12.07.2015 Views

Laporan Penelitian - Komunitas AIDS Indonesia

Laporan Penelitian - Komunitas AIDS Indonesia

Laporan Penelitian - Komunitas AIDS Indonesia

SHOW MORE
SHOW LESS
  • No tags were found...

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

<strong>Laporan</strong> <strong>Penelitian</strong>Penyebaran HIV di <strong>Indonesia</strong>:Studi Etnografi tentang Jaringan Seksualdan Perilaku Berisiko Pemakai NapzaSuntik (Penasun)Alfred Pach, Wayne Wiebel, Ignatius PraptoraharjoFamily Health International - Program Aksi Stop <strong>AIDS</strong>2006


<strong>Laporan</strong> <strong>Penelitian</strong>Penyebaran HIV di <strong>Indonesia</strong>:Studi Etnografi tentang Jaringan Seksualdan Perilaku Berisiko Pemakai Napza Suntik(Penasun)ISBN: 978-979-25-3748-2Ukuran Buku: 21 cm x 28 cmJumlah Halaman: 72 halamanTim Penyusun:Alfred PachWayne WiebelIgnatius PraptoraharjoPenerbit:Family Health International – Program Aksi Stop <strong>AIDS</strong>Komplek Ditjen Penanggulangan Penyakitdan Penyehatan Lingkungan, Depkes RIJl. Percetakan Negara No 29. Jakarta PusatTelp: (021) 4223463 Fax: (021) 4223455 web: www.fhi.org


UCAPAN TERIMA KASIH<strong>Penelitian</strong> ini bertujuan untuk menggali berbagai informasi yangsensitif dan pribadi tentang perilaku seseorang yang dalam situasitertentu bisa dianggap sebagai tindakan yang tidak pantas ataumelanggar hukum. Mempelajari hal semacam ini selalu merupakantantangan dan sulit dilakukan jika tanpa partisipasi dan kerjasamasubjek dari penelitian ini. Oleh karena itu, pertama-tama kami inginmengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada para subjekpenelitian yang telah bersedia berbagi informasi hingga sampai padakehidupan pribadinya.Kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Kios InformasiAtma Jaya, Pusat <strong>Penelitian</strong> Kesehatan Universitas <strong>Indonesia</strong>,Yayasan Bahtera, Yayasan Karisma, Yayasan Galatea, YayasanTalenta, Yayasan Hatihati dan Yayasan Matahati yang telah membantudalam pengumpulan data khususnya dalam mengidentifikasi individuindividuyang bersedia untuk menjadi subjek penelitian. Tanpaadanya lembaga-lembaga tersebut, akan cukup sulit bagi kami untukmengumpulkan dan merekrut subjek penelitian yang dibutuhkan.Lebih jauh lagi, tanpa adanya kepercayaan dari lembaga-lembagatersebut kepada para pewawancara lapangan kami, maka kualitasdata yang diperoleh bisa dipertangungjawabkan.Para pewawancara kami, Ignatius Praptoraharjo, Octavery Kamil,Nugroho Arswendio, Hari Purnomo dan Plamularsih Swandari telahmelakukan pekerjaan yang sangat luar biasa dalam melakukan- i -


wawancara dengan bersikap sensitif kepada subjek yang tengahdiwawancarai dan membantu memastikan kesesuaian jawaban,Kerja yang luar biasa untuk menerjemahkan, mentranskripsi danmemberikan kode awal untuk data yang diperoleh telah dilaksanakanoleh Yacinta E. Desembriartista (Daisy). Perhatiannya terhadap detaildan keinginan kerasnya untuk mengklarifikasi ketika beberapa bagiandari wawancara yang direkam tidak dapat dipahami telah membantumemastikan bahwa hanya data terbaiklah yang tersedia untuk analisis.Ignatius Praptoraharjo (Gambit), sebagai koordinator penelitian dilima kota ini adalah perekat yang menyatukan kami semua. Terakhir,terima kasih kami sampaikan kepada Family Health International/Asia Pacific Division dan kantor <strong>Indonesia</strong> (Aksi Stop <strong>AIDS</strong>) yangmemungkinkan peneltian ini bisa dilakukan dan kesabarannya dalammemantau perkembangan penelitian ini hingga selesai.- ii -


III.2.3. Penasun Pelanggan Wanita Pekerja Seksdan Penasun Wanita Pekerja Seks............................30III.2.3.1. Pelanggan Wanita Pekerja Seks .......................31III.2.3.2. Penasun Wanita Pekerja Seks...........................34III.2.3.3. Ringkasan..........................................................38III.2.4. Pasangan Seksual LainIII.2.4.1. Tante dan Oom...................................................40III.2.4.2. Waria dan Gay ...................................................41III.2.4.3. Seks Berkelompok ............................................44III.2.4.4. Mobilitas, Penasun, dan Perilaku danHubungan Berisiko ............................................45III.3. Pemakaian Kondom.................................................................46III.4. Relasi Jaringan Penyuntikan....................................................49IV. PEMBAHASAN.............................................................................55IV. 1. Karakteristik Jaringan Berisiko Penasun ................................56IV. 2. Atribut Struktural Jaringan Berisiko Seksual Penasun ...........57IV. 3. Masalah-Masalah terkait Pemakaian Kondom .......................58IV. 4. Penerapan untuk Intervensi ....................................................59IV.5. Kesimpulan...............................................................................63V. DAFTAR PUSTAKA.............................................................. 65- iv -


I. PENDAHULUANI.1. HIV/<strong>AIDS</strong> dan Penasun di <strong>Indonesia</strong>Pada akhir tahun 1990-an, perhatian sejumlah aktivis, akademisidan pihak berwenang di sektor kesehatan masyarakat mulai terfokuspada potensi penularan HIV yang sangat besar di kalangan penasundi <strong>Indonesia</strong>. Dengan menggunakan draft panduan Penilaian Cepatdan Respon (Rapid Assessment and Response/RAR) World HealthOrganization (WHO), sebuah tim peneliti gabungan yang terdiri daristaf LSM, universitas dan pemerintah yang berasal dari delapan kotadi <strong>Indonesia</strong> berupaya untuk mendokumentasikan bukti kemungkinanmasalah yang muncul di delapan kota tersebut. Kekhawatiran terhadappotensi penularan HIV di kelompok penasun ini akhirnya bisa terjawabketika tim peneliti tersebut menemukan bahwa di delapan kota tersebutmemiliki populasi penasun yang cukup besar dan hampir semuamelakukan tindakan penggunaan napza berisiko tinggi tertular HIV(Irwanto, 2000).Waktu pelaksanaan RAR ini sangat bertepatan denganrencana Family Health International (FHI) yang tengah memperolehkontrak USAID untuk mengembangkan intervensi HIV/<strong>AIDS</strong> di<strong>Indonesia</strong>. Hingga pada saat itu, kelompok penasun masih sangatsedikit diketahui karakteristik dan besaran populasinya. Dengantersedianya informasi dari hasil RAR ini, Program FHI-Aksi Stop<strong>AIDS</strong> (ASA) segera melibatkan diri dalam menyikapi ancaman HIV dikalangan penasun dengan merencanakan pengembangan intervensi- 1 -


agi kelompok penasun di delapan propinsi. Langkah pertama yangdilakukan adalah melakukan identifikasi lembaga-lembaga berbasismasyarakat (LSM) yang memiliki kompetensi untuk bekerja untukkelompok penasun. Kerangka kerja intervensi ini menggunakanIndigenous Leader Outreach Model (ILOM) yang telah dipakai diberbagai negara sebagai model penjangkauan yang efektif untukpengurangan risiko penularan HIV pada kalangan penasun (Wiebel,1993).Dalam memadukan metode kualitatif dan kuantitatif, ILOMmenggunakan penelitian etnografis dan eksplorasi untuk memperolehpemahaman yang mendalam atas berbagai pertanyaan-pertanyaanyang muncul dalam surveilans perilaku dan monitoring programkhususnya yang berkaitan dengan jenis layanan intervensi efektifbagi penasun. <strong>Penelitian</strong> mengenai jaringan seksual penasun inimerupakan penelitian terakhir yang dilaksanakan di bawah kontrakUSAID yang berakhir pada tahun 2005.Hingga bulan September 2005, FHI/ASA telahmengembangkan 10 program penjangkauan di <strong>Indonesia</strong>.Kesepuluh program ini telah memberikan serangkaian pelayananintervensi kepada lebih dari 11.000 penasun yang menjadi kelompokdampingannya. Pelayanan tersebut mencakup pendidikan melaluikegiatan penjangkauan di lapangan untuk mendorong penguranganrisiko, konseling dan tes HIV sukarela (VCT), manajemen kasus,kelompok dukungan sebaya, rujukan untuk terapi Napza danpelayanan kesehatan dasar termasuk terapi Anti Retro Viral(ARV).Mitra kerja FHI dalam pelaksanaan program (Implementing Agency)memfokuskan pada penjangkauan di lapangan pada tahun pertama,pada tahun selanjutnya mereka berupaya untuk memadukanpelayanan intervensi tambahan untuk memenuhi kebutuhankelompok dampingan mereka. Meskipun demikian, seperti yangakan diungkapkan di bawah ini, mereka menghadapi tantangan yangsangat sulit.Kasus HIV dan <strong>AIDS</strong> kumulatif di <strong>Indonesia</strong> sejak awalpelaporan di bulan April 1987 sampai Maret 2005 berjumlah total3.668 kasus HIV dan 3.121 kasus <strong>AIDS</strong>. Meskipun demikian, estimasiNasional Departemen Kesehatan dari bulan Maret 2004 menunjukkanbahwa sistem pelaporan selama ini hanya mencerminkan puncakgunung es dari kasus yang sesungguhnya terjadi. Pada bulanMaret 2004, pemerintah mengeluarkan estimasi bahwa lebih dari100.000 orang <strong>Indonesia</strong> kemungkinan telah terinfeksi HIV. Darisekitar 110.000 penasun di <strong>Indonesia</strong>, sekitar 42% dianggap memilikistatus HIV positif. Program perawatan Napza pemerintah di Jakarta(Rumah Sakit Ketergantungan Obat) dan sebuah program terapinapza swasta di luar Jakarta (Yayasan Kita, Bogor) memperlihatkanseberapa cepat penyebaran infeksi terjadi.- 2 -


Gambar 1.Peningkatan Infeksi HIV di kalangan penasun di <strong>Indonesia</strong>60The inevitable consequence of such high risk:HIV shoots up among IDU(Source: Central Jakarta surveillance data, Yayasan Kita)5048 48Percent HIV positive403020RSKO, JakartaYayasan Kita, Bogor164130.234547101416.440001996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003Meskipun angka-angka ini sudah membuat kita khawatir, gambaranyang lebih mengejutkan muncul dari dua intervensi HIV padakelompok penasun yang berbasis masyarakat yang didukung olehFHI di Jakarta. Pelayanan VCT untuk penasun memperlihatkanadanya angka infeksi lebih dari 90% dan 70% di kedua wilayahjangkauan intervensi tersebut. Dengan mempertimbangkan tingkatprevalensi yang tinggi pada komunitas ini, maka fokus pencegahanHIV perlu bergeser dari fokus penularan primer melalui penggunaanjarum suntik yang tidak steril diantara penasun ke penularan seksualdari penasun ke pasangan seksualnya.<strong>Laporan</strong> MAP 2004 (Monitoring the <strong>AIDS</strong> Pandemic, Pisaniet al. 2004) telah memperkuat skenario epidemiologi yang sedangdihadapi.”…modeling memperlihatkan bahwa pada situasi dimanapemakaian kondom rendah, [prevalensi] HIV tetap rendah selamabertahun-tahun (misalnya Bangladsh, <strong>Indonesia</strong> dan Filipina), tetapipeningkatan tajam infeksi HIV di kalangan pemakai Napza suntik bisamemicu epidemi HIV. Jika tidak ada pemicu ini maka peningkatanepidemi HIV itu akan memerlukan waktu beberapa puluh tahun untukbisa terjadi. Di <strong>Indonesia</strong> pada khususnya, peningkatan prevalensiHIV pada kelompok pekerja seks sudah menunjukkan bahwa prosesini sedang berjalan” (Pisani et al. 2004: 8). Meskipun demikian,tidak seperti beberapa negara Asia lain, situasi di <strong>Indonesia</strong> ini tidakdisebabkan oleh banyaknya subpopulasi wanita penjaja seks yangmenggunakan napza suntik. Di <strong>Indonesia</strong>, kurang dari 3% pekerjaseks yang disurvei dalam surveilans perilaku melaporkan pemakaiannapza suntik. Kemungkinan yang bisa jadi penyebab adalah sejumlahbesar pria penasun mencari pelayanan seks dari para penjaja seks.Dalam survei surveilans perilaku 2002 di Surabaya, lebih dari 80%penasun melaporkan bahwa mereka melakukan hubungan seksualdengan pekerja seks. Dengan memperhatikan bahwa kurang dari10% penasun yang melaporkan pemakaian kondom pada seks yang- 3 -


terakhir maka hampir 70% penasun melakukan seks komersial yangtidak aman (Pisani et al., 2003). Situasi untuk dimulainya epidemiheteroseksual secara nyata telah mulai terbangun. Mengingat sejumlahbesar penasun telah memiliki status HIV+, relatif muda dan aktif secaraseksual ini melakukan hubungan seks berisiko terhadap penularanHIV dengan para penjaja seks. Situasi ini telah menempatkan parapenjaja seks di posisi berisiko tinggi untuk terinfeksi HIV. Selanjutnyadengan tingkat pemakaian kondom di kalangan pekerja seks yangrendah dan memperhitungkan jumlah pasangan komersial merekayang sangat banyak maka pada gilirannya akan menempatkan klienmereka pada posisi berisiko tinggi untuk terkena infeksi HIV.Lebih jauh lagi, bukan hanya pekerja seks yang berisikoterinfeksi melalui penularan seksual dari penasun. “Pada kelompokpenasun pria yang memiliki pasangan tetap di <strong>Indonesia</strong>, hampir 9dari 10 melaporkan bahwa istri atau pacar mereka tidak menggunakannapza suntik. Duapertiga dari mereka yakin bahwa istri atau pacartidak mengetahui mereka menggunakan napza suntik” (Pisani etal., 2004: 67). Upaya untuk membatasi perkembangan epidemidi kelompok penasun tidak dapat dilakukan lagi hanya denganmenekankan pencegahan pada penularan melalui jarum suntiksaja. Walaupun kondom telah didistribusikan secara teratur olehprogram intervensi pada kelompok penasun tetapi tampaknya hanyasedikit upaya untuk meningkatkan pemakaian kondom yang sangatrendah seperti yang telah didokumentasikan oleh survei perilaku.Demikian juga, masih sangat sedikit informasi yang diketahuitentang pasangan seksual penasun, sifat hubungan, praktek seksualserta hambatan-hambatan dalam mempromosikan pemakaiankondom untuk mencegah penularan melalui hubungan seksual. Inimenyiratkan bahwa diperlukan lebih banyak penelitian lagi untukmengisi kesenjangan ini dan untuk merumuskan strategi intevensikhusus untuk bisa mengungkap situasi dan kehidupan seksual parapenasun di <strong>Indonesia</strong>.I.2. Masyarakat, Anak Muda, dan Risiko HIVPenasun yang menjadi subjek penelitian ini, seperti halnyapenasun lain di <strong>Indonesia</strong> (Pisani et al. 2003), terkonsentrasi dalamkelompok usia 20-24 tahun. Kelompok usia ini pada dasarnya bisamerefleksikan nilai dan praktek yang dilakukan oleh sebagian besaranak muda di <strong>Indonesia</strong> dewasa ini. Peningkatan kesempatan untukmemperoleh pendidikan, pergeseran usia perkawinan ke arah usiayang lebih tua, pengaruh dari gagasan-gagasan baru yang diperolehdari Internet, TV dan film serta mobilitas yang lebih luas telah disertaioleh pola-pola baru dalam hubungan sosial, hubungan seksual sertakonsumsi obat terlarang (Bennett 2002). Faktor-faktor ini telahmendorong ke peningkatan hubungan seksual pra nikah dan di luar- 4 -


nikah pada kelompok anak muda baik laki-laki maupun perempuan.Seperti yang diungkapkan oleh Imu Utomo:Remaja atau pemuda saat ini lebih aktif secaraseksual di luar pernikahan saat ini dibandingkandengan masa-masa sebelumnya. Tetapi, pengetahuanmereka tentang seksualitas dan risiko hubunganseks sangat terbatas...dengan adanya peningkatanprevalensi IMS [infeksi menular seksual] dan <strong>AIDS</strong>mereka menghadapi banyak risiko. (2002:209-210).Masalah-masalah ini juga disertai dengan meningkatnya penggunaanobat-obatan terlarang seperti ekstasi, shabu-shabu (istilah untuk obatobatanjenis amfetamin) dan heroin. Selama 10 tahun belakangan ini,prevalensi penggunaan heroin telah meningkat tajam. Berdasarkankasus yang diperoleh dari program terapi napza dan tangkapan polisipada 10 tahun yang lalu, jumlah pemakai heroin ini relatif sangatsedikit (Al Bachri Husin 1992; Asril 1996) menjadi lebih dari 100.000atau lebih pemakai napza suntik jenis heroin pada saat ini (Aceijas etal. 2004; Pisani et al. 2003).Oleh karena penularan HIV telah meluas di kalanganpenasun di beberapa kota di <strong>Indonesia</strong> maka jaringan seksualpenasun bisa menjadi sumber untuk perluasan penularan menujuepidemi heteroseksual (Saidel et al. 2004; Rothenberg et al.1998). Ini berimplikasi pada pentingnya untuk memahami sifat dariberbagai variasi hubungan seksual di kalangan penasun, konteksketika hubungan seksual terjadi dan jenis perilaku risiko seksualyang melibatkan penasun agar mampu untuk merumuskan sebuahntervensi yang efektif pada kalangan penasun dan pasanganseksualnya.- 5 -


- 6 -


II. STUDI JARINGAN SEKSUALPENASUNII. 1. Studi Jaringan HIVSudah cukup lama diketahui bahwa dinamika dan penularanHIV tidak dapat dipahami secara sederhana sebagai suatu rangkaianperilaku risiko individu. Risiko penularan HIV pada dasarnyamerupakan hasil dari suatu kontak sosial dua orang yang terpoladalam konteks hubungan sosial. Hubungan sosial pada dasarnya“ … mencerminkan seberapa jauh kerentanan seseorang ketikamelakukan interaksi dengan orang lain, pola penularan dan pajananHIV, serta perilaku berisiko atau perilaku aman yang melibatkan orangorangtersebut” (Neagius 1998:141). Hubungan dua pihak (dyadicrelations) dalam hubungan seks dan penggunaan napza merupakanbagian dari struktur sosial dan geografis dari hubungan antar jaringanyang lebih besar. Posisi dalam struktur sosial dan geografis ini akanmenentukan tingkatan prevalensi penyakit HIV berbeda. <strong>Penelitian</strong>tentang jaringan hubungan seksual dan pemakaian napza telahmemperjelas variasi dalam perilaku berisiko dan tingkat pajanan danpenularan HIV (CAPS 2004).Studi tentang perilaku seksual dan hubungan antar penasundengan demikian menjadi dasar untuk mengevaluasi dan melakukanintervensi.… tingkat pemaparan individual, dinamika populasipenyebaran HIV dan konteks interaksional yangmembatasi perilaku dan perubahan perilaku (Morris2002:6).- 7 -


