di daerah wangon dan sekitarnya, kabupaten banyumas dan ...
di daerah wangon dan sekitarnya, kabupaten banyumas dan ...
di daerah wangon dan sekitarnya, kabupaten banyumas dan ...
- No tags were found...
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
INVENTARISASI ENDAPAN BITUMEN PADAT (CANNELCOAL) DI DAERAH WANGON DAN SEKITARNYA,KABUPATEN BANYUMAS DAN KABUPATEN CILACAP,PROPINSI JAWA TENGAHOleh :S. M. TobingSub Dit Batubara, DIMSARIDaerah inventarisasi secara administratif termasuk ke dalam dua wilayah pemerintahan, yaituKabupaten Banyumas <strong>dan</strong> Kabupaten Cilacap, Propinsi Jawa Tengah. Secara geografis terletakpada 07 o 26’30” - 07 o 35'00” LS <strong>dan</strong> 108 o 54'00” - 109 o 03'30” BT.Daerah inventarisasi <strong>di</strong>tempati oleh tiga formasi batuan dari bawah ke atas, yaitu Fm. Pemali(Tmp), Fm. Rambatan (Tmr), <strong>dan</strong> Fm. Halang (Tmph). Fm. Pemali berumur Miosen Awal ter<strong>di</strong>riatas napal globigerina berwarna biru <strong>dan</strong> hijau keabuan, berlapis jelek – baik. Terdapat sisipanbatupasir tufan <strong>dan</strong> batugamping pasiran berwarna biru keabuan. Fm. Rambatan (Tmr), berumurMiosen Tengah ter<strong>di</strong>ri atas batupasir gampingan <strong>dan</strong> konglomerat bersisipan dengan lapisan tipisnapal <strong>dan</strong> serpih menempati bagian bawah satuan; se<strong>dan</strong>gkan bagian atas ter<strong>di</strong>ri atas batupasirgampingan berwarna kelabu terang sampai kebiruan, mengandung kepingan andesit. Formasi inimenin<strong>di</strong>h selaras Fm. Pemali. Formasi ini <strong>di</strong>sebut juga sebagai Anggota Batupasir Fm. Halang(Tmhs) <strong>dan</strong> menjemari dengan bagian bawah Fm. Halang. Fm. Halang (Tmph) berumur MiosenTengah – Pliosen Awal, ter<strong>di</strong>ri atas batupasir tufan, konglomerat, napal, <strong>dan</strong> batulempung. Dibagian bawah terdapat breksi bersusunan andesit.Data lapangan menunjukkan lapisan bitumen padat atau lapisan serpih bitumen tidak <strong>di</strong>temukansecara signifikan. Conto batuan sebanyak 14 buah <strong>di</strong>analisa retorting untuk mengetahuikandungan minyak; <strong>di</strong>antaranya hanya 4 (empat) conto batuan yang mengandung minyak/bitumenrelatif kecil, masing-masing sekitar 5 l/ton batuan, sisanya tidak mengandung minyak. Analisapetrografi (8 conto) ter<strong>di</strong>ri atas batulanau <strong>dan</strong> batupasir halus memperlihatkan abun<strong>dan</strong>simaseral yang jarang. Maseral-maseral liptinit yang <strong>di</strong>temukan berupa sporinit, kutinit, resinit,liptodetrinit <strong>dan</strong> lamalginit. Maseral inertinit sangat jarang <strong>dan</strong> vitrinit cukup banyak. Mineralmatter berupa pirit <strong>dan</strong> pirit framboid cukup banyak. Lamalginit <strong>di</strong>jumpai sangat se<strong>di</strong>kit,sebaliknya, ‘<strong>di</strong>spersed organic matter’ (dom) relatif lebih banyak. Semua conto menunjukkantingkat kematangan yang rendah atau ‘immature’, antara R v 0,20% <strong>dan</strong> R v 0,47%.Oleh karena itu, sumberdaya bitumen padat atau serpih bitumen tidak dapat <strong>di</strong>hitung secara pastiwalaupun in<strong>di</strong>kasi yang sangat kuat a<strong>dan</strong>ya hidrokarbon/minyak/bitumen <strong>di</strong> dalam batuan <strong>dan</strong>terjebak <strong>di</strong> dalam struktur-struktur patahan, sesar, <strong>dan</strong> antiklinKolokium Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral (DIM) TA. 2002 31 - 1
1. PENDAHULUANSalah satu kekayaan sumberdaya alam yangmerupakan sumberdaya energi alternatifselain minyak <strong>dan</strong> gas bumi, batubara <strong>dan</strong>gambut adalah bitumen padat.Bitumen padat adalah endapanhidrokarbon/minyak/petroleum atau cairanseperti minyak berbentuk semipadat yangterbentuk secara natural <strong>di</strong> dalam me<strong>di</strong>aporous atau rekahan batuan. Bitumen padatdapat <strong>di</strong>temukan <strong>di</strong> dalam batuan se<strong>di</strong>menberbutir halus berupa material organik yang<strong>di</strong>endapkan dalam berbagai kon<strong>di</strong>silingkungan geologi, umumnya payau, rawaatau <strong>dan</strong>au tawar sampai ke lingkungan laut<strong>dan</strong>gkal.