12.01.2015 Views

inventarisasi bitumen padat daerah banjarnegara, kabupaten

inventarisasi bitumen padat daerah banjarnegara, kabupaten

inventarisasi bitumen padat daerah banjarnegara, kabupaten

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

INVENTARISASI BITUMEN PADAT<br />

DAERAH BANJARNEGARA, KABUPATEN BANJARNEGARA<br />

PROPINSI JAWA TENGAH<br />

Oleh:<br />

Ir. J. A. Eko Tjahjono DESS.<br />

Subdit Batubara<br />

SARI<br />

.<br />

Berdasarkam kebijakan pemerintah mengenai diversifikasi energi, maka Direktorat<br />

Inventarisasi Sumber Daya Mineral telah melakukan <strong>inventarisasi</strong> endapan <strong>bitumen</strong> <strong>padat</strong> di <strong>daerah</strong><br />

Banjarnegara, Kabupaten Banjarnegara, Propinsi Jawa Tengah. Secara geografis <strong>daerah</strong> penyelidikan<br />

terletak di antara 7 0 10 1 sampai 7 0 25 1 LS dan 109 0 35 1 sampai 109 0 50 1 BT, dengan luas <strong>daerah</strong><br />

penyelidikan sekitar 750 Km 2 .<br />

Secara fisiografi, <strong>daerah</strong> penyelidikan terletak pada Jalur Pegunungan Serayu Utara, dalam<br />

Zona Intramontain. Formasi Rambatan di <strong>daerah</strong> ini diperkirakan mengandung endapan <strong>bitumen</strong> <strong>padat</strong><br />

dalam satuan batuan serpih, napal dan batupasir gampingan yang berumur Miosen Awal sampai<br />

Tengah.<br />

Hasil pengamatan dari 21 lokasi singkapan, diketahui bahwa endapan serpih lempung yang<br />

berselingan dengan batupasir gampingan, tersebar memanjang sampai 26 Km dari Tenggara sampai<br />

Baratlaut, yang mempunyai arah jurus lapisan berkisar dari N250 0 E sampai N350 0 E, dengan<br />

kemiringan lapisan berkisar dari 25 0 sampai 70 0 .<br />

Dari pengamatan dan pengukuran stratigrafi, diketahui bahwa tebal Formasi Rambatan<br />

sekitar 370 meter yang diendapkan dalam sistem regresi, dan dapat dibagi menjadi tiga bagian sekuen<br />

sedimentasi, yang mana sekuen sedimentasi bagian tengah mempunyai ketebalan 120 meter, yang<br />

diperkirakan mengandung endapan <strong>bitumen</strong> <strong>padat</strong>, terdiri dari perselingan antara endapan serpih<br />

lempung dan batupasir gampingan.<br />

Hasil analisis petrografi dari 9 contoh batuan, ditemukan sangat sedikit sekali kandungan zat<br />

organik pembentuk <strong>bitumen</strong> <strong>padat</strong> ( < 0,1 % ), dan berindikasi diendapkan dalam lingkungan laut<br />

dalam. Sedangkan hasil analisis bakar dari 12 contoh batuan, terdapat kandungan minyak maximal<br />

sebanyak 5 Liter per Ton batuan.<br />

Sumberdaya endapan <strong>bitumen</strong> <strong>padat</strong> dalam Formasi Rambatan di <strong>daerah</strong> Banjarnegara yaitu<br />

sangat sedikit sekali dan tidak prospek, sehingga sumberdaya yang ada hanyalah berupa endapan<br />

batulempung menyerpih yang sangat banyak dan luas.<br />

1. PENDAHULUAN<br />

1.1. Latar Belakang<br />

Kebutuhan energi dewasa ini<br />

kegunaannya sangat meningkat, terutama<br />

ketergantungan akan pemakaian minyak bumi<br />

untuk menunjang laju perekonomian dunia,<br />

untuk itu perlu adanya diversifikasi penggunaan<br />

energi alternatip lainnya selain minyak bumi,<br />

yaitu penggunaan bahan bakar dari endapan<br />

serpih <strong>bitumen</strong> <strong>padat</strong> yang sangat banyak<br />

terdapat menyebar di seluruh wilayah indonesia.<br />

Sesuai dengan tugas pokok dan fungsi<br />

dari Direktorat Inventarisasi Sumber Daya<br />

Mineral, serta ditunjang dengan adanya dana dari<br />

DIK-S Batubara, Tahun Anggaran 2002, maka<br />

Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral<br />

berkesempatan untuk melakukan <strong>inventarisasi</strong><br />

dan penyeldikan pendahuluan mengenai endapan<br />

<strong>bitumen</strong> <strong>padat</strong> yang diperkirakan terdapat di<br />

<strong>daerah</strong> Banjarnegara.<br />

1.2. Maksud Dan Tujuan<br />

Maksud dan tujuan penyelidikan<br />

pendahuluan adanya endapan <strong>bitumen</strong> <strong>padat</strong> di<br />

wilayah Kabupaten Banjarnegara yaitu selain<br />

untuk menambah informasi mengenai<br />

keanekaragaman bahan galian yang terdapat di<br />

<strong>daerah</strong> tersebut, juga bertujuan untuk melengkapi<br />

penyusunan data base bahan galian pada<br />

Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral di<br />

Bandung.<br />

Tujuan utama yaitu untuk menyelidiki<br />

sebaran endapan batuan serpih yang diperkirakan<br />

mengandung <strong>bitumen</strong> <strong>padat</strong> di <strong>daerah</strong> Kabupaten<br />

Banjarnegara.<br />

Kolokium Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral DIM) TA. 2002 30 - 1


