11.07.2015 Views

Membangun Kemitraan, Mengembangkan Kehutanan Masyarakat ...

Membangun Kemitraan, Mengembangkan Kehutanan Masyarakat ...

Membangun Kemitraan, Mengembangkan Kehutanan Masyarakat ...

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

KEHUTANAN MASYARAKATPengalaman dari LapanganYunus Takandewa, Rufinus, Syaifuddin, Drs. Anwar Ibrahim & Satriyo Hadi,Dudun Handikto & Fransisca Eny Mariska, Aiden Yusti & Mangarah Silalahi,Nurhadi, Sunarni dan Muhammad Alif KSEditor:Andri Santosa, Murhananto & Samiaji Bintang


© 2011 Forum Komunikasi <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>Hak cipta dilindungi oleh Undang-UndangISBN 978-602-19799-0-7Foto sampul depan: © Satriyo HadiDesain dan Layout: D. AndriadiSantosa, A., Murhananto dan Bintang, S. (ed) 2012 <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>:Pengalaman dari Lapangan. FKKM, Bogor, Indonesia.


Daftar IsiKata PengantarvBagian I:Hutan Adat, Kukuhnya Kearifan Tradisi dan Gamangnya Kebijakan 1Mutiara Hijau di Bumi Cendana, PengelolaanHutan Adat di Timor Tengah Selatan 3Yunus TakandewaHutan Adat Tomawakng Ompuk Sanjan Menanti Pengakuan 29RufinusUsulan Pengakuan Hutan Mukim di Aceh, SebuahPengalaman Praktis 45Syaifuddin, Drs. Anwar Ibrahim dan Satriyo HadiBagian II:Hutan <strong>Kemitraan</strong>, dari Pelibatan ke Kesetaraan Pengelolaan Hutan 65Laboratorium KM di Dusun Sei Kunang: ManfaatBagi Multipihak 67Dudun Handikto dan Fransisca Eny MariskaKolaborasi di Desa Segati: Menyelesaikan Konflik,Melahirkan Harapan 85Aiden Yusti dan Mangarah Silalahi<strong>Membangun</strong> <strong>Kemitraan</strong>, <strong>Mengembangkan</strong> <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>di Taman Nasional Meru Betiri 111NurhadiBagian III:HKm & Hutan Desa, Mengurai Masalah UntukMemupuk Harapan 125Pengembangan Hutan Kemasyarakatan di Rigis Jaya:Hutan Lestari, <strong>Masyarakat</strong> Sejahtera 127SunarniMengatasi Masalah Global Lewat Tradisi <strong>Masyarakat</strong> Lokal 155Muhammad Alif KS


Kata PengantarSejak didengungkan pada Kongres <strong>Kehutanan</strong> Dunia 1978 yangdiselenggarakan di Jakarta, semangat forest for people atau hutan untuk rakyatterus berkembang sesuai dinamika yang ada, tidak terkecuali di Indonesia.Pemerintah dan Perum Perhutani kemudian mengembangkan PerhutananSosial hingga kemudian bertransformasi menjadi PHBM, Pengelolaan HutanBersama <strong>Masyarakat</strong>. Kelompok masyarakat sipil kemudian mempromosikanSHK atau Sistem Hutan Kerakyatan. Kemudian dikembangkan project HutanKemasyarakatan hingga kemudian mendorong lahirnya kebijakan tentangHKm, juga Hutan Desa, dan <strong>Kemitraan</strong>, yang merupakan skema pemberdayaanmasyarakat setempat di dalam dan sekitar hutan. Hutan Adat yang sejak duludikembangkan oleh masyarakat adat tetap bertahan dan berkembang sesuaidinamikanya, walau kemudian diadopsi dalam kebijakan kehutanan, akan tetapipertentangan legalitas hingga kini belum termufakati. Pada sisi lain, kawasankonservasi seakan mempunyai kebijakan tersendiri sehingga pola kemitraanhanya menjadi bagian dari pengelolaan kawasan tersebut, skema HKm jugatidak serta merta bisa diterapkan di kawasan ini.FKKM – Forum Komunikasi <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>, yang berperan sebagaipendorong gerakan menuju cara pandang kehutanan masyarakat di Indonesia,akan menjadi wadah dalam pergulatan ini. Selama kurun waktu 2009-2011,FKKM mencoba memasukkan isu perubahan iklim dalam konteks kehutananmasyarakat di Indonesia. Delapan lokasi belajar menjadi mitra dalampengembangan Laboratorium <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> dan Perubahan Iklim:Aceh, Riau, Lampung, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, dandua lokasi di Kalimantan Barat. Minimal ada 5 tipologi kehutanan masyarakatakan dilihat dari project yang didanai oleh Ford Foundation ini: Hutan Adat,Hutan <strong>Kemitraan</strong>, Hutan Kolaborasi, Hutan Kemasyarakatan, dan Hutan Desa.Walau dimulai dengan intervensi isu perubahan iklim, akan tetapi di lapanganpersoalan kejelasan dan kepastian tenurial masih menjadi permasalahanmendasar yang mau tidak mau harus dihadapi oleh penggiat kehutananmasyarakat.


Hutan Adat identik dengan keberadaan masyarakat adat yang kehidupannyatidak dipisahkan dari keberadaan hutan. Tiga cerita hutan adat dari Aceh, TimorTengah Selatan (NTT), dan Sanjan (Kalimantan Barat) menyatakan bahwaadat masih tumbuh kuat dan dihormati oleh masyarakat dimana hutan menjadibagian penting dalam kehidupan mereka. Yunus Takandewa menuturkanbahwa Hutan Adat di Timor Tengah Selatan berpotensi besar dalam menjagalingkungan, akan tetapi pengakuan dan dukungan belum didapatkan daripemerintah. Rufinus, menceritakan upaya mengukuhkan alasan-alasan di balikproses Pemetaan Hutan Adat Tomawakng Ompuk sebagai proses menjagatradisi dan memperoleh pengakuan dari pemerintah atas Hutan Adat, hinggakini proses itu masih berlangsung. Syaifuddin, Drs. Anwar Ibrahim, danSatriyo Hadi, mengurai pengalaman mereka dalam mengajukan usulan HutanMukim kepada pemerintah, setelah diyakini bahwa syarat diakuinya masyarakatadat sudah dikantongi dengan keluarnya Qonun tentang Mukim, walaupunkemudian tidak serta merta pengakuan itu diperoleh.<strong>Kemitraan</strong> dalam konsepnya adalah kerjasama antara masyarakat setempatdan pemegang izin pemanfaatan hutan atau pemegang hak pengelolaan hutandengan prinsip kesetaraan dan saling menguntungkan. Walau demikiankebijakan teknis tentang Hutan <strong>Kemitraan</strong> ini hingga saat ini belum ada.Ketidaktegasan kebijakan ini menjadikan kemitraan dianggap tidak menjadikeharusan bagi pemegang izin pemanfaatan dan konsesi hutan, akibatnyakesetaraan dan saling menguntungkan menjadi hal yang sulit dijumpai dalampraktek-praktek yang dikembangkan. Dudun dan Eny, dua staf PT FinnantaraIntiga berbagi pengalamannya bagaimana menginisiasi Hutan <strong>Kemitraan</strong> di SeiKunang, dimana masyarakat dilibatkan dalam pembelajaran untuk mengelolalahan kemitraan dengan pola tumpangsari sehingga hasil untuk masyarakatdapat lebih dari biasanya. Aiden Yusti dan Mangarah Silalahi menuturkanpengalaman FKKM Riau mengubah konflik menjadi kemitraan di Segati,bahkan membangun kesepakatan bersama untuk membangun kawasankonservasi desa Segati yang merupakan areal kerja PT RAPP. Pada bagianlain, Nurhadi menyampaikan panjangnya proses membangun kesetaraandalam kolaborasi/kemitraan pengelolaan areal rehabilitasi di Taman NasionalMeru Betiri, serta memperluas wilayah kemitraan dari 7 ha menjadi 4000 hadalam kawasan.


HKm dan Hutan Desa adalah dua skema pemberdayaan masyarakat dimanamasyarakat pengelola kemudian diberi izin untuk mengelola kawasan hutannegara. Sejarah panjang dilalui oleh masyarakat dalam mendapatkan izin ini,terutama Hutan Kemasyarakatan. Sunarni, menceritakan dengan seksamasejarah masyarakat Rigis Jaya mendapatkan izin HKm dan kemudianmelakukan pengaturan di dalam kelompok dan areal kerja untuk mewujudkanperbaikan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut.Muhammad Alif KS, menuturkan bahwa dalam membangun Hutan Desadiperlukan kearifan tersendiri, baik ketika proses perjuangannya maupun ketikasudah mendapatkan izin pengelolaan.Kisah-kisah dari delapan lokasi belajar diatas tidak sepenuhnya didukungoleh FKKM, akan tetapi merupakan kontribusi banyak insitusi, lembaga, danindividu-individu yang peduli pada pengembangan kehutanan masyarakat.Kami berterimakasih diberi kesempatan melanjutkan inisiasi yang sudah dirintisdan menyampaikan kisah-kisah yang dirangkai dengan baik oleh para penulis:Yunus Takandewa – Rufinus – Syaifuddin, Drs. Anwar Ibrahim, & SatriyoHadi – Dudun Handikto & Fransisca Eny Mariska - Aiden Yusti & MangarahSilalahi – Nurhadi – Sunarni – dan – Muhammad Alif KS. Kami menyadaribahwa proses perjuangan dan pengembangan kehutanan masyarakat di lokasilokasitersebut masih jauh dari yang dicita-citakan. Harapannya, buku ini dapatmenambah motivasi bagi para penulis dan para pengiat kehutanan masyarakatlain untuk terus mengembangkan kehutanan masyarakat di Indonesia.Selain kepada penulis, ucapan terimakasih kami sampaikan kepada masMurhanto dan mas Samiaji Bintang yang telah membantu proses edit dari bukuini, juga kepada Ford Foundation yang mendukung penerbitan buku ini. Tentumasih banyak kekurangan dari buku bunga rampai kehutanan masyarakat ini,walau demikian diharapkan kehadirannya dapat menjadi catatan bagi para pihakuntuk melihat posisi kehutanan masyarakat saat ini: sampai dimana HutanUntuk Rakyat telah diperjuangkan.Andri SantosaSekretaris Eksekutif Nasional FKKM


Bagian IHutan Adat, Kukuhnya KearifanTradisi dan Gamangnya Kebijakan


Kawasan Mutis - Timor Tengah Selatan, NTT / Foto © Andri Santosa


Mutiara Hijau di Bumi Cendana,Pengelolaan Hutan Adat di TimorTengah SelatanOleh: Yunus Takandewa 1Kabupaten Timor Tengah Selatan, Provinsi Nusa Tenggara Timur terletak110 km arah Timur Kota Kupang. Dahulu, daerah ini terkenal sebagaipenghasil cendana. Kini, kisah itu tinggal legenda. Di kabupaten ini terdapatCagar Alam Mutis yang menjadi jantung ekologi Pulau Timor dengan luas12.000 ha. Kawasan ini memiliki sekitar 3.000 sumber mata air dan menjadihulu sungai besar, seperti Sungai Benenain-Noelmina. Kawasan Mutis memilikipotensi non-kayu yang telah lama dimanfaatkan masyarakat setempat. Sepertimadu hutan, kemiri dan asam.Namun kondisi kawasan hutan saat ini mengalami tekanan yang sangat hebatbaik dari praktik illegal loging, pertambangan, peternakan maupun pertanian.Eksploitasi potensi tersebut belum didukung upaya konservasi di sekitarkawasan, terutama sebagai penyangga Kawasan Mutis.Dinamika <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> di NTTData Litbang <strong>Kehutanan</strong> Provinsi NTT tahun 2007 memperlihatkan degradasilahan Timor Barat dalam waktu 22 tahun terakhir. Luas lahan kritis padaDAS Benanain terus bertambah, kini mencapai 255.960 ha. Laju rata-ratapertambahan per tahun 11.635 ha. Sedangkan pada DAS Noelmina luas lahankritis mencapai 50.603 ha dengan rata-rata sebesar 2.300 ha/tahun. Denganlaju kerusakan per tahun tersebut, diperkirakan hutan yang masih ada di DASNoelmina dengan luas 22.460 ha akan habis pada tahun 2013. Data tersebuttersebut sesuai Hutabarat (2006), bahwa rata-rata laju peningkatan lahan kritis1 Sekretaris Eksekutif Wilayah FKKM NTT


4 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011di NTT selama 20 tahun terakhir mencapai 15.163,65 ha/tahun. Sedangkankemampuan pemerintah melaksanakan rehabilitasi hanya 3.615 ha/tahun.Perbandingan antara laju degradasi dan upaya penanaman mencapai 4:1.Selanjutnya deviasi meningkat tajam menjadi 8:1, apabila persentase tumbuhtanaman pada kondisi iklim semi arid hanya mencapai 50 persen. Kondisi inisebenarnya sudah lama diprediksi oleh Suriamihardja (1990), bahwa kegiatanpembakaran vegetasi di NTT mencapai satu juta hektare per tahun di padangrumput dan 100.000 ha/tahun di hutan sekunder.Tantangan rehabilitasi hutan dan lahan makin serius. Sekitar 81 persenmasyarakat di NTT adalah petani yang menggantungkan hidupnya padasektor pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan, dan perikanan. Jumlahpenduduk yang hidup dari sektor pertanian tidak sebanding dengan lahanproduktif yang tersedia. Dampaknya, tekanan sumberdaya lahan makinmeningkat. Adaptasi terhadap kondisi tersebut membuat masyarakat semi aridmemiliki ciri khusus sebagai petani polipalen. Karena berprofesi ganda sebagaipetani sekaligus peternak, petambak dan usaha-usaha lain. Sekalipun demikian,tidak membawa perubahan signifikan dalam memperbaiki kesejahteraanmasyarakat. Penduduk di Timor Barat dan NTT pada umumnya memilikidisparitas pendapatan yang sangat tinggi. Masing-masing sebanyak 84,39%dan 94,09%. Memiliki pendapatan lebih kecil dari Rp 200.000/bulan, hanya15,65% dan 5,91% yang memiliki pendapatan di atas Rp 200.000/bulan.Dengan dominasi masyarakat yang berpenghasilan rendah, maka tekanan danketergantungan terhadap sektor kehutanan makin meningkat.Kondisi ini mendorong Forum <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> (FKKM) Provinsi NusaTenggara Timur melalui dukungan Sekretariat Nasional FKKM melakukanserangkaian kerjasama dengan berbagai stakeholder, termasuk lembaga adatsetempat sebagai aktor kunci dalam pengembangan Hutan Adat. BerdasarkanData Dinas <strong>Kehutanan</strong> Timor Tengah Selatan (TTS), pada bagian tengah,terdapat potensi enam lokasi hutan adat yang secara turun temurun dijaga dandilestarikan oleh masyarakat setempat. Dari beberapa lokasi hutan adat tersebut,FKKM NTT bersama masyarakat adat setempat telah mengembangkanLaboratarium <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> sebagai media belajar bersama antar pihak.Laboratorium KM di Hutan Adat


<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>: Pengalaman dari Lapangan | 5Lokasi Hutan Adat yang menjadi Laboratorium KM ini dilakukan di duakawasan, yaitu Hutan Adat Koto dan Hutan Adat Nasinoah. Hutan AdatKoto di Kecamatan Boking dengan luas sekitar 100 ha. Lokasi ini diawasidan dikelola oleh komunitas masyarakat adat Keluarga Banunaek. Hutan initerletak di Desa Boking, sekitar 70 kilometer dari So’e, ibukota TTS. Luas desadiperkirakan 12 kilometer persegi. Bagian timur berbatasan dengan Sungai Fofo,Desa Leonmeni. Bagian barat dengan Sungai Meno, Desa Nunkolo. Sebelahutara dengan Desa Nano. Sebelah selatan dengan laut. Vegetasi di hutan inisemak belukar dan pepohonan, seperti kayu merah, kapok hutan, jambu air, danpepohonan lainnya. Satwa yang hidup di dalamnya adalah rusa, sapi hutan, babihutan, ayam hutan, kakatua, monyet, burung-burung termasuk kakatua sebagaisalah satu jenis burung endemik Timor, dan banyak lagi. Jumlah penduduksekitar 595 Kepala Keluarga, terdiri dari 1.999 jiwa. Laki-laki 952 dan 1.047perempuan. Penerima Raskin, 239 RTS (Rumah Tangga Miskin). Sebagianmasyarakat mendapatkan sumber penghasilan dari laut, pertanian berupajagung, ubi, pisang, dan kelapa. Dari perkebunan berupa kelapa dan asam.Fungsi Hutan Adat Koto yang selama ini dirasakan, yaitu sebagai penyedia airminum dan suplai mata air untuk sungai Meno. Air dari Hutan Adat Kotoselama ini digunakan untuk peternakan, pertanian, dan sebagainya. Terdapatsalah satu mata air dengan debit air yang cukup besar, membentuk sungaikecil. Di dalamnya hidup udang, ikan, belut, dan sebagainya. Ada juga satubinatang sejenis kura-kura yang belakangnya berduri. Binatang ini secara adatdiyakini sebagai pelindung mata air dan Hutan Adat Koto. Tanaman ekonomisyang tumbuh di dalamnya antara lain cendana, asam, kemiri, papi (semacamcendana), dan sebagainya. Selama ini buah-buahan atau hasil hutan yang bolehdipetik adalah asam, buah-buahan musiman lainnya, dan kayu api. Hasil hutanberupa kayu tidak boleh diambil, kecuali atas izin ketua adat.Hutan Adat Nasinoah di Kecamatan Mollo Selatan memiliki luas sekitar 400ha. Kawasan hutan ini diawasi dan dikelola oleh komunitas masyarakat adatKeluarga Mella. Hutan ini terletak di Desa Biloto 7 km dari So’e. Di lokasiini juga terdapat hutan adat sekitar 5.000 ha yang dikelola oleh lembaga adatyang sama, yaitu Hutan Adat Taisu. Hutan adat seluas 5.000 ha ini mencakupDesa Biloto sebagai desa induk, dan Desa Bikekneno sebagai desa pemekaran.Bagian timur berbatasan dengan Desa Kesetnana dan Noebila. Bagian baratjuga berbatasan dengan Desa Tuasene, Kecamatan Molo Barat. Selatan dengan


6 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011Desa Benlutu dan Boentuka, Kecamatan Batu Putih. Dan utara dengan DesaBikekneno dan Bisene.Vegetasi Hutan Adat Nasinoah adalah semak belukar, pepohonan dan padang.Jenis satwa yang ditemukan dalam hutan adat ini, antara lain rusa, babi hutan,musang, kuskus, belut, ikan, sapi liar atau sapi hutan, lebah madu, burung, danayam hutan. Hutan ini memiliki tiga mata air. Sedangkan di dalam kawasanDesa Biloto, terdapat 38 mata air.Adat, Kepercayaan dan Sumberdaya Hutan di TimorDengan dukungan struktur masyarakat adat yang kuat, praktik pelestariankawasan Mutis dan sekitarnya secara adat diposisikan sebagai Oele Matan MaHune Baan artinya sumber mata air dan akar rumput. Kearifan lokal yangditerapkan penduduk dalam memanfaatkan kedua sumberdaya ini terangkumdalam ungkapan “Miun Oel Naikan Te Lule, Muah Ma’u Naikan Te Ba’an.” Artiungkapan ini, minum airnya jangan sampai keruh dan makan rumput jangansampai akarnya. Pandangan ini diartikan bahwa jangan merusak kawasan vitalsebagai sumber kesejahteraan. Selain itu sebutan adat bagi hutan Mutis adalahPahe Kulin, Pahe Nakan. Hutan tersebut dianggap sebagai mahkota bumi. Kini,pemahaman ini disebut pola pemanfaatan keberlanjutan secara lestari, terutamapemanfaatan lebah hutan dan suf telah lama menyatu dengan alam.<strong>Masyarakat</strong> adat TTS telah lama mengenal sistem ekosistem dengan sebutanbudaya One Ma Sisi Minik Ma Haumeni, artinya madu daging serta lilin dancendana. Untuk menyatukan langkah bersama masyarakat adat sekitar kawasanhutan Mutis (Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan dan Timor TengahUtara) diungkapkan dalam bahasa Dawan (bahasa pemersatu di pulau Timor)dengan sebutan Tiun Tatai Bi Mutis Sain, Tah Tatai Bi Mutis Sun. Artinya,minum bersama aliran air Mutis dan makan bersama di hamparan sekitar Mutis.Pada umumnya Orang Timor menyebut sang Khalik Maha Agung penciptaalam raya dengan nama Uisneno. Orang Dawan menyebut Allah nenekmoyangnya Uis neno, asal katanya Usi artinya Raja dan Neno artinya cakrawala,matahari, alam semesta, siang dan malam. Sehingga Uisneno artinya Raja atauPenguasa Semesta Alam. Penyebutan ini sudah dilakukan sebelum kedatanganagama modern. Mereka melakukan ritual adat di hutan-hutan, di batu, di


<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>: Pengalaman dari Lapangan | 7kayu atau pohon, air dan tempat-tempat yang keramat secara turun-temurun.Tujuannya untuk menghormati atau menyembah Uisneno itu. Di kebunkebunpertanian juga dilakukan ritual adat. Memohon kepada Uisneno untukmemberkati kebun, melindungi tanaman pertanian dari hama dan binatangbinatangliar. Mereka juga melakukan ritual minta hujan, dan bila hujanberlebihan mereka melakukan ritual memohon mengurangi curah hujan.Ritual-ritual itu bentuk doa sejak sebelum adanya cara doa modern.<strong>Masyarakat</strong> juga melakukan ritual adat di kuburan-kuburan sebagai bentukpenghormatan arwah yang sudah meninggal. Mereka percaya konsep kehidupanabadi, konsep eskatologis yang meyakini kehidupan yang akan datang setelahkematian dalam wujud berbeda dan di dunia yang berbeda pula. Sebagianorang Timur, umum melakukan ritual ini. Mereka yakin leluhur mereka yangsudah pasti sangat mencintai. Sekarang mereka hidup dalam wujud dan ditempat yang berbeda. Mereka yakin, leluhur mereka hidup sudah dekat denganUisneno.<strong>Masyarakat</strong> membuat rumah adat sebagai tempat untuk melakukan ritual ataudoa sebagai bentuk rasa hormat dan rasa syukurnya kepada Uisneno. Tidakjarang kita menemukan warga yang melakukan ritual adat untuk memintahujan, lalu hujan pun turun. Sebaliknya, saat curah hujan berlebihan, orangmelakukan ritual memohon agar curah hujan dikurangi. Mereka dengankeyakinan yang sungguh dalam bentuk dan cara apapun, berdoa dengan caramodern maupun tradisional. <strong>Masyarakat</strong> percaya, “Dengan iman sebiji sesawi,jika anda memerintahkan kepada gunung ini, beranjaklah ia dan tercampaklah iake tengah laut.”Doa dengan cara apa pun tujuannya kepada Sang Khalik. Pencipta langit danbumi, alam jagat raya. Lewat tradisi orang Timor atau Dawan, pendudukmelakukan tradisi adat dengan sarana beras, arak atau sopi (jenis minuman lokalberalkohol), menyembelih hewan, dan oko mama (pemberian sirih-pinang).Ritual ini wujud etika dan penghormatan kepada sesama manusia baik yangmasih hidup maupun yang sudah meninggal. Sesama manusia dengan alam(termasuk hutan), Uisneno sebagai Pencipta dan Pemilik Alam Jagat Raya.Salah satu good will Pemerintah Desa dalam mendukung hutan adat dapatdilihat di Desa Biloto. Salah satu wilayah sasaran yang telah dibentuk LembagaAdat Desa melalui Surat Keputusan Kepala Desa. Melalui perangkat kebijakan


8 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011dan potensi hutan adat di TTS, gerakan kehutanan masyarakat dapat menjadisemangat baru guna menekan laju degredasi hutan dan lahan. Model kehutananmasyarakat yang dapat dikembangkan menjadi Laboratarium <strong>Kehutanan</strong><strong>Masyarakat</strong>, disesuaikan dengan karakteristik dan tipologi daerah beserta aspeksosial ekonomi dan budaya. Prioritas pengembangan <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>adalah kepastian ruang kelola yang berlandaskan pada nilai-nilai luhur setempat.Sehingga dapat merangsang para pihak lain dalam mengembangkan tatakelola hutan.Pendekatan ini bertujuan membangun pemahaman saling keterkaitan danketerpaduan antara kegiatan kehutanan, pangan, perkebunan yang mempunyaifungsi dan manfaat ekonomi, sosial serta ekologi yang mempertimbangkankarakter sosial budaya dan biofisik setempat. Strategi untuk meningkatkanruang kelola masyarakat melalui kemitraan pengembangan dan pengelolaan<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>. Strategi ini memadukan berbagai sektor yangberkepentingan untuk melihat peluang <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> sebagai jembatanprogram lintas sektor. Potensi kearifan lokal masyarakat sangat mendesak untukdigerakkan untuk merevitalisasi semangat kolaborasi di antara banyak pihak.Tantangan <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> di NTTPembangunan kehutanan Indonesia bertujuan agar penyelenggaraan kehutanandiperuntukan bagi kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan.Namun visi tersebut telah menabrak realitas. Dari 219,9 juta populasiIndonesia, sebanyak 48,8 juta jiwa tinggal di dalam dan di luar kawasan hutan.Dari jumlah itu, sekitar 10, 2 juta jiwa tergolong miskin yang amat tergantungsecara ekonomi dan sosial (RPJP <strong>Kehutanan</strong> Tahun 2006-2025, Dephut 2006).Upaya yang diambil pemerintah untuk menurunkan jumlah pendudukmiskin ini melalui penerbitan aturan dan kebijakan yang mendukung visimulia tersebut. Namun, sejauhmana kebijakan tersebut mampu mewujudkankemaslahatan manusia? Atau justru menimbulkan ketidakpastian? Sudah banyakhukum atau kebijakan yang diterbitkan. Dari undang-undang, peraturanpemerintah, peraturan menteri hingga peraturan daerah. Kenyataannya,degradasi sumberdaya alam, ketidakpastian pengelolaan dan konflik masihterjadi di mana-mana. Persoalan siapa yang berhak mengontrol dan mengelolahutan dan kawasan hutan negara, telah menimbulkan tafsir yang beragam


10 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011Alih-alih mendorong partisipasi, pembangunanan sektor kehutanan saat inicenderung memicu ketidakpastian terhadap peranan masyarakat. Apalagi peranserta masyarakat adat yang memiliki ketergantungan terhadap hutan untukpemenuhan hidup rumah tangga, seperti pemanfaatan kayu bakar, makananternak, industri kecil nonkayu, dan sebagainya.Paralel dengan persoalan lokal di atas, dunia dan Indonesia secara khususmenghadapi perubahan iklim akibat pemanasan global (global warming).Pemicu utama adalah meningkatnya emisi karbon, akibat penggunaan energifosil, seperti bahan bakar minyak dan batubara, yang tidak dapat diperbarui.Penghasil terbesarnya adalah negeri-negeri industri, seperti Amerika Serikat,Inggris, Rusia, Kanada, Jepang, China dan sebagainya. Ini akibat pola konsumsidan gaya hidup masyarakat negera-negara utara yang 10 kali lipat lebih tinggidari penduduk negara selatan. Meski tidak besar, konsumsi energi di industriindustriyang ada di negara-negara berkembang juga berkontribusi terhadappemanasan global. Industri penghasil karbon terbesar di Indonesia adalahperusahaan tambang migas, batubara, dan industri-industri yang menggunakanenergi fosil. Penyebab lain yang cukup mencengangkan adalah kerusakan hutanIndonesia yang tahun ini tercatat pada rekor dunia The Guinness Book of Recordssebagai negara tercepat dalam rusaknya hutan (Pemanasan Global menjadiTragedi Peradaban Modern , Walhi 2007).Menurut temuan Intergovermental Panel and Climate Change (IPCC),sebuah lembaga panel internasional yang beranggota lebih dari 100 negara,menyatakan, tahun 2005 terjadi peningkatan suhu di dunia antara 0,6 hingga0,7 derajat. Kenaikan suhu di Asia bahkan lebih tinggi, mencapai 1,0 derajat.Lembaga ini mengungkapkan, kenaikan suhu ini menyebabkan ketersediaanair di negeri-negeri tropis berkurang 10-30 persen dan melelehnya gletser(gunung es) di Himalaya dan Kutub Selatan. Secara umum juga dirasakanoleh seluruh dunia saat ini adalah makin panjangnya musim panas dan makinpendeknya musim hujan. Selain itu makin maraknya badai dan banjir di kotakotabesar (el nino) di seluruh dunia. Serta meningkatnya cuaca secara ekstrem,yang tentunya sangat dirasakan di negara-negara tropis. Jika ini kita kaitkandengan wilayah Indonesia tentu sangat terasa. Begitu juga dengan kota-kotayang dulunya dikenal sejuk dan dingin, kini makin hari makin panas saja.Demikian halnya untuk kawasan Nusa Tenggara yang merupakan kawasanyang ekstrim topografi dengan kemiringan yang terjal dan tutupan hutan yangsemakin menipis.


16 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011dan tradisi lokal untuk membentuk kesepakatan dan sistem bersama bagipengelolaan yang berkelanjutan. Baik di tingkat desa maupun antar desayang menyangkut mekanisme kesepakatan dan aturan main tingkat desadan lembaga adat. Pada saat yang bersamaan, Lembaga Adat Desa akandifasilitasi untuk dapat mengeksplorasi serta mengembangkan berbagaisumber pendanaan mandiri yang lebih berkelanjutan. Kelembagaan yangkuat, tercermin dari praktik pengelolaan kelompok atau lembaga adat secarademokratis, merupakan keniscayaan.4. Melakukan penyiapan agenda kebijakan pendukung. Kegiatan konsultasipublik akan dilakukan dengan memaksimalkan Forum Parlemen TTSsebagai core institusi dalam mengembangkan inisiatif kebijakan daerah yangberjangka panjang. Sebagai bagian dari penguatan pemerintahan kehutananyang baik (good forest governance), selain Forum Parlemen, juga dilakukansejumlah konsultasi dengan Pemerintah Daerah terkait, misalnya Dinas<strong>Kehutanan</strong>, BPDAS, dan media massa. Bila perlu, melakukan konsultasikepada Bupati TTS guna memberikan pengakuan legal terhadap lembagaadat dan hak kelola Hutan Adat.5. Melakukan perencanaan teknis Hutan Adat TTS sebagai LaboratoriumKM. Perencanaan teknis berkaitan dengan penyepakatan sejumlah langkahdan tahapan kegiatan yang terkait dengan upaya konservasi dan rehabilitasihutan adat dengan berbagai kebijakan pemerintah setempat juga denganprogram Pemda. Di antaranya, program RHL, program cendana, tata arealhutan adat, dan sejumlah program kehutanan lainnya dari SKPD.6. Meningkatkan kapasitas (capacity building) lembaga-lembaga adat terkaitberbagai kebijakan, manajemen teknis kehutanan, pemberdayaan ekonomikelompok atau lembaga adat melalui pertemuan bulanan di daerah sasaran.Kegiatan ini diharapkan dapat merangsang kelompok masyarakat sasaranuntuk menumbuhkan kesadaran dalam wadah lembaga adat dengan tetapmempertajam pengetahuan mereka tentang cita-cita organisasi yang kuatdan mandiri.7. Serangkaian pertemuan internal FKKM, lobi dan negosiasi denganpemerintah, baik pemerintah kabupaten maupun provinsi dan lembagalembagalain yang memiliki sumberdaya dalam perancangan ataupenyusunan kebijakan, anggaran dan pengembangan ekonomi kelompok/


<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>: Pengalaman dari Lapangan | 17lembaga adat guna memperkuat posisi organisasi dan penguatan ekonomimasyarakat.8. Pengawasan dan evaluasi partisipatif yang disertai dokumentasi ataspenilaian dampak program. Monitoring dan evaluasi partisipatif dilakukanpada akhir program.Mewujudkan Harapan BesarSebuah harapan besar terpatri. Harapan untuk memperkuat kapasitas para pihakdemi terselanggaranya ruang kelola masyarakat dalam mengelola hutan adat,menekan laju degradasi kawasan hutan dan lahan. Harapan ini diwujudkan dilokasi belajar bersama Laboratarium <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> di Kabupaten TTS,antara lain melalui program-program di bawah ini:1. Pembentukan organisasi masyarakat yang otonom dengan kapasitas untukmengamankan hak atas sumber daya hutan secara legal melalui pengelolaanhutan adat. Serta mendukung kelompok pengelolaan sumber daya alamhutan yang berkelanjutan. Minimal di dua lokasi prioritas hutan adat.2. Pembentukan sentra belajar bersama tata kelola hutan adat yang lebih baik,dan hubungan sosial yang lebih setara antar masyarakat miskin hutan.Prioritas sentra ini adalah strategi pengurangan kemiskinan, degradasi hutandan lahan.3. Pengembangan model pengelolaan hutan dengan dukungan kebijakan dananggaran yang lebih baik dari berbagai lembaga utama di TTS. Melaluiproses belajar, internalisasi dan dokumentasi yang berkelanjutan.Untuk mendukung pencapaian berbagai tujuan gerakan Laboratarium<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> di atas, perlu upaya peningkatan kapasitas dalam halpenguatan lembaga adat dan lembaga desa, mekanisme dan upaya komunikasi,koordinasi dan negosiasi dengan pihak luar dalam menggalang sumberdayapengelolaan hutan di dua lokasi prioritas hutan adat.Saat ini lembaga adat telah meningkatkan aset sumber daya alam merekamelalui pengembangan hutan adat serta upaya konservasi terhadap asetdi dalam kawasan hutan. Namun ini masih membutuhkan dukungankebijakan dan anggaran dari pemerintah kabupaten untuk pencapaian


18 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011Beberapa aspek lain yang juga dianggap penting dalam pelaksanaanprogram••Keberadaan forum masyarakat antar desa yang berkelanjutan, disertaimekanisme ke arah kemandirian lembaga adat dan lembaga desa.••Perubahan kebijakan dengan melalui perjanjian atau pengakuanpengelolaan dan akses jangka panjang atas areal hutan bagi berbagaikelompok masyarakat atau lembaga adat desa.••Kesepakatan antar desa mengenai pengelolaan sumber daya hutanbersama.••Organisasi lokal otonom yang didanai secara mandiri di semua areaprogram dengan kemampuan untuk menarik dana bersama daripemerintah demi dukungan bagi penghidupan dan untuk mendukungsistem tata kelola yang lebih transparan serta akuntabel.••Hasil publikasi media melalui press conference, opini, exposepembelajaran yang memberikan gambaran pusat belajar bersama LabKM TTS dan peringatan ancaman perubahan iklim.••Sedikitnya lima fasilitator, baik dari kalangan masyarakat adat dankader desa di TTS memiliki keahlian dalam memfasilitasi hutan adat.••Adopsi pendekatan yang lebih pro-kaum miskin di kawasan hutandalam perencanaan pembangunan di Kabupaten TTS.berbagai rencana pembangunan hutan adat. Dukungan ini untuk memenuhitarget pendokumentasian berbagai pelajaran berharga, proses dan outcomesebagai bahan pembelajaran. Dukungan pemerintah juga diperlukan untukmemperkuat jaringan yang ada bagi perbaikan kerja sama di tingkat kabupatenke arah jaringan yang lebih luas serta memperkuat proses berbagi danpembelajaran secara horisontal antar para praktisi di berbagai site yang berbeda.Ancaman UtamaSalah satu ancaman paling serius adalah ruang kelola hutan adat. Karenahutan adat belum memiliki pondasi hukum yang kuat. Ini mengakibatkanpengelolaan hutan adat sampai dengan saat ini hanya bersandarkan pada tujuanmulia pengelolaan hutan: Hutan Lestari, <strong>Masyarakat</strong> Sejahtera. Akibatnya yang


<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>: Pengalaman dari Lapangan | 19didapatkan adalah bagaimana memfasilitasi masyarakat agar mendapatkan ruangkelola secara optimal masih menjadi perdebatan cukup serius di dua lokasi ini.Disamping itu, berdasarkan analisa kendala teknis di Hutan Adat Nasinoah danHutan Adat Koto, diperoleh gambaran seperti pada tabel-tabel berikut ini:Menuai HasilSelama proses pendampingan, beberapa target keberhasilan telah mulai tampak.Pertama, tumbuhnya kesadaran untuk membangun organisasi lembaga adat desayang otonom yang memiliki kapasitas untuk mengamankan hak atas sumberdaya hutan secara legal melalui pengelolaan hutan adat. Kesadaran tersebutdilihat dari tingkat partisipasi para pihak, kemauaan aparat desa menggalangdukungan dan kapasitas masyarakat adat. Kedua, munculnya kesadaran untukmenjadikan kawasan hutan adat sebagai sentra belajar bersama tata kelola hutanadat yang lebih baik, dan hubungan sosial yang lebih setara antar masyarakatmiskin hutan dalam upaya pengurangan kemiskinan, degradasi hutan danlahan. Ketiga, DPRD dan pemerintah kabupaten siap memberi dukungankebijakan dan anggaran dari berbagai lembaga utama di TTS dalam mengelolamodel pengelolaan hutan.Belajar dari Kearifan Adat Mengelola HutanPemangku Hutan Adat Nasinoah adalah keluarga adat Mella. Kepemilikanhutan dan perlindungannya dilakukan secara sistematis. Kepemimpinan adatdi daratan Timor, termasuk dalam keluarga adat Mella, dipimpin oleh seorangraja. Raja dalam bahasa Dawan disebut usif. Usif membawahi beberapa Amafatau pimpinan suku-suku. Suku-suku ini terbentuk secara tradisional karenaberkembangnya keturunan suku tertentu. Misal, seorang ayah memilikibeberapa anak laki-laki, keturunan anak laki-laki ini akan berkembang menjadibeberapa suku. Suku-suku ini dikepalai oleh seorang pemimpin, dalam istilahadat setempat disebut Amaf.Dalam keluarga Mella ada delapan Amaf, yaitu Bahan, Banobe, Mnanu,Tasekeb, Ufi, Neken, Opat, dan Bokimnasi. Usif biasa dipilih secara aklamasidengan kriteria-kriteria yang sudah ditentukan, seperti kemampuan berbahasaDawan dengan baik, memiliki kecakapan berbahasa tutur adat, mampumemimpin, bisa merangkul, panjang sabar atau tabah, dan sebagainya.


20 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011Tabel 1. Kendala Teknis yang Dihadapi di Hutan Adat NasinoahTantangan di lokasi hutan adat Kondisi lembaga adat Tantangan sosial lainnyaDulu ada rusa, babi hutan, kus-kus,musang, kera, kakatua, burung dara,burung nuri besar, bebek hutan. Adajuga pohon-pohon besar: jambu air, kayumerah, serutu, nitas, kabesak.Ancaman:• Burung dara, nuri, dan kus-kus hampirpunah.• Bebek hutan dan pohon besar tidakada lagi.• Ikan, belut dan udang hampir punah.• Debit air berkurang.• Nasinoah, dahulu 500 ha yangbervegetasi hutan, sekarang sisasekitar 100 ha.• Membutuhkan sumber daya ekonomidan biaya monitoring.• Masih perlu penguatan SDM• Masih minim aturan (AD/ART) yangada aturan dan sanksi-sanksi.• Masih kurangnya sosialisasi akibatkurangnya dana.• Ilegal logging di Nasinoah dan Taisu.• Ada orang dari luar desa Bilotomelakukan perburuan liar terhadapmargasatwa.• Ada kebakaran di kawasan hutanadat.• Masih ada yang melanggar aturanadat.• Ada pencurian ternak, hasil-hasilkebun: pisang, kelapa, sirih, pisang,pepaya, ubi dan cabai.


<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>: Pengalaman dari Lapangan | 21Tabel 2. Kendala Teknis yang Dihadapi di Hutan Adat KotoTantangan di lokasi hutan adat Kondisi lembaga adat Tantangan sosial lainnyaDi dalamnya hidup udang, ikan, belut,dll. Ada juga satu binatang semacamkura-kura, belakangnya berduri.Binatang ini secara adat diyakini sebagaipelindung mata air sekaligus hutan adatKoto.Ancaman:• Penangkapan ikan, belut, dan yanglainnya dengan menggunakan alatlistrik/setrum.• Kura-kura terancam punah.• Ikan, belut dan udang hampir punah.• Debit air berkurang.• Vegetasi hutan yang semakinterdesak karena belum adapenegakan aturan yang ketat.• Membutuhkan fasilitasipembentukan lembaga adat.• Masih perlu penguatan SDM.• Belum ada aturan main (AD/ART) bagilembaga adat.• Masih kurangnya sosialisasi akibatkurangnya dana.• Ilegal logging.• Memanfaatkan jalan di tengah hutanhutan untuk perburuan liar.• Ada kebakaran di kawasan hutanadat.• Masih ada yang melanggar aturanadat.• Ada pencurian ternak, hasil-hasilkebun: pisang, kelapa, sirih, pisang,pepaya, ubi dan cabai.