‘Oil shale’ atau serpih bitumen adalahbatuan serpih dari berbagai kelompok batuanmengandung mineral-mineral <strong>dan</strong> materialorganik, <strong>di</strong>mana material organik tersebutberasal dari organisma terrestrial, lakustrin<strong>dan</strong> organik laut. Secara petrografis,kelompok maseral liptinit termasuk alginitmerupakan unsur pokok oil shale (serpihbitumen) <strong>dan</strong> sumber utama yangmenghasilkan minyak (shale oil) dalamproses pirolisis. Secara kimia, unsur organikutama <strong>di</strong> dalam serpih bitumen adalahmaterial yang tidak larut bila <strong>di</strong>proses<strong>di</strong>sebut kerogen, <strong>dan</strong> bitumen adalah yanglarut dalam suatu larutan (Tissot and Welte,1984). Material organik yang tidak larutdapat <strong>di</strong>hasilkan dari berbagai materialorganik <strong>di</strong>antaranya adalah ganggang (algae)air tawar <strong>dan</strong> ganggang laut <strong>dan</strong> juga dariunsur-unsur kayu/tetumbuhan. Oleh karenaitu, bitumen padat dapat <strong>di</strong>peroleh dariserpih bitumen dengan cara retorting, yaitusuatu proses kimia <strong>di</strong>mana oilshale/serpihbitumen <strong>di</strong>panaskan sampai 500 o -600 o Cmenghasilkan hidrokarbon cair, gas, air <strong>dan</strong>tar.Tulisan ini merupakan bagian dari pekerjaanProyek Daftar Isian Kegiatan – Suplemen(DIK-S), Direktorat Inventarisasi SumberDaya Mineral, Tahun Anggaran 2002, yaituinventarisasi endapan bitumen padat <strong>di</strong>Kabupaten Banyumas <strong>dan</strong> KabupatenCilacap, Propinsi Jawa Tengah.Lokasi <strong>daerah</strong> inventarisasi terdapat <strong>di</strong>dalam peta topografi terbitan BakosurtanalLembar 1308-522 Karangpucung, Lembar1308-611 Ajibarang, Lembar 1308-333Wangon, <strong>dan</strong> Lembar 1308-244Kawunganten, masing-masing skala1:25.000. Secara geografis terletak pada07 o 26’30” - 07 o 35'00” LS <strong>dan</strong> 108 o 54'00” -109 o 03'30” BT (Gambar 1).Inventarisasi endapan bitumen padat<strong>di</strong>maksudkan untuk mendapatkan datameliputi kedudukan arah jurus <strong>dan</strong>kemiringan lapisan batuan <strong>dan</strong> ketebalannya,sebaran, lokasi <strong>dan</strong> unsur-unsur geologilainnya. Tujuannya adalah untuk mengetahuiinformasi semi kuantitatif <strong>dan</strong> semi kualitatifbaik berupa data geologi secara umummaupun data fisik batuan khususnya sebagaiinformasi potensi endapan bitumen padat <strong>di</strong><strong>daerah</strong> tersebut untuk dapat <strong>di</strong>manfaatkansebagai sumberdaya energi.Sasaran utamanya adalah keberadaanbitumen padat yang terdapat <strong>di</strong> dalam Fm.Rambatan atau formasi batuan lain yangmungkin dapat <strong>di</strong>temukan.Sesuai dengan kon<strong>di</strong>si morfologisnya,hampir seluruh <strong>daerah</strong> inventarisasimerupakan perbukitan rendah denganketinggian tidak lebih dari 500 m <strong>di</strong> atasmuka laut dengan lereng yang landai sampaisangat curam. Bukit Biana (±438 m)merupakan puncak bukit tertinggi. Sebagianbesar lahan merupakan lahanpertanian/perkebunan <strong>dan</strong> sebagian kecil<strong>di</strong>tutupi oleh hutan belukar sekunder. Sungaiterbesar adalah S. Ciaur <strong>di</strong> bagian Barat,Kali Lopasir <strong>di</strong> bagian Utara <strong>dan</strong> Kali Tajum<strong>di</strong> bagian Timur. Semuanya mengalir kearah selatan pantai P. Jawa.Metoda yang <strong>di</strong>lakukan adalah pemetaangeologi singkapan-singkapan batuankhususnya bitumen padat/serpih bitumen<strong>dan</strong> batuan lain yang mengandung materialorganik atau batuan yang mengandunghidrokarbon.Sebanyak 14 conto batuan <strong>di</strong>analisa untukmengetahui kandungan hidrokarbon yangterdapat <strong>di</strong> dalamnya; <strong>dan</strong> 8 (delapan) conto<strong>di</strong>analisa petrografi untuk mengetahuitingkat kematangan <strong>dan</strong> abun<strong>dan</strong>sikandungan organik dalam batuan.Keterdapatan serpih bitumen <strong>di</strong> JawaTengah telah <strong>di</strong>laporkan oleh penyeli<strong>di</strong>k dariLGPN, LIPI, Bandung yang melakukanKolokium Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral (DIM) TA. 2002 31 - 2
pemboran <strong>dan</strong>gkal serpih bitumen <strong>di</strong> <strong>daerah</strong>Mangunweni, Karangbolong (Sadarjoen, S.,1977) <strong>dan</strong> evaluasi serpih bitumen <strong>di</strong> <strong>daerah</strong>Kali Brenggang, Karangbolong (Sadarjoen,S <strong>dan</strong> Suhelmi, H., 1979). Para penyeli<strong>di</strong>kini melaporkan bahwa serpih bitumen<strong>di</strong>temukan dalam Fm. Kalipucang denganketebalan lapisan sampai 3 m. Penyebaranlapisannya tidak begitu luas <strong>dan</strong> nilaiekonomis serpih bitumen belum <strong>di</strong>ketahui.Triyono, U., (2001) menyeli<strong>di</strong>ki <strong>dan</strong>mendata endapan bitumen <strong>di</strong> <strong>daerah</strong> Ayah<strong>dan</strong> <strong>sekitarnya</strong>, Karangbolong (Kab.Kebumen) dengan ketebalan serpih bitumenmencapai 5 m <strong>di</strong> dalam Fm. Kalipucang.Sebaran serpih bitumen <strong>di</strong> <strong>daerah</strong> tersebuttidak begitu luas. Hasil analisa retortingmenunjukkan kandungan hidrokarbonberkisar dari 8 - 140 liter/ton. Hasil inimengin<strong>di</strong>kasikan bahwa endapan serpihbitumen cukup menjanjikan untuk <strong>di</strong>seli<strong>di</strong>kilebih lanjut.Dalam eksplorasi hidrokarbon <strong>di</strong> <strong>daerah</strong>Banyumas <strong>dan</strong> <strong>sekitarnya</strong>, Mulha<strong>di</strong>yono,(1973) menyimpulkan bahwa batuan yangberumur Miosen Tengah – Miosen Atasmerupakan reservoir hidrokarbon.Dapat <strong>di</strong>tambahkan bahwa <strong>di</strong> <strong>daerah</strong>inventarisasi terdapat sumberdaya minerallain yang bersifat ekonomis antara lain:endapan phosfat <strong>dan</strong> barit, bahan-bahanbangunan seperti batuan beku, batugamping,tras, batupasir, sirtu <strong>dan</strong> batulempung.2. GEOLOGIGeologi RegionalSecara keseluruhan <strong>daerah</strong> inventarisasiterbentuk oleh batuan se<strong>di</strong>men Tersier.Batuan tersier ter<strong>di</strong>ri atas perselingan batuanklastika, se<strong>di</strong>men gunungapi <strong>dan</strong> karbonat.Menurut Kastowo <strong>dan</strong> Suwarna (1996),secara regional, tektonik terja<strong>di</strong> pada duaperioda yang menghasilkan struktur berbeda.Yang pertama, terja<strong>di</strong> pada Kala MiosenTengah <strong>dan</strong> menghasilkan pengangkatanyang <strong>di</strong>ikuti oleh penerobosan andesit <strong>dan</strong>basal. Fm. Jampang, Pemali, Rambatan,Lawak <strong>dan</strong> Batugamping Kalipucang terlipat<strong>dan</strong> tersesarkan membentuk sesar normalyang berarah Baratlaut – Tenggara <strong>dan</strong>Timurlaut – Baratdaya. Kemu<strong>di</strong>an, periodakedua berlangsung pada Kala Plio-Plistosenmenghasilkan sesar geser – jurus <strong>dan</strong> sesarnaik berarah dari Baratlaut – Tenggarasampai Timurlaut - Baratdaya. Pada periodatektonika Plio-Plistosen sesar yang terbentukumumnya berupa sesar bongkah. Kegiatantektonika yang terakhir ini menggiatkankembali sebagian sesar normal.Pola aliran sungai membentuk pola mendaun<strong>dan</strong> dendritik. Sungai yang terbesar antaralain S. Ciaur <strong>di</strong> bagian Barat, Kali Lopasir <strong>di</strong>bagian Utara <strong>dan</strong> Kali Tajum <strong>di</strong> bagianTimur, semuanya mengalir <strong>dan</strong> bermuara <strong>di</strong>pantai selatan P. Jawa.StratigrafiStratigrafi regional menurut Simandjuntak<strong>dan</strong> Surono (1992) <strong>dan</strong> Kastowo <strong>dan</strong>Suwarna (1996) dapat <strong>di</strong>lihat dalam Gambar2.Daerah inventarisasi secara umum <strong>di</strong>tempatioleh tiga formasi utama dari bawah ke atas,yaitu Fm. Pemali (Tmp), Fm. Rambatan(Tmr), <strong>dan</strong> Fm. Halang (Tmph). Fm.Pemali yang berumur <strong>di</strong>perkirakan MiosenAwal ter<strong>di</strong>ri atas napal globigerina berwarnabiru <strong>dan</strong> hijau keabuan, berlapis jelek – baik.Sisipan batupasir tufan <strong>dan</strong> batugampingpasiran berwarna biru keabuan.Fm. Rambatan (Tmr), berumur MiosenTengah ter<strong>di</strong>ri atas batupasir gampingan <strong>dan</strong>konglomerat yang bersisipan dengan lapisantipis napal <strong>dan</strong> serpih, menempati bagianbawah satuan; se<strong>dan</strong>gkan bagian atas ter<strong>di</strong>riatas batupasir gampingan berwarna kelabuterang sampai kebiruan, mengandungkepingan andesit. Formasi ini menin<strong>di</strong>hselaras Fm. Pemali. Formasi ini olehSimanjuntak <strong>dan</strong> Surono (1992) <strong>di</strong>sebutsebagai Anggota Batupasir Formasi Halang(Tmhs) <strong>dan</strong> menjemari dengan bagianbawah Fm. Halang.Fm. Halang (Tmph) berumur MiosenTengah – Pliosen Awal, ter<strong>di</strong>ri atas batupasirtufan, konglomerat, napal, <strong>dan</strong> batulempung.Di bagian bawah terdapat breksi bersusunanandesit. Stratigrafi <strong>daerah</strong> ini dapat <strong>di</strong>lihatdalam Gambar 3.Struktur GeologiHasil inventarisasi <strong>dan</strong> hasil rekonstruksidata, Fm. Pemali <strong>di</strong> <strong>daerah</strong> inventarisasimerupakan batuan tertua yang tersingkapKolokium Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral (DIM) TA. 2002 31 - 3
panas yang <strong>di</strong>manfaatkan warga setempatsebagai tempat peman<strong>di</strong>an air panas.A<strong>dan</strong>ya sumur bor yang <strong>di</strong>lakukan olehPertamina <strong>di</strong> <strong>daerah</strong> inventarisasi, <strong>di</strong> DesaPrapagan; <strong>di</strong> Desa Besuki; <strong>dan</strong> <strong>di</strong> DesaCipari) menunjukkan in<strong>di</strong>kasi yang kuattentang kemungkinan terdapatnya endapanhidrokarbon, baik berupa minyak cair,minyak kental/berat atau berupa bitumen/tar/aspal <strong>di</strong> dalam batuan.Keterdapatan hidrokarbon dalam singkapanbatuan menunjukkan a<strong>dan</strong>ya batuan sumberhidrokarbon yang sudah matang (mature) <strong>di</strong>dalam salah satu formasi yang bermigrasi kesuatu tempat (batuan reservoir) ataubermigrasi melalui struktur-struktur <strong>dan</strong>muncul ke permukaan.Dapat <strong>di</strong>katakan bahwa