11.01.2015 Views

Bisnis-Indonesia-Arah-Bisnis-dan-Politik-2014

Bisnis-Indonesia-Arah-Bisnis-dan-Politik-2014

Bisnis-Indonesia-Arah-Bisnis-dan-Politik-2014

SHOW MORE
SHOW LESS

Transform your PDFs into Flipbooks and boost your revenue!

Leverage SEO-optimized Flipbooks, powerful backlinks, and multimedia content to professionally showcase your products and significantly increase your reach.

<strong>2014</strong><br />

Suplemen <strong>Bisnis</strong> <strong>Indonesia</strong> Senin, 16 Desember 2013<br />

Kapitalisasi<br />

Tahun <strong>Politik</strong><br />

GRATIS<br />

Bagi pelanggan <strong>Bisnis</strong> <strong>Indonesia</strong>


Ikhtisar<br />

Dari redaksi<br />

Pada laporan <strong>Arah</strong><br />

<strong>Bisnis</strong> <strong>dan</strong> <strong>Politik</strong><br />

<strong>2014</strong>, surat kabar ini<br />

secara lebih serius menyoroti<br />

peristiwa politik, yaitu<br />

pemilihan umum legislatif<br />

<strong>dan</strong> pemilihan presiden <strong>dan</strong><br />

wakil presiden.<br />

Berbagai ulasan dalam terbitan khusus ini tidak<br />

hanya menarik perhatian pembaca pada pentingnya<br />

ABRAHAM<br />

RUNGA MALI<br />

<strong>Bisnis</strong> <strong>Indonesia</strong><br />

momentum politik itu, tapi lebih dari itu, tebersit harapan<br />

agar momentum politik tersebut ditangkap sebagai peluang<br />

untuk membangun negeri ini ke arah yang lebih baik.<br />

Dengan kata lain, momentum politik diharapkan<br />

dapat dikonversi oleh semua pihak di negeri ini menjadi<br />

sebuah kesempatan emas dalam membangun bangsa<br />

ini pada berbagai bi<strong>dan</strong>g.<br />

Konkretnya bangsa ini tidak boleh hanya berhenti<br />

melihat pemilu sebagai ritual demokrasi yang biasabiasa<br />

saja <strong>dan</strong> tenggelam di dalamnya, tapi harus benarbenar<br />

mampu membuat ritual politik sebagai peristiwa<br />

yang bermanfaat. Sebuah momentum yang harus dikapitalisasi.<br />

Itu berarti penyelenggaraan harus dilaksanakan seadil<br />

mungkin agar tidak menimbulkan ketidakpuasan yang<br />

berujung pada protes <strong>dan</strong> demosntrasi yang tak berkesudahan.<br />

Lalu, para pemimpin yang terpilih diharapkan<br />

memiliki kemampuan yang memadai <strong>dan</strong> memiliki<br />

integritas tinggi sehingga tidak terjebak dalam<br />

budaya korupsi <strong>dan</strong> nepotisme yang selama ini terbukti<br />

sangat menggangu proses pembangunan.<br />

Hanya proses <strong>dan</strong> hasil demokrasi yang efektiflah<br />

yang bisa menjadi modal bagi bangsa ini da<br />

lam menghadapi berbagai tantangan, terutama tantangan<br />

ekonomi yang pada tahun lalu ditandai oleh<br />

krisis ekonomi global, depresiasi rupiah, fluktuasi har<br />

ga saham serta defisit transaksi berjalan yang di per -<br />

kirakan masih terus berlangsung hingga tahun ini.<br />

Besar harapan kami, <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> <strong>dan</strong> <strong>Politik</strong> <strong>2014</strong><br />

yang sampai ke meja pembaca bisa membantu <strong>dan</strong><br />

menavigasi Anda dalam mengelola bisnis <strong>dan</strong> memahami<br />

dinamika politik selama tahun <strong>2014</strong>. Semoga!<br />

Tim kerja laporan khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> <strong>2014</strong>:<br />

Koordinator Redaksi: Abraham Runga Mali, Roni Yunianto, M.<br />

Rochmat Purboyo, Inria Zulfikar, Cham<strong>dan</strong> Purwoko, & Setyardi<br />

Widodo, Lahyanto Nadie<br />

Koordinator Foto: Andry T. Kurniady<br />

Koordinator Artistik: Yayan Indrayana<br />

Koordinator Pracetak: A. Hamid Sihite, Andri Trisuda<br />

4<br />

8<br />

10<br />

18<br />

Pengantar<br />

Perekonomian <strong>Indonesia</strong> sebenarnya bisa<br />

bertumbuh lebih kencang lagi, apabila pemerintah<br />

bersama-sama dunia usaha <strong>dan</strong> seluruh<br />

pemangku kepentingan termasuk para<br />

pekerja dapat bersinergi untuk memanfaatkan<br />

peluang yang ada.<br />

Ekonomi Global<br />

Jeram ketidakpastian masih jadi momok ekonomi<br />

global tahun <strong>2014</strong>. Meski pertumbuhan<br />

diga<strong>dan</strong>g-ga<strong>dan</strong>g lebih cemerlang dari tahun<br />

sebelumnya, berbagai luka dari sisa-sisa krisis<br />

masih menganga.<br />

Kebijakan Ekonomi<br />

Tantangan eksternal sekaligus<br />

internal kian membesar pada<br />

<strong>2014</strong>. Di sisi eksternal adalah<br />

pemulihan ekonomi Amerika<br />

Serikat, se<strong>dan</strong>gkan di sisi internal,<br />

problem struktural di<br />

dalam negeri yang<br />

perlu segera<br />

dibenahi.<br />

Prospek Ekonomi<br />

Jika di akhir tahun saya ditanya tentang arah<br />

ekonomi <strong>Indonesia</strong> di tahun mendatang,<br />

jawaban saya biasanya mengacu kepada<br />

prospek ekonomi <strong>dan</strong> pasar finansial global.<br />

Dalam beberapa tahun terakhir analisis saya<br />

umumnya mengacu kepada dampak krisis<br />

fiskal di Amerika Serikat (AS) <strong>dan</strong> Eropa<br />

pada <strong>Indonesia</strong>. Bagaimana <strong>Indonesia</strong> menghadapi<br />

keadaan global yang sarat krisis<br />

1 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>


Ikhtisar<br />

Prospek Ekonomi<br />

Portofolio <strong>2014</strong><br />

28<br />

Perekonomian <strong>Indonesia</strong> yang<br />

dalam beberapa tahun terakhir<br />

sudah terbang dengan dua<br />

mesin, dalam hampir setahun<br />

belakangan ini hanya terbang<br />

dengan satu mesin, yaitu konsumsi<br />

rumah tangga. Sekalipun<br />

demikian, tampaknya para<br />

penentu kebijakan makroekonomi<br />

meman<strong>dan</strong>g perekonomian<br />

terbang masih terlalu tinggi<br />

sehingga harus diredam.<br />

34<br />

Quantitative easing adalah kebijakan<br />

stimulus yang dijalankan<br />

oleh bank sentral Amerika<br />

Serikat Federal Reserve dengan<br />

memompakan likuiditas ke<br />

pasar, sehingga tidak ada alasan<br />

bagi kenaikan suku bunga.<br />

Bunga rendah diharapkan bisa<br />

memicu dunia usaha bergerak,<br />

sehingga negara adidaya itu<br />

bisa segera keluar dari krisis.<br />

Regulasi Pasar Modal<br />

32<br />

Swasembada Pangan<br />

60<br />

Fakta dari statistik World Federation of Ex -<br />

changes menunjukkan, tingkat perputaran<br />

uang (ve lositas) perdagangan saham di BEI<br />

menduduki peringkat terendah kedua di dunia<br />

setelah Filipina, dengan rasio transaksi harian<br />

terhadap kapitalisasi pasar hanya 24,9%.<br />

Melihat realita ini, otoritas pasar modal<br />

mengambil sejumlah langkah strategis<br />

untuk mengatasi persoalan, baik dari sisi<br />

permintaan maupun suplai. Kebijakan terhangat<br />

adalah perubahan jumlah lot saham<br />

<strong>dan</strong> fraksi harga (tick price) yang akan<br />

efektif pada 6 Januari <strong>2014</strong>.<br />

Pada <strong>2014</strong>, pencapaian kinerja akan menjadi<br />

tolak ukur kesuksesan pemerintahan. Tentu<br />

saja ketahanan pangan dalam wujud swa sembada<br />

pangan akan menjadi satu kunci kesuksesan,<br />

karena sektor ini menyentuh langsung<br />

kepentingan semua masyarakat.<br />

Kinerja Manufaktur<br />

44<br />

Figur <strong>Politik</strong> Baru<br />

82<br />

Kinerja sektor manufaktur mema suki <strong>2014</strong><br />

semakin penuh tan tangan. Apalagi, sejumlah<br />

sentimen negatif global masih berlanjut<br />

<strong>dan</strong> berpe ran sangat besar dalam membentuk<br />

ketidakstabilan ekonomi makro di<br />

dalam negeri. Apakah semua masalah yang<br />

belum dituntaskan pada 2013 akan selesai<br />

pada <strong>2014</strong> Ataukah pada <strong>2014</strong> masalahmasalah<br />

itu justru kian membesar seperti<br />

virus kanker yang menggerogoti tubuh<br />

Strategi mencairkan persoalan ala Jokowi<br />

dengan ‘diplomasi makan siang’ cukup<br />

ampuh membuat atmosfer politik tetap cair.<br />

Buktinya, normalisasi Waduk Pluit <strong>dan</strong> Ria<br />

Rio beres dengan mengajak warga makan<br />

siang.<br />

Laju Menuju RI-1<br />

80<br />

Sekitar 6 Bulan menjelang penetapan partai<br />

politik pemenang pemilu legislatif oleh KPU,<br />

suhu politik terkait dengan persiapan pencalonan<br />

presiden oleh partai politik terasa kian panas.<br />

2 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>


Proyeksi<br />

3 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>


Pengantar<br />

Memanfaatkan Demokrasi<br />

untuk Kesejahteraan<br />

Tahun politik <strong>2014</strong> sudah di<br />

depan mata, yang hiruk pikuknya<br />

mulai tampak dari sekarang.<br />

Seperti pada pemilihan umum<br />

tahun-tahun sebelumnya, yakni<br />

2004 <strong>dan</strong> 2009, perekonomian<br />

selalu menikmati manfaat yang<br />

tidak kecil secara langsung <strong>dan</strong><br />

tidak langsung dari perhelatan<br />

politik 5 tahunan itu.<br />

Sukam<strong>dan</strong>i Sahid Gitosardjono<br />

Pemimpin Umum <strong>Bisnis</strong> <strong>Indonesia</strong><br />

Dalam konteks yang sama, pemilu<br />

tahun depan memiliki makna yang<br />

sangat strategis. Ini karena term<br />

kedua pemerintahan Presiden Susilo<br />

Bambang Yudhoyono bakal berakhir,<br />

<strong>dan</strong> tidak dapat dipilih kembali<br />

sesuai dengan konstitusi, sehingga akan terpilih<br />

pemimpin baru pengganti Presiden Yudhoyono.<br />

Dengan demikian, Pemilu <strong>2014</strong> akan mewarnai<br />

perjalanan <strong>Indonesia</strong> sebagai bangsa <strong>dan</strong> negara,<br />

tidak hanya dalam kurun waktu 5 tahun ke depan,<br />

tetapi juga dalam jangka panjang.<br />

Secara langsung, seperti sering dikemukakan<br />

para pejabat pemerintah <strong>dan</strong> Bank <strong>Indonesia</strong>,<br />

pelaksanaan pemilu akan menambah laju pertumbuhan<br />

ekonomi sekitar 0,2% pada tahun <strong>2014</strong>.<br />

Namun dalam jangka panjang, pemilu <strong>2014</strong> akan<br />

meletakkan landasan bagi kesinambungan pem ­<br />

bangunan ekonomi <strong>Indonesia</strong> lima tahun ke depan,<br />

<strong>dan</strong> bahkan 10 tahun ke depan, apabila peme ­<br />

ritahan terpilih mampu menjaga kinerja yang baik.<br />

Bukan tidak mungkin pula, apabila pemerintahan<br />

baru yang terpilih pada pemilu <strong>2014</strong> nanti<br />

mampu meletakkan landasan haluan negara dalam<br />

jangka panjang, misalnya 50 tahun ke depan yang<br />

dikukuhkan melalui peraturan perun<strong>dan</strong>gan yang<br />

didukung parlemen baru, <strong>Indonesia</strong> akan memiliki<br />

platform pembangunan yang lebih berkesinambungan.<br />

Mengapa strategi<br />

pembangunan berkesinambungan<br />

ini penting,<br />

karena <strong>Indonesia</strong><br />

saat ini tengah menghadapi<br />

tantangan<br />

struktural yang tidak<br />

ringan. Ini sebenarnya<br />

telah mulai dirasakan<br />

sejak beberapa<br />

tahun terakhir, yang<br />

membutuhkan solusi<br />

jangka pendek maupun<br />

jangka panjang,<br />

sekaligus meletakkan<br />

arah pembangunan<br />

yang konsisten sesuai<br />

visi jangka panjang.<br />

Kita tahu terdapat sejumlah tantangan yang harus<br />

dihadapi <strong>Indonesia</strong> tahun depan, yang melanjutkan<br />

kondisi yang terjadi tahun 2013 ini, akibat sejumlah<br />

penyakit struktural yang membelit perekonomian.<br />

Sepanjang 2013, di mana suhu politik mulai<br />

menghangat menjelang pelaksanaan pemilu, termasuk<br />

di antaranya pengungkapan sejumlah kasus<br />

korupsi besar, di sisi lain kondisi perekonomian<br />

juga mengalami sedikit guncangan.<br />

Guncangan perekonomian, yang ditandai oleh<br />

fluktuasi harga saham, depresiasi rupiah yang hampir<br />

mencapai 30% dari posisi awal tahun 2013,<br />

berawal dari faktor ketidakseimbangan struktural<br />

dalam perekonomian <strong>Indonesia</strong>.<br />

Salah satunya adalah defisit neraca transaksi berjalan,<br />

yang telah berlangsung 12 kuartal, atau sejak<br />

tahun 2011 silam. Angkanya tidak kecil, bahkan<br />

melampaui 4% dari produk domestik bruto atau<br />

PDB, padahal tingkat yang normal paling tinggi<br />

adalah 2% dari PDB.<br />

Hal ini menyebabkan kekhawatiran para pelaku<br />

pasar <strong>dan</strong> pelaku bisnis, sejauh mana perekonomian<br />

<strong>Indonesia</strong> bisa tumbuh secara berkesinambungan,<br />

terlebih lagi beban defisit anggaran yang besar<br />

akibat subsidi bahan bakar minyak juga mempersempit<br />

ruang gerak fiskal untuk membiayai pembangunan.<br />

Salah satu penyebab penyakit struktural itu antara<br />

lain adalah rendahnya daya saing <strong>Indonesia</strong>,<br />

yang menyebabkan pasar domestik yang besar<br />

4 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>


lebih banyak dibanjiri produk impor daripada produk<br />

sendiri.<br />

<strong>Indonesia</strong> yang dihuni lebih dari 240 juta penduduk,<br />

memang kini seperti anak remaja yang se<strong>dan</strong>g bergairah,<br />

makan dengan lahap, karena dihuni oleh kelas<br />

menengah baru dengan daya beli yang besar.<br />

Implikasinya bagi perekonomian amat luas, karena<br />

daya konsumsi kelas menengah <strong>Indonesia</strong> begitu tinggi,<br />

mulai dari produk teknologi rendah hingga barang<br />

teknologi tinggi.<br />

Ketika sebagian kebutuhan mereka tidak bisa<br />

dipenuhi dari industri dalam negeri, maka<br />

impor membanjir, tidak hanya impor barang<br />

konsumsi, tetapi juga bahan baku <strong>dan</strong><br />

barang modal yang diperlukan untuk menopang<br />

produksi dalam negeri.<br />

Terlebih lagi, terdapat<br />

pergeseran dari sebagian<br />

pelaku bisnis yang lebih<br />

senang menjadi pedagang<br />

daripada menjadi industrialis.<br />

Berbagai kesepakatan perdagangan<br />

bebas yang mendorong bea<br />

masuk 0% telah membuat barang<br />

impor menjadi jauh lebih murah,<br />

<strong>dan</strong> sebaliknya memproduksi<br />

barang di <strong>Indonesia</strong> semakin tidak<br />

kompetitif. Terlebih dengan semkin<br />

maraknya gerakan buruh yang kian<br />

radikal dengan upah yang terus bergerak<br />

naik tanpa diimbangi peningkatan<br />

produktivitas kerja.<br />

Inilah Itulah yang menjadi penyebab,<br />

banyak pelaku bisnis banting setir dari<br />

produsen menjadi pedagang <strong>dan</strong> importir.<br />

Jika kondisi ini dibiarkan, penyakit struktural<br />

yang membelit perekonomian<br />

<strong>Indonesia</strong> akan kian kronis.<br />

Dalam bahasa para ekonom, <strong>Indonesia</strong> akan masuk<br />

perangkap kelas menengah jika tidak ditemukan resep<br />

yang efektif memperbaiki penyakit struktural tersebut.<br />

SEJUMLAH HARAPAN<br />

Oleh sebab itu, saya berharap agar dunia usaha,<br />

pemerintah <strong>dan</strong> segenap lapisan masyarakat serta<br />

seluruh pemangku kepentingan bahu membahu dalam<br />

mewujudkan transformasi struktural <strong>Indonesia</strong> ke<br />

depan, agar kita benar-benar dapat memanfaatkan<br />

bonus demografi yang besar untuk kejayaan bangsa <strong>dan</strong><br />

<strong>Indonesia</strong>, seperti dilaporkan Bank Dunia, memiliki<br />

tambahan kelas menengah baru sedikitnya 7 juta setiap<br />

tahun, yang berarti lebih besar dari penduduk<br />

Singapura. Mereka adalah konsumen berusia muda<br />

yang berdaya beli tinggi, <strong>dan</strong> karena itu haus akan<br />

produk barang <strong>dan</strong> jasa serta teknologi.<br />

Ini adalah potensi yang besar, yang akan menjadi<br />

penopang kuat bagi perjalanan bangsa <strong>Indonesia</strong> dalam<br />

abad mendatang, jika dapat dikelola dengan baik. Maka,<br />

bonus demografi itu harus bisa dimanfaatkan untuk<br />

sebesar-besar kemakmuran bangsa <strong>Indonesia</strong>, dengan<br />

visi, strategi <strong>dan</strong> implementasi dalam bentuk kebijakan<br />

yang tepat <strong>dan</strong> berani.<br />

Maka, dalam kepentingan itu, pemilu <strong>2014</strong> menjadi<br />

sangat strategis. Saya benar-benar berharap, pemilu<br />

<strong>2014</strong> nanti bisa meletakkan landasan yang kokoh bagi<br />

pembentukan <strong>Indonesia</strong> Incorporated, yang telah lama<br />

digaungkan oleh pelaku usaha termasuk Kadin<br />

<strong>Indonesia</strong>, yang pernah dua periode saya pimpin.<br />

Mulai dari parlemen yang terpilih diharapkan dapat<br />

melahirkan anggota-anggota dewan yang tanggap, tajam<br />

<strong>dan</strong> punya visi dalam melahirkan aturan perun<strong>dan</strong>gan<br />

yang diperlukan untuk meningkatkan<br />

kapasitas <strong>Indonesia</strong>, mulai dari<br />

sumberdaya manusia, hingga kapasitas<br />

industri <strong>dan</strong> jasa.<br />

Pemerintah yang terpilih dalam<br />

pemilu tahun depan, diharapkan juga<br />

tokoh yang mampu mentransformasikan<br />

sistem perekonomian yang lebih berdaya<br />

saing, yang ditopang kapasitas industri domestik<br />

yang kuat.<br />

Begitu pun, pemerintahan mendatang<br />

diharapkan mampu menempatkan kebijakan<br />

fiskal sebagai alat strategis dalam mewujudkan<br />

pembangunan ekonomi yang lebih inklusif,<br />

menerapkan subsidi tepat sasaran, serta<br />

mampu mendorong kapasitas infrastruktur nasional.<br />

Ini bukan semata infrastruktur fisik yang mendukung<br />

konektivitas, melainkan juga infrastruktur<br />

energi, pangan, <strong>dan</strong> lingkungan.<br />

Dan lebih dari itu semua, perubahan struktural<br />

perlu didukung reformasi kultural, agar spirit <strong>dan</strong><br />

mentalitas anak bangsa yang berfikir positif, tidak<br />

mudah mengeluh, tidak mudah menyerah, punya<br />

daya dobrak yang kuat terhadap prestasi, lebih<br />

inovatif, <strong>dan</strong> memiliki semangat entrepreneurship<br />

<strong>Bisnis</strong>/Husin Parapat<br />

yang tinggi.<br />

Karena itulah, pembenahan sistem pendidikan nasional<br />

tak bisa ditawar-tawar lagi. Dengan kapasitas anggaran<br />

yang besar, revitalisasi sistem pendidikan nasional<br />

yang mampu meningkatkan hard-skill (kemampuan <strong>dan</strong><br />

kapasitas teknis <strong>dan</strong> engineering) serta soft skill (mentalitas,<br />

cara berfikir <strong>dan</strong> entrepreneurship) mutlak diperlukan.<br />

Apabila hal-hal semacam itu bisa dilakukan, saya<br />

yakin <strong>Indonesia</strong> akan sangat siap bersaing <strong>dan</strong> mengarungi<br />

globalisasi dengan penuh kepercayaan diri dalam<br />

dekade mendatang.<br />

Jika pemilu tahun <strong>2014</strong> dapat dimanfaatkan untuk<br />

memilih para calon legislatif <strong>dan</strong> pemerintaahan baru<br />

yang berorientasi pada <strong>Indonesia</strong> Incorporated di atas,<br />

maka demokrasi yang telah dilalui bangsa ini lebih dari<br />

satu dekade terakhir akan memberikan manfaat lebih<br />

besar bagi kemajuan bangsa di masa mendatang.<br />

Dengan demikian, kita dapat membangun perekonomian<br />

yang tangguh untuk menciptakan kesejahteraan<br />

masyarakat yang adil <strong>dan</strong> demokratis, sekaligus menjadikan<br />

<strong>Indonesia</strong> sebagai bangsa besar yang disegani di<br />

dunia. (*)<br />

Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 5


Proyeksi<br />

Memanfaatkan Momentum<br />

Konsolidasi Nasional<br />

Tak ada yang paling sibuk dari para<br />

politisi <strong>Indonesia</strong> hari-hari ini lantaran<br />

tinggal beberapa bulan lagi akan<br />

bertempur dalam pemi lihan umum<br />

legislatif pada April <strong>2014</strong>.<br />

Arif Budisusilo<br />

Pemimpin Redaksi <strong>Bisnis</strong> <strong>Indonesia</strong><br />

Beberapa bulan setelahnya, Juli <strong>2014</strong>,<br />

giliran pemilihan umum untuk menentukan<br />

Presiden<br />

Republik <strong>Indonesia</strong><br />

pengganti Susilo<br />

Bambang Yudhoyono,<br />

yang telah memerintah dua periode<br />

sejak 2004, <strong>dan</strong> akan ‘jatuh<br />

tempo’ Oktober <strong>2014</strong> nanti.<br />

Secara konstitusi, Presiden<br />

Yudhoyono tidak bisa dipilih kembali<br />

karena masa jabatan presiden<br />

dibatasi hanya dua periode. Maka,<br />

pemilu <strong>2014</strong> menjadi pesta<br />

demokrasi yang sangat penting.<br />

Karena itulah, tahun <strong>2014</strong> menjadi<br />

tahun menentukan. Sebab<br />

politik adalah pintu masuk, langkah<br />

awal. Tujuan akhir sesungguhnya<br />

adalah ekonomi, yang dalam bahasa<br />

banyak pihak: kesejahteraan.<br />

Dalam konteks itulah, perbincangan politik selalu<br />

seru <strong>dan</strong> kerap mengejutkan. Banyak uang berhamburan<br />

di seputar aktivitas politik, terlebih politik<br />

praktis; baik uang halal maupun uang haram.<br />

Maka, apabila kemudian banyak politisi masuk<br />

bui, tak terlalu mengherankan. Tak perlu kaget<br />

pula ketika dalam usia satu setengah dasawarsa<br />

demokrasi liberal di <strong>Indonesia</strong>—dibarengi dengan<br />

pembagian kekuasaan ke daerah dalam bentuk otonomi—lebih<br />

dari separuh bupati atau kepala daerah<br />

tersangkut kasus korupsi.<br />

Komisi Pemberantasan Korupsi juga mengemukakan,<br />

di banyak daerah, Indeks Persepsi Korupsi<br />

ternyata punya korelasi yang kuat dengan Indeks<br />

Pembangunan Manusia. Artinya, pembangunan<br />

manusia gagal di daerah yang korupsinya tinggi.<br />

Dengan kata lain, praktik kita menjalankan<br />

demokrasi belum sepenuhnya berhasil, bahkan<br />

melenceng dari tujuan yang sesungguhnya mulia,<br />

yakni terciptanya stabilitas politik <strong>dan</strong> kesejahteraan<br />

untuk seluruh rakyat.<br />

***<br />

Gambaran politik tersebut membuat kita perlu<br />

prihatin terhadap kondisi kebangsaan saat ini. Oleh<br />

karena itu, tahun pemilu <strong>2014</strong> diharapkan menjadi<br />

titik tolak baru bagi <strong>Indonesia</strong> untuk menentukan<br />

arah yang lebih fokus untuk revitalisasai nilai-nilai<br />

kebangsaan dengan sasaran akhir terciptanya kesejahteraan<br />

yang adil bagi seluruh rakyat.<br />

Tahun <strong>2014</strong> selayaknya menjadi titik tolak awal<br />

untuk melakukan konsolidasi nasional,<br />

melalui penataan kelembagaan politik<br />

yang lebih transparan, akuntabel <strong>dan</strong><br />

fokus pada peningkatan kesejahteraan<br />

yang adil dalam jangka panjang.<br />

Kita perlu lebih fokus untuk memanfaatkan<br />

demokrasi sebagai pintu masuk<br />

bagi peletakan peletakan landasan yang<br />

kokoh bagi perekonomian nasional. Di<br />

sinilah sebenarnya titik tolak bagi upaya<br />

menciptakan kesejahteraan yang adil bagi<br />

semua lapisan masyarakat.<br />

Hingga hari-hari ini, kesejahteraan<br />

tidak terbagi merata melainkan terkonsentrasi<br />

pada titik-titik pusat pertumbuhan,<br />

yang tersebar pada pusat-pusat<br />

kekuasaan baik di level nasional maupun<br />

daerah.<br />

Banyaknya bupati atau walikota yang menjadi<br />

tersangka adalah salah satu contoh, selain a<strong>dan</strong>ya<br />

praktik-praktik penggerogotan kapasitas anggaran<br />

melalui kesepakatan-ke sepakatan gelap di parlemen<br />

untuk memanfaatkan anggaran di pusat <strong>dan</strong> daerah<br />

secara tidak proporsional.<br />

***<br />

Tantangan politik tersebut tentu saja memberi<br />

warna penting bagi gambaran perkembangan ekonomi<br />

nasional.<br />

Ini sejalan dengan pernyataan Ruchir Sarma,<br />

seorang investment banker yang kini menulis buku<br />

Breakout Nations, yang mengingatkan <strong>Indonesia</strong><br />

agar tidak terjebak pada pergulatan politik <strong>dan</strong> politik<br />

dinasti. Kondisi ini telah menghambat perkembangan<br />

perekonomian seperti pernah terjadi di<br />

6 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>


telah memaksa pemerintah <strong>dan</strong> bank<br />

sentral melakukan koreksi pertumbuhan<br />

ekonomi melalui serangkaian kebijakan,<br />

termasuk kenaikan BI Rate<br />

hingga menjadi 7,5% pada November<br />

lalu.<br />

Apabila tren kenaikan suku bunga<br />

alias solusi moneter konvensional ini<br />

terus diterapkan, bukan tidak mungkin<br />

dampaknya akan semakin eskalatif<br />

dalam memukul kinerja sektor riil<br />

dam bahkam usaha kecil <strong>dan</strong> menengah.<br />

Kalau tidak dibalik, ini bisa<br />

menjadi skenario buruk bagi perekonomian<br />

tahun <strong>2014</strong>.<br />

Argentina <strong>dan</strong> sebelumnya di Filipina.<br />

Kekhawatiran Ruchir Sarma itu sebenarnya telah<br />

mulai menampakkan gejalanya di <strong>Indonesia</strong>. Dua atau<br />

tiga tahun terakhir ini adalah periode penuh pembelajaran,<br />

di mana pertumbuhan jumlah kelas menengah<br />

<strong>Indonesia</strong> yang pesat di tengahlingkungan demokrasi<br />

yang masih berkembang, telah melahirkan ketimpangan<br />

struktural dalam perekonomian.<br />

Langkah pemerintah dalam mengembalikan kapasitas<br />

nasional di berbagai sektor perekonomian tidak fokus,<br />

karena kebijakan ekonomi banyak tersandera oleh<br />

kepentingan politik—atas nama demokrasi—sehingga<br />

menciptakan penyakit struktural yang semakin kronis.<br />

Dampaknya, setiap 5 tahun menjelang pemilihan<br />

umum, selalu terjadi gejolak perekonomian yang antara<br />

lain ditandai fluktuasi nilai tukar rupiah yang cenderung<br />

melemah pada tahun 2013 serta gejolak pada pasar<br />

finansial.<br />

Penyakit struktural dalam perekonomian muncul<br />

antara lain lantaran defisit transaksi berjalan yang<br />

melampaui 4% dari produk domestik bruto, yang telah<br />

berlangsung sejak 2011 silam. Ini terjadi akibat kinerja<br />

perekonomian yang lebih ditopang impor untuk memenuhi<br />

permintaan kelas menengah yang melonjak besar<br />

dalam teknologi <strong>dan</strong> barang-barang berilai tambah<br />

tinggi.<br />

Memang perekonomian masih mampu tumbuh di atas<br />

6% <strong>dan</strong> diperkirakan pada kisaran 5,8%-6,2% pada<br />

tahun 2013 ini. Namun penyakit struktural tersebut<br />

***<br />

Dalam konteks besar tersebut, kita<br />

berharap pemerintah lebih fokus<br />

dalam memanfaatkan konsolidasi politik<br />

nasional sebagai pijakan dalam<br />

melakukan transformasi struktural<br />

guna memperkuat perekonomian<br />

nasional.<br />

Terlebih <strong>Indonesia</strong> masih akan<br />

mengalami situasi yang tidak mudah<br />

<strong>dan</strong> penuh tantangan pada tahun<br />

<strong>2014</strong>, seperti diakui oleh Presiden<br />

<strong>Bisnis</strong>/Husin Parapat<br />

Susilo Bambang Yudhoyono sendiri.<br />

<strong>Indonesia</strong> masih akan menghadapi<br />

persaingan ketat dalam menarik capital inflow, terutama<br />

sejalan dengan penarikan kembali obligasi besar-besaran<br />

oleh Amerika Serikat serta membaiknya perekonomian<br />

Uni Eropa.<br />

Selain itu, tantangan meningkatkan daya saing untuk<br />

memperkuat landasan struktural juga tidak mudah,<br />

karena sejumlah negara juga melakukan upaya serius<br />

untuk mendorong perekonomian dalam memperebutkan<br />

kue ekonomi global.<br />

Dengan demikian, sembari memanfaatkan konsolidasi<br />

politik yang akan terjadi sepanjang <strong>2014</strong> guna memanfaatkan<br />

momentum pembentukan pemerintahan baru,<br />

ada baiknya pemerintahan sekarang tetap fokus pada<br />

kebijakan ekonomi yang konsisten dalam menjaga stabilitas<br />

sistem keuangan <strong>dan</strong> meningkatkan daya saing<br />

nasional.<br />

Penting untuk meningkatkan kapasitas perekonomian<br />

nasional—melalui paket kebijakan fiskal yang agresif<br />

serta insentif moneter yang non-konvensional—guna<br />

menyangga konsumsi kelas menengah yang terus<br />

menanjak, agar defisit teknologi yang menjadi pemicu<br />

utama ketimpangan struktural dapat terus ditekan.<br />

Dengan demikian, konsolidasi politik dapat dimonetisasi<br />

untuk meletakkan landasan lebih kokoh bagi fundamental<br />

perekonomian nasional. Apabila tidak,<br />

<strong>Indonesia</strong> akan membutuhkan waktu semakin panjang<br />

untuk memanfaatkan benefit kelas menengah yang<br />

besar sebagai mesin pendorong perekonomian yang<br />

efektif. (*)<br />

Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 7


Ekonomi Global<br />

Ancaman Laten Warisan Resesi<br />

“Uncertainty is the refuge of hope.” -<br />

Henri Frederic Amiel<br />

Wike D. Herlinda<br />

redaksi@bisnis.co.id<br />

Jeram ketidakpastian masih jadi momok<br />

ekonomi global tahun <strong>2014</strong>. Meski pertumbuhan<br />

diga<strong>dan</strong>g-ga<strong>dan</strong>g lebih cemerlang<br />

dari tahun sebelumnya, berbagai<br />

luka dari sisa-sisa krisis masih menganga.<br />

Tidak bisa dimungkiri, napas perekonomian<br />

global pada 2013 sarat dengan nuansa kontraksi<br />

<strong>dan</strong> volatilitas. Ekonomi maju <strong>dan</strong> berkembang,<br />

keduanya sama-sama jatuh bangun ditusuk<br />

sembilu kegamangan pasar <strong>dan</strong> tren moderasi pertumbuhan.<br />

Sudah menjadi pemahaman umum pula<br />

bawasannya catatan buruk tersebut salah satunya<br />

dipicu oleh tarik ulur proses pemulihan di Eropa<br />

<strong>dan</strong> ditutup oleh perdebatan fiskal yang sengit di<br />

Washington serta spekulasi pengurangan stimulus<br />

bank sentral Amerika Serikat.<br />

Rapor merah ekonomi global terefleksi jelas saat<br />

Dana Moneter International (International Monetary<br />

Fund/ IMF) memangkas proyeksi pertumbuhan<br />

2013 menjadi 2,9% dari 3,2%. Ekspetasi laju eks -<br />

pansi <strong>2014</strong> pun dikoreksi menjadi 3,6% dari 3,8%.<br />

Sepintas, nampaknya biduk perekonomian dunia<br />

<strong>2014</strong> akan membaik, didorong oleh tren pemulihan<br />

secara gradual. Namun, lima tahun sejak runtuhnya<br />

Lehman Brothers Holdings Inc. yang menandai<br />

krisis keuangan 2008, apa sebenarnya yang dipelajari<br />

ekonomi maju<br />

Hingga kini mereka masih belum juga bertumbuh<br />

pada level yang lebih baik dibandingkan<br />

dengan periode sebelum krisis. Proyeksi pertumbuhan<br />

zona euro <strong>2014</strong>, misalnya, dipangkas Komisi<br />

Eropa menjadi 1,1% dari 1,2%, dengan pengangguran<br />

tetap pada level tinggi 12,2%.<br />

Pada kuartal II/2013, zona euro memang telah<br />

mendeklarasikan kesuksesan hengkang dari resesi<br />

6 kuartal setelah menyentuh pertumbuhan 0,3%.<br />

Namun, lemahnya permintaan swasta <strong>dan</strong> angka<br />

investasi masih jadi penyumbat jalan pemulihan<br />

blok mata uang itu.<br />

Kondisi di AS bisa jadi lebih dramatis. Jelang<br />

musim belanja libur akhir tahun—tonggak belanja<br />

konsumen yang mendominasi 70% perekonomian—,<br />

sentimen konsumen malah tercoreng akibat<br />

brinkmanship politis yang melambatkan aktivitas<br />

perekonomian.<br />

Bagaimanapun, performa pasar AS telah cukup<br />

membaik pascainsiden shutdown parsial pemerintah.<br />

Tetap saja, performa warga AS masih belum<br />

stabil. Angka pengangguran masih relatif tinggi,<br />

demikian halnya dengan utang rumah tangga.<br />

Kantor Anggaran Kongres (Congressional Budget<br />

Office/CBO) AS bahkan memiliki pan<strong>dan</strong>gan pesimistis<br />

atas konstelasi ekonomi AS <strong>2014</strong>. CBO memprediksi<br />

perekonomian akan tetap moderat dengan<br />

angka pengangguran masih mendekati 8%.<br />

Namun, CBO tetap optimistis kondisi ekonomi AS<br />

akan lebih baik dibandingkan dengan 2013. CBO<br />

pada Februari 2013 juga memproyeksi PDB riil <strong>dan</strong><br />

potensial akan berada pada kisaran rata-rata per<br />

tahun 2,25% antara 2019-2023.<br />

Benih dari gejolak di AS <strong>dan</strong> kaitannya dengan<br />

outlook ekonomi global <strong>2014</strong> sejatinya dapat dilacak<br />

mulai 2007, saat gelembung sektor perumahan di<br />

negara tersebut meletus. Perumahan adalah sektor<br />

yang paling menjanjikan sekaligus paling rentan di<br />

Negeri Paman Sam.<br />

Insiden bubble burst tersebut memicu rentetan<br />

efek domino <strong>dan</strong> AS pun jatuh pada kekisruhan<br />

ekonomi 2008. Meski ada intervensi pemerintah<br />

sekali pun, perekonomian mereka kadung terjembab<br />

ke dalam resesi.<br />

Itulah saat di mana Federal Reserve mulai mengambil<br />

manuver yang justru menempatkan ekonomi<br />

AS dalam jalur sulit. Untuk mencegah kehancuran<br />

akibat runtuhnya sektor perumahan yang pertama<br />

kali mencuat pada 2005, the Fed meluncurkan 3<br />

metadon quantitative easing (QE) yang berbeda.<br />

Sejak 2008, the Fed telah mencetak triliunan uang<br />

dolar AS <strong>dan</strong> terus menginjeksi likuiditas dalam<br />

8 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong><br />

Bloomberg


jum lah yang mencengangkan setiap bulannya. Banyaknya<br />

uang yang dipompa ke dalam sirkulasi itu tentu pa da<br />

awalnya ditujukan untuk mendongkrak pertumbuhan.<br />

Namun, strategi tersebut belakangan memiliki dampak<br />

yang berbanding terbalik, yaitu penyusutan daya<br />

beli dolar yang menjadi faktor penggerak inflasi. Seiring<br />

dengan merosotnya dolar terhadap mata uang lain,<br />

barang yang diimpor ke AS pun menjadi kian mahal.<br />

Pertanyaan sekarang, apakah akan ada QE babak ke-4<br />

Berbagai ekonom menjawab kemungkinan tidak. Tapi<br />

mereka menekankan itu terjadi hanya karena ronde ke-3<br />

QE kemungkinan berakhir dengan bab terbuka. Sebagian<br />

investor bahkan menyebutnya sebagai QE Eternity.<br />

Ketika krisis dimulai 2008, utang nasional AS bernilai<br />

US$9,2 triliun. Berdasarkan data yang dihimpun dari<br />

Gedung Putih, utang negara berperekonomian terbesar<br />

di dunia itu akan mencapai US$20 triliun pada akhir<br />

dekade ini atau sekitar 140% dari PDB AS saat ini.<br />

AS rupanya tidak sendirian. Utang pemerintah di<br />

banyak negara maju juga telah meroket ke rekor tertingginya<br />

sejak Perang Dunia II. Sebut saja utang di Jepang,<br />

Yunani, Italia, Portugal, <strong>dan</strong> Irlandia yang semuanya<br />

berada di atas level 100% terhadap PDB.<br />

Masalahnya adalah memangkas utang membutuhkan<br />

waktu yang panjang, khususnya<br />

di tengah gejolak ekonomi<br />

global seperti saat ini. Bahkan jika<br />

volatilitas eksternal nihil, mengurangi<br />

beban utang tetap memakan<br />

waktu tahunan.<br />

Sebagaimana disarankan IMF,<br />

memangkas utang membutuhkan<br />

kedisiplinan fiskal <strong>dan</strong> kebijakan<br />

yang mendukung pertumbuhan.<br />

Hal itu mencakup kebijakan moneter<br />

yang suportif <strong>dan</strong> kebijakan lain<br />

yang mengatasi kelemahan struktural<br />

dalam perekonomian.<br />

Formulasi itu tidak sepenuhnya<br />

sukses dijalankan AS. Setelah 5<br />

tahun memperoleh topangan dari<br />

the Fed, pertumbuhan ekonomi AS<br />

masih relatif lesu. IMF bahkan memangkas proyeksi<br />

pertumbuhan AS jadi 2,6% dari 2,8% pada <strong>2014</strong> <strong>dan</strong><br />

memperingatkan revisi yang mungkin lebih rendah.<br />

Instabilitas ekonomi, kebuntuan politis, ketidakyakinan<br />

komunitas bisnis terhadap pemerintah, kekhawatiran<br />

tentang kesehatan fiskal, penurunan pasar keuangan,<br />

<strong>dan</strong> pelemahan dolar telah membayangi prospek ekonomi<br />

negara paling berpengaruh di dunia itu.<br />

Langkah yang diambil sejak 2008 telah menyebabkan<br />

perekonomian AS terseok-seok, sehingga prospek untuk<br />

<strong>2014</strong> relatif berkabut. Tahun depan, para investor harus<br />

lebih berhati-hati <strong>dan</strong> mereka harus mempersiapkan diri<br />

akan kejutan lain yang datang dari Paman Sam.<br />

PASAR BERKEMBANG<br />

Tersendatnya perekonomian AS bukanlah satu-satunya<br />

faktor penghambat pertumbuhan global <strong>2014</strong>.<br />

Tantangan <strong>2014</strong><br />

bagi perekonomian<br />

<strong>Indonesia</strong> bisa jadi<br />

lebih berat, terutama<br />

dari faktor<br />

eksternal, terkait<br />

dengan rencana<br />

tapering yang diperkirakan<br />

efektif pada<br />

Maret <strong>2014</strong>.<br />

Gelombang reformasi struktural di negara berkembang<br />

juga menjadi ujung tombak dari buramnya proyeksi pertumbuhan<br />

dunia dalam jangka pendek.<br />

Pasar berkembang (emerging markets) pernah berjasa<br />

membawa dunia keluar dari resesi pada 2009. Kini,<br />

Bank Dunia memangkas proyeksi pertumbuhan negara<br />

berkembang <strong>2014</strong> menjadi 5,3% dari 5,7%. Namun,<br />

perlambatan itu mungkin memang diperlukan untuk<br />

investasi jangka panjang.<br />

Bart van Ark, Wakil Presiden Eksekutif Conference<br />

Board awal November 2013 menjelaskan pertumbuhan<br />

di negara berkembang—khususnya di India, Meksiko,<br />

<strong>dan</strong> Brasil—jauh lebih rendah dari ekspektasi, karena<br />

a<strong>dan</strong>ya perubahan struktural yang dibutuhkan untuk<br />

menaikkan kelas mereka.<br />

Ini adalah tren yang dapat terus berlanjut hingga<br />

<strong>2014</strong>. Reformasi struktural secara fundamental dibutuhkan<br />

untuk menghindari jebakan middle-income, yaitu<br />

ketika suatu negara berkembang menjadi terlalu kaya<br />

untuk bersaing dengan biaya <strong>dan</strong> terlalu miskin untuk<br />

bersaing dengan inovasi.<br />

Untuk itu, negara-negara berkembang ini harus merekalibrasi<br />

kebijakan mereka di area-area yang mencakup<br />

pendidikan <strong>dan</strong> investasi infrastruktur, hingga<br />

rezim perpajakan <strong>dan</strong> regulasi-regulasi<br />

yang menopang konsumsi kelas<br />

menengah.<br />

Yang jadi masalah, di tengah<br />

upaya reformasi struktural itu, terdapat<br />

pe luang yang teramat lebar<br />

bahwa the Fed akan memulai tapering<br />

(pe ngu rang an program quantitative<br />

easing) pada <strong>2014</strong>, seiring<br />

dengan pemulihan perlahan dari perekonomian<br />

AS.<br />

Tapering tentu berisiko melambungkan<br />

suku bunga AS <strong>dan</strong> membebani<br />

nilai ekuitas yang dapat memantik<br />

reaksi negatif dari pasar. Negara<br />

berkembang seperti <strong>Indonesia</strong> pun<br />

menyadari bahaya laten kenaikan<br />

bunga the Fed bagi prospek pertumbuhan<br />

nasional.<br />

Direktur Kebijakan Moneter Bank <strong>Indonesia</strong> Juda<br />

Agung akhir Oktober lalu mengatakan tantangan<br />

<strong>2014</strong> bagi perekonomian <strong>Indonesia</strong> bisa jadi lebih<br />

berat, terutama dari faktor eksternal, terkait dengan<br />

rencana tapering yang diperkirakan efektif pada<br />

Maret <strong>2014</strong>.<br />

“Dampaknya bisa positif, bisa negatif. Kalau exit<br />

[penghentian stimulus moneter] dilakukan dengan<br />

tidak abrupt, dampaknya bisa positif, sekitar 0-0,5% bagi<br />

ekonomi kita. Namun, jika exit-nya abrupt, dampaknya<br />

bisa negatif.”<br />

Dia menambahkan jika suku bunga jangka panjang<br />

the Fed naik hingga 100 basis poin, dampaknya bagi<br />

outlook ekonomi negara berkembang akan menjadi<br />

sangat negatif. Pertumbuhan di negara seperti RI, Brasil,<br />

Rusia, <strong>dan</strong> India akan terkoreksi hingga 1,25%.<br />

Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 9


Kebijakan Ekonomi<br />

2 Tahun Ini<br />

Fokus Stabilisasi<br />

<strong>Bisnis</strong>/Dedi Gunawan<br />

Tantangan eksternal sekaligus internal<br />

kian membesar pada <strong>2014</strong>. Di<br />

sisi eksternal, pemulihan ekonomi<br />

Amerika Serikat—negara dengan<br />

produk domestik bruto terbesar di<br />

dunia, sekaligus satu dari tiga besar<br />

negara tujuan ekspor <strong>Indonesia</strong>—yang ditandai<br />

dengan pengurangan stimulus moneter, justru menjadi<br />

‘ancaman’ bagi perekonomian Tanah Air.<br />

Di sisi internal, problem struktural di dalam negeri<br />

perlu segera dibenahi. Bagaimana mitigasi yang<br />

dilakukan pemerintah sebagai ancang-ancang menghadapi<br />

dua tantangan itu Bagaimana pemerintah<br />

merancang perlambatan pertumbuhan ekonomi<br />

sebagai konsekuensi periode stabilisasi Bagaimana<br />

pula konsekuensinya terhadap postur APBN <strong>2014</strong><br />

Untuk tahu lebih lanjut mengenai hal tersebut,<br />

<strong>Bisnis</strong> mewawancarai Menteri Keuangan M. Chatib<br />

Basri beberapa waktu lalu. Berikut ini petikannya:<br />

Tantangan makroekonomi apa saja yang dilihat<br />

pemerintah pada <strong>2014</strong> <strong>dan</strong> bagaimana kebijakan<br />

yang dibuat<br />

Kalau kita bicara mengenai kebijakan ekonomi <strong>2014</strong>,<br />

kita harus memahami dulu kondisinya seperti apa karena<br />

yang namanya kebijakan itu dibuat untuk mencapai<br />

objektif pemerintah <strong>dan</strong> mengantisipasi kondisi yang<br />

ada.<br />

Objektif pemerintah tentu, kalau kita bicara yang disebut<br />

empat track itu, yakni pro pertumbuhan, pro poor,<br />

pro job, kemudian pro environment, pemerintah konsisten<br />

di sini. Tetapi, di sisi lain kita juga harus realistis<br />

bahwa dalam mencapai triple track plus one itu,<br />

memang ada perkembangan-perkembangan eksternal<br />

yang harus kita hadapi.<br />

Yang paling nyata di depan mata kita adalah perkembangan<br />

situasi global, situasi eksternal. Kalau kita lihat<br />

apa yang terjadi sekarang dengan rencana tapering off<br />

dari the Fed. Memang spekulasinya bermacam-macam,<br />

tapi kalau saya lihat dari meeting di IMF Council di<br />

Washington, waktu World Bank-IMF Annual Meeting<br />

Oktober lalu, Bernanke menyampaikan tapering off akan<br />

10 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>


dilakukan kalau beberapa target The Fed dicapai, misalnya<br />

angka pengangguran di bawah 7%, inflasinya 2%.<br />

Kalau itu belum dicapai, maka tapering off belum akan<br />

dilakukan.<br />

Implikasinya kalau tapering off dilakukan, kita bisa<br />

menduga di Amerika akan ada kebijakan moneter yang<br />

lebih ketat karena yang tadinya setiap tahun dia membeli<br />

surat berharga, bond, senilai US$85 miliar, sekarang<br />

mau menghentikan ini. Kalau kebijakan moneternya<br />

relatif ketat, implikasinya adalah tingkat bunga jangka<br />

panjang di Amerika akan naik. Kalau tingkat bunga<br />

jangka panjang naik, maka harga bond-nya akan menurun.<br />

Artinya, yield-nya akan naik.<br />

Tren ini sudah mulai terjadi dalam beberapa waktu<br />

terakhir. Kita lihat yield Amerika tadinya sekitar 2%,<br />

bahkan sempat di bawah 1%, mulai naik bahkan sempat<br />

mendekati 3%. Kalau long term interest rate di<br />

Amerika naik, yield-nya akan<br />

meningkat, maka akan ada kecenderungan<br />

arus modal di emerging market<br />

kembali ke AS karena return-nya<br />

lebih tinggi <strong>dan</strong> macam-macam.<br />

Dengan begitu, negara di emerging<br />

market, termasuk <strong>Indonesia</strong> harus<br />

mengantisipasi terjadinya capital<br />

outflow. Ini sudah terjadi sejak the<br />

Fed mewacanakan tapering off,<br />

mulai Mei. Makin keras rumornya<br />

sekitar Agustus sehingga kebijakan<br />

pemerintah <strong>dan</strong> Bank <strong>Indonesia</strong><br />

harus bisa mengantisipasi ini karena kebijakan ini hal<br />

yang ada di depan mata.<br />

Kapan pun tanggalnya, The Fed akan tetap melakukan<br />

ini sehingga ini sesuatu yang inevitable. Jadi harus ada<br />

policy untuk mengantisipasi ini. Itu fakta eksternal.<br />

Tidak mungkin gubernur BI atau menteri keuangan<br />

<strong>Indonesia</strong> dengan power-nya bilang jangan lakukan.<br />

Kami cukup realistis.<br />

Seperti apa kebijakan antisipasinya<br />

Kalau Amerika menaikkan interest rate, mau tidak<br />

mau emerging market harus melakukan adjustment<br />

dalam interest rate-nya. Kemudian, yield di Amerika<br />

pasti akan naik. Itu juga akan menimbulkan impact<br />

kepada SUN kita. Yield SUN kita sempat mengalami<br />

peningkatan.<br />

Kita juga harus jujur bahwa dampak tapering off<br />

tidak terjadi di semua negara. Ada negara-negara yang<br />

efeknya kecil, contohnya Singapura, Filipina, Malaysia.<br />

Ada dampak, tapi tidak terlalu signifikan.<br />

Kalau kita lihat karakter negara yang saya sebut the<br />

fragile five, lima negara yang vulnerable, rentan, adalah<br />

India, Afrika, Brasil, Turki <strong>dan</strong> unfortunately, <strong>Indonesia</strong>.<br />

Tapi, kita enggak usah menyesali ini. Di lima negara<br />

yang saya sebut, kecenderungannya adalah negara yang<br />

resources rich, negara yang bergantung pada sumber<br />

daya alam. Yang tidak itu hanya India. Turki, somehow,<br />

sedikit berkaitan dengan itu. Negara-negara yang tadi<br />

disebut, punya problem defisit transaksi berjalan atau<br />

defisit fiskal, termasuk India, Turki <strong>dan</strong> Brasil.<br />

Negara di emerging<br />

market, termasuk<br />

<strong>Indonesia</strong> harus<br />

mengantisipasi<br />

terjadinya capital<br />

outflow.<br />

Sementara itu, di <strong>Indonesia</strong>, problemnya adalah current<br />

account deficit. Pada kuartal II/2013, rasio defisitnya<br />

terhadap GDP sudah 4,4%. Kalau kita balik ke konsep<br />

ekonomi yang paling basic, salah satu penyebab current<br />

account deficit adalah pertumbuhan ekonomi yang terlalu<br />

cepat. Permintaan tinggi sekali, tapi tidak bisa<br />

dipenuhi dari sisi penawarannya. Akibatnya, sisanya<br />

harus impor.<br />

Ada dua sebetulnya solusinya. Yang paling ideal<br />

menaikkan produksi. Atau, kita turunkan permintaannya.<br />

Menaikkan produksi, dari sisi suplai itu makan<br />

waktu. Jadi, ini harus jadi solusi jangka menengah <strong>dan</strong><br />

jangka panjang.<br />

Jangka pendek, yang bisa dilakukan hanya dari sisi<br />

permintaan. Berarti, permintaannya harus diturunkan.<br />

Kalau permintaan harus diturunkan, berarti BI harus<br />

tingkatkan suku bunga, sudah naik 175 basis poin<br />

kemarin.<br />

Fiscal deficit juga mendorong<br />

demand. Karena itu, fiscal deficit-nya<br />

harus diperkecil. Tadinya 2,4%, target<br />

2013. Saya kira sampai akhir tahun<br />

akan sekitar 2,3%. Kita harus turunkan<br />

defisitnya sehingga dalam APBN<br />

<strong>2014</strong> yang diajukan ke DPR, defisitnya<br />

menjadi 1,69%. Jadi, fiskal lebih<br />

kontraktif, moneter lebih kontraktif.<br />

Implikasinya adalah jangan berharap<br />

pertumbuhan ekonominya akan<br />

tinggi di 2013 <strong>dan</strong> <strong>2014</strong>.<br />

Sekarang implikasi kedua yaitu projob. Jangan sampai<br />

kemudian perlambatan pertumbuhan ekonomi berdampak<br />

pada pengangguran. Kalau dia punya implikasi terhadap<br />

pengangguran, maka poverty incidence-nya atau<br />

angka kemiskinannya bisa naik. Itu yang harus dicegah.<br />

Boleh saja slowdown growth dilakukan. Estimasi<br />

pemerintah tahun ini 5,6%-5,8%, mungkin kalau dicari<br />

titik tengahnya sekitar 5,7%. Tahun depan, dalam asumsi<br />

APBN adalah sekitar 6%, tetapi kami melihat range-nya<br />

mungkin ada di kisaran 5,8%-6%. Jadi, harus ada antisipasi<br />

bagaimana dampaknya kalau unemployment terjadi.<br />

Memang, BPS mengeluarkan data per Agustus 2013,<br />

angka unemployment-nya naik dari Agustus 2012 6,1%<br />

menjadi 6,25% Agustus 2013 atau naik 150.000 orang.<br />

Agustus kemarin, pemerintah mengeluarkan paket,<br />

salah satunya adalah memberikan insentif pajak agar<br />

perusahaan-perusahaan tidak melakukan lay off. Jadi,<br />

kalau dia dikasih insentif pajak, dia tidak lay off. Saya<br />

dengar dari Pak Hidayat [M.S. Hidayat, Menteri<br />

Perindustrian] sudah ada berapa puluh perusahaan yang<br />

memanfaatkan ini. Nanti ini kami lihat, kami review.<br />

Artinya kalau BI naikkan interest rate-nya, fiskalnya<br />

tight, ada kemungkinan <strong>2014</strong> juga melambat, mungkin<br />

kebijakan ini kami harus perpanjang di <strong>2014</strong>.<br />

Nah, yang kita omong-kan ini kan demand side.<br />

Padahal, yang ideal adalah bagaimana meningkatkan<br />

kapasitas produksi, supply side. Cuma makan waktu.<br />

Nah, ini hanya dapat dilakukan dengan yang namanya<br />

structural reform. Pertama, izin harus disederhanakan.<br />

Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 11


Kebijakan Ekonomi<br />

Kemudian, investment harus digalakkan. Makanya, Pak<br />

Mahendra (Kepala BKPM) muncul waktu itu dengan<br />

Pak Wapres, dengan easy doing business.<br />

Saya cerita bagian saya di Kemenkeu. Salah satu concern<br />

investor adalah pajak membayarnya itu tiap bulan.<br />

Itu repot karena tax filing. Jadi, Pak Fuad Rahmany<br />

[Dirjen Pajak] sudah keluarkan peraturan [perdirjen]-nya<br />

yang akan berlaku Februari <strong>2014</strong>, yang mana, orang<br />

kalau bayar pajak itu satu kali dengan melakukan yang<br />

namanya e-filling, pembayaran pajak dengan cara online.<br />

Di samping itu, BKPM <strong>dan</strong> kementerian terkait se<strong>dan</strong>g<br />

membahas DNI [daftar negatif investasi]. Ini tentu BKPM<br />

yang akan lebih jauh menjelaskan. Tapi yang ingin saya<br />

bilang, dalam DNI ini, intinya adalah bagaimana membuat<br />

arus modalnya bisa masuk ke sini. Kalau kita<br />

bicara current account, itu ada dua. Ada current account<br />

itu ekspor dikurangi impor, ada lagi neraca modal. Kalau<br />

neraca modal ini didominasi portofolio yang setiap kali<br />

dia bisa pulang. Nah, kita harus membuat dia didominasi<br />

oleh arus investasi langsung. Dia<br />

harus dibuat di sini. Kalau dibuat di<br />

<strong>Indonesia</strong> itu tidak<br />

bisa bertahan terusmenerus<br />

hanya di<br />

dalam sumber daya<br />

alam atau buruh<br />

murah.<br />

sini, maka sektornya harus dibuka,<br />

tetapi kepentingan nasional tetap<br />

harus di-protect.<br />

Yang bisa dilakukan lagi adalah<br />

structural reform. Kalau demand<br />

tinggi, itu ada permintaan terhadap<br />

produk barang. Kalau produk<br />

barangnya tidak bisa dipenuhi, kita<br />

harus impor. Misalnya, kalau kita<br />

bikin barang konsumsi makanan<br />

yang harus dikalengkan, bahan kaleng, besi bajanya<br />

harus impor. Setiap permintaan makanan naik, maka<br />

permintaan kalengnya naik.<br />

Kita harus berpikir harus ada barang intermediate<br />

yang dibuat di sini. Nah, sekarang masalahnya kalau<br />

(investasi) di intermediate goods, orang melihat bahwa<br />

return-nya rendah sehingga orang tidak begitu tertarik.<br />

Karena itu, kami bilang, oke kalau Anda tidak tertarik,<br />

kami pikirkan insentifnya melalui tax allowance. Ini<br />

yang sekarang teman-teman di BKF (Ba<strong>dan</strong> Kebijakan<br />

Fiskal) se<strong>dan</strong>g mempersiapkan. Itu tentu medium term.<br />

Yang lebih long term, saya melihat bahwa harga<br />

komoditas sekarang turun. Harga energi juga turun.<br />

<strong>Indonesia</strong> itu tidak bisa bertahan terus-menerus hanya<br />

di dalam sumber daya alam atau buruh murah. Kalau<br />

negaranya [isinya] kelas menengah, upah buruh mau<br />

enggak mau harus naik. Jadi, mau enggak mau kita<br />

harus pindah [ke level lebih tinggi]. Kalau pindah, kita<br />

perlu kualitas orang yang baik. Kita perlu yang namanya<br />

R&D [research and development]. Makanya, ini yang dari<br />

BKF se<strong>dan</strong>g dipersiapkan, insentif tax allowance kalau<br />

orang investasi di sini <strong>dan</strong> R&D-nya atau training-nya<br />

dibikin di <strong>Indonesia</strong>.<br />

Kenapa training ini saya agak obses Karena kalau<br />

kita lihat sejarah, ada tiga negara yang masuk negara<br />

berpendapatan menengah atau middle class, yaitu Afrika<br />

Selatan, Brasil <strong>dan</strong> Korea Selatan. Hanya Korea Selatan<br />

yang berhasil menjadi negara industri karena dia memberi<br />

penekanan pada inovasi <strong>dan</strong> teknologi.<br />

Terkait dengan upaya menekan sisi permintaan,<br />

bagaimana implikasinya terhadap penerimaan<br />

negara <strong>dan</strong> keep buying strategy<br />

Dari segi penerimaan negara, dengan growth yang<br />

melambat, tentu akan terpengaruh. Itu sebabnya dalam<br />

pembahasan APBN <strong>2014</strong> dengan DPR, dilakukan perubahan<br />

di situ. Kalau dibilang bertentangan dengan<br />

growth yang mau tinggi, betul. Tapi, kita harus realistis<br />

dalam 2 tahun ini kita harus stabilisasi <strong>dan</strong> itu pilihan<br />

kita. Jadi, implikasinya kita tidak bisa mendorong pertumbuhan<br />

di atas 6% <strong>dan</strong> dari sisi penerimaan pasti<br />

akan affected.<br />

Sekarang bagaimana dengan penerimaan yang turun<br />

ini, ada upaya. Ini yang sudah saya bicarakan dengan<br />

Ditjen Pajak. Saya harus akui selama ini penekanan<br />

kepada sektor-sektor tertentu memang terjadi, yang disebut<br />

sebagai intensifikasi. Jadi, sumber penerimaan pajak<br />

kita itu datang dari tambang, perkebunan. Dengan<br />

growth yang melambat, harga komoditas<br />

<strong>dan</strong> tambang menurun, penerimaan<br />

pajaknya menurun.<br />

Kami di internal bersama Pak Fuad<br />

[Fuad Rahmany, Dirjen Pajak] menyetujui,<br />

sudah tidak bisa lagi intensifikasi<br />

atau dikenal dengan istilah berburu<br />

di kebun binatang karena binatangnya<br />

enggak ada lagi. Ini mesti<br />

diubah kepada ekstensifikasi. Dicari<br />

sektor-sektor yang masih berkembang<br />

di <strong>Indonesia</strong>, yaitu sektor konsumsi,<br />

misalnya properti. Pak Fuad sudah mulai lakukan, tetapi<br />

ada constraint, concern, di sektor ini jumlah petugas pajaknya<br />

terbatas, knowledge mereka tentang sektor lain terbatas.<br />

Kalau begitu, bagaimana kita menarik pajak tanpa terlalu<br />

banyak pakai orang. Itu yang kemudian ditetapkan<br />

pada pajak UKM, ditetapkan 1% final. Tidak perlu melihat<br />

bukunya, cuma tahu omzetnya saja, kemudian ditarik.<br />

Itu tidak butuh orang banyak. Anda juga tidak perlu<br />

knowledge terlalu detail mengenai itu karena dianggap<br />

sebagai PPh final. Kami coba lihat sektor-sektor yang tidak<br />

terlalu banyak digarap, collection-nya relatif kecil, sehingga<br />

dari sektor-sektor itu, akan ada additional income.<br />

Terus kalau ditanya, ini ideal tidak, tentu tidak. Yang<br />

ideal adalah orang dipajaki berdasarkan bukunya,<br />

untung atau rugi. Tapi, daripada enggak bisa di-collect<br />

karena orangnya terbatas, knowledge-nya terbatas<br />

mengenai sektor itu. Kalau Anda mau tarik pajak dari<br />

suatu sektor, Anda harus mengerti perusahaannya,<br />

harus mengerti bukunya. Bayangkan petugas pajak kita<br />

total 33.000 orang.<br />

Memang mau ada tambahan, tapi orangnya juga mesti<br />

di-training. Kalaupun pegawai ditambah, knowledge-nya<br />

masih terbatas. Jadi, saya harus realistis tahun ini.<br />

Faktanya begitu, we’re not living in the first best world,<br />

kita hidup di dunia yang second best, kalau mau<br />

menunggu dulu sampai jumlah petugasnya cukup, saya<br />

kehilangan 3-4 tahun <strong>dan</strong> income-nya kosong. Jadi,<br />

12 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>


kami harus lihat mana yang bisa dilakukan dengan—<br />

istilah saya— given resources, jumlah orang yang terbatas,<br />

tapi masih ada additional income.<br />

Mengenai keep buying stategy, itu tetap dipertahankan,<br />

tapi fokusnya adalah supaya orang jangan menganggur.<br />

Bayangkan kalau growth-nya melambat, orangnya di-<br />

PHK, dia tidak bisa beli barang, makanan. Itu akan<br />

membuat buying power-nya turun.<br />

Ini kami pertahankan keep buying strategy-nya<br />

dengan bilang, perusahaan tolong dong jangan lay off.<br />

Kalau Anda di dunia ekonomi, dunia bisnis, kan tidak<br />

bisa diimbau. Dia [pelaku usaha] bilang kalau dimintai<br />

tolong, itu ada harganya. Jadi, dia bilang, saya mau, tapi<br />

buat saya apa. Makanya, kami kasih [insentif], PPh<br />

pasal 25 kami potong, tapi Anda tidak boleh lay off, ya.<br />

Itu yang kami lakukan.<br />

BI telah menaikkan suku bunga untuk menangani isu<br />

defisit transaksi berjalan sebagai langkah jangka pendek,<br />

selagi kebijakan pemerintah belum kelihatan dampaknya.<br />

Kalau kebijakan pemerintah, termasuk fiskal, tidak<br />

juga menampakkan hasil signifikan, tentu ada peluang<br />

BI Rate akan naik lagi. Artinya, pertumbuhan ekonomi<br />

akan terus melambat <strong>dan</strong> kita tidak bisa menikmati pertumbuhan<br />

di atas 6% setelah <strong>2014</strong>.<br />

Bagaimana Kemenkeu <strong>dan</strong> kementerian lain<br />

menjaga ritme agar paket kebijakan ini jalan<br />

Kalau kita lihat di asumsi <strong>2014</strong>, volume konsumsi<br />

BBM dipertahankan di 48 juta kiloliter. Pak Wacik (Jero<br />

Wacik, Menteri ESDM) sudah sepakat. Artinya, dari<br />

ESDM akan ada langkah-langkah dengan pembatasan.<br />

Detailnya nanti bisa ditanyakan ke ESDM. Mereka<br />

se<strong>dan</strong>g persiapkan RFID. Satu lagi yang kami minta ke<br />

ESDM adalah konversi<br />

dari BBM ke gas. Ini<br />

sebetulnya sudah<br />

diminta sejak beberapa<br />

tahun lalu,<br />

seperti tabung<br />

elpiji yang 3<br />

kg.<br />

Satu lagi yang<br />

se<strong>dan</strong>g dilakukan<br />

ESDM<br />

dengan DPR adalah tarif listrik untuk yang industri, bisnis<br />

<strong>dan</strong> rumah yang dayanya di atas 6.000 watt. Kalau<br />

menurut saya, rumah yang di atas 6.000 watt, wajarlah<br />

kalau bayar listriknya mahal.<br />

Dari segi itu mestinya oke. Mengenai pertanyaan<br />

bagaimana dengan kemungkinan interest rate kalau<br />

kebijakan pemerintah belum efektif. Yang penting kami<br />

tetap menjaga koordinasi.<br />

Di pemerintah sendiri, bagaimana sinerginya<br />

Konsep sudah disusun, tapi ada kementerian yang<br />

mengeluarkan kebijakan yang tidak konsisten, misalnya<br />

low cost green car. Memang LCGC diarahkan tidak<br />

menggunakan BBM subsidi <strong>dan</strong> dipasarkan ke luar<br />

Jawa, tapi kita tahu infrastruktur BBM nonsubsidi di<br />

luar Jabodetabek terbatas. Lagi-lagi, BBM subsidi yang<br />

dipakai, subsidi jebol, impor meningkat <strong>dan</strong> defisit<br />

trans aksi berjalan bisa tidak membaik tahun depan<br />

Yang pertama, kita harus lihat datanya. Ini pertama<br />

kali dalam 2013, pemerintah, khususnya Kementerian<br />

ESDM tidak pergi ke DPR untuk minta tambahan kuota<br />

subsidi. Biasanya Oktober Menteri ESDM minta tambah.<br />

Jadi, sampai akhir tahun itu mungkin penggunaan BBM<br />

47 juta kiloliter, kurang dari kuota 48 juta kiloliter.<br />

Artinya, kebijakan yang dilakukan kemarin (kenaikan<br />

harga BBM) bisa mengurangi konsumsi.<br />

Dari sisi konsumsi BBM subsidi, memang bisa naik,<br />

tapi sebetulnya itu karena migrasi dari BBM nonsubsidi<br />

ke subsidi. Itu karena disparitas harga. Tekanan migrasi<br />

itu juga akan didorong dari nilai tukar rupiah yang<br />

melemah. Untungnya harga BBM dunia juga turun<br />

sehingga disparitas harga pun tidak terlalu jauh.<br />

Kembali ke kendaraan, sebetulnya growth-nya<br />

akan seberapa besar sih<br />

Pertama, interest rate sudah naik. Kalau lihat dari<br />

growth sales bulan ini, itu turun di bawah 5% untuk<br />

mobil karena orang yang mau beli lihat dulu bunganya.<br />

DP juga naik. Alhasil, demand pun ikut berkurang.<br />

Saya baru lihat informasi ini, bulan lalu sales-nya<br />

masih di atas 13%. Sekarang cuma 4%-9%. Ini akibat<br />

BI Rate dinaikkan menjadi 7,5%. Jadi, interest rate itu<br />

dinaikkan, mau enggak mau (penjualan kendaraan)<br />

pasti slowdown.<br />

Bagaimana implikasi asumsi pertumbuhan yang<br />

melambat terhadap APBN <strong>2014</strong><br />

APBN kemarin sudah disepakati antara pemerintah dengan<br />

DPR di mana defisitnya 1,69%. Kalau kita<br />

lihat postur APBN, growth-nya tidak terlalu signifikan<br />

karena memang by design oleh pemerintah.<br />

Kita masih dalam stabilisasi growth.<br />

Ada sebagian yang bilang peningkatan di<br />

belanja infrastrukturnya tidak terlalu<br />

besar. Tentu, karena peningkatan di<br />

APBN-nya juga tidak terlalu besar.<br />

Kedua, ada hal yang akan kami<br />

lakukan, tapi setelah APBN disetujui,<br />

yaitu penghematan perjalanan dinas<br />

<strong>dan</strong> konsinyering.<br />

Pewawancara: Tim <strong>Bisnis</strong> <strong>Indonesia</strong><br />

<strong>Bisnis</strong>/Dwi Prasetya<br />

Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 13


Pengawasan Jasa Keuangan<br />

‘Prudent Bukan Berarti<br />

Tidak Boleh Tumbuh’<br />

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mempunyai tugas<br />

melakukan pengaturan <strong>dan</strong> pengawasan terhadap<br />

kegiatan jasa keuangan. Setelah mengambil alih<br />

peran Bapepam-LK dalam pengaturan <strong>dan</strong> pengawasan<br />

sektor pasar modal sejak 2013, OJK akan mulai<br />

masuk sektor perbankan pada awal <strong>2014</strong>. Untuk tahu<br />

lebih jauh mengenai rencana-rencana lembaga ini,<br />

<strong>Bisnis</strong> mewawancarai Muliaman D. Hadad, Ketua<br />

Dewan Komisioner OJK. Berikut ini petikannya:<br />

Bagaimana potret industri keuangan<br />

<strong>2014</strong><br />

Saya melihat tahun <strong>2014</strong> belum terlalu banyak<br />

perubahan dalam artian lingkungan ekonomi<br />

kita. Apa yang terjadi di Amerika <strong>dan</strong> Eropa<br />

tidak akan banyak berubah. Pertanyaan mengenai<br />

kapan tapering akan dimulai, mungkin akan<br />

jadi pertanyaan. Kalau misalnya tapering dimulai<br />

pada <strong>2014</strong> kan ada dampaknya. Walaupun saya<br />

menduga dampak itu sudah di-price in hari ini.<br />

Bagi industri keuangan, kita harus menyiapkan<br />

diri. Sooner or later isu tapering <strong>dan</strong> <strong>dan</strong> isu<br />

lain yang terkait dengan dampak global akan<br />

terjadi. Sebab tapering <strong>dan</strong> quantitative easing<br />

yang ditempuh bank sentral Amerika ini kan<br />

sesuatu yang tidak konvensional, sehingga ada<br />

ujungnya. Sudah sangat banyak Bank Sentral AS<br />

belanja surat berharga. Kalau dilihat neracanya,<br />

dari sisi asetnya banyak sekali surat berharga.<br />

Cepat atau lambat tidak akan sustain. Oleh karena<br />

itu <strong>2014</strong> situasinya masih akan seperti itu,<br />

artinya tekanan ekonomi masih tetap berlangsung.<br />

Di dalam, upaya perbaikan struktrual ekonomi<br />

kita masih memerlukan waktu. Rasanya<br />

tahun <strong>2014</strong> situasinya tidak akan terlalu banyak<br />

berubah.<br />

Apa dampak itu semua bagi industri keuangan<br />

kita Yang saya lihat ada dua hal penting.<br />

Pertama, tetap terus melanjutan manajemen<br />

yang sudah dilakukan oleh industri keuangan<br />

nasional yakni tetap fokus melihat ke dalam,<br />

memperhatikan kekuatan finansial<br />

masing-masing. Intinya kita ingin<br />

meyakinkan bahwa industri<br />

keuangan <strong>2014</strong> tetap dikelola<br />

secara prudent.<br />

Satu hal yang akan terus<br />

terjadi. Prudent bukan<br />

berarti tidak boleh tumbuh<br />

<strong>dan</strong> tidak boleh<br />

kasih kredit, tapi<br />

harus memperhatikan<br />

koridor yang<br />

ada dengan ber-<br />

<strong>Bisnis</strong>/Dedi Gunawan<br />

14 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>


agai macam vulnerabilities yang datang dari internasional.<br />

Ini perlu dicermati oleh industri keuangan.<br />

Kedua, pekerjaan rumah lain yang juga penting, <strong>2014</strong><br />

kita juga ingin membangun pasar modal yang lebih<br />

dalam, sekarang ini masih rentan terhadap keluar<br />

masuknya pemodal asing. Ini pendalaman pasar modal<br />

ini jadi agenda penting, terutama penguatan domestik<br />

investor ritel. Pendalaman pasar modal akan terus berlanjut.<br />

Saya duga tidak akan mengurangi minat orang<br />

untuk memanfaatkan pasar modal sebagai sumber pembiayaan.<br />

Dari diskusi dengan beberapa kawan, mereka memperkirakan<br />

kalau tahun ini target 30 IPO, tahun depan<br />

juga bisa 30 IPO. Sebetulnya bisa lebih, tapi melihat si ­<br />

tuasi di dalam <strong>dan</strong> luar masih belum banyak perubahan,<br />

mungkin kita lihat gambaran yang sama pada tahun<br />

depan.<br />

Tahun 2013 bukan berarti tanpa prestasi. Industri<br />

keuangan khususnya perbankan mencatat pertumbuhan<br />

kredit cukup tinggi. Pertumbuhan industri keuangan<br />

nonbank [IKNB] juga cepat, terutama asuransi.<br />

Perusahaan pembiayaan ada hambatan tapi saya kira<br />

tidak berarti kemudian turun drastis, tetap masih ada<br />

kesempatan.<br />

Diminta kreativitas <strong>dan</strong> inovasi agar bisa muncul<br />

dengan produk keuangan. Sekarang kita mengamati<br />

secara dekat perusahaan pembiayaan. Mungkin kesulitan<br />

persaingan atau bagaimana, mereka se<strong>dan</strong>g bekerja<br />

keras untuk melihat opportunity dulu.<br />

Secara singkat, prospek industri keuangan <strong>2014</strong> tidak<br />

teralalu berbeda jauh dengan tahun ini.<br />

Apa dampak tahun politik<br />

Pemilu sebelumnya tidak banyak dampaknya pada<br />

industri keuangan. Dari pemiliu 2009-2004 tidak ada<br />

dampak terlalu signifikan. Justru berharap Pemilu<br />

diharapkan menghasilkan pemimpin yang kredibel,<br />

kemudian optimisme masyarakat bertambah, menimbulkan<br />

optimisme baru.<br />

Pilihan ini, siapa pun yang terpilih akan diharapkan<br />

memberikan optimisme baru. Karena memberikan ideide<br />

baru. Kalau ini terjadi akan berdampak pada pertumbuhan<br />

ekonomi.<br />

Bagaimana dengan pasar modal<br />

Bukan persoalan sederhana, saling kait mengait. Dua<br />

sisi, dari sisi emiten terdaftar sekitar 400, tapi yang aktif<br />

separuh lebih sedikit. Kenapa tidak kita tambah jumlahnya<br />

Ini tantangan yang tidak mudah, tapi riil ada<br />

kebutuhan untuk ini. Alasannya juga kuat.<br />

Pen<strong>dan</strong>aan pasar modal diharapkan menutupi kekurangan<br />

yang ada dari pembiayan oleh sektor perbankan.<br />

Mudah-mudahan ini jadi daya tarik tersendiri.<br />

Berdiskusi mengenai isu pajak di pasar modal. Satu<br />

persatu akan terus dorong. Keinginan untuk masuk ke<br />

pasar modal besar sekali. Beberapa pihak mendatangi<br />

saya untuk bertanya apakah saya bisa tidak saya<br />

masuk. Kalau tidak saya mau listing di Singapura saja.<br />

Artinya mereka ingin memanfaatkan.<br />

Bagaimana kita bisa mengakomodasi ini, keperluan<br />

pen<strong>dan</strong>aan ini. perusahaan pertambangan msalnya,<br />

pasar modal bisa menjadi opsi, apalagi tahun depan berlaku<br />

UU Minerba, sehingga keperluan untuk modal<br />

kerja <strong>dan</strong> lain sebagainya, investasi untuk memanfaatkan<br />

reserve tambang yang saudah dimiliki bisa sangat<br />

memungkinkan dengan melalui pembiayan dari pasar<br />

modal. Satu hal dari aspek jumlah.<br />

Saya sudah bertemu <strong>dan</strong> akan menandatangani MoU<br />

dengan Kadin. Sosialisasi dengan kadin urgensinya<br />

tinggi, bagaimana memperkenalkan ini kepada perusahaan<br />

berskala menengah yang saya kira jumlahnya<br />

banyak sekali.<br />

Potensinya besar, kita kerjakan saja terus. Tahun<br />

depan ini one-on-one dengan beberapa pihak ini akan<br />

dilakukan. Bank-bank besar yang punya nasabah besar,<br />

yang belum go public akan didorong untuk masuk.<br />

Kemarin waktu kita kasih Annual Report Award<br />

(ARA), banyak peserta yang nonlisted. Sudah berani<br />

masuk di ARA <strong>dan</strong> belum listed, kenapa tidak masuk.<br />

Banyak potensi, <strong>dan</strong> kita minta kepada bursa <strong>dan</strong><br />