Studi ini bertujuan untuk menyediakan informasi yangpenting bagi pengembangan intervensi yang tepat dan efektif melaluiidentifikasi perilaku risiko HIV khususnya yang terkait dengan perilakuseks dan pemakaian napza (Miller 2004).II.2. MetodeII.2.a. Lokasi <strong>Penelitian</strong>Pada tahun 2004, data menunjukkan bahwa pemakaiannapza suntik di Indonesi terkonsentrasi di daerah-daerah metropolitan.Dengan memperhatikan fakta bahwa banyak dari kota-kota tersebutmemiliki komposisi kelompok etnis berbeda maka ada kemungkinanuntuk memiliki pola pemakaian napza dan risiko seks yang berbedasehingga diputuskan untuk merekrut subjek penelitian dari 5 kotaterbesar di <strong>Indonesia</strong>.Jakarta merupakan ibu kota <strong>Indonesia</strong> yang memilikikarakteristik kehidupan metropolis dengan lebih dari 9,3 jutapenduduk. Meskipun penduduk aslinya adalah suku Betawi, dalamperkembangannya Jakarta telah menjadi tempat percampuranbudaya (melting pot) termasuk tempat bercampurnya individuindividudari seluruh bagian <strong>Indonesia</strong> dan mancanegara. Sebuahledakan perilaku menyuntik heroin pertama kali muncul di kalanganmahasiswa perguruan tinggi di Jakarta pada awal tahun 1990-an. Segera setelah pemakaian napza suntik dengan heroin terjadidi kalangan mahasiswa, perilaku ini segera menyebar di seluruhdaerah kota Jakarta. Pada awal milenium baru, masalah ini meluasdi kalangan anak muda dan berlanjut dalam penularan HIV yang barumulai dikenali dan diungkap di media.Berdasarkan estimasi nasional mengenai populasi rentanpada tahun 2002, jumlah penasun di Jakarta diperkirakan sekitar27.000 individu dengan kisaran prevalensi HIV antara 25% - 50%(Depkes, 2003). Pada saat subjek peneilitian ini direkrut (2004-2005),FHI telah memiliki 3 mitra kerja yang bekerja di komunitas Jakartayaitu Kios Informasi Universitas Atma Jaya yang telah mengontak2.101 penasun pada tahun 2005, Pusat <strong>Penelitian</strong> KesehatanUniversitas <strong>Indonesia</strong> yang telah mengontak 1.241 penasun danYayasan Karisma yang telah menjangkau 887 penasun.Surabaya merupakan ibu kota Propinsi Jawa Timur danmerupakan daerah metropolitan terbesar kedua di <strong>Indonesia</strong> denganhampir 3 juta penduduk. Pelabuhan besar Surabaya merupakanmarkas Angkatan Laut Republik <strong>Indonesia</strong> dan merupakan titik utamatransportasi perdagangan. Kota yang dikenal dengan sebutan “KotaPahlawan” ini telah berperan penting dalam sejarah sebagai tempatpeperangan untuk meraih kemerdekaan dimulai.Menurut KPA propinsi Jawa Timur, terdapat sekitar 2.500- 8 -


penasun di kota Surabaya pada tahun 2005 (<strong>Laporan</strong> KPA JawaTimur). Data dari rumah sakit rujukan propinsi memperlihatkanpeningkatan yang berarti pada kasus HIV di kalangan penasunselama 3 tahun terakhir. Sebanyak 520 pasien HIV/<strong>AIDS</strong> telahdirawat di RS Dr.Sutomo pada tahun 2005 dengan 60% di antaranyamerupakan penasun (<strong>Laporan</strong> RS Dr. Sutomo, 2005). Hingga tahun2005, ada satu program intervensi HIV di Surabaya yang telahberhasil menjangkau sebanyak 837 orang. Program ini dilakukanoleh Yayasan Talenta Surabaya dengan dukungan FHI.Medan merupakan ibu kota Sumatera Utara dan merupakandaerah metropolitan ketiga terbesar di <strong>Indonesia</strong> dengan sekitar 2,5juta penduduk. Kota Medan muncul dari suatu daerah tidak terkenalyang kemudian menjadi pusat perkebunan yang kaya di bawahpemerintah kolonial Belanda pada akhir abad ke-19. Saat ini propinsitersebut memroduksi lebih dari 30% produk eksport <strong>Indonesia</strong>termasuk minyak, kelapa sawit, teh, karet dan tembakau.Menurut estimasi populasi rentan yang dilaporkan olehDepartemen Kesehatan pada tahun 2002, jumlah penasun diSumatera adalah 5.145 orang dengan sebagian besar tinggal diMedan sebagai ibu kota Sumatera Utara (Depkes, 2002). Sampaitahun 2005, KPA Propinsi Sumatera Utara telah melaporkan adanya270 kasus HIV/<strong>AIDS</strong> dimana 49% diantaranya adalah penasun(Lapiran KPAND Sumatera Utara, 2005). Pada tahun Juni 2005, adasatu pogram intervensi bagi kelompok penasun di kota Medan dansekitarnya yang telah mampu menjangkau sebanyak 1.033 penasun.Program ini dikembangkan oleh Yayasan Galatea dengan dukunganteknis FHI.Bandung adalah ibu kota propinsi Jawa Barat denganpenduduk sekitar 2 juta sehingga menjadikan kota ini sebagai kotaterbesar keempat di <strong>Indonesia</strong>. Sebagai pusat budaya Sunda,Bandung tumbuh sebagai kota pertahanan pemerintah kolonialBelanda di akhir abad ke-19. Saat ini, Bandung lebih dikenal sebagaikota perdagangan dan pusat pendidikan dengan iklim yang nyamankarena lokasinya yang terletak 750 m di atas permukaan laut.Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat melaporkan Bandungsebagai kota di Jawa Barat dengan angka kasus HIV/<strong>AIDS</strong> tertinggi.Pada tahun 2005, Dinkes mencatat 351 kasus HIV/<strong>AIDS</strong> di Bandungdengan 80% di antaranya disebabkan oleh pemakaian napza suntik.Yayasan Bahtera merupakan mitra kerja FHI untuk mengembangkanintervensi bagi penasun di Bandung dan telah mampu menjangkausebanyak 1.597 penasun (Yayasan Bahtera, 2004).Bali merupakan adalah merupakan pulau paling terkenaldi <strong>Indonesia</strong>. Dengan populasi sebanyak 3,1 Juta, Bali merupakansalah satu dari tujuan wisata tropis yang paling menenangkan denganpantainya yang indah, hutan tropisnya dan daerah persawahannya- 9 -


yang sangat indah. Sebagai pulai Hindu satu-satunya di <strong>Indonesia</strong>,Bali dikenal oleh budaya dan warisan seninya. Departemen Kesehatanpada tahun 2002 memperkirakan bahwa jumlah penasun di Baliadalah antara 2.000– 6.000 orang dengan antara 25% - 50% telahterinfeksi HIV. Bali dipilih sebagai tempat untuk melakukan pelatihanwawancara dan sekaligus uji coba instrumen penelitian denganmempertimbangkan bahwa di pulau ini ada beberapa programpencegahan HIV berbasis masyarakat yang menargetkan penasunyaitu Yayasan Hati-hati dan Yayasan Matahati. Semua program inididukung oleh oleh AusAID melalui <strong>Indonesia</strong> HIV Prevention andCare Project (IHPCP).II.2.b. Sampel Peserta <strong>Penelitian</strong>Sampel untuk penelitian ini dipilih dari para penasun yang telahterjangkau oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di lima lokasipenelitian. Metode pengambilan sampel bertarget (Watters andBiernaki 1989) dilakukan agar bisa merekrut terutama para pemakainapza suntik yang di lapangan dan beberapa yang sedang mengikutiperawatan. Populasi penasun di setiap lokasi memiliki karakteristikdemografis yang relatif homogen meskipun kami menentukan kriteriaperekrutan sampel dengan memperhatikan semua kelompok usiadan tingkat pendidikan penasun (lihat subbab demografi di bawah).Pemilihan tiga lokasi di Jawa, satu di Sumatera dan lokasi pelatihandi Bali diharapkan bisa memperoleh variasi sosial budaya danekonomi dari subjek penelitian. Sementara itu, sampel wanita danpenasun yang aktif secara seksual direkrut lebih banyak dari padaseharusnya karena diharapkan agar lebih mampu untuk menggalihubungan berisiko dan perilaku berisiko di kalangan penasun di kotayang bersangkutan.II.2.c. Metode Pengumpulan DataData dikumpulkan melalui panduan wawancara semiterstruktur dan terbuka. Instrumen ini terdiri dari 59 pertanyaandisusun ke dalam 6 topik informasi. Topik-topik ini tersebut terdiri:situasi demografi dan kehidupan, riwayat pemakaian napza, jaringandan praktek penyuntikan serta jaringan seks, termasuk masapakai dan perilaku dalam satu tahun terakhir, mobilitas, kesadaranterhadap HIV/IMS, penurunan risiko HIV atau IMS serta berbagaipermasalahan tentang kesehatan lainnya.Panduan wawancara ini memungkinkan pewawancarauntuk menggali lebih dalam jawaban yang sekiranya penting atausebaliknya tidak jelas. Pada sisi yang lain, panduan wawancara inijuga memungkinkan subjek penelitian untuk memberikan penjelasanpada hal-hal tertentu yang menurut mereka penting. Pendekatan- 10 -


ini merupakan hal yang sangat kritis untuk mengeksplorasi domainperilaku seksual penasun dan hubungan seksual mereka yangsangat sedikit diketahui dan merupakan wilayah yang sangat sensitifdan pribadi. Sebagai awal untuk pengumpulan data dilakukandengan meminta partisipan untuk menyebut daftar bebas (freelisting) semua pasangan seksual dan pola jaringan pemakaian napzaselama satu tahun terakhir (Bernard 1995). Daftar ini memungkinkanuntuk mengetahui jenis dan kategori hubungan serta risiko terkait dikalangan penasun. Informasi tentang pola hubungan ini memberikandasar dalam mengeksplorasi lebih jauh tentang konteks dan risikoterkait dengan jenis pasangan seks tertentu dalam kerangka polapemakaian napza suntik mereka.II.2.d. AnalisisSemua proses wawancara direkam dan hasilnya dikirimkepada manajer data yang sekaligus berperan sebagai penerjemah.Manajer data membuat transkrip dan mengkajinya untuk memperolehkejelasan dan kelengkapan informasi berdasarkan daftar pertanyaanyang ada. Jika terdapat masalah yang perlu dijelaskan lebih lanjut, iaakan mengirim pertanyaan dan transkripsinya kembali ke pewawancarauntuk memperoleh klarifikasi. Transkrip ini dikembalikan kepadamanajer data setelah pewawancara yang bersangkutan memberikanklarifikasi dalam transkrip tersebut. Jika perlu, pewawancara akanmenanyakan kembali kepada penasun yang diwawancarainya.Pada awal studi, sebuah daftar kode (coding scheme)dikembangkan dengan mengikuti panduan wawancara yangmemungkinkan data dianalisis selama pengumpulan data. Dengancara ini, data yang hilang atau tidak diperoleh dapat dimasukkanke dalam daftar pertnyaan yang telah diperbaiki. Manajer datamelakukan pengkodean data awal dengan menggunakan software,EZText (Version 3.05) (Carey et al. 1997). Data yang telah diberi kodekemudian dikirim ke etnografer untuk dikaji secara mendalam, diberikode sekunder dan dibuat analisis matriks tentang masalah-masalahkunci terkait HIV di kalangan teman pemakai napza dan pasanganseksualnya. <strong>Laporan</strong> awal dibuat khususnya untuk mengidentifikasiisu-isu kritis yang berkaitan dengan perilaku dan hubungan berisiko.Pada akhir pengumpulan data dan pemberian kode awal, timpeneliti bertemu di Jakarta untuk mengidentifikasi lebih lanjut mengenaidomain analisis kunci yang mencakup jenis hubungan sosial-seksual,perilaku seksual dan risiko seksual untuk semua kasus. Analisismatriks tambahan dilakukan untuk memberikan gambaran tentangpola hubungan pasangan dalam jaringan dengan kategori pasangantertentu dan perilaku berisiko HIV terkaitnya. Etnografer kemudianmengkaji transkrip tekstual ini untuk diidentifikasi kecenderungansentral dan kisaran variasi dalam kategori-kategori ini.- 11 -


Dengan demikian, penelitian ini berfokus pada pengumpulandata kualitatif dan oleh karenanya analisis tentang pasanganjaringan seksual penasun didasarkan pada sampel penasun dilima komunitas. Untuk menggambarkan distribusi pasangan sekspenasun dan memberikan derajat seberapa besar perilaku berisiko,frekuensi dan persentase dihitung dan dipresentasikan pada akhirdari setiap topik mengenai hubungan pasangan seksual (yaitu topikmengenai pasangan tetap, pasangan tidak tetap dan pasanganpekerja seks). Penting untuk dicatat bahwa frekuensi dan presentaseyang dipresentasikan di sini tidak mewakili proporsi sesungguhnyadari jenis partner dan perilaku berisiko di kalangan penasun dalamkomunitas penelitian atau dalam masyarakat <strong>Indonesia</strong> secaraumum. Data tersebut lebih mencerminkan distribusi di dalam sampelini, tetapi data ini bisa juga digunakan untuk melihat kecenderungandalam hubungan jaringan seksual penasun dan perilaku berisikodalam komunitas ini. Selain itu data ini juga bisa memberikan latarbelakang dan konteks untuk menilai dan merencanakan profilintervensi serta prioritas untuk populasi ini serta populasi lain yangmemiliki kemiripan karakteristiknya.II.2.e. Perlindungan Subjek <strong>Penelitian</strong>Komite Perlindungan Subjek Penilitian (the Protection ofHuman Subject Committee) Family Health International telah menilairisiko subjek penelitian yang berpartisipasi dalam prosedur penelitian.Komite telah menyetujui ukuran yang digunakan dalam penelitianini untuk melindungi kerahasiaan responden dan menyimpulkanbahwa prosedur dalam penelitian ini tidak menyebabkan risiko sosialatau psikologis serius bagi para peserta. Wawancara dilakukansecara pribadi setelah diperoleh persetujuan verbal dari respondendan direkam juga atas ijin dari responden. Semua informasi yangbersifat mengidentifikasi subjek dihilangkan dari catatan wawancara,transkripsi dan rekaman kaset audio. Catatan wawancara dantranskripsi telah disimpan dalam kabinet file terkunci dan catatananalisis serta abstrak yang diperoleh disimpan dalam komputerdengan dilindungi password.- 12 -


dasar (10%) dan sekitar empat belas persen telah menyelesaikanakademi atau universitasnya.III. 2. Hubungan SeksualPertanyaan terbuka kami tentang pasangan seksualmenghasilkan gambaran serangkaian hubungan yang berdasarkantingkat emosional, keterlibatan sosial, aktifitas seksual dan perilakuberisiko. Lebih jauh lagi, hubungan-hubungan ini juga bervariasi dalamhal usia, keanggotaan kelompok sosial dan profil risiko 1 sehinggamencerminkan pola “pencampuran” (mixing) dan karakteristik jaringanyang bertindak sebagai “jembatan” (bridge) dan sumber pajanan bagikelompok lain yang “tidak memiliki hubungan” (unconnected) ataumemiliki risiko (Aral et al. 2004). Hubungan seksual di antara penasunbervariasi mulai dari yang tidak pernah berhubungan seks selamasatu tahun terakhir, ke mereka yang melakukan monogami, hinggake praktek yang lebih umum yaitu memiliki banyak pasangan seksualdan melakukan hubungan seks beberapa kali dalam satu minggu.Pola keseluruhan pasangan seksual berada dalam domainhubungan seksual yang telah umum dikenal seperti yang telahdiidentifikasi dalam penelitian-penelitian epidemiologis tentang IMSdan HIV yaitu: pasangan tetap, pasangan tidak tetap dan pekerjaseks. Dalam domain hubungan berisiko seksual ini biasanya terdapatkategori-kategori lokal yang mencerminkan hubungan sosial danidentitas yang spesifik untuk konteks sosial di <strong>Indonesia</strong>. Normadan perilaku yang ada dalam hubungan khusus ini menjadi dasaruntuk memahami makna dan konteks hubungan dan perilaku seksualberisiko.Tabel berikut ini memperlihatkaan domain hubungan seksualdi kalangan penasun.Tabel 1. Pola Pasangan Seksual Pemakai Napza SuntikPasangan TetapSuami/IstriPasangan TidakTetapPerek (perempuaneksperimen)Pekerja SeksLokalisasiPacar Teman Jalanan1Profil risiko melibatkan jumlah dan jenis hubungan seksual dan pemakaiannapza suntik, angka pasangan yang akrab atau yang anonim, tingkat pergantianpasangan dan frekuensi seks tanpa pelindung atau praktek pemakaiannapza suntik berisiko.- 14 -


Domain hubungan seksual ini digunakan untuk melihatsifat hubungan mereka, jenis perilaku seksual dan risiko seksual.Unsur-unsur dalam hubungan seksual ini dapat membedakankategori pasangan seks yang ada. Dengan mengkaitkan setiap jenispasangan ini dengan jenis pasangan yang lain beserta berbagaivariasinya maka jaringan seksual penasun bisa dibangun. Sementaraitu, dengan melihat praktek berisiko yang dilakukannya, seorangpasangan penasun bisa ditempatkan pada tingkat perilaku berisikoyang berbeda dengan pasangan penasun yang lain sehingga potensiuntuk terpapar dengan HIV juga akan berbeda.Berdasarkan pengalaman seksualnya, sebagian penasunpria mengalami hubungan seksual sesaat dengan Waria. Sejumlahpenasun pria juga memiliki hubungan dengan wanita yang lebihtua (Tante) dan penasun wanita juga memiliki hubungan denganpria yang lebih tua (Om). Dalam hubungan yang seperti ini yangmenjadi ketertarikan dari pasangan yang lebih tua adalah hubunganseks sementara keuntungan materi menjadi ketertarikan parapenasun. Pengalaman yang lain adalah pengalaman praktek berisikoberhubungan seks’dalam kelompok dan melakukan hubungan seksdan pemakaian napza di daerah lain. Pengalaman dengan jenispasangan seksual ini tidak terlalu sering ditemui pada kelompokpenasun ini. Gambaran tentang hubungan seksual dengan jenispasangan seksual ini akan digambarkan lebih lanjut dalam bagianlain laporan ini.Gambaran umum mengenai jenis hubungan seksual, perilakuseksual terkait dan risiko HIV diungkapkan di bawah ini.III. 2.1. Pasangan TetapPasangan tetap diartikan sebagai sebuah hubungan yangberkelanjutan dalam jangka waktu yang relatif panjang disertai denganaktifitas seksual dan seringkali melibatkan komitmen pribadi terhadaphubungan tersebut. Seberapa penting dan seberapa jauh aktifitasseksual dengan pasangan tetap ini sangat bervariasi, bergantungpada sifat hubungan tersebut. Misalnya, hubungan seksual yangberlanjut dengan seseorang yang dianggap pacar (tidak adakomitmen tentang masa depan diantara mereka), kepuasan seksualmerupakan unsur menonjol dalam hubungan tersebut. Hubungansemacam ini berbeda dengan hubungan dengan pasangan dalampernikahan dan hubungan serius dengan pacar yang menempatkanhubungan dan komitmen sebagai unsur paling penting. Perbedaansifat hubungan semacam ini mempengaruhi risiko seksual HIV danperilaku protektif mereka.- 15 -


III.2.1. 1. Hubungan Suami/IstriIII.2.1. 1.1. Sifat HubunganSeperlima dari subjek penelitian sudah menikah. Pernikahanbiasanya melibatkan komitmen emosional, pengaturan tempat tinggalbaik terpisah ataupun bersama dengan keluarga besar, dukungansosial dan materi, pengaturan untuk memiliki anak, dan aktifitas sosiallain (misalnya aktifitas rekreasi dan acara keluarga). Hubungan inibiasanya juga menuntut suatu harapan hubungan seks monogamisebagai bagian dari komitmen jangka panjang di antara mereka danterhadap keluarga. Oleh karena komitmen yang kuat dan asumsikesetiaan dalam perkawinan, maka seks di luar nikah di kalanganpenasun beserta risiko seksualnya cenderung untuk disembunyikandari pasangan mereka yang umumnya bukan penasun dan merupakanpasangan yang setia.Keterlibatan emosional dalam perkawinan ini bisa dilihatpada ungkapan seperti “saya mencintai istri saya” (Pria, 31 tahun,Surabaya) dan seringkali tampak dalam ekspresi “sayang” dan“perhatian” terhadap pasangan mereka. Salah seorang informanmenggambarkan istrinya sebagai “wanita baik-baik” dan ia sungguhsungguhmenunjukkan keseriusannya dalam hubungan denganistrinya dibandingkan dengan para pekerja seks wanita atau wanitawanitadalam “kehidupan malam” yang menurutnya “saya tidakbegitu perduli pada mereka, saya hanya bersenang-senang” (Pria,27 tahun, Medan).Seperti telah disebutkan di atas, komitmen pernikahan jugamencakup harapan untuk berhubungan seks secara monogami.Harapan ini diasumsikan dan diucapkan oleh pasangan, seperti yangdiungkapkan oleh istri salah satu penasun yang dikutip oleh penasuntersebut:Istri saya mengatakan: “Mas, jangan main perempuan.Kalau Mas mau mabuk, itu terserah Mas. Tapi yangpaling penting, jangan mencari perempuan lain (Pria,28 tahun, Denpasar).Harapan semacam itu membawa konsekuensi yang tidakdiharapkan, ketika istri salah satu partisipan menemukan bahwayang bersangkutan berhubungan dengan wanita lain, istri tersebutmeninggalkannya, pergi ke rumah ibunya dan tidak mau berbicaralagi dengannya. Meskipun bersifat sementara, situasi ini cukupmenggambarkan bahwa kesetiaan diasumsikan dalam hubunganpernikahan dan akan membawa konsekuensi ketika dilanggar.Asumsi monogami seringkali mendorong terwujudnya kesetiaan danharapan dalam melakukan seks tanpa perlindungan (tanpa kondom)walaupun banyak penasun pria melakukan hubungan seksual dengan- 16 -


teman wanitanya dan/atau pekerja seks secara teratur.III.2.1. 1.2. Jaringan Seks dan Hubungan PerkawinanGambaran tentang jaringan seksual selama satu tahunterakhir menunjukkan suatu rentang pasangan seks di luar nikahyang luas pada kelompok penasun yang telah menikah. Hanyasedikit sekali penasun yang berhubungan seks hanya dengan istritetapi sebaliknya sebagian besar diantara mereka memiliki banyakpasangan seks. Ada beberapa penasun mengaku bahwa merekamelakukan seks dengan wanita lain karena istrinya tidak dapat diajakberhubungan seks (misalnya karena sedang hamil atau bertengkar).Penasun lain menyatakan bahwa mereka mencari pengalamantambahan karena mereka ingin tahu tentang wanita lain, bosandengan hubungan seks bersama istri mereka, mengunjungi pekerjaseks sebagai acara sosial setelah mengkonsumsi napza dan alkoholbersama tema atau karena mereka memiliki “hubungan gelap”dengan seorang pacar.Salah seorang penasun (23 tahun, Surabaya) memberikancontoh bagaimana jaringan hubungan seksualnya dan gambarantentang hubungan seksual yang berseri. Ia menunjukkan denganpernyataan:Saya sebetulnya tidak menyukai perempuankarena saya sering menyuntik. Sehingga keinginansaya untuk berhubungan seks jarang muncul. Sayahanya mencintai istri saya.Tetapi laki-laki ini mengunjungi seorang pekerja seks tertentudi sebuah kompleks lokalisasi tiga kali dalam satu minggu sebelumia berhenti mengunjunginya dua bulan yang lalu. Meskipun ia hanyamemiliki satu pasangan saat wawancara dilakukan, ia tidak pernahmenggunakan kondom bersama istrinya dan hanya menggunakankondom dua kali ketika berhubungan dengan pekerja seks. Meskipunjaringan seksualnya kecil dan mungkin berubah, tetap saja hubunganini memperlihatkan adanya risiko pajanan penyakit bagi istrinya.Merupakan hal yang umum bagi penasun yang telahmenikah memiliki banyak pasangan seks dan berhubungan seksdengan pasangan-pasangan tersebut beberapa kali dalam seminggu.Misalnya, seorang penasun (pria, 25 tahun) yang tinggal bersamaorang tua, istri dan anaknya mengatakan bahwa ia berhubunganseks empat kali seminggu dengan istrinya selama satu tahun terakhir.Tetapi, ia juga berhubungan seks dengan pekerja seks dua kalisebulan, berhubungan seks secara rutin dengan dua pacar “rahasia”,dengan wanita yang kadang-kadang ia temui di jalan atau diskotik,serta dengan beberapa wanita yang baru ditemui, termasuk penasun- 17 -


