05.05.2015 Views

00 Dafsi OK!.pmd - tekMIRA - Departemen Energi dan Sumber Daya ...

00 Dafsi OK!.pmd - tekMIRA - Departemen Energi dan Sumber Daya ...

00 Dafsi OK!.pmd - tekMIRA - Departemen Energi dan Sumber Daya ...

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Daftar Isi<br />

ISSN 1979 – 6560<br />

Jurnal<br />

Teknologi Mineral <strong>dan</strong> Batubara<br />

Volume 5, Nomor 13, Januari 2<strong>00</strong>9<br />

No Akreditasi : 36/Akred-LIPI/P2MBI/9/2<strong>00</strong>6<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

Daftar Isi ................................................................................................................................................. i<br />

Sekapur Sirih .......................................................................................................................................... ii<br />

Kajian Permasalahan Lingkungan <strong>dan</strong> Sosial Ekonomi Rencana Penambangan <strong>dan</strong> Pengolahan<br />

Pasir Besi di Pantai Selatan Kulon Progo, Yogyakarta .................................................................... 1 - 16<br />

Bambang Yunianto<br />

Rancangan Proses Pembuatan Briket Batubara Nonkarbonisasi Skala Kecil dari Batubara<br />

Kadar Abu Tinggi .......................................................................................................................... 17 - 30<br />

Suganal<br />

Blending Batubara untuk Pembangkit Listrik: Studi Kasus PLTU Suralaya Unit 1-4 .................... 31 - 39<br />

Slamet Suprapto<br />

<br />

Hubungan antara Parameter Karakteristik Limbah Batubara Kalimantan Timur<br />

<strong>dan</strong> Karakteristik Pembakarannya................................................................................................ 40 - 46<br />

Stefano Munir <strong>dan</strong> Ikin Sodikin<br />

<br />

Perubahan Morfologi <strong>dan</strong> Kimia Batuan Pembawa Fosfat Akibat Pelindian<br />

dengan Aspergillus Niger ............................................................................................................. 47 - 56<br />

Tatang Wahyudi<br />

Petunjuk Bagi Penulis .......................................................................................................................... 57<br />

Jurnal Teknologi Mineral <strong>dan</strong> Batubara terbit pada bulan Januari, Mei, September <strong>dan</strong> memuat karya ilmiah yang<br />

berkaitan dengan litbang mineral <strong>dan</strong> batubara mulai dari eksplorasi, eksploitasi, pengolahan, lingkungan, kebijakan<br />

<strong>dan</strong> keekonomiannya.<br />

Redaksi menerima sumbangan naskah yang relevan dengan substansi terbitan ini.<br />

Biaya langganan : Rp 105.<strong>00</strong>0,-/tahun di luar ongkos kirim, harga eceran Rp 35.<strong>00</strong>0,-/eksemplar.<br />

EDITOR IN CHIEF<br />

PEMIMPIN REDAKSI<br />

REDAKTUR PELAKSANA<br />

EDITOR<br />

: Kepala Pusat Penelitian <strong>dan</strong> Pengembangan Teknologi Mineral <strong>dan</strong> Batubara<br />

: Hadi Nursarya<br />

: Umar Antana<br />

: Binarko Santoso (Ketua), Tatang Wahyudi, Sri Handayani, Datin Fatia Umar, Jafril, Miftahul<br />

Huda, Husaini, I. G. Ngurah Ardha, Siti Rafiah Untung <strong>dan</strong> Fauzan<br />

STAF REDAKSI<br />

: Umar Antana, Nining Trisnamurni, Mining Emiliastuti, Rusmanto, Bachtiar Effendi <strong>dan</strong><br />

Arie Aryansyah<br />

PENERBIT<br />

: Pusat Penelitian <strong>dan</strong> Pengembangan Teknologi Mineral <strong>dan</strong> Batubara<br />

ALAMAT REDAKSI : Jl. Jend. Sudirman 623 Bandung 40211<br />

Telpon : (022) 6030483 - 5, Fax : (022) 6<strong>00</strong>3373<br />

e-mail : publikasitekmira@tekmira.esdm.go.id / publikasitekmira@yahoo.com<br />

Keterangan gambar sampul depan : Pengembangan buah naga oleh petani di pantai selatan Kabupaten Kulon Progo (atas); Contoh limbah<br />

batubara SL dengan pembakar siklon (bawah)<br />

i


Sekapur Sirih<br />

Pada awal 2<strong>00</strong>9 ini, Un<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g Nomor 4/2<strong>00</strong>9 tentang pertambangan mineral <strong>dan</strong> batubara telah<br />

diterbitkan untuk menggantikan Un<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g Nomor 11/1967 yang dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan<br />

perkembangan <strong>dan</strong> tuntutan zaman. Hal-hal penting yang tertera pada klausul-klausul un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g baru<br />

tersebut, terkait erat dengan masalah peningkatan nilai tambah mineral, pendayagunaan <strong>dan</strong> peningkatan<br />

pemanfaatan potensi sumber daya mineral <strong>dan</strong> batubara, penciptaan daya tarik investasi <strong>dan</strong> perlindungan<br />

lingkungan serta konservasi sumber daya mineral <strong>dan</strong> batubara. Semua hal ini juga sejalan dengan paradigma<br />

baru dalam pengelolaan sumber daya mineral <strong>dan</strong> batubara yang dikenal dengan istilah praktek-praktek<br />

pertambangan dengan baik <strong>dan</strong> benar (good mining practices). Apabila hal-hal ini benar-benar dilaksanakan<br />

oleh para pemangku kepentingan pertambangan sesuai dengan semangat baru tersebut, beragam permasalahan<br />

pertambangan yang rentan terhadap konflik kepentingan antarsektor pembangunan <strong>dan</strong> masyarakat sekitar<br />

operasi penambangan, dapat diantisipasi <strong>dan</strong> diminimalisasikan sedini mungkin.<br />

Pada nomor terbitan jurnal kali ini, beragam makalah ilmiah yang mendukung paradigma baru bi<strong>dan</strong>g<br />

pertambangan tersebut mencakup permasalahan lingkungan sosial-ekonomi <strong>dan</strong> peningkatan kelitbangan<br />

dalam bi<strong>dan</strong>g teknologi mineral <strong>dan</strong> batubara. Kajian permasalahan lingkungan <strong>dan</strong> sosial-ekonomi rencana<br />

tambang pasir besi menggambarkan dengan jelas konflik kepentingan dalam penggunaan lahan antarsektor<br />

pertambangan <strong>dan</strong> pertanian yang dilakukan oleh masyarakat sekitar lokasi tambang. Permasalahan ini<br />

bersumber dari kurangnya sosialisasi <strong>dan</strong> koordinasi antarsektor tersebut. Konflik ini dapat memicu pengurangan<br />

minat berinvestasi dalam sektor pertambangan, karena a<strong>dan</strong>ya ketidakpastian hukum <strong>dan</strong> tumpang-tindih<br />

penggunaan lahan. Proses pembuatan briket batubara nonkarbonisasi dari batubara kadar abu tinggi merupakan<br />

usaha pemanfaatan batubara secara nasional sesuai dengan rancangan pengelolaan energi nasional untuk<br />

memenuhi pencapaian energi bauran pada 2025. Batubara berkadar abu tinggi di Indonesia dapat digunakan<br />

untuk pembuatan briket batubara yang memenuhi persyaratan teknis <strong>dan</strong> lingkungan. Blending batubara<br />

untuk pembangkit listrik dilakukan untuk mengatasi masalah pemasokan batubara untuk PLTU Suralaya.<br />

Sistem blending ini dapat dilakukan dengan mencampurkan antara batubara peringkat rendah dengan peringkat<br />

tinggi sesuai dengan spesifikasi parameter kualitas batubara Indonesia yang terkait dengan nilai kalornya.<br />

Hubungan antara parameter karakteristik limbah batubara <strong>dan</strong> karakteristik pembakarannya menunjukkan<br />

potensi pemanfaatan limbah batubara yang dapat dimanfaatkan sebagai energi alternatif untuk bahan bakar<br />

langsung dengan menggunakan pembakar siklon. Perubahan morfologi <strong>dan</strong> kimia batuan pembawa fosfat<br />

dengan pelindian mikroorganisme menyisakan ampas pelindian. Pengujian kimia <strong>dan</strong> mikroskopis yang telah<br />

dilakukan terhadap ampas tersebut menunjukkan kinerja yang baik dengan melakukan pengaturan pH untuk<br />

mengurangi keikutsertaan unsur-unsur pengotornya dalam proses pelindiannya.<br />

Peningkatan kelitbangan dalam bi<strong>dan</strong>g teknologi mineral <strong>dan</strong> batubara yang tertuang dalam makalah-makalah<br />

tersebut perlu terus ditingkatkan, karena kualitas mineral <strong>dan</strong> batubara Indonesia harus memenuhi spesifikasi<br />

keteknikannya untuk menghasilkan komoditas yang dapat dimanfaatkan, baik secara langsung oleh para<br />

penggunanya di tanah air maupun sebagai komoditas ekspor. Dengan demikian, optimalisasi pemanfaatan<br />

sumber daya mineral <strong>dan</strong> batubara tersebut dapat terlaksana, sesuai dengan arahan yang telah tertuang dalam<br />

un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g <strong>dan</strong> paradigma baru dalam mengelola sumber daya mineral <strong>dan</strong> batubara.<br />

Editor<br />

ii


KAJIAN PERMASALAHAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL<br />

EKONOMI RENCANA PENAMBANGAN DAN<br />

PENGOLAHAN PASIR BESI DI PANTAI SELATAN KULON<br />

PROGO, YOGYAKARTA<br />

BAMBANG YUNIANTO<br />

Puslitbang Teknologi Mineral <strong>dan</strong> Batubara,<br />

Jl. Jenderal Sudirman No. 623, Bandung – 40211<br />

Telp. 022 – 6030483 Ext. 227 e-mail : yunianto@tekmira.esdm.go.id<br />

Naskah masuk : 11 Nopember 2<strong>00</strong>8, revisi pertama : 06 Desember 2<strong>00</strong>8, revisi kedua : 12 Desember 2<strong>00</strong>8,<br />

revisi terakhir : Januari 2<strong>00</strong>9<br />

SARI<br />

Rencana penambangan <strong>dan</strong> pengolahan pasir besi oleh PT. Jogja Magasa Mining (PT. JMM) untuk menghasilkan<br />

pig iron di Kabupaten Kulon Progo, DIY, ditolak sebagian masyarakat petani yang mengusahakan lahan tersebut,<br />

dengan alasan masalah lingkungan <strong>dan</strong> sosial ekonomi. Wilayah Kontrak Karya (KK) PT. JMM, termasuk PT.<br />

Krakatau Steel (PT. KS) <strong>dan</strong> Indo Mines Ltd. berada dalam lahan Pakualaman pada kawasan sepanjang 22<br />

kilometer pesisir Kulon Progo, di wilayah Kecamatan Temon, Wates, Panjatan <strong>dan</strong> Galur.<br />

Deposit pasir besi sekitar 33,6 juta ton. Produksi direncanakan 5<strong>00</strong>.<strong>00</strong>0 ton per tahun <strong>dan</strong> umur tambang<br />

diperkirakan sampai 25 tahun. Penambangan menerapkan tambang kering <strong>dan</strong> proses ekstraksi dilakukan dengan<br />

teknologi Autokumpu seperti yang diterapkan di New Zealand Steel. Reklamasi akan dilakukan sejauh 2<strong>00</strong><br />

meter ke darat dengan dibuat gumuk artifisial <strong>dan</strong> ditanami cemara u<strong>dan</strong>g. Saat ini kegiatan PT. JMM <strong>dan</strong> Indo<br />

Mines Ltd. se<strong>dan</strong>g memasuki tahap studi kelayakan <strong>dan</strong> AMDAL yang dibantu oleh UGM.<br />

Berdasarkan analisis, permasalahan bersumber dari kurangnya sosialisasi <strong>dan</strong> koordinasi antara sektor pertanian<br />

dengan pertambangan. Secara prosedural perizinan, seluruh tahapan telah sesuai dengan peraturan perun<strong>dan</strong>gun<strong>dan</strong>gan<br />

yang berlaku di Indonesia <strong>dan</strong> praktek-praktek pertambangan internasional. Menurut Bappeda Kabupaten<br />

Kulon Progo, kegiatan PT. JMM <strong>dan</strong> Indo Mines Ltd. tidak menyalahi tata ruang kawasan pantai pesisir selatan<br />

<strong>dan</strong> sudah sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Se<strong>dan</strong>gkan secara ekonomi, beberapa keuntungan<br />

yang akan diperoleh pemerintah <strong>dan</strong> masyarakat, antara lain terbukanya lapangan pekerjaan yang sangat luas<br />

baik pada kegiatan penambangan, pengolahan, maupun industri pendukungnya; peningkatan PAD, meningkatkan<br />

pendapatan masyarakat sekitar lingkar proyek melalui program pengembangan masyarakat, membantu industri<br />

baja nasional (PT. Krakatau Steel), <strong>dan</strong> merupakan satu-satunya industri pig iron di Asia Tenggara.<br />

Kata kunci:pasir besi, rencana penambangan <strong>dan</strong> pengolahan, konflik sektoral, isu lingkungan <strong>dan</strong> sosial ekonomi<br />

Kajian Permasalahan Lingkungan <strong>dan</strong> Sosial Ekonomi Rencana Penambangan ... Bambang Yunianto<br />

1


ABSTRACT<br />

The plan of mining and processing of iron sand carried out by PT. Jogja Magasa Mining (PT. JMM) to produce<br />

pig iron in the Kulon Progo Regency-DIY, is rejected by some farmer communities that have used the land due<br />

to the environmental and socio-economic issues. The area of the work-contract of the company, including PT.<br />

Krakatau Steel (PT. KS) and Indo Mines Ltd. is located in the Pakualaman land along 22 km of the Kulon Progo<br />

coast of the Districts of Temon, Wates, Panjatan and Galur.<br />

The iron sand deposit is 33.6 million tons. The production is planned to be 5<strong>00</strong>,<strong>00</strong>0 tons/year, whilst the age<br />

of the mining is assumed 25 years. The mining will apply dry mining method; and the process of extraction<br />

will use autokumpu technology as applied in the New Zealand Steel. Reclamation will be conducted in a 2<strong>00</strong><br />

m long toward inland by making an artificial dune with plants of cemara u<strong>dan</strong>g. Nowadays, the company<br />

activity is reaching the stages of feasibility study and environmental impact study assisted by Gajah Mada<br />

University.<br />

According to the analyses, the issues are caused by the lack of socialisation and coordination between the<br />

sectors of agriculture and mining. Procedurally, all the stages are in accor<strong>dan</strong>ce with the national prevailing<br />

regulations and the international mining practices. According to the Agency for Regional Development Planning<br />

of the regency, the mining activity is in a line with the spatial use of the south coastline. Economically,<br />

some benefits that will be obtained by the regional government and the community consist of wide job<br />

opportunities from the mining operation, processing, supporting industries; increase of the regional revenue,<br />

improvement of the community prosperity around the project through the community empowerment program,<br />

increase the national steel industry (PT. KS), and it will be the sole pig iron industry in the Asean region.<br />

Keywords: iron sand, mining and processing plans, sectoral conflict, environmental and socio-economic issues<br />

1. PENDAHULUAN<br />

Polemik mengenai isu rencana penambangan <strong>dan</strong><br />

pengolahan pasir besi untuk menghasilkan pig iron di<br />

Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta terus bergulir.<br />

Permasalahan tersebut masih tetap akan berlanjut<br />

mengingat banyak pemangku kepentingan (stakeholders)<br />

yang terlibat, baik di daerah maupun Pusat <strong>dan</strong><br />

lokasi kegiatan meliputi wilayah yang luas di 4<br />

Kecamatan di Kabupaten Kulon Progo, yaitu Temon,<br />

Wates, Panjatan <strong>dan</strong> Galur.<br />

Pada awalnya, kegiatan pertambangan pasir besi yang<br />

akan dilakukan PT. Jogja Magasa Mining (PT. JMM)<br />

ini berizin Kuasa Pertambangan (KP) Eksplorasi<br />

Bupati Kulon Progro. Proyek tersebut merupakan<br />

kerja sama antara PT. Krakatau Steel (PT. KS) <strong>dan</strong><br />

PT. JMM. PT KS saat ini adalah salah satu perusahaan<br />

baja hilir terbesar di Indonesia. Indo Mines Ltd.<br />

merupakan perusahaan tambang dari Australia, yang<br />

akan membangun pabrik untuk mengolah pasir besi,<br />

dengan nilai investasi 6<strong>00</strong> juta dolar AS. Oleh karena<br />

ada unsur penanaman modal asing (PMA), maka<br />

Kuasa Pertambangan (KP) Eksplorasi Bupati Kulon<br />

Progo tersebut ditingkatkan menjadi KK pertambangan.<br />

Wilayah konsesi KK PT. JMM (termasuk PT. KS <strong>dan</strong><br />

Indo Mines) meliputi kawasan sepanjang 22 kilometer<br />

pesisir Kulon Progo, yang berada dalam wilayah<br />

4 kecamatan, yaitu Temon, Wates, Panjatan <strong>dan</strong><br />

Galur. Menurut status tanah, kawasan pantai selatan<br />

tersebut terbagi dua, kawasan pantai sebelah timur<br />

Sungai Progo ke arah Kabupaten Bantul merupakan<br />

milik kraton Yogyakarta (Sultan Ground), se<strong>dan</strong>gkan<br />

kawasan pantai sebelah barat Sungai Progo ke arah<br />

Kutoarjo merupakan tanah Pakualaman/ Pakualam<br />

Ground (BPS Kabupaten Kulon Progo, 2<strong>00</strong>7).<br />

Permasalahan mulai terjadi, meskipun status tanah<br />

merupakan tanah Pakualaman, karena wilayah<br />

tersebut sudah sejak lama dibudidayakan oleh<br />

masyarakat pantai sebagai lahan pertanian, maka<br />

sebagian besar masyarakat menolak untuk dijadikan<br />

lahan pertambangan. Masyarakat daerah ini<br />

mengolah lahan tersebut menjadi lahan pertanian<br />

sejak sebelum tahun 2<strong>00</strong>0, yang mendapat bantuan<br />

<strong>dan</strong> dukungan proyek pengembangan pertanian<br />

kawasan pantai. Setelah berbagai proyek pertanian<br />

masuk, secara signifikan lahan pertanian tersebut<br />

mampu ditingkatkan produktivitasnya, <strong>dan</strong><br />

masyarakat kawasan pantai ini banyak mengalami<br />

2<br />

Jurnal Teknologi Mineral <strong>dan</strong> Batubara Volume 05, Nomor 13, Januari 2<strong>00</strong>9 : 1 – 16


kemajuan, sehingga muncul perlawanan dari<br />

beberapa kelompok tani, seperti Paguyuban Petani<br />

Lahan Pantai (PPLP) Kulon Progo, Kelompok Tani<br />

Ngudi Rejeki, Kelompok Tani Karangwuni, Wates.<br />

Dalam proses selanjutnya, sejalan dengan semakin<br />

gencarnya sosialisasi yang dilakukan oleh PT. JMM<br />

(Indo Mines Ltd. <strong>dan</strong> PT. KS), baik sosialisasi ke<br />

masyarakat langsung, atau melalui orang-orang kunci<br />

(formal <strong>dan</strong> nonformal) masyarakat pantai, maupun<br />

sosialisasi yang dilakukan melalui dinas <strong>dan</strong> di<br />

hadapan DPRD Kabupaten Kulon Progo, suara pro<br />

<strong>dan</strong> kontra terhadap kehadiran proyek tersebut mulai<br />

terpecah. Masyarakat <strong>dan</strong> kelompok tani Desa<br />

Banaran yang dulunya menolak kini menjadi<br />

mendukung setelah mendapat kepastian mengenai<br />

lahan garapannya <strong>dan</strong> manfaat yang akan didapat<br />

dari a<strong>dan</strong>ya proyek tersebut.<br />

Maksud penulisan ini adalah menginventarisasi<br />

permasalahan mengenai rencana kegiatan<br />

penambangan <strong>dan</strong> pengolahan pasir besi di pantai<br />

selatan Kabupaten Kulon Progo, DIY untuk mencari<br />

pemecahannya yang terbaik, <strong>dan</strong> dapat memberi<br />

masukan kepada pihak-pihak yang terkait dalam<br />

penyelesaian permasalahan tersebut.<br />

2. METODOLOGI<br />

Metodologi yang dilakukan menggunakan<br />

pendekatan multidisiplin ilmu, yaitu digunakannya<br />

berbagai parameter keilmuan dalam membahas<br />

permasalahan utama yang dikaji. Secara umum<br />

penelitian dilakukan dengan survei lapangan ke lokasi<br />

rencana penambangan <strong>dan</strong> pengolahan pasir besi di<br />

pantai selatan Kabupaten Kulon Progo, DIY, yang<br />

dilakukan pada 28 April – 2 Mei 2<strong>00</strong>8. Dalam survei<br />

lapangan, selain dilakukan pendataan pada sumber<br />

data utama juga dilakukan pendataan pada pemilik<br />

kepentingan lainnya.<br />

Metode penelitian yang diterapkan menggabungkan<br />

penelitian kuantitatif <strong>dan</strong> kualitatif. Teknik penelitian<br />

yang digunakan adalah observasi, inventarisasi data,<br />

dokumentasi, <strong>dan</strong> wawancara langsung ke sumber<br />

data. Jenis data yang dikumpulkan <strong>dan</strong> digunakan<br />

dalam kajian berupa data primer <strong>dan</strong> data sekunder.<br />

Data primer berupa informasi yang langsung berasal<br />

dari responden, se<strong>dan</strong>gkan data sekunder berupa data<br />

<strong>dan</strong> informasi dari PT. JMM <strong>dan</strong> dinas terkait, baik<br />

di tingkat kabupaten, provinsi maupun pusat. Teknik<br />

pengolahan <strong>dan</strong> analisis data menggunakan teknik<br />

deskriptif, kompilasi <strong>dan</strong> eksplanatori.<br />

3. RENCANA PENAMBANGAN DAN<br />

PENGOLAHAN PASIR BESI<br />

3.1. Lokasi <strong>dan</strong> Wilayah Konsesi PT. JMM<br />

Lokasi rencana kegiatan pertambangan pasir besi PT.<br />

JMM terletak di pesisir selatan Kabupaten Kulon<br />

Progo, meliputi 4 kecamatan, yaitu Galur, Temon,<br />

Wates <strong>dan</strong> Panjatan (Gambar 1). Luas konsesi Kuasa<br />

Pertambangan (KP) PT. JMM sesuai Keputusan<br />

Depperindagkoptamb No. KP<strong>00</strong>8/KPTS/KP/EKPL/X/<br />

2<strong>00</strong>5 yang diperbaharui dengan No. 11/KPTS/KP/<br />

EKPL/X/2<strong>00</strong>6 adalah ± 4.<strong>00</strong>0 ha, meliputi 4<br />

kecamatan dengan desa-desa: Jangkaran, Sindutan,<br />

Palihan, Glagah, Karangwuni, Garongan, Pleret,<br />

Bugel, Karangsewu <strong>dan</strong> Banaran (Gambar 2).<br />

Selanjutnya, KP PT. JMM tersebut ditingkatkan<br />

menjadi Kontrak Karya (KK) dengan menggandeng<br />

Indo Mines PTY Ltd. dengan luas ± 3<strong>00</strong>0 ha,<br />

meliputi desa-desa: Karangwuni, Garongan, Pleret,<br />

Bugel, Karangsewu, <strong>dan</strong> Banaran seperti ditunjukkan<br />

oleh Gambar 3 (PT. JMM, 2<strong>00</strong>6).<br />

3.2. Kegiatan Eksplorasi<br />

PT. JMM telah menyelesaikan aktivitas eksplorasi<br />

pasir besi di Kulon Progo pada akhir 2<strong>00</strong>6. Eksplorasi<br />

dilakukan pada area sekitar 2 x 22 km, dengan<br />

melakukan pemboran eksplorasi pada 929 titik<br />

dengan kedalaman rata-rata 16 meter. Tidak dijumpai<br />

resistensi dari warga didaerah eksplorasi karena semua<br />

kewajiban yang berupa ganti rugi <strong>dan</strong> lain-lainnya<br />

diselesaikan dengan baik <strong>dan</strong> tepat waktu. Hasil<br />

laporan eksplorasi pasir besi Kulon Progo telah<br />

mendapatkan sertifikasi internasional dari JORC<br />

(Joint Ore Reserve Committee) suatu ba<strong>dan</strong><br />

akreditasi ca<strong>dan</strong>gan mineral internasional. Dari hasil<br />

eksplorasi diperoleh kesimpulan bahwa total<br />

ca<strong>dan</strong>gan pasir besi Kulon Progo adalah sekitar 605<br />

juta ton dengan kandungan Fe sekitar 10.8% <strong>dan</strong><br />

proporsi tertinggi ca<strong>dan</strong>gan pasir besi pada kedalaman<br />

6-8 meter dari permukaan dengan total ca<strong>dan</strong>gan<br />

sekitar 273 juta ton dengan kandungan Fe sekitar<br />

14,2%. (PT. JMM, 2<strong>00</strong>6a).<br />

Kegiatan eksplorasi dilakukan dengan metode Aircore<br />

Drilling sebanyak 929 titik lubang bor. Hasil<br />

pemboran telah dianalisis di Laboratorium Konsultan<br />

Kajian Permasalahan Lingkungan <strong>dan</strong> Sosial Ekonomi Rencana Penambangan ... Bambang Yunianto<br />

3


Gambar 1.<br />

Lokasi rencana penambangan pasir besi PT. JMM di pantai selatan<br />

Kabupaten Kulon Progo<br />

4<br />

Jurnal Teknologi Mineral <strong>dan</strong> Batubara Volume 05, Nomor 13, Januari 2<strong>00</strong>9 : 1 – 16


Gambar 2.<br />

Peta lokasi wilayah KP PT. JMM<br />

Gambar 3.<br />

Peta lokasi wilayah KK PT. JMM - Indo Mines Ltd.<br />

Kajian Permasalahan Lingkungan <strong>dan</strong> Sosial Ekonomi Rencana Penambangan ... Bambang Yunianto<br />

5


Geologi Mackay & Schnellman Pty Ltd menggunakan<br />

JOCR Standard. Secara garis besar hasil eksplorasi<br />

sebagai berikut:<br />

a) Di sepanjang 22 km <strong>dan</strong> lebar 1,8 km wilayah<br />

pantai selatan Kabupaten Kulon Progo terdapat<br />

ca<strong>dan</strong>gan mineral pasir besi 240 juta ton,<br />

dengan kadar 14% Fe.<br />

b) Hasil tes awal dengan menggunakan teknologi<br />

Autokumpu, menunjukkan bahwa pasir besi di<br />

Kulon Progo dapat ditingkatkan perolehannya<br />

(recovery) dari 14% Fe menjadi 50% Fe hanya<br />

dengan menggunakan satu proses/tingkat<br />

konsentrasi gaya berat (gravity concentration).<br />

Apabila dilakukan dengan beberapa tingkat<br />

(multiple stage), yaitu gravity concentration <strong>dan</strong><br />

magnetic separation kadar perolehan Fe akan<br />

dapat ditingkatkan sampai 58 - 60%. Teknik<br />

tersebut telah dilakukan selama 30 tahun untuk<br />

operasi pengayaan pasir besi di New Zealand,<br />

dengan produksi 7<strong>00</strong>.<strong>00</strong>0 ton pig iron per tahun.<br />

c) Ca<strong>dan</strong>gan pasir besi di Kabupaten Kulon Progo<br />

(untuk kedalaman sampai dengan 6 meter) setara<br />

dengan 33,6 juta ton Fe, hal ini melebihi dari<br />

kebutuhan minimum Indo Mines Limited, yaitu<br />

minimal 4,5 juta ton Fe, cukup untuk memasok<br />

produksi minimal 3<strong>00</strong>.<strong>00</strong>0 ton pig iron per tahun<br />

selama 15 tahun.<br />

d) Dengan jumlah ca<strong>dan</strong>gan yang ada di zona<br />

ekonomis wilayah KK, produksi per tahun,<br />

permukaan rata-rata air tanah di wilayah KK <strong>dan</strong><br />

juga berdasarkan faktor wind blow, maka lama<br />

penambangan akan berkisar kurang lebih 25<br />

tahun. Produksi akan dilakukan sebesar 5<strong>00</strong>.<strong>00</strong>0<br />

ton/ tahun, atau 41.<strong>00</strong>0 ton/ bulan (PT. JMM,<br />

2<strong>00</strong>6b).<br />

3.3. Rencana Penambangan, Pengolahan Pasir<br />

Besi <strong>dan</strong> Pengelolaan Lingkungan<br />

Areal penambangan berada pada jarak sekitar 2<strong>00</strong><br />

meter dari garis pantai ke arah darat, <strong>dan</strong> akan dibuatkan<br />

’barrier’ atau tanggul <strong>dan</strong> ditanami pohon cemara<br />

u<strong>dan</strong>g, sebagai pencegah abrasi. Berdasarkan penelitian<br />

Suhardi (PT. JMM, 2<strong>00</strong>6b), Kepala Laboratorium<br />

Fisiologi Pohon <strong>dan</strong> Bioteknologi Kehutanan UGM,<br />

tanaman ini sangat efektif untuk pencegahan abrasi,<br />

erosi <strong>dan</strong> peredam tsunami <strong>dan</strong> telah terbukti pada<br />

percobaan di sepanjang pantai Samas <strong>dan</strong> Pan<strong>dan</strong>simo<br />

(Skema rencana penambangan dapat dilihat pada<br />

Gambar 4 <strong>dan</strong> 5).<br />

PENANAMAN<br />

CEMARA UDANG<br />

(PENCEGAH ABRASI<br />

PEREDAM TSUNAMI)<br />

PRE-CONCENTRATION PLANT<br />

PENAMBANGAN<br />

Tree<br />

Tree<br />

LAUT<br />

PRA KONSENTRAT BIJI BESI<br />

PANTAI<br />

2<strong>00</strong>M<br />

(AREA PENAMBANGAN)<br />

Gambar 4.<br />

Skema rencana penambangan pasir besi PT. JMM di Kabupaten Kulon Progo<br />

6<br />

Jurnal Teknologi Mineral <strong>dan</strong> Batubara Volume 05, Nomor 13, Januari 2<strong>00</strong>9 : 1 – 16