a<strong>dan</strong>ya hidrokarbondalam batupasir <strong>dan</strong> konglomerat pada Fm.Halang untuk sementara dapat <strong>di</strong>sebutsebagai batupasir pengandung hidrokarbon(batu minyak atau tar sand) yangkeberadaannya memerlukan penelitian lebihlanjut.3. HASIL INVENTARISASISemua singkapan batuan hasil inventarisasi<strong>di</strong>masukkan <strong>di</strong> dalam peta sebagaimanadapat <strong>di</strong>lihat dalam Gambar 4. Dari datasingkapan batuan dapat <strong>di</strong>lihat bahwaumumnya kemiringan batuan sangatberagam, mulai dari agak terjal sampai kevertikal. Singkapan yang <strong>di</strong>temukan<strong>di</strong>dominasi batupasir berlapis, batulanau <strong>dan</strong>batulempung, umumnya gampingan dengantingkat kekerasan agak lunak hingga masif,padat <strong>dan</strong> keras.Singkapan batuan serpih bitumen yangmenja<strong>di</strong> pembawa bitumen padat tidak<strong>di</strong>temukan dalam pengertian batuanpengandung material organik berupa serpihtidak menunjukkan bentuk fisik yang berarti.Beberapa singkapan menunjukkan lapisanbatuan menyerpih dengan tebal
ketiga formasi ini memperlihatkanketerdapatan batuan serpih bitumen atauendapan bitumen padat berupa batuan serpihmengandung bahan-bahan organik ataubatuan sumber yang berkembang denganbaik.Endapan Bitumen PadatPetroleum, minyak mentah, bitumen, <strong>dan</strong> taradalah istilah yang <strong>di</strong>berikan oleh para ahli<strong>di</strong> bi<strong>dan</strong>g masing-masing sesuai denganperuntukannya. Bitumen yang <strong>di</strong>hasilkanoleh ‘tar sand’ menurut Tissot and Welte,(1984) adalah ‘extra-heavy oil’. Perbedaandasar antara ‘heavy oil’ <strong>dan</strong> ‘tar sand’ adalahyang pertama merupakan produk daripetroleum yang dapat terja<strong>di</strong> pada setiapbatuan sumber, se<strong>dan</strong>gkan ‘tar sand’ adalahsatuan batuan se<strong>di</strong>men yang mengandungbitumen/extra-heavy oil yang cukup besar.Batuan yang mengeluarkan minyak cairterdapat pada singkapan WGN-001; WGN-025; WGN-098; <strong>dan</strong> WGN-135. Selainrembesan-rembesan minyak yang secarafisik <strong>dan</strong> jelas dapat <strong>di</strong>lihat <strong>dan</strong> <strong>di</strong>bedakandalam rekahan batuan, <strong>di</strong>temukan juga satulapisan batupasir beraroma terpentin <strong>dan</strong><strong>di</strong>duga merupakan alur rembesan atau‘impregnated oil’. Singkapan-singkapanbatupasir yang beraromahidrokarbon/terpentin terdapat padasingkapan WGN-036; WGN-079; WGN-081; WGN-120; WGN-121; WGN-125;WGN-131; WGN-140; WGN-151 <strong>dan</strong>WGN-154. Singkapan berupa gas dapat<strong>di</strong>jumpai pada singkapan WGN-042 <strong>dan</strong>WGN-122.Oleh karena formasi pembawa bitumenpadat <strong>di</strong> <strong>daerah</strong> inventarisasi tidak <strong>di</strong>jumpaiwalaupun beberapa singkapan menunjukkanin<strong>di</strong>kasi hidrokarbon, berarti ada batuan/lapisan batuan yang belum <strong>di</strong>ketahuikeberadaannya. Dapat <strong>di</strong>tambahkan bahwahasil inventarisasi bitumen padat pada Fm.Rambatan <strong>di</strong> <strong>daerah</strong> Banjarnegara (J. A. EkoTjahyono, 2002; <strong>di</strong>skusi personal) juga tidakmenunjukkan keterdapatan bitumen padatyang berarti <strong>di</strong> dalam formasi tersebut.Kadar <strong>dan</strong> Kualitas Bitumen PadatSecara megaskopis, bitumen padat yang<strong>di</strong>jumpai <strong>di</strong> lapangan sudah berupahidrokarbon atau minyak cair yaitu dengan<strong>di</strong>temukannya rembesan-rembesan minyak<strong>di</strong> beberapa singkapan. Hidrokarbon berupacairan kental berwarna gelap kecoklatanberaroma minyak terpentin terdapat <strong>di</strong>rekahan-rekahan batuan (umumnyabatupasir masif) yang mengalami strukturpatahan maupun sesar.Beberapa singkapan rembesan hidrokarbonberupa cairan agak encer berwarna abu-abugelap kecoklatan, muncul ke permukaanbersama-sama dengan air agak asin (WGN-135) <strong>di</strong> Dusun Pangasinan. Di Sungai Ciaur(WGN-098) Dusun Benda, hidrokarbonkeluar dari dasar sungai berupa gelembunggelembunggas bersama-sama denganhidrokarbon cair meninggalkan bekas-bekasminyak mengkilap <strong>di</strong> atas muka air. Darisingkapan batuan ini juga hidrokarbonmerembes keluar dari rekah-rekahanbatupasir berwarna abu-abu gelap, kasar,konglomeratan, padat, kompak, <strong>dan</strong> keras.Hidrokarbon berupa minyak juga <strong>di</strong>jumpai<strong>di</strong> dalam sebuah sumur tempat pengambilanair (WGN-025) <strong>di</strong> Desa Cingebul. Minyakterdapat <strong>di</strong> dasar sumur sedalam kira-kira 5m yang merembes dari rekahan batupasirberwarna abu-abu, keras, kompak, padatberbutir halus.Hasil Analisa LaboratoriumAnalisis kandungan minyak dalam batuanmaupun kandungan material organik <strong>dan</strong>tingkat kematangan batuan <strong>di</strong>lakukan untukmengetahui nilai semi kualitatif <strong>dan</strong> semikuantitatif.Kandungan minyak dalam batuan dapat<strong>di</strong>ketahui dengan analisa retorting, yaitupengekstraksian minyak dengan carapemanasan batuan sampai temperatur 600 o C,kemu<strong>di</strong>an <strong>di</strong>sublimasi dengan menggunakanair. Ekstraksi minyak dari batuan sampaidengan suhu tersebut <strong>di</strong>lakukan dengandasar bahwa material organik atau yangterkandung <strong>di</strong> dalam batuan pada suhutersebut mengalami ‘cracking’ <strong>dan</strong>menghasilkan minyak serpih (shale oil)<strong>di</strong>mana minyak serpih mulai ‘cracking’ padasuhu 500 o C. Analisa lain berupa derajatkekentalan, densiti, H/C atomic ratio, O/Catomic ratio <strong>dan</strong> komposisi minyak tidak<strong>di</strong>lakukan.Kandungan air yang terdapat dari hasilanalisa ini dapat berasal dari air formasi,yaitu air yang berada <strong>di</strong> dalam pori-poriKolokium Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral (DIM) TA. 2002 31 - 6
atuan sejak batuan <strong>di</strong>endapkan sampaidengan <strong>di</strong>agenesa lebih lanjut. Kemungkinansumber air adalah dari <strong>daerah</strong> sekitar karenaconto batuan merupakan conto permukaanmaka air sekitar (hujan, sungai) dapatmempengaruhinya. Air yang tersublimasidari air formasi bila <strong>di</strong>panaskan sampai600 o C akan mengalami ‘cracking’ <strong>dan</strong>mengakibatkan penambahan kandungan air.Analisa RetortingAnalisa retorting yang <strong>di</strong>lakukan hanyauntuk mengetahui besarnya kandunganminyak yang terdapat <strong>di</strong> dalam batuan.Untuk mengetahui kandungan minyak dalambatuan, 14 conto batuan <strong>di</strong>analisa <strong>dan</strong>hasilnya dapat <strong>di</strong>lihat dalam Tabel 1. Daritabel ini hanya 4 conto batuan yaitu WGN-120B; WGN-131; WGN-140A <strong>dan</strong> WGN-154B yang mengandung minyak <strong>dan</strong> relatifkecil masing-masing sekitar 5 l/ton batuan.Kandungan air dalam batuan sangatbervariasi <strong>dan</strong> berkisar dari 20 – 90 l/tonbatuan, <strong>di</strong>mana kandungan air ini tidakhanya berasal dari air formasi saja akantetapi dapat berasal darimana saja.Batuan yang tidak mengandung minyakadalah conto batupasir berbutir halus,berwarna abu-abu, agak lunak, masif <strong>dan</strong>beraroma hidrokarbon/terpentin. Se<strong>dan</strong>gkanbatuan yang mengandung minyak adalahbatupasir halus, berwarna abu-abu sampaigelap, sebagian menyerpih <strong>dan</strong> beraromahidrokarbon.Analisa PetrografiConto batuan yang <strong>di</strong>analisis denganmikroskop adalah conto batuan <strong>di</strong>padatkandalam plastik resin kemu<strong>di</strong>an permukaanbatuan <strong>di</strong>poles sangat halus. Materialorganik berupa maseral-maseral terutamakelompok maseral liptinit akan sangat jelaskelihatan <strong>di</strong> bawah mikroskop denganmemakai sinar ultra violet. Abun<strong>dan</strong>simaterial organik <strong>dan</strong> tingkat kematangannyadapat <strong>di</strong>ukur <strong>dan</strong> <strong>di</strong>hitung.Sebanyak 8 (delapan) conto <strong>di</strong>analisis untukmengetahui tingkat kematangan, jenismaupun kandungan material organik yangterdapat dalam batuan sebagaimana dapat<strong>di</strong>lihat dalam Tabel 2.Dari Tabel 2 dapat <strong>di</strong>lihat bahwa kandunganorganik dalam batuan umumnya adalahbatulanau <strong>dan</strong> batupasir halus menunjukkanabun<strong>dan</strong>si maseral jarang <strong>dan</strong> ‘dom’ relatifbanyak. Maseral-maseral liptinit <strong>di</strong>temukanberupa sporinit, kutinit, resinit, liptodetrinit<strong>dan</strong> lamalginit. Maseral inertinit sangatjarang <strong>dan</strong> vitrinit cukup banyak. Beberapaconto mengandung cangkang-cangkang ataufragmen fosil. Mineral matter berupa pirit<strong>dan</strong> pirit framboid cukup banyak <strong>di</strong> beberapaconto. Bitumen (oil) <strong>di</strong>temukan dalam contoWGN-079 akan tetapi jumlahnya se<strong>di</strong>kitatau jarang. Demikian juga dalam contoWGN-081A, lamalginit <strong>di</strong>jumpai sangatse<strong>di</strong>kit. Sebaliknya, ‘<strong>di</strong>spersed organicmatter’ (dom) dalam semua batuan relatifbanyak. Semua conto menunjukkan tingkatkematangan yang rendah atau ‘immature’,antara R v 0,20% <strong>dan</strong> R v 0,47%.InterpretasiHasil inventarisasi lapangan rekonstruksisingkapan batuan <strong>di</strong> dalam peta dapat<strong>di</strong>interpretasikan sebagai berikut.Terdapatnya hidrokarbon berupa minyakcair maupun berupa gas <strong>di</strong> <strong>daerah</strong>inventarisasi dapat <strong>di</strong>perkirakan bahwaterdapat suatu lapisan atau beberapa lapisanatau berupa formasi yang merupakan suatubatuan sumber <strong>di</strong>mana batuan sumbertersebut telah