29.06.2015 Views

Auditoria 28

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

ASDFASDF<br />

VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />

1


Contens<br />

9<br />

Editorial 3<br />

Laporan Utama 4<br />

Liputan Khusus 19<br />

AuditOase 29<br />

Wawancara 31<br />

Info Penting 35<br />

Profil 37<br />

SpeakOut 38<br />

Ragam Pengawasan 40<br />

Karikatur 53<br />

Sudut Kantor 54<br />

Alexander on Leadership 55<br />

Pojok Komunitas 57<br />

Gadget 58<br />

Resensi Buku 59<br />

Darah dalam Tubuh Itjen<br />

16<br />

19<br />

31<br />

Redaksi menerima sumbangan tulisan atau artikel yang sesuai dengan misi penerbitan. Redaksi berhak mengubah<br />

isi tulisan tanpa mengubah maksud dan substansi. Artikel atau tulisan yang dimuat akan diberikan honor sesuai<br />

Standar Biaya Umum (SBU).<br />

Isi majalah tidak mencerminkan kebijakan Inspektorat Jenderal<br />

Pelindung: Inspektur Jenderal Penasehat: Sekretaris Inspektorat Jenderal, Inspektur I, Inspektur II, Inspektur III,<br />

Inspektur IV, Inspektur V, InspekturVI, InspekturVII, Inspektur Bid Investigasi Pemimpin Umum :C.M. Susetya<br />

Pemimpin Redaksi: Budi Prayitno Dewan Redaksi: Alexander Zulkarnaen, Dedhi Suharto, Febriana Kusuma Ristanti,<br />

Sekretaris Redaksi: M. Gilang Ramadhan Produksi dan Distribusi: Suryani, Istianah Kesekretariatan: Merzy Umas<br />

Lay out & Artistik: Galih Teguh Gumilang, Terry Castello Reporter: Mardiyantoso Eddy Tarman, Ridzky Aditya, Rizky<br />

Annisa, Pritha Indira, Delima Frida, Syannie Yustiani, Maria Cecilia Kinanthi, Dianita Wahyuningtyas, Rahmawati<br />

Setyaningsih, Mujaini, Ari Hapsari, Johan Rizki, Agus Rismanto, Ervin Septian Firdaus<br />

ISSN : 1411 - 9455<br />

Alamat: Jl. Dr. Wahidin No. 1, Gedung Juanda II Lantai IV - XIII,<br />

Telp. (021) 3865430 fax. (021) 3440907 Kode Pos : 10710<br />

e-mail : Majalah.<strong>Auditoria</strong>@gmail.com<br />

2<br />

VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012


editorial<br />

Salam Satu Itjen<br />

Selamat pagi, Salam Satu Itjen.....<br />

Saat pagi merekah, dan lembar demi lembar majalah ini anda buka, saat itulah rasa syukur<br />

memenuhi rongga dada kami, seluruh awak <strong>Auditoria</strong>. Betapa tidak, segala macam rutinitas yang<br />

melanda seolah membuat <strong>Auditoria</strong> bagaikan “kerjaan sampingan”. Dua kata terakhir sengaja<br />

diletakkkan dalam tanda kutip untuk menunjukkan kekurangtepatan. Majalah Institusi adalah<br />

wajah Institusi. Majalah <strong>Auditoria</strong> adalah wajah Inspektorat Jenderal. Maka terbit adalah wajib, terbit<br />

tepat waktu dan berkualitas adalah obsesi.<br />

Maka hadirlah <strong>Auditoria</strong> hari ini, menyapa anda semua, dengan satu salam, Salam Satu Itjen. Untuk<br />

mengingatkan kita semua –kalau-kalau lupa- bahwa kita adalah satu keluarga, keluarga besar Itjen. Di<br />

sini kita berkarya, di sini kita saling menyapa, bahu membahu, saling bantu, saling menghormati dan<br />

menghargai, layaknya sebuah keluarga. <strong>Auditoria</strong> hadir sebagai jembatan komunikasi, sekaligus wahana<br />

untuk berkarya.<br />

Laporan Utama kali ini menyoroti tentang Bagian Perencanaan dan Keuangan, sebuah unit yang sangat<br />

strategis dalam business procces Itjen. Selalu ada interaksi antara seluruh pembaca <strong>Auditoria</strong> dengan<br />

Bagian ini. <strong>Auditoria</strong> menerjunkan para reporter terbaiknya untuk menyelami seluk beluk, lekak-lekuk dan<br />

keluh kesah Bagian PK. Ada secercah harapan, dengan memahami apa yang terjadi, apa yang dilakukan<br />

teman-teman Bagian PK, muncullah empati kita. Bahwa memang tak mudah mengelola hal yang sensitif<br />

ini. Bahwa bekerja lembur adalah rutinitas yang mesti dijalani. Bahwa menginap di kantor bukanlah hal<br />

yang luar biasa di sini. Sedikit empati mungkin, harapan kami.<br />

Mutasi kami tempatkan sebagai lahan Liputan Khusus edisi ini. Mutasi adalah hal yang sangat strategis<br />

dalam pengelolaan SDM. Mutasi yang terjadi di awal tahun ini kami coba bahas dengan berusaha tetap<br />

“cover both side”. Dari sisi para punggawa Subbag Mutasi dan Assessment serta dari sisi para pegawai yang<br />

harus menjalani mutasi. Sungguh tak mudah ternyata, karena beberapa narasumber yang kena mutasi dan<br />

punya “pendapat berbeda” tidak bersedia diwawancarai. Maka dengan keterbatasan narasumber, tema<br />

mutasi dalam lipsus ini tetap kami usahakan menarik.<br />

Satu lagi hal menarik yang kami ungkap dalam edisi ini adalah tentang angka kredit. Sengaja kami terjunkan<br />

reporter <strong>Auditoria</strong> untuk menemui pihak yang berkompeten dalam hal ini. Semua itu agar keragu-raguan<br />

para pembaca terjawab, bahwa menulis di <strong>Auditoria</strong> dapat mendongkrak pengumpulan angka kredit<br />

sekaligus tabungan buat para calon auditor.<br />

Rubrik-rubrik yang lain, diupayakan hadir seperti biasa menyapa pembaca. Auditoase, Speak Out, Profile,<br />

AlexanderZ on Leadership and Management, Sudut Kantor, PeSaN dalam secangkir KoFI, dan banyak lagi.<br />

Sekali lagi, satu harapan kami, majalah ini bisa menjadi jembatan komunikasi antara kita. Salam Satu<br />