Gambar 5.<br />

Skema cara penambangan<br />

Sistem penambangan menggunakan metode<br />

pengupasan (strip mine) secara kering. Hal ini<br />

berbeda dengan yang dilakukan PT Antam Tbk. pada<br />

tambang pasir besi Cilacap <strong>dan</strong> Kutoarjo yang<br />

menggunakan monitor air dengan menerapkan<br />

metode tambang semprot. Pengolahan <strong>dan</strong><br />

peleburannya akan menerapkan teknologi<br />

Outokumpu seperti yang dilakukan di New Zealand<br />

Steel <strong>dan</strong> menjadi yang pertama di Indonesia.<br />

Penambangan dilakukan per blok, dengan umur<br />

tambang per blok 8-12 bulan. Oleh karena itu,<br />

penambangan dapat berpindah ke blok selanjutnya<br />

apabila blok sebelumnya telah selesai ditambang<br />

<strong>dan</strong> direklamasi. Kedalaman penggalian kurang lebih<br />

6 m dengan total penurunan lahan maksimal 80 cm<br />

(PT. JMM, 2<strong>00</strong>7).<br />

Untuk mendapatkan produk pig iron sekitar 1 juta<br />

ton per tahun, maka setiap tahun perlu dilakukan<br />

penambangan pada areal sejauh 2<strong>00</strong>-4<strong>00</strong> m dari bibir<br />

pantai pada batas pasang tertinggi dengan kedalaman<br />

sekitar 6 m.<br />

Pasir besi yang digali akan diangkut <strong>dan</strong> dimasukkan<br />

dalam proses pencucian <strong>dan</strong> penyaringan, dengan<br />

menggunakan air laut atau air tawar sebagai bahan<br />

pencuci. Melalui proses penyaringan <strong>dan</strong> pemisahan<br />

gaya berat (gravity concentration) akan diperoleh<br />

20% pre-konsentrat mineral besi, se<strong>dan</strong>gkan sisanya<br />

sebanyak 80% berupa pasir halus akan dikembalikan<br />

lagi ke lokasi galian tambang sebagai bagian dari proses<br />

reklamasi. Pre-konsentrat mineral besi (20%) akan<br />

diangkut <strong>dan</strong> kemudian diproses di pabrik konsentrat,<br />

dengan alat pemisah magnetik, menghasilkan mineral<br />

besi/logam yang terpisahkan dari pasir halus,<br />

sehingga beratnya menjadi hanya 10% dari total<br />

galian pasir besi <strong>dan</strong> sisanya akan dikembalikan lagi<br />

ke lokasi galian tambang sebagai bahan reklamasi.<br />

Pada tahun kedua setelah penambangan, daerah<br />

bekas area penambangan akan dapat ditanami<br />

kembali dengan produk agrikultur yang lebih bernilai<br />

ekonomis. Berdasarkan wawancara langsung dengan<br />

Tejoyuwono Notohadiprawiro Dosen Ilmu Tanah<br />

UGM, menyatakan bahwa area lahan pasir besi bukan<br />

lahan yang bernilai pertanian. Dengan dihilangkan<br />

kandungan logamnya, <strong>dan</strong> ditambah dengan tanah<br />

<strong>dan</strong> dipupuk, maka daerah reklamasi akan menjadi<br />

Kajian Permasalahan Lingkungan <strong>dan</strong> Sosial Ekonomi Rencana Penambangan ... Bambang Yunianto<br />

7


lebih subur <strong>dan</strong> bernilai pertanian.<br />

Rencana pembangunan pabrik pengolahan pasir besi<br />

terpola dalam kerangka industri baja terpadu, yaitu<br />

industri baja yang dimulai dari proses penambangan<br />

pasir besi sampai dengan proses pembuatan pig iron<br />

sebagai bahan baku utama baja, sebagaimana<br />

ditunjukkan oleh bagan alir pada Gambar 6 <strong>dan</strong> 7.<br />

Industri baja terpadu ini menganut kriteria berikut:<br />

PENAMBANGAN<br />

PASIR BESI<br />

KONSENTRAT<br />

PASIR BESI<br />

BATUBARA<br />

VANADIUM SLAG<br />

(BAHAN BAKU BAJA<br />

TAHAN KARAT)<br />

PASIR BESI<br />

PENCUCIAN DAN<br />

PENYARINGAN<br />

CONCENTRATOR<br />

(DENGAN MAGNIT)<br />

KONSENTRAT<br />

PASIR BESI<br />

PABRIK BESI<br />

WANTAH<br />

(PIG IRON)<br />

PIG IRON<br />

(BAHAN BAKU BAJA)<br />

PASIR HALUS<br />

PASIR<br />

REKLAMASI<br />

Gambar 6.<br />

BATUKAPUR<br />

CATATAN : DALAM JANGKA PANJANG<br />

AKAN DIKEMBANGKAN INDUSTRI BILLET BAJA<br />

Bagan alir rencana industri baja terpadu di Kabupaten Kulon Progo<br />

SLAG (DAPAT DIPAKAI<br />

BAHAN PERKERASAN<br />

KONSTRUKSI JALAN)<br />

Gambar 7.<br />

Pasir besi dikirim ke pabrik peleburan untuk diolah<br />

8<br />

Jurnal Teknologi Mineral <strong>dan</strong> Batubara Volume 05, Nomor 13, Januari 2<strong>00</strong>9 : 1 – 16


a) Untuk pabrik pengolahan diharapkan tidak jauh<br />

dari lokasi penambangan.<br />

b) Bahan pendukung untuk konstruksi pabrik <strong>dan</strong><br />

proses pengolahan semua tersedia di wilayah<br />

Kulon Progo seperti mangan, andesit,<br />

batugamping, tanah liat.<br />

c) Ini salah satu alasan pabrik pengolahan ada di<br />

Kulon Progo, supaya bersatu dengan kegiatan<br />

penambangan sebagai sumber bahan bakunya<br />

yang juga terdapat di Kabupaten Kulon Progo.<br />

d) Metode pengolahan mengacu pada apa yang<br />

dilakukan di New Zealand dengan menggunakan<br />

3 macam alternatif pengolahan (PT. JMM,<br />

2<strong>00</strong>7).<br />

Dalam pengelolaan lingkungan diterapkan teknik<br />

reklamasi/pengembalian fungsi lahan seperti<br />

ditunjukkan pada Gambar 8, dengan tahapan sebagai<br />

berikut:<br />

a) Material bukan pasir besi setelah dipisahkan<br />

langsung dikembalikan.<br />

b) Reklamasi diwajibkan untuk setiap blok dengan<br />

teknik pengembalian perlajur sehingga proses<br />

reklamasi beriringan dengan proses<br />

penambangan/pengolahan.<br />

c) Lahan hasil reklamasi akan dibuat lebih subur<br />

dengan penambahan pupuk organik <strong>dan</strong> bahan<br />

lain yang diperlukan sehingga diharapkan<br />

produksi pertanian meningkat.<br />

d) Setelah selesai direklamasi, lahan akan<br />

difungsikan kembali sebagai lahan pertanian<br />

atau sesuai peruntukannya.<br />

Pembangunan berbagai sarana pendukung akan<br />

direncanakan sebagai berikut:<br />

a) Sarana transportasi akan menggunakan <strong>dan</strong><br />

mengembangkan sarana jalan yang sudah ada<br />

<strong>dan</strong> membuat sarana jalan yang baru sesuai<br />

dengan kebutuhan industri.<br />

b) Jalur transportasi kereta api dibutuhkan untuk<br />

menghubungkan industri pengolahan dengan<br />

pelabuhan terdekat di Pulau Jawa, untuk keluar<br />

masuk hasil produksi <strong>dan</strong> bahan pendukung<br />

industri.<br />

c) Pasokan listrik dapat bersumber dari PLN atau<br />

akan dibuat pembangkit tenaga listrik sendiri.<br />

d) Kebutuhan air untuk industri maupun konsumsi<br />

akan memanfaatkan sumber air laut ataupun<br />

air sungai.<br />

e) Untuk konstruksi pabrik, kantor, jalan <strong>dan</strong><br />

pemukiman karyawan akan memanfaatkan<br />

sumber daya lokal yang ada di Kabupaten Kulon<br />

Progo (PT. JMM, 2<strong>00</strong>7).<br />

Gambar 8.<br />

Tahapan reklamasi <strong>dan</strong> bentuk penampang lahan setelah reklamasi<br />

Kajian Permasalahan Lingkungan <strong>dan</strong> Sosial Ekonomi Rencana Penambangan ... Bambang Yunianto<br />

9


4. PERMASALAHAN DAN ANALISIS<br />

PENYELESAIANNYA<br />

4.1. Permasalahan<br />

Berdasarkan inventarisasi di lapangan terdapat<br />

beberapa permasalahan, yaitu:<br />

a) Permasalahan mulai terjadi, meskipun status tanah<br />

sebagian besar merupakan tanah Pakualam, karena<br />

wilayah tersebut sudah sejak lama dibudidayakan<br />

oleh masyarakat pantai sebagai lahan pertanian,<br />

maka sebagian besar masyarakat menolak untuk<br />

dijadikan lahan pertambangan (contoh pertanian<br />

rakyat lihat Gambar 9 <strong>dan</strong> contoh infrastruktur<br />

di pantai selatan lihat Gambar 10).<br />

teknis <strong>dan</strong> ilmiah. Dja’far Shiddieq ahli tanah<br />

UGM menyatakan bahwa pemerintah kolonial<br />

Belanda pun tidak melakukan penambangan<br />

pasir besi di wilayah itu karena dampaknya yang<br />

dianggap berbahaya terhadap keseimbangan<br />

ekologis di wilayah itu. Di dunia ini hanya ada<br />

tiga gumuk pasir yang bergerak, satu di antaranya<br />

di kawasan pesisir selatan Yogyakarta. Kombinasi<br />

penanaman cemara u<strong>dan</strong>g <strong>dan</strong> gumuk-gumuk<br />

pasir bentukan alam itu merupakan penahan<br />

tsunami alamiah yang paling efektif. Menurut<br />

Sudaryatno dari Fakultas Geografi UGM, lapisan<br />

pasir di bawah permukaan tanah sangat berguna<br />

untuk meredam gempa. Jika pasir diambil, fungsi<br />

itu hilang. Ia juga mengingatkan terjadinya<br />

Gambar 9 <strong>dan</strong> 10. Pengembangan buah naga oleh petani <strong>dan</strong> infrastruktur di pantai selatan<br />

Kabupaten Kulon Progo<br />

Selain merusak lingkungan, penambangan pasir<br />

besi dianggap akan mengancam kelangsungan<br />

pertanian lahan pasir. Masyarakat daerah ini<br />

mengolah lahan tersebut menjadi lahan pertanian<br />

sejak sebelum tahun 2<strong>00</strong>0, yang mendapat<br />

bantuan <strong>dan</strong> dukungan proyek pengembangan<br />

pertanian kawasan pantai. Setelah berbagai<br />

proyek pertanian masuk, secara signifikan lahan<br />

pertanian tersebut mampu ditingkatkan<br />

produktivitasnya, <strong>dan</strong> masyarakat kawasan<br />

pantai ini banyak mengalami kemajuan, sehingga<br />

muncul perlawanan dari beberapa kelompok<br />

tani, seperti Paguyuban Petani Lahan Pantai<br />

(PPLP) Kulon Progo, Kelompok Tani Ngudi<br />

Rejeki, Kelompok Tani Karangwuni-Wates.<br />

b) Berbagai pihak yang memiliki kepentingan<br />

terkait dengan kegiatan di kawasan pantai<br />

tersebut menyampaikan pendapat, dari aspek<br />

eksploitasi lebih jauh <strong>dan</strong> lebih dalam dari<br />

semula yang direncanakan. Risiko kerusakan<br />

alam yang menyertainya akan lebih hebat (PT.<br />

JMM, 2<strong>00</strong>7). Wilayah eksploitasi lahan di<br />

wilayah itu terbagi atas tiga kepemilikan, yakni<br />

tanah milik bersertifikat, tanah desa <strong>dan</strong> tanah<br />

milik dinasti Pakualam (Pakualam Ground).<br />

Tanggal 7 Januari 2<strong>00</strong>3, KGPAA Pakualaman<br />

IX mengeluarkan surat kepada Kepala Ba<strong>dan</strong><br />

Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah<br />

(Bapedalda) Provinsi DIY, bernomor X/PA/<br />

2<strong>00</strong>3. Isinya antara lain bahwa lahan itu dapat<br />

dikembangkan untuk kegiatan pertanian lahan<br />

pasir, tidak diizinkan mengubah sifat fisik <strong>dan</strong><br />

hayati, seperti untuk penambangan pasir, <strong>dan</strong><br />

ada sanksi terhadap pelanggar.<br />

c) Dalam proses selanjutnya, sejalan dengan<br />

semakin gencarnya sosialisasi yang dilakukan<br />

10<br />

Jurnal Teknologi Mineral <strong>dan</strong> Batubara Volume 05, Nomor 13, Januari 2<strong>00</strong>9 : 1 – 16


oleh PT. JMM (Indo Mines Ltd. <strong>dan</strong> PT. KS),<br />

baik sosialisasi ke masyarakat langsung, atau<br />

melalui orang-orang kunci (formal <strong>dan</strong><br />

nonformal) masyarakat pantai, maupun<br />

sosialisasi yang dilakukan melalui dinas <strong>dan</strong> di<br />

hadapan DPRD Kabupaten Kulon Progo, maka<br />

suara pro <strong>dan</strong> kontra terhadap kehadiran proyek<br />

tersebut mulai terpecah. Masyarakat <strong>dan</strong><br />

kelompok tani Desa Banaran yang dulunya<br />

menolak, kini menjadi mendukung setelah<br />

mendapat kepastian mengenai lahan garapannya<br />

<strong>dan</strong> manfaat yang akan didapat dari a<strong>dan</strong>ya<br />

proyek tersebut.<br />

4.2. Analisis Penyelesaian Permasalahan<br />

Dalam pembahasan berikut akan dianalisis beberapa<br />

permasalahan di atas berdasarkan akar masalah yang<br />

dijadikan polemik.<br />

1) Proses Perizinan Rencana Penambangan <strong>dan</strong><br />

Pengolahan Pasir Besi<br />

Rencana penambangan <strong>dan</strong> pengolahan pasir besi<br />

PT. JMM <strong>dan</strong> Indo Mines Ltd. telah memenuhi<br />

prosedur perizinan di Sektor ESDM, tahapan tersebut<br />

adalah:<br />

a) Tanggal 6 Oktober 2<strong>00</strong>5 PT. JMM mengajukan<br />

eksplorasi pasir besi.<br />

b) KP Eksplorasi No. <strong>00</strong>8/KPTS/KP/EKKPL/X/2<strong>00</strong>5<br />

luas 4.076,7 Ha (Wates, Temon, Panjatan, Galur).<br />

c) 30 Juni 2<strong>00</strong>5 Indo Mines, Ltd (Australia)<br />

bergabung karena mempunyai teknologi<br />

Autokumpu pengolahan pasirbesi menjadi pig<br />

iron.<br />

d) Tanggal 25 Maret 2<strong>00</strong>6 PT. JMM melakukan<br />

eksplorasi dengan 929 titik bor, <strong>dan</strong> telah<br />

melaporkan hasil eksplorasi sebanyak 14 volume.<br />

e) Dalam tahun 2<strong>00</strong>8 akan melakukan Studi<br />

Kelayakan, AMDAL, <strong>dan</strong> melanjutkan pilot<br />

proyek penambangan pasir besi sebagai model<br />

penambangan nantinya.<br />

Dalam kajian lingkungan yang dijadikan pedoman<br />

adalah:<br />

a) Perusahaan wajib melakukan studi lingkungan<br />

melalui penyusunan dokumen AMDAL.<br />

b) Penyusunan dilakukan oleh konsultan<br />

lingkungan yang mempunyai kompetensi <strong>dan</strong><br />

kredibilitas yang diakui secara nasional <strong>dan</strong><br />

internasional, <strong>dan</strong> hasilnya diuji oleh komisi<br />

AMDAL provinsi <strong>dan</strong> atau pusat.<br />

c) Perusahaan wajib mengikuti Kebijakan<br />

Pemerintah tentang Tata Ruang Wilayah <strong>dan</strong><br />

Pengembangan Sektor lain.<br />

Pengawasan <strong>dan</strong> pembinaan dalam tahapan<br />

penambangan <strong>dan</strong> pengolahan adalah:<br />

a) Dalam proses penambangan <strong>dan</strong> pengolahan<br />

perusahaan wajib mengikuti kaidah-kaidah<br />

penambangan <strong>dan</strong> pengolahan yang baik <strong>dan</strong><br />

benar serta sesuai dengan ketentuan yang<br />

berlaku.<br />

b) Perusahaan wajib memberikan laporan<br />

penambangan <strong>dan</strong> pengolahan secara periodik<br />

sesuai ketentuan yang berlaku.<br />

c) Aktivitas perusahaan di lapangan akan selalu<br />

mendapat pengawasan <strong>dan</strong> pembinaan dari instansi<br />

yang berwenang dalam sektor pertambangan <strong>dan</strong><br />

instansi terkait lainnya sesuai dengan<br />

kewenangannya masing-masing, baik di daerah<br />

maupun pusat.<br />

Se<strong>dan</strong>gkan pada tahap konstruksi, PT. JMM <strong>dan</strong> Indo<br />

Mines akan menempuh beberapa hal:<br />

a) Tahapan konstruksi dilakukan apabila hasil studi<br />

kelayakan menyatakan bahwa rencana kegiatan<br />

pengolahan dinyatakan layak secara teknis,<br />

ekonomis, lingkungan, sosial kemasyarakatan <strong>dan</strong><br />

sesuai dengan peraturan perun<strong>dan</strong>g - un<strong>dan</strong>gan<br />

yang berlaku.<br />

b) Konstruksi meliputi pabrik, sarana jalan, pemukiman<br />

karyawan, pembangkit listrik, kebutuhan air <strong>dan</strong><br />

sarana pendukung lainnya yang menunjang<br />

kegiatan industri.<br />

c) Pembangunan konstruksi diharapkan semaksimal<br />

mungkin memanfaatkan sumber daya lokal (material,<br />

kontraktor, tenaga kerja <strong>dan</strong> lain-lain).<br />

Jadi secara prosedur perizinan seluruhnya telah sesuai<br />

dengan peraturan perun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan yang berlaku<br />

di Indonesia, <strong>dan</strong> sudah sesuai dengan praktekpraktek<br />

pertambangan yang diakui secara<br />

internasional. Namun, hal tersebut perlu terus<br />

menerus disosialisasikan kepada seluruh pemangku<br />

kepentingan yang terkait dengan kegiatan<br />

penambangan <strong>dan</strong> pengolahan pasir besi tersebut,<br />

terutama pemangku kepentingan di daerah <strong>dan</strong><br />

masyarakat yang nantinya akan terkena dampak<br />

langsung a<strong>dan</strong>ya kegiatan tersebut.<br />

2) Keterkaitan Pengolahan Pasir Besi dengan<br />

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) <strong>dan</strong><br />

Sektor Lain<br />

Kebijakan Penataan Tata Ruang bersifat dinamis <strong>dan</strong><br />

dievaluasi setiap 5 tahun. Kegiatan pengolahan pasir<br />

besi dapat disinergikan dengan kegiatan lain dalam<br />

satu kawasan yang dapat diatur melalui RTRW juga<br />

Kajian Permasalahan Lingkungan <strong>dan</strong> Sosial Ekonomi Rencana Penambangan ... Bambang Yunianto<br />

11


dalam Rencana Detil Tata Ruang Kawasan pantai<br />

selatan Kulon Progo, karena pengolahan pasir besi<br />

bersifat sementara. Berdasarkan koordinasi dengan<br />

Bappeda Kabupaten Kulon Progo, kegiatan PT. JMM<br />

<strong>dan</strong> Indo Mines Ltd. tidak menyalahi tata ruang<br />

kawasan pantai pesisir selatan <strong>dan</strong> sudah sesuai<br />

RTRW seperti ditunjukkan oleh Gambar 11 <strong>dan</strong><br />

Gambar 12 (Bappeda Kabupaten Kulon Progo,<br />

2<strong>00</strong>5).<br />

Sementara itu, terkait dengan sektor lain, kesuburan<br />

tanah setelah ditambang menurut Tejoyuwono<br />

Notohadiprawiro (UGM), area lahan pasir besi<br />

adalah bukan lahan yang bernilai pertanian. Namun,<br />

setelah dihilangkan kandungan logamnya, <strong>dan</strong><br />

ditambah dengan tanah <strong>dan</strong> dipupuk, maka daerah<br />

reklamasi akan menjadi lahan yang lebih subur <strong>dan</strong><br />

bernilai pertanian (PT. JMM, 2<strong>00</strong>7).<br />

3) Manfaat Proyek bagi Masyarakat Lingkar Proyek<br />

<strong>dan</strong> yang Terkena Dampak<br />

Penduduk yang terkena dampak penambangan akan<br />

diberi ganti rugi yang layak <strong>dan</strong> wajar, serta akan<br />

dipekerjakan dalam proses penambangan,<br />

pembibitan <strong>dan</strong> penanaman cemara u<strong>dan</strong>g, proses<br />

reklamasi, perbaikan mutu tanah <strong>dan</strong> pemupukan.<br />

Pada tahun kedua, setelah reklamasi pada area<br />

penambangan tahun pertama, penduduk/petani dapat<br />

memanfaatkan kembali tanah eks penambangan, dengan<br />

tanaman yang lebih bernilai ekonomis. Berikut<br />

manfaat dari aspek penyerapan tenaga kerja:<br />

a) Pada area pra-penambangan, lahan mungkin<br />

hanya bisa memberi manfaat ekonomis pada<br />

10 petani, tengkulak cabai <strong>dan</strong> semangka.<br />

b) Pada masa penambangan akan terserap tenaga<br />

kerja minimum 1<strong>00</strong> tenaga kerja secara langsung<br />

<strong>dan</strong> sekitar 1<strong>00</strong> secara tidak langsung (sektor<br />

angkutan, pemasok, komunikasi <strong>dan</strong> lainnya).<br />

c) Pada masa konstruksi pabrik peleburan pig iron,<br />

yang akan dimulai pada tahun 2<strong>00</strong>8, setidaktidaknya<br />

akan terserap secara langsung 5<strong>00</strong><br />

tenaga kerja.<br />

d) Setelah pabrik peleburan besi wantah mulai<br />

beroperasi, setidak-tidaknya akan dibutuhkan<br />

sekitar 2<strong>00</strong>0 tenaga kerja langsung untuk<br />

memproduksi 1 juta ton pig iron per tahun.<br />

Untuk jangka panjang diharapkan akan berkembang<br />

industri turunan dari industri peleburan pig iron yang<br />

amat luas yang akan memberi manfaat ekonomis<br />

bagi kemajuan masyarakat Kulon Progo <strong>dan</strong><br />

sekitarnya (BPS Kabupaten Kulon Progo, 2<strong>00</strong>8).<br />

Berikut manfaat sosial kemasyarakat berdasar hasil<br />

kajian sementara:<br />

a) Aspek pertanian: peningkatan kualitas lahan<br />

pasca tambang <strong>dan</strong> pengolahan, peningkatan<br />

produksi hasil pertanian, peningkatan nilai<br />

tambah usaha sektor pertanian.<br />

b) Aspek pendidikan: program beasiswa, program<br />

pengembangan sarana pendidikan, program<br />

pengembangan sumber daya manusia.<br />

c) Aspek kesehatan: pembangunan saranaprasarana<br />

kesehatan, peningkatan mutu<br />

kesehatan masyarakat.<br />

d) Aspek budaya: pelestarian <strong>dan</strong> pengembangan<br />

budaya lokal.<br />

e) Aspek sosial: pengembangan kelompokkelompok<br />

sosial kemasyarakatan, pembinaan<br />

generasi muda, pembinaan <strong>dan</strong> peningkatan<br />

peran perempuan.<br />

f) Aspek keagamaan: pembangunan saranaprasarana<br />

ibadah, pembinaan <strong>dan</strong> peningkatan<br />

kualitas dalam melaksanakan ibadah.<br />

g) Aspek ekonomi: pembinaan <strong>dan</strong> pengembangan<br />

UMKM, penguatan <strong>dan</strong> pembinaan<br />

kelembagaan ekonomi pedesaan.<br />

h) Aspek sarana umum: peningkatan infrastruktur<br />

di lingkungan kawasan industri.<br />

4) Keterkaitan Rencana Kegiatan dengan Kebijakan<br />

Baja Nasional<br />

Indonesia yang dikenal kaya sumber daya alam harus<br />

mengimpor 1<strong>00</strong> % bahan baku baja <strong>dan</strong> 60-70 %<br />

scrap baja untuk keperluan industri bajanya. Ini masih<br />

ditambah teknologi pengolahan baja yang tidak<br />

efisien, karena menggunakan sumber energi gas yang<br />

semakin meningkat harganya.<br />

DIY memiliki potensi yang luar biasa sumber daya<br />

alam bahan baku baja yang berupa pasir besi,<br />

khususnya di pantai selatan Kabupaten Kulon Progo.<br />

Jika potensi ini dapat dimanfaatkan <strong>dan</strong> dikelola<br />

dengan baik akan menghasilkan sekitar 1 juta ton<br />

pig iron, berarti paling tidak akan memenuhi sekitar<br />

50% bahan baku baja nasional yang sampai saat ini<br />

masih diimpor. Saat ini bahan baku baja yang berupa<br />

“biji besi terolah” 1<strong>00</strong>% masih impor dari Amerika<br />

Selatan, ongkos angkutnya sekitar $60 per ton. Bila<br />

mampu memproduksi sendiri bahan baku baja, dari<br />

ongkos angkut akan bisa menghemat sekitar<br />

$50,<strong>00</strong>0,<strong>00</strong>0 per tahun. Contoh lain, Industri<br />

Pengecoran Logam Klaten, tetangga DIY, hanya 25 km<br />

dari Jogya. Industri ini masih membeli bahan baku<br />

yang berupa pig iron impor dengan harga sekitar Rp<br />

4<strong>00</strong>0-5<strong>00</strong>0/kg berarti sekitar $4<strong>00</strong>-550/ton. Di negara<br />

asal harganya hanya sekitar $3<strong>00</strong>-350/ton. Oleh<br />

karena itu, industri ini sulit berkompetisi di pasaran<br />

ekspor. Kalau PT. JMM bisa memproduksi pig iron,<br />

12<br />

Jurnal Teknologi Mineral <strong>dan</strong> Batubara Volume 05, Nomor 13, Januari 2<strong>00</strong>9 : 1 – 16


U<br />

Gambar 11. Rencana tata ruang kawasan pantai selatan tahun 2<strong>00</strong>5-2015<br />

Kajian Permasalahan Lingkungan <strong>dan</strong> Sosial Ekonomi Rencana Penambangan ... Bambang Yunianto<br />

13


U<br />

Gambar 12. Peta rencana pemanfaatan lahan kawasan pantai selatan Kabupaten Kulon Progo<br />

14<br />

Jurnal Teknologi Mineral <strong>dan</strong> Batubara Volume 05, Nomor 13, Januari 2<strong>00</strong>9 : 1 – 16


maka akan sangat membantu, karena harga bahan<br />

baku pasti akan lebih murah 20-30% dari bahan baku<br />

impor (PT. JMM, 2<strong>00</strong>7). DIY khususnya Kabupaten<br />

Kulon Progo memiliki potensi yang amat besar untuk<br />

didirikannya suatu industri baja terpadu, mulai dari<br />

penambangan bahan baku sampai industri<br />

pengolahan bahan baku baja.<br />

Berdasarkan kajian ekonomi sementara, rencana<br />

pembangunan pabrik pengolahan pasir besi di<br />

Kabupaten Kulon Progo adalah:<br />

a) Potensi bahan baku (pasir besi) tersebar di<br />

beberapa wilayah Indonesia tetapi sampai saat<br />

ini Indonesia belum memiliki teknologi untuk<br />

mengolah pasir besi menjadi pig iron.<br />

b) Industri pig iron di Kulon Progo direncanakan<br />

juga akan memanfaatkan bahan baku dari daerah<br />

lain di Indonesia.<br />

c) Industri pig iron direncanakan akan dikembangkan<br />

menjadi industri baja di Kulon Progo.<br />

d) Prospek investasi untuk pengembangan industri<br />

di atas diperkiraan mencapai US$ 6<strong>00</strong> juta (Rp.<br />

5,4 triliun).<br />

Beberapa keuntungan yang akan diperoleh<br />

pemerintah <strong>dan</strong> masyarakat antara lain:<br />

a) Terbukanya lapangan pekerjaan yang sangat luas<br />

baik di industri utama maupun industri pendukungnya<br />

sehingga mengurangi pengangguran di<br />

Kulon Progo<br />

b) Peningkatan pendapatan pemerintah/Daerah<br />

yang sangat besar dari pajak, royalti, land rent,<br />

retribusi, <strong>dan</strong> pendapatan lain yang sesuai dengan<br />

peraturan yang berlaku, sehingga akan<br />

mempercepat proses pembangunan yang<br />

berujung pada peningkatan kesejahteraan<br />

masyarakat di Kabupaten Kulon Progo.<br />

c) Dengan a<strong>dan</strong>ya program pengembangan<br />

masyarakat (Community Development) akan<br />

membantu mengembangkan masyarakat<br />

terutama dalam bi<strong>dan</strong>g ekonomi, pertanian,<br />

pendidikan, sosial, kesehatan, budaya,<br />

keagamaan <strong>dan</strong> lainnya.<br />

d) Industri ini akan menjadi satu-satunya industri<br />

yang memproduksi pig iron di Asia Tenggara<br />

<strong>dan</strong> akan dikembangkan sampai menjadi industri<br />

baja di Kulon Progo.<br />

e) Perusahaan yang telah menyatakan akan<br />

membeli pig iron adalah PT. Krakatau Steel<br />

(sesuai Head of Agreement 22 Januari 2<strong>00</strong>7).<br />

f) Lokasi pabrik <strong>dan</strong> area eksploitasi akan<br />

disesuaikan dengan Rencana Pengembangan<br />

Wilayah Pemkab Kulon Progo <strong>dan</strong> Pemprov DIY<br />

termasuk kepemilikan lahan masyarakat <strong>dan</strong><br />

Puropakualaman (sesuai surat PT. JMM kpd<br />

KGPA Paku Alam IX No. 055/JMM/IX/2<strong>00</strong>6 tgl<br />

22 September 2<strong>00</strong>6.<br />

5. PENUTUP<br />

Berdasarkan telaahan dari beberapa sudut pan<strong>dan</strong>g<br />

terhadap permasalahan penolakan sebagian<br />

masyarakat petani (isu lingkungan <strong>dan</strong> sosial ekonomi)<br />

terkait rencana penambangan <strong>dan</strong> pengolahan pasir<br />

besi oleh PT. JMM di pantai selatan Kabupaten<br />

Kulon Progo tersebut, sebetulnya bersumber dari<br />

kurangnya sosialisasi <strong>dan</strong> koordinasi di antara<br />

pemangku kepentingan, terutama antara sektor<br />

pertanian dengan sektor pertambangan. Beberapa hal<br />

yang dijadikan dasar adalah:<br />

a) Secara prosedur perizinan di bi<strong>dan</strong>g pertambangan,<br />

seluruh tahap telah <strong>dan</strong> akan dipenuhi<br />

oleh PT. JMM <strong>dan</strong> Indo Mines Ltd.<br />

b) Secara tata ruang pemanfataan lahan, kegiatan<br />

tersebut sudah sesuai dengan RTRW Kabupaten<br />

Kulon Progo.<br />

c) Secara sosial ekonomi masyarakat <strong>dan</strong> pemda,<br />

kegiatan tersebut akan membuka peluang kerja,<br />

meningkatkan pendapatan masyarakat, <strong>dan</strong><br />

PAD, serta pengaruh ekonomi dari sektor-sektor<br />

lain yang terkait.<br />

d) Secara kepentingan nasional dapat memasok<br />

kebutuhan pig iron PT. KS yang masih<br />

mengimpor bahan baku, <strong>dan</strong> mendukung<br />

kebijakan baja nasional sejalan dengan rencana<br />

pembangunan pabrik baja di Kalimantan<br />

Selatan.<br />

Untuk itu, dalam penyelesaian setiap permasalahan<br />

harus dilakukan kegiatan sosialisasi secara struktural<br />

<strong>dan</strong> komprehensif terhadap seluruh pemangku kepentingan<br />

yang terkait dengan rencana kegiatan tersebut.<br />

DAFTAR PUSTAKA<br />

Anonim, 2<strong>00</strong>5. Peraturan Bupati Kabupaten Kulon<br />

Progo No. 40 Tahun 2<strong>00</strong>5 tentang Rencana Tata<br />

Ruang Kawasan Pantai Selatan Tahun 2<strong>00</strong>5-<br />

2015, Wates.<br />

Bappeda Kabupaten Kulon Progo, 2<strong>00</strong>5. Rencana<br />

Detail Tata Ruang Kawasan Pantai Selatan<br />

Kabupaten Kabupaten Kulon Progo Tahun 2<strong>00</strong>5<br />

– 2015, Wates.<br />

BPS Kabupaten Kulon Progo, 2<strong>00</strong>8. Kabupaten Kulon<br />

Progo dalam Angka 2<strong>00</strong>6/2<strong>00</strong>7, Wates.<br />

Kajian Permasalahan Lingkungan <strong>dan</strong> Sosial Ekonomi Rencana Penambangan ... Bambang Yunianto<br />