perempuan. Ia juga pernah melakukan hubungan seks dalam waktusatu tahun terakhir dengan waria.Salah satu dari pacar orang ini yang dia sebut sebagai“selingkuhan” tinggal di Jakarta pada saat wawancara dilakukan.Tetapi, mereka melakukan hubungan seks setiap hari selama satuminggu pada waktu si pacar datang ke Bandung. Ketika istrinyamengetahui hubungan tersebut, ia marah dan meninggalkannya.Ia juga memiliki pacar lain yang masih muda dan masih bersekolahdi sekolah menengah atas. Ia mengatakan bahwa istrinya dapatmemenuhi kebutuhannya akan seks dan bahwa hubungan denganistri baik-baik saja tetapi ia mengatakan bahwa ia “bosan” denganistrinya tersebut.Hubungan seks rahasia atau ‘hubungan gelap’ (backstreet)ini terjadi karena penasun sudah menikah atau memiliki hubunganserius yang mengasumsikan dilakukannya monogami dalamhubungan seks. Hubungan gelap ini juga terjadi ketika hubunganantara penasun dengan pacarnya tidak disetujui oleh orang tuakarena berbagai alasan misalnya orang tua mengetahui bahwa salahsatunya menggunakan obat terlarang atau perbedaan agama.III.2.1. 1.3.Hubungan SeksPerilaku seksual dalam hubungan perkawinan melibatkanseks vaginal yang seringkali digambarkan sebagai seks yang“normal” oleh semua responden. Sejumlah penasun pria jugamenyatakan bahwa mereka melakukan oral seks dengan istri, baikistri yang melakukan atau suami yang melakukan oral seks. Keadaanini berbeda dengan sebagian besar responden yang mengatakanbahwa mereka hanya menerima oral seks dari pacar dan pekerjaseks tetapi tidak pernah melakukannya kepada mereka. Salah saturesponden mengatakan:Saya mendapatkan oral seks dari pacar saya tetapimelakukan oral seks kepada istri saya karena amanuntuk melakukannya dengan istri setelah ia mandi(Pria, 25 tahun, Bandung).Seks anal jarang dilakukan di kalangan penasun dan seringkalidigambarkan sebagai menjijikkan. Tetapi, salah satu penasunmenyatakan pernah melakukan seks anal dengan istrinya. Beberapapenasun juga melakukan anal seks meskipun hanya dalam keadaantertentu (misalnya dengan waria).Sesuai dengan gambaran terdahulu mengenai sifat hubungandengan pasangan di dalam pernikahan, sejumlah respondenmengatakan mereka memiliki “perasaan” dengan pasangannya ketikamereka berhubungan seks sementara dengan pasangan tidak tetap- 18 -


atau pekerja seks, mereka menggambarkan hubungan tersebut hanyauntuk bersenang-senang. Meskipun demikian, sejumlah penasunmenyatakan bahwa mereka lebih “bernafsu” jika berhubungandengan pasangan seks di luar nikah dan terutama dengan pekerjaseks wanita yang menurut mereka memiliki lebih banyak variasi dandapat berhubungan seks “lebih panas” dengan mereka.III.2.1.1.4. Perilaku Seks BerisikoRisiko seks di kalangan penasun mengikuti suatu polaasimetris dimana mayoritas penasun pria yang merupakan kelompokpenasun terbesar, melakukan hubungan di luar nikah dengan pekerjaseks, teman, kenalan, dan pacar. Keadaan ini sangat berbedadengan para istri mereka yang cenderung tidak pernah melakukanhubungan seks di luar nikah. Sebagian besar dari mereka mengakutidak pernah menggunakan kondom ketika berhubungan seks denganberbagai pasangan seksual yang mereka miliki. Bagi mereka yangmenyatakan pernah menggunakan kondom, hanya dua orang yangmenyatakan menggunakan kondom ketika berhubungan seks denganistri dengan alasan yang berbeda. Satu orang menyatakan bahwaalasan menggunakan kondom ketika berhubungan seks dengan istriadalah ingin menghindari kehamilan, sementara satu orang yanglain beralasan untuk menghindari penularan HIV karena status HIVnyasudah diketahui oleh istrinya. Peningkatan pengetahuan dankecenderungan untuk menggunakan kondom ini tampaknya berkaitandengan terjangkaunya mereka oleh para pekerja lapangan programHIV yang ada di kota-kota tersebut, meskipun mereka menyatakanbahwa kontak dengan pekerja lapangan baru dimulai dalam enambulan terakhir.Gambaran di atas menunjukkan bahwa penasun memilikirisiko tertular IMS atau HIV dari para pekerja seks atau pasanganseks tidak tetap yang lain. Tidak terbukanya hubungan seks yangberisiko dengan banyak pasangan seksual, terkadang dilakukanpada rentang waktu yang kurang lebih bersamaan (conccurent) telahmenempatkan istri mereka dalam posisi berisiko yang tinggi untuktertular IMS atau HIV. Pada sisi yang lain, pekerja seks, pasanganseksual penasun yang tidak tetap lainnya beserta pasanganseksualnya juga akan berada dalam posisi berisiko karena penasunmemiliki banyak pasangan dan seringkali terlibat dalam praktekpenyuntikan yang berisiko. Secara singkat, risiko yang dihadapi olehpara istri penasun ini didorong oleh tekanan dan asumsi monogamidalam pernikahan serta kebutuhan untuk merahasiakan hubunganseksual “lain” agar dapat mempertahankan pernikahan mereka.- 19 -


III.2.1. 2. Hubungan dengan PacarIII.2.1. 2.1. Sifat HubunganDuapertiga penasun (31 penasun) dalam penelitian inimemiliki pacar yang merupakan pasangan seks tetap dalam satutahun terakhir. Hubungan ini bervariasi mulai dari dari hubungan“serius” yang tampak dengan berbagai komitmen, rencana di masadepan (menikah) dan keterlibatan emosional hingga ke hubunganyang meski melibatkan emosi tetapi bersifat sesaat dan tanpakomitmen masa depan. Hubungan yang serius cenderung menuntutkesetiaan dan harapan adanya monogami dalam hubungan seksualselama mereka memiliki hubungan khusus ini.Para penasun dalam studi ini menggambarkan hubunganyang paling serius bagi mereka dengan istilah-istilah untuk “setia”atau “... ia adalah jodoh saya ... saya ingin menikahinya”. Seorangpenasun (Pria, 28 tahun, Medan) menggambarkan perbedaankeseriusan di antara dua pacarnya. Satu pacarnya hanya untukbersenang-senang misalnya berhubungan seks, menonton dibioskop, atau makan di luar bersama. Tetapi dengan pacarnya yanglain ia mengatakan bahwa “ …. saya lebih serius, kami bahkanmenggunakan uang bersama-sama, ia mengatur keuangan saya …”.Penasun lain juga menggambarkan hubungan dengan pacar sebagai“hubungan percintaan” sementara keterlibatan dengan pekerja seksdigambarkan sebagai bentuk mengejar kesenangan seksual. Seorangpenasun wanita menyebut dua pacarnya selama satu tahun terakhirsebagai “suami tidak resmi” karena keseriusan hubungan merekayang tampak pada rencana untuk menikah dan tingkat keakrabandengan keluarganya (wanita, 22 tahun, Bali).Di sisi lain, sama halnya dalam pernikahan, hubungan pacarandalam jangka waktu yang relatif lama dan serius juga menuntutidealisme seksual monogami dan kesetiaan dalam hubungan.Meskipun demikian, banyak penasun dalam kategori memiliki pacarserius juga melakukan hubungan berisiko dengan pasangan seksuallain tanpa diketahui oleh pacar mereka. Dalam beberapa keadaan,ketika pacar penasun pria ini menyadari akan adanya hubunganseksual lain, maka hubungan ini seringkali akan berakhir. Hubunganpacar yang lebih biasa atau bersifat sesaat juga memiliki sejumlahharapan akan monogami meskipun derajatnya lebih sedikit. Merekajuga terlibat dalam merahasiakan pasangan seks lain mereka tetapirisikonya lebih kecil jika rahasia ini terbuka. Dari sekitar duapertigapria (yaitu 27 orang) yang memiliki pacar, setidaknya 21 atau lebihdari tigaperempatnya memiliki hubungan dengan pasangan seks laindalam waktu yang sama.Meskipun demikian, ketika seorang penasun setia kepadapasangannya saat ini, moralitas ideal hubungan “setia” tidak dapatmenghilangkan risiko atas pengalamannya dalam serangkaian- 20 -


hubungan monogami pada masa lalu termasuk kemungkinan risikopajanannya. Sebagai contoh, seorang penasun pria berusia 26tahun dari Medan baru saja keluar dari penjara dan bertemu denganseorang wanita yang tinggal di dekat rumah orang tuanya. Ia lalumengembangkan hubungan dengan wanita tersebut mulai daribertemu dengan teratur sampai akhirnya berhubungan seks tigabulan sesudahnya. Ia menyatakan hubungannya dengan wanitaini sebagai “ ... Ia mempercayai saya dan saya benar-benar seriusdengannya. Saya tidak main-main ... ia memiliki perasaan yang samadengan saya, saya menerimanya dan ia menerima saya” dan merekajuga telah berbicara tentang kemungkinan pernikahan. Meskipundemikian, pria ini mengaku bahwa sebelum berpacaran dengan wanitaini, ia telah berpacaran dengan wanita yang ia gambarkan sebagaiperek, seorang wanita muda yang berhubungan dengannya untuktujuan kesenangan sesaat. Ketika pertama kali ia bertemu denganwanita ini, mereka menggunakan shabu-shabu bersama-sama dijalan dan kemudian akhirnya dilanjutkan dengan berhubungan seks.Hubungan seks dengan perempuan ini dilakukan 3-4 kali semingguhingga perempuan ini pergi untuk bekerja sebagai pekerja seks didaerah lain. Dengan pasangan-pasangan tersebut, ia mengaku tidakpernah menggunakan kondom, “tidak satu kali pun”. Dari gambaranini tampak bahwa pasangan seks “serius”-nya saat ini terhubungdengan pasangan seks terdahulu yang hanya bersifat sementara.Dengan demikian, pacar seriusnya ini berada dalam posisi berisikokarena menjadi bagian dari serangkaian jaringan seks yang dimilikioleh penasun tersebut. Risiko ini terjadi karena penasun tersebuttidak pernah menggunakan kondom dalam upaya melindungi diri darikemungkinan terpajan HIV dalam hubungan seks sebelumnya.Jika dalam hubungan pacaran ini keduanya sama-samapenasun, maka hubungan mereka didasarkan pada berbagai tujuan.Seorang penasun pria (28 tahun, Medan) yang memiliki hubungandengan penasun wanita menggambarkan bahwa mereka merasa “... saling mengerti betapa sulitnya berhenti menggunakan napza danbetapa sulitnya orang lain memahami kita …. dengan kondisi kitaseperti ini…kami mencoba untuk berhenti menggunakan napza”. Iamengatakan bahwa mereka saling setia dalam berhubungan seks danhanya menggunakan napza bersama pasangannya (tanpa kondomdan menggunakan jarum bersama-sama). Sebelum bertemu denganpacarnya saat ini, penasun pria ini mendatangi pekerja seks sekitardua kali seminggu dan berbagi jarum dengan sejumlah penasunlainnya.III.2.1. 2.2. Perilaku SeksualSeperti halnya perilaku seksual para penasun yang sudahmenikah, mereka yang memiliki pacar juga umumnya melakukan- 21 -


hubungan seks vaginal yang disebut seks “umum” atau “normal”dan seks oral. Seks oral seringkali dilakukan oleh pasangan pacar.Hanya dalam satu kasus saja seorang penasun melakukan anal seksdengan pacarnya.Sedikit sekali penasun yang mengatakan bahwa merekatidak pernah melakukan hubungan seks dengan pacar mereka.Meskipun demikian, seperti yang telah disebutkan di atas, salahsatu individu mengatakan bahwa dengan pacarnya “saya sangatserius ...[jadi seks bagi kami] hanya beciuman. Saya mencintainya.Saya ingin melakukannya setelah kami menikah.” Tetapi pria inimengatakan bahwa untuk melepaskan keinginan seksnya “sayamembeli seks. Setelah memakai heroin, saya membeli seks. Enakrasanya berhubungan seks setelah memakai heroin.” ia menyatakanbahwa ia mengunjungi pekerja seks dua kali atau lebih dalam satubulan, bergantung pada keadaan keuangannya. Ia juga berhubunganseks dengan wanita yang ditemui di jalan atau tempat hiburan.Dalam berhubungan seks dengan wanita-wanita tersebut, ia tidakpernah menggunakan kondom. Gambaran ini sekaligus memperkuatargumentasi bahwa tidak berhubungan seks atau kesetiaan dengansatu pasangan tetap pada saat ini akan dipengaruhi oleh berbagaimacam risiko berbagai hubungan seksual yang telah dialami padamasa yang lalu.III.2.1. 2.3. Risiko SeksSeperti yang telah dipaparkan dalam diskusi di atas, mayoritaspenasun yang memiliki pacar juga memiliki jenis hubungan seksualdengan pasangan yang lain. Pasangan lain ini seringkali merupakanindividu berisiko tinggi yang terlibat dalam kegiatan seksual komersial,hubungan seksual dengan pasangan tanpa identitas jelas yangditemui di jalanan atau di lokasi “kehidupan malam” lain.Pemakaian kondom secara teratur di semua jenis hubunganseksual jelas terlihat rendah (14%), terutama penggunaan kondomdengan dengan pacar selama satu tahun terakhir. Ini merupakanjumlah yang sangat mengkhawatirkan dari penasun yang tidak2Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, penelitian ini bukan merupakanpenelitian kuantitatif sehingga frekuensi dan angka pada Tabel 2 dan tabellain serta pembahasan hanya berlaku untuk populasi penelitian. Meskipundemikian, perilaku dan hubungan dari sampel penasun yang menjadi targetini (Watters and Biernacki 1989) dapat memberikan gambaran dari pola jaringanhubungan antar individu yang terlibat dalam pemakaian napza suntik.Temuan-temuan ini penting untuk komunitas penelitian yang diidentifikasimemiliki tingkat pemakaian tertinggi napza suntik di <strong>Indonesia</strong> (Pranata UI-NNB (2005). Semua frekuensi dan angka merupakan estimasi dari perilakuyang mungkin telah berubah sepanjang tahun atau tidak selalu konsistenatau bersifat langsung. Meskipun kami berupaya untuk mengecek ulang danklarifikasi atas jawaban-jawaban ini tetapi hal ini tidak selalu bisa dilakukan.- 22 -


yang dimiliki dalam waktu yang sama). Pasangan-pasangan lain inimencakup para pekerja seks dan pasangan tidak tetap serta pacar.Tabel 2. Frekuensi Penasun yang memiliki pasangan tetap danpasangan lain pada waktu yang sama (N=41)JenisPasanganTetapMemiliki PasanganTetapn(%)Memiliki pasangan lain dalamwaktu yang sama(n (%) dari yang memiliki pasangantetap)Istri/Suami 11 (26%) 8 (73%)Pacar 31(74%) 25 (81%)Jumlah 41(100%) 33 (80%)Dalam hal hubungan seks yang aman atau berisiko, ketikaditanya mengenai pemakaian kondom, sebagian besar penasun yangmemiliki pasangan tetap menyatakan tidak pernah menggunakankondom atau menggunakan kondom dengan tidak konsisten. Hanyasejumlah kecil penasun mengatakan bahwa mereka menggunakankondom secara teratur dengan semua pasangan seksualnya, tetapihal ini terjadi setelah mereka bertemu dengan pekerja lapangan yangmelakukan penjangkauan untuk masalah <strong>AIDS</strong> dalam waktu 6 bulanterakhir.Informasi ini memperlihatkan tingkat hubungan seks berisikodengan pasangan tetap dan distribusi penasun yang memiliki banyakpasangan heteroseksual di berbagai kelompok sosial. Denganpenasun yang memiliki angka HIV tertinggi di <strong>Indonesia</strong>, Praktekdan jaringan hubungan ini jelas memperlihatkan jembatan alami bagipenyebaran HIV ke populasi umum.III.2.2. Pasangan Tidak TetapPasangan tidak tetap mencakup pasangan hubungan seksualdalam satu waktu tertentu atau berulang tetapi tidak ada keterlibatkanemosional atau menuntut suatu pengharapan tertentu atas hubunganyang dilakukannya. Pasangan semacam ini ditemui dalam sejumlahkonteks sosial dan dalam berbagai kategori pasangan. Hubunganini mencakup hubungan sebagai teman tetapi memiliki ketertarikanuntuk berhubungan seks atau seseorang yang dikenal pada suatulingkungan sosial tertentu (misalnya mall, kampus, saat membeliobat atau di jalanan) dan sepakat untuk melakukan hubunganseksual. Salah satu kategori sosial yang ditemui dalam lingkungan- 24 -


sosial ini adalah adanya hubungan seksual yang dikenal sebagai“eksperimental” atau hubungan hanya untuk alasan kesenangan.Wanita yang bersedia untuk menjalin hubungan semacam ini biasadisebut dengan perek atau perempuan ekperimental.III.2.2.1. Teman dan KenalanIII.2.2. 1.1. Sifat Hubungan dan Perilaku SeksHubungan seks dengan teman berbeda dengan hubunganseks dengan pacar dalam arti bahwa hubungan tersebut hanyaterfokus pada kesenangan seksual tanpa atau melibatkan sedikitsekali komitmen dalam hubungan tersebut. Hubungan pertemananini berkisar dari teman baik hingga sekedar kenalan. Misalnya, satuorang penasun pria memiliki seorang teman penasun wanita yangkadang-kadang menyuntik napza bersama dan selalu melakukanhubungan seks ketika mereka menyuntik bersama. Keduanyamemiliki pacar tetapi merupakan teman dekat sejak lama. Sepertiyang dipaparkan oleh si penasun pria (27 tahun, Jakarta):Ya, biasanya setelah menyuntik bersama, kamiberhubungan seks. Kita sudah dekat satu sama lain.Biasanya setelah menyuntik napza, dia jadi pinginberhubungan...lalu terjadilah, kami berhubunganseks, kami tidak terlalu sering bertemu ... sampaikami butuh ... tetapi hubungan kami lebih daripertemanan. Kami merasa bebas satu sama lain.Aku ingin telanjang di depan dia dan dia juga ingintelanjang di depan aku....oleh sebab itu aku bilangbahwa kami bebas bersenang-senang ... sepertikatanya, “aku suka kamu karena aku bisa ngobrolapa aja sama kamu” ... tetapi kami memutuskan kitanggak mungkin bareng-bareng ... cara keluarga diamandang saya jelek, sama juga dengan pandangankeluarga saya pada dia.Dengan demikian, mereka memiliki hubungan “gelap” danhanya bertemu secara sembunyi-sembunyi ketika mereka inginbertemu. Pada saat memakai napza bersama, salah satu di antaramereka membeli napza. Hubungan ini adalah hubungan yang salingmenguntungkan dan sudah berjalan lama. Hubungan yang lebihumum terjadi adalah penasun melakukan hubungan seks ketikamereka memakai napza bersama-sama teman atau kenalan dalampertemuan yang tidak direncanakan. Seperti yang digambarkan olehseorang pria (19 tahun, Bandung):Dia nelepon, katanya lagi sakau. “ke sini dong”, diabilang … aku beliin dia barang. Dia lalu make, lalungerasa enak … (dan mengatakan) “Makasih ya T,- 25 -


kamu mau? Terserah kamu mau apa nggak.” Jadi,(saya) buka bajunya, terus dicium terus, tau sendirilah….Umumnya, jika penasun pria membelikan napza untukpenasun perempuan, mereka biasanya berharap bisa berhubunganseks. Hal ini sebenarnya sudah menjadi hal yang biasa bagi penasunperempuan untuk berhubungan seks dengan siapa saja yang bersediamembelikan napza. Hubungan seks tanpa ikatan ini terjadi karenaadanya saling pemahaman diantara mereka bahwa pertukaran seksdengan napza merupakan konsekuensi yang bisa diterima padakomunitas tersebut.Penasun dari Jakarta yang disebutkan di atas (pria, 27 tahun)memaparkan bagaimana hubungan seksualnya dengan seorangkenalan yang ditemuinya pada suatu kesempatan tertentu:Aku nggak sengaja ketemu temen SMA dimall. Kita lalu ngobrol dan dia ngajak aku kerumahnya. Aku inget bahwa dulu aku sukasama dia jadi aku jujur aja sama dia. Waktuitu dia lagi nggak punya pacar dan dia nanya”terus sekarang gimana”. “Aku lagi pengenbebas”. Dia minta aku balik lagi ke rumahnyabesoknya. Terus kita ngobrol, aku pegangtangannya sampe malem terus aku peluk, akucium dia sedikit dan aku buka bajunya ... diaemang pengen … kami ngelakuin dua kali terusnggak pernah ketemu lagi …III.2.2. 1.2. Risiko SeksHubungan seks secara berkala tanpa direncanakan danhubungan sosial yang sangat cair menandai hubungan seksualsejumlah penasun. Kondom hampir tidak pernah digunakan dalamhubungan ini karena sebagian penasun pria merasa berada dalamsituasi berhubungan seks tanpa persiapan. Alasan yang lain adalahmereka merasa tahu atau kenal bahwa pasangan tersebut danmenganggap mereka “bersih”. Selain itu, mereka juga menyatakanbahwa mengajak untuk memakai kondom ketika berhubunganseks akan menyinggung perasaan pasangannya tersebut. Dengandemikian, dalam sebagian besar situasi semacam ini, penasun tidakmenggunakan kondom dengan teratur.III.2.2. 2. Perempuan Eksperimental (Perek)III.2.2. 2. 1. Sifat Hubungan dan Perilaku SeksTerdapat satu jenis hubungan seksual yang bersifatanonim dan dilandasi oleh keinginan untuk memanfaatkan waktubersenang-senang termasuk hubungan seks. Hubungan seksual ini- 26 -


mencerminkan suatu interaksi terjadi dengan cepat yang difokuskanuntuk memperoleh kesenangan bersama seperti makan, minumalkohol atau memakai napza atau seringkali disertai denganhubungan seks. Mereka menggambarkan hubungan semacam inisebagai hubungan “suka sama suka” atau hubungan dengan salingketertarikan satu sama lain.Seorang penasun pria (25 tahun, Bandung) menggambarkanhubungan semacam ini:Waktu aku lagi nyetir, aku berhenti terus kamikenalan, makan bareng lalu check in di hotel.Tapi aku nggak bayar dia buat itu, cuma bayarinmakan …. dasarnya suka sama suka. Sama jugakalo ketemu cewek di diskotik. Mereka lebih nyarisenang-senang daripada duit.Kontak tanpa ikatan semacam itu terjadi di sejumlah tempat(misalnya mall, kampus, jalan, tempat biliard, pub/diskotik). Dengandemikian, hubungan ini mencakup dua orang yang sama-sama tertariksatu sama lain dan cenderung untuk melakukan hubungan seks tanpaada ikatan. Meskipun pertemuan semacam ini mungkin berkembangmenjadi sebuah hubungan yang berlanjut, tetapi biasanya hubunganini seringkali dimulai dengan pertemuan sesaat dengan orang yangtidak dikenal atau sebatas kenalan untuk memperoleh saat-saat yangmenyenangkan bagi kedua orang tersebut.Sebuah kategori sosial <strong>Indonesia</strong> lain terkait dengangambaran situasi ini muncul pada tahun 1980-an yang digambarkanoleh Utomo (2002:208) “….wanita muda yang menikmati sekstanpa batas berdasarkan kesepakatan bersama tanpa adanyahubungan sebelumnya.” Gambaran ini memunculkan istilah perekyang merupakan akronim dari “perempuan eksperimental” yaitumenunjukkan seorang wanita trendi dan memiliki banyak pasangandengan motivasi utama dalam hubungan seksual adalah kesenanganseksual (lihat juga Murray 1991 dalam Utomo 2002). Meskipunmereka mungkin pelajar atau mahasiswa, tetapi perempuan ini jugadigambarkan dalam penelitian tersebut sebagai perempuan dari“jalan” atau perempuan yang suka bersenang-senang dan secarateratur terlibat dalam hubungan seks tanpa ikatan, tanpa bayaranuang atau keterlibatan pribadi.Perek dalam penelitian tersebut tidak mengkonsumsi heroin,tetapi seringkali terlibat dalam penggunaan alkohol sementara parapenasun selalu menggunakan heroin. Hubungan sosial dan seksualini umumnya tidak berlanjut lebih dari satu pertemuan sesaat,meski kadang jika mereka cocok atau berasal dari lingkungan tidakberjauhan ada kemungkinan mereka bisa bertemu lagi.Seorang penasun (pria, 22 tahun, Bandung) menggambarkan- 27 -


pengalaman dengan perek yang ia temui di jalan dekat terminal:Aku ngajak dia kenalan di daerah terminal. Laludia nanya “boleh minta ganja nggak? Kamu nantiboleh ngegituin aku” Dia terus datang ke tempatkos. Aku kasih dia ganja, dia jadi nafsu dan mulaimegang-megang. Kami terus nonton BF dan akujadi nafsu. Kita lalu berhubungan seks. Dia nggakmau dibayar. “Aku nggak butuh duit. Kalo butuhduit, aku bisa minta sama supir angkot.” Dia (danteman-temannya) masih SMAPerempuan ini adalah sebagian dari sekelompok perempuanyang menerima uang dari supir angkutan umum. Mereka memberikanseks kepada beberapa, tapi tidak semua, supir angkot yangmemberikan uang pada mereka, hanya “jika mereka suka”. Merekadikenal sebagai gadis “angkot”.Hubungan lain yang sedikit berbeda dengan perek melibatkanseorang perempuan murid SMA yang ayahnya adalah teman dariayah seorang penasun pria muda (20 tahun, Jakarta). Orang tuamereka pergi untuk melaksanakan ibadah haji bersama-sama.penasun tersebut menggambarkan hubungan seksualnya denganperempuan muda ini:Aku ngganggap dia adik, dia manggil aku “kakak”. Dianakal. Dia cerita soal hubungan dia sama pacarnya,gimana dia nyium pacarnya dan ngelakuin oral seks.Dia ngebikin aku nafsu. Waktu aku ke rumahnya,orang tua dia udah nggangap aku anak, dia ngelakuinoral seks ke aku, terus mandi. Waktu dia keluar,dia cuma pake handuk terus dia ngedorong aku kekamar mandi dan dia ngelakuin lagi oral seks ke aku.Kayaknya dia sering nonton BF.Tidak ada hubungan jangka panjang atau pribadi antara parapenasun ini dengan para pasangan seksual dalam kategori perekini. Contoh lain dari tidak adanya ikatan dalam hubungan seperti inidipaparkan oleh seorang penasun (19 tahun, Bandung) yang bertemudengan dua orang perempuan di jalan, salah seorang sedang mabukdan minta pil kepadanya (dados). Penasun ini kemudian memberikanpil itu kepada mereka berdua dan, “…dia ngedeketin aku, mulai nyiumnyium...laludia bilang, “kamu mau diperkosa sama dua cewek?” Diamenjawab, “Siapa takut.” Mereka membawa penasun tersebut ketoilet umum dan “…rasanya enak!” Dia melakukan hubungan seksdengan kedua wanita tersebut di toilet.- 28 -


III.2.2.2.2. Risiko SeksTerdapat sejumlah besar jenis hubungan seks semacam inidi kalangan penasun dalam penelitian ini. Hubungan semacam iniselalu berisiko karena mereka hampir tidak pernah menggunakankondom, seringkali dilakukan dengan pasangan yang bahkan tidaktahu namanya. Hubungan seperti ini biasanya dicirikan denganpergantian pasangan seksual secara cepat.III.2.2.3. RingkasanTabel ringkasan di bawah ini (Tabel 3) memperlihatkan bahwahampir setengah dari penasun memiliki pasangan seks tidak tetap.Kebanyakan hubungan seksual pada kategori ini dilakukan denganpasangan seks yang tidak diketahui namanya (misalnya perek, orangyang tidak dikenal) dan melibatkan perilaku berisiko lainnya (misalnyapemakaian napza suntik, hubungan seks tanpa kondom). Berbagaimacam risiko ini pada akhirnya membuat komponen jaringan seksualini semakin berisiko. Hal yang mengejutkan tentang hubungan seksualini adalah bahwa hampir semua hubungan terjadi ketika respondenmemiliki hubungan seks jangka panjang dengan pasangan seks lain.Hubungan seksual dengan pasangan yang berbeda-beda terjadidalam kurun waktu yang relatif bersamaan. Pasangan seksual inimeliputi pasangan tidak tetap, pekerja seks dan pasangan tetap.Dalam hal perilaku berisiko, seperempat dari penasun yangmemiliki hubungan seks dengan pasangan tidak tetap melakukan seksaman atau dengan kata lain mayoritas penasun dalam hubungan initidak pernah menggunakan kondom atau menggunakannya secaratidak konsisten. Dibandingkan dengan pasangan seks tetap, terdapatlebih banyak pemakaian kondom, meskipun perbedaannya tipis.Meskipun demikian, mereka yang terlibat dalam hubungan seksualtidak tetap masih memiliki risiko yang lebih tinggi karena adanyapotensi terkena pajanan penyakit melalui ketidaktahuan merekaterhadap identitas pasangan dan pergantian pasangan yang sangatcepat.- 29 -


Tabel 3: Frekuensi Penasun yang memiliki pasangan tetapdan pasangan lain pada waktu yang sama (N=24)Jenis PasanganTidak TetapMemilikiPasangan TidakTetapn(%)Memiliki pasangan laindalam waktu yang sama(n (%) dari yang memilikipasangan tidak tetap)Perek 15 (63%) 14 (93%)Penasun lain 6 (25%) 6 (100%)Teman 11 (46%) 11 (100%)Orang asing 4 (17%) 4 (100%)Orang luar 8 (33%) 8 (100%)Jumlah TotalResponden denganPasangan TidakTetap *24 (100%) 23 (96%)*Jumlah total pasangan tidak tetap mencakup penasun denganjenis pasangan yang berbeda-bedaSecara keseluruhan, pasangan seks tidak tetap mencakuphubungan jaringan dengan risiko HIV penting bagi penasun sertaberperan sebagai jembatan untuk serangkaian kelompok sosial dikalangan populasi heteroseksual.III.2.3. Penasun Pelanggan Wanita Pekerja Seks dan PenasunWanita Pekerja SeksRiwayat seksual dari partisipan studi menunjukkan bahwasebagian besar penasun terlibat dalam pertukaran seks komersialdalam satu titik waktu dalam kehidupan mereka. Dalam satu tahunterakhir, tigaperempat dari penasun pria (31/43 penasun pria) pernahberhubungan seks dengan wanita pekerja seks. Selain itu, mayoritaspenasun wanita (yaitu 5/8 penasun wanita) dalam studi ini terlibatdalam pekerjaan seks. Beberapa individu terlibat dalam aktivitasseks komersial walaupun bersifat tidak formal misalnya dalam bentukpertukaran obat dengan seks dan pertukaran seks komersial denganwaria dan gay. Pembahasan berikut ini mengungkap hubungan wanitapekerja seks dengan penasun pria dalam penelitian ini. Setelah ituakan dibahas tentang pengalaman penasun wanita yang bekerjasebagai pekerja seks, perilaku berisiko HIV serta jaringan hubunganseksualnya.- 30 -


Pekerja seks merupakan suatu gambaran dari budayaseksual umum dan tengah berubah di <strong>Indonesia</strong> (Utomo 2002).Sebagai contoh dari keberadaan paling menonjol dari para pekerjaseks, sejumlah penasun menyatakan bahwa hubungan seks yangpertama kali dilakukannya dengan pekerja seks pada saat usiaremaja (misalnya antara usia 14-18 tahun). Secara umum diketahuibahwa baik sebelum aktif memakai napza ataupun selama pemakaiannapza pada saat-saat ini, kebanyakan partisipan studi mengakumengunjungi pekerja seks dengan rutin setelah meminum minumanberalkohol dengan teman-temannya sebagai bentuk rekreasikelompok sosial laki-laki. Selain itu, kunjungan ke pekerja seks jugamerupakan bagian dari kesenangan yang lain setelah menggunakanheroin. Kutipan berikut ini menggambarkan alasan seorang penasunmengunjungi pekerja seks:Dengan pekerja seks, aku ngelakuin dua kali sebulan(tapi) tergantung kalo aku punya duit. Aku ke sanadan bersenang-senang...aku serius sama pacar aku(seks dengan dia) cuma ciuman. Aku cinta dia. Akuingin kita ngelakuinnya setelah nikah…setelah akumake, aku ngelakuin seks...enak rasanya ngelakuinseks setelah make....(Pria, 25 tahun, Surabaya)Secara keseluruhan, penasun menemui pekerja seks untukmencari kesenangan seksual. Mereka merasa bahwa mereka tidakmemiliki hubungan lain atau komitmen dengan pekerja seks yangsering dikunjunginya. Seorang penasun mengatakan bahwa iamengunjungi seorang pekerja seks untuk berbincang-bincang danmengajaknya makan di luar tetapi ketika ditanya mengenai masadepan hubungannya, individu tersebut mengatakan bahwa hubungantersebut hanya untuk “kepuasan, tidak ada yang lain” yang merupakanjawab khas dari sebagian besar penasun.III.2.3.1. Pelanggan Wanita Pekerja SeksIII.2.3.1.1. Jenis Wanita Pekerja Seks dan Lokasi BekerjaSebagian besar penasun pergi ke kompleks pekerja seks(lokalisasi) untuk memperoleh jasa seks dari wanita pekerja seks.Lokalisasi ini biasanya cukup dikenal oleh penasun dan dikunjungisecara rutin. Kompleks ini biasanya berbentuk losmen atau hoteltempat para wanita dapat ditemui dan dimanfaatkan layanannya. Adajuga wanita pekerja seks yang bisa dihubungi melalui telepon (cewekpanggilan) untuk diajak kencan dan kemudian ditemui di tempattertentu. Ada juga pekerja seks wanita yang bisa ditemui diskotik, baratau di jalan. Tetapi karena uang untuk masuk ke diskotik seringkalimahal sehingga menghambat penasun untuk pergi ke tempat tersebut.Selain itu, kebanyakan wanita di tempat-tempat ini cenderung lebih- 31 -


tertarik kepada laki-laki yang dapat memberikan uang lebih banyakmisalnya orang asing. Para wanita pekerja seks ini juga dapat dicaridi jalanan atau di lokasi tertentu seperti di terminal bis.Salah seorang penasun menggambarkan dua komplekstempat ia menemui wanita pekerja seks:Kompleksnya terdiri dari kamar-kamar kos, banyakcewek di sana. Aku suka karena nggak terlalu penuhjadi lebih bebas….Tempat lain ada di Bogor, bentuknyakompleks dengan permainan Mickey Mouse [sejenisjudi], tempat minum bir dan di belakang ada banyakkamar [buat “kencan] (Pria, 22 tahun, Jakarta)Penasun lain mengatakan bahwa “aku biasanya nelponmereka, aku nggak pernah pergi ke lokalisasi, aku kenalnya lewattemen” (17). Hubungan seks dengan “cewek panggilan” biasanyadilakukan di hotel, di rumah atau di rumah teman.Hanya dalam dua kasus penasun bertemu dan “membayar”wanita pekerja seks yang bekerja di jalanan. Dalam kedua kasustersebut, mereka melakukan seks berkelompok dengan para wanitatersebut dan menggambarkan para pekerja seks tersebut sebagai“gadis kampung” untuk menggambarkan bahwa gadis tersebut barudatang ke kota. Di jalanan, para penasun ini lebih suka menemui perekyang tertarik untuk “berpesta” dan kemungkinan untuk melakukanhubungan seks tanpa membayar lebih besar. Jenis pekerja seks lainyang dikenal adalah gadis “angkot” seperti yang telah dipaparkandi atas. Contoh lain dari jenis wanita pekerja seks yang ada tetapijarang dihubungi secara teratur oleh penasun adalah pekerja seks“ABG” (Anak Baru Gede). Kelompok ini terdiri dari pelajar muda yangseringkali keluar malam untuk mencari pria yang lebih tua (oom-oom)untuk memperoleh uang dari hubungan seks mereka.Secara umum, wanita pekerja seks juga dikenal dengansebutan ayam yang berkonotasi pada seorang perempuan mudayang bisa diajak dengan mudah berhubungan seks. Istilah ayamini juga sering digunakan untuk yang menyebut “gadis desa” (ayamkampung), wanita-wanita yang biasa nongkrong di tempat billiarddan bisa diajak berhubungan seks (ayam billiard), atau mahasiswawanita yang bisa diajak berhubungan seks (ayam kampus). Istilahistilahtersebut merupakan bahasa slang bagi para pekerja seksdengan rujukan tempat dari mana mereka datang atau dimanamereka biasa ditemui. Tetapi para penasun dalam penelitian ini tidakpernah menyatakan pernah berhubungan dengan pasangan sekskomersial yang semacam ini.- 32 -


III.2.3.1.2. Perilaku SeksSeks dengan pekerja seks umumnya melibatkan hubunganseks melalui vagina atau biasa disebut dengan seks “normal” atau“umum”. Banyak penasun mengaku juga menerima layanan oral seksdari pekerja seks. Tetapi mereka menyatakan tidak mau melakukanoral seks kepada pekerja seks. Bagi sebagian penasun, seks oralhanya dilakukan untuk istri atau pacar serius merasa “mencintai”pasangannya atau “mengenal baik” pasangannya. Dua penasunmengaku pernah melakukan seks anal dengan pekerja seks meskipuntidak sering dilakukan.Seperti yang telah disebutkan di awal, sejumlah penasunmengindikasikan bahwa seks dengan pekerja seks lebih bervariasi danmenarik dibandingkan dengan pasangan seks lain khususnya dalamvariasi posisi hubungan seks seperti berdiri, duduk atau berhubunganseks di kamar mandi. Seperti yang dikatakan oleh seorang penasun,seks dengan pekerja seks melibatkan, “…Yah, Semuanya, dariujung rambut ke ujung kaki. Aku cium dia, mainin payudaranya…..”(Pria, 22 tahun, Surabaya). Penasun lain menyatakan bahwa iasuka mengunjungi satu pekerja seks karena setelah si pekerja seksmengenal dia dengan baik, ia selalu memberikan pelayanan ekstrauntuknya seperti pijatan khusus dan oral seks sebelum seks vaginal(pria, 29 tahun, Medan).III.2.3.1.3. Risiko SeksKebanyakan penasun pernah mencoba menggunakankondom pada suatu saat dalam hidup mereka. Sejumlah respondenmengatakan bahwa kondom terasa tidak nyaman, menganggupengalaman seks dan beberapa di antara mereka melepasnya ketikamereka menggunakannya untuk pertama kali. Seperti yang dikatakanoleh seorang penasun, “aku pernah menggunakannya [kondom],tetapi aku lepas soalnya aku jadi nggak puas, nggak kerasa….kalo nggak pake kondom, aku bisa ngerasain….” (Pria, 22 tahun,Surabaya).Perilaku dan pengalaman semacam ini mendorong penasuntidak menggunakan kondom pada saat berhubungan seks padakesempatan berhubungan seks berikutnya termasuk dengan pekerjaseks. Sejumlah kecil penasun menggunakan kondom, meskipuntidak konsisten, seperti ketika mereka merencanakan hubungan seksdan ingat untuk membawanya ke lokalisasi, atau ketika mereka diberikondom oleh pekerja seks, atau ketika tidak dalam pengaruh alkohol.Meskipun demikian, banyak penasun tidak memiliki kebiasaanmembeli kondom atau berencana membelinya seperti yang dikatakanoleh penasun mengenai kegiatan seksual baru-baru ini dilakukan dilokalisasi:- 33 -