22 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011Pemilihan usif berbeda dengan pemilihan ketua atau pemimpin dalamorganisasi-organisasi formal. Usif dipilih atas dasar kesadaran dan kedewasanserta ketulusan masing-masing Amaf.Dalam kesepakatan adat dinyatakan, “dilarang melakukan eksploitasidalam kawasan hutan adat, menebang pohon, mengambil tali hutan untukmembuat rumah tradisional, memanen madu, menangkap belut, berburu dansemacamnya”. Setiap 10 tahun, terhitung sejak hari H pencanangan lembagaadat pada 18 Mei 2009, panen hasil hutan dalam kawasan hutan adat baruboleh dilakukan. Acara panen diawali dengan ritual adat dan doa bersama. Bagiyang melanggar, dikenakan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku dan terkenasanksi secara mistis. Hal ini hanya bisa diterima dan dimengerti secara adat.(Keputusan Kepala Desa Biloto No.1 Thn. 2009). Talak adalah hutan laranganyang merupakan aturan dan sanksi bersifat massal. Yang juga merupakankesepakatan adat bersama untuk tidak boleh memasuki kawasan hutan adattertentu. Terlebih tidak boleh mengambil hasil hutan dalam bentuk apapun.Bunuk, yakni larangan adat berupa ritual pemasangan racun secara peroranganuntuk mengamankan tanaman yang sedang berbuah. Misalkan mangga, pisang,kelapa, sirih, pinang, dan yang lainnya. Sanksinya, oknum yang memetik ataumengambil dan mengkonsumsi buah akan keracunan.Banu, yaitu larangan adat yang bersifat massal, mirip talak. Tapi talak itu khusushutan (hutan larangan). Sedangkan banu juga merupakan kesepakatan adatuntuk melindungi tanaman buah tertentu. Misal, banu untuk melindungikelapa pada wilayah tertentu. Dalam wilayah itu tidak boleh melakukan panenkelapa sebelum tiba waktu panen yang disepakati bersama. Setelah tiba waktupanen, pemanenan dilakukan bersama-sama.Di Hutan Adat Koto, pemangku adat dipimpin seorang usif bernamaBanunaek-Funan. Saat ini pewarisnya adalah Yusmina, putri Yohanes TimotiusBanunaek (almarhum), usif pemilik hutan adat. Yusmina cukup menguasaibahasa atau tutur adat termasuk sejarah dan seluk beluknya. Diceritakanlagi, kepemimpinan usif dalam keluarga Banunaek bersifat warisan, artinyatergantung pemegang tongkat kepemimpinan sebelumnya. Biasanya diwariskankepada putra atau anak laki-laki. Usif mendapat kuasa untuk berinteraksidengan Faut Leo, Oe Leo atau Faut kana Oe kana. Artinya, batu dan air yangdikeramatkan secara adat.


<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>: Pengalaman dari Lapangan | 23Tabel 3. Nilai adat dan Visi Hutan Adat NasinoahNilai-nilai adat yang diakuiVisi/cita-cita membangun hutan adat• Ada tuan atau pemiliknya, yaitu UsifMella dan amaf-amaf (ada delapan).Yang pada kenyataannya bisaberinteraksi dengan alam (Uis Pah).• Dalam ungkapan adat hau ma tanina mnas terjemahannya: kayu dantali menjadi tua. Maksudnya Hutanmenjadi lestari.• Ada keyakinan, kehidupan berasaldari tanah (alam), dan tanah adalah• Penanaman kembali. Konservasi danrehabilitasi.pelindung, pemangku dan pemelihara • Hutan adat memberi manfaat.kita (manusia), afafat ma amnaifat• Lembaga Adat diperkuat menuju• Alam juga dianggap sebagai pemberi kemandirian.makan dan pemberi minum, ahaot maafatis• Perlu adanya keterlibatan para pihak:pengelolaan secara kolaboratif.• Hutan Adat Nasinoah dianggapsebagai:»»Penjaga kehidupan pepohonandan satwa termasuk manusia»»Nais tala: hutan yang dilindungioleh adat.»»Warisan nenek moyang sejakUsif pertama yaitu Nube Mella.Kemudian diwariskan turuntemurun ke Muke Mella, diwariskanlagi ke Lo Mella hingga sekarangYohanis H. MellaSekarang tala atau larangan merusak hutan adat tidak dipatuhi lagi. KarenaYohanes Timotius Banunaek telah wafat. Ketika almarhum masih hidup,tala masih patuhi penduduk karena mereka takut mendapat sanksi adat, bisabertemu binatang buas, celaka, dan lainnya. Sebaliknya, kini warga beranimasuk ke hutan karena menganggap orang tua sudah wafat. Namun sanksi adat,seperti bertemu binatang buas dan mendapat petaka, kadang terjadi kadangjuga tidak.Kesimpulan dan RekomendasiDari pendekatan dan pendampingan masyarakat yang dilakukan selama ini,terangkum beberapa kesimpulan dan rekomendasi untuk keberhasilan program.


24 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011Analisa Peran Para Pihak di Hutan Adat Nasinoah1. Lembaga Adat: dibentuk untuk menjaga kelestarian hutan denganaturan adat.2. Lembaga Pemerintahan Desa: mitra dalam memperkuat posisilembaga Adat.3. Gereja: memberi dukungan melalui khotbah di gereja.4. Yayasan Kelola: penyandang dana bagi lembaga adat, dan melakukansosialisasi tentang lingkungan.5. Inisiatif Komunitas Kreatif: mediator Yayasan Kelola dengan lembagaadat dan masyarakat.6. FKKM: Penguatan Kapasitas, advokasi dan dukungan kebijakan.7. CWS: perlindungan mata air, gizi buruk, posyandu, ibu hamil danpertanian.8. Litbang <strong>Kehutanan</strong>: sosialisasi pembibitan tanaman kehutanan.9. PNPM: Pendidikan, Kesehatan dan Prasarana desa.10. BPDAS: Penyuluhan tentang DAS11. Plan Internasional: Pendidikan, Kesehatan ibu dan anak serta sanitasi.1. Advokasi kebijakan masih sangat dibutuhkan dalam rangka memberikanruang kelola secara paramanen kepada masyarakat adat. Ini dilakukankarena pengakuan secara nonformal tidak cukup memberikan kepastian.Namun dibutuhkan pengakuan secara hukum melalui payung hukumnegara dalam bentuk peraturan yang lebih operasional terhadap pengelolaanhutan adat di Indonesia.2. Dengan belum adanya kepastian hukum, diharapkan praktisi rimbawanterus menggalakkan <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> dalam berbagai model denganmelihat potensi lokal yang ada. Karena hal ini cukup memberikan semangatKM yang lebih besar dengan menghidupkan kembali praktek dan modelpengelolaan hutan berbasis budaya lokal.3. Penguatan lembaga desa sangat menentukan keberhasilan pengelolaanhutan tingkat desa. Dari pengalaman ini dapat ditarik kesimpulan lembagadesa lebih nyaman memberikan peluang tata kelola hutan berbasis budayadan adat-istiadat setempat. Karena lembaga adat merupakan kekuatan danbasis pemerintahan desa.


<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>: Pengalaman dari Lapangan | 25Peran para pihak dalam Pengembangan Hutan Adat Koto1. Pemangku adat: lembaga ini menetapkan aturan adat dan sanksi.2. Pemerintah Desa: bermitra dengan Pemangku Adat.3. Gereja: menghimbau pentingnya kenservasi hutan untukkeseimbangan hidup lewat kotbah.4. ACF: mengadakan program kemanusiaan lewat sanitasi (MCK),perbaikan gizi, peternakan dan pertanian.5. OISCA: program kemanusiaan lewat sanitasi (MCK), perbaikan gizi,peternakan dan pertanian.6. P2DTK sekarang berubah nama menjadi PNPMDTK: merupakanprogram pembangunan infrastruktur perdesaan.7. FKKM: fasilitasi <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>8. Pemerintah Kecamatan: melakukan penyuluhan setiap tahun lewatkegiatan bulan bakti.Tabel 4. Nilai adat dan Visi Hutan Adat KotoNilai-nilai adat yang diakuiVisi/cita-cita membangun hutan adat• Ada tuan atau pemiliknya, yaituUsif Banunaek dan amaf-amaf yangpada kenyataannya bisa berinteraksidengan alam (Uis Pah).• Dalam ungkapan adat hau ma tanina mnas terjemahannya: kayu dantali menjadi tua. Maksudnya Hutanmenjadi lestari.• Ada keyakinan, kehidupan berasaldari tanah (alam), dan tanah adalah• Penanaman kembali konservasi danrehabilitasi.pelindung, pemangku dan pemelihara • Hutan adat memberi manfaat.kita (manusia), afafat ma amnaifa”• Lembaga Adat diperkuat menuju• Alam juga dianggap sebagai pemberi kemandirian.makan dan pemberi minum, ahaot maafatis• Perlu adanya keterlibatan para pihak:pengelolaan secara kolaboratif.• Hutan Adat Koto dianggap sebagai:»»Tempat berlindung satwa»»Nais tala: hutan yang dilindungioleh adat.


26 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 20114. Dibutuhkan argumentasi dan lobi yang kuat di tingkat pemerintah daerahdan DPRD guna membuka ruang kebijakan dan anggaran cukup dalammembangun pengelolaan hutan berbasis masyarakat. Serta menjaminkeberlanjutan dari gerakan ini. Anggaran dan kebijakan merupakan duasisi mata uang yang saling mendukung. Karena kebijakan daerah tanpadidukung oleh anggaran yang cukup, maka akan terjadi stagnan padatataran operasional.5. <strong>Membangun</strong> gerakan masyarakat melalui pendekatan hutan adat sangatkompleks dan penuh dengan dinamika sosial budaya. Untuk itu,dibutuhkan pendekatan yang lebih mengedepankan aturan dan keyakinanmasyarakat setempat dengan benar-benar memperhatikan terlebih dahulupeta sosial masyarakat adat di sekitar kawasan hutan. Hal ini dibutuhkansehingga pendekatan <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> tidak diarahkan untukmengubah dan apalagi mengubah struktur masyarakat yang sudah ada.6. Aturan adat dan keyakinan masyarakat lokal sangat dihargai dan ditaatioleh masyarakat setempat, namun pada umumnya merupakan aturanyang bersifat turun-temurun dan tak tertulis. Sehingga dibutuhkanpendokumentasian yang lebih teliti.


Pemetaan Hutan Adat Tomawakng Ompuk Sanjan - Sanggau, Kalimantan Barat / Foto © Rufinus


Hutan Adat Tomawakng OmpukSanjan Menanti PengakuanOleh: Rufinus 2PendahuluanAwalnya tidak pernah terlintas dalam pikiran para leluhur orang Sanjan. Tujuanmereka hanya menjaga hutan adat agar tetap lestari agar dan dapat diwariskankepada anak cucu. Namun selama 32 tahun Orde Baru berkuasa, pemerintahmengabaikan hak dan kearifan masyarakat adat dalam mengelola kawasanhutan. Demi pembangunan, apapun boleh dilakukan, termasuk merambahhutan. Dampaknya, hutan-hutan adat mengalami degradasi. Sebagian besarkawasan hutan yang disebut masyarakat adat dengan nama “tembawang” telahbanyak beralih fungsi menjadi areal perkebunan kelapa sawit. Hutan-hutan alamjuga berubah menjadi Hutan Tanaman Industri (HTI). Hutan juga menjadilokasi pertambangan.Prinsip dan tradisi para leluhur orang Sanjan dalam menjaga tembawang perludiwariskan. Sebab, tradisi menjaga kelestarian alam yang mereka lakukan telahmemberi dampak pada dunia. Hutan menyediakan kebutuhan dasar yangpenting bagi penduduk, seperti sumber air bersih, pangan, dan udara. Terlebihlagi, saat ini dunia dihadapkan pada perubahan iklim (climate change) danpemanasan global (global warming). Dunia membutuhkan kawasan hutan untukmenyimpan cadangan atau stok karbon sebagai penyeimbang suhu bumi.Sejarah dan <strong>Masyarakat</strong> KodatnSanjan merupakan pemukiman baru. Leluhur orang Sanjan mendiamitembawang Sebiau. Menurut legendanya, orang Kodatn Sebiau berasal dariTampun Juah, tanah leluhur orang Bidayuh yang dikenal sebutan suku Dayak.2 Penggiat Perkumpulan TOMaS – Topakng Olupm Macatn Sangi’, sebuah lembagaswadaya masyarakat yang berbasis di Sanggau – Kalimantan Barat


30 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011Tabel 1. Ketemenggungan Kodatn atau Pongkodatn.No Tahun Temenggung Wakil1. Dasa Apu2. Apu Mpuk3. 1945-1955 Acap Awet4. 1955-1958 Awet P. Akie5. 1958-1973 P. Akie Adek6. 1973-1975 A. Liong -7. 1975-2007 John Luh.SK Gubernur Kal-Bar No. 205 Tahun 1975 Tanggal30 Agustus 1975.-Awalnya kehidupan di Tampun Juah aman tentram dan berkomunikasimenggunakan satu bahasa. Setelah melakukan perpindahan, mereka mempunyaibahasa baru. Tidak dimengerti oleh satu sama lain meski berasal dari tempatyang sama. Di Tampun Juah, mereka memasak jamur, dan mereka mabukjamur. Ini menyebabkan bahasa berbeda. Bahasa ini pula membawa perbedaanarah. Kemudian mereka membawa bahasa, budaya dan adat berbeda. Perbedaanitu juga menjadikan orang Bidayuh berbagai sub-suku Dayak, salah satunyaadalah Dayak Kodatn. Suku Kodatn juga biasanya disebut Pongkodatnatau Pangkodan.Ketemenggungan Kodatn yang terletak di Kabupaten Sanggau, KalimantanBarat, meliputi beberapa kampung, antara lain Lape Berancet Keladau,Embaong, Sei Mawang, Nyandang, Sanjan, Rantau Prapat dan Sei Majau.Menurut sejarah, Kodatn diambil dari nama sejenis pisang hutan yang berbiji.Pisang tersebut banyak tumbuh di sekitar aliran sungai. Kampung-kampung initerbentuk oleh suku-suku Dayak pendatang. Semula mereka hanya mendirikanpondok untuk bernaung. Lama-kelamaan mereka mulai menetap sebagaipenghuni baru. Kala itu, kawasan hutan belum terjamah penduduk. Nama sajabelum punya. Penduduk pendatang kemudian memberi nama hutan itu denganKodatn. Selain sebagai nama hutan, nama yang sama juga diberikan untuknama sungai dan nama suku mereka.Dalam sejarahnya, suku Kodatn sering berpindah-pindah dari satu tembawangke tembawang lain. Tujuan mereka untuk mencari hunian baru, tempat untukberburu, berladang, dan untuk menghindar dari serangan musuh. Dalam


<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>: Pengalaman dari Lapangan | 31sejarah, perang antar suku dan antar sub-suku Dayak kerap terjadi. Perang inimemperebutkan kepala manusia. Peristiwa ini dikenal dengan “ngayau”, sebuahtradisi perburuan terhadap kepala manusia. Kepala manusia digunakan sebagaisyarat dalam pelaksanaan ritual “notokng”. Upacara adat ini diadakan sebagaiungkapan rasa syukur atas hasil.Kepala manusia juga menjadi syarat bagi kaum muda dalam suku ini yangingin menikah. Seorang pemuda telah dianggap layak berumah tangga apabilamemiliki kepala hasil perjuangan sendiri. Ketika seorang pemuda sudah berhasildalam mengayau, artinya ia sudah mempunyai tanggungjawab terhadapkeluarga, bisa melindungi keluarga. Sebab, untuk menjaga keluarga dibutuhkankeberanian. Ngayau juga menunjukan kekuasaan atau kedaulatan kepadasuku lain.Namun, perang suku ini kerap memaksa suku Kodatn meninggalkanperkampungan dan mencari tempat hunian baru. Beberapa bekasperkampungan tersebut kini menjadi tanda perjalanan sejarah, yang ditemukandalam bentuk tembawang. Menurur sejarah, penduduk Kodatn datang danmenghuni tembawang Sebiau. Lalu mereka ke tembawang Soba, ke TembawangSoju, pindah ke Tembawang Enturok. Dari Enturok pindah lagi. Namun kaliini ada dua kelompok menyebar di dua tempat. Kelompok terbanyak pindahke Tembawang Nyandang. Satu kepala keluarga pindah ke Tembawang Sanjan,pindah lagi ke Ompuk Somu (Kampung atas), terakhir di tempat sekarang ini.Hutan Tembawang sebagai Sumber KehidupanTradisi ngayau berhenti setelah ada kesepakatan damai di Tumbang AnoiKalimantan Tengah pada tahun 1894. Saat itu semua perwakilan suku Dayakyang gagah perkasa membuat perjanjian damai. Pertemuan ini terjadi atascampur tangan Pemerintah Hindia Belanda. Warga suku Kodatn mulai menetapdalam satu wilayah dan mengelola kawasan hutan sebagai sumber kehidupan.Hutan adalah warisan budaya untuk generasi suku Kodatn. Hutan dikeloladengan kearifan lokal, tidak dengan teknologi modern. Sehingga nilai-nilailuhur dapat diwariskan, terutama kecintaan terhadap alam.Selain menjaga kawasan hutan yang sudah ada, para leluhur dan masyarakatadat berinisiatif membuat kawasan hutan baru. Proses pembuatan hutan versi


32 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011masyarakat adat ini dikenal dengan pembuatan “tembawang”. Tembawangyang telah berusia ratusan tahun dapat dinikmati masyarakat adat dan banyakorang. Keanekaragaman sumberdaya hutan memberi multi manfaat. Buahbuahan,pohon-pohon penghasil kayu bangunan, dan manfaat jasa lingkunganlainya. Tak heran jika terjadi perambahan kawasan tembawang akan memicuperkara besar. Warga yang berasal dari keturunan yang sama akan berjuangmempertahankan hak adat mereka.Manfaat dari model pengelolaan hutan secara tradisional lebih nyata dirasakanpenduduk setempat. Mereka beranggapan, mengelola hutan dengan kearifanlokal berarti menjaga kelestarian. Banyak hal dapat kita pelajari dari hutan,terlebih lagi hutan buatan berupa tembawang. Budaya menanam perlu diajarkankepada generasi muda suku Kodatn. Bukan hanya mewariskan fisik hutannya,tetapi budaya menanamnya. Model hutan tembawang menekankan betapapenting arti sebuah kemauan untuk menanam. Hutan sebagai warisan budayabukan penggalan kata tak bermakna. Ada beberapa ungkapan penting selalumenjadi wejangan para orang tua kepada anak cucunya. Salah satu ungkapanKakek Tale almarhum, ”Kalau makan buah-buahan, bijinya jangan ditelan”.Artinya bijinya harus ditanam.Pernah pada suatu masa ia memergoki pencuri buah durian miliknya. Denganterbata-bata ia bertanya kepada si pencuri.“Enakkah buah durian?” tanya sang kakek.“Enak,” balas pencuri.”Kalau enak silakan ditanam bijinya,” ujar sang kakek.Menyatu dengan Hutan<strong>Masyarakat</strong> adat di Sanjan tidak bisa dipisahkan dari hutan. Hutan danmasyarakat Sanjan merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan, selalumempunyai keterkaitan satu sama lain. <strong>Masyarakat</strong> adat di Sanjan sudahmengelola hutan dengan kearifan lokal serta pengetahuannya. Turun temurunmendiami hutan, jauh sebelum republik ini berdiri. Namun sejak Orde Baruberkuasa, Hutan Adat dijadikan objek pembangunan. <strong>Masyarakat</strong> hanya jadipenonton dan tidak pernah jadi pemain. Bahkan tak jarang mereka menjadikorban pembangunan. Padahal, dalam kehidupan masyarakat adat ada tiga halutama yang saling terkait, yaitu hutan, tanah dan air. Sejak berabad-abad lalu


<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>: Pengalaman dari Lapangan | 33manusia sudah mengusahakan tanah untuk bercocok tanam. Hutan sebagaisumber kehidupan masyarakat.Pemerintah sudah seharusnya mengakui hak pengelolaan oleh <strong>Masyarakat</strong>Adat, bukan dengan memberikan izin atas hak mereka sendiri. Jika pemerintahmengakui hak pengelolaan masyarakat Adat, maka masyarakat adat berdaulatatas hutan, tanah dan air di mana mereka tinggal. Artinya, masyarakat adatberdaulat atas sumberdaya hutan. Namun Undang-Undang <strong>Kehutanan</strong> No.41 tahun 1999 justru mencerminkan pengingkaran terhadap keberadaan danhak-hak masyarakat adat. Negara mengklaim sebagai penguasa tunggal atassumberdaya alam, termasuk hutan. Negara menentukan status hutan sebagaihutan negara dan hutan hak. Negara seolah berhak menentukan status kawasanhutan dan memberi izin pengelolaan hutan kepada para investor. Melihatkondisi ini pengakuan terhadap hutan adat menjadi amat penting.Wilayah adatBatas wilayah kawasan hutan adat mulai dari Sungai Sokoyapm, muara SungaiKonau menuju ke muara Senunuk, Sungai Perongakng. Setelah itu menyusuribelantara rimba Sayu ke Muara Sungai Engkubokng sampai ke Muara Jontihingga menuju Teluk Sekudok di Sei Sokoyam, kemudian mudik sampai keMuara Kanau lagi.Saat ini kampung Sanjan dikelilingi perkebunan kelapa sawit. Kampung yangberbatas langsung seperti Senunuk di sebelah barat, sejak tahun 1982 sudahbergabung dengan PTPN VII, sekarang PTPN XIII. Kampung Engkalet yangterletak di sebelah utara sudah bergabung dengan PT SIME INDO ARGO,perusahaan perkebunan sawit milik pemerintah Malaysia sejak tahun 1996.Di sebelah timur yang berbatasan dengan kampung Nyandang, adalah daerahperluasan perkebunan dari PT. SIA Sei Mawang Project yang meliputi SeiMawang, Nyandang, Majau, Sei Kosak dan Senunuk. Perusahaan di atas kinimerger dengan PT. Mina Mas, sebelumnya dengan PT. Golden Hope.Kodatn SebiauKomunitas Kodatn Sebiau terdapat di dua kampung, yakni Sanjan danNyandang. Penduduk terbanyak mendiami kampung Nyandang. Dahulu orangsering menyebutnya Kodatn Sebiau Kule Keladau. Diyakini itu adalah tempattertua Suku Kodatn.


34 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011Kodatn Sebiau, merupakan bagian sub Suku Dayak Kodatn. Ada yangmengatakan bahwa Orang Sebiau lain dari orang Kodatn. Karena ketika adasebagian pindah ke Tembawang Sebiau sudah ada penduduk di sana. Tetapi adajuga yang mengatakan bahwa mereka memang saudara dekat. Karena dari segibahasa dan budaya tidak jauh berbeda, anak-suku ini disebut Kodatn Sebiau.Hutan Adat Tomawakng OmpukNama Rimma Ompuk atau Pulo Ompuk berarti kawasan rimba kampung.Sering juga disebut Rimma Tutupan Ompuk. Sebuah kawasan yang beradadi sekitar kampung. Masa pra-kemerdekaan, pesawat penjajah sering terbangrendah. Orang-orang takut pemukiman jadi sasaran bom, atau ditembaki dariudara. Oleh karenanya, Kakek Bok sebagai ketua kampung pada tahun 1931melarang meladangi rimba di sekitar kampung. Sepeninggal Kakek Bok, KakekPanyi mendapat mandat menjaga Rimma Ompuk. Sampai 17 Agustus 1945,keadaan Rimma Ompuk masih utuh. Pada tahun 1950, Pateh Anom Atingmenegaskan kembali kebijakan para pendahulunya untuk penataan batas.Maksudnya agar rimma dapat diwariskan kepada anak cucu.Pengelolaan Hutan Adat mengacu pada kesepakatan-kesepakatan yangdiputuskan melalui pertemuan atau rapat kampung. Beberapa kesepakatan danketentuan yang diputuskan dalam rapat kampung, antara lain:••Hutan tidak boleh diladangi.••Dalam Kawasan hutan tidak boleh ditanami tumbuhan untuk pribadi/perorangan,Susunan Pengurus Hutan Adat Tahun 1950DomongKobayanKetua Rimma OmpukWakil KetuaAnggota: Pateh Anom Ating: Nyade: Tani: Kasen Mas: Tale, Nane, Nyangkau, Toli, Mina, Nureng,Layang, Apuk, Asin, Niah, Panyi, Bel, Lunding,Malikmg, Baken, Amat dan Alek.


<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>: Pengalaman dari Lapangan | 35Tabel 2. Kepengurusan Hutan Adat di Sanjan dari masa ke masa.Tahun Domong Tahun Temenggung Tahun PengurusHutan adat1950-1964 Pate Anom AtingKobayan NyadeJumlah KK 211964-1966 SalehJumlah KK 231966-1973 Pati Dana MudaAmantiusKobayan PirosJumlah KK 26-321973-1978 SantiKobayan JawiJumlah KK 361982 AmantiusKobayan KiminLKMD P.Kiongdibangun BalaiKampung dan Kapel.KK 381950-1964 Pateh Anom AtingWakil Pateh Nyade1970 Temenggung FelikKodatn Sebiau1950-1964 Ketua TaniWakil Kasen Mas1964-1966 Ketua TaniWakil Kasen Mas1966-1973 Ketua LubuWakil Bari.Perombakanhutan oleh Amandan Lat untuk kolamikan, diadat 3 tail/orang.1979 Herman Ceng 1978 Ketua SudenWakil Kimin1986 Ketua AnjangWakil LubuSekretaris Okt. OtnBendahara Kimin


36 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011Tahun Domong Tahun Temenggung Tahun PengurusHutan adat1990-1998 Paul KiongKepala Kampung Gayalama.RT 1. Ok.OtnRT 11. Lat/ Y.Ubing2001 Kadus. M.InggonRT 1. Ok. Otn/ AponRT 11. Loteus2003 Kadus. M. InggonRT 1. G. LarRT 11. AponRT 111. LoteusRT 1V. Y. Pong2005 Kadus. M. InggonRT 1. MaetRT 11. Loteus2007 Kadus. MarkusRT I. E. SehatRT II. Yusanto1998 Kepala Adat HermanCengWakil Lubu1998 Ketua JawiWakil B. Bal2002 Kepala Adat Lubu 2001 Ketua JawiWakil Lukas.Ada kasus penjualankayu oleh Pak Uwelkepada Muklis( orangluar) diadat masingmasing3 tail.2004-2008 Kepala Adat Jambi 2002 Ketua LukasSekretaris RufinusAda kasus penjualankayu gaharu olehPiyot, Tolang dan Lubu,dikenakan adat masingmasing3 tail.2003 Ketua A. IskandarSekretaris Donatus NBendahara Piyot


<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>: Pengalaman dari Lapangan | 37Tahun Domong Tahun Temenggung Tahun PengurusHutan adat2009 Kadus. LG. Doni IskandarRT I. E. SehatRT II.Y. Pong2010 Kadus. Anselmus ASRT I. E.SehatRT II. Y. Pong2010 Kadus. M Inggon.RT I.BacoRT II.Y. Pongdan sebagai PLT Kadus2011 Kadus. D. AtosRT I. BacoRT II. Y. Pong2009 Kepala Adat HermanCeng2010 Kepala Adat. P. Anjang2009 Ketua LoteusSekretaris JambiBendahara Piyot


38 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011••Hasil hutan berupa kayu, rotan, damar, jenis anggrek dan lainnya tidakboleh dijual ke pihak luar untuk kepentingan pribadi/perorangan,••Orang luar tidak diperkenankan memetik hasil hutan yang ada,••Menebang pohon hanya untuk ramuan rumah, sesuai kebutuhan,••Tanaman milik pribadi dalam kawasan hutan boleh digarapoleh pemiliknya,••Tanahnya menjadi milik komunal, kecuali kebun karet, kebun tengkawang,kebun nyatu, yang ditanam sebelum kawasan itu ditetapkan sebagai rimmaompuk.Hutan Adat Tomawakng Ompu Sanjan menyimpan kekayaan hayati. Berdasarpenelitian yang dilakukan Perkumpulan Tapakng Olupm Macatn Sangi,terdapat ratusan jenis tanaman dalam kawasan hutan yang telah diidentifikasinamanya. Namun masih terdapat ratusan jenis flora lain yang belumdiidentifikasi.Hutan Adat Tomawakng Ompu Sanjan juga menjadi habitat aneka ragamfauna. Dari penelitian, kawasan ini menjadi kawasan bagi populasi babi hutan,ular, rusa dan burung. Namun, dari penelitian diketahui beberapa jenis satwayang punah dan terancam punah karena aktivitas perburuan. Hewan sepertirusa, babi hutan, dan beberapa jenis burung, kini mulai sulit ditemui akibataktivitas dan perluasan perkebunan kelapa sawit maupun hutan tanamanindustri.Kepunahan beberapa jenis binatang dan burung ini disebabkan belum adanyaupaya perlindungan yang seharusnya dilakukan pemerintah. Sementara kegiatanperburuan masih merajalela, apalagi perburuan terhadap satwa yang dilindungiseperti trenggiling, burung enggang dan ruai.Keberhasilan Hutan RakyatDisamping Hutan Adat, masyarakat adat Sanjan mengembangkan programHutan Rakyat. Pada tahun 2010 lewat program pembangunan Hutan Rakyat,masyarakat Sanjan telah menanam 20.000 pohon di luar kawasan Hutan Adat.


<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>: Pengalaman dari Lapangan | 39Tabel 2. Kegiatan Hutan Rakyat dan Kebun Bbibit Rakyat selama 2010 -2011No Program Jumlah Target Ket1. Hutan rakyat 20.000 Batang 90 Ha Semua kk2. Kebun bibit rakyat 50.000 Batang 125 Ha Melebihi kkTujuan kegiatan ini adalah membuat hutan yang terencana dan mempunyainilai ekonomi tinggi. Dari jumlah tersebut 60% adalah kayu hutan penghasilkayu dan getah. Sedangkan 40% adalah karet, dan dibagikan kepada 90anggota kelompok tani. Ini tentu saja jauh dari cukup, tapi sebagai stimulanuntuk petani, menambah sendiri bibit untuk ditanam dilokasi masing-masing.Tahun 2011 ini, kembali penduduk Sanjan menanam 50.000 bibit kayukayuanendemik, dengan luas sasaran 125 ha. Jenis kayu-kayuan yang akanditanam adalah Keladan 10.000 batang, Omang 10.000 batang, Gaharu4.000 batang, Nyatu 1.000 batang, Janang 1.000 batang, Laban 1.000 batang,dan Karet 20.000 batang. Ini adalah program Kebun Bibit Rakyat yangdicanang pemerintah untuk mengurangi dampak pemanasan global. Sebaiknyamasyarakat mengabaikan pasar karbon, tetapi berusaha mencari pendanaankarbon, karena dengan menanam pohon masyarakat dapat merasakan langsungmanfaatnya.Meski sekarang banyak orang menertawakan pilihan ini sebagai hal bodohdan tidak menghasilkan uang dalam waktu cepat. Akan tetapi program inisangat membantu masyarakat untuk menanam dan membuat hutan kembali.Sebaliknya, jika menanam tumbuhan yang cepat mendatangkan keuntunganseperti kelapa sawit, maka tanah kosong tak tersisa. Upaya menyelamatkanbumi yang semakin panas, perlu usaha mempertahankan hutan alam danmembuat hutan baru, hutan terencana yang mempunyai nilai ekonomi tinggi.Selain mengurangi dampak gas rumah kaca, juga memberi nilai tambah bagimasyarakat pemilik lahan, dapat dirasakan manfaatnya oleh dunia.Tantangan Legalisasi Hutan Adat dan Keterlibatan MultipihakPengakuan pemerintah terhadap hukum adat menjadi persoalan yangmenghambat masyarakat dalam memanfaatkan dan mengelola Hutan AdatTomawakng Ompuk. <strong>Masyarakat</strong> adat di Sanjan masih awam terhadap


40 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011pentingnya pengakuan pemerintah atas hak-hak mereka dan wilayah hutan adat.Namun agar dapat memperoleh pengakuan hukum ini, dibutuhkan pemetaanterhadap hutan adat.Pemetaan hutan adat merupakan usaha penataan batas wilayah kelolamasyarakat secara individu dengan hutan komunal. Pemetaan diperlukan untukdapat mempertahankan kawasan hutan melalui kepastian wilayah tatakelolahutan oleh masyarakat. Apabila tidak ada usaha penataan batas, lambatlaunketersediaan hutan sebagai tempat hidup hewan, tumbuh-tumbuhan danhabitat lainnya akan habis. Hilangnya daerah resapan air, sumber air, dan daerahpenangkal banjir.Ada beberapa tujuan dari pemetaan Hutan Adat Tomawakng Ompuk, antaralain;1. <strong>Masyarakat</strong> Adat mampu merencanakan tata guna lahan dalam kawasanHutan Adat beserta aturan pengelolaanya.2. <strong>Masyarakat</strong> Adat dapat mentransfer kearifan lokal dan pengetahuan tentangsejarah, kebudayaan dan tradisi dalam pengelolaan kawasan pada generasimuda.3. Pembuatan Peta Kawasan Hutan Adat di Kampung Sanjan, mempertegasatas kelola Adat.4. <strong>Masyarakat</strong> memahami serta mengetahui potensi sumberdaya alam yangada dalam kawasan Hutan Adat.5. Membendung pengaruh ekspansi perkebunan skala besar terhadap wilayahkelola masyarakat, dengan pengelolaan kawasan berbasis hutan dan adat.Tantangan berikutnya adalah memberi pemahaman kepada masyarakatadat yang umumnya belum terlalu menyadari arti penting dari pemetaan.Bahkan sering kali disalah artikan dan memicu perdebatan. Ada warga yangmenganggap, pemetaan kawasan hutan dimaksudkan untuk penjualan tanahkepada investor tertentu. Beberapa kali pertemuan membahas tujuan daripemetaan yang direncanakan, belum cukup untuk meyakini masyarakat.Namun Perkumpulan Tapakng Olupm Macatn Sangi’selalu berusaha agarpemetaan Hutan Adat Tomawakng Ompu’ dapat terlaksana. Pendekatanterhadap tokoh-tokoh tua dan muda dilakukan untuk meyakinkan manfaatpemetaan untuk menjaga batas hutan adat melalui bahasa yang sederhana


<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>: Pengalaman dari Lapangan | 41dan mudah dipahami agar semua mengerti, dan membuahkan hasil yangdiharapkan. Aliansi <strong>Masyarakat</strong> Adat Nusantara (AMAN) KalimantanBarat terlibat aktif dalam mendukung usaha masyarakat adat di Sanjan untukmempertahankan dan melestarikan kawasan hutan adat. Melalui KetuaBadan Pelaksana Harian AMAN Kalbar, Drs. Sujarni Alloy, lembaga inikerap menyuarakan pentingnya melestarikan hutan kepada masyarakat adat.Dalam setiap kesempatan ia selalu mengingatkan bahwa masyarakat adat yangmemelihara hutan berarti memelihara adat budaya. Untuk mempertahankaneksistensi hutan, masyarakat adat mesti berupaya menjaga hutan dari usahadan kegiatan yang hanya mengekploitasi hutan. Pemetaan menjadi salah satucara untuk menguatkan batas-batas hutan agar tetap terjaga. Selain AMAN,Forum Komunikasi <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> (FKKM) ikut berperan aktif dalammendampingi masyarakat adat di Sanjan agar memperoleh pengakuan terhadaphukum dan pengelolaan hutan adat.Sementara, HuMa, kelompok masyarakat madani yang juga bergerak di sektorkehutanan, ikut berperan dalam memberi pemahaman kepada masyarakat adatdi Sanjan tentang pemetaan kawasan hutan adat sebagai syarat utama untuksebuah legalitas. Pada pertemuan masyarakat adat Sanjan yang dilaksanakanpada 20 Mei 2010, isu penting yang disampaikan kepada masyarakatadalah, pertama, pengakuan pemerintah terhadap Hukum Adat, dan kedua,pengeloloaan Sumberdaya Alam versi <strong>Masyarakat</strong> Adat.KesimpulanBerbagai teori dan penafsiran tentang UU <strong>Kehutanan</strong> menimbulkan berbagaikebijakan yang menitikberatkan pada upaya menguasai sumberdaya alam,dan mengaburkan hak-hak masyarakat adat. Kebijakan para penguasa daninvestor telah mengubah wajah negeri ini. Pemerintah terkesan merampashak pengelolaan sumberdaya alam dari masyarakat adat yang setia menjagaSumberdaya alam yang dimiliki, dijaga dan dikelola ratusan tahun sebagaiwarisan leluhur masyarakat adat, dengan mudah berpindah tangan. Hutandi negeri ini menjadi komoditi utama pembangunan. Pembangunan yangmengeksploitasi sumberdaya hutan telah mengubah bentangan alam lewatpenerbitan izin Hak Penguasaan Hutan dan Hak Guna Usaha kepada investor.Hutan menjadi tempat kehidupan makhluk hidup dan habitatnya. Berjutapesona hutan membuat orang ingin mempelajari lebih jauh tentang hutan.


42 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011Selain berfungsi sebagai pelindung ekosistem bumi, hutan menjadi apotikhidup, dan memberi jasa yang dinikmati manusia, fauna dan flora. Karenanyahutan membutuhkan perlindungan agar hutan dapat memberikan fungsisebagai penyangga kehidupan.Berkembangnya ilmu pengetahuan tentang Pengelolaan Sumber Daya Alamtidak banyak membawa dampak lebih baik untuk menyelamatkan hutan. Nafsuserakah para penguasa dan investor mendominasi pengelolaan hutan. Parahnyatidak disertai kajian memadai bagaimana pengelolaan hutan lestari.Kini, bumi kita sedang sakit. Bumi membutuhkan uluran tangan paradermawan. Dokter sendiri tidak mampu menyediakan obat. Sama seperti pararimbawan. Mereka tidak bisa mempraktekkan ilmunya, jika tanpa didukungbiaya memadai untuk merestrukturisasi bumi.<strong>Membangun</strong> dan mengelola hutan membutuhkan ilmu pengetahuan dankearifan lokal. <strong>Masyarakat</strong> lokal sudah terbukti dapat mengelola hutan denganlestari. Seperti konsep agroforestry. <strong>Masyarakat</strong> Dayak sudah menerapkansejak ratusan tahun silam. Hasil karya mereka masih dapat lihat dalam bentukhutan tembawang. Di dalamnya ada suatu nilai yang dapat dipertahanakankeberadaannya. Nilai historis dari tembawang tidak bisa dihargai dengan materi.


Tangse - Pidie, Nangroe Aceh Darussalam / Foto © Satriyo Hadi


Usulan Pengakuan HutanMukim di Aceh, SebuahPengalaman PraktisOleh: Syaifuddin, Drs. Anwar Ibrahim dan Satriyo Hadi 3Bagi masyarakat adat Aceh, hutan menjadi bagian yang tidak terlepaskandari kehidupan adat mereka. Sejarah telah membuktikan, kearifantradisional yang dipraktikkan masyarakat mampu menjaga kelestarian hutanAceh. Meski sempat dihapuskan oleh kebijakan pemerintah, kelembagaan adatyang diwariskan para leluhur (indatu) masih tetap terjaga. Aturan-aturan adatmasih dijadikan pegangan kuat bagi sebagian masyarakat dalam menjalankankehidupannya. Masih kuatnya kehidupan adat tersebut tercermin darisemboyan kehidupan bermasyarakat. “Adat bak Po Teumeureuhom, Hukom bakSyiah Kuala, Qanun bak Putro Phang, Reusam bak Laksamana.” Dalam bahasaIndonesia artinya, adat dari Sultan, hukum dari Ulama, qanun dari PutriPahang, reusam dari Laksamana. Wilayah hutan menjadi teritorial hak adat(hutan ulayat) untuk menjalankan kehidupan adatnya menggunakan standar siuro jak wo (sehari perjalanan pergi dan pulang). Pengelolaan dan pemanfaatanhutan di Aceh dilakukan berdasarkan hukum dan aturan dalam mukim.Sejarah, Mukim dan <strong>Masyarakat</strong>Bila di beberapa daerah menggunakan sistem desa, yang terdiri dari beberapadusun, di Aceh dikenal dengan sistem mukim. Mukim adalah kesatuanmasyarakat hukum dalam Provinsi Aceh yang terdiri atas gabungan beberapaGampong 4 yang mempunyai batas wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri.3 Ketiganya adalah anggota Perkumpulan Resourcing Indigeneus Communities forNature’s Management (Rincong).4 Gampong adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasipemerintahan terendah langsung berada di bawah Mukim atau nama lain yang


46 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011Mukim sebagai sistem pemerintahan khas Aceh dimulai sejak masuknya Islamdi Aceh.Dalam sejarahnya, Mukim sebagai unit pemerintahan telah ada sejak zamanSultan Iskandar Muda, sejalan dengan perkembangan zaman mengalamipergeseran-pergeseran nilai yang dipengaruhi oleh sistem pemerintahan saat itu.Dinamika dan sejarah perkembangan sistem Mukim diuraikan dalam poin-poindi bawah ini.Masa Kesultanan Aceh. Lembaga Mukim termasuk dalam lima posisi pokokdalam jenjang struktur pemerintahan Kesultanan Aceh, yaitu secara berturutturut:(1) Sultan yang memimpin kerajaan dan wilayah taklukannya, sertamengkoordinir para Ulee Balang, (2) Panglima Sagoe yang membawahibeberapa daerah Ulee Balang, (3) Ulee Balang mengkoordinir beberapa Mukim,(4) Imeum Mukim yang membawahi beberapa gampong, dan (5) Geuchik yangmemimpin gampong.Masa Kolonial dan Kemerdekaan. Pada masa ini, keberadaan Mukim dalamtatanan kehidupan masyarakat Aceh tetap terpelihara dan diakui sejak zamankesultanan, lalu dilanjutkan pada masa pemerintahan kolonial Belanda danJepang. Setelah Indonesia merdeka, keberadaan Mukim tetap diakui akantetapi tidak lagi berada di bawah Ulee Balang melainkan di bawah camat danmembawahi beberapa gampong.Masa Orde Baru. Di masa ini, terjadi sentralisasi dan penyeragaman strukturpemerintahan daerah hingga ke unit pemerintahan terkecil. Di Aceh, fungsidan kelembagaan Mukim dalam struktur pemerintahan formal dihapuskanlewat pemberlakuan Undang Undang No. 5 Tahun 1979 tentang PemerintahanDesa. Sejak itu Mukim tidak lagi berada dalam struktur pemerintahan di Aceh.Penghapusan ini berdampak pada hilangnya pengakuan terhadap lembagaMukim dalam hukum formal. Desa dibentuk berdasarkan gampong-gampongyang sebelumnya berada di bawah pemerintahan Mukim. Dengan demikianfungsi otonomi juga dipindahkan ke Desa.Meski dihapus dari sistem pemerintahan formal, keberadaan dan pengakuanterhadap Mukim tetap kuat dalam keseharian masyarakat. Fungsi Imeummenempati wilayah tertentu, yang dipimpin oleh Geuchik atau nama lain dan berhakmenyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri.


