13.07.2015 Views

EDITOR - perpustakaan universitas riau

EDITOR - perpustakaan universitas riau

EDITOR - perpustakaan universitas riau

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Jurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 624


INDUSTRI LISTRIK PLTA KOTOPANJANGVs PERMASALAHAN LINGKUNGANAras Mulyadi *)Abstract: Power plant PLTA Koto Panjang that was built in 1997 is one of energy resourcesthat has great benefit to Riau. For that reason, its sustainability should be retained. Lately,there were environmental problems that became direct threat to the power plant, such asdegradation of catchment area, and erosion and sedimentation. Both of them are caused byintensive land conversion in the upper area.Key words: power plant, Koto Panjang, catchment degradation, environmental problemsPendahuluanProyek Pembangkit Listrik Tenaga Air(PLTA) merupakan salah satu sumber energiyang berasal dari alam. Di daerah Riau, padatahun 1997 telah dibangun proyek PLTA KotoPanjang dengan membendung induk sungaiKampar. Tepatnya PLTA Koto Panjangterletak di desa Merangin, KecamatanBangkinang Barat, Kabupaten Kampar,Provinsi Riau; berjarak lebih kurang 20 kmdari ibukota Kabupaten, Bangkinang atau 87km dari ibukota Provinsi, Pekanbaru.Bendungan PLTA Koto Panjangmemanfaatkan aliran Sungai Kampar Kanandengan konstruksi dam beton tipe “concretegravity” setinggi 58 meter, sehinggaterbentuk waduk seluas 124 km 2 dengankapasitas tampung 1.545 juta m 3 dankapasitas tampung aktif 1.040 m 3 . Ketinggianmuka air waduk maksimal 85 meter daripermukaan laut (dpl), muka air normal 83 meterdpl dan minimum 73 meter dpl. Besarkapasitas terpasang pembangkit listriksebesar 114 MW atau setara dengan 542GWh per tahun.Pembangunan proyek PLTA KotoPanjang tentu akan memberikan pengaruhlingkungan, terutama komponen sosialbudaya dan ekonomi serta biofisiklingkungan. Tidak kurang dari 10 desa denganjumlah penduduk lebih kurang 4.886 KK yangterkena rendaman proyek ini. Permukimanyang terkena genangan proyek ini telahdialihkan ke permukiman baru yang lokasinyasebagian besar terkonsentrasi tidak jauh dariwaduk. Komponen biofisik yang dominanmenerima dampak proyek PLTA Koto Panjangantara lain flora dan fauna serta perubahanekosistem perairan dari perairan mengalirmenjadi perairan tergenang.Selain memberikan dampak terhadaplingkungan, kelestarian waduk PLTA KotoPanjang juga dipengaruhi oleh permasalahanlingkungan yang ada di sekitarnya. Atas dasaritu, maka tulisan ini mengkaji keberadaanwaduk PLTA Koto Panjang sebagai industripembangkit listrik berkaitan denganpermasalahan lingkungan sekitar yangmengemuka saat ini.Bahan dan MetodeKajian difokuskan kepada isu-isulingkungan sekitar yang dipandang sebagaiancaman terhadap industri pembangkit listriktenaga air Waduk PLTA Koto Panjang, seperti:degradasi daerah tangkapan air ( catchmentarea) oleh berbagai aktivitas masyarakat, sertalaju erosi dan sedimentasi di waduk PLTAKoto Panjang. Degradasi daerah tangkapanair di lihat melalui analisis tutupan vegetasiDosen Pasca Sarjana Ilmu Lingkungan, Faperika Universitas RiauJurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 625


interpretasi Citra Landsat TM Juni 2002dengan analisis GIS (Geografis InformationSystem). Laju erosi dan sedimentasi dilakukandengan pengukuran melalui penangkapansedimen menggunakan sediment trap padabulan Oktober dan Nopember 2003 di 4(empat) titik sampling: Batang Mahat Lama,Koto Tuo, Gulamo, Dam Site. Sebagaipendukung bahasan sedimentasi, jugadilakukan penghitungan potensi erosidengan metoda USLE. Selain itu, jugadikumpulkan data pendukung, seperti kondisidan kegiatan masyarakat sekitar waduk PLTAKoto Panjang.Hasil dan Pembahasano Kondisi daerah dan masyarakatsekitar Waduk PLTA Koto PanjangSecara administrasi, proporsi terbesarWaduk PLTA Koto Panjang berada dalamwilayah Kabupaten Kampar khususnyaKecamatan XIII Koto Kampar; dan sebagianberada di Kabupaten Lima Puluh Kotakhususnya Kecamatan Pangkalan Baru.Tidak kurang dari 10 (sepuluh) desa diKabupaten Kampar yang berhubunganlangsung dengan Waduk PLTA KotoPanjang, yaitu: Pulau Gadang, Koto Mesjid,Ranah Sungkai, Lubuk Agung, Batu Bersurat,Binamang, Pongkai Baru, Pongkai Istiqomah,Tanjung Alai, Muara Takus, Koto Tuo.Penduduk dari 10 (sepuluh) desa itu berjumlahlebih kurang 15.381 jiwa (Tabel 1). Pendudukwanita lebih besar dari pada laki-laki, masingmasingberjumlah 7.586 jiwa dan 7.795 jiwa.Sebagian besar dari mereka berusaha di bidangpertanian dan nelayan. Bidang pertanian yangdiusahakan masyarakat antara lain usahakehutanan, perkebunan, pertanian tanamanpangan, dan peternakan. Selain itu jugaberusaha dalam bidang dagang, tukang,pensiunan dan Pegawai Negeri Sipil (Tabel 2).Tabel 1. Jumlah penduduk desa di sekitar Waduk PLTA Koto PanjangJenis KelaminDesa/KelurahanLaki-laki wanita Jumlah1. Batu Bersurat1.370 1.4522.8222. Koto Tuo1.297 1.3032.6003. Binamang6887611.4494. Pongkai Istiqomah3863607465. Muara Takus4604939536. Gunung Bungsu6065511.1577. Koto Mesjid6947761.4708. Pulau Gadang7017101.4119. Lubuk Agung5345561.09010. Tanjung Alai8508331.683Jumlah 7.586 7.795 15.381Jurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 626


oKegiatan penambangan yang banyakdijumpai di sekitar kawasan WadukPLTA Koto Panjang adalah usahapenambangan batu. Kegiatanpenambangan skala kecil inidiupayakan secara tradisional dantanpa izin. Sungguhpun demikian,kegiatan ini juga akan mengancamwaduk dari aspek laju sedimentasikarena akan memicu laju erosi.Isu lingkungan Waduk PLTA KotoPanjang1) Degradasi Daerah Tangkapan Air.Pada tahun 1985 luas hutan di daerahtangkapan di sekitar waduk PLTA KotoPanjang sebesar 3.331 km 2 , yang terdiridari 2.142 km 2 (64 %) hutan lindung dan1.189 km 2 (34 %) hutan konversi (TimSAPS JBIC, 2002). Berdasarkaninterpretasi citra landsat-Tm tahun 2002,dari luas daerah tangkapannya sebesar3.118,370 km 2 masih tersisa luas hutansekitar sebesar 1.167,080 km 2 (Gambar 1).Ini berarti bahwa dalam rentang waktu18 tahun sudah terjadi penguranganluasan hutan sebesar 2.163,920 km 2 .Kawasan hutan yang ada di sekitarwaduk PLTA Koto Panjang saat inihanya tersisa sebesar 37 persen dari luasdaerah tangkapan, dan sisanya sebesar64 persen disusun oleh belukar danalang-alang, kebun campuran, tanamanbudidaya dan lahan terbuka (Tabel 3).Kawasan hutan yang tersisa sudahmerupakan hutan sekunder. Penurunankualitas daerah tangkapan air di sekitarwaduk PLTA Koto Panjang terutamadisebabkan akibat berbagai kegiatanmasyarakat di sekitar waduk sepertidijelaskan sebelumnya, terutamapenebangan liar (illegal logging), sertakonversi lahan untuk areal perkebunandan pertanian.2) Erosi dan Sedimentasi. Hasilperhitungan potensi erosi di sekitarwaduk PLTA Koto Panjang padaDesember 2003 diperoleh angka352,5225 ton/ha/tahun dengan asumsilahan tanpa ada tindakan konservasiseperti terrasering dan sebagainya, sertadengan morfologi yang ada sekitargenangan. Potensi erosi yang ada,dengan dukungan debit air yang masukke dalam waduk pada kedua inlet (BatangMahat dan Sungai Kampar) masingmasing101,552 dan 203,105 m3/detiktelah memicu laju sedimentasi rata-ratapada perairan waduk antara 268,7515 –897,0005 ton/ha/tahun (Tabel 4). Lajusedimentasi tertinggi dijumpai sekitarDam Site dan terendah di Gulamo. Lajusedimentasi ini terutama terkait eratdengan kualitas lahan di bagian atasnya.No. Penggunaan Lahan Luas (km2) Persentase (%)1.2.3.4.5.Tabel 3. Kondisi penggunaan lahan di sekitar genangan waduk PLTAKoto Panjang, Desember 2003.Belukar/alang-alangHutanKebun campuranLahan terbukaTanaman budidaya407,7231.167,080632,921241,665668,981Jumlah 3.118,370 100Sumber: Interpretasi Citra Landsat tahun 2002133720821Jurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 628


Tabel 4. Laju sedimentasi di perairan waduk PLTA Koto Panjangbulan Oktober dan Nopember 2003No.1.2.3.4.Lokasi samplingBatang Mahat LamaKoto TuoGulamoDam SiteLaju Sedimentasi (ton/ha/tahun)Oktober 2003 Nopember 2003 Rata-rata321,196 244,471 282,8335418,581 195,268 306,9245254,460 283,043 268,75151.737,041 56,960 897,0005Gambar 1. Peta tutupan lahan di sekitar genangan waduk PLTA Koto Panjang.Jurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 629


Kesimpulan dan RekomendasiTelah terjadi degradasi kualitas daerahtangkapan air di sekitar Waduk PLTA KotoPanjang. Degradasi ini antara lain diakibatkanoleh berbagai kegiatan masyarakat sekitarnyayang tidak memperhatikan kelestarianlingkungan, antara lain kegiatan kehutanan,pertanian dan perkebunan, perikanan danpertambangan. Degradasi daerah tangkapanini juga memicu laju erosi dan sedimentasiyang masuk ke dalam waduk. Jika kondisi iniberlanjut terus maka diperkirakan akan dapatmemperpendek umur waduk, yang padagilirannya akan mengganggu industri listrikdi daerah Riau. Untuk meminimalisir lajudegradasi daerah tangkapan, serta laju erosidan sedimentasi setidaknya dapat ditempuharah kebijakan berikut: Pertama, diperlukanpengembangan tata ruang terpadu, baik yanguntuk mengatur pemanfaatan daerah perairanwaduk terlebih-lebih untuk pemanfaatandaerah daratan. Kedua, diperlukanpengelolaan terpadu dengan pelibatanmasyarakat tempatan (Integrated CommunityBase Management), dan Ketiga, penerapankonsep satu manejemen pengelolaanlingkungan (one plan one mangement) dalammengelola kawasan waduk PLTA KotoPanjang dan sekitarnya. Untuk itu dituntutpenuh koordinasi antara lain pihak PT. PLN(Persero), Pemerintahan Provinsi Riau danSumbar, Pemerintahan Kabupaten Kampardan Kabupaten 50 Kota. Keempat,diperlukan adanya ciptaan lapangan ekonomibagi masyarakat sehingga pemanfaatanwaduk PLTA Koto Panjang dan daerah bagianatasnya dapat dikendalikan.Ucapan Terima KasihTerima kasih penulis ucapkan kepada PT.PLN (Persero) khususnya PT. PLN SektorPekanbaru yang telah membantu dalampengumpulan data di areal kerja PLTA KotoPanjang. Juga kepada Pemda KabupatenKampar, serta staf peneliti di Pusat PenelitianLingkungan Hidup Universitas Riau yangtelah memberi masukan berarti bagipenyempurnaan data dan analisis kajian ini.Jurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 630


Daftar PustakaMulyadi A. 2000. OTORITA WADUK PLTAKOTO PANJANG: Harapan dari SeminarSehari Pengelolaan Waduk PLTAKotopanjang. Harian Riau Pos.Mulyadi A. 2003. Waduk PLTA Koto Panjang:Perlu Rencana Tata Ruang (1). HarianRiau Pos.Mulyadi A. 2003. Waduk PLTA Koto Panjang:Prosfek Perikanan BerwawasanLingkungan (2). Harian Riau Pos.Pusat Penelitian Lingkungan Hidup dan PT.PLN (Perseor). 2001. Hasil PemantauanRKL dan RPL PLTA Koto Panjang:Periode Maret, Juni, September,Desember 2001.Pusat Penelitian Lingkungan Hidup dan PT.PLN (Perseor). 2002. Hasil PemantauanRKL dan RPL PLTA Koto Panjang:Periode Maret, Juni, September,Desember 2002.Pusat Penelitian Lingkungan Hidup dan PT.PLN (Perseor). 2003. Hasil PemantauanRKL dan RPL PLTA Koto Panjang:Periode Maret, Juni, September,Desember 2003.Pusat Penelitian Lingkungan HidupUniversitas Riau dan Bapedalda Kampar.2003. Model Pembinaan Masyarakat diSekitar PLTA Koto Panjang dalamPengelolaan Lingkungan Hidup.Laporan Buku. Halaman.SAPS Team for JBIC. 2002. JBIC SpecialAssistance for Project Sustainability(SAPS) for Koto Panjang HydroelectricPower and Associated TransmissionLine Project in Repuclic of Indonesia.Interim Report II. November 2002.Jurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 631


Pembentukan Provinsi Kepulauan Riaudan Implikasinya terhadapKebijakan Pembangunan Riau (Daratan)Oleh: DeliarnovAbstract: Beginning from July 1, 2004 Kepulauan Riau formally divorced from Riau province.This will bring some impact not only on the sources of income, but also on the share andstructure of economy, as well as the prime sectors and commodities of Riau province.Accordingly, Riau needs new development policies. The author suggests to identify economicsectors and commodities potential to be developed after Kepri divorced from Riau, andconcludes that the best alternative is to develop agro-industry utilizing plantation commoditiessuch as rubber, coconut, and especially palm-oil.Key Words: Riau, Kepulauan Riau, share and structure of economiy, sources of income, primesectors and commodities, development policies, agro-industry, palm-oil.PendahuluanSelama ini jika kita membaca berbagailaporan yang dikeluarkan oleh Pemprov Riauhampir semuanya diawali dengan pernyataanbahwa Riau adalah provinsi yang kayadengan sumberdaya alam seperti minyak dangas bumi, mineral, kehutanan, perikanan, danpertanian perkebunan (kelapa sawit, kelapa,karet, sagu). Selain informasi bahwa Riau kayadengan sumberdaya alam biasanya adatambahan informasi bahwa Riau juga dikenalkarena letaknya yang strategis dan besarnyapotensi industri dan pariwisata di wilayahRiau Kepulauan, terutama di Batam dan diBintan.Itu dulu. Sekarang, suka atau tidak suka,mulai 1 Juli 2004 sebahagian wilayah yangakan tergabung dalam provinsi Kepri resmilepas dari Riau. Sebagai konsekuensi darilepasnya Kepri maka sumber penerimaan,bobot dan struktur ekonomi, serta sektorutama maupun komoditas andalan Riau(maksudnya Riau Daratan) akan mengalamiperubahan.Pertama, tentang sumber pendapatandan penerimaan daerah. Dengan pisahnyaKepri maka sumber penerimaan daerahberubah sebagai implikasi berubahnyawilayah (daratan dan lautan) berikut potensiyang ada di masing-masing wilayah. Karenawilayah berubah, maka bagi hasil sumberdayaalam yang diterima masing-masingkabupaten/kota baik yang tetap tergabungdi Riau dan di Kepri akan berubah. Dalamdiskusi akhir tahun 2003 tentang “ReviewEkonomi Riau 2003 dan Outlook Ekonomi Riau2004” sudah saya singgung bahwa dilihat daripembagian dana bagi hasil sumberdaya alamini sebetulnya Kepri rugi pisah dari Riau.Masalahnya, dana bagi hasil sumberdayaalam, terutama yang bersumber dari minyakdan hasil hutan tidak lagi mereka terima. Halini justru merupakan “rezeki nomplok” bagikabupaten/kota yang tinggal, sebab bagi hasiltersebut akan diterima lebih besar olehmasing-masing kabupaten/kota sebab angkapembagi lebih kecil. Adapun “kerugian” bagiRiau dengan pisahnya Kepri ialah bahwa Riauselaku provinsi induk harus mengeluarkandana pembinaan bagi Kepri. Tetapi secarakeseluruhan keluarnya Kepri justruberdampak positif bagi kinerja ekonomi Riau(Daratan).Kedua, tentang bobot perekonomian.Dari data BPS sumbangan seluruhkabupaten/kota yang akan menggabungJurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 632


menjadi provinsi Kepri dalam PDRB Riau totaltahun 2002 adalah 39,54 persen. Dengandemikian jika Kepri membentuk provinsisendiri maka bobot perekonomian Riau untukkawasan Riau Daratan tinggal 60,46 persensaja. Selain bobot perekonomian yangberubah, dengan pisahnya Kepri makastruktur ekonomi Riau Daratan akan berubah.Dalam hal ini hampir dipastikan strukturekonomi Riau akan “memberat” kembali kesektor primer, sebab sektor industri dan jasaselama ini lebih dominan di Batam dan TanjungPinang. Dari data yang ada tahun 2002pertanian dan pertambangan menyumbang63,5 persen. Dengan keluarnya Kepri makashare sektor primer bisa naik mencapai 70persen atau lebih.Terakhir, tentang sektor utama dankomoditas andalan. Selama ini dalam berbagailaporan pemda disebutkan bahwa sektorutama Riau adalah pertambangan (minyakbumi, gas alam, emas, timah), pertanian(perkebunan, kehutanan, perikanan), industrimanufaktur (elektronik, garments, basicchemicals, agro-industries) dan jasa-jasa(turisme). Sekarang setelah Kepri resmi pisahmaka bunyi laporan tersebut harus diubah,sebab dengan pisahnya Kepri maka tidak adalagi yang namanya gas alam (Natuna), jugamakin sedikit produk elektronik dan hampirtidak ada garments dan basic-chemicals sertamakin berkurang share sektor transportasiterutama dari pelayaran dan turisme. Eksporpasir laut juga harus dicoret dari daftar, kecualijika ada eksploitasi baru di wilayah Riau yangtidak tergabung ke Kepri.Implikasi terhadap Kebijakan PembangunanKarena perceraian dengan Keprimenyebabkan berubahnya wilayah, sumberpenerimaan, bobot dan struktur ekonomi, sertasektor utama maupun komoditas andalan,maka sebagai implikasinya kebijakanpembangunan juga berubah. Untukmengembangkan perekonomian daerah Riau(minus Kepri) langkah pertama yang harusdilakukan ialah mengidentifikasi kembalipotensi ekonomi daerah Riau, yaitukemampuan ekonomi yang ada di provinsiRiau Daratan yang mungkin dan layakdikembangkan sehingga dapat mendorongperekonomian dan sekaligus meningkatkankesejahteraan masyarakat secaraberkesinambungan.Potensi ekonomi ditentukan olehberbagai faktor: (1) sumberdaya alam (naturalresources) yang akan dikembangkan, (2)sumberdaya manusia yang tersedia menuruttingkat pendidikan dan keahlian di berbagaisektor ekonomi, (3) modal untukmengembangkan sumberdaya yang tersedia,(4) teknologi sebagai factor shift dalamkegiatan produksi, (5) manajemen(kemampuan memanfaatkan/meramu semuapotensi yang ada) dan (6) budaya ( socialcapital) yang dimiliki oleh masyarakat.Dalam rangka mempersiapkan strategipengembangan potensi daerah Riau maka keenam faktor produksi penentu pembangunandi atas perlu diidentifikasi kembali. Setelahmengidentifikasi kembali semua faktorpenentu pembangunan tersebut diatas, makadalam mempersiapkan strategipemgembangan potensi yang ada di PropinsiRiau, langkah-langkah berikutnya yang perluditempuh antara lain: Mengidentifikasi sektor-sektorkegiatan ekonomi yang potensialuntuk dikembangkan (denganmemperhatikan kekuatan dankelemahan di masing-masingsektor) Mengidentifikasi sektor-sektorekonomi yang rendahproduktivitasnya dan mencarifaktor-faktor yang menyebabkanrendahnya produktivitas di sektortersebut Mengidentifikasi sumberdaya danfaktor-faktor produksi yang adayang siap digunakan untukmendukung perkembangan tiapsektorJurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 633


Setelah semua proses identifikasitersebut dilakukan maka langkah selanjutnyayang akan dilakukan adalah mengembangkansektor-sektor andalan yang diperkirakandapat menarik sektor-sektor lain untuktumbuh sehingga perekonomian Riau dapatberkembang secara berkelanjutan.Kebijakan Agro-industriStudi tentang identifikasi sektor-sektorutama dan produk andalan yang dimiliki olehRiau setelah pisah dengan Kepri sepertidijelaskan di atas memerlukan studi yang lebihmendalam. Tetapi secara selintas dapatdisimpulkan bahwa sesudah pisah denganKepri maka sektor industri manufaktur(terutama elektronik, garments, dan basicchemicals), dan jasa-jasa (turisme) sertatransportasi pelayaran akan berkurangperanannya. Di sektor pertambangan kalaudulu ada minyak bumi, gas alam, emas, dantimah, sekarang yang masih tersisa hanyaminyak bumi. Tetapi melihatkecenderungannya produksi minyakbumipun akan menurun, kecuali bila dilakukanpemulihan melalui Enhanced Oil Recovery(EOR). Sedangkan kemungkinan produksinaik hampir mustahil mengingat tidak adanyakegiatan eksploitasi dan eksplorasi barusebagai dampak euphoria otonomi daerah.Begitu juga potensi hutan makin tipis.Jangankan menambah kegiatan industriberbasis kehutanan, mempertahankan apayang ada saja cukup sulit. Bahkan pada awalawal tahun 2004 ini minimal ada 5 perusahaanbesar berbasis kehutanan yang bangkrut,yang menyebabkan PHK sekitar 30.000 orang.Eksploitasi hutan secara berlebihan selamaini diperkirakan akan “menuai masalah” dalamwaktu tidak terlalu lama. Hal ini merupakan“PR” bagi dinas perindustrian, dinasketenagakerjaan, dan Badan PengendalianDampak Lingkungan, baik di tingkat provinsimaupun kabupaten/kota. Walaupun sudahterlambat, pemerintah daerah baik di tingkatkabupaten/kota (terutama yang sumbangansektor kehutanannya besar seperti Siak,Pelalawan, Rokan Hilir) dan provinsi Riauharus mencarikan solusi bagaimanamelestarikan sumberdaya hutan bagigenerasi mendatang secara berkelanjutan.Kalau masa depan sektor pertambangandan kehutanan makin gelap, apa lagi yangpotensial dikembangkan dimasa datang?Pilihan sektor ekonomi yang ada tinggalsektor pertanian, perkebunan dan perikanan.Jadi, sebagai konsekuensi dari perubahansektor dan komoditas andalan di atas makadimasa depan Riau (Daratan) harus mampumenggarap sektor pertanian lebihprofesional. Tetapi pengembangan sektorpertanian ada batasnya. Secara teoritis dalamsektor pertanian berlaku hukum “the law ofdiminishing return” dan “Hukum Engel”.Hukum yang pertama, yaitu “the law ofdiminishing return” mengatakan bahwaupaya pengembangan sektor ini cenderungmemberikan hasil yang semakin lama semakinmenurun, kecuali kalau ada teknik baru yangbisa mendongkrak produktivitas untuk seluaslahan yang sama. Sedangkan hukum kedua,yaitu hukum Engel mengatakan bahwa seiringdengan peningkatkan pendapatanmasyarakat, maka proporsi pengeluaranuntuk pangan (yang disumbangkan sektorpertanian) akan semakin menurun, sedangproporsi pengeluaran untuk non-pertanian,terutama produk-produk industri, akansemakin meningkat.Selain kedua hukum di atas membatasipengembangan sektor pertanian, masih adakontradiksi dalam dunia pertanian yangdisebut “the fallacy of composition”.Fenomena ini menunjukkan bahwa hasilproduksi pertanian yang tinggi tidak identikdengan peningkatan pendapatan masyarakatpetani secara keseluruhan. Jika seorangpetani memperoleh hasil yang lebih tinggi,memang pendapatannya meningkat. Tetapijika semua petani memperoleh hasil bagusmaka harga bisa turun karena produksimelimpah, dan sebagai konsekuensinyapendapatan dan kesejahteraan petani justruturun. Karena adanya fenomena yang kurangJurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 634


ersahabat dengan masyarakat tani tersebutmaka sektor-sektor pertanian yangmempunyai “masa depan suram” seperti karettak perlu diperluas. Cukup kebun karet yangada dimanfaatkan secara optimal, sedangkankalau karet sudah tidak lagi produktif perludiganti dengan tanaman lain yang lebihkompetitif hasilnya.Terbentur pada berbagai kendala yangkurang mendukung pengembangan sektorpertanian di atas, maka strategi yang palingcocok untuk diadopsi pada masa sekarangdan akan datang adalah mempromosikankebijakan industrialisasi. Secara sederhanaindustrialisasi adalah perubahan strukturekonomi dari pertanian ke industri. Tetapidalam arti lebih luas industrialisasi adalahproses interaksi antara perkembanganteknologi, inovasi, spesialisasi danperdagangan antar-negara seiring denganmeningkatnya pendapatan masyarakat danadanya perubahan struktur ekonomi daripertanian ke industri.Riau tidak bisa bertahan hanya denganmemproduksi hasil-hasil pertanian. Harus adapergeseran ke arah industri. Selain akanmemberikan nilai tambah, industrialisasi akan“memaksa” masyarakat Riau lebih maju,sebab selain dilihat sebagai proses perubahanstruktur ekonomi dari pertanian ke industribelaka, industrialisasi juga harus diiringidengan perubahan teknologi dan kultur darimasyarakat agraris tradisional ke masyarakatindustri modern. Adapun dua kata kunciuntuk program industrialisasi adalah ilmupengetahuan dan teknologi. Sebagaimanaditulis Theodore W. Schultz dalam“Transforming Traditional Agriculture”(1964): “Peningkatan efisiensi di negaranegarasedang berkembang hanya mungkinlewat pengambil-alihan teknologi baru besertapengetahuan dan keterampilan baru”.Antara pertanian dan industri tidakharus bersaing, tetapi saling mendukung dansaling melengkapi. Dengan demikian sektorindustri dan sektor pertanian dikembangkansecara terpadu ( integrated), dimanapengembangan sektor industri dilandaskanpada pertanian yang tangguh. Untukmendapatkan nilai tambah yang lebih besar,perlu dirancang program strategis untukmengembangkan sektor industri yangmengolah lebih lanjut hasil-hasil pertanianyang ada di Riau (daratan). Dikaitkan denganhal ini industrialisasi di Riau sebaiknyadilakukan lewat pengembangan agro industri.Beberapa alasan untuk mendukung agroindustriini antara lain (1) aktivitas agroindustrimelibatkan banyak orang, (2) tidakmemerlukan teknologi yang terlalu tinggi(sophisticated), dan (3) proses pergeserandari pertanian ke agro-industri tidakmenimbulkan masalah besar.Sekarang, apa jenis agro-industri yangcocok dipromosikan? Produk-produkunggulan perkebunan Riau saat ini adalahkelapa sawit, karet, kelapa dan sedikit kopiserta coklat. Dari berbagai jenis komoditasperkebunan yang ada, yang memilikikeuntungan absolut dan keuntunganberbanding sekaligus paling potensial untukmeningkatkan nilai tambah dari perkebunanini adalah industrialisasi kelapa sawit.Langkah industrialisasi kelapa sawit perludiprioritaskan Riau sebab sepertiga dari totalkebun kelapa sawit Indonesia seluas 3,5 jutahektar ada di Riau.Strategi industrialisasi kelapa sawit yangdisarankan untuk Provinsi Riau adalah yangmemfokuskan pada perkembangan kelompokkelompokindustri seperti: (1) Industri-industriyang memakai kelapa sawit sebagai bahanbaku utama untuk menghasilkan berbagaijenis downstream industries yang berdayasaing tinggi, dan (2) Industri-industri mesin,alat-alat produksi, komponen, spare-partsdan material-material lain yang mendukungperkebunan kelapa sawit, sehingga dapatmengurangi ketergantungan terhadap impor.Dilihat dari beragamnya kelompokkelompokindustri yang bisa dikembangkandari sawit ini kelihatannya industrialisasikelapa sawit sangat cocok dan mendukungVisi Riau 2020, dimana perkebunan kelapaJurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 635