teman-teman di lapangan atau kita masuk bersamasama,<br />

bagaimana memperkenalkan ini kepada industri<br />

atau kepada perusahaan yang siap didukung.<br />

Perkembangan produknya. Sekuritisasi masih terbatas.<br />

Se<strong>dan</strong>g dikaji aturannya, apakah ada aturan lain di luar<br />

KIK EBA <strong>dan</strong> yang lainnya. Juga misalnya Bagaimana<br />

pengembangan rate properti <strong>dan</strong> lainnya. Pengembangan<br />

produk juga perlu. Se<strong>dan</strong>g dibantu oleh bank dunia<br />

untuk mengembangkan pasar utang, terutama corporate<br />

bond yang masih sangat tipis, di bawah potensi yang<br />

ada se<strong>dan</strong>g dibahas teknisnya. Nanti kita punya konsep<br />

yang lebih detail bangaimana mengembangkan pasar<br />

utang ini, terutama utang yang diterbitkan perusahaan<br />

swasta. Ini jadi bagian yang akan menambah ke ­<br />

dalaman.<br />

Di sisi lain investor asing masuk sehingga harus dibangun<br />

kepercayaan, terhadap pengelolaan pasar modalnya.<br />

Law enforcement memadai. Kami se<strong>dan</strong>g membereskan<br />

perusahaan yang tidak aktif dicabut usahanya,<br />

asuransi yang sakit dicabut satu-satu. Hanya untuk<br />

memberikan message bahwa kita beda lho, ingin membangun<br />

kredibilitas industri. Tentu saja diperlukan<br />

waktu untuk bisa didorong.<br />

Demikian pula investor domestik, sedikit sekali<br />

400.000. Kecil sekali, potensinya luar biasa, tinggal<br />

bagaimana kita bisa mengemas ini. Pekerjaan yang<br />

mudah jika punya resources <strong>dan</strong> antusiasme untuk melakukan<br />

itu. Peran media sangat penting. Bisa membantu<br />

lebih cepat sosialisasi pasar modal.<br />

Kehadiran OJK di daerah, di setiap provinsi, akan jadi<br />

basis pusat informasi pelayanan masyarakat kita kepada<br />

semua potensi yang bisa diambil dari daerah. Bekerja<br />

sama dengan gubernur, manfaat apa yang bisa diambil<br />

dari daerah, memperkenalkan potensi yang berkembang<br />

kepada masyarakat, perguruan tinggi. Di beberapa kota<br />

besar ada punya gerai infornasi yang lebih besar.<br />

Apa yang akan dilakukan dengan pengawasan<br />

pasar modal<br />

Pengawasan aspek yang sangat penting. Saya se<strong>dan</strong>g<br />

review semua, asses semua kapasitas pengawasan di<br />

pasar modal, <strong>dan</strong> juga di-asses aturan lama yang dikeluarkan<br />

oleh Bapepam-LK, sehingga dengan demikian kita<br />

Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 15


Pengawasan Jasa Keuangan<br />

berharap akan ada dalam waktu dekat. Membikin peraturan<br />

itu perlu public consultation.<br />

Memerlukan waktu karena harus ada menerima pendapat<br />

pasar, publik, aturan untuk mebuat aturan, salah<br />

satunya disyaratkan harus berkonsultasi dengan pasar.<br />

Ada banyak sekali aturan, lebih dari 200 aturan di<br />

pasar modal <strong>dan</strong> asuransi digabung menjadi satu. Perlu<br />

di-review karena dinilai tidak terlalu relevan. Sekali lagi<br />

ini memerlukan waktu, dilihat juga kapasitas untuk<br />

melakukan pengawasan juga diperhatikan.<br />

Ada dua isu, soal kompetensi kualitas orang-orangnya<br />

<strong>dan</strong> soal jumlah. Sekarang ada 800 orang lebih, ditambah<br />

BI 1.200 orang. Ditambah lagi menerima 500 orang<br />

baru. Ini semua ini memerlukan persiapan. Semua ini<br />

dilakukan untuk pengawasan. Kita perlu memiliki<br />

metodologi yang baik, rasanya pengalaman dari tempat<br />

lain sudah ada, tidak perlu ngarang-ngarang sendiri.<br />

SEC sudah banyak memberikan contoh, kita tinggal<br />

melihat template-nya saja.<br />

Apakah ada pengawasan khusus untuk konglomerasi<br />

di pasar modal<br />

Ada, karena ini memang amanat dari UU OJK, harus<br />

mampu melakukan pengawasan yang terintegrasi karena<br />

ada kenyataan bahwa konglomerasi keuangan<br />

berkembang pesat di <strong>Indonesia</strong>.<br />

Sebenarnya kalau dilihat bank, asuransi, pembiayaan,<br />

manajer investasi, itu banyak dimiliki oleh orang yang<br />

sama. Kita ingin melihat ini di dalam konteks yang lebih<br />

luas (group supervision), kita ingin melakukan pengawasan<br />

yang lebih terintegrasi.<br />

Karena itu perlu a<strong>dan</strong>ya penguatan oleh perusahaan<br />

induk yang bisa berupa bank atau perusahaan asuransi<br />

atau yang lain. Perusahaan induk perlu diperkuat perannya.<br />

Kebetulan di <strong>Indonesia</strong> mostly perusahaan induk<br />

berbentuk bank.<br />

Hampir semua bank memiliki anak usaha perusahaan<br />

asuransi, atau perusahaan finansial, perusahaan sekuritas.<br />

Bank nomor 1-22 itu punya semua. Kalau digabung<br />

asetnya digabung antara induk <strong>dan</strong> anak semua sudah<br />

mencapai 70% dari seluruh aset industri keuangan.<br />

Kalau sudah fokus ke mereka ini, sebetulnya stabilitas<br />

industri keuangan sudah dapat terjaga diyakni, tinggal<br />

bagaimana kita mengawasi mereka ini.<br />

Saya ingin melihat kalau induk perusahaannya berupa<br />

bank. Bank diminta konsolidasi. Dari segi permodalan<br />

harus juga memperatikan risiko yang ada di anak perusahaannya.<br />

Di Inggris, misalnya, baru kejadian, diberikan<br />

denda besar betul. Perilaku yang salah dari anak<br />

perusahaan, seperti menarik ke bawah induknya.<br />

Kita akan mengeluakran guidelines bagaimana perusahaan<br />

induk harus mengawasi anak-anaknya sebagai<br />

bagian yang terintegrasi dari itu semua<br />

Ada tiga hal yang bisa diintegrasikan. Pertama, manajemen<br />

risiko di induk <strong>dan</strong> anak perusahaan menggunakan<br />

aturan yang sama. Kedua, audit dilakukan secara<br />

teritegrasi, kalau diaudit induknya, juga diaudit anakanaknya.<br />

Ketiga, ingin melihat kebijakan yang terintegrasi<br />

dalam SDM-nya, jangan sampai orang KW II disuruh<br />

pimpin anak perusahaan, juga aset rusak juga<br />

jangan ditaruh di anak perusahaan.<br />

Tidak jamannya sepertii ini. Akan ada metodologi<br />

mengawasi terutama induk perusahaan yang memiliki<br />

anak perusahaan. Dilihat dalam satu potret yang sama,<br />

ini akan dibedah di mata yang sama <strong>dan</strong> dilihat kaitan<br />

satu sama lain yang semakin lama semakin kompleks.<br />

Semuanya, meliputi bukan hanya pasar modal tapi juga<br />

bank <strong>dan</strong> bukan bank.<br />

Berapa besar pungutan OJK<br />

Pungutan itu bagi saya sebetulnya saya sudah belajar<br />

dari lebih dari 80 OJK lain di dunia. Kita lihat semuanya<br />

beda-beda aturannya ada yang sangat detail, kompleks.<br />

Itu bisa dijadikan acuan. Tapi esensinya yang dilihat<br />

adalah bagaimana pungutan itu kembali ke industri<br />

dalam bentuk program kerja yang diyakni akan memberikan<br />

perbaikan pada industri. Ada recycle process.<br />

Ditarik ke OJK akan ditarik lagi dalam bentuk program<br />

kerja OJK, yang akan diteliti oleh DPR, karena anggaran<br />

kita diaprrove oleh DPR, karena itu kami mencoba<br />

membagun komunikasi dengan industri agar melihat<br />

prioritas yang ada. Agar prioritas dia jadi prioritas kita<br />

juga. Akan dijadikan program kerja.<br />

Mestinya tidak jadi hambatan, asalkan prosesnya<br />

transparan, program kerjanya diusahakan baik.<br />

Kalau misalnya jangat terlalu besar dong, memberatkan,<br />

saya pikir memberatkan atau tidak itu relatif. Apa<br />

yang di-propose di RPP itu 0,03%. Jauh di bawah premi<br />

yang dibayar ke LPS sebesar 0,25%. Memang perlu<br />

kebiasaan. Perbandingan dengan aset Ada yang aset,<br />

ada yang lain, tergantung bisnis nya berbasis apa.<br />

Mungkin detailnya tunggu PP ditandatangani.<br />

Apakah tetap menggunakan istilahnya pu ­<br />

ngutan<br />

Istilahnya pungutan, kayak pungli gitu ya<br />

Konotasinya jadi negatif ya Kita perlu lakukan edukasi,<br />

menyadari bahwa prinsipnya surat dari asosiasi yang<br />

diterima itu kalau pun diterapkan jangan membebani,<br />

<strong>dan</strong> bertahap, makanya ketergantungan kepada APBN<br />

tidak langsung nol, dibikin grafiknya seperti ini.<br />

Sebetulnya bisa saja langsung pungutan semua, tapi<br />

0,03% itu dianggap bagaimana, makanya dibuat bertahap<br />

sehingga mungkin tahun 2016 atau 2017 baru akan<br />

full ke pungutan. Semua sektor bertahap. Jadi sekarang<br />

sekian persen dari 0,03% sampai kemudian 100% dari<br />

0,03% itu.<br />

Sektor bank kan dari aset, perusahaan lain berdasarkan<br />

apa<br />

Bervariasi, nanti saja dulu detailnya. Tidak mau mendahului<br />

PP. Tapi intinya beda-beda. Tidak hafal kategorinya.<br />

Bank <strong>dan</strong> lain lain beda pendekatannya, karena<br />

karakteristiknya juga berbeda.<br />

Pungutan berdasarkan variabel tidak ada hanya<br />

tahunan <strong>dan</strong> ketika buka izin pertama kali. Mudahmudahan<br />

tidak terlalu memberatkan. Mudah-mudahan<br />

tidak terlalu memberatkan. Akan dibuat gradual itu <strong>dan</strong><br />

komunikasi dijaga.<br />

Apakah itu mencukupi<br />

Dilihat nantilah seiring tumbuh kembangnya. Tapi<br />

kan OJK tidak besar anggarannya, malah dimungkinkan<br />

16 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>


kalau kelebihan kan dikembalikan ke pemerintah.<br />

Dikasih ke pemerintah. Jadi OJK menetapkan anggaran<br />

iuran tahun ini untuk operasional tahun depan.<br />

Tahun depan berapa keperluan program tahunan OJK.<br />

Ternyata kalau lebih ya dikembalikan ke pemerintah<br />

seluruh sisanya. OJK hanya separuh anggaran BI, kalau<br />

BI Rp8 triliun, OJK hanya Rp2-3 triliun.<br />

Pungutan kalau dihitung sekitar Rp4-5 triliun,<br />

apa benar kalau 100%<br />

Pungutan bisa sebesar itu tapi kan anggaran OJK<br />

tidak sebanyak itu, hanya untuk membiayai OJK saja.<br />

Tergantung pula pertumbuhan industri keuangan itu.<br />

Kalau industri keuangan menurun ya bisa turun. Angka<br />

itu belum spesifik. Apakah mau slope nya landai atau<br />

tidak. Dilihat itu nantinya, karena OJK diberi kesempatan<br />

untuk membuat slope begini atau begini atau begini.<br />

Pembangunan OJK di daerah, apakah ada perubahan<br />

kelembagaan<br />

1 Januari <strong>2014</strong> seluruh OJK di daerah sudah jalan.<br />

Fungsi pengawasan di daerah yang selama ini dilakukan<br />

oleh BI akan dialihkan ke OJK. Tetapi apa yang dilakukan<br />

di OJK akan lebih besar karena ada pengawasan<br />

non bank seperti pegadaian, lembaga keuangan mikro,<br />

yang tidak dipegang oleh BI.<br />

Pengawasan itu dilengkapi dengan tugas lain termasuk<br />

tugas untuk edukasi konsumen, karena investasi<br />

bodong justru marak di daerah, ada di Larantuka,<br />

Sulawesi Selatan, Bali, banyak orang tertipu. Penguatan<br />

di OJK sangat penting, karena akan jadi pusat.<br />

Serempak di semua provinsi. Kalau dilakukan transisi<br />

ya sekarang sudah berlangsung sekarang, jadi nanti<br />

<strong>2014</strong> sudah bagus sudah jalan.<br />

Aturan soal permodalan apakah masih akan sama<br />

<strong>Indonesia</strong> ini negara yang paling terbuka, tidak ada<br />

aturan investor masuk. Asal sesuai aturan, segini<br />

batasannya. Bukannya tidak boleh, tapi investor masuk<br />

dengan angka yang sudah ada.<br />

Yang ini saja sudah sangat terbuka dibandingkan<br />

dengan apa yang terjadi di Singapura, Malaysia <strong>dan</strong> lainnya.<br />

Ini perlu dipahami, bukan berarti tidak boleh<br />

masuk tapi ini lho aturan mainnya kayak gini.<br />

Bagaimana dengan asas resiprokal<br />

Ya, betul. Soal resiprocality ini saya tekankan<br />

Gubernur Bank Negara Malaysia <strong>dan</strong> Singapura, harus<br />

fair, harus menguntungkan kedua belah pihak.<br />

Keterbukaan bukan tujuan, tapi hanya sarana saja untuk<br />

menumbukan kesejahteraan <strong>dan</strong> mendorong pertumbuhan<br />

ekonomi. Kalau tidak win-win, tidak akan tercapai<br />

cita-cita. Maka mari kita bicara bilateral. Kita enggak<br />

nahan, kita ajak bicara.<br />

Harapan tahun depan, apakah menyiapkan<br />

instrumen khusus untuk menghindari krisis serta<br />

intervensi politis<br />

Ada 2 hal, mengenai bagaimana OJK meng-handle<br />

krisis, kita punya protokol manajemen krisis.<br />

Diwajibkan, kita menyepakati dalam FKSSK [Forum<br />

Koordinasi Stabilisasi Sistem Keuangan] yang dipimpin<br />

Menteri Keuangan, masing-masing kita harus memiliki<br />

manajemen krisis sendiri.<br />

Artinya begini, kalau krisis kan bisa datang kapan<br />

saja, bisa besar kecil <strong>dan</strong> lain sebagainya. Yang penting<br />

seberapa resilience industri keuangan kita terhadap krisis<br />

yang berasal dari dalam maupun dari luar. Menurut saya<br />

fokus kita pada resiliensi industri kita. Modal harus<br />

perkuat terus, jangan berharap ada aturan modal turun,<br />

karena penguatan modal agar lebih resilience. Akses<br />

kepada likuiditas harus diyakini terjaga agar kalau terjadi<br />

syok tidak ada hambatan terhadap likuiditas.<br />

Basic fondasi dasar dalam pengawasan ini, sehingga<br />

kalau krisis terjadi, kita ketahui, bahkan kita sudah tahu<br />

apa sih..worst case, sehingga kita melakukan persiapan,<br />

juga dilakukan uji ketahaan kepada lembaga keuangan.<br />

Seberapa tahan mereka, kita sudah punya datanya, berdasarkan<br />

profil masing-masing. Seberapa besar eksposure<br />

terhadap luar negeri, seberapa besar obligasi yang<br />

dimiliki. Kalau ada bank yang masuk radar nanti kita<br />

bicara bilateral dengan pemiliknya.<br />

Secara internal OJK sendiri bagaimana sebagai<br />

lembaga baru<br />

Tantangan ke dalam itu membangun budaya baru<br />

bahwa OJK bukan BI, bukan Departemen Keuangan,<br />

perlu bangun nilai baru <strong>dan</strong> budaya baru yang sesuai<br />

dengan ekspektasi masyarakat. OJK way, bagaimana<br />

cara OJK merespons ekspekstasi <strong>dan</strong> membentuk cohesiveness<br />

di kalangan OJK, paling tidak dari segi budaya<br />

kerja. Sekarang sibuk sekali kegiatan melakukan pelatihan,<br />

perubahan <strong>dan</strong> lain sebagainya. Banyak dibantu<br />

pihak ketiga, untuk change management, gathering, dsb.<br />

Bangun dulu kesamaan visi.<br />

<strong>Bisnis</strong>/Rahmatullah<br />

Pewawancara: Tim <strong>Bisnis</strong> <strong>Indonesia</strong><br />

Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 17


Prospek Ekonomi<br />

Dalam beberapa tahun terakhir<br />

analisis saya umumnya mengacu<br />

kepada dampak krisis fiskal di<br />

Amerika Serikat (AS) <strong>dan</strong> Eropa<br />

pada <strong>Indonesia</strong>. Bagaimana<br />

<strong>Indonesia</strong> menghadapi keadaan<br />

global yang sarat krisis Untuk<br />

tahun <strong>2014</strong>, keadaan berubah.<br />

<strong>Indonesia</strong> menghadapi keadaan<br />

ekonomi global yang membaik<br />

namun tidak serta merta<br />

menguntungkan <strong>Indonesia</strong>, yang<br />

membuat interpretasinya, menjadi<br />

lebih kompleks.<br />

QUANTITATIVE EASING<br />

Meskipun ekonomi global mengalami<br />

perlambatan di periode 2010-2012, <strong>Indonesia</strong> saat<br />

itu diuntungkan oleh kenaikan harga komoditas,<br />

yang mancakup 60% dari ekspor <strong>Indonesia</strong>.<br />

Dengan kenaikan harga energi, termasuk batu<br />

bara <strong>dan</strong> kelapa sawit, neraca perdagangan <strong>dan</strong><br />

neraca transaksi berjalan, neraca dagang ditambah<br />

neraca jasa, <strong>Indonesia</strong> mengalami surplus, yang<br />

membantu penguatan kurs rupiah di tahun 2010-<br />

2011. Namun reversal of fortune bagi <strong>Indonesia</strong><br />

terjadi di tahun 2012, saat harga energi turun tajam,<br />

bukan saja karena pertumbuhan China <strong>dan</strong> India<br />

melambat tapi lebih karena revolusi shale gas di<br />

AS, yang diperkirakan akan membuat AS menjadi<br />

negara produsen energi terbesar di tahun 2015,<br />

mengalahkan Arab Saudi <strong>dan</strong> Rusia. Akibatnya<br />

ekspor <strong>Indonesia</strong> turun tajam <strong>dan</strong> neraca transaksi<br />

berjalan tenggelam dari surplus US$1,7 miliar di<br />

tahun 2011 ke defisit US$24,4 miliar di tahun 2012<br />

<strong>dan</strong> diperkirakan US$32,2 miliar di tahun 2013.<br />

Awalnya, defisit ini tidak terlalu<br />

mengkhawatirkan jika bisa dibiayai dengan arus<br />

modal asing melalui surplus neraca modal <strong>dan</strong><br />

finansial (NMF), baik secara langsung (foreign<br />

direct investment – FDI) atau investasi finansial di<br />

18 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong><br />

Menghitung Peluang<br />

<strong>Indonesia</strong> di <strong>2014</strong><br />

Jika di akhir tahun saya ditanya<br />

tentang arah ekonomi <strong>Indonesia</strong> di<br />

tahun mendatang, jawaban saya<br />

biasanya mengacu kepada prospek<br />

ekonomi <strong>dan</strong> pasar finansial global.<br />

pasar saham <strong>dan</strong> surat utang. Di tahun 2012 arus<br />

investasi finansial asing deras masuk ke <strong>Indonesia</strong><br />

karena lemahnya ekonomi AS <strong>dan</strong> Eropa, yang<br />

memaksa bank sentral di kedua benua tersebut<br />

mempertahankan rezim suku bunga rendah.<br />

Lemahnya ekonomi AS juga mendorong bank<br />

sentral AS (Federal Reserve) untuk juga melakukan<br />

kebijakan moneter ekstra longgar melalui program<br />

quantitative easing (QE), dengan membeli surat<br />

utang negara AS <strong>dan</strong> obligasi korporasi sebesar US$<br />

85 miliar sebulan untuk memastikan imbal hasil<br />

surat utang negara (SUN) <strong>dan</strong> obligasi korporasi AS<br />

tetap rendah—<strong>dan</strong> memastikan pinjaman jangka<br />

panjang bagi sektor riil di AS tetap murah. Federal<br />

Reserve membiayai pembelian tersebut dengan<br />

mencetak uang, sehingga neraca, balance sheet,<br />

mereka dari US$2 triliun di bulan Juli 2009 ke<br />

US$3,9 triliun di bulan November<br />

2013. Kebijakan ini sifatnya darurat<br />

<strong>dan</strong> tidak bisa dilakukan dalam<br />

Fauzi Ichsan<br />

Managing Director<br />

Standard<br />

Chartered Bank<br />

keadaan normal. Maka dengan<br />

membaiknya pertumbuhan ekonomi<br />

AS mana kala pertumbuhan ekonomi<br />

diperkirakan akan naik dari 1,6%<br />

di tahun 2013 ke 2,5% di tahun<br />

<strong>2014</strong>, di bulan Mei 2013 Federal<br />

Reserve memberi sinyal bahwa skala<br />

kebijakan quantitative easing akan secara perlahan<br />

diperkecil (tapering) <strong>dan</strong> nantinya diakhiri pada<br />

<strong>2014</strong>. Sinyal inilah yang membuat investor panik,<br />

karena artinya suku bunga AS akan naik <strong>dan</strong><br />

memicu pelarian modal dari negara berkembang,<br />

seperti <strong>Indonesia</strong>, kembali ke AS <strong>dan</strong> Eropa.<br />

<strong>Indonesia</strong> menerima pukulan telak dua kali.<br />

Pertama, pesta ekspor komoditas usai sudah,<br />

yang mengakibatkan defisit neraca transaksi<br />

berjalan. Kedua, pesta aliran deras <strong>dan</strong>a murah<br />

asing juga berakhir, yang mempersulit pembiayaan<br />

defisit neraca transaksi berjalan. Karena defisit<br />

neraca transaksi berjalan terus membengkak<br />

<strong>dan</strong> pembiayaannya oleh investor asing semakin<br />

sulit, maka kurs rupiah terpuruk dari 9.070 per<br />

dolar AS di akhir 2011 ke 9.800 di akhir 2012 <strong>dan</strong><br />

lebih dari 11.600 pada di bulan November 2013.<br />

Tanpa prospek penurunan defisit neraca transaksi<br />

berjalan, tekanan terhadap rupiah akan semakin<br />

besar. Karena harga komoditas diperkirakan sulit<br />

naik tajam, apa lagi ke level seperti tahun 2011,<br />

maka sulit mengharapkan ekspor <strong>Indonesia</strong> akan<br />

pulih. Adapun untuk menggenjot ekspor nonkomoditas<br />

infrastruktur yang ada belum memadai<br />

untuk membuat sektor manufaktur kompetitif di


pasar internasional. Konsekuensinya, defisit neraca<br />

transaksi berjalan <strong>Indonesia</strong> sifatnya bukan lagi cyclical<br />

tapi structural. Menghadapi kenyataan ini, pilihan<br />

<strong>Indonesia</strong> tidak banyak selain mengerem, atau bahkan<br />

memangkas impor, yang hanya bisa dilakukan dengan<br />

mengerem pertumbuhan ekonomi. Pelambatan ekonomi<br />

bisa dilakukan melalui dua cara: kontraksi kebijakan<br />

fiskal—misalnya dengan kenaikan harga BBM lagi—<br />

<strong>dan</strong> kontraksi moneter atau dengan kenaikkan suku<br />

bunga, giro wajib minimum (GWM) perbankan <strong>dan</strong><br />

kebijakan prudensial perbankan lainnya, seperti loanto-value<br />

(LTV) maksimum dalam pemberian kredit.<br />

Karena kontraksi fiskal sulit dilaksanakan pada tahun<br />

pemilu <strong>2014</strong>, maka beban memperlambat pertumbuhan<br />

ekonomi, bergeser ke BI. Sejak bulan Juni sampai<br />

November, 2013, BI menaikan suku bunga BI Rate<br />

sebesar 175 basis points (bps) ke 7,5% serta menaikan<br />

GWM perbankan sebesar 1,5% ke 12% dari <strong>dan</strong>a pihak<br />

ketiga perbankan.<br />

PROSPEK <strong>2014</strong><br />

Karena anjloknya ekspor, pelemahan rupiah, kenaikan<br />

inflasi <strong>dan</strong> suku bunga, maka pertumbuhan ekonomi<br />

<strong>Indonesia</strong> diperkirakan akan turun dari 6,2% di<br />

tahun 2012 ke 5,6% di tahun 2013. Pertumbuhan ekonomi<br />

akan naik sedikit ke 5,8% di tahun <strong>2014</strong> dengan<br />

a<strong>dan</strong>ya stimulus pemilu yang merangsang konsumsi<br />

masyarakat. Inflasi diperkirakan akan turun kembali<br />

dari 8,5% di tahun 2013 ke 5—5,5% di tahun <strong>2014</strong>,<br />

karena pemerintah SBY diperkirakan tidak akan<br />

menaikkan harga BBM lagi. Kenaikan harga BBM terpaksa<br />

akan dilakukan oleh pemerintah yang baru,<br />

paling cepat pada tahun 2015.<br />

Mengantisipasi risiko tapering kebijakan QE di AS<br />

di semester 1, <strong>2014</strong>, BI diperkirakan akan menaikan BI<br />

Rate lagi sebesar 50bps ke 8%. Untungnya kebijakan<br />

tapering tidak serta merta akan diikuti dengan kenaikan<br />

suku bunga jangkla pendek US$, yang diperkirakan<br />

hanya akan naik di tahun 2016. Karena itu dampak<br />

negatif dari tapering bagi<br />

arus modal finansial<br />

ke negara berkembang<br />

diperkirakan temporer.<br />

Namun jika kenaikan<br />

BI Rate tidak cukup<br />

membantu menciutkan<br />

defisit neraca transaksi<br />

berjalan <strong>Indonesia</strong>, maka<br />

BI bisa menaikan GWM<br />

perbankan lagi.<br />

Selama defisit neraca<br />

transaksi berjalan masih<br />

besar <strong>dan</strong> selama a<strong>dan</strong>ya<br />

kampanye pemilu,<br />

kurs rupiah terhadap<br />

dolar AS diperkirakan<br />

akan sulit tembus<br />

Reuters<br />

dibawah 11.000 bahkan<br />

cenderung berfluktuasi<br />

antara 11.700 <strong>dan</strong> 12.300 di semester 1, <strong>2014</strong>. Baru<br />

setelah pemerintah baru terbentuk pada triwulan IV<br />

<strong>2014</strong>, rupiah bisa menguat kembali ke arah 11.300 per<br />

dolar AS, penguatan yang juga diperkirakan terbantu<br />

dengan mulai membaiknya neraca transaksi berjalan<br />

<strong>Indonesia</strong>—defisitnya neraca transaksi berjalan<br />

diperkirakan akan mengecil sedikit dari US$32,3 milar<br />

di tahun 2013 ke US$28,9 miliar pada <strong>2014</strong>—karena<br />

kenaikan ekspor yang diperkirakan akan terbantu<br />

oleh pulihnya ekonomi dunia. Penguatan rupiah <strong>dan</strong><br />

bursa saham juga akan terbantu jika presiden baru<br />

<strong>dan</strong> pemerintahnya dianggap oleh investor sebagai<br />

investor-friendly <strong>dan</strong> tidak akan mengeluarkan kebijakan<br />

ekonomi berdasarkan nasionalisme sempit.<br />

Risiko terbesar adalah asumsi investor bahwa<br />

pemerintah SBY pada tahun terakhirnya adalah<br />

pemerintahan yang ‘lame duck’ yang tidak bisa<br />

melakukan reformasi ekonomi, terutama karena<br />

sifatnya yang ‘mengetatkan ikat pinggang’ atau semakin<br />

membuka ekonomi domestik ke investor asing. Kalau<br />

pun pemerintah bisa menerapkan kebijakan yang<br />

struktural, belum tentu pemerintah baru yang terbentuk<br />

pada bulan Oktober, <strong>2014</strong>, nanti akan meneruskannya.<br />

Sementara itu, rencana beberapa menteri ekonomi<br />

untuk berkampanye politik sebagai calon presiden akan<br />

menganggu fokus pemerintah dalam menyelesaikan<br />

masalah ekonomi. Pada semester I <strong>2014</strong>, ketidak-pastian<br />

politik dalam negeri <strong>dan</strong> rencana tapering kebijakan<br />

quantitative easing di AS dapat memicu volatilitas rupiah<br />

<strong>dan</strong> pasar saham <strong>Indonesia</strong>. Namun, siapa pun presiden<br />

<strong>Indonesia</strong> yang baru, dia tetap akan menghadapi<br />

masalah defisit neraca transaksi berjalan yang besar—<br />

walau mulai menciut pelan—yang harus dibiayai<br />

oleh investor asing. Artinya, lepas dari segala retorika<br />

nasionalis selama pemilu, cepat atau lambat, presiden<br />

yang baru tetap harus mengeluarkan kebijakan ekonomi<br />

yang investor-friendly untuk menarik modal asing. In<br />

the end, despite the challenges, I am still optimistic with<br />

<strong>Indonesia</strong>’s future!<br />

Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 19


Ekonomi Makro<br />

Mari Kencangkan Ikat Pinggang<br />

<strong>Bisnis</strong>/Dedi Gunawan<br />

Bergulirnya kebijakan pengetatan<br />

moneter <strong>dan</strong> fiskal akan memaksa<br />

banyak pihak mengencangkan ikat<br />

pinggang. Padahal, tantangan baru<br />

sudah mengha<strong>dan</strong>g.<br />

Ringkang Gumiwang & Sri Mas Sari<br />

redaksi@bisnis.co.id<br />

Rasanya bukan tanpa alasan Wakil<br />

Presiden Bank Dunia untuk kawasan<br />

Asia Timur <strong>dan</strong> Pasifik Axel van<br />

Trotsenburg menyentil <strong>Indonesia</strong> yang<br />

terlalu bergantung pada isu pengurangan<br />

stimulus Federal Reserve<br />

(tapering) untuk melihat prospek pertumbuhan<br />

Tanah Air.<br />

Dia menyarakan agar isu itu tak menjadi satu-satunya<br />

kambing hitam melambanya perekonomian<br />

<strong>Indonesia</strong>, termasuk alasan untuk memperbaiki<br />

transaksi berjalan. Singkatnya, Trotsenburg meminta<br />

agar Pemerintah RI tidak terlalu lebay terhadap<br />

isu tapering itu.<br />

Tentu saja, <strong>Indonesia</strong> tidak salah, <strong>dan</strong> tidak sendiri.<br />

Ada puluhan negara berkembang lainnya yang<br />

menyimpan kekhawatiran sama terhadap isu tapering<br />

the Fed, yang pada saat bersamaan diikuti oleh<br />

melambatnya pertumbuhan macan-macan negara<br />

berkembang seperti China, India, <strong>dan</strong> Brasil.<br />

Risiko guncangan di pasar keuangan negara<br />

berkembang menganga di depan mata karena hampir<br />

pasti modal yang mampir sejak kebijakan quantitative<br />

easing (QE) I digulirkan pada Maret 2009<br />

<strong>dan</strong> berlanjut hingga QE II <strong>dan</strong> QE III akan berduyun-duyun<br />

pulang kembali ke negara asalnya.<br />

Kenapa sekadar singgah, kenapa tidak tetap tinggal<br />

Jawabnya adalah karena kepercayaan investor<br />

terhadap <strong>Indonesia</strong> yang minim. Dari sudut pan<strong>dan</strong>g<br />

ini, defisit transaksi berjalan adalah cacat<br />

bawaan yang membuat situasi ekonomi Tanah Air<br />

berisiko, hingga investor perlu menghindarinya.<br />

Memang, penyakit laten itu sebetulnya sempat<br />

tertutupi karena aliran likuiditas dari negara maju,<br />

sebagai konsekuensi dari penerapan kebijakan<br />

moneter tak lazim (unconventional monetary policy),<br />

telah membuat stabilitas untuk sementara<br />

waktu terjaga.<br />

Rupiah sempat menguat di kisaran Rp8.000 per<br />

dolar Amerika Serikat, indeks harga saham gabungan<br />

(IHSG) juga melesat melewati level 4.500, bahkan<br />

Mei lalu sempat menembus 5.200 per Mei, <strong>dan</strong><br />

imbal hasil surat utang negara (SUN) bertenor 10<br />

tahun mengempis menjadi 6%.<br />

Namun, ketika Gubernur The Fed Ben S.<br />

Bernanke pada Juni mengumumkan rencana percepatan<br />

penghentian stimulus Juni lalu, sontak<br />

luka itu kembali terkuak. Fakta berupa defisit transaksi<br />

berjalan yang berlangsung dalam 7 kuartal terakhir<br />

pun kembali muncul ke permukaan. Luka<br />

tetap saja luka.<br />

Seolah menyadari kelemahan ini, pemerintah lantas<br />

merespons dengan memberikan sinyal ke pasar<br />

berupa komitmen melanjutkan reformasi struktural<br />

20 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>


dengan membenahi masalah internal yang selama ini<br />

memicu defisit transaksi berjalan.<br />

Kemudian, muncullah paket kebijakan ekonomi jilid I<br />

dengan penekanan pertama pada isu perbaikan transaksi<br />

berjalan <strong>dan</strong> nilai tukar rupiah. Industri padat karya berorientasi<br />

ekspor diberi insentif pajak, impor migas diturunkan<br />

dengan penerapan mandatori pemanfaatan biodiesel<br />

10% ke dalam solar.<br />

Pada saat yang sama, pajak penjualan barang mewah<br />

(PPnBM) pun dinaikkan <strong>dan</strong> aturan ekspor mineral<br />

mentah diperlonggar. Dari jurusan lain, ekspansi kredit<br />

pun direm dengan dinaikkannya suku bunga acuan<br />

Bank <strong>Indonesia</strong> (BI Rate) 175 basis poin menjadi 7,5%<br />

hanya dalam tempo 6 bulan.<br />

Kenaikan suku bunga kredit perbankan berarti mengerem<br />

investasi yang pada gilirannya menurunkan impor<br />

barang modal <strong>dan</strong> bahan baku yang selama ini jadi tumpuan<br />

industri dalam negeri. Investasi tertahan, berarti<br />

pertumbuhan ekonomi melambat.<br />

Suka tidak suka, inilah skenario pemerintah <strong>dan</strong> bank<br />

sentral. Pertumbuhan ekonomi dirancang di bawah 6%<br />

selama periode stabilisasi 2013-<strong>2014</strong>, di bawah laju 3<br />

tahun terakhir yang mampu di atas 6% di tengah perlambatan<br />

global.<br />

Kepercayaan diri pemerintah mungkin sedikit terangkat<br />

manakala paket kebijakan jilid I yang dirilis Agustus<br />

mulai menampakkan hasil, meskipun belum signifikan.<br />

Paling tidak, itu tercermin dari defisit transaksi berjalan<br />

yang menyempit menjadi US$8,4 miliar atau 3,8% terhadap<br />

produk domestik bruto (PDB).<br />

TANTANGAN BARU<br />

Akan tetapi, tantangan belumlah surut, baik eksternal<br />

maupun domestik. Bank <strong>Indonesia</strong> mendeteksi a<strong>dan</strong>ya<br />

pergeseran lanskap ekonomi global. Jika sebelumnya<br />

diprediksi ekonomi negara maju berjalan lambat,<br />

se<strong>dan</strong>gkan ekonomi emerging markets bergerak cepat,<br />

maka saat ini keadaan berbalik.<br />

Ekonomi AS diyakini akan mulai menguat dibarengi<br />

dengan perekonomian Eropa yang perlahan lepas dari<br />

krisis. Pada saat yang sama, ekonomi negara emerging<br />

markets justru berbalik melambat. Pergeseran ini otomatis<br />

akan membuat arus modal berbalik arah ke negara<br />

maju.<br />

Tantangan kedua, berakhirnya siklus panjang (supercycle)<br />

harga komoditas yang tinggi seiring perlambatan<br />

ekonomi global <strong>dan</strong> gejolak di pasar keuangan. Situasi<br />

ini tentu akan kian memukul telak ekspor <strong>Indonesia</strong><br />

yang sudah merosot dalam dua tahun terakhir.<br />

Akibatnya, ikhtiar mempersempit transaksi berjalan<br />

semakin berat karena di tengah tekanan impor yang<br />

masih tinggi, ekspor secara nominal tak mampu<br />

mengompensasi. Itu baru tekanan ekstenal yang akan<br />

semakin berat jika kelemahan struktural di dalam negeri<br />

tidak diberesi.<br />

Berbagai kebijakan yang ditelurkan pemerintah di<br />

bi<strong>dan</strong>g penghiliran, diversifikasi energi, mungkin bagus<br />

secara konsep. Namun, seperti pengalaman yang sudahsudah,<br />

konsep ini kerap lemah dalam implementasi.<br />

<strong>Bisnis</strong>/Dwi Prasetya<br />

Pemanfaatan biodiesel sebagai campuran solar misalnya,<br />

jelas perlu konsistensi. Jangan hanya karena harga<br />

biodiesel se<strong>dan</strong>g lebih murah dibandingkan harga solar,<br />

maka para pemangku kepentingan pun berbondongbondong<br />

bersedia menerapkan mandatori blending rate<br />

10%.<br />

Struktur industri manufaktur yang <strong>dan</strong>gkal masih<br />

perlu pembenahan. Struktur industri di Tanah Air yang<br />

bolong-bolong di sisi bahan baku antara (intermediate<br />

goods) membuat kapasitas nasional tak mampu mengejar<br />

kecepatan lonjakan permintaan.<br />

Situasi itu pula yang membuat pertumbuhan<br />

<strong>Indonesia</strong> melesat cepat, tetapi rapuh karena tak diimbangi<br />

dengan kapabilitas di sisi penawaran. Untuk<br />

mengimbanginya, <strong>Indonesia</strong> mengimpor bahan baku<br />

setengah jadi besar-besaran <strong>dan</strong> lagi-lagi membebani<br />

transaksi berjalan.<br />

Penghiliran menjadi kunci. Namun, itupun bukan persoalan<br />

sederhana. Di belakangnya, masih ada rentetan<br />

problem, termasuk persoalan infrastruktur energi <strong>dan</strong><br />

logistik yang belum memadai sehingga sulit mengalirkan<br />

bahan mentah dari pusat produksi ke pusat pengolahan.<br />

Selain itu, iklim usaha, termasuk kemudahan berusaha<br />

<strong>dan</strong> kepastian hukum masih menjadi barang langka.<br />

Jika reformasi struktural ini tidak konsisten dijalankan,<br />

jangan harap mimpi rasio transaksi berjalan terhadap<br />

PDB akan di bawah 2%, apalagi surplus, pada masa<br />

mendatang.<br />

Kalau demikian yang terjadi, pengetatan moneter <strong>dan</strong><br />

fiskal akan terus digulirkan. Konsekuensinya, jangan<br />

pula berharap kita akan kembali menikmati pertumbuhan<br />

di atas 6% pada masa depan. Maka, bersiaplah<br />

mengencangkan ikat pinggang.<br />

Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 21


APBN <strong>2014</strong><br />

Saatnya Tidak Terlalu Berharap<br />

Saat belanja modal <strong>dan</strong> infrastruktur<br />

diperlambat, belanja pegawai <strong>dan</strong><br />

remunerasi justru diangkat. Di<br />

tengah eskalasi suhu politik jelang<br />

Pemilu <strong>2014</strong>, apa yang bisa diharapkan<br />

dari APBN <strong>2014</strong><br />

Sri Mas Sari<br />

sri.massari@bisnis.co.id<br />

Tidak banyak interupsi dilontarkan anggota<br />

DPR sebelum Rancangan<br />

Anggaran Pendapatan <strong>dan</strong> Belanja<br />

Negara (APBN) <strong>2014</strong> akhirnya direstui<br />

dalam si<strong>dan</strong>g paripurna, akhir Oktober<br />

lalu. Sembilan fraksi kompak menyetujui<br />

rancangan itu tanpa gejolak berarti.<br />

Secara garis besar, parlemen menyetujui asumsi<br />

pertumbuhan ekonomi 6% sembari mewanti-wanti<br />

harus tetap berkualitas, inklusif, <strong>dan</strong> berkeadilan.<br />

Dewan menyoroti program pengentasan kemiskinan<br />

2009-2013 yang menghabiskan anggaran cukup<br />

besar, tetapi dengan hasil yang belum signifikan.<br />

Belum lepas dari ingatan tentang janji pemerintah<br />

saat hendak menaikkan harga BBM bersubsidi<br />

pada pertengahan 2013. Akan ada pengalihan ke<br />

belanja modal, termasuk infrastruktur <strong>dan</strong> transportasi<br />

publik, dari ruang fiskal yang tercipta akibat<br />

belanja subsidi energi ditekan.<br />

Hal tersebut ditegaskan kembali dalam Nota<br />

Keuangan RAPBN <strong>2014</strong> yang dibacakan Presiden<br />

Susilo Bambang Yudhoyono di depan si<strong>dan</strong>g paripurna<br />

DPR, paruh Agustus lalu. Dalam pidato itu,<br />

presiden menegaskan kehendak pemerintah untuk<br />

meningkatkan kualitas belanja negara.<br />

Kepala Negara berjanji mempertajam alokasi<br />

belanja untuk mendukung pembangunan infrastruktur,<br />

penciptaan kesempatan kerja <strong>dan</strong> pengentasan<br />

kemiskinan. Di sisi lain, pemerintah akan<br />

melakukan penghematan kegiatan kurang produktif,<br />

seperti biaya perjalanan dinas, rapat kerja <strong>dan</strong><br />

sejenisnya.<br />

Sayangnya, pemerintah gagal mengejawantahkan<br />

rencana itu dalam kebijakan belanja APBN <strong>2014</strong><br />

yang naik mendekati 7% menjadi Rp1.842,49 triliun.<br />

Memang, ada penurunan subsidi energi 5,9%<br />

menjadi Rp282,1 triliun, terutama akibat pencabutan<br />

subsidi listrik pada beberapa kelompok industri.<br />

Flat policy tersebut juga berhasil menurunkan<br />

belanja barang 2,23% menjadi Rp201,89 triliun.<br />

Namun, di sisi lain belanja modal belanja modal<br />

hanya naik 6,9% menjadi Rp205,84 triliun, termasuk<br />

belanja infrastruktur di dalamnya yang sekadar<br />

meningkat 2,4% menjadi Rp188,7 triliun.<br />

Padahal, berbagai referensi menunjukkan, belanja<br />

modal, termasuk belanja infrastruktur, merupakan<br />

jenis belanja pemerintah pusat yang paling<br />

memberikan efek berganda (multiplier effect) ke<br />

berbagai sektor ekonomi, seperti konstruksi, manufaktur<br />

<strong>dan</strong> perdagangan.<br />

EFEK KONTRAS<br />

Efek kontras kebijakan belanja itu terlihat karena<br />

pada saat yang sama, belanja pegawai, atau<br />

belanja gaji pegawani negeri sipil, melesat 13,3%<br />

menjadi Rp263,98 triliun. Pilihan ini kian melambungkan<br />

rasio belanja wajib (mandatory spending)<br />

terhadap total belanja pusat menjadi 74%.<br />

Belanja wajib yang semakin tinggi dengan sendirinya<br />

mempersempit ruang gerak pemerintah<br />

untuk melakukan intervensi fiskal dalam bentuk<br />

stimulus, baik untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,<br />

menciptakan lapangan kerja produktif maupun<br />

mengentaskan kemiskinan.<br />

Otoritas fiskal mungkin punya sederet alasan<br />

untuk mengerek belanja pegawai, mulai dari ke -<br />

naik an gaji <strong>dan</strong> pensiun masing-masing 6% <strong>dan</strong><br />

4%, pemberian gaji <strong>dan</strong> pensiun ke-13 hingga pe -<br />

nyediaan remunerasi, termasuk untuk 14 kementerian/lembaga<br />

yang baru memperolehnya tahun <strong>2014</strong>.<br />

Tahun ini saja, tambahan anggaran remunerasi<br />

untuk 210.912 pegawai di 27 K/L mencapai Rp3,5<br />

triliun. Tambahan itu membuat belanja remunerasi<br />

ini, sejak digulirkan 2008, telah menjangkau 63<br />

K/L yang dinilai telah berhasil melakukan reformasi<br />

birokrasi.<br />

Namun, keberhasilan itu agaknya cuma di atas<br />

kertas, kalau tidak disebut bertolak belakang<br />

dengan realitas. Laporan Doing Business <strong>2014</strong> yang<br />

baru dirilis Bank Dunia mengungkapkan sebagian<br />

besar parameter yang belum menunjukkan perbaikan<br />

signifikan menjadi tanggung jawab pemerintah.<br />

Faktor itu mencakup waktu <strong>dan</strong> biaya memulai<br />

usaha yang masih tinggi, waktu pendaftaran properti<br />

yang relatif lama, pembayaran pajak, penegakan<br />

kontrak <strong>dan</strong> penyelesaian kepailitan. Tak<br />

heran jika peringkat ease of doing business<br />

<strong>Indonesia</strong> melorot dari 116 pada 2013 menjadi 120<br />

pada <strong>2014</strong>.<br />

Memang, tidak semua pekerjaan pemerintah<br />

dalam mereformasi iklim investasi tidak membuahkan<br />

perbaikan. Beberapa faktor seperti yang kemudahan<br />

memperoleh kredit perbankan <strong>dan</strong> kemudah-<br />

22 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>


an mendapatkan layanan listrik diapresiasi oleh lembaga<br />

Bretton Woods itu.<br />

Akan tetapi, laporan Bank Dunia itu memotret betapa<br />

remunerasi yang deras dikucurkan selama 5 tahun terakhir<br />

tak berbanding lurus dengan peningkatan pelayanan<br />

publik. Pertanyaannya, bagaimana remunerasi<br />

yang akan diberikan <strong>2014</strong> <strong>dan</strong> tahun-tahun berikutnya<br />

itu bisa bermanfaat<br />

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam beberapa<br />

kesempatan melalui pembantu-pembantunya menyampaikan<br />

keinginannya untuk menciptakan fiskal yang<br />

sehat <strong>dan</strong> belanja yang berkualitas pada <strong>2014</strong>, tahun terakhir<br />

pemerintahannya.<br />

Belanja berkualitas di sini berarti belanja modal yang<br />

lebih besar dari belanja barang serta belanja subsidi<br />

yang lebih tepat sasaran. Namun, jika melihat postur<br />

APBN <strong>2014</strong> yang kelihatannya solid dari luar—dengan<br />

mematok defisit anggaran 1,69% terhadap PDB—justru<br />

tampak keropos.<br />

Pasalnya, anggaran yang dialokasikan untuk belanja<br />

wajib (mandatory spending) jauh lebih besar dari belanja<br />

tidak wajib (discretionary). Belanja modal hanya lebih<br />

tinggi Rp4 triliun dari belanja barang, sesuatu yang<br />

sebetulnya sekadar pemanis dari janji pemerintah tentang<br />

fiskal yang sehat.<br />

Jika alasannya pemerintah tak ingin ekspansif demi<br />

mendesain pertumbuhan ekonomi yang lambat untuk<br />

menyelamatkan diri dari defisit fiskal <strong>dan</strong> defisit transaksi<br />

berjalan, tidakkah akan lebih baik jika pemerintah<br />

menempuh, misalnya, moratorium kenaikan gaji atau<br />

remunerasi PNS<br />

RUANG KOMPROMI<br />

Memang, pemerintah juga sudah memangkas beberapa<br />

pos belanja, antara lain dengan melarang<br />

pejabat negara dalam perjalanan dinasnya menggunakan<br />

kelas utama (first class). Namun, tentu saja ruang<br />

fiskal dari kebijakan populis ini tak signifikan memangkas<br />

belanja perjalanan dinas.<br />

Argumentasi lain yang disodorkan adalah masih a<strong>dan</strong>ya<br />

ada anggaran atau <strong>dan</strong>a optimalisasi senilai hampir<br />

Rp27 triliun yang bersumber dari sisa penghematan subsidi<br />

listrik <strong>dan</strong> biaya perjalanan dinas, yang kemudian<br />

direalokasi ke belanja modal untuk beberapa K/L.<br />

Kebijakan realokasi itu boleh jadi memberikan harapan.<br />

Namun, harus pula segera diingat, kebijakan itu<br />

juga mendatangkan kecemasan pada saat bersamaan,<br />

mengingat terbuknya ruang kompromi yang begitu luas<br />

bagi aneka kepentingan di DPR, terutama akibat naiknya<br />

suhu politik jelang Pemilu <strong>2014</strong>.<br />

Dari sudut pan<strong>dan</strong>g ini juga akan terlihat, bahwa<br />

beberapa pos belanja lain juga memberikan celah yang<br />

besar untuk menggelontorkan sumber daya bagi faksifaksi<br />

di parlemen. Belanja bantuan sosial (bansos)<br />

misalnya, yang dipangkas 32% menjadi Rp55,9 triliun.<br />

Pemangkasan anggaran bansos dengan pertimbangan<br />

menjaganya agar tetap prudent ini tentu belum menjamin<br />

apakah penggunaannya kemudian steril dari kepentingan<br />

politis. Sudah jamak didapati, belanja bansos<br />

kerap disalahgunakan oleh kelompok politik tertentu<br />

untuk pemenangan pemilu.<br />

Risiko itu kian kompleks karena pada saat yang sama,<br />

secara alamiah Pemilu <strong>2014</strong> akan menyita banyak perhatian,<br />

tidak hanya dari para pembantu-pembantu presiden,<br />

tetapi juga presiden sendiri, yang partainya, menurut<br />

berbagai survei terkini, terancam turun popularitasnya.<br />

Dengan segala kompleksitas itu, rasanya tidak berlebihan<br />

jika tahun depan kita akan melihat suatu kebijakan<br />

anggaran yang tanggung, yang tidak terlalu efektif<br />

dalam menggenjot pertumbuhan <strong>dan</strong> pengurangan<br />

kemiskinan—dengan menyisakan banyak PR bagi<br />

pemerintahan berikutnya.<br />

<strong>Bisnis</strong>/Alby Albahi<br />

Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 23


Pembangunan Daerah<br />

Menebak (Lagi) Penyesuaian<br />

Desentralisasi<br />

Selama lebih dari satu dekade, berbagai<br />

penyesuaian telah mengiringi<br />

kebijakan desentralisasi. Namun,<br />

berbagai kritik tetap bermunculan.<br />

Penyesuaian apa yang berpeluang<br />

terjadi tahun ini<br />

Ringkang Gumiwang<br />

redaksi@bisnis.co.id<br />

Kritik terhadap rezim desentralisasi<br />

terutama berangkat dari kegagalan<br />

terwujudnya pembangunan ekonomi<br />

di daerah. Namun, sebetapapun pelik<br />

persoalan, secara faktural rezim<br />

tersebut telah bekerja sebagai instrumen<br />

pemerataan <strong>dan</strong>a pembangunan.<br />

Anggaran transfer ke daerah tahun depan telah<br />

mencapai Rp592,5 triliun, naik 11,91% dari APBN<br />

Perubahan 2013 sebesar Rp529,4 triliun. Dengan<br />

alokasi transfer daerah tersebut, pemerintah telah<br />

mengalokasikan Rp2.358,5 triliun dalam 5 tahun<br />

terakhir.<br />

Pemerintah juga tengah melakukan beberapa<br />

langkah lainnya dari kebijakan desentralisasi fiskal<br />

a.l menyempurnakan proses penyediaan <strong>dan</strong>a bagi<br />

hasil (DBH) <strong>dan</strong> mengalokasikan <strong>dan</strong>a alokasi<br />

umum (DAU) sekurang-kurangnya 26% dari pendapatan<br />

dalam negeri (PDN) neto.<br />

Namun, kendati anggaran transfer ke daerah ditujukan<br />

guna meningkatkan pembangunan di daarah,<br />

alokasi anggarannya acap membuka peluang untuk<br />

menjadi lahan korupsi. Apalagi, jika tahun itu<br />

merupakan tahun politik akibat a<strong>dan</strong>ya momentum<br />

pemilihan kepala daerah (pilkada).<br />

Berbagai referensi menunjukkan korupsi biasa<br />

terjadi karena biaya politik yang tinggi dalam arena<br />

pilkada. Belum a<strong>dan</strong>ya pemahaman mengenai citacita<br />

<strong>dan</strong> karakteristik desentralisasi dari pemerintah<br />

<strong>dan</strong> masyarakat di daerah menambah subur praktik<br />

tersebut.<br />

Namun, apabila dikaji secara lebih mendalam,<br />

momentum tahun politik itu hanyalah katalis dari<br />

praktik pengelolaan anggaran daerah yang memang<br />

belum sehat. Paling tidak, ada tiga faktor yang<br />

menjelaskan kenapa implementasi kebijakan<br />

belanja di daerah belum sesuai dengan harapan.<br />

Pertama, pengelolaan anggaran yang tidak tepat<br />

dari pemerintah daerah. Harus diakui, kualitas<br />

24 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong><br />

belanja daerah <strong>dan</strong> penyerapan belanja modal dari<br />

anggaran daerah merupakan isu yang selalu<br />

mengemuka selama satu dasawarsa terakhir.<br />

Anggaran daerah kini masih lebih banyak<br />

tersedot untuk belanja pegawai, dengan penyerapan<br />

belanja modal yang kurang optimal. Alhasil, kebutuhan<br />

penyediaan sarana <strong>dan</strong> prasarana pelayanan<br />

publik pun tidak terpenuhi secara maksimal.<br />

Hasil audit Ba<strong>dan</strong> Pemeriksa Keuangan pada 2013<br />

mengungkapkan sekitar 10% dari total pemerintah<br />

daerah memperoleh opini yang tidak baik atas audit<br />

laporan keuangannya. Hal ini terjadi juga karena<br />

a<strong>dan</strong>ya konflik ekonomi politik yang sulit diawasi<br />

pemerintah pusat.<br />

Kedua, lambannya perbaikan kualitas infrastruktur.<br />

Perkembangan infrastruktur memang bisa disebut<br />

masalah klasik <strong>Indonesia</strong>. Namun, lambannya<br />

perkembangan infrastruktur itu pada akhirnya<br />

membuat biaya untuk mengerek produktivitas<br />

e konomi di daerah menjadi lebih mahal.<br />

Dalam 4 tahun terakhir, realisasi belanja modal di<br />

daerah rata-rata mencapai 92,5%, atau lebih rendah<br />

dibandingkan dengan rata-rata dari realisasi belanja<br />

lainnya seperti belanja pegawai sebesar 97,9%,<br />

belanja barang <strong>dan</strong> jasa 96,6%, <strong>dan</strong> belanja lainnya<br />

104,1%.<br />

Ketiga, korupsi yang masih mengakar. Saat ini,<br />

masyarakat mungkin belum melihat kesungguhan<br />

pemerintah dalam upaya memberantas korupsi.<br />

Ibarat penyakit, meski sudah ditemukan penyebabnya,<br />

obat mujarab untuk penyembuhannya belum<br />

bisa ditemukan.<br />

Namun demikian, ada juga yang berpendapat<br />

perkembangan pemerataan pembangunan tidak<br />

akan banyak berpengaruh. Pasalnya, pekerjaan<br />

politik dipastikan akan menghabiskan banyak energi<br />

dengan kegaduhan yang berkepanjangan, tanpa<br />

hasil yang berarti untuk memajukan ekonomi.<br />

WACANA BARU<br />

Berbagai penyimpangan yang mewarnai bebagai<br />

momentum Pilkada dari 2005-2013 telah<br />

menjadi noktah tersendiri dalam kebijakan desentralisasi<br />

satu dasawarsa ini. Data Kementerian<br />

Dalam Negeri menunjukkan dalam 9 tahun terakhir<br />

(2004-2012), terdapat 290 kepala daerah yang<br />

terjerat korupsi.<br />

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam<br />

laporan tahunannya 2012 mencatat sejak 2007-2012<br />

terdapat 138 kasus korupsi di tingkat daerah. Kasus<br />

tersebut meliputi 38 kasus di tingkat provinsi <strong>dan</strong><br />

60 kasus lainnya di tingkat kabupaten/kota.


Untuk tingkat kabupaten/kota sendiri, dari 60 kasus<br />

yang ada, sebanyak 32 bupati/ wali kota telah menjadi<br />

terdakwa di dalamnya. Itu semua masih belum menghitung<br />

kasus-kasus yang se<strong>dan</strong>g dalam proses peradilan,<br />

atau mentah <strong>dan</strong> berhenti baik di kepolisian maupun<br />

kejaksaan.<br />

Di luar fakta tersebut, besarnya biaya politik dalam<br />

momentum pilkada yang turut menyuburkan praktik<br />

korupsi juga menjadi bahan sorotan. Calon anggota<br />

legislatif (caleg) atau calon kepala daerah memerlukan<br />

tiket untuk mengamankan posisinya di pengurus partai<br />

daerah maupun pusat.<br />

Akibatnya, caleg <strong>dan</strong> calon kepala daerah itu akan<br />

menggunakan berbagai cara untuk mendapatkan tiket<br />

tersebut. Di sini, korupsi menjadi jalan keluarnya, mulai<br />

dari menyunat <strong>dan</strong>a bantuan sosial (bansos) untuk<br />

biaya kampanye hingga membengkaknya <strong>dan</strong>a bansos<br />

melalui sumber yang ajaib.<br />

Puncaknya, kasus korupsi Kepala Mahkamah<br />

Konstitusi (MK) Akil Muchtar dalam sengketa Pilkada<br />

yang sekaligus menyoroti praktik politik dinasti<br />

Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah baru-baru ini telah<br />

membuat banyak pihak mempertanyakan kembali<br />

keefektifan pilkada secara langsung.<br />

Secara perlahan, berbagai ekses negatif rezim desentralisasi<br />

itu menggumpalkan wacana baru untuk<br />

mengembalikan pilkada melalui sistem perwakilan.<br />

Sebab, alih-alih mencapai maksud desentralisasi yakni<br />

pemerataan pembangunan, pilkada justru jadi ajang<br />

<strong>Bisnis</strong>/Wahyu Darmawan<br />

korupsi <strong>dan</strong> bagi-bagi kekuasaan.<br />

Wacana itu pun bersambut. Pemerintah akhirnya<br />

menggodok Rancangan Un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g (RUU) Pilkada<br />

bersama DPR, yang mewacanakan untuk mengembalikan<br />

sistem pemilihan pada perwakilan rakyat seperti<br />

pada masa sebelum era desentralisasi, yakni pemilihan<br />

tidak langsung melalui DPRD.<br />

Meski belum ada titik terang mengenai tingkatan,<br />

provinsi atau kabupaten/ kota, yang dikembalikan pada<br />

sistem perwakilan, wacana tersebut sontak mengejutkan.<br />

Reaksi penolakan pun muncul dari berbagai<br />

kalangan, terutama kalangan aktivis pro-demokrasi.<br />

Lia Wulandari, peneliti dari Perkumpulan untuk<br />

Pemilu <strong>dan</strong> Demokrasi (Perludem) mengatakan pilkada<br />

langsung adalah harga mati bagi demokrasi <strong>Indonesia</strong>.<br />

Memang, praktik Pilkada yang berjalan selama ini<br />

memang jauh dari sempurna, tapi bukan berarti<br />

<strong>Indonesia</strong> harus kembali pada masa kelam.<br />

“Ketika pemerintah akan kembali pada praktik-praktik<br />

non-demokrasi, maka pemerintah secara tidak langsung<br />

memasung hak suara masyarakat <strong>Indonesia</strong>. Langkah<br />

mundur ini akan memperbesar ongkos politik demokrasi<br />

yang sudah dilalui lebih dari 10 tahun lalu,” katanya.<br />

Kritik Lia boleh jadi benar. Bandul konsolidasi<br />

demokrasi tak bisa dipaksa mundur atas nama ikhtiar<br />

memperbaiki situasi, terutama ekonomi. Penyesuaian<br />

tetap harus dilakukan, tetapi tanpa mencederai. Harapan<br />

serta kecemasan inilah yang agaknya banyak mewarnai<br />

perjalanan tahun ini.<br />

Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 25


Ekonomi Jawa Timur<br />

Surplus Perdagangan Tak<br />

Harus dengan Luar Negeri<br />

Percaya diri. Begitu pembawaan Gubernur Soekarwo<br />

saat menjelaskan program ekonomi Jawa Timur lima<br />

tahun ke depan. Hal itu bisa dipahami, sebab Februari<br />

mendatang politikus yang mulanya birokrat itu akan<br />

dilantik sebagai kepala daerah untuk periode kedua<br />

hingga 2019 mendatang. Selama lima tahun ke depan,<br />

dia bisa melanjutkan program terdahulu meski dalam<br />

masa jabatannya ada tantangan soal Masyarakat<br />

Ekononi Asean. Lantas bagaimana cetak biru ekonomi<br />

Jatim ke depan <strong>dan</strong> strategi penerapannya Berikut<br />

pan<strong>dan</strong>gan Soekarwo saat berdialog dengan <strong>Bisnis</strong>.<br />

Soekarwo<br />

26 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong><br />

Bagaimana kondisi<br />

ekonomi Jawa<br />

Timur saat ini<br />

Saat ini impor<br />

kita 83% bahan<br />

baku <strong>dan</strong> pe ­<br />

nolong sehingga<br />

menyebabkan<br />

defisit. Oleh karena<br />

itu kami menjalin<br />

kerja sama dengan 26 provinsi untuk menggelar<br />

one on one metting soal potensi subtitusi barang<br />

impor.<br />

Bila subtitusi ini berhasil maka impor ba han<br />

seperti nikel [bahan baku industri baja serta tu ­<br />

runannya] <strong>dan</strong> fosfat [bahan baku pupuk] teratasi.<br />

Kalau bahan baku sudah didapat akan diun<strong>dan</strong>g<br />

smelter sehingga ongkos industri lebih murah.<br />

Di sisi lain pasokan energi, gas sebagai domestic<br />

market obligation harus dipenuhi. [Produksi gas dari<br />

eksploitasi di Jatim pada 2013 450 MMscfd <strong>dan</strong> bisa<br />

bertambah 200 MMscfd saat blok Cepu berproduksi].<br />

Kalau dua itu bisa dilakukan maka ekonomi<br />

Jawa Timur tidak over heating lagi. Bisa tumbuh<br />

7,5% sampai 8%.<br />

Struktur industri andalannya seperti apa<br />

Industri agro menjadi sektor primer dengan porsi<br />

15,42%. Sektor ini sumbangannya stabil karena<br />

sumbernya ada <strong>dan</strong> permintaannya terus tumbuh.<br />

Jagung ada kurang 350.000 ton, ketela kurang 1<br />

juta ton. Industri yang minta. Semua yang sumber<br />

daya <strong>dan</strong> permintaan ada layak untuk investasi.<br />

Investasi kami semua yang ngurus, kalau ada<br />

k endala kami fasilitasi.<br />

Pendapatan Domestik Regional Bruto diprediksi<br />

bisa Rp1.128 triliun dari target Rp1.136 triliun,<br />

se<strong>dan</strong>gkan dari tahun lalu Rp1.001 pada<br />

2012.<br />

Dari perdagangan kami<br />

surplus Rp50 triliun, itu<br />

capital inflow eksporimpor<br />

<strong>dan</strong> perdagangan<br />

antarpulau.<br />

Untuk mendukung<br />

semua itu kami<br />

ba ngun tiga sektor,<br />

pen<strong>dan</strong>aan UMKM<br />

melalui bank [Perkreditan<br />

Rakyat]<br />

UMKM. Saat ini<br />

asetnya Rp1,5 triliun,<br />

suku bunga<br />

6% padahal bank<br />

lain sudah 12%.<br />

Industri yang<br />

kami dorong juga<br />

UMKM guna<br />

memacu perdagangan<br />

antarpulau.<br />

Pemasaran<br />

juga dipercepat<br />

melalui<br />

<strong>Bisnis</strong>/Wahyu Darmawan


perwakilan dagang <strong>dan</strong> fasilitasi one on one bussines.<br />

Kalau tiga itu sudah maka AFTA [Asean Free Trade<br />

Area] sudah siap. Tumpuannya <strong>2014</strong> perdagangan antarprovinsi<br />

sudah dibangun. Dagang itu soal personal,<br />

teman, kenal. Ini jadi hal positif.<br />

Jadi, apa yang menjadi motor penggerak<br />

ekonomi<br />

Ahli ekonomi bilang Jatim rapuh karena mengandalkan<br />

perdagangan. Kalau begitu, kenapa Singapura <strong>dan</strong><br />

Hong Kong kok membangun sektor perdagangan<br />

Tidak mungkin mempermasalahkan indirect invesment,<br />

itu tidak bisa dihindari. Makanya yang diperkuat<br />

perdagangan yang surplus. Tidak harus ke luar negeri.<br />

Sama halnya pariwisata, selama ini konstruksinya<br />

harus wisatawan luar negeri. Saya bayangkan seperti<br />

Spanyol, tamunya dari Prancis yang satu kawasan. Sing<br />

penting uangnya turun. Karena uang sektor ini tidak<br />

melalui kelembagaan lain.<br />

Kami ambil pasar dalam negeri besar-besaran.<br />

Tan tangannya tinggal standardisasi agar bisa bersaing<br />

de ngan produk luar negeri.<br />

Tadi disinggung soal fasilitasi investasi, soal<br />

kendala lahan bagaimana<br />

Luar biasa, lahan gampang, SIER [Surabaya Industrial<br />

Estate Rungkut] penuh tapi PIER [Pasuruan Industrial<br />

Estate Rembang] ditambah. Ngoro [Mojokerto] dari 200<br />

hektare ditambah jadi 400 hektare. Mojokerto ada 10.000<br />

hektare, ada Maspion di Gresik serta ada pula Java<br />

Integrated Industrial Port Estate.<br />

Tuban sudah groundbreaking smelter, lalu menyusul<br />

Situbondo.<br />

Bagaimana dengan infrastruktur<br />

Kami kurangi tidak efektifnya pengangkutan melalui<br />

double track. Sekarang tinggal menyambung di Bojo negoro.<br />

Double track Solo-Surabaya dibangun <strong>2014</strong>. Itu<br />

bukan saja angkutan manusia, tapi juga lebih murah<br />

karena tidak ada pungli.<br />

Jembatan timbang juga sudah online. Data real time,<br />

semua data sudah bisa diambil dari server, jadi tidak<br />

mungkin menyimpang. Kami juga sudah kerja sama<br />

dengan KPK tapi un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g hanya mengatur<br />

denda. Dampaknya, kelebihan berat jalan terus.<br />

Pelabuhan juga kami garap. Di Paciran, Lamongan<br />

didirikan pelabuhan nonbarang. Truk bawa barang<br />

masuk maka efisiensi 40% dibanding Perak. Kami<br />

sudah pesan jangan digunakan untuk barang dulu, tapi<br />

roro, truk sekalian barangnya masuk.<br />

Kalau pelabuhan sudah, tinggal akses darat Gresik<br />

<strong>dan</strong> Mojokerto. Mojokerto-Jombang sudah 90%. Saya<br />

sudah pesan ke Kapolres kalau didekati ndak mau<br />

[melepas tanahnya] ditangkap aja. Sebab tanah itu beralih<br />

kepemilikan setelah proyek diumumkan <strong>dan</strong><br />

sengaja dibeli untuk tidak dilepas, maka bisa ditangkap.<br />

Pesawat juga sudah ada rencana Garuda bikin city<br />

link, Surabaya, Jember, Banyuwangi, Kalianget.<br />

Kalau city link jalan, kereta api jalan, mohon maaf,<br />

daya saing kami tidak ada tandingannya. Saat ini saja<br />

ICOR 2,9. Itu artinya pungli di kabupaten tidak ada,<br />

kecuali hambatan di pelabuhan.<br />

Bagaimana dengan kabupaten/kota<br />

Saya tidak terlalu struktural. Kalau ada selisih harga<br />

<strong>dan</strong> efisien, bisnis di situ [itu yang sebisa mungkin<br />

diwujudkan]. Kalau rapat-rapat terus enggak jalan.<br />

Saya enggak terlalu susah secara struktural. Itu<br />

hubungan Gubernur bupati enggak begitu dirisaukan.<br />

Dari berbagai faktor di atas, tantangannya apa<br />

Infrastruktur. Tol, infrastruktur udara, pelabuhan.<br />

Lamongan dengan Tuban ke depan perlu pelabuhan<br />

besar. Probolinggo juga harus lebih besar.<br />

Kelebihan lain Jatim apa<br />

Risiko politik dihitung, stabilitas jadi poin penting.<br />

Kami relatif stabil, tidak ada konflik yang menonjol.<br />

Buruh juga dilibatkan dalam kebijakan sehingga tidak<br />

bergejolak.<br />

Berarti untuk 2015 siap<br />

Kami tinggal standardisasi barang. Pusat Agroindustri<br />

Jemundo akan jadi itu. Standardisasi karena 75%<br />

produk agro. Kalau <strong>2014</strong> selesai semua, kami declare<br />

siap.<br />

Mengenai politik, Anda baru saja memenangi<br />

Pilkada. Bagaimana peta politik <strong>2014</strong> berdasar<br />

pengalaman itu<br />

Saya merasa saya jadi Gubernur pada waktu tepat <strong>dan</strong><br />

tempat tepat. Waktu tepat karena memimpin saat pertarungan<br />

ekonomi se<strong>dan</strong>g kenceng-kenceng-nya. Tempat<br />

tepat karena unggul sedikit saja menang.<br />

Masyarakat Jatim itu juga open minded. Setiap ada<br />

sesuatu yang baru asal bisa dijelaskan <strong>dan</strong> dilibatkan<br />

dalam keputusan mereka akan jadi pendukung penuh.<br />

Juga masyarakatnya tidak tertutup soal hal baru.<br />

Karakter itu menjadi basis partisipatoris sehingga<br />

memperkuat stabilitas. Perspektif seperti ini harus<br />

matang di antara tokoh masyarakat.<br />

Gambaran <strong>2014</strong> seperti apa<br />

Saya kira kita harus sadar sepenuhnya yang dipilih<br />

orang bukan parpol. Oleh karena itu, peta politik cepat<br />

berubah. Jadi <strong>2014</strong> yang paling menentukan calon legislatif,<br />

tim sukses caleg, baru partai politik. Jadi memang<br />

ada degradasi parpol.<br />

Pemilih 38 juta di Jatim itu banyak lulusan SD <strong>dan</strong><br />

SMP. Jadi sangat personal pilihannya. Seperti kenapa<br />

milih Jokowi, ya…karena santun misalnya.<br />

Kayak kasus Gus Ipul <strong>dan</strong> Khofifah [yang memperebutkan<br />

basis suara muslim di Jatim saat pemilihan Gu -<br />

bernur 2013]. Di kelompok itu yang menang perempuan.<br />

Women, youth <strong>dan</strong> citizen ternyata basis suara baru.<br />

Jadi, jangan mengesampingkan emosi.<br />

Bagaimana dengan calon presiden yang ada se ­<br />

karang<br />

Biasanya kalau pemilihan elektabilitas di atas 40%.<br />

Kalau dibawah 30% masih sangat rawan. Saat ini 27%<br />

paling tinggi, jadi sangat rawan.<br />

Tapi ini otoritas partai. Spektrum pencalonan tidak<br />

bisa diperluas.<br />

Pewawancara: Miftahul Ulum, Tri D Pamenan, <strong>dan</strong> Wahyu Darmawan<br />

Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 27


Prospek Ekonomi <strong>2014</strong><br />

Ada Potensi Tumbuh Lebih Tinggi<br />

Perekonomian <strong>Indonesia</strong> telah mengalami perlambatan selama 5 triwulan<br />

berturut-turut. Sudah 5 triwulan berturut-turut pula pertumbuhan in -<br />

vestasi atau pembentukan modal tetap bruto mengalami penurunan, dari<br />

12,3% pada triwulan II-2012 menjadi hanya 4,5% pada triwulan III-2013.<br />

<strong>Bisnis</strong>/Yayus Yuswoprihanto<br />

Faisal Basri<br />

Ekonom/Dosen FE Universitas <strong>Indonesia</strong><br />

Sementara itu, motor pertumbuhan ekonomi<br />

utama, konsumsi rumah tangga,<br />

ha nya turun 3 triwulan berturut-turut<br />

sejak triwulan terakhir 2012, tetapi naik<br />

kembali pada triwulan III-2013 menjadi<br />

5,5%. Pertumbuhan konsumsi rumah<br />

tangga pada triwulan III-2012 bahkan melampaui<br />

pencapaian triwulan IV-2012.<br />

Perekonomian <strong>Indonesia</strong> yang dalam beberapa<br />

tahun terakhir sudah terbang dengan dua mesin,<br />

dalam hampir setahun belakangan ini hanya<br />

terbang dengan satu mesin, yaitu konsumsi rumah<br />

tangga. Sekalipun demikian, tampaknya para<br />

penentu kebijakan makroekonomi meman<strong>dan</strong>g<br />

perekonomian terbang masih terlalu tinggi sehingga<br />

harus diredam.<br />

Pada pertemuan tahunan perbankan pertengahan<br />

November lalu, Gubernur Bank <strong>Indonesia</strong> menegaskan<br />

akan mengetatkan kebijakan moneter untuk<br />

meredam pertumbuhan kredit yang masih saja di<br />

atas 20%, bahkan pada bulan September naik<br />

menjadi 23%. Sinyal kuat yang disampaikan<br />

Gubernur BI tercermin dari target pertumbuhan<br />

kredit tahun <strong>2014</strong> yang hanya sekitar 15%-17%.<br />

Jalan pintas untuk semakin menekan pertumbuhan<br />

ekonomi adalah dengan menaikkan BI Rate.<br />

Sejak Juni 2013 Bank <strong>Indonesia</strong> sudah lima kali<br />

menaikkan BI Rate yang totalnya sebesar 175 basis<br />

poin sehingga sekarang bertengger di aras 7,5%.<br />

Berbeda dengan tiga kali kenaikan BI Rate<br />

sebelumnya yang bertujuan untuk mengantisipasi<br />

pe ningkatan laju inflasi akibat kenaikan harga BBM<br />

ber subsidi, dua kali kenaikan BI Rate terakhir lebih<br />

ditujukan untuk menjaga stabilitas nilai tukar<br />

ru piah <strong>dan</strong> menekan defisit akun semasa (current<br />

account) mengingat laju inflasi dalam 2 bulan<br />

t er akhir sudah mulai turun dari puncaknya pada<br />

bulan Agustus lalu.<br />

Pemerintah <strong>dan</strong> Bank <strong>Indonesia</strong> mengirimkan<br />

si nyal akan menahan laju pertumbuhan ekonomi<br />

te tapi sebaliknya menargetkan pertumbuhan<br />

28 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>


ekonomi tahun <strong>2014</strong> lebih tinggi ketimbang tahun 2013.<br />

Sinyal yang agak membingungkan ini tidak perlu<br />

membuat bi ngung khalayak. Biarkanlah pemerintah <strong>dan</strong><br />

Bank In do nesia dengan kebingungannya sendiri. Apalagi<br />

meng ingat pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono<br />

sudah hampir berakhir <strong>dan</strong> tidak banyak lagi yang bisa<br />

diharapkan.<br />

Kita fokus saja meneropong masa depan perekonomian,<br />

khususnya tahun <strong>2014</strong>, dengan lebih banyak<br />

men cer mati geliat konsumsi rumah tangga <strong>dan</strong> investasi<br />

swasta. Kedua komponen ini sangat menentukan<br />

ke tim bang postur anggaran pemerintah (APBN) karena<br />

me nyumbang sekitar 85% produk domestik bruto<br />

(PDB). Sepanjang tidak ada kebijakan kontroversial yang<br />

sangat kontraproduktif, tampaknya prospek ekonomi<br />

tahun depan masih bisa kita raba <strong>dan</strong> diharapkan tidak<br />

terlalu melenceng.<br />

Sepanjang Bank <strong>Indonesia</strong> tidak memaksakan kehendak<br />

kepada industri perbankan, tampaknya pertumbuhan<br />

konsumsi rumah tangga tahun <strong>2014</strong> akan tetap tinggi<br />

di atas 5%. Ada tiga penggerak utamanya.<br />

Pertama, mulai awal tahun <strong>2014</strong> para calon legislatif<br />

<strong>dan</strong> calon presiden semakin gencar belanja untuk kampanye.<br />

Sudah muncul ke permukaan belasan orang yang<br />

menyalonkan diri menjadi presiden <strong>dan</strong> ratusan ribu ca ­<br />

lon anggota legislatif (DPR, DPRD provinsi <strong>dan</strong> kabupaten/kota,<br />

<strong>dan</strong> DPD). Setidaknya puluhan triliun rupiah<br />

<strong>dan</strong>a akan langsung mengalir ke masyarakat luas.<br />

Kedua, jumlah strata menengah berusia relatif muda<br />

terus bertambah yang haus belanja. Ketiga, lapisan penduduk<br />

produktif berusia muda mencapai sekitar separuh<br />

dari jumlah penduduk mendambakan perumahan <strong>dan</strong><br />

kendaraan. Permintaan dari kalangan menengah muda<br />

ini nyata sehingga tak akan terbendung oleh sekedar<br />

kenaikan suku bunga 1%-2% akibat kebijakan moneter<br />

Bank <strong>Indonesia</strong> yang semakin ketat. Kalangan<br />

m enengah muda tidak akan banyak terpengaruh oleh<br />

gemuruh politik. Mereka tidak menunggu pemilu selesai<br />

atau presiden terpilih yang baru.<br />

Sejalan dengan fenomena semakin lemahnya kaitan<br />

langsung antara peristiwa politik <strong>dan</strong> kinerja ekonomi,<br />

mayoritas kalangan dunia usaha baik nasional maupun<br />

asing akan merealisasikan rencana investasinya tanpa<br />

menunggu hasil pemilu maupun pemilihan presiden.<br />

Keterlambatan merealisasikan investasi bisa berpotensi<br />

pangsa pasar direbut oleh pesaing <strong>dan</strong> terlambat menikmati<br />

peluang perluasan pasar yang diperkirakan kian<br />

lebar mulai tahun 2015.<br />

Apalagi jika presiden baru nanti mampu meraih ke ­<br />

percayaan besar dari pemilih sehingga beroleh dukungan<br />

untuk menjalankan kebijakan-kebijakan struktural<br />

yang menohok ke akar masalah yang selama ini menggelayuti<br />

perekonomian nasional. Figur yang paling po ­<br />

tensial akan muncul sebelum pemilu April 2013, sehingga<br />

mempercepat kepastian di kalangan dunia usaha.<br />

Selain kedua faktor di atas, lingkungan perekonomian<br />

global juga diperkirakan lebih kondusif. Pertumbuhan<br />

ekonomi dunia tahun <strong>2014</strong> diperkirakan lebih baik daripada<br />

tahun ini. Pertumbuhan ekspor dunia pun diharapkan<br />

bakal lebih tinggi. Harga-harga komoditi diperkirakan<br />

telah mencapai titik terendah sehingga bisa mendongkrak<br />

ekspor <strong>Indonesia</strong>, terutama batubara, karet,<br />

minyak sawit, serta produk-produk pertanian <strong>dan</strong><br />

tambang lainnya.<br />

Satu saja yang perlu lebih diwaspadai, yaitu kecenderungan<br />

perekonomian China yang terus melemah. Pertumbuhan<br />

ekonomi China sudah empat tahun berturutturut<br />

mengalami penurunan, dari 10,4% tahun 2010<br />

menjadi 9,3% tahun 2011 <strong>dan</strong> 7,8% tahun 2012. Tahun<br />

ini diperkirakan lebih rendah lagi menjadi 7,6% <strong>dan</strong><br />

tahun depan terus melemah menjadi 7,3%.<br />

Padahal, China merupakan mitra dagang utama, baik<br />

sebagai tujuan ekspor maupun asal impor. Pemerintah<br />

sepatutnya sudah mengambil langkah nyata untuk mendiversifikasikan<br />

tujuan ekspor untuk mengantisipasi ke ­<br />

mungkinan terburuk dialami China yang perekonomiannya<br />

sudah menjadi yang terbesar kedua di dunia.<br />

Stabilitas makroekonomi tahun <strong>2014</strong>, walaupun tanpa<br />

sentuhan berarti dari pemerintah, diperkirakan lebih<br />

baik dari tahun ini. Yang paling terasa adalah laju inflasi<br />

di harapkan turun sampai di bawah 5%. Ditopang oleh<br />

kondisi industri perbankan yang ‘segar bugar’ sebagai<br />

jantung perekonomian, perekonomian <strong>Indonesia</strong> memiliki<br />

ruang gerak yang cukup leluasa untuk tumbuh lebih<br />

cepat secara berkelanjutan.<br />

Peranan investasi asing diperkirakan semakin besar.<br />

Pada tahun 2012 untuk pertama kalinya <strong>Indonesia</strong><br />

ma suk ke dalam kelompok 20 besar negara penyerap<br />

investasi asing langsung.<br />

Berdasarkan survei UNCTAD (Uni ted Nations Con ference<br />

on Trade and Development) terbaru, pada tahun<br />

2013-2015 <strong>Indonesia</strong> berada di urutan keempat sebagai<br />

ne gara paling prospektif bagi investasi asing langsung.<br />

Pe nilaian yang semakin baik juga diberikan oleh JBIC<br />

yang menempatkan <strong>Indonesia</strong> di urutan ketiga di mata<br />

per usahaan manufaktur Jepang yang beroperasi di luar<br />

negeri.<br />

Dengan demikian, tak berlebihan jika perekonomian<br />

<strong>Indonesia</strong> tahun <strong>2014</strong> diperkirakan tumbuh lebih tinggi<br />

ketimbang tahun ini. Semua prediksi dari lembaga terkemuka<br />

dunia pun, kecuali Bank Dunia, mengutarakan<br />

kecenderungan serupa.<br />

Oleh karena itu, amat disayangkan kalau para petinggi<br />

perumus kebijakan ekonomi justru lebh kerap menghembuskan<br />

pesimisme. Apalagi pesimisme itu dilandasi<br />

oleh penilaian yang keliru atas perkembangan ekonomi<br />

global. Mereka terlena <strong>dan</strong> terpenjara dengan apa yang<br />

bakal dilakukan oleh The Fed.<br />

Data neraca pembayaran terbaru menunjukkan, arus<br />

modal asing masuk, baik investasi asing langsung maupun<br />

investasi portofolio tetap tinggi. Kondisi dewasa ini<br />

amat berbeda dengan 2008 <strong>dan</strong> 2009 seperti disinyalir<br />

Menteri Keuangan. Semoga pemimpin baru nanti betulbetul<br />

ampuh me madukan kekuatan bangsa yang selama<br />

ini berserakan, bagi sebesar-besar kesejahteraan rakyat.<br />

Tutup rapat-rapat saluran bagi aura pesimisme.<br />

Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 29


BUMN & Tahun <strong>Politik</strong><br />

Lagu Lama Soal ‘Sapi Perahan’<br />

Cerita soal BUMN yang rentan jadi<br />

‘sapi perahan’ lewat intrik politik<br />

a dalah lagu lama yang ramai diputar<br />

jelang pemilu. Uang triliunan rupiah<br />

yang beredar di 141 perusahaan pelat<br />

merah jadi magnet bagi mereka yang<br />

ingin berkuasa <strong>dan</strong> kaya raya.<br />

Gloria N. Dolorosa, Herdiyan & Yeni H. Simanjuntak<br />

redaksi@bisnis.co.id<br />

uang di BUMN<br />

[ba<strong>dan</strong> usaha milik negara]<br />

sangat seksi bagi para politisi<br />

<strong>dan</strong> cukong ke kuasaan. Ini<br />

jadi pintu paling gampang<br />

“Perputaran<br />

untuk [mereka] masuk me ­<br />

manfaatkan potensi sumber daya,” kata Said Didu,<br />

mantan Sekretaris Kementerian BUMN, yang<br />

ditemui pertengahan November.<br />

Keseksian perusahaan pelat merah itu mungkin<br />

bisa dibayangkan lewat total aset 141 BUMN yang<br />

mencapai Rp3.500 triliun, serta triliunan uang yang<br />

mengalir lewat berderet proyek yang ditangani oleh<br />

perusahan-perusahaan milik negara itu.<br />

Jelang Pemilu <strong>2014</strong>, cerita soal BUMN <strong>dan</strong> politik<br />

bahkan dihangatkan oleh upaya uji materi ke<br />

Mahkamah Konstitusi (MK) atas Un<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g<br />

No. 17/2003 tentang Keuangan Negara. Jika MK<br />

menyetujui uji materi itu, maka pengelolaan ba<strong>dan</strong><br />

usaha milik negara (BUMN) akan terpisah dari<br />

keuangan negara.<br />

Itu artinya, uang yang ada di BUMN tak lagi<br />

dikategorikan sebagai kekayaan negara. Jika uang<br />

di BUMN menguap entah kemana, maka Komisi<br />

Pemberantasan Korupsi (KPK) tak berhak ikut<br />

campur menyelidikinya.<br />

<strong>Indonesia</strong> Corruption Watch (ICW), <strong>Indonesia</strong><br />

Budget Centre (IBC), <strong>dan</strong> sejumlah lembaga swadaya<br />

masyarakat lainnya sudah berkoar-koar tentang<br />

hal ini. Mereka khawatir, kekayaan BUMN semakin<br />

mudah dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi<br />

<strong>dan</strong> politik.<br />

Selama ini, tanpa uji materi pun, kita bisa<br />

menyaksikan sejumlah BUMN ikut terseret kasus<br />

korupsi. Yang terbaru, kontraktor pelat merah PT<br />

Adhi Karya (Persero) Tbk. yang terlibat proyek<br />

kawasan olahraga Hambalang <strong>dan</strong> menyeret<br />

mantan Bendahara Umum Partai De mo krat M.<br />

Nazaruddin. Sebelumnya, sejumlah jajaran di reksi<br />

PT Sang Hyang Seri (Persero) tersangkut kasus<br />

ko rupsi penyaluran benih hibrida di Kementerian<br />

Pertanian pada periode 2008–2012.<br />

Intensitas terjadinya praktik serupa diperkirakan<br />

me ningkat menjelang tahun politik. “Ini patut<br />

diwaspadai,” ujar Koordinator Divisi Monitoring<br />

<strong>dan</strong> Analisis Ang garan ICW Firdaus Ilyas.<br />

Kewaspadaan yang seharusnya tidak hanya<br />

dilakukan jelang pemilu, tetapi sepanjang tahun.<br />

Said Didu punya banyak cerita menarik tentang<br />

kewaspadaan ini. Sebagai salah satu mantan<br />

petinggi di Kementerian BUMN, dia tahu betul<br />

‘kegigihan’ orang-orang yang dia sebut sebagai<br />

cukong kekuasaan.<br />

“Baru 1 jam saya dilantik sebagai Sekretaris<br />

Menteri BUMN pada 2005, langsung ada penjahit<br />

yang datang mau ukur jas. Bukan saya yang<br />

panggil, tapi ternyata ada orang lain yang akhirnya<br />

saya marahi. Tukang ukur jasnya saya suruh<br />

pulang,” kata Said.<br />

Tak berhenti di situ, para cukong kekuasaan ini<br />

aktif mencari tahu apa yang dibutuhkan oleh<br />

keluarganya, berharap bisa memasukkan pengaruh<br />

mereka lewat anggota keluar si pejabat. “Bahkan<br />

ketika tugas ke luar daerah, yang pertama kali<br />

dilakukan pejabat adalah buka ban tal. Di bawah<br />

bantal pasti ada foto-foto perempuan <strong>dan</strong> ada<br />

nomer handphone-nya. Sekali saja terjerat oleh<br />

cukong kekuasaan ini, tidak ada jalan kembali.”<br />

Siapakah cukong kekuasaan yang dimaksud oleh<br />

Said “Mereka bukan politisi, tetapi dekat dengan<br />

politisi. Mereka ini ibaratnya kasir bagi politisi.<br />

Kalau sekarang, rata-rata cukong kekuasaan itu<br />

adalah tim sukses atau mantan tim sukses.”<br />

Orang-orang inilah yang aktif bergerilya memastikan<br />

orang pilihan mereka bisa menduduki posisi<br />

kunci di berbagai perusahaan pelat merah strategis.<br />

Sebagai im balannya, si orang pilihan tentu harus<br />

menyetorkan upeti begitu dia menduduki kursi<br />

yang jadi incaran.<br />

TRIK & INTRIK<br />

Jelang tahun politik, ‘kesibukan’ cukong politik<br />

<strong>dan</strong> para kroninya meningkat. Para direksi titipan<br />

yang se gera habis masa jabatannya akan dipindahkan<br />

ke tempat lain, sehingga bisa menjabat<br />

lebih lama lagi. Ini dilakukan untuk mengamankan<br />

posisi, jikalau terjadi perubahan konstelasi kekuasaan<br />

pascapemilu.<br />

“Jadi jika ada yang dipindahkan ke tempat lain di<br />

saat masa jabatannya di tempat lama itu tinggal 1<br />

tahun lagi, itu patut dicurigai. Karena dengan dia<br />

pindah ke tempat lain, tentu masa jabatannya jadi<br />

bertambah lagi. Pemin dah an jabatan seperti ini ada<br />

tarifnya. Ini betul-betul terjadi pada 2003,” kata<br />

Said.<br />

30 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>


BUMN yang IPO di Tahun <strong>Politik</strong><br />

Perusahaan Waktu IPO Keterangan<br />

PT Adhi Karya Tbk 18 Maret 2004<br />

PT Perusahaan<br />

Gas Negara Tbk<br />

PT Bank Tabungan<br />

Negara Tbk<br />

Sebanyak 24,5% saham dilepas ke<br />

publik dengan harga Rp150 per<br />

saham. Laksamana Sukardi menjabat<br />

sebagai menteri BUMN saat itu.<br />

15 Desember 2004 Sebanyak 39% saham dilepas ke<br />

publik dengan harga Rp1.500 per saham.<br />

Saat itu, Laksamana Sukardi yang<br />

menjabat sebagai menteri BUMN.<br />

17 Desember 2009 Sebanyak 30% saham pemerintah<br />

dilepas ke publik dengan harga Rp800<br />

per saham. Menteri BUMN dijabat<br />

Mustafa Abubakar saat itu.<br />

BUMN Beraset Besar (Rp Triliun)*<br />

Nama BUMN Aset Pendapatan<br />

PT Bank Mandiri (Persero) Tbk 551,8 48,2<br />

PT Bank Rakyat <strong>Indonesia</strong> (Persero) Tbk 551,3 49,6<br />

PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) 540,7 232,6<br />

PT Pertamina (Persero) 395,3 688,5<br />

PT Bank Negara <strong>Indonesia</strong> (Persero) Tbk 333,3 31,1<br />

PT Telekomunikasi <strong>Indonesia</strong> (Persero) Tbk 111,3 77,1<br />

PT Pupuk <strong>Indonesia</strong> (Persero) 51,8 51,2<br />

PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk 37,7 23,9<br />

Perum Bulog 26,8 27,6<br />

PT Semen <strong>Indonesia</strong> (Persero) Tbk 26,5 19,5<br />

PT Krakatau Steel (Persero) Tbk 24,7 21,2<br />

PT Garuda <strong>Indonesia</strong> (Persero) Tbk 24,3 32,2<br />

Sumber: Kementerian BUMN, diolah<br />

Keterangan: *Per 31 Desember 2012<br />

Hal lain yang patut dicurigai adalah frekuansi perolehan<br />

kontrak pengadaan barang <strong>dan</strong> jasa di BUMN yang<br />

meningkat jelang tahun politik, intensitas pembuatan<br />

kontrak kerja sama jangka panjang yang kian tinggi,<br />

serta jumlah kontrak pengelolaan aset atau pembentukan<br />

perusahaan yang semakin banyak. Kontrak-kontrak<br />

ini biasanya dikerjakan oleh anak usaha, untuk menutupi<br />

kecurigaan pihak luar BUMN.<br />

Trik lain yang kerap dilakukan adalah BUMN mengalah<br />

saat ikut tender. Dengan demikian, proyek diperoleh<br />

pihak swasta yang menguntungkan cukong. Ini kerap<br />

terjadi pada tender sektor minyak <strong>dan</strong> gas serta<br />

tambang. “Hal-hal seperti ini sangat meningkat di tahuntahun<br />

politik,” ujar Said.<br />

Trik <strong>dan</strong> intrik yang disebutkan oleh Said tak jauh<br />

ber beda dengan yang dipaparkan oleh ICW. Lembaga<br />

yang dikenal peduli pemberantasan korupsi itu juga<br />

mencurigai a<strong>dan</strong>ya direksi titipan. “Setiap partai politik<br />

memiliki jatah untuk menempatkan tangan kanannya<br />

menjadi petinggi di BUMN tertentu,” kata Firdaus dari<br />

ICW.<br />

Trik berikutnya adalah menunjuk rekanan atau mitra<br />

yang terafiliasi dengan partai politik tertentu saat BUMN<br />

melakukan tender proyek, serta meminta bayaran (fee)<br />

untuk setiap persetujuan terhadap setiap aksi<br />

korporasi yang membutuhkan persetujuan<br />

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).<br />

Permainan lain yang kerap dilakukan<br />

adalah meminta jatah <strong>dan</strong>a bantuan sosial<br />

atau tanggung sosial perusahaan (corporate<br />

social responsibility/CSR) yang lebih dikenal<br />

de ngan sebutan program kemitraan <strong>dan</strong> bina<br />

lingkungan (PKBL).<br />

Ini bukan <strong>dan</strong>a yang sedikit. Semakin<br />

besar perusahaannya, maka semakin besar<br />

pula <strong>dan</strong>a yang dianggarkan untuk PKBL.<br />

Ingin tahu nilai resminya Data Kementerian<br />

BUMN menunjukan total <strong>dan</strong>a PKBL yang<br />

disalurkan pada 2012 mencapai Rp26,7<br />

triliun, yang diambil dari persentase tertentu<br />

atas laba yang dibukukan oleh perusahaan<br />

pelat merah pada tahun itu.<br />

Menteri BUMN Dahlan Iskan, yang juga<br />

merupakan salah satu peserta konvensi capres<br />

Partai Demokrat, dengan lantang mengancam<br />

akan mencopot direksi BUMN yang<br />

ikut men<strong>dan</strong>ai partai tertentu pada Pemilu<br />

<strong>2014</strong>. “Kalau ada BUMN yang digerogoti<br />

untuk Pemilu, akan langsung saya ganti.”<br />

Sementara itu, sebagai pimpinan salah<br />

satu perusahaan pelat merah, Direktur Utama<br />

PT Bukit Asam Tbk. Milawarma menolak<br />

dugaan a<strong>dan</strong>ya keterlibatan partai politik da ­<br />

lam pengangkatan direksi maupun komisaris<br />

di BUMN.<br />

“Yang memutuskan adalah RUPS. Me kanisme<br />

kerja kami juga transparan <strong>dan</strong> sudah<br />

ada ketentuan bahwa direksi <strong>dan</strong> karyawan<br />

BUMN tidak boleh terlibat dalam aktivitas sebagai<br />

pengurus parpol,” kata Milawarma.<br />

Sebagai perusahaan terbuka, Bukit Asam juga sudah<br />

mengadopsi sistem pelaporan pelanggaran (whistleblowing<br />

system). Sistem itu mengharuskan perusahaan<br />

membentuk komite pemantau pelaporan pelanggaran<br />

<strong>dan</strong> unit penerima laporan pelanggaran yang dikoordinasikan<br />

dewan komisaris.<br />

Namun, Said Didu justru berkomentar sebaliknya.<br />

“BUMN yang berstatus perusahaan terbuka lebih rawan<br />

lagi, karena setiap keputusan cukup sampai ke<br />

komisaris, tidak perlu lewat persetujuan Kementerian<br />

BUMN lagi.”<br />

Jika Said benar, betapa menyedihkan negara ini. Se banyak<br />

20 BUMN yang listing di Bursa Efek <strong>Indonesia</strong> adalah<br />

aset berharga buat pasar modal kita. BUMN berstatus<br />

perusahaan publik itu mewakili 25% dari total kapitalisasi<br />

pasar di bursa saham yang saat mencapai lebih dari<br />

Rp4.000 triliun.<br />

Sejatinya, 141 perusahaan pelat merah yang kita mi ­<br />

liki saat ini menjadi aktor ekonomi di sektor yang tak<br />

di lirik swasta, bukan disibukkan dengan urusan se gelintir<br />

orang yang haus kekuasaan. Kesibukan yang<br />

in tensitasnya meningkat jelang pemilu datang.<br />

<strong>Bisnis</strong>/Ilham Nesabana<br />

Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 31


Regulasi Pasar Modal<br />

Menjaga Pasar<br />

pada Tahun <strong>Politik</strong><br />

Isu pengurangan stimulus moneter<br />

tak hanya membuat gusar investor<br />

negeri Paman Sam, tetapi juga<br />

mengakibatkan pelaku pasar di Tanah<br />

Air insomnia karena khawatir dengan<br />

nasib pundi-pundinya.<br />

<strong>Bisnis</strong>/Nurul Hidayat<br />

Nenden Sekar A. & Lavinda<br />

redaksi@bisnis.co.id<br />

Bagaimana tidak, sentimen isu global<br />

terbukti sukses menggoyahkan<br />

stabilitas pasar modal nasional<br />

sepanjang 2013.<br />

IHSG berfluktuasi cukup tinggi d i ­<br />

bandingkan dengan negara lain, de ­<br />

ngan level kenaikan terbesar melebihi 15% menembus<br />

angka psikologis 5.000, tetapi kemudian terus<br />

merosot hanya di level 2,9% sepanjang 2013.<br />

Usut punya usut, dominasi kepemilikan asing<br />

yang berkarakter spekulatif rupanya menjadi biang<br />

keladi gejolak di pasar saham nasional. PT Kus todian<br />

Sentral Efek <strong>Indonesia</strong> (KSEI) merilis, total<br />

aset asing bergeming di level 57,97% atau Rp1.571<br />

triliun pada Oktober 2013, se<strong>dan</strong>gkan porsi aset<br />

lokal hanya menyentuh 41,99% atau Rp1.152<br />

triliun.<br />

Mirisnya, jumlah investor saham tercatat hanya<br />

319.026 investor per 31 Oktober 2013, tak berubah<br />

signifikan dari posisi 2012 yang 281.256 investor.<br />

Angka itu hanya sekitar 0,15% dari total penduduk<br />

<strong>Indonesia</strong>.<br />

Fakta lain dari statistik World Federation of Ex ­<br />

changes menunjukkan, tingkat perputaran uang<br />

(ve lositas) perdagangan saham di BEI menduduki<br />

peringkat terendah kedua di dunia setelah Filipina,<br />

dengan rasio transaksi harian terhadap kapitalisasi<br />

pasar hanya 24,9%. Artinya, nilai yang ditransaksikan<br />

setiap hari kurang dari seperempat kapitalisasi<br />

pasarnya.<br />

Melihat realita ini, otoritas pasar modal mengambil<br />

sejumlah langkah strategis untuk mengatasi persoalan,<br />

baik dari sisi permintaan maupun suplai.<br />

Kebijakan terhangat adalah perubahan jumlah lot<br />

saham <strong>dan</strong> fraksi harga (tick price) yang akan<br />

efektif pada 6 Januari <strong>2014</strong>.<br />

Direktur Perdagangan <strong>dan</strong> Pengaturan Anggota<br />

Bursa BEI Samsul Hidayat mengatakan penetapan<br />

aturan baru itu sebagai bagian dari penyempurnaan<br />

struktur mikro demi pendalaman pasar modal,<br />

t erutama dari sisi demand.<br />

Penurunan lot saham dari 500 lembar menjadi<br />

100 lembar diharapkan bisa lebih menarik minat<br />

investor ritel, serta dapat meningkatkan likuiditas<br />

di pasar modal.<br />

Direktur Utama BEI Ito Warsito menambahkan<br />

penurunan lot saham bertujuan agar para investor<br />

memiliki diversifikasi portofolio <strong>dan</strong> mengelola<br />

risiko dengan lebih beragam.<br />

Perubahan fraksi harga saham dari lima menjadi<br />

tiga kelompok juga bertujuan meningkatkan likuiditas,<br />

<strong>dan</strong> meredam volatilitas yang tinggi pada saat<br />

bersamaan.<br />

Selama ini, selisih kuotasi harga jual beli (bid-ask<br />

spread) yang terlalu lebar menghambat terjadinya<br />

transaksi sehingga tingkat velositas BEI rendah.<br />

Dengan perubahan ini, diharapkan rentang menjadi<br />

lebih kecil <strong>dan</strong> transaksi meningkat dengan target<br />

Rp7 triliun per hari pada <strong>2014</strong>.<br />

“Memang kebijakan itu bukan satu-satunya<br />

f aktor peningkatan likuiditas <strong>dan</strong> peredam gejolak,<br />

itu policy yang bisa kami lakukan saat ini, sisanya<br />

eks ternal,” tegas Samsul.<br />

Dia mengklaim beberapa negara juga melakukan<br />

perubahan fraksi saham <strong>dan</strong> mengalami perkembangan<br />

cukup baik. Bursa New York <strong>dan</strong> Korea<br />

meng ubah aturan pada 2010, disusul bursa Thailand<br />

<strong>dan</strong> bursa Malaysia pada 2009, terakhir bursa<br />

Singapura pada 2011.<br />

32 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>


Kepala Riset PT Universal Broker <strong>Indonesia</strong> Satrio<br />

Utomo berpendapat aturan lot saham <strong>dan</strong> fraksi harga<br />

akan berdampak positif bagi penambahan jumlah<br />

i nvestor baru, terutama segmen ritel.<br />

Meski demikian, BEI juga harus memperhatikan pe ­<br />

nga ruhnya terhadap frekuensi perdagangan. Jika dengan<br />

100 lembar per saham, maka rasio frekuensi perdagangan<br />

harus meningkat minimal lima kali lipat.<br />

Head of Investment PT AAA Asset Management Siswa<br />

Rizali justru menilai perubahan lot saham <strong>dan</strong> fraksi<br />

harga hanya bersifat artifisial <strong>dan</strong> tidak akan mengubah<br />

kondisi pasar secara signifikan.<br />

LEBIH DIPERLUAS<br />

Direktur Utama PT Evergreen Capital Rudy Utomo me ­<br />

nambahkan otoritas bursa perlu fokus pada upa ya<br />

pe nam bahan jumlah investor <strong>dan</strong> penggunaan sistem in ­<br />

formasi pasar modal melalui program edukasi <strong>dan</strong> so sia l ­<br />

isasi yang lebih meluas ke seluruh pelosok <strong>Indonesia</strong>.<br />

Dia menyarankan otoritas bursa agar lebih menyederhanakan<br />

sistem penggunaan acuan kepemilikan sekuritas<br />

(Akses) supaya lebih mudah dipahami investor yang<br />

tidak terlalu melek teknologi. “Kelihatannya lebih<br />

mudah membuka Yahoo daripada Akses,” ujar Rudy.<br />

Dari sisi suplai, Ito menambahkan pihaknya akan<br />

te rus menjaga stabilitas pasar modal di tengah fluktuasi<br />

masa pemilu <strong>2014</strong> untuk meyakinkan calon emiten<br />

mencatatkan sahamnya di bursa efek. “Memang ada<br />

calon emiten yang resah menghadapi tahun pemilu.<br />

Kami akan terus meyakinkan para investor,” paparnya.<br />

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun mengaku punya<br />

jurus jitu mengembangkan pasar modal pada tahun<br />

Kuda Kayu.<br />

Nurhaida, Anggota Dewan Komisioner <strong>dan</strong> Kepala<br />

Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK mengungkapkan<br />

pihaknya telah menyusun lima upaya pendalaman pasar<br />

modal a.l. pengembangan basis investor, peningkatan<br />

jum lah emiten, pengembangan produk, pengembangan<br />

in frastruktur, <strong>dan</strong> pengembangan pasar obligasi.<br />

OJK menargetkan sejumlah peraturan strategis rampung<br />

pada <strong>2014</strong> a.l. perluasan pihak agen penjual reksa<br />

<strong>dan</strong>a selain perbankan, pengembangan SID reksa <strong>dan</strong>a,<br />

<strong>dan</strong> pengaturan transaksi elektronik efek reksa <strong>dan</strong>a.<br />

Siswa menilai peraturan baru itu berpotensi besar me ­<br />

ningkatkan likuiditas di pasar modal. Selain itu, menurutnya,<br />

otoritas bursa juga harus mampu memberi edukasi<br />

yang merata kepada masyarakat untuk menghindari<br />

penipuan investasi. “Satgas investigasi bodong lebih<br />

harus diaktifkan lagi,” katanya.<br />

Peraturan OJK yang juga diharapkan selesai pada ta ­<br />

hun depan adalah penyederhanaan penawaran umum<br />

me lalui registrasi elektronik atau e-registration, rasionalisasi<br />

kewajiban informasi melalui e-reporting, pengajuan<br />

insentif pajak bagi produk investasi, <strong>dan</strong> penggunaan<br />

indeks obligasi.<br />

Apapun regulasi yang diterapkan, yang pasti regulator<br />

perlu berkoordinasi <strong>dan</strong> merealisasikan rencananya<br />

se suai dengan target. Jika tidak, hanya akan menjadi<br />

wa cana belaka yang menyebabkan perkembangan pasar<br />

modal stagnan.<br />

Lima Upaya Pendalaman Pasar Modal oleh Otoritas Jasa Keuangan<br />

1.Peningkatan Jumlah Emiten<br />

a. Mendorong perusahaan go public melalui sosialisasi <strong>dan</strong> focus group discussion (2013)<br />

b. Penyederhanaan penawaran umum melalui e-registrasi (<strong>2014</strong>)<br />

c. Rasionalisasi kewajiban keterbukaan bagi emiten melalui e-reporting (<strong>2014</strong>)<br />

2.Pengembangan Basis Investor<br />

a. Membentuk lembaga perlindungan pemodal (2013)<br />

d. Sosialisasi pasar modal syariah (2013)<br />

e. Pengaturan transaksi elektronik efek reksa <strong>dan</strong>a (<strong>2014</strong>)<br />

c. Perluasan pihak agen penjual reksa <strong>dan</strong>a selain perbankan (<strong>2014</strong>)<br />

b. Pengembangan single identity investor reksa <strong>dan</strong>a, surat utang, <strong>dan</strong> sukuk (<strong>2014</strong>)<br />

3.Pengembangan Produk<br />

a. Insentif pajak<br />

b. Revitalisasi perdagangan produk derivatif<br />

c. Penggunaan bond index<br />

d. Pengembangan regulasi produk syariah<br />

4.Pengembangan Infrastruktur Pasar Modal<br />

a. Pengembangan identitas tunggal pemodal<br />

b. Pengembangan data <strong>dan</strong> informasi warehouse<br />

5.Pengembangan Pasar Utang <strong>dan</strong> Sukuk<br />

a. Pengembangan electronic trading platform<br />

b. Pengembangan regulator <strong>dan</strong> supervisi<br />

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan, diolah<br />

Jumlah investor<br />

berdasarkan<br />

Single Investor Identification (SID)<br />

2011<br />

2012<br />

293.973<br />

281.256<br />

2013*<br />

319.026<br />

* per 31 Oktober 2013<br />

Keterangan: Single Investor Identification mulai diimplementasikan<br />

akhir 2010 <strong>dan</strong> berlaku penuh pada Februari 2012.<br />

Sumber: PT Kustodian Sentral Efek <strong>Indonesia</strong><br />

BISNIS/TUTUN PURNAMA<br />

Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 33


Portofolio <strong>2014</strong><br />

Saat<br />

Dunia<br />

Kembali<br />

Normal<br />

Saat the Fed mengumumkan program quantitative easing-nya pada<br />

November 2008, sejak itu itulah penduduk dunia hidup di dunia yang<br />

abnormal. Seperti pernah diucapkan oleh Menteri Keuangan Chatib<br />

Basri, “Kondisi dunia yang normal adalah tanpa quantitative easing.”<br />

<strong>Bisnis</strong>/En<strong>dan</strong>g Muchtar<br />

Giras Pasopati & Yeni H. Simanjuntak<br />

redaksi@bisnis.co.id<br />

Quantitative easing adalah kebijakan<br />

stimulus yang dijalankan oleh bank<br />

sentral Amerika Serikat Federal<br />

Reserve dengan memompakan<br />

likui ditas ke pasar, sehingga tidak<br />

ada alasan bagi kenaikan suku<br />

bunga. Bunga rendah diharapkan<br />

bisa memicu dunia usaha bergerak,<br />

se hing ga negara adidaya itu bisa segera keluar dari<br />

krisis.<br />

Namun, bunga rendah <strong>dan</strong> kucuran uang sebesar<br />

US$85 miliar setiap bulannya membuat AS tidak<br />

menarik buat para pencari ‘rente’. Mereka ‘gentayangan’<br />

mencari tempat yang memberikan keuntungan<br />

lebih besar yakni emerging markets.<br />

Di emerging markets ini, termasuk <strong>Indonesia</strong>,<br />

para pemilik <strong>dan</strong>a memarkirkan duit mereka.<br />

Dana-<strong>dan</strong>a itu parkir di pasar saham, obligasi,<br />

hingga dalam bentuk pinjaman langsung kepada<br />

para pengusaha yang membutuhkan uang untuk<br />

memutar roda bisnisnya.<br />

Namun, stimulus itu bukan untuk selamanya.<br />

Saat quantitative easing dicabut, saat itulah dunia<br />

kembali normal. Apa artinya dunia yang normal<br />

bagi <strong>Indonesia</strong> Itu berarti likuiditas yang ketat.<br />

Dana di emerging markets dipastikan berpindah<br />

tempat mangkal, kembali ke AS.<br />

Indikasi itu terlihat jelas pada Mei 2013, saat<br />

Chairman the Fed Ben S. Bernanke memberikan<br />

sinyal kepada dunia bahwa quantitative easing<br />

akan mulai dikurangi atau dikenal dengan istilah<br />

tapering.<br />

Setelah Bernanke mengeluarkan ‘gertakan’ itu,<br />

dunia menjadi sangat sibuk. Di <strong>Indonesia</strong>, gertakan<br />

the Fed itu tak hanya membuat pasar saham<br />

merana. Para pembuat tempe pun ikut terkena<br />

imbasnya. Nilai tukar rupiah yang terus melorot<br />

terhadap dolar AS membuat harga impor kedelai,<br />

bahan baku tempe, turut membumbung.<br />

Semua kesibukan itu mereda jelang penghujung<br />

September, setelah the Fed tak jadi mengurangi<br />

stimulusnya. Perpindahan <strong>dan</strong>a asing pun mereda.<br />

Namun, kelegaan itu hanya sementara. Kini, se mua<br />

sibuk bertanya-tanya kapan dunia kembali nor mal<br />

Banyak yang memprediksi AS akan mulai melakukan<br />

tapering pada <strong>2014</strong>. Itu artinya kita akan menghadapi<br />

duet pemilu <strong>dan</strong> tapering pada tahun depan.<br />

Direktur Utama PT Astra International Tbk.<br />

Prijono Sugiarto menyebutkan emiten berkapitalisasi<br />

pasar besar itu tidak mengkhawatirkan pemilu.<br />

“Yang kami takutkan bukan pemilu, tetapi kondisi<br />

ekonomi global karena bisa saja belum mencapai<br />

bottom-nya. Hal tersebut bisa berpengaruh kepada<br />

pertumbuhan ekonomi <strong>Indonesia</strong>,” katanya.<br />

Direktur Utama Bursa Efek <strong>Indonesia</strong> (BEI) Ito<br />

Warsito juga berkomentar sama. Menurutnya, isu<br />

soal stimulus AS dipastikan berdampak ke pasar<br />

saham <strong>Indonesia</strong>, se<strong>dan</strong>gkan pemilu bukanlah hal<br />

yang mengkhawatirkan. “Ekonomi <strong>dan</strong> politik tak<br />

lagi terlalu bersinggungan.”<br />

Tak jauh berbeda, Kepala Riset PT Indopremier<br />

34 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>


Pergerakan Bursa Saham pada Pemilu 2004 & 2009<br />

Keterangan 2003 2004 2008 2009<br />

Rata-rata volume transaksi harian (juta saham) 967,1 1.708,6 3.282,69 6.089,87<br />

Rata-rata nilai transaksi harian (Rp miliar) 518,3 1.024,9 4.435,53 4.046,2<br />

Rata-rata transaksi harian (ribuan kali) 12,2 15,5 55,9 87,04<br />

Jumlah emiten 333 331 396 398<br />

Emiten baru 6 12 19 13<br />

Emiten delisting 4 14 6 11<br />

Nilai IPO (Rp triliun) 9,5 2,14 24,39 3,85<br />

Nilai HMETD (Rp triliun) 4,49 3,91 56,61 8,56<br />

Nilai waran (Rp triliun) 0,06 0,29 1,98 2,5<br />

Kapitalisasi pasar (Rp triliun) 460,4 679,9 1.076,49 2.019,38<br />

IHSG akhir tahun 691,89 1.000,23 1.355,4 2.534,35<br />

Sumber: Laporan Tahunan Bursa Efek <strong>Indonesia</strong>, diolah<br />

Kinerja Reksa Dana Konvensional<br />

Securities Ikhsan Binarto juga punya pendapat senada.<br />

Menurutnya, <strong>dan</strong> Indeks dampak Acuan yang ditimbulkan (%) oleh pemilu<br />

t erhadap indeks harga saham gabungan (IHSG), tidak<br />

akan sebesar efek Keterangan dari kondisi ekonomi global. Tahun Tahun<br />

“Pada pemilu 2004, volatilitas indeks juga 2004 tidak terlalu 2009<br />

tinggi <strong>dan</strong> pasar Reksa masih <strong>dan</strong>a tumbuh saham positif. Saya 35,11 percaya 106,28<br />

indeks pada tahun Reksa depan <strong>dan</strong>a campuran bisa mencapai 5.000 24,71 lagi 55,60 <strong>dan</strong><br />

kemungkinan Reksa ditutup <strong>dan</strong>a di pendapatan atas level tersebut,” tetap 10,37 katanya. 14,73<br />

Dia memilih IHSG membandingkan Pemilu <strong>2014</strong> 44,56 dengan 86,98<br />

kondisi pada 2004 karena pada saat itu kita juga dihadapkan<br />

pada ketidakjelasan partai politik yang akan<br />

Surat utang Negara 21,49 15,99<br />

mendominasi<br />

Sumber: PT Infovesta<br />

<strong>dan</strong><br />

Utamasiapa yang akan jadi capres <strong>Bisnis</strong>/Ilham dominan. Nesabana<br />

Pada 2004, indeks tumbuh 44,56% dari posisi 704,49<br />

pada akhir 2003 menjadi 1.000,23 di penghujung 2004.<br />

Adapun, pada akhir 2009, IHSG bertengger di posisi<br />

2.534,35 atau melonjak 76,32% dari posisi 1.355,4 pada<br />

akhir 2008.<br />

INSTRUMEN PILIHAN<br />

Kendati pemilu tak berdampak besar pada indeks,<br />

ekonom PT Bank Mandiri Tbk. Destry Damayanti<br />

menyebutkan fluktuasi pasar saham diprediksi membuat<br />

instrumen investasi itu kurang menarik di mata investor.<br />

“Namun, bagi mereka yang mencari untung lewat<br />

vo latilitas, saham bisa lebih menarik,” kata Ikhsan<br />

seolah menimpali pendapat Destry.<br />

Untuk pemilik <strong>dan</strong>a yang tak menyukai volatilitas di<br />

pasar saham, di tengah ketidakpastian ekonomi global<br />

<strong>dan</strong> Pemilu <strong>2014</strong>, Destry yakin obligasi <strong>dan</strong> reksa <strong>dan</strong>a<br />

akan jadi pilihan.<br />

Berkaca pada kinerja 2004 <strong>dan</strong> 2009, reksa <strong>dan</strong>a<br />

memang layak dipertimbangkan untuk jadi instrumen<br />

investasi pilihan. “Memang ada yang masih ragu berinvestasi<br />

di reksa <strong>dan</strong>a pada tahun depan karena kekhawatiran<br />

tahun politik. Tapi, data justru menunjukkan<br />

kebalikan dari kekhawatiran itu,” kata Rudiyanto, Head<br />

of Operation and Business Development PT Panin Asset<br />

Management.<br />

Kinerja reksa <strong>dan</strong>a mencapai puncaknya pada Pemilu<br />

2009. Dalam setahun, rerata reksa <strong>dan</strong>a saham membukukan<br />

return 106,28%, diikuti reksa <strong>dan</strong>a campuran<br />

<strong>Bisnis</strong>/Ilham Nesabana<br />

55,6%, <strong>dan</strong> reksa <strong>dan</strong>a pendapatan tetap 14,73%.<br />

“Apakah perolehan return reksa <strong>dan</strong>a pada tahun<br />

pemilu pasti akan naik Secara statistik jawabannya ya,<br />

jika dilihat dari dua periode sebelumnya. Namun,<br />

hu kumnya tentu saja kinerja masa lalu tidak<br />

mencermin kan kinerja masa mendatang,” kata Rudi.<br />

Sementara itu, pasar obligasi pada tahun depan akan<br />

diramaikan oleh obligasi korporasi jatuh tempo <strong>dan</strong> aksi<br />

pembelian kembali (buyback) oleh issuer yang nilainya<br />

diprediksi mencapai Rp156 triliun, lebih besar<br />

dibandingkan dengan Rp99,7 triliun pada tahun ini.<br />

Mengutip riset PT Maybank Kim Eng Securities, pe ­<br />

nerbitan kotor obligasi pada <strong>2014</strong> diperkirakan mencapai<br />

Rp361 triliun. Namun, tak sedikit pula yang memprediksi<br />

emisi obligasi tahun depan akan sepi, mengingat suku<br />

bunga yang terus bergerak naik.<br />

Jika obligasi korporasi sepi, pasokan surat utang dari<br />

pemerintah siap meramaikan pasar. Pada tahun depan,<br />

pemerintah diprediksi menerbitkan surat utang negara<br />

(SUN) hingga Rp361 triliun. Sebanyak 80% dari rencana<br />

emisi itu dilakukan di dalam negeri.<br />

“Sepertinya perlu diversifikasi untuk mengantisipasi<br />

<strong>2014</strong> yang uncertain apabila tapering terjadi, karena<br />

likuiditas, khususnya dolar AS, akan kembali ke AS,”<br />

kata Dirjen Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan<br />

Robert Pakpahan.<br />

Selain samurai bond, pemerintah juga tengah mempertimbangkan<br />

penerbitan SBN valas berdenominasi<br />

reminbi, won, <strong>dan</strong> euro guna menambah variasi pilihan<br />

bagi investor.<br />

Yudistira Slamet, Head of Debt Research PT Danareksa<br />

Sekuritas, menuturkan secara umum pasar obligasi pada<br />

<strong>2014</strong> masih dibaluti optimisme a<strong>dan</strong>ya perbaikan ekonomi.<br />

Namun, investor harus cermat mendiversifikasi<br />

portfolio obligasi.<br />

“Sebaiknya portofolionya seimbang antara tenor<br />

pendek <strong>dan</strong> panjang karena akan semakin sulit<br />

mendapatkan obligasi bertenor 10 tahun,” sarannya.<br />

Prinsip keseimbangan memang tak mungkin<br />

diabaikan dalam berinvestasi, di dunia yang normal<br />

maupun abnormal. (Maftuh Ihsan/Surya M. Saputra)<br />

Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 35


Pasar Komoditas & Derivatif<br />

Masa Perbaikan Telah Tiba<br />

Jelang tahun baru ada banyak hal<br />

yang perlu disiapkan. Terlebih tahun<br />

depan bukan tahun biasa. Selain<br />

dihadapkan pada kondisi ekonomi<br />

global <strong>dan</strong> domestik yang tak pasti,<br />

<strong>Indonesia</strong> punya hajat besar pada<br />

tahun depan yakni pemilihan umum.<br />

Ardhanareswari<br />

redaksi@bisnis.co.id<br />

Dengan dua fakta itu <strong>dan</strong> segu<strong>dan</strong>g<br />

pilihan investasi di bursa berjangka,<br />

pelaku pasar harus memilih <strong>dan</strong><br />

berhitung dalam meracik portofolio<br />

investasi yang paling tepat.<br />

Menilik setahun ke belakang,<br />

banyak analis berpendapat 2013 adalah tahun yang<br />

‘berat’ untuk komoditas, baik sektor energi, logam,<br />

maupun agrikultur. Pasalnya, selain kondisi<br />

e konomi global yang tak menentu, komoditas juga<br />

tertekan sentimen negatif jangka panjang. Lalu<br />

bagaimana prospeknya di Tahun Kuda Kayu<br />

Analis PT Monex Investindo Futures Zulfirman<br />

Basir menilai secara umum <strong>2014</strong> bisa menjadi masa<br />

perbaikan bagi sebagian besar komoditas. Awal<br />

tahun biasanya menjadi puncak permintaan dari<br />

negara konsumen terbesar di dunia, terutama<br />

China.<br />

“Permintaan awal tahun harusnya cukup positif<br />

karena ada Imlek. China adalah pemakai terbesar<br />

global,” katanya, Jumat (8/11).<br />

Dari sektor energi, permintaan terhadap minyak<br />

mentah West Texas Intermediate (WTI) <strong>dan</strong> gas<br />

pasti meningkat. Harga minyak yang saat ini berada<br />

di posisi bawah, memberi peluang besar untuk<br />

rebound.<br />

<strong>Bisnis</strong>/Nurul Hidayat<br />

Sejumlah negara di Amerika <strong>dan</strong> Eropa juga<br />

membutuhkan pasokan komoditas energi yang<br />

cukup banyak mengingat negara di belahan dunia<br />

itu tengah mengalami musim dingin. Apalagi,<br />

belakangan isu soal proyek nuklir Iran yang<br />

membuat Iran kena sanksi ekspor minyak mentah,<br />

menyebabkan pasokan minyak terancam.<br />

Dari sektor agrikultur, terutama minyak kelapa<br />

sawit mentah (CPO) juga diprediksi masih tinggi<br />

permintaan. Hal ini karena ramalan cuaca pada<br />

awal tahun masih diliputi guyuran hujan yang<br />

menghambat produksi kelapa sawit di dua negara<br />

penghasil CPO terbesar yakni Indonesa <strong>dan</strong><br />

Malaysia.<br />

Untuk karet, Ketua Dewan Karet <strong>Indonesia</strong> Aziz<br />

Pane optimistis harga karet membaik secara bertahap<br />

tahun depan seiring dengan stok karet Jepang<br />

<strong>dan</strong> China yang mulai menipis. Pertumbuhan<br />

pemakaian kendaraan yang meningkat juga turut<br />

mengerek karet karena 60%—70% karet produksi<br />

<strong>Indonesia</strong> dipasok untuk produksi ban.<br />

Komoditas logam industri yang sekaligus jadi<br />

andalan <strong>Indonesia</strong> seperti timah juga bakal bersinar<br />

tahun depan. Tingginya permintaan tak diimbangi<br />

dengan pasokan yang memadai dari <strong>Indonesia</strong> akan<br />

membuat harga timah terkerek tajam.<br />

Beberapa outlook dari dalam <strong>dan</strong> luar negeri<br />

memperkirakan harga timah akan mencapai<br />

US$25.000—US$30.000 per ton.<br />

Sayangnya, tak semua komoditas menuai berkah<br />

tahun baru. Batu bara—salah satu komoditas<br />

andalan <strong>Indonesia</strong>—diperkirakan masih bearish<br />

tahun depan.<br />

Meski sebagian besar berprospek cerah pada awal<br />

tahun, Zulfirman mengemukakan kenaikan harga<br />

itu akan relatif terbatas. Usai euforia Imlek hingga<br />

p a ruh pertama tahun depan, pasar kembali tertekan.<br />

Isu tapering the Fed akan kembali jadi fokus<br />

pasar. Apalagi, jelang pertemuan Fed Open Market<br />

Committee (FOMC) pada Maret <strong>2014</strong>. Banyak yang<br />

memprediksi FOMC Maret adalah pertemuan yang<br />

36 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>


akal menentukan tapering.<br />

bakal menggunung jelang kuartal III/<strong>2014</strong>. Kondisi yang<br />

Analis PT Megagrowth Futures Wahyu Laksono me ­ sama juga terjadi pada kopi <strong>dan</strong> gula.<br />

ngemukakan konsolidasi harga <strong>dan</strong> optimisme pada awal Tak beda jauh dengan kawan satu sektornya, CPO<br />

tahun depan bakal ditantang oleh isu tapering. “Optimismenya<br />

awal tahun, tetapi semester II lihat lagi nanti.” bakal bearish karena lonjakan pasokan mencapai 17%.<br />

juga tak akan banyak bergerak. Menurut Lukman, CPO<br />

Emas dianggap sebagai komoditas dari lini logam Sayangnya, hal itu tak diimbangi dengan kenaikan<br />

yang paling ‘menderita’ dengan kondisi ini. Tak usah permintaan global yang hanya meningkat 4,5%.<br />

menunggu Maret, emas diperkirakan kembali tertekan Namun, ada sedikit harapan bagi CPO sejak sejumlah<br />

mulai akhir tahun.<br />

negara menggencarkan pemakaian biodiesel sebagai<br />

bahan bakar. Walau begitu, penurunan harga minyak<br />

PEMULIHAN EKONOMI<br />

mentah berpotensi mengganjal kenaikan CPO lantaran<br />

Pada penghujung <strong>2014</strong>, Zulfirman memprediksi harga pasar lebih menaruh minat pada minyak mentah<br />

komoditas turun <strong>dan</strong> cenderung side ways. Selain ketimbang biodiesel. CPO diperkirakan berada pada<br />

karena tapering, kondisi ekonomi global yang masih kisaran 2.500 ringgit—2.600 ringgit per ton.<br />

belum jelas juga akan mempengaruhi pasar. AS, China, Untuk dolar AS, hampir semua analis sepakat dolar<br />

<strong>dan</strong> India sebagai negara konsumen terbesar juga tengah kembali berjaya tahun depan seiring dengan mendekatnya<br />

tapering. Namun pada awal tahun nanti, dolar juga<br />

dihadapkan pada pekerjaan rumah untuk memulihkan<br />

kondisi ekonominya.<br />

harus menghadapi tantangan karena pemerintah AS<br />

Pendapat agak berbeda datang dari analis PT Platon harus menghadapi siding untuk menentukan batas atas<br />

Niaga Berjangka Lukman Leong. Sedari awal Lukman utang (debt ceiling).<br />

memperkirakan komoditas cenderung lemah selama Perdebatan soal debt ceiling sempat membuat AS<br />

<strong>2014</strong>. Sebagian besar komoditas ditentukan oleh<br />

menutup sebagian operasional pemerintahannya<br />

permintaan dari China.<br />

(shutdown) pada akhir September hingga awal Oktober<br />

“Emas beserta komoditas lainnya seperti logam 2013. Polemik ekonomi AS ini juga berimbas ke hampir<br />

industri, minyak <strong>dan</strong> agrikultur masih tetap bearish.” seluruh mata uang termasuk rupiah.<br />

Perubahan Proyeksi kebijakan Harga moneter Komoditas<br />

AS akan menekan Analis PT Samuel Aset Manajemen Lana Soe lis tia ningsih<br />

menilai jika dibandingkan dengan tahun politik<br />

harga emas <strong>dan</strong> membuatnya bergerak pada rentang<br />

Komoditas Harga per 8/11/2013 Harga Proyeksi* Satuan<br />

US$1.200—US$1.350/troy ounce. Kebijakan itu juga <strong>2014</strong>, spekulasi soal tapering jauh lebih kuat menekan<br />

turut WTI berpengaruh US$94,60 pada minyak mentah, terutama US$80—US$90 WTI. rupiah. barel<br />

Jika ternyata Timur (Rp1,08 Tengah juta) adem ayem se<strong>dan</strong>gkan (Rp912.320—Rp1,02juta) Kepala Riset PT Monex Investindo Futures Ariston<br />

pasokan melimpah <strong>dan</strong> permintaan melemah, minyak Tjendra juga menilai pemilu tak terlalu mempengaruhi<br />

akan Emas berada spot pada US$1.288,50 kisaran US$80—US$90/barel. US$1.200-US$1.350 pasar. Pasalnya, ekonomi troy ounce <strong>dan</strong> politik relatif tak terlalu<br />

Komoditas agrikultur (Rp472.432) akan lebih banyak (Rp439.938—Rp494.981) dipengaruhi saling mempengaruhi. gram<br />

oleh faktor cuaca ketimbang keseimbangan antara<br />

Jika dibandingkan dengan 2 tahun pemilu sebelumnya,<br />

yaitu 2004 <strong>dan</strong><br />

pasokan<br />

Timah<br />

<strong>dan</strong> permintaan.<br />

US$22.850<br />

Lukman memperkirakan,<br />

US$21.750—US$30.000 ton<br />

2009, nilai rupiah relatif stabil<br />

harga gandum cukup (Rp260,58 stabil se<strong>dan</strong>gkan juta) harga (Rp248,03juta—RpRp342,12juta)<br />

kedelai selama 2004. Kala itu, rupiah bergerak pada kisaran<br />

<strong>dan</strong><br />

CPO<br />

jagung justru<br />

2.506<br />

menghadapi<br />

ringgit<br />

penurunan.<br />

2.500 ringgit—2.600<br />

Rp8.500—Rp9.270/dolar<br />

ringgit ton<br />

AS.<br />

Namun, perkiraan cuaca yang mendukung proses Sementara itu, pada 2009 rupiah limbung dengan<br />

tanam di wilayah AS (Rp8,9juta) akan mendorong produksi (Rp8,97juta—Rp9,33juta)<br />

<strong>dan</strong> vo latilitas yang sangat tinggi, Rp9.404—Rp11.700 yang<br />

menekan harga komoditas itu karena pasokan yang lebih dipicu oleh faktor krisis global kala itu.<br />

Sumber: Bloomberg <strong>dan</strong> analis, diolah<br />

*) dikalikan dengan kurs tengah BI per 8 November 2013 yakni Rp11.404<br />

Rekomendasi Analis<br />

Analis Rekomendasi Mengapa<br />

Zulfirman Basir<br />

(PT Monex Investindo Futures)<br />

Wahyu Laksono<br />

(PT Megagrowth Futures)<br />

Aset safe haven valas (dolar,<br />

yen, euro, franc) <strong>dan</strong> emas<br />

Komoditas yang se<strong>dan</strong>g terpuruk<br />

(batu bara, emas, <strong>dan</strong> tembaga)<br />

Menghadapi tapering <strong>dan</strong> kemungkinan<br />

gejolak ekonomi-politik dalam <strong>dan</strong> luar<br />

negeri<br />

Masih memiliki ruang penguatan<br />

harga/rebound<br />

Juni Sutikno<br />

(PT Phillip Futures)<br />

Lukman Leong<br />

(PT Platon Niaga Berjangka)<br />

Sumber: analis, diolah<br />

Komoditas agrikultur<br />

Long trading untuk sektor agrikultur<br />

<strong>dan</strong> short trading untuk sektor<br />

energi<br />

Lebih minim resiko <strong>dan</strong> harga lebih<br />

stabil<br />

Mengambil posisi tepat sesuai<br />

dengan pergerakan harga<br />

BISNIS/TUTUN PURNAMA<br />

Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 37


Industri Multifinance<br />

Optimisme di Tengah Perlambatan<br />

Industri multifinance kini se<strong>dan</strong>g<br />

menghadapi kenyataan jika<br />

p ertumbuhan penyaluran pembiayaan<br />

melambat. Perlambatan ini bukan<br />

semata-mata kesalahan industri,<br />

melainkan karena berbagai faktor,<br />

mulai dari harga komoditas, kondisi<br />

ekonomi, hingga regulasi pemerintah.<br />

Yodie Hardiyan<br />

redaksi@bisnis.co.id<br />

Perlambatan itu dapat dicermati dari<br />

data Statistik Ekonomi <strong>dan</strong> Keuangan<br />

<strong>Indonesia</strong> yang dirilis Bank <strong>Indonesia</strong><br />

mengenai posisi pembiayaan lembaga<br />

keuangan non-bank.<br />

Total pembiayaan outstanding dari<br />

lini sewa guna usaha (leasing/SGU), pembiayaan<br />

konsumen, anjak piutang <strong>dan</strong> kartu kredit pada<br />

September 2013 mencapai Rp339,64 triliun atau<br />

tumbuh 12,45% dibandingkan dengan Rp302,05<br />

triliun pada Desember 2012 (year to date).<br />

Angka pertumbuhan itu lebih kecil dibandingkan<br />

dengan pertumbuhan pada kuartal III/2012 dibandingkan<br />

dengan 2011 yang mencapai 21,19% <strong>dan</strong><br />

20,81% (year to date).<br />

Lebih dirinci lagi, penyaluran pembiayaan outstanding<br />

SGU mencapai Rp116,66 triliun pada<br />

Sep tember 2013 atau tumbuh 11,02% dibandingkan<br />

de ngan Rp105,08 triliun pada Desember 2012.<br />

Angka pertumbuhan itu lebih kecil dibandingkan<br />

dengan pertumbuhan pada periode sebelumnya<br />

2012 yang mencapai 40,37%. Pertumbuhan year to<br />

Tugas <strong>dan</strong> Wewenang Bank <strong>Indonesia</strong><br />

Pasca OJK Beroperasi Penuh Mulai <strong>2014</strong><br />

Menetapkan <strong>dan</strong> melaksanakan<br />

kebijakan moneter untuk mencapai<br />

target inflasi <strong>dan</strong> memelihara<br />

kestabilan rupiah.<br />

Mengatur <strong>dan</strong> menjaga kelancaran<br />

sistem pembayaran<br />

Mengelola ca<strong>dan</strong>gan devisa<br />

Mengeluarkan <strong>dan</strong> mengedarkan rupiah<br />

Sumber: Data diolah<br />

BISNIS/HUSIN PARAPAT<br />

date dua periode sebelumnya dengan perbandingan<br />

yang sama juga mencapai 17%-44%.<br />

Perlambatan itu terjadi bukan karena industri<br />

mul tifinance tidak agresif berjualan, melainkan se -<br />

dikit banyak karena faktor harga komoditas seperti<br />

karet, crude palm oil hingga batu bara yang belum<br />

menggembirakan.<br />

Salah satu yang sangat berpengaruh adalah harga<br />

komoditas batu bara acuan (HBA) yang mencapai<br />

US$76,61 per ton pada Oktober 2013, padahal HBA<br />

pada awal tahun lalu di atas US$100 per ton.<br />

Suwandi Wiratno, Ketua Umum Asosiasi<br />

Per usahaan Pembiayaan <strong>Indonesia</strong> (APPI), mengatakan<br />

lesunya harga komoditas itu mempengaruhi<br />

para pelaku usaha—yang menjadi konsumen<br />

multi finance—menunda untuk membeli barang<br />

modal, termasuk alat berat untuk kebutuhan<br />

industri batu bara.<br />

“Dengan keadaan harga komoditas terutama yang<br />

berbasis energi seperti batu bara, yang kami belum<br />

tahu harga ekuilibriumnya berapa, apakah akan<br />

naik kembali Semua para pelaku usaha cenderung<br />

tidak ekspansi untuk membeli alat baru,” katanya.<br />

Kendati demikian, kondisi tersebut tetap memberikan<br />

celah perusahaan pembiayaan apabila pelaku<br />

usaha melakukan overhaul (membarukan yang<br />

lama) alat berat. Perusahaan multifinance, ujar<br />

Suwandi, dapat membiayai aksi overhaul itu.<br />

“Misalnya alat udah tua, mereka beli sparepart<br />

baru. Seperti mobil, kalau turun mesin kan jadi<br />

baru lagi. Daripada investasi alat baru, mereka<br />

mending overhaul. Di sini ada satu kesempatan<br />

bagi perusahaan pembiayaan, ya dibiayailah<br />

n asabah-nasabah itu kalau mereka lakukan<br />

overhaul,” kata Suwandi.<br />

Mengacu pada proyeksi Asosiasi Pengusaha Alat<br />

Berat <strong>Indonesia</strong> (PAABI), penjualan alat berat pada<br />

tahun depan mencapai 14.000 unit atau tumbuh<br />

2% dibandingkan dengan proyeksi 13.700 unit<br />

pada tahun ini.<br />

Pertumbuhan itu “lebih baik” daripada penurunan<br />

penjualan pada semester I/2013 sebesar 29%<br />

di bandingkan dengan realisasi periode sama pada<br />

2012. Dalam kurun 2002-2012, penjualan alat berat<br />

paling gemilang pada 2011.<br />

Sejumlah perusahaan pembiayaan yang fokus<br />

pada SGU alat berat juga tidak meratapi perlambatan<br />

ini tanpa melakukan diversifikasi usaha. Beberapa<br />

di antaranya menjajaki pembiayaan mesin<br />

in dus tri, kredit pemilikan rumah hingga kapal.<br />

PEMBIAYAAN KONSUMEN<br />

Tidak jauh berbeda nasibnya seperti pembiayaan<br />

SGU, pembiayaan kendaraan bermotor yang<br />

di do minasi oleh penyaluran pinjaman untuk sepeda<br />

38 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>


motor atau mobil, juga mengalami perlambatan.<br />

Penyaluran pembiayaan konsumen mencapai<br />

Rp216,58 triliun pada September 2013 atau tumbuh<br />

12,91% dibandingkan dengan Rp191,82 triliun pada<br />

Desember 2012 (year to date). Pertumbuhan periode<br />

yang sama beberapa tahun sebelumnya mencapai 12%-<br />

26%.<br />

Perlambatan itu bukan tidak mungkin berlanjut<br />

hingga tahun depan karena penjualan kendaraan bermotor<br />

di berbagai daerah seperti Sumatra, Kalimantan, <strong>dan</strong><br />

Sulawesi juga dipengaruhi harga komoditas pertambangan,<br />

perkebunan, serta pertanian.<br />

Apabila harga komoditas turun, pendapatan para<br />

pelaku usaha di bi<strong>dan</strong>g itu juga berpotensi berkurang,<br />

sehingga alokasi <strong>dan</strong>a untuk membeli kendaraan turut<br />

mengecil. Akibatnya, penjualan sepeda motor yang<br />

ditopang oleh multifinance juga kena dampak.<br />

Peraturan uang muka minimum yang diluncurkan<br />

pemerintah pada tahun lalu juga memberikan dampak<br />

kepada industri multifinance. Namun, Suwandi menekankan<br />

kebijakan itu justru memperbaiki tingkat rasio<br />

kredit macet (non-performing loan/NPL).<br />

Suwandi tetap optimis pasar pembiayaan sepeda<br />

motor <strong>dan</strong> mobil tetap ada. Kepanikan dinilai tidak perlu<br />

muncul apabila kondisi ekonomi mendorong terjadinya<br />

krisis kecil. “Tahun depan, menjelang pemilu <strong>dan</strong> sebagainya,<br />

tidak perlu khawatir terhadap situasi ekonomi.”<br />

Salah satu perusahaan multifinance skala besar yang<br />

menyalurkan pembiayaan sepeda motor <strong>dan</strong> mobil, PT<br />

Adira Dinamika Multi Finance Tbk, juga berharap tahun<br />

politik bakal berdampak positif.<br />

“Biasanya kan kalau pemilu aktivitas masyarakat akan<br />

meningkat, mungkin pemilu kasih faktor positif yang<br />

sedikit lah,” kata Presiden Direktur Adira Finance Willy<br />

Suwandi Dharma.<br />

Adapun, perusahaan multifinance skala menengah<br />

yang menyalurkan pembiayaan mobil komersial, PT<br />

Reksa Finance, juga yakin dapat membukukan pertumbuhan<br />

30% pada tahun depan.<br />

“Reksa tetap melakukan ekspansi karena segmen ko -<br />

mersial tetap prospektif <strong>dan</strong> target lending tetap optimis<br />

dinaikkan 30% dibandingkan dengan target 2013,” kata<br />

Direktur Reksa Finance Diyanto Djeragan.<br />

Dalam kesempatan terpisah, Ketua Dewan Komisioner<br />

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D.Hadad mengakui<br />

perusahaan pembiayaan se<strong>dan</strong>g menghadapi tantangan<br />

yang tidak dihadapi industri keuangan non-bank<br />

lain seperti asuransi <strong>dan</strong> <strong>dan</strong>a pensiun.<br />

Dengan kondisi demikian, regulator mengaku terus<br />

melakukan pemantauan secara dekat terhadap industri<br />

ini. Dalam amatan Muliaman, multifinance terus me lakukan<br />

inovasi. “Mereka berusaha keras,” katanya.<br />

<strong>Bisnis</strong>/Nurul Hidayat<br />

Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 39


Implementasi BPJS Kesehatan<br />

Dimana Asuransi Swasta Berperan<br />

Perubahan sistem jaminan sosial<br />

akan terjadi pada awal <strong>2014</strong> di<br />

negara ini. Sistem yang disebutsebut<br />

sebagai Sistem Jaminan<br />

Sosial Nasional (SJSN) mulai<br />

diterapkan secara bertahap.<br />

Farodlilah Muqoddam & Tisyrin Naufalty Tsani<br />

redaksi@bisnis.co.id<br />

Antara<br />

Pemangku kepentingan telah mempersiapkan<br />

Ba<strong>dan</strong> Penyelenggara Jaminan<br />

Sosial (BPJS) Kesehatan, sebagai<br />

bagian dari implementasi SJSN. Di sisi<br />

lain, masih banyak masyarakat yang<br />

belum tahu akan hal ini.<br />

Ba<strong>dan</strong> tersebut merupakan bentuk transformasi<br />

dari PT Askes (Persero) <strong>dan</strong> mulai beroperasi tepat<br />

pada 1 Januari <strong>2014</strong>.<br />

Pada tahap awal, baru sekitar 120 juta orang<br />

yang merasakan sistem tersebut. Namun, pada 2019<br />

nanti, pemerintah menargetkan agar semua ma syara<br />

kat <strong>Indonesia</strong> terjamin oleh BPJS Kesehatan.<br />

Namun, ada yang mengganjal. Apabila kesehatan<br />

masyarakat sudah terjamin, bagaimana peran perusahaan<br />

asuransi swasta Apakah pasar asuransi<br />

swasta bakal tergerus dengan a<strong>dan</strong>ya BPJS<br />

Kesehatan Jawabnya tidak.<br />

Dengan strategi yang tepat, bisnis asuransi<br />

k esehatan justru semakin berkembang ketika BPJS<br />

Kesehatan beroperasi.<br />

Asuransi kesehatan merupakan satu-satunya lini<br />

bisnis asuransi yang dapat digarap baik oleh industri<br />

asuransi jiwa maupun asuransi umum. <strong>Bisnis</strong> ini<br />

te rus berkembang sebab kebutuhan masyarakat<br />

akan produk asuransi kesehatan kian meningkat se ­<br />

iring dengan terus melambungnya biaya kesehatan.<br />

Roland Berger Strategy Consultants memprediksi<br />

biaya kesehatan di <strong>Indonesia</strong> akan meningkat hingga<br />

158% dalam rentang waktu 10 tahun sejak 2010.<br />

Peningkatan biaya ini dinilai tidak akan terkejar,<br />

meskipun BPJS telah mulai beroperasi <strong>dan</strong> memproteksi<br />

seluruh penduduk di pelosok negeri.<br />

Pa sal nya ba<strong>dan</strong> publik ini hanya memberikan<br />

perlin dung an kesehatan tingkat dasar.<br />

Di sini peluang asuransi swasta terbuka. Swasta<br />

dapat memberikan manfaat pelayanan tambahan di<br />

luar proteksi yang diberikan BPJS Kesehatan.<br />

Fachmi Idris, Direktur Utama Askes, menyebut<br />

pola kerja sama ini sebagai ‘koordinasi manfaat’<br />

antara pemerintah dengan swasta.<br />

Secara umum, tidak ada risiko yang tidak dijamin<br />

oleh BPJS Kesehatan karena lembaga tersebut<br />

men dapat mandat un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g untuk<br />

40 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>


menyelenggarakan universal coverage, yang berarti tidak<br />

ada pengecualian untuk penyakit apapun <strong>dan</strong> tidak ada<br />

pengecualian bagi siapapun.<br />

Namun, masih banyak peluang bagi para pemain<br />

asuransi swata. Sekali lagi, BPJS Kesehatan hanya<br />

memberikan proteksi <strong>dan</strong> pelayanan kesehatan tingkat<br />

dasar <strong>dan</strong> menengah.<br />

TIDAK MEMATIKAN<br />

Direktur Pengupahan <strong>dan</strong> Jaminan Sosial Kemen terian<br />

Tenaga Kerja <strong>dan</strong> Transmigrasi Wahyu Widodo<br />

mengatakan SJSN tidak boleh mematikan industri<br />

asuransi komersial.<br />

Keberadaan BPJS Kesehatan dinilai harus selaras <strong>dan</strong><br />

saling mengisi dengan asuransi komersial. Kendati telah<br />

dijamin BPJS kelak, peserta yang tergolong mampu<br />

da pat mengikuti program lain di asuransi komersial.<br />

“Pe ser ta asuransi komersial tetap wajib menjadi peserta<br />

[BPJS Kesehatan],” ungkapnya.<br />

Setidaknya ada sejumlah pos pelayanan yang dapat<br />

ditawarkan oleh industri asuransi bagi para peserta<br />

program BPJS Kesehatan.<br />

Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi<br />

Umum <strong>Indonesia</strong> (AAUI) Julian<br />

Noor menyebutkan salah satunya<br />

adalah hospital income, yakni<br />

santunan <strong>dan</strong>a tunai bagi<br />

nasabah yang menjalani<br />

perawatan di rumah<br />

sakit.<br />

“Ketika biaya perawatannya<br />

sudah cukup ditanggung<br />

oleh BPJS, asuransi<br />

[swasta] memberikan santunan<br />

tunai untuk mengcover<br />

biaya lain yang<br />

mungkin muncul selama<br />

berada di rumah sakit itu,”<br />

katanya, beberapa waktu lalu.<br />

Indikator Perusahaan<br />

Perasuransian [Rp Triliun]<br />

Uraian Kuartal II 2013 Kuartal IV 2012<br />

Aset 609,5 556,25<br />

Investasi 509,78 485,81<br />

Premi bruto 43,71 47,46<br />

Klaim bruto 28,84 32,65<br />

Liabilitas 479,32 442,9<br />

Sumber: OJK, Juni 2013<br />

Peluang lain yang dapat dibidik oleh asuransi swasta<br />

adalah service untuk menaikkan kelas perawatan. Jika<br />

kepesertaan pada BPJS hanya memberikan kelas II un ­<br />

tuk perawatan di rumah sakitmaka asuansi swasta dapat<br />

menawarkan upgrading ke kelas I atau VIP <strong>dan</strong> VVIP.<br />

Di sisi lain, program BPJS Kesehatan menetapkan<br />

sistem rujukan berjenjang untuk mendapatkan pelayanan,<br />

dimulai dari dokter keluarga, Puskesmas, rumah<br />

sakit tingkat II di Kabupaten, <strong>dan</strong> seterusnya.<br />

Bagi sebagian orang, sistem ini cukup merepotkan<br />

sehingga mereka lebih memilih langsung berobat ke<br />

dokter langganan ataupun rumah sakit yang telah<br />

dipercaya. Asuransi swasta dapat membidik kelompok<br />

‘yang tidak mau repot’ ini sebagai target nasabah<br />

potensial mereka.<br />

Secara keseluruhan, Julian menilai keberadaan BPJS<br />

Kesehatan tidak akan menggerus bisnis asuransi kesehatan<br />

yang diselenggarakan pihak swasta. Justru,<br />

p rogram perlindungan semesta ini akan berpengaruh<br />

baik bagi industri asuransi maupun masyarakat umum<br />

karena dapat meningkatkan penetrasi asuransi.<br />

Dilihat dari pangsa pasarnya, peluang pengembangan<br />

asuransi kesehatan masih sangat terbuka. Menurut data<br />

dari AAUI, pangsa pasar bisnis ini pada semester I/2013<br />

baru mencapai 7,1% dari total bisnis asuransi umum di<br />

<strong>Indonesia</strong>.<br />

Kondisi ini masih lebih terbuka dibandingkan dengan<br />

persaingan di lini bisnis asuransi kendaraan bermotor<br />

<strong>dan</strong> asuransi properti yang masing-masing mencapai<br />

sekitar 30%.<br />

Pada paruh pertama tahun ini, premi yang terkumpul<br />

dari lini bisnis ini mencapai Rp1,47 triliun atau sekitar<br />

7% dari total premi industri asuransi umum sebesar<br />

Rp20,82 triliun.<br />

Sementara itu, tidak ada data pasti pertumbuhan<br />

bisnis asuransi kesehatan di sektor asuransi jiwa.<br />

Kendati demikian, Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi<br />

Jiwa In do nesia (AAJI) Benny Waworuntu memastikan<br />

asuransi kesehatan merupakan salah satu riders yang<br />

paling diminati dalam produk unit linked.<br />

“Asuransi kesehatan itu favorit bagi<br />

nasabah unit linked,” katanya.<br />

Hal ini dapat dibuktikan dengan<br />

BISNIS/RADITYO EKO<br />

maraknya penawaran proteksi<br />

kesehatan oleh hampir seluruh<br />

pemain besar di industri<br />

asuransi jiwa. Produk yang<br />

ditawarkan umumnya<br />

perlindungan terhadap<br />

penyakit kritis.<br />

Kendati peluang sangat<br />

ter buka, tetapi bisnis ini<br />

harus digarap secara hatihati<br />

karena klaim risikonya<br />

tergolong cukup tinggi.<br />

Direktur Utama PT<br />

Asuransi Staco Mandiri<br />

Ruhari mengatakan lini bisnis asuransi kesehatan<br />

me mang membutuhkan strategi khusus karena<br />

sifat bisnisnya yang unik. Oleh karena itu, dibutuhkan<br />

perhitungan yang tepat serta ketahanan permodalan<br />

serta du kungan reasuransi untuk menjaga bisnis ini<br />

tetap mendatangkan laba.<br />

Namun, ada yang mengganjal persiapan implementasi<br />

BPJS Kesehatan, yakni peraturan pemerintah (PP). Hin g­<br />

ga akhir November 2013 regulasi itu belum terbit.<br />

“Di tar getkan dalam bulan ini [November] keluar,” kata<br />

anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN)<br />

Moeryono Aladin.<br />

PP itu juga terkait dengan persoalan divestasi anak<br />

usaha PT Askes, PT Asuransi Jiwa Inhealth <strong>Indonesia</strong>.<br />

Namun, belakangan Kementerian BUMN sebagai<br />

p emegang saham Askes memastikan divestasi Inhealth<br />

se telah rapat dengan Wakil Presiden Boediono.<br />

Ya, semoga saja semua dapat berjalan sebagaimana<br />

mestinya, agar tidak lagi ada suatu hal besar yang dapat<br />

menghambat operasional BPJS Kesehatan.<br />

Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 41


Keuntungan Bank<br />

Krisis Bubar, Laba Berkibar<br />

Sebutlah tekanan yang melanda<br />

pasar keuangan dalam negeri pada<br />

pertengahan 2013 sebagai sebuah<br />

krisis mini, boleh jadi hal tersebut<br />

bakal menjadi berkah tersendiri<br />

bagi industri perbankan menuju<br />

<strong>2014</strong>.<br />

Stefanus Arief Setiaji<br />

arief.setiaji@bisnis.co.id<br />

Melihat sejarahnya, setahun<br />

setelah krisis ekonomi, industri<br />

perbankan justru mampu<br />

mendulang pertumbuhan laba<br />

yang cukup tinggi kendati<br />

kenaikan <strong>dan</strong>a pihak ketiga<br />

(DPK) maupun penyaluran kredit mengalami<br />

pelambatan.<br />

Sejenak berkaca pada kejadian yang menimpa<br />

pada 2008, ketika pasar global tertekan sebagai<br />

dampak krisis di Amerika Serikat yang disebabkan<br />

subprime mortgages. Dampak krisis tersebut<br />

merembet ke kawasan Eropa <strong>dan</strong> Asia.<br />

Pasar Asia, termasuk <strong>Indonesia</strong> pun terkena<br />

imbasnya. Indeks harga saham gabungan (IHSG)<br />

merosot tajam <strong>dan</strong> nilai tukar rupiah mengalami<br />

pelemahan hebat.<br />

Kondisi itu masih ditambah dengan harga<br />

rata-rata minyak mentah <strong>Indonesia</strong> (<strong>Indonesia</strong>n<br />