15


BPS Kabupaten Kulon Progo, 2<strong>00</strong>8. Produk Domestik<br />

Regional Bruto Kabupaten Kulon Progo 2<strong>00</strong>2-<br />

2<strong>00</strong>7, Wates.<br />

PT. Jogja Magasa Mining, 2<strong>00</strong>6a. Aplikasi Kontrak<br />

Karya untuk Pengembangan Pasir Besi di<br />

Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta.<br />

PT. Jogja Magasa Mining, 2<strong>00</strong>6b. Ringkasan hasil<br />

eksplorasi pasir besi pada wilayah KK PT. JMM<br />

<strong>dan</strong> PT. Indo Mines Ltd.<br />

PT. Jogja Magasa Mining, 2<strong>00</strong>7. Bahan sosialisasi<br />

rencana penambangan pasir besi di Kabupaten<br />

Kulon Progo kepada masyarakat.<br />

16<br />

Jurnal Teknologi Mineral <strong>dan</strong> Batubara Volume 05, Nomor 13, Januari 2<strong>00</strong>9 : 1 – 16


RANCANGAN PROSES PEMBUATAN BRIKET BATUBARA<br />

NONKARBONISASI SKALA KECIL DARI BATUBARA<br />

KADAR ABU TINGGI<br />

SUGANAL<br />

Puslitbang Teknologi Mineral <strong>dan</strong> Batubara (<strong>tekMIRA</strong>)<br />

Jl. Jenderal Sudirman No. 623, Bandung<br />

email : suganal@tekmira.esdm.go.id<br />

Naskah masuk : 11 November 2<strong>00</strong>8, revisi pertama : 06 Desember 2<strong>00</strong>8, revisi kedua : 12 Desember 2<strong>00</strong>8,<br />

revisi terakhir : Januari 2<strong>00</strong>8<br />

ABSTRAK<br />

Blue print Pengelolaan <strong>Energi</strong> Nasional 2<strong>00</strong>6 mengarahkan bahwa penggunaan batubara perlu ditingkatan dari<br />

15,34% menjadi 33% dalam energi bauran pada tahun 2025. Salah satu sasaran pemanfaatan batubara adalah<br />

industri kecil <strong>dan</strong> rumah tangga. Akan tetapi, sistem pembakaran batubara pada rumah tangga <strong>dan</strong> industri<br />

kecil umumnya menggunakan sistem grate atau kisi, sehingga memerlukan butiran batubara berbutir besar (±<br />

4 cm). Oleh karena itu perlu dilakukan pembriketan batubara. Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan<br />

penelitian pembuatan briket batubara dari batubara kadar abu tinggi termasuk pembuatan rancangan proses<br />

serta biaya investasi agar dapat diterapkan pada masyarakat.<br />

Hasil menunjukkan bahwa bahan pengikat proses pembriketan adalah molases, ukuran serbuk batubara – 3<br />

mm <strong>dan</strong> tekanan pembriketan 2<strong>00</strong> kg/cm 2 . Untuk pembuatan briket batubara skala kecil dengan kapasitas 2,5<br />

ton/jam diperlukan peralatan utama yang terdiri atas jaw crusher, hammer mill, double roll mixer, <strong>dan</strong> mesin<br />

briket sistem double roll. Kebutuhan <strong>dan</strong>a investasi sebesar Rp 1,58 miliar dengan jumlah karyawan 13 orang.<br />

Kata kunci : briket batubara, kadar abu tinggi, rancangan proses,investasi<br />

ABSTRACT<br />

Blue Print of the 2<strong>00</strong>6 National Energy Management appointed that the use of coal needs to be increased from<br />

15.34% to 33% in the 2025 energy mix. Among the target, the use of coal is for small scale industries and<br />

households. However, coal burning system in households and small scale industries are generally applied<br />

grate system, which needs large coal particles (±4 cm). For this reason, coal briquetting is considered necessary.<br />

Based on this purpose, research on briquetting by using coal with high ash content was carried out<br />

including the design of process, therefore it can be applied widely.<br />

Result shows that the briquette binder was molasses, size of coal particles was - 3 mm, and pressure of 2.0 kg/<br />

cm 2 . A small scale coal briquetting with the capacity of 2.5 ton/hour requires main equipments such as jaw<br />

crusher, hammer mill, double roll mixer, and double roll briquetting machine. Investment cost was Rp 1.58<br />

million, with 13 employees.<br />

Keywords : coal briquette, high ash content, design process, investment<br />

Rancangan Proses Pembuatan Briket Batubara Non Karbonisasi Skala Kecil ... Suganal<br />

17


1. PENDAHULUAN<br />

Blue print Pengelolaan <strong>Energi</strong> Nasional 2<strong>00</strong>6<br />

mengarahkan bahwa penggunaan batubara perlu<br />

ditingkatkan dari 15,34% pada tahun 2<strong>00</strong>5 menjadi<br />

33% dalam bauran energi pada tahun 2025 (Pusat<br />

Informasi <strong>Energi</strong>, 2<strong>00</strong>6). Berdasarkan informasi dari<br />

<strong>Departemen</strong> <strong>Energi</strong> <strong>dan</strong> <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> Mineral,<br />

penggunaan batubara sebagai sumber energi masih<br />

dapat bertahan sampai 146 tahun, se<strong>dan</strong>gkan minyak<br />

bumi hanya dapat bertahan sampai 23 tahun<br />

(Yusgiantoro, 2<strong>00</strong>6). Meskipun ca<strong>dan</strong>gan batubara<br />

cukup besar, umumnya sebagian dari batubara<br />

tersebut adalah batubara peringkat rendah dengan<br />

kadar air tinggi <strong>dan</strong> mudah pecah terkena terpaan<br />

perubahan cuaca. Penggunaan batubara peringkat<br />

rendah akan tepat untuk kegiatan rumah tangga <strong>dan</strong><br />

industri kecil padat energi yang tidak memerlukan<br />

panas tinggi. Namun, penggunaan batubara pada<br />

rumah tangga <strong>dan</strong> industri kecil umumnya<br />

menggunakan sistem grate atau kisi, sehingga<br />

memerlukan butiran batubara berbutir besar (± 4 cm).<br />

Oleh karena itu perlu pembriketan batubara (Suganal,<br />

2<strong>00</strong>4).<br />

Meskipun briket batubara telah disosialisasikan sejak<br />

lama, kuantitas penggunaannya masih sangat kecil,<br />

yaitu hanya ± 27.<strong>00</strong>0 ton per tahun. Hal ini antara<br />

lain karena sulitnya penyalaan awal mengingat briket<br />

batubara merupakan bahan bakar padat.<br />

Upaya perbaikan cara penyalaan <strong>dan</strong> memperkecil<br />

biaya produksi dilakukan dengan menggunakan anglo<br />

atau kompor briket batubara yang dilengkapi dengan<br />

blower, agar pasokan udara pembakar cukup lancar,<br />

terus menerus <strong>dan</strong> memperkecil radiasi panas dari<br />

bagian bawah anglo (Suganal, dkk, 2<strong>00</strong>6 ).<br />

Pemanfaatan batubara dalam bentuk briket batubara<br />

saat ini adalah sangat tepat, terutama untuk<br />

kebutuhan industri kecil <strong>dan</strong> rumah tangga mengingat<br />

minyak tanah semakin langka. Harga briket batubara<br />

bila disetarakan dengan harga minyak tanah jauh<br />

lebih rendah sehingga cocok digunakan untuk rumah<br />

tangga <strong>dan</strong> industri kecil (Suganal, dkk, 2<strong>00</strong>8).<br />

Sementara itu, sebagian batubara Indonesia berkadar<br />

abu tinggi <strong>dan</strong> relatif kurang diminati oleh industri<br />

besar maupun sebagai komoditas ekspor.<br />

Atas dasar beberapa pertimbangan tersebut di atas,<br />

maka dilakukan penelitian pembriketan batubara<br />

sebagai upaya untuk memanfaatkan batubara dengan<br />

kadar abu tinggi tersebut, untuk pengganti minyak<br />

tanah pada industri kecil maupun rumah tangga.<br />

Tujuan penelitian ini adalah merancangan proses<br />

pembuatan briket batubara nonkarbonisasi skala kecil<br />

menggunakan batubara dengan kadar abu tinggi<br />

melalui teknologi pembuatan briket batubara<br />

sederhana, untuk memacu peningkatan produksi <strong>dan</strong><br />

penggunaan secara nasional.<br />

2. TINJAUAN PUSTAKA<br />

2.1. Pembuatan Briket Batubara Nonkarbonisasi<br />

Briket adalah perubahan bentuk material yang pada<br />

awalnya berupa serbuk atau bubuk seukuran pasir<br />

menjadi material yang lebih besar <strong>dan</strong> mudah dalam<br />

penanganan atau penggunaannya (http://<br />

www.komarindustries.com). Perubahan ukuran material<br />

tersebut dilakukan melalui proses<br />

penggumpalan dengan penekanan <strong>dan</strong> penambahan<br />

atau tanpa penambahan bahan pengikat. Dalam hal<br />

briket batubara, bahan baku batubara yang beraneka<br />

ragam ukuran butirnya, diseragamkan melalui<br />

pemecahan, penggerusan <strong>dan</strong> pengayakan kemudian<br />

dicetak dengan mesin briket. Ukuran butir briket<br />

batubara sekitar 4 - 12 cm tergantung kebutuhan<br />

penggunaan (Schinzel, 1961 ).<br />

Secara garis besar pembuatan briket batubara<br />

nonkarbonisasi meliputi:<br />

- penggerusan batubara,<br />

- pencampuran dengan bahan pengikat,<br />

- pencetakan, <strong>dan</strong><br />

- pengeringan.<br />

Bagan alir secara umum terlihat pada Gambar 1.<br />

Batubara dari stockpile digerus menggunakan alat<br />

jaw crusher <strong>dan</strong> hammer mill. Produk dari jaw crusher<br />

berukuran – 2 cm, kemudian dilanjutkan penggerusan<br />

dengan hammer mill sampai berukuran – 3 mm.<br />

Perpindahan bahan pada proses penggerusan<br />

dilakukan menggunakan conveyor belt atau pneumatic<br />

conveyor.<br />

Serbuk batubara dengan ukuran – 3 mm (- 8 mesh)<br />

ditambahkan bahan pengikat berupa tepung tapioka<br />

atau serbuk tanah liat – 60 mesh atau molases.<br />

Jumlah bahan pengikat yang optimal adalah<br />

(Suganal, 2<strong>00</strong>4) :<br />

- jika menggunakan tepung tapioka maksimum<br />

sekitar 3% berat,<br />

- jika menggunakan serbuk tanah liat sekitar 10%,<br />

- jika menggunakan molases sekitar 8%.<br />

18<br />

Jurnal Teknologi Mineral <strong>dan</strong> Batubara Volume 05, Nomor 13, Januari 2<strong>00</strong>9 : 17 – 30


Biomassa<br />

Gambar 1. Bagan alir pembuatan briket batubara nonkarbonisasi (Maruyama, 2<strong>00</strong>2; Suganal, 2<strong>00</strong>4).<br />

Pencampuran bahan pengikat dilaksanakan dalam<br />

suatu mixer. Umumnya digunakan roll mixer. Untuk<br />

pencampuran bahan pengikat berupa tepung tapioka,<br />

terlebih dahulu tepung tapioka ini dibuat gel. Cara<br />

yang sederhana adalah mencampur tapioka dengan<br />

air dengan kompsisi 1:8, kemudian dipanaskan<br />

sampai membentuk gel. Cara lain adalah<br />

mencampurkan batubara dengan tapioka dalam<br />

kondisi kering kemudian disemprotkan uap basah<br />

dari boiler. Campuran batubara dengan bahan<br />

pengikat disebut adonan yang siap untuk dicetak<br />

dalam mesin briket.<br />

Untuk bahan pengikat berupa serbuk tanah liat,<br />

pencampuran dapat langsung dilaksanakan dalam<br />

mixer dengan cara menambahkan tepung tanah liat<br />

sebanyak 10% dari berat batubara. Pencampuran<br />

berlangsung pada kondisi kering kemudian<br />

ditambahkan air sampai terbentuk adonan yang<br />

lembab.<br />

Pencetakan briket dilakukan dengan mesin briket.<br />

Untuk briket bentuk bantal umumnya dicetak dengan<br />

mesin briket double roll (http:/www.det.csiro.au/<br />

energy center). Tekanan pembriketan adalah 2<strong>00</strong> kg/<br />

cm 2 . Untuk briket batubara bentuk sarang tawon<br />

dicetak dengan mesin briket tipe silinder. Briket<br />

batubara nonkarbonisasi tanpa bahan pengikat pada<br />

umumnya menggunakan mesin briket double roll<br />

tetapi bertekanan tinggi (>2<strong>00</strong> kg/cm 2 ) (Clark, 2<strong>00</strong>5;<br />

http:/www.det.csiro.au/energy center)<br />

Pembuatan briket biobatubara juga merupakan<br />

pembuatan briket batubara nonkarbonisasi, namun<br />

terdapat sedikit perbedaan karena a<strong>dan</strong>ya<br />

penambahan biomassa <strong>dan</strong> acapkali ditambahkan<br />

pula serbuk kapur padam. Serbuk kapur padam<br />

berfungsi sebagai material pengikat senyawa sulfur<br />

agar lebih bersifat ramah lingkungan. Pada<br />

pembuatan briket biobatubara, bahan baku batubara<br />

<strong>dan</strong> biomassa terlebih dahulu mengalami proses<br />

pengeringan, sehingga produk briket tak perlu<br />

dikeringkan kembali. (Maruyama, T, 2<strong>00</strong>2 ; http:/<br />

www.nedo.go.jp/sekitan). Pencetakan briket<br />

biobatubara dilaksanakan dengan mesin double roll<br />

bertekanan tinggi, yaitu 3 ton/cm².<br />

2.2. Rancangan Proses Pembuatan Briket<br />

Batubara Nonkarbonisasi<br />

Dalam rangka realisasi suatu produksi diperlukan<br />

rancangan proses yang antara lain meliputi<br />

pembuatan neraca massa <strong>dan</strong> neraca energi,<br />

penentuan jenis peralatan atau perangkat produksi,<br />

perhitungan dimensi <strong>dan</strong> kapasitas peralatan <strong>dan</strong><br />

perkiraan harga peralatan.<br />

Pada pembuatan briket batubara terdapat beberapa<br />

tahap proses yang relatif sederhana, yaitu<br />

penggerusan batubara, pencampuran bahan pengikat,<br />

pembriketan <strong>dan</strong> pengeringan. Penggerusan batubara<br />

dapat menggunakan jaw crusher <strong>dan</strong> dilanjutkan<br />

dengan hammer mill (Perry, 2<strong>00</strong>8). Pencampuran<br />

bahan pengikat dipilih double roll mixer atau pan<br />

muller (Perry, 2<strong>00</strong>8). Alat pencampur tersebut berupa<br />

dua buah roda berputar ber keliling dalam suatu<br />

bejana <strong>dan</strong> dilengkapi dengan scrapper (penggaru)<br />

untuk mengaduk material obyek pencampuran. Tahap<br />

Rancangan Proses Pembuatan Briket Batubara Non Karbonisasi Skala Kecil ... Suganal<br />

19


pembriketan batubara cukup dilakukan dengan mesin<br />

briket sistem double roll atau double roll press machine<br />

(Perry, 2<strong>00</strong>8). Pengeringan briket batubara<br />

umumnya dilakukan dengan cara penjemuran di<br />

udara terbuka, kecuali untuk kapasitas besar sekitar<br />

lebih dari 10 ton per jam. Pengering yang umum<br />

digunakan adalah band dryer.<br />

3. METODOLOGI<br />

Kegiatan rancangan proses pembuatan briket batubara<br />

dari batubara kadar abu tinggi meliputi beberapa<br />

kegiatan, yaitu :<br />

· Analisis contoh bahan baku (batubara) <strong>dan</strong><br />

produk (briket batubara);<br />

· Pembuatan briket batubara nonkarbonisasi; <strong>dan</strong><br />

· Penyusunan rancangan proses pembuatan briket<br />

batubara nonkarbonisasi.<br />

3.1. Analisis Contoh Bahan Baku <strong>dan</strong> Produk<br />

Batubara kadar abu tinggi sebagai bahan baku yang<br />

berasal dari Kalimantan Selatan <strong>dan</strong> batubara hasil<br />

pembriketan sebagai produk dianalisis terhadap<br />

proksimat (kadar air, kadar abu, kadar zat terbang,<br />

karbon padat), nilai kalor <strong>dan</strong> sulfur total. Selain itu<br />

untuk briket batubara juga dilakukan pengujian drop<br />

shatter test. Metode analisis menggunakan ASTM;<br />

untuk VM D-3175 – 1989; moisture D-3173-1979;<br />

nilai kalor D-5865-04 se<strong>dan</strong>gkan untuk kadar abu<br />

D-3174-04. Kegiatan analisis berlangsung di<br />

Laboratorium Batubara Pusat Penelitian <strong>dan</strong><br />

Pengembangan Teknologi Mineral <strong>dan</strong> Batubara,<br />

Bandung.<br />

3.2. Pembuatan Briket Batubara Nonkarbonisasi<br />

Penelitian pembuatan briket batubara nonkarbonisasi<br />

dibuat dalam dua jenis, yaitu briket biobatubara <strong>dan</strong><br />

briket batubara. Briket biobatubara dibuat dengan<br />

mencetak adonan yang berupa campuran dari<br />

batubara, serbuk kayu sebagai biomassa, serbuk kapur<br />

padam sebagai desulfurization agent <strong>dan</strong> molases<br />

sebagai bahan pengikat, se<strong>dan</strong>gkan briket batubara<br />

dibuat hanya dari campuran batubara <strong>dan</strong> bahan<br />

pengikat tepung tapioka atau molases.<br />

3.2.1. Pembuatan briket biobatubara<br />

Prosedur pembuatan briket biobatubara dapat dilihat<br />

pada Gambar 2.<br />

Bahan baku terdiri atas :<br />

- Batubara, digerus dengan jaw crusher <strong>dan</strong> hammer<br />

mill sampai menghasilkan batubara dengan<br />

serbuk gergaji<br />

± 20 % air<br />

Bahan imbuh<br />

(kapur padam)<br />

Batubara<br />

± 5% air<br />

Dryer 120 o C<br />

± 10 %<br />

air<br />

Crusher<br />

Cutter<br />

Ø< 3mm,<br />

Kadar air 5%<br />

Molases<br />

Mixer<br />

Adonan<br />

briket<br />

Ø< 3mm,<br />

kadar air 10%<br />

Ø< 3mm,<br />

Kadar air 5 %<br />

Mesin Briket<br />

Briket basah<br />

Keranjang Berkisi<br />

Briket biobatubara<br />

Gambar 2. Bagan alir pembuatan briket biobatubara<br />

20<br />

Jurnal Teknologi Mineral <strong>dan</strong> Batubara Volume 05, Nomor 13, Januari 2<strong>00</strong>9 : 17 – 30


ukuran butir – 3mm.<br />

- Serbuk kayu, sebagai biomassa dikeringkan <strong>dan</strong><br />

digerus dengan mesin cutter sampai berukuran<br />

- 3 mm <strong>dan</strong> kadar air 10%.<br />

- Serbuk kapur padam, berukuran – 3mm <strong>dan</strong><br />

kadar air 5%.<br />

- Molases dengan kadar air 32%.<br />

Prosedur pembuatan briket biobatubara :<br />

Semua bahan baku berupa batubara, serbuk kayu,<br />

serbuk kapur padam <strong>dan</strong> molases dimasukkan ke unit<br />

mixer untuk dilakukan pengadukan agar mendapatkan<br />

campuran bahan yang merata <strong>dan</strong> disebut adonan.<br />

Komposisi adonan adalah batubara = 90%, serbuk<br />

kayu = 5%, kapur padam = 5%, molases = 5%<br />

dari jumlah berat campuran batubara, serbuk kayu<br />

<strong>dan</strong> kapur padam. Komposisi tersebut merupakan<br />

komposisi ideal berdasarkan hasil penelitian<br />

pembuatan briket biobatubara di Pilot Plant Briket<br />

Biobatubara, Palimanan (Suganal, 2<strong>00</strong>3; Suganal<br />

2<strong>00</strong>4). Adonan yang diperoleh dicetak dengan mesin<br />

briket double roll tipe kenari pada tekanan<br />

pembriketan 3 ton/cm 2 . Briket biobatubara yang<br />

terbentuk dimasukkan dalam keranjang berkisi <strong>dan</strong><br />

dikeringkan di udara terbuka. Produk briket<br />

biobatubara dianalisis <strong>dan</strong> dicocokkan dengan<br />

standar baku mutu.<br />

3.2.2. Pembuatan briket batubara<br />

Pembuatan briket batubara dilakukan sesuai dengan<br />

bagan alir seperti terlihat pada Gambar 3.<br />

Crusher<br />

Mill<br />

Kadar air ± 5%<br />

Ø> 5 cm<br />

Batubara<br />

Kadar air ± 5%<br />

Ø~ 1‐2 cm<br />

Gel tapioka<br />

Mixer<br />

Batubara<br />

Kadar air ± 5%<br />

Ø~ ‐3 mm (‐8mesh)<br />

Adonan briket<br />

Mesin Briket<br />

Briket basah<br />

Keranjang Berkisi<br />

Briket Batubara<br />

Gambar 3. Bagan alir pembuatan briket batubara<br />

Rancangan Proses Pembuatan Briket Batubara Non Karbonisasi Skala Kecil ... Suganal<br />

21


Bahan baku terdiri atas :<br />

· batubara, digerus dengan jaw crusher <strong>dan</strong> hammer<br />

mill sampai berukuran - 3 mm,<br />

· tepung tapioka, dibuat menjadi gel dengan cara<br />

mencampur 5 kg tapioka dengan 1<strong>00</strong> liter air<br />

panas <strong>dan</strong> diaduk sampai homogen.<br />

Prosedur pembuatan briket batubara :<br />

Batubara serbuk dicampur dengan gel tepung tapioka<br />

dalam roll mixer dengan komposisi 90% batubara<br />

serbuk <strong>dan</strong> 10 % gel tepung tapioka membentuk<br />

adonan briket batubara. Komposisi adonan tersebut<br />

merupakan komposisi ideal berdasarkan rekaman<br />

catatan pada kegiatan ujicoba produksi briket<br />

batubara nonkarbonisasi di Pilot Plant Briket<br />

Biobatubara Palimanan (Suganal, 2<strong>00</strong>3). Adonan<br />

yang diperoleh dicetak dengan mesin briket double<br />

roll tipe kenari pada tekanan pembriketan 3 ton/cm 2 .<br />

Briket batubara yang terbentuk dimasukkan dalam<br />

keranjang berkisi <strong>dan</strong> dikeringkan di udara terbuka.<br />

Produk briket batubara dianalisis <strong>dan</strong> dicocokkan<br />

dengan standar baku mutu yang tercantum pada<br />

Peraturan Menteri <strong>Energi</strong> Dan <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> Mineral<br />

Nomor 047 Tahun 2<strong>00</strong>6 tertanggal 11 September<br />

2<strong>00</strong>6 tentang Pedoman Pembuatan <strong>dan</strong> Pemanfaatan<br />

Briket Batubara <strong>dan</strong> Bahan Bakar Padat Berbasis<br />

Batubara.<br />

3.3. Penyusunan Rancangan Proses Pembuatan<br />

Briket Batubara Nonkarbonisasi<br />

Berdasarkan data komposisi adonan briket batubara<br />

dari hasil percobaan pembuatan briket batubara<br />

nonkarbonisasi tersebut <strong>dan</strong> data parameter proses<br />

lainnya pada penelitian briket batubara terdahulu<br />

(Suganal 2<strong>00</strong>3; Suganal, 2<strong>00</strong>4) segera dibuat neraca<br />

massa untuk menghitung kebutuhan peralatan <strong>dan</strong><br />

spesifikasinya yang dilanjutkan dengan penyusunan<br />

tata letak peralatan <strong>dan</strong> perkiraan harga peralatan.<br />

Perkiraan harga dari tiap peralatan didapat dari<br />

bengkel pembuat peralatan. Sebagai pelengkap<br />

disusun kebutuhan bangunan <strong>dan</strong> perkiraan biayanya<br />

berdasarkan data yang didapat dari perusahaan yang<br />

bergerak di sektor bangunan sipil pabrik. Kebutuhan<br />

tenaga operator juga disajikan dalam tulisan ini.<br />

4. HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN<br />

4.1. Analisis Bahan Baku Batubara<br />

Hasil analisis batubara dapat dilihat pada Tabel 1.<br />

Berdasarkan hasil analisis dalam tabel tersebut, dapat<br />

disimpulkan bahwa kadar sulfur total cukup rendah,<br />

lebih rendah daripada standar baku mutu bahan baku<br />

briket batubara yang menghendaki kadar sulfur total<br />

1,0%. Namun kadar abu relatif sangat tinggi <strong>dan</strong><br />

nilai kalor relatif rendah sehingga bahan pengikat<br />

yang akan ditambahkan harus serendah mungkin,<br />

misalnya tapioka atau molases. Meskipun nilai kalor<br />

batubara relatif rendah,<br />

Tabel 1.<br />

Hasil analisis batubara<br />

No Parameter Nilai<br />

1 Total kelembaban % 5,34<br />

2 Air lembab, %, adb 2,55<br />

3 Kadar abu, % adb 38,39<br />

4 Kadar zat terbang, % adb 28,72<br />

5 Kadar karbon padat, % adb 30,34<br />

6 Kadar sulfur total, % adb 0,57<br />

7 Nilai kalor, kkal/kg adb 4.555<br />

diperkirakan masih memenuhi batas minimal nilai<br />

briket batubara nonkarbonisasi, yaitu 4.4<strong>00</strong> kkal/kg.<br />

Hal yang menguntungkan pada batubara Kalimantan<br />

Selatan tersebut di atas adalah kadar sulfur total<br />

cukup rendah, yaitu 0,56 %. Berdasarkan standar<br />

baku mutu bahan baku briket batubara adalah<br />

maksimum 1,0 % (Peraturan Menteri <strong>Energi</strong> <strong>dan</strong><br />

<strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> Mineral Nomor 047 tahun 2<strong>00</strong>6,<br />

tertanggal 11 September 2<strong>00</strong>6, tentang Pedoman<br />

Pembuatan <strong>dan</strong> Pemanfaatan Briket Batubara <strong>dan</strong><br />

Bahan Bakar Padat Berbasis Batubara).<br />

4.2. Kualitas Briket Batubara Nonkarbonisasi<br />

4.2.1. Kualitas briket biobatubara<br />

Berdasarkan hasil analisis batubara sebagai bahan<br />

baku pembuatan briket biobatubara diketahui bahwa<br />

kadar air total batubara sangat kecil, yaitu 5,34%<br />

<strong>dan</strong> kadar air lembab hanya 2,55%, maka pembriketan<br />

batubara dapat langsung dilaksanakan tanpa harus<br />

dikeringkan dengan mesin pengering atau dryer.<br />

Pengamatan selama proses pencetakan briket,<br />

diketahui bahwa rendemen atau perolehan<br />

pembriketan hanya mencapai 80%. Hal ini berarti<br />

sejumlah 20% adonan terdapat tidak tercetak dengan<br />

baik atau 20% briket yang tidak sempurna<br />

pencetakannya. Dengan demikian, briket yang tidak<br />

sempurna harus dilakukan pembriketan ulang.<br />

Hasil analisis fisik briket biobatubara sebagai<br />

berikut:<br />

Kuat tekan rata-rata : 48,2 kg/cm 2<br />

Berat /butir : 17,08 gram<br />

22<br />

Jurnal Teknologi Mineral <strong>dan</strong> Batubara Volume 05, Nomor 13, Januari 2<strong>00</strong>9 : 17 – 30