sawit bisa dijadikan sebagai sektor andalanatau tulang punggung (backbone) dan mesinpenggerak perekonomian (engine of growth)sehingga dapat pula dijadikan sebagai sektorkunci ( key sector) atau sektor pemimpin(leading sector) bagi perekonomian Riau,terutama untuk menghasilkan pertumbuhanekonomi yang tinggi, dan sekaligusmenciptakan banyak lapangan kerja.Dalam mengembangkan industrialisasikelapa sawit perlu difikirkan kaitan kebelakang (backward linkages) dan kaitan kedepan ( forward linkages). Misalnyapembangunan pabrik pengolahan kelapasawit ke belakang akan mendorong pertaniankelapa sawit (bibit, obat-obatan, mesin danperalatan seperti dodos, cangkul dan parang),sedangkan ke depan akan mendorongindustri pengolahan lebih lanjut produkprodukderivatif kelapa sawit seperti CPO,minyak goreng, sabun, shampoo, margarine,olie dan banyak lagi yang lainnya.Dilihat dari industrialisasi kelapa sawitini terasa betul kita ketinggalan dari negaratetangga, Malaysia, yang saat ini diperkirakanmampu mengolah 95 persen sawitnya. Denganmenghasilkan berbagai produk derivatifkelapa sawit tersebut Malaysia menikmati nilaitambah berlipat ganda. Jika sawit dijual dalambentuk CPO, nilainya hanya 350 dollar ASper ton. Tapi bila diolah lebih lanjut bisabernilai 2000 dollar AS per ton.Langkah sukses Malaysia di atas perludipelajari. Walaupun hasil “studi banding”para pejabat dan anggota legislatif Riauselama ini banyak dikecam, sebab tidakmemberikan nilai tambah yang memadai, tetapikhusus untuk melihat contoh-contoh produkyang bisa dihasilkan dengan memanfaatkanbahan baku kelapa sawit ini saya dukung, asaldilakukan dengan serius. Kalau perlu pemdaRiau ikut aktif mengirim berbagai pihak terkaituntuk belajar atau magang ke berbagaiinstansi dan perusahaan yang menghasilkanproduk derivatif kelapa sawit di Malaysiadalam bidang: (a) iptek, (b) innovasi, (c)management, dan (d) entrepreneurship.Dampak Negatif Industrialisasi di RiauUntuk saat ini bagi provinsi Riauindustrialisasi adalah suatu keharusan, sebabhanya industrialisasi inilah yang akanmenjamin kelangsungan proses ekonomidalam jangka panjang. Walaupunindustrialisasi penting bagi Riau, namun perludipahami bahwa industrialisasi itu sendiribukanlah tujuan akhir yang harus dicapai,melainkan hanya sebagai salah satu strategiyang harus ditempuh untuk mendukungproses pembangunan ekonomi gunamencapai tingkat pendapatan yang tinggi.Peringatan dini perlu diberikan, sebabdari catatan yang ada masyarakat tempatansering tidak merasakan manfaat kehadiranindustri-industri yang ada di Riau, karenadalam prosesnya tidak mempertimbangkankepentingan masyarakat tempatan. Bahkandapat dikatakan industrialisasi di Riau lebihbanyak menyumbang hal-hal negatif, seperti(a) hilangnya modal (lahan, hutan, sungai),(b) hilangnya mata pencaharian rakyattempatan, (c) proses peminggiran daneksploitasi rakyat, (d) pencemaran danpenurunan mutu lingkungan di dekat pabrik.Dari catatan salah seorang peneliti diRiau terungkap bahwa tindakan eksploitasiyang paling nyata pada penduduk lokal adalahpengambil-alihan tanah oleh industri dannegara. Ada lahan yang diambil secara paksatanpa ganti rugi, baik secara terang-teranganatau tanpa sepengatahuan penduduk, bahkanada yang lahannya dicuri dan rumahnyadibakar pula. Ada lahan yang diambil denganganti rugi dengan harga yang dipatok/ditentukan pemerintah, dimana perusahaanmembayar pada pemerintah, dan pemerintahmembayar pada penduduk, sedang hargayang dibayarkan perusahaan jauh beda dariyang diterima penduduk, dimakan aparatkorup.Teknik lain yang sering digunakan untukmeminggirkan petani tempatan ialah denganmembuka kebun baru atau meluaskan pabrikdengan mengepung tanah penduduk,sehingga pada akhirnya karena tanah tidakJurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 636


lagi layak untuk ditempati atau digunakanuntuk bertani, terpaksa dijual kepadaperusahaan. Terakhir, perusahaan juga seringmenciptakan keadaan sedemikian rupa agarmasyarakat menjual tanahnya, misalnyadengan mengembangkan sikap konsumtifseperti menganjurkan membangun rumahatau naik haji dengan menjual tanah, ataumenakut-nakuti penduduk bahwa jika tanahtidak dijual sekarang, tanah tersebut akandiambil alih oleh pemerintah dengan ganti rugilebih rendah.Selain memarjinalkan petani danmasyarakat tempatan, kehadiranindustrialisasi di Riau ternyata jugamenyebabkan institusi atau lembaga desabanyak yang rusak, baik lembaga ekonomidesa, lembaga adat maupun lembaga sosiallainnya. Suatu hal yang ditakutkan ialah: jikapenduduk kehilangan patron ekonominya,bisa terjadi apa yang oleh James C. Scottdalam “The Moral Economy of Peasant:Rebellion and Subsistence in SoutheastAsia” (1976) disebut “pemberontakanpetani”. Kenyataannya gejala ini sudahmuncul, terlihat dari adanya pembakaran,perampokan dan pengrusakan milikperusahaan oleh masyarakat desa.Selain berbagai dampak negatif yangdisebutkan di atas, masih ada persoalan lainyang mungkin timbul dari kebijakanindustrialisasi, terutama industrialisasidengan strategi promosi ekspor. Salah satupermasalahan dengan kebijakan promosiekspor yang bersifat outward lookingoriented ialah bahwa pilihan kebijakan yangdiambil bukan industri-industi yang padatkarya, sebab industri yang terkait denganproduk derivatif kelapa sawit, kelapa dan karetlebih bersifat padat modal dan membutuhkanknowledge dan teknologi menengah dantinggi. Hal ini, harus diakui, merupakan pilihanyang tidak gampang, sebab berpotensimenimbulkan ketidaksenangan dari pihakpihakyang merasa terabaikan.Untuk menghindari berbagai dampaknegatif diatas, peran pemerintah daerah Riausangat diharapkan, agar mampumensosialisasikan berbagai kebijakan yangakan diambil sehingga tidak mendapatresestensi dan tantangan dari berbagailapisan dalam masyarakat. Dalam hal ini peranpemerintah daerah sangat diperlukan dalammenjembatani kepentingan perusahaan dankepentingan buruh/karyawan dan masyarakatsekitar.Demi kelancaran program industrialisasi,selain dapat berfungsi sebagai jembatanantara kepentingan berbagai pihak terkait,Pemda diharapkan membantu dalam:penyediaan lahan, proses perizinan,pemberian fasilitas dan prasarana sertasarana yang dibutuhkan, sosialisasi denganmasyarakat tempatan, dan berusahamenciptakan iklim usaha yang kondusif(perpajakan yang lebih kompetitif,menghindari pungutan ini itu yang berlebihan,dan merancang program communitydevelopment (CD) yang menguntungkansemua pihak terkait (stake-holders).Perlunya Modal SosialKebijaksanaan pembangunan ekonomiyang dilakukan selama ini di Riau memangmampu memacu pertumbuhan ekonomi, akantetapi kesenjangan sosial-ekonomi jugasemakin membesar. Kenyataannya walaupertumbuhan ekonomi cukup pesat tetapijumlah angka kemiskinan juga mengalamipeningkatan dan pembangunan sosial agakterabaikan. Salah satu faktor yangmenyebabkan kurang berhasilnya provinsiRiau dalam melaksanakan pembangunansosial ialah karena pembangunan selama inihanya bertumpu pada pertumbuhan ekonomisemata, sedang unsur manusia sebagaisubyek pembangunan agak terabaikan.Untuk mengakomodasikanpembangunan sosial (social development) inimaka pada akhir-akhir ini terjadi suatuperubahan dalam paradigma pembangunan,dimana faktor-faktor yang paling diperlukanuntuk mendorong pembangunan bukansekedar sumberdaya alam ( naturalJurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 637


esources), jumlah tenaga kerja ( humancapital), kapital finansil (financial capital)dan kapital fisik (physical capital) saja, tetapiyang lebih utama lagi adalah kapital sosial(social capital).Modal sosial (sosial capital) tidak samadengan modal budaya (cultural capital) ataumodal manusia (human capital). Kalau modalbudaya lebih mengarah pada kemampuanyang dimiliki individu yang diperoleh darilingkungan keluarga atau lingkungansosialnya, dan modal manusia lebih terfokuspada pengetahuan, pengalaman, kualitasyang dimiliki seseorang, sedangkan modalsosial sesuai definisi yang digunakan olehBank Dunia adalah sebagai: “The norms andsocial relations embedded in the socialstructures of societies that enable people tocoordinate action to achieve desired goals”.Dari definisi di atas jelas bahwa modalsosial adalah norma dan hubungan sosialyang menyatu dalam struktur sosialmasyarakat yang mampu mengkoordinasikantindakan dalam mencapai tujuan. Yang jelas,modal sosial bukan milik individu, tetapisebagai hasil dari hubungan sosial antarindividu (Ibrahim, 2002).Yang paling penting dari modal sosialialah ada norma dan hubungan sosial yangmenyatu ( connectedness) dalam strukturmasyarakat yang membuat orang dapatbekerjasama dalam bertindak untuk mencapaitujuan. Putnam (1993) dan Fukuyama (1995)memperjelas dengan memperluas batasanbahwa modal sosial tidak pada individu, tetapipada kelompok, komunitas, bahkan di tingkatprovinsi dan negara.Dikaitkan dengan apa yangdikemukakan di atas berbagai komunitasyang ada di Riau harus mampu membangunmodal sosial melalui pengembanganhubungan aktif, partisipasi demokrasi danpenguatan kepemilikan dan kepercayaankomunitas. Untuk itu perlu ada programprogramuntuk membuat masyarakat Riaulebih optimis dan aktif berpartisipasi dalampembangunan. Tidak apatis, apalagianarkis. Motto: ”Kerja seribu, tidak kerjalima ratus, kerja tak kerja seribu lima ratus”tak perlu dilestarikan.Jurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 638


Daftar BacaanBalassa, Bela. 1981. “The Process ofIndustrial Development and AlternativeDevelopment Strategies, “ in The NewlyIndustrializing Countries in the WorldEconomy. New York: PergamonBates, Robert, 1992, Beyond the miracles ofthe market. New York: CambridgeUniversity.Deliarnov, 2003, “Review Ekonomi Riau danOutlook Ekonomi Riau 2004”, makalahdisampaikan dalam Diskusi Ekonomi AkhirTahun, Pekanbaru, 20 Desember.Fukuyama, Francis. 2000. The GreatDisruption, Human Nature and TheReconstruction ofSocial Order. New York: Touchstone.Ibrahim, Linda Darmajanti. 2002. “KehidupanBerorganisasi sebagai Modal SosialKomunitas Jakarta”, dalam Masyarakat:Jurnal Sosiologi. Edisi No. 11.Mashuri dan Syarif Hidayat, 2001,Menyingkap Akar PersoalanKetimpangan Ekonomi di Daerah:Sebuah Kajian Ekonomi Politik, Jakarta:PT PamatorPutnam, Robert D. 1993. “The ProsperousCommunity, Social Capital and PublicLife”, inThe American Prospect No. 13 (Spring).Rachbini, Didik J., 1996, Perspektif EkonomiPolitik Baru. Jakarta: CIDESRauf, Maswadi. 2003. Industrialisasi, KeadilanSosial, dan Demokrasi. Butir-butirPenyajian dalam Lokakarya PembukaanProgram Doktor Ilmu-ilmu Sosial UNRI,Pekanbaru, 26 JuliScott, James C., 1985, Moral EkonomiPetani, Jakarta: LP3ES.Staniland, Martin, 1985, What is PoliticalEconomy?, New Heaven: YaleUniversity Press.Wade, Robert. 1989. Governing the Market.Princeton (NJ): Princeton UniversityPressJurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 639


PROFIL DAN ASPIRASI ANAK JALANANDI KOTA PEKANBARUHESTI ASRIWANDARI *)Abstract: Urban poverty is a kind of over-urbanization phenomenon which commonlyhappen in big cities in developing countries, including Pekanbaru. The increasing amountof underage streetworkers, which is commonly described as streetchildren, becomes one ofthe indicators of urban poverty. The urging demand to fulfill life needs force the poors to puttheir school-age children to work, either at after schoolhours or on schoolhours, whichmeans completely abandoning their schools. The purpose of this study is to describe thediversity of the underage streetworker’s characteristics and the aspirations to improve theirfuture lives. This study is done thru survey method, which includes direct interviews withstreetchildren at their workplaces, resulting a conclusion that there are a great diversity ofthe streetchildren’s characteristics. Most of the schoolage streetchildren are students ofelementary schools in Pekanbaru. The rest of them, mostly teenagers, don’t go to schoolanymore. The ones who still go to school still have the wish to get educated; however, it isalmost gone in the school drop-out ones. They wish more of an economic empowerment, suchas an entrepreneurship education that can support their family’s economic state. A morestrategic poverty-elimination program must be initiated by the city-government to preventnegative implications of this streetchildren phenomenon.Keywords : Streetchildren, Aspiration, PekanbaruPENDAHULUANLatar BelakangBerbagai dampak sosial, telah mencuatsejak terjadinya krisis ekonomi dan moneteryang terjadi pada akhir tahun 1997. Secarakuantitas dampak sosial yang terjadi dapatditunjukkan dengan meningkatnya tiga kalilebih banyak penduduk miskin. Dari data yangdikeluarkan oleh Biro Pusat Statistik Agustus1998, diketahui jumlah penduduk miskinsebanyak 79,4 juta orang (39,1%);sedangkanpada tahun 1996 diperkirakan 22,6 juta orangatau 11,3% dari jumlah penduduk. Kondisiini mengakibatkan semakin meningkatnyapermasalahan sosial, karena kemiskinan yangbersumber dari ketidak-berdayaan secaraekonomi akibat krisis, masih merupakanpenyebab utama munculnya permasalahansosial, antara lain seperti munculnya anakjalanan.Fenomena sosial anak jalanan, benar-benar terasa terutama di kota-kota besar.Berdasarkan kegiatan pemetaan dan surveianak jalanan tahun 1999 yang dilakukan olehDepartemen Sosial dan Lembaga PenelitianUniversitas Atmajaya Jakarta, terungkapbahwa alasan utama dari sebagian besar anakanakbekerja di jalan setelah terjadinya krisisadalah karena membantu orang tua (35%) danmenambah biaya sekolah (27%) . Hal inimenunjukkan bahwa alasan ekonomi keluargamerupakan pendorong utama semakinbanyaknya anak-anak bekerja di jalan. Selainitu dilaporkan bahwa hampir separuh (44%)anak-anak jalanan masih sekolah dansebagian besar (83%) masih tinggal bersamadengan orang tua. Selain itu dampak krisistelah mengakibatkan keluarga miskin tidakmampu memenuhi kebutuhan dasarnya,termasuk memenuhi kebutuhan pendidikananak-anaknya. Akibatnya sejumlah 13%anak-anak jalanan mengalami putus sekolah.Konvensi hak-hak anak menyatakanStaf Pengajar Jurusan Sosiologi FISIP UNRIJurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 640


ahwa anak-anak mempunyai hak ataskelangsungan hidup, tumbuh kembang,perlindungan dan partisipasi, tanpapembedaan dalam bentuk apapun, sepertiperbedaan ras,warna kulit,jeniskelamin,bahasa, agama, asal usul sosial, hartakekayaan, dan lain-lain. Khusus pasal 32,secara jelas diakui hak anak untukberistirahat, bermain, dan turut serta dalamkegiatan-kegiatan rekreasi yang sesuaidengan usia anak (Storer,1994). Namun padakenyataannya tidaklah demikian yang dialamioleh anak-anak dari keluarga yang tidakmampu. Mereka seringkali mengalamiketidakadilan dalam memperoleh hak-hakmereka sebagai anak. Kondisi tersebut lebihdisebabkan oleh kondisi struktural, karenamereka berasal dari keluarga yang kurangmampu.Hal ini berarti semakin bertambahnyakeluarga yang tidak mampu, maka akansemakin banyak jumlah anak yang kehilangankesempatannya dalam mendapatkanpendidikan yang memadai dan harapan hidupyang lebih baik. Data survey sosial ekonomi1997 menunjukkan sekitar 4,44 juta anakberusia antara 7-15 tahun tidak bersekolahlagi dan kebanyakan dari mereka bekerja untukmembantu ekonomi keluarga (JohnsonCs,1998) atau dikenal dengan istilah pekerjaanak. Sebagai pekerja anak, jenis pekerjaanmereka sangat beragam, dari membantu orangtua (pekerja keluarga), pembantu rumahtangga, bekerja di pabrik, sampai bekerja dijalanan sebagai penjual koran, penjajamakanan, penyemir sepatu, pemulung,danlain-lain, atau seringkali disebut dengan istilahanak jalanan.Studi yang dilakukan Christina di limanegara menunjukkan bahwa bekerja sebagaiburuh atau di jalanan lebih berisiko dari padabekerja di rumah (membantu orangtua ataukeluarga). Risiko-risiko yang dihadapi pekerjaanak tersebut bervariasi, sesuai dengankondisi kerja mereka. Jika melihat padaberbagai risiko yang dihadapi para pekerjaanak, memperlihatkan bahwa kehidupan yangmereka alami cukup berat. Misalnya risiko fisikmeliputi : makanan yang tidak mencukupi dantidak teratur, usaha-usaha berat, kelelahanfisik, kurang tidur, lingkungan yang tidaksehat. Risiko psikososial meliputi:ketidakcukupan kasih sayang dan perhatianorang tua, interaksi dengan kawan sebaya,waktu luang, variasi dalam aktivitas kerja,kepuasan dari tempat kerja. Risiko tempatkerja meliputi: eksploitasi seksual, dantindakan-tindakan kekerasan lain dari sesamaanak jalanan.Pendapatan yang tidak seberapa,memaksa mereka untuk bekerja dengan jamkerja yang panjang (ILO,1994). Bagi pekerjaanak yang bekerja di sektor informal yangmenghabiskan sebagian besar waktunya dijalan cenderung terikat oleh kultur jalananyang bebas dan tanpa aturan (YKAI, 1994).Anak-anak jalanan juga mengalamikerawanan atas hak-haknya yang tidakterpenuhi, karena mereka sangat rentandieksploitasi, diperlakukan salah,ditelantarkan, diperlakukan diskriminatif danberada dalam situasi yang buruk untukkelangsungan hidup dan tumbuhkembangnya.Dalam kondisi yang sudahparah, anak jalanan cenderung melakukantindak kriminal dan mendorong terjadinyainstabilitas sosial, karena sering berada dalamlingkungan preman dan pelaku kejahatan dikota-kota besar.Dari 597.971 jiwa jumlah penduduk diPekanbaru sampai akhir tahun 2001, ternyataterdapat 3108 anak terlantar. Jumlah anakterlantar ini akan menjadi salah satu akarpermasalahan yang dihadapi oleh banyakkota besar, termasuk Pekanbaru, yaitumunculnya fenomena anak jalanan. Anakanakjalanan dapat ditemui di tempat-tempatkeramaian di Pekanbaru, yaitu tempat-tempatdimana mereka melakukan aktivitasnya. Anakterlantar di Pekanbaru tersebar di 8kecamatan, dan prosentase terbesar terdapatdi kecamatan Tampan (39,70%), menyusulRumbai dan Pekanbaru Kota, masing-masing15,41% dan 12,16%. Upaya mengatasi anakJurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 641


terlantar ini salah satunya adalah denganmendirikan Panti Asuhan. Keberadaan PantiAsuhan diharapkan akan dapat menggantikanperan lembaga keluarga. Di kota Pekanbarudijumpai ada 9 buah panti asuhan denganjumlah anak asuh seluruhnya sebanyak 540orang.Tujuan umum studi ini adalah untukmendapatkan profil anak jalanan yang ada diPekanbaru, serta menemukan hal-hal yangpaling bernilai bagi mereka dalam upaya untukmeningkatkan kualitas hidupnya. Secarakhusus studi ini bertujuan mendeskripsikankarakteristik anak-anak jalanan,mengidentifikasikan alasan utama anak-anakmelakukan kegiatannya, serta harapanharapanmereka untuk masa depan. Sementarakegunaan studi ini adalah diperolehnyamasukan bagi institusi terkait untukmengambil kebijakan bagi upayapemberdayaan anak jalanan.Metoda PenelitianMetoda penelitian yang digunakanadalah metode survei, dimana darikeseluruhan populasi obyek penelitian yangakan diteliti, akan diambil sampel yang dapatmempresentasikan kelompok anak jalanan.Sampel akan ditarik secara Accidental yaitusiapa saja calon responden yang memenuhisyarat akan dijadikan responden.Darikegiatan sampling ini di tetapkan sebanyak115 anak jalanan dari berbagai jeniskegiatannya menjadi respondenPersebaran anak jalanan di KotaPekanbaru lebih terkonsentrasi padasimpang-simpang jalan utama, sepertisimpang jalan Harapan Raya-Sudirman,simpang jalan Gajah Mada-Sudirman,simpang Jalan Tuanku Tambusai-Sudirmandan juga pusat-pusat pertokoan dan pasarseperti Plaza Sukaramai, Plaza Senapelan,Terminal Mayang Terurai dan beberapatempat hiburan lainnya. Lokasi kosentrasianak jalanan diatas akan menjadi sasaran studiini. Pengumpulan data menggunakaninstrumen sesuai kodenya dilakukan secarawawancara berstruktur, wawancaramendalam, dan studi dokumentasi. Data yangdiperoleh selanjutnya diolah, yang meliputikegiatan coding, editing, tabulating,penyajian tabel-tabel, penyajian grafik, baganalir, seleksi foto, seleksi jawaban informanyang memiliki makna subyektif.PROFIL ANAK JALANAN DI KOTAPEKANBARUUsia, Pendidikan, dan AgamaDalam Konvensi Hak Anak (KHA) yangdikeluarkan tahun 1990, batasan usia anakadalah yang berusia dibawah 18 tahun.Berdasarkan konsep ini, dilakukanpengelompokan umur anak jalanan diPekanbaru. Hasil yang diperoleh adalah,sebagian besar (45,22%) pada kelompok usia12-14 tahun, berikutnya sebesar 21,74% padakelompok usia 9-11 tahun, dan 20,87% padakelompok usia 15-17 tahun.Sementara menurut jenis kelamindidapati lebih banyak anak laki-laki menjadipekerja anak (92,17%) dibandingkan dengananak perempuan. Hal ini dapat dipahamikarena secara budaya anak laki-laki lebihcenderung untuk keluar rumah mengikutiperan publiknya, dibandingkan perandomestik pada anak perempuan.Sebagian besar (69,57%) dari parapekerja anak yang diamati ternyata tidakbersekolah. Hal ini tentunya makin menambahkeprihatinan dalam upaya penanggulanganmasalah anak jalanan. Kondisi ini diperburukoleh adanya data bahwa dari 30,43 % pekerjaanak yang bersekolah, seluruhnya masihbersekolah di Sekolah Dasar. Tabel berikutmenjelaskan keadaan ini.Jurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 642


NoTingkat PendidikanFrekuensiPersentase1 Tidak Pernah Sekolah 4 3,482 Masih Sekolah di SD 35 30,433 Tidak Tamat SD 15 13,054 Tamat SD 38 33,045 Tidak Tamat SLTP 18 15,656 Tamat SLTP 5 4,35Jumlah 115 100,00Sumber: Data Survei Lapangan Tahun 2003Peluang untuk berhenti sekolah terbukalebar, sebab dari seluruh responden 69,57persen dari anak-anak tersebut sudah tidaklagi bersekolah. Dari anak yang tidakbersekolah dijumpai 4 orang (3,48%) anakyang tidak pernah sekolah dan kalau dikaitkandengan umur anak-anak yang berumur 5tahun hanya 1 orang. Karena itu masihdijumpai 3 anak yang tergolong usia sekolahtapi tidak pernah duduk dibangku sekolah.Data mengenai mayoritas usia anakjalanan, yaitu 12-14 tahun, dan sebagian besaradalah mereka yang tamat SD, serta masihbersekolah di Sekolah Dasar, ternyatadidukung oleh adanya temuan data tentangpertama kali mereka turun ke jalan. Sangatmemprihatinkan memang keadaan yangdihadapi oleh para keluarga miskin ini, karenamereka harus mempekerjakan anak-anaknyasejak usia 6 tahun.Dalam hal penganutan agama, 91,30 %adalah beragama islam, sisanya memelukagama kristen dan katolik. Ironisnya dariwawancara mendalam ternyata sebagianbesar dari mereka tidak lagi belajar mengajibahkan banyak diantaranya yang tidak dapatmembaca Al quran. Demikian juga anak yangberagama kristen protestan dan katolik dari10 anak ternyata 3 orang menyatakan tidakpernah ke gereja Keluarga dan TempatTinggalSebagian besar (69,57%) anakjalanan dikota Pekanbaru ini tinggal denganorang tuanya. Karena itu berhasil-tidaknyaintervensi yang dilakukan terhadap anakjalanan tergantung pula pada pendekatankepada orang tua dan dukungan yangdiberikannya. Tanpa dukungan dari orang tuapenanganan masalah anak jalanan akanmenemui kendala.Jumlah Responden Menurut Usia Pertama Kali Turun KejalanNo Kelompok Umur Frekuensi Persentase1 < 5 21 18,262 6 – 8 29 25,223 9 – 10 59 51,304 12 – 14 3 2,61Jumlah 115 100,00Sumber: Survei Lapangan 2003Jurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 643


No Tempat Tinggal Frekuensi Persentase1 Ikut Orang Tua 80 69,572 Ikut Famili 27 23,483 Ikut Orang Lain 7 6,094 Tidak Punya Tempat Tinggal 1 0,87Jumlah 115 100,0Sumber: Survei Lapangan 2003Jumlah Responden Menurut Tempat TinggalnyaSedangkan untuk status tempat tinggal,sebagian besar (71,93%) responden atauorang tua responden menyewa/mengontrakrumah tempat tinggalnya. Selebihnya adalahmilik sendiri (20,18%), dan menumpang(7,89%). Dengan demikian dapat dinyatakanbahwa anak jalanan di Pekanbaru masihberada dibawah pengawasan orang tua,walaupun tidak sepenuhnya. Data mengenaifrekuensi mereka pulang ke rumah akanmengungkapkan hal ini.Diperoleh temuan data yang cukupmengejutkan, bahwa ternyata sebanyak62,61% anak jalanan memiliki orang tualengkap, masih tinggal serumah, dan denganstatus ‘kawin’. Sementara orang tua denganstatus ‘cerai hidup’ dan ‘cerai mati’ masingmasing24,35% dan 13,04%. Hal inimenunjukkan bahwa sebagian besar anakjalanan yang diamati memang berasal darikeluarga kurang mampu, dengan orang tuayang masih lengkap, yang terpaksamempekerjakan anak-anaknya. Dan ketikaditanyakan mengenai jumlah saudara,sebanyak 54,78 % responden menyatakanmemiliki saudara sebanyak 4-6 orang.Keadaan ini tentu semakin memperberatbeban ekonomi keluarga miskin tersebutSebagian besar pekerjaan orang tua anakjalanan adalah sebagai pedagang dan buruhbangunan. Pekerjaan pedagang yangdilakukan oleh orang tua responden adalahpedagang kecil, seperti pedagang cendol,pedagang sate, pedagang buah. Pekerjaankedua terbanyak adalah sebagai buruh, buruhbangunan, buruh angkut. Beberapa anakjalanan menyatakan orang tuanya bekerjasebagai petani di kampung, dan mereka diPekanbaru ini ikut keluarga, kakak, atau oranglain yang tidak ada hubungan sanak keluarga.Berikut adalah tabel mengenai jenis pekerjaanorang tua anak jalanan.Jumlah dan Jenis Pekerjaan orang Tua (KK) Responden Tahun 2003No Jenis Pekerjaan Orang Tua Frekuensi Persentase1 Petani 15 14,022 Pedagang 34 31,783 Buruh 28 26,174 Penjahit 7 6,545 Sopir 5 4,676 Tukang Ojek 5 4,677 Nelayan 1 0,938 Pengemis 3 2,809 Bengkel 1 0,9310 Tidak Bekerja 8 7,48Jumlah 107 100,00Sumber: Survei Lapangan 2003Jurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 644