<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>: Pengalaman dari Lapangan | 47Mukim sebagai pemimpin adat tetap dihormati. Demikian juga dengankeberadaan lembaga adat seperti Panglima Uteun, Panglima Laot, PetuaSeunebouk dan lain-lain yang masih berlaku. Aturan adat dalam pengelolaansumberdaya alam juga masih dipraktikkan.Masa Reformasi. Keberadaan Mukim sebagai lembaga adat kembalidiakui dengan berlakunya Undang-Undang No. 44 Tahun 1999 tentangPenyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh dan Undang-Undang No. 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi DaerahIstimewa Aceh yang menjadi dasar terbitnya Qanun No. 4 Tahun 2003tenang Pemerintahan Mukim dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.Dalam qanun ini Mukim diposisikan sebagai Lembaga Pemerintahan danLembaga Adat.Masa Pasca MoU Helsinki. Setelah perjanjian damai antara Gerakan AcehMerdeka dan Pemerintah RI, pemerintah pusat dan DPR menerbitkan undangundangyang mengatur pemerintahan baru di Aceh, yaitu Undang-UndangNo. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Undang-undang ini kembalimenegaskan pengakuan yang kuat terhadap lembaga Mukim sebagai lembagaPemerintahan dan Lembaga Adat.Dengan adanya pengakuan Mukim sebagai lembaga adat, maka Mukimmemiliki hak adat atau hak ulayat. Oleh karenanya perlu dilakukan upayauntuk mendapatkan pengakuan kembali Hutan Ulayat Mukim sebagaihak adatnya.Mukim sebagai pemangku adat di Aceh dalam pengelolaan sumberdaya alamsepanjang sejarahnya memiliki kelembagaan adat yang jelas. Pemanfaatandan pengelolaan hutan diatur oleh Panglima Uteun, laut oleh Panglima Laot,pelabuhan oleh Syahbandar, Kebun oleh Peutua Seunebok, sawah oleh KejruenBlang, pasar oleh Arya Peukan dan sungai oleh Pawang Krueng.Dalam sistem Mukim, seorang Imeum Mukim adalah tokoh yang sangatdihormati, baik sebagai pemimpin agama, penyelesaian sengketa dan menjadimediator selama konflik. Kuatnya nilai adat, tradisi dan adat-istiadat yangberkembang di masyarakat tercermin dari tetap terjaganya nilai-nilai adat yangberkaitan dengan hutan.


48 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011Tradisi dan adat istiadat hutan juga masih dijumpai di sebagian masyarakatmelalui upacara tradisional khanduri uteuen. Ritual dianggap sebagai kewajibanyang harus dilakukan untuk memulai kegiatan di dalam hutan agar terhindardari musibah. Tahapan upacara ini berturut-turut antara lain, upacaramembakar dupa (teöt kemeunyan), menepung-tawari (peusijuk) perkakas alatkerja dan para awak seuneubok, lalu diikuti dengan berdoa bersama (meudoa)yang dipimpin oleh tengku dan makan bersama (pajoeh bu khanduri). Upacaraini dilakukan setiap melakukan kegiatan di dalam hutan seperti: mulaimembuka hutan (chah rimba), memotong kayu-kayu besar (teumeubang),membelah kayu-kayu besar (seumeuplah), membakar ranting, dahan, belukardan pohon-pohon kecil yang telah ditebang (seumeuteut), mencari rotan(meuawé), dan mencari lebah madu (meu unoe).Tradisi lain yang tetap dijaga adalah masih berlakunya sejumlah hukum adatberupa larangan atau pantangan-pantangan adat yang telah mentradisi danditetapkan oleh pemangku adat setempat harus dituruti oleh masyarakatyang berdomisili di kawasan hutan. Larangan-larangan yang masih berlakudi antaranya, tidak melakukan aktivitas ke hutan pada hari Jumat, tidakmelakukan aktivitas ke hutan pada hari Rabu terakhir sebelum bulan puasa(rabu abeeh), dan sebagainya.Selain itu masih ditemukan beberapa kearifan lokal lain yang masih dilestarikanhingga kini untuk mempertahankan dan melestarikan hutan dalam kemukiman.Seperti menanam bak reudeup (pohon dadap hutan) sebagai tanaman pelindung,sekaligus penyubur tanah. Sedangkan dalam pemilihan lahan lokasi pembukaankebun dilakukan dengan mempertimbangkan posisi letak kemiringan yangberpedoman pada poin-poin berikut:1. Tanoh siheet u timu, pusaka jeurat, (miring ke timur pusaka kubur).2. Siheet u barat, pusaka papa, (miring ke barat pusaka papa)3. Siheet u tunong, tanoh geulantan, (miring ke utara tanah yang menang)4. Siheet u seulatan, pusaka kaya (miring ke selatan pusaka kaya).Sementara, untuk penetapan musim tanam padi dilakukan berdasarkanperhitungan kalender lokal yang disebut keunong. Misal, dalam bercocok tanampadi, kalender yang digunakan antara lain:


<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>: Pengalaman dari Lapangan | 49Beberapa Hukum Adat Terkait Pengelolaan Hutan Dalam Ke-Mukimana. tidak melakukan aktivitas ke hutan pada hari Jumat;b. tidak melakukan aktivitas ke hutan pada hari Rabu terakhir sebelumbulan puasa (rabu abeeh);c. hutan tidak boleh dimasuki oleh orang hamil;d. tidak boleh riya dan takabur apabila memasuki hutan;e. tidak menebang kayu di ulayat hukum adat di luar pengetahuan tokohadat;f. tidak menebang pokok kayu manakala padi akan dipanen karena akanmendatangkan hama “geusong” (bek teumebang watee padee mirah”);g. juga dikenal adanya pantang darut, yaitu dilarang ceumecah(menebang semak belukar bukan pohon kayu besar) pada saat hujanatau sedang roh padee (padi mau berisi). Karena kalau pantangan inidilanggar, akan mendatangkan petaka hama belalang, yaitu jutaanbelalang akan memakan batang padi yang masih muda sehingga tidakbisa di panen;h. dan saat roh padee pun dilarang membawa daun nipah secara terbuka.Kalau pantangan ini dilanggar akan tertimpa penyakit puteh padee,sehingga padi tersebut tidak berisi manakala dipanen;i. tidak menebang kayu kira-kira 200 meter dari tepi mata air dan kirikanan sungai pada daerah rawa;j. tidak menebang kayu kira-kira 100 meter dari kiri kanan tepi sungai;k. tidak menebang kayu kira-kira 50 meter dari kiri kanan tepi anak sungai(alue).1. Keunong 11, tabu beu jareung; (bulan Juli)2. Keunong 9, tabu beurata; (bulan Agustus)3. Keunong 7, padee lam umong; (bulan September)4. Keunong 5, padee ka dara; (bulan Oktober)5. Keunong 3, padee ka roh; (bulan November)6. Keunong 1, padee ka tuha; (bulan Desember).


50 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011Dinamika, Keterlibatan Multipihak dalam UsulanHutan MukimPengusulan hutan mukim merupakan salah satu dari rangkaian prosespenguatan Mukim yang dilakukan oleh banyak pihak di Aceh seperti FaunaFlora Internasional (FFI) Aceh, Yayasan Rumpun Bambu Indonesia, JaringanKomunitas <strong>Masyarakat</strong> Adat Aceh (JKMA) dan pihak lain.Sejak awal kegiatan pada 2000, FFI Aceh telah melibatkan Mukim dalampelaksanaan biodiversity survey. Dalam perkembangannya, legitimasi Mukim dimasyarakat makin kuat. Baru pada 2005, Imeum Mukim Aceh Jaya difasilitasiuntuk membentuk Asosiasi Mukim. Asosiasi Imeum Mukim ini bertugasantara lain untuk merumuskan kembali tugas pokok dan fungsinya, menyusunkembali struktur kelembagaan di 21 Mukim Aceh Jaya, mendata sebaranpenduduk di masing-masing Mukim, dan menyusun rencana kerja.Dukungan FFI Aceh terhadap Seurikat Mukim Aceh Jaya terus berlanjutdengan membantu penyusunan RTRWK Aceh Jaya berbasis Mukim. NamunRTRWK ini menuai pro dan kontra. Karena hasil PRA (Participatory RuralAppraisal) di tingkat Mukim menyepakati untuk memasukkan wilayah kelolaMukim dalam wilayah yang dianggap sebagai kawasan hutan adat. Wilayahkelola Mukim tersebut meliputi zona lindung dan zona budidaya.Sebagai tindak lanjut dari penyusunan RTRWK berbasis Mukim, SeurikatMukim Aceh Jaya dengan dukungan penuh FFI Aceh melalui divisi CommunityBased Conservation melakukan kegiatan Perencanaan Mukim dan PemetaanHutan Mukim. Untuk mendukung kegiatan tersebut, FFI Aceh menyusunbuku panduan melaksanakan perencanaan Mukim dan pemetaan HutanMukim berjudul “Panduan Penguatan <strong>Masyarakat</strong> Adat: Perencanaan Mukim”.Berpedoman buku panduan tersebut FFI Aceh memfasilitasi keterlibatan LSMlokal untuk melakukan kegiatan ini di wilayah lain, yaitu Institute Green Acehdi Mukim Ulee Gle Barat – Pidie Jaya, JKMA Pidie di Mukim Beungga – Pidie,PeNa di Mukim Leupung - Aceh Besar, YSNI Lamno di Mukim Keuluang –Aceh Jaya, JKMA BTU di Mukim Lango – Aceh Barat dan Papan di MukimMeurebo – Aceh Barat. Hasil dari kegiatan ini adalah Dokumen PerencanaanMukim dan Peta Usulan Hutan Mukim. Tercatat 17 Mukim yang tersebardi Kabupaten Aceh Besar, Pidie, Pidie Jaya, Aceh Jaya dan Aceh Barat selesaimelakukan Pemetaan Hutan Mukim. Idealnya, proses ini dilanjutkan dengan


<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>: Pengalaman dari Lapangan | 51Pengusulan Pengakuan Hutan Mukim dalam hukum positif, lalu dilanjutkandengan menyusun rencana pengelolaan Hutan Mukim dan membangun modelpengelolaan Hutan Mukim.Namun, pada bulan Juni 2010 FFI Aceh menghentikan dukungannya terhadapproses peguatan Mukim ini. Kegiatan ini dilanjutkan oleh PerkumpulanRincong. Perkumpulan ini dibentuk oleh eks-staff FFI. Staff FFI yangselama ini bertanggung jawab dalam penguatan Mukim untuk mengusulkanHutan Mukim sesuai dengan peraturan yang berlaku. Perkumpulan Rincongbekerjasama dengan Asosiasi Mukim (Seurikat Mukim Aceh Jaya, ForumMukim Aceh Barat dan Mukim Pidie), IGA, JKMA BTU dan JKMA Pidiemendapat dukungan dari Sekretariat Aceh Green, FKKM dan FFI Aceh.Pengusulan Hutan Mukim dipilih di tiga Kabupaten yaitu Aceh Jaya/Rincong(Mukim Pante Cermen, Mukim Pante Purba dan Mukim Panga Pucok),Kabupaten Aceh Barat/JKMA BTU (Mukim Lango), Kabupaten Pidie/JKMAPidie (Mukim Beungga) dan Kabupaten Pidie Jaya/IGA (Mukim Ulee GleBarat). Usulan-usulan luas Hutan Mukim seperti diuraikan di bawah ini.••Mukim Panga Pucok Kabupaten Aceh Jaya. Mukim ini meliputi 11Gampong. Berdasarkan hasil Pemetaan Partisipatif dan analisis SistemInformasi Geografis (SIG), luasan Hutan Ulayat Mukim yang diusulkanseluas 17.958,67 ha atau 45,74% dari luas Mukim Panga Pucok denganperincian 13.219.20 ha merupakan Hutan Produksi dan 4.739,47 hamerupakan Areal Penggunaan Lain (APL). Usulan Hutan Ulayat Mukim dihutan produksi seluas 13.219,20 ha merupakan areal kerja HPH/IPHHKPT. Aceh Inti Timber. Sedangkan PT. Lamuri Timber memiliki wilayahkonsesi di hutan lindung Mukim Panga Pucok.••Dari 4.739,41 ha luasan Hutan Ulayat di Area Penggunaan Lain, 3.369,43ha telah dikuasai PT. Aceh Inti Timber dan 1.368 ha dikuasai PT. BosowaMegapolis. Sedangkan dari 13.214,15 ha Hutan Ulayat di Hutan Produksi13.201,04 ha dikuasai PT. Aceh Inti Timber dan 13.12 ha dikuasai PT.Bosowa Megapolis. Selain di APL, 2.918,07 ha areal kerja PT. Aceh IntiTimber merupakan pemukiman dan kebun masyarakat yang telah adasepanjang sejarah Mukim Panga Pucok.• • Mukim Pante Cemin Kabupaten Aceh Jaya. Berdasarkan hasil pemetaanpartisipatif dan analisis Sistem Informasi Geografis (SIG), luasan Hutan


52 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011Ulayat Mukim Pante Cermin yang diusulkan pengakuan dan penetapannyaadalah 17,015.74 ha atau 47,65% dari luas Mukim. Berdasarkanfungsinya, dari luasan usulan tersebut terdiri dari Hutan Lindung8.739,17 ha (51,36%), Hutan Produksi 6.809,79 ha (40,02%), APL1.422,48 ha (8,36%) dan Perairan/Sungai 44,30 ha (0,26%). Berdasarkanpemanfaatannya 15,161.55 (89, 90%) merupakan areal kerja HPH/IUPHHPT. Alas Aceh Perkasa dan 972.36 (5,71%) milik PT. Aceh Inti Timber,847.92 ha (7,02%). Dari areal yang dikuasi PT. Alas Aceh Perkasa 7.844,42ha merupakan Hutan Lindung, 6.233,60 ha merupakan Hutan Produksi,1.053,32 merupakan APL dan 30,21 ha merupakan perairan/sungai.Sedangkan Areal PT. Aceh Inti Timber, 677, 57 ha merupakan HutanLindung, 280,68 ha merupakan APL dan 14,10 ha merupakan perairan/sungai.••Mukim Pante Purba Kabupaten Aceh Jaya. Mukim ini membawahi enamgampong. Berdasarkan hasil Pemetaan Partisipatif dan analisis SistemInformasi Geografis (SIG), luasan Hutan Ulayat Mukim Pante Purba yangdiusulkan pengakuan dan penetapannya adalah 12.081,67 ha atau 52.34%dari luas Mukim. Berdasarkan fungsinya, dari luasan usulan tersebut terdiridari Hutan Lindung 8.023,87 ha (66,41%), APL 4.033,41 ha (33,38%)dan Sungai 24.39 ha (0,20%). Berdasarkan pemanfaatannya 10.229,54ha (84,67%) merupakan areal kerja HPH/IUPHH PT. Aceh Inti Timber,847.92 ha (7,02%) merupakan area kerja PT. Alas Aceh Perkasa 459.93ha (3,81%) milik HGU PT. Beuna Coklat Coorp. dan 544.29 ha (4,51%)merupakan APL.Areal kerja PT. Aceh Inti Timber di Mukim Pante Purba merupakan HutanLindung dan APL, juga 1.720,78 ha diantaranya berada dalam kawasanpemukiman dan areal pertanian/perkebunan.• • Mukim Lango Kabupaten Aceh Barat. Ada empat gampong dalamMukim ini. Berdasarkan hasil Pemetaan Partisipatif dan analisis SistemInformasi Geografis (SIG), luasan Hutan Ulayat Mukim Lango yangdiusulkan pengakuan dan penetapannya adalah 29.825,58 ha atau65,57% dari luas Mukim. Berdasarkan fungsinya, dari luasan usulantersebut terdiri dari Hutan Lindung 24.977,82 ha (83,75%), HutanProduksi 3.546,86 ha (11,89%) dan, APL 1.300,89 ha (4,36%).


<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>: Pengalaman dari Lapangan | 53Berdasarkan pemanfaatannya hutan ulayat saat ini, 28,524.68 hamerupakan wilayah kerja HPH/IUPHHK PT. Raja Garuda Mas Lestari(24.977,82 ha di Hutan Lindung, 3.546,86 ha Hutan Produksi) dan1.300,89 dikuasi HGU PT. PT. Mapoli Raya.••Mukim Beungga Kabupaten Pidie. Mukim ini membawahi enamgampong. Berdasarkan hasil Pemetaan Partisipatif dan analisis SistemInformasi Geografis (SIG), Hutan Ulayat Mukim Beungga yangdiusulkan seluas 14.088,65 ha. Kawasan hutan ini terdiri dari HutanProduksi seluas 6.347,53 ha (45%), Hutan Lindung seluas 6.385,37 ha(45%) dan Areal Pemanfaatan Lain (APL) seluas 1.355,75 ha (10%).Luasan ini termasuk 1.347, 06 ha Hutan Produksi 1.183, 82 ha HutanLindung yang terdapat kebun, ladang atau tanda secara adat bahwa lokasitersebut telah ada penggarapnya.••Mukim Ulee Gle Barat Kabupaten Pidie Jaya. Ada sebelas gampongdalam Mukim ini. Berdasarkan hasil Pemetaan Partisipatif dan analisisSistem Informasi Geografis (SIG), luasan Hutan Ulayat Mukim UleeGle Barat yang diusulkan pengakuan dan penetapannya adalah 1.939,49ha atau 29,23% dari luas Mukim. Berdasarkan fungsinya, dari luasanusulan tersebut terdiri dari Hutan Lindung 745,42 ha (38,43%), HutanProduksi 1.039,59 ha (53,60%) dan APL 154.48 ha (7,96%).Berdasarkan pemanfaatannya keseluruhan (1.939,49 ha) hutan ulayattersebut berada dalam wilayah kerja HPH/IUPHHK PT. TrijasamasKarya Inti. Selain berada dalam hutan ulayat, wilayah kerja HPHtersebut berada di APL sekitar 1.579,51 ha. APL tersebut merupakankebun dan ladang yang aktif dikelola masyarakat maupun telah memilikitanda adat bahwa lahan tersebut telah ada pemiliknya.Keeenam wilayah Hutan Mukim yang diusulkan berada dalam kawasan HutanUlumasen 5 . Kawasan ini dikenal sangat kaya dengan keanekaragaman hayati.Kawasan yang menjadi habitat berbagai satwa liar langka, seperti Gajah Sumatra(Elephas maximus sumatranus), Harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae).Kawasan ini juga menjadi sangat penting. Karena selain menjadi sumber5 Ulumasen merupakan kawasan strategis di Nangroe Aceh Darusallam yang memilikiluas ± 750.000 Ha, wilayah ini menyambung dengan koridor Kawasan Ekosistem Leuserdan secara administratif berada pada Kabupaten Aceh Besar, Aceh Barat, Aceh BaratDaya, Aceh Jaya, Pidie dan Pidie Jaya


54 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011penyimpan karbon juga menjadi sumber mata air dari sungai-sungai besardi Aceh.Kawasan ini juga dikenal sangat kaya akan kandungan bahan tambang. Tidakheran bila banyak pihak berkeinginan untuk mendapatkan hak mengelola darikawasan ini. Sebagian besar kawasan ini kini telah dikuasai oleh pemegang izinHPH dan HGU.<strong>Masyarakat</strong> di sekitar hutan yang sebagian besar merupakan petani jugamenggantungkan hidup dan kehidupannya dari kawasan hutan. Kebutuhanakan terjaganya keselamatan hidup dari bencana alam, layanan ekosistem yangtetap terjaga, kebutuhan akan hasil hutan kayu dan nonkayu serta penyediakebutuhan lahan untuk pengembangan pertanian dan perkebunan.Proses pengusulan pengakuan Hutan Mukim di 6 Mukim di atas telahdilakukan dengan mengirim Dokumen Usulan ke Bupati di masing-masingkabupaten dengan tembusan disampaikan ke Menteri <strong>Kehutanan</strong>, GubernurAceh, DPR Aceh dan DPRD Kabupaten. Dokumen usulan Hutan Mukimterdiri dari surat pengantar (ditandatangani Imuem Mukim), Berita AcaraDuek Pakat Mukim (ditandatangani Imeum Mukim, pimpinan Duek Pakat(Tuha Lapan Mukim) dan semua perangkat Mukim), Profil Mukim (memuatgambaran umum wilayah, sejarah, penduduk, lembaga mukim, sosial-budaya,dan fasilitas umum), dan Pengantar Usulan Pengakuan Hutan Ulayat Mukim(berisi latar belakang pengusulan, dasar hukum, dan pilihan-pilihan kebijakanuntuk pengakuan hutan ulayat Mukim disertai dengan peta lokasi). Namunsampai saat ini belum mendapatkan jawaban resmi dari pihak-pihak tersebut.Tantangan dalam Pengakuan Hutan MukimPenghapusan kelembagaan Mukim selama kurun 30 tahun pemerintahan OrdeBaru berdampak pada pelemahan lembaga dan pemahaman tentang fungsidan wilayah kerja Mukim. Ketika kelembagaan diaktifkan kembali, tantanganyang dihadapi dalam membangun kembali pemahaman tentang hutan Mukim,pemetaan dan pengusulan hutan Mukim antara lain:1. Mulai pudarnya pemahaman masyarakat tentang kelembagaan Mukimtermasuk tugas pokok dan fungsinya,


<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>: Pengalaman dari Lapangan | 552. Belum semua Mukim memiliki struktur kelembagaan yang lengkap,khususnya Panglima Uteun,3. Belum semua Mukim dan perangkat Mukim memahami tugas dankewenangannya telah diakui secara resmi oleh Pemerintah,4. Sulitnya mencari pelaku sejarah yang memahami persis sistem pengelolaanhutan Mukim di masa lalu,5. Mulai hilang dan kurang ditaatinya aturan-aturan adat yang berkaitandengan pemanfaatan dan pengelolaan hutan,6. Sulit menentukan batasan kawasan Hutan Mukim. Terlebih lagi, Qanuntentang Mukim menyatakan, “Hutan Ulayat adalah hutan sejauh sehariperjalanan pulang pergi, di hutan ini semua penduduk boleh memungutdan mencari hasil hutan, dengan pembagian hasil disepakati antara pencaridan Imuem Mukim.”Sementara tantangan yang terkait legalitas adalah munculnya keraguan banyakpihak untuk pengakuan Hutan Mukim karena merupakan istilah lokal Acehdan hanya terdapat di Aceh. Sebagian masyarakat menganggap bahwa hutanadat dapat dijadikan hak milik. Sementara, perangkat Mukim dan masyarakatkurang memahami hak-hak Mukim sebagai masyarakat adat. <strong>Masyarakat</strong> jugabelum sepenuhnya memahami definisi hutan adat dalam konteks hutan negarasehingga mereka belum mengerti mekanisme yang telah diatur oleh pemerintahuntuk membuat usulan Pengakuan Hutan Adat. Sebagian masyarakat apatisterhadap kapasitas lembaga Mukim karena selama ini masyarakat adat kurangmendapatkan tempat dalam sistem pengelolaan hutan oleh negara.Disamping itu, pengakuan Hutan Mukim dalam Qanun Mukim tidak diikutidengan kebijakan-kebijakan pelaksanaan yang lain di tingkat masyarakat.Qanun Mukim juga tidak disertai dengan pengaturan hak-hak Mukimberkaitan dengan hutan dalam qanun-qanun yang berkaitan dengan PengelolaanSumberdaya Alam.Usaha membangun komunikasi dan koordinasi dengan pemerintah kabupatenjuga menghadapi banyak tantangan. Seperti, munculnya kekhawatiranbahwa pengakuan hutan Mukim ini akan bertentangan dengan perundangundanganyang berada di atasnya. Sementara, aparat pemerintah daerah kurangmemahami hak-hak masyarakat adat sehingga komitmen pemerintah untukmemberikan hak-hak Mukim untuk mengelola dan memanfaatkan hutan masih


56 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011lemah. Apalagi masalah ini tidak diatur secara tegas hak-haknya dalam Undang-Undang <strong>Kehutanan</strong>. Ditambah lagi, pemerintah daerah belum memiliki inisiatifuntuk membangun model pengelolaan hutan Mukim sebagai dukungan denganpengakuan haknya sebagai masyarakat adat dalam sistem perundang undangan.Selain itu muncul kekhawatiran bahwa pengakuan hutan Mukim berdampakpada terancamnya ekosistem hutan. Kekhawatiran ini muncul karenakapasitas masyarakat dianggap belum memadai untuk mengelola dankemungkinan terjadinya penguasaan hutan menjadi hak milik. Sebaliknya,di pihak pemerintah muncul kekhawatiran bahwa pengakuan hak ini akanmenghilangkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan menghambat prosesinvestasi.Dalam proses penyusunan dokumen usulan Hutan Mukim, beberapa tantanganyang dihadapi antara lain: terbatasnya kapasitas perangkat Mukim danmasyarakat dalam melakukan pemetaan; munculnya kekhawatiran perangkatdesa bahwa hutan di wilayahnya telah diambil hak pengelolaannya oleh Mukim;adanya kekhawatiran masyarakat bahwa lahan cadangan akan semakin sempitdengan penguasaan oleh mukim; menurunnya kepercayaan Mukim danperangkat Mukim karena proses yang terputus di antara serangkaian tahapantahapanpelaksanaan di lapangan.Sementara tantangan yang berkembangan selama proses pemetaan danpembuatan dokumen usulan Hutan Mukim adalah perbedaan persepsi dariberbagai kalangan. Beberapa pihak tidak sepaham tentang lokasi HutanMukim, bahkan ada yang berpendapat bahwa seluruh hutan di wilayah Mukimmerupakan Hutan Mukim atau Hutan Ulayat. Ada pandangan bahwa HutanMukim merupakan milik Mukim sehingga Mukim berkuasa penuh terhadaphutan tersebut. Sebaliknya, ada kalangan yang berpendapat bahwa pengusulanHutan Mukim yang dilakukan akan mengurangi kedaulatan Hutan Mukim.Pendapat ini didukung kecurigaan bahwa proses yang dilakukan ini merupakanpesanan pihak tertentu untuk tujuan tertentu. Sebagian kalangan malahmenilai pengusulan Hutan Mukim memiliki dasar hukum yang lemah karenasecara faktual sulit ditemukan kelembagaan adat maupun aturan adat yangmendukung.


<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>: Pengalaman dari Lapangan | 57Persoalan yang DihadapiPengusulan pengelolaan Hutan Mukim menghadapi sejumlah persoalan dilapangan. Di lembaga Mukim dan masyarakat belum tumbuh inisiatif untukmendapatkan kembali hak ulayat mereka dengan menggunakan mekanismemekanismelegal formal yang telah diberikan oleh undang-undang. Komunikasiyang intensif dengan perangkat Mukim dan tokoh masyarakat perlu dilakukanuntuk mengingatkan bahwa upaya-upaya ini harus dilakukan secara swadayaoleh Mukim setempat dan warganya. Sementara kehadiran pihak luar (LSM)hanya sebagai pendukung dengan keahlian dan pendanaan terbatas yangdimiliki. <strong>Masyarakat</strong> perlu diberi pemahaman bahwa hak ulayat/hak adat/hutanMukim tersebut merupakan hak yang harus diminta sesuai dengan perundangundanganyang ada. Jika tidak diminta, maka hak tersebut tidak akandidapatkan. Selain membangun komunikasi intensif, peyebarluasan informasiberupa undang-undang dan bahan bacaan yang berkaitan dengan Mukim jugadilakukan.Upaya-upaya pengusulan pengakuan Hutan Mukim yang sedang dilakukanbelum menjadi kesadaran kolektif masyarakat namun masih menjadi kepedulianelit lembaga, tokoh masyarakat dan sekelompok masyarakat yang menyadaribahwa lembaga Mukim telah diakui dalam hukum positif sebagai lembaga adat.Upaya yang telah dilakukan adalah dengan melibatkan secara aktif perangkatMukim, tokoh masyarakat dan masyarakat dalam seluruh rangkaian proses.Upaya-upaya yang dilakuan secara bersama akan memperbesar kemungkinanuntuk mencapai tujuan yang diharapkan. Melalui proses ini diharapkanterbangun kesamaan pemahaman yang selanjutnya masing-masing pihak yangterlibat dapat berbagi informasi dengan masyarakat yang tidak mendapatkankesempatan untuk mengikuti kegiatan.Keterbatasan kapasitas lembaga Mukim untuk melakukan Pemetaan HutanMukim dan Pembuatan Dokumen Usulan Hutan Mukim menjadi masalahtersendiri. Karena itu, untuk mendukung pengembangan kapasitas lembagaMukim dilakukan serangkaian pelatihan fasilitator di tingkat Mukim untukmengaplikasikan panduan pemetaan yang digunakan. Fasilitator tersebutdirekrut dari kader-kader Mukim yang dipilih dari masing-masing gampong/desa. Selain itu perangkat Mukim diberikan kesempatan untuk memimpinseluruh rangkaian proses dan peran pihak luar hanya sebagai pendamping.


58 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011Di pihak pemerintah, komitmen pemerintah daerah dan pengambil kebijakanuntuk memberikan Pengakuan Hutan Mukim masih sangat rendah. Langkahmengatasi persoalan ini melalui komunikasi dan konsultasi dengan pihakPemeritah Kabupaten dan DPRK dalam peroses Pemetaan dan PenyusunanDokumen Usulan Hutan Mukim. Upaya menghimpun dukungan dari pihakluar seperti akademisi, jejaring NGO, LSM, Forum dan pihak lain terusdilakukan. Dukungan tersebut diupayakan dengan penyebarluasan informasimelalui konsultasi dan komunikasi, pelibatan dalam proses, lokakarya dandiskusi milis.Persoalan lain adalah pemerintah belum secara jelas dan tegas memberipengakuan terhadap Hutan Mukim dan Mukim diberikan hak pengelolaannya.Upaya yang dilakukan adalah dengan mengajukan usulan Hutan Mukim yangdisertai dokumen pendukung seperti yang menjadi prasyarat pengusulan hutandesa ke Bupati di masing-masing Kabupaten, dengan tembusan disampaikanke Menteri <strong>Kehutanan</strong> RI, Gubernur Aceh, DPR Aceh, DPR Kabupaten,Bappeda, Dinas <strong>Kehutanan</strong> dan Kecamatan. Namun sampai saat ini belummendapatkan jawaban.Sumber pendanaan yang minim telah menghambat upaya pengawalan prosesataupun menindaklanjuti inisiatif yang sudah dilakukan. Tidak adanya sumberpendanaan untuk melanjutkan kegiatan merupakan persoalan terbesar. Upayayang telah dicoba untuk mengatasi masalah pendanaan ini adalah denganmelakukan penggalangan dana dari berbagai sumber terus dilakukan baik dilokal, nasional maupun internasional.Pihak yang TerlibatPihak-pihak yang terlibat dalam Pemetaan dan Pengusulan Hutan Mukim di 4kabupaten di Aceh adalah:1. Asosiasi Imeum Mukim (Seurikat Mukim Aceh Jaya, Forum Mukim AcehBarat dan Forum Mukim Pidie). Asosiasi Imeum Mukim mempunyaiperan strategis dalam pelaksanaan kegiatan. Melakukan koordinasi dankomunikasi di tingkat Kabupaten dengan Pemerintah dan LembagaMukim.2. Lembaga Mukim: Mengorganisir dan memimpin pelaksanaan kegiatan dilapangan. Seluruh proses dibawah tanggung jawab Imeum Mukim.


<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>: Pengalaman dari Lapangan | 593. Perkumpulan Rincong. Secara teknis bertanggung jawab penuh terhadapseluruh proses pengusulan Hutan Mukim.4. Fauna Flora International Program Aceh (FFI Aceh): merupakan lembagayang sejak awal menginisiasi mendanai kegiatan pengakuan hutan Mukimsampai dengan tahapan pemetaan. Meskipun akhirnya menghentikandukungan namun memberikan peminjaman peralatan kerja dan fasilitasGIS.5. Secretariat Aceh Green: Memberikan dukungan data, asistensi teknis danpendanaan. Institut Green Aceh: pelaksana di Mukim Ulee Gle Barat –Pidie Jaya.6. JKMA Bumo Teuku Umar: pelaksana di Mukim Lango – Aceh Barat7. JKMA Pidie: pelaksana di Mukim Beungga – Pidie.8. Sekretariat Nasional FKKM: memberikan dukungan dana untukPengusulan Hutan Mukim.Rencana , Harapan dan AncamanRencana yang akan dikembangkan untuk menindak lanjuti usulan pengakuanHutan Mukim adalah:1. Mendokementasikan seluruh rangkaian proses Pemetaan dan PengusulanHutan Mukim,2. Membuat publikasi tentang Pengalaman Lapangan Proses Pemetaan danPengusulan Hutan Mukim,3. <strong>Membangun</strong> Model Pengelolaan Hutan Mukim (kelembagaan, aturan danmodel pengelolaan sesuai dengan karakteristik lokal).Harapan dari proses yang sudah dilakukan selama ini adalah:••Adanya pengakuan dari pemerintah dalam hukum positif,••Tetap terbangun dan terkawalnya proses penguatan masyarakat adat(Mukim) dalam pengelolaan Hutan Mukim,• • Adanya replikasi dari Mukim-Mukim lain untuk mengusulkan pengakuanHutan Mukim di wilayah masing-masing,


60 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011••Adanya dukungan Pemerintah Kabupaten, Provinsi dan Pusat untukpelaksanaan program yang melibatkan mukim di wilayah yang diklaimsebagai Hutan Mukim.Ancaman yang akan dihadapi oleh masyarakat apabila tidak adanya pengakuanhutan Mukim ini adalah:••Hilangnya nilai adat dan budaya Aceh yang menyatakan bahwa hutanadalah warisan indatu beserta aturan dan tradisi yang berkaitan denganhutan.••Semakin besar peluang terjadinya bencana alam oleh upaya-upayaeksploitasi hutan dan konversi lahan yang dilakukan di wilayah mukim.••Semakin besar kemungkinan terjadinya gangguan satwa liar (gajah)terhadap masyarakat yang berada di sekitar hutan.••Tidak adanya jaminan hukum bahwa masyarakat di sekitar hutan akanmenerima manfaat secara adil sebagai masyarakat yang menggantungkanhidupnya dari hutan.••Penguasaan lahan dan sumberdaya alam lainya oleh pihak luar.••Proses pemiskinan yang terjadi karena kerusakan ekosistem yang terjadi diwilayah hulu.••Tidak berperannya masyarakat untuk menjaga dan melindungi kawasanhutan di wilayah mereka.KeberhasilanBeberapa catatan keberhasilan dari proses pengusulan hutan Mukim adalah:••Dokumen Pengusulan Hutan Mukim selesai disusun. Dokumen ini berisitentang Profil Mukim, Kesepakatan Mukim, Analisis Legal dan Peta.Penyusunan dokumen-dokumen tersebut dilakukan oleh masyarakatdengan menerapkan metode PRA dan Pemetaan Partisipatif. Peta HutanMukim menggambarkan secara jelas lokasi, luasan dan batas-batas hutanMukim yang disepakat masyarakat.• • Peningkatan kapasitas lembaga Mukim dan masyarakat. Rangkaian kegiatandiskusi di tingkat masyarakat dan Pelatihan Fasilitator dari masyarakatmenjadi upaya pengembangan kapasitas. Di setiap Mukim tersedia


<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>: Pengalaman dari Lapangan | 6110–20 Fasilitator <strong>Masyarakat</strong> yang terlatih untuk proses Perencanaan danPemetaan.••Pemahaman tentang Hutan Mukim di tingkat masyarakat mulai terbangun.Proses-proses yang dibangun yang melibatkan masyarakat secara aktifberdampak pada penyebarluasan pemahaman kepada masyarakat tentanghak-hak masyarakat adat (Mukim) terhadap hutan. Perangkat Mukim danmasyarakat memahami bahwa sistem perundang-undangan telah mengakuilembaga Mukim sebagai Lembaga Adat dan masyarakat Aceh sebagaimasyarakat adat memiliki hak ulayat yang dijamin oleh Undang-undang.••Hutan Mukim menjadi salah satu pertimbangan dalam pengambilankeputusan. Dalam beberapa kasus di Kabupaten Aceh Jaya, keberadaanHutan Mukim dijadikan pertimbangan dalam pembuatan kebijakanyang berkaitan dengan hutan. Mukim juga dilibatkan dalam penyelesaiansengketa yang berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya alam diwilayahnya.••Mukim dilibatkan dalam pengambilan perencanaan dan pengambilankeputusan. Dalam pembahasan program REDD, Pemerintah Acehmelibatkan Mukim-mukim dalam kawasan Ulumasen. Dalam forum GCF(Governoors Climate Change Forum) satu side event telah diberikan untukmembahas dan menyampaikan aspirasi Mukim.••Hutan Mukim mulai dikenal secara luas di tingkat lokal, provinsi dannasional. Dalam forum-forum yang berkaitan dengan isu kehutanan,Mukim menjadi tokoh kunci yang mendapat kesempatan untuk hadirdalam forum tersebut.Upaya-upaya yang dilakukan dalam proses pengusulan Hutan Mukim di atasmendapat tanggapan positif sejumlah pihak. Dr. Taqwaddin Husein, SH, M.Hum., seorang akademisi Aceh menyambut positif upaya untuk memberipengakuan kepada Mukim ini. “Upaya ini sangat baik dan sangat penting. Padadasarnya seluruh prasyarat yang diharuskan oleh sistem perundang-undanganuntuk pengakuan masyarakat adat telah terpenuhi dalam sistem Mukim. Olehkarenanya keberadaan Mukim sebagai satu kesatuan masyarakat hukum adat takterbantahkan. Sehingga sudah seharusnya hak-hak Mukim dalam pengelolaanhutan sudah seharusnya didapatkan,” Taqwaddin menjelaskan.


62 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011Sementara, Ir. Buni Amin, M. Agr. Sc. menilai bahwa program ini telahmemberi pemahaman kepada masyarakat dan pemerintah tentang pentingnyapengakuan terhadap Hutan Mukim. “Karena sesungguhnya Hutan Mukimtelah ada sejak zaman kesultanan, dan saya juga masih menemukan praktekpengelolaan yang diterapkan oleh para orang tua di gampong.”Sambutan positif juga disampaikan Bupati Pidie. Ia menilai, “Dengan adanyapengakuan Hutan Mukim, masyarakat memiliki lahan untuk ditanami dengantanaman berkayu yang dapat dimanfaatkan hasilnya.”Sementara, Ketua DPRK Pidie mengatakan, “Pengakuan Hutan Mukim harusdidukung untuk menjaga tatanan adat istiadat Aceh yang merupakan warisanindatu (leluhur).”Pelajaran yang DiperolehBeberapa pelajaran diperoleh dari upaya mengembangkan program kerjaPemetaan dan Pengusulan Hutan Mukim. Pertama, membangun kepercayaanpihak yang didampingi merupakan sebuah keharusan. Kedua, pelaksanaanproses yang konsisten akan menumbuhkan rasa kepercayaan masyarakatyang didampingi dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam proses. Ketiga,memberikan peran secara penuh kepada lembaga Mukim dan melakukanpendampingan secara penuh sebagai bentuk peningkatan kapasitas kelembagaanMukim. Keempat, penyediaan panduan pelaksanaaan kegiatan dengan bahasayang sederhana dan mudah dimengerti akan mempermudah masyarakatuntuk melaksanakan kegiatan. Kelima, untuk membangun/melakukansesuatu yang baru perlu upaya yang lebih serius untuk meyakinkan para pihakbahwa yang dilakukan tidak bertentangan dengan hukum positif dan kitasebagai pendamping memiliki kompetensi untuk melakukan. Keenam, dalampelaksanaan program, usaha mengkomunikasikan ide dan melibatkan pihak lain(Pemerintah dan LSM) perlu dilakukan sejak awal perencanaan proses. Ketujuh,proses yang terputus mengharuskan kita sebagai pendamping untuk mengulangkembali apa yang telah dilakukan sebelumnya. Terakhir, dukungan dariakademisi lokal yang dianggap memiliki kapasitas akan memudahkan prosespenerimaan dari pihak-pihak yang melakukan.