Crude oil Price/ICP) yang membumbung tinggi.<br />

Menariknya, setahun setelah krisis tepatnya<br />

pada 2009 yang berbarengan pula dengan agenda<br />

pemilihan umum (Pemilu), industri perbankan<br />

justru membukukan kenaikan laba bersih hingga<br />

47,69% dari Rp30,61 triliun pada 2008 menjadi<br />

Rp45,21 triliun pada 2009.<br />

Padahal, penyaluran pinjaman saat itu hanya<br />

tumbuh di bawah 10%, se<strong>dan</strong>gkan penghimpunan<br />

DPK naik 12,53%.<br />

Anggap saja kejadian yang menimpa pasar<br />

dalam negeri sejak Mei 2013 silam yang ditandai<br />

turunnya IHSG, pelemahan nilai tukar, <strong>dan</strong><br />

p elarian arus modal asing sebagai gambaran<br />

krisis. Maka fenomena 2008 sepertinya terulang<br />

kembali.<br />

Satu hal yang membuat situasi tersebut mirip,<br />

karena tahun depan <strong>Indonesia</strong> memulai tahapan<br />

pemilu untuk memilih calon anggota legislatif<br />

maupun presiden.<br />

Siklus ekonomi 5 tahun dibaca Bank <strong>Indonesia</strong><br />

42 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong><br />

(BI) dengan memberi sinyal pertumbuhan kredit<br />

pada <strong>2014</strong> bergerak di kisaran 15%—16%, di<br />

bawah data pertumbuhan kredit 3 tahun terakhir<br />

yang di atas 22%.<br />

Bahkan tahun depan, bank sentral memproyeksikan<br />

pertumbuhan kredit berada di level 20%.<br />

Berada di bawah bayang-bayang pelambatan,<br />

perbankan masih percaya diri menunjukan<br />

k inerja keuangan yang solid pada <strong>2014</strong>, meski<br />

dihadapkan pada tren terbatasnya likuiditas <strong>dan</strong>a.<br />

Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk.<br />

Jahja Setiaatmadja mengatakan naiknya inflasi<br />

yang diimbangi dengan peningkatan biaya tenaga<br />

kerja mendorong beban operasional (overhead)<br />

perbankan tahun ini.<br />

“Kalau itu tidak dikompensasi dengan<br />

penyesuaian bunga pinjaman, maka biaya-biaya<br />

itu akan menekan profitability bank,” ujarnya.<br />

Dengan penyesuaian bunga pinjaman tersebut,<br />

bank masih mampu menyelamatkan rasio selisih<br />

bunga bersih (net interest margin/NIM).<br />

Selain itu, Jahja berpendapat kemampuan<br />

perbankan mengeruk laba karena simpanan<br />

ca<strong>dan</strong>gan (secondary reserves) yang terdapat di<br />

bank sentral turut andil memberi keuntungan,<br />

sejalan dengan kenaikan suku bunga fasilitas<br />

simpanan BI (Fasbi).<br />

Tahun depan, katanya pertumbuhan kredit perseroan<br />

diperkirakan bergerak di kisaran 14%—<br />

15%, hampir sejalan proyeksi bank sentral.<br />

Namun, Jahja juga berkaca pada 2008 ketika<br />

krisis ekonomi cukup parah, industri perbankan<br />

masih mampu tumbuh bagus.<br />

Dia berpendapat gejolak ekonomi yang terjadi<br />

pada 2013, imbasnya akan berdampak pada<br />

tahun berikutnya.<br />

Sementara itu, Presiden Direktur PT Bank<br />

OCBC NISP Tbk. Parwati Surjaudaja mengungkapkan<br />

perseroan berupaya menjaga rasio<br />

NIM tahun depan guna menjaga profitabilitas<br />

perseroan.<br />

Pihaknya tetap mewaspadai kondisi ekonomi<br />

<strong>2014</strong>, meski proyeksi belanja konsumsi masyarakat<br />

meningkat seiring dengan perhelatan pemilu.<br />

“Kami tetap hati-hati dalam menyalurkan<br />

kredit. Kami juga berusaha menjaga NIM tetap<br />

sama pada <strong>2014</strong>, karena kami juga harus memerhatikan<br />

kepentingan nasabah,” ungkapnya.<br />

<strong>Bisnis</strong> mencatat dalam kurun waktu 2008—<br />

2012, pertumbuhan laba setelah pajak di bank<br />

nasional rata-rata sebesar 25,82%, melampaui<br />

pertumbuhan DPK <strong>dan</strong> pinjaman.<br />

Data tersebut seolah memberi gambaran bahwa<br />

industri perbankan mampu menyiasati perolehan<br />

keuntungan di tengah gunjangan makroekonomi


egional maupun global yang sebenarnya kurang<br />

menggairahkan.<br />

Direktur Utama PT Bank Pembangunan Daerah<br />

Jawa Barat & Banten Tbk. Bien Subiantoro menuturkan<br />

ketatnya persaingan likuiditas perbankan tidak<br />

lantas membuat bank daerah itu memangkas target<br />

laba <strong>dan</strong> setoran dividen kepada pemegang saham.<br />

Menurutnya besaran laba ditahan yang dapat<br />

di pakai untuk memperkuat struktur modal perseroan<br />

ke depan, cukup tergantung dari besaran payout ratio,<br />

baik tahun ini maupun tahun depan.<br />

“Kalau payout ratio-nya kecil, laba ditahan kami<br />

tentu akan lebih besar. Sejauh ini, kami tidak<br />

m emiliki rencana memangkas target laba <strong>dan</strong> setoran<br />

k epada pemegang saham,” ungkapnya.<br />

Industri perbankan melihat langkah penyesuaian<br />

suku bunga simpanan <strong>dan</strong> kenaikan tingkat bunga<br />

pinjaman yang dilakukan tahun ini, cukup ampuh<br />

menjaga kelangsungan laba yang diperoleh tahun ini<br />

maupun tahun depan.<br />

BANK BUMN<br />

Dalam kesempatan terpisah, ekonom Universitas<br />

<strong>Indonesia</strong> (UI) Dony A. Chalid menilai peran<br />

industri perbankan nasional tak bisa dilepaskan dari<br />

kinerja bank-bank BUMN.<br />

Selama ini, bank pemerintah yang terdiri dari PT<br />

Bank Rakyat <strong>Indonesia</strong> Tbk., PT Bank Mandiri Tbk.,<br />

PT Bank Negara <strong>Indonesia</strong> Tbk., <strong>dan</strong> PT Bank<br />

Tabungan Negara Tbk., menguasai hampir 35% dari<br />

total aset perbankan dalam negeri.<br />

“Bank BUMN memiliki porsi aset yang relatif besar,<br />

sehingga bisa berperan aktif mendorong pertumbuhan<br />

maupun efisiensi di sektor perbankan,” tuturnya.<br />

Dony melihat rasio NIM bank BUMN rata-rata<br />

masih cukup tinggi di atas 6%. <strong>Bisnis</strong> mencatat NIM<br />

rata-rata bank BUMN sampai kuartal III/2013 sebesar<br />

6,32%, meski lebih rendah dari periode yang sama<br />

2012 sebesar 6,45%.<br />

“Jika bank BUMN bisa menekan NIM <strong>dan</strong><br />

meningkatkan efisiensi, maka bank lain ikut<br />

terdorong menekan NIM,” kata Dony.<br />

Meski terdapat indikator seperti rasio beban 2.338,82<br />

operasional pendapatan operasional (BOPO),<br />

1.973,04<br />

1.753,29<br />

1.765,84<br />

1.307,69<br />

1.437,93<br />

NIM kerap dijadikan tolak ukur menilai tingkat<br />

efisiensi perbankan nasional.<br />

Namun, dalam satu forum diskusi beberapa waktu<br />

lalu, Ketua Umum Himpunan Bank-Bank Milik<br />

Negara (Himbara) Gatot M. Suwondo berdalih saat ini<br />

isu mengenai tingginya bunga pinjaman bank tidak<br />

lagi dilihat sebagai permasalahan bagi pelaku usaha<br />

di sektor riil.<br />

Gatot yang juga Dirut BNI melihat pelaku usaha<br />

lebih mengutamakan aksestabilitas <strong>dan</strong> ketersediaan<br />

infrastruktur sebagai satu cara untuk menekan<br />

tingginya biaya produksi.<br />

“Soal bunga bank sebenarnya itu bukan masalah.<br />

Bagi pelaku usaha yang penting akses terhadap pinjaman,<br />

bagaimana caranya kalau mereka butuh <strong>dan</strong>a,<br />

bank langsung bisa menyediakan,” jelasnya.<br />

Survei kegiatan dunia usaha kuartal III/2013 yang<br />

dirilis BI mencerminkan pelaku usaha cenderung<br />

melihat ekspektasi bisnis selama 6 bulan ke depan<br />

relatif sama dengan kondisi saat ini, tercermin dari<br />

tingkat saldo bersih tertimbang (SBT) sebesar<br />

55,71%.<br />

Terdapat pula pelaku usaha yang melihat aktivitas<br />

bisnis 6 bulan mendatang lebih baik dengan rasio<br />

SBT sebesar 41,8%.<br />

Hanya segelintir persepsi pelaku usaha yang relatif<br />

pesimistis dunia usaha akan membaik, bahkan menilai<br />

lebih buruk meski dengan rasio SBT sebesar 2,49%.<br />

Demikian pula dengan akses pelaku usaha<br />

terhadap kredit pada 3 bulan terakhir yang rata-rata<br />

d ianggap masih normal.<br />

Setidaknya, melihat persepsi pelaku usaha yang<br />

meman<strong>dan</strong>g perekonomian dalam negeri lebih baik<br />

ke depan, akan berimbas pada kinerja bank pada<br />

<strong>2014</strong>.<br />

Kendati proyeksi ekonomi <strong>dan</strong> penyaluran kredit<br />

melambat, laba yang dikantongi bank bakal<br />

tetap menebal.<br />

3.440,21<br />

3.225,19<br />

3.091,43<br />

2.784,91 2.725,67<br />

2.200,09<br />

Laba<br />

Kinerja<br />

Industri<br />

Perbankan<br />

<strong>Indonesia</strong><br />

(Rptriliun)<br />

Kredit<br />

DPK<br />

30,61<br />

45,21<br />

57,31<br />

75,08<br />

92,83<br />

70,74<br />

2008<br />

2009<br />

2010<br />

2011<br />

2012<br />

2013*<br />

Sumber: BI; diolah. Ket: *data sampai Agustus 2013<br />

BISNIS/HUSIN PARAPAT<br />

Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 43


Kinerja Manufaktur<br />

Tongkat<br />

Estafet Harus<br />

Dilanjutkan<br />

<strong>Bisnis</strong>/Rahmatullah<br />

JAKARTA—Kinerja sektor manufaktur mema suki<br />

<strong>2014</strong> semakin penuh tan tangan. Apalagi, sejumlah<br />

sentimen negatif global masih berlanjut <strong>dan</strong> berperan<br />

sangat besar dalam membentuk ketidakstabilan<br />

ekonomi makro di dalam negeri.<br />

Apakah semua masalah yang belum dituntaskan<br />

pada 2013 akan selesai pada <strong>2014</strong> Ataukah pada<br />

<strong>2014</strong> masalah-masalah itu justru kian membesar<br />

seperti virus kanker yang menggerogoti tubuh<br />

Menteri Perindustrian M.S. Hidayat berupaya<br />

mengelaborasi problematika industri pada tahun<br />

depan. Berikut petikannya.<br />

Bagaimana Anda mengevaluasi perkembangan<br />

industri manufaktur pada 2013<br />

Pertumbuhan industri pengolahan nonmigas sepanjang<br />

2013 masih cukup menggembirakan <strong>dan</strong> sesuai<br />

harapan. Hingga semester I/2013, industri pengolahan<br />

nonmigas tumbuh 6,58%, atau lebih tinggi dibandingkan<br />

dengan pertumbuhan PDB nasional 5,92%. Dengan<br />

target pertumbuhan 2013 sebesar 6,5%, saya optimistis<br />

target ini akan mampu dicapai pada akhir 2013.<br />

Apa yang menjadi perhatian serius Anda pada<br />

tahun depan<br />

Ada beberapa kegiatan prioritas a.l prioritas nasional<br />

ketahanan pangan yang mencakup fasilitasi revitalisasi<br />

lima pabrik pupuk urea <strong>dan</strong> 10 pabrik pupuk organik.<br />

Selanjutnya, revitalisasi industri gula melalui bantuan<br />

potongan harga pengadaan mesin peralatan pada 25<br />

pabrik gula BUMN <strong>dan</strong> penyusunan 10 judul rancangan<br />

SNI industri kimia dasar.<br />

Kedua, adalah iklim investasi <strong>dan</strong> iklim usaha melalui<br />

pengembangan pusat-pusat pertumbuhan industri. Salah<br />

satunya dengan cara fasilitasi pengembangan pusatpusat<br />

pertumbuhan industri di 11 kawasan industri <strong>dan</strong><br />

fasilitasi pengembangan kompetensi inti industri daerah<br />

di 113 kabupaten/kota.<br />

Ketiga, prioritas energi nasional. Pemerintah akan<br />

melakukan pengembangan kendaraan angkutan murah<br />

perdesaan <strong>dan</strong> juga bantuan pengadaan konverter kit<br />

dalam rangka konversi BBM ke gas.<br />

Keempat, penumbuhan industri berbasis hasil tambang<br />

serta hasil pertanian atau agroindustri.<br />

Penumbuhan industri berbasis SDM <strong>dan</strong> untuk pemenuhan<br />

kebutuhan pasar domestik <strong>dan</strong> ekspor.<br />

Bagaimana Anda mendorong pertumbuhan<br />

industri-industri unggulan tersebut<br />

Kami akan melaksanakan lima strategi utama akselerasi<br />

industrialisasi, yaitu penghiliran sumber daya alam<br />

(mineral, migas <strong>dan</strong> agro) sebagai bahan mentah menjadi<br />

produk yang bernilai tambah di dalam negeri.<br />

44 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>


Mendorong peningkatan produktivitas & daya saing<br />

industri dalam negeri serta mendorong partisipasi dunia<br />

usaha dalam pembangunan infrastruktur.<br />

Kami juga akan melakukan percepatan proses pengambilan<br />

keputusan untuk menyelesaikan hambatan<br />

birokrasi <strong>dan</strong> meningkatkan integrasi pasar domestik<br />

serta dukungan dalam bentuk penyediaan insentif fiskal<br />

maupun fasilitas lainnya.<br />

Bagaimana dengan kelangkaan energi, bahan<br />

baku <strong>dan</strong> rusaknya infrastruktur<br />

Itu masih terus kami upayakan. Kami fokus untuk<br />

melakukan perbaikan infrastruktur pendukung<br />

produksi <strong>dan</strong> distribusi, ketersediaan lahan terutama di<br />

Pulau Jawa, jaminan pasokan bahan baku <strong>dan</strong> sumber<br />

energi.<br />

Hambatan investasi seperti divestasi pada industri<br />

peng olahan mineral, aturan terkait dengan limbah B3,<br />

tata ruang/RTRW, serta perjanjian kerja sama internasional<br />

yang dititikberatkan pada peningkatan investasi<br />

akan terus diperbaiki.<br />

Dikarenakan penyediaan fasilitas tersebut melibatkan<br />

kementerian/lembaga terkait lainnya, maka Kemenperin<br />

berperan dalam mengoordinasikan <strong>dan</strong> mengupayakan<br />

percepatan penyelesaian hambatan tersebut. Hingga saat<br />

ini, berbagai hambatan masih dialami tetapi diselesaikan<br />

secara bertahap.<br />

Sinkronisasi kebijakan <strong>dan</strong> koordinasi antarinstansi<br />

di <strong>Indonesia</strong> sangat payah. Bagaimana<br />

mengatasi ini<br />

Ini tidak bisa dilakukan secara cepat, karena harus<br />

melibatkan berbagai instansi terkait lainnya. Kami berusaha<br />

melakukan koordinasi lintas sektoral secara intensif,<br />

termasuk dengan mempertemukan secara langsung<br />

berbagai stakeholder industri nasional, yaitu pemerintah<br />

pusat <strong>dan</strong> daerah, Kadin, Apindo, asosiasi industri, perbankan,<br />

<strong>dan</strong> lainnya.<br />

Gejolak perburuhan berpotensi masih terjadi<br />

pada <strong>2014</strong>. Bagaimana peran Anda<br />

Bila disebabkan oleh masalah UMP, kami telah berupaya<br />

mengarahkan penetapan UMP dengan skema<br />

kenaikan UMP mengacu pada kebutuhan hidup layak<br />

(KHL), produktivitas, <strong>dan</strong> pertumbuhan ekonomi,<br />

de ngan membedakan kenaikan upah minimum UMKM<br />

<strong>dan</strong> industri padat karya dengan industri padat modal<br />

melalui beberapa cara.<br />

Apakah pengembangan industri otomotif hanya<br />

berhenti sampai LCGC<br />

Tidak. Kami menjadikan industri otomotif sebagai<br />

salah satu industri prioritas yang dikembangkan, tidak<br />

hanya terbatas pada LCGC. Program ini bersifat terbuka<br />

<strong>dan</strong> berlaku untuk semua merek otomotif, baik internasional<br />

maupun merek asli <strong>Indonesia</strong> (merek lokal/mobnas).<br />

Peserta program ini disyaratkan untuk manufaktur<br />

mobil di dalam negeri serta menggunakan komponen<br />

otomotif buatan dalam negeri.<br />

Dengan demikian, merek otomotif yang mengikuti<br />

program ini digiring membangun industri komponen<br />

otomotif lokal <strong>dan</strong> meningkatkan kemandirian nasional<br />

di bi<strong>dan</strong>g teknologi otomotif, terutama engine, transmisi<br />

<strong>dan</strong> axle (power train).<br />

Kami juga telah membuat roadmap yang menargetkan<br />

kemampuan produksi kendaraan bermotor secara bertahap<br />

mulai 2011 hingga 2025.<br />

Soal kesiapan daya saing industri dalam menghadapi<br />

MEA 2015<br />

Beberapa langkah <strong>dan</strong> kebijakan yang bersifat lintas<br />

sektoral untuk menghadapi MEA 2015 sudah disiapkan<br />

seperti mengintensifkan sosialisasi MEA kepada stakeholder<br />

industri, mengusulkan percepatan pemberlakuan<br />

safeguard <strong>dan</strong> antidumping bagi produk impor<br />

tertentu.<br />

Selain itu, menambah fasilitas laboratorium uji <strong>dan</strong><br />

meningkatkan kompetensi SDM industri, penyusunan<br />

standar kompetensi kerja nasional indonesia (SKKNI)<br />

pada masing-masing sektor industri, serta penguatan<br />

IKM <strong>dan</strong> pengembangan wirausaha baru industri.<br />

Bagaimana kelanjutan program penghiliran<br />

industri di ber bagai sektor strategis<br />

Saya harap tongkat estafet kebijakan yang positif ini<br />

bisa dilanjutkan pada pemerintahan selanjutnnya.<br />

Sebagai implementasi atas program penghiiran industri,<br />

selama ini kami telah berupaya untuk menarik investasi<br />

baik PMA maupun PMDN yang diarahkan untuk<br />

mening katkan nilai tambah industri di dalam negeri.<br />

Beberapa investasi industri berskala besar yang telah<br />

direalisasikan pada periode 2012-2013 itu a.l untuk<br />

penghiliran berbasis bahan mineral dengan total investasi<br />

US$17,5 miliar oleh industri pengolahan besi baja PT<br />

Krakatau Posco <strong>dan</strong> PT Batulicin Steel, industri pengolahan<br />

aluminium PT Aneka Tambang Tbk.<br />

Untuk penghiliran berbasis migas total investasinya<br />

US$8 miliar, antara lain oleh PT Chandra Asri <strong>dan</strong> PT<br />

Nippon Shokubai <strong>Indonesia</strong>. Penghiliran industri berbasis<br />

agro, dengan total investasi US$3,3 miliar, antara lain<br />

oleh industri pengolahan CPO PT Unilever <strong>Indonesia</strong>,<br />

industri pengolahan karet ban PT Hankook Tire<br />

<strong>Indonesia</strong>, <strong>dan</strong> industri pengolahan kakao PT Asia<br />

Cocoa <strong>Indonesia</strong>.<br />

Ada yang bilang program restrukturisasi mesin<br />

TPT, kulit <strong>dan</strong> alas kaki kurang efektif mendorong<br />

investasi baru<br />

Melihat perkembangan realisasi investasi di sektor<br />

industri tekstil <strong>dan</strong> industri barang dari kulit & alas kaki,<br />

memang kurang menggembirakan, terutama investasi<br />

dalam bentuk PMDN. Namun, industri padat karya<br />

merupakan sektor yang juga sangat penting. Oleh karena<br />

itu, pada <strong>2014</strong> saya akan tetap melanjutkan program.<br />

Pewawancara: Riendy Astria<br />

Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 45


Pan<strong>dan</strong>gan Pengusaha<br />

Membaca Prospek Industri Tahun <strong>2014</strong><br />

Jika membicarakan prospek industri<br />

pada <strong>2014</strong>, menurut saya pekerjaan<br />

rumah utama yang dihadapi stakeholders<br />

adalah menjaga <strong>dan</strong> meningkatkan<br />

daya saing industri nasional.<br />

Terlebih, <strong>2014</strong> adalah tahun politik<br />

yang sangat menguras energi pemerintah.<br />

Franky Sibarani<br />

Ketua Asosiasi Pengusaha <strong>Indonesia</strong> (Apindo)<br />

Oleh karena itu, kemampuan kita<br />

untuk menjaga <strong>dan</strong> meningkatkan<br />

daya saing industri akan menentukan<br />

cerah suramnya industri nasional<br />

pada tahun depan.<br />

Secara umum, banyak pihak memprediksi<br />

ekonomi <strong>Indonesia</strong> akan tetap tumbuh.<br />

Pemerintah, lembaga internasional OECD <strong>dan</strong> ADB<br />

memprediksi pertumbuhan ekonomi <strong>Indonesia</strong><br />

<strong>2014</strong> pada kisaran 6%, Bank <strong>Indonesia</strong> 5,8%—<br />

<strong>Bisnis</strong>/Rahmatullah<br />

6,2%, Bank Dunia sekitar 5,3%, serta IMF 5,5%.<br />

Hal ini merupakan modal positif untuk tetap menjaga<br />

pertumbuhan.<br />

Namun, peringkat daya saing <strong>Indonesia</strong> cukup<br />

rendah untuk indikator kemudahan memulai bisnis<br />

(peringkat 175 dari 189 negara), pemenuhan kontrak<br />

(peringkat 147 dari 189), mengatasi gagal<br />

bayar (144 dari 189), <strong>dan</strong> pembayaran pajak (peringkat<br />

137 dari 189). Namun, daya saing yang<br />

cukup tinggi dari <strong>Indonesia</strong> adalah market size<br />

pada ranking 15, serta inovasi <strong>dan</strong> tingkat kepuasan<br />

bisnis yang berada pada ranking 33.<br />

Berkaca kepada hal di atas, optimisme pertumbuh<br />

an ekonomi <strong>Indonesia</strong> <strong>dan</strong> realitas daya saing<br />

<strong>Indonesia</strong> dibandingkan dengan negara lain, saya<br />

mencatat ada lima poin yang perlu menjadi perhatian<br />

pemerintah karena cukup krusial menentukan<br />

prospek industri nasional pada tahun depan.<br />

Lima aspek tersebut adalah sinergi kebijakan<br />

antarkementerian, tenaga kerja, arah investasi kepada<br />

penyediaan bahan baku <strong>dan</strong> barang modal, persiapan<br />

implementasi perjanjian Masyarakat<br />

Ekonomi Asean (MEA) mulai Desember 2015 serta<br />

peningkatan penggunaan produk dalam negeri.<br />

Pertama, saya melihat belum ada keterpaduan di<br />

46 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>


antara kementerian untuk memajukan industri nasional.<br />

Kebijakan Kementerian Perindustrian mendorong pertumbuhan<br />

industri nasional tetapi Kementerian Pertanian justru<br />

kontraproduktif terhadap pertumbuhan industri.<br />

Saya menyontohkan keberadaan Peraturan Menteri<br />

Pertanian No. 84/2013. Pasal 7 menyatakan impor da ­<br />

ging hanya bisa dilakukan dari negara yang bebas dari<br />

penyakit mulut <strong>dan</strong> kuku, sehingga impor daging<br />

<strong>Indonesia</strong> ditentukan hanya bisa berasal dari tiga negara,<br />

yaitu Australia, Selandia Baru, <strong>dan</strong> AS.<br />

Namun, pada Pasal 9 Kementan memberikan izin<br />

impor dari negara yang dianggap masih belum bebas<br />

dari penyakit mulut <strong>dan</strong> kuku jika dilakukan dalam<br />

bentuk produk jadi atau olahan. Hal ini berpotensi<br />

meng ancam daya saing industri olahan berbahan baku<br />

daging di dalam negeri.<br />

Ancaman lain, pasar produk daging olahan seperti<br />

baso <strong>dan</strong> sosis di dalam negeri akan dikuasai produk<br />

impor. Industri kecil menengah akan terancam. Padahal,<br />

sebelum Permentan itu keluar, Dirjen Industri Agro<br />

Kemenperin sudah berencana membuat aturan melarang<br />

impor daging olahan berba han baku daging dari negara<br />

yang masih belum bebas PMK.<br />

MASALAH PENGHILIRAN<br />

Kebijakan penghiliran coklat juga terhambat kebijakan<br />

Kementan. Kebijakan penghiliran yang<br />

diusung Kemenperin dengan menerapkan bea keluar<br />

untuk ekspor kakao telah berhasil menumbuhkan<br />

industri pengolahan coklat nasional.<br />

Namun, industri ini menghadapi ancaman terkait<br />

dengan ketersediaan bahan baku karena tidak ada pertambahan<br />

produksi buah kakao. Apabila tidak ada langkah<br />

istimewa dari Kementan, <strong>Indonesia</strong> terancam menjadi<br />

importir kakao pada 2015.<br />

Kedua, kemampuan pemerintah mendorong investasi<br />

produk bahan baku <strong>dan</strong> barang modal. Investasi pada<br />

bi<strong>dan</strong>g ini diperlukan untuk mendorong pertumbuhan<br />

sektor industri olahan sehingga daya saingnya ikut<br />

meningkat.<br />

Kondisi yang terjadi saat ini patut menjadi perhatian<br />

karena kondisi investasi yang cenderung bergeser dari<br />

industri padat karya ke arah industri padat modal <strong>dan</strong><br />

industri penghasil bahan baku menjadi investasi produk<br />

jadi.<br />

Kecenderungan tersebut perlu diwaspadai karena tidak<br />

menciptakan pertumbuhan industri baru <strong>dan</strong> mengarahkan<br />

<strong>Indonesia</strong> sebagai pasar besar. Pemerintah seharusnya<br />

mulai mengarah untuk menjaring investor yang<br />

menghasilkan produk barang modal <strong>dan</strong> bahan baku.<br />

Ketiga, persoalan ketenagakerjaan <strong>dan</strong> jaminan ketersediaan<br />

energi, menurut saya, masih berpotensi menjadi<br />

penghambat pertumbuhan industri pada <strong>2014</strong>. Persoalan<br />

ketenagakerjaan bisa menjadi penghambat apabila penentuan<br />

upah tenaga kerja menjadi komoditas politik.<br />

Padahal, penetapan UMP <strong>2014</strong> ini sudah mengacu<br />

kepada penentuan komponen hidup layak (KHL) <strong>dan</strong><br />

mekanisme Dewan Pengupahan. Namun, saya optimistis<br />

persoalan hubungan industrial antara pengusaha <strong>dan</strong><br />

pekerja tidak akan mengganggu prospek industri <strong>2014</strong>.<br />

Hal penting lainnya untuk menjaga prospek industri<br />

<strong>2014</strong> adalah jaminan ketersediaan energi. Pada satu sisi,<br />

pemerintah belum bisa memenuhi pasokan gas untuk<br />

kebutuhan industri. Pemerintah pun juga masih berencana<br />

menaikkan tarif dasar listrik (TDL) untuk industri. Dua<br />

kebijakan ini kontraproduktif dengan upaya peme rintah<br />

menaikkan daya saing industri. Saya berharap pemerintah<br />

fokus terlebih dahulu menjamin kelancaran pasokan energi<br />

yang dibutuhkan untuk menggerakkan industri.<br />

Keempat, persiapan MEA 2015. Masyarakat Ekonomi<br />

Asean (MEA) akan diimplementasikan mulai Desember<br />

2015. Namun, kemampuan industri nasional bersaing de ­<br />

ngan industri sesama Asean ataupun di luar Asean, ditentukan<br />

oleh sinergi kalangan pemerintah <strong>dan</strong> daya saing.<br />

Hal ini perlu menjadi catatan semua pihak agar tidak<br />

terabaikan di tengah hiruk-pikuk tahun politik.<br />

Kegagalan penyiapan daya saing industri menghadapi<br />

MEA hanya akan menempatkan <strong>Indonesia</strong> sebagai pasar<br />

besar di Asean.<br />

Saya berharap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono<br />

pada tahun terakhir pemerintahannya dapat mengeluarkan<br />

kebijakan khusus dalam bentuk instruksi presiden untuk<br />

percepatan implementasi peningkatan daya saing industri<br />

nasional menghadapi MEA. Pemerintah juga perlu memberi<br />

perhatian khusus terhadap kesiapan UKM.<br />

Kelima, pemerintah perlu meneruskan beberapa kebijakan<br />

yang bertujuan melindungi produk nasional agar<br />

dapat memenangkan persaingan pasar dalam negeri.<br />

Kebijakan tersebut adalah terkait penggunaan produk<br />

dalam negeri (P3DN) untuk produk mebel <strong>dan</strong> rotan,<br />

serta penggunaan produk kapal PT PAL oleh Pertamina,<br />

perlu diteruskan <strong>dan</strong> diperluas untuk sektor industri<br />

lainnya.<br />

Kebijakan yang pada awalnya dimaksudkan sebagai<br />

langkah jangka pendek mengantisipasi krisis ekonomi<br />

yang menggerus pasar ekspor, dalam jangka panjang<br />

dapat menjadi salah satu instrumen pengaman pasar<br />

domestik bagi produk nasional.<br />

Saya juga berpendapat pemerintah perlu mempertimbangkan<br />

untuk memasukkan bi<strong>dan</strong>g jasa usaha distri butor<br />

mendapat perlindungan melalui daftar negatif investasi<br />

(DNI). Saat ini pemerintah belum mengatur sektor tersebut<br />

sehingga dimungkinkan masuknya modal asing hingga<br />

100%, padahal, banyak industri nasional yang sanggup<br />

untuk masuk ke dalam jenis usaha tersebut.<br />

Saya menempatkan <strong>2014</strong> adalah penentuan bagi<br />

industri nasional apakah akan mampu menjadi tuan<br />

rumah di negeri sendiri atau hanya akan menjadi pasar<br />

besar bagi produk asing, terutama menjelang penerapan<br />

MEA pada akhir 2015.<br />

Saya ingin menggarisbawahi waktu 2 tahun bukan<br />

waktu yang lama untuk mempersiapkan daya saing<br />

industri nasional. Namun, saya masih berkeyakinan kita<br />

mampu menghadapi MEA sepanjang ada komitmen<br />

nyata dari pemerintah meningkatkan daya saing <strong>dan</strong><br />

membenahi aspek krusial yang telah dipaparkan di atas.<br />

Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 47


Penghiliran Industri<br />

Pembangunan akan Menggeliat<br />

Pada 2013, perkembangan pembangunan<br />

industri hulu berbasis sumber<br />

daya alam terbarukan <strong>dan</strong> sumber<br />

daya alam tidak terbarukan<br />

memang belum terlihat.<br />

Riendy Astria & Peni Widarti<br />

redaksi@bisnis.co.id<br />

Namun, pemerintah yakin akan ba ­<br />

nyak proyek pembangunan industri<br />

hulu yang mulai bergerak pada<br />

<strong>2014</strong>. Belum lagi rencana investasi<br />

yang masih akan terus mengalir ke<br />

<strong>Indonesia</strong>.<br />

Penghiliran industri yang berbasis sumber daya<br />

alam, khususnya mineral <strong>dan</strong> agro memang sudah<br />

berjalan beberapa tahun belakangan ini. Namun,<br />

hasilnya belum bisa terlaksana seutuhnya sehingga<br />

pemerintah akan fokus kembali pada program<br />

penghiliran guna mempercepat peningkatan daya<br />

saing industri nasional.<br />

Hal ini terbukti dari masuknya program penghilir<br />

an industri dalam kegiatan prioritas atau target<br />

Kementerian Perindustrian <strong>2014</strong>. Menteri<br />

Perindustrian M.S. Hidayat mengatakan akan fokus<br />

pada kegiatan ketahanan pangan nasional seperti<br />

revitalisasi industri pupuk <strong>dan</strong> menjaga iklim<br />

investasi serta iklim usaha di dalam negeri.<br />

Pihaknya juga akan fokus pada kegiatan prioritas<br />

penumbuhan industri berbasis hasil tambang seperti<br />

industri besi baja, alumunium, nikel, tembaga,<br />

<strong>dan</strong> petrokimia serta penumbuhan industri berbasis<br />

hasil pertanian seperti agro industri yang difokuskan<br />

pada pengembangan industri hilir kelapa sawit,<br />

kakao, karet, <strong>dan</strong> furnitur.<br />

Ketua Asosiasi Pengusaha <strong>Indonesia</strong> (Apindo)<br />

Sofjan Wanandi mengatakan komponen impor<br />

industri masih besar. Dia berharap pada tahun<br />

depan semua kebutuhan bahan baku, komponen<br />

sampai barang jadi harus dibuat di dalam negeri.<br />

Menurutnya, pada tahun depan pengusaha tetap<br />

akan bertahan dengan modal <strong>dan</strong> rencana yang<br />

sudah dimiliki saat ini. Untuk bisa menjadi pemain<br />

industri global, sangat dibutuhkan dukungan<br />

pemerintah dari berbagai macam kebijakan.<br />

Optimistis<br />

Meski hasil program penghiliran belum terlihat<br />

secara nyata, Hidayat optimistis program ini<br />

akan berhasil ke depannya. Hal ini membuat<br />

pihaknya bersama para pemangku kepentingan terkait<br />

menjadikan program ini sebagai prioritas na ­<br />

sional.<br />

“Kebijakan ini perlu dilanjutkan pada pemerintahan<br />

selanjutnnya. Sebagai implementasi atas program<br />

penghiiran industri, selama ini kami telah<br />

berupaya untuk menarik investasi untuk meningkatkan<br />

nilai tambah,” tambahnya.<br />

Apindo berharap pada <strong>2014</strong>, ketika aktivitas politik<br />

akan bergulir panas tidak sampai mengganggu<br />

para pelaku bisnis yang sudah berusaha menuju<br />

pasar global terutama untuk mempersiapkan diri<br />

menghadapi pasar bebas 2015.<br />

Namun, dia khawatir Pemilu bisa menurunkan laju<br />

investasi baru ke dalam negeri. Bagi investasi yang<br />

sudah telanjur masuk sejak 2 tahun—3 tahun lalu,<br />

mereka akan tetap menyelesaikan bisnisnya untuk<br />

mencapai target pertumbuhan yang diingin kan.<br />

“Perkembangan industri <strong>2014</strong> tidak akan banyak<br />

pertumbuhannya karena orang tidak banyak<br />

investasi karena tahun pemilu,” ujar Sofyan.<br />

Untuk mengatasi beragam penghambat pertumbuhan<br />

industri, setidaknya pemerintah harus mempercepat<br />

pembangunan infrastruktur.<br />

Berbagai kalangan pengusaha sejatinya ingin<br />

menjaga momentum pertumbuhan industri dalam<br />

negeri yang terbilang cukup meningkat. Setiap<br />

pelaku usaha memiliki strategi <strong>dan</strong> target untuk<br />

mencapai keberhasilan, terutama merebut pasar<br />

ekspor.<br />

Bagi industri mebel, kekhawatiran itu terletak<br />

pada perubahan kabinet setelah Pemilu usai.<br />

Pengusaha tidak ingin jika ke depan ada perubahan<br />

kebijakan yang sudah dibuat untuk mendorong<br />

industri mebel ke pasar global.<br />

Apalagi, industri mebel kayu <strong>dan</strong> rotan saat ini<br />

gencar melakukan promosi <strong>dan</strong> penetrasi pasar<br />

serta membuat inovasi untuk mencapai target<br />

ekspor US$5 miliar pada 2018.<br />

“Namun, kalau produk yang orientasinya ekspor,<br />

sepertinya pada tahun depan tidak ada masalah,<br />

justru negara saat ini butuh devisa. Mungkin gangguan<br />

kecil yang terjadi pada <strong>2014</strong> adalah seperti<br />

upah buruh,” ujar Abdul Sobur, Sekjen Asosiasi<br />

Mebel <strong>dan</strong> Kerajinan <strong>Indonesia</strong>.<br />

Berbeda dengan industri rokok. Bagi mereka,<br />

tahun politik adalah tahun konsumtif terutama<br />

untuk produk makanan <strong>dan</strong> minuman serta rokok.<br />

Sekjen Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok<br />

<strong>Indonesia</strong> (Gappri) Hasan Aoni Aziz Us mengatakan<br />

pelaku usaha produk tembakau melihat pasar<br />

dalam negeri masih begitu besar.<br />

Apalagi, banyak perjanjian internasional yang<br />

dilakukan <strong>Indonesia</strong> dengan berbagai negara, bisa<br />

48 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>


<strong>Bisnis</strong>/Rahmatullah<br />

membuat <strong>Indonesia</strong> menjadi pasar yang menggiurkan<br />

bagi industri asing. “Saya yakin mungkin akan ada lagi<br />

konsolidasi perusahaan [hasil tembakau] seperti yang<br />

dilakukan PT Philip Morris <strong>Indonesia</strong> dengan PT HM<br />

Sampoerna,” ujarnya.<br />

Terus Tumbuh<br />

Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian<br />

Perindustrian Panggah Susanto mengatakan kinerja<br />

industri agro masih akan terus tumbuh pada tahun<br />

depan karena banyak proyek baru yang sudah mulai<br />

berproduksi.<br />

“Di sektor ini yang masih akan menjadi prioritas pada<br />

<strong>2014</strong> yaitu pernghiliran mulai dari CPO, karet, coklat,<br />

rotan <strong>dan</strong> sebagainya,” kata Panggah.<br />

Menurutnya, program penghiliran industri agro bisa<br />

dikatakan berjalan dengan baik. Hanya saja, untuk<br />

penghiliran karet masih agak terhambat atau belum terakselerasi.<br />

Panggah menjelaskan, karet bukanlah<br />

produk yang bisa berdiri sendiri sehingga harus dimixed<br />

yang karet alam ataupun kimia lainnya.<br />

Dia optimistis pertumbuhan industri agro pada <strong>2014</strong><br />

masih berada di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi<br />

atau di atas 6%. Selain didorong oleh program penghiliran,<br />

industri makanan <strong>dan</strong> minuman akan membantu<br />

menopang pertumbuhan pada <strong>2014</strong>.<br />

Kepala Ba<strong>dan</strong> Kordinasi Penanaman Modal (BKPM)<br />

Mahendra Siregar mengatakan investor masih melihat<br />

<strong>Indonesia</strong> sebagai tempat yang menguntungkan untuk<br />

berinvestasi pada tahun depan.<br />

“Ini kelihatannya program penghiliran direspons positif<br />

oleh para investor. Jadi banyak yang berinvestasi di<br />

sektor upstream [hulu],” kata Mahendra.<br />

Mahendra memprediksi investasi industri hulu masih<br />

akan berlangsung hingga beberapa tahun mendatang.<br />

“Setidaknya periode 3 tahun—4 tahun mereka akan<br />

terus komitmen untuk itu. Soalnya investasi ini strategis<br />

<strong>dan</strong> bukan investasi jangka pendek.”<br />

Dia menilai, a<strong>dan</strong>ya Pemilu <strong>2014</strong> tidak akan mengurungkan<br />

niat investor untuk berekspansi di dalam ne -<br />

geri. Pasalnya, seiring dengan berjalannya waktu, investor<br />

kian paham <strong>dan</strong> melihat <strong>Indonesia</strong> dalam perspektif<br />

yang lengkap. Investor sudah melihat <strong>Indonesia</strong> sebagai<br />

negara demokrasi yang besar dengan pasar yang juga<br />

besar.<br />

Oleh karena itu, investor melihat <strong>Indonesia</strong> sebagai<br />

negara yang semakin mapan sehingga proses pergantian<br />

pemimipin merupakan hal yang wajar <strong>dan</strong> tidak perlu<br />

dikhawatirkan.<br />

Selain itu, lanjut Mahendra, banyak investasi yang<br />

masuk ke <strong>Indonesia</strong> bukan lantaran sudah mendekati<br />

berlakunya Asean Economic Community (AEC) pada<br />

2015. “Namun, hal ini lantaran pasar <strong>Indonesia</strong> yang<br />

kuat <strong>dan</strong> berkelanjutan.”<br />

Pada <strong>2014</strong>, pemerintah juga akan terus meningkatkan<br />

daya saing industri guna menyongsong AEC pada akhir<br />

2015. Menperin Hidayat mengatakan ada beberapa langkah<br />

<strong>dan</strong> kebijakan yang bersifat lintas sektoral untuk<br />

menghadapi AEC 2015 yang akan dilakukan.<br />

Langkah-langkah tersebut a.l mengintensifkan<br />

so sialisasi AEC kepada stakeholder industri <strong>dan</strong> mengusulkan<br />

percepatan pemberlakuan safeguard <strong>dan</strong> antidumping<br />

bagi produk impor tertentu.<br />

Selain itu, menambah fasilitas laboratorium uji <strong>dan</strong><br />

meningkatkan kompetensi SDM industri, penyusunan<br />

standar kompetensi kerja nasional indonesia (SKKNI)<br />

pada masing-masing sektor industri, serta penguatan<br />

IKM <strong>dan</strong> pengembangan wirausaha baru.<br />

Setelah terus menggenjot investasi di bi<strong>dan</strong>g industri<br />

dasar, pemerintah kini menargetkan a<strong>dan</strong>ya investasi di<br />

bi<strong>dan</strong>g mesin untuk memenuhi kebutuhan industri tekstil<br />

<strong>dan</strong> sepatu. Hidayat berjanji akan terus menggenjot<br />

investasi dari hulu ke hilir.<br />

“Selama 3 tahun belakangan, pemerintah terus me -<br />

ngem bangkan industri dasar. Pada <strong>2014</strong> memang akan di -<br />

lanjutkan, tetapi harapannya juga ada yang masuk untuk<br />

industri padat karya seperti tekstil <strong>dan</strong> sepatu,” jelasnya.<br />

Pada <strong>2014</strong> Kemenperin akan melanjutkan program ini<br />

dengan kegiatan utama restrukturisasi permesinan 110<br />

perusahaan industri tekstil <strong>dan</strong> aneka, penyusunan 3<br />

SNI <strong>dan</strong> 14 rancangan SNI produk industri TPT <strong>dan</strong><br />

aneka serta fasilitasi pengembangan dua klaster industri<br />

TPT <strong>dan</strong> alas kaki.<br />

Selain itu, pada <strong>2014</strong> Kemenperin fokus melakukan<br />

perbaikan infrastruktur pendukung produksi <strong>dan</strong> distribusi,<br />

ketersediaan lahan terutama di Pulau Jawa <strong>dan</strong><br />

jaminan pasokan bahan baku <strong>dan</strong> sumber energi.<br />

Selanjutnya, penyelesaian hambatan investasi seperti<br />

divestasi pada industri pengolahan mineral, aturan terkait<br />

limbah b3, <strong>dan</strong> tata ruang, serta perjanjian kerja<br />

sama internasional untuk meningkatkan investasi.<br />

Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 49


Pasar Konstruksi<br />

Proyek Tidak Lagi Fokus di Jakarta<br />

Lembaga Riset PT BCI Asia<br />

<strong>Indonesia</strong> menyebutkan nilai pasar<br />

konstruksi nasional sektor gedung<br />

<strong>dan</strong> sipil pada <strong>2014</strong> bakal mencapai<br />

Rp493,16 triliun, naik 14,99%<br />

dibandingkan dengan realisasi 2013<br />

sebesar Rp428,85 triliun.<br />

Dimas Novita Sari<br />

dimas.novita@bisnis.co.id<br />

Nilai konstruksi tahun depan itu terdiri<br />

dari 4.550 proyek, dengan komposisi<br />

pekerjaan sipil 20%, atau 870<br />

proyek dengan nilai hampir Rp233<br />

triliun <strong>dan</strong> gedung 80%, atau 3.680<br />

proyek dengan nilai Rp260,38 triliun.<br />

Untuk pembangunan gedung, senilai Rp77,19<br />

triliun ditujukan untuk pembangunan residensial.<br />

Selanjutnya kawasan industri (Rp56,66 triliun), perkantoran<br />

(Rp41,89 triliun), mal (Rp22,77 triliun),<br />

rumah sakit (Rp6,55 triliun), sekolah (Rp6,36 triliun),<br />

<strong>dan</strong> tempat rekreasi (Rp3,13 triliun).<br />

Sementara itu, untuk sektor sipil pembangunan<br />

didominasi oleh proyek-proyek besar untuk mendukung<br />

konektivitas. Proyek tersebut di antaranya<br />

jalan tol Serpong-Balaraja, Me<strong>dan</strong>-Kuala Namu,<br />

Cisumdawu, Jembatan Riau-Bintan, Mass Rapid<br />

Transit Jakarta, <strong>dan</strong> Pelabuhan Kalibaru.<br />

Nilai konstruksi sipil <strong>2014</strong> itu, tidak termasuk<br />

proyek-proyek kecil seperti pembangunan jalan<br />

provinsi karena tidak berpengaruh signifikan.<br />

Adapun pemberi kerja pekerjaan sipil, masih<br />

didominasi oleh pemerintah <strong>dan</strong> dari pinjaman<br />

asing.<br />

Pembangunan infrastruktur nasional pada tahun<br />

depan juga akan lebih merata, tidak lagi berpusat di<br />

Jakarta. Meskipun tidak signifikan akan tetapi sejalan<br />

dengan program pemerintah pembangunan<br />

akan lebih menyebar.<br />

BCI Asia masih melihat kendala pembangunan<br />

konstruksi, lanjutnya, justru berada pada pengadaan<br />

lahan serta proses perizinan.<br />

Proyek MP3EI<br />

Kepala Ba<strong>dan</strong> Pembina Konstruksi Kementerian<br />

Pekerjaan Umum Hediyanto W. Hussaini me -<br />

nga takan 35%-40% dari nilai tersebut umumnya<br />

berupa paket pekerjaan kebinamargaan, pembangkit<br />

listrik, pelabuhan, <strong>dan</strong> bandar udara.<br />

“Semuanya itu sesuai dengan tujuan MP3EI<br />

[Masterplan Percepatan <strong>dan</strong> Perluasan<br />

Pembangunan Ekonomi <strong>Indonesia</strong>] yakni konektivitas,”<br />

katanya.<br />

Proyek-proyek tersebut merupakan infrastruktur<br />

prioritas mengingat masih a<strong>dan</strong>ya gap kebutuhan<br />

dengan ketersediaan <strong>dan</strong> daya tampung yang overload.<br />

Selain itu, peningkatan nilai pasar jasa konstruksi<br />

akan disumbang dari penyesuaian nilai proyek<br />

tahun jamak akibat kondisi kahar yang terjadi.<br />

Seperti diketahui, pada tahun ini pasar jasa konstruksi<br />

nasional diterpa kondisi kahar (force<br />

majeure) akibat pelembahan rupiah yang didahului<br />

oleh kenaikan BBM <strong>dan</strong> upah minimum regional.<br />

“Harga satuan banyak yang naik sehingga akan<br />

terjadi penyesuaian kontrak,” jelasnya.<br />

Pertumbuhan Nilai<br />

Konstruksi (Rp Triliun)<br />

223,95<br />

Rp<br />

284,17<br />

Rp<br />

428,85<br />

Rp<br />

493,16<br />

2011 2012 2013* <strong>2014</strong>*<br />

Sumber: PT BCI Asia, diolah<br />

Rp<br />

Ket: *) Perkiraan<br />

Nilai Konstruksi<br />

Berdasarkan Wilayah (Rp Triliun)<br />

Sumatra<br />

93,37<br />

Kalimantan<br />

29,64<br />

Jawa Timur<br />

30,24<br />

Jabodetabek<br />

184,96<br />

Jawa Barat<br />

67,36 Jawa Tengah-DIY<br />

22,82<br />

<strong>Indonesia</strong> Timur<br />

50,55<br />

Bali-Nusa Tenggara<br />

14,16<br />

BISNIS/M. RAUSHAN<br />

50 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>


<strong>Bisnis</strong>/Nurul Hidayat<br />

Kemudian, pemerintah masih akan menjadi pemberi<br />

proyek paling besar baik dari APBN <strong>dan</strong> APBD, diikuti<br />

oleh BUMN kemudian swasta.<br />

Hediyanto menggarisbawahi bahwa pada tahun<br />

depan pasar jasa konstruksi harus meningkatkan kompetensinya,<br />

baik secara sumber daya manusia <strong>dan</strong><br />

finansial untuk menghadapi Pasar Bebas Asean pada<br />

2015.<br />

Jangan sampai pasar jasa konstruksi nasional justru<br />

dalam keadaan lemah ketika serbuan asing masuk,<br />

mengingat <strong>Indonesia</strong> menjadi salah satu pasar buruan<br />

investor.<br />

Salah satu lini yang harus diperkuat adalah jumlah<br />

insinyur profesional yang paling tidak harus mencapai<br />

1.000-2.000 orang pada tahun depan. Saat ini, <strong>Indonesia</strong><br />

hanya memiliki 200 orang insinyur bersertifikat.<br />

Oleh karena itu, tahun depan pemerintah akan lebih<br />

agresif dalam mensosialisasikan pentingnya <strong>dan</strong> perlunya<br />

sertifikasi tersebut.<br />

Sementara itu, Ketua Gabungan Pelaksana Konstruksi<br />

Nasional <strong>Indonesia</strong> (Gapensi) Soeharsojo mengatakan<br />

proyek Rp100 miliar akan menguasai pangsa pasar jasa<br />

konstruksi hingga 80%.<br />

Jalan <strong>dan</strong> jembatan akan tetap menjadi pekerjaan<br />

infrastruktur yang paling banyak dikerjakan pada tahun<br />

depan, di samping infrastruktur besar lainnya.<br />

“Yang kecil-kecil <strong>dan</strong> dasar itu kan sudah dikerjakan<br />

di tahun-tahun kemarin, jadi sekarang tinggal yang<br />

besar-besarnya,” jelasnya.<br />

Dia mencontohkan salah satu proyek yang akan<br />

ba nyak ditangani pada tahun depan yakni jembatan<br />

dengan bentang besar 600 m-1.000 m.<br />

Dengan meningkatnya nilai pasar jasa konstruksi<br />

pada tahun depan, tentunya juga akan membuka peluang<br />

munculnya perusahaan baru jasa konstruksi.<br />

Namun, menurut Soeharsojo, saat ini pasar jasa konstruksi<br />

tidak membutuhkan peningkatan secara kuantitas,<br />

akan tetapi kualitas.<br />

Hal ini terkait dengan segera berlakunya Pasar Bebas<br />

Asean atau Asean Economic Community pada 2015<br />

yang menuntut daya saing para pelaku jasa konstruksinya.<br />

“Bagusnya itu, yang kecil jadi menengah, menengah<br />

jadi besar. Peran pengendalian dari pemerintah yang<br />

kami harapkan,” katanya.<br />

Pengendalian tersebut bisa berupa dengan pengetatan<br />

izin pendirian ba<strong>dan</strong> usaha baru <strong>dan</strong> pelatihan bagi<br />

pelaku jasa konstruksi.<br />

Apalagi, pemberlakukan UU Keinsinyuran pada tahun<br />

depan juga akan mendukung peningkatan kompetensi<br />

insinyur sehingga pembangunan di bi<strong>dan</strong>g infrastruktur<br />

akan semakin berkualitas.<br />

Artinya, tatanan terhadap sumber daya manusia khususnya<br />

insinyur infrastruktur lebih terprogram, di mana<br />

ketentuan dasar <strong>dan</strong> syarat-syarat insinyur profesional<br />

jelas tercantum.<br />

Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 51


Geliat Pariwisata<br />

Berkah MICE pada Tahun <strong>Politik</strong><br />

Situasi perekonomian dunia yang<br />

masih tidak menentu menjadi<br />

an caman tersendiri bagi kondisi pariwisata<br />

pada <strong>2014</strong>. Jumlah kunjungan<br />

wisatawan, terutama wisatawan<br />

mancanegara, bisa jadi ikut-ikutan<br />

terkoreksi.<br />

Dewi Andriani<br />

dewi.andriani@bisnis.co.id<br />

Padahal, pemerintah telah memasang<br />

target menjadi 9,5 juta kunjungan<br />

pada <strong>2014</strong>. Beruntung ada pesta<br />

demokrasi yang boleh jadi turut<br />

menyelamatkan industri pariwisata<br />

nasional tahun depan.<br />

Pesta demokrasi kerap menjadi salah satu pertimbangan<br />

bagi wisatawan mancanegara (wisman)<br />

ketika akan mengunjungi suatu negara karena gejolak<br />

politik seringkali memengaruhi tingkat keamanan<br />

di negara itu.<br />

Menilik data Kementerian Pariwisata <strong>dan</strong><br />

Ekonomi Kreatif, ketika pesta demokrasi 2009 lalu,<br />

jumlah kunjungan wisman di <strong>Indonesia</strong> hanya<br />

meningkat 1,43% dari tahun sebelumnya.<br />

Penerimaan devisa kala itu minus 14,29%.<br />

Pengeluaran wisman pun merosot dari sekitar<br />

US$1.178 menjadi US$995,93 per orang per kunjungan.<br />

Bandingkan dengan tahun-tahun sebelum<br />

atau sesudah pesta demokrasi. Rata-rata pertumbuhan<br />

jumlah kunjungan di atas 9%.<br />

Namun sepertinya, pemerintah tidak begitu khawatir<br />

dengan ancaman ini. Pemerintah tetap optimistis<br />

kunjungan wisatawan baik wisatawan mancanegara<br />

maupun wisatawan nusantara (wisnus)<br />

tetap tumbuh sesuai dengan target yang telah dipatok<br />

sebesar 9,3 juta-9,5 juta kunjungan dengan pertumbuhan<br />

8% pada tahun depan.<br />

Optimisme ini cukup beralasan. Sampai akhir<br />

September 2013, BPS mencatat telah terjadi 6,41<br />

juta kunjungan atau naik 8,8% dari periode yang<br />

sama tahun sebelumnya. Adapun, target hingga<br />

akhir tahun ini sebesar 8,5 juta kunjungan dengan<br />

target devisa US$10 miliar.<br />

Untuk wisnus, hingga triwulan I/2013—menurut<br />

data BPS terakhir—tercatat ada lebih dari 55 juta<br />

perjalanan. Wisnus menjadi kekuatan pariwisata<br />

nasional karena kontribusinya dari segi pengeluaran<br />

yang sangat signifikan terhadap perekonomian<br />

nasional.<br />

Sepanjang 2012, dengan jumlah perjalanan 245,3<br />

juta <strong>dan</strong> rata-rata pengeluaran Rp700.000 per orang,<br />

kontribusinya terhadap ekonomi nasio nal mencapai<br />

Rp171,7 triliun. Tahun ini ditargetkan 250 juta perjalanan<br />

wisnus dengan total pengeluaran Rp178,6<br />

triliun.<br />

“Faktor politik pada <strong>2014</strong> tidak akan terlalu<br />

mengganggu kunjungan wisman. Selama pesta<br />

demokrasi beberapa kali, tidak pernah terjadi chaos<br />

baik di pusat maupun daerah. Yang paling mengganggu<br />

nanti mungkin saat kampanye karena<br />

macet,” ujar Menteri Pariwisata <strong>dan</strong> Ekonomi<br />

Kreatif Mari Elka Pangestu.<br />

Industri Pariwisata di Tanah Air, menurut Mari,<br />

masih akan tumbuh positif. Geliat pariwisata ini<br />

akan ditopang oleh upaya yang digenjot pemerintah<br />

selama ini. Pemerintah secara aktif mempromosikan<br />

keindahan <strong>Indonesia</strong>, terutama 16 kawasan<br />

strategi pariwisata nasional, selain Bali.<br />

Promosi kawasan tersebut tidak hanya ditujukan<br />

untuk wisman, tetapi juga wisnus. Di tengah<br />

kondisi pasar global yang tidak menentu, akibat<br />

perlambatan ekonomi di Amerika Serikat <strong>dan</strong><br />

beberapa negara Eropa, pasar wisnus merupakan<br />

sasaran yang empuk. Apalagi, kelas menengah di<br />

<strong>Indonesia</strong> terus bertambah setiap tahunnya.<br />

Golongan ini sudah mulai menjadikan liburan se -<br />

bagai kebutuhan.<br />

Selain promosi destinasi wisata yang terus<br />

digalak kan, melemahnya mata uang rupiah terhadap<br />

dolar AS sepertinya membawa berkah tersendiri<br />

bagi pelaku wisata pada tahun ini.<br />

Harga rupiah yang kelewat murah dibandingkan<br />

dengan dolar membuat orang <strong>Indonesia</strong> yang<br />

bepergian ke luar negeri (wisatawan nasional/<br />

wisnas) cenderung mengerem rencananya.<br />

Sebagai gantinya, mereka mengalihkan kunjungan<br />

ke dalam negeri. Apalagi, kini semakin banyak<br />

destinasi wisata di Tanah Air yang tak kalah me -<br />

narik.<br />

Wisman, apalagi yang menggunakan dolar, juga<br />

ramai-ramai memanfaatkan situasi ini karena biaya<br />

yang dikeluarkan untuk berwisata ke <strong>Indonesia</strong><br />

menjadi lebih murah dibandingkan dengan sebelumnya.<br />

Arus kunjungan wisnus <strong>dan</strong> wisman ini juga<br />

didukung oleh bertambahnya rute penerbangan<br />

antardaerah. Beberapa maskapai kini mulai<br />

menyasar daerah-daerah yang selama ini belum<br />

dijamah.<br />

Garuda <strong>Indonesia</strong> misalnya akan memulai penerbangan<br />

ke sejumlah kota di <strong>Indonesia</strong> Timur pada<br />

Desember. Dukungan maskapai tersebut akan<br />

52 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>


membuat cakupan destinasi wisata di Tanah Air semakin<br />

luas, <strong>dan</strong> tidak berpihak pada daerah-daerah wisata<br />

tertentu saja.<br />

Pelaku usaha juga mulai piawai mengemas paket perjalanan<br />

yang menarik bagi para wisnus, wisnas, <strong>dan</strong><br />

wisman. “Perkembangannya pun akan signifikan seiring<br />

dengan meningkatnya pendapatan masyarakat serta berbagai<br />

promosi-promosi dari agen perjalanan,” ujar<br />

Asnawi bahar, Ketua Association of The <strong>Indonesia</strong>n<br />

Tours and Travel Agencies (Asita).<br />

Pergerakan pariwisata di Tanah Air pada tahun depan<br />

juga bisa terlihat dari survei yang dilakukan<br />

TripAdvisor, situs perjalanan dunia. Menurut situs itu,<br />

95% masyarakat <strong>Indonesia</strong> rela berhemat untuk<br />

melakukan perjalanan, lebih tinggi dari rata-rata global<br />

sebesar 88%.<br />

Perjalanan domestik <strong>dan</strong> intraregional masih menjadi<br />

prioritas utama warga <strong>Indonesia</strong>, baik jangka pendek<br />

maupun jangka panjang.<br />

Dari survei tersebut, kebanyakan responden mengaku<br />

lebih senang melakukan perjalanan dalam negeri karena<br />

biayanya yang dinilai tidak terlalu mahal (44%), memiliki<br />

keinginan untuk mengeksplorasi <strong>dan</strong> mengenal<br />

ne geri sendiri (42%), <strong>dan</strong> untuk mengunjungi keluarga<br />

(38%).<br />

Memang, bila dilihat dari sisi anggaran, wisnus akan<br />

mengurangi anggaran perjalanan mereka pada <strong>2014</strong>.<br />

Namun, jumlah perjalanan yang dilakukan lebih ba -<br />

nyak.<br />

“92% Konsumen <strong>Indonesia</strong> berencana berpergian di<br />

<strong>Indonesia</strong> dengan biaya yang lebih rendah, tetapi perjalanannya<br />

lebih banyak. Rencana liburan singkat akan<br />

naik 35% <strong>dan</strong> untuk liburan panjang naik sampai<br />

20%,” ujar Lewis Ng, Commercial Director APAC,<br />

TripAdvisor for Business.<br />

Perkembangan<br />

Kunjungan Wisman<br />

Periode 2009—<strong>2014</strong>09 <strong>2014</strong><br />

6,3<br />

6,29<br />

7<br />

7,65<br />

2009 2010 2011 2012 2013* <strong>2014</strong>*<br />

Wisman (Juta orang) Penerimaan Devisa(US$ Juta)<br />

614,3<br />

7,6<br />

771 725,3<br />

8,5<br />

646,1 700,7<br />

9,12<br />

Tahun MICE<br />

Belum lagi berkah tahun politik. Pesta demokrasi<br />

pada tahun depan diyakini ikut menggenjot meeting,<br />

incentive, conference, & exhibition (MICE), khususnya<br />

subsektor meeting <strong>dan</strong> conference.<br />

Menjelang puncak pesta demokrasi, partai-partai<br />

sibuk menggelar berbagai pertemuan dalam rangka konsolidasi<br />

internal. Untuk menarik massa, mereka juga<br />

kerap menyelenggarakan berbagai macam event.<br />

Pertemuan antarpartai untuk urusan ‘rapat barisan’ juga<br />

makin kerap dilakukan.<br />

Semua kegiatan ini praktis membutuhkan tempat atau<br />

venue. Selain menggelar di arena lapangan terbuka,<br />

tempat yang biasanya dituju adalah hotel <strong>dan</strong> convention<br />

centre.<br />

Pergerakan MICE tersebut tidak hanya terjadi di kotakota<br />

besar saja tetapi menyebar hingga ke pelosokpelosok<br />

daerah. Yang kebanjiran untung pun tak hanya<br />

hotel saja. Ruang-ruang pertemuan biasanya telah dibooking<br />

sejak jauh-jauh hari.<br />

Apalagi menjelang puncak kampanye, geliat MICE<br />

<strong>dan</strong> pergerakan wisnus akan melonjak. Industri ekonomi<br />

kreatif juga ikut-ikutan ketiban untung, salah satunya<br />

adalah seni pertunjukan.<br />

Ketua Perhimpunan Hotel <strong>dan</strong> Restoran <strong>Indonesia</strong><br />

(PHRI) Yanti Sukam<strong>dan</strong>i memperkirakan pesta<br />

demokrasi akan mendongkrak tingkat keterisian (occupancy)<br />

hotel. Rata-rata tingkat occupancy hotel pada<br />

<strong>2014</strong> diperkirakan mencapai 65%, naik signifikan<br />

dari kondisi 2013 yang hanya 5%—10%.<br />

Pertumbuhan terbesar, menurutnya, terjadi pada hotel<br />

di kota-kota besar yang dilengkapi dengan fasilitas<br />

MICE. Tak heran, kala itu hotel-hotel akan panen<br />

untung.<br />

“<strong>2014</strong> Itu tahun politik. Akan ada banyak sekali<br />

rapat-rapat para kader partai politik untuk konsolidasi.<br />

Tentu mereka akan menggunakan hotel sebagai tempat<br />

pertemuan.”<br />

Kolaborasi sejumlah upaya pemerintah <strong>dan</strong> pesta<br />

demokrasi tahun ini memang ikut membawa berkah<br />

bagi industri pariwisata.<br />

Namun, ketika pesta demokrasi ini berakhir, industri<br />

pariwisata akan kembali menghadapi masalah lainnya,<br />

mulai dari persoalan klasik seperti infratsruktur pendukung<br />

pariwisata, seperti bandara, jalan tol, <strong>dan</strong> pelabuhan<br />

laut hingga konektivitas antardaerah.<br />

Masalah ini memang seharusnya segera diselesaikan<br />

sehingga tidak menjadi PR yang berulang setiap tahunnya.<br />

Semoga! (Maria Y. Benyamin)<br />

8<br />

10<br />

9<br />

10,64<br />

*) Target optimistis<br />

9,5<br />

JumlahKunjunganWisman<br />

Periode 2013 (ribu)<br />

789,6 717,8 771 770,9<br />

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep<br />

Sumber: Pusdatin Kemenparekraf <strong>dan</strong> BPS, November 2013, diolah. BISNIS/RADITYO EKO<br />

Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 53


Jalan Tol<br />

Jelang Lepas Landas<br />

bagi Investor<br />

Progres pengadaan tanah proyek<br />

jalan tol pada <strong>2014</strong> diprediksi akan<br />

signifikan, ini karena merupakan<br />

tahun terakhir penggunaan UU<br />

Agraria sebagai acuan pengadaan<br />

lahan bagi proyek infrastruktur.<br />

Dimas Novita Sari<br />

dimas.novita@bisnis.co.id<br />

Dengan demikian, proyek yang jalan<br />

tol yang dalam proses pengadaan<br />

tanah akan berpacu dengan waktu<br />

<strong>dan</strong> terus mendorong realisasi guna<br />

mengejar target tersebut.<br />

Pasalnya, sisa tanah yang belum<br />

terbebas otomatis akan menggunakan UU No.<br />

2/2012 tengan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan<br />

untuk Kepentingan Umum dimulai pada 2015.<br />

Lambannya pembebasan tanah menjadi salah satu<br />

penyebab meningkatnya biaya investasi proyek jalan<br />

tol. Penyebab lainnya karena a<strong>dan</strong>ya eskalasi, perubahan<br />

desain, hingga kebutuhan lahan yang meluas.<br />

Sebagai gambaran, jika biaya investasi 23 proyek<br />

jalan tol yang telah diusahakan sebelum 2010 tercatat<br />

Rp74,77 triliun, namun kini nilainya membengkak<br />

44,75%, menjadi Rp108,23 triliun.<br />

Namun, berdasarkan UU baru tersebut, proses<br />

pengadaan tanah akan berbeda dari yang sekarang<br />

diaplikasikan. Persetujuan pengadaan proyek<br />

<strong>Bisnis</strong>/Yayus Yuswoprihanto<br />

melalui musyawarah<br />

dengan masyarakat<br />

setempat<br />

dilakukan di tahap<br />

awal untuk kemudian<br />

baru diterbitkan<br />

surat persetujuan<br />

penetapan lokasi<br />

pembangunan<br />

(SP2LP), sehingga<br />

dalam prosesnya<br />

tidak lagi terganjal<br />

masalah penolakan<br />

dari warga.<br />

Jika proyek yang<br />

sudah berjalan<br />

menggunakan UU<br />

baru tersebut, maka<br />

proses pengadaan<br />

sisa tanah harus mengikuti aturan main baru <strong>dan</strong><br />

meng ulang tahapan yang sebenarnya sudah dilakukan.<br />

Selain mekanisme yang kian pasti, biaya pengadaan<br />

lahan tersebut pun akan ditanggung oleh<br />

pemerintah melalui unit khusus Ba<strong>dan</strong><br />

Pertanahan Nasional (BPN) yakni Deputi<br />

Pengadaan Tanah, sehingga ba<strong>dan</strong> usaha jalan tol<br />

(BUJT) tidak perlu lagi menanggung biaya operasional<br />

pelaksanaan.<br />

Yang paling penting ialah BUJT tidak lagi<br />

menalangi <strong>dan</strong>a land capping <strong>dan</strong> mengajukan permohonan<br />

<strong>dan</strong>a bantuan layanan umum (BLU).<br />

Namun, pemerintah menggarisbawahi penggunaan<br />

uang negara dalam pengadaan lahan tersebut<br />

pada proyek jalan tol yang sudah berjalan. Jika<br />

dalam perjanjian pengusahaan jalan tol disebutkan<br />

kewajiban pengadaan lahan merupakan miliki<br />

BUJT, maka perusahaan harus tetap menggelontorkan<br />

<strong>dan</strong>anya.<br />

Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian<br />

Pekerjaan Umum Djoko Murdjanto menyampaikan<br />

perbedaan aturan main dalam pengadaan tanah di<br />

jalan tol tersebutlah yang menyebabkan pemerintah<br />

tidak segera mengaplikasikannya di proyek yang<br />

se<strong>dan</strong>g berjalan.<br />

“Prosesnya berbeda, harus diulang <strong>dan</strong> dibalik.<br />

Itu butuh waktu banyak makanya kami kasih<br />

waktu sampai <strong>2014</strong>,” katanya.<br />

Apalagi, proyek jalan tol yang se<strong>dan</strong>g dalam<br />

pembebasan tanah saat ini merupakan proyek yang<br />

telah lama berjalan sehingga tahun depan merupakan<br />

tahun panen pembayaran ganti rugi dari<br />

<strong>dan</strong>a land capping.<br />

Kementerian Pekerjaan Umum akan mengajukan<br />

<strong>dan</strong>a land capping <strong>2014</strong> sebesar Rp2 triliun, sejalan<br />

54 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>


Kenaikan Biaya Investasi di 23 Proyek Jalan Tol<br />

Ruas Investasi Sesuai FIRR Awal Investasi* FIRR* Dukungan Pemerintah<br />

BPJT (Rp Triliun) (%) (Rp Triliun) (%)<br />

Cikampek-Palimanan 5,9 17,86 12,56 17,86 --<br />

Pejagan-Pemalang 3,2 18,64 5,50 17,20 LC Rp106 miliar<br />

Pemalang-Batang 2,29 18,13 4,07 17,93 --<br />

Batang-Semarang 3,64 17,64 4,20 17,26 LC Rp61,97 miliar<br />

Semarang-Solo 6,13 15,94 6,20 16 LC Rp533,213 miliar<br />

Solo-Mantingan-Ngawi 4,27 17,4 5,13 17,39 Pengadaan tanah 90,10 km & konstruksi 20,90 km<br />

Ngawi-kertosono 3,18 17,5 3,82 17,81 Pengadaan Tanah 87,02 km & konstruksi 37,50 km<br />

Kertosono-Mojokerto 2,21 17,8 3,48 17,8% LC Rp97,266 miliar<br />

Surabaya-Mojokerto 2,95 17,12 3,22 17 LC Rp598,04 miliar<br />

Cengkareng-Batuceper-Kunciran 2,54 14,91 3,50 15,9 --<br />

Kunciran-Serpong 2,03 15,8 2,62 16 --<br />

Serpong-Cinere 1,82 17,2 2,22 17,48 --<br />

Cinere-Jagorawi 1,96 17,32 2,88 17,12 LC Rp529,13 miliar<br />

Cimanggis-Cibitung 3,13 16,77 4,52 17,31 --<br />

Cibitung-Cilincing 2,72 18,79 4,22 17,96 --<br />

Depok Antasari 2,49 15,91 2,99 16,75 LC Rp1.831<br />

Becakayu 6,18 17,57 7,23 16,79 --<br />

Bogor Outer Ring Road 0,7 17,76 0,983 15,05 LC Rp111,93 miliar<br />

Ciawi-Sukabumi 4,92 18,3 7,77 17 LC Rp73,45 miliar<br />

Gempol-Pandaan 0,82 19,19 1,17 17,02 --<br />

Gempol-Pasuruan 1,8 17,9 2,76 16,38 LC Rp324,027 miliar<br />

Pasuruan-Probolinggo 3,31 14,4 2,99 15,81 --<br />

Waru (Aloha)-Wonokromo-Tanjung Perak 6,49 17,57 11,11 16,75 -<br />

Sumber: Ba<strong>dan</strong> Pengatur Jalan Tol Ket: *) Penyesuaian LC= land capping FIRR= financial internal rate of return<br />

BISNIS/M. RAUSHAN<br />

dengan semakin tingginya kebutuhan <strong>dan</strong>a dukung an<br />

pemerintah tersebut di sejumlah ruas jalan bebas hambatan.<br />

Beberapa ruas tersebut di antaranya Surabaya-<br />

Mojokerto, Pejagan-Pemalang, Gempol-Pasuruan, Cinere-<br />

Jagorawi, JORR W2, Depok-Antasari, Cinere-Jagorawi,<br />

<strong>dan</strong> Cibitung-Cilincing.<br />

Selain terus memacu pembebasan tanah dengan peraturan<br />

lama, Kementerian PU <strong>dan</strong> BPN akan terus<br />

menyusun petunjuk teknis untuk mengaplikasikan<br />

beleid pembebasan tanah yang baru, khususnya bagi<br />

proyek yang se<strong>dan</strong>g berjalan.<br />

Untuk tahun depan, satu-satunya jalan tol yang bisa<br />

menggunakan UU No. 2/2012 hanyalah ruas Bakahueni-<br />

Terbanggi Besar di Lampung karena proyek ini merupakan<br />

gagasan baru dalam megaproyek trans-Sumatra.<br />

Namun, kepastian proyek tersebut masih bergantung<br />

pada Perpres penugasan PT Hutama Karya sebagai<br />

BUMN jalan tol.<br />

Semakin Besar<br />

Hal senada disampaikan oleh Ketua Asosiasi Tol<br />

<strong>Indonesia</strong> (ATI) Fatchur Rochman.<br />

Menurutnya pada <strong>2014</strong>, kebutuhan BUJT akan <strong>dan</strong>a<br />

land capping semakin besar <strong>dan</strong> diperlukan komitmen<br />

dari pemerintah untuk menyalurkannya secara berkesinambungan.<br />

Pasalnya, selama ini distribusi uang dukungan tersebut<br />

cenderung lamban <strong>dan</strong> membuat cash flow BUJT<br />

menjadi terganggu karena ekuitas yang terus terpakai<br />

untuk menalangi kebutuhan pembebasan tanah.<br />

Namun, secara proses <strong>dan</strong> tahapan, pengadaan lahan<br />

pada tahun depan dinilai akan berjalan datar <strong>dan</strong> sama<br />

saja, karena tidak a<strong>dan</strong>ya perubahaan secara regulasi<br />

dalam implementasinya.<br />

Kendati progres tanah tidak akan maksimal, namun<br />

penyelesaian proyek jalan tol pada tahun depan lebih<br />

banyak dibandingkan dengan tahun ini. Meskipun,<br />

semuanya merupakan proyek yang ditargetkan selesai<br />

pada 2013.<br />

Keempat jalan tol tersebut yakni Jakarta Outer Ring<br />

Road (JORR) W2, Bogor Outer Ring Road (BORR),<br />

Ungaran-Bawen, <strong>dan</strong> Gempol-Pandaan.<br />

Umumnya, mundurnya penyelesaian proyek-proyek<br />

itu disebabkan oleh masalah pembebasan tanah.<br />

Sementara itu, Ba<strong>dan</strong> Pengatur Jalan Tol (BPJT) mencatat<br />

tiga proyek jalan tol yang akan dilepas pada tahun<br />

depan yakni Cileunyi-Sume<strong>dan</strong>g-Dawuan, Me<strong>dan</strong>-Binjai,<br />