Temuan data mengenai tingkatpendidikan yang pernah ditempuh oleh orangtua responden menunjukkan, dari 107 oranganak yang ayahnya masih ada dijumpai 17,78% tidak pernah sekolah. 26,17 % tidak tamatsekolah dasar. 33,64 % tamat SD, 15,88 %tamat SLTP dan 6,54 % tamat SLTADalam hal etnis orang tua ditemukandata, 70,43% responden memiliki ayahdengan etnis minangkabau, dan 76,52%responden memiliki ibu dengan etnisminangkabau juga. Tanpa mengamati lebihjauh perbedaan angka antara etnis ayah danibu, karena etnis tidak menjadi perhatianutama dalam analisis studi ini, tetapisetidaknya hal ini mendukung temuan datalain yang menyatakan bahwa sebanyak90,31% anak jalanan berasal dari luar daerahRiau.Jenis Usaha Anak JalananPaling banyak dari anak jalananmenjalankan pekerjaan sebagai penjual koranyaitu sebanyak 26,09 %, dan tukang semirsepatu sebanyak 20,87 %. Sedangkan jenispekerjaan lainnya yang banyak diminatipengamen (14,08 %), penjual rokok (11.30 %),penjual mainan, asesoris dan kelontong (8,70%), dan penjual kue (8,52 %). Selebihnya bekerjasebagai pemulung (4,35 %), tukang angkutbarang-barang di pasar (1,74 %), tukang parkir(1,74 %), agen (0,87%), dan penjual jasa lainlain(1,74 %). Pekerjaan tersebut merupakanpekerjaan yang sering dan dominan merekalakukan selama menjadi anak jalanan.11 jenis usaha / kegiatan yang dilakukan oleh anak jalanan dikota PekanbaruJam KerjaMenurut aturan pemerintah bahwa lamanya jam kerja dalam seminggu adalah 42 jam atau7 jam sehari. Namun dalam kenyataannya banyak diantara anak jalanan menghabiskan waktudi jalanan lebih dari 42 jam seminggu. Mereka kadang-kadang menghabiskan waktu untukbekerja setiap hari lebih dari 10 jam.Jumlah Responden Menurut Kelompok Jam Kerja SehariNo Jam Kerja Sehari Frekuensi Persentase1 1 – 3 10 8,702 4 – 6 46 40,003 7 > 59 51,30Jumlah 115 100,00Jurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 645


Alasan Eksternal Anak Beraktivitas di JalananNo Alasan Turun Kejalan Frekuensi Persentase1 Membantu Orang Tua 43 37,392 Untuk Mencari Makan 25 21,743 Tambahan Biaya Sekolah 27 23,484 Putus Sekolah 15 13,045 Beli Baju, dll 5 4,35Jumlah 115 100,00Sumber: Survei Lapangan 2003Faktor Pendorong Dominan Untuk BekerjaDi JalanHasil survey mengungkapkan bahwafaktor yang dianggap dominan sebagaipendorong mereka turun ke jalan, sebagianbesar menjawab atas keinginan sendiri, yaitusebanyak 59,13%. Sementara yangmenyatakan terpengaruh oleh temansebanyak 28,70%, dibawa saudara sebanyak2,61%, dan disuruh oleh orang tua sebanyak9,67 %.Sedangkan faktor dari luar diri anak ,yaitu situasi pendorong anak untuk turunkejalan adalah kondisi kemiskinan keluarga.Berikut adalah data yang menjelaskanjawaban mereka.Pendapatan dan Alokasi PengeluaranKeberadaan mereka dijalanan tentusangat membantu kehidupan ekonomikeluarga. Kalau diperhatikan pendapatanmereka yang berkisar antara Rp. 5000 s/d Rp.40.000. Pendapatan terbanyak antara Rp.10.000 hingga Rp. 20.000. Rata-ratapendapatan anak jalanan itu selama semingguterakhir adalah sebesar Rp.15.727,39,- setiapharinya. Pendapatan terbesar yang diperolehanak jalanan adalah yang berasal daripekerjaan mengamen, tukang angkut, tukangparkir dan penjual koran.Uang yang mereka peroleh, sebagianmereka berikan pada keluarganya baik berupauang dan kadang-kadang berupa barangmisalnya membelikan peralatan dapur ataukamar tidur. Melihat Alokasi Pengeluaran danPendapatan anak jalanan yang bekerja untukmembantu orang tua maka 29,74%pendapatan digunakan untuk kebutuhansendiri, dan selebihnya mereka gunakanuntuk membantu orang tua, keluarga, temandan kebutuhan lain.Alokasi Pengeluaran Anak JalananGambar di atas menjelaskan bahwaalokasi pengeluaran anak jalanan adalah :15,43% untuk kebutuhan makan di warung, 14,31%untuk jajan (rokok, kue), 17,70 % diberikanpada teman atau saudara, 0,15 % diberikanpada preman, 37,36 % untuk orangtua dan15,05 % untuk kebutuhan lain-lain, misalnyamembeli pakaian sendiri atau saudara,peralatan rumah tangga, dan sebagainya.Alokasi pendapatan yang terbesaruntuk diberikan pada orangtua. Kalaudijumlahkan dengan yang diberikan padasaudara jelasnya mencapai 55,06%. Dan kalaudibandingkan dengan hasil studi yangpernah dilakukan mengenai bantuan anakjalanan kepada orangtua (Yashinta, 2001) diSurabaya pendapatan anak jalanan yangJurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 646


diberikan pada orangtua adalah sebesar 44%, di Jakarta 75 %, dan di Ujung Pandangsebesar 77 %. Dengan demikian bantuan anakjalanan pada orangtua di Kota Pekanbarurelatif kecil. Hal ini juga mempunyai maknaeksploitasi pada anak juga berkurang.NILAI KERJA DAN ASPIRASIKerja bagi anak jalanan diartikan sebagaiaktivitas yang menghasilkan uang, apapunyang mereka lakukan baik itu jenis pekerjaanyang secara normatif dapat diterima, sepertipenjual koran, maupun yang janggal sepertimeminta-minta tidak lain diartikan sebagaisuatu usaha yang akan menghasilkan uang.Oleh karena itu, dalam kehidupan anak jalananjenis-jenis pekerjaan yang mereka lakukanjuga mempunyai makna-makna sosial, tidaksemua anak melihat pekerjaan itu mempunyaimakna hanya mencari uang, tapi jugabermakna ada mengandung nilai harga diri.Hasil studi menunjukkkan dari 115 oranganak jalanan yang dijadikan respondendidapati 35 orang anak (30,43%) yang masihduduk di bangku sekolah. Bagi anak-anakjalanan yang masih bersekolah sebagianpendapatan yang mereka peroleh merekagunakan untuk memenuhi kebutuhansekolah. Dan tidak sedikit pula dari anakjalanan yang sudah meninggalkan bangkusekolah, mempunyai aspirasi untuk dapatkembali ke bangku sekolah, jika merekamempunyai uang. Namun sebagian besardiantara mereka ternyata bahkan tidakmenginginkan bantuan pendidikan, karenalebih berminat pada kegiatan pekerjaannya.Berikut adalah beberapa kasus yangdapat mengungkapkan nilai kerja dan aspirasipara anak jalanan yang dihimpun dari hasilwawancara mendalam.KASUS I : PENJUAL ROKOK , “AKUTIDAK MAU SEKOLAH LAGI”Penampilan fisiknya sama sekali takmenyiratkan bahwa sehari-harinya dia hidupdi jalanan. Dengan celana blue jean dan kaosoblong yang terlihat bersih dan potonganrambut yang cukup rapi seperti anak sekolah,dia melangkah tanpa beban, menjajakandagangannya. Bincang-bincang siang itutelah mengungkap kehidupannya. Saat iniusianya 12 tahun, dan tidak bersekolah. Ketikaditanyakan telah berapa lama dia menjalankankegiatan ini, dengan kepolosannya diamenjawab ‘tidak tahu’. Keterangan yangdapat dia berikan adalah, pada tahun 2001dia duduk di kelas 3 SD, dan itulah bangkusekolah terakhir yang dia duduki.Ilham, demikian namanya, malas sekalibersekolah. Terlalu banyak beban, uangsekolah dan pekerjaan rumah yang sulit-sulit.Karena itu sering juga dia tidak naik kelas.Orang tuanya telah bercerai. Ibu dari TeratakBuluh, ayah dari Lintau. Saat ini ibunya telahmenikah lagi, dan dia tinggal bersama ibudan ayah tirinya, beserta dua orangsaudaranya yang masih sekolah di kelas 1dan 3 SMP. Kakak yang paling besar tinggalbersama ayahnya di Lintau. Rumah yangditinggalinya adalah milik ayah tirinya, danbertempat di jalan Cik Di Tiro. Sehari-harinyaJumlah Anak Berdasarkan Jenis Bantuan yang DiharapkanNo Alasan Turun Kejalan Frekuensi Persentase1 Membantu Orang Tua 43 37,392 Untuk Mencari Makan 25 21,743 Tambahan Biaya Sekolah 27 23,484 Putus Sekolah 15 13,045 Beli Baju, dll 5 4,35Jumlah 115 100,00Sumber: Survei Lapangan 2003Jurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 647


ibunya berjualan lontong dan ayahnyamembuka bengkel dirumahnya.Pekerjaan pertama yang dijalankansesudah dia putus sekolah dua tahun yanglalu adalah menjadi ‘stokar’ bus jurusanKulim. Pekerjaan itu cukup berat tapimenyenangkan. Cukup lama dia jalankanpekerjaan tersebut, hingga akhirnya ibunyatidak lagi mengijinkannya, oleh karena harusselalu jauh dari rumah, dan rawan oleh tindakkekerasan. Pengaruh teman-teman cukupbesar didalam menemukan kegiatan barunyasebagai penjual rokok. Pekerjaan yang barudijalankannya dalam dua bulan ini sangatmenyenangkan, dan tidak terlalu menyitatenaga.Setiap harinya, Ilham mangkal dikawasan Plaza Sukaramai, dari jam 6 pagisampai jam 9 malam. Modal awal sebagaipenjual rokok sebesar Rp200.000,-didapatkannya dari ibunya. Sementara darihasil berjualan rokok, dalam sehari diamemperoleh penghasilan berkisar antaraRp15.000,- sampai Rp20.000,-, yangseluruhnya harus diserahkan kembali kepadaibunya, setelah dikurangi dengan biayamakan sekitar Rp. 5000,- sekali makan. Halyang paling dia sukai dengan kemampuanmencari uang sendiri ini adalah bisa membelipakaian . Sementara kebutuhan lainnya,misalnya biaya ketika sakit, ditanggung olehorang tuanya. Sakit yang paling seringdideritanya saat ini adalah sakit gigi.Hubungannya dengan sesama penjualrokok sangat akrab, dan juga denganbeberapa anak yang berjualan berbagai jenisdagangan di wilayah itu. Berjualan rokoksangat disukainya , karena tidak pernahterkena tindakan penertiban oleh aparat(Tibum). Peraturan yang harus mereka taatiadalah tidak boleh berjualan di dalampertokoan. Anak-anak sangat menaati aturanini , sehingga mereka harus menitipkandagangannya di luar ketika kami mengajakmereka masuk pertokoan untuk melakukanwawancara. Tindakan kekerasan, baik dariaparat keamanan, teman, orang tua, maupun‘preman pasar’ tak pernah dialaminya. Suatubentuk perlakuan yang tidak pernahdisadarinya sebagai tindakan kekerasanadalah pemalakan yang dilakukan secarahalus oleh para pemuda di sekitar lokasimangkal. Mereka selalu meminta uang Rp2000,- atau rokok dua batang setiap harinya,tidak lebih. Para penjual rokok tentu ihklasmemberikannya, karena itu merupakanjaminan keamanan bagi mereka untukberjualan di wilayah tersebut.Aspirasi yang bisa digali dari Ilham,salah seorang dari para penjual rokok diwilayah Ramayana ini adalah, dia sangatmenikmati pekerjaan ini, dan belum adarencana untuk menggantinya denganpekerjaan lain. Saat ini, kegiatan lain yangdilakukannya adalah, membantu salahseorang kerabatnya berjualan durian. Yangmenarik adalah, dia tidak mau kembali kebangku sekolah walaupun ada yang bersediamembiayainya. Sesuai dengan usianya, makabantuan yang diharapkannya adalah pakaiandan sepatu baru. Tersirat disini bahwa anakanakseperti Ilham tidak pernah menyesal telahmeninggalkan bangku sekolah. Cita-citanyaadalah terus berusaha mencari penghasilansendiri, dan memenuhi semua kebutuhannyadengan menggunakan hasil keringatnyasendiri. Kejelian memanfaatkan peluangberusaha, lebih menjadi perhatian mereka,dibandingkan upaya-upaya pemberdayaanpendidikan.KASUS II : PENGAMEN ,“IWAN FALSADALAH IDOLAKU”Mengamen mungkin tampak sebagaisebuah kegiatan yang tidak terlalu berarti,bahkan sering dianggap bukan sebagaisebuah pekerjaan. Lebih-lebih jika yangmelakukannya adalah seorang anak kecil atauremaja yang tidak terlalu memiliki suara danperalatan musik yang memadai.Dengan berbekal rangkaian tutup botolbekas, dua orang anak usia SD mengamen diBus kota, sambil menyanyikan lagu-lagudaerah. Suara keduanya cukup lantang danJurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 648


jernih. Dua orang saudara kandung, Riko danIrpan, masing-masing duduk di kelas 6 dan 4SD, berangkat dari rumah kontrakan di JalanNelayan, Bom Baru, pukul 13.00, sepulangsekolah, bersama ibu dan dua orang adikmereka yang masih kecil. Pada salah satuemperan ruko-ruko kosong di wilayah PlazaSukaramai, ibu dan kedua adik merekaberistirahat. Sementara itu Riko dan Irpanmenjalankan kegiatan mengamennya di buskota. Hal ini mereka jalankan setiap hari, sejakjam 13.00 hingga jam 18.00, denganpenghasilan seharinya berkisar antaraRp20.000,- sampai dengan Rp25.000,-.Orang tua Riko dan Irpan telah bercerai.Saat ini mereka tinggal bersama ibu kandungdan ayah tirinya yang bekerja sebagai buruhbangunan, sedangkan ayah kandungnyatinggal di Solok. Kedua adik mereka yangmasih kecil adalah adik tiri. Oleh karenakesulitan ekonomi yang dihadapi ayah tirimereka didalam memenuhi kebutuhan rumahtangga yang semakin lama semakinmembengkak, ditambah dengan keinginanRiko dan Irpan untuk terus bersekolah, makakedua anak yang masih sangat belia itu harusterus mengamen setiap hari, danmenghasilkan rupiah demi rupiah untukmemenuhi keinginan mereka. Aspirasipendidikan mereka cukup tinggi. Hal initerbukti dari keinginan untuk bisa terusbersekolah, dan juga dari prestasi yangdicapai oleh Irpan yang selalu mendudukiranking pertama di kelasnya.Sebelum mengamen, Riko dan Irpanpernah menjadi tukang semir sepatu. Akantetapi karena pekerjaan tersebut merekaanggap kurang menghasilkan, atas pengaruhbeberapa teman sesama pekerja anak, merekamencoba untuk mengamen. Anak-anakseperti Riko dan Irpan sangat mendambakanbantuan biaya untuk keberlanjutan sekolahmereka. Dari jawaban-jawaban yangdiberikan, mereka memang tidak keberatanmenjadi pengamen. Akan tetapi jika diamatilebih mendalam, ternyata sebuah kenyataanhidup telah menyudutkan mereka pada pilihanyang sulit, jika tidak mengamen mereka tidakdapat melanjutkan sekolah. Kenyataan sepertiini adalah sebuah bentuk lain dari kekerasanyang banyak dihadapi oleh anak-anak seusiaRiko dan Irpan. Kekerasan dan keterpaksaanyang mengharuskan mereka mengisi waktuwaktubermainnya dengan kewajiban mencaripenghasilan untuk menambah biaya rumahtangga dan sekolah. Tindakan-tindakankekerasan, baik itu berasal dari aparatkeamanan atau dari sesama anak jalanan,memang tidak pernah mereka terima. Akantetapi perampasan hak anak-anak ini untukbelajar dan bermain tentu harus mendapatkanperhatian yang tinggi dari masyarakat danberbagai pihak yang terkait dengan nasib parapekerja anak ini.Berbeda dengan keadaan yang dihadapioleh Riko dan Irpan, kasus beberapa remajapengamen berikut, memberi gambaran yanglebih jelas mengenai kehidupan anak jalanan.Wawan, usia 15 tahun, tamat SD diBukittinggi, tidak melanjutkan sekolah, dansudah 5 bulan ini di Pekanbaru, tinggal dirumah kontrakan bersama orangtuanya dan2 orang adiknya yang masih bersekolah diSekolah Dasar, dan 3 orang lagi yang belumsekolah. Rizki, 16 tahun, sekolah hanyasampai kelas I SLTP, lahir di Pekanbaru, punyaseorang adik yang bersekolah di kelas V SDyang tinggal dengan orang tuanya di Pandau.Roy, 15 tahun, sekolah sampai kelas V SD,orang tua bercerai, dan saat ini tinggaldengan ayahnya di Tangkerang. Dua orangabangnya yang juga putus sekolah, berjualankaset di Pasir Putih, sedangkan tiga orangadiknya tinggal bersama ibunya di Jl.Pangeran Hidayat. Ketiga remaja ini bertemanakrab, baik ketika sedang mengamen, maupunketika beristirahat dimalam hari.Kegiatan mengamen dijalankan setiaphari dari pukul 9 pagi hingga 7 malam di buskota. Sesudah itu, mereka mangkal di ApotikJaya sampai pukul 10 malam. Rata-ratapenghasilan yang mereka peroleh setiapharinya berkisar antara Rp15.000,- sampaiRp25.000,-. Penghasilan itu masih harusJurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 649


dikurangi biaya makan, minum, dan biaya‘perlindungan’ sebesar Rp1000,- atau duabatang rokok sehari. Yang menarik dariketiganya adalah, mereka benar-benar hidupdi jalan dan jarang sekali pulang ke rumah.Wawan dan Rizki tidak pulang ke rumah jikapenghasilannya masih sedikit, sementara Roymemang tidak pernah pulang. Lokasi tempatmereka tidur adalah di kawasan PlazaSenapelan, di luar deretan toko yang telahsunyi, menyelinap diantara kursi-kursi yangtelah tersusun rapi di sebuah rumah makancepat saji. Tentu saja mereka memilih tempatyang sudah pasti aman dari pengawasan parapetugas kebersihan dan ketertiban di wilayahtersebut, sehingga mereka dapat beristirahatdengan tenang, dan keesokan harinya dapatmengamen lagi.Pengelolaan keuangan merekapuncukup menarik dikaji. Untuk keamanan, merekamenitipkan uang yang mereka peroleh ditempat yang mereka percayai. Wawan danRizki menitipkan uangnya pada pemilik salahsatu kedai yang telah mereka kenal denganbaik, sedangkan Roy menitipkan pada kerabatsekampungnya, yang juga orang tua salahseorang pengamen. Setiap Rp 50.000,- dariuang yang dititipkan, mereka membayar Rp5000,- kepada orang tersebut. Tak dapatdipastikan setiap berapa lama Wawan danRizki membawa pulang uangnya yang telahterkumpul. Jika mengamennya lancar, danuang cukup banyak terkumpul, biasanyasetiap satu minggu mereka pulang.Penghasilan yang mereka peroleh diserahkankepada orang tua, untuk membantukebutuhan rumah tangga, modal sekolahadik-adik, serta untuk ongkos membeli bajumereka sendiri.Sedikit berbeda dari Wawan dan Rizki,Roy dengan postur tubuh yang tinggi dankekar menyiratkan bahwa ia lebih lama ditempaoleh kekerasan sebagai anak jalanan. Roypernah membeli gitar dengan modal uang Rp50.000,-. Malang tak dapat ditolak, hanya tigahari gitar itu menjadi miliknya, karena setelahitu dirampas dalam suatu perkelahian dengananak-anak pasar. Begitu juga ketika sedangmenderita sakit, kebutuhan obat-obatandipenuhinya sendiri, dan jika penyakitnyacukup parah maka beberapa kenalannya dipasar, yang dia sebut sebagai ‘orang-orangpasar’, akan merawatnya. Roy juga sangattidak suka pada polisi dan aparat keamananlainnya, karena ia pernah mengalami kejadianyang membuatnya takut sampai saat ini, yaitudiperintah untuk ‘push up’ oleh polisi karenaterlibat pada perkelahian .Walaupun aspirasi ketiganya sangatberbeda, akan tetapi ketika ditanyakan apayang paling mereka inginkan, serentak merekamenyatakan keinginannya untuk bertemudengan idola para pengamen yaitu Iwan Fals.Pada tahun 2002 Rizki pernah bertemu IwanFals, dan dia sangat terkesan, sehingga inginmenjumpainya lagi pada tahun 2003 ini.Menjadi pengamen memang bukan pekerjaanpertama mereka, khususnya bagi Rizki danRoy. Rizki pernah menjadi stokar bus selamadua tahun. Pekerjaan itu tidak menarik lagikarena sangat tergantung pada ketrampilanmenyetir dan ketajaman pendengaran sopirbus. Stokar selalu menjadi kambing hitam darikesalahan-kesalahan yang diperbuat sopirbus, dan sering menjadi sasaran kemarahanpenumpang. Pekerjaan lain yangdiinginkannya selain mengamen ini adalahmenjadi pekerja di pasar malam, yang menurutRizki bisa memberikan penghasilan lebihbesar. Wawan, sebagai anak baru memangtidak banyak bercerita, selain rencananyauntuk ganti pekerjaan, walaupun belum tahuapa yang akan dikerjakannya. SedangkanRoy, sebelum mengamen pernah bekerjaselama satu tahun sebagai pengantarmakanan di kapal Jelatik yang berlayar ke SelatPanjang, dengan penghasilan bersih Rp15.000,- sehari. Keinginan yang diaungkapkan adalah bekerja lagi di kapal, yangmenempuh route pelayaran ke Singapura.Bagaimanapun pandanganmasyarakat terhadap pengamen jalanan,terutama yang tidak terlalu bermodal suaradan alat musik yang memadai, pekerjaan iniJurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 650


telah memberikan penghasilan yang cukupuntuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup,dan mampu menjadi penyelamat bagi pararemaja putus sekolah. Satu hal yang perlumenjadi perhatian, pengamen jalanan inimemiliki ikatan komunitas yang cukup erat.Norma-norma diantara mereka mampumengatur hubungan diantara para pengamen,sehingga tidak terjadi persaingan dalammemperebutkan lokasi mangkal. Salahsatunya adalah aturan untuk mengutamakanhak mengamen untuk para senior, yang biasamereka sebut sebagai abang angkat.Sementara itu, para yunior berhak atasperlindungan dari siapa saja yangmengganggu keamanan mereka, dan jugamendapatkan bimbingan untuk menguasailagu-lagu baru. Tentu banyak hal menarikyang akan muncul, apabila ikatan pengamenjalanan ini diamati dengan lebih mendalam.KASUS III : PENJUAL KELONTONG DANASESORIS , “HIDUP MANDIRI DANTIDAK PAYAH MENCARI KERJA”Berjualan kelontong dan asesorismerupakan pekerjaan yang cukup berat.Seorang remaja putus sekolah bernama Afri,usia 17 tahun, telah menekuni pekerjaan iniselama tiga tahun. Afri bersekolah sampaikelas II MTs di Sulit Air, Solok. Tiga tahunyang lalu ia mengikuti kakaknya yang barumenikah, ke Tangkerang, Pekanbaru. Hinggasaat ini Afri tinggal bersama kakaknya,dengan menyewa rumah di Jl. Kereta Api,Tangkerang. Disini Afri juga tinggal denganseorang abang dan seorang adiknya, yangkeduanya juga bekerja untuk meringankanbeban kakak yang telah menampung merekasemua. Dua orang adiknya yang masih keciltinggal bersama orang tua mereka di Solok.Selain bertani, ayahnya juga membuattampah dari rotan, yang kemudian dijual keBatusangkar.Dengan modal Rp 400.000,- darikakaknya, Afri memulai usaha ini. Padamulanya dia memperoleh upah dari kakaknyasebagai pemilik modal. Sesudah mampumengembalikan modal, Afri mulaimengumpulkan keuntungan sendiri untukmodal berikutnya. Penghasilannya dalamsehari berkisar antara Rp 30.000,- sampai Rp50.000,- . Setiap harinya Afri berangkat jam06.00 pagi, dan berjualan di wilayah PlazaSukaramai hingga jam 12.00. Apabila keadaanaman, dan tidak ada pengusiran dari Tibum,maka pekerjaan ini dapat dijalankannya hinggajam 18.00. Penghasilan yang diperolehnya,dikirim ke kampung untuk membantu biayahidup orang tua dan adik-adiknya. Sedangkanuntuk kebutuhannya pribadi, sering iagunakan untuk membeli baju. Pengeluaranobat-obatan ketika ia sakit, ditanggung olehkakaknya.Barang-barang kelontong diperolehnyadari berbagai tempat, dan dijualnya juga keberbagai tempat. Perjalanan ke Prawang,Minas, dan Lipat Kain sering ditempuhnya,untuk menjual barang kelontong. Kegiatanini membutuhkan kesehatan dan kekuatanfisik yang cukup, karena berat satu kantongyang penuh berisi barang kelontong diakuinyaberkisar antara 5 sampai 10 kilogram. Barangbarangkelontong yang dijualnya antara lainterdiri dari : gunting, pensil, pena, spidol, odol,sikat gigi, jepit rambut, sisir, jepit jilbab,gunting kuku, dll. Kekerasan fisik oleh ‘anakanakpasar’ diakuinya tidak pernah ia terima,akan tetapi ada bentuk lain dari pemalakanyang harus ditaatinya, yaitu membayar sewatempat berjualan sebesar Rp 2000,- setiap hari.Sebagaimana yang dialami oleh banyakpedagang kaki lima, pengusiran oleh Tibumsering dialami oleh Afri. Berbeda denganpekerja anak lainnya, Afri lebih arif menyikapitindakan para petugas ini. Dikatakannyabahwa mereka hanya menjalankan tugasnya,dan semua itu dijalankan karena mereka juga‘cari makan’. Afri menyadari bahwasebenarnya tindakan para petugas itu tidaksalah, karena para penjual itulah yang tidaktaat pada peraturan ketertiban dan kebersihankota. Akan tetapi karena berkeyakinan ‘samasamamencari makan’, maka setelah berlariandan sembunyi dari pengawasan Tibum,Jurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 651