Itjen.....<br />

(CWL)<br />

VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />

3


Laporan Utama<br />

Perencanaan & Anggaran:<br />

Pada Mulanya Dana…<br />

“Kegagalan merencanakan sama dengan merencanakan kegagalan”<br />

Pernahkah kita mengalami kejadian di mana<br />

toner printer habis ketika tenggat waktu<br />

cetak laporan sudah tiba? Rasanya tidak.<br />

Atau pernahkah kita mengalami kejadian di mana<br />

tim audit tidak dapat berangkat karena dana<br />

tidak tersedia? Mudah-mudahan tidak. Lantas,<br />

bagaimana sesungguhnya toner-toner tersebut<br />

tersedia? Atau bagaimana dana untuk uang<br />

perjalanan dinas tim audit tersedia?<br />

Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan singkat di<br />

atas tentu mudah, yaitu: lewat proses pengadaan,<br />

serta dari SP2D yang diterbitkan oleh KPPN.<br />

Namun, jauh sebelum itu, jauh sebelum proses<br />

pengadaan toner dimulai, jauh sebelum SPM<br />

diantarkan ke KPPN untuk kemudian diterbitkan<br />

SP2D-nya, proses sesungguhnya sudah dimulai<br />

lewat proses perencanaan dan penganggaran.<br />

Perencanaan dan penganggaran adalah gerbang<br />

bagi tersedianya dana yang dibutuhkan untuk<br />

jalannya proses pemerintahan secara umum,<br />

termasuk pengadaan toner itu.<br />

Implementasi Visi Melalui Rencana<br />

Kegiatan perencanaan bagi instansi bisa dikatakan<br />

dimulai jauh sebelum eksekusi kegiatan atau<br />

aktivitas dilaksanakan. Perencanaan diawali dari<br />

penetapan rencana strategis satker. Rencana<br />

strategis instansi itu sendiri pada dasarnya<br />

merupakan penjabaran dari rencana strategis<br />

pemerintah. Rencana strategis adalah visi yang<br />

diharapkan dapat dicapai dalam lima tahun.<br />

Visi tersebut kemudian diejawantahkan melalui<br />

penetapan misi, tindakan yang dilakukan untuk<br />

mencapai visi.<br />

Rencana strategis, yang memuat visi dan misi,<br />

kemudian dijabarkan dalam bentuk rencana<br />

kerja yang memuat program serta kegiatan yang<br />

spesifik. Bagi satker APIP seperti Itjen, rencana<br />

kerja dimaksud terutama memuat Program Kerja<br />

Pengawasan Tahunan (PKPT).<br />

PKPT itu sendiri merupakan rencana kegiatan<br />

pengawasan yang akan dilaksanakan oleh Itjen<br />

selama satu tahun anggaran, termasuk berbagai<br />

kegiatan pendukungnya. PKPT merupakan ‘jurus<br />

pamungkas’ Itjen dalam menjalankan perannya<br />

sebagai auditor intern di Kemenkeu. PKPT<br />

inilah, yang apabila disusun secara cermat dan<br />

dilaksanakan secara bertanggungjawab, dapat<br />

membantu Kementerian Keuangan merealisasikan<br />

visi dan misinya melalui pencapaian tujuan yang<br />

efektif, penggunaan sumber daya yang efisien,<br />

kepatuhan terhadap peraturan perundangundangan,<br />

dll.<br />

4<br />

VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />

Dari Rencana Turunlah Dana<br />

Perencanaan dan penganggaran merupakan<br />

proses yang saling berkelindan, berkaitan satu<br />

sama lain. Dari perencanaan yang disusun, Itjen,<br />

dan satker pemerintah lain tentunya, kemudian<br />

mengetahui kebutuhan sumber daya yang harus<br />

dipenuhi guna terealisasinya rencana tersebut.<br />

Secara khusus, terkait proses perencanaan dan<br />

penganggaran, sumber daya yang dimaksud<br />

adalah dana.<br />

Proses penganggaran dari mulai perencanaan


hingga terbitnya Daftar Isian Pelaksanaan<br />

Anggaran (DIPA); yang nantinya akan dieksekusi,<br />

misalnya untuk membeli toner tadi; dipenuhi<br />

berbagai istilah teknis, seperti RKA-KL, pagu, SBK,<br />

POK, TOR, dll yang bagi sebagian pembaca sudah<br />

sangat familiar, dan sebagian lainnya mungkin<br />

tidak. Namun demikian, berbekal keramahan<br />

dari pegawai Subbag Perencanaan dan Anggaran<br />

Itjen, <strong>Auditoria</strong> mencoba meringkas proses<br />

penganggaran dalam artikel ini.<br />

Sebelum masuk ke teknis penganggaran, satu<br />

hal yang penting diingat adalah bahwa semenjak<br />

reformasi keuangan negara, salah satu pendekatan<br />

yang dilakukan adalah Kerangka Pengeluaran<br />

Jangka Menengah (KPJM). KPJM ini merupakan<br />

pendekatan yang dilaksanakan untuk memprediksi<br />

kebutuhan sumber daya satker di masa depan,<br />

bukan hanya pada tahun berjalan (current) yang<br />

sedang disusun anggarannya.<br />

Kembali ke proses penganggaran. Penganggaran<br />

dimulai pada t-2, atau tahun kedua sebelum tahun<br />

anggaran yang bersangkutan disusun anggarannya.<br />

Hal ini ditandai dengan pengiriman surat pagu<br />

indikatif oleh satker, dalam hal ini Itjen, kepada<br />

Direktorat Jenderal Anggaran (DJA). Surat Pagu<br />

Indikatif ini merupakan respon atas permintaan<br />

yang dikirim oleh DJA kepada satker pada sekitar<br />

bulan Desember t-2.<br />

Pagu Indikatif tersebut akan dibahas oleh Bappenas,<br />

Kementerian Keuangan serta melibatkan satker<br />

yang bersangkutan. Pembahasan terutama<br />

diarahkan untuk memastikan kesesuaian pagu<br />

indikatif yang diusulkan dengan berbagai faktor<br />

seperti KPJM, serta kesesuaian dengan program<br />

prioritas nasional maupun dengan prioritas bidang<br />

Pemerintah. Hasil pembahasan ketiga pihak<br />

tersebut kemudian dituangkan dalam SEB tentang<br />

Pagu Indikatif. Pagu Indikatif tersebut kemudian<br />

menjadi pedoman bagi satker untuk menyusun<br />

dokumen Rencana Kerja Kementerian/Lembaga<br />

(Renja).<br />

Setelah proses penyusunan Renja selesai, proses<br />

perencanaan penganggaran selanjutnya adalah<br />

menunggu turunnya SE Menteri Keuangan<br />

tentang pagu anggaran Kementerian Negara/<br />

Lembaga sebagai bahan penyusunan RKA-K/L<br />

pagu anggaran. Selama masa menunggu SE pagu<br />

anggaran turun, Itjen juga menyusun Standar<br />

Biaya Keluaran (SBK) yang dulunya disebut Standar<br />

Biaya Khusus (SBK) yang biasanya dilaksanakan<br />

pada bulan April/Mei, Standar Biaya Keluaran<br />

disini adalah besaran biaya yang dibutuhkan untuk<br />

menghasilkan sebuah keluaran kegiatan yang<br />

merupakan akumulasi biaya komponen masukan<br />

kegiatan. Standar Biaya keluaran biasanya diajukan<br />

untuk kegiatan yang bersifat spesifik pada unit<br />

tersebut, dikarenakan Itjen adalah institusi<br />

pengawasan maka SBK yang diajukan oleh Itjen<br />

adalah SBK pelaksanaan pengawasan Inspektorat<br />

Jenderal yang dirinci berdasarkan output.<br />

Selain Standar Biaya Masukan, SBK ini nantinya<br />

juga berfungsi sebagai indeks biaya dalam<br />

penyusunan RKA-K/L pagu anggaran Inspektorat<br />

Jenderal. Dalam proses penyusunan SBK Itjen<br />

terlebih dahulu harus mengajukan TOR (Term of<br />

Reference)/RAB (Rencana Anggaran dan Biaya)<br />

dan kertas kerja SBK yang disusun melalui aplikasi<br />

RKA-K/L, kemudian setelah diterima oleh DJA<br />

selanjutnya usulan SBK Itjen akan ditelaah antara<br />

DJA, dan Itjen dengan didampingi oleh Biro<br />

Perencanaan dan Keuangan. Proses penelaahan<br />

ini akan sangat membantu dalam penyusunan<br />

RKA-K/L pagu anggaran karena kegiatan yang<br />

sudah ditelaah pada penyusunan SBK tidak akan<br />

ditelaah lagi pada saat penelaahan RKA-K/L pagu<br />

anggaran.<br />

Pada pertengahan tahun t-1, sekitar bulan Juni<br />

atau Juli, SE Menteri Keuangan tentang pagu<br />

anggaran keluar. SE tersebut menjadi acuan bagi<br />

seluruh satker, termasuk Itjen untuk menyusun<br />

RKA-K/L lengkap dengan data pendukungnya<br />

berupa TOR-RAB. Di Itjen, TOR-RAB setiap<br />

kegiatan yang akan dilaksanakan disusun oleh<br />

Inspektorat-Bagian, dan TOR-RAB tersebut harus<br />

ditandatangani oleh penanggung jawab kegiatan<br />

(Inspektur). Selanjutnya, kompilasi dan input<br />

TOR/RAB ke dalam RKA-K/L dilaksanakan oleh<br />

Subbag Perencanaan dan Anggaran (PA). Sebelum<br />

disampaikan kepada DJA, Subbagian PA akan<br />

mengkoordinasikan sekali lagi dengan seluruh unit<br />

apakah TOR-RAB-aplikasi RKA-K/L sudah sesuai<br />

dengan rencana kegiatan tahun depan.<br />

RKA-K/L yang telah disusun oleh seluruh satker<br />

kemudian akan ditelaah DJA untuk menilai<br />

kesesuaiannya dengan dengan pagu anggaran<br />

yang telah ditetapkan, kesesuaian RKA-K/L<br />

VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />

5


Laporan Utama<br />

dengan dengan prioritas nasional/prioritas bidang<br />

pemerintah, kesesuaian dengan Renja dan RKP,<br />

serta kesesuaian dengan Standar Biaya dan<br />

akun-akun yang telah ditentukan sebelumnya.<br />

Apabila dalam penelaahan pertama masih<br />

terdapat poin yang salah, atau masih terdapat<br />

kegiatan yang belum lengkap data dukungnya<br />

maka DJA akan meminta satker, termasuk Itjen,<br />

untuk memperbaiki dan segera menyampaikan<br />

perbaikan sampai dengan batas waktu yang<br />

ditentukan. Apabila sampai batas waktu yang<br />

ditentukan, kekurangan data belum dapat<br />

dilengkapi, maka kegiatan yang terkait akan diberi<br />

tanda bintang sebagai penanda sementara sampai<br />

dengan penelaahan RKA-K/L alokasi anggaran.<br />

RKA-K/L yang telah ditelaah di DJA (Kementerian<br />

Keuangan) selanjutnya akan dibahas dengan<br />

DPR dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP), sesuai<br />

komisi mitra kerja tiap-tiap Kementerian. Mitra<br />

kerja Kementerian Keuangan sendiri adalah<br />

Komisi XI. Dalam pelaksanaannya tidak hanya<br />

Menteri Keuangan saja yang diminta untuk<br />

mempresentasikan anggaran Kementerian,<br />

apabila dirasa kurang mendalam, setiap Eselon I<br />

di Kementerian Keuangan dapat juga diminta oleh<br />

DPR untuk mempresentasikan anggaran unitnya<br />

masing-masing. Hasil dari RDP ini nantinya akan<br />

digabung oleh DJA sebagai bahan pendukung<br />

untuk menyusun Nota Keuangan, dan sebagai<br />

lampiran pidato kenegaraan Presiden tentang RUU<br />

APBN tahun mendatang.<br />

Langkah selanjutnya dari proses perencanaan dan<br />

penganggaran ini adalah penyusunan RKA-K/L<br />

alokasi anggaran. Penyusunan ini menunggu SE<br />

Menteri Keuangan mengenai alokasi anggaran.<br />

RKA-K/L alokasi anggaran ini juga akan ditelaah<br />

lagi. Penelaahan RKA-K/L alokasi anggaran<br />

lebih difokuskan kepada kegiatan-kegiatan yang<br />

mengalami perubahan baik perubahan dalam<br />

anggarannya ataupun perubahan dalam TOR, RAB,<br />

dan data dukung lainnya, serta kepada kegiatan<br />

yang belum lengkap data dukungnya pada saat<br />

penelaahan pagu anggaran.<br />

Apabila satker/unit tidak dapat melengkapi data<br />

dukung tersebut sampai dengan batas waktu<br />

yang telah ditentukan, maka kegiatan yang<br />

belum lengkap data dukungnya tersebut akan<br />

diberi tanda bintang, yang artinya dana untuk<br />

6<br />

VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />

kegiatan dimaksud tidak dapat dicairkan meskipun<br />

terdapat dananya dalam DIPA sampai unit tersebut<br />

melengkapi data pendukungnya. proses ‘melepas’<br />

tanda bintang tersebut tidak dapat dilaksanakan<br />

sebelum DIPA turun, jadi proses tersebut hanya<br />

bisa dilaksanakan di tahun depan setelah DIPA<br />

ditandatangani oleh Dirjen Perbandaharaan.<br />

Setelah RKA-KL alokasi anggaran selesai ditelaah<br />

dan semua data pendukungnya lengkap, DJA akan<br />

memproses dan menerbitkan Surat Pengesahan<br />

(SP RKA-K/L) sebagai bukti bahwa RKA-K/L tersebut<br />

sudah sah. SP RKA-K/L tersebut akan dikirimkan<br />

kepada satker terkait (Itjen) dan kepada Direktorat<br />

Jenderal Perbendaharaan (DJPB) sebagai bahan<br />

penyusunan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran<br />

(DIPA).<br />

Langkah terakhir dari proses penganggaran<br />

adalah penyusunan DIPA. berdasarkan SP RKA-<br />

K/L dan Bagan Akun Standar. Setelah disusun,<br />

DIPA disampaikan kepada DJPB untuk divalidasi<br />

dan dilihat kesesuaiannya dengan SP RKA-K/L<br />

yang diterima dari Direktorat Jenderal Anggaran.<br />

Apabila tidak terdapat perbedaan maka DJPB<br />

akan menerbitkan DIPA satker yang bersangkutan<br />

sebagai dokumen pelaksanaan anggaran. Dengan<br />

disahkannya DIPA oleh DJPB maka berakhirlah<br />

proses perancanaan dan penganggaran untuk<br />

tahun ‘t’. Namun demikian, hal ini tidak berarti tugas<br />

perencanaan dan penganggaran telah selesai. Di<br />

Itjen, tugas perencanaan dan penganggaran yang<br />

dilaksanakan oleh Subbag PA dalam menyusun<br />

perencanaan dan penganggaran terus berlanjut<br />

sesuai siklus anggaran yang berlaku.<br />

Beyond Planning and Budgeting<br />

Pada tahun berjalan setelah menerima<br />

DIPA, tugas penganggaran yang harus dikerjakan<br />

oleh Subbagian PA adalah menyusun Petunjuk<br />

Operasional Kegiatan (POK). POK adalah dokumen<br />

yang memuat uraian rencana kerja dan biaya<br />

yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan yang<br />

disusun Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai<br />

penjabaran lebih lanjut dari DIPA. POK disuun<br />

berdasarkan DIPA dan SP RKA-K/. POK tersebut<br />

harus diterbitkan paling lambat bulan Februari<br />

tahun berjalan sebagai pedoman Inspektorat dan<br />

Bagian dalam melaksanakan kegiatannya.<br />

Ketika tahun berjalan, apabila terdapat perubahan<br />

dalam POK atau dalam DIPA Itjen, Subbagian PA<br />

mengkoordinasikan dengan unit-unit di Itjen dan


Laporan Utama<br />

juga dengan DJA dan DJPB, terkait kewenangan<br />

revisi tersebut. Apabila perubahan tersebut<br />

masih dalam lingkup kewenangan KPA, maka<br />

Subbagian PA hanya perlu menyusun revisi POK.<br />

Akan tetapi bila kewenangan revisi tersebut<br />

masuk dalam lingkup kewenangan DJA atau DJPB<br />

maka Subbagian PA harus menyusun revisi DIPA<br />

yang diserahkan kepada DJA dan DJPB sesuai<br />

dengan kewenangannya masing-masing. Hasil<br />

revisi tersebut di atas akan ditindaklanjuti dengan<br />

penerbitan POK revisi atau revisi DIPA.<br />

Selain itu, d luar tugas-tugas yang berkaitan dengan<br />

perencanaan dan penganggaran, Subbagian PA<br />

juga memiliki tugas-tugas lainnya. Subbagian PA<br />

antara lain juga bertugas untuk menyusun target<br />

PNBP Inspektorat Jenderal dan mengkoordinasikan<br />

penyusunan Rencana Kinerja Tahunan-Penetapan<br />

Kinerja (RKT-PK) Inspektorat Jenderal sebagai<br />

lampiran LAKIP Inspektorat Jenderal.<br />

Inside Story Subbagian PA<br />

Dari hasil wawancara terhadap dua staff<br />

Subbagian PA, Hadi Sufiyanto dan Ria Riesta,<br />

<strong>Auditoria</strong> berkesempatan untuk mendapatkan<br />

gambaran detail dari penyelesaian tugas-tugas<br />

di Subbagian PA. Dari uraian sebelumnya,<br />

tentu terbayang bagaimana tanggung jawab<br />

yang diemban oleh Subbag PA dalam rangka<br />

menyusun dan mengoordinasikan perencanaan<br />

dan penganggaran bagi Itjen. Tanggung jawab<br />

yang besar tersebut harus diselesaikan di tengah<br />

berbagai keterbatasan yang ada, terutama dari sisi<br />

personil/pegawai.<br />

Dengan jumlah staff yang hanya sebanyak tiga<br />

orang, Subbagian PA harus bisa menyelesaikan<br />

berbagai kegiatan dalam satu siklus penganggaran.<br />

“Semisal dari revisi DIPA saja, satu tahun bisa<br />

beberapa kali, tahun lalu saja mencapai 9 kali. Load<br />

pekerjaan sedikit berkurang di akhir tahun, sekitar<br />

bulan Desember”,demikian menurut pengakuan<br />

Hadi, yang juga sempat berdinas di KPPN Kendari.<br />

Untuk menyiasatinya, atas tiap-tiap pekerjaan,<br />

selalu ada Person in Charge (PIC) yang bertugas<br />

memimpin dalam pelaksanaan satu pekerjaan<br />

tertentu. PIC tersebut yang bertanggungjawab<br />

membagi dan mengoordinasikan pekerjaan<br />

pada rekan yang lain. Jadi, pada dasarnya<br />

semua pekerjaan itu dikerjaan bersama-sama.<br />

Penunjukan PIC, yang notabene juga masih staff,<br />

berfungsi untuk menegaskan tanggung jawab<br />

kepada ybs, sekaligus memberi kesempatan<br />

untuk berlatih melakukan tugas kepemimpinan.<br />

Selain dengan penunjukan PIC, hal lain yang coba<br />

dilakukan oleh Subbag PA adalah mengajukan<br />

tambahan personil, “Berdasarkan load pekerjaan<br />

yang ada, idealnya subbagian PA memiliki 5 hingga<br />

6 orang”, ujar Ria, yang juga merupakan alumnus<br />

dari President University.<br />

Tuntutan pelaksanaan tanggung jawab di tengah<br />

keterbatasan tentu membawa implikasi perlunya<br />

‘energi ekstra’ yang harus dikeluarkan. ‘Energi<br />

ekstra’ yang dimaksud terutama terkait alokasi<br />

waktu tambahan untuk bisa menyelesaikan semua<br />

tugas-tugas yang ada. Aelain itu, alokasi tambahan<br />

waktu tambahan juga diperlukan karena adanya<br />

kendala lain, misalnya belum terintegrasinya<br />

aplikasi perencanaan, perbendaharaan, SISKA<br />

dan RKAKL, “Jadi seperti double input, jadi ketika<br />

selisih itu butuh extra time itu” sebagaimana yang<br />

dikemukakan Hadi dan Ria.<br />

Di luar soal waktu dan ‘energi ekstra’, hal lain<br />

yang juga menjadi keluhan di Subbagian PA<br />

adalah banyak kegiatan yang diluar kendali,<br />

serta dana yang di kemudian tidak terpakai/<br />

tidak termanfaatkan. “Jika kita sedang melakukan<br />

penelaahan dengan unit DJA/ Bappenas misalnya,<br />

kita harus memperjuangkan TOR/RAB kita yang<br />

sudah diusulkan, kita harus mempelajari TOR<br />

tersebut. Tidak jarang kita harus melakukan<br />

negosiasi yang alot. Jadi, ketika jadi RKAKL tidak<br />

digunakan. Semisal kita meminta dana banyak,<br />

dan hanya digunakan sedikit. Itu kadang membuat<br />

kecewa kita yang susah payah mengusahakan hal<br />

ini.” ujar kedua narasumber <strong>Auditoria</strong> tersebut.<br />

Satu tantangan lagi yang harus dialami di<br />

Subbagian PA adalah ketika harus mengikuti<br />

kebijakan pimpinan yang bisa berubah. “Seperti<br />

anggaran itu direncanakan untuk kegiatan<br />

tertentu, namun digunakan untuk kegiatan lain.<br />

Jadi yang kadang menjadi duka ya terkait hal<br />

seperti itu, pelaksanaan tidak selalu sesuai dengan<br />

perencanaan.”<br />

Namun tentu, selayaknya hidup ada duka,<br />

tentu tidak sedikit pula sukanya. Di Subbagian<br />

PA, kekompakan sangat terjaga, hal ini tentu<br />

membuat nyaman dalam bekerja. Selain itu,<br />

atasan pun memberikan bimbingan dan arahan.<br />

Salah satu rahasia untuk menjaga kekompakan<br />

antara lain sharing yang dilaksanakan setiap<br />

VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />

7


Laporan Utama<br />

pagi. Melalui sharing tersebut, setiap pegawai<br />

diberi kesempatan untuk bercerita, melempar<br />

pertanyaan, bermain games ringan. Hal ini diakui<br />

Hadi dan Ria sangat menunjang motivasi dalam<br />

bekerja dan melaksanakan tugas dengan penuh<br />

tanggung jawab. Tidak hanya sharing di pagi<br />

hari, Subbagian PA, sebagai bagian dari Bagian<br />

Perencanaan dan Keuangan pun rutin mengadakan<br />

pengajian di Kamis sore, olahraga bersama setiap<br />

Jumat pagi, hingga club bahasa Inggris setiap Rabu<br />

sore. Semua kegiatan yang dilaksanakan bersama<br />

tersebut sangat membantu dalam memelihara<br />

kekompakan dalam bekerja.<br />

Selanjutnya, Apa?<br />

Dengan berbagai tantangan yang harus dihadapi,<br />

seiring dengan berbagai keterbatasan yang ada,<br />

Subbagian PA secara khusus, maupun Bagian<br />

Perencanaan dan Keuangan secara umum<br />

senantiasa melakukan upaya perbaikan. Hal ini<br />

selaras dengan nilai-nilai Kementerian Keuangan,<br />

yang salah satunya adalah ‘Kesempurnaan’<br />

(Excellence).<br />

Terdapat beberapa langkah perbaikan yang coba<br />

ditempuh oleh Subbagian PA. Kesemuanya demi<br />

pelayanan yang lebih dan lebih baik lagi dari<br />

Subbagian PA, dan tentu bagi kebaikan organisasi<br />

Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan.<br />

Pertama, rencananya akan ada pembatasan revisi<br />

DIPA sebanyak maksimal empat kali, dengan<br />

tetap adanya faktor pengecualian seperti adanya<br />

kebijakan pimpinan soal penghematan atau<br />

kegiatan mendesak yang belum ada dananya.<br />

Kedua, mencoba melakukan inovasi model<br />

pembiayaan, dengan mengacu pada model/<br />

benchmark untuk kegiatan pengawasan, baik<br />

di pemerintahan maupun di sektor swasta.<br />

Selanjutnya adalah memperbaiki SOP, integrasi<br />

proses penyusunan anggaran hingga RKA-K/L,<br />

termasuk memberikan usulan integrasi aplikasi<br />

kepada DJA/DJPB.<br />

Pun demikian, disadari bahwa upaya perbaikan<br />

tersebut akan senantiasa berlanjut. Tugas<br />

Inspektorat Jenderal sebagai APIP Kementerian<br />

Keuangan perlu diejawantahkan melalui proses<br />

perencanaan yang baik. Dengan demikian,<br />

implementasi dari pelaksanaan tugas tersebut<br />

diharapkan dapat dilaksanakan dengan baik.<br />

Dan barang tentu, implementasi pelaksanaan<br />

tugas tersebut membutuhkan sumber daya<br />

yang salah satunya berupa dana, dan dana itu<br />

harus melalui proses penganggaran agar dapat<br />

tersedia. Tanggung jawab yang diemban memang<br />

tidak ringan, namun dengan kekompakan dan<br />

kenyamanan dalam bekerja, semua bisa terasa<br />

ringan dan meyenangkan, bukan begitu?<br />

(KIN/DIT/MUJ/GIL)<br />

1<br />

2<br />

3<br />

8<br />

VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012


Laporan Utama<br />

Pelaksanaan Anggaran :<br />

Darah dalam Tubuh Itjen<br />

Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Inspektorat Jenderal<br />

Mengupas peranan<br />

anggaran (baca :<br />

APBN) dan keterlibatan<br />

Instansi Pemerintah dalam<br />

pengelolaannya merupakan hal<br />

yang sudah lumrah dan biasa.<br />

Bagaimana tidak, anggaran<br />

sebagai instrumen penting<br />

dan melekat erat pada pelaksanaan tugas dan<br />

fungsi instansi pemerintah, sudah menjadi<br />

makanan pokok sehari-hari untuk dibahas. Mulai<br />

pembahasan oleh pimpinan tertinggi dalam<br />

rapat-rapat besar sampai dengan obrolan-obrolan<br />

santai oleh para pegawai pelaksana terendah yang<br />

bertugas melaksanakan pendelegasian tugas dari<br />

pimpinan di atasnya.<br />

Namun begitu pentingnya peranan Anggaran ini,<br />

dapat dikatakan bahwa anggaran merupakan<br />

pemicu utama sebuah program/kegiatan<br />

pemerintah dapat dilaksanakan melalui berbagai<br />

unit pelaksana (Baca : Instansi Pemerintah)<br />

dalam mencapai tujuan pembangunan yang telah<br />

direncanakan. Dengan kata lain, tanpa adanya<br />

anggaran, praktis semua kegiatan dan program<br />

tidak bisa berjalan. Untuk itu, majalah <strong>Auditoria</strong> kali<br />

ini mengupas bagaimana seluk beluk pelaksanaan<br />

anggaran, perbaikan layanan pelaksanaannya,<br />

serta pengalaman para pegawainya di Inspektorat<br />

Jenderal Kementerian Keuangan.<br />

“Pelaksanaan anggaran merupakan satu<br />

hal terpenting dalam upaya untuk tercapai<br />

dan terimplementasinya tujuan organisasi<br />

dengan baik”<br />

Guidelines Pelaksanaan Anggaran<br />

Dalam pengganggaran, jika kita menilik kepada<br />

Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang<br />

Perbendaharaan Negara, Undang-Undang<br />

APBN, dan peraturan-peraturan<br />

pelaksanaannya, sudah<br />

barangkali terdapat batasanbatasan<br />

yang mengikat setiap<br />

unit pelaksana anggaran sebagai<br />

aturan yang tidak boleh dilanggar<br />

dan harus dijalankan. Aturanaturan<br />

ini tentunya digunakan<br />

sebagai guidelines bagi unit pelaksana anggaran<br />

mengimplementasikan rencana anggaran yang<br />

sudah tercantum dalam Daftar Isian Pelaksanaan<br />

Angaran (DIPA) masing-masing unit. Sebagai<br />

salah satu unit Pengguna Anggaran, Mekanisme<br />

pelaksanaan anggaran di Inspektorat Jenderal<br />

berdasar atas batasan dan kewenangan di<br />

dalam guidelines tersebut, seperti pembuatan<br />

Surat Perintah Membayar (SPM), pengajuan<br />

Uang Persediaan (UP), ataupun Surat Perintah<br />

Pencairan Dana (SP2D) dari Kantor Pelayanan<br />

Perbendaharaan Negara (KPPN), dan sebagainya.<br />

Mekanisme Pelaksanaan Anggaran<br />

Pelaksanaan angaran dimulai dengan<br />

melaksanakan program dan kegiatan yang<br />

tercantum dalam DIPA dan dokumen turunannya.<br />

Setiap kegiatan dan program tersebut telah<br />

disediakan alokasi dananya masing-masing. Dari<br />

hasil wawancara dengan salah satu pegawai Bagian<br />

Perencanaan dan Keuangan, Blessius Altrafino<br />

(Fino) menjelaskan bahwa untuk mencairkan dana<br />

yang sudah dialokasikan tersebut, diterbitkanlah<br />

SPM kepada Bendahara Negara (Menteri<br />

Keuangan yang dalam hal ini diwakilkan oleh<br />

Direktorat Jenderal Perbendaharaan / KPPN).<br />

Dasar pembuatan SPM ini pada umumnya meliputi<br />

Surat Permintaan Pembayaran (SPP) dan Surat<br />

Pernyataan Tanggung Jawab Belanja (SPTB) yang<br />

asalnya dari Pejabat Pembuat Komitmen (PKK)<br />

diajukan kepada Pejabat Penandatangan SPM.<br />

VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />

9


Laporan Utama<br />

Pada umumnya, ada dua mekanisme penerbitan<br />

SPM yaitu Mekanisme Langsung (LS) dan Uang<br />

Persediaan (UP). Pertama, Mekanisme Langsung<br />

(LS) biasanya dipakai untuk pembayaran terhadap<br />

rekanan yang bernilai di atas Rp 20.000.000,-.<br />

Mekanisme LS ini sebenarnya dapat digunakan<br />

untuk membayar semua jenis kegiatan. Namun,<br />

pada prakteknya lebih cenderung digunakan untuk<br />

membayar kegiatan yang dikontrakkan kepada<br />

pihak ketiga. Prosesnya dimulai ketika Pengadaan<br />

Barang/Jasa telah selesai, PPK mengirimkan SPP<br />

beserta lampirannya (dokumen Kontrak, Berita<br />

Acara Penyelesaian Pekerjaan, dan sebagainya)<br />

kepada Kasubbag Permintaan Pembayaran dan<br />

Penggajian di Bagian Perencanaan dan Keuangan.<br />

Setelah Kasubbag menyetujui, maka dikirim ke<br />

Pejabat Penerbitan SPM untuk dibuatkan SPM.<br />

Selanjutnya, SPM, SPTB, Ringkasan Kontrak<br />

tersebut dikirim ke KPPN. Setelah disetujui, KPPN<br />

mencairkan dana melalui SP2D.<br />

Kedua, mekanisme UP secara sederhana diartikan<br />

sebagai uang yang “dititipkan” negara ke<br />

bendahara pengeluaran masing-masing satuan<br />

kerja, semacam petty cash. Melalui mekanisme<br />

UP ini, uang yang berasal dari APBN diberikan oleh<br />

DJPBN atau KPPN kepada bendahara pengeluaran<br />

untuk biaya operasional sehari-hari Inspektorat<br />

Jenderal yang sifatnya revolving (dapat diisikan<br />

kembali). Misalnya, pembayaran biaya kegiatan<br />

Bagian Umum untuk perbaikan kendaraan, untuk<br />

beli tiket perjalanan dinas, dan lain-lain. Setelah<br />

UP habis, bendahara mengajukan SPM-GUP (Ganti<br />

Uang Persediaan) yang diajukan kepada KPPN.<br />

Dalam hal ini, bendahara meminta PPK untuk<br />

membuat SPP sebagai syarat formal penerbitan<br />

SPM yang disertai SPTB yang merupakan rekap<br />

kegiatan yang sudah dibayarkan lengkap dengan<br />

nominal pembayarannya. Setelah ditandatangani<br />

PPK, SPP diserahkan ke Bagian Perencanaan dan<br />

Keuangan untuk dibuat SPM-nya. SPM dan SPTB<br />

tersebut dikirim ke KPPN untuk diterbitkan SP2Dnya.<br />

“SP2D yang sudah dibuat nantinya akan<br />

dikirimkan KPPN ke Bank Persepsi dan ditransfer<br />

ke rekening bendahara. Artinya, bendahara dapat<br />

dana lagi dan lingkaran pembayaran pun dimulai<br />

lagi” jelas Fino.<br />

Secara umum, proses pembayaran pelaksanaan<br />

anggaran untuk instansi pemerintah dapat<br />

digambarkan pada bagan di bawah ini.<br />

BAGAN PROSES PEMBAYARAN PELAKSANAAN ANGGARAN<br />

Sumber : Pedoman Pelaksanaan Anggaran I - BPKP (2007)<br />

10<br />

VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012


Laporan Utama<br />

Liaison Officer Pelaksanaan Anggaran<br />

Sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam proses<br />

pelaksanaan Anggaran, Bagian Perencanaan dan<br />

Keuangan (PK) Sekretariat Inspektorat Jenderal<br />

merupakan unit yang terlibat langsung atas proses<br />

penganggaran. Sebagai salah satu bentuk inovasi<br />

sebagai peningkatan prosedur pelaksanaan<br />

anggaran di Inspektorat Jenderal, dibentuklah<br />

Liaison Officer (LO). LO ini merupakan penghubung<br />

antara Bagian PK dengan masing-masing unit di<br />

lingkungan Inspektorat Jenderal. LO ini merupakan<br />

pegawai yang ditunjuk oleh pimpinan unit untuk<br />

bertugas mengurus permintaan dan pencairan<br />

dana atas kegiatan di masing-masing unit tersebut<br />

selama satu tahun anggaran.<br />

Terkait dengan ini, Risti Purwaningsih (Risti)<br />

mengungkapkan bahwa setelah adanya LO<br />

yang dibentuk sejak tahun 2010, penyelesaian<br />

pelaksanaan anggaran di Bagian PK menjadi lebih<br />

tertib dan rapi, khususnya pada akhir tahun.<br />

Sebelum adanya LO, setiap pegawai yang telah<br />

melakukan penugasan atau meminta pencairan<br />

dana atas program dan kegiatan yang telah<br />

dilaksanakannya berbondong-bondong datang<br />

ke Bagian PK. “Dulu sering sekali orang-orang<br />

berdatangan ke Bagian kami. Bisa dibayangkan<br />

seperti apa ramainya.” Tukasnya.<br />

Dengan adanya LO ini, mempermudah pelaksanaan<br />

anggaran. Sebelum ditandatangani PPK, dokumen<br />

permintaan pembayaran diverifikasi di masingmasing<br />

unit. Jika sudah lengkap, LO kemudian<br />

menyampaikannya ke Bagian PK untuk dicairkan.<br />

Selanjutnya bendahara akan meneliti kembali<br />

kebenaran kuitansi yang diajukan. Apabila sudah<br />

benar dan tepat, bendahara akan menghubungi<br />

LO unit yang bersangkutan untuk mengambil<br />

uang yang diminta untuk membiayai kegiatannya.<br />

Tentunya proses ini akan mempermudah<br />

pengendalian anggaran yang digunakan masingmasing<br />

unit.<br />

Meja Layanan dan Account Representative<br />

Tidak hanya LO, Bagian PK juga meningkatkan<br />

pelayanan dari segi SDM dan prasarana<br />

pendukung pelaksanaan dan pembayaran<br />

anggaran di lingkungan Inspektorat Jenderal.<br />

Langkah perubahan ini diantaranya adalah<br />

dengan menempatkan pegawai sebagai Account<br />

Representative (AR). AR ini merupakan staff<br />

pendukung pelaksanaan pembayaran anggaran<br />

yang bertanggung jawab untuk memberikan<br />

pelayanan prima, menyampaikan informasi<br />

keuangan, dan memberikan respon cepat atas<br />

pertanyaan dan permasalahan yang disampaikan<br />

mengenai gaji dan tunjangan pegawai, serta<br />

terkait lainnya.<br />

Selain AR, untuk mengefektifkan pelaksanaan<br />

layanan satu pintu, Bagian PK melalui Bagian<br />

Umum mengadakan Meja Layanan yang digunakan<br />

untuk melayani pelaksanaan permintaan<br />

pembayaran, pengambilan uang, dan permintaan<br />

informasi kepada Bagian PK. Agar semua kegiatan<br />

di Bagian PK terkendali dengan baik, lebih tertib,<br />

dan pelayanan yang lebih nyaman.<br />

Seperti yang diungkapkan Risti, dengan adanya<br />

meja layanan dan AR ini, pekerjaannya menjadi<br />

fokus, lebih nyaman, dan terkendali karena<br />

LO mengurusi semua hal terkait keuangan<br />

di Itjen melalui front office yang kemudian<br />

menghubungkannya dengan petugas yang terkait.<br />

“Sebelum adanya AR dan Meja Layanan, sering<br />

kali pekerjaan tidak fokus karena permintaan<br />

LO berdatangan berbarengan, baik via telepon<br />

ataupun datang langsung.” Keluhnya.<br />

“Dengan adanya Meja Layanan dan AR,<br />

pengendalian atas permasalahan keuangan di<br />

Inspektorat Jenderal lebih teratur, tertib, dan<br />

efektif, dan nyaman”<br />

VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />

11


Laporan Utama<br />

Pengalaman dan harapan mereka<br />

Selama pelaksanaan pekerjaan di<br />

Bagian PK ini, tentunya banyak suka<br />

dan duka yang diraskan oleh para<br />

staff yang terlibat di dalamnya. Dari<br />

beberapa staff di Bagian Keuangan,<br />

umumnya mereka merasakan senang<br />

apabila dapat memberikan pelayanan<br />

yang terbaik bagi pelanggannya, yaitu<br />

ketika pelanggan puas dengan layanan<br />

yang diterimanya. Bagi mereka,<br />

melayani dengan sepenuh hati adalah<br />

moto pekerjaan yang diembannya.<br />

Namun, tidak hanya pengalaman<br />

suka yang mereka rasakan, ada pula<br />

dukanya. Dari pengalaman salah<br />

satu pegawainya, ada beberapa hal yang menjadi<br />

keluhan diantaranya adalah ketika terjadi hal-hal<br />

yang tidak sesuai dengan peraturan atau mungkin<br />

memang belum ada aturan yang mendasarinya.<br />

Dalam hal ini, banyak pihak yang harus dilibatkan,<br />

misalnya bertanya kepada atasan pihak atau pihak<br />

berwenang lainnya. Sulitnya ketika mereka tidak<br />

berada di tempat karena penugasan, sedangkan<br />

pencairan dana harus dilakukan. Selain itu, ketika<br />

terdapat kebijakan anggaran yang diambil tidak<br />

sesuai dengan yang mereka harapkan. “Jika ada<br />

kebijakan yang tidak sesuai dengan harapan<br />

mereka, kami harus berusaha meyakinkan mereka<br />

atas kebijakan yang dibuat tersebut. Tentunya itu<br />

hal yang sulit” ungkap Fino.<br />

Terhadap pelaksanaan anggaran di Inspekorat<br />

Jenderal, Fino berharap agar semua aturan yang<br />

mengikat dalam proses pemintaan pembayaran<br />

dan pencairan dananya dipatuhi oleh setiap LO.<br />

Selain itu, kerja sama yang telah dibina oleh Bagian<br />

PK dengan setiap unit di lingkungan Inspektorat<br />

Jenderal dapat terus berjalan semakin baik.<br />

(KIN/VIN)<br />

Sub Bagian Perbendaharaan<br />

12<br />

VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012


Laporan Utama<br />

(Sehari-hari di Subbag Akuntansi)<br />

Bukan Hanya Laporan<br />

“Salah satu tantangan yang harus dihadapi dalam bekerja di Subbagian Akuntansi adalah<br />

ketika harus menjadi garda terdepan dalam pemeriksaan oleh auditor ekstern (BPK-RI)”<br />

Subbagian Akuntansi, dari namanya saja<br />

sudah terbayang, kira-kira apa saja tugas dan<br />

fungsi dari unit/Subbagian ini. Bagi sebagian<br />

orang, mengurus akuntansi saja mungkin, sekali<br />

lagi mungkin, akan dirasa kurang menantang,<br />

mengingat akuntansi adalah pekerjaan klerikal<br />

dan periodik. Namun tidak demikian halnya<br />

bagi para personil di Subbagian Akuntansi yang<br />

digawangi oleh Denis Yudosusilo selaku Kepala<br />

Subbagian. Dengan didampingi salah satu<br />

pelaksana di Subbagian Akuntansi, Romas Adi<br />

Saputra, <strong>Auditoria</strong> mencoba menyelami asyiknya<br />

seluk beluk pekerjaan di Subbagian Akuntansi.<br />

Dari Dokumen Menjadi Laporan, Lantas<br />

Diperiksa<br />

Sebelumnya, Subbagian ini bernama<br />

Subbagian Akuntansi dan Pelaporan, tapi kemudian<br />

berganti nama menjadi Subbagian Akuntansi saja.<br />

Subbagian ini secara khusus menangani pelaporan<br />

keuangan, termasuk di dalamnya adalah laporan<br />

perpajakan.<br />

Tugas Subbagian yang baru berdiri di<br />

tahun 2008 ini secara garis besar adalah mencatat<br />

dan melaporkan transaksi kantor (Itjen) yang<br />

bernilai uang sesuai dengan Standar Akuntansi<br />

Pemerintah. Secara teknis, untuk pencatatan<br />

tersebut dilakukan dalam Sistem Akuntansi<br />

Instansi (SAI).<br />

Sehari-hari, dasar dilakukannya<br />

pencatatan adalah SP2D yang diterbitkan oleh<br />

KPPN. Adapun untuk pencatatan aktiva (asset)<br />

Subbagian Akuntansi melakukan rekonsiliasi<br />

(pembandingan) dengan Bagian Umum c.q<br />

Subbagian Perlengkapan. Hal ini perlu dilakukan,<br />

mengingat Subbagian Akuntansi hanya mencatat<br />

nilai uangnya saja, sementara pencatatan asset<br />

ada di Subbagian Perlengkapan.<br />

Kemudian, setiap bulan Subbagian<br />

Akuntansi secara rutin melakukan rekonsiliasi<br />

dengan KPPN Jakarta II untuk memastikan akurasi<br />

dan kesamaan data, serta melakukan koreksi jika<br />

diperlukan. Untuk setiap rekonsiliasi tersebut,<br />

akan diselesaikan dengan Berita Acara Rekonsiliasi<br />

yang ditandatangani kedua belah pihak.<br />

Selaku unit pengelola akuntansi di<br />

Inspektorat Jenderal, Subbagian Akuntansi<br />

membuat dua laporan keuangan, yaitu Neraca dan<br />

Laporan Realisasi Belanja. Laporan tersebut disusun<br />

setiap bulan dan disampaikan ke KPPN. Selain<br />

itu, setiap triwulan (tiga bulan sekali), Subbagian<br />

Akuntansi juga menyusun Laporan Realisasi<br />

Belanja untuk disampaikan ke Biro Perencanaan<br />

dan Keuangan. Pekerjaan penyusunan laporan<br />

tersebut bersifat periodik, sehingga, bisa dikatakan<br />

peak season untuk Subbagian Akuntansi adalah<br />

bulan Juli serta Januari-Februari.<br />

Menurut pengakuan Romas, dibandingkan<br />

Subbagian lainnya di Bagian Perencanaan dan<br />

Keuangan, load pekerjaan di Subbagian Akuntansi<br />

relatif sedikit lebih ringan. Oleh karena itu, mulai<br />

tahun 2011, Subbagian Akuntansi mendapat<br />

limpahan pekerjaan untuk menangani laporan<br />

VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />

13


Laporan Utama<br />

perpajakan, yang sebelumnya ditangani oleh<br />

Subbagian Perbendaharaan.<br />

Secara teknis, terkait laporan perpajakan,<br />

tugas Subbagian Akuntansi adalah melaporkan<br />

data perpajakan, yaitu PPh Pasal 21 Final, 22,<br />

23, serta PPN (tidak termasuk PPh Pasal 21 Tidak<br />

Final, yang ditangani oleh Subbagian Penggajian).<br />

Selain melaporkan, Subbagian Akuntansi juga<br />

melakukan rekonsiliasi data perpajakan. Namun<br />

tetap, yang melakukan penyetoran adalah<br />

Subbagian Perbendaharaan. Output Subbagian<br />

Akuntansi yang secara langsung diterima oleh<br />

pegawai adalah bukti potong PPh yang diterbitkan<br />

tiap tahun sebagai lampiran dalam pengisian SPT.<br />

Salah satu tantangan yang harus dihadapi<br />

dalam bekerja di Subbagian Akuntansi adalah<br />

ketika harus menjadi garda terdepan dalam<br />

pemeriksaan oleh auditor ekstern (BPK-RI).<br />

Menurut Romas, “Kita garda terdepan untuk<br />

mengawal mereka terhadap apa yang kita sajikan.<br />

Jangan sampai mereka masuk ke wilayah-wilayah<br />

yang terlalu dalam, sehingga tidak sesuai dengan<br />

tujuan pemeriksaan mereka. Tujuan mereka kan<br />

cuma ngasih opini.”<br />

Dari hasil pemeriksaan oleh BPK-RI di<br />

tahun 2010, terdapat tiga temuan pemeriksaan.<br />

Kesemuanya sudah dituntaskan pada semester<br />

I 2011. Bahkan untuk pemeriksaan semester<br />

I 2011, tidak ada temuan pemeriksaan sama<br />

sekali, “Alhamdulillah tidak ada temuan cuma<br />

ada rekomendasi perbaikan. Kita koordinasikan<br />

lagi ke umum (Bagian Umum, -red.) gimana cara<br />

memperbaikinya. Rekan-rekan Bagian Umum<br />

juga bekerja keras untuk memperbaiki, seperti<br />

kode barang yang belum ada.” demikian menurut<br />

pengakuan Romas, yang merupakan alumni FE-UI<br />

dan STAN ini.<br />

Think tank-nya Perencanaan dan Keuangan:<br />

Inovasi Untuk Solusi<br />

Sebagaimana diakui Romas, apabila<br />

dibandingkan dengan Subbagian Perencanaan<br />

atau Subbagian Perbendaharaan misalnya,<br />

maka load pekerjaan di Subbagian Akuntansi<br />

relatif sedikit lebih ringan. Hal ini tidak lantas<br />

membuat para pegawai di Subbagian ini lantas<br />

leyeh-leyeh, sementara rekan-rekan lainnya sibuk<br />

menyelesaikan tugas dan tanggung jawab masingmasing.<br />

Subbagian Akuntansi tidak tinggal diam. Di<br />

tengah-tengah kesibukannya menyusun laporan,<br />

atau melakukan rekonsiliasi, Subbagian Akuntansi<br />

mencoba mencari terobosan-terobosan yang<br />

aplikatif, sesuai penuturan Romas, “Alhamdulillah<br />

tahun kemarin kita sudah bikin 2 kajian. Yang<br />

pertama kajian tentang survey kepuasan, yang<br />

kedua kajian tentang permintaan pembiayaan<br />

pengawasan.”<br />

Survey yang pertama didorong dari<br />

hasil survey yang dilaksanakan oleh Bagian<br />

Organisasi dan Tatalaksana (BOT). Dari survey<br />

yang diselenggarakan oleh BOT, terlihat masih<br />

ada kelemahan dalam pelayanan oleh Bagian<br />

Perencanaan dan Keuangan. Namun, survey<br />

tersebut belum merinci lebih jauh apa kelemahan<br />

tersebut, “Feedback-nya tidak ada, jadi feedbacknya<br />

dikembalikan ke masing-masing. OT tidak<br />

melihat kelemahan kita dimana sih, jadi cuman<br />

angka-angkanya, tapi prosesnya tidak dijabarkan<br />

secara detail.” demikian menurut Romas.<br />

Berangkat dari hal tersebut, survey<br />

dilaksanakan untuk melihat bagaimana pengguna<br />

‘menikmati’ layanan Bagian Perencanaan dan<br />

Keuangan. Dari situ terlihat bahwa salah satu<br />

kelemahan yang utama adalah pelaksanaan<br />

pembiayaan pengawasan. Kemudian, berdasarkan<br />

hasil survey tersebut, disusunlah sebuah kajian<br />

mengenai model pembiayaan pengawasan.<br />

Pada prinsipnya, kajian yang disusun<br />

merupakan usulan kepada pimpinan. Selain dari<br />

14<br />

VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012


Laporan Utama<br />

kajian, usulan-usulan terobosan yang ada juga<br />

merupakan sumbangan dari karya tulis yang<br />

disusun oleh rekan-rekan di Bagian Perencanaan<br />

dan Keuangan. Ternyata terobosan yang diusulkan<br />

diterima oleh pimpinan, sehingga sistem<br />

pelayanannya sekarang berubah. Yang paling<br />

terlihat adalah adanya meja pelayanan untuk<br />

seluruh pengurusan keuangan.<br />

Untuk tahun 2012, Subbagian Akuntansi<br />

berencana untuk menyusun e-modul tentang<br />

laporan keuangan. “Semacam e-book, tujuannya<br />

kita ingin semua orang bisa membuat LK.”<br />

demikian disampaikan Romas. Rencananya,<br />

e-modul tersebut berisi penjelasan berupa narasi<br />

mengenai laporan keuangan. Untuk melihat data<br />

yang terkait, cukup di-klik pada narasi tersebut<br />

akan langsung tersaji data yang terkait.<br />

Diharapkan dari membaca e-modul<br />

tersebut, 70% proses penyusunan laporan<br />

keuangan sudah terbayang oleh pembacanya.<br />

E-modul tersebut juga menyajikan berbagai<br />

peraturan yang terkait, sekaligus praktik dan<br />

aplikasinya sesuai dengan karakteristik Inspektorat<br />

Jenderal. E-modul itu sendiri sudah dirintis sejak<br />

tahun 2011.<br />

Selain e-modul tentang laporan<br />

keuangan, di tahun 2012, Subbagian Akuntansi<br />

juga menyusun kajian mengenai perpajakan. Ide<br />

ini berangkat dari kenyataan bahwa masih ada<br />

missmatch data dengan Bagian Umum terkait<br />

perpajakan. “Selama ini di umum sama kita suka<br />

ga match, laporan perpajakaan jadi tidak tepat.<br />

Tidak 100% benar.”<br />

Menjawab pertanyaan soal dari mana<br />

datangnya inisiatif untuk menyusun kajian-kajian<br />

atau mencari terobosan-terobosan, Romas<br />

berujar, “Dulu kan basic-nya cuma Subbag<br />

keuangan. Beberapa teman-teman pernah<br />

ngerasain bagaimana mengurus gaji. Kita melihatmelihat<br />

kenapa ya di Perbendaharaan (Subbagian<br />

Perbendaharaan,-red.) nginep sampai 5 hari.<br />

Kenapa load pekerjaan tidak selesai-selesai, apa<br />

ada masalah?” Dari situ kemudian timbul diskusi,<br />

yang pada akhirnya disepakati untuk membuat<br />

kajian yang lebih terstruktur.<br />

Suka Duka<br />

Bagi Romas, dan mungkin bagi pegawai<br />

lainnya di Subbagian Akuntansi, daya tarik bekerja<br />

di Subbagian ini adalah dapat memanfaatkan<br />

ilmu yang diperoleh di bangku kuliah. Bahkan,<br />

meskipun berlatar belakang akuntansi, Romas<br />

mengaku masih perlu banyak belajar dalam<br />

menangani seluk-beluk akuntansi pemerintahan<br />

yang jadi tugas dan tanggung jawabnya sekarang.<br />

Belum lagi perkembangan dari Standar Akuntansi<br />

Pemerintahan (SAP) sejak 2005 s.d. sekarang<br />

(2011), “Dari cuma asal ada neraca ada laporan,<br />

sampai ke yang sekarang accrual basis.” demikian<br />

menurut Romas.<br />

Selain itu, diakui pula bahwa pekerjaan<br />

di Subbagian Akuntansi relatif lebih santai. Lebih<br />

santai bukan dalam artian tidak ada target atau<br />

tenggat, akan tetapi, tenggatnya cukup panjang.<br />

Tenggat waktu penyusunan laporan keuangan<br />

bisa sampa dua bulan lebih, atau untuk laporan<br />

bulanan bisa sampai sepuluh hari kerja.<br />

Ini mungkin agak sedikit berbeda dengan<br />

Subbagian lain. Sekadar pembanding, jika di<br />

Subbagian Perencanaan tenggat waktunya lebih<br />

ketat, “Ngeri ya, tidak mau tahu, besok harus<br />

jadi. Jam 3 harus di-print ya di-print.” Meskipun<br />

diakui Romas, ketika tenggat penyusunan laporan<br />

keuangan, adakalanya Subbagian Akuntansi juga<br />

harus menginap di kantor, namun tidak sesering<br />

Subbagian lainnya.<br />

Adapun dukanya adalah perasaan<br />

sungkan dengan rekan-rekan satu bagian terkait<br />

workload. “Pada waktu pemeriksaan BPK kan yang<br />

kena ya perbendaharaan, tiga hari tidak pulang.<br />

Kita sedih juga, kok tidak bisa membantu apaapa.”<br />

Demikian salah satu pengalaman yang cukup<br />

membuat sungkan. Namun, alih-alih bersikap<br />

santai, hal tersebut justru memacu semangat<br />

Subbagian Akuntansi untuk bisa berkontribusi<br />

lebih optimal, salah satunya dengan membuat<br />

terobosan-terobosan baru.<br />

Kontribusi memang bisa hadir dalam<br />

berbagai rupa. Subbagian Akuntansi telah<br />

membuktikannya dengan cukup produktif<br />

untuk menyusun kajian-kajian yang aplikatif dan<br />

bermanfaat. “Mudah-mudahan nanti tahun 2012<br />

ada beberapa ide baru lagi.” Demikian ujar Romas<br />

seraya menutup wawancara dengan <strong>Auditoria</strong>.<br />

Inovasi tiada henti, bukan begitu, bung?<br />

(GIL/KIN/RHM)<br />

VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />

15


Laporan Utama<br />

Tahun 2011 ketika dilakukan survey<br />

atas seluruh jenis layanan Sekretariat<br />

Inspektorat Jenderal, penggajian menyabet<br />

sebagai layanan paling memuaskan. Prestasi<br />

yang cukup membanggakan Bagian Perencanaan<br />

dan Keuangan, khususnya Subbag Permintaan<br />

Pembayaran dan Penggajian (P3) ini seolah<br />

menjadi hiburan tersendiri di tengah rutinitas<br />

pekerjaan yang tak kenal henti dan komplain demi<br />

komplain yang harus dilayani. Tak banyak orang<br />

faham betul, apa sebenarnya yang dikerjakan<br />

subbag ini. Kebanyakan dari kita para Itjener hanya<br />

16<br />

Penggajian,<br />

(pernah) jadi<br />

layanan paling<br />

memuaskan<br />

VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />

tahu gaji dan TKPKN masuk di awal bulan, dan<br />

protes kalau terlambat. Maka tak ada salahnya<br />

bila kita mencoba menyelami sedikit dapur urusan<br />

yang menyangkut hajat hidup orang banyak ini.<br />

Siapa tahu, dengan sedikit pemahaman, empati<br />

kita bakal muncul dan tak sembarang protes kita<br />

lontarkan.<br />

Subbag P3 sungguh unik, karena semua proses<br />

kehidupan manusia dilayani di sini. Saat pegawai<br />

baru masuk keja, naik pangkat, naik gaji berkala,<br />

promosi jabatan, pegawai menikah, anak pegawai<br />

lahir, hingga pegawai pensiun atau bahkan<br />

meninggal, dilayani semua. Tak ada satu tahappun<br />

yang tak terkait Subbag P3.<br />

Gaji adalah unsur yang sangat-sangat penting<br />

dalam dunia kerja, termasuk di itjen. Tiap awal<br />

bulan gaji harus tepat waktu masuk ke rekening<br />

pegawai, tak ada toleransi sedikitpun. Sehari saja<br />

terlambat, telinga para pegawai Subbag P3 ini<br />

bakal siap-siap panas, diprotes orang. Baik protes<br />

yang haus maupun yang “lebih halus”. Semua<br />

harus dilayani dengan penuh kesabaran. Begitu<br />

kata dedengkot penggajian Itjen, Bu Misnem.<br />

Bayangkan, Ibu tiga anak ini telah 30 tahun<br />

berkutat dalam penggajian. Bu Misnem mengajari<br />

semua unsur Subbag P3, termasuk Kasubbag,<br />

untuk bersabar dan melayani sebaik-baiknya,<br />

apapun protes orang.<br />

Proses penggajian bulanan, diawali dengan<br />

input data di aplikasi gaji. Data awal adalah<br />

data pembayaran bulan sebelumnya. Kemudian<br />

dilakukan update terkait perubahan pegawai,<br />

misalnya SK (Surat Keputusan) kenaikan pangkat,<br />

jabatan dan sebagainya. Selain itu juga diinput<br />

data lain seperti perubahan susunan keluarga<br />

pegawai. Selesai update, dilakukan penyusunan<br />

Surat Permintaan Pembayaran (SPP) Gaji. Bersama<br />

dengan lampiran dan Arsip Data Komputer (ADK),<br />

SPP diajukan kepada Pejabat Penerbit Surat<br />

Perintah Membayar (SPM). Setelah itu diajukan<br />

kepada Kantor Pelayanan Perbendaharaan<br />

Negara (KPPN) untuk dilakukan rekonsiliasi dan<br />

pembayaran. Untuk itu harus disiapkan data


Laporan Utama<br />

pendukung, berupa fotokopi berkas-berkas<br />

terkai perubahan yang telah dilegalisir oleh<br />

Bagian Kepegawaian. Bersama dengan Arsip<br />

Data Komputer (ADK), lengkaplah sudah proses<br />

permintaan pembayaran gaji, sehingga KPPN<br />

dapat menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana<br />

(SP2D).<br />

Dengan terbitnya SP2D ini setiap awal bulan para<br />

pegawai akan menerima gaji melalui rekening<br />

masing-masing. Gaji bulanan ini disebut juga<br />

gaji induk. Seluruh proses pembayaran gaji<br />

ini ditangani oleh Mbak Analis Indriyatun dan<br />

Bu Misnem, di bawah koordinasi Kasubbag<br />

P3. Sedangkan pengarsipan hal yang tak kalah<br />

pentingnya- ditangani oleh Pak Mujiono.<br />

Selain gaji induk, setiap ada pembayaran yang<br />

terhitung mundur, atau SK terlambat diterima,<br />

dilakukan pembayaran kekurangan gaji, susulan<br />

gaji atau sering dikenal dengan istilah rapel. Ada<br />

rapel atas kenaikan gaji karena kenaikan pangkat<br />

atau KGB, ada juga rapel atas tunjangan jabatan.<br />

Di samping itu, ada juga pembayaran uang makan.<br />

Prosesnya hampir serupa, yaitu dimulai dengan<br />

input data hingga rekonsiliasi dengan KPPN.<br />

Pernikahan dan kelahiran anak<br />

pegawai tentu berdampak pada<br />

tunjangan anak dan tunjangan<br />

beras. Promosi dan mutasi<br />

jabatan tentu terkait dengan<br />

tunjangan jabatan. Pegawai<br />

pensiun, pindah atau meninggal<br />

tentu harus dihentikan gajinya.<br />

Untuk harus diterbitkan Surat Keterangan<br />

Penghentian Pembayaran (SKPP) sebagai salah<br />

satu syarat pembayaran pensiun atau gaji di tempat<br />

baru. Banyak pegawai yang belum memahami<br />

bahwa untuk diterbitkan SKPP, salah satu syaratnya<br />

adalah melampirkan Berita Acara Serah Terima<br />

(BAST) Barang Milik Negara yang dikuasainya.<br />

Keterlambatan penyerahan BAST ini seringkali<br />

terjadi, dan pegawai bersangkutan biasanya<br />

protes ke subbag P3. Jelas sekali koordinasi antara<br />

Subbag P3, Bagian Kepegawain dan unit tempat<br />

pegawai bekerja sangat diperlukan, ujar Mbak<br />

Analis.<br />

Selain gaji, setiap bulan para pegawai juga<br />

menerima Tunjangan Khusus Pembinaan Keuangan<br />

Negara (TKPKN). Dana TKPKN berasal dari Setjen.<br />

Jadi setiap bulan dihitung kebutuhan untuk<br />

pembayaran bulan berikutnya dan dimintakan<br />

ke Setjen. Sejak tahun 2012, proses pembayaran<br />

TKPKN mirip dengan prosedur pembayaran<br />

gaji. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan<br />

kontrol atas pengelolaan TKPKN. Sebagaimana<br />

gaji, pembayaran TKPKN juga sangat penting.<br />

Keterlambatan atau kekeliruan pembayaran<br />

TKPKN akan menimbulkkan protes dari pegawai.<br />

Tim TKPKN dimotori oleh Mas Darwan dan Bu<br />

Musnem. Kesabaran dan ketelitian adalah kunci<br />

sukses TKPKN tak pernah terlambat, ujar Mas<br />

Darwan. Kalau soal komplain, rata-rata pegawai<br />

Subbag P3 sudah terbiasa mengalaminya.<br />

Pekerjaan mengelola gaji dan TKPKN penuh<br />

dengan suka duka. Setiap awal bulan saat<br />

wajah-wajah para pegawai Itjen berbinar-binar<br />

menatap angka-angka di rekening mereka, itulah<br />

saat yang membahagiakan. Atau ucapan terima<br />

kasih dari para pegawai<br />

Banyak pegawai yang belum memahami<br />

bahwa untuk diterbitkan SKPP, salah satu<br />

syaratnya adalah melampirkan Berita<br />

Acara Serah Terima (BAST) Barang Milik<br />

Negara yang dikuasainya.<br />

–meskipun jarang- tentu<br />

sedikit banyak membuat<br />

kelelahan tertebus.<br />

Apresiasi dari atasan juga<br />

cukup menghibur.<br />

Tahun 2011, Subbag P3<br />

meluncurkan layanan<br />

VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />

17


Laporan Utama<br />

Surat Keterangan Penghasilan (SKP) online.<br />

Permohonoan SKP dapat dilakukan dengan cara<br />

yang lebih praktis dan cepat (1x24jam). Caranya:<br />

pemohon SKP mengirim sms dengan format<br />

SKP#Nama#NIP#Unit Kerja#Keperluan (untuk<br />

kredit, sebutkan nama bank) ke nomor BagPK<br />

onLINE 082124015015. Setelah itu, pemohon akan<br />

menerima sms respon bahwa permohonan telah<br />

diterima. Selanjutnya Subbag P3 akan memproses<br />

pembuatan SKP. Jika sudah selesai, Pemohon<br />

akan kembali menerima sms pemberitahuan dan<br />

dapat segera mengambil SKP di meja pelayanan<br />

Bagian PK. Respon atas layanan ini sungguh luar<br />

biasa. Beberapa petinggi Itjen menyampaikan<br />

apresiasi atas terobosan ini. Apresiasi dan respon<br />

positif semacam ini sungguh sangat mendorong<br />

semangat Subbag P3 dalam berkarya.<br />

Di samping suka, tentu tak sedikit duka dalam<br />

mengelola penggajian. Komplain sudah pasti.<br />

Satu hal yang selalu bikin haru adalah<br />

ketika ada pegawai meninggal.<br />

Keluarga pegawai tersebut<br />

biasanya akan datang untuk<br />

berbagai keperluan,<br />

seperti menyerahkan<br />

berkas-berkas terkait<br />

kematian, mengambil<br />

tabungan koperasi,<br />

SKPP, gaji terusan, dan<br />

sebagainya. Subbag P3<br />

pernah –beberapa kalidisuguhi<br />

pemndangan<br />

yang sangat mengharukan,<br />

seperti janda pegawai yang<br />

datang dengan menggandeng<br />

tangan seorang anak kecil, sementara di luar<br />

hujan deras. Hal-hal seperti ini akan menambah<br />

kekayaan perasaan kita dan penghargaan terhadap<br />

sesama.<br />

Bekerja di Subbag ini juga membuat kita tahu<br />

berapa penghasilan sesungguhnya. Ada pegawai<br />

yang begitu besar utangnya sehingga tak lagi<br />

menerima penghasilan. Hal seperti ini juga<br />

memberi pelajaran hidup yang luar biasa. Alhasil,<br />

18<br />

VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />

kekompakan antara Bu Misnem, Pak Mujiono, Mas<br />

Darwan, Mbak Analis, Mbak Diana dan Pak Hisyam<br />

sebagai Kasubbag terjalin secara alamiah.<br />

Selain gaji dan TKPKN, ada satu lagi kegiatan<br />

Subbag P3 yang tak kurang pentingnya. Subbag<br />

P3, sesuai dengan namanya merupakan perantara<br />

Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) –terutama<br />

pengadaan barang dan jasa- dan Pejabat<br />

Penerbit SPM. Subbag ini –dilakukan oleh Diana<br />

Laurencia- melakukan verifikasi secara<br />

formal atas permintaan pembayaran<br />

dari PPK. Segala persyaratan yang<br />

harus dipenuhi sesuai dengan<br />

ketentuan dilengkapi di sini.<br />

Kekuranglengkapan atau<br />

kesalahan SPP bisa berakibat<br />

dikembalikan kepada PPK.<br />

Setelah selesai diverifikasi,<br />

SPP beserta seluruh<br />

lampirannya diajukan kepada<br />

Pejabat Penerbit SPM. Apabila<br />

sudah benar dan diterbitkan<br />

SPM, kemudian diajukan kepada<br />

KPPN untuk diterbitkan SP2D.<br />

Akhir tahun adalah saat luar biasa buat<br />

Diana. Berkas yang masuk biasanya memang jauh<br />

lebih banyak. Bekerja di luar hari kerja normalpun<br />

mesti dijalani. Tapi dengan kebersamaan di Bagian<br />

PK, hal-hal seperti in bukanlah masalah.<br />

(CWL/DUM/KIN/RHM)


Liputan Khusus<br />

Idealkah Proses Mutasi di Itjen??<br />

“Mutasi lebih ditekankan untuk<br />

memenuhi kebutuhan organisasi,<br />

penyegaran dan peningkatan kinerja<br />

serta kompetensi pegawai dalam rangka<br />

efektivitas kerja organisasi tersebut.”<br />

Dalam praktek organisasi yang sehat,<br />

dibutuhkan penyelaras antara kebutuhan<br />

organisasi dengan kebutuhan para<br />

pegawai di dalamnya. Di suatu organisasi kita<br />

mengenal adanya bagian HRD atau bagian<br />

Kepegawaian yang mengakomodir kebutuhan<br />

itu semua. Begitu pula di Inspektorat Jenderal<br />

Kemenkeu, semua kegiatan yang berhubungan<br />

pegawai, mulai dari rekruitmen, penempatan<br />

pegawai, pembinaan, dan pengembangan<br />

pegawai dikelola dengan baik di unit kerja ini.<br />

Berbicara mengenai efektifitas kerja dari seorang<br />

pegawai, penting bagi sebuah organisasi<br />

mengetahui dan memahami kompetensi<br />

yang dimiliki pegawai kesesuaiannya dengan<br />

penempatan pegawai dalam organisasi tersebut.<br />

Oleh karena itu, mutasi dinilai sebagai suatu<br />

tools yang membantu organisasi meningkatkan<br />

efektivitas kerja pegawainya. Perihal mengetahu<br />

sejauh apa pelaksanaan mutasi di Itjen, reporter<br />

<strong>Auditoria</strong> mencoba untuk melakukan wawancara<br />

khusus kepada Kepala Subbagian Assessment dan<br />

Mutasi - Bagian Kepegawaian Sekretariat Itjen<br />

Kemenkeu.<br />

Menurut Bapak, seberapa penting proses<br />

mutasi dalam sebuah organisasi?<br />

Jadi suatu praktek organisasi yang sehat itu<br />

memang perlu menyiasati kebutuhan organisasi<br />

maupun kebutuhan para pegawainya. Mutasi<br />

merupakan suatu tools dalam suatu organisasi<br />

dimana kita berupaya agar penempatan pegawai<br />

itu disesuaikan dengan kebutuhan organisasi,<br />

disesuaikan dengan kompetensi maupun keahlian<br />

orang tersebut. Disamping itu, salah satu alasan<br />

mutasi yaitu untuk penyegaran dan yang cukup<br />

penting adalah menghindari terjadinya konflik<br />

kepentingan maupun praktek-praktek yang<br />

mengarah pada tindakan korupsi. Terkait dengan<br />

penyegaran tadi lebih menitikberatkan pada<br />

peningkatan motivasi pegawai dan pengembangan<br />

kompetensi pegawai itu sendiri.<br />

Bagaimana proses mutasi di Itjen?<br />

Untuk pola mutasi sebelum tahun 2009 seperti<br />

di Itjen ketika tahun 2008 terjadi mutasi besarbesaran<br />

memang tidak ada aturan yang dipakai.<br />

Sehingga penilaian lebih mengarah pada deskresi<br />

pimpinan dengan mengukur kebutuhan unit,<br />

dengan pertimbangan-pertimbangan waktu itu<br />

maka dilakukanlah mutasi. Rujukan dilaksankaan<br />

mutasi belum ada, sehingga jauh lebih fleksibel,<br />

sekarang karena kita sudah memliki PMK, peraturan<br />

Irjen sebagai turunannya, kita mempunyai dasar<br />

yang lebih kuat. Peraturan Inspektur Jenderal<br />

PER-04/IJ/2011 yang menetapkan kriteria-kriteria<br />

tentang mutasi itu sendiri. Kriteria utama lebih<br />

pada masa kerja. Jadi kita sudah tentukan untuk<br />

para pejabat fungsional auditor akan dimutasi<br />

apabila mereka telah menduduki jabatan selama<br />

3-6 tahun, jabatan struktural 3-5 th, sementara<br />

untuk pelaksana lebih fleksibel ditentukan masa<br />

kerja 1-8 tahun.<br />

VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />

19


Liputan Khusus<br />

Sejauh ini, proses mutasi yang ada di Itjen<br />

mengarah pada peraturan irjen tersebut,<br />

sehingga kita berusaha sesuai dengan aturan<br />

main yang ada. Itu konsep yang kita tawarkan.<br />

Tapi pada akhirnya konsep tersebut nanti akan<br />

disampaikan pada rapat badan pertimbangan<br />

jabatan dan kepangkatan (baperjakat) dan badan<br />

pertimbangan jabatan fungsional (baperjafung),<br />

disanalah pimpinan Inspektur jenderal akan<br />

memutuskan dengan mempertimbangkan hal-hal<br />

yang sifatnya strategis.<br />

Bagaimana metode pelaksanaan mutasi di<br />

Itjen?<br />

Pertama kita membuat identifikasi seluruh<br />

pegawai yang ada di database, kita identifikasi<br />

jumlah pegawai yang ada sebenarnya dan juga<br />

dengan formasi kebutuhan. Nanti selanjutnya kita<br />

lihat pegawai dari setiap Inspektorat/Bagian yang<br />

memenuhi kriteria mutasi, seperti misalnya masa<br />

kerja, kesesuaian antara kompetensi dan jabatan,<br />

hasil penilaian kinerja, dan juga kebutuhan<br />

organisasi. Jadi kita ambil kriteria-kriteria tersebut<br />

dan kita tandai orang-orang yang memenuhi<br />

untuk dimutasi. Konsep kita buat, dan di rapat<br />

kita sajikan dan presentasikan, kemudian nanti<br />

pimpinan itjen yang akan memutuskan, apakah<br />

setuju dengan konsep awal atau bisa juga dengan<br />

mempertimbangkan hal-hal yang urgent, misalnya<br />

terkait asistensi Laporan keuangan, sehingga<br />

mereka masih membutuhkan tenaga pegawai<br />

yang bersangkutan sehingga meminta untuk<br />

sementara jangan dimutasi. Sehingga ada hal-hal<br />

yang sifatnya strategis yang dimasukkan menjadi<br />

hal-hal yang pertimbangan mutasi itu.<br />

Menurut Bapak, apakah aturan dalam<br />

peraturan tersebut cukup ideal?<br />

Kira-kira pertimbangannya adalah 1 tahun<br />

pertama adalah orang menyesuaikan dengan<br />

lingkungannya, tahun ke-2 menyesuaikan,<br />

belajar, dan mulai bekerja dengan baik sesuai<br />

dengan apa yang telah dipelajari dan alami. Dan<br />

tahun ke3 mulai mengembangkan pekerjaannya<br />

dan kreatifitas, inovasi , dsb. Kami merasakan<br />

puncaknya adalah pada tahun ke-3, sehingga<br />

pada tahun tsb pegawai tersebut dinilai cukup<br />

menguasai. Alasan dibatasi dalam waktu 6 tahun<br />

karena harapannya mereka tidak mentok di tempat<br />

yang sama, dan mungkin mereka mengaami masa<br />

jenuh dan perlu mendapatkan ilmu yang lain.<br />

Batasan 6 tahun itu dengan pertimbangan mereka<br />

bisa segar lagi, mengikuti siklus untuk belajar lagi,<br />

20<br />

VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />

mengembangkan kreatifitas lagi, dengan siklus<br />

tersebut diharapkan organisasi berjalan dengan<br />

sehat dan lebih efektif.<br />

Sesuai core business Itjen sebagai pengawas<br />

internal Kemenkeu, idealnya diperlukan<br />

kompetensi pegawai yang lebih baik,<br />

bagaimana Bapak menyikapi hal tersebut?<br />

Kita menyiasatinya dengan tidak melakukan<br />

mutasi secara sekaligus di satu unit, semisal untuk<br />

periode tahun 2012 ini, tidak seluruhnya dimutasi,<br />

kita lakukan bertahap. Kita ganti yang sudah<br />

demikian lama, kita harapkan mereka dipindahkan<br />

ke tempat baru jauh lebih bermanfaat, jauh lebih<br />

termotivasi lagi untuk belajar. Kita masukkan<br />

orang-orang yang lebih fresh untuk belajar. Kita<br />

menyiasatinya dengan mutasi secara berkala, jadi<br />

sebagian kita mutasi, dan sebagian besar masih<br />

tetap ditempat tersebut, yang baru masuk belajar,<br />

dan secara bertahap bisa menyesuaikan. Jadi<br />

arahannya supaya organisasi ini tetap dinamis dan<br />

tidak statua quo, tidak menciptakan comfort zone,<br />

sehingga orang-orang tidak jenuh dan kurang<br />

kreatif.<br />

Apakah atasan langsung dari pejabat yang<br />

akan dimutasi dilibatkan dalam pembahasan<br />

sebelum proses mutasi tersebut dilakukan?<br />

Jadi beberapa langkah sebelum dilakukan mutasi<br />

adalah mengirimkan nota dinas permintaan,<br />

identifikasi yang dinamakan key-person, merekalah<br />

yang kita anggap merupakan tulang punggung<br />

di unit tersebut, kita berharap adanya informasi<br />

ini, ketika pertimbangan mutasi ini, sedapat<br />

mungkin key-person akan kita tahan,karena<br />

dialah sekelompok orang yang merupakan tenaga<br />

inti di bagian itu, sehingga kita berusaha untuk<br />

dipertimbangkan. Sehingga mutasi ini tidak akan<br />

menggoyahkan organisasi ini, tapi tetap tegak,<br />

karena tiang-tiang ini tetap kita pertahankan. Jadi<br />

mungkin bentuk komunikasinya seperti itu.<br />

Terkait dengan adanya ketidakpuasan<br />

pejabat/pegawai atas mutasi, bagaimana<br />

Bapak menyikapi hal tersebut?<br />

Pada dasarnya kita sesuai dengan peraturan, jadi<br />

yang melewati masa kerja kita usulkan untuk di<br />

mutasi, kemudian kita tawarkan, rapat baperjakat<br />

itu dihadiri pula oleh para pimpinan-pimpinan<br />

juga, jika pimpinan menganggap pegawai sudah<br />

melewati batas maksimum, dia mungkin bisa<br />

dipertahankan dengan pertimbangan yang<br />

mereka kemukakan, jadi masih sangat mungkin


Liputan Khusus<br />

dipertahankan oleh pimpinannya. Untuk unit<br />

sekretariat kita juga sudah mengumpulkan para<br />

kepala bagian, kita sampaikan, sebelum menjadi<br />

keputusan, kita sudah tanyakan pendapat<br />

mereka supaya proses mutasi berjalan mulus<br />

dan tidak terjadi goncangan. Sehingga pimpinanpimpinan<br />

sebenarnya sudah mengetahui dan bisa<br />

memahami, jika pimpinan menginginkan untuk<br />

seseorang tidak dimutasi, mereka seharusnya<br />

menyampaikan argumentasinya. Sejauh ini<br />

kepegawaian hanya sebagai fasilitator saja.<br />

Sejauh ini apa saja kendala yang dihadapi Sub<br />

Bagian Mutasi dalam mengiring proses mutasi<br />

di Itjen?<br />

Masalahnya sebenarnya tidak terlalu signifikan.<br />

Namun kendala utama adalah bagaimana<br />

sosialisasi mengenai mutasi ini bisa dilakukan, jadi<br />

harapannya orang paham organisasi dilakukan<br />

untuk kebaikan organisasi dan diri orang tersebut,<br />

baik dari sisi potensi, maupun kinerja orang<br />

tersebut. Mungkin yang ingin kita dapat adakah<br />

kesepahaman dengan pegawai tersebut. Jadi<br />

gejolak-gejolak yang terjadi adalah orang agak sulit<br />

melepas lingkungan kerja yang mereka anggap<br />

sudah nyaman, untuk ke tempat baru agak sulit,<br />

tapi itu adalah transisi dan tidak lama. Suatu saat<br />

akan beradapsi ke tempat baru dan akan berjalan<br />

dengan baik. Jadi kendala lebih pada proses<br />

transisi yang belum mulus.<br />

Untuk memperbaiki proses mutasi di Itjen, apa<br />

saja yang sudah dilakukan?<br />

Jadi memang karena kita selalu menggunakan<br />

rujukan dari Pembina kepegawaian yaitu Biro<br />

SDM, jadi kita selalu merujuk kebijakan dari sana,<br />

kita memang usahakan beberapa variasi dari<br />

mutasi misalnya melalui penugasan sementara<br />

atau perbantuan. Seperti yang di IBI kebutuhan<br />

pegawai disana dengan ketetuan khusus untuk<br />

rekruitmen di IBI maka kita menggunakan<br />

perbantuan sementara. Itu bisa dikatakan mutasi<br />

dengan variasi yang berbeda. Atau misalnya<br />

kebutuhan dari unit tertentu yang membutuhkan<br />

orang jadi kita menggunakan penugasan<br />

sementara. Jadi sebelum permanen sudah kita<br />

uji coba juga. Kalau benchmarking agak sulit<br />

karena sifat rekruitmen yang berbeda. Di swasta<br />

misalnya, mereka cenderung hanya untuk suatu<br />

posisi yang terbuka, sehingga mudah orang ada<br />

disana. Sedangkan kita rekruitmen berbeda,<br />

sementara kita harus mempersiapkan orangorang<br />

semisal untuk auditor, harus persiapan<br />

sekian lama untuk auditor. Jadi sejauh ini belum<br />

dilakukan benchmarking secara sempurna, tapi<br />

kita belajar dari mutasi yang kemarin-kemarin.<br />

Jadi kita berusaha ke depan sesuai renstra agar<br />

ke depan penempatannya sesuai GPMnya (pas).<br />

Jadi yang kurang-kurang diusahakan dimutasi<br />

supaya berkembang, kinerja lebih mantap dan<br />

latar belakang pendidikan mendukung. Jadi kita<br />

learning organization juga kita mengarah kesana.<br />

Apa saran dan masukan Bapak untuk perbaikan<br />

proses mutasi di tahun mendatang?<br />

Kekurangan pegawai sehingga kebutuhan pegawai<br />

itu cukup banyak dibanding jumlah pegawai yang<br />

ada. Sehingga untuk ke depan setiap tahun kita<br />

ada rekruitmen, jadi dengan jumlah pegawai yag<br />

tersedia, jadi lebih ideal SDM di masing-masing<br />

unit kerja, jadi proses pelaksanaan tugas menjadi<br />

lebih lancar.<br />

Kebijakan sebagaimana yang digariskan oleh<br />

pimpinan adalah kita berusaha supaya menjadi<br />

instansi yang terbuka, dalam artian kita mampu<br />

menghasilkan SDM yang berkompetensi tinggi<br />

dan berkualitas bagus sehingga bisa kita tawarkan<br />

di unit-unit lain. Jadi jika unit lain membutuhkan,<br />

kita punya potensi besar untuk itu. Jadi di itjen bisa<br />

sebagai tempat orang belajar lebih baik dan di lain<br />

pihak membawa organisasi lebih baik. Sehingga<br />

setiap individu di Itjen bisa terpuaskan dalam segi<br />

professional curve nya meningkat.<br />

Kedepannya, Kita juga perlu melakukan evaluasi<br />

terhadap mutasi, dlm artian sebelum dan sesudah<br />

mutasi kita lihat terhadap peningkatan kinerja dan<br />

pencapian iku, jadi harus kita buat korelasinya<br />

dengan mutasi. Sehingga salah satu penilaian<br />

dari keberhasilan mutasi adalah ikut menjadi<br />

lebih baik, ikut meningkat, dll. Selain itu kita juga<br />

akan menyusun yang namanya carrier planning ,<br />

jadi kita berusaha setiap orang karirnya dengan<br />

baik, sehingga ketika dibutuhkan profesi jabatan<br />

tertentu kita bisa menyiapkan dengan kualitas<br />

yang baik pula. Ini juga dari hasil proses mutasi<br />

yang baik juga saya kira. Kadang-kadang SDM<br />

yuang naik hanya di satu tempat saja mungkin bisa<br />

kita sharing pengetahuan dan kemampuannya di<br />

tempat lain untuk membangun. Jadi setiap unit<br />

itu sama pengetahuan dan kemampuan yang baik.<br />

Jadi tidak satu unit bagus dan lainnya kurang. Jadi<br />

kita bisa menularkan itu dari proses mutasi.<br />

(DIT/CWL)<br />

VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />

21


Liputan Khusus<br />

MENGAPA MESTI ADA MUTASI?<br />

Dalam suatu organisasi terdapat beberapa<br />

elemen penting yang saling terkait, salah<br />

satunya adalah sumber daya manusia.<br />

Sebagaimana elemen organisasi yang lain, sumber<br />

daya manusia harus dikelola dengan baik. Bahkan<br />

sering dikatakan bahwa pengelolaan organisasi<br />

pada dasarnya adalah proses pengelolaan manusia,<br />

hal ini dikarenakan jika dibandingkan dengan<br />

elemen-elemen lainnya, manusia merupakan<br />

elemen yang paling dinamis dan kompleks. Tidak<br />

dipungkiri dalam pemanfaatannya pun dinilai<br />

harus cermat mengingat keterbatasan yang ada.<br />

Disinilah peran sebuah manajemen organisasi<br />

dinilai cukup penting, karena proses manajemen<br />

yang baik harus bisa memanfaatkan keterbatasan<br />

tersebut demi tercapainya suatu tujuan organisasi.<br />

Manajemen SDM dapat didefinisikan<br />

sebagai suatu proses perencanaan,<br />

pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian<br />

sumber daya dalam rangka pencapaian tujuan<br />

organisasi. Dalam rangka pencapaian tujuan<br />

organisasi tersebut, terciptanya motivasi dan<br />

peningkatan kerja para pegawai menjadi salah<br />

satu tolok ukur. Sebuah analisis yang dilakukan<br />

oleh Diyah Dumasari Siregar ST, MM, menyatakan<br />

bahwa karyawan (pegawai) dan perusahaan<br />

(organisasi) merupakan dua hal yang tidak bisa<br />

dipisahkan. Pegawai memegang peran utama<br />

dalam menjalankan roda kehidupan organisasi.<br />

Apabila pegawai memiliki produktivitas dan<br />

motivasi kerja yang tinggi, maka laju roda organisasi<br />

pun akan berjalan kencang, yang akhirnya akan<br />

menghasilkan kinerja dan pencapaian yang baik<br />

bagi organisasi.<br />

22<br />

“Pada dasarnya mutasi termasuk<br />

dalam fungsi pengembangan<br />

karyawan, karena tujuannya<br />

adalah untuk meningkatkan<br />

efisiensi dan efektivitas kerja<br />

dalam suatu organisasi”<br />

VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />

Mutasi : Sebuah Definisi<br />

Implementasi dari hal-hal diatas tidak<br />

mudah. Oleh karena itu salah satu langkah yang<br />

dilakukan organisasi untuk peningkatan efisiensi<br />

dan efektivitas kerja pegawainya adalah dengan<br />

melakukan proses mutasi. Kebijakan organisasi<br />

untuk melakukan mutasi merupakan sesuatu yang<br />

sangat normatif. Menurut berbagai sumber, mutasi<br />

dalam suatu organisasi memiliki beberapa definisi<br />

yang beragam. Menurut H. Malayu S.P. Hasibuan<br />

(2008) menyatakan bahwa mutasi adalah suatu<br />

perubahan posisi/jabatan/tempat/pekerjaan yang<br />

dilakukan baik secara horizontal maupun vertical<br />

di dalam suatu organisasi.<br />

Pada dasarnya mutasi adalah fungsi<br />

pengembangan pegawai karena tujuannya untuk<br />

meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja<br />

dalam perusahaan (pemerintahan) tersebut.<br />

Sedangkan menurut Sastrohadiwiryo (2002)<br />

mutasi adalah kegiatan ketenagakerjaan yang<br />

berhubungan dengan proses pemindahan fungsi,<br />

tanggung jawab, dan status ketenagakerjaan yang<br />

berhubungan dengan proses pemindahan fungsi,<br />

tanggung jawab, dan status ketenagakerjaan<br />

tenaga kerja ke situasi tertentu dengan tujuan<br />

agar tenaga kerja yang bersangkutan memperoleh<br />

kepuasan kerja yang mendalam dan dapat<br />

memberikan prestasi kerja yang semaksimal<br />

mungkin kepada perusahaan. Jadi dapat<br />

disimpulkan bahwa mutasi diartikan sebagai<br />

perubahan mengenai atau pemindahan kerja/


Liputan Khusus<br />

jabatan lain dengan harapan pada jabatan baru<br />

pegawai tersebut dapat lebih berkembang.<br />

Dari definisi tersebut, kita dapat mengulas<br />

lebih dalam mengenai berbagai jenis mutasi yang<br />

ada dalam suatu organisasi. Diantaranya adalah<br />

promosi, dimana mutasi jenis ini sering dikenal<br />

sebagai bentuk apresiasi atas kinerja seseorang<br />

yang dinilai diatas standar yang ditetapkan dalam<br />

organisasi dan perilakunya yang sangat baik.<br />

Selain promosi, kita sering mendengar rotasi, yang<br />

sering diartikan sebagai perpindahan seseorang<br />

dari satu jabatan ke jabatan baru yang setara.<br />

Rotasi seringkali dilakukan dengan tujuan agar<br />

pegawai memiliki pengetahuan dan pemahaman<br />

baru dan juga diharapkan dapat menghilangkan<br />

rasa jenuh bekerja pada suatu posisi. Sedangkan<br />

jenis mutasi yang sering dinilai pegawai sebagai<br />

suatu hukuman dari organisasi adalah demosi.<br />

Demosi merupakan perpindahan dari satu<br />

jabatan ke jabatan baru yang lebih rendah. Hal<br />

ini seringkali dilakukan karena ketidakmampuan<br />

pegawai dalam memenuhi sasaran kerja yang<br />

telah ditetapkan atau dengan kata lain tidak<br />

perform. Dalam prakteknya setiap organisasi<br />

melakukan mutasi yang bervariasi sesuai dengan<br />

karakteristik, kompetensi organisasi dan individu<br />

pegawainya, dan kondisi kesehatan organisasi.<br />

The Right Man On The Right Place<br />

Mutasi merupakan bagian integral dari<br />

sistem keorganisasian. Dalam pelaksanaan mutasi<br />

yang sehat, tidak memungkiri bahwa perencanaan<br />

strategis merupakan dasar dari pelaksanaan<br />

mutasi. Perencanaan strategis dilakukan dengan<br />

pemetaan potensi, performa pegawai dan juga<br />

perilaku pegawai dalam organisasi tersebut. ‘The<br />

right man on the right place’ merupakan prinsip<br />

utama yang mendasari penyelenggaraan mutasi<br />

dalam organisasi. Selain itu, penetapan mutasi<br />

harus didasari oleh kebijkan dan peraturan dalam<br />

organisasi tersebut yaitu dengan dikeluarkan oleh<br />

pimpinan puncak organisasi setelah melalui rapatrapat<br />

pimpinan dan rapat di lini terbawah. Namun<br />

demikian, mutasi tersebut sebaiknya diusulkan<br />

oleh pimpinan devisi, hal ini mengingat mereka<br />

lah yang paling tahu perkembangan pegawai dan<br />

kondisi devisinya. Sejauh ini peran dari divisi SDM<br />

atau lebih kita kenal dengan Bagian Kepegawaian<br />

hanya sebagai fasilitator yang menjembatani<br />

proses mutasi dalam organisasi berjalan dengan<br />

baik. Menghindari pragmatisme dalam penetapan<br />

mutasi merupakan tindakan yang bijaksana. Kita<br />

sebaiknya tidak memaksakan melaksanakan<br />

sesuatu, semisal dengan melakukan mutasi besarbesaran<br />

demi penyegaran pegawai. Hal ini dapat<br />

dijembatani dengan peningkatan hubungan<br />

kemitraan kerja dan pengembangan suasana<br />

belajar yang efektif.<br />

Keseluruhan pelaksanaan tersebut<br />

hanya mengacu pada perwujudan mutasi yang<br />

dinilai obyektif dan rasional bagi pegawai dan<br />

juga tercapainya peningkatan efektivitas dan<br />

efisiensi bagi organisasi. Pentingnya perencanaan<br />

strategis dalam mengawali pelaksanaan mutasi<br />

dibenarkan oleh Kasubbag Assessment dan<br />

Mutasi Bagian Kepegawaian Sekretariat Itjen<br />

Kemenkeu, Jimmi Lapotulo, S.E., Ak., M.Si., MBA.<br />

Menurutnya, setelah dikeluarkannya peraturan<br />

terbaru yang spesifik di Itjen Kemenkeu terkait<br />

mutasi, yaitu Peraturan Inspektorat Jenderal<br />

PER-04/IJ/2011, segala bentuk mutasi harus<br />

merujuk pada peraturan tersebut. Dalam<br />

prosesnya pun, pelaksanaan mutasi di Itjen telah<br />

melalui beberapa rapat pendahuluan yaitu Rapat<br />

Badan Perimbangan Jabatan dan Kepangkatan<br />

(Baperjakat) dan Rapat Badan Pertimbangan<br />

Jabatan Fungsional (Baperjapung) yang dihadiri<br />

Inspektur Jenderal selaku pimpinan puncak dan<br />

seluruh Inspektur dan Kepala Bagian di Sekretariat<br />

untuk mendiskusikan hal ini.<br />

VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />

23


Liputan Khusus<br />

Namun, banyak juga pegawai yang menganggap<br />

mutasi sebagai sebuah kata yang menyeramkan.<br />

Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan pegawai<br />

tersebut sudah merasa nyaman dengan tempat<br />

kerja sebelumnya dan ketakutan untuk beradaptasi<br />

dengan lingkungan kerja yang baru.<br />

Mutasi dan Kaitannya dengan Motivasi Kerja<br />

Pegawai<br />

Kebijakan organisasi untuk melaksanakan<br />

mutasi secara berkala merupakan suatu hal yang<br />

mutlak dilakukan. Dalam instansi pemerintah<br />

misalnya, mutasi dilakukan untuk menghindari<br />

adanya penyimpangan dalam pelaksanaan<br />

tugas karena pejabat/pegawai tersebut telah<br />

terlalu lama dan nyaman dengan jabatan serta<br />

lingkungan kerjanya. Hakikatnya, mutasi adalah<br />

sebuah bentuk perhatian pimpinan terhadap<br />

bawahannya. Beberapa kasus misalnya, mutasi<br />

dinilai merupakan sebuah berkah dikarenakan<br />

pegawai yang bersangkutan merasa bosan dan<br />

tidak puas dengan suasana kerja sebelumnya.<br />

Dari kedua kasus diatas, dapat diketahui<br />

bersama mutasi yang notabene bertujuan untuk<br />

peningkatan capability pegawai, ternyata juga<br />

dapat memberi pengaruh yang kurang baik.<br />

Kegairahan kerja pegawai pasca mutasi seringkali<br />

memperburuk produktivitas mereka. Penilaian<br />

mutasi sebagai suatu hukuman dan juga perasaan<br />

cinta yang teramat sangat pada pekerjaan<br />

sebelumnya membuat seorang pegawai enggan<br />

menikmati pekerjaan barunya. Jalan yang dinilai<br />

cukup efektif untuk menghindari permasalahan<br />

ini adalah dengan melakukan proses mutasi<br />

secara berkala dan sesuai dengan prosedur yang<br />

berlaku. Prosedur yang dimaksudkan disini adalah<br />

ketepatan Subbagian Mutasi sebagai fasilitator<br />

untuk melakukan pemetaan pegawai dengan<br />

perencanaan strategis yang cukup matang, Selain<br />

itu mengindahkan kriteria-kriteria mutasi yang<br />

telah ditetapkan dalam Peraturan Inspektorat<br />

Jenderal PER-04/IJ/2011 diantaranya pejabat<br />

fungsional untuk masa kerja 3-6 tahun, pejabat<br />

sekretariat untuk masa kerja 3-5 tahun dan juga<br />

pelaksana dengan masa kerja 1-8 tahun, dinilai<br />

juga memberikan pengaruh yang signifikan dalam<br />

memberikan rasa keadilan bagi seluruh pejabat/<br />

pegawai untuk menilai pelaksanaan mutasi yang<br />

ada selama ini. Secara tidak langsung, harapan<br />

untuk membentuk pemahaman tunggal atas<br />

tujuan dari pelaksanaan mutasi dapat terbangun<br />

dengan baik.<br />

(DIT)<br />

Penilaian mutasi sebagai suatu<br />

hukuman dan juga perasaan<br />

cinta yang teramat sangat pada<br />

pekerjaan sebelumnya membuat<br />

seorang pegawai enggan<br />

menikmati pekerjaan barunya<br />

24<br />

VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012


Liputan Khusus<br />

“Nikmatnya” Mengelola Mutasi<br />

Subbagian Assessment dan Mutasi Kepegawaian : rahasia jabatan di atas pertemanan<br />

Menjaga kerahasiaan dokumen atau informasi<br />

dalam sebuah organisasi merupakan hal<br />

yang wajib dilakukan oleh pejabat/pegawai<br />

yang mengetahuinya. Mengapa demikian? Hal ini<br />

dikarenakan isi dokumen tersebut bersifat penting,<br />

menyangkut beberapa pihak dan kadang memberikan<br />

dampak yang cukup berpengaruh. Begitu pula yang<br />

ada di Inspektorat Jenderal, seperti yang dilakukan<br />

oleh pejabat/pegawai di Bagian Kepegawaian c.q.<br />

Subbagian Assessment dan Mutasi Kepegawaian<br />

yang benar-benar merahasiakan identitas pejabat/<br />

pegawai yang diusulkan untuk dimutasi sebelum<br />

Surat Keputusan dikeluarkan. Ini bukan perkara yang mudah bagi para pegawai ini, seperti yang<br />

dilontarkan seorang pegawai Subbagian Assessment dan Mutasi Kepegawaian, Talitha Syabana bahwa<br />

untuk menjaga informasi tersebut kadangkala berbenturan dengan kepentingan pribadinya, dimana ia<br />

harus tetap bersikap professional meskipun reka kerja terdekat yang meminta informasi tersebut. hal ini<br />

tidak dipungkiri oleh pegawai lainnya di Subbagian ini, seperti Suryo dan Awan Gundita. Mereka menilai<br />

bekerja di Subbagian ini layaknya bekerja di unit lainnya yang penuh dengan dinamika dan tekanan<br />

pekerjaan, termasuk didalamnya menjaga informasi yang dinilai rahasia. Mereka yang cukup lama bekerja<br />

di Bagian Kepegawaian telah mengemban rahasia terkait mutasi, hasil penilaian assessment dan hal-hal<br />

lain. Bagi mereka, apa yang mereka lakukan adalah benar karena ini semua diatur dalam kode etik pegawai.<br />

Awan Gundita, pegawai yang lebih involve di Assessment Center, juga mengalami hal yang serupa, dimana<br />

dirinya harus menjaga kerahasiaan angka-angka skoring kompetensi pegawai hasil assessment. Pilihan<br />

yang dilematis ketika ada pejabat atau pegawai senior menanyakan hasil tersebut kepada dirinya, dan<br />

disisi lain ia harus menjaga informasi tersebut. “Jika terjadi hal seperti ini, biasanya saya pura-pura lupa<br />

atau menghindar”, tambah Awan dengan canda.<br />

Menanggapi kritik pedas yang tidak jarang<br />

dilontarkan kepada Subbagian Assessment dan<br />

Mutasi Kepegawaian, beberapa pelaksana Subbagian<br />

ini sepakat bahwasanya segala hal yang mereka<br />

lakukan adalah sebuah tugas yang selayaknya<br />

diemban dengan menjunjung profesionalisme kerja.<br />

Seringkali mereka pun sedikit menyesalkan anggapan<br />

miring dari rekan kerja atas kerahasiaan informasi,<br />

namun yang selalu mereka tegaskan adalah apa yang<br />

mereka lakukan hanya sekedar mengakomodir untuk<br />

menyusun usulan sesuai ketentuan yang tertuang<br />

dalam PER-04/IJ/2011 dan kemudian menghasilkan<br />

sebuah output berupa Surat Keputusan Mutasi yang<br />

dikeluarkan oleh Inspektur Jenderal.<br />

Ini semua mereka maknai sebagai suka duka, hendak bekerja dimanapun, pasti seseorang akan<br />

mengalami beberapa tekanan kerja yang berbeda-berbeda. Mereka menjalani ini semua bukan atas<br />

VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />

25


Liputan Khusus<br />

dasar beban, namun lebih beranggapan bahwa<br />

ini sebagai sebuah media pembelajaran untuk<br />

membangun loyalitas kerja yang tinggi atas<br />

organisasi tempat mereka berada. Hal ini tidak<br />

perlu ditanggapi sebagai penilaian negatif yang<br />

berlebihan, karena mereka merasa ada nilai positif<br />

yaitu mereka akan mengetahui informasi tersebut,<br />

sebelum orang lain mengetahuinya.<br />

Mutasi di Mata Mereka<br />

Mengenai alasan perlunya dilakukan<br />

mutasi di Inspektorat Jenderal, lebih mengarah<br />

pada peningkatan kompetensi pegawai,<br />

peningkatan pengetahuan dan wawasan,<br />

pengelolaan resiko, kepentingan organisasi<br />

tersebut, dan juga untuk pembinaan pegawai.<br />

Terkait dengan peningkatan kompetensi<br />

pegawai sendiri, Yudhistira, salah satu pegawai<br />

Subbagian Assessment dan Mutasi Kepegawaian<br />

menambahkan bahwa secara umum, pegawai<br />

yang berada pada satu tempat dan menjalankan<br />

satu fungsi yang sama biasanya hanya akan<br />

berkembang pada beberapa kompetensi (soft<br />

competency) tertentu saja. Dalam pengukuran<br />

assessment yang dilakukan Kementerian<br />

Keuangan, yang dikur adalah 35 kompetensi<br />

(soft) dan yang distandarkan untuk suatu jabatan<br />

biasanya antara 9 sampai 14 kompetensi dari<br />

35 kompetensi tersebut. Dengan dilakukan<br />

mutasi, pegawai/pejabat diharapkan tidak hanya<br />

berkembang pada titik tertentu, melainkan dapat<br />

mengembangkan potensi lainnya.<br />

Berhubungan dengan pelaksanaan mutasi<br />

di Itjen sendiri, mereka menilai bahwa apa yang<br />

telah dilakukan telah mengarah pada sesuatu yang<br />

‘ideal” dimana semuanya telah diusahakan sesuai<br />

dengan best practice yang ada, tentunya dengan<br />

berbagai hantaman benturan kepentingan dan<br />

gelombang perasaan. Atas pelaksanaan mutasi<br />

ini, dinilai masih perlu perbaikan untuk menuju<br />

pelaksaaan yang dinilai sempurna. Dimana<br />

adanya kendala berupa peta kompetensi yang<br />

masih belum tersusun dengan sempurna dan<br />

belum dapat dikombinasikan dengan kriteria lain<br />

yang dibutuhkan seperti JPM, hardskill, usia dan<br />

minat, perlu dilakukan pembenahan.<br />

Pelaksanaan mutasi yang notabene telah<br />

melalui beberapa tahapan proses, seperti analisis<br />

kebutuhan pegawai dan instruksi pimpinan,<br />

26<br />

VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />

analisis riwayat pegawai, penyiapan kertas kerja<br />

mutasi, rapat Baperjakat dan rapat Baperjafung,<br />

dan juga persetujuan pimpinan tertinggi dalam<br />

hal ini Inspektur Jenderal dinilai cukup mampu<br />

mengakomodir segala masukan, pendapat dan<br />

keberatan atas mutasi yang dilakukan. Khususnya<br />

dalam Rapat Baperjakat dan Rapat Baperjafung<br />

yang melibatkan atasan langsung atas pegawai<br />

yang diusulkan mutasi, dinilai sebagai salah satu<br />

langkah untuk menjembatani adanya konflik<br />

internal yang nantinya muncul jika mutasi tersebut<br />

dilaksanakan. Namun, kendala pasca mutasi pun<br />

masih juga ditemukan hingga saat ini, seperti<br />

keberatan atasan langsung atas hasil mutasi untuk<br />

melepas pegawai yang bersangkutan karena masih<br />

merasa membutuhkan pegawai tersebut. Kendalakendala<br />

semacam ini seharusnya sudah dapat<br />

diakomodir dengan pembahasan sebelumnya.<br />

Tantangannya adalah berusaha untuk memberikan<br />

pengertian kepada semua stakeholder proses<br />

mutasi, baik itu pimpinan maupun pegawai,<br />

bahwa mutasi ini adalah perlu, baik, dan untuk<br />

kepentingan organisasi keseluruhan. Hal ini<br />

dilakukan untuk membangun persamaan persepsi<br />

akan pentingnya sebuah mutasi kerja dalam<br />

sebuah organisasi merupakan hal terpenting<br />

untuk menghindari kendala-kendala diatas terjadi<br />

pada proses mutasi di tahun-tahun mendatang.<br />

Harapan dari seluruh pegawai Bagian<br />

Kepegawaian c.q. Subbagian Assessment dan<br />

Mutasi Kepegawaian untuk proses mutasi di<br />

tahun mendatang adalah mempertahankan<br />

proses mutasi yang sudah baik ini dan bisa<br />

meningkatkannya dalam hal transparansi,<br />

objektivitas, dan fairness. Perbaikan proses<br />

mutasi yang selama ini berjalan juga perlu<br />

diseimbangkan dengan adanya pengembangan<br />

career path dan career planning. Jadi secara tidak<br />

langsung Bagian Kepegawaian c.q. Subbagian<br />

Assessment dan Mutasi Kepegawaian tidak hanya<br />

terbatas melakukan kegiatan yang berhubungan<br />

dengan mutasi dan assessment saja, melainkan<br />

juga mengakomodir kebutuhan pegawai akan<br />

pengembangan karir mereka ke depannya di<br />

Inspektorat Jenderal. Harapan ini semua akan<br />

dikembangkan sesuai Rencana Startegis (Renstra)<br />

SDM Inspektorat Jenderal yang rencanaya akan<br />

diterapkan pada tahun 2013-2014.<br />

(DIT)


Liputan Khusus<br />

MEREKA YANG HARUS MUTASI<br />

“Pelaksanaan mutasi di Inspektorat Jenderal sebaiknya tidak hanya mempertimbangkan kebutuhan<br />

Itjen pada saat ini saja, melainkan juga perlu mempertimbangkan kebutuhan Itjen di masa depan.<br />

Hal ini dilakukan dengan harapan, Itjen nantinya dapat mempersiapkan kompetensi pegawai dengan<br />

sangat baik sebagai calon pemimpin di Itjen kelak”<br />

Mutasi! Barangkali kita tidak asing lagi<br />

mendengarnya dan tentunya sebagian dari<br />

kita ada yang mendampakannya bahkan<br />

menghindarinya. Bermacam pikiran berkecamuk<br />

di kepala kita ketika kita mengalami mutasi ini.<br />

Konon, ketika seseorang di mutasi,ia diibaratkan<br />

seperti memakan buah simalakama, dimana kita<br />

dihadapkan pada pilihan yang sulit. Itulah yang<br />

dirasakan sebagian orang yang mendapat perintah<br />

untuk beralih dari unit kerja yang lama ke tempat<br />

yang baru dengan jenis pekerjaan yang tidak sama.<br />

Berbagai pertanyaan dalam diri kita muncul,<br />

diantaranya adalah bagaimana iklim dan suasana<br />

kerja di unit baru? Bagaimana beban kerjanya?<br />

Bagaimana karakter rekan di unit baru tersebut?.<br />

Hal ini tidak sepenuhnya berlaku di Inspektorat<br />

Jenderal Kementerian Keuangan. Ketika dilakukan<br />

wawancara personal dengan beberapa auditor<br />

di Itjen sendiri,mereka tidak merasakan sesuatu<br />

ketakutan dalam menghadapi mutasi. Mereka<br />

yang masing-masing telah mengalami mutasi ± 5<br />

kali selama masa kerja di Itjen, secara garis besar<br />

mereka merasa puas dengan hasil SK mutasi<br />

selama ini. Sejauh ini mereka tidak merasa<br />

kesulitan untuk berkomunikasi dengan lingkungan<br />

baru dan mempelajari tugas fungsinya yang baru.<br />

Bagi mereka mutasi merupakan hal<br />

yang mutlak dilakukan dalam sebuah organisasi.<br />

Menurut Corneiles Tedjo. E sendiri,mutasi<br />

dapat digunakan sebagai salah satu media<br />

pengembangan SDM dimana dengan mutasi<br />

tersebut pengalaman seseorang dapat meningkat<br />

dan mampu memotivasi pegawai tersebut untuk<br />

melakykan hal yang lebih baik bagi organisasinya.<br />

Catharina Bernike pun berpendapat demikian, bagi<br />

nya mutasi yang berjalan di Itjen selama ini dapat<br />

menambah diversifikasi pengetahuan auditor atau<br />

pegawai Itjen dan juga menghindari kejenuhan<br />

dalam berkerja. Jadi secara tidak langsung, mutasi<br />

di Itjen mampu menciptakan SDM yang lebih<br />

kompeten dan memiliki cara pandang yang makro<br />

dalam melihat suatu persoalan.<br />

Ketika ditanyakan hal lain mengenai<br />

pelaksanaan mutasi di Itjen sendiri, mereka cukup<br />

setuju dengan<br />

p e l a k s a n a a n<br />

yang ada.<br />

P e l a k s a n a a n<br />

mutasi seperti<br />

yang tertuang<br />

dalam Peraturan<br />

Inspektur Jenderal<br />

P E R - 0 4 / I J / 2 0 1 1<br />

yaitu dengan masa<br />

kerja 3-6 tahun untuk<br />

seorang auditor,dinilai<br />

sudah cukup ideal. C.Bernike<br />

menambahkan,dirinya cukup<br />

setuju dengan adanya mutasi empat tahun sekali,<br />

dengan pertimbangan pada tahun pertama<br />

adalah tahun penyesuaian bagi pegawai, tahun<br />

kedua dan ketiga adalah pegawai tersebut sudah<br />

memahami proses bisnis di bagian tempat dia<br />

ditugaskan. Sedangkan pada tahun keempat,<br />

pegawai dapat mulai dibekali dengan kompetensikompetensi<br />

baru, misal melalui diklat sebagi<br />

bekal untuk menyiapkan diri ditugaskan di tempat<br />

baru. Artinya, dibutuhkan diklat-diklat untuk<br />

mendukung program tersebut, baik diklat untuk<br />

meningkatkan kompetensi pegawai pada saat itu,<br />

maupun diklat untuk meningkatkan kompetensi<br />

pegawai untuk masa depan.<br />

Secara umum, proses mutasi yang<br />

berjalan selama ini tidak menimbulkan hambatan<br />

yang berarti bagi mereka. Seperti Corneiles Tedjo.<br />

E menceritakan bahwa ia cukup enjoy dengan<br />

hasil mutasi yang ada karena disetiap mutasi<br />

berlangsung, atasan dan rekan kerja di tempat<br />

kerja yang baru cukup kooperatif dan membantu<br />

penyesuaian dirinya ditempat tersebut. Wiyoso.<br />

T pun berpendapat sama dimana hadirnya pro<br />

kontra akan pelaksanaan mutasi ini bukan lah<br />

perkara mutasi tersebut, melainkan lebih pada<br />

ketidak sesuaian seseorang dengan tempat kerja<br />

yang baru apalagi ketika yang bersangkutan<br />

mempunyai pengalaman kerja yang tidak sesuai<br />

di tempat tersebut. Ini yang seringkali perlu<br />

mendapat perhatian bahwa pimpinan lah yang<br />

VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />

27


Liputan Khusus<br />

mempunyai andil cukup besar untuk memuluskan<br />

pelaksanaan mutasiini, yaitu dengan sebisa<br />

mungkin membangun suasana kondusif dan<br />

nyaman di seluruh unit dalam Itjen sendiri. Jadi<br />

secara tidak langsung, pejabat/pegawai yang<br />

mengalami mutasi tetep merasa nyaman dan<br />

tidak khawatir untuk ditempatkan di unit kerja<br />

manapun.<br />

Untuk pelaksanaan mutasi awal<br />

tahun 2012 ini dimana dikeluarkannya Surat<br />

Keterangan (SK) Mutasi pada bulan Februari,<br />

mereka memberikan beberapa pendapatnya.<br />

Ketiga auditor ini, C.Bernike, Wiyoso. T dan<br />

Corneiles Tedjo. E memberikan masukan untuk<br />

mengumumkan proses mutasi pada akhir tahun<br />

meskipun SK bisa menyusul kemudian. Mengapa<br />

demikian? Ini lebih mengarah pada permasalahan<br />

teknis dimana pada akhir tahun, seluruh auditor<br />

di masing-masing Inspektorat meyusun IKU dan<br />

TPU untuk tahun berikutnya. Jadi dengan ada<br />

pengumuman mutasi secara dini, pegawai yang<br />

terkena mutasi dapat melakukan komunikasi dan<br />

persiapan untuk menyusun IKU dan TPU di tempat<br />

baru nya. C.Bernike menambahkan bahwa dalam<br />

TPU tersebut juga perlu mempertimbangkan<br />

proporsi tim dalam menjalankannya agar TPU<br />

tersebut tetap dapat dilaksanakan dengan baik<br />

karena ada beberapa pegawai yang tetap di<br />

tempat lama yang mampu memberikan masukan<br />

terhadap anggota tim yang baru untuk dapat<br />

memahami visi dan misi dari TPU tersebut.<br />

Selain TPU dan IKU, auditor juga telah<br />

menyusun PKPT pada akhir tahun sebelumnya.<br />

C.Bernike dan Wiyoso. T tidak menganggap ini<br />

sebagai permasalahan yang berarti. Bagi C.Bernike<br />

sendiri, yang terpenting adalah perencanaan<br />

dari PKPT tersebut. Ketika PKPT itu rencanakan<br />

secara benar, maka kegiatan-kegiatan yang akan<br />

dilakukan sudah direncanakan dengan matang<br />

jadi siapapun yang melaksanakan tidak akan jadi<br />

masalah. Permasalahan akan muncul apabila<br />

perencanaan PKPT tidak dilakukan dengan matang<br />

karena pegawai baru yang datang di suatu bagian<br />

belum tentu tahu bagaimana dan apa saja yang<br />

harus dilakukan. Jika memang ada perbedaan<br />

komposisi SDM dikarenakan berlangsung nya<br />

mutasi tersebut, maka perlu dilakukan revisi PKPT<br />

yang disesuaikan dengan kondisi yang ada. Sedikit<br />

berbeda pendapat dengan dua auditor diatas,<br />

Corneiles Tedjo. E beranggapan mutasi yang<br />

dilaksanakan pada awal tahun sedikit mengganggu<br />

PKPT yang ada. Hal ini dikarenakan perencanaan<br />

dan pelaksanaan PKPT tersebut dilakukan oleh<br />

auditor yang berbeda. Sehingga ia berpendapat<br />

bahwa lebih bijak nya jika pegawai yang akan di<br />

mutasi sudah diajak mengenal unit kerja barunya<br />

terlebih dahulu, paling tidak dapat membantu<br />

pegawai tersebut dalam memahami bidang tugas<br />

yang akan dilaksanakannya kelak.<br />

Pelaksanaan mutasi yang sudah baik<br />

di Itjen ini tetap harus ditingkatkan untuk<br />

dapat memadai seluruh keinginan pegawai dan<br />

menghindari tanggapan kontra dari pegawai atas<br />

mutasi tersebut. sejauh ini C.Bernike berpendapat<br />

bahwa mutasi di awal tahun 2012 ini masih sedikit<br />

memiliki kekurangan. Proses mutasi tersebut<br />

sekan-akan dilakukan tanpa dasar yang kuat, karena<br />

beberapa mutasi yang dilakukan adalah pegawai<br />

kembali lagi ke tempat awalnya dimana dahulu<br />

pegawai tersebut pernah ditugaskan. Menurutnya,<br />

mutasi sebaiknya dilakukan dengan perencanaan<br />

yang strategis. Artinya, Itjen sudah memperkirkan<br />

kebutuhan kompetensi pegawai untuk beberapa<br />

tahun kedepan. Dengan demikian, mutasi yang<br />

dilakukan dapat memperkaya kompetensi<br />

pegawai yang bersangkutan. Diharapkan, mutasi<br />

yang dilakukan menjadikan pegawai memahami<br />

core business Kemenkeu dalam hal penerimaan<br />

keuangan negara, pengeluaran dan kebijakankebijakan<br />

terkait dengan keuangan negara.<br />

Saran perbaikan juga disampaikan oleh Corneiles<br />

Tedjo. E, menurutnya mutasi yang ideal harusnya<br />

berjalan dengan seimbang. Seringkali adanya<br />

key-person dalam sebuah unit kerja sebagai<br />

pegawai yang cukup diandalkan dalam unit<br />

tersebut, dinilai akan menghalangi pegawai yang<br />

bersangkutan untuk dipindah ke tempat lain atau<br />

di mutasi. Sehingga pegawai yang bersangkutan<br />

dengan kompetensi yang sangat baik ini justru<br />

malah ‘terhambat’ perkembangan karirnya.<br />

Jadi sebaiknya pola mutasi yang berlaku di Itjen<br />

sebaiknya bersifat ajeg dan sistematis.<br />

Sebuah mutasi yang cukup ideal jika<br />

tidak hanya melihat kebutuhan SDM Itjen pada<br />

saat ini saja. Artinya mutasi tersebut sebaiknya<br />

juga mempertimbankan kebutuhan Itjen di masa<br />

depan (5-10 tahun) ke depan. Sehingga proses<br />

mutasi yang berjalan akan dikombinasikan antara<br />

kebutuhan saat ini dengan masa depan, dengan<br />

harapan Itjen dapat mempersiapkan kompetensi<br />

pegawai yang nantinya akan menjadi pimpinan di<br />

masa depan. (DIT/KIN/TER/CWL)<br />

<strong>28</strong><br />

VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012


Auditoase<br />

Auditor Muda,<br />

Auditor Tua<br />

Seorang auditor muda (ini nama jabatan)<br />

berkirim pesan kepada saya. Tak beda<br />

jauh dengan usianya –yang mulai menuabegitupula<br />

caranya berkirim pesan. Jangan<br />

bayangkan email atau chatting, konon pula<br />

Blackberry Mesenger. Dia meninggalkan secarik<br />

kertas di meja kerja saya dengan beberapa baris<br />

tulisan rapi, lengkap dengan salam pembuka.<br />

Sungguh cara berkirim pesan yang tradisional,<br />

ketinggalan zaman, tapi tetap elok, sopan dan<br />

indah.<br />

Intinya, sang auditor muda yang senior<br />

(banget) ini bercerita kepada saya tentang para<br />

pegawai baru. Beliau menjelaskan pegawai baru<br />

dimaksud adalah pegawai itjen yang masuk<br />

tahun 2000 ke sini (asli bahasa beliau). Saya agak<br />

kurang bisa bersepakat dengan beliau soal definisi<br />

pegawai baru sebenarnya. Bayangkan, mereka<br />

yang hampir 10 tahun bekerja di sini beliau bilang<br />

baru. Tapi saya bisa maklum karena masa kerja<br />

beliau hampir tiga kali lipat dari itu. Okelah, itu<br />

bukan hal penting. Ada hal-hal lain yang cukup<br />

substansial menurut saya.<br />

Beliau bercerita tentang betapa<br />

canggihnya para pegawai baru itu. Mulai dari<br />

cara mereka berbicara, gaya berbusana, metode<br />

berkomunikasi, bahasa yang digunakan, istilah<br />

yang hampir-hampir tak bisa dinalar, potongan<br />

rambut yang “kejam”, gaya ketawa yang lebih<br />

terdengar seperti “ngetawain”, hingga pada pola<br />

hidup konsumtif yang menurut beliau “duitduit<br />

gue, apa urusan loe”. Jelas sekali beliau<br />

memadankan kata canggih dengan sesuatu yang<br />

membuatnya kecewa. Apalagi setelah itu, katanya,<br />

para pegawai baru itu kurang beretika (....jleb!!!).<br />

Kurang bisa menempatkan diri sebagai orang yang<br />

lebih muda, yang seharusnya menaruh hormat<br />

kepada beliau-beliau yang lebih senior (baca :<br />

tua). Suatu ketika –untuk satu keperluan- beliau<br />

masuk ke salah satu ruangan di kantor ini. Seorang<br />

pegawai baru (?) yang duduk persis di dekat pintu<br />

asyik masyuk dengan headphone-nya, melirikpun<br />

tidak. Seorang pegawai lain, duduk di depan<br />

laptop sambil senyum-senyum. Beberapa pegawai<br />

lain cekikikan membahas topik yang asing sama<br />

sekali buat telinga tua milik beliau. Alhasil, sang<br />

“beliau” ini celingak celinguk.<br />

Di akhir suratnya, beliau meminta<br />

saya untuk menuliskan sesuatu, menasehati<br />

para pegawai muda itu. Agar mereka lebih bisa<br />

menghargai para senior. Saya tertegun. Bukan<br />

sekali ini keluhan semacam ini mengemuka. Dalam<br />

perbincangan dengan beberapa senior, banyak<br />

sekali keluhan tentang para junior. Ada yang tak<br />

mau menyapa walaupun sudah “terperangkap”<br />

satu lift. Ada yang memilih membuang muka<br />

ketimbang bersitatap dan tersenyum. Ada yang<br />

disenyumin diem aja. Ada yang berjalan dengan<br />

gagahnya di depan sekumpulan senior tanpa<br />

permisi.<br />

Saya bertanya dalam hati, what’s wrong<br />

with that? Jelas sekali tergambar dua dunia yang<br />

berbeda. Dunia jadul, yang nyaris tertinggal derap<br />

langkah zaman dan dunia kekinian yang berubah<br />

setiap sepersekian detik. Sungguh tak adil kalau<br />

dengan ego dan kuasa senioritas kita bulat-bulat<br />

menyalahkan para pemuda ini. tapi tentu tak elok<br />

juga bila keluhan para senior ini diabaikan begitu<br />

saja.<br />

Kita memang bukan tentara yang begitu<br />

mengedepankan senioritas, bukan pula bea<br />

VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />

29


Auditoase<br />

cukai yang tetap menganggap tradisi senioritas<br />

layak dipertahankan. Tapi tentu tak ada salahnya<br />

menghormati dan menghargai para pegawai yang<br />

lebih tua. Kalau kita tak bisa menghormati beliau<br />

sebagai auditor yang lebih tua, atau pegawai yang<br />

masuk kerja lebih dulu, hormatilah para beliau<br />

itu sebagai kakak, sebagai orang tua. Tak ada<br />

salahnya bersikap hormat. Menghormati orang<br />

yang lebih tua tidak akan mengurangi kehormatan<br />

kita satu derajatpun. Menghargai para pegawai<br />

senior takkan membuat kita jadi rendah.<br />

Menganggukkan kepala lebih dulu kepada auditor<br />

senior, tak membuat auditor junior kehilangan<br />

harga diri. Menyapa dan memberi salam kepada<br />

para sesepuh kantor tak bakal membuat kita<br />

hina. Memberikan senyuman terbaik di pagi hari<br />

kepada semua penumpang lift adalah bagian dari<br />

kehormatan kita. Pendek kata, bersikap sopan dan<br />

menghargai orang yang lebih tua, tidak akan ada<br />

dampak negatifnya, hanya nilai positif dan positif.<br />

Nilai-nilai positif itu akan berdampak bukan saja<br />

kepada orang yang kita hargai, tapi tentu lebih ke<br />

diri kita sendiri.<br />

Tentu saja hal ini berlaku pula buat<br />

para senior. Jangan merasa diri senior, lantas<br />

mengharamkan diri menyapa lebih dulu. Merasa<br />

diri pejabat, menunggu orang lain tersenyum lebih<br />

dulu. Merasa diri atasan, menyalahkan bawahan<br />

yang tak berucap selamat pagi. Merasa masa<br />

kerja jauh lebih banyak terus bertolak pinggang<br />

menyalahkan pegawai baru dengan dalih etika.<br />

Kalau kita pegawai senior, jadilah senior<br />

yang baik, yang pantas disapa lebih dulu. Jadilah<br />

senior yang menjunjung tinggi kehormatan korps,<br />

agar para junior bersedia menaruh hormat.<br />

Jadilah senior yang pantas diteladani, agar para<br />

junior dengan sepenuh hati berikan penghargaan.<br />

Jadilah senior yang mampu membina junior,<br />

jadilah senior yang tak main kuasa, jadilah senior<br />

yang dengan senang hati membimbing para<br />

junior. Karena dalam kata senior, pasti terkandung<br />

banyak kelebihan, di samping tentu akan selalu<br />

ada kekurangan.<br />

Teringat saya, cerita seorang kawan,<br />

pegawai 2000 ke sini –meminjam istilah beliau-.<br />

Kawan saya ini –sebut saja ilham- bilang, ada<br />

sepuluh ciri orang mulai menua. Bolehlah saya<br />

kutipkan 5 di antaranya, karena yang 5 lainya tidak<br />

lolos sensor.<br />

Satu, dulu sering pake minyak wangi, sekarang<br />

pake minyak angin<br />

Dua, dulu sering makan enak, sekarang sering<br />

makan obat<br />

Tiga, dulu korbankan kesehatan demi kekayaan,<br />

sekarang korbankan kekayaan demi kesehatan<br />

Empat, dulu sering mengkritik generasi tua,<br />

sekarang sering mengkritik generasi muda<br />

Lima, dulu bermimpi mengubah dunia, sekarang<br />

insomnia karena dunia berubaaaaah terus<br />

Sebuah pesan yang sangat “Jlebb” buat<br />

kita, para senior.<br />

Kalau kita masih junior, jadilah junior<br />

yang baik, yang menghormati para senior. Jadilah<br />

junior yang meneladani apa yang perlu diteladani.<br />

Jadilah junior bersedia menerima bimbingan para<br />

senior. Jadilah junior yang mempersempit gap<br />

dengan para senior. Merendah dengan menyapa<br />

terlebih dulu tentu baik sekali, karena toh beliaubeliau<br />

itu layang jadi orang tua kita.<br />

Maka mulailah kita saling menyapa, dalam<br />

satu Itjen. Tidak terkotak-kotak dengan kaku oleh<br />

struktur dan fungsi. Senior atau junior sama saja,<br />

mereka yang menyapa lebih dulu, itu yang lebih<br />

baik. Mereka yang tersenyum lebih dulu, mereka<br />

yang santun, mereka yang menghargai, mereka<br />

yang selalu siap membantu, itu yang lebih mulia.<br />

Bukan begitu kawan?<br />

Mari saling menyapa, saling tersenyum,<br />

karena kita satu keluarga, keluarga besar Itjen......<br />

(cwl, 22 Maret 2012)<br />

30<br />

VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012


Wawancara<br />

Teman-teman Bagian PK itu<br />

Luar Biasa...<br />

Berbagai macam inovasi terus dilakukan oleh Bagian Perencanaan Keuangan (BagPK) Inspektorat<br />

Jenderal untuk terus meningatkan kualitas pelayanannya. Tak heran jika selama dua tahun berturutturut<br />

BagPK memperoleh poin tertinggi dari survey yang dilakukan oleh Bagian Organisasi dan Tata<br />

Laksana (BOT). Apa saja strategi yang dilakukanoleh BagPK selama ini? Simak wawancara awak <strong>Auditoria</strong><br />

dengan Ibu Reno Widya selaku Kepala Bagian Perencanaan Keuangan berikut ini :<br />

Bagaimanakah sistem pelayanan di BagPK saat ini?<br />

Terus terang, dari waktu ke waktu kami selalu mencari cara terbaik dalam memberikan pelayanan.<br />

Pelayanan di Bag PK sedikit berbeda dengan pelayanan di unit lainnya dalam hal keterikatan dengan<br />

peraturan yang berlaku. Untuk masalah keuangan kami telah dikunci dengan peraturan yang ketat. Nah<br />

dengan kondisi demikian, kami harus mencari kemungkinan-kemungkinan yang dapat memperlancar<br />

pelayanan, tetapi juga tidak melanggar peraturan. Inilah seninya.<br />

Prosedur pelayanan yang ada secara berkala<br />

kami evaluasi, kemudian dilihat apakah sudah<br />

baik? Kalau belum baik, dimana yang kurang? apa<br />

sebabnya? selanjutnya dicari cara-cara terbaik untuk<br />

mengatasinya. Sebagai contoh:<br />

Tahun 2009, pelayanan masih menggunakan 1<br />

Bendahara dan 1 petugas verifikator. Tiap pegawai<br />

langsung mendatangi Bendahara dalam pengurusan<br />

uang penugasan. Akibatnya, hampir setiap hari ruang<br />

Bendahara yang hanya berukuran 2 x 2 m ramai<br />

dipenuhi oleh pegawai yang akan mengurus uang<br />

penugasan, bahkan akhir tahun ruangan Bag PK hiruk<br />

pikuk ramai seperti pasar.<br />

Tahun 2010, pelayanan diperbaiki dengan<br />

menggunakan 3 Bendahara , dan menggunakan<br />

bantuan LO untuk tiap Inspektorat dan Bagian.<br />

Ruangan pelayananpun dipindahkan keruangan rapat<br />

sehingga dapat menampung petugas yang cukup<br />

banyak. Namun di masa-masa sibuk seperti bulan<br />

VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />

31


Wawancara<br />

puasa dan akhir tahun, terjadi antrian panjang<br />

di petugas verifikasi , dan ruangan yang tadinya<br />

sudah lebih besar dari tahun sebelumnya, jadi<br />

sempit dan sumpek karena banyaknya orang dan<br />

berkas yang masuk.<br />

Tahun 2011, pelayanan diperbaiki lagi dengan<br />

menggunakan 3 Bendahara, namun petugas<br />

verifikator ditambah menjadi 2 orang. Dengan<br />

komposisi ini terasa lebih mengalir, bendahara dan<br />

petugas verifikator agak sedikit lega dihari-hari<br />

biasa. Namun ada permasalahan di reimbursement<br />

yang belum dimonitor secara khusus.<br />

Untuk Tahun 2012 ini kami menggunakan<br />

“pelayanan satu pintu” melalui ruang pelayanan<br />

Keuangan. Bendahara tetap 3 orang, namun<br />

menggunakan 4 orang petugas sebagai AR untuk<br />

masing-masing unit. AR ini bertanggungjawab<br />

mulai dari melakukan verifikasi kuitansi sebelum<br />

dibayar, pembebanan MAK, monitoring<br />

pertanggungjawaban perjalanan dinas, dan<br />

pengajuan revolving. Dengan sistem ini, Petugas<br />

LO cukup menyampaikan kwitansi sampai meja<br />

pelayanan (front desk), selanjutnya kwitansi<br />

diteruskan ke back office (AR) untuk diproses.<br />

Setelah selesai, petugas LO tinggal mengambil<br />

uangnya di meja pelayanan.<br />

Apakah pelayanan satu pintu ini sudah berjalan<br />

sebagaimana yang diharapkan?<br />

Kalau menurut saya pribadi, belum seperti<br />

yang diharapkan. Pada prakteknya masih ada<br />

beberapa LO yang mengurus sesuatu sampai<br />

masuk ke dalam ruangan. Biasanya karena faktor<br />

pertemanan, antara LO dan AR. Dan ada juga yang<br />

karena memang belum tahu mengenai sistem<br />

satu pintu ini. Contohnya kemarin ketika para<br />

pegawai disibukkan dengan SPT tahunan dimana<br />

memerlukan Bukti potong pajak, sebenarnya LO<br />

cukup memberitahukan kepada petugas di loket.<br />

Tetapi masih banyak yang mengurus sampai ke<br />

dalam. Tapi sejauh ini perkembangannya jauh<br />

lebih baik dibandingkan dengan tahun kemarin.<br />

Dengan adanya sistem satu pintu ini, tentu<br />

saja ada petugas yang harus selalu standby.<br />

Dan untuk AR juga seperti ada tambahan<br />

tanggungjawab. Apakah ada keluhan dari<br />

pegawai yang ditempatkan pada posisi<br />

tersebut?<br />

Untuk petugas yang di loket, adalah bendahara.<br />

Alurnya adalah seperti ini: Misalnya ada tim<br />

yang akan melakukan perjalanan dinas dan<br />

mengajukan permintaan pembayaran. Begitu AR<br />

telah melakukan verifikasi terhadap kuitansinya,<br />

maka kuitansi tersebut diserahkan ke bendahara.<br />

APabila bendahara telah menyetujui, maka<br />

dapat langsung dibayarkan ke LO tersebut. Pada<br />

tahap ini tugas AR sudah selesai. Begitu tim<br />

sudah kembali dari perjalanan dinas, jika ingin<br />

mengajukan pertanggugjawaban atau reimburse,<br />

harus menyerahkan kuitansi kepada AR yang sama<br />

pada saat akan melakukan perjalanan dinas. AR<br />

tersebut kembali melakukan verifikasi, apabila<br />

sudah lengkap dan disetujui, AR menyerahkan<br />

kuitansi ke bendahara untuk kemudian melakukan<br />

pembayaran. Dalam hal ini maka AR tersebut<br />

mempunyai tambahan pekerjaan, karena harus<br />

mengetahui secara detail dari A sampai Z mengenai<br />

pembayaran atas suatu tim, sampai pada<br />

apakah tim yang bersangkutan telah melakukan<br />

pertanggungjawaban. Kalau bisa dikatakan, ini<br />

bukan berarti menambah pekerjaan seorang AR.<br />

Sebelumnya, terdapat dua petugas verifikasi dan<br />

dua petugas reimbursement. Sekarang dilakukan<br />

penggabungan, dan masing-masing harus<br />

mengetahui proses pembayaran dari awal sampai<br />

akhir. Langkah ini diambil karena sebelumnya<br />

tidak ada petugas yang mengecek apakah suatu<br />

tim telah melakukan pertanggungjawaban.<br />

Dengan penggabungan ini, maka semuanya dapat<br />

dipantau.<br />

Bagaimana penanganan pengaduan selama<br />

ini?<br />

Kami membuka saluran pengaduan melalui Kotak<br />

saran (yang ada didepan), melalui Gtalk, melalui<br />

telepon, dan juga melalui website Bag PK yang saat<br />

ini sedang dalam proses pengerjaan (bekerja sama<br />

dengan SIP) . Pada umumnya pengaduan/saran<br />

yang masuk adalah berupa pertanyaan, via gtalk<br />

atau telepon . Mungkin dengan cara ini response<br />

lebih cepat dan tidak terbatas pada jam kerja.<br />

Sebenarnya aturan untuk keuangan itu jelas,<br />

sudah ada aturanya. Selama ini yang banyak bukan<br />

complain, tapi menanyakan apabila ada hal-hal<br />

32<br />

VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012


Wawancara<br />

di luar itu. Misalnya, berdasarkan PAGU, eselon<br />

3 atau dalnis itu ketika melakukan perjalanan<br />

dinas berhak menginap di hotel bintang 3, untuk<br />

eselon 4 di hotel bintang 2. Suatu ketika ada yang<br />

menanyakan, apakah boleh mengikuti Dalnis di<br />

hotel bintang 3, sedangkan yang bersangkutan<br />

adalah pelaksana atau eselon 4. Kasus lain<br />

misalnya jika ada seorang pegawai yang sedang<br />

cuti dan berada di kampong halaman, tetapi<br />

kemudian mendapatkan Surat Tugas perjalanan<br />

dinas. Pegawai tersebut menanyakan apakah<br />

harus berangkat dari Jakarta atau diperbolehkan<br />

berangkat dari kampung halamannya. Untuk<br />

pertanyaan seperti ini, terus terang sulit untuk<br />

menjawab, karena tidak ada di peraturan. Jika saya<br />

mengalami kesulitan untuk menjawab segera,<br />

saya selalu berdiskusi dengan rekan-rekan. Baru<br />

kemudian kami putuskan.<br />

Bisa diceritakan sedikit mengenai konsep<br />

website tersebut?<br />

Website ini merupakan website mengenai BagPK,<br />

termasuk jenis-jenis pelayanan yang ada di<br />

BagPK, sarana complain, atau ada juga mengenai<br />

pertanyaan-pertanyaan yang sering ditanyakan<br />

oleh pegawai Itjen pada khususnya.<br />

Mengenai target penyerapan DIPA sebesar<br />

95%, strategi apa yang dilakukan?<br />

Target 95% itu bukan hal yang ringan. Pada waktu<br />

perencanaan, semua sudah diplot MAK-nya,<br />

yang terdiri dari program, kegiatan, sampai MAK<br />

yang kecil-kecil. Perencanaan ada di DIPA, dan<br />

untuk rinciannya ada di POK. Waktu pelaksanaan<br />

anggaran, kita tidak boleh melenceng dari itu.<br />

Kalau terpaksa berubah, bisa kita lakukan revisi.<br />

Mengajukan revisi ini juga tidak mudah, karena<br />

harus ke DPR. Dan ke DPR pun juga bukan hal<br />

yang mudah. Kita tidak bisa ke DPR sendiri, harus<br />

melaui APBNP atau dikumpulkan menjadi satu di<br />

tingkat kementerian. Pada tahun lalu, Kasubbag<br />

Perencanaan mengajukan revisi sebanyak<br />

sebelas kali, yang berarti hampir tiap bulan<br />

ada revisi. Untuk tahun 2012 ini kita dikenakan<br />

penghematan/ pemotongan anggaran, meskipun<br />

ada pemotongan, bukan hal gampang untuk<br />

penyerapan 95% tersebut karena ada revisi-revisi<br />

yang segera kita lakukan. Nah, saya mempunyai<br />

strategi yaitu membuka pintu untuk revisi POK<br />

secara periodik ( triwulanan), agar lebih terencana<br />

dengan baik, dan juga monitoring disbursement<br />

plan.<br />

Bagaimana dengan pengaturan penyerapan<br />

secara periodik, misal per kuartal?<br />

Awal tahun 2012 ini (triwulan I) direncanakan<br />

disbursement sebesar 15%, kemudian pada<br />

triwulan II direncanakan sebesar 25%, dan<br />

seterusnya. Kita tidak bisa menerapkan tepat<br />

25% tiap triwulan. Salah satuya adalah karena<br />

belanja modal, dimana baru bisa dilaksanakan<br />

pada triwulan II atau III karena harus dilakukan<br />

persiapan terlebih dahulu.<br />

Bagaimana menyikapi kegiatan yang tidak jadi<br />

dilaksanakan, padahal telah dilakukan revisi<br />

penambahan kegiatan tersebut?<br />

Menyikapi hal ini, saya meghimbau kepada rekanrekan<br />

di BagPK untuk kritis. Apabila ada kegiatan<br />

yang membutuhkan tambahan dana cukup besar,<br />

kami harus bersikap kritis. Saya menyadari, kadang<br />

hal ini membuat pihak yang berkepentingan<br />

menjadi tidak nyaman. Contohnya adalah ketika<br />

ada Surat Edaran dari Biro Perencanaan dan<br />

Keuangan mengenai usulan APBNP. Di Surat Edaran<br />

tersebut dijelaskan bahwa kita dapat melakukan<br />

usulan penambahan maupun pengurangan<br />

kegiatan/anggaran. Surat Edaran tersebut kami<br />

sebarkan ke Bagian dan Inspektorat. Hampir<br />

semuanya megusulkan kegiatan tambahan,<br />

termasuk salah satunya adalah kegiatan magang<br />

di luar negeri yang mebutuhkan dana yang cukup<br />

besar. Salah satunya adalah Inspektorat Bidang<br />

Investigasi (IBI) yang mengajukan pembiayaan<br />

untuk perpanjangan lisence software NCase<br />

dan juga termasuk trainingnya. Kemudian saya<br />

bertanya kepada rekan-rekan IBI mengenai<br />

kebutuhan perpanjangan lisence dari software<br />

ini. Intinya, untuk menyikapi hal-hal seperti ini,<br />

kami harus lebih terlibat lagi dalam perencanaan.<br />

Kami juga ikut melakukan review. Bukannya tidak<br />

boleh mengajukan suatu perencanaan, tetapi<br />

perencanaan tersebut diharapkan lebih matang,<br />

dan memang ada dasar yang cukup kuat. Kami<br />

juga akan membantu untuk menghitungnya.<br />

Mengenai perencanaan yang tidak jadi<br />

dilaksanakan, apakah ada pengaruhnya?<br />

Tentu saja ada pengaruhnya. Telah ada Peraturan<br />

Menteri Keuangan (PMK) mengenai pemberian<br />

reward and punishment. Jadi jika ada kegiatan<br />

yang tertuang dalam perencanaan, tetapi tidak<br />

dilaksanakan, maka akan ada hukumannya.<br />

Bentuknya adalah pengurangan anggaran pada<br />

tahun berikutnya atau sebaliknya. Untuk tahun<br />

ini, itjen diharapkan mendapatkan reward untuk<br />

belanja modal. Apabila ada kegiatan yang sudah<br />

direncanakan tetapi tidak dilaksanakan, secara<br />

psikologis kami juga pasti malu. Ibaratnya sudah<br />

minta tapi kok tidak jadi dilaksanakan.<br />

Mengenai aplikasi di BagPK, apakah ada<br />

rencana untuk dintegrasikan?<br />

Sampai saat ini, ada beberapa aplikasi yang<br />

VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />

33


Wawancara<br />

dijalankan di BagPK. Di perencanaan anggaran ada<br />

Renja (Rencana Kerja), RKAKL, dan aplikasi untuk<br />

DIPA. Untuk pelaksanaan, ada aplikasi SISKA dan<br />

SPM. Untuk verifkasi kami juga membuat aplikasi<br />

sendiri. Selain itu juga ada cash forecasting, apikasi<br />

gaji, dan TKPKN. Untuk akuntansi ada aplikasi SAK.<br />

Semua aplikasi tersebut itu stand alone dan given,<br />

artinya semuanya berdiri sendiri dan itulah yang<br />

kami harus gunakan. Kami pernah membicarakan<br />

mengenai penerapan aplikasi terintegrasi<br />

bersama-sama dengan Direktorat Jenderal<br />

Anggaran, direktorat Jenderal Perbendaharaan<br />

dan Biro Perencanaan dan Keuangan. Dan ada<br />

berita baik, bahwa Pak Menteri juga menginginkan<br />

adanya aplikasi yang terpadu di Kementerian.<br />

Semoga segera terealisasi. Terus terang, aplikasi<br />

terintegrasi ini juga menjadi harapan saya sejak<br />

dulu.<br />

Mengenai beberapa pegawai yang dimutasi<br />

atau mengikuti diklat, apakah menjadi kendala<br />

dalam komitmen pemberian pelayanan?<br />

Saya tidak mau menghambat seseorang untuk<br />

berkembang. Apabila ada tawaran belajar/<br />

training, saya selalu tanya kepada Kasubbag yang<br />

bersangkutan, siapa yang dapat diikut sertakan<br />

dalam diklat tersebut. Dan apabila ada pegawai<br />

yang akan megikuti diklat, harus ada pegawai<br />

lain sebagai pengganti. Jadi harus ada yang<br />

menghandle pekerjaannya. Mau tidak mau ya akan<br />

mendapatkan pekerjaan rangkap. Tetapi harus<br />

diingat, hal itu juga akan berlaku ke rekan yang lain<br />

bagi siapa saja yang akan mengikuti diklat.<br />

Dari survey yang dilakukan oleh BOT, Bag PK<br />

mendapatkan poin tertinggi. Apakah ada kiatkiat<br />

khusus?<br />

Sebenarnya tidak ada kiat-kiat khusus, namun kami<br />

dalam memberikan pelayanan perlu mengetahui<br />

apa harapan pelanggan terhadap pelayanan<br />

Bag PK, selanjutnya diresponse dengan cepat.<br />

Dari harapan tersebut dan juga dengan tujuan<br />

memberikan pelayanan yang cepat, mudah, dan<br />

jelas , maka kami menyusun atau mendesign<br />

prosedur-prosedur yang dapat memenuhi itu<br />

semua. Disamping itu untuk internal Bag PK sendiri,<br />

saya berusaha membangun team work yang solid,<br />

berdedikasi, berkarakter dan mempunyai tujuan<br />

yang sama yaitu memberikan pelayanan yang<br />

terbaik dengan tetap mengacu pada peraturan<br />

yang berlaku. Alhamdulillah saya memiliki temanteman<br />

di bag PK yang berdedikasi penuh dan<br />

bekerja tanpa pamrih. Jadi hasil survey tersebut<br />

merupakan hasil kerja keras teman-teman semua.<br />

Prestasi ini merupakan hasil bersama. Setiap hari<br />

kami melakukan apel pagi. Pada kegatan ini, kami<br />

saling mengingatkan nilai-nilai baik, nilai-nilai<br />

34<br />

VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />

pelayanan, atau hanya sekedar berbagi informasi.<br />

Selain itu juga ada rapat bulanan. Intinya,<br />

kami sebisa mungkin melakukan pertemuan<br />

secara berkala untuk saling mengingatkan dan<br />

membangkitkan semangat. Saya juga tidak mau<br />

membebani rekan-rekan di BagPK. Misalnya<br />

pada akhir tahun dimana pada periode tersebut<br />

load pekerjaan sangat luar biasa. Saya bersyukur<br />

memiliki rekan-rekan yang luar biasa. Dalam<br />

keadaan seperti itu kami saling menguatkan,<br />

saling menyabarkan san saling memberi support.<br />

Mengenai pelayanan, saya juga selalu ingatkan<br />

untuk menerapkan nilai-nilai pelayanan yang baik.<br />

Posisikan diri sebagai stakeholder, sehingga kami<br />

bisa tau apa yang stakeholder atau LO butuhkan.<br />

Memberikan pelayanan yang terbaik. Itu intinya.<br />

Darimanakah ide apel pagi tersebut?<br />

Tahun-tahun sebelumnya, desain ruangan BagPK<br />

ini terbagi menjadi dua. Nah, hal ini menyebabkan<br />

pegawai yang berada di ruang yag satu tidak<br />

mengetahui apa-apa yang erjadi di ruang lainnya.<br />

Bahkan pernah ada pengalaman, salah satu<br />

pegawai tidak masuk karena sakit, pegawai di<br />

ruang lain tidak tau. Sebenarya metode apel<br />

pagi atau briefing sebelum mulai bekerja ini<br />

sudah banyak diterapkan juga di instansi lainnya.<br />

Memang diperukan komitmen bersama. Kalau<br />

sekiranya semangat rekan-rkan sudah mulai<br />

kendor, bersama-sama kami berusaha untuk<br />

bangkitkan kembali. Sebelum apel pagi ini rutin<br />

dilakukan, dulu kami juga melakukan kegiatan<br />

“Jumat Ceria”. Seperti kita tau, setiap Jumat kita<br />

melakukan olahraga bersama. Agar rekan-rekan<br />

bersemangat, kami membeli seragam olahraga<br />

bersama. Kemudian di akhir acara olahraga, kami<br />

berkumpul, bisa curhat mengenai apa saja dan<br />

saling berbagi. Kegiatan ini selalu dilaksanakan<br />

di udara terbuka. Nah, sekarang berkembang<br />

menjadi apel pagi. Kegiatan Jumat Ceria sampai<br />

sekarang juga masih rutin dilakukan.<br />

Ya, siapa sih yang tidak mau ikut apel pagi setiap<br />

hari jika pemimpin apelnya adalah seorang Ibu<br />

yang anggun dan cantik seperti Ibu Reno Widya<br />

ini?<br />

(RHM)


