You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
ASDFASDF<br />
VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />
1
Contens<br />
9<br />
Editorial 3<br />
Laporan Utama 4<br />
Liputan Khusus 19<br />
AuditOase 29<br />
Wawancara 31<br />
Info Penting 35<br />
Profil 37<br />
SpeakOut 38<br />
Ragam Pengawasan 40<br />
Karikatur 53<br />
Sudut Kantor 54<br />
Alexander on Leadership 55<br />
Pojok Komunitas 57<br />
Gadget 58<br />
Resensi Buku 59<br />
Darah dalam Tubuh Itjen<br />
16<br />
19<br />
31<br />
Redaksi menerima sumbangan tulisan atau artikel yang sesuai dengan misi penerbitan. Redaksi berhak mengubah<br />
isi tulisan tanpa mengubah maksud dan substansi. Artikel atau tulisan yang dimuat akan diberikan honor sesuai<br />
Standar Biaya Umum (SBU).<br />
Isi majalah tidak mencerminkan kebijakan Inspektorat Jenderal<br />
Pelindung: Inspektur Jenderal Penasehat: Sekretaris Inspektorat Jenderal, Inspektur I, Inspektur II, Inspektur III,<br />
Inspektur IV, Inspektur V, InspekturVI, InspekturVII, Inspektur Bid Investigasi Pemimpin Umum :C.M. Susetya<br />
Pemimpin Redaksi: Budi Prayitno Dewan Redaksi: Alexander Zulkarnaen, Dedhi Suharto, Febriana Kusuma Ristanti,<br />
Sekretaris Redaksi: M. Gilang Ramadhan Produksi dan Distribusi: Suryani, Istianah Kesekretariatan: Merzy Umas<br />
Lay out & Artistik: Galih Teguh Gumilang, Terry Castello Reporter: Mardiyantoso Eddy Tarman, Ridzky Aditya, Rizky<br />
Annisa, Pritha Indira, Delima Frida, Syannie Yustiani, Maria Cecilia Kinanthi, Dianita Wahyuningtyas, Rahmawati<br />
Setyaningsih, Mujaini, Ari Hapsari, Johan Rizki, Agus Rismanto, Ervin Septian Firdaus<br />
ISSN : 1411 - 9455<br />
Alamat: Jl. Dr. Wahidin No. 1, Gedung Juanda II Lantai IV - XIII,<br />
Telp. (021) 3865430 fax. (021) 3440907 Kode Pos : 10710<br />
e-mail : Majalah.<strong>Auditoria</strong>@gmail.com<br />
2<br />
VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012
editorial<br />
Salam Satu Itjen<br />
Selamat pagi, Salam Satu Itjen.....<br />
Saat pagi merekah, dan lembar demi lembar majalah ini anda buka, saat itulah rasa syukur<br />
memenuhi rongga dada kami, seluruh awak <strong>Auditoria</strong>. Betapa tidak, segala macam rutinitas yang<br />
melanda seolah membuat <strong>Auditoria</strong> bagaikan “kerjaan sampingan”. Dua kata terakhir sengaja<br />
diletakkkan dalam tanda kutip untuk menunjukkan kekurangtepatan. Majalah Institusi adalah<br />
wajah Institusi. Majalah <strong>Auditoria</strong> adalah wajah Inspektorat Jenderal. Maka terbit adalah wajib, terbit<br />
tepat waktu dan berkualitas adalah obsesi.<br />
Maka hadirlah <strong>Auditoria</strong> hari ini, menyapa anda semua, dengan satu salam, Salam Satu Itjen. Untuk<br />
mengingatkan kita semua –kalau-kalau lupa- bahwa kita adalah satu keluarga, keluarga besar Itjen. Di<br />
sini kita berkarya, di sini kita saling menyapa, bahu membahu, saling bantu, saling menghormati dan<br />
menghargai, layaknya sebuah keluarga. <strong>Auditoria</strong> hadir sebagai jembatan komunikasi, sekaligus wahana<br />
untuk berkarya.<br />
Laporan Utama kali ini menyoroti tentang Bagian Perencanaan dan Keuangan, sebuah unit yang sangat<br />
strategis dalam business procces Itjen. Selalu ada interaksi antara seluruh pembaca <strong>Auditoria</strong> dengan<br />
Bagian ini. <strong>Auditoria</strong> menerjunkan para reporter terbaiknya untuk menyelami seluk beluk, lekak-lekuk dan<br />
keluh kesah Bagian PK. Ada secercah harapan, dengan memahami apa yang terjadi, apa yang dilakukan<br />
teman-teman Bagian PK, muncullah empati kita. Bahwa memang tak mudah mengelola hal yang sensitif<br />
ini. Bahwa bekerja lembur adalah rutinitas yang mesti dijalani. Bahwa menginap di kantor bukanlah hal<br />
yang luar biasa di sini. Sedikit empati mungkin, harapan kami.<br />
Mutasi kami tempatkan sebagai lahan Liputan Khusus edisi ini. Mutasi adalah hal yang sangat strategis<br />
dalam pengelolaan SDM. Mutasi yang terjadi di awal tahun ini kami coba bahas dengan berusaha tetap<br />
“cover both side”. Dari sisi para punggawa Subbag Mutasi dan Assessment serta dari sisi para pegawai yang<br />
harus menjalani mutasi. Sungguh tak mudah ternyata, karena beberapa narasumber yang kena mutasi dan<br />
punya “pendapat berbeda” tidak bersedia diwawancarai. Maka dengan keterbatasan narasumber, tema<br />
mutasi dalam lipsus ini tetap kami usahakan menarik.<br />
Satu lagi hal menarik yang kami ungkap dalam edisi ini adalah tentang angka kredit. Sengaja kami terjunkan<br />
reporter <strong>Auditoria</strong> untuk menemui pihak yang berkompeten dalam hal ini. Semua itu agar keragu-raguan<br />
para pembaca terjawab, bahwa menulis di <strong>Auditoria</strong> dapat mendongkrak pengumpulan angka kredit<br />
sekaligus tabungan buat para calon auditor.<br />
Rubrik-rubrik yang lain, diupayakan hadir seperti biasa menyapa pembaca. Auditoase, Speak Out, Profile,<br />
AlexanderZ on Leadership and Management, Sudut Kantor, PeSaN dalam secangkir KoFI, dan banyak lagi.<br />
Sekali lagi, satu harapan kami, majalah ini bisa menjadi jembatan komunikasi antara kita. Salam Satu<br />
Itjen.....<br />
(CWL)<br />
VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />
3
Laporan Utama<br />
Perencanaan & Anggaran:<br />
Pada Mulanya Dana…<br />
“Kegagalan merencanakan sama dengan merencanakan kegagalan”<br />
Pernahkah kita mengalami kejadian di mana<br />
toner printer habis ketika tenggat waktu<br />
cetak laporan sudah tiba? Rasanya tidak.<br />
Atau pernahkah kita mengalami kejadian di mana<br />
tim audit tidak dapat berangkat karena dana<br />
tidak tersedia? Mudah-mudahan tidak. Lantas,<br />
bagaimana sesungguhnya toner-toner tersebut<br />
tersedia? Atau bagaimana dana untuk uang<br />
perjalanan dinas tim audit tersedia?<br />
Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan singkat di<br />
atas tentu mudah, yaitu: lewat proses pengadaan,<br />
serta dari SP2D yang diterbitkan oleh KPPN.<br />
Namun, jauh sebelum itu, jauh sebelum proses<br />
pengadaan toner dimulai, jauh sebelum SPM<br />
diantarkan ke KPPN untuk kemudian diterbitkan<br />
SP2D-nya, proses sesungguhnya sudah dimulai<br />
lewat proses perencanaan dan penganggaran.<br />
Perencanaan dan penganggaran adalah gerbang<br />
bagi tersedianya dana yang dibutuhkan untuk<br />
jalannya proses pemerintahan secara umum,<br />
termasuk pengadaan toner itu.<br />
Implementasi Visi Melalui Rencana<br />
Kegiatan perencanaan bagi instansi bisa dikatakan<br />
dimulai jauh sebelum eksekusi kegiatan atau<br />
aktivitas dilaksanakan. Perencanaan diawali dari<br />
penetapan rencana strategis satker. Rencana<br />
strategis instansi itu sendiri pada dasarnya<br />
merupakan penjabaran dari rencana strategis<br />
pemerintah. Rencana strategis adalah visi yang<br />
diharapkan dapat dicapai dalam lima tahun.<br />
Visi tersebut kemudian diejawantahkan melalui<br />
penetapan misi, tindakan yang dilakukan untuk<br />
mencapai visi.<br />
Rencana strategis, yang memuat visi dan misi,<br />
kemudian dijabarkan dalam bentuk rencana<br />
kerja yang memuat program serta kegiatan yang<br />
spesifik. Bagi satker APIP seperti Itjen, rencana<br />
kerja dimaksud terutama memuat Program Kerja<br />
Pengawasan Tahunan (PKPT).<br />
PKPT itu sendiri merupakan rencana kegiatan<br />
pengawasan yang akan dilaksanakan oleh Itjen<br />
selama satu tahun anggaran, termasuk berbagai<br />
kegiatan pendukungnya. PKPT merupakan ‘jurus<br />
pamungkas’ Itjen dalam menjalankan perannya<br />
sebagai auditor intern di Kemenkeu. PKPT<br />
inilah, yang apabila disusun secara cermat dan<br />
dilaksanakan secara bertanggungjawab, dapat<br />
membantu Kementerian Keuangan merealisasikan<br />
visi dan misinya melalui pencapaian tujuan yang<br />
efektif, penggunaan sumber daya yang efisien,<br />
kepatuhan terhadap peraturan perundangundangan,<br />
dll.<br />
4<br />
VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />
Dari Rencana Turunlah Dana<br />
Perencanaan dan penganggaran merupakan<br />
proses yang saling berkelindan, berkaitan satu<br />
sama lain. Dari perencanaan yang disusun, Itjen,<br />
dan satker pemerintah lain tentunya, kemudian<br />
mengetahui kebutuhan sumber daya yang harus<br />
dipenuhi guna terealisasinya rencana tersebut.<br />
Secara khusus, terkait proses perencanaan dan<br />
penganggaran, sumber daya yang dimaksud<br />
adalah dana.<br />
Proses penganggaran dari mulai perencanaan
hingga terbitnya Daftar Isian Pelaksanaan<br />
Anggaran (DIPA); yang nantinya akan dieksekusi,<br />
misalnya untuk membeli toner tadi; dipenuhi<br />
berbagai istilah teknis, seperti RKA-KL, pagu, SBK,<br />
POK, TOR, dll yang bagi sebagian pembaca sudah<br />
sangat familiar, dan sebagian lainnya mungkin<br />
tidak. Namun demikian, berbekal keramahan<br />
dari pegawai Subbag Perencanaan dan Anggaran<br />
Itjen, <strong>Auditoria</strong> mencoba meringkas proses<br />
penganggaran dalam artikel ini.<br />
Sebelum masuk ke teknis penganggaran, satu<br />
hal yang penting diingat adalah bahwa semenjak<br />
reformasi keuangan negara, salah satu pendekatan<br />
yang dilakukan adalah Kerangka Pengeluaran<br />
Jangka Menengah (KPJM). KPJM ini merupakan<br />
pendekatan yang dilaksanakan untuk memprediksi<br />
kebutuhan sumber daya satker di masa depan,<br />
bukan hanya pada tahun berjalan (current) yang<br />
sedang disusun anggarannya.<br />
Kembali ke proses penganggaran. Penganggaran<br />
dimulai pada t-2, atau tahun kedua sebelum tahun<br />
anggaran yang bersangkutan disusun anggarannya.<br />
Hal ini ditandai dengan pengiriman surat pagu<br />
indikatif oleh satker, dalam hal ini Itjen, kepada<br />
Direktorat Jenderal Anggaran (DJA). Surat Pagu<br />
Indikatif ini merupakan respon atas permintaan<br />
yang dikirim oleh DJA kepada satker pada sekitar<br />
bulan Desember t-2.<br />
Pagu Indikatif tersebut akan dibahas oleh Bappenas,<br />
Kementerian Keuangan serta melibatkan satker<br />
yang bersangkutan. Pembahasan terutama<br />
diarahkan untuk memastikan kesesuaian pagu<br />
indikatif yang diusulkan dengan berbagai faktor<br />
seperti KPJM, serta kesesuaian dengan program<br />
prioritas nasional maupun dengan prioritas bidang<br />
Pemerintah. Hasil pembahasan ketiga pihak<br />
tersebut kemudian dituangkan dalam SEB tentang<br />
Pagu Indikatif. Pagu Indikatif tersebut kemudian<br />
menjadi pedoman bagi satker untuk menyusun<br />
dokumen Rencana Kerja Kementerian/Lembaga<br />
(Renja).<br />
Setelah proses penyusunan Renja selesai, proses<br />
perencanaan penganggaran selanjutnya adalah<br />
menunggu turunnya SE Menteri Keuangan<br />
tentang pagu anggaran Kementerian Negara/<br />
Lembaga sebagai bahan penyusunan RKA-K/L<br />
pagu anggaran. Selama masa menunggu SE pagu<br />
anggaran turun, Itjen juga menyusun Standar<br />
Biaya Keluaran (SBK) yang dulunya disebut Standar<br />
Biaya Khusus (SBK) yang biasanya dilaksanakan<br />
pada bulan April/Mei, Standar Biaya Keluaran<br />
disini adalah besaran biaya yang dibutuhkan untuk<br />
menghasilkan sebuah keluaran kegiatan yang<br />
merupakan akumulasi biaya komponen masukan<br />
kegiatan. Standar Biaya keluaran biasanya diajukan<br />
untuk kegiatan yang bersifat spesifik pada unit<br />
tersebut, dikarenakan Itjen adalah institusi<br />
pengawasan maka SBK yang diajukan oleh Itjen<br />
adalah SBK pelaksanaan pengawasan Inspektorat<br />
Jenderal yang dirinci berdasarkan output.<br />
Selain Standar Biaya Masukan, SBK ini nantinya<br />
juga berfungsi sebagai indeks biaya dalam<br />
penyusunan RKA-K/L pagu anggaran Inspektorat<br />
Jenderal. Dalam proses penyusunan SBK Itjen<br />
terlebih dahulu harus mengajukan TOR (Term of<br />
Reference)/RAB (Rencana Anggaran dan Biaya)<br />
dan kertas kerja SBK yang disusun melalui aplikasi<br />
RKA-K/L, kemudian setelah diterima oleh DJA<br />
selanjutnya usulan SBK Itjen akan ditelaah antara<br />
DJA, dan Itjen dengan didampingi oleh Biro<br />
Perencanaan dan Keuangan. Proses penelaahan<br />
ini akan sangat membantu dalam penyusunan<br />
RKA-K/L pagu anggaran karena kegiatan yang<br />
sudah ditelaah pada penyusunan SBK tidak akan<br />
ditelaah lagi pada saat penelaahan RKA-K/L pagu<br />
anggaran.<br />
Pada pertengahan tahun t-1, sekitar bulan Juni<br />
atau Juli, SE Menteri Keuangan tentang pagu<br />
anggaran keluar. SE tersebut menjadi acuan bagi<br />
seluruh satker, termasuk Itjen untuk menyusun<br />
RKA-K/L lengkap dengan data pendukungnya<br />
berupa TOR-RAB. Di Itjen, TOR-RAB setiap<br />
kegiatan yang akan dilaksanakan disusun oleh<br />
Inspektorat-Bagian, dan TOR-RAB tersebut harus<br />
ditandatangani oleh penanggung jawab kegiatan<br />
(Inspektur). Selanjutnya, kompilasi dan input<br />
TOR/RAB ke dalam RKA-K/L dilaksanakan oleh<br />
Subbag Perencanaan dan Anggaran (PA). Sebelum<br />
disampaikan kepada DJA, Subbagian PA akan<br />
mengkoordinasikan sekali lagi dengan seluruh unit<br />
apakah TOR-RAB-aplikasi RKA-K/L sudah sesuai<br />
dengan rencana kegiatan tahun depan.<br />
RKA-K/L yang telah disusun oleh seluruh satker<br />
kemudian akan ditelaah DJA untuk menilai<br />
kesesuaiannya dengan dengan pagu anggaran<br />
yang telah ditetapkan, kesesuaian RKA-K/L<br />
VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />
5
Laporan Utama<br />
dengan dengan prioritas nasional/prioritas bidang<br />
pemerintah, kesesuaian dengan Renja dan RKP,<br />
serta kesesuaian dengan Standar Biaya dan<br />
akun-akun yang telah ditentukan sebelumnya.<br />
Apabila dalam penelaahan pertama masih<br />
terdapat poin yang salah, atau masih terdapat<br />
kegiatan yang belum lengkap data dukungnya<br />
maka DJA akan meminta satker, termasuk Itjen,<br />
untuk memperbaiki dan segera menyampaikan<br />
perbaikan sampai dengan batas waktu yang<br />
ditentukan. Apabila sampai batas waktu yang<br />
ditentukan, kekurangan data belum dapat<br />
dilengkapi, maka kegiatan yang terkait akan diberi<br />
tanda bintang sebagai penanda sementara sampai<br />
dengan penelaahan RKA-K/L alokasi anggaran.<br />
RKA-K/L yang telah ditelaah di DJA (Kementerian<br />
Keuangan) selanjutnya akan dibahas dengan<br />
DPR dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP), sesuai<br />
komisi mitra kerja tiap-tiap Kementerian. Mitra<br />
kerja Kementerian Keuangan sendiri adalah<br />
Komisi XI. Dalam pelaksanaannya tidak hanya<br />
Menteri Keuangan saja yang diminta untuk<br />
mempresentasikan anggaran Kementerian,<br />
apabila dirasa kurang mendalam, setiap Eselon I<br />
di Kementerian Keuangan dapat juga diminta oleh<br />
DPR untuk mempresentasikan anggaran unitnya<br />
masing-masing. Hasil dari RDP ini nantinya akan<br />
digabung oleh DJA sebagai bahan pendukung<br />
untuk menyusun Nota Keuangan, dan sebagai<br />
lampiran pidato kenegaraan Presiden tentang RUU<br />
APBN tahun mendatang.<br />
Langkah selanjutnya dari proses perencanaan dan<br />
penganggaran ini adalah penyusunan RKA-K/L<br />
alokasi anggaran. Penyusunan ini menunggu SE<br />
Menteri Keuangan mengenai alokasi anggaran.<br />
RKA-K/L alokasi anggaran ini juga akan ditelaah<br />
lagi. Penelaahan RKA-K/L alokasi anggaran<br />
lebih difokuskan kepada kegiatan-kegiatan yang<br />
mengalami perubahan baik perubahan dalam<br />
anggarannya ataupun perubahan dalam TOR, RAB,<br />
dan data dukung lainnya, serta kepada kegiatan<br />
yang belum lengkap data dukungnya pada saat<br />
penelaahan pagu anggaran.<br />
Apabila satker/unit tidak dapat melengkapi data<br />
dukung tersebut sampai dengan batas waktu<br />
yang telah ditentukan, maka kegiatan yang<br />
belum lengkap data dukungnya tersebut akan<br />
diberi tanda bintang, yang artinya dana untuk<br />
6<br />
VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />
kegiatan dimaksud tidak dapat dicairkan meskipun<br />
terdapat dananya dalam DIPA sampai unit tersebut<br />
melengkapi data pendukungnya. proses ‘melepas’<br />
tanda bintang tersebut tidak dapat dilaksanakan<br />
sebelum DIPA turun, jadi proses tersebut hanya<br />
bisa dilaksanakan di tahun depan setelah DIPA<br />
ditandatangani oleh Dirjen Perbandaharaan.<br />
Setelah RKA-KL alokasi anggaran selesai ditelaah<br />
dan semua data pendukungnya lengkap, DJA akan<br />
memproses dan menerbitkan Surat Pengesahan<br />
(SP RKA-K/L) sebagai bukti bahwa RKA-K/L tersebut<br />
sudah sah. SP RKA-K/L tersebut akan dikirimkan<br />
kepada satker terkait (Itjen) dan kepada Direktorat<br />
Jenderal Perbendaharaan (DJPB) sebagai bahan<br />
penyusunan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran<br />
(DIPA).<br />
Langkah terakhir dari proses penganggaran<br />
adalah penyusunan DIPA. berdasarkan SP RKA-<br />
K/L dan Bagan Akun Standar. Setelah disusun,<br />
DIPA disampaikan kepada DJPB untuk divalidasi<br />
dan dilihat kesesuaiannya dengan SP RKA-K/L<br />
yang diterima dari Direktorat Jenderal Anggaran.<br />
Apabila tidak terdapat perbedaan maka DJPB<br />
akan menerbitkan DIPA satker yang bersangkutan<br />
sebagai dokumen pelaksanaan anggaran. Dengan<br />
disahkannya DIPA oleh DJPB maka berakhirlah<br />
proses perancanaan dan penganggaran untuk<br />
tahun ‘t’. Namun demikian, hal ini tidak berarti tugas<br />
perencanaan dan penganggaran telah selesai. Di<br />
Itjen, tugas perencanaan dan penganggaran yang<br />
dilaksanakan oleh Subbag PA dalam menyusun<br />
perencanaan dan penganggaran terus berlanjut<br />
sesuai siklus anggaran yang berlaku.<br />
Beyond Planning and Budgeting<br />
Pada tahun berjalan setelah menerima<br />
DIPA, tugas penganggaran yang harus dikerjakan<br />
oleh Subbagian PA adalah menyusun Petunjuk<br />
Operasional Kegiatan (POK). POK adalah dokumen<br />
yang memuat uraian rencana kerja dan biaya<br />
yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan yang<br />
disusun Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai<br />
penjabaran lebih lanjut dari DIPA. POK disuun<br />
berdasarkan DIPA dan SP RKA-K/. POK tersebut<br />
harus diterbitkan paling lambat bulan Februari<br />
tahun berjalan sebagai pedoman Inspektorat dan<br />
Bagian dalam melaksanakan kegiatannya.<br />
Ketika tahun berjalan, apabila terdapat perubahan<br />
dalam POK atau dalam DIPA Itjen, Subbagian PA<br />
mengkoordinasikan dengan unit-unit di Itjen dan
Laporan Utama<br />
juga dengan DJA dan DJPB, terkait kewenangan<br />
revisi tersebut. Apabila perubahan tersebut<br />
masih dalam lingkup kewenangan KPA, maka<br />
Subbagian PA hanya perlu menyusun revisi POK.<br />
Akan tetapi bila kewenangan revisi tersebut<br />
masuk dalam lingkup kewenangan DJA atau DJPB<br />
maka Subbagian PA harus menyusun revisi DIPA<br />
yang diserahkan kepada DJA dan DJPB sesuai<br />
dengan kewenangannya masing-masing. Hasil<br />
revisi tersebut di atas akan ditindaklanjuti dengan<br />
penerbitan POK revisi atau revisi DIPA.<br />
Selain itu, d luar tugas-tugas yang berkaitan dengan<br />
perencanaan dan penganggaran, Subbagian PA<br />
juga memiliki tugas-tugas lainnya. Subbagian PA<br />
antara lain juga bertugas untuk menyusun target<br />
PNBP Inspektorat Jenderal dan mengkoordinasikan<br />
penyusunan Rencana Kinerja Tahunan-Penetapan<br />
Kinerja (RKT-PK) Inspektorat Jenderal sebagai<br />
lampiran LAKIP Inspektorat Jenderal.<br />
Inside Story Subbagian PA<br />
Dari hasil wawancara terhadap dua staff<br />
Subbagian PA, Hadi Sufiyanto dan Ria Riesta,<br />
<strong>Auditoria</strong> berkesempatan untuk mendapatkan<br />
gambaran detail dari penyelesaian tugas-tugas<br />
di Subbagian PA. Dari uraian sebelumnya,<br />
tentu terbayang bagaimana tanggung jawab<br />
yang diemban oleh Subbag PA dalam rangka<br />
menyusun dan mengoordinasikan perencanaan<br />
dan penganggaran bagi Itjen. Tanggung jawab<br />
yang besar tersebut harus diselesaikan di tengah<br />
berbagai keterbatasan yang ada, terutama dari sisi<br />
personil/pegawai.<br />
Dengan jumlah staff yang hanya sebanyak tiga<br />
orang, Subbagian PA harus bisa menyelesaikan<br />
berbagai kegiatan dalam satu siklus penganggaran.<br />
“Semisal dari revisi DIPA saja, satu tahun bisa<br />
beberapa kali, tahun lalu saja mencapai 9 kali. Load<br />
pekerjaan sedikit berkurang di akhir tahun, sekitar<br />
bulan Desember”,demikian menurut pengakuan<br />
Hadi, yang juga sempat berdinas di KPPN Kendari.<br />
Untuk menyiasatinya, atas tiap-tiap pekerjaan,<br />
selalu ada Person in Charge (PIC) yang bertugas<br />
memimpin dalam pelaksanaan satu pekerjaan<br />
tertentu. PIC tersebut yang bertanggungjawab<br />
membagi dan mengoordinasikan pekerjaan<br />
pada rekan yang lain. Jadi, pada dasarnya<br />
semua pekerjaan itu dikerjaan bersama-sama.<br />
Penunjukan PIC, yang notabene juga masih staff,<br />
berfungsi untuk menegaskan tanggung jawab<br />
kepada ybs, sekaligus memberi kesempatan<br />
untuk berlatih melakukan tugas kepemimpinan.<br />
Selain dengan penunjukan PIC, hal lain yang coba<br />
dilakukan oleh Subbag PA adalah mengajukan<br />
tambahan personil, “Berdasarkan load pekerjaan<br />
yang ada, idealnya subbagian PA memiliki 5 hingga<br />
6 orang”, ujar Ria, yang juga merupakan alumnus<br />
dari President University.<br />
Tuntutan pelaksanaan tanggung jawab di tengah<br />
keterbatasan tentu membawa implikasi perlunya<br />
‘energi ekstra’ yang harus dikeluarkan. ‘Energi<br />
ekstra’ yang dimaksud terutama terkait alokasi<br />
waktu tambahan untuk bisa menyelesaikan semua<br />
tugas-tugas yang ada. Aelain itu, alokasi tambahan<br />
waktu tambahan juga diperlukan karena adanya<br />
kendala lain, misalnya belum terintegrasinya<br />
aplikasi perencanaan, perbendaharaan, SISKA<br />
dan RKAKL, “Jadi seperti double input, jadi ketika<br />
selisih itu butuh extra time itu” sebagaimana yang<br />
dikemukakan Hadi dan Ria.<br />
Di luar soal waktu dan ‘energi ekstra’, hal lain<br />
yang juga menjadi keluhan di Subbagian PA<br />
adalah banyak kegiatan yang diluar kendali,<br />
serta dana yang di kemudian tidak terpakai/<br />
tidak termanfaatkan. “Jika kita sedang melakukan<br />
penelaahan dengan unit DJA/ Bappenas misalnya,<br />
kita harus memperjuangkan TOR/RAB kita yang<br />
sudah diusulkan, kita harus mempelajari TOR<br />
tersebut. Tidak jarang kita harus melakukan<br />
negosiasi yang alot. Jadi, ketika jadi RKAKL tidak<br />
digunakan. Semisal kita meminta dana banyak,<br />
dan hanya digunakan sedikit. Itu kadang membuat<br />
kecewa kita yang susah payah mengusahakan hal<br />
ini.” ujar kedua narasumber <strong>Auditoria</strong> tersebut.<br />
Satu tantangan lagi yang harus dialami di<br />
Subbagian PA adalah ketika harus mengikuti<br />
kebijakan pimpinan yang bisa berubah. “Seperti<br />
anggaran itu direncanakan untuk kegiatan<br />
tertentu, namun digunakan untuk kegiatan lain.<br />
Jadi yang kadang menjadi duka ya terkait hal<br />
seperti itu, pelaksanaan tidak selalu sesuai dengan<br />
perencanaan.”<br />
Namun tentu, selayaknya hidup ada duka,<br />
tentu tidak sedikit pula sukanya. Di Subbagian<br />
PA, kekompakan sangat terjaga, hal ini tentu<br />
membuat nyaman dalam bekerja. Selain itu,<br />
atasan pun memberikan bimbingan dan arahan.<br />
Salah satu rahasia untuk menjaga kekompakan<br />
antara lain sharing yang dilaksanakan setiap<br />
VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />
7
Laporan Utama<br />
pagi. Melalui sharing tersebut, setiap pegawai<br />
diberi kesempatan untuk bercerita, melempar<br />
pertanyaan, bermain games ringan. Hal ini diakui<br />
Hadi dan Ria sangat menunjang motivasi dalam<br />
bekerja dan melaksanakan tugas dengan penuh<br />
tanggung jawab. Tidak hanya sharing di pagi<br />
hari, Subbagian PA, sebagai bagian dari Bagian<br />
Perencanaan dan Keuangan pun rutin mengadakan<br />
pengajian di Kamis sore, olahraga bersama setiap<br />
Jumat pagi, hingga club bahasa Inggris setiap Rabu<br />
sore. Semua kegiatan yang dilaksanakan bersama<br />
tersebut sangat membantu dalam memelihara<br />
kekompakan dalam bekerja.<br />
Selanjutnya, Apa?<br />
Dengan berbagai tantangan yang harus dihadapi,<br />
seiring dengan berbagai keterbatasan yang ada,<br />
Subbagian PA secara khusus, maupun Bagian<br />
Perencanaan dan Keuangan secara umum<br />
senantiasa melakukan upaya perbaikan. Hal ini<br />
selaras dengan nilai-nilai Kementerian Keuangan,<br />
yang salah satunya adalah ‘Kesempurnaan’<br />
(Excellence).<br />
Terdapat beberapa langkah perbaikan yang coba<br />
ditempuh oleh Subbagian PA. Kesemuanya demi<br />
pelayanan yang lebih dan lebih baik lagi dari<br />
Subbagian PA, dan tentu bagi kebaikan organisasi<br />
Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan.<br />
Pertama, rencananya akan ada pembatasan revisi<br />
DIPA sebanyak maksimal empat kali, dengan<br />
tetap adanya faktor pengecualian seperti adanya<br />
kebijakan pimpinan soal penghematan atau<br />
kegiatan mendesak yang belum ada dananya.<br />
Kedua, mencoba melakukan inovasi model<br />
pembiayaan, dengan mengacu pada model/<br />
benchmark untuk kegiatan pengawasan, baik<br />
di pemerintahan maupun di sektor swasta.<br />
Selanjutnya adalah memperbaiki SOP, integrasi<br />
proses penyusunan anggaran hingga RKA-K/L,<br />
termasuk memberikan usulan integrasi aplikasi<br />
kepada DJA/DJPB.<br />
Pun demikian, disadari bahwa upaya perbaikan<br />
tersebut akan senantiasa berlanjut. Tugas<br />
Inspektorat Jenderal sebagai APIP Kementerian<br />
Keuangan perlu diejawantahkan melalui proses<br />
perencanaan yang baik. Dengan demikian,<br />
implementasi dari pelaksanaan tugas tersebut<br />
diharapkan dapat dilaksanakan dengan baik.<br />
Dan barang tentu, implementasi pelaksanaan<br />
tugas tersebut membutuhkan sumber daya<br />
yang salah satunya berupa dana, dan dana itu<br />
harus melalui proses penganggaran agar dapat<br />
tersedia. Tanggung jawab yang diemban memang<br />
tidak ringan, namun dengan kekompakan dan<br />
kenyamanan dalam bekerja, semua bisa terasa<br />
ringan dan meyenangkan, bukan begitu?<br />
(KIN/DIT/MUJ/GIL)<br />
1<br />
2<br />
3<br />
8<br />
VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012
Laporan Utama<br />
Pelaksanaan Anggaran :<br />
Darah dalam Tubuh Itjen<br />
Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Inspektorat Jenderal<br />
Mengupas peranan<br />
anggaran (baca :<br />
APBN) dan keterlibatan<br />
Instansi Pemerintah dalam<br />
pengelolaannya merupakan hal<br />
yang sudah lumrah dan biasa.<br />
Bagaimana tidak, anggaran<br />
sebagai instrumen penting<br />
dan melekat erat pada pelaksanaan tugas dan<br />
fungsi instansi pemerintah, sudah menjadi<br />
makanan pokok sehari-hari untuk dibahas. Mulai<br />
pembahasan oleh pimpinan tertinggi dalam<br />
rapat-rapat besar sampai dengan obrolan-obrolan<br />
santai oleh para pegawai pelaksana terendah yang<br />
bertugas melaksanakan pendelegasian tugas dari<br />
pimpinan di atasnya.<br />
Namun begitu pentingnya peranan Anggaran ini,<br />
dapat dikatakan bahwa anggaran merupakan<br />
pemicu utama sebuah program/kegiatan<br />
pemerintah dapat dilaksanakan melalui berbagai<br />
unit pelaksana (Baca : Instansi Pemerintah)<br />
dalam mencapai tujuan pembangunan yang telah<br />
direncanakan. Dengan kata lain, tanpa adanya<br />
anggaran, praktis semua kegiatan dan program<br />
tidak bisa berjalan. Untuk itu, majalah <strong>Auditoria</strong> kali<br />
ini mengupas bagaimana seluk beluk pelaksanaan<br />
anggaran, perbaikan layanan pelaksanaannya,<br />
serta pengalaman para pegawainya di Inspektorat<br />
Jenderal Kementerian Keuangan.<br />
“Pelaksanaan anggaran merupakan satu<br />
hal terpenting dalam upaya untuk tercapai<br />
dan terimplementasinya tujuan organisasi<br />
dengan baik”<br />
Guidelines Pelaksanaan Anggaran<br />
Dalam pengganggaran, jika kita menilik kepada<br />
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang<br />
Perbendaharaan Negara, Undang-Undang<br />
APBN, dan peraturan-peraturan<br />
pelaksanaannya, sudah<br />
barangkali terdapat batasanbatasan<br />
yang mengikat setiap<br />
unit pelaksana anggaran sebagai<br />
aturan yang tidak boleh dilanggar<br />
dan harus dijalankan. Aturanaturan<br />
ini tentunya digunakan<br />
sebagai guidelines bagi unit pelaksana anggaran<br />
mengimplementasikan rencana anggaran yang<br />
sudah tercantum dalam Daftar Isian Pelaksanaan<br />
Angaran (DIPA) masing-masing unit. Sebagai<br />
salah satu unit Pengguna Anggaran, Mekanisme<br />
pelaksanaan anggaran di Inspektorat Jenderal<br />
berdasar atas batasan dan kewenangan di<br />
dalam guidelines tersebut, seperti pembuatan<br />
Surat Perintah Membayar (SPM), pengajuan<br />
Uang Persediaan (UP), ataupun Surat Perintah<br />
Pencairan Dana (SP2D) dari Kantor Pelayanan<br />
Perbendaharaan Negara (KPPN), dan sebagainya.<br />
Mekanisme Pelaksanaan Anggaran<br />
Pelaksanaan angaran dimulai dengan<br />
melaksanakan program dan kegiatan yang<br />
tercantum dalam DIPA dan dokumen turunannya.<br />
Setiap kegiatan dan program tersebut telah<br />
disediakan alokasi dananya masing-masing. Dari<br />
hasil wawancara dengan salah satu pegawai Bagian<br />
Perencanaan dan Keuangan, Blessius Altrafino<br />
(Fino) menjelaskan bahwa untuk mencairkan dana<br />
yang sudah dialokasikan tersebut, diterbitkanlah<br />
SPM kepada Bendahara Negara (Menteri<br />
Keuangan yang dalam hal ini diwakilkan oleh<br />
Direktorat Jenderal Perbendaharaan / KPPN).<br />
Dasar pembuatan SPM ini pada umumnya meliputi<br />
Surat Permintaan Pembayaran (SPP) dan Surat<br />
Pernyataan Tanggung Jawab Belanja (SPTB) yang<br />
asalnya dari Pejabat Pembuat Komitmen (PKK)<br />
diajukan kepada Pejabat Penandatangan SPM.<br />
VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />
9
Laporan Utama<br />
Pada umumnya, ada dua mekanisme penerbitan<br />
SPM yaitu Mekanisme Langsung (LS) dan Uang<br />
Persediaan (UP). Pertama, Mekanisme Langsung<br />
(LS) biasanya dipakai untuk pembayaran terhadap<br />
rekanan yang bernilai di atas Rp 20.000.000,-.<br />
Mekanisme LS ini sebenarnya dapat digunakan<br />
untuk membayar semua jenis kegiatan. Namun,<br />
pada prakteknya lebih cenderung digunakan untuk<br />
membayar kegiatan yang dikontrakkan kepada<br />
pihak ketiga. Prosesnya dimulai ketika Pengadaan<br />
Barang/Jasa telah selesai, PPK mengirimkan SPP<br />
beserta lampirannya (dokumen Kontrak, Berita<br />
Acara Penyelesaian Pekerjaan, dan sebagainya)<br />
kepada Kasubbag Permintaan Pembayaran dan<br />
Penggajian di Bagian Perencanaan dan Keuangan.<br />
Setelah Kasubbag menyetujui, maka dikirim ke<br />
Pejabat Penerbitan SPM untuk dibuatkan SPM.<br />
Selanjutnya, SPM, SPTB, Ringkasan Kontrak<br />
tersebut dikirim ke KPPN. Setelah disetujui, KPPN<br />
mencairkan dana melalui SP2D.<br />
Kedua, mekanisme UP secara sederhana diartikan<br />
sebagai uang yang “dititipkan” negara ke<br />
bendahara pengeluaran masing-masing satuan<br />
kerja, semacam petty cash. Melalui mekanisme<br />
UP ini, uang yang berasal dari APBN diberikan oleh<br />
DJPBN atau KPPN kepada bendahara pengeluaran<br />
untuk biaya operasional sehari-hari Inspektorat<br />
Jenderal yang sifatnya revolving (dapat diisikan<br />
kembali). Misalnya, pembayaran biaya kegiatan<br />
Bagian Umum untuk perbaikan kendaraan, untuk<br />
beli tiket perjalanan dinas, dan lain-lain. Setelah<br />
UP habis, bendahara mengajukan SPM-GUP (Ganti<br />
Uang Persediaan) yang diajukan kepada KPPN.<br />
Dalam hal ini, bendahara meminta PPK untuk<br />
membuat SPP sebagai syarat formal penerbitan<br />
SPM yang disertai SPTB yang merupakan rekap<br />
kegiatan yang sudah dibayarkan lengkap dengan<br />
nominal pembayarannya. Setelah ditandatangani<br />
PPK, SPP diserahkan ke Bagian Perencanaan dan<br />
Keuangan untuk dibuat SPM-nya. SPM dan SPTB<br />
tersebut dikirim ke KPPN untuk diterbitkan SP2Dnya.<br />
“SP2D yang sudah dibuat nantinya akan<br />
dikirimkan KPPN ke Bank Persepsi dan ditransfer<br />
ke rekening bendahara. Artinya, bendahara dapat<br />
dana lagi dan lingkaran pembayaran pun dimulai<br />
lagi” jelas Fino.<br />
Secara umum, proses pembayaran pelaksanaan<br />
anggaran untuk instansi pemerintah dapat<br />
digambarkan pada bagan di bawah ini.<br />
BAGAN PROSES PEMBAYARAN PELAKSANAAN ANGGARAN<br />
Sumber : Pedoman Pelaksanaan Anggaran I - BPKP (2007)<br />
10<br />
VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012
Laporan Utama<br />
Liaison Officer Pelaksanaan Anggaran<br />
Sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam proses<br />
pelaksanaan Anggaran, Bagian Perencanaan dan<br />
Keuangan (PK) Sekretariat Inspektorat Jenderal<br />
merupakan unit yang terlibat langsung atas proses<br />
penganggaran. Sebagai salah satu bentuk inovasi<br />
sebagai peningkatan prosedur pelaksanaan<br />
anggaran di Inspektorat Jenderal, dibentuklah<br />
Liaison Officer (LO). LO ini merupakan penghubung<br />
antara Bagian PK dengan masing-masing unit di<br />
lingkungan Inspektorat Jenderal. LO ini merupakan<br />
pegawai yang ditunjuk oleh pimpinan unit untuk<br />
bertugas mengurus permintaan dan pencairan<br />
dana atas kegiatan di masing-masing unit tersebut<br />
selama satu tahun anggaran.<br />
Terkait dengan ini, Risti Purwaningsih (Risti)<br />
mengungkapkan bahwa setelah adanya LO<br />
yang dibentuk sejak tahun 2010, penyelesaian<br />
pelaksanaan anggaran di Bagian PK menjadi lebih<br />
tertib dan rapi, khususnya pada akhir tahun.<br />
Sebelum adanya LO, setiap pegawai yang telah<br />
melakukan penugasan atau meminta pencairan<br />
dana atas program dan kegiatan yang telah<br />
dilaksanakannya berbondong-bondong datang<br />
ke Bagian PK. “Dulu sering sekali orang-orang<br />
berdatangan ke Bagian kami. Bisa dibayangkan<br />
seperti apa ramainya.” Tukasnya.<br />
Dengan adanya LO ini, mempermudah pelaksanaan<br />
anggaran. Sebelum ditandatangani PPK, dokumen<br />
permintaan pembayaran diverifikasi di masingmasing<br />
unit. Jika sudah lengkap, LO kemudian<br />
menyampaikannya ke Bagian PK untuk dicairkan.<br />
Selanjutnya bendahara akan meneliti kembali<br />
kebenaran kuitansi yang diajukan. Apabila sudah<br />
benar dan tepat, bendahara akan menghubungi<br />
LO unit yang bersangkutan untuk mengambil<br />
uang yang diminta untuk membiayai kegiatannya.<br />
Tentunya proses ini akan mempermudah<br />
pengendalian anggaran yang digunakan masingmasing<br />
unit.<br />
Meja Layanan dan Account Representative<br />
Tidak hanya LO, Bagian PK juga meningkatkan<br />
pelayanan dari segi SDM dan prasarana<br />
pendukung pelaksanaan dan pembayaran<br />
anggaran di lingkungan Inspektorat Jenderal.<br />
Langkah perubahan ini diantaranya adalah<br />
dengan menempatkan pegawai sebagai Account<br />
Representative (AR). AR ini merupakan staff<br />
pendukung pelaksanaan pembayaran anggaran<br />
yang bertanggung jawab untuk memberikan<br />
pelayanan prima, menyampaikan informasi<br />
keuangan, dan memberikan respon cepat atas<br />
pertanyaan dan permasalahan yang disampaikan<br />
mengenai gaji dan tunjangan pegawai, serta<br />
terkait lainnya.<br />
Selain AR, untuk mengefektifkan pelaksanaan<br />
layanan satu pintu, Bagian PK melalui Bagian<br />
Umum mengadakan Meja Layanan yang digunakan<br />
untuk melayani pelaksanaan permintaan<br />
pembayaran, pengambilan uang, dan permintaan<br />
informasi kepada Bagian PK. Agar semua kegiatan<br />
di Bagian PK terkendali dengan baik, lebih tertib,<br />
dan pelayanan yang lebih nyaman.<br />
Seperti yang diungkapkan Risti, dengan adanya<br />
meja layanan dan AR ini, pekerjaannya menjadi<br />
fokus, lebih nyaman, dan terkendali karena<br />
LO mengurusi semua hal terkait keuangan<br />
di Itjen melalui front office yang kemudian<br />
menghubungkannya dengan petugas yang terkait.<br />
“Sebelum adanya AR dan Meja Layanan, sering<br />
kali pekerjaan tidak fokus karena permintaan<br />
LO berdatangan berbarengan, baik via telepon<br />
ataupun datang langsung.” Keluhnya.<br />
“Dengan adanya Meja Layanan dan AR,<br />
pengendalian atas permasalahan keuangan di<br />
Inspektorat Jenderal lebih teratur, tertib, dan<br />
efektif, dan nyaman”<br />
VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />
11
Laporan Utama<br />
Pengalaman dan harapan mereka<br />
Selama pelaksanaan pekerjaan di<br />
Bagian PK ini, tentunya banyak suka<br />
dan duka yang diraskan oleh para<br />
staff yang terlibat di dalamnya. Dari<br />
beberapa staff di Bagian Keuangan,<br />
umumnya mereka merasakan senang<br />
apabila dapat memberikan pelayanan<br />
yang terbaik bagi pelanggannya, yaitu<br />
ketika pelanggan puas dengan layanan<br />
yang diterimanya. Bagi mereka,<br />
melayani dengan sepenuh hati adalah<br />
moto pekerjaan yang diembannya.<br />
Namun, tidak hanya pengalaman<br />
suka yang mereka rasakan, ada pula<br />
dukanya. Dari pengalaman salah<br />
satu pegawainya, ada beberapa hal yang menjadi<br />
keluhan diantaranya adalah ketika terjadi hal-hal<br />
yang tidak sesuai dengan peraturan atau mungkin<br />
memang belum ada aturan yang mendasarinya.<br />
Dalam hal ini, banyak pihak yang harus dilibatkan,<br />
misalnya bertanya kepada atasan pihak atau pihak<br />
berwenang lainnya. Sulitnya ketika mereka tidak<br />
berada di tempat karena penugasan, sedangkan<br />
pencairan dana harus dilakukan. Selain itu, ketika<br />
terdapat kebijakan anggaran yang diambil tidak<br />
sesuai dengan yang mereka harapkan. “Jika ada<br />
kebijakan yang tidak sesuai dengan harapan<br />
mereka, kami harus berusaha meyakinkan mereka<br />
atas kebijakan yang dibuat tersebut. Tentunya itu<br />
hal yang sulit” ungkap Fino.<br />
Terhadap pelaksanaan anggaran di Inspekorat<br />
Jenderal, Fino berharap agar semua aturan yang<br />
mengikat dalam proses pemintaan pembayaran<br />
dan pencairan dananya dipatuhi oleh setiap LO.<br />
Selain itu, kerja sama yang telah dibina oleh Bagian<br />
PK dengan setiap unit di lingkungan Inspektorat<br />
Jenderal dapat terus berjalan semakin baik.<br />
(KIN/VIN)<br />
Sub Bagian Perbendaharaan<br />
12<br />
VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012
Laporan Utama<br />
(Sehari-hari di Subbag Akuntansi)<br />
Bukan Hanya Laporan<br />
“Salah satu tantangan yang harus dihadapi dalam bekerja di Subbagian Akuntansi adalah<br />
ketika harus menjadi garda terdepan dalam pemeriksaan oleh auditor ekstern (BPK-RI)”<br />
Subbagian Akuntansi, dari namanya saja<br />
sudah terbayang, kira-kira apa saja tugas dan<br />
fungsi dari unit/Subbagian ini. Bagi sebagian<br />
orang, mengurus akuntansi saja mungkin, sekali<br />
lagi mungkin, akan dirasa kurang menantang,<br />
mengingat akuntansi adalah pekerjaan klerikal<br />
dan periodik. Namun tidak demikian halnya<br />
bagi para personil di Subbagian Akuntansi yang<br />
digawangi oleh Denis Yudosusilo selaku Kepala<br />
Subbagian. Dengan didampingi salah satu<br />
pelaksana di Subbagian Akuntansi, Romas Adi<br />
Saputra, <strong>Auditoria</strong> mencoba menyelami asyiknya<br />
seluk beluk pekerjaan di Subbagian Akuntansi.<br />
Dari Dokumen Menjadi Laporan, Lantas<br />
Diperiksa<br />
Sebelumnya, Subbagian ini bernama<br />
Subbagian Akuntansi dan Pelaporan, tapi kemudian<br />
berganti nama menjadi Subbagian Akuntansi saja.<br />
Subbagian ini secara khusus menangani pelaporan<br />
keuangan, termasuk di dalamnya adalah laporan<br />
perpajakan.<br />
Tugas Subbagian yang baru berdiri di<br />
tahun 2008 ini secara garis besar adalah mencatat<br />
dan melaporkan transaksi kantor (Itjen) yang<br />
bernilai uang sesuai dengan Standar Akuntansi<br />
Pemerintah. Secara teknis, untuk pencatatan<br />
tersebut dilakukan dalam Sistem Akuntansi<br />
Instansi (SAI).<br />
Sehari-hari, dasar dilakukannya<br />
pencatatan adalah SP2D yang diterbitkan oleh<br />
KPPN. Adapun untuk pencatatan aktiva (asset)<br />
Subbagian Akuntansi melakukan rekonsiliasi<br />
(pembandingan) dengan Bagian Umum c.q<br />
Subbagian Perlengkapan. Hal ini perlu dilakukan,<br />
mengingat Subbagian Akuntansi hanya mencatat<br />
nilai uangnya saja, sementara pencatatan asset<br />
ada di Subbagian Perlengkapan.<br />
Kemudian, setiap bulan Subbagian<br />
Akuntansi secara rutin melakukan rekonsiliasi<br />
dengan KPPN Jakarta II untuk memastikan akurasi<br />
dan kesamaan data, serta melakukan koreksi jika<br />
diperlukan. Untuk setiap rekonsiliasi tersebut,<br />
akan diselesaikan dengan Berita Acara Rekonsiliasi<br />
yang ditandatangani kedua belah pihak.<br />
Selaku unit pengelola akuntansi di<br />
Inspektorat Jenderal, Subbagian Akuntansi<br />
membuat dua laporan keuangan, yaitu Neraca dan<br />
Laporan Realisasi Belanja. Laporan tersebut disusun<br />
setiap bulan dan disampaikan ke KPPN. Selain<br />
itu, setiap triwulan (tiga bulan sekali), Subbagian<br />
Akuntansi juga menyusun Laporan Realisasi<br />
Belanja untuk disampaikan ke Biro Perencanaan<br />
dan Keuangan. Pekerjaan penyusunan laporan<br />
tersebut bersifat periodik, sehingga, bisa dikatakan<br />
peak season untuk Subbagian Akuntansi adalah<br />
bulan Juli serta Januari-Februari.<br />
Menurut pengakuan Romas, dibandingkan<br />
Subbagian lainnya di Bagian Perencanaan dan<br />
Keuangan, load pekerjaan di Subbagian Akuntansi<br />
relatif sedikit lebih ringan. Oleh karena itu, mulai<br />
tahun 2011, Subbagian Akuntansi mendapat<br />
limpahan pekerjaan untuk menangani laporan<br />
VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />
13
Laporan Utama<br />
perpajakan, yang sebelumnya ditangani oleh<br />
Subbagian Perbendaharaan.<br />
Secara teknis, terkait laporan perpajakan,<br />
tugas Subbagian Akuntansi adalah melaporkan<br />
data perpajakan, yaitu PPh Pasal 21 Final, 22,<br />
23, serta PPN (tidak termasuk PPh Pasal 21 Tidak<br />
Final, yang ditangani oleh Subbagian Penggajian).<br />
Selain melaporkan, Subbagian Akuntansi juga<br />
melakukan rekonsiliasi data perpajakan. Namun<br />
tetap, yang melakukan penyetoran adalah<br />
Subbagian Perbendaharaan. Output Subbagian<br />
Akuntansi yang secara langsung diterima oleh<br />
pegawai adalah bukti potong PPh yang diterbitkan<br />
tiap tahun sebagai lampiran dalam pengisian SPT.<br />
Salah satu tantangan yang harus dihadapi<br />
dalam bekerja di Subbagian Akuntansi adalah<br />
ketika harus menjadi garda terdepan dalam<br />
pemeriksaan oleh auditor ekstern (BPK-RI).<br />
Menurut Romas, “Kita garda terdepan untuk<br />
mengawal mereka terhadap apa yang kita sajikan.<br />
Jangan sampai mereka masuk ke wilayah-wilayah<br />
yang terlalu dalam, sehingga tidak sesuai dengan<br />
tujuan pemeriksaan mereka. Tujuan mereka kan<br />
cuma ngasih opini.”<br />
Dari hasil pemeriksaan oleh BPK-RI di<br />
tahun 2010, terdapat tiga temuan pemeriksaan.<br />
Kesemuanya sudah dituntaskan pada semester<br />
I 2011. Bahkan untuk pemeriksaan semester<br />
I 2011, tidak ada temuan pemeriksaan sama<br />
sekali, “Alhamdulillah tidak ada temuan cuma<br />
ada rekomendasi perbaikan. Kita koordinasikan<br />
lagi ke umum (Bagian Umum, -red.) gimana cara<br />
memperbaikinya. Rekan-rekan Bagian Umum<br />
juga bekerja keras untuk memperbaiki, seperti<br />
kode barang yang belum ada.” demikian menurut<br />
pengakuan Romas, yang merupakan alumni FE-UI<br />
dan STAN ini.<br />
Think tank-nya Perencanaan dan Keuangan:<br />
Inovasi Untuk Solusi<br />
Sebagaimana diakui Romas, apabila<br />
dibandingkan dengan Subbagian Perencanaan<br />
atau Subbagian Perbendaharaan misalnya,<br />
maka load pekerjaan di Subbagian Akuntansi<br />
relatif sedikit lebih ringan. Hal ini tidak lantas<br />
membuat para pegawai di Subbagian ini lantas<br />
leyeh-leyeh, sementara rekan-rekan lainnya sibuk<br />
menyelesaikan tugas dan tanggung jawab masingmasing.<br />
Subbagian Akuntansi tidak tinggal diam. Di<br />
tengah-tengah kesibukannya menyusun laporan,<br />
atau melakukan rekonsiliasi, Subbagian Akuntansi<br />
mencoba mencari terobosan-terobosan yang<br />
aplikatif, sesuai penuturan Romas, “Alhamdulillah<br />
tahun kemarin kita sudah bikin 2 kajian. Yang<br />
pertama kajian tentang survey kepuasan, yang<br />
kedua kajian tentang permintaan pembiayaan<br />
pengawasan.”<br />
Survey yang pertama didorong dari<br />
hasil survey yang dilaksanakan oleh Bagian<br />
Organisasi dan Tatalaksana (BOT). Dari survey<br />
yang diselenggarakan oleh BOT, terlihat masih<br />
ada kelemahan dalam pelayanan oleh Bagian<br />
Perencanaan dan Keuangan. Namun, survey<br />
tersebut belum merinci lebih jauh apa kelemahan<br />
tersebut, “Feedback-nya tidak ada, jadi feedbacknya<br />
dikembalikan ke masing-masing. OT tidak<br />
melihat kelemahan kita dimana sih, jadi cuman<br />
angka-angkanya, tapi prosesnya tidak dijabarkan<br />
secara detail.” demikian menurut Romas.<br />
Berangkat dari hal tersebut, survey<br />
dilaksanakan untuk melihat bagaimana pengguna<br />
‘menikmati’ layanan Bagian Perencanaan dan<br />
Keuangan. Dari situ terlihat bahwa salah satu<br />
kelemahan yang utama adalah pelaksanaan<br />
pembiayaan pengawasan. Kemudian, berdasarkan<br />
hasil survey tersebut, disusunlah sebuah kajian<br />
mengenai model pembiayaan pengawasan.<br />
Pada prinsipnya, kajian yang disusun<br />
merupakan usulan kepada pimpinan. Selain dari<br />
14<br />
VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012
Laporan Utama<br />
kajian, usulan-usulan terobosan yang ada juga<br />
merupakan sumbangan dari karya tulis yang<br />
disusun oleh rekan-rekan di Bagian Perencanaan<br />
dan Keuangan. Ternyata terobosan yang diusulkan<br />
diterima oleh pimpinan, sehingga sistem<br />
pelayanannya sekarang berubah. Yang paling<br />
terlihat adalah adanya meja pelayanan untuk<br />
seluruh pengurusan keuangan.<br />
Untuk tahun 2012, Subbagian Akuntansi<br />
berencana untuk menyusun e-modul tentang<br />
laporan keuangan. “Semacam e-book, tujuannya<br />
kita ingin semua orang bisa membuat LK.”<br />
demikian disampaikan Romas. Rencananya,<br />
e-modul tersebut berisi penjelasan berupa narasi<br />
mengenai laporan keuangan. Untuk melihat data<br />
yang terkait, cukup di-klik pada narasi tersebut<br />
akan langsung tersaji data yang terkait.<br />
Diharapkan dari membaca e-modul<br />
tersebut, 70% proses penyusunan laporan<br />
keuangan sudah terbayang oleh pembacanya.<br />
E-modul tersebut juga menyajikan berbagai<br />
peraturan yang terkait, sekaligus praktik dan<br />
aplikasinya sesuai dengan karakteristik Inspektorat<br />
Jenderal. E-modul itu sendiri sudah dirintis sejak<br />
tahun 2011.<br />
Selain e-modul tentang laporan<br />
keuangan, di tahun 2012, Subbagian Akuntansi<br />
juga menyusun kajian mengenai perpajakan. Ide<br />
ini berangkat dari kenyataan bahwa masih ada<br />
missmatch data dengan Bagian Umum terkait<br />
perpajakan. “Selama ini di umum sama kita suka<br />
ga match, laporan perpajakaan jadi tidak tepat.<br />
Tidak 100% benar.”<br />
Menjawab pertanyaan soal dari mana<br />
datangnya inisiatif untuk menyusun kajian-kajian<br />
atau mencari terobosan-terobosan, Romas<br />
berujar, “Dulu kan basic-nya cuma Subbag<br />
keuangan. Beberapa teman-teman pernah<br />
ngerasain bagaimana mengurus gaji. Kita melihatmelihat<br />
kenapa ya di Perbendaharaan (Subbagian<br />
Perbendaharaan,-red.) nginep sampai 5 hari.<br />
Kenapa load pekerjaan tidak selesai-selesai, apa<br />
ada masalah?” Dari situ kemudian timbul diskusi,<br />
yang pada akhirnya disepakati untuk membuat<br />
kajian yang lebih terstruktur.<br />
Suka Duka<br />
Bagi Romas, dan mungkin bagi pegawai<br />
lainnya di Subbagian Akuntansi, daya tarik bekerja<br />
di Subbagian ini adalah dapat memanfaatkan<br />
ilmu yang diperoleh di bangku kuliah. Bahkan,<br />
meskipun berlatar belakang akuntansi, Romas<br />
mengaku masih perlu banyak belajar dalam<br />
menangani seluk-beluk akuntansi pemerintahan<br />
yang jadi tugas dan tanggung jawabnya sekarang.<br />
Belum lagi perkembangan dari Standar Akuntansi<br />
Pemerintahan (SAP) sejak 2005 s.d. sekarang<br />
(2011), “Dari cuma asal ada neraca ada laporan,<br />
sampai ke yang sekarang accrual basis.” demikian<br />
menurut Romas.<br />
Selain itu, diakui pula bahwa pekerjaan<br />
di Subbagian Akuntansi relatif lebih santai. Lebih<br />
santai bukan dalam artian tidak ada target atau<br />
tenggat, akan tetapi, tenggatnya cukup panjang.<br />
Tenggat waktu penyusunan laporan keuangan<br />
bisa sampa dua bulan lebih, atau untuk laporan<br />
bulanan bisa sampai sepuluh hari kerja.<br />
Ini mungkin agak sedikit berbeda dengan<br />
Subbagian lain. Sekadar pembanding, jika di<br />
Subbagian Perencanaan tenggat waktunya lebih<br />
ketat, “Ngeri ya, tidak mau tahu, besok harus<br />
jadi. Jam 3 harus di-print ya di-print.” Meskipun<br />
diakui Romas, ketika tenggat penyusunan laporan<br />
keuangan, adakalanya Subbagian Akuntansi juga<br />
harus menginap di kantor, namun tidak sesering<br />
Subbagian lainnya.<br />
Adapun dukanya adalah perasaan<br />
sungkan dengan rekan-rekan satu bagian terkait<br />
workload. “Pada waktu pemeriksaan BPK kan yang<br />
kena ya perbendaharaan, tiga hari tidak pulang.<br />
Kita sedih juga, kok tidak bisa membantu apaapa.”<br />
Demikian salah satu pengalaman yang cukup<br />
membuat sungkan. Namun, alih-alih bersikap<br />
santai, hal tersebut justru memacu semangat<br />
Subbagian Akuntansi untuk bisa berkontribusi<br />
lebih optimal, salah satunya dengan membuat<br />
terobosan-terobosan baru.<br />
Kontribusi memang bisa hadir dalam<br />
berbagai rupa. Subbagian Akuntansi telah<br />
membuktikannya dengan cukup produktif<br />
untuk menyusun kajian-kajian yang aplikatif dan<br />
bermanfaat. “Mudah-mudahan nanti tahun 2012<br />
ada beberapa ide baru lagi.” Demikian ujar Romas<br />
seraya menutup wawancara dengan <strong>Auditoria</strong>.<br />
Inovasi tiada henti, bukan begitu, bung?<br />
(GIL/KIN/RHM)<br />
VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />
15
Laporan Utama<br />
Tahun 2011 ketika dilakukan survey<br />
atas seluruh jenis layanan Sekretariat<br />
Inspektorat Jenderal, penggajian menyabet<br />
sebagai layanan paling memuaskan. Prestasi<br />
yang cukup membanggakan Bagian Perencanaan<br />
dan Keuangan, khususnya Subbag Permintaan<br />
Pembayaran dan Penggajian (P3) ini seolah<br />
menjadi hiburan tersendiri di tengah rutinitas<br />
pekerjaan yang tak kenal henti dan komplain demi<br />
komplain yang harus dilayani. Tak banyak orang<br />
faham betul, apa sebenarnya yang dikerjakan<br />
subbag ini. Kebanyakan dari kita para Itjener hanya<br />
16<br />
Penggajian,<br />
(pernah) jadi<br />
layanan paling<br />
memuaskan<br />
VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />
tahu gaji dan TKPKN masuk di awal bulan, dan<br />
protes kalau terlambat. Maka tak ada salahnya<br />
bila kita mencoba menyelami sedikit dapur urusan<br />
yang menyangkut hajat hidup orang banyak ini.<br />
Siapa tahu, dengan sedikit pemahaman, empati<br />
kita bakal muncul dan tak sembarang protes kita<br />
lontarkan.<br />
Subbag P3 sungguh unik, karena semua proses<br />
kehidupan manusia dilayani di sini. Saat pegawai<br />
baru masuk keja, naik pangkat, naik gaji berkala,<br />
promosi jabatan, pegawai menikah, anak pegawai<br />
lahir, hingga pegawai pensiun atau bahkan<br />
meninggal, dilayani semua. Tak ada satu tahappun<br />
yang tak terkait Subbag P3.<br />
Gaji adalah unsur yang sangat-sangat penting<br />
dalam dunia kerja, termasuk di itjen. Tiap awal<br />
bulan gaji harus tepat waktu masuk ke rekening<br />
pegawai, tak ada toleransi sedikitpun. Sehari saja<br />
terlambat, telinga para pegawai Subbag P3 ini<br />
bakal siap-siap panas, diprotes orang. Baik protes<br />
yang haus maupun yang “lebih halus”. Semua<br />
harus dilayani dengan penuh kesabaran. Begitu<br />
kata dedengkot penggajian Itjen, Bu Misnem.<br />
Bayangkan, Ibu tiga anak ini telah 30 tahun<br />
berkutat dalam penggajian. Bu Misnem mengajari<br />
semua unsur Subbag P3, termasuk Kasubbag,<br />
untuk bersabar dan melayani sebaik-baiknya,<br />
apapun protes orang.<br />
Proses penggajian bulanan, diawali dengan<br />
input data di aplikasi gaji. Data awal adalah<br />
data pembayaran bulan sebelumnya. Kemudian<br />
dilakukan update terkait perubahan pegawai,<br />
misalnya SK (Surat Keputusan) kenaikan pangkat,<br />
jabatan dan sebagainya. Selain itu juga diinput<br />
data lain seperti perubahan susunan keluarga<br />
pegawai. Selesai update, dilakukan penyusunan<br />
Surat Permintaan Pembayaran (SPP) Gaji. Bersama<br />
dengan lampiran dan Arsip Data Komputer (ADK),<br />
SPP diajukan kepada Pejabat Penerbit Surat<br />
Perintah Membayar (SPM). Setelah itu diajukan<br />
kepada Kantor Pelayanan Perbendaharaan<br />
Negara (KPPN) untuk dilakukan rekonsiliasi dan<br />
pembayaran. Untuk itu harus disiapkan data
Laporan Utama<br />
pendukung, berupa fotokopi berkas-berkas<br />
terkai perubahan yang telah dilegalisir oleh<br />
Bagian Kepegawaian. Bersama dengan Arsip<br />
Data Komputer (ADK), lengkaplah sudah proses<br />
permintaan pembayaran gaji, sehingga KPPN<br />
dapat menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana<br />
(SP2D).<br />
Dengan terbitnya SP2D ini setiap awal bulan para<br />
pegawai akan menerima gaji melalui rekening<br />
masing-masing. Gaji bulanan ini disebut juga<br />
gaji induk. Seluruh proses pembayaran gaji<br />
ini ditangani oleh Mbak Analis Indriyatun dan<br />
Bu Misnem, di bawah koordinasi Kasubbag<br />
P3. Sedangkan pengarsipan hal yang tak kalah<br />
pentingnya- ditangani oleh Pak Mujiono.<br />
Selain gaji induk, setiap ada pembayaran yang<br />
terhitung mundur, atau SK terlambat diterima,<br />
dilakukan pembayaran kekurangan gaji, susulan<br />
gaji atau sering dikenal dengan istilah rapel. Ada<br />
rapel atas kenaikan gaji karena kenaikan pangkat<br />
atau KGB, ada juga rapel atas tunjangan jabatan.<br />
Di samping itu, ada juga pembayaran uang makan.<br />
Prosesnya hampir serupa, yaitu dimulai dengan<br />
input data hingga rekonsiliasi dengan KPPN.<br />
Pernikahan dan kelahiran anak<br />
pegawai tentu berdampak pada<br />
tunjangan anak dan tunjangan<br />
beras. Promosi dan mutasi<br />
jabatan tentu terkait dengan<br />
tunjangan jabatan. Pegawai<br />
pensiun, pindah atau meninggal<br />
tentu harus dihentikan gajinya.<br />
Untuk harus diterbitkan Surat Keterangan<br />
Penghentian Pembayaran (SKPP) sebagai salah<br />
satu syarat pembayaran pensiun atau gaji di tempat<br />
baru. Banyak pegawai yang belum memahami<br />
bahwa untuk diterbitkan SKPP, salah satu syaratnya<br />
adalah melampirkan Berita Acara Serah Terima<br />
(BAST) Barang Milik Negara yang dikuasainya.<br />
Keterlambatan penyerahan BAST ini seringkali<br />
terjadi, dan pegawai bersangkutan biasanya<br />
protes ke subbag P3. Jelas sekali koordinasi antara<br />
Subbag P3, Bagian Kepegawain dan unit tempat<br />
pegawai bekerja sangat diperlukan, ujar Mbak<br />
Analis.<br />
Selain gaji, setiap bulan para pegawai juga<br />
menerima Tunjangan Khusus Pembinaan Keuangan<br />
Negara (TKPKN). Dana TKPKN berasal dari Setjen.<br />
Jadi setiap bulan dihitung kebutuhan untuk<br />
pembayaran bulan berikutnya dan dimintakan<br />
ke Setjen. Sejak tahun 2012, proses pembayaran<br />
TKPKN mirip dengan prosedur pembayaran<br />
gaji. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan<br />
kontrol atas pengelolaan TKPKN. Sebagaimana<br />
gaji, pembayaran TKPKN juga sangat penting.<br />
Keterlambatan atau kekeliruan pembayaran<br />
TKPKN akan menimbulkkan protes dari pegawai.<br />
Tim TKPKN dimotori oleh Mas Darwan dan Bu<br />
Musnem. Kesabaran dan ketelitian adalah kunci<br />
sukses TKPKN tak pernah terlambat, ujar Mas<br />
Darwan. Kalau soal komplain, rata-rata pegawai<br />
Subbag P3 sudah terbiasa mengalaminya.<br />
Pekerjaan mengelola gaji dan TKPKN penuh<br />
dengan suka duka. Setiap awal bulan saat<br />
wajah-wajah para pegawai Itjen berbinar-binar<br />
menatap angka-angka di rekening mereka, itulah<br />
saat yang membahagiakan. Atau ucapan terima<br />
kasih dari para pegawai<br />
Banyak pegawai yang belum memahami<br />
bahwa untuk diterbitkan SKPP, salah satu<br />
syaratnya adalah melampirkan Berita<br />
Acara Serah Terima (BAST) Barang Milik<br />
Negara yang dikuasainya.<br />
–meskipun jarang- tentu<br />
sedikit banyak membuat<br />
kelelahan tertebus.<br />
Apresiasi dari atasan juga<br />
cukup menghibur.<br />
Tahun 2011, Subbag P3<br />
meluncurkan layanan<br />
VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />
17
Laporan Utama<br />
Surat Keterangan Penghasilan (SKP) online.<br />
Permohonoan SKP dapat dilakukan dengan cara<br />
yang lebih praktis dan cepat (1x24jam). Caranya:<br />
pemohon SKP mengirim sms dengan format<br />
SKP#Nama#NIP#Unit Kerja#Keperluan (untuk<br />
kredit, sebutkan nama bank) ke nomor BagPK<br />
onLINE 082124015015. Setelah itu, pemohon akan<br />
menerima sms respon bahwa permohonan telah<br />
diterima. Selanjutnya Subbag P3 akan memproses<br />
pembuatan SKP. Jika sudah selesai, Pemohon<br />
akan kembali menerima sms pemberitahuan dan<br />
dapat segera mengambil SKP di meja pelayanan<br />
Bagian PK. Respon atas layanan ini sungguh luar<br />
biasa. Beberapa petinggi Itjen menyampaikan<br />
apresiasi atas terobosan ini. Apresiasi dan respon<br />
positif semacam ini sungguh sangat mendorong<br />
semangat Subbag P3 dalam berkarya.<br />
Di samping suka, tentu tak sedikit duka dalam<br />
mengelola penggajian. Komplain sudah pasti.<br />
Satu hal yang selalu bikin haru adalah<br />
ketika ada pegawai meninggal.<br />
Keluarga pegawai tersebut<br />
biasanya akan datang untuk<br />
berbagai keperluan,<br />
seperti menyerahkan<br />
berkas-berkas terkait<br />
kematian, mengambil<br />
tabungan koperasi,<br />
SKPP, gaji terusan, dan<br />
sebagainya. Subbag P3<br />
pernah –beberapa kalidisuguhi<br />
pemndangan<br />
yang sangat mengharukan,<br />
seperti janda pegawai yang<br />
datang dengan menggandeng<br />
tangan seorang anak kecil, sementara di luar<br />
hujan deras. Hal-hal seperti ini akan menambah<br />
kekayaan perasaan kita dan penghargaan terhadap<br />
sesama.<br />
Bekerja di Subbag ini juga membuat kita tahu<br />
berapa penghasilan sesungguhnya. Ada pegawai<br />
yang begitu besar utangnya sehingga tak lagi<br />
menerima penghasilan. Hal seperti ini juga<br />
memberi pelajaran hidup yang luar biasa. Alhasil,<br />
18<br />
VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />
kekompakan antara Bu Misnem, Pak Mujiono, Mas<br />
Darwan, Mbak Analis, Mbak Diana dan Pak Hisyam<br />
sebagai Kasubbag terjalin secara alamiah.<br />
Selain gaji dan TKPKN, ada satu lagi kegiatan<br />
Subbag P3 yang tak kurang pentingnya. Subbag<br />
P3, sesuai dengan namanya merupakan perantara<br />
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) –terutama<br />
pengadaan barang dan jasa- dan Pejabat<br />
Penerbit SPM. Subbag ini –dilakukan oleh Diana<br />
Laurencia- melakukan verifikasi secara<br />
formal atas permintaan pembayaran<br />
dari PPK. Segala persyaratan yang<br />
harus dipenuhi sesuai dengan<br />
ketentuan dilengkapi di sini.<br />
Kekuranglengkapan atau<br />
kesalahan SPP bisa berakibat<br />
dikembalikan kepada PPK.<br />
Setelah selesai diverifikasi,<br />
SPP beserta seluruh<br />
lampirannya diajukan kepada<br />
Pejabat Penerbit SPM. Apabila<br />
sudah benar dan diterbitkan<br />
SPM, kemudian diajukan kepada<br />
KPPN untuk diterbitkan SP2D.<br />
Akhir tahun adalah saat luar biasa buat<br />
Diana. Berkas yang masuk biasanya memang jauh<br />
lebih banyak. Bekerja di luar hari kerja normalpun<br />
mesti dijalani. Tapi dengan kebersamaan di Bagian<br />
PK, hal-hal seperti in bukanlah masalah.<br />
(CWL/DUM/KIN/RHM)
Liputan Khusus<br />
Idealkah Proses Mutasi di Itjen??<br />
“Mutasi lebih ditekankan untuk<br />
memenuhi kebutuhan organisasi,<br />
penyegaran dan peningkatan kinerja<br />
serta kompetensi pegawai dalam rangka<br />
efektivitas kerja organisasi tersebut.”<br />
Dalam praktek organisasi yang sehat,<br />
dibutuhkan penyelaras antara kebutuhan<br />
organisasi dengan kebutuhan para<br />
pegawai di dalamnya. Di suatu organisasi kita<br />
mengenal adanya bagian HRD atau bagian<br />
Kepegawaian yang mengakomodir kebutuhan<br />
itu semua. Begitu pula di Inspektorat Jenderal<br />
Kemenkeu, semua kegiatan yang berhubungan<br />
pegawai, mulai dari rekruitmen, penempatan<br />
pegawai, pembinaan, dan pengembangan<br />
pegawai dikelola dengan baik di unit kerja ini.<br />
Berbicara mengenai efektifitas kerja dari seorang<br />
pegawai, penting bagi sebuah organisasi<br />
mengetahui dan memahami kompetensi<br />
yang dimiliki pegawai kesesuaiannya dengan<br />
penempatan pegawai dalam organisasi tersebut.<br />
Oleh karena itu, mutasi dinilai sebagai suatu<br />
tools yang membantu organisasi meningkatkan<br />
efektivitas kerja pegawainya. Perihal mengetahu<br />
sejauh apa pelaksanaan mutasi di Itjen, reporter<br />
<strong>Auditoria</strong> mencoba untuk melakukan wawancara<br />
khusus kepada Kepala Subbagian Assessment dan<br />
Mutasi - Bagian Kepegawaian Sekretariat Itjen<br />
Kemenkeu.<br />
Menurut Bapak, seberapa penting proses<br />
mutasi dalam sebuah organisasi?<br />
Jadi suatu praktek organisasi yang sehat itu<br />
memang perlu menyiasati kebutuhan organisasi<br />
maupun kebutuhan para pegawainya. Mutasi<br />
merupakan suatu tools dalam suatu organisasi<br />
dimana kita berupaya agar penempatan pegawai<br />
itu disesuaikan dengan kebutuhan organisasi,<br />
disesuaikan dengan kompetensi maupun keahlian<br />
orang tersebut. Disamping itu, salah satu alasan<br />
mutasi yaitu untuk penyegaran dan yang cukup<br />
penting adalah menghindari terjadinya konflik<br />
kepentingan maupun praktek-praktek yang<br />
mengarah pada tindakan korupsi. Terkait dengan<br />
penyegaran tadi lebih menitikberatkan pada<br />
peningkatan motivasi pegawai dan pengembangan<br />
kompetensi pegawai itu sendiri.<br />
Bagaimana proses mutasi di Itjen?<br />
Untuk pola mutasi sebelum tahun 2009 seperti<br />
di Itjen ketika tahun 2008 terjadi mutasi besarbesaran<br />
memang tidak ada aturan yang dipakai.<br />
Sehingga penilaian lebih mengarah pada deskresi<br />
pimpinan dengan mengukur kebutuhan unit,<br />
dengan pertimbangan-pertimbangan waktu itu<br />
maka dilakukanlah mutasi. Rujukan dilaksankaan<br />
mutasi belum ada, sehingga jauh lebih fleksibel,<br />
sekarang karena kita sudah memliki PMK, peraturan<br />
Irjen sebagai turunannya, kita mempunyai dasar<br />
yang lebih kuat. Peraturan Inspektur Jenderal<br />
PER-04/IJ/2011 yang menetapkan kriteria-kriteria<br />
tentang mutasi itu sendiri. Kriteria utama lebih<br />
pada masa kerja. Jadi kita sudah tentukan untuk<br />
para pejabat fungsional auditor akan dimutasi<br />
apabila mereka telah menduduki jabatan selama<br />
3-6 tahun, jabatan struktural 3-5 th, sementara<br />
untuk pelaksana lebih fleksibel ditentukan masa<br />
kerja 1-8 tahun.<br />
VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />
19
Liputan Khusus<br />
Sejauh ini, proses mutasi yang ada di Itjen<br />
mengarah pada peraturan irjen tersebut,<br />
sehingga kita berusaha sesuai dengan aturan<br />
main yang ada. Itu konsep yang kita tawarkan.<br />
Tapi pada akhirnya konsep tersebut nanti akan<br />
disampaikan pada rapat badan pertimbangan<br />
jabatan dan kepangkatan (baperjakat) dan badan<br />
pertimbangan jabatan fungsional (baperjafung),<br />
disanalah pimpinan Inspektur jenderal akan<br />
memutuskan dengan mempertimbangkan hal-hal<br />
yang sifatnya strategis.<br />
Bagaimana metode pelaksanaan mutasi di<br />
Itjen?<br />
Pertama kita membuat identifikasi seluruh<br />
pegawai yang ada di database, kita identifikasi<br />
jumlah pegawai yang ada sebenarnya dan juga<br />
dengan formasi kebutuhan. Nanti selanjutnya kita<br />
lihat pegawai dari setiap Inspektorat/Bagian yang<br />
memenuhi kriteria mutasi, seperti misalnya masa<br />
kerja, kesesuaian antara kompetensi dan jabatan,<br />
hasil penilaian kinerja, dan juga kebutuhan<br />
organisasi. Jadi kita ambil kriteria-kriteria tersebut<br />
dan kita tandai orang-orang yang memenuhi<br />
untuk dimutasi. Konsep kita buat, dan di rapat<br />
kita sajikan dan presentasikan, kemudian nanti<br />
pimpinan itjen yang akan memutuskan, apakah<br />
setuju dengan konsep awal atau bisa juga dengan<br />
mempertimbangkan hal-hal yang urgent, misalnya<br />
terkait asistensi Laporan keuangan, sehingga<br />
mereka masih membutuhkan tenaga pegawai<br />
yang bersangkutan sehingga meminta untuk<br />
sementara jangan dimutasi. Sehingga ada hal-hal<br />
yang sifatnya strategis yang dimasukkan menjadi<br />
hal-hal yang pertimbangan mutasi itu.<br />
Menurut Bapak, apakah aturan dalam<br />
peraturan tersebut cukup ideal?<br />
Kira-kira pertimbangannya adalah 1 tahun<br />
pertama adalah orang menyesuaikan dengan<br />
lingkungannya, tahun ke-2 menyesuaikan,<br />
belajar, dan mulai bekerja dengan baik sesuai<br />
dengan apa yang telah dipelajari dan alami. Dan<br />
tahun ke3 mulai mengembangkan pekerjaannya<br />
dan kreatifitas, inovasi , dsb. Kami merasakan<br />
puncaknya adalah pada tahun ke-3, sehingga<br />
pada tahun tsb pegawai tersebut dinilai cukup<br />
menguasai. Alasan dibatasi dalam waktu 6 tahun<br />
karena harapannya mereka tidak mentok di tempat<br />
yang sama, dan mungkin mereka mengaami masa<br />
jenuh dan perlu mendapatkan ilmu yang lain.<br />
Batasan 6 tahun itu dengan pertimbangan mereka<br />
bisa segar lagi, mengikuti siklus untuk belajar lagi,<br />
20<br />
VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />
mengembangkan kreatifitas lagi, dengan siklus<br />
tersebut diharapkan organisasi berjalan dengan<br />
sehat dan lebih efektif.<br />
Sesuai core business Itjen sebagai pengawas<br />
internal Kemenkeu, idealnya diperlukan<br />
kompetensi pegawai yang lebih baik,<br />
bagaimana Bapak menyikapi hal tersebut?<br />
Kita menyiasatinya dengan tidak melakukan<br />
mutasi secara sekaligus di satu unit, semisal untuk<br />
periode tahun 2012 ini, tidak seluruhnya dimutasi,<br />
kita lakukan bertahap. Kita ganti yang sudah<br />
demikian lama, kita harapkan mereka dipindahkan<br />
ke tempat baru jauh lebih bermanfaat, jauh lebih<br />
termotivasi lagi untuk belajar. Kita masukkan<br />
orang-orang yang lebih fresh untuk belajar. Kita<br />
menyiasatinya dengan mutasi secara berkala, jadi<br />
sebagian kita mutasi, dan sebagian besar masih<br />
tetap ditempat tersebut, yang baru masuk belajar,<br />
dan secara bertahap bisa menyesuaikan. Jadi<br />
arahannya supaya organisasi ini tetap dinamis dan<br />
tidak statua quo, tidak menciptakan comfort zone,<br />
sehingga orang-orang tidak jenuh dan kurang<br />
kreatif.<br />
Apakah atasan langsung dari pejabat yang<br />
akan dimutasi dilibatkan dalam pembahasan<br />
sebelum proses mutasi tersebut dilakukan?<br />
Jadi beberapa langkah sebelum dilakukan mutasi<br />
adalah mengirimkan nota dinas permintaan,<br />
identifikasi yang dinamakan key-person, merekalah<br />
yang kita anggap merupakan tulang punggung<br />
di unit tersebut, kita berharap adanya informasi<br />
ini, ketika pertimbangan mutasi ini, sedapat<br />
mungkin key-person akan kita tahan,karena<br />
dialah sekelompok orang yang merupakan tenaga<br />
inti di bagian itu, sehingga kita berusaha untuk<br />
dipertimbangkan. Sehingga mutasi ini tidak akan<br />
menggoyahkan organisasi ini, tapi tetap tegak,<br />
karena tiang-tiang ini tetap kita pertahankan. Jadi<br />
mungkin bentuk komunikasinya seperti itu.<br />
Terkait dengan adanya ketidakpuasan<br />
pejabat/pegawai atas mutasi, bagaimana<br />
Bapak menyikapi hal tersebut?<br />
Pada dasarnya kita sesuai dengan peraturan, jadi<br />
yang melewati masa kerja kita usulkan untuk di<br />
mutasi, kemudian kita tawarkan, rapat baperjakat<br />
itu dihadiri pula oleh para pimpinan-pimpinan<br />
juga, jika pimpinan menganggap pegawai sudah<br />
melewati batas maksimum, dia mungkin bisa<br />
dipertahankan dengan pertimbangan yang<br />
mereka kemukakan, jadi masih sangat mungkin
Liputan Khusus<br />
dipertahankan oleh pimpinannya. Untuk unit<br />
sekretariat kita juga sudah mengumpulkan para<br />
kepala bagian, kita sampaikan, sebelum menjadi<br />
keputusan, kita sudah tanyakan pendapat<br />
mereka supaya proses mutasi berjalan mulus<br />
dan tidak terjadi goncangan. Sehingga pimpinanpimpinan<br />
sebenarnya sudah mengetahui dan bisa<br />
memahami, jika pimpinan menginginkan untuk<br />
seseorang tidak dimutasi, mereka seharusnya<br />
menyampaikan argumentasinya. Sejauh ini<br />
kepegawaian hanya sebagai fasilitator saja.<br />
Sejauh ini apa saja kendala yang dihadapi Sub<br />
Bagian Mutasi dalam mengiring proses mutasi<br />
di Itjen?<br />
Masalahnya sebenarnya tidak terlalu signifikan.<br />
Namun kendala utama adalah bagaimana<br />
sosialisasi mengenai mutasi ini bisa dilakukan, jadi<br />
harapannya orang paham organisasi dilakukan<br />
untuk kebaikan organisasi dan diri orang tersebut,<br />
baik dari sisi potensi, maupun kinerja orang<br />
tersebut. Mungkin yang ingin kita dapat adakah<br />
kesepahaman dengan pegawai tersebut. Jadi<br />
gejolak-gejolak yang terjadi adalah orang agak sulit<br />
melepas lingkungan kerja yang mereka anggap<br />
sudah nyaman, untuk ke tempat baru agak sulit,<br />
tapi itu adalah transisi dan tidak lama. Suatu saat<br />
akan beradapsi ke tempat baru dan akan berjalan<br />
dengan baik. Jadi kendala lebih pada proses<br />
transisi yang belum mulus.<br />
Untuk memperbaiki proses mutasi di Itjen, apa<br />
saja yang sudah dilakukan?<br />
Jadi memang karena kita selalu menggunakan<br />
rujukan dari Pembina kepegawaian yaitu Biro<br />
SDM, jadi kita selalu merujuk kebijakan dari sana,<br />
kita memang usahakan beberapa variasi dari<br />
mutasi misalnya melalui penugasan sementara<br />
atau perbantuan. Seperti yang di IBI kebutuhan<br />
pegawai disana dengan ketetuan khusus untuk<br />
rekruitmen di IBI maka kita menggunakan<br />
perbantuan sementara. Itu bisa dikatakan mutasi<br />
dengan variasi yang berbeda. Atau misalnya<br />
kebutuhan dari unit tertentu yang membutuhkan<br />
orang jadi kita menggunakan penugasan<br />
sementara. Jadi sebelum permanen sudah kita<br />
uji coba juga. Kalau benchmarking agak sulit<br />
karena sifat rekruitmen yang berbeda. Di swasta<br />
misalnya, mereka cenderung hanya untuk suatu<br />
posisi yang terbuka, sehingga mudah orang ada<br />
disana. Sedangkan kita rekruitmen berbeda,<br />
sementara kita harus mempersiapkan orangorang<br />
semisal untuk auditor, harus persiapan<br />
sekian lama untuk auditor. Jadi sejauh ini belum<br />
dilakukan benchmarking secara sempurna, tapi<br />
kita belajar dari mutasi yang kemarin-kemarin.<br />
Jadi kita berusaha ke depan sesuai renstra agar<br />
ke depan penempatannya sesuai GPMnya (pas).<br />
Jadi yang kurang-kurang diusahakan dimutasi<br />
supaya berkembang, kinerja lebih mantap dan<br />
latar belakang pendidikan mendukung. Jadi kita<br />
learning organization juga kita mengarah kesana.<br />
Apa saran dan masukan Bapak untuk perbaikan<br />
proses mutasi di tahun mendatang?<br />
Kekurangan pegawai sehingga kebutuhan pegawai<br />
itu cukup banyak dibanding jumlah pegawai yang<br />
ada. Sehingga untuk ke depan setiap tahun kita<br />
ada rekruitmen, jadi dengan jumlah pegawai yag<br />
tersedia, jadi lebih ideal SDM di masing-masing<br />
unit kerja, jadi proses pelaksanaan tugas menjadi<br />
lebih lancar.<br />
Kebijakan sebagaimana yang digariskan oleh<br />
pimpinan adalah kita berusaha supaya menjadi<br />
instansi yang terbuka, dalam artian kita mampu<br />
menghasilkan SDM yang berkompetensi tinggi<br />
dan berkualitas bagus sehingga bisa kita tawarkan<br />
di unit-unit lain. Jadi jika unit lain membutuhkan,<br />
kita punya potensi besar untuk itu. Jadi di itjen bisa<br />
sebagai tempat orang belajar lebih baik dan di lain<br />
pihak membawa organisasi lebih baik. Sehingga<br />
setiap individu di Itjen bisa terpuaskan dalam segi<br />
professional curve nya meningkat.<br />
Kedepannya, Kita juga perlu melakukan evaluasi<br />
terhadap mutasi, dlm artian sebelum dan sesudah<br />
mutasi kita lihat terhadap peningkatan kinerja dan<br />
pencapian iku, jadi harus kita buat korelasinya<br />
dengan mutasi. Sehingga salah satu penilaian<br />
dari keberhasilan mutasi adalah ikut menjadi<br />
lebih baik, ikut meningkat, dll. Selain itu kita juga<br />
akan menyusun yang namanya carrier planning ,<br />
jadi kita berusaha setiap orang karirnya dengan<br />
baik, sehingga ketika dibutuhkan profesi jabatan<br />
tertentu kita bisa menyiapkan dengan kualitas<br />
yang baik pula. Ini juga dari hasil proses mutasi<br />
yang baik juga saya kira. Kadang-kadang SDM<br />
yuang naik hanya di satu tempat saja mungkin bisa<br />
kita sharing pengetahuan dan kemampuannya di<br />
tempat lain untuk membangun. Jadi setiap unit<br />
itu sama pengetahuan dan kemampuan yang baik.<br />
Jadi tidak satu unit bagus dan lainnya kurang. Jadi<br />
kita bisa menularkan itu dari proses mutasi.<br />
(DIT/CWL)<br />
VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />
21
Liputan Khusus<br />
MENGAPA MESTI ADA MUTASI?<br />
Dalam suatu organisasi terdapat beberapa<br />
elemen penting yang saling terkait, salah<br />
satunya adalah sumber daya manusia.<br />
Sebagaimana elemen organisasi yang lain, sumber<br />
daya manusia harus dikelola dengan baik. Bahkan<br />
sering dikatakan bahwa pengelolaan organisasi<br />
pada dasarnya adalah proses pengelolaan manusia,<br />
hal ini dikarenakan jika dibandingkan dengan<br />
elemen-elemen lainnya, manusia merupakan<br />
elemen yang paling dinamis dan kompleks. Tidak<br />
dipungkiri dalam pemanfaatannya pun dinilai<br />
harus cermat mengingat keterbatasan yang ada.<br />
Disinilah peran sebuah manajemen organisasi<br />
dinilai cukup penting, karena proses manajemen<br />
yang baik harus bisa memanfaatkan keterbatasan<br />
tersebut demi tercapainya suatu tujuan organisasi.<br />
Manajemen SDM dapat didefinisikan<br />
sebagai suatu proses perencanaan,<br />
pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian<br />
sumber daya dalam rangka pencapaian tujuan<br />
organisasi. Dalam rangka pencapaian tujuan<br />
organisasi tersebut, terciptanya motivasi dan<br />
peningkatan kerja para pegawai menjadi salah<br />
satu tolok ukur. Sebuah analisis yang dilakukan<br />
oleh Diyah Dumasari Siregar ST, MM, menyatakan<br />
bahwa karyawan (pegawai) dan perusahaan<br />
(organisasi) merupakan dua hal yang tidak bisa<br />
dipisahkan. Pegawai memegang peran utama<br />
dalam menjalankan roda kehidupan organisasi.<br />
Apabila pegawai memiliki produktivitas dan<br />
motivasi kerja yang tinggi, maka laju roda organisasi<br />
pun akan berjalan kencang, yang akhirnya akan<br />
menghasilkan kinerja dan pencapaian yang baik<br />
bagi organisasi.<br />
22<br />
“Pada dasarnya mutasi termasuk<br />
dalam fungsi pengembangan<br />
karyawan, karena tujuannya<br />
adalah untuk meningkatkan<br />
efisiensi dan efektivitas kerja<br />
dalam suatu organisasi”<br />
VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />
Mutasi : Sebuah Definisi<br />
Implementasi dari hal-hal diatas tidak<br />
mudah. Oleh karena itu salah satu langkah yang<br />
dilakukan organisasi untuk peningkatan efisiensi<br />
dan efektivitas kerja pegawainya adalah dengan<br />
melakukan proses mutasi. Kebijakan organisasi<br />
untuk melakukan mutasi merupakan sesuatu yang<br />
sangat normatif. Menurut berbagai sumber, mutasi<br />
dalam suatu organisasi memiliki beberapa definisi<br />
yang beragam. Menurut H. Malayu S.P. Hasibuan<br />
(2008) menyatakan bahwa mutasi adalah suatu<br />
perubahan posisi/jabatan/tempat/pekerjaan yang<br />
dilakukan baik secara horizontal maupun vertical<br />
di dalam suatu organisasi.<br />
Pada dasarnya mutasi adalah fungsi<br />
pengembangan pegawai karena tujuannya untuk<br />
meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja<br />
dalam perusahaan (pemerintahan) tersebut.<br />
Sedangkan menurut Sastrohadiwiryo (2002)<br />
mutasi adalah kegiatan ketenagakerjaan yang<br />
berhubungan dengan proses pemindahan fungsi,<br />
tanggung jawab, dan status ketenagakerjaan yang<br />
berhubungan dengan proses pemindahan fungsi,<br />
tanggung jawab, dan status ketenagakerjaan<br />
tenaga kerja ke situasi tertentu dengan tujuan<br />
agar tenaga kerja yang bersangkutan memperoleh<br />
kepuasan kerja yang mendalam dan dapat<br />
memberikan prestasi kerja yang semaksimal<br />
mungkin kepada perusahaan. Jadi dapat<br />
disimpulkan bahwa mutasi diartikan sebagai<br />
perubahan mengenai atau pemindahan kerja/
Liputan Khusus<br />
jabatan lain dengan harapan pada jabatan baru<br />
pegawai tersebut dapat lebih berkembang.<br />
Dari definisi tersebut, kita dapat mengulas<br />
lebih dalam mengenai berbagai jenis mutasi yang<br />
ada dalam suatu organisasi. Diantaranya adalah<br />
promosi, dimana mutasi jenis ini sering dikenal<br />
sebagai bentuk apresiasi atas kinerja seseorang<br />
yang dinilai diatas standar yang ditetapkan dalam<br />
organisasi dan perilakunya yang sangat baik.<br />
Selain promosi, kita sering mendengar rotasi, yang<br />
sering diartikan sebagai perpindahan seseorang<br />
dari satu jabatan ke jabatan baru yang setara.<br />
Rotasi seringkali dilakukan dengan tujuan agar<br />
pegawai memiliki pengetahuan dan pemahaman<br />
baru dan juga diharapkan dapat menghilangkan<br />
rasa jenuh bekerja pada suatu posisi. Sedangkan<br />
jenis mutasi yang sering dinilai pegawai sebagai<br />
suatu hukuman dari organisasi adalah demosi.<br />
Demosi merupakan perpindahan dari satu<br />
jabatan ke jabatan baru yang lebih rendah. Hal<br />
ini seringkali dilakukan karena ketidakmampuan<br />
pegawai dalam memenuhi sasaran kerja yang<br />
telah ditetapkan atau dengan kata lain tidak<br />
perform. Dalam prakteknya setiap organisasi<br />
melakukan mutasi yang bervariasi sesuai dengan<br />
karakteristik, kompetensi organisasi dan individu<br />
pegawainya, dan kondisi kesehatan organisasi.<br />
The Right Man On The Right Place<br />
Mutasi merupakan bagian integral dari<br />
sistem keorganisasian. Dalam pelaksanaan mutasi<br />
yang sehat, tidak memungkiri bahwa perencanaan<br />
strategis merupakan dasar dari pelaksanaan<br />
mutasi. Perencanaan strategis dilakukan dengan<br />
pemetaan potensi, performa pegawai dan juga<br />
perilaku pegawai dalam organisasi tersebut. ‘The<br />
right man on the right place’ merupakan prinsip<br />
utama yang mendasari penyelenggaraan mutasi<br />
dalam organisasi. Selain itu, penetapan mutasi<br />
harus didasari oleh kebijkan dan peraturan dalam<br />
organisasi tersebut yaitu dengan dikeluarkan oleh<br />
pimpinan puncak organisasi setelah melalui rapatrapat<br />
pimpinan dan rapat di lini terbawah. Namun<br />
demikian, mutasi tersebut sebaiknya diusulkan<br />
oleh pimpinan devisi, hal ini mengingat mereka<br />
lah yang paling tahu perkembangan pegawai dan<br />
kondisi devisinya. Sejauh ini peran dari divisi SDM<br />
atau lebih kita kenal dengan Bagian Kepegawaian<br />
hanya sebagai fasilitator yang menjembatani<br />
proses mutasi dalam organisasi berjalan dengan<br />
baik. Menghindari pragmatisme dalam penetapan<br />
mutasi merupakan tindakan yang bijaksana. Kita<br />
sebaiknya tidak memaksakan melaksanakan<br />
sesuatu, semisal dengan melakukan mutasi besarbesaran<br />
demi penyegaran pegawai. Hal ini dapat<br />
dijembatani dengan peningkatan hubungan<br />
kemitraan kerja dan pengembangan suasana<br />
belajar yang efektif.<br />
Keseluruhan pelaksanaan tersebut<br />
hanya mengacu pada perwujudan mutasi yang<br />
dinilai obyektif dan rasional bagi pegawai dan<br />
juga tercapainya peningkatan efektivitas dan<br />
efisiensi bagi organisasi. Pentingnya perencanaan<br />
strategis dalam mengawali pelaksanaan mutasi<br />
dibenarkan oleh Kasubbag Assessment dan<br />
Mutasi Bagian Kepegawaian Sekretariat Itjen<br />
Kemenkeu, Jimmi Lapotulo, S.E., Ak., M.Si., MBA.<br />
Menurutnya, setelah dikeluarkannya peraturan<br />
terbaru yang spesifik di Itjen Kemenkeu terkait<br />
mutasi, yaitu Peraturan Inspektorat Jenderal<br />
PER-04/IJ/2011, segala bentuk mutasi harus<br />
merujuk pada peraturan tersebut. Dalam<br />
prosesnya pun, pelaksanaan mutasi di Itjen telah<br />
melalui beberapa rapat pendahuluan yaitu Rapat<br />
Badan Perimbangan Jabatan dan Kepangkatan<br />
(Baperjakat) dan Rapat Badan Pertimbangan<br />
Jabatan Fungsional (Baperjapung) yang dihadiri<br />
Inspektur Jenderal selaku pimpinan puncak dan<br />
seluruh Inspektur dan Kepala Bagian di Sekretariat<br />
untuk mendiskusikan hal ini.<br />
VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />
23
Liputan Khusus<br />
Namun, banyak juga pegawai yang menganggap<br />
mutasi sebagai sebuah kata yang menyeramkan.<br />
Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan pegawai<br />
tersebut sudah merasa nyaman dengan tempat<br />
kerja sebelumnya dan ketakutan untuk beradaptasi<br />
dengan lingkungan kerja yang baru.<br />
Mutasi dan Kaitannya dengan Motivasi Kerja<br />
Pegawai<br />
Kebijakan organisasi untuk melaksanakan<br />
mutasi secara berkala merupakan suatu hal yang<br />
mutlak dilakukan. Dalam instansi pemerintah<br />
misalnya, mutasi dilakukan untuk menghindari<br />
adanya penyimpangan dalam pelaksanaan<br />
tugas karena pejabat/pegawai tersebut telah<br />
terlalu lama dan nyaman dengan jabatan serta<br />
lingkungan kerjanya. Hakikatnya, mutasi adalah<br />
sebuah bentuk perhatian pimpinan terhadap<br />
bawahannya. Beberapa kasus misalnya, mutasi<br />
dinilai merupakan sebuah berkah dikarenakan<br />
pegawai yang bersangkutan merasa bosan dan<br />
tidak puas dengan suasana kerja sebelumnya.<br />
Dari kedua kasus diatas, dapat diketahui<br />
bersama mutasi yang notabene bertujuan untuk<br />
peningkatan capability pegawai, ternyata juga<br />
dapat memberi pengaruh yang kurang baik.<br />
Kegairahan kerja pegawai pasca mutasi seringkali<br />
memperburuk produktivitas mereka. Penilaian<br />
mutasi sebagai suatu hukuman dan juga perasaan<br />
cinta yang teramat sangat pada pekerjaan<br />
sebelumnya membuat seorang pegawai enggan<br />
menikmati pekerjaan barunya. Jalan yang dinilai<br />
cukup efektif untuk menghindari permasalahan<br />
ini adalah dengan melakukan proses mutasi<br />
secara berkala dan sesuai dengan prosedur yang<br />
berlaku. Prosedur yang dimaksudkan disini adalah<br />
ketepatan Subbagian Mutasi sebagai fasilitator<br />
untuk melakukan pemetaan pegawai dengan<br />
perencanaan strategis yang cukup matang, Selain<br />
itu mengindahkan kriteria-kriteria mutasi yang<br />
telah ditetapkan dalam Peraturan Inspektorat<br />
Jenderal PER-04/IJ/2011 diantaranya pejabat<br />
fungsional untuk masa kerja 3-6 tahun, pejabat<br />
sekretariat untuk masa kerja 3-5 tahun dan juga<br />
pelaksana dengan masa kerja 1-8 tahun, dinilai<br />
juga memberikan pengaruh yang signifikan dalam<br />
memberikan rasa keadilan bagi seluruh pejabat/<br />
pegawai untuk menilai pelaksanaan mutasi yang<br />
ada selama ini. Secara tidak langsung, harapan<br />
untuk membentuk pemahaman tunggal atas<br />
tujuan dari pelaksanaan mutasi dapat terbangun<br />
dengan baik.<br />
(DIT)<br />
Penilaian mutasi sebagai suatu<br />
hukuman dan juga perasaan<br />
cinta yang teramat sangat pada<br />
pekerjaan sebelumnya membuat<br />
seorang pegawai enggan<br />
menikmati pekerjaan barunya<br />
24<br />
VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012
Liputan Khusus<br />
“Nikmatnya” Mengelola Mutasi<br />
Subbagian Assessment dan Mutasi Kepegawaian : rahasia jabatan di atas pertemanan<br />
Menjaga kerahasiaan dokumen atau informasi<br />
dalam sebuah organisasi merupakan hal<br />
yang wajib dilakukan oleh pejabat/pegawai<br />
yang mengetahuinya. Mengapa demikian? Hal ini<br />
dikarenakan isi dokumen tersebut bersifat penting,<br />
menyangkut beberapa pihak dan kadang memberikan<br />
dampak yang cukup berpengaruh. Begitu pula yang<br />
ada di Inspektorat Jenderal, seperti yang dilakukan<br />
oleh pejabat/pegawai di Bagian Kepegawaian c.q.<br />
Subbagian Assessment dan Mutasi Kepegawaian<br />
yang benar-benar merahasiakan identitas pejabat/<br />
pegawai yang diusulkan untuk dimutasi sebelum<br />
Surat Keputusan dikeluarkan. Ini bukan perkara yang mudah bagi para pegawai ini, seperti yang<br />
dilontarkan seorang pegawai Subbagian Assessment dan Mutasi Kepegawaian, Talitha Syabana bahwa<br />
untuk menjaga informasi tersebut kadangkala berbenturan dengan kepentingan pribadinya, dimana ia<br />
harus tetap bersikap professional meskipun reka kerja terdekat yang meminta informasi tersebut. hal ini<br />
tidak dipungkiri oleh pegawai lainnya di Subbagian ini, seperti Suryo dan Awan Gundita. Mereka menilai<br />
bekerja di Subbagian ini layaknya bekerja di unit lainnya yang penuh dengan dinamika dan tekanan<br />
pekerjaan, termasuk didalamnya menjaga informasi yang dinilai rahasia. Mereka yang cukup lama bekerja<br />
di Bagian Kepegawaian telah mengemban rahasia terkait mutasi, hasil penilaian assessment dan hal-hal<br />
lain. Bagi mereka, apa yang mereka lakukan adalah benar karena ini semua diatur dalam kode etik pegawai.<br />
Awan Gundita, pegawai yang lebih involve di Assessment Center, juga mengalami hal yang serupa, dimana<br />
dirinya harus menjaga kerahasiaan angka-angka skoring kompetensi pegawai hasil assessment. Pilihan<br />
yang dilematis ketika ada pejabat atau pegawai senior menanyakan hasil tersebut kepada dirinya, dan<br />
disisi lain ia harus menjaga informasi tersebut. “Jika terjadi hal seperti ini, biasanya saya pura-pura lupa<br />
atau menghindar”, tambah Awan dengan canda.<br />
Menanggapi kritik pedas yang tidak jarang<br />
dilontarkan kepada Subbagian Assessment dan<br />
Mutasi Kepegawaian, beberapa pelaksana Subbagian<br />
ini sepakat bahwasanya segala hal yang mereka<br />
lakukan adalah sebuah tugas yang selayaknya<br />
diemban dengan menjunjung profesionalisme kerja.<br />
Seringkali mereka pun sedikit menyesalkan anggapan<br />
miring dari rekan kerja atas kerahasiaan informasi,<br />
namun yang selalu mereka tegaskan adalah apa yang<br />
mereka lakukan hanya sekedar mengakomodir untuk<br />
menyusun usulan sesuai ketentuan yang tertuang<br />
dalam PER-04/IJ/2011 dan kemudian menghasilkan<br />
sebuah output berupa Surat Keputusan Mutasi yang<br />
dikeluarkan oleh Inspektur Jenderal.<br />
Ini semua mereka maknai sebagai suka duka, hendak bekerja dimanapun, pasti seseorang akan<br />
mengalami beberapa tekanan kerja yang berbeda-berbeda. Mereka menjalani ini semua bukan atas<br />
VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />
25
Liputan Khusus<br />
dasar beban, namun lebih beranggapan bahwa<br />
ini sebagai sebuah media pembelajaran untuk<br />
membangun loyalitas kerja yang tinggi atas<br />
organisasi tempat mereka berada. Hal ini tidak<br />
perlu ditanggapi sebagai penilaian negatif yang<br />
berlebihan, karena mereka merasa ada nilai positif<br />
yaitu mereka akan mengetahui informasi tersebut,<br />
sebelum orang lain mengetahuinya.<br />
Mutasi di Mata Mereka<br />
Mengenai alasan perlunya dilakukan<br />
mutasi di Inspektorat Jenderal, lebih mengarah<br />
pada peningkatan kompetensi pegawai,<br />
peningkatan pengetahuan dan wawasan,<br />
pengelolaan resiko, kepentingan organisasi<br />
tersebut, dan juga untuk pembinaan pegawai.<br />
Terkait dengan peningkatan kompetensi<br />
pegawai sendiri, Yudhistira, salah satu pegawai<br />
Subbagian Assessment dan Mutasi Kepegawaian<br />
menambahkan bahwa secara umum, pegawai<br />
yang berada pada satu tempat dan menjalankan<br />
satu fungsi yang sama biasanya hanya akan<br />
berkembang pada beberapa kompetensi (soft<br />
competency) tertentu saja. Dalam pengukuran<br />
assessment yang dilakukan Kementerian<br />
Keuangan, yang dikur adalah 35 kompetensi<br />
(soft) dan yang distandarkan untuk suatu jabatan<br />
biasanya antara 9 sampai 14 kompetensi dari<br />
35 kompetensi tersebut. Dengan dilakukan<br />
mutasi, pegawai/pejabat diharapkan tidak hanya<br />
berkembang pada titik tertentu, melainkan dapat<br />
mengembangkan potensi lainnya.<br />
Berhubungan dengan pelaksanaan mutasi<br />
di Itjen sendiri, mereka menilai bahwa apa yang<br />
telah dilakukan telah mengarah pada sesuatu yang<br />
‘ideal” dimana semuanya telah diusahakan sesuai<br />
dengan best practice yang ada, tentunya dengan<br />
berbagai hantaman benturan kepentingan dan<br />
gelombang perasaan. Atas pelaksanaan mutasi<br />
ini, dinilai masih perlu perbaikan untuk menuju<br />
pelaksaaan yang dinilai sempurna. Dimana<br />
adanya kendala berupa peta kompetensi yang<br />
masih belum tersusun dengan sempurna dan<br />
belum dapat dikombinasikan dengan kriteria lain<br />
yang dibutuhkan seperti JPM, hardskill, usia dan<br />
minat, perlu dilakukan pembenahan.<br />
Pelaksanaan mutasi yang notabene telah<br />
melalui beberapa tahapan proses, seperti analisis<br />
kebutuhan pegawai dan instruksi pimpinan,<br />
26<br />
VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />
analisis riwayat pegawai, penyiapan kertas kerja<br />
mutasi, rapat Baperjakat dan rapat Baperjafung,<br />
dan juga persetujuan pimpinan tertinggi dalam<br />
hal ini Inspektur Jenderal dinilai cukup mampu<br />
mengakomodir segala masukan, pendapat dan<br />
keberatan atas mutasi yang dilakukan. Khususnya<br />
dalam Rapat Baperjakat dan Rapat Baperjafung<br />
yang melibatkan atasan langsung atas pegawai<br />
yang diusulkan mutasi, dinilai sebagai salah satu<br />
langkah untuk menjembatani adanya konflik<br />
internal yang nantinya muncul jika mutasi tersebut<br />
dilaksanakan. Namun, kendala pasca mutasi pun<br />
masih juga ditemukan hingga saat ini, seperti<br />
keberatan atasan langsung atas hasil mutasi untuk<br />
melepas pegawai yang bersangkutan karena masih<br />
merasa membutuhkan pegawai tersebut. Kendalakendala<br />
semacam ini seharusnya sudah dapat<br />
diakomodir dengan pembahasan sebelumnya.<br />
Tantangannya adalah berusaha untuk memberikan<br />
pengertian kepada semua stakeholder proses<br />
mutasi, baik itu pimpinan maupun pegawai,<br />
bahwa mutasi ini adalah perlu, baik, dan untuk<br />
kepentingan organisasi keseluruhan. Hal ini<br />
dilakukan untuk membangun persamaan persepsi<br />
akan pentingnya sebuah mutasi kerja dalam<br />
sebuah organisasi merupakan hal terpenting<br />
untuk menghindari kendala-kendala diatas terjadi<br />
pada proses mutasi di tahun-tahun mendatang.<br />
Harapan dari seluruh pegawai Bagian<br />
Kepegawaian c.q. Subbagian Assessment dan<br />
Mutasi Kepegawaian untuk proses mutasi di<br />
tahun mendatang adalah mempertahankan<br />
proses mutasi yang sudah baik ini dan bisa<br />
meningkatkannya dalam hal transparansi,<br />
objektivitas, dan fairness. Perbaikan proses<br />
mutasi yang selama ini berjalan juga perlu<br />
diseimbangkan dengan adanya pengembangan<br />
career path dan career planning. Jadi secara tidak<br />
langsung Bagian Kepegawaian c.q. Subbagian<br />
Assessment dan Mutasi Kepegawaian tidak hanya<br />
terbatas melakukan kegiatan yang berhubungan<br />
dengan mutasi dan assessment saja, melainkan<br />
juga mengakomodir kebutuhan pegawai akan<br />
pengembangan karir mereka ke depannya di<br />
Inspektorat Jenderal. Harapan ini semua akan<br />
dikembangkan sesuai Rencana Startegis (Renstra)<br />
SDM Inspektorat Jenderal yang rencanaya akan<br />
diterapkan pada tahun 2013-2014.<br />
(DIT)
Liputan Khusus<br />
MEREKA YANG HARUS MUTASI<br />
“Pelaksanaan mutasi di Inspektorat Jenderal sebaiknya tidak hanya mempertimbangkan kebutuhan<br />
Itjen pada saat ini saja, melainkan juga perlu mempertimbangkan kebutuhan Itjen di masa depan.<br />
Hal ini dilakukan dengan harapan, Itjen nantinya dapat mempersiapkan kompetensi pegawai dengan<br />
sangat baik sebagai calon pemimpin di Itjen kelak”<br />
Mutasi! Barangkali kita tidak asing lagi<br />
mendengarnya dan tentunya sebagian dari<br />
kita ada yang mendampakannya bahkan<br />
menghindarinya. Bermacam pikiran berkecamuk<br />
di kepala kita ketika kita mengalami mutasi ini.<br />
Konon, ketika seseorang di mutasi,ia diibaratkan<br />
seperti memakan buah simalakama, dimana kita<br />
dihadapkan pada pilihan yang sulit. Itulah yang<br />
dirasakan sebagian orang yang mendapat perintah<br />
untuk beralih dari unit kerja yang lama ke tempat<br />
yang baru dengan jenis pekerjaan yang tidak sama.<br />
Berbagai pertanyaan dalam diri kita muncul,<br />
diantaranya adalah bagaimana iklim dan suasana<br />
kerja di unit baru? Bagaimana beban kerjanya?<br />
Bagaimana karakter rekan di unit baru tersebut?.<br />
Hal ini tidak sepenuhnya berlaku di Inspektorat<br />
Jenderal Kementerian Keuangan. Ketika dilakukan<br />
wawancara personal dengan beberapa auditor<br />
di Itjen sendiri,mereka tidak merasakan sesuatu<br />
ketakutan dalam menghadapi mutasi. Mereka<br />
yang masing-masing telah mengalami mutasi ± 5<br />
kali selama masa kerja di Itjen, secara garis besar<br />
mereka merasa puas dengan hasil SK mutasi<br />
selama ini. Sejauh ini mereka tidak merasa<br />
kesulitan untuk berkomunikasi dengan lingkungan<br />
baru dan mempelajari tugas fungsinya yang baru.<br />
Bagi mereka mutasi merupakan hal<br />
yang mutlak dilakukan dalam sebuah organisasi.<br />
Menurut Corneiles Tedjo. E sendiri,mutasi<br />
dapat digunakan sebagai salah satu media<br />
pengembangan SDM dimana dengan mutasi<br />
tersebut pengalaman seseorang dapat meningkat<br />
dan mampu memotivasi pegawai tersebut untuk<br />
melakykan hal yang lebih baik bagi organisasinya.<br />
Catharina Bernike pun berpendapat demikian, bagi<br />
nya mutasi yang berjalan di Itjen selama ini dapat<br />
menambah diversifikasi pengetahuan auditor atau<br />
pegawai Itjen dan juga menghindari kejenuhan<br />
dalam berkerja. Jadi secara tidak langsung, mutasi<br />
di Itjen mampu menciptakan SDM yang lebih<br />
kompeten dan memiliki cara pandang yang makro<br />
dalam melihat suatu persoalan.<br />
Ketika ditanyakan hal lain mengenai<br />
pelaksanaan mutasi di Itjen sendiri, mereka cukup<br />
setuju dengan<br />
p e l a k s a n a a n<br />
yang ada.<br />
P e l a k s a n a a n<br />
mutasi seperti<br />
yang tertuang<br />
dalam Peraturan<br />
Inspektur Jenderal<br />
P E R - 0 4 / I J / 2 0 1 1<br />
yaitu dengan masa<br />
kerja 3-6 tahun untuk<br />
seorang auditor,dinilai<br />
sudah cukup ideal. C.Bernike<br />
menambahkan,dirinya cukup<br />
setuju dengan adanya mutasi empat tahun sekali,<br />
dengan pertimbangan pada tahun pertama<br />
adalah tahun penyesuaian bagi pegawai, tahun<br />
kedua dan ketiga adalah pegawai tersebut sudah<br />
memahami proses bisnis di bagian tempat dia<br />
ditugaskan. Sedangkan pada tahun keempat,<br />
pegawai dapat mulai dibekali dengan kompetensikompetensi<br />
baru, misal melalui diklat sebagi<br />
bekal untuk menyiapkan diri ditugaskan di tempat<br />
baru. Artinya, dibutuhkan diklat-diklat untuk<br />
mendukung program tersebut, baik diklat untuk<br />
meningkatkan kompetensi pegawai pada saat itu,<br />
maupun diklat untuk meningkatkan kompetensi<br />
pegawai untuk masa depan.<br />
Secara umum, proses mutasi yang<br />
berjalan selama ini tidak menimbulkan hambatan<br />
yang berarti bagi mereka. Seperti Corneiles Tedjo.<br />
E menceritakan bahwa ia cukup enjoy dengan<br />
hasil mutasi yang ada karena disetiap mutasi<br />
berlangsung, atasan dan rekan kerja di tempat<br />
kerja yang baru cukup kooperatif dan membantu<br />
penyesuaian dirinya ditempat tersebut. Wiyoso.<br />
T pun berpendapat sama dimana hadirnya pro<br />
kontra akan pelaksanaan mutasi ini bukan lah<br />
perkara mutasi tersebut, melainkan lebih pada<br />
ketidak sesuaian seseorang dengan tempat kerja<br />
yang baru apalagi ketika yang bersangkutan<br />
mempunyai pengalaman kerja yang tidak sesuai<br />
di tempat tersebut. Ini yang seringkali perlu<br />
mendapat perhatian bahwa pimpinan lah yang<br />
VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />
27
Liputan Khusus<br />
mempunyai andil cukup besar untuk memuluskan<br />
pelaksanaan mutasiini, yaitu dengan sebisa<br />
mungkin membangun suasana kondusif dan<br />
nyaman di seluruh unit dalam Itjen sendiri. Jadi<br />
secara tidak langsung, pejabat/pegawai yang<br />
mengalami mutasi tetep merasa nyaman dan<br />
tidak khawatir untuk ditempatkan di unit kerja<br />
manapun.<br />
Untuk pelaksanaan mutasi awal<br />
tahun 2012 ini dimana dikeluarkannya Surat<br />
Keterangan (SK) Mutasi pada bulan Februari,<br />
mereka memberikan beberapa pendapatnya.<br />
Ketiga auditor ini, C.Bernike, Wiyoso. T dan<br />
Corneiles Tedjo. E memberikan masukan untuk<br />
mengumumkan proses mutasi pada akhir tahun<br />
meskipun SK bisa menyusul kemudian. Mengapa<br />
demikian? Ini lebih mengarah pada permasalahan<br />
teknis dimana pada akhir tahun, seluruh auditor<br />
di masing-masing Inspektorat meyusun IKU dan<br />
TPU untuk tahun berikutnya. Jadi dengan ada<br />
pengumuman mutasi secara dini, pegawai yang<br />
terkena mutasi dapat melakukan komunikasi dan<br />
persiapan untuk menyusun IKU dan TPU di tempat<br />
baru nya. C.Bernike menambahkan bahwa dalam<br />
TPU tersebut juga perlu mempertimbangkan<br />
proporsi tim dalam menjalankannya agar TPU<br />
tersebut tetap dapat dilaksanakan dengan baik<br />
karena ada beberapa pegawai yang tetap di<br />
tempat lama yang mampu memberikan masukan<br />
terhadap anggota tim yang baru untuk dapat<br />
memahami visi dan misi dari TPU tersebut.<br />
Selain TPU dan IKU, auditor juga telah<br />
menyusun PKPT pada akhir tahun sebelumnya.<br />
C.Bernike dan Wiyoso. T tidak menganggap ini<br />
sebagai permasalahan yang berarti. Bagi C.Bernike<br />
sendiri, yang terpenting adalah perencanaan<br />
dari PKPT tersebut. Ketika PKPT itu rencanakan<br />
secara benar, maka kegiatan-kegiatan yang akan<br />
dilakukan sudah direncanakan dengan matang<br />
jadi siapapun yang melaksanakan tidak akan jadi<br />
masalah. Permasalahan akan muncul apabila<br />
perencanaan PKPT tidak dilakukan dengan matang<br />
karena pegawai baru yang datang di suatu bagian<br />
belum tentu tahu bagaimana dan apa saja yang<br />
harus dilakukan. Jika memang ada perbedaan<br />
komposisi SDM dikarenakan berlangsung nya<br />
mutasi tersebut, maka perlu dilakukan revisi PKPT<br />
yang disesuaikan dengan kondisi yang ada. Sedikit<br />
berbeda pendapat dengan dua auditor diatas,<br />
Corneiles Tedjo. E beranggapan mutasi yang<br />
dilaksanakan pada awal tahun sedikit mengganggu<br />
PKPT yang ada. Hal ini dikarenakan perencanaan<br />
dan pelaksanaan PKPT tersebut dilakukan oleh<br />
auditor yang berbeda. Sehingga ia berpendapat<br />
bahwa lebih bijak nya jika pegawai yang akan di<br />
mutasi sudah diajak mengenal unit kerja barunya<br />
terlebih dahulu, paling tidak dapat membantu<br />
pegawai tersebut dalam memahami bidang tugas<br />
yang akan dilaksanakannya kelak.<br />
Pelaksanaan mutasi yang sudah baik<br />
di Itjen ini tetap harus ditingkatkan untuk<br />
dapat memadai seluruh keinginan pegawai dan<br />
menghindari tanggapan kontra dari pegawai atas<br />
mutasi tersebut. sejauh ini C.Bernike berpendapat<br />
bahwa mutasi di awal tahun 2012 ini masih sedikit<br />
memiliki kekurangan. Proses mutasi tersebut<br />
sekan-akan dilakukan tanpa dasar yang kuat, karena<br />
beberapa mutasi yang dilakukan adalah pegawai<br />
kembali lagi ke tempat awalnya dimana dahulu<br />
pegawai tersebut pernah ditugaskan. Menurutnya,<br />
mutasi sebaiknya dilakukan dengan perencanaan<br />
yang strategis. Artinya, Itjen sudah memperkirkan<br />
kebutuhan kompetensi pegawai untuk beberapa<br />
tahun kedepan. Dengan demikian, mutasi yang<br />
dilakukan dapat memperkaya kompetensi<br />
pegawai yang bersangkutan. Diharapkan, mutasi<br />
yang dilakukan menjadikan pegawai memahami<br />
core business Kemenkeu dalam hal penerimaan<br />
keuangan negara, pengeluaran dan kebijakankebijakan<br />
terkait dengan keuangan negara.<br />
Saran perbaikan juga disampaikan oleh Corneiles<br />
Tedjo. E, menurutnya mutasi yang ideal harusnya<br />
berjalan dengan seimbang. Seringkali adanya<br />
key-person dalam sebuah unit kerja sebagai<br />
pegawai yang cukup diandalkan dalam unit<br />
tersebut, dinilai akan menghalangi pegawai yang<br />
bersangkutan untuk dipindah ke tempat lain atau<br />
di mutasi. Sehingga pegawai yang bersangkutan<br />
dengan kompetensi yang sangat baik ini justru<br />
malah ‘terhambat’ perkembangan karirnya.<br />
Jadi sebaiknya pola mutasi yang berlaku di Itjen<br />
sebaiknya bersifat ajeg dan sistematis.<br />
Sebuah mutasi yang cukup ideal jika<br />
tidak hanya melihat kebutuhan SDM Itjen pada<br />
saat ini saja. Artinya mutasi tersebut sebaiknya<br />
juga mempertimbankan kebutuhan Itjen di masa<br />
depan (5-10 tahun) ke depan. Sehingga proses<br />
mutasi yang berjalan akan dikombinasikan antara<br />
kebutuhan saat ini dengan masa depan, dengan<br />
harapan Itjen dapat mempersiapkan kompetensi<br />
pegawai yang nantinya akan menjadi pimpinan di<br />
masa depan. (DIT/KIN/TER/CWL)<br />
<strong>28</strong><br />
VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012
Auditoase<br />
Auditor Muda,<br />
Auditor Tua<br />
Seorang auditor muda (ini nama jabatan)<br />
berkirim pesan kepada saya. Tak beda<br />
jauh dengan usianya –yang mulai menuabegitupula<br />
caranya berkirim pesan. Jangan<br />
bayangkan email atau chatting, konon pula<br />
Blackberry Mesenger. Dia meninggalkan secarik<br />
kertas di meja kerja saya dengan beberapa baris<br />
tulisan rapi, lengkap dengan salam pembuka.<br />
Sungguh cara berkirim pesan yang tradisional,<br />
ketinggalan zaman, tapi tetap elok, sopan dan<br />
indah.<br />
Intinya, sang auditor muda yang senior<br />
(banget) ini bercerita kepada saya tentang para<br />
pegawai baru. Beliau menjelaskan pegawai baru<br />
dimaksud adalah pegawai itjen yang masuk<br />
tahun 2000 ke sini (asli bahasa beliau). Saya agak<br />
kurang bisa bersepakat dengan beliau soal definisi<br />
pegawai baru sebenarnya. Bayangkan, mereka<br />
yang hampir 10 tahun bekerja di sini beliau bilang<br />
baru. Tapi saya bisa maklum karena masa kerja<br />
beliau hampir tiga kali lipat dari itu. Okelah, itu<br />
bukan hal penting. Ada hal-hal lain yang cukup<br />
substansial menurut saya.<br />
Beliau bercerita tentang betapa<br />
canggihnya para pegawai baru itu. Mulai dari<br />
cara mereka berbicara, gaya berbusana, metode<br />
berkomunikasi, bahasa yang digunakan, istilah<br />
yang hampir-hampir tak bisa dinalar, potongan<br />
rambut yang “kejam”, gaya ketawa yang lebih<br />
terdengar seperti “ngetawain”, hingga pada pola<br />
hidup konsumtif yang menurut beliau “duitduit<br />
gue, apa urusan loe”. Jelas sekali beliau<br />
memadankan kata canggih dengan sesuatu yang<br />
membuatnya kecewa. Apalagi setelah itu, katanya,<br />
para pegawai baru itu kurang beretika (....jleb!!!).<br />
Kurang bisa menempatkan diri sebagai orang yang<br />
lebih muda, yang seharusnya menaruh hormat<br />
kepada beliau-beliau yang lebih senior (baca :<br />
tua). Suatu ketika –untuk satu keperluan- beliau<br />
masuk ke salah satu ruangan di kantor ini. Seorang<br />
pegawai baru (?) yang duduk persis di dekat pintu<br />
asyik masyuk dengan headphone-nya, melirikpun<br />
tidak. Seorang pegawai lain, duduk di depan<br />
laptop sambil senyum-senyum. Beberapa pegawai<br />
lain cekikikan membahas topik yang asing sama<br />
sekali buat telinga tua milik beliau. Alhasil, sang<br />
“beliau” ini celingak celinguk.<br />
Di akhir suratnya, beliau meminta<br />
saya untuk menuliskan sesuatu, menasehati<br />
para pegawai muda itu. Agar mereka lebih bisa<br />
menghargai para senior. Saya tertegun. Bukan<br />
sekali ini keluhan semacam ini mengemuka. Dalam<br />
perbincangan dengan beberapa senior, banyak<br />
sekali keluhan tentang para junior. Ada yang tak<br />
mau menyapa walaupun sudah “terperangkap”<br />
satu lift. Ada yang memilih membuang muka<br />
ketimbang bersitatap dan tersenyum. Ada yang<br />
disenyumin diem aja. Ada yang berjalan dengan<br />
gagahnya di depan sekumpulan senior tanpa<br />
permisi.<br />
Saya bertanya dalam hati, what’s wrong<br />
with that? Jelas sekali tergambar dua dunia yang<br />
berbeda. Dunia jadul, yang nyaris tertinggal derap<br />
langkah zaman dan dunia kekinian yang berubah<br />
setiap sepersekian detik. Sungguh tak adil kalau<br />
dengan ego dan kuasa senioritas kita bulat-bulat<br />
menyalahkan para pemuda ini. tapi tentu tak elok<br />
juga bila keluhan para senior ini diabaikan begitu<br />
saja.<br />
Kita memang bukan tentara yang begitu<br />
mengedepankan senioritas, bukan pula bea<br />
VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />
29
Auditoase<br />
cukai yang tetap menganggap tradisi senioritas<br />
layak dipertahankan. Tapi tentu tak ada salahnya<br />
menghormati dan menghargai para pegawai yang<br />
lebih tua. Kalau kita tak bisa menghormati beliau<br />
sebagai auditor yang lebih tua, atau pegawai yang<br />
masuk kerja lebih dulu, hormatilah para beliau<br />
itu sebagai kakak, sebagai orang tua. Tak ada<br />
salahnya bersikap hormat. Menghormati orang<br />
yang lebih tua tidak akan mengurangi kehormatan<br />
kita satu derajatpun. Menghargai para pegawai<br />
senior takkan membuat kita jadi rendah.<br />
Menganggukkan kepala lebih dulu kepada auditor<br />
senior, tak membuat auditor junior kehilangan<br />
harga diri. Menyapa dan memberi salam kepada<br />
para sesepuh kantor tak bakal membuat kita<br />
hina. Memberikan senyuman terbaik di pagi hari<br />
kepada semua penumpang lift adalah bagian dari<br />
kehormatan kita. Pendek kata, bersikap sopan dan<br />
menghargai orang yang lebih tua, tidak akan ada<br />
dampak negatifnya, hanya nilai positif dan positif.<br />
Nilai-nilai positif itu akan berdampak bukan saja<br />
kepada orang yang kita hargai, tapi tentu lebih ke<br />
diri kita sendiri.<br />
Tentu saja hal ini berlaku pula buat<br />
para senior. Jangan merasa diri senior, lantas<br />
mengharamkan diri menyapa lebih dulu. Merasa<br />
diri pejabat, menunggu orang lain tersenyum lebih<br />
dulu. Merasa diri atasan, menyalahkan bawahan<br />
yang tak berucap selamat pagi. Merasa masa<br />
kerja jauh lebih banyak terus bertolak pinggang<br />
menyalahkan pegawai baru dengan dalih etika.<br />
Kalau kita pegawai senior, jadilah senior<br />
yang baik, yang pantas disapa lebih dulu. Jadilah<br />
senior yang menjunjung tinggi kehormatan korps,<br />
agar para junior bersedia menaruh hormat.<br />
Jadilah senior yang pantas diteladani, agar para<br />
junior dengan sepenuh hati berikan penghargaan.<br />
Jadilah senior yang mampu membina junior,<br />
jadilah senior yang tak main kuasa, jadilah senior<br />
yang dengan senang hati membimbing para<br />
junior. Karena dalam kata senior, pasti terkandung<br />
banyak kelebihan, di samping tentu akan selalu<br />
ada kekurangan.<br />
Teringat saya, cerita seorang kawan,<br />
pegawai 2000 ke sini –meminjam istilah beliau-.<br />
Kawan saya ini –sebut saja ilham- bilang, ada<br />
sepuluh ciri orang mulai menua. Bolehlah saya<br />
kutipkan 5 di antaranya, karena yang 5 lainya tidak<br />
lolos sensor.<br />
Satu, dulu sering pake minyak wangi, sekarang<br />
pake minyak angin<br />
Dua, dulu sering makan enak, sekarang sering<br />
makan obat<br />
Tiga, dulu korbankan kesehatan demi kekayaan,<br />
sekarang korbankan kekayaan demi kesehatan<br />
Empat, dulu sering mengkritik generasi tua,<br />
sekarang sering mengkritik generasi muda<br />
Lima, dulu bermimpi mengubah dunia, sekarang<br />
insomnia karena dunia berubaaaaah terus<br />
Sebuah pesan yang sangat “Jlebb” buat<br />
kita, para senior.<br />
Kalau kita masih junior, jadilah junior<br />
yang baik, yang menghormati para senior. Jadilah<br />
junior yang meneladani apa yang perlu diteladani.<br />
Jadilah junior bersedia menerima bimbingan para<br />
senior. Jadilah junior yang mempersempit gap<br />
dengan para senior. Merendah dengan menyapa<br />
terlebih dulu tentu baik sekali, karena toh beliaubeliau<br />
itu layang jadi orang tua kita.<br />
Maka mulailah kita saling menyapa, dalam<br />
satu Itjen. Tidak terkotak-kotak dengan kaku oleh<br />
struktur dan fungsi. Senior atau junior sama saja,<br />
mereka yang menyapa lebih dulu, itu yang lebih<br />
baik. Mereka yang tersenyum lebih dulu, mereka<br />
yang santun, mereka yang menghargai, mereka<br />
yang selalu siap membantu, itu yang lebih mulia.<br />
Bukan begitu kawan?<br />
Mari saling menyapa, saling tersenyum,<br />
karena kita satu keluarga, keluarga besar Itjen......<br />
(cwl, 22 Maret 2012)<br />
30<br />
VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012
Wawancara<br />
Teman-teman Bagian PK itu<br />
Luar Biasa...<br />
Berbagai macam inovasi terus dilakukan oleh Bagian Perencanaan Keuangan (BagPK) Inspektorat<br />
Jenderal untuk terus meningatkan kualitas pelayanannya. Tak heran jika selama dua tahun berturutturut<br />
BagPK memperoleh poin tertinggi dari survey yang dilakukan oleh Bagian Organisasi dan Tata<br />
Laksana (BOT). Apa saja strategi yang dilakukanoleh BagPK selama ini? Simak wawancara awak <strong>Auditoria</strong><br />
dengan Ibu Reno Widya selaku Kepala Bagian Perencanaan Keuangan berikut ini :<br />
Bagaimanakah sistem pelayanan di BagPK saat ini?<br />
Terus terang, dari waktu ke waktu kami selalu mencari cara terbaik dalam memberikan pelayanan.<br />
Pelayanan di Bag PK sedikit berbeda dengan pelayanan di unit lainnya dalam hal keterikatan dengan<br />
peraturan yang berlaku. Untuk masalah keuangan kami telah dikunci dengan peraturan yang ketat. Nah<br />
dengan kondisi demikian, kami harus mencari kemungkinan-kemungkinan yang dapat memperlancar<br />
pelayanan, tetapi juga tidak melanggar peraturan. Inilah seninya.<br />
Prosedur pelayanan yang ada secara berkala<br />
kami evaluasi, kemudian dilihat apakah sudah<br />
baik? Kalau belum baik, dimana yang kurang? apa<br />
sebabnya? selanjutnya dicari cara-cara terbaik untuk<br />
mengatasinya. Sebagai contoh:<br />
Tahun 2009, pelayanan masih menggunakan 1<br />
Bendahara dan 1 petugas verifikator. Tiap pegawai<br />
langsung mendatangi Bendahara dalam pengurusan<br />
uang penugasan. Akibatnya, hampir setiap hari ruang<br />
Bendahara yang hanya berukuran 2 x 2 m ramai<br />
dipenuhi oleh pegawai yang akan mengurus uang<br />
penugasan, bahkan akhir tahun ruangan Bag PK hiruk<br />
pikuk ramai seperti pasar.<br />
Tahun 2010, pelayanan diperbaiki dengan<br />
menggunakan 3 Bendahara , dan menggunakan<br />
bantuan LO untuk tiap Inspektorat dan Bagian.<br />
Ruangan pelayananpun dipindahkan keruangan rapat<br />
sehingga dapat menampung petugas yang cukup<br />
banyak. Namun di masa-masa sibuk seperti bulan<br />
VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />
31
Wawancara<br />
puasa dan akhir tahun, terjadi antrian panjang<br />
di petugas verifikasi , dan ruangan yang tadinya<br />
sudah lebih besar dari tahun sebelumnya, jadi<br />
sempit dan sumpek karena banyaknya orang dan<br />
berkas yang masuk.<br />
Tahun 2011, pelayanan diperbaiki lagi dengan<br />
menggunakan 3 Bendahara, namun petugas<br />
verifikator ditambah menjadi 2 orang. Dengan<br />
komposisi ini terasa lebih mengalir, bendahara dan<br />
petugas verifikator agak sedikit lega dihari-hari<br />
biasa. Namun ada permasalahan di reimbursement<br />
yang belum dimonitor secara khusus.<br />
Untuk Tahun 2012 ini kami menggunakan<br />
“pelayanan satu pintu” melalui ruang pelayanan<br />
Keuangan. Bendahara tetap 3 orang, namun<br />
menggunakan 4 orang petugas sebagai AR untuk<br />
masing-masing unit. AR ini bertanggungjawab<br />
mulai dari melakukan verifikasi kuitansi sebelum<br />
dibayar, pembebanan MAK, monitoring<br />
pertanggungjawaban perjalanan dinas, dan<br />
pengajuan revolving. Dengan sistem ini, Petugas<br />
LO cukup menyampaikan kwitansi sampai meja<br />
pelayanan (front desk), selanjutnya kwitansi<br />
diteruskan ke back office (AR) untuk diproses.<br />
Setelah selesai, petugas LO tinggal mengambil<br />
uangnya di meja pelayanan.<br />
Apakah pelayanan satu pintu ini sudah berjalan<br />
sebagaimana yang diharapkan?<br />
Kalau menurut saya pribadi, belum seperti<br />
yang diharapkan. Pada prakteknya masih ada<br />
beberapa LO yang mengurus sesuatu sampai<br />
masuk ke dalam ruangan. Biasanya karena faktor<br />
pertemanan, antara LO dan AR. Dan ada juga yang<br />
karena memang belum tahu mengenai sistem<br />
satu pintu ini. Contohnya kemarin ketika para<br />
pegawai disibukkan dengan SPT tahunan dimana<br />
memerlukan Bukti potong pajak, sebenarnya LO<br />
cukup memberitahukan kepada petugas di loket.<br />
Tetapi masih banyak yang mengurus sampai ke<br />
dalam. Tapi sejauh ini perkembangannya jauh<br />
lebih baik dibandingkan dengan tahun kemarin.<br />
Dengan adanya sistem satu pintu ini, tentu<br />
saja ada petugas yang harus selalu standby.<br />
Dan untuk AR juga seperti ada tambahan<br />
tanggungjawab. Apakah ada keluhan dari<br />
pegawai yang ditempatkan pada posisi<br />
tersebut?<br />
Untuk petugas yang di loket, adalah bendahara.<br />
Alurnya adalah seperti ini: Misalnya ada tim<br />
yang akan melakukan perjalanan dinas dan<br />
mengajukan permintaan pembayaran. Begitu AR<br />
telah melakukan verifikasi terhadap kuitansinya,<br />
maka kuitansi tersebut diserahkan ke bendahara.<br />
APabila bendahara telah menyetujui, maka<br />
dapat langsung dibayarkan ke LO tersebut. Pada<br />
tahap ini tugas AR sudah selesai. Begitu tim<br />
sudah kembali dari perjalanan dinas, jika ingin<br />
mengajukan pertanggugjawaban atau reimburse,<br />
harus menyerahkan kuitansi kepada AR yang sama<br />
pada saat akan melakukan perjalanan dinas. AR<br />
tersebut kembali melakukan verifikasi, apabila<br />
sudah lengkap dan disetujui, AR menyerahkan<br />
kuitansi ke bendahara untuk kemudian melakukan<br />
pembayaran. Dalam hal ini maka AR tersebut<br />
mempunyai tambahan pekerjaan, karena harus<br />
mengetahui secara detail dari A sampai Z mengenai<br />
pembayaran atas suatu tim, sampai pada<br />
apakah tim yang bersangkutan telah melakukan<br />
pertanggungjawaban. Kalau bisa dikatakan, ini<br />
bukan berarti menambah pekerjaan seorang AR.<br />
Sebelumnya, terdapat dua petugas verifikasi dan<br />
dua petugas reimbursement. Sekarang dilakukan<br />
penggabungan, dan masing-masing harus<br />
mengetahui proses pembayaran dari awal sampai<br />
akhir. Langkah ini diambil karena sebelumnya<br />
tidak ada petugas yang mengecek apakah suatu<br />
tim telah melakukan pertanggungjawaban.<br />
Dengan penggabungan ini, maka semuanya dapat<br />
dipantau.<br />
Bagaimana penanganan pengaduan selama<br />
ini?<br />
Kami membuka saluran pengaduan melalui Kotak<br />
saran (yang ada didepan), melalui Gtalk, melalui<br />
telepon, dan juga melalui website Bag PK yang saat<br />
ini sedang dalam proses pengerjaan (bekerja sama<br />
dengan SIP) . Pada umumnya pengaduan/saran<br />
yang masuk adalah berupa pertanyaan, via gtalk<br />
atau telepon . Mungkin dengan cara ini response<br />
lebih cepat dan tidak terbatas pada jam kerja.<br />
Sebenarnya aturan untuk keuangan itu jelas,<br />
sudah ada aturanya. Selama ini yang banyak bukan<br />
complain, tapi menanyakan apabila ada hal-hal<br />
32<br />
VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012
Wawancara<br />
di luar itu. Misalnya, berdasarkan PAGU, eselon<br />
3 atau dalnis itu ketika melakukan perjalanan<br />
dinas berhak menginap di hotel bintang 3, untuk<br />
eselon 4 di hotel bintang 2. Suatu ketika ada yang<br />
menanyakan, apakah boleh mengikuti Dalnis di<br />
hotel bintang 3, sedangkan yang bersangkutan<br />
adalah pelaksana atau eselon 4. Kasus lain<br />
misalnya jika ada seorang pegawai yang sedang<br />
cuti dan berada di kampong halaman, tetapi<br />
kemudian mendapatkan Surat Tugas perjalanan<br />
dinas. Pegawai tersebut menanyakan apakah<br />
harus berangkat dari Jakarta atau diperbolehkan<br />
berangkat dari kampung halamannya. Untuk<br />
pertanyaan seperti ini, terus terang sulit untuk<br />
menjawab, karena tidak ada di peraturan. Jika saya<br />
mengalami kesulitan untuk menjawab segera,<br />
saya selalu berdiskusi dengan rekan-rekan. Baru<br />
kemudian kami putuskan.<br />
Bisa diceritakan sedikit mengenai konsep<br />
website tersebut?<br />
Website ini merupakan website mengenai BagPK,<br />
termasuk jenis-jenis pelayanan yang ada di<br />
BagPK, sarana complain, atau ada juga mengenai<br />
pertanyaan-pertanyaan yang sering ditanyakan<br />
oleh pegawai Itjen pada khususnya.<br />
Mengenai target penyerapan DIPA sebesar<br />
95%, strategi apa yang dilakukan?<br />
Target 95% itu bukan hal yang ringan. Pada waktu<br />
perencanaan, semua sudah diplot MAK-nya,<br />
yang terdiri dari program, kegiatan, sampai MAK<br />
yang kecil-kecil. Perencanaan ada di DIPA, dan<br />
untuk rinciannya ada di POK. Waktu pelaksanaan<br />
anggaran, kita tidak boleh melenceng dari itu.<br />
Kalau terpaksa berubah, bisa kita lakukan revisi.<br />
Mengajukan revisi ini juga tidak mudah, karena<br />
harus ke DPR. Dan ke DPR pun juga bukan hal<br />
yang mudah. Kita tidak bisa ke DPR sendiri, harus<br />
melaui APBNP atau dikumpulkan menjadi satu di<br />
tingkat kementerian. Pada tahun lalu, Kasubbag<br />
Perencanaan mengajukan revisi sebanyak<br />
sebelas kali, yang berarti hampir tiap bulan<br />
ada revisi. Untuk tahun 2012 ini kita dikenakan<br />
penghematan/ pemotongan anggaran, meskipun<br />
ada pemotongan, bukan hal gampang untuk<br />
penyerapan 95% tersebut karena ada revisi-revisi<br />
yang segera kita lakukan. Nah, saya mempunyai<br />
strategi yaitu membuka pintu untuk revisi POK<br />
secara periodik ( triwulanan), agar lebih terencana<br />
dengan baik, dan juga monitoring disbursement<br />
plan.<br />
Bagaimana dengan pengaturan penyerapan<br />
secara periodik, misal per kuartal?<br />
Awal tahun 2012 ini (triwulan I) direncanakan<br />
disbursement sebesar 15%, kemudian pada<br />
triwulan II direncanakan sebesar 25%, dan<br />
seterusnya. Kita tidak bisa menerapkan tepat<br />
25% tiap triwulan. Salah satuya adalah karena<br />
belanja modal, dimana baru bisa dilaksanakan<br />
pada triwulan II atau III karena harus dilakukan<br />
persiapan terlebih dahulu.<br />
Bagaimana menyikapi kegiatan yang tidak jadi<br />
dilaksanakan, padahal telah dilakukan revisi<br />
penambahan kegiatan tersebut?<br />
Menyikapi hal ini, saya meghimbau kepada rekanrekan<br />
di BagPK untuk kritis. Apabila ada kegiatan<br />
yang membutuhkan tambahan dana cukup besar,<br />
kami harus bersikap kritis. Saya menyadari, kadang<br />
hal ini membuat pihak yang berkepentingan<br />
menjadi tidak nyaman. Contohnya adalah ketika<br />
ada Surat Edaran dari Biro Perencanaan dan<br />
Keuangan mengenai usulan APBNP. Di Surat Edaran<br />
tersebut dijelaskan bahwa kita dapat melakukan<br />
usulan penambahan maupun pengurangan<br />
kegiatan/anggaran. Surat Edaran tersebut kami<br />
sebarkan ke Bagian dan Inspektorat. Hampir<br />
semuanya megusulkan kegiatan tambahan,<br />
termasuk salah satunya adalah kegiatan magang<br />
di luar negeri yang mebutuhkan dana yang cukup<br />
besar. Salah satunya adalah Inspektorat Bidang<br />
Investigasi (IBI) yang mengajukan pembiayaan<br />
untuk perpanjangan lisence software NCase<br />
dan juga termasuk trainingnya. Kemudian saya<br />
bertanya kepada rekan-rekan IBI mengenai<br />
kebutuhan perpanjangan lisence dari software<br />
ini. Intinya, untuk menyikapi hal-hal seperti ini,<br />
kami harus lebih terlibat lagi dalam perencanaan.<br />
Kami juga ikut melakukan review. Bukannya tidak<br />
boleh mengajukan suatu perencanaan, tetapi<br />
perencanaan tersebut diharapkan lebih matang,<br />
dan memang ada dasar yang cukup kuat. Kami<br />
juga akan membantu untuk menghitungnya.<br />
Mengenai perencanaan yang tidak jadi<br />
dilaksanakan, apakah ada pengaruhnya?<br />
Tentu saja ada pengaruhnya. Telah ada Peraturan<br />
Menteri Keuangan (PMK) mengenai pemberian<br />
reward and punishment. Jadi jika ada kegiatan<br />
yang tertuang dalam perencanaan, tetapi tidak<br />
dilaksanakan, maka akan ada hukumannya.<br />
Bentuknya adalah pengurangan anggaran pada<br />
tahun berikutnya atau sebaliknya. Untuk tahun<br />
ini, itjen diharapkan mendapatkan reward untuk<br />
belanja modal. Apabila ada kegiatan yang sudah<br />
direncanakan tetapi tidak dilaksanakan, secara<br />
psikologis kami juga pasti malu. Ibaratnya sudah<br />
minta tapi kok tidak jadi dilaksanakan.<br />
Mengenai aplikasi di BagPK, apakah ada<br />
rencana untuk dintegrasikan?<br />
Sampai saat ini, ada beberapa aplikasi yang<br />
VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />
33
Wawancara<br />
dijalankan di BagPK. Di perencanaan anggaran ada<br />
Renja (Rencana Kerja), RKAKL, dan aplikasi untuk<br />
DIPA. Untuk pelaksanaan, ada aplikasi SISKA dan<br />
SPM. Untuk verifkasi kami juga membuat aplikasi<br />
sendiri. Selain itu juga ada cash forecasting, apikasi<br />
gaji, dan TKPKN. Untuk akuntansi ada aplikasi SAK.<br />
Semua aplikasi tersebut itu stand alone dan given,<br />
artinya semuanya berdiri sendiri dan itulah yang<br />
kami harus gunakan. Kami pernah membicarakan<br />
mengenai penerapan aplikasi terintegrasi<br />
bersama-sama dengan Direktorat Jenderal<br />
Anggaran, direktorat Jenderal Perbendaharaan<br />
dan Biro Perencanaan dan Keuangan. Dan ada<br />
berita baik, bahwa Pak Menteri juga menginginkan<br />
adanya aplikasi yang terpadu di Kementerian.<br />
Semoga segera terealisasi. Terus terang, aplikasi<br />
terintegrasi ini juga menjadi harapan saya sejak<br />
dulu.<br />
Mengenai beberapa pegawai yang dimutasi<br />
atau mengikuti diklat, apakah menjadi kendala<br />
dalam komitmen pemberian pelayanan?<br />
Saya tidak mau menghambat seseorang untuk<br />
berkembang. Apabila ada tawaran belajar/<br />
training, saya selalu tanya kepada Kasubbag yang<br />
bersangkutan, siapa yang dapat diikut sertakan<br />
dalam diklat tersebut. Dan apabila ada pegawai<br />
yang akan megikuti diklat, harus ada pegawai<br />
lain sebagai pengganti. Jadi harus ada yang<br />
menghandle pekerjaannya. Mau tidak mau ya akan<br />
mendapatkan pekerjaan rangkap. Tetapi harus<br />
diingat, hal itu juga akan berlaku ke rekan yang lain<br />
bagi siapa saja yang akan mengikuti diklat.<br />
Dari survey yang dilakukan oleh BOT, Bag PK<br />
mendapatkan poin tertinggi. Apakah ada kiatkiat<br />
khusus?<br />
Sebenarnya tidak ada kiat-kiat khusus, namun kami<br />
dalam memberikan pelayanan perlu mengetahui<br />
apa harapan pelanggan terhadap pelayanan<br />
Bag PK, selanjutnya diresponse dengan cepat.<br />
Dari harapan tersebut dan juga dengan tujuan<br />
memberikan pelayanan yang cepat, mudah, dan<br />
jelas , maka kami menyusun atau mendesign<br />
prosedur-prosedur yang dapat memenuhi itu<br />
semua. Disamping itu untuk internal Bag PK sendiri,<br />
saya berusaha membangun team work yang solid,<br />
berdedikasi, berkarakter dan mempunyai tujuan<br />
yang sama yaitu memberikan pelayanan yang<br />
terbaik dengan tetap mengacu pada peraturan<br />
yang berlaku. Alhamdulillah saya memiliki temanteman<br />
di bag PK yang berdedikasi penuh dan<br />
bekerja tanpa pamrih. Jadi hasil survey tersebut<br />
merupakan hasil kerja keras teman-teman semua.<br />
Prestasi ini merupakan hasil bersama. Setiap hari<br />
kami melakukan apel pagi. Pada kegatan ini, kami<br />
saling mengingatkan nilai-nilai baik, nilai-nilai<br />
34<br />
VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />
pelayanan, atau hanya sekedar berbagi informasi.<br />
Selain itu juga ada rapat bulanan. Intinya,<br />
kami sebisa mungkin melakukan pertemuan<br />
secara berkala untuk saling mengingatkan dan<br />
membangkitkan semangat. Saya juga tidak mau<br />
membebani rekan-rekan di BagPK. Misalnya<br />
pada akhir tahun dimana pada periode tersebut<br />
load pekerjaan sangat luar biasa. Saya bersyukur<br />
memiliki rekan-rekan yang luar biasa. Dalam<br />
keadaan seperti itu kami saling menguatkan,<br />
saling menyabarkan san saling memberi support.<br />
Mengenai pelayanan, saya juga selalu ingatkan<br />
untuk menerapkan nilai-nilai pelayanan yang baik.<br />
Posisikan diri sebagai stakeholder, sehingga kami<br />
bisa tau apa yang stakeholder atau LO butuhkan.<br />
Memberikan pelayanan yang terbaik. Itu intinya.<br />
Darimanakah ide apel pagi tersebut?<br />
Tahun-tahun sebelumnya, desain ruangan BagPK<br />
ini terbagi menjadi dua. Nah, hal ini menyebabkan<br />
pegawai yang berada di ruang yag satu tidak<br />
mengetahui apa-apa yang erjadi di ruang lainnya.<br />
Bahkan pernah ada pengalaman, salah satu<br />
pegawai tidak masuk karena sakit, pegawai di<br />
ruang lain tidak tau. Sebenarya metode apel<br />
pagi atau briefing sebelum mulai bekerja ini<br />
sudah banyak diterapkan juga di instansi lainnya.<br />
Memang diperukan komitmen bersama. Kalau<br />
sekiranya semangat rekan-rkan sudah mulai<br />
kendor, bersama-sama kami berusaha untuk<br />
bangkitkan kembali. Sebelum apel pagi ini rutin<br />
dilakukan, dulu kami juga melakukan kegiatan<br />
“Jumat Ceria”. Seperti kita tau, setiap Jumat kita<br />
melakukan olahraga bersama. Agar rekan-rekan<br />
bersemangat, kami membeli seragam olahraga<br />
bersama. Kemudian di akhir acara olahraga, kami<br />
berkumpul, bisa curhat mengenai apa saja dan<br />
saling berbagi. Kegiatan ini selalu dilaksanakan<br />
di udara terbuka. Nah, sekarang berkembang<br />
menjadi apel pagi. Kegiatan Jumat Ceria sampai<br />
sekarang juga masih rutin dilakukan.<br />
Ya, siapa sih yang tidak mau ikut apel pagi setiap<br />
hari jika pemimpin apelnya adalah seorang Ibu<br />
yang anggun dan cantik seperti Ibu Reno Widya<br />
ini?<br />
(RHM)
Info Penting<br />
MENULISLAH KAWAN,<br />
ANGKA KREDIT MENANTIMU!!<br />
Suatu hal yang menarik bagi para auditor adalah<br />
ketika kita mengulas banyak mengenai angka<br />
kredit auditor. Jelas demikian, mengingat angka<br />
kredit yang diperoleh para auditor berdampak<br />
signifikan dalam kenaikan jabatan atau pangkat.<br />
Satu pertanyaan yang pasti muncul ketika<br />
membahas mengenai angka kredit yang dikaitkan<br />
dengan kegiatan penulisan adalah “ Apakah<br />
menulis artikel memperoleh angka kredit?”.<br />
Pertanyaan itu akan dijawab dan di<br />
ulas secara mendalam oleh Kepala Subbagian<br />
Jabatan Fungsional dan Evaluasi Kinerja, Bagian<br />
Kepegawaian Sekretariat Inspektorat Jenderal, R,<br />
Basoeki Fadjar. H, S.Sos.<br />
Tanggap terhadap pertanyaan yang<br />
mengemuka terkait apresiasi penulisan artikel,<br />
dijelaskan lebih lanjut bahwa sejauh ini Itjen cukup<br />
memberikan apresiasi atas kegiatan penulisan<br />
dan penyusunan karya tulis ilmiah yang dilakukan<br />
oleh para auditor. Didasari dengan Peraturan<br />
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara<br />
Nomor: PER/220/M.PAN/7/2008 tentang Jabatan<br />
Fungsional dan Angka Kreditnya; Keputusan Kepala<br />
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan<br />
Nomor:KEP-911/K/JF/2005 tentang Pedoman<br />
Penyusunan dan Pengujian Karya Tulis Ilmiah<br />
Dibidang Pengawasan; dan Surat Edaran Ketua<br />
Tim Penguji KaryaTulis Ilmiah Inspektorat Jenderal<br />
Nomor : SE-01/TPKI/2011 tentang Penyusunan dan<br />
Pengujian Karya Tulis Ilmiah Pejabat Fungsional<br />
Auditor, penyusunan karya tulis ilmiah mendapat<br />
kompensasi angka redit yang cukup besar yaitu<br />
berkisar antara 1,5 s.d 15 angka kredit sesuai butir<br />
kegiatan.<br />
MEKANISME PENILAIAN ANGKA KREDIT<br />
MENULIS DI MAJALAH AUDITORIA<br />
Sejauh ini banyak auditor Itjen<br />
yang menyampaikan tulisannya untuk dapat<br />
dipublikasikan di Majalah <strong>Auditoria</strong>. Hal ini<br />
dikarenakan salah satu persyaratan untuk<br />
memperoleh angka kredit adalah tulisan tersebut<br />
dapat dipublikasikan. Dapat disimpulkan bahwa<br />
selama ini, Majalah <strong>Auditoria</strong> dinilai mampu<br />
menjadi wadah yang mampu menampung segala<br />
inisiasi dan kreatifitas auditor untuk menulis<br />
dan berbagi pengalaman audit yang selama ini<br />
dilakukan.<br />
Tidak semua karya tulis atau naskah tulisan<br />
yang disusun oleh para auditor dapat memperoleh<br />
angka kredit. Ada Jenis tulisan dan kriteria tulisan<br />
yang dapat diusulkan angka kreditnya yang<br />
disederhanakan dalam tabel berikut:<br />
Dipublikasikan<br />
Tidak Dipublikasikan<br />
Jenis karya Tulis Ilmiah<br />
Majalah / Media Massa<br />
Buku<br />
Lainnya / Website<br />
Buku Makalah<br />
1. Hasil penelitian, pengkajian, survey, dan<br />
atau evaluasi<br />
V V - -<br />
2. Tinjauan atau ulasan ilmiah hasil gagasan<br />
sendiri<br />
V V V V<br />
3. Penulisan popular - V - -<br />
4. Tinjauan, gagasan atau usulan ilmiah dalam<br />
pertemuan ilmiah<br />
- - - V<br />
5. Terjemahan/saduran V V V V<br />
Keterangan:<br />
V : Jenis Karya Tulis Ilmiah yang dapat diusulkan angka kreditnya<br />
- : Jenis Karya Tulis Ilmiah yang tidak dapat diusulkan angka kreditnya<br />
VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />
35
Info Penting<br />
Dari tabel tersebut, dapat diketahui<br />
bahwa menulis di Majalah <strong>Auditoria</strong> dikategorikan<br />
sebuah jenis karya tulis yang dikategorikan<br />
dalam tulisan popular dan mendapat angka<br />
kredit 2 (dua). Angka kredit ini diperoleh setelah<br />
dilakukan pengujian oleh Tim Penguji Karya Tulis<br />
Ilmiah Pejabat Fungsional Auditor di Lingkungan<br />
Itjen. Tim Penguji ini dibentuk sejak tahun 2010<br />
dengan keanggotaan para pejabat fungsional<br />
dan struktural Itjen. Selain itu ditunjuk pula<br />
keseretariatan Tim Penguji pada Subbagian<br />
Jabatan Fungsional dan Evaluasi Kinerja.<br />
Pertanyaan sekali lagi muncul,<br />
“Bagaimana mekanisme penilaian penulisan di<br />
Majalah <strong>Auditoria</strong>?”. Sesuai ketentuan, naskah<br />
tulisan dapat dilakukan pengujian setelah naskah<br />
tersebut dimuat di Majalah <strong>Auditoria</strong> yaitu<br />
dengan menyampaikan copy artikel dan surat/<br />
nota dinas/memo pengantar ke Sekretariat Tim<br />
Penguji cq Subbagian Jabatan Fungsional dan<br />
Evaluasi Kinerja. Untuk selanjutnya berdasarkan<br />
tulisan yang masuk, Sekretariat Tim Penguji<br />
menyusun komposisi Tim Penguji yang terdiri<br />
dari 3 (tiga) orang penguji untuk masing-masing<br />
artikel yang dimuat. Atas surat Ketua Tim Penguji,<br />
Anggota Tim melaksanakan rapat/sidang Tim<br />
Penguji yang kemudian dihasilkan sebuah lembar<br />
rekomendasi yang ditetapkan oleh Anggota Tim<br />
Penguji. Nantinya, akan disusun sebuah Lembar<br />
Pengesahan yang ditandatangani oleh Inspektur<br />
Jenderal yang kemudian disampaikan kepada Tim<br />
Penilai Angka Kredit PFA untuk diketahui.<br />
Secara umum, dapat diketahui bahwa<br />
karya tulis dapat memperoleh angka kredit<br />
setelah mendapatkan pengesahan dari Inspektur<br />
Jenderal. Dengan perolehan angka kredit tersebut<br />
yang kemudian diakumulasikan dengan angka<br />
kredit dari kegiatan pendidikan, pengawasan dan<br />
penujang pengawasan menjadi capaian angka<br />
kredit minimal untuk syarat kenaikan pangkat.<br />
Untuk auditor dengan kepangkatan<br />
maksimal, sesuai ketentuan auditor tersebut tetap<br />
diwajibkan untuk mengumpulkan angka kredit<br />
sehingga tetap disarankan untuk mengirimkan<br />
tulisan. Namun, atas dasar kepangkatan tersebut,<br />
belum dapat diberikan kenaikan jabatan atau<br />
pangkat setingkat lebih tinggi karena belum<br />
tersedia formasi jabatannya.<br />
Sejauh ini pengujian hanya dilakukan<br />
terhadap tulisan yang ditulis oleh para auditor<br />
karena terkait dengan kewajiban pengumpulan<br />
angka kredit. Namun, hal ini diharapkan tidak<br />
menurunkan semangat para pegawai di Sekretariat<br />
untuk menulis, karena nantinya tulisannya terkait<br />
pengawasan yang pernah dimuat di Majalah<br />
<strong>Auditoria</strong> suatu saat dapat diajukan angka<br />
kreditnya ketika yang bersangkutan menjadi<br />
pejabat fungsional auditor.<br />
36<br />
VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012
Profil<br />
Bu Misnem,<br />
loyalitas<br />
tak berbatas<br />
Sosok ibu yang satu ini pasti dikenal<br />
seluruh pegawai Itjen. Dari pegawai baru<br />
hingga yang sudah pensiun. Jelas saja, 30<br />
tahun Bu Misnem berkutat dengan gaji.<br />
Jauh melebihi setengah umurnya.<br />
Dilahirkan di Banyumas pas di hari Ibu tahun<br />
1958, Bu Misnem menyelesaikan pendidikan<br />
dasar dan menengah di kota yang terkenal dengan<br />
mendoannya itu. Tahun 1980 adalah tahun saat<br />
beliau mulai bergabung dengan Itjen. Setahun<br />
kemudian, satu kata mulai akrab dengannya, gaji.<br />
Hingga kini, tahun 2012.<br />
Menikah dengan Pak Sadiran, keluarga berbahagia<br />
ini dikaruniai tiga putri cantik penuh bakti. Diklanti<br />
Misbandiah, Septi Dwifarianti dan Hana Ubaidah.<br />
Bu Misnem tak pernah berhenti bersyukur karena<br />
satu di antara ketiga putri beliau telah menyelsaikan<br />
studi kebidanan. Sedangkan dua lainnya hampir<br />
menyelesaikan bangku kuliah. Anak-anak adalah<br />
penghibur saat tekanan pekerjaan, karena<br />
komplain misalnya, datang menerpa.<br />
Memasak untuk orang banyak adalah hobinya.<br />
Tanpa sebab, beliau sering secara tiba-tiba<br />
memasak dan menyajikan makanan untuk semua<br />
orang.<br />
Mengenal dan dikenal semua pegawai adalah<br />
kelebihan Bu Misnem. Di saat begitu banyak<br />
pegawai yang belum tentu saling kenal seperti<br />
sekarang ini, Bu Misnem adalah tempat<br />
bertanya. Kepedulian kepada sesama adalah<br />
keistimewaannya yang lain. Saat petugas cleaning<br />
service tak masuk karena sakit, beliau berinisiatif<br />
untuk menggalang dana dan membantu.<br />
“Diomelin orang.....”, begitu katanya ketika ditanya<br />
tidak enaknya bekerja di penggajian. Komplain<br />
adalah menu sehari-hari yang mesti dinikmati.<br />
Meski kadang komplain tak selalu tepat sasaran.<br />
Komplain absensi yang semestinya dilakukan<br />
ke Bagian Kepegawaian, tumpah semuanya ke<br />
subbag Permintaan Pembayaran dan Penggajian,<br />
tempat Bu Misnem mengabdi. Sabar, katanya.<br />
Buat para pegawai muda, beliau berpesan untuk<br />
lebih rapi dan tertib di ruangan. Piring dan gelas<br />
bekas, semestinya tidak diletakkan begitu saja<br />
sampai berhari-hari. Beliau sangat setuju dengan<br />
5R yang dicanangkan di Sekretariat Itjen.<br />
Begitulah Bu Misnem, legenda gaji Inspektorat<br />
Jenderal.<br />
(CWL)<br />
VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />
37
SpeakOut<br />
LIAISON OFFICER (LO) SAID...<br />
Agustinus Adi Tri Hananta (Penata Usaha Senior Inspektorat IV)<br />
Sekarang Bagian Perencanaan Keuangan memakai sistem satu pintu untuk<br />
pelayanannya, terutama masalah pencairan anggaran. Ada beberapa efek dari<br />
perubahan itu. Misal, berkas (BKT-SPJ) dikumpulkan ke BagPK harus dalam keadaan<br />
yang lengkap, sudah ditandatangani pegawai/pejabat yang bersangkutan dan PPK<br />
juga. Konsekuensinya, proses verifikasi kebenaran dokumen dan substansi, atau misal<br />
antisipasi double-double kegiatan dilakukan oleh LO. Secara otomatis kan kerjaan jadi<br />
lebih banyak juga di LO, hehe..<br />
Tapi kalau menurut saya, memang seharusnya seperti itu. Pada dasarnya<br />
pertanggungjawaban kegiatan itu ada di masing-masing PPK, yang tahu kegiatankegiatannya<br />
apa saja kan PPK juga. Kalau saya memandang itu adalah hal yang bersifat<br />
positif. Tidak perlu jauh-jauah, bisa kita lihat untuk pribadi kita sendiri dapat menambah cakrawala<br />
akan hal-hal baru mengenai suatu pekerjaan. Paling terasa dari sistem yang baru ini adalah waktunya lebih cepat<br />
untuk kepengurusan pencairan anggaran, benar-benar sangat membantu. Tapi, tidak enaknya sekarang itu tidak boleh<br />
asal masuk ruang kerja, maklum kalau dulu kan asal nyelonong masuk, ngobrol-ngobrol dulu, saya sudah akrab sama<br />
teman-teman BagPK.<br />
Kesimpulannya dengan sistem yang baru masing-masing Inspektorat dilatih untuk lebih bertanggung jawab terhadap<br />
penggunaan anggarannya.<br />
Cecep Suhayli (Penyaji Bahan Administrasi Kepegawaian Junior)<br />
Menurut saya sebagai LO, awalnya agak meragukan perubahan yang dilakukan oleh<br />
BagPK. Apakah akan berjalan efektif atau sebaliknya? Memang disaat periode-periode<br />
awal perubahan, sempat mengalami kesulitan menyesuaikan dengan perubahan itu.<br />
Tapi berkat adanya support yang baik dari AR bagPK, kesulitan itu bisa teratasi.<br />
Kuncinya, menurut saya ada di komunikasi antara AR dan LO itu sendiri, kalau diantara<br />
keduanya sudah terjalin komunikasi yang baik, untuk proses berikutnya yang melibatkan<br />
meja pelayanan akan lebih mudah lagi.<br />
Saran saya, kita harus lebih meningkatkan koordinasi antara AR dan LO, istilah AR sebagai<br />
inisiatif untuk jemput bola. Secara keseluruhan perubahan sistem di BagPK pada akhirnya<br />
dapat mempermudah pekerjaan LO ke depannya.<br />
38<br />
Mujiastono (Penyaji Data Protokoler dan Rumah Tangga Junior)<br />
Sistem pelayanan Bagian PK tahun ini banyak mengalami perubahan, terutama<br />
semenjak ruangan telah berubah menjadi workstation. Hal yang saya soroti adalah<br />
pelayanan keuangan yang sering bersentuhan dengan publik yaitu:<br />
Pelayanan Verifikator, ada beberapa penyesuaian sistem verifikator sekarang<br />
terutama terkait verifikasi kuitansi surat tugas. Apresiasi yang kami berikan adalah<br />
sekarang LO masing-masing bagian/inspektorat bertanggungjawab atas kuitansinya<br />
dari segi koreksi. Jadi nilai lebih dari hal ini adalah paperless. Tidak banyak kertas<br />
yang dibuang sia-sia. Dan proses verifikasi dapat berjalan lebih cepat.<br />
Saran saya untuk bukti setor pajak harap lebih dipercepat penyampaian ke masingmasing<br />
bagian, karena rekanan kadang butuh segera sebagai bukti pembayaran<br />
pajak. Serta koordinasi verifikasi lebih ditingkatkan, terutama koreksi kuitansi ST.<br />
Harapannya semoga kedepan bagian PK dapat terus melayani pegawai itjen dengan<br />
lebih optimal lagi dengan tetap tidak meninggalkan ciri khas etos kerja Bagian PK yaitu terobosan-terobosan baru<br />
sesuai dengan moto keuangan bekerja dengan cerdas, melayani dengan iklas. (KIN)<br />
VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012
SpeakOut<br />
ACCOUNT REPRESENTATIVE<br />
(AR) SAID...<br />
Risti Purwaningsih (Penyaji Bahan Pengelolaan Keuangan Junior)<br />
Dengan adanya sistem pelayanan 1 pintu ini, kerjanya bisa lebih nyaman. Karena kan LO tidak langsung bertemu<br />
dengan saya tapi melalui front office. Dulu itu sering saya lagi kerja, tiba-tiba ada yang datang untuk tanya-tanya atau<br />
mungkin minta paraf, itu sih masih tidak apa-apa. Tapi yang paling susah itu di saat yang sama pula ada yang tanyatanya<br />
lewat gtalk, di tambah lagi ada yang via telephone. Jadi bingung kan saya mau melayani yang mana dulu. Kalau<br />
sekarang paling yang bisa berbarengan itu gtalk sama telephone, bisa gantian mana yang lebih penting. Dulu kan yang<br />
tidak enaknya ketika ada orang di depan saya dan di saat yang bersamaan ada telephone. Saya ucapkan terima kasih<br />
saja kepada para LO atas kerja samanya selama ini Bagian Perencanaan dan Keuangan sangat terbantu dengan adanya<br />
kalian.<br />
Frans Rizal Maulida (Penyaji Bahan Pengelolaan Keuangan Junior)<br />
Bag.PK berinovasi seperti ini bukan tanpa sebab. Kita melihat sering terjadi inefisiensi<br />
tenaga ketika Bag. PK melayani teman-teman Itjen. Nah, Bag. PK ingin mengurangi<br />
inefisiensi tersebut dengan mencoba memberikan inovasi dalam pelayanannya.<br />
Pelayanan tersebut adalah pelayanan satu meja, coba liat keefisienan yang terjadi :<br />
1. LO hanya sekali mencetak kuitansi dan menyerahkan ke Bag. PK, kemudian langsung<br />
diproses di depan bendahara<br />
• efek Bag. PK - verifikasi lebih cepat, uang cair lebih cepat,<br />
• efisiensi kertas - mencetak cuma sekali (untuk penugasan ganda dan yang lain<br />
dikonsultasikan dengan AR via telepon/gtalk-paperless),<br />
• Mengembalikan konsep “lets the manager, manage” - PPK yang punya uangnya, biarkan PPK mengatur<br />
uangnya bukan lets the Bag. PK manage - PPK yang punya uangnya, biarkan Bag. PK mengatur uangnya,<br />
• membantu subbag TU untuk memonitor dan mengevaluasi penugasan auditor/pegawai di tempatnya.<br />
2. Dengan Konsep AR, pertanggungjawaban perkejadian akan lebih termonitor dan terkendali.<br />
3. Interaksi LO dibatasi dengan pegawai Bag. PK.<br />
Sebenernya dulu konsep pelayanan kita tidak se-dahsyat ini juga, dulu kan konsepnya meskipun satu meja pelayanan,<br />
tapi mereka tetap bisa melihat kita bekerja. Berhubung kondisi Lemari Raksasa nan ajaib ini menghalangi, ya terpaksa<br />
konsep itu sirna dengan sendirinya, tapi pintu kita terbuka bagi siapapun yang ingin berkunjung ke sini.<br />
Diah Kartika Sari<br />
(Penata Usaha Junior Subbagian Perbendaharaan)<br />
Bag PK sekarang sudah menggunakan system satu pintu. Hal ini dilakukan agar<br />
pelayanan yang kami berikan lebih tertib dan rapi. Untuk masalah kuitansi yang<br />
masuk ke Bag PK harus sudah lengkap itu karena sebenarnya fungsi verifikasi<br />
ada pada PPK masing-masing, karena yang lebih tahu soal penugasan kan PKKnya.<br />
Selain itu, hal ini dilakukan agar kepengurusan kuitansi lebih cepat karena<br />
LO tidak perlu bolak balik untuk verifikasi kuitansinya.<br />
Masalah sekarang tidak bisa masuk nyelonong begitu saja sebenarnya lebih<br />
ditekankan kepada rekan-rekan yang ingin berbicara soal pekerjaan seperti<br />
kepengurusan Kuitansi, SKPP, gaji dan lain sebagainya. Sedangkan untuk<br />
urusan pribadi, pintu kami terbuka. ^^<br />
(KIN)<br />
VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />
39
Ragam Pengawasan<br />
SELAMAT DATANG BPHTB DI DAERAH<br />
Sejarah, Pajak Pusat, Latar Belakang UU PDRD,<br />
dan Permasalahan dalam Implementasi<br />
(Bagian Pertama dari dua tulisan)<br />
Oleh : Heru Susanto (Auditor Inspektorat VII)<br />
Pada saat penulis melintasi Jalan Raya<br />
Bogor terlihat spanduk iklan rumah<br />
yang mencantumkan promosi “Bebas<br />
BPHTB” untuk transaksi pembelian<br />
rumah. Yang menjadi pertanyaan, mungkinkah<br />
konsumen tidak wajib membayar BPHTB atas<br />
transaksi pembelian rumah? Apakah tindakan<br />
tidak membayar BPHTB tidak melanggar undangundang?<br />
1. PENDAHULUAN<br />
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan<br />
Bangunan (BPHTB) merupakan salah satu jenis<br />
pajak yang menjadikan tanah dan bangunan<br />
sebagai sumber pendapatannya. Mengapa BPHTB<br />
dinamai Bea, bukan pajak sebagaimana pungutan<br />
Negara lainnya? Ada beberapa ciri khusus yang<br />
membuat pungutan ini dinamai bea, yaitu :<br />
a. Saat pembayaran pajak terjadi lebih dahulu<br />
daripada saat terutang misalnya, pembeli tanah<br />
bersertifikat sudah diharuskan membayar<br />
BPHTB terutang sebelum terjadi saat terutang<br />
(sebelum akta dibuat dan ditandatangani).<br />
Kondisi serupa sama dalam Bea Meterai (BM),<br />
siapapun pihak yang membeli meterai tempel<br />
berarti ia sudah membayar BM walaupun<br />
belum terjadi saat terutang pajak;<br />
b. Dalam pembayaran BPHTB yang menggunakan<br />
Surat Setoran BPHTB (SSB) tidak membutuhkan<br />
nomor identitas seperti NPWP;<br />
c. Frekuensi pembayaran BPHTB terutang dapat<br />
dilakukan secara isidentil ataupun berkalikali<br />
dan tidak terikat dengan masa ataupun<br />
tahunan.<br />
2. SEJARAH BPHTB<br />
Pada masa lalu ada pungutan pajak<br />
dengan nama Bea Balik Nama yang diatur dalam<br />
Ordonansi Bea Balik Nama Staatsblad 1924 Nomor<br />
291. Bea Balik Nama ini dipungut atas setiap<br />
perjanjian pemindahan hak atas harta tetap yang<br />
ada di wilayah Indonesia, termasuk peralihan<br />
harta karena hibah wasiat yang ditinggalkan oleh<br />
orang-orang yang bertempat tinggal terakhir di<br />
Indonesia. Yang dimaksud dengan harta tetap<br />
dalam Ordonansi tersebut adalah barang-barang<br />
tetap dan hak-hak kebendaan atas tanah, yang<br />
pemindahan haknya dilakukan dengan pembuatan<br />
akta menurut cara yang diatur dalam undangundang,<br />
yaitu Ordonansi Balik Nama Staatsblad<br />
1834 Nomor 27.<br />
Berdasarkan Undang-undang Nomor 5<br />
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok<br />
Agraria (UUPA), hak-hak kebendaan yang dimaksud<br />
di atas tidak berlaku lagi, karena semuanya sudah<br />
diganti dengan hak-hak baru yang diatur dalam<br />
UUPA. Sebelum diberlakukan UUPA, di Indonesia<br />
terjadi dualisme Hukum Pertanahan yaitu hak atas<br />
harta tetap dengan titel Hukum Barat yang diatur<br />
dalam KUH Perdata dan hak atas harta tetap orang<br />
40<br />
VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012
Ragam Pengawasan<br />
Indonesia asli/hak pribumi yang diatur dalam<br />
Hukum Adat tiap-tiap daerah. Dengan demikian,<br />
sejak UUPA maka dualisme Hukum Pertanahan di<br />
Indonesia dihapuskan dan Bea Balik Nama atas hak<br />
harta tetap berupa hak atas tanah tidak dipungut<br />
lagi, sedangkan ketentuan mengenai pengenaan<br />
pajak atas akta pendaftaran dan pemindahan<br />
kapal yang didasarkan pada Ordonansi Bea Balik<br />
Nama Staatsblad 1924 Nomor 291 masih tetap<br />
berlaku.<br />
Dengan pertimbangan tersebut di atas<br />
dan sebagai pengganti Bea Balik Nama atas harta<br />
tetap berupa hak atas tanah yang tidak dipungut<br />
lagi sejak UUPA maka diadakan pungutan pajak<br />
atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan<br />
dengan nama BPHTB berdasarkan Undang-undang<br />
Nomor 21 tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak<br />
atas Tanah dan Bangunan sebagaimana diubah<br />
dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2000<br />
(UU BPHTB).<br />
3. BPHTB SEBAGAI PAJAK PUSAT<br />
Landasan hukum pungutan BPHTB adalah<br />
berdasarkan UU Nomor 21 tahun 1997, namun<br />
UU ini sempat ditunda diberlakukan berdasarkan<br />
Peraturan Pemerintah Pengganti Undangundang<br />
Nomor 1 tahun 1997 (Perppu) dengan<br />
pertimbangan terjadi krisis ekonomi dan moneter.<br />
BPHTB mulai diberlakukan sejak 1 Juli 1998.<br />
Adapun prinsip-prinsip dasar yang dianut dalam<br />
UU BPHTB tahun 1997 adalah:<br />
a. self assessment sistem,<br />
b. tarif ditetapkan 5% dari nilai perolehan objek<br />
pajak kena pajak (NPOPKP),<br />
c. dikenakan sanksi kepada WP maupun pejabatpejabat<br />
umum yang melakukan pelanggaran<br />
ketentuan atau tidak melaksanakan kewajiban,<br />
d. hasil penerimaan BPHTB diserahkan sebesar<br />
80% kepada Pemerintah Daerah dan 20%<br />
untuk Pemerintah Pusat, dan<br />
e. tidak diperkenankan ada pungutan lain atas<br />
pihak yang memperoleh hak atas tanah dan<br />
bangunan sejak UU BPHTB diberlakukan.<br />
BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas<br />
sebuah peristiwa hukum berupa perolehan hak<br />
atas tanah dan atau bangunan. Hak atas tanah<br />
yang dimaksud dalam UU BPHTB adalah Hak<br />
Milik (HM), Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna<br />
Bangunan (HGB), dan Hak Pakai (HP) sesuai pasal<br />
16 UUPA. Pengertian perolehan hak atas tanah dan<br />
atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa<br />
hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak<br />
atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi<br />
atau badan, meliputi pemindahan hak atas tanah<br />
dan atau bangunan yang terjadi karena jual beli,<br />
tukar menukar, hibah, hibah wasiat, pemasukan<br />
dalam perseroan atau badan hukum lainnya,<br />
pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan,<br />
penunjukan pembeli dalam lelang, putusan<br />
hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap<br />
serta pemberian hak baru baik karena kelanjutan<br />
pelepsan hak dan di luar pelepasan hak.<br />
Mulai tanggal 1 Januari 2001, UU<br />
BPHTB diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2000<br />
dengan dilatarbelakangi antara lain memperluas<br />
cakupan objek pajak untuk mengakomodir<br />
adanya perolehan hak atas tanah dan bangunan<br />
yang belum diatur, lebih memberikan kepastian<br />
hukum dan keadilan dalam pengenaan pajak,<br />
lebih memberikan kepastian hukum mengenai<br />
ketentuan dan sanksi bagi pejabat. Adapun<br />
perluasan objek meliputi:<br />
a. Hak Pengelolaan, beserta bangunan diatasnya;<br />
b. Hak milik atas satuan rumah susun/HMSRS<br />
(berdasarkan UU Nomor 16 tahun 1985<br />
tentang Rumah Susun);<br />
c. Perolehan hak karena waris; dan<br />
d. Perolehan dalam transaksi ekonomi seperti<br />
penggabungan usaha, peleburan usaha, dan<br />
pemekaran usaha.<br />
Berdasarkan paragraf di atas maka syarat<br />
objektif pengenaan BPHTB adalah (1) adanya<br />
peristiwa hukum berupa perolehan hak atas tanah<br />
dan atau bangunan sesuai pasal 2 ayat (1) UU<br />
BPHTB, (2) perolehan hak didasarkan atas sertipikat<br />
yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional<br />
(BPN) yaitu HM, HGU, HGB, HP, HMSRS, atau Hak<br />
Pengelolaan sesuai pasal 2 ayat (3) UU BPHTB, dan<br />
(3) perolehan tersebut dibuat, ditandatangani,<br />
didaftarkan, diterbitkan, ditunjuk atau diputuskan<br />
oleh pejabat yaitu notaris/pejabat penbuat akta<br />
VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />
41
Ragam Pengawasan<br />
tanah (PPAT), pejabat lelang negara, hakim atau<br />
pejabat BPN sesuai pasal 24 UU BPHTB. Dengan<br />
demikian, perolehan tanah dan atau bangunan<br />
yang dilakukan di bawah tangan atau transaksi jual<br />
beli tanah girik maka tidak dapat dikenai BPHTB<br />
dan disamping itu ada beberapa objek perolehan<br />
hak atas tanah dan atau bangunan yang tidak dapat<br />
dikenai BPHTB sebagaimana diatur pasal 3 ayat (1)<br />
UU BPHTB, antara lain objek pajak yang diperoleh<br />
perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas<br />
perlakuan timbal balik.<br />
Hasil penerimaan BPHTB merupakan<br />
penerimaan Negara yang dibagi 2 yaitu 20%<br />
sebagai penerimaan Pemerintah Pusat dan 80%<br />
sebagai penerimaan Pemerintah Daerah. Dari<br />
20% bagian Pemerintah Pusat, dibagikan dengan<br />
porsi yang sama besar kepada seluruh Pemerintah<br />
Kabupaten/Kota dan dari 80% bagian Pemerintah<br />
Daerah dirinci sebagai berikut :<br />
a. 16% untuk Daerah Provinsi yang bersangkutan;<br />
dan<br />
b. 64% untuk Daerah Kabupaten/Kota penghasil.<br />
Seiring dengan diundangkannya UU Nomor<br />
<strong>28</strong> tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi<br />
Daerah (UU PDRD) yang mulai diberlakukan<br />
tanggal 1 Januari 2010. Adapun perubahan yang<br />
mendasar dari UU PDRD ini adalah dialihkannya<br />
pengelolaan BPHTB dan Pajak Bumi dan Bangunan<br />
Perkotaan dan Perdesaan (PBB P2) dari yang<br />
semula dikelola oleh Pemerintah Pusat dalam hal<br />
ini Direktorat Jenderal Pajak menjadi dikelola oleh<br />
Pemerintah Kabupaten/Kota. Pengalihan BPHTB<br />
dilakukan paling lambat 1 Januari 2011, sehingga<br />
mulai saat itu Direktorat Jendera Pajak (DJP) tidak<br />
mempunyai kewenangan memungut BPHTB dan<br />
UU BPHTB beserta peraturan pelaksanaannya<br />
dinyatakan tidak berlaku. Untuk itu, mulai<br />
2011 penerimaan BPHTB menjadi penerimaan<br />
Pemerintah Kabupaten/Kota dengan syarat telah<br />
memiliki Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur<br />
BPHTB sesuai pasal 95 ayat (1) UU PDRD.<br />
4. UU PDRD<br />
a. Latar Belakang Pengalihan<br />
Secara praktis, sesungguhnya BPHTB sudah<br />
merupakan pajak daerah, hal ini dilihat<br />
dari sisi kepada siapa sebagian besar<br />
penerimaannya diserahkan, yaitu Pemerintah<br />
Daerah. Pengalihan kewenangan pengelolaan<br />
BPHTB perlu diapresiasi karena merupakan<br />
implementasi desentralisasi fiskal. Dalam<br />
melaksanakan desentralisasi fiskal, prinsip<br />
“money should follow function” merupakan<br />
salah satu prinsip yang harus diperhatikan dan<br />
dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat. Artinya,<br />
setiap penyerahan atau pelimpahan wewenang<br />
pemerintahan membawa konsekuensi pada<br />
anggaran yang diperlukan untuk melaksanakan<br />
kewenangan tersebut.<br />
BPHTB layak dialihkan sebagai pajak daerah<br />
berdasarkan pengujian kriteria sebagaimana<br />
yang dikemukakan oleh Kenneth Davey, yang<br />
meliputi 5(lima) aspek, yaitu:<br />
1) Adequacy and elasticity. Dari aspek<br />
kecukupan, penerimaan BPHTB cukup<br />
signifikan, relatif stabil, dan mudah<br />
diprediksi (property tax revenues are<br />
relatively substantial, stable, and<br />
predictable). Potensi penerimaan BPHTB<br />
elastis dalam pengertian dapat dinaikkan<br />
dan diturunkan melalui penyesuaian tarif<br />
dalam hal terjadi perubahan kebutuhan<br />
pengeluaran.<br />
2) Equity. Meskipun basis pengenaan<br />
BPHTB bukan penghasilan, BPHTB tidak<br />
bertentangan dengan prinsip keadilan<br />
terutama keadilan secara horisontal.<br />
Objek pajak yang berada dalam area atau<br />
memiliki nilai jual (market price) yang sama<br />
akan dikenakan beban pajak yang sama<br />
besarnya.<br />
3) Economic efficiency effects. Dampak<br />
pengenaan BPHTB dapat dikatakan relatif<br />
netral dalam hal mempengaruhi perilaku<br />
masyarakat dalam menentukan pilihan<br />
(insentif and choice) untuk konsumsi,<br />
menabung dan berinvestasi, sehingga<br />
relatif tidak menimbulkan distorsi terhadap<br />
perekonomian secara keseluruhan.<br />
4) Feasibility of implementation. Dari segi<br />
ini dilihat dari aspek pengadministrasian<br />
BPHTB, hampir tidak ada masalah karena<br />
objeknya sangat nyata (visible) dan<br />
tidak dapat bergerak atau dipindahkan,<br />
sehingga sulit untuk dihindarkan<br />
bebannya, hal ini memudahkan daerah<br />
untuk mengidentifikasikan, memungut dan<br />
42<br />
VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012
Ragam Pengawasan<br />
menetapkan bebannya.<br />
5) Suitability as local tax/revenue. Pengalihan<br />
BPHTB berikut penyerahan kewenangan<br />
penatapan tarif pajaknya akan memberikan<br />
keleluasaan bagi daerah untuk memungut<br />
pajak sesuai dengan kebutuhan dan<br />
preferensi daerah. Di lain pihak Wajib<br />
Pajak dapat memonitor secara langsung<br />
penggunaan dana BPHTB tersebut dan<br />
memonitor kualitas pelayanan yang<br />
disediakan oleh pemerintah daerah,<br />
dengan demikian akuntabilitas penggunaan<br />
uang pajak yang dibayar masyarakat dapat<br />
lebih terjamin<br />
Selain pertimbangan tersebut di atas, hampir<br />
banyak negara telah menetapkan property<br />
tax sebagai pajak daerah (Internationally Best<br />
Practice), misalnya: Australia, Canada, India,<br />
Malaysia, Jepang.<br />
b. Langkah-langkah Persiapan Kementerian<br />
Keuangan<br />
Berdasarkan pasal 182 UU PDRD, Pemerintah<br />
melakukan upaya-upaya persiapan pengalihan<br />
dengan menetapkan Peraturan Bersama<br />
Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri<br />
Nomor 186/PMK.07/2010 dan Nomor 53 Tahun<br />
2010 Tentang Tahapan Persiapan Pengalihan<br />
BPHTB Sebagai Pajak Daerah. Adapun<br />
persiapan pengalihan BPHTB dilakukan dalam<br />
waktu paling lambat tanggal 31 Desember<br />
2010. Berdasarkan pasal 3 ayat (1) Perber,<br />
DJP bertugas dan bertanggung jawab untuk<br />
mengompilasi:<br />
1) peraturan pelaksanaan BPHTB sebagai<br />
bahan acuan Pemda dalam menyusun<br />
Perda dan Peraturan Kepala Daerah;<br />
2) standard operating procedure (SOP)<br />
terkait BPHTB sebagai bahan acuan Pemda<br />
menyusun SOP;<br />
3) struktur, tugas, dan fungsi organisasi DJP<br />
terkait pemungutan BPHTB sebagai bahan<br />
acuan Pemda untuk merumuskan struktur<br />
organisasi dan tata kerja pemungut BPHTB;<br />
4) data piutang BPHTB beserta berkas<br />
pendukungnya;<br />
5) data pendukung dalam rangka pelaksanaan<br />
pemungutan BPHTB oleh Pemda berupa<br />
data Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) per 1<br />
Januari 2011; dan<br />
6) Surat Keputusan Menteri Keuangan<br />
mengenai penetapan Nilai Perolehan Objek<br />
Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) sejak<br />
tahun 2006 s.d. tahun 2010.<br />
Adapun Direktorat Jenderal Perimbangan<br />
Keuangan (DJPK) bertugas dan bertanggung<br />
jawab menggandakan hasil kompilasi di atas<br />
dan selanjutnya menyerahkannya ke Pemda,<br />
serta melakukan pemantauan dan pembinaan<br />
pelaksanaan pengalihan kewenangan<br />
pemungutan BPHTB kepada Pemda.<br />
Selain tugas dan tanggung jawab tersebut,<br />
dalam upaya menyukseskan proses pengalihan<br />
BPHTB ke Pemerintah Kabupaten/Kota, DJP,<br />
DJPK, dan Badan Pendidikan dan Pelatihan<br />
Keuangan (BPPK) telah dan sedang melakukan:<br />
1) Pendidikan dan pelatihan berbasis<br />
e-learning yang diperuntukkan bagi<br />
pegawai Pemda Kabupaten/Kota (http://<br />
www.lmsbppk.depkeu.go.id) secara<br />
bertahap dan berkesinambungan;<br />
2) Sosialisasi, workshop, dan bimbingan teknis<br />
kepada Pemerintah Kabupaten/Kota secara<br />
bertahap dan berkesinambungan;<br />
3) Penyiapan peraturan pelaksanaan antara<br />
lain PMK Nomor 148/PMK.07/2010<br />
tentang Badan atau Perwakilan Lembaga<br />
Internasional yang Tidak Dikenakan BPHTB;<br />
4) Diseminasi dan asistensi yang dilakukan<br />
tanggal 2 Desember 2010 di Surabaya<br />
meliputi kegiatan public announcement<br />
dan coaching clinic;<br />
5) Pemantauan dan pendampingan;<br />
6) Pilot Project. Kegiatan ini dilakukan dengan<br />
memilih 5 kabupaten/kota sebagai proyek<br />
percontohan, kemudian Tim melakukan<br />
asistensi dan pembinaan terhadap daerah<br />
pilot dan hasil implementasi di daerah pilot<br />
disebar ke Pemerintah Kabupaten/Kota<br />
lainnya.<br />
7) Menyediakan tempat magang di KPP.<br />
Kegiatan ini bertujuan agar pegawai Pemda<br />
dapat lebih memahami proses bisnis/<br />
administrasi proses pengelolaan BPHTB<br />
secara riil di KPP (simulasi). Pelaksanaan<br />
magang diikuti oleh pegawai Pemda<br />
yang nantinya akan ditugaskan untuk<br />
mengelola BPHTB di kabupaten/kota yang<br />
bersangkutan.<br />
VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />
43
Ragam Pengawasan<br />
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL<br />
PERBENDAHARAAN NOMOR: PER-73/PB/2011<br />
MENIMBULKAN MASALAH BARU<br />
(Bagian Pertama dari Dua Tulisan)<br />
Pendahuluan<br />
Seperti penulis uraikan pada <strong>Auditoria</strong><br />
Vol V No. 26 Edisi September-Oktober<br />
2011 bahwa biasanya setiap menjelang<br />
akhir tahun Direktorat Jenderal Perbendaharaan<br />
mengeluarkan peraturan mengenai langkahlangkah<br />
menghadapi akhir tahun anggaran,<br />
sekarang telah terbit Perturan Direktur Jenderal<br />
Perbendaharaan Nomor: Per-73/PB/2011 tentang<br />
Langkah-langkah Dalam Menghadapi Akhir Tahun<br />
Anggaran 2011. Berbagai komentar muncul<br />
sehubungan adanya peraturan tersebut, yang pada<br />
dasarnya menyatakan implementasinya sangat<br />
menyulitkan, baik bagi PPK maupun bagi rekanan.<br />
Bahkah ada pendapat menyatakan bahwa Per-73/<br />
PB/2011 tersebut bertentangan dengan peraturan<br />
yang lebih tinggi yaitu Peraturan Presiden Nomor<br />
54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa<br />
Pemerintah (Perpres 54/2010).<br />
Penulis tertarik untuk membahas khusus<br />
permasalahan yang terkait dengan pekerjaan<br />
yang dilaksanakan secara kontraktual yang sampai<br />
dengan batas waktu terakhir pengaujuan SPM-LS<br />
pekerjaan belum selesai. Agar alur pembahasan<br />
dapat mengalir, berikut adalah petikan<br />
peraturannya:<br />
• Pasal 12 ayat (1) huruf c: SPM-LS harus sudah<br />
diterima KPPN paling lambat tanggal 19<br />
Desember 2011<br />
• Pasal 13<br />
(1) Pekerjaan pisik, pemeliharaan gedung,<br />
penyediaan makanan/lauk pauk, dan<br />
kegiatan sejenis lainnya yang dilaksanakan<br />
secara kontraktual yang Berita Acara<br />
Penyelesaian Pekerjaan-nya (BAPP) dibuat<br />
mulai tanggal 21 Desember 2011 sampai<br />
dengan tanggal 31 Desember 2011, KPA<br />
pada saat pengajuan SPM-LS kepada KPPN<br />
wajib melampirkan:<br />
44<br />
VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012
Ragam Pengawasan<br />
a. Surat Perjanjian Pembayaran antara<br />
KPA dengan pihak ketiga/rekanan sesuai<br />
format lampiran II<br />
b. Asli jaminan/garansi pembayaran dari<br />
bank umum yang masa berlakunya<br />
berakhir sampai dengan berakhirnya<br />
masa kontrak dengan nilai jaminan<br />
sekurang-kurangnya sebesar prosentase<br />
pekerjaan yang belum diselesaikan, dan<br />
masa pengajuan klaim selama 30 hari<br />
kalender sejak berakhirnya jaminan/<br />
garansi pembayaran bank tersebut.<br />
c. Untuk pekerjaan dengan nilai kontrak<br />
dan/atau nilai prosentase pekerjaan<br />
yang belum diselesaikan jumlahnya<br />
sama dengan atau dibawah 50 juta<br />
rupiah, jaminan/garansi pembayaran<br />
bank tersebut dapat diganti dengan<br />
SPTJM sebagai penjaminan dari KPA<br />
sesuai format lampiran III<br />
d. jaminan/garansi pembayaran bank<br />
sebagimana dimaksud pada huruf<br />
b diterbitkan oleh bank umum yang<br />
berlokasi diwilayah kerja KPPN<br />
bersangkutan dan bersifat tansferabel<br />
sesuai format lampiran IV<br />
e. Surat Pernyataan dari PA/KPA<br />
mengenai keabsahan dari jaminan/<br />
garansi pembayaran bank tersebut<br />
dengan pernyataan bahwa apabila dari<br />
jaminan/garansi pembayaran bank<br />
tersebut palsu dan/atau asli tapi palsu<br />
dan/atau tidak dapat dicairkan dalam<br />
hal terjadi wanprestasi, sepenuhnya<br />
menjadi tanggungjawab pribadi PA/KPA<br />
sesuai format lampiran V<br />
f. Asli Surat Kuasa (bermeterai cukup)<br />
kepada Kepala KPPN untuk mencairkan<br />
jaminan bank sesuai format lampiran VI<br />
g. Surat Pernyataan Kesanggupan untuk<br />
menyelesaikan pekerjaan 100% sampai<br />
dengan masa berakhirnya kontrak dari<br />
pihak ketiga/rekanan sesuai format<br />
lampiran VII<br />
(2) KPA wajib menyampaikan BAPP kepada<br />
Kepala KPPN paling lambat 5 hari kerja<br />
setelah masa kontrak berakhir.<br />
(3) Dalam hal pelaksanaan pekerjaan<br />
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak/<br />
tidak dapat diselesaikan 100% sampai<br />
dengan berakhirnya masa kontrak, berlaku<br />
ketentuan sebagai berikut:<br />
a. KPA, paling lambat 1 hari kerja<br />
setelah masa kontrak berakhir, wajib<br />
memberitahukan secara tertulis kepada<br />
pihak ketiga/rekanan bersangkutan<br />
bahwa pihak ketiga/rekanan<br />
bersangkutan telah wanprestasi dan<br />
tembusan pemberitahuan secara<br />
tertulis tersebut disampaikan kepada<br />
Kepala KPPN mitra kerjanya<br />
b. Berdasarkan pemberitahuan secara<br />
tertulis sebagaimana dimaksud pada<br />
huruf a, KPA membuat pernyataan<br />
tertulis paling lambat 1 hari kerja<br />
setelah masa kontrak berakhir, bahwa<br />
pihak ketiga/rekanan telah melakukan<br />
wanprestasi, dan menyampaikan surat<br />
pernyataan dimaksud kepada Kepala<br />
KPPN mitra kerjanya<br />
c. Surat pernyataan tertulis sebagaimana<br />
dimaksud pada huruf b dilengkapi<br />
dengan BAPP dan Berita Acara<br />
Pembayaran (BAP) terakhir, paling<br />
lambat 5 hari kerja sejak masa kontrak<br />
berakhir<br />
d. Kepala KPPN pada hari kerja berikutnya<br />
setelah menerima surat pernyataan<br />
sebagaimana dimaksud pada huruf c,<br />
mengajukan klaim pencairan jaminan/<br />
garansi bank untuk untung Kas Negara<br />
sebesar prosentase pekerjaan yang<br />
tidak/tidak dapat diselesaikan sebagai<br />
pengembalian belanja tahun anggaran<br />
berkenaan dalam hal penyetorannya<br />
pada bulan Desember tahun 2011, atau<br />
sebagai pendapatan anggaran lainlain<br />
yang disetor setelah akhir tahun<br />
angggaran 2011<br />
e. Klaim pencairan jaminan/garansi bank<br />
sebagaimana dimaksud pada huruf d<br />
tanpa memperhitungkan pajak-pajak<br />
yang telah disetorkan ke kas Negara<br />
atau melalui pemotongan SPM<br />
f. Dalam hal terdapat pajak yang terlanjur<br />
disetorkan ke kas Negara atau melalui<br />
pemotongan SPM sebagaimana<br />
dimaksud pada huruf e, dapat<br />
diselesaikan sesuai dengan ketentuan<br />
perundang-undangan<br />
g. Dalam hal dokumen- dokumen<br />
sebagaimana dimaksud pada huruf a,<br />
huruf b, dan huruf c, tidak disampaikan<br />
sesuai batas waktu yang ditentukan,<br />
maka Kepala KPPN melaporkan KPA<br />
berkenaan ke Unit Pemeriksa Internal<br />
Kementerian/Lembaga terkait dan<br />
BPKP.<br />
VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />
45
Ragam Pengawasan<br />
Permasalahan dan Pembahasan<br />
Kalau kita baca dengan cermat,<br />
sesungguhnya sasaran dari Per-73/PB/2011<br />
adalah untuk menjamain adanya disiplin anggaran<br />
yaitu bahwa Tahun Anggaran meliputi masa satu<br />
tahun mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan<br />
31 Desember dan pembayaran atas beban APBN/<br />
APBD tidak boleh dilakukan sebelum barang dan/<br />
atau jasa diterima. Namun dalam pelaksanaan<br />
dilapangan terjadi berbagai penafsiran sehingga<br />
“menciptakan” masalah baru. Munculnya berbagai<br />
penafsiran tersebut terjadi karena faktanya banyak<br />
pekerjaan yang sampai dengan akhir tahun 2011<br />
belum selesai.<br />
1. Ruang Lingkup Per-73/PB/2011<br />
Pertimbangan hukum yang disampaikan dalam<br />
Per-73/PB/2011 sama sekali tidak menyebut<br />
Perpres 54/2010 dan Keppres Nomor 42 Tahun<br />
2002 sebagaimana telah beberapa kali diubah<br />
terakhir dengan Perpres Nomor 53 Tahun 2010<br />
tentang Pedoman Pelaksanaan APBN (Perpres<br />
54/2010), hal itu berarti Per-73/PB/2011<br />
hanya mengatur teknis pembayaran pada akhir<br />
tahun 2011. Namun, dalam pelaksanaannya<br />
ketentuan pasal 13 tersebut menimbulkan<br />
pertanyaan (antara lain) bagaimana tarhadap<br />
kontrak yang berakhir sebelum tanggal 20<br />
Desember (contoh tanggal 15 Desember),<br />
tetapi sampai dengan tanggal 20 Desember<br />
pekerjaan belum selesai (terlambat).<br />
46<br />
Pertanyaannya selanjutnya adalah bagaimana<br />
mekanisme pengajuan SPM-LS untuk pekerjaan<br />
yang terlambat diselesaikan seperti yang<br />
diilustrasikan tersubut. Berdasarkan tekstual<br />
Per-73/PB/2011 tersebut , maka pekerjaan<br />
yang terlambat diselesaikan tidak ada<br />
kesempatan mendapatkan pembayaran. Kalau<br />
hal ini terjadi pasti akan ada masalah hukum<br />
dikemudian hari, mengingat Perpres 54 Tahun<br />
2010 masih mengakomodir kemungkinan<br />
terjadinya keterlambatan sampai dengan 50<br />
hari sebagaimana diatur dalam Pasal 93 (1)<br />
yang antara lain menyatakan bahwa PPK dapat<br />
memutuskan Kontrak secara sepihak apabila<br />
denda keterlambatan pelaksanaan pekerjaan<br />
akibat kesalahan Penyedia Barang/Jasa sudah<br />
melampaui 5% (lima perseratus) dari nilai<br />
Kontrak.<br />
VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />
Untuk mendiskusikan permasalahan tersebut,<br />
mari kita baca pasal 13 ayat (1) (iduknya<br />
saja) yang menyatakan “Pekerjaan pisik,<br />
pemeliharaan gedung, penyediaan makanan/<br />
lauk pauk, dan kegiatan sejenis lainnya yang<br />
dilaksanakan secara kontraktual yang BAPPnya<br />
dibuat mulai tanggal 21 Desember 2011<br />
sampai dengan tanggal 31 Desember 2011…”<br />
. Dari phrasa “BAPP-nya dibuat mulai tanggal<br />
21 Desember 2011 sampai dengan tanggal<br />
31 Desember 2011” dapat diketahui bahwa<br />
yang diatur adalah waktu pembuatan BAPP,<br />
bukan berakirnya kontrak, sehingga pekerjaan<br />
yang kontraknya berakhir sebelum tanggal 20<br />
Desember tetapi terlambat penyelesaiannya<br />
seharusnya termasuk dalam ruang lingkup<br />
pengaturan Per-73/PB/2011 tersebut.<br />
Kalimat terakhir tersebut akan menutupi<br />
kekosongan pengaturan, yang penting dalam<br />
Perjanjian Pembayaran antara KPA dengan<br />
rekanan disebutkan batas waktu penyelesaian<br />
pekerjaan antara tanggal 20 dan 30 Desember<br />
2011, demikian juga Surat Pernyataan<br />
Kesanggupan menyelesaikan pekerjaannya.<br />
Hal ini dimaksudkan sebagai batas waktu<br />
pembuatan BAPP dan/atau pernyataan<br />
wanprestasi pembayaran.<br />
2. Pernyataan Wanprestasi<br />
Perdebatan selanjutnya yang tidak kalah<br />
seru adalah kata wanprestasi sebagaimana<br />
disebutkan dalam pasal 13 ayat (3) huruf a<br />
yang menyatakan KPA, paling lambat 1 hari<br />
kerja setelah masa kontrak berakhir, wajib<br />
memberitahukan secara tertulis kepada<br />
pihak ketiga/rekanan bersangkutan bahwa<br />
pihak ketiga/rekanan bersangkutan telah<br />
wanprestasi dan tembusan pemberitahuan<br />
secara tertulis tersebut disampaikan kepada<br />
Kepala KPPN mitra kerjanya.<br />
Ada pihak yang berpendapat bahwa dengan<br />
adanya pernyataan wanprestasi maka perjajian<br />
antara PPK dengan pihak ketiga (rekanan)<br />
putus. Pendapat tersebut didasarkan pada:<br />
(1) ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun<br />
Tahun 2004, Pasal 11 dan Pasal 21 (1)<br />
yang antara lain mengatur bahwa Tahun<br />
anggaran meliputi masa satu tahun mulai
Ragam Pengawasan<br />
dari tanggal 1 Januari sampai dengan 31<br />
Desember dan pembayaran atas beban<br />
APBN/APBD tidak boleh dilakukan sebelum<br />
barang dan/atau jasa diterima.<br />
(2) ketentuan Perpres 54/2010 Pasal 52 (1)<br />
menyatakan: “Kontrak Tahun Tunggal<br />
merupakan Kontrak yang pelaksanaan<br />
pekerjaannya mengikat dana anggaran<br />
selama masa 1 (satu) Tahun Anggaran.”<br />
Terkait dengan hal tersebut di atas, penulis<br />
mencoba menelisik peraturan yang ada dan<br />
dapat disampaikan sebagai berikut:<br />
(1) Seperti telah diuraikan pada angka 1,<br />
bahwa ruang lingkup Per-73/PB/2011<br />
adalah teknis pembayaran pada akhir tahun<br />
2011 (saja), karena dalam pertimbangan<br />
hukumnya sama sekali tidak menyebut<br />
Perpres 54/2010 dan Perpres 53/2010.<br />
(2) Pasal 13 ayat (1) Per-73/PB/2011 Pekerjaan<br />
yang dilaksanakan secara kontraktual<br />
yang BAPP-nya dibuat mulai tanggal 21<br />
Desember 2011 sampai dengan tanggal 31<br />
Desember 2011, KPA pada saat pengajuan<br />
SPM-LS kepada KPPN wajib melampirkan<br />
(antara lain) Surat Perjanjian Pembayaran<br />
antara KPA dengan pihak ketiga/rekanan<br />
dan jaminan pembayaran dari bank.<br />
(3) Pasal 5 Perpres 53/2010 mengatur<br />
bahwa Menteri/pimpinan lembaga<br />
yang menguasai bagian anggaran<br />
mempunyai kewenangan otorisasi dan<br />
bertanggungjawab atas penggunaan<br />
anggaran di lingkungan kementerian/<br />
lembaga yang dipimpinnya.<br />
(4) Pasal 93 (1) Perpres 54 Tahun 2010<br />
menyatakan bahwa yang dapat memutus<br />
kontrak secara sepihak adalah PPK dengan<br />
syarat :<br />
a. denda keterlambatan pelaksanaan<br />
pekerjaan akibat kesalahan Penyedia<br />
Barang/Jasa sudah melampaui 5% (lima<br />
perseratus) dari nilai Kontrak;<br />
b. Penyedia Barang/Jasa lalai/cidera janji<br />
dalam melaksanakan kewajibannya dan<br />
tidak memperbaiki kelalaiannya dalam<br />
jangka waktu yang telah ditetapkan;<br />
c. Penyedia Barang/Jasa terbukti<br />
melakukan KKN, kecurangan dan/atau<br />
pemalsuan dalam proses Pengadaan<br />
yang diputuskan oleh instansi yang<br />
berwenang; dan/atau<br />
d. pengaduan tentang penyimpangan<br />
prosedur, dugaan KKN dan/atau<br />
pelanggararan persaingan sehat dalam<br />
pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa<br />
dinyatakan benar oleh instansi yang<br />
berwenang.<br />
Dari ketentuan tersebut dapat diketahui<br />
bahwa:<br />
(1) Pelaksanaan perjanjian antara PPK dengan<br />
rekanan menjadi tanggung jawab Menteri/<br />
pimpinan lembaga yang menguasai<br />
bagian anggaran yang bersangkutan dan<br />
didelegasikan kepada KPA.<br />
(2) Dari sisi sistem hukum, pernyataan<br />
wanprestasi sebagaimana diatur Per-<br />
73/PB/2011 tidak dapat mengakibatkan<br />
putusnya kontrak, karena bertentangan<br />
dengan peraturan yang lebih tinggi.<br />
(3) Subjek dan objek hukum yang diatur dalam<br />
Per-73/PB/2011 berbeda dengan Perpres<br />
54/2010. Subjek hukum Per-73/PB/2011<br />
adalah KPA, sedangkan Perpres 54 Tahun<br />
2010 adalah PPK. Sementara itu objek<br />
hukum Per-73/PB/2011 adalah perikatan<br />
pembayaran sedangkan objek Perpres<br />
54/2010 adalah perikatan jual beli.<br />
(4) Pernyataan wanprestasi yang disampaikan<br />
KPA adalah wanprestasi perjanjian<br />
pembayaran sehingga tidak memenuhi<br />
persyaratan yang dapat memutus kontrak.<br />
Dengan demikian pernyataan wanprestasi<br />
tersebut adalah untuk Perjanjian Pembayaran<br />
antara KPA dengan rekanan (sebagaimana<br />
teresebut pada pasal 13 ayat (1)) agar Kepala KPPN<br />
dapat mencairkan jaminan pembayaran sebesar<br />
nilai pekerjaan yang tidak dapat diselesaikan per<br />
tanggal perjanjian. Dengan demikian tidak ada<br />
pemutusan kontrak. Untuk pemutusan kontrak<br />
berlaku ketentuan Perpres 54/2010 jo kontrak<br />
yang bersangkutan.<br />
Akan dilanjutkan pada <strong>Auditoria</strong>l selanjutnya<br />
Penulis,<br />
Supardjo<br />
Auditor Madya pada Inspektorat V<br />
VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />
47
Ragam Pengawasan<br />
Penganggaran Berbasis Kinerja<br />
Sebuah Pendekatan Baru dalam Sistem Perencanaan dan Penganggaran<br />
Oleh: Andy Noor Isnaini (Pelaksana pada Bagian Perencanaan dan Keuangan)<br />
1. Reformasi Perencanaan dan Penganggaran<br />
a. Tonggak Sejarah Reformasi<br />
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang<br />
Keuangan Negara Undang-undang Nomor<br />
25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan<br />
Pembangunan Nasional merupakan produk<br />
undang-undang yang menjadi tonggak<br />
sejarah reformasi di bidang perencanaan dan<br />
penganggaran nasional. Dalam kedua undangundang<br />
tersebut, berbagai aspek dalam ranah<br />
perencanaan dan penganggaran mengalami<br />
perubahan yang mendasar dan cukup<br />
signifikan. Banyak hal-hal baru yang diatur dan<br />
diamanatkan oleh Undang-undang ini.<br />
Satu hal baru yang sangat penting adalah<br />
diperkenalkannya sebuah pendekatan baru dan<br />
semangat untuk mengimplementasikannya<br />
dalam sistem perencanaan dan penganggaran.<br />
Pendekatan baru dimaksud meliputi 3 hal<br />
yaitu:<br />
1) Penganggaran Berbasis Kinerja<br />
(Performance Based Budgeting);<br />
2) Penganggaran Terpadu (Unified<br />
Budget); dan<br />
3) Kerangka Pengeluaran Jangka<br />
Menengah (Medium Term Expenditure<br />
Framework).<br />
Sebagai wujud pelaksanaan amanat Undangundang<br />
Nomor 17 Tahun 2003, serta<br />
mengacu pada Undang-undang Nomor 25<br />
Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan<br />
Pembangunan Nasional, telah ditetapkan<br />
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004<br />
tentang Penyusunan Rencana Kerja dan<br />
Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (yang<br />
selanjutnya disebut RKA-KL). Dalam pasal 4<br />
peraturan tersebut secara tegas disebutkan<br />
bahwa RKA-KL disusun dengan menggunakan<br />
tiga pendekatan yang disebutkan di atas.<br />
Dalam perkembangannya, peraturan ini telah<br />
disempurnakan dengan terbitnya Peraturan<br />
Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010 tentang<br />
Penyusunan RKA-KL yang merevisi beberapa<br />
ketentuan dalam peraturan sebelumnya.<br />
b. Pendekatan Baru Sistem Perencanaan<br />
dan Penganggaran<br />
Ketiga pendekatan baru dalam sistem<br />
perencanaan dan penganggaran merupakan<br />
suatu kesatuan yang integral dengan fokus<br />
utama pada penganggaran berbasis kinerja.<br />
Dua pendekatan lainnya merupakan prasyarat<br />
dan pendukung pelaksanaan penganggaran<br />
berbasis kinerja. Penerapan penganggaran<br />
terpadu dimaksudkan untuk memudahkan<br />
pelaksanaan penganggaran berbasis kinerja<br />
dengan memberikan gambaran yang lebih<br />
objektif dan proporsional mengenai kegiatan<br />
pemerintah. Sedangkan kerangka pengeluaran<br />
jangka menengah digunakan untuk mencapai<br />
disiplin fiskal secara berkesinambungan serta<br />
menjadi jaminan kontinyuitas penyediaan<br />
anggaran kegiatan karena telah dirancang<br />
hingga 3 atau 5 tahun ke depan.<br />
2. Penganggaran Berbasis Kinerja<br />
a. Konsep PBK<br />
Penganggaran berbasis kinerja merupakan<br />
sebuah pendekatan dalam sistem<br />
penganggaran yang memperhatikan<br />
keterkaitan antara pendanaan dengan<br />
keluaran dan hasil yang diharapkan, termasuk<br />
efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran<br />
tersebut. Ciri utama penganggaran berbasis<br />
kinerja adalah anggaran yang disusun dengan<br />
memperhatikan keterkaitan antara pendanaan<br />
(input), keluaran (output), dan hasil yang<br />
diharapkan (outcomes) sehingga dapat<br />
memberikan informasi tentang efektivitas<br />
dan efisiensi pelaksanaan setiap kegiatan.<br />
Penerapan penganggaran berbasis kinerja<br />
48<br />
VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012
Ragam Pengawasan<br />
diharapkan diharapkan dapat memberikan<br />
informasi kinerja atas pelaksanaan suatu<br />
program/kegiatan pada suatu Kementerian/<br />
Lembaga serta dampak atau hasilnya yang<br />
dapat dirasakan langsung oleh masyarakat<br />
luas.<br />
Dalam konsep pendekatan PBK, dituntut<br />
adanya keterkaitan yang erat antara anggaran<br />
dengan kinerja yang diharapkan. Oleh karena<br />
itu setiap unit organisasi pemerintah harus<br />
dapat menetapkan rumusan kinerja yang ingin<br />
dicapainya. Kinerja yang telah direncanakan<br />
tersebut harus bersifat terukur pencapaiannya.<br />
Untuk itu setiap unit juga harus menetapkan<br />
indikator kinerja tertentu untuk mengukur<br />
pencapaian kinerjanya. Yang jauh lebih<br />
penting, indikator kinerja merupakan alat ukur<br />
untuk menilai keberhasilan suatu program<br />
atau kegiatan yang dilaksanakan oleh setiap<br />
unit organisasi. Jadi informasi kinerja ini<br />
mempunyai kedudukan yang sangat penting<br />
dalam proses perencanaan dan penganggaran.<br />
Rumusan indikator kinerja beserta targetnya<br />
selanjutnya juga harus dinyatakan di dalam<br />
dokumen perencanaan termasuk Renja-KL dan<br />
RKA-KL.<br />
Diagram 1. Kerangka PBK Tingkat KL<br />
b. Prinsip dan Tujuan<br />
Penerapan PBK berpedoman pada tiga prinsip<br />
utama sebagai berikut:<br />
1. Output and outcome oriented<br />
Prinsip ini mengandung makna bahwa<br />
pengalokasian anggaran harus berorientasi<br />
pada kinerja yang akan dicapai –yang<br />
dinyatakan dalam keluaran (output) dan<br />
hasil (outcome). Pengalokasian anggaran<br />
tidak lagi berorientasi pada ketersediaan<br />
dana (input). Anggaran yang tersedia<br />
merupakan rencana biaya yang memang<br />
dibutuhkan untuk mencapai suatu target<br />
kinerja yang telah ditetapkan.<br />
2. Let the manager manages<br />
Prinsip ini menunjukkan adanya fleksibilitas<br />
pengelolaan anggaran untuk mencapai<br />
hasil dengan tetap menjaga prinsip<br />
akuntabilitas. Kuasa Pengguna Anggaran<br />
(KPA) yang dalam hal ini bertindak sebagai<br />
manajer diberikan keleluasaan dalam<br />
melaksanakan kegiatan untuk mencapai<br />
keluaran dan hasil yang telah direncanakan.<br />
Keleluasaan tersebut meliputi penentuan<br />
cara dan tahapan kegiatan yang akan<br />
dilaksanakan. Cara dan tahapan kegiatan<br />
tersebut memungkinkan adanya<br />
perbedaan antara yang telah direncanakan<br />
dengan pelaksanaannya. Akan tetapi<br />
setiap manajer tetap harus bertanggung<br />
jawab penuh atas penggunaan dana dan<br />
pencapaian kinerja yang telah ditetapkan.<br />
3. Money follow function, function<br />
followed by structure<br />
Money follow function menggambarkan<br />
VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />
49
Ragam Pengawasan<br />
50<br />
bahwa pengalokasian anggaran untuk<br />
mendanai suatu kegiatan didasarkan<br />
pada tugas dan fungsi setiap unit sesuai<br />
dengan maksud pembentukannya.<br />
Sedangkan Function followed by structure<br />
menggambarkan bahwa struktur irganisasi<br />
yang dibentuk telah sesuai dengan tugas<br />
dan fungsi yang diemban oleh setiap unit.<br />
Tugas dan fungsi tersebut telah dibagi<br />
habis dalam struktur organisasi unit yang<br />
bersangkutan sehingga dapat dipastikan<br />
tidak terjadi duplikasi tugas dan fungsi. Dari<br />
kedua prinsip ini dapat ditarik kesimpulan<br />
bahwa:<br />
- tercapainya efisiensi alokasi anggaran<br />
karena tidak adanya overlapping tugas,<br />
fungsi, atau kegiatan;<br />
- pencapaian output dan outcome<br />
dapat dilakukan secara optimal karena<br />
kegiatan yang diusulkan setiap unit<br />
benar-benar merupakan pelaksanaan<br />
dari tugas dan fungsinya.<br />
Sedangkan tujuan utama yang ingin<br />
dicapai dari penerapan PBK adalah<br />
sebagai berikut:<br />
1. Menunjukkan keterkaitan langsung<br />
antara pendanaan dan kinerja yang<br />
akan dicapai;<br />
2. Meningkatkan efisiensi dan<br />
transparansi dalam pelaksanaan<br />
kegiatan;<br />
3. Meningkatkan fleksibilitas<br />
dan akuntabilitas unit dalam<br />
melaksanakan tugas dan<br />
pengelolaan anggaran.<br />
VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />
c. Komponen<br />
Agar penerapan PBK dapat dilaksanakan<br />
secara penuh, diperlukan adanya 3 komponen<br />
utama yang harus tersedia. Pasal 7 ayat (2) PP<br />
Nomor 21 Tahun 2004 menyebutkan bahwa<br />
dalam penyusunan anggaran berbasis kinerja<br />
diperlukan adanya 3 hal yaitu:<br />
- indikator kinerja;<br />
- standar biaya; dan<br />
- evaluasi kinerja dari setiap program dan<br />
jenis kegiatan.<br />
Sedangkan pasal 5 ayat (3) PP Nomor 90 Tahun<br />
2010 menyatakan secara lebih tegas bahwa<br />
ketiga hal tersebut merupakan instrumen<br />
yang digunakan dalam penyusunan RKA-KL.<br />
Hal ini secara implisit menunjukkan bahwa<br />
idealnya ketiga komponen tersebut mutlak<br />
harus ada dalam proses PBK. Penjelasan ketiga<br />
komponen itu adalah sebagai berikut:<br />
1. Indikator kinerja<br />
Indikator kinerja merupakan alat ukur<br />
untuk menilai keberhasilan suatu program<br />
atau kegiatan. Dalam konteks penerapan<br />
PBK ini, indikator kinerja dibagi menjadi 3<br />
level, yaitu:<br />
- Indikator Kinerja Utama (IKU) untuk<br />
menilai tingkat keberhasilan Program;<br />
- Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) untuk<br />
menilai tingkat keberhasilan Kegiatan;<br />
dan<br />
- Indikator Keluaran untuk menilai tingkat<br />
keberhasilan Subkegiatan.<br />
2. Standar biaya<br />
Standar Biaya adalah satuan biaya atau<br />
harga tertinggi dari suatu barang dan jasa<br />
baik secara mandiri maupun gabungan yang<br />
diperlukan untuk memperoleh keluaran<br />
tertentu dalam rangka penyusunan<br />
anggaran berbasis kinerja. Standar<br />
Biaya dapat bersifat umum atau bersifat<br />
khusus. Standar Biaya Umum (SBU)<br />
adalah satuan biaya yang merupakan batas<br />
tertinggi yang berlaku secara nasional,<br />
dimana penggunaannya bersifat lintas<br />
Kementerian Negara/Lembaga atau lintas<br />
wilayah. Sedangkan Standar Biaya Khusus<br />
(SBK) adalah standar biaya yang digunakan<br />
untuk kegiatan yang khusus dilaksanakan<br />
Kementerian Negara/Lembaga tertentu
Ragam Pengawasan<br />
atau di wilayah tertentu. Idealnya standar<br />
biaya yang digunakan adalah standar<br />
biaya keluaran. Akan tetapi pada tahap<br />
awal penerapan PBK, standar biaya yang<br />
digunakan adalah standar biaya masukan.<br />
3. Evaluasi kinerja<br />
Evaluasi kinerja adalah proses untuk<br />
menghasilkan informasi capaian kinerja<br />
yg telah ditetapkan dalam dokumen<br />
perencanaan dan anggaran (dalam hal<br />
ini RKA-KL). Evaluasi dilakukan dengan<br />
cara membandingkan antara target<br />
kinerja dengan hasil yang dicapai, serta<br />
membandingkan rencana penggunaan<br />
dana dengan realisasinya. Proses ini<br />
sangat penting untuk menunjukkan adanya<br />
keterkaitan antara pendanaan dengan<br />
capaian kinerja. Tujuan lain dari evaluasi<br />
kinerja adalah untuk mengukur tingkat<br />
efektivitas dan efisiensi pelaksanaan<br />
kegiatan serta sebagai umpan balik (feed<br />
back) untuk penyusunan RKA-KL dan<br />
perbaikan kinerja pada tahun berikutnya.<br />
d. Implementasi dan Permasalahan<br />
Konsep PBK sudah muncul pertama kali dalam<br />
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003,<br />
walaupun hanya diungkapkan pada bagian<br />
penjelasan. Itu berarti semangat dan cita-cita<br />
untuk menerapkan PBK sudah dimulai sejak<br />
9 tahun yang lalu. Semangat dan cita-cita itu<br />
kemudian ditegaskan di dalam PP Nomor 21<br />
Tahun 2004. Akan tetapi sampai dengan Tahun<br />
Anggaran 2011 yang lalu, PBK masih belum<br />
diterapkan secara penuh. Saat ini penerapan<br />
PBK bisa dikatakan masih berada pada masa<br />
transisi. Implementasi PBK secara nyata dan<br />
komprehensif dimulai pada tahun 2009 dengan<br />
keluarnya Surat Edaran Bersama (SEB) Menteri<br />
Negara PPN/Kepala Bappennas dan Menteri<br />
Keuangan yang berisi Pedoman Reformasi<br />
Perencanaan dan Penganggaran. SEB tersebut<br />
berisi 5 buah modul yang menjelaskan secara<br />
detail mengenai konsep dan langkah-langkah<br />
kerja sebagai wujud implementasi reformasi<br />
perencanaan dan penganggaran, khususnya<br />
penerapan PBK.<br />
Tahap-tahap implementasi PBK selengkapnya<br />
bisa dilihat pada diagram di bawah ini:<br />
Diagram 2. Siklus Implementasi PBK<br />
Dari diagram tersebut tampak bahwa<br />
penerapan PBK merupakan sebuah siklus,<br />
yang terintegrasi dengan siklus perencanaan<br />
dan penganggaran. Siklus penerapan PBK<br />
sendiri terdiri dari 8 tahapan. Tahap pertama<br />
yaitu penetapan sasaran strategis telah<br />
dilaksanakan seiring dengan penyusunan<br />
Renstra KL (sebagai dokumen perencanaan<br />
periode 5 tahun), yang selanjutnya dituangkan<br />
dalam dokumen manajemen kinerja berbasis<br />
BSC (sebagai dokumen periode 1 tahun).<br />
Tahap penetapan outcome, program,<br />
output, dan kegiatan telah dilaksanakan<br />
dengan adanya restrukturisasi program dan<br />
kegiatan seluruh Kementerian/Lembaga. Hal<br />
ini dilakukan dengan tujuan agar struktur<br />
program dan kegiatan beserta indikator<br />
kinerjanya dapat digunakan sebagai alat ukur<br />
efektivitas pencapaian sasaran pembangunan,<br />
efisiensi belanja, dan akuntabilitas kinerja.<br />
Proses restrukturisasi program dan kegiatan<br />
ini telah dimulai pada tahun 2010 dan hasilnya<br />
mulai diterapkan pada TA 2011. Hasil dari<br />
restrukturisasi ini diantaranya adalah setiap<br />
unit eselon I di seluruh Kementerian/Lembaga<br />
mempunyai satu rumusan program yang unik<br />
sehingga tidak ada lagi sebuah program yang<br />
dilaksanakan oleh beberapa unit eselon I.<br />
Dengan diberlakukannya sistem manajemen<br />
kinerja berbasis BSC, penetapan IKU program<br />
dan IK kegiatan dilakukan dengan bisa<br />
memanfaatkan dokumen sumber dari sistem<br />
tersebut. IKU dan IKK dalam penerapan PBK<br />
adalah IKU yang telah dirumuskan dalam<br />
dokumen BSC (yang selanjutnya dituangkan<br />
dalam kontrak kinerja). Akan tetapi terdapat<br />
VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />
51
Ragam Pengawasan<br />
permasalahan dalam penetapan IKU dan<br />
IKK ini. IKU dan IKK dituangkan dalam Renja<br />
KL dan RKA-KL, yang harus disusun sebelum<br />
dimulainya Tahun Anggaran (TA). Sedangkan<br />
kontrak kinerja selama ini baru disusun pada<br />
awal TA berjalan. Sehingga IKU dan IKK yang<br />
digunakan mengacu pada kontrak kinerja<br />
TA sebelumnya. Permasalahan muncul<br />
ketika terdapat perubahan IKU dari tahun<br />
sebelumnya. Sementara dalam sistem<br />
perencanaan dan penganggaran sejauh ini<br />
tidak menyediakan prosedur revisi IKU dan IKK.<br />
Tahap keempat yaitu penetapan standar biaya<br />
justru telah dimulai pada TA 2007. Dengan<br />
terbitnya PMK Nomor 96 Tahun 2006 tentang<br />
Standar Biaya Tahun 2007, standar biaya<br />
mulai digunakan dalam penyusunan RKA-KL.<br />
Standar biaya berlaku untuk 1 TA dan pada TA<br />
berikutnya akan ditetapkan standar biaya yang<br />
baru untuk menyesuaikan dengan perubahan<br />
kondisi perekonomian khususnya terkait<br />
inflasi.<br />
Tahap penghitungan kebutuhan anggaran<br />
sekaligus pengalokasiannya merupakan tahap<br />
yang membutuhkan perhitungan matematis<br />
dan detail tentang kebutuhan kebutuhan<br />
anggaran untuk membiayai pelaksanaan<br />
kegiatan selama 1 tahun yang akan datang.<br />
Tahap ini diawali dengan penetapan fokus<br />
prioritas, baik di tingkat nasional, tingkat KL,<br />
maupun tingkatan di bawahnya. Selanjutnya<br />
harus ditetapkan target yang akan dicapai<br />
oleh setiap unit selama satu TA. Dengan<br />
memperhatikan ketersediaan anggaran<br />
yang ada, seluruh program dan kegiatan<br />
beserta target-targetnya dituangkan dalam<br />
rincian pendanaan dengan mengacu pada<br />
standar biaya yang berlaku. Sedangkan<br />
tahap pelaksanaan dan pertanggungjawaban<br />
dilaksanakan dengan mengacu pada sistem<br />
perbendaharaan dan pertanggungjawaban<br />
yang berlaku.<br />
Tahap terakhir yaitu pengukuran dan evaluasi<br />
kinerja hingga saat ini belum dilaksanakan.<br />
Selain karena implementasi PBK secara penuh<br />
baru dimulai pada TA 2011, pedoman sekaligus<br />
petunjuk teknis pelaksanaan pengukuran dan<br />
evaluasi kinerja baru ditetapkan pada akhir<br />
tahun 2011 dengan terbitnya PMK Nomor 249<br />
Tahun 2011 tentang Pengukuran dan Evaluasi<br />
Kinerja Atas Pelaksanaan RKA-KL. PMK ini<br />
mengatur secara rinci mengenai aspek apa<br />
saja yang akan dilakukan pengukuran dan<br />
evaluasi, termasuk tata cara perhitungan dan<br />
pengukurannya, serta kebutuhan data dan<br />
infrastruktur pendukung yang harus tersedia.<br />
Belum ada kepastian kapan ketentuan dalam<br />
PMK ini akan mulai diberlakukan.<br />
Di samping 8 tahap yang digambarkan dalam<br />
diagram, bentuk implementasi lainnya adalah<br />
penggunaan format baru RKA-KL yang juga<br />
mulai diterapkan pada Tahun Anggaran<br />
2011. Format baru ini dirancang untuk<br />
dapat memfasilitasi penerapan PBK dengan<br />
memberikan informasi yang lebih jelas tentang<br />
perencanaan dan penganggaran. Format baru<br />
ini diharapkan dapat menyajikan informasi<br />
kinerja dan keterkaitan antara biaya, kegiatan,<br />
keluaran, program, dan hasil secara jelas. Salah<br />
satu perbedaan utama dalam format baru<br />
ini adalah penyederhanaan dokumen RKA-<br />
KL yang sebelumnya terdiri dari 13 formulir<br />
menjadi hanya 3 formulir saja.<br />
e. Peluang dan Tantangan<br />
Penerapan PBK memang diharapkan akan<br />
memberikan banyak manfaat sekaligus<br />
mengatasi berbagai persoalan yang ada dalam<br />
sistem perencanaan dan penganggaran yang<br />
sudah berlaku. Akan tetapi PBK baru akan<br />
memberikan dampak yang signifikan ketika<br />
diterapkan secara optimal dan konsisten. Di<br />
masa transisi sekarang ini masih terdapat<br />
beberapa permasalahan terkait penerapan<br />
PBK, diantaranya masih adanya anggapan<br />
bahwa anggaran merupakan “jatah” yang<br />
harus dihabiskan oleh setiap unit untuk<br />
melaksanakan kegiatannya selama satu TA.<br />
Persoalan lain adalah terkait perumusan<br />
indikator kinerja yang belum sepenuhnya<br />
dapat dijadikan tolok ukur keberhasilan sebuah<br />
kegiatan atau program. Akan tetapi dengan<br />
komitmen dan kontribusi semua pihak serta<br />
adanya dukungan perangkat peraturan yang<br />
komprehensif, diharapkan akan terus terjadi<br />
perbaikan dan kemajuan dalam penerapan<br />
PBK.<br />
52<br />
VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012
Karikatur<br />
VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />
53
Sudut Kantor<br />
Mereka juga keluarga Itjen..<br />
“Sejak tahun 1991 saya bergabung dengan Itjen tapi hingga sekarang belum<br />
ada pengangkatan menjadi pegawai honorer, semoga ke depannya ada peluang..”<br />
Begitulah harapan seorang bapak yang telah mengabdikan diri selama kurang<br />
lebih 20 tahun bersama Itjen. Berlebihankah? Jika beliau bukanlah pegawai fungsional,<br />
struktural, bukan juga auditor. Cleaning Service (CS), Office Boy (OB), atau apalah<br />
sebutan untuk pekerjaannya dia tidak peduli. Terpenting baginya adalah datang pagipagi<br />
menyiapkan segala hal sebelum para pegawai datang. Ruangan bersih agar pegawai<br />
nyaman bekerja dan tersaji segelas air di masing-masing meja hanyalah sebagian kecil<br />
yang beliau siapkan di pagi hari.<br />
Ini bukanlah cerita tentang mereka yang bekerja di balik meja atau mereka<br />
yang dinas keluar kota. Tapi ini adalah cerita mereka yang datang sebelum hiruk pikuk<br />
kantor dimulai dan pulang setelah sebagian orang sudah menikmati perjalanan ke rumah. Beberapa dari mereka<br />
ada yang berangkat sebelum matahari membagi sinarnya dan sampai rumah ketika orang-orang sudah terlelap,<br />
karena jarak rumah yang jauh dan banyak hal yang harus dilakukan di pagi hari.<br />
Di Itjen, untuk petugas cleaning service menggunakan tenaga outsource. Sejauh ini telah menggunakan<br />
perusahaan (jasa) yang berbeda-beda. Sistemnya adalah, setiap perusahaan yang memenangkan tender yang<br />
dapat bekerjasama dengan Itjen. Pimpinan menghendaki, petugas yang telah bekerja di Itjen, tetap dipertahankan<br />
walaupun di bawah PT yang berbeda. Sehingga, setiap tahun para petugas cleaning service ini harus menyerahkan<br />
Curiculum Vittae, ke perusahaan yang menaungi mereka. Ini adalah cerita mereka yang merupakan bagian Itjen.<br />
“Kadang ada pegawai yang kalau meminta sesuatu tidak dengan nada yang sopan, itu sebagian kecil<br />
sekali..” kata CS yang bergabung sejak di Gedung A ketika ditanya duka selama bekerja di Itjen. Kitakah itu?<br />
Seenaknya menyuruh ini itu tanpa senyum tanpa berkata terima kasih. Padahal kita banyak terbantukan dengan<br />
tenaga dan usaha mereka. Semoga “sebagian kecil sekali” itu tak ada lagi karena mereka adalah keluarga Itjen juga.<br />
Duka tidak selalu sedih tapi terkadang duka juga membawa kita ke pengalaman<br />
lucu dan tak terlupakan. Seperti Eko yang mendapatkan pengalaman bertemu makhluk<br />
halus ketika membersihkan ruangan sendiri. Tapi hal itu tak membuat pria yang suka<br />
bercanda ini menjadi gentar. Ya.. mungkin makhluk itu cuma ingin menemani mas Eko<br />
yang sedang kerja sendirian. Kalau kita lihat, ternyata bukan hanya kekuatan fisik yang<br />
diperlukan seorang CS tapi kekuatan iman juga sangat dibutuhkan.<br />
Menurut pengakuan beberapa CS yang ada, semua duka itu hilang dan tak<br />
terasa karena rasa kekeluargaan baik dengan sesama CS maupun dari pegawai. Pegawai<br />
Itjen yang seru-seru, baik, cepat akrab dengan siapa saja, tidak membeda-bedakan<br />
bahkan mau menyapa duluan membuat mereka semakin menikmati pekerjaan CS di<br />
Itjen ini. Mereka juga mendapat banyak ilmu dan pengalaman diluar dari pekerjaan<br />
sehari-hari.<br />
“Pekerjaan ini termasuk yang ‘enak’, karena Sabtu dan Minggu libur. Jadi<br />
meskipun Senin-Jumat bekerja keras, tetap terbayar, Sabtu-Minggu untuk keluarga dan beristirahat.” penuturan<br />
Zulfikar yang bergabung sejak 2009. Pernyataan ini disetujui beberapa rekannya yang juga merasakan hal yang<br />
sama.<br />
Harapan terbesar mereka untuk kedepannya adalah agar dipertimbangkan untuk diangkat menjadi<br />
pegawai honorer. Walaupun mungkin pendapatan sedikit lebih kecil, tapi ada kepastian. Wajarlah harapan pak<br />
Bachrudin dan kawan-kawan karena di beberapa tempat di kementerian keuangan sudah menerapkan sistem ini.<br />
Harapan yang bukan untuk kepentingan mereka sendiri tapi juga untuk tempat mereka bekerja. Mereka hanya ingin<br />
kepastian untuk bisa mengabdi sepenuhnya kepada Itjen.<br />
Semoga sepenggal cerita dari sudut kantor kita ini bisa memberikan renungan bagi kita. Bagaimana kita<br />
menikmati pekerjaan seberat apapun? Bagaimana kita menghargai mereka disekitar kita yang setia melayani?<br />
Sudahkah kita tersenyum dan mengucapkan terima kasih? Karena mereka adalah keluarga kita, keluarga Itjen.<br />
(KIN/RHM)<br />
54<br />
VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012
Alexander on Leadership<br />
INTEGRITAS<br />
“Integrity is telling myself the truth. And honesty is telling the truth to other people.”<br />
Spencer Johnson,M.D.<br />
Bagi banyak orang yang<br />
mengenal Kenneth Lay,<br />
Chairman Executive<br />
dari Enron Corporation,<br />
berpendapat bahwa<br />
dirinya adalah seorang pekerja keras yang terjebak<br />
dalam situasi yang tidak dapat diatasinya sendiri.<br />
Dia selalu ingin menjadikan Enron perusahaan<br />
dengan lingkungan etika yang tinggi. Akan tetapi,<br />
karakteristik personalnya ternyata membuat<br />
keinginan tersebut terhalang.<br />
Sebagai seseorang yang dibesarkan dalam<br />
kondisi yang sulit di daerah Missouri, dia tumbuh<br />
menjadi seseorang dengan kepercayaan diri yang<br />
tinggi, ambisi yang kuat, dan dorongan untuk<br />
mencapai sukses yang kuat. Dia berkata bahwa<br />
orang tuanya telah mengajarkan bahwa ”tidak<br />
masalah menjadi terlalu hebat. Selama engkau<br />
selalu bekerja keras dan penuh keyakinan, kamu<br />
akan melaluinya dengan baik.”<br />
Lay memperoleh Ph.D dalam ilmu<br />
ekonomi dari sekolah malam dan secara bertahap<br />
membangun salah satu dari perusahaan terbesar<br />
di dunia. Meskipun demikian, dirinya akan<br />
diingat sebagai pemimpin organisasi yang gagal,<br />
disebabkan oleh penipuan yang meluas, menyapu<br />
milyaran dolar uang investor, dan memutuskan<br />
pekerjaan ribuan pegawainya.<br />
Sampai saat ini, tidak jelas benar apakah<br />
Kenneth Lay mengetahui apa yang terjadi di<br />
Enron. Beberapa pegawai Enron percaya bahwa<br />
optimismenya yang tak terbatas dan terlalu<br />
mudah percaya telah menyebabkan dia percaya<br />
bahwa perusahaannya dalam keadaan baik dan<br />
rekayasa akuntansi yang dilakukannya adalah<br />
dapat diterima. Beberapa orang yang lain percaya<br />
bahwa ambisinya telah mengalahkan etikanya,<br />
menyebabkannya membutakan mata terhadap<br />
apa yang terjadi. Dia terlalu mempercayai manajer<br />
VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />
55
Alexander on Leadership<br />
seniornya sepanjang harga saham perusahaan<br />
tetap naik.<br />
Pada wawancara dengan The Wall<br />
Street Journal setelah bangkrutnya Enron, Lay<br />
tetap menekankan nilai-nilai pribadinya sebagai<br />
“ respect, integrity, and excellent”. Meskipun<br />
demikian, sekarang orang di dunia telah<br />
menganggap reputasinya sebagai pemimpin telah<br />
habis.<br />
Kisah singkat di atas mengilhami banyak<br />
orang tentang pentingnya menjaga integritas dan<br />
kejujuran tetapi apakah integritas dan kejujuran itu?<br />
Integritas adalah kualitas menjadi keseluruhan,<br />
terpadu, dan bertindak sesuai dengan prinsipprinsip<br />
moral yang ketat. Sedangkan kejujuran<br />
adalah bersifat benar dan tidak menipu. Jika<br />
pemimpin menjalankan hal tersebut<br />
dalam tindakan sehari-hari,<br />
maka akan menimbulkan<br />
kepercayaan, rasa hormat,<br />
dan kesetiaan dari<br />
pengikutnya. Nilai-nilai<br />
ini merupakan dasar<br />
tumbuhnya kepercayaan<br />
antara pemimpin dan<br />
pengikut.<br />
Lebih dari dua puluh lima<br />
tahun yang lalu, James M. Kouzes dan Barry<br />
Z. Posner melakukan riset untuk menentukan apa<br />
yang dilakukan seseorang ketika mereka menjadi<br />
“yang terbaik” dalam memimpin orang lain.<br />
Ratusan bahkan ribuan survey dan wawancara<br />
dilakukan untuk itu. Hasil penelitian tersebut<br />
dipublikasikan pada tahun 1987 dalam edisi<br />
pertama Leadership Challenge. Buku itu telah<br />
diterjemahkan ke lebih dari selusin bahasa dan<br />
terjual satu setengah juta eksemplar. Buku tersebut<br />
telah mencapai edisi ke empat pada tahun 2007<br />
dengan memasukan hasil penelitian terhadap<br />
pemimpin-pemimpin muda yang berjuang untuk<br />
menjadi pemimpin yang berhasil.<br />
Dalam salah satu bagian buku tersebut,<br />
penulis mengidentifikasikan empat hal agar<br />
56<br />
VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />
pemimpin benar-benar diikuti oleh pengikutnya.<br />
Keempat hal tersebut adalah jujur, memandang<br />
ke depan, menginspirasi, dan kompeten. (Sebagai<br />
catatan, kejujuran ada di peringkat teratas). Data<br />
tersebut konsisten untuk semua negara, budaya,<br />
etnik, fungsi organisasi, jender, pendidikan, atau<br />
pun kelompok usia. Kita semua menginginkan<br />
kejujuran.<br />
Lalu, dari mana kita menilai kejujuran<br />
pemimpin? Dari perilakunya sehari-hari.<br />
Jika seseorang memiliki dan menjunjung<br />
tinggi kejujuran, maka apa yang dikatakan<br />
dan diperbuatnya adalah serasi. Sebaliknya,<br />
ketidakjujuran dan ketidak samaan antara<br />
perkataan dan perbuatan menjadikan pengikut<br />
sinis dan frustasi.<br />
Tentang kejujuran, saya jadi<br />
teringat seorang sahabat.<br />
Waktu itu suasana<br />
ujian akhir, di sekolah<br />
yang amat menuntut<br />
pencapaian akademik<br />
karena jika gagal hal<br />
tersebut hampir berarti<br />
hilangnya masa depan.<br />
Seorang mahasiswa tingkat<br />
akhir, yang berarti segera memasuki<br />
dunia kerja begitu lulus, terlihat tidak dapat<br />
mengerjakan satu pun soal ujian. Akan tetapi<br />
wajahnya tenang.<br />
Peserta ujian di sebelahnya telah hampir<br />
selesai mengerjakan. Maka solidaritas kaum<br />
“proletar” mulai muncul. Diberikannya tanda agar<br />
sahabat saya itu melihat jawabannya. Sahabat<br />
saya hanya mengerling sebentar dan menggeleng.<br />
Benar saja, pada akhir tahun ajaran, sahabat saya<br />
itu tidak lulus dan harus mengulang. Dan hal itu<br />
berarti tertundanya sekian rencana hidup.<br />
Sekarang, sahabat saya tersebut telah<br />
mendaki jalan yang tinggi. Dan jika mengingat<br />
peristiwa tersebut, optimisme saya bangkit, kita<br />
masih pantas optimis.<br />
Wassalam
Pojok Komunitas<br />
PeSaN dalam secangkir KoFI<br />
Maafkan Aku<br />
Akulah sang pintu<br />
Yang elok gagah perkasa<br />
Yang tak henti menjaga<br />
Dan membuat indah suasana<br />
Tertib disiplin sesuai rencana<br />
Akulah sang pintu<br />
Dalam gerendel yang membeku<br />
Berdiri kaku<br />
Menghambat laju<br />
Kaum pedestrian yang termangu<br />
Akulah sang pintu<br />
Saat hujan menderu<br />
Membasahi habis kepalamu<br />
Mengumpatlah padaku<br />
Ludahi saja wajahku<br />
Akulah sang pintu<br />
Yang tak mungkin ambil pusing<br />
Pada kalian yang harus memutar berkeliling<br />
Pada kalian yang mesti berlari dengan peluh menggelinding<br />
Pada kaum wanita yang kehujanan pontang panting<br />
Akulah sang pintu<br />
Suatu saat nanti<br />
Kalian pasti mengerti<br />
Semua ini<br />
Untuk kebaikan kita sendiri<br />
Akulah sang pintu<br />
Brrraaaaakkk!!!!!!!<br />
VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />
57
Gadget<br />
Panasonic Lumix GF5<br />
Setelah sempat beredar di Instagram yang kini sedang ramai di Android, Panasonic akhirnya secara resmi<br />
mengumumkan kamera kompak sistem terbarunya, yaitu Lumix GF5. Update fitur dari Lumix GF3 yang<br />
diklaim Panasonic sebagai autofocus tercepat di dunia (0,09 detik), dan sensor gambar 12 juta pixel akan<br />
melengkapi Lumix GF5.<br />
Sebuah kombinasi dari Venus Engine yang sangat cepat dengan sensor baru di GF5 mampu menghasilkan<br />
kualitas gambar yang menurut Panasonic hanya sebanding dengan G3.<br />
Fitur baru lainnya termasuk kemampuan yang lebih<br />
tinggi ISO, pengambilan foto 4fps dan user interface<br />
yang baru dirancang untuk memandu pengguna<br />
baru lebih mudah menggunakan kamera ini.<br />
Untuk bisa bersaing dengan kamera ponsel yang<br />
semakin pintar, sejumlah filter digital, termasuk<br />
Cross Proses, Toy Camera, Selective Color dan<br />
Impresive Art juga disertakan di kamera ini, yang<br />
semuanya dapat disesuaikan dan diubah sesuai dengan<br />
kebutuhan pengguna.<br />
Seperti pendahulunya GF5 memiliki layar sentuh di belakang kamera, yang dapat digunakan untuk<br />
mengakses modus yang berbeda, seperti prioritas aperture dan scene mode. Panasonic Lumix Harga GF5<br />
akan hadir dengan lensa 14-42mm kit standar dan lensa zoom baru yang belum diumumkan.<br />
58<br />
VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />
Logitech c920 HD ProWebcam<br />
Apabila anda pengguna Laptop mungkin Anda sudah tidak<br />
memerlukan lagi webcam, karena biasanya sudah tersedia.<br />
Apabila Anda pengguna PC mungkin harus membelinya secara<br />
terpisah. Ada salah satu Webcam yang cukup menarik dengan<br />
brand Logitech<br />
Logitech c920 HD Pro Webcam cukup menarik untuk digunakan. Apabila Anda<br />
pengguna Skype yang rutin karena kesibukan Anda yang jauh dengan keluarga, Anda<br />
pun bisa menggunakan Webcam untuk melakukan voicechat, video call dan lain-lain.<br />
Selain Skype, Anda juga bisa melakukan video call dengan resolusi 720p di Windows<br />
Live dan juga Logitech Vid HD. Juga dengan Yahoo Messenger, Gmail Voice dan<br />
aplikasi video chat lainnya.<br />
Selain itu Anda dapat melakukan pengambilan gambar dari Webcam<br />
ini. Selain pengambilan gambar layaknya sebuah camera, dapat juga<br />
melakukan pengambilan rekaman video dengan kualitas full HD1080.<br />
Dengan pengambilan gambar video yang terkompres menjadi format<br />
H.264 membuatnya dapat cepat diupload ke Youtube, Facebook<br />
dan twitter dengan cepat dan mulus tanpa harus perlu memerlukan<br />
waktu yang lama dan memberatkan kinerja komputer.<br />
Selain itu sudah didukung dengan microphone yang berkualitas<br />
tinggi, suaranya pun jernih dan menggunakan dual microphone<br />
untuk meredam suara berisik yang mengganggu sehingga suara yang<br />
terdengar di penerima seperti suara berada di ruangan kedap suara.
Resensi Buku<br />
Key Performance Indicators:<br />
Pengembangan, Implementasi, dan<br />
penggunaan KPI Terpilih<br />
Penulis : David Parmenter<br />
Penerbit : Elex Media Komputindo<br />
Terbit : 2010<br />
KPI, yang sedang banyak dipakai di seluruh<br />
dunia, belum pernah didefinisikan secara jelas<br />
hingga kini. Pihak manajemen sering mengacu<br />
pada pengukuran tertentu yang ditengarai<br />
sebagai KPI, tetapi bukan KPI yang sesungguhnya.<br />
Kurangnya pemahaman terhadap pengukuran<br />
kinerja menyebabkan monitor dan pelaporan<br />
terhadap ukuran kinerja menjadi tidak tepat<br />
guna. Akibatnya hal sering menjadi korban adalah<br />
balanced scorecard, sebuah alat pintar yang hanya<br />
berfungsi jika di dalamnya terdapat alat ukur yang<br />
tepat.<br />
Melalui pengkajian berbagai pengukuran yang<br />
telah mentransformasikan usaha, David Parmenter<br />
mengembangkan sebuah metodologi yang sangat<br />
sederhana, tetapi sangat bermanfaat. Dikatakan<br />
bahwa KPI merupakan mata rantai yang hilang<br />
antara fungsi balanced scorecard temuan Robert<br />
Kaplan dan David Norton dengan kenyataan<br />
pengimplementasian ukuran kinerja pada sebuah<br />
organisasi. Di samping mengadpsi pendekatan<br />
manual KPI yang pertama kali dipublikasikan pada<br />
1996, panduan proaktif tersebut memaparkan<br />
perubahan yang signifikan di mana KPI tersebut<br />
dibentuk dan dipergunakan.<br />
Public Relations 2.0: Teori Dan<br />
Praktik Public Relations Di Era Cyber<br />
Penulis : Wahidin Saputra & Rulli Nasrullah<br />
Penerbit : Gramata Publishing<br />
Terbit : 2011<br />
yang dia ampu tetapi juga pola dan cara berjejaring<br />
dengan konsumen terlebih dengan media sebagai<br />
bagian dari instrument PR. Dalam buku ini juga<br />
dibahas berbagai strategi PR dalam menjalankan<br />
fungsinya antara lain menjalin komunikasi yang<br />
harmonis antara perusahaan/ instansi dengan<br />
publik internal maupun eksternal.<br />
Public Relations (PR) dewasa kini menjadi<br />
sebuah perbincangan dan sarana pekerjaan<br />
yang paling dicari oleh perusahaan maupun<br />
organisasi pemerintah. Praktisi PR selain harus<br />
mampu mengkomunikasikan ide, gagasan dan<br />
pemikirannya kepada kalangan intern (pimpinan,<br />
pemegang saham, ataupun pegawai lainnya)<br />
dalam sebuah organisasi, tetapi juga mampu<br />
meyakinkan dan menjaring kepuasan konsumen<br />
sebagai bagian dari keberhasilan tugas praktisi PR.<br />
Buku ini merupakan gambaran kemampuan yang<br />
harus dimiliki oleh praktisi Public Relations (PR).<br />
Buku ini tidak hanya mengeksplorasi sejarah dan<br />
perkembangan PR dari segi teoritik, tetapi juga<br />
menghadirkan dimensi-dimensi yang dihadapi<br />
oleh praktisi PR, khususnya yang berhubungan<br />
dengan perusahaan, lembaga, atau organisasi<br />
VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />
59
60<br />
VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012