Jenis analisis fisik lainnya adalah drop shatter test yang<br />

hasilnya dibandingkan dengan distribusi ukuran briket<br />

biobatubara sebelum dilaksanakan drop shatter test.<br />

Hasil drop shatter test dapat dilihat pada Tabel 2.<br />

Tabel 2. Distribusi ukuran briket biobatubara<br />

No. Bukaan Fraksi berat Fraksi berat<br />

ayakan, briket awal, briket setelah<br />

mm % drop shatter<br />

test, %<br />

1 -50 + 37,5 - -<br />

2 -37,5 + 25 9,33 11,97<br />

3 -25 + 19,0 85,71 69,57<br />

4 -19,0 + 12,5 0,86 4,26<br />

5 -12,5 + 6,3 1,19 3,65<br />

6 -6,3 + 3,35 0,60 1,62<br />

7 - 3,35 2,31 8,93<br />

Berdasarkan Tabel 2, terlihat bahwa fraksi kumulatif<br />

distribusi ukuran butir briket biobatubara yang<br />

dominan (+ 19 mm) adalah sebesar 95,04%. Setelah<br />

dilakukan pengujian drop shatter test, fraksi butiran<br />

dengan ukuran + 19 mm menjadi 81,54%. Dengan<br />

demikian perubahan ukuran butir yang terjadi relatif<br />

kecil, yaitu 13,5%. Analisis drop shatter test tersebut<br />

memberikan indikasi bahwa dalam transportasi<br />

maupun penyimpanan yang rentan terhadap gesekan<br />

atau jatuh dari suatu ketinggian, perubahan ukuran<br />

(remuk) yang dialami relatif kecil. Spesifikasi briket<br />

biobatubara dapat dilihat pada Tabel 3.<br />

Tabel 3. Hasil analisis briket biobatubara<br />

No Parameter Nilai<br />

1 Air lembab, %, adb 3,71<br />

2 Kadar abu, % adb 36,71<br />

3 Kadar zat terbang, % adb 31,65<br />

4 Kadar karbon padat, % adb 27,93<br />

5 Kadar sulfur total, % adb 0,66<br />

6 Nilai kalor, kkal/kg, adb 4.289<br />

Dari Tabel 3, dapat dilihat bahwa kadar sulfur sangat<br />

rendah sehingga masih dalam ambang batas yang<br />

diizinkan sesuai spesifikasi standar briket batubara.<br />

Namun nilai kalor juga rendah, bahkan kurang dari<br />

4.4<strong>00</strong> kkal/kg, yaitu batas terendah persyaratan baku<br />

mutu standar briket batubara nonkarbonisasi.<br />

Rendahnya nilai kalor briket biobatubara disebabkan<br />

oleh penambahan biomassa <strong>dan</strong> penambahan kapur.<br />

berupa serbuk gergaji yang digunakan mempunyai<br />

nilai kalor sekitar 3.5<strong>00</strong> kkal/kg <strong>dan</strong> kadar abu<br />

umumnya kurang dari 5% (Perry, 2<strong>00</strong>8), sehingga<br />

penambahan tersebut akan mengurangi nilai kalor<br />

hasil briket biobatubara. Penambahan serbuk kapur<br />

juga menimbulkan penurunan nilai kalor <strong>dan</strong><br />

menambah kadar abu karena kapur bersifat inert <strong>dan</strong><br />

tidak mempunyai nilai kalor (bahan anorganik tanpa<br />

unsur karbon). Pada penelitian pembuatan briket<br />

biobatubara sebelumnya (Maruyama, 2<strong>00</strong>2),<br />

diperlukan penambahan serbuk kapur sebagai material<br />

pengikat gas SO 2 dalam gas buang pembakaran<br />

briket tersebut. Demikian pula penambahan<br />

biomassa bertujuan mempercepat terjadi penyalaan<br />

awal karena biomassa mempunyai kadar zat terbang<br />

lebih besar dibanding batubara (Suganal, 2<strong>00</strong>4).<br />

Hasil percobaan tersebut di atas menunjukkan bahwa<br />

pembuatan briket biobatubara dari batubara kadar<br />

abu tinggi dengan bahan pengikat molases<br />

menghasilkan sifat fisik yang baik tetapi sifat<br />

kimianya sedikit di bawah persyaratan baku mutu<br />

briket batubara. Dengan demikian, untuk pembuatan<br />

briket biobatubara dalam skala komersial tidak perlu<br />

penambahan kapur, agar briket batubara yang<br />

dihasilkan masih mempunyai nilai kalori di atas<br />

persyaratan baku mutu.<br />

4.2.2. Kualitas briket batubara<br />

Pengamatan selama proses pencetakan briket,<br />

diketahui bahwa rendemen atau perolehan<br />

pembriketan mencapai 90%. Hal ini berarti sejumlah<br />

10% adonan tidak tercetak dengan baik atau 10%<br />

briket tidak sempurna pencetakannya. Briket yang<br />

tidak sempurna pada umumnya dilakukan<br />

pembriketan ulang. Jika dibandingkan dengan<br />

pembuatan briket biobatubara tersebut di atas, maka<br />

perolehan pencetakan briket batubara lebih<br />

mendekati sempurna. Pada prinsipnya mencetak<br />

adonan briket tanpa campuran biomassa akan lebih<br />

mudah karena batubara tidak bersifat kenyal saat<br />

ditekan pada pencetakan.<br />

Hasil analisis fisik briket batubara adalah :<br />

Kuat tekan rata-rata : 37,8 kg/cm²<br />

Berat /butir : 11,67 gram<br />

Perbandingan sifat fisik dari briket biobatubara<br />

berbahan pengikat molases dengan briket batubara<br />

berbahan pengikat tepung tapioka menunjukan<br />

bahwa pembriketan dengan bahan pengikat molasses<br />

mempunyai sifat fisik lebih tinggi.<br />

Rancangan Proses Pembuatan Briket Batubara Non Karbonisasi Skala Kecil ... Suganal<br />

23


Tabel 4.<br />

Distribusi ukuran briket batubara<br />

No Bukaan ayakan, Fraksi berat Fraksi berat<br />

mm briket awal, briket setelah<br />

% drop shatter<br />

test,%<br />

1 -37,5 + 25 - -<br />

2 -25 + 19,0 59,39 37,80<br />

3 -19,0 + 12,5 27,27 32,52<br />

4 -12,5 + 6,3 5,66 13,41<br />

5 -6,3 + 3,35 1,74 3,66<br />

6 -3,35 5,86 11,99<br />

Berdasarkan Tabel 4, terlihat bahwa fraksi kumulatif<br />

distribusi ukuran butir briket batubara yang dominan<br />

(+19 mm) adalah sebesar 59,39%. Jika dibandingkan<br />

dengan briket biobatubara berbahan pengikat molases<br />

pada Tabel 2, maka terlihat bahwa briket batubara<br />

dengan bahan pengikat kanji kurang kuat. Setelah<br />

dilakukan pengujian drop shatter test, fraksi butiran<br />

dengan ukuran + 19 mm menjadi 37,80%. Hal ini<br />

menunjukkan bahwa sifat fisik briket batubara<br />

dengan bahan pengikat tepung tapioka mempunyai<br />

kecenderungan remuk lebih besar dibandingkan<br />

dengan briket batubara berbahan pengikat molases.<br />

Spesifikasi briket batubara dapat dilihat pada Tabel 5.<br />

Tabel 5.<br />

Hasil analisis briket batubara<br />

No Parameter Nilai<br />

1 Air lembab, %, adb 4,29<br />

2 Kadar abu, % adb 35,27<br />

3 Kadar zat terbang, % adb 30,81<br />

4 Kadar karbon padat, % adb 29,63<br />

5 Kadar sulfur total, % adb 0,68<br />

6 Nilai kalor, kkal/kg, adb 4.412<br />

Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 5, terlihat<br />

bahwa mutu briket batubara dengan bahan pengikat<br />

tepung tapioka mempunyai sifat kimia yang lebih<br />

baik dibandingkan dengan briket biobatubara<br />

berbahan pengikat molases. Dalam hal nilai kalor,<br />

briket batubara tersebut masih dalam nilai yang<br />

diizinkan (> 4.4<strong>00</strong> kkal/kg adb).<br />

Berdasarkan hasil analisis bahan baku berupa<br />

batubara kadar abu tinggi, analisis fisik melalui uji<br />

drop shatter test <strong>dan</strong> uji kuat tekan serta analisis<br />

kimia melalui uji proksimat <strong>dan</strong> nilai kalor terhadap<br />

produk briket biobatubara <strong>dan</strong> briket batubara yang<br />

telah diuraikan di atas, <strong>dan</strong> hasil kegiatan penelitian<br />

briket batubara sebelumnya (Suganal, 2<strong>00</strong>3; Suganal,<br />

2<strong>00</strong>4), maka diperoleh hal hal penting sebagai<br />

berikut:<br />

- penambahan biomassa <strong>dan</strong> serbuk kapur padam<br />

akan menurunkan nilai kalor briket batubara <strong>dan</strong><br />

menambah kadar abu briket batubara,<br />

- penggunaan tepung kanji relatif tidak<br />

memengaruhi nilai kalor, namun sifat fisik<br />

briket batubara kurang kuat,<br />

- penggunaan molases relatif tidak menurunkan<br />

nilai kalor, sifat fisik briket batubara relatif baik,<br />

- meskipun penambahan biomassa dapat<br />

mempercepat penyalaan awal briket batubara,<br />

namun sifat biomassa yang kenyal acapkali<br />

briket yang dihasilkan menjadi kurang kuat,<br />

- tidak diperlukan penambahan serbuk kapur<br />

padam, karena kadar sulfur total bahan baku<br />

batubara cukup rendah, yaitu 0,57 %.<br />

Atas pertimbangan hasil penelitian pembuatan briket<br />

batubara dari batubara kadar abu tinggi <strong>dan</strong> hasil<br />

penelitian tentang briket batubara sebelumnya, maka<br />

pada penerapan skala komersial dipilih bahan<br />

pengikat molases tanpa penambahan biomassa<br />

maupun serbuk kapur padam agar mutu briket<br />

batubara terjamin sesuai baku mutu yang telah<br />

ditetapkan, yaitu Peraturan Menteri <strong>Energi</strong> <strong>dan</strong><br />

<strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> Mineral Nomor 047 tahun 2<strong>00</strong>6,<br />

tertanggal 11 September 2<strong>00</strong>6, tentang Pedoman<br />

Pembuatan <strong>dan</strong> Pemanfaatan Briket Batubara <strong>dan</strong><br />

Bahan Bakar Padat Berbasis Batubara.<br />

5. KONSEP RANCANGAN PABRIK BRIKET<br />

BATUBARA NONKARBONISASI SKALA<br />

KECIL<br />

Kapasitas pabrik briket batubara skala kecil adalah<br />

2,5 ton/jam briket batubara. Berdasarkan hasil analisis<br />

batubara <strong>dan</strong> briket batubara serta data percobaan<br />

lainnya dibuat neraca massa <strong>dan</strong> energi secara<br />

sederhana seperti tercantum pada Gambar 4, <strong>dan</strong><br />

perhitungan peralatan untuk merealisasikan operasi<br />

dari masing-masing tahap proses (Perry, 2<strong>00</strong>8;<br />

Schinzel, 1961). Peralatan utama tersebut antara lain<br />

jaw crusher, hammer mill, double roll mixer <strong>dan</strong><br />

mesin briket. Spesifikasi dari peralatan terlihat pada<br />

Tabel 6.<br />

Peralatan proses pabrik briket batubara ditempatkan<br />

pada suatu bangunan berdasarkan prinsip ergonomis<br />

agar pelaksanaan produksi berlangsung lancar <strong>dan</strong><br />

tidak terjadi duplikasi gerak manusia maupun alat.<br />

Tata letak peralatan terlihat pada Gambar 5.<br />

Rangkaian peralatan disusun menjadi bagan alir<br />

24<br />

Jurnal Teknologi Mineral <strong>dan</strong> Batubara Volume 05, Nomor 13, Januari 2<strong>00</strong>9 : 17 – 30


Basis : 1 jam operasi<br />

Molases<br />

140 kg<br />

Q = 0 kkal<br />

o<br />

Temp : 25 C<br />

Entalpi pada 25 ºC ~ 0 kkal<br />

Ø = ukuran butiran batubara<br />

Jaw Crusher<br />

Hammer Mill<br />

Double Roll<br />

Mixer<br />

Mesin Briket<br />

Batubara<br />

Ø > 50 mm<br />

2.397 kg<br />

Q = 0 kkal<br />

o<br />

Temp : 25 C<br />

Batubara<br />

Ø : 3-25 mm<br />

2.397 kg<br />

Q = 0 kkal<br />

o<br />

Temp : 25 C<br />

Batubara<br />

Ø < 3 mm -<br />

2.397 kg<br />

Q = 0 kkal<br />

o<br />

Temp : 25 C<br />

Adonan briket<br />

Molases : 140 kg<br />

Batubara : 2.397 kg<br />

3.537 kg<br />

Q = 0 kkal<br />

o<br />

Temp : 25 C<br />

Briket Batubara<br />

2.5<strong>00</strong> kg<br />

Q = 0 kkal<br />

o<br />

Temp : 25 C<br />

Uap air 37 kg<br />

Keranjang Berkisi<br />

Briket batubara basah<br />

2.537 kg<br />

Q = 0 kkal<br />

o<br />

Temp : 25 C<br />

Gambar 4. Neraca massa <strong>dan</strong> neraca energi<br />

Tabel 6. Kebutuhan peralatan<br />

No. Nama Alat Spesifikasi Fungsi Jumlah<br />

1 Mesin Briket Tipe: double roll Mencetak adonan 1 unit<br />

Tipe Telur Sistem feeding : gravitasi/vertical feeding briket batubara<br />

Kapasitas : 2,5 ton/jam menjadi briket<br />

Roll, shaft & bearing :<br />

batubara<br />

- Diameter roll : 620 mm<br />

- Cetakan : sistem segmen, 12 segmen<br />

- Bahan cetakan : Baja cor FC 30 tahan tumbukan<br />

- Bentuk briket : telur/jengkol<br />

- Ukuran briket : 52x52x35 mm<br />

- Berat briket : ± 60 gram per butir<br />

- Main shaft : Baja poros high tensile strength<br />

- Main Bearing : self Aligning spherical<br />

roller bearings<br />

Bahan Konstruksi:<br />

- Rangka, besi profil, 15 cm x 10 cm x 12 cm<br />

- Hooper, transmision cover <strong>dan</strong> lain-lain:<br />

plat mild steel 5 mm<br />

<strong>Daya</strong> : motor listrik 10 HP, 220/380 V<br />

Sistem Transmisi:<br />

Elektro Motor - V Belt & Pulley - Gear Box -<br />

Chain & Sprocket - Gear<br />

- V Belt : 2 baris type B<br />

- Chain & Sprocket : RS 1<strong>00</strong><br />

- Gearbox: Worm Gear<br />

- Gear: Spur Gear, module 11,5 mm<br />

Rancangan Proses Pembuatan Briket Batubara Non Karbonisasi Skala Kecil ... Suganal<br />

25


Tabel 6. Kebutuhan peralatan (lanjutan)<br />

No. Nama Alat Spesifikasi Fungsi Jumlah<br />

2 Double Roll Tipe/Jenis : Pan Mixer Mencampur bahan 3 unit<br />

Mixer dengan Blade pengaduk baku berupa<br />

Diameter shell = ±120 cm, tinggi ±120 cm batubara halus<br />

- <strong>Daya</strong> : motor listrik 7,5 HP, 220/380 Volt (- 3 mm) <strong>dan</strong><br />

- Kapasitas : 2<strong>00</strong> Kg/batch, waktu 1 batch = molases.<br />

15 s/d 20 menit<br />

- Sistem Transmisi : Vertical Gear Box, chain &<br />

sprocket, V belt<br />

- Putaran : 20 s/d 30 RPM<br />

Bahan Konstruksi:<br />

- Shell, plat mild steel 5 mm<br />

- Alas shell, plat mild steel 12 mm<br />

Blade pengaduk, plat mild steel 6 mm<br />

- Kaki penyangga, pipa Ø 4"<br />

- Rangka alas kaki penyangga, besi profil 10 mm<br />

Main Shaft & Bearing :<br />

- Main shaft : Baja poros high tensile strength<br />

2½ inc<br />

Main Bearing : Tapered roller Bearings 2½ inc<br />

3 Hammer Tipe : Modified Squirel Cage Mill Menggiling batubara 1 unit<br />

Mill <strong>Daya</strong>: motor listrik 10 HP, 220/380 Volt (14<strong>00</strong> rpm) ukuran se<strong>dan</strong>g<br />

Kapasitas: 1<strong>00</strong>0 s/d 2<strong>00</strong>0 Kg/jam<br />

Besar butir output 50 mm<br />

<strong>Daya</strong> : motor listrik 3 HP, 220/380 V<br />

menjadi ukuran<br />

Putaran : ± 450 RPM<br />

se<strong>dan</strong>g<br />

Kapasitas : 1<strong>00</strong>0 s/d 2<strong>00</strong>0 Kg/jam<br />

3 mm – 25 mm<br />

Ukuran besar butir output: 3 s/d 25 mm.<br />

Bahan Konstruksi:<br />

- Rumah Crusher, plat mild steel 12 mm atau 14 mm<br />

- Jaw plate, plat baja dengan pelapis tahan gesek<br />

(sistim las)/ manganase 1 steel<br />

26<br />

Jurnal Teknologi Mineral <strong>dan</strong> Batubara Volume 05, Nomor 13, Januari 2<strong>00</strong>9 : 17 – 30


Tabel 6. Kebutuhan peralatan (lanjutan)<br />

No. Nama Alat Spesifikasi Fungsi Jumlah<br />

- Rangka, kaki penyangga, besi profil 15 cm<br />

- Cover system transmisi, plat mild steel 2 mm -<br />

4 mm<br />

- Hooper, plat mild steel 5 mm<br />

Main Shaft & Bearing :<br />

- Main shaft: Baja poros high tensile strength<br />

Bearing : Self Aligning Spherical Roller Bearings<br />

2 “ – 3”<br />

5 Conveyor Tipe : V flat belt Conveyor Memindahan 4 unit<br />

Belt: lebar = 40 cm, tebal = 7,5 mm<br />

material (batubara<br />

Panjang : 4 s/d 10 m tergantung keperluan<br />

atau adonan briket)<br />

Kapasitas: 1250 Kg/jam<br />

dari satu lokasi ke<br />

<strong>Daya</strong> : motor listrik 2 HP, 220/380 V<br />

lokasi lainnya sesuai<br />

System transmisi: V belt, Gear box, Chain & sprocket posisi yang<br />

Bahan Konstruksi:<br />

diinginkan<br />

- Rangka utama, besi kanal C 15<br />

- Kaki penyangga, besi profil L 7 cm<br />

- Cover system transmisi, plat mild steel 2 mm<br />

3 mm<br />

- Drum, pipa 0 8"<br />

- Roll penyangga belt bagian bawah, pipa ø 3"<br />

Main Shaft & Bearing :<br />

- Main shaft: Baja poros high tensile strength 1½”<br />

- Bearing : Pillow Block Bearings 1½”<br />

- 35 – 40 cm lebar conveyor<br />

6 Silo Kotak penampung batubara halus, kapasitas 12,5 m 3 Menyimpan 2 unit<br />

Ukuran kotak penampung = 3,6 x 2,4 x 1,2 m batubara halus<br />

Tinggi Total : 3,55 m<br />

sebelum dicampur<br />

Bahan Konstruksi:<br />

dalam double roll<br />

- Body, plat 6 mm mixer<br />

- Kaki penyangga, besi profil kanal 10 cm<br />

Tabel 7. Kebutuhan <strong>dan</strong>a peralatan<br />

X Rp 1.<strong>00</strong>0,-<br />

No Nama alat Fungsi Jumlah Harga per unit Harga total<br />

1 Mesin Briket Mencetak adonan briket batubara 1 unit Rp 134.<strong>00</strong>0,- Rp 134.<strong>00</strong>0,-<br />

Tipe Telur menjadi briket batubara<br />

2 Double Roll Mencampur bahan baku berupa 3 unit Rp 33.6<strong>00</strong>,- Rp 1<strong>00</strong>.8<strong>00</strong>,-<br />

Mixer batubara halus (- 3mm) dengan<br />

molases<br />

3 Hammer Mill Menggiling batubara ukuran se<strong>dan</strong>g 1 unit Rp 86.<strong>00</strong>0,- Rp 86.<strong>00</strong>0,-<br />

(3mm – 25 mm) menjadi batubara<br />

berukuran – 8 mesh<br />

4 Jaw Crusher Memecah batubara ukuran > 50 mm 1 unit Rp 36.<strong>00</strong>0,- Rp 36.<strong>00</strong>0,-<br />

menjadi ukuran se<strong>dan</strong>g 3 mm – 25 mm<br />

5 Conveyor Memindahan material (batubara atau 4 unit Rp 22.<strong>00</strong>0,- Rp 88.<strong>00</strong>0,-<br />

adonan briket) dari satu lokasi ke lokasi<br />

lainnya sesuai posisi yang diinginkan<br />

Rancangan Proses Pembuatan Briket Batubara Non Karbonisasi Skala Kecil ... Suganal<br />

27


Tabel 7. Kebutuhan <strong>dan</strong>a peralatan (lanjutan)<br />

X Rp 1.<strong>00</strong>0,-<br />

No Nama alat Fungsi Jumlah Harga per unit Harga total<br />

6 Silo Menyimpan batubara halus sebelum 2 unit Rp 30.<strong>00</strong>0,- Rp 60.<strong>00</strong>0,-<br />

dicampur dalam mixer<br />

Catatan : harga tahun 2<strong>00</strong>7<br />

Jumlah Rp 504.8<strong>00</strong>.<strong>00</strong>0,-<br />

Tabel 8. Kebutuhan <strong>dan</strong>a bangunan<br />

No. Nama Bangunan Fungsi luas Harga total<br />

1 Bangunan pabrik Tempat melaksanakan operasi 450 m 2 Rp. 737.436.<strong>00</strong>0,-<br />

produksi briket batubara<br />

2 Gedung pengepakan Tempat pelaksanaan pengepakan 81 m 2 Rp.80.<strong>00</strong>0.<strong>00</strong>0,-<br />

produk briket batubara siap dikirim ke<br />

konsumen.<br />

3 Stockpile Tempat penimbunan bahan baku batubara 150 m 2 Rp.18.937.<strong>00</strong>0,-<br />

4 Mes Karyawan Tem tinggal karyawan pabrik briket abtubara 90 m 2 Rp.163.747.<strong>00</strong>0,-<br />

5 Penyiapan lahan Menyediakan lahan siap bangun 5.<strong>00</strong>0 m 2 Rp. 70.<strong>00</strong>0.<strong>00</strong>0,-<br />

Catatan : harga tahun 2<strong>00</strong>7<br />

Jumlah = RP 1.070.120.<strong>00</strong>0,-<br />

Jumlah kebutuhan <strong>dan</strong>a = Rp 504.8<strong>00</strong>.<strong>00</strong>0,- + RP 1.070.120.<strong>00</strong>0,- = Rp 1.574.920.<strong>00</strong>0,-<br />

Gambar 5.<br />

Tata letak peralatan<br />

28<br />

Jurnal Teknologi Mineral <strong>dan</strong> Batubara Volume 05, Nomor 13, Januari 2<strong>00</strong>9 : 17 – 30


Gambar 6. Bagan alir pembuatan briket batubara nonkarbonisasi skala kecil<br />

Tabel 9. Kebutuhan tenaga kerja sebagai operator peralatan<br />

No. Unit Alat Kualifikasi Fungsi/jabatan Jumlah<br />

1 Mesin Briket Tamatan STM Mesin Mengoperasikan mesin briket/operator 1 orang<br />

Tipe Telur<br />

2 Double Roll Tamatan STM mesin Mengoperasikan unit double roll mixer/ 2 orang<br />

Mixer<br />

operator<br />

3 Hammer Mill Tamatan STM Mesin Mengoperasikan unit hammer mill/operator 1 orang<br />

4 Jaw Crusher Tamatan STM Mesin Mengoperasikan unit jaw crusher /operator 1 orang<br />

5 Conveyor Tamatan STM Mesin Mengoperasikan conveyor 1 orang<br />

6 Silo Tamatan STM Mesin Mengatur laju pengeluarn <strong>dan</strong> penyimpanan 1 orang<br />

serbuk batubara<br />

Tabel 10. Kebutuhan tenaga kerja total<br />

No. Unit Spesifikasi Fungsi/jabatan Jumlah<br />

1 Mesin pabrik Tamatan STM Mesin Mengoperasikan mesin pabrik /operator 7 orang<br />

2 Pengeringan Tamatan SLTP Mengatur proses pengeringan briket secara 2 orang<br />

manual<br />

3 Pengepakan Tamatan SLTP Mengepak produk briket batubara siap 2 orang<br />

dikirim ke konsumen<br />

4 Administrasi/kantor Tamatan SLTA Mengatur administrasi kegiatan pabrik 1 orang<br />

5 Manager D3 Teknik Industri Menjalankan operasional pabrik 1 orang<br />

proses seperti terlihat pada Gambar 6. Perkiraan harga<br />

pada tahun 2<strong>00</strong>7 dari tiap peralatan <strong>dan</strong> bangunan<br />

tercantum pada Tabel 7 <strong>dan</strong> Tabel 8. Pada saat ini<br />

telah cukup banyak bengkel permesinan yang berhasil<br />

membuat peralatan pembuatan briket batubara skala<br />

kecil. Untuk wilayah Jawa, bengkel bengkel tersebut<br />

terdapat di Bekasi, Bandung, Tegal <strong>dan</strong> lain lain.<br />

Untuk kepentingan operasi pabrik briket tersebut<br />

diperlukan tenaga terampil untuk menjalankan<br />

mesin-mesin maupun perlistrikan lingkungan pabrik.<br />

Kebutuhan tenaga tercantum pada Tabel 9,<br />

se<strong>dan</strong>gkan kebutuhan tenaga secara keseluruhan<br />

tercantum pada Tabel 10.<br />

6. KESIMPULAN<br />

– Batubara Kalimantan Selatan dengan kadar abu<br />

tinggi, yaitu 38,39 %, nilai kalor 4.555 kkal/kg<br />

dapat digunakan untuk pembuatan briket<br />

batubara dengan bahan pengikat molases atau<br />

tepung tapioka;<br />

– Mutu briket batubara hasil percobaan masih<br />

memenuhi persyaratan briket batubara dengan<br />

nilai kalor 4.412 kkal/kg;<br />

– Bahan baku briket batubara relatif kering, maka<br />

pembuatan briket tidak perlu melalui tahap<br />

Rancangan Proses Pembuatan Briket Batubara Non Karbonisasi Skala Kecil ... Suganal<br />

29


pengeringan.<br />

– Untuk menjaga penurunan nilai kalor, tidak<br />

disarankan penambahan bahan pengikat berupa<br />

serbuk tanah liat <strong>dan</strong> material imbuh lain seperti<br />

serbuk kapur padam <strong>dan</strong> lainnya, se<strong>dan</strong>gkan<br />

bahan pengikat yang disarankan adalah molases.<br />

– Untuk pembuatan briket skala kecil dengan<br />

kapasitas 2,5 ton/jam, diperlukan <strong>dan</strong>a investasi<br />

sebesar Rp 1,58 miliar, jumlah karyawan 13<br />

orang.<br />

– Peralatan <strong>dan</strong> mesin relatif sederhana <strong>dan</strong> dapat<br />

dirakit di dalam negeri<br />

DAFTAR PUSTAKA<br />

Clark, K., 2<strong>00</strong>5, Evaluation of coal from PT Berau’s<br />

coal lati and Bunyu mine for binderless coal<br />

briquetting, Binderless Coal Briquetting company<br />

Pty Limited<br />

Maruyama, T., 2<strong>00</strong>2. Bio Coal Plant Project, http:/<br />

www.unire-jp.com/engbicoal.<br />

Perry, R.H., 2<strong>00</strong>8. Chemical Engineers’ Handbook,<br />

Seventh edition, Mc Graw Hill Book, India.<br />

Pusat Informasi <strong>Energi</strong>, 2<strong>00</strong>6. Blue print Pengelolaan<br />

<strong>Energi</strong> Nasional, <strong>Departemen</strong> <strong>Energi</strong> Dan<br />

<strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> Mineral.<br />

Schinzel, W., 1961. Briquetting, dalam Martin<br />

AE(editor), Chemistry of Coal Utilization, John<br />

Wiley&Son, Texas, USA: 609-665.<br />

Suganal, 2<strong>00</strong>3. Pengembangan Produk Pilot Plant<br />

Briket Biobatubara Di Palimanan, Prosiding<br />

Seminar nasional III, Jaringan Kerjasama Kimia<br />

Indonesia, Yogyakarta, Agustus 2<strong>00</strong>3.<br />

Suganal, 2<strong>00</strong>4. Penggunaan Serbuk Gergaji Pada Pilot<br />

Plant Briket Biobatubara Palimanan,<br />

Prosiding Seminar Kimia Nasional XIV, Jurusan<br />

FMIA UGM, Yogyakarta 6-7 September 2<strong>00</strong>4.<br />

Suganal, dkk., 2<strong>00</strong>6. Modifikasi Kompor Briket<br />

Batubara sebagai Upaya Peningkatan<br />

Penggunaan Briket Batubara <strong>dan</strong> Batubara Skala<br />

Nasional Pada Industri Kecil Padat <strong>Energi</strong> <strong>dan</strong><br />

Rumah Tangga, Prosiding Seminar Kimia<br />

Nasional XV, Jaringan Kerjasama Kimia Analitik<br />

Indonesia, Yogyakarta, 7 Desember 2<strong>00</strong>6.<br />

Suganal, dkk., 2<strong>00</strong>8. Perangkat Pembakaran Batubara<br />

Pada Industri Kecil <strong>dan</strong> Rumah Tangga dalam<br />

Rangka Optimalisasi <strong>Energi</strong> Nasional, Prosiding<br />

Seminar Nasional Rekayasa Kimia <strong>dan</strong> Proses<br />

2<strong>00</strong>8, Jurusan Teknik Kimia, Universitas<br />

Diponegoro Semarang.<br />

Yusgiantoro, P, 2<strong>00</strong>6. Peran Strategis Gasifikasi<br />

Batubara Untuk Memperkuat Ketahanan <strong>Energi</strong><br />

Nasional, Paparan Seminar Gasifikasi Batubara<br />

Peringkat Rendah, Jakarta, Mei 2<strong>00</strong>6.<br />

………….,2<strong>00</strong>5, Binderless Coal Briquetting company,<br />

http:/www.coalbriquettes.com/bb activities<br />

…………., 2<strong>00</strong>7. The Komar Briquetting System,<br />

http:/www.komarindustries.com<br />

…………., 2<strong>00</strong>7. Binderless Briquetting of Coal,<br />

http:/www.det.csiro.au/energy center<br />

…………., 2<strong>00</strong>7. Briquette Production Technology,<br />

http:/www.nedo.go.jp/sekitan<br />

30<br />

Jurnal Teknologi Mineral <strong>dan</strong> Batubara Volume 05, Nomor 13, Januari 2<strong>00</strong>9 : 17 – 30


BLENDING BATUBARA UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK<br />

STUDI KASUS PLTU SURALAYA UNIT 1- 4<br />

SLAMET SUPRAPTO<br />

Puslitbang Teknologi Mineral <strong>dan</strong> Batubara (<strong>tekMIRA</strong>)<br />

Jl. Jenderal Sudirman No. 623, Bandung<br />

Naskah masuk : 26 Mei 2<strong>00</strong>8, revisi pertama : 12 Desember 2<strong>00</strong>8, revisi kedua : 19 Januari 2<strong>00</strong>9,<br />

revisi terakhir : Januari 2<strong>00</strong>9<br />

SARI<br />

PLTU Suralaya unit 1-4 yang mulai beroperasi pada akhir tahun 80-an didesain sesuai dengan kualitas batubara<br />