Afripun tetap kembali ke tempat semula, danmelanjutkan kegiatannya. Kebanyakan daripara penjual di sana mengetahui dengan tepat,bilamana datangnya pengawasan Tibumtersebut.Aspirasi yang dimiliki oleh Afri, adalahmemperbesar modalnya untuk berjualan.Suatu saat ia ingin memiliki tempat usahatetap, atau toko sendiri, sehingga tidak perlupergi kesana-kemari untuk menjual barangkelontong. Pernah ada sedikit sesal dia tidakmelanjutkan sekolah, tetapi kebutuhan hidupmembuatnya mantap pada pilihannya untukmencari penghasilan sendiri. Walaupunsudah harus membanting tulang sejak usiabelia, Afri sangat bangga dengan apa yangdilakukannya. Untuk ini di mengatakan,“…dengan begini saya bisa hidup mandiri,dan tidak payah mencari kerja seperti orangorangsekolahan, … teman-teman sayabanyak yang sekolah, tapi setelah itu merekatidak tahu harus kerja apa , karena untuk kerjaseperti saya tentu mereka malu,… akhirnyamereka menganggur..” Tak dapat dipungkiri,bahwa ini adalah pilihan yang sangat rasionalbagi kelompok masyarakat yang selaluberhadapan dengan kekurangan danketerbatasan. Aspirasi pendidikan yangterlalu tinggi dianggap akan menghancurkanhidup mereka sendiri.KESIMPULANPERSEPSI TENTANG ANAK JALANANBanyak studi tentang anak jalananmenyimpulkan bahwa karekteristiknya adalahheterogen. Anak jalanan memiliki latarbelakang masalah yang bervariasi, persoalanyang dihadapi maupun keinginannyaberbeda-beda. Kendati anak jalanan memilikikarakteristik yang heterogen tetapi setidaktidaknyadari studi ini dapat di klasifikasikanmenjadi tiga, yaitu:Pertama, anak jalanan putus hubungansementara dengan orang tua. Karakteristikini dicirikan anak jalanan masih memiliki orangtua. Namun situasi dalam keluarga dirasakantidak menyenangkan untuk tinggal sehinggaanak meninggalkan sementara keluarganya.Anak meninggalkan keluarga dipicu olehkekerasan fisik berupa pemukulan, keluargasering cekcok, perceraian orang tua. Anakanakdengan latar belakang seperti inibiasanya pergi tanpa tujuan, kemudianberkumpul dengan teman di jalanan.Kedua, anak jalanan yang masih tinggaldengan orang tuanya. Anak jalanan denganlatar belakang seperti ini biasanya didorongoleh faktor ekonomis. Ekonomi orang tuaserba pas-pasan, umumnya mendorong anakuntuk mencari penghasilan sendiri. Motivasimuncul dari anak itu sediri untuk membantuekonomi keluarga, ingin memenuhikebutuhannya sendiri dan dipaksa orang tuauntuk mencari penghasilan.Bagi anak-anak yang memilikikarakteristik seperti ini umumnya sebagianbesar masih sekolah dan memiliki aspirasipendidikan yang lebih baik. Aktivitas di jalanbiasanya dilakukan sebelum berangkat dansetelah pulang sekolah. Di jalanan dapatmemperoleh uang dengan mudah dan hidupdengan bebas sementara disekolah penuhaturan dan tidak mendapat uangmenyebabkan sebagian anak tidak kerasanlagi di sekolah.Ketiga, hidup sebatang kara. Tidak lagimenjalin hubungan dengan orangtuanya,orang tuanya masih hidup tetapi tidak adahubungan lagi dengan anaknya, orang tuatidak lagi memperhatikan nasib anaknya.Anak-anak ini biasanya ikut orang lain atausaudara, tinggal dirumah singgah, sesamateman, atau bahkan tinggal tak menentu, dansedikit sekali yang bersekolah. Dari segiperlindungan anak-anak jalanan ini biasanyasangat rawan mendapat perlakukankekerasan. Kekerasan yang mengancam dapatberasal dari teman dan orang yang lebihdewasa atau preman.PROFIL ANAK JALANAN1. Anak jalanan di kota Pekanbaru sebagianbesar mempunyai jenis kelamin laki-laki(92,17 %) hal ini bermakna bahwa anakJurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 652


wanita secara sosial masih mempunyainilai perlindungan dari keluarga yanglebih diarahkan untuk tetap beradadalam Rumah Tangga.2. Dari 115 orang anak jalanan yangdijadikan responden berusia 6 hingga 18tahun dan yang terbanyak berusia antaraantara 12 hingga 14 tahun (45,22%).3. Dari sejumlah anak jalanan yang beradapada usia sekolah ternyata 69,57% tidakbersekolah lagi, dan semua yang masihbersekolah berada di tingkat SD.Diantara yang tidak bersekolah, 4,35%berpendidikan SLTP, 33,04%berpendidikan SD, selebihnya adalahmereka yang tidak tamat SD, tidak tamatSLTP, dan tidak pernah sekolah.4. Sebagian besar (69,57%) anak jalanantinggal dengan orangtua.5. Dari keseluruhan responden, 62,61%memiliki orangtua dengan statusperkawinan ‘kawin’, 24,35% respondendengan status perkawinan orang tua‘cerai hidup’, sedangkan 13,04%responden dengan status ‘anak yatimatau piatu’ (orang tua cerai mati)6. Asal keluarga, sebagian besar (90,31%)berasal dari luar daerah Riau.7. Jenis pekerjaan yang dilakukan olehorangtua responden adalah pekerjaanpekerjaanyang termasuk pada sektorinformal. Bahkan didapati sebanyak 7,48% anak jalanan memiliki orangtua yangtidak bekerja. Sebagian besar pekerjaanorangtua responden adalah sebagaipedagang (31,78 %), dan sebagai buruh(26,17 %).8. Dalam hal pendidikan orangtua,diperoleh data bahwa orangtua anakjalanan mempunyai tingkat pendidikanyang sangat tidak memadai, dimana 17,78% tidak pernah sekolah, 26,17 % tidaktamat SD, 33,64 % tamat SD dan sisanyatamat SLTP dan SLTA.9. Pada umumnya anak jalanan berasal darikeluarga yang mempunyai anak diatas 4orang.AKTIVITAS EKONOMI1. Ada 11 jenis pekerjaan yang dilakukanoleh anak jalanan dan yang terbanyakadalah penjual koran (26,09%), penyemirsepatu (20,87%), pengamen (14,08%),dan penjual rokok (11,30%).Berikutnya,berjualan mainan, asesoris dankelontong (8,70%), serta berjualan kue(8,52%) menjadi pekerjaan yang cukupbanyak dijalankan oleh anak jalanan.Pemulung, tukang parkir, tukang angkut,merupakan pekerjaan yang kurangdiminati. Tentunya pilihan-pilihan jenispekerjaan ini tak lepas dari jumlahkeuntungan yang dapat mereka peroleh.Jenis-jenis pekerjaan yang lebihmendatangkan keuntungan tentu lebihbanyak dipilih.2. Karena sebagian besar anak jalanansudah tidak bersekolah lagi, makakebanyakan mereka menjalankanpekerjaannya lebih dari 7 Jam sehari(51,30%), dan selama 4-6 jam seharisebanyak 40 %, sedangkan sisanyakurang dari 3 Jam sehari.3. Umur pertamakali turun ke jalandilakukan oleh sebagian besarresponden pada usia 9-10 tahun(51,30%).4. Alasan dominan yang mendorong anakanaktersebut untuk bekerja di jalananadalah atas keinginan sendiri yangmuncul karena kondisi ekonomikeluarga. Hal ini terlihat dari alasan yangmereka kemukakan, yaitu atas keinginansendiri sebanyak 59,13%. Sedangkankeadaan yang mendorong merekabekerja adalah untuk membantuorangtua (37,39%), membantu biayasekolah (23,48%), dan untuk mencarimakan (21,74%).5. Karena faktor kemiskinan keluarga yangmendorong anak turun ke jalan, makasebagian pendapatan anak-anakdiberikan pada keluarga dengan rataratapendapatan anak jalanan setiap hariRp. 15.000,-. Alokasi pendapatanJurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 653


terbesar adalah diberikan pada orangtuadan saudara, yaitu sebesar 55,06%.NILAI KERJA DAN ASPIRASIPandangan anak jalanan terhadapaktifitas kerja yang mereka lakukan adalahbekerja untuk mencari uang, dan hal inimempunyai makna yang kurang baik untukmasa depan anak. Sebagian besar dari merekatidak menghendaki bantuan untuk kembalimengenyam bangku sekolah, oleh karenamereka berpendapat bahwa bersekolah tidakdapat menghasilkan uang, akan tetapi bahkanmenghabiskan uang. Mereka berpandanganbahwa banyak orang berpendidikan tinggiyang tidak mendapat pekerjaan, karena malumenjalankan pekerjaan-pekerjaan kasar.Sementara dengan tingkat pendidikan yangrendah, mereka bersedia melakukan pekerjaanapapun, yang dengan mudah bisa merekadapatkan.Jurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 654


DAFTAR PUSTAKAChawa, Anif Fatma. 1997. Dilema BuruhAnak, Studi tentang Kehidupan BuruhAnak Nelayan di Desa Gili Ketapang,Sumber Asih, Kabupaten Probolinggo,Skripsi Fisip Universitas Airlangga.Effendi, Tadjuddin Noer. 1992. “Buruh Anakanak,Fenomena di Kota dan Pedesaan”dalam Buruh Anak di Sektor Informal-Tradisional dan Formal, PusatPembinaan Sumber Daya Manusia,Yayasan Tenaga Kerja Indonesia.Hariadi, Sri Sanituti & Bagong Suyanto.1999. Anak Jalanan di Jawa Timur :Masalah dan Upaya Penanganannya.Jawa Timur: LPA Jatim, BK3S, danKanwil Depsos.___ (eds). 2001.Anak-Anak yang DilanggarHaknya: Potret Sosial Anak Rawan diIndonesia yang MembutuhkanPerlindungan Khusus. KerjasamaPusat Kajian Anak FISIP Unair, LPAJatim, dan UNICEF.Imawan, Wynandin. 1999. Krisis Ekonomidan Dampaknya terhadapPerkembangan Terakhir PekerjaAnak: Makalah untuk LokakaryaPenyusunan K e b i j a k a nPenanganan Pekerja Anak diIndonesia. Diselenggarakan Bappenas,ILO-OPEC, dan Depnaker pada tanggal22-24 Juli 1999 di Bogor.Irwanto, et al. 1995. Pekerja Anak di TigaKota Besar: Jakarta, Surabaya, Medan.Jakarta: Unicef & Pusat PenelitianUnika Atma Jaya.___________. 1996. “Kajian Literatur danPenelitian Mengenai Pekerja AnakSejak Pengembangan Rencana KerjaOPEC 1993” dalam “KonferensiNasional II Masalah Pekerja Anak diIndonesia. Kerjasama YayasanKesejahteraan Anak Indonesia,Depnaker RI, dan ILO/OPEC.___________. 1998. Anak yangDilacurkan: Studi Kasus di Jakarta,Jawa Barat, dan Jawa Timur. YayasanKusuma Buana, Pusat KajianPenelitian Atmajaya, FISIP Unair, danILO/OPEC.Irwanto, Muhammad Farid & Jefri Anwar.1999. Anak yang MembutuhkanPerlindungan Khusus di Indonesia:Analisis Situasi. Jakarta: KerjasamaPKPM Unika Atmajaya, Depsos,UNICEF.Johan, Maiyasyak, et al (eds). 1998.Perlindungan Hukum Pekerja Anakdi Indonesia. Medan: LembagaAdvokasi Indonesia Medan.Mosley, Henry V & Chen C. Lincoln. 1998.Suatu Kerangka Analisis Untuk StudiKelangsungan Hidup Anak di NegaraBerkembang. Yogyakarta: Gajah MadaUniversity Press.Munandar, Surya (ed). 1996.DehumanisasiAnak Marjinal: Berbagai PengalamanPemberdayaan. Bandung: AKTIGAGusus Analisis.Pekanbaru Dalam Angka tahun 2002.Pemda Kota Pekanbaru.Jurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 655


PENGEMBANGAN USAHA KECIL dan MENENGAH (UKM)UNTUK PERCEPATAN PENINGKATA N EKONOMI DAERAHDI KABUPATEN INDRAGIRI HULU PROPINSI RIAUIsjoni 1Abstract: Society based economic program is seriously developed in Indragiri Hulu Regency.The program can increase and develop business environment, especially small and mediumenterprises (SME). In developing SME, there are some problems such as weakness of capitalstructure and access to capital resources; stocks and sustainability of raw material; limitedresources and technology achievement; weakness of organization and management; and lackof quantity and quality of human resources. An alternative solution is to encourage ruraleconomic institution that is cooperation. The cooperation has very important roles inencouraging economic of the societies especially in rural areas. Cooperation has to act as abusiness institution in rural areas and as executor to market SME’s products.Keywords: small and medium enterprise, rural economic acceleration, Indragiri Hulu, Provinsi RiauPendahuluanSasaran pembangunan Daerah Riaumengacu kepada Lima Pilar Utama, yaitu: 1)pembangunan ekonomi berbasiskankerakyatan; 2) pembinaan danpengembangan sumberdaya manusia; 3)pembangunan kesehatan/olahraga; 4)pembangunan/kegiatan seni budaya; dan 5)pembangunan dalam rangka meningkatkaniman dan taqwa. Pembangunan ekonomikerakyatan akan difokuskan kepadapemberdayaan petani terutama di pedesaan,nelayan, perajin; dan pengusaha industrikecil. Untuk menunjang kelima pilarpembangunan tersebut pemerintah daerahRiau juga melaksanakan pembangunandibidang lain yaitu: transportasi, irigasi, danpembangunan sarana dan prasaranapemukiman. Pembangunan daerahKabupaten Indragiri Hulu tidak terlepas darikelima pilar utama pembangunan daerah Riau.Dari sisi lain perkembanganperekonomian di Kabupaten Indragiri Hulutidak dapat dilepaskan dari peranan duniausaha yang ada, baik skala kecil maupun skalabesar. Jumlah dunia usaha relalif lebih banyakyang keberadaannya tersebar ke seluruhwilayah, sekalipun dalam distribusinyakurang menyebar di Kabupaten IndragiriHulu.Pengembangan dunia usaha diKabupaten Indragiri Hulu lebih diarahkankepada peningkatan kemampuan, baik secarakelembagaan maupun dalamoperasionalisasinya serta pengembanganinvestasi yang mengarah kepada sektorsektorriil dan menyangkut hajat hidup orangbanyak.Program ekonomi masyarakat yangberbasis kerakyatan yang sedangdikembangkan di Kabupeten Indragiri Huluharus terus didukung. Karena program inisudah menjadi program pemerintah mulai daripusat, propinsi sampai kepada kabupaten/kota. Program ini dapat meningkatkan danmengembangkan dunia usaha.Krisis ekonomi yang melanda negara kitatelah menyebabkan pemerintah dan parapengambil kebijaksanaan kembali berpikirulang tentang arah perekonomian yangselama ini ditempuh. Kini timbul kemauanpolitik yang kuat untuk membenahi inefisiensidan mis-alokasi sumberdaya (misallocation ofresources) yang terjadi di sektor riil yangselama ini dibiarkan saja terjadi karenakuatnya vested interest para pemburu rente1Drs. Isjoni, M.Si. Staf pengajar pada Jurusan Pendidikan IPS FKIP Universitas RiauJurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 656


yang menguasai birokrasi pemerintahan.Akibat dari mis-alokasi sumberdaya adalahterabaikannya pembangunan usaha kecil danmenengah (UKM) dan industri yang berbasissumberdaya alam serta sumberdaya pertanian(resource based industries). Banyak industriyang dibangun yang membutuhkan bahanbaku dan komponen yang harus diimpor atauindustri-industri yang tidak banyak terkaitdengan perekonomian lokal sehingga industriini sangat rentan terhadap gejolak mata nilaiuang. Industri-industri jenis ini padaumumnya adalah industri yang berpihakkepada golongan ekonomi kuat (AlmasdiSyahza, 2003c).Dalam mengatasi krisis ekonomisekarang kebijaksanaan ekonomi harusmenganut paradigma baru dimanapemberdayaan ekonomi rakyat harus menjadiperhatian utama. Karena sebagian besarrakyat hidup pada sektor pertanian dan sektorini masih memberikan kontribusi yang besarpada perekonomian negara, makapemberdayaan ekonomi rakyat juga berartimembangun ekonomi pertanian lebih baik.Pembangunan industri harus memperhatikanketerkaitan kebelakang (backward linkages)dengan sektor pertanian atau sektor primersedangkan keterkaitan kedepan (forwardlingkages) harus memperhatikan pengolahanuntuk meningkatkan nilai tambah danpemasaran yang baik sehingga produk yangdihasilkan tidak sia-sia (Mudrajad Kuncoro,2000).Selain itu pengembangan dunia usahadi Kabupaten Indragiri Hulu diharapkan dapatmembangkitkan pertumbuhan ekonomi, dantentunya dengan pengembangan duniausaha ini dapat meningkatkan pendapatanmasyarakat.Adapun tujuan dari penelitian ini adalahuntuk menyusun rencana strategispengembangan dunia usaha untukpercepatan peningkatan ekonomi daerah.Setelah penelitian ini dilakukan, diharapkandapat memberikan masukan kepada pelakupelakubisnis dan pembuat kebijakan padatingkat kabupatenMetode PenelitianPenelitian pengembangan dunia usahaini terfokus kepada studi pengembanganusaha skala kecil dan menengah (UKM) diKabupaten Indragiri Hulu. Penelitian inimempergunakan metode survei denganpenentuan lokasi secara bertahap dansepenuhnya dilakukan di daerah/kecamatan.Lokasi yang dipilih sebagai tempat penelitianadalah daerah potensial untukpengembangan UKM dari segi; keragamanjenis, produksi, ketersediaan bahan baku,peluang pasar, dan sumberdaya manusianya.Kriteria pemilihan lokasi penelitian adalahsebagai berikut: 1) daerah yang terpilihsebagai sampel merupakan daerah yangpotensial menghasilkan produk unggulandaerah untuk pengembangan UKM; 2) sampelyang dipilih adalah pengusaha UKM didaerah terpilih.Data dalam penelitian ini terdiri dari dataprimer dan data sekunder, data primer adalahdata yang diperoleh langsung dari sumberutama yaitu pelaku bisnis di daerah terutamadalam kegiatan UKM, pemuka masyarakat,birokrasi di pedesaan. Data primer jugadilengkapi dari lembaga tataniaga yangberhubungan secara langsung denganekonomi masyarakat. Data sekunder adalahdata yang diperoleh dari tinjauan pustaka, daninstansi yang terkait yang dapat mendukungpenelitian ini.Pelaksanaan penelitian ini mengacu kepadainformasi data statistik perindustrian, hasilpenelitian sebelumnya, dan data yang diperoleh dilapangan. Analisis data dilakukan secara deskriptifkuantitatif dan kualitatif melalui pendekatan konsepekonomi kerakyatan dari berbagai aspek, sertadisesuaikan dengan keadaan fisik, ekonomi, dankebijakan pemerintah. Setelah penelitian inidilakukan diharapkan ditemukan strategipengembangan dunia usaha untuk percepatanpeningkatan ekonomi daerah di KabupatenIndragiri Hulu. Langkah-langkah untukpemecahan masalah disajikan pada Gambar 1.Jurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 657


Gambar 1. Kerangka Pemikiran dan Pemecahan MasalahHasil dan Pembahasan1. Keuntungan Otonomi Daerah BagiUKMDengan berlakunya otonomi daerah,dunia usaha di daerah akan menghadapisuatu perubahan besar yang sangatberpengaruh terhadap iklim berusaha ataupersaingan di daerah. Oleh sebab itu, setiappelaku bisnis di daerah dituntut dapatberadaptasi menghadapi perubahan tersebut.Di satu sisi perubahan itu akan memberikankebebasan sepenuhnya bagi daerah dalammenentukan sendiri kegiatan-kegiatan yangproduktif dan dapat menghasilkan nilaitambah yang tinggi sehingga dapatmemberikan sumbangan terhadap masukanpendapatan asli daerah (PAD), salah satunyaadalah industri-industri dengan bahan bakuberasal dari sumberdaya alam daerahtersebut. Diharapkan industri-industri didaerah dapat berkembang denganmemanfaatkan sumberdaya yang tersediasehingga mempunyai daya saing tinggidibandingkan dengan daerah-daerah lain.Bagi pengusaha setempat, pembangunan danpengembangan industri-industri tersebutmerupakan peluang bisnis besar, baik dalamarti membangun perusahaan di industritersebut atau perusahaan di sektor-sektor lainyang terkait dengan industri tersebut.Dari sisi lain, jika tidak ada kesiapan yangmatang dari pelaku-pelaku bisnis daerah,maka pemberlakuan otonomi daerah akanmenimbulkan ancaman besar bagi merekauntuk dapat bertahan menghadapipersaingan dari luar daerah atau bahkan dariluar negeri. Dengan arti, tantangan yang pastidihadapi setiap pelaku bisnis di daerah padamasa mendatang adalah bagaimana pelakubisnis di daerah dapat memanfaatkankesempatan tersebut sebaik-baiknya.Keuntungan dengan diberlakukannyaotonomi daerah bagi pelaku-pelaku bisnis didaerah (Bambang Yudoyono, 2001), antaralain: Pertama, bekerja dengan biaya lebihmurah dan mudah karena tidak lagi berurusanJurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 658


dengan birokrasi di pusat; Kedua, tataniaganasional pasti tidak ada lagi, dengan syaratpemerintah daerah tidak membuat aturanaturantataniaga lokal yang menimbulkansekat-sekat baru; Ketiga, mengurangipersaingan dengan perusahaan dengan lobipusat, paling tidak setara dengan kinerjapengusaha dari luar daerah, agar competetioncapability antara pengusaha daerah danpengusaha dari luar daerah sama; Keempat,mencegah adanya proyek yang datangsekaligus dengan kontraktor; dan kelima,kebijakan ekonomi yang sesuai dengankelebihan daerah masing-masing dapatdiambil oleh pemerintah daerah danpengusaha-pengusaha setempat untukpertumbuhan yang lebih baik.Strategi yang harus ditempuh adalahbagaimana pelaku bisnis daerah dapatbersaing atau unggul terhadap pesaingpesaingmereka. Untuk itu pengusahaterutama pelaku usaha kecil dan menengah(UKM) harus siap untuk menghadang masadepan usahanya dengan berbagai strategi,antara lain: 1) meningkatkan kualitas dan mutuproduk daerah menjadi lebih unggul dari padaproduk serupa dari luar daerah; 2) menembuspasar baru atau meningkatkan pangsa pasaratau paling tidak mempertahankannya(strategi jangka pendek); 3) menciptakankegiatan baru yang produktif dengan dayasaing tinggi; dan 4) mengembangkan usahatanpa merugikan efisiensi usaha.2. Perkembangan dan Penyebaran UKMUsaha skala kecil dan menengah (UKM)di daerah selama ini sering dikaitkan denganmasalah-masalah ekonomi dan sosial didaerah itu sendiri, seperti tingkat kemiskinanyang tinggi; jumlah pengangguran yangbesar, terutama bagi golongan masyarakatyang berpendidikan rendah; ketimpangandistribusi pendapatan; proses pembangunanyang tidak merata antara kota dengan desaserta masalah urbanisasi dengan segala aspeknegatifnya. Artinya keberadaan usaha kecildan menengah di daerah diharapkan dapatmemberikan suatu kontribusi positif yangsignifikan terhadap upaya-upayapenanggulangan masalah-masalah tersebut.Untuk sektor industri UKM, membuatberbagai macam produk yang menghasilkanbarang-barang kebutuhan konsumsi danbarang setengah jadi yang akan dipakaisebagai bahan baku industri hilirnya. Untukjenis-jenis barang konsumsi tertentu, sepertimakanan dan minuman, pakaian jadi, tekstil,alas kaki, dan alat-lat rumah tangga, UKMtetap dapat bertahan di pasar dan bahkanmenikmati pertumbuhan volume produksiyang lumayan setiap tahunnya, walaupunUKM menghadpi persaingan yang ketatdengan industri skala besar yang jugamembuat jenis-jenis barang yang sama. Darikedua skala usaha yang menghasilkan produksama namun dari sisi lain menunjukkanperbedaan. Perbedaan tersebut bisa sajadalam hal warna, bentuk, rasa, kemasan,harga, atau pelayanan. Dengan perkataanlain, walaupun jenis barangnya sama UKMmemiliki pasar tersendiri yang melayanikelompok pembeli tertentu.Untuk jenis-jenis produk tertentu padaumumnya barang-barang konsumsisederhana hasil dari UKM memilikisegmentasi pasar sendiri yang melayanikebutuhan kelompok konsumen tertentu.Pada umumnya dari kalangan kelompokmasyarakat berpendapatan menengah kebawah.Sampai pada tahun 2002 perkembanganUKM di Kabupaten Indragiri Huluberkembang dengan pesatnya. Perkembangantersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Sebanyak205 industri rumah tangga dapat menyeraptenaga kerja sebanyak 563 orang. Apabila inidibina dalam bentuk koperasi industri rumahtangga, maka ini merupakan potensipengembangan ekonomi daerah. Selama inisudah terbukti bahwa industri kecil dapatbertahan terhadap krisis ekonomi. Sayangnyaindustri rumah tangga ini selalu merasatersisihkan, terutama dalam penyediaan modalkerja. Diskriminasi ini menyebabkan merekaJurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 659


sulit untuk berkembang.Industri lain yang berkembang diKabupaten Indragiri Hulu adalah industrikimia dan bangunan. Industri ini sebanyak614 unit yang memakai tenaga kerja sebanyak2.096 orang dan tersebar di beberapa daerah.Pada industri ini lebih didominasi oleh industripembuat batu bata, industri perabot rumahtangga, dan kegiatan pembuatan konsen.Berkembangnya ketiga industri inidisebabkan karena adanya potensi pasar didaerah, terutama untuk industri batu bata. Dimana pada saat ini baik pemerintah daerahmaupun masyarakat memperlihatkanpertumbuhan pembangunan yang pesat,tentu saja bahan bangunan baik batu bata,konsen menyebabkan tingginya permintaan.Dari sisi lain industri ini didukung olehketersediaan bahan baku yang cukup banyakdan murah, sehingga biaya produksi dapatditekan.masyarakat dengan teknologi sederhana.Industri pandai besi ini menghasilkan jenisproduk keperluan pertanian dan rumahtangga. Potensi pasarnya sangat baguskarena di Kabupaten Indragiri Hulu lagiberkembang perkebunan kelapa sawit dankaret. Kebutuhan sarana pertanian untukperkebunan kelapa sawit khususnya alatsederhana seperti parang, cangkul, sabit,gerobak, dodos sudah dapat dihasilkan olehindustri lokal dengan harga yang bersaing.Di Kabupaten Indragiri Hulu telahberkembang juga bermacam kerajinan dananyaman (kerajinan umum). Salah satunyakerajinan rotan sebanyak 14 buah denganmempekerjakan 33 orang tenaga kerja,sedangkan anyaman pandan yang didominasioleh ibu-ibu terdapat sebanyak 88 buah.Potensi kerajinan ini sangat bagus untukdikembangkan karena memakai bahan bakuTabel 1 Jenis dan Banyaknya Industri di Kabupaten Indragiri HuluUraianUnit TenagaUsaha Kerja1 Industri rumah tangga kecil dan menengah 205 5632 Industri kimia dan bahan bangunan 614 2.0963 Industri sandang dan kulit 173 3634 Industri kecil logam 94 3295 Industri kerajinan umum 200 369Sumber: Indragiri Hulu Dalam Angka, 2002Industri sandang yang berkembang diKabupaten Indragiri Hulu adalah jenis usahapenjahit pakaian dan bordir dengan menyeraptenaga kerja sebanyak 340 orang, salahsatunya jenis usaha pertenunan sebanyak 1unit usaha dengan 14 tenaga kerja. Belumberkembangnya usaha tenun disebabkankarena masih sempitnya pasar produk tenunitu sendiri. Dari sisi lain masalah mutu masihbelum mampu bersaing dengan jenis tenunanyang lain. Begitu juga untuk mendapatkanbahan baku pengusaha masih menghadapikesulitan.Jenis industri kecil logam yang ada diKabupaten Indragiri Hulu adalah industripandai besi yang diusahakan olehlokal dan kegiatan ini akan dapat menciptakanmultiplier efect terhadap kegiatan sektor lain.3. Masalah yang DihadapiUntuk pengusaha-pengusaha mikro dankecil di daerah, kendala yang banyak dihadapimenyangkut dengan keterbatasan modal,khususnya untuk modal kerja, kesulitan dalampemasaran dan penyediaan bahan baku,keterbatasan sumberdaya manusia (pekerjadan manajer)pengetahuan yang minimmengenai bisnis, keterbatasan informasipasar, serta kurangnya penguasaan teknologi.Pada Tabel 2 disajikan matrik kesulitan yangdihadapi oleh UKM di Kabupaten IndragiriHulu.Jurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 660