Aku nggak bawa kondom dan nggak sempet beli. Akupengen beli, tapi malu” (Pria, 22 tahun, Bandung)Meskipun demikian, wanita pekerja seks di sejumlah lokalisasimulai meminta mereka menggunakan kondom dan menyediakankondom meskipun tidak di semua lokalisasi. Salah seorang penasunmenggambarkan, “ … di Bandung, aku lihat sebagian besar masangkondom ke pelanggannya. Beda dengan Surabaya, mereka kayaknyanggak perduli” (Pria, 28 tahun, Surabaya).Meskipun demikian, terdapat sejumlah penasun yangmenyatakan bahwa sejak mereka bertemu dengan pekerja lapanganprogram HIV/<strong>AIDS</strong> dan menerima informasi mengenai tentang IMSdan HIV dan peralatan untuk pengurangan risiko (seperti jarum suntikatau kondom) mereka menjadi lebih menyadari risiko jika merekatidak menggunakan kondom dan mulai menggunakannya setidaknyaketika berhubungan dengan pekerja seks. Tetapi mereka belumbisa menggunakannya ketika berhubungan seks dengan istri ataupacarnya. Seperti yang dikatakan oleh seorang penasun, “KetikaB datang ke tempat aku nongkrong, dia ngasi informasi (tentangIMS dan HIV) ... sebelumnya aku nggak pernah mikirin. Aku nggakperduli” (Pria, 22 tahun, Jakarta). Meskipun demikian, masih ada tigaperempat penasun yang tidak memakai kondom atau menggunakankondom secara konsisten.Salah satu aspek risiko HIV adalah pekerja seks dan penasunmemiliki banyak pasangan seks (pacar, teman memakai napza, temanbiasa, wanita penasun pekerja seks). Dengan demikian, terdapatrisiko bagi pekerja seks dan penasun untuk tertular HIV serta bagipasangan seksual lain yang sangat bervariasi. Bahkan di kalanganyang menyatakan telah sangat mengurangi jumlah pasangan seksmereka, sejarah perjalanan seksual mereka dengan pekerja seks,wanita jalanan, kenalan atau dengan pacar gelap tetap menempatkanpasangan mereka saat ini, terutama istri dan pacar serius mereka,dalam risiko terkena penyakit akibat perilaku seksual yang tidak amanpada masa lalu yang tidak diceritakan kepada pasangan seksnya saatini. Selain itu, hanya sedikit sekali penasun yang pernah melakukantes HIV. Bahkan bagi beberapa penasun yang telah mengetahuistatus HIV positif-nya, pemakaian kondomnya masih dalam tahapawal atau masih sangat tidak konsisten.III.2.3.2. Penasun Wanita Pekerja SeksIII.2.3.2.1. Karakteristik dan Hubungan dengan PelangganPenasun wanita yang juga pekerja seks terlibat dalampekerjaan seks untuk memenuhi konsumsi heroin dan memenuhikelangsungan hidup mereka. Tingkat konsumsi heroin dan kebutuhan- 34 -


akan uang sangat bervariasi pada tingkat ketergantungannya denganheroin. Ada individu yang bisa tidak mengkonsumsi heroin selamabeberapa hari, tetapi ada pula yang menggunakannya mulai darisatu kantung heroin setiap hari hingga yang menggunakan tiga atauempat kantung heroin setiap hari. 3 Oleh karena penasun wanita inijuga memiliki variasi ketergantungan terhadap heroin, maka upayamemperoleh uang yang bisa dikumpulkan dari pelanggannya punjuga bervariasi. Secara umum kisaran uang yang bisa mereka perolehdari seorang pelanggan adalah mulai dari Rp. 150.000 hingga Rp.300.000. Jumlah pelanggan yang dilayani juga sangat bervariasi antarindividu. Salah seorang di antara mereka menyatakan mencoba untukmelayani dua pelanggan sehari, sedangkan yang lain melayani 4-5pelanggan dalam satu minggu, dan penasun yang lain menyatakanbisa melayani 5 pelanggan per hari. Mereka juga menyatakan bahwatidak setiap hari mereka bisa memperoleh pelanggan. Dengandemikian, banyaknya pelanggan dan ketersediaan pelanggan cukupbervariasi antar individu dan, untuk sebagian besar, berbeda dari harike hari. Salah seorang pekerja seks mengatakan:Dalam jangka waktu satu minggu, kadang-kadangaku jarang keluar. Kalo lagi pengen, aku nggak keluarselama dua hari...(tapi) aku ngelayanin 5 orang setiapminggu ... 3-4-nya pasangan tetap, aku ngelayaninmereka setiap minggu (Wanita, 23 tahun, Jakarta).Seperti yang diungkap oleh individu ini, ia seringkali tidakkeluar ke jalan atau ke tempat tertentu untuk memperoleh pelanggansetiap hari karena, salah satu alasannya, ia punya pelanggan tetapdan membayarnya dengan baik. Pengalaman ini tidak ditemukanpada sejumlah pekerja seks lain.Tidak satupun dari wanita pekerja seks dalam penelitian inibekerja di lokalisasi, berbeda dengan pekerja seks yang paling seringdihubungi oleh penasun pria. Para pekerja seks ini menghubungipelanggannya dengan cara lain, seringkali menggunakan lebih dari satucara. Awalnya, sebagian besar pekerja seks bertemu pelanggannyadi jalan tertentu. Dua orang biasanya bertemu pelanggan di diskotik.Tetapi, setelah si wanita memiliki pelanggan tetap, mereka memilikicara lain untuk bertemu seperti pelanggan menelepon mereka ataumembuat janji untuk bertemu di kamar wanita tersebut pada waktuyang telah ditetapkan.3Terdapat pula faktor individual terkait dengan tingkat dosis ini. Kebiasaanmenggunakan heroin yang berkisar antara setengah kantung hingga duakantung perdosis akan bergantung pada kecenderungan pribadi, bahkan adabeberapa individu yang bisa melewati beberapa hari tanpa heroin.- 35 -


Secara umum, tarif para pekerja seks ini relatif lebihbesar dari pada para pekerja seks yang ada di lokalisasi dimanapara penasun pria membeli jasa seks. Setiap pelanggan Penasunwanita ini berkisar Rp. 150.000 sampai 300.000, sementara wanitapekerja seks di lokalisasi biasa memperoleh bayaran sekitar 50.000– 150.000. Beberapa dari pekerja seks penasun ini memperolehsebagian besar uangnya di diskotik dengan melayani orang asingsementara beberapa pekerja seks yang lain memperoleh lebih sedikituang pada hari-hari ketika mereka sulit bertemu pelanggan.III.2.3.2.2. Perilaku SeksualPara penasun wanita pekerja seks ini pada umumnyamelakukan seks vaginal dengan pelanggan mereka dan hampirsemua memberikan layanan seks oral dengan pelanggan, terutamajika diminta. Semua penasun wanita ini pernah dimintai untukmelakukan seks anal oleh pelanggannya tetapi sebagian besarmenyatakan menolak untuk melakukannya. Seorang wanita yangpernah melakukannya mengatakan bahwa hubungan seks terasasakit dan ia menyatakan dia tidak akan pernah melakukannya lagi.Seringkali penasun wanita ini juga diminta untuk melakukanaktivitas tertentu yang bisa meningkatkan hasrat seksual pelangganseperti memakai pakaian seksi atau melakukan gaya yang berbedabedaatau melakukan berbagai kombinasi aktifitas seks. Seperti yangdiceritakan oleh seorang pekerja seks (Wanita, 23 tahun, Jakarta):Mereka minta gaya ini dan itu....seperti gaya nungging,berdiri, berhubungan seks di kamar mandi....kadangkadangada juga pelanggan yang hanya ingin melihathubungan seks lesbian, kita berhubungan seks danpelanggan menonton kita.Beberapa pelanggan juga meminta pekerja seks untuk terlibatdalam praktek seksual yang dianggap “kasar” misalnya, memasukkanvibrator ketika mereka melakukan seks oral, rambutnya dijambakketika ia melakukan seks oral. Permintaan lain yang diajukan olehpelanggan adalah melakukan hubungan seks dalam kelompok yangmiilbatkan berbagai kombinasi pelanggan dan pekerja seks untukberhubungan seks bersama-sama atau secara berurutan (lihat “sekskelompok” di bawah).III.2.3.2.3. Risiko SeksFrekuensi pemakaian kondom bervariasi di kalangan parapekerja seks ini. Tetapi, tidak satupun menggunakan kondom secarakonsisten dengan para pelanggan mereka. Sebagian besar dari mereka- 36 -


menyatakan bahwa hak untuk memakai kondom berada di tanganpelanggan mereka karena “mereka bayar kita”. Situasi ini sepertinyamenempatkan pekerja seks di situasi yang kurang menguntungkanbahkan cukup sulit bagi mereka untuk menegosiasikan praktek seksyang lebih aman. Salah satu pekerja seks di Bali mengatakan bahwabeberapa pelanggan setuju untuk menggunakan kondom sementarayang lain tidak ingin memakai kondom. Ia mengatakan bahwa iatidak punya pilihan jika pelanggan tidak mau memakai kondom.Ia menggambarkan satu saat ketika ia meminta pelanggan untukmemakai kondom dan ia mengatakan pada pelanggannya tersebut:“Aku bawa kondom, kamu mau pake kondom apanggak?” Si pelanggan mengatakan, “Kenapa kamuberkeras pengen pake kondom?” “Yah, soalnya akunggak begitu kenal kamu dan kamu nggak terlalukenal aku…jadi kamu nggak akan terinfeksi dan akunggak akan terinfeksi,” kataku. “Nggak, aku nggakmau pake kondom, nggak mau aja,” kata si pelanggan(wanita, 20 tahun, Bali).Meskipun demikian, dua pekerja seks menyatakanbahwa mereka meminta pelanggan untuk memakai kondom jikapelanggannya masih baru, meskipun mereka tidak akan memintannyajika pelanggan tersebut adalah pelanggan tetap. Seperti yangdinyatakan oleh seorang pekerja seks:Kalau aku main sama pelanggan yang udah punyaistri dan nggak pernah sama perempuan lain, kitanggak pake kondom. Aku pake kondom kalo samaorang yang nggak kenal....biasanya aku manggilpelangganku ,” Papa”. Jadi “Pah, mau nggak beliinaku rokok sama sarung [kondom].” Mereka sukabilang, “Kenapa aku butuh sarung? Nggak enakrasanya.” Mereka seringkali nggak mau beli kondom,jadi kita nggak berhubungan seks. Aku takut kena GO[gonorrhea] (Wanita, 21 tahun, Bandung).Pekerja seks ini mengatakan bahwa dia bisa memintapelanggannya untuk memakai kondom atau menolak berhubunganseks dengan mereka. Meskipun demikian, situasi yang lebih umumadalah seperti yang dikatakan oleh pekerja seks, “Walaupun kondommengurangi risiko penularan penyakit dan kehamilan ... kalaupelanggan nggak mau, aku nggak punya pilihan” (Wanita, 23 tahun,Jakarta). Berdasarkan pengalaman dari pekerja seks ini adalahcukup sulit untuk membuat pelanggan menggunakan kondom,bahkan dengan orang asing. Menurutnya, hanya setengah dari parapelanggan yang biasa dia layani mau menggunakan kondom.Di sisi lain, salah seorang pekerja seks menyatakan tidak- 37 -


suka menggunakan kondom setelah memperoleh pengalamanmenyakitkan menggunakan kondom untuk pertama kalinya. Iamengatakan bahwa ia tidak akan mau menggunakan kondom, kecualijika diminta oleh pelanggan dan mengatakan:Yah…mungkin karena waktu itu pengalamanpertama pake Fiesta, sakit rasanya. Menyengatgitu. Kalau klien aku pingin make kondom, akubiarin. Soalnya dia kan bayar kita (Wanita, 18tahun, Jakarta).Kelompok penasun wanita pekerja seks ini tidak pernahmenggunakan kondom dengan pacar tetap mereka. Risiko mulaimuncul dari pemakaian kondom yang tidak konsisiten sehinggamuncul potensi penularan ke dan dari banyaknya pasangan seksyang mereka miliki, termasuk hubungan seks dengan orang tidakdikenal, pelanggan yang sudah dikenal, pelanggan tetap dan pacar.III.2.3.3. RingkasanTabel 4 di bawah ini memperlihatkan bahwa hampir duapertiga penasun pria melakukan seks dengan pekerja seks dalamjangka waktu satu tahun terakhir. Seperti yang telah disebutkansebelumnya, frekuensi hubungan seks dengan pekerja seks inidilakukan setiap bulan dan dengan pekerja seks yang berbedasehingga terjadi perubahan pasangan seks yang sangat cepat.Sementara itu, sebagian besar penasun pria juga memiliki pasanganseksual lain yaitu dengan pasangan tetap dan pasangan tidak tetap.Meskipun pria mendominasi penasun dalam komunitaspenelitian ini, 8 dari penasun yang direkrut (16%) adalah wanita.Dari semua responden penasun wanita, lima di antaranya, atauduapertiganya adalah pekerja seks atau 10% (5 kasus) darisampel secara keseluruhan. Di antara para pekerja seks ini, tigaorang memiliki pasangan seks tetap yaitu pacar, ditambah denganpelanggan mereka selama satu tahun terakhir.- 38 -


Tabel 4. Frekuensi Penasun Pelanggan Wanita Pekerja Seks,Penasun Wanita Pekerja Seks dan Frekuensi yang memilikipasangan lain pada waktu yang sama(N Penasun Pria = 43, N Penasun Wanita=8)Kategori Penasun n (%)Memiliki pasangan laindalam waktu yang sama(n (%) dari yang memilikipasangan pekerja seks ataupenasun wanita pekerja seks)Penasun Pria yangMemiliki PasanganPekerja Seks Jalanan/LokalisasiPenasun Perempuanyang menjadi WanitaPekerja Seks31(72%) 28(90%)5 (63%) 5(100%)Tingkat pemakaian kondom pada penasun pria yangmelakukan hubungan seks dengan pekerja seks relatif rendah, sekitartiga perempat penasun benar-benar tidak pernah menggunakannyaatau menggunakannya secara tidak konsisten. Tidak satupun pekerjaseks yang menyatakan bahwa mereka menggunakan kondomdengan pelanggan secara konsisten. Tiga penasun wanita pekerjaseks menyatakan bahwa mereka meminta pelanggan menggunakankondom jika pelanggan tersebut tidak mereka kenal. Meskipundemikian, kesulitan untuk menemui klien dan kebutuhan uang untukmemenuhi kebutuhan atas kecanduannya membuat para pekerjaseks rentan terhadap tekanan klien untuk melakukan hubungan seksyang berisiko. Dengan demikian, semua pekerja seks terlibat dalamseks berisiko dengan perkecualian hanya untuk beberapa pelanggan.Penasun wanita yang menjadi pekerja seks memiliki risiko gandaterkena HIV melalui keterlibatan mereka dalam praktek pemakaiannapza berisiko dan praktek seksual berisiko sehingga menempatkanmereka dan pelanggannya dalam kondisi berisiko.Dengan mempertimbangkan tingkat kunjungan penasunpria ke pekerja seks yang tinggi, kemungkinan penasun yang telahterinfeksi HIV yang sangat tinggi dan perilaku seks berisiko yangdilakukan oleh penasun saat ini, maka mekanisme penting untukpenyebaran HIV ke populasi umum sudah mencukupi. Pekerja seksakan semakin banyak yang berstatus HIV positif dan pada gilirannyaakan mendorong penularan HIV ke pelanggan. Pekerja seks yangjuga penasun, meskipun populasinya lebih kecil, ada kemungkinantelah menjadi pusat dari penyebaran HIV ke populasi umum dikalangan masyarakat <strong>Indonesia</strong>.- 39 -


III.2.4. Pasangan Seksual LainIII.2.4.1. Tante dan OomIII.2.4.1.1. Sifat HubunganTerdapat dua kategori gender speksifik untuk pasangan seksyang khas dalam konteks sosial <strong>Indonesia</strong> yang melibatkan individuyang lebih muda berpasangan dengan wanita yang lebih tua (Tante)dan pria yang lebih tua (Oom). Pasangan yang lebih tua umumnyatertarik untuk ditemani dan kemungkinan berhubungan seks denganindividu yang lebih muda. Dalam penelitian ini, penasun yang lebihmuda tampaknya lebih tertarik dengan materi yang ditawarkan dalamhubungan semacam ini. Hubungan-seperti ini mencakup hubungandalam bersifat tetap atau berkelanjutan dan dalam waktu lama, berkalaatau singkat. Ketika pasangan ini ada dalam suatu hubungan, orangberusia lebih tua memberikan uang kepada penasun yang berusialebih muda. Dibandingkan dengan transaksi komersial, pertukaranmateri dan hubungan seksual kelihatannya dapat memenuhikebutuhan kedua pihak dalam hubungan ini. Berikut ini contoh darijenis hubungan yang melibatkan hubungan penasun dengan seorangtante yang dipaparkan oleh seorang penasun (22 tahun, Bandung):Aku kenalan dengan seorang tante. Dia bayar aku[untuk berhubungan seks]. Kalau si tante pinginngelakuin seks, dia nelepon, “Dateng dong, akutunggu di mall ya”. Jadi aku datang terus dia ngajakaku ke hotel. Tapi sebelumnya, kita makan dulu. Dialalu bayar aku, Rp. 500.000 dan bilang, “Nih, ini buatkamar dan buat senang-senang. Kalo aku pengengitu lagi sama kamu boleh nggak?” [Aku bilang], “Ok,nggak masalah”. Dia bilang, “Jangan punya pacarlain, sama aku aja. Kalau kamu mau make [napza]nanti kubeliin buat kamu. Kalau kamu mau tinggalsama saya juga boleh,” katanya, “Ayolah, kamu mauapa aja saya kasih.” Aku bilang, “Nggak, nggak, akunggak mau kayak gitu. Aku punya pacar dan kamupunya suami. Dan suami kamu lagi nggak di sini.”Suaminya kerja di kapal pesiar. Yah, nggak jelek sih...kalo aku nggak punya duit, aku nelpon dia dan diapasti datang terus berhubungan seks dulu. Setelah itu,dia ngasih aku duit .... Dia nggak ngijinin aku ketemutante lain. Dia pernah bawa aku untuk ketemu tantelain dan ada tante lain yang bilang, “Ikut aku yuk,” tapisi tante marah. “Jangan ganggu dia. Dia punyaku”.Aku diem aja. Tante umurnya 36 tahun. Aku pikir diakaya dan kesepian karena suaminya nggak ada.Penasun pria lain (22 tahun, Medan) memiliki pasanganpenasun wanita yang memiliki hubungan dengan seorang Oom, ataupria yang lebih tua, yang ia sebut “Bapak Angkat.” Ia mengamatihubungan mereka dalam suatu situasi tertentu:- 40 -


Cewek itu bilang dia punya bapak angkat… aku pikirdia orang kita, taunya orang Cina. Kalo cewek punyahubungan sama orang Cina, pasti dia selingkuhannya… setiap kali dia butuh uang, si oom ngasih dia uang... Aku bilang ke dia kalo lagi pengen make [napza] tapinggak punya uang. Dia bilang, “Aku telepon bapakangkatku dulu ya”. Dia lalu nelpon, kami lalu pergi kebengkelnya dan waktu dia keluar dari bengkel, diabawa duit.Secara umum, kategori-kategori pasangan penasun inimenunjukkan hubungan dengan sejumlah harapan dukungan materidan keterlibatan seksual.III.2.4.1.2. Risiko SeksHubungan yang digambarkan di atas adalah bagian darijaringan seks saat ini di kalangan para penasun tersebut. Contohpertama mengenai seorang penasun yang memiliki hubungandengan seorang tante yang digambarkan di atas menunjukkanbahwa penasun tersebut juga memiliki sejumlah besar pasanganseks lain termasuk pekerja seks, sejumlah perek dari universitas,pacar dan tante. Penasun lain yang menggambarkan hubungannyadengan temannya yang memiliki hubungan dengan Oom ternyatamemiliki tiga pacar dalam satu tahun terakhir termasuk individu yangdigambarkan berhubungan dengan Oom tersebut. Tidak satupun darikedua individu ini yang menggunakan kondom ketika berhubunganseks. Penasun pertama menyatakan bahwa ia hanya menggunakankondom jika ia menganggap si perempuan tidak bersih berdasarkanpengamatan matanya. penasun kedua tidak pernah memakai kondommeskipun ia pernah mencobanya satu kali dan tidak menyukainya.Para penasun ini memiliki risiko terkena HIV yang sangat tinggi daridan ke pasangan mereka yang mewakili usia dan kelompok sosialyang sangat berbeda.III.2.4.2. Waria dan GayIII.2.4.2.1. Sifat Hubungan dan Perilaku SeksSejumlah penasun memiliki pengalaman berhubunganseks dengan waria. Waria telah dikenal di pusat-pusat metropolitan<strong>Indonesia</strong> sejak pertengahan abad ke-19. Mereka dikenal sebagaipenghibur bagi kelas bawah, pertukaran komoditas kecil, pekerjaseks, dan baru-baru ini sebagai pekerja salon (Boellstroff 2002).Mereka semakin terlihat dalam kehidupan publik dan meskipuntidak sepenuhnya diterima, mereka adalah bagian dari “wilayahseksual” (Oetomo 1996). “Pria gay” merupakan identitas seksual dan- 41 -


konstituen seksual yang lebih baru di <strong>Indonesia</strong> dan masih kurangditerima dibandingkan dengan waria.Waria (atau dikenal juga sebagai banci atau bencong) telahdikenal baik oleh penasun. Mereka seringkali saling berinteraksi dalamkehidupan malam di jalan tempat lokasi penelitian kami. Duaperlima(18 penasun pria) pernah melakukan hubungan seksual dengan wariadalam suatu saat dalam kehidupan mereka dimana sebagian besarpengalaman mereka terjadi selama lima tahun terakhir. Hubunganseksual ini seringkali bisa berupa transaksi komersial dimana penasunmembayar waria untuk melakukan hubungan seks, atau tidak adatransaksi komersial. Dalam satu kasus, seorang waria membayarpenasun untuk melakukan seks oral. Meskipun berhubungan seksdengan waria umum dilakukan oleh para penasun, hubungan seksdengan gay lebih tidak umum. Pertanyaan mengenai hal ini seringmengejutkan mereka dan memunculkan rasa ketidaknyamananyang bersifat homofobia sehingga menunjukkan bahwa wariadan gay dipandang sangat berbeda. Para responden seringkalimenggambarkan waria dengan istilah-istilah feminin sementara seksdengan gay dianggap sebagai “pria berhubungan seks dengan pria”Ketika penasun dan waria bertemu di jalan, interaksi merekabiasanya melibatkan lelucon-lelucon seks pada awalnya dan kadangkadanginteraksi fisik yang bersifat provokatif dari waria. Sejumlahpenasun dengan teman-temannya mendekati waria seringkali setelahmeminum minuman beralkohol dan mengekspresikan sejumlahkeingintahuan seksual terhadap waria. Pertemuan semacam inibiasanya terjadi pada saat penasun memiliki sedikit kesempatanseksual lain (misalnya tidak punya uang untuk mengunjungi pekerjaseks atau pacar sedang tidak ada) sehingga mereka bersikapresponsif terhadap petualangan seksual dengan waria.Penasun pria berikut (24 tahun, Bandung) menggambarkanhubungan seksual yang dimilikinya dengan dua waria. Iamengatakan:Waktu itu aku habis make heroin dan minum pilbareng temen. Kita nggak bisa tidur dan nggak tahuharus ngapain. Temen-temen kita...pergi...terus kitapunya ide ... (kita) pengen ke lokalisasi tapi nggakpunya duit. Waktu itu terlalu malem buat ngehubungipacar kita jadi kita keluar … Kita ketemu dua wariaterus kita deketin. Tadinya, aku pengen seks oral tapi… aku dioral dan sesuatu yang lucu terjadi. Aku lagimabok banget terus lagi pengen banget gituan…dialagi ngisep penis aku … wignya lepas, dia marahterus pergi padahal aku udah bayar dia. Aku ngerasatanggung dan masih pengen. Waktu itu masih adaseorang lagi (waria). Terus aku dioral lagi sama diatapi nggak keluar-keluar. Dia ngelakuin oral seks- 42 -


lama banget dan aku pengen banget keluar, jadi akunyuruh dia nungging.Penasun ini mengatakan bahwa dia hanya melakukanoral dan anal seks dengan waria saat itu saja. Beberapa penasunmelakukan hubungan seks dengan waria beberapa kali dalam waktusatu tahun sebelum penelitian. Seorang penasun mengatakan bahwapengalaman pertama kali melakukan hubungan seks adalah denganwaria pada usia 14 tahun. Dari sejumlah partsipan yang pernahmelakukan hubungan seks dengan waria menyatakan bahwa jumlahrata-rata berhubungan seks dengan waria adalah berkisar satusampai dua kali, meski ada sejumlah penasun sering berhubunganseks dengan waria. Banyak dari para penasun ini hanya melakukanoral seks tetapi beberapa melakukan oral dan anal seks. Semuahubungan seks tersebut, kecuali satu, melibatkan seks tanpakondom.Terdapat tiga penasun yang melaporkan pernah melakukanseks dengan gay. Dalam dua peristiwa, mereka dibayar untukmelakukan seks dalam upaya memperoleh uang untuk membelinapza. Penasun berikut (25 tahun, Bandung) menggambarkanmotivasinya untuk pertemuan tersebut dan pengalamannya denganpria gay.Aku dikenalin sama temen. Waktu itu kebetulan akulagi sakau ... temen saya bilang, “Aku nggak punyaduit, tapi kamu mau nggak [berhubungan seks dengangay]. [Waktu dikenalkan] aku dibawa keluar, makanbareng. Terus, buat ngebuat aku pengen, dia nyetelBF. Aku jadi nafsu ... aku bilang sama dia, kamu bolehngelakuin tapi kamu harus bayar aku. Tapi maennyanggak lama.Penasun ini mengaku bahwa pada saat itu ia hanya melakukan seksoral.III.2.4.2.2. Risiko SeksBaik waria maupun gey dikenal memberi dan menerima seksoral dan anal (Boellestroff 2005). Sejumlah waria kelihatannya jugaterlibat dalam pekerjaan seks. Hubungan tanpa mengetahui namapasangan ini melibatkan seks yang dibayar dan tidak menggunakanpelindung, terutama yang melakukan seks anal, sehinggamemunculkan risiko untuk penasun dan pasangan seksual mereka.- 43 -