<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>: Pengalaman dari Lapangan | 63PenutupMukim merupakan kesatuan masyarakat hukum adat Aceh yang memilikiHak Ulayat. Hal ini telah diatur dalam sistem perundang-undangan. Sehinggasudah seharusnya masyarakat adat mendapat pengakuan terhadap hak ulayatnya(Hutan Mukim) yang memiliki struktur kelembagaan yang jelas dan aturanaturanadat yang tetap terjaga. Oleh karenanya, upaya usulan pengakuan hutanMukim merupakan aspirasi masyarakat. <strong>Masyarakat</strong> yang berkeinginan untukmendapatkan kembali hak ulayatnya dalam mendukung perekonomian danmenghindari kerusakan hutan di wilayahnya.Dukungan semua pihak amat dibutuhkan untuk memperoleh pengakuanHutan Mukim melalui skema-skema yang tersedia dalam kebijakan nasional.Terlebih lagi apabila lahan-lahan yang diusulkan tumpang tindih dengan arealHPH, HGU, Hutan Lindung, Hutan Produksi dan APL. Dukungan tersebutharus disertai dengan dukungan program yang memungkinkan masyarakat adat(Mukim) dapat mempraktikkan sistem pengelolaan berbasis masyarakat adat.Upaya pengusulan hutan Mukim yang dilakukan telah mengikuti standar yangtelah ditetapkan oleh pemerintah untuk pengusulan Hutan Desa.


Bagian IIHutan <strong>Kemitraan</strong>, dari Pelibatanke Kesetaraan Pengelolaan Hutan


Fasilitasi Hutan <strong>Kemitraan</strong> Sei Kunang - Sanggau, Kalimantan Barat / Foto © F. Enny Mariska


Laboratorium KM di DusunSei Kunang: Manfaat BagiMultipihakOleh: Dudun Handikto dan Fransisca Eny Mariska 6Latar BelakangPerubahan iklim sedang berlangsung. Pemanasan global memicu naiknya suhubumi, antara 1 - 2 o C per tahun. Es abadi di kedua kutub bumi mencair danmenyebabkan permukaan air laut naik. Sebagian daratan mulai tenggelam.Dampak pemanasan global (global warming) dan efek rumah kaca (green houseeffect) mulai dirasakan warga dunia, termasuk di Indonesia.Di beberapa wilayah di Indonesia, terjadi musim kering maupun musim hujanyang lebih panjang. Anomali iklim El Nino, fenomena penyimpangan iklim dimana suhu permukaan laut naik dan terjadi cuaca panas yang berkepanjangan,kerap memicu paceklik di sejumlah daerah di Pulau Jawa dan Nusa Tenggara.Di wilayah Sumatera dan Kalimantan, musim kering yang panjang memicukebakaran hutan dan lahan. Sebaliknya, fenomena La Nina, penurunan suhupermukaan laut dan menyebabkan musim hujan yang lebih lama, seringkalimenyebabkan banjir di beberapa wilayah, termasuk kota-kota besar.Tak pelak, untuk mengurangi dampak perubahan iklim, kehutanan menjadiperhatian warga dunia. Sebut saja persoalan laju deforestasi dan degradasi hutan,hingga masalah alih fungsi kawasan hutan menjadi non-hutan. Pembangunan<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> menghadapi tantangan berat.Berangkat dari keprihatinan atas fenomena tersebut, mendapat dukungan dariForum Komunikasi <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>, di Dusun Sei Kunang, KabupatenSanggau Provinsi Kalimantan Barat, dibentuk Laboratorium <strong>Kehutanan</strong>6 Keduanya adalah Staf PT Finnantara Intiga yang memfasilitasi pengembanganLaboratorium <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>a di Sei Kunang.


68 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011<strong>Masyarakat</strong> (KM). Dalam praktiknya, laboratorium ini merupakan programpengelolaan hutan kemitraan antara masyarakat dan perusahaan. Lokasiprogram ini berada dalam areal kerja IUPHHK-HT PT. Finnantara Intiga.Sejarah Sei KunangMenurut cerita Ketua Adat (dalam bahasa setempat dipanggil Tobo), sejarahberdirinya Dusun Sei Kunang berawal dari kedatangan seorang perantau yangbernama Babai Liong. Ia menetap di daerah pinggiran Sungai (dalam bahasalokal, sungai disebut sei) Kunang untuk mencari ikan. Kala itu Sei Kunangbanyak terdapat ikan. Beberapa tahun kemudian, Babai Liong tidak hanyamencari ikan. Ia pun membuka hutan untuk berladang.Daerah yang ditempati Babai Liong lambat laun berubah. Daerah itu menjadilahan pertanian subur yang mendapat air dari sungai. Hasil pertanian yangdikelolanya mengundang perantau lain datang, hidup berdampingan bersamaBabai Liong hingga membentuk komunitas perantau di dusun tersebut.Dusun ini dinamai Dusun Kunang, nama dusun diambil dari nama sungai didaerah tersebut.Adat dan <strong>Masyarakat</strong>Saat ini, di Dusun Sei Kunang terdapat sekitar 68 KK dengan total penduduksekitar 300 orang. Mayoritas penduduk Dusun Sei Kunang menganut agamaKristen Katolik, sekitar 80 persen. Selebihnya menganut Kristen Protestan.Selain keyakinan terhadap agama yang dianut, masyarakat Kunang masihmemegang teguh adat istiadat setempat. Hukum adat berlaku di dusun ini.Kelembagaan adat di Dusun Sei Kunang terdiri atas kepengurusan kolektif yangmerupakan wujud perwakilan masyarakat di dusun. Pengurus adat terdiri dariKetua Adat (Tobo) dan dua orang anggota pengurus adat, disebut Akim danAlong. Tugas anggota pengurus adat membantu kepengurusan dan kegiatanadat yang diselenggarakan masyarakat adat.Masa jabatan pengurus adat di Sei Kunang tergantung pada hasil musyawarahwarga. Periode jabatan ketua adat bisa berlaku sepanjang hidup sepanjangmasyarakat adat masih memberi kepercayaan kepada tokoh-tokoh yang menjadi


<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>: Pengalaman dari Lapangan | 69pengurus. Apabila ketua adat meninggal, kedudukannya diganti oleh oranglain yang dipilih oleh masyarakat. Tidak harus berasal dari garis keturunan.Orang yang terpilih adalah orang yang dianggap masyarakat layak dan mampumenjadi ketua adat. Pertemuan-pertemuan adat biasanya dilaksanakan di rumahketua adat.Adat istiadat di Dusun Sei Kunang masih terus dijaga dan dilestarikan olehmasyarakat setempat secara turun-temurun. Beberapa adat yang masihberlaku sampai sekarang di antaranya, adat pernikahan, adat kelahiran, adatpemakaman, adat buka ladang, tanam dan panen padi. Aturan-aturan adatberkaitan dengan perilaku juga masih dijaga.<strong>Masyarakat</strong> PeladangMayoritas penduduk di Sei Kunang bekerja sebagai peladang untuk memenuhikebutuhan hidup. Penggarapan ladang dilakukan secara berkelompok.Tumbuhan yang biasa ditanam warga berupa padi dan sayur-mayur.Sebelum membuka ladang baru, masyarakat harus mengadakan upacara adatyang dikenal sebagai upacara “buka ladang” yang dikenal dengan “bepomang.”Ritual ini dilakukan oleh kelompok peladang yang ingin menggarap tanamandi lahan garapan baru. Lahan garapan yang dipilih ini merupakan kawasanyang tidak banyak ditumbuhi pepohonan. Setelah membuka ladang, kelompoktani ini menentukan hari untuk menanam dan mulai merawat padi atausayur‐mayur.Pada masa panen, dilakukan pesta adat yang disebut “begawai”. Ritual inidiadakan sebagai bentuk syukur atas keberhasilan panen dan kerja keraskelompok kerja. <strong>Masyarakat</strong> biasanya mengadakan pesta panen selama tiga hari.Seminggu sebelum pesta “begawai” dimulai, masyarakat biasanya membuatminuman khas tuak yang terbuat dari sari tape ketan, lemang, dan “ngimpuhompink”, penganan terbuat dari ketan yang ditumbuk dicampur dengan gulaatau kelapa parut.


70 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011PT Finnantara dan Pengelolaan HutanKawasan hutan yang dikelola PT. Finnantara Intiga terletak di KabupatenSanggau dan Sintang. Sesuai Keputusan Menteri <strong>Kehutanan</strong> No. 750/Kpts-II/1996 tanggal 2 Desember 1996, luas kawasan ini sekitar 299.700ha. Mengacu pada Tata Ruang Wilayah Propinsi Kalimantan Barat dan PetaPenunjukan Kawasan Hutan Provinsi Kalimantan Barat serta perkembangantata batas fungsi hutan, areal PT. Finnantara Intiga meliputi kawasan hutanproduksi tetap (HP) seluas 240.056 ha dan dalam areal penggunaan lain (APL)seluas 49.867 ha, dan hutan lindung (HL) seluas 49 ha. Gambaran umumlokasi kerja PT. Finnantara Intiga tertera pada Tabel 1.Tabel 1. Gambaran Umum Areal Kerja PT Finnantara IntigaNo Deskripsi Keterangan1. Batas Geografis 110°30’00” − 110°40’00” BT000°00’00” − 000°50’00” LS2. Batas areal kerjaSebelah Utara HPH PT Inhutani III, HPH PT Batasan, HPH PT Anuraga danAreal TransmigrasiSebelah Timur HPH PT Tawang Meranti, Perkebunan (Pkb) PT RahmatPerkasa, Pkb. Kalimantan Jaya Permai, Pkb. KalimantanSanggau Pusaka, HPH PT Patriot AndalasSebelah Selatan Areal Transmigrasi, HP PT Hasal Agung, Pkb. PT PatriotAndalas, Pkb. PT Kalimantan Segar Pusaka, PT KalimantanJaya Permai, Pkb. Rahmat Perkasa Jasa, HPH PT TawangMeranti dan PT Tunas Indo TimberSebelah Barat Pkb. PT Perkasa Indonesia dan PT Sapta Saksi3. AdministrasiPemerintahPropinsi Kalimantan Barat, Kabupaten Sanggau, Sekadaudan Sintang4. Kelompok Hutan S. Belitang, S. Mengkiyang dan S. Sekayam.5. DAS/Sub DAS DAS Kapuas Tengah yang meliputi Sub DAS Mengkiyang,Sekayam, Kedukul, Malas, Merabang, Belitang, Ayak,Jungkit, Ketungau.6. Kelas kelerengan lereng A/datar (0 – 8 %) 229.078 ha (79.00%)lereng B (9 – 15 %) - -lereng C (16 – 25 %) 46.396 ha (16.00%)lereng D (> 25%) 14.499 ha ( 5.00%)7. Ketinggian Tempat 64 – 385 meter dpl


<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>: Pengalaman dari Lapangan | 71Berdasarkan penutupan lahannya seluruh areal kerja PT Finnantara merupakansemak belukar dan ilalang, tidak ada konversi hutan alam dalam pengembanganhutan tanaman oleh perusahaan. Kawasan yang menjadi unit pengelolaankelestarian PT Finnantara dibagi dua area; area Sanggau seluas 200.474 ha(66.89 %) dan area Sintang seluas 99.226 ha (33.11 %).Kegiatan operasional di kawasan ini berupa penanaman HTI yang dimulaipada tahun 1994. Namun pengelolaan komersial baru mulai dilakukantahun 1996. PT. Finnantara Intiga tidak melakukan penebangan hutan alamberupa Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) dalam proses land clearing. Perusahaanini menggunakan lahan non-hutan berupa semak belukar dan ilalang untukkawasan HTI.Kawasan pengembangan HTI dibagi menjadi beberapa distrik yang terdiridari beberapa satuan unit pengelolaan terkecil, petak–petak atau kompartementanaman. Pembentukan distrik dilaksanakan berdasarkan rencana pengaturanproduksi dan hasil risalah yang memperhatikan faktor-faktor kelompok areal,kondisi topografi tanah dan kualitas lahan. Sedangkan penetapan petak-petaktanaman didasarkan pada kemampuan pengelolaan setiap regu kerja, denganluas antara 20 – 25 ha.Areal kerja PT Finnnantara ditata dengan mengacu pada Surat KeputusanMenteri <strong>Kehutanan</strong> No. 70/Kpts-II/1995 tanggal 6 Pebruari 1995, yangdiperbarui dengan Surat Keputusan Menteri <strong>Kehutanan</strong> No. 246/Kpts-II/1996tanggal 29 Mei 1996, tentang Penataan Areal Hutan Tanaman Industri.Pengaturan tata ruang areal kerja PT. Finnantara Intiga seperti tercantumpada Tabel 2.Pemilihan dan pengembangan jenis tanaman pokok pada PT Finnantaradidasarkan pada tujuan pembangunan hutan tanaman, kesesuaian lahan, nilaiekonomi, kesesuaian dengan pembangunan masyarakat sekitar hutan. Secarakhusus, tujuan pembangunan hutan tanaman PT Finnantara adalah rehabilitasisumber daya hutan untuk mendukung pasokan bahan baku industri pulp ataububur kertas. Sehingga jenis tanaman yang dipilih adalah tanaman yang dapatmenjadi bahan baku pulp.Namun krisis ekonomi global yang terjadi sejak 2008 berdampak padaperdagangan dan industri pulp. Penjualan pulp dan kertas ke luar negerimerosot. Kondisi ekonomi dunia yang tak stabil ikut memengaruhi pengelolaan


72 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011Tabel 2. Tata Ruang Setiap Distrik PT. Finnantara IntigaDistrikTan.PokokTan.UnggulTan.Kehid.Sar-PrasKaw.LindungLdng,kmpng,overlap,dllareal HTI di PT Finnantara. Perusahaan memutuskan untuk menurunkantarget operasional, baik penanaman maupun pemanenan.Dalam pengembangan HTI, PT Finnantara melibatkan masyarakat setempatyang berada di dalam dan di luar kawasan hutan. <strong>Masyarakat</strong> terlibat dalampembangunan hutan tanaman berbasis masyarakat. Kegiatan ini bertujuanuntuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam perkembangannya,program pengembangan HTI berbasis masyarakat diperluas dengan kegiatanusaha produktif agroforestry baik dengan tanaman padi-padian maupun tanamanlain. Tujuannya agar nilai ekonomi dan lingkungan dari lahan tanamanHTI meningkat.Pada awalnya perusahaan bersama masyarakat setempat sepakat untukmelakukan kerjasama pengelolaan lahan sebagai model pengembanganhutan tanaman industri terpadu. Kedua belah pihak setuju untuk salingmendukung upaya mewujudkan konsep hutan tanaman lestari (sustainable)dan masyarakat mandiri-sejahtera. Kesepakatan menjadi prasyarat utama, baikdalam pengelolaan lahan maupun pengembangan masyarakat (communityLuasTotal(Ha)AREA SANGGAUEntajan 12.255 1.696 1.665 1.184 1.513 7.039 25.352Mengkiang 12.609 1.374 1.274 1.184 1.587 5.739 23.768Jeropet I 37.163 2.887 3.492 3.420 7.301 16.943 71.206Jeropet II 7.215 1.847 1.025 1.278 4.828 14.209 30.402Beringin 21.449 1.582 1.055 1.914 1.427 11.903 39.330Total Area Sanggau 90.691 9.387 8.512 8.979 16.656 55.832 190.058AREA SINTANGLubuk Tapah 9.025 898 245 791 2.936 1.435 15.329Tembawang Alak 7.492 799 985 781 3.619 1.393 15.069Tumbuk – Mengaret 4.367 716 1.539 788 3.201 7.023 17.635Nanga Beloh 17.060 2.354 2.853 2.248 4.880 22.487 51.881Total Area Sintang 37.944 4.766 5.622 4.608 14.637 32.337 99.914TOTAL 128.635 14.154 14.134 13.587 31.293 88.170 289.973Sumber: PMD PT. FI 2010


<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>: Pengalaman dari Lapangan | 73development). Tujuan utama pelaksanaan kegiatan pengembangan masyarakatdi PT Finnantara adalah membina dan meningkatkan kapasitas masyarakatmelalui program terpadu dengan kegiatan pembangunan Hutan TanamanIndustri. Diharapkan masyarakat dapat berhasil dan berkembang serta mampumembangun kemandirian.Program Hutan <strong>Kemitraan</strong> di Sei KunangPembangunan Laboratorium <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> (Lab. KM) Sei Kunangmerupakan salah satu rintisan usaha mewujudkan misi perusahaan. ProgramLab. KM ini dilaksanakan di areal konsesi PT Finnantara Intiga dengantanaman pokok Acacia mangium.Dibentuknya program Laboratorium KM ini, merupakan wujud kepedulianperusahaan untuk mengembangkan kesejahteraan masyarakat melalui kerjasamahutan kemitraan. Dalam hal ini, perusahaan memberi dukungan dalam bentukpenggunaan lahan di areal perusahaan, menyediakan bibit tanaman, penyuluhanmasyarakat mengenai program Laboratorium KM dan pembinaan secara rutin.Dalam kesepakatan kerjasama antara perusahaan dan masyarakat setempat,terkait pengembangan Lab. KM, PT Finnantara menyerahkan sepenuhnyakepada warga di Dusun Sei Kunang untuk melaksanakan programLaboratorium KM. Perusahaan memberikan hak lahan untuk pengembanganLaboratorium KM. Bibit atau benih tanaman disediakan oleh perusahaan.Perusahaan memfasilitasi kegiatan sosialisasi penyelenggaraan dan penyuluhanuntuk pengembangan keberlangsungan Laboratorium KM.Disamping itu, perusahaan menyelenggarakan pelatihan-pelatihan di bidangpertanian menetap, pembentukan dan penguatan kelembagaan masyarakatberupa kelompok usaha bersama dalam bentuk pelatihan, studi banding dansebagainya. Pelatihan-pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitasmasyarakat dalam mengelola dan memanfaatkan kekayaan sumberdaya alam(SDA) yang mereka miliki, seperti penguasaan teknologi pertanian, perkebunan,kehutanan, serta usaha-usaha intensifikasi pertanian dan penggunaan teknologitepat guna.Pembentukan program hutan kemitraan di Sei Kunang bertujuan sebagaitempat pembelajaran multipihak (stakeholder) dalam hal pengelolaan hutan.Sejumlah stakeholder yang terlibat dalam pembentukan Laboratorium KM Sei


74 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011Kunang, antara lain warga Dusun Sei Kunang, tokoh pemuda, perangkat desa,tokoh adat, dan FKKM – Forum Komunikasi Kehutana <strong>Masyarakat</strong>. FKKMdan PT Finnantara Intiga memfasilitasi masyarakat setempat untuk mengikutiprogram dan kegiatan di hutan kemitraan ini.Di Dusun Sei Kunang, FKKM memberi bantuan dana bertahap pada kelompokkerja. Sedangkan PT Finnantara membantu dalam pengadaan transportasi danbahan-bahan yang dibutuhkan, seperti benih tanaman, pupuk dan pestisida.Kegiatan dalam program Laboratorium KM ini meliputi pengembangankomunitas (community development), praktik lapang untuk strategi adaptasidan mitigasi perubahan iklim, membangun kapasitas (capacity building)masyarakat dalam pengelolaan hutan, dan program-program terkait corporatesocial responsibility dari PT Finnantara. Kegiatan-kegiatan ini bertujuan agarpara mitra yang berpartisipasi dalam program ini dapat berkontribusi dalampeningkatan produktivitas dan kualitas lahan, dan peningkatan ketahananpangan masyarakat. Selain itu, laboratorium ini dapat menjadi model tata kelolakehutanan yang baik (good forestry governance).Kegiatan ini dimulai dengan sosialisasi tentang perubahan iklim kepadamasyarakat. Sosialisasi ini disertai penjaringan aspirasi masyarakat. Aspirasidiintegrasikan dengan tujuan program hutan kemitraan, serta proses belajarbersama berbagai pihak. <strong>Masyarakat</strong> umumnya menghendaki hutan kemitraanini melibatkan seluruh anggota masyarakat, minimal kepala-kepala keluarga diSei Kunang.Setelah sosialisasi dan penjaringan aspirasi, kegiatan dilanjutkan denganpembentukan kelompok kerja. Namun pembentukan kelompok kerja ini takberjalan lancar, terutama saat penentuan ketua kelompok kerja. Sebagian wargamenghendaki agar ketua kelompok berasal dari kalangan pemuda, sedangkanyang lain menghendaki agar kelompok kerja dipimpin oleh kalangan adat. Darihasil musyawarah dan mufakat, disepakati pembentukan empat kelompok kerja.Masing-masing kelompok beranggota maksimal 15 orang. Keempat kelompokkerja ini diharapkan dapat berkembang menjadi kelompok usaha bersama.Kelompok kerja ini memilih dan menentukan jenis tanaman tumpang sari yangsesuai dengan kondisi lahan. Karena umumnya sudah menanam padi di ladangmasing-masing, anggota kelompok kerja menginginkan jenis tanaman lain,seperti kacang panjang, jagung manis dan terong. Pemilihan jenis tanaman ini


<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>: Pengalaman dari Lapangan | 75Kegiatan Hutan <strong>Kemitraan</strong> di Dusun Sei KunangMitigasi: Pemantapan RPKM (Regu Pemadam Kebakaran <strong>Masyarakat</strong>).Adaptasi: Penanaman Agroforestry (kacang panjang, kangkung, terong, kacangtanah).Publikasi dan Diseminasi: Penyediaan dan penyebarluasan informasi di medialokal.Outcome:a. Mitigasi (Pemantapan RPKM)••Memberikan peningkatan keterampilan kepada masyarakat dalam halpenanganan keadaan darurat, khususnya kebakaran hutan dan lahan.••Menumbuhkan kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap bahayakebakaran hutan dan lahan.••Melakukan sosialisasi Pembukaan Lahan Tanpa Bakar (PLTB) kepadamasyarakat, agar dapat mencegah kebakaran hutan dan lahan.••Meningkatkan kerjasama masyarakat dengan PT. Finnantara Intiga dalampencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan.b. Adaptasi (program agroforestry/tumpangsari)••Membuat demplot percontohan agroforestry dengan pola tanam organik,antara tanaman pokok HTI dengan tanaman pangan dan tanaman semusim(padi, jagung, kacang-kacangan, laboratoriumu) seluas 2 ha.••Meningkatkan hasil panen tanaman pokok HTI dan tanaman tumpang sari.••Memperkuat ketahanan pangan masyarakat.••Meningkatkan kualitas hasil panen tanaman pangan, yang diusahakandengan teknologi pasca panen.••Membentuk jaringan pasar hasil panen tanaman tumpang sari.d. Publikasi dan Diseminasi••Melakukan publikasi program mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, melaluimedia lokal cetak maupun elektronik.••Memberikan informasi yang seluas-luasnya kepada masyarakat dan seluruhstake holder KM, tentang program mitigasi dan adaptasi perubahan iklim KMmelalui media lokal cetak maupun elektronik.••Sebagai forum komunikasi dan berbagi informasi program mitigasi danadaptasi perubahan iklim, antara Laboratorium KM PT. Finnantara Intigadengan Laboratorium KM yang lain.••Dengan adanya publikasi, akan menumbuhkan rasa percaya diri dan rasamemiliki di masyarakat, sebagai peserta program kegiatan mitigasi danadaptasi perubahan iklim.


76 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011sebagai pembelajaran teknologi pertanian. <strong>Masyarakat</strong> dapat mempraktikkanbudidaya tanaman, khususnya sayur‐mayur.Mulai Menikmati HasilYudi, salah seorang ketua kelompok kerja yang terlibat dalam program inimengungkapkan, ia dan anggota kelompok kerja yang dipimpinnya telahmenikmati hasil program hutan kemitraan di Lab. KM Dusun Sei Kunang. Iamenuturkan, pengelolaan tanaman tumpang sari telah memberi keuntunganyang bagus bagi kelompok kerja mereka. Apalagi bila pengelolaan tanaman inidilakukan dengan serius.Tanaman yang dikembangkan biasanya memiliki kemampuan adaptasi sertamempunyai nilai ekonomi di pasar lokal. Keberhasilan penanaman periodepertama membuat semangat kelompok kerja semakin tinggi.Yudi mengaku, lahan yang ia garap dan kelompok kerjanya sudah menghasilkanratusan kilogram kacang panjang. Sebagian hasil panen tanaman tersebutmereka konsumsi, sebagian lagi dijual. Hasil penjualan kacang panjangdisimpan dalam kas kelompok. Tujuannya agar dana ini dapat digunakansebagai modal untuk penanaman selanjutnya.Meski demikian, agar keberhasilan pengelolaan tanaman oleh kelompokkelompokkerja masih perlu ditingkatkan. Karena tidak semua jenis tanamandapat berhasil dipanen dengan baik. Yudi dan anggota kelompok kerja yanglain berencana untuk pengembangan luas areal lahan ditambah dengan varietastanaman lain.Rencana pertama adalah pelebaran lokasi lahan tanam. Ini dilakukan agardapat meningkatkan kapasitas tanaman. Hal ini sangat dibutuhkan, mengingatkebutuhan pemasaran dan peningkatan hasil panen perlu ditingkatkan. Selainitu, perlu juga penambahan varietas jenis tanaman lainnya, yang bisa digarapkelompok kerja.Rencana kedua, sehubungan dengan perluasan lahan, menambah anggotakelompok kerja agar dapat menggarap lahan lebih luas. Ini perlu kerjasama darimasyarakat untuk menambah anggota kelompok kerja baru.


<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>: Pengalaman dari Lapangan | 77Rencana ketiga ialah menjalin kerjasama pemasaran hasil panen dalam skalabesar, sehingga juga memberikan hasil lebih besar dari sebelumnya. Terakhir,kelompok kerja merencanakan penggunaan bibit unggul dan pengelolaantanaman dengan memperhatikan pemakaian pupuk.Keberhasilan yang mulai dipetik warga lewat program Lab. KM ini mendapatrespon positif dari PT Finnantara. Perusahaan memberi bantuan danadan dukungan transportasi. Perusahaan menganggap program ini telahbanyak membantu perusahaan dan masyarakat, terutama pembukaan lahantanam. Secara otomatis membantu perawatan tanaman Acacia di sekitarnya.Sehingga tanaman Acacia akan lebih bagus pertumbuhannya. Sementara,FKKM menyediakan dana untuk pengembangan program ini di arealkonsesi PT Finnantara mengingat program tersebut sukses dilaksanakan diKalimantan Barat.Tanggapan positif juga diberikan pemerintah daerah dan Departemen Pertanian.Pemda dan Deptan, khususnya Dinas Pertanian Provinsi Kalbar, DinasPertanian Kabupaten Sanggau, telah memantau keberhasilan sebagian arealdi Dusun Kunang, dan menjadikan program hutan kemitraan di Dusun SeiKunang sebagai model program ketahanan pangan, terutama bagi masyarakatyang tinggal di sekitar hutan. Sasaran pemerintah adalah lahan-lahan marginaldi sekitar hutan untuk ditanami tanaman pangan, baik dengan pola tumpangsari maupun dengan pola tanaman pangan lahan kering.Dalam jangka panjang, program ini bertujuan untuk meningkatkan ketahananpangan. Sekaligus meningkatkan perekonomi masyarakat di sekitar hutan.Namun sampai saat ini, program tersebut belum berjalan secara operasional,tetapi sudah dilakukan sosialisai yang melibatkan banyak pihak, antara lainaparat desa, kecamatan, dan penyuluh pertanian setempat.Tantangan yang MenghadangSejak lama warga Dusun Sei Kunang terbiasa berladang dengan membukalahan baru tiap kali masa bercocok tanam dimulai. Warga awam dengan teknikbudidaya, apalagi intensifikasi budidaya tanaman sayur-mayur. Melalui kegiatanpraktik lapangan di kawasan hutan kemitraan, warga dapat memperoleh


78 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011pengetahuan dan ketrampilan teknik budidaya, termasuk pengetahuan dalamhal pembiayaan dalam teknik budidaya agroforestry.Namun program hutan kemitraan ini masih menghadapi beberapa kendaladan tantangan. Dalam pengembangan <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>, PT Finnantaramenghadapi persoalan terkait sistem penguasaan lahan yang bersifat adat,terbagi atas lahan adat (komunal/umum) dan lahan pribadi. Tata aturan initumpang tindih dengan aturan formal. Bahkan kadangkala penguasaan lahanadat ini berbenturan aturan formal. Ini memerlukan solusi dimana aturan adatdapat selaras dengan aturan formal, terutama terkait pembagian fungsi kawasan.Selain adat, tantangan lainnya menyangkut proses pembelajaran danpendampingan masyarakat perlu dijalankan secara simultan. Pasalnya,pengetahuan masyarakat terhadap teknik budidaya tanaman agroforestry masihbelum memadai. Karena sebagian besar masyarakat di dalam dan di luarkawasan hutan adalah keluarga yang kurang mampu, warga yang menjadipeserta dalam program hutan kemitraan ini membutuhkan bantuan pendanaanatau pembiayaan, dan pelatihan untuk meningkatkan kapasitas para petanidalam mengelola hasil dan pengembangan budidaya tanaman.Proses pengembangan KM di Dusun Sei Kunang nyaris tidak mengalamipenolakan baik oleh masyarakat atau pemerintah. <strong>Masyarakat</strong> antusias terlibatdalam pembangunan Laboratorium <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>. Ini juga didukunglokasi Lab. KM yang berada di wilayah kerja PT Finnantara yang telah memilikidokumen IUPHHK-HT dari Menteri <strong>Kehutanan</strong>.Meski program ini disambut antusiasme warga dan mendapat dukunganpemerintah setempat, realisasi pembangunan dan pengembangan hutankemitraan dalam program Lab. KM Dusun Sei Kunang menghadapi kendalakendaladi lapangan. Beberapa diantaranya seperti diuraikan di bawah ini.KelembagaanSejauh ini lembaga dalam pembangunan Laboratorium KM adalah kelompokkerja. Namun bentuk kelompok kerja ini tidak memadai untuk programprogrampengembangan hutan kemitraan. Pada tahap selanjutnya, diperlukanpeningkatan kapasitas (capacity building) untuk anggota kelompok kerjaini, misal melalui proses pendampingan secara simultan dan terus menerus.Diharapkan, setelah mengikuti pelatihan dan pendampingan, kelompok-


<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>: Pengalaman dari Lapangan | 79kelompok kerja ini dapat membentuk lembaga milik bersama, seperti koperasi.Lembaga koperasi ini diharapkan akan mendukung keberhasilan usahapertanian dan dalam bidang lainnya.Penguasaan Teknologi Budidaya PertanianPenguasaan teknologi budidaya pertanian merupakan kunci utama keberhasilanpertanian. Terutama untuk jenis tanaman yang memerlukan perawatan semiintensif maupun intensif. Di program ini, jenis tanaman agroforestry yangditanam merupakan kombinasi tanaman pokok kehutanan (Acacia mangium)dan tanaman sayur mayur.Tanaman pokok kehutanan (Acacia mangium), merupakan tanaman kayukayuanyang termasuk jenis polong-polongan (leguminoceae). Bintil akartanaman ini mampu mengikat nitrogen di udara yang berguna untukmenyuburkan tanah. Namun daun yang telah kering tanaman ini memilikisifat yang tidak mudah terurai oleh bakteri. Sehingga dapat mengganggu lajupertumbuhan tanaman pertanian.Untuk memperoleh hasil tanaman kayu berkualitas dan tanaman tumpangsari mendapatkan hasil terbaik, diperlukan teknologi budidaya tanaman secaraintensif. Tahapan-tahapan yang harus dilakukan, antara lain persiapan lahan,penanaman, pemeliharaan, pencegahan atau pemberantasan hama, teknologipaska panen hingga pemasaran hasil panen.Dalam jangka panjang, program penyuluhan, pendampingan dan pembekalanteknis budidaya tanaman pertanian kepada kelompok kerja perlu dilakukanrutin minimal dua minggu. Pendampingan kelompok kerja juga meliputi prosespemantauan terhadap kualitas tanaman. Tujuannya agar anggota kelompokkerja dapat belajar dan praktik langsung di lapangan.Akses Informasi yang Minim dan Pesta AdatAkses pendidikan yang sulit memengaruhi sikap dan pola pikir serta membatasiwawasan masyarakat di Dusun Sei Kunang. Rata-rata warga di dusun ini hanyamenikmati pendidikan di tingkat dasar. Sebagian warga malah tidak lulussekolah dasar. Ini berdampak pada rendahnya kemampuan masyarakat dalammengolah informasi sebagai bahan evaluasi dan inovasi. Program penyuluhan,


80 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011sosialisasi dan komunikasi secara simultan sangat diperlukan agar masyarakatdapat menyerap, mengolah dan memperoleh manfaat atas informasi-informasiyang terkait dengan peningkatan taraf hidup dan ekonomi. Salah satu alternatifsolusi atas persoalan ini, pendampingan dapat dilakukan melalui komunikasidan penyebaran informasi intensif menggunakan alat telekomunikasi yang telahbanyak dimiliki warga, telepon seluler (HP).Pesta adat yang berlebihan, melebihi kemampuan keuangan atau ekonomi,kerap membebani warga. Seperti pada pesta adat untuk mengawali masabercocok tanam di ladang ataupun sawah yang biasa disebut ”gawai”. Untukmengadakan pesta adat ini, biaya yang harus dikeluarkan terkadang lebih besardibanding dana yang dimiliki suatu keluarga. Besar pasak daripada tiang. Inimasih terjadi karena adanya anggapan di masyarakat, jika tidak melaksanakanpesta adat akan berkesan kurang baik di mata tetangga. Ini salah satu hambatandalam meningkatkan kapasitas usaha pertanian warga. Hasil pertanianyang mestinya dapat digunakan sebagai modal pengembangan, malah habissebelum digunakan. Musyawarah-mufakat terkait pesta-pesta adat agar ritualini disesuaikan dengan kemampuan masyarakat. Aturan anggaran pesta perludisesuaikan dengan kondisi ekonomi warga. Biaya pesta tidak harus ditanggungsendiri oleh penyelenggara pesta, melainkan ditanggung secara berkelompokuntuk meringankan beban keuangan masyarakat.Rencana Pengembangan Laboratorium KMPengembangan program hutan kemitraan ini direncanakan akan difokuskanpada kegiatan agrofeorestry, mengembangkan tanaman tumpang sari. Rencanapengembangan ini akan disesuaikan luas lahan yang diperuntukkan untukprogram laboratorium KM. Saat ini luas lahan yang sudah direalisasikan sekitar1 ha dengan jenis tanaman yang berbeda-beda. Empat jenis tanaman yangsudah ditanami masih dalam proses pengembangan varietas tanaman, selaintanaman yang sudah diujicoba sebagai tanaman tumpang sari. Pada tahapan ini,kelompok-kelompok kerja yang sudah dibentuk diharapkan menjadi pelopordalam menyuburkan gairah masyarakat dalam melakukan penanaman tumpangsari. Tumpang sari berbagai tanaman yang diminati oleh masyarakat danmemiliki pasar konsumen.


<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>: Pengalaman dari Lapangan | 81Harapan dan AncamanProgram Laboratorium KM ini, diharapkan dapat berkembang luas dengankerjasama dan kontribusi yang diberikan oleh pihak-pihak yang terkaitpengembangan program. Terutama dari kerjasama dan kekompakan kelompokkerja Dusun Sei Kunang. Kerjasama kelompok kerja dapat membuat programini berjalan dan berkembang. Dari luas satu ha berkembang menjadi delapanha. Jika usaha ini berjalan lancar, pengembangan ini dapat menjadi sumberpenghasilan tambahan bagi warga, disamping pemasukan utama dari hasilpenjualan karet.Seiring masa pengembangan program Laboratorium KM, ancaman-ancamanyang dapat menimbulkan perpecahan kelompok kerja harus diperhatikan.Perpecahan dapat menghambat perkembangan program Laboratorium KM.Ancaman-ancaman tersebut bisa bersifat internal maupun eksternal. Ancamaninternal yang berasal dari dalam komunitas atau kelompok kerja. Salah satupenyebabnya, timbul sifat iri sesama anggota kelompok tumpang sari atas hasilpanen yang diperoleh. Sehingga membuat anggota satu dengan yang lain bisasaling menjatuhkan. Sedangkan ancaman yang bersifat eksternal, datang dariluar komunitas atau kelompok kerja. Misalnya, jika ada pihak luar menjalinkemitraan dengan masyarakat untuk mengelola lahan. Dalam prosesnya bisa sajaterjadi perselisihan, yang membuat terhambatnya pengelolaan lahan programLaboratorium <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>. Ancaman lain yang mungkin terjadi ialahperubahan kebijakan pemerintah mengenai pengelolaan lahan.Manfaat dan Pelajaran bagi MultipihakSeiring berjalannya proses pembelajaran dalam kegiatan hutan kemitraan dalamprogram Laboratorium KM, pihak-pihak yang terlibat dan mendukung telahmemetik aneka manfaat dan pelajaran-pelajaran berharga. Melalui programhutan kemitraan ini, misalnya, masyarakat Dusun Sei Kunang mulai terdorongdan tergerak membentuk kelompok-kelompok kerja dimana kerjasamaantar anggota memperkokoh ikatan sosial (social cohesiveness). Setiap anggotabergotong royong dalam pengelolaan agar tanaman yang digarap dapat tumbuhdengan baik dan menghasilkan panen yang dapat meningkatkan kesejahteraanmasing-masing anggota.


82 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011Di kelompok-kelompok kerja, masyarakat belajar bermusyawarah, mencarisolusi dan membuat keputusan yang disepakati bersama, seperti dalammenentukan konsep dan jenis tanaman tumpang sari yang akan digarap. Dalamkelompok kerja, warga bermusyawarah untuk membahas pengelolaan programLab. KM hingga memilih ketua kelompok.Melalui program Laboratorium <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> ini, masyarakatmengenal cara bercocok tanam tanaman tumpang sari, yaitu tanaman yangbisa ditanam berdampingan tanaman pokok di areal konsesi. <strong>Masyarakat</strong>belajar menguasai teknik penanaman di sekitar tanaman acacia. Dalam prosespembelajaran di Laboratorium KM ini warga mulai mengenali dan belajarmengatasi kendala apa saja yang timbul di lapangan, misal cuaca buruk, hama,penyakit-penyakit tanaman, cara memilih dan memperoleh bibit unggul hinggamekanisme penjualan di pasar.Sebelum ada program hutan kemitraan, pendapatan masyarakat hanyabergantung pada hasil kebun karet. <strong>Masyarakat</strong> menjual getah karet. Namunsejak program Laboratorium KM diadakan di Dusun Sei Kunang, masyarakatdapat memperoleh penghasilan tambahan. Walhasil, masyarakat dapatmenabung dari hasil penjualan panen.Dari keuntungan yang diperoleh dari penjualan hasil panen, masyarakat dapatmengelola hasilnya untuk membentuk Kelompok Usaha Bersama (KUB). Hasilpenjualan panen disimpan bersama-sama. Kelak simpanan bisa dimanfaatkanuntuk pengembangan program Laboratorium KM selanjutnya.Bagi PT Finnantara, program hutan kemitraan ini membantu pengelolaantanaman pokok areal konsesi. Pemeliharaan tanaman tumpang sari denganpenyiangan dan pemupukan membantu pertumbuhan acacia menjadi lebihbaik. Acacia menjadi lebih subur dan tumbuh cepat. Teknik tumpang sari,secara umum telah meningkatkan nilai lahan hutan kemitraan ini.Secara keseluruhan, program hutan kemitraan di Dusun Sei Kunangmenghasilkan banyak manfaat. <strong>Masyarakat</strong>, dengan adat istiadatnya sebagaiaturan hidup, tetap dapat menjaga hutan dan lahan pertanian warisan leluhur.