mencapai tingkat kematanganuntuk menghasilkan hidrokarbon. Batuansumber yang menghasilkan hidrokarbonbaik berupa minyak cair atau gas akanmencari tempat atau migrasi dari tempat asalke tempat lain <strong>di</strong>mana hidrokarbon tersebutakan berakumulasi. Bila kon<strong>di</strong>si batuanmemungkinkan untuk menyerap <strong>dan</strong>menyimpan hidrokarbon, <strong>dan</strong> kon<strong>di</strong>sigeologi mendukung, maka hidrokarbon akanberakumulasi <strong>di</strong> dalam batuan yangumumnya batupasir <strong>dan</strong> <strong>di</strong>sebut sebagaibatuan ‘reservoir’. Hidrokarbon bermigrasimelalui celah-celah batuan-batuan sekitarbaik melalui rongga-rongga batuan maupunmelalui struktur-struktur geologi berupakekar, sesar atau patahan-patahan. Strukturstrukturgeologi dapat menja<strong>di</strong> ‘hydrocarbontraps’. Sebagian hidrokarbon akan keluar kepermukaan berupa ‘seepages’. Dengan katalain, ‘seepages’ merupakan suatu in<strong>di</strong>katoryang baik a<strong>dan</strong>ya minyak bumi <strong>di</strong> bawahpermukaan.Posisi atau lokasi batuan sumber yangmenghasilkan hidrokarbon tersebut tidak<strong>di</strong>ketahui asal-usulnya, karena dari hasilKolokium Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral (DIM) TA. 2002 31 - 7
inventarisasi <strong>di</strong> lapangan maupun hasilanalisa petrografi dari batuan-batuan tidaksatupun batuan atau lapisan yang ada <strong>di</strong>dalam formasi-formasi (Fm. Pemali; Fm.Rambatan <strong>dan</strong> Fm. Halang) yang dapat<strong>di</strong>sebut sebagai batuan sumber baik berupa‘oil shale’, ‘source rock’ maupun batubara.Secara umum dapat <strong>di</strong>katakan bahwa, hasilanalisa retorting (Tabel 1) <strong>dan</strong> hasil analisapetrografi (Tabel 2) tidak saling mendukungatas keberadaan bitumen padat <strong>di</strong> <strong>daerah</strong>inventarisasi. Hampir semua conto batuanyang mengandung aroma hidrokarbon tidakmenunjukkan a<strong>dan</strong>ya minyak <strong>di</strong> dalambatuan tersebut (Tabel 1). Misalnya, contoWGN-125 adalah batupasir halus/batulanauyang menyerpih <strong>dan</strong> beraroma minyak tetapitidak mengandung minyak berdasarkan hasilretorting. Sebaliknya, analisa petrografimenunjukkan kandungan material organikyang ‘common – major’. Conto atausingkapan WGN-140 adalah batupasir halus– kasar – konglomeratik yang berbauminyak tetapi tidak menunjukkan hasil yangmemadai baik hasil analisa retorting maupunhasil analisa petrografi. Oleh karena itu,hasil inventarisasi yang <strong>di</strong>lakukan tidakmendukung keberadaan bitumen padat <strong>di</strong><strong>daerah</strong> Wangon <strong>dan</strong> <strong>sekitarnya</strong>. Akan tetapi,in<strong>di</strong>kator a<strong>dan</strong>ya ‘seepages’ menja<strong>di</strong>pertimbangan lain.Keterdapatan hidrokarbon <strong>di</strong> <strong>daerah</strong>inventarisasi secara regional sudah<strong>di</strong>laporkan oleh Mulha<strong>di</strong>yono, (1973) <strong>dan</strong>mengutip referensi penyeli<strong>di</strong>k terdahuluseperti Roggeveen, (1934) menjumpai‘seepages’ <strong>di</strong> <strong>daerah</strong> Cipari, Gunungwetan<strong>dan</strong> Prapagan; <strong>dan</strong> Hetzel and Ter Haar,(1936) menjumpai ‘seepages’ <strong>di</strong> Majenang<strong>dan</strong> Bumiayu. Beberapa titik bor <strong>dan</strong>gkaljuga telah <strong>di</strong>lakukan oleh Pertamina <strong>di</strong><strong>daerah</strong> inventarisasi <strong>di</strong>antaranya Prapagan-1; Besuki-1 <strong>dan</strong> Cipari-1.Sumberdaya Endapan Bitumen PadatData lapangan <strong>daerah</strong> inventarisasi tidak<strong>di</strong>jumpai singkapan batuan serpih bitumenyang signifikan untuk menghasilkanminyak/bitumen, demikian juga dengan hasilanalisa yang <strong>di</strong>lakukan (retorting <strong>dan</strong>petrografi) tidak mendukung a<strong>dan</strong>ya minyak<strong>di</strong> dalam batuan. Meskipun conto-contobatuan atau batupasir yang berbau minyaktidak menunjukkan hasil yang layak untukmenyebutnya sebagai serpih bitumen atau‘tar sand’, akan tetapi, in<strong>di</strong>kator-in<strong>di</strong>katoryang ada memberikan petunjuk yang sangatkuat a<strong>dan</strong>ya hidrokarbon/minyak/bitumen <strong>di</strong>bawah permukaan <strong>dan</strong> terjebak <strong>di</strong> dalamstruktur-struktur patahan, sesar, antiklin.Keberadaan atau <strong>di</strong>stribusi lapisan batupasir(ketebalan 0,90 – 1,40 m) yang mengandungbau minyak dapat <strong>di</strong>telusuri sepanjang kirakira2,5 km belum dapat <strong>di</strong>sebut sebagai ‘tarsand’, se<strong>dan</strong>gkan minyak/bitumen hanyadapat <strong>di</strong>harapkan dari struktur-strukturcebakan. Oleh karena itu, berapa besarsumberdaya bitumen padat maupun bitumencair yang terdapat <strong>di</strong> dalam batuan belumdapat <strong>di</strong>ketahui secara pasti.Prospek <strong>dan</strong> Kendala PemanfaatannyaAnalisis data <strong>dan</strong> interpretasi awal hasilinventarisasi sebagaimana <strong>di</strong>sebutkan <strong>di</strong> atas<strong>dan</strong> potensi endapan bitumen padat yangbelum dapat <strong>di</strong>hitung, maka prospek <strong>dan</strong>pengembangannya tidak dapat <strong>di</strong>uraikanlebih detail.Akan tetapi, dapat <strong>di</strong>perkirakan bilaeksplorasi lanjutan <strong>di</strong>lakukan makainventarisasi harus <strong>di</strong>tekankan kepadaanalisa struktur <strong>dan</strong> stratigrafi detail.Kemungkinan <strong>dan</strong> kendalanya adalah bahwaminyak/bitumen padat dapat <strong>di</strong>temukan <strong>di</strong>dalam struktur-struktur <strong>dan</strong> terjebak<strong>di</strong>tempat-tempat yang lebih dalam <strong>di</strong> bawahpermukaan.4. KesimpulanHasil inventarisasi <strong>dan</strong> inventarisasi bitumenpadat (cannel coal) dari <strong>daerah</strong> Wangon <strong>dan</strong><strong>sekitarnya</strong>, Kabupaten Banyumas <strong>dan</strong>Kabupaten Cilacap, Prpinsi Jawa Tengahdapat <strong>di</strong>simpulkan sebagai berikut:1. Endapan bitumen padat berupa serpihbitumen tidak berkembang dengan baik<strong>di</strong> <strong>daerah</strong> inventarisasi.2. Bitumen padat berupa hidrokarbon cair<strong>di</strong>temukan pada singkapan-singkapanbatupasir (WGN-001; WGN-025;WGN-098; <strong>dan</strong> WGN-135). Se<strong>dan</strong>gkansingkapan berupa gas terdapat padaWGN-042 <strong>dan</strong> WGN-122.3. Batupasir beraroma minyak tapi tidakmengeluarkan minyak cair terdapatpada singkapan-singkapan WGN-036;WGN-079; WGN-081; WGN-120;Kolokium Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral (DIM) TA. 2002 31 - 8
WGN-121; WGN-125; WGN-131;WGN-140; WGN-151 <strong>dan</strong> WGN-154.4. Hasil analisa retorting conto batuantidak menunjukkan hasil yang berarti;demikian juga hasil analisa petrografitidak menunjukkan batuan pengandungmaterial organik yang dapat<strong>di</strong>kategorikan sebagai batuan sumberbitumen padat. Tingkat kematanganbatuan juga rendah (immature).5. Rekonstruksi data <strong>di</strong> dalam petamenunjukkan a<strong>dan</strong>ya struktur-strukturberupa patahan, antiklin, sinklin <strong>dan</strong>sesar-sesar yang merupakan alurmigrasi hidrokarbon.6. Fm. Pemali, Fm. Rambatan <strong>dan</strong> Fm.Halang bukan merupakan formasipembawa batuan serpih bitumen ataubatuan pembawa bitumen padat.7. Inventarisasi atau eksplorasi lanjutandapat <strong>di</strong>pertimbangkan untuk <strong>di</strong>lakukandengan penekanan kepada stu<strong>di</strong>stratigrafi <strong>dan</strong> analisa struktur lebihdetail ke arah bagian barat <strong>di</strong>manakemungkinan dapat <strong>di</strong>temukan‘structure traps’.5. DAFTAR PUSTAKAAsikin, S., Handoyo, A., Prastistho, B., <strong>dan</strong>Gafoer, S., 1992. Peta Geologi LembarBanyumas, Jawa. Skala 1:100.000.Puslitbang Geologi, Bandung.Cornelius, G. D., 1984. Classification ofnatural bitumen, a physical and chemicalapproach. In, Meyer, R. F., (Ed.).Exploration for Heavy Crude Oil andNatural Bitumen. AAPG Stu<strong>di</strong>es inGeology # 25. pp. 165 – 174.Djuri, M., Samodra, H., Amin, T. C., <strong>dan</strong>Gafoer, S., 1996. Peta Geologi LembarPurwokerto <strong>dan</strong> Tegal, Jawa. Skala1:100.000. Puslitbang Geologi, Bandung.Hunt, J. M., 1984. Primary and secondarymigration of oil. In, Meyer, R. F., (Ed.).Exploration for Heavy Crude Oil andNatural Bitumen. AAPG Stu<strong>di</strong>es inGeology # 25. pp. 345 – 349.Hutton, A. C., 1987. PetrographicClassification of Oil Shales. InternationalJournal of Coal Geology, 8, pp. 203 –231.Kastowo <strong>dan</strong> Suwarna, N., 1996. PetaGeologi Lembar Majenang, Jawa. Skala1:100.000. Puslitbang Geologi, Bandung.Martinez, A. R. Report on working group ondefinitions. In, Meyer, R. F., (Ed.).Exploration for Heavy Crude Oil andNatural Bitumen. AAPG Stu<strong>di</strong>es inGeology # 25.Mulha<strong>di</strong>yono, 1973. Petroleum possibilitiesof the Banyumas area. Procee<strong>di</strong>ngs ofthe Second Annual Convention. Jakarta,June 4 – 5, 1973. Indonesian PetroleumAssociation. pp.121 – 129.Saxby, J. D., 1976. Chemical separation andcharacterization of kerogen from oilshale. In, Yen, T. F., and Chilingarian(Eds.). Oil Shales. Elsevier, Amsterdam.Pp. 101 – 127.Sadarjoen, S., 1977. Pengeboran <strong>dan</strong>gkalpengendapan serpih bitumen <strong>daerah</strong>Mangunweni, Karangbolong. LembagaGeologi <strong>dan</strong> Pertambangan Nasional.Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.Bandung. 14 hal.Sadarjoen, S <strong>dan</strong> Suhelmi, H., 1979.Evaluasi endapan serpih bitumen <strong>daerah</strong>Kali Brenggang, Karangbolong.Lembaga Geologi <strong>dan</strong> PertambanganNasional. Lembaga Ilmu PengetahuanIndonesia. Bandung. 