Tabel 2. Matrik Kesulitan Berbagai Jenis Industri di Kabupaten Indragiri HuluJenis KesulitanRumahTanggaKimia &BangunanJenis IndustriSandang& KulitKecilLogamKerajinanUmumTidak ada kesulitanModal Pengadaan bahan baku Kurang keahlian dalamteknik produksi Pemasaran Kurang keahlian dalampengolahan Persaingan Keterangan: sangat sulit; tidak sulitDalam hal pemasaran, kesulitan yangdihadapi pengusaha-pengusaha kecilterutama disebabkan oleh keterbatasan akanberbagai hal penting, misalnya informasimengenai perubahan dan peluang pasar yangada, dana pemasaran/promosi, pengetahuanmengenai bisnis dan strategi pemasaran(terutama tingkat lokal dan regional). Dalamhal komunikasi juga menghadapi masalah,terutama kemampuan berkomunikasi denganpihak lain, begitu juga akses mereka kefasilitas-fasilitas untuk berkomunikasi sangatterbatas.4. Alternatif Strategi PengembanganUntuk mewujudkan tujuanpengembangan ekonomi kerakyatan,terutama di sektor industri kecil maka perludipersiapkan kebijakan strategis untukmemperbesar atau mempercepatpertumbuhan sektor industri kecil, khususnyapeningkatan pendapatan dan kesejahteraanmasyarakat. Salah satu cara untuk mencapaitujuan tersebut adalah pengembangan UKMyang terencana dengan baik dan terkaitdengan pembangunan sektor ekonomilainnya.Hasil pengamatan di lapanganditemukan beberapa faktor pendukungpembangunan ekonomi daerah melaluipengembangan UKM, antara lain: 1) potensimasyarakat; 2) pengusaha; 3) lembagaperkreditan; 4) instansi terkait; dan 5) koperasisebagai badan usaha. Rangkaian kerja darifaktor pendukung UKM tersebut disajikanpada Gambar 2Potensi Wilayah SDM SDA Prasarana &SaranaPotensi Masyarakat Tenaga kerja Lahan Skill, modalInstansi Terkait Bappeda Depkop & PPK DeperindagPemasaran Hasil UsahaKOPERASILembaga Perkreditan Formal# Perbankan# Nonperbankan NonformalPengusaha Perusahaannasional Perusahaan lokalKemitraan UsahaSasaranPengembangan Dunia Usaha danPercepatan Peningkatan Ekonomi DaerahGambar 2. Strategi Pengembangan UKM diDaerahPengusahaPengusaha yang dimaksud di sini adalahpengusaha sebagai pemilik modal dansebagai pedagang (perantara, penyalur,pengecer). Sebagai pemilik modal menjalinkerjasama dengan koperasi dalampenyediaan sarana produksi, alat dan mesin,dan termasuk penyedia teknologi yangmendukung kegiatan UKM di daerah.Fungsinya sebagai pedagang adalahpenyalur produk UKM yang telah melaluiJurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 661


proses pengolahan oleh koperasi sesuaistandar yang ditentukan oleh pedagang.Target pasar disesuaikan dengan kriteriaproduk yang ada, bisa saja ekspor, dalamnegeri/lokal, atau pasar tradisional. Dari sisilain pengusaha juga memberikan informasipasar melalui koperasi, apakah menyangkutdaya beli pasar, peluang pasar, dan lainsebagainya. Termasuk juga menyediakantenaga ahli yang ditempatkan di koperasi.Tenaga ahli ini disesuaikan dengankebutuhan di lapangan, apakah tenaga ahlibidang produksi, pemasaran, atau pengendalimutu.Lembaga PerkreditanLembaga perkreditan pada kegiatanUKM cukup memegang peranan. Lembaga inisebagai penyedia kredit kepada koperasi danpengusaha. Pada model pemberdayaanekonomi melalui pengembangan UKM ini,lembaga perkreditan hanya berhubunganlangsung dengan koperasi dan pengusaha.Kredit disalurkan melalui koperasi di daerah/pedesaan yang sudah mempunyai bentukusaha apakah dalam bentuk agribisnis danagroindustri atau usaha lainnya. Koperasimengajukan kredit untuk modal kerja bagianggota (UKM) dan modal kerja bagikoperasi itu sendiri (sebagai pelaku mitra kerjaUKM). Sementara kredit kepada pengusahabisa saja dalam bentuk pengembangan usaha(toko, ekspor, penyediaan teknologi, dan lainsebagainya).Instansi terkaitKeterlibatan pihak pemerintah dalammodel pemberdayaan ekonomi masyarakatpedesaan melalui pengembangan UKMdiharapkan hanya sebatas pembuat kebijakandan pembinaan. Kebijakan menyangkutdengan ketentuan dan peraturan yang salingmenguntungkan pelaku bisnis. Sedangkanpembinaan diberikan kepada koperasi danpengusaha kecil. Instansi terkait dapat sajamelakukan pembinaan kepada keduakelompok ini dengan memakai tenagaprofesional dari luar, baik dari perguruantinggi maupun dari lembaga profesi lainnya.Koperasi sebagai badan usahaKoperasi memegang peranan sangatpenting pada kegiatan pemberdayaanekonomi masyarakat terutama di pedesaan.Koperasi harus berfungsi sebagai badanusaha di pedesaan dan pelaksana penuhpemasaran produk UKM. Koperasi sebagaiperantara penyalur sarana produksi dan alat/mesin kepada anggota (industri kecil). Darisisi lain koperasi juga sebagai pedagangperantara dari produk yang dihasilkan olehindustri kecil sebagi anggotanya.5. Paradigma baru pemasaran produkUKMUntuk mengatasi masalah pemasaranproduk UKM yang dialami oleh pengusaha,maka perlu dipikirkan paradigma baru dalammengatasi masalah tersebut. Salah satualternatif pemecahannya adalahmemberdayakan lembaga ekonomi pedesaanyaitu koperasi.Untuk mengembangkan UKM perludibentuk koperasi. Tanpa koperasi tidakmungkin usaha kecil dapat berkembang.Koperasi inilah yang akan berhubungandengan pengusaha besar. Melalui koperasimasalah yang dihadapi oleh pengusaha didaerah dapat teratasi (Almasdi Syahza, 2003a).Paradigma baru pemasaran produk UKMdapat dilihat pada gambar peraga yangdisajikan (Gambar 3).Jurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 662


Gambar 3. Model Pemasaran Produk UKM di DaerahPotensi Wilayah SDM SDA Prasarana &SaranaPotensi Masyarakat Tenaga kerja Lahan Skill, modalIndustri KecilIndustri RumahTanggaLembaga Perkreditan Formal# Perbankan# Nonperbankan NonformalKOPERASIPembelian ProdukKendali MutuInformasi pasarLabel/packingPemasaran ProdukKonsumenAkhir KonsumenAkhirPengusaha Perusahaannasional Perusahaan lokalSasaranPengembangan Dunia Usaha danPercepatan Peningkatan Ekonomi DaerahKoperasi merupakan badan usaha dipedesaan dan pelaksana penuh sistempemasaran produk yang dihasilkan olehUKM. Dari sisi lain koperasi juga merupakanpedagang perantara dari produk yangdihasilkan oleh anggotanya (industri kecil danindustri rumah tangga). Koperasi berfungsisebagai lembaga pemasaran dari produkUKM. Dalam koperasi dilakukanpengendalian mutu (sortiran, pengolahan,pengepakan, pemberian label, danpenyimpanan) sesuai dengan permintaan dankebutuhan pasar. Koperasi juga berperansebagai media informasi pasar, apakahmenyangkut dengan peluang pasar,perkembangan harga, dan daya beli pasar.Melalui informasi pasar koperasi harus dapatmenciptakan peluang pasar produk-produkUKM, sehingga pengusaha kecil tidak raguuntuk melakukan kegiatan usahanya karenaada jaminan dari koperasi bahwa produkmereka akan ditampung. Kegiatan ini akanmerangsang partisipasi anggota terhadapkoperasi, yang pada hakikatnya terjadikesinambungan usaha koperasi.Investasi yang dilakukan oleh koperasiberupa transportasi, mesin pengolah produk(apakah itu agroindustri) di pedesaan, mesinJurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 663


dan alat pengolah harus berupa penanamanmodal atas nama anggota. Artinya setiapanggota mempunyai saham kepemilikan asetkoperasi. Dengan demikian konsep ekonomikerakyatan di pedesaan dapat berkembang.Koperasi juga berperan sebagaipenyedia kredit yang diperoleh dari lembagaperkreditan dan pengusaha. Pemberian kreditini didasarkan kepada bentuk usaha yangmengembangkan komoditi potensial danpunya peluang pasar. Tingkat pengembaliankredit oleh pengusaha dapat dilakukan melaluipemotongan penjualan hasil kepada koperasi.Kegiatan unit usaha ini akanmenimbulkan multiplier effect ekonomi dalamkehidupan masyarakat. Pada hakikatnyaindustri kecil dan industri rumah tanggasebagai unit usaha di pedesaan dapatmenciptakan peluang usaha dalam kegiatanekonomi sehingga menyebabkan naiknyapendapatan mayarakat yang pada akhirnyameningkatkan kesejahteraan masyarakatpedesaan.Selain yang diungkapkan di atas,koperasi juga berfungsi sebagai: Pertama,mencarikan alternatif pemecahan masalahpengusaha kecil seperti penyediaan kredit,pembentukan modal bersama melaluitabungan, penyediaan sarana produksi,pelaku agroindustri, memasarkan produk dansebagainya; Kedua, memberikan kemudahanberupa pelatihan dan pembinaan kepadapengusaha dalam usaha-usaha yangdilakukannya; dan ketiga, pengusaha dipedesaan perlu diorganisir untuk memperkuatposisi tawar-menawarnya dalam menghadapipersaingan dan melakukan kemitraan denganpihak lain.Dalam era globalisasi pada saat ini danmasa-masa mendatang untuk menyongsongliberalisasi perdagangan peranan pemerintahmakin kecil, bahkan kebijaksanaan pajak impordan subsidi akan dihapuskan bila sampaiwaktunya. Dengan demikian peransertapihak swasta, yaitu perusahaan-perusahaanbesar sangat diperlukan untuk mengisi danmelengkapi berbagai program pemerintah.Pihak pengusaha yang berada pada posisiyang kuat dapat membantu pengusaha kecilpada posisi yang lemah dalam bentuk jaringankemitraan.Hubungan ini dapat memberikankeuntungan kepada pengusaha kecil, yaitu:Pertama, transfer teknologi dan penyediaanmasukan sehingga pengusaha di pedesaanmampu bersaing dengan produk lain yangdihasilkan dengan menggunakan masukandan teknologi yang lebih unggul; Kedua,dapat memperoleh informasi dan peluangpasar secara cepat; Ketiga, dapat membukaakses terhadap modal dan pasar; dan keempat,adanya jaminan dan kepastian pasar bagiproduk industri kecil dan industri rumahtangga.Kesimpulan1. Lambatnya perkembangan UKM didaerah disebabkan oleh beberapamasalah yang dihadapi pengusahadaerah. Permasalahan tersebut antaralain: a) Lemahnya struktur permodalandan akses terhadap sumber permodalan;b) Ketersediaan bahan baku dankontinuitasnya; c) Terbatasnyakemampuan dalam penguasaanteknologi; d) lemahnya organisasi danmanajemen usaha; dan e) Kurangnyakuantitas dan kualitas sumberdayamanusia.2. Faktor pendukung pembangunanekonomi daerah melalui pengembanganUKM, antara lain: 1) potensimasyarakat; 2) pengusaha; 3) lembagaperkreditan; 4) instansi terkait; dan 5)koperasi sebagai badan usaha. Kelimafaktor ini harus dapat diberdayakanmelelui kebijakan pemerintah daerahyang memihak kepada pengembanganUKM itu sendiri.3. Pengembangan UKM di daerahdiharapkan dapat mencapai beberapasasaran, yaitu: 1) menarik pembangunandi daerah; 2) menciptakan nilai tambah;3) menciptakan lapangan pekerjaan; 4)Jurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 664


meningkatkan penerimaan daerah; 5)memperbaiki pembagian pendapatan;dan (6) meningkatkan pengetahuanpengusaha melalui perubahan teknologi.Rekomendasi1. Untuk mengatasi masalah pemasaranproduk UKM yang dialami olehpengusaha, maka perlu dipikirkanparadigma baru dalam mengatasimasalah tersebut. Salah satu alternatifpemecahannya adalah memberdayakanlembaga ekonomi pedesaan yaitukoperasi.2. Koperasi harus berfungsi sebagai badanusaha di pedesaan dan pelaksana penuhpemasaran produk UKM. Fungsi, antaralain: Pertama, mencarikan alternatifpemecahan masalah pengusaha kecilseperti penyediaan kredit, pembentukanmodal bersama melalui tabungan,penyediaan sarana produksi, pelakuagroindustri, memasarkan produk dansebagainya; Kedua, memberikankemudahan berupa pelatihan danpembinaan kepada pengusaha dalamusaha-usaha yang dilakukannya; danketiga, pengusaha di pedesaan perludiorganisir untuk memperkuat posisitawar-menawarnya dalam menghadapipersaingan dan melakukan kemitraandengan pihak lain.Jurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 665


DAFTAR PUSTAKAAlmasdi Syahza,, 2002. Potensi PembangunanIndustri Hilir Kelapa Sawit di DaerahRiau, dalam Usahawan Indonesia, No.04/TH XXXI April 2002, LembagaManajemen FE UI, Jakarta.——————————., 2003a. PotensiPembangunan Industri Minyak Gorengdi Daerah Riau, dalam Sosiohumaniora,Vol 5 No 1, Maret 2003, LembagaPenelitian Universitas Padjadjaran,Bandung.——————————., 2003b. ParadigmaBaru Pemasaran Produk PertanianBerbasis Agribisnis di Daerah Riau,dalam Jurnal Ekonomi, TH. VIII/01/2003,PPD&I Fakultas Ekonomi UniversitasTarumanagara, Jakarta.——————————., 2003c.Perkembangan Ekspor danPertumbuhan Ekonomi di Daerah Riau,dalam Sosiohumaniora, Vol 5 No 2, Juli2003, Lembaga Penelitian UniversitasPadjadjaran, Bandung.Bambang Yudoyono., 2001. Otonomi Daerah,Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.Mubyarto., 1993. Riau Menatap MasaDepan, Aditya Media, Yogyakarta.Mudrajad Kuncoro, 2000, EkonomiPembangunan, UPP AMP YKPN,Yogyakarta.Setiadi Wijaya, N.H., 2002, MembangunKoperasi dari Mimpi Buruknya, dalamUsahawan Indonesia, N0. 07/TH. XXXIJuli 2002, Lembaga Manajemen FE UI,Jakarta,Yuswar Zainal Basri., 2003, PemberdayaanEkonomi Masyarakat Pedesaan, dalamUsahawan Indonesia No 03/TH.XXXIIMaret 2003, Lembaga Manajemen FE-UI,Jakarta.Jurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 666


E-GOVERNMENT DAN PEMASARAN KOTAOleh: Meyzi HeriyantoMahasiswa Program Doktor Ilmu Administrasi Bisnis Unibraw MalangStaf Pengajar Ilmu Administrasi Niaga Fisip UnriAbstract: In Indonesia, Topic of e-government become popular after attributed todecentralization. Decentralization is conducive to develop e-government having potency torealize selling the city. Selling the city covers marketing of image, attraction, infrastructure,and its resident. This article is trying to depict the relation between e-government and sellingthe city.Keyword: E-Government, Selling the city, Decentralization, IndonesianPendahuluanDi Indonesia sering muncul kritikantentang pemasaran kota yang tidak dapatdilaksanakan dengan baik. Salah satualasannya adalah karena tidak terdapatperangkat atau instrumen yang jitu untukmelaksanakan rencana tersebut. Tulisan inibertujuan untuk membahas keterkaitan e-government dan pemasaran kota di Indonesia.Pada dasarnya e-government dapatmembantu mendorong peran serta masyarakatdan menarik investor untuk ikutmeningkatkan kesejahteraan daerah(terutama: pendapatan asli daerah) dalamrangka Otonomi Daerah. Selain itu, karenapotensinya untuk mendorong peran sertamasyarakat dan investor tersebut, maka e-government diharapkan pula dapatmewujudkan “impian” rencana tata ruangkota. Banyak kota di Indonesia yang telahmempunyai rencana pemasaran kota yangbaik, belum mampu mewujudkannya, makadengan menggunakan e-government sebagaiinstrumen implementasi, diharapkan lebihterbuka kemungkinan untuk dapatmewujudkan pemasaran kota tersebut.Pembahasan ini dimulai denganpengertian e-government, pemasaran kotadan cara memasarkannya. Berdasar bahasantentang cara tersebut, dicoba diidentifikasiketerkaitannya dengan e-government. Bila e-government dapat dianggap sebagaiinstrumen yang efektif untuk melaksanakanpemasaran kota, maka disusun suatu usulan“modifikasi” terhadap proses pengembangane-government yang banyak dipraktekkan diIndonesia saat ini..Pengertian E-GovernmentThe World Bank Group mendefinisikanE-Government sebagai E-Government refersto the use by government agencies ofinformation technologies (such as Wide AreaNetworks, the Internet, and mobilecomputing) that have the ability to transformrelations with citizens, businesses, and otherarms of government.Definisi lain dari referensi LegislativeAnalyst’s Office menyatakan bahwaElectronic government, or “e-government,”is the process of transacting businessbetween the public and government throughthe use of automated systems and theInternet network, more commonly referred toas the World Wide Web.Berdasarkan kedua pendapat di atas,pada intinya E-Government adalahpenggunaan teknologi informasi yang dapatmeningkatkan hubungan antara Pemerintahdan pihak-pihak lain. Penggunaan teknologiinformasi ini kemudian menghasilkanhubungan bentuk baru seperti: G2C(Government to Citizen), G2B (Governmentto Business Enterprises), dan G2G ( interagencyrelationship).E-Government dapat diimplementasikandalam berbagai cara. Contoh-contohnyaantara lain: 1) Penyediaan sumber informasi,Jurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 667


khususnya informasi yang sering dicari olehmasyarakat. Informasi ini dapat diperolehlangsung dari tempat kantor pemerintahan,dari kios info ( info kiosk), ataupun dariInternet (yang dapat diakses oleh masyarakatdimana pun dia berada). Informasi ini dapatberupa informasi potensi daerah sehinggacalon investor dapat mengetahui potensitersebut. 2) Penyediaan mekanisme aksesmelalui kios informasi yang tersedia di kantorpemerintahan dan juga di tempat umum.Usaha penyediaan akses ini dilakukan untukmenjamin kesetaraan kesempatan untukmendapatkan informasi. 3) E-procurementdimana pemerintah dapat melakukan tendersecara on-line dan transparan.Sedangkan manfaat E-Government,antara lain: 1) Pelayanan servis yang lebihbaik kepada masyarakat. Informasi dapatdisediakan 24 jam sehari, 7 hari dalamseminggu, tanpa harus menunggu dibukanyakantor. Informasi dapat dicari dari kantor,rumah, tanpa harus secara fisik datang kekantor pemerintahan. 2) Peningkatanhubungan antara pemerintah, pelaku bisnis,dan masyarakat umum. Adanya keterbukaan(transparansi) maka diharapkan hubunganantara berbagai pihak menjadi lebih baik.Keterbukaan ini menghilangkan saling curigadan kekesalan dari kesemua pihak. 3)Pemberdayaan masyarakat melalui informasiyang mudah diperoleh. Dengan adanyainformasi yang mencukupi, masyarakat akanbelajar untuk dapat menentukan pilihannya.Sebagai contoh, data-data tentang sekolahan(jumlah kelas, daya tampung murid, passinggrade, dan sebagainya) dapat ditampilkansecara online dan digunakan oleh orang tuauntuk memilihkan sekolah yang pas untukanaknya. 4) Pelaksanaan pemerintahan yanglebih efisien. Sebagai contoh, koordinasipemerintahan dapat dilakukan melalui emailatau bahkan video conferencing. BagiIndonesia yang luas areanya sangat besar,hal ini sangat membantu. Tanya jawab,koordinasi, diskusi antara pimpinan daerahdapat dilakukan tanpa kesemuanya harusberada pada lokasi fisik yang sama.Pengertian Pemasaran KotaPengertian pemasaran kota mengalamiperubahan dari waktu ke waktu. Pada awal1980an, istilah pemasaran kota diartikansebagai promosi semua aspek kesejahteraanmasyarakat kota atau lebih sempit lagi:pengiklanan kota sebagai suatu keseluruhan(van Gent, 1984 dan Peelen, 1987 dalamAshworth dan Voogd, 1990: 10). Pengertianlainnya menyebutkan bahwa pemasaran kotamerupakan aspek yang tidak terpisahkan daripengelolaan kota atau urban management(Nelissen, 1989 dalam Ashworth dan Voogd,1990: 10). Pengertian yang berkembangberikutnya mengartikan pemasaran kotasebagai kesadaran untuk menarik investasiswasta dalam mewujudkan impian rencanakota (Pumain, 1989 dalam Ashworth danVoogd, 1990: 11).Dari aspek lainnya, Hermawan Kartajayadkk. (2002: 177) secara umum mengartikanpemasaran daerah/kota sebagai perencanaandan perancangan suatu daerah/kota agarmampu memenuhi dan memuaskan keinginandan harapan “pasar targetnya”. Pasar targetini meliputi tiga pihak, yaitu: (1) pendudukdan masyarakat daerah tersebut, (2) turis,pengusaha, investor dari dalam dan luardaerah, dan (3) pengembang dan eventorganisers serta pihak-pihak lainnya yangmembantu meningkatkan daya saing daerahtersebut.Penjelasan yang lebih rinci tentang“pemasaran kota” diberikan oleh van denBerg dkk. (1990: 3-4 yang diacu dalamDjunaedi, 2001) yaitu: pemasaran kota/wilayah dapat dilihat sebagai: (1) salah satumacam eksploitasi produk perkotaan (wilayah)yang berorientasi pasar oleh pihak pemerintahkota (atau penguasa wilayah) - (menurutBorchert & Buursink, 1987 dalam van den Bergdkk., 1990: 3); (2) adopsi (oleh perencanakeruangan kota) masukan/kebutuhanpemakai: penduduk, pengusaha, wisatawan,dan pengunjung lainnya; dan (3) seperangkatJurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 668


kegiatan yang bertujuan untukmengoptimalkan penyediaan fungsikehidupan perkotaan, pekerjaan dan rekreasioleh pihak pemerintah kota, dan kebutuhanterhadap hal tersebut oleh penduduk,perusahaan, wisatawan, dan sebagainya(Boerema & Sondervan, 1988 dalam van derBerg, 1990: 4).Untuk lebih memahami pengertianpemasaran kota, van den Berg dkk (1990: 4-5)menjelaskan bahwa paling tidak ada empathal yang perlu diperhatikan dalam pemasarankota, yaitu: 1) Pemasaran kota merupakanbentuk khusus dari kegiatan pemasaran.Bilamana pemasaran merupakan salah satuaspek dalam kegiatan perusahaan, makapemasaran kota juga merupakan salah satuaspek dalam keseluruhan kebijakanpemerintah kota (bersama dengan, antara lain:perencanaan kota). 2) Pemasaran kota, secaraimplisit, mencakup semua fungsi yangpadanya dapat diterapkan pendekatankewirausahaan. 3) Pemerintahan kotamempunyai tiga dimensi filosofis, yaitu:sebagai pemerintah (administration), sebagaipengendali (control), dan juga sebagai“perusahaan” (berwirausaha). 4) Bedanya,bila perusahaan mengejar keuntungan (profit),maka pemerintah kota memperjuangkankepentingan masyarakatnya.Pengertian-pengertian di atasmenunjukkan bahwa pemasaran kotaberkaitan dengan banyak bidang ilmu, antaralain: ekonomi, teknologi psikologi, geografi,dan perencanaan keruangan/fisik kota(Asworth dan Voogd, 1990: 21-23). Dalamtulisan ini, hanya di kaji keterkaitan teknologi(e-government) dengan pemasaran kota.Untuk melakukan pemasaran wilayah/kota, Hermawan Kartajaya dkk. (2002:178-181)menyarankan tiga langkah strategis, yaitu: (1)menjadi “tuan rumah” yang baik bagikelompok pasar targetnya, (2) memperlakukankelompok pasar target secara semestinya, dan(3) membangun “rumah” (wilayah/kota) yangnyaman bagi mereka. Untuk melakukanlangkah strategis ketiga tersebut (membangunwilayah/kota), perlu tersedia wahana/ruang,sarana, dan prasarana yang memadai bagiaktifitas kelompok pasar target tersebut.Pemasaran wilayah ini melibatkan tiga pelakuutama secara kohesif, yaitu: masyarakat,kalangan bisnis/usaha, dan Pemerintah.Hermawan Kartajaya dkk. menambahkanbahwa ketiga pelaku ini haruslah dapat terusmenerus memperbaiki liveability,investability, dan visitability daerahnya.Untuk meningkatkan tiga hal tersebut diatas (liveability, investability, danvisitability), Kotler dkk. (2002: 183)menyarankan untuk menangani empatkomponen yang saling terkait, yaitu: (1)Karakter tempat/wilayah: suatu tempat/wilayah memerlukan rencana, rancangan danupaya pengembangan yang baik yang dapatmeningkatkan daya tarik dan kualitas sertanilai estetika yang tinggi. (2) Lingkunganfisik: suatu tempat/wilayah perlumengembangkan dan memelihara prasaranadasar yang cocok dengan lingkunganalamnya. (3) Ketersediaan layanan: suatutempat/wilayah harus menyediakan layanandasar dengan kualitas yang cukup untukmemenuhi kebutuhan bisnis dan publik. (4)Aspek rekreasi dan hiburan: suatu tempat/wilayah memerlukan sekumpulan atraksi/daya-tarik untuk warganya dan untukpengunjung/turis. Untuk lingkup perkotaan,komponen-komponen pemasaran kotatersebut di atas mendorong dilakukannyalangkah-langkah, antara lain: (a) perancangankota (urban design), (b) peningkatanprasarana perkotaan, (c) penyediaan layanandasar (antara lain: perlindungan warga kotadan propertinya, keselamatan masyarakatdan keberlangsungan pendidikan), serta (d)penciptaan dan pengadaan atraksi.Hasil langkah-langkah ini perludipasarkan dan menurut Kotler dkk. (2002: 78),terdapat empat strategi umum untukmendorong warga kota serta menarikpendatang/turis, pengusaha dan investor ketempat/wilayah ini dengan: (1) Pemasaran citra(image marketing): keunikan dan kebaikanJurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 669


citra; dan seringkali didukung dengan slogan,misal: “Singapore—Lion City”, “Jogja—Never Ending Asia”. (2) Pemasaran atraksi/daya tarik (attraction marketing): antara lain:atraksi/keindahan alam, bangunan dantempat bersejarah, taman dan lansekap, pusatkonvensi dan pameran, dan mal pedestrian.(3) Pemasaran prasarana (infrastructuremarketing): prasarana sebagai pendukungdaya tarik lingkungan kehidupan danlingkungan bisnis, antara lain meliputi: jalanraya, kereta api, bandara, serta jaringantelekomunikasi dan teknologi informasi. (4)Pemasaran penduduk (people marketing):antara lain mencakup: keramahan, pahlawan/orang terkenal, tenaga kompeten, kemampuanberwira-usaha, dan komentar (positif)penduduk yang lebih dulu pindah ke tempatyang dipasarkan tersebut. Pemasaran wilayah(terutama dalam hal pemasaran citra) jugadapat dilakukan dengan dukungan internet.Menurut Florian Urban (www.orl.arch.ethz.ch,diakses 22 Juni 2002) terdapat 14 websiteskota-kota/wilayah di dunia yang melakukanpemasaran kota/wilayah; diantaranya tigawebsites mengandung kebijakan yang kuattentang pemasaran wilayah, yaitu: Glasgow,Essen, dan Bangalore 3 .Keterkaitan E-Government denganPemasaran KotaTitik singgung antara e-government danpemasaran kota, yaitu: (1) e-governmentdapat menjadi salah satu alat atau instrumenimplementasi pemasaran kota (antara lain:membantu mewujudkan pemasaran kotadengan mendorong partisipasi masyarakatdan menarik investor). (2) Agar pemasarankota dapat berhasil maka perlu dikembangkane-government. Selain adanya titik singgungdi atas, terdapat pula perbedaan prosesberfikir, yaitu: 1) e-government lebihberorientasi“supply” (menyediakan danmengendalikan pembangunan). 2) Di lainpihak, pemasaran kota lebih cenderungberorientasi “demand”, yaitu pengubahanatau pengembangan struktur fasilitas kotadipikirkan dari perspektif pengguna aktual danpotensial layanan perkotaan. Potensi“demand” tersebut diupayakan untuk menjadikenyataan (aktual). Dengan contoh yangsama, misal: terdapat potensi kebutuhanterhadap kawasan industri, maka disediakanlahan untuk itu yang dilengkapi dengansegala daya tarik yang diperlukan (antara lain:upaya urban design/redesign, peningkatanlayanan prasarana kota dan fasilitas umumperkotaan). Setelah itu dilakukan upayapemasaran (citra, daya tarik, prasarana danpenduduk) agar investor betul-betul maudatang dan berinvestasi.Sebagai tambahaninformasi untuk pemasaran kota yangberorientasi “demand”, Scherrer(2002)melakukan survei “user needs assessment”terhadap para responden (investor, dan lainlain)yang mencari informasi lewat internetuntuk investasi di suatu wilayah. Ternyataresponden tertarik pada tiga topik, yaitu:(1)Dapat diperolehnya ukuran, harga dandedikasi guna lahan, serta ketersediaanprasarana pada lokasi yang secara bisnispotensial.(2) Informasi tentang proseduradministrasi.PenutupBerdasarkan uraian di atas dapatdisimpulkan bahwa e-government mempunyaipotensi untuk mewujudkan pemasaran kota.Dengan catatan informasi yang di hasilkan e-government harus mengandung komponenkomponenpemasaran kota secara memadai(citra, atraksi/daya tarik, prasarana, danpenduduk).Jurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 670


ReferensiAsworth, G.J. & H. Voogd. 1990. Selling theCity: Marketing Approaches in PublicSector Urban Planning. BelhavenPress, London.Djunaedi, Achmad. 2001. Bahan kuliah(Hand-out) TKP 616 ManajemenLayanan Perkotaan. Program MagisterPerencanaan Kota dan Daerah (MPKD)UGM,Yogyakarta.Hermawan Kartajaya, Michael Hermawan,Yuswohady, Taufik, Sonni, HartonoAnwar, Handito Hadi Joewono, JackyMussry, dan Editor: Bembi Dwi IndrioM. 2002. MarkPlus on Strategy: 12Tahun Perjalanan Mark Plus &CoMembangun Strategi Perusahaan.Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama,Jakarta.Kotler, Philip; Michael Alan Hamlin; IrvingRein & Donald H. Haider. 2002.Marketing Asian Places: AttractingInvestment, Industry, and Tourism toCities, States and Nations. John Wiley& Sons (Asia) Pte Ltd, Singapore.Rahardjo, Budi. 2001. Pemasaran Kota danPerencanaan Kota. Makalah SeminarNasional Jaringan Komputer II, yangdiselenggarakan oleh Technic StudyClub, STMIK Dipanegara Makassar.Scherrer, Walter. 2002. Informationdeficiencies in place marketing and thescope for Public and Private SectorPartnership: Evidence from the city ofSalzburg.Van den Berg, L.; L.H. Klaassen & J. van derMeer. 1990. Marketing MetropolitanRegions. European Institute forComparative Urban Research,ErasmusUniversity, Rotterdam, theNetherlands.Jurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 671