Info Penting<br />

MENULISLAH KAWAN,<br />

ANGKA KREDIT MENANTIMU!!<br />

Suatu hal yang menarik bagi para auditor adalah<br />

ketika kita mengulas banyak mengenai angka<br />

kredit auditor. Jelas demikian, mengingat angka<br />

kredit yang diperoleh para auditor berdampak<br />

signifikan dalam kenaikan jabatan atau pangkat.<br />

Satu pertanyaan yang pasti muncul ketika<br />

membahas mengenai angka kredit yang dikaitkan<br />

dengan kegiatan penulisan adalah “ Apakah<br />

menulis artikel memperoleh angka kredit?”.<br />

Pertanyaan itu akan dijawab dan di<br />

ulas secara mendalam oleh Kepala Subbagian<br />

Jabatan Fungsional dan Evaluasi Kinerja, Bagian<br />

Kepegawaian Sekretariat Inspektorat Jenderal, R,<br />

Basoeki Fadjar. H, S.Sos.<br />

Tanggap terhadap pertanyaan yang<br />

mengemuka terkait apresiasi penulisan artikel,<br />

dijelaskan lebih lanjut bahwa sejauh ini Itjen cukup<br />

memberikan apresiasi atas kegiatan penulisan<br />

dan penyusunan karya tulis ilmiah yang dilakukan<br />

oleh para auditor. Didasari dengan Peraturan<br />

Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara<br />

Nomor: PER/220/M.PAN/7/2008 tentang Jabatan<br />

Fungsional dan Angka Kreditnya; Keputusan Kepala<br />

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan<br />

Nomor:KEP-911/K/JF/2005 tentang Pedoman<br />

Penyusunan dan Pengujian Karya Tulis Ilmiah<br />

Dibidang Pengawasan; dan Surat Edaran Ketua<br />

Tim Penguji KaryaTulis Ilmiah Inspektorat Jenderal<br />

Nomor : SE-01/TPKI/2011 tentang Penyusunan dan<br />

Pengujian Karya Tulis Ilmiah Pejabat Fungsional<br />

Auditor, penyusunan karya tulis ilmiah mendapat<br />

kompensasi angka redit yang cukup besar yaitu<br />

berkisar antara 1,5 s.d 15 angka kredit sesuai butir<br />

kegiatan.<br />

MEKANISME PENILAIAN ANGKA KREDIT<br />

MENULIS DI MAJALAH AUDITORIA<br />

Sejauh ini banyak auditor Itjen<br />

yang menyampaikan tulisannya untuk dapat<br />

dipublikasikan di Majalah <strong>Auditoria</strong>. Hal ini<br />

dikarenakan salah satu persyaratan untuk<br />

memperoleh angka kredit adalah tulisan tersebut<br />

dapat dipublikasikan. Dapat disimpulkan bahwa<br />

selama ini, Majalah <strong>Auditoria</strong> dinilai mampu<br />

menjadi wadah yang mampu menampung segala<br />

inisiasi dan kreatifitas auditor untuk menulis<br />

dan berbagi pengalaman audit yang selama ini<br />

dilakukan.<br />

Tidak semua karya tulis atau naskah tulisan<br />

yang disusun oleh para auditor dapat memperoleh<br />

angka kredit. Ada Jenis tulisan dan kriteria tulisan<br />

yang dapat diusulkan angka kreditnya yang<br />

disederhanakan dalam tabel berikut:<br />

Dipublikasikan<br />

Tidak Dipublikasikan<br />

Jenis karya Tulis Ilmiah<br />

Majalah / Media Massa<br />

Buku<br />

Lainnya / Website<br />

Buku Makalah<br />

1. Hasil penelitian, pengkajian, survey, dan<br />

atau evaluasi<br />

V V - -<br />

2. Tinjauan atau ulasan ilmiah hasil gagasan<br />

sendiri<br />

V V V V<br />

3. Penulisan popular - V - -<br />

4. Tinjauan, gagasan atau usulan ilmiah dalam<br />

pertemuan ilmiah<br />

- - - V<br />

5. Terjemahan/saduran V V V V<br />

Keterangan:<br />

V : Jenis Karya Tulis Ilmiah yang dapat diusulkan angka kreditnya<br />

- : Jenis Karya Tulis Ilmiah yang tidak dapat diusulkan angka kreditnya<br />

VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />

35


Info Penting<br />

Dari tabel tersebut, dapat diketahui<br />

bahwa menulis di Majalah <strong>Auditoria</strong> dikategorikan<br />

sebuah jenis karya tulis yang dikategorikan<br />

dalam tulisan popular dan mendapat angka<br />

kredit 2 (dua). Angka kredit ini diperoleh setelah<br />

dilakukan pengujian oleh Tim Penguji Karya Tulis<br />

Ilmiah Pejabat Fungsional Auditor di Lingkungan<br />

Itjen. Tim Penguji ini dibentuk sejak tahun 2010<br />

dengan keanggotaan para pejabat fungsional<br />

dan struktural Itjen. Selain itu ditunjuk pula<br />

keseretariatan Tim Penguji pada Subbagian<br />

Jabatan Fungsional dan Evaluasi Kinerja.<br />

Pertanyaan sekali lagi muncul,<br />

“Bagaimana mekanisme penilaian penulisan di<br />

Majalah <strong>Auditoria</strong>?”. Sesuai ketentuan, naskah<br />

tulisan dapat dilakukan pengujian setelah naskah<br />

tersebut dimuat di Majalah <strong>Auditoria</strong> yaitu<br />

dengan menyampaikan copy artikel dan surat/<br />

nota dinas/memo pengantar ke Sekretariat Tim<br />

Penguji cq Subbagian Jabatan Fungsional dan<br />

Evaluasi Kinerja. Untuk selanjutnya berdasarkan<br />

tulisan yang masuk, Sekretariat Tim Penguji<br />

menyusun komposisi Tim Penguji yang terdiri<br />

dari 3 (tiga) orang penguji untuk masing-masing<br />

artikel yang dimuat. Atas surat Ketua Tim Penguji,<br />

Anggota Tim melaksanakan rapat/sidang Tim<br />

Penguji yang kemudian dihasilkan sebuah lembar<br />

rekomendasi yang ditetapkan oleh Anggota Tim<br />

Penguji. Nantinya, akan disusun sebuah Lembar<br />

Pengesahan yang ditandatangani oleh Inspektur<br />

Jenderal yang kemudian disampaikan kepada Tim<br />

Penilai Angka Kredit PFA untuk diketahui.<br />

Secara umum, dapat diketahui bahwa<br />

karya tulis dapat memperoleh angka kredit<br />

setelah mendapatkan pengesahan dari Inspektur<br />

Jenderal. Dengan perolehan angka kredit tersebut<br />

yang kemudian diakumulasikan dengan angka<br />

kredit dari kegiatan pendidikan, pengawasan dan<br />

penujang pengawasan menjadi capaian angka<br />

kredit minimal untuk syarat kenaikan pangkat.<br />

Untuk auditor dengan kepangkatan<br />

maksimal, sesuai ketentuan auditor tersebut tetap<br />

diwajibkan untuk mengumpulkan angka kredit<br />

sehingga tetap disarankan untuk mengirimkan<br />

tulisan. Namun, atas dasar kepangkatan tersebut,<br />

belum dapat diberikan kenaikan jabatan atau<br />

pangkat setingkat lebih tinggi karena belum<br />

tersedia formasi jabatannya.<br />

Sejauh ini pengujian hanya dilakukan<br />

terhadap tulisan yang ditulis oleh para auditor<br />

karena terkait dengan kewajiban pengumpulan<br />

angka kredit. Namun, hal ini diharapkan tidak<br />

menurunkan semangat para pegawai di Sekretariat<br />

untuk menulis, karena nantinya tulisannya terkait<br />

pengawasan yang pernah dimuat di Majalah<br />

<strong>Auditoria</strong> suatu saat dapat diajukan angka<br />

kreditnya ketika yang bersangkutan menjadi<br />

pejabat fungsional auditor.<br />

36<br />

VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012


Profil<br />

Bu Misnem,<br />

loyalitas<br />

tak berbatas<br />

Sosok ibu yang satu ini pasti dikenal<br />

seluruh pegawai Itjen. Dari pegawai baru<br />

hingga yang sudah pensiun. Jelas saja, 30<br />

tahun Bu Misnem berkutat dengan gaji.<br />

Jauh melebihi setengah umurnya.<br />

Dilahirkan di Banyumas pas di hari Ibu tahun<br />

1958, Bu Misnem menyelesaikan pendidikan<br />

dasar dan menengah di kota yang terkenal dengan<br />

mendoannya itu. Tahun 1980 adalah tahun saat<br />

beliau mulai bergabung dengan Itjen. Setahun<br />

kemudian, satu kata mulai akrab dengannya, gaji.<br />

Hingga kini, tahun 2012.<br />

Menikah dengan Pak Sadiran, keluarga berbahagia<br />

ini dikaruniai tiga putri cantik penuh bakti. Diklanti<br />

Misbandiah, Septi Dwifarianti dan Hana Ubaidah.<br />

Bu Misnem tak pernah berhenti bersyukur karena<br />

satu di antara ketiga putri beliau telah menyelsaikan<br />

studi kebidanan. Sedangkan dua lainnya hampir<br />

menyelesaikan bangku kuliah. Anak-anak adalah<br />

penghibur saat tekanan pekerjaan, karena<br />

komplain misalnya, datang menerpa.<br />

Memasak untuk orang banyak adalah hobinya.<br />

Tanpa sebab, beliau sering secara tiba-tiba<br />

memasak dan menyajikan makanan untuk semua<br />

orang.<br />

Mengenal dan dikenal semua pegawai adalah<br />

kelebihan Bu Misnem. Di saat begitu banyak<br />

pegawai yang belum tentu saling kenal seperti<br />

sekarang ini, Bu Misnem adalah tempat<br />

bertanya. Kepedulian kepada sesama adalah<br />

keistimewaannya yang lain. Saat petugas cleaning<br />

service tak masuk karena sakit, beliau berinisiatif<br />

untuk menggalang dana dan membantu.<br />

“Diomelin orang.....”, begitu katanya ketika ditanya<br />

tidak enaknya bekerja di penggajian. Komplain<br />

adalah menu sehari-hari yang mesti dinikmati.<br />

Meski kadang komplain tak selalu tepat sasaran.<br />

Komplain absensi yang semestinya dilakukan<br />

ke Bagian Kepegawaian, tumpah semuanya ke<br />

subbag Permintaan Pembayaran dan Penggajian,<br />

tempat Bu Misnem mengabdi. Sabar, katanya.<br />

Buat para pegawai muda, beliau berpesan untuk<br />

lebih rapi dan tertib di ruangan. Piring dan gelas<br />

bekas, semestinya tidak diletakkan begitu saja<br />

sampai berhari-hari. Beliau sangat setuju dengan<br />

5R yang dicanangkan di Sekretariat Itjen.<br />

Begitulah Bu Misnem, legenda gaji Inspektorat<br />

Jenderal.<br />

(CWL)<br />

VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />

37


SpeakOut<br />

LIAISON OFFICER (LO) SAID...<br />

Agustinus Adi Tri Hananta (Penata Usaha Senior Inspektorat IV)<br />

Sekarang Bagian Perencanaan Keuangan memakai sistem satu pintu untuk<br />

pelayanannya, terutama masalah pencairan anggaran. Ada beberapa efek dari<br />

perubahan itu. Misal, berkas (BKT-SPJ) dikumpulkan ke BagPK harus dalam keadaan<br />

yang lengkap, sudah ditandatangani pegawai/pejabat yang bersangkutan dan PPK<br />

juga. Konsekuensinya, proses verifikasi kebenaran dokumen dan substansi, atau misal<br />

antisipasi double-double kegiatan dilakukan oleh LO. Secara otomatis kan kerjaan jadi<br />

lebih banyak juga di LO, hehe..<br />

Tapi kalau menurut saya, memang seharusnya seperti itu. Pada dasarnya<br />

pertanggungjawaban kegiatan itu ada di masing-masing PPK, yang tahu kegiatankegiatannya<br />

apa saja kan PPK juga. Kalau saya memandang itu adalah hal yang bersifat<br />

positif. Tidak perlu jauh-jauah, bisa kita lihat untuk pribadi kita sendiri dapat menambah cakrawala<br />

akan hal-hal baru mengenai suatu pekerjaan. Paling terasa dari sistem yang baru ini adalah waktunya lebih cepat<br />

untuk kepengurusan pencairan anggaran, benar-benar sangat membantu. Tapi, tidak enaknya sekarang itu tidak boleh<br />

asal masuk ruang kerja, maklum kalau dulu kan asal nyelonong masuk, ngobrol-ngobrol dulu, saya sudah akrab sama<br />

teman-teman BagPK.<br />

Kesimpulannya dengan sistem yang baru masing-masing Inspektorat dilatih untuk lebih bertanggung jawab terhadap<br />

penggunaan anggarannya.<br />

Cecep Suhayli (Penyaji Bahan Administrasi Kepegawaian Junior)<br />

Menurut saya sebagai LO, awalnya agak meragukan perubahan yang dilakukan oleh<br />

BagPK. Apakah akan berjalan efektif atau sebaliknya? Memang disaat periode-periode<br />

awal perubahan, sempat mengalami kesulitan menyesuaikan dengan perubahan itu.<br />

Tapi berkat adanya support yang baik dari AR bagPK, kesulitan itu bisa teratasi.<br />

Kuncinya, menurut saya ada di komunikasi antara AR dan LO itu sendiri, kalau diantara<br />

keduanya sudah terjalin komunikasi yang baik, untuk proses berikutnya yang melibatkan<br />

meja pelayanan akan lebih mudah lagi.<br />

Saran saya, kita harus lebih meningkatkan koordinasi antara AR dan LO, istilah AR sebagai<br />

inisiatif untuk jemput bola. Secara keseluruhan perubahan sistem di BagPK pada akhirnya<br />

dapat mempermudah pekerjaan LO ke depannya.<br />

38<br />

Mujiastono (Penyaji Data Protokoler dan Rumah Tangga Junior)<br />

Sistem pelayanan Bagian PK tahun ini banyak mengalami perubahan, terutama<br />

semenjak ruangan telah berubah menjadi workstation. Hal yang saya soroti adalah<br />

pelayanan keuangan yang sering bersentuhan dengan publik yaitu:<br />

Pelayanan Verifikator, ada beberapa penyesuaian sistem verifikator sekarang<br />

terutama terkait verifikasi kuitansi surat tugas. Apresiasi yang kami berikan adalah<br />

sekarang LO masing-masing bagian/inspektorat bertanggungjawab atas kuitansinya<br />

dari segi koreksi. Jadi nilai lebih dari hal ini adalah paperless. Tidak banyak kertas<br />

yang dibuang sia-sia. Dan proses verifikasi dapat berjalan lebih cepat.<br />

Saran saya untuk bukti setor pajak harap lebih dipercepat penyampaian ke masingmasing<br />

bagian, karena rekanan kadang butuh segera sebagai bukti pembayaran<br />

pajak. Serta koordinasi verifikasi lebih ditingkatkan, terutama koreksi kuitansi ST.<br />

Harapannya semoga kedepan bagian PK dapat terus melayani pegawai itjen dengan<br />

lebih optimal lagi dengan tetap tidak meninggalkan ciri khas etos kerja Bagian PK yaitu terobosan-terobosan baru<br />

sesuai dengan moto keuangan bekerja dengan cerdas, melayani dengan iklas. (KIN)<br />

VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012


SpeakOut<br />

ACCOUNT REPRESENTATIVE<br />

(AR) SAID...<br />

Risti Purwaningsih (Penyaji Bahan Pengelolaan Keuangan Junior)<br />

Dengan adanya sistem pelayanan 1 pintu ini, kerjanya bisa lebih nyaman. Karena kan LO tidak langsung bertemu<br />

dengan saya tapi melalui front office. Dulu itu sering saya lagi kerja, tiba-tiba ada yang datang untuk tanya-tanya atau<br />

mungkin minta paraf, itu sih masih tidak apa-apa. Tapi yang paling susah itu di saat yang sama pula ada yang tanyatanya<br />

lewat gtalk, di tambah lagi ada yang via telephone. Jadi bingung kan saya mau melayani yang mana dulu. Kalau<br />

sekarang paling yang bisa berbarengan itu gtalk sama telephone, bisa gantian mana yang lebih penting. Dulu kan yang<br />

tidak enaknya ketika ada orang di depan saya dan di saat yang bersamaan ada telephone. Saya ucapkan terima kasih<br />

saja kepada para LO atas kerja samanya selama ini Bagian Perencanaan dan Keuangan sangat terbantu dengan adanya<br />

kalian.<br />

Frans Rizal Maulida (Penyaji Bahan Pengelolaan Keuangan Junior)<br />

Bag.PK berinovasi seperti ini bukan tanpa sebab. Kita melihat sering terjadi inefisiensi<br />

tenaga ketika Bag. PK melayani teman-teman Itjen. Nah, Bag. PK ingin mengurangi<br />

inefisiensi tersebut dengan mencoba memberikan inovasi dalam pelayanannya.<br />

Pelayanan tersebut adalah pelayanan satu meja, coba liat keefisienan yang terjadi :<br />

1. LO hanya sekali mencetak kuitansi dan menyerahkan ke Bag. PK, kemudian langsung<br />

diproses di depan bendahara<br />

• efek Bag. PK - verifikasi lebih cepat, uang cair lebih cepat,<br />

• efisiensi kertas - mencetak cuma sekali (untuk penugasan ganda dan yang lain<br />

dikonsultasikan dengan AR via telepon/gtalk-paperless),<br />

• Mengembalikan konsep “lets the manager, manage” - PPK yang punya uangnya, biarkan PPK mengatur<br />

uangnya bukan lets the Bag. PK manage - PPK yang punya uangnya, biarkan Bag. PK mengatur uangnya,<br />

• membantu subbag TU untuk memonitor dan mengevaluasi penugasan auditor/pegawai di tempatnya.<br />

2. Dengan Konsep AR, pertanggungjawaban perkejadian akan lebih termonitor dan terkendali.<br />

3. Interaksi LO dibatasi dengan pegawai Bag. PK.<br />

Sebenernya dulu konsep pelayanan kita tidak se-dahsyat ini juga, dulu kan konsepnya meskipun satu meja pelayanan,<br />

tapi mereka tetap bisa melihat kita bekerja. Berhubung kondisi Lemari Raksasa nan ajaib ini menghalangi, ya terpaksa<br />

konsep itu sirna dengan sendirinya, tapi pintu kita terbuka bagi siapapun yang ingin berkunjung ke sini.<br />

Diah Kartika Sari<br />

(Penata Usaha Junior Subbagian Perbendaharaan)<br />

Bag PK sekarang sudah menggunakan system satu pintu. Hal ini dilakukan agar<br />

pelayanan yang kami berikan lebih tertib dan rapi. Untuk masalah kuitansi yang<br />

masuk ke Bag PK harus sudah lengkap itu karena sebenarnya fungsi verifikasi<br />

ada pada PPK masing-masing, karena yang lebih tahu soal penugasan kan PKKnya.<br />

Selain itu, hal ini dilakukan agar kepengurusan kuitansi lebih cepat karena<br />

LO tidak perlu bolak balik untuk verifikasi kuitansinya.<br />

Masalah sekarang tidak bisa masuk nyelonong begitu saja sebenarnya lebih<br />

ditekankan kepada rekan-rekan yang ingin berbicara soal pekerjaan seperti<br />

kepengurusan Kuitansi, SKPP, gaji dan lain sebagainya. Sedangkan untuk<br />

urusan pribadi, pintu kami terbuka. ^^<br />

(KIN)<br />

VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />

39


Ragam Pengawasan<br />

SELAMAT DATANG BPHTB DI DAERAH<br />

Sejarah, Pajak Pusat, Latar Belakang UU PDRD,<br />

dan Permasalahan dalam Implementasi<br />

(Bagian Pertama dari dua tulisan)<br />

Oleh : Heru Susanto (Auditor Inspektorat VII)<br />

Pada saat penulis melintasi Jalan Raya<br />

Bogor terlihat spanduk iklan rumah<br />

yang mencantumkan promosi “Bebas<br />

BPHTB” untuk transaksi pembelian<br />

rumah. Yang menjadi pertanyaan, mungkinkah<br />

konsumen tidak wajib membayar BPHTB atas<br />

transaksi pembelian rumah? Apakah tindakan<br />

tidak membayar BPHTB tidak melanggar undangundang?<br />

1. PENDAHULUAN<br />

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan<br />

Bangunan (BPHTB) merupakan salah satu jenis<br />

pajak yang menjadikan tanah dan bangunan<br />

sebagai sumber pendapatannya. Mengapa BPHTB<br />

dinamai Bea, bukan pajak sebagaimana pungutan<br />

Negara lainnya? Ada beberapa ciri khusus yang<br />

membuat pungutan ini dinamai bea, yaitu :<br />

a. Saat pembayaran pajak terjadi lebih dahulu<br />

daripada saat terutang misalnya, pembeli tanah<br />

bersertifikat sudah diharuskan membayar<br />

BPHTB terutang sebelum terjadi saat terutang<br />

(sebelum akta dibuat dan ditandatangani).<br />

Kondisi serupa sama dalam Bea Meterai (BM),<br />

siapapun pihak yang membeli meterai tempel<br />

berarti ia sudah membayar BM walaupun<br />

belum terjadi saat terutang pajak;<br />

b. Dalam pembayaran BPHTB yang menggunakan<br />

Surat Setoran BPHTB (SSB) tidak membutuhkan<br />

nomor identitas seperti NPWP;<br />

c. Frekuensi pembayaran BPHTB terutang dapat<br />

dilakukan secara isidentil ataupun berkalikali<br />

dan tidak terikat dengan masa ataupun<br />

tahunan.<br />

2. SEJARAH BPHTB<br />

Pada masa lalu ada pungutan pajak<br />

dengan nama Bea Balik Nama yang diatur dalam<br />

Ordonansi Bea Balik Nama Staatsblad 1924 Nomor<br />

291. Bea Balik Nama ini dipungut atas setiap<br />

perjanjian pemindahan hak atas harta tetap yang<br />

ada di wilayah Indonesia, termasuk peralihan<br />

harta karena hibah wasiat yang ditinggalkan oleh<br />

orang-orang yang bertempat tinggal terakhir di<br />

Indonesia. Yang dimaksud dengan harta tetap<br />

dalam Ordonansi tersebut adalah barang-barang<br />

tetap dan hak-hak kebendaan atas tanah, yang<br />

pemindahan haknya dilakukan dengan pembuatan<br />

akta menurut cara yang diatur dalam undangundang,<br />

yaitu Ordonansi Balik Nama Staatsblad<br />

1834 Nomor 27.<br />

Berdasarkan Undang-undang Nomor 5<br />

Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok<br />

Agraria (UUPA), hak-hak kebendaan yang dimaksud<br />

di atas tidak berlaku lagi, karena semuanya sudah<br />

diganti dengan hak-hak baru yang diatur dalam<br />

UUPA. Sebelum diberlakukan UUPA, di Indonesia<br />

terjadi dualisme Hukum Pertanahan yaitu hak atas<br />

harta tetap dengan titel Hukum Barat yang diatur<br />

dalam KUH Perdata dan hak atas harta tetap orang<br />

40<br />

VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012


Ragam Pengawasan<br />

Indonesia asli/hak pribumi yang diatur dalam<br />

Hukum Adat tiap-tiap daerah. Dengan demikian,<br />

sejak UUPA maka dualisme Hukum Pertanahan di<br />

Indonesia dihapuskan dan Bea Balik Nama atas hak<br />

harta tetap berupa hak atas tanah tidak dipungut<br />

lagi, sedangkan ketentuan mengenai pengenaan<br />

pajak atas akta pendaftaran dan pemindahan<br />

kapal yang didasarkan pada Ordonansi Bea Balik<br />

Nama Staatsblad 1924 Nomor 291 masih tetap<br />

berlaku.<br />

Dengan pertimbangan tersebut di atas<br />

dan sebagai pengganti Bea Balik Nama atas harta<br />

tetap berupa hak atas tanah yang tidak dipungut<br />

lagi sejak UUPA maka diadakan pungutan pajak<br />

atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan<br />

dengan nama BPHTB berdasarkan Undang-undang<br />

Nomor 21 tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak<br />

atas Tanah dan Bangunan sebagaimana diubah<br />

dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2000<br />

(UU BPHTB).<br />

3. BPHTB SEBAGAI PAJAK PUSAT<br />

Landasan hukum pungutan BPHTB adalah<br />

berdasarkan UU Nomor 21 tahun 1997, namun<br />

UU ini sempat ditunda diberlakukan berdasarkan<br />

Peraturan Pemerintah Pengganti Undangundang<br />

Nomor 1 tahun 1997 (Perppu) dengan<br />

pertimbangan terjadi krisis ekonomi dan moneter.<br />

BPHTB mulai diberlakukan sejak 1 Juli 1998.<br />

Adapun prinsip-prinsip dasar yang dianut dalam<br />

UU BPHTB tahun 1997 adalah:<br />

a. self assessment sistem,<br />

b. tarif ditetapkan 5% dari nilai perolehan objek<br />

pajak kena pajak (NPOPKP),<br />

c. dikenakan sanksi kepada WP maupun pejabatpejabat<br />

umum yang melakukan pelanggaran<br />

ketentuan atau tidak melaksanakan kewajiban,<br />

d. hasil penerimaan BPHTB diserahkan sebesar<br />

80% kepada Pemerintah Daerah dan 20%<br />

untuk Pemerintah Pusat, dan<br />

e. tidak diperkenankan ada pungutan lain atas<br />

pihak yang memperoleh hak atas tanah dan<br />

bangunan sejak UU BPHTB diberlakukan.<br />

BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas<br />

sebuah peristiwa hukum berupa perolehan hak<br />

atas tanah dan atau bangunan. Hak atas tanah<br />

yang dimaksud dalam UU BPHTB adalah Hak<br />

Milik (HM), Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna<br />

Bangunan (HGB), dan Hak Pakai (HP) sesuai pasal<br />

16 UUPA. Pengertian perolehan hak atas tanah dan<br />

atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa<br />

hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak<br />

atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi<br />

atau badan, meliputi pemindahan hak atas tanah<br />

dan atau bangunan yang terjadi karena jual beli,<br />

tukar menukar, hibah, hibah wasiat, pemasukan<br />

dalam perseroan atau badan hukum lainnya,<br />

pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan,<br />

penunjukan pembeli dalam lelang, putusan<br />

hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap<br />

serta pemberian hak baru baik karena kelanjutan<br />

pelepsan hak dan di luar pelepasan hak.<br />

Mulai tanggal 1 Januari 2001, UU<br />

BPHTB diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2000<br />

dengan dilatarbelakangi antara lain memperluas<br />

cakupan objek pajak untuk mengakomodir<br />

adanya perolehan hak atas tanah dan bangunan<br />

yang belum diatur, lebih memberikan kepastian<br />

hukum dan keadilan dalam pengenaan pajak,<br />

lebih memberikan kepastian hukum mengenai<br />

ketentuan dan sanksi bagi pejabat. Adapun<br />

perluasan objek meliputi:<br />

a. Hak Pengelolaan, beserta bangunan diatasnya;<br />

b. Hak milik atas satuan rumah susun/HMSRS<br />

(berdasarkan UU Nomor 16 tahun 1985<br />

tentang Rumah Susun);<br />

c. Perolehan hak karena waris; dan<br />

d. Perolehan dalam transaksi ekonomi seperti<br />

penggabungan usaha, peleburan usaha, dan<br />

pemekaran usaha.<br />

Berdasarkan paragraf di atas maka syarat<br />

objektif pengenaan BPHTB adalah (1) adanya<br />

peristiwa hukum berupa perolehan hak atas tanah<br />

dan atau bangunan sesuai pasal 2 ayat (1) UU<br />

BPHTB, (2) perolehan hak didasarkan atas sertipikat<br />

yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional<br />

(BPN) yaitu HM, HGU, HGB, HP, HMSRS, atau Hak<br />

Pengelolaan sesuai pasal 2 ayat (3) UU BPHTB, dan<br />

(3) perolehan tersebut dibuat, ditandatangani,<br />

didaftarkan, diterbitkan, ditunjuk atau diputuskan<br />

oleh pejabat yaitu notaris/pejabat penbuat akta<br />

VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />

41


Ragam Pengawasan<br />

tanah (PPAT), pejabat lelang negara, hakim atau<br />

pejabat BPN sesuai pasal 24 UU BPHTB. Dengan<br />

demikian, perolehan tanah dan atau bangunan<br />

yang dilakukan di bawah tangan atau transaksi jual<br />

beli tanah girik maka tidak dapat dikenai BPHTB<br />

dan disamping itu ada beberapa objek perolehan<br />

hak atas tanah dan atau bangunan yang tidak dapat<br />

dikenai BPHTB sebagaimana diatur pasal 3 ayat (1)<br />

UU BPHTB, antara lain objek pajak yang diperoleh<br />

perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas<br />

perlakuan timbal balik.<br />

Hasil penerimaan BPHTB merupakan<br />

penerimaan Negara yang dibagi 2 yaitu 20%<br />

sebagai penerimaan Pemerintah Pusat dan 80%<br />

sebagai penerimaan Pemerintah Daerah. Dari<br />

20% bagian Pemerintah Pusat, dibagikan dengan<br />

porsi yang sama besar kepada seluruh Pemerintah<br />

Kabupaten/Kota dan dari 80% bagian Pemerintah<br />

Daerah dirinci sebagai berikut :<br />

a. 16% untuk Daerah Provinsi yang bersangkutan;<br />

dan<br />

b. 64% untuk Daerah Kabupaten/Kota penghasil.<br />

Seiring dengan diundangkannya UU Nomor<br />

<strong>28</strong> tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi<br />

Daerah (UU PDRD) yang mulai diberlakukan<br />

tanggal 1 Januari 2010. Adapun perubahan yang<br />

mendasar dari UU PDRD ini adalah dialihkannya<br />

pengelolaan BPHTB dan Pajak Bumi dan Bangunan<br />

Perkotaan dan Perdesaan (PBB P2) dari yang<br />

semula dikelola oleh Pemerintah Pusat dalam hal<br />

ini Direktorat Jenderal Pajak menjadi dikelola oleh<br />

Pemerintah Kabupaten/Kota. Pengalihan BPHTB<br />

dilakukan paling lambat 1 Januari 2011, sehingga<br />

mulai saat itu Direktorat Jendera Pajak (DJP) tidak<br />

mempunyai kewenangan memungut BPHTB dan<br />

UU BPHTB beserta peraturan pelaksanaannya<br />

dinyatakan tidak berlaku. Untuk itu, mulai<br />

2011 penerimaan BPHTB menjadi penerimaan<br />

Pemerintah Kabupaten/Kota dengan syarat telah<br />

memiliki Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur<br />

BPHTB sesuai pasal 95 ayat (1) UU PDRD.<br />

4. UU PDRD<br />

a. Latar Belakang Pengalihan<br />

Secara praktis, sesungguhnya BPHTB sudah<br />

merupakan pajak daerah, hal ini dilihat<br />

dari sisi kepada siapa sebagian besar<br />

penerimaannya diserahkan, yaitu Pemerintah<br />

Daerah. Pengalihan kewenangan pengelolaan<br />

BPHTB perlu diapresiasi karena merupakan<br />

implementasi desentralisasi fiskal. Dalam<br />

melaksanakan desentralisasi fiskal, prinsip<br />

“money should follow function” merupakan<br />

salah satu prinsip yang harus diperhatikan dan<br />

dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat. Artinya,<br />

setiap penyerahan atau pelimpahan wewenang<br />

pemerintahan membawa konsekuensi pada<br />

anggaran yang diperlukan untuk melaksanakan<br />

kewenangan tersebut.<br />

BPHTB layak dialihkan sebagai pajak daerah<br />

berdasarkan pengujian kriteria sebagaimana<br />

yang dikemukakan oleh Kenneth Davey, yang<br />

meliputi 5(lima) aspek, yaitu:<br />

1) Adequacy and elasticity. Dari aspek<br />

kecukupan, penerimaan BPHTB cukup<br />

signifikan, relatif stabil, dan mudah<br />

diprediksi (property tax revenues are<br />

relatively substantial, stable, and<br />

predictable). Potensi penerimaan BPHTB<br />

elastis dalam pengertian dapat dinaikkan<br />

dan diturunkan melalui penyesuaian tarif<br />

dalam hal terjadi perubahan kebutuhan<br />

pengeluaran.<br />

2) Equity. Meskipun basis pengenaan<br />

BPHTB bukan penghasilan, BPHTB tidak<br />

bertentangan dengan prinsip keadilan<br />

terutama keadilan secara horisontal.<br />

Objek pajak yang berada dalam area atau<br />

memiliki nilai jual (market price) yang sama<br />

akan dikenakan beban pajak yang sama<br />

besarnya.<br />

3) Economic efficiency effects. Dampak<br />

pengenaan BPHTB dapat dikatakan relatif<br />

netral dalam hal mempengaruhi perilaku<br />

masyarakat dalam menentukan pilihan<br />

(insentif and choice) untuk konsumsi,<br />

menabung dan berinvestasi, sehingga<br />

relatif tidak menimbulkan distorsi terhadap<br />

perekonomian secara keseluruhan.<br />

4) Feasibility of implementation. Dari segi<br />

ini dilihat dari aspek pengadministrasian<br />

BPHTB, hampir tidak ada masalah karena<br />

objeknya sangat nyata (visible) dan<br />

tidak dapat bergerak atau dipindahkan,<br />

sehingga sulit untuk dihindarkan<br />

bebannya, hal ini memudahkan daerah<br />

untuk mengidentifikasikan, memungut dan<br />

42<br />

VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012


Ragam Pengawasan<br />

menetapkan bebannya.<br />

5) Suitability as local tax/revenue. Pengalihan<br />

BPHTB berikut penyerahan kewenangan<br />

penatapan tarif pajaknya akan memberikan<br />

keleluasaan bagi daerah untuk memungut<br />

pajak sesuai dengan kebutuhan dan<br />

preferensi daerah. Di lain pihak Wajib<br />

Pajak dapat memonitor secara langsung<br />

penggunaan dana BPHTB tersebut dan<br />

memonitor kualitas pelayanan yang<br />

disediakan oleh pemerintah daerah,<br />

dengan demikian akuntabilitas penggunaan<br />

uang pajak yang dibayar masyarakat dapat<br />

lebih terjamin<br />

Selain pertimbangan tersebut di atas, hampir<br />

banyak negara telah menetapkan property<br />

tax sebagai pajak daerah (Internationally Best<br />

Practice), misalnya: Australia, Canada, India,<br />

Malaysia, Jepang.<br />

b. Langkah-langkah Persiapan Kementerian<br />

Keuangan<br />

Berdasarkan pasal 182 UU PDRD, Pemerintah<br />

melakukan upaya-upaya persiapan pengalihan<br />

dengan menetapkan Peraturan Bersama<br />

Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri<br />

Nomor 186/PMK.07/2010 dan Nomor 53 Tahun<br />

2010 Tentang Tahapan Persiapan Pengalihan<br />

BPHTB Sebagai Pajak Daerah. Adapun<br />

persiapan pengalihan BPHTB dilakukan dalam<br />

waktu paling lambat tanggal 31 Desember<br />

2010. Berdasarkan pasal 3 ayat (1) Perber,<br />

DJP bertugas dan bertanggung jawab untuk<br />

mengompilasi:<br />

1) peraturan pelaksanaan BPHTB sebagai<br />

bahan acuan Pemda dalam menyusun<br />

Perda dan Peraturan Kepala Daerah;<br />

2) standard operating procedure (SOP)<br />

terkait BPHTB sebagai bahan acuan Pemda<br />

menyusun SOP;<br />

3) struktur, tugas, dan fungsi organisasi DJP<br />

terkait pemungutan BPHTB sebagai bahan<br />

acuan Pemda untuk merumuskan struktur<br />

organisasi dan tata kerja pemungut BPHTB;<br />

4) data piutang BPHTB beserta berkas<br />

pendukungnya;<br />

5) data pendukung dalam rangka pelaksanaan<br />

pemungutan BPHTB oleh Pemda berupa<br />

data Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) per 1<br />

Januari 2011; dan<br />

6) Surat Keputusan Menteri Keuangan<br />

mengenai penetapan Nilai Perolehan Objek<br />

Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) sejak<br />

tahun 2006 s.d. tahun 2010.<br />

Adapun Direktorat Jenderal Perimbangan<br />

Keuangan (DJPK) bertugas dan bertanggung<br />

jawab menggandakan hasil kompilasi di atas<br />

dan selanjutnya menyerahkannya ke Pemda,<br />

serta melakukan pemantauan dan pembinaan<br />

pelaksanaan pengalihan kewenangan<br />

pemungutan BPHTB kepada Pemda.<br />

Selain tugas dan tanggung jawab tersebut,<br />

dalam upaya menyukseskan proses pengalihan<br />

BPHTB ke Pemerintah Kabupaten/Kota, DJP,<br />

DJPK, dan Badan Pendidikan dan Pelatihan<br />

Keuangan (BPPK) telah dan sedang melakukan:<br />

1) Pendidikan dan pelatihan berbasis<br />

e-learning yang diperuntukkan bagi<br />

pegawai Pemda Kabupaten/Kota (http://<br />

www.lmsbppk.depkeu.go.id) secara<br />

bertahap dan berkesinambungan;<br />

2) Sosialisasi, workshop, dan bimbingan teknis<br />

kepada Pemerintah Kabupaten/Kota secara<br />

bertahap dan berkesinambungan;<br />

3) Penyiapan peraturan pelaksanaan antara<br />

lain PMK Nomor 148/PMK.07/2010<br />

tentang Badan atau Perwakilan Lembaga<br />

Internasional yang Tidak Dikenakan BPHTB;<br />

4) Diseminasi dan asistensi yang dilakukan<br />

tanggal 2 Desember 2010 di Surabaya<br />

meliputi kegiatan public announcement<br />

dan coaching clinic;<br />

5) Pemantauan dan pendampingan;<br />

6) Pilot Project. Kegiatan ini dilakukan dengan<br />

memilih 5 kabupaten/kota sebagai proyek<br />

percontohan, kemudian Tim melakukan<br />

asistensi dan pembinaan terhadap daerah<br />

pilot dan hasil implementasi di daerah pilot<br />

disebar ke Pemerintah Kabupaten/Kota<br />

lainnya.<br />

7) Menyediakan tempat magang di KPP.<br />

Kegiatan ini bertujuan agar pegawai Pemda<br />

dapat lebih memahami proses bisnis/<br />

administrasi proses pengelolaan BPHTB<br />

secara riil di KPP (simulasi). Pelaksanaan<br />

magang diikuti oleh pegawai Pemda<br />

yang nantinya akan ditugaskan untuk<br />

mengelola BPHTB di kabupaten/kota yang<br />

bersangkutan.<br />

VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />

43


Ragam Pengawasan<br />

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL<br />

PERBENDAHARAAN NOMOR: PER-73/PB/2011<br />

MENIMBULKAN MASALAH BARU<br />

(Bagian Pertama dari Dua Tulisan)<br />

Pendahuluan<br />

Seperti penulis uraikan pada <strong>Auditoria</strong><br />

Vol V No. 26 Edisi September-Oktober<br />

2011 bahwa biasanya setiap menjelang<br />

akhir tahun Direktorat Jenderal Perbendaharaan<br />

mengeluarkan peraturan mengenai langkahlangkah<br />

menghadapi akhir tahun anggaran,<br />

sekarang telah terbit Perturan Direktur Jenderal<br />

Perbendaharaan Nomor: Per-73/PB/2011 tentang<br />

Langkah-langkah Dalam Menghadapi Akhir Tahun<br />

Anggaran 2011. Berbagai komentar muncul<br />

sehubungan adanya peraturan tersebut, yang pada<br />

dasarnya menyatakan implementasinya sangat<br />

menyulitkan, baik bagi PPK maupun bagi rekanan.<br />

Bahkah ada pendapat menyatakan bahwa Per-73/<br />

PB/2011 tersebut bertentangan dengan peraturan<br />

yang lebih tinggi yaitu Peraturan Presiden Nomor<br />

54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa<br />

Pemerintah (Perpres 54/2010).<br />

Penulis tertarik untuk membahas khusus<br />

permasalahan yang terkait dengan pekerjaan<br />

yang dilaksanakan secara kontraktual yang sampai<br />

dengan batas waktu terakhir pengaujuan SPM-LS<br />

pekerjaan belum selesai. Agar alur pembahasan<br />

dapat mengalir, berikut adalah petikan<br />

peraturannya:<br />

• Pasal 12 ayat (1) huruf c: SPM-LS harus sudah<br />

diterima KPPN paling lambat tanggal 19<br />

Desember 2011<br />

• Pasal 13<br />

(1) Pekerjaan pisik, pemeliharaan gedung,<br />

penyediaan makanan/lauk pauk, dan<br />

kegiatan sejenis lainnya yang dilaksanakan<br />

secara kontraktual yang Berita Acara<br />

Penyelesaian Pekerjaan-nya (BAPP) dibuat<br />

mulai tanggal 21 Desember 2011 sampai<br />

dengan tanggal 31 Desember 2011, KPA<br />

pada saat pengajuan SPM-LS kepada KPPN<br />

wajib melampirkan:<br />

44<br />

VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012


Ragam Pengawasan<br />

a. Surat Perjanjian Pembayaran antara<br />

KPA dengan pihak ketiga/rekanan sesuai<br />

format lampiran II<br />

b. Asli jaminan/garansi pembayaran dari<br />

bank umum yang masa berlakunya<br />

berakhir sampai dengan berakhirnya<br />

masa kontrak dengan nilai jaminan<br />

sekurang-kurangnya sebesar prosentase<br />

pekerjaan yang belum diselesaikan, dan<br />

masa pengajuan klaim selama 30 hari<br />

kalender sejak berakhirnya jaminan/<br />

garansi pembayaran bank tersebut.<br />

c. Untuk pekerjaan dengan nilai kontrak<br />

dan/atau nilai prosentase pekerjaan<br />

yang belum diselesaikan jumlahnya<br />

sama dengan atau dibawah 50 juta<br />

rupiah, jaminan/garansi pembayaran<br />

bank tersebut dapat diganti dengan<br />

SPTJM sebagai penjaminan dari KPA<br />

sesuai format lampiran III<br />

d. jaminan/garansi pembayaran bank<br />

sebagimana dimaksud pada huruf<br />

b diterbitkan oleh bank umum yang<br />

berlokasi diwilayah kerja KPPN<br />

bersangkutan dan bersifat tansferabel<br />

sesuai format lampiran IV<br />

e. Surat Pernyataan dari PA/KPA<br />

mengenai keabsahan dari jaminan/<br />

garansi pembayaran bank tersebut<br />

dengan pernyataan bahwa apabila dari<br />

jaminan/garansi pembayaran bank<br />

tersebut palsu dan/atau asli tapi palsu<br />

dan/atau tidak dapat dicairkan dalam<br />

hal terjadi wanprestasi, sepenuhnya<br />

menjadi tanggungjawab pribadi PA/KPA<br />

sesuai format lampiran V<br />

f. Asli Surat Kuasa (bermeterai cukup)<br />

kepada Kepala KPPN untuk mencairkan<br />

jaminan bank sesuai format lampiran VI<br />

g. Surat Pernyataan Kesanggupan untuk<br />

menyelesaikan pekerjaan 100% sampai<br />

dengan masa berakhirnya kontrak dari<br />

pihak ketiga/rekanan sesuai format<br />

lampiran VII<br />

(2) KPA wajib menyampaikan BAPP kepada<br />

Kepala KPPN paling lambat 5 hari kerja<br />

setelah masa kontrak berakhir.<br />

(3) Dalam hal pelaksanaan pekerjaan<br />

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak/<br />

tidak dapat diselesaikan 100% sampai<br />

dengan berakhirnya masa kontrak, berlaku<br />

ketentuan sebagai berikut:<br />

a. KPA, paling lambat 1 hari kerja<br />

setelah masa kontrak berakhir, wajib<br />

memberitahukan secara tertulis kepada<br />

pihak ketiga/rekanan bersangkutan<br />

bahwa pihak ketiga/rekanan<br />

bersangkutan telah wanprestasi dan<br />

tembusan pemberitahuan secara<br />

tertulis tersebut disampaikan kepada<br />

Kepala KPPN mitra kerjanya<br />

b. Berdasarkan pemberitahuan secara<br />

tertulis sebagaimana dimaksud pada<br />

huruf a, KPA membuat pernyataan<br />

tertulis paling lambat 1 hari kerja<br />

setelah masa kontrak berakhir, bahwa<br />

pihak ketiga/rekanan telah melakukan<br />

wanprestasi, dan menyampaikan surat<br />

pernyataan dimaksud kepada Kepala<br />

KPPN mitra kerjanya<br />

c. Surat pernyataan tertulis sebagaimana<br />

dimaksud pada huruf b dilengkapi<br />

dengan BAPP dan Berita Acara<br />

Pembayaran (BAP) terakhir, paling<br />

lambat 5 hari kerja sejak masa kontrak<br />

berakhir<br />

d. Kepala KPPN pada hari kerja berikutnya<br />

setelah menerima surat pernyataan<br />

sebagaimana dimaksud pada huruf c,<br />

mengajukan klaim pencairan jaminan/<br />

garansi bank untuk untung Kas Negara<br />

sebesar prosentase pekerjaan yang<br />

tidak/tidak dapat diselesaikan sebagai<br />

pengembalian belanja tahun anggaran<br />

berkenaan dalam hal penyetorannya<br />

pada bulan Desember tahun 2011, atau<br />

sebagai pendapatan anggaran lainlain<br />

yang disetor setelah akhir tahun<br />

angggaran 2011<br />

e. Klaim pencairan jaminan/garansi bank<br />

sebagaimana dimaksud pada huruf d<br />

tanpa memperhitungkan pajak-pajak<br />

yang telah disetorkan ke kas Negara<br />

atau melalui pemotongan SPM<br />

f. Dalam hal terdapat pajak yang terlanjur<br />

disetorkan ke kas Negara atau melalui<br />

pemotongan SPM sebagaimana<br />

dimaksud pada huruf e, dapat<br />

diselesaikan sesuai dengan ketentuan<br />

perundang-undangan<br />

g. Dalam hal dokumen- dokumen<br />

sebagaimana dimaksud pada huruf a,<br />

huruf b, dan huruf c, tidak disampaikan<br />

sesuai batas waktu yang ditentukan,<br />

maka Kepala KPPN melaporkan KPA<br />

berkenaan ke Unit Pemeriksa Internal<br />

Kementerian/Lembaga terkait dan<br />

BPKP.<br />

VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />

45


Ragam Pengawasan<br />

Permasalahan dan Pembahasan<br />

Kalau kita baca dengan cermat,<br />

sesungguhnya sasaran dari Per-73/PB/2011<br />

adalah untuk menjamain adanya disiplin anggaran<br />

yaitu bahwa Tahun Anggaran meliputi masa satu<br />

tahun mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan<br />

31 Desember dan pembayaran atas beban APBN/<br />

APBD tidak boleh dilakukan sebelum barang dan/<br />

atau jasa diterima. Namun dalam pelaksanaan<br />

dilapangan terjadi berbagai penafsiran sehingga<br />

“menciptakan” masalah baru. Munculnya berbagai<br />

penafsiran tersebut terjadi karena faktanya banyak<br />

pekerjaan yang sampai dengan akhir tahun 2011<br />

belum selesai.<br />

1. Ruang Lingkup Per-73/PB/2011<br />

Pertimbangan hukum yang disampaikan dalam<br />

Per-73/PB/2011 sama sekali tidak menyebut<br />

Perpres 54/2010 dan Keppres Nomor 42 Tahun<br />

2002 sebagaimana telah beberapa kali diubah<br />

terakhir dengan Perpres Nomor 53 Tahun 2010<br />

tentang Pedoman Pelaksanaan APBN (Perpres<br />

54/2010), hal itu berarti Per-73/PB/2011<br />

hanya mengatur teknis pembayaran pada akhir<br />

tahun 2011. Namun, dalam pelaksanaannya<br />

ketentuan pasal 13 tersebut menimbulkan<br />

pertanyaan (antara lain) bagaimana tarhadap<br />

kontrak yang berakhir sebelum tanggal 20<br />

Desember (contoh tanggal 15 Desember),<br />

tetapi sampai dengan tanggal 20 Desember<br />

pekerjaan belum selesai (terlambat).<br />

46<br />

Pertanyaannya selanjutnya adalah bagaimana<br />

mekanisme pengajuan SPM-LS untuk pekerjaan<br />

yang terlambat diselesaikan seperti yang<br />

diilustrasikan tersubut. Berdasarkan tekstual<br />

Per-73/PB/2011 tersebut , maka pekerjaan<br />

yang terlambat diselesaikan tidak ada<br />

kesempatan mendapatkan pembayaran. Kalau<br />

hal ini terjadi pasti akan ada masalah hukum<br />

dikemudian hari, mengingat Perpres 54 Tahun<br />

2010 masih mengakomodir kemungkinan<br />

terjadinya keterlambatan sampai dengan 50<br />

hari sebagaimana diatur dalam Pasal 93 (1)<br />

yang antara lain menyatakan bahwa PPK dapat<br />

memutuskan Kontrak secara sepihak apabila<br />

denda keterlambatan pelaksanaan pekerjaan<br />

akibat kesalahan Penyedia Barang/Jasa sudah<br />

melampaui 5% (lima perseratus) dari nilai<br />

Kontrak.<br />

VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />

Untuk mendiskusikan permasalahan tersebut,<br />

mari kita baca pasal 13 ayat (1) (iduknya<br />

saja) yang menyatakan “Pekerjaan pisik,<br />

pemeliharaan gedung, penyediaan makanan/<br />

lauk pauk, dan kegiatan sejenis lainnya yang<br />

dilaksanakan secara kontraktual yang BAPPnya<br />

dibuat mulai tanggal 21 Desember 2011<br />

sampai dengan tanggal 31 Desember 2011…”<br />

. Dari phrasa “BAPP-nya dibuat mulai tanggal<br />

21 Desember 2011 sampai dengan tanggal<br />

31 Desember 2011” dapat diketahui bahwa<br />

yang diatur adalah waktu pembuatan BAPP,<br />

bukan berakirnya kontrak, sehingga pekerjaan<br />

yang kontraknya berakhir sebelum tanggal 20<br />

Desember tetapi terlambat penyelesaiannya<br />

seharusnya termasuk dalam ruang lingkup<br />

pengaturan Per-73/PB/2011 tersebut.<br />

Kalimat terakhir tersebut akan menutupi<br />

kekosongan pengaturan, yang penting dalam<br />

Perjanjian Pembayaran antara KPA dengan<br />

rekanan disebutkan batas waktu penyelesaian<br />

pekerjaan antara tanggal 20 dan 30 Desember<br />

2011, demikian juga Surat Pernyataan<br />

Kesanggupan menyelesaikan pekerjaannya.<br />

Hal ini dimaksudkan sebagai batas waktu<br />

pembuatan BAPP dan/atau pernyataan<br />

wanprestasi pembayaran.<br />

2. Pernyataan Wanprestasi<br />

Perdebatan selanjutnya yang tidak kalah<br />

seru adalah kata wanprestasi sebagaimana<br />

disebutkan dalam pasal 13 ayat (3) huruf a<br />

yang menyatakan KPA, paling lambat 1 hari<br />

kerja setelah masa kontrak berakhir, wajib<br />

memberitahukan secara tertulis kepada<br />

pihak ketiga/rekanan bersangkutan bahwa<br />

pihak ketiga/rekanan bersangkutan telah<br />

wanprestasi dan tembusan pemberitahuan<br />

secara tertulis tersebut disampaikan kepada<br />

Kepala KPPN mitra kerjanya.<br />

Ada pihak yang berpendapat bahwa dengan<br />

adanya pernyataan wanprestasi maka perjajian<br />

antara PPK dengan pihak ketiga (rekanan)<br />

putus. Pendapat tersebut didasarkan pada:<br />

(1) ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun<br />

Tahun 2004, Pasal 11 dan Pasal 21 (1)<br />

yang antara lain mengatur bahwa Tahun<br />

anggaran meliputi masa satu tahun mulai


Ragam Pengawasan<br />

dari tanggal 1 Januari sampai dengan 31<br />

Desember dan pembayaran atas beban<br />

APBN/APBD tidak boleh dilakukan sebelum<br />

barang dan/atau jasa diterima.<br />

(2) ketentuan Perpres 54/2010 Pasal 52 (1)<br />

menyatakan: “Kontrak Tahun Tunggal<br />

merupakan Kontrak yang pelaksanaan<br />

pekerjaannya mengikat dana anggaran<br />

selama masa 1 (satu) Tahun Anggaran.”<br />

Terkait dengan hal tersebut di atas, penulis<br />

mencoba menelisik peraturan yang ada dan<br />

dapat disampaikan sebagai berikut:<br />

(1) Seperti telah diuraikan pada angka 1,<br />

bahwa ruang lingkup Per-73/PB/2011<br />

adalah teknis pembayaran pada akhir tahun<br />

2011 (saja), karena dalam pertimbangan<br />

hukumnya sama sekali tidak menyebut<br />

Perpres 54/2010 dan Perpres 53/2010.<br />

(2) Pasal 13 ayat (1) Per-73/PB/2011 Pekerjaan<br />

yang dilaksanakan secara kontraktual<br />

yang BAPP-nya dibuat mulai tanggal 21<br />

Desember 2011 sampai dengan tanggal 31<br />

Desember 2011, KPA pada saat pengajuan<br />

SPM-LS kepada KPPN wajib melampirkan<br />

(antara lain) Surat Perjanjian Pembayaran<br />

antara KPA dengan pihak ketiga/rekanan<br />

dan jaminan pembayaran dari bank.<br />

(3) Pasal 5 Perpres 53/2010 mengatur<br />

bahwa Menteri/pimpinan lembaga<br />

yang menguasai bagian anggaran<br />

mempunyai kewenangan otorisasi dan<br />

bertanggungjawab atas penggunaan<br />

anggaran di lingkungan kementerian/<br />

lembaga yang dipimpinnya.<br />

(4) Pasal 93 (1) Perpres 54 Tahun 2010<br />

menyatakan bahwa yang dapat memutus<br />

kontrak secara sepihak adalah PPK dengan<br />

syarat :<br />

a. denda keterlambatan pelaksanaan<br />

pekerjaan akibat kesalahan Penyedia<br />

Barang/Jasa sudah melampaui 5% (lima<br />

perseratus) dari nilai Kontrak;<br />

b. Penyedia Barang/Jasa lalai/cidera janji<br />

dalam melaksanakan kewajibannya dan<br />

tidak memperbaiki kelalaiannya dalam<br />

jangka waktu yang telah ditetapkan;<br />

c. Penyedia Barang/Jasa terbukti<br />

melakukan KKN, kecurangan dan/atau<br />

pemalsuan dalam proses Pengadaan<br />

yang diputuskan oleh instansi yang<br />

berwenang; dan/atau<br />

d. pengaduan tentang penyimpangan<br />

prosedur, dugaan KKN dan/atau<br />

pelanggararan persaingan sehat dalam<br />

pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa<br />

dinyatakan benar oleh instansi yang<br />

berwenang.<br />

Dari ketentuan tersebut dapat diketahui<br />

bahwa:<br />

(1) Pelaksanaan perjanjian antara PPK dengan<br />

rekanan menjadi tanggung jawab Menteri/<br />

pimpinan lembaga yang menguasai<br />

bagian anggaran yang bersangkutan dan<br />

didelegasikan kepada KPA.<br />

(2) Dari sisi sistem hukum, pernyataan<br />

wanprestasi sebagaimana diatur Per-<br />

73/PB/2011 tidak dapat mengakibatkan<br />

putusnya kontrak, karena bertentangan<br />

dengan peraturan yang lebih tinggi.<br />

(3) Subjek dan objek hukum yang diatur dalam<br />

Per-73/PB/2011 berbeda dengan Perpres<br />

54/2010. Subjek hukum Per-73/PB/2011<br />

adalah KPA, sedangkan Perpres 54 Tahun<br />

2010 adalah PPK. Sementara itu objek<br />

hukum Per-73/PB/2011 adalah perikatan<br />

pembayaran sedangkan objek Perpres<br />

54/2010 adalah perikatan jual beli.<br />

(4) Pernyataan wanprestasi yang disampaikan<br />

KPA adalah wanprestasi perjanjian<br />

pembayaran sehingga tidak memenuhi<br />

persyaratan yang dapat memutus kontrak.<br />

Dengan demikian pernyataan wanprestasi<br />

tersebut adalah untuk Perjanjian Pembayaran<br />

antara KPA dengan rekanan (sebagaimana<br />

teresebut pada pasal 13 ayat (1)) agar Kepala KPPN<br />

dapat mencairkan jaminan pembayaran sebesar<br />

nilai pekerjaan yang tidak dapat diselesaikan per<br />

tanggal perjanjian. Dengan demikian tidak ada<br />

pemutusan kontrak. Untuk pemutusan kontrak<br />

berlaku ketentuan Perpres 54/2010 jo kontrak<br />

yang bersangkutan.<br />

Akan dilanjutkan pada <strong>Auditoria</strong>l selanjutnya<br />

Penulis,<br />

Supardjo<br />

Auditor Madya pada Inspektorat V<br />

VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />

47


Ragam Pengawasan<br />

Penganggaran Berbasis Kinerja<br />

Sebuah Pendekatan Baru dalam Sistem Perencanaan dan Penganggaran<br />

Oleh: Andy Noor Isnaini (Pelaksana pada Bagian Perencanaan dan Keuangan)<br />

1. Reformasi Perencanaan dan Penganggaran<br />

a. Tonggak Sejarah Reformasi<br />

Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang<br />

Keuangan Negara Undang-undang Nomor<br />

25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan<br />

Pembangunan Nasional merupakan produk<br />

undang-undang yang menjadi tonggak<br />

sejarah reformasi di bidang perencanaan dan<br />

penganggaran nasional. Dalam kedua undangundang<br />

tersebut, berbagai aspek dalam ranah<br />

perencanaan dan penganggaran mengalami<br />

perubahan yang mendasar dan cukup<br />

signifikan. Banyak hal-hal baru yang diatur dan<br />

diamanatkan oleh Undang-undang ini.<br />

Satu hal baru yang sangat penting adalah<br />

diperkenalkannya sebuah pendekatan baru dan<br />

semangat untuk mengimplementasikannya<br />

dalam sistem perencanaan dan penganggaran.<br />

Pendekatan baru dimaksud meliputi 3 hal<br />

yaitu:<br />

1) Penganggaran Berbasis Kinerja<br />

(Performance Based Budgeting);<br />

2) Penganggaran Terpadu (Unified<br />

Budget); dan<br />

3) Kerangka Pengeluaran Jangka<br />

Menengah (Medium Term Expenditure<br />

Framework).<br />

Sebagai wujud pelaksanaan amanat Undangundang<br />

Nomor 17 Tahun 2003, serta<br />

mengacu pada Undang-undang Nomor 25<br />

Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan<br />

Pembangunan Nasional, telah ditetapkan<br />

Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004<br />

tentang Penyusunan Rencana Kerja dan<br />

Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (yang<br />

selanjutnya disebut RKA-KL). Dalam pasal 4<br />

peraturan tersebut secara tegas disebutkan<br />

bahwa RKA-KL disusun dengan menggunakan<br />

tiga pendekatan yang disebutkan di atas.<br />

Dalam perkembangannya, peraturan ini telah<br />

disempurnakan dengan terbitnya Peraturan<br />

Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010 tentang<br />

Penyusunan RKA-KL yang merevisi beberapa<br />

ketentuan dalam peraturan sebelumnya.<br />

b. Pendekatan Baru Sistem Perencanaan<br />

dan Penganggaran<br />

Ketiga pendekatan baru dalam sistem<br />

perencanaan dan penganggaran merupakan<br />

suatu kesatuan yang integral dengan fokus<br />

utama pada penganggaran berbasis kinerja.<br />

Dua pendekatan lainnya merupakan prasyarat<br />

dan pendukung pelaksanaan penganggaran<br />

berbasis kinerja. Penerapan penganggaran<br />

terpadu dimaksudkan untuk memudahkan<br />

pelaksanaan penganggaran berbasis kinerja<br />

dengan memberikan gambaran yang lebih<br />

objektif dan proporsional mengenai kegiatan<br />

pemerintah. Sedangkan kerangka pengeluaran<br />

jangka menengah digunakan untuk mencapai<br />

disiplin fiskal secara berkesinambungan serta<br />

menjadi jaminan kontinyuitas penyediaan<br />

anggaran kegiatan karena telah dirancang<br />

hingga 3 atau 5 tahun ke depan.<br />

2. Penganggaran Berbasis Kinerja<br />

a. Konsep PBK<br />

Penganggaran berbasis kinerja merupakan<br />

sebuah pendekatan dalam sistem<br />

penganggaran yang memperhatikan<br />

keterkaitan antara pendanaan dengan<br />

keluaran dan hasil yang diharapkan, termasuk<br />

efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran<br />

tersebut. Ciri utama penganggaran berbasis<br />

kinerja adalah anggaran yang disusun dengan<br />

memperhatikan keterkaitan antara pendanaan<br />

(input), keluaran (output), dan hasil yang<br />

diharapkan (outcomes) sehingga dapat<br />

memberikan informasi tentang efektivitas<br />

dan efisiensi pelaksanaan setiap kegiatan.<br />

Penerapan penganggaran berbasis kinerja<br />

48<br />

VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012


Ragam Pengawasan<br />

diharapkan diharapkan dapat memberikan<br />

informasi kinerja atas pelaksanaan suatu<br />

program/kegiatan pada suatu Kementerian/<br />

Lembaga serta dampak atau hasilnya yang<br />

dapat dirasakan langsung oleh masyarakat<br />

luas.<br />

Dalam konsep pendekatan PBK, dituntut<br />

adanya keterkaitan yang erat antara anggaran<br />

dengan kinerja yang diharapkan. Oleh karena<br />

itu setiap unit organisasi pemerintah harus<br />

dapat menetapkan rumusan kinerja yang ingin<br />

dicapainya. Kinerja yang telah direncanakan<br />

tersebut harus bersifat terukur pencapaiannya.<br />

Untuk itu setiap unit juga harus menetapkan<br />

indikator kinerja tertentu untuk mengukur<br />

pencapaian kinerjanya. Yang jauh lebih<br />

penting, indikator kinerja merupakan alat ukur<br />

untuk menilai keberhasilan suatu program<br />

atau kegiatan yang dilaksanakan oleh setiap<br />

unit organisasi. Jadi informasi kinerja ini<br />

mempunyai kedudukan yang sangat penting<br />

dalam proses perencanaan dan penganggaran.<br />

Rumusan indikator kinerja beserta targetnya<br />

selanjutnya juga harus dinyatakan di dalam<br />

dokumen perencanaan termasuk Renja-KL dan<br />

RKA-KL.<br />

Diagram 1. Kerangka PBK Tingkat KL<br />

b. Prinsip dan Tujuan<br />

Penerapan PBK berpedoman pada tiga prinsip<br />

utama sebagai berikut:<br />

1. Output and outcome oriented<br />

Prinsip ini mengandung makna bahwa<br />

pengalokasian anggaran harus berorientasi<br />

pada kinerja yang akan dicapai –yang<br />

dinyatakan dalam keluaran (output) dan<br />

hasil (outcome). Pengalokasian anggaran<br />

tidak lagi berorientasi pada ketersediaan<br />

dana (input). Anggaran yang tersedia<br />

merupakan rencana biaya yang memang<br />

dibutuhkan untuk mencapai suatu target<br />

kinerja yang telah ditetapkan.<br />

2. Let the manager manages<br />

Prinsip ini menunjukkan adanya fleksibilitas<br />

pengelolaan anggaran untuk mencapai<br />

hasil dengan tetap menjaga prinsip<br />

akuntabilitas. Kuasa Pengguna Anggaran<br />

(KPA) yang dalam hal ini bertindak sebagai<br />

manajer diberikan keleluasaan dalam<br />

melaksanakan kegiatan untuk mencapai<br />

keluaran dan hasil yang telah direncanakan.<br />

Keleluasaan tersebut meliputi penentuan<br />

cara dan tahapan kegiatan yang akan<br />

dilaksanakan. Cara dan tahapan kegiatan<br />

tersebut memungkinkan adanya<br />

perbedaan antara yang telah direncanakan<br />

dengan pelaksanaannya. Akan tetapi<br />

setiap manajer tetap harus bertanggung<br />

jawab penuh atas penggunaan dana dan<br />

pencapaian kinerja yang telah ditetapkan.<br />

3. Money follow function, function<br />

followed by structure<br />

Money follow function menggambarkan<br />

VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />

49


Ragam Pengawasan<br />

50<br />

bahwa pengalokasian anggaran untuk<br />

mendanai suatu kegiatan didasarkan<br />

pada tugas dan fungsi setiap unit sesuai<br />

dengan maksud pembentukannya.<br />

Sedangkan Function followed by structure<br />

menggambarkan bahwa struktur irganisasi<br />

yang dibentuk telah sesuai dengan tugas<br />

dan fungsi yang diemban oleh setiap unit.<br />

Tugas dan fungsi tersebut telah dibagi<br />

habis dalam struktur organisasi unit yang<br />

bersangkutan sehingga dapat dipastikan<br />

tidak terjadi duplikasi tugas dan fungsi. Dari<br />

kedua prinsip ini dapat ditarik kesimpulan<br />

bahwa:<br />

- tercapainya efisiensi alokasi anggaran<br />

karena tidak adanya overlapping tugas,<br />

fungsi, atau kegiatan;<br />

- pencapaian output dan outcome<br />

dapat dilakukan secara optimal karena<br />

kegiatan yang diusulkan setiap unit<br />

benar-benar merupakan pelaksanaan<br />

dari tugas dan fungsinya.<br />

Sedangkan tujuan utama yang ingin<br />

dicapai dari penerapan PBK adalah<br />

sebagai berikut:<br />

1. Menunjukkan keterkaitan langsung<br />

antara pendanaan dan kinerja yang<br />

akan dicapai;<br />

2. Meningkatkan efisiensi dan<br />

transparansi dalam pelaksanaan<br />

kegiatan;<br />

3. Meningkatkan fleksibilitas<br />

dan akuntabilitas unit dalam<br />

melaksanakan tugas dan<br />

pengelolaan anggaran.<br />

VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />

c. Komponen<br />

Agar penerapan PBK dapat dilaksanakan<br />

secara penuh, diperlukan adanya 3 komponen<br />

utama yang harus tersedia. Pasal 7 ayat (2) PP<br />

Nomor 21 Tahun 2004 menyebutkan bahwa<br />

dalam penyusunan anggaran berbasis kinerja<br />

diperlukan adanya 3 hal yaitu:<br />

- indikator kinerja;<br />

- standar biaya; dan<br />

- evaluasi kinerja dari setiap program dan<br />

jenis kegiatan.<br />

Sedangkan pasal 5 ayat (3) PP Nomor 90 Tahun<br />

2010 menyatakan secara lebih tegas bahwa<br />

ketiga hal tersebut merupakan instrumen<br />

yang digunakan dalam penyusunan RKA-KL.<br />

Hal ini secara implisit menunjukkan bahwa<br />

idealnya ketiga komponen tersebut mutlak<br />

harus ada dalam proses PBK. Penjelasan ketiga<br />

komponen itu adalah sebagai berikut:<br />

1. Indikator kinerja<br />

Indikator kinerja merupakan alat ukur<br />

untuk menilai keberhasilan suatu program<br />

atau kegiatan. Dalam konteks penerapan<br />

PBK ini, indikator kinerja dibagi menjadi 3<br />

level, yaitu:<br />

- Indikator Kinerja Utama (IKU) untuk<br />

menilai tingkat keberhasilan Program;<br />

- Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) untuk<br />

menilai tingkat keberhasilan Kegiatan;<br />

dan<br />

- Indikator Keluaran untuk menilai tingkat<br />

keberhasilan Subkegiatan.<br />

2. Standar biaya<br />

Standar Biaya adalah satuan biaya atau<br />

harga tertinggi dari suatu barang dan jasa<br />

baik secara mandiri maupun gabungan yang<br />

diperlukan untuk memperoleh keluaran<br />

tertentu dalam rangka penyusunan<br />

anggaran berbasis kinerja. Standar<br />

Biaya dapat bersifat umum atau bersifat<br />

khusus. Standar Biaya Umum (SBU)<br />

adalah satuan biaya yang merupakan batas<br />

tertinggi yang berlaku secara nasional,<br />

dimana penggunaannya bersifat lintas<br />

Kementerian Negara/Lembaga atau lintas<br />

wilayah. Sedangkan Standar Biaya Khusus<br />

(SBK) adalah standar biaya yang digunakan<br />

untuk kegiatan yang khusus dilaksanakan<br />

Kementerian Negara/Lembaga tertentu


Ragam Pengawasan<br />

atau di wilayah tertentu. Idealnya standar<br />

biaya yang digunakan adalah standar<br />

biaya keluaran. Akan tetapi pada tahap<br />

awal penerapan PBK, standar biaya yang<br />

digunakan adalah standar biaya masukan.<br />

3. Evaluasi kinerja<br />

Evaluasi kinerja adalah proses untuk<br />

menghasilkan informasi capaian kinerja<br />

yg telah ditetapkan dalam dokumen<br />

perencanaan dan anggaran (dalam hal<br />

ini RKA-KL). Evaluasi dilakukan dengan<br />

cara membandingkan antara target<br />

kinerja dengan hasil yang dicapai, serta<br />

membandingkan rencana penggunaan<br />

dana dengan realisasinya. Proses ini<br />

sangat penting untuk menunjukkan adanya<br />

keterkaitan antara pendanaan dengan<br />

capaian kinerja. Tujuan lain dari evaluasi<br />

kinerja adalah untuk mengukur tingkat<br />

efektivitas dan efisiensi pelaksanaan<br />

kegiatan serta sebagai umpan balik (feed<br />

back) untuk penyusunan RKA-KL dan<br />

perbaikan kinerja pada tahun berikutnya.<br />

d. Implementasi dan Permasalahan<br />

Konsep PBK sudah muncul pertama kali dalam<br />

Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003,<br />

walaupun hanya diungkapkan pada bagian<br />

penjelasan. Itu berarti semangat dan cita-cita<br />

untuk menerapkan PBK sudah dimulai sejak<br />

9 tahun yang lalu. Semangat dan cita-cita itu<br />

kemudian ditegaskan di dalam PP Nomor 21<br />

Tahun 2004. Akan tetapi sampai dengan Tahun<br />

Anggaran 2011 yang lalu, PBK masih belum<br />

diterapkan secara penuh. Saat ini penerapan<br />

PBK bisa dikatakan masih berada pada masa<br />

transisi. Implementasi PBK secara nyata dan<br />

komprehensif dimulai pada tahun 2009 dengan<br />

keluarnya Surat Edaran Bersama (SEB) Menteri<br />

Negara PPN/Kepala Bappennas dan Menteri<br />

Keuangan yang berisi Pedoman Reformasi<br />

Perencanaan dan Penganggaran. SEB tersebut<br />

berisi 5 buah modul yang menjelaskan secara<br />

detail mengenai konsep dan langkah-langkah<br />

kerja sebagai wujud implementasi reformasi<br />

perencanaan dan penganggaran, khususnya<br />

penerapan PBK.<br />

Tahap-tahap implementasi PBK selengkapnya<br />

bisa dilihat pada diagram di bawah ini:<br />

Diagram 2. Siklus Implementasi PBK<br />

Dari diagram tersebut tampak bahwa<br />

penerapan PBK merupakan sebuah siklus,<br />

yang terintegrasi dengan siklus perencanaan<br />

dan penganggaran. Siklus penerapan PBK<br />

sendiri terdiri dari 8 tahapan. Tahap pertama<br />

yaitu penetapan sasaran strategis telah<br />

dilaksanakan seiring dengan penyusunan<br />

Renstra KL (sebagai dokumen perencanaan<br />

periode 5 tahun), yang selanjutnya dituangkan<br />

dalam dokumen manajemen kinerja berbasis<br />

BSC (sebagai dokumen periode 1 tahun).<br />

Tahap penetapan outcome, program,<br />

output, dan kegiatan telah dilaksanakan<br />

dengan adanya restrukturisasi program dan<br />

kegiatan seluruh Kementerian/Lembaga. Hal<br />

ini dilakukan dengan tujuan agar struktur<br />

program dan kegiatan beserta indikator<br />

kinerjanya dapat digunakan sebagai alat ukur<br />

efektivitas pencapaian sasaran pembangunan,<br />

efisiensi belanja, dan akuntabilitas kinerja.<br />

Proses restrukturisasi program dan kegiatan<br />

ini telah dimulai pada tahun 2010 dan hasilnya<br />

mulai diterapkan pada TA 2011. Hasil dari<br />

restrukturisasi ini diantaranya adalah setiap<br />

unit eselon I di seluruh Kementerian/Lembaga<br />

mempunyai satu rumusan program yang unik<br />

sehingga tidak ada lagi sebuah program yang<br />

dilaksanakan oleh beberapa unit eselon I.<br />

Dengan diberlakukannya sistem manajemen<br />

kinerja berbasis BSC, penetapan IKU program<br />

dan IK kegiatan dilakukan dengan bisa<br />

memanfaatkan dokumen sumber dari sistem<br />

tersebut. IKU dan IKK dalam penerapan PBK<br />

adalah IKU yang telah dirumuskan dalam<br />

dokumen BSC (yang selanjutnya dituangkan<br />

dalam kontrak kinerja). Akan tetapi terdapat<br />

VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />

51


Ragam Pengawasan<br />

permasalahan dalam penetapan IKU dan<br />

IKK ini. IKU dan IKK dituangkan dalam Renja<br />

KL dan RKA-KL, yang harus disusun sebelum<br />

dimulainya Tahun Anggaran (TA). Sedangkan<br />

kontrak kinerja selama ini baru disusun pada<br />

awal TA berjalan. Sehingga IKU dan IKK yang<br />

digunakan mengacu pada kontrak kinerja<br />

TA sebelumnya. Permasalahan muncul<br />

ketika terdapat perubahan IKU dari tahun<br />

sebelumnya. Sementara dalam sistem<br />

perencanaan dan penganggaran sejauh ini<br />

tidak menyediakan prosedur revisi IKU dan IKK.<br />

Tahap keempat yaitu penetapan standar biaya<br />

justru telah dimulai pada TA 2007. Dengan<br />

terbitnya PMK Nomor 96 Tahun 2006 tentang<br />

Standar Biaya Tahun 2007, standar biaya<br />

mulai digunakan dalam penyusunan RKA-KL.<br />

Standar biaya berlaku untuk 1 TA dan pada TA<br />

berikutnya akan ditetapkan standar biaya yang<br />

baru untuk menyesuaikan dengan perubahan<br />

kondisi perekonomian khususnya terkait<br />

inflasi.<br />

Tahap penghitungan kebutuhan anggaran<br />

sekaligus pengalokasiannya merupakan tahap<br />

yang membutuhkan perhitungan matematis<br />

dan detail tentang kebutuhan kebutuhan<br />

anggaran untuk membiayai pelaksanaan<br />

kegiatan selama 1 tahun yang akan datang.<br />

Tahap ini diawali dengan penetapan fokus<br />

prioritas, baik di tingkat nasional, tingkat KL,<br />

maupun tingkatan di bawahnya. Selanjutnya<br />

harus ditetapkan target yang akan dicapai<br />

oleh setiap unit selama satu TA. Dengan<br />

memperhatikan ketersediaan anggaran<br />

yang ada, seluruh program dan kegiatan<br />

beserta target-targetnya dituangkan dalam<br />

rincian pendanaan dengan mengacu pada<br />

standar biaya yang berlaku. Sedangkan<br />

tahap pelaksanaan dan pertanggungjawaban<br />

dilaksanakan dengan mengacu pada sistem<br />

perbendaharaan dan pertanggungjawaban<br />

yang berlaku.<br />

Tahap terakhir yaitu pengukuran dan evaluasi<br />

kinerja hingga saat ini belum dilaksanakan.<br />

Selain karena implementasi PBK secara penuh<br />

baru dimulai pada TA 2011, pedoman sekaligus<br />

petunjuk teknis pelaksanaan pengukuran dan<br />

evaluasi kinerja baru ditetapkan pada akhir<br />

tahun 2011 dengan terbitnya PMK Nomor 249<br />

Tahun 2011 tentang Pengukuran dan Evaluasi<br />

Kinerja Atas Pelaksanaan RKA-KL. PMK ini<br />

mengatur secara rinci mengenai aspek apa<br />

saja yang akan dilakukan pengukuran dan<br />

evaluasi, termasuk tata cara perhitungan dan<br />

pengukurannya, serta kebutuhan data dan<br />

infrastruktur pendukung yang harus tersedia.<br />

Belum ada kepastian kapan ketentuan dalam<br />

PMK ini akan mulai diberlakukan.<br />

Di samping 8 tahap yang digambarkan dalam<br />

diagram, bentuk implementasi lainnya adalah<br />

penggunaan format baru RKA-KL yang juga<br />

mulai diterapkan pada Tahun Anggaran<br />

2011. Format baru ini dirancang untuk<br />

dapat memfasilitasi penerapan PBK dengan<br />

memberikan informasi yang lebih jelas tentang<br />

perencanaan dan penganggaran. Format baru<br />

ini diharapkan dapat menyajikan informasi<br />

kinerja dan keterkaitan antara biaya, kegiatan,<br />

keluaran, program, dan hasil secara jelas. Salah<br />

satu perbedaan utama dalam format baru<br />

ini adalah penyederhanaan dokumen RKA-<br />

KL yang sebelumnya terdiri dari 13 formulir<br />

menjadi hanya 3 formulir saja.<br />

e. Peluang dan Tantangan<br />

Penerapan PBK memang diharapkan akan<br />

memberikan banyak manfaat sekaligus<br />

mengatasi berbagai persoalan yang ada dalam<br />

sistem perencanaan dan penganggaran yang<br />

sudah berlaku. Akan tetapi PBK baru akan<br />

memberikan dampak yang signifikan ketika<br />

diterapkan secara optimal dan konsisten. Di<br />

masa transisi sekarang ini masih terdapat<br />

beberapa permasalahan terkait penerapan<br />

PBK, diantaranya masih adanya anggapan<br />

bahwa anggaran merupakan “jatah” yang<br />

harus dihabiskan oleh setiap unit untuk<br />

melaksanakan kegiatannya selama satu TA.<br />

Persoalan lain adalah terkait perumusan<br />

indikator kinerja yang belum sepenuhnya<br />

dapat dijadikan tolok ukur keberhasilan sebuah<br />

kegiatan atau program. Akan tetapi dengan<br />

komitmen dan kontribusi semua pihak serta<br />

adanya dukungan perangkat peraturan yang<br />

komprehensif, diharapkan akan terus terjadi<br />

perbaikan dan kemajuan dalam penerapan<br />

PBK.<br />

52<br />

VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012


Karikatur<br />

VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />

53


Sudut Kantor<br />

Mereka juga keluarga Itjen..<br />

“Sejak tahun 1991 saya bergabung dengan Itjen tapi hingga sekarang belum<br />

ada pengangkatan menjadi pegawai honorer, semoga ke depannya ada peluang..”<br />

Begitulah harapan seorang bapak yang telah mengabdikan diri selama kurang<br />

lebih 20 tahun bersama Itjen. Berlebihankah? Jika beliau bukanlah pegawai fungsional,<br />

struktural, bukan juga auditor. Cleaning Service (CS), Office Boy (OB), atau apalah<br />

sebutan untuk pekerjaannya dia tidak peduli. Terpenting baginya adalah datang pagipagi<br />

menyiapkan segala hal sebelum para pegawai datang. Ruangan bersih agar pegawai<br />

nyaman bekerja dan tersaji segelas air di masing-masing meja hanyalah sebagian kecil<br />

yang beliau siapkan di pagi hari.<br />

Ini bukanlah cerita tentang mereka yang bekerja di balik meja atau mereka<br />

yang dinas keluar kota. Tapi ini adalah cerita mereka yang datang sebelum hiruk pikuk<br />

kantor dimulai dan pulang setelah sebagian orang sudah menikmati perjalanan ke rumah. Beberapa dari mereka<br />

ada yang berangkat sebelum matahari membagi sinarnya dan sampai rumah ketika orang-orang sudah terlelap,<br />

karena jarak rumah yang jauh dan banyak hal yang harus dilakukan di pagi hari.<br />

Di Itjen, untuk petugas cleaning service menggunakan tenaga outsource. Sejauh ini telah menggunakan<br />

perusahaan (jasa) yang berbeda-beda. Sistemnya adalah, setiap perusahaan yang memenangkan tender yang<br />

dapat bekerjasama dengan Itjen. Pimpinan menghendaki, petugas yang telah bekerja di Itjen, tetap dipertahankan<br />

walaupun di bawah PT yang berbeda. Sehingga, setiap tahun para petugas cleaning service ini harus menyerahkan<br />

Curiculum Vittae, ke perusahaan yang menaungi mereka. Ini adalah cerita mereka yang merupakan bagian Itjen.<br />

“Kadang ada pegawai yang kalau meminta sesuatu tidak dengan nada yang sopan, itu sebagian kecil<br />

sekali..” kata CS yang bergabung sejak di Gedung A ketika ditanya duka selama bekerja di Itjen. Kitakah itu?<br />

Seenaknya menyuruh ini itu tanpa senyum tanpa berkata terima kasih. Padahal kita banyak terbantukan dengan<br />

tenaga dan usaha mereka. Semoga “sebagian kecil sekali” itu tak ada lagi karena mereka adalah keluarga Itjen juga.<br />

Duka tidak selalu sedih tapi terkadang duka juga membawa kita ke pengalaman<br />

lucu dan tak terlupakan. Seperti Eko yang mendapatkan pengalaman bertemu makhluk<br />

halus ketika membersihkan ruangan sendiri. Tapi hal itu tak membuat pria yang suka<br />

bercanda ini menjadi gentar. Ya.. mungkin makhluk itu cuma ingin menemani mas Eko<br />

yang sedang kerja sendirian. Kalau kita lihat, ternyata bukan hanya kekuatan fisik yang<br />

diperlukan seorang CS tapi kekuatan iman juga sangat dibutuhkan.<br />

Menurut pengakuan beberapa CS yang ada, semua duka itu hilang dan tak<br />

terasa karena rasa kekeluargaan baik dengan sesama CS maupun dari pegawai. Pegawai<br />

Itjen yang seru-seru, baik, cepat akrab dengan siapa saja, tidak membeda-bedakan<br />

bahkan mau menyapa duluan membuat mereka semakin menikmati pekerjaan CS di<br />

Itjen ini. Mereka juga mendapat banyak ilmu dan pengalaman diluar dari pekerjaan<br />

sehari-hari.<br />

“Pekerjaan ini termasuk yang ‘enak’, karena Sabtu dan Minggu libur. Jadi<br />

meskipun Senin-Jumat bekerja keras, tetap terbayar, Sabtu-Minggu untuk keluarga dan beristirahat.” penuturan<br />

Zulfikar yang bergabung sejak 2009. Pernyataan ini disetujui beberapa rekannya yang juga merasakan hal yang<br />

sama.<br />

Harapan terbesar mereka untuk kedepannya adalah agar dipertimbangkan untuk diangkat menjadi<br />

pegawai honorer. Walaupun mungkin pendapatan sedikit lebih kecil, tapi ada kepastian. Wajarlah harapan pak<br />

Bachrudin dan kawan-kawan karena di beberapa tempat di kementerian keuangan sudah menerapkan sistem ini.<br />

Harapan yang bukan untuk kepentingan mereka sendiri tapi juga untuk tempat mereka bekerja. Mereka hanya ingin<br />

kepastian untuk bisa mengabdi sepenuhnya kepada Itjen.<br />

Semoga sepenggal cerita dari sudut kantor kita ini bisa memberikan renungan bagi kita. Bagaimana kita<br />

menikmati pekerjaan seberat apapun? Bagaimana kita menghargai mereka disekitar kita yang setia melayani?<br />

Sudahkah kita tersenyum dan mengucapkan terima kasih? Karena mereka adalah keluarga kita, keluarga Itjen.<br />

(KIN/RHM)<br />

54<br />

VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012


Alexander on Leadership<br />

INTEGRITAS<br />

“Integrity is telling myself the truth. And honesty is telling the truth to other people.”<br />

Spencer Johnson,M.D.<br />

Bagi banyak orang yang<br />

mengenal Kenneth Lay,<br />

Chairman Executive<br />

dari Enron Corporation,<br />

berpendapat bahwa<br />

dirinya adalah seorang pekerja keras yang terjebak<br />

dalam situasi yang tidak dapat diatasinya sendiri.<br />

Dia selalu ingin menjadikan Enron perusahaan<br />

dengan lingkungan etika yang tinggi. Akan tetapi,<br />

karakteristik personalnya ternyata membuat<br />

keinginan tersebut terhalang.<br />

Sebagai seseorang yang dibesarkan dalam<br />

kondisi yang sulit di daerah Missouri, dia tumbuh<br />

menjadi seseorang dengan kepercayaan diri yang<br />

tinggi, ambisi yang kuat, dan dorongan untuk<br />

mencapai sukses yang kuat. Dia berkata bahwa<br />

orang tuanya telah mengajarkan bahwa ”tidak<br />

masalah menjadi terlalu hebat. Selama engkau<br />

selalu bekerja keras dan penuh keyakinan, kamu<br />

akan melaluinya dengan baik.”<br />

Lay memperoleh Ph.D dalam ilmu<br />

ekonomi dari sekolah malam dan secara bertahap<br />

membangun salah satu dari perusahaan terbesar<br />

di dunia. Meskipun demikian, dirinya akan<br />

diingat sebagai pemimpin organisasi yang gagal,<br />

disebabkan oleh penipuan yang meluas, menyapu<br />

milyaran dolar uang investor, dan memutuskan<br />

pekerjaan ribuan pegawainya.<br />

Sampai saat ini, tidak jelas benar apakah<br />

Kenneth Lay mengetahui apa yang terjadi di<br />

Enron. Beberapa pegawai Enron percaya bahwa<br />

optimismenya yang tak terbatas dan terlalu<br />

mudah percaya telah menyebabkan dia percaya<br />

bahwa perusahaannya dalam keadaan baik dan<br />

rekayasa akuntansi yang dilakukannya adalah<br />

dapat diterima. Beberapa orang yang lain percaya<br />

bahwa ambisinya telah mengalahkan etikanya,<br />

menyebabkannya membutakan mata terhadap<br />

apa yang terjadi. Dia terlalu mempercayai manajer<br />

VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />

55


Alexander on Leadership<br />

seniornya sepanjang harga saham perusahaan<br />

tetap naik.<br />

Pada wawancara dengan The Wall<br />

Street Journal setelah bangkrutnya Enron, Lay<br />

tetap menekankan nilai-nilai pribadinya sebagai<br />

“ respect, integrity, and excellent”. Meskipun<br />

demikian, sekarang orang di dunia telah<br />

menganggap reputasinya sebagai pemimpin telah<br />

habis.<br />

Kisah singkat di atas mengilhami banyak<br />

orang tentang pentingnya menjaga integritas dan<br />

kejujuran tetapi apakah integritas dan kejujuran itu?<br />

Integritas adalah kualitas menjadi keseluruhan,<br />

terpadu, dan bertindak sesuai dengan prinsipprinsip<br />

moral yang ketat. Sedangkan kejujuran<br />

adalah bersifat benar dan tidak menipu. Jika<br />

pemimpin menjalankan hal tersebut<br />

dalam tindakan sehari-hari,<br />

maka akan menimbulkan<br />

kepercayaan, rasa hormat,<br />

dan kesetiaan dari<br />

pengikutnya. Nilai-nilai<br />

ini merupakan dasar<br />

tumbuhnya kepercayaan<br />

antara pemimpin dan<br />

pengikut.<br />

Lebih dari dua puluh lima<br />

tahun yang lalu, James M. Kouzes dan Barry<br />

Z. Posner melakukan riset untuk menentukan apa<br />

yang dilakukan seseorang ketika mereka menjadi<br />

“yang terbaik” dalam memimpin orang lain.<br />

Ratusan bahkan ribuan survey dan wawancara<br />

dilakukan untuk itu. Hasil penelitian tersebut<br />

dipublikasikan pada tahun 1987 dalam edisi<br />

pertama Leadership Challenge. Buku itu telah<br />

diterjemahkan ke lebih dari selusin bahasa dan<br />

terjual satu setengah juta eksemplar. Buku tersebut<br />

telah mencapai edisi ke empat pada tahun 2007<br />

dengan memasukan hasil penelitian terhadap<br />

pemimpin-pemimpin muda yang berjuang untuk<br />

menjadi pemimpin yang berhasil.<br />

Dalam salah satu bagian buku tersebut,<br />

penulis mengidentifikasikan empat hal agar<br />

56<br />

VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />

pemimpin benar-benar diikuti oleh pengikutnya.<br />

Keempat hal tersebut adalah jujur, memandang<br />

ke depan, menginspirasi, dan kompeten. (Sebagai<br />

catatan, kejujuran ada di peringkat teratas). Data<br />

tersebut konsisten untuk semua negara, budaya,<br />

etnik, fungsi organisasi, jender, pendidikan, atau<br />

pun kelompok usia. Kita semua menginginkan<br />

kejujuran.<br />

Lalu, dari mana kita menilai kejujuran<br />

pemimpin? Dari perilakunya sehari-hari.<br />

Jika seseorang memiliki dan menjunjung<br />

tinggi kejujuran, maka apa yang dikatakan<br />

dan diperbuatnya adalah serasi. Sebaliknya,<br />

ketidakjujuran dan ketidak samaan antara<br />

perkataan dan perbuatan menjadikan pengikut<br />

sinis dan frustasi.<br />

Tentang kejujuran, saya jadi<br />

teringat seorang sahabat.<br />

Waktu itu suasana<br />

ujian akhir, di sekolah<br />

yang amat menuntut<br />

pencapaian akademik<br />

karena jika gagal hal<br />

tersebut hampir berarti<br />

hilangnya masa depan.<br />

Seorang mahasiswa tingkat<br />

akhir, yang berarti segera memasuki<br />

dunia kerja begitu lulus, terlihat tidak dapat<br />

mengerjakan satu pun soal ujian. Akan tetapi<br />

wajahnya tenang.<br />

Peserta ujian di sebelahnya telah hampir<br />

selesai mengerjakan. Maka solidaritas kaum<br />

“proletar” mulai muncul. Diberikannya tanda agar<br />

sahabat saya itu melihat jawabannya. Sahabat<br />

saya hanya mengerling sebentar dan menggeleng.<br />

Benar saja, pada akhir tahun ajaran, sahabat saya<br />

itu tidak lulus dan harus mengulang. Dan hal itu<br />

berarti tertundanya sekian rencana hidup.<br />

Sekarang, sahabat saya tersebut telah<br />

mendaki jalan yang tinggi. Dan jika mengingat<br />

peristiwa tersebut, optimisme saya bangkit, kita<br />

masih pantas optimis.<br />

Wassalam


Pojok Komunitas<br />

PeSaN dalam secangkir KoFI<br />

Maafkan Aku<br />

Akulah sang pintu<br />

Yang elok gagah perkasa<br />

Yang tak henti menjaga<br />

Dan membuat indah suasana<br />

Tertib disiplin sesuai rencana<br />

Akulah sang pintu<br />

Dalam gerendel yang membeku<br />

Berdiri kaku<br />

Menghambat laju<br />

Kaum pedestrian yang termangu<br />

Akulah sang pintu<br />

Saat hujan menderu<br />

Membasahi habis kepalamu<br />

Mengumpatlah padaku<br />

Ludahi saja wajahku<br />

Akulah sang pintu<br />

Yang tak mungkin ambil pusing<br />

Pada kalian yang harus memutar berkeliling<br />

Pada kalian yang mesti berlari dengan peluh menggelinding<br />

Pada kaum wanita yang kehujanan pontang panting<br />

Akulah sang pintu<br />

Suatu saat nanti<br />

Kalian pasti mengerti<br />

Semua ini<br />

Untuk kebaikan kita sendiri<br />

Akulah sang pintu<br />

Brrraaaaakkk!!!!!!!<br />

VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />

57


Gadget<br />

Panasonic Lumix GF5<br />

Setelah sempat beredar di Instagram yang kini sedang ramai di Android, Panasonic akhirnya secara resmi<br />

mengumumkan kamera kompak sistem terbarunya, yaitu Lumix GF5. Update fitur dari Lumix GF3 yang<br />

diklaim Panasonic sebagai autofocus tercepat di dunia (0,09 detik), dan sensor gambar 12 juta pixel akan<br />

melengkapi Lumix GF5.<br />

Sebuah kombinasi dari Venus Engine yang sangat cepat dengan sensor baru di GF5 mampu menghasilkan<br />

kualitas gambar yang menurut Panasonic hanya sebanding dengan G3.<br />

Fitur baru lainnya termasuk kemampuan yang lebih<br />

tinggi ISO, pengambilan foto 4fps dan user interface<br />

yang baru dirancang untuk memandu pengguna<br />

baru lebih mudah menggunakan kamera ini.<br />

Untuk bisa bersaing dengan kamera ponsel yang<br />

semakin pintar, sejumlah filter digital, termasuk<br />

Cross Proses, Toy Camera, Selective Color dan<br />

Impresive Art juga disertakan di kamera ini, yang<br />

semuanya dapat disesuaikan dan diubah sesuai dengan<br />

kebutuhan pengguna.<br />

Seperti pendahulunya GF5 memiliki layar sentuh di belakang kamera, yang dapat digunakan untuk<br />

mengakses modus yang berbeda, seperti prioritas aperture dan scene mode. Panasonic Lumix Harga GF5<br />

akan hadir dengan lensa 14-42mm kit standar dan lensa zoom baru yang belum diumumkan.<br />

58<br />

VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />

Logitech c920 HD ProWebcam<br />

Apabila anda pengguna Laptop mungkin Anda sudah tidak<br />

memerlukan lagi webcam, karena biasanya sudah tersedia.<br />

Apabila Anda pengguna PC mungkin harus membelinya secara<br />

terpisah. Ada salah satu Webcam yang cukup menarik dengan<br />

brand Logitech<br />

Logitech c920 HD Pro Webcam cukup menarik untuk digunakan. Apabila Anda<br />

pengguna Skype yang rutin karena kesibukan Anda yang jauh dengan keluarga, Anda<br />

pun bisa menggunakan Webcam untuk melakukan voicechat, video call dan lain-lain.<br />

Selain Skype, Anda juga bisa melakukan video call dengan resolusi 720p di Windows<br />

Live dan juga Logitech Vid HD. Juga dengan Yahoo Messenger, Gmail Voice dan<br />

aplikasi video chat lainnya.<br />

Selain itu Anda dapat melakukan pengambilan gambar dari Webcam<br />

ini. Selain pengambilan gambar layaknya sebuah camera, dapat juga<br />

melakukan pengambilan rekaman video dengan kualitas full HD1080.<br />

Dengan pengambilan gambar video yang terkompres menjadi format<br />

H.264 membuatnya dapat cepat diupload ke Youtube, Facebook<br />

dan twitter dengan cepat dan mulus tanpa harus perlu memerlukan<br />

waktu yang lama dan memberatkan kinerja komputer.<br />

Selain itu sudah didukung dengan microphone yang berkualitas<br />

tinggi, suaranya pun jernih dan menggunakan dual microphone<br />

untuk meredam suara berisik yang mengganggu sehingga suara yang<br />

terdengar di penerima seperti suara berada di ruangan kedap suara.


Resensi Buku<br />

Key Performance Indicators:<br />

Pengembangan, Implementasi, dan<br />

penggunaan KPI Terpilih<br />

Penulis : David Parmenter<br />

Penerbit : Elex Media Komputindo<br />

Terbit : 2010<br />

KPI, yang sedang banyak dipakai di seluruh<br />

dunia, belum pernah didefinisikan secara jelas<br />

hingga kini. Pihak manajemen sering mengacu<br />

pada pengukuran tertentu yang ditengarai<br />

sebagai KPI, tetapi bukan KPI yang sesungguhnya.<br />

Kurangnya pemahaman terhadap pengukuran<br />

kinerja menyebabkan monitor dan pelaporan<br />

terhadap ukuran kinerja menjadi tidak tepat<br />

guna. Akibatnya hal sering menjadi korban adalah<br />

balanced scorecard, sebuah alat pintar yang hanya<br />

berfungsi jika di dalamnya terdapat alat ukur yang<br />

tepat.<br />

Melalui pengkajian berbagai pengukuran yang<br />

telah mentransformasikan usaha, David Parmenter<br />

mengembangkan sebuah metodologi yang sangat<br />

sederhana, tetapi sangat bermanfaat. Dikatakan<br />

bahwa KPI merupakan mata rantai yang hilang<br />

antara fungsi balanced scorecard temuan Robert<br />

Kaplan dan David Norton dengan kenyataan<br />

pengimplementasian ukuran kinerja pada sebuah<br />

organisasi. Di samping mengadpsi pendekatan<br />

manual KPI yang pertama kali dipublikasikan pada<br />

1996, panduan proaktif tersebut memaparkan<br />

perubahan yang signifikan di mana KPI tersebut<br />

dibentuk dan dipergunakan.<br />

Public Relations 2.0: Teori Dan<br />

Praktik Public Relations Di Era Cyber<br />

Penulis : Wahidin Saputra & Rulli Nasrullah<br />

Penerbit : Gramata Publishing<br />

Terbit : 2011<br />

yang dia ampu tetapi juga pola dan cara berjejaring<br />

dengan konsumen terlebih dengan media sebagai<br />

bagian dari instrument PR. Dalam buku ini juga<br />

dibahas berbagai strategi PR dalam menjalankan<br />

fungsinya antara lain menjalin komunikasi yang<br />

harmonis antara perusahaan/ instansi dengan<br />

publik internal maupun eksternal.<br />

Public Relations (PR) dewasa kini menjadi<br />

sebuah perbincangan dan sarana pekerjaan<br />

yang paling dicari oleh perusahaan maupun<br />

organisasi pemerintah. Praktisi PR selain harus<br />

mampu mengkomunikasikan ide, gagasan dan<br />

pemikirannya kepada kalangan intern (pimpinan,<br />

pemegang saham, ataupun pegawai lainnya)<br />

dalam sebuah organisasi, tetapi juga mampu<br />

meyakinkan dan menjaring kepuasan konsumen<br />

sebagai bagian dari keberhasilan tugas praktisi PR.<br />

Buku ini merupakan gambaran kemampuan yang<br />

harus dimiliki oleh praktisi Public Relations (PR).<br />

Buku ini tidak hanya mengeksplorasi sejarah dan<br />

perkembangan PR dari segi teoritik, tetapi juga<br />

menghadirkan dimensi-dimensi yang dihadapi<br />

oleh praktisi PR, khususnya yang berhubungan<br />

dengan perusahaan, lembaga, atau organisasi<br />

VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012<br />

59


60<br />

VOL V No. <strong>28</strong> | Edisi Januari - Februari 2012

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!