Jalan logging PT RAPP menuju Segati, Riau / Foto © Andri Santosa


Kolaborasi di Desa Segati:Menyelesaikan Konflik,Melahirkan HarapanOleh: Aiden Yusti dan Mangarah Silalahi 7Sebuah program kemitraan pengelolaan kawasan konservasi sedangberlangsung di areal konsesi perusahaan di Desa Segati, KecamatanLanggam, Kabupaten Pelalawan, Riau. <strong>Kemitraan</strong> ini merupakan proses panjanguntuk menyamakan tiga pihak yang berbeda pandangan dan kepentinganmenjadi satu pemahaman untuk mengelola sumberdaya hutan yang lestari.Program jangka panjang ini melibatkan PT Riau Andalan Pulp and Paper(PT RAPP), Forum Komunikasi <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> (FKKM) Riau, danmasyarakat di Desa Segati.Selain menceritakan tentang profil Segati ditinjau dari aspek sosial budaya,ekonomi, potensi keragaman hayati dan keunikannya, tulisan ini menguraikanproses dan pengalaman kolaborasi pengelolaan hutan yang diawali denganmembangun kepercayaan, pembentukan Lembaga Konservasi Desa (LKD),implementasi, monitoring dan evaluasi, hingga harapan dan tantanganke depan.Walaupun terjadi kesenjangan program yang didukung oleh berbagai pihak,pembelajaran membangun kelembagaan LKD tidak hanya berkutat padapengelolaan kolaborasi kawasan konservasi. Namun tetapi juga menjadimotor utama penggerak pembangunan Desa Segati. Bahkan, sampai akhir2010 telah terbentuk 11 LKD yang diinisiasi oleh PT. RAPP di sekitaroperasional perusahaan.7 Aiden Yusti adalah Sekretaris Eksekutif Wilayah (Sekwil) FKKM Riau2008-sekarang, dan Mangarah Silalahi adalah Sekwil FKKM Riau 2005-2008


86 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011Segati dan PenduduknyaSegati adalah desa hutan yang terletak di daerah aliran sungai (DAS) Kampardan sub-DAS Segati. Nama Segati adalah inspirasi pemberian nama dari sungatSegati tersebut. Desa Segati terdiri dari tiga dusun yaitu, Segati Kampung Lama(Segati Dalam), Segati Simpang Empat (Segati Luar), dan Tasik Indah.Ketika belum ada perusahaan yang dibangun dan beroperasi, penghuni Segatihomogen, yaitu suku adat Petalangan berpuak-puak yang seluruhnya menganutagama Islam. Pada zaman Kerajaan Pagaruyung dan Kesultanan Kampar-Pelalawan, warga setempat telah menjalin hubungan dagang dan sosial denganwarga dari suku lain, khususnya Minangkabau, melalui jalur Sungai Kampar.Namun Segati kian beragam di era 1980an ketika para pendatang dari tanahBatak, Nias, Jawa dan lain-lain, mulai masuk ke desa ini dan bekerja di sektorkehutanan maupun perkebunan.Saat ini para pendatang umumnya bekerja sebagai buruh harian lepas (BHL) dibeberapa perusahaan, baik di bidang hutan tanaman maupun perkebunan sawit.Diantaranya: PT RAPP, PT Agrita Sari, PT Raja Garuda Mas, PT Cempaka danperusahaan lain. Tak dapat dipungkiri, kekayaan sumberdaya alam di Segati,yang didukung kondisi geografis dan letaknya yang strategis, menjadi rebutanbanyak pihak.Desa Segati juga berbatasan dengan desa-desa Kabupaten Kuantan Singingi(Kuansing) dan Kabupaten Kampar. Di sebelah utara terdapat Desa Sotol dansebelah selatan ada Desa Situgal. Sementara di sebelah barat terdapat DesaLangkan, Kabupaten Kuansing, dan di sisi Timur ada Desa Rantau Kasih,Kabupaten Kampar. Segati ibarat putri cantik dan jelita, karena ia memilikitopografi yang datar, sebagian kecil ada rawa gambut, dan sebagian besar adapodsolik merah kuning dengan tipe iklim A (Smith dan Ferguson). Sehinggatanah dan kawasan ini sangat cocok untuk tanaman jangka panjang, sepertikaret, kelapa sawit dan akasia.Penduduk Desa Segati saat ini berjumlah sekitar 3.362 jiwa yang terdiri dari724 KK. Dari total populasi itu, laki-laki berjumlah 1.753 jiwa (52,14%),sedangkan perempuan 1.609 jiwa (47,86 %). Penduduk Segati rata-rataberpendidikan rendah, umumnya hanya tamat SD atau SMP. Sedikit yangmampu menyelesaikan pendidikan hingga SMU dan perguruan tinggi.


<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>: Pengalaman dari Lapangan | 87Sebelum pendatang masuk, pekerjaan utama penduduk Segati adalah bertanidan mencari ikan. Hasil hutan dan ikan yang diperoleh masyarakat iniberlimpah. Namun hutan makin sempit sejak berdirinya perusahaan-perusahaanyang mengkonversi kawasan hutan dan kehadiran para pendatang. Dampaklainnya, sungai semakin dangkal dan kecil. Penghasilan penduduk pun ikutmenyusut. Kondisi ini mendorong masyarakat setempat tersisih. Sebagianpenduduk beralih profesi menjadi buruh di perusahaan. Atau mencari pekerjaandi luar Desa Segati, serta mengembangkan perkebunan kelapa sawit.Warga setempat yang memutuskan tetap bertani amat bergantung pada kebunsawit dan karet yang mereka tanam. Namun luas kebun sawit warga jauh lebihkecil dibandingkan lahan milik perusahaan-perusahaan sawit. Sebagian wargalainnya menanam karet. Ada tiga jenis karet yang mereka tanam, karet kampungyang baru dapat ditakik saat umurnya lebih dari delapan tahun dengan daur 35tahun, karet unggul yang dapat ditakik sekitar 6 tahun dengan daur 25 tahun,dan karet lambau yang dapat ditakik antara 7-8 tahun dengan daur antara 25hingga 35 tahun.Sebagai mata pencaharian tambahan, sebagian masyarakat Segati mengambilhasil hutan non kayu seperti tanaman obat, rotan, madu hutan, pandan hutandan jenis buah-buahan lainnya. Selain itu, masyarakat masih mengambilkayu, diantaranya jenis Meranti, Kruing, Bintangur, dan jenis lainnya untukkebutuhan papan.Saat ini hasil hutan non kayu yang diperhitungkan adalah madu hutan Sialang.Dalam proses pengambilannya masyarakat harus taat pada aturan yang dibuatoleh pesukuan mereka. Sedikitnya ada lima pesukuan yaitu, Pelabi, Modang,Piliang, Melayu, dan Mendailing. Tiap-tiap pesukuan umumnya memilikiKepung Sialang. Mereka mempunyai aturan dalam pengambilan madu, yaituhasilnya dibagi tiga. Bagi pemilik Kepung Sialang mendapat bagian 1/3, untukanak-kemenakan yang membantu dalam proses pemanenan mendapat 1/3bagian, dan 1/3 bagian lagi untuk orang yang memanjat sialang itu sendiri.Fasilitas Desa Tak MemadaiDesa Segati memiliki fasilitas sarana dan prasarana yang menunjang aktivitaskehidupan masyarakat. Namun prasarana tersebut masih jauh dari layak. Di


88 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011desa ini terdapat sebuah Sekolah Taman Kanak-kanak, dua buah Sekolah Dasardan dua buah setingkat Sekolah Menengah. Untuk meningkatkan pendidikan,masyarakat merencanakan akan membangun Sekolah Menengah Kejuruan.Untuk bersekolah SMA dan perguruan tinggi harus ke ibukota kabupaten danprovinsi. Namun masih banyak warga yang belum dapat menyekolahkan anakanakmereka ke sekolah karena tidak ada biaya.Sarana kesehatan juga tersedia, baik itu formal maupun non formal. Desa Segatimemiliki sebuah Puskesmas Pembantu (Pustu) dan sebuah balai pengobatan.Namun bangunan Pustu ini rusak berat sehingga pelayanan kesehatandilakukan di rumah penduduk. Di desa terdapat seorang bidan desa. Tapi tidakada perawat. Kegiatan Posyandu berjalan aktif namun belum ada bangunanpendukung.Pembangunan Puskesmas Pembantu (Pustu) di Dusun II juga sangat diharapkanwarga desa. Pasalnya, kondisi bangunan Pustu di Dusun II sudah rusak berat.Bahkan, Dusun I yang memiliki jumlah penduduk terbanyak malah belumterdapat Pustu. Bila Pustu dibangun, pelayanan kesehatan akan lebih optimal.Namun, dari sisi lain masyarakat masih memegang pengobatan alternatiftradisional dan paranormal.Meski jalan menuju desa ini sudah ada, jalan akses utama ke desa ini sepanjang21 km adalah jalan logging perusahaan milik PT. RAPP. Hanya ada jalanlingkungan desa sepanjang 10 kilometer berupa jalan tanah yang belum tertatabaik, bahkan sebagian rusak. Prasarana listrik juga sudah masuk desa, tetapi inilistrik swasta dan genset pribadi yang ongkosnya cukup mahal.Warga Desa Segati juga menghadapi persoalan air bersih. Mereka mengandalkansumber air dari sungai serta sumur gali untuk kebutuhan mereka sehari-hariyang ketika musim kemarau sumber air mengering. Warga kesulitan untukmemenuhi kebutuhan akan air.Untuk mendukung aktivitas ekonomi dan pembangunan desa, di Segatiterdapat sebuah pasar tradisional. Warga juga membentuk dan memilikiKoperasi (Koperasi Segati Jaya). Koperasi ini menyediakan kebutuhansehari-hari. Perangkat desa, seperti Badan Perwakilan Desa (BPD), LembagaKetahanan <strong>Masyarakat</strong> Desa (LKMD), PKK, Lembaga Kepemudaan (KarangTaruna), Majelis Taklim, Wirid Yassin dan lembaga sosial lainnya, telah adadi sini. Sebuah lembaga baru yang diinisiasi oleh program ini adalah Lembaga


<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>: Pengalaman dari Lapangan | 89Konservasi Desa (LKD). Kegiatannya fokus menjaga dan melestarikan hutandi Segati.Sistem Sosial Budaya dan Perekonomian <strong>Masyarakat</strong>Desa Segati memiliki adat yang hampir sama dengan adat yang dipakai olehorang Minangkabau. Menurut penuturan para tokoh adat Segati, asal-muasalorang Segati dari keturunan langsung Raja Pagaruyung. Pimpinan adat diNagori Segati ada dua orang, yaitu Datuk Antan-Antan (yang saat ini dipegangoleh Datuk A. Wahab) dan Datuk Batin (yang saat ini dipegang oleh DatukBujang Baru).Datuk Antan-antan yang dipegang oleh Datuk A. Wahab bersuku Melayu.Datok Tuo, merupakan pucuk pimpinan adat tertinggi dalam Nagori Segatiyang mengatur adat. Semua kejadian atau peristiwa yang terjadi di Nagori Segatiadalah tanggung jawab Datuk Antan-antan. Datuk dibantu oleh staf dalammenjalankan tugasnya sehari-hari.Datuk Batin saat ini dipegang oleh Datuk Bujang Baru yang bersuku SungaiModang. Ia bertugas untuk menghadap raja/penghulu dan menentukan batashutan atau tapal batas. Pada intinya, tugas Datuk Batin Bujang Baru ini adalahbersifat ekstern atau bidang yang mendukung tugas utama. Sedangkan DatukAntan-antan tugasnya bersifat intern Nagori Segati.Selain Datuk Antan-antan dan Datuk Batin, desa ini juga memiliki pimpinanadat persukuan besar yang menjadi staf atau menteri dari Datuk Antan-antan.Diantaranya, pertama, Suku Melayu. Dipimpin oleh Datuk Sailelo. Saat inigelar tersebut dipegang oleh Datuk Muslim. Kedua, Suku Sungai Modangyang dipimpin oleh Datuk Muncak. Saat ini gelar tersebut dipegang olehDatuk Amin. Ketiga, Suku Palabi yang dipimpin seorang pemimpin suku yangdikenal dengan Datuk Maindo. Saat ini gelar tersebut dipegang oleh DatukPi’i. Keempat, Suku Panyabungan. Pucuk pimpinan suku dikenal denganDatuk Monti Mudo. Saat ini gelar tersebut dipegang oleh Datuk Hasyim.Kelima, Suku Bedagu. Pucuk pimpinan suku dikenal dengan Datuk Matolobi.Saat ini gelar tersebut dipegang oleh Datuk Dulawali. Keenam, Suku Salak.Dipimpin oleh Datuk Madubalang. Saat ini gelar tersebut dipegang oleh Datuk


90 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011Hisyam. Ketujuh, Suku Songgan. Pucuk pimpinan suku dikenal dengan DatukMontigola. Saat ini gelar tersebut dipegang oleh Datuk Laham.Selain tokoh-tokoh adat di atas terdapat juga dua jabatan adat lain. Tetapi duatokoh tersebut saat ini sudah tidak ada yang menyandangnya. Jabatan adattersebut adalah Datuk Palimo Putih dari suku Melayu dan Datuk Kombuik darisuku Sungai Modang.Aturan Adat dalam Pemanfaatan HutanMenurut Tenas Effendy (2000), masyarakat Petalangan adalah salah satu puaksuku asli Riau yang bermukim di Kecamatan Langgam, Pangkalan Kuras, Bunutdan Kuala Kampar. Sebagai keturunan orang Petalangan, masyarakat Segatiasli masih memegang adat yang berlaku untuk melindungi dan memeliharahutan. Meskipun diakui, aturan adat tersebut sudah tidak seketat dan selengkappada masa-masa sebelumnya. Ada tataran nilai yang berubah seiring denganmeningkatnya ilmu pengetahuan dan teknologi.Petalangan berasal dari kata “Orang Talang” yaitu sebutan kepada masyarakatyang biasa menggunakan “Buluh Talang” untuk mengambil air dan membuatpagar rumah. Petalangan terbagi kedalam 29 suku. Masing-masing sukudipimpin oleh seorang “Batin”. Batin mempunyai wilayah kekuasaan tertentuatau disebut juga “Hutan Tanah Wilayat”. Batin-batin inilah yang mendukungkerajaan Pelalawan dan di nagori-nagori secara otonom.<strong>Masyarakat</strong> Petalangan menilai, hutan, tanah dan isinya bukan sekedar sumberekonomi semata, melainkan juga menjadi sumber keberlanjutan budaya dannilai yang mereka anut. Mereka yang melanggar hutan adat dapat dikenai sanksiberat. Seperti dikucilkan dari masyarakat dan membayar denda. Menurut DatukAntan-antan, A.Wahab. S, hutan adat boleh dijual karena 4 hal. Pertama, Mayatterbujur di tengah rumah. Kedua, anak daro/gadis tak bersuami. Ketiga, rumahsoko ketirisan. Keempat, mengangkat gelar adat.Penduduk yang akan membuka lahan untuk berladang di Hutan WilayatPebatinan, menurut adat yang lain, diperbolehkan membuka ladang tanpa adabatas maksimal selama dapat memanfaatkan sesuai fungsinya, tetapi dilaranguntuk menjual lahan. Mereka harus mengeluarkan zakat sebesar 10 persen daritotal kekayaan dan diserahkan kepada Masjid. Mereka yang akan mendapatbagian dari zakat tersebut antara lain adalah Batin dan Antan-antan.


<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>: Pengalaman dari Lapangan | 91Pendatang yang ingin membuka lahan dikenai aturan tersendiri, yaknipembukaan lahan dibatasi dan zakat yang diserahkan dibagi dua, yaitu untukDesa Segati dan Desa asal pendatang. Namun seiring dengan era globalisasi,keterbukaan informasi, dan masuknya berbagai pihak ke desa ini, aturan-aturantadi mulai luntur. Perubahan sosial terlalu cepat menggilas sistem sosial dan adatyang ada menuju transformasi adat Petalangan secara keseluruhan.Ekonomi Warga<strong>Masyarakat</strong> desa yang mata pencahariannya bertani dengan komoditastanaman karet merupakan salah satu ciri desa-desa tua yang banyak dihuni olehmasyarakat asli. Biasanya pengembangan komoditas karet dilakukan secaraturun temurun. Namun, lama kelamaan komoditas ini tergantikan oleh kelapasawit yang menjadi “primadona”.Warga mengaku menanam sawit atau karet dilihat dari aspek budidaya danpemasarannya. Budidaya kelapa sawit dan karet tidak memerlukan teknispenanaman dan perawatan yang sulit, dibanding komoditas pertanian lainnya,seperti padi atau palawija. Selain itu, pemanenan tidak terlalu sering dilakukansehingga tidak terlalu menyita waktu petani. Sementara itu, hasil yang diterimarelatif lebih besar dibandingkan komoditas lainnya. Namun ada juga perbedaanantara sawit dan karet. Pemanenan sawit tidak tergantung dari kondisi dancuaca. Hal ini juga yang menjadi salah satu penyebab beralihnya petani karetuntuk bertani sawit.<strong>Masyarakat</strong> Segati, Hutan dan Kawasan Konservasi PT RAPP<strong>Masyarakat</strong> Segati tidak dapat lagi menggantungkan pemenuhan kebutuhanhidupnya dari hutan akibat penyusutan areal hutan alam maupun hutan adat.Warga umumnya telah meninggalkan pekerjaan sebagai peramu di hutan. Kinibanyak penduduk yang berkebun kelapa sawit dan karet.Pemanfaatan kayu hutan oleh masyarakat adalah untuk diolah menjadi papandan bahan-bahan bangunan. <strong>Masyarakat</strong> memperoleh berbagai jenis tanamanobat, madu, buah-buahan, rotan dan lainnya di hutan. Pengambilan tumbuhtumbuhanobat lebih banyak dilakukan oleh dukun-dukun kampung. Madukini menjadi salah satu sumber penghasilan bagi masyarakat karena harga jualyang tinggi.


92 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011Kondisi hutan yang dulu dengan sekarang telah jauh berbeda, baik dari segiluasan maupun hasil yang diperoleh dari hutan. Dampaknya, penduduk takbisa lagi bergantung dengan keberadaan hutan. Hutan bukan lagi harapan yangbisa diandalkan. Sebaliknya, penyusutan luas hutan berdampak pada perubahaniklim, suhu bumi semakin panas. Berkurangnya kawasan hutan memicu gajahgajahliar mengganggu perkebunan dan pemukiman penduduk.Sebagaimana dikemukakan Tennas Effendi (2000), bagi masyarakat Petalangan,alam sekitar (hutan, tanah, sungai dan suak, tasik dan danau, bukit danpematang, redang dan bencah serta seluruh isinya) adalah milik pesukuan yangpemeliharaan dan pemanfaatannya diatur dengan ketentuan adat. Karena hutantanah tersebut milik pesukuan, maka pemanfaatannya hanya untuk memenuhikebutuhan pesukuan dan masyarakat desa.Lebih lanjut Tennas Effendy (2000;1994), membagi hutan-hutan orangPetalangan ke dalam empat kelompok sesuai dengan pemanfaatannya. Pertama,Tanah kampung; yaitu tanah tempat pemukiman, tempat mendirikan rumahdan pekarangan. Diatas tanah ini ada hak milik pribadi. Kedua, Tanahdusun; yaitu tanah untuk berkebun tanaman keras, seperti durian, rambutan,cempedak, karet dan juga sebagai cadangan perluasan kampung. Ketiga, Tanahpeladangan; yaitu tanah khusus untuk berladang yang lazimnya dilakukanberpindah-pindah mengikuti aturan tertentu. Keempat, Rimba larangan; yaitukawasan rimba belantara yang tidak boleh dirusak kecuali untuk keperluan yangbersifat khusus, antara lain sebagai berikut:1. Rimba Kepungan Sialang; yaitu tempat tumbuhnya beberapa pohonsialang atau pohon kayu yang menjadi tempat lebah bersarang. Karenahamparannya cukup luas, kawasan ini juga bermanfaat untuk menjagakeseimbangan ekosistem di daerah tersebut. Antara lain untuk menjagaketersediaan air bagi tanah perladangan dan habitat bagi satwa liar.2. Rimba simpanan; yaitu hutan tempat hidup berbagai jenis pohon danhewan yang menjadi sumber nafkah masyarakat. Hal ini terungkapdalam pepatah “rimba simpanan, tempat hidup bertahan”. Oleh karena itu,meskipun dapat dimanfaatkan untuk sumber bahan makanan, bangunandan keperluan adat lainnya, hutan tidak boleh dirusak.


<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>: Pengalaman dari Lapangan | 93Kolaborasi Menyelesaikan KonflikDari uraian diatas dapat dilihat bahwa masyarakat Petalangan telah memilikikearifan lokal terkait dengan pelestarian sumberdaya hutan. Karena itupenduduk Desa Segati menyatakan bahwa kawasan lindung atau hutankonservasi yang ada dalam konsesi PT RAPP adalah hutan yang harus dijagakeberlangsungannya. <strong>Masyarakat</strong> berharap bahwa hutan konservasi dapatmemberi manfaat kepada masyarakat yang berada di sekitar kawasan tersebut.Namun, akses warga untuk masuk ke dalam hutan konservasi milik PT RAPPcukup sulit. Penjagaan dari perusahaan sangat ketat, meskipun masyarakathanya berniat mengambil tanaman obat yang tumbuh di hutan konservasi. Disisi lain, perusahaan secara legal memiliki izin konsesi dan mencadangkan arealini sebagai areal KPPN (Kawasan Pelestarian Plasma Nutfah) dan green belt.Ini memicu konflik antara perusahaan dan masyarakat adat. Konflik dan salingklaim terhadap kawasan hutan alam tersisa tersebut harus diselesaikan agarmasyarakat dan perusahaan merasa nyaman.Berawal dari keluhan perusahaan terhadap konflik yang terus-menerus,penduduk dan perusahaan mengalami kerugian. Kecurigaan masyarakat akanperusahaan sudah sangat tinggi. Sebaliknya, perusahaan menggunakan aspeklegalitas dalam penyelesaian konflik dengan masyarakat.Sebagai anggota FKKM, PT RAPP berdasarkan statuta memiliki hak untukmendapatkan fasilitasi konflik dari FKKM. Perusahaan, sebagai pihakyang memiliki kepentingan berbeda tajam dengan masyarakat, tidak dapatmenyelesaikan konflik. FKKM sebagai forum yang multipihak dan memilikitujuan memediasi konflik hutan berkewajiban untuk menyelesaikan konflik.FKKM dan perusahaan sepakat untuk mengembangkan kegiatan pengelolaanhutan untuk menyelesaikan konflik antara perusahaan dengan masyarakat.FKKM Riau dan PT RAPP kemudian menginisiasi program kolaborasi dalampengelolaan hutan konservasi antara perusahaan dengan masyarakat tempatan.FKKM sebagai tim independen dianggap bisa menjadi mediator antara keduapihak tersebut. Tujuannya agar hutan konservasi yang secara legal dimiliki olehperusahaan dapat dimanfaatkan sebatas pada hasil hutan non-kayu. Wargatidak diperbolehkan mengambil kayu untuk mendukung perekonomian. Halyang penting lainnya bahwa fungsi hutan sebagai penyeimbang ekosistem


94 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011dan iklim mikro serta makro dapat dipahami dan didukung oleh masyarakatdan perusahaan.Pemanfaatan hasil hutan non kayu ini menjadi angin segar bagi masyarakatSegati. Perusahaan memberi ruang dan akses masyarakat terhadap hutan tanpakhawatir kehilangan pohon-pohon kayu. Pelibatan langsung dalam pengelolaanhutan konservasi yang ada di dalam konsesi PT RAPP merupakan wujud nyatadan terciptanya komunikasi yang baik antara perusahaan dengan masyarakattempatan.Pemberdayaan <strong>Masyarakat</strong> SegatiPemberdayaan masyarakat sekitar hutan sangat penting untuk menunjangpembangunan kehutanan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakatsekitar hutan. Sedikitnya ada tiga pertimbangan yang dapat menjadi alasanmengapa pemberdayaan masyarakat perlu dilakukan. Pertama, pemberdayaanmasyarakat sekitar hutan merupakan salah satu bentuk tanggung jawabdari pemerintah daerah dan pihak swasta dengan program CSR (CorporateSocial Responsibility) yang dulu dikenal dengan program CD (CommunityDevelopment). Ada potensi untuk pemanfaatan hasil hutan non-kayu olehmasyarakat di kawasan yang dikuasai oleh perusahaan. Kedua, karenakemiskinan dan ketidakberdayaan yang dialami oleh sebagian besar masyarakatdi sekitar hutan, seringkali menjadi penyebab ketidakpedulian mereka terhadappelestarian dan konservasi hutan itu sendiri. Ketiga, upaya penyadaran danpenumbuhan motivasi untuk berpartisipasi dalam konservasi hutan terbuktisulit dilakukan apabila kebutuhan dasar masyarakat masih belum terpenuhi.Penolakan di Awal ProgramJuni 2007, tim FKKM Riau pertama kali berkunjung ke Desa Segati, bertemuEstate Manager Langgam PT RAPP, Kepala Desa Segati dan masyarakatDesa Segati. Pertemuan dengan penduduk desa dilakukan di ruang SDN 013Simpang Empat. Sekitar 30 orang tokoh masyarakat adat, termasuk diantaranyayang kontra dengan perusahaan, hadir di ruangan itu. Pertemuan berlangsungalot dan panas. FKKM Riau diwakili oleh Aiden Yusti, Mangarah Silalahi, AnaJuliarti, Defri Yoza dan Dian Gracia Lestari. Sementara, PT RAPP diwakilioleh Sutarno, Solihin, Fery Alfiansyah dan Dibyo. Tokoh-tokoh masyarakatyang hadir pada saat pertemuan tersebut merupakan perwakilan masyarakat


<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>: Pengalaman dari Lapangan | 95yang memegang jabatan penting di Desa Segati, baik aparat pemerintahan desa,tokoh adat, tokoh agama maupun tokoh pemuda.Pada sosialisasi awal tersebut terjadi penolakan keras terhadap pelaksanaanprogram di Desa Segati. Warga tidak percaya terhadap niat perusahaan dankehadiran LSM yang datang bersama perusahaan yang hanya memanfaatkansituasi. Warga menganggap tidak ada bentuk kerja sama yang dapat dilakukandengan perusahaaan. Alasannya, sejumlah persoalan antara masyarakatdengan perusahaan masih belum selesai, seperti sengketa Hutan TanamanRakyat (HTR) maupun persoalan lainnya. Sebagian warga mendesak agarpersoalan-persoalan tersebut harus diselesaikan sebelum pelaksanaan programprogrambaru.Namun tidak semua warga menolak rancangan program hutan kemitraansebagai upaya penyelesaian konflik. Beberapa tokoh masyarakat menginginkanprogram kolaborasi tersebut bisa segera dilaksanakan. FKKM menerima setiapkeluhan masyarakat dan mendukung usulan masyarakat kepada perusahaan.Sejumlah warga yang semula menolak rencana program kemitraan ini akhirnyamenyatakan setuju dan mendukung. Pertemuan-pertemuan lanjutan dalamrangka sosialisasi dan silaturahmi dapat dilakukan dengan komunikasi yangbaik. Berbagai program disepakati untuk dilaksanakan melalui pertemuanpertemuanantara perwakilan masyarakat, perusahaan, dan FKKM Riau.Pelaksanaan Program KolaborasiTahap awal pelaksanaan program yang sangat penting adalah memberikepercayaan kepada masyarakat bahwa FKKM akan berlaku adil. Kepercayaandan interaksi yang baik dari masyarakat dan perusahaan menjadi pondasi awalterlaksananya kegiatan. Selanjutnya diikuti dengan memberi pemahamankepada masyarakat akan pentingnya menjaga kelestarian kawasan hutanyang masih tersisa di desa mereka. Satu orang staf perempuan yang intensditempatkan FKKM dalam berbagai kegiatan dan aktifitas, dari diskusi, dialog,hingga kegiatan pengajian warga. FKKM Riau juga melakukan komunikasi yangintens dengan perusahaan agar bersedia mendukung pelaksanaan program ini.Program dan kegiatan disusun bersama bagi pengelolaan kolaborasi. Perusahaanbersedia membuka akses bagi masyarakat untuk dapat memanfaatkan kawasankonservasi tersebut secara baik dan lestari. Kemudian, FKKM Riau bersama


96 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011masyarakat dan perusahaan melakukan beberapa kegiatan untuk mengeksplorasisumberdaya alam di sekitar Desa Segati. Kegiatan tersebut antara lain pemetaanpartisipatif, investigasi dan pendokumentasian mengenai situasi, kondisi danperan sosial, ekonomi, politik dan budaya yang dijalankan masyarakat. Kegiatanlainnya adalah menggali dan memetakan potensi ekonomi alternatif dansumber pendapatan lainnya bagi masyarakat, terutama di kawasan konservasi.Kemudian melakukan pendidikan dan pelatihan bagi masyarakat sesuaikebutuhan mereka.Untuk memperlancar proses pelaksanaan program, FKKM Riau melakukanpendekatan langsung atau tatap muka baik ke masyarakat secara umum,maupun langsung kepada tokoh-tokoh masyarakat. FKKM juga melakukankampanye konservasi kepada para stakeholder dan masyarakat desa, berpartisipasidalam kegiatan-kegiatan desa, baik yang bersifat kerohanian, kepemudaanmaupun kebudayaan.Kawasan konservasi di areal konsesi PT. RAPP Estate Langgam memiliki potensiyang cukup besar. Baik keanekaragaman hayati (fauna dan flora), fungsi lindunguntuk tata air dan jasa lingkungan lainnya. Selain itu, kawasan konservasiperusahaan yang berupa rivarian berada di hulu-hulu sungai. Ia mengalirmelewati Desa Segati dan menjadi sumber air warga desa. Areal konservasidi Estate Langgam sebagian besar berupa KPPN - Kawasan PelestarianPlasma Nutfah. Pada beberapa tempat potensi ini masih terjaga. Namun padatempat lain kawasan konservasi di dalam konsesi mengalami kerusakan yangtidak sedikit.Data dan informasi awal terkait situasi desa dan kawasan konservasi menjadihal yang penting sebagai dasar untuk mengambil kebijakan dalam merancangdan melanjutkan ke program selanjutnya. Data yang dikumpulkan adalah datadatayang terkait dengan data sosial, ekonomi dan budaya masyarakat serta datamenyangkut kondisi terkini kawasan konservasi HTI PT RAPP yang berada disektor Langgam. Pengumpulan data dilakukan secara bersama-sama oleh FKKMRiau, perwakilan masyarakat dan staf lapangan PT RAPP dengan melibatkanpraktisi dari perguruan tinggi Univeritas Lancang Kuning (UNILAK) Riau.UNILAK juga melakukan survei potensi keanekaragaman hayati di kawasankonservasi dan survei sosial-ekonomi di desa.


<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>: Pengalaman dari Lapangan | 97Potensi Keanekaragaman Hayati di Kawasan EstateLanggamHasil penelusuran dan survei, tim berhasil memperoleh gambaran potensi dankeunikan keanekaragaman hayati yang sebagian besar dimanfaatkan masyarakatuntuk mendukung kehidupan sehari-hari dan dapat melestarikan kawasankonservasi ini sebagai sumber air bersih dan penyeimbang iklim mikro di desa.Keanekaragaman faunaBerdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat dan observasi di lapangan,jenis ikan yang umum terdapat di sungai-sungai sekitar kawasan konservasiterdiri dari sembilan jenis ikan. Daftar jenis ikan dapat dilihat pada Tabel 1.Tabel di atas menunjukkan famili Cyprinidae mendominasi perairan yangterdapat di kawasan konservasi Estate Langgam. Binatang dalam famili inibanyak ditangkap oleh masyarakat, baik yang berada di kawasan sungai maupunyang terdapat di kanal-kanal. Ikan-ikan ini merupakan sumber protein utamabagi masyarakat desa Segati.Keanekaragaman flora di Sempadan Sungai SegatiSurvei potensi pemanfaatan dilakukan terhadap tumbuhan yang memberikanmanfaat bagi masyarakat, baik eksploitasi yang sudah dilakukan oleh masyarakatTabel 1. Jenis-Jenis Ikan yang Ditemukan di Kawasan Konservasi PT. RAPPNo Nama Lokal Nama Ilmiah Famili1.2.3.4.5.6.7.8.9.10.BaungSelaisMotanSepatBarauGabusKapituokTomanPantauJuaraSumber: FKKM Riau (2007)Macrones sp.Kryptopterus sp.Thynnichthys thynnoidesTrichogaster sp.Hampala macrolepidotaChanna striatusPuntius schwanefeldiChanna micropeltesRasbora argyrotaeniaPangasius micronemaBragiidaeSiluridaeCyprinidaeBelontiidaeCyprinidaeChannidaeCyprinidaeChannidaeCyprinidaePangasidae


98 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011sekitar hutan konservasi maupun yang dilakukan oleh masyarakat di tempatyang lain. Survei menggunakan metode transek dengan lebar jalur 20 metersepanjang 100 meter di kawasan rivarian dengan luas terbatas dan sepanjang300 meter di kawasan rivarian yang tak terbatas.Potensi pemanfaatan dilakukan terhadap hasil hutan kayu dan non-kayu.Hasil hutan kayu biasanya digunakan masyarakat sekitar kawasan konservasiPT RAPP sebagai bahan bangunan untuk konsumsi sendiri atau dijual untukbahan bangunan. Sedangkan hasil hutan non-kayu seperti rotan dan pandandigunakan sebagai bahan kerajinan tangan, madu untuk bahan minuman,vegetasi untuk tumbuhan obat, dan daun tumbuhan sebagai bahan ataprumah. Masing-masing lokasi memiliki karakteristik tumbuhan dengan potensisumberdaya hutan yang berbeda. Namun masing-masing memiliki potensi yangdapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar kawasan konservasi PT RAPP.Hasil survei yang dilakukan terhadap kawasan konservasi PT RAPP disempadan Sungai Segati, ditemukan jenis-jenis tumbuhan yang bermanfaatdalam kehidupan masyarakat sekitar hutan sebanyak 10 jenis. Jenis-jenistumbuhan ini tersebar di jalur pengamatan seluas 0,2 ha. Tumbuhan yangdianalisa meliputi habitus pohon dan herba. Jenis-jenis tumbuhan yang terdapatdi kawasan sempadan Sungai Segati dimanfaatkan sebagai bahan pangan,kerajinan, bahan bangunan, dan mebel. Daftar jenis tumbuhan yang bermanfaatdi sempadan Sungai Segati dapat dilihat pada Tabel 2.Dari survei yang dilakukan terhadap kawasan konservasi PT RAPP di sempadanSungai Seminai diperoleh tiga jenis rotan dan tiga jenis tanaman herbal yangdigunakan sebagai obat. Kawasan yang disurvei seluas 0,6 ha atau sepanjang 300meter. Jenis-jenis rotan (Calamus sp dan Daemonorops sp) dan jenis-jenis pandan(Pandanus sp.) juga terdapat di kawasan ini. Ada jenis rotan yang digunakansebagai pewarna dari buahnya yang dikenal dengan nama rotan jernang(Daemonorops draco).Selain keterampilan dan dana yang sangat terbatas, kesulitan warga untukmemanfaatkan sumberdaya hutan ini adalah ketiadaan aturan menyangkutpemungutan dan pemanenan hasil hutan. Rincian tumbuhan yang dapatdimanfaatkan pada sempadan Sungai Seminai dapat dilihat pada Tabel 3.


<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>: Pengalaman dari Lapangan | 99Tabel 2. Potensi Sumberdaya Hutan yang Berguna bagi <strong>Masyarakat</strong> diLokasi Sempadan Sungai SegatiNo Nama lokal Nama Ilmiah Potensi BagianBermanfaat1. Rengas ayam Gluta sp.2 batang Batang2. Medang siora Alseodaphne sp. 4 batang Cairan/getah3. Redan3 batang batangNephelium4. Mempening cuspidatum 1 batang BuahQuercus sp.5.6.7.8.9.10.MengkanangKincuangRotan orapRotan udangRotan sagaRotan rawaSumber: FKKM Riau (2007)UnidentifiedHornstedtia sp.DaemonoropssabutKorthalsiaechinometraCalamus optimusCalamus sp.1 batang1 batang15 rumpun99 batang9 rumpun42 batang2 rumpun10 batang8 rumpun15 batangBuahDaunBungaBatangBatangBatangBatangKegunaanUntuk perabotUntuk obatmalariaUntuk makananUntuk permainangasingUntuk atapUntuk bumbudapurUntuk meubelUntuk meubelUntuk meubelUntuk meubelKeanekaragaman flora di Rawa PerbadaranSurvei yang dilakukan terhadap kawasan konservasi PT RAPP sepanjang 100 mditemukan bahwa sumberdaya hutan yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakatberjumlah sebanyak tujuh jenis. Jenis-jenis yang dimanfaatkan oleh masyarakatdapat dilihat pada tabel berikut ini.KPPN BakungSementara survei yang dilakukan terhadap kawasan konservasi PT. RAPPdi lokasi KPPN Bakung ditemukan lima jenis tumbuhan yang bermanfaat(Tabel 5).


100 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011Tabel 3. Potensi Sumberdaya Hutan yang Berguna bagi <strong>Masyarakat</strong> diLokasi Sempadan Sungai SeminaiNo Nama lokal Nama Ilmiah Potensi BagianBermanfaat1. Ubar Syzigium sp.59 batang Batang2. Kenari Canarium commune 11 batang Kulit3.4.5.6.7.8.9.10.11.12.Kayu batuPetaiKaretRotan rawaRotan getahPutatAkar jagoPasak bumiRibu-ribuRotan sogoHutan BombanIrvingia malayanaParkia speciosaHevea brasiliensisCalamus sp.Calamus sp.Sumber: FKKM Riau (2007)Baringtonia reticulateUnidentifiedEurycoma longifoliaDyospyros sp.Calamus optimus1 batang1 batang6 batang2 rumpun10 batang7 rumpun24 batang1 batang4 rumpun7 batang8 batang7 rumpun18 batangKulitPohonBuahGetahBatangBatangUmbutKulit batangAkarAkarDaunBatangKegunaanUntuk cerocokUntukmenyimpanpadiUntuk timbamengambilmaduTempatbersarang lebah(sialang)Untuk dimakanGetah dijualUntuk meubelUntuk meubelUntuk dimakanUntuk obatgemuk padaanakUntuk obat kuatUntuk obat kuatUntuk obatpanasUntuk meubelDi kawasan konservasi Hutan Bomban, berdasarkan hasil survei, ditemukansebanyak tujuh jenis tanaman yang bermanfaat bagi masyarakat sekitar hutan.Jenis-jenis tumbuhan yang bermanfaat di Hutan Bomban dapat dilihat padaTabel 6.Tumbuhan Kepau memiliki manfaat yang tidak sedikit bagi penduduk, misaldaunnya sebagai atap rumah dan dimanfaatkan sebagai tempat ketupat. Umbuttumbuhan ini dapat dimakan.


<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>: Pengalaman dari Lapangan | 101Tabel 4. Potensi Sumberdaya Hutan yang Berguna bagi <strong>Masyarakat</strong> diLokasi Rawa PerbadaranNo Nama lokal Nama Ilmiah Potensi BagianBermanfaat1. Rotan lilin Calamus exilis 6 rumpun BatangDyospyros sp.2. Ribu-ribu15 batang DaunXylopia malayana 2 batang3. SijangkangAkarCalamus sp. 1 batangKegunaanUntuk meubelUntuk obat panasUntuk tunampengambil maduUntuk meubel4.5.6.Rotan situmaiRotan gelangPandanBakung7.Sumber, FKKM Riau (2007)CalamuspolystachysPandanus sp.Crinum asiaticum3 rumpun9 batang4 rumpun16 batang2 batang3 batangBatangBatangDaunDaunUntuk meubelUntuk kerajinanpandanUntukpembungkuslepatTabel 5. Potensi Sumberdaya Hutan yang Berguna bagi <strong>Masyarakat</strong> diLokasi KPPN BakungNo Nama lokal Nama Ilmiah Potensi Bag. yangBermanfaat1. Rotan sogo Calamus optimus 2 rumpun Batang12 batang2. Rotan banca Calamus zollingeri 2 rumpun Batang17 batang3. Rotan lilin Calamus exilis 2 rumpun Batang9 batang4. Asam kelubi Nypa fructicans 2 batang Buah6 rumpun5. Rotan danan Calamus manan 28 batang BatangKegunaanUntuk meubelUntuk meubelUntuk meubelUntuk manisanUntuk meubelSumber: FKKM Riau (2007)


102 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011Pohon Sialang Penghasil Madu AlamPohon Sialang tersebar di beberapa tempat di kawasan konservasi PT RAPP.Pohon ini dimiliki berdasarkan kesukuan. Pohon itu tumbuh di tanah ulayatsuku bersangkutan. Pohon ini menjadi tempat lebah-lebah hutan membangunsarang dan menjadi tempat penghasil madu tropis alam.Para pemilik pohon Sialang di Desa Segati mewakili suku masing-masing,antara lain Jamin, Jamian, Datuk Batin, Selang, Bahar, M. Nur, Buyung Gogay,Udin Nonga, Hasan Bulir, Bansal, Tabe, B. Kemal, dan Tami. Potensi Sialangyang ada di kawasan konservasi PT RAPP telah dipetakan dan diberi koordinat.Setiap Sialang telah diposisikan pada peta dan dilindungi keberadaannya.Koordinat masing-masing pohon Sialang dapat dilihat pada Tabel 8.Tabel 6. Potensi Sumberdaya Hutan yang Berguna bagi <strong>Masyarakat</strong> diLokasi Hutan BombanNo Nama lokal Nama Ilmiah Potensi BagianBermanfaat1. KepauPothos 4 batanglatifolius2.3.PunakTikam seratusTetrameristraglabraUnidentified1 batang5 batangDaunDaunUmbutBatangDaunKegunaanUntuk atap rumah,ketupatUntuk dimakanUntuk kusenUntuk obat kompressehabis melahirkanUntuk lalap4.5.6.7.Kelat ompanglukahPandanRotan getahRotan udangSumber: FKKM Riau (2007)Litsea sp.Pandanus sp.Calamus sp.Korthalsiaechinometra1 batang1 batang9 rumpun48 batang3 rumpun15 batangDaunDaunBatangUmbutBatangBatangUntuk kerajinantikarUntuk meubelUntuk dimakanUntuk meubelBahan kerajinan


<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>: Pengalaman dari Lapangan | 103Tabel 7. Jenis-Jenis Pohon SialangNo Nama lokal Nama Ilmiah Koordinat Potensi1.2.PulaiKayu batuAlstonia scholarisIrvingia malayanaDirinci pada tabelberikutnya3 batang1 batangSumber: FKKM Riau (2007)Gambar 1. Jenis Kepau yang multi manfaatGambar 2. Pohon Sialang di Sungai Seminai


104 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011Tabel 8. Koordinat Sialang di Kawasan Konservasi PT RAPPNo Jenis Pohon Koordinat1.2.3.4.5.6.7.8.9.10.Alstonia scholarisAlstonia scholarisAlstonia scholarisAlstonia scholarisAlstonia scholarisAlstonia scholarisAlstonia scholarisAlstonia scholarisAlstonia scholarisAlstonia scholarisSumber: FKKM Riau (2007)E 101 32 18,88 N 0 8 56,78E 101 32 25,30 N 0 8 32,06E 101 34 20,78 N 0 9 14,72E 101 34 35,39 N 0 8 40,87E 101 36 25,00 N 0 7 22,87E 101 36 29,68 N 0 7 34,05E 101 36 34,36 N 0 7 39,64E 101 36 59,50 N 0 7 51,12E 101 37 22,01 N 0 8 5,24E 101 37 22,01 N 0 7 52,59Pohon-pohon Sialang yang terdapat di areal konsesi PT RAPP Estate Langgamdijaga kelestariannya. Pemungutan hasil tanaman ini dilakukan oleh suku yangmenjadi pemiliknya.Lembaga Konservasi DesaSetelah potensi di desa dan kawasan konservasi HTI milik PT RAPP berhasildipetakan, proses berikutnya adalah membangun lembaga yang bertanggungjawab mengelola kawasan konservasi tersebut. Lewat diskusi yang panjang,masyarakat sepakat membentuk Lembaga Konservasi Desa (LKD). Lembagaini diharapkan mampu mengelola dan memelopori gerakan penyelamatanlingkungan di desa, termasuk dalam pengelolaan dan pengaturan pemanfaatankawasan konservasi masyarakat.Sebagai lembaga yang baru dan pelaksana program ke depan, keberadaanLKD Segati disahkan melalui Surat Keputusan Kepala Desa Segati. Strukturkepengurusan yang melaksanakan organisasi selama beberapa tahun ke depansegera dibentuk. Anggota lembaga ini mengangkat M. Ali Syahputra sebagaiKetua LKD, dan Chandra sebagai sekretaris dibantu oleh wakil dan anggotaanggotanya.Anggota LKD berasal dari beberapa elemen desa, baik darikalangan pemerintah maupun wakil masyarakat.


<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>: Pengalaman dari Lapangan | 105Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga LKD Segati sebagai tonggakdasar dan aturan main sebuah organisasi telah ditetapkan. Kepala Desa sebagaipimpinan pemerintahan tertinggi di desa mendukung lembaga ini. Kepaladesa secara resmi mengakui dan mensahkan AD dan ART LKD Segati sebagailembaga resmi yang diakui untuk terlibat di dalam pembangunan desa, terutamamendorong program konservasi di desa.Peningkatan kapasitas pengurus LKD dilakukan melalui kegiatan studi banding.Tujuan studi banding agar anggota LKD mendapat wawasan dan pengetahuanmenyangkut kearifan lokal pengelolaan hutan. Studi banding sudah dilakukanke Hutan Adat Buluh Cina di Desa Buluh Cina, Kecamatan Kampar Kiri,Kabupaten Kampar. Selain kunjungan ke lokasi hutan, di sini anggotaLKD berdiskusi dan menyerap pengalaman warga Desa Buluh Cina dalampengelolaan hutan.FKKM Riau secara rutin membantu dan mendampingi proses penyempurnaandan kelengkapan kelembagaan maupun peningkatan kapasitas pengurusLKD, seperti penyiapan infrastruktur organisasi, penyempurnaan strukturkepengurusan, AD/ART organisasi hingga memberi bantuan biaya operasionalselama setahun yang diberikan secara bertahap. FKKM Riau ikut memfasilitasiperencanaan kegiatan dan memberi pelatihan tentang manajemen organisasiyang meliputi perencanaan kegiatan, implementasi, monitoring dan evaluasi,manajemen administrasi dan keuangan.Peningkatan kapasitas juga dilakukan dengan mengikutsertakan anggota LKDdalam pertemuan-pertemuan tingkat nasional maupun provinsi melalui forumforumFKKM. Anggota-anggota LKD juga menjadi pembicara dalam seminarseminarkehutanan dan kemasyarakatan yang difasilitasi oleh FKKM.Di tingkat provinsi, FKKM melibatkan LKD desa Segati dalam rapat besarFKKM Riau pada tahun 2008 lalu di Pekanbaru. Pada Pertemuan NasionalFKKM di Bogor tahun 2008, FKKM melibatkan dua pengurus LKD. PadaNovember 2010, ketua dan sekretaris LKD mengikuti pelatihan perhitungancadangan (stok) karbon di Jember, Jawa Timur selama lima hari.Di Desa Segati juga dilaksanakan program penguatan kelembagaan. Adaempat pelatihan yang telah dilakukan. Pertama, peningkatan kesadaran hukummasyarakat di areal konservasi perusahaan. Kedua, pelatihan penanaman danbudidaya melinjo. Ketiga, pelatihan terkait pemanfaatan hasil-hasil hutan non-


106 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011kayu oleh masyarakat di areal konsesi. Keempat, pelatihan teknik budidayaikan keramba.Peningkatan pengetahuan tentang hukum dan peraturan yang berlakumerupakan hal yang mendesak. Timbulnya konflik lahan, penyerobotan danpembakaran lahan dilakukan kerap kali disebabkan minimnya pemahamanmasyarakat tentang persoalan hukum dan undang-undang yang berlaku.Pelatihan penanaman melinjo merupakan pra-kondisi yang diperlukanuntuk melakukan penanaman, pemeliharaan dan pemanfaatan melinjosebagai alternatif hasil hutan non-kayu yang kelak dimanfaatkan masyarakatmelalui LKD.Pemahaman dan pengetahuan yang mendalam mengenai tanaman melinjoakan memudahkan penanaman, perawatan dan pemanfaatan tanamantersebut. Walaupun selama ini telah dilakukan oleh sebagian penduduk Segati,pemanfaatan hasil hutan non-kayu perlu dijelaskan ke masyarakat agar menjadialternatif sumber pendapatan.Pelatihan pemeliharaan ikan dengan keramba merupakan upaya untukpeningkatan pengetahuan masyarakat tentang pemanfaatan areal sungai sebagaialternatif pendapatan, selain hasil hutan non-kayu. Setelah mengikuti pelatihanteknik budidaya ikan keramba, masyarakat dapat mempraktikan teknik inisecara intensif di Sungai Segati.Pelajaran dan Manfaat di Balik KolaborasiBeberapa pelajaran dapat ditarik dari proses kegiatan kolaborasi di Desa Segati.Pertama, fasilitasi dan mediasi konflik bisa dilakukan jika ada kepercayaan (trust)dari para pihak yang bersengketa. Mediator konflik harus bisa memberikantrust bahwa ia mampu menjembatani perbedaan kepentingan dan gap antaraperusahaan dan masyarakat. Kedua, dalam memfasilitasi konflik, mediator harusnetral dan bijaksana dalam mengambil langkah-langkah yang dapat disepakatikedua belah pihak.Komunikasi yang intens penting dilakukan terutama dalam meningkatkankapasitas dan penyadaran masyarakat. Sehingga kedudukan masyarakatmeningkat dan seimbang dengan perusahaan ketika melakukan negosiasi. DiDesa Segati, FKKM Riau menempatkan seorang fasilitator perempuan yanghandal. Sudah hampir dua tahun ia berada di desa dan ikut dalam kegiatan


<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>: Pengalaman dari Lapangan | 107sehari-hari. Ia bekerja sebagai fasilitator lapangan, mediator lapangan dansekaligus sebagai fasilitator masyarakat desa.Seluruh pihak di desa perlu dilibatkan dalam pembentukan lembaga desa.Keterlibatan semua pihak juga menjadi alat legitimasi organisasi dalam prosesnegosiasi, pengelolaan sumberdaya alam, dan penyelesaian konflik. <strong>Membangun</strong>kelembagaan dan meningkatkan kapasitas lembag bukanlah hal mudah. Apalagikelembagaan yang dibentuk didasarkan pada manajemen moderen, bukanpengelolaan dengan cara tradisional atau adat. Proses internalisasi, pembuatanaturan main, serta ketaatan sangat penting bagi perusahaan dan masyarakat.Komitmen perusahaan harus total dalam program pengelolaan hutan kemitraanini. Sedangkan masyarakat desa, perlu terus memperkuat lembaga konservasidesa agar dapat mandiri dan memanfaatkan berbagai kesempatan di desa.Kelembagaan desa yang baik dan kokoh akan memberi beragam manfaat.Sebagai contoh, LKD selain bertanggung jawab dalam kolaborasi pengelolaanhutan konservasi di areal konsesi, lembaga ini juga ikut menjadi motorpenggerak pembangunan desa. Salah satu hasil nyatanya adalah memfasilitasipelatihan dan ujicoba budidaya ikan keramba. Saat ini, dari satu kerambamilik LKD, sudah terdapat 10 keramba ikan masyarakat. Bagaikan virus yangmenjalar secara cepat, saat ini secara swadaya banyak masyarakat yang membuatkeramba sendiri. Hasilnya dijual di desa maupun ke luar desa. <strong>Masyarakat</strong> punsenang. Karena, jika selama ini masyarakat harus membeli ikan di PangkalanKerinci. Sekarang mereka bisa mendapatkannya dengan mudah, bahkanmenjual ke desa dan kota lain.Hasil lainnya, beberapa kemitraan yang dijalin antara LKD dan perusahaan jugamasih dilaksanakan paska program selesai, seperti kegiatan penanaman pohondi sepanjang jalan Desa Segati. Pohon-pohon ini bermanfaat untuk penghijauandan mengurangi debu di jalan.Harapan dan AncamanBeberapa pekerjaan masih tersisa dan belum disepakati, seperti mekanismepemanfaatan hasil hutan non-kayu di kawasan konservasi PT RAPP. Bilamekanisme tersebut telah disepakati, masyarakat dapat memanfaatkan hasilhutan non kayu di kawasan tersebut secara legal. Perusahaan dapat memantaukelestarian kawasan tersebut bersama LKD. Pengesahan dan penetapan


108 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011mekanisme kerjasama yang saat ini adalah kesepakatan (agreement) menyangkutakses dan pengelolaan kawasan konservasi di areal konsesi perusahaan.Melalui keberadaan LKD, PT RAPP berharap agar gangguan yang terjadi dikawasan lindung dalam konsesi perusahaan, seperti pembalakan liar (illegallogging) maupun perambahan lahan, akan makin berkurang.KesimpulanUraian ini menggambarkan cerita yang menarik dan panjang. Sejarah desadan kepemimpinan adat dan alam yang asri hingga terdegradasi dalamperkembangan sosialnya. Desa Segati yang dulunya dipenuhi dengan hutanyang diperebutkan berbagai pihak.Di masa orde baru, pemerintah telah menggerus sistem sosial, budaya danpola pengelolaan hutan secara adat. Berbagai pihak merebutkan sumberdayadesa Segati karena letaknya yang strategis, dekat dengan kota kabupaten danprovinsi, serta jenis tanah yang sesuai dengan tanaman primadona, sepertikelapa sawit, HTI, dan karet.Situasi yang sulit telah memaksa penduduk, yang semula mengandalkansumberdaya hutan dan sungai, menjadi buruh. Warga bertahan di antaragemuruh perebutan sumberdaya hutan dan lahan. Satu-satunya yang bisamasyarakat lakukan adalah memanfaatkan sisa hutan. Sisa hutan sebenarnyadisediakan perusahaan HTI untuk kawasan KPPN dan green belt. Sementara,perusahaan yang secara legal mempunyai hak untuk tidak mau kehilanganhaknya. Apalagi dituduh pemerintah sebagai pihak yang tidak bisamengamankan konsesinya. Maka inisiasi dan ide untuk resolusi konflik olehperusahaan dilontarkan ke pihak idenpenden dan netral.Dalam program hutan kemitraan di Segati, FKKM Riau mampu membanguntrust dan menjadi mediator yang fair dan netral dalam penyelesaian konflikmelalui pengelolaan sumberdaya alam berkelanjutan yang berkeadilan. Prosesfasilitasi tidak berjalan mudah dan cepat. Namun hambatan dan tantanganselama proses mediasi konflik berhasil dilalui.Sementara, LKD dan masyarakat bersama-sama melakukan kegiatan partisipatif.Mulai dari pendataan data, pemetaan hingga fasilitasi. Pendekatan kolaborasi ini


<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>: Pengalaman dari Lapangan | 109berdampak multi dimensi. Selain menyelesaikan konflik, juga bisa bermanfaatdalam meningkatkan perekonomian dan peningkatan kapasitas. Kedepan,pola-pola keterbukaan bagi perusahaan dalam pengelolaan sumberdaya hutanperlu diperlebar.Harapan ke depan adalah kerjasama dan akses tidak hanya di kawasankonservasi perusahaan. Bila perlu di areal konsesi produksi dalam skema HTRdan program-program CD lain yang bisa menguntungkan semua pihak. Kalauini dilakukan, prinsip dasar dan tujuan perusahaan termasuk PT. RAPP, seperti3 P (people, planet and profit) bisa tercapai. Tanpa adanya keterbukaan, kerjasama, sikap saling percaya, dan komitmen yang tinggi, tujuan 3P tadi hanyaslogan belaka. Semoga kegiatan ini menjadi inspirasi bagi hutan kemitraan ditempat lain.


Aktivitas Praktek Pengukuran Potensi Cadangan Karbon di TN Meru Betiri, Jawa TimurFoto © Andri Santosa


<strong>Membangun</strong> <strong>Kemitraan</strong>,<strong>Mengembangkan</strong> <strong>Kehutanan</strong><strong>Masyarakat</strong> di Taman NasionalMeru BetiriOleh: Nurhadi 8PendahuluanTaman Nasional Meru Betiri (TN Meru Betiri) bisa diibaratkan sebuahkeluarga. <strong>Masyarakat</strong> dan para pihak adalah keluarga yang lain. Keduanyahidup bertetangga. Dalam hubungan bertetangga, relasi yang diinginkan adalahsaling menguntungkan. Pola hubungan yang kurang baik dan merugikan mestidihindari. Permusuhan dan sengketa hanya akan berujung pada kerusakan satusama lain. Sebaliknya, semangat kekeluargaan harus dipelihara.Berkaca pada pola relasi di atas, keberadaan TN Meru Betiri di KabupatenJember, Jawa Timur, seyogianya tidak dipersepsikan sebagai sebuah kawasanyang terisolir dari hiruk pikuk partisipasi masyarakat dan para pihak. Tamannasional ini merupakan bagian integral yang berada ditengah-tengah komunitasmasyarakat dan para pihak yang ingin hidup secara berdampingan (coexistence).Mereka bergantung satu sama lain. Kepentingan masing-masing perlu dikeloladengan baik agar coexistence yang diharapkan dapat terwujud secara lestari.Dalam bingkai tersebut mengakomodir dan mengintegrasikan kepentinganmasyarakat dan para pihak dalam pengelolaan TN Meru Meru Betirimerupakan pilihan yang tepat dan rasional.Tujuan co-existence dapat terwujud apabila memperhatikan rambu-rambuyang telah disepakati. Pengelolaan TN Meru Betiri sebagai kawasan konservasitelah terikat pada strategi konservasi yang berfokus pada tiga hal. Pertama,8 Penggiat LSM Konservasi Alam Indonesia Lestari (KAIL) yang berbasis di Jember –Jawa Timur.


112 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011perlindungan sistem penyangga kehidupan. Kedua, pengawetan keanekaragamanhayati, dan ketiga, pemanfaatan yang lestari, dapat diejawantahkan secaraselaras dan seimbang. Fokus pertama berorientasi pada fungsi ekologis hutansebagai kawasan peresapan air, sumber air tanah, hidrologis, habitat berbagaispesies fauna dan flora, dapat terjaga. Fokus kedua menitikberatkan padajaminan ketersediaan plasma nutfah guna kegiatan pengembangan, pemuliaandan budidaya. TN Meru Betiri merupakan salah satu media pengawetankeaneragaman ekosistem, keanekaragaman spesies dan bank genetik hidup.Fokus ketiga mengandung pengertian bahwa kegiatan perlindungan danpengawetan memberikan peluang bagi pemanfaatan sumberdaya alam.Karenanya perlu diciptakan mekanisme pemanfaatan sumberdaya alam yanglestari. Pola integrasi kepentingan masyarakat dan para pihak dalam tatakelola TN Meru Beru Betiri mesti dikerangkakan dalam keseimbangan antarapelestarian dan pemanfaatan secara lestari.<strong>Kemitraan</strong> sebagai Kerangka BertetanggaRelasi bertetangga ini dapat ditumbuhkembangkan dengan baik dan dapatdikerangkakan dalam pola keseimbangan, antara pelestarian dan pemanfaatansecara lestari. pendekatan kemitraan merupakan instrumen yang dijadikansebagai landasan. <strong>Kemitraan</strong> merupakan terjemahan dari manajemen kolaborasi.<strong>Kemitraan</strong> berintikan pada kesetaraan dalam melakukan pekerjaan denganpara pihak. Para pihak yang mempunyai kepentingan bersama. Dalam kontekspembangunan kawasan TN Meru Betiri, pendekatan kemitraan diwujudkandengan keterlibatan masyarakat dan para pihak yang memiliki kepentingansama terhadap pengelolaan TN Meru Betiri secara adil dan lestari. Dalamkemitraan tidak saja mengandung pengertian sama-sama bekerja atau salingbekerjasama, tapi juga mempunyai tujuan yang sama: hutan lestari danmasyarakat sejahtera.Dengan semangat kemitraan, kebertetanggaan yang dijalankan senantiasa diikatdengan komitmen dan nilai-nilai, seperti sikap saling menghormati, salingpercaya, berbagi manfaat atau keuntungan. Pola kemitraan juga didukungoleh partisipasi para pihak yang tinggi dalam memberikan kemudahan danmenanggung keringanan beban pekerjaan. Apabila terdapat hambatan danpermasalahan, maka solusi mesti dicari bersama-sama. Duduk dalam satu forum


<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>: Pengalaman dari Lapangan | 113dan berdiskusi secara demokratis. Masing-masing pihak dapat menyumbangkankemampuan sesuai dengan kapasitas dan otoritas yang dimiliki.Mendeteksi Kepentingan dalam BertetanggaKebutuhan adanya pendekatan kemitraan dalam menjaga peran masyarakatdan para pihak guna mencapai kelestarian TN Meru Betiri. Ini sesungguhnyamerupakan resultansi dari adanya kesadaran. Kesadaran bahwa antara TNMeru Betiri, masyarakat dan para pihak merupakan sebuah entitas ekosistemyang saling bertetangga dekat, yang memiliki ketergantungan, kebutuhan dankepentingan satu sama lain. Berikut di antara kebutuhan dan kepentingan setiappihak dalam bertetangga:••TN Meru Betiri, memiliki kepentingan agar sumberdaya alam yang didalamnya dapat berkembang secara lestari dan berperan sebagai sistempenyangga kehidupan dan penyeimbang ekosistem. Dalam kontekskekinian sangat dibutuhkan sebagai penyerap dan penyimpan karbon.Karbon yang berkontribusi dalam menstabilkan iklim mikro dan makro.••Pengelola TN Meru Betiri, memiliki kepentingan agar dengan kapasitasdan otoritas yang dimilikinya dapat mengemban tugas dengan sebaikbaiknyadalam mengelola TN Meru Betiri secara adil dan lestari. Menyadarisedalam-dalamnya berbagai keterbatasan yang dimiliki. Keterbatasankemampuan personel, finansial, ketrampilan, pengetahuan dan sebagainya.Begitu pula di lapangan, dalam batas-batas tertentu masih menghadapipermasalahan pembalakan liar (illegal logging), perambahan kawasan,perburuan satwa liar, dan sebagainya.• • <strong>Masyarakat</strong>, memiliki kebutuhan agar interaksi masyarakat dengan TNMeru Betiri yang telah berjalan dalam waktu lama dan turun-temurundapat dikelola. Bahkan dikembangkan dalam kerangka pemanfaatansecara lestari. <strong>Masyarakat</strong> perlu jaminan agar memperoleh manfaat jangkapanjang sebagai sumber penghidupan berkelanjutan (sustainable livelihood).Tingginya tingkat ketergantungan terhadap TN Meru Betiri tidak dapatdilepaskan dari ketersediaan lahan pertanian yang terbatas. Lahan sebagaisumber mata pencaharian. Hal ini diketahui, penduduk yang bermukim disekitar TN Meru Betiri, utamanya yang tersebar di lima desa: Andongrejo,


114 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011Tabel 1. Kepemilikan lahan pertanian di desa-desa sekitar TN Meru BetiriNo Nama Desa Luas LahanPertanianJumlah KK Rata-rata kepemilikanlahan pertanian/ha1. Andongrejo 82 ha 1.345 0,062. Curahnongko 99 ha 1.716 0,053. Sanenrejo 355 ha 1.488 0,234. Curahtakir 350 ha 3.263 0,105. Wonoasri 248 ha 1.917 0,12Total 1.134 9.729 0,11Sumber: Hasil Penelitian KAIL (2004) yang didukung oleh Yayasan KEMALACurahnongko, Sanenrejo, Wonoasri dan Curahtakir. Sebagian besarpenduduknya bermata pencaharian petani dan buruh tani. Namun lahanpertanian yang tersedia hanya 1.133 ha. Rata-rata kepemilikan lahanpertanian hanya 0,11 ha per KK.••Pemerintah Daerah (di dalamnya dinas-dinas terkait): berkebutuhanagar masyarakat yang berada di sekitar kawasan TN Meru Betiri dapatmeningkat pendapatan dan kesejahteraannya. Melalui keterlibatanmasyarakat dalam kegiatan pemanfaatan hutan secara lestari di TN MeruBetiri. <strong>Masyarakat</strong> dapat mengembangkan potensi usaha ekonomi produktifberbasis sumberdaya lokal.••Perguruan Tinggi, memiliki kebutuhan agar kapasitas keilmuan yangmereka miliki dapat mengembangkan penelitian. Pengembangan padapotensi sumberdaya alam di TN Meru Betiri dan beragam aktivitasmasyarakat di sekitar TN Meru Betiri.••Lembaga Swadaya <strong>Masyarakat</strong>, memiliki kepentingan agar dengankemampuan yang dimilikinya dapat diaktualisasikan menjadi fasilitator danpendamping masyarakat. Dalam melakukan aktivitasnya menuju ke arahpenguatan dan kemandirian. Sehingga dapat mendorong ke arah kesetaraandan kesederajatan masyarakat di antara para pihak. Para pihak yang terlibatdalam mengelola kawasan TN Meru Betiri maupun dalam aspek lain yanglebih luas.••BUMN/Swasta, memiliki kepentingan agar kapasitas finansial merekadapat mengembangkan usaha untuk mendukung pembangunan kawasanTN Meru Betiri. Terlibat dalam kegiatan sosial-ekonomi masyarakat


<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>: Pengalaman dari Lapangan | 115yang didasarkan pada prinsip keadilan, berbagi keuntungan dankelestarian kawasan.Intervensi kegiatan perekat dalam relasi bertetangga (coexistence) ini adalahprogram pengelolaan Taman Nasional Meru Betiri bersama masyarakat.Pengembangan Demplot Agroforestry Tujuh HektarIntervensi kegiatan perekat ini merupakan sebuah pintu masuk strategis(strategic entry point). Ini diwujudkan dalam bentuk kegiatan yang dapatmenjadi daya tarik masyarakat dan para pihak yang disesuaikan dengankepentingan dan kewenangan masing-masing. Pintu masuk strategis itu berupaprogram pengelolaan TN Meru Betiri Bersama <strong>Masyarakat</strong>. Program ini padaawalnya diwujudkan melalui pembuatan demplot agroforestry tumbuhan obat.Demplot seluas tujuh hektar dikerjakan bersama masyarakat, KonsorsiumFahutan IPB-LATIN (Lembaga Alam Tropika Indonesia) dengan PengelolaTN Meru Betiri, tahun 1995. Keterlibatan masyarakat dalam pengembangandemplot ini sebanyak 43 KK (Kepala Keluarga) berasal dari Desa Andongrejo,khususnya dari komunitas Timur Sawah yang mayoritas penduduknya darietnis Madura.Demplot agroforestry tersebut ditanami jenis-jenis tanaman hasil seleksi danusulan para petani. Petani memilih jenis-jenis tumbuhan yang berkhasiatsebagai obat. Selama ini, dari hutan TN Meru Betiri, petani memanfaatkanbuah, daun, akar dan bagian-bagian tanaman yang dapat dimanfaatkan. Kinidemplot agroforestry tumbuhan obat seluas tujuh hektar sudah tampak sepertihutan mini. Hutan buatan yang di atasnya ditumbuhi sebanyak 1.892 pohonyang berdiri kokoh dan menjulang dengan ranting yang membentang bakpayung hijau. Pohon- pohon ini terbagi dalam 4 jenis tanaman obat, antaralain Kedawung (Parkia roxburghii) sebanyak 1.321 pohon, Kemiri (Aeuritesmolluccana) sebanyak 45 pohon, Pakem (Pangium edule) sebanyak 161 pohon,dan Trembesi (Samanea saman) sebanyak 365 pohon. Saat ini keempat jenistanaman obat tersebut sudah mulai berbuah. Bahkan sebagian biji-bijiannyatelah dibudidayakan kembali oleh petani.Pengembangan demplot ini secara khusus bertujuan untuk, pertama,memaduserasikan antara aspek pelestarian dan pemanfaatan. Kedua,melestarikan keragaman hayati tumbuhan obat melalui usaha budidaya


116 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011dengan sistem agroforestry. Ketiga, meningkatkan pendapatan masyarakat(income generating) dalam pengelolaan hutan TN Meru Betiri. Keempat,bertujuan mengembalikan signifikansi peran serta masyarakat agar terintegrasidalam sistem pengelolaan TN Meru Betiri secara berkelanjutan. Kelima,membangun sistem organisasi petani hutan yang kuat dan handal agar mampumenjadi aktor utama (main actor) dalam pengelolaan hutan TN Meru Betiri.Keenam, menciptakan alat perekat untuk membangun kemitraan denganmengintegrasikan kepentingan para pihak dalam pengelolaan hutan TNMeru Betiri.Untuk memperkuat pengembangan demplot, pada tahun 1997 diteruskandengan pengembangan kemitraan pada tingkat formalistik sebagai media untukmembangun kesamaan persepsi, konsensus dan memudahkan koordinasi antarinstansi. Ini ditandai dengan terbentuknya Forum Koordinasi PengelolaanKawasan Penyangga TN Meru Betiri. Formalisasi forum ini dikuatkan denganSK Bupati No. 34 tahun 1997.Forum pertemuan berkala diadakan untuk membahas masalah-masalah yangberhubungan dengan pengelolaan kawasan penyangga TN Meru Betiri. SupayaTahap Pengembangan Demplot Tujuh HektarPengembangan demplot melalui proses dan tahapan yang cukup panjang.Sosialisasi program ini dimulai sejak tahun 1994. Sasaran diprioritaskankepada:1. <strong>Masyarakat</strong>, secara hirarkis meliputi:a. Memilih komunitas sasaran.b. Membentuk kelompok.c. Mengadakan pertemuan rutin kelompok.d. Mengadakan pelatihan-pelatihan.2. Pengelola TN Meru Betiri, secara hirarkis meliputi:a. Ka Subdit Taman Nasional.b. Direktur Bina Pelestarian Kawasan untuk mendapatkanrekomendasi tertulis.c. Kanwil <strong>Kehutanan</strong> Jawa Timur – untuk membuat nota kesepakatanatau MoU (Memorandum of Understanding).d. Pengelola TN Meru Betiri – untuk membuat kontrak kerja antarapengelola TN Meru Betiri dengan petani penggarap.


<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>: Pengalaman dari Lapangan | 117rumusan hasil dari pertemuan-pertemuan yang berupa konsep-konsep dapatdiaplikasikan di tingkat praktis, dibentuk Forum Koordinasi di tingkat kecamatanyang beri nama Forum Koordinasi Antar Warga Zona Desa Penyangga (FKWAD)TN Meru Betiri, yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Kecamatan No. 03:Tahun 1998.Anggota Forum Koordinasi terdiri atas seluruh instansi terkait di jajaran tingkatkabupaten. Anggota di tingkat kecamatan diisi oleh instansi terkait di kecamatanditambah wakil-wakil kelompok masyarakat lokal dan para kepala desa.Dari 7 Hektar Menjadi 4.000 HektarKeberhasilan mengembangkan demplot tujuh (7) hektar tersebut telahmendorong pihak pengelola TN Meru Betiri memperbarui kebijakan denganmengakomodasi dan mengintegrasikan kepentingan masyarakat dalampengelolaan TN Meru Betiri dalam skala lebih luas. Perubahan kebijakanini tidak dapat dilepaskan dari momentum reformasi yang ditandai denganjatuhnya Soeharto pada 21 Mei 1998. Namun masa transisi dari Orde Baruke Orde Reformasi menciptakan ketidakstabilan politik dan krisis ekonomiyang menyebabkan terjadinya huru-hura di Jakarta hingga ke sejumlah daerah,termasuk Jember. Di antara sekian dampak negatif yang ditimbulkan adalahterjadinya fenomena open access resources atau penjarahan terbuka terhadapsumberdaya hutan di seluruh penjuru negeri, termasuk di TN Meru Betiri.Sejak 24 Mei 1999, model demplot agroforestry 7 hektar dijadikan sebagaikonsep untuk mewujudkan perubahan kebijakan. Melalui pengembanganprogram rehabilitasi lahan kritis dengan tanaman obat bersama masyarakat danpara pihak. Melalui sistem agroforestry, lahan kritis tersebut dihijaukan kembalioleh masyarakat. Di kawasan tersebut, penduduk menanam beragam tanamankehutanan berupa tanaman obat dan tanaman multiguna lainnya. Sepertikemiri, kluwek, kedawung, petai, nangka, sukun, joho lawe, joho keling sebagaiinsentif jangka panjang. Di sela tanaman kehutanan, masyarakat menanamtanaman tumpangsari, seperti jagung, padi, kedelai, kacang tanah sebagai insentifjangka pendek.Kini lahan yang direhabilitasi telah mencapai 4.000 hektar. Program rehabilitasikawasan ini melibatkan sekitar 3.556 KK, yang terbagi ke dalam 108 kelompok


118 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011tani hutan. Mereka berasal dari 5 desa, yakni Andongrejo, Curahnongko,Sanenrejo, Wonoasri dan Curahtakir, Kecamatan Tempurejo.Hasil penelitian KAIL bersama masyarakat tahun 2004, lahan rehabilitasitelah dihijaukan kembali dengan kurang lebih 250.000 pohon dari 30 jenistanaman obat dan tanaman multiguna lainnya. Menariknya, dari ratusan ribupohon yang telah ditanam dan hidup merupakan hasil usaha swadaya petani.Sebaliknya, bibit-bibit tanaman bantuan dari Departemen <strong>Kehutanan</strong> takberumur lama, umumnya mati setelah ditanam. Pasalnya, bantuan bibit datangterlambat. Bibit-bibit bantuan baru datang ketika musim hujan akan berakhir.Selain itu, proyek bantuan bibit tidak dikerjakan oleh petani sendiri dalampembibitannya, melainkan bibit tersebut dibeli dari kebun-kebun bibit yangletaknya jauh dari lokasi rehabilitasi. Sehingga daya tahan bibit tidak samadengan bibit yang dihasilkan oleh petani di sekitar lokasi pembibitan.Pada tahun 2011, menurut rencana, TN Meru Betiri akan mendapat bantuanpengadaan bibit dari DAS Bondowoso untuk lahan rehabilitasi seluas 350hektar guna memenuhi kebutuhan bibit bagi lahan rehabilitasi yang tanamanpokoknya masih belum lengkap. Pada November tahun ini pula, KedutaanFinlandia di Jakarta membantu pembibitan masyarakat sebanyak 18.000 bibituntuk ditanam di lahan rehabilitasi seluas 90 hektar. Pembibitan dilakukansendiri oleh masyarakat dengan mengutamakan peran kelompok-kelompokperempuan yang juga terlibat dalam program rehabilitasi. Tangan-tangan kaumperempuan diharapkan dapat memberikan sentuhan magis dalam merawattanaman. Di sisi lain, dengan melibatkan kaum perempuan sebagai aktor utamadalam pembibitan, harapannya diperoleh hasil bibit yang berkualitas. Sehinggasaat ditanam memiliki daya tahan hidup yang kuat dan dapat tumbuh denganbaik. Keterlibatan semacam ini dapat mendorong penguatan peran kaumperempuan dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Lewat penguatankelembagaan dan pengembangan ekonomi berdimensi konservasi di TNMeru Betiri.Perubahan Positif dari <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>Pengembangan kehutanan masyarakat diwujudkan dalam bentuk programrehabilitasi telah membawa perubahan positif. Baik secara ekologis, ekonomi,sosial dan kelembagaan serta perubahan persepsi masyarakat dan para pihak.


<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>: Pengalaman dari Lapangan | 119Ekologis. Lahan rehabilitasi yang ditanami masyarakat dengan beragamtanaman obat dan tanaman multi guna lainnya telah memberikan dampakpositif bagi perbaikan daya dukung mutu lingkungan di sekitarnya. Lahanrehabilitasi telah mulai mengembalikan fungsi hutan sebagai penata danpengatur air. Mencegah terjadinya banjir, longsor dan kekeringan. Sertaberkontribusi bagi kestabilan iklim mikro dan makro. Pepohonan yang makinrimbun telah mengubah lingkungan sekitar semakin nyaman. Kenyamanan itutelah mengundang beberapa jenis satwa datang dan berkembangbiak, sepertikera, budeng, trenggiling, dan kijang. Kini kawasan hutan menjadi habitatsatwa-satwa liar.Ekonomi. Saat ini dari tanaman tumpangsari yang dipanen telah membantumeningkatkan pendapatan masyarakat. Pendapatan masyarakat diperkirakanmakin bertambah saat panen raya tanaman pokok. Peningkatan pendapatanjuga diperoleh dari kegiatan pengolahan tumbuhan obat menjadi produk jamutradisional. Seperti yang dilakukan oleh kelompok ibu-ibu TOGA “SumberWaras” Desa Andongrejo. Hasil kajian KAIL bersama masyarakat 2005menunjukkan hasil tanaman semusim atau tumpangsari seperti jagung, padi,kedelai, kacang tanah dapat menutupi sekitar 52% dari kebutuhan pokokpetani. Kelak, diperkirakan hasil panen dari tanaman pokoknya akan jauh lebihbesar. Saat ini beberapa petani telah mulai panen dan hasil panennya mencapaiRp 1 juta permusim.Sosial. Tumbuhnya kebersamaan antar kelompok tani dengan petugaskehutanan, pemerintah desa dan para pihak. Ini terlihat dari kegiatan gotongroyong dalam memperbaiki jembatan yang rusak, rumah penduduk yanghampir roboh, keterlibatan Kepala Kepolisian Sektor Tempurejo dalam memberipenyuluhan kehutanan. Juga adanya kunjungan antar kelompok untuk berbagaiinformasi, pengetahuan dan pengalaman. Dari segi pengamanan hutan,masyarakat juga aktif dalam memberikan informasi kepada petugas bilamanaada kegiatan illegal logging, perambahan maupun perburuan satwa.Kelembagaan. Kelompok-kelompok tani yang terlibat dalam programrehabilitasi juga telah melakukan penguatan kelembagaan. Penguatan inidilakukan dengan mengadakan pertemuan kelompok tani, mencetak kaderpotensial, mengembangkan kegiatan usaha bersama, saling kunjung antar


120 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011desa dan membuat jaringan antar kelompok di tingkat desa (Jaketresi 9 diCurahnongko dan Permata Resi 10 di Andongrejo). Mekanisme kelembagaantelah membangun semangat kebersamaan dan memperluas wawasan dancakrawala pengetahuan dan ketrampilan petani. Baik menyangkut kehutananmaupun masalah sosial kemasyarakatan. Ini sangat berguna bagi modal sosialpetani meningkatkan peranannya dalam pengelolaan TN Meru Betiri.Perubahan Persepsi <strong>Masyarakat</strong>Manfaat ekonomi, ekologi dan sosial yang diperoleh petani dari keterlibatannyadalam program rehabilitasi telah mengubah persepsi masyarakat dan para pihak.Dulu, menyandingkan jagawana 11 dengan masyarakat, ibarat menyatukan airdengan minyak. Kini, adagium ini tidak selalu benar. Meminjam istilah KyaiMbeling Emha Ainun Nadjib, kini para jagawana telah berubah dan memilihmenjadi ruang bagi masyarakat daripada terus-menerus menjadi perabot bagiorganisasi dan egosentrisnya yang kontra-produktif.Program rehabilitasi telah memugar dan membangun citra baru Jagawana, daricitra sebagai ‘Jagawana Perabot’ yang mengedepankan pendekatan keamanansemata dan tidak peduli terhadapat kesulitan dan persoalan yang dihadapimasyarakat, menjadi ‘Jagawana Ruang’. Jagawana ruang memiliki profilkecakapan yang memadai dalam memaduserasikan pendekatan keamananyang konvensional dengan pendekatan manajerial yang melalui prinsip-prinsippersuasi dan edukasi. Jagawana ruang senantiasa bersedia berbagi pengetahuandan pengalaman (share), menampung dan menanggapi keluhan-keluhanmaupun persoalan yang dihadapi masyarakat dengan arif, objektivitas akalpikiran serta ketajaman intuisi. <strong>Masyarakat</strong> dipahami kondisi objektivitasnya,bukan disalahpahami ketidakberdayaannnya.9 JAKETRESI atau Jaringan Kelompok Tani Rehabilitasi, adalah sebuah jaringankelompok tani di Desa Curahnongko, sebuah desa di sekitar TN Meru Betiri.10 PERMATA RESI atau Persatuan <strong>Masyarakat</strong> Rehabilitasi adalah kelompok tani diDesa Andongrejo yang melakukan rehabilitasi kawasan di Meru Betiri.11 Jagawana atau penjaga hutan, biasanya adalah POLHUT atau polisi kehutananyang bertugas menjaga hutan dari ancaman perusakan.


<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>: Pengalaman dari Lapangan | 121Perubahan jagawana yang demikian tidak lepas dari pergumulan mereka dalammengembangkan program rehabilitasi bersama masyarakat. Di sini, jagawanaterlibat dalam pertemuan rutin kelompok, menjelajahi lahan rehabilitasibersama ketua kelompok dan pendamping, melakukan mediasi dan resolusikonflik secara santun dengan mengutamakan kearifan lokal.Program rehabilitasi beserta kegiatan-kegiatan produktif telah mendorongPemerintah Kabupaten dan DPRD Kabupaten Jember untuk menjadikannyasebagai salah satu pertimbangan yang bernilai strategis dalam penentuanarah dan pembangunan daerah setempat. Pemerintah Kabupaten Jemberbertanggungjawab dalam peningkatan pendapatan masyarakat sertameningkatkan peran masyarakat dalam pembangunan dan menumbuhkembangkanpotensi-potensi lokal yang ada untuk pembangunan berkelanjutan.Berbeda dengan masa sebelumnya dimana desa-desa penyangga TN Meru Betiridianggap sebagai beban dan tidak tersentuh derap langkah pembangunan, kiniPemerintah Kabupaten mulai memperhatikan potensi dan kemampuan desadesapenyangga. Misal, pembangunan prasarana jalan aspal telah menggerakkanroda perekonomian masyarakat setempat. Transportasi pemasaran hasilpertanian masyarakat menjadi lancar.Peningkatan dan Pemantapan Peran <strong>Masyarakat</strong>Berjalannya program kemitraan dalam bertetangga yang diwujudkan denganProgram Pengelolaan TN Meru Betiri Bersama <strong>Masyarakat</strong>, dalam takarantertentu telah memenuhi kebutuhan dan kepentingan masyarakat dan parapihak. Kebutuhan dan kepentingan masyarakat dan para pihak dalam batasantertentu telah terakomodasi dan terintegrasi dalam kegiatan rehabilitasi di TNMeru Betiri dan kegiatan lainnya. Peran dan keterlibatan masyarakat dan parapihak dalam program rehabilitasi dalam skala lebih luas didedikasikan untukkelestarian TN Meru Betiri.Peran dan keterlibatan masyarakat dan para pihak dalam pengelolaan TNMeru Betiri dengan berbagai implikasi positifnya perlu ditingkatkan dandimantapkan, meminjam istilah ushul fiqih, “al-muhafadlotul ala qodimissholih, wal akhdlu ala jadidil ashlah”, memelihara yang telah berkembang, danmengambil yang baru, yang lebih baik. Dengan demikian, intervensi kegiatan


122 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011perekat yang sudah berjalan merupakan sebuah kontinuitas yang senantiasamembutuhkan perbaikan dan inovasi yang berorientasi pada peningkatandan pemantapan dari segi kualitas maupun kuantitas. Peningkatan danpemantapan itu merupakan upaya yang perlu dilakukan untuk menjawabkebutuhan-kebutuhan lanjutan yang dihadapi masyarakat dan para pihak dalamketerlibatannya dalam pengelolaan TN Meru Betiri. Beberapa aspek masihperlu ditingkatkan dan dimantapkan dalam kerangka kemitraan sekaitan denganprogram pengelolaan TN Meru Betiri bersama masyarakat, antara lain:1. Mengakselerasi Pembangunan Bio-fisik <strong>Kehutanan</strong> di Lahan RehabilitasiDengan cara menanami yang masih kosong, melengkapi tanamanyang masih kurang dan merawat yang sudah ada. Serta menghentikanperambahan dan perburuan satwa liar. Pun diantisipasi dan dideteksi sejakdini. Kegiatan-kegiatan yang mengarah pada illegal mining, yang tentunyadapat merusak keutuhan dan kelestarian TN Meru Betiri.2. Masalah TenurialDalam kaitan ini masyarakat membutuhkan ‘legal security’ untukmemperjelas kepastian hukum. Kepastian hukum dalam mengelola lahanrehabilitasi guna menjamin keberlanjutan masyarakat dalam memperolehhak akses dan kontrol. Serta manfaat jangka panjang dari lahan rehabilitasiyang mereka kelola. Kepastian hukum ini secara bersamaan juga akanmakin meningkatkan keterlibatan masyarakat melakukan pemeliharandan perlindungan terhadap kawasan secara berkelanjutan. Karena merekamemperoleh manfaat secara berkelanjutan.3. Memperkokoh Modal <strong>Kemitraan</strong> yang telah terbangun secara informalMempererat kerjasama dengan dinas-dinas terkait, seperti Disperindag,Dinas Kesehatan, Dinas Pertanian, Dinas Perkebunan dan <strong>Kehutanan</strong>,Dinas UMKM guna menggalang mendukung terhadap kegiatan rehabilitasidan kegiatan masyarakat desa-desa penyangga.4. Meningkatkan perekonomian masyarakatDalam kaitan ini perlu adanya dukungan bagi masyarakat dari para pihakuntuk mendukung pemasaran dari hasil tanaman kehutanan yang sudahmulai buah, seperti petai, nangka supaya laku di pasaran dan meningkatnilai jualnya. Selain pemasaran, juga dibutuhkan intervensi teknologi agar


<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>: Pengalaman dari Lapangan | 123hasil tanaman kehutanan. Contohnya nangka, dapat diolah menjadi keripiknangka sehingga nilai jualnya lebih tinggi. Di sisi lain, bagi kelompokTOGA memerlukan dukungan teknologi tepat guna, perijinan dan modal.Begitu pula bagi masyarakat yang di Sarongan dan Kandangan. Dua daerahini memerlukan dukungan untuk mencari pengganti alternatif kayu bakaruntuk pengolahan gula aren. Alternatif bahan bakar itu guna mengurangidan bahkan menghentikan tekanan terhadap TN Meru Betiri. Demikianpula bagi nelayan dan pengembangan usaha ikan. Mereka juga memerlukandukungan modal dan alat serta dukungan lainnya yang relevan.5. Mengintegrasikan pembangunan desa-desa penyangga TN Meru BetiriIni menjadi bagian skala prioritas dalam rencana strategis pembangunanKabupaten Jember dan Banyuwangi. Potensi alamiah yang dimiliki olehdesa-desa penyangga TN Meru Betiri dan beragam potensi lainnya,dapat menjadi pertimbangan bagi Pemerintah Kabupaten Jember danBanyuwangi. Potensi untuk dikembangkan menjadi sentra tumbuhanobat dan eko-wisata. Dengan menjadi pilihan skala prioritas, makaakan mendorong laju pembangunan di desa-desa penyangga. Mulai dariperbaikan infrastruktur dan selanjutnya akan berimplikasi pada percepatanlaju perkembangan ekonomi lokal yang berbasis sumber daya lokal. Dalamkaitan ini akan mendukung bagi pengembangan desa konservasi mandiri, didalam pengembangannya tidak semata-mata bertumpu pada kemampuanprogramatik TN Meru Betiri. Tapi juga membutuhkan peran masyarakatdan pemerintah daerah.Penutup<strong>Masyarakat</strong> dan kawasan konservasi seperti Taman Nasional selalu dapat hidupberdampingan dan bertetangga dengan baik. Keduanya dapat saling memberisumber kehidupan yang menguntungkan satu sama lain. Keduanya juga salingmembutuhkan dan menjaga kelestarian untuk masa depan yang lebih baik.Mayoritas penduduk di sekitar Taman Nasional memiliki interaksi danketergantungan yang tinggi terhadap kawasan hutan. Anggapan bahwamasyarakat di sekitar kawasan hutan adalah ancaman bagi kelestarian TamanNasional yang muncul selama ini, ternyata keliru. Peran masyarakat dalam


124 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011program rehabilitasi lewat mengelola lahan kritis dengan tanaman obat dantanaman multiguna lainnya di TN Meru Betiri, terbukti telah menjadi wahanapembelajaran dan bermetamorfosa sebagai sumberdaya potensial yang dapatdidayagunakan untuk menyeimbangkan antara aspek pemanfaatan danpelestarian. Antara pelestarian dan pemanfaatan dapat dipertemukan dan dapatdiwujudkan dalam alam nyata.


Bagian IIIHKm & Hutan Desa, MenguraiMasalah Untuk Memupuk Harapan


Aktivitas Praktek Pengukuran Potensi Cadangan Karbon di HKm Rigis Jaya, LampungFoto © Mangarah Silalahi


Pengembangan HutanKemasyarakatan di Rigis Jaya:Hutan Lestari, <strong>Masyarakat</strong>SejahteraOleh: Sunarni 12Jalan tanah masuk menuju kampung itu naik dan turun. Hanya sebagian ruasyang telah disemen. Siapa saja yang hendak menuju kampung itu juga mestimenyeberangi sungai dengan jembatan kayu. Kampung itu bernama PekonRigis Jaya, pekon artinya kampung atau desa, terletak di Kecamatan Air Hitam,Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung. Dari Kota Bandar Lampung kekampung ini memakan waktu sekitar lima jam.Di ujung kampung dijumpai jalan bertanah dengan lebar sekitar tiga meter.Di kiri kanan tampak jelas tanaman campuran multistrata. Di tahun 2000an,tanaman di lokasi ini didominasi tanaman kopi dan mulsa cabe. Saat itu sudahada tanaman kayu-kayuan, tapi belum cukup tinggi. Kini kawasan ini berubahmenjadi bukit yang lebih hijau dibanding tahun 2000an. Dalam kawasan ituaneka tanaman campuran multi strata (agroforestry) tumbuh subur. Di sanaterdapat pohon alpukat, cempaka/medang, dadap, durian, jati, kayu afrika, kayuhujan, kayu manis, kayu putih, kopi, lada, melinjo, pepaya, pinang, pisang,sengon semedo, sono keling, durian, petai, rambutan, randu, lamtoro hantu,dan kemiri. Di dalam hutan juga dapat dijumpai beragam rotan, bambu betung,bambu kapur, aren, salak, dan bunga anggrek hutan.Selain kekayaan flora, beragam fauna dapat dijumpai dalam kawasan hutan ini.Sebut saja beruang madu, harimau, kukang, kijang, babi hutan, kelinci hutan,landak, biawak, sero, musang, binturung, senggung, kucing hutan, ular, katakbertanduk, monyet, lutung, beruk, siamang, simpai, tupai, bajing terbang,12 Penggiat di Perkumpulan WATALA, sebuah lembaga swadaya masyarakat yangbergerak di isu lingkungan dan kehutanan yang berbasis di Lampung.


128 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011jelarang, dan kelelawar. Kawasan ini juga menjadi habitat aneka populasiunggas, antara lain rangkok, jentare, kutilang, kacer, petet, kutilang emas,pelatuk, laladi, elang hitam, elang madu, hantu, prenjak, puyuh, ayam hutan,dan beberapa jenis burung yang namanya belum diketahui penduduk.Di bawah ketinggian hutan rimba terdapat areal yang berisi tanaman campuransebagai sumber kehidupan masyarakat. Di sini tidak ditemukan lagi areal yangdidominasi tanaman kopi seperti sepuluh tahun yang lalu.”Sekarang areal ini dapat dikatakan sudah lebih baik” kata Muayat, KetuaKelompok Tani Rigis Jaya II.Sejarah Pekon, KPPH dan HKmSemula Pekon Rigis Jaya adalah dusun yang bernama Sinar Harapan PekonPuralaksana, Kecamatan Way Tenong. Tahun 1998 bernama Dusun RigisJaya II Pekon Gunung Terang, Kecamatan Way Tenong. Nama Pekon RigisJaya terinspirasi dari nama Bukit Rigis. Bukit Rigis berada di kawasan HutanLindung Register 45 B. Pada 11 Mei 2010, terjadi pemekaran wilayah. StatusRigis Jaya naik, menjadi salah satu pekon dalam Kecamatan Air Hitam,Kabupaten Lampung Barat. Pekon Rigis Jaya membawahi empat dusun, antaralain Dusun Atar Obor, Dusun Wana Jaya, Dusun Buluh Kapur, dan DusunRejosari. Total populasi di pekon ini mencapai 844 orang.Pada tahun 1980an itu, pemerintah melaksanakan program reboisasi.Tumbuhan yang ditanam melalui program reboisasi adalah sonokeling dankaliandra. Ketika itu masyarakat penggarap dilibatkan hanya menjadi buruhtanam dengan upah Rp 1.500 per hari. Dalam program reboisasi itu, wargadipaksa meninggalkan lahan garapan di kawasan hutan tersebut. Pemerintahberalasan, warga hanya mementingkan keuntungan materi dari kawasan hutandan mengabaikan prinsip-prinsip konservasi dalam pengelolaan lahan. Namunpenduduk tetap melakukan penggarapan lahan di kawasan secara sembunyisembunyi,seperti menanam kopi. Tahun 1998, setelah pemerintahan Suhartojatuh, masyarakat pendatang itu berbondong-bondong menggarap kawasanhutan negara secara terang-terangan. Mereka kembali menggarap lahan yangtelah lama mereka kelola dan tanami dengan tanaman kopi.


<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>: Pengalaman dari Lapangan | 129Menjelang tahun 2000, nilai jual kopi cukup tinggi, mencapai Rp 15.000per kilo. Namun tingginya harga komoditas ini justru membuat masyarakatmerasa tidak aman. Pungutan liar (pungli) dari hasil panen kopi merajalela,bahkan dilakukan oknum aparat pemerintah. Lewat pungutan-pungutan liar,seolah kekeliruan yang telah dilakukan masyarakat di kawasan hutan itu telahmendapat izin dan pengakuan dari pemerintah.Tim dari Watala, sebuah LSM di Lampung yang bergerak di bidang lingkungandan kehutanan, kemudian mendatangi petani di Pekon Rigis Jaya. Timini bertujuan mendampingi masyarakat untuk memperoleh pengakuanhak pengelolaan hutan. Watala membuat pertemuan bersama warga danmembahas peluang pemberdayaan masyarakat untuk mengelola hutan. Modelpengelolaan yang ditawarkan adalah pengelolaan hutan melalui skema HutanKemasyarakatan (Hkm).Awal Agustus 2000, difasilitasi oleh Watala dan ICRAF, sebuah lembagapenelitian internasional untuk isu agroforestri, sebelas orang perwakilanmasyarakat Pekon Rigis Jaya melakukan studi banding ke Kelompok Pengeloladan Pelestari Hutan (KPPH) Talang Mulya di Taman Hutan Raya Wan AbdulRachman yang berada di Register 19 Gunung Betung. Sejak tahun 2000,KPPH Talang Mulya telah mengantongi Izin Usaha Pemanfaatan HutanKemasyarakatan (IUPHKm) yang berlaku selama tiga tahun dari Kanwil<strong>Kehutanan</strong> Provinsi Lampung. Sebelumnya di wilayah tersebut, KPPH SumberAgung telah mendapat izin yang sama pada 1999 selama lima tahun olehMenteri <strong>Kehutanan</strong> (Menhut).Sebelas orang itu kemudian melakukan sosialisasi atas hasil belajar dan studibanding mereka ke penduduk di Pekon Rigis Jaya, baik melalui kegiatankeagamaan, pengajian, maupun mendatangi rumah-rumah penduduk. Merekamenjelaskan soal pentingnya untuk mendapatkan pengakuan dari pemerintahatas pengelolaan hutan. Sosialisasi mereka mendapat sambutan baik dariwarga pekon. Tak lama kemudian, warga membentuk kelompok pada Agustus2000 yang diberi nama Kelompok <strong>Masyarakat</strong> Peduli Hutan (KMPH) RigisJaya II dengan sub kelompok yang terdiri dari Rigis Atas dan Rigis Bawah.Pendampingan untuk penguatan kelembagaan kelompok HKm juga dilakukanLSM Watala atas dukungan dari Ford Foundation, bekerjasama dengan lembagapeneliti ICRAF.


130 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011Pembentukan kelompok bertujuan untuk mendiskusikan solusi permasalahanyang dihadapi dalam mengelola lahan garapan di kawasan hutan. Pengelolaanlahan di kawasan hutan ini melibatkan masyarakat untuk melakukanpengawasan, pengamanan terhadap kerusakan hutan, dan menjaga kelestarianhutan. Selain konservasi, pengelolaan hutan ini juga bertujuan meningkatkankesejahteraan masyarakat. Bersamaan dengan pembentukan kelompokkelompokmasyarakat di sekitar Register 45 B di Kecamatan Sumber Jaya danWay Tenong, dilakukan upaya untuk memenuhi syarat-syarat mendapatkanizin HKm. Seperti membentuk struktur dan menetapkan pengurus lembaga,merancang program, data kelompok, data tanam tumbuh, peta sketsaberkoordinat, menyusun mekanisme kerja, memetakan kondisi sosial-ekonomimasyarakat, menyusun proposal hingga mengajukan surat permohonan izinHKm ke Bupati.Tahun 2000, Dinas <strong>Kehutanan</strong> Kabupaten Lampung Barat mulaimensosialisasikan HKm. Sosialisasi ini terkait perambahan hutan, degradasilahan dan fungsi hutan lainnya. Mengatasi persoalan tersebut, Dinas yangdidukung LSM Watala dan Lembaga Peneliti ICRAF kemudian menginisiasidan mengembangkan program pemberdayaan masyarakat melalui pengelolaanhutan dengan skema HKm. Prioritas kerja adalah kawasan yang sudahtelanjur digarap masyarakat sekitar sebagai sumber penghidupan. Melaluiizin pengelolaan lewat skema HKm, hubungan antara masyarakat penggarapdan Pemda setempat jadi harmonis. Saling percaya (mutual trust) terbangun.Kedua pihak saling berbagi peran dalam memulihkan fungsi hutan danpengurangan kemiskinan.Tahun 2002, sesuai Surat Keputusan Menhut No. 31 tahun 2001 TentangHKm, KMPH Rigis Jaya memperoleh izin HKm selama lima tahun dari BupatiLampung Barat bersama tiga kelompok lainnya. Tahun 2007, izin pengelolaanHKm KMPH Rigis Jaya diperpanjang. Bahkan, berdasarkan Peraturan Menteri<strong>Kehutanan</strong> (Permenhut) No. 37 tahun 2007 Tentang HKm, Kelompok RigisJaya II mendapat izin HKm definitif selama 35 tahun.Pengelolaan Hutan di Rigis JayaPengelolaan hutan di Pekon Rigis Jaya sudah dilakukan sejak sekitar tahun1970an oleh warga pendatang dari Sumatera Selatan maupun dari Pulau Jawa.Penduduk pendatang ini membuka lahan garapan di kawasan hutan, dengan


<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>: Pengalaman dari Lapangan | 131cara tebang tebas, sebagai ladang. Ladang ini ditanami padi, lalu tanaman kopi,dan lain-lain. Belakangan, ladang ini menjadi perkebunan kopi monokultur.Perambahan kawasan hutan ini memicu konflik antara penduduk di sekitarkawasan hutan dengan Dinas <strong>Kehutanan</strong>. Pemerintah mengusir pendudukagar meninggalkan lahan garapan mereka di kawasan hutan. Namunmasyarakat tetap mengarap lahan di kawasan hutan. Sebab, lahan garapan itusumber penghidupan utama warga. Pemerintah tidak dapat terus memaksapenduduk pindah.Paska jatuhnya Orde Baru, penduduk di Pekon Rigis Jaya, melalui dukunganorganisasi non-pemerintah, membentuk kelompok masyarakat pengelola hutan.Model pengelolaan hutan pada lahan garapan yang semula dilakukan pendudukmengalami perubahan. Areal garapan dipetakan untuk memperoleh kejelasankepastian luas garapan masyarakat, dan untuk mempermudah penyusunanrencana pengelolaan, pengawasan, perlindungan, dan pengamanan hutan.Tanaman yang semula padi dengan ladang berpindah, diganti dengan kopi dancoklat. Bahkan beberapa bagian tanaman monokultur diganti pohon kayu,tanaman buah, dan tanaman multiguna atau multi purpose trees spesies (mpts).Berdasar pengetahuan melalui ujicoba dan pengalaman, masyarakat memilihsendiri jenis tanaman kehutanan yang cocok dengan kondisi lahan, memilikinilai ekonomi dan berfungsi dalam konservasi. Untuk tanaman pembatas antarablok perlindungan hutan rimba dengan blok pemanfaatan ditanami bambu.Bambu juga ditanam di sepadan sungai.Sebelum 1998, pada blok pemanfaatan pernah dilakukan pengolahan lahandengan persawahan dengan luas sekitar 6 ha sebelum akhirnya menjadi ladangtanaman palawija dan tanaman campuran multistrata. Terdapat pula pembiaransemak belukar sekitar 2 ha pada areal miring dan di dekat sumber mata air yanghingga kini tidak mengalami perubahan. Ini merupakan hasil keputusan dalammusyawarah kelompok. Bila lahan tersebut dikelola seperti pada lahan lainnyadapat berisiko longsor.Selama tahun 2003-2004, masyarakat menanam cabe mulsa pada lokasipaska pemanenan sawah sekitar 6 ha. Selain bertujuan mengeraskan lahan,juga sebagai bentuk “protes” kelompok. Saat itu kegiatan pendampingansecara intensive khususnya dari LSM Watala, sedang vakum. Aksi protes inicukup berhasil menarik perhatian banyak pihak. Mereka tidak menduga jika


132 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011kelompok akan melakukan penanaman monokultur cabe mulsa. Sehinggaakhirnya Watala kembali mendampingi. Watala bekerjasama dengan ICRAF dandukungan Pemda setempat. Pasca panen cabe mulsa, pola pengolahan lahan pundikembalikan menuju pola tanaman campuran multistrata.Tahun 2006, Pemerintah Kabupaten Lampung Barat bersama pihak ketigamelakukan evaluasi kepada Kelompok Rigis Jaya II. Evaluasi dilakukanberdasarkan SK Bupati Lampung Barat No. 225/2006 Tentang PanduanTeknis Kriteria dan Indikator Monitoring dan Evaluasi Hutan KemasyarakatanLampung Barat. Hasilnya, kelompok Rigis Jaya II masih dianggap layakuntuk dapat meneruskan pengelolaan areal kerja HKm. Ini mendorong upayarevitalisasi dalam pengembangan kelembagaan kelompok dan perbaikanpengelolaan areal, khususnya pada blok pemanfaatan. Areal kerja HKmkelompok Rigis Jaya II, dari hasil pemetaan partisipatif yang dilakukan bersamasamaoleh Watala, masyarakat, dan Dinas <strong>Kehutanan</strong> Lampung Barat, seluas224.604 ha. Areal ini terbagi menjadi dua blok seperti pada tabel di bawah.No. Wilayah Luas (ha)1. Blok Perlindungan - Hutan Tua (Rimba) 145,6032. Blok Pemanfaatan 79,001TOTAL 224,604Pembagian blok pada areal kerja HKm yang dilakukan secara partisipatif inidimaksudkan untuk menghindari perluasan areal garapan, menumbuhkankesadaran masyarakat untuk bertanggungjawab dalam pelestarian fungsilindung, dan menunjukkan kepada pemerintah bahwa masyarakat sekitardapat dilibatkan dalam pengelolaan kawasan hutan. <strong>Masyarakat</strong> tidak hanyamemanfaatkan untuk kepentingan ekonomi semata, tetapi juga memperhatikanaspek konservasi. Dari tabel di atas dapat terlihat luas areal kerja HKm lebihbanyak digunakan sebagai blok perlindungan kawasan hutan dibanding blokyang dimanfaatkan oleh penduduk.Blok perlindungan adalah kawasan yang masih utuh sebagai hutan rimbaatau hutan tua yang telah lama dijaga penduduk. <strong>Masyarakat</strong> membutuhkankeutuhan lahan tersebut dari segi pemanfaatan maupun pelindung dariancaman bencana. Areal yang dijadikan blok perlindungan lain seperti arealyang dilalui anak sungai. Atau daerah aliran sungai, kemiringan lahan dan lahan


<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>: Pengalaman dari Lapangan | 133yang dibiarkan tetap semak belukar. Sedangkan blok pemanfaatan diputuskanberdasarkan kesepakatan kelompok dimana lahan hamparan dibagi dua blok,KMPH Rigis Atas dan KMPH Rigis Bawah. Batas kedua hamparan tersebutadalah batas alam berupa sungai.Tanaman Campuran di Kawasan HKmPengeloaan hutan yang dilakukan dengan tanaman campuran merupakan modelbagi masyarakat untuk melestarikan hutan dan meningkatkan kesejahteraanmereka. Tanaman campuran berada di blok pemanfaatan areal kerja HKm.Sedangkan pada blok perlindungan, seutuhnya dikelola dengan menitikberatkanpada kepentingan melestarikan fungsi lindung.Model pengelolaan areal kerja HKm pada blok pemanfaatan mencakup antaralain pengolahan lahan, rehabilitasi lahan, perlindungan dan pengamanan hutan(areal kerja HKm dan sekitarnya), dan pemanfaatan kawasan pada areal kerjaHKm.a. Pengolahan lahanModel penanaman dilakukan secara merata dengan pemilihan bibit,penyemaian, pembuatan lubang tanam, pemberian pupuk, penanaman danpemeliharaan. Jenis tanaman yang terdapat di lahan garapan areal kerja HKmdan sekitarnya meliputi tanaman yang bertajuk tinggi, sedang dan rendah. Jenistanaman dipilih atas dasar kecocokan bila ditanam dengan lahan di KMPHRigis Jaya II, karena menguntungkan secara ekonomis dan ekologis yang berartidapat berfungsi melestarikan hutan. Penanaman dilakukan kaum lelaki yangterkadang dibantu anggota keluarga lainnya.Tahun 2002, pengurus kelompok berhasil melakukan pendataan. Seluruh jenistanaman yang ada dilahan garapan KMPH Rigis Atas dan Rigis Bawah sebanyak15 jenis. Jumlah keseluruhan 173.351 batang tanaman.Kegiatan pemeliharan meliputi pembersihan rumput (penyiangan), pemberianobat rumput, pembuangan ranting, penunasan, pemupukan (pupuk komposdan pupuk kimia, dan pupuk organik). Saat ini lebih dominan menggunakanpupuk organik. Serta membuat konservasi jangka pendek (teras siring, rorak/


134 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011lubang angin, strip bangku). Pemeliharaan umumnya dilakukan sendiri olehkepala rumah tangga.Kendala yang dihadapi sebagai tantangan kedepan dalam pengolahan lahan,antara lain:1. Cuaca yang tidak menentu (menghambat pemupukan, dan penanaman),2. Kurangnya modal,3. Kesulitan dalam memberikan waktu yang cukup untuk mengelola lahan,karena kelompok sering kedatangan tamu baik dari pemerintah, maupundari pihak terkait. Baik itu hanya sekedar wawancara atau diskusi, maupunobservasi ke lokasi areal kerja HKm, dan ke lokasi kegiatan kelompok lain,4. Hama tanaman (ulat batang, jamur, virus, semut).b. Rehabilitasi lahan<strong>Masyarakat</strong> merehabilitasi lahan melalui pembuatan demplot tanaman,konservasi jangka pendek (pembuatan rorak, tersering, strip rumput), konservasijangka panjang (penanaman, tambal sulam), pemupukan, pengkayaan tanaman(multistrata tajuk). Rehabilitasi dilakukan pada areal kerja HKm, lahan kolektifkelompok, lahan marga dan lahan sekitar pemukiman/tempat tinggal.Rehabilitasi pada blok pemanfaatan dilakukan secara perorangan(pembuatan demplot di marga, sekitar pemukiman/tempat tinggal dan dilahan garapannya pada areal kerja HKm), kelompok (pembuatan demplotkelompok), dan bantuan dari satwa (burung rangkok, beru, musang, simpai).Sedangkan rehabilitasi pada blok perlindungan dilakukan dengan fasilitasikelompok masyarakat.Persoalan yang menjadi kendala dalam rehabilitasi, antara lain; keterbatasandana, dan pengadaan bibit tanaman unggul yang terbatas.c. Perlindungan dan pengamanan hutanUntuk perlindungan dan pengamanan hutan pada areal kerja HKm dansekitarnya, maka dilakukan pembuatan blok perlindungan di areal kerja HKm,pembuatan terasering, pembuatan rorak, penanaman lebih rapat pada lahan


<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>: Pengalaman dari Lapangan | 135miring, mengangkat seksi keamanan di kelompok atau Pam Swakarsa, danpengkayaan tanaman di sekitar daerah aliran sungai (DAS).Perlindungan dilakukan pada areal rimba/hutan tua, lereng/lahan dengankemiringan kurang dari 50 derajat, daerah aliran sungai (DAS), sumber mataair, dan tebing. Seluruh anggota kelompok bertanggungjawab melakukanperlindungan dan pengamanan hutan.Persoalan yang dianggap sebagai penghambat dalam melakukan kegiatanperlidungan dan pengamanan kawasan hutan, antara lain; dana, akses jalan yangbelum memadai, dan cuaca yang tidak menentu.d. Pemanfaatan kawasan pada areal kerja HKmPemanfaatan kawasan pada areal kerja HKm antara lain pemanfaatan HasilHutan Bukan Kayu (HHBK), dan pemanfaatan jasa lingkungan, sepertipenyediaan air bersih, pengairan untuk kolam ikan, pengairan sawah kampung,pembangkit listrik tenaga mikrohidro dan obyek wisata alam.Untuk pemanfaatan HHBK, hasil panen sebagian besar dijual. Sisanyadikonsumsi sendiri. Penjualan HHBK dilakukan melalui tengkulak yangdatang ke petani, dijual ke pengepul, atau dijual ke pasar. Proses pemanfaatandalam penanganan paska panen sampai pemasaran dilakukan oleh seluruhanggota keluarga (kepala keluarga, ibu rumah tangga, anak yang sudah dewasa).Penanganan pasca panen dengan cara menjemur dilakukan para perempuan disekitar pekarangan rumah. Sedangkan untuk pemasaran meski sebagian besardijual sendiri ke pengepul, didukung juga oleh kelompok.Jenis tanaman tertentu seperti pinang dan kemiri dijual oleh kelompok saatkuota produk HHBK tersebut sudah cukup banyak ditampung. Harapannya,pembeli dapat mengambil langsung ke lokasi dengan nilai jual yang memadai.Harga yang tidak menentu, jauhnya tempat distribusi/pasar, akses jalan yangkurang memadai, merupakan persoalan yang menghambat proses pemasaranproduk HHBK. Tambahan modal juga diperlukan sebagai dana talangankelompok untuk menampung produk-produk HHBK. Ini dilakukan terutamadi saat harga turun. Sehingga harapan kelompok dapat menampung produkdan akan menjual kembali setelah harga jual menguntungkan. Minimal dapatmengembalikan harga seperti sebelumnya.


136 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011Cuaca juga sebagai hal yang cukup menghambat, khususnya pada musim hujan.Terkadang jembatan yang dilalui terendam air. Bahkan licin pada jalan yangbelum di semen.e. Pemanfaatan jasa lingkunganHutan memiliki sumberdaya air yang melimpah. Namun warga kampung yangdekat hutan tidak dapat memenuhi kebutuhan air bersih. Air kerap keruh dimusim hujan. Tim Watala yang mendampingi masyarakat membuat programpenyediaan air bersih yang berasal dari sumber mata air terdekat yang berasaldari hutan. Lalu dibangun bak penampungan air bersih berukuran 1,25 x2,25 meter.Air sungai-sungai kecil yang berhulu di hutan tua (rimba) mengalir hinggake kampung. Air ini dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari baik melaluibak penampungan air bersih, maupun yang langsung memanfaatkannya darisungai. Manfaat lainnya untuk pengairan sawah kampung dan kolam ikanmilik masyarakat.Atas inisiatif dari masyarakat sendiri, sejak tahun 2005 dibentuk empatkelompok air, yaitu kelompok Kumpai Lestari, kelompok Way Mahal,kelompok Tirta Kencana, dan Telaga Tirta. Tujuan dibentuk kelompok air agarpengelolaan pemanfaatan air dapat terpelihara dengan baik dan berkelanjutan,khususnya di musim hujan. Biaya pemeliharaan dan kerusakan ditanggung paraanggota pengguna/penerima manfaat air bersih yang berjumlah sekitar 180 KK.Mekanisme pembagian peran dalam melakukan pemeliharaan atau kerusakanserta besarnya sumbangan dilakukan melalui musyawarah.Sementara, pemanfaatan jasa lingkungan berupa pengembangan PembangkitListrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) dimulai tahun 2008 dengan bantuandana dari LSM Watala dan swadaya masyarakat di Kelompok Rigis Jaya II. Saatitu terdapat empat unit turbin yang terpasang. <strong>Masyarakat</strong> secara berswadayamelakukan pengembangan PLTMH. Tahun 2010, Kelompok Wanita Tani(KWT) “Rimba Sejati” dampingan Kelompok Rigis Jaya II, mendapat bantuanpemasangan satu unit turbin dari Strengthening Community Based Forest andWatershed Management (SCBFWM) Project. Kini total PLTMH di sekitarlokasi ada tujuh unit turbin dengan daya 11.400 Watt. Daya ini disalurkan ke46 rumah.


<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>: Pengalaman dari Lapangan | 137Ongkos pemeliharaan dan pengembangan PLTMH disepakati melaluimusyawarah kelompok HKm. Setiap rumah/keluarga yang menggunakan listrikini dikenai iuran bulanan sebesar Rp 10.000 per bulan. Meski tidak dibatasi,pemakaian daya disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing rumah tangga.Iuran itu sebenarnya belum cukup untuk menutupi ongkos pemeliharaan,apalagi untuk membeli suku cadang yang rusak.Penerima manfaat PLTMH masih terbatas pada keluarga yang berada di hulu.Menurut rencana, masyarakat yang berada di hilir juga mendapat manfaat. Bilamasyarakat hulu dan hilir merasakan manfaat, diharapkan dapat meningkatkankesadaran terhadap pelestarian fungsi kawasan hutan, dan menjadi tambahanpendapatan masyarakat di hulu sebagai bentuk penghargaan/jasa lingkungan.Dalam pengembangan PLTMH sempat mengalami tantangan karenaadanya pemasangan listrik tenaga surya. Penggunanya sampai akhir tahun2010 ada sekitar 40 KK. Karena biaya pemasangan cukup mahal, dan masapemakaian listrik tenaga surya tidak lama, sekitar 5 tahun, masyarakat beralihdan mengandalkan PLTMH yang bersumber dari air di kawasan hutan.Harapannya, dalam jangka lima tahun ke depan Pekon Rigis Jaya menjadipekon mandiri energi listrik.Areal kerja HKm di hutan rimba juga memiliki potensi wisata karenapemandangan alam dan air terjun. Namun sampai saat ini belum adapengelolaan khusus untuk pengembangan sebagai tempat wisata. Sebab, munculkekhawatiran, jika dilakukan pengembangan sebagai obyek wisata untukmasyarakat umum, akan terjadi gangguan terhadap kerusakan kawasan hutan.Potensi Sumber Ekonomi BaruMeski masyarakat berupaya untuk tetap memperhatikan antara kepentinganekonomi dan ekologi di dalam mengelola kawasan hutan, itu masih sebuahmimpi. Mimpi untuk mewujudkan keseimbangan antara kepentingankelestarian hutan dan kesejahteraan masyarakat. Apalagi dengan keterbatasankapasitas pemerintah maupun pihak ketiga lainnya yang tidak selalu dapatmendukung secara berkelanjutan. Upaya yang penting dipersiapkan di tingkatmasyarakat adalah mencari terobosan ekonomi baru dimana masyarakat tidakmenggantungkan pendapatan pada hasil hutan bukan kayu. Penghasilan dari


138 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011pemanfaatan HHBK sangat tergantung berapa luas lahan yang digarap sebuahkeluarga. Anggota kelompok HKm memiliki luas lahan garapan bervariasi.Berdasarkan kemampuan dalam mengelola dan masa perolehan lahan. Indviduyang lebih dulu datang menggarap, umumnya akan memperoleh lahan garapanlebih luas dibandingkan yang belakangan. Walau begitu, hanya satu oranganggota Kelompok Rigis Jaya II yang paling luas menggarap areal kerja HKmdengan lahan seluas tiga hektar. Sedangkan rata-rata lahan garapan anggota lainhanya satu hektar.Pendapatan dari pemanfaatan hutan telah dapat meningkatkan kesejahteraanmasyarakat. Namun itu belum cukup untuk memenuhi kebutuhan pendidikan,biaya kesehatan, dan tabungan. <strong>Masyarakat</strong> perlu mencari terobosan ekonomibaru, alternatif lain selain memanfaatkan kawasan hutan. Alternatifekonomi baru itu dapat dilakukan dengan memanfaatkan lahan di sekitarrumah tinggal untuk ditanami palawija, tanaman bumbu-bumbu dapur danatau sayuran, membangun kebun campuran dan menanam palawija di tanahmarga yang kosong, dan melakukan pengembangan ekonomi non lahan, sepertibeternak kambing, unggas, sapi, budidaya ikan, penyadap nira, tenaga upahandi lahan garapan anggota kelompok yang membutuhkan, dan pengembanganlebah madu.Pendampingan LSM Watala untuk pengembangan usaha produktif nonlahan merupakan program yang mendukung ketahanan pangan keluarga.Di kelompok Rigis Jaya II dikembangkan ternak kambing dan unggas.Pendampingan sejak tahun 2007 atas dukungan dari Heifer Indonesia Project.Pendampingan telah memberikan tambahan penghasilan. Khususnya untukmenambah kebutuhan pendidikan anak-anak dan kesehatan.Kesepakatan yang Mengikat WargaPengembangan kehutanan masyarakat baik melalui skema HKm maupun skemalainnya sangat tergantung pada komitmen masyarakat dalam menjalankanmodel pengelolaan. Kesepakatan masyarakat menuju hutan lestari masyarakatsejahtera menjadi landasan selain peraturan pemerintah yang berlaku untuktetap memperhatikan fungsi lindung kawasan. Regulasi lokal penting dibangununtuk mengatur mekanisme kerja kelompok-kelompok dalam mengelolakawasan, terutama di areal kerja HKm dan sekitarnya. Aturan yang disusun


<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>: Pengalaman dari Lapangan | 139bersama mengacu pada aturan pemerintah dan etika yang berlaku dalamberkelompok guna pengembangan kelembagaan kelompok. Namun aturan yangdibuat secara partisipatif oleh seluruh anggota ini dikemas secara sederhana agarmudah dipahami dan dijalankan.Tahun 2000 adalah awal pembuatan aturan bersama. Tantangannya ketikaitu adalah ketidakpahaman masyarakat akan hakikat peraturan bersama.Yang dipahami masyarakat baru sebatas untuk memenuhi persyaratan dalammengajukan izin HKm. Namun tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnyaaturan main bersama cukup tinggi. Dalam tempo empat bulan melaluipendampingan Watala dan Icraf, aturan main itu dapat selesai dan disepakatibersama. Peraturan ini mendapat pengesahan dari Peratin Gunung Terang sertadiketahui oleh Kepala Dinas <strong>Kehutanan</strong> Lampung Barat. Bagi PemerintahanDesa dan Dinas <strong>Kehutanan</strong> Lampung Barat aturan main ini merupakanperangkat untuk melakukan monitoring dan evaluasi kegiatan pengelolaan danpemanfaatan di dalam kawasan hutan.Dalam perkembangannya, selain sebagai syarat mengajukan izin HKm,aturan dibuat untuk memenuhi kebutuhan bersama. Aturan ini mengatur hakdan kewajiban masyarakat serta bentuk-bentuk larangan dalam pengelolaankawasan. Yang menarik, dalam aturan main kelompok ini, poin kewajibandan larangan justru lebih banyak dicantumkan ketimbang hak yang diterimamasyarakat. Ini bukti masyarakat sangat peduli pada aspek konservasi.Pelaksanaan aturan ini dilakukan melalui musyawarah mufakat untukmenjabarkan poin-poin daalam aturan kelompok. Penyelesaian secarakekeluargaan dilakukan terhadap warga atau anggota kelompok yang melanggaraturan main, melalui musyawarah kelompok. Apabila pelanggar adalah pihakdi luar anggota kelompok, maka kelompok akan segera menangkap danmenyerahkannya ke pihak yang berwenang. Jika ada masalah hal yang belumtertuang dalam aturan main, maka kelompok menyelesaikannya melaluimusyawarah kelompok.Sejak 2007, aturan main kelompok selalu mengalami penambahanpenambahanpasal untuk melengkapi kebutuhan yang belum terakomodasidalam aturan main. Hingga tahun 2010, aturan revisi lengkap masih dalamproses penyelesaian.