Air Laya, Sumatera Selatan yang termasuk batubara subbituminus dengan parameter kualitas tertentu. Penggunaan<br />

batubara lain yang spesifikasinya tidak sesuai dengan kualitas batubara Air Laya tersebut dapat mengganggu<br />

kelancaran pengoperasian ketel uap pembangkit. Dalam rangka melihat kemungkinan penerapan sistem blending<br />

batubara untuk pembangkit tersebut, telah diadakan kajian kemungkinan blending batubara Indonesia.<br />

Kajian dilakukan berdasarkan pengumpulan data spesifikasi batubara untuk PLTU Suralaya unit 1-4 <strong>dan</strong> data<br />

kualitas batubara Indonesia. Hasil kajian menunjukkan bahwa untuk mengatasi masalah pasokan batubara<br />

untuk PLTU Suralaya unit 1-4, sistem blending dapat dilakukan antara batubara peringkat rendah (lignit) <strong>dan</strong><br />

batubara peringkat tinggi (bituminus) sesuai dengan spesifikasi parameter kualitas batubara, terutama nilai<br />

kalor. Namun demikian, batubara peringkat tinggi umumnya mempunyai sifat ketergerusan rendah, sehingga<br />

parameter ini perlu diperhatikan mengingat parameter ini cenderung bersifat nonaditif. Pengujian penggerusan<br />

<strong>dan</strong> pembakaran dalam skala yang mendekati kondisi nyata di lapangan perlu dilakukan untuk mengevaluasi<br />

batubara hasil blending.<br />

Kata Kunci: batubara, pembangkit listrik, blending, peringkat<br />

ABSTRACT<br />

The design of Suralaya Power Plant unit 1-4 that started to operate at the end of nineteen eighties was based on<br />

Air Laya coal, South Sumatera with certain quality parameters. The use of other coal that has different quality<br />

with the Air Laya coal can disturb the operation power plant boiler. In relation to the possibility of development<br />

of coal blending for the Suralaya Power Plant, study on the possibility of blending system for Indonesian<br />

coal has been carried out. The study was based on the literature study of coal design parameter of the Suralaya<br />

Power Plant and Indonesia coal data. Results of the study showed that to overcome the problem of coal supply<br />

the Suralaya Power Plant unit 1-4, coal blending system can be carried out between low rank coal (lignite) and<br />

high rank coal (bituminous) based on the coal quality parameter specification, especially calorific value.<br />

However, the high rank coal generally has low grindability index, and therefore this parameter needs to be<br />

considered since it tends to be nonadditive. Tests on coal mill and coal combustion at higher scale that close<br />

to the real practical condition need to be carried out for evaluating the coal blend results.<br />

Keywords: coal, power plant, blending, rank<br />

Blending Batubara untuk Pembangkit Listrik : Studi Kasus PLTU Suralaya Unit 1-4, Slamet Suprapto<br />

31


1. PENDAHULUAN<br />

Mengingat potensinya yang paling besar di Indonesia,<br />

batubara telah ditetapkan sebagai bahan bakar<br />

alternatif utama pengganti bahan bakar minyak. Pada<br />

tahun 2025, sumbangan batubara dalam bauran<br />

energi (energy mix) nasional diproyeksikan menjadi<br />

yang terbesar, yakni 33% dibanding sumber energi<br />

lainnya (Suprapto, 2<strong>00</strong>7). Dalam rangka mencapai<br />

sasaran tersebut, upaya peningkatan <strong>dan</strong> diversifikasi<br />

penggunaan batubara terus dilakukan, baik sebagai<br />

bahan bakar langsung maupun melalui konversi<br />

menjadi bahan bakar gas atau bahan bakar cair. Untuk<br />

pemanfaatan batubara sebagai bakar pembangkit<br />

listrik, saat ini se<strong>dan</strong>g dibangun rencana 10.<strong>00</strong>0 MW<br />

PLTU (pembangkit listrik tenaga uap) berbahan bakar<br />

batubara (MinergyNews.Com, 2<strong>00</strong>7).<br />

Walaupun pembangkit-pembangkit baru mulai<br />

dibangun, bukan berarti pembangkit-pembangkit<br />

listrik yang sudah lama akan ditinggalkan, karena<br />

perannya dalam menunjang kelistrikan nasional tetap<br />

dibutuhkan. Untuk pembangkit listrik yang akan<br />

dibangun tersebut direncanakan digunakan batubara<br />

lignit dengan nilai kalori ± 4.<strong>00</strong>0 kal/g (as received).<br />

Se<strong>dan</strong>gkan PLTU-PLTU yang sudah ada yang<br />

dibangun pada antara 1980-an sampai 1990-an<br />

didesain berdasarkan batubara yang mempunyai nilai<br />

kalor lebih dari 5.<strong>00</strong>0 kal/g <strong>dan</strong> bahkan ada yang<br />

lebih dari 6<strong>00</strong>0 kal/g. PLTU Suralaya, Banten<br />

contohnya yang dibangun pada tahun akhir 1980-an<br />

didesain untuk batubara subbituminus dengan nilai<br />

kalornya rata-rata ± 5.2<strong>00</strong> kal/g atau PLTU Ombilin<br />

kapasitas didesain menggunakan batubara peringkat<br />

bituminus dengan nilai kalori lebih dari 6<strong>00</strong>0 kal/g<br />

(KONEBA, 2<strong>00</strong>2).<br />

PLTU Suralaya yang mulai beroperasi pada akhir<br />

tahun 1980-an saat ini masih merupakan salah satu<br />

andalan bagi sistem kelistrikan Jawa <strong>dan</strong> Bali. PLTU<br />

Suralaya Unit 1-4 (4x4<strong>00</strong> MW) dirancang berdasarkan<br />

kualitas batubara Air Laya, Sumatera Selatan yang<br />

termasuk dalam peringkat subbituminus dengan nilai<br />

kalor lebih dari 5<strong>00</strong>0 kal/g. Batubara dengan nilai<br />

kalor 5.<strong>00</strong>0-an tersebut sudah mulai sulit diperoleh<br />

di pasaran. Batubara Indonesia yang masih belum<br />

banyak dimanfaatkan adalah batubara lignit dengan<br />

nilai kalor ± 4.<strong>00</strong>0 kal/g.<br />

Endapan batubara Indonesia sebagian besar terdiri<br />

atas batubara peringkat rendah, yakni lignit 58,7%,<br />

subbituminus 26,7%, sementara peringkat tinggi<br />

yakni bituminus 14,3% <strong>dan</strong> antrasit hanya 0,3%<br />

(Suprapto, 2<strong>00</strong>7). Batubara yang diekspoitasi saat<br />

ini umumnya batubara subbituminus <strong>dan</strong> bituminus<br />

yang sebagian besar sudah dialokasikan untuk<br />

memenuhi kontrak jangka panjang untuk ekspor atau<br />

kebutuhan dalam negeri. Se<strong>dan</strong>gkan batubara lignit<br />

baru mulai dieksploitasi terutama untuk memenuhi<br />

kebutuhan dalam negeri.<br />

Karakteristik pembakaran batubara dalam pembangkit<br />

listrik sangat dipengaruhi oleh kualitas batubara,<br />

sehingga keterlambatan pasokan batubara Air Laya<br />

ke PLTU Suralaya dapat menganggu kelancaran<br />

operasi pembangkit. Untuk mengatasi ketergantungan<br />

terhadap pasokan dari satu jenis batubara atau<br />

pemasok tersebut, PT Indonesia Power (anak<br />

perusahaan PT PLN Persero) akan membangun coal<br />

blending plant (Kompas, 2<strong>00</strong>8) di PLTU Suralaya.<br />

Walaupun blending batubara sudah umum dilakukan<br />

dalam pembangkit listrik, kajian yang mendalam<br />

perlu dilakukan mengingat bervariasinya parameter<br />

kualitas batubara. Apalagi spesifikasi atau persyaratan<br />

kualitas batubara untuk PLTU tidak hanya ditentukan<br />

berdasarkan parameter nilai kalor.<br />

2. TINJAUAN PUSTAKA<br />

2.1. Batubara Untuk Pembangkit Listrik<br />

Batubara merupakan bahan bakar padat yang<br />

terbentuk secara alamiah akibat pembusukan sisa<br />

tanaman purba dalam waktu jutaan tahun. Oleh<br />

karena itu, karakteristik <strong>dan</strong> kualitas batubara sangat<br />

bervariasi <strong>dan</strong> tidak homogen dibandingkan dengan<br />

bahan bakar yang telah mengalami proses<br />

pengolahan dalam pabrik, seperti misalnya bahan<br />

bakar minyak. Selain tingkat pembatubaraan atau<br />

peringkat (rank), kualitas suatu endapan batubara<br />

juga dipengaruhi oleh lingkungan pengendapannya.<br />

Batubara peringkat yang lebih tinggi seperti batubara<br />

bituminus <strong>dan</strong> antrasit mempunyai nilai kalor tinggi<br />

<strong>dan</strong> kadar air rendah. Sebaliknya, batubara peringkat<br />

rendah seperti lignit <strong>dan</strong> batubara subbituminus<br />

mempunyai kadar air tinggi <strong>dan</strong> nilai kalor rendah.<br />

Di samping itu, lingkungan pengendapan <strong>dan</strong> cara<br />

penambangan dapat memengaruhi kadar abu serta<br />

karakteristik abu (komposisi <strong>dan</strong> titik leleh abu).<br />

Tambahan lagi, batubara peringkat rendah umumnya<br />

mempunyai kecenderungan swabakar yang tinggi <strong>dan</strong><br />

mempunyai sifat fisik yang rendah (mudah hancur).<br />

Hal ini mengakibatkan kualitas endapan batubara<br />

bervariasi dari satu lokasi ke lokasi lainnya, atau<br />

bahkan dapat bervariasi dari lapisan satu ke lapisan<br />

lainnya pada daerah atau cekungan geologis yang<br />

sama.<br />

32<br />

Jurnal Teknologi Mineral <strong>dan</strong> Batubara Volume 05, Nomor13, Januari 2<strong>00</strong>9 : 31 – 39


Karakteristik pembakaran batubara dalam sebuah<br />

pembangkit listrik terutama dipengaruhi oleh (Reid,<br />

1991):<br />

- kualitas atau karakteristik batubara;<br />

- batasan yang ditentukan oleh desain boiler,<br />

posisi burner, konfigurasi fisik <strong>dan</strong> luas<br />

perpindahan panas dalam ketel uap (boiler);<br />

- kondisi operasional.<br />

Mengingat hal tersebut di atas, maka idealnya desain<br />

suatu pembangkit listrik berbahan bakar batubara dibuat<br />

berdasarkan kualitas batubara yang akan digunakan.<br />

Atau sebaliknya, batubara yang dipasok untuk sebuah<br />

pembangkit listrik seharusnya sesuai dengan spesifikasi<br />

yang dipersyaratkan. Sering terjadi, keterlambatan<br />

pasokan batubara sesuai spesifikasi menyebabkan<br />

digunakannya batubara lain yang kualitasnya tidak<br />

memenuhi spesifikasi. Hal ini dapat mengganggu<br />

kelancaran pengoperasian pembangkit listrik.<br />

Beberapa pengaruh yang dapat terjadi jika<br />

menggunakan batubara di luar spesifikasi (off design)<br />

pada pembangkit yang telah ada (existing) di<br />

antaranya adalah kinerja penggerus, pengendapan<br />

abu (slagging <strong>dan</strong> fouling) <strong>dan</strong> karakteristik <strong>dan</strong><br />

efisiensi pembakaran. Kinerja mesin penggerus (pulverizer)<br />

biasanya berhubungan dengan nilai kalor <strong>dan</strong><br />

sifat ketergerusan (HGI, hardgrove grindability index)<br />

(Savage, 1974). Apabila digunakan batubara<br />

dengan kalori lebih rendah dari spesifikasi, maka<br />

diperlukan jumlah batubara yang lebih banyak,<br />

sehingga penggerus kemungkinan perlu ditambah atau<br />

penggerus ca<strong>dan</strong>gan perlu dioperasikan. Operasi<br />

PLTU tanpa penggerus ca<strong>dan</strong>gan ini sangat riskan<br />

<strong>dan</strong> dapat mengganggu kelangsungan operasi PLTU.<br />

HGI menentukan cocok tidaknya batubara dengan<br />

penggerus yang ada. Batubara keras atau dengan HGI<br />

rendah tidak cocok digerus pada penggerus yang<br />

dirancang untuk batubara lunak (HGI tinggi).<br />

Pengendapan (deposisi) abu pada permukaan area<br />

perpindahan panas pada sebuah ketel uap adalah<br />

salah satu masalah yang paling serius yang dapat<br />

terjadi jika menggunakan batubara di luar spesifikasi.<br />

Kecenderungan pembentukan endapan abu<br />

tergantung komposisi <strong>dan</strong> titik leleh abu batubaranya.<br />

Selain kinerja mesin penggerus <strong>dan</strong> pengendapan<br />

abu, penggunaan batubara di luar spesifikasi juga<br />

dapat mengganggu karakteristik <strong>dan</strong> efisiensi<br />

pembakaran. Jika pembakaran tidak sempurna, maka<br />

efisiensi menurun <strong>dan</strong> kadar karbon dalam abu<br />

meningkat. Hal ini dapat mengganggu kinerja electrostatic<br />

precipitator yang berfungsi menangkap abu<br />

terbang (fly ash) <strong>dan</strong> selanjutnya juga mempersulit<br />

pemanfaatan abu.<br />

2.2. Blending Batubara<br />

Blending merupakan cara terbaik untuk memperbaiki<br />

<strong>dan</strong> menyatukan sifat <strong>dan</strong> kualitas batubara dari<br />

daerah atau dengan jenis yang berbeda, sehingga<br />

memungkinkan dapat memenuhi persyaratan<br />

konsumen. Biasanya blending dilakukan antara<br />

batubara peringkat rendah <strong>dan</strong> peringkat tinggi, kadar<br />

abu tinggi <strong>dan</strong> abu rendah, kadar belerang tinggi <strong>dan</strong><br />

belerang rendah. Dalam suatu pembangkit listrik,<br />

sistem blending dapat memberikan banyak<br />

keuntungan di antaranya:<br />

- meningkatkan kelenturan (fleksibilitas) <strong>dan</strong><br />

memperluas kisaran batubara yang dapat<br />

digunakan;<br />

- diversifikasi pasokan batubara untuk keamanan<br />

pasokan;<br />

- membantu mengatasi masalah yang terjadi<br />

apabila digunakan batubara yang di luar<br />

spesifikasi.<br />

Kualitas batubara campuran (hasil blending)<br />

umumnya dihitung berdasarkan rata-rata berat data<br />

analisis <strong>dan</strong> pengujian yang diperoleh dari masingmasing<br />

batubara individu (yang dicampur). Data<br />

kualitas tersebut kemudian digunakan untuk<br />

memprediksi karakteristik pembakaran dalam ketel<br />

uap. Namun tidak semua parameter kualitas batubara<br />

campuran dapat diprediksi menggunakan data<br />

kualitas hasil perhitungan rata-rata berat. Parameterparameter<br />

air, kadar abu, zat terbang, karbon padat,<br />

karbon total, hidrogen, sulfur, nitrogen, oksigen,<br />

klorin, kadar maseral, <strong>dan</strong> nilai kalor cenderung<br />

bersifat aditif, sehingga dapat menggunakan<br />

perhitungan tersebut. Se<strong>dan</strong>gkan nilai muai bebas,<br />

titik leleh abu <strong>dan</strong> HGI umumnya cenderung bersifat<br />

nonaditif. Menurut Hower (1988) HGI dapat bersifat<br />

aditif hanya untuk blending antara batubara dengan<br />

peringkat yang sama. Se<strong>dan</strong>gkan Riley (1989)<br />

menyatakan bahwa HGI dapat bersifat aditif asalkan<br />

perbedaan nilai HGI masing-masing batubara yang<br />

di-blending tidak lebih dari 10.<br />

Paramater yang nonaditif tersebut menyebabkan<br />

evaluasi terhadap batubara blending untuk<br />

pembangkit listrik menjadi kompleks. Kebanyakan<br />

analisis <strong>dan</strong> pengujian parameter nonaditif di<br />

laboratorium tidak merefleksikan kondisi<br />

pembakaran yang sebenarnya dalam pembangkit<br />

listrik. Oleh karena itu, selain analisis <strong>dan</strong> pengujian<br />

laboratorium, masih diperlukan pengujian<br />

pembakaran dengan kondisi yang mendekati kondisi<br />

di lapangan. Bahkan banyak peneliti <strong>dan</strong> operator<br />

PLTU batubara kemudian mengembangkan model<br />

Blending Batubara untuk Pembangkit Listrik : Studi Kasus PLTU Suralaya Unit 1-4, Slamet Suprapto<br />

33


erdasarkan data parameter nonaditif laboratorium,<br />

pengujian pembakaran skala bangku (bench scale)<br />

<strong>dan</strong> kondisi nyata di lapangan.<br />

Secara matematis, mem-blending dua jenis batubara<br />

relatif mudah, tetapi untuk tiga atau lebih jenis<br />

batubara akan menjadi lebih kompleks, karena<br />

terdapat lebih banyak parameter <strong>dan</strong> kemungkinan<br />

kombinasi blending. Oleh karena itu, software<br />

komputer yang sekarang banyak terdapat di pasaran<br />

dapat digunakan. Software tersebut dikembangkan<br />

menggunakan persamaan linier untuk parameter<br />

kualitas batubara yang bersifat aditif, terutama nilai<br />

kalor, kadar abu <strong>dan</strong> kadar belerang.<br />

Rumus linier sederhana untuk blending batubara yang<br />

menggunakan parameter aditif adalah sebagai berikut<br />

(Carpenter, 1995):<br />

X b = α 1 X 1 + α 2 X 2 + …. α n X n<br />

X b = parameter kualitas produk blending<br />

α 1 = proporsi batubara ke 1 dalam blending<br />

α 2 = proporsi batubara ke 2 dalam blending<br />

α n = proporsi batubara ke n dalam blending<br />

X 1 = parameter kualitas batubara ke 1<br />

X 2 = parameter kualitas batubara ke 2<br />

X n = parameter kualitas batubara ke n<br />

3. METODOLOGI<br />

3.1. Pengumpulan spesifikasi batubara untuk<br />

PLTU Suralaya<br />

PLTU Suralaya yang terletak di Merak, Banten yang<br />

mempunyai kapasitas terpasang sebesar 3.4<strong>00</strong> MW<br />

terdiri dari 7 unit, yakni 4 x 4<strong>00</strong> MW (unit 1-4) <strong>dan</strong><br />

3 x 6<strong>00</strong> MW (unit 5-7). Batubara Air Laya, Sumatera<br />

Selatan yang digunakan untuk dasar pembuatan<br />

desain PLTU Suralaya unit 1-4. Pengumpulan data<br />

dilakukan melalui penulusuran makalah <strong>dan</strong> laporan<br />

yang berhubungan dengan PLTU Suralaya.<br />

3.2. Pengumpulan Data Batubara Indonesia<br />

Pertimbangan pertama dalam pengumpulan data<br />

batubara adalah didasarkan pada peringkatnya, yakni<br />

batubara lignit (nilai kalor rendah, 4<strong>00</strong>0-an kal/g atau<br />

kurang) <strong>dan</strong> batubara bituminus (nilai kalor tinggi,<br />

6.<strong>00</strong>0-an kal/g). Untuk kelompok batubara lignit<br />

digunakan dua contoh, yakni batubara dari daerah<br />

Musi Banyuasin <strong>dan</strong> Peranap (keduanya Sumatera<br />

Selatan). Data kualitas batubara dikumpulkan<br />

terutama melalui laporan <strong>dan</strong> internet. Di samping<br />

itu, untuk melengkapi data batubara Peranap<br />

dilakukan analisis <strong>dan</strong> pengujian contoh batubara<br />

di laboratorium. Untuk batubara bituminus, datanya<br />

dikumpulkan dari laporan <strong>dan</strong> internet. Data batubara<br />

tersebut didasarkan pada nilai kalor batubara >6.<strong>00</strong>0<br />

kal/g.<br />

3.3. Pengolahan Data<br />

Data kualitas batubara yang dikumpulkan umumnya<br />

masih bervariasi dasar analisisnya, seperti dasar<br />

contoh asal (as received), dasar kering udara (air dried<br />

basis) <strong>dan</strong> dasar kering (dry basis). Agar sesuai dengan<br />

spesifikasi batubara untuk PLTU Suralaya, maka<br />

semaksimal mungkin data tersebut dikonversikan ke<br />

dasar contoh asal.<br />

Karakteristik abu yang terdiri dari indeks penerakan<br />

<strong>dan</strong> indeks fouling yang menyatakan kecenderungan<br />

abu batubara membentuk endapan terak (slagging)<br />

<strong>dan</strong> fouling dihitung menggunakan data komposisi<br />

abu <strong>dan</strong> titik leleh abu batubara.<br />

4. HASIL DAN PEMBAHASAN<br />

4.1. Spesifikasi Batubara Untuk PLTU<br />

Spesifikasi batubara untuk PLTU Suralaya yang<br />

didasarkan atas kualitas batubara Air Laya dapat<br />

dilihat pada Tabel 1. Spesifikasi tersebut (Kannan,<br />

1985) sesuai untuk batubara peringkat subbituminus<br />

dengan nilai kalor <strong>dan</strong> kadar air masing 5.242 kal/g<br />

(as received) <strong>dan</strong> 23,60%, dengan pembatasan nilai<br />

kalor minimum 4.225 kal/g <strong>dan</strong> kadar air maksimum<br />

28,30%. Yang dimaksud dengan batas minimum<br />

nilai kalor tersebut adalah batubara dengan nilai kalor<br />

4.225 kal/g masih dapat digunakan <strong>dan</strong> menghasilkan<br />

keluaran (daya) listrik sesuai kapasitas pembangkit<br />

asalkan seluruh fasilitas penanganan (handling) <strong>dan</strong><br />

penggiling (mill) dijalankan. Batubara dengan nilai<br />

kalor lebih rendah dari batas minimum tersebut juga<br />

bisa digunakan, tetapi keluaran listrik akan turun<br />

walaupun semua fasilitas penanganan <strong>dan</strong> penggiling<br />

batubara dijalankan. Parameter kualitas bersifat aditif<br />

lainnya, yakni kadar abu <strong>dan</strong> kadar belerang masingmasing<br />

7,80% (maksimum 12,80%) <strong>dan</strong> 0,40%<br />

(maksimum 0,90%). Se<strong>dan</strong>gkan parameter kualitas<br />

yang bersifat non-aditif, yakni diantaranya HGI 61,8<br />

(minimum 48), titik leleh abu 1.279°C (minimum<br />

1010°C), indeks penerakan “medium” <strong>dan</strong> indeks<br />

fouling “tinggi”.<br />

34<br />

Jurnal Teknologi Mineral <strong>dan</strong> Batubara Volume 05, Nomor13, Januari 2<strong>00</strong>9 : 31 – 39


Tabel 1. Spesifikasi batubara untuk PLTU Suralaya unit 1-4<br />

Parameter (as received) Minimum Maksimum Rata-rata<br />

Kadar air, % - 28,30 23,60<br />

Kadar abu, % - 12,80 7,80<br />

Nilai kalor, kal/g 4,225 - 5.242<br />

Sulfur, % - 0,90 0,40<br />

HGI 48 - 61,8<br />

Tititk leleh abu 1.010 - 1.279<br />

(Deformasi awal), °C<br />

Indeks penerakan - - medium<br />

Indeks fouling - - tinggi<br />

Catatan: as received = dasar contoh asal<br />

4.2. Kualitas Batubara Indonesia<br />

Data kualitas batubara Indonesia yang terdiri atas<br />

batubara peringkat rendah, batubara peringkat tinggi<br />

dapat dilihat pada Tabel 2 <strong>dan</strong> 3 (Asosiasi<br />

Pertambangan Batubara Indonesia, 2<strong>00</strong>8). Batubara<br />

peringkat rendah mempunyai nilai kalor dicirikan<br />

terutama oleh tingginya kadar air <strong>dan</strong> rendahnya nilai<br />

kalor. Dari data dua contoh batubara peringkat<br />

rendah yang dikaji, batubara Peranap <strong>dan</strong> Bara<br />

Mutiara Prima mempunyai kadar air total masingmasing<br />

49% <strong>dan</strong> 30% <strong>dan</strong> dengan nilai kalor 3.234<br />

kal/g <strong>dan</strong> 4.4<strong>00</strong> kal/g (as received). Namun demikian,<br />

kedua batubara tersebut termasuk bersih dengan<br />

masing-masing kadar abu 1,19% <strong>dan</strong> 4,30% <strong>dan</strong><br />

kadar belerang 0,11% <strong>dan</strong> 0,30%. Kedua batubara<br />

tersebut mempunyai sifat ketergerusan menengah,<br />

yakni masing-masing 54 <strong>dan</strong> 60. Titik leleh abu<br />

batubara Peranap cukup rendah, yakni dengan<br />

deformasi awal 1.2<strong>00</strong>°C dibanding abu batubara<br />

Bara Mutiara Prima yang deformasi awalnya sebesar<br />

1.350°C. Oleh karena itu, indeks penerakan batubara<br />

Peranap termasuk klasifikasi “tinggi” <strong>dan</strong> batubara<br />

Bara Mutiara Prima termasuk “rendah”. Se<strong>dan</strong>gkan<br />

indeks fouling keduanya termasuk klasifikasi<br />

“rendah”.<br />

Apabila kedua batubara peringkat rendah tersebut<br />

digunakan untuk PLTU Suralaya unit 1-4, maka parameter<br />

kualitas yang tidak memenuhi spesifikasi<br />

adalah nilai kalornya. Normalnya untuk<br />

mengoperasikan 1 unit kapasitas 4<strong>00</strong> MW<br />

menggunakan batubara Air Laya dibutuhkan ± 170<br />

ton batubara/jam. Apabila digunakan batubara Bara<br />

Mutiara Prima, maka untuk menghasilkan listrik yang<br />

sama dibutuhkan ± 202 ton batubara/jam.<br />

Se<strong>dan</strong>gkan jika menggunakan batubara Peranap, maka<br />

dibutuhkan 275 ton batubara/jam. Mesin penggiling<br />

yang tersedia untuk untuk 1 unit 4<strong>00</strong> MW tersebut<br />

tersedia sebanyak 5 buah yang masing-masing<br />

berkapasitas 65 ton batubara/jam (KONEBA, 2<strong>00</strong>2).<br />

Normalnya, apabila digunakan batubara Air Laya<br />

Tabel 2. Data kualitas batubara Indonesia peringkat rendah<br />

Parameter Peranap Bara Mutiara Prima<br />

(as received) (Sumsel) (Sumsel)<br />

Kadar Air, % 49,<strong>00</strong> 30,<strong>00</strong><br />

Kadar Abu, % 1,19 4,30<br />

Nilai Kalor, kal/g 3.234 4.4<strong>00</strong><br />

Sulfur, % 0,11 0,30<br />

HGI 54 60<br />

Deformasi awal abu, °C 1.2<strong>00</strong> 1.350<br />

Indeks Penerakan tinggi* rendah*<br />

Indeks Fouling rendah* Rendah<br />

Catatan: * dihitung dari kadar abu <strong>dan</strong> titik leleh abu ( Lampiran 1)<br />

Blending Batubara untuk Pembangkit Listrik : Studi Kasus PLTU Suralaya Unit 1-4, Slamet Suprapto<br />

35


hanya dioperasikan 3 buah mesin, sehingga 2 mesin<br />

lainnya untuk ca<strong>dan</strong>gan. Apabila digunakan batubara<br />

Bara Mutiara Prima dibutuhkan 4 mesin, se<strong>dan</strong>gkan<br />

1 mesin untuk ca<strong>dan</strong>gan. Tetapi apabila digunakan<br />

batubara Peranap, maka seluruh mesin harus<br />

dioperasikan, sehingga tidak ada ca<strong>dan</strong>gan.<br />

Pengoperasian seluruh mesin penggerus tersebut<br />

dapat menimbulkan risiko gangguan terhadap operasi<br />

pembangkit listrik mengingat perlunya waktu<br />

perawatan setiap mesin. Oleh karena itu, untuk<br />

mengatasi masalah tersebut diperlukan blending<br />

plant guna meningkatkan nilai kalor batubara<br />

peringkat rendah yang tersedia.<br />

Data kualitas batubara peringkat tinggi yang dikaji<br />

adalah sebanyak 14 buah, berasal dari Sumatera <strong>dan</strong><br />

Kalimantan. Selain dicirikan oleh tingginya nilai kalor<br />

<strong>dan</strong> rendahnya kadar air, batubara-batubara tersebut<br />

umumnya mempunyai sifat ketergerusan rendah atau<br />

sulit digerus dengan HGI kurang dari 50. Batubara<br />

Danau Mas Hitam mempunyai HGI bervariasi antara<br />

40-60. Se<strong>dan</strong>gkan batubara Kartika Selabumi yang<br />

mempunyai HGI tinggi atau mudah digerus, yakni<br />

sebesar 80. Tetapi batubara ini juga mempunyai nilai<br />

bebas yang tinggi yakni 9, tidak seperti umumnya<br />

batubara Indonesia yang mempunyai nilai muai bebas<br />

rendah.<br />

Kadar abu <strong>dan</strong> kadar belerang batubara peringkat<br />

tinggi bervariasi, masing-masing antara 2,0% sampai<br />

19,48% <strong>dan</strong> 0,15% sampai 2,56%. Se<strong>dan</strong>gkan data<br />

indeks penerakan <strong>dan</strong> indeks fouling hanya tersedia<br />

untuk batubara Kartika Selabumi <strong>dan</strong> Lana Harita.<br />

Batubara Selabumi mempunyai indeks penerakan <strong>dan</strong><br />

indeks fouling klasifikasi “rendah”. Se<strong>dan</strong>gkan untuk<br />

batubara Lana Harita klasifikasi “rendah” <strong>dan</strong> “medium”.<br />

4.3. Blending Batubara<br />

Blending yang dilakukan didasarkan pada<br />

pencampuran kalori rendah dengan kalori tinggi atau<br />

antara batubara peringkat rendah dengan peringkat<br />

tinggi. Berdasarkan data kualitas tersebut di atas,<br />

blending batubara Indonesia antara peringkat rendah<br />

<strong>dan</strong> peringkat tinggi dapat dimungkinkan untuk<br />

memenuhi persyaratan nilai kalor sebesar 5.242 kal/<br />

g (as received) <strong>dan</strong> parameter yang bersifat aditif<br />

lainnya, seperti misalnya kadar air, kadar abu <strong>dan</strong><br />

kadar belerang. Dengan menggunakan rumus<br />

(perhitungan rata-rata) linier, maka jumlah proporsi<br />

masing-masing batubara yang dicampur dapat<br />

ditentukan untuk memenuhi parameter spesifikasi<br />

ketel uap PLTU Suralaya 1-4.<br />

Yang masih perlu dipertimbangkan adalah HGI<br />

batubara peringkat tinggi, yang ternyata kebanyakan<br />

kurang dari 50. Walaupun HGI batubara peringkat<br />

rendah umumnya tinggi, mengingat parameter ini<br />

cenderung nonaditif maka HGI hasil blending belum<br />

tentu sesuai perhitungan. Apabila nilai HGI hasil<br />

blending ternyata lebih rendah dari nilai perhitungan<br />

maka kapasitas atau keluaran penggerus turun atau<br />

kehalusan produk penggerusan dapat menurun.<br />

Menurunnya keluaran penggerus dapat menurunkan<br />

keluaran listrik. Se<strong>dan</strong>gkan menurunnya kehalusan<br />

batubara dapat menyebabkan menurunnya efisiensi<br />

pembangkit <strong>dan</strong> meningkatnya kadar karbon tak<br />

terbakar dalam abu batubara. Untuk mengkaji lebih<br />

mendalam, maka pengujian penggerusan <strong>dan</strong><br />

pembakaran skala yang lebih besar seperti skala meja<br />

atau skala yang lebih mendekati kapasitas nyata di<br />

lapangan perlu dilakukan sebelum mengaplikasikannya<br />

pada kondisi sebenarnya.<br />

Batubara Kartika Selabumi mempunyai nilai kalor<br />

cukup tinggi, yaitu 7.889 kal/g <strong>dan</strong> juga HGI yang<br />

tinggi yakni 80, tetapi nilai muai bebasnya sangat<br />

tinggi mencapai 9. Normalnya, nilai muai bebas<br />

batubara untuk pembangkit listrik maksimum 4<br />

(Rance, 1975). Tambahan lagi nilai muai bebas<br />

merupakan parameter nonaditif, sehingga<br />

karakteristik pembakaran batubara hasil blending<br />

batubara ini tidak dapat diprediksi dari masingmasing<br />

batubara yang akan di-blending.<br />

Selain HGI, karakteristik abu yakni kecenderungan<br />

penerakan <strong>dan</strong> fouling juga perlu dipertimbangkan.<br />

Mengingat data indeks penerakan <strong>dan</strong> indeks fouling<br />

kebanyakan tidak tersedia, maka parameter<br />

tersebut perlu dilengkapi. Apalagi jika hasil uji di<br />

laboratorium <strong>dan</strong> perhitungan menyatakan<br />

kecenderungan kedua indeks tersebut termasuk<br />

klasifikasi “tinggi”, maka uji pembakaran pada<br />

kondisi yang mendekati ketel uap perlu dilakukan.<br />

Pengendapan terak abu terjadi di daerah ruang bakar<br />

atau radiasi, se<strong>dan</strong>gkan endapan fouling terjadi pada<br />

daerah yang lebih dingin yakni pada pipa-pipa ketel<br />

uap. Apabila terak abu yang menempel di dinding<br />

tungku (ruang bakar) sulit diambil maka perpindahan<br />

panas ke dinding akan menurun <strong>dan</strong> selanjutnya<br />

efisiensi pembakaran juga menurun (Elliot, 1981).<br />

Endapan fouling yang terjadi pada pipa ketel uap<br />

menyebabkan penyempitan pada deretan pipa yang<br />

selanjutnya mempercepat laju alir gas buang. Hal<br />

ini dapat menyebabkan naiknya suhu gas buang <strong>dan</strong><br />

juga erosi terhadap pipa ketel uap.<br />

36<br />

Jurnal Teknologi Mineral <strong>dan</strong> Batubara Volume 05, Nomor13, Januari 2<strong>00</strong>9 : 31 – 39


Tabel 3. Data kualitas contoh batubara Indonesia peringkat tinggi<br />

Parameter Allied Indo Kaltim Prima Kideco Multi Harapan PTBA Anugerah Sari Andara<br />

(as received) Coal Coal Utama Bara Kaltim Persada<br />

Parambahan Prima Mandau, Payau, Busang Lumut Anugerah Muara<br />

Melawan Bungo<br />

Kadar Air, % 11 9,5 18 (adb) 16 12 14-18 10,11 (adb)<br />

Kadar Abu, % 9 3,8 2,0 4,72 3,70 - 9,26 2,81 - 4,69 19,48 (adb)<br />

Nilai Kalor, kal/g 7.<strong>00</strong>0 6.240-6.294 5.6<strong>00</strong> - 6.250 6.040 6.021 - 6.947 6.2<strong>00</strong> - 6.4<strong>00</strong> 5.949<br />

Sulfur, % 1 0,54 0,15 0,94 0,22 - 1,44 0,28 - 0,66 0,83 (adb)<br />

HGI 45 - 50 48 48 – 50 45 45 - 55 46 - 49 48<br />

Deformasi awal abu, °C - - 1.150-1.2<strong>00</strong> - - 1.2<strong>00</strong> 1.3<strong>00</strong><br />

Indeks Slagging - - - - - - -<br />

Indeks Fouling - - - - - - -<br />

Parameter Danau Fajar Gunung Bayan Indominco Mandiri Inti Kartika Selabumi Lana Harita<br />

(as received) Mas Hitam Bumi Sakti Pratama Mandiri Perkasa Mining Indonesia<br />

Bayan Bontang Blok A Block III<br />

Kadar Air, % 14 8 (adb) 3 - 6 (adb) 15,5 - 17,<strong>00</strong> 19,5 8 -<br />

Kadar Abu, % 13 - 19 (adb) 7 (adb) 6 - 15 (adb) 4,5-5,5 (adb) 4,65 (adb) 3,78 7,0 (adb)<br />

Nilai Kalor, kal/g 5.9<strong>00</strong> - 6.5<strong>00</strong> (adb) 6.7<strong>00</strong> (adb) 6.<strong>00</strong>0 - 7.5<strong>00</strong> 6.1<strong>00</strong> - 6.5<strong>00</strong> (adb) 6.210 7.889 6.977<br />

Sulfur, % 1,0 (adb) 0,8-2,56 (adb) 0,5-0-0,80 (adb) 0,70 (adb) 0,85 1,16 (adb)<br />

HGI 40 - 60 42 - 46 45 – 50 45 – 46 47 80 43<br />

Deformasi awal abu, °C 1.280 - 1.250 - 1.490 1.220 >1.2<strong>00</strong><br />

Indeks Penerakan - - - - - rendah* rendah*<br />

Indeks Fouling - - - - - rendah* medium*<br />

Nilai Muai Bebas - — - - - 9 -<br />

Catatan: adb = air dried basis (dasar kering udara)<br />

* = dihitung berdasarkan komposisi <strong>dan</strong> titik leleh abu (Lampiran 1)<br />

Blending Batubara untuk Pembangkit Listrik : Studi Kasus PLTU Suralaya Unit 1-4, Slamet Suprapto<br />

37


5. PENUTUP<br />

- Blending merupakan cara terbaik untuk mengatasi<br />

masalah ketersediaan batubara <strong>dan</strong> ketergantungan<br />

terhadap satu sumber pemasok batubara untuk<br />

pembangkit listrik di Indonesia.<br />

- Untuk mengatasi masalah pasokan batubara<br />

pada PLTU Suralaya unit 1-4, sistem blending<br />

dapat dilakukan antara batubara peringkat<br />

rendah (lignit) <strong>dan</strong> batubara peringkat tinggi<br />

(bituminous) sesuai dengan spesifikasi parameter<br />

kualitas batubara, terutama nilai kalor.<br />

- Batubara peringkat tinggi umumnya mempunyai<br />

sifat ketergerusan rendah atau sulit digerus <strong>dan</strong><br />

parameter ini perlu diperhatikan karena<br />

cenderung tidak bersifat aditif sehingga hasil<br />

blending dengan batubara peringkat rendah tidak<br />

dapat diprediksi menggunakan rumus linier.<br />

- Data komposisi abu <strong>dan</strong> titik leleh abu batubara<br />

peringkat tinggi perlu dilengkapi agar dapat<br />

digunakan untuk mengevaluasi kemungkinan<br />

pembentukan endapan terak <strong>dan</strong> endapan fouling<br />

dalam pembakaran batubara hasil blending.<br />

- Pengujian pengerusan <strong>dan</strong> pembakaran dalam<br />

skala yang mendekati kondisi nyata di lapangan<br />

perlu dilakukan untuk mengevaluasi batubara<br />

hasil blending.<br />

DAFTAR PUSTAKA<br />

Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia, 2<strong>00</strong>8.<br />

Kualitas Batubara.http/www.apbi-icma.<br />

Carpenter, A.M., 1995. Coal Blending for Power<br />

Station. IEA Coal Research, London.<br />

Elliot, M.A. (ed.), 1981. Chemistry of coal utilization.<br />

Second Suppl. Vol., John Wiley & Sons,<br />

New York.<br />

Hower, J.C., 1988. Additivity of hardgrove<br />

grindability index: a case study. Journal of Coal<br />

Quality, 7(2), 68-70.<br />

Kannan, V., 1985. Design considerations for Suralaya<br />

Unit 1 & 2 Steam generators. Presented at the<br />

Electric Indonesia Exhibition, Jakarta, October<br />

29 – November 2, 1985.<br />

Kompas, 2<strong>00</strong>8. CBC Dibangun Atasi Kelangkaan<br />

Batubara. 26 Pebruari 2<strong>00</strong>8.<br />

KONEBA, 2<strong>00</strong>2. Kuisioner Data PLTU Suralaya. 1<br />

November 2<strong>00</strong>2.<br />

MinergyNews.Com, 2<strong>00</strong>7. Program 10 Ribu MW<br />

Hanya untuk 3 Tahun. Kamis 13 Desember 2<strong>00</strong>7<br />

Rance, H.C., 1975. Coal Quality Parameters and<br />

their influence in coal utilization. Shell International<br />

Petroleum Co. Ltd., Jakarta.<br />

Reid, W.T., 1991. Coal Ash – Its effects on combustion<br />

systems. In: Elliot, M.A. (Ed.), Chemistry<br />

of coal utilization. 2 nd Suppl. Vol. John<br />

Wiley & Sons, New York, 1389-1445.<br />

Riley, J.T., Gilleland, S.R., Forsyhte, R.F., Graham,<br />

H.D. and Hayes, F.J., 1989. Non-aditif analytical<br />

values for coal blend. Proceeding of the<br />

7 th international conference on coal testing.<br />

Charleston, West Virginia, 21-23 March.<br />

Savage, K.I., 1974. Pulverizing characteristics of coal<br />

hardgrove grindability index. Keystone Coal Industry<br />

Manual.<br />

Suprapto, S., 2<strong>00</strong>7. Gasifikasi batubara sebagai alternative<br />

pengganti BBM. Makalah disampaikan<br />

pada Forum Litbang <strong>Energi</strong> <strong>dan</strong> <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong><br />

Mineral, Jakarta, 21-22 November 2<strong>00</strong>7.<br />

38<br />

Jurnal Teknologi Mineral <strong>dan</strong> Batubara Volume 05, Nomor13, Januari 2<strong>00</strong>9 : 31 – 39


Lampiran 1.<br />

Komposisi <strong>dan</strong> titik leleh abu batubara Peranap, Bara<br />

Mutiara Prima, Kartika Selabumi Mining <strong>dan</strong> Lana Harita<br />

Komponen, % Peranap Bara Mutiara Prima Kartika Lana<br />

Sela Harita<br />

Bumi Indonesia<br />

SiO 2 55,73 - 33,61 40,31<br />

Al 2 O 3 15,51 - 24,13 29,56<br />

Fe 2 O 3 8,19 - 5,82 23,65<br />

CaO 9,66 - 4,01 4,84<br />

MgO 2,12 - 1,22 1,94<br />

K 2 O 0,73 - 1,01 2,15<br />

Na 2 O 0,81 - 0,65 0,54<br />

TiO 2 0,77 - 0,50 1,29<br />

MnO 2 0,50 - 0,14 0,21<br />

SO 3 3,68 - 2,45 2,36<br />

P 2 O 5 0,07 - 0,02 0,86<br />

-<br />

Titik Leleh Abu, °C<br />

Reduksi Oksidasi<br />

Deformasi awal 1.2<strong>00</strong> 1.290 1.350 1.220 >1.2<strong>00</strong><br />

Pelunakan 1.249 1.3<strong>00</strong> 1.360 - >1.2<strong>00</strong><br />

Hemisfer 1.261 1.310 1.370 - >1.2<strong>00</strong><br />

Flow 1.385 1.5<strong>00</strong> 1.6<strong>00</strong> 1.420 >1.2<strong>00</strong><br />

Blending Batubara untuk Pembangkit Listrik : Studi Kasus PLTU Suralaya Unit 1-4, Slamet Suprapto<br />

39


HUBUNGAN ANTARA PARAMETER KARAKTERISTIK<br />

LIMBAH BATUBARA KALIMANTAN TIMUR DAN<br />

KARAKTERISTIK PEMBAKARANNYA<br />

STEFANO MUNIR DAN IKIN SODIKIN<br />

Pusat Penelitian <strong>dan</strong> Pegembangan Teknologi Mineral <strong>dan</strong> Batubara<br />

Jl. Jenderal Sudirman No. 623, Bandung – 40211<br />

Telp. : (022) 6030483 Fax. : (022) 6038027<br />

e-mail : stefano@tekmira.esdm.go.id <strong>dan</strong> ikin@tekmira.esdm.go.id<br />

Naskah masuk : 23 Desember 2<strong>00</strong>8, revisi pertama : 16 Januari 2<strong>00</strong>9, revisi kedua : 28 Januari 2<strong>00</strong>9,<br />

revisi terakhir : Januari 2<strong>00</strong>9<br />

ABSTRAK<br />

Limbah batubara (sludge) didefinisikan sebagai bahan karbonan, berasal dari endapan batuan sedimen yang<br />

mengandung bahan organik sehingga dapat terbakar. Karakteristik limbah batubara tergantung pada karakteristik<br />

batubara sumbernya <strong>dan</strong> pada umumnya berperingkat rendah (low rank coal). Tipe limbah batubara yang<br />

dikaji dalam tulisan ini adalah slurry (=SL) sebagai limbah sisa proses pencucian batubara. Contoh diambil<br />

dari 3 (tiga) perusahaan tambang batubara yang terletak di sepanjang Sungai Mahakam di Kabupaten Kutai<br />

Kartanegara, Propinsi Kalimantan Timur (Kaltim), yaitu PT. Multi Harapan Utama (MHU), PT. Tanito Harum<br />

(TH), <strong>dan</strong> PT. Bukit Baiduri <strong>Energi</strong> (BBE) yang masing-masing mempunyai unit pencucian batubara dengan<br />

skala produksi di atas 1 juta ton batubara per tahun.<br />

Karakteristik limbah batubara ditentukan berdasarkan parameter analisis proksimat seperti air-lembab (Moisture<br />

=M), abu (Ash =A), zat-terbang (Volatile Matter =VM) <strong>dan</strong> karbon tertambat (Fixed Carbon =FC), <strong>dan</strong><br />

analisis ultimat seperti karbon (Carbon =C), hidrogen (Hydrogen =H), <strong>dan</strong> oksigen (Oxygen =O). Se<strong>dan</strong>gkan<br />

karakteristik pembakaran yang memengaruhi kinerja tungku siklon ditentukan oleh nilai kalori, suhu nyala,<br />

titik pijar <strong>dan</strong> suhu pembakaran maksimum yang ditentukan oleh parameter analisis proksimat <strong>dan</strong> ultimat.<br />

Selain itu dilakukan analisis ayak untuk mengetahui distribusi ukuran partikel dari contoh batubara SL yang<br />

diteliti. Pembakar siklon dipilih, karena dapat menangani limbah batubara yang berkualitas rendah (low grade<br />

coal) dengan kisaran nilai kalori 3<strong>00</strong>0 – 5<strong>00</strong>0 kal/gr, M <strong>dan</strong> A tinggi di atas 25% <strong>dan</strong> fuel ratio (FC/VM) sekitar<br />

satu. Besar butir limbah batubara tipe SL Kaltim sesuai dengan ukuran untuk umpan pembakar siklon, sehingga<br />

limbah batubara dapat langsung dibakar dengan sistem tersebut. Hasil menunjukkan bahwa limbah batubara<br />

tipe SL dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif sebagai bahan bakar langsung pada industri.<br />

Kata kunci : batubara, slurry (SL), karakteristik limbah, karakteristik pembakaran<br />

40<br />

Jurnal Teknologi Mineral <strong>dan</strong> Batubara Volume 05, Nomor13, Januari 2<strong>00</strong>9 : 40 – 46


ABSTRACT<br />

Sludge is defined as a carbonaceous material, derived from sedimentary rock deposit containing organic matters<br />

so as to become combustible. The characteristic of sludge depends on the type of its source coal, most of<br />

which are low rank coal. The type of the researched sludge was slurry (SL) in form of the coal washing plant<br />

residue of which its samples were taken from the three coal mine located and selected alongside of Mahakam<br />

river in Kutai Kartanegara regency, East Kalimantan province, that are PT. Multi Harapan Utama (MHU), PT.<br />

Tanito Harum (TH), and PT Bukit Baiduri <strong>Energi</strong> (BBE) with respective coal production capacities of above one<br />

million tons of coal per annum.<br />

The characteristic of sludge was determined by the proximate analyses such as moisture (M), ash (A), volatile<br />

matter (VM) and fixed carbon (FC) and ultimate analyses such as carbon (C), hydrogen (H) and oxygen (O).<br />

Whereas in terms of the characteristic of its combustion that affects the performance of cyclone furnace was<br />

determined by calorific value, ignition temperature, glow point and maximum combustion temperature that<br />

were determined by parameters of the proximate and the ultimate analyses. On the other hand the distribution<br />

of particle sizes was determined by sizing analysis. The cyclone furnace was selected, because it might handle<br />

the sludge as low grade coal within a low calorific value in the range of 3.<strong>00</strong>0-5.<strong>00</strong>0 cal/gr, high moisture and<br />

ash contents of above 25% and fuel ratio about one. Particle size of SL from Kaltim was similar to the particle<br />

size for feeding of cyclone combustion, therefore it can be utilized directly. Result indicates that the sludge of<br />

SL type can be utilized as alternative fuel for direct combustion in industry.<br />

Keywords : coal, slurry(SL), sludge characteristic, combustion characteristic<br />

1. PENDAHULUAN<br />

Potensi sumber daya batubara Indonesia yang ditaksir<br />

sebanyak 93,4 milyar ton (MEMR, 2<strong>00</strong>8) tersebar di<br />

Provinsi Sumatera Selatan 40,13%, Kalimantan<br />

Timur 28,37%, <strong>dan</strong> Kalimantan Selatan 17,7% <strong>dan</strong><br />

sisanya di provinsi-provinsi lain. Produksi batubara<br />

dari Kalimantan Timur adalah yang terbesar yaitu<br />

sekitar 57% dari produksi batubara nasional<br />

sebesar185 juta ton (2<strong>00</strong>7) <strong>dan</strong> ini akan terus<br />

meningkat sesuai dengan pertumbuhan produksi<br />

batubara nasional sekitar 12,02 juta ton per tahun<br />

(Suhala, 2<strong>00</strong>8).<br />

Pada prinsipnya, kegiatan operasi penambangan di<br />

setiap lokasi tambang batubara pada umumnya<br />

menghasilkan 3 (tiga) produk, yaitu batubara yang<br />

dapat dijual (saleable coal), limbah batubara (sludge)<br />

<strong>dan</strong> air buangan akhir tambang (effluent). Batubara<br />

hasil penambangan (Run of Mine-Coal atau raw coal)<br />

perlu diolah terlebih dahulu atau tidak, tergantung<br />

pada karakteristik kualitas endapan lapisan batubara<br />

yang ditambang. Berdasarkan parameter pengotornya<br />

seperti kadar air-lembab (% M), abu (% A) <strong>dan</strong> Sulfur<br />

(% S) serta nilai kalori, batubara dapat<br />

diklasifikasikan menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu<br />

batubara kualitas rendah yang masih perlu dicuci<br />

<strong>dan</strong> batubara kualitas tinggi yang tidak perlu dicuci.<br />

Biasanya ada 2 (dua) tipe unit pengolahan batubara<br />

yang dikembangkan, yaitu crushing and screening<br />

untuk produksi batubara dari tambang yang telah<br />

memenuhi persyaratan kualitas (spesifikasi) pasar <strong>dan</strong><br />

pencucian batubara (coal washing) untuk produksi<br />

batubara dari tambang yang belum memenuhi<br />

spesifikasi pasar sehingga menghasilkan produk<br />

batubara yang dapat dijual dengan ukuran – 50 mm.<br />

Sisa industri pertambangan batubara disebut limbah<br />

batubara (sludge) terdiri dari 3 (tiga) tipe, yaitu slurry<br />

= SL, dirty coal = DC, <strong>dan</strong> coal fines = CF. Limbah<br />

SL merupakan sisa proses pencucian yang ditampung<br />

(dikumpulkan <strong>dan</strong> disimpan) dalam sistem<br />

penampungan limbah batubara yang standar (sludge<br />

disposal system) dengan menggunakan kolam<br />

pengendapan (settling pond), timbunan (stockpiles)<br />

atau lubang galian tanah (landfill). Tipe limbah<br />

batubara SL dijadikan objek penelitian dalam tulisan<br />

ini karena mempunyai prospek yang menjanjikan<br />

dipan<strong>dan</strong>g dari segi jumlah (quantity) <strong>dan</strong> kualitasnya<br />

(quality) sebagai sumber energi alternatif dalam<br />

rangka mendukung kebijakan konservasi batubara<br />

nasional yang berwawasan lingkungan. Potensi SL<br />

belum dikelola secara komersial, sehingga masih<br />

dianggap sebagai batubara yang tidak dapat<br />

dipasarkan (non-marketable coal, JICA, 2<strong>00</strong>7).<br />

Akumulasi jumlah limbah batubara tipe SL ini akan<br />

semakin besar sesuai dengan jumlah tambang<br />

batubara yang beroperasi di daerah Kaltim <strong>dan</strong> umur<br />

pengoperasian setiap tambang batubara yang<br />

Hubungan antara Parameter Karakteristik Limbah Batubara Kalimantan ... Stefano Munir <strong>dan</strong> Ikin Sodikin<br />

41


ersangkutan. Karena itu, fasilitas penampungan<br />

limbah batubara perlu dikelola secara benar<br />

mengingat akan terbatasnya lahan <strong>dan</strong> dampak<br />

lingkungan yang ditimbulkannya, terutama<br />

percemaran sistem aliran sungai di sekitar tambangtambang<br />

batubara, terutama yang terletak di<br />

sepanjang Sungai Mahakam.<br />

Sebenarnya semua tipe limbah batubara tersebut di<br />

atas adalah bahan karbonan (carbonaceous materials)<br />

yang karakteristiknya tergantung pada karakteristik<br />

batubara sumbernya yang pada umumnya berperingkat<br />

rendah dari lignit sampai subbituminus (low rank<br />

coal), sehingga berpotensi cenderung untuk<br />

terjadinya swabakar. Ada 3 (tiga) perusahaan tambang<br />

batubara yang diambil contoh limbah batubaranya,<br />

terutama untuk tipe SL di sepanjang Sungai Mahakam<br />

<strong>dan</strong> dipilih sebagai wakil Provinsi Kaltim yang<br />

terletak di Kabupaten Kutai Kartanegara yaitu PT.<br />

Multi Harapan Utama (MHU), PT. Tanito Harum<br />

(TH), <strong>dan</strong> PT. Bukit Baiduri <strong>Energi</strong> (BBE). Kriteria<br />

pemilihan berdasarkan pada :<br />

- Perusahaan tambang batubara harus mempunyai<br />

unit pencucian batubara dengan peralatan gravity<br />

concentration (wash breaker, jig atau<br />

hydrocyclone); <strong>dan</strong><br />

- Tambang harus mempunyai kapasitas produksi<br />

>1 juta ton batubara per tahun.<br />

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan<br />

antara parameter karakteristik limbah batubara Kaltim<br />

dengan karakteristik pembakarannya dalam rangka<br />

mengevaluasi kinerja keterbakarannya apakah dapat<br />

dikembangkan sebagai sumber energi alternatif atau<br />

tidak.<br />

Pemilihan tipe tungku <strong>dan</strong> metode pembakaran<br />

limbah batubara dengan pembakar siklon yang<br />

dikembangkan dalam penelitian ini didasarkan pada<br />

fakta bahwa pembakar siklon dapat membakar<br />

batubara berkadar rendah (low grade coal) dengan<br />

kadar air-lembab (% M) <strong>dan</strong> kadar abu (% A) yang<br />

tinggi sampai 25 %. Sistem tungku siklon yang<br />

dikembangkan dapat membakar ukuran umpan<br />

batubara yang umum digunakan, yaitu sekitar – 4<br />

mesh (4,76 mm) atau lebih halus sampai – 30 mesh<br />

(0,595 mm = 595 ìm) (Current Technology, 2<strong>00</strong>7;<br />

Sumaryono dkk, 2<strong>00</strong>7). Ukuran partikel batubara<br />

umpan ini hampir sama dengan ukuran partikel SL<br />

sebagai tipe limbah batubara utama, yang harus dikelola<br />

oleh setiap perusahaan tambang batubara melalui<br />

sistem manajemen penampungan yang standar.<br />

2. METODOLOGI<br />

2.1. Bahan Uji<br />

Ada 3 (tiga) contoh limbah batubara tipe SL dari<br />

ketiga perusahaan tambang batubara Kaltim yang<br />

dipilih untuk penelitian ini yaitu SL – MHU, SL –<br />

TH, <strong>dan</strong> SL – BBE. Karena ukuran partikel ketiga<br />

contoh SL ini telah sesuai dengan kisaran ukuran<br />

umpan yang biasa digunakan untuk pembakar siklon<br />

yaitu – 4 mesh maupun lebih halus lagi sampai –<br />

32 mesh, maka persiapan bahan uji untuk program<br />

percobaan pembakaran dengan pembakar siklon<br />

cukup dilakukan melalui pengeringan udara pada<br />

suhu kamar.<br />

2.2. Karakteristik Limbah Batubara<br />

Karakteristik limbah batubara tipe SL ditentukan<br />

melalui analisis proksimat dengan parameter<br />

komponen-komponen M, A, VM <strong>dan</strong> FC <strong>dan</strong> analisis<br />

ultimat dengan parameter unsur-unsur karbon (C),<br />

hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N), sulfur (S)<br />

serta pengujian sifat fisik seperti nilai kalori <strong>dan</strong> berat<br />

jenis. Di samping itu analisis ayak untuk mengetahui<br />

distribusi ukuran partikel dengan karakteristik<br />

kualitas per fraksi ukuran yaitu + 2 mm; - 2 mm +<br />

1 mm; - 1mm + 0,5 mm; - 0,5 mm + 75 µm; - 75<br />

µm juga dilakukan, sehingga dapat diketahui<br />

pengaruh distribusi ukuran partikel terhadap kadar<br />

abu <strong>dan</strong> nilai kalorinya.<br />

2.3. Karakteristik Pembakaran Limbah Batubara<br />

Karakteristik pembakaran limbah batubara<br />

dipengaruhi oleh parameter karakteristik limbah<br />

batubaranya sendiri, yaitu dari parameter analisis<br />

proksimat <strong>dan</strong> analisis ultimat (Tsai, 1982).<br />

Se<strong>dan</strong>gkan kinerja pembakaran limbah batubara<br />

dinilai dengan beberapa parameter seperti suhu titik<br />

nyala (ignition point) hasil analisis thermogravimetry<br />

(TGA), titik pijar (glow point) hasil pengamatan pada<br />

silica tube furnace <strong>dan</strong> suhu maksimum hasil<br />

pembakarannya dengan pembakar siklon dalam<br />

hubungannya dengan parameter karakteristiknya.<br />

Kriteria penilaian karakteristik pembakaran limbah<br />

batubara adalah semakin tinggi suhu titik nyala <strong>dan</strong><br />

titik pijar, semakin sulit bahan tersebut untuk<br />

dibakar. Se<strong>dan</strong>gkan kriteria penilaian kinerja<br />

pembakarannya adalah semakin tinggi suhu<br />

maksimum yang dicapai selama pembakaran dengan<br />

siklon semakin tinggi kinerja pembakarannya.<br />

42<br />

Jurnal Teknologi Mineral <strong>dan</strong> Batubara Volume 05, Nomor13, Januari 2<strong>00</strong>9 : 40 – 46


2.4. Program Ujicoba Pembakaran<br />

a. Peralatan<br />

nilai optimal karakteristik pembakarannya. Kegiatan<br />

percobaan pembakaran dari ketiga contoh limbah<br />

batubara SL tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.<br />

Pada prinsipnya rancangan pembakar siklon yang<br />

benar dapat dilihat pada Gambar 1. Udara<br />

pembakaran berupa udara primer maupun udara<br />

tersier digunakan untuk menghasilkan gerakan<br />

berputar dari partikel-partikel batubara atau limbah<br />

batubara umpan di dalam ruangan pembakaran<br />

siklon. Aksi gerakan berputar (sentrifugal)<br />

ditingkatkan oleh pasokan udara sekunder dengan<br />

kecepatan tinggi secara tangensial, sehingga<br />

menghasilkan semburan nyala api keluar dari ruangan<br />

siklon <strong>dan</strong> setiap partikel umpan terbakar habis (burn<br />

out) dengan meninggalkan residu atau lelehan abu<br />

(slag).<br />

Dimensi rancangan pembakar siklon yang digunakan<br />

dalam penelitian ini adalah 40 x 1<strong>00</strong> cm dengan<br />

ukuran partikel batubara umpan – 30 mesh (595 ìm<br />

atau 0,595 mm) (Sumaryono, dkk., 2<strong>00</strong>7).<br />

SL MHU<br />

Udara primer<br />

Batubara<br />

Udara sekunder<br />

Udara<br />

tersier<br />

Lubang pengeluaran terak<br />

Gambar 1.<br />

Lubang pengeluaran<br />

terak utama<br />

Skema rancangan pembakar<br />

siklon (Wikipedia. Com; 2<strong>00</strong>7)<br />

SL- TH<br />

b. Prosedur<br />

Prosedur percobaan dirancang menurut karakteristik<br />

pembakaran limbah batubara yang diuji. Setiap<br />

bahan uji SL yang sudah kering di udara, dimasukkan<br />

ke dalam penandon umpan berupa hopper <strong>dan</strong><br />

kemudian diumpankan dengan bantuan blower ke<br />

dalam ruangan pembakar siklon yang telah<br />

dipanaskan terlebih dahulu dengan bantuan kayu<br />

bakar atau karet ban bekas sampai mencapai suhu<br />

450 o C sebagai pematik (igniter). Selanjutnya,<br />

perkembangan suhu pembakaran yang dihasilkan<br />

dicatat melalui pencatat suhu indicator thermocouple<br />

dengan interval waktu 5 menit selama 15<br />

menit. Suhu maksimum rata-rata hasil pembakaran<br />

dari setiap contoh limbah batubara diambil sebagai<br />

Gambar 2.<br />

SL BBE<br />

Kegiatan percobaan pembakaran<br />

3 (tiga) contoh limbah batubara SL<br />

dengan pembakar siklon<br />

Hubungan antara Parameter Karakteristik Limbah Batubara Kalimantan ... Stefano Munir <strong>dan</strong> Ikin Sodikin<br />

43


3. HASIL DAN PEMBAHASAN<br />

3.1. Karakteristik Limbah Batubara<br />

Karakteristik limbah batubara tipe SL dari 3 (tiga)<br />

perusahaan tambang batubara di Kaltim dapat dilihat<br />

pada Tabel 1 <strong>dan</strong> hasil analisis ayak pada Tabel 2.<br />

Tabel 1 menunjukkan bahwa karakteristik SL dari<br />

masing-masing perusahaan pertambangan batubara<br />

selain tergantung dari karakteristik batubara<br />

sumbernya, juga dipengaruhi oleh proses pencucian<br />

dengan peralatan yang digunakan seperti drum<br />

washer, jig, hydrocyclone <strong>dan</strong> screen (0,25mm – 0,5<br />

mm). Karakteristik SL dari masing-masing perusahaan<br />

Tabel 1.<br />

Karakteristik limbah batubara tipe SL dari MHU, TH <strong>dan</strong> BBE<br />

Parameter<br />

SL<br />

MHU TH BBE<br />

Analisis proksimat :<br />

Air lembab (IM), %, adb 3,46 7,93 11,96<br />

Abu (A), %, adb 56,70 31,13 17,30<br />

Zat terbang (VM), %, adb 26,44 30,14 34,56<br />

Karbon tertambat (FC), %, adb 13,40 30,80 36,18<br />

Nilai kalori, kal/gr, adb 2.413 4.436 4.758<br />

Fuel Ratio (FC/VM) 0,51 1,02 1,05<br />

Berat jenis (TSG) 2,33 1,59 1,53<br />

Analisis ultimat :<br />

Karbon (C), %, adb 22,02 47,44 51,20<br />

Hidrogen (H), %, adb 1,68 3,84 4,25<br />

Oksigen (O), %, adb 11,37 16,05 23,55<br />

Nitrogen (N), %, adb 0,27 0,92 0,88<br />

Sulfur (S), %, adb 7,96 0,62 2,82<br />

Tabel 2.<br />

Hasil analisis ayak, analisis proksimat , fuel ratio, <strong>dan</strong> nilai kalori limbah batubara tipe SL dari<br />

MHU, TH <strong>dan</strong> BBE<br />

% massa % kumulatif Analisa proksimat (%), adb Fuel Nilai<br />

Ukuran fraksi massa ratio kalori,<br />

tertahan tertahan IM A VM FC (FC/VM) kal/gr,adb<br />

MHU + 2 mm 19,19 19,19 3,78 54,47 26,6 15,15 0,57 2.594<br />

- 2 mm + 1 mm 9,14 28,33 4,78 44,49 30,48 20,25 0,66 3.277<br />

- 1 mm + 0,5 mm 24,36 52,69 3,76 52,4 28,72 15,12 0,53 2.631<br />

- 0,5 mm + 75 µm 45,51 98,2 2,43 60,59 24,22 12,76 0,53 1.892<br />

- 75 µm 1,8 1<strong>00</strong> 4,33 60,53 24,15 10,99 0,45 1.895<br />

TH + 2 mm 47,93 47,93 7,24 38,7 28,01 26,05 0,93 3.851<br />

- 2 mm + 1 mm 7,15 55,08 6,7 36,66 30,5 26,14 0,86 4.224<br />

- 1 mm + 0,5 mm 4,68 59,76 7,3 30,32 33,82 28,56 0,84 4.686<br />

- 0,5 mm + 75 µm 30,57 90,33 9,33 8,72 37,56 44,39 1,18 6.128<br />

- 75 µm 9,67 1<strong>00</strong> 6,77 42,32 27,4 23,51 0,86 3.636<br />

BBE + 2 mm 1,90 1,9 13,52 6,93 40,66 38,89 0,96 5.690<br />

- 2 mm + 1 mm 5,2 7,1 12,95 5,54 39,81 41,7 1,05 5.778<br />

- 1 mm + 0,5 mm 16,18 23,28 12,78 6,17 39,6 41,45 1,05 5.798<br />

- 0,5 mm + 75 µm 66,51 89,79 11,34 14,61 35,55 38,5 1,08 5.032<br />

- 75 µm 10,21 1<strong>00</strong> 6,58 49,59 24,95 18,88 0,76 3.683<br />

44<br />

Jurnal Teknologi Mineral <strong>dan</strong> Batubara Volume 05, Nomor13, Januari 2<strong>00</strong>9 : 40 – 46


pertambangan batubara menunjukkan bahwa<br />

kandungan abu yang tinggi sangat memengaruhi<br />

kandungan nilai kalori <strong>dan</strong> berat jenis yang<br />

sebenarnya. Begitu pula tinggi rendahnya kandungan<br />

karbon <strong>dan</strong> oksigen akan memengaruhi kandungan<br />

nilai kalori. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa<br />

naiknya kadar abu akan menurunkan nilai kalori yang<br />

diikuti oleh naiknya kadar karbon <strong>dan</strong> oksigen.<br />

Se<strong>dan</strong>gkan kandungan sulfur yang tinggi akan<br />

memengaruhi kinerja peralatan pembakaran <strong>dan</strong> gas<br />

buang hasil pembakaran. Gambar 3 menunjukkan<br />

grafik hubungan antara kadar abu dengan ukuran<br />

fraksi <strong>dan</strong> Gambar 4 grafik hubungan antara nilai<br />

kalori dengan ukuran fraksi.<br />

ABU,%<br />

70<br />

60<br />

50<br />

40<br />

30<br />

20<br />

10<br />

0<br />

+2mm<br />

Gambar 3.<br />

- 2mm<br />

+1mm<br />

-1mm<br />

+0.5mm<br />

UKURAN FRAKSI<br />

- 0.5mm<br />

+75µm<br />

MHU TH BBE<br />

- 75µm<br />

Hubungan antara kadar<br />

abu dengan ukuran fraksi<br />

Dari Gambar 3 <strong>dan</strong> 4, terlihat bahwa menurunnya<br />

ukuran partikel menyebabkan menurunnya nilai<br />

kalori, dengan nilai kalori yang terendah sebesar<br />

1895 kal/gr pada fraksi ukuran terkecil – 75 µm. SL<br />

MHU yang merupakan limbah pengolahan dengan<br />

cyclone classifier <strong>dan</strong> screen 0,25 mm mempunyai<br />

nilai kalori yang terendah, yaitu dari 1.892 kal/gr<br />

sampai 3.277 kal/gr. SL TH dengan drum washer,<br />

cyclone classifier <strong>dan</strong> screen 0,5 mm dari 3.636 kal/<br />

gr sampai 6.128 kal/gr <strong>dan</strong> SL BBE dengan cyclone<br />

classifier <strong>dan</strong> screen 0,5 mm dari 3.683 kal/gr sampai<br />

5.798 kal/gr. Dengan kata lain bahwa semakin halus<br />

(– 75 µm) fraksi ukuran SL semakin rendah nilai<br />

kalorinya, baik pada fraksi ukuran – 0,5 mm + 75<br />

µm maupun pada fraksi ukuran terhalus – 75 µm.<br />

Fraksi-fraksi ukuran partikel yang sangat halus ini<br />

biasanya dianggap sebagai slime, sehingga teknik<br />

pengolahan untuk pemisahannya dari fraksi-fraksi<br />

yang kasar harus dilakukan dengan proses desliming<br />

melalui cara decantation untuk meningkatkan nilai<br />

kalori limbah batubara tipe SL tersebut.<br />

Distribusi ukuran partikel semua contoh tipe limbah<br />

batubara SL telah memenuhi spesifikasi sebagai<br />

umpan untuk pembakar siklon, walaupun semakin<br />

halus fraksi ukuran partikelnya semakin tinggi kadar<br />

abu, sehingga akan menurunkan nilai kalori.<br />

3.2. Karakteristik Pembakaran Limbah Batubara<br />

NILAI KALORI (kal/gram)<br />

7<strong>00</strong>0<br />

6<strong>00</strong>0<br />

5<strong>00</strong>0<br />

4<strong>00</strong>0<br />

3<strong>00</strong>0<br />

2<strong>00</strong>0<br />

1<strong>00</strong>0<br />

0<br />

+2mm<br />

Gambar 4.<br />

- 2mm<br />

+1mm<br />

-1mm<br />

+0.5mm<br />

UKURAN FRAKSI<br />

- 0.5mm<br />

+75µm<br />

MHU TH BBE<br />

- 75µm<br />

Hubungan antara nilai kalori<br />

dengan ukuran fraksi<br />

Karakteristik pembakaran limbah batubara tipe SL<br />

dapat dilihat pada Tabel 3.<br />

Tabel 3 menunjukkan bahwa naiknya titik nyala <strong>dan</strong><br />

titik pijar dipengaruhi oleh fuel ratio. Semakin tinggi<br />

kadar fixed carbon atau fuel ratio, semakin tinggi<br />

titik nyala atau titik pijarnya. Se<strong>dan</strong>gkan suhu<br />

maksimum siklon dipengaruhi oleh kadar abu, nilai<br />

kalor <strong>dan</strong> ukuran partikel umpan, yaitu semakin<br />

rendah kadar abu limbah batubara akan semakin<br />

Tabel 3.<br />

Karakteristik pembakaran limbah batubara<br />

Parameter<br />

SL<br />

MHU TH BBE<br />

Karakteristik pembakaran :<br />

Nilai kalori, kal/gr,adb 2.413 4.436 4.758<br />

Titik Nyala TGA, o C tdd 261 340<br />

Titik Pijar Silica Tube Furnace, o C 470 360 418<br />

Suhu maks. pembakaran siklon, o C 431 566 529<br />

Catatan : tdd = tidak dapat ditentukan<br />

Hubungan antara Parameter Karakteristik Limbah Batubara Kalimantan ... Stefano Munir <strong>dan</strong> Ikin Sodikin<br />

45


tinggi nilai kalornya. Semakin halus ukuran partikel<br />

umpan siklon semakin tinggi suhu maksimum yang<br />

dicapai sehingga kinerja pembakar siklon meningkat.<br />

Titik nyala untuk SL MHU tidak dapat ditentukan<br />

karena kandungan abu yang cukup tinggi mencapai<br />

60,59%.<br />

Pada prinsipnya, semua contoh limbah batubara tipe<br />

SL menunjukkan kinerja keterbakaran dari yang<br />

terrendah (SL–MHU), se<strong>dan</strong>g (SL-TH), <strong>dan</strong> tinggi (SL-<br />

BBE) sehingga masih dapat dimanfaatkan sebagai<br />

sumber energi alternatif untuk bahan bakar langsung.<br />

Se<strong>dan</strong>gkan kandungan sulfur yang tinggi akan<br />

memengaruhi kinerja peralatan pembakaran <strong>dan</strong> gas<br />

buang hasil pembakaran.<br />

4. KESIMPULAN DAN SARAN<br />

4.1. Kesimpulan<br />

Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik<br />

pembakaran limbah batubara tipe SL dengan<br />

pembakar siklon, kinerja pembakarannya dapat diurut<br />

menurut kemudahan keterbakarannya dari yang paling<br />

rendah, yaitu SL – MHU, se<strong>dan</strong>g SL – TH, tinggi<br />

SL – BBE. Secara umum, ketiga limbah batubara tipe<br />

SL yang diteliti masih dapat dimanfaatkan sebagai<br />

sumber energi alternatif untuk bahan bakar langsung<br />

dengan menggunakan pembakar siklon.<br />

4.2. Saran<br />

Limbah batubara tipe SL yang banyak tersebar di<br />

beberapa perusahaan tambang batubara <strong>dan</strong> belum<br />

dimanfaatkan di Provinsi Kaltim perlu dikelola<br />

dengan baik agar dapat dimanfaatkan sebagai sumber<br />

daya energi alternatif untuk industri.<br />

DAFTAR PUSTAKA<br />

Current Technology, Methods of Burning Coal, 27<br />

Desember 2<strong>00</strong>7. http://me-roboto.me.uiuc.edu/<br />

kawka/Public/coal/tech.html<br />

JICA team, 2<strong>00</strong>7, Summary of Draft Final Report :<br />

The Master Plan Study on Pollution Risk Mitigation<br />

Program for Sustainable Coal Development<br />

in East Kalimantan Province in the Republic<br />

of Indonesia, Lokakarya Program Peduli<br />

Mahakam, ESDM <strong>dan</strong> JICA Jakarta.<br />

Ministry of Energy and Mineral Resources, 2<strong>00</strong>8.<br />

Indonesia Energy Statistics.<br />

Suhala, S., 2<strong>00</strong>8. Perkembangan Industri<br />

Pertambangan Batubara Nasional Peluang <strong>dan</strong><br />

Tantangannya, APBI-ICMA, Bandung.<br />

Sumaryono, Munir, S., Yaskuri, <strong>dan</strong> Fahmi<br />

Sulistyohadi, F., 2<strong>00</strong>7. Pembangunan Pilot Plant<br />

Teknologi Pembakaran Batubara Dengan<br />

Pembakar Siklon, Laporan Intern Puslitbang<br />

Teknologi Mineral <strong>dan</strong> Batubara, Bandung.<br />

Tsai, S.C., 1982. Fundamentals of Coal Beneficiation<br />

and Utilization, Elsevier Scientific Publishing<br />

Company, Amsterdam.<br />

Wikipedia. Com, 20 Oktober 2<strong>00</strong>7, Cyclone furnace<br />

: Definition from Answers. Com, http://<br />

www.answers.com/topic/cyclone-furnace<br />

46<br />

Jurnal Teknologi Mineral <strong>dan</strong> Batubara Volume 05, Nomor13, Januari 2<strong>00</strong>9 : 40 – 46


PERUBAHAN MORFOLOGI DAN KIMIA BATUAN<br />

PEMBAWA FOSFAT AKIBAT PELINDIAN DENGAN<br />

ASPERGILLUS NIGER<br />

TATANG WAHYUDI<br />

Pusat Peneltian <strong>dan</strong> Pengembangan Teknologi Mineral <strong>dan</strong> Batubara,<br />

Jl. Jend. Sudirman 623 Bndung, Tlp. 022-6030483<br />

Naskah masuk : 06 Januari 2<strong>00</strong>8, revisi pertama : 13 Juni 2<strong>00</strong>8, revisi kedua : 20 September 2<strong>00</strong>8,<br />

revisi terakhir : Januari 2<strong>00</strong>9<br />

ABSTRACT<br />

Bioleaching, utilizing oxalic acid medium generated by the phosphorous oxidizing capabilities of Aspergillus<br />

niger in 10 days, has proved to be useful in releasing phosphorous from its rocks. In terms of evaluating process<br />

performance, microscopic and chemical studies were conducted to bioleaching. The results show several<br />

features occur during the process. Porosity and permeability developments on the surface of dahlite and calcite<br />

during bioleaching process imply that the process is effective to leach such minerals. Both are competent<br />

agents for leaching solution to contact with the required elements available within the minerals. The detected<br />

pits on the mineral surface reflect solution activity when leached the materials.<br />

Keywords: phosphate-bearing rocks, dahlite, calcite, microscopic feature, bioleaching, oxalic acid<br />

SARI<br />

Pelindian dengan mikroorganisme (bioleaching) menggunakan kapang Aspergillus niger selama 10 hari terhadap<br />

batuan pembawa fosfat Cijulang menyisakan ampas pelindian yang menarik untuk dikaji. Analisis kimia <strong>dan</strong><br />

mikroskopik terhadap percontoh ampas pelindian tersebut menunjukkan bahwa pada kondisi percobaan tertentu,<br />

metode tersebut efektif untuk mengolah fosfat. Fitur mikroskopi yang terdeteksi pada mineral dahlit <strong>dan</strong> kalsit<br />

adalah berkembangnya porositas <strong>dan</strong> permeabilitas yang terbentuk selama proses pelindian. Kedua hal ini<br />

merupakan sarana efektif bagi larutan pelindi untuk kontak dengan permukaan batuan fosfat, meningkatkan<br />

kelarutan matriks material <strong>dan</strong> memperbesar jalan bagi larutan meresap ke bagian tubuh mineral. Fitur terdeteksi<br />

lainnya berupa alur-alur pada permukaan mineral yang merupakan refleksi aktivitas larutan pelindi ketika<br />

‘memakan’ komponen yang terkandung dalam material terlindi.<br />

Kata kunci: batuan pembawa fosfat, dahlit, kalsit, fitur mikroskopi, bioleaching, asam oksalat<br />

1. PENDAHULUAN<br />

Endapan fosfat alam Indonesia kadarnya bervariasi,<br />

tetapi pada umumnya mempunyai kadar rendah.<br />

Fosfat berkadar tinggi memang ada, hanya sebarannya<br />

bersifat sporadis <strong>dan</strong> ca<strong>dan</strong>gannya kecil. Salah satu<br />

endapan fosfat berkadar rendah berada di Cijulang,<br />

Ciamis-Jawa Barat (± 14% kadar P 2 O 5 ). Banyak<br />

pakar yang telah mencoba untuk meningkatkan kadar<br />

fosfat dari daerah ini dengan berbagai cara<br />

pengolahan, baik secara fisika maupun kimia.<br />

Pengolahan secara fisika melalui peremukan (crush-<br />

Perubahan Morfologi <strong>dan</strong> Kimia Batuan Pembawa Fosfat Akibat Pelindian dengan ... Tatang Wahyudi<br />

47


ing), pencampuran (blending), pengeringan (drying)<br />

<strong>dan</strong> penggerusan (grinding) telah dilakukan oleh Tim<br />

Bimbingan Pertambangan Fosfat dari Pusat<br />

Pengembangan Teknologi Mineral pada 1984.<br />

Hasilnya memang belum bisa memenuhi spesifikasi<br />

yang dibutuhkan oleh industri yaitu 36% kadar P 2 O 5<br />

(Ardha dkk.1991) juga telah melakukan serangkaian<br />

proses untuk meningkatkan kadar fosfat melalui<br />

pencucian, flotasi, kalsinasi <strong>dan</strong> pemisahan secara<br />

magnetik <strong>dan</strong> mampu meningkatkan kadar fosfat<br />

sampai 30% . Pengolahan secara kimia juga telah<br />

dilakukan melalui proses pelarutan HCl tersirkulasi<br />

walaupun hasilnya hanya mampu meningkatkan<br />

kadar fosfat dari 17, 29 menjadi 23,79% dengan<br />

perolehan 70,18% (Ardha, 1997). Kendala yang<br />

dihadapi dalam mengolah fosfat dengan cara-cara<br />

di atas adalah mahalnya biaya pengolahan <strong>dan</strong> belum<br />

dapat diturunkannya material pengotor dalam jumlah<br />

signifikan.<br />

Salah satu pengolahan alternatif untuk meningkatkan<br />

kadar fosfat adalah pelindian dengan jasad renik<br />

(micro organism) tertentu (kapang atau bakteri)<br />

seperti Aspergillus niger, Thiobacillus ferrooxi<strong>dan</strong>s,<br />

Leptospirillum ferrooxi<strong>dan</strong>s, Thiobacillus thiooxi<strong>dan</strong>s<br />

<strong>dan</strong> lain-lain (http://www.moonminer.com/<br />

bioleaching.html). Batuan fosfat Cijulang diolah<br />

dengan proses tersebut pada skala laboratorium<br />

dengan memanfaatkan kapang Aspergillus niger<br />

dengan waktu pemrosesan selama 10 hari. Dalam<br />

proses ini, kapang mengeluarkan asam oksalat sebagai<br />

hasil samping proses fermentasi asam sitrat yang<br />

berperan dalam proses pelindian.<br />

Limbah pelindian berupa ampas padat menarik untuk<br />

dikaji. Melalui pengujian difraksi sinar-x (XRD),<br />

mikroskop optik <strong>dan</strong> SEM-EDX dapat diperoleh<br />

informasi mineralogi mengenai fasa, tekstur <strong>dan</strong><br />

struktur mikro yang terdapat dalam limbah padat<br />

tersebut. Interpretasi terhadap informasi tersebut<br />

yang dipadu dengan pengujian kimia diharapkan<br />

dapat mengungkap kinerja proses bioleaching.<br />

Maksud penelitian ini adalah mengevaluasi<br />

kenampakan tekstur <strong>dan</strong> struktur mikro yang terdapat<br />

pada percontoh ampas hasil bioleaching. Tujuannya<br />

untuk mengetahui efek proses tersebut terhadap<br />

batuan fosfat yang dilindi.<br />

2. BAHAN DAN METODE<br />

Percontoh batuan fosfat untuk keperluan penelitian<br />

ini diperoleh dari daerah Cijulang yang dikenal<br />

berkadar rendah. Hasil pemercontohan kemudian<br />

dikering-ovenkan untuk kemudian difraksinasi di<br />

Laboratorium Preparasi. Ukuran partikel yang diambil<br />

untuk keperluan penelitian adalah -140+2<strong>00</strong> <strong>dan</strong> -<br />

2<strong>00</strong> mesh contoh awal. Pada tahap awal, percontoh<br />

diuji komposisi kimianya dengan metode kimia<br />

basah di Laboratorium Pengujian Kimia. Selanjutnya<br />

untuk mengetahui komposisi mineral head sample,<br />

dilakukan pengujian dengan teknik difraksi sinar-x<br />

(XRD) menggunakan alat difraktometer sinar-x<br />

Shimadzu XRD-7<strong>00</strong>0. Dalam hal ini, batuan fosfat<br />

yang sudah digerus halus dianalisis menggunakan<br />

radiasi Cu-Ká. Informasi mengenai fasa serta struktur<br />

mikro yang terdapat dalam percontoh head sample<br />

juga diperoleh melalui analisis mikroskop polarisasi<br />

yang dilengkapi dengan pengujian SEM-EDX untuk<br />

mengetahui komposisi unsur-unsur yang terdapat<br />

pada permukaan percontoh spesimen.<br />

Penelitian perubahan morfologi <strong>dan</strong> kimia batuan<br />

pembawa fosfat akibat pelindian dengan kapang<br />

menggunakan ampas hasil pelindian dengan kode<br />

percontoh A1, A2, A3, B1, B2 <strong>dan</strong> B3. Kode A <strong>dan</strong><br />

B menunjukkan ukuran fraksi umpan pelindian<br />

masing-masing -140+2<strong>00</strong> mesh untuk A <strong>dan</strong> -2<strong>00</strong><br />

mesh untuk B. Angka 1, 2 <strong>dan</strong> 3 di depan huruf A<br />

<strong>dan</strong> B mengacu kepada persen padatan yang<br />

digunakan pada saat pelindian yaitu 5, 10 <strong>dan</strong> 20%.<br />

Kepada percontoh tersebut dilakukan pengujian<br />

mikroskop polarisasi <strong>dan</strong> kimia untuk mengetahui<br />

perkembangan yang terjadi setelah batuan tersebut<br />

dilindi dengan kapang selama 10 hari.<br />

3. HASIL DAN PEMBAHASAN<br />

3.1. Bahan Baku (Head Sample)<br />

Analisis unsur-unsur <strong>dan</strong> mineralogi percontoh<br />

batuan fosfat menunjukkan hadirnya mineral fosfat<br />

yang tergolong ke dalam hidroksilapatit. Mineral<br />

tersebut adalah dahlit yang mempunyai formula<br />

Ca 5 (PO 4 ,CO 3 ) 3 <strong>dan</strong> kolofan – sejenis apatit dengan<br />

formula empiris Ca 5 (PO 4 ) 2.5 (CO 3 ) 0.5 F dalam jumlah<br />

yang relatif lebih sedikit dibandingkan dahlit.<br />

Keberadaan dahlit <strong>dan</strong> kolofan diduga akibat<br />

pengayaan batugamping oleh kotoran burung (guano)<br />

<strong>dan</strong> air laut (http://en.wikipedia.org/wiki/Phosphate).<br />

Dahlit memperlihatkan struktur menyerat <strong>dan</strong><br />

perawakan radial se<strong>dan</strong>gkan kolofan menunjukkan<br />

struktur rekahan. Ditinjau dari segi pengolahan mineral,<br />

kondisi ini menguntungkan karena memudahkan<br />

larutan pelindi untuk meresap ke bagian-bagian<br />

tertentu tubuh mineral, sehingga unsur-unsur tertentu<br />

yang diinginkan akan mudah dilepaskan. Namun,<br />

kesulitan peningkatan kadar fosfat disebabkan oleh<br />

ikut terlindinya unsur-unsur pengotor. Selain kedua<br />

48<br />

Jurnal Teknologi Mineral <strong>dan</strong> Batubara Volume 05, Nomor 13, Januari 2<strong>00</strong>9 : 47 – 56


mineral fosfat di atas, percontoh batuan fosfat juga<br />

disusun oleh kalsit (CaCO 3 ), kuarsa (SiO 2 ), mineral<br />

opak (opaque) <strong>dan</strong> fragmen batuan. Mineral opak<br />

kemungkinannya berupa magnetit atau hematit hasil<br />

pelapukan mineral induknya yang berasal dari<br />

fragmen batuan. Informasi mineralogi di atas<br />

diperoleh dari pengujian dengan mikroskop optik.<br />

Gambar 1 memperlihatkan sebagian komposisi mineral<br />

percontoh batuan fosfat head sample.<br />

Belerang yang terdeteksi dapat berasal dari material<br />

sulfit atau sulfat seperti mineral gipsum atau<br />

CaSO 4·2(H 2 O). Mineral tersebut memang tidak<br />

terdeteksi pada batuan yang dijadikan spesimen<br />

pengujian mikroskop optik atau SEM, tetapi indikasi<br />

ke arah itu ada, mengingat batuan fosfat Cijulang<br />

terdapat di area yang berbatasan dengan laut. Pada<br />

3,5% salinitas air laut, unsur-unsur belerang <strong>dan</strong><br />

kalsium masing-masing berkadar 904 <strong>dan</strong> 411 ppm.<br />

Gambar 1.<br />

a b c<br />

Tiga mineral utama yang terdapat dalam percontoh batuan fosfat Cijulang; ; a - dahlit<br />

(D), b - kolofane (Cl) <strong>dan</strong> c - kalsit (C)<br />

Pengujian unsur-unsur yang terdapat pada permukaan<br />

sayatan poles percontoh batuan fosfat Cijulang<br />

dilakukan dengan SEM-EDX. Metode pengujiannya<br />

adalah pemetaan secara sinar-x. Hasil analisis<br />

menunjukkan a<strong>dan</strong>ya unsur fosfor (P), kalsium (Ca),<br />

karbon (C), aluminum (Al), besi (Fe), silikon (Si)<br />

and oksigen (O). Tabel 1 <strong>dan</strong> Gambar 2 memperlihatkan<br />

unsur-unsur yang terdeteksi. Fosfor diduga<br />

berasal dari dahlit <strong>dan</strong> kolofan, se<strong>dan</strong>gkan kalsium<br />

berasal dari dahlit, kolofan <strong>dan</strong> kalsit. Aluminum<br />

<strong>dan</strong> silikon kemungkinan berasal dari mineral silikat<br />

yang terkandung dalam fragmen batuan, se<strong>dan</strong>gkan<br />

besi diduga berasal dari mineral silikat atau opak.<br />

Kuantitas yang relatif cukup untuk terjadinya<br />

pengayaan Ca <strong>dan</strong> S pada batuan fosfat (http://<br />

www.seafriends.org.nz/oceano/seawater.htm).<br />

Kehadiran unsur-unsur bukan pembentuk fosfat pada<br />

batuan fosfat Cijulang merupakan unsur-unsur<br />

pengotor yang tidak diharapkan, apabila mineral fosfat<br />

ini diolah untuk keperluan industri tertentu.<br />

Pemetaan unsur-unsur pada salah satu mineral dahlit<br />

yang terdapat dalam spesimen sayatan poles batuan<br />

fosfat memperlihatkan kalsium lebih banyak<br />

terkonsentrasi di bagian kiri bawah sampai tengah<br />

mineral (Gambar 3) yang ditunjukkan oleh skala<br />

Tabel 1.<br />

Unsur-unsur pada spesimen percontoh batuan<br />

fosfat yang terdeteksi dengan SEM-EDX metode<br />

x-ray mapping<br />

Unsur teridentifikasi Intensitas (counts) Energyi (keV)<br />

Fosfor ( 15 P 32 ) 30,720 2.013<br />

Kalsium ( 20 Ca 40 ) 64,<strong>00</strong>0 3.690<br />

Karbon ( 6 C 12 ) 48,960 0.277<br />

Aluminum ( 13 Al 27 ) 17,280 1.486<br />

Besi ( 26 Fe 56 ) 02,560 6.398<br />

Silikon ( 14 Si 28 ) 25,280 1.739<br />

Belerang ( 16 S 32 ) 06,080 2.307<br />

Oksigen ( 8 O 16 ) 27,2<strong>00</strong> 0.521<br />

Perubahan Morfologi <strong>dan</strong> Kimia Batuan Pembawa Fosfat Akibat Pelindian dengan ... Tatang Wahyudi<br />

49


Gambar 2.<br />

Komposisi unsur yang terdapat pada batuan fosfat Cijulang yang dianalisis dengan<br />

metode energy-dispersive x-ray (EDX)<br />

warna merah keunguan, se<strong>dan</strong>gkan konsentrasi<br />

karbon terbanyak terdapat di bagian kiri <strong>dan</strong> kanan<br />

mineral. Fosfor paling banyak terkonsentrasi di<br />

bagian kiri bawah <strong>dan</strong> tengah atas mineral.<br />

Walaupun konsentrasi unsur terbanyak masingmasing<br />

unsur pembentuk fosfat terpisah-pisah (tidak<br />

mengelompok menjadi satu), tidak berarti bagian<br />

tepi mineral tersebut tidak terdapat P atau C. Kedua<br />

jenis unsur tersebut secara menyeluruh terdapat pada<br />

dahlit hanya konsentrasinya di bagian pinggir mineral<br />

tidak sebanyak di bagian tengah mineral.<br />

Keterangan yang sama berlaku untuk unsur<br />

pembentuk fosfat lainnya (P); <strong>dan</strong> ini berarti pada<br />

bagian tengah mineral masih terdapat unsur fosfor.<br />

Namun kuantitasnya dibandingkan dengan kuantitas<br />

P di bagian kiri bawah <strong>dan</strong> atas adalah lebih kecil.<br />

Jika dilihat pada Gambar 3; aluminum, silikon <strong>dan</strong><br />

besi terkonsentrasi paling banyak pada bagian kanan<br />

atas foto <strong>dan</strong> noktak-noktah yang tersebar di bagian<br />

kiri atas <strong>dan</strong> kanan bawah. Diduga pada bagianbagian<br />

tersebut, material silikat berasosiasi dengan<br />

mineral dahlit. Khusus untuk unsur belerang, pada<br />

gambar terdapat dua noktah putih yang dikelilingi<br />

oleh warna merah (sudut kiri atas <strong>dan</strong> tengah kanan<br />

gambar). Ada kemungkinan kedua noktah tersebut<br />

adalah gipsum yang berasosiasi dengan dahlit;<br />

selebihnya unsur belerang merupakan unsur<br />

pengganggu yang menyebar di seluruh permukaan<br />

mineral. Satu area berwarna putih di bagian kiri atas<br />

foto mengandung unsur besi terkonsentrasi paling<br />

banyak. Bagian ini diduga mineral opak. Besi sebagai<br />

bagian mineral silikat, sebarannya hampir mengikuti<br />

pola sebaran aluminum <strong>dan</strong> silikon.<br />

Terdapatnya dua noktah putih mengandung Al <strong>dan</strong><br />

Si pada hasil pemetaan secara sinar-x menunjukkan<br />

bahwa area tersebut adalah partikel silikat. Pengujian<br />

percontoh batuan fosfat Cijulang dengan XRD<br />

menunjukkan a<strong>dan</strong>ya mineral monmorilonit sebagai<br />

mineral silikat. Di samping itu, terdeteksi pula<br />

a<strong>dan</strong>ya mineral silikat – kuarsa. Kedua mineral ini<br />

berasal dari lapukan fragmen batuan. Pengujian XRD<br />

ini hanya mendeteksi dahlit sebagai mineral fosfat.<br />

Kalsit tidak terdeteksi. Diasumsikan, percontoh yang<br />

dianalisis untuk XRD ini (berasal dari bongkah yang<br />

dipreparasi sampai fraksi -2<strong>00</strong> mesh) memang tidak<br />

mengandung mineral tersebut seperti terlihat pada<br />

Tabel 2. Keberadaan kalsit memang hanya terdeteksi<br />

oleh pengujian mikroskop optik saja melalui<br />

penelusuran pada spesimen yang memerlukan waktu<br />

lama (karena kecilnya kuantitas mineral tersebut<br />

dalam percontoh).<br />

Pengujian kimia batuan fosfat Cijulang head sample<br />

mengidentifikasi beberapa unsur dalam bentuk<br />

oksi<strong>dan</strong>ya (Tabel 3). Percontoh yang dianalisis adalah<br />

50<br />

Jurnal Teknologi Mineral <strong>dan</strong> Batubara Volume 05, Nomor 13, Januari 2<strong>00</strong>9 : 47 – 56


Gambar 3.<br />

Pengujian SEM-EDS metode x-ray mapping pada batuan fosfat Cijulangmendeteksi<br />

a<strong>dan</strong>ya 8 unsur, yaitu kalsium (Ca), karbon (C), fosfor (P), aluminum (Al), silikon (Si), besi<br />

(Fe), belerang (S) <strong>dan</strong> oksigen (O)<br />

Tabel 2.<br />

Pengujian mineralogi batuan fosfat Cijulang<br />

dengan metode XRD<br />

Mineral teridentifikasi<br />

Formula mineral<br />

Dahlit<br />

Ca 5 (PO 4 ,CO 3 ) 3 F<br />

Monmorilonit Na(Al, Mg) 2 Si 4 O 10 (OH) 2 . 4H 2 O<br />

Kuarsa SiO 2<br />

bongkah yang telah difraksinasi menjadi tiga (3)<br />

ukuran partikel yaitu -1<strong>00</strong>+140, -140+2<strong>00</strong> <strong>dan</strong> -<br />

2<strong>00</strong> mesh. Dari ketiga percontoh, kuantitas fosfat<br />

dalam bentuk P 2 O 5 berkisar antara 18 sampai 19%.<br />

Kelihatannya, makin halus partikel makin banyak<br />

mineral fosfat (dahlit) yang terbebaskan sehingga ada<br />

kenaikan kadar P 2 O 5 walaupun tidak signifikan.<br />

Kuantitas fosfat hasil pengujian kimia tidak berbeda<br />

jauh dengan hasil pengujian terhadap percontoh<br />

Perubahan Morfologi <strong>dan</strong> Kimia Batuan Pembawa Fosfat Akibat Pelindian dengan ... Tatang Wahyudi<br />

51


Tabel 3.<br />

Pengujian kimia terhadap percontoh batuan fosfat Cijulang<br />

Kode SiO 2 Al 2 O 3 Fe 2 O 3 K 2 O Na 2 O CaO MgO TiO 2 P 2 O 5<br />

%<br />

-1<strong>00</strong>+140 17,82 0,15 6,<strong>00</strong> 0,209 0,091 22,19 0,550 0,467 18,26<br />

-140+2<strong>00</strong> 16,39 9,52 5,83 0,208 0,068 23,61 0,534 0,457 19,54<br />

-2<strong>00</strong> 16,71 7,71 5,70 0,212 0,069 23,37 0,535 0,437 19,56<br />

sejenis dengan metode SEM-EDX (Tabel 4).<br />

Walaupun kuantitas yang diperoleh untuk P 2 O 5 pada<br />

pengujian terahir lebih rendah dibandingkan dengan<br />

hasil pengujian kimia (hanya 12,04%), angka tersebut<br />

masih dalam kisaran wajar, yaitu pada angka belasan<br />

persen. Ada keterbatasan pada pengujian SEM-EDX,<br />

yaitu material uji terbatas pada material yang terlihat<br />

pada monitor saja. Pada perbesaran tertentu biasanya<br />

hanya satu atau dua partikel yang termuat pada<br />

monitor. Jadi hasil yang diperoleh hanya mewakili<br />

partikel yang terpampang pada layar, tidak mewakili<br />

keseluruhan persentase yang ada.<br />

Sebenarnya ada perbedaan yang mendasar mengenai<br />

pengujian secara SEM-EDX dengan metode kimia;<br />

juga oksigen dalam bentuk unsur. Hasil pengujian<br />

kimia terhadap unsur belerang dilakukan dalam<br />

bentuk belerang trioksida (SO 3 ) menunjukkan hasil<br />

nihil. Bila mengacu kepada hasil analisis SEM-EDX<br />

yang menunjukkan kandungan belerang pada partikel<br />

yang dideteksi hanya 0,82% (Tabel 4), hal ini dapat<br />

dimengerti. Kemungkinan pada percontoh uji untuk<br />

analisis kimia, kandungan belerangnya memang<br />

rendah (dalam unit ppb). Karbon (C) memang tidak<br />

dianalisis untuk keperluan penelitian ini karena<br />

fasilitas pengujiannya belum tersedia.<br />

Sebenarnya ada perbedaan yang mendasar mengenai<br />

pengujian secara SEM-EDX dengan metode kimia;<br />

yang pertama, pengujiannya lebih bersifat kualitatif<br />

Tabel 4.<br />

Hasil pengujian SEM-EDS metode x-ray mapping untuk head sample fosfat Cijulang<br />

Element (keV) mass % Error % At % Compound mass % Cation K<br />

C K 0,277 36,58 0,47 78,91 C 38,58 0,<strong>00</strong> 11,6433<br />

O 24.41<br />

Al K 1,486 2,82 0,62 1,32 Al 2 O 3 5,33 1,65 2,5885<br />

Si K 1,739 3,27 0,56 2,95 SiO 2 7,01 1,83 3,6325<br />

P K 2,013 5,25 0,63 2,14 P 2 O 5 12,04 2,67 8,7698<br />

S K 2,307 0,82 0,62 0,65 SO 3 2,05 0,40 1,2755<br />

Ca K 3,690 21,84 0,55 13,76 CaO 30,55 8,57 37,3861<br />

Fe K 6,398 5,02 1,05 2,27 FeO 6,46 1,41 6,7918<br />

Total 1<strong>00</strong>,<strong>00</strong> 1<strong>00</strong>,<strong>00</strong> 1<strong>00</strong>,<strong>00</strong> 16,53<br />

yang pertama, pengujiannya lebih bersifat kualitatif<br />

dibandingkan dengan yang kedua. Walaupun<br />

tercantum angka-angka yang menunjukkan kuantitas,<br />

informasi yang diperoleh tidak mewakili keseluruhan<br />

percontoh yang ada; hanya untuk partikel terdeteksi<br />

saja. Hal ini berbeda dengan pengujian secara kimia,<br />

angka yang ditujukkan relatif mewakili kandungan<br />

unsur-unsur yang ada pada percontoh uji. Unsur<br />

oksigen (O) yang terdeteksi oleh pengujian dengan<br />

metode SEM sebenarnya sama dengan oksigen yang<br />

terdeteksi oleh pengujian kimia. Keduanya sudah<br />

diubah ke dalam bentuk oksida (Tabel 3 <strong>dan</strong> 4);<br />

memang hasil pengujian SEM-EDX mencantumkan<br />

dibandingkan dengan yang kedua. Walaupun<br />

tercantum angka-angka yang menunjukkan kuantitas,<br />

informasi yang diperoleh tidak mewakili keseluruhan<br />

percontoh yang ada; hanya untuk partikel terdeteksi<br />

saja. Hal ini berbeda dengan pengujian secara kimia,<br />

angka yang ditunjukkan relatif mewakili kandungan<br />

unsur-unsur yang ada pada percontoh uji. Unsur<br />

oksigen (O) yang terdeteksi oleh pengujian dengan<br />

metode SEM sebenarnya sama dengan oksigen yang<br />

terdeteksi oleh pengujian kimia. Keduanya sudah<br />

diubah ke dalam bentuk oksida (Tabel 3 <strong>dan</strong> 4);<br />

memang hasil pengujian SEM-EDX mencantum-kan<br />

juga oksigen dalam bentuk unsur. Hasil pengujian<br />

52<br />

Jurnal Teknologi Mineral <strong>dan</strong> Batubara Volume 05, Nomor 13, Januari 2<strong>00</strong>9 : 47 – 56


kimia terhadap unsur belerang dilakukan dalam<br />

bentuk belerang trioksida (SO 3 ) menunjukkan hasil<br />

nihil. Bila mengacu kepada hasil analisis SEM-EDX<br />

yang menunjukkan kandungan belerang pada partikel<br />

yang dideteksi hanya 0,82% (Tabel 4), hal ini dapat<br />

dimengerti. Kemungkinan pada percontoh uji untuk<br />

analisis kimia, kandungan belerangnya memang<br />

rendah (dalam unit ppb). Karbon (C) memang tidak<br />

dianalisis untuk keperluan penelitian ini karena<br />

fasilitas pengujiannya belum tersedia.<br />

3.2. Ampas Pelindian<br />

Pelindian terhadap batuan fosfat Cijulang telah<br />

dilakukan menggunakan metode bioleaching. Dalam<br />

hal ini, asam oksalat yang merupakan metabolit hasil<br />

ekskresi kapang Aspergillus niger merupakan media<br />

pelindi untuk melarutkan fosfat. Hasil pelindian<br />

berupa filtrat <strong>dan</strong> ampas; yang disebut terakhir berupa<br />

padatan <strong>dan</strong> dianalisis dengan mikroskop optik untuk<br />

mengetahui sejauh mana perubahan yang terjadi<br />

pada mineral fosfat Cijulang setelah dilindi oleh<br />

asam oksalat tersebut. Hasil pengamatan mikroskop<br />

optik pada ampas tersebut ditabulasikan untuk<br />

divisualkan seperti tertera pada Gambar 4. Dari<br />

gambar tersebut terlihat bahwa kalsit merupakan<br />

mineral yang paling dominan dalam ampas.<br />

Kuantitasnya berkisar antara 95 -99%. Walaupun<br />

kuantitasnya tidak sebanyak mineral kalsit, mineral<br />

opak merupakan mineral dominan kedua setelah<br />

kalsit. Mineral ini terdapat pada semua percontoh<br />

yang diuji secara mikroskop optik. Dari kondisi ini<br />

dapat diketahui bahwa kedua jenis mineral ini tidak<br />

mengalami perubahan yang signifikan setelah<br />

pelindian atau relatif tidak terlindi. Dari keenam<br />

percontoh, dahlit terlindi dengan baik pada<br />

percontoh, A2 <strong>dan</strong> B1; empat percontoh lainnya<br />

(A1,A3, B2 <strong>dan</strong> B3) masih menyisakan dahlit cukup<br />

banyak sebagai mineral yang tidak terlindi. Jika dahlit<br />

terlindi habis pada percontoh A1, A2 <strong>dan</strong> B1, kuarsa<br />

<strong>dan</strong> fragmen batuan masing-masing habis terlindi<br />

pada percontoh A1, B1 <strong>dan</strong> B2 serta A2, A3 <strong>dan</strong><br />

B1. Terlindinya kuarsa <strong>dan</strong> fragmen batuan yang<br />

keduanya merupakan sumber mineral silikat dengan<br />

berbagai kandungan unsur pengotornya; sebenarnya<br />

merugikan proses karena unsur-unsur pengotor juga<br />

ikut terlindi. Wahyudi dkk. (2<strong>00</strong>8) menyarankan<br />

untuk mengatur pH larutan dengan pengadukan<br />

berkecepatan rendah, agar logam-logam pengotor<br />

dalam larutan atau filtrat hasil pelindian dapat<br />

dipisahkan sehingga diperoleh fosfat dengan<br />

kemurnian lebih tinggi.<br />

Hasil uji mikroskop optik terhadap enam percontoh<br />

ampas hasil pelindian telah dilakukan (Gambar 5).<br />

Gambar 4.<br />

Distribusi mineral yang tersisa<br />

dalam dalam ampas hasil<br />

pelindian<br />

Pada percontoh asli (head sample yang belum<br />

mengalami pelindian), terlihat bahwa mineral dahlit<br />

(D) mempunyai struktur menyerat secara radial<br />

(Gambar 1a). Pelindian yang berlangsung selama 10<br />

hari menyisakan ampas yang masih mengandung<br />

mineral dahlit (percontoh A1, A3, B2 <strong>dan</strong> B3).<br />

Struktur menyerat pada mineral ini terlihat makin<br />

melebar yang diduga sebagai akibat masuknya<br />

larutan pelindi melalui struktur tersebut. Makin lebar<br />

struktur ini makin intensif proses pelindian<br />

berlangsung. Selain struktur menyerat, pada percontoh<br />

uji terdapat pula struktur spons seperti diperlihatkan<br />

oleh kalsit (C) semua percontoh ampas yang diuji<br />

dengan mikroskop optik (Gambar 5a –f). Fitur ini<br />

menunjukkan porositas <strong>dan</strong> permeabilitas yang<br />

mengembang sebagai akibat proses pelindian oleh<br />

asam oksalat atau karena rusaknya permukaan kalsit<br />

(C). Dalam hal ini, material karbonat akan dengan<br />

mudah terangkat dari struktur mineralnya. Struktur<br />

ini juga merupakan sarana efektif bagi larutan pelindi<br />

untuk kontak dengan permukaan batuan fosfat,<br />

meningkatkan kelarutan matriks material <strong>dan</strong><br />

memperbesar jalan bagi larutan meresap ke bagian<br />

tubuh mineral (Meyer <strong>dan</strong> Yen, 2<strong>00</strong>2). Di lihat dari<br />

tampilannya, mineral kalsit mengalami pengecilan<br />

ukuran terutama bila dibandingkan dengan kalsit<br />

yang belum mengalami pelindian (Gambar 1c).<br />

Muszer <strong>dan</strong> Karas (2<strong>00</strong>3) menyebutkan bahwa makin<br />

kecil ukuran butiran, makin efektif proses disolusi<br />

yang terjadi pada material karbonat.<br />

Keenam foto di atas memperlihatkan a<strong>dan</strong>ya aluralur<br />

(pits, tanda panah putih). Pada dahlit terlihat<br />

seperti retakan-retakan di permukaan mineral tersebut<br />

(Gambar 5a, c, e <strong>dan</strong> f) se<strong>dan</strong>gkan pada kalsit<br />

tampilannya sangat halus (Gambar 5c <strong>dan</strong> f). Meyer<br />

<strong>dan</strong> Yen (2<strong>00</strong>2) menyebutkan bahwa alur-alur<br />

tersebut adalah bekas larutan pelindi ketika kontak<br />

Perubahan Morfologi <strong>dan</strong> Kimia Batuan Pembawa Fosfat Akibat Pelindian dengan ... Tatang Wahyudi<br />

53


Gambar 5.<br />

Fotomikrograf mineral pembawa fosfat Cijulang; a, b, c, d, e, <strong>dan</strong> f adalah mineral<br />

pembawa fosfat yang telah mengalami pelindian asam oksalat dengan masing-masing<br />

dengan kode percontoh A1, A2, A3, B1, B2, B3. D – dahlit, C – kalsit, K – kuarsa, MO – mineral<br />

opak, FB – fragmen batuan.<br />

dengan permukaan material terlindi. Alur ini<br />

merefleksikan kuantitas material yang telah terlindi<br />

pada area tersebut. Bentuknya yang tidak beraturan<br />

merupakan efek khas kinerja larutan pelindi (http://<br />

www.anl.gov). Kinerja tersebut dapat diketahui<br />

secara kuantitatif dengan mengukur luas <strong>dan</strong> lebar<br />

alur melalui metode luas permukaan (surface area).<br />

Rodriguez-Lorenzo, Vallet-Reg <strong>dan</strong> Ferreira (2<strong>00</strong>1)<br />

telah melakukan hal ini untuk hidroksilapatit sintetis,<br />

tetapi metode tersebut belum dapat diterapkan pada<br />

penelitian ini. Pada Gambar 5b <strong>dan</strong> d, kalsit<br />

merupakan mineral dominan yang terdeteksi pada<br />

percontoh uji. Tidak ditemukan a<strong>dan</strong>ya dahlit pada<br />

kedua percontih uji. Diasumsikan mineral tersebut<br />

pada percontoh uji ini telah terlindi habis <strong>dan</strong><br />

terubah menjadi filtrat sehingga fitur pits yang<br />

menjadi penanda bekas kontak antara larutan pelindi<br />

dengan mineral terlindi tidak ditemukan lagi.<br />

percontoh A2 <strong>dan</strong> B1. Hal ini berarti bahwa material<br />

fosfat pada percontoh A2 <strong>dan</strong> B1 terlindi relatif<br />

habis se<strong>dan</strong>gkan pada keempat percontoh lainnya,<br />

asam oksalat hasil ekskresi Aspergillus niger belum<br />

mampu melindi total material fosfat dalam umpan<br />

pelindian. Bila mengacu kepada Gambar 3, 4 <strong>dan</strong> 5<br />

ada kesesuaian antara hasil pengujian mikroskop<br />

optik dengan analisis kimia – fosfat terlindi habis<br />

pada percontoh A2 <strong>dan</strong> B1. Kenampakan<br />

mikroskopik pada kedua percontoh tersebut hanya<br />

sisa-sisa (remnants) material karbonat.<br />

Analisis kimia terhadap ampas hasil pelindian<br />

menguji oksida-oksida sejenis seperti tercantum<br />

pada Tabel 3. Karena kuantitasnya relatif kecil (<<br />

0,5%); oksida-oksida kalium, natrium, magnesium<br />

tidak ditampilkan pada Gambar 6. Dari histogram<br />

terlihat bahwa kalsium <strong>dan</strong> kuarsa masih mempunyai<br />

kuantitas yang lebih besar dibandingkan ketiga<br />

oksida lainnya. Oksida fosfat terdeteksi pada<br />

percontoh A1, A3, B2 <strong>dan</strong> B3; tidak terdeteksi pada<br />

Gambar 6.<br />

Distribusi oksida-oksida yang<br />

tersisa pada 6 percontoh ampas<br />

pelindian bioleaching<br />

54<br />

Jurnal Teknologi Mineral <strong>dan</strong> Batubara Volume 05, Nomor 13, Januari 2<strong>00</strong>9 : 47 – 56


4. KESIMPULAN DAN SARAN<br />

Batuan pembawa fosfat (phosphate-bearing rocks)<br />

dari daerah Cijulang disusun oleh fragmen batuan,<br />

mineral opak, kuarsa, kalsit, dahlit <strong>dan</strong> kolofan. Dua<br />

mineral yang disebut terakhir merupakan mineral<br />

fosfat yang tergolong ke dalam kelompok<br />

hidroksilapatit. Dahlit memperlihatkan struktur mikro<br />

radial menyerat se<strong>dan</strong>gkan struktur mikro yang<br />

terdapat pada kolofan berupa rekahan (fracture).<br />

Pengujian secara kimia terhadap head sample<br />

menunjukkan bahwa batuan fosfat Cijulang berkadar<br />

rendah (18 – 19%). Bila mengacu kepada hasil x-<br />

ray mapping salah satu partikel mineral fosfat (dahlit),<br />

distribusi unsur-unsur penyusun mineral fosfat<br />

tersebut (Ca, P, C <strong>dan</strong> O) tidak merata. Hal ini<br />

menguatkan bahwa endapan fosfat Cijulang memang<br />

berkadar rendah.<br />

Pengujian secara kimia <strong>dan</strong> mikroskop optik terhadap<br />

enam percontoh ampas pelindian bioleaching<br />

menunjukkan bahwa material fosfat terlindi habis<br />

pada percontoh A2 <strong>dan</strong> B1, namun masih tersisa<br />

pada empat percontoh lainnya. Terlepas dari kuantitas<br />

persen ekstraksi yang diperoleh, kondisi percoban<br />

bioleaching untuk percontoh A2 (-140 mesh+2<strong>00</strong><br />

mesh, 10% padatan) <strong>dan</strong> B1 (-2<strong>00</strong> mesh, 5%<br />

padatan) efektif dalam melepaskan unsur fosfor dari<br />

ikatannya.<br />

Selama pelindian, terjadi pengembangan porositas<br />

<strong>dan</strong> permeabilitas pada mineral yang terlindi.<br />

Contoh kongkrit ditunjukkan oleh mineral kalsit<br />

yang memperlihatkan struktur spons yang tersusun<br />

karena pengecilan ukuran partikel kalsit atau rusaknya<br />

permukaan kalsit. Pengembangan porositas <strong>dan</strong><br />

permeabilitas juga terjadi pada dahlit <strong>dan</strong> mineral<br />

lain. Pada dahlit ditunjukkan dengan semakin<br />

lebarnya struktur menyerat yang dimilikinya. Kondisi<br />

ini berakibat pada semakin luasnya permukaan<br />

partikel untuk kontak dengan media pelindi yang<br />

ditunjukkan dengan terdeteksinya alur-alur halus yang<br />

merupakan refleksi aktifitas larutan pelindi ketika<br />

‘memakan’ komponen-komponen yang ada pada<br />

mineral tersebut.<br />

Pengujian kimia <strong>dan</strong> mikroskopi terhadap ampas<br />

hasil pelindian bioleaching menggunakan kapang<br />

Aspergillus niger tidak bersifat selektif dalam melindi<br />

unsur-unsur yang terdapat dalam batuan fosfat.<br />

Disarankan pada penelitian lanjutan yang akan<br />

dilakukan pada skala meja dilakukan pengaturan pH<br />

dengan pengadukan berkecepatan rendah, untuk<br />

mengurangi ikut terlindinya unsur-unsur pengotor.<br />

Selain itu, penggunaan jasad renik lain seperti<br />

Baccillus sp. sebagai media pelindi batuan pembawa<br />

fosfat layak dicoba untuk mengetahui kinerjanya<br />

apakah lebih baik dari kinerja kapang atau tidak.<br />

UCAPAN TERIMAKASIH<br />

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Prof. Ris.<br />

Ngurah Ardha, M.Met.E atas masukan-masukan yang<br />

diberikan selama penulisan makalah; Dra. Sri<br />

Handayani, M.Sc. yang telah melakukan proses<br />

bioleaching batuan fosfat Cijulang, sehingga<br />

percontoh ampas yang dihasilkan dapat dikaji<br />

kembali secara kimia <strong>dan</strong> mineralogi. Penelitian ini<br />

di<strong>dan</strong>ai oleh Proyek Penelitian <strong>dan</strong> Pengembangan<br />

Mineral Tahun Anggaran 2<strong>00</strong>8.<br />

DAFTAR PUSTAKA<br />

Ardha, N., Soenara, T., Purnomo, H. <strong>dan</strong> Rasyad,<br />

S.S., 1991. Upaya Peningkatan Mutu Fosfat dari<br />

Batuan fosfat Kadar Rendah Cijulang – Ciamis.<br />

Laporan Teknik Penelitian. n. 148. Pusat<br />

Pengembangan Teknologi Mineral.<br />

Ardha, N., 1997. Uji Pelindian batugamping<br />

Fosfatan dengan Asam <strong>dan</strong> asam Tersirkulasi<br />

untuk Peningkatan Kadar Fosfat. Makalah Teknik<br />

no. 1. thn. 6, h. 1 – 7. Pusat Penelitian <strong>dan</strong><br />

Pengembangan Teknologi Mineral.<br />

http://www.anl.gov, diakses pada 03/02/09, jam<br />

14.40<br />

http://www.moonminer.com/bioleaching.html,<br />

diakses pada 05/02/09, jam 11.05<br />

http://www.seafriends.org.nz/oceano/seawater.htm,<br />

diakses pada 02/02 , jam 11.<strong>00</strong><br />

http://en.wikipedia.org/wiki/Phosphate, diakses pada<br />

02/02/09 , jam 9.55<br />

Meyer, W.C. <strong>dan</strong> Yen, T.F. 2<strong>00</strong>2. The Effect of<br />

Bioleaching on Green River Oil Shale. Department<br />

of Geological Sciences and Chemical Engineering,<br />

University of Southrn California, CA<br />

9<strong>00</strong>7. h. 94 – 98.<br />

Muszer, Antoni <strong>dan</strong> Karas, Henry. 2<strong>00</strong>3. Application<br />

Of Microscopic Mineralogical Analysis Of<br />

Copper Concentrate After Bioleaching Process.<br />

Mineralogical Society of Poland – Special Pa-<br />

Perubahan Morfologi <strong>dan</strong> Kimia Batuan Pembawa Fosfat Akibat Pelindian dengan ... Tatang Wahyudi<br />

55


pers v 22. MSP – Poland.<br />

Rodriguez-Lorenz, L.M., Vallet-Reg, M. <strong>dan</strong> Ferreira,<br />

J.M.F. 2<strong>00</strong>1. Fabrication of hydroxyapatite bodies<br />

by uniaxial pressing from a precipitated<br />

powder. Biomaterials n. 22, h. 583-588.<br />

Tim Bimbingan Pertambangan Fosfat. 1984.<br />

Bimbingan Pertambangan Fosfat di Batukaras<br />

Kecamatan Cijulang, Kabupaten Ciamis.<br />

Direktorat Jenderal Pertambangan Umum, Pusat<br />

Pengembangan Teknologi Mineral.<br />

Wahyudi, T. dkk. 2<strong>00</strong>8. Pengembangan Bioteknologi<br />

untuk Pengolahan Mineral (Studi Kasus :<br />

Ekstraksi Fosfat dari Endapan Fosfat Alam<br />

dengan Metode Bioleaching). Laporan Teknik<br />

Penelitian (dalam proses cetak). Bandung:Puslitbang<br />

Teknologi Mineral <strong>dan</strong> Batubara.<br />

56<br />

Jurnal Teknologi Mineral <strong>dan</strong> Batubara Volume 05, Nomor 13, Januari 2<strong>00</strong>9 : 47 – 56


Petunjuk Bagi Penulis<br />

1. Naskah <strong>dan</strong> berkas dalam disket/CD dikirim ke<br />

Pemimpin Redaksi Jurnal <strong>tekMIRA</strong>, Jl. Jend.<br />

Sudirman No. 623 Bandung 40211. Naskah<br />

dalam disket/CD akan sangat membantu dalam<br />

proses peredaksian.<br />

2. Naskah harus asli <strong>dan</strong> belum pernah diterbitkan<br />

dalam publikasi lain. Judul naskah harus bersifat<br />

deskriptif <strong>dan</strong> ringkas.<br />

3. Redaksi akan melakukan seleksi <strong>dan</strong><br />

memberitahukan ke penulis, bila naskah sudah<br />

diterima atau bila naskah tidak sesuai untuk<br />

penerbitan ini.<br />

4. Naskah diketik dalam dua spasi menggunakan<br />

kertas ukuran A4 dengan lebar margin kanan<br />

<strong>dan</strong> atas 3 cm serta kiri <strong>dan</strong> bawah 2 cm.<br />

5. Gambar <strong>dan</strong> tabel harus diberi judul dengan<br />

jelas <strong>dan</strong> dalam kertas terpisah serta ditunjukkan<br />

mengenai penempatan gambar <strong>dan</strong> tabel<br />

tersebut dalam naskah tulisan. Foto harus jelas<br />

<strong>dan</strong> siap untuk dicetak (tidak dalam bentuk<br />

negatif film). Peta maksimum berukuran A4 <strong>dan</strong><br />

harus memakai skala <strong>dan</strong> arah utara. Semua huruf<br />

dalam peta harus jelas <strong>dan</strong> bila ukuran peta<br />

harus diperkecil, tinggi huruf dalam peta<br />

tersebut tidak lebih kecil dari 1,5 mm.<br />

6. Jumlah halaman naskah tidak ditentukan.<br />

Naskah ditulis secara ringkas sesuai isinya.<br />

7. Nama penulis diketik pada halaman pertama<br />

di bawah judul naskah. Nama organisasi,<br />

alamat, nomor telpon <strong>dan</strong> faksimili, serta alamat<br />

e-mail (bila ada).<br />

8. Intisari (abstract) naskah memuat ringkasan yang<br />

jelas. Kata kunci ditulis dalam Bahasa Indonesia<br />

<strong>dan</strong> Inggris.<br />

9. Hanya rumus matematika yang penting yang<br />

dimuat dalam naskah.<br />

10. Daftar pustaka ditulis secara alfabetis. Urutan<br />

penulisan : nama penulis, tahun penerbitan,<br />

judul referensi, penerbit, kota tempat buku<br />

diterbitkan <strong>dan</strong> halaman.<br />

11. Hanya artikel-artikel yang dipublikasikan yang<br />

dimasukkan sebagai referensi. Bilamana mengacu<br />

kepada artikel yang tidak dipublikasikan,<br />

agar dijelaskan cara memperoleh bahan<br />

tersebut.<br />

12. Catatan kaki supaya dihindarkan.<br />

13. Izin untuk memproduksi hak cipta material<br />

adalah tanggung jawab penulis. Pengutipan<br />

seminimal mungkin. Bila pengutipan melebihi<br />

250 kata penulis harus memperoleh izin tertulis<br />

dari penerbit <strong>dan</strong> penulis referensi yang<br />

bersangkutan.<br />

Petunjuk Bagi Penulis<br />

57

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!