1.3. Lokasi Daerah Penyelidikan<br />

Secara administratip, lokasi <strong>daerah</strong><br />

penyelidikan termasuk dalam wilayah Kabupater<br />

Banjarnegara, Propinsi Jawa Tengah ( gambar 1<br />

), dengan <strong>daerah</strong> sasaran utama yaitu meliputi<br />

Kecamatan Pagentan, Wanayasa, Karangkobar<br />

dan Kecamatan Kalibening.<br />

Secara geografis, <strong>daerah</strong> penyelidikan<br />

dibatasi oleh Koordinat 7 0 10 ’ sampai 7 0 25 ’<br />

Lintang Selatan dan 109 0 35 ’ sampai 109 0 50 ’<br />

Bujur Timur, dengan luas <strong>daerah</strong> penyelidikan<br />

sekitar 756 Km 2 ( 27,5 Km x 27,5 Km ).<br />

Pencapaian <strong>daerah</strong> penyelidikan dapat<br />

ditempuh dengan menggunakan kendaraan<br />

bermotor dari Kota Bandung ke arah Timur<br />

menuju Kota Banjarnegara dengan jarak tempuh<br />

sekitar 300 Km, selanjutnya untuk menuju lokasi<br />

<strong>daerah</strong> sasaran utama yang meliputi kecamatankecamatan<br />

tersebut diatas yaitu berjarak tempuh<br />

sekitar 20 Km sampai 50 Km ke arah Utara Kota<br />

Banjarnegara.<br />

1.4. Metoda Penyelidikan Lapangan<br />

Metoda penyelidikan lapangan yaitu<br />

melakukan pemetaan batuan seperti pada<br />

umumnya, diawali dengan mengkalibrasi<br />

peralatan dan peta dasar, kemudian dilanjutkan<br />

dengan pencarian singkapan batuan yang<br />

umumnya terdapat pada tebing sungai dan jalan<br />

yang memotong arah jurus lapisan batuan.<br />

Setelah menemukan singkapan batuan<br />

dilanjutkan dengan tahapan pengamatan,<br />

pengukuran, pengambilan contoh, plotting di<br />

peta dan diskripsi atau pencatatan lengkap.<br />

Setibanya di base camp data lapangan tersebut<br />

dikaji dan dianalisis kelanjutannya. Adapun<br />

peralatan lapangan yang digunakan antara lain<br />

yaitu :<br />

1. Peta geologi lembar Banjarnegara dan<br />

Pekalongan, sekala 1 : 100.000.<br />

2. Peta topografi lembar Banjarnegara,<br />

Wonosobo, Karangkobar dan lembar Batur,<br />

sekala 1 : 50.000.<br />

3. Palu geologi, Kompas, GPS 12XL, tali ukur,<br />

loupe, cairan HCl, kantong plastik, alat photo,<br />

alat tulis dan alat-alat penunjang lainnya.<br />

1.5. Metoda analisis laboratorium<br />

Contoh batuan serpih dan batupasir<br />

akan dianalisis di laboratorium fisika mineral<br />

Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral<br />

Bandung. Analisis tersebut yaitu meliputi jenis<br />

analisis petrografi batuan dan analisis bakar<br />

(retort analysis). Analisis petrografi batuan yaitu<br />

untuk melihat adanya zat organik (organic<br />

matter) dan tingkat kematangan dari kandungan<br />

minyak, yaitu dari hasil reflektan organik<br />

tersebut. Analisis bakar, yaitu untuk melihat<br />

jumlah kandungan minyak dan air yang terdapat<br />

dalam contoh batuan serpih. Kandungan minyak<br />

dalan batuan dinyatakan ekonomis jika dalam<br />

batuan tersebut mengandung 50 Liter minyak per<br />

Ton batuan.<br />

2. KEADAAN GEOLOGI<br />

2.1. Geologi Daerah Penyelidikan<br />

Geologi <strong>daerah</strong> penyelidikan tepatnya<br />

terletak pada jalur Pegunungan Serayu Utara,<br />

yaitu pada lereng bagian selatan dari Gunung<br />

Api Rogojembangan, Dieng dan Gunung<br />

Sundoro, serta terletak pada bagian utara dari<br />

aliran Sungai Serayu yang mengalir dari Timur<br />

ke arah Barat. Tidak semua formasi batuan<br />

Tersier yang tersingkap di <strong>daerah</strong> penyelidikan,<br />

sehingga akan mempunyai kenampakan dan ciri<br />

khusus mengenai morfologi, stratigrafi dan<br />

keadaan struktur di daeah tersebut.<br />

2.1.1. Morfologi Daerah Penyelidikan<br />

Morfologi <strong>daerah</strong> penyelidikan<br />

umumnya dapat dikelompokkan menjadi tiga<br />

satuan morfologi yaitu :<br />

1. Satuan morfologi dataran.<br />

2. Satuan morfologi perbukitan bergelombang<br />

sedang.<br />

3. Satuan morfologi perbukitan terjal.<br />

Satuan morfologi dataran, umumnya<br />

terdapat pada bagian selatan, yang menempati<br />

sekitar 15% <strong>daerah</strong> penyelidikan, menyebar<br />

memanjang hampir berarah Timur-Barat, yaitu<br />

disekitar bantaran aliran Sungai Serayu, yang<br />

tediri dari endapan aluvial dan undak sungai,<br />

umumnya merupakan lahan persawahan dan<br />

tempat pemukiman penduduk. Mempunyai ratarata<br />

ketinggian sekitar 100 sampai 500 meter dari<br />

permukaan laut.<br />

Satuan morfologi perbukitan<br />

bergelombang sedang, umumnya terdapat pada<br />

bagian tengah yang menyebar memanjang<br />

hampir berarah Timur-Barat, menempati sekitar<br />

40% <strong>daerah</strong> penyelidikan, terletak di sekitar<br />

tekuk lereng kaki gunung, terdiri dari endapan<br />

batuan sedimen dan sebagian endapan batuan<br />

gunung api, umumnya berupa lahan perkebunan<br />

dan sedikit persawahan serta pemukiman<br />

penduduk. Mempunyai rata-rata ketinggian<br />

sekitar 500 sampai 1000 meter dari permukaan<br />

laut.<br />

Satuan morfologi perbukitan terjal,<br />

umumnya terdapat pada bagian utara dan tengah<br />

yang menyebar tidak merata, menempati sekitar<br />

45% <strong>daerah</strong> penyelidikan, terletak di sekitar<br />

lereng gunung, terdiri dari batuan gunung api,<br />

batuan terobosan dan endapan batugamping serta<br />

Kolokium Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral (DIM) TA. 2002 30 - 2