140 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011Aturan main internal kelompok, bagian hak, kewajiban, dan larangan.Hak Anggota1. Setiap anggota berhak di lindungi oleh seluruh kelompok.2. Setiap anggota berhak mengutarakan pendapatnya dan didengarkankeluhannya.3. Setiap anggota kelompok mempunyai pendirian.4. Hak dan aktivitas anggota wajib mendapat perlindungan kelompoksepenuhnya.5. Setiap anggota berhak atas lahan garapan dan seluruh hasilnya.6. Setiap anggota berhak memilih dan dipilih menjadi pengurus kelompokKewajiban1. Setiap anggota di wajibkan menjaga hutan tua.2. Setiap anggota di wajibkan menanam tanaman tajuk rendah, tajuktengah, tajuk tinggi.3. Setiap anggota harus mentaati aturan kelompok.4. Setiap anggota diwajibkan berusaha menyatukan kesadaran masyarakatdalam berkelompok5. Setiap anggota wajib menjaga kerukunan antar anggota dan antarkelompok.6. Setiap anggota harus meningkatkan keaktif-an dan kebersamaan.7. Setiap anggota diwajibkan mensosialisasikan kegiatan kelompokkepada anggota kelompok lainnya.8. Setiap anggota wajib mencegah kebakaran hutan.9. Setiap anggota wajib melaporkan kepada pengurus kelompok bila adapencuriaan hasil kebun.10. Setiap anggota wajib melaporkan kepada pengurus kelompokbila penebangan/pengesekan kayu di hutan baik yang dilakukanmasyarakat rigis maupun yang dilakukan masyarakat luar rigis.Larangan1. Dilarang menebang pohon yang masih subur/hidup walaupun dilahankelola.2. Dilarang menjadikan lahan sebagai jaminan hutang.3. Dilarang mengambil isi hutan seperti; kayu, rotan, hewan-hewan yangdilindungi secara diam-diam.4. Apapun alasannya dilarang memperluas/membuka lahan yangberbatasan langsung dengan hutan


<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>: Pengalaman dari Lapangan | 1415. Dilarang menjual kebun dan lahan garapan kepada orang lain.6. Dilarang mencuri dan menampung hasil curian7. Setiap anggota dilarang melindungi kegiatan yang merugikankelompok8. Setiap anggota kelompok tidak boleh main hakim sendiri.9. Setiap masyarakat dan anggota kelompok dilarang membakar rumputyang diarit kebunnya sendiri.10. Dilarang membuat keruh permasalahan dan memperpanjang masalah.Perempuan dalam pengelolaan kawasan hutanDalam sebuah keluarga, seorang istri dan seorang ibu, tidak dapat dipungkirimemiliki peran sangat penting. Perempuan paling mengetahui secara detailpermasalahan ekonomi keluarga. Sehingga ia dituntut untuk dapat melakukanpengelolaan keuangan. Jika ada ketidaksesuaian antara pemasukan danpengeluaran, maka akan muncul inisiatif untuk membantu mengatasi persoalan.Biasanya kaum perempuan mendukung penuh pekerjaan suami. Ia dengansenang hati membantu. Kaum perempuan juga lebih kreatif untuk mencarisumber ekonomi alternatif. Demikian halnya jika kepala keluarga memiliki matapencaharian sebagai petani. Kaum perempuan bisa dipastikan memiliki peranpenting pula dalam urusan pengelolaan hutan.Peran kaum perempuan di Kelompok Rigis Jaya II sangat penting dalampengelolaan hutan. Perempuan membantu dalam proses penanaman,pemeliharaan dengan membersihkan rumput atau hama tanaman, penyemaian,pemupukan hingga masa panen. Untuk pengolahan paska panen, perempuanterlibat dalam penjemuran hasil hutan bukan kayu. Untuk komoditi kopi,semua proses hingga menjadi kopi bubuk dilakukan oleh perempuan.Kelompok Rigis Jaya II sangat mendukung terhadap peran perempuan. Tahun2007, kelompok pengajian dan arisan kaum perempuan difasilitasi untukmembentuk Kelompok Wanita Tani (KWT) bernama Rimba Sejati. Jumlahanggota KWT sebanyak 30 orang. Kegiatan rutin kelompok, selain arisan,pengajian dan simpan pinjam, menjadi tenaga kerja di lahan anggota yangmembutuhkan tenaga tambahan pemetik kopi dan pemelihara lahan. Baiklahan kebun di luar kawasan maupun pada areal kerja HKm di dalam kawasan.Pekerjaan setengah hari mendapat upah Rp 12.500. Dari upah itu, sebanyak


142 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011Rp 2.000 disumbangkan untuk kas kelompok, sisanya untuk masing-masingindividu. Kas KWT, selain untuk membantu anggota dalam bentuk pinjaman,juga digunakan untuk kepentingan sosial kampung, seperti sumbangan untukwarga yang mengalami musibah.Inisiatif membentuk kelompok arisan yang non struktural merupakansalah satu pengembangan model microfinance. Disertai dengan pembuktianhasil, menggerakkan inisiatif Kelompok Rigis Jaya II untuk membentukmenjadi Kelompok Wanita Tani (KWT). Sehingga kelembagaan kelompoklebih terstruktur dan aktivitas dapat direncanakan secara sistematis danterarah. Tidak hanya berdasarkan kepada kebutuhan, tetapi juga disesuaikandengan kemampuan.LSM Watala saat itu hanya membantu memfasilitasi pembentukan awal.Sedangkan untuk kegiatan selanjutnya, KWT ini secara mandiri melanjutkanlangkah aktivitas kelompok arisan sebelumnya. Kebutuhan konsultatif terhadappengembangan kelompok, sewaktu-waktu dapat dilakukan kepada pihak ketigaseperti Watala. Namun secara rutin dilakukan kepada Kelompok Rigis Jaya II.Pada dasarnya kegiatan KWT Rimba Sejati adalah untuk mendukung kegiatankelompok HKm Rigis Jaya II. Sebagian dana kas kelompok digunakan untukmenyewa lahan yang digunakan untuk kegiatan kolektif kelompok, sepertiuntuk membuat demplot pembibitan dan penanaman jenis kayu-kayuan/mpts.Kegiatan lain, pengolahan HHBK paska panen, dan pemasaran olahan HHBK.KWT juga berinisiatif mencari dukungan pendanaan untuk pemanfaatankawasan. Bentuknya penyediaan turbin untuk pengembangan listrik tenagamikro hidro. Meski secara teknis banyak dilakukan oleh Kelompok Rigis JayaII, dukungan pihak luar merupakan bentuk pengakuan keberadaan kaumperempuan dalam KWT Rimba Sejati.Tantangan pengelolaan kawasan hutan melaluiskema HKmDinas <strong>Kehutanan</strong> Kabupaten Lampung Barat, tidak percaya bahwa masyarakatmampu memperhatikan aspek konservasi dalam pengelolaan kawasan. Initantangan awal yang dihadapi kelompok. Untuk diskusi dan dialog-dialogawal antara masyarakat dan pemerintah kabupaten, difasilitasi oleh LSM


<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>: Pengalaman dari Lapangan | 143Watala. Perdebatan terhadap komoditas kopi yang bukan merupakan tanamankehutanan, mendapatkan dukungan dari ICRAF. Berdasarkan hasil penelitianlembaga itu, kopi merupakan tanaman yang mampu menahan tekanan erosi.Dan untuk sedimentasi juga masih di bawah ambang batas.Dalam prosesnya, pemerintah kabupaten pun memberi kesempatan kepadamasyarakat dengan menyediakan ruang untuk dapat berdiskusi dan berdialogsecara rutin. Bahkan pemerintah kabupaten tak jarang turut serta beraktivitasdalam penguatan kelembagaan kelompok HKm.Tantangan lain adalah kebijakan HKm yang kurang proaktif terkaitpencadangan areal kerja HKm oleh Menteri <strong>Kehutanan</strong>. Sesuai SK Menhut No.31 Tahun 2001, untuk mendapat izin HKm, terlebih dahulu mesti dikeluarkanSK Menhut Tentang Pencadangan Areal Kerja HKm. Selama 2001 hingga2006, tidak mudah untuk mendapat SK Menhut untuk pencadangan areal kerjaHKm. Sehingga izin HKm cenderung menjadi stagnan. Namun, PemerintahKabupaten Lampung Barat melakukan terobosan untuk memperoleh izinHKm. Tim Dishut Lampung Barat, bersama kelompok masyarakat, LSM,dan peneliti, berkunjung ke Bupati Lampung Barat untuk mensosialisasikankeberadaan kelompok masyarakat petani hutan yang bergantung pada kawasanhutan negara. Tim juga menyampaikan kegiatan-kegiatan positif kelompok danmanfaatnya serta keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan kawasan hutan.Bupati kemudian mendukung gerakan pemberdayaan masyarakat dalampengelolaan hutan. Ini diwujudkan dengan menerbitkan izin HKm sementaraselama lima tahun kepada kelompok masyarakat sekitar hutan. TermasukKMPH Rigis Jaya II. Pemberian izin HKm ini membatasi areal kerja yangdikelola masyarakat agar tidak meluas pada areal kawasan yang belum tersentuh.Izin HKm juga dipandang sebagai penghargaan bagi masyarakat yang bersediamembantu pada aspek pengamanan hutan, kelestarian hutan alam, kelestarianflora dan fauna di kawasan serta rehabilitasi lahan kawasan, khususnya padaareal kerja HKm.Pemenuhan syarat-syarat mendapatkan izin ini cukup berat bagi kelompok,karena keterbatasan kapasitas yang dimiliki. Peningkatan kapasitas kelompokdilakukan secara cepat melalui praktik lapang (learning by doing). Namun padabagian tertentu, seperti digitasi peta sketsa areal kerja HKm berkoordinat,belum dapat dilakukan oleh masyarakat. Termasuk peta digitasi dengan skala


144 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011sesuai dengan ketentuan peraturan. Ini menjadi tanggungjawab pemerintahkabupaten untuk memfasilitasi. Namun ini akhirnya harus dilimpahkanseutuhnya pada masyarakat untuk berswadaya dan pihak ketiga yang dapatmendukung. Sebab, anggaran daerah belum dapat mendukung penyelenggaraanHKm. Sehingga biaya untuk pra-kondisi dan pemenuhan syarat perolehanizin sepenuhnya ditanggung oleh masyarakat dan pihak ketiga. Termasukdalam pengawalan proses paska pengajuan izin HKm ke Bupati, konsultasiantara masyarakat dengan pemerintah kabupaten maupun pemerintah pusat.Kunjungan mereka ke lokasi untuk proses verifikasi areal kerja HKm maupunmonitoring dan evaluasi HKm.Belum meratanya kapasitas di tingkat kelompok membuat pengurus ataupersonal yang memiliki kemampuan kewalahan. Sebagian kerja dalampengelolaan lahan milik pengurus ikut terhambat. Untuk ini, peran pihak ketigasangat dibutuhkan untuk memotivasi perjuangan masyarakat agar kelestarianhutan dan kesejahteraan masyarakat harus tetap dilanjutkan. Juga upayamenularkan ilmu pada yang lain harus terus berjalan. Namun pendampinganpihak ketiga untuk penguatan kelembagaan kelompok tidak untuk selamanya,ada batasan waktu. Pendampingan hanya memberi bekal persiapan untukmenjalankan skema pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan hutan.Kewajiban-kewajiban bagi para pemegang IUPHKm menjadi hal baru yangdianggap lebih menyulitkan dibandingkan dalam proses pemenuhan izin HKm.Pemenuhan kewajiban itu tidak mungkin dipenuhi semuanya tanpa bantuanpemerintah dan pihak lain yang berkompeten. Mengacu Permenhut danPerdirjend tentang HKm, dalam memenuhi kewajibannya tersebut, seharusnyakelompok masyarakat mendapat dukungan dari Pemerintah setempat.Namun pemerintah kabupaten pun mengalami keterbatasan sumber dana dansumberdaya manusia. Begitu pula yang harus dijalani oleh KMPH Rigis JayaII. Ia tertatih-tatih untuk menjalankan semua proses dan menjalankan fungsikewajibannya.Tantangan berikutnya adalah pemasaran HHBK yang belum mendapatperhatian khusus dari pemerintah. Untuk meningkatkan nilai jual komoditasHHBK, kelompok petani secara swadaya mencoba membangun kerjasamadengan pihak swasta. Namun masih sebatas penjajakan.


<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>: Pengalaman dari Lapangan | 145Dalam pengelolaan hutan lestari, tantangan yang selalu berkembang adalahmasyarakat dituntut untuk dapat secara mandiri menyelesaikan persoalanpersoalan.Persoalan yang dihadapi baik dalam penguatan kelembagaankelompok maupun dalam pengelolaan kawasan areal kerja HKm. Persoalanyang masih bergelayut adalah mengenai keterbatasan pengetahuan, keterampilandan kapasitas kelompok. Misal, untuk ketrampilan dalam upaya memenuhikewajiban sebagai pemegang izin HKm seperti digitasi pemetaan untukpembuatan peta persil, penataan batas areal kerja HKm, pengisian blangkountuk rencana umum (RU) dan rencana operasional (RO).<strong>Masyarakat</strong> memiliki keterbatasan. Begitu pula pemerintah. Pemerintahjuga memiliki keterbatasan kapasitas. Dalam Peraturan Menteri <strong>Kehutanan</strong>jelas dinyatakan, pemerintah daerah wajib memfasilitasi masyarakat. Namuntampaknya Pemda harus mengakui jika belum sepenuhnya dapat mendukungpemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kawasan hutan. Alasan yang lazimdiutarakan karena keterbatasan sumberdaya manusia. Khususnya keterbatasansumberdana yang bersumber baik dari APBD maupun APBN.Alih-alih berpangku tangan, keterbatasan ini justru memotivasi masyarakatuntuk mencari dukungan pihak lainnya. Sampai saat ini masyarakat masihberupaya menjalankan kewajiban sebagai pemegang izin Hkm, dengan atautanpa dukungan pihak terkait.Biaya yang dikeluarkan untuk melakukan pengelolaan pada areal HKmdikumpulkan secara swadaya. Bersumber dari penjualan hasil panen, iurankelompok, pinjaman pada kas kelompok atau kepada anggota kelompok yangmampu. Bahkan dari hasil penjualan ternak. Tentu ternak milik anggota yangtelah dikembangkan. Untuk dana pengembangan kelembagaan kelompok danpengelolaan lahan terkadang berasal dari penjualan bibit. Misalnya sepertiKebun Bibit Rakyat (KBR). Jenis tanaman yang dipilih oleh Kelompok RigisJaya II untuk program KBR adalah sengon semendo dan lamtoro hantu (tahankutu). Dua jenis tanaman ini cocok untuk naungan kopi dan berguna untukrambatan tanaman lada. Bunganya dapat dimanfaatkan untuk pengembanganlebah madu. Daunnya untuk pakan ternak kambing, kelinci, dan sapi. Sebagiankeuntungan dari pengadaan bibit melalui program KBR, digunakan untukmembeli bibit tanaman karet, dan kebutuhan tekhnis administrasi kelompok.


146 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011Sedangkan kebutuhan dana untuk memperoleh izin HKm, hingga dana untukmenjalankan kewajiban sebagai pemegang izin Hkm, tidak sedikit. Danatersebut didapat dari hasil panen tiap musim melalui iuran yang dikelolaoleh kelompok.Bagi pengurus kelompok, waktu berharga mahal. Ia harus mengelola lahan,meningkatan kapasitas anggota yang lain. Yang paling sering adalah menerimakunjungan pihak luar. Ini membuat kelompok menjadi kewalahan. Disatu sisi mendapatkan manfaat. Namun di sisi lain membuat terbengkalaisebagian urusan internal. Tantangan kedepan, bagaimana kelompok mampumelakukan pengelolaan. Baik dalam menerima kunjungan, berbagi peranantar anggota/pengurus, dan hal-hal lain yang mendukung sehingga tidakmengganggu aktivitas.Terkait isu perubahan iklim, yang dipahami masyarakat adalah cuaca yangsulit diperkirakan, tidak menentu, ekstrim, musim hujan lebih panjang, suhubumi meningkat, dan bencana yang terjadi di mana-mana. Dampak yangpaling dirasakan masyarakat, misalnya perubahan musim panen kopi yangmengakibatkan hasil panen kopi menurun. Namun karena kegiatan ekonomilain non kawasan telah terbangun, maka masyarakat dapat melakukan adaptasiterhadap perubahan iklim.Ketika Kelompok Rigis Jaya II sebagai lokasi untuk melakukan kegiatanpengukuran dan perhitungan karbon, atas kerjasama Forum Komunikasi<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> (FKKM) dan Watala, masyarakat menganggap kegiatanini sebagai sebuah peluang. Namun mereka belum memahami mekanismeperdagangan karbon. Baik dengan skema REDD ataupun dengan skemalainnya. Ketidakyakinan atas keberhasilan program tersebut membuat wargamengabaikan pentingnya menghitung stok karbon. Namun mereka tetapterbuka bagi pihak manapun yang bersedia memfasilitasi kegiatan tersebut.Yang terpenting bagi mereka adalah mendukung upaya menuju hutan lestarimasyarakat sejahtera.Keterlibatan para pihakSelain penduduk di Rigis Jaya II, keterlibatan pihak ketiga dalam pengelolaanHkm, seperti LSM, akademisi, lembaga peneliti, media massa, cukup signifikan.


<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>: Pengalaman dari Lapangan | 147Mereka berperan melestarikan hutan dengan cara dna kapasitasnya masingmasing.Peran LSM dan lembaga peneliti untuk melakukan pendampinganpenguatan kelembagaan kelompok Hkm melalui forum dialog dan konsultasi baikuntuk urusan kebijakan maupun teknis pengelolaan, penyediaan data-data daninformasi sesuai kebutuhan.Pemerintah kabupaten yang semula bagaikan musuh, kini berperan sebagaimitra pendukung. Hubungan menjadi lebih baik. Aparat pemerintah daerahmembangun pilar kepercayaan. Episode pengelolaan kawasan hutan pun menjadisemakin baik, sesuai dengan aturan yang berlaku dan kesepakatan bersama.Keterlibatan Pemda tidak hanya sebatas pada dinas terkait kehutanan. Namunjuga lintas sektoral, sesuai kebutuhan peningkatan ekonomi. Seperti peternakan,perikanan, pemasaran, termasuk pemerintahan desa. Keterlibatan para pihak baikdalam bentuk kerjasama langsung maupun melalui kelembagaan multipihak mulaidari tingkat desa, kabupaten, dan provinsi.Keterlibatan Kelompok Rigis Jaya II pada kelembagaan multipihak/jaringan,antara lain:••Anggota Wadah Rembuk Tani Hutan (WaRem TaHu), Lampung Barat,••Anggota Astahula (Asosiasi Petani Hutan Lampung) Provinsi Lampung,••KWT Rimba Sejati (dampingan kelompok Rigis Jaya II) terlibat dalamGapoktan Hulu Hilir Kecamatan Air Hitam,••Balai Kesehatan Ternak Terpadu (kumpulan sukarelawan kesehatan hewan),••Support produk olahan untuk “Warung Organik” milik Gapoktan HuluHilir,••Forum DAS Lampung Barat,••Forum HKm Provinsi Lampung, dan••FKKM Lampung.Rencana mewujudkan harapan masa depanSemula rencana kelompok yang dinyatakan secara tertulis, dibuat untukkepentingan mengajukan izin HKm yang menitikberatkan pengelolaan lahan yang


148 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011menganut prinsip konservasi. Selanjutnya, perencanaan dibuat berdasarkan padaharapan yang diinginkan dan kebutuhan yang harus dipenuhi. Sesuai dengansumberdaya yang tersedia.Untuk pengolahan lahan, diharapkan hasilnya dapat lebih meningkat melaluiteknik pengolahan lahan yang tepat dan persiapan dalam penanganan hamatanaman tanpa menggunakan bahan-bahan kimia. Dukungan dari pihak lainuntuk kemandirian rehabilitasi lahan amat penting. Sehingga kelompok tidaktergantung lagi bantuan pihak lain.Untuk akses jalan, diharapkan ada dukungan semua pihak untuk pembangunanjalan. Infrastruktur ini untuk mendukung transportasi dari dan ke Pekon RigisJaya II. Termasuk dapat menunjang kelestarian fungsi hutan dan kesejahteraanmasyarakat.Semua masih menjadi mimpi. Saat ini semua telah tertuang rencana kerja. Baikrencana umum (RU) untuk kurun 35 tahun. Maupun rencana operasional (RO)setiap setahun sekali. RU dan RO merupakan salah satu kewajiban pemegangizin HKm. Selebihnya, kedepan diharapkan dukungan pemerintah agar semuadapat berjalan sesuai aturan yang berlaku.Lima tahun pertama memprioritaskan aspek pengelolaan lahan dan pengelolaankelembagaan kelompok HKm. Lima tahun kedua memprioritaskan padakepentingan aspek ekonomi non kawasan hutan, termasuk pengembanganpemanfaatan jasa lingkungan. Prioritas lima tahun berikutnya adalahkemandirian kelompok dalam pengolahan usaha pemanfaatan HKm, antara lainpekon mandiri energi listrik, penjualan air bersih dalam kemasan, penampunganproduk unggulan HHBK, dan pengelolaan keuangan mandiri serta rehabilitasilahan mandiri dengan cara mengembangkan lokasi khusus pembibitan untuktanaman kayu-kayuan/mpts.KeberhasilanKeberhasilan di sini adalah perubahan yang lebih baik dari masa lalu ke masakini. Capaian manfaat dapat dirasakan oleh kelompok masyarakat dan hutan itusendiri, dan pihak lain yang secara tidak langsung merasakan dampak positifnya.


<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>: Pengalaman dari Lapangan | 149Dari segi akses kelola secara legal untuk mengelola kawasan hutan negara.Manfaat yang dirasakan masyarakat adalah kenyamanan dan keamanan dalammengelola kawasan. Nyaman dalam berinvestasi dan bebas dari para pungutanliar. Sehingga hasil panen dapat utuh diterima masyarakat. Ketergantunganterhadap tengkulak di kala paceklik pun menurun drastis.Menginjak tahun ke sembilan sejak diberikan izin HKm, terjadi peningkatanekonomi masyarakat. Ini bisa dilihat dari jumlah warga yang memilikikendaraan bermotor untuk menunjang transportasi keluarga. Motor dapatdigunakan sewaktu-waktu untuk ojek sebagai tambahan penghasilan. Tingkatpendidikan anak dapat dicapai hingga ke tingkat SMA. Bahkan tidak sedikitkeluarga yang telah menyekolahkan anak hingga ke perguruan tinggi. Indikatorlainnya, adanya peningkatan kualitas dan kuantitas menu hidangan pada acaraacarapenting di kampung.Pemanfaatan jasa lingkungan telah dirasakan oleh masyarakat. Kini merekasemakin peduli terhadap kelestarian fungsi hutan. <strong>Masyarakat</strong> selalu menjagalokasi-lokasi perlindungan, hutan rimba dengan flora dan fauna di dalamnyaselalu terjaga. Jika dahulu pemukiman berpencar di sekitar kawasan. Kinipemukiman terkonsentrasi pada satu lokasi. Sehingga mempermudah dalammelakukan pembangunan kampung. Kelompok juga mampu bergotong royongbaik tenaga maupun dana untuk membangun sebagian jalan kampung. Inimenunjukkan bahwa masyarakat memiliki kesadaran dalam membangun jalansecara swadaya.Melalui kebijakan dan program HKm, hubungan antara pemerintah danmasyarakat khususnya menjadi lebih baik. Masing-masing pihak membangunkepercayaan, saling berbagi dan mendukung. Perambahan hutan pada arealkerja HKm Rigis Jaya II tidak terjadi lagi. HKm menjadi solusi untukmengembalikan fungsi hutan sekaligus mencegah terjadinya perluasanpembukaan lahan pada areal kawasan hutan lainnya.Perlindungan dan pengamanan hutan tidak hanya dilakukan oleh masyarakatyang tergabung dalam kelompok HKm. Ini juga dilakukan Tim Pam Swakarsa,tim yang terdiri dari perwakilan kelompok bekerjasama dengan Polisi Hutan.Sebagai bentuk dukungan pemerintah, anggota Pam Swakarsa diberi seragamdan biaya operasional bulanan.


150 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011Perubahan tutupan lahan juga dijadikan indikator keberhasilan masyarakatdalam melakukan pengelolaan areal kerja. Berikut gambar perubahan tutupanlahan di tahun 2001 dan tahun 2011.Gambar 1. Landscape Rigis Jaya, Maret 2001Gambar 2. Landscape Rigis Jaya, Pebruari 2011Foto: Suhendri, Watala, Pebruari 2011


<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>: Pengalaman dari Lapangan | 151Hikmah pembelajaranKebijakan Pemerintah Kabupaten Lampung Barat menerbitkan izin HKmadalah sebuah keputusan berani. Karena Keputusan Menteri untuk pencadanganareal kerja HKm saat itu belum turun. Ini merupakan suatu pembelajaranyang luar biasa. Ketika masyarakat terombang-ambing dalam ketidakpastiantenurial. Izin sementara tersebut merupakan suatu penghargaan yang tidakternilai sebagai bentuk pengakuan dan kepercayaan. <strong>Masyarakat</strong> merasa harusmembuktikan bahwa mereka mampu melakukan usaha pemanfaatan hutan.Sekaligus pemulihan dan pelestarian fungsi hutan, termasuk perlindungan danpengamanan kawasan hutan.Pemerintah daerah saat itu merasa perlu mengimplementasikan kebijakanHKm. Namun hanya pada kawasan yang sudah terlanjur digarap masyarakat,terutama pada lahan kritis. Syaratnya, masyarakat mesti membentuk kelompokagar pengelolaan hutan lebih terarah sesuai aturan yang berlaku. Proses diskusi,dialog, konsultasi antara masyarakat dengan pemerintah dan para pihak lain yangterkait (multi stakeholder), menumbuhkembangkan nilai-nilai dalam membangunkebersamaan. <strong>Membangun</strong> pemulihan fungsi hutan dan pengurangan kemiskinanmasyarakat sekitar hutan. Menyatukan pemahaman di tingkat masyarakat akanpentingnya melakukan pengelolaan hutan. Tidak hanya pada aspek ekonomi saja.Menyadari akan keterbatasan kapasitas baik dana ataupun SDM, pembelajaranyang dilakukan oleh pemerintah daerah adalah merangkul para pihak untukdapat tetap mendukung gerakan <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> dalam skema HKm.Pemerintah menyadari, penambahan tenaga pengamanan hutan (Polhut) dandana pemulihan atau restorasi hutan dibutuhkan akan memakan biaya besar.Sedangkan masyarakat memiliki kemampuan melakukan peran dan fungsiitu dengan kesadaran penuh secara swadaya. Sebaliknya, masyarakat jugamemperoleh manfaat ekonomis dan ekologis dari skema pengelolaan Hkm.KesimpulanPembangunan pemulihan kondisi hutan cukup kompleks. Mustahil jikadilakukan hanya oleh pemerintah. Pemerintah memiliki keterbatasan kapasitas.Untuk itu dibutuhkan pihak lain untuk mendukung secara penuh baik dalambentuk materi maupun non materi agar dapat mengelola hutan berkelanjutan.


152 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011Pengembangan <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> adalah pilihan yang cukup tepat untukmembantu menyelesaikan persoalan kerusakan kawasan hutan. Jika ternyatamasyarakat hidupnya amat tergantung kepada hutan, itu berarti hutan danmasyarakat adalah satu kesatuan. Keduanya harus terus menerus diperkuatdalam satu ikatan. Tidak akan pernah hidup keduanya bila salah satunya akandimusnahkan. <strong>Masyarakat</strong> lokal telah terbukti sepanjang sejarah kehidupannya,mereka selalu memperjuangkan keutuhan fungsi kawasan hutan untukkepentingan makluk hidup di dalam dan di sekitarnya.Pengembangan <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> melalui skema Hutan Kemasyarakatan(HKm) hanya sebuah pilihan yang secara administrasi sudah cukup dianggapsiap untuk diimplementasikan. Skema ini memberi pengakuan kepadamasyarakat secara berani dengan berlandaskan hukum yang berlaku. PemberianIzin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm) adalah salah satubukti legal atas kepercayaan yang diberikan pemerintah. Namun pengakuandalam bentuk penerbitan izin saja belum cukup. Karena masyarakat tidak bedahalnya dengan pemerintah maupun pihak lain. Mereka tetap saja memilikiketerbatasan. Untuk itu dibutuhkan kerjasama multipihak guna melengkapinya.Terlepas dari kelemahan-kelemahan dalam implementasi kebijakan HKm,skema ini merupakan salah satu model yang cukup baik untuk pengembangankehutanan masyarakat. Khususnya pada kawasan hutan yang sudah terlanjurdigarap oleh masyarakat dan pada lahan kritis.Pembuktian atas keberhasilan masyarakat dalam mengelola kawasan hutanmelalui kelompok HKm Rigis Jaya II ini dapat menjadi pembelajaran yangmenarik bagi semua pihak. Kekurangan dan kelemahan justru memicu prosespendewasaan diri dan peningkatan kapasitas masyarakat agar mereka dapatmenyelesaikan permasalahan yang ada. Tanpa mereka sadari, itu mengubah polapikir dan pola tindak menuju tatanan yang lebih baik.


Hutan Desa Campaga - Bantaeng, Sulawesi SelatanFoto © Andri Santosa


Mengatasi Masalah Global LewatTradisi <strong>Masyarakat</strong> LokalOleh: Muhammad Alif KS 13Butta Toa adalah sebutan untuk Kabupaten Bantaeng, yang artinya TanahTerdahulu. Kabupaten ini salah satu daerah tertua di Sulawesi Selatan.Di zaman penjajahan Belanda, wilayah ini pernah dijadikan sebagai Afdelingyang membawahi beberapa kabupaten di wilayah Selatan Sulawesi Selatan.Seperti Kabupaten Jeneponto dan Kabupaten Bulukumba. Di Sulawesi Selatan,Kabupaten Bantaeng merupakan kabupaten dengan pendapatan asli daerah(PAD) terendah setelah Kabupaten Jeneponto. Kini setelah ada terobosan yangdilakukan Pemkab Bantaeng, pemerintah pusat melalui Kementerian DaerahTertinggal menyatakan Kabupaten Bantaeng bukan lagi daerah tertinggal.Salah satu langkah terobosan yang dilakukan oleh Pemkab Bantaeng adalahPembangunan Hutan Desa. Kebijakan ini berawal dari kegelisahan BupatiBantaeng melihat hutan Bantaeng yang semakin rusak. Dampaknya, setiap limatahun wilayah Bantaeng dihantam banjir bandang. Bencana banjir juga melandahampir setiap tahun. Di sisi lain, sebagian masyarakat telanjur mendudukiGambar 1. Sketsa Peta Penataan Areal Pengelolaan Hutan Desa di DesaLabbo, Desa Pattaneteang dan Kelurahan CampagaSumber: dokumen Rencana Usaha Hutan Desa Bantaeng, 201013 Dosen Fakultas <strong>Kehutanan</strong> Universitas Hasanudin yang juga Fasilitator WilayahFKKM Sulawesi Selatan


156 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011kawasan hutan. Aktivitas ini memicu konflik antara masyarakat denganpemerintah. Konflik tersebut merugikan banyak pihak. <strong>Masyarakat</strong> seringkalimerasa diburu oleh pemerintah. Kerusakan hutan bertambah parah akibatpengelolaan yang buruk. Program Hutan Desa menjadi pilihan pemerintahKabupaten untuk meretas konflik yang ada.Mengelola Hutan DesaPada 22 November 2010, Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan menyerahkanHak Pengelolaan Hutan Desa kepada masyarakat di Desa Labbo, DesaPattaneteang dan Kelurahan Campaga, Kecamatan Tompobulu, Kab. Bantaeng.Luas hutan yang dikelola di Desa Labbo sebesar 342 ha. Luas hutan di DesaPattaneteang sekitar 339 ha dan di Kelurahan Campaga, Kecamatan Tompobuluseluas 23 ha.Kawasan Hutan Desa umumnya adalah hutan alam. Di sebagian kecil arealhutan desa terdapat kegiatan intensif. Sepeti di Desa Pattaneteang dimanaterdapat sekitar 320 KK dan di Desa Labbo sekitar 20 KK yang melakukanbudidaya tanaman kopi. Budidaya tanaman kopi yang dilakukan olehGambar 2. Tanaman kopi di kawasan Hutan Desa.


<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>: Pengalaman dari Lapangan | 157Gambar 3. Warga mengupas buah Pangi yang dipetik dari kawasan hutandesa.masyarakat semestinya mendukung fungsi lindung, karena kawasan tersebutbagian dari Hutan Lindung.Penduduk Desa Pattaneteang dan Desa Labbo umumnya petani kopi di dalamkawasan Hutan. Sedangkan masyarakat di Kelurahan Campaga umumnyabekerja memungut buah pangi. Buah ini dijual sebagai bahan rempah-rempah.Luas kebun kopi penduduk di kawasan Hutan Desa di Desa Labbo dan DesaPattaneteang mencapai 250 ha dengan sistem penguasaan lahan yang berbedabeda,antara lain:1. Areal yang memiliki bukti pajak (Surat Pemberitahuan Pajak Terutangatau SPPT). Lahan ini dikuasai dan dikelola sekitar 300 KK di DesaPattaneteang. Menurut penduduk Desa Pattaneteang, penguasaan areal iniberdasar atas bukti SPPT dan membayar pajak rente ke Pemerintah Pusatmelalui Pemerintah Desa. Areal ini didominasi perkebunan kopi. Namunproduktivitas kebun kopi masyarakat di dalam kawasan hutan tersebutrelatif rendah. Setiap tahun, kebun ini hanya mampu menghasilkam kopijenis robusta 0,518 ton/ha. Sedangkan untuk tanaman kopi jenis arabika


158 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011hanya 0,489 ton/ha. Selain kopi, masyarakat memanfaatkan hasil hutanberupa rotan, bambu dan madu. Namun potensi rotan perlu dikembangkanmelalui teknik budidaya di kawasan hutan yang dekat dengan permukiman.Sedangkan potensi madu alam relatif tinggi dengan volume rata-ratamencapai 750 sampai 1.000 botol per tahun. Sayangnya kualitas madualam ini belum memenuhi standar pasar, sehingga harga jualnya relatifmurah. <strong>Masyarakat</strong> juga mengembangkan budidaya tanaman Markisa padalahan-lahan di luar kawasan hutan. Tanaman tersebut berpotensi untukdikembangkan di dalam kawasan hutan melalui pengembangan pola-polaagroforestry.2. Penguasaan lahan tanpa bukti SPPT. Areal ini juga didominasi olehkebun kopi.3. Areal yang didominasi oleh rotan yang belum dibudidayakan olehmasyarakat setempat. Di kawasan ini penduduk memanfaatkan hasil hutannon-kayu, seperti madu, markisa dan rotan.4. Areal bekas Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN). Kawasanini sebelumnya dijadikan areal rehabilitasi. Petani memanfaatkan lahan iniuntuk menanam kopi. Jarak antar tanaman kopi 5x5 meter.5. Areal open acces dan dilindungi oleh masyarakat. Luas kawasan ini sekitar 70% dari total kawasan hutan. Tumbuhan rotan alam mendominasi kawasanhutan alam ini.Kearifan Lokal untuk Mengatasi Masalah GlobalMenurut penuturan Pudding, seorang warga Desa Labbo, di desanya terdapatseorang tokoh bernama Daeng Cimba dan di Desa Pattaneteang bernama PuangMuhamma’. Keduanya memiliki kitab klasik, kita’ pitika atau sura’ riolo. Lewatkitab itu, Daeng Cimba dan Puang Muhamma’ dapat meramal kejadian yangterkait cuaca dan iklim, pantangan-pantangan, dan hari baik dalam bercocoktanam. Uniknya, Daeng Cimba dan Puang Muhamma’ mampu meramalcuaca dan iklim dengan sistem perbintangan dan peredaran bulan. NamunPudding khawatir terhadap usia kedua tokoh itu yang kian senja. Terlebih lagi,masyarakat cenderung melupakan kearifan para tokoh.


<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>: Pengalaman dari Lapangan | 159Kecemasan Pudding kian bertambah. Selama dua hingga tiga tahun terakhir,iklim di wilayah tempat tinggalnya sulit diprediksi. Musim hujan bertambahpanjang. Perubahan musim ini membuat masyarakat mengubah pola danjenis tanaman. Tapi perubahan iklim ini tak bisa diperkirakan kearifan lokal?Apa mungkin perubahan iklim dan cuaca ini dapat diramal lewat cara-caratradisional seperti yang dilakukan Daeng Cimba dan Puang Muhamma’?Riri, salah satu staff LSM lokal di Kabupaten Bantaeng bercerita, di masa kecilia mudah sekali menemukan sarang laba-laba embun, terbuat dari embunpagi, di halaman rumahnnya. Sarang laba-laba embun ini diyakini sebagai“cenning rara” atau pengasih. Jika diusapkan ke wajah seraya membaca shalawatNabi, konon wajah seseorang akan cerah sepanjang hari. Kini ia amat sulitmenemukan sarang laba-laba embun. Cuaca makin panas. Riri mendugafenomena ini sebagai salah satu pertanda terjadinya perubahan iklim dunia.Cerita-cerita ini menunjukkan bahwa masyarakat lokal memiliki indikatortersendiri dalam merasakan perubahan iklim. Namun, yang menjadi persoalanadalah bagaimana sistem lokal dapat bersinergi dengan upaya menghadapiperubahan iklim global lewat aksi dan tindakan nyata yang bermanfaat bagimasyarakat lokal.Bupati Bantaeng menyatakan bencana yang dipicu oleh perubahan iklim globalperlu diantisipasi secara serius. Salah satu upaya yang dilakukan PemerintahKabupaten Bantaeng adalah membentuk Brigade Siaga Bencana. Brigade initerdiri atas 8 anggota tim SAR, 15 Taruna Siaga Bencana (Tagana), 40 tenagamedis, dan tiga dokter terlatih bencana. Tim ini didukung oleh kendaraanpemadam kebakaran dan kendaraan penyuplai, masing-masing tiga unit. Selainitu, telah disiapkan enam unit ambulans dan tiga unit perahu evakuasi. Bilaterjadi musibah di laut maupun di darat, warga dapat segera menghubunginomor telepon darurat 113, 118, atau 22724.Menurut Kepala Desa Labbo, Subhan, program ini sangat popular dimasyarakat Bantaeng. Karena banyak masyarakat dipelosok desa memanfaatkanjasa ini. Meskipun hanya bencana kecil. Misalnya, masyarakat butuh dokterkarena ada anggota keluarga yang jatuh sakit. Tim SAR pun dengan siagamemberikan pertolongan medis.


160 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011Sumber Air dan Tata Hutan Desa di CampagaMeski di Kelurahan Campaga areal Hutan Desa hanya seluas 23 ha, tapikawasan ini menyimpan potensi cukup besar. Kawasan ini menjadi habitatberagam flora dan fauna, salah satunya kera. Kelompok hewan ini biasa terlihatdi sepanjang jalan sekitar kawasan Hutan Desa. Di kawasan hutan ini terdapatbanyak mata air. Sumber air ini memasok kebutuhan air bagi warga di daerahini. Bahkan, salah satu mata air di hutan menjadi sumber utama Perusahaan AirMinum Daerah (PDAM) Kabupaten Bantaeng.Setiap hari, berkubik-kubik air yang bersumber dari mata air di kawasanHutan Desa dialirkan ke Kota Bantaeng. Warga di kota menikmati air tersebut.Sebaliknya, warga di Kelurahan Campaga malah kerap bertanya-tanya. Wargadesa mempertanyakan mengapa air yang diambil dari kawasan mereka lebihbanyak dinikmati oleh desa tetangga. Air itu dimanfaatkan desa-desa tetanggayang memiliki ratusan hektar sawah tanpa biaya kompensasi kepada wargaKelurahan Campaga yang berada di kawasan hutan desa.Kegelisahan penduduk Campaga mendapat tanggapan pemerintah. Tahun2010, Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan menerbitkan surat keputusan (SK)No. 3806/XI/Thn 2010 tentang pemberian hak pengelolaan Hutan Desa dikawasan Hutan Lindung Campaga. SK ini memberi harapan kepada pendudukdesa untuk dapat menjaga hutan seraya mengelola kawasan tersebut sebagaikompensasi atas penggunaan sumber air di desa mereka oleh desa tetanggamaupun dari PDAM.Kawasan hutan lindung di Campaga juga memiliki potensi wisata alam yangindah. <strong>Masyarakat</strong> setempat berusaha keras untuk memgembangkan potensialam ini. Kelak, kawasan ini menjadi tempat yang dapat menarik wisatawan.Namun Karaeng Ancu, Ketua Unit Usaha Hutan Desa BUMMAS, BabangTangayya, mengeluhkan tanggapan dari instansi pemerintah terhadap usulanpenduduk Campaga. “Perlu koordinasi yang baik dengan Dinas Pariwisata.Dinas Pariwisata belum memahami dengan baik kondisi Hutan Desa ini,” kataKaraeng Ancu.Ia juga mengeluhkan pendekatan multisektor dalam membangun Hutan Desayang belum tersosialisai di Pemerintah Kabupaten Bantaeng. Sehingga DinasPariwisata di kabupaten belum memberi tanggapan positif terhadap rencanapengembangan Hutan Desa ini.


<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>: Pengalaman dari Lapangan | 161Gambar 4. Suasana pelatihan penguatan kapasitas pengelolaan HutanDesa berbasis masyarakat yang dilaksanakan RECOFTC.Pengelolaan Hutan Desa Berbasis <strong>Masyarakat</strong>Beberapa pegiat kehutanan masyarakat mengungkapkan, masyarakat berhakmengelola sumberdaya hutan. Pengelolaan berbasis masyarakat ini menjadiagenda utama dalam menyikapi perubahan iklim. Kepastian atas hak masyarakatlokal dapat mengoptimalkan kawasan hutan untuk kepentingan ekologisdan kesejahteraan bersama. Sehingga masyarakat dapat berkontribusi dalampenyelamatan dan pelestarian lingkungan.Ketika program Hutan Desa diperkenalkan, warga umumnya tidak yakinbila program ini akan berhasil dan mendapat dukungan pemerintah. Praktikdi lapangan seringkali berbeda. “<strong>Kehutanan</strong>g (sebutan warga untuk Dinas<strong>Kehutanan</strong>),” menurut warga, kerap melarang rencana-rencana merekauntuk mengelola hutan. Ini membuat warga pesimis. “Tidak mungkin kamidiperbolehkan menata kawasan Hutan” kata seorang warga.Namun kampanye tentang hak pengelolaan Hutan Desa tetap dilakukan.Sosialisasi Hutan Desa secara rutin disampaikan kepada masyarakat. Kampanye


162 | Bunga Rampai <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> 2011ini memerlukan pendamping yang mewakili pemerintah atau lembaga lain yangmendukung promosi program Hutan Desa.Menurut Adam, staf LSM Jaring Emas Bantaeng, kawasan hutan seharusnyadikelola oleh rakyat. Bentuk pengelolaan ini dapat dilakukan melalui programHutan Desa. “Saat ini yang paling penting adalah bagaimana mengisi hakyang telah diberikan, jangan sampai hak yang didapat justru menjadi konflikbaru sesama masyarakat. Sehingga kepercayaan pemerintah kembali hilang,”ujar Adam.Pengelolaan hutan di Desa Labbo menjadi salah satu model. Berdasarkanrancangan aturan BUMDES, ada dua syarat utama bagi pengelola Hutan Desa:(1) mereka yang miskin, (2) tidak diperkenankan mengelola lebih dari 0,5 ha.Dua aturan utama ini menjadi landasan reformasi agraria di kawasan HutanDesa Labbo. Jika ada petani yang telanjur mengelola kawasan lebih dari 0,5ha, maka dilakukan dialog antara petani yang mengelola dengan para calonpetani baru.Lain desa, lain program. Di Desa Pattaneteang, penduduk berniatmengembangkan program microhydro yang mengandalkan sumber air dariHutan Desa. Untuk merealisasikan program ini diperlukan kelembagaanpembangunan dan pengaturan microhydro. Kapasitas masyarakat danpemerintah perlu ditingkatkan untuk tata kelola Hutan Desa tersebut.Ini menjadi tantangan bagi pegiat <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> seperti Adamdan kawan-kawan. Selain memastikan sistem tata kelola Hutan Desa yangbermanfaat bagi masyarakat dan lingkungan, mereka harus merealisasikantuntutan lima desa tetangga. Desa-desa itu menginginkan kesetaraan hak untukmemperoleh hak kelola Hutan Desa. Ini membutuhkan komitmen dan kerjakeras dari semua pihak (multi stakeholder).<strong>Masyarakat</strong> tak dapat bekerja sendiri. Program pengelolaan berbasis masyarakatini membutuhkan kerjasama semua stakeholder. Selama jangka 2008 hinga2010, RECOFTC yang mendapat dukungan Ford Foundation, berperan aktifbersama stakeholder lain mendukung rencana program ini melalui penguatankapasitas masyarakat lokal dan aparat Pemerintah Kabupaten. Programpendampingan masyarakat ini harus tetap dilanjutkan dan didukung stakeholderyang terlibat, sesuai posisi dan peranan masing-masing. Sebab, programpengelolaan Hutan Desa ini membutuhkan payung kebijakan, pendanaan,


<strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong>: Pengalaman dari Lapangan | 163sistem pengolahan hasil hutan dan membantu pemasaran produk masyarakat.Bupati Bantaeng telah menyampaikan dukungannya terhadap pembangunanHutan Desa. Bupati menyatakan siap mendukung anggaran Hutan Desamelalui dana APBD.PenutupMembincangkan perubahan iklim di desa perlu dikomunikasikan denganbahasa yang mudah dipahami masyarakat. Upaya untuk mengantisipasi dampakperubahan iklim mesti disesuaikan dengan indikator-indikator yang dipahamipenduduk. Kegiatan-kegiatan ini harus bertolak dari kebutuhan warga. Aksesterhadap sumberdaya hutan dan tata kelola <strong>Kehutanan</strong> <strong>Masyarakat</strong> yang baikmerupakan kebutuhan masyarakat yang relevan ketika desa membincangkanperubahan iklim.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!