<strong>dan</strong> Manado-Bitung.<br />

Kepala BPJT Achmad Gani Ghazaly mengatakan ketiganya<br />

siap tender pada tahun depan menyusul kesiapan<br />

secara tanah maupun dukungan pemerintah guna<br />

meningkatkan nilai finansial jalan tol tersebut melalui<br />

dukungan konstruksi.<br />

Selain itu, Gani menyampaikan masih ada beberapa<br />

jalan tol yang siap untuk dimulai pada tahun depan<br />

yakni empat ruas prioritas trans-Sumatra yakni<br />

Bakauheni-Terbanggi Besar, Palembang-Indralaya, <strong>dan</strong><br />

Pekanbaru-Kandis-Dumai. “Tapi itu bergantung sama<br />

perpresnya. Tinggal kita tunggu saja,” ujarnya. (Zufrizal)<br />

Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 55


Subsidi Energi<br />

Masih Perlukah Subsidi BBM<br />

Sejumlah rencana dipaparkan pemerintah<br />

untuk menekan konsumsi<br />

bahan bakar minyak (BBM).<br />

Tujuannya, penyehatan anggaran<br />

pendapatan <strong>dan</strong> belanja negara<br />

(APBN) dengan menekan anggaran<br />

subsidi yang terus membengkak.<br />

Lili Sunardi<br />

lili.sunardi@bisnis.co.id<br />

Opsi yang dipilih adalah pembatasan<br />

konsumsi selain menggenjot penggunaan<br />

bahan bakar nabati atau biofuel.<br />

Campuran ditargetkan bisa<br />

mencapai 10%.<br />

Pemerintah memulai pembatasan<br />

konsumsi BBM dengan cara meningkatkan kadar<br />

campuran bahan bakar nabati (BBN) untuk biodiesel<br />

menjadi 10% pada September 2013. Dengan<br />

cara itu, pemerintah berharap dapat menekan penggunaan<br />

BBM yang sebagian besar volumenya masih<br />

impor.<br />

Dengan melimpahnya minyak sawit mentah atau<br />

crude palm oil (CPO) di dalam negeri, pemerintah<br />

optimistis bisa mengoptimalkan BBN hingga 25%<br />

pada 2025. Bahkan, dalam Permen ESDM No.<br />

25/2013 diamanatkan penggunaan BBN untuk<br />

pembangkit harus mencapai 30% pada 2025.<br />

Sejumlah kalangan pun menyatakan siap melaksanakan<br />

mandatori yang dikeluarkan untuk memperbaiki<br />

neraca perdagangan itu. PT Pertamina<br />

(Persero) sebagai penyalur terbesar BBM bersubsidi<br />

pun bersedia menggunakan fasilitas penyimpanan<br />

BBM miliknya sebagai tempat untuk mencampur<br />

BBN dengan solar.<br />

Chrisna Damayanto, Direktur Pengolahan<br />

Pertamina, sempat mengatakan akan menggunakan<br />

fasilitas yang dimilikinya. Dengan begitu, perseroan<br />

tidak perlu mengeluarkan investasi tambahan<br />

untuk melakukan pengolahan itu.<br />

Untuk memenuhi kebutuhan fatty acid methyl<br />

ester (FAME) sebagai bahan pencampur BBN di<br />

<strong>2014</strong> <strong>dan</strong> 2015, Pertamina melakukan lelang 6,6<br />

juta kiloliter FAME. Dengan pemanfaatan BBN itu,<br />

diharapkan akan terjadi penghematan hingga<br />

US$2,6 miliar per tahun.<br />

Sayangnya, mandatori itu pun tidak berjalan lancar,<br />

karena pada Januari-Oktober 2013 penyerapan<br />

BBN baru mencapai 716.697 kiloliter (kl), atau<br />

hanya 67,43% dari target 1,2 juta kl.<br />

Selain meningkatkan penggunaan BBN, pemerintah<br />

juga terus berupaya membatasi penggunaan<br />

BBM, agar subsidi yang dikeluarkan tepat sasaran.<br />

Selain mengeluarkan Permen ESDM No. 1/2013<br />

tentang Pengendalian Penggunaan Bahan Bakar<br />

Minyak yang melarang kendaraan dinas, kendaraan<br />

angkutan pertambangan <strong>dan</strong> perkebunan menggunakan<br />

BBM bersubsidi, pemerintah juga berupaya<br />

mengendalikan konsumsi dengan menggunakan<br />

teknologi informasi.<br />

Penggunaan teknologi informasi itu pun dilaksanakan<br />

Pertamina dengan proyek radio frequency<br />

identification (RFId). Sayangnya, proyek yang dikerjakan<br />

PT Industri Telekomunikasi <strong>Indonesia</strong><br />

(Persero) tidak berjalan mulus sesuai dengan rencana.<br />

Pemasangan RFId yang dijadwalkan dilaksanakan<br />

pada Juli 2013, harus molor hingga November<br />

2013 karena persoalan investasi <strong>dan</strong> keandalan teknologi.<br />

PT Inti meminta koreksi terhadap nilai proyek<br />

yang telah disepakati. Alasannya, perubahan<br />

nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat,<br />

membuat sejumlah asumsi dalam proyek itu<br />

berubah.<br />

Tidak hanya itu, Pertamina juga masih terus<br />

meminta perseroan memperbaiki keandalan sistem<br />

yang akan mengkoneksikan seluruh stasiun pengisian<br />

bahan bakar umum (SPBU) di <strong>Indonesia</strong>.<br />

BUMN migas itu juga terus memaksa PT Inti segera<br />

menyelesaikan proyek itu sesuai jadwal yang ditentukan,<br />

yakni dapat dioperasikan secara nasional<br />

pada Juli <strong>2014</strong>.<br />

Mengantisipasi keterlambatan RFId, pemerintah<br />

pun mewacanakan pembelian BBM bersubsidi nontunai.<br />

Dalam rencana itu, setiap masyarakat yang<br />

ingin membeli BBM bersubsidi harus menggunakan<br />

kartu sebagai alat pembayarannya.<br />

Sebagai tahap awal, masyarakat bisa menggunakan<br />

kartu debit yang dimilikinya, atau menggunakan<br />

kartu khusus yang memiliki deposit dengan nilai<br />

yang telah ditentukan. Dengan begitu, pemerintah<br />

berharap bisa mencatat dengan pasti berapa<br />

besar transaksi penjualan BBM bersubsidi di<br />

masyarakat.<br />

Secara teknis, program tersebut memang lebih<br />

mudah untuk dilaksanakan, karena tidak perlu<br />

membangun infrastruktur teknologi baru. Wakil<br />

Menteri ESDM Susilo Siswoutomo mengatakan<br />

pemerintah tidak perlu mengeluarkan investasi<br />

tambahan untuk program itu.<br />

“Kami dapat menggandeng perbankan nasional<br />

untuk menyediakan kartu <strong>dan</strong> alat pembaca yang<br />

dipasang di SPBU. Saat ini kan juga sudah ada<br />

56 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>


<strong>Bisnis</strong>/Rahmatullah<br />

teknologi pembelian dengan kartu debit <strong>dan</strong> uang elektronik,”<br />

katanya.<br />

Pengendalian Tak Efektif<br />

Komaidi Notonegoro, pengamat energi dari<br />

ReforMiner mengatakan penyelewengan penggunaan<br />

BBM bersubsidi akan terus terjadi selama disparitas<br />

harga BBM nonsubsidi dengan BBM bersubsidi masih<br />

tinggi.<br />

Salah satu cara untuk menekan konsumsi <strong>dan</strong> subsidi<br />

pada BBM menurutnya adalah dengan menaikkan harganya<br />

agar mendekati harga keekonomian. Dengan<br />

selisih harga yang tidak terlalu jauh, maka akan membuat<br />

pelaku penyelewengan BBM bersubsidi berpikir<br />

ulang keekonomian dari tindakannya.<br />

Itu pun diamini oleh Menteri ESDM Jero Wacik yang<br />

mengatakan masyarakat baru mau menghemat konsumsi<br />

BBM setelah pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi<br />

menjadi Rp6.500 per liter untuk premium <strong>dan</strong><br />

Rp5.500 per liter untuk solar.<br />

Faktanya, kenaikkan harga BBM bersubsidi yang<br />

dilakukan pada 22 Juni 2013 memang berhasil menurunkan<br />

konsumsi BBM bersubsidi. Pada kuartal 3-2013<br />

untuk pertama kalinya konsumsi BBM bersubsidi di<br />

bawah target.<br />

Penyaluran BBM bersubsidi pada periode Januari-<br />

September 2013 hanya mencapai 34,4 juta kl, atau sekitar<br />

70,8% dari total kuota BBM bersubsidi 2013 yang<br />

sebesar 48 juta kl. Penyaluran BBM bersubsidi itu diikuti<br />

dengan realisasi belanja subsidi BBM yang mencapai<br />

Rp143,1 triliun, atau 71,6% dari total pagu yang mencapai<br />

Rp199,99 triliun untuk 2013.<br />

Tingginya subsidi untuk BBM ini juga yang menurut<br />

Christof Ruhl, Chieft Economist of British Petroleum,<br />

mengakibatkan konsumsi melebihi produksi di sebuah<br />

negara. Akibatnya, negara tersebut harus mengimpor<br />

minyak mentah untuk memenuhi kebutuhan di dalam<br />

negeri.<br />

Dia mencontohkan Argentina yang saat ini menjadi<br />

negara pengimpor minyak memiliki masalah yang sama<br />

dengan <strong>Indonesia</strong>. Tingginya konsumsi BBM, mengharuskan<br />

negara itu melepas status sebagai pengekspor<br />

minyak.<br />

<strong>Indonesia</strong> pun saat ini masuk ke dalam salah satu<br />

negara yang paling besar mengeluarkan subsidi untuk<br />

BBM, selain Iran, Arab Saudi, Rusia, India, Venezuela,<br />

Mesir, Irak, <strong>dan</strong> Uni Emirat Arab.<br />

<strong>Indonesia</strong> telah menyepakati subsidi BBM pada <strong>2014</strong><br />

senilai Rp210,7 triliun, kuota BBM seba nyak 48 juta kiloliter.<br />

Berdasarkan kesepakatan antara DPR dengan<br />

pemerintah, jumlah volume BBM bersubsidi jenis premium<br />

ditetapkan 32,46 juta kiloliter, minyak tanah 900.000<br />

kiloliter, <strong>dan</strong> solar 14,6 juta kiloliter.<br />

Ruhl juga mengingatkan bahwa subsidi dapat mengakibatkan<br />

tidak berkembangnya energi alternatif, karena<br />

kalah kompetitif dengan BBM.<br />

Pada <strong>2014</strong>, Kementerian ESDM mengalokasikan anggar<br />

an Rp2,1 triliun untuk program konversi BBG. Dana<br />

tersebut masuk dalam rencana kerja <strong>dan</strong> anggaran<br />

kementerian lembaga (RKAKL) di rancangan APBN <strong>2014</strong><br />

yang masih menunggu persetujuan DPR.<br />

Anggaran itu akan digunakan untuk men<strong>dan</strong>ai proyek<br />

BBG di sejumlah kota, seperti di Jabodetabek yang akan<br />

dibangun 8SPBG <strong>dan</strong> jaringan pipa sepanjang 165 kilometer.<br />

Kemudian di Semarang, akan dibangun 1 paket<br />

jaringan pipa gas, di Batam akan dibangun 4SPBG, 3<br />

mobile storage, <strong>dan</strong> 1 paket jaringan pipa.<br />

Selain itu, <strong>dan</strong>a dari anggaran itu juga dipakai untuk<br />

penyediaan paket per<strong>dan</strong>a liquefied petroleum gas (LPG)<br />

3 kilogram sebanyak 592.370 paket.<br />

Akan tetapi, nampaknya pelaksanaan konversi ini<br />

sendiri masih sangat sulit untuk berjalan dengan lancar<br />

ka rena mahalnya investasi yang harus dikeluarkan<br />

un tuk menggunakan alat konversi.<br />

Pemerintah pun harus dihadapkan dengan pilihan<br />

untuk terus memberikan subsidi, atau justru memindahkan<br />

subsidi ke sumber energi lain, seperti gas <strong>dan</strong><br />

energi terbarukan lainnya.<br />

Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 57


Sektor Pertambangan<br />

Menanti Konsistensi Melalui Penghiliran<br />

Pada 2013, pelaku usaha sektor pertambangan<br />

sempat mengalami kerugian<br />

akibat anjloknya harga komoditas.<br />

Pada tahun lalu, pelaku usaha<br />

berlomba-lomba menggenjot produksi<br />

yang menyebabkan pasar banjir,<br />

selain ekonomi global yang lagi<br />

melesu, yang berimplikasi terhadap<br />

harga produk tambang.<br />

Inda Marlina<br />

redaksi@bisnis.co.id<br />

Berbagai upaya dilakukan pelaku industri<br />

pertambangan untuk segera memulihkan<br />

kondisi bisnis di sektor tersebut<br />

selama tahun lalu. Efisiensi merupakan<br />

salah satu upaya untuk menstabilkan<br />

roda perusahaan.<br />

Di sektor pertambangan batu bara misalnya,<br />

me reka mengurangi kerja alat tambang. Bahkan<br />

ada yang sampai menjual alat tambangnya—excavator,<br />

<strong>dan</strong> dumb truck. Akibat lanjutan dari kondisi<br />

itu, bisnis sewa menyewa alat tambang juga menjadi<br />

lesu.<br />

Lain lagi yang dilakukan oleh Newmont Nusa<br />

Tenggara. Akibat lesunya harga tembaga <strong>dan</strong> emas,<br />

perusahaan asal Denver, Amerika Serikat melakukan<br />

empat langkah agar roda perusahaan bisa berjalan<br />

efektif <strong>dan</strong> efisien.<br />

“Ada empat langkah yang kami [Newmont] lakukan<br />

agar roda organisasi bisa berjalan lebih efektif<br />

<strong>dan</strong> efisien. Dengan langkah itu, kami mentargetkan<br />

bisa menekan biaya sebesar 30% sehingga<br />

gerak perusahaan akan lebih baik lagi pada <strong>2014</strong>,”<br />

ujar Presdir Newmont Martiono Hadianto kepada<br />

<strong>Bisnis</strong>, dalam satu kesempataan pertengahan<br />

Oktober 2013.<br />

Keempat langkah itu, pertama, melakukan evalua<br />

si terhadap semua kontrak. Kedua, evaluasi terhadap<br />

keberadaan tenaga kerja asing. Ketiga,<br />

melakukan perampingan organisasi terutama<br />

organisasi pendukung sehingga bisa menekan overheadcost,<br />

<strong>dan</strong> terakhir meluncurkan program sustainable<br />

work force program (SWP)—program pensiun<br />

dini secara sukarela.<br />

Newmont Nusa Tenggara saat ini memiliki karyawan<br />

sebanyak 4.000 orang. Bila mengacu kepada<br />

kondisi pada 2009 dengan jumlah karyawan yang<br />

mencapai 1.200 orang, Martiono menjelaskan gerak<br />

organisasi perusahaan sangat lincah dengan tingkat<br />

pertumbuhan sebesar 15%.<br />

“Kami sangat optimistis iklim usaha mendekati<br />

penghujung 2013 akan membaik <strong>dan</strong> diharapkan<br />

bisa terus berlangsung hingga <strong>2014</strong>. Kami optimistis<br />

harga komoditas lebih membaik lagi pada<br />

<strong>2014</strong>.”<br />

Bisa jadi langkah yang sama juga dilakukan oleh<br />

perusahaan tambang mineral lainnya. Begitu juga<br />

dengan sektor batu bara. Sebagai produsen utama<br />

batu bara dunia, bahkan Asosiasi Pengusaha Batu<br />

Bara <strong>Indonesia</strong> (APBI) berencana mengadakan pertemuan<br />

antar produsen produk tambang itu dari<br />

sejumlah negara seperti China, Australia.<br />

Tujuannya jelas, meredam anjloknya harga <strong>dan</strong><br />

menyeimbangkan kembali permintaan komoditas<br />

tersebut.<br />

Ketua APBI Bob Kaman<strong>dan</strong>u mengakui harga<br />

batu bara belum pulih seperti awal 2013 yang pernah<br />

mencapai US$87,55 per ton. Harga komoditas<br />

itu masih di kisaran US$76-US$78 per ton. “Kami<br />

berencana menyamakan persepsi antara para produsen<br />

berkaitan dengan produksi <strong>dan</strong> kualitas batu<br />

bara melalui Global Coal Summit,” ujarnya.<br />

Berkaitan dengan strategi yang harus dilakukan<br />

industri pada <strong>2014</strong>, Direktur Eksekutif <strong>Indonesia</strong><br />

Mining Association (IMA) Syahrir A.B mengatakan<br />

pelaku kini menanti langkah pemerintah<br />

berkaitan dengan implementasi UU No. 4/2009.<br />

Regulasi itu menyebutkan implementasi UU itu<br />

sudah harus mulai berlaku 5 tahun setelah UU<br />

ke luar pada 2009.<br />

“Kami menilai kebijakan yang dirangkum dalam<br />

UU tersebut masih banyak mengalami tambal<br />

sulam, terutama pada program hilirisasi mineral.<br />

Masih banyak smelter yang belum terbangun,<br />

pemerintah sebaiknya tetap mengizinkan ekspor,<br />

tetapi dengan pola kuota,” katanya.<br />

Syahrir menjelaskan program hilirisasi akan<br />

menjadi fokus baik pengusaha <strong>dan</strong> pemerintah.<br />

Namun, asosiasi menyoroti program tersebut agar<br />

tahun depan lebih memperhatikan dua garis<br />

besar.<br />

Pertama, ketegasan <strong>dan</strong> kejelasan payung<br />

hukum. Persiapan pembangunan smelter yang<br />

berkelanjutan membutuhkan beleid yang jelas<br />

sehingga tidak terlalu banyak revisi. Kedua, menilai<br />

perusahaan yang memang serius membangun<br />

smelter.<br />

Penilaian tersebut dilihat dari kelayakan usaha<br />

setelah smelter terbangun, teknologi yang menunjang,<br />

transparansi pembiayaan, <strong>dan</strong> pasokan bijih<br />

yang jelas. Dari perkembangan pembangunan<br />

smelter, asosiasi itu menilai kedua pihak harus<br />

melihat waktu penyelesaian smelter per komoditas.<br />

58 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>


<strong>Bisnis</strong>/Andry T. Kurniady<br />

“Dalam membangun smelter, yang dibutuhkan<br />

sebenarnya ada dua, ca<strong>dan</strong>gan bijih mineral <strong>dan</strong> infrastruktur,”<br />

imbuh Syahrir.<br />

Ba<strong>dan</strong> Geologi Kementerian Energi <strong>dan</strong> Sumber Daya<br />

Mineral mencatat ca<strong>dan</strong>gan mineral terkira pada 2012<br />

sebanyak 1,2 miliar. Pada tahun yang sama, pemerintah<br />

juga mencatat ca<strong>dan</strong>gan terbukti sebanyak 3,3 miliar.<br />

Asosiasi tersebut juga memperkirakan pada <strong>2014</strong><br />

peng usaha <strong>dan</strong> pemerintah akan sama-sama merevisi<br />

ulang berkaitan dengan program penghiliran dengan<br />

melihat kesiapan per komoditas “Kami menyarankan<br />

agar payung hukum pengaturan ekspor <strong>dan</strong> a<strong>dan</strong>ya<br />

batasan kuota sebaiknya sudah dipersiapkan.”<br />

Persoalan pembatasan produksi <strong>dan</strong> ekspor juga<br />

di sampaikan oleh Ketua APBI Bob Kaman<strong>dan</strong>u.<br />

Menurutnya, solusi terbaik untuk mengembalikan harga<br />

batu bara adalah pembatasan produksi <strong>dan</strong> ekspor.<br />

Pembatasan tersebut sebaiknya juga melihat dari rencana<br />

kerja anggaran belanja <strong>2014</strong>.<br />

APBI menilai pemerintah sebaiknya tidak melakukan<br />

relaksasi ekspor untu pertambangan batu bara karena<br />

dapat menyebabkan jatuhnya harga komoditas tersebut<br />

lebih rendah lagi. “Jika pemerintah mengurangi produksi<br />

<strong>dan</strong> ekspor <strong>2014</strong>, kami [asosiasi] akan sepakat karena<br />

hal ini solusi untuk mengembalikan harga,” kata Bob.<br />

Pembatasan produksi <strong>dan</strong> ekspor ini berfungsi untuk<br />

menyeimbangkan serapan dalam negeri yang masih<br />

sedikit. Keterbatasan pasar di dalam negeri <strong>dan</strong> tidak ada<br />

batasan mendorong pengusaha lebih memilih ekspor.<br />

Dengan mencermati menurunnya harga batu bara,<br />

asosiasi tersebut mengharapkan agar royalti batu bara<br />

tidak dinaikkan sebelum harga mulai membaik. Artinya<br />

kenaikkan royalti bisa tetap diberlakukan, namun de -<br />

ngan syarat ketika sudah kembali membaik.<br />

Adalah sah-sah saja permintaan pengusaha. Tujuan<br />

satu, bagaimana mereka tetap untung, jangan sampai<br />

buntung. Masalah royalti memang salah satu poin<br />

bahasan dari renegosiasi yang dilakukan pemerintah<br />

<strong>dan</strong> pelaku usaha pertambangan, termasuk izin usaha<br />

berstatus PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan<br />

Pertambangan Batubara) <strong>dan</strong> KK (Kontrak Karya).<br />

Menurut Wakil Ketua IMA Clayton Allen Wenas, satu<br />

pekerjaan rumah pemerintah yang lain adalah renegosiasi<br />

dengan pemilik KK <strong>dan</strong> PKP2B. Dan poin utama<br />

yang mengganjal renegosiasi soal pembahasan pembagian<br />

divestasi.<br />

Dia menyatakan pembagian divestasi sebaiknya melihat<br />

aspek risiko <strong>dan</strong> lokasi pertambangan. Jika pembagian<br />

seluruh komoditas tambang disamaratakan, kata<br />

Clayton, maka diperkirakan investor diperkirakan enggan<br />

untuk menanamkan sahamnya di <strong>Indonesia</strong>.<br />

“Kemungkinan kalau perusahaan yang masih ba<strong>dan</strong><br />

usaha milik negara mereka akan pikir-pikir, mungkin<br />

kalau perusahaan swasta, mereka bisa nekat,”<br />

ujarnya.<br />

Dari sisi pengusaha batu bara, Bob menilai renegosiasi<br />

masih sulit untuk dilakukan. Dia menilai sebaiknya<br />

pemangku kepentingan menyelesaikan kontrak dari KK<br />

<strong>dan</strong> PKP2B terlebih dahulu “Penyelesaian renegosiasi<br />

agak berat, seharusnya dihormati dulu sesuai dengan<br />

masa kontrak [KK <strong>dan</strong> PKP2B]” katanya.<br />

Analis PT Megagrowth Futures Wahyu Laksono<br />

menga takan pada <strong>2014</strong> harga komoditas mineral akan<br />

mulai membaik karena dipengaruhi oleh beberapa faktor<br />

a.l mulai membaiknya ekonomi di Eropa <strong>dan</strong><br />

China.<br />

Salah satu komoditas yang berpengaruh dalam penentuan<br />

harga adalah timah <strong>dan</strong> nikel. Hal ini karena a<strong>dan</strong>ya<br />

pertumbuhan negara-negara seperti China <strong>dan</strong> negara<br />

berkembang lain. Oleh karena itu, permintaan timah<br />

<strong>dan</strong> nikel diperkirakan meningkat.<br />

Wahyu menilai saat ini <strong>Indonesia</strong> masih lemah dalam<br />

kebijakan kedaulatan energi. Dengan kondisi ini, dia<br />

menyatakan investor akan ragu-ragu untuk masuk ke<br />

pasar <strong>Indonesia</strong>, khusus untuk sektor energi, jika mereka<br />

tidak kuat <strong>dan</strong> berani ambil risiko.<br />

Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 59


Swasembada Pangan<br />

Taufiqur Rahman & Ana Noviani<br />

redaksi@bisnis.co.id<br />

Sejauh ini, sepertinya swasembada pangan<br />

hanya akan tercapai untuk beberapa ko ­<br />

moditas tertentu saja yaitu beras, ja gung<br />

<strong>dan</strong> gula, jika dihitung kebutuhan konsumsinya<br />

saja. Sementara itu, untuk ke ­<br />

delai <strong>dan</strong> daging<br />

sapi, peluang itu sangat kecil.<br />

Sebagai catatan, di awal periodenya,<br />

pemerintah telah mencanangkan<br />

pencapaian swasembada<br />

pangan akan tercapai Penyerapan Tenaga Kerja<br />

pada <strong>2014</strong>. Swasembada yang<br />

dimaksud adalah swasembada<br />

di lima komoditas pangan,<br />

yaitu beras, kedelai, jagung,<br />

daging sapi <strong>dan</strong> gula.<br />

Untuk mencapai tujuan<br />

Target produksi <strong>2014</strong><br />

Padi<br />

Jagung<br />

Kedelai<br />

tersebut, pemerintah telah<br />

menerapkan roadmap swasembada<br />

Gula : 3,1 juta ton<br />

hingga <strong>2014</strong> mendatang.<br />

Sumber: BPS,Kementan<br />

Dalam roadmap awal tersebut<br />

ditargetkan <strong>Indonesia</strong> akan swasembada lima kebutuhan<br />

pangan utama pada <strong>2014</strong>. Swasembada dicipta<br />

dengan produksi padi sebanyak 71 juta ton (direvisi<br />

menjadi 67,8 juta ton), jagung 26 juta ton pipilan<br />

kering, kedelai 2,7 juta ton, <strong>dan</strong> daging<br />

sapi 575.000 ton <strong>dan</strong> gula 5,7 juta ton.<br />

Seiring berjalannya waktu, berbagai kendala<br />

mengha<strong>dan</strong>g target optimistis yang dicanangkan<br />

pemerintah itu.<br />

Menteri Pertanian Suswono mendeskripsikan<br />

swasembada pangan terjadi jika kebutuhan impor<br />

suatu komoditas tidak lebih dari 10% dari total<br />

kebutuhan. Swasembada tidak diartikan sebagai<br />

produksi dalam negeri memenuhi 100% kebutuhan<br />

nasional.<br />

Jika deskripsi ini yang diikuti, maka peluang<br />

60 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong><br />

Denyutnya Belum ‘Mati’<br />

Pada <strong>2014</strong>, pencapaian kinerja akan<br />

menjadi tolak ukur kesuksesan pemerintahan<br />

yang telah dijalankan selama<br />

satu periode. Tentu saja ketahanan<br />

pangan dalam wujud swa sembada<br />

pangan akan menjadi satu kunci<br />

kesuksesan yang dapat dibanggakan,<br />

karena sektor ini menyentuh langsung<br />

ke pentingan semua masyarakat.<br />

: 76,57 juta ton<br />

: 20,82 juta ton<br />

: 2,70 juta ton<br />

Daging Sapi : 530.000 ton<br />

pemerintah untuk mencapai ketahanan pangan<br />

melalui swasembada tersebut semakin terbuka.<br />

Pasalnya, pemerintah telah merevisi target pencapaian<br />

swasembada beberapa komoditas pangan,<br />

seperti gula. Kebutuhan gula industri tidak lagi<br />

dikalkulasi sebagai kebutuhan yang perlu dipenuhi<br />

dari produksi dalam negeri. Dalih pemerintah,<br />

kebutuhan industri memiliki sisi yang berbeda dari<br />

sektor pangan untuk konsumsi masyarakat.<br />

Dirjen Perkebunan Kementan Gamal Natsir<br />

menyebutkan target awal swasembada gula pada<br />

<strong>2014</strong> adalah 5,7 juta ton GKP (Gula Kristal Putih).<br />

Target produksi tersebut sesuai dengan perkiraan<br />

kebutuhan gula nasional di pada <strong>2014</strong>.<br />

Menurutnya, target tersebut dapat tercapai asalkan<br />

a<strong>dan</strong>ya penambahan 350.000 ha lahan tanam<br />

baru <strong>dan</strong> revitalisasi terhadap 52 PG (Pabrik Gula)<br />

milik BUMN. Revitalisasi pabrik harus dilakukan<br />

agar efisiensi terjaga, sehingga rendemen tebu petani<br />

tidak hilang. Tak hanya itu, produksi gula konsumsi<br />

sebanyak 5,7 juta ton GKP diproyeksi baru<br />

akan terwujud jika ada penambahan 10 pabrik gula<br />

baru pada 2013-<strong>2014</strong>.<br />

Master Plan Sektor Pertanian <strong>2014</strong><br />

Macro Target Pembangunan Pertanian <strong>2014</strong><br />

Pertumbuhan PDB Pertanian : 3,75%<br />

: 45,3 juta orang<br />

Indeks Nilai Tukar Petani (NTP): 105 – 110<br />

Neraca Perdagangan Pertanian : Surplus US$54,5 miliar<br />

BISNIS/HUSIN PARAPAT<br />

Harapan terjadinya<br />

peningkatan produksi gula<br />

muncul dari data-data<br />

yang dipaparkan<br />

Kementerian Kehutanan.<br />

Tercatat ada 12 perusahaan<br />

telah mendapat restu<br />

Menteri Kehutanan untuk<br />

membuka kebun tebu di<br />

areal hutan produksi yang<br />

dapat dikonversi (HPK)<br />

seluas 246.213,35 ha.<br />

Lokasinya a.l. di Lam ­<br />

pung, Kalimantan Selatan,<br />

Sumatra Selatan, <strong>dan</strong><br />

Papua.<br />

Tak hanya itu, sebanyak 22 perusahaan telah<br />

mengantongi izin prinsip pembangunan kebun tebu<br />

seluas 333.370 ha <strong>dan</strong> 16 perusahaan yang mengajukan<br />

konsesi tebu seluas 448.142 ha masih dalam<br />

proses perizinan.<br />

Produksi kedelai pada tahun depan diprediksi<br />

tidak akan mengalami banyak perubahan. Hal ini<br />

tidak lepas dari kegagalan mendapatkan areal penanaman<br />

baru. Sebaliknya, konsumsi kedelai diperkirakan<br />

semakin meningkat menjadi 2,7 juta ton, akibatnya<br />

importasi kedelai berpotensi.<br />

Ketua KTNA Winarno Tohir mengatakan swasembada<br />

kedelai memang mustahil dicapai di tahun<br />

depan mengingat kecilnya kontribusi produksi<br />

dalam negeri terhadap total kebutuhan nasional.


Penyediaan Lahan<br />

Izin Dibuka bagi Kepentingan<br />

Pangan & Energi<br />

JAKARTA—Batas akhir untuk mencapai target<br />

swasembada lima komoditas pangan, antara lain<br />

padi, jagung, kedelai, gula, <strong>dan</strong> daging sapi sudah<br />

di depan mata. Namun, keterbatasan lahan pertanian<br />

masih menjadi kendala swasembada.<br />

Untuk mengetahui realisasi pembukaan lahan<br />

pangan di atas hutan <strong>Indonesia</strong>, <strong>Bisnis</strong> mewawancarai<br />

Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan. Berikut kutipannya.<br />

Masalah lahan kerap disebut sebagai penghambat<br />

pencapaian swasembada pangan di<br />

<strong>Indonesia</strong>. Bagaimana peran Kementerian<br />

Kemenhut ini kan punya kewajiban menyediakan<br />

areal, menca<strong>dan</strong>gkan lahan untuk pangan.<br />

Itu kami akomodir di areal hutan produksi yang<br />

dapat dikonversi (HPK). Yang sudah dica<strong>dan</strong>gkan<br />

itu seluas 307.700 hektare (ha). Di Kalimantan<br />

Barat 119.376 ha, di Kalimantan Tengah 178.572<br />

ha, <strong>dan</strong> di Ka li mantan Timur 9.922 ha. Lalu oleh<br />

Pemda, Kementan, <strong>dan</strong> kami sudah dicek. Di<br />

lapangan yang cocok itu kurang lebih 123.683 ha,<br />

masing-masing di Kal bar 64.586 ha <strong>dan</strong> Kalteng<br />

59.097 ha. Kami juga sudah lepaskan 500.000 ha<br />

HPK di Papua untuk Merauke Integrated Food and<br />

Energy Estate (MIFEE).<br />

Bagaimana koordinasi dengan Kementan<br />

soal penyediaan lahan pertanian ini<br />

Langsung kami surati Kementan. Penca<strong>dan</strong>gan ini<br />

sudah lama, sejak 8 Februari 2012. Tetapi cocok<br />

atau tidak kan ditentukan oleh Kementan. Dari<br />

307.700 ha, yang cocok 123.683 ha, sisanya untuk<br />

perkebunan karet.<br />

Kalau dengan pemerintah daerah, dalam hal<br />

ini Bupati/Walikota <strong>dan</strong> Gubernur<br />

Sosialisasi sudah dilakukan. Peta lokasi penca<strong>dan</strong>gan<br />

juga sudah turun ke gubernur <strong>dan</strong> bupati.<br />

Kami butuh komitmen Pemda supaya ini jalan.<br />

Swasembada pada <strong>2014</strong> diawasi benar.<br />

Ada rencana menambah areal HPK yang<br />

dica<strong>dan</strong>gkan untuk pertanian pangan<br />

Sekarang lagi nyari lagi, kami mau tambah lagi.<br />

Ya asal cocok saja. Yang dulu 500.000 ha di Papua<br />

untuk MIFEE itu saja kan belum dikerjakan sampai<br />

sekarang. Sudah dilepas jadi HGU di Kementan.<br />

Sekarang baru itu saja yang dica<strong>dan</strong>gkan, nanti<br />

kalau sudah dipakai baru kami tambah. Kalau<br />

dica<strong>dan</strong>gkan banyak<br />

belum dipakai, buat apa<br />

ditambah lagi, ya kan<br />

Kira-kira kawasan<br />

mana yang potensial<br />

untuk pangan<br />

Papua. Saya sudah<br />

kasih izin kebun tebu di<br />

Papua 120.000 ha, tapi<br />

belum ada yang kerja.<br />

Karena tadi, pertanian<br />

pangan ini banyak<br />

kriteria nya, faktor infrastruktur,<br />

situasi masyarakatnya, keamanan, konektivitas.<br />

Jadi ada perhitungan-perhitungan yang khusus<br />

terkait dengan pertanian.<br />

Bagaimana dengan potensi 23 juta ha<br />

degraded land<br />

Degraded land tidak bisa. Kalau HPK <strong>dan</strong> hutan<br />

produksi bisa. Tapi kalau cocok, bisa saja.<br />

Kawasan hutan yang digunakan untuk pertanian<br />

menimbulkan pro-kontra karena dianggap<br />

sebagai bentuk deforestasi<br />

Untuk pangan tidak apa-apa. Kalau kita tidak<br />

makan bagaimana Masa harus impor pangan<br />

terus<br />

Apa sudah ada investor yang mengajukan<br />

pinjam pakai di kawasan HPK pangan<br />

Belum. Mana ada investor masuk ke sawah<br />

Investor itu maunya sawit, karet, <strong>dan</strong> tebu. Coklat<br />

<strong>dan</strong> kopi itu sedikit. Sawah padi itu biasanya rakyat.<br />

Perusahaan mungkin enggan karena ini statusnya<br />

pinjam pakai, bukan HGU seperti di perkebunan,<br />

jadi tidak bisa dijadikan agunan.<br />

Apa ada alternatif pemanfaatan hutan untuk<br />

pangan, selain penca<strong>dan</strong>gan <strong>dan</strong> pembukaan<br />

kawasan hutan<br />

Dengan sistem tumpang sari di areal hutan<br />

tanaman industri (HTI) <strong>dan</strong> hutan tanaman rakyat.<br />

Kami perkirakan, areal HTI yang bisa dipakai tumpang<br />

sari itu 748.333 ha <strong>dan</strong> di HTR 127.244 ha. Ini<br />

potensial sekali. Salah satu contoh itu di HTI<br />

Perhutani, mereka bermitra dengan masyarakat<br />

untuk tumpang sari tanaman kacang tanah di<br />

Purwakarta.<br />

Pewawancara: Ana Noviani<br />

Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 61


Kinerja Ekspor-Impor<br />

Kinerja Ekspor <strong>dan</strong> Impor <strong>Indonesia</strong><br />

Periode 2003-2013 (US$ Miliar)<br />

Keterangan: *Januari-September<br />

61,02 69,71<br />

32,39<br />

46,18<br />

85,57<br />

100,69<br />

57,55 61,08<br />

113,99<br />

157,73<br />

136,76<br />

128,79<br />

135,61<br />

116,49<br />

96,86<br />

74,4<br />

203,62<br />

190,04 191,67<br />

177,3<br />

134,05<br />

140,31<br />

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013*<br />

Perkembangan Ekspor Impor Nonmigas<br />

Periode 2013 (US$ Miliar)<br />

12,76 12,45<br />

11,51 11,67 12,1 12,31<br />

10,99<br />

12,71<br />

13,21<br />

13,23<br />

11,98<br />

12,06<br />

12,83<br />

13,28<br />

Ekspor<br />

10,39<br />

9,36<br />

Impor<br />

12,29<br />

11,8<br />

Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September<br />

Masih Ada Asa<br />

Sumber: BPS, November 2013<br />

BISNIS/RADITYO EKO<br />

Kondisi perekonomian dunia yang<br />

belum menentu jelas masih akan<br />

membayangi kinerja perdagangan<br />

<strong>Indonesia</strong> pada tahun depan.<br />

Rio Sandy P.<br />

redaksi@bisnis.co.id<br />

Ekspor nasional baik dari segi volume<br />

maupun nilai masih berisiko terkoreksi.<br />

Arus barang impor di Tanah Air pun<br />

makin kencang. Alhasil, defisit neraca<br />

perdagangan diperkirakan kian melebar.<br />

Ke khawatiran ini rasanya cukup<br />

beralasan. Per ekonomian di Eropa <strong>dan</strong> Amerika<br />

Serikat belum menunjukkan perubahan yang signifikan.<br />

Bahkan, perlambatan ekonomi di Eropa<br />

<strong>dan</strong> AS mulai menjangkiti sejumlah negara di Asia.<br />

Tak heran, banyak negara beramai-ramai mengoreksi<br />

pertumbuhannya, tak terkecuali <strong>Indonesia</strong>.<br />

Dari sisi ekspor, kinerja pada tahun depan diperkirakan<br />

tidak banyak mengalami pertumbuhan<br />

baik dari segi volume maupun nilai. Masih lemahnya<br />

permintaan di sejumlah pasar, terutama di<br />

negara tujuan ekspor <strong>Indonesia</strong>, membuat produk<br />

<strong>Indonesia</strong> tidak banyak terserap, apalagi untuk<br />

produk manufaktur nasional. Pelemahan permintaan<br />

ini praktis akan memengaruhi volume ekspor.<br />

Sektor komoditas mungkin masih bisa bernafas<br />

lega. Untuk komoditas minyak sawit mentah (crude<br />

palm oil/CPO), permintaan diperkirakan terkerek<br />

naik. Panen kedelai—bahan baku biodiesel—di<br />

sejumlah negara produsen yang sejak beberapa<br />

bulan terakhir terganggu akan mendongkrak permintaan<br />

CPO asal <strong>Indonesia</strong>.<br />

Untuk batu bara, permintaan bisa saja meningkat.<br />

Permintaan China yang merupakan konsumen<br />

terbesar batu bara asal <strong>Indonesia</strong> berpotensi<br />

meningkat karena tingginya kebutuhan di negara<br />

62 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>


itu. Namun, di sisi lain, koreksi ekonomi Negeri Tirai<br />

Bambu bisa saja membuat mereka mengerem impor<br />

batu bara.<br />

Sementara itu, dari segi nilai, harga sejumlah komoditas,<br />

terutama komoditas unggulan seperti batu bara<br />

<strong>dan</strong> CPO dipastikan masih akan bergerak fluktuatif<br />

pada sepanjang <strong>2014</strong>, dipengaruhi oleh kondisi cuaca<br />

yang tidak menentu <strong>dan</strong> kondisi pasar internasional<br />

yang masih belum stabil.<br />

“Tahun depan kinerja ekspor belum bisa terlalu<br />

banyak diharapkan. Selain beberapa faktor tadi, kita<br />

juga masih terkendala masalah di dalam negeri yang<br />

bisa menghambat pertumbuhan ekspor, terutama yang<br />

berbasis manufaktur,” kata Peneliti Lembaga<br />

Pengkajian, Penelitian, <strong>dan</strong> Pengem bangan Ekonomi<br />

(LP3E) Kadin Ina Primiana.<br />

Dia menambahkan beberapa masalah tersebut di<br />

antaranya upah buruh, infrastruktur, <strong>dan</strong> penghilir an<br />

yang masih belum optimal. Masalah upah bu ruh yang<br />

biasanya diikuti dengan tindakan sweeping atau<br />

kekerasan menjadikan pengusaha tidak bisa mengoptimalkan<br />

produksi. Sementara itu, belum banyaknya<br />

pelabuhan dengan kapasitas <strong>dan</strong> jumlah yang me ­<br />

madai membuat arus perdagangan baik domestik maupun<br />

ke mancanegara belum maksimal.<br />

Selain itu, upaya penghiliran, salah satunya melalui<br />

pelarangan ekspor barang mineral mentah, yang akan<br />

mulai berlaku awal tahun depan berisiko mereduksi<br />

nilai ekspor. Untuk strategi penghiliran, berita baik nya<br />

adalah pelarangan itu bertujuan meningkatkan nilai<br />

tambah produk ekspor untuk beberapa tahun ke<br />

depan.<br />

Namun, di balik perkiraan ekspor yang menurun,<br />

pelaku usaha tetap menaruh optimistis. Nilai ekspor<br />

sepatu diprediksi bisa mencapai 10% dibandingkan<br />

dengan pencapaian tahun ini yang diperkirakan mencapai<br />

US$3,5 miliar.<br />

Ketua Umum Asosiasi Persepatuan <strong>Indonesia</strong><br />

(Asprisindo) Eddy Widjanarko mengatakan dalam 4<br />

tahun terakhir nilai ekspor sepatu terus mengalami<br />

kenaikan. “Kami cukup optimistis nilai ekspor bisa<br />

meningkat hingga 10% jika melihat tren pertumbuhan<br />

dalam beberapa tahun terakhir sepanjang iklim buruh<br />

di dalam negeri kondusif. Sebagai industri sektor padat<br />

karya, masalah buruh bisa mengganggu proses produksi,”<br />

kata Eddy.<br />

Kinerja ekspor tekstil <strong>dan</strong> produk tekstil (TPT)—<br />

salah satu unggulan ekspor <strong>Indonesia</strong>—pada tahun<br />

depan juga diperkirakan masih cerah. Asosiasi Per tekstilan<br />

<strong>Indonesia</strong> (API) memerkirakan ekspor TPT pada<br />

<strong>2014</strong> mencapai US$13,5 miliar—US$14 miliar.<br />

“Pemulihan permintaan di negara <strong>dan</strong> ekspansi pasar<br />

ekspor baru akan menopang kinerja ekspor TPT,” ujar<br />

Ade Sudrajat, Ketua Umum API.<br />

Dari segi impor, Wakil Menteri Perdagangan Bayu<br />

Krisnamurthi mengatakan kinerja impor tahun depan<br />

masih akan kuat dengan portofolio yang masih sama.<br />

Impor barang modal <strong>dan</strong> bahan baku/penolong<br />

masih akan meningkat. Hal ini tercermin dari pertumbuhan<br />

investasi baik investasi domestik maupun asing<br />

pada 2013. Investasi pada tahun ini biasanya akan<br />

direalisasikan pada awal tahun depan, se hingga akan<br />

mengerek pertumbuhan barang modal <strong>dan</strong> bahan<br />

baku/penolong untuk kepentingan industri.<br />

“Sepanjang investor masih berminat menanamkan<br />

modal di Tanah Air, impor barang modal <strong>dan</strong> bahan<br />

baku/penolong masih akan terjadi,” ujar Bayu.<br />

Di sisi lain, pelaku usaha memprediksi kinerja<br />

impor, terutama barang konsumsi, masih akan tumbuh<br />

meskipun sedikit melambat. Pasalnya, pasar domestik<br />

sudah banyak membuat substitusi produk impor. Hal<br />

tersebut akan mempengaruhi impor barang konsumsi.<br />

“Misalnya saja banyak produk elektronik atau gadget<br />

yang sudah bisa diproduksi oleh industri lokal. Hal<br />

tersebut akan mengurangi belanja impor meskipun<br />

belum signifikan,” kata Sekretaris Jenderal Gabungan<br />

Importir Nasional Seluruh <strong>Indonesia</strong> (Ginsi) Achmad<br />

Ridwan Tento.<br />

Nilai tukar rupiah yang masih belum stabil juga<br />

menahan laju impor barang konsumsi. Apalagi daya<br />

beli masyarakat juga diprediksi menurun.<br />

Dengan perkiraan ekspor <strong>dan</strong> impor pada tahun<br />

depan, ekonom memprediksi neraca pedagangan pada<br />

akhir <strong>2014</strong> masih berisiko mengalami defisit sekitar di<br />

atas US$5 miliar yang dipengaruhi oleh impor migas.<br />

Kepala Ekonom Samuel Asset Management Lana<br />

Soelistianingsih mengatakan impor minyak mentah<br />

masih akan tinggi seiring dengan belum efektifnya<br />

kebijakan pemerintah untuk meredam konsumsi ba ­<br />

han bakar masyarakat. “Melihat kecenderungan ma ­<br />

syarakat yang masih sulit menggunakan moda transportasi<br />

umum, sepertinya impor migas masih akan<br />

membebani defisit pada neraca perdagangan meskipun<br />

impor nonmigas berpotensi menurun.”<br />

JELANG AEC 2015<br />

Melihat peta perdagangan pada tahun ini, rasanya<br />

Pemerintah <strong>Indonesia</strong> harus was-was. Apalagi,<br />

jarum jam menuju implementasi Asean Economic<br />

Community (AEC) 2015 makin berdetak kencang.<br />

Menurut Bayu, tahun depan merupakan kunci persiapan<br />

<strong>Indonesia</strong> untuk melakukan penyesuaian terhadap<br />

sistem produksi <strong>dan</strong> sistem perdagangan.<br />

<strong>Indonesia</strong> juga harus mempersiapkan diri untuk<br />

menyambut AEC.<br />

Sejumlah persoalan di dalam negeri harus segera<br />

diselesaikan, mulai dari infrastruktur hingga regulasi<br />

yang terka<strong>dan</strong>g masih berbelit-belit. <strong>Indonesia</strong> tidak<br />

bisa lagi hanya mengandalkan beberapa pelabuhan<br />

utama saja seperti Tanjung Priok atau Tanjung Perak.<br />

Perlu dibangun beberapa pelabuhan yang bisa memfasilitasi<br />

peningkatan kinerja ekspor maupun perdagangan<br />

domestik.<br />

“Jadi <strong>2014</strong> merupakan momentum kita untuk melakukan<br />

konsolidasi <strong>dan</strong> persiapan untuk mencapai pertumbuhan<br />

yang lebih besar pada tahun mendatang<br />

se iring dengan dibukanya pasar bebas,” ujarnya. (Maria<br />

Y. Benyamin)<br />

Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 63


Mobil Hijau<br />

<strong>Bisnis</strong>/Rahmatullah<br />

Jalan Terjal Menuju Kemandirian<br />

The first rule of any technology used in<br />

a business is that automation applied<br />

to an efficient operation will magnify<br />

the efficiency. The se cond is that automation<br />

applied to an inefficient operation<br />

will magnify the inefficiency.<br />

Dini Hariyanti<br />

redaksi@bisnis.co.id<br />

Pernyataan Bill Gates, pebisnis sekaligus<br />

pemrogram tersohor di Amerika<br />

Serikat, itu menyisipkan pesan bahwa<br />

efektivitas suatu inovasi tergantung<br />

seberapa besar manfaat dari kegiatan<br />

bisnis yang dijalankan. Jika itu baik,<br />

terbosan yang dilakukan akan membuatnya<br />

berkembang berkali-kali lipat tetapi kalau tidak, tak<br />

ada gunanya.<br />

Dalam konteks ini, pemerintah akhirnya merealisasikan<br />

kebijakan baru di industri otomotif nasional<br />

pada kuartal III/2013. Program mobil murah <strong>dan</strong><br />

hemat energi atau low cost and green car (LCGC)<br />

bisa dikatakan terobosan karena belum pernah ada<br />

sebelumnya di <strong>Indonesia</strong>.<br />

Selayaknya hal baru tentu mengun<strong>dan</strong>g respon<br />

dari berbagai kalangan, mempertanyakan tepat<br />

tidaknya program tersebut. Alasan Kementerian<br />

Perindustrian menelurkan kebijakan mobil murah<br />

guna merangsang kemandirian industri komponen<br />

lokal agar tak kalah bersaing dengan produk asing<br />

tatkala Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) berlangsung<br />

pada 2015.<br />

LCGC wajib dibuat menggunakan 85% komponen<br />

dalam negeri. Hasilnya, program ini mendatangkan<br />

investasi baru sedikitnya US$3 miliar<br />

dari industri perakitan otomotif <strong>dan</strong> US$3,5 miliar<br />

yang diklaim dari sekitar 100 perusahaan komponen<br />

baru.<br />

Kini mulai terealisasi pembangunan lima pabrik<br />

mobil baru <strong>dan</strong> 70 pabrik komponen otomotif.<br />

Proyek ini bahkan ditargetkan membuka 30.000<br />

lapangan kerja baru di sektor manufaktur plus<br />

40.000 lainnya untuk distribusi, komponen, diler,<br />

pemasaran, hingga layanan purnajual.<br />

Pemerintah berharap agen tunggal pemegang<br />

merek (ATPM) otomotif dapat membawa LCGC<br />

menembus pasar internasional. Ini diharapkan bisa<br />

mendongkrak volume ekspor kendaraan bermotor<br />

yang berarti mendatangkan lebih banyak pemasukan<br />

untuk negara.<br />

Pemerintah menolak anggapan mobil murah<br />

menjadi keladi kemacetan. Populasi LCGC tak<br />

seberapa dibandingkan kendaraan lain, hanya sekitar<br />

4% dari total produksi nasional pada 2013.<br />

Dengan asumsi kapasitas produksi mobil di dalam<br />

negeri mencapai 1,2 juta unit artinya porsi mobil<br />

murah sekitar 48.000 unit.<br />

“Pada <strong>2014</strong> mungkin 10% <strong>dan</strong> pada 2015 paling<br />

tinggi hanya 15%. Ini karena kapasitas penyerapannya<br />

memang cuma segitu. Kalau pada <strong>2014</strong> pen­<br />

64 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>


jualan LCGC 10%, yang membuat macet itu kan produk<br />

mobil 90% lainnya,” kata Dirjen Industri Unggulan Ber ­<br />

basis Teknologi Tinggi (IUBTT) Kemenperin Budi<br />

Darmadi.<br />

PROGRAM LAIN<br />

Selain mobil murah, pemerintah mengupayakan perluasan<br />

pasar bagi kendaraan rendah emisi gas buang<br />

alias low carbon emission (LCE). Sayangnya, tak mudah<br />

untuk mengembangkan segmen green car mengingat<br />

regulasi khusus yang mengaturnya baru akan dirilis<br />

pada <strong>2014</strong>.<br />

Kemenperin menyatakan era mobil rendah emisi<br />

masih menunggu perkembangan teknologi. Pasalnya,<br />

kini belum ada green car yang dapat menempuh sedikitnya<br />

20 kilometer dengan seliter bahan bakar.<br />

Seperti halnya mobil murah, LCE juga akan diberikan<br />

insentif pajak. Besarnya tergantung penghematan bahan<br />

bakar yang dimiliki kendaraan dalam menempuh setiap<br />

kilometer.<br />

Ketentuan insentif pajak untuk mobil rendah emisi<br />

tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 41/2013 tentang<br />

Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa<br />

Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas<br />

Barang Mewah.<br />

Salah satu wujud kendaraan LCE adalah mobil hybrid<br />

yang menggunakan mesin bensin <strong>dan</strong> tenaga listrik.<br />

Masalahnya, kendaraan macam ini menggunakan basis<br />

teknologi tinggi yang umumnya memakan biaya produksi<br />

besar sehingga harga jualnya lebih mahal.<br />

Pengembangan pasar green car bukan cuma soal<br />

teknologi tetapi juga infrastruktur. Misalnya, infrastruktur<br />

pengisian listrik <strong>dan</strong> gas yang tersedia <strong>dan</strong> memadai.<br />

“Kami harapkan regulasi LCE ini terbit pada <strong>2014</strong>.<br />

Namun, belum dapat dipastikan pada bulan apa, perkembangan<br />

teknologi terjadi setiap bulan,” ucap Budi.<br />

Perkembangan industri otomotif <strong>Indonesia</strong> masih<br />

mengarah kepada kendaraan penumpang kelas menengah<br />

bawah <strong>dan</strong> belum ke atas. “Sekitar 50% dari realisasi<br />

penjualan 1,1 juta unit pada tahun lalu adalah<br />

mobil harga di bawah Rp200 juta. Adapun hybrid, tidak<br />

mungkin ada yang harganya di bawah itu. Daya beli<br />

masyarakat kita belum ke LCE,” kata Jongkie.<br />

Mengarahkan pergerakan industri otomotif ke produksi<br />

kendaraan ramah lingkungan jelas bukan hal mudah.<br />

Kritik terhadap kebijakan green car memunculkan pertanyaan,<br />

tepatkah inovasi ini diterapkan di Tanah Air.<br />

Semoga ini terjawab pada tahun depan.<br />

Daya Saing<br />

Menyinergikan Struktur<br />

Industri Otomotif<br />

Emanuel Tome Hayon<br />

redaksi@bisnis.co.id<br />

<strong>2014</strong>, industri<br />

otomotif masih<br />

menyimpan asa<br />

“Pada<br />

meski menghadapi<br />

tahun politik. Suasana Pemilu<br />

bisa mendorong pasar bergairah<br />

tetapi bisa pula sebaliknya. Jika<br />

negeri ini ingin jadi penguasa otomotif,<br />

struktur industri dari hulu<br />

ke hilir harus diperkuat,” kata<br />

Suhari Sargo<br />

Suhari, yang dikenal sebagai<br />

praktisi senior industri otomotif<br />

menerangkan potensi pasar mobil<br />

<strong>2014</strong> akan mengalami pertumbuhan<br />

yang sangat signifikan dibandingkan<br />

dengan pertumbuhan<br />

pasar pada 2013.<br />

Momentum politik <strong>2014</strong>, sambungnya,<br />

dapat mendorong perputaran<br />

uang <strong>dan</strong> aktivitas de mo ­<br />

krasi yang tinggi mendorong ekonomi<br />

rakyat bergairah termasuk<br />

bertumbuhnya produk mobil<br />

murah hemat energi.<br />

Pada tahun politik, prospek<br />

mobil LCGC seperti Toyota Agya<br />

<strong>dan</strong> Daihatsu Ayla akan men da ­<br />

patkan penantang yang sepa<strong>dan</strong><br />

mulai dari kehadiran produk<br />

Honda Brio Satya, Datsun GO,<br />

serta Suzuki Karimun yang akan<br />

mulai diluncurkan pada konsumen<br />

seusai perkenalannya pada<br />

2013.<br />

Dengan melihat kehadiran pe ­<br />

nantang baru ini, Suhari menyimpulkan<br />

potensi pasar LCGC akan<br />

terus berkembang meskipun pasar<br />

otomotif <strong>Indonesia</strong> masih besar<br />

dikuasai oleh segmen low MPV<br />

yang terus bertumbuh <strong>dan</strong> merajai<br />

jalanan.<br />

Di tengah semaraknya ke ­<br />

hadir an mobil dengan harga terjangkau<br />

<strong>dan</strong> hemat energi ini,<br />

Suhari masih melihat a<strong>dan</strong>ya<br />

celah yang harus diperhatikan<br />

oleh pemerintah terkait dengan<br />

a<strong>dan</strong>ya penggunaan komponen<br />

produk lokal dalam pembuatan<br />

LCGC.<br />

Pada satu sisi, dia melihat a<strong>dan</strong>ya<br />

perspektif positif terkait<br />

dengan tambahan investasi dalam<br />

pembangunan komponen lokal di<br />

<strong>Indonesia</strong> yang harus terintegrasi<br />

dengan industri hulu komponen<br />

serta dapat diserap sebaik-baiknya<br />

oleh industri perakitan.<br />

Pada <strong>2014</strong>, ungkapnya,<br />

Pemerintah harus membangun<br />

basis produksi pembuatan baja<br />

mobil sehingga tidak harus diimpor.<br />

“Kalau dibangun dengan<br />

sinergi hulu <strong>dan</strong> hilir, kita bakalan<br />

memiliki peluang besar <strong>dan</strong><br />

menjadi pemain raksasa otomotif<br />

di dunia,” ujarnya.<br />

Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 65


Industri Telekomunikasi<br />

LTE, antara Tuntutan, Kebutuhan,<br />

<strong>dan</strong> <strong>Bisnis</strong><br />

Global Mobile Suppliers Association<br />

(GSA) menyebutkan hingga Oktober<br />

2013 sebanyak 222 operator dari 83<br />

negara telah meluncurkan layanan<br />

komersial long term evolution (LTE).<br />

Mereka memperkirakan akan ada<br />

260 jaringan komersial LTE di 93<br />

negara hingga akhir 2013.<br />

Bagaimana dengan <strong>Indonesia</strong><br />

Galih Kurniawan<br />

redaksi@bisnis.co.id<br />

Saat ini satu-satunya operator yang<br />

telah menggelar layanan LTE alias<br />

4G di <strong>Indonesia</strong> adalah PT Internux.<br />

Mereka menggunakan teknologi LTE<br />

TDD (time division duplex) di spektrum<br />

2,3GHz yang hanya dapat melayani<br />

data. Sejumlah operator juga menghuni spektrum<br />

ini antara lain Berca Hardayaperkasa, First Media,<br />

Telkom, Indosat Mega Media (IM2) <strong>dan</strong> Jasnita<br />

Telekomindo. Masing-masing dari operator tersebut<br />

memiliki spektrum sebesar 15MHz.<br />

First Media <strong>dan</strong> Berca dari awal bahkan sudah<br />

menyatakan kesiapan menggelar LTE TDD meski<br />

sampai saat ini tak kunjung terealisasi. Menurut<br />

Kementerian Komunikasi <strong>dan</strong> Informatika spektrum<br />

2,3GHz ditetapkan untuk moda TDD. Ketentuan<br />

tersebut berdasarkan Peraturan Menkominfo<br />

No.8/2009 tentang Penetapan Pita Frekuensi Radio<br />

Untuk Keperluan Layanan Pita Lebar Nirkabel Pada<br />

Pita Frekuensi Radio 2,3GHz yang dikeluarkan pada<br />

19 Januari 2009.<br />

Spektrum ini awalnya digunakan untuk layanan<br />

Wimax yang layu karena tak berhasil membangun<br />

ekosistem. Kini para operator Wimax pun mendapat<br />

angin segar dengan teknologi LTE yang dapat<br />

mereka aplikasikan.<br />

Keyakinan itu sempat dilontarkan Direktur<br />

Penjualan First Media Dicky Mochtar. Dia menilai<br />

potensi mengembangkan layanan LTE TDD cukup<br />

besar di <strong>Indonesia</strong>. Menurutnya sejumlah operator<br />

ternama di dunia bahkan belakangan pindah ke LTE<br />

TDD. “Ada China Mobile, Softbank di Jepang <strong>dan</strong><br />

satu operator di India,” ujarnya.<br />

Dia meyakini nasib TDD LTE tidak akan seperti<br />

Wimax yang layu sebelum berkembang karena<br />

tidak berhasil mengembangkan ekosistem. Lembaga<br />

riset Frost & Sullivan dalam salah satu laporannya<br />

memperkirakan permintaan terhadap alat uji LTE<br />

akan terus tumbuh. Pengujian tersebut penting<br />

untuk memenuhi standar industri serta layanan<br />

sesuai harapan konsumen.<br />

Menurut mereka bisnis ini secara global mengha ­<br />

silkan pendapatan sebesar US$947,2 juta pada 2012<br />

<strong>dan</strong> diperkirakan akan terus meningkat hingga empat<br />

kali lipat mencapai US$3,97 miliar pada 2019.<br />

Perkembangan ekosistem tentu juga sangat<br />

bergantung pada ketersediaan perangkat<br />

telekomunikasi yang mendukung. Berdasarkan<br />

data yang dihimpun GSA, hingga November lalu<br />

terdapat sebanyak 1.240 jenis perangkat dari 120<br />

pemanufaktur yang mendukung LTE. Sebanyak<br />

680 jenis perangkat di antaranya sudah dirilis pada<br />

2012. Pertumbuhan juga terjadi dari sisi produsen<br />

yang meningkat hingga 44%. Menurut data GSA,<br />

perangkat yang mendukung LTE TDD saat ini baru<br />

mencapai 274 jenis.<br />

Kebanyakan perangkat LTE enabled memang<br />

masih didominasi untuk teknologi frequency<br />

division duplex (FDD). Selain digunakan untuk<br />

data, LTE FDD juga dapat memfasilitasi telepon<br />

melalui jaringan. Teknologi inilah yang kini tengah<br />

ditunggu lisensinya di <strong>Indonesia</strong> oleh para operator<br />

GSM (global system for mobile communication).<br />

UJICOBA<br />

Sejumlah operator GSM sejak jauh-jauh hari<br />

sudah menggelar uji coba jaringan LTE.<br />

Telkomsel <strong>dan</strong> XL bahkan mencuri start” dengan<br />

menggelar layanan LTE FDD di Bali saat digelar<br />

Konferensi Tingkat Tinggi Asia Pacific Economic<br />

Cooperation (APEC) 2013 pada Oktober. Kedua operator<br />

tersebut masih mendapatkan izin dari<br />

Kominfo untuk menggelar LTE sampai Desember.<br />

Mereka sama-sama menggunakan spektrum 1.800<br />

MHz untuk menggelar layanan LTE di Bali meski<br />

dengan lebar frekuensi berbeda.<br />

Axis yang tinggal menunggu waktu untuk<br />

diakuisi XL juga sempat melakukan uji coba LTE<br />

meski hanya di level indoor. Adapun Indosat<br />

juga sudah menyatakan kesiapan menggelar LTE<br />

pasca melakukan modernisasi jaringan. Indosat<br />

kini mengandalkan teknologi UMTS (universal<br />

mobile for telecommunications system) di spektrum<br />

900MHz untuk menggelar layanan mobile<br />

66 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>


<strong>Bisnis</strong>/Rahmatullah<br />

broadband. Namun mereka menegaskan akan memburu<br />

frekuensi baru di spektrum 2,1GHz <strong>dan</strong> 1.800MHz yang<br />

kemungkinan tersedia pasca konsolidasi XL dengan<br />

Axis.<br />

“Kami butuh tambahan frekuensi, kalau LTE di<br />

1.800MHz tentu akan kami kejar juga,” kata Director<br />

and Chief Wholeshale and Infrastructure Indosat Fajri<br />

Sentosa.<br />

Pemilihan spektrum LTE FDD memang terus menjadi<br />

perdebatan sampai saat ini. Sejumlah pihak menilai<br />

lamanya pembahasan soal spektrum inilah yang<br />

membuat lisensi LTE tak segera keluar. Meski begitu<br />

spektrum 1.800MHz diga<strong>dan</strong>g sebagai tempat paling pas<br />

untuk menggelar LTE di <strong>Indonesia</strong>.<br />

Komisioner Ba<strong>dan</strong> Regulasi Telekomunikasi <strong>Indonesia</strong><br />

(BRTI) Nonot Harsono menyebutkan arah LTE FDD<br />

kemungkinan menuju ke 1.800MHz. Menurutnya<br />

kepemilikan frekuensi masing-masing operator di<br />

spektrum ini realistis untuk menggelar LTE ideal dengan<br />

catatan konsolidasi XL dengan Axis lancar dengan<br />

minimal kepemilikan mereka mencapai 20MHz.<br />

Menurut Nonot, untuk menggelar layanan LTE<br />

ideal minimal dibutuhkan frekuensi selebar 20MHz.<br />

Jika dipaksakan menggunakan frekuensi di bawah itu,<br />

katanya, justru tidak akan maksimal karena kecepatan<br />

yang diperoleh pengguna tak berbeda jauh dengan<br />

teknologi 3G yang sudah ada.<br />

Spektrum 1.800MHz terdiri dari pita selebar 75MHz.<br />

Telkomsel mendominasi dengan total kepemilikan<br />

22,5MHz dalam tiga blok terpisah disusul Indosat<br />

20MHz dalam dua blok tak berdampingan, Axis 15MHz,<br />

Tri 10MHz <strong>dan</strong> XL 7,5MHz. Jika konsolidasi XL dengan<br />

Axis sukses <strong>dan</strong> tak ada frekuensi yang diambil di<br />

spektrum tersebut keduanya bakal memiliki frekuensi<br />

22,5MHz.<br />

Operator lain yang belum memiliki minimal frekuensi<br />

selebar 20MHz di spektrum tersebut, kata Nonot,<br />

dapat bekerja sama dengan operator lainnya jika ingin<br />

menggelar LTE. Dia menegaskan hal itu dimungkinkan<br />

<strong>dan</strong> sah meski saat ini kasus korupsi dalam kerja<br />

sama Indosat <strong>dan</strong> IM2 masih membayangi kerja sama<br />

semacam itu.<br />

Konsolidasi antara XL <strong>dan</strong> Axis memang membuka<br />

kemungkinan tersedianya frekuensi di 1.800MHz. Tak<br />

hanya Indosat yang berminat, Telkomsel pun sudah<br />

mengajukan 10MHz. Alasannya, jumlah pelanggan<br />

mereka yang sudah mencapai 128 juta membutuhkan<br />

frekuensi yang lebih leluasa. Mereka pun belakangan<br />

getol melontarkan wacana rebalancing frekuensi.<br />

LTE tentu saja bukan hanya soal spektrum. Dari<br />

sudut pan<strong>dan</strong>g bisnis pun perlu menjadi pertimbangan.<br />

Pasalnya sejumlah operator justru masih mengaku<br />

layanan data yang mereka sediakan selama ini tidak<br />

begitu menguntungkan.<br />

Jumlah pemain yang dianggap berlebih menjadi<br />

persoalan tersendiri. Dari seluruh operator yang ada di<br />

jalur GSM tampaknya hanya Telkomsel, Indosat <strong>dan</strong><br />

XL yang berkinerja baik. Bila melirik lagi ke operator<br />

CDMA, maka kondisinya justru lebih buruk karena<br />

jumlah pelanggan yang tak lagi berkembang. Tak heran<br />

pemerintah pun mendorong konsolidasi antar operator.<br />

Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi<br />

mengatakan operator 2G kini sudah saatnya migrasi ke<br />

4G. Teknologi 2G yang ada sudah sulit untuk memenuhi<br />

kebutuhan pengguna data. “Data sekarang ukurannya<br />

kian besar <strong>dan</strong> pengguna ingin akses cepat tanpa<br />

pending,” ujarnya.<br />

Menurutnya selain spektrum 1.800MHz, masih<br />

ada juga spektrum 700MHz yang layak untuk LTE.<br />

Sayang sampai saat ini spektrum tersebut juga memiliki<br />

dinamika sendiri. Spektrum tersebut baru dapat<br />

digunakan setelah migrasi siaran televisi ke digital<br />

kelar. Namun belakangan migrasi tersebut terhambat<br />

karena Mahkamah Agung akhirnya membatalkan aturan<br />

sebagai landasan seleksi siaran televisi digital.<br />

Asosiasi GSM (GSMA) belakangan juga gencar<br />

mengampanyekan alokasi frekuensi 700MHz untuk<br />

mobile broadband lantaran dianggap banyak memberi<br />

manfaat. Dalam laporan berujudul The Economic<br />

Benefits to <strong>Indonesia</strong> of Early Harmonisation and<br />

Assignment of the Digital Dividend to Mobile disebutkan<br />

jika alokasi frekuensi 700MHz untuk layanan mobile<br />

dilakukan pada <strong>2014</strong> maka akan menghasilkan<br />

pertumbuhan pertumbuhan domestik bruto hingga<br />

US$39,1 miliar sampai akhir 2020.<br />

Laporan yang dibuat Boston Consulting Group (BCG)<br />

untuk GSMA itu juga menyebutkan kebijakan tersebut<br />

juga bakal menciptakan 145.000 usaha berikut 286.000<br />

lapangan kerja baru. Pendapatan pemerintah pun<br />

diprediksi bakal menembus US$9,4 miliar pada periode<br />

yang sama. Adapun penundaan menjadi 2016 bisa<br />

berakibat kerugian dari GDP sebesar US$7,5 miliar <strong>dan</strong><br />

hilangnya 75.000 lowongan kerja.<br />

Melihat data-data tersebut, tampaknya menarik untuk<br />

menunggu kapan LTE FDD resmi digelar di <strong>Indonesia</strong>.<br />

Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 67


Perangkat Digital<br />

Yang Siap Menggebrak<br />

pada <strong>2014</strong><br />

Pada <strong>2014</strong> berbagai teknologi <strong>dan</strong><br />

gadget yang diperkenalkan pada<br />

2013 akan mulai mendominasi.<br />

Reuters<br />

redaksi@bisnis.co.id<br />

Para pembuat gadget misalnya akan<br />

lebih mengintensifkan penjualan wearable<br />

computing. Perangkat komputasi<br />

yang bisa dikenakan ini, seperti arloji<br />

<strong>dan</strong> kacamata, sudah mulai dikembangkan<br />

sejak 2011. Pada 2012 <strong>dan</strong><br />

2013, para pembuat peranti elektronik merilis<br />

produk arloji cerdas seperti Pebble, Sony<br />

Smartwatch, <strong>dan</strong> Samsung Galaxy Gear.<br />

Sementara itu sebuah laporan dari situs web<br />

Computerworld pada Agustus 2013 menyebutkan<br />

bahwa Google baru akan merilis Google Glass ke<br />

khalayak pada tahun <strong>2014</strong>. Laporan lain menyebutkan<br />

bahwa pada tahun yang sama pemakai Google<br />

Glass akan dapat memakai lensa pengobatan,<br />

paling tidak di Amerika Serikat. Sebuah perusahaan<br />

di New York berencana untuk melepas lensa khusus<br />

buat Google Glass tahun depan.<br />

Google sudah menyebutkan bahwa produknya itu<br />

dapat digunakan dengan lensa pengobatan. Hanya<br />

saja memang belum ada lensa yang diproduksi<br />

khusus untuk Google Glass. Versi awal Google<br />

Glass sendiri dilepas tanpa lensa.<br />

Masalah yang selama ini ditemukan pada wearable<br />

computer adalah menemukan antarmuka yang<br />

nyaman. Layar sentuh <strong>dan</strong> papan ketik jelas tidak<br />

dapat digunakan dengan nyaman pada perangkat<br />

seperti kaca mata atau arloji. Google sejauh ini<br />

terus menyempurnakan fitur perintah suara untuk<br />

digunakan dengan Google Glass. Alternatif seperti<br />

perintah isyarat tangan juga terus dijajaki.<br />

KOMPUTER TABLET<br />

Sebagai perangkat konsumsi <strong>dan</strong> komputasi portabel<br />

tampaknya komputer tablet jauh lebih<br />

digemari daripada komputer jinjing. Inilah yang<br />

mengun<strong>dan</strong>g prediksi IDC bahwa pada kuartal<br />

keempat 2013 penjualan tablet akan menggusur<br />

penjualan komputer pribadi tradisional. Ini tentunya<br />

termasuk komputer jinjing.<br />

Tren ini tampaknya akan terus berlangsung sampai<br />

<strong>2014</strong> <strong>dan</strong> 2015, saat angka penjualan tahunan<br />

tidak hanya satu kuartal bakal melebihi komputer<br />

pribadi. Kepopuleran komputer tablet akan memakan<br />

pangsa pasar komputer pribadi tradisional, terutama<br />

komputer jinjing. Usaha Microsoft, Apple <strong>dan</strong><br />

Google untuk membuat tablet lebih menarik buat<br />

kerja kantoran juga akan turut menggusur tempat<br />

komputer jinjing.<br />

LAYAR MELENGKUNG<br />

Pada Oktober 2013, dua produk dengan layar<br />

melengkung muncul pada saat yang hampir<br />

bersamaan: Samsung Galaxy Round <strong>dan</strong> LG G Flex.<br />

Masih ditunggu bagaimana kesuksesan kedua gadget<br />

ini di pasar, tetapi bisa dipastikan bahwa para<br />

pembuat gadget akan mengeksplorasi lebih jauh<br />

rancangan dengan bodi <strong>dan</strong> layar melengkung pada<br />

<strong>2014</strong>.<br />

Salah satu pendorong eksplorasi ini mungkin<br />

adalah kebutuhan untuk diferensiasi. Dewasa ini<br />

rancangan eksternal kebanyakan ponsel tidak<br />

68 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>


Reuters<br />

arloji. Meskipun belum jelas apakah Apple akan meluncurkannya,<br />

paten tersebut mengilustrasikan kemungkinan<br />

lain penggunaan layar melengkung.<br />

PONSEL VS KAMERA<br />

Apakah Anda berniat membeli kamera di tahun<br />

<strong>2014</strong> Coba pertimbangkan lagi, terutama bila Anda<br />

bukan tipe pehobi serius fotografi, atau bukan fotografer<br />

profesional. Kemampuan beberapa model ponsel kamera<br />

mulai menyaingi kamera digital saku. Wall Street<br />

Journal, yang mengutip lembaga riset IDC, bahkan<br />

menyebutkan bahwa penjualan kamera DLSR pada 2013<br />

akan jatuh 9,1% dibandingkan dengan tahun sebelumnya.<br />

Selain kemampuan fotografinya sendiri yang meningkat,<br />

kelebihan lain yang cukup penting dari ponsel<br />

kamera adalah koneksi Internet. Lewat jaringan, pemilik<br />

ponsel kamera dapat dengan mudah berbagi hasil jepretan<br />

kepada kawan-kawan nya. Fitur penting ini turut<br />

mendorong kamera saku minggir dari pasar.<br />

Repro<br />

banyak be<strong>dan</strong>ya: persegi panjang dengan layar sentuh.<br />

Rancangan dengan papan ketik atau flip phone sudah<br />

jarang atau bahkan tidak lagi muncul. Terbukanya<br />

kemungkinan penggunaan layar melengkung akan<br />

memberikan pilihan lain buat para perancang ponsel.<br />

Layar melengkung yang dimungkinkan oleh kemajuan<br />

teknologi bahan tersebut tidak hanya dapat dimanfaatkan<br />

ponsel. Salah satu paten Apple misalnya membuka<br />

kemungkinan pemakaian layar seperti ini pada<br />

TAHAN AIR<br />

Fitur lain yang mungkin akan semakin meluas pada<br />

<strong>2014</strong> adalah kemampuan tahan air. Sony sudah<br />

memelopori hal ini pada ponsel <strong>dan</strong> tabletnya, <strong>dan</strong><br />

sudah diikuti oleh salah satu model Samsung Galaxy S4.<br />

Bila fitur ini makin populer kiranya akan mudah melihat<br />

gadget seperti ponsel <strong>dan</strong> tablet menjadi tahan air.<br />

Selain tahan air gadget seperti ini juga biasanya tahan<br />

debu, sehingga tahun depan kita akan menemukan gadget<br />

yang lebih tangguh daripada tahun-tahun sebelumnya.<br />

(Gombang Nan Cengka)<br />

Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 69


Kinerja Angkutan Udara<br />

<strong>Bisnis</strong>/En<strong>dan</strong>g Muchtar<br />

Butuh Kerja Ekstra di Penerbangan<br />

Publik sulit melupakan sepak terjang<br />

pemilik Lion Group Rusdi Kirana yang<br />

memborong 234 unit pesawat Airbus<br />

A320 pada Maret 2013. Dalam satu<br />

video yang dirilis Airbus, bos maskapai<br />

berlambang kepala singa terbang<br />

itu tersenyum lebar menyambut<br />

kontrak pembelian pesawat senilai<br />

US$24 miliar itu.<br />

M. Tahir Saleh<br />

tahir.saleh@bisnis.co.id<br />

Dalam perspektif lebih luas, kontrak<br />

pembelian fantastis itu sebetulnya<br />

makin mempertegas proyeksi yang<br />

selama ini disuarakan beberapa lembaga<br />

riset <strong>dan</strong> pabrikan pesawat atas<br />

gemuknya pasar penerbangan di<br />

<strong>Indonesia</strong>.<br />

Wakil Presiden Senior Airbus Christopher<br />

Emerson pernah menyampaikan data penerbangan<br />

di Asia Pasifik dalam 10 tahun terakhir tumbuh<br />

lebih dari 50%.<br />

Bahkan, dia memprediksi penerbangan Asia<br />

Pasifik bisa tumbuh hingga lebih dari 200% dalam<br />

20 tahun ke depan. Itulah yang menyebabkan posisi<br />

tawar maskapai nasional di pasar penerbangan<br />

dunia sulit dibantah.<br />

Tidak hanya Lion yang memborong Airbus setelah<br />

sebelumnya memesan 230 unit Boeing pada<br />

2011, PT Garuda <strong>Indonesia</strong> Tbk. juga mencanangkan<br />

lompatan besar bertajuk Quantum Leap 2015.<br />

Target Garuda tidak main-main. Hingga 2015,<br />

Garuda akan mengoperasikan 194 unit pesawat<br />

dengan rata-rata usia di bawah 5 tahun.<br />

Lembaga riset CAPA Center for Aviation meramalkan<br />

Grup Garuda, termasuk Citilink, <strong>dan</strong> Lion<br />

Group yang memiliki maskapai Lion, Batik, Wings,<br />

Malindo, <strong>dan</strong> Thai Lion Air akan mengungguli<br />

Grup Singapore Airlines (SIA) dari sisi jumlah<br />

pesawat.<br />

Kedua grup itu bakal menjadi maskapai dengan<br />

jumlah armada terbesar di Asia Tenggara pada<br />

akhir 2013 masing-masing 145 unit untuk Lion <strong>dan</strong><br />

139 unit untuk Garuda, sementara armada SIA<br />

berkurang terus dari 102 unit.<br />

Sejak 2008, setelah krisis ekonomi global yang<br />

menghantam perekonomian AS <strong>dan</strong> Eropa, terjadi<br />

pergeseran pasar penerbangan. Kawasan Atlantik<br />

yang selama ini dominan kini melambat bahkan<br />

mandek.<br />

Sebaliknya, pasar di Asia Pasifik tumbuh signifikan<br />

dimotori China, India, <strong>dan</strong> <strong>Indonesia</strong>. “Pada<br />

<strong>2014</strong>, <strong>Indonesia</strong> akan menjadi pasar terbesar<br />

kesembilan di dunia untuk perjalanan domestik<br />

<strong>dan</strong> masuk di antara 10 besar penerbangan internasional<br />

di dunia,” kata Dirjen <strong>dan</strong> CEO International<br />

Air Transport Association (IATA) Tony Tyler.<br />

Di tengah tren pergeseran pasar ini, banyak pengamat<br />

menyayangkan <strong>Indonesia</strong> yang belum mampu<br />

mengakomodasi pengalihan pasar itu.<br />

Kesiapan infrastruktur penerbangan <strong>dan</strong> tenaga<br />

ahli yang memadai dinilai lebih lambat dari per­<br />

70 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>


tumbuhan pasar itu sendiri.<br />

Alih-alih sektor penerbangan siap, justru sejumlah<br />

kendala lama mengha<strong>dan</strong>g <strong>dan</strong> baru disadari oleh<br />

pemangku kepentingan termasuk Kementerian<br />

Perhubungan.<br />

Dua di antara sejumlah kendala sektor penerbangan<br />

nasional yang paling penting diatasi ialah infrastruktur<br />

yang mengacu pada padatnya kapasitas beberapa bandara.<br />

Selain itu, SDM penerbangan mulai dari pilot, petugas<br />

lalu lintas udara (ATC), mekanik, instruktur, hingga<br />

inspector juga masih sangat kurang.<br />

Sebagai gambaran, di Bandara Adisutjipto Yogyakarta<br />

berkapasitas 1,1 juta, tetapi setiap tahun disesaki hingga<br />

3,7 juta penumpang. Tak heran keterlambatan penerbangan<br />

seperti jadi budaya di industri penerbangan<br />

nasional.<br />

Pembangunan memang tengah dilakukan. Di Bandara<br />

Soekarno-Hatta Cengkareng dilakukan penambahan ka ­<br />

pa sitas menjadi 62 juta per tahun dari kini 22 juta per<br />

tahun. Sejak 2012, proyek Terminal 3 Soekarno-Hatta<br />

sudah dikembangkan dengan rencana memiliki kapasitas<br />

25 juta penumpang.<br />

Selain itu, revitalisasi Terminal 1 <strong>dan</strong> 2 akan memompa<br />

kapasitas masing-masing menjadi 18 juta per tahun<br />

<strong>dan</strong> 19 juta per tahun.<br />

Revitalisasi itu dilakukan PT Angkasa Pura II sebagai<br />

Proyeksi Pertumbuhan Pesawat Komersial<br />

di Atas 100 Kursi (unit)<br />

304<br />

326<br />

358<br />

405<br />

Keterangan: *) Asumsi laju pertumbuhan 11%<br />

Sumber: <strong>Indonesia</strong>n Aircraft Maintenance<br />

Shop Association (IAMSA), Kemenhub & INACA, diolah<br />

450<br />

480<br />

2011 2012 2013 <strong>2014</strong> 2015 2016<br />

Perkembangan Penumpang<br />

Angkutan Udara di <strong>Indonesia</strong><br />

(juta orang)<br />

Domestik Internasional<br />

74,17<br />

66,82<br />

60,2<br />

82,32<br />

91,37<br />

8,15 9,04 10,03 11,13 12,32<br />

2011 2012 2013* <strong>2014</strong>* 2015*<br />

BISNIS/M. RAUSHAN<br />

pengelola Bandara Soekarno-Hatta. Pengembangan juga<br />

dilakoni PT Angkasa Pura I yang juga mengoperatori 13<br />

bandara komersial.<br />

Beberapa di antaranya terminal internasional Bandara<br />

Ngurah Rai Denpasar yang sudah dioperasikan sejak<br />

Oktober 2013 saat APEC 2013, Bandara Juanda<br />

Surabaya, <strong>dan</strong> Sepinggan Balikpapan.<br />

Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono<br />

menegaskan persoalan bandara bukan hanya kapasitas<br />

melainkan tren pesawat yang mengarah pada dimensi<br />

lebih besar.<br />

Dalam bukunya Transportasi <strong>dan</strong> Investasi (2013),<br />

Bambang menceritakan hampir semua Ibu Kota provinsi<br />

di <strong>Indonesia</strong> baginya telah memiliki bandara dengan<br />

kapasitas di atas 1 juta penumpang <strong>dan</strong> panjang landas<br />

pacu di atas 2.000 meter. Bandara jenis itu mampu didarati<br />

pesawat jenis Boeing 737 versi 800.<br />

Sayangnya, pemerintah masih terbatas mengembangkan<br />

233 bandara saat ini karena dalam 5 tahun ke<br />

depan membutuhkan <strong>dan</strong>a sekitar Rp54 triliun, se<strong>dan</strong>gkan<br />

anggaran tersedia hanya Rp19,5 triliun.<br />

TERTINGGAL<br />

Selama ini, pengembangan bandara selalu ketinggalan.<br />

Pemerintah juga sering telat dalam membangun<br />

bandara baru misalnya di Bandung <strong>dan</strong> Yogyakarta.<br />

Kendati begitu, persoalan lain yang patut jadi sorotan<br />

dalam infrastruktur adalah akses menuju bandara yang<br />

selama ini justru terabaikan. Selama ini, bandara masih<br />

dilihat sebagai sumber pungutan. Ini yang terka<strong>dan</strong>g<br />

menahan minat investor swasta masuk berinvestasi.<br />

Di sisi lain, persoalan SDM juga menyeruak. Satu unit<br />

pesawat setidaknya butuh lima set kru. Satu set kru terdiri<br />

dari 10 orang penerbang.<br />

Dengan proyeksi itu, <strong>Indonesia</strong> masih membutuhkan<br />

500 orang penerbang baru dalam setahun, sementara<br />

sekolah penerbangan dalam negeri nyatanya belum<br />

mampu menjawab kebutuhan itu.<br />

Selain keterbatasan pilot lokal, ihwal SDM ini pun<br />

menjangkiti mekanik pesawat, petugas ATC, pengajar<br />

atau instruktur hingga pengawas atau inspektor.<br />

Keterbasan SDM itu juga menjadi pembenaran langkah<br />

pemerintah menerapkan penundaan atau moratorium<br />

izin maskapai baru yang mulai dilakukan pertengahan<br />

2013 meski tiga maskapai baru sudah antre<br />

beroperasi yakni Nam Air, Jatayu Air, <strong>dan</strong> AirAsia<br />

<strong>Indonesia</strong> X.<br />

Selama ini, pemerintah memang kesulitan<br />

mengejar ketertinggalan infrastruktur<br />

karena keterbasan anggaran padahal<br />

pertumbuhan sektor penerbangan nasional<br />

rata-rata 15% per tahun.<br />

Apalagi pemerintah juga punya pekerjaan<br />

rumah soal pengembangan bandara di<br />

pelosok.<br />

Apapun proyeksi positif <strong>Indonesia</strong>, jika<br />

pemerintah <strong>dan</strong> operator hanya sumringah<br />

atas proyeksi itu, maka sia-sia<br />

belaka.<br />

Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 71


Sektor Properti<br />

Memasuki Fase Perlambatan<br />

Memasuki awal kuartal IV/2013,<br />

perkiraan terjadinya perlambatan<br />

pertumbuhan sektor properti pada<br />

tahun depan semakin diyakini oleh<br />

berbagai pihak.<br />

Fatia Qanitat<br />

fatia.qanitat@bisnis.co.id<br />

Kenaikan harga bahan bakar minyak<br />

(BBM) pada akhir Juni lalu memengaruhi<br />

performa bisnis secara keseluruhan,<br />

termasuk properti.<br />

Kondisi perekonomian yang kurang<br />

menentu, diiringi dengan penurunan<br />

nilai tukar rupiah terhadap dolar AS turut menjadi<br />

penyebab.<br />

Tekanan terus terjadi dengan naiknya suku<br />

bunga acuan (BI Rate) sebanyak dua kali, <strong>dan</strong><br />

bertengger pada posisi 7,25% saat ini. Masyarakat<br />

yang bermaksud mengajukan kredit pemilikan<br />

rumah (KPR) harus berhitung ulang karena kenaikan<br />

suku bunga perbankan.<br />

Masalah KPR tidak berhenti di sana. Regulasi<br />

dari Bank <strong>Indonesia</strong> baru-baru ini cukup memberikan<br />

pukulan pada sektor tersebut. Istilah booming<br />

properti yang sering disebut-sebut selama 3 tahun<br />

terakhir, berubah menjadi kegalauan.<br />

Perlambatan yang terjadi ini direspons berbeda<br />

oleh berbagai pihak. Ada yang menilai kondisi ini<br />

memberikan arah pertumbuhan yang lebih sehat,<br />

khususnya bagi pertumbuhan hunian menengahbawah.<br />

Meskipun begitu, banyak juga yang menganggap<br />

pemerintah telah menghambat pertumbuhan positif<br />

yang telah terbentuk, karena mengeluarkan regulasi<br />

yang tidak propasar.<br />

Misalnya, Surat Edaran BI No. 15/40/DKMP tentang<br />

Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang<br />

Melakukan Pemberian Kredit atau Pembiayaan<br />

Konsumsi Beragun Properti yang berlaku sejak 30<br />

September ini, diatur mengenai penjualan rumah<br />

dengan sistem pesan (inden) serta pembatasan<br />

uang muka (loan to value) bagi pengajuan KPR<br />

kedua <strong>dan</strong> seterusnya.<br />

Terkait dengan tahun politik, sebetulnya hal ini<br />

akan membawa faktor positif pada pasar. Karena<br />

jumlah uang yang beredar semakin banyak, dipastikan<br />

hal itu akan lebih menggerakkan daya beli<br />

masyarakat secara keseluruhan.<br />

BATAS AMAN<br />

Mengenai prediksi pasar <strong>2014</strong>, berbagai lembaga<br />

riset telah melansir hasil kajiannya terkait<br />

prospek perkembangan pasar properti ke depan.<br />

Meski dikatakan pemilu tidak terlalu berpengaruh<br />

pada perkembangan pasar di segmen mene ­<br />

ngah-bawah, hal tersebut memberikan dampak berbeda<br />

pada kelas menengah-atas, khususnya kelompok<br />

investor.<br />

Secara garis besar, pengembang properti, investor,<br />

<strong>dan</strong> konsumen cenderung lebih memilih menunggu<br />

saat yang tepat untuk mengambil keputusan.<br />

Transaksi properti akan tertahan, <strong>dan</strong> diperkirakan<br />

baru akan kembali berjalan normal seusai pemilu.<br />

Kendati begitu, perlambatan yang terjadi pada<br />

awal <strong>2014</strong> masih tergolong berada dalam batas<br />

aman, karena tingkat permintaan pasar <strong>dan</strong> tren<br />

kenaikan harga masih terbilang positif bagi pelaku<br />

pasar.<br />

Beberapa sektor khususnya yang berhubungan<br />

dengan kebutuhan dasar<br />

manusia tetap akan<br />

bertahan <strong>dan</strong> memperlihatkan<br />

pertumbuhan<br />

cukup<br />

baik.<br />

Prediksi Pasar Properti 2013-<strong>2014</strong><br />

Sektor Kondisi 2013 Ramalan <strong>2014</strong><br />

Permintaan Okupansi Harga<br />

Kantor sewa Tingkat okupansi terus tumbuh Tumbuh kuat Tumbuh Tumbuh<br />

Kantor strata Permintaan memacu pertumbuhan harga Tumbuh kuat Tumbuh Tumbuh<br />

Ritel Banyak peritel internasional yang masuk pasar <strong>Indonesia</strong> Tumbuh Stabil Stabil<br />

Kondominium Aktivitas penjualan stabil Stabil Stabil Stabil<br />

Apartemen sewa Kondominium semakin banyak memasuki pasar sewa Stabil Turun Tumbuh<br />

Industri Terus melambat sejak 2010 Turun Stabil Stabil<br />

Rumah tapak Permintaan stagnan akibat meningkatnya suku bunga Stabil Stabil Tumbuh<br />

Hotel Hotel bintang 4 & 5 mengalami pertumbuhan tertinggi Stabil Tumbuh Tumbuh<br />

Sumber: Cushman & Wakefield <strong>Indonesia</strong>, diolah<br />

BISNIS/M. RAUSHAN<br />

72 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>


Jurus Jitu Sang Pengembang<br />

Pertumbuhan pasar properti <strong>2014</strong> diprediksi melambat<br />

oleh sejumlah kalangan jika dibandingkan periode emasnya<br />

dalam 3 tahun terakhir. Bukannya tanpa sebab, sejumlah<br />

faktor yang terjadi selama 2013 telah mengarah kepada<br />

kondisi tersebut.<br />

Sebut saja, kenaikan harga bahan bakar minyak pada<br />

pertengahan tahun lalu, depresiasi rupiah terhadap dolar AS,<br />

kondisi perekonomian negara yang belum pasti <strong>dan</strong> regulasi dari<br />

Bank <strong>Indonesia</strong> yang mengatur penjualan rumah dengan sistem<br />

pesan serta pembatasan uang muka (loan to value) bagi<br />

pengajuan kredit pemilikan rumah (KPR) kedua <strong>dan</strong> seterusnya.<br />

Belum lagi ditambah dengan kenaikan suku bunga acuan (BI<br />

rate) yang mencapai 7,5%.<br />

Semua<br />

faktor<br />

tersebut<br />

bahkan telah<br />

mengarah kepada kondisi perlambatan<br />

yang sudah dimulai sejak paruh<br />

kedua 2013. Menghadapi kondisi tersebut,<br />

pengembang properti pun ditantang untuk<br />

menghadirkan strategi bisnis yang tepat untuk<br />

merebut ceruk keuntungan di 'tahun politik'<br />

tersebut.<br />

PT Ciputra Development Tbk.<br />

Direktur Keuangan PT Ciputra<br />

Development Tbk. Tulus<br />

Santosa mengatakan di<br />

tengah ketidakpastian<br />

pasar, fokus<br />

perseroan pada <strong>2014</strong><br />

tetap ke real estat,<br />

baik apartemen<br />

maupun rumah tapak. Kendati begitu,<br />

perusahaan lebih mengutamakan pengembangan<br />

rumah tapak.<br />

Pada <strong>2014</strong>, perusahaan akan mulai menjajaki<br />

kemungkinan pengembangan superblok <strong>dan</strong><br />

properti komersial karena merupakan waktu<br />

yang tepat untuk pengembangan sebab<br />

rata-rata akan rampung dalam 3 tahun ke<br />

depan.<br />

Terkait dengan segmen, Ciputra Development<br />

masih akan menyasar kelas menengah<br />

dengan lokasi di seluruh <strong>Indonesia</strong>.<br />

PT Summarecon Agung Tbk.<br />

Pada <strong>2014</strong>, pengembang yang<br />

banyak melakukan pembangunan<br />

hunian kelas menengah-atas dengan<br />

harga di atas Rp2 miliar ini<br />

menyatakan akan fokus mengembangkan<br />

apartemen pada tahun<br />

depan. Setidaknya ada 4 tower<br />

apartemen yang dikembangkan.<br />

Menurut Direktur Utama PT Summarecon<br />

Agung Tbk. Johannes Mardjuki, perusahaan<br />

akan membangun lebih banyak apartemen<br />

dengan kisaran harga di bawah Rp1 miliar.<br />

Selain itu, pihaknya akan mempertimbangkan<br />

pembangunan hunian tapak dengan ukuran<br />

lebih kecil, sehingga bisa dijual di bawah Rp2<br />

Sejauh ini, Summarecon telah aktif<br />

melakukan pengembangan di Kelapa Gading,<br />

Serpong, <strong>dan</strong> Bekasi. Setidaknya terdapat<br />

lebih dari 40.000 unit rumah yang telah<br />

dikembangkan.<br />

Untuk memperluas bisnisnya, ke depan,<br />

perusahaan tengah mempersiapkan<br />

pengembangan township di Bandung <strong>dan</strong><br />

Bogor.<br />

Sumber: PT Ciputra Development Tbk.<br />

PT Metropolitan Land Tbk.<br />

Selama ini Metropolitan Land (Metland)<br />

dikenal pada pengembangan hunian<br />

tapak yang ditujukan kepada masyarakat<br />

kelas menengah-bawah. Sekretaris<br />

Perusahaan Metland Olivia Surodjo<br />

memperkirakan dari total 1.500 unit rumah<br />

yang dikembangkan setiap tahunnya, hampir<br />

70% dijual dengan kisaran harga Rp150<br />

juta-Rp400 juta.<br />

Dia mengatakan strategi pengembangan<br />

<strong>2014</strong> masih terus dibahas sampai saat ini.<br />

Perusahaan tetap menjalankan bisnis utama<br />

dengan pengembangan hunian bagi kelas<br />

menengah-bawah. Sementara untuk rumah<br />

menengah-atas akan lebih sedikit porsinya.<br />

Beberapa proyek perumahan yang tengah<br />

dikembangkan meliputi Metland Menteng,<br />

Metland Puri, Metland Transyogi, Metland<br />

Tambun, Metland Cileungsi, <strong>dan</strong> Metland<br />

Cibitung.<br />

PT Megapolitan Development Tbk.<br />

Pengembang yang memiliki lahan seluas<br />

300 ha di kawasan Cinere, perbatasan<br />

Jakarta Selatan <strong>dan</strong> Depok tersebut, terus<br />

melakukan pengembangan kawasan. Hingga<br />

saat ini, tersisa 70 ha lahan di kawasan itu<br />

yang masih bisa dikembangkan.<br />

Proses pengembangan<br />

wilayah Cinere,<br />

jelas Sekretaris<br />

Perusahaan PT Megapolitan Development<br />

Fanny F. Susanto, sangat bergantung pada<br />

realisasi pembangunan jalan tol Cijago<br />

(Cinere-Jagorawi) <strong>dan</strong> Desari (Depok-<br />

Antasari).<br />

Khusus <strong>2014</strong>, perusahaan tetap melakukan<br />

pengembangan meliputi hunian tapak,<br />

apartemen, ruko, <strong>dan</strong> kawasan komersial.<br />

Menurutnya, kondisi perekonomian maupun<br />

pemilu tidak menjadi kekhawatiran.<br />

PT Intiland Tbk.<br />

Pengembang ini pada<br />

dasarnya memiliki empat lini bisnis properti,<br />

Fatia Qanitat & Oktaviano D.B. Hana<br />

yakni industrial park, hospitality, township<br />

and estate, mixed used & high rise.<br />

Kendati begitu, Corporate Secretary PT<br />

Intiland Tbk. Theresia Rustandi mengatakan<br />

pada <strong>2014</strong>, akan berfokus pada pengembangan<br />

hunian dalam bentuk kawasan terpadu<br />

(mixed used). Bahkan, fokus pengembangan<br />

tersebut telah diarahkan perseroan sejak<br />

2013.<br />

Pengembangan mixed used yang dikombinasikan<br />

dengan high rise building lebih efisien<br />

dengan memberikan income terbesar <strong>dan</strong><br />

dengan pembangunan yang lebih cepat.<br />

Rumah tapak tetap dikembangkan, namun<br />

bukan dalam bentuk permukiman murni,<br />

tetapi lebih merupakan township yang<br />

menyasar kelas menengah atas di Jakarta<br />

<strong>dan</strong> Surabaya. Namun, bagi lini bisnis<br />

hospitality akan masuk ke daerah-daerah<br />

dengan nilai ekonomis tinggi.<br />

PT Agung Podomoro Land Tbk.<br />

Mengenai antisipasi perlambatan<br />

di <strong>2014</strong>, Corporate Secretary PT<br />

Agung Podomoro Land Tbk. Justini<br />

Omas menuturkan tengah mengkaji rencana<br />

kerja yang baru akan disepakati pada<br />

pertengahan Desember 2013.<br />

Kendati begitu, menghadapi tahun<br />

perlambatan tersebut perusahaan tidak akan<br />

mengubah konsep pengembangan. Namun,<br />

lebih cenderung untuk mengatur waktu<br />

ekspansi usaha dengan tepat.<br />

Hal tersebut lebih pada penundaan ekspansi<br />

usaha. Menurutnya, proyek yang memberikan<br />

return dalam jangka waktu panjang, seperti<br />

hotel yang kemungkinan akan ditunda<br />

terlebih dahulu.<br />

Jenis pengembangan superblok masih<br />

menjadi fokus di <strong>2014</strong> sebab dirasa masih<br />

tepat <strong>dan</strong> diminati konsumen.<br />

Perseroan masih akan menyasar segmen<br />

yang sama yakni menengah atas.<br />

BISNIS/M. RAUSHAN<br />

Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 73


Industri Pupuk<br />

‘Urusan Pangan<br />

Tak Boleh Terganggu’<br />

JAKARTA—Ketahanan pangan (food security) telah<br />

sejak lama menjadi salah satu isu pokok <strong>dan</strong> konsen terbesar<br />

negara-negara di dunia. Jumlah penduduk yang<br />

terus bertambah dengan cepat <strong>dan</strong> lahan pertanian<br />

pangan yang kian menyusut menuntut setiap negara<br />

memiliki strategi <strong>dan</strong> kesungguhan dalam membangun<br />

sektor pertanian guna menyediakan pangan yang cukup<br />

bagi seluruh penduduknya.<br />

Sayangnya, program ketahanan pangan di <strong>Indonesia</strong><br />

masih berjalan tertatih-tatih akibat masih banyak hambatan<br />

<strong>dan</strong> kebijakan yang tidak sinkron, termasuk a<strong>dan</strong>ya<br />

ambiguitas dalam meman<strong>dan</strong>g peran vital industri<br />

pupuk dalam meningkatkan produksi pangan.<br />

Untuk memahami lebih mendalam tentang betapa penting<br />

nya ketahanan pangan dalam konteks kedaulatan<br />

sebuah negara <strong>dan</strong> korelasinya yang tak dapat dipisahkan<br />

de ngan peran industri pupuk, <strong>Bisnis</strong> mewawancarai<br />

Direkur Utama PT Pupuk <strong>Indonesia</strong> Holding Company<br />

Arifin Tasrif. Berikut Petikannya:<br />

Seperti apa signifikansi korelasi peran<br />

industri pupuk dalam membangun ketahanan<br />

pangan<br />

Sektor pangan <strong>dan</strong> pupuk itu ibarat dua sisi mata<br />

uang. Keduanya memiliki nilai yang sangat penting<br />

<strong>dan</strong> tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Tidak<br />

mungkin meningkatkan produksi pangan tanpa<br />

menggunakan pupuk kimiawi, terlebih di tengah<br />

penyusutan luas areal pertanian yang sulit dihentikan.<br />

Pupuk organik (nonkimiawi) tetap dibutuhkan<br />

tetapi tak bisa menggantikan peran pupuk kimiawi<br />

yang kontribusinya dalam meningkatkan produksi<br />

pa ngan berkisar 50%. Jadi, penggunaan pupuk<br />

kimiawi itu mutlak sehingga eksistensi pabrik<br />

pupuk, khususnya BUMN perpupukan, sangatlah<br />

vital <strong>dan</strong> strategis.<br />

Apakah selama ini BUMN pupuk dipan<strong>dan</strong>g<br />

<strong>dan</strong> diperlakukan layaknya sektor vital <strong>dan</strong><br />

strategis<br />

Itulah masalahnya. Industri pupuk termasuk da ­<br />

lam sektor strategis tetapi ketersediaan bahan baku<br />

berupa gas masih terus menjadi masalah dari wak ­<br />

tu ke waktu. Padahal, eksistensi <strong>dan</strong> keberlanjutan<br />

hidup industri pupuk sangat bergantung pada<br />

pasok an gas. Tanpa gas pabrik pupuk akan mati.<br />

Idealnya setiap pabrik pupuk memiliki kontrak<br />

pasokan gas jangka panjang, minimal 20 tahun<br />

untuk setiap kontrak. Ini penting agar industri<br />

pupuk juga dapat menjamin pemenuhan pupuk ke ­<br />

pada petani, yang semuanya berujung pada kapasitas<br />

negara dalam memenuhi kebutuhan pangan<br />

bagi seluruh penduduk yang jumlahnya terus bertambah.<br />

Saat ini, pemanfaatan gas masih berorientasi<br />

pada revenue bukan value added sehingga gas lebih<br />

ba nyak dijual keluar karena memberikan pendapatan<br />

secara langsung. Padahal, kalau berorientasi<br />

pada value added di mana gas dialokasikan kepada<br />

in dustri dalam negeri, tentu akan memberikan multiplier<br />

effect yang besar seperti pendapatan negara<br />

dari pajak, dividen [untuk BUMN], penyediaan<br />

lapangan kerja, pertumbuhan ekonomi <strong>dan</strong> sebagainya.<br />

Apakah itu berarti <strong>Indonesia</strong> sulit mewujudkan<br />

swasembada pangan<br />

<strong>Indonesia</strong> merupakan negara agraris <strong>dan</strong> memiliki<br />

sumber daya yang sesungguhnya sangat men ­<br />

du kung untuk mencapai swasembada pangan. Yang<br />

di butuhkan hanyalah kebijakan yang jelas dari pe ­<br />

merintah <strong>dan</strong> dijalankan secara konsisten.<br />

Dalam hal instrumen kebijakan, pemerintah<br />

sudah punya <strong>dan</strong> cukup bagus. Sayangnya, sebagian<br />

kebijakan tidak dilaksanakan secara konsisten<br />

oleh instansi terkait yang bertanggungjawab di<br />

bi<strong>dan</strong>g itu.<br />

Sebagai contoh, saat ini sudah ada Inpres No.<br />

2/2010 tentang Revitalisasi Industri Pupuk, yang di<br />

da lamnya memprioritaskan alokasi pemenuhan gas<br />

un tuk bahan baku <strong>dan</strong> energi industri pupuk de ­<br />

ngan penetapan harga dikoordinasikan oleh Menko<br />

Perekonomian.<br />

Harga yang acceptable di industri pupuk adalah<br />

di bawah US$6 per MMBtu. Sebagai pembanding,<br />

di India harga pembelian gas domestik, termasuk<br />

in dustri pupuk, dikunci pada level US$4,14 per<br />

MMBtu.<br />

Namun, yang terjadi sekarang, BUMN pupuk<br />

tetap saja kesulitan memperoleh alokasi gas <strong>dan</strong><br />

harga yang acceptable [pantas]. Kontrak <strong>dan</strong> alokasi<br />

gas masih bersifat jangka pendek <strong>dan</strong> harganya ter ­<br />

ta lu tinggi. Selain itu, harga gas juga ditetapkan<br />

dalam dolar. Gas itu kan komponen yang berasal<br />

dari dalam negeri, knapa sih tak bisa dibayar de ­<br />

ngan rupiah.<br />

Saat ini, kami mulai mengembangkan sumber<br />

pasokan gas dari batu bara [teknologi gasifikasi]<br />

<strong>dan</strong> berharap ada dukungan pemerintah terkait<br />

dengan jaminan pasokan batu bara dalam jangka<br />

panjang.<br />

74 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>


Kalau ingin sungguh-sungguh membangun ketahanan<br />

<strong>dan</strong> swasembada pangan, kita harus bicara tentang strategi<br />

kebijakan yang terintegrasi untuk jangka waktu<br />

50-100 tahun dari sekarang, bukan sepenggal-sepenggal.<br />

Dan, sekali lagi implementasi kebijakan itu harus konsisten.<br />

Seberapa seriuskah problem pangan nasional jika<br />

industri pupuk semakin kesulitan gas<br />

Ya, tanpa gas tentu saja pabrik-pabrik pupuk akan<br />

mati. Kami punya cerita tersendiri tentang pabrik [milik<br />

BUMN pupuk] yang mati gara-gara tidak memperoleh<br />

alokasi gas. Dan, kalau problem gas terus terjadi kita<br />

akan berpotensi berada pada situasi rawan pangan yang<br />

se makin memperbesar ketergantungan terhadap pangan<br />

impor, karena produksi di dalam negeri tak mungkin<br />

cukup.<br />

Tidak ada lagi kedaulatan pangan yang pada akhirnya<br />

pengadaan pangan impor akan menjadi beban yang<br />

sangat berat bagi pemerintah, terlebih ketika harga<br />

pangan melambung <strong>dan</strong> kurs dolar tinggi seperti sekarang<br />

ini.<br />

Selain urusan gas, apa problem lain yang menghambat<br />

program ketahanan pangan<br />

Soal luas lahan pertanian. Di <strong>Indonesia</strong>, sebagian<br />

besar petani menggarap lahan yang sangat sempit<br />

kurang dari 0,5 hektare sehingga pengelolaannya menjadi<br />

tidak efisien. Untuk itu, pemerintah perlu mengembangkan<br />

lahan-lahan baru areal pertanian yang luas di<br />

luar Jawa sehingga bisa dilakukan mekanisasi pertanian<br />

<strong>dan</strong> pengerjaannya lebih efisien. Ini<br />

sekaligus menggantikan lahan pertanian<br />

yang beralih fungsi.<br />

Dan, ke depan tidak boleh<br />

ada lagi konversi lahan pertanian<br />

pangan. Kalaupun terpaksa<br />

terjadi konversi, maka<br />

harus segera diganti dengan<br />

lahan baru yang dua kali<br />

lebih luas karena untuk<br />

menyiapkan lahan mentah<br />

hingga menjadi lahan pertanian<br />

yang<br />

siap<br />

tanam mem bu tuhkan waktu <strong>dan</strong> biaya yang besar.<br />

Soal subsidi apakah tidak ada masalah<br />

Kebijakan pemberian subsidi pupuk untuk sektor<br />

pangan secara implisit mencerminkan bahwa ketahanan<br />

pangan menjadi konsen pemerintah. Namun, nilai subsidi<br />

yang diberikan pemerintah relatif kecil dibandingkan<br />

de ngan Pakistan yang jumlah penduduk <strong>dan</strong> kebutuhan<br />

pangannya tak sebesar <strong>Indonesia</strong>.<br />

Di mana pun, kendala utama yang dihadapi perusahaan<br />

[BUMN] yang menangani tugas menyalurkan subsidi<br />

adalah terkait dengan cash flow. Masalah cash flow ini<br />

bagaimana pun juga ujung-ujungnya menjadi beban pe -<br />

merintah juga.<br />

Misal, jika terdapat piutang subsidi yang belum<br />

dibayar pemerintah sebesar Rp10 triliun, maka dalam<br />

se tahun akan memunculkan tambahan biaya Rp1 triliun,<br />

karena ada bunga sebesar 10% yang menjadi<br />

beban negara.<br />

Padahal, apabila Rp10 triliun tadi tidak menjadi piutang<br />

macet <strong>dan</strong> masuk sebagai modal kerja yang menghasilkan<br />

profit, maka setidaknya Rp300 miliar akan masuk ke<br />

kas negara. Jadi, Semestinya tiap tutup tahun tidak ada<br />

piutang yang belum dibayar pemerintah. Se ka rang ini<br />

piutang pemerintah mencapai sekitar Rp14 trilliun.<br />

Apa dampaknya<br />

Tentu piutang tadi akan mengurangi modal kerja,<br />

membebani HPP <strong>dan</strong> menekan daya saing untuk pupuk<br />

nonsusbidi. Selain itu, misi untuk merevitalisasi pabrik<br />

menjadi kian berat karena equity makin kecil. Dan, tentunya<br />

dividen untuk pemerintah juga menjadi tak optimal.<br />

Pada Tahun <strong>Politik</strong> <strong>2014</strong>, pemerintah akan sibuk<br />

Pemilu. Apakah menurut Anda urusan pangan <strong>dan</strong><br />

pupuk akan semakin terabaikan<br />

Tentu kita berharap tidak sampai begitu. Dalam hal<br />

ini, industri pupuk sudah mengamankan stok. Bagi<br />

kami, apapun yang terjadi pada <strong>2014</strong>, urusan pangan<br />

<strong>dan</strong> pupuk tidak boleh terganggu.<br />

Pewawancara: Cham<strong>dan</strong> Purwoko<br />

Arifin Tasrif<br />

<strong>Bisnis</strong>/Yayus Yuswoprihanto<br />

Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 75


Prospek <strong>Politik</strong><br />

Keluar Dari Zona Cacat Demokrasi<br />

“The electors see their representative<br />

not only as a legislator for the<br />

state but also as the natural protector<br />

of local interests in the legislature;<br />

indeed, they almost seem to<br />

think that he has a power of attorney<br />

to represent each constituent, and<br />

they trust him to be as eager in their<br />

private interests as in those of the<br />

country.” (Alexis de Tocqueville)<br />

Inria Zulfikar<br />

inria.zulfikar@bisnis.co.id<br />

Apa yang salah dengan demokrasi di<br />

negeri ini Semuanya ada, sebut saja<br />

mulai dari pemilu nasional, pemilu<br />

daerah, pemilihan presiden, parlemen,<br />

Komisi Pemilihan Umum,<br />

Ba<strong>dan</strong> Pengawas Pemilu, lembaga<br />

pemantau hingga pemilih sah yang berjumlah hampir<br />

190 juta jiwa.<br />

Dari eksistensi pranata, semua terlihat baik-baik<br />

saja <strong>dan</strong> berjalan normal. Namun bagaimana dari<br />

sisi pelaksanaan Seorang Irman Gusman, Ketua<br />

Dewan Perwakilan Daerah, tak mampu menyembunyikan<br />

kegalauannya mengenai hal ini.<br />

“Sistem demokrasi di <strong>Indonesia</strong> masih jauh di<br />

bawah rata-rata berdasarkan peringkat kualitas<br />

demokrasi di dunia. Oleh sebab itu secara kualitas<br />

demokrasi <strong>Indonesia</strong> masih ‘cacat’ karena praktiknya<br />

belum full democracy,” ujarnya dalam satu<br />

kesempatan kuliah umum di UIN Syarif<br />

Hidayatullah, Jakarta beberapa waktu lalu.<br />

“Demokrasi saat ini hanya berkutat pada<br />

demokrasi prosedural, bukan demokrasi yang substantif,”<br />

demikian ujarnya lebih lanjut.<br />

Irman tak salah. Untuk mengupasnya, kita bisa<br />

merujuk laporan Global Democracy Index 2013. Di<br />

mana posisi <strong>Indonesia</strong> Peringkat 53, dilibas Timor<br />

Leste yang berada di urutan 43. Artinya, kita masih<br />

jauh dibandingkan dengan Australia (6), Inggris<br />

(16), Korea Selatan (20), Jepang (22), Israel (37),<br />

India (38), <strong>dan</strong> Brazil (44).<br />

Ditelisik dari lima alat ukur utama—pemilu, pluralisme,<br />

kebebasan sipil, fungsi pemerintahan<br />

(birokrasi), partisipasi politik, <strong>dan</strong> budaya politik-<br />

-laporan tersebut menunjukkan bahwa kualitas<br />

demokrasi <strong>Indonesia</strong> masih perlu pembenahan<br />

mendasar.<br />

Tentu kita berharap demokrasi membawa perubahan<br />

signifikan bagi peningkatan kemandirian,<br />

kemajuan, keadilan, <strong>dan</strong> kemakmuran rakyat.<br />

Bukankah demokrasi merupakan media untuk<br />

melakukan perubahan yang lebih baik<br />

Dengan demikian, secara kualitas pemilu tahun<br />

depan harus lebih baik dibandingkan dengan 2009<br />

yang dipenuhi banyak catatan <strong>dan</strong> kekisruhan.<br />

Sudah sejauh mana kesiapan kita<br />

Ritual lima tahunan demokrasi bergulir lagi<br />

tahun depan untuk memilih anggota legislatif <strong>dan</strong><br />

berlanjut ke presiden serta wakilnya. Segala anganangan<br />

<strong>dan</strong> harapan bagi terwujudnya sebuah tatanan<br />

politik <strong>Indonesia</strong> yang demokratis <strong>dan</strong> modern<br />

akan diuji oleh momentum hajatan pemilu <strong>2014</strong>.<br />

Segu<strong>dan</strong>g asa tersebut tentunya harus seiring<br />

sejalan dengan komitmen tinggi serta konsistensi<br />

pelaksanaannya di lapangan kelak. Tanpa itu, pemilu<br />

tak lebih dari dagelan atau bunga-bunga<br />

demokrasi belaka.<br />

Hingga pemilu 2009, mengkonfirmasi bahwa<br />

segu<strong>dan</strong>g amanat <strong>dan</strong> hati nurani rakyat untuk<br />

kehidupan politik yang lebih demokratis, bebas<br />

korupsi, menjunjung tinggi akuntabilitas, penegakkan<br />

hukum serta transparansi justru bukannya<br />

menjadi panglima.<br />

Ia terlihat begitu mudah ditekuk oleh kepentingan<br />

bisnis <strong>dan</strong> politik sesaat yang sangat massif <strong>dan</strong><br />

koruptif. Korupsi <strong>dan</strong> mega skandal merajalela. Elit<br />

politik yang diharapkan memberi tela<strong>dan</strong>, malah<br />

menorehkan noda hitam bagi perjalanan bangsa ini<br />

pasca reformasi. Money politics begitu digdaya<br />

menentukan arah bisnis <strong>dan</strong> politik di Tanah Air.<br />

Dalam situasi demikian kita menyongsong pemilu<br />

<strong>2014</strong>, hajatan politik berongkos Rp16 triliun.<br />

Atmosfer wait and worry itu tidak boleh lagi menjadi<br />

‘hantu di siang bolong’ yang membuat kita berjalan<br />

di tempat atau bahkan terhempas (set back) ke<br />

jurang yang lebih dalam.<br />

LEGITIMASI<br />

Secara institusional, pranata kehidupan politik<br />

nasional sudah melambangkan tatanan masyarakat<br />

yang de mokratis. Ritual pemilu pasca reformasi,<br />

dengan se gala perangkatnya, sedikit banyak<br />

mengkonfirmasi hal itu.<br />

Namun hal itu belum cukup. Ada persoalan hakiki<br />

yang tidak boleh terlepas dari setiap momentum<br />

pemilu, yaitu legitimasi. Esensi demokrasi ini harus<br />

dibangun seiring antara aspek kuantitas <strong>dan</strong> kualitas.<br />

Pertanyaan nya, bagaimana pasar akan merespon<br />

ini semua<br />

76 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>


Indeks Demokrasi 2012: Kelompok Negara ‘Demokrasi Cacat’<br />

Kategori Skor<br />

Peringkat Total Skor (1) Proses Pemilihan (2) Fungsi (3) Partisipasi (4) Budaya (5) Kebebasan Sipil<br />

& Pluralisme Pemerintahan <strong>Politik</strong> <strong>Politik</strong><br />

Cape Verde -1 7,92 9,17 7,86 7,22 6,25 9,12<br />

Portugis -1 7,92 9,58 6,43 6,67 7,50 9,41<br />

Prancis -3 7,88 9,58 7,14 6,67 7,50 8,53<br />

Slovenia -3 9,58 7,50 7,50 7,22 6,25 8,82<br />

Botswana 5 7,85 9,17 7,14 6,67 6,88 9,41<br />

Afrika Selatan 6 7,79 8,75 8,21 7,22 6,25 8,53<br />

Italia 7 7,74 9,58 6,43 6,67 7,50 8,53<br />

Yunani 8 7,65 9,58 5,71 6,67 6,88 9,41<br />

Estonia 9 7,61 9,58 7,14 5,00 7,50 8,82<br />

Taiwan 10 7,57 9,58 7,14 6,11 5,63 9,41<br />

Chile 11 7,54 9,58 7,57 3,89 6,25 9,41<br />

Israel 12 7,53 8,75 7,50 8,33 7,50 5,59<br />

India 13 7,52 9,58 7,50 6,11 5,00 9,41<br />

Jamaika 14 7,39 9,17 6,79 5,00 6,88 9,12<br />

Slovakia 15 7,35 9,58 7,50 5,56 5,00 9,12<br />

Siprus 16 7,29 9,12 6,43 6,11 5,63 9,12<br />

Lithuania 17 7,24 9,58 5,71 5,56 6,25 9,12<br />

Timor Leste 18 7,16 8,67 6,79 5,56 6,88 7,94<br />

Polandia -19 7,12 9,58 6,43 6,11 4,38 9,12<br />

Brasil -19 7,12 9,58 7,50 5,00 4,38 9,12<br />

Panama 21 7,08 9,58 6,43 5,56 5,00 8,82<br />

Latvia 22 7,05 9,58 5,36 5,56 5,63 9,12<br />

Trinidad & Tobago 23 6,99 9,58 7,14 5,00 5,00 8,24<br />

Hongaria 24 6,96 9,17 6,07 4,44 6,88 8,24<br />

Kroasia 25 6,93 9,17 6,07 5,56 5,63 8,24<br />

Meksiko 26 6,90 8,33 7,14 6,67 5,00 7,35<br />

Argentina 27 6,84 8,75 5,71 5,56 6,25 7,94<br />

<strong>Indonesia</strong> 28 6,76 6,92 7,50 6,11 5,63 7,65<br />

Bulgaria 29 6,72 9,17 5,71 6,11 4,38 8,24<br />

Lesotho 30 6,66 8,25 5,71 6,67 5,63 7,06<br />

Sumber: The Economist Intelligence Unit 2013, diolah<br />

*) Ada 54 negara yang termasuk dalam kelompok ‘Demokrasi Cacat’<br />

*) Ada 4 kelompok negara berdasarkan peringkat demokrasi: Demokrasi Penuh, Demokrasi Cacat, Hybrid Regimes, <strong>dan</strong> Rezim Otoriter<br />

*) Pemeringkatan mencakup 167 negara<br />

*) Secara keseluruhan <strong>Indonesia</strong> berada di peringkat 53 BISNIS/HUSIN PARAPAT<br />

Optimisme boleh ditebarkan. Pasalnya, perekonomian<br />

<strong>Indonesia</strong> tahun depan diyakini membaik meski tantangan<br />

yang dihadapi tidak lebih ringan.<br />

Bank <strong>Indonesia</strong> pun sudah memberi ‘kata sambutan’<br />

soal tahun politik <strong>2014</strong> bahwa andil pemilu terhadap<br />

pertumbuhan ekonomi, seperti momen sebelumnya,<br />

tidak begitu signifikan.<br />

Memang belum bisa diketahui secara gamblang bagaimana<br />

pasar akan merespon Pemilu <strong>2014</strong>, karena konstelasi<br />

yang solid belum terbentuk. Reaksi pasar, pada<br />

gi lirannya, akan mencerminkan apakah kandidat yang<br />

bertarung meningkatkan ketidakpastian atau malah<br />

menawarkan harapan baru.<br />

Di sisi lain, tantangan eksternal yang dihadapi In ­<br />

donesia tahun depan tidak akan lebih ringan, terutama<br />

karena penundaan pengurangan stimulus the Fed yang<br />

sementara. Artinya, isu politik <strong>dan</strong> dinamikia politik di<br />

AS akan berlanjut, karena Paman Sam bakal menentukan<br />

batas utang pada Februari tahun depan.<br />

Lantaran itu, pan<strong>dan</strong>gan sinis Tocqueville mengenai<br />

konstituen <strong>dan</strong> wakil rakyat di awal tulisan ini jangan<br />

sampai menambah daftar keburukan pemilu di <strong>Indonesia</strong>.<br />

Tak ada pilihan lain yang lebih elok selain kembali<br />

pada prinsip unity in deversity.<br />

Ibarat laga sepakbola dunia, penonton tak akan berkedip<br />

menyaksikan duel maut kaliber dream team yang<br />

sama-sama mempersembahkan sepakbola atraktif <strong>dan</strong><br />

menjunjung tinggi fair play.<br />

Penonton puas karena wasit bertindak adil. Pemain<br />

boleh saja tidak puas tapi tetap menghormati keputusan<br />

final wasit, karena memang absah. Stadion menggelegar<br />

karena ada tontonan yang berkualitas, bukan prahara<br />

yang bikin cemas.<br />

Ada kampiun yang muncul secara elegan. Pihak yang<br />

kalah pun keluar lapangan dengan kepala tegak, diiringi<br />

tepuk membahana penonton.<br />

“In our personal ambitions we are individuals. But in<br />

our seeking for economic and political progress as a<br />

nation,we all go up or else all go down as one people.”<br />

Peringatan Franklin D. Roosevelt ini tampaknya perlu<br />

disimak baik-baik oleh para elit politik kita sebelum berlaga<br />

di tahun politik <strong>2014</strong>.<br />

Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 77


Legislator <strong>2014</strong>-2019<br />

Menebar Janji, Menagih Bukti<br />

Masih segar dalam ingatan ketika<br />

Lingkaran Survei <strong>Indonesia</strong> (LSI) me ­<br />

nyoroti kiprah politisi muda, terutama<br />

yang malang melintang di DPR.<br />

Sukirno & Inria Zulfikar<br />

redaksi@bisnis.co.id<br />

Hasilnya sungguh mengagetkan.<br />

Tanpa tedeng aling-aling, survei yang<br />

dibuat pada Oktober 2011 tersebut<br />

mengungkapkan bahwa sepak terjang<br />

politisi muda sungguh<br />

mengecewakan.<br />

Sejumlah nama muncul di pentas nasional<br />

dengan aroma tak sedap karena pemberitaan kasus<br />

korupsi kakap sepanjang tahun itu, seperti mantan<br />

Bendahara Umum Partai Demokrat M. Nazaruddin<br />

<strong>dan</strong> rekannya dari partai yang sama, Angelina<br />

Sondakh, Anas Urbaningrum, <strong>dan</strong> Menpora dari<br />

Partai Demokrat, Andi Mallarangeng, <strong>dan</strong><br />

Menakertrans Muhaimin Iskandar.<br />

Menjelang tahun politik yang tinggal beberapa<br />

bulan lagi, ratusan politisi kembali berebut kursi<br />

empuk di DPR. Ada muka lama, peninggalan periode<br />

2009-<strong>2014</strong>. Namun tidak sedikit pula wajahwajar<br />

baru nan ganteng <strong>dan</strong> molek yang akan<br />

menghiasi panggung politik Senayan dalam kurun<br />

<strong>2014</strong>-2019.<br />

Temuan LSI itu kiranya dapat dijadikan pertimbangan<br />

utama bagi rakyat dalam menentukan pilihannya<br />

kelak. Jangan terkecoh oleh kemasan luar<br />

saja yang sedap dipan<strong>dan</strong>g. Telusuri lebih jauh<br />

hingga ke akar-akarnya bagaimana rekam jejak<br />

politisi yang nyaleg ke Senayan.<br />

Survei yang dibuat LSI itu cukup relevan untuk<br />

memotret sikap atau tanggapan publik terhadap<br />

politisi, terutama kaum muda, tanpa harus kaku<br />

dibatasi oleh rentang waktu.<br />

Artinya, meski dibuat hampir tiga tahun lalu,<br />

persoalan inti yang ingin diungkap dalam survei<br />

tersebut, melalui berbagai pertanyaan mendasar<br />

mengenai kiprah politisi, tetap nyambung dengan<br />

konteks saat ini <strong>dan</strong> dinamika politik menjelang<br />

pemilu <strong>2014</strong> maupun sesudahnya.<br />

Karena tahun politik sudah didepan mata, justru<br />

kita ingin mengingatkan <strong>dan</strong> menggarisbawahi<br />

bahwa pemilu <strong>2014</strong> harus melahirkan politisi yang<br />

tidak hanya berwawasan jauh ke depan tetapi juga<br />

berintegritas.<br />

Figur dengan kriteria yang demikian hanya dapat<br />

diendus oleh para pemilih yang cerdas. Namun ‘ke ­<br />

arifan lokal’ di suatu masyarakat memiliki ‘radar’<br />

yang sudah teruji untuk mengukur hal-hal yang<br />

baik <strong>dan</strong> bijak serta pada saat yang sama memilah<br />

perilaku baik <strong>dan</strong> buruk seorang pemimpin.<br />

Dua tahun lalu, peneliti LSI Adjie Alfaraby<br />

mengungkapkan politisi muda (saat itu) dianggap<br />

publik justru memproduksi lagi sistem politik<br />

yang korup.<br />

Kegalauan tak cuma berhenti disana. Publik juga<br />

khawatir dengan kiprah politisi muda saat ini.<br />

Mereka dianggap tidak lebih baik dari seniornya.<br />

“Bahkan, lebih banyak responden yang menganggap<br />

kiprah politisi muda ini lebih buruk dibandi<br />

ngkan seniornya,” ujar Adjie.<br />

Publik Sangat Kecewa Kiprah Politisi Muda. Hasil<br />

survei LSI itu ibarat halilintar di siang bolong.<br />

Persoalannya, bagaimana ironi memalukan ini tidak<br />

terjadi lagi pada <strong>2014</strong>.<br />

Partai politik memiliki tanggungjawab besar<br />

dalam hal ini. Kaderisasi secara instan, seperti<br />

dikritik oleh politikus senior, Akbar Tandjung,<br />

harus dirombak total.<br />

Kaderisasi instan yang dijalankan parpol melahirkan<br />

politisi instan yang hanya menjadikan partai<br />

sebagai kendaraan untuk mencapai jabatan.<br />

Akbar, yang juga Ketua Dewan Pembina Partai<br />

Golkar, menekankan bahwa partai perlu membangun<br />

nilai-nilai perjuangan pada kader sesuai ideologi<br />

partai, untuk mencegah lahirnya politisi instan<br />

yang hanya mementingkan jabatan <strong>dan</strong> kekuasaan.<br />

“Sekarang partai hanya dijadikan kendaraan, bukan<br />

bersumber pada nilai-nilai penting perjuangan,”<br />

ujarnya seperti dikutip Antara baru-baru ini.<br />

PERBURUK CITRA<br />

Lemahnya nilai-nilai perjuangan pada diri kader<br />

partai politik ini yang membuat citra parpol<br />

semakin buruk di mata publik. Parpol, lagi-lagi,<br />

hanya menjalankan kaderisasi yang instan, demi<br />

kepentingan jabatan kekuasaan yang diincar di<br />

organisasi maupun pemerintahan.<br />

Selain penanaman nilai perjuangan pada kader,<br />

tentu parpol juga harus memperbaiki sistem rekrutmen<br />

mereka, termasuk program kaderisasi <strong>dan</strong><br />

langkah-langkah pen<strong>dan</strong>aan.<br />

Semua kader, misalnya, mesti terlibat dalam peng ­<br />

ambilan keputusan strategis partai. Mulai dari kepu ­<br />

tusan calon legislatif di DPR hingga pencapresan.<br />

Pengambilan sikap partai terhadap kondisi bangsa<br />

terkini juga perlu memperhatikan semua aspirasi<br />

<strong>dan</strong> gagasan kader, bukan hanya para elit parpol.<br />

Selain dua hal tadi, penyebaran citra parpol di<br />

depan publik <strong>dan</strong> kepemimpinan juga menjadi<br />

upaya yang harus diperhatikan dalam menguatkan<br />

78 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>


kelembagaan parpol. Pembangunan citra parpol di<br />

depan publik harus jelas <strong>dan</strong> tegas agar publik mengetahui<br />

ideologi organisasi calon pemimpinnya.<br />

Wajar bila publik kembali bertanya: Masih adakah<br />

politisi muda yang mampu tampil dalam mempelopori<br />

inovasi politik di zamannya seperti sepak terjang Ki<br />

Hajar Dewantara, Tjipto Mangunkusumo, Soetomo,<br />

Sugondo Djojopuspito, Muhamad Yamin, W.R Soe ­<br />

pratman, Soekarno, Muhammad Hatta atau Sutan<br />

Syahrir<br />

Politisi <strong>dan</strong> legislator asal Partai Demokrat Ruhut<br />

Poltak Sitompul, yang nyaleg lagi untuk periode <strong>2014</strong>-<br />

2019, mengatakan dirinya tidak akan berubah sikap.<br />

Baginya, tidak ada kata kompromi untuk para koruptor.<br />

Ramadhan Pohan, rekan separtai Ruhut di DPR, juga<br />

berambisi terpilih kembali. Kini dia mencalonkan diri<br />

Dapil Sumut I yang meliputi Me<strong>dan</strong>, Deliser<strong>dan</strong>g,<br />

Ser<strong>dan</strong>g Bedagai, <strong>dan</strong> Tebing Tinggi. Sebelumnya mantan<br />

jurnalis itu lolos dari Dapil Jawa Timur VII.<br />

Menyoal kiprah politisi di DPR yang dipenuhi berbagai<br />

kasus korupsi, Ramadhan menilai kondisinya sudah<br />

sangat gawat. Inilah yang membuat masyarakat mulai<br />

apatis terhadap politik di <strong>Indonesia</strong>. DPR sulit diharapkan<br />

lagi.<br />

Dekan Fakultas Ilmu Sosial <strong>dan</strong> Ilmu <strong>Politik</strong> Uni ­<br />

versitas Sumatra Utara Badaruddin berpendapat kinerja<br />

politisi asal daerah yang bermain di pentas nasional se ­<br />

perti DPR masih jauh dari harapan masyarakat.<br />

Di Sumut misalnya, begitu banyak persoalan mendasar<br />

yang tidak diperjuangkan ke Jakarta untuk dicarikan<br />

solusinya. Problem terbesar saat ini adalah jaminan<br />

pasokan energi (listrik).<br />

Harapan publik kepada mereka sebenarnya sangat<br />

sederhana. Buktikan janjimu!<br />

Melaju <strong>dan</strong><br />

Terhempas<br />

Fitri Sartina Dewi<br />

redaksi@bisnis.co.id<br />

Dalam UU No. 8/2012, ambang batas parlemen<br />

atau parliamentary threshold (PT)<br />

telah ditetapkan sebesar 3,5% <strong>dan</strong> ketentuan<br />

ini akan diterapkan pada Pemilu <strong>2014</strong>.<br />

Jumlah ambang batas tersebut naik jika dibandingkan<br />

dengan pemilu 2009 lalu yang hanya sebesar<br />

2,5%. Persoalan pun tidak selesai sampai di situ.<br />

Phillips J. Vermonte, Peneliti CSIS, mengatakan<br />

efektivitas PT 3,5% ini dalam menyaring partai politik<br />

(parpol) berkualitas bergantung kepada pilihan<br />

bangsa, ingin lebih mengutamakan representatif government<br />

atau effective government.<br />

Gun Gun Herjanto, dosen Komunikasi <strong>Politik</strong><br />

Universitas Islam Negeri Jakarta, menyatakan me ­<br />

kanisme PT 3,5% tidak akan menciptakan perubahan<br />

terhadap komposisi atau jumlah partai di DPR<br />

seperti saat ini yaitu sebanyak 9 partai politik.<br />

Sebastian Salang, Ketua Forum Masyarakat Peduli<br />

Parlemen, menegaskan parpol yang akan mendominasi<br />

adalah mereka yang saat ini berada di parlemen.<br />

Jelas sudah bahwa tidak ada perubahan yang<br />

luar biasa yang berasal dari partai baru.<br />

Siapa yang akan duduk di kursi empuk Senayan<br />

Kita tunggu saja.<br />

Ketidakpuasan Publik atas Kinerja<br />

Anggota DPR berdasarkan tugas pokok<br />

Produk Legislasi 48,5%<br />

Penganggaran 46,6%<br />

Pengawasan 59,6%<br />

Menyerap aspirasi masyarakat 73,9%<br />

Memberikan masukan pada pemerintah 60,9%<br />

Hasil Riset Citra DPR<br />

Periode 2013<br />

Tidak baik 38,5%<br />

Semakin tidak baik 26,1%<br />

Baik 29,2%<br />

Semakin Baik 1,9%<br />

Tidak menjawab 4,3%<br />

Sumber: INSIS<br />

<strong>Bisnis</strong>/Ilham Nesabana<br />

Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 79


Laga Menuju RI-1<br />

<strong>Bisnis</strong>/Rahmatullah <strong>Bisnis</strong>/Nurul Hidayat<br />

<strong>Bisnis</strong>/Nurul Hidayat <strong>Bisnis</strong>/Yayus Yuswoprihanto <strong>Bisnis</strong>/Dedi Gunawan<br />

Tekad Bulat Saja Belum Cukup<br />

Sekitar 6 Bulan menjelang penetapan<br />

partai politik pemenang pemilu legislatif<br />

oleh Komisi Pemilihan Umum<br />

(KPU), suhu politik terkait dengan<br />

persiapan pencalonan presiden oleh<br />

partai politik terasa kian panas.<br />

John Andhi Oktaveri<br />

john.andhi@bisnis.co.id<br />

Kondisi itu bisa dipahami mengingat<br />

sebagai seorang yang sudah menjabat<br />

dua kali, Presiden Susilo Bambang<br />

Yudhoyono atau SBY dipastikan tidak<br />

akan mencalonkan kembali. Dengan<br />

tidak masuknya SBY ke gelanggang<br />

Pilpres <strong>2014</strong>, beberapa hasil survei menunjukkan<br />

bahwa persaingan di pilpres <strong>2014</strong> akan sangat terbuka<br />

<strong>dan</strong> berlangsung seru.<br />

Para pengamat pun memprediksi persaingan di<br />

antara calon presiden (capres) akan berlangsung<br />

ketat, tidak seperti pilpres sebelumnya, saat SBY<br />

dengan mudah menyapu bersih lawan-lawannya.<br />

Lebih dari itu, Pemilu <strong>2014</strong> akan menjadi ajang persaingan<br />

bagi para calon wakil presiden (cawapres).<br />

Pasalnya, banyak kandidat cawapres yang berasal<br />

dari kalangan tokoh muda sekaligus figur baru<br />

mulai ancang-ancang membidik kursi RI-2. Janganjangan<br />

faktor cawapres yang lebih menjadi penentu<br />

bagi kemenangan seorang capres nantinya.<br />

Genderang perang untuk menggantikan SBY terasa<br />

kian deras setelah beberapa partai politik mulai<br />

mengga<strong>dan</strong>g-ga<strong>dan</strong>g para calonnya.<br />

Mereka mulai menyusun strategi untuk<br />

memenangi pilpres, mulai dari strategi pembentukan<br />

opini publik melalui media massa sampai blusukan<br />

ke kantong-kantong pendukung mereka.<br />

Tapi, jangan lupa, mereka harus melalui entry<br />

barrier berupa tahapan pemilihan legislatif (pileg)<br />

sebagai penentu ambang batas apakah para capres<br />

tersebut--yang sebenarnya baru bisa disebut bakal<br />

calon presiden--bisa berlaga untuk merebut kursi<br />

RI-1.<br />

Sebagai catatan, KPU mengumumkan hasil pemilu<br />

legislatif sekaligus mengumumkan partai mana<br />

saja yang berhak untuk masuk ke parlemen pada<br />

7-9 Mei <strong>2014</strong>.<br />

Adapun syarat untuk mengajukan pasangan capres<br />

<strong>dan</strong> cawapres, partai atau gabungan partai pengusung<br />

harus meraih 20% kursi di DPR atau minimal<br />

memperoleh 25% dari total sura sah pemilu<br />

legislatif <strong>2014</strong> seperti diatur dalam Un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g<br />

Nomor 42 tahun 2008 tentang Pilpres.<br />

Salah satu partai yang tengah sibuk menyiapkan<br />

diri untuk bertarung di pilpres adalah Partai Golkar.<br />

Partai yang dikomandoi Aburizal Bakrie ini mulai<br />

melakukan berbagai langkah untuk menyambut<br />

pesta akbar pemilihan kursi RI-1 dengan memastikan<br />

sang Ketua Umum sebagai calon presiden <strong>2014</strong>.<br />

Meski di internal Golkar ada penolakan <strong>dan</strong><br />

keinginan sejumlah pihak yang menghendaki a<strong>dan</strong>ya<br />

konvensi, tetapi partai berlambang pohon<br />

beringin ini sepertinya sudah bulat akan mengusung<br />

Aburizal Bakrie sebagai capres.<br />

80 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>


<strong>Bisnis</strong>/Yayus Yuswoprihanto<br />

Dengan menggunakan inisial baru ARB, Aburizal<br />

terus melaju dengan ‘kampanye tidak resmi’ di jaringan<br />

media massa miliknya.<br />

Bukan hanya Golkar yang sudah mulai mengusung<br />

capres, partai lain juga gencar mengelus jagonya, termasuk<br />

Partai Amanat Nasional (PAN) yang sudah memberikan<br />

sinyal untuk mengedepankan Hatta Rajasa sebagai<br />

capres.<br />

Maklum, Hatta tidak jadi ikut konvensi Partai<br />

Demokrat sehingga peluang Menko Perekonomian itu<br />

diajukan oleh partai sesama warna biru tersebut hilang<br />

sudah.<br />

Partai Gerindra yang baru sekali mengikuti pemilihan<br />

umum tidak mau kalah cepat. Sang Ketua Dewan<br />

Pembina, Prabowo Subianto tampil paling depan untuk<br />

menggantikan SBY.<br />

Pada pilpres sebelumnya, Prabowo yang berpasangan<br />

dengan Megawati Soekarnoputri, harus mengakui<br />

keunggulan SBY-Boediono dalam satu pertarungan yang<br />

tidak imbang, bahkan hanya sekali putaran.<br />

Yang menarik adalah PDI-Perjuangan. Meski sudah<br />

memberi sinyal akan menampikan tokoh muda, tetapi<br />

isu lain berembus bahwa Megawati akan tampil kembali.<br />

Dalam beberapa kesempatan Megawati tampak bergandengan<br />

tangan dengan Gubernur DKI Jakarta Joko<br />

Widodo alias Jokowi yang saat ini merajai hasil survei<br />

capres.<br />

Jokowi pun mulai disosialisasikan di kalangan internal<br />

partai berlambang banteng moncong putih tersebut.<br />

Maklum, sosok Jokowi seakan menjadi sebuah antitesa<br />

kepemimpinan saat ini yang lebih banyak terjebak<br />

dalam pencitraan yang justru membuat publik kecewa.<br />

Sebagaimana Partai Golkar <strong>dan</strong> Partai Gerindra, Partai<br />

Hanura dengan penuh percaya diri juga mendeklarasikan<br />

capresnya. Be<strong>dan</strong>ya, bila Golkar <strong>dan</strong> Gerindra<br />

mendeklarasikan capres, Hanura melengkapinya dengan<br />

sang cawapres. Alhasil tampillah pasangan Jenderal<br />

(Purn) Wiranto <strong>dan</strong> bos MNC Group, Hary<br />

Tanoesudibyo.<br />

Keduanya tampak tidak kalah dalam memanfaatkan<br />

jaringan media milik Hary Tanoe melalui ‘kampanye<br />

tidak resmi’ sebagaimana taktik ARB.<br />

Sementara itu, partai pemenang Pemilu 2009, Partai<br />

Demokrat, sejauh ini belum menyatakan secara pasti<br />

siapa yang akan diusungnya. Akan tetapi, melalui<br />

sebuah konvensi yang unik karena melibatkan tokoh<br />

dari luar partai, partai yang dikomandoi langsung oleh<br />

Presiden SBY itu menyediakan kendaraan bagi 11 capres<br />

dari Partai Demokrat.<br />

Beberapa nama pun masuk sebagi peserta konvensi<br />

meski sebagian kalangan meragukan mekanisme penjaringan<br />

capres itu akan efektif. Apalagi, konvensi itu<br />

seperti kehilangan tenaga setelah dimulai dengan semangat<br />

menggebu-gebu.<br />

Dari beberapa nama peserta konvensi, sejumlah nama<br />

yang tampak mulai mengapung adalah Menneg BUMN<br />

Dahlan Iskan, Mantan KSAD Pramono Edhi Prabowo<br />

<strong>dan</strong> Ketua DPR Marzuki Alie. Kendati demikian, beberapa<br />

nama lainnya tidak bisa dianggap remeh seperti<br />

Menteri Perdagangan Gita Wirjawan <strong>dan</strong> Ketua DPD<br />

Irman Gusman.<br />

Se<strong>dan</strong>gkan partai lain seperti PKS, PPP <strong>dan</strong> PKB<br />

mengaku masih menunggu hasil pemilu legislatif.<br />

Menurut partai ini, bila memang mampu mendapatkan<br />

suara yang signifikan, kemungkinan besar mereka akan<br />

mengusung calon dari kadernya sendiri.<br />

Beberapa nama, termasuk Hidayat Nur Wahid (PKS),<br />

Suryadharma Ali (PPP) <strong>dan</strong> Muhaimin Iskandar (PKB)<br />

diperkirakan akan ikut mewarnai bursa capres bila partai<br />

tersebut mampu melampaui entry barrier sebagaimana<br />

dikemukakan di atas.<br />

Namun demikian, terlepas dari hingar-bingar persaingan<br />

menuju laga Pemilu <strong>2014</strong>, bagi masyarakat<br />

sebenarnya persoalan pemilu sederhana saja.<br />

Siapa pun yang menjadi presiden <strong>dan</strong> wakil presiden<br />

kelak yang menggantikan SBY, hal terpenting adalah<br />

bagaimana mereka mampu membawa bangsa ini ke gerbang<br />

kemakmuran sebagaimana dicita-citakan para<br />

pendiri bangsa.<br />

Masyarakat <strong>Indonesia</strong> membutuhkan pemimpin tegas<br />

<strong>dan</strong> bersih dari jejak korupsi <strong>dan</strong> tidak banyak basabasi.<br />