atupasir, umumnya berupa hutan, baik hutan<br />

industri, hutan lindung dan hutan konservasi,<br />

tidak ditempati penduduk, mempunai rata-rata<br />

ketinggian diatas 1000 meter dari permukaan<br />

laut.<br />

2.1.2. Stratigrafi Daerah Penyelidikan<br />

Formasi batuan tertua yang tersingkap<br />

di <strong>daerah</strong> penyelidikan adalah Formasi Totogan,<br />

berumur Oligosen, yang diendapkan selaras di<br />

atas endapan batugamping terumbu. Batuan dari<br />

Formasi Totogan terdiri dari : Breksi,<br />

batulempung, napal, batupasir, konglomerat dan<br />

tufa. Bagian bawah satuan ini terdiri dari<br />

perselingan tak teratur dari breksi aneka bahan,<br />

batulempung dan konglomerat berkomponen<br />

basal yang terpilah buruk. Tebal satuan ini<br />

diperkirakan sekitar 150 meter dan menipis ke<br />

arah Selatan, yang diendapkan dalam lingkungan<br />

batial atas dan merupakan endapan olistostrom.<br />

Formasi Rambatan, berumur Miosen<br />

Awal sampai Tengah, diendapkan secara tidak<br />

selaras di atas Formasi Totogan, terdiri dari<br />

satuan batuan serpih, napal dan batupasir<br />

gampingan mengandung foraminifera kecil, tebal<br />

formasi ini diperkirakan lebih dari 370 meter dan<br />

diendapkan dalam lingkungan laut terbuka. Pada<br />

Formasi Rambatan terdapat Anggota Sigugur<br />

yang berupa endapan batugamping terumbu,<br />

mengandung foraminifera besar dan mempunyai<br />

ketebalan beberapa ratus meter. Di atas formasi<br />

ini diendapkan secara selaras satuan batuan dari<br />

Formasi Halang dan Formasi Kumbang.<br />

Formasi Halang, berumur Miosen<br />

Tengah sampai Pliosen Awal, terdiri dari satuan<br />

batupasir tufaan, konglomerat, napal dan<br />

batulempung yang mengandung fosil<br />

Globigerina dan foraminifera kecil, bagian<br />

bawah berupa batuan breksi andesit. Tebal<br />

formasi ini bervariasi dari 200 meter sampai 500<br />

meter dan menipis ke arah Timur. Formasi ini<br />

diendapkan sebagai endapan turbidit dalam<br />

lingkungan batial atas dan diendapkan<br />

menjemari dengan satuan batuan Formsi<br />

Kumbang.<br />

Formasi Kumbang, berumur Miosen<br />

Tengah sampai Pliosen Awal, terdiri dari dari<br />

satuan batuan lava andesit yang mengaca, basal,<br />

breksi, tufa dan sisipan napal yang mengandung<br />

fosil Globigerina, diendapkan dalam lingkungan<br />

laut dan diendapkan menjemari dengan satuan<br />

batuan Formasi Halang. Ketebalan formasi ini<br />

sekitar 2000 meter yang menipis ke arah Timur.<br />

Di atas formasi ini diendapkan Formasi Tapak.<br />

Formasi Tapak, berumur Pliosen,<br />

diendapkan secara tidak selaras diatas Formasi<br />

Kumbang dan menjemari dengan Formasi<br />

Kalibiuk, terdiri dari satuan batupasir gampingan<br />

dan napal berwarna hijau mengandung pecahan<br />

molusca. Pada formasi ini terdapat Anggota<br />

Batugamping dari batugamping terumbu yang<br />

mengandung koral dan foraminifera besar, napal<br />

dan batupasir yang mengandung molusca. Selain<br />

itu terdapat juga Anggota Breksi yang terdiri dari<br />

breksi gunung api yang bersusunan andesit dan<br />

batupasir tufaan yang sebagian mengandung sisa<br />

tumbuhan. Ketebalan formasi ini sekitar 500<br />

meter, yang diendapkan dalam lingkungan<br />

peralihan sampai laut.<br />

Formasi Kalibiuk, berumur Pliosen,<br />

diendapkan secara tidak selaras diatas Formasi<br />

Kumbang dan menjemari dengan Anggota<br />

Breksi Formasi Tapak, terdiri dari satuan batuan<br />

napal dan batulempung, bersisipan tipis tufa<br />

pasiran. Napal dan batulempung berwarna abuabu<br />

kebiruan, kaya fosil molusca. Tebal Formasi<br />

Kalibiuk diperkirakan sampai 3000 meter yang<br />

diendapkan dalam lingkungan pasang surut. Di<br />

atas formasi ini diendapkan satuan batuan dari<br />

Formasi Ligung.<br />

Anggota Breksi Formasi Ligung,<br />

berumur Plistosen, diendapkan secara tidak<br />

selaras diatas Formasi Kalibiuk, terdiri dari<br />

satuan batuan breksi gunung api (aglomerat)<br />

yang bersusunan andesit, lava andesit hornblenda<br />

dan tufa. Di atas Formasi Ligung diendapkan<br />

endapan undak sungai berupa pasir, lanau, tufa,<br />

konglomerat dan breksi tufaan yang tersebar di<br />

sepanjang lembah Sungai Serayu.<br />

Batuan Gunung api Jembangan,<br />

berumur Plistosen, diendapkan bersamaan<br />

dengan endapan undak sungai, terdiri dari satuan<br />

batuan lava andesit hiperstein-augit, klastika<br />

gunung api, lahar dan aluvium.<br />

Batuan Gunung api Dieng, berumur<br />

Plistosen, diendapkan di atas Batuan Gunung api<br />

Jembangan, terdiri dari satuan batuan lava<br />

andesit dan andesit-kuarsa serta batuan klastika<br />

gunung api, yang kemudian diatasnya<br />

diendapkan endapan aluvial.<br />

Endapan aluvial, berumur Holosen,<br />

berupa endapan pasir, kerikil, lanau, lempung<br />

serta endapan sungai dan rawa, yang diendapkan<br />

tidak selaras di atas satuan batuan yang berada di<br />

bawahnya.<br />

Di <strong>daerah</strong> penyelidikan, selain endapan<br />

batuan sedimen, terdapat juga batuan terobosan<br />

yang berkomposisi diorit, yang terjadi pada Kala<br />

Miosen dan Pliosen serta menembus sebaran<br />

endapan dari Formasi Rambatan dan Formasi<br />

Tapak ( Tabel 1 ).<br />

2.1.3. Struktur Geologi Daerah Penyelidikan<br />

Secara tektonik geologi, bahwasanya<br />

<strong>daerah</strong> penyelidikan terletak diantara jalur<br />

pegunungan Serayu Utara dan Serayu Selatan,<br />

yaitu pada Zona Intramontain, yang mana<br />

terdapat sekitar empat buah patahan naik dan<br />

Kolokium Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral DIM) TA. 2002 30 - 3


eberapa patahan normal yang membuat adanya<br />

block faulting di <strong>daerah</strong> tersebut, diperkirakan<br />

terjadi adanya kegiatan tektonik sekitar Mio-<br />

Pliosen yang dibarengi dengan munculnya<br />

batuan intrusi, sehingga banyak dijumpai<br />

kemiringan lapisan batuan hingga 70 0 . Patahan<br />

naik dan patahan normal tersebut memotong di<br />

tengah <strong>daerah</strong> penyelidikan yang berarah<br />

Tenggara-Baratlaut, yaitu berkisar dari N 285 0 E<br />

Sampai N 315 0 E. Selain itu terdapat juga<br />

patahan geser atau mendatar yang berarah<br />

hampir arah Utara-Selatan, umumnya banyak<br />

terdapat pada bagian Tenggara dan bagian<br />

Baratlaut <strong>daerah</strong> penyelidikan, yang<br />

mengakibatkan adanya pergeseran dari sebaran<br />

Formasi Rambatan, Tapak dan Formasi Ligung.<br />

Selain itu juga mengakibatkan adanya pergeseran<br />

dan overlaping dari patahan-patahan naik dan<br />

patahan normal, yang diperkirakan terjadi akibat<br />

kegiatan tektonik disekitar Plio-Pleistosen.<br />

Struktur lipatan tidak dijumpai di <strong>daerah</strong><br />

tersebut, umumnya banyak dijumpai lapisan<br />

batuan yang homoklin, miring ke arah Timurlaut.<br />

2.2. Indikasi Endapan Bitumen Padat<br />

Pada umumnya lapisan <strong>bitumen</strong> <strong>padat</strong><br />

terdapat dalam endapan batuan serpih, dan<br />

berasosiasi dengan endapan batugamping<br />

terumbu dalam lingkungan laut dangkal atau<br />

lagoon. Mengingat bahwasanya pada Formasi<br />

Rambatan yang tersebar cukup luas di <strong>daerah</strong><br />

penyelidikan, yang terdiri dari endapan batuan<br />

serpih dan batupasir gampingan, serta di<br />

beberapa tempat terdapat endapan batugamping<br />

yang diendapkan dalam lingkungan laut terbuka,<br />

maka di harapkan dapat ditemukan adanya<br />

endapan <strong>bitumen</strong> <strong>padat</strong> yang terkandung di<br />

dalam batuan serpih tersebut.<br />

Pada bagian Baratdaya <strong>daerah</strong><br />

penyelidikan, tepatnya di <strong>daerah</strong> Wangon,<br />

Kabupaten Banyumas, terdapat rembasan<br />

minyak pada lapisan batupasir Formasi Halang,<br />

yang diperkirakan batuan sumber (source rock)<br />

yang mengandung minyak tersebut berasal dari<br />

formasi batuan yang berada di bagian bawahnya,<br />

sedangkan posisi Formasi Rambatan persis<br />

berada dibawah Formasi Halang, maka<br />

diharapkan Formasi Rambatan tersebut<br />

mengandung endapan <strong>bitumen</strong> <strong>padat</strong>.<br />

3. HASIL PENYELIDIKAN<br />

3.1. Geologi Endapan Bitumen Padat<br />

Endapan <strong>bitumen</strong> <strong>padat</strong> terjadi karena<br />

terakumulasinya tumbuhan sejenis ganggang<br />

atau algae pada endapan batuan bebutir halus<br />

seperti lempung, silt atau lempung pasiran dalam<br />

lingkungan pengendapan pantai, lagoon maupun<br />

danau, yang telah tersedimentasikan. Pada<br />

lingkungan pengendapan lagoon adalah tempat<br />

yang paling ideal sebagai wadah terbentuknya<br />

endapan <strong>bitumen</strong> <strong>padat</strong>, yang biasanya<br />

berasosiasi dengan endapan batugamping<br />

terumbu atau endapan gosong pasir (sand bar).<br />

Di <strong>daerah</strong> penyelidikan, endapan<br />

<strong>bitumen</strong> <strong>padat</strong> diperkirakan terdapat pada batuan<br />

serpih dan batupasir gampingan pada Formasi<br />

Rambatan yang diendapkan dalam lingkungan<br />

laut terbuka, dan di beberapat tempat terdapat<br />

endapan batugamping terumbu tersebar secara<br />

sporadis pada bagian timur <strong>daerah</strong> penyelidikan.<br />

Formasi Rambatan ini menyebar dari Tenggara<br />

dan menyempit ke arah Baratlaut di <strong>daerah</strong><br />

penyelidikan, dengan panjang sebaran sekitar 26<br />

Km dan lebar sebaran rata-rata 4 Km, maka luas<br />

sebaran Formasi Rambatan sekitar 100 Km 2 , atau<br />

sekitar 15% dari luas <strong>daerah</strong> penyelidikan. Arah<br />

jurus lapisan batuan berkisar dari N 250 0 E<br />

sampai N 350 0 E, dengan kemiringan lapisan<br />

batuan berkisar dari 25 0 sampai 70 0 .<br />

Dari hasil pengukuran stratigrafi dan<br />

pengamatan terhadap lapisan batuan Formasi<br />

Rambatan yang tersingkap lebih dari 500 Meter,<br />

di sepanjang Kali Tulis, Desa Sokaraja,<br />

Kecamatan Pagentan, dapat diketahui bahwa<br />

secara sekuensial sedimentasi dari endapan<br />

batuan serpih dan batupasir gampingan dapat<br />

dibagi menjadi tiga sekuen sedimentasi, yaitu<br />

sekuen bagian bawah, tengah dan sekuen bagian<br />

atas.<br />

Sekuen bagian bawah, umumnya terdiri<br />

dari endapan serpih dengan sisipan batupasir<br />

gampingan, mempunyai perbandingan sand/shale<br />

ratio sekitar 20 : 80, dengan ketebalan terukur<br />

sekitar 150 Meter. Sekuen bagian tengah<br />

umumnya berupa perselingan antara lapisan<br />

batupasir gampingan dan batuan serpih, dengan<br />

sisipan kalsit, mempunyai perbandingan<br />

sand/shale ratio sekitar 40 : 60, ketebalan terukur<br />

sekitar 120 Meter. Pada sekuen bagian atas,<br />

umumnya berupa endapan lapisan batupasir tebal<br />

dengan sisipan tipis lapisan serpih, yang<br />

mempunyai perbandingan sand/shale ratio sekitar<br />

80 : 20, ketebalan terukur sekitar 100 Meter.<br />

Pemerian secara megaskopis, batuan<br />

serpih pada bagian bawah berwarna abu-abu<br />

gelap sampai kehitaman, makin ke atas berwarna<br />

abu-abu terang, di beberapa tempat pada bagian<br />

tengah dan atas napalan dan bersisipan kalsit,<br />

bila dibakar sedikit berbau aspal terbakar.<br />

Lapisan batupasir pada sekuen bagian bawah<br />

berwarna abu-abu terang, berbutir halus, terpilah<br />

baik, <strong>padat</strong>, gampingan, tebal lapisan berkisar<br />

dari 0,01 Meter sampai 1 Meter yang merupakan<br />

sisipan jarang pada endapan serpih. Lapisan<br />

Kolokium Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral (DIM) TA. 2002 30 - 4