III.2.4.3. Seks BerkelompokSejumlah penasun pernah terlibat dalam seks berkelompokatau “pesta seks” dalam suatu masa dalam kehidupan mereka. Bentukseks ini bisa berupa seks antara pasangan seks yang terpisah atauberurutan. Mereka melakukan seks di ruangan yang sama denganbanyak pasangan atau kadang-kadang melakukan seks denganmengantri wanita yang sama. Hubungan seks semacam ini terjadidengan alasan yang bervariasi misalnya, sekelompok penasun priadan wanita menggunakan heroin bersama-sama dan setelahnyamelakukan seks bersama-sama. Hubungan seks berkelompoklain terjadi ketika seorang penasun pria diminta untuk memuaskantiga tante dengan melakukan seks pada saat yang sama secaraberurutan. Penasun wanita pekerja seks juga memiliki pengalamanseks berkelompok bersama pelanggannya.Kegiatan seks berkelompok dan berisiko terjadi antarapenasun pria dan pekerja seks. Dalam satu kejadian, setelahmenggunakan heroin, sekelompok penasun memanggil wanitapekerja seks dan melakukan seks di ruangan sama secarabergantian dengan perempuan yang sama. Salah seorang penasunmenggambarkan kejadian ini:Kita lagi nggak ada kerjaan, terus kita ngeliat adacewek-cewek jadi kita suit-suit, ngegangguin merekadan nanya darimana asalnya. Cewek-cewek itu bilangmereka datang dari desa karena susah hidup di desa,jadi mereka datang ke kota. Kita minta dia buat kehotel bareng kita-kita ... waktu itu ada 2 cewek dan10 cowok. Kita ngambil 2 kamar trus ngebagi sicewek, jadi satu cewek lima cowok di satu kamartrus satu cewek sama lima cowok lagi di kamar lain.Kita gantian, tapi buka-bukaan jadi kita bisa nonton.Mereka ngelakuin di sana, kita duduk di sini, nggakbareng-bareng ngelakuannya tapi satu satu. Kitabayar cewek-cewek itu. Mereka bukan pemake, kalomereka pemake kita pasti harus bayar pake heroin(Pria, 29 tahun, Medan).Penasun ini mengatakan bahwa ia tidak pernah menggunakankondom, sehingga tidak diragukan lagi bahwa dia dan temannya sertapara perempuan tersebut melakukan hubungan seks tanpa pelindungsehingga memiliki potensi terkena risiko HIV melalui peristiwa ini.Pekerja seks penasun wanita juga ikut serta dalam berbagaibentuk seks kelompok atau “pesta seks” dengan lebih dari satupelanggan atau pekerja seks dalam waktu yang sama. Peristiwa inimerupakan kombinasi dari satu pekerja seks dengan dua atau tigapria atau dua pekerja seks dengan satu pria dan dalam satu peristiwa,enam pria dan enam wanita. Meskipun demikian, para pekerja sekspenasun ini menyatakan bahwa mereka tidak akan mengijinkanlebih dari satu pria dalam kamar pada saat yang sama dengan- 44 -


demikian seks kelompok ini lebih merupakan hubungan seks denganpasangan yang mengantri di luar pintu kamar dengan masing-masingmembayar untuk seks secara individual. Seperti yang digambarkanoleh seorang pekerja seks:Aku sering ngalamin gituan dua cewek dan satucowok. Tapi kita giliran, nggak langsung semuanyadi kamar yang sama. Aku biasanya ngajak temendeket aku [untuk gabung] … (Perempuan, 21 tahun,Bandung).Seperti yang telah disebutkan di atas, sebagian besarpekerja seks merasa tertarik dengan penggunaan kondom, terutamadengan pelanggan yang mereka anggap sebagai berisiko tetapisering merasa tidak berdaya untuk menuntut pemakaian kondom.Dalam situasi hubungan seks berkelompok, tidak diragukan lagi,penggunaan kondom cenderung untuk diabaikan. Ada situasi dimanakondom akan digunakan adalah jika terjadi pergantian pasangandalam waktu yang hampir bersamaan.III.2.4.4. Mobilitas, Penasun, dan Perilaku dan HubunganBerisikoBentuk risiko seksual lain dari penyebaran HIV padakelompok penasun dan masyarakat adalah adalah berhubungan seksdan menggunakan napza dengan pasangan di luar komunitasnya.Penasun yang bepergian untuk tujuan rekreasi, untuk membeli napza,atau untuk alasan lain dan terlibat dalam praktek seks dan pemakaiannapza berisiko menjadi mekanisme jembatan untuk menghubungkansekelompok individu yang jika tidak karena peristiwa tersebut tidakakan berhubungan secara geografis. Proses ini akan memungkinkanterjadinya interaksi antar komunitas di wilayah geografis yang berbedadengan potensi HIV yang berbeda pula. Sebagai gambaran, seorangpenasun muda (Pria, 19 tahun, Jakarta) menggambarkan dirinyapergi dari Jakarta ke Bali ketika ia “... libur ... selama satu minggudan membayar 50 ribu …” untuk jasa seks dari seorang pekerjaseks. Individu lain (pria, 24 tahun, Bandung) seringkali bepergian kedaerah di luar Bandung (yaitu Jakarta, Sukabumi, Cianjur dan Bali)dimana ia sering membeli napza dan menggunakannya bersamaorang lain serta berhubungan seks dengan pekerja seks. Keduaindividu ini tidak pernah menggunakan kondom dan individu terakhirberstatus HIV positif. Dengan demikian, perilaku berisiko tinggi initerjadi ketika seseorang berpergian ke populasi dan daerah geografislain berpotensi untuk menyebar infeksi HIV ke kisaran yang lebih luasmenuju populasi heteroseksual <strong>Indonesia</strong>.- 45 -


III.3. Pemakaian KondomPemakaian kondom seperti digambarkan pada bagiansebelumnya memperlihatkan bahwa di kalangan penasun sangattidak konsisten dan bersifat problematis padahal mereka umumnyamemiliki banyak pasangan seks yang berisiko tinggi maupunrendah. Secara keseluruhan, terdapat tiga pola pemakaian kondom:mereka yang menggunakan kondom secara konsisten, mereka yangmenggunakan kondom secara tidak konsisten, termasuk yang barumulai memakai kondom dan mereka yang tidak pernah menggunakankondom sama sekali. Pemakaian kondom yang tidak konsisiten dantidak menggunakan kondom sama sekali adalah kategori terbesar dikalangan ini dan distribusinya hampir sama pada kedua kelompoktersebut. Pembahasan berikut ini mengungkap kapan dan dengansiapa kondom digunakan dan tidak digunakan.Hanya sedikit penasun yang menyatakan bahwa merekamenggunakan kondom secara konsisten. Alasan utama untukpemakaian konsisten adalah untuk perlindungan terhadap infeksiHIV. Salah satu responden yang merupakan bagian dari beberaparesponden yang menggunakan kondom secara teratur mengungkapalasannya memakai kondom:Aku selalu pake kondom sama pekerja seks, jugasama pacar soalnya aku nggak bener-bener tahupengalaman mereka … Yah, ini memang egoismeaku. Kalo aku lagi sama pekerja seks, aku takut kenainfeksi dan kalo aku lagi sama pacar-pacar aku, akutakut nularin mereka (Pria, 28 tahun, Medan).Tetapi penasun ini mengatakan bahwa ketika berhubunganseks dengan menggunakan kondom, ia tidak bisa “merasakan” ataumengalami seks sebaik ketika ia tidak menggunakan kondom. Meskidemikian ia menambahkan bahwa kondom membantu mencegahinfeksi dan ia takut terkena infeksi jika tidak menggunakan kondom.Banyak penasun yang menggunakan kondom secara tidakkonsisten adalah penasun yang baru mulai menggunakan kondom.Penasun berikut memperlihatkan pemakaian kondom yang barudimulai dan tidak konsisten dengan berbagai pasangan seks.Penasun ini membahas pemakaian kondom dengan mengatakan:Sejak 2 bulan lalu, temen-temen bilang,”Pakekondom”, jadi udah 2 bulan ini aku selalu makekondom … tapi, yah, kalo lagi sama pacar aku nggakpake kondom soalnya secara fisik dia kelihatannyasehat…aku nggak tahu…mungkin karena aku cintadia ... (dan) karena dia nggak ngelakuin sama laki-lakilain ... Itu sebabnya aku berani nggak pake kondom- 46 -


sama dia. Tapi kalo seandainya dia perempuan yangsuka main seks sama banyak laki-laki, pasti aku pakekondom .... (Pria, 22 tahun, Bandung).Meskipun demikian, ketika penasun ini ditanya apakahia melakukan seks tanpa kondom dalam waktu dua bulan terakhirdengan orang lain, ia mengakui, “waktu aku beli seks …” iamengatakan, “karena aku nggak bawa kondom dan aku nggaksempet beli walaupun aku ingin beli ...” Ia juga menambahkan bahwaketika ia melakukan seks dengan pacar “tak tetap”:Cewek itu suruh aku lepas. Dia bilang,”Lepas dong...rasanya...rasanya aneh” ... nggak enak.Gambaran ini menunjukkan bahwa penasun ini tidak bisamenggunakan kondom dengan konsisten atau rutin karena situasisituasiyang berbeda. Ini menunjukkan bahwa serangkaian faktordapat mempengaruhi apakah ia akan menggunakan kondom atautidak. Pertama, ia berada di posisi yang kurang nyaman memintakepada pacar seriusnya menggunakan kondom dalam hubunganseks karena pacarnya kelihatannya mengasumsikan bahwa merekaberdua adalah pasangan seks yang saling setia. Ia juga meyakinibahwa pacarnya memegang prinsip monogami sehingga baginya iatidak berisiko. Selain itu, ia tidak merencanakan membawa kondomsebelum ia pergi ke lokalisasi. Ketika pacar “tidak tetap”-nya merasatidak nyaman ketika ia menggunakan kondom, ia juga merasaharus merespon keinginan perempuan tersebut mungkin karenaia menyembunyikan pacar resminya. Situasi ini memperlihatkanserangkaian tekanan sosial dan kurangnya komitmen untukmenggunakan kondom serta persepsi dan sikap yang umum bahwakondom mengurangi kenikmatan seks.Mereka yang tidak menggunakan kondom mencakup pulamereka yang telah mencoba menggunakan kondom beberapa kalitetapi kemudian memutuskan untuk berhenti menggunakan kondom.Seorang penasun yang telah berhenti menggunakan kondommengatakan bahwa pacar-pacarnya “tidak berhubungan seks denganlaki-laki lain. Meskipun pernah, mungkin itu dulu dan bukan waktumereka sama aku ... waktu mereka sama aku, mereka bersih” (Pria,22 tahun, Medan). Tanpa pengetahuan mengenai status HIV merekadan perilaku di masa lalu, ia menganggap pacar-pacarnya “bersih”.Penasun ini menggunakan kondom dua kali dan tidak pernah lagimenggunakannya. Sama dengan kasus di atas, ia dan pacarnyatidak menyukai sensasi kondom jadi ia melepasnya. Ia mengatakan:Rasanya nggak enak waktu dicoba sama pacar…kami waktu itu cuma nyoba-nyoba [tapi] rasanyabeda, jadi kita buka [melepas kondom] … Kondom- 47 -


itu ada lingkarannya kalo didorong rasanya nggaknyaman. Selain itu, main pake kondom bikin kurangterasa, jadi nggak kayak lagi main seks.Gambaran ini menunjukkan adanya persepsi risikodan kebutuhan pemakaian kondom yang rendah dari sejumlahbesar penasun dan pasangan seks mereka. Situasi ini ditambahdengan pandangan negatif mengenai pengaruh kondom terhadappengalaman seksual. Meskipun demikian, sebagian besar penasunmengetahui sifat penularan HIV dan bagaimana mengurangi risiko.Seperti seorang penasun mengatakan, “Kita harus main aman,pake kondom, atau nggak main seks sama banyak orang, nggakganti-ganti pasangan” (Pria, 24 tahun, Bandung). Tetapi, orangyang sama juga menyatakan tidak pernah menggunakan kondom,“Nggak sekalipun … aku nggak pernah mikirin. Aku pikir buat apapake kondom soalnya pacar aku pake pil KB biar nggak hamil ...”.Meskipun demikian, walaupun ia mengatakan bahwa ia HIV positif,penasun ini mengatakan, “Aku mau pake [kondom], mungkin nantidengan pacar aku ... tidak hanya dengan pacar saja tetapi mungkinjuga dengan yang lain ... biar aman, jadi aku nggak akan nularin.”Berbagai contoh ini menunjukkan bahwa meskipunterdapat pengetahuan umum mengenai cara penularan HIV danpencegahannya, pengetahuan tersebut belum dipersonalisasi ataudijadikan realita dalam kehidupan banyak penasun dalam penelitianini. Seorang penasun mengatakan bahwa ia tidak tahu HIV/<strong>AIDS</strong> adadi <strong>Indonesia</strong> sampai dua bulan yang lalu. Selain itu, terdapat sikapumum, yang menjadi mitos populer, bahwa kita tidak dapat dipuaskansecara seksual jika kita memakai kondom. Seperti yang dikatakanoleh seorang penasun, ia “belum” memakai kondom, “belum satukalipun” (Pria, 26 tahun, Medan), tapi ia menambahkan bahwa:Rasanya aneh. Tau nggak, kalo kita pake kondomwaktu main seks … aku ngerasa aneh … temen-temenbilang kita bakal jadi nggak puas. Cewek-cewek jugabilang bahwa mereka ngerasa nggak puas kalo kitapake kondom.Dengan demikian, terdapat sikap yang hampir tak tergoyahkanbahwa kondom mengurangi kesenangan seksual. Sikap ini diyakinioleh hampir semua penasun bahkan oleh mereka yang belum pernahmengalaminya. Keyakinan ini, disertai dengan kurangnya persepsirisiko atau praktek pemakaian kondom, berperan untuk mendorongseks tanpa pelindung yang menyebar luas di kalangan penasun.- 48 -


III.4. Relasi Jaringan PenyuntikanJaringan pemakaian napza suntik merupakan titik kunci dariperilaku berisiko, hubungan seksual berisiko dan sumber infeksi HIVdi kalangan penasun. Jaringan ini mengindikasikan sampai batasmana penyuntikan napza berisiko dan potensi pajanan HIV bertemudengan hubungan seksual berisiko tinggi dan mengarah ke potensipajanan yang melintasi wilayah dan kelompok sosial. Besarnyajaringan penyuntikan, stabilitas dan tingkat pertukaran pasangan,pasangan penasun yang kemudian menjadi pasangan penasun laindari berbagai daerah dan karakteristik demografis serta frekuensipraktek penyuntikan berisiko akan membentuk suatu profil risikojaringan penyuntikan (Rothenberg, et al. 1998).Jaringan penasun dalam penelitian ini umumnya terdiri dari2-5 anggota tetap dengan sebagian besar adalah teman. Terdapatbeberapa penasun yang memiliki jaringan penyuntikan yang besardari 11 sampai 20 orang yang beberapa di antaranya hanya kenalanatau bahkan tidak diketahui namanya yang bertemu ketika berkumpulmembeli dan memakai napza. Meskipun demikian, sebagian besarjaringan penyuntikan ini relatif kecil, cenderung tertutup dan terdiridari beberapa individu yang akrab. Sebagian besar anggota dalamjaringan berbagi napza dengan cara menyedot dosis individu daricampuran napza yang sama. Keadaan ini mencakup risiko tidaklangsung dari jarum yang mungkin telah terkontaminasi yangdicelupkan ke campuran napza yang sama, pemakaian tempat untukmencampur napza yang sama dan, seperti yang diungkapkan olehbeberapa penasun, memakai air yang sama untuk membilas jarumsuntik (lihat Koester 1996).Sejumlah kecil penasun tetapi memiliki posisi yang pentingdalam jaringan penyuntikan dalam penelitian ini telah menggunakanjarum suntik bersama-sama dengan temannya ketika menyuntikselama beberapa minggu terakhir. Dengan demikian, perilakupenyuntikan yang sering dan sangat berisiko terjadi pada kelompokpenasun ini. Kelomok penasun lain telah menggunakan jarumbersama-sama selama satu tahun terakhir, misalnya, ketika jarummereka tersumbat atau rusak. Dengan demikian, terdapat tingkatpraktek penyuntikan berisiko yang tinggi dan potensi untuk penularanHIV melalui darah di antara para penasun ini. Sifat kelompok yangkecil dan saling melingkar secara sosial dari sejumlah jaringanpenyuntikan ini menunjukkan bahwa sekali HIV masuk ke dalamkelompok ini maka virus tersebut akan tersebar secara cepat diantara anggota-anggota kelompok tersebut (Friedman et al. 1997).Dengan masuknya HIV ke dalam jaringan penyuntikan ini, kehidupanseks aktif dan jaringan pasangan seks yang bervariasi di kalanganpenasun akan berperan sebagai mekanisme yang menjembatanipenyebaran HIV ke lingkungan yang lebih luas.- 49 -


Hubungan dan perilaku seksual berisiko dengan demikianharus dinilai dalam konteks risiko penyuntikan napza dan prevalensipenasun dengan HIV positif. Rangkaian kasus yang dipaparkandi bawah ini merupakan contoh dari struktur dan dinamika yangsaling terkait antara jaringan penyuntikan obat dan jaringan seksualpenasun sebagai sumber sinergis potensi pajanan terhadap HIV bagiseorang penasun dan teman-temannya sesama penasun yang adadalam kelompoknya serta pasangan seks mereka.Kasus 1A adalah seorang wanita berusia 23 tahun dari Jakarta.Ia menggunakan heroin sejak tujuh tahun yang lalu ketika berusia16 tahun. Ia menyelesaikan SMA-nya dan saat ini sedang kuliahdi sebuah universitas. Jaringan penyuntikannya terdiri dari empattemannya dari universitas. Ia juga kadang-kadang menyuntik disebuah kampung dimana ia membeli napza dan menyuntikkan obatyang dibeli di tempat tersebut bersama-sama dengan orang yang iatemui di sana.A selalu menyuntik bersama-sama teman yang harusmenyuntiknya karena ia tidak dapat menyuntik sendiri. Ia tidakpernah membeli jarum suntik sendiri, jadi ia selalu meminjam miliktemannya. Ia telah menggunakan jarum suntik orang lain sejak iamulai menggunakan napza pada tahun 1997. Ia mengatakan:Aku nggak pernah beli jarum sendiri, temen biasanyapunya. Pertama karena aku takut ngebawa jarumpulang terus aku juga males belinya, jadi aku nggakpernah beli.Ia biasanya hanya membersihkan jarum suntik yang iapinjam dengan air tetapi tahun ini ia menggunakan pemutih (bleach).Meskipun demikian, orang tua dan pacarnya telah meyakinkan iauntuk berhenti menggunakan heroin, jadi selama dua bulan terakhir,ia tidak memakai napza.Ia memiliki tiga pasangan seks selama satu tahun terakhiryang semuanya adalah pacar tetap. Satu pacarnya adalah pacarserius, sedang yang lain tidak memiliki komitmen masa depan.Dalam hubungannya dengan ketiga pacarnya, ia memiliki hubunganserial yang kelihatannya bersifat monogami. Tidak satupun pacarnyaadalah penasun. Salah satu pasangan berasal dari gereja yangsama, satu orang dari universitas yang sama dan satu orang lagi iatemui di bis.Ia tidak pernah menggunakan kondom dengan pacarpacarnya.Ia sudah memberitahu semua pacarnya mengenaihubungan seks yang sudah ia lakukan dengan pacarnya yang lain,tetapi mereka tidak keberatan. Kelihatannya, seks sebelum menikah- 50 -


dapat diterima dalam lingkaran kelompoknya meskipun tidak dapatditerima oleh generasi yang lebih tua dari mereka.Perilaku pemakaian jarum bersama dalam jangka panjang dankebiasaanya untuk tidak memakai kondom bersama pacar-pacarnyamenunjukkan risiko HIV tinggi di kalangan pasangan seksualnyamelalui bentuk risiko berganda. Pengetahuannya mengenai risikoHIV kelihatannya terbatas karena ia hanya mengidentifikasi kondomsebagai alat untuk menghindari kehamilan dan bukan untukmenghindari infeksi HIV.Perilaku A dan jaringan hubungan seksualnya berperansebagai jembatan potensial atau perantara untuk infeksi HIV antara,1) pacarnya yang berhubungan seks dengannya tanpa pelindungdalam serangkaian hubungan dalam waktu yang cukup berdekatan,2) jaringan penyuntik tertutup, kecil dan berisiko, 3) di kalangan parapenasun lain yang tidak ia kenal namanya dari kampung dimana iasering menyuntik dan ia merupakan salah satu mata rantai antarakelompok-kelompok ini.Kasus 2B adalah seorang pria berusia 26 tahun dari Bandung. Ialulusan SMA yang tinggal bersama orang tua, saudara laki-laki dansaudara perempuannya. Ia telah menyuntik napza selama lima tahunsejak ia berusia 21 tahun. Ia menyuntik setidaknya dua kali sehari.Jaringan penyuntik yang biasa B datangi terdiri dari 3-5 orangyang menurutnya adalah sahabatnya.Mereka selalu memberitahu satu sama lain ketika merekamemiliki napza dan biasanya berbagi napza dalam bentuk larutannapza yang sudah dipersiapkan. Selama satu minggu terakhir iamenyatakan ia tidak menggunakan jarum bersama orang lain danhanya menggunakan jarumnya sendiri. Selama satu tahun terakhir iasering bepergian ke lokasi lain seperti Bali, Surabaya dan Cirebon. Iamenyuntik heroin di tempat-tempat ini dan membawa Napza ke sanaatau membelinya di sana. Ia juga menyuntik bersama-sama temandari tempat-tempat tersebut.B memiliki kehidupan seks yang sangat aktif dan melibatkanberbagai pasangan selama satu minggu. Ia menyatakan bahwa iaberhubungan seks dengan pekerja seks yang berbeda-beda setidaknyadua kali seminggu dan mungkin melakukan seks dengan sebanyak 60pekerja seks berbeda dalam satu tahun. Ia menggambarkan kisaranpasangan yang sangat luas dari pacar tetap, sampai pasangan yangtidak ia kenal dan ia temui dalam kehidupan malam (diskotik, klub)atau di jalan, pekerja seks, wanita yang lebih tua (Tante), dan waria.Ia juga mengatakan sering melakukan seks kelompok atau “pestaseks” dengan para wanita yang lebih tua (tante) dan dengan wanita- 51 -


dari jalan.Selama satu tahun terakhir, B telah bepergian ke kota-kotadi luar Bandung dan melakukan hubungan seks dengan para pekerjaseks di lokalisasi di kota-kota tersebut.B mengatakan bahwa ia hanya terlibat hubungan seksdengan pekerja seks tertentu atau pasangan seks dari jalan ataukehidupan malam satu kali saja, ia tidak tahu apakah mereka pemakainapza suntik atau bukan. Hubungan seks dengan orang yang tidakdikenal tanpa mengetahui profil risiko mereka merupakan faktor risikotambahan.Dengan demikian, B terlibat dalam berbagai bentuk perilakudan hubungan jaringan berisiko. Ia memperlihatkan pencampuranseksual dari berbagai kelompok sosial dan populasi geografisdari prevalensi potensi HIV yang berbeda-beda. Ia mangatakanbahwa ia tidak menggunakan jarum bersama-sama selama mingguterakhir tetapi ia secara teratur berbagi larutan obat dengan anggotajaringannya dan dengan penasun lain yang tidak terlalu ia kenal ketikamembeli napza termasuk di kota lain. Dengan cara ini, penggunaan alatbantu penyuntikan bersama secara tidak langsung (air, perlengkapanlain) dengan orang lain dalam jaringan yang kisarannya luas semakinmenambah risiko bahwa B menginfeksi orang lain. B berstatus HIVpositif dan merupakan sumber infeksi HIV langsung akibat darihubungan seks tanpa pelindung dengan berbagai pasangan seksualdan praktek penyuntikan berisiko dengan anggota jaringan penasunyang luas.Kasus 3C adalah seorang pria berusia 24 tahun dari Bandung. Iatelah menyelesaikan tahun kedua di SMA dan tinggal dengan orangtuanya dan saudara laki-laki dan saudara perempuannya. Ia mulaimemakai heroin pada usia 19 tahun dan telah menyuntikkan heroinselama 5 tahun terakhir.C menyuntikkan heroin sampai 5 kali sehari dengan jaringanpenyuntikan tetap yang terdiri dari dua orang yang membeli danberbagi napza satu sama lain. Meskipun demikian, sejumlah orangmeneleponnya untuk memperoleh napza dan memberinya sejumlahnapza yang mereka beli dan ia menggunakannya bersama-samaorang tersebut. Ia seringkali menggunakan jarum bersama-samadengan anggota jaringan tetapnya. Ketika mereka membeli danmenggunakan napza di berbagai tempat, mereka menggunakanjarum yang sama dan menyuntik segera setelah mereka membelinapza. C juga menyuntik napza ketika bepergian ke tempat-tempatlain seperti Bali, Jakarta, Sukabumi, Cianjur dan tempat-tempat lain.Ia biasanya membawa napzanya sendiri kalau ia bepergian karena- 52 -


sulit untuk memperoleh napza di lain tempat. Meskipun demikian, iamembeli napza di Jakarta.C melakukan hubungan seks beberapa kali dalam satuminggu. Ia mengatakan bahwa ia memiliki pacar tetap yang ia temuitiga atau empat kali seminggu dan ia berhubungan seks dengannyasetiap kali mereka bertemu. Ia juga bertemu dengan para wanita didugem (dunia gemerlap), kafe dan diskotik lalu membawa merekake hotel dan berhubungan seks dengan mereka. Ia juga melakukanhubungan seks dengan pekerja seks seminggu sekali. Lebih jauhlagi, kadang-kadang ia berhubungan seks dengan temannya yangjuga penasun dalam pertemuan-pertemuan yang tidak direncanakan.Ia memperkirakan bahwa ia memiliki kira-kira 30 sampai 40 pasanganseks berbeda dalam satu tahun.Sikap C mengenai seks adalah bahwa jika seseorangmenggunakan napza, maka berhubungan seks adalah hal yangsangat menyenangkan. Ia merasa bahwa seks meningkatkankepuasan memakai napza sementara pemakaian napza membuathubungan seks menjadi lebih lama. Ia mengatakan bahwa ia seringmerasa ingin berhubungan seks ketika ia menyuntikkan heroin.Ketika ditanya apakah ia pernah menggunakan kondomdengan pasangannya, ia menjawab “tidak pernah”, tetapi kemudianmengatakan, “ tiga bulan terakhir ini, ya …” ia pernah menggunakankondom. Kelihatannya, ia lebih banyak tidak menggunakan kondomkarena ia mengatakan bahwa ia dan pasangan seksnya pernahmencoba menggunakan kondom satu kali dan mereka merasa tidaknyaman dan memutuskan untuk tidak pernah memakainya lagi.Pola yang dimiliki C saat ini adalah perilaku seks danpemakaian napza berisiko tinggi serta hubungan jaringan yang salingbertumpuk. C memakai jarum bersama secara teratur. Ia seringmelakukan hubungan seks dengan banyak pasangan berisiko tinggi(yaitu pekerja seks, orang asing di jalanan dan penasun) serta denganpacar tetapnya tetapi ia jarang, jika memang pernah, menggunakankondom dengan pasangan-pasangan seksnya dalam sebagian besarkehidupan seksnya.Secara ringkas, perilaku seksual berisiko dan pemakaiannapza yang digambarkan di atas memperlihatkan dinamika dan polapemakaian napza dan jaringan seksual serta bagaimana semuanyaitu menyatu dan memfasilitasi penyebaran HIV di kalangan penasun,pasangan seksnya dan teman berbagi Napza-nya serta masyarakatyang lebih luas.- 53 -


- 54 -


IV. PEMBAHASAN<strong>Laporan</strong> ini mengeksplorasi peran penasun dalam mendorongpenyebaran infeksi HIV ke populasi umum di <strong>Indonesia</strong> (PranataSosial UI & NNB 2005; Irwanto 2005). <strong>Penelitian</strong> dan survilans telahmemperlihatkan bahwa penasun dengan prevalensi HIV yang tinggimerupakan kelompok inti yang paling mungkin menyebarkan infeksiHIV ke populasi lain (Pisani et al. 2003; Pisani et al. 2004). <strong>Laporan</strong>laporandan kondisi-kondisi ini menunjukkan bahwa penasun bisaberperan sebagai jembatan antara status HIV positif mereka yangtinggi dan kelompok sosial lain yang memiliki prevalensi HIV lebihrendah sehingga memperluas pemaparan virus terhadap mereka danpasangannya (Lowndes et al. 2006; Saidel et al. 2003). Meskipundemikian, informasi mengenai jenis pasangan seksual penasun, sifathubungannya dan sikap serta konteks perilaku berisikonya masihsedikit diketahui.Pengumpulan data kualitatif tentang konteks dan maknahubungan dan perilaku jaringan seksual penasun telah menunjukkanjenis pasangan seksual penasun yang kompleks dan luas, tingkatperilaku berisiko yang tinggi dan norma-norma serta praktek-prakteksosial budaya yang memotivasi dan mempengaruhi hubunganberisiko ini (Agar 1996; Clatts et al. 2001). Identifikasi cakupandan struktur hubungan seksual penasun serta dinamika sosialbudaya akan memungkinkan diperoleh pemahaman tentang risikoHIV dan menentukan titik-titik strategis yang memungkinkan bisadikembangkan suatu intervensi yang efektif.- 55 -


IV. 1. Karakteristik Jaringan Berisiko PenasunPenasun dalam penelitian ini relatif muda seperti halnya dikota lain di <strong>Indonesia</strong> (Pisani et al. 2003), berusia antara 20-24 tahun,sebagian besar baru mulai menyuntik dalam dua atau tiga tahunterakhir sehingga belum terisolasi secara sosial dan psiko-fisik sepertihalnya pengguna heroin jangka panjang. Mereka dapat berpartisipasidalam keluarga, masyarakat, kehidupan sekolah dan mengembangkaninteraksi sosial, seksual dan pemakaian napza secara heterogen.Kehidupan sosial mereka sehari-hari mencerminkan suatu budayaanak muda yang tengah berubah menuju budaya yang lebih terbukadan lebih bereksperimen secara seksual (Bennett 2002; Utomo2002). Kehidupan sosial dan seksual yang aktif di kalangan penasunini mendorong sebagian besar dari mereka untuk memiliki pasanganseksual yang beragam dan seringkali melibatkan hubungan seksyang tidak aman.Temuan-temuan dalam penelitian ini secara kuatmengkonfirmasi penelitian terdahulu yang menyatakan bahwabanyak penasun terlibat hubungan seks dengan pekerja seks tanpapelindung. <strong>Penelitian</strong> ini mengungkap sejumlah hubungan jaringandan struktur jaringan lain yang penting serta norma-norma budayayang mempengaruhi dan memiliki potensi untuk mengembangkanepidemi HIV keluar dari kelompok ini. Misalnya, sebagian besarhubungan seksual penasun yang umum adalah dengan pasanganseks serius dan tetap yaitu pasangan dalam pernikahan atau pacar.Pacar merupakan kategori pasangan seksual terbesar di lingkunganpenasun. Meskipun demikian, pacar di kalangan penasun inimencakup pertukaran pasangan yang lebih sementara dan berjangkapendek dibandingkan dengan pasangan yang diikat oleh perkawinan.Jaringan seks ini selain melibatkan pasangan seksual serial yangsedang berlangsung (pacar tetap atau menikah), yang umumnya jugamelibatkan pasangan lainnya pada waktu bersamaan (concurrency).Di antara semua pasangan tetap, terdapat harapan dan doronganuntuk tetap setia dalam hubungan ini sehingga mengarah padapemakaian kondom yang rendah. Dengan banyaknya penasun yangkelihatannya berstatus HIV positif, hubungan dalam jaringan inimampu mempercepat penyebaran HIV ke kategori pasangan seksualyang beranekaragam.Pasangan tidak tetap juga merupakan kategori pasanganseks penting di kalangan para penasun. Pasangan tidak tetap inimerupakan pasangan yang paling beragam, cepat berganti dan bisahanya berlangsung satu hari saja. Termasuk dalam kategori ini adalahteman biasa atau kenalan, perek, dan pasangan seks lain sepertiwaria atau pasangan seks yang lebih tua (Tante/Oom) atau individuyang tidak diketahui namanya. Penasun bertemu dengan pasanganseks ini di jalan, di mal, di kampus atau di tempat lain. Sifat takdirencanakan dari hubungan-hubungan ini seringkali mengakibatkan- 56 -


dilakukannya seks tanpa pelindung yang menempatkan pasanganpasanganini dalam kondisi berisiko terkena pajanan HIV. Pasanganmereka dan pasangan dari pasangan mereka juga menghadapi risikoyang sama.Struktur dan pola hubungan jaringan seksual penasun inimemberikan cara untuk memahami konteks dan dinamika yangmembentuk kerangka potensi penasun untuk menyebarkan HIV dansekaligus mengindikasikan titik-titik dan proses-proses kunci yangbisa digunakan untuk mengembangkan sebuah intervensi yangefektif.IV. 2. Atribut Struktural Jaringan Berisiko SeksualPenasunBeberapa struktur dan proses jaringan kunci yangmenunjukkan mekanisme untuk penularan HIV ke pasangan penasundan hubungan jaringan yang lebih luas mencakup:1. Monogami berurutan (serial monogamous): monogami berurutanberlangsung dari satu hubungan eksklusif ke hubungan eksklusiflain dan berlangsung dalam waktu yang relatif pendek sertaseringkali melibatkan hubungan seks yang tidak aman dengansetiap pasangan seks. Dalam hubungan semacam ini, risikodan potensi penularan pasangan yang sebelumnya dapatmempengaruhi pasangan saat ini dan selanjutnya. Kerangkawaktu dalam hubungan ini bisa bervariasi dari beberapa mingguatau bulan hingga bertahun-tahun. Dengan demikian, potensipajanan terhadap HIV ada dalam hubungan dan perilakusebelumnya. Sebagai contoh, dalam studi ini seorang penasunpria telah melakukan seks yang tidak aman secara teraturdengan seorang pekerja seks selama satu tahun sebelumakhirnya memulai suatu hubungan monogami dengan seorangwanita yang berhubungan seks yang tidak aman dengannyaserta menggunakan peralatan suntik bersama-sama. Hubunganserial semacam ini pada dasarnya berisiko karena banyak daripasangan penasun mengasumsikan dirinya berada dalam suatuhubungan monogami yang aman dan mereka serta pasanganmereka tidak mengetahui status HIV-nya. (CAPS 2004).2. Hubungan yang terjadi pada saat yang sama (Concurrence):Sifat struktural dari jaringan seks ini adalah terlibatnya sejumlahhubungan yang terjadi pada saat yang bersamaan. Hubunganini dicirikan dengan perilaku memiliki lebih dari satu pasanganseks pada satu waktu yang sama. Konsekuesi dari karakteristikjaringan seksual ini adalah terjadinya hubungan seks yang tidakaman dengan pasangan-pasangan tersebut pada waktu yangkurang lebih berbarengan. Proses ini meningkatkan kemungkinan- 57 -


penularan HIV karena pasangan seks yang satu dapat terinfeksioleh pasangan seks yang lain dalam jangka waktu yang sama.Oleh karena banyak penasun telah berstatus HIV positif makamereka akan berperan sebagai sumber infeksi yang mampumenularkan dan mempercepat penyebaran HIV melalui jaringanhubungan seksual yang bervariasi dan saling terkait ini (Morrisdan Kretzschmar 1997).3. Pencampuran seksual (sexual mixing): pola pencampuranpasangan seksual di kalangan penasun merujuk ke karakteristikdan struktur hubungan jaringan seks dan napza yang mendorongpenyebaran HIV di dalam dan lintas hubungan dari berbagailatar belakang demografi dan profil risiko. Dengan cara ini,banyak penasun dan pasangannya berhubungan secara tidaklangsung dengan penasun dan pasangan seks yang lain melaluihubungan seks dan pemakaian napza (Aral et al. 2002). Proporsikunci dari pencampuran pasangan seksual dalam studi iniadalah terbentuknya sumber penularan HIV dan kelompok yangmenjembataninya. Proses pembentukan terjadi ketika perilakuberisiko tinggi dari kelompok sosial tertentu mengarahkankelompok yang kurang berisiko menjadi terinfeksi dengan cepatdan bertindak sebagai penampung (reservoir) atau kelompokyang menjadi sumber penularan HIV menginfeksi kelompok lain.Hubungan jaringan dan perilaku kelompok inti berperan sebagaijembatan untuk difusi infeksi HIV ke kelompok sosial dengantingkat HIV yang lebih rendah dalam populasi maka kelompoktersebut menjadi kelompok yang menjembatani (Lowndes et al.2006; Santo and Etheredge 2005)Struktur dan proses jaringan ini telah tergambar padajaringan seks penasun dalam penelitian ini dan sekaligus telahmengindikasikan terjadinya mekanisme-mekanisme bagi perluasanepidemi HIV di <strong>Indonesia</strong>.IV. 3. Masalah-Masalah terkait Pemakaian KondomHambatan-hambatan dalam pemakaian kondom ini dianalisisberdasarkan aspek-aspek kunci hubungan sosial dan seksualpenasun serta sikap terhadap pemakaian kondom.Pasangan Tetap. Penasun merasa tidak mampu membahasatau menegosiasikan pemakaian kondom dengan pasangan tetapseperti suami/istri dan pacar karena diasumsikan bahwa hubunganmereka bersifat monogami sementara sebagian besar penasunmemiliki pasangan lain dalam waktu bersamaan. Penasun dalamhubungan ini merasa harus melakukan seks berisiko akibat rasatakut dicurigai dan membahayakan hubungan mereka.Pasangan Seks Tidak Tetap dan Pekerja Seks. Dalam- 58 -


erhubungan seks dengan banyak pasangan tidak tetap seperti teman,kenalan, waria, perek dan seringkali pekerja seks, banyak penasuntidak pernah merencanakan hubungan tersebut sehingga tidakmerencanakan membeli atau memakai kondom. Sejumlah penasunmenggunakan kondom meskipun secara tidak konsisten ketikamereka ingat untuk membawanya ke lokalisasi atau ketika merekaditawari kondom oleh pekerja seks. Secara umum, sebagian besarpenasun tidak memiliki kebiasaan memakai kondom atau memilikipersepsi bahwa mereka bisa dalam posisi yang membahayakanuntuk menularkan atau tertular HIV dalam hubungan seks mereka.Penasun Wanita Pekerja Seks. Wanita pekerja seks penasunmengatakan bahwa hak prerogatif untuk memakai kondom biasanyaberada di tangan pelanggan mereka seperti yang mereka katakan“Mereka yang bayar”. Untuk pekerja seks, terdapat kebutuhanmemperoleh uang untuk membeli napza agar bisa menghindari sakaudan menopang hidup mereka sehingga menganggu kemampuanmereka untuk bernegosiasi melakukan praktek seks yang lebihaman.Sikap dan Mitos Mengenai Kondom. Terdapat mitos dansikap merusak yang menyatakan bahwa seseorang tidak dapatmemperoleh kepuasan seks jika memakai kondom karena akanmengurangi pengalaman dan kenikmatan dalam berhubungan seks.Pandangan ini diyakini oleh sebagian besar penasun dan sejumlahbesar pasangan seks mereka.Bahaya lain adalah bahwa sebagian besar penasun tidakmengetahui status HIV mereka dan secara tidak sadar membuatpasangan mereka berada dalam posisi berisiko terkena HIV ketikatidak menggunakan kondom. Meskipun terdapat pengetahuan umummengenai cara penularan HIV dan pencegahannya yang telahdisebarkan oleh pekerja lapangan program HIV/<strong>AIDS</strong>, pesan-pesanini tidak menjadi persepsi risiko pribadi.IV. 4. Penerapan untuk IntervensiTemuan-temuan dalam penelitian dan fakta tentang tingkatinfeksi HIV pada kalangan penasun telah menunjukkan kebutuhanmendesak terhadap upaya pencegahan yang mencakup fokuspenularan HIV secara seksual yang intensif dan meluas oleh penasun.Fokus ini harus menjadi strategi tingkat pertama untuk mencegahpenyebaran virus ke populasi umum. Karakteristik jaringan berisikopenasun yang beranekaragam dan kompleks serta praktek-praktekberisiko yang dilakukannya menunjukkan pentingnya agar intervensidirancang sesuai dengan pola khusus jaringan seksual penasun danjenis pasangan seks penasun.Intervensi-intervensi di bawah ini bertujuan untuk menyikapi- 59 -


masalah-masalah terkait dengan berbagai jenis pasanganseks penasun. Intervensi ini merupakan rekomendasi baru danpenyempurnaan atas program HIV yang sudah ada.IV.4.1. Intervensi di Kalangan Pasangan TetapFrekuensi tertinggi untuk pasangan seks penasun adalahpasangan tetap (80%). Mayoritas hubungan ini adalah hubungandengan pacar meskipun seperlima dari hubungan ini adalah dengansuami/istri penasun. Sebagian besar penasun (75%) dari yang terlibatdalam hubungan ini memiliki hubungan dengan pasangan seks laindalam waktu bersamaan.Terdapat sejumlah intervensi dan modifikasi yang diajukan olehpenelitian ini yang bisa diterapkan pada program intervensi yang adasaat ini di kalangan penasun di daerah metropolitan <strong>Indonesia</strong>. Untukpasangan seks tetap, strategi tambahan yang diajukan adalah:a. Protokol konseling pasca test pada program volunteercounseling and testing (VCT) perlu disesuaikan agar bisalebih menekankan potensi klien menularkan HIV secaraseksual dan untuk bertanggung jawab untuk mencegah halini terjadi.b.Klien yang berstatus HIV positif harus didorong untukmembuka status mereka dengan pasangan seks merekasaat ini. Salah satu pendekatan yang bisa dilakukan adalahpelacakan kontak pasangan (contact tracing). Dalamproses ini klien diberi pilihan untuk memberi tahu pasanganmereka mengenai status mereka atau meminta pekerjalapangan untuk mendekati pasangan tetap mereka yangakan memberitahu mereka bahwa mereka mungkin telahterpajan oleh pasangan seks yang berstatus HIV positif dandidorong untuk memanfaatkan layanan VCT. Merupakankeharusan bahwa cara-cara untuk memastikan kerahasiaanharus diterapkan. Strategi lain untuk pasangan seks tetapdari penasun dengan HIV positif bisa dilakukan denganmengembangkan konseling pasangan (couple counseling)untuk mengidentifikasi dan mendiskusikan cara untukmenghindari penularan HIV ini pada pasangan yang salahsatunya telah terinfeksi.IV.4.2. Intervensi di Kalangan Penasundan Pasangan Seks Tidak TetapHampir setengah dari penasun (47%) dalam penelitian inimelakukan hubungan seks dengan pasangan tidak tetap. Hubunganseks ini memperlihatkan sejumlah besar risiko HIV dengan mayoritas- 60 -


penasun terlibat dalam seks yang tidak aman (74%) dan hampirsemua memiliki banyak pasangan seks, bahkan dengan orang yangmereka tidak ketahui namanya, di luar komunitas mereka selamasatu tahun terakhir. Oleh karena itu hubungan dengan pasanganseks tidak tetap penasun memperlihatkan adanya gambaran risikoganda.Oleh karena itu sangat penting untuk meningkatkan kesadarandi kalangan penasun dan pasangan seks tidak tetap mereka untukmenyadari bahwa mereka berisiko terkena HIV.a.b.c.Profil pasangan tidak tetap, seperti perek dapat dikembangkandengan memadukan cerita mereka dan sifat hubunganberisiko tingginya ke dalam bahan KIE. Bahan-bahan inikemudian dapat disebarkan ketika melakukan penjangkauan,di shelter atau digunakan dalam sesi konseling.Kampanye media massa seperti yang ditayangkan oleh MTVharus direncanakan dengan tujuan untuk meningkatkankesadaran akan risiko HIV dalam hubungan seksual tidaktetap.Perlunya untuk mengidentifikasi tempat-tempat umum yangmenjadi tempat penasun bertemu secara teratur denganpasangan tidak tetap (di jalan tertentu, klub malam, tempatbilliard) untuk mentargetkan individu di daerah tersebutsebagai subjek pemberian informasi pengurangan risikodan bahan-bahan informasi untuk meningkatkan kesadaranmereka serta perilaku protektif terhadap risiko HIV yangditularkan melalui hubungan seksual di kalangan penasun iniserta pasangan tidak tetap mereka.IV. 4.3. Intervensi di Kalangan Penasun dan Pekerja SeksHampir duapertiga (60%) dari penasun pria seringmengunjungi pekerja seks sementara itu hampir duapertiga penasunwanita (63%) terlibat dalam pekerjaan seks dalam penelitian ini.Mayoritas penasun (72%) yang mengunjungi pekerja seks tidakmenggunakan kondom secara konsisten sementara tidak ada wanitapekerja seks yang menggunakan kondom dengan teratur sehinggamenunjukkan tingkat hubungan seks berisiko yang tinggi di antarapara pekerja seks dan pelanggannya. Selain itu, hampir semuapenasun (90%) yang melakukan hubungan seks dengan pekerjaseks atau yang merupakan pekerja seks (100%) memiliki banyakpasangan seks dalam waktu yang bersamaan. Temuan-temuanini memperlihatkan bahwa keterlibatan penasun dengan pekerjaseks menghasilkan jembatan untuk penyebaran pajanan HIV daripemakaian napza suntik ke pekerja seks dan kemudian ke pasanganheteroseksual mereka.- 61 -


Meskipun terdapat program intervensi untuk penasun danpekerja seks yang sedang berjalan di berbagai kota, penelitian inimenunjukkan adanya kebutuhan untuk meningkatkan intervensidalam upaya meningkatkan kesadaran para penasun pekerja seksdan penasun pria terhadap risiko untuk memperoleh dan menularkanHIV di kalangan pasangan seks-nya. Intervensi dengan pekerja seks,terutama dengan pelanggan penasun, perlu untuk menjadi target didaerah yang paling umum dikunjungi penasun.a.b.c.Penasun pria yang terlibat hubungan dengan pekerja seksdan penasun wanita pekerja seks perlu diwawancara untukmengetahui tempat-tempat spesifik yang menjadi tempatmereka melakukan seks komersial untuk memperluas daerahpenjangkauan program intervensi. <strong>Penelitian</strong> ini menunjukkanbahwa sebagian besar penasun pria mencari pasangan seksdari lokalisasi sementara penasun pekerja seks dilaporkansering mencari pelanggan di jalan.Para pekerja seks perlu menerima informasi yang lebihbanyak dan mudah untuk diakses serta dirancang untukmembuat mereka menyadari risiko mereka terkena HIV daripelanggannya terutama dengan adanya laju peningkataninfeksi yang tinggi sebagai upaya untuk menekankanpentingnya pemakaian kondom secara konsisten. Hal inibisa dilakukan tanpa harus menstigmatisasi kelompok yangbisa sebagai sumber penularan, seperti penasun.Seperti yang telah disebutkan di atas, penasun perlumenyadari risiko mereka menularkan HIV melalui perilakuseksual berisiko dan jaringan seksual mereka. Untuk itumereka diharapkan bisa bertanggung jawab untuk mencegahpenyebaran HIV ini lebih lanjut. Tujuan ini dapat dicapaimelalui modifikasi protokol penjangkauan dan VCT denganmeningkatkan kesadaran akan peran penasun dalammencegah penyebaran HIV melalui penularan seksual.IV.4.4. Strategi Intervensi Umum untuk penasunDiperlukan strategi tambahan pada intervensi bagi penasunberdasarkan pada temuan dalam penelitian ini dan yang telahdiindikasikan oleh strategi-strategi intervensi yang telah diajukan.a.Hanya sedikit penasun yang melakukan tes HIV dan merekamemiliki potensi secara tidak sengaja untuk membuatpasangan seks mereka terpajan HIV akibat kurangnyapemakaian kondom di kalangan penasun. Terdapat kebutuhanumum untuk perluasan jumlah pelayanan VCT yang tersediauntuk pemakai napza suntik dengan peningkatan aksesmereka terhadap pelayanan tersebut.- 62 -


.c.d.Peningkatan pelayanan VCT harus disertai denganperluasan konseling, pelayanan dukungan sosial dan akseske perawatan klinis untuk individu HIV positif.Akan bermanfaat jika mengembangkan sebuah kegiatankelompok terfokus bagi anggota jaringan penyuntik napzauntuk menilai secara kolektif risiko yang dimiliki oleh setiapindivdu serta perilaku penyuntikan yang ada pada jaringantersebut serta risiko yang bisa muncul bagi pasanganseksual mereka. Upaya-upaya preventif untuk mengurangipemakaian napza suntik berisiko harus dilanjutkan untukmengurangi peran penasun dalam penyebaran HIV yangada saat ini.Penting sekali untuk memerangi mitos seputar pemakaiankondom yang menyatakan bahwa pemakaian kondommembuat pengalaman dan kenikmatan seks berkurang sertakemampuan untuk mencapai kepuasan seks.Selain itu, terdapat kebutuhan untuk melatih spesialiskesehatan masyarakat bidang HIV dan meningkatkan kapasitasprogram HIV/<strong>AIDS</strong> untuk mengurangi perilaku berisiko danpenularan di kalangan penasun dan pasangan seksualnya yangberanekaragam. Sangat penting untuk melakukan evaluasi yanglebih terfokus mengenai konteks, proses serta hasil akhir dariintervensi yang ada saat ini dan melakukan modifikasi atas strategiintervensi yang ada untuk menghasilkan perilaku preventif di jaringanseksual penasun. Terdapat kebutuhan untuk mendokumentasikankeluasan dan besarnya jaringan seksual penasun yang beragamserta perilaku berisiko tekait serta peran mereka sebagai kelompokinti dan kelompok yang menjembatani dalam peningkatan penularanHIV melalui perilaku seksual berisikonya. Aktifitas dan informasi iniakan berperan terhadap perancangan dan implementasi intervensiyang lebih efektif.IV.5. Kesimpulan<strong>Penelitian</strong> ini telah mengidentifikasi sejumlah faktor yangmendasari pertumbuhan epidemi HIV heteroseksual di <strong>Indonesia</strong>.Peningkatan infeksi HIV secara tajam di kalangan penyuntik napzayang disertai dengan proporsi tinggi penasun yang membeli seks,rendahnya pemakaian kondom dan penasun yang secara bersamaanatau secara serial memiliki banyak pasangan seks yang beragam latarbelakanganya telah menciptakan jembatan antara kelompok terinfeksiHIV rendah dengan kelompok terinfeksi HIV tinggi. Kombinasi faktorfaktorini menjadi kekuatan yang mendorong peningkatan HIV yangsulit untuk dihindari di kalangan pekerja seks, pelanggan mereka dansuatu kisaran luas kelompok sosial di masyarakat <strong>Indonesia</strong>.- 63 -


Temuan dari penelitian ini memperlihatkan bahwa penasundi <strong>Indonesia</strong> memerlukan intervensi yang disesuaikan dengan jenispasangan dalam jaringan mereka serta sikap mengenai pemakaiankondom untuk dapat mengubah norma perilaku dan praktek yangmereka lakukan, meningkatkan kesadaran terhadap risiko menularkandan tertular HIV. Upaya-upaya ini akan menghasilkan pengaruhpenting dalam penyebaran infeksi HIV di <strong>Indonesia</strong>.- 64 -


V. DAFTAR PUSTAKAAceijas C, Stimson CV, Hickman M, Rhodes T et al. Global Overview ofInjecting Drug Users and HIV Infection among Injecting Drug Users.<strong>AIDS</strong> 18:2295-2303, 2004.Agar, MH. Re-casting the ‘Ethno’ in Epidemiology. Medical Anthropology16:391-401, 1996.Al BH. Patterns and Trends of Drug Abuse in Jakarta. Report of the MulticityEpidemiology Work Group, International Monograph Series No. 5 (pp13-22), Center for Drug Research, Universiti Sains Malaysia, MindenPulau, Pinang, Malaysia, 1992.Aral SO, Hughes J, Gorbach P, Stoner B, Manhart L, Garnett G, et al. TheSeattle “Sexual Mixing,” “Sexual Networks” and “Sexual PartneringTypes” Studies. In Martina Morris (Ed.). Network Epidemiology: AHandbook for Survey Design and Data Collection (pp 139-171).Oxford: Oxford University Press, 2004.Asril, A. Profile and Recent Data of Drug Abuse in a Drug DependenceHospital: Jakarta. Report of the Multicity Epidemiology Work Group,International Monograph Series No. 8 (pp 14-17), Center for DrugResearch, Universiti Sains Malaysia, Minden Pulau, Pinang, Malaysia,1996.Bennett, LR. Modernity, Desire and Courtship: Evolution of PremaritalRelationships in Mataram, Eastern <strong>Indonesia</strong>. In Lenore Mandersonand Pranee Liamputtong (Eds), Coming of Age in South and- 65 -


Southeast Asia (pp. 96-112). Curzon Press, Richmond, Surrey. 2002.Bernard, HR. Research Methods in Anthropology. Qualitative andQuantitative Approaches. Walnut Creek, CA: Altamira Press, 1995.Yayasan Bahtera, <strong>Laporan</strong> <strong>Penelitian</strong> Etnografi mengenai Jaringan SosialPemakai Napza Suntik di Bandung, Family Health International,<strong>Indonesia</strong>, Januari 2004.Bollestroff, T. The Gay Archipelago: Sexuality and Nation in <strong>Indonesia</strong>.Princeton: Princeton University Press, 2005.Carey, JW, Wenzel PH, Reilly C, Sheridan J and Steinberg JM. CEDEZ-Text Software for Collection, Management and Analysis ofSemistructured Qualitative Databases (Version 3.05). Atlanta, GA.Centers for Disease Control and Prevention, 1997.Center for <strong>AIDS</strong> Prevention Studies (CAPS). How do Sexual Networksaffect HIV/STD Prevention. “CAPS Fact Sheet.” University ofCalifornia, San Francisco, 2004. http://www.caps.ucsf.edu/cpsweb/networks.htmlClatts, M, Welle, D and Goldsamt, LA. Reconceptualizing the Interaction ofDrug and Sex among MSM: Towards an Ethno-epidemiology. <strong>AIDS</strong>and Behavior, 5(2):115-130, 2002.RS. Dr. Sutomo, Perawatan dan Terapi HIV/<strong>AIDS</strong> di RS. Dr. Sutomo,dipresentasikan pada Lokakarya Dinkes Propinsi mengenaiPengembangan Program Pengurangan Risiko di Tingkat Propinsi danKabupaten, Surabaya, September 2005.Direktorat Jenderal P2PL, Depkes RI, “ Kasus HIV/<strong>AIDS</strong> di <strong>Indonesia</strong> yangDilaporkan sampai Maret 2005”Family Health International. Behavioral Surveillance Survey (BSS)<strong>Indonesia</strong> 2002-2003, Family Health International, <strong>Indonesia</strong>, withBadan Pusat Statistic and Departemen Kesehatan, 2003.Friedman, SR., Neagius, A, Jose, B. Sociometric Risk Networks and HIVInfection. American Journal of Public Health, 87:12899-1296, 1997.Friedman, SR., Curtis, R, Neagius, A, Jose, B and Des Jarlais, DC. SocialNetworks, Drug Injectors’ Lives and HIV/<strong>AIDS</strong>. New York: KluwerAcademic/Plenum Publishers, 1999.Irwanto (2000). Rapid Assessment and Response on IDU in 9 cities in<strong>Indonesia</strong>, Jakarta: PKPM Unika Atma Jaya.Irawanto (2005). <strong>Indonesia</strong> Facing Illicit Drug Abuse Challenges. Paperpresented at the International Conference on “Illicit Drugs andDevelopment: Critical Issues for Asia and the Pacific.” DevelopmentStudies Network, Australian National University, Canberra, Australia,August 15-17, 2005.- 66 -


<strong>Laporan</strong> KPA Jawa Timur, Badan Narkotik dan <strong>AIDS</strong> (BPNA) Propinsi,Pemetaan Respon untuk Propinsi Jawa Timur, dipresentasikan padaLokakarya mengenai Estimasi HIV/<strong>AIDS</strong> untuk Populasi Rentan diJawa Timur, Surabaya, September, 2005.<strong>Laporan</strong> KPAND Sumatera Utara, KOmisi Narkotik dan <strong>AIDS</strong> Propinsi(KPAND), Pemetaan Masalah dan Respon untuk Menanggulangi HIV/<strong>AIDS</strong> di Sumatera Utara, dipresentasikan dalam Lokakarya mengenaiestimasi HIV/<strong>AIDS</strong> pada Populasi Rentan di Sumatera Utara, Medan,Agustus 2005.Koester, S. The Process of Drug Injection: Applying Ethnography to theStudy of HIV Risk among IDUs. In Tim Rhodes and Richard Hartnoll(Eds.). <strong>AIDS</strong>, Drugs and Prevention. Perspectives on Individual andCommunity Action. London: Routledge, 1996.Lowndes, CM, Alary, HM, Grintoungbe, CAB, Jukenge-Tshibaka, L,ADjovi, C, Buve, A, et al. Role of Core and Bridging Groups in theTransmission Dynamics of HIV and STIs in Cotonou, Benin, WestAfrica. Sexually Transmited Infections 78 (Supp 1): i69-i71, 2006.Miller, M. The Dynamics of Substance Use and Sex Networks in HIVTransmission. Journal of Urban Health: Bulletin of the New YorkAcademy of Medicine. 80(4), Supplement:iii88-iii96, 2003.Depkes RI, Dirjen P2PL, Estimasi Nasional Infeksi HIV Dewasa 2002,Jakarta, 2003.Morris, M. Editor’s Introduction. In Martina Morris (Ed.). NetworkEpidemiology: A Handbook for Survey Design and Data Collection (pp1-7). Oxford: Oxford University Press, 2004.Morris, M and Kretzschmar, M. Concurrent partnerships and the spread ofHIV. <strong>AIDS</strong> 11:641-648, 1997.National Narcotics Bureau, National Survey on Drug Abuse and DrugsTrafficking of Household Group in <strong>Indonesia</strong> 2005, Jakarta, 2006Neaigus, A. The Network Approach and Interventions to Prevent HIV amongInjecting Drug Users. Public Health Reports. 113, Supplement 1: 140-150, 1998.Oetomo, D. Gender and Sexual Orientation in <strong>Indonesia</strong>. In Laurie J. Sears(Ed.). Fantasizing the Feminine in <strong>Indonesia</strong> (pp 259-270). Durham,Duke University Press, 1996.Pisani, E et al. “<strong>AIDS</strong> in ASIA: Face the Facts,” MAP Report, 2004.Pisani, E, Dadun PKS, Janzan S. (2003). Sexual Behavior among InjectingDrug Users in Three <strong>Indonesia</strong>n Cities Carries a High Potential for HIVto Spread to Non-injectors. Journal of <strong>AIDS</strong>. 34(4): 403-406.Pranata UI-NNB (2005). Survey Nasional Penyalahgunaan dan PeredaranGelap Napza. Presented at NNB’s Data Dissemenation Workshop,Jakarta, July 29, 2005- 67 -


Riono, P. and Saiful, J, “The Current Situation of the HIV/<strong>AIDS</strong> Epidemic in<strong>Indonesia</strong>,” <strong>AIDS</strong> Education and Prevention, 16(A):78-90, 2004.Rothenberg RB, Potterat JJ, Woodhouse DE, Muth SQ, Darrow WW,Klovdahl AS. Social networkdynamics and HIV transmission. <strong>AIDS</strong> , 12:1529-1536, 1998.Saidel, TJ, Des Jarlais, D, Peerapatanapokin, W, Dorabjee, J, Singh,S,Brown,T. Potential Impact of HIV among IDUs on HeterosexualTransmission in Asian Settings: Scenarios from the Asian EpidemicModel. International Journal of Drug Policy 14:63-74, 2003.Santo, MEG do Espirito and Etheredge GD. Male Clients of BrothelProstitutes as a Bridge for HIV Infection between High Risk and LowRisk Groups of Women in Senegal. Sexually Transmitted Infections81:342-344, 2005Stimson, GV and Chhoopanya K. Drug Injecting and the Spread of HIVInfection in South East Asia. In Catlan J, Sherr L, Hedge B. (Eds.). TheImpact of <strong>AIDS</strong>: Psychological and Social Aspects of HIV Infection.United Kingdom: Harwood Academic Publishers, 1997.Taylor, Jean Gelman <strong>Indonesia</strong>: Peoples and Histories, Yale UniversityPress, New Haven & London, 2003.UN<strong>AIDS</strong>, 2004 Report on the Global <strong>AIDS</strong> Epidemic, www.unaids.org.Utomo, Iwu Dwisteyani. (2002). Social Values and Early Experiencesamong Young People in Jakarta. In Lenore Manderson and PraneeLiamputtong (Eds), Coming of Age in South and Southeast Asia(pp.207-227). Curzon Press, Richmond, Surrey, 2002.Watters, J., Biernacki, P. (1989). Targeted Sampling Options for the Study ofHidden Populations. Social Problems 36:416-430.WHO, “HIV/<strong>AIDS</strong> in Asia and the Pacific Region,” 2003, http://w3.whosea.org/hicaids/latestpubs.html.WHO, “World Health Report 2004 – Changing History,” www.who.int/whr/2004/en.Wiebel, W.W. “Sampling Issues for Natural History Studies Including IVDrug Users” in National Institute on Drug Abuse Research Monograph#109 Longitudinal Studies of HIV Infection in Intravenous Drug Users1991; DHHS #(ADM)91-1786:51-62.Wiebel, W. The Indigenous Leader Outreach Model: Intervention Manual1993; National Institute on Drug Abuse, NIH Publication No. 93-3581,Rockville, MD.Wiebel, W., P. Biernacki, N. Mulia, & L. Levin. “Outreach to IDU’s Not inTreatment” in At Risk for <strong>AIDS</strong>- Injection Drug Users and their SexualPartners 1993; 23:437-444, B. S. Brown & G. M. Beschner (eds),Greenwood Press, Westport, CT.Westley, S. B. (1996). The united states and japan pursue a commonagenda. Asia-Pacific population & policy, (39)(39), 1-4.- 68 -


Wirawan, D. N., Fajans, P., & Ford, K. (1993). <strong>AIDS</strong> and STDs: Riskbehaviour patterns among female sex workers in bali, indonesia. <strong>AIDS</strong>Care, 5(3), 289-303.Witton, Patrick et al. <strong>Indonesia</strong>, Lonely Planet Publications, Melbourne,2003.- 69 -


- 70 -

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!