22 hal.Simandjuntak, T. O., <strong>dan</strong> Surono., 1992.Peta Geologi Lembar Pangandaran,Jawa. Skala 1:100.000. PuslitbangGeologi, Bandung.Suyanto, Fx., and Roskamil, 1975. Thegeology of hydrocarbon aspect of SouthCentral Java. Indonesian Association ofGeologist. 4 th Annual Meeting, Bandung.Tissot, B. P., and Welte, D. H., 1984.Petroleum Formation and Occurrence.Second Revised and enlarged e<strong>di</strong>tion.Springer – Verlag, Berlin. 699 pp.Triyono, U., 2001. Penyeli<strong>di</strong>kanpendahuluan endapan bitumen padat <strong>di</strong><strong>daerah</strong> Ayah <strong>dan</strong> <strong>sekitarnya</strong>, KabupatenKebumen, Propinsi Jawa Tengah.Direktorat Inventarisasi Sumber DayaMineral, Bandung.Untung, M., <strong>dan</strong> Sato, Y., 1978. Gravity andGeological Stu<strong>di</strong>es in Jawa, Indonesia.Special Publication No. 6. GeologicalSurvey of Indonesia.Walker, R. G. 1981. Clastic Se<strong>di</strong>mentaryFacies and Depositional Models. TheDepartment of Earth Sciences, MonashUniversity, Australia. 72 pp.Kolokium Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral (DIM) TA. 2002 31 - 9
Gambar 1. Peta Lokasi Daerah Inventarisasi Bitumen Padat Daerah Wangon <strong>dan</strong> <strong>sekitarnya</strong>,Kabupaten Banyumas, Propinsi Jawa TengahTabel 1Hasil Analisa Retorting Batuan dari Daerah Wangon <strong>dan</strong> <strong>sekitarnya</strong>, Kabupaten Banyumas,Propinsi Jawa TengahNo.ContoBJ(gr/ml)BJ Minyak(gr/ml)KandunganMinyak(l/ton)KandunganAir(l/ton)1 WGN-036 2,1705 - - 552 WGN-079 2,2296 - - 653 WGN-081A 2,2963 - - 604 WGN-081B 2,1912 - - 505 WGN-081C 2,2867 - - 306 WGN-120A 2,2846 - - 207 WGN-120B 2,2406 - 5 328 WGN-125 2,1925 - - 359 WGN-131 1,1915 - 5 5510 WGN-140A 2,3375 - 5 3011 WGN-140B 2,1123 - - 6512 WGN-140C 2,1074 - - 9013 WGN-154A 2,2393 - - 4014 WGN154B 1,5103 - 5 45Kolokium Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral (DIM) TA. 2002 31 - 10
Batuan Se<strong>di</strong>men, Endapan Gunungapi, Endapan AlluvialEndapan Alluvial (Qa) : Kerikil, pasir & lempungUndak Sungai (Qt) : Kerikil, berangkalKipas Alluvium (Qf) : Campuran kerakal andesit & batupasirFm. Gintung (Qpg) : Perselingan konglomerat andesit <strong>dan</strong> batupasirFm. Mengger (Qpm) : Batupasir tufan, sisipan konglomerat & pasir magnetitFm. Kaliglagah (Tpg) : Batupasir kasar, konglomerat, batulempung & napalAnggota batugamping Fm. Tapak (Tptl) : Batugamping terumbu, koralFm. Tapak (Tpt) : Batupasir kasar - halus, sisipan napal, moluskaFm. Kalibiuk (Tpb) : Batulempung & napal fosilan, lensa batupasir, moluskaAnggota Indrawangi Fm. Kalibiuk (Tpbi) : Batugamping mengalami propilitasiFm. Halang (Tmph) : Batupasir tufan, konglomeratan, koral & batulempungAnggota Gununghurip Fm. Halang (Tmhg) : Turbi<strong>di</strong>t, breksi gunungapiAnggota Lebakwangi Fm. Halang (Tmpkl) : Batugamping terumbuFm. Kumbang (Tmpk): Breksi gunungapi, lava, retas, tufAnggota Breksi Fm. Kumbang (Tmpkb) : Breksi gunungapi mengalami propilitasiBatugamping Fm. Kalipucang (Tmkl) : Batugamping koral, fosil foramFm. Lawak (Tml) : Napal, batugamping foram besar, batupasir gampinganFm. Rambatan (Tmr) : Batupasir gampingan & konglomerat, napal, serpihFm. Pemali (Tmp) : Napal, batupasir tufanFm. Jampang (Tomj) : Breksi, batupasir tufan, konglomerat,bongkah lava andesit, basalGambar 2. Stratigrafi Regional Daerah Penyeli<strong>di</strong>kanTmpkTmpkbUMUROLIGOSENQa, Qt,QfQpgQpmTpgTptlTpbiTptTpbTmphlTmphTmhgTmklTmlTmrTmpTomjLingkunganPengendapanDarat - PeralihanDaratDarat - Laut <strong>dan</strong>gkalMarinPeralihan - Pasang surutPasang surutTurbi<strong>di</strong>tLaut <strong>dan</strong>gkal terbukaLaut terbukaLautBatuan TerobosanTm (a,b)(a,b)T E R S I E RM I O S E NAWAL TENGAHAKHIRPLIOSENK U A R T E RPLISTOSENHOLOSENKolokium Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral (DIM) TA. 2002 31 - 12
UMURFORMASI & BATUAN SEDIMENK U A R T E RHOLOSENPLISTOSENQaQacTptEndapan Alluvial (Qa) : Lumpur, pasir <strong>dan</strong> kerikilEndapan pantai (Qac), pasir besiFm. Tapak (Tpt) : Perselingan batupasir <strong>dan</strong> napalPLIOSENTpksFm. Kumbang (Tpks) : Perselingan breksi gunungapi,lava <strong>dan</strong> batupasirkonglomeratan<strong>dan</strong> sisipan napalT E R S I E RFm. Halang (Tmph) : Turbi<strong>di</strong>t, perselingan napal,kalkarenit, batupasir konglomerat<strong>dan</strong> sisipan batulempung,batupasir, kerikilFm. Rambatan (Tmr) : Perselingan batupasir,konglomerat, batulempung,napal <strong>dan</strong> batulempungFm. Pemali (Tmp) : Serpih <strong>dan</strong> napal dengan sisipankalkarenitAWALM I O S E NAKHIRTENGAHTmphTmrTmpGambar 3. Stratigrafi Daerah Penyeli<strong>di</strong>kanKolokium Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral (DIM) TA. 2002 31 - 13