atupasir pada sekuen bagian tengah berwarna<br />

abu-abu terang sampai kecokelatan, berbutir<br />

halus sampai sangat halus, terpilah baik, <strong>padat</strong>,<br />

berlapis, gampingan, berselang seling agak rapat<br />

dengan batuan serpih, dibeberapa tempat<br />

terdapat struktur gelembur gelombang (ripple<br />

mark) dan pecahan fosil, bila dibakar sedikit<br />

berbau aspal terbakar, tebal lapisan berkisar dari<br />

0,03 Meter sampai 0,5 Meter. Lapisan batupasir<br />

pada sekuen bagian atas berwarna abu-abu gelap<br />

sampai kecokelatan, berbutir halus sampai sangat<br />

kasar, kadang berfragmen batulempung dan<br />

aneka bahan berukuran sampai 10 Cm yang<br />

menyudut tanggung, <strong>padat</strong>, keras dan berlapis<br />

tebal dari 0,3 Meter sampai 5 Meter, berseling<br />

sangat rapat. Melihat susunan sekuensial dari<br />

bawah sampai atas, diketahui bahwa endapan<br />

batuan Pada F. Rambatan tersebut mengasar ke<br />

atas (regresi)<br />

3.2. Endapan Bitumen Padat<br />

Secara megaskopis endapan <strong>bitumen</strong><br />

<strong>padat</strong> diperkirakan terdapat di lapisan batuan<br />

serpih dan lapisan batupasir halus gampingan<br />

pada sekuen bagian tengah dari Formasi<br />

Rambatan yang mempunyai panjang sebaran<br />

hingga 26 Km dengan ketebalan sekitar 120<br />

Meter. Perkiraan tersebut ditunjang pula dengan<br />

adanya pengamatan dari 21 lokasi singkapan<br />

batuan (tabel 2) yang menyebar dari arah<br />

Tenggara sampai Baratlaut pada Formasi<br />

Rambatan. Ketebalan singkapan batuan yang<br />

terukur berkisar dari 40 Meter sampai 370 Meter.<br />

Arah jurus sebaran batuan barkisar dari N 250 0 E<br />

sampai N350 0 E, dengan kemiringan lapisan<br />

batuan berkisar dari 25 0 sampai 70 0 .<br />

3.2.1. Kenampakan Megaskopis<br />

Kenampakan secara megaskopis,<br />

endapan batuan serpih yang diperkirakan<br />

mengandung <strong>bitumen</strong> <strong>padat</strong> umumnya berwarna<br />

abu-abu terang, napalan, bila dibakar sedikit<br />

berbau aspal terbakar, terdapat pada sekuen<br />

bagian tengah dari suatu system sedimentasi<br />

Formasi Rambatan di <strong>daerah</strong> tersebut.<br />

Sedangkan endapan batupasir yang mengandung<br />

<strong>bitumen</strong> <strong>padat</strong> berwarna abu-abu<br />

terang, berbutir halus, gampingan, berlapis tipis,<br />

bila dibakar berbau aspal terbakar, umumnya<br />

terdapat pada sekuen sedimentasi pada bagian<br />

tengah.<br />

Batuan serpih yang berwarna abu-abu<br />

gelap sampai kehitaman, tidak bereaksi terhadap<br />

cairan Hcl, diperkirakan tidak mengandung<br />

endapan <strong>bitumen</strong> <strong>padat</strong>, umumnya terdapat pada<br />

sekuen sedimentasi bagian bawah. Sedangkan<br />

untuk batuan pasir abu-abu gelap, berbutir kasar,<br />

keras, massive, diperkirakan tidak mengandung<br />

endapan <strong>bitumen</strong> <strong>padat</strong>, umumnya terdapat pada<br />

sekuen sedimentasi bagian atas.<br />

3.2.2. Hasil Analisis Laboratorium<br />

Tidak semua contoh batuan dari<br />

lapangan dianalisis di laboratorium, tapi hanya<br />

sebagian saja, yang mana hanya dilakukan pada<br />

contoh batuan yang diperkirakan dapat mewakili<br />

kondisi singkapan batuan secara keseluruhan.<br />

Dalam hal ini dilakukan analisis petrografi<br />

sebanyak 9 contoh batuan. Selain itu dilakukan<br />

juga analisis bakar (retort analysis) sebanyak 12<br />

contoh batuan yang hasilnya dapat dilihat pada<br />

Tabel 3 dan Tabel 4.<br />

3.2.3. Kajian Kualitas Bitumen Padat<br />

Secara megaskopis, kiranya agak sulit<br />

untuk menentukan kualitas dari <strong>bitumen</strong> <strong>padat</strong><br />

yang terdapat dalam batuan serpih, oleh karena<br />

itu kajian mengenai kualitas <strong>bitumen</strong> <strong>padat</strong><br />

semata-mata tergantung dari hasil analisis<br />

laboratorium, baik analisis organic petrografi<br />

maupun dari analisis bakar yang mana kedua<br />

data analisis tersebut akan saling menunjang<br />

kebenaran kejadiannya di alam, dan sebagai data<br />

“cross check” Hasil analisis organic petrografi<br />

dari contoh batupasir halus pada Formasi<br />

Rambatan di <strong>daerah</strong> penyelidikan, menunjukkan<br />

bahwa pada lapisan batupasir, hampir tidak<br />

dijumpai adanya kandungan bahan organik<br />

pembentuk <strong>bitumen</strong> <strong>padat</strong>, tapi kaya akan<br />

fragmen fosil yang halus hasil robakan di<br />

beberapa tempat, selain itu sering terdapat juga<br />

mineral pirit, dan kalau dilihat dari hasil<br />

rombakannya serta butir pasir yang seragam dan<br />

halus, maka dapat dipastikan bahwa Formasi<br />

Rambatan di <strong>daerah</strong> tersebut diendapkan dalam<br />

lingkungan laut dalam. Pada lapisan<br />

batulempung yang menyerpih masih dijumpai<br />

adanya kandungan bahan organic pembentuk<br />

<strong>bitumen</strong> <strong>padat</strong> seperti Sporinit, Liptinit dan<br />

maceral-maseral lainnya, tapi sangat sedikit<br />

sekali. Dari hasil Reflektan maceral Vitrinit<br />

menunjukkan angka rata-rata berkisar dari 0,38-<br />

0,45 %, Rvt mature tidak apa-apa malah bagus<br />

karena minyak tersebut masih belum bermigrasi<br />

atau berubah fraksi / bentuk.<br />

Hasil analisis bakar ( Retort analysis )<br />

dari contoh serpih batulempung dan batupasir<br />

pada Formasi Rambatan menunjukkan bahwa<br />

kuantitas kandungan minyaknya adalah sangat<br />

sedikit sekali, yaitu berkisar dari 0 - 5 Liter<br />

minyak per Ton batuan, maka secara ekonomis<br />

kandungan minyak yang terdapat pada Formasi<br />

Rambatan di <strong>daerah</strong> penyelidikan adalah tidak<br />

prospek.<br />

Kolokium Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral DIM) TA. 2002 30 - 5


3.3. Sumberdaya Endapan Bitumen Padat<br />

Sumberdaya endapan <strong>bitumen</strong> <strong>padat</strong><br />

sangat tergantung dari hasil analisis contoh<br />

batuan di laboratorium, dan mengingat hampir<br />

pada semua contoh yang di analisis<br />

menunjukkan adanya kandungan bahan organik<br />

pembentuk endapan <strong>bitumen</strong> <strong>padat</strong> yang sangat<br />

sedikit sekali serta adanya kandungan minyak<br />

yang sangat sedikit sekali maka dipastikan<br />

bahwa kandungan minyak yang terkandung<br />

dalam endapan <strong>bitumen</strong> <strong>padat</strong> yang terdapat pada<br />

batuan serpih adalah tidak ekonomis dan tidak<br />

prospek, Untuk itu perlu diketahui bahwa potensi<br />

yang ada di <strong>daerah</strong> tersebut hanyalah berupa<br />

endapan batulempung menyerpih yang menyebar<br />

luas sepanjang 26 Km dengan lebar rata-rata<br />

sekitar 2 Km.<br />

4. KESIMPULAN<br />

1. Di <strong>daerah</strong> Banjarnegara terdapat<br />

sebaran Formasi Rambatan sekitar 15% dari luas<br />

wilayah <strong>daerah</strong> penyelidikan, yang berumur<br />

Miosen Awal, terdiri dari satuan batulempung<br />

menyerpih, napal dan batupasir gampingan yang<br />

saling berinterbedded, dan diperkirakan<br />

mengandung endapan <strong>bitumen</strong> <strong>padat</strong>, dengan<br />

arah jurus lapisan batuan berkisar dari N250 0 E<br />

sampai N350 0 E, dan kemiringan lapisan batuan<br />

berkisar dari 25 0 sampai 70 0 .<br />

2. Hasil pengukuran singkapan batuan<br />

di Kali Tulis, diketahui bahwa tebal Formasi<br />

Rambatan yang terukur di <strong>daerah</strong> tersebut adalah<br />

lebih dari 370 meter, serta dapat dibagi menjadi<br />

tiga sekuensial sedimentasi, yaitu sekuen<br />

sedimentasi bagian bawah yang didominasi<br />

dengan endapan lempung menyerpih, tebal lebih<br />

dari 150 meter<br />

Sekuen sedimentasi bagian tengah merupakan<br />

perselingan antara lapisan batupasir gampingan<br />

dengan lapisan batulempung menyerpih yang<br />

diperkirakan mengandung endapan <strong>bitumen</strong><br />

<strong>padat</strong>, tebal sekitar 120 meter. Sekuen<br />

sedimentasi bagian atas didominasi dengan<br />

endapan batupasir sangat kasar, tebal lebih dari<br />

100 meter.<br />

3. Hasil analisis organik petrografi dari<br />

contoh batupasir halus, tidak menunjukan adanya<br />

kandungan bahan organik pembentuk endapan<br />

<strong>bitumen</strong> <strong>padat</strong>, akan tetapi banyak terdapat hasil<br />

rombakan fosil dan mineral pirit, yang<br />

terindikasi diendapkan dalam lingkungan laut<br />

dalam.<br />

4. Hasil analisis organik petrografi dari<br />

cotoh batulempung menyerpih, menunjukkan<br />

adanya kandungan bahan organik pembentuk<br />

endapan <strong>bitumen</strong> <strong>padat</strong>, yang sangat sedikit dan<br />

jarang ( < 0,1 % ), dan hampir tidak dijumpai<br />

adanya fosil atau rombakan fosil.<br />

5. Hasil analisis bakar ( retort analysis )<br />

dari contoh batuan pada Formasi Rambatan,<br />

terdapat kandungan minyak sekitar 0 - 5 Liter<br />

minyak per Ton batuan, maka kandungan<br />

minyak yang terdapat dalam endapan<br />

batulempung meyerpih, pada Formasi Rambatan<br />

di <strong>daerah</strong> Banjarnegara, berarti kurang ekonomis<br />

dan tidak prospek, sehingga sumberdaya yang<br />

ada hanyalah berupa endapan batulempung<br />

menyerpih yang tersingkap sepanjang 26 Km,<br />

dengan lebar sekitar 2 Km.<br />

DAFTAR PUSTAKA<br />

1. Condon W.H.; L. Pardyanto dkk, 1996, Peta<br />

Geologi Lembar Banjarnegara dan<br />

Pekalongan, Jawa, Pusat Penelitian dan<br />

Pengembangan Geologi, Bandung.<br />

2. Hutton A.C.; A.J. Kantsler; A.C. Cook; 1980,<br />

Organic Matter in Oil Shale, APEA, Jurnal<br />

Vol 20.<br />

3. Mark P.; Stratigraphic Lexicon of Indonesia,<br />

Publikasi Keilmuan Seri Geologi, Pusat<br />

Jawatan Geologi, Bandung.<br />

4. Teh Fu Yen and George V.<br />

Chilingarian.;1976, Introduction to Oil Shale,<br />

Developments in Petroleum Science Vol 5,<br />

Amsterdam.<br />

Kolokium Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral (DIM) TA. 2002 30 - 6


109° BT<br />

110° BT 111° BT<br />

L A U T J A W A<br />

JEPARA<br />

7° LS<br />

Losari<br />

Brebes TEGAL<br />

Slawi<br />

Prupuk Lebaksiu<br />

PEMALANG<br />

Comal<br />

Bantarbolang<br />

PEKALONGAN<br />

Batang<br />

Kendal<br />

Waleri<br />

Sukorejo<br />

SEMARANG<br />

Ungaran<br />

Demak<br />

KUDUS<br />

PATI<br />

Grobogan<br />

PURWODADI<br />

BLORA<br />

Cepu<br />

Ambarawa<br />

Bumiayu<br />

Cimanggu<br />

Bobotsari<br />

Temanggung<br />

Majenang<br />

Karangpucung<br />

Purbalingga<br />

WONOSOBO<br />

Ajibarang PURWOKERTO BANJARNEGARA<br />

Kelampok<br />

Sidareja<br />

MAGELANG<br />

Wangon Banyumas<br />

Kawunganten<br />

Gombong<br />

Maos<br />

Boyolali<br />

Kroya<br />

Jeruklegi<br />

Ayah Rowokele KEBUMEN Kutoarjo<br />

Puring<br />

Purworejo<br />

Klaten<br />

Sleman<br />

CILACAP Karangbolong<br />

Tel. Penyu<br />

Kilirong Ambal<br />

Tg. Karangbolong<br />

Wates YOGYAKARTA<br />

8° LS<br />

Bantul<br />

Wonosari<br />

Sragen<br />

SURAKARTA<br />

Karanganyar<br />

Sukoharjo<br />

Wonogiri<br />

Giritontro<br />

JAWA TIMUR<br />

S A M U D E R A H I N D I A<br />

Lokasi Daerah Penyelidikan<br />

Gambar 1. Lokasi <strong>daerah</strong> penyelidikan<br />

Tabel 1. Stratigrafi Daerah Penyelidikan<br />

K U A R T E R<br />

UMUR Batuan Sedimen, Endapan Gunungapi, Endapan Alluvial Batuan Terobosan<br />

HOLOSEN Qa / Qla Endapan Alluvial Qa / Qla : kerikil, pasir, lempung, endapan sungai dan rawa<br />

Qd<br />

Batuan Gn. Api Dieng (Qd) : Lava Andesit kuarsa dan klastik gunung api<br />

Qj<br />

Batuan Gn. Api Jembangan(Qj) : Lava andesit hiperstein-augit, klastik Gn. Api<br />

PLISTOSEN<br />

Endapan Undak (Qt) : Pasir, lanau, tuf, konglomerat, dan breksi tufaan<br />

Qt<br />

Qtlb<br />

Anggota breksi Formasi Ligung (Qtlb): Breksi Gn.Api andesit, lava dan tuf<br />

PLIOSEN<br />

Tptl<br />

Tptb<br />

Tpt<br />

Tpb<br />

Fm. Kalibiuk (Tpb) : Napal dan batulempung, kaya molusca,diendapkan dalam<br />

lingkungan pasang surut,menjemari dg Fm.Tapak<br />

Fm.Tapak (Tpt)<br />

: Bt.pasir gampingan, napal hijau, pecahan moluska<br />

Anggota Batugamping Fm. Tapak (Tptl) : Batugamping terumbu dan koral<br />

Tpd<br />

Diorit<br />

Anggota Breksi Fm.Tapak (Tptb) : Breksi Gn Api dan Bt.Pasir tufaan<br />

T E R S I E R<br />

M I O S E N<br />

AKHIR<br />

TENGAH<br />

AWAL<br />

Tmpk<br />

Tmrs<br />

Tmph<br />

Tmr<br />

Fm. Kumbang (Tmpk) : Lava andesit dan basal,umumnya mengaca,breksi dan<br />

tufa menjemari dengan Fm. Halang<br />

Fm. Halang (Tmph) : Sedimen turbidit,terdiri dari batupasir tufaan, konglomerat,<br />

napal, bt.lempung,foraminifera kecil, diendapkan pada zona batial<br />

Fm.Rambatan (Tmr) : serpih, napal, bt.pasir gampingan, mengandung<br />

foraminifera kecil,diendapkan dalam lingkungan laut terbuka.<br />

Anggota Sigugur Formasi Rambatan (Tmrs) : Batugamping terumbu, Foram<br />

besar.<br />

Tmd<br />

Diorit<br />

OLIGOSEN<br />

Tomt<br />

Formasi Totogan (Tomt) : Berupa endapan Olistostrom, terdiri dari Breksi,<br />

batulempung, napal, batupasir, konglomerat aneka bahan, dan tufa,<br />

diendapkan dalam lingkungan batial atas.<br />

Kolokium Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral DIM) TA. 2002 30 - 7


