You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
20<br />
orang lain atau memuji siswa bukan karena prestasi<br />
belajar, hafal, pandai berhitung, juara 1, 2, 3, dst<br />
tetapi misalnya penghargaan karena jadi murid yang<br />
disukai banyak temannya. Pendidikan moral dan budi<br />
pekerti sejak dini saya rasa sangat penting dan jadi<br />
tanggung jawab bersama sehingga perlu ditangani<br />
lebih serius. Saya juga setuju jika untuk SD semua<br />
siswa naik kelas jadi sistem evaluasi perlu diperbaiki.<br />
Akan tetapi, bukan berarti semua sistem dari luar<br />
negeri harus di-copy paste di Indonesia. Harus dipilih<br />
pilah, diambil yang baik dan sesuai untuk diterapkan<br />
pada kondisi dan budaya yang berbeda di Indonesia.<br />
Kita toh juga telah memiliki budaya yang tinggi dan<br />
adiluhung jadi tidak perlu pesismis.<br />
10. Terkait dengan fokus bidang yang Ibu<br />
teliti ialah nutrition and food science,<br />
bisakah Ibu ceritakan perkembangan<br />
bidang tersebut di Indonesia secara<br />
singkat?<br />
Bidang pangan dan nutrisi di Indonesia sebenarnya<br />
cukup berkembang terlihat dari banyaknya inovasi<br />
produk dan usaha kreatif termasuk jutaan usaha<br />
kecil menengah di bidang pangan dan pertanian<br />
yang menjadi sumber penghidupan masyarakat.<br />
Pengetahuan dan tingkat kepedulian masyarakat<br />
terhadap keamanan pangan, kesehatan dan nutrisi<br />
semakin meningkat. Tetapi, kita bisa lebih baik lagi<br />
jika kendala di bawah ini bisa diatasi:<br />
1. kurangnya pengembangan bidang ristek yang<br />
dapat dilihat dari rendahnya alokasi dana riset di<br />
Indonesia dari total GDP dibandingkan beberapa<br />
Negara lain termasuk Malaysia, Singapura dan<br />
Australia serta rendahnya rasio peneliti versus<br />
populasi penduduk (World Development Indicators:<br />
Science and technology, World Bank, 2014)<br />
2. kurang efektifnya sistem komunikasi dan diseminasi<br />
hasil riset dan produk iptek termasuk transfer<br />
teknologi kepada masyarakat dan pihak pengguna<br />
termasuk petani dan industri berbasis pertanian.<br />
3. kurangnya kebijakan yang didasarkan pada hasil<br />
riset. Jadi kebijakan yang kurang tepat dan tidak<br />
berfokus pada kebutuhan pengguna (petani, industri,<br />
konsumen) dan lemahnya koordinasi atau kolaborasi<br />
lintas sektoral<br />
4. distorsi kepentingan dari sektor pertanian ke<br />
sektor lain yang berkontribusi pada:<br />
- berkurangnya minat kaum muda kepada bidang<br />
pertanian atau yang berbasis pertanian<br />
- politik dan kebijakan yang kurang berpihak pada<br />
produk lokal atau domestik<br />
- kurangnya promosi produk dalam negeri<br />
- lemahnya sistem pemasaran komoditas pertanian<br />
dan pangan produksi dalam negeri<br />
- penurunan lahan produktif karena berkurangnya<br />
tata guna lahan untuk pertanian<br />
5. populasi penduduk, perubahan iklim dan bencana<br />
6. liberalisasi pangan dan perdagangan diiringi<br />
dengan ketidak siapan produk domestik untuk<br />
berkompetisi dengan produk luar jangan sampai<br />
menjadi neokolonialisme pangan dimana negara<br />
kita yang merupakan negara agraris ‘gemah ripah<br />
loh jinawi’ hanya dapat menjadi pasar produkproduk<br />
luar<br />
7. perubahan budaya dan lifestyle masyarakat dengan<br />
anggapan produk impor lebih berkualitas serta<br />
kurangnya kepedulian masyarakat terhadap produk<br />
lokal. Sebagai sarana introspeksi saya memberikan<br />
contoh bahwa bangsa kita sendiri saja mungkin<br />
kurang menghargai jerih payah petani misalnya<br />
maunya harga komoditas pertanian dan pangan<br />
yang murah sekali tanpa mempertimbangkan hidup<br />
petani yang tidak dapat menutup biaya produksi,<br />
kurangnya kebiasaan makan sayur dan buah dan<br />
produk turunannya setiap hari menyebabkan<br />
berkurangnya pasar komoditas pertanian dan<br />
pangan dan penurunan kesejahteraan petani.<br />
Sebagaimana disampaikan oleh Bung Karno dalam<br />
pidatonya pada tahun 1952, “pangan adalah soal<br />
hidup matinya suatu bangsa” dan ini benar sekali<br />
karena Indonesia kaya SDM dan semuanya pasti<br />
butuh makanan penuh nutrisi untuk menjadi SDM<br />
berkualitas. Perut kenyang, hati tenang, otak encer,<br />
mungkin begitu korelasinya. Jika pemenuhan pangan<br />
adalah hak asasi bangsa Indonesia dan kita ingin<br />
menjadi negara besar atau bangsa yang besar maka<br />
tentunya pangan perlu mendapat perhatian khusus<br />
sehingga kedaulatan pangan sebagai target jangka<br />
panjang bukanlah tidak mungkin untuk dicapai di<br />
masa yang akan datang.