INDUSTRIALISASI DALAM MASTER PLAN RIAU 2020Oleh: Muchtar Ahmad*Abstract : Concept of industrialization and industrial theory is link to economic structure;market and price; industrial development and management; financial, and industrial policy.By implementation of such concept and compare to small scale industry, as deindustrializedship dockyard, and cottage industries, as well as industrial clusters in an industrial zone,which convenience to serve for their sustainable development, so that implementation ofMaster Plan of Riau 2020 is examined in this article.Key words: deindustrialization, industrial management, industrial policy, industrial zone,economic structure.1. PendahuluanAda lima hal yang penting dalamperbincangan mengenai industrialisasi,sebagai suatu proses mengindustrikansistem ekonomi. Pertama, tentangpergeseran struktur ekonomi; kedua,berkenaan dengan pasar dan harga; ketiga,pembangunan dan manejemen industri;keempat, pendanaan/keuangan danpenanaman modal; yang semuanya berkaitanerat dengan kelima, kebijakan industri.Industri adalah sebarang kegiatanekonomi yang dikelompokkan menurut jenishasil produk atau jasa yang dihasilkan,misalnya industri pertanian, ialah yangmenghasilkan atau mengolah barang hasilpertanian atau disebut juga industri yangbahan bakunya berbasiskan pada hasilpertanian, yang lebih dikenal dengan namasebutan agroindustri. Akan tetapi jugaindustri yang memberikan jasa atau kegiatanutamanya memberikan pelayanan atau jasaseperti: galangan kapal yang memberi jasapelayanan dalam pembuatan kapal, perbaikanmaupun perawatan kapal.Industri biasanya didefinisikan kepadarujukan hasil utamanya, seperti agroindustri,otomotif industri, industri perbankan, dll.Namun sering timbul masalah berkenaandengan bagaimana luas atau sempitnya batasyang ditarik. Batasan tersebut dapat puladitarik garisnya menurut pasar, kelompokindustri, susunan pasar, elastisitas silangpermintaan, dan lain sebagainya. Sedangkanditinjau dari sektor ekonomi, industri adalahbagian dari perekonomian yang menyangkutdengan produksi barang-barang antara (besibaja,mesin dan peralatan, dll) maupun produkakhir (perabot, mobil, dll).Sektor industri bersama sektor primer(perikanan, pertanian, peternakan, dll.) dansektor jasa membentuk suatu rantai kegiatanekonomi, yang berkait-kelindan dalam suatususunan industri yang membangun suatusistem ekonomi modern. Untuk itu, dirasakansekali perlunya upaya memajukan tiga halpokok – yakni, manejemen, teknologi danfinansial – terutama mengenai modernisasimanejemen dan teknologi dengan produksiyang massif, diikuti oleh dukungan finansialyang efisien. Efisiensi adalah karakteristikindustri yang penting, dan secara ekonomihanya industri yang efisien akan tetap beradadi pasar. Oleh sebab itulah pembangunanekonomi terjadi lebih cepat dalammeningkatkan kesejahteraan melaluiindustrialisasi dibandingkan dengan hanyaterpusat pada pembangunan pertanian.Pembangunan dewasa ini selalu dijelaskansebagai suatu kejayaan transformasiperubahan struktur suatu ekonomi. Kuznets(1966) mengidentifikasikan sebagaipergesaran sumber-sumber ekonomi daripertanian kepada industri sebagai gambaranpokok atau pusat perhatian dari transformasiini. Karena itu pula industrialisasi memilikiJurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 672


sejarah yang sentral dari cerminanpembangunan yang berhasil mencapaitujuannya.Problem makro yang nampak adalahketerkaitan antara industrialisasi danpertumbuhan ekonomi, yang sampai saat iniselalu menjadi pokok persoalan yang menjadiperdebatan hangat. Secara kesejarahan,meningkatnya andil keluaran dari kilang(manufac-turing) dan kesempatan kerja perkapita menyebabkan peningkatanpendapatan; dan ini sebanding denganmenurunnya peranan pertanian, yangdiantaranya menjadi alasan ber-dasarkandokumen terbaik generalisasi mengenaikeberhasilan pembangunan. Namunbagaimana hal transformasi struktur produksiini mempengaruhi pertumbuhan dan distribusimanfaatnya? Dan apa pengaruh yangterjadi dari kebijakan yang dirancang terhadappercepatan pergeseran atau kepadaperubahan susunan masyarakat yang terjadi?Hal hal inilah pertanyaan yang berkaitkelindan dan masih dalam perdebatanberbagai fihak.Faktor penyebab, yang melatarbelakangihubungan ini, adalah suatu bahanutama yang diperdebatkan. Penalaman pascaprang negara berkembang menujukkanbahwa industrialisasi yang tinggi berkorelasidengan meningkatnya pendapatan. Hal inijuga men-jelaskan perbedaan yangsubstansial disebabkan oleh kekayaansumberdaya alam mau pun kebiajakanpemereintah. Sumber industrialisasimempunyai rentang dari keperluanmengadapsi komposisi persediaan bergeserkepada permintaan domestik, maupun kepadapenggarapan keunggulan komparatif dalamkegiatan tenaga kerja intensif (Chenery,Robinson, Syrquin, 1988). Kenapa suatunegeri mengindustrikan ekonominya?Berbagai faktor seperti perubahan permintaandan teknologi, kekayaan sumber sertakebijakan pembangunan adalah beragam darisautu negeri ke negeri lainnya.Secara mikro pula, sesungguhnyapermasalahan pengembangan manejemen,teknologi dan finansial agar industri menjadiefisien adalah yang utama, penting, danmendesak. Karena industri yang ada saat ini,terutama efisiensi agroindustri kurangberkembang dan karenanya merupakan halyang harus diatasi. Untuk mengembangkanmanejemen, teknologi, finansial agroindustriyang ada melalui industrialisasi, memangdiperlukan adanya kebijakan industri yangtepat dan memihak. Sebab itu perludirumuskan kebijakan pembangunan industriyang akan dijadikan sebagai arahanindustrialisasi, seperti yang dianjurkan olehMaster Plan Riau 2010 melalui pembangunanagroindustri.Tujuan makalah ini ialah untukmenentukan sumber-sumber industrialisasidan hubungan antar industri dan pertanian;yang kemudian mengidentifikasi pola umumindustrialisasi, serta akibat atau implikasi polaitu kepada kebijakan. Mudah-mudahangagasan dan pemikiran yang dituangkan disini dapat memberikan pencerahan kepadapenerapan industrialisasi Master Plan Riau2020.2. MetodologiSebagai bahan kajian ialah pengalamanpembangunan industri yang diselenggarakandi Riau seperti yang tercermin dari keadaanindustri rumah tangga yang pernah diteliti(Ahmad et al. 1992 dan Ahmad 2003) maupuntentang galangan kapal di Dumai (Ahmad2004, dalam penerbitan).Kajian ini menerapkan kerangka analitisyang umum pada pengalaman upayamengindustrikan ekonomi sejak lepas perangdunia kedua, khususnya di sekitar Riau danmemperbandingkannya dengan saranaindustrialisasi dalam Master Plan Riau 2020.Suatu metodologi yangmemperbandingkan sumber industrialisasi diberbagai bidang ekonomi yang berbedadikembangkan dengan cara pendekatan yanglebih luas untuk menganalisis kemungkinanperubahan struktur, yang menggunakanJurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 673


kerangka keseimbangan umum (Dervis, Meloand Robinson 1982). Dengan ini akan dapatdilakukan suatu perbandingan pengaruhakibat kebijakan yang berbeda.Penelitian dilaksanakan dalam duatingkatan, yang dirancang untuk mengambilkeunggulan dari perluasan data tentangstruktur produktif dari kawasan yangberkembang. Perkembangan dari suatukumpulan yang sebanding dari perhitungan‘input-output’ untuk sembilan ekonomi semiindustridalam suatu kerangka bahwa saranadan prasarana ekonomi sebanding selamarentang waktu tersebut.Tingkat kedua dipusatkan kepadapertumbuhan seluruh faktor produktivitas:yakni perbedaan yang kelihatan antara daerahatau kawasan yang sudah maju dengan yangkurang maju, pengaruh strategi alternatifpembangunan, dan keragaman antar sektor.Model keseimbangan umum yang dapatdihitung, sebagai tambahan dari model ‘inputoutput’digunakan untuk menguji tingkatpenting relatif dari faktor yang berbeda.3. Hasil dan Pembahasana. Kebijakan IndustriKebijakan industri menyangkutkebijaksanaan yang berkaitan dengan upayamerubah secara berarti ketidakseimbanganantara industri suatu ekonomi dalam halangka pengangguran dan tingkat pendapatanper kepala. Pendekatan utama yangditerapkan adalah menyebarluaskan kegiatanindustri sekitar suatu daerah sehinggamampu terhindar pengangguran buruh dansumber modal di suatu kawasan sementarapenuh-sesak di daerah yang lebih makmur,seperti di Batam (Ahmad 2001). Kebijakanindustri biasanya merupakan tindakan yangdiambil oleh pemerintah. Serangkaiantindakan itu diambil untuk memajukanefisiensi industri, memajukan teknologi danmembuka peluang kerja. Kebijakan industriditerapkan melalui intervensi terpilihmengenai taja-an kegiatan berkenaan dandukungan pendanaan kepada industri,perusahaan dan projek tertentu, dan melaluiprogram antar-badan dirancang untukmembantu regenerasi dan perluasan industriyang direfleksikan dengan mengembangkankawasan industri.Penekanan kebijakan industri secarakhusus, teristimewa regenerasi kawasan yangtelah jatuh ke dalam penurunan industriseperti halnya ‘sunset’ industri lainnya, perludibuat sehingga deindustrialisasi dapatdihindarkan. Bahkan dengan kebijakanindustri itu, khususnya denganmenggalakkan perusahaan baru dan industriyang berkaitan (linkage industries) melaluiransangan atau insentif tertentu dapat tertarikmerelokasi dan menanamkan modal dikawasan itu.Dewasa ini di Riau belum diketahuiadanya upaya membuat kebijakan industriseperti itu, terutama kebijakan yang berkaitandengan pembangunan industri yamgmenggunakan bahan baku hasil pertanianatau agroindustri sesuai dengan saran MasterPlan Riau 2020 (2003). Hanya saja padaindustri kecil seperti yang lazim ditemukan dikalangan agroindustri di kawasan pedesaankhususnya, pasarnya masih amat terbatassecara lokal sedang langganannyaperanannya sebagian besar tidak memadai(Ahmad 2003). Akibatnya harga produkindustri itu kurang dipengaruhi olehmekanisme pasar, sehingga harga lebihditentukan oleh penjual (seller market). Akantetapi kritik terhadap pendekatan kebijakanindustri ini ialah beralasan, bahwa ‘memaksa’perusahaan berlokasi di suatu kawasan, yangmungkin tidak cocok bagi mereka untukmensubsidinya. Karena kegiatan itu akanmenyebabkan terganggunya efisiensiekonomi. Namun, bagaimanapun juga, hanyasedikit bukti yang menunjukkan bahwakebijakan seperti itu merupakan suatu halyang serius diperjuangkan.Kebijakan industri diterapkan dengantiga cara:1) intervensi secara pilihan, termasukrasionalisasi industri yang sedang menurun;mendukung pertumbuhan industri teknologiJurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 674


tinggi; mendukung perusahaan yang sedangkesulitan dana sementara; mendukungpenemuan baru dan inovasi; mendukungpenggabungan strategis; 2) program umumtermasuk mendukung usaha kecil yang barumulai dan sedang berkembang; menyerapteknologi unggul; dan latihan kejuruan sertapenciptaan pekerjaan; 3) sejumlah badandidirikan untuk menaja dan menyediakanbantuan dana di bidang ini, seperti badanpenelitian dan pengembangan industri, badanperusahaan teknologi, dll. Tujuan utama suatukebijakan industri ialah untuk menjaminterjadinya industrialisasi dengan lancar.Industrialisasi pada hakikatnya ialahpembangunan perluasan kegiatan ekonomiyang terorganisir dengan maksudmenghasilkan barang pabrik atau kilangsecara massal. Industrialisasi mempunyai cirikhas oleh terjadinya transformasi dari suatuekonomi pertanian primer menjadi suatu yanglebih terspesialisasi dan ekonomi padatmodal. Transformasi seperti itu disebutRevolusi Industri di Eropa Barat dan AmerikaUtara selama abad ke 18 dan ke 19 yang telahmeningkatkan kemakmuran bendawi (Heaton1957).Industrialisasi adalah merupakan suatuproses dalam pembangunan ekonomi.Ditinjau dari segi proses produksi danteknologi serta modal yang dipakai padagalangan kapal di daerah Dumai dan Bengkalis(Ahmad 1992; 1998; 2004), jelaslah belumtersentuh oleh industrialisasi yang bersifatkilang dan spesialisasi. Pembuatan kapal lebihbersifat kerajinan tangan dan suatu seni.Untuk percepatan transformasi dankemudahan pembinaan yang bersifatdukungan dari kebijakan industri makapembangunan kawasan industri adalah yangselalu dilakukan di beberapa negara industri,biasanya bekerjasama dengan <strong>universitas</strong>atau politeknik tempatan.b. Kawasan industriKawasan industri adalah suatu kawasanyang direncanakan secarah resmi yangdiperuntukkan bagi komersial dan industriyang biasanya terpisah dari pemukiman danakomodasi. Kawasan industri pada awalnyaditawarkan dengan harga rendah, pekerjaanruang yang ditujukan untuk perusahaanrekayasa skala ringan dan menengah dangudang sarana distribusi. Upaya seperti itubiasanya untuk menarik perusahaanteknologi canggih masuk menanam modal disuatu kawasan yang memberikan kemudahan,sering dirujuk sebagai taman ilmu ( sciencepark), yang letaknya berdekatan dengansarana <strong>universitas</strong>. Apabila diterapkanberkaitan dengan galangan kapal perikananmisalnya, maka rancangan Taman IndustriKelautan Purnama di muara sungai Masjid,Dumai dapat dijadikan kawasan industrikelautan (Ahmad, 1994). Keadaan yangterjadi pada galangan kapal di Dumai danBengkalis dewasa ini sebagai akibat berbagaikesulitan dan masalah – di antaranya kurangtenaga mahir dan bahan baku kayu – ialahkecenderungan “deindustrialization” yaknisuatu penurunan yang berkelanjutan dariproporsi pendapatan keluaran oleh sektorindustri dan kilang suatu ekonomi; suatuproses yang sering diikuti oleh penurunandalam jumlah orang yang dipekerjakan padasuatu industri.Belakangan ini berkembanggagasan dan penerapan pengelompokan kotadalam industri baru. Tujuan dari kotaberkelompok ialah menjadikan bagian suatukota dengan suatu dasar berpijak yang kuatdalam beberapa usaha, yang kelihatannyasuatu baik dipertaruhkan di masa depan, yangmembuat kesejahteraan usaha dan kota itubertumbuh dengan seimbang. Carapelaksanaan-nya ialah dimulai denganmembuat Badan Pembangunan EkonomiUtama seperti ‘Scottish Enterprise’, denganmodal $64 M setahun yang dibelanjakanuntuk mempromosikan ‘clusters’ dalambidang bisnis baru yang menarik sepertienergi dan biotechnologi. Teori ‘cluster’adalah perusahaan yang melakukan bisnisdalam garis yang sama dikelompokkan padaJurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 675


suatu kawasan dengan jaringan dandukungan pelayanan yang tepat dan betulakan menyejahterakan bila pasar juga baik.Ada beberapa langkah yang perludikembangkan: Pertama, pada tingkatanpertama ialah membuat sesuatu dimulai.Misalnya pada tahun 1980-an ‘ScottishEnterprise’ telah melihat menurunnyapembuatan kapal dan perdagangan rakayasaringan di kota Dundee, industri ini akan dapatdirubah menjadi pabrik membuat mesin mobil.Bukankah banyak kapal yang memakai bekasmesin mobil. Untuk itu ditawarkan kepadaFord sejumlah uang untuk membangun pabrikperakitan mesin. Perusahan mobil dengansemangat menyetujui tawaran itu, tetapiserikat buruh mulai berjuang menentanggagasan itu. Kehidupan berjalan tanpa adayang memulai.Langkah kedua, ialah mencari hal yangtidak terduga di suatu tempat yang takmungkin disukai. Dalam waktu yang hampirbersamaan dengan perdebatan proyek Forddi atas misalnya, Timex telah menjual pabrikpembuat jamnya di Dundee kepada sebuahperusahaan komputer baru yang bernamaSpectrum. Mereka menemukan bahwa suatuhal yang besar keuntungannya bila membuat‘computer games’. Banyak hasil Spektrumkemudian mengisi truk ke pasar komputer.Demikianlah suatu generasi perancang’komputer-games’ dilahirkan. Energiindustrialisasi jadi meningkat. Untukmeningkat ke peringkat kedua dalam upayaini – yaitu mempunyai suatu perusahaanyang sedang bekerja dan mau berubah –sungguh memerlukan kecerdikan. Pahlawanwirausaha tidak pernah tersedia, tetapi harusdicari dari sekelompok pemuda yang unggulmelalui pencari talenta itu.Langkah ketiga: Dapatkan seseorangdengan seberapa dana yang akandikembangkan menjadi lebih banyak lagi.Dalam pengalaman Scotland, perubahanterjadi ketika seorang yang menganggurberanama – David Jones, seorang insinyurperangkat keras, mengambil uang tolak dariperusahaan Timex sebab dia berfikirperancang perangka lunak lebih menjanjikan.Karena itu dia memasuki kursus dua tahundalam bidang programming di suatu akademiteknologi, dan dia mendapat perolehan darimenulis program serta mempekerjakan hampirseluruh rekan mahasiswanya. Dia tetapmelanjutkan kuliahnya sambil membuatperusahaan dan ketika dia sudah mencapaipembuatan program permainan yang berjayalumayan, perusahaannya mempekerjakan 120orang. Bagaimana caranya mencapai tingkatke langkah ketiga itu? Apakah banyakperusahaan demikian?Langkah keempat: membina ataumembuat lebih banyak usahawan sepertiDavid Jones. Dalam 1994, Ian Marshall,professor komputer pada perguruan tinggibaru, Abertay University, mendapat gagasanmerajut kuliah yang memberikan gelarkeserjanaan dalam bidang ‘computer games’,yang mempunyai kompetensi merancangsuatu permainan ( game) , yang terkaitdengan seluruh perhitungan yang mendasar,mendorong mahasiswa menjadiwirausahaan dan bersaing. Universitasmenyelenggarakan suatu perlombaanberkelompok bagi kelompok mahasiswasebagai suatu team yang terdiri dari limamahasiswa masing-masingnya mengerjakansuatu prototype alat teknologi digital yangdapat dipasarkan. Sampai saat ini, setiaptahun pemenangnya telah berkembangdengan membentuk perusahaan sendiri,untuk itu <strong>universitas</strong> menyediakaninkubator.Langkah terakhir ialah mendapatkansumber dana bagi hasil-hasil inovasi daninvensi yang terjadi. Hal itu tentu saja sulitmendapatkannya dari perbankan. Untung adaperusahaan modal ventura dan perusahaanmultinasional, sehingga industri baru dantingkat perekonomian baru berkembang yangmerubah juga struktur ekonomi yang ada(Economist 2003: 47).Jurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 676


industri itu. Persoalan dalam membangunmasyarakat industri ialah menyangkut pokokdan jaringan. Yang termasuk pokok ialahmengenai kecen-derungan arah masyarakatindustri, sedangkan jaringan cabangnya ialahmengenai masalah pokok pembangunanekonomi dan kecenderungan arah gerakjaringan industri; dan akhirnya mengenaimasa depan masyarakat industri itu sendiri.mempromosikan kawasan industri itu denganjelas.Kenyataan pengembangan kawasanindustri di beberapa kota di Riau termasukkawasan industri di Universitas Riau,nampaknya masih belum memasuki langkahpertama – membangun kelembagaan danbadan yang akan mengelola danmempromosikan kawasan industri, bilaSocial capital /Social process/ Social cultureAgricultural Society /Agroindustry / Industrial SocietyMerujuk kepada pengalaman ‘ScottishEnterprise’ di Scotlandia di atas, maka dalamindustrialisasi di Riau melalui pengembanganagroindustri, dan menggeser bukan sajastruktur ekonomi tetapi juga masyarakatnyadari pertanian ke masyarakat industri, makaproses sosial yang diperlukan ialahmengidentifikasi modal sosial yang akandirubah kepada budaya masyarakat industri.Tetapi secara mikro diperlukan jugamenemukan dan membina usahawan dalambidang agroindustri dari kalangan paramahasiswa atau pemuda yang tidakmempunyai pekerjaan. Pada hal dasar untukpengembangannya sudah ada, baik secarakelembagaan maupun keberadaan industri itusendiri. Misalnya di kabupaten Bengkalissaja – waktu itu termasuk Dumai – dalamtahun 1990-an tidak kurang dari 61 galangankapal tercatat pada Dinas Perindustriannya(Ahmad et al. 1992).Di Riau hampir setiap kota dankabupaten berusaha mengembangkankawasan industrinya. Tetapi yang sedangberkembang baru pada tiga kawasan di Riaukepulauan, yakni Batam, Bintan, Karimun.Sedangkan di Riau daratan baru di Kerinci,Pekanbaru, Dumai dan Buton (Siak SriIndrapura), yang memulai namun tidakterkoordinir dengan baik seperti di Riaukepulauan. Di sana telah ada badan atauperusahaan yang mengelola dandirujuk pengalaman ‘Scottish Enterprise’ diInggris yang dikemukakan di atas.4. Kesimpulan dan SaranIndustri kecil di Riau belum bersifatindustri bila ditinjau dari produk, proses,teknologi dan pengelolaannya. Pemilikindustri mempunyai pendidikannya hanyasekolah menengah saja (bahkan kurang).Oleh karena itu; sulit kemungkinan terjadipengembangan manejemen yangmempercepat proses perubahan strukturekonomi (industrialisasi).Pada industri kecil, seperti yang lazimditemukan di kalangan agroindustri dipedesaan, pasarnya masih amat terbatas, danakibatnya harga produk industri itu kurangdipengaruhi oleh mekanisma pasar.Pembinaan oleh pihak yang terkait dalampembangunan dan manejemen industri belumpernah menyentuh industri kecil, sehinggaperkembangan berjalan hanya secara alamiahbelaka, oleh inisiatif pemilik industri sendiri.Untuk memudahkan pembinaan secaraberkelanjutan, pengembangan kawasanindustri yang melembaga merupakankeniscayaan. Apalagi umumnya, industriseperti galangan kapal sudah berkelompokpada suatu kawasan di lingkungan pesisir.Jadi sebenarnya industrialisasi di Riau,khususnya yang berkaitan denganagroindustri merupakan peluang besar untukJurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 678


dikembangkan sebagai industri utama,terutama di kawasan pedesaan Riau, baik bagimemajukan perekonomian suatu wilayahmaupun meningkatkan kesejahteraanmasyarakat umumnya. Pengembanganindustri itu memerlukan dukungankelembagaan keuangan dan kebijakan industriyang bersifat pembinaan.Sungguhpun agroindustri skala kecil sudahmerupakan tradisi di pedesaan Riau, akan tetapikajian dan kebijakan pengembangan industriberkaitan belumlah banyak dilakukan. Selainkajian yang lebih mendalam, upaya pembinaanagroindustri yang ada, dalam hal manejemen,teknis, dan finansial perlu segera dilakukan jikausaha industrialisasi di Riau akan dikembangkan.Jurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 679


Daftar PustakaAhmad, M., AZ Fachry Yasin, Agusnimar,Azam Awang, Syahdanur. 1992. SurvaiIndustri rumah Tangga di KabupatenBengkalis. Laporan Penelitian KerjasamaLembaga Penelitian Universitas IslamRiau dengan Pemda Tk II KabupatenBengkalis. 226.Ahmad, Muchtar 2001. Sosial EkonomiIndustrialisasi Batam. Jurnal Industridan Perkotaan(JIP): 68 — 75.——————-.1998. Manejemen GalanganKapal Perikanan. Laporan Penelitian.Laboratorium Kapal Perikanan, FakultasPerikanan, Universitas Riau, Pekanbaru.——————.2000. Industri Kecil GalanganKapal Perikanan. Dalam Usaha-usahaKomersial di Bidang Perikanan (EditorFeliatra). Pusat Penelitian KawasanPantai dan Perairan. Pekanbaru. 1 – 16.—————— 2003. Pembuatan Kerupuk UbiSebagai Agroindustri Kecil di Dumai.JIP. Vol VIII No. 13: 634 – 645.—————— 2004. Galangan Kapal SebagaiIndustri Kelautan. Jurnal Ilmu Perikanandan Kelautan. (dalam penerbitan).Chenery, H., S. Robinson, M. Syrquin 1988.Industrialization and Growth. AComparative Study. Oxford UniversityPress. 387.Dervis, K., J. de Melo, and S. Robinson 1982.General Equilibrium Models forDevelopment Policy CambridgeUniversity Press, Cambridge, England.Economist 2003. Economic Development:Game on, Economist January 4 th 2003:47.Heaton, Herbert 1957. Industrial Revolution.In Encyclopedia of Social Sciences VolVIII. The Macmillan Co.New York: 3 –13.Kuznets, S 1966. Modern Economic Growth.Yale University Press, New Haven, Conn.Master Plan Riau 2020. P.T. TownlandInternational – PPIP UNRI, PemdaProvinsi Riau, Pekanbaru.Jurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 680


PERSEPSI PEJALAN KAKIDALAM BERLALU LINTAS DI KOTA PEKANBARURisdayati dan Digdo JuniantoAbstract: This time in Pekanbaru although not all of the roads have walkway, pedestriansoften do not use walkway that is intended to pedestrians. It is caused by narrowing thewalkway by salesmen. Pedestrians also often do not use zebra-cross while crossing. This iscaused by absence of zebra-cross at where people usually cross. In addition, on the streetthat has crossover-bridge where many pedestrians are at the vicinity, many of them prefer tocross not through crossover-bridge. Primary data obtained in this research is analyzed andtabulated. From analysis, it can be concluded that in overall, due to high of law awarenessof pedestrians in Pekanbaru, then perceptions of pedestrians in Pekanbaru leads to positive.Key Words: perception, pedestrians, traffic, Pekanbaru CityPENDAHULUANPembangunan adalah suatu bentuk dariperubahan sosial, di dalamnya direncanakanperubahan yang berkaitan dengan perubahanstruktur, sistem dan organisasi sosial untukmencapai suatu masyarakat yang lebih maju,oleh sebab itu menuntut penyesuaian untukdapat menyelaraskan diri dengan pergaulanyang telah mengalami perubahan-perubahantersebut. Demikian juga halnya denganmodernisasi. Hal yang tidak dapat kitapisahkan dari kedua terma di atas(pembangunan dan modernisasi) adalahbahwa masing-masing mengandungpengertian perubahan masyarakat darikeadaan yang sekarang, yang menurutkonsensus bersama masyarakat tersebut, kearah keadaan yang lebih baik.Beberapa sosiolog mencobamerumuskan perbedaan antara perubahansosial dalam artinya yang luas yang meliputiperubahan sosial yang dinamakan SocialChange dan yang dinamakan SocialDevelopment. Pengertian social changeadalah perubahan sosial yang terjadi secaraalami, perubahan tuntutan sosial, struktursosial, sistem dan organisasi sosialnya tanpaperencanaan dan pengarahan terlebih dahulu.Sedangkan social development(pembangunan sosial) berarti suatuperubahan mengenai struktur, sistem danorganisasi sosial yang diarahkan,direncanakan dengan tujuan mencapai suatumasyarakat yang lebih maju.Tak dapat dipungkiri lagi bahwaPekanbaru pada saat ini sedang dalam prosespembangunan pesat. Gedung-gedungbertumbuhan dimana-mana bagaikan jamuryang tumbuh di musim hujan. Perbaikansarana infrastruktur dilaksanakan disana-sini.Ditunjang dengan datangnya era otonomiyang dititik beratkan kepada paradigmapembangunan yang dulunya bersifat topdown(dari atas ke bawah) mengarah kepadaparadigma bottom-up (dari bawah ke atas).Salah satu contoh yang telah dilakukanoleh pemerintah Kota Pekanbaru dalam upayaperubahan ini adalah dalam hal berlalu lintasoleh pengguna jalan. (Dapat dilihat kontrasantara keadaan Pekanbaru di tahun 1996dengan keadaan Pekanbaru saat ini dalamtulisan “Mengidamkan Pekanbaru sebagaiSurga bagi Pejalan kaki” oleh Elvi Susanti;Riau Pos, 2 Januari 1996). Jembatanpenyeberangan pada titik-titik tertentu di kotayang ditengarai dapat mengurangi kemacetanlalu lintas dibangun dan Kawasan Tertib Lalulintas juga telah ditetapkan. Beberapa ruasjalan telah diberi pembatas berupa pagar yangdimaksudkan agar pengguna jalan tidakmenyeberang dengan sembarangan ataudengan kata lain dapat menyeberang denganJurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 681


tertib melalui zebra cross yang telah dibuatsedemikian rupa. Namun secara kasat mataperubahan-perubahan sarana dan prasaranayang telah dilakukan pemerintah tersebuttidak berjalan dengan semestinya. Parapengguna jalan yang berjalan kaki tidaksemuanya melalui jembatan penyeberanganyang telah dibuat atau tidak melalui zebracross pada saat menyeberang. Walaupuntidak dapat kita katakan bahwa satu-satunyafaktor penyebab kemacetan lalu-lintas di KotaPekanbaru ini adalah karena pejalan kaki yangsembarangan memakai jalan atausembarangan menyeberang, karena memanghingga saat ini belum ada penelitian yangjelas mengenai hal itu.Walaupun sempat terjadi pro dan kontramengenai UU Republik Indonesia Nomor 14tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan AngkutanJalan, namun sampai saat ini Undang-undangtersebut masih berlaku. Hanya satu pasalyang mengatur masalah Pejalan kaki. BagianKetiga, Pejalan Kaki, Pasal 26:1. Pejalan kaki wajib berjalan padabagian jalan dan menyeberang padatempat penyeberangan yang telahdisediakan bagi pejalan kaki.2. Ketentuan sebagaimana dimaksuddalam ayat (1) diatur lebih lanjutdengan Peraturan Pemerintah.Melihat undang-undang diatas, dapatdisimpulkan secara singkat bahwa sangatsedikit sekali undang-undang yang mengaturmasalah pejalan kaki, walaupun pejalan kakiadalah nyata-nyata salah satu dari sekianbanyak pemakai jalan.Sebagai perbandingan, PemerintahDaerah Khusus Ibukota Jakarta telahmengeluarkan Peraturan Daerah KhususIbukota Jakarta Nomor 9 tahun 1992, tanggal22 Juli 1992 tentang Lalu Lintas dan AngkutanJalan di Wilayah Daerah Khusus IbukotaJakarta. Bagian Ketiga, Tempat PejalanKaki, Pasal 9:1. Setiap pejalan kaki yang akanmenyeberang jalan yang telahdilengkapi dengan sarana jembatanpenyeberangan atau rambupenyeberangan (zebra cross),diwajibkan menggunakan saranatersebut.2. Setiap pejalan kaki harus berjalandiatas trotoar apabila jalan dimaksudtelah dilengkapi trotoar.3. Penetapan lokasi dan pengelolaantempat penyeberangan orangditetapkan oleh Gubernur KepalaDaerah.Kota Pekanbaru yang semakin harimengarah kepada kota metropolitan jugamempunyai peraturan yang serupa. PeraturanDaerah Kota Pekanbaru Nomor 15 tahun 2001,tanggal 15 Desember 2001 tentang Lalu Lintasdan Angkutan Jalan. Bagian Keempat,Fasilitas Pejalan Kaki, Pasal 8:1. Setiap pejalan kaki yang akanmenyeberang jalan diwajibkanmenggunakan sarana jembatanpenyeberangan, zebra cross ataupunpada tempat-tempat yang ditetapkansebagai tempat menyeberang yangditunjukkan dengan fasilitasperambuan.2. Setiap pejalan kaki harus berjalan diatas trotoar apabila pada jalantersebut dilengkapi dengan trotoar.3. Dilarang menggunakan trotoar di luarfungsinya sehingga dapat menggangguketertiban, kelancaran, keamanan dankeselamatan pejalan kaki dan ataupemakai jalan lainnya.4. Ketentuan lebih lanjut mengenaitempat pejalan kaki dan tempatpenyeberangan orang ditetapkan olehWalikota.Secara kasat mata dapat kita lihat tidakada perbedaan yang signifikan dari keduaperaturan di atas (Perda Jakarta dan PerdaPekanbaru). Berdasarkan hasil dialog denganHasanuddin, Kasubag Hukum danPenyusunan Peraturan Perundang-undanganKota Pekanbaru, beliau menyatakan bahwatidak adanya peraturan lebih lanjut yangmerinci tentang bagaimana seharusnyaJurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 682


pejalan kaki bersikap dan sanksi hukum yangdiperoleh jika melanggar adalah karenawalikota masih melihat bahwa hal itu belumlahpenting untuk saat ini. Oleh karena itusosialisasi tentang Peraturan Daerah KotaPekanbaru Nomor 15 tahun 2002 khususuntuk pejalan kaki tidak pernah dilakukan.Yang ada hanyalah sosialisasi PeraturanDaerah Kota Pekanbaru tentang PendatangBaru dan Kebersihan Kota.Terlepas dari itu semua, data KecelakaanLalu Lintas (laka lantas) di Pekanbaru tahun2003 menunjukkan bahwa dari 62 kejadian lakalantas, 9 kejadian melibatkan pejalan kakisebagai korban dalam laka lantas tersebut,sekitar 14,5 % dari keseluruhan kejadian. Halini menjadi pertanyaan tersendiri bagi peneliti,apakah kecelakaan tersebut disebabkan olehkelalaian pengemudi atau memang kesalahanpejalan kaki yang tidak mengindahkan ataubahkan tidak mengetahui UU Nomor 14 tahun1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.(kembali merujuk kepada lampiran tulisanSopan Santun di Jalan Umum; Tajuk RencanaRiau Pos, tanggal 5 Maret 1996).Jembatan penyeberangan yang memangdikhususkan untuk pejalan kaki di Pekanbaru,saat ini berjumlah 3 buah sudah selesai dan 1buah sedang dalam tahap penyelesaian. 2buah di Jalan Jendral Sudirman dan 2 buah diJalan Tuanku Tambusai. Hasil wawancaradengan Aipda Said M, anggota DIKYASAkepolisian Kota Besar Pekanbaru,menunjukkan bahwa pengadaan sarana danprasarana dalam berlalu lintas melibatkanbeberapa komponen. DIKYASA (pendidikanmasyarakat bidang lalu lintas dan rekayasalalu lintas), Dinas Perhubungan danPemerintah Kota Pekanbaru. Selama iniDikyasa telah mengusulkan untuk dibuatjembatan penyeberangan di beberapa titikpadat pejalan kaki seperti Jalan JendralSudirman, Jalan Tuanku Tambusai, JalanAhmad Yani, dan Jalan Imam Munandar.Namun baru Jalan Jendral Sudirman dan JalanTuanku Tambusai yang telah diberikelengkapan sarana bagi pejalan kaki berupajembatan penyeberangan.Saat ini di Pekanbaru, walaupun tidaksemua bahu jalan mempunyai trotoar, seringkita lihat pejalan kaki tidak melewati trotoaryang telah disediakan khusus untuk pejalankaki, penyebab yang sempat dilihat secaralangsung antara lain adalah adanyapenyempitan trotoar oleh pedagang(sebagaimana terjadi di Jalan TuankuTambusai). Pejalan kaki juga sering terlihatoleh penulis tidak melalui zebra cross padasaat menyeberang, hal ini disebabkan olehtidak adanya zebra cross pada titik-titikdimana masyarakat sering berkumpul untukmenyeberang (terlihat pada jalan ImamMunandar). Pada jalan Tuanku Tambusai danjalan Jendral Sudirman yang telah dilengkapidengan Jembatan Penyeberangan pada titiktitikpadat pejalan kaki, terlihat bahwa pejalankaki banyak yang lebih memilih untukmenyeberang dengan tidak melalui jembatanpenyeberangan.Sesuai dengan latar belakang yang diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk: (1)Mengetahui upaya yang telah dilakukan olehpemerintah daerah dan aparat yangberwenang untuk mengatur pejalan kaki dalamberlalu lintas di Kota Pekanbaru. (2)Mengetahui pemahaman masyarakatPekanbaru tentang tata cara berlalu-lintaskhususnya bagi pejalan kaki.METODE PENELITIANPenelitian ini dilakukan di KotaPekanbaru terutama pada Jalan Sudirman,Jalan Tuanku Tambusai, Jalan Ahmad Yani,dan Jalan Imam Munandar. Dipilihnya jalantersebut karena pada jalan tersebut dijumpairuas jalan yang padat pejalan kaki. Sedangkan,yang menjadi populasi pada penelitian iniadalah penduduk Kota Pekanbaru yangmenggunakan jalan dengan berjalan kaki.Mengingat besarnya populasi dalampenelitian ini maka sampel yang akan diambilditentukan berdasarkan Accidental Sampling.Jadi peneliti harus menentukan dahuluberdasarkan konsep operasional siapa sajaJurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 683


yang menjadi sampel (dalam hal ini pejalankaki) dan kemudian menemuinya. Besaransampel tidak dapat ditentukan mengingatbahwa besaran populasi pejalan kaki di KotaPekanbaru juga tidak dapat ditentukan.Dalam penelitian ini ada dua jenis datadan sumber data. Data Primer didapatkansecara langsung dari responden berupajawaban mengenai beberapa pertanyaanyang berkaitan dengan penelitian. Dan datasekunder didapatkan dari key informanbeberapa instansi dan literatur yang terkaitdengan penelitian ini.Untuk mengambil data yang dapatdipercaya maka peneliti menggunakan teknikpengambilan data sebagai berikut:1. Observasi, yaitu pengamatan langsungpada beberapa objek yang terkait denganpenelitian ini, seperti observasi terhadapresponden dalam berjalan kaki danobservasi terhadap proses hukum yangdilakukan oleh aparat penegak hukumterhadap beberapa kejadian yangmenyangkut dengan penelitian ini.2. Kuisioner terpimpin, yaitu memberikanbeberapa pertanyaan yang menyangkutdengan penelitian yang telah disusunsebelumnya dengan memberikanpenjelasan jikalau ada yang perluditanyakan oleh responden. Karenadaftar pertanyaan bersifat kuisionersetengah tertutup dan terbuka, makapeneliti membuat beberapa pilihanjawaban yang diperkirakan telahmencakup seluruh jawaban yang ada.Jikalau pilihan jawaban yang ada kurangrepresentatif dengan apa yang ingindijawab oleh responden, makaresponden dapat menjawab denganpilihan sendiri pada tempat yang telahdisediakan pada setiap pertanyaan yangkemudian oleh peneliti dikonversikan kedalam kategori pilihan jawaban tertentu.Data primer yang diperoleh kemudiandianalisa dengan mengadopsi skalaThurstone (Ahmadi, 1991; 183) danditabulasikan ke dalam bentuk tabel. Adapunlangkah-langkahnya adalah sebagai berikut:(a) Menentukan tingkat kesadaran hukumyang akan diukur (b) Merumuskan sejumlahpertanyaan yang menunjukkan tingkatkesadaran hukum responden dengan syaratsebagai berikut: 1. Pernyataan harus pendek.2. Pernyataan harus relevan dengan masalah.3. Pernyataan harus tidak mengandungpengertian ganda. 4. Pernyataan harus dapatmenggambarkan semua kemungkinanmsecara lengkap suatu pendapat terhadapmasalah. (c) Membagikan daftar pertanyaan(d) Menentukan nilai skala yangmenunjukkan tingkat kesadaran hukumresponden.LANDASAN TEORITISAllport dalam O. Sears et. al. yang dialihbahasakan oleh Adryanto dkk. (1999; 137)mengemukakan bahwa sikap adalah keadaanmental dan saraf dari kesiapan, yang diaturmelalui pengalaman yang memberikanpengaruh dinamik atau terarah terhadaprespon individu pada semua obyek dansituasi yang berkaitan dengannya. Karenadefinisi ini sangat dipengaruhi oleh tradisitentang belajar, juga ditekankan bagaimanapengalaman masa lalu membentuk sikap.Thomas dalam Ahmadi (1990; 162)menyatakan bahwa sikap adalah suatukesadaran individu yang menentukanperbuatan-perbuatan yang nyata ataupunyang mungkin akan terjadi di dalam kegiatankegiatansosial.Sikap terhadap obyek, gagasan atauorang tertentu merupakan orientasi yangbersifat menetap dengan komponenkomponenkognitif, afektif dan perilaku.Komponen kognitif terdiri dari seluruh kognisiyang dimiliki seseorang mengenai objek sikaptertentu, fakta, pengetahuan dan keyakinan.Komponen afektif terdiri dari seluruhperasaan atau emosi seseorang terhadapobyek, terutama penilaian. Komponenperilaku terdiri dari kesiapan seseorang untukbereaksi atau kecenderungan untuk bertindakJurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 684


terhadap obyek. O. Sears et. al. yang dialihbahasakan oleh Adryanto dkk. (1999; 138).Hal ini selaras dengan yang dinyatakanTraves dalam Ahmadi (1990; 164) tentangsikap. Ia membagi sikap kepada tiga aspek,yaitu:1. Aspek Cognitive: yaitu berupapengetahuan, kepercayaan atau pikiranyang didasarkan pada informasi yangberhubungan dengan objek.2. Aspek Affective: berwujud proses yangmenyangkut perasaan-perasaan tertentuseperti takut, dengki, simpati, antipatidan sebagainya yang ditujukan kepadaobjek-objek tertentu.3. Aspek Conative: berwujud prosestendensi atau kecenderungan untukberbuat atau bertindak terhadap suatuobjek, misalnya kecenderungan memberipertolongan, menjauhkan diri dansebagainya.Seseorang yang pernah mengalamikejadian yang merugikan dirinya dalammelakukan aktifitas berjalan kaki, akanmempunyai penilaian tersendiri terhadap apayang akan ia lakukan jika keadaan yangserupa terulang kembali. Pelajaran daripengalaman membentuk perilaku yang timbulkemudian walaupun bisa saja berbeda denganapa yang telah dipersiapkan.Sarwono (1997) membahasakan aspeksikap atau bagian sikap dengan domain. Iamenyatakan, karena ketiga domain itu salingterkait erat, timbul teori bahwa jika kita dapatmengetahui kognisi dan perasaan seseorangterhadap suatu obyek sikap tertentu, kita akantahu pula kecenderungan perilakunya.Dengan demikian kita dapat meramalkanperilaku dari sikap yang dapat dimanfaatkanbaik dalam hubungan antar-pribadi, dalamkonseling maupun hubungan antarkelompok.Namun, kenyataannya tidak selalu suatusikap tertentu berakhir dengan perilaku yangsesuai dengan sikap tersebut, untuk beberapakasus hal ini disebabkan adanya pengaruheksternal. Dalam contoh sehari-hari seringkita alami ketidaksesuaian antara sikap danperilaku. Orang yang sudah malas ke sekolah(sikap) tetap saja bersekolah terus (perilakuatau tindakan) karena disuruh orang tua,diancam guru, dan sebagainya. Orang yangtidak ingin menyeberang dengan jembatanpenyeberangan karena takut ketinggian,akhirnya menyeberang juga melalui jembatanpenyeberangan karena lebih takut jika harusberurusan dengan aparat kepolisian.Walaupun demikian, perilaku atautindakan itu sendiri dapat dilihatkesesuaiannya pada sikap dengan caramelihat seberapa besar kekuatan yangmendukung sikap tersebut. Segala sesuatuyang mendukung sikap yang kuat pastimeningkatkan konsistensi sikap-perilaku. O.Sears et. al. (1999;150-151) merumuskanfaktor-faktor yang dapat menguatkankonsistensi sikap-perilaku antara lain:1. Pengalaman pribadi. Kita akan memilikisikap yang lebih kuat terhadap obyeksikap bila kita memiliki pengalamanlangsung dengan obyek itu, daripadabila kita hanya mendengar tentangobyek itu dari orang lain atau hanyamembacanya. Bila kita memiliki sikapyang lebih kuat terhadap suatu hal, makasikap itu juga akan konsisten terutamadengan perilaku yang relevan.Seseorang yang pernah mengalamikejadian langsung dalam kecelakaan lalulintas akan lebih berhati-hati dalamberlalu lintas.2. Adanya kepentingan tetap ataukepentingan diri sendiri dalam suatumasalah. Pengguna jalan yang tergesagesakarena diburu oleh kepentingantertentu, cenderung mengutamakankepentingannya daripada mematuhiperaturan yang ada.Dari ilustrasi diatas dapat disimpulkanbahwa semakin besar relevansi spesifik sikapterhadap perilaku, semakin tinggi korelasiantara kedua hal tersebut. Dengan agaksedikit berbeda bahasa, George C. Homans,seorang ahli teori pertukaran dari mazhabJurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 685


sosiologi naturalistis, mencoba menjelaskanperilaku melalui pernyataan proposisional.Homans dalam Poloma (2000; 62)menyatakan dalam proposisi stimulusnyabahwa jika di masa lalu terjadinya stimulusyang khusus, atau seperangkat stimuli,merupakan peristiwa di mana tindakanseseorang memperoleh hasil yang diinginkan,maka semakin mirip stimuli yang ada sekarangini dengan yang lalu itu, akan semakinmungkin seseorang melakukan tindakanserupa atau yang agak sama demimemperoleh hasil yang diinginkannya.Sebagaimana telah disebutkan di atas,pengguna jalan yang lebih mengutamakankepentingannya sehingga dengan relamelanggar peraturan yang ada maka ketikakondisi yang serupa terjadi kembali,pengguna jalan tersebut cenderungmelakukan hal yang serupa dengan harapantidak ditegur oleh aparat dan kepentingannyatercapai seperti yang telah terjadi di masa lalu.Krech dan Cruthfield dalam Ahmadi(1990; 163) menyatakan bahwa sikap adalahorganisasi yang tetap dari proses motivasi,emosi, persepsi atau pengamatan atas suatuaspek dari kehidupan individu. Sejalan denganitu, Mar’at (1982; 22) menyatakan bahwaadanya perubahan pola terhadap tradisi yangberlaku di tengah masyarakat akanmenunjukkan sikap yang mereka tampilkan.Sikap yang ditampilkan seseorang atausekolompok orang akan mencerminkanpersepsi yang mereka miliki. Persepsi itudipengaruhi oleh faktor-faktor sebagaiberikut:1) Pengalaman, 2) Proses Belajar(sosialisasi), 3) Cakrawala dan 4)Pengetahuan.Hal yang penting dalam pengertianhidup bermasyarakat adalah apa yangdinamakan perilaku-perilaku warga kelompokatau behaviour, yaitu suatu totalitas dari gerakmotoris, persepsi dan fungsi kognitif manusia.Salah satu unsur penting dalam perilakumanusia adalah apa yang dinamakan geraksosial atau social action yang memiliki syaratsyaratseperti yang dikemukakan TalcottParsons yaitu: Gerak sosial diarahkan untukmencapai tujuan tertentu, diatur oleh kaedahatau norma tertentu dan didorong olehmotivasi-motivasi yang tertentu pula.Dirdjosisworo (1985; 193).Gerak sosial dalam berlalu lintas yangtelah diatur oleh peraturan-peraturan demiterselenggaranya lalu lintas yang tertib danaman, didorong oleh motivasi-motivasitertentu, pengalaman dan pengetahuanindividu menjadikan perilaku individuberbeda-beda antara satu dengan yang lain.Totalitas pengamatan tentang keadaanlingkungan yang membentuk motivasi,pengalaman dan pengetahuan ini kemudiandisebut persepsi.Yusuf (1991) menyatakan bahwapersepsi merupakan pemaknaan hasilpengamatan tentang lingkungan yangmenyeluruh. Lingkungan dimana individuberada dan dibesarkan serta kondisi yangmendukung untuk berpersepsi.Sedangkan Gulo (1982; 207) menyatakanbahwa persepsi adalah proses dimanaseseorang menjadi sadar akan segala sesuatudalam lingkungannya melalui indra-inderayang dimilikinya. Sesuai dengan Kamus BesarBahasa Indonesia (1993; 675) yang termaktubbahwa persepsi adalah proses seseorangmengetahui beberapa hal melalui pancainderanya.Lebih lanjut James dalam Gunawan(2001; 11) memberikan pengertian bahwapersepsi terbentuk atas data-data yang kitaperoleh dari lingkungan yang diserap inderakita, serta sebagian lainnya diperoleh daripengelolaan ingatan (memory) kita yangdiolah kembali berdasarkan pengalaman yangkita miliki.Hammer dan Organ dalam Wijaya (1986;45) mengemukakan bahwa persepsi adalahsuatu proses dengan mana seseorangmengorganisasikan dalam pikirannya,menafsirkan, mengalami dan mengolahpertanda atau segala sesuatu yang terjadi dilingkungannya. Sedangkan Kartono (1986;151) mengemukakan bahwa persepsi adalahJurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 686


kemampuan untuk melihat dan menanggapirealitas nyata.Dari beberapa pendapat di atas dapatpeneliti simpulkan bahwa persepsi adalahpemaknaan hasil pengamatan yang sesuaidengan perasaan dan isi hati seseorangterhadap suatu objek yang dipengaruhi olehpengalaman, pengetahuan dan kondisikekinian yang akan menimbulkan reaksi danmuncul dalam bentuk sikap dan perilaku yangditampilkan.Seorang pejalan kaki yang berpersepsibahwa sarana dan prasarana bagi pejalan kakimasih sangat minim, dapat menimbulkanreaksi berupa tindakan yang tidak mentaatiperaturan. Hal ini dapat terjadi karenapengalaman dalam berjalan kaki, pengetahuanakan peraturan yang ada yang bisa sajakontradiktif dengan kondisi pada saat itusangat mempengaruhi persepsi pejalan kaki.Lalu lintas menurut Jenderal PolisiAwaloedin (1983; 19) adalah gerak pindahmanusia dengan atau tanpa alat penggerakpandangan atau pemaknaan hasilpengamatan menurut perasaan dan isi hatipejalan kaki terhadap tata cara menggunakanfasilitas umum dalam gerak perpindahannyadari satu tempat ke tempat lain yangdipengaruhi oleh pengalaman, pengetahuandan kondisi kekinian yang berbeda dengankondisi pada saat terdahulu baik dikarenakanperubahan tradisi ataupun karena adanyapenemuan-penemuan baru. Berikutditampilkan bagan dalam memudahkanpemahaman tentang persepsi dan sikap dalampenelitian ini:Dari bagan di atas dapat dipahami bahwapersepsi pejalan kaki yang berdasarkanpengetahuan, pengalaman dan kondisikekinian terhadap suatu objek akanmenghasilkan suatu sikap yang diwujudkandalam perilaku tertentu. Perilaku tersebutdapat saja berupa positif (taat peraturan)ataupun negatif (tidak taat peraturan).Lebih lanjut, Gillin dan Gillin dalam Leibo(1990) mengemukakan bahwa perubahanBagan 1. Persepsi dan Sikappersepsi ? menghasilkan ? sikap?Pejalan kaki terhadap: ?1. Undang-undang dan Perda2. Sarana dan Prasarana dimunculkan dengan perilaku:3. Penegakan Hukum?? ?berdasarkan atas: Positif Negatif1. Pengetahuan ? mewujudkan ? (taat atau (tidak taat2. Pengalaman peraturan) peraturan)3. Kondisi KekinianSumber: Mar’at (1982; 22)dari satu tempat ke tempat lain. Adapun jalanadalah setiap jalan dalam bentuk apapun yangterbuka untuk lalu lintas umum. Sedangkanpemakai jalan adalah setiap orang yangmempergunakan jalan baik dengan kendaraanbermotor atau tidak bermotor maupun berjalankaki.Sesuai dengan penelitian ini makapersepsi pejalan kaki dapat dipahami sebagaisosial itu merupakan suatu variasi dari caracarahidup yang diterima baik karenaperubahan tradisi, idiologi maupun karenaadanya difusi atau penemuan-penemuan barudalam masyarakat tersebut.Dalam contoh kasus yang telahdisebutkan di atas, dapat dipahami bahwaadanya penemuan-penemuan baru dalam halteknologi berkendaraan menyebabkanJurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 687


adanya perubahan yang signifikan pada carapandang masyarakat terhadap penggunaanjalan. Bervariasinya jumlah pemakaikendaraan bermotor menyebabkanmasyarakat secara mau atau tidak mau harusmembuat sebuah peraturan yang jelasmengenai penggunaan jalan demikeselamatan bersama. Hal ini senada denganapa yang dinyatakan Merton dalam Poloma(2000; 33) bahwa strukturlah yangbertanggung jawab atas perilaku orang.Contohnya adalah adanya anomie atau suatuhasil dari keadaan yang tidak serasi antaratujuan-tujuan normatif dengan saranakelembagaan yang tersedia untuk mencapaitujuan tersebut.Robert K. Merton, seorang ahli sosiologiAmerika yang menganut mazhab sosiologinaturalistis melalui analisa strukturalfungsionalnya, menyatakan bahwa strukturbirokratis memberi tekanan terhadap individusehingga mereka menjadi “disiplin, bijaksana,metodis”. Tetapi tekanan ini kadang-kadangmenjurus pada kepatuhan mengikutiperaturan secara membabi buta tanpayang keliru tentang definisi situasi yangkemudian menimbulkan suatu perilaku barudengan akibat konsepsi yang pada mulanyasudah keliru itu akhirnya menjadi kenyataan.Seorang pejalan kaki yang akan menyeberangjalan dan tidak menjumpai zebra cross, karenamelihat bahwa lalu lintas kendaraan pada saatitu tidak begitu padat, akhirnya lebih memilihuntuk menyeberang jalan dengan berjalandiantara kendaraan-kendaraan dibandingkanmelalui jembatan penyeberangan yang hanyaberjarak sekitar sepuluh meter dari tempatnyaberdiri.Dengan demikian, cukup jelas bahwapersepsi pejalan kaki baik positif maupunnegatif mempunyai indikator-indikatorsebagaimana tampak pada bagan berikut:Cara hidup yang berubah dari satu polake pola yang lain dalam hal menggunakanjalan secara bersama telah merubah tradisimasyarakat yang bersangkutan secara tidaklangsung. Hal ini diperkuat dengan pendapatParsons dalam Poloma (2000; 173-174) melaluisalah satu variabel polanya. Talcott Parsons- seorang ahli sosiologi Amerika yang beradaBagan 2. Indikator PersepsiIndikator Persepsi Pejalan Kaki? ?PositifNegatif? ?Tahu peraturanTidak tahu peraturanMemahami kondisi yang ada Tidak memahami kondisi yang adaTaat peraturanTidak taat peraturanSumber: Merton dalam Poloma (2000; 33)mempertimbangkan atau bahkan mengetahuitujuan dan fungsi-fungsi untuk apa aturanaturanitu pada mulanya dibuat. Merton jugamengungkapkan sebuah konsep “selffulfilling propechy” yang hanya berlakubilamana pengendalian kelembagaan(institutional control) tidak ada. The Selffulfilling propechy adalah suatu anggapanpada mazhab naturalistik penganut TeoriSistem yang telah mencoba mengumpulkansemua bahan-bahan seluruh disiplin ilmu(biologi, psikologi, antropologi, ekonomi dansosiologi) dalam mempelajari sistem - melihatperubahan masyarakat tradisional ke modernyang juga digunakan dalam mengkategorikantindakan, mengemukakan 5 pattern variablesJurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 688


(variabel pola), yakni:1. Afektifitas (kehangatan) lawannetralitas.Nilai-nilai kehangatan yang menjadikarakteristik hubungan-hubungan sosialmasyarakat tradisional semakin bersifatnetral dengan adanya industrialisasipada masyarakat modern. Hubunganhubungansosial yang terbentukcenderung berupa kontrak, bersifatimpersonal, penuh perhitungan hitamdiatas putih.2. Orientasi kepada pribadi lawan orientasikepada kolektifitas.Nilai-nilai yang didasarkan ataskolektifitas semakin mengarah ke nilainilaipribadi karena persaingan hidup dimasyarakat modern sangat ketat. Rasakebersamaan pada masyarakattradisional yang sering diwujudkandalam bentuk gotong-royong semakinpudar dengan adanya kebijakankebijakanpengganti pola gotongroyong.3. Universalisme lawan partikularisme.Modernisasi cenderung menggerogotieksklusivitas yang partikularistik,seperti kebiasaan-kebiasaan usahauntuk mendapatkan pekerjaan tertentukepada kelompok-kelompok rasial yangeksklusif. Hal ini didasari padakenyataan bahwa partikularisme itu tidakefisien karena menghambat pemanfaatansumber daya manusia dan sumber dayaalam.4. Asal-usul (ascription) lawan prestasi.Asal-usul dan kekerabatan tidak lagimenjadi prioritas utama dalampenerimaan karyawan atau pegawaidalam masyarakat modern. Prestasiindividu lebih diutamakan dengankelebihan-kelebihan keterampilan yangmutlak.5. Ketegasan lawan kekaburan.Pembagian kerja yang rumit dan bentukbentukorganisasi yang semakin kompleksdengan jelas menggambarkan pola ketegasan.Dalam kasus penggunaan jalan olehpejalan kaki ini mungkin kita dapat melihatpola kedua dan pola kelima Parsons. Jika padasaat dahulu ataupun masih dapat kita jumpaidi beberapa pelosok daerah, orang berjalankaki harus berhati-hati sekali sehingga ia harusberjalan ditengah-tengah jalan jika tidak ingindiganggu binatang buas atau tertusuk semakbelukar jika berjalan di pinggir jalan, maka padasaat ini di kota-kota yang sedang melakukanpembangunan, jalan tidak hanya bagi pejalankaki walaupun pejalan kaki tampaknya masihsangat dihormati. Hal ini terbukti denganadanya istilah yang populer ketika seseorangbaik sengaja ataupun tidak sengaja menabrakorang yang berjalan kaki, maka masyarakatdan aparat penegak hukum seringkali berkatabahwa “pejalan kaki tidak pernah salah”.Benarkah demikian adanya?, benarkahpejalan kaki mempunyai suatu kekebalanhukum tertentu, atau ungkapan ini hanyalahsebatas tradisi sosial yang diturunkansemata-mata melalui peraturan hukum yangtak tertulis? Kembali kepada pola keduaParsons diatas bahwa dalam melihatperubahan masyarakat dari tradisional kemodern, kita harus melihat adanya suatukontradiksi antara pribadi dengan kolektifitas.Orientasi kolektifitas pada masyarakattradisional semakin diperjelas hak-haknyadengan lebih mengindahkan orientasi pribadi.Akhir-akhir ini, kompleksnya pengguna jalanyang terdiri dari kolektifitas pribadi-pribadiyang menggunakan kendaraan ataupun tidakdalam memakai jalan, secara tidak langsungmembutuhkan peraturan yang lebih detailsecara tertulis. Pribadi-pribadi lebih diatursecara jelas mengenai hak dan kewajibannyadalam peraturan tersebut.Lanjut pada pola kelima Parsons yangmenyatakan bahwa adanya ketegasanketegasantertentu dalam hal berperilaku padamasyarakat modern yang pada masyarakatberpola tradisional tidak dijumpai atau dapatdikatakan kabur. Ketegasan ini diatur dalamsebuah peraturan yang mengikat seluruhmasyarakat, tentu saja dalam hal ini mengenaiJurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 689


penggunaan jalan. Masalahnya sekarangadalah adakah masyarakat tersebut telahmengetahui ketegasan tersebut atau bahkanmasyarakat masih merasa kabur tentang halitu. Jika masyarakat telah mengetahuinya,apakah masyarakat telah memahaminya dansadar akan ketentuan tersebut. Kesadaranakan ketentuan inilah yang ingin penulisungkapkan pada penelitian ini.Soekanto dan Abdullah (1982; 228)mengetengahkan sebuah tulisan yang menarikmengenai indikator-indikator kesadaran hukum.Beliau menyatakan bahwa ada empat indikatordalam mengetahui apakah masyarakat telahsadar hukum atau belum. Melalui indikator inikita dapat mengetahui tingkat kesadaran hukumsuatu masyarakat. Indikator pertama adalahpengetahuan hukum; dengan arti bahwamasyarakat telah mengetahui bahwa perilakuperilakutertentu diatur oleh hukum. Tentu sajahukum yang dimaksud disini adalah hukumyang tertulis dan hukum yang tidak tertulis.Hukum tersebut menyangkut perilaku yangdilarang ataupun perilaku yang diperbolehkanoleh hukum. Indikator kedua adalah pemahamanhukum; dengan arti bahwa masyarakatmempunyai pengetahuan dan pemahamanmengenai aturan-aturan tertentu, terutama darisegi isinya. Tentu saja tidak dapat kita katakanbahwa semua orang yang tahu tentang suatuaturan maka orang tersebut tahu juga tentangisi aturan tersebut. Indikator yang ketiga adalahsikap hukum; dengan arti bahwa masyarakatmempunyai kecenderungan untuk mengadakanpenilaian tertentu terhadap hukum atau produkhukum. Dan indikator keempat adalah perilakuhukum yang ditunjukkan oleh masyarakat, dimanamasyarakat berperilaku sesuai dengan hukum atauaturan yang berlaku. Keempat indikator ini sekaligusmenunjukkan tingkatan-tingkatan kesadaranhukum masyarakat. Apabila masyarakat hanyamengetahui hukum, maka dapat dikatakan bahwatingkat kesadaran hukumnya masih rendah, kalaumasyarakat telah berperilaku sesuai dengan hukummaka kesadaran hukumnya tinggi. Berikut baganmengenai kesadaran hukum:Bagan 3. Tingkat Kesadaran HukumKesadaran Hukum? ?tingkatannya: indikatornya:? ?Tinggi ? tahu ada peraturanpaham isi peraturanbersikap bahwa peraturan tersebut positifperilakunya mentaati peraturanSedang ? tahu atau tidak akan adanya peraturanpaham atau tidak tentang isi peraturanbersikap bahwa peraturan tersebut positif atau negatifperilaku mentaati peraturanRendah ? tahu atau tidak akan adanya peraturanpaham atau tidak tentang isi peraturanbersikap bahwa peraturan tersebut positif atau negatifperilaku menyalahi peraturanSumber: Soekanto dan Abdullah (1982; 228)Jurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 690


Dengan demikian, secara tidak langsungkesadaran hukum pejalan kaki jugamenjelaskan persepsi pejalan kaki dalamberlalu lintas. Sejauhmana masyarakat pahamdan menyadari serta mengikuti dan mematuhiperaturan yang ada akan menunjukkanpersepsi masyarakat tersebut. Semakin baikatau tinggi tingkat kesadaran hukummasyarakat maka semakin positif persepsimasyarakat dalam berlalu lintas di KotaPekanbaru. Berikut bagan korelasi persepsipejalan kaki dalam berlalu lintas dengantingkat kesadaran hukum pejalan kaki dalamberlalu lintas:sistem sosial. Jika masyarakat tidakmendukung aturan yang berlaku maka yangterjadi adalah kecenderungan untuk tidakmempercayai hukum dan akhirnya masyarakatakan berubah menjadi melawan hukum.Manifestasi yang terjadi dariketidakpercayaan masyarakat terhadaphukum, dalam hal ini dibatasi tentangperaturan penggunaan jalan, mempunyaibeberapa penyebab yang dapat kita lihatsecara kasat mata. Adanya pelanggaran orangtidak memakai helm ketika berkendaraansepeda motor kemudian tidak ditindak olehaparat hukum menjadikan sebuah alasan bagiBagan 4. Korelasi Kesadaran Hukum dan Persepsi Pejalan KakiTingkat Kesadaran Hukum Pejalan KakiRendah Sedang Tinggi----------------------------- ----------------------------- -----------------------------Negatif Transisi PositifPersepsi Pejalan Kaki dalam Berlalu LintasSumber: Soekanto dan Abdullah (1982; 228)Sudah jelas bahwa rendahnya tingkatkesadaran hukum pejalan kaki menunjukkanpersepsi yang negatif demikian juga dengantingkat kesadaran hukum pejalan kaki yangtinggi menunjukkan persepsi positif pejalankaki dalam berlalu lintas. Sedangkan tingkatkesadaran hukum yang berada pada rentangsedang menunjukkan persepsi pejalan kakiyang transisi. Sebagaimana telah penulisungkapkan terdahulu bahwa persepsi yangtransisi dapat menimbulkan sikap dan perilakuyang transisi pula. Pada suatu saat bisa sajamengarah kepada persepsi yang positifsehingga perilakunya juga positif namun bisapula ke arah persepsi yang negatif sehinggaperilaku juga cenderung negatif sesuaidengan pengalaman, pengetahuan dankondisi kekinian yang terbentuk.Dukungan masyarakat terhadap suatuhukum sangat berpengaruh kepada sistemhukum itu sendiri yang merupakan bagian darianggota masyarakat lain untuk berperilakumelawan hukum, tentu saja dalam hal memakaihelm. Namun hal ini juga tidak menampikkemungkinan bahwa pejalan kaki yangmerupakan salah satu dari pengguna jalanjuga dapat memakai alasan tersebut diatasuntuk tidak menyeberang melalui zebra cross.Atau bahkan aparat penegak hukum terkesanacuh tak acuh terhadap pejalan kaki, karenaadanya terminologi yang telah penulisungkapkan terdahulu bahwa “pejalan kakitidak pernah salah”?Ancok (1995; 179) juga memuat tulisanbahwa penataan jalan dan rambu lalu lintasmemerlukan kerjasama antar sektor. Penataantata ruang kota adalah awal dari penataanketertiban lalu lintas. Oleh karena itukehadiran pihak kepolisian dalamperencanaan tata kota menjadi keharusan.Selain itu pembuatan jalan memerlukanketerlibatan pihak yang paham masalahJurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 691


perilaku manusia. Banyak jalan yang menjadipembunuh manusia karena kurangdiperhatikannya masalah perilaku manusia(persepsi, ekspektasi, ilusi dan self-hipnotic)yang terjadi karena kondisi jalan. Pembuatanjalan untuk kepentingan pejalan kaki, sepedadan kendaraan bermotor sudah saatnyamenjadi prioritas dalam penataan jalanperkotaan. Selain berguna untuk keselamatanpemakai jalan juga akan meningkatkankeindahan kota bila ditata dengan baik.HASIL DAN PEMBAHASANSebagaimana telah dijelaskansebelumnya bahwa persepsi yang dimaksuddi sini adalah pengamatan dan analisamasyarakat terhadap hal-hal yangberhubungan dengan lalu lintas pejalan kakisehingga menimbulkan reaksi tertentu, makapada bagian ini akan dijelaskan lebih lanjutresponden ini tidak dapat dipastikan positif ataunegatif karena jawaban yang diberikan beradapada kondisi transisi, dengan pengertian bahwaterkadang mengarah kepada persepsi yangpositif dan terkadang mengarah kepada persepsiyang negatif.Hasil penelitian menunjukkan bahwawalaupun sebagian besar responden telahmengetahui arti tentang hal-hal yangberhubungan dengan lalu lintas namun dalamberaktifitas persepsi responden menunjukkanhal yang memprihatinkan. Hanya 129 jawaban(58,214%) dari 280 jawaban yangmenunjukkan persepsi positif respondendalam berlalu lintas sedangkan 109 jawabanlainnya (38,929%) menunjukkan bahwaresponden mempunyai persepsi yang negatifdalam berlalu lintas. Apalagi dengan 8jawaban (2,857%) berada pada kondisitransisi, yang sangat memungkinkan untukTabel 1. Tingkat Kesadaran Hukum Pejalan KakiTingkat Kesadaran HukumJawaban RespondenJumlah %Rendah 135 27,11Sedang 22 4,42Tinggi 341 68,47Jumlah 498 100hasil penelitian terhadap persepsi respondendalam berlalu lintas di Kota Pekanbaru.Tingkat kesadaran hukum pejalan kakimenunjukkan persepsi masyarakat dalam berlalulintas di Kota Pekanbaru. Tabel 6.4. diatas telahmenunjukkan bahwa 27,11% respondenmempunyai jawaban yang menunjukkanrendahnya tingkat kesadaran hukum yang jugaberarti bahwa persepsinya adalah negatif.68,47% responden yang tingkat kesadaranhukumnya tinggi mempunyai persepsi yangpositif dalam berlalu lintas. Sedangkan 4,42%responden berada pada tingkat kesadaranhukum yang sedang. Persepsi kelompokmengarah ke persepsi positif ataupun negatif.Pemahaman responden tentang tata caraberlalu lintas mayoritas disebabkan olehkesadaran responden akan keselamatan jiwamereka dalam aktifitas berjalan kaki danmenyeberang jalan. Namun di lain sisi,sebagian besar responden lebih memilih untukmenyalahi peraturan dengan menyeberangdan naik atau turun dari kendaraan umum ditempat yang bukan penyeberangan jalan atautempat yang bukan untuk naik atau turun darikendaraan umum walaupun ada aparatkepolisian di tempat kejadian. Hal inimenunjukkan rendahnya sistem hukumJurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 692


Tabel 2. Persepsi Responden tentang Pengertian Lalu Lintas, Aktifitas dalam BerlaluLintas dan Peraturan Lalu LintasJawaban RespondenPersepsiPositif Transisi NegatifJumlahTentang pengertianlalu lintas153(30,723%)3(0,602%)4(0,803%)160(32,128%Tentang aktifitas1638109280dalam berlalu lintasTentang peraturan lalulintasTotal(32,731%)25(5,02%)341(68,474%)(1,606%)11(2,21%)22(4,418%)(21,887%)22(4,418%)135(27,108%)(56,224%)58(11,648%)498(100%)dengan tidak adanya aturan yang jelasmengenai sanksi dari tindakan pejalan kakiyang melanggar Undang-undang atauPeraturan Pemerintah Daerah tentang PejalanKaki.Aparat kepolisian merasa kesulitan jikaharus menindak pejalan kaki yang menyalahiperaturan karena selain peraturan yangmengatur tentang sanksi bagi pejalan kakiyang melanggar dirasa sudah sangatkadaluarsa, aparat kepolisian juga merasakesulitan untuk sosialisasi tentang Undangundangdan Peraturan Pemerintah Daerah. Halini terlihat bahwa dari 18 responden yangtahu tentang peraturan mengenai pejalan kaki,hanya 1 responden (5,56%) yang menyatakanbahwa asal pengetahuannya dari kepolisian,sedangkan yang lain menyatakan bahwapengetahuan mereka tentang peraturantersebut berasal dari guru atau sekolah(38,89%), dari media massa (33,33%) dan dariteman atau keluarga (22,22%). Di lain sisipejalan kaki juga tidak memahami secarasepenuhnya Undang-undang atau PeraturanPemerintah Daerah. Dari 40 responden hanya18 orang (45%) yang tahu bahwa peraturanuntuk pejalan kaki memang ada, dan dari 18responden hanya 7 orang (38,89%) yang tahutentang isi dari peraturan tersebut.Jika pejalan kaki menyalahi peraturan,mereka mempunyai alasan bahwa banyakdari pengguna jalan yang lain menyalahiperaturan dan tidak diberi sanksi. Sebagaicontoh yang berhasil ditemukan oleh penelitiadalah adanya responden yang beralasanbahwa karena supir dari angkutan umumberhenti dan menaikkan atau menurunkanpenumpang dengan sembarangan makamereka – pejalan kaki – sebagai salah satudari pengguna jalan juga berhak untukmelakukan hal yang serupa.Rendahnya tingkat kesadaran hukumpejalan kaki dapat dilihat melalui tidaktahunya mereka tentang Undang-undangatau Peraturan Pemerintah Daerah, bahkansebagian besar responden tidak mengetahuiadanya peraturan yang mengatur masalahpejalan kaki dalam menggunakan jalan. Dari40 responden hanya 2 orang (5%) yangpernah ditegur oleh aparat kepolisian ketikamelakukan kesalahan dalam berjalan kaki. Halini menunjukkan rendahnya tindakan represifdari aparat kepolisian dalam menanganikejadian yang menyangkut pelanggaran lalulintas oleh pejalan kaki.Minimnya fasilitas yang ada bagipejalan kaki selain menimbulkan tingginyatingkat kesalahan yang dilakukan pejalan kakijuga menyebabkan kekalnya keinginansebagian besar responden untuk tetapmelakukan kesalahan selama fasilitas tersebutbelum dilengkapi. Trotoar, zebra cross,peneduh jalan, jembatan penyeberangan danrambu-rambu khusus untuk pejalan kakimerupakan fasilitas yang dirasakan olehresponden masih kurang sehinggamenyulitkan responden untuk dapatbertindak sebagaimana mestinya pejalan kakiberaktifitas dalam menggunakan jalan (lihatsub bab 5.4.).Jurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 693


Lebih lanjut, keinginan responden akankedisiplinan dan ketertiban oleh penggunajalan dalam berlalu lintas sangat tinggi.Namun kedisiplinan dan ketertiban ini bukanditujukan untuk responden sendiri sebagaipejalan kaki secara khusus atau untuk pejalankaki sebagai pengguna jalan secara umum.Keinginan responden akan ketertiban dankedisiplinan ini ditujukan kepada pengendarakendaraan baik umum maupun pribadi danjuga kepada pedagang kaki lima dan aparatkepolisian. Responden melihat bahwa sekianbanyaknya pengendara kendaraan yangmenggunakan jalan secara sembarangan,pedagang kaki lima yang memakai trotoaruntuk berjualan sehingga terjadi penyempitanjalan dan kurang tegasnya aparat kepolisiandalam menindak pelanggaran-pelanggaranyang terjadi menjadikan sebuah alasantersendiri bagi pejalan kaki untuk berbuatkesalahan juga. Jikalau responden lebihmemilih untuk bertindak sesuai denganperaturan ketika menyeberang jalan, hal itubukanlah sepenuhnya disebabkan olehpengetahuan dan pemahaman mereka akanperaturan yang ada, namun karena keinginanmereka untuk selamat dalam menyeberangjalan. Pada tabel berikut terlihat bahwa 62,5%responden dalam menyeberang lebihmengutamakan keselamatan daripada alasanmereka untuk mematuhi peraturan yanghanya berjumlah 10% dari 40 responden.Persepsi sebagian responden yangmenyatakan bahwa Undang-undang atauPeraturan Daerah tentang Pejalan kaki yangada belumlah memadai, sesuai denganpernyataan aparat kepolisian walaupunkontradiktif dengan pernyataan PemerintahDaerah Kota Pekanbaru. Responden merasa,belum memadainya undang-undang danperaturan daerah tentang Pejalan Kaki senadadengan alasan aparat kepolisian bahwa saranadan prasarana yang mencakup fasilitas danperaturan-peraturan (33.33% responden)serta sosialisasi (22,23%) tentang masalahperaturan ini masih kurang, walaupun di lainsisi Pemerintah Daerah Kota Pekanbarumelalui Kasubag Hukum dan PerundangundanganKota Pekanbaru menyatakanbahwa tidak adanya peraturan lebih lanjutyang merinci tentang sanksi hukum danfasilitas lainnya yang masih kurang sepertijalur khusus untuk pejalan kaki dan sepedaadalah karena walikota sampai saat ini melihatbahwa hal itu belumlah penting untuk saatini.Terlepas dari itu semua, data kecelakaanlalu lintas di tahun 2003 cenderung menurundibandingkan tahun-tahun sebelumnya yangcenderung meningkat. Hal ini tidak dapatdikatakan karena sudah lengkapnya saranadan prasarana yang ada bagi pejalan kaki,namun lebih dapat dikatakan karena tingginyakeinginan pejalan kaki untuk lebih berhati-Tabel. 3. Pemahaman Responden tentang Pengertian Lalu LintasJawaban Jumlah %a. Sekumpulan peraturan tentang bagaimana cara menggunakan jalan bagi orang 25 62,5b. Perpindahan manusia dari satu tempat ke tempat lainnya dengan atau tidak 8 20menggunakan kendaraanc. Nama lain dari jalan raya 1 2,5d. Hal-hal yang berhubungan dengan kendaraan 4 10e. Tidak tahu 2 5Jumlah 40 100Sumber: Wawancara langsung di Pekanbaru, 5-13 Mei 2004Jurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 694


hati dalam berjalan kaki demi keselamatanjiwanya.KESIMPULAN DAN SARANKesimpulanBerbagai upaya telah dilaksanakanuntuk mengatur pejalan kaki dalam berlalulintas di Kota Pekanbaru. Pengadaan saranadan prasarana berupa fasilitas untuk pejalankaki dan peraturan khusus bagi pejalan kakitelah dilakukan walaupun masih dirasakankurang, baik oleh aparat hukum maupun olehresponden sebagai pejalan kaki itu sendiri.Berikut adalah beberapa kesimpulan yangdiambil dari hasil pembahasan:1. Tidak adanya peraturan yang jelasmengenai sanksi bagi pejalan kaki yangmelanggar peraturan, menjadikan sistemhukum berlalu lintas yang ada berjalantimpang walaupun hal itu sudah dibantudengan tingginya kesadaran respondenuntuk lebih mementingkan keselamatanjiwanya.2. Kesadaran responden untuk lebihmementingkan keselamatan jiwanyacukup tinggi menunjukkan kesadaranhukum secara keseluruhan sudah tinggi.Hal ini ditunjukkan dengan beberapajawaban yang berhubungan denganpersepsi responden mengenai Undangundangdan Peraturan Daerah KotaPekanbaru, sarana dan prasarana yangada serta penegakan hukum yangdidasarkan atas pengetahuan,pengalaman dan kondisi yang dihadapiresponden pada saat itu.3. Munculnya kontradiksi perilaku positifatau taat peraturan dan perilaku negatifatau tidak taat peraturan lebihdisebabkan oleh karena sistem hukumberlalu lintas yang ada kurang dapatmengantisipasi hal itu ditambah denganrendahnya kesadaran hukum sebagianresponden dalam berlalu lintas di KotaPekanbaru.4. Peraturan tentang Pejalan Kaki yangseharusnya bersifat preventif kurangdapat dilaksanakan dengan baik, karenamandulnya peraturan tersebut. Hal inidiperparah dengan sosialisasi Peraturantentang Pejalan Kaki juga kurang dapatterlaksana dengan baik. Hanya melaluisekolah dan media massa serta teguranlangsung di tempat kejadian yang dapatdilakukan oleh aparat kepolisian,walaupun dari 40 responden hanya 2responden yang merasa pernah diteguroleh aparat kepolisian ketika melakukankesalahan dalam berjalan kaki.5. Secara keseluruhan dapat dikatakanbahwa dengan tingginya tingkatkesadaran hukum pejalan kaki dalamberlalu lintas di Kota Pekanbaru makapersepsi pejalan kaki di Kota Pekanbarujuga mengarah kepada positif. Walaupunperbandingan antara persepsi negatifdengan persepsi positif pejalan kaki diKota Pekanbaru cukup tinggi, namunyang perlu diwaspadai lebih lanjutadalah persepsi pejalan kaki yang masihdalam kondisi transisi. Karena tidaktertutup kemungkinan bahwa persepsipejalan kaki yang transisi ini jika tidakdikelola atau ditindak lanjuti dengantepat maka akan mengarah kepadapersepsi negatif yang kemudian akanmenambah rendahnya tingkat kesadaranhukum pejalan kaki.SaranBerbagai hal kontradiktif yang telahdipaparkan dalam pembahasan di atas, adalahkenyataan sehingga diperlukan beberapasaran berikut untuk perbaikan:1. Pengadaan sarana dan prasarana bagipejalan kaki selengkap mungkin, baikfasilitas bagi pejalan kaki maupunperaturan yang mengatur pejalan kakidalam berlalu lintas.2. Perlunya sosialisasi peraturan melaluitulisan yang dapat diletakkan dibeberapa titik padat pejalan kaki.3. Niat yang kukuh dari aparat kepolisianuntuk dapat menjadikan peraturan adasebagai peraturan yang cukup preventif.Jurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 695


4. Kerjasama yang ada diantara aparatyang terkait melalui DIKYASA perluditingkatkan dengan menyamakanpersepsi tentang cara yang terbaikdalam mengatur pejalan kaki dalamberlalu lintas.5. Perlu adanya internalisasi yang baikmelalui lembaga-lembaga yang adamengenai sosialisasi peraturan tentangpejalan kaki sehingga kesadaran hukumpejalan kaki dapat lebih ditingkatkan.Jurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 696


DAFTAR KEPUSTAKAANAdam I. Indrawijaya, Perilaku Organisasi,Sinar Agung, Bandung. 1986.Arief Budiman, Teori Pembangunan Duniake Tiga. PT Gramedia, Jakarta. 1996.Astrid S.S, Pendapat Umum, Bina Cipta,Bandung. 1975.Bahana Press, Menuju Riau 2020 (CitraMengangkat Batang Terendam BumiLancang Kuning), Pekanbaru.2002.Departemen Pekerjaan Umum, PerencanaanGeometrik untuk Jalan Perkotaan,Direktorat Jenderal Bina Marga, Jakarta.1988.Dirdjosisworo S, Asas-Asas Sosiologi.Armico, Bandung. 1985.Djamaluddin Ancok, Penataan Jalan danRambu Lalu Lintas dalam MenghadapiTantangan Lalu Lintas Modern dalamNuansa Psikologi Pembangunan,Yayasan Insan Kamil dan PustakaPelajar, Yogyakarta. 1995. hal 179.Doli Gulo, Kamus Psikologi, Tonis, Bandung,1982.Goldthorpe, J.E., Sosiologi Dunia KeTiga,Kesenjangan dan Pembangunan (edisikedua). Diindonesiakan oleh Sukadijo.PT. Gramedia, Jakarta. 1992.Indra Gunawan, Persepsi Pedanganterhadap Pembayaran Retribusi Pasarpada Pasar Inpres di KabupatenKampar (Studi Kasus pada PasarInpres Bangkinang). Universitas Riau,Pekanbaru. 2001.Jefta Leibo, Perubahan Sosial dalamSosiologi Pedesaan, 1990.Johnson D.P., Teori Sosiologi Klasik danModern. Diindonesiakan oleh RobertM.Z. Lawang. PT. Gramedia, Jakarta.1994.Kartini Kartono, dkk., Psikologi Umum,Kasgoro, Jakarta. 1986.Kartini Kartono, Patologi Sosial (jilid 1). PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta. 1999.Manasse Malo. dan Sri Trisnoningtias,Metode Penelitian Masyarakat. PusatAntar Universitas Ilmu-Ilmu SosialUniversitas Indonesia. Jakarta.Mar’at, Sikap Manusia, Ghalia Indonesiadalam Sosiologi. PT. Bina Aksara,Jakarta. 1981.Pasaribu I.L. dkk., Sosiologi Pembangunan.Tarsito, Bandung. 1982.Poloma, M.M., Sosiologi Kontemporer. PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta. 2000.Soerjono Soekanto dan Mustafa Abdullah.Sosiologi Hukum dalam Masyarakat,CV. Rajawali, Jakarta. 1982.Susanto, A.S., Pengantar Sosiologi danPerubahan Sosial. Binacipta, Jakarta.1983.Tjokroamidjoyo, B., ManajemenPembangunan dalam memasuki eraGlobalisasi. (Seminar “MembangunSikap Keotonomian dalam rangkaPelaksanaan Otonomi Daerah di PropinsiRiau). Fisipol Unri, 1999. Hal 4.Yusmar Yusuf, Psikologi Antar Budaya. PT.Remaja Rosda Karya, Bandung. 1991.…….Menggairahkan Kesadaran HukumMasyarakat dan Disiplin PenegakHukum dalam Lalu Lintas. Disuntingoleh Ramdlon Naning S.H., PT Bina Ilmu,Surabaya, 1983…… Kamus Besar Bahasa Indonesia, BalaiPustaka, Jakarta. 1993.Jurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 697


ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DEMOKRASI POLITIKDAN EKONOMI RIAU MENCAPAI VISI 2020Oleh :DR. Sufian, M.Si 1Drs. Andi Yusran, M.Si 2Abstract: The way to get 2020 vision, although it has a power, for instance nature resourcequalities, Riau has some weakness, such as a poverty, low human resorce qualities andinfrastructure is not enough, the problem can be handle when the aims of developmant isdiveded two aspec they are politic of democrate and economic, with strategies management.Futher more the development will create to the welfare of community, in order to carry outof developmant will contecstual and eficiency.Keywords: Development, Werfare and Justice, RiauA. PendahuluanSejalan dengan penyelenggaraanOtonomi Daerah di Era Reformasi,berdasarkan kondisi, potensi dan kemampuanriil daerah. Pemerintah Daerah Provinsi,Kabupaten dan Kota di Riau sekarang dapatdikatakan sedang giatnya melaksanakankegiatan pembangunan dalam rangkamewujudkan kesejahteraan masyarakat.Ada beberapa kelemahan mendasaryang sangat mempengaruhi daerah Riaudibandingkan dengan daerah lainnya, antaralain: struktur ekonomi yang terlalu bertumpupada pengusaha besar, sehingga kurangmerata dan mengakar ke bawah; kualitassumber daya manusia (SDM) Riau yang masihlemah dan kurang mendapat sentuhan yangberarti; dan Pengelolaan sumber daya alamyang keuntungannya belum dibagi secaraproporsional bagi daerah Riau. Selanjutnyauntuk mengatasinya maka diperlukan strategidasar yaitu : mengembangkan sistem ekonomikerakyatan yang berbasis pada penguatanusaha kecil, menengah dan koperasi;meningkatkan SDM untuk mampu bersaingdalam merebut setiap peluang di berbagaisektor kehidupan; dan diupayakan otonomidaerah yang lebih luas dan terusmemperjuangkan pembagian keuntunganