yang<br />
besar-besarnya,” jelasnya.<br />
Dia mencontohkan salah satu proyek yang akan<br />
ba nyak ditangani pada tahun depan yakni jembatan<br />
dengan bentang besar 600 m-1.000 m.<br />
Dengan meningkatnya nilai pasar jasa konstruksi<br />
pada tahun depan, tentunya juga akan membuka peluang<br />
munculnya perusahaan baru jasa konstruksi.<br />
Namun, menurut Soeharsojo, saat ini pasar jasa konstruksi<br />
tidak membutuhkan peningkatan secara kuantitas,<br />
akan tetapi kualitas.<br />
Hal ini terkait dengan segera berlakunya Pasar Bebas<br />
Asean atau Asean Economic Community pada 2015<br />
yang menuntut daya saing para pelaku jasa konstruksinya.<br />
“Bagusnya itu, yang kecil jadi menengah, menengah<br />
jadi besar. Peran pengendalian dari pemerintah yang<br />
kami harapkan,” katanya.<br />
Pengendalian tersebut bisa berupa dengan pengetatan<br />
izin pendirian ba<strong>dan</strong> usaha baru <strong>dan</strong> pelatihan bagi<br />
pelaku jasa konstruksi.<br />
Apalagi, pemberlakukan UU Keinsinyuran pada tahun<br />
depan juga akan mendukung peningkatan kompetensi<br />
insinyur sehingga pembangunan di bi<strong>dan</strong>g infrastruktur<br />
akan semakin berkualitas.<br />
Artinya, tatanan terhadap sumber daya manusia khususnya<br />
insinyur infrastruktur lebih terprogram, di mana<br />
ketentuan dasar <strong>dan</strong> syarat-syarat insinyur profesional<br />
jelas tercantum.<br />
Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 51
Geliat Pariwisata<br />
Berkah MICE pada Tahun <strong>Politik</strong><br />
Situasi perekonomian dunia yang<br />
masih tidak menentu menjadi<br />
an caman tersendiri bagi kondisi pariwisata<br />
pada <strong>2014</strong>. Jumlah kunjungan<br />
wisatawan, terutama wisatawan<br />
mancanegara, bisa jadi ikut-ikutan<br />
terkoreksi.<br />
Dewi Andriani<br />
dewi.andriani@bisnis.co.id<br />
Padahal, pemerintah telah memasang<br />
target menjadi 9,5 juta kunjungan<br />
pada <strong>2014</strong>. Beruntung ada pesta<br />
demokrasi yang boleh jadi turut<br />
menyelamatkan industri pariwisata<br />
nasional tahun depan.<br />
Pesta demokrasi kerap menjadi salah satu pertimbangan<br />
bagi wisatawan mancanegara (wisman)<br />
ketika akan mengunjungi suatu negara karena gejolak<br />
politik seringkali memengaruhi tingkat keamanan<br />
di negara itu.<br />
Menilik data Kementerian Pariwisata <strong>dan</strong><br />
Ekonomi Kreatif, ketika pesta demokrasi 2009 lalu,<br />
jumlah kunjungan wisman di <strong>Indonesia</strong> hanya<br />
meningkat 1,43% dari tahun sebelumnya.<br />
Penerimaan devisa kala itu minus 14,29%.<br />
Pengeluaran wisman pun merosot dari sekitar<br />
US$1.178 menjadi US$995,93 per orang per kunjungan.<br />
Bandingkan dengan tahun-tahun sebelum<br />
atau sesudah pesta demokrasi. Rata-rata pertumbuhan<br />
jumlah kunjungan di atas 9%.<br />
Namun sepertinya, pemerintah tidak begitu khawatir<br />
dengan ancaman ini. Pemerintah tetap optimistis<br />
kunjungan wisatawan baik wisatawan mancanegara<br />
maupun wisatawan nusantara (wisnus)<br />
tetap tumbuh sesuai dengan target yang telah dipatok<br />
sebesar 9,3 juta-9,5 juta kunjungan dengan pertumbuhan<br />
8% pada tahun depan.<br />
Optimisme ini cukup beralasan. Sampai akhir<br />
September 2013, BPS mencatat telah terjadi 6,41<br />
juta kunjungan atau naik 8,8% dari periode yang<br />
sama tahun sebelumnya. Adapun, target hingga<br />
akhir tahun ini sebesar 8,5 juta kunjungan dengan<br />
target devisa US$10 miliar.<br />
Untuk wisnus, hingga triwulan I/2013—menurut<br />
data BPS terakhir—tercatat ada lebih dari 55 juta<br />
perjalanan. Wisnus menjadi kekuatan pariwisata<br />
nasional karena kontribusinya dari segi pengeluaran<br />
yang sangat signifikan terhadap perekonomian<br />
nasional.<br />
Sepanjang 2012, dengan jumlah perjalanan 245,3<br />
juta <strong>dan</strong> rata-rata pengeluaran Rp700.000 per orang,<br />
kontribusinya terhadap ekonomi nasio nal mencapai<br />
Rp171,7 triliun. Tahun ini ditargetkan 250 juta perjalanan<br />
wisnus dengan total pengeluaran Rp178,6<br />
triliun.<br />
“Faktor politik pada <strong>2014</strong> tidak akan terlalu<br />
mengganggu kunjungan wisman. Selama pesta<br />
demokrasi beberapa kali, tidak pernah terjadi chaos<br />
baik di pusat maupun daerah. Yang paling mengganggu<br />
nanti mungkin saat kampanye karena<br />
macet,” ujar Menteri Pariwisata <strong>dan</strong> Ekonomi<br />
Kreatif Mari Elka Pangestu.<br />
Industri Pariwisata di Tanah Air, menurut Mari,<br />
masih akan tumbuh positif. Geliat pariwisata ini<br />
akan ditopang oleh upaya yang digenjot pemerintah<br />
selama ini. Pemerintah secara aktif mempromosikan<br />
keindahan <strong>Indonesia</strong>, terutama 16 kawasan<br />
strategi pariwisata nasional, selain Bali.<br />
Promosi kawasan tersebut tidak hanya ditujukan<br />
untuk wisman, tetapi juga wisnus. Di tengah<br />
kondisi pasar global yang tidak menentu, akibat<br />
perlambatan ekonomi di Amerika Serikat <strong>dan</strong><br />
beberapa negara Eropa, pasar wisnus merupakan<br />
sasaran yang empuk. Apalagi, kelas menengah di<br />
<strong>Indonesia</strong> terus bertambah setiap tahunnya.<br />
Golongan ini sudah mulai menjadikan liburan se -<br />
bagai kebutuhan.<br />
Selain promosi destinasi wisata yang terus<br />
digalak kan, melemahnya mata uang rupiah terhadap<br />
dolar AS sepertinya membawa berkah tersendiri<br />
bagi pelaku wisata pada tahun ini.<br />
Harga rupiah yang kelewat murah dibandingkan<br />
dengan dolar membuat orang <strong>Indonesia</strong> yang<br />
bepergian ke luar negeri (wisatawan nasional/<br />
wisnas) cenderung mengerem rencananya.<br />
Sebagai gantinya, mereka mengalihkan kunjungan<br />
ke dalam negeri. Apalagi, kini semakin banyak<br />
destinasi wisata di Tanah Air yang tak kalah me -<br />
narik.<br />
Wisman, apalagi yang menggunakan dolar, juga<br />
ramai-ramai memanfaatkan situasi ini karena biaya<br />
yang dikeluarkan untuk berwisata ke <strong>Indonesia</strong><br />
menjadi lebih murah dibandingkan dengan sebelumnya.<br />
Arus kunjungan wisnus <strong>dan</strong> wisman ini juga<br />
didukung oleh bertambahnya rute penerbangan<br />
antardaerah. Beberapa maskapai kini mulai<br />
menyasar daerah-daerah yang selama ini belum<br />
dijamah.<br />
Garuda <strong>Indonesia</strong> misalnya akan memulai penerbangan<br />
ke sejumlah kota di <strong>Indonesia</strong> Timur pada<br />
Desember. Dukungan maskapai tersebut akan<br />
52 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>
membuat cakupan destinasi wisata di Tanah Air semakin<br />
luas, <strong>dan</strong> tidak berpihak pada daerah-daerah wisata<br />
tertentu saja.<br />
Pelaku usaha juga mulai piawai mengemas paket perjalanan<br />
yang menarik bagi para wisnus, wisnas, <strong>dan</strong><br />
wisman. “Perkembangannya pun akan signifikan seiring<br />
dengan meningkatnya pendapatan masyarakat serta berbagai<br />
promosi-promosi dari agen perjalanan,” ujar<br />
Asnawi bahar, Ketua Association of The <strong>Indonesia</strong>n<br />
Tours and Travel Agencies (Asita).<br />
Pergerakan pariwisata di Tanah Air pada tahun depan<br />
juga bisa terlihat dari survei yang dilakukan<br />
TripAdvisor, situs perjalanan dunia. Menurut situs itu,<br />
95% masyarakat <strong>Indonesia</strong> rela berhemat untuk<br />
melakukan perjalanan, lebih tinggi dari rata-rata global<br />
sebesar 88%.<br />
Perjalanan domestik <strong>dan</strong> intraregional masih menjadi<br />
prioritas utama warga <strong>Indonesia</strong>, baik jangka pendek<br />
maupun jangka panjang.<br />
Dari survei tersebut, kebanyakan responden mengaku<br />
lebih senang melakukan perjalanan dalam negeri karena<br />
biayanya yang dinilai tidak terlalu mahal (44%), memiliki<br />
keinginan untuk mengeksplorasi <strong>dan</strong> mengenal<br />
ne geri sendiri (42%), <strong>dan</strong> untuk mengunjungi keluarga<br />
(38%).<br />
Memang, bila dilihat dari sisi anggaran, wisnus akan<br />
mengurangi anggaran perjalanan mereka pada <strong>2014</strong>.<br />
Namun, jumlah perjalanan yang dilakukan lebih ba -<br />
nyak.<br />
“92% Konsumen <strong>Indonesia</strong> berencana berpergian di<br />
<strong>Indonesia</strong> dengan biaya yang lebih rendah, tetapi perjalanannya<br />
lebih banyak. Rencana liburan singkat akan<br />
naik 35% <strong>dan</strong> untuk liburan panjang naik sampai<br />
20%,” ujar Lewis Ng, Commercial Director APAC,<br />
TripAdvisor for Business.<br />
Perkembangan<br />
Kunjungan Wisman<br />
Periode 2009—<strong>2014</strong>09 <strong>2014</strong><br />
6,3<br />
6,29<br />
7<br />
7,65<br />
2009 2010 2011 2012 2013* <strong>2014</strong>*<br />
Wisman (Juta orang) Penerimaan Devisa(US$ Juta)<br />
614,3<br />
7,6<br />
771 725,3<br />
8,5<br />
646,1 700,7<br />
9,12<br />
Tahun MICE<br />
Belum lagi berkah tahun politik. Pesta demokrasi<br />
pada tahun depan diyakini ikut menggenjot meeting,<br />
incentive, conference, & exhibition (MICE), khususnya<br />
subsektor meeting <strong>dan</strong> conference.<br />
Menjelang puncak pesta demokrasi, partai-partai<br />
sibuk menggelar berbagai pertemuan dalam rangka konsolidasi<br />
internal. Untuk menarik massa, mereka juga<br />
kerap menyelenggarakan berbagai macam event.<br />
Pertemuan antarpartai untuk urusan ‘rapat barisan’ juga<br />
makin kerap dilakukan.<br />
Semua kegiatan ini praktis membutuhkan tempat atau<br />
venue. Selain menggelar di arena lapangan terbuka,<br />
tempat yang biasanya dituju adalah hotel <strong>dan</strong> convention<br />
centre.<br />
Pergerakan MICE tersebut tidak hanya terjadi di kotakota<br />
besar saja tetapi menyebar hingga ke pelosokpelosok<br />
daerah. Yang kebanjiran untung pun tak hanya<br />
hotel saja. Ruang-ruang pertemuan biasanya telah dibooking<br />
sejak jauh-jauh hari.<br />
Apalagi menjelang puncak kampanye, geliat MICE<br />
<strong>dan</strong> pergerakan wisnus akan melonjak. Industri ekonomi<br />
kreatif juga ikut-ikutan ketiban untung, salah satunya<br />
adalah seni pertunjukan.<br />
Ketua Perhimpunan Hotel <strong>dan</strong> Restoran <strong>Indonesia</strong><br />
(PHRI) Yanti Sukam<strong>dan</strong>i memperkirakan pesta<br />
demokrasi akan mendongkrak tingkat keterisian (occupancy)<br />
hotel. Rata-rata tingkat occupancy hotel pada<br />
<strong>2014</strong> diperkirakan mencapai 65%, naik signifikan<br />
dari kondisi 2013 yang hanya 5%—10%.<br />
Pertumbuhan terbesar, menurutnya, terjadi pada hotel<br />
di kota-kota besar yang dilengkapi dengan fasilitas<br />
MICE. Tak heran, kala itu hotel-hotel akan panen<br />
untung.<br />
“<strong>2014</strong> Itu tahun politik. Akan ada banyak sekali<br />
rapat-rapat para kader partai politik untuk konsolidasi.<br />
Tentu mereka akan menggunakan hotel sebagai tempat<br />
pertemuan.”<br />
Kolaborasi sejumlah upaya pemerintah <strong>dan</strong> pesta<br />
demokrasi tahun ini memang ikut membawa berkah<br />
bagi industri pariwisata.<br />
Namun, ketika pesta demokrasi ini berakhir, industri<br />
pariwisata akan kembali menghadapi masalah lainnya,<br />
mulai dari persoalan klasik seperti infratsruktur pendukung<br />
pariwisata, seperti bandara, jalan tol, <strong>dan</strong> pelabuhan<br />
laut hingga konektivitas antardaerah.<br />
Masalah ini memang seharusnya segera diselesaikan<br />
sehingga tidak menjadi PR yang berulang setiap tahunnya.<br />
Semoga! (Maria Y. Benyamin)<br />
8<br />
10<br />
9<br />
10,64<br />
*) Target optimistis<br />
9,5<br />
JumlahKunjunganWisman<br />
Periode 2013 (ribu)<br />
789,6 717,8 771 770,9<br />
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep<br />
Sumber: Pusdatin Kemenparekraf <strong>dan</strong> BPS, November 2013, diolah. BISNIS/RADITYO EKO<br />
Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 53
Jalan Tol<br />
Jelang Lepas Landas<br />
bagi Investor<br />
Progres pengadaan tanah proyek<br />
jalan tol pada <strong>2014</strong> diprediksi akan<br />
signifikan, ini karena merupakan<br />
tahun terakhir penggunaan UU<br />
Agraria sebagai acuan pengadaan<br />
lahan bagi proyek infrastruktur.<br />
Dimas Novita Sari<br />
dimas.novita@bisnis.co.id<br />
Dengan demikian, proyek yang jalan<br />
tol yang dalam proses pengadaan<br />
tanah akan berpacu dengan waktu<br />
<strong>dan</strong> terus mendorong realisasi guna<br />
mengejar target tersebut.<br />
Pasalnya, sisa tanah yang belum<br />
terbebas otomatis akan menggunakan UU No.<br />
2/2012 tengan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan<br />
untuk Kepentingan Umum dimulai pada 2015.<br />
Lambannya pembebasan tanah menjadi salah satu<br />
penyebab meningkatnya biaya investasi proyek jalan<br />
tol. Penyebab lainnya karena a<strong>dan</strong>ya eskalasi, perubahan<br />
desain, hingga kebutuhan lahan yang meluas.<br />
Sebagai gambaran, jika biaya investasi 23 proyek<br />
jalan tol yang telah diusahakan sebelum 2010 tercatat<br />
Rp74,77 triliun, namun kini nilainya membengkak<br />
44,75%, menjadi Rp108,23 triliun.<br />
Namun, berdasarkan UU baru tersebut, proses<br />
pengadaan tanah akan berbeda dari yang sekarang<br />
diaplikasikan. Persetujuan pengadaan proyek<br />
<strong>Bisnis</strong>/Yayus Yuswoprihanto<br />
melalui musyawarah<br />
dengan masyarakat<br />
setempat<br />
dilakukan di tahap<br />
awal untuk kemudian<br />
baru diterbitkan<br />
surat persetujuan<br />
penetapan lokasi<br />
pembangunan<br />
(SP2LP), sehingga<br />
dalam prosesnya<br />
tidak lagi terganjal<br />
masalah penolakan<br />
dari warga.<br />
Jika proyek yang<br />
sudah berjalan<br />
menggunakan UU<br />
baru tersebut, maka<br />
proses pengadaan<br />
sisa tanah harus mengikuti aturan main baru <strong>dan</strong><br />
meng ulang tahapan yang sebenarnya sudah dilakukan.<br />
Selain mekanisme yang kian pasti, biaya pengadaan<br />
lahan tersebut pun akan ditanggung oleh<br />
pemerintah melalui unit khusus Ba<strong>dan</strong><br />
Pertanahan Nasional (BPN) yakni Deputi<br />
Pengadaan Tanah, sehingga ba<strong>dan</strong> usaha jalan tol<br />
(BUJT) tidak perlu lagi menanggung biaya operasional<br />
pelaksanaan.<br />
Yang paling penting ialah BUJT tidak lagi<br />
menalangi <strong>dan</strong>a land capping <strong>dan</strong> mengajukan permohonan<br />
<strong>dan</strong>a bantuan layanan umum (BLU).<br />
Namun, pemerintah menggarisbawahi penggunaan<br />
uang negara dalam pengadaan lahan tersebut<br />
pada proyek jalan tol yang sudah berjalan. Jika<br />
dalam perjanjian pengusahaan jalan tol disebutkan<br />
kewajiban pengadaan lahan merupakan miliki<br />
BUJT, maka perusahaan harus tetap menggelontorkan<br />
<strong>dan</strong>anya.<br />
Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian<br />
Pekerjaan Umum Djoko Murdjanto menyampaikan<br />
perbedaan aturan main dalam pengadaan tanah di<br />
jalan tol tersebutlah yang menyebabkan pemerintah<br />
tidak segera mengaplikasikannya di proyek yang<br />
se<strong>dan</strong>g berjalan.<br />
“Prosesnya berbeda, harus diulang <strong>dan</strong> dibalik.<br />
Itu butuh waktu banyak makanya kami kasih<br />
waktu sampai <strong>2014</strong>,” katanya.<br />
Apalagi, proyek jalan tol yang se<strong>dan</strong>g dalam<br />
pembebasan tanah saat ini merupakan proyek yang<br />
telah lama berjalan sehingga tahun depan merupakan<br />
tahun panen pembayaran ganti rugi dari<br />
<strong>dan</strong>a land capping.<br />
Kementerian Pekerjaan Umum akan mengajukan<br />
<strong>dan</strong>a land capping <strong>2014</strong> sebesar Rp2 triliun, sejalan<br />
54 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>
Kenaikan Biaya Investasi di 23 Proyek Jalan Tol<br />
Ruas Investasi Sesuai FIRR Awal Investasi* FIRR* Dukungan Pemerintah<br />
BPJT (Rp Triliun) (%) (Rp Triliun) (%)<br />
Cikampek-Palimanan 5,9 17,86 12,56 17,86 --<br />
Pejagan-Pemalang 3,2 18,64 5,50 17,20 LC Rp106 miliar<br />
Pemalang-Batang 2,29 18,13 4,07 17,93 --<br />
Batang-Semarang 3,64 17,64 4,20 17,26 LC Rp61,97 miliar<br />
Semarang-Solo 6,13 15,94 6,20 16 LC Rp533,213 miliar<br />
Solo-Mantingan-Ngawi 4,27 17,4 5,13 17,39 Pengadaan tanah 90,10 km & konstruksi 20,90 km<br />
Ngawi-kertosono 3,18 17,5 3,82 17,81 Pengadaan Tanah 87,02 km & konstruksi 37,50 km<br />
Kertosono-Mojokerto 2,21 17,8 3,48 17,8% LC Rp97,266 miliar<br />
Surabaya-Mojokerto 2,95 17,12 3,22 17 LC Rp598,04 miliar<br />
Cengkareng-Batuceper-Kunciran 2,54 14,91 3,50 15,9 --<br />
Kunciran-Serpong 2,03 15,8 2,62 16 --<br />
Serpong-Cinere 1,82 17,2 2,22 17,48 --<br />
Cinere-Jagorawi 1,96 17,32 2,88 17,12 LC Rp529,13 miliar<br />
Cimanggis-Cibitung 3,13 16,77 4,52 17,31 --<br />
Cibitung-Cilincing 2,72 18,79 4,22 17,96 --<br />
Depok Antasari 2,49 15,91 2,99 16,75 LC Rp1.831<br />
Becakayu 6,18 17,57 7,23 16,79 --<br />
Bogor Outer Ring Road 0,7 17,76 0,983 15,05 LC Rp111,93 miliar<br />
Ciawi-Sukabumi 4,92 18,3 7,77 17 LC Rp73,45 miliar<br />
Gempol-Pandaan 0,82 19,19 1,17 17,02 --<br />
Gempol-Pasuruan 1,8 17,9 2,76 16,38 LC Rp324,027 miliar<br />
Pasuruan-Probolinggo 3,31 14,4 2,99 15,81 --<br />
Waru (Aloha)-Wonokromo-Tanjung Perak 6,49 17,57 11,11 16,75 -<br />
Sumber: Ba<strong>dan</strong> Pengatur Jalan Tol Ket: *) Penyesuaian LC= land capping FIRR= financial internal rate of return<br />
BISNIS/M. RAUSHAN<br />
dengan semakin tingginya kebutuhan <strong>dan</strong>a dukung an<br />
pemerintah tersebut di sejumlah ruas jalan bebas hambatan.<br />
Beberapa ruas tersebut di antaranya Surabaya-<br />
Mojokerto, Pejagan-Pemalang, Gempol-Pasuruan, Cinere-<br />
Jagorawi, JORR W2, Depok-Antasari, Cinere-Jagorawi,<br />
<strong>dan</strong> Cibitung-Cilincing.<br />
Selain terus memacu pembebasan tanah dengan peraturan<br />
lama, Kementerian PU <strong>dan</strong> BPN akan terus<br />
menyusun petunjuk teknis untuk mengaplikasikan<br />
beleid pembebasan tanah yang baru, khususnya bagi<br />
proyek yang se<strong>dan</strong>g berjalan.<br />
Untuk tahun depan, satu-satunya jalan tol yang bisa<br />
menggunakan UU No. 2/2012 hanyalah ruas Bakahueni-<br />
Terbanggi Besar di Lampung karena proyek ini merupakan<br />
gagasan baru dalam megaproyek trans-Sumatra.<br />
Namun, kepastian proyek tersebut masih bergantung<br />
pada Perpres penugasan PT Hutama Karya sebagai<br />
BUMN jalan tol.<br />
Semakin Besar<br />
Hal senada disampaikan oleh Ketua Asosiasi Tol<br />
<strong>Indonesia</strong> (ATI) Fatchur Rochman.<br />
Menurutnya pada <strong>2014</strong>, kebutuhan BUJT akan <strong>dan</strong>a<br />
land capping semakin besar <strong>dan</strong> diperlukan komitmen<br />
dari pemerintah untuk menyalurkannya secara berkesinambungan.<br />
Pasalnya, selama ini distribusi uang dukungan tersebut<br />
cenderung lamban <strong>dan</strong> membuat cash flow BUJT<br />
menjadi terganggu karena ekuitas yang terus terpakai<br />
untuk menalangi kebutuhan pembebasan tanah.<br />
Namun, secara proses <strong>dan</strong> tahapan, pengadaan lahan<br />
pada tahun depan dinilai akan berjalan datar <strong>dan</strong> sama<br />
saja, karena tidak a<strong>dan</strong>ya perubahaan secara regulasi<br />
dalam implementasinya.<br />
Kendati progres tanah tidak akan maksimal, namun<br />
penyelesaian proyek jalan tol pada tahun depan lebih<br />
banyak dibandingkan dengan tahun ini. Meskipun,<br />
semuanya merupakan proyek yang ditargetkan selesai<br />
pada 2013.<br />
Keempat jalan tol tersebut yakni Jakarta Outer Ring<br />
Road (JORR) W2, Bogor Outer Ring Road (BORR),<br />
Ungaran-Bawen, <strong>dan</strong> Gempol-Pandaan.<br />
Umumnya, mundurnya penyelesaian proyek-proyek<br />
itu disebabkan oleh masalah pembebasan tanah.<br />
Sementara itu, Ba<strong>dan</strong> Pengatur Jalan Tol (BPJT) mencatat<br />
tiga proyek jalan tol yang akan dilepas pada tahun<br />
depan yakni Cileunyi-Sume<strong>dan</strong>g-Dawuan, Me<strong>dan</strong>-Binjai,<br />
<strong>dan</strong> Manado-Bitung.<br />
Kepala BPJT Achmad Gani Ghazaly mengatakan ketiganya<br />
siap tender pada tahun depan menyusul kesiapan<br />
secara tanah maupun dukungan pemerintah guna<br />
meningkatkan nilai finansial jalan tol tersebut melalui<br />
dukungan konstruksi.<br />
Selain itu, Gani menyampaikan masih ada beberapa<br />
jalan tol yang siap untuk dimulai pada tahun depan<br />
yakni empat ruas prioritas trans-Sumatra yakni<br />
Bakauheni-Terbanggi Besar, Palembang-Indralaya, <strong>dan</strong><br />
Pekanbaru-Kandis-Dumai. “Tapi itu bergantung sama<br />
perpresnya. Tinggal kita tunggu saja,” ujarnya. (Zufrizal)<br />
Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 55
Subsidi Energi<br />
Masih Perlukah Subsidi BBM<br />
Sejumlah rencana dipaparkan pemerintah<br />
untuk menekan konsumsi<br />
bahan bakar minyak (BBM).<br />
Tujuannya, penyehatan anggaran<br />
pendapatan <strong>dan</strong> belanja negara<br />
(APBN) dengan menekan anggaran<br />
subsidi yang terus membengkak.<br />
Lili Sunardi<br />
lili.sunardi@bisnis.co.id<br />
Opsi yang dipilih adalah pembatasan<br />
konsumsi selain menggenjot penggunaan<br />
bahan bakar nabati atau biofuel.<br />
Campuran ditargetkan bisa<br />
mencapai 10%.<br />
Pemerintah memulai pembatasan<br />
konsumsi BBM dengan cara meningkatkan kadar<br />
campuran bahan bakar nabati (BBN) untuk biodiesel<br />
menjadi 10% pada September 2013. Dengan<br />
cara itu, pemerintah berharap dapat menekan penggunaan<br />
BBM yang sebagian besar volumenya masih<br />
impor.<br />
Dengan melimpahnya minyak sawit mentah atau<br />
crude palm oil (CPO) di dalam negeri, pemerintah<br />
optimistis bisa mengoptimalkan BBN hingga 25%<br />
pada 2025. Bahkan, dalam Permen ESDM No.<br />
25/2013 diamanatkan penggunaan BBN untuk<br />
pembangkit harus mencapai 30% pada 2025.<br />
Sejumlah kalangan pun menyatakan siap melaksanakan<br />
mandatori yang dikeluarkan untuk memperbaiki<br />
neraca perdagangan itu. PT Pertamina<br />
(Persero) sebagai penyalur terbesar BBM bersubsidi<br />
pun bersedia menggunakan fasilitas penyimpanan<br />
BBM miliknya sebagai tempat untuk mencampur<br />
BBN dengan solar.<br />
Chrisna Damayanto, Direktur Pengolahan<br />
Pertamina, sempat mengatakan akan menggunakan<br />
fasilitas yang dimilikinya. Dengan begitu, perseroan<br />
tidak perlu mengeluarkan investasi tambahan<br />
untuk melakukan pengolahan itu.<br />
Untuk memenuhi kebutuhan fatty acid methyl<br />
ester (FAME) sebagai bahan pencampur BBN di<br />
<strong>2014</strong> <strong>dan</strong> 2015, Pertamina melakukan lelang 6,6<br />
juta kiloliter FAME. Dengan pemanfaatan BBN itu,<br />
diharapkan akan terjadi penghematan hingga<br />
US$2,6 miliar per tahun.<br />
Sayangnya, mandatori itu pun tidak berjalan lancar,<br />
karena pada Januari-Oktober 2013 penyerapan<br />
BBN baru mencapai 716.697 kiloliter (kl), atau<br />
hanya 67,43% dari target 1,2 juta kl.<br />
Selain meningkatkan penggunaan BBN, pemerintah<br />
juga terus berupaya membatasi penggunaan<br />
BBM, agar subsidi yang dikeluarkan tepat sasaran.<br />
Selain mengeluarkan Permen ESDM No. 1/2013<br />
tentang Pengendalian Penggunaan Bahan Bakar<br />
Minyak yang melarang kendaraan dinas, kendaraan<br />
angkutan pertambangan <strong>dan</strong> perkebunan menggunakan<br />
BBM bersubsidi, pemerintah juga berupaya<br />
mengendalikan konsumsi dengan menggunakan<br />
teknologi informasi.<br />
Penggunaan teknologi informasi itu pun dilaksanakan<br />
Pertamina dengan proyek radio frequency<br />
identification (RFId). Sayangnya, proyek yang dikerjakan<br />
PT Industri Telekomunikasi <strong>Indonesia</strong><br />
(Persero) tidak berjalan mulus sesuai dengan rencana.<br />
Pemasangan RFId yang dijadwalkan dilaksanakan<br />
pada Juli 2013, harus molor hingga November<br />
2013 karena persoalan investasi <strong>dan</strong> keandalan teknologi.<br />
PT Inti meminta koreksi terhadap nilai proyek<br />
yang telah disepakati. Alasannya, perubahan<br />
nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat,<br />
membuat sejumlah asumsi dalam proyek itu<br />
berubah.<br />
Tidak hanya itu, Pertamina juga masih terus<br />
meminta perseroan memperbaiki keandalan sistem<br />
yang akan mengkoneksikan seluruh stasiun pengisian<br />
bahan bakar umum (SPBU) di <strong>Indonesia</strong>.<br />
BUMN migas itu juga terus memaksa PT Inti segera<br />
menyelesaikan proyek itu sesuai jadwal yang ditentukan,<br />
yakni dapat dioperasikan secara nasional<br />
pada Juli <strong>2014</strong>.<br />
Mengantisipasi keterlambatan RFId, pemerintah<br />
pun mewacanakan pembelian BBM bersubsidi nontunai.<br />
Dalam rencana itu, setiap masyarakat yang<br />
ingin membeli BBM bersubsidi harus menggunakan<br />
kartu sebagai alat pembayarannya.<br />
Sebagai tahap awal, masyarakat bisa menggunakan<br />
kartu debit yang dimilikinya, atau menggunakan<br />
kartu khusus yang memiliki deposit dengan nilai<br />
yang telah ditentukan. Dengan begitu, pemerintah<br />
berharap bisa mencatat dengan pasti berapa<br />
besar transaksi penjualan BBM bersubsidi di<br />
masyarakat.<br />
Secara teknis, program tersebut memang lebih<br />
mudah untuk dilaksanakan, karena tidak perlu<br />
membangun infrastruktur teknologi baru. Wakil<br />
Menteri ESDM Susilo Siswoutomo mengatakan<br />
pemerintah tidak perlu mengeluarkan investasi<br />
tambahan untuk program itu.<br />
“Kami dapat menggandeng perbankan nasional<br />
untuk menyediakan kartu <strong>dan</strong> alat pembaca yang<br />
dipasang di SPBU. Saat ini kan juga sudah ada<br />
56 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>
<strong>Bisnis</strong>/Rahmatullah<br />
teknologi pembelian dengan kartu debit <strong>dan</strong> uang elektronik,”<br />
katanya.<br />
Pengendalian Tak Efektif<br />
Komaidi Notonegoro, pengamat energi dari<br />
ReforMiner mengatakan penyelewengan penggunaan<br />
BBM bersubsidi akan terus terjadi selama disparitas<br />
harga BBM nonsubsidi dengan BBM bersubsidi masih<br />
tinggi.<br />
Salah satu cara untuk menekan konsumsi <strong>dan</strong> subsidi<br />
pada BBM menurutnya adalah dengan menaikkan harganya<br />
agar mendekati harga keekonomian. Dengan<br />
selisih harga yang tidak terlalu jauh, maka akan membuat<br />
pelaku penyelewengan BBM bersubsidi berpikir<br />
ulang keekonomian dari tindakannya.<br />
Itu pun diamini oleh Menteri ESDM Jero Wacik yang<br />
mengatakan masyarakat baru mau menghemat konsumsi<br />
BBM setelah pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi<br />
menjadi Rp6.500 per liter untuk premium <strong>dan</strong><br />
Rp5.500 per liter untuk solar.<br />
Faktanya, kenaikkan harga BBM bersubsidi yang<br />
dilakukan pada 22 Juni 2013 memang berhasil menurunkan<br />
konsumsi BBM bersubsidi. Pada kuartal 3-2013<br />
untuk pertama kalinya konsumsi BBM bersubsidi di<br />
bawah target.<br />
Penyaluran BBM bersubsidi pada periode Januari-<br />
September 2013 hanya mencapai 34,4 juta kl, atau sekitar<br />
70,8% dari total kuota BBM bersubsidi 2013 yang<br />
sebesar 48 juta kl. Penyaluran BBM bersubsidi itu diikuti<br />
dengan realisasi belanja subsidi BBM yang mencapai<br />
Rp143,1 triliun, atau 71,6% dari total pagu yang mencapai<br />
Rp199,99 triliun untuk 2013.<br />
Tingginya subsidi untuk BBM ini juga yang menurut<br />
Christof Ruhl, Chieft Economist of British Petroleum,<br />
mengakibatkan konsumsi melebihi produksi di sebuah<br />
negara. Akibatnya, negara tersebut harus mengimpor<br />
minyak mentah untuk memenuhi kebutuhan di dalam<br />
negeri.<br />
Dia mencontohkan Argentina yang saat ini menjadi<br />
negara pengimpor minyak memiliki masalah yang sama<br />
dengan <strong>Indonesia</strong>. Tingginya konsumsi BBM, mengharuskan<br />
negara itu melepas status sebagai pengekspor<br />
minyak.<br />
<strong>Indonesia</strong> pun saat ini masuk ke dalam salah satu<br />
negara yang paling besar mengeluarkan subsidi untuk<br />
BBM, selain Iran, Arab Saudi, Rusia, India, Venezuela,<br />
Mesir, Irak, <strong>dan</strong> Uni Emirat Arab.<br />
<strong>Indonesia</strong> telah menyepakati subsidi BBM pada <strong>2014</strong><br />
senilai Rp210,7 triliun, kuota BBM seba nyak 48 juta kiloliter.<br />
Berdasarkan kesepakatan antara DPR dengan<br />
pemerintah, jumlah volume BBM bersubsidi jenis premium<br />
ditetapkan 32,46 juta kiloliter, minyak tanah 900.000<br />
kiloliter, <strong>dan</strong> solar 14,6 juta kiloliter.<br />
Ruhl juga mengingatkan bahwa subsidi dapat mengakibatkan<br />
tidak berkembangnya energi alternatif, karena<br />
kalah kompetitif dengan BBM.<br />
Pada <strong>2014</strong>, Kementerian ESDM mengalokasikan anggar<br />
an Rp2,1 triliun untuk program konversi BBG. Dana<br />
tersebut masuk dalam rencana kerja <strong>dan</strong> anggaran<br />
kementerian lembaga (RKAKL) di rancangan APBN <strong>2014</strong><br />
yang masih menunggu persetujuan DPR.<br />
Anggaran itu akan digunakan untuk men<strong>dan</strong>ai proyek<br />
BBG di sejumlah kota, seperti di Jabodetabek yang akan<br />
dibangun 8SPBG <strong>dan</strong> jaringan pipa sepanjang 165 kilometer.<br />
Kemudian di Semarang, akan dibangun 1 paket<br />
jaringan pipa gas, di Batam akan dibangun 4SPBG, 3<br />
mobile storage, <strong>dan</strong> 1 paket jaringan pipa.<br />
Selain itu, <strong>dan</strong>a dari anggaran itu juga dipakai untuk<br />
penyediaan paket per<strong>dan</strong>a liquefied petroleum gas (LPG)<br />
3 kilogram sebanyak 592.370 paket.<br />
Akan tetapi, nampaknya pelaksanaan konversi ini<br />
sendiri masih sangat sulit untuk berjalan dengan lancar<br />
ka rena mahalnya investasi yang harus dikeluarkan<br />
un tuk menggunakan alat konversi.<br />
Pemerintah pun harus dihadapkan dengan pilihan<br />
untuk terus memberikan subsidi, atau justru memindahkan<br />
subsidi ke sumber energi lain, seperti gas <strong>dan</strong><br />
energi terbarukan lainnya.<br />
Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 57
Sektor Pertambangan<br />
Menanti Konsistensi Melalui Penghiliran<br />
Pada 2013, pelaku usaha sektor pertambangan<br />
sempat mengalami kerugian<br />
akibat anjloknya harga komoditas.<br />
Pada tahun lalu, pelaku usaha<br />
berlomba-lomba menggenjot produksi<br />
yang menyebabkan pasar banjir,<br />
selain ekonomi global yang lagi<br />
melesu, yang berimplikasi terhadap<br />
harga produk tambang.<br />
Inda Marlina<br />
redaksi@bisnis.co.id<br />
Berbagai upaya dilakukan pelaku industri<br />
pertambangan untuk segera memulihkan<br />
kondisi bisnis di sektor tersebut<br />
selama tahun lalu. Efisiensi merupakan<br />
salah satu upaya untuk menstabilkan<br />
roda perusahaan.<br />
Di sektor pertambangan batu bara misalnya,<br />
me reka mengurangi kerja alat tambang. Bahkan<br />
ada yang sampai menjual alat tambangnya—excavator,<br />
<strong>dan</strong> dumb truck. Akibat lanjutan dari kondisi<br />
itu, bisnis sewa menyewa alat tambang juga menjadi<br />
lesu.<br />
Lain lagi yang dilakukan oleh Newmont Nusa<br />
Tenggara. Akibat lesunya harga tembaga <strong>dan</strong> emas,<br />
perusahaan asal Denver, Amerika Serikat melakukan<br />
empat langkah agar roda perusahaan bisa berjalan<br />
efektif <strong>dan</strong> efisien.<br />
“Ada empat langkah yang kami [Newmont] lakukan<br />
agar roda organisasi bisa berjalan lebih efektif<br />
<strong>dan</strong> efisien. Dengan langkah itu, kami mentargetkan<br />
bisa menekan biaya sebesar 30% sehingga<br />
gerak perusahaan akan lebih baik lagi pada <strong>2014</strong>,”<br />
ujar Presdir Newmont Martiono Hadianto kepada<br />
<strong>Bisnis</strong>, dalam satu kesempataan pertengahan<br />
Oktober 2013.<br />
Keempat langkah itu, pertama, melakukan evalua<br />
si terhadap semua kontrak. Kedua, evaluasi terhadap<br />
keberadaan tenaga kerja asing. Ketiga,<br />
melakukan perampingan organisasi terutama<br />
organisasi pendukung sehingga bisa menekan overheadcost,<br />
<strong>dan</strong> terakhir meluncurkan program sustainable<br />
work force program (SWP)—program pensiun<br />
dini secara sukarela.<br />
Newmont Nusa Tenggara saat ini memiliki karyawan<br />
sebanyak 4.000 orang. Bila mengacu kepada<br />
kondisi pada 2009 dengan jumlah karyawan yang<br />
mencapai 1.200 orang, Martiono menjelaskan gerak<br />
organisasi perusahaan sangat lincah dengan tingkat<br />
pertumbuhan sebesar 15%.<br />
“Kami sangat optimistis iklim usaha mendekati<br />
penghujung 2013 akan membaik <strong>dan</strong> diharapkan<br />
bisa terus berlangsung hingga <strong>2014</strong>. Kami optimistis<br />
harga komoditas lebih membaik lagi pada<br />
<strong>2014</strong>.”<br />
Bisa jadi langkah yang sama juga dilakukan oleh<br />
perusahaan tambang mineral lainnya. Begitu juga<br />
dengan sektor batu bara. Sebagai produsen utama<br />
batu bara dunia, bahkan Asosiasi Pengusaha Batu<br />
Bara <strong>Indonesia</strong> (APBI) berencana mengadakan pertemuan<br />
antar produsen produk tambang itu dari<br />
sejumlah negara seperti China, Australia.<br />
Tujuannya jelas, meredam anjloknya harga <strong>dan</strong><br />
menyeimbangkan kembali permintaan komoditas<br />
tersebut.<br />
Ketua APBI Bob Kaman<strong>dan</strong>u mengakui harga<br />
batu bara belum pulih seperti awal 2013 yang pernah<br />
mencapai US$87,55 per ton. Harga komoditas<br />
itu masih di kisaran US$76-US$78 per ton. “Kami<br />
berencana menyamakan persepsi antara para produsen<br />
berkaitan dengan produksi <strong>dan</strong> kualitas batu<br />
bara melalui Global Coal Summit,” ujarnya.<br />
Berkaitan dengan strategi yang harus dilakukan<br />
industri pada <strong>2014</strong>, Direktur Eksekutif <strong>Indonesia</strong><br />
Mining Association (IMA) Syahrir A.B mengatakan<br />
pelaku kini menanti langkah pemerintah<br />
berkaitan dengan implementasi UU No. 4/2009.<br />
Regulasi itu menyebutkan implementasi UU itu<br />
sudah harus mulai berlaku 5 tahun setelah UU<br />
ke luar pada 2009.<br />
“Kami menilai kebijakan yang dirangkum dalam<br />
UU tersebut masih banyak mengalami tambal<br />
sulam, terutama pada program hilirisasi mineral.<br />
Masih banyak smelter yang belum terbangun,<br />
pemerintah sebaiknya tetap mengizinkan ekspor,<br />
tetapi dengan pola kuota,” katanya.<br />
Syahrir menjelaskan program hilirisasi akan<br />
menjadi fokus baik pengusaha <strong>dan</strong> pemerintah.<br />
Namun, asosiasi menyoroti program tersebut agar<br />
tahun depan lebih memperhatikan dua garis<br />
besar.<br />
Pertama, ketegasan <strong>dan</strong> kejelasan payung<br />
hukum. Persiapan pembangunan smelter yang<br />
berkelanjutan membutuhkan beleid yang jelas<br />
sehingga tidak terlalu banyak revisi. Kedua, menilai<br />
perusahaan yang memang serius membangun<br />
smelter.<br />
Penilaian tersebut dilihat dari kelayakan usaha<br />
setelah smelter terbangun, teknologi yang menunjang,<br />
transparansi pembiayaan, <strong>dan</strong> pasokan bijih<br />
yang jelas. Dari perkembangan pembangunan<br />
smelter, asosiasi itu menilai kedua pihak harus<br />
melihat waktu penyelesaian smelter per komoditas.<br />
58 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>
<strong>Bisnis</strong>/Andry T. Kurniady<br />
“Dalam membangun smelter, yang dibutuhkan<br />
sebenarnya ada dua, ca<strong>dan</strong>gan bijih mineral <strong>dan</strong> infrastruktur,”<br />
imbuh Syahrir.<br />
Ba<strong>dan</strong> Geologi Kementerian Energi <strong>dan</strong> Sumber Daya<br />
Mineral mencatat ca<strong>dan</strong>gan mineral terkira pada 2012<br />
sebanyak 1,2 miliar. Pada tahun yang sama, pemerintah<br />
juga mencatat ca<strong>dan</strong>gan terbukti sebanyak 3,3 miliar.<br />
Asosiasi tersebut juga memperkirakan pada <strong>2014</strong><br />
peng usaha <strong>dan</strong> pemerintah akan sama-sama merevisi<br />
ulang berkaitan dengan program penghiliran dengan<br />
melihat kesiapan per komoditas “Kami menyarankan<br />
agar payung hukum pengaturan ekspor <strong>dan</strong> a<strong>dan</strong>ya<br />
batasan kuota sebaiknya sudah dipersiapkan.”<br />
Persoalan pembatasan produksi <strong>dan</strong> ekspor juga<br />
di sampaikan oleh Ketua APBI Bob Kaman<strong>dan</strong>u.<br />
Menurutnya, solusi terbaik untuk mengembalikan harga<br />
batu bara adalah pembatasan produksi <strong>dan</strong> ekspor.<br />
Pembatasan tersebut sebaiknya juga melihat dari rencana<br />
kerja anggaran belanja <strong>2014</strong>.<br />
APBI menilai pemerintah sebaiknya tidak melakukan<br />
relaksasi ekspor untu pertambangan batu bara karena<br />
dapat menyebabkan jatuhnya harga komoditas tersebut<br />
lebih rendah lagi. “Jika pemerintah mengurangi produksi<br />
<strong>dan</strong> ekspor <strong>2014</strong>, kami [asosiasi] akan sepakat karena<br />
hal ini solusi untuk mengembalikan harga,” kata Bob.<br />
Pembatasan produksi <strong>dan</strong> ekspor ini berfungsi untuk<br />
menyeimbangkan serapan dalam negeri yang masih<br />
sedikit. Keterbatasan pasar di dalam negeri <strong>dan</strong> tidak ada<br />
batasan mendorong pengusaha lebih memilih ekspor.<br />
Dengan mencermati menurunnya harga batu bara,<br />
asosiasi tersebut mengharapkan agar royalti batu bara<br />
tidak dinaikkan sebelum harga mulai membaik. Artinya<br />
kenaikkan royalti bisa tetap diberlakukan, namun de -<br />
ngan syarat ketika sudah kembali membaik.<br />
Adalah sah-sah saja permintaan pengusaha. Tujuan<br />
satu, bagaimana mereka tetap untung, jangan sampai<br />
buntung. Masalah royalti memang salah satu poin<br />
bahasan dari renegosiasi yang dilakukan pemerintah<br />
<strong>dan</strong> pelaku usaha pertambangan, termasuk izin usaha<br />
berstatus PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan<br />
Pertambangan Batubara) <strong>dan</strong> KK (Kontrak Karya).<br />
Menurut Wakil Ketua IMA Clayton Allen Wenas, satu<br />
pekerjaan rumah pemerintah yang lain adalah renegosiasi<br />
dengan pemilik KK <strong>dan</strong> PKP2B. Dan poin utama<br />
yang mengganjal renegosiasi soal pembahasan pembagian<br />
divestasi.<br />
Dia menyatakan pembagian divestasi sebaiknya melihat<br />
aspek risiko <strong>dan</strong> lokasi pertambangan. Jika pembagian<br />
seluruh komoditas tambang disamaratakan, kata<br />
Clayton, maka diperkirakan investor diperkirakan enggan<br />
untuk menanamkan sahamnya di <strong>Indonesia</strong>.<br />
“Kemungkinan kalau perusahaan yang masih ba<strong>dan</strong><br />
usaha milik negara mereka akan pikir-pikir, mungkin<br />
kalau perusahaan swasta, mereka bisa nekat,”<br />
ujarnya.<br />
Dari sisi pengusaha batu bara, Bob menilai renegosiasi<br />
masih sulit untuk dilakukan. Dia menilai sebaiknya<br />
pemangku kepentingan menyelesaikan kontrak dari KK<br />
<strong>dan</strong> PKP2B terlebih dahulu “Penyelesaian renegosiasi<br />
agak berat, seharusnya dihormati dulu sesuai dengan<br />
masa kontrak [KK <strong>dan</strong> PKP2B]” katanya.<br />
Analis PT Megagrowth Futures Wahyu Laksono<br />
menga takan pada <strong>2014</strong> harga komoditas mineral akan<br />
mulai membaik karena dipengaruhi oleh beberapa faktor<br />
a.l mulai membaiknya ekonomi di Eropa <strong>dan</strong><br />
China.<br />
Salah satu komoditas yang berpengaruh dalam penentuan<br />
harga adalah timah <strong>dan</strong> nikel. Hal ini karena a<strong>dan</strong>ya<br />
pertumbuhan negara-negara seperti China <strong>dan</strong> negara<br />
berkembang lain. Oleh karena itu, permintaan timah<br />
<strong>dan</strong> nikel diperkirakan meningkat.<br />
Wahyu menilai saat ini <strong>Indonesia</strong> masih lemah dalam<br />
kebijakan kedaulatan energi. Dengan kondisi ini, dia<br />
menyatakan investor akan ragu-ragu untuk masuk ke<br />
pasar <strong>Indonesia</strong>, khusus untuk sektor energi, jika mereka<br />
tidak kuat <strong>dan</strong> berani ambil risiko.<br />
Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 59
Swasembada Pangan<br />
Taufiqur Rahman & Ana Noviani<br />
redaksi@bisnis.co.id<br />
Sejauh ini, sepertinya swasembada pangan<br />
hanya akan tercapai untuk beberapa ko <br />
moditas tertentu saja yaitu beras, ja gung<br />
<strong>dan</strong> gula, jika dihitung kebutuhan konsumsinya<br />
saja. Sementara itu, untuk ke <br />
delai <strong>dan</strong> daging<br />
sapi, peluang itu sangat kecil.<br />
Sebagai catatan, di awal periodenya,<br />
pemerintah telah mencanangkan<br />
pencapaian swasembada<br />
pangan akan tercapai Penyerapan Tenaga Kerja<br />
pada <strong>2014</strong>. Swasembada yang<br />
dimaksud adalah swasembada<br />
di lima komoditas pangan,<br />
yaitu beras, kedelai, jagung,<br />
daging sapi <strong>dan</strong> gula.<br />
Untuk mencapai tujuan<br />
Target produksi <strong>2014</strong><br />
Padi<br />
Jagung<br />
Kedelai<br />
tersebut, pemerintah telah<br />
menerapkan roadmap swasembada<br />
Gula : 3,1 juta ton<br />
hingga <strong>2014</strong> mendatang.<br />
Sumber: BPS,Kementan<br />
Dalam roadmap awal tersebut<br />
ditargetkan <strong>Indonesia</strong> akan swasembada lima kebutuhan<br />
pangan utama pada <strong>2014</strong>. Swasembada dicipta<br />
dengan produksi padi sebanyak 71 juta ton (direvisi<br />
menjadi 67,8 juta ton), jagung 26 juta ton pipilan<br />
kering, kedelai 2,7 juta ton, <strong>dan</strong> daging<br />
sapi 575.000 ton <strong>dan</strong> gula 5,7 juta ton.<br />
Seiring berjalannya waktu, berbagai kendala<br />
mengha<strong>dan</strong>g target optimistis yang dicanangkan<br />
pemerintah itu.<br />
Menteri Pertanian Suswono mendeskripsikan<br />
swasembada pangan terjadi jika kebutuhan impor<br />
suatu komoditas tidak lebih dari 10% dari total<br />
kebutuhan. Swasembada tidak diartikan sebagai<br />
produksi dalam negeri memenuhi 100% kebutuhan<br />
nasional.<br />
Jika deskripsi ini yang diikuti, maka peluang<br />
60 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong><br />
Denyutnya Belum ‘Mati’<br />
Pada <strong>2014</strong>, pencapaian kinerja akan<br />
menjadi tolak ukur kesuksesan pemerintahan<br />
yang telah dijalankan selama<br />
satu periode. Tentu saja ketahanan<br />
pangan dalam wujud swa sembada<br />
pangan akan menjadi satu kunci<br />
kesuksesan yang dapat dibanggakan,<br />
karena sektor ini menyentuh langsung<br />
ke pentingan semua masyarakat.<br />
: 76,57 juta ton<br />
: 20,82 juta ton<br />
: 2,70 juta ton<br />
Daging Sapi : 530.000 ton<br />
pemerintah untuk mencapai ketahanan pangan<br />
melalui swasembada tersebut semakin terbuka.<br />
Pasalnya, pemerintah telah merevisi target pencapaian<br />
swasembada beberapa komoditas pangan,<br />
seperti gula. Kebutuhan gula industri tidak lagi<br />
dikalkulasi sebagai kebutuhan yang perlu dipenuhi<br />
dari produksi dalam negeri. Dalih pemerintah,<br />
kebutuhan industri memiliki sisi yang berbeda dari<br />
sektor pangan untuk konsumsi masyarakat.<br />
Dirjen Perkebunan Kementan Gamal Natsir<br />
menyebutkan target awal swasembada gula pada<br />
<strong>2014</strong> adalah 5,7 juta ton GKP (Gula Kristal Putih).<br />
Target produksi tersebut sesuai dengan perkiraan<br />
kebutuhan gula nasional di pada <strong>2014</strong>.<br />
Menurutnya, target tersebut dapat tercapai asalkan<br />
a<strong>dan</strong>ya penambahan 350.000 ha lahan tanam<br />
baru <strong>dan</strong> revitalisasi terhadap 52 PG (Pabrik Gula)<br />
milik BUMN. Revitalisasi pabrik harus dilakukan<br />
agar efisiensi terjaga, sehingga rendemen tebu petani<br />
tidak hilang. Tak hanya itu, produksi gula konsumsi<br />
sebanyak 5,7 juta ton GKP diproyeksi baru<br />
akan terwujud jika ada penambahan 10 pabrik gula<br />
baru pada 2013-<strong>2014</strong>.<br />
Master Plan Sektor Pertanian <strong>2014</strong><br />
Macro Target Pembangunan Pertanian <strong>2014</strong><br />
Pertumbuhan PDB Pertanian : 3,75%<br />
: 45,3 juta orang<br />
Indeks Nilai Tukar Petani (NTP): 105 – 110<br />
Neraca Perdagangan Pertanian : Surplus US$54,5 miliar<br />
BISNIS/HUSIN PARAPAT<br />
Harapan terjadinya<br />
peningkatan produksi gula<br />
muncul dari data-data<br />
yang dipaparkan<br />
Kementerian Kehutanan.<br />
Tercatat ada 12 perusahaan<br />
telah mendapat restu<br />
Menteri Kehutanan untuk<br />
membuka kebun tebu di<br />
areal hutan produksi yang<br />
dapat dikonversi (HPK)<br />
seluas 246.213,35 ha.<br />
Lokasinya a.l. di Lam <br />
pung, Kalimantan Selatan,<br />
Sumatra Selatan, <strong>dan</strong><br />
Papua.<br />
Tak hanya itu, sebanyak 22 perusahaan telah<br />
mengantongi izin prinsip pembangunan kebun tebu<br />
seluas 333.370 ha <strong>dan</strong> 16 perusahaan yang mengajukan<br />
konsesi tebu seluas 448.142 ha masih dalam<br />
proses perizinan.<br />
Produksi kedelai pada tahun depan diprediksi<br />
tidak akan mengalami banyak perubahan. Hal ini<br />
tidak lepas dari kegagalan mendapatkan areal penanaman<br />
baru. Sebaliknya, konsumsi kedelai diperkirakan<br />
semakin meningkat menjadi 2,7 juta ton, akibatnya<br />
importasi kedelai berpotensi.<br />
Ketua KTNA Winarno Tohir mengatakan swasembada<br />
kedelai memang mustahil dicapai di tahun<br />
depan mengingat kecilnya kontribusi produksi<br />
dalam negeri terhadap total kebutuhan nasional.
Penyediaan Lahan<br />
Izin Dibuka bagi Kepentingan<br />
Pangan & Energi<br />
JAKARTA—Batas akhir untuk mencapai target<br />
swasembada lima komoditas pangan, antara lain<br />
padi, jagung, kedelai, gula, <strong>dan</strong> daging sapi sudah<br />
di depan mata. Namun, keterbatasan lahan pertanian<br />
masih menjadi kendala swasembada.<br />
Untuk mengetahui realisasi pembukaan lahan<br />
pangan di atas hutan <strong>Indonesia</strong>, <strong>Bisnis</strong> mewawancarai<br />
Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan. Berikut kutipannya.<br />
Masalah lahan kerap disebut sebagai penghambat<br />
pencapaian swasembada pangan di<br />
<strong>Indonesia</strong>. Bagaimana peran Kementerian<br />
Kemenhut ini kan punya kewajiban menyediakan<br />
areal, menca<strong>dan</strong>gkan lahan untuk pangan.<br />
Itu kami akomodir di areal hutan produksi yang<br />
dapat dikonversi (HPK). Yang sudah dica<strong>dan</strong>gkan<br />
itu seluas 307.700 hektare (ha). Di Kalimantan<br />
Barat 119.376 ha, di Kalimantan Tengah 178.572<br />
ha, <strong>dan</strong> di Ka li mantan Timur 9.922 ha. Lalu oleh<br />
Pemda, Kementan, <strong>dan</strong> kami sudah dicek. Di<br />
lapangan yang cocok itu kurang lebih 123.683 ha,<br />
masing-masing di Kal bar 64.586 ha <strong>dan</strong> Kalteng<br />
59.097 ha. Kami juga sudah lepaskan 500.000 ha<br />
HPK di Papua untuk Merauke Integrated Food and<br />
Energy Estate (MIFEE).<br />
Bagaimana koordinasi dengan Kementan<br />
soal penyediaan lahan pertanian ini<br />
Langsung kami surati Kementan. Penca<strong>dan</strong>gan ini<br />
sudah lama, sejak 8 Februari 2012. Tetapi cocok<br />
atau tidak kan ditentukan oleh Kementan. Dari<br />
307.700 ha, yang cocok 123.683 ha, sisanya untuk<br />
perkebunan karet.<br />
Kalau dengan pemerintah daerah, dalam hal<br />
ini Bupati/Walikota <strong>dan</strong> Gubernur<br />
Sosialisasi sudah dilakukan. Peta lokasi penca<strong>dan</strong>gan<br />
juga sudah turun ke gubernur <strong>dan</strong> bupati.<br />
Kami butuh komitmen Pemda supaya ini jalan.<br />
Swasembada pada <strong>2014</strong> diawasi benar.<br />
Ada rencana menambah areal HPK yang<br />
dica<strong>dan</strong>gkan untuk pertanian pangan<br />
Sekarang lagi nyari lagi, kami mau tambah lagi.<br />
Ya asal cocok saja. Yang dulu 500.000 ha di Papua<br />
untuk MIFEE itu saja kan belum dikerjakan sampai<br />
sekarang. Sudah dilepas jadi HGU di Kementan.<br />
Sekarang baru itu saja yang dica<strong>dan</strong>gkan, nanti<br />
kalau sudah dipakai baru kami tambah. Kalau<br />
dica<strong>dan</strong>gkan banyak<br />
belum dipakai, buat apa<br />
ditambah lagi, ya kan<br />
Kira-kira kawasan<br />
mana yang potensial<br />
untuk pangan<br />
Papua. Saya sudah<br />
kasih izin kebun tebu di<br />
Papua 120.000 ha, tapi<br />
belum ada yang kerja.<br />
Karena tadi, pertanian<br />
pangan ini banyak<br />
kriteria nya, faktor infrastruktur,<br />
situasi masyarakatnya, keamanan, konektivitas.<br />
Jadi ada perhitungan-perhitungan yang khusus<br />
terkait dengan pertanian.<br />
Bagaimana dengan potensi 23 juta ha<br />
degraded land<br />
Degraded land tidak bisa. Kalau HPK <strong>dan</strong> hutan<br />
produksi bisa. Tapi kalau cocok, bisa saja.<br />
Kawasan hutan yang digunakan untuk pertanian<br />
menimbulkan pro-kontra karena dianggap<br />
sebagai bentuk deforestasi<br />
Untuk pangan tidak apa-apa. Kalau kita tidak<br />
makan bagaimana Masa harus impor pangan<br />
terus<br />
Apa sudah ada investor yang mengajukan<br />
pinjam pakai di kawasan HPK pangan<br />
Belum. Mana ada investor masuk ke sawah<br />
Investor itu maunya sawit, karet, <strong>dan</strong> tebu. Coklat<br />
<strong>dan</strong> kopi itu sedikit. Sawah padi itu biasanya rakyat.<br />
Perusahaan mungkin enggan karena ini statusnya<br />
pinjam pakai, bukan HGU seperti di perkebunan,<br />
jadi tidak bisa dijadikan agunan.<br />
Apa ada alternatif pemanfaatan hutan untuk<br />
pangan, selain penca<strong>dan</strong>gan <strong>dan</strong> pembukaan<br />
kawasan hutan<br />
Dengan sistem tumpang sari di areal hutan<br />
tanaman industri (HTI) <strong>dan</strong> hutan tanaman rakyat.<br />
Kami perkirakan, areal HTI yang bisa dipakai tumpang<br />
sari itu 748.333 ha <strong>dan</strong> di HTR 127.244 ha. Ini<br />
potensial sekali. Salah satu contoh itu di HTI<br />
Perhutani, mereka bermitra dengan masyarakat<br />
untuk tumpang sari tanaman kacang tanah di<br />
Purwakarta.<br />
Pewawancara: Ana Noviani<br />
Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 61
Kinerja Ekspor-Impor<br />
Kinerja Ekspor <strong>dan</strong> Impor <strong>Indonesia</strong><br />
Periode 2003-2013 (US$ Miliar)<br />
Keterangan: *Januari-September<br />
61,02 69,71<br />
32,39<br />
46,18<br />
85,57<br />
100,69<br />
57,55 61,08<br />
113,99<br />
157,73<br />
136,76<br />
128,79<br />
135,61<br />
116,49<br />
96,86<br />
74,4<br />
203,62<br />
190,04 191,67<br />
177,3<br />
134,05<br />
140,31<br />
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013*<br />
Perkembangan Ekspor Impor Nonmigas<br />
Periode 2013 (US$ Miliar)<br />
12,76 12,45<br />
11,51 11,67 12,1 12,31<br />
10,99<br />
12,71<br />
13,21<br />
13,23<br />
11,98<br />
12,06<br />
12,83<br />
13,28<br />
Ekspor<br />
10,39<br />
9,36<br />
Impor<br />
12,29<br />
11,8<br />
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September<br />
Masih Ada Asa<br />
Sumber: BPS, November 2013<br />
BISNIS/RADITYO EKO<br />
Kondisi perekonomian dunia yang<br />
belum menentu jelas masih akan<br />
membayangi kinerja perdagangan<br />
<strong>Indonesia</strong> pada tahun depan.<br />
Rio Sandy P.<br />
redaksi@bisnis.co.id<br />
Ekspor nasional baik dari segi volume<br />
maupun nilai masih berisiko terkoreksi.<br />
Arus barang impor di Tanah Air pun<br />
makin kencang. Alhasil, defisit neraca<br />
perdagangan diperkirakan kian melebar.<br />
Ke khawatiran ini rasanya cukup<br />
beralasan. Per ekonomian di Eropa <strong>dan</strong> Amerika<br />
Serikat belum menunjukkan perubahan yang signifikan.<br />
Bahkan, perlambatan ekonomi di Eropa<br />
<strong>dan</strong> AS mulai menjangkiti sejumlah negara di Asia.<br />
Tak heran, banyak negara beramai-ramai mengoreksi<br />
pertumbuhannya, tak terkecuali <strong>Indonesia</strong>.<br />
Dari sisi ekspor, kinerja pada tahun depan diperkirakan<br />
tidak banyak mengalami pertumbuhan<br />
baik dari segi volume maupun nilai. Masih lemahnya<br />
permintaan di sejumlah pasar, terutama di<br />
negara tujuan ekspor <strong>Indonesia</strong>, membuat produk<br />
<strong>Indonesia</strong> tidak banyak terserap, apalagi untuk<br />
produk manufaktur nasional. Pelemahan permintaan<br />
ini praktis akan memengaruhi volume ekspor.<br />
Sektor komoditas mungkin masih bisa bernafas<br />
lega. Untuk komoditas minyak sawit mentah (crude<br />
palm oil/CPO), permintaan diperkirakan terkerek<br />
naik. Panen kedelai—bahan baku biodiesel—di<br />
sejumlah negara produsen yang sejak beberapa<br />
bulan terakhir terganggu akan mendongkrak permintaan<br />
CPO asal <strong>Indonesia</strong>.<br />
Untuk batu bara, permintaan bisa saja meningkat.<br />
Permintaan China yang merupakan konsumen<br />
terbesar batu bara asal <strong>Indonesia</strong> berpotensi<br />
meningkat karena tingginya kebutuhan di negara<br />
62 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>
itu. Namun, di sisi lain, koreksi ekonomi Negeri Tirai<br />
Bambu bisa saja membuat mereka mengerem impor<br />
batu bara.<br />
Sementara itu, dari segi nilai, harga sejumlah komoditas,<br />
terutama komoditas unggulan seperti batu bara<br />
<strong>dan</strong> CPO dipastikan masih akan bergerak fluktuatif<br />
pada sepanjang <strong>2014</strong>, dipengaruhi oleh kondisi cuaca<br />
yang tidak menentu <strong>dan</strong> kondisi pasar internasional<br />
yang masih belum stabil.<br />
“Tahun depan kinerja ekspor belum bisa terlalu<br />
banyak diharapkan. Selain beberapa faktor tadi, kita<br />
juga masih terkendala masalah di dalam negeri yang<br />
bisa menghambat pertumbuhan ekspor, terutama yang<br />
berbasis manufaktur,” kata Peneliti Lembaga<br />
Pengkajian, Penelitian, <strong>dan</strong> Pengem bangan Ekonomi<br />
(LP3E) Kadin Ina Primiana.<br />
Dia menambahkan beberapa masalah tersebut di<br />
antaranya upah buruh, infrastruktur, <strong>dan</strong> penghilir an<br />
yang masih belum optimal. Masalah upah bu ruh yang<br />
biasanya diikuti dengan tindakan sweeping atau<br />
kekerasan menjadikan pengusaha tidak bisa mengoptimalkan<br />
produksi. Sementara itu, belum banyaknya<br />
pelabuhan dengan kapasitas <strong>dan</strong> jumlah yang me <br />
madai membuat arus perdagangan baik domestik maupun<br />
ke mancanegara belum maksimal.<br />
Selain itu, upaya penghiliran, salah satunya melalui<br />
pelarangan ekspor barang mineral mentah, yang akan<br />
mulai berlaku awal tahun depan berisiko mereduksi<br />
nilai ekspor. Untuk strategi penghiliran, berita baik nya<br />
adalah pelarangan itu bertujuan meningkatkan nilai<br />
tambah produk ekspor untuk beberapa tahun ke<br />
depan.<br />
Namun, di balik perkiraan ekspor yang menurun,<br />
pelaku usaha tetap menaruh optimistis. Nilai ekspor<br />
sepatu diprediksi bisa mencapai 10% dibandingkan<br />
dengan pencapaian tahun ini yang diperkirakan mencapai<br />
US$3,5 miliar.<br />
Ketua Umum Asosiasi Persepatuan <strong>Indonesia</strong><br />
(Asprisindo) Eddy Widjanarko mengatakan dalam 4<br />
tahun terakhir nilai ekspor sepatu terus mengalami<br />
kenaikan. “Kami cukup optimistis nilai ekspor bisa<br />
meningkat hingga 10% jika melihat tren pertumbuhan<br />
dalam beberapa tahun terakhir sepanjang iklim buruh<br />
di dalam negeri kondusif. Sebagai industri sektor padat<br />
karya, masalah buruh bisa mengganggu proses produksi,”<br />
kata Eddy.<br />
Kinerja ekspor tekstil <strong>dan</strong> produk tekstil (TPT)—<br />
salah satu unggulan ekspor <strong>Indonesia</strong>—pada tahun<br />
depan juga diperkirakan masih cerah. Asosiasi Per tekstilan<br />
<strong>Indonesia</strong> (API) memerkirakan ekspor TPT pada<br />
<strong>2014</strong> mencapai US$13,5 miliar—US$14 miliar.<br />
“Pemulihan permintaan di negara <strong>dan</strong> ekspansi pasar<br />
ekspor baru akan menopang kinerja ekspor TPT,” ujar<br />
Ade Sudrajat, Ketua Umum API.<br />
Dari segi impor, Wakil Menteri Perdagangan Bayu<br />
Krisnamurthi mengatakan kinerja impor tahun depan<br />
masih akan kuat dengan portofolio yang masih sama.<br />
Impor barang modal <strong>dan</strong> bahan baku/penolong<br />
masih akan meningkat. Hal ini tercermin dari pertumbuhan<br />
investasi baik investasi domestik maupun asing<br />
pada 2013. Investasi pada tahun ini biasanya akan<br />
direalisasikan pada awal tahun depan, se hingga akan<br />
mengerek pertumbuhan barang modal <strong>dan</strong> bahan<br />
baku/penolong untuk kepentingan industri.<br />
“Sepanjang investor masih berminat menanamkan<br />
modal di Tanah Air, impor barang modal <strong>dan</strong> bahan<br />
baku/penolong masih akan terjadi,” ujar Bayu.<br />
Di sisi lain, pelaku usaha memprediksi kinerja<br />
impor, terutama barang konsumsi, masih akan tumbuh<br />
meskipun sedikit melambat. Pasalnya, pasar domestik<br />
sudah banyak membuat substitusi produk impor. Hal<br />
tersebut akan mempengaruhi impor barang konsumsi.<br />
“Misalnya saja banyak produk elektronik atau gadget<br />
yang sudah bisa diproduksi oleh industri lokal. Hal<br />
tersebut akan mengurangi belanja impor meskipun<br />
belum signifikan,” kata Sekretaris Jenderal Gabungan<br />
Importir Nasional Seluruh <strong>Indonesia</strong> (Ginsi) Achmad<br />
Ridwan Tento.<br />
Nilai tukar rupiah yang masih belum stabil juga<br />
menahan laju impor barang konsumsi. Apalagi daya<br />
beli masyarakat juga diprediksi menurun.<br />
Dengan perkiraan ekspor <strong>dan</strong> impor pada tahun<br />
depan, ekonom memprediksi neraca pedagangan pada<br />
akhir <strong>2014</strong> masih berisiko mengalami defisit sekitar di<br />
atas US$5 miliar yang dipengaruhi oleh impor migas.<br />
Kepala Ekonom Samuel Asset Management Lana<br />
Soelistianingsih mengatakan impor minyak mentah<br />
masih akan tinggi seiring dengan belum efektifnya<br />
kebijakan pemerintah untuk meredam konsumsi ba <br />
han bakar masyarakat. “Melihat kecenderungan ma <br />
syarakat yang masih sulit menggunakan moda transportasi<br />
umum, sepertinya impor migas masih akan<br />
membebani defisit pada neraca perdagangan meskipun<br />
impor nonmigas berpotensi menurun.”<br />
JELANG AEC 2015<br />
Melihat peta perdagangan pada tahun ini, rasanya<br />
Pemerintah <strong>Indonesia</strong> harus was-was. Apalagi,<br />
jarum jam menuju implementasi Asean Economic<br />
Community (AEC) 2015 makin berdetak kencang.<br />
Menurut Bayu, tahun depan merupakan kunci persiapan<br />
<strong>Indonesia</strong> untuk melakukan penyesuaian terhadap<br />
sistem produksi <strong>dan</strong> sistem perdagangan.<br />
<strong>Indonesia</strong> juga harus mempersiapkan diri untuk<br />
menyambut AEC.<br />
Sejumlah persoalan di dalam negeri harus segera<br />
diselesaikan, mulai dari infrastruktur hingga regulasi<br />
yang terka<strong>dan</strong>g masih berbelit-belit. <strong>Indonesia</strong> tidak<br />
bisa lagi hanya mengandalkan beberapa pelabuhan<br />
utama saja seperti Tanjung Priok atau Tanjung Perak.<br />
Perlu dibangun beberapa pelabuhan yang bisa memfasilitasi<br />
peningkatan kinerja ekspor maupun perdagangan<br />
domestik.<br />
“Jadi <strong>2014</strong> merupakan momentum kita untuk melakukan<br />
konsolidasi <strong>dan</strong> persiapan untuk mencapai pertumbuhan<br />
yang lebih besar pada tahun mendatang<br />
se iring dengan dibukanya pasar bebas,” ujarnya. (Maria<br />
Y. Benyamin)<br />
Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 63
Mobil Hijau<br />
<strong>Bisnis</strong>/Rahmatullah<br />
Jalan Terjal Menuju Kemandirian<br />
The first rule of any technology used in<br />
a business is that automation applied<br />
to an efficient operation will magnify<br />
the efficiency. The se cond is that automation<br />
applied to an inefficient operation<br />
will magnify the inefficiency.<br />
Dini Hariyanti<br />
redaksi@bisnis.co.id<br />
Pernyataan Bill Gates, pebisnis sekaligus<br />
pemrogram tersohor di Amerika<br />
Serikat, itu menyisipkan pesan bahwa<br />
efektivitas suatu inovasi tergantung<br />
seberapa besar manfaat dari kegiatan<br />
bisnis yang dijalankan. Jika itu baik,<br />
terbosan yang dilakukan akan membuatnya<br />
berkembang berkali-kali lipat tetapi kalau tidak, tak<br />
ada gunanya.<br />
Dalam konteks ini, pemerintah akhirnya merealisasikan<br />
kebijakan baru di industri otomotif nasional<br />
pada kuartal III/2013. Program mobil murah <strong>dan</strong><br />
hemat energi atau low cost and green car (LCGC)<br />
bisa dikatakan terobosan karena belum pernah ada<br />
sebelumnya di <strong>Indonesia</strong>.<br />
Selayaknya hal baru tentu mengun<strong>dan</strong>g respon<br />
dari berbagai kalangan, mempertanyakan tepat<br />
tidaknya program tersebut. Alasan Kementerian<br />
Perindustrian menelurkan kebijakan mobil murah<br />
guna merangsang kemandirian industri komponen<br />
lokal agar tak kalah bersaing dengan produk asing<br />
tatkala Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) berlangsung<br />
pada 2015.<br />
LCGC wajib dibuat menggunakan 85% komponen<br />
dalam negeri. Hasilnya, program ini mendatangkan<br />
investasi baru sedikitnya US$3 miliar<br />
dari industri perakitan otomotif <strong>dan</strong> US$3,5 miliar<br />
yang diklaim dari sekitar 100 perusahaan komponen<br />
baru.<br />
Kini mulai terealisasi pembangunan lima pabrik<br />
mobil baru <strong>dan</strong> 70 pabrik komponen otomotif.<br />
Proyek ini bahkan ditargetkan membuka 30.000<br />
lapangan kerja baru di sektor manufaktur plus<br />
40.000 lainnya untuk distribusi, komponen, diler,<br />
pemasaran, hingga layanan purnajual.<br />
Pemerintah berharap agen tunggal pemegang<br />
merek (ATPM) otomotif dapat membawa LCGC<br />
menembus pasar internasional. Ini diharapkan bisa<br />
mendongkrak volume ekspor kendaraan bermotor<br />
yang berarti mendatangkan lebih banyak pemasukan<br />
untuk negara.<br />
Pemerintah menolak anggapan mobil murah<br />
menjadi keladi kemacetan. Populasi LCGC tak<br />
seberapa dibandingkan kendaraan lain, hanya sekitar<br />
4% dari total produksi nasional pada 2013.<br />
Dengan asumsi kapasitas produksi mobil di dalam<br />
negeri mencapai 1,2 juta unit artinya porsi mobil<br />
murah sekitar 48.000 unit.<br />
“Pada <strong>2014</strong> mungkin 10% <strong>dan</strong> pada 2015 paling<br />
tinggi hanya 15%. Ini karena kapasitas penyerapannya<br />
memang cuma segitu. Kalau pada <strong>2014</strong> pen<br />
64 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>
jualan LCGC 10%, yang membuat macet itu kan produk<br />
mobil 90% lainnya,” kata Dirjen Industri Unggulan Ber <br />
basis Teknologi Tinggi (IUBTT) Kemenperin Budi<br />
Darmadi.<br />
PROGRAM LAIN<br />
Selain mobil murah, pemerintah mengupayakan perluasan<br />
pasar bagi kendaraan rendah emisi gas buang<br />
alias low carbon emission (LCE). Sayangnya, tak mudah<br />
untuk mengembangkan segmen green car mengingat<br />
regulasi khusus yang mengaturnya baru akan dirilis<br />
pada <strong>2014</strong>.<br />
Kemenperin menyatakan era mobil rendah emisi<br />
masih menunggu perkembangan teknologi. Pasalnya,<br />
kini belum ada green car yang dapat menempuh sedikitnya<br />
20 kilometer dengan seliter bahan bakar.<br />
Seperti halnya mobil murah, LCE juga akan diberikan<br />
insentif pajak. Besarnya tergantung penghematan bahan<br />
bakar yang dimiliki kendaraan dalam menempuh setiap<br />
kilometer.<br />
Ketentuan insentif pajak untuk mobil rendah emisi<br />
tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 41/2013 tentang<br />
Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa<br />
Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas<br />
Barang Mewah.<br />
Salah satu wujud kendaraan LCE adalah mobil hybrid<br />
yang menggunakan mesin bensin <strong>dan</strong> tenaga listrik.<br />
Masalahnya, kendaraan macam ini menggunakan basis<br />
teknologi tinggi yang umumnya memakan biaya produksi<br />
besar sehingga harga jualnya lebih mahal.<br />
Pengembangan pasar green car bukan cuma soal<br />
teknologi tetapi juga infrastruktur. Misalnya, infrastruktur<br />
pengisian listrik <strong>dan</strong> gas yang tersedia <strong>dan</strong> memadai.<br />
“Kami harapkan regulasi LCE ini terbit pada <strong>2014</strong>.<br />
Namun, belum dapat dipastikan pada bulan apa, perkembangan<br />
teknologi terjadi setiap bulan,” ucap Budi.<br />
Perkembangan industri otomotif <strong>Indonesia</strong> masih<br />
mengarah kepada kendaraan penumpang kelas menengah<br />
bawah <strong>dan</strong> belum ke atas. “Sekitar 50% dari realisasi<br />
penjualan 1,1 juta unit pada tahun lalu adalah<br />
mobil harga di bawah Rp200 juta. Adapun hybrid, tidak<br />
mungkin ada yang harganya di bawah itu. Daya beli<br />
masyarakat kita belum ke LCE,” kata Jongkie.<br />
Mengarahkan pergerakan industri otomotif ke produksi<br />
kendaraan ramah lingkungan jelas bukan hal mudah.<br />
Kritik terhadap kebijakan green car memunculkan pertanyaan,<br />
tepatkah inovasi ini diterapkan di Tanah Air.<br />
Semoga ini terjawab pada tahun depan.<br />
Daya Saing<br />
Menyinergikan Struktur<br />
Industri Otomotif<br />
Emanuel Tome Hayon<br />
redaksi@bisnis.co.id<br />
<strong>2014</strong>, industri<br />
otomotif masih<br />
menyimpan asa<br />
“Pada<br />
meski menghadapi<br />
tahun politik. Suasana Pemilu<br />
bisa mendorong pasar bergairah<br />
tetapi bisa pula sebaliknya. Jika<br />
negeri ini ingin jadi penguasa otomotif,<br />
struktur industri dari hulu<br />
ke hilir harus diperkuat,” kata<br />
Suhari Sargo<br />
Suhari, yang dikenal sebagai<br />
praktisi senior industri otomotif<br />
menerangkan potensi pasar mobil<br />
<strong>2014</strong> akan mengalami pertumbuhan<br />
yang sangat signifikan dibandingkan<br />
dengan pertumbuhan<br />
pasar pada 2013.<br />
Momentum politik <strong>2014</strong>, sambungnya,<br />
dapat mendorong perputaran<br />
uang <strong>dan</strong> aktivitas de mo <br />
krasi yang tinggi mendorong ekonomi<br />
rakyat bergairah termasuk<br />
bertumbuhnya produk mobil<br />
murah hemat energi.<br />
Pada tahun politik, prospek<br />
mobil LCGC seperti Toyota Agya<br />
<strong>dan</strong> Daihatsu Ayla akan men da <br />
patkan penantang yang sepa<strong>dan</strong><br />
mulai dari kehadiran produk<br />
Honda Brio Satya, Datsun GO,<br />
serta Suzuki Karimun yang akan<br />
mulai diluncurkan pada konsumen<br />
seusai perkenalannya pada<br />
2013.<br />
Dengan melihat kehadiran pe <br />
nantang baru ini, Suhari menyimpulkan<br />
potensi pasar LCGC akan<br />
terus berkembang meskipun pasar<br />
otomotif <strong>Indonesia</strong> masih besar<br />
dikuasai oleh segmen low MPV<br />
yang terus bertumbuh <strong>dan</strong> merajai<br />
jalanan.<br />
Di tengah semaraknya ke <br />
hadir an mobil dengan harga terjangkau<br />
<strong>dan</strong> hemat energi ini,<br />
Suhari masih melihat a<strong>dan</strong>ya<br />
celah yang harus diperhatikan<br />
oleh pemerintah terkait dengan<br />
a<strong>dan</strong>ya penggunaan komponen<br />
produk lokal dalam pembuatan<br />
LCGC.<br />
Pada satu sisi, dia melihat a<strong>dan</strong>ya<br />
perspektif positif terkait<br />
dengan tambahan investasi dalam<br />
pembangunan komponen lokal di<br />
<strong>Indonesia</strong> yang harus terintegrasi<br />
dengan industri hulu komponen<br />
serta dapat diserap sebaik-baiknya<br />
oleh industri perakitan.<br />
Pada <strong>2014</strong>, ungkapnya,<br />
Pemerintah harus membangun<br />
basis produksi pembuatan baja<br />
mobil sehingga tidak harus diimpor.<br />
“Kalau dibangun dengan<br />
sinergi hulu <strong>dan</strong> hilir, kita bakalan<br />
memiliki peluang besar <strong>dan</strong><br />
menjadi pemain raksasa otomotif<br />
di dunia,” ujarnya.<br />
Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 65
Industri Telekomunikasi<br />
LTE, antara Tuntutan, Kebutuhan,<br />
<strong>dan</strong> <strong>Bisnis</strong><br />
Global Mobile Suppliers Association<br />
(GSA) menyebutkan hingga Oktober<br />
2013 sebanyak 222 operator dari 83<br />
negara telah meluncurkan layanan<br />
komersial long term evolution (LTE).<br />
Mereka memperkirakan akan ada<br />
260 jaringan komersial LTE di 93<br />
negara hingga akhir 2013.<br />
Bagaimana dengan <strong>Indonesia</strong><br />
Galih Kurniawan<br />
redaksi@bisnis.co.id<br />
Saat ini satu-satunya operator yang<br />
telah menggelar layanan LTE alias<br />
4G di <strong>Indonesia</strong> adalah PT Internux.<br />
Mereka menggunakan teknologi LTE<br />
TDD (time division duplex) di spektrum<br />
2,3GHz yang hanya dapat melayani<br />
data. Sejumlah operator juga menghuni spektrum<br />
ini antara lain Berca Hardayaperkasa, First Media,<br />
Telkom, Indosat Mega Media (IM2) <strong>dan</strong> Jasnita<br />
Telekomindo. Masing-masing dari operator tersebut<br />
memiliki spektrum sebesar 15MHz.<br />
First Media <strong>dan</strong> Berca dari awal bahkan sudah<br />
menyatakan kesiapan menggelar LTE TDD meski<br />
sampai saat ini tak kunjung terealisasi. Menurut<br />
Kementerian Komunikasi <strong>dan</strong> Informatika spektrum<br />
2,3GHz ditetapkan untuk moda TDD. Ketentuan<br />
tersebut berdasarkan Peraturan Menkominfo<br />
No.8/2009 tentang Penetapan Pita Frekuensi Radio<br />
Untuk Keperluan Layanan Pita Lebar Nirkabel Pada<br />
Pita Frekuensi Radio 2,3GHz yang dikeluarkan pada<br />
19 Januari 2009.<br />
Spektrum ini awalnya digunakan untuk layanan<br />
Wimax yang layu karena tak berhasil membangun<br />
ekosistem. Kini para operator Wimax pun mendapat<br />
angin segar dengan teknologi LTE yang dapat<br />
mereka aplikasikan.<br />
Keyakinan itu sempat dilontarkan Direktur<br />
Penjualan First Media Dicky Mochtar. Dia menilai<br />
potensi mengembangkan layanan LTE TDD cukup<br />
besar di <strong>Indonesia</strong>. Menurutnya sejumlah operator<br />
ternama di dunia bahkan belakangan pindah ke LTE<br />
TDD. “Ada China Mobile, Softbank di Jepang <strong>dan</strong><br />
satu operator di India,” ujarnya.<br />
Dia meyakini nasib TDD LTE tidak akan seperti<br />
Wimax yang layu sebelum berkembang karena<br />
tidak berhasil mengembangkan ekosistem. Lembaga<br />
riset Frost & Sullivan dalam salah satu laporannya<br />
memperkirakan permintaan terhadap alat uji LTE<br />
akan terus tumbuh. Pengujian tersebut penting<br />
untuk memenuhi standar industri serta layanan<br />
sesuai harapan konsumen.<br />
Menurut mereka bisnis ini secara global mengha <br />
silkan pendapatan sebesar US$947,2 juta pada 2012<br />
<strong>dan</strong> diperkirakan akan terus meningkat hingga empat<br />
kali lipat mencapai US$3,97 miliar pada 2019.<br />
Perkembangan ekosistem tentu juga sangat<br />
bergantung pada ketersediaan perangkat<br />
telekomunikasi yang mendukung. Berdasarkan<br />
data yang dihimpun GSA, hingga November lalu<br />
terdapat sebanyak 1.240 jenis perangkat dari 120<br />
pemanufaktur yang mendukung LTE. Sebanyak<br />
680 jenis perangkat di antaranya sudah dirilis pada<br />
2012. Pertumbuhan juga terjadi dari sisi produsen<br />
yang meningkat hingga 44%. Menurut data GSA,<br />
perangkat yang mendukung LTE TDD saat ini baru<br />
mencapai 274 jenis.<br />
Kebanyakan perangkat LTE enabled memang<br />
masih didominasi untuk teknologi frequency<br />
division duplex (FDD). Selain digunakan untuk<br />
data, LTE FDD juga dapat memfasilitasi telepon<br />
melalui jaringan. Teknologi inilah yang kini tengah<br />
ditunggu lisensinya di <strong>Indonesia</strong> oleh para operator<br />
GSM (global system for mobile communication).<br />
UJICOBA<br />
Sejumlah operator GSM sejak jauh-jauh hari<br />
sudah menggelar uji coba jaringan LTE.<br />
Telkomsel <strong>dan</strong> XL bahkan mencuri start” dengan<br />
menggelar layanan LTE FDD di Bali saat digelar<br />
Konferensi Tingkat Tinggi Asia Pacific Economic<br />
Cooperation (APEC) 2013 pada Oktober. Kedua operator<br />
tersebut masih mendapatkan izin dari<br />
Kominfo untuk menggelar LTE sampai Desember.<br />
Mereka sama-sama menggunakan spektrum 1.800<br />
MHz untuk menggelar layanan LTE di Bali meski<br />
dengan lebar frekuensi berbeda.<br />
Axis yang tinggal menunggu waktu untuk<br />
diakuisi XL juga sempat melakukan uji coba LTE<br />
meski hanya di level indoor. Adapun Indosat<br />
juga sudah menyatakan kesiapan menggelar LTE<br />
pasca melakukan modernisasi jaringan. Indosat<br />
kini mengandalkan teknologi UMTS (universal<br />
mobile for telecommunications system) di spektrum<br />
900MHz untuk menggelar layanan mobile<br />
66 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>
<strong>Bisnis</strong>/Rahmatullah<br />
broadband. Namun mereka menegaskan akan memburu<br />
frekuensi baru di spektrum 2,1GHz <strong>dan</strong> 1.800MHz yang<br />
kemungkinan tersedia pasca konsolidasi XL dengan<br />
Axis.<br />
“Kami butuh tambahan frekuensi, kalau LTE di<br />
1.800MHz tentu akan kami kejar juga,” kata Director<br />
and Chief Wholeshale and Infrastructure Indosat Fajri<br />
Sentosa.<br />
Pemilihan spektrum LTE FDD memang terus menjadi<br />
perdebatan sampai saat ini. Sejumlah pihak menilai<br />
lamanya pembahasan soal spektrum inilah yang<br />
membuat lisensi LTE tak segera keluar. Meski begitu<br />
spektrum 1.800MHz diga<strong>dan</strong>g sebagai tempat paling pas<br />
untuk menggelar LTE di <strong>Indonesia</strong>.<br />
Komisioner Ba<strong>dan</strong> Regulasi Telekomunikasi <strong>Indonesia</strong><br />
(BRTI) Nonot Harsono menyebutkan arah LTE FDD<br />
kemungkinan menuju ke 1.800MHz. Menurutnya<br />
kepemilikan frekuensi masing-masing operator di<br />
spektrum ini realistis untuk menggelar LTE ideal dengan<br />
catatan konsolidasi XL dengan Axis lancar dengan<br />
minimal kepemilikan mereka mencapai 20MHz.<br />
Menurut Nonot, untuk menggelar layanan LTE<br />
ideal minimal dibutuhkan frekuensi selebar 20MHz.<br />
Jika dipaksakan menggunakan frekuensi di bawah itu,<br />
katanya, justru tidak akan maksimal karena kecepatan<br />
yang diperoleh pengguna tak berbeda jauh dengan<br />
teknologi 3G yang sudah ada.<br />
Spektrum 1.800MHz terdiri dari pita selebar 75MHz.<br />
Telkomsel mendominasi dengan total kepemilikan<br />
22,5MHz dalam tiga blok terpisah disusul Indosat<br />
20MHz dalam dua blok tak berdampingan, Axis 15MHz,<br />
Tri 10MHz <strong>dan</strong> XL 7,5MHz. Jika konsolidasi XL dengan<br />
Axis sukses <strong>dan</strong> tak ada frekuensi yang diambil di<br />
spektrum tersebut keduanya bakal memiliki frekuensi<br />
22,5MHz.<br />
Operator lain yang belum memiliki minimal frekuensi<br />
selebar 20MHz di spektrum tersebut, kata Nonot,<br />
dapat bekerja sama dengan operator lainnya jika ingin<br />
menggelar LTE. Dia menegaskan hal itu dimungkinkan<br />
<strong>dan</strong> sah meski saat ini kasus korupsi dalam kerja<br />
sama Indosat <strong>dan</strong> IM2 masih membayangi kerja sama<br />
semacam itu.<br />
Konsolidasi antara XL <strong>dan</strong> Axis memang membuka<br />
kemungkinan tersedianya frekuensi di 1.800MHz. Tak<br />
hanya Indosat yang berminat, Telkomsel pun sudah<br />
mengajukan 10MHz. Alasannya, jumlah pelanggan<br />
mereka yang sudah mencapai 128 juta membutuhkan<br />
frekuensi yang lebih leluasa. Mereka pun belakangan<br />
getol melontarkan wacana rebalancing frekuensi.<br />
LTE tentu saja bukan hanya soal spektrum. Dari<br />
sudut pan<strong>dan</strong>g bisnis pun perlu menjadi pertimbangan.<br />
Pasalnya sejumlah operator justru masih mengaku<br />
layanan data yang mereka sediakan selama ini tidak<br />
begitu menguntungkan.<br />
Jumlah pemain yang dianggap berlebih menjadi<br />
persoalan tersendiri. Dari seluruh operator yang ada di<br />
jalur GSM tampaknya hanya Telkomsel, Indosat <strong>dan</strong><br />
XL yang berkinerja baik. Bila melirik lagi ke operator<br />
CDMA, maka kondisinya justru lebih buruk karena<br />
jumlah pelanggan yang tak lagi berkembang. Tak heran<br />
pemerintah pun mendorong konsolidasi antar operator.<br />
Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi<br />
mengatakan operator 2G kini sudah saatnya migrasi ke<br />
4G. Teknologi 2G yang ada sudah sulit untuk memenuhi<br />
kebutuhan pengguna data. “Data sekarang ukurannya<br />
kian besar <strong>dan</strong> pengguna ingin akses cepat tanpa<br />
pending,” ujarnya.<br />
Menurutnya selain spektrum 1.800MHz, masih<br />
ada juga spektrum 700MHz yang layak untuk LTE.<br />
Sayang sampai saat ini spektrum tersebut juga memiliki<br />
dinamika sendiri. Spektrum tersebut baru dapat<br />
digunakan setelah migrasi siaran televisi ke digital<br />
kelar. Namun belakangan migrasi tersebut terhambat<br />
karena Mahkamah Agung akhirnya membatalkan aturan<br />
sebagai landasan seleksi siaran televisi digital.<br />
Asosiasi GSM (GSMA) belakangan juga gencar<br />
mengampanyekan alokasi frekuensi 700MHz untuk<br />
mobile broadband lantaran dianggap banyak memberi<br />
manfaat. Dalam laporan berujudul The Economic<br />
Benefits to <strong>Indonesia</strong> of Early Harmonisation and<br />
Assignment of the Digital Dividend to Mobile disebutkan<br />
jika alokasi frekuensi 700MHz untuk layanan mobile<br />
dilakukan pada <strong>2014</strong> maka akan menghasilkan<br />
pertumbuhan pertumbuhan domestik bruto hingga<br />
US$39,1 miliar sampai akhir 2020.<br />
Laporan yang dibuat Boston Consulting Group (BCG)<br />
untuk GSMA itu juga menyebutkan kebijakan tersebut<br />
juga bakal menciptakan 145.000 usaha berikut 286.000<br />
lapangan kerja baru. Pendapatan pemerintah pun<br />
diprediksi bakal menembus US$9,4 miliar pada periode<br />
yang sama. Adapun penundaan menjadi 2016 bisa<br />
berakibat kerugian dari GDP sebesar US$7,5 miliar <strong>dan</strong><br />
hilangnya 75.000 lowongan kerja.<br />
Melihat data-data tersebut, tampaknya menarik untuk<br />
menunggu kapan LTE FDD resmi digelar di <strong>Indonesia</strong>.<br />
Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 67
Perangkat Digital<br />
Yang Siap Menggebrak<br />
pada <strong>2014</strong><br />
Pada <strong>2014</strong> berbagai teknologi <strong>dan</strong><br />
gadget yang diperkenalkan pada<br />
2013 akan mulai mendominasi.<br />
Reuters<br />
redaksi@bisnis.co.id<br />
Para pembuat gadget misalnya akan<br />
lebih mengintensifkan penjualan wearable<br />
computing. Perangkat komputasi<br />
yang bisa dikenakan ini, seperti arloji<br />
<strong>dan</strong> kacamata, sudah mulai dikembangkan<br />
sejak 2011. Pada 2012 <strong>dan</strong><br />
2013, para pembuat peranti elektronik merilis<br />
produk arloji cerdas seperti Pebble, Sony<br />
Smartwatch, <strong>dan</strong> Samsung Galaxy Gear.<br />
Sementara itu sebuah laporan dari situs web<br />
Computerworld pada Agustus 2013 menyebutkan<br />
bahwa Google baru akan merilis Google Glass ke<br />
khalayak pada tahun <strong>2014</strong>. Laporan lain menyebutkan<br />
bahwa pada tahun yang sama pemakai Google<br />
Glass akan dapat memakai lensa pengobatan,<br />
paling tidak di Amerika Serikat. Sebuah perusahaan<br />
di New York berencana untuk melepas lensa khusus<br />
buat Google Glass tahun depan.<br />
Google sudah menyebutkan bahwa produknya itu<br />
dapat digunakan dengan lensa pengobatan. Hanya<br />
saja memang belum ada lensa yang diproduksi<br />
khusus untuk Google Glass. Versi awal Google<br />
Glass sendiri dilepas tanpa lensa.<br />
Masalah yang selama ini ditemukan pada wearable<br />
computer adalah menemukan antarmuka yang<br />
nyaman. Layar sentuh <strong>dan</strong> papan ketik jelas tidak<br />
dapat digunakan dengan nyaman pada perangkat<br />
seperti kaca mata atau arloji. Google sejauh ini<br />
terus menyempurnakan fitur perintah suara untuk<br />
digunakan dengan Google Glass. Alternatif seperti<br />
perintah isyarat tangan juga terus dijajaki.<br />
KOMPUTER TABLET<br />
Sebagai perangkat konsumsi <strong>dan</strong> komputasi portabel<br />
tampaknya komputer tablet jauh lebih<br />
digemari daripada komputer jinjing. Inilah yang<br />
mengun<strong>dan</strong>g prediksi IDC bahwa pada kuartal<br />
keempat 2013 penjualan tablet akan menggusur<br />
penjualan komputer pribadi tradisional. Ini tentunya<br />
termasuk komputer jinjing.<br />
Tren ini tampaknya akan terus berlangsung sampai<br />
<strong>2014</strong> <strong>dan</strong> 2015, saat angka penjualan tahunan<br />
tidak hanya satu kuartal bakal melebihi komputer<br />
pribadi. Kepopuleran komputer tablet akan memakan<br />
pangsa pasar komputer pribadi tradisional, terutama<br />
komputer jinjing. Usaha Microsoft, Apple <strong>dan</strong><br />
Google untuk membuat tablet lebih menarik buat<br />
kerja kantoran juga akan turut menggusur tempat<br />
komputer jinjing.<br />
LAYAR MELENGKUNG<br />
Pada Oktober 2013, dua produk dengan layar<br />
melengkung muncul pada saat yang hampir<br />
bersamaan: Samsung Galaxy Round <strong>dan</strong> LG G Flex.<br />
Masih ditunggu bagaimana kesuksesan kedua gadget<br />
ini di pasar, tetapi bisa dipastikan bahwa para<br />
pembuat gadget akan mengeksplorasi lebih jauh<br />
rancangan dengan bodi <strong>dan</strong> layar melengkung pada<br />
<strong>2014</strong>.<br />
Salah satu pendorong eksplorasi ini mungkin<br />
adalah kebutuhan untuk diferensiasi. Dewasa ini<br />
rancangan eksternal kebanyakan ponsel tidak<br />
68 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>
Reuters<br />
arloji. Meskipun belum jelas apakah Apple akan meluncurkannya,<br />
paten tersebut mengilustrasikan kemungkinan<br />
lain penggunaan layar melengkung.<br />
PONSEL VS KAMERA<br />
Apakah Anda berniat membeli kamera di tahun<br />
<strong>2014</strong> Coba pertimbangkan lagi, terutama bila Anda<br />
bukan tipe pehobi serius fotografi, atau bukan fotografer<br />
profesional. Kemampuan beberapa model ponsel kamera<br />
mulai menyaingi kamera digital saku. Wall Street<br />
Journal, yang mengutip lembaga riset IDC, bahkan<br />
menyebutkan bahwa penjualan kamera DLSR pada 2013<br />
akan jatuh 9,1% dibandingkan dengan tahun sebelumnya.<br />
Selain kemampuan fotografinya sendiri yang meningkat,<br />
kelebihan lain yang cukup penting dari ponsel<br />
kamera adalah koneksi Internet. Lewat jaringan, pemilik<br />
ponsel kamera dapat dengan mudah berbagi hasil jepretan<br />
kepada kawan-kawan nya. Fitur penting ini turut<br />
mendorong kamera saku minggir dari pasar.<br />
Repro<br />
banyak be<strong>dan</strong>ya: persegi panjang dengan layar sentuh.<br />
Rancangan dengan papan ketik atau flip phone sudah<br />
jarang atau bahkan tidak lagi muncul. Terbukanya<br />
kemungkinan penggunaan layar melengkung akan<br />
memberikan pilihan lain buat para perancang ponsel.<br />
Layar melengkung yang dimungkinkan oleh kemajuan<br />
teknologi bahan tersebut tidak hanya dapat dimanfaatkan<br />
ponsel. Salah satu paten Apple misalnya membuka<br />
kemungkinan pemakaian layar seperti ini pada<br />
TAHAN AIR<br />
Fitur lain yang mungkin akan semakin meluas pada<br />
<strong>2014</strong> adalah kemampuan tahan air. Sony sudah<br />
memelopori hal ini pada ponsel <strong>dan</strong> tabletnya, <strong>dan</strong><br />
sudah diikuti oleh salah satu model Samsung Galaxy S4.<br />
Bila fitur ini makin populer kiranya akan mudah melihat<br />
gadget seperti ponsel <strong>dan</strong> tablet menjadi tahan air.<br />
Selain tahan air gadget seperti ini juga biasanya tahan<br />
debu, sehingga tahun depan kita akan menemukan gadget<br />
yang lebih tangguh daripada tahun-tahun sebelumnya.<br />
(Gombang Nan Cengka)<br />
Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 69
Kinerja Angkutan Udara<br />
<strong>Bisnis</strong>/En<strong>dan</strong>g Muchtar<br />
Butuh Kerja Ekstra di Penerbangan<br />
Publik sulit melupakan sepak terjang<br />
pemilik Lion Group Rusdi Kirana yang<br />
memborong 234 unit pesawat Airbus<br />
A320 pada Maret 2013. Dalam satu<br />
video yang dirilis Airbus, bos maskapai<br />
berlambang kepala singa terbang<br />
itu tersenyum lebar menyambut<br />
kontrak pembelian pesawat senilai<br />
US$24 miliar itu.<br />
M. Tahir Saleh<br />
tahir.saleh@bisnis.co.id<br />
Dalam perspektif lebih luas, kontrak<br />
pembelian fantastis itu sebetulnya<br />
makin mempertegas proyeksi yang<br />
selama ini disuarakan beberapa lembaga<br />
riset <strong>dan</strong> pabrikan pesawat atas<br />
gemuknya pasar penerbangan di<br />
<strong>Indonesia</strong>.<br />
Wakil Presiden Senior Airbus Christopher<br />
Emerson pernah menyampaikan data penerbangan<br />
di Asia Pasifik dalam 10 tahun terakhir tumbuh<br />
lebih dari 50%.<br />
Bahkan, dia memprediksi penerbangan Asia<br />
Pasifik bisa tumbuh hingga lebih dari 200% dalam<br />
20 tahun ke depan. Itulah yang menyebabkan posisi<br />
tawar maskapai nasional di pasar penerbangan<br />
dunia sulit dibantah.<br />
Tidak hanya Lion yang memborong Airbus setelah<br />
sebelumnya memesan 230 unit Boeing pada<br />
2011, PT Garuda <strong>Indonesia</strong> Tbk. juga mencanangkan<br />
lompatan besar bertajuk Quantum Leap 2015.<br />
Target Garuda tidak main-main. Hingga 2015,<br />
Garuda akan mengoperasikan 194 unit pesawat<br />
dengan rata-rata usia di bawah 5 tahun.<br />
Lembaga riset CAPA Center for Aviation meramalkan<br />
Grup Garuda, termasuk Citilink, <strong>dan</strong> Lion<br />
Group yang memiliki maskapai Lion, Batik, Wings,<br />
Malindo, <strong>dan</strong> Thai Lion Air akan mengungguli<br />
Grup Singapore Airlines (SIA) dari sisi jumlah<br />
pesawat.<br />
Kedua grup itu bakal menjadi maskapai dengan<br />
jumlah armada terbesar di Asia Tenggara pada<br />
akhir 2013 masing-masing 145 unit untuk Lion <strong>dan</strong><br />
139 unit untuk Garuda, sementara armada SIA<br />
berkurang terus dari 102 unit.<br />
Sejak 2008, setelah krisis ekonomi global yang<br />
menghantam perekonomian AS <strong>dan</strong> Eropa, terjadi<br />
pergeseran pasar penerbangan. Kawasan Atlantik<br />
yang selama ini dominan kini melambat bahkan<br />
mandek.<br />
Sebaliknya, pasar di Asia Pasifik tumbuh signifikan<br />
dimotori China, India, <strong>dan</strong> <strong>Indonesia</strong>. “Pada<br />
<strong>2014</strong>, <strong>Indonesia</strong> akan menjadi pasar terbesar<br />
kesembilan di dunia untuk perjalanan domestik<br />
<strong>dan</strong> masuk di antara 10 besar penerbangan internasional<br />
di dunia,” kata Dirjen <strong>dan</strong> CEO International<br />
Air Transport Association (IATA) Tony Tyler.<br />
Di tengah tren pergeseran pasar ini, banyak pengamat<br />
menyayangkan <strong>Indonesia</strong> yang belum mampu<br />
mengakomodasi pengalihan pasar itu.<br />
Kesiapan infrastruktur penerbangan <strong>dan</strong> tenaga<br />
ahli yang memadai dinilai lebih lambat dari per<br />
70 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>
tumbuhan pasar itu sendiri.<br />
Alih-alih sektor penerbangan siap, justru sejumlah<br />
kendala lama mengha<strong>dan</strong>g <strong>dan</strong> baru disadari oleh<br />
pemangku kepentingan termasuk Kementerian<br />
Perhubungan.<br />
Dua di antara sejumlah kendala sektor penerbangan<br />
nasional yang paling penting diatasi ialah infrastruktur<br />
yang mengacu pada padatnya kapasitas beberapa bandara.<br />
Selain itu, SDM penerbangan mulai dari pilot, petugas<br />
lalu lintas udara (ATC), mekanik, instruktur, hingga<br />
inspector juga masih sangat kurang.<br />
Sebagai gambaran, di Bandara Adisutjipto Yogyakarta<br />
berkapasitas 1,1 juta, tetapi setiap tahun disesaki hingga<br />
3,7 juta penumpang. Tak heran keterlambatan penerbangan<br />
seperti jadi budaya di industri penerbangan<br />
nasional.<br />
Pembangunan memang tengah dilakukan. Di Bandara<br />
Soekarno-Hatta Cengkareng dilakukan penambahan ka <br />
pa sitas menjadi 62 juta per tahun dari kini 22 juta per<br />
tahun. Sejak 2012, proyek Terminal 3 Soekarno-Hatta<br />
sudah dikembangkan dengan rencana memiliki kapasitas<br />
25 juta penumpang.<br />
Selain itu, revitalisasi Terminal 1 <strong>dan</strong> 2 akan memompa<br />
kapasitas masing-masing menjadi 18 juta per tahun<br />
<strong>dan</strong> 19 juta per tahun.<br />
Revitalisasi itu dilakukan PT Angkasa Pura II sebagai<br />
Proyeksi Pertumbuhan Pesawat Komersial<br />
di Atas 100 Kursi (unit)<br />
304<br />
326<br />
358<br />
405<br />
Keterangan: *) Asumsi laju pertumbuhan 11%<br />
Sumber: <strong>Indonesia</strong>n Aircraft Maintenance<br />
Shop Association (IAMSA), Kemenhub & INACA, diolah<br />
450<br />
480<br />
2011 2012 2013 <strong>2014</strong> 2015 2016<br />
Perkembangan Penumpang<br />
Angkutan Udara di <strong>Indonesia</strong><br />
(juta orang)<br />
Domestik Internasional<br />
74,17<br />
66,82<br />
60,2<br />
82,32<br />
91,37<br />
8,15 9,04 10,03 11,13 12,32<br />
2011 2012 2013* <strong>2014</strong>* 2015*<br />
BISNIS/M. RAUSHAN<br />
pengelola Bandara Soekarno-Hatta. Pengembangan juga<br />
dilakoni PT Angkasa Pura I yang juga mengoperatori 13<br />
bandara komersial.<br />
Beberapa di antaranya terminal internasional Bandara<br />
Ngurah Rai Denpasar yang sudah dioperasikan sejak<br />
Oktober 2013 saat APEC 2013, Bandara Juanda<br />
Surabaya, <strong>dan</strong> Sepinggan Balikpapan.<br />
Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono<br />
menegaskan persoalan bandara bukan hanya kapasitas<br />
melainkan tren pesawat yang mengarah pada dimensi<br />
lebih besar.<br />
Dalam bukunya Transportasi <strong>dan</strong> Investasi (2013),<br />
Bambang menceritakan hampir semua Ibu Kota provinsi<br />
di <strong>Indonesia</strong> baginya telah memiliki bandara dengan<br />
kapasitas di atas 1 juta penumpang <strong>dan</strong> panjang landas<br />
pacu di atas 2.000 meter. Bandara jenis itu mampu didarati<br />
pesawat jenis Boeing 737 versi 800.<br />
Sayangnya, pemerintah masih terbatas mengembangkan<br />
233 bandara saat ini karena dalam 5 tahun ke<br />
depan membutuhkan <strong>dan</strong>a sekitar Rp54 triliun, se<strong>dan</strong>gkan<br />
anggaran tersedia hanya Rp19,5 triliun.<br />
TERTINGGAL<br />
Selama ini, pengembangan bandara selalu ketinggalan.<br />
Pemerintah juga sering telat dalam membangun<br />
bandara baru misalnya di Bandung <strong>dan</strong> Yogyakarta.<br />
Kendati begitu, persoalan lain yang patut jadi sorotan<br />
dalam infrastruktur adalah akses menuju bandara yang<br />
selama ini justru terabaikan. Selama ini, bandara masih<br />
dilihat sebagai sumber pungutan. Ini yang terka<strong>dan</strong>g<br />
menahan minat investor swasta masuk berinvestasi.<br />
Di sisi lain, persoalan SDM juga menyeruak. Satu unit<br />
pesawat setidaknya butuh lima set kru. Satu set kru terdiri<br />
dari 10 orang penerbang.<br />
Dengan proyeksi itu, <strong>Indonesia</strong> masih membutuhkan<br />
500 orang penerbang baru dalam setahun, sementara<br />
sekolah penerbangan dalam negeri nyatanya belum<br />
mampu menjawab kebutuhan itu.<br />
Selain keterbatasan pilot lokal, ihwal SDM ini pun<br />
menjangkiti mekanik pesawat, petugas ATC, pengajar<br />
atau instruktur hingga pengawas atau inspektor.<br />
Keterbasan SDM itu juga menjadi pembenaran langkah<br />
pemerintah menerapkan penundaan atau moratorium<br />
izin maskapai baru yang mulai dilakukan pertengahan<br />
2013 meski tiga maskapai baru sudah antre<br />
beroperasi yakni Nam Air, Jatayu Air, <strong>dan</strong> AirAsia<br />
<strong>Indonesia</strong> X.<br />
Selama ini, pemerintah memang kesulitan<br />
mengejar ketertinggalan infrastruktur<br />
karena keterbasan anggaran padahal<br />
pertumbuhan sektor penerbangan nasional<br />
rata-rata 15% per tahun.<br />
Apalagi pemerintah juga punya pekerjaan<br />
rumah soal pengembangan bandara di<br />
pelosok.<br />
Apapun proyeksi positif <strong>Indonesia</strong>, jika<br />
pemerintah <strong>dan</strong> operator hanya sumringah<br />
atas proyeksi itu, maka sia-sia<br />
belaka.<br />
Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 71
Sektor Properti<br />
Memasuki Fase Perlambatan<br />
Memasuki awal kuartal IV/2013,<br />
perkiraan terjadinya perlambatan<br />
pertumbuhan sektor properti pada<br />
tahun depan semakin diyakini oleh<br />
berbagai pihak.<br />
Fatia Qanitat<br />
fatia.qanitat@bisnis.co.id<br />
Kenaikan harga bahan bakar minyak<br />
(BBM) pada akhir Juni lalu memengaruhi<br />
performa bisnis secara keseluruhan,<br />
termasuk properti.<br />
Kondisi perekonomian yang kurang<br />
menentu, diiringi dengan penurunan<br />
nilai tukar rupiah terhadap dolar AS turut menjadi<br />
penyebab.<br />
Tekanan terus terjadi dengan naiknya suku<br />
bunga acuan (BI Rate) sebanyak dua kali, <strong>dan</strong><br />
bertengger pada posisi 7,25% saat ini. Masyarakat<br />
yang bermaksud mengajukan kredit pemilikan<br />
rumah (KPR) harus berhitung ulang karena kenaikan<br />
suku bunga perbankan.<br />
Masalah KPR tidak berhenti di sana. Regulasi<br />
dari Bank <strong>Indonesia</strong> baru-baru ini cukup memberikan<br />
pukulan pada sektor tersebut. Istilah booming<br />
properti yang sering disebut-sebut selama 3 tahun<br />
terakhir, berubah menjadi kegalauan.<br />
Perlambatan yang terjadi ini direspons berbeda<br />
oleh berbagai pihak. Ada yang menilai kondisi ini<br />
memberikan arah pertumbuhan yang lebih sehat,<br />
khususnya bagi pertumbuhan hunian menengahbawah.<br />
Meskipun begitu, banyak juga yang menganggap<br />
pemerintah telah menghambat pertumbuhan positif<br />
yang telah terbentuk, karena mengeluarkan regulasi<br />
yang tidak propasar.<br />
Misalnya, Surat Edaran BI No. 15/40/DKMP tentang<br />
Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang<br />
Melakukan Pemberian Kredit atau Pembiayaan<br />
Konsumsi Beragun Properti yang berlaku sejak 30<br />
September ini, diatur mengenai penjualan rumah<br />
dengan sistem pesan (inden) serta pembatasan<br />
uang muka (loan to value) bagi pengajuan KPR<br />
kedua <strong>dan</strong> seterusnya.<br />
Terkait dengan tahun politik, sebetulnya hal ini<br />
akan membawa faktor positif pada pasar. Karena<br />
jumlah uang yang beredar semakin banyak, dipastikan<br />
hal itu akan lebih menggerakkan daya beli<br />
masyarakat secara keseluruhan.<br />
BATAS AMAN<br />
Mengenai prediksi pasar <strong>2014</strong>, berbagai lembaga<br />
riset telah melansir hasil kajiannya terkait<br />
prospek perkembangan pasar properti ke depan.<br />
Meski dikatakan pemilu tidak terlalu berpengaruh<br />
pada perkembangan pasar di segmen mene <br />
ngah-bawah, hal tersebut memberikan dampak berbeda<br />
pada kelas menengah-atas, khususnya kelompok<br />
investor.<br />
Secara garis besar, pengembang properti, investor,<br />
<strong>dan</strong> konsumen cenderung lebih memilih menunggu<br />
saat yang tepat untuk mengambil keputusan.<br />
Transaksi properti akan tertahan, <strong>dan</strong> diperkirakan<br />
baru akan kembali berjalan normal seusai pemilu.<br />
Kendati begitu, perlambatan yang terjadi pada<br />
awal <strong>2014</strong> masih tergolong berada dalam batas<br />
aman, karena tingkat permintaan pasar <strong>dan</strong> tren<br />
kenaikan harga masih terbilang positif bagi pelaku<br />
pasar.<br />
Beberapa sektor khususnya yang berhubungan<br />
dengan kebutuhan dasar<br />
manusia tetap akan<br />
bertahan <strong>dan</strong> memperlihatkan<br />
pertumbuhan<br />
cukup<br />
baik.<br />
Prediksi Pasar Properti 2013-<strong>2014</strong><br />
Sektor Kondisi 2013 Ramalan <strong>2014</strong><br />
Permintaan Okupansi Harga<br />
Kantor sewa Tingkat okupansi terus tumbuh Tumbuh kuat Tumbuh Tumbuh<br />
Kantor strata Permintaan memacu pertumbuhan harga Tumbuh kuat Tumbuh Tumbuh<br />
Ritel Banyak peritel internasional yang masuk pasar <strong>Indonesia</strong> Tumbuh Stabil Stabil<br />
Kondominium Aktivitas penjualan stabil Stabil Stabil Stabil<br />
Apartemen sewa Kondominium semakin banyak memasuki pasar sewa Stabil Turun Tumbuh<br />
Industri Terus melambat sejak 2010 Turun Stabil Stabil<br />
Rumah tapak Permintaan stagnan akibat meningkatnya suku bunga Stabil Stabil Tumbuh<br />
Hotel Hotel bintang 4 & 5 mengalami pertumbuhan tertinggi Stabil Tumbuh Tumbuh<br />
Sumber: Cushman & Wakefield <strong>Indonesia</strong>, diolah<br />
BISNIS/M. RAUSHAN<br />
72 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>
Jurus Jitu Sang Pengembang<br />
Pertumbuhan pasar properti <strong>2014</strong> diprediksi melambat<br />
oleh sejumlah kalangan jika dibandingkan periode emasnya<br />
dalam 3 tahun terakhir. Bukannya tanpa sebab, sejumlah<br />
faktor yang terjadi selama 2013 telah mengarah kepada<br />
kondisi tersebut.<br />
Sebut saja, kenaikan harga bahan bakar minyak pada<br />
pertengahan tahun lalu, depresiasi rupiah terhadap dolar AS,<br />
kondisi perekonomian negara yang belum pasti <strong>dan</strong> regulasi dari<br />
Bank <strong>Indonesia</strong> yang mengatur penjualan rumah dengan sistem<br />
pesan serta pembatasan uang muka (loan to value) bagi<br />
pengajuan kredit pemilikan rumah (KPR) kedua <strong>dan</strong> seterusnya.<br />
Belum lagi ditambah dengan kenaikan suku bunga acuan (BI<br />
rate) yang mencapai 7,5%.<br />
Semua<br />
faktor<br />
tersebut<br />
bahkan telah<br />
mengarah kepada kondisi perlambatan<br />
yang sudah dimulai sejak paruh<br />
kedua 2013. Menghadapi kondisi tersebut,<br />
pengembang properti pun ditantang untuk<br />
menghadirkan strategi bisnis yang tepat untuk<br />
merebut ceruk keuntungan di 'tahun politik'<br />
tersebut.<br />
PT Ciputra Development Tbk.<br />
Direktur Keuangan PT Ciputra<br />
Development Tbk. Tulus<br />
Santosa mengatakan di<br />
tengah ketidakpastian<br />
pasar, fokus<br />
perseroan pada <strong>2014</strong><br />
tetap ke real estat,<br />
baik apartemen<br />
maupun rumah tapak. Kendati begitu,<br />
perusahaan lebih mengutamakan pengembangan<br />
rumah tapak.<br />
Pada <strong>2014</strong>, perusahaan akan mulai menjajaki<br />
kemungkinan pengembangan superblok <strong>dan</strong><br />
properti komersial karena merupakan waktu<br />
yang tepat untuk pengembangan sebab<br />
rata-rata akan rampung dalam 3 tahun ke<br />
depan.<br />
Terkait dengan segmen, Ciputra Development<br />
masih akan menyasar kelas menengah<br />
dengan lokasi di seluruh <strong>Indonesia</strong>.<br />
PT Summarecon Agung Tbk.<br />
Pada <strong>2014</strong>, pengembang yang<br />
banyak melakukan pembangunan<br />
hunian kelas menengah-atas dengan<br />
harga di atas Rp2 miliar ini<br />
menyatakan akan fokus mengembangkan<br />
apartemen pada tahun<br />
depan. Setidaknya ada 4 tower<br />
apartemen yang dikembangkan.<br />
Menurut Direktur Utama PT Summarecon<br />
Agung Tbk. Johannes Mardjuki, perusahaan<br />
akan membangun lebih banyak apartemen<br />
dengan kisaran harga di bawah Rp1 miliar.<br />
Selain itu, pihaknya akan mempertimbangkan<br />
pembangunan hunian tapak dengan ukuran<br />
lebih kecil, sehingga bisa dijual di bawah Rp2<br />
Sejauh ini, Summarecon telah aktif<br />
melakukan pengembangan di Kelapa Gading,<br />
Serpong, <strong>dan</strong> Bekasi. Setidaknya terdapat<br />
lebih dari 40.000 unit rumah yang telah<br />
dikembangkan.<br />
Untuk memperluas bisnisnya, ke depan,<br />
perusahaan tengah mempersiapkan<br />
pengembangan township di Bandung <strong>dan</strong><br />
Bogor.<br />
Sumber: PT Ciputra Development Tbk.<br />
PT Metropolitan Land Tbk.<br />
Selama ini Metropolitan Land (Metland)<br />
dikenal pada pengembangan hunian<br />
tapak yang ditujukan kepada masyarakat<br />
kelas menengah-bawah. Sekretaris<br />
Perusahaan Metland Olivia Surodjo<br />
memperkirakan dari total 1.500 unit rumah<br />
yang dikembangkan setiap tahunnya, hampir<br />
70% dijual dengan kisaran harga Rp150<br />
juta-Rp400 juta.<br />
Dia mengatakan strategi pengembangan<br />
<strong>2014</strong> masih terus dibahas sampai saat ini.<br />
Perusahaan tetap menjalankan bisnis utama<br />
dengan pengembangan hunian bagi kelas<br />
menengah-bawah. Sementara untuk rumah<br />
menengah-atas akan lebih sedikit porsinya.<br />
Beberapa proyek perumahan yang tengah<br />
dikembangkan meliputi Metland Menteng,<br />
Metland Puri, Metland Transyogi, Metland<br />
Tambun, Metland Cileungsi, <strong>dan</strong> Metland<br />
Cibitung.<br />
PT Megapolitan Development Tbk.<br />
Pengembang yang memiliki lahan seluas<br />
300 ha di kawasan Cinere, perbatasan<br />
Jakarta Selatan <strong>dan</strong> Depok tersebut, terus<br />
melakukan pengembangan kawasan. Hingga<br />
saat ini, tersisa 70 ha lahan di kawasan itu<br />
yang masih bisa dikembangkan.<br />
Proses pengembangan<br />
wilayah Cinere,<br />
jelas Sekretaris<br />
Perusahaan PT Megapolitan Development<br />
Fanny F. Susanto, sangat bergantung pada<br />
realisasi pembangunan jalan tol Cijago<br />
(Cinere-Jagorawi) <strong>dan</strong> Desari (Depok-<br />
Antasari).<br />
Khusus <strong>2014</strong>, perusahaan tetap melakukan<br />
pengembangan meliputi hunian tapak,<br />
apartemen, ruko, <strong>dan</strong> kawasan komersial.<br />
Menurutnya, kondisi perekonomian maupun<br />
pemilu tidak menjadi kekhawatiran.<br />
PT Intiland Tbk.<br />
Pengembang ini pada<br />
dasarnya memiliki empat lini bisnis properti,<br />
Fatia Qanitat & Oktaviano D.B. Hana<br />
yakni industrial park, hospitality, township<br />
and estate, mixed used & high rise.<br />
Kendati begitu, Corporate Secretary PT<br />
Intiland Tbk. Theresia Rustandi mengatakan<br />
pada <strong>2014</strong>, akan berfokus pada pengembangan<br />
hunian dalam bentuk kawasan terpadu<br />
(mixed used). Bahkan, fokus pengembangan<br />
tersebut telah diarahkan perseroan sejak<br />
2013.<br />
Pengembangan mixed used yang dikombinasikan<br />
dengan high rise building lebih efisien<br />
dengan memberikan income terbesar <strong>dan</strong><br />
dengan pembangunan yang lebih cepat.<br />
Rumah tapak tetap dikembangkan, namun<br />
bukan dalam bentuk permukiman murni,<br />
tetapi lebih merupakan township yang<br />
menyasar kelas menengah atas di Jakarta<br />
<strong>dan</strong> Surabaya. Namun, bagi lini bisnis<br />
hospitality akan masuk ke daerah-daerah<br />
dengan nilai ekonomis tinggi.<br />
PT Agung Podomoro Land Tbk.<br />
Mengenai antisipasi perlambatan<br />
di <strong>2014</strong>, Corporate Secretary PT<br />
Agung Podomoro Land Tbk. Justini<br />
Omas menuturkan tengah mengkaji rencana<br />
kerja yang baru akan disepakati pada<br />
pertengahan Desember 2013.<br />
Kendati begitu, menghadapi tahun<br />
perlambatan tersebut perusahaan tidak akan<br />
mengubah konsep pengembangan. Namun,<br />
lebih cenderung untuk mengatur waktu<br />
ekspansi usaha dengan tepat.<br />
Hal tersebut lebih pada penundaan ekspansi<br />
usaha. Menurutnya, proyek yang memberikan<br />
return dalam jangka waktu panjang, seperti<br />
hotel yang kemungkinan akan ditunda<br />
terlebih dahulu.<br />
Jenis pengembangan superblok masih<br />
menjadi fokus di <strong>2014</strong> sebab dirasa masih<br />
tepat <strong>dan</strong> diminati konsumen.<br />
Perseroan masih akan menyasar segmen<br />
yang sama yakni menengah atas.<br />
BISNIS/M. RAUSHAN<br />
Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 73
Industri Pupuk<br />
‘Urusan Pangan<br />
Tak Boleh Terganggu’<br />
JAKARTA—Ketahanan pangan (food security) telah<br />
sejak lama menjadi salah satu isu pokok <strong>dan</strong> konsen terbesar<br />
negara-negara di dunia. Jumlah penduduk yang<br />
terus bertambah dengan cepat <strong>dan</strong> lahan pertanian<br />
pangan yang kian menyusut menuntut setiap negara<br />
memiliki strategi <strong>dan</strong> kesungguhan dalam membangun<br />
sektor pertanian guna menyediakan pangan yang cukup<br />
bagi seluruh penduduknya.<br />
Sayangnya, program ketahanan pangan di <strong>Indonesia</strong><br />
masih berjalan tertatih-tatih akibat masih banyak hambatan<br />
<strong>dan</strong> kebijakan yang tidak sinkron, termasuk a<strong>dan</strong>ya<br />
ambiguitas dalam meman<strong>dan</strong>g peran vital industri<br />
pupuk dalam meningkatkan produksi pangan.<br />
Untuk memahami lebih mendalam tentang betapa penting<br />
nya ketahanan pangan dalam konteks kedaulatan<br />
sebuah negara <strong>dan</strong> korelasinya yang tak dapat dipisahkan<br />
de ngan peran industri pupuk, <strong>Bisnis</strong> mewawancarai<br />
Direkur Utama PT Pupuk <strong>Indonesia</strong> Holding Company<br />
Arifin Tasrif. Berikut Petikannya:<br />
Seperti apa signifikansi korelasi peran<br />
industri pupuk dalam membangun ketahanan<br />
pangan<br />
Sektor pangan <strong>dan</strong> pupuk itu ibarat dua sisi mata<br />
uang. Keduanya memiliki nilai yang sangat penting<br />
<strong>dan</strong> tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Tidak<br />
mungkin meningkatkan produksi pangan tanpa<br />
menggunakan pupuk kimiawi, terlebih di tengah<br />
penyusutan luas areal pertanian yang sulit dihentikan.<br />
Pupuk organik (nonkimiawi) tetap dibutuhkan<br />
tetapi tak bisa menggantikan peran pupuk kimiawi<br />
yang kontribusinya dalam meningkatkan produksi<br />
pa ngan berkisar 50%. Jadi, penggunaan pupuk<br />
kimiawi itu mutlak sehingga eksistensi pabrik<br />
pupuk, khususnya BUMN perpupukan, sangatlah<br />
vital <strong>dan</strong> strategis.<br />
Apakah selama ini BUMN pupuk dipan<strong>dan</strong>g<br />
<strong>dan</strong> diperlakukan layaknya sektor vital <strong>dan</strong><br />
strategis<br />
Itulah masalahnya. Industri pupuk termasuk da <br />
lam sektor strategis tetapi ketersediaan bahan baku<br />
berupa gas masih terus menjadi masalah dari wak <br />
tu ke waktu. Padahal, eksistensi <strong>dan</strong> keberlanjutan<br />
hidup industri pupuk sangat bergantung pada<br />
pasok an gas. Tanpa gas pabrik pupuk akan mati.<br />
Idealnya setiap pabrik pupuk memiliki kontrak<br />
pasokan gas jangka panjang, minimal 20 tahun<br />
untuk setiap kontrak. Ini penting agar industri<br />
pupuk juga dapat menjamin pemenuhan pupuk ke <br />
pada petani, yang semuanya berujung pada kapasitas<br />
negara dalam memenuhi kebutuhan pangan<br />
bagi seluruh penduduk yang jumlahnya terus bertambah.<br />
Saat ini, pemanfaatan gas masih berorientasi<br />
pada revenue bukan value added sehingga gas lebih<br />
ba nyak dijual keluar karena memberikan pendapatan<br />
secara langsung. Padahal, kalau berorientasi<br />
pada value added di mana gas dialokasikan kepada<br />
in dustri dalam negeri, tentu akan memberikan multiplier<br />
effect yang besar seperti pendapatan negara<br />
dari pajak, dividen [untuk BUMN], penyediaan<br />
lapangan kerja, pertumbuhan ekonomi <strong>dan</strong> sebagainya.<br />
Apakah itu berarti <strong>Indonesia</strong> sulit mewujudkan<br />
swasembada pangan<br />
<strong>Indonesia</strong> merupakan negara agraris <strong>dan</strong> memiliki<br />
sumber daya yang sesungguhnya sangat men <br />
du kung untuk mencapai swasembada pangan. Yang<br />
di butuhkan hanyalah kebijakan yang jelas dari pe <br />
merintah <strong>dan</strong> dijalankan secara konsisten.<br />
Dalam hal instrumen kebijakan, pemerintah<br />
sudah punya <strong>dan</strong> cukup bagus. Sayangnya, sebagian<br />
kebijakan tidak dilaksanakan secara konsisten<br />
oleh instansi terkait yang bertanggungjawab di<br />
bi<strong>dan</strong>g itu.<br />
Sebagai contoh, saat ini sudah ada Inpres No.<br />
2/2010 tentang Revitalisasi Industri Pupuk, yang di<br />
da lamnya memprioritaskan alokasi pemenuhan gas<br />
un tuk bahan baku <strong>dan</strong> energi industri pupuk de <br />
ngan penetapan harga dikoordinasikan oleh Menko<br />
Perekonomian.<br />
Harga yang acceptable di industri pupuk adalah<br />
di bawah US$6 per MMBtu. Sebagai pembanding,<br />
di India harga pembelian gas domestik, termasuk<br />
in dustri pupuk, dikunci pada level US$4,14 per<br />
MMBtu.<br />
Namun, yang terjadi sekarang, BUMN pupuk<br />
tetap saja kesulitan memperoleh alokasi gas <strong>dan</strong><br />
harga yang acceptable [pantas]. Kontrak <strong>dan</strong> alokasi<br />
gas masih bersifat jangka pendek <strong>dan</strong> harganya ter <br />
ta lu tinggi. Selain itu, harga gas juga ditetapkan<br />
dalam dolar. Gas itu kan komponen yang berasal<br />
dari dalam negeri, knapa sih tak bisa dibayar de <br />
ngan rupiah.<br />
Saat ini, kami mulai mengembangkan sumber<br />
pasokan gas dari batu bara [teknologi gasifikasi]<br />
<strong>dan</strong> berharap ada dukungan pemerintah terkait<br />
dengan jaminan pasokan batu bara dalam jangka<br />
panjang.<br />
74 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>
Kalau ingin sungguh-sungguh membangun ketahanan<br />
<strong>dan</strong> swasembada pangan, kita harus bicara tentang strategi<br />
kebijakan yang terintegrasi untuk jangka waktu<br />
50-100 tahun dari sekarang, bukan sepenggal-sepenggal.<br />
Dan, sekali lagi implementasi kebijakan itu harus konsisten.<br />
Seberapa seriuskah problem pangan nasional jika<br />
industri pupuk semakin kesulitan gas<br />
Ya, tanpa gas tentu saja pabrik-pabrik pupuk akan<br />
mati. Kami punya cerita tersendiri tentang pabrik [milik<br />
BUMN pupuk] yang mati gara-gara tidak memperoleh<br />
alokasi gas. Dan, kalau problem gas terus terjadi kita<br />
akan berpotensi berada pada situasi rawan pangan yang<br />
se makin memperbesar ketergantungan terhadap pangan<br />
impor, karena produksi di dalam negeri tak mungkin<br />
cukup.<br />
Tidak ada lagi kedaulatan pangan yang pada akhirnya<br />
pengadaan pangan impor akan menjadi beban yang<br />
sangat berat bagi pemerintah, terlebih ketika harga<br />
pangan melambung <strong>dan</strong> kurs dolar tinggi seperti sekarang<br />
ini.<br />
Selain urusan gas, apa problem lain yang menghambat<br />
program ketahanan pangan<br />
Soal luas lahan pertanian. Di <strong>Indonesia</strong>, sebagian<br />
besar petani menggarap lahan yang sangat sempit<br />
kurang dari 0,5 hektare sehingga pengelolaannya menjadi<br />
tidak efisien. Untuk itu, pemerintah perlu mengembangkan<br />
lahan-lahan baru areal pertanian yang luas di<br />
luar Jawa sehingga bisa dilakukan mekanisasi pertanian<br />
<strong>dan</strong> pengerjaannya lebih efisien. Ini<br />
sekaligus menggantikan lahan pertanian<br />
yang beralih fungsi.<br />
Dan, ke depan tidak boleh<br />
ada lagi konversi lahan pertanian<br />
pangan. Kalaupun terpaksa<br />
terjadi konversi, maka<br />
harus segera diganti dengan<br />
lahan baru yang dua kali<br />
lebih luas karena untuk<br />
menyiapkan lahan mentah<br />
hingga menjadi lahan pertanian<br />
yang<br />
siap<br />
tanam mem bu tuhkan waktu <strong>dan</strong> biaya yang besar.<br />
Soal subsidi apakah tidak ada masalah<br />
Kebijakan pemberian subsidi pupuk untuk sektor<br />
pangan secara implisit mencerminkan bahwa ketahanan<br />
pangan menjadi konsen pemerintah. Namun, nilai subsidi<br />
yang diberikan pemerintah relatif kecil dibandingkan<br />
de ngan Pakistan yang jumlah penduduk <strong>dan</strong> kebutuhan<br />
pangannya tak sebesar <strong>Indonesia</strong>.<br />
Di mana pun, kendala utama yang dihadapi perusahaan<br />
[BUMN] yang menangani tugas menyalurkan subsidi<br />
adalah terkait dengan cash flow. Masalah cash flow ini<br />
bagaimana pun juga ujung-ujungnya menjadi beban pe -<br />
merintah juga.<br />
Misal, jika terdapat piutang subsidi yang belum<br />
dibayar pemerintah sebesar Rp10 triliun, maka dalam<br />
se tahun akan memunculkan tambahan biaya Rp1 triliun,<br />
karena ada bunga sebesar 10% yang menjadi<br />
beban negara.<br />
Padahal, apabila Rp10 triliun tadi tidak menjadi piutang<br />
macet <strong>dan</strong> masuk sebagai modal kerja yang menghasilkan<br />
profit, maka setidaknya Rp300 miliar akan masuk ke<br />
kas negara. Jadi, Semestinya tiap tutup tahun tidak ada<br />
piutang yang belum dibayar pemerintah. Se ka rang ini<br />
piutang pemerintah mencapai sekitar Rp14 trilliun.<br />
Apa dampaknya<br />
Tentu piutang tadi akan mengurangi modal kerja,<br />
membebani HPP <strong>dan</strong> menekan daya saing untuk pupuk<br />
nonsusbidi. Selain itu, misi untuk merevitalisasi pabrik<br />
menjadi kian berat karena equity makin kecil. Dan, tentunya<br />
dividen untuk pemerintah juga menjadi tak optimal.<br />
Pada Tahun <strong>Politik</strong> <strong>2014</strong>, pemerintah akan sibuk<br />
Pemilu. Apakah menurut Anda urusan pangan <strong>dan</strong><br />
pupuk akan semakin terabaikan<br />
Tentu kita berharap tidak sampai begitu. Dalam hal<br />
ini, industri pupuk sudah mengamankan stok. Bagi<br />
kami, apapun yang terjadi pada <strong>2014</strong>, urusan pangan<br />
<strong>dan</strong> pupuk tidak boleh terganggu.<br />
Pewawancara: Cham<strong>dan</strong> Purwoko<br />
Arifin Tasrif<br />
<strong>Bisnis</strong>/Yayus Yuswoprihanto<br />
Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 75
Prospek <strong>Politik</strong><br />
Keluar Dari Zona Cacat Demokrasi<br />
“The electors see their representative<br />
not only as a legislator for the<br />
state but also as the natural protector<br />
of local interests in the legislature;<br />
indeed, they almost seem to<br />
think that he has a power of attorney<br />
to represent each constituent, and<br />
they trust him to be as eager in their<br />
private interests as in those of the<br />
country.” (Alexis de Tocqueville)<br />
Inria Zulfikar<br />
inria.zulfikar@bisnis.co.id<br />
Apa yang salah dengan demokrasi di<br />
negeri ini Semuanya ada, sebut saja<br />
mulai dari pemilu nasional, pemilu<br />
daerah, pemilihan presiden, parlemen,<br />
Komisi Pemilihan Umum,<br />
Ba<strong>dan</strong> Pengawas Pemilu, lembaga<br />
pemantau hingga pemilih sah yang berjumlah hampir<br />
190 juta jiwa.<br />
Dari eksistensi pranata, semua terlihat baik-baik<br />
saja <strong>dan</strong> berjalan normal. Namun bagaimana dari<br />
sisi pelaksanaan Seorang Irman Gusman, Ketua<br />
Dewan Perwakilan Daerah, tak mampu menyembunyikan<br />
kegalauannya mengenai hal ini.<br />
“Sistem demokrasi di <strong>Indonesia</strong> masih jauh di<br />
bawah rata-rata berdasarkan peringkat kualitas<br />
demokrasi di dunia. Oleh sebab itu secara kualitas<br />
demokrasi <strong>Indonesia</strong> masih ‘cacat’ karena praktiknya<br />
belum full democracy,” ujarnya dalam satu<br />
kesempatan kuliah umum di UIN Syarif<br />
Hidayatullah, Jakarta beberapa waktu lalu.<br />
“Demokrasi saat ini hanya berkutat pada<br />
demokrasi prosedural, bukan demokrasi yang substantif,”<br />
demikian ujarnya lebih lanjut.<br />
Irman tak salah. Untuk mengupasnya, kita bisa<br />
merujuk laporan Global Democracy Index 2013. Di<br />
mana posisi <strong>Indonesia</strong> Peringkat 53, dilibas Timor<br />
Leste yang berada di urutan 43. Artinya, kita masih<br />
jauh dibandingkan dengan Australia (6), Inggris<br />
(16), Korea Selatan (20), Jepang (22), Israel (37),<br />
India (38), <strong>dan</strong> Brazil (44).<br />
Ditelisik dari lima alat ukur utama—pemilu, pluralisme,<br />
kebebasan sipil, fungsi pemerintahan<br />
(birokrasi), partisipasi politik, <strong>dan</strong> budaya politik-<br />
-laporan tersebut menunjukkan bahwa kualitas<br />
demokrasi <strong>Indonesia</strong> masih perlu pembenahan<br />
mendasar.<br />
Tentu kita berharap demokrasi membawa perubahan<br />
signifikan bagi peningkatan kemandirian,<br />
kemajuan, keadilan, <strong>dan</strong> kemakmuran rakyat.<br />
Bukankah demokrasi merupakan media untuk<br />
melakukan perubahan yang lebih baik<br />
Dengan demikian, secara kualitas pemilu tahun<br />
depan harus lebih baik dibandingkan dengan 2009<br />
yang dipenuhi banyak catatan <strong>dan</strong> kekisruhan.<br />
Sudah sejauh mana kesiapan kita<br />
Ritual lima tahunan demokrasi bergulir lagi<br />
tahun depan untuk memilih anggota legislatif <strong>dan</strong><br />
berlanjut ke presiden serta wakilnya. Segala anganangan<br />
<strong>dan</strong> harapan bagi terwujudnya sebuah tatanan<br />
politik <strong>Indonesia</strong> yang demokratis <strong>dan</strong> modern<br />
akan diuji oleh momentum hajatan pemilu <strong>2014</strong>.<br />
Segu<strong>dan</strong>g asa tersebut tentunya harus seiring<br />
sejalan dengan komitmen tinggi serta konsistensi<br />
pelaksanaannya di lapangan kelak. Tanpa itu, pemilu<br />
tak lebih dari dagelan atau bunga-bunga<br />
demokrasi belaka.<br />
Hingga pemilu 2009, mengkonfirmasi bahwa<br />
segu<strong>dan</strong>g amanat <strong>dan</strong> hati nurani rakyat untuk<br />
kehidupan politik yang lebih demokratis, bebas<br />
korupsi, menjunjung tinggi akuntabilitas, penegakkan<br />
hukum serta transparansi justru bukannya<br />
menjadi panglima.<br />
Ia terlihat begitu mudah ditekuk oleh kepentingan<br />
bisnis <strong>dan</strong> politik sesaat yang sangat massif <strong>dan</strong><br />
koruptif. Korupsi <strong>dan</strong> mega skandal merajalela. Elit<br />
politik yang diharapkan memberi tela<strong>dan</strong>, malah<br />
menorehkan noda hitam bagi perjalanan bangsa ini<br />
pasca reformasi. Money politics begitu digdaya<br />
menentukan arah bisnis <strong>dan</strong> politik di Tanah Air.<br />
Dalam situasi demikian kita menyongsong pemilu<br />
<strong>2014</strong>, hajatan politik berongkos Rp16 triliun.<br />
Atmosfer wait and worry itu tidak boleh lagi menjadi<br />
‘hantu di siang bolong’ yang membuat kita berjalan<br />
di tempat atau bahkan terhempas (set back) ke<br />
jurang yang lebih dalam.<br />
LEGITIMASI<br />
Secara institusional, pranata kehidupan politik<br />
nasional sudah melambangkan tatanan masyarakat<br />
yang de mokratis. Ritual pemilu pasca reformasi,<br />
dengan se gala perangkatnya, sedikit banyak<br />
mengkonfirmasi hal itu.<br />
Namun hal itu belum cukup. Ada persoalan hakiki<br />
yang tidak boleh terlepas dari setiap momentum<br />
pemilu, yaitu legitimasi. Esensi demokrasi ini harus<br />
dibangun seiring antara aspek kuantitas <strong>dan</strong> kualitas.<br />
Pertanyaan nya, bagaimana pasar akan merespon<br />
ini semua<br />
76 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>
Indeks Demokrasi 2012: Kelompok Negara ‘Demokrasi Cacat’<br />
Kategori Skor<br />
Peringkat Total Skor (1) Proses Pemilihan (2) Fungsi (3) Partisipasi (4) Budaya (5) Kebebasan Sipil<br />
& Pluralisme Pemerintahan <strong>Politik</strong> <strong>Politik</strong><br />
Cape Verde -1 7,92 9,17 7,86 7,22 6,25 9,12<br />
Portugis -1 7,92 9,58 6,43 6,67 7,50 9,41<br />
Prancis -3 7,88 9,58 7,14 6,67 7,50 8,53<br />
Slovenia -3 9,58 7,50 7,50 7,22 6,25 8,82<br />
Botswana 5 7,85 9,17 7,14 6,67 6,88 9,41<br />
Afrika Selatan 6 7,79 8,75 8,21 7,22 6,25 8,53<br />
Italia 7 7,74 9,58 6,43 6,67 7,50 8,53<br />
Yunani 8 7,65 9,58 5,71 6,67 6,88 9,41<br />
Estonia 9 7,61 9,58 7,14 5,00 7,50 8,82<br />
Taiwan 10 7,57 9,58 7,14 6,11 5,63 9,41<br />
Chile 11 7,54 9,58 7,57 3,89 6,25 9,41<br />
Israel 12 7,53 8,75 7,50 8,33 7,50 5,59<br />
India 13 7,52 9,58 7,50 6,11 5,00 9,41<br />
Jamaika 14 7,39 9,17 6,79 5,00 6,88 9,12<br />
Slovakia 15 7,35 9,58 7,50 5,56 5,00 9,12<br />
Siprus 16 7,29 9,12 6,43 6,11 5,63 9,12<br />
Lithuania 17 7,24 9,58 5,71 5,56 6,25 9,12<br />
Timor Leste 18 7,16 8,67 6,79 5,56 6,88 7,94<br />
Polandia -19 7,12 9,58 6,43 6,11 4,38 9,12<br />
Brasil -19 7,12 9,58 7,50 5,00 4,38 9,12<br />
Panama 21 7,08 9,58 6,43 5,56 5,00 8,82<br />
Latvia 22 7,05 9,58 5,36 5,56 5,63 9,12<br />
Trinidad & Tobago 23 6,99 9,58 7,14 5,00 5,00 8,24<br />
Hongaria 24 6,96 9,17 6,07 4,44 6,88 8,24<br />
Kroasia 25 6,93 9,17 6,07 5,56 5,63 8,24<br />
Meksiko 26 6,90 8,33 7,14 6,67 5,00 7,35<br />
Argentina 27 6,84 8,75 5,71 5,56 6,25 7,94<br />
<strong>Indonesia</strong> 28 6,76 6,92 7,50 6,11 5,63 7,65<br />
Bulgaria 29 6,72 9,17 5,71 6,11 4,38 8,24<br />
Lesotho 30 6,66 8,25 5,71 6,67 5,63 7,06<br />
Sumber: The Economist Intelligence Unit 2013, diolah<br />
*) Ada 54 negara yang termasuk dalam kelompok ‘Demokrasi Cacat’<br />
*) Ada 4 kelompok negara berdasarkan peringkat demokrasi: Demokrasi Penuh, Demokrasi Cacat, Hybrid Regimes, <strong>dan</strong> Rezim Otoriter<br />
*) Pemeringkatan mencakup 167 negara<br />
*) Secara keseluruhan <strong>Indonesia</strong> berada di peringkat 53 BISNIS/HUSIN PARAPAT<br />
Optimisme boleh ditebarkan. Pasalnya, perekonomian<br />
<strong>Indonesia</strong> tahun depan diyakini membaik meski tantangan<br />
yang dihadapi tidak lebih ringan.<br />
Bank <strong>Indonesia</strong> pun sudah memberi ‘kata sambutan’<br />
soal tahun politik <strong>2014</strong> bahwa andil pemilu terhadap<br />
pertumbuhan ekonomi, seperti momen sebelumnya,<br />
tidak begitu signifikan.<br />
Memang belum bisa diketahui secara gamblang bagaimana<br />
pasar akan merespon Pemilu <strong>2014</strong>, karena konstelasi<br />
yang solid belum terbentuk. Reaksi pasar, pada<br />
gi lirannya, akan mencerminkan apakah kandidat yang<br />
bertarung meningkatkan ketidakpastian atau malah<br />
menawarkan harapan baru.<br />
Di sisi lain, tantangan eksternal yang dihadapi In <br />
donesia tahun depan tidak akan lebih ringan, terutama<br />
karena penundaan pengurangan stimulus the Fed yang<br />
sementara. Artinya, isu politik <strong>dan</strong> dinamikia politik di<br />
AS akan berlanjut, karena Paman Sam bakal menentukan<br />
batas utang pada Februari tahun depan.<br />
Lantaran itu, pan<strong>dan</strong>gan sinis Tocqueville mengenai<br />
konstituen <strong>dan</strong> wakil rakyat di awal tulisan ini jangan<br />
sampai menambah daftar keburukan pemilu di <strong>Indonesia</strong>.<br />
Tak ada pilihan lain yang lebih elok selain kembali<br />
pada prinsip unity in deversity.<br />
Ibarat laga sepakbola dunia, penonton tak akan berkedip<br />
menyaksikan duel maut kaliber dream team yang<br />
sama-sama mempersembahkan sepakbola atraktif <strong>dan</strong><br />
menjunjung tinggi fair play.<br />
Penonton puas karena wasit bertindak adil. Pemain<br />
boleh saja tidak puas tapi tetap menghormati keputusan<br />
final wasit, karena memang absah. Stadion menggelegar<br />
karena ada tontonan yang berkualitas, bukan prahara<br />
yang bikin cemas.<br />
Ada kampiun yang muncul secara elegan. Pihak yang<br />
kalah pun keluar lapangan dengan kepala tegak, diiringi<br />
tepuk membahana penonton.<br />
“In our personal ambitions we are individuals. But in<br />
our seeking for economic and political progress as a<br />
nation,we all go up or else all go down as one people.”<br />
Peringatan Franklin D. Roosevelt ini tampaknya perlu<br />
disimak baik-baik oleh para elit politik kita sebelum berlaga<br />
di tahun politik <strong>2014</strong>.<br />
Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 77
Legislator <strong>2014</strong>-2019<br />
Menebar Janji, Menagih Bukti<br />
Masih segar dalam ingatan ketika<br />
Lingkaran Survei <strong>Indonesia</strong> (LSI) me <br />
nyoroti kiprah politisi muda, terutama<br />
yang malang melintang di DPR.<br />
Sukirno & Inria Zulfikar<br />
redaksi@bisnis.co.id<br />
Hasilnya sungguh mengagetkan.<br />
Tanpa tedeng aling-aling, survei yang<br />
dibuat pada Oktober 2011 tersebut<br />
mengungkapkan bahwa sepak terjang<br />
politisi muda sungguh<br />
mengecewakan.<br />
Sejumlah nama muncul di pentas nasional<br />
dengan aroma tak sedap karena pemberitaan kasus<br />
korupsi kakap sepanjang tahun itu, seperti mantan<br />
Bendahara Umum Partai Demokrat M. Nazaruddin<br />
<strong>dan</strong> rekannya dari partai yang sama, Angelina<br />
Sondakh, Anas Urbaningrum, <strong>dan</strong> Menpora dari<br />
Partai Demokrat, Andi Mallarangeng, <strong>dan</strong><br />
Menakertrans Muhaimin Iskandar.<br />
Menjelang tahun politik yang tinggal beberapa<br />
bulan lagi, ratusan politisi kembali berebut kursi<br />
empuk di DPR. Ada muka lama, peninggalan periode<br />
2009-<strong>2014</strong>. Namun tidak sedikit pula wajahwajar<br />
baru nan ganteng <strong>dan</strong> molek yang akan<br />
menghiasi panggung politik Senayan dalam kurun<br />
<strong>2014</strong>-2019.<br />
Temuan LSI itu kiranya dapat dijadikan pertimbangan<br />
utama bagi rakyat dalam menentukan pilihannya<br />
kelak. Jangan terkecoh oleh kemasan luar<br />
saja yang sedap dipan<strong>dan</strong>g. Telusuri lebih jauh<br />
hingga ke akar-akarnya bagaimana rekam jejak<br />
politisi yang nyaleg ke Senayan.<br />
Survei yang dibuat LSI itu cukup relevan untuk<br />
memotret sikap atau tanggapan publik terhadap<br />
politisi, terutama kaum muda, tanpa harus kaku<br />
dibatasi oleh rentang waktu.<br />
Artinya, meski dibuat hampir tiga tahun lalu,<br />
persoalan inti yang ingin diungkap dalam survei<br />
tersebut, melalui berbagai pertanyaan mendasar<br />
mengenai kiprah politisi, tetap nyambung dengan<br />
konteks saat ini <strong>dan</strong> dinamika politik menjelang<br />
pemilu <strong>2014</strong> maupun sesudahnya.<br />
Karena tahun politik sudah didepan mata, justru<br />
kita ingin mengingatkan <strong>dan</strong> menggarisbawahi<br />
bahwa pemilu <strong>2014</strong> harus melahirkan politisi yang<br />
tidak hanya berwawasan jauh ke depan tetapi juga<br />
berintegritas.<br />
Figur dengan kriteria yang demikian hanya dapat<br />
diendus oleh para pemilih yang cerdas. Namun ‘ke <br />
arifan lokal’ di suatu masyarakat memiliki ‘radar’<br />
yang sudah teruji untuk mengukur hal-hal yang<br />
baik <strong>dan</strong> bijak serta pada saat yang sama memilah<br />
perilaku baik <strong>dan</strong> buruk seorang pemimpin.<br />
Dua tahun lalu, peneliti LSI Adjie Alfaraby<br />
mengungkapkan politisi muda (saat itu) dianggap<br />
publik justru memproduksi lagi sistem politik<br />
yang korup.<br />
Kegalauan tak cuma berhenti disana. Publik juga<br />
khawatir dengan kiprah politisi muda saat ini.<br />
Mereka dianggap tidak lebih baik dari seniornya.<br />
“Bahkan, lebih banyak responden yang menganggap<br />
kiprah politisi muda ini lebih buruk dibandi<br />
ngkan seniornya,” ujar Adjie.<br />
Publik Sangat Kecewa Kiprah Politisi Muda. Hasil<br />
survei LSI itu ibarat halilintar di siang bolong.<br />
Persoalannya, bagaimana ironi memalukan ini tidak<br />
terjadi lagi pada <strong>2014</strong>.<br />
Partai politik memiliki tanggungjawab besar<br />
dalam hal ini. Kaderisasi secara instan, seperti<br />
dikritik oleh politikus senior, Akbar Tandjung,<br />
harus dirombak total.<br />
Kaderisasi instan yang dijalankan parpol melahirkan<br />
politisi instan yang hanya menjadikan partai<br />
sebagai kendaraan untuk mencapai jabatan.<br />
Akbar, yang juga Ketua Dewan Pembina Partai<br />
Golkar, menekankan bahwa partai perlu membangun<br />
nilai-nilai perjuangan pada kader sesuai ideologi<br />
partai, untuk mencegah lahirnya politisi instan<br />
yang hanya mementingkan jabatan <strong>dan</strong> kekuasaan.<br />
“Sekarang partai hanya dijadikan kendaraan, bukan<br />
bersumber pada nilai-nilai penting perjuangan,”<br />
ujarnya seperti dikutip Antara baru-baru ini.<br />
PERBURUK CITRA<br />
Lemahnya nilai-nilai perjuangan pada diri kader<br />
partai politik ini yang membuat citra parpol<br />
semakin buruk di mata publik. Parpol, lagi-lagi,<br />
hanya menjalankan kaderisasi yang instan, demi<br />
kepentingan jabatan kekuasaan yang diincar di<br />
organisasi maupun pemerintahan.<br />
Selain penanaman nilai perjuangan pada kader,<br />
tentu parpol juga harus memperbaiki sistem rekrutmen<br />
mereka, termasuk program kaderisasi <strong>dan</strong><br />
langkah-langkah pen<strong>dan</strong>aan.<br />
Semua kader, misalnya, mesti terlibat dalam peng <br />
ambilan keputusan strategis partai. Mulai dari kepu <br />
tusan calon legislatif di DPR hingga pencapresan.<br />
Pengambilan sikap partai terhadap kondisi bangsa<br />
terkini juga perlu memperhatikan semua aspirasi<br />
<strong>dan</strong> gagasan kader, bukan hanya para elit parpol.<br />
Selain dua hal tadi, penyebaran citra parpol di<br />
depan publik <strong>dan</strong> kepemimpinan juga menjadi<br />
upaya yang harus diperhatikan dalam menguatkan<br />
78 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>
kelembagaan parpol. Pembangunan citra parpol di<br />
depan publik harus jelas <strong>dan</strong> tegas agar publik mengetahui<br />
ideologi organisasi calon pemimpinnya.<br />
Wajar bila publik kembali bertanya: Masih adakah<br />
politisi muda yang mampu tampil dalam mempelopori<br />
inovasi politik di zamannya seperti sepak terjang Ki<br />
Hajar Dewantara, Tjipto Mangunkusumo, Soetomo,<br />
Sugondo Djojopuspito, Muhamad Yamin, W.R Soe <br />
pratman, Soekarno, Muhammad Hatta atau Sutan<br />
Syahrir<br />
Politisi <strong>dan</strong> legislator asal Partai Demokrat Ruhut<br />
Poltak Sitompul, yang nyaleg lagi untuk periode <strong>2014</strong>-<br />
2019, mengatakan dirinya tidak akan berubah sikap.<br />
Baginya, tidak ada kata kompromi untuk para koruptor.<br />
Ramadhan Pohan, rekan separtai Ruhut di DPR, juga<br />
berambisi terpilih kembali. Kini dia mencalonkan diri<br />
Dapil Sumut I yang meliputi Me<strong>dan</strong>, Deliser<strong>dan</strong>g,<br />
Ser<strong>dan</strong>g Bedagai, <strong>dan</strong> Tebing Tinggi. Sebelumnya mantan<br />
jurnalis itu lolos dari Dapil Jawa Timur VII.<br />
Menyoal kiprah politisi di DPR yang dipenuhi berbagai<br />
kasus korupsi, Ramadhan menilai kondisinya sudah<br />
sangat gawat. Inilah yang membuat masyarakat mulai<br />
apatis terhadap politik di <strong>Indonesia</strong>. DPR sulit diharapkan<br />
lagi.<br />
Dekan Fakultas Ilmu Sosial <strong>dan</strong> Ilmu <strong>Politik</strong> Uni <br />
versitas Sumatra Utara Badaruddin berpendapat kinerja<br />
politisi asal daerah yang bermain di pentas nasional se <br />
perti DPR masih jauh dari harapan masyarakat.<br />
Di Sumut misalnya, begitu banyak persoalan mendasar<br />
yang tidak diperjuangkan ke Jakarta untuk dicarikan<br />
solusinya. Problem terbesar saat ini adalah jaminan<br />
pasokan energi (listrik).<br />
Harapan publik kepada mereka sebenarnya sangat<br />
sederhana. Buktikan janjimu!<br />
Melaju <strong>dan</strong><br />
Terhempas<br />
Fitri Sartina Dewi<br />
redaksi@bisnis.co.id<br />
Dalam UU No. 8/2012, ambang batas parlemen<br />
atau parliamentary threshold (PT)<br />
telah ditetapkan sebesar 3,5% <strong>dan</strong> ketentuan<br />
ini akan diterapkan pada Pemilu <strong>2014</strong>.<br />
Jumlah ambang batas tersebut naik jika dibandingkan<br />
dengan pemilu 2009 lalu yang hanya sebesar<br />
2,5%. Persoalan pun tidak selesai sampai di situ.<br />
Phillips J. Vermonte, Peneliti CSIS, mengatakan<br />
efektivitas PT 3,5% ini dalam menyaring partai politik<br />
(parpol) berkualitas bergantung kepada pilihan<br />
bangsa, ingin lebih mengutamakan representatif government<br />
atau effective government.<br />
Gun Gun Herjanto, dosen Komunikasi <strong>Politik</strong><br />
Universitas Islam Negeri Jakarta, menyatakan me <br />
kanisme PT 3,5% tidak akan menciptakan perubahan<br />
terhadap komposisi atau jumlah partai di DPR<br />
seperti saat ini yaitu sebanyak 9 partai politik.<br />
Sebastian Salang, Ketua Forum Masyarakat Peduli<br />
Parlemen, menegaskan parpol yang akan mendominasi<br />
adalah mereka yang saat ini berada di parlemen.<br />
Jelas sudah bahwa tidak ada perubahan yang<br />
luar biasa yang berasal dari partai baru.<br />
Siapa yang akan duduk di kursi empuk Senayan<br />
Kita tunggu saja.<br />
Ketidakpuasan Publik atas Kinerja<br />
Anggota DPR berdasarkan tugas pokok<br />
Produk Legislasi 48,5%<br />
Penganggaran 46,6%<br />
Pengawasan 59,6%<br />
Menyerap aspirasi masyarakat 73,9%<br />
Memberikan masukan pada pemerintah 60,9%<br />
Hasil Riset Citra DPR<br />
Periode 2013<br />
Tidak baik 38,5%<br />
Semakin tidak baik 26,1%<br />
Baik 29,2%<br />
Semakin Baik 1,9%<br />
Tidak menjawab 4,3%<br />
Sumber: INSIS<br />
<strong>Bisnis</strong>/Ilham Nesabana<br />
Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 79
Laga Menuju RI-1<br />
<strong>Bisnis</strong>/Rahmatullah <strong>Bisnis</strong>/Nurul Hidayat<br />
<strong>Bisnis</strong>/Nurul Hidayat <strong>Bisnis</strong>/Yayus Yuswoprihanto <strong>Bisnis</strong>/Dedi Gunawan<br />
Tekad Bulat Saja Belum Cukup<br />
Sekitar 6 Bulan menjelang penetapan<br />
partai politik pemenang pemilu legislatif<br />
oleh Komisi Pemilihan Umum<br />
(KPU), suhu politik terkait dengan<br />
persiapan pencalonan presiden oleh<br />
partai politik terasa kian panas.<br />
John Andhi Oktaveri<br />
john.andhi@bisnis.co.id<br />
Kondisi itu bisa dipahami mengingat<br />
sebagai seorang yang sudah menjabat<br />
dua kali, Presiden Susilo Bambang<br />
Yudhoyono atau SBY dipastikan tidak<br />
akan mencalonkan kembali. Dengan<br />
tidak masuknya SBY ke gelanggang<br />
Pilpres <strong>2014</strong>, beberapa hasil survei menunjukkan<br />
bahwa persaingan di pilpres <strong>2014</strong> akan sangat terbuka<br />
<strong>dan</strong> berlangsung seru.<br />
Para pengamat pun memprediksi persaingan di<br />
antara calon presiden (capres) akan berlangsung<br />
ketat, tidak seperti pilpres sebelumnya, saat SBY<br />
dengan mudah menyapu bersih lawan-lawannya.<br />
Lebih dari itu, Pemilu <strong>2014</strong> akan menjadi ajang persaingan<br />
bagi para calon wakil presiden (cawapres).<br />
Pasalnya, banyak kandidat cawapres yang berasal<br />
dari kalangan tokoh muda sekaligus figur baru<br />
mulai ancang-ancang membidik kursi RI-2. Janganjangan<br />
faktor cawapres yang lebih menjadi penentu<br />
bagi kemenangan seorang capres nantinya.<br />
Genderang perang untuk menggantikan SBY terasa<br />
kian deras setelah beberapa partai politik mulai<br />
mengga<strong>dan</strong>g-ga<strong>dan</strong>g para calonnya.<br />
Mereka mulai menyusun strategi untuk<br />
memenangi pilpres, mulai dari strategi pembentukan<br />
opini publik melalui media massa sampai blusukan<br />
ke kantong-kantong pendukung mereka.<br />
Tapi, jangan lupa, mereka harus melalui entry<br />
barrier berupa tahapan pemilihan legislatif (pileg)<br />
sebagai penentu ambang batas apakah para capres<br />
tersebut--yang sebenarnya baru bisa disebut bakal<br />
calon presiden--bisa berlaga untuk merebut kursi<br />
RI-1.<br />
Sebagai catatan, KPU mengumumkan hasil pemilu<br />
legislatif sekaligus mengumumkan partai mana<br />
saja yang berhak untuk masuk ke parlemen pada<br />
7-9 Mei <strong>2014</strong>.<br />
Adapun syarat untuk mengajukan pasangan capres<br />
<strong>dan</strong> cawapres, partai atau gabungan partai pengusung<br />
harus meraih 20% kursi di DPR atau minimal<br />
memperoleh 25% dari total sura sah pemilu<br />
legislatif <strong>2014</strong> seperti diatur dalam Un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g<br />
Nomor 42 tahun 2008 tentang Pilpres.<br />
Salah satu partai yang tengah sibuk menyiapkan<br />
diri untuk bertarung di pilpres adalah Partai Golkar.<br />
Partai yang dikomandoi Aburizal Bakrie ini mulai<br />
melakukan berbagai langkah untuk menyambut<br />
pesta akbar pemilihan kursi RI-1 dengan memastikan<br />
sang Ketua Umum sebagai calon presiden <strong>2014</strong>.<br />
Meski di internal Golkar ada penolakan <strong>dan</strong><br />
keinginan sejumlah pihak yang menghendaki a<strong>dan</strong>ya<br />
konvensi, tetapi partai berlambang pohon<br />
beringin ini sepertinya sudah bulat akan mengusung<br />
Aburizal Bakrie sebagai capres.<br />
80 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>
<strong>Bisnis</strong>/Yayus Yuswoprihanto<br />
Dengan menggunakan inisial baru ARB, Aburizal<br />
terus melaju dengan ‘kampanye tidak resmi’ di jaringan<br />
media massa miliknya.<br />
Bukan hanya Golkar yang sudah mulai mengusung<br />
capres, partai lain juga gencar mengelus jagonya, termasuk<br />
Partai Amanat Nasional (PAN) yang sudah memberikan<br />
sinyal untuk mengedepankan Hatta Rajasa sebagai<br />
capres.<br />
Maklum, Hatta tidak jadi ikut konvensi Partai<br />
Demokrat sehingga peluang Menko Perekonomian itu<br />
diajukan oleh partai sesama warna biru tersebut hilang<br />
sudah.<br />
Partai Gerindra yang baru sekali mengikuti pemilihan<br />
umum tidak mau kalah cepat. Sang Ketua Dewan<br />
Pembina, Prabowo Subianto tampil paling depan untuk<br />
menggantikan SBY.<br />
Pada pilpres sebelumnya, Prabowo yang berpasangan<br />
dengan Megawati Soekarnoputri, harus mengakui<br />
keunggulan SBY-Boediono dalam satu pertarungan yang<br />
tidak imbang, bahkan hanya sekali putaran.<br />
Yang menarik adalah PDI-Perjuangan. Meski sudah<br />
memberi sinyal akan menampikan tokoh muda, tetapi<br />
isu lain berembus bahwa Megawati akan tampil kembali.<br />
Dalam beberapa kesempatan Megawati tampak bergandengan<br />
tangan dengan Gubernur DKI Jakarta Joko<br />
Widodo alias Jokowi yang saat ini merajai hasil survei<br />
capres.<br />
Jokowi pun mulai disosialisasikan di kalangan internal<br />
partai berlambang banteng moncong putih tersebut.<br />
Maklum, sosok Jokowi seakan menjadi sebuah antitesa<br />
kepemimpinan saat ini yang lebih banyak terjebak<br />
dalam pencitraan yang justru membuat publik kecewa.<br />
Sebagaimana Partai Golkar <strong>dan</strong> Partai Gerindra, Partai<br />
Hanura dengan penuh percaya diri juga mendeklarasikan<br />
capresnya. Be<strong>dan</strong>ya, bila Golkar <strong>dan</strong> Gerindra<br />
mendeklarasikan capres, Hanura melengkapinya dengan<br />
sang cawapres. Alhasil tampillah pasangan Jenderal<br />
(Purn) Wiranto <strong>dan</strong> bos MNC Group, Hary<br />
Tanoesudibyo.<br />
Keduanya tampak tidak kalah dalam memanfaatkan<br />
jaringan media milik Hary Tanoe melalui ‘kampanye<br />
tidak resmi’ sebagaimana taktik ARB.<br />
Sementara itu, partai pemenang Pemilu 2009, Partai<br />
Demokrat, sejauh ini belum menyatakan secara pasti<br />
siapa yang akan diusungnya. Akan tetapi, melalui<br />
sebuah konvensi yang unik karena melibatkan tokoh<br />
dari luar partai, partai yang dikomandoi langsung oleh<br />
Presiden SBY itu menyediakan kendaraan bagi 11 capres<br />
dari Partai Demokrat.<br />
Beberapa nama pun masuk sebagi peserta konvensi<br />
meski sebagian kalangan meragukan mekanisme penjaringan<br />
capres itu akan efektif. Apalagi, konvensi itu<br />
seperti kehilangan tenaga setelah dimulai dengan semangat<br />
menggebu-gebu.<br />
Dari beberapa nama peserta konvensi, sejumlah nama<br />
yang tampak mulai mengapung adalah Menneg BUMN<br />
Dahlan Iskan, Mantan KSAD Pramono Edhi Prabowo<br />
<strong>dan</strong> Ketua DPR Marzuki Alie. Kendati demikian, beberapa<br />
nama lainnya tidak bisa dianggap remeh seperti<br />
Menteri Perdagangan Gita Wirjawan <strong>dan</strong> Ketua DPD<br />
Irman Gusman.<br />
Se<strong>dan</strong>gkan partai lain seperti PKS, PPP <strong>dan</strong> PKB<br />
mengaku masih menunggu hasil pemilu legislatif.<br />
Menurut partai ini, bila memang mampu mendapatkan<br />
suara yang signifikan, kemungkinan besar mereka akan<br />
mengusung calon dari kadernya sendiri.<br />
Beberapa nama, termasuk Hidayat Nur Wahid (PKS),<br />
Suryadharma Ali (PPP) <strong>dan</strong> Muhaimin Iskandar (PKB)<br />
diperkirakan akan ikut mewarnai bursa capres bila partai<br />
tersebut mampu melampaui entry barrier sebagaimana<br />
dikemukakan di atas.<br />
Namun demikian, terlepas dari hingar-bingar persaingan<br />
menuju laga Pemilu <strong>2014</strong>, bagi masyarakat<br />
sebenarnya persoalan pemilu sederhana saja.<br />
Siapa pun yang menjadi presiden <strong>dan</strong> wakil presiden<br />
kelak yang menggantikan SBY, hal terpenting adalah<br />
bagaimana mereka mampu membawa bangsa ini ke gerbang<br />
kemakmuran sebagaimana dicita-citakan para<br />
pendiri bangsa.<br />
Masyarakat <strong>Indonesia</strong> membutuhkan pemimpin tegas<br />
<strong>dan</strong> bersih dari jejak korupsi <strong>dan</strong> tidak banyak basabasi.<br />
Masyarakat sudah tidak terlalu mengelu-elukan<br />
pemimpin yang kharismatik <strong>dan</strong> pintar berteori.<br />
Keinginan masyarakat terhadap seorang capres, sekali<br />
lagi, tidak rumit <strong>dan</strong> bikin dahi berkerut, yakni<br />
pemimpin yang jujur, bertindak cepat, tegas serta berpihak<br />
pada rakyat, menurut sebagian besar dari hasil survei<br />
capres <strong>2014</strong>.<br />
Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 81
Figur <strong>Politik</strong> Baru<br />
Fenomena Jokowi, PDIP <strong>dan</strong> RI-1<br />
Tiga mobil dinas menteri Kabinet<br />
<strong>Indonesia</strong> Bersatu jilid II beriringan<br />
masuk lokasi proyek rusunawa Rawa<br />
Bebek Cakung Jakarta Timur awal<br />
Juli lalu. Ketiganya adalah Menteri<br />
Perumahan Rakyat Djan Faridz,<br />
Menko Perekonomian Hatta Rajasa,<br />
<strong>dan</strong> Menteri Tenaga Kerja <strong>dan</strong><br />
Transmigrasi Muhaimin Iskandar.<br />
Akhirul Anwar<br />
redaksi@bisnis.co.id<br />
Tiga mobil dinas menteri Kabinet<br />
<strong>Indonesia</strong> Bersatu jilid II beriringan<br />
masuk lokasi proyek rusunawa Rawa<br />
Bebek Cakung Jakarta Timur awal<br />
Juli lalu. Ketiganya adalah Menteri<br />
Perumahan Rakyat Djan Faridz,<br />
Menko Perekonomian Hatta Rajasa, <strong>dan</strong> Menteri<br />
Tenaga Kerja <strong>dan</strong> Transmigrasi Muhaimin Iskandar.<br />
Puluhan masyarakat sudah mengerubungi lokasi<br />
proyek rusunawa sejak awal sebelum pajabat<br />
datang lantaran mendengar bahwa Gubernur DKI<br />
Joko Widodo akan ikut hadir dalam acara peletakan<br />
batu pertama proyek itu.<br />
Tidak berlebihan, mereka cuma ingin bersalaman<br />
atau meman<strong>dan</strong>g langsung sosok pemimpin yang<br />
dikenal merakyat itu, syukur-syukur membagikan<br />
buku yang juga hobi Jokowi saat blusukan.<br />
Setelah mengamati pejabat yang keluar dari tiga<br />
mobil kinclong itu, ternyata Jokowi belum muncul<br />
juga. Harapan warga untuk melihat langsung<br />
Gubernur DKI Jakarta itu nyaris pupus <strong>dan</strong> memilih<br />
diam.<br />
Sekitar 30 menit berselang sebuah Kijang Innova<br />
bernomor polisi B 1124 BH memasuki area proyek,<br />
dibuntuti belasan mobil awak televisi. Pria kurus<br />
yang mengenakan baju khas betawi akhirnya keluar<br />
dari mobil. Tanpa dikomando, warga serempak<br />
berteriak: “Jokowi….Jokowi…Jokowi”.<br />
Rasa penasaran warga yang biasanya cuma melihat<br />
gubernurnya lewat layar kaca terobati. Acara di<br />
rusunawa yang awalnya steril dari masyarakat,<br />
langsung berubah meriah. Puluhan warga berdesakan<br />
ingin bersalaman dengan mantan Wali Kota<br />
Solo itu.<br />
Momen kecil itu hanya salah satu bagian dari<br />
aksi blusukan Jokowi untuk dekat dengan masyarakat<br />
di Ibu Kota. Di semua tempat dia berkunjung<br />
selalu mendapat sambutan yang sama luar biasanya,<br />
baik itu di tengah masyarakat, kampus, pasar<br />
tradisional hingga pusat perbelanjaan modern.<br />
Kepopuleran Jokowi membuat lembaga survei<br />
menempatkannya sebagai calon presiden pada urutan<br />
teratas. Apalagi belakangan ini dia kerap menghadiri<br />
acara bersama Ketua Umum PDIP Megawati<br />
Soekarnoputri yang membangun opini publik<br />
bahwa Jokowi bakal dicalonkan sebagai capres.<br />
Namun saat dicecar pers tentang kesiapannya<br />
berlaga di tahun politik <strong>2014</strong>, Jokowi dengan<br />
piawai selalu berkomentar dengan ‘kata kunci’<br />
yang ampuh: “Nggak mikir.”<br />
Model kepemimpinan yang dielu-elukan rakyat<br />
seperti dia cukup sederhana yakni keinginan untuk<br />
menguasai me<strong>dan</strong> <strong>dan</strong> mendengar keluhan langsung<br />
dari rakyatnya. Apapun persoalan dihadapi,<br />
termasuk upaya melengserkannya oleh kalangan<br />
DPRD DKI gara-gara program Kartu Jakarta Sehat<br />
(KJS) yang dianggap boros.<br />
Strategi mencairkan persoalan ala Jokowi dengan<br />
‘diplomasi makan siang’ cukup ampuh membuat<br />
atmosfer politik tetap cair. Buktinya, normalisasi<br />
Waduk Pluit <strong>dan</strong> Ria Rio beres dengan mengajak<br />
warga makan siang.<br />
MEREDA<br />
Niat pelengseran Jokowi juga panas di awal saja.<br />
Titik temu tercapai sudah. Itulah yang membuat<br />
makan siang bersama di rumah dinas Gubernur<br />
DKI awal November lalu terasa guyub.<br />
Sosok pemimpin seperti itu sebenarnya bukan<br />
cuma bisa digoyang oleh Jokowi saja. Siapapun<br />
bisa, tinggal gaya <strong>dan</strong> strateginya saja yang mungkin<br />
berbeda.<br />
Pengamat <strong>Politik</strong> Lembaga Ilmu Pengetahuan<br />
<strong>Indonesia</strong> (LIPI) Ikrar Nusa Bhakti menilai Jokowi<br />
punya dukungan kekuasaan. Baik tidaknya selalu<br />
disiarkan oleh media massa, sehingga masyarakat<br />
bisa menilai langsung secara utuh.<br />
Sementara pemimpin daerah lain belum tentu<br />
mendapatkan kesempatan yang sama seperti itu.<br />
“Jokowi seperti ini bukan karena media di Solo tapi<br />
media di Jakarta,” ujarnya.<br />
Menurut Ikrar, PDIP janga mensia-siakan peluang<br />
emas Jokowi ini dalam pemilu <strong>2014</strong>, karena<br />
momentum seperti ini belum tentu datang dua kali.<br />
Kebersamaan Jokowi dengan Megawati kian kuat<br />
member sinyal bahwa Sang Gubernur DKI ‘dikemas’<br />
untuk menyeberang dari Balaikota di Jalan<br />
Merdeka Selatan menuju Jalan Merdeka Utara, tempat<br />
istana berada.<br />
“Nyari orang [seperti Jokowi] nggak gampang<br />
82 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>
<strong>Bisnis</strong>/Alby Albahi<br />
<strong>dan</strong> dia tidak bisa diciptakan atau dibuat. Konvensi<br />
Demokrat saja nggak laku,” ujar Ikrar.<br />
Baik Megawati <strong>dan</strong> Jokowi belum sudi mengamini<br />
pendapat pakar politik itu.<br />
Alasannya, pencapresan diputuskan awal tahun<br />
depan.<br />
Pekerjaan rumah lainnya bagi PDIP adalah membidik<br />
cawapres dari kalangan muda. Ikrar, misalnya, menyebut<br />
nama Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)<br />
Abraham Samad atau tokoh senior, Jusuf Kalla (JK) bila<br />
partai berlambang banteng moncong putih itu ingin<br />
membangun <strong>Indonesia</strong> yang bersih dari korupsi.<br />
Abraham Samad dinilai bisa mengulangi duet Jokowi-<br />
Ahok. Adapun JK memberi keseimbangan tokoh lama.<br />
“Kalau partai mungkin ada perhitungan lain, nggak<br />
tahu, tapi anak-anak Mega jangan,” kata Ikrar.<br />
Kalaupun Megawati ‘terpancing’ untuk kembali bertarung<br />
sebagai capres, tampaknya bukan pilihan yang<br />
tepat karena 30% pemilih pada pemilu <strong>2014</strong> adalah<br />
pemilih baru.<br />
Kemudian apakah Jokowi akan fokus di Jakarta atau<br />
partai kemudian punya kepentingan untuk mendorong<br />
ke sebuah tempat yang lebih strategis agar bisa menyelesaikan<br />
Jakarta dalam perspektif <strong>Indonesia</strong><br />
PDIP memiliki beberapa catatan yang harus diperhatikan<br />
bahwa Jakarta sebagai jendela peradaban dunia.<br />
Bagaimana membuat Jakarta lebih manusiawi, bagaimana<br />
menjadikan Jakarta sebagai lapangan besar kebudayaan<br />
<strong>Indonesia</strong> <strong>dan</strong> partai tidak malu melaksanakan<br />
gagasan yang sama dengan penguasa sebelumnya.<br />
Wakil Sekjen PDIP Hasto Kristianto optimistis Jokowi<br />
mampu melaksanakan warisan gagasan gubernur sebelumnya<br />
untuk menyelesaikan persoalan Jakarta.<br />
Alsannya, karena dia baru satu tahun menjabat sebagai<br />
pemimpin Ibu Kota, sehingga harus menjadikan program<br />
lama sebagai awal pembenahan persoalan DKI.<br />
“Karena baru satu tahun, ke depan melaksanakan<br />
gagasan yang betul-betul genre-nya Jokowi. Jadi sebagai<br />
lapangan besar kebudayaan.”<br />
Kemudian apakah gagasan itu menjadikan Jokowi<br />
tetap memimpin Jakarta atau dijagokan masuk istana,<br />
masih menjadi ‘rahasia perusahaan’ (PDIP).<br />
Menurut Hasto, yang jelas pemimpin dengan polesan<br />
pencitraan tidak laku lagi karena ada figur Jokowi.<br />
Partai mendambakan kepemimpinan ke depan yang<br />
merupakan perpaduan antara pemimpin yang memegang<br />
teguh prinsip <strong>dan</strong> memenuhi kemampuan teknokrasi.<br />
“Jokowi memiliki isyarat itu.”<br />
Bagaimana dengan Megawati Perspektifnya akan dilihat<br />
dari sisi keputusannya. Tapi istilah populernya antara<br />
halaman depan dengan halaman belakang sama.<br />
Kalau Megawati tidak suka sama orang, tidak akan ditutup-tutupi.<br />
“Perspektif kepemimpinan ke depan secara pribadi<br />
terima masukan, berdiskusi secara mendalam <strong>dan</strong> rahasia<br />
perusahaan <strong>dan</strong> kami akan sampaikan pada momentum<br />
yang tepat,” kata Hasto.<br />
Adapun Ahok yang nantinya bakal menduduki<br />
jabatan Gubernur bila Jokowi nyapres telah menyatakan<br />
siap sedia apapun yang akan terjadi.<br />
Jokowi pernah mengatakan Ahok cocok menjadi<br />
ca pres karena menerima penghargaan tokoh anti korupsi.<br />
Tapi yang bersangkutan memilih tidak ikut-ikutan<br />
dengan alasan tidak ada partai yang mengusung.<br />
Duet bersama Jokowi untuk memimpin <strong>Indonesia</strong><br />
tampaknya bukan pilihan mantan Bupati Belitung Timur<br />
itu. Pasalnya, Ahok tidak ingin DKI kosong yang menghancurkan<br />
niat misi membangun Jakarta Baru.<br />
Apabila Jokowi nyapres <strong>dan</strong> berkantor di Istana<br />
Negara, hal itu justru menguntungkan Ahok ketika<br />
memimpin Jakarta dengan segu<strong>dan</strong>g persoalan yang<br />
harus dibereskan.<br />
Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 83
Konsep PDIP<br />
Fokus pada<br />
Ketahanan Pangan & Energi<br />
84 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong><br />
<strong>Bisnis</strong>/Nurul Hidayat
JAKARTA—PDI Perjuangan diperkirakan akan<br />
menjadi salah satu peraih suara/kursi terbanyak<br />
dalam Pemilu Legislatif <strong>2014</strong>. Hampir 10 tahun<br />
memilih jalur di luar pemerintahan, PDIP me <br />
man tapkan diri menatap pemilu mendatang,<br />
<strong>dan</strong> siap jika diberi kepercayaan lebih luas oleh<br />
masyarakat. Berikut petikan wawancara dengan<br />
Sekretaris Jenderal PDIP Tjahjo Kumolo<br />
terkait dengan sejumlah isu.<br />
Secara umum apa platform politik <strong>dan</strong> ekonomi<br />
PDIP<br />
Platform PDIP adalah Pancasila 1 Juni 1945. Se <br />
mua yang menjadi visi, misi, <strong>dan</strong> tujuan PDIP se <br />
suai dengan platform itu. Target jangka panjang<br />
PDIP seperti yang pernah dicanangkan Bung Karno<br />
yaitu mengimplementasikan prinsip Trisakti, yaitu<br />
berdaulat baik dari sisi politik <strong>dan</strong> ekonomi, ber <br />
di kari, <strong>dan</strong> berkepribadian. Setiap keputusan politik<br />
<strong>dan</strong> pembangunan di pusat <strong>dan</strong> daerah harus<br />
mampu mengimplementasikan prinsip Trisakti tadi.<br />
Jika dijabarkan ke dalam konteks ekonomi<br />
Dalam konteks ekonomi, PDIP ingin menjadikan<br />
<strong>Indonesia</strong> sebagai negara yang mandiri.<br />
Mandiri di sini bukan berarti kami antiasing.<br />
Kami tidak antiasing. Tetapi sepanjang kita bisa<br />
mencukupi kebutuhan di dalam negeri, tidak<br />
perlu impor. Kalau tidak cukup, baru kita impor.<br />
Sebagai contoh, dulu kita swadaya beras.<br />
Sekarang sudah tidak. Komoditas yang dulu tidak<br />
impor seperti garam, sekarang impor. Cabai juga<br />
impor. Sapi. Kami ingin membuat <strong>Indonesia</strong> sebagai<br />
negeri yang punya ketahanan pangan tinggi.<br />
Persoalan ketahanan pangan, ketahanan energi,<br />
mengurangi kemiskinan, pengangguran, ini yang<br />
menjadi fokus yang mau kami terapkan di dalam<br />
pembangunan ke depan.<br />
Pemilu <strong>2014</strong> sudah di depan mata. Apa target<br />
PDIP untuk pemilu tahun depan<br />
Kalau bisa PDIP mendapatkan minimal 25%<br />
suara pemilih atau 20% kursi di parlemen. Kita<br />
tentu optimis. Ini sangat penting.<br />
Jika PDIP memenangkan pemilu tahun depan<br />
atau dipercaya mengelola pemerintahan, apa<br />
yang akan dilakukan oleh PDIP<br />
Kami sudah menyiapkan Program Pemba ngun <br />
an Semesta Berencana. Ini semacam panduan se <br />
per ti Garis Besar Haluan Negara. Ide awal GBHN itu<br />
penting. Kalau setiap ganti presiden, setiap 5 ta <br />
hun, tidak ada perencanaan pokok, tata kelola ne <br />
gara akan karut marut. Perencanaan ti dak fokus.<br />
Anggaran tidak jelas. Ini yang menjadi skala prioritas<br />
kalau PDIP dipercaya menang pemilu.<br />
Software <strong>dan</strong> hardware harus siap. Konsep<br />
Trisakti yaitu berdaulat, berdikari, <strong>dan</strong> berkepribadian<br />
seperti disebut tadi sudah kami jabarkan<br />
dalam program Pembangunan ini.<br />
Kalau terkait politik luar negeri, diplomasi<br />
seperti apa yang akan diusung oleh PDIP<br />
Bebas <strong>dan</strong> aktif. Itu yang akan kami laksanakan.<br />
Kami akan konsisten terus dengan Un <br />
<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g Dasar. Kami tidak ragu-ragu untuk<br />
itu. Oleh karena itu, kedaulatan politik menjadi<br />
penting. Sebab kalau kita menganut politik luar<br />
negeri bebas <strong>dan</strong> aktif tetapi tidak berdaulat secara<br />
politik, jadinya takut-takut.<br />
Bagaimana PDIP menyiapkan diri untuk menghadapi<br />
Pemilu <strong>2014</strong><br />
Yang pertama kami lakukan adalah konsolidasi<br />
organisasi. Ini dilakukan terus menerus. Kami<br />
punya struktur mulai pusat sampai ke anak ranting.<br />
Kemudian melangkah lagi ke yang namanya<br />
konsolidasi personil. Jadi kalau ada personil yang<br />
nakal-nakal, terlibat narkoba atau ada indikasi<br />
main-main duit, itu kami bereskan. Kami juga<br />
siap jika harus diaudit KPK.<br />
Jadi hingga saat ini konsolidasi struktur selesai.<br />
Kesiapan saksi di TPU <strong>dan</strong> TPS sudah. Pembe kal <br />
an caleg juga sudah. Sosialisasi peraturan-peraturan<br />
partai <strong>dan</strong> penyelenggara pemilu juga sudah.<br />
Bagaimana PDIP meman<strong>dan</strong>g pentingnya pendidikan<br />
antikorupsi<br />
Penting itu. Kami bahkan melakukan psikotes.<br />
Semua caleg juga kami psikotes. Sekitar 21.000<br />
caleg dipsikotes. Untuk menyaring kader terbaik,<br />
mereka harus lolos seleksi, mereka juga harus<br />
bersih dari narkoba. Kalau ada kader partai yang<br />
terbukti melakukan korupsi akan langsung diberhentikan,<br />
tapi kalau masih seputar isu tidak.<br />
Bagaimana PDIP meman<strong>dan</strong>g potensi konflik<br />
dalam Pemilu <strong>2014</strong><br />
Sangat mungkin terjadi konflik, apalagi kalau<br />
penyelenggara pemilu masih tidak segera menye <br />
le saikan masalah DPT. DPT <strong>dan</strong> IT-nya harus<br />
clear. Kalau KPU <strong>dan</strong> Bawaslunya tidak adil maka<br />
akan menimbulkan bentrok. Agar persaingan po <br />
litik adil pemilunya harus demokratis, penyelenggara<br />
pemilunya harus netral, tidak ada intelijen<br />
yang berpihak kepada partai tertentu. Namun,<br />
seharusnya Pemilu <strong>2014</strong> lebih baik [dari pemilu<br />
sebelumnya], karena belajar dari pemilu tahuntahun<br />
sebelumnya.<br />
Bagaimana Anda meman<strong>dan</strong>g peran media<br />
pada Pemilu <strong>2014</strong><br />
Sudah cukup bagus, menyampaikan permasalahan<br />
terkait kisruh DPT, sengketa pilkada, <strong>dan</strong><br />
sebagainya.<br />
Belum memiliki rencana memiliki media<br />
PDIP belum memiliki rencana memiliki media,<br />
karena tidak punya uang. Tapi media memang sa <br />
ngat penting sebagai alat propaganda politik <strong>dan</strong><br />
penerangan. Kami sendiri juga memiliki media,<br />
tapi untuk kalangan internal, yaitu buletin yang<br />
terbit sebulan sekali.<br />
Kalau terkait koalisi<br />
Banyak partai merapat ke PDIP, tapi kami harus<br />
hati-hati. Kami harus melihat, keinginan partai ini<br />
apa Ada maunya atau tidak. Kalau memiliki<br />
ideo logi <strong>dan</strong> platform yang sama, why not…<br />
Pewawancara: Anggi Oktarinda & Fitri Sartina Dewi<br />
Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 85
Prospek Demokrat<br />
Optimistis Menang Lagi<br />
JAKARTA—Partai pemenang Pemilihan Umum<br />
Legislatif 2009, Partai Demokrat, optimistis bakal kembali<br />
memenangkan pertarungan antarpartai pada Pemilu<br />
<strong>2014</strong>. Memiliki pengalaman dua periode sebagai the rulling<br />
party, Demokrat yakin pemilih tetap memberi kepercayaan<br />
kepada partai berlambang bintang mercy tersebut.<br />
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang kini menjabat<br />
Ketua Dewan Pembina sekaligus Ketua Umum Partai<br />
Demokrat telah menjabat sebagai presiden selama dua<br />
periode berturut-turut. Berikut petikan wawancara<br />
<strong>Bisnis</strong> dengan Ketua Harian DPP Partai Demokrat<br />
Syarifuddin Hasan, akhir Oktober lalu.<br />
Bagaimana Partai Demokrat melihat dua<br />
periode memerintah Apa saja keberhasilan<br />
yang diraih pemerintah dalam bi<strong>dan</strong>g ekonomi<br />
Kami menyikapi 9 tahun terakhir itu relatif ekonomi<br />
kita tumbuh rata-rata di atas 6%. Pernah<br />
<strong>Indonesia</strong> hanya tumbuh di bawah 4,5% pada<br />
2009. Pada saat itu ekonomi global lagi parahparahnya.<br />
Amerika Serikat terjadi kontraksi, Eropa<br />
konstraksi. Akibat ekonomi AS lagi hancur,<br />
<strong>Indonesia</strong> terkena imbas meskipun masih bisa tumbuh<br />
4,5%. Secara umum 9 tahun terakhir ekonomi<br />
kita masih bagus. Tahun 2013 kita targetkan ekonomi<br />
akan tumbuh 6,3%, tapi Insya Allah ada pengamat<br />
mengatakan ekonomi hanya tumbuh 5,9%.<br />
Tapi kita masih usahakan tetap menyentuh angka<br />
6%, sekalipun ada kemungkinan 5,8%-5,9%.<br />
Pertumbuhan ekonomi sebesar itupun masih baik<br />
dibandingkan negara-negara G-20. Ekonomi kita<br />
paling tinggi kedua di antara negara G-20.<br />
<strong>Indonesia</strong> juga pernah mendapatkan investment<br />
grade, daya saing kita sekarang meningkat jadi 38<br />
dari sebelumnya 50. Kemudian kita lihat lagi, debt<br />
to equity ratio kita semakin turun dari 56% mejadi<br />
23%-24%. Itu suatu prestasi yang bagus. Kemudian<br />
defisit masih tetap terjaga, inflasi kita juga bagus.<br />
Inflasi hanya terganggu pada saat kita menaikkan<br />
harga bahan bakar minyak (BBM), itu memang<br />
sudah diprediksi. Jadi berimplikasi kepada kesejahteraan<br />
rakyat, kepada income per kapita<br />
<strong>Indonesia</strong>. Gross Domestic Product (GDP) <strong>Indonesia</strong><br />
naik lebih dari 4 kali dibandingkan tahun 2004.<br />
Kemudian akibatnya kemiskinan menurun tinggal<br />
11,36%, pengangguran juga menurun sisa 5,9%.<br />
Itu semua indikatornya jelas, ini menandakan dari<br />
sisi ekonomi bagus sekali.<br />
Kemudian spending pemerintah, APBN kita semakin<br />
naik. Tahun ini tembus angka lebih dari<br />
Rp1.700 triliun, tahun <strong>2014</strong> lebih dari Rp1.800 triliun.<br />
Kalau dibandingkan tahun 2004 jauh sekali.<br />
Kita masih terjaga 20% dari APBN untuk pendidikan<br />
sudah kita penuhi terus. Jadi kemampuan untuk<br />
mengelola ekonomi <strong>dan</strong> keuangan Negara <strong>dan</strong> fiskal<br />
ini sudah bagus sekali. Itu dari sisi ekonomi<br />
secara garis besar.<br />
Bagaimana dengan kesiapan Partai<br />
Demokrat menghadapi Pemilu <strong>2014</strong> Program<br />
apa yang diandalkan<br />
Pada dasarnya program-program pemerintah itu<br />
sebenarnya program Partai Demokrat. Karena kita<br />
adalah the rulling party. Banyak program yang berorientasi<br />
pada kepentingan rakyat. Katakanlah<br />
Presiden SBY <strong>dan</strong> Wapres Boediono menargetkan<br />
untuk menurunkan angka kemiskinan hingga<br />
8%-10% pada akhir <strong>2014</strong>. Dalam pidato nota keuangan<br />
pada 16 Agustus 2011, pemerintah menargetkan<br />
untuk menanggulangi kemiskinan sebagai<br />
salah satu dari 11 prioritas nasional. Sasaran utama<br />
penanggulangan kemiskinan adalah memperkuat<br />
program-program prorakyat, melalui langkah-langkah<br />
keberpihakan pada penanggulangan kemiskinan<br />
<strong>dan</strong> peningkatan lapangan pekerjaan.<br />
Pemerintah mengalokasikan anggaran bantuan<br />
so sial mencapai Rp63,6 triliun.<br />
Berdasarkan Worldfactbook, BPS, <strong>dan</strong> World Bank,<br />
di tingkat dunia penurunan jumlah penduduk<br />
miskin di <strong>Indonesia</strong> termasuk yang tercepat dibandingkan<br />
negara lainnya. Tercatat pada rentang 2005-<br />
2009 <strong>Indonesia</strong> mampu menurunkan laju rata-rata<br />
penurunan jumlah penduduk miskin per tahun sebesar<br />
0,8%, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan<br />
pencapaian negara lain misalnya Kamboja, Thailand,<br />
China, <strong>dan</strong> Brasil yang hanya berada di kisaran 0,1%<br />
per tahun. Bahkan India mencatat hasil minus atau<br />
terjadi penambahan penduduk miskin.<br />
Anggaran program peningkatan kesejahteraan rakyat<br />
dalam RAPBN 2012, terdiri dari angaran ketahanan<br />
pangan sebesar Rp41,9 triliun, bantuan langsung<br />
pupuk sebesar Rp675 miliar, <strong>dan</strong> bantuan langsung<br />
bibit unggul sebesar Rp1,8 triliun. Anggaran modal<br />
kerja bagi sebanyak 3.340 kelompok nelayan, pembangunan<br />
kawasan minapolitan untuk 3.700 kelompok<br />
nelayan, pembangunan <strong>dan</strong> pembinaan pelabuhan<br />
perikanan pada 816 pelabuhan.<br />
Anggaran untuk program PNPM Mandiri dengan<br />
jumlah Rp13,1 triliun, termasuk di dalamnya untuk<br />
program PNPM pedesaan Rp9,6 triliun, program<br />
PNPM perkotaan Rp2 triliun, <strong>dan</strong> program PNPM<br />
daerah tertinggal <strong>dan</strong> khusus Rp42,3 miliar.<br />
Terakhir anggaran bantuan tunai bersyarat Program<br />
Keluarga Harapan (PKH) sebesar Rp2,1 triliun, <strong>dan</strong><br />
beras bagi rakyat miskin <strong>dan</strong> setengah miskin sebesar<br />
Rp15,6 triliun.<br />
Kebijakan tentang PNPM, KUR, raskin, kemudian<br />
PKH, Jampersal, pelayanan kesehatan, listrik<br />
86 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>
Syarifuddin Hasan<br />
<strong>Bisnis</strong>/Yayus Yuswoprihanto<br />
masuk d pedesaan, tunjangan kesehatan, itukan bagian<br />
dari program pemerintah yang prorakyat. Jadi antara<br />
lain itu, merupakan suatu program dimana pemerintah<br />
mampu melakukan alokasi anggaran untuk rakyat,<br />
tujuannya untuk mengangkat ekonomi rakyat, standar<br />
hidup rakyat. Kemudian 12 tahun wajib belajar, itu<br />
merupakan program prorakyat.<br />
Dari program ekonomi ke depan, program mana<br />
yang akan dilanjutkan<br />
Program yang ini akan diteruskan, tinggal implementasinya<br />
yang disempurnakan. Penyalurannya lebih tepat<br />
sasaran, memperbaiki data-data yang ada, kalau datanya<br />
kurang bagus kan juga perlu diperbaiki. Pelayanan<br />
kepada masyarakat perlu ditingkatkan, KUR ditingkatkan,<br />
kalau tadinya hanya kredit produksi, mungkin<br />
nanti akan kita kasih kredit investasi.<br />
Bagaimana dengan sektor lain seperti sektor riil,<br />
finansial, energi <strong>dan</strong> pariwisata<br />
Kalau energi yang jelas kita usahakan agar pertama<br />
kita harus melakukan penemuan-penemuan baru,<br />
renewable energy <strong>dan</strong> energi yang sifatnya ramah lingkungan.<br />
Kita harus beralih dari penggunaan solar yang<br />
sangat memakan biaya yang tinggi, efisiensi, konversi<br />
dari minyak ke gas harus diutamakan.<br />
Sejauh ini upaya yang dilakukan untuk<br />
kemandirian energi sudah seberapa berhasil<br />
Kita yang penting subsidi itu harus yang tepat guna <strong>dan</strong><br />
sasaran. Dengan begitu kita menghemat subsidi yang<br />
dialokasikan oleh anggaran. Kita harus bisa melakukan<br />
diversifikasi energi. Kita harus membuat hemat pemakaian<br />
energi yang pro kepada lingkungan, penemuan baru <strong>dan</strong><br />
teknologi harus ditingkatkan. Saya pikir itu.<br />
Dari sisi finansial, kita utamakan pemberdayaan ekonomi<br />
mikro melalui kredit mikro yang langsung kepada<br />
masyarakat. KUR ditingkatkan karna itu sangat membantu.<br />
Dari sektor pariwisata kita harus mendorong<br />
agar tujuan wisata lebih banyak lagi. Tujuan wisata<br />
dibuat lebih banyak lagi. A<strong>dan</strong>ya Kemenparekraf juga<br />
dari periode SBY. Jelas kami melihat potensi ekonomi<br />
pariwisata.<br />
Bayangkan kalau turis yang masuk 10 juta, satu turis<br />
spending rata-rata 3-4 hari di <strong>Indonesia</strong>. Hotel, segala<br />
macam, itu ekonomi rakyat tumbuh, beli handycraft,<br />
oleh-oleh, produk seni, kan luar biasa. Bahkan produk<br />
yang bernilai tinggi yang diproduksi juga bisa menimbulkan<br />
ekonomi yang baik. Itu berdampak langsung terhadap<br />
ekonomi masyarakat.<br />
Apabila Partai Demokrat kembali memenangi<br />
pemilu, arah kebijakan ekonomi seperti apa yang<br />
akan dibawa oleh Demokrat<br />
Ekonomi kita adalah ekonomi rakyat, ekonomi<br />
tengah. Kita mendorong peran pemerintah <strong>dan</strong> swasta,<br />
ada keseimbangan. Kita ekonomi tengah, subsidi harus<br />
ada tetapi harus tepat sasaran. Kita juga tidak boleh<br />
intervensi pasar pada produk tertentu dengan catatan<br />
inflasi tetap terjaga. Orientasi untuk kesejahteraan rakyat<br />
sehingga diperlukan kebijakan yang berpihak kepada<br />
rakyat.<br />
Bagaimana strategi Partai Demokrat untuk<br />
meningkatkan daya saing <strong>Indonesia</strong> di dunia internasional<br />
Pertama, peningkatan teknologi, itu penting. Dengan<br />
teknologi dipastikan daya saing meningkat. Peningkatan<br />
sumber daya manusia (SDM) <strong>dan</strong> teknologi, dua hal ini<br />
yang berkaitan. Infrastruktur memang masih perlu<br />
diperbaiki, karena membangun infrastruktur itu tidak<br />
gampang, jauh lebih lambat ketimbang yang lain. Pasti<br />
infrastruktur harus diperbaiki. Manakala infrastruktur<br />
baik, ekonomi akan tumbuh.<br />
Bagaimana Partai Demokrat meman<strong>dan</strong>g ekonomi<br />
global Apakah yakin dengan perekonomian<br />
<strong>Indonesia</strong><br />
Ekonomi dunia sekarang sudah mulai, kita tahu<br />
China se<strong>dan</strong>g turun, tapi AS naik, Jepang sudah pulih.<br />
China meski turun tapi masih positif. Eropa sudah<br />
mulai baik sekalipun Yunani masih kurang bagus.<br />
Spanyol juga masih kurang, tapi negara-negara lain<br />
sudah ada perbaikan rata-rata 2,3%-2,5%. Jerman<br />
masih bagus juga. Tentu secara keseluruhan kita mengharapkan<br />
ekonomi dunia baik, kalau ekonomi dunia<br />
membaik tentu ekspor meningkat lagi. Kemudian kita<br />
harus mencari pasar baru lagi. Diversifikasi market<br />
perlu, kalau itu dilakukan akan smakin bagus. Jangan<br />
hanya ekonomi kita yang tumbuh. Kalau ekonomi<br />
dunia bagus, kita akan semakin bagus.<br />
Kita target 2025 menjadi ekonomi terbesar ke-6 dunia.<br />
Dalam MP3EI begitu. Pada 2025 pendapatan perkapita<br />
bisa sampai US$16.000. MP3EI sejauh ini sudah bagus,<br />
tinggi sekali investasinya. Karena partnership luar biasa.<br />
Kalau itu dikembangkan sudah cukup. Kelemahan yang<br />
ada selama ini diperbaiki, ditingkatkan lagi program ini<br />
Insya Allah lebih bagus.<br />
Apakah Demokrat optimistis memenangi pemilu<br />
Insya Allah. Iya, mudah-mudahan optimis menang lagi.<br />
Pewawancara: Sukirno<br />
Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 87
Konsep Golkar<br />
Fokus pada Job Creation<br />
<strong>Bisnis</strong>/Yayus Yuswoprihanto<br />
JAKARTA—Partai Golkar, sebagai partai warisan Orde<br />
Baru, terus memperlihatkan ketangguhannya dari pemilu<br />
ke pemilu. Beberapa lembaga survei memprediksi Golkar<br />
akan menjadi peraih suara terbanyak pada Pemilu<br />
Legislatif <strong>2014</strong>. Selain itu, Golkar juga hampir dipastikan<br />
bakal mengusung Ketua Umum-nya, Aburizal Bakrie,<br />
sebagai kandidat presiden. Berikut petikan wawancara<br />
<strong>Bisnis</strong> dengan Wakil Ketua Umum Partai Golkar Agung<br />
Laksono seputar prospek Golkar <strong>dan</strong> pan<strong>dan</strong>gannya terhadap<br />
sejumlah isu.<br />
Bagaimana kesiapan Partai Golkar dalam<br />
menghadapi kompetisi politik pada <strong>2014</strong><br />
Tentu Partai Golkar siap dong. Dan memang<br />
dituntut harus siap. Meskipun masih banyak saja<br />
kekurangannya, he-he-he.<br />
Kesiapannya apa saja<br />
Ya, misalnya persoalan logistik. Kemudian misalnya<br />
saksi.<br />
Kalau cetak biru pembangunan ekonomi<br />
jangka panjang atau Blue Print Ekonomi 2045<br />
itu termasuk yang disiapkan Golkar<br />
Iya, itu termasuk.<br />
Bisa diceritakan mengenai cetak biru pembangunan<br />
ekonomi jangka panjang versi<br />
Golkar tersebut Mencakup apa saja<br />
Secara umum lebih ke ekonomi rakyat.<br />
Mencakup seluruh sektor. Misalnya sektor usaha<br />
kecil. Sektor pertanian <strong>dan</strong> pertambangan. Sektor<br />
pertanian terutama yang berkaitan dengan ketahanan<br />
pangan. Kemudian juga hal-hal yang terkait<br />
dengan upaya mendorong perkembangan infrastuktur.<br />
Selain itu, cetak biru ekonomi jangka panjang itu<br />
juga mencakup bagaimana upaya untuk mendorong<br />
penciptaan lapangan pekerjaan. Kurang lebih<br />
seperti itulah. Pengembangan sektor energi <strong>dan</strong><br />
pariwisata juga termasuk bagian yang disorot<br />
dalam cetak biru.<br />
Artinya, bagaimana sumber-sumber daya yang<br />
ada di dalam negeri itu digunakan seoptimal mungkin,<br />
sebaik mungkin, untuk diolah hingga ke<br />
hilirnya.<br />
Kalau pendidikan, apakah masuk ke dalam<br />
cetak biru pembangunan ekonomi jangka panjang<br />
yang se<strong>dan</strong>g disiapkan Golkar<br />
Pastinya dong. Pendidikan itu kan nomor satu.<br />
88 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>
Dia ibu, dasar, dari semua program.<br />
Kemudian kalau dari sisi kesejahteraan rakyat,<br />
bagaimana Golkar meman<strong>dan</strong>g hal ini Apakah itu<br />
juga dituangkan dalam cetak biru ekonomi<br />
Kesejahteraan yang disorot Golkar terutama lebih<br />
kepada upaya penurunan kemiskinan. Kami lebih fokus<br />
mendorong terciptanya job creation sehingga pada akhirnya<br />
dapat menurunkan angka kemiskinan.<br />
Memang sih angka kemiskinan yang sekarang sudah<br />
lebih turun jika dibandingkan dengan tahun-tahun ke<br />
belakang. Akan tetapi penurunannya melandai. Kami<br />
ingin angka kemiskinan turun jauh di bawah angka<br />
10%. Namun sebetulnya tidak kuantitatif seperti itu.<br />
Lebih kualitatif.<br />
Ya kalau sekarang kan target pemerintah di bawah<br />
10%. Itu sudah bagus. Tapi kami<br />
ingin lebih rendah lagi. Jadi<br />
Golkar punya konsep yang<br />
dituangkan dalam blue<br />
print itu.<br />
Fungsi cetak biru<br />
ekonomi ala Golkar ini<br />
sebetulnya untuk<br />
apa<br />
Nantinya jadi semacam<br />
GBHN (Garis-garis Besar<br />
Haluan Negara). Jadi ada<br />
guide line. Karena tanpa<br />
guide line, arah<br />
jalannya negara ini tentu tidak akan jelas. Dan apa yang<br />
akan disampaikan kepada masyarakat nanti nya.<br />
Status cetak biru ekonomi itu sekarang<br />
bagaimana<br />
Cetak biru itu nanti akan dipergunakan sebagai bahan<br />
kam panye kami, Partai Golkar. Baik kampanye calon<br />
legislatif di tingkat pusat maupun kampanye calon legislatif<br />
di daerah.<br />
Kalau dari sisi kekuatan ekonomi, apakah ada<br />
target dari Partai Golkar untuk menaikkan posisi<br />
dunia di kancah internasional<br />
Pasti ada. Tapi intinya ini saja, Golkar ingin <strong>Indonesia</strong><br />
bisa masuk ke dalam negara G-7 <strong>dan</strong> menjadi salah satu<br />
dari tujuh negara dengan ekonomi terkuat di dunia,<br />
pada waktunya. Sudah ditargetkan pada 2020. Kami<br />
kejar itu. Kalau perlu ada percepatan. <strong>Indonesia</strong> bisa.<br />
Pan<strong>dan</strong>gan Golkar sendiri tentang platform ekonomi<br />
<strong>dan</strong> politik ke depan itu seperti apa<br />
Kalau menurut saya, platform ekonomi yang baik ya<br />
sebaiknya yang mendorong pada ekonomi kerakyatan,<br />
bukan liberal. Platform ekonomi kita bukan liberal.<br />
Bukan semata-mata bergantung kepada pasar. Sebab kita<br />
juga tahu ekonomi yang hanya bergantung pada pasar<br />
ada negatifnya. Intinya, sebuah platform ekonomi yang<br />
tetap memberikan peluang-peluang terhadap potensi<br />
yang kita miliki.<br />
Terkait dengan calon presiden yang akan<br />
diusung oleh Partai Golkar dalam Pemilu <strong>2014</strong>,<br />
sepertinya sudah fix Pak Aburizal Bakrie (Ical).<br />
Kalau untuk wakilnya sendiri bagaimana,<br />
apakah sudah ada nama<br />
Memang ada yang disebut-sebut untuk<br />
jadi bakal cawapres yang akan<br />
mendampingi Pak Ical. Ada banyak<br />
nama yang tidak dapat saya sebut<br />
satu per satu di sini. Ada yang<br />
dari TNI, ada yang etnis Jawa,<br />
ada yang dari dunia politik, ada<br />
juga yang dari partai lain. Ada<br />
peluang dari luar Golkar, ada<br />
juga peluang dari dalam<br />
Golkar.<br />
Kalau perolehan suara<br />
Golkar di atas 30%,<br />
mungkin akan Golkar-<br />
Golkar [pasangan<br />
capres <strong>dan</strong> cawapres<br />
sama-sama dari internal<br />
Golkar]. Tapi itu<br />
akan kami putuskan<br />
nanti. Begitu pemilu<br />
[legislatif] selesai,<br />
lihat bagaimana<br />
peta politiknya,<br />
baru diputuskan.<br />
Agung Laksono<br />
<strong>Bisnis</strong>/Dedi Gunawan<br />
Pewawancara:<br />
Anggi Oktarinda<br />
Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 89
Kinerja Parlemen<br />
Gawat, Legislasi Menggunung<br />
“Sepanjang tahun seperti ini saja<br />
kelihatannya. Ini masalah keseriusan<br />
Ang gota DPR. Saya sering mengingat<br />
kan kepada pimpinan Komisi,<br />
tapi begitu pembahasan RUU mereka<br />
tidak hadir,” ujar Marzuki Alie dengan<br />
nada kecewa ketika <strong>Bisnis</strong> menanyakan<br />
penilaian Ketua DPR itu terkait<br />
kinerja DPR Periode 2009-<strong>2014</strong><br />
beberapa waktu lalu.<br />
John Andhi Oktaveri<br />
john.andhi@bisnis.co.id<br />
<strong>Bisnis</strong>/Alby Albahi<br />
Penilaian Marzuki tersebut tidak terlalu<br />
mengejutkan. Bahkan juga tidak berlebihan<br />
melihat berbagai kritikan<br />
masyarakat maupun lembaga swadaya<br />
masyarakat terhadap kinerja Dewan<br />
Perwakilan Rakyat (DPR) tersebut.<br />
Padahal, mereka yang berpendidikan tinggi semakin<br />
banyak menduduki kursi parlemen dibandingkan<br />
periode sebelumnya.<br />
Marzuki memang tidak pernah menyembunyikan<br />
kegelisahannya terhadap kinerja anggotanya<br />
di Senayan. Otokritik itu tidak saja disampaikannya<br />
melalui pernyataannya secara langsung kepada<br />
war tawan, namun juga dalam beberapa kali pidato<br />
penutupan masa si<strong>dan</strong>g menjelang masa reses.<br />
“Dewan belum berhasil menyelesaikan RUU<br />
Prioritas yang seharusnya dapat dituntaskan,”<br />
ujarnya saat menutup masa si<strong>dan</strong>g pertengahan<br />
Oktober lalu.<br />
Dua puluh sembilan RUU yang sudah memasuki<br />
Pembicaraan Tingkat I <strong>dan</strong> sudah melebihi dua kali<br />
masa si<strong>dan</strong>g, ujarnya, ternyata masih memerlukan<br />
perpanjangan waktu pembahasan.<br />
Memang, produk legislasi DPR yang masih di<br />
bawah target, telah menjadi sasaran kritik publik<br />
selain tugas pokok mereka dalam pengawasan <strong>dan</strong><br />
penganggaran yang belum optimal.<br />
Di luar tiga fungsi pokok itu, perilaku para anggota<br />
DPR juga tidak luput dari sasaran kritik lembaga<br />
swadaya masyarakat. Keterlibatan mereka<br />
dalam sejumlah kasus percaloan <strong>dan</strong> korupsi anggaran<br />
merupakan bagian lain dari wajah buruk<br />
sebagian anggota DPR. Begitu juga untuk kasus<br />
etika terkait ketidakhadiran mereka dalam sejumlah<br />
si<strong>dan</strong>g membahas kepentingan rakyat.<br />
“Tahun ini saja DPR hanya menyelesaikan tujuh<br />
90 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>
produk legislasi dari 75 yang dimasukkan dalam program<br />
legislasi nasional (prolegnas),” ujar Koordinator<br />
Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Se <br />
bastian Salang beberapa waktu lalu.<br />
Jika dibandingkan dengan kinerja DPR periode 2004-<br />
2009, dia menilai telah terjadi penurunan kinerja cukup<br />
signifikan.<br />
Bayangkan, kinerja DPR periode 1999 lebih baik<br />
ketimbang 2004. Begitu juga dengan DPR hasil Pemilu<br />
2004 juga jauh lebih baik dibanding periode sekarang.<br />
Sebagai contoh, anggota DPR periode 2004-2009 bisa<br />
menyelesaikan lebih dari 40 produk un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g.<br />
Fungsi penganggaaran <strong>dan</strong> pengawasan pada beberapa<br />
periode sebelumnya juga relatif berjalan cukup baik<br />
yang terlihat dari tingkat kebocoran anggaran yang rendah.<br />
Pelanggaran hukum oleh anggota DPR pada periode<br />
sebelumnya juga tidak sebanyak sekarang.<br />
“Kasus korupsi yang dilakukan anggota DPR itu kan<br />
merebak pada mulai 2004 sampai DPR periode sekarang.<br />
Calo proyek, anggaran bocor juga mulai ramai<br />
setelah 2004,” kata Sebastian.<br />
Seperti mengartikulasikan kegalauan Marzuki <strong>dan</strong> kritikan<br />
dari Sebastian, sebuah hasil penelitian mengonfirmasi<br />
sebaran data di atas. Hasil penelitian tentang “Citra <strong>dan</strong> Eva <br />
luasi Kinerja DPR di Mata Publik” yang dilakukan Institute<br />
Riset <strong>Indonesia</strong> (INSIS) menyimpulkan lebih dari se paruh<br />
masyarakat menilai citra lembaga tersebut tidak baik.<br />
Dalam riset yang dilakukan pada 17 Agustus hingga<br />
20 September di 34 provinsi itu diketahui bahwa responden<br />
yang menjawab citra DPR “tidak baik” tercatat<br />
38,5% <strong>dan</strong> yang menyebutkan “semakin tidak baik”<br />
sebanyak 26,1%.<br />
Se<strong>dan</strong>gkan mereka yang menyebutkan “baik” hanya<br />
29,2% <strong>dan</strong> “semakin baik” sebesar 1,9% dengan persentase<br />
yang tidak menjawab sebanyak 4,3%.<br />
“Bila diagregatkan maka publik menilai citra DPR<br />
tidak baik di atas 50% lebih. Ini membahayakan bagi<br />
wajah parlemen <strong>Indonesia</strong> masa kini <strong>dan</strong> mendatang,”<br />
kata Peneliti INSIS, Mochtar W. Oetomo.<br />
Begitu pula dengan kinerja anggota DPR. Masih<br />
menurut hasil penelitian itu, 77% publik menilai kinerja<br />
anggota DPR tidak baik <strong>dan</strong> semakin tidak baik.<br />
Sementara itu, sebanyak 48,5% publik mengaku tidak<br />
puas <strong>dan</strong> sangat tidak puas soal kinerja anggota DPR<br />
dalam menghasilkan produk legislasi.<br />
Untuk fungsi penganggaran, INSIS pun membeberkan<br />
data yang kurang menggembirakan. Sebanyak 46,6%<br />
pub lik mengaku tidak puas <strong>dan</strong> sangat tidak puas kinerja<br />
DPR dalam membahas APBN. Se<strong>dan</strong>gkan 59,6% responsden<br />
mengaku tidak puas <strong>dan</strong> sangat tidak puas ki <br />
ner ja DPR dalam pengawasan un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g <strong>dan</strong> APBN.<br />
Sebanyak 73,9% publik mengaku tidak puas <strong>dan</strong><br />
sangat tidak puas kinerja DPR dalam menyerap keluhan<br />
masyarakat. Sebanyak 60,9% publik mengaku tidak<br />
puas <strong>dan</strong> sangat tidak puas kinerja DPR dalam memberikan<br />
pendapat atau masukan kepada pemerintah, menurut<br />
hasil penelitian itu.<br />
Namun demikian, agaknya tidak adil kalau dalam<br />
Hasil Riset Citra DPR Periode 2013<br />
1. Tidak baik 38,5%<br />
2. Semakin tidak baik 26,1%<br />
3. Baik 29,2%<br />
4. Semakin Baik 1,9%<br />
5. Tidak menjawab 4,3%<br />
Ketidakpuasan Publik atas Kinerja Anggota DPR<br />
berdasarkan tugas pokok<br />
1. Produk Legislasi 48,5%<br />
2. Penganggaran 46,6%<br />
3. Pengawasan 59,6%<br />
4. Menyerap aspirasi masyarakat 73,9%<br />
5. Memberikan masukan pada pemerintah 60,9%<br />
Sumber: INSIS<br />
mengevaluasi kinerja DPR tidak dilihat faktor penyebab<br />
rendahnya kinerja para anggotanya. Kalau Marzuki<br />
menyoroti kemalasan anggotanya dalam mengikuti<br />
setiap si<strong>dan</strong>g sebagai salah satu faktor, Ketua Ba<strong>dan</strong><br />
Legislasi (Baleg) DPR Ignatius Moelyono mengakui a<strong>dan</strong>ya<br />
persoalan teknis.<br />
Menurutnya, salah satu hambatan adalah tumpang<br />
tindih jadwal pelaksanaan tugas legislasi dengan pelaksanaan<br />
fungsi parlemen lain, yakni pengawasan <strong>dan</strong><br />
penganggaran.<br />
Pasalnya, tidak sedikit anggota DPR yang merangkap<br />
tugas seperti menjadi anggota Komisi sekaligus anggota<br />
Baleg. Selain itu, mereka juga masuk keanggotaan se <br />
jum lah panitia khusus (Pansus) pembahasan RUU.<br />
Dalam kondisi demikian, tidak heran kalau seorang<br />
Anggota DPR harus menghadiri agenda rapat dalam<br />
waktu bersamaan.<br />
“Rangkap tugas dialami sebagian besar anggota<br />
Komisi II misalnya. Selain menjadi anggota panitia kerja<br />
panja (Panja) pembahasan RUU di komisi tersebut,<br />
mereka juga terlibat dalam penyusunan draf RUU karena<br />
menjadi anggota Baleg,” ujarnya.<br />
Sebagai contoh, sebagian dari mereka bahkan terlibat<br />
dalam Pansus Pembahasan RUU Pemerintahan Daerah<br />
<strong>dan</strong> RUU.<br />
Selain a<strong>dan</strong>ya faktor internal di DPR sendiri, politisi<br />
Partai Demokrat itu juga menyebutkan pemerintah berkontribusi<br />
membuat capaian legislasi tidak sesuai target.<br />
Pemerintah tergolong lamban dalam menyiapkan draf<br />
<strong>dan</strong> naskah akademik RUU yang menjadi inisiatif pemerintah.<br />
Sementara jumlah RUU yang menjadi prioritas<br />
setiap tahun selalu melebihi kemampuan yang dimiliki<br />
DPR <strong>dan</strong> pemerintah.<br />
Akan tetapi, terlepas dari kondisi di atas, para anggota<br />
DPR tidak boleh menjadikan kendala tersebut sebagai<br />
pembenaran atas rendahnya kinerja mereka. Sebagai<br />
wakil rakyat mereka setidaknya harus terus berjuang<br />
untuk mencapai produktivitas legislasi yang lebih baik<br />
di masa datang, sekalipun masa kerja mereka tinggal<br />
satu tahun lagi seiring akan terpilihnya DPR pe riode<br />
<strong>2014</strong>-2019.<br />
Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 91
Pengelolaan Dana<br />
Demis Rizky Gosta<br />
demis.rizky@bisnis.co.id<br />
Lembaga antikorupsi itu ingin tahu seberapa<br />
transparan para pengurus partai<br />
politik dalam pengelolaan <strong>dan</strong>a partai,<br />
yang pada dasarnya merupakan <strong>dan</strong>a<br />
yang dihimpun dari masyarakat.<br />
Langkah pertama ICW adalah langkah<br />
paling sederhana, yaitu dengan mengajukan permintaan<br />
laporan keuangan tahun anggaran 2011 ke<br />
pengurus tiap partai politik.<br />
Hasilnya, nol. Tidak ada satupun partai politik<br />
yang sukarela memberikan laporan keuangannya<br />
kepada ICW. Sebagian besar partai politik beralasan<br />
laporan keuangan yang diharuskan terbuka untuk<br />
umum hanya yang mencatat penggunaan <strong>dan</strong>a dari<br />
anggaran pendapatan <strong>dan</strong> belanja negara (APBN).<br />
Mereka merasa tidak harus membuka seluruh pencatatan<br />
anggaran partai ke publik.<br />
ICW tidak puas. Berbekal ketentuan di dalam UU<br />
No. 2/2008 tentang Partai <strong>Politik</strong> <strong>dan</strong> UU No.<br />
14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik<br />
(KIP), ICW melaporkan penolakan para partai politik<br />
ke Komisi Informasi Publik.<br />
Pasal 37 UU No. 2/2008 mewajibkan setiap pengurus<br />
partai di tiap tingkatan organisasi menyusun<br />
laporan keuangan setiap tahun anggaran. Pasal<br />
berikutnya menyatakan hasil pemeriksaan laporan<br />
keuangan tersebut terbuka untuk diketahui<br />
masyarakat.<br />
Dalam proses mediasi KIP, enam dari sembilan<br />
partai politik akhirnya berjanji menyerahkan laporan<br />
keuangannya kepada ICW, se<strong>dan</strong>gkan tiga partai<br />
politik lain bersikukuh melanjutkan ke proses<br />
ajudikasi.<br />
ICW kemudian berhasil memenangkan proses<br />
ajudikasi <strong>dan</strong> tiga partai politik tersebut akhirnya<br />
diharuskan menyerahkan laporan keuangannya.<br />
Seluruh kesatuan proses tersebut memakan<br />
waktu 1 tahun. Hasilnya pun sea<strong>dan</strong>ya. ICW hanya<br />
berhasil mendapatkan laporan keuangan dari 5 partai<br />
politik. ICW sampai saat ini masih belum<br />
mendapatkan laporan keuangan dari Hanura,<br />
Gerindra <strong>dan</strong> Demokrat.<br />
92 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong><br />
Partai Malas Ungkap<br />
Laporan Keuangan<br />
Pada 2012, <strong>Indonesia</strong> Corruption<br />
Watch (ICW) berinisiatif menguji<br />
transparansi pengelolaan anggaran<br />
para pengurus partai politik.<br />
Hanura <strong>dan</strong> Gerindra masih belum menepati janjinya<br />
di dalam proses mediasi, se<strong>dan</strong>gkan Demokrat<br />
terang-terangan tidak melaksanakan keputusan KIP.<br />
Dari 5 laporan keuangan yang diserahkan ICW,<br />
hanya PKS yang bersedia memberikan laporan keuangan<br />
konsolidasi nasional. Golkar, PAN, PKB, <strong>dan</strong><br />
PPP hanya menyerahkan laporan keuangan pengurus<br />
pusat masing-masing partai. Padahal, UU<br />
menyatakan pengurus partai di tiap tingkatan harus<br />
menyusun laporan keuangan, yang semuanya terbuka<br />
untuk diketahui masyarakat.<br />
Pertanyaannya, jika ICW saja tidak mampu<br />
mengakses, bagaimana masyarakat luas<br />
Direktur Divisi Korupsi <strong>Politik</strong> ICW Abdullah<br />
Dahlan mengatakan semua partai politik di In do <br />
nesia tidak memiliki sistem pencatatan <strong>dan</strong> pelaporan<br />
keuangan yang terlembaga.<br />
Informasi mengenai arus kas keluar masuk di<br />
sebuah partai politik biasanya hanya diketahui oleh<br />
segelintir pengurus, alias hanya beberapa elite partai.<br />
“Harus [pengelolaan keuangan] diketahui setidaknya<br />
oleh internal partai, tapi ternyata di banyak<br />
partai sistem pen<strong>dan</strong>aan ini sifatnya sangat personal,”<br />
katanya.<br />
Laporan keuangan partai politik, lanjutnya, juga<br />
hanya mencatat arus kas yang bersifat umum <strong>dan</strong><br />
administratif. Tidak ada partai yang mencatat aktivitas<br />
<strong>dan</strong>a kampanye, kecuali PKS. Ketertutupan<br />
ini, menurut Abdullah, masih akan berlanjut sampai<br />
Pemilu <strong>2014</strong>.<br />
TRANSPARANSI<br />
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu<br />
<strong>dan</strong> Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini<br />
mengatakan partai politik harus transparan <strong>dan</strong><br />
akuntabel dalam pengelolaan keuangan karena<br />
<strong>dan</strong>a yang dikumpulkan oleh partai politik dari<br />
masyarakat.<br />
Pengurus partai politik harus bisa menunjukkan<br />
bahwa partai politik <strong>dan</strong> calon membelanjakan <strong>dan</strong><br />
mengumpulkan <strong>dan</strong>a dengan rasional, sesuai<br />
aturan <strong>dan</strong> sesuai etika.<br />
Aturan pengelolaan keuangan partai politik disusun<br />
untuk menjamin kemandirian partai politik,<br />
sebagai perantara antara masyarakat yang memiliki<br />
berbagai kepentingan dengan pemerintah sebagai<br />
pengambil keputusan.<br />
Oleh karena itu, regulasi terkait keuangan partai<br />
politik tidak hanya menyangkut tata kelola keuangan<br />
tapi juga membatasi sumber <strong>dan</strong> jumlah sumbangan<br />
yang bisa diterima partai.
Berdasarkan hasil survei dari Lembaga Survei<br />
Nasional (LSN) pada Mei 2013, diperkirakan terdapat<br />
2 partai yang tidak akan lolos PT 3,5%, kedua partai<br />
tersebut adalah PBB <strong>dan</strong> PKPI. Sementara, hasil<br />
survei dari Lingkaran Survei <strong>Indonesia</strong> (LSI) menyatakan<br />
terdapat tiga partai yang diperkirakan tidak lolos<br />
PT 3,5% yaitu Nasdem, PKPI, <strong>dan</strong> PBB.<br />
Selain itu, berdasarkan hasil survei LSN jumlah<br />
suara terbanyak akan diperoleh oleh partai-partai<br />
besar seperti Golkar, PDIP <strong>dan</strong> Gerindra. Se<strong>dan</strong>gkan<br />
hasil survei versi LSN memperkirakan partai yang<br />
akan masuk tiga besar dalam perolehan suara adalah<br />
Golkar, PDIP <strong>dan</strong> Partai Demokrat.<br />
Sumber: LSN <strong>dan</strong> LSI<br />
Nama Nomor Jumlah Jumlah<br />
Partai Urut Perolehan Perolehan<br />
Suara Suara<br />
Versi LSN Versi LSI<br />
Nasdem 1 4,6% 2,0%<br />
PKB 2 4,8% 4,6%<br />
PKS 3 4,4% 4,4%<br />
PDIP 4 18,3% 18,7%<br />
Golkar 5 19,7% 20,4%<br />
Gerindra 6 13,9% 6,6%<br />
PD 7 6,1% 9,8%<br />
PAN 8 3,8% 5,2%<br />
PPP 9 4,3% 4,6%<br />
Hanura 10 6,9% 3,4%<br />
PBB 11 1,4% 0,6%<br />
PKPI 12 0,5% 0,3%<br />
<strong>Bisnis</strong>/Ilham Nesabana<br />
Sumber keuangan partai politik yang sah, menurut<br />
UU, adalah iuran anggota, sumbangan, <strong>dan</strong> bantuan<br />
negara. Adapun sumber <strong>dan</strong>a kampanye yang sah<br />
adalah yang berasal dari partai politik, orang yang mencalonkan<br />
diri untuk jabatan politik, <strong>dan</strong> sumbangan<br />
pihak ketiga.<br />
Batasan sumbangan dari pihak ketiga untuk partai<br />
politik <strong>dan</strong> <strong>dan</strong>a kampanye sama. Perorangan hanya<br />
boleh menyumbang hingga Rp1 miliar, se<strong>dan</strong>gkan sumbangan<br />
dari kelompok, perusahaan, <strong>dan</strong> ba<strong>dan</strong> lainnya<br />
maksimal Rp7,5 miliar.<br />
Pembatasan ini adalah upaya menjaga kemandirian<br />
partai politik dari dominasi sebuah kelompok atau<br />
kepentingan. Tanpa batasan, bisa saja satu partai politik<br />
mendapatkan sebagian besar <strong>dan</strong>a operasional <strong>dan</strong> <strong>dan</strong>a<br />
kampanye-nya dari satu orang atau satu perusahaan.<br />
Padahal fungsi partai politik <strong>dan</strong> wakilnya di DPR<br />
maupun adalah mengambil keputusan untuk banyak<br />
orang, bukan sekelompok orang. Tanpa transparansi<br />
keuangan, tidak hanya kemandirian, keberpihakan partai<br />
politik juga sulit diawasi.<br />
“Pembuatan kebijakan itu kan berbicara tentang<br />
kepentingan. Kita mengadvokasi kepentingan itu, civil<br />
society ada kepentingannya, pebisnis juga mengadvokasi<br />
kepentingannya. Bagaimana kepentingan itu diperjuangkan,<br />
mesti diatur,” kata Titi.<br />
Budaya <strong>dan</strong> sistem yang berjalan di DPR tidak memberikan<br />
konstituen keleluasaan untuk mencatat rekam<br />
jejak setiap partai politik <strong>dan</strong> kadernya dalam proses<br />
pengambilan kebijakan di parlemen <strong>dan</strong> pemerintah.<br />
Setelah menyumbang, tidak ada cara untuk mengawasi<br />
para anggota parpol betul-betul menyalurkan kepentingan<br />
para pendukung melalui kursinya di parlemen<br />
atau pemerintahan.<br />
Apalagi sebagian besar pengambilan suara di DPR<br />
dilakukan melalui musyarawarah mufakat, yang sebetulnya<br />
cuma istilah lain dari tawar menawar di belakang<br />
layar.<br />
Selain itu, tanpa transparansi, penyumbang tidak<br />
akan tahu apakah partai tersebut menerima uang juga<br />
dari pihak yang memiliki kepentingan berseberangan<br />
karena tidak pernah ada data jelas mengenai daftar<br />
penyumbang,<br />
Untuk mencari aman, para pengusaha di <strong>Indonesia</strong><br />
memilih menyumbang ke semua partai. Padahal mustahil<br />
partai politik bisa memperjuangkan kepentingan dua<br />
kelompok yang jelas-jelas berlawanan.<br />
Kondisi ini yang dijadikan celah oleh para politisi<br />
untuk panen sumbangan. Momentum pemilu dimanfaatkan<br />
partai sebagai alasan mengumpulkan uang<br />
sebanyak-banyaknya dari semua sudut, tanpa konsekuensi<br />
kehilangan dukungan.<br />
Hasilnya biaya proses politik di <strong>Indonesia</strong> sangat<br />
besar. JIka para konstituen yang memiliki modal tidak<br />
bisa mengawasi <strong>dan</strong> mengontrol wakilnya, bagaimana<br />
dengan konstituen yang hanya bermodal kehadiran di<br />
tempat pemungutan suara (TPS)<br />
Bukan hanya terkait belanja yang terus meningkat,<br />
ada juga potensi uang yang masuk ke partai politik <strong>dan</strong><br />
kantong politisi selama masa kampanye tidak dibelanjakan.<br />
“Jangan-jangan pola pikir kita selama ini terbalik. Kita<br />
berpikir partai menghabiskan banyak uang, namun<br />
ternyata pada faktanya partai mendapatkan uang dari<br />
yang namanya kampanye,” kata Titi.<br />
Bisa jadi Titi benar. Mahalnya uang yang dikeluarkan<br />
kampanye sudah sering dikritik <strong>dan</strong> bisa tergambarkan<br />
oleh catatan KPU mengenai Pemilu 2004 <strong>dan</strong> Pemilu<br />
2009.<br />
Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 93
Kepemimpinan Nasional<br />
Bukan Pemimpin Bertele-tele<br />
JAKARTA—Menjelang Pemilu <strong>2014</strong>, kita seperti menemukan<br />
relevansi kembali untuk membicarakan soal kepemimpinan<br />
nasional. Berikut petikan wawancara dengan<br />
sosiolog <strong>dan</strong> pengajar pada FISIP Universitas <strong>Indonesia</strong><br />
Imam B. Prasodjo terkait dengan karakter ideal kepemimpinan<br />
yang dibutuhkan bangsa ini ke depan.<br />
Sejauh manakah kondisi politik lima tahun<br />
terakhir berpengaruh pada munculnya calon<br />
pemimpin <strong>2014</strong><br />
Sekarang ini semakin dekat menjelang <strong>2014</strong>, politisi-politisi<br />
mulai mendapat gambaran <strong>dan</strong> alternatif<br />
pemimpin yang lebih memiliki skill terhadap program-program<br />
yang langsung bisa menyentuh<br />
masyarakat. Ini pola segar yang se<strong>dan</strong>g muncul <strong>dan</strong><br />
kebetulan moment-nya pas mendekati Pilpres <strong>2014</strong>.<br />
Pemimpin seperti apa yang dimaksud<br />
Pemimpin yang tidak hanya wacana <strong>dan</strong> program,<br />
tidak berwajah birokratis. Ada orang-orang<br />
seperti Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini,<br />
pemimpin model Gubernur Joko Widodo (Jokowi)<br />
<strong>dan</strong> dulu juga ada mantan Wakil Gubernur Jawa<br />
Tengah Rustriningsih. Seperti Rustriningsih itu se -<br />
karang secara politis memang nyungsep tetapi<br />
orang masih teringat kepada aktivitas <strong>dan</strong> langkah<br />
kinerja yang bersentuhan pada masyarakat.<br />
Dari tokoh-tokoh itu orang akan membandingkan<br />
sosok pemimpin yang hanya disibukkan dengan<br />
pencitraan <strong>dan</strong> pemimpin yang benar-benar bekerja<br />
bersentuhan langsung dengan masyarakat.<br />
Sekarang yang fenomenal memang Jokowi karena<br />
posisinya sebagai Gubernur DKI (Daerah Khusus<br />
Ibukota) Jakarta, dekat dengan sumber media.<br />
Lewat blow up media, semua gerak geriknya bisa<br />
dijadikan panduan tentang pemimpin yang tidak<br />
bertele-tele.<br />
Soal penyelesaian berbagai konflik suku,<br />
agama, ras <strong>dan</strong> kepentingan<br />
Lagi-lagi pemimpin itu perlu berani keluar dari<br />
zona nyaman, perlu tegas <strong>dan</strong> lugas dalam menyelesaikan<br />
masalah yang terjadi di masyarakat.<br />
Pemimpin perlu seimbang, katakan salah bagi yang<br />
tidak benar <strong>dan</strong> memberi perlindungan bagi yang<br />
terpinggirkan.<br />
Dia harus berani <strong>dan</strong> konsisten untuk menegakkan<br />
keadilan, menyelesaikan sesuai aturan perun<strong>dan</strong>gan<br />
<strong>dan</strong> tidak tebang pilih. Mampu meredam<br />
gejolak masyarakat.<br />
Apakah pemilu menjamin munculnya<br />
pemimpin seperti itu<br />
Problem-nya, siapa yang akan dicalonkan oleh<br />
partai, itulah struggle yang harus dilewati.<br />
Sebetulnya, kemunculan sosok pemimpin saat ini<br />
94 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong><br />
tidak atau belum sampai kepada keterlibatan<br />
masyarakat secara langsung dalam pemilu, baik<br />
untuk memilih anggota DPR maupun calon pre -<br />
siden karena semua nama yang muncul masih di -<br />
saring partai.<br />
Partai memiliki elite-elite yang punya duit <strong>dan</strong><br />
pengaruh. Kalau partai tidak bisa memunculkan<br />
wakil atau calon pemimpin yang memiliki tipe atau<br />
karakter, yang akan terjadi tentu pertama akan<br />
kalah. Sementara kalau ada partai lain yang berhasil<br />
lolos belum tentu juga memiliki calon pemimpin<br />
yang menarik untuk dipilih.<br />
Saat ini orang akan jauh lebih skeptis <strong>dan</strong> curiga<br />
terhadap partai politik tertentu <strong>dan</strong> mempertanyakan<br />
siapa orang-orang yang menggerakkan partai.<br />
Yang terjadi justru muncul sosok-sosok pemimpin<br />
yang secara pribadi bersinar di daerah-daerah.<br />
Lalu, seberapa besar tokoh daerah berpeluang<br />
menjadi pemimpin nasional<br />
Sekarang pergulatan se<strong>dan</strong>g berlangsung. Para<br />
pialang politik se<strong>dan</strong>g memenuhi daftar calon.<br />
Pertanyaannya, apakah nanti orang kredibel, misalnya<br />
tokoh daerah yang laku jual memiliki daya<br />
tarik yang akan didorong maju Ataukah mereka<br />
yang memiliki posisi tinggi di partai yang akan<br />
dicalonkan<br />
Seperti misalnya Wali Kota Bandung Ridwan<br />
Kamil, sampai saat ini orang masih menunggu<br />
apakah dia benar-benar pemimpin bagus karena<br />
dari sparepart-nya sudah terlihat cukup bagus.<br />
Tinggal tunggu saja apakah dia bisa mewarnai<br />
kepemimpinan daerah seperti Jokowi-Ahok (Wagub<br />
DKI Basuki Tjahaja Purnama) yang bisa mengawal<br />
Jakarta, lalu Wali Kota Surabaya Rismaharini yang<br />
punya komitmen untuk masyarakatnya. Saya tidak<br />
tahu apakah Ganjar Pranowo sebagai gubernur di<br />
Jawa Tengah bisa seperti itu.<br />
Kalau partai mendorong mereka untuk maju,<br />
saya kira bukan tidak mungkin akan muncul<br />
pemimpin baru yang keterlibatannya terlihat<br />
banyak didukung masyarakat. Semua tergantung<br />
kondisi politik yang sedikit banyak ditentukan oleh<br />
partai.<br />
Apa titik kelemahan politik di <strong>Indonesia</strong><br />
Kondisi lemah <strong>dan</strong> yang masih mengkhawatirkan<br />
itu karena partai-partai politik yang bersaing untuk<br />
<strong>2014</strong> masih dikuasai orang-orang lama. Pialangpialang<br />
politiknya masih didominasi katakanlah<br />
kaum senior yang memutuskan juga mendukung<br />
penentuan pencalonan pemimpin dari setiap partai.<br />
Pertanyaannya, mampukah orang partai yang<br />
senior itu berani memunculkan orang muda, sosok<br />
baru yang menyegarkan, dalam arti lain orangorang<br />
lama siap mundur dari keinginan untuk<br />
tampil lagi.
Berarti ruang persaingan tokoh muda masih<br />
dibatasi<br />
Itu dia, palang pintu masing-masing partai masih<br />
dipegang pemimpin partai stok lama yang ternyata<br />
masih ingin maju dalam pencalonan ke depan. Yang<br />
dalam hal ini mereka terlihat skeptik terhadap yang<br />
muda.<br />
Masyarakat memang mengharapkan tokoh muda,<br />
wajah baru yang optimistis banyak terobosan, sementara<br />
yang pemimpin lama, tidak usah saya sebutkan<br />
karena hampir semua partai, hampir semuanya masih<br />
berebut kepemimpinan.<br />
Bagaimana yang muda bisa benar-benar<br />
tampil menjadi pilihan pemimpin<br />
Yang muda itu masih banyak yang berada di jajaran<br />
pinggir partai, misalnya PDIP memiliki tokoh muda<br />
seperti Jokowi yang layak jual tetapi seberapapun<br />
besar harapan ke dia, palang pintu tetap ada pada Bu<br />
Mega, beliau yang menentukan.<br />
Juga di Partai Demokrat dengan memunculkan<br />
angin segar melalui konvensi yang<br />
menyodorkan nama <strong>dan</strong> tokohtokoh<br />
muda, banyak disukai<br />
masyarakat. Tetapi apakah<br />
barisan muda di Demokrat itu<br />
bisa menembus barikade<br />
dewan pembinanya<br />
Partai besar lain sama<br />
saja polanya, bagaimana<br />
masyarakat bisa optimistis<br />
Memang seperti itu, orang baru<br />
apalagi muda masih dinilai belum<br />
memiliki sumbangan kepada partai<br />
atau pada kinerja di masyarakat.<br />
Padahal wajah-wajah lama pun sebenarnya<br />
juga bisa dibilang belum<br />
tentu memberikan kontribusi<br />
berarti di masyarakat<br />
maupun negara.<br />
Selain PDIP <strong>dan</strong><br />
Demokrat, lihat juga<br />
Hanura yang sudah<br />
jelas mengusung stok<br />
lama Pak Wiranto<br />
didampingi Hary<br />
Tanoesoedibjo. Lalu<br />
PPP dengan<br />
Suryadharma Ali <strong>dan</strong><br />
PKB yang meski<br />
sudah mencari-cari<br />
nama baru tetapi<br />
yang muncul saat<br />
ini Jusuf Kalla<br />
yang stok lama juga.<br />
Berarti stok<br />
lama yang bersaing<br />
itulah yang<br />
akan tampil<br />
Imam B. Prasodjo<br />
memimpin<br />
Saya bisa menduga, pemilihan orang-orang lama itu<br />
memang berat bagi partai apalagi sudah disadari<br />
bahwa persaingannya semakin ketat karena memunculkan<br />
nama-nama yang sebelumnya juga bersaing.<br />
Tetapi mau bagaimana lagi, yang muda belum<br />
dipercaya mampu, sementara palang pintu penentuan<br />
calon dari partai masih dipegang orang lama yang di<br />
sisi lain tidak terlalu layak.<br />
Orang baru yang naik daun dinilai belum terlalu<br />
lama berperan di masyarakat seperti Jokowi yang<br />
melesat menembus orbit nasional dari wali kota Solo,<br />
lalu sekarang ada nama Ridwan Kamil tetapi juga<br />
belum jelas seberapa besar ia mampu berperan progresif<br />
di masyarakat. Dan tokoh lain di daerah.<br />
Mereka orang-orang muda yang sosoknya se<strong>dan</strong>g<br />
disorot sebagai pemimpin yang bukan hanya wacana<br />
namun juga ke lapangan. Tetapi tidak mengherankan<br />
juga kalau yang banyak tampil Jokowi karena dia<br />
berada di Jakarta, unggul dalam pemberitaan karena<br />
dekat dengan media <strong>dan</strong> media juga banyak<br />
mendekat.<br />
Di sini peran media kemudian dipertanyakan.<br />
Apakah bisa terus mengawal atau akan dibatasi<br />
ketika menyangkut pemilik media yang notabene<br />
ada yang berkepentingan untuk bisa dimunculkan.<br />
Media mengganggu objektivitas penokohan<br />
tokoh sebagai calon pemimpin<br />
Media memang banyak berperan untuk membentuk<br />
opini, mengenalkan tokoh baru hingga<br />
mendongkrak popularitas. Hanya, di balik<br />
media-media besar ada mereka yang memiliki<br />
perusahaan sehingga objektivitas<br />
dipertanyakan.<br />
Seperti misalnya TVOne<br />
dengan Aburizal Bakrie<br />
<strong>dan</strong> Metro TV milik<br />
Surya Paloh. Seberapa<br />
jauh akan bisa me -<br />
nyiarkan secara<br />
netral ketika pemilik<br />
modalnya ikut<br />
dalam pusaran<br />
politik. Masalahnya<br />
sekarang<br />
di<br />
belakang media<br />
ada orang yang<br />
berkepentingan<br />
untuk bisa<br />
mempromosikan<br />
atau tidak<br />
mempromosikan.<br />
Pewawancara:<br />
Pamuji Tri Nastiti<br />
<strong>Bisnis</strong>/Dwi Prasetya<br />
Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 95
Pertaruhan KPU<br />
Hedwi Prihatmoko<br />
redaksi@bisnis.co.id<br />
Sebagaimana pesta pada umumnya, pesta<br />
demokrasi pun butuh sebuah event organizer.<br />
Dalam hal ini, Komisi Pemilihan<br />
Umum (KPU) yang bertugas sebagai<br />
event organizer. Sebagai tulang punggung<br />
pesta demokrasi, salah satu tugas<br />
terpenting KPU adalah mengurus daftar pemilih<br />
<strong>dan</strong> peserta pesta demokrasi ini.<br />
KPU telah menetapkan 15 partai politik (parpol)<br />
‘pengisi acara’ Pileg <strong>2014</strong>, terdiri dari 12 parpol<br />
nasional <strong>dan</strong> 3 parpol lokal Aceh. Adapun untuk<br />
Pilpres <strong>2014</strong>, KPU belum membuat ketetapan resmi<br />
peserta pemilunya.<br />
Pengisi acara sudah ditetapkan, KPU kemudian<br />
menentukan ‘un<strong>dan</strong>gan’ pesta untuk dimasukkan<br />
ke dalam daftar pemilih tetap (DPT). Pada 4<br />
November silam, KPU menetapkan jumlah DPT<br />
186.612.255 orang.<br />
Namun, penetapan jumlah DPT pada 4 November<br />
itu ternyata menyisakan permasalahan dengan<br />
keberadaan 10,4 juta DPT bermasalah. DPT bermasalah<br />
muncul karena tidak memiliki nomor induk<br />
kependudukan (NIK) sehingga menjadi tidak sesuai<br />
dengan ketentuan un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g. Menurut UU<br />
No. 8/2012, DPT harus mencantumkan NIK.<br />
Andrinof Chaniago, pengamat politik dari<br />
Universitas <strong>Indonesia</strong>, mengatakan DPT merupakan<br />
jaminan atas hak pilih warga negara. Dalam mengawal<br />
hak pilih warga, lanjutnya, KPU seharusnya<br />
cukup melakukan pemutakhiran atas data kependudukan<br />
yang diberikan oleh Kementerian Dalam<br />
Negeri (Kemendagri).<br />
Masalah DPT bukan barang baru. Pada Pemilu<br />
2009 pun masalah ini juga muncul. Sebenarnya<br />
KPU sudah melakukan evaluasi <strong>dan</strong> menegaskan<br />
bahwa sumber data untuk pembuatan DPT yang<br />
96 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong><br />
Dari Menjamin Hingga<br />
Memberi Kepercayaan<br />
Kurang dari setengah tahun ke depan,<br />
pesta demokrasi kembali dilangsungkan<br />
dengan ratusan juta penduduk<br />
<strong>Indonesia</strong> diun<strong>dan</strong>g terlibat dalam prosesi<br />
itu. Pesta demokrasi itu mewujud<br />
dalam pemilihan umum, baik Pemilu<br />
Legislatif 9 April maupun Pilpres 9<br />
Juli.<br />
diserahkan ke KPU seharusnya sudah memenuhi<br />
unsur-unsur yang disyaratkan dalam UU.<br />
Pasalnya, KPU hanya melakukan pemutakhiran<br />
atas data pemilih, bukan untuk melengkapi atau<br />
membuat data baru. Pemutakhiran itu bertujuan<br />
untuk menyisir penduduk yang memiliki identitas<br />
ganda, meninggal, pindah domisili, <strong>dan</strong> lain-lain.<br />
Andrinof menjelaskan jika pemutakhiran sudah<br />
ditempuh dengan maksimal, namun masih tetap<br />
menyisakan DPT bermasalah, KPU masih memiliki<br />
cara untuk menjamin hak pilih warga. Caranya<br />
adalah dengan penggunaan kartu identitas, seperti<br />
KTP atau kartu keluarga, yang dikonfirmasi ke<br />
kelompok penyelenggara pemungutan suara<br />
(KPPS), perangkat KPU daerah, <strong>dan</strong> Ketua RT/RW<br />
atau Lurah.<br />
Kendati masih menuai permasalahan klasik soal<br />
DPT, Ba<strong>dan</strong> Pengawas Pemilu (Bawaslu) menilai<br />
proses pembuatan DPT yang sekarang jauh lebih<br />
baik <strong>dan</strong> bermutu dibandingkan dengan proses<br />
pembuatan DPT pada Pemilu 2009.<br />
“Cuma memang karena sekarang prosesnya lebih<br />
terbuka, semuanya disampaikan ke publik, termasuk<br />
yang kurang-kurangnya. Ini terkesan burukburuknya<br />
lebih banyak,” kata anggota Bawaslu<br />
Nelson Simanjuntak.<br />
Kendati demikian, ada catatan yang diberikan<br />
Bawaslu kepada KPU terkait masalah DPT, yaitu<br />
koordinasi KPU dengan stakeholder lain, khususnya<br />
Kemendagri. Memang, penetapan DPT sangat bergantung<br />
kepada data penduduk milik Kemendagri.<br />
Meski banyak disinggung bahwa DPT bermasalah<br />
muncul karena a<strong>dan</strong>ya permasalahan di e-KTP,<br />
Bawaslu menilai KPU tetap harus bertanggung<br />
jawab penuh terhadap keberadaan DPT bermasalah.<br />
Bawaslu sendiri mengaku sulit untuk mengkritisi<br />
data kependudukan yang dimiliki Kemendagri.<br />
Pasalnya, Kemendagri dilindungi oleh UU untuk<br />
tidak menyalurkan data-data kependudukannya<br />
dengan alasan kerahasiaan<br />
Menghadapi kendala soal DPT, KPU berjanji akan<br />
meningkatkan kerja samanya dengan Kemendagri.<br />
KPU menilai Kemendagri sudah berupaya maksimal<br />
untuk membantu melakukan verifikasi DPT dengan<br />
data kependudukan.<br />
“Bahwa masih ada catatan <strong>dan</strong> kelemahan, kami<br />
[bersama Kemendagri] akan memperbaiki bersamasama,”<br />
ujar anggota KPU Arif Budiman.<br />
Permasalahan DPT bukan perkara sepele hingga<br />
membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono<br />
mengumpulkan para pimpinan lembaga negara,
seperti Ketua MPR, Ketua DPR, Ketua BPK, Ketua KPU,<br />
<strong>dan</strong> Ketua Komisi Yudisial, untuk membahas soal DPT.<br />
Presiden menuturkan KPU harus mampu memberikan<br />
penjelasan atas permasalahan DPT untuk menghilangkan<br />
kecurigaan masyarakat <strong>dan</strong> parpol non pemerintah<br />
terkait hal ini.<br />
KPU bersama Kemendagri menyatakan kekisruhan<br />
DPT ini akan dituntaskan di perwakilan tingkat daerah<br />
sampai batas waktu hingga 4 Desember 2013<br />
SURAT SUARA<br />
Tidak kalah penting, kelancaran distribusi surat suara<br />
juga mengambil peran sentral dalam keberhasilan<br />
penyelenggaraan pemilu. Seperti diketahui, Pemilu 2009<br />
sempat diwarnai dengan berbagai kasus surat suara<br />
yang tertukar.<br />
Baik Andrinof maupun Nelson menyarankan agar<br />
KPU meningkatkan koordinasinya, mulai dari tingkat<br />
KPU pusat hingga ke tingkat KPPS.<br />
Dalam koordinasi ini, perwakilan KPU di daerah harus<br />
memberikan informasi lebih awal kepada KPU pusat agar<br />
perencanaan yang dibuat oleh pusat lebih matang.<br />
Informasi itu misalnya yang terkait dengan ke terjangkauan,<br />
dukungan infrastruktur, <strong>dan</strong> kondisi cuaca.<br />
Tidak hanya itu, koordinasi dengan pihak percetakan<br />
pun tidak kalah penting dalam mengawal surat suara.<br />
Nelson menekankan jumlah surat suara yang dicetak<br />
harus tepat, yaitu sejumlah DPT ditambah 2% dari DPT<br />
sebagai surat suara ca<strong>dan</strong>gan, kemudian dikali dengan<br />
jenis surat suara yang dibutuhkan.<br />
Faktor lain yang mencadi catatan kendala dalam<br />
Pemilu 2009 adalah keterlambatan pencairan anggaran<br />
pemilu dari Kementerian Keuangan yang berimbas pada<br />
terhambatnya kinerja KPU.<br />
Arif Budiman mengungkapkan dalam persiapan<br />
Pemilu <strong>2014</strong>, keterlambatan pencairan anggaran masih<br />
tetap terjadi, namun tidak separah pada Pemilu 2009.<br />
Dia mengaku sementara ini, KPU masih bisa melaksanakan<br />
tugasnya dengan baik, meskipun ada keterlambatan<br />
anggaran.<br />
Proses pelaksanaan pemilu bisa menjadi cerminan<br />
atas legitimasi dari para penyelenggara negara. Dengan<br />
sederhana, seberapa kuat legitimasi para pemenang<br />
pemilu sebagai penyelenggara negara dapat dilihat dari<br />
tingkat partisipasi pemilih dengan suara sah.<br />
Pada Pemilu 2009, KPU mencatatkan jumlah DPT<br />
Pileg 2009 sebanyak 171.265.442 orang dengan jumlah<br />
suara sah sebanyak 104.048.118 suara. Adapun, jumlah<br />
DPT Pilpres 2009 sebanyak 176.411.434 jumlah suara<br />
sah sebanyak 121.504.481.<br />
Berdasarkan jumlah tersebut, tingkat partisipasi<br />
pemilih dengan suara sah pada Pemilu 2009 hanya sebesar<br />
60,75% untuk pemilu legislatif, <strong>dan</strong> 68,88% untuk<br />
Pilpres. Bawaslu menilai perlu ada perbaikan sikap para<br />
aktor peserta pemilu dalam mengikuti jalannya pemilu.<br />
Langkah paling sederhana dengan tidak memberikan<br />
janji-janji politik yang berlebihan <strong>dan</strong> tidak melanggar<br />
aturan pemilu. Demi mengembalikan kepercayaan publik,<br />
KPU sendiri akan meningkatkan sosialisasi publik.<br />
Sosialisasi ini berupa pemberian pemahaman publik<br />
tentang pemilu <strong>dan</strong> pelatihan bagaimana publik menggunakan<br />
hak pilihnya.<br />
<strong>Bisnis</strong>/En<strong>dan</strong>g Muchtar<br />
Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 97
Industri <strong>Politik</strong><br />
Survei Sebagai Instrumen <strong>Politik</strong><br />
<strong>Bisnis</strong>/Nurul Hidayat<br />
Pesta demokrasi yang berlangsung pada 9 April (Pemilu<br />
Legislatif) <strong>dan</strong> 9 Juli (Pilpres) tahun depan menjadi satu bagian<br />
penentu arah negara ini akan dijalankan.<br />
Hedwi Prihatmoko<br />
redaksi@bisnis.co.id<br />
Mawar memang berduri. Namun,<br />
tergantung di mana masyarakat<br />
menaruh pegangannya. Mawar<br />
dapat dipetik tanpa perlu<br />
membuat tangan berdarah.<br />
Memahami ini, masyarakat<br />
tentu akan menghindari sikap sembrono saat<br />
menjatuhkan pilihan karena pertaruhannya adalah<br />
kepentingan nasional.<br />
Sikap kehati-hatian publik kemudian terwujud<br />
ke dalam masyarakat yang haus informasi. Hukum<br />
supply-demand kemudian berfungsi. Lembaga<br />
survei datang untuk memuaskan rasa dahaga<br />
masyarakat atas informasi itu.<br />
“Peran lembaga survei sekarang makin signifikan<br />
karena banyak masyarakat menunggu hasilnya<br />
untuk pertimbangan politik,” kata mantan Direktur<br />
<strong>Indonesia</strong> Research Center (IRC) Agus Sudibyo.<br />
Beragamnya lembaga survei menghasilkan<br />
beragam hasil jajak pendapat. Di satu sisi, hal ini<br />
bagus karena masyarakat memiliki perbandingan<br />
lebih banyak dalam membuat pertimbangan politik.<br />
Misalnya secara berturut-turut, Media Survei<br />
Nasional (Median) mencatatkan tiga parpol dengan<br />
elektabilitas tertinggi adalah Golkar, PDIP, <strong>dan</strong><br />
PKS (17 Mei 2013). Kemudian Alvara Research<br />
Center mencatatkan PDIP, Gerindra, <strong>dan</strong> Golkar<br />
(11 September 2013), se<strong>dan</strong>gkan Lembaga Survei<br />
Nasional menyatakan Golkar, PDI-P, <strong>dan</strong> Gerindra<br />
(16 Juli 2013).<br />
Tidak hanya parpol, hasil beragam juga terjadi<br />
dalam survei calon presiden (capres) <strong>2014</strong>. Meski<br />
banyak lembaga survei menempatkan Joko Widodo<br />
sebagai capres <strong>2014</strong> dengan elektabilitas tertinggi,<br />
ada juga lembaga survei yang memberikan hasil<br />
berbeda.<br />
Misalnya, Focus Survey <strong>Indonesia</strong> (FSI)<br />
98 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>
menunjukkan elektabilitas tertinggi diperoleh Prabowo<br />
Subianto (2 Agustus 2013). Adapun Lingkaran Survei<br />
<strong>Indonesia</strong> menyampaikan Megawati Soekarnoputri<br />
paling berpotensi terpilih sebagai presiden <strong>2014</strong> jika<br />
berdasarkan capres riil (20 Oktober 2013).<br />
Agus mengatakan hasil yang berbeda mungkin<br />
terjadi karena ada beberapa faktor. “Survei yang<br />
dilakukan di bulan berbeda, bahkan minggu berbeda,<br />
bisa menghasilkan hasil yang tidak sama,” katanya.<br />
Selain itu, lanjutnya, lembaga survei juga memiliki<br />
simulasi tertentu dalam melakukan survei yang juga bisa<br />
memberikan hasil berbeda.<br />
Simulasi berbeda memang pernah dilakukan oleh<br />
Lingkaran Survei <strong>Indonesia</strong> dalam survei di Oktober<br />
2013. Dalam survei tersebut, Joko Widodo tidak<br />
dimasukkan namanya karena belum menjadi capres<br />
resmi dari PDIP sehingga belum bisa dianggap mewakili<br />
partai politik tertentu.<br />
Didik Supriyanto, Ketua Perkumpulan untuk Pemilu<br />
<strong>dan</strong> Demokrasi (Perludem), berpendapat ada sisi positif<br />
untuk masyarakat dengan hasil survei yang bermacammacam<br />
seperti sekarang. Menurutnya, keragaman hasil<br />
survei menyebabkan masyarakat tidak akan mudah<br />
terpengaruh oleh hasil jajak pendapat lembaga survei<br />
tertentu.<br />
“Sekarang lembaga survei mana yang hasilnya<br />
dominan mempengaruhi masyarakat Nggak ada,” kata<br />
Didik.<br />
KONTROVERSI<br />
Bukan rahasia, kegiatan lembaga survei bukan semata-mata<br />
bertujuan untuk kepentingan publik. Dalam<br />
industri politik, pelaku politik biasa memakai jasa lembaga<br />
survei untuk kepentingannya, mulai dari sekadar<br />
mengadakan survei internal untuk pemetaan politik<br />
hingga menjadi konsultan politik dalam meraih<br />
kemenangan.<br />
Dualisme kepentingan ini kemudian menuai<br />
kontroversi. Beberapa politikus nasional mengeluhkan<br />
keberadaan lembaga survei yang dianggap melakukan<br />
penggiringan opini publik.<br />
Prabowo, misalnya, menganggap ada kecenderungan<br />
beberapa lembaga survei sengaja tidak memasukkan<br />
namanya <strong>dan</strong> dijadikan sebagai alat politik. Keluhan<br />
juga pernah disampaikan oleh Hidayat Nur Wahid yang<br />
menilai hasil survei banyak yang tidak logis <strong>dan</strong> tidak<br />
sesuai kenyataan.<br />
Direktur Eksekutif Median Rico Marbun mengatakan<br />
terdapat dua jenis lembaga survei, yaitu lembaga survei<br />
yang murni bergerak di ranah akademis <strong>dan</strong> lembaga<br />
survei yang bergerak di industri politik.<br />
“Yang bergerak di industri politik ini yang sekarang<br />
sangat menonjol,” katanya.<br />
Lembaga survei yang bergerak di industri politik,<br />
lanjutnya, tetap melakukan dua jenis survei, yaitu survei<br />
yang dilakukan untuk kepentingan publik <strong>dan</strong> survei<br />
untuk kepentingan klien politiknya.<br />
Dia menuturkan yang membedakan survei untuk<br />
kepentingan publik dengan survei untuk kepentingan<br />
klien politik terletak pada publikasi. Menurutnya,<br />
hasil dari survei untuk kepentingan klien politik tidak<br />
dipublikasi. Publikasi hanya dilakukan pada survei<br />
untuk kepentingan publik.<br />
Kredibilitas lembaga survei yang bergerak di<br />
industri politik ditentukan oleh transparansinya<br />
saat mempublikasikan hasil jajak pendapatnya ke<br />
masyarakat. Rico mengungkapkan setidaknya ada tiga<br />
hal yang membutuhkan transparansi, yaitu sumber<br />
<strong>dan</strong>a, metode, <strong>dan</strong> data survei.<br />
“Kalau survei untuk kliennya nanti di-publish, berarti<br />
sudah masuk ke kepentingan publik. Sumber <strong>dan</strong>anya<br />
tetap harus disampaikan,” katanya.<br />
Namun, tidak semua berpikiran sama. Dalam paparan<br />
hasil survei yang diadakan Focus Survey <strong>Indonesia</strong> pada<br />
2 Agustus 2013, pengamat politik Irwan Suhanto pernah<br />
mengatakan bahwa metode penelitian lembaga survei<br />
merupakan rahasia dapur yang tidak perlu diungkap ke<br />
publik.<br />
Ada lagi pendapat dari Direktur Eksekutif Lembaga<br />
Survei Nasional Umar S. Bakry. Kepada salah satu<br />
media nasional, dia pernah menyampaikan a<strong>dan</strong>ya<br />
prinsip anonimitas yang dijaga oleh lembaga survei.<br />
Artinya, jika si pemberi <strong>dan</strong>a tidak mau disebutkan<br />
namanya, lembaga survei bersangkutan tidak bisa<br />
menyampaikannya ke publik.<br />
Ketua Perludem Didik Supriyanto mengaku pesimistis<br />
dengan kredibilitas lembaga survei saat ini. Menurutnya,<br />
lembaga survei harus memposisikan dirinya secara<br />
jelas, apakah berkecimpung dalam industri politik demi<br />
kepentingan kliennya atau menjadi lembaga independen<br />
yang bertujuan pada kepentingan publik.<br />
Kredibilitas lembaga survei, lanjutnya, diperlukan<br />
karena lembaga survei juga berfungsi untuk<br />
mengevaluasi hasil pemilu yang dilakukan oleh Komisi<br />
Pemilihan Umum (KPU).<br />
Menurutnya, jika terdapat kesenjangan yang terlalu<br />
jauh antara hasil jajak pendapat berbagai lembaga survei<br />
dengan hasil pemilu dari KPU, hal tersebut menjadi<br />
bahan evaluasi yang harus dijelaskan ke masyarakat.<br />
“<strong>Politik</strong> yang rasional mestinya bisa diprediksi.<br />
Itulah gunanya survei. Kalau hasilnya tiba-tiba<br />
mengagetkan, kan berarti perlu ada penjelasan,”<br />
katanya. Oleh karena itu, dia hanya berharap agar<br />
perkiraan masyarakat bisa dibangun di atas hasil jajak<br />
pendapat yang bisa dipercaya.<br />
Mungkin kita bisa mempertimbangkan pengalaman<br />
Pemilukada DKI Jakarta setahun lalu. Pasangan Joko<br />
Widodo-Basuki Tjahaja Purnama dinyatakan sebagai<br />
pemenang Pemilukada 2012 DKI.<br />
Kenyataan ini memutarbalikkan hasil jajak pendapat<br />
lembaga survei, seperti Lingkaran Survei <strong>Indonesia</strong>,<br />
Jaringan Suara <strong>Indonesia</strong>, Indo Barometer, Pusat Kajian<br />
Kebijakan <strong>dan</strong> Pembangunan Strategis, <strong>dan</strong> Sugeng<br />
Sarjadi School of Government, yang memperkirakan<br />
pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli sebagai<br />
pemenang kursi DKI 1 <strong>dan</strong> DKI 2.<br />
Lantas, apa yang salah dengan survei lembagalembaga<br />
itu..<br />
Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 99
Tindak Pi<strong>dan</strong>a Korupsi<br />
Menagih<br />
Janji KPK<br />
Kinerja <strong>dan</strong> keberanian KPK menuntaskan<br />
kasus besar akan teruji tahun<br />
depan. Mungkin saja tahun ini KPK<br />
banyak diacungi jempol karena<br />
mampu membongkar kasus kakap,<br />
yang melibatkan sejumlah pejabat<br />
Negara tinggi.<br />
Mia Chitra Dinisari<br />
mia.citra@bisnis.co.id<br />
Misalnya saja, penangkapan<br />
Ketua MK Akil Muchtar dalam<br />
kasus suap sengketa pilkada,<br />
<strong>dan</strong> Kepala SKK Migas Rudi<br />
Rubiandini dalam kasus suap<br />
SKK Migas, hingga kasus suap<br />
impor daging yang menjebloskan nama Presiden<br />
PKS, Luthfi Hasan Ishaaq.<br />
Namun, dibalik kesuksesannya itu, KPK<br />
dianggap masih lamban dalam menangani dua<br />
kasus besar yang diduga melibatkan pejabat tinggi<br />
lainnya di <strong>Indonesia</strong>.<br />
Yakni kasus korupsi <strong>dan</strong> gratifikasi<br />
pembangunan sarana <strong>dan</strong> prasarana olahraga di<br />
Hambalang, <strong>dan</strong> kasus dugaan korupsi dalam<br />
pemberian fasilitas pinjaman jangka pendek (FPJP)<br />
sekaligus penetapan Bank Century sebagai bank<br />
gagal berdampak sistemik.<br />
Pasalnya, perlu waktu lebih dari setahun,<br />
bagi KPK untuk menetapkan status tersangka<br />
<strong>dan</strong> menahan mantan Menpora Andi Alfian<br />
Malarangeng dalam kasus Hambalang, juga<br />
belum juga ditahannya mantan Ketua Umum<br />
Partai Demokrat Anas Urbaningrum, meski sudah<br />
ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus gratifikasi<br />
proyek Hambalang sejak Februari lalu.<br />
Bahkan, KPK juga baru menetapkan satu orang<br />
tersangka dalam kasus Century, yakni Budi Mulya,<br />
mantan Deputi Bi<strong>dan</strong>g IV Pengelolaan Devisa<br />
Gubernur Bank <strong>Indonesia</strong>, yang dikenai pasal<br />
penyalahgunaan kewenangan dari pasal 3 UU No<br />
31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak<br />
Pi<strong>dan</strong>a Korupsi sebagaimana diubah pada UU No 20<br />
tahun 2001 tentang perbuatan menguntungkan diri<br />
sendiri.<br />
Padahal, KPK sudah memeriksa puluhan<br />
saksi, <strong>dan</strong> menggeledah Bank <strong>Indonesia</strong> untuk<br />
penyidikannya.<br />
Tak ingin dianggap lamban, KPK pun lagi-lagi<br />
menyatakan janjinya akan segera menuntaskan<br />
kedua kasus itu pada <strong>2014</strong>.<br />
“Kasus Hambalang <strong>dan</strong> Century sudah masuk<br />
jadwal tahun depan untuk selesai. Hambalang kan<br />
sudah mulai masuk persi<strong>dan</strong>gan untuk seorang<br />
tersangka, <strong>dan</strong> kasus Century kita akan segera<br />
menyi<strong>dan</strong>gkan tersangka,” ujar Wakil Ketua KPK<br />
Bambang Widjojanto kepada <strong>Bisnis</strong>.<br />
Kembali pada janji KPK, Ketua KPK Abraham<br />
Samad juga ikut menyatakan akan merampungkan<br />
dua kasus besar itu tahun depan. Bahkan, dia<br />
telah mengumbar jika saat ini mereka telah<br />
menyelesaikan sekitar 75% dari kasus Century,<br />
sehingga dapat tuntas 100% tahun depan.<br />
Menurut Abraham, lambatnya penuntasan<br />
kasus dari rencana semula, banyak disebabkan<br />
masalah teknis. “Penyidik hanya 60-70 orang<br />
untuk menyelesaikan kasus yang banyak muncul<br />
belakangan ini. Jadi target penyelesaian kasus<br />
besar semacam Century, bergeser tapi kita akan<br />
usahakan,” ujar Abraham.<br />
Abraham juga menyatakan mereka tengah<br />
mempercepat kasus itu, agar tidak upaya<br />
menghentikan kasus, melalui surat perintah<br />
penyidikan perkara (SP-3). Karena itu, mereka akan<br />
fokus penyelesaian kasus itu tahun depan.<br />
Sementara, meskipun optimistis mampu<br />
menuntaskan kasus Hambalang <strong>dan</strong> Century,<br />
Bambang Widjojanto tidak dapat memastikan<br />
berapa kerugian Negara yang bisa dikembalikan<br />
dengan dirampungkannya kedua kasus itu.<br />
Hanya, katanya, KPK akan berupaya keras<br />
mengembalikan kerugian negara, setara<br />
dengan dugaan indikasi kerugian negara yang<br />
diakibatkannya.<br />
“Sejauh mana kerugian negara bisa<br />
dikembalikan, itu akan tergantung dengan<br />
perkembangan penyidikan <strong>dan</strong> persi<strong>dan</strong>gan. Untuk<br />
diketahui, kita tahun ini berhasil mengembalikan<br />
kerugian negara dalam jumlah yang besar. Itu<br />
juga kita harapkan dalam dua kasus lainnya ini,”<br />
tegasnya.<br />
Bambang juga menyatakan meskipun<br />
memprioritaskan dua kasus itu, KPK juga tidak<br />
akan mengabaikan mengungkap kasus korupsi<br />
lainnya yang sat ini se<strong>dan</strong>g ditangani atau yang<br />
mungkin akan baru terungkap tahun depan.<br />
Praktisi <strong>Indonesia</strong> Corruption Watch (ICW)<br />
Tama S Langkun mengatakan saat ini KPK sudah<br />
mulai menangani korupsi bukan hanya fokus pada<br />
penetapan hukuman pada pelaku, namun juga<br />
upaya pengembalian kerugian negara akibat tindak<br />
pi<strong>dan</strong>a tersebut.<br />
100 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>
Hal tersebut, dengan penetapan pasal-pasal<br />
pencucian uang yang dikenakan KPK kepada pelaku<br />
korupsi. Misalnya saja, kepada Luthfi Hasan Ishaaq,<br />
Ahmad Fathanah, Djoko Susilo, <strong>dan</strong> yang terbaru kepada<br />
Rudi Rubiandini.<br />
Meski demikian, katanya, pasal tersebut memang<br />
tidak bisa diterapkan pada seluruh kasus, karena terkait<br />
dengan financial crime, <strong>dan</strong> metode penyidikan yang<br />
dilakukan KPK.<br />
“Yang menjadi soal belum efektif untuk semua<br />
perkara. Karena beberapa kasus sudah masuk<br />
persi<strong>dan</strong>gan <strong>dan</strong> hanya dikenakan kasus Tipikor, seperti<br />
Deddy Kusnidar,” ujar Tama.<br />
Karena itu, dia berharap KPK tahun depan lebih<br />
fokus dalam penetapan kasus-kasus korupsi yang<br />
dimungkinkan juga a<strong>dan</strong>ya TPPU, agar tingkat<br />
pengembalian kerugian Negara bisa maksimal.<br />
Tama juga mengapresiasi kinerja KPK selama<br />
tahun 2013, <strong>dan</strong> berharap bisa ditingkatkan tahun<br />
<strong>2014</strong>. Dia juga optimistis KPK bisa menuntaskan<br />
kasus Hambalang, menyusul saat ini lingkaran yang<br />
terduga terlibat sudah masuk dalam penanganan<br />
perkara.<br />
Se<strong>dan</strong>gkan dalam kasus Century, dia menilai akan<br />
sangat sulit karena kasus itu melibatkan kejahatan<br />
finansial yang cukup rumit. Jadi, jika saja KPK bisa<br />
mengungkap pelaku <strong>dan</strong> menetapkan tersangka akan<br />
menjadi prestasi cukup besar bagi KPK.<br />
Wakil Ketua DPR Komisi III Pieter Zulkifli juga<br />
mengaku cukup optimistis KPK dapat menuntaskan<br />
kasus-kasus korupsi di tanah air. Termasuk, dalam dua<br />
kasus besar itu.<br />
Dia mengatakan sejauh ini KPK telah bekerja on<br />
track, <strong>dan</strong> banyak kasus korupsi telah berhasil diungkap,<br />
termasuk yang melibatkan pejabat. Jika dalam<br />
kondisinya ada pihak-pihak yang belum puas itu<br />
adalah hal yang biasa.<br />
“Keberhasilan <strong>dan</strong> ketidakpuasan masyarakat<br />
ini bisa menjadi vitamin bagi KPK untuk terus<br />
meningkatkan kinerjanya,” ujarnya.<br />
Pieter juga berharap KPK mampu lebih<br />
banyak menuntaskan kasus-kasus besar tahun<br />
depan, <strong>dan</strong><br />
waspada <strong>dan</strong><br />
tetap menjaga<br />
integritas<br />
lembaganya<br />
agar tetap dipercaya rakyat.<br />
Sementara itu, secara umum, Wakil Ketua KPK<br />
Zulkarnain mengatakan pada sektor pencegahan, tahun<br />
depan KPK akan meningkatkan kerja sama dengan BPKP<br />
<strong>dan</strong> lembaga hokum lainnya untuk mengatasi kurangnya<br />
sumber daya manusia di KPK. Kedepannya, katanya.<br />
Selain itu, mereka juga akan mengintensifkan<br />
berbagai kegiatan koordinasi-supervisi bi<strong>dan</strong>g<br />
penindakan, yang meliputi koordinasi terkait<br />
penanganan perkara <strong>dan</strong> peningkatan kapasitas aparat<br />
penegak hukum.<br />
“Koordinasi yang diutamakan, adalah penerimaan<br />
pelaporan surat perintah dimulainya penyidikan<br />
(SPDP), yang jumlahnya diperkirakan akan<br />
meningkat,” ujarnya.<br />
Tahun 2013 saja, dalam periode Januari-Juni 2013<br />
KPK telah menerima SPDP sebanyak 553 kasus, dengan<br />
rincian 441 kasus dari kejaksaan <strong>dan</strong> dari kepolisian<br />
sebanyak 112 kasus.<br />
Berdasarkan data KPK, jumlah perkara yang<br />
telah ditangani di tahun 2013 sebanyak 48 kasus.<br />
Se<strong>dan</strong>gkan dalam sepuluh tahun terakhir jumlahnya<br />
mencapai 385 kasus, dimana yang melibatkan<br />
anggota DPR <strong>dan</strong> DPRD sebanyak 72 kasus, kepala<br />
lembaga/kementerian sebanyak sembilan kasus, duta<br />
besar sebanyak empat kasus <strong>dan</strong> komisioner terdapat<br />
tujuh kasus.<br />
Kemudian, kasus melibatkan Gubernur sepuluh<br />
kasus, kepala daerah 34 kasus, pejabat eselon I,II <strong>dan</strong> III<br />
114 kasus, hakim delapan kasus, swasta 87 kasus <strong>dan</strong><br />
lainnya terdapat 41 kasus.<br />
<strong>Bisnis</strong>/Andry T. Kurniady<br />
Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 101
Mafia Hukum<br />
Memulihkan Citra MK<br />
Pada Rabu, 3 Oktober 2013<br />
malam, muncul kabar mengejutkan<br />
ketika Komisi Pemberantasan<br />
Korupsi tiba-tiba menangkap ketua<br />
Mahkamah Konstitusi Akil<br />
Mochtar, dengan dugaan kasus<br />
penyuapan terkait pemulusan<br />
sengketa pilkada dua daerah yang<br />
se<strong>dan</strong>g ditangani KPK.<br />
Mia Chitra Dinisari<br />
mia.chitra@bisnis.co.id<br />
Akil pun ditahan <strong>dan</strong> disangkakan<br />
menerima suap dalam sengketa<br />
pilkada Lebak Banten, <strong>dan</strong> Gunung<br />
Mas, Kalimantan Tengah.<br />
Selain Akil, KPK juga turut<br />
menyeret lima tersangka lainnya.<br />
Yakni, Cornelis Nalau seorang pengusaha<br />
Kalimantan Tengah, Hambit Bimit Kepala Daerah<br />
Gunung Mas, serta seorang Anggota DPR dari<br />
fraksi Golkar Chairunnisa.<br />
Se<strong>dan</strong>gkan dalam kasus pilkada Banten tersangka<br />
yang dinyatakan bertanggung jawab adalah<br />
seorang pengacara bernama Susi Tut Handayani,<br />
Tb Chaeri Wardhana yang merupakan<br />
adik kandung Gubernur Banten,<br />
<strong>dan</strong> suami dari Walikota<br />
Tangerang Selatan.<br />
Penangkapan tersebut<br />
seolah menjadi bom<br />
yang meledakkan kepercayaan<br />
masyarakat terhadap<br />
lembaga hukum<br />
sekelas MK, yang sebe-<br />
<strong>Bisnis</strong>/Yayus Yuswoprihanto<br />
102 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>
lumnya diga<strong>dan</strong>g-ga<strong>dan</strong>g mampu memulihkan kepercayaan<br />
masyarakat terhadap hukum di <strong>Indonesia</strong>, yang<br />
sempat luntur karena kasus yang terjadi di Mahkamah<br />
Agung.<br />
Bahkan, kepanikan sempat melanda pemerintah <strong>dan</strong><br />
lembaga hukum nasional. Buntutnya, Peme rin tahpun<br />
mengusulkan pembentukan Perppu Mah kamah<br />
Konstitusi, untuk mengatur sistem hukum di MK! karena<br />
kondisinya yang dinilai kritis.<br />
Pembuatan Perppu merupakan satu dari lima langkah<br />
yang disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono<br />
dalam rangka penyelamatan MK.<br />
Empat lainnya yakni, pertama, peradilan di MK diharapkan<br />
sangat hati-hati <strong>dan</strong> MK agar menunda<br />
persi<strong>dan</strong>g an jangka pendek.<br />
Kedua, penegakan hukum oleh KPK diharapkan dapat<br />
dipercepat <strong>dan</strong> konklusif. Ketiga, Presiden berencana<br />
menyiapkan Perppu yang mengatur aturan <strong>dan</strong> seleksi<br />
hakim MK. Keempat, dalam perppu itu juga diatur<br />
pengawasan terhadap proses peradilan MK yang dilakukan<br />
Komisi Yudisial. Kelima, MK diharapkan melakukan<br />
audit internal.<br />
Namun, hingga kini masih terjadi tarik ulur terkait<br />
Perppu MK akibat pro kontra dari berbagai pihak.<br />
Selain itu, langkah lainnya, Dewan Perwakilan<br />
Rakyat <strong>dan</strong> pemerintah berencana akan menghapus<br />
kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam menyelesaikan<br />
sengketa hasil pemilihan umum kepala daerah,<br />
melalui revisi un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g pemilihan kepala<br />
daerah.<br />
Dalam RUU itu, penanganan sengketa pilkada akan<br />
dipindah ke pengadilan umum, <strong>dan</strong> pengadilan tinggi,<br />
serta Mahkamah Agung, untuk sengketa pilkada di<br />
tingkat kabupaten/kota.<br />
Pengamat Hukum Universitas <strong>Indonesia</strong> Topo<br />
Santoso mengatakan pemulihan citra MK yang rusak<br />
akibat kasus korupsi, tidak bisa dengan mudah<br />
dikembalikan.<br />
Apalagi, sekarang muncul kasus anarkis dalam<br />
si<strong>dan</strong>g sengketa pilkada yang digelar MK beberapa<br />
waktu lalu. Kondisi ini menunjukkan kepercayaan<br />
masyarakat kepada lembaga mahkamah peradilan itu<br />
sudah hilang, <strong>dan</strong> juga mereka tidak lagi menghormatinya.<br />
Padahal, katanya MK merupakan lembaga peradilan<br />
yang semula sangat dipercaya <strong>dan</strong> dinilai paling<br />
bagus daripada mahkamah peradilan lainnya di<br />
<strong>Indonesia</strong>.<br />
Kendala lainnya, menurut Topo saat ini karena Ketua<br />
MK pengganti juga berasal dari partai politik, sehingga<br />
butuh kerja keras bagi Ketua MK baru, ataupun lembaga<br />
tersebut untuk kembali dipercaya masyarakat. Lain halnya<br />
jika yang terpilih berasal dari kalangan Akademisi,<br />
mungkin kepercayaan masyarakat akan lebih cepat<br />
pulih.<br />
Topo menilai, mahkamah peradilan lainnya harus<br />
belajar dari kasus MK tersebut. Dengan mulai menata<br />
lembaganya, terutama dari kemungkinan potensi terjadinya<br />
korupsi, yang dinilai paling rentan terjadi dalam<br />
lembaga hukum saat ini.<br />
Beberapa hal yang harus dilakukan mahkamah peradilan<br />
itu, menurutnya a.l. bersifat terbuka terhadap kritik<br />
<strong>dan</strong> masukan, juga meningkatkan reputasinya,<br />
dengan memilih komisioner yang memiliki reputasi<br />
sangat tinggi.<br />
Pemulihan citra MK melalui Perppu MK, menurutnya<br />
kurang efektif. Karena MK memiliki kewenangan untuk<br />
menguji Perppu, sehingga akan ada krisis kepentingan<br />
saat Perppu tersebut diuji oleh MK.<br />
Lebih lanjut Topo mengatakan mulai saat ini mahkamah<br />
peradilan <strong>dan</strong> lembaga peradilan di tanah air harus<br />
mulai meningkatkan kerja sama <strong>dan</strong> koordinasinya satu<br />
sama lain, untuk mengantisipasi munculnya kasus<br />
hukum di dalam lembaga atau mahkamah peradilan itu<br />
sendiri.<br />
SISTEM PENGAWASAN<br />
Sehingga, pada akhirnya akan muncul sistem pengawasan<br />
secara otomatis antara lembaga hukum satu<br />
dengan lainnya. Diharapkan dengan langkah itu maka<br />
potensi penyimpangan kewenangan bisa diminimalisir.<br />
Sementara itu, Wakil Menteri Hukum <strong>dan</strong> HAM<br />
Denny Indrayana menolak berkomentar mengenai<br />
kondisi yang terjadi pada MK saat ini.<br />
Menurutnya, sebagai eksekutif, pihaknya akan mendukung<br />
kegiatan pemerintah dalam pemulihan citra<br />
lembaga hukum, <strong>dan</strong> siap bekerja sama dengan mahkamah<br />
peradilan lainnya dalam penanganan <strong>dan</strong> pengawasan<br />
kasus suap atau kasus penyimpangan kewenangan<br />
lainnya.<br />
Sementara itu, Anggota DPR Komisi III Eva<br />
Sundari mengatakan saat ini hal-hal yang harus<br />
diperbaiki oleh mahkamah peradilan adalah memperbaiki<br />
sistem pelaksanaan kewenangan <strong>dan</strong> proses<br />
rekrutmen calon ko misioner di masing-masing lembaga.<br />
Misalnya saja dengan melibatkan pakar psikologi<br />
dalam proses rekrutmen ataupun pada saat proses<br />
penentuan keutusan yang menyangkut masalah<br />
hukum, <strong>dan</strong> terkait hal-hal anti korupsi.<br />
Sehingga pola pikir aparat hukum bisa menjadi<br />
anti korupsi.<br />
Sundari juga menilai agar kasus-kasu sengketa MK<br />
yang diduga bermasalah bisa segera diselesaikan melalui<br />
penyidikan dengan cara menyidik kasus indikasi<br />
korupsi <strong>dan</strong> suapnya, dengan melibatkan KPK. “Jika<br />
putusannya sudah mutlak, maka bisa dibidik melalui<br />
kasus korupsinya,” ujarnya<br />
Peneliti hukum dari <strong>Indonesia</strong> Corruption Watch<br />
(ICW) Donal Fariz menilai jika penanganan sengketa<br />
pilkada lebih baik tetap dilakukan oleh Mahkamah<br />
Konstitusi daripada oleh pengadilan umum <strong>dan</strong><br />
Mahkamah Agung.<br />
“Sengketa pilkada adalah sengketa politik, jadi<br />
sesungguhnya jika ini dikembalikan ke Mahkamah<br />
Agung, proses transaksinya, kemudian menjadi lebih<br />
mudah karena pengalaman di MA pun tidak baik kalau<br />
kita lihat,” ujarnya.<br />
Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 103
Dialog <strong>Arah</strong> <strong>Politik</strong> <strong>2014</strong><br />
Langkah Awal Berbenah &<br />
Konsolidasi Demokrasi<br />
Beberapa bulan menjelang Pemilu <strong>2014</strong>, suhu politik<br />
terasa kian panas setelah partai politik <strong>dan</strong> para calon<br />
presiden mulai menunjukkan persaingan terbuka menuju<br />
tampuk kekuasaan. Mengamati dinamika tersebut, <strong>Bisnis</strong><br />
mewawancarai Peneliti Senior LIPI, Prof. Siti Zuhro,<br />
sebagaimana berikut:<br />
Bagaimana Anda melihat arah perpolitikan<br />
nasional pada <strong>2014</strong> setelah mencermati<br />
di namika yang terjadi pada tahun ini<br />
Berbeda dari Pemilu 2009, menyongsong Pemilu<br />
<strong>2014</strong> persaingan antarpartai politik terlihat makin<br />
tidak sehat. Kecenderungan itu terlihat ketika parpol<br />
belum melakukan perbaikan dalam hal perekrutan<br />
kader.<br />
Begitu juga dengan masih lemahnya pengawasan<br />
terhadap kader calon pemimpin maupun yang<br />
memegang jabatan publik sebagaimana terlihat dari<br />
sejumlah kasus hukum yang mendera elit partai.<br />
Dengan kondisi demikian, bagaimana efektivitas<br />
pemerintahan mendatang menurut<br />
Anda<br />
Tidak tertutup kemungkinan hasil Pemilu <strong>2014</strong><br />
akan mengulang hal yang sama sebagaimana terjadi<br />
pada Pemilu 2009. Artinya, koalisi gaduh <strong>dan</strong> tidak<br />
efektif dalam menjalankan pemerintahan akan<br />
kembali dibangun oleh parpol.<br />
Dengan demikian, sistem presidensial akan<br />
terkalahkan oleh riil politik bagi-bagi kekuasaaan<br />
melalui bangunan koalisi “pelangi” dengan tujuan<br />
untuk mempertahankan status quo, bukan fokus<br />
pada efektivitas kinerja pemerintahan.<br />
Namun, bisa jadi koalisi parpol mampu<br />
bekerja efektif, baik di pemerintahan maupun di<br />
parlemen kalau Pemilu <strong>2014</strong> mampu menghadirkan<br />
pemimpin yang mampu mempengaruhi elite partai<br />
koalisi tentang program yang akan dilaksanakan<br />
untuk rakyat.<br />
Pemilu legislatif (pileg) <strong>dan</strong> pemilihan presiden<br />
(pilpres) menjadi agenda besar pada<br />
<strong>2014</strong>, seperti apa konstelasi yang akan terjadi<br />
Konstelasi politik <strong>2014</strong> akan memanas<br />
seiring dengan dilselenggarakannya pileg yang<br />
menjadi ajang pertarungan bagi 12 partai untuk<br />
memenangkan kursi di parlemen.<br />
Bagi parpol, kemenangan di Pileg <strong>2014</strong> mutlak<br />
diperlukan untuk memastikan diri ikut di pilpres.<br />
104 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong><br />
Namun demikian, menyongsong Pemilu <strong>2014</strong><br />
parpol relatif mau mendengarkan aspirasi civil<br />
society <strong>dan</strong> berusaha mengakomodasinya untuk<br />
menarik simpati rakyat.<br />
Apa harapan anda dengan a<strong>dan</strong>ya perubahan<br />
sikap tersebut<br />
Ada partai yang melaksanakan konvensi, ada<br />
partai yang cepat-cepat mengumumkan capres atau<br />
capres-cawapres nya, ada pula parpol yang wait and<br />
see sebelum mendeklarasikan capres-cawapres.<br />
Dari semua upaya tersebut, satu hal yang jelas<br />
yang dilakukan parpol yaitu mencari dukungan<br />
rakyat agar dilamar menjadi presiden <strong>dan</strong> wakil<br />
presiden. Inilah yang membedakan antara Pemilu<br />
<strong>2014</strong> <strong>dan</strong> pemilu-pemilu sebelumnya.<br />
Harapan saya Pemilu <strong>2014</strong> akan menjadi langkah<br />
awal <strong>Indonesia</strong> berbenah <strong>dan</strong> melaksanakan<br />
konsolidasi demokrasi.<br />
Apakah sistem multi-partai masih bisa<br />
dipertahankan untuk menciptakan sistem<br />
pemerintahan yang efektif<br />
Sebagaimana hasil Pemilu 2009, tidak tertutup<br />
kemungkinan hasil Pemilu <strong>2014</strong> akan mengulang<br />
hal yang sama ketika koalisi gaduh <strong>dan</strong> tak efektif<br />
kembali dibangun oleh parpol.<br />
Artinya, sistem presidensial akan terkalahkan<br />
oleh riil politik bagi-bagi kekuasaan melalui<br />
bangunan koalisi “pelangi” dengan tujuan<br />
mempertahankan status quo, bukan fokus pada<br />
efektivitas kinerja pemerintahan.<br />
Namun, bisa jadi koalisi parpol mampu bekerja<br />
efektif, baik di pemerintahan maupun di parlemen<br />
(koalisi yang berlaku paralel) dengan hadirnya<br />
pemimpin yang memiliki kepemimpinan yang kuat<br />
<strong>dan</strong> mampu mempengaruhi elite di partai koalisi<br />
terkait program yang akan dilaksanakan untuk<br />
kepentingan rakyat.<br />
Banyak kasus hukum yang menimpa kepala<br />
daerah, politisi <strong>dan</strong> penegak hukum pada<br />
tahun 2013. Bagaimana Anda melihatnya<br />
Itulah yang membedakan substansi kompetisi/<br />
kontestasi di Pemilu <strong>2014</strong>. Publik membaca<br />
fenomena maraknya korupsi di tiga cabang<br />
kekuasaan sebagai refleksi buruknya management<br />
di ketiga lembaga tersebut.<br />
Apakah ada kemungkinan politisasi hukum<br />
dalam konteks itu<br />
Sayangnya, terbukanya aib ini bukannya
dijadikan sebagai langkah fundamental melakukan<br />
reformasi kelembagaan, sebaliknya lebih cenderung<br />
dijadikan komoditas untuk kepentingan investasi politik<br />
memenangkan Pemilu <strong>2014</strong>.<br />
Namun demikian, Kasus hukum yang mendera<br />
elit eksekutif, yudikatif <strong>dan</strong> legislatif telah memberi<br />
peringatan penting kepada publik agar selektif memilih<br />
calon pemimpin, baik di pemilu legislatif maupun<br />
pemilu presiden <strong>2014</strong>.<br />
Bagaimana Anda melihat persaingan caleg <strong>dan</strong><br />
capres di tengah kuatnya pengaruh pendiri maupun<br />
ketua umum partai politik<br />
Publik masih melihat parpol sangat hierarkis, nepotis,<br />
kolutis <strong>dan</strong> patronase dalam menjalankan kaderisasi,<br />
meskipun tak semua partai melakukan ini.<br />
Selama persayaratan para caleg <strong>dan</strong> capres longgar<br />
seperti sekarang ini, hanya mengandalkan restu pimpinan<br />
partai maupun pendiri partai saja maka akan su lit<br />
mengharapkan munculnya para anggota dewan <strong>dan</strong><br />
pemimpin nasional yang sesuai dengan kehendak rakyat.<br />
Seperti apa persaingan parpol dengan ditetapkannya<br />
parliamentary threshold (PT) Partai apa<br />
saja yang akan menang <strong>dan</strong> menguasai pemerintahan.<br />
Persaingannya akan sangat ketat. Dengan PT 3,5%<br />
tidak semua parpol akan lolos di parlemen. Dari 12<br />
partai yang akan berkompetisi bisa jadi hanya akan<br />
tinggal 6 atau 7 partai yang bisa masuk parlemen.<br />
Tiga partai besar pemenang Pemilu 2009, Demokrat,<br />
Golkar PDIP bisa jadi akan tetap bertengger di posisi<br />
puncak dengan kemungkinan besar terjadi perubahan<br />
komposisi.<br />
Bisa Anda jelaskan lebih detil seperti apa peta<br />
persaingan ketiga parpol tersebut<br />
Komposisi itu kemungkinan berubah<br />
sesuai dengan aspirasi politik rakyat<br />
yang menghendaki perubahan. Karena<br />
itu, tak tertutup kemungkinan PDIP <strong>dan</strong><br />
Partai Golkar yang saling berhadapan di<br />
Pileg <strong>2014</strong>.<br />
Selain itu, tak tertutup kemungkinan<br />
juga Partai Demokrat <strong>dan</strong> Partai Gerindra<br />
juga saling berhadapan. Kalau kalau<br />
konvensi capres yang digelar Partai<br />
Demokrat tidak bisa meyakinkan<br />
rakyat untuk bersimpati <strong>dan</strong> muncul<br />
isu (negatif) baru terkait Cikeas<br />
maka Gerindra cenderung menyodok<br />
Demokrat.<br />
<strong>Bisnis</strong>/Dedi Gunawan<br />
Siti Zuhro<br />
Terakhir, siapa capres yang Anda<br />
unggulkan terkait calon pemimpin<br />
nasional periode <strong>2014</strong>-2019<br />
Siapa capres yang bakal jadi Presiden<br />
RI <strong>2014</strong>-2019 akan ditentukan oleh<br />
hasil pemilu legislatif yang hasilnya<br />
baru akan terlihat sekitar Mei <strong>2014</strong>.<br />
Namun demikian, untuk menentukan<br />
pilihan pada capres, orang <strong>Indonesia</strong><br />
memiliki kekhasan tersendiri dengan<br />
memasukkan nilai-nilai keutuhan<br />
keluarga.<br />
Hal ini mirip dengan di Amerika<br />
Serikat di mana seorang capres harus<br />
punya keutuhan keluarga <strong>dan</strong> tidak<br />
boleh cacat hukum atau bermasalah<br />
dengan masa lalunya. Harapan saya<br />
kompetisi di pilpres akan diwarnai oleh<br />
kompetisi substansial yakni memilih<br />
yang terbaik di antara yang baik, bukan<br />
yang baik di antara yang jelek (tanpa<br />
menyebut nama capres).<br />
Pewawancara: John Andhi Oktaveri<br />
Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 105
Independensi Media<br />
Pemilik Media Meraup Iklan<br />
<strong>dan</strong> Untung <strong>Politik</strong><br />
Belanja iklan politik membawa berkah<br />
tersendiri bagi industri media massa.<br />
Itulah sebabnya belanja iklan di<br />
<strong>Indonesia</strong> pada 2013 melonjak <strong>dan</strong><br />
bahkan melampaui target awal<br />
‘hanya’ Rp115 triliun. Pada <strong>2014</strong><br />
media bakal banjir iklan di pesta<br />
demokrasi.<br />
Lahyanto Nadie<br />
lahyanto.nadie@bisnis.co.id<br />
Adalah Ketua Persatuan Periklanan<br />
<strong>Indonesia</strong> Harris Thajeb yang<br />
mengungkapkan bahwa pada akhir<br />
tahun 2013 belanja iklan <strong>Indonesia</strong><br />
mencapai Rp113 triliun atau naik<br />
18% dibandingkan dengan realisasi<br />
2012 yang senilai Rp92 triliun.<br />
Menyambut momentum tahun politik <strong>2014</strong>,<br />
belanja iklan diduga bakalan naik lagi. Lihat saja,<br />
begitu banyak tokoh politik yang muncul di media<br />
baik figur maupun partai. Iklan mulai tersebar di<br />
media televisi, surat kabar, majalah <strong>dan</strong> online.<br />
Belanja iklan politik di media televisi masih akan<br />
dominan karena cukup efektif memperkenalkan<br />
citra seseorang jika dibandingkan dengan melalui<br />
media cetak maupun digital. Namun harus diakui<br />
bahwa kampanye melalui media sosial akan semakin<br />
gencar. Belanja di sektor ini juga akan booming.<br />
Bahkan persentase kenaikan belanja iklan untuk<br />
media digital melebihi televisi. Lambat laun pasar<br />
iklan media digital menggerus pasar di media-me -<br />
dia konvensional seperti cetak, radio, <strong>dan</strong> televisi.<br />
Belanja iklan televisi pada 2013 mencapai porsi<br />
hingga 67% dari seluruh belanja iklan, se<strong>dan</strong>gkan<br />
30% untuk media cetak lalu 3% sisanya untuk<br />
media lainnya, termasuk media digital <strong>dan</strong> outdoor.<br />
Meskipun belanja iklan media online hanya sekitar<br />
1%, dalam tahun-tahun mendatang akan mengalami<br />
kenaikan yang signifikan seiring dengan<br />
pe netrasinya yang semakin tinggi.<br />
Jelas fenomena ini terkait dengan kondisi demografis<br />
penduduk <strong>Indonesia</strong> yang didominasi usia<br />
15-24 tahun. Mereka adalah penggunaan perangkat<br />
teknologi informasi <strong>dan</strong> internet. Itulah sebabnya,<br />
ceruk bisnis media digital akan semakin moncer.<br />
Namun CEO Kompas Gramedia Group Agung<br />
106 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong><br />
Surya Paloh<br />
Aburizal Bakrie<br />
Dahlan Iskan<br />
Hary Tanoesoedibjo<br />
Pemilik Media Sekaligus<br />
Penguasa Partai<br />
Partai Nasional Demokrat<br />
(Nasdem)<br />
Media <strong>Indonesia</strong> Group (Metro TV,<br />
Harian Media <strong>Indonesia</strong>, Media<br />
<strong>Indonesia</strong>, Lampung Post, Borneonews,<br />
Prioritas)<br />
Partai Golongan Karya<br />
(Golkar)<br />
Viva Media Group (AN TV, TV<br />
One, Sport One, Middle East Broadcasting<br />
Center, Saluran TV Satelit Berbayar,<br />
Vivasky, Situs online (VIVA.co.id),<br />
Gonla.com, MBC.net, (mulai <strong>2014</strong>),<br />
Shahid.net (mulai <strong>2014</strong>)<br />
Partai Demokrat (PD)<br />
Susilo Bambang Yudhoyono,<br />
peserta Konvensi Dahlan Iskan, Jawa Pos<br />
Group Jawa Pos National Network (JPNN)<br />
adalah perusahaan yang menaungi lebih<br />
dari 151 surat kabar daerah <strong>dan</strong> nasional,<br />
yang paling terkenal adalah Jawa Pos,<br />
Indo Pos, Rakyat Merdeka, <strong>dan</strong> belasan<br />
tabloid, majalah, <strong>dan</strong> televisi daerah.)<br />
Partai Hati Nurani Rakyat<br />
(Hanura)<br />
Wiranto, Cawapres Hary<br />
Tanoesoedibjo, MNC Group (RCTI, MNC TV,<br />
Global TV, harian Sindo, okezone.com, radio<br />
Trijaya Sindo, ratusan radio di daerah <strong>dan</strong><br />
ratusan tv kabel, sejumlah tabloid)<br />
<strong>Bisnis</strong>/Ilham Nesabana<br />
Adiprasetyo, tak khawatir. Ia menilai media cetak<br />
masih prospektif <strong>dan</strong> punya pasar sendiri. Hanya<br />
saja yang terpenting adalah kue iklan media cetak<br />
yang bermigasi ke digital, jangan sampai pindah ke<br />
pemilik media lain. Itulah sebabnya KKG telah<br />
‘memagari’ agar uang iklan dari masyarakat tetap<br />
berada di lingkungan media yang dikuasainya.<br />
Caranya adalah dengan memanfaatkan teknologi<br />
<strong>dan</strong> terus melakuan inovasi.<br />
Begitupun Sekretaris Jenderal Serikat Penerbit<br />
Suratkabar (SPS) Ahmad Djauhar. Kekhawatiran
ahwa media cetak akan mati sudah berulang-ulang<br />
sejak belasan tahun lalu. Nyatanya media cetak masih<br />
hidup sehat wal afiat.<br />
“Memang tren-nya mengalami penurunan, tapi tidak<br />
terlalu siginifikan. Penurunan minat baca koran di<br />
<strong>Indonesia</strong> tidak separah di Singapura. Bahkan di India<br />
justru bertumbuh.”<br />
Optimisme Adi <strong>dan</strong> Djauhar beralasan. Media cetak<br />
masih akan menangguk kue iklan cukup besar di tahun<br />
politik ini. Lagi pula kini para penge lola surat kabar pun<br />
memiliki media online yang cukup berwibawa <strong>dan</strong> diminati<br />
pengaksesnya. Artinya, kue iklan di cetak bermigrasi<br />
ke online di pemilik yang sama.<br />
Lihatlah, berdasarkan Alexa.com, lima media online<br />
yang berbasiskan surat kabar menempati peringkat yang<br />
cukup tinggi. Sebut saja Kompas.com (KKG), Tempo.co<br />
(Grup Tempo), Republika.co.id (harian Republika),<br />
Kontan.co.id (KKG) <strong>dan</strong> <strong>Bisnis</strong>.com (<strong>Bisnis</strong> <strong>Indonesia</strong><br />
Group of Media).<br />
Pesta politik tahun <strong>2014</strong> seiring dengan makin suburnya<br />
pertumbuhan media online. Praktisi politik ramairamai<br />
memanfaatkan media online untuk memperkenalkan<br />
diri <strong>dan</strong> programnya kepada masyarakat mengingat<br />
media baru ini dianggap cukup efektif.<br />
Tak kurang dari 70 juta pengguna Internet di<br />
<strong>Indonesia</strong> <strong>dan</strong> itu menjadi sasaran langsung dari para<br />
politisi untuk menyampaikan pesannya. Media online<br />
pun dikuasai oleh pemilik <strong>dan</strong> penguasa partai politik.<br />
PEMILIK MEDIA<br />
Siapakah yang paling diuntungkan dengan iklan politik<br />
di media massa Bukan rakyat <strong>dan</strong> juga bukan<br />
pemerintah. Mereka yang menangguk keuntungan<br />
adalah para pemilik modal media. Apa lagi yang punya<br />
televisi. Terlebih lagi pemilik televisi itu juga memanfaatkan<br />
medianya untuk berkampanye demi sukses<br />
ambisi politik pribadi maupun par tainya.<br />
Kondisi seperti inilah menimbulkan kekhawatiran di<br />
publik. Jelas warga masyarakat dirugikan lantaran tidak<br />
terjadinya penyampaian informasi yang berimbang.<br />
Lihat saja para pemilik televisi melulu yang tampil sebagai<br />
ketua umum partai, calon presiden, <strong>dan</strong> calon wakil<br />
presiden yang mencuri start berkampanye.<br />
Boleh jadi publik cemas terhadap sikap netral media.<br />
Terlihat jelas aspek jurnalistik yang benar, profesional,<br />
<strong>dan</strong> obyektif agak terpinggirkan.<br />
Itu tercermin dari diskusi tentang media <strong>dan</strong> pemilu<br />
yang digelar Fakultas Ilmu Sosial <strong>dan</strong> Budaya<br />
Universitas <strong>Indonesia</strong> yang menghadirkan para akademisi<br />
<strong>dan</strong> praktisi media.<br />
Chusnul Mar’iyah, Dosen <strong>Politik</strong> FISIP UI yang pernah<br />
menjadi anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk<br />
Pemilu 2004, misalnya, khawatir dengan peran <strong>dan</strong><br />
independensi media pada Pemilu <strong>2014</strong>.<br />
Maklum, persaingan pada tahun depan untuk mengu a-<br />
sai negeri ini memang sangat luar biasa. Bagaimana pe ta<br />
persaingan media itu sendiri mengingat banyak me dia<br />
yang melibatkan diri dalam pertarungan politik itu.<br />
Ia tak bisa lepas dari pergulatan politik praktis lantaran<br />
pemiliknya ikut berkomptisi untuk memerintah<br />
negeri ini. Dari 15 partai politik yag akan meramaikan<br />
pesta demokrasi lebih dari separuhnya memiliki media<br />
massa.<br />
Sebut saja Partai Golkar yang memiliki Viva Group,<br />
Hanura dengan MNC Group, Nasdem dengan Media<br />
Indonsia Group. Calon presiden peserta konvensi dari<br />
Partai Demokrat, Dahlan Iskan dengan Jawa Pos Group,<br />
Demokrat dengan Koran Jakarta, <strong>dan</strong> Jurnal Nasional.<br />
MENJAGA INDEPENDENSI<br />
Pertanyaannya adalah mungkinkah independensi<br />
media massa dalam pesta politik <strong>2014</strong> Maklum,<br />
fenomena pemusatan kepemilikan media masa pada<br />
sekelompok orang seolah menjadi hal yang wajar saja.<br />
“Padahal di Eropa <strong>dan</strong> di Amerika Serikat kepemilikan<br />
itu dibatasi,” kata Chusnul.<br />
Namun masih banyak media diharapkan mampu bersikap<br />
independen lantaran tidak dimiliki oleh partai<br />
politik. Berdasarkan catatan <strong>Bisnis</strong>, ada 13 kelompok<br />
besar yang mempengaruhi pangsa pasar media massa di<br />
<strong>Indonesia</strong>.<br />
Mereka adalah Kompas Gramedia milik Jacob Oetama,<br />
Mahaka Media miliki Erick Tohir, Global Media Communication<br />
<strong>dan</strong> Media Nusantara Citra (MNC) milik Hary<br />
Tanoesoedibjo, Jawa Pos Group milik Dahlan Iskan.<br />
Selain itu, ada Elang Mahkota Teknologi milik keluarga<br />
Sariaatmadja, CT Group milik Chaerul Tandjung, Visi<br />
Media Asia milik kelompok Bakrie, Media Group milik<br />
Surya Paloh, MRA Media milik keluarga Soetowo,<br />
Femina Group milik Pia Alisjahbana, Tempo Inti Media<br />
milik Yayasan Tempo, <strong>dan</strong> Berita Satu Media Holding<br />
milik Lippo Group <strong>dan</strong> <strong>Bisnis</strong> <strong>Indonesia</strong> Group of Media<br />
(BIG Media) yang didirikan oleh Sukam<strong>dan</strong>i Sahid<br />
Gitosardjono, Ciputra, Eric Samola <strong>dan</strong> Soebronto Laras.<br />
Dari semua kelompok besar itu, masih ada yang tidak<br />
terafiliasi dengan partai politik maupun pengurusnya.<br />
Jadi di tengah booming iklan media di tahun politik,<br />
masih ada harapan bagi publik untuk menikmati independensi<br />
media massa.<br />
Adalah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang<br />
galau dengan kondisi media seperti ini. Ia meminta<br />
media memberikan ruang sosialisasi yang sama bagi<br />
semua kandidat pilpres mendatang.<br />
Maklum, partai sang presiden, Partai Demokrat,<br />
meng aku tak memiliki media. Namun bukan berarti<br />
pernyataan Ketua Umum Partai Demorkat itu tanpa alasan.<br />
Ia berharap pers tetap pada fungsinya: menyampaikan<br />
informasi, mengkritisi jalannya pemerintahan,<br />
menghibur <strong>dan</strong> tentu saja sebagai media pendidikan<br />
bagi masyarakat secara profesional, berimbang, <strong>dan</strong><br />
sesuai fakta yang terjadi. Jelas, itu sesuai dengan UU<br />
Pokok Pers No. 40/1999.<br />
Para pemilik media juga merasa punya hak asasi<br />
masuk ke ranah politik <strong>dan</strong> memanfaatkan medianya.<br />
Apakah publik membiarkan begitu saja Sebenarnya<br />
masyarakat berhak mendapatkan informasi yang baik,<br />
bukan yang dipaksakan oleh pemilik media untuk<br />
membentuk opini.<br />
Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 107
Persaingan Usaha<br />
KPPU Berbenah Hadapi<br />
Pasar Asean<br />
Sekitar 13 tahun lalu, Komisi<br />
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)<br />
lahir. Namun, keberadaan institusi ini<br />
tidak seterkenal Komisi Pengawas<br />
Korupsi yang usianya 3 tahun lebih<br />
muda meskipun perkara yang<br />
ditangani tak kalah banyak.<br />
Annisa Margrit<br />
annisa.margrit@bisnis.co.id<br />
108 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong><br />
Kurangnya sosialisasi menjadi penyebab<br />
nama Komisi Pengawas Persaingan<br />
Usaha (KPPU) tidak terlalu dikenal<br />
publik. Hal ini pun disadari oleh<br />
KPPU.<br />
Berdasarkan data KPPU, sejak berdiri<br />
pada 8 Juni 2009 hingga Oktober 2013 jumlah<br />
perkara yang telah mereka tangani mencapai 280,<br />
223 diantaranya sudah diputus, se<strong>dan</strong>gkan beberapa<br />
lainnya masih berjalan.<br />
Dari total perkara itu, 69,29% atau 194 diantaranya<br />
terkait dengan persekongkolan dalam tender<br />
pengadaan barang <strong>dan</strong> jasa. Sekitar 30,71% sisanya<br />
adalah perkara non-tender, seperti merger atau<br />
dugaan kartel.<br />
“Sekarang kami mulai memperbanyak perkara<br />
inisiatif, seperti kartel. Ke depannya akan lebih<br />
banyak yang inisiatif dari KPPU sendiri,” ungkap<br />
Ketua KPPU Nawir Messi kepada <strong>Bisnis</strong>, baru-baru<br />
ini.<br />
Pengamat persaingan usaha dari Universitas<br />
<strong>Indonesia</strong> (UI) Teddy Anggoro menuturkan dari<br />
tahun ke tahun lembaga ini menunjukkan perkembangan<br />
kinerja.<br />
“Misalnya kartel, ini bagus. Yang harus disadarkan<br />
bukan hanya pelaku usaha, tapi pemerintah<br />
juga mesti diberi shock therapy,” ujarnya kepada<br />
<strong>Bisnis</strong>, Senin (11/11).<br />
Menurut Teddy, kartel bukanlah sesuatu yang<br />
baru di <strong>Indonesia</strong>. Praktik seperti itu dinilainya<br />
muncul berkat stimulus dari pemerintah yakni di<br />
sisi struktur tata niaga.<br />
Pergeseran sifat perkara dipan<strong>dan</strong>g turut didorong<br />
oleh komponen anggota Komisioner. Teddy menyebutkan<br />
dari sembilan Komisioner, tujuh diantaranya<br />
memiliki basis ekonomi. “Jadi mereka punya keyakinan<br />
lebih mengenai dugaan kartel yang ada,”<br />
katanya.<br />
Sosialisasi yang kurang membuat masyarakat<br />
kurang mengenal lembaga KPPU. Namun, lanjut<br />
Teddy, pemanggilan Gita Wirjawan <strong>dan</strong> Suswono<br />
beberapa waktu lalu telah memunculkan perhatian<br />
publik terhadap lembaga pengawas persaingan<br />
usaha .<br />
Di sisi lain, Ketua Umum Kamar Dagang<br />
<strong>Indonesia</strong> (Kadin) Suryo Bambang Sulisto menilai<br />
kinerja KPPU selama ini belum efektif. Sanksi yang<br />
ada saat ini dipan<strong>dan</strong>g belum tegas.<br />
“Kartel, monopoli, price-fixing, ini kan harus<br />
dibuktikan. Kalau di AS, hukumannya penjara <strong>dan</strong><br />
denda. Kalau di <strong>Indonesia</strong> dipertanyakan hukumannya,”<br />
ujarnya ketika dihubungi <strong>Bisnis</strong>, beberapa<br />
waktu lalu.<br />
Suryo mengakui banyak persaingan semu yang<br />
terjadi di tata niaga <strong>Indonesia</strong> saat ini. Dia meman<strong>dan</strong>g<br />
banyak yang harus disempurnakan di sisi<br />
aturan.<br />
AMANDEMEN UU<br />
Menyadari belum cukup efektif <strong>dan</strong> efisien<br />
kinerjanya selama ini, KPPU pun berbenah<br />
diri. Nawir Messi mengungkapkan UU Nomor 5<br />
Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli<br />
<strong>dan</strong> Persaingan Usaha Tidak Sehat tengah direvisi.<br />
Proses amandemen beleid tersebut se<strong>dan</strong>g bergulir<br />
di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) <strong>dan</strong> diharapkan<br />
rampung awal <strong>2014</strong>. “Ada banyak yang direvisi,<br />
seperti definisi persaingan usaha serta perubahan<br />
sistem notifikasi merger,” sebutnya.<br />
Pengertian persaingan usaha dipan<strong>dan</strong>g penting<br />
untuk diperbaiki karena definisi yang berlaku sekarang<br />
tidak mampu melindungi seluruh bentuk<br />
praktik kompetisi. “Banyak yang tidak bisa kami<br />
cover karena praktiknya tidak di <strong>Indonesia</strong>, kami<br />
tidak bisa cross border,” tutur Nawir.<br />
Hal ini dipan<strong>dan</strong>g mendesak, apalagi Masyarakat<br />
Ekonomi Asean (MEA) semakin dekat.<br />
Poin lain yang diamandemen adalah penambahan<br />
wewenang, yakni penggeledahan <strong>dan</strong> penyitaan.<br />
Tujuannya, agar KPPU bisa mendapatkan alat bukti<br />
yang kuat.<br />
Menurut Nawir, kelemahan lembaganya dalam<br />
pemeriksaan terutama di pengadilan adalah tersedianya<br />
bukti.<br />
Lantaran tidak bisa melakukan penggeledahan,<br />
mereka hanya dapat menunjukkan bukti<br />
tidak langsung <strong>dan</strong> tidak bisa memperlihatkan<br />
bukti fisik seperti dokumen perjanjian. Padahal,
Sumber: KPPU<br />
Rekapitulasi Jumlah Perkara<br />
2000-Oktober 2013<br />
Tahun Putusan Perkara berjalan Penetapan<br />
2000 2 0 0<br />
2001 4 0 1<br />
2002 4 0 4<br />
2003 7 0 2<br />
2004 7 0 2<br />
2005 18 0 4<br />
2006 12 0 6<br />
2007 27 0 4<br />
2008 48 0 20<br />
2009 32 0 3<br />
2010 37 0 5<br />
2011 13 0 0<br />
2012 9 0 0<br />
2013 2 7 0<br />
Total 222 7 51<br />
BISNIS/TUTUN PURNAMA<br />
pengadilan di <strong>Indonesia</strong> tidak menerima bukti semacam<br />
ini.<br />
Perubahan terakhir adalah di sisi kepegawaian. KPPU<br />
mengeluhkan banyaknya staf yang pindah ke lembaga<br />
lain karena status kerja mereka tidak jelas.<br />
“Di sini [KPPU] bukan PNS [Pegawai Negeri Sipil],<br />
tapi honorer. Kami kehilangan 20% staf terbaik tiap<br />
tahun. Mereka pindah ke law firm, BI [Bank <strong>Indonesia</strong>],<br />
KPK,” ungkap Nawir.<br />
Terkait MEA, Teddy setuju perlunya penerapan prinsip<br />
lintas batas demi menjaga daya saing serta kompetisi<br />
sehat antar pelaku usaha lokal dengan pengusaha dari<br />
negara tetangga. Sekaligus melin dungi pengusaha<br />
<strong>Indonesia</strong>.<br />
“Kalau ada pelaku usaha <strong>Indonesia</strong> di Malaysia atau<br />
Singapura yang melakukan pelanggaran di sana, negaranegara<br />
itu bisa hukum perusahaannya di sini. Bahaya<br />
kalau kita tidak dapat lakukan hal yang sama,” jelasnya.<br />
Teddy menyebutnya prinsip ekstrateritorialitas.<br />
Dia menambahkan KPPU juga tidak mempunyai<br />
daya paksa agar pelaku usaha yang<br />
sudah dihukum segera membayar den<strong>dan</strong>ya.<br />
Di sisi pelaku usaha, Suryo menyatakan<br />
penambahan kewenangan mungkin diperlukan.<br />
“Tetapi, harus ada batasannya supaya<br />
jangan main geledah-geledah. Harus jelas<br />
aturan mainnya,” tegasnya.<br />
Tidak berbeda dengan tahun ini, KPPU<br />
menetapkan konsentrasi di lima sektor pada<br />
<strong>2014</strong>. Sektor-sektor tersebut adalah logistik,<br />
pertanian, energi, keuangan, serta pendidikan<br />
<strong>dan</strong> kesehatan. “Kami se<strong>dan</strong>g menyusun<br />
compliance guidelines untuk korporasi,”<br />
ungkap Nawir.<br />
Meski mengakui pelanggaran masih<br />
banyak terjadi <strong>dan</strong> dilakukan terang-terangan,<br />
Komisi menyatakan mereka bakal lebih<br />
galak tahun depan dengan a<strong>dan</strong>ya berbagai<br />
perubahan yang se<strong>dan</strong>g dirintis. Sejalan<br />
dengan pernyataan Suryo, Nawir mengatakan<br />
iklim persaingan usaha di <strong>Indonesia</strong><br />
tidak terlalu bagus.<br />
Tidak hanya mental <strong>dan</strong> pengetahuan<br />
masyarakat, tapi kendala di sisi pemerintah.<br />
Menurutnya, rekomendasi KPPU seringkali<br />
diabaikan.<br />
Oleh karena itu, tahun depan mereka<br />
akan mulai menyusun competition checklist<br />
dalam kaitannya dengan penyusunan draf UU.<br />
“Ada pertanyaan-pertanyaan yang harus<br />
dijawab pemerintah ketika membuat UU.<br />
Kami koordinasi dengan lembaga lain seperti<br />
Kementerian Keuangan, Bappenas,” sebut<br />
Nawir.<br />
Kerja sama dengan institusi lain pun akan<br />
diperluas, misalnya dengan Pusat Pelaporan<br />
<strong>dan</strong> Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) <strong>dan</strong> BI.<br />
Apalagi, tahun depan ada Pemilu.<br />
“Berdasarkan pengalaman, saat Pemilu jumlah perkaranya<br />
biasanya naik. Tahun ini <strong>dan</strong> tahun depan perkara<br />
tender masih akan banyak. Tarik menarik kelompok<br />
politik tentu saja berdampak buruk ke iklim usaha,”<br />
papar Nawir.<br />
Teddy memperkirakan dalam 1-2 tahun ke depan<br />
KPPU bakal lebih terlibat di perkara-perkara yang langsung<br />
terkait dengan masyarakat. “Kartel akan lebih<br />
banyak. Untuk tender, di sektor yang sifatnya kritis,<br />
seperti kepemilikan wilayah minyak <strong>dan</strong> gas bumi serta<br />
listrik,” ujarnya.<br />
Dengan banyaknya amunisi yang disiapkan <strong>dan</strong><br />
niatan mendorong lebih banyak perkara inisiatif, bisa<br />
diasumsikan ke depannya KPPU bakal menyelidiki<br />
keberadaan kartel di sektor lain. Menarik untuk<br />
ditunggu.<br />
Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 109
Solusi Sengketa Utang<br />
Annisa Margrit<br />
annisa.margit@bisnis.co.id<br />
Berkali-kali kedua perusahaan mendapat<br />
perpanjangan masa penundaan<br />
kewajiban pembayaran utang, alias<br />
PKPU, karena a<strong>dan</strong>ya kabar investor<br />
baru yang bersedia membantu. Berkalikali<br />
pula harapan akan nafas baru itu<br />
kandas setelah para investor mundur.<br />
Daya Mandiri Resources (DMRI) <strong>dan</strong> Dayaindo<br />
(KARK) bukan satu-satunya. Ada pula PT<br />
Makira Nature, perusahaan investasi emas,<br />
yang mengajukan PKPU sendiri setelah sempat<br />
dimohonkan pailit oleh nasabahnya.<br />
Setelah permohonan PKPU dikabulkan pada 23<br />
April, pihak perusahaan tidak kooperatif <strong>dan</strong> tidak<br />
pernah menyerahkan proposal perdamaian--sebagai<br />
bukti itikad baik menyelesaikan utang--kepada para<br />
krediturnya maupun menemui ribuan nasabahnya<br />
secara langsung di pengadilan.<br />
Dengan alasan tidak tercapainya perdamaian<br />
dengan para kreditur, DMRI <strong>dan</strong> KARK serta Makira<br />
akhirnya dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga<br />
Jakarta Pusat.<br />
Namun, berlarut-larutnya dua perkara ini ternyata<br />
tidak menyurutkan jumlah permohonan PKPU<br />
yang diajukan ke pengadilan. Di Pengadilan Niaga<br />
Jakarta Pusat saja, hingga Oktober 2013 terdapat<br />
66 permohonan. Jumlah ini sudah menyamai total<br />
permohonan PKPU sepanjang 2012.<br />
Ketimbang permohonan pailit yang hanya 56 per<br />
Oktober 2013, data tersebut menunjukkan PKPU<br />
kini lebih digemari untuk menagih utang. Tahun<br />
lalu, perkara pailit yang diperiksa Pengadilan Niaga<br />
Jakarta Pusat tahun lalu totalnya mencapai 77<br />
permohonan.<br />
Dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga<br />
(Unair) Hadi Subhan mengatakan salah satu<br />
penyebabnya adalah proses PKPU lebih cepat<br />
dibanding pailit maupun wanprestasi. “Sepanjang<br />
tidak ada perubahan di un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g, trennya<br />
akan selalu bertambah,” tuturnya kepada <strong>Bisnis</strong>,<br />
Kamis (7/11).<br />
110 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong><br />
PKPU Jadi Pilihan<br />
Masih segar dalam ingatan bagaimana<br />
drama penundaan kewajiban pembayaran<br />
utang (PKPU) yang melilit<br />
PT Daya Mandiri Resources<br />
<strong>Indonesia</strong> <strong>dan</strong> PT Dayaindo<br />
Resources International Tbk. berlangsung<br />
lebih dari setengah tahun.<br />
Berdasarkan UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang<br />
Kepailitan <strong>dan</strong> PKPU, permohonan PKPU yang<br />
diajukan kreditur harus diputus 20 hari sejak<br />
didaftarkan di pengadilan. Sementara untuk PKPU<br />
yang diajukan sendiri oleh debitur, hakim hanya<br />
diberi waktu 3 hari untuk memutusnya.<br />
Bandingkan dengan pailit yang mempunyai<br />
waktu 60 hari sejak didaftarkan. Apalagi ketimbang<br />
gugatan wanprestasi yang bisa berlangsung lebih<br />
lama, bahkan hingga bertahun-tahun.<br />
Hadi melanjutkan hakim pun lebih mudah<br />
mengabulkan PKPU dibanding pailit. A<strong>dan</strong>ya unsur<br />
perdamaian menjadi faktor pendorong.<br />
Hal ini diamini oleh Dosen Fakultas Hukum<br />
Universitas <strong>Indonesia</strong> Teddy Anggoro. Dia mengakui<br />
PKPU lebih mudah diajukan dibanding pailit.<br />
“Sepanjang kreditur atau debitur memperkirakan<br />
tidak bisa melanjutkan membayar utang-utangnya,<br />
PKPU dapat diajukan,” ujar Teddy kepada <strong>Bisnis</strong>,<br />
beberapa waktu lalu. Selain itu, PKPU mempunyai<br />
kesan yang lebih ramah ketimbang pailit. “Tone-nya<br />
lebih soft,” katanya.<br />
Pailit dipan<strong>dan</strong>g mempunyai konotasi yang<br />
buruk, yakni upaya merampok atau mematikan<br />
perusahaan lain. Sementara, yang dikedepankan<br />
dalam PKPU adalah usaha berdamai dengan cara<br />
restrukturisasi utang.<br />
Walaupun, PKPU pada akhirnya bisa berujung<br />
pada pailit. Hal ini dapat terjadi apabila kreditur<br />
tidak menyetujui proposal perdamaian yang<br />
disodorkan debitur atau jika debitur sama sekali<br />
tidak menyerahkan rencana perdamaian.<br />
Hadi serta Teddy sepakat terka<strong>dan</strong>g ada kreditur<br />
yang memang tidak mau berdamai <strong>dan</strong> akhirnya<br />
perkara pun berakhir dengan pailit. “Ada kreditur<br />
yang menyalahgunakan PKPU untuk memailitkan<br />
debitur,” terang Hadi.<br />
Sementara, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha<br />
<strong>Indonesia</strong> (Apindo) Sofjan Wanandi menilai pengusaha<br />
<strong>Indonesia</strong> terlalu gampang meminjam<br />
uang. “Orang <strong>Indonesia</strong> mudah sekali berutang, jadi<br />
gam pang pailit. Kalau sudah pailit, tetap saja tidak<br />
mau bayar utang,” katanya kepada <strong>Bisnis</strong>, belum<br />
lama ini.<br />
Ketua Umum Asosiasi Kurator <strong>dan</strong> Pengurus<br />
<strong>Indonesia</strong> (AKPI) Jamaslin James Purba berpendapat<br />
tujuan PKPU, yakni mencapai perdamaian, menjadi<br />
latar belakang. “PKPU lebih menguntungkan karena<br />
debitur masih bisa beroperasi,” katanya kepada<br />
<strong>Bisnis</strong>, beberapa waktu lalu.<br />
PERMAINAN PENGURUS<br />
Dengan banyaknya permohonan <strong>dan</strong> mudahnya<br />
mengajukan PKPU, beredar pan<strong>dan</strong>gan bahwa<br />
seringkali upaya hukum ini sengaja digunakan
untuk mematikan perusahaan pesaing. Isu lainnya adalah<br />
a<strong>dan</strong>ya permainan pihak-pihak tertentu yang ingin<br />
menjadi pengurus.<br />
Sesuai ketentuan, apabila suatu pihak dinyatakan<br />
berstatus PKPU maka pengadilan akan mengangkat<br />
pengurus. Tugasnya, mengurus segala sesuatu yang<br />
berkaitan dengan utang.<br />
Perusahaan tidak bisa lagi leluasa melakukan<br />
transaksi keuangan karena semuanya mesti diketahui<br />
oleh pengurus. Belum lagi fee pengurus yang tidak<br />
sedikit, dapat berkisar di angka miliaran--meskipun<br />
perhitungan biaya pengurus <strong>dan</strong> kurator masih jadi<br />
perdebatan.<br />
Rebutan pengurus pun sering terjadi. Hal ini menjadi<br />
kekhawatiran tertentu bagi debitur, karena aset-aset<br />
mereka berada di tangan pengurus.<br />
Hadi mengatakan perusahaan yang berstatus PKPU<br />
<strong>dan</strong> pailit tentu akan diincar banyak pihak, karena<br />
a<strong>dan</strong>ya kesempatan mendapatkan aset yang bagus<br />
dengan harga murah.<br />
Namun, baik Teddy maupun Hadi menolak<br />
berkomentar mengenai digunakannya PKPU untuk<br />
mematikan perusahaan pesaing.<br />
Ketua Umum Asosiasi Kurator <strong>dan</strong> Pengurus<br />
<strong>Indonesia</strong> (AKPI) Jamaslin James Purba membantah<br />
ada keterlibatan pengurus maupun kurator. “PKPU <strong>dan</strong><br />
pailit kan ditangani oleh advokat, se<strong>dan</strong>gkan pengurus<br />
<strong>dan</strong> kurator bisa akuntan. Mereka baru bekerja setelah<br />
ditunjuk oleh pengadilan,” ujarnya.<br />
Oleh karena itu, James menegaskan tidak ada rebutan<br />
antar pengurus.<br />
<strong>Bisnis</strong>/Rahmatullah<br />
Mudahnya mengajukan PKPU tidak dibarengi dengan<br />
kepastian hukum yang mengiringinya.<br />
Meski Pasal 235 UU Nomor 37 Tahun 2004<br />
menegaskan tidak ada upaya hukum bagi putusan<br />
perkara PKPU, tetapi tidak sedikit yang diajukan ke<br />
Mahkamah Agung (MA) untuk kasasi.<br />
Ketidakpastian ini pun akhirnya menghambat para<br />
pelaku usaha. Ketua Asosiasi Pengusaha <strong>Indonesia</strong><br />
(Apindo) Sofjan Wanandi menyatakan proses hukum di<br />
<strong>Indonesia</strong> lambat.<br />
Dia menilai UU mesti diubah sehingga tidak perlu<br />
melayangkan upaya hukum lain ke MA. “Kalau mau<br />
langsung saja ke MA. Hukum kita terlalu kompleks, jadi<br />
orang tidak percaya hukum <strong>Indonesia</strong>. Akibatnya, semua<br />
larinya ke international court karena lebih percaya<br />
dengan proses di luar negeri,” papar Sofjan kepada<br />
<strong>Bisnis</strong>, beberapa waktu lalu.<br />
Tidak a<strong>dan</strong>ya ketegasan <strong>dan</strong> kepastian hukum<br />
membuat pelaku usaha kesulitan. Dia mengungkapkan<br />
saat ini perusahaan-perusahaan besar lebih memilih<br />
menggunakan hukum yang berlaku di negara lain<br />
ketimbang hukum <strong>Indonesia</strong> terutama ketika membuat<br />
perjanjian kerja.<br />
“Orang <strong>Indonesia</strong> mudah sekali berutang, jadi<br />
gampang pailit. Kalau sudah pailit, tetap saja tidak mau<br />
bayar utang,” tambah Sofjan.<br />
Sementara itu hadi berpendapat, ketidakpastian<br />
hukum menjadi salah satu kekurangan UU Nomor 37<br />
Tahun 2004. “UU yang sekarang adalah turunan UU<br />
Nomor 4 Tahun 1998. Ada bagian-bagian yang hanya<br />
diubah secara parsial,” terangnya.<br />
Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 111
Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 112