Tabel 2. Lokasi pengamatan dan hasil pengukuran singkapan batuan.<br />

No<br />

1<br />

2<br />

3<br />

4<br />

5<br />

6<br />

7<br />

8<br />

9<br />

10<br />

11<br />

12<br />

13<br />

14<br />

15<br />

16<br />

17<br />

Lokasi Singkapan<br />

Batuan<br />

Anak S. Kaliurang<br />

Desa Paweden<br />

Kec. Karangkobar<br />

Hilir S. Jarampang<br />

Desa Paweden<br />

Kec. Karangkobar<br />

Hulu S. Jarampang<br />

Desa Paweden<br />

Kec. Karangkobar<br />

Hulu S. Kaliurang<br />

Desa Slatri<br />

Kec. Karangkobar<br />

Kali Padajaya, Telaga<br />

Desa Pagerpelah<br />

Kec. Karangkobar<br />

Hilir K. Padajaya<br />

Desa Pagerpelah<br />

Kec. Karangkobar<br />

Hulu S. Kaliurang<br />

Desa Karanggondang<br />

Kec. Karangkobar<br />

Anak S. Kali Tulis<br />

Desa Karangnangka<br />

Kec. Pagentan<br />

Kali Tulis<br />

Desa Sokaraja<br />

Kec. Pagentan<br />

Kali Tulis<br />

Desa Sokaraja<br />

Kec. Pagentan<br />

Kali Tulis<br />

Desa Sokaraja<br />

Kec. Pagentan<br />

An.Merawu,krangean<br />

Desa Karang Tengah<br />

Kec. Wanayasa<br />

K.Merawu, Krangean<br />

Desa Karang Tengah<br />

Kec. Wanayasa<br />

Kali Merawu<br />

Desa Karang Tengah<br />

Kec. Wanayasa<br />

Hilir K. Merawu<br />

Desa Karang Tengah<br />

Kec. Wanayasa<br />

S.Cerang, A.Panjatan<br />

Desa Beji<br />

Kec. Kalibening<br />

Anak S. Panjatan<br />

Desa Karang Arum<br />

Kec. Kalibening<br />

Kode<br />

Lokasi<br />

BNKR 1<br />

BNKR 2<br />

BNKR 3<br />

BNKR 4<br />

BNKR 5<br />

BNKR 6<br />

BNKR 7<br />

BNPG 1<br />

BNPG 2<br />

BNPG 3<br />

BNPG 4<br />

BNWY 1<br />

BNWY 2<br />

BNWY 3<br />

BNWY 4<br />

BNKB 1<br />

BNKB 2<br />

Jurus dan<br />

Miringan<br />

Tebal<br />

( m )<br />

N 320 0 E<br />

30 0 >65 m<br />

Kode<br />

Conto<br />

BNKR 1A<br />

BNKR 1B<br />

N 283 0 E<br />

30 0 >70 m BNKR 2 Kp.<br />

N 265 0 E<br />

40 0 >50 m BNKR 3 Kp.<br />

Keterangan<br />

Analisis<br />

Lp, B, P.<br />

Ps, B, P.<br />

N 250 0 E<br />

55 0 >50 m BNKR 4 Lp, B, P.<br />

N 300 0 E<br />

30 0 >55 m BNKR 5 Kp.<br />

N 290 0 E<br />

40 0 >60 m BNKR 6 Kp.<br />

N 260 0 E<br />

40 0 >40 m BNKR 7 Kp.<br />

N 350 0 E<br />

70 0 >100m<br />

N 270 0 E<br />

50 0 >150m<br />

BNPG 1A<br />

BNPG 1B<br />

BNPG 2A<br />

BNPG 2B<br />

Lp, B.<br />

Ps, B, P.<br />

Lp, B, P<br />

Kp.<br />

N 275 0 E<br />

55 0 120 m BNPG 3 Kp, B.<br />

N 275 0 E<br />

55 0 >100m BNPG 4 Ps, B, P.<br />

N 245 0 E<br />

25 0 >50 m BNWY 1 Kp.<br />

N 290 0 E<br />

35 0 >40 m BNWY 2 Kp.<br />

N 287 0 E<br />

50 0 >60 m BNWY 3 Kp.<br />

N 277 0 E<br />

70 0 >55 m<br />

N 290 0 E<br />

45 0 >55 m<br />

BNWY<br />

4A<br />

BNWY 4B<br />

BNKB 1A<br />

BNKB 1B<br />

Lp, B.<br />

Ps, B, P.<br />

Lp, B, P.<br />

Kp.<br />

N330 0 E<br />

50 0 >40 m BNKB 2 Lp, B, P.<br />

Kolokium Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral (DIM) TA. 2002 30 - 8


18<br />

19<br />

20<br />

21<br />

Hulu S. Panjatan<br />

Desa Pringombo<br />

Kec. Kalibening<br />

Hulu S. Brukah<br />

Desa Asinan<br />

Kec. Kalibening<br />

Hulu S. Bombong<br />

Desa Kalibombong<br />

Kec. Kalibening<br />

Hilir S. Bombong<br />

Desa Sembawa<br />

Kec. Kalibening<br />

BNKB 3<br />

BNKB 4<br />

BNKB 5<br />

BNKB 6<br />

N 285 0 E<br />

60 0<br />

>70m BNKB 3 Kp.<br />

N 266 0 E<br />

25 0 >40 m BNKB 4 Kp.<br />

N 307 0 E<br />

25 0 >40 m BNKB 5 Kp.<br />

N 305 0 E<br />

35 0 >70 m BNKB 6 Lp.<br />

Lp : Contoh Batulempung Menyerpih<br />

Ps : Contoh Batupasir Gampingan<br />

Kp : Contoh Batuan Komposit<br />

B : Dianalisa Bakar<br />

P : Dianalisa Petrografi<br />

Tabel 3: Hasil analisis organic petrografi contoh batuan serpih dan batupasir<br />

No<br />

Code<br />

Code<br />

Jenis<br />

Kisaran<br />

Reflektan<br />

Keterangan<br />

Contoh<br />

Labo<br />

Batuan<br />

Reflektan<br />

Rata2<br />

1. BNKR<br />

A<br />

Serpih<br />

0,39-0,50 0,43 Vit,Lip,Iner, Jarang<br />

1A<br />

650<br />

Lmpng<br />

FragFosil,Prt 0,1-0,49 %<br />

2. BNKR<br />

A<br />

BtPasir<br />

- - Vit,Lip Kosong<br />

1B<br />

651<br />

halus<br />

FragFosil,Prt 2,0-9,99 %<br />

3. BNKR<br />

A<br />

Serpih<br />

0,30-0,47 0,38 Vit Umum LipInr Jarang<br />

4<br />

652<br />

Lmpng<br />

OksBesi,Prt 0,1-0,49 %<br />

4. BNPG<br />

A<br />

BtPasir<br />

0,31 0,31 Vit,FragFosil Jarang<br />

1B<br />

653<br />

Halus<br />

OksBesi,Prt 0,1-0,49 %<br />

5. BNPG<br />

A<br />

Serpih<br />

0,30-0,49 0,39 Vit,Lip,Iner,Spor Jarang<br />

2A<br />

654<br />

Lpng<br />

OksBesi,Prt 0,1-0,49 %<br />

6. BNPG<br />

A<br />

BtPasir<br />

0,31-0,53 0,40 Vit,Lip,Iner,Spor Jarang<br />

4<br />

655<br />

halus<br />

OksBesi,Prt 0,5-1,99 %<br />

7. BNWY<br />

A<br />

BtPasir<br />

- - Vit,Lip,Iner Kosong<br />

4B<br />

656<br />

halus<br />

FragFosil,Prt 0,5-1,99 %<br />

8. BNKB<br />

A<br />

Serpih<br />

1,24-1,61 1,41 Vit,Lip,Iner Jarang<br />

1A<br />

657<br />

Lpng<br />

OksBesi,Prt 0,5-1,99 %<br />

9. BNKB<br />

A<br />

Serpih<br />

0,34-0,54 0,45 Vit,Lip,Iner Jarang<br />

2<br />

658<br />

Lpng<br />

OksBesi,Prt 0,1-0,49 %<br />

Kolokium Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral DIM) TA. 2002 30 - 9


No<br />

Tabel 4 : Hasil analisis bakar contoh batuan serpih dan batupasir halus.<br />

Code<br />

Contoh<br />

Berat Jenis<br />

Batuan (gr/ml)<br />

Berat Jenis<br />

Minyak (gr/ml)<br />

Kandungan<br />

Minyak lt/Ton<br />

Kandungan<br />

Air (lt/Ton)<br />

1. BNKR 1A 2,2367 1,0021 - 45<br />

2. BNKR 1B 2,4536 1,0021 - 35<br />

3. BNKR 4 2,1344 1,0021 5 75<br />

4. BNPG 1A 2,1818 1,0021 - 65<br />

5. BNPG 1B 2,4112 1,0021 - 50<br />

6. BNPG 2A 2,3059 1,0021 - 65<br />

7. BNPG 3 2,4485 1,0021 - 35<br />

8. BNPG 4 2,4481 1,0021 - 35<br />

9. BNWY4A 2,2979 1,0021 - 45<br />

10 BNWY4B 2,3538 1,0021 - 45<br />

11 BNKB 1A 2,1495 1,0021 - 60<br />

12. BNKB 2 2,2144 1,0021 - 65<br />

Kolokium Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral (DIM) TA. 2002 30 - 10

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!