Bayangkan, berapa banyak tenaga, ruangan, dan waktuyang terhemat pada era scripless trading. Belum lagi masalahkeamanan. Risiko saham hilang selama saham dibawa ke sanakemari dan risiko pemalsuan dengan sendirinya menghilang.Jam menunjukkan pukul lima sore, lobi gedung kantor di KawasanSudirman itu dipenuhi antrean karyawan yang keluarmeninggalkan area gedung. Ada yang langsung menuju tempatparkir, berjalan mencari kendaraan umum, atau menunggu jemputandi muka gedung. Namun, masih ada kegiatan sejumlahorang yang mondar-mandir masuk-keluar gedung mendorongkoper besar berisi tumpukan sertifikat saham.Para petugas pembawa tas-tas raksasa itu menuju kantorPT Kustodian Sentral Efek Indonesia (<strong>KSEI</strong>) yang kala itu masihberada di Gedung Plaza Bapindo (Sekarang berkantor di GedungBursa Efek Indonesia). Itulah pemandangan sepuluh tahunlalu, kala penyelesaian saham masih dilakukan secara manual.Di kantor <strong>KSEI</strong>, kesibukan usai jam kerja kantor menjadisangat luar biasa. Puluhan karyawan sibuk melakukan aktivitaspenyelesaian, membuat catatan, mengadministrasikan dan seterusnya.Hingga larut malam, barulah ruangan di lantai 23 ituterlihat sepi.Bandingkan dengan saat ini, tak ada lagi armada siap tempuryang harus meluangkan waktu hingga sang rembulan bersinar.Penyelesaian transaksi Efek cukup dilakukan dengan sistemcanggih milik <strong>KSEI</strong> yang memiliki nama keren C-BEST (The Centraland Book Entry Settlement System). Miliaran lembar sahamyang kalau hingga kini disimpan di lemari <strong>KSEI</strong> secara manualbisa memenuhi berlantai-lantai gedung perkantoran, kini cukuptercatat dengan rapi dalam data C-BEST.Masa Manual dan ImobilisasiDi tahun 1997, ketika seluruh Efek masih tercatat secaramanual dan penyelesaian masih dilaksanakan secara fisik, prosespengerjaan hingga terjadi serah terima Efek dilakukan lebihdari 100 tenaga yang khusus untuk menjalankan tugas utama<strong>KSEI</strong> sebagai back office penyelesaian transaksi Efek di pasarmodal Indonesia.Sebelum memasuki tahap scripless, tepatnya pada bulanApril 1999, <strong>KSEI</strong> sempat menyediakan sistem peralihan yangdikhususkan untuk aktivitas right issue. Fasilitas itu dinamakanMAHAMERU, singkatan dari Sistem Imobilisasi Hak MemesanEfek Terlebih Dahulu. Sistem ini dibuat untuk meminimalisirpencetakan sertifikat Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu(HMETD) dan mengefisienkan penyelesaian transaksi HMETDtersebut. Boleh dibilang, sistem ini adalah percobaan sebagaisistem antara menuju ke arah implementasi scripless trading dipasar modal Indonesia. Sistem ini sudah mirip dengan scriplesstrading, tetapi belum menggunakan saham yang menjadiunderlying assets, tetapi menggunakan sertifikat bukti HMETD.Dalam proses penyimpanannya, Emiten masih harus menerbitkansertifikat yang mewakili jumlah Efek yang disimpannya di<strong>KSEI</strong>, yang dikenal sebagai Sertifikat Jumbo. Dimasa itulah dikenaldengan nama era imobilisasi HMETD.Era imobilisasi dengan dukungan sistem MAHAMERUini ternyata juga dapat diimplementasikan untuk menyimpandan menyelesaikan transaksi atas saham dan obligasi.Tercatat PT Trimegah Securities Tbk mendaftarkan saham hasilpenawaran perdananya secara elektronik di MAHAMERU padatanggal 31 Januari 2000. Disusul oleh saham-saham yang diterbitkanbaik dalam rangka penawaran perdana atau yang akanmelakukan corporate action, seperti: PT Bank Bali Tbk yang ketikaakan melakukan right issue dan juga PT Sona Topas TourismIndustry yang berencana memecahkan sahamnya (stock split).Sementara itu, obligasi yang diimobilisasi pertama kaliadalah obligasi yang diterbitkan oleh PT Astra Sedaya Financebernilai Rp 300 miliar, yang disusul obligasi PT Jasa Marga dan“Bayangkan, berapa banyak tenaga, ruangan,dan waktu yang terhemat pada era scriplesstrading. Belum lagi masalah keamanan.Risiko saham hilang selama saham dibawake sana kemari dan risiko pemalsuan dengansendirinya menghilang.Fokuss Edisi Khusus 10 th <strong>KSEI</strong>