Masyarakat sudah tidak terlalu mengelu-elukan<br />

pemimpin yang kharismatik <strong>dan</strong> pintar berteori.<br />

Keinginan masyarakat terhadap seorang capres, sekali<br />

lagi, tidak rumit <strong>dan</strong> bikin dahi berkerut, yakni<br />

pemimpin yang jujur, bertindak cepat, tegas serta berpihak<br />

pada rakyat, menurut sebagian besar dari hasil survei<br />

capres <strong>2014</strong>.<br />

Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 81


Figur <strong>Politik</strong> Baru<br />

Fenomena Jokowi, PDIP <strong>dan</strong> RI-1<br />

Tiga mobil dinas menteri Kabinet<br />

<strong>Indonesia</strong> Bersatu jilid II beriringan<br />

masuk lokasi proyek rusunawa Rawa<br />

Bebek Cakung Jakarta Timur awal<br />

Juli lalu. Ketiganya adalah Menteri<br />

Perumahan Rakyat Djan Faridz,<br />

Menko Perekonomian Hatta Rajasa,<br />

<strong>dan</strong> Menteri Tenaga Kerja <strong>dan</strong><br />

Transmigrasi Muhaimin Iskandar.<br />

Akhirul Anwar<br />

redaksi@bisnis.co.id<br />

Tiga mobil dinas menteri Kabinet<br />

<strong>Indonesia</strong> Bersatu jilid II beriringan<br />

masuk lokasi proyek rusunawa Rawa<br />

Bebek Cakung Jakarta Timur awal<br />

Juli lalu. Ketiganya adalah Menteri<br />

Perumahan Rakyat Djan Faridz,<br />

Menko Perekonomian Hatta Rajasa, <strong>dan</strong> Menteri<br />

Tenaga Kerja <strong>dan</strong> Transmigrasi Muhaimin Iskandar.<br />

Puluhan masyarakat sudah mengerubungi lokasi<br />

proyek rusunawa sejak awal sebelum pajabat<br />

datang lantaran mendengar bahwa Gubernur DKI<br />

Joko Widodo akan ikut hadir dalam acara peletakan<br />

batu pertama proyek itu.<br />

Tidak berlebihan, mereka cuma ingin bersalaman<br />

atau meman<strong>dan</strong>g langsung sosok pemimpin yang<br />

dikenal merakyat itu, syukur-syukur membagikan<br />

buku yang juga hobi Jokowi saat blusukan.<br />

Setelah mengamati pejabat yang keluar dari tiga<br />

mobil kinclong itu, ternyata Jokowi belum muncul<br />

juga. Harapan warga untuk melihat langsung<br />

Gubernur DKI Jakarta itu nyaris pupus <strong>dan</strong> memilih<br />

diam.<br />

Sekitar 30 menit berselang sebuah Kijang Innova<br />

bernomor polisi B 1124 BH memasuki area proyek,<br />

dibuntuti belasan mobil awak televisi. Pria kurus<br />

yang mengenakan baju khas betawi akhirnya keluar<br />

dari mobil. Tanpa dikomando, warga serempak<br />

berteriak: “Jokowi….Jokowi…Jokowi”.<br />

Rasa penasaran warga yang biasanya cuma melihat<br />

gubernurnya lewat layar kaca terobati. Acara di<br />

rusunawa yang awalnya steril dari masyarakat,<br />

langsung berubah meriah. Puluhan warga berdesakan<br />

ingin bersalaman dengan mantan Wali Kota<br />

Solo itu.<br />

Momen kecil itu hanya salah satu bagian dari<br />

aksi blusukan Jokowi untuk dekat dengan masyarakat<br />

di Ibu Kota. Di semua tempat dia berkunjung<br />

selalu mendapat sambutan yang sama luar biasanya,<br />

baik itu di tengah masyarakat, kampus, pasar<br />

tradisional hingga pusat perbelanjaan modern.<br />

Kepopuleran Jokowi membuat lembaga survei<br />

menempatkannya sebagai calon presiden pada urutan<br />

teratas. Apalagi belakangan ini dia kerap menghadiri<br />

acara bersama Ketua Umum PDIP Megawati<br />

Soekarnoputri yang membangun opini publik<br />

bahwa Jokowi bakal dicalonkan sebagai capres.<br />

Namun saat dicecar pers tentang kesiapannya<br />

berlaga di tahun politik <strong>2014</strong>, Jokowi dengan<br />

piawai selalu berkomentar dengan ‘kata kunci’<br />

yang ampuh: “Nggak mikir.”<br />

Model kepemimpinan yang dielu-elukan rakyat<br />

seperti dia cukup sederhana yakni keinginan untuk<br />

menguasai me<strong>dan</strong> <strong>dan</strong> mendengar keluhan langsung<br />

dari rakyatnya. Apapun persoalan dihadapi,<br />

termasuk upaya melengserkannya oleh kalangan<br />

DPRD DKI gara-gara program Kartu Jakarta Sehat<br />

(KJS) yang dianggap boros.<br />

Strategi mencairkan persoalan ala Jokowi dengan<br />

‘diplomasi makan siang’ cukup ampuh membuat<br />

atmosfer politik tetap cair. Buktinya, normalisasi<br />

Waduk Pluit <strong>dan</strong> Ria Rio beres dengan mengajak<br />

warga makan siang.<br />

MEREDA<br />

Niat pelengseran Jokowi juga panas di awal saja.<br />

Titik temu tercapai sudah. Itulah yang membuat<br />

makan siang bersama di rumah dinas Gubernur<br />

DKI awal November lalu terasa guyub.<br />

Sosok pemimpin seperti itu sebenarnya bukan<br />

cuma bisa digoyang oleh Jokowi saja. Siapapun<br />

bisa, tinggal gaya <strong>dan</strong> strateginya saja yang mungkin<br />

berbeda.<br />

Pengamat <strong>Politik</strong> Lembaga Ilmu Pengetahuan<br />

<strong>Indonesia</strong> (LIPI) Ikrar Nusa Bhakti menilai Jokowi<br />

punya dukungan kekuasaan. Baik tidaknya selalu<br />

disiarkan oleh media massa, sehingga masyarakat<br />

bisa menilai langsung secara utuh.<br />

Sementara pemimpin daerah lain belum tentu<br />

mendapatkan kesempatan yang sama seperti itu.<br />

“Jokowi seperti ini bukan karena media di Solo tapi<br />

media di Jakarta,” ujarnya.<br />

Menurut Ikrar, PDIP janga mensia-siakan peluang<br />

emas Jokowi ini dalam pemilu <strong>2014</strong>, karena<br />

momentum seperti ini belum tentu datang dua kali.<br />

Kebersamaan Jokowi dengan Megawati kian kuat<br />

member sinyal bahwa Sang Gubernur DKI ‘dikemas’<br />

untuk menyeberang dari Balaikota di Jalan<br />

Merdeka Selatan menuju Jalan Merdeka Utara, tempat<br />

istana berada.<br />

“Nyari orang [seperti Jokowi] nggak gampang<br />

82 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>


<strong>Bisnis</strong>/Alby Albahi<br />

<strong>dan</strong> dia tidak bisa diciptakan atau dibuat. Konvensi<br />

Demokrat saja nggak laku,” ujar Ikrar.<br />

Baik Megawati <strong>dan</strong> Jokowi belum sudi mengamini<br />

pendapat pakar politik itu.<br />

Alasannya, pencapresan diputuskan awal tahun<br />

depan.<br />

Pekerjaan rumah lainnya bagi PDIP adalah membidik<br />

cawapres dari kalangan muda. Ikrar, misalnya, menyebut<br />

nama Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)<br />

Abraham Samad atau tokoh senior, Jusuf Kalla (JK) bila<br />

partai berlambang banteng moncong putih itu ingin<br />

membangun <strong>Indonesia</strong> yang bersih dari korupsi.<br />

Abraham Samad dinilai bisa mengulangi duet Jokowi-<br />

Ahok. Adapun JK memberi keseimbangan tokoh lama.<br />

“Kalau partai mungkin ada perhitungan lain, nggak<br />

tahu, tapi anak-anak Mega jangan,” kata Ikrar.<br />

Kalaupun Megawati ‘terpancing’ untuk kembali bertarung<br />

sebagai capres, tampaknya bukan pilihan yang<br />

tepat karena 30% pemilih pada pemilu <strong>2014</strong> adalah<br />

pemilih baru.<br />

Kemudian apakah Jokowi akan fokus di Jakarta atau<br />

partai kemudian punya kepentingan untuk mendorong<br />

ke sebuah tempat yang lebih strategis agar bisa menyelesaikan<br />

Jakarta dalam perspektif <strong>Indonesia</strong><br />

PDIP memiliki beberapa catatan yang harus diperhatikan<br />

bahwa Jakarta sebagai jendela peradaban dunia.<br />

Bagaimana membuat Jakarta lebih manusiawi, bagaimana<br />

menjadikan Jakarta sebagai lapangan besar kebudayaan<br />

<strong>Indonesia</strong> <strong>dan</strong> partai tidak malu melaksanakan<br />

gagasan yang sama dengan penguasa sebelumnya.<br />

Wakil Sekjen PDIP Hasto Kristianto optimistis Jokowi<br />

mampu melaksanakan warisan gagasan gubernur sebelumnya<br />

untuk menyelesaikan persoalan Jakarta.<br />

Alsannya, karena dia baru satu tahun menjabat sebagai<br />

pemimpin Ibu Kota, sehingga harus menjadikan program<br />

lama sebagai awal pembenahan persoalan DKI.<br />

“Karena baru satu tahun, ke depan melaksanakan<br />

gagasan yang betul-betul genre-nya Jokowi. Jadi sebagai<br />

lapangan besar kebudayaan.”<br />

Kemudian apakah gagasan itu menjadikan Jokowi<br />

tetap memimpin Jakarta atau dijagokan masuk istana,<br />

masih menjadi ‘rahasia perusahaan’ (PDIP).<br />

Menurut Hasto, yang jelas pemimpin dengan polesan<br />

pencitraan tidak laku lagi karena ada figur Jokowi.<br />

Partai mendambakan kepemimpinan ke depan yang<br />

merupakan perpaduan antara pemimpin yang memegang<br />

teguh prinsip <strong>dan</strong> memenuhi kemampuan teknokrasi.<br />

“Jokowi memiliki isyarat itu.”<br />

Bagaimana dengan Megawati Perspektifnya akan dilihat<br />

dari sisi keputusannya. Tapi istilah populernya antara<br />

halaman depan dengan halaman belakang sama.<br />

Kalau Megawati tidak suka sama orang, tidak akan ditutup-tutupi.<br />

“Perspektif kepemimpinan ke depan secara pribadi<br />

terima masukan, berdiskusi secara mendalam <strong>dan</strong> rahasia<br />

perusahaan <strong>dan</strong> kami akan sampaikan pada momentum<br />

yang tepat,” kata Hasto.<br />

Adapun Ahok yang nantinya bakal menduduki<br />

jabatan Gubernur bila Jokowi nyapres telah menyatakan<br />

siap sedia apapun yang akan terjadi.<br />

Jokowi pernah mengatakan Ahok cocok menjadi<br />

ca pres karena menerima penghargaan tokoh anti korupsi.<br />

Tapi yang bersangkutan memilih tidak ikut-ikutan<br />

dengan alasan tidak ada partai yang mengusung.<br />

Duet bersama Jokowi untuk memimpin <strong>Indonesia</strong><br />

tampaknya bukan pilihan mantan Bupati Belitung Timur<br />

itu. Pasalnya, Ahok tidak ingin DKI kosong yang menghancurkan<br />

niat misi membangun Jakarta Baru.<br />

Apabila Jokowi nyapres <strong>dan</strong> berkantor di Istana<br />

Negara, hal itu justru menguntungkan Ahok ketika<br />

memimpin Jakarta dengan segu<strong>dan</strong>g persoalan yang<br />

harus dibereskan.<br />

Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 83


Konsep PDIP<br />

Fokus pada<br />

Ketahanan Pangan & Energi<br />

84 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong><br />

<strong>Bisnis</strong>/Nurul Hidayat


JAKARTA—PDI Perjuangan diperkirakan akan<br />

menjadi salah satu peraih suara/kursi terbanyak<br />

dalam Pemilu Legislatif <strong>2014</strong>. Hampir 10 tahun<br />

memilih jalur di luar pemerintahan, PDIP me ­<br />

man tapkan diri menatap pemilu mendatang,<br />

<strong>dan</strong> siap jika diberi kepercayaan lebih luas oleh<br />

masyarakat. Berikut petikan wawancara dengan<br />

Sekretaris Jenderal PDIP Tjahjo Kumolo<br />

terkait dengan sejumlah isu.<br />

Secara umum apa platform politik <strong>dan</strong> ekonomi<br />

PDIP<br />

Platform PDIP adalah Pancasila 1 Juni 1945. Se ­<br />

mua yang menjadi visi, misi, <strong>dan</strong> tujuan PDIP se ­<br />

suai dengan platform itu. Target jangka panjang<br />

PDIP seperti yang pernah dicanangkan Bung Karno<br />

yaitu mengimplementasikan prinsip Trisakti, yaitu<br />

berdaulat baik dari sisi politik <strong>dan</strong> ekonomi, ber ­<br />

di kari, <strong>dan</strong> berkepribadian. Setiap keputusan politik<br />

<strong>dan</strong> pembangunan di pusat <strong>dan</strong> daerah harus<br />

mampu mengimplementasikan prinsip Trisakti tadi.<br />

Jika dijabarkan ke dalam konteks ekonomi<br />

Dalam konteks ekonomi, PDIP ingin menjadikan<br />

<strong>Indonesia</strong> sebagai negara yang mandiri.<br />

Mandiri di sini bukan berarti kami antiasing.<br />

Kami tidak antiasing. Tetapi sepanjang kita bisa<br />

mencukupi kebutuhan di dalam negeri, tidak<br />

perlu impor. Kalau tidak cukup, baru kita impor.<br />

Sebagai contoh, dulu kita swadaya beras.<br />

Sekarang sudah tidak. Komoditas yang dulu tidak<br />

impor seperti garam, sekarang impor. Cabai juga<br />

impor. Sapi. Kami ingin membuat <strong>Indonesia</strong> sebagai<br />

negeri yang punya ketahanan pangan tinggi.<br />

Persoalan ketahanan pangan, ketahanan energi,<br />

mengurangi kemiskinan, pengangguran, ini yang<br />

menjadi fokus yang mau kami terapkan di dalam<br />

pembangunan ke depan.<br />

Pemilu <strong>2014</strong> sudah di depan mata. Apa target<br />

PDIP untuk pemilu tahun depan<br />

Kalau bisa PDIP mendapatkan minimal 25%<br />

suara pemilih atau 20% kursi di parlemen. Kita<br />

tentu optimis. Ini sangat penting.<br />

Jika PDIP memenangkan pemilu tahun depan<br />

atau dipercaya mengelola pemerintahan, apa<br />

yang akan dilakukan oleh PDIP<br />

Kami sudah menyiapkan Program Pemba ngun ­<br />

an Semesta Berencana. Ini semacam panduan se ­<br />

per ti Garis Besar Haluan Negara. Ide awal GBHN itu<br />

penting. Kalau setiap ganti presiden, setiap 5 ta ­<br />

hun, tidak ada perencanaan pokok, tata kelola ne ­<br />

gara akan karut marut. Perencanaan ti dak fokus.<br />

Anggaran tidak jelas. Ini yang menjadi skala prioritas<br />

kalau PDIP dipercaya menang pemilu.<br />

Software <strong>dan</strong> hardware harus siap. Konsep<br />

Trisakti yaitu berdaulat, berdikari, <strong>dan</strong> berkepribadian<br />

seperti disebut tadi sudah kami jabarkan<br />

dalam program Pembangunan ini.<br />

Kalau terkait politik luar negeri, diplomasi<br />

seperti apa yang akan diusung oleh PDIP<br />

Bebas <strong>dan</strong> aktif. Itu yang akan kami laksanakan.<br />

Kami akan konsisten terus dengan Un ­<br />

<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g Dasar. Kami tidak ragu-ragu untuk<br />

itu. Oleh karena itu, kedaulatan politik menjadi<br />

penting. Sebab kalau kita menganut politik luar<br />

negeri bebas <strong>dan</strong> aktif tetapi tidak berdaulat secara<br />

politik, jadinya takut-takut.<br />

Bagaimana PDIP menyiapkan diri untuk menghadapi<br />

Pemilu <strong>2014</strong><br />

Yang pertama kami lakukan adalah konsolidasi<br />

organisasi. Ini dilakukan terus menerus. Kami<br />

punya struktur mulai pusat sampai ke anak ranting.<br />

Kemudian melangkah lagi ke yang namanya<br />

konsolidasi personil. Jadi kalau ada personil yang<br />

nakal-nakal, terlibat narkoba atau ada indikasi<br />

main-main duit, itu kami bereskan. Kami juga<br />

siap jika harus diaudit KPK.<br />

Jadi hingga saat ini konsolidasi struktur selesai.<br />

Kesiapan saksi di TPU <strong>dan</strong> TPS sudah. Pembe kal ­<br />

an caleg juga sudah. Sosialisasi peraturan-peraturan<br />

partai <strong>dan</strong> penyelenggara pemilu juga sudah.<br />

Bagaimana PDIP meman<strong>dan</strong>g pentingnya pendidikan<br />

antikorupsi<br />

Penting itu. Kami bahkan melakukan psikotes.<br />

Semua caleg juga kami psikotes. Sekitar 21.000<br />

caleg dipsikotes. Untuk menyaring kader terbaik,<br />

mereka harus lolos seleksi, mereka juga harus<br />

bersih dari narkoba. Kalau ada kader partai yang<br />

terbukti melakukan korupsi akan langsung diberhentikan,<br />

tapi kalau masih seputar isu tidak.<br />

Bagaimana PDIP meman<strong>dan</strong>g potensi konflik<br />

dalam Pemilu <strong>2014</strong><br />

Sangat mungkin terjadi konflik, apalagi kalau<br />

penyelenggara pemilu masih tidak segera menye ­<br />

le saikan masalah DPT. DPT <strong>dan</strong> IT-nya harus<br />

clear. Kalau KPU <strong>dan</strong> Bawaslunya tidak adil maka<br />

akan menimbulkan bentrok. Agar persaingan po ­<br />

litik adil pemilunya harus demokratis, penyelenggara<br />

pemilunya harus netral, tidak ada intelijen<br />

yang berpihak kepada partai tertentu. Namun,<br />

seharusnya Pemilu <strong>2014</strong> lebih baik [dari pemilu<br />

sebelumnya], karena belajar dari pemilu tahuntahun<br />

sebelumnya.<br />

Bagaimana Anda meman<strong>dan</strong>g peran media<br />

pada Pemilu <strong>2014</strong><br />

Sudah cukup bagus, menyampaikan permasalahan<br />

terkait kisruh DPT, sengketa pilkada, <strong>dan</strong><br />

sebagainya.<br />

Belum memiliki rencana memiliki media<br />

PDIP belum memiliki rencana memiliki media,<br />

karena tidak punya uang. Tapi media memang sa ­<br />

ngat penting sebagai alat propaganda politik <strong>dan</strong><br />

penerangan. Kami sendiri juga memiliki media,<br />

tapi untuk kalangan internal, yaitu buletin yang<br />

terbit sebulan sekali.<br />

Kalau terkait koalisi<br />

Banyak partai merapat ke PDIP, tapi kami harus<br />

hati-hati. Kami harus melihat, keinginan partai ini<br />

apa Ada maunya atau tidak. Kalau memiliki<br />

ideo logi <strong>dan</strong> platform yang sama, why not…<br />

Pewawancara: Anggi Oktarinda & Fitri Sartina Dewi<br />

Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 85


Prospek Demokrat<br />

Optimistis Menang Lagi<br />

JAKARTA—Partai pemenang Pemilihan Umum<br />

Legislatif 2009, Partai Demokrat, optimistis bakal kembali<br />

memenangkan pertarungan antarpartai pada Pemilu<br />

<strong>2014</strong>. Memiliki pengalaman dua periode sebagai the rulling<br />

party, Demokrat yakin pemilih tetap memberi kepercayaan<br />

kepada partai berlambang bintang mercy tersebut.<br />

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang kini menjabat<br />

Ketua Dewan Pembina sekaligus Ketua Umum Partai<br />

Demokrat telah menjabat sebagai presiden selama dua<br />

periode berturut-turut. Berikut petikan wawancara<br />

<strong>Bisnis</strong> dengan Ketua Harian DPP Partai Demokrat<br />

Syarifuddin Hasan, akhir Oktober lalu.<br />

Bagaimana Partai Demokrat melihat dua<br />

periode memerintah Apa saja keberhasilan<br />

yang diraih pemerintah dalam bi<strong>dan</strong>g ekonomi<br />

Kami menyikapi 9 tahun terakhir itu relatif ekonomi<br />

kita tumbuh rata-rata di atas 6%. Pernah<br />

<strong>Indonesia</strong> hanya tumbuh di bawah 4,5% pada<br />

2009. Pada saat itu ekonomi global lagi parahparahnya.<br />

Amerika Serikat terjadi kontraksi, Eropa<br />

konstraksi. Akibat ekonomi AS lagi hancur,<br />

<strong>Indonesia</strong> terkena imbas meskipun masih bisa tumbuh<br />

4,5%. Secara umum 9 tahun terakhir ekonomi<br />

kita masih bagus. Tahun 2013 kita targetkan ekonomi<br />

akan tumbuh 6,3%, tapi Insya Allah ada pengamat<br />

mengatakan ekonomi hanya tumbuh 5,9%.<br />

Tapi kita masih usahakan tetap menyentuh angka<br />

6%, sekalipun ada kemungkinan 5,8%-5,9%.<br />

Pertumbuhan ekonomi sebesar itupun masih baik<br />

dibandingkan negara-negara G-20. Ekonomi kita<br />

paling tinggi kedua di antara negara G-20.<br />

<strong>Indonesia</strong> juga pernah mendapatkan investment<br />

grade, daya saing kita sekarang meningkat jadi 38<br />

dari sebelumnya 50. Kemudian kita lihat lagi, debt<br />

to equity ratio kita semakin turun dari 56% mejadi<br />

23%-24%. Itu suatu prestasi yang bagus. Kemudian<br />

defisit masih tetap terjaga, inflasi kita juga bagus.<br />

Inflasi hanya terganggu pada saat kita menaikkan<br />

harga bahan bakar minyak (BBM), itu memang<br />

sudah diprediksi. Jadi berimplikasi kepada kesejahteraan<br />

rakyat, kepada income per kapita<br />

<strong>Indonesia</strong>. Gross Domestic Product (GDP) <strong>Indonesia</strong><br />

naik lebih dari 4 kali dibandingkan tahun 2004.<br />

Kemudian akibatnya kemiskinan menurun tinggal<br />

11,36%, pengangguran juga menurun sisa 5,9%.<br />

Itu semua indikatornya jelas, ini menandakan dari<br />

sisi ekonomi bagus sekali.<br />

Kemudian spending pemerintah, APBN kita semakin<br />

naik. Tahun ini tembus angka lebih dari<br />

Rp1.700 triliun, tahun <strong>2014</strong> lebih dari Rp1.800 triliun.<br />

Kalau dibandingkan tahun 2004 jauh sekali.<br />

Kita masih terjaga 20% dari APBN untuk pendidikan<br />

sudah kita penuhi terus. Jadi kemampuan untuk<br />

mengelola ekonomi <strong>dan</strong> keuangan Negara <strong>dan</strong> fiskal<br />

ini sudah bagus sekali. Itu dari sisi ekonomi<br />

secara garis besar.<br />

Bagaimana dengan kesiapan Partai<br />

Demokrat menghadapi Pemilu <strong>2014</strong> Program<br />

apa yang diandalkan<br />

Pada dasarnya program-program pemerintah itu<br />

sebenarnya program Partai Demokrat. Karena kita<br />

adalah the rulling party. Banyak program yang berorientasi<br />

pada kepentingan rakyat. Katakanlah<br />

Presiden SBY <strong>dan</strong> Wapres Boediono menargetkan<br />

untuk menurunkan angka kemiskinan hingga<br />

8%-10% pada akhir <strong>2014</strong>. Dalam pidato nota keuangan<br />

pada 16 Agustus 2011, pemerintah menargetkan<br />

untuk menanggulangi kemiskinan sebagai<br />

salah satu dari 11 prioritas nasional. Sasaran utama<br />

penanggulangan kemiskinan adalah memperkuat<br />

program-program prorakyat, melalui langkah-langkah<br />

keberpihakan pada penanggulangan kemiskinan<br />

<strong>dan</strong> peningkatan lapangan pekerjaan.<br />

Pemerintah mengalokasikan anggaran bantuan<br />

so sial mencapai Rp63,6 triliun.<br />

Berdasarkan Worldfactbook, BPS, <strong>dan</strong> World Bank,<br />

di tingkat dunia penurunan jumlah penduduk<br />

miskin di <strong>Indonesia</strong> termasuk yang tercepat dibandingkan<br />

negara lainnya. Tercatat pada rentang 2005-<br />

2009 <strong>Indonesia</strong> mampu menurunkan laju rata-rata<br />

penurunan jumlah penduduk miskin per tahun sebesar<br />

0,8%, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan<br />

pencapaian negara lain misalnya Kamboja, Thailand,<br />

China, <strong>dan</strong> Brasil yang hanya berada di kisaran 0,1%<br />

per tahun. Bahkan India mencatat hasil minus atau<br />

terjadi penambahan penduduk miskin.<br />

Anggaran program peningkatan kesejahteraan rakyat<br />

dalam RAPBN 2012, terdiri dari angaran ketahanan<br />

pangan sebesar Rp41,9 triliun, bantuan langsung<br />

pupuk sebesar Rp675 miliar, <strong>dan</strong> bantuan langsung<br />

bibit unggul sebesar Rp1,8 triliun. Anggaran modal<br />

kerja bagi sebanyak 3.340 kelompok nelayan, pembangunan<br />

kawasan minapolitan untuk 3.700 kelompok<br />

nelayan, pembangunan <strong>dan</strong> pembinaan pelabuhan<br />

perikanan pada 816 pelabuhan.<br />

Anggaran untuk program PNPM Mandiri dengan<br />

jumlah Rp13,1 triliun, termasuk di dalamnya untuk<br />

program PNPM pedesaan Rp9,6 triliun, program<br />

PNPM perkotaan Rp2 triliun, <strong>dan</strong> program PNPM<br />

daerah tertinggal <strong>dan</strong> khusus Rp42,3 miliar.<br />

Terakhir anggaran bantuan tunai bersyarat Program<br />

Keluarga Harapan (PKH) sebesar Rp2,1 triliun, <strong>dan</strong><br />

beras bagi rakyat miskin <strong>dan</strong> setengah miskin sebesar<br />

Rp15,6 triliun.<br />

Kebijakan tentang PNPM, KUR, raskin, kemudian<br />

PKH, Jampersal, pelayanan kesehatan, listrik<br />

86 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>


Syarifuddin Hasan<br />

<strong>Bisnis</strong>/Yayus Yuswoprihanto<br />

masuk d pedesaan, tunjangan kesehatan, itukan bagian<br />

dari program pemerintah yang prorakyat. Jadi antara<br />

lain itu, merupakan suatu program dimana pemerintah<br />

mampu melakukan alokasi anggaran untuk rakyat,<br />

tujuannya untuk mengangkat ekonomi rakyat, standar<br />

hidup rakyat. Kemudian 12 tahun wajib belajar, itu<br />

merupakan program prorakyat.<br />

Dari program ekonomi ke depan, program mana<br />

yang akan dilanjutkan<br />

Program yang ini akan diteruskan, tinggal implementasinya<br />

yang disempurnakan. Penyalurannya lebih tepat<br />

sasaran, memperbaiki data-data yang ada, kalau datanya<br />

kurang bagus kan juga perlu diperbaiki. Pelayanan<br />

kepada masyarakat perlu ditingkatkan, KUR ditingkatkan,<br />

kalau tadinya hanya kredit produksi, mungkin<br />

nanti akan kita kasih kredit investasi.<br />

Bagaimana dengan sektor lain seperti sektor riil,<br />

finansial, energi <strong>dan</strong> pariwisata<br />

Kalau energi yang jelas kita usahakan agar pertama<br />

kita harus melakukan penemuan-penemuan baru,<br />

renewable energy <strong>dan</strong> energi yang sifatnya ramah lingkungan.<br />

Kita harus beralih dari penggunaan solar yang<br />

sangat memakan biaya yang tinggi, efisiensi, konversi<br />

dari minyak ke gas harus diutamakan.<br />

Sejauh ini upaya yang dilakukan untuk<br />

kemandirian energi sudah seberapa berhasil<br />

Kita yang penting subsidi itu harus yang tepat guna <strong>dan</strong><br />

sasaran. Dengan begitu kita menghemat subsidi yang<br />

dialokasikan oleh anggaran. Kita harus bisa melakukan<br />

diversifikasi energi. Kita harus membuat hemat pemakaian<br />

energi yang pro kepada lingkungan, penemuan baru <strong>dan</strong><br />

teknologi harus ditingkatkan. Saya pikir itu.<br />

Dari sisi finansial, kita utamakan pemberdayaan ekonomi<br />

mikro melalui kredit mikro yang langsung kepada<br />

masyarakat. KUR ditingkatkan karna itu sangat membantu.<br />

Dari sektor pariwisata kita harus mendorong<br />

agar tujuan wisata lebih banyak lagi. Tujuan wisata<br />

dibuat lebih banyak lagi. A<strong>dan</strong>ya Kemenparekraf juga<br />

dari periode SBY. Jelas kami melihat potensi ekonomi<br />

pariwisata.<br />

Bayangkan kalau turis yang masuk 10 juta, satu turis<br />

spending rata-rata 3-4 hari di <strong>Indonesia</strong>. Hotel, segala<br />

macam, itu ekonomi rakyat tumbuh, beli handycraft,<br />

oleh-oleh, produk seni, kan luar biasa. Bahkan produk<br />

yang bernilai tinggi yang diproduksi juga bisa menimbulkan<br />

ekonomi yang baik. Itu berdampak langsung terhadap<br />

ekonomi masyarakat.<br />

Apabila Partai Demokrat kembali memenangi<br />

pemilu, arah kebijakan ekonomi seperti apa yang<br />

akan dibawa oleh Demokrat<br />

Ekonomi kita adalah ekonomi rakyat, ekonomi<br />

tengah. Kita mendorong peran pemerintah <strong>dan</strong> swasta,<br />

ada keseimbangan. Kita ekonomi tengah, subsidi harus<br />

ada tetapi harus tepat sasaran. Kita juga tidak boleh<br />

intervensi pasar pada produk tertentu dengan catatan<br />

inflasi tetap terjaga. Orientasi untuk kesejahteraan rakyat<br />

sehingga diperlukan kebijakan yang berpihak kepada<br />

rakyat.<br />

Bagaimana strategi Partai Demokrat untuk<br />

meningkatkan daya saing <strong>Indonesia</strong> di dunia internasional<br />

Pertama, peningkatan teknologi, itu penting. Dengan<br />

teknologi dipastikan daya saing meningkat. Peningkatan<br />

sumber daya manusia (SDM) <strong>dan</strong> teknologi, dua hal ini<br />

yang berkaitan. Infrastruktur memang masih perlu<br />

diperbaiki, karena membangun infrastruktur itu tidak<br />

gampang, jauh lebih lambat ketimbang yang lain. Pasti<br />

infrastruktur harus diperbaiki. Manakala infrastruktur<br />

baik, ekonomi akan tumbuh.<br />

Bagaimana Partai Demokrat meman<strong>dan</strong>g ekonomi<br />

global Apakah yakin dengan perekonomian<br />

<strong>Indonesia</strong><br />

Ekonomi dunia sekarang sudah mulai, kita tahu<br />

China se<strong>dan</strong>g turun, tapi AS naik, Jepang sudah pulih.<br />

China meski turun tapi masih positif. Eropa sudah<br />

mulai baik sekalipun Yunani masih kurang bagus.<br />

Spanyol juga masih kurang, tapi negara-negara lain<br />

sudah ada perbaikan rata-rata 2,3%-2,5%. Jerman<br />

masih bagus juga. Tentu secara keseluruhan kita mengharapkan<br />

ekonomi dunia baik, kalau ekonomi dunia<br />

membaik tentu ekspor meningkat lagi. Kemudian kita<br />

harus mencari pasar baru lagi. Diversifikasi market<br />

perlu, kalau itu dilakukan akan smakin bagus. Jangan<br />

hanya ekonomi kita yang tumbuh. Kalau ekonomi<br />

dunia bagus, kita akan semakin bagus.<br />

Kita target 2025 menjadi ekonomi terbesar ke-6 dunia.<br />

Dalam MP3EI begitu. Pada 2025 pendapatan perkapita<br />

bisa sampai US$16.000. MP3EI sejauh ini sudah bagus,<br />

tinggi sekali investasinya. Karena partnership luar biasa.<br />

Kalau itu dikembangkan sudah cukup. Kelemahan yang<br />

ada selama ini diperbaiki, ditingkatkan lagi program ini<br />

Insya Allah lebih bagus.<br />

Apakah Demokrat optimistis memenangi pemilu<br />

Insya Allah. Iya, mudah-mudahan optimis menang lagi.<br />

Pewawancara: Sukirno<br />

Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 87


Konsep Golkar<br />

Fokus pada Job Creation<br />

<strong>Bisnis</strong>/Yayus Yuswoprihanto<br />

JAKARTA—Partai Golkar, sebagai partai warisan Orde<br />

Baru, terus memperlihatkan ketangguhannya dari pemilu<br />

ke pemilu. Beberapa lembaga survei memprediksi Golkar<br />

akan menjadi peraih suara terbanyak pada Pemilu<br />

Legislatif <strong>2014</strong>. Selain itu, Golkar juga hampir dipastikan<br />

bakal mengusung Ketua Umum-nya, Aburizal Bakrie,<br />

sebagai kandidat presiden. Berikut petikan wawancara<br />

<strong>Bisnis</strong> dengan Wakil Ketua Umum Partai Golkar Agung<br />

Laksono seputar prospek Golkar <strong>dan</strong> pan<strong>dan</strong>gannya terhadap<br />

sejumlah isu.<br />

Bagaimana kesiapan Partai Golkar dalam<br />

menghadapi kompetisi politik pada <strong>2014</strong><br />

Tentu Partai Golkar siap dong. Dan memang<br />

dituntut harus siap. Meskipun masih banyak saja<br />

kekurangannya, he-he-he.<br />

Kesiapannya apa saja<br />

Ya, misalnya persoalan logistik. Kemudian misalnya<br />

saksi.<br />

Kalau cetak biru pembangunan ekonomi<br />

jangka panjang atau Blue Print Ekonomi 2045<br />

itu termasuk yang disiapkan Golkar<br />

Iya, itu termasuk.<br />

Bisa diceritakan mengenai cetak biru pembangunan<br />

ekonomi jangka panjang versi<br />

Golkar tersebut Mencakup apa saja<br />

Secara umum lebih ke ekonomi rakyat.<br />

Mencakup seluruh sektor. Misalnya sektor usaha<br />

kecil. Sektor pertanian <strong>dan</strong> pertambangan. Sektor<br />

pertanian terutama yang berkaitan dengan ketahanan<br />

pangan. Kemudian juga hal-hal yang terkait<br />

dengan upaya mendorong perkembangan infrastuktur.<br />

Selain itu, cetak biru ekonomi jangka panjang itu<br />

juga mencakup bagaimana upaya untuk mendorong<br />

penciptaan lapangan pekerjaan. Kurang lebih<br />

seperti itulah. Pengembangan sektor energi <strong>dan</strong><br />

pariwisata juga termasuk bagian yang disorot<br />

dalam cetak biru.<br />

Artinya, bagaimana sumber-sumber daya yang<br />

ada di dalam negeri itu digunakan seoptimal mungkin,<br />

sebaik mungkin, untuk diolah hingga ke<br />

hilirnya.<br />

Kalau pendidikan, apakah masuk ke dalam<br />

cetak biru pembangunan ekonomi jangka panjang<br />

yang se<strong>dan</strong>g disiapkan Golkar<br />

Pastinya dong. Pendidikan itu kan nomor satu.<br />

88 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>


Dia ibu, dasar, dari semua program.<br />

Kemudian kalau dari sisi kesejahteraan rakyat,<br />

bagaimana Golkar meman<strong>dan</strong>g hal ini Apakah itu<br />

juga dituangkan dalam cetak biru ekonomi<br />

Kesejahteraan yang disorot Golkar terutama lebih<br />

kepada upaya penurunan kemiskinan. Kami lebih fokus<br />

mendorong terciptanya job creation sehingga pada akhirnya<br />

dapat menurunkan angka kemiskinan.<br />

Memang sih angka kemiskinan yang sekarang sudah<br />

lebih turun jika dibandingkan dengan tahun-tahun ke<br />

belakang. Akan tetapi penurunannya melandai. Kami<br />

ingin angka kemiskinan turun jauh di bawah angka<br />

10%. Namun sebetulnya tidak kuantitatif seperti itu.<br />

Lebih kualitatif.<br />

Ya kalau sekarang kan target pemerintah di bawah<br />

10%. Itu sudah bagus. Tapi kami<br />

ingin lebih rendah lagi. Jadi<br />

Golkar punya konsep yang<br />

dituangkan dalam blue<br />

print itu.<br />

Fungsi cetak biru<br />

ekonomi ala Golkar ini<br />

sebetulnya untuk<br />

apa<br />

Nantinya jadi semacam<br />

GBHN (Garis-garis Besar<br />

Haluan Negara). Jadi ada<br />

guide line. Karena tanpa<br />

guide line, arah<br />

jalannya negara ini tentu tidak akan jelas. Dan apa yang<br />

akan disampaikan kepada masyarakat nanti nya.<br />

Status cetak biru ekonomi itu sekarang<br />

bagaimana<br />

Cetak biru itu nanti akan dipergunakan sebagai bahan<br />

kam panye kami, Partai Golkar. Baik kampanye calon<br />

legislatif di tingkat pusat maupun kampanye calon legislatif<br />

di daerah.<br />

Kalau dari sisi kekuatan ekonomi, apakah ada<br />

target dari Partai Golkar untuk menaikkan posisi<br />

dunia di kancah internasional<br />

Pasti ada. Tapi intinya ini saja, Golkar ingin <strong>Indonesia</strong><br />

bisa masuk ke dalam negara G-7 <strong>dan</strong> menjadi salah satu<br />

dari tujuh negara dengan ekonomi terkuat di dunia,<br />

pada waktunya. Sudah ditargetkan pada 2020. Kami<br />

kejar itu. Kalau perlu ada percepatan. <strong>Indonesia</strong> bisa.<br />

Pan<strong>dan</strong>gan Golkar sendiri tentang platform ekonomi<br />

<strong>dan</strong> politik ke depan itu seperti apa<br />

Kalau menurut saya, platform ekonomi yang baik ya<br />

sebaiknya yang mendorong pada ekonomi kerakyatan,<br />

bukan liberal. Platform ekonomi kita bukan liberal.<br />

Bukan semata-mata bergantung kepada pasar. Sebab kita<br />

juga tahu ekonomi yang hanya bergantung pada pasar<br />

ada negatifnya. Intinya, sebuah platform ekonomi yang<br />

tetap memberikan peluang-peluang terhadap potensi<br />

yang kita miliki.<br />

Terkait dengan calon presiden yang akan<br />

diusung oleh Partai Golkar dalam Pemilu <strong>2014</strong>,<br />

sepertinya sudah fix Pak Aburizal Bakrie (Ical).<br />

Kalau untuk wakilnya sendiri bagaimana,<br />

apakah sudah ada nama<br />

Memang ada yang disebut-sebut untuk<br />

jadi bakal cawapres yang akan<br />

mendampingi Pak Ical. Ada banyak<br />

nama yang tidak dapat saya sebut<br />

satu per satu di sini. Ada yang<br />

dari TNI, ada yang etnis Jawa,<br />

ada yang dari dunia politik, ada<br />

juga yang dari partai lain. Ada<br />

peluang dari luar Golkar, ada<br />

juga peluang dari dalam<br />

Golkar.<br />

Kalau perolehan suara<br />

Golkar di atas 30%,<br />

mungkin akan Golkar-<br />

Golkar [pasangan<br />

capres <strong>dan</strong> cawapres<br />

sama-sama dari internal<br />

Golkar]. Tapi itu<br />

akan kami putuskan<br />

nanti. Begitu pemilu<br />

[legislatif] selesai,<br />

lihat bagaimana<br />

peta politiknya,<br />

baru diputuskan.<br />

Agung Laksono<br />

<strong>Bisnis</strong>/Dedi Gunawan<br />

Pewawancara:<br />

Anggi Oktarinda<br />

Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 89


Kinerja Parlemen<br />

Gawat, Legislasi Menggunung<br />

“Sepanjang tahun seperti ini saja<br />

kelihatannya. Ini masalah keseriusan<br />

Ang gota DPR. Saya sering mengingat<br />

kan kepada pimpinan Komisi,<br />

tapi begitu pembahasan RUU mereka<br />

tidak hadir,” ujar Marzuki Alie dengan<br />

nada kecewa ketika <strong>Bisnis</strong> menanyakan<br />

penilaian Ketua DPR itu terkait<br />

kinerja DPR Periode 2009-<strong>2014</strong><br />

beberapa waktu lalu.<br />

John Andhi Oktaveri<br />

john.andhi@bisnis.co.id<br />

<strong>Bisnis</strong>/Alby Albahi<br />

Penilaian Marzuki tersebut tidak terlalu<br />

mengejutkan. Bahkan juga tidak berlebihan<br />

melihat berbagai kritikan<br />

masyarakat maupun lembaga swadaya<br />

masyarakat terhadap kinerja Dewan<br />

Perwakilan Rakyat (DPR) tersebut.<br />

Padahal, mereka yang berpendidikan tinggi semakin<br />

banyak menduduki kursi parlemen dibandingkan<br />

periode sebelumnya.<br />

Marzuki memang tidak pernah menyembunyikan<br />

kegelisahannya terhadap kinerja anggotanya<br />

di Senayan. Otokritik itu tidak saja disampaikannya<br />

melalui pernyataannya secara langsung kepada<br />

war tawan, namun juga dalam beberapa kali pidato<br />

penutupan masa si<strong>dan</strong>g menjelang masa reses.<br />

“Dewan belum berhasil menyelesaikan RUU<br />

Prioritas yang seharusnya dapat dituntaskan,”<br />

ujarnya saat menutup masa si<strong>dan</strong>g pertengahan<br />

Oktober lalu.<br />

Dua puluh sembilan RUU yang sudah memasuki<br />

Pembicaraan Tingkat I <strong>dan</strong> sudah melebihi dua kali<br />

masa si<strong>dan</strong>g, ujarnya, ternyata masih memerlukan<br />

perpanjangan waktu pembahasan.<br />

Memang, produk legislasi DPR yang masih di<br />

bawah target, telah menjadi sasaran kritik publik<br />

selain tugas pokok mereka dalam pengawasan <strong>dan</strong><br />

penganggaran yang belum optimal.<br />

Di luar tiga fungsi pokok itu, perilaku para anggota<br />

DPR juga tidak luput dari sasaran kritik lembaga<br />

swadaya masyarakat. Keterlibatan mereka<br />

dalam sejumlah kasus percaloan <strong>dan</strong> korupsi anggaran<br />

merupakan bagian lain dari wajah buruk<br />

sebagian anggota DPR. Begitu juga untuk kasus<br />

etika terkait ketidakhadiran mereka dalam sejumlah<br />

si<strong>dan</strong>g membahas kepentingan rakyat.<br />

“Tahun ini saja DPR hanya menyelesaikan tujuh<br />

90 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>


produk legislasi dari 75 yang dimasukkan dalam program<br />

legislasi nasional (prolegnas),” ujar Koordinator<br />

Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Se ­<br />

bastian Salang beberapa waktu lalu.<br />

Jika dibandingkan dengan kinerja DPR periode 2004-<br />

2009, dia menilai telah terjadi penurunan kinerja cukup<br />

signifikan.<br />

Bayangkan, kinerja DPR periode 1999 lebih baik<br />

ketimbang 2004. Begitu juga dengan DPR hasil Pemilu<br />

2004 juga jauh lebih baik dibanding periode sekarang.<br />

Sebagai contoh, anggota DPR periode 2004-2009 bisa<br />

menyelesaikan lebih dari 40 produk un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g.<br />

Fungsi penganggaaran <strong>dan</strong> pengawasan pada beberapa<br />

periode sebelumnya juga relatif berjalan cukup baik<br />

yang terlihat dari tingkat kebocoran anggaran yang rendah.<br />

Pelanggaran hukum oleh anggota DPR pada periode<br />

sebelumnya juga tidak sebanyak sekarang.<br />

“Kasus korupsi yang dilakukan anggota DPR itu kan<br />

merebak pada mulai 2004 sampai DPR periode sekarang.<br />

Calo proyek, anggaran bocor juga mulai ramai<br />

setelah 2004,” kata Sebastian.<br />

Seperti mengartikulasikan kegalauan Marzuki <strong>dan</strong> kritikan<br />

dari Sebastian, sebuah hasil penelitian mengonfirmasi<br />

sebaran data di atas. Hasil penelitian tentang “Citra <strong>dan</strong> Eva ­<br />

luasi Kinerja DPR di Mata Publik” yang dilakukan Institute<br />

Riset <strong>Indonesia</strong> (INSIS) menyimpulkan lebih dari se paruh<br />

masyarakat menilai citra lembaga tersebut tidak baik.<br />

Dalam riset yang dilakukan pada 17 Agustus hingga<br />

20 September di 34 provinsi itu diketahui bahwa responden<br />

yang menjawab citra DPR “tidak baik” tercatat<br />

38,5% <strong>dan</strong> yang menyebutkan “semakin tidak baik”<br />

sebanyak 26,1%.<br />

Se<strong>dan</strong>gkan mereka yang menyebutkan “baik” hanya<br />

29,2% <strong>dan</strong> “semakin baik” sebesar 1,9% dengan persentase<br />

yang tidak menjawab sebanyak 4,3%.<br />

“Bila diagregatkan maka publik menilai citra DPR<br />

tidak baik di atas 50% lebih. Ini membahayakan bagi<br />

wajah parlemen <strong>Indonesia</strong> masa kini <strong>dan</strong> mendatang,”<br />

kata Peneliti INSIS, Mochtar W. Oetomo.<br />

Begitu pula dengan kinerja anggota DPR. Masih<br />

menurut hasil penelitian itu, 77% publik menilai kinerja<br />

anggota DPR tidak baik <strong>dan</strong> semakin tidak baik.<br />

Sementara itu, sebanyak 48,5% publik mengaku tidak<br />

puas <strong>dan</strong> sangat tidak puas soal kinerja anggota DPR<br />

dalam menghasilkan produk legislasi.<br />

Untuk fungsi penganggaran, INSIS pun membeberkan<br />

data yang kurang menggembirakan. Sebanyak 46,6%<br />

pub lik mengaku tidak puas <strong>dan</strong> sangat tidak puas kinerja<br />

DPR dalam membahas APBN. Se<strong>dan</strong>gkan 59,6% responsden<br />

mengaku tidak puas <strong>dan</strong> sangat tidak puas ki ­<br />

ner ja DPR dalam pengawasan un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g <strong>dan</strong> APBN.<br />

Sebanyak 73,9% publik mengaku tidak puas <strong>dan</strong><br />

sangat tidak puas kinerja DPR dalam menyerap keluhan<br />

masyarakat. Sebanyak 60,9% publik mengaku tidak<br />

puas <strong>dan</strong> sangat tidak puas kinerja DPR dalam memberikan<br />

pendapat atau masukan kepada pemerintah, menurut<br />

hasil penelitian itu.<br />

Namun demikian, agaknya tidak adil kalau dalam<br />

Hasil Riset Citra DPR Periode 2013<br />

1. Tidak baik 38,5%<br />

2. Semakin tidak baik 26,1%<br />

3. Baik 29,2%<br />

4. Semakin Baik 1,9%<br />

5. Tidak menjawab 4,3%<br />

Ketidakpuasan Publik atas Kinerja Anggota DPR<br />

berdasarkan tugas pokok<br />

1. Produk Legislasi 48,5%<br />

2. Penganggaran 46,6%<br />

3. Pengawasan 59,6%<br />

4. Menyerap aspirasi masyarakat 73,9%<br />

5. Memberikan masukan pada pemerintah 60,9%<br />

Sumber: INSIS<br />

mengevaluasi kinerja DPR tidak dilihat faktor penyebab<br />

rendahnya kinerja para anggotanya. Kalau Marzuki<br />

menyoroti kemalasan anggotanya dalam mengikuti<br />

setiap si<strong>dan</strong>g sebagai salah satu faktor, Ketua Ba<strong>dan</strong><br />

Legislasi (Baleg) DPR Ignatius Moelyono mengakui a<strong>dan</strong>ya<br />

persoalan teknis.<br />

Menurutnya, salah satu hambatan adalah tumpang<br />

tindih jadwal pelaksanaan tugas legislasi dengan pelaksanaan<br />

fungsi parlemen lain, yakni pengawasan <strong>dan</strong><br />

penganggaran.<br />

Pasalnya, tidak sedikit anggota DPR yang merangkap<br />

tugas seperti menjadi anggota Komisi sekaligus anggota<br />

Baleg. Selain itu, mereka juga masuk keanggotaan se ­<br />

jum lah panitia khusus (Pansus) pembahasan RUU.<br />

Dalam kondisi demikian, tidak heran kalau seorang<br />

Anggota DPR harus menghadiri agenda rapat dalam<br />

waktu bersamaan.<br />

“Rangkap tugas dialami sebagian besar anggota<br />

Komisi II misalnya. Selain menjadi anggota panitia kerja<br />

panja (Panja) pembahasan RUU di komisi tersebut,<br />

mereka juga terlibat dalam penyusunan draf RUU karena<br />

menjadi anggota Baleg,” ujarnya.<br />

Sebagai contoh, sebagian dari mereka bahkan terlibat<br />

dalam Pansus Pembahasan RUU Pemerintahan Daerah<br />

<strong>dan</strong> RUU.<br />

Selain a<strong>dan</strong>ya faktor internal di DPR sendiri, politisi<br />

Partai Demokrat itu juga menyebutkan pemerintah berkontribusi<br />

membuat capaian legislasi tidak sesuai target.<br />

Pemerintah tergolong lamban dalam menyiapkan draf<br />

<strong>dan</strong> naskah akademik RUU yang menjadi inisiatif pemerintah.<br />

Sementara jumlah RUU yang menjadi prioritas<br />

setiap tahun selalu melebihi kemampuan yang dimiliki<br />

DPR <strong>dan</strong> pemerintah.<br />

Akan tetapi, terlepas dari kondisi di atas, para anggota<br />

DPR tidak boleh menjadikan kendala tersebut sebagai<br />

pembenaran atas rendahnya kinerja mereka. Sebagai<br />

wakil rakyat mereka setidaknya harus terus berjuang<br />

untuk mencapai produktivitas legislasi yang lebih baik<br />

di masa datang, sekalipun masa kerja mereka tinggal<br />

satu tahun lagi seiring akan terpilihnya DPR pe riode<br />

<strong>2014</strong>-2019.<br />

Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 91


Pengelolaan Dana<br />

Demis Rizky Gosta<br />

demis.rizky@bisnis.co.id<br />

Lembaga antikorupsi itu ingin tahu seberapa<br />

transparan para pengurus partai<br />

politik dalam pengelolaan <strong>dan</strong>a partai,<br />

yang pada dasarnya merupakan <strong>dan</strong>a<br />

yang dihimpun dari masyarakat.<br />

Langkah pertama ICW adalah langkah<br />

paling sederhana, yaitu dengan mengajukan permintaan<br />

laporan keuangan tahun anggaran 2011 ke<br />

pengurus tiap partai politik.<br />

Hasilnya, nol. Tidak ada satupun partai politik<br />

yang sukarela memberikan laporan keuangannya<br />

kepada ICW. Sebagian besar partai politik beralasan<br />

laporan keuangan yang diharuskan terbuka untuk<br />

umum hanya yang mencatat penggunaan <strong>dan</strong>a dari<br />

anggaran pendapatan <strong>dan</strong> belanja negara (APBN).<br />

Mereka merasa tidak harus membuka seluruh pencatatan<br />

anggaran partai ke publik.<br />

ICW tidak puas. Berbekal ketentuan di dalam UU<br />

No. 2/2008 tentang Partai <strong>Politik</strong> <strong>dan</strong> UU No.<br />

14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik<br />

(KIP), ICW melaporkan penolakan para partai politik<br />

ke Komisi Informasi Publik.<br />

Pasal 37 UU No. 2/2008 mewajibkan setiap pengurus<br />

partai di tiap tingkatan organisasi menyusun<br />

laporan keuangan setiap tahun anggaran. Pasal<br />

berikutnya menyatakan hasil pemeriksaan laporan<br />

keuangan tersebut terbuka untuk diketahui<br />

masyarakat.<br />

Dalam proses mediasi KIP, enam dari sembilan<br />

partai politik akhirnya berjanji menyerahkan laporan<br />

keuangannya kepada ICW, se<strong>dan</strong>gkan tiga partai<br />

politik lain bersikukuh melanjutkan ke proses<br />

ajudikasi.<br />

ICW kemudian berhasil memenangkan proses<br />

ajudikasi <strong>dan</strong> tiga partai politik tersebut akhirnya<br />

diharuskan menyerahkan laporan keuangannya.<br />

Seluruh kesatuan proses tersebut memakan<br />

waktu 1 tahun. Hasilnya pun sea<strong>dan</strong>ya. ICW hanya<br />

berhasil mendapatkan laporan keuangan dari 5 partai<br />

politik. ICW sampai saat ini masih belum<br />

mendapatkan laporan keuangan dari Hanura,<br />

Gerindra <strong>dan</strong> Demokrat.<br />

92 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong><br />

Partai Malas Ungkap<br />

Laporan Keuangan<br />

Pada 2012, <strong>Indonesia</strong> Corruption<br />

Watch (ICW) berinisiatif menguji<br />

transparansi pengelolaan anggaran<br />

para pengurus partai politik.<br />

Hanura <strong>dan</strong> Gerindra masih belum menepati janjinya<br />

di dalam proses mediasi, se<strong>dan</strong>gkan Demokrat<br />

terang-terangan tidak melaksanakan keputusan KIP.<br />

Dari 5 laporan keuangan yang diserahkan ICW,<br />

hanya PKS yang bersedia memberikan laporan keuangan<br />

konsolidasi nasional. Golkar, PAN, PKB, <strong>dan</strong><br />

PPP hanya menyerahkan laporan keuangan pengurus<br />

pusat masing-masing partai. Padahal, UU<br />

menyatakan pengurus partai di tiap tingkatan harus<br />

menyusun laporan keuangan, yang semuanya terbuka<br />

untuk diketahui masyarakat.<br />

Pertanyaannya, jika ICW saja tidak mampu<br />

mengakses, bagaimana masyarakat luas<br />

Direktur Divisi Korupsi <strong>Politik</strong> ICW Abdullah<br />

Dahlan mengatakan semua partai politik di In do ­<br />

nesia tidak memiliki sistem pencatatan <strong>dan</strong> pelaporan<br />

keuangan yang terlembaga.<br />

Informasi mengenai arus kas keluar masuk di<br />

sebuah partai politik biasanya hanya diketahui oleh<br />

segelintir pengurus, alias hanya beberapa elite partai.<br />

“Harus [pengelolaan keuangan] diketahui setidaknya<br />

oleh internal partai, tapi ternyata di banyak<br />

partai sistem pen<strong>dan</strong>aan ini sifatnya sangat personal,”<br />

katanya.<br />

Laporan keuangan partai politik, lanjutnya, juga<br />

hanya mencatat arus kas yang bersifat umum <strong>dan</strong><br />

administratif. Tidak ada partai yang mencatat aktivitas<br />

<strong>dan</strong>a kampanye, kecuali PKS. Ketertutupan<br />

ini, menurut Abdullah, masih akan berlanjut sampai<br />

Pemilu <strong>2014</strong>.<br />

TRANSPARANSI<br />

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu<br />

<strong>dan</strong> Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini<br />

mengatakan partai politik harus transparan <strong>dan</strong><br />

akuntabel dalam pengelolaan keuangan karena<br />

<strong>dan</strong>a yang dikumpulkan oleh partai politik dari<br />

masyarakat.<br />

Pengurus partai politik harus bisa menunjukkan<br />

bahwa partai politik <strong>dan</strong> calon membelanjakan <strong>dan</strong><br />

mengumpulkan <strong>dan</strong>a dengan rasional, sesuai<br />

aturan <strong>dan</strong> sesuai etika.<br />

Aturan pengelolaan keuangan partai politik disusun<br />

untuk menjamin kemandirian partai politik,<br />

sebagai perantara antara masyarakat yang memiliki<br />

berbagai kepentingan dengan pemerintah sebagai<br />

pengambil keputusan.<br />

Oleh karena itu, regulasi terkait keuangan partai<br />

politik tidak hanya menyangkut tata kelola keuangan<br />

tapi juga membatasi sumber <strong>dan</strong> jumlah sumbangan<br />

yang bisa diterima partai.


Berdasarkan hasil survei dari Lembaga Survei<br />

Nasional (LSN) pada Mei 2013, diperkirakan terdapat<br />

2 partai yang tidak akan lolos PT 3,5%, kedua partai<br />

tersebut adalah PBB <strong>dan</strong> PKPI. Sementara, hasil<br />

survei dari Lingkaran Survei <strong>Indonesia</strong> (LSI) menyatakan<br />

terdapat tiga partai yang diperkirakan tidak lolos<br />

PT 3,5% yaitu Nasdem, PKPI, <strong>dan</strong> PBB.<br />

Selain itu, berdasarkan hasil survei LSN jumlah<br />

suara terbanyak akan diperoleh oleh partai-partai<br />

besar seperti Golkar, PDIP <strong>dan</strong> Gerindra. Se<strong>dan</strong>gkan<br />

hasil survei versi LSN memperkirakan partai yang<br />

akan masuk tiga besar dalam perolehan suara adalah<br />

Golkar, PDIP <strong>dan</strong> Partai Demokrat.<br />

Sumber: LSN <strong>dan</strong> LSI<br />

Nama Nomor Jumlah Jumlah<br />

Partai Urut Perolehan Perolehan<br />

Suara Suara<br />

Versi LSN Versi LSI<br />

Nasdem 1 4,6% 2,0%<br />

PKB 2 4,8% 4,6%<br />

PKS 3 4,4% 4,4%<br />

PDIP 4 18,3% 18,7%<br />

Golkar 5 19,7% 20,4%<br />

Gerindra 6 13,9% 6,6%<br />

PD 7 6,1% 9,8%<br />

PAN 8 3,8% 5,2%<br />

PPP 9 4,3% 4,6%<br />

Hanura 10 6,9% 3,4%<br />

PBB 11 1,4% 0,6%<br />

PKPI 12 0,5% 0,3%<br />

<strong>Bisnis</strong>/Ilham Nesabana<br />

Sumber keuangan partai politik yang sah, menurut<br />

UU, adalah iuran anggota, sumbangan, <strong>dan</strong> bantuan<br />

negara. Adapun sumber <strong>dan</strong>a kampanye yang sah<br />

adalah yang berasal dari partai politik, orang yang mencalonkan<br />

diri untuk jabatan politik, <strong>dan</strong> sumbangan<br />

pihak ketiga.<br />

Batasan sumbangan dari pihak ketiga untuk partai<br />

politik <strong>dan</strong> <strong>dan</strong>a kampanye sama. Perorangan hanya<br />

boleh menyumbang hingga Rp1 miliar, se<strong>dan</strong>gkan sumbangan<br />

dari kelompok, perusahaan, <strong>dan</strong> ba<strong>dan</strong> lainnya<br />

maksimal Rp7,5 miliar.<br />

Pembatasan ini adalah upaya menjaga kemandirian<br />

partai politik dari dominasi sebuah kelompok atau<br />

kepentingan. Tanpa batasan, bisa saja satu partai politik<br />

mendapatkan sebagian besar <strong>dan</strong>a operasional <strong>dan</strong> <strong>dan</strong>a<br />

kampanye-nya dari satu orang atau satu perusahaan.<br />

Padahal fungsi partai politik <strong>dan</strong> wakilnya di DPR<br />

maupun adalah mengambil keputusan untuk banyak<br />

orang, bukan sekelompok orang. Tanpa transparansi<br />

keuangan, tidak hanya kemandirian, keberpihakan partai<br />

politik juga sulit diawasi.<br />

“Pembuatan kebijakan itu kan berbicara tentang<br />

kepentingan. Kita mengadvokasi kepentingan itu, civil<br />

society ada kepentingannya, pebisnis juga mengadvokasi<br />

kepentingannya. Bagaimana kepentingan itu diperjuangkan,<br />

mesti diatur,” kata Titi.<br />

Budaya <strong>dan</strong> sistem yang berjalan di DPR tidak memberikan<br />

konstituen keleluasaan untuk mencatat rekam<br />

jejak setiap partai politik <strong>dan</strong> kadernya dalam proses<br />

pengambilan kebijakan di parlemen <strong>dan</strong> pemerintah.<br />

Setelah menyumbang, tidak ada cara untuk mengawasi<br />

para anggota parpol betul-betul menyalurkan kepentingan<br />

para pendukung melalui kursinya di parlemen<br />

atau pemerintahan.<br />

Apalagi sebagian besar pengambilan suara di DPR<br />

dilakukan melalui musyarawarah mufakat, yang sebetulnya<br />

cuma istilah lain dari tawar menawar di belakang<br />

layar.<br />

Selain itu, tanpa transparansi, penyumbang tidak<br />

akan tahu apakah partai tersebut menerima uang juga<br />

dari pihak yang memiliki kepentingan berseberangan<br />

karena tidak pernah ada data jelas mengenai daftar<br />

penyumbang,<br />

Untuk mencari aman, para pengusaha di <strong>Indonesia</strong><br />

memilih menyumbang ke semua partai. Padahal mustahil<br />

partai politik bisa memperjuangkan kepentingan dua<br />

kelompok yang jelas-jelas berlawanan.<br />

Kondisi ini yang dijadikan celah oleh para politisi<br />

untuk panen sumbangan. Momentum pemilu dimanfaatkan<br />

partai sebagai alasan mengumpulkan uang<br />

sebanyak-banyaknya dari semua sudut, tanpa konsekuensi<br />

kehilangan dukungan.<br />

Hasilnya biaya proses politik di <strong>Indonesia</strong> sangat<br />

besar. JIka para konstituen yang memiliki modal tidak<br />

bisa mengawasi <strong>dan</strong> mengontrol wakilnya, bagaimana<br />

dengan konstituen yang hanya bermodal kehadiran di<br />

tempat pemungutan suara (TPS)<br />

Bukan hanya terkait belanja yang terus meningkat,<br />

ada juga potensi uang yang masuk ke partai politik <strong>dan</strong><br />

kantong politisi selama masa kampanye tidak dibelanjakan.<br />

“Jangan-jangan pola pikir kita selama ini terbalik. Kita<br />

berpikir partai menghabiskan banyak uang, namun<br />

ternyata pada faktanya partai mendapatkan uang dari<br />

yang namanya kampanye,” kata Titi.<br />

Bisa jadi Titi benar. Mahalnya uang yang dikeluarkan<br />

kampanye sudah sering dikritik <strong>dan</strong> bisa tergambarkan<br />

oleh catatan KPU mengenai Pemilu 2004 <strong>dan</strong> Pemilu<br />

2009.<br />

Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 93


Kepemimpinan Nasional<br />

Bukan Pemimpin Bertele-tele<br />

JAKARTA—Menjelang Pemilu <strong>2014</strong>, kita seperti menemukan<br />

relevansi kembali untuk membicarakan soal kepemimpinan<br />

nasional. Berikut petikan wawancara dengan<br />

sosiolog <strong>dan</strong> pengajar pada FISIP Universitas <strong>Indonesia</strong><br />

Imam B. Prasodjo terkait dengan karakter ideal kepemimpinan<br />

yang dibutuhkan bangsa ini ke depan.<br />

Sejauh manakah kondisi politik lima tahun<br />

terakhir berpengaruh pada munculnya calon<br />

pemimpin <strong>2014</strong><br />

Sekarang ini semakin dekat menjelang <strong>2014</strong>, politisi-politisi<br />

mulai mendapat gambaran <strong>dan</strong> alternatif<br />

pemimpin yang lebih memiliki skill terhadap program-program<br />

yang langsung bisa menyentuh<br />

masyarakat. Ini pola segar yang se<strong>dan</strong>g muncul <strong>dan</strong><br />

kebetulan moment-nya pas mendekati Pilpres <strong>2014</strong>.<br />

Pemimpin seperti apa yang dimaksud<br />

Pemimpin yang tidak hanya wacana <strong>dan</strong> program,<br />

tidak berwajah birokratis. Ada orang-orang<br />

seperti Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini,<br />

pemimpin model Gubernur Joko Widodo (Jokowi)<br />

<strong>dan</strong> dulu juga ada mantan Wakil Gubernur Jawa<br />

Tengah Rustriningsih. Seperti Rustriningsih itu se -<br />

karang secara politis memang nyungsep tetapi<br />

orang masih teringat kepada aktivitas <strong>dan</strong> langkah<br />

kinerja yang bersentuhan pada masyarakat.<br />

Dari tokoh-tokoh itu orang akan membandingkan<br />

sosok pemimpin yang hanya disibukkan dengan<br />

pencitraan <strong>dan</strong> pemimpin yang benar-benar bekerja<br />

bersentuhan langsung dengan masyarakat.<br />

Sekarang yang fenomenal memang Jokowi karena<br />

posisinya sebagai Gubernur DKI (Daerah Khusus<br />

Ibukota) Jakarta, dekat dengan sumber media.<br />

Lewat blow up media, semua gerak geriknya bisa<br />

dijadikan panduan tentang pemimpin yang tidak<br />

bertele-tele.<br />

Soal penyelesaian berbagai konflik suku,<br />

agama, ras <strong>dan</strong> kepentingan<br />

Lagi-lagi pemimpin itu perlu berani keluar dari<br />

zona nyaman, perlu tegas <strong>dan</strong> lugas dalam menyelesaikan<br />

masalah yang terjadi di masyarakat.<br />

Pemimpin perlu seimbang, katakan salah bagi yang<br />

tidak benar <strong>dan</strong> memberi perlindungan bagi yang<br />

terpinggirkan.<br />

Dia harus berani <strong>dan</strong> konsisten untuk menegakkan<br />

keadilan, menyelesaikan sesuai aturan perun<strong>dan</strong>gan<br />

<strong>dan</strong> tidak tebang pilih. Mampu meredam<br />

gejolak masyarakat.<br />

Apakah pemilu menjamin munculnya<br />

pemimpin seperti itu<br />

Problem-nya, siapa yang akan dicalonkan oleh<br />

partai, itulah struggle yang harus dilewati.<br />

Sebetulnya, kemunculan sosok pemimpin saat ini<br />

94 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong><br />

tidak atau belum sampai kepada keterlibatan<br />

masyarakat secara langsung dalam pemilu, baik<br />

untuk memilih anggota DPR maupun calon pre -<br />

siden karena semua nama yang muncul masih di -<br />

saring partai.<br />

Partai memiliki elite-elite yang punya duit <strong>dan</strong><br />

pengaruh. Kalau partai tidak bisa memunculkan<br />

wakil atau calon pemimpin yang memiliki tipe atau<br />

karakter, yang akan terjadi tentu pertama akan<br />

kalah. Sementara kalau ada partai lain yang berhasil<br />

lolos belum tentu juga memiliki calon pemimpin<br />

yang menarik untuk dipilih.<br />

Saat ini orang akan jauh lebih skeptis <strong>dan</strong> curiga<br />

terhadap partai politik tertentu <strong>dan</strong> mempertanyakan<br />

siapa orang-orang yang menggerakkan partai.<br />

Yang terjadi justru muncul sosok-sosok pemimpin<br />

yang secara pribadi bersinar di daerah-daerah.<br />

Lalu, seberapa besar tokoh daerah berpeluang<br />

menjadi pemimpin nasional<br />

Sekarang pergulatan se<strong>dan</strong>g berlangsung. Para<br />

pialang politik se<strong>dan</strong>g memenuhi daftar calon.<br />

Pertanyaannya, apakah nanti orang kredibel, misalnya<br />

tokoh daerah yang laku jual memiliki daya<br />

tarik yang akan didorong maju Ataukah mereka<br />

yang memiliki posisi tinggi di partai yang akan<br />

dicalonkan<br />

Seperti misalnya Wali Kota Bandung Ridwan<br />

Kamil, sampai saat ini orang masih menunggu<br />

apakah dia benar-benar pemimpin bagus karena<br />

dari sparepart-nya sudah terlihat cukup bagus.<br />

Tinggal tunggu saja apakah dia bisa mewarnai<br />

kepemimpinan daerah seperti Jokowi-Ahok (Wagub<br />

DKI Basuki Tjahaja Purnama) yang bisa mengawal<br />

Jakarta, lalu Wali Kota Surabaya Rismaharini yang<br />

punya komitmen untuk masyarakatnya. Saya tidak<br />

tahu apakah Ganjar Pranowo sebagai gubernur di<br />

Jawa Tengah bisa seperti itu.<br />

Kalau partai mendorong mereka untuk maju,<br />

saya kira bukan tidak mungkin akan muncul<br />

pemimpin baru yang keterlibatannya terlihat<br />

banyak didukung masyarakat. Semua tergantung<br />

kondisi politik yang sedikit banyak ditentukan oleh<br />

partai.<br />

Apa titik kelemahan politik di <strong>Indonesia</strong><br />

Kondisi lemah <strong>dan</strong> yang masih mengkhawatirkan<br />

itu karena partai-partai politik yang bersaing untuk<br />

<strong>2014</strong> masih dikuasai orang-orang lama. Pialangpialang<br />

politiknya masih didominasi katakanlah<br />

kaum senior yang memutuskan juga mendukung<br />

penentuan pencalonan pemimpin dari setiap partai.<br />

Pertanyaannya, mampukah orang partai yang<br />

senior itu berani memunculkan orang muda, sosok<br />

baru yang menyegarkan, dalam arti lain orangorang<br />

lama siap mundur dari keinginan untuk<br />

tampil lagi.


Berarti ruang persaingan tokoh muda masih<br />

dibatasi<br />

Itu dia, palang pintu masing-masing partai masih<br />

dipegang pemimpin partai stok lama yang ternyata<br />

masih ingin maju dalam pencalonan ke depan. Yang<br />

dalam hal ini mereka terlihat skeptik terhadap yang<br />

muda.<br />

Masyarakat memang mengharapkan tokoh muda,<br />

wajah baru yang optimistis banyak terobosan, sementara<br />

yang pemimpin lama, tidak usah saya sebutkan<br />

karena hampir semua partai, hampir semuanya masih<br />

berebut kepemimpinan.<br />

Bagaimana yang muda bisa benar-benar<br />

tampil menjadi pilihan pemimpin<br />

Yang muda itu masih banyak yang berada di jajaran<br />

pinggir partai, misalnya PDIP memiliki tokoh muda<br />

seperti Jokowi yang layak jual tetapi seberapapun<br />

besar harapan ke dia, palang pintu tetap ada pada Bu<br />

Mega, beliau yang menentukan.<br />

Juga di Partai Demokrat dengan memunculkan<br />

angin segar melalui konvensi yang<br />

menyodorkan nama <strong>dan</strong> tokohtokoh<br />

muda, banyak disukai<br />

masyarakat. Tetapi apakah<br />

barisan muda di Demokrat itu<br />

bisa menembus barikade<br />

dewan pembinanya<br />

Partai besar lain sama<br />

saja polanya, bagaimana<br />

masyarakat bisa optimistis<br />

Memang seperti itu, orang baru<br />

apalagi muda masih dinilai belum<br />

memiliki sumbangan kepada partai<br />

atau pada kinerja di masyarakat.<br />

Padahal wajah-wajah lama pun sebenarnya<br />

juga bisa dibilang belum<br />

tentu memberikan kontribusi<br />

berarti di masyarakat<br />

maupun negara.<br />

Selain PDIP <strong>dan</strong><br />

Demokrat, lihat juga<br />

Hanura yang sudah<br />

jelas mengusung stok<br />

lama Pak Wiranto<br />

didampingi Hary<br />

Tanoesoedibjo. Lalu<br />

PPP dengan<br />

Suryadharma Ali <strong>dan</strong><br />

PKB yang meski<br />

sudah mencari-cari<br />

nama baru tetapi<br />

yang muncul saat<br />

ini Jusuf Kalla<br />

yang stok lama juga.<br />

Berarti stok<br />

lama yang bersaing<br />

itulah yang<br />

akan tampil<br />

Imam B. Prasodjo<br />

memimpin<br />

Saya bisa menduga, pemilihan orang-orang lama itu<br />

memang berat bagi partai apalagi sudah disadari<br />

bahwa persaingannya semakin ketat karena memunculkan<br />

nama-nama yang sebelumnya juga bersaing.<br />

Tetapi mau bagaimana lagi, yang muda belum<br />

dipercaya mampu, sementara palang pintu penentuan<br />

calon dari partai masih dipegang orang lama yang di<br />

sisi lain tidak terlalu layak.<br />

Orang baru yang naik daun dinilai belum terlalu<br />

lama berperan di masyarakat seperti Jokowi yang<br />

melesat menembus orbit nasional dari wali kota Solo,<br />

lalu sekarang ada nama Ridwan Kamil tetapi juga<br />

belum jelas seberapa besar ia mampu berperan progresif<br />

di masyarakat. Dan tokoh lain di daerah.<br />

Mereka orang-orang muda yang sosoknya se<strong>dan</strong>g<br />

disorot sebagai pemimpin yang bukan hanya wacana<br />

namun juga ke lapangan. Tetapi tidak mengherankan<br />

juga kalau yang banyak tampil Jokowi karena dia<br />

berada di Jakarta, unggul dalam pemberitaan karena<br />

dekat dengan media <strong>dan</strong> media juga banyak<br />

mendekat.<br />

Di sini peran media kemudian dipertanyakan.<br />

Apakah bisa terus mengawal atau akan dibatasi<br />

ketika menyangkut pemilik media yang notabene<br />

ada yang berkepentingan untuk bisa dimunculkan.<br />

Media mengganggu objektivitas penokohan<br />

tokoh sebagai calon pemimpin<br />

Media memang banyak berperan untuk membentuk<br />

opini, mengenalkan tokoh baru hingga<br />

mendongkrak popularitas. Hanya, di balik<br />

media-media besar ada mereka yang memiliki<br />

perusahaan sehingga objektivitas<br />

dipertanyakan.<br />

Seperti misalnya TVOne<br />

dengan Aburizal Bakrie<br />

<strong>dan</strong> Metro TV milik<br />

Surya Paloh. Seberapa<br />

jauh akan bisa me -<br />

nyiarkan secara<br />

netral ketika pemilik<br />

modalnya ikut<br />

dalam pusaran<br />

politik. Masalahnya<br />

sekarang<br />

di<br />

belakang media<br />

ada orang yang<br />

berkepentingan<br />

untuk bisa<br />

mempromosikan<br />

atau tidak<br />

mempromosikan.<br />

Pewawancara:<br />

Pamuji Tri Nastiti<br />

<strong>Bisnis</strong>/Dwi Prasetya<br />

Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 95


Pertaruhan KPU<br />

Hedwi Prihatmoko<br />

redaksi@bisnis.co.id<br />

Sebagaimana pesta pada umumnya, pesta<br />

demokrasi pun butuh sebuah event organizer.<br />

Dalam hal ini, Komisi Pemilihan<br />

Umum (KPU) yang bertugas sebagai<br />

event organizer. Sebagai tulang punggung<br />

pesta demokrasi, salah satu tugas<br />

terpenting KPU adalah mengurus daftar pemilih<br />

<strong>dan</strong> peserta pesta demokrasi ini.<br />

KPU telah menetapkan 15 partai politik (parpol)<br />

‘pengisi acara’ Pileg <strong>2014</strong>, terdiri dari 12 parpol<br />

nasional <strong>dan</strong> 3 parpol lokal Aceh. Adapun untuk<br />

Pilpres <strong>2014</strong>, KPU belum membuat ketetapan resmi<br />

peserta pemilunya.<br />

Pengisi acara sudah ditetapkan, KPU kemudian<br />

menentukan ‘un<strong>dan</strong>gan’ pesta untuk dimasukkan<br />

ke dalam daftar pemilih tetap (DPT). Pada 4<br />

November silam, KPU menetapkan jumlah DPT<br />

186.612.255 orang.<br />

Namun, penetapan jumlah DPT pada 4 November<br />

itu ternyata menyisakan permasalahan dengan<br />

keberadaan 10,4 juta DPT bermasalah. DPT bermasalah<br />

muncul karena tidak memiliki nomor induk<br />

kependudukan (NIK) sehingga menjadi tidak sesuai<br />

dengan ketentuan un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g. Menurut UU<br />

No. 8/2012, DPT harus mencantumkan NIK.<br />

Andrinof Chaniago, pengamat politik dari<br />

Universitas <strong>Indonesia</strong>, mengatakan DPT merupakan<br />

jaminan atas hak pilih warga negara. Dalam mengawal<br />

hak pilih warga, lanjutnya, KPU seharusnya<br />

cukup melakukan pemutakhiran atas data kependudukan<br />

yang diberikan oleh Kementerian Dalam<br />

Negeri (Kemendagri).<br />

Masalah DPT bukan barang baru. Pada Pemilu<br />

2009 pun masalah ini juga muncul. Sebenarnya<br />

KPU sudah melakukan evaluasi <strong>dan</strong> menegaskan<br />

bahwa sumber data untuk pembuatan DPT yang<br />

96 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong><br />

Dari Menjamin Hingga<br />

Memberi Kepercayaan<br />

Kurang dari setengah tahun ke depan,<br />

pesta demokrasi kembali dilangsungkan<br />

dengan ratusan juta penduduk<br />

<strong>Indonesia</strong> diun<strong>dan</strong>g terlibat dalam prosesi<br />

itu. Pesta demokrasi itu mewujud<br />

dalam pemilihan umum, baik Pemilu<br />

Legislatif 9 April maupun Pilpres 9<br />

Juli.<br />

diserahkan ke KPU seharusnya sudah memenuhi<br />

unsur-unsur yang disyaratkan dalam UU.<br />

Pasalnya, KPU hanya melakukan pemutakhiran<br />

atas data pemilih, bukan untuk melengkapi atau<br />

membuat data baru. Pemutakhiran itu bertujuan<br />

untuk menyisir penduduk yang memiliki identitas<br />

ganda, meninggal, pindah domisili, <strong>dan</strong> lain-lain.<br />

Andrinof menjelaskan jika pemutakhiran sudah<br />

ditempuh dengan maksimal, namun masih tetap<br />

menyisakan DPT bermasalah, KPU masih memiliki<br />

cara untuk menjamin hak pilih warga. Caranya<br />

adalah dengan penggunaan kartu identitas, seperti<br />

KTP atau kartu keluarga, yang dikonfirmasi ke<br />

kelompok penyelenggara pemungutan suara<br />

(KPPS), perangkat KPU daerah, <strong>dan</strong> Ketua RT/RW<br />

atau Lurah.<br />

Kendati masih menuai permasalahan klasik soal<br />

DPT, Ba<strong>dan</strong> Pengawas Pemilu (Bawaslu) menilai<br />

proses pembuatan DPT yang sekarang jauh lebih<br />

baik <strong>dan</strong> bermutu dibandingkan dengan proses<br />

pembuatan DPT pada Pemilu 2009.<br />

“Cuma memang karena sekarang prosesnya lebih<br />

terbuka, semuanya disampaikan ke publik, termasuk<br />

yang kurang-kurangnya. Ini terkesan burukburuknya<br />

lebih banyak,” kata anggota Bawaslu<br />

Nelson Simanjuntak.<br />

Kendati demikian, ada catatan yang diberikan<br />

Bawaslu kepada KPU terkait masalah DPT, yaitu<br />

koordinasi KPU dengan stakeholder lain, khususnya<br />

Kemendagri. Memang, penetapan DPT sangat bergantung<br />

kepada data penduduk milik Kemendagri.<br />

Meski banyak disinggung bahwa DPT bermasalah<br />

muncul karena a<strong>dan</strong>ya permasalahan di e-KTP,<br />

Bawaslu menilai KPU tetap harus bertanggung<br />

jawab penuh terhadap keberadaan DPT bermasalah.<br />

Bawaslu sendiri mengaku sulit untuk mengkritisi<br />

data kependudukan yang dimiliki Kemendagri.<br />

Pasalnya, Kemendagri dilindungi oleh UU untuk<br />

tidak menyalurkan data-data kependudukannya<br />

dengan alasan kerahasiaan<br />

Menghadapi kendala soal DPT, KPU berjanji akan<br />

meningkatkan kerja samanya dengan Kemendagri.<br />

KPU menilai Kemendagri sudah berupaya maksimal<br />

untuk membantu melakukan verifikasi DPT dengan<br />

data kependudukan.<br />

“Bahwa masih ada catatan <strong>dan</strong> kelemahan, kami<br />

[bersama Kemendagri] akan memperbaiki bersamasama,”<br />

ujar anggota KPU Arif Budiman.<br />

Permasalahan DPT bukan perkara sepele hingga<br />

membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono<br />

mengumpulkan para pimpinan lembaga negara,


seperti Ketua MPR, Ketua DPR, Ketua BPK, Ketua KPU,<br />

<strong>dan</strong> Ketua Komisi Yudisial, untuk membahas soal DPT.<br />

Presiden menuturkan KPU harus mampu memberikan<br />

penjelasan atas permasalahan DPT untuk menghilangkan<br />

kecurigaan masyarakat <strong>dan</strong> parpol non pemerintah<br />

terkait hal ini.<br />

KPU bersama Kemendagri menyatakan kekisruhan<br />

DPT ini akan dituntaskan di perwakilan tingkat daerah<br />

sampai batas waktu hingga 4 Desember 2013<br />

SURAT SUARA<br />

Tidak kalah penting, kelancaran distribusi surat suara<br />

juga mengambil peran sentral dalam keberhasilan<br />

penyelenggaraan pemilu. Seperti diketahui, Pemilu 2009<br />

sempat diwarnai dengan berbagai kasus surat suara<br />

yang tertukar.<br />

Baik Andrinof maupun Nelson menyarankan agar<br />

KPU meningkatkan koordinasinya, mulai dari tingkat<br />

KPU pusat hingga ke tingkat KPPS.<br />

Dalam koordinasi ini, perwakilan KPU di daerah harus<br />

memberikan informasi lebih awal kepada KPU pusat agar<br />

perencanaan yang dibuat oleh pusat lebih matang.<br />

Informasi itu misalnya yang terkait dengan ke terjangkauan,<br />

dukungan infrastruktur, <strong>dan</strong> kondisi cuaca.<br />

Tidak hanya itu, koordinasi dengan pihak percetakan<br />

pun tidak kalah penting dalam mengawal surat suara.<br />

Nelson menekankan jumlah surat suara yang dicetak<br />

harus tepat, yaitu sejumlah DPT ditambah 2% dari DPT<br />

sebagai surat suara ca<strong>dan</strong>gan, kemudian dikali dengan<br />

jenis surat suara yang dibutuhkan.<br />

Faktor lain yang mencadi catatan kendala dalam<br />

Pemilu 2009 adalah keterlambatan pencairan anggaran<br />

pemilu dari Kementerian Keuangan yang berimbas pada<br />

terhambatnya kinerja KPU.<br />

Arif Budiman mengungkapkan dalam persiapan<br />

Pemilu <strong>2014</strong>, keterlambatan pencairan anggaran masih<br />

tetap terjadi, namun tidak separah pada Pemilu 2009.<br />

Dia mengaku sementara ini, KPU masih bisa melaksanakan<br />

tugasnya dengan baik, meskipun ada keterlambatan<br />

anggaran.<br />

Proses pelaksanaan pemilu bisa menjadi cerminan<br />

atas legitimasi dari para penyelenggara negara. Dengan<br />

sederhana, seberapa kuat legitimasi para pemenang<br />

pemilu sebagai penyelenggara negara dapat dilihat dari<br />

tingkat partisipasi pemilih dengan suara sah.<br />

Pada Pemilu 2009, KPU mencatatkan jumlah DPT<br />

Pileg 2009 sebanyak 171.265.442 orang dengan jumlah<br />

suara sah sebanyak 104.048.118 suara. Adapun, jumlah<br />

DPT Pilpres 2009 sebanyak 176.411.434 jumlah suara<br />

sah sebanyak 121.504.481.<br />

Berdasarkan jumlah tersebut, tingkat partisipasi<br />

pemilih dengan suara sah pada Pemilu 2009 hanya sebesar<br />

60,75% untuk pemilu legislatif, <strong>dan</strong> 68,88% untuk<br />

Pilpres. Bawaslu menilai perlu ada perbaikan sikap para<br />

aktor peserta pemilu dalam mengikuti jalannya pemilu.<br />

Langkah paling sederhana dengan tidak memberikan<br />

janji-janji politik yang berlebihan <strong>dan</strong> tidak melanggar<br />

aturan pemilu. Demi mengembalikan kepercayaan publik,<br />

KPU sendiri akan meningkatkan sosialisasi publik.<br />

Sosialisasi ini berupa pemberian pemahaman publik<br />

tentang pemilu <strong>dan</strong> pelatihan bagaimana publik menggunakan<br />

hak pilihnya.<br />

<strong>Bisnis</strong>/En<strong>dan</strong>g Muchtar<br />

Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 97


Industri <strong>Politik</strong><br />

Survei Sebagai Instrumen <strong>Politik</strong><br />

<strong>Bisnis</strong>/Nurul Hidayat<br />

Pesta demokrasi yang berlangsung pada 9 April (Pemilu<br />

Legislatif) <strong>dan</strong> 9 Juli (Pilpres) tahun depan menjadi satu bagian<br />

penentu arah negara ini akan dijalankan.<br />

Hedwi Prihatmoko<br />

redaksi@bisnis.co.id<br />

Mawar memang berduri. Namun,<br />

tergantung di mana masyarakat<br />

menaruh pegangannya. Mawar<br />

dapat dipetik tanpa perlu<br />

membuat tangan berdarah.<br />

Memahami ini, masyarakat<br />

tentu akan menghindari sikap sembrono saat<br />

menjatuhkan pilihan karena pertaruhannya adalah<br />

kepentingan nasional.<br />

Sikap kehati-hatian publik kemudian terwujud<br />

ke dalam masyarakat yang haus informasi. Hukum<br />

supply-demand kemudian berfungsi. Lembaga<br />

survei datang untuk memuaskan rasa dahaga<br />

masyarakat atas informasi itu.<br />

“Peran lembaga survei sekarang makin signifikan<br />

karena banyak masyarakat menunggu hasilnya<br />

untuk pertimbangan politik,” kata mantan Direktur<br />

<strong>Indonesia</strong> Research Center (IRC) Agus Sudibyo.<br />

Beragamnya lembaga survei menghasilkan<br />

beragam hasil jajak pendapat. Di satu sisi, hal ini<br />

bagus karena masyarakat memiliki perbandingan<br />

lebih banyak dalam membuat pertimbangan politik.<br />

Misalnya secara berturut-turut, Media Survei<br />

Nasional (Median) mencatatkan tiga parpol dengan<br />

elektabilitas tertinggi adalah Golkar, PDIP, <strong>dan</strong><br />

PKS (17 Mei 2013). Kemudian Alvara Research<br />

Center mencatatkan PDIP, Gerindra, <strong>dan</strong> Golkar<br />

(11 September 2013), se<strong>dan</strong>gkan Lembaga Survei<br />

Nasional menyatakan Golkar, PDI-P, <strong>dan</strong> Gerindra<br />

(16 Juli 2013).<br />

Tidak hanya parpol, hasil beragam juga terjadi<br />

dalam survei calon presiden (capres) <strong>2014</strong>. Meski<br />

banyak lembaga survei menempatkan Joko Widodo<br />

sebagai capres <strong>2014</strong> dengan elektabilitas tertinggi,<br />

ada juga lembaga survei yang memberikan hasil<br />

berbeda.<br />

Misalnya, Focus Survey <strong>Indonesia</strong> (FSI)<br />

98 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>


menunjukkan elektabilitas tertinggi diperoleh Prabowo<br />

Subianto (2 Agustus 2013). Adapun Lingkaran Survei<br />

<strong>Indonesia</strong> menyampaikan Megawati Soekarnoputri<br />

paling berpotensi terpilih sebagai presiden <strong>2014</strong> jika<br />

berdasarkan capres riil (20 Oktober 2013).<br />

Agus mengatakan hasil yang berbeda mungkin<br />

terjadi karena ada beberapa faktor. “Survei yang<br />

dilakukan di bulan berbeda, bahkan minggu berbeda,<br />

bisa menghasilkan hasil yang tidak sama,” katanya.<br />

Selain itu, lanjutnya, lembaga survei juga memiliki<br />

simulasi tertentu dalam melakukan survei yang juga bisa<br />

memberikan hasil berbeda.<br />

Simulasi berbeda memang pernah dilakukan oleh<br />

Lingkaran Survei <strong>Indonesia</strong> dalam survei di Oktober<br />

2013. Dalam survei tersebut, Joko Widodo tidak<br />

dimasukkan namanya karena belum menjadi capres<br />

resmi dari PDIP sehingga belum bisa dianggap mewakili<br />

partai politik tertentu.<br />

Didik Supriyanto, Ketua Perkumpulan untuk Pemilu<br />

<strong>dan</strong> Demokrasi (Perludem), berpendapat ada sisi positif<br />

untuk masyarakat dengan hasil survei yang bermacammacam<br />

seperti sekarang. Menurutnya, keragaman hasil<br />

survei menyebabkan masyarakat tidak akan mudah<br />

terpengaruh oleh hasil jajak pendapat lembaga survei<br />

tertentu.<br />

“Sekarang lembaga survei mana yang hasilnya<br />

dominan mempengaruhi masyarakat Nggak ada,” kata<br />

Didik.<br />

KONTROVERSI<br />

Bukan rahasia, kegiatan lembaga survei bukan semata-mata<br />

bertujuan untuk kepentingan publik. Dalam<br />

industri politik, pelaku politik biasa memakai jasa lembaga<br />

survei untuk kepentingannya, mulai dari sekadar<br />

mengadakan survei internal untuk pemetaan politik<br />

hingga menjadi konsultan politik dalam meraih<br />

kemenangan.<br />

Dualisme kepentingan ini kemudian menuai<br />

kontroversi. Beberapa politikus nasional mengeluhkan<br />

keberadaan lembaga survei yang dianggap melakukan<br />

penggiringan opini publik.<br />

Prabowo, misalnya, menganggap ada kecenderungan<br />

beberapa lembaga survei sengaja tidak memasukkan<br />

namanya <strong>dan</strong> dijadikan sebagai alat politik. Keluhan<br />

juga pernah disampaikan oleh Hidayat Nur Wahid yang<br />

menilai hasil survei banyak yang tidak logis <strong>dan</strong> tidak<br />

sesuai kenyataan.<br />

Direktur Eksekutif Median Rico Marbun mengatakan<br />

terdapat dua jenis lembaga survei, yaitu lembaga survei<br />

yang murni bergerak di ranah akademis <strong>dan</strong> lembaga<br />

survei yang bergerak di industri politik.<br />

“Yang bergerak di industri politik ini yang sekarang<br />

sangat menonjol,” katanya.<br />

Lembaga survei yang bergerak di industri politik,<br />

lanjutnya, tetap melakukan dua jenis survei, yaitu survei<br />

yang dilakukan untuk kepentingan publik <strong>dan</strong> survei<br />

untuk kepentingan klien politiknya.<br />

Dia menuturkan yang membedakan survei untuk<br />

kepentingan publik dengan survei untuk kepentingan<br />

klien politik terletak pada publikasi. Menurutnya,<br />

hasil dari survei untuk kepentingan klien politik tidak<br />

dipublikasi. Publikasi hanya dilakukan pada survei<br />

untuk kepentingan publik.<br />

Kredibilitas lembaga survei yang bergerak di<br />

industri politik ditentukan oleh transparansinya<br />

saat mempublikasikan hasil jajak pendapatnya ke<br />

masyarakat. Rico mengungkapkan setidaknya ada tiga<br />

hal yang membutuhkan transparansi, yaitu sumber<br />

<strong>dan</strong>a, metode, <strong>dan</strong> data survei.<br />

“Kalau survei untuk kliennya nanti di-publish, berarti<br />

sudah masuk ke kepentingan publik. Sumber <strong>dan</strong>anya<br />

tetap harus disampaikan,” katanya.<br />

Namun, tidak semua berpikiran sama. Dalam paparan<br />

hasil survei yang diadakan Focus Survey <strong>Indonesia</strong> pada<br />

2 Agustus 2013, pengamat politik Irwan Suhanto pernah<br />

mengatakan bahwa metode penelitian lembaga survei<br />

merupakan rahasia dapur yang tidak perlu diungkap ke<br />

publik.<br />

Ada lagi pendapat dari Direktur Eksekutif Lembaga<br />

Survei Nasional Umar S. Bakry. Kepada salah satu<br />

media nasional, dia pernah menyampaikan a<strong>dan</strong>ya<br />

prinsip anonimitas yang dijaga oleh lembaga survei.<br />

Artinya, jika si pemberi <strong>dan</strong>a tidak mau disebutkan<br />

namanya, lembaga survei bersangkutan tidak bisa<br />

menyampaikannya ke publik.<br />

Ketua Perludem Didik Supriyanto mengaku pesimistis<br />

dengan kredibilitas lembaga survei saat ini. Menurutnya,<br />

lembaga survei harus memposisikan dirinya secara<br />

jelas, apakah berkecimpung dalam industri politik demi<br />

kepentingan kliennya atau menjadi lembaga independen<br />

yang bertujuan pada kepentingan publik.<br />

Kredibilitas lembaga survei, lanjutnya, diperlukan<br />

karena lembaga survei juga berfungsi untuk<br />

mengevaluasi hasil pemilu yang dilakukan oleh Komisi<br />

Pemilihan Umum (KPU).<br />

Menurutnya, jika terdapat kesenjangan yang terlalu<br />

jauh antara hasil jajak pendapat berbagai lembaga survei<br />

dengan hasil pemilu dari KPU, hal tersebut menjadi<br />

bahan evaluasi yang harus dijelaskan ke masyarakat.<br />

“<strong>Politik</strong> yang rasional mestinya bisa diprediksi.<br />

Itulah gunanya survei. Kalau hasilnya tiba-tiba<br />

mengagetkan, kan berarti perlu ada penjelasan,”<br />

katanya. Oleh karena itu, dia hanya berharap agar<br />

perkiraan masyarakat bisa dibangun di atas hasil jajak<br />

pendapat yang bisa dipercaya.<br />

Mungkin kita bisa mempertimbangkan pengalaman<br />

Pemilukada DKI Jakarta setahun lalu. Pasangan Joko<br />

Widodo-Basuki Tjahaja Purnama dinyatakan sebagai<br />

pemenang Pemilukada 2012 DKI.<br />

Kenyataan ini memutarbalikkan hasil jajak pendapat<br />

lembaga survei, seperti Lingkaran Survei <strong>Indonesia</strong>,<br />

Jaringan Suara <strong>Indonesia</strong>, Indo Barometer, Pusat Kajian<br />

Kebijakan <strong>dan</strong> Pembangunan Strategis, <strong>dan</strong> Sugeng<br />

Sarjadi School of Government, yang memperkirakan<br />

pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli sebagai<br />

pemenang kursi DKI 1 <strong>dan</strong> DKI 2.<br />

Lantas, apa yang salah dengan survei lembagalembaga<br />

itu..<br />

Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 99


Tindak Pi<strong>dan</strong>a Korupsi<br />

Menagih<br />

Janji KPK<br />

Kinerja <strong>dan</strong> keberanian KPK menuntaskan<br />

kasus besar akan teruji tahun<br />

depan. Mungkin saja tahun ini KPK<br />

banyak diacungi jempol karena<br />

mampu membongkar kasus kakap,<br />

yang melibatkan sejumlah pejabat<br />

Negara tinggi.<br />

Mia Chitra Dinisari<br />

mia.citra@bisnis.co.id<br />

Misalnya saja, penangkapan<br />

Ketua MK Akil Muchtar dalam<br />

kasus suap sengketa pilkada,<br />

<strong>dan</strong> Kepala SKK Migas Rudi<br />

Rubiandini dalam kasus suap<br />

SKK Migas, hingga kasus suap<br />

impor daging yang menjebloskan nama Presiden<br />

PKS, Luthfi Hasan Ishaaq.<br />

Namun, dibalik kesuksesannya itu, KPK<br />

dianggap masih lamban dalam menangani dua<br />

kasus besar yang diduga melibatkan pejabat tinggi<br />

lainnya di <strong>Indonesia</strong>.<br />

Yakni kasus korupsi <strong>dan</strong> gratifikasi<br />

pembangunan sarana <strong>dan</strong> prasarana olahraga di<br />

Hambalang, <strong>dan</strong> kasus dugaan korupsi dalam<br />

pemberian fasilitas pinjaman jangka pendek (FPJP)<br />

sekaligus penetapan Bank Century sebagai bank<br />

gagal berdampak sistemik.<br />

Pasalnya, perlu waktu lebih dari setahun,<br />

bagi KPK untuk menetapkan status tersangka<br />

<strong>dan</strong> menahan mantan Menpora Andi Alfian<br />

Malarangeng dalam kasus Hambalang, juga<br />

belum juga ditahannya mantan Ketua Umum<br />

Partai Demokrat Anas Urbaningrum, meski sudah<br />

ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus gratifikasi<br />

proyek Hambalang sejak Februari lalu.<br />

Bahkan, KPK juga baru menetapkan satu orang<br />

tersangka dalam kasus Century, yakni Budi Mulya,<br />

mantan Deputi Bi<strong>dan</strong>g IV Pengelolaan Devisa<br />

Gubernur Bank <strong>Indonesia</strong>, yang dikenai pasal<br />

penyalahgunaan kewenangan dari pasal 3 UU No<br />

31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak<br />

Pi<strong>dan</strong>a Korupsi sebagaimana diubah pada UU No 20<br />

tahun 2001 tentang perbuatan menguntungkan diri<br />

sendiri.<br />

Padahal, KPK sudah memeriksa puluhan<br />

saksi, <strong>dan</strong> menggeledah Bank <strong>Indonesia</strong> untuk<br />

penyidikannya.<br />

Tak ingin dianggap lamban, KPK pun lagi-lagi<br />

menyatakan janjinya akan segera menuntaskan<br />

kedua kasus itu pada <strong>2014</strong>.<br />

“Kasus Hambalang <strong>dan</strong> Century sudah masuk<br />

jadwal tahun depan untuk selesai. Hambalang kan<br />

sudah mulai masuk persi<strong>dan</strong>gan untuk seorang<br />

tersangka, <strong>dan</strong> kasus Century kita akan segera<br />

menyi<strong>dan</strong>gkan tersangka,” ujar Wakil Ketua KPK<br />

Bambang Widjojanto kepada <strong>Bisnis</strong>.<br />

Kembali pada janji KPK, Ketua KPK Abraham<br />

Samad juga ikut menyatakan akan merampungkan<br />

dua kasus besar itu tahun depan. Bahkan, dia<br />

telah mengumbar jika saat ini mereka telah<br />

menyelesaikan sekitar 75% dari kasus Century,<br />

sehingga dapat tuntas 100% tahun depan.<br />

Menurut Abraham, lambatnya penuntasan<br />

kasus dari rencana semula, banyak disebabkan<br />

masalah teknis. “Penyidik hanya 60-70 orang<br />

untuk menyelesaikan kasus yang banyak muncul<br />

belakangan ini. Jadi target penyelesaian kasus<br />

besar semacam Century, bergeser tapi kita akan<br />

usahakan,” ujar Abraham.<br />

Abraham juga menyatakan mereka tengah<br />

mempercepat kasus itu, agar tidak upaya<br />

menghentikan kasus, melalui surat perintah<br />

penyidikan perkara (SP-3). Karena itu, mereka akan<br />

fokus penyelesaian kasus itu tahun depan.<br />

Sementara, meskipun optimistis mampu<br />

menuntaskan kasus Hambalang <strong>dan</strong> Century,<br />

Bambang Widjojanto tidak dapat memastikan<br />

berapa kerugian Negara yang bisa dikembalikan<br />

dengan dirampungkannya kedua kasus itu.<br />

Hanya, katanya, KPK akan berupaya keras<br />

mengembalikan kerugian negara, setara<br />

dengan dugaan indikasi kerugian negara yang<br />

diakibatkannya.<br />

“Sejauh mana kerugian negara bisa<br />

dikembalikan, itu akan tergantung dengan<br />

perkembangan penyidikan <strong>dan</strong> persi<strong>dan</strong>gan. Untuk<br />

diketahui, kita tahun ini berhasil mengembalikan<br />

kerugian negara dalam jumlah yang besar. Itu<br />

juga kita harapkan dalam dua kasus lainnya ini,”<br />

tegasnya.<br />

Bambang juga menyatakan meskipun<br />

memprioritaskan dua kasus itu, KPK juga tidak<br />

akan mengabaikan mengungkap kasus korupsi<br />

lainnya yang sat ini se<strong>dan</strong>g ditangani atau yang<br />

mungkin akan baru terungkap tahun depan.<br />

Praktisi <strong>Indonesia</strong> Corruption Watch (ICW)<br />

Tama S Langkun mengatakan saat ini KPK sudah<br />

mulai menangani korupsi bukan hanya fokus pada<br />

penetapan hukuman pada pelaku, namun juga<br />

upaya pengembalian kerugian negara akibat tindak<br />

pi<strong>dan</strong>a tersebut.<br />

100 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>


Hal tersebut, dengan penetapan pasal-pasal<br />

pencucian uang yang dikenakan KPK kepada pelaku<br />

korupsi. Misalnya saja, kepada Luthfi Hasan Ishaaq,<br />

Ahmad Fathanah, Djoko Susilo, <strong>dan</strong> yang terbaru kepada<br />

Rudi Rubiandini.<br />

Meski demikian, katanya, pasal tersebut memang<br />

tidak bisa diterapkan pada seluruh kasus, karena terkait<br />

dengan financial crime, <strong>dan</strong> metode penyidikan yang<br />

dilakukan KPK.<br />

“Yang menjadi soal belum efektif untuk semua<br />

perkara. Karena beberapa kasus sudah masuk<br />

persi<strong>dan</strong>gan <strong>dan</strong> hanya dikenakan kasus Tipikor, seperti<br />

Deddy Kusnidar,” ujar Tama.<br />

Karena itu, dia berharap KPK tahun depan lebih<br />

fokus dalam penetapan kasus-kasus korupsi yang<br />

dimungkinkan juga a<strong>dan</strong>ya TPPU, agar tingkat<br />

pengembalian kerugian Negara bisa maksimal.<br />

Tama juga mengapresiasi kinerja KPK selama<br />

tahun 2013, <strong>dan</strong> berharap bisa ditingkatkan tahun<br />

<strong>2014</strong>. Dia juga optimistis KPK bisa menuntaskan<br />

kasus Hambalang, menyusul saat ini lingkaran yang<br />

terduga terlibat sudah masuk dalam penanganan<br />

perkara.<br />

Se<strong>dan</strong>gkan dalam kasus Century, dia menilai akan<br />

sangat sulit karena kasus itu melibatkan kejahatan<br />

finansial yang cukup rumit. Jadi, jika saja KPK bisa<br />

mengungkap pelaku <strong>dan</strong> menetapkan tersangka akan<br />

menjadi prestasi cukup besar bagi KPK.<br />

Wakil Ketua DPR Komisi III Pieter Zulkifli juga<br />

mengaku cukup optimistis KPK dapat menuntaskan<br />

kasus-kasus korupsi di tanah air. Termasuk, dalam dua<br />

kasus besar itu.<br />

Dia mengatakan sejauh ini KPK telah bekerja on<br />

track, <strong>dan</strong> banyak kasus korupsi telah berhasil diungkap,<br />

termasuk yang melibatkan pejabat. Jika dalam<br />

kondisinya ada pihak-pihak yang belum puas itu<br />

adalah hal yang biasa.<br />

“Keberhasilan <strong>dan</strong> ketidakpuasan masyarakat<br />

ini bisa menjadi vitamin bagi KPK untuk terus<br />

meningkatkan kinerjanya,” ujarnya.<br />

Pieter juga berharap KPK mampu lebih<br />

banyak menuntaskan kasus-kasus besar tahun<br />

depan, <strong>dan</strong><br />

waspada <strong>dan</strong><br />

tetap menjaga<br />

integritas<br />

lembaganya<br />

agar tetap dipercaya rakyat.<br />

Sementara itu, secara umum, Wakil Ketua KPK<br />

Zulkarnain mengatakan pada sektor pencegahan, tahun<br />

depan KPK akan meningkatkan kerja sama dengan BPKP<br />

<strong>dan</strong> lembaga hokum lainnya untuk mengatasi kurangnya<br />

sumber daya manusia di KPK. Kedepannya, katanya.<br />

Selain itu, mereka juga akan mengintensifkan<br />

berbagai kegiatan koordinasi-supervisi bi<strong>dan</strong>g<br />

penindakan, yang meliputi koordinasi terkait<br />

penanganan perkara <strong>dan</strong> peningkatan kapasitas aparat<br />

penegak hukum.<br />

“Koordinasi yang diutamakan, adalah penerimaan<br />

pelaporan surat perintah dimulainya penyidikan<br />

(SPDP), yang jumlahnya diperkirakan akan<br />

meningkat,” ujarnya.<br />

Tahun 2013 saja, dalam periode Januari-Juni 2013<br />

KPK telah menerima SPDP sebanyak 553 kasus, dengan<br />

rincian 441 kasus dari kejaksaan <strong>dan</strong> dari kepolisian<br />

sebanyak 112 kasus.<br />

Berdasarkan data KPK, jumlah perkara yang<br />

telah ditangani di tahun 2013 sebanyak 48 kasus.<br />

Se<strong>dan</strong>gkan dalam sepuluh tahun terakhir jumlahnya<br />

mencapai 385 kasus, dimana yang melibatkan<br />

anggota DPR <strong>dan</strong> DPRD sebanyak 72 kasus, kepala<br />

lembaga/kementerian sebanyak sembilan kasus, duta<br />

besar sebanyak empat kasus <strong>dan</strong> komisioner terdapat<br />

tujuh kasus.<br />

Kemudian, kasus melibatkan Gubernur sepuluh<br />

kasus, kepala daerah 34 kasus, pejabat eselon I,II <strong>dan</strong> III<br />

114 kasus, hakim delapan kasus, swasta 87 kasus <strong>dan</strong><br />

lainnya terdapat 41 kasus.<br />

<strong>Bisnis</strong>/Andry T. Kurniady<br />

Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 101


Mafia Hukum<br />

Memulihkan Citra MK<br />

Pada Rabu, 3 Oktober 2013<br />

malam, muncul kabar mengejutkan<br />

ketika Komisi Pemberantasan<br />

Korupsi tiba-tiba menangkap ketua<br />

Mahkamah Konstitusi Akil<br />

Mochtar, dengan dugaan kasus<br />

penyuapan terkait pemulusan<br />

sengketa pilkada dua daerah yang<br />

se<strong>dan</strong>g ditangani KPK.<br />

Mia Chitra Dinisari<br />

mia.chitra@bisnis.co.id<br />

Akil pun ditahan <strong>dan</strong> disangkakan<br />

menerima suap dalam sengketa<br />

pilkada Lebak Banten, <strong>dan</strong> Gunung<br />

Mas, Kalimantan Tengah.<br />

Selain Akil, KPK juga turut<br />

menyeret lima tersangka lainnya.<br />

Yakni, Cornelis Nalau seorang pengusaha<br />

Kalimantan Tengah, Hambit Bimit Kepala Daerah<br />

Gunung Mas, serta seorang Anggota DPR dari<br />

fraksi Golkar Chairunnisa.<br />

Se<strong>dan</strong>gkan dalam kasus pilkada Banten tersangka<br />

yang dinyatakan bertanggung jawab adalah<br />

seorang pengacara bernama Susi Tut Handayani,<br />

Tb Chaeri Wardhana yang merupakan<br />

adik kandung Gubernur Banten,<br />

<strong>dan</strong> suami dari Walikota<br />

Tangerang Selatan.<br />

Penangkapan tersebut<br />

seolah menjadi bom<br />

yang meledakkan kepercayaan<br />

masyarakat terhadap<br />

lembaga hukum<br />

sekelas MK, yang sebe-<br />

<strong>Bisnis</strong>/Yayus Yuswoprihanto<br />

102 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>


lumnya diga<strong>dan</strong>g-ga<strong>dan</strong>g mampu memulihkan kepercayaan<br />

masyarakat terhadap hukum di <strong>Indonesia</strong>, yang<br />

sempat luntur karena kasus yang terjadi di Mahkamah<br />

Agung.<br />

Bahkan, kepanikan sempat melanda pemerintah <strong>dan</strong><br />

lembaga hukum nasional. Buntutnya, Peme rin tahpun<br />

mengusulkan pembentukan Perppu Mah kamah<br />

Konstitusi, untuk mengatur sistem hukum di MK! karena<br />

kondisinya yang dinilai kritis.<br />

Pembuatan Perppu merupakan satu dari lima langkah<br />

yang disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono<br />

dalam rangka penyelamatan MK.<br />

Empat lainnya yakni, pertama, peradilan di MK diharapkan<br />

sangat hati-hati <strong>dan</strong> MK agar menunda<br />

persi<strong>dan</strong>g an jangka pendek.<br />

Kedua, penegakan hukum oleh KPK diharapkan dapat<br />

dipercepat <strong>dan</strong> konklusif. Ketiga, Presiden berencana<br />

menyiapkan Perppu yang mengatur aturan <strong>dan</strong> seleksi<br />

hakim MK. Keempat, dalam perppu itu juga diatur<br />

pengawasan terhadap proses peradilan MK yang dilakukan<br />

Komisi Yudisial. Kelima, MK diharapkan melakukan<br />

audit internal.<br />

Namun, hingga kini masih terjadi tarik ulur terkait<br />

Perppu MK akibat pro kontra dari berbagai pihak.<br />

Selain itu, langkah lainnya, Dewan Perwakilan<br />

Rakyat <strong>dan</strong> pemerintah berencana akan menghapus<br />

kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam menyelesaikan<br />

sengketa hasil pemilihan umum kepala daerah,<br />

melalui revisi un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g pemilihan kepala<br />

daerah.<br />

Dalam RUU itu, penanganan sengketa pilkada akan<br />

dipindah ke pengadilan umum, <strong>dan</strong> pengadilan tinggi,<br />

serta Mahkamah Agung, untuk sengketa pilkada di<br />

tingkat kabupaten/kota.<br />

Pengamat Hukum Universitas <strong>Indonesia</strong> Topo<br />

Santoso mengatakan pemulihan citra MK yang rusak<br />

akibat kasus korupsi, tidak bisa dengan mudah<br />

dikembalikan.<br />

Apalagi, sekarang muncul kasus anarkis dalam<br />

si<strong>dan</strong>g sengketa pilkada yang digelar MK beberapa<br />

waktu lalu. Kondisi ini menunjukkan kepercayaan<br />

masyarakat kepada lembaga mahkamah peradilan itu<br />

sudah hilang, <strong>dan</strong> juga mereka tidak lagi menghormatinya.<br />

Padahal, katanya MK merupakan lembaga peradilan<br />

yang semula sangat dipercaya <strong>dan</strong> dinilai paling<br />

bagus daripada mahkamah peradilan lainnya di<br />

<strong>Indonesia</strong>.<br />

Kendala lainnya, menurut Topo saat ini karena Ketua<br />

MK pengganti juga berasal dari partai politik, sehingga<br />

butuh kerja keras bagi Ketua MK baru, ataupun lembaga<br />

tersebut untuk kembali dipercaya masyarakat. Lain halnya<br />

jika yang terpilih berasal dari kalangan Akademisi,<br />

mungkin kepercayaan masyarakat akan lebih cepat<br />

pulih.<br />

Topo menilai, mahkamah peradilan lainnya harus<br />

belajar dari kasus MK tersebut. Dengan mulai menata<br />

lembaganya, terutama dari kemungkinan potensi terjadinya<br />

korupsi, yang dinilai paling rentan terjadi dalam<br />

lembaga hukum saat ini.<br />

Beberapa hal yang harus dilakukan mahkamah peradilan<br />

itu, menurutnya a.l. bersifat terbuka terhadap kritik<br />

<strong>dan</strong> masukan, juga meningkatkan reputasinya,<br />

dengan memilih komisioner yang memiliki reputasi<br />

sangat tinggi.<br />

Pemulihan citra MK melalui Perppu MK, menurutnya<br />

kurang efektif. Karena MK memiliki kewenangan untuk<br />

menguji Perppu, sehingga akan ada krisis kepentingan<br />

saat Perppu tersebut diuji oleh MK.<br />

Lebih lanjut Topo mengatakan mulai saat ini mahkamah<br />

peradilan <strong>dan</strong> lembaga peradilan di tanah air harus<br />

mulai meningkatkan kerja sama <strong>dan</strong> koordinasinya satu<br />

sama lain, untuk mengantisipasi munculnya kasus<br />

hukum di dalam lembaga atau mahkamah peradilan itu<br />

sendiri.<br />

SISTEM PENGAWASAN<br />

Sehingga, pada akhirnya akan muncul sistem pengawasan<br />

secara otomatis antara lembaga hukum satu<br />

dengan lainnya. Diharapkan dengan langkah itu maka<br />

potensi penyimpangan kewenangan bisa diminimalisir.<br />

Sementara itu, Wakil Menteri Hukum <strong>dan</strong> HAM<br />

Denny Indrayana menolak berkomentar mengenai<br />

kondisi yang terjadi pada MK saat ini.<br />

Menurutnya, sebagai eksekutif, pihaknya akan mendukung<br />

kegiatan pemerintah dalam pemulihan citra<br />

lembaga hukum, <strong>dan</strong> siap bekerja sama dengan mahkamah<br />

peradilan lainnya dalam penanganan <strong>dan</strong> pengawasan<br />

kasus suap atau kasus penyimpangan kewenangan<br />

lainnya.<br />

Sementara itu, Anggota DPR Komisi III Eva<br />

Sundari mengatakan saat ini hal-hal yang harus<br />

diperbaiki oleh mahkamah peradilan adalah memperbaiki<br />

sistem pelaksanaan kewenangan <strong>dan</strong> proses<br />

rekrutmen calon ko misioner di masing-masing lembaga.<br />

Misalnya saja dengan melibatkan pakar psikologi<br />

dalam proses rekrutmen ataupun pada saat proses<br />

penentuan keutusan yang menyangkut masalah<br />

hukum, <strong>dan</strong> terkait hal-hal anti korupsi.<br />

Sehingga pola pikir aparat hukum bisa menjadi<br />

anti korupsi.<br />

Sundari juga menilai agar kasus-kasu sengketa MK<br />

yang diduga bermasalah bisa segera diselesaikan melalui<br />

penyidikan dengan cara menyidik kasus indikasi<br />

korupsi <strong>dan</strong> suapnya, dengan melibatkan KPK. “Jika<br />

putusannya sudah mutlak, maka bisa dibidik melalui<br />

kasus korupsinya,” ujarnya<br />

Peneliti hukum dari <strong>Indonesia</strong> Corruption Watch<br />

(ICW) Donal Fariz menilai jika penanganan sengketa<br />

pilkada lebih baik tetap dilakukan oleh Mahkamah<br />

Konstitusi daripada oleh pengadilan umum <strong>dan</strong><br />

Mahkamah Agung.<br />

“Sengketa pilkada adalah sengketa politik, jadi<br />

sesungguhnya jika ini dikembalikan ke Mahkamah<br />

Agung, proses transaksinya, kemudian menjadi lebih<br />

mudah karena pengalaman di MA pun tidak baik kalau<br />

kita lihat,” ujarnya.<br />

Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 103


Dialog <strong>Arah</strong> <strong>Politik</strong> <strong>2014</strong><br />

Langkah Awal Berbenah &<br />

Konsolidasi Demokrasi<br />

Beberapa bulan menjelang Pemilu <strong>2014</strong>, suhu politik<br />

terasa kian panas setelah partai politik <strong>dan</strong> para calon<br />

presiden mulai menunjukkan persaingan terbuka menuju<br />

tampuk kekuasaan. Mengamati dinamika tersebut, <strong>Bisnis</strong><br />

mewawancarai Peneliti Senior LIPI, Prof. Siti Zuhro,<br />

sebagaimana berikut:<br />

Bagaimana Anda melihat arah perpolitikan<br />

nasional pada <strong>2014</strong> setelah mencermati<br />

di namika yang terjadi pada tahun ini<br />

Berbeda dari Pemilu 2009, menyongsong Pemilu<br />

<strong>2014</strong> persaingan antarpartai politik terlihat makin<br />

tidak sehat. Kecenderungan itu terlihat ketika parpol<br />

belum melakukan perbaikan dalam hal perekrutan<br />

kader.<br />

Begitu juga dengan masih lemahnya pengawasan<br />

terhadap kader calon pemimpin maupun yang<br />

memegang jabatan publik sebagaimana terlihat dari<br />

sejumlah kasus hukum yang mendera elit partai.<br />

Dengan kondisi demikian, bagaimana efektivitas<br />

pemerintahan mendatang menurut<br />

Anda<br />

Tidak tertutup kemungkinan hasil Pemilu <strong>2014</strong><br />

akan mengulang hal yang sama sebagaimana terjadi<br />

pada Pemilu 2009. Artinya, koalisi gaduh <strong>dan</strong> tidak<br />

efektif dalam menjalankan pemerintahan akan<br />

kembali dibangun oleh parpol.<br />

Dengan demikian, sistem presidensial akan<br />

terkalahkan oleh riil politik bagi-bagi kekuasaaan<br />

melalui bangunan koalisi “pelangi” dengan tujuan<br />

untuk mempertahankan status quo, bukan fokus<br />

pada efektivitas kinerja pemerintahan.<br />

Namun, bisa jadi koalisi parpol mampu<br />

bekerja efektif, baik di pemerintahan maupun di<br />

parlemen kalau Pemilu <strong>2014</strong> mampu menghadirkan<br />

pemimpin yang mampu mempengaruhi elite partai<br />

koalisi tentang program yang akan dilaksanakan<br />

untuk rakyat.<br />

Pemilu legislatif (pileg) <strong>dan</strong> pemilihan presiden<br />

(pilpres) menjadi agenda besar pada<br />

<strong>2014</strong>, seperti apa konstelasi yang akan terjadi<br />

Konstelasi politik <strong>2014</strong> akan memanas<br />

seiring dengan dilselenggarakannya pileg yang<br />

menjadi ajang pertarungan bagi 12 partai untuk<br />

memenangkan kursi di parlemen.<br />

Bagi parpol, kemenangan di Pileg <strong>2014</strong> mutlak<br />

diperlukan untuk memastikan diri ikut di pilpres.<br />

104 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong><br />

Namun demikian, menyongsong Pemilu <strong>2014</strong><br />

parpol relatif mau mendengarkan aspirasi civil<br />

society <strong>dan</strong> berusaha mengakomodasinya untuk<br />

menarik simpati rakyat.<br />

Apa harapan anda dengan a<strong>dan</strong>ya perubahan<br />

sikap tersebut<br />

Ada partai yang melaksanakan konvensi, ada<br />

partai yang cepat-cepat mengumumkan capres atau<br />

capres-cawapres nya, ada pula parpol yang wait and<br />

see sebelum mendeklarasikan capres-cawapres.<br />

Dari semua upaya tersebut, satu hal yang jelas<br />

yang dilakukan parpol yaitu mencari dukungan<br />

rakyat agar dilamar menjadi presiden <strong>dan</strong> wakil<br />

presiden. Inilah yang membedakan antara Pemilu<br />

<strong>2014</strong> <strong>dan</strong> pemilu-pemilu sebelumnya.<br />

Harapan saya Pemilu <strong>2014</strong> akan menjadi langkah<br />

awal <strong>Indonesia</strong> berbenah <strong>dan</strong> melaksanakan<br />

konsolidasi demokrasi.<br />

Apakah sistem multi-partai masih bisa<br />

dipertahankan untuk menciptakan sistem<br />

pemerintahan yang efektif<br />

Sebagaimana hasil Pemilu 2009, tidak tertutup<br />

kemungkinan hasil Pemilu <strong>2014</strong> akan mengulang<br />

hal yang sama ketika koalisi gaduh <strong>dan</strong> tak efektif<br />

kembali dibangun oleh parpol.<br />

Artinya, sistem presidensial akan terkalahkan<br />

oleh riil politik bagi-bagi kekuasaan melalui<br />

bangunan koalisi “pelangi” dengan tujuan<br />

mempertahankan status quo, bukan fokus pada<br />

efektivitas kinerja pemerintahan.<br />

Namun, bisa jadi koalisi parpol mampu bekerja<br />

efektif, baik di pemerintahan maupun di parlemen<br />

(koalisi yang berlaku paralel) dengan hadirnya<br />

pemimpin yang memiliki kepemimpinan yang kuat<br />

<strong>dan</strong> mampu mempengaruhi elite di partai koalisi<br />

terkait program yang akan dilaksanakan untuk<br />

kepentingan rakyat.<br />

Banyak kasus hukum yang menimpa kepala<br />

daerah, politisi <strong>dan</strong> penegak hukum pada<br />

tahun 2013. Bagaimana Anda melihatnya<br />

Itulah yang membedakan substansi kompetisi/<br />

kontestasi di Pemilu <strong>2014</strong>. Publik membaca<br />

fenomena maraknya korupsi di tiga cabang<br />

kekuasaan sebagai refleksi buruknya management<br />

di ketiga lembaga tersebut.<br />

Apakah ada kemungkinan politisasi hukum<br />

dalam konteks itu<br />

Sayangnya, terbukanya aib ini bukannya


dijadikan sebagai langkah fundamental melakukan<br />

reformasi kelembagaan, sebaliknya lebih cenderung<br />

dijadikan komoditas untuk kepentingan investasi politik<br />

memenangkan Pemilu <strong>2014</strong>.<br />

Namun demikian, Kasus hukum yang mendera<br />

elit eksekutif, yudikatif <strong>dan</strong> legislatif telah memberi<br />

peringatan penting kepada publik agar selektif memilih<br />

calon pemimpin, baik di pemilu legislatif maupun<br />

pemilu presiden <strong>2014</strong>.<br />

Bagaimana Anda melihat persaingan caleg <strong>dan</strong><br />

capres di tengah kuatnya pengaruh pendiri maupun<br />

ketua umum partai politik<br />

Publik masih melihat parpol sangat hierarkis, nepotis,<br />

kolutis <strong>dan</strong> patronase dalam menjalankan kaderisasi,<br />

meskipun tak semua partai melakukan ini.<br />

Selama persayaratan para caleg <strong>dan</strong> capres longgar<br />

seperti sekarang ini, hanya mengandalkan restu pimpinan<br />

partai maupun pendiri partai saja maka akan su lit<br />

mengharapkan munculnya para anggota dewan <strong>dan</strong><br />

pemimpin nasional yang sesuai dengan kehendak rakyat.<br />

Seperti apa persaingan parpol dengan ditetapkannya<br />

parliamentary threshold (PT) Partai apa<br />

saja yang akan menang <strong>dan</strong> menguasai pemerintahan.<br />

Persaingannya akan sangat ketat. Dengan PT 3,5%<br />

tidak semua parpol akan lolos di parlemen. Dari 12<br />

partai yang akan berkompetisi bisa jadi hanya akan<br />

tinggal 6 atau 7 partai yang bisa masuk parlemen.<br />

Tiga partai besar pemenang Pemilu 2009, Demokrat,<br />

Golkar PDIP bisa jadi akan tetap bertengger di posisi<br />

puncak dengan kemungkinan besar terjadi perubahan<br />

komposisi.<br />

Bisa Anda jelaskan lebih detil seperti apa peta<br />

persaingan ketiga parpol tersebut<br />

Komposisi itu kemungkinan berubah<br />

sesuai dengan aspirasi politik rakyat<br />

yang menghendaki perubahan. Karena<br />

itu, tak tertutup kemungkinan PDIP <strong>dan</strong><br />

Partai Golkar yang saling berhadapan di<br />

Pileg <strong>2014</strong>.<br />

Selain itu, tak tertutup kemungkinan<br />

juga Partai Demokrat <strong>dan</strong> Partai Gerindra<br />

juga saling berhadapan. Kalau kalau<br />

konvensi capres yang digelar Partai<br />

Demokrat tidak bisa meyakinkan<br />

rakyat untuk bersimpati <strong>dan</strong> muncul<br />

isu (negatif) baru terkait Cikeas<br />

maka Gerindra cenderung menyodok<br />

Demokrat.<br />

<strong>Bisnis</strong>/Dedi Gunawan<br />

Siti Zuhro<br />

Terakhir, siapa capres yang Anda<br />

unggulkan terkait calon pemimpin<br />

nasional periode <strong>2014</strong>-2019<br />

Siapa capres yang bakal jadi Presiden<br />

RI <strong>2014</strong>-2019 akan ditentukan oleh<br />

hasil pemilu legislatif yang hasilnya<br />

baru akan terlihat sekitar Mei <strong>2014</strong>.<br />

Namun demikian, untuk menentukan<br />

pilihan pada capres, orang <strong>Indonesia</strong><br />

memiliki kekhasan tersendiri dengan<br />

memasukkan nilai-nilai keutuhan<br />

keluarga.<br />

Hal ini mirip dengan di Amerika<br />

Serikat di mana seorang capres harus<br />

punya keutuhan keluarga <strong>dan</strong> tidak<br />

boleh cacat hukum atau bermasalah<br />

dengan masa lalunya. Harapan saya<br />

kompetisi di pilpres akan diwarnai oleh<br />

kompetisi substansial yakni memilih<br />

yang terbaik di antara yang baik, bukan<br />

yang baik di antara yang jelek (tanpa<br />

menyebut nama capres).<br />

Pewawancara: John Andhi Oktaveri<br />

Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 105


Independensi Media<br />

Pemilik Media Meraup Iklan<br />

<strong>dan</strong> Untung <strong>Politik</strong><br />

Belanja iklan politik membawa berkah<br />

tersendiri bagi industri media massa.<br />

Itulah sebabnya belanja iklan di<br />

<strong>Indonesia</strong> pada 2013 melonjak <strong>dan</strong><br />

bahkan melampaui target awal<br />

‘hanya’ Rp115 triliun. Pada <strong>2014</strong><br />

media bakal banjir iklan di pesta<br />

demokrasi.<br />

Lahyanto Nadie<br />

lahyanto.nadie@bisnis.co.id<br />

Adalah Ketua Persatuan Periklanan<br />

<strong>Indonesia</strong> Harris Thajeb yang<br />

mengungkapkan bahwa pada akhir<br />

tahun 2013 belanja iklan <strong>Indonesia</strong><br />

mencapai Rp113 triliun atau naik<br />

18% dibandingkan dengan realisasi<br />

2012 yang senilai Rp92 triliun.<br />

Menyambut momentum tahun politik <strong>2014</strong>,<br />

belanja iklan diduga bakalan naik lagi. Lihat saja,<br />

begitu banyak tokoh politik yang muncul di media<br />

baik figur maupun partai. Iklan mulai tersebar di<br />

media televisi, surat kabar, majalah <strong>dan</strong> online.<br />

Belanja iklan politik di media televisi masih akan<br />

dominan karena cukup efektif memperkenalkan<br />

citra seseorang jika dibandingkan dengan melalui<br />

media cetak maupun digital. Namun harus diakui<br />

bahwa kampanye melalui media sosial akan semakin<br />

gencar. Belanja di sektor ini juga akan booming.<br />

Bahkan persentase kenaikan belanja iklan untuk<br />

media digital melebihi televisi. Lambat laun pasar<br />

iklan media digital menggerus pasar di media-me -<br />

dia konvensional seperti cetak, radio, <strong>dan</strong> televisi.<br />

Belanja iklan televisi pada 2013 mencapai porsi<br />

hingga 67% dari seluruh belanja iklan, se<strong>dan</strong>gkan<br />

30% untuk media cetak lalu 3% sisanya untuk<br />

media lainnya, termasuk media digital <strong>dan</strong> outdoor.<br />

Meskipun belanja iklan media online hanya sekitar<br />

1%, dalam tahun-tahun mendatang akan mengalami<br />

kenaikan yang signifikan seiring dengan<br />

pe netrasinya yang semakin tinggi.<br />

Jelas fenomena ini terkait dengan kondisi demografis<br />

penduduk <strong>Indonesia</strong> yang didominasi usia<br />

15-24 tahun. Mereka adalah penggunaan perangkat<br />

teknologi informasi <strong>dan</strong> internet. Itulah sebabnya,<br />

ceruk bisnis media digital akan semakin moncer.<br />

Namun CEO Kompas Gramedia Group Agung<br />

106 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong><br />

Surya Paloh<br />

Aburizal Bakrie<br />

Dahlan Iskan<br />

Hary Tanoesoedibjo<br />

Pemilik Media Sekaligus<br />

Penguasa Partai<br />

Partai Nasional Demokrat<br />

(Nasdem)<br />

Media <strong>Indonesia</strong> Group (Metro TV,<br />

Harian Media <strong>Indonesia</strong>, Media<br />

<strong>Indonesia</strong>, Lampung Post, Borneonews,<br />

Prioritas)<br />

Partai Golongan Karya<br />

(Golkar)<br />

Viva Media Group (AN TV, TV<br />

One, Sport One, Middle East Broadcasting<br />

Center, Saluran TV Satelit Berbayar,<br />

Vivasky, Situs online (VIVA.co.id),<br />

Gonla.com, MBC.net, (mulai <strong>2014</strong>),<br />

Shahid.net (mulai <strong>2014</strong>)<br />

Partai Demokrat (PD)<br />

Susilo Bambang Yudhoyono,<br />

peserta Konvensi Dahlan Iskan, Jawa Pos<br />

Group Jawa Pos National Network (JPNN)<br />

adalah perusahaan yang menaungi lebih<br />

dari 151 surat kabar daerah <strong>dan</strong> nasional,<br />

yang paling terkenal adalah Jawa Pos,<br />

Indo Pos, Rakyat Merdeka, <strong>dan</strong> belasan<br />

tabloid, majalah, <strong>dan</strong> televisi daerah.)<br />

Partai Hati Nurani Rakyat<br />

(Hanura)<br />

Wiranto, Cawapres Hary<br />

Tanoesoedibjo, MNC Group (RCTI, MNC TV,<br />

Global TV, harian Sindo, okezone.com, radio<br />

Trijaya Sindo, ratusan radio di daerah <strong>dan</strong><br />

ratusan tv kabel, sejumlah tabloid)<br />

<strong>Bisnis</strong>/Ilham Nesabana<br />

Adiprasetyo, tak khawatir. Ia menilai media cetak<br />

masih prospektif <strong>dan</strong> punya pasar sendiri. Hanya<br />

saja yang terpenting adalah kue iklan media cetak<br />

yang bermigasi ke digital, jangan sampai pindah ke<br />

pemilik media lain. Itulah sebabnya KKG telah<br />

‘memagari’ agar uang iklan dari masyarakat tetap<br />

berada di lingkungan media yang dikuasainya.<br />

Caranya adalah dengan memanfaatkan teknologi<br />

<strong>dan</strong> terus melakuan inovasi.<br />

Begitupun Sekretaris Jenderal Serikat Penerbit<br />

Suratkabar (SPS) Ahmad Djauhar. Kekhawatiran


ahwa media cetak akan mati sudah berulang-ulang<br />

sejak belasan tahun lalu. Nyatanya media cetak masih<br />

hidup sehat wal afiat.<br />

“Memang tren-nya mengalami penurunan, tapi tidak<br />

terlalu siginifikan. Penurunan minat baca koran di<br />

<strong>Indonesia</strong> tidak separah di Singapura. Bahkan di India<br />

justru bertumbuh.”<br />

Optimisme Adi <strong>dan</strong> Djauhar beralasan. Media cetak<br />

masih akan menangguk kue iklan cukup besar di tahun<br />

politik ini. Lagi pula kini para penge lola surat kabar pun<br />

memiliki media online yang cukup berwibawa <strong>dan</strong> diminati<br />

pengaksesnya. Artinya, kue iklan di cetak bermigrasi<br />

ke online di pemilik yang sama.<br />

Lihatlah, berdasarkan Alexa.com, lima media online<br />

yang berbasiskan surat kabar menempati peringkat yang<br />

cukup tinggi. Sebut saja Kompas.com (KKG), Tempo.co<br />

(Grup Tempo), Republika.co.id (harian Republika),<br />

Kontan.co.id (KKG) <strong>dan</strong> <strong>Bisnis</strong>.com (<strong>Bisnis</strong> <strong>Indonesia</strong><br />

Group of Media).<br />

Pesta politik tahun <strong>2014</strong> seiring dengan makin suburnya<br />

pertumbuhan media online. Praktisi politik ramairamai<br />

memanfaatkan media online untuk memperkenalkan<br />

diri <strong>dan</strong> programnya kepada masyarakat mengingat<br />

media baru ini dianggap cukup efektif.<br />

Tak kurang dari 70 juta pengguna Internet di<br />

<strong>Indonesia</strong> <strong>dan</strong> itu menjadi sasaran langsung dari para<br />

politisi untuk menyampaikan pesannya. Media online<br />

pun dikuasai oleh pemilik <strong>dan</strong> penguasa partai politik.<br />

PEMILIK MEDIA<br />

Siapakah yang paling diuntungkan dengan iklan politik<br />

di media massa Bukan rakyat <strong>dan</strong> juga bukan<br />

pemerintah. Mereka yang menangguk keuntungan<br />

adalah para pemilik modal media. Apa lagi yang punya<br />

televisi. Terlebih lagi pemilik televisi itu juga memanfaatkan<br />

medianya untuk berkampanye demi sukses<br />

ambisi politik pribadi maupun par tainya.<br />

Kondisi seperti inilah menimbulkan kekhawatiran di<br />

publik. Jelas warga masyarakat dirugikan lantaran tidak<br />

terjadinya penyampaian informasi yang berimbang.<br />

Lihat saja para pemilik televisi melulu yang tampil sebagai<br />

ketua umum partai, calon presiden, <strong>dan</strong> calon wakil<br />

presiden yang mencuri start berkampanye.<br />

Boleh jadi publik cemas terhadap sikap netral media.<br />

Terlihat jelas aspek jurnalistik yang benar, profesional,<br />

<strong>dan</strong> obyektif agak terpinggirkan.<br />

Itu tercermin dari diskusi tentang media <strong>dan</strong> pemilu<br />

yang digelar Fakultas Ilmu Sosial <strong>dan</strong> Budaya<br />

Universitas <strong>Indonesia</strong> yang menghadirkan para akademisi<br />

<strong>dan</strong> praktisi media.<br />

Chusnul Mar’iyah, Dosen <strong>Politik</strong> FISIP UI yang pernah<br />

menjadi anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk<br />

Pemilu 2004, misalnya, khawatir dengan peran <strong>dan</strong><br />

independensi media pada Pemilu <strong>2014</strong>.<br />

Maklum, persaingan pada tahun depan untuk mengu a-<br />

sai negeri ini memang sangat luar biasa. Bagaimana pe ta<br />

persaingan media itu sendiri mengingat banyak me dia<br />

yang melibatkan diri dalam pertarungan politik itu.<br />

Ia tak bisa lepas dari pergulatan politik praktis lantaran<br />

pemiliknya ikut berkomptisi untuk memerintah<br />

negeri ini. Dari 15 partai politik yag akan meramaikan<br />

pesta demokrasi lebih dari separuhnya memiliki media<br />

massa.<br />

Sebut saja Partai Golkar yang memiliki Viva Group,<br />

Hanura dengan MNC Group, Nasdem dengan Media<br />

Indonsia Group. Calon presiden peserta konvensi dari<br />

Partai Demokrat, Dahlan Iskan dengan Jawa Pos Group,<br />

Demokrat dengan Koran Jakarta, <strong>dan</strong> Jurnal Nasional.<br />

MENJAGA INDEPENDENSI<br />

Pertanyaannya adalah mungkinkah independensi<br />

media massa dalam pesta politik <strong>2014</strong> Maklum,<br />

fenomena pemusatan kepemilikan media masa pada<br />

sekelompok orang seolah menjadi hal yang wajar saja.<br />

“Padahal di Eropa <strong>dan</strong> di Amerika Serikat kepemilikan<br />

itu dibatasi,” kata Chusnul.<br />

Namun masih banyak media diharapkan mampu bersikap<br />

independen lantaran tidak dimiliki oleh partai<br />

politik. Berdasarkan catatan <strong>Bisnis</strong>, ada 13 kelompok<br />

besar yang mempengaruhi pangsa pasar media massa di<br />

<strong>Indonesia</strong>.<br />

Mereka adalah Kompas Gramedia milik Jacob Oetama,<br />

Mahaka Media miliki Erick Tohir, Global Media Communication<br />

<strong>dan</strong> Media Nusantara Citra (MNC) milik Hary<br />

Tanoesoedibjo, Jawa Pos Group milik Dahlan Iskan.<br />

Selain itu, ada Elang Mahkota Teknologi milik keluarga<br />

Sariaatmadja, CT Group milik Chaerul Tandjung, Visi<br />

Media Asia milik kelompok Bakrie, Media Group milik<br />

Surya Paloh, MRA Media milik keluarga Soetowo,<br />

Femina Group milik Pia Alisjahbana, Tempo Inti Media<br />

milik Yayasan Tempo, <strong>dan</strong> Berita Satu Media Holding<br />

milik Lippo Group <strong>dan</strong> <strong>Bisnis</strong> <strong>Indonesia</strong> Group of Media<br />

(BIG Media) yang didirikan oleh Sukam<strong>dan</strong>i Sahid<br />

Gitosardjono, Ciputra, Eric Samola <strong>dan</strong> Soebronto Laras.<br />

Dari semua kelompok besar itu, masih ada yang tidak<br />

terafiliasi dengan partai politik maupun pengurusnya.<br />

Jadi di tengah booming iklan media di tahun politik,<br />

masih ada harapan bagi publik untuk menikmati independensi<br />

media massa.<br />

Adalah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang<br />

galau dengan kondisi media seperti ini. Ia meminta<br />

media memberikan ruang sosialisasi yang sama bagi<br />

semua kandidat pilpres mendatang.<br />

Maklum, partai sang presiden, Partai Demokrat,<br />

meng aku tak memiliki media. Namun bukan berarti<br />

pernyataan Ketua Umum Partai Demorkat itu tanpa alasan.<br />

Ia berharap pers tetap pada fungsinya: menyampaikan<br />

informasi, mengkritisi jalannya pemerintahan,<br />

menghibur <strong>dan</strong> tentu saja sebagai media pendidikan<br />

bagi masyarakat secara profesional, berimbang, <strong>dan</strong><br />

sesuai fakta yang terjadi. Jelas, itu sesuai dengan UU<br />

Pokok Pers No. 40/1999.<br />

Para pemilik media juga merasa punya hak asasi<br />

masuk ke ranah politik <strong>dan</strong> memanfaatkan medianya.<br />

Apakah publik membiarkan begitu saja Sebenarnya<br />

masyarakat berhak mendapatkan informasi yang baik,<br />

bukan yang dipaksakan oleh pemilik media untuk<br />

membentuk opini.<br />

Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 107


Persaingan Usaha<br />

KPPU Berbenah Hadapi<br />

Pasar Asean<br />

Sekitar 13 tahun lalu, Komisi<br />

Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)<br />

lahir. Namun, keberadaan institusi ini<br />

tidak seterkenal Komisi Pengawas<br />

Korupsi yang usianya 3 tahun lebih<br />

muda meskipun perkara yang<br />

ditangani tak kalah banyak.<br />

Annisa Margrit<br />

annisa.margrit@bisnis.co.id<br />

108 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong><br />

Kurangnya sosialisasi menjadi penyebab<br />

nama Komisi Pengawas Persaingan<br />

Usaha (KPPU) tidak terlalu dikenal<br />

publik. Hal ini pun disadari oleh<br />

KPPU.<br />

Berdasarkan data KPPU, sejak berdiri<br />

pada 8 Juni 2009 hingga Oktober 2013 jumlah<br />

perkara yang telah mereka tangani mencapai 280,<br />

223 diantaranya sudah diputus, se<strong>dan</strong>gkan beberapa<br />

lainnya masih berjalan.<br />

Dari total perkara itu, 69,29% atau 194 diantaranya<br />

terkait dengan persekongkolan dalam tender<br />

pengadaan barang <strong>dan</strong> jasa. Sekitar 30,71% sisanya<br />

adalah perkara non-tender, seperti merger atau<br />

dugaan kartel.<br />

“Sekarang kami mulai memperbanyak perkara<br />

inisiatif, seperti kartel. Ke depannya akan lebih<br />

banyak yang inisiatif dari KPPU sendiri,” ungkap<br />

Ketua KPPU Nawir Messi kepada <strong>Bisnis</strong>, baru-baru<br />

ini.<br />

Pengamat persaingan usaha dari Universitas<br />

<strong>Indonesia</strong> (UI) Teddy Anggoro menuturkan dari<br />

tahun ke tahun lembaga ini menunjukkan perkembangan<br />

kinerja.<br />

“Misalnya kartel, ini bagus. Yang harus disadarkan<br />

bukan hanya pelaku usaha, tapi pemerintah<br />

juga mesti diberi shock therapy,” ujarnya kepada<br />

<strong>Bisnis</strong>, Senin (11/11).<br />

Menurut Teddy, kartel bukanlah sesuatu yang<br />

baru di <strong>Indonesia</strong>. Praktik seperti itu dinilainya<br />

muncul berkat stimulus dari pemerintah yakni di<br />

sisi struktur tata niaga.<br />

Pergeseran sifat perkara dipan<strong>dan</strong>g turut didorong<br />

oleh komponen anggota Komisioner. Teddy menyebutkan<br />

dari sembilan Komisioner, tujuh diantaranya<br />

memiliki basis ekonomi. “Jadi mereka punya keyakinan<br />

lebih mengenai dugaan kartel yang ada,”<br />

katanya.<br />

Sosialisasi yang kurang membuat masyarakat<br />

kurang mengenal lembaga KPPU. Namun, lanjut<br />

Teddy, pemanggilan Gita Wirjawan <strong>dan</strong> Suswono<br />

beberapa waktu lalu telah memunculkan perhatian<br />

publik terhadap lembaga pengawas persaingan<br />

usaha .<br />

Di sisi lain, Ketua Umum Kamar Dagang<br />

<strong>Indonesia</strong> (Kadin) Suryo Bambang Sulisto menilai<br />

kinerja KPPU selama ini belum efektif. Sanksi yang<br />

ada saat ini dipan<strong>dan</strong>g belum tegas.<br />

“Kartel, monopoli, price-fixing, ini kan harus<br />

dibuktikan. Kalau di AS, hukumannya penjara <strong>dan</strong><br />

denda. Kalau di <strong>Indonesia</strong> dipertanyakan hukumannya,”<br />

ujarnya ketika dihubungi <strong>Bisnis</strong>, beberapa<br />

waktu lalu.<br />

Suryo mengakui banyak persaingan semu yang<br />

terjadi di tata niaga <strong>Indonesia</strong> saat ini. Dia meman<strong>dan</strong>g<br />

banyak yang harus disempurnakan di sisi<br />

aturan.<br />

AMANDEMEN UU<br />

Menyadari belum cukup efektif <strong>dan</strong> efisien<br />

kinerjanya selama ini, KPPU pun berbenah<br />

diri. Nawir Messi mengungkapkan UU Nomor 5<br />

Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli<br />

<strong>dan</strong> Persaingan Usaha Tidak Sehat tengah direvisi.<br />

Proses amandemen beleid tersebut se<strong>dan</strong>g bergulir<br />

di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) <strong>dan</strong> diharapkan<br />

rampung awal <strong>2014</strong>. “Ada banyak yang direvisi,<br />

seperti definisi persaingan usaha serta perubahan<br />

sistem notifikasi merger,” sebutnya.<br />

Pengertian persaingan usaha dipan<strong>dan</strong>g penting<br />

untuk diperbaiki karena definisi yang berlaku sekarang<br />

tidak mampu melindungi seluruh bentuk<br />

praktik kompetisi. “Banyak yang tidak bisa kami<br />

cover karena praktiknya tidak di <strong>Indonesia</strong>, kami<br />

tidak bisa cross border,” tutur Nawir.<br />

Hal ini dipan<strong>dan</strong>g mendesak, apalagi Masyarakat<br />

Ekonomi Asean (MEA) semakin dekat.<br />

Poin lain yang diamandemen adalah penambahan<br />

wewenang, yakni penggeledahan <strong>dan</strong> penyitaan.<br />

Tujuannya, agar KPPU bisa mendapatkan alat bukti<br />

yang kuat.<br />

Menurut Nawir, kelemahan lembaganya dalam<br />

pemeriksaan terutama di pengadilan adalah tersedianya<br />

bukti.<br />

Lantaran tidak bisa melakukan penggeledahan,<br />

mereka hanya dapat menunjukkan bukti<br />

tidak langsung <strong>dan</strong> tidak bisa memperlihatkan<br />

bukti fisik seperti dokumen perjanjian. Padahal,


Sumber: KPPU<br />

Rekapitulasi Jumlah Perkara<br />

2000-Oktober 2013<br />

Tahun Putusan Perkara berjalan Penetapan<br />

2000 2 0 0<br />

2001 4 0 1<br />

2002 4 0 4<br />

2003 7 0 2<br />

2004 7 0 2<br />

2005 18 0 4<br />

2006 12 0 6<br />

2007 27 0 4<br />

2008 48 0 20<br />

2009 32 0 3<br />

2010 37 0 5<br />

2011 13 0 0<br />

2012 9 0 0<br />

2013 2 7 0<br />

Total 222 7 51<br />

BISNIS/TUTUN PURNAMA<br />

pengadilan di <strong>Indonesia</strong> tidak menerima bukti semacam<br />

ini.<br />

Perubahan terakhir adalah di sisi kepegawaian. KPPU<br />

mengeluhkan banyaknya staf yang pindah ke lembaga<br />

lain karena status kerja mereka tidak jelas.<br />

“Di sini [KPPU] bukan PNS [Pegawai Negeri Sipil],<br />

tapi honorer. Kami kehilangan 20% staf terbaik tiap<br />

tahun. Mereka pindah ke law firm, BI [Bank <strong>Indonesia</strong>],<br />

KPK,” ungkap Nawir.<br />

Terkait MEA, Teddy setuju perlunya penerapan prinsip<br />

lintas batas demi menjaga daya saing serta kompetisi<br />

sehat antar pelaku usaha lokal dengan pengusaha dari<br />

negara tetangga. Sekaligus melin dungi pengusaha<br />

<strong>Indonesia</strong>.<br />

“Kalau ada pelaku usaha <strong>Indonesia</strong> di Malaysia atau<br />

Singapura yang melakukan pelanggaran di sana, negaranegara<br />

itu bisa hukum perusahaannya di sini. Bahaya<br />

kalau kita tidak dapat lakukan hal yang sama,” jelasnya.<br />

Teddy menyebutnya prinsip ekstrateritorialitas.<br />

Dia menambahkan KPPU juga tidak mempunyai<br />

daya paksa agar pelaku usaha yang<br />

sudah dihukum segera membayar den<strong>dan</strong>ya.<br />

Di sisi pelaku usaha, Suryo menyatakan<br />

penambahan kewenangan mungkin diperlukan.<br />

“Tetapi, harus ada batasannya supaya<br />

jangan main geledah-geledah. Harus jelas<br />

aturan mainnya,” tegasnya.<br />

Tidak berbeda dengan tahun ini, KPPU<br />

menetapkan konsentrasi di lima sektor pada<br />

<strong>2014</strong>. Sektor-sektor tersebut adalah logistik,<br />

pertanian, energi, keuangan, serta pendidikan<br />

<strong>dan</strong> kesehatan. “Kami se<strong>dan</strong>g menyusun<br />

compliance guidelines untuk korporasi,”<br />

ungkap Nawir.<br />

Meski mengakui pelanggaran masih<br />

banyak terjadi <strong>dan</strong> dilakukan terang-terangan,<br />

Komisi menyatakan mereka bakal lebih<br />

galak tahun depan dengan a<strong>dan</strong>ya berbagai<br />

perubahan yang se<strong>dan</strong>g dirintis. Sejalan<br />

dengan pernyataan Suryo, Nawir mengatakan<br />

iklim persaingan usaha di <strong>Indonesia</strong><br />

tidak terlalu bagus.<br />

Tidak hanya mental <strong>dan</strong> pengetahuan<br />

masyarakat, tapi kendala di sisi pemerintah.<br />

Menurutnya, rekomendasi KPPU seringkali<br />

diabaikan.<br />

Oleh karena itu, tahun depan mereka<br />

akan mulai menyusun competition checklist<br />

dalam kaitannya dengan penyusunan draf UU.<br />

“Ada pertanyaan-pertanyaan yang harus<br />

dijawab pemerintah ketika membuat UU.<br />

Kami koordinasi dengan lembaga lain seperti<br />

Kementerian Keuangan, Bappenas,” sebut<br />

Nawir.<br />

Kerja sama dengan institusi lain pun akan<br />

diperluas, misalnya dengan Pusat Pelaporan<br />

<strong>dan</strong> Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) <strong>dan</strong> BI.<br />

Apalagi, tahun depan ada Pemilu.<br />

“Berdasarkan pengalaman, saat Pemilu jumlah perkaranya<br />

biasanya naik. Tahun ini <strong>dan</strong> tahun depan perkara<br />

tender masih akan banyak. Tarik menarik kelompok<br />

politik tentu saja berdampak buruk ke iklim usaha,”<br />

papar Nawir.<br />

Teddy memperkirakan dalam 1-2 tahun ke depan<br />

KPPU bakal lebih terlibat di perkara-perkara yang langsung<br />

terkait dengan masyarakat. “Kartel akan lebih<br />

banyak. Untuk tender, di sektor yang sifatnya kritis,<br />

seperti kepemilikan wilayah minyak <strong>dan</strong> gas bumi serta<br />

listrik,” ujarnya.<br />

Dengan banyaknya amunisi yang disiapkan <strong>dan</strong><br />

niatan mendorong lebih banyak perkara inisiatif, bisa<br />

diasumsikan ke depannya KPPU bakal menyelidiki<br />

keberadaan kartel di sektor lain. Menarik untuk<br />

ditunggu.<br />

Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 109


Solusi Sengketa Utang<br />

Annisa Margrit<br />

annisa.margit@bisnis.co.id<br />

Berkali-kali kedua perusahaan mendapat<br />

perpanjangan masa penundaan<br />

kewajiban pembayaran utang, alias<br />

PKPU, karena a<strong>dan</strong>ya kabar investor<br />

baru yang bersedia membantu. Berkalikali<br />

pula harapan akan nafas baru itu<br />

kandas setelah para investor mundur.<br />

Daya Mandiri Resources (DMRI) <strong>dan</strong> Dayaindo<br />

(KARK) bukan satu-satunya. Ada pula PT<br />

Makira Nature, perusahaan investasi emas,<br />

yang mengajukan PKPU sendiri setelah sempat<br />

dimohonkan pailit oleh nasabahnya.<br />

Setelah permohonan PKPU dikabulkan pada 23<br />

April, pihak perusahaan tidak kooperatif <strong>dan</strong> tidak<br />

pernah menyerahkan proposal perdamaian--sebagai<br />

bukti itikad baik menyelesaikan utang--kepada para<br />

krediturnya maupun menemui ribuan nasabahnya<br />

secara langsung di pengadilan.<br />

Dengan alasan tidak tercapainya perdamaian<br />

dengan para kreditur, DMRI <strong>dan</strong> KARK serta Makira<br />

akhirnya dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga<br />

Jakarta Pusat.<br />

Namun, berlarut-larutnya dua perkara ini ternyata<br />

tidak menyurutkan jumlah permohonan PKPU<br />

yang diajukan ke pengadilan. Di Pengadilan Niaga<br />

Jakarta Pusat saja, hingga Oktober 2013 terdapat<br />

66 permohonan. Jumlah ini sudah menyamai total<br />

permohonan PKPU sepanjang 2012.<br />

Ketimbang permohonan pailit yang hanya 56 per<br />

Oktober 2013, data tersebut menunjukkan PKPU<br />

kini lebih digemari untuk menagih utang. Tahun<br />

lalu, perkara pailit yang diperiksa Pengadilan Niaga<br />

Jakarta Pusat tahun lalu totalnya mencapai 77<br />

permohonan.<br />

Dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga<br />

(Unair) Hadi Subhan mengatakan salah satu<br />

penyebabnya adalah proses PKPU lebih cepat<br />

dibanding pailit maupun wanprestasi. “Sepanjang<br />

tidak ada perubahan di un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g, trennya<br />

akan selalu bertambah,” tuturnya kepada <strong>Bisnis</strong>,<br />

Kamis (7/11).<br />

110 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong><br />

PKPU Jadi Pilihan<br />

Masih segar dalam ingatan bagaimana<br />

drama penundaan kewajiban pembayaran<br />

utang (PKPU) yang melilit<br />

PT Daya Mandiri Resources<br />

<strong>Indonesia</strong> <strong>dan</strong> PT Dayaindo<br />

Resources International Tbk. berlangsung<br />

lebih dari setengah tahun.<br />

Berdasarkan UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang<br />

Kepailitan <strong>dan</strong> PKPU, permohonan PKPU yang<br />

diajukan kreditur harus diputus 20 hari sejak<br />

didaftarkan di pengadilan. Sementara untuk PKPU<br />

yang diajukan sendiri oleh debitur, hakim hanya<br />

diberi waktu 3 hari untuk memutusnya.<br />

Bandingkan dengan pailit yang mempunyai<br />

waktu 60 hari sejak didaftarkan. Apalagi ketimbang<br />

gugatan wanprestasi yang bisa berlangsung lebih<br />

lama, bahkan hingga bertahun-tahun.<br />

Hadi melanjutkan hakim pun lebih mudah<br />

mengabulkan PKPU dibanding pailit. A<strong>dan</strong>ya unsur<br />

perdamaian menjadi faktor pendorong.<br />

Hal ini diamini oleh Dosen Fakultas Hukum<br />

Universitas <strong>Indonesia</strong> Teddy Anggoro. Dia mengakui<br />

PKPU lebih mudah diajukan dibanding pailit.<br />

“Sepanjang kreditur atau debitur memperkirakan<br />

tidak bisa melanjutkan membayar utang-utangnya,<br />

PKPU dapat diajukan,” ujar Teddy kepada <strong>Bisnis</strong>,<br />

beberapa waktu lalu. Selain itu, PKPU mempunyai<br />

kesan yang lebih ramah ketimbang pailit. “Tone-nya<br />

lebih soft,” katanya.<br />

Pailit dipan<strong>dan</strong>g mempunyai konotasi yang<br />

buruk, yakni upaya merampok atau mematikan<br />

perusahaan lain. Sementara, yang dikedepankan<br />

dalam PKPU adalah usaha berdamai dengan cara<br />

restrukturisasi utang.<br />

Walaupun, PKPU pada akhirnya bisa berujung<br />

pada pailit. Hal ini dapat terjadi apabila kreditur<br />

tidak menyetujui proposal perdamaian yang<br />

disodorkan debitur atau jika debitur sama sekali<br />

tidak menyerahkan rencana perdamaian.<br />

Hadi serta Teddy sepakat terka<strong>dan</strong>g ada kreditur<br />

yang memang tidak mau berdamai <strong>dan</strong> akhirnya<br />

perkara pun berakhir dengan pailit. “Ada kreditur<br />

yang menyalahgunakan PKPU untuk memailitkan<br />

debitur,” terang Hadi.<br />

Sementara, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha<br />

<strong>Indonesia</strong> (Apindo) Sofjan Wanandi menilai pengusaha<br />

<strong>Indonesia</strong> terlalu gampang meminjam<br />

uang. “Orang <strong>Indonesia</strong> mudah sekali berutang, jadi<br />

gam pang pailit. Kalau sudah pailit, tetap saja tidak<br />

mau bayar utang,” katanya kepada <strong>Bisnis</strong>, belum<br />

lama ini.<br />

Ketua Umum Asosiasi Kurator <strong>dan</strong> Pengurus<br />

<strong>Indonesia</strong> (AKPI) Jamaslin James Purba berpendapat<br />

tujuan PKPU, yakni mencapai perdamaian, menjadi<br />

latar belakang. “PKPU lebih menguntungkan karena<br />

debitur masih bisa beroperasi,” katanya kepada<br />

<strong>Bisnis</strong>, beberapa waktu lalu.<br />

PERMAINAN PENGURUS<br />

Dengan banyaknya permohonan <strong>dan</strong> mudahnya<br />

mengajukan PKPU, beredar pan<strong>dan</strong>gan bahwa<br />

seringkali upaya hukum ini sengaja digunakan


untuk mematikan perusahaan pesaing. Isu lainnya adalah<br />

a<strong>dan</strong>ya permainan pihak-pihak tertentu yang ingin<br />

menjadi pengurus.<br />

Sesuai ketentuan, apabila suatu pihak dinyatakan<br />

berstatus PKPU maka pengadilan akan mengangkat<br />

pengurus. Tugasnya, mengurus segala sesuatu yang<br />

berkaitan dengan utang.<br />

Perusahaan tidak bisa lagi leluasa melakukan<br />

transaksi keuangan karena semuanya mesti diketahui<br />

oleh pengurus. Belum lagi fee pengurus yang tidak<br />

sedikit, dapat berkisar di angka miliaran--meskipun<br />

perhitungan biaya pengurus <strong>dan</strong> kurator masih jadi<br />

perdebatan.<br />

Rebutan pengurus pun sering terjadi. Hal ini menjadi<br />

kekhawatiran tertentu bagi debitur, karena aset-aset<br />

mereka berada di tangan pengurus.<br />

Hadi mengatakan perusahaan yang berstatus PKPU<br />

<strong>dan</strong> pailit tentu akan diincar banyak pihak, karena<br />

a<strong>dan</strong>ya kesempatan mendapatkan aset yang bagus<br />

dengan harga murah.<br />

Namun, baik Teddy maupun Hadi menolak<br />

berkomentar mengenai digunakannya PKPU untuk<br />

mematikan perusahaan pesaing.<br />

Ketua Umum Asosiasi Kurator <strong>dan</strong> Pengurus<br />

<strong>Indonesia</strong> (AKPI) Jamaslin James Purba membantah<br />

ada keterlibatan pengurus maupun kurator. “PKPU <strong>dan</strong><br />

pailit kan ditangani oleh advokat, se<strong>dan</strong>gkan pengurus<br />

<strong>dan</strong> kurator bisa akuntan. Mereka baru bekerja setelah<br />

ditunjuk oleh pengadilan,” ujarnya.<br />

Oleh karena itu, James menegaskan tidak ada rebutan<br />

antar pengurus.<br />

<strong>Bisnis</strong>/Rahmatullah<br />

Mudahnya mengajukan PKPU tidak dibarengi dengan<br />

kepastian hukum yang mengiringinya.<br />

Meski Pasal 235 UU Nomor 37 Tahun 2004<br />

menegaskan tidak ada upaya hukum bagi putusan<br />

perkara PKPU, tetapi tidak sedikit yang diajukan ke<br />

Mahkamah Agung (MA) untuk kasasi.<br />

Ketidakpastian ini pun akhirnya menghambat para<br />

pelaku usaha. Ketua Asosiasi Pengusaha <strong>Indonesia</strong><br />

(Apindo) Sofjan Wanandi menyatakan proses hukum di<br />

<strong>Indonesia</strong> lambat.<br />

Dia menilai UU mesti diubah sehingga tidak perlu<br />

melayangkan upaya hukum lain ke MA. “Kalau mau<br />

langsung saja ke MA. Hukum kita terlalu kompleks, jadi<br />

orang tidak percaya hukum <strong>Indonesia</strong>. Akibatnya, semua<br />

larinya ke international court karena lebih percaya<br />

dengan proses di luar negeri,” papar Sofjan kepada<br />

<strong>Bisnis</strong>, beberapa waktu lalu.<br />

Tidak a<strong>dan</strong>ya ketegasan <strong>dan</strong> kepastian hukum<br />

membuat pelaku usaha kesulitan. Dia mengungkapkan<br />

saat ini perusahaan-perusahaan besar lebih memilih<br />

menggunakan hukum yang berlaku di negara lain<br />

ketimbang hukum <strong>Indonesia</strong> terutama ketika membuat<br />

perjanjian kerja.<br />

“Orang <strong>Indonesia</strong> mudah sekali berutang, jadi<br />

gampang pailit. Kalau sudah pailit, tetap saja tidak mau<br />

bayar utang,” tambah Sofjan.<br />

Sementara itu hadi berpendapat, ketidakpastian<br />

hukum menjadi salah satu kekurangan UU Nomor 37<br />

Tahun 2004. “UU yang sekarang adalah turunan UU<br />

Nomor 4 Tahun 1998. Ada bagian-bagian yang hanya<br />

diubah secara parsial,” terangnya.<br />

Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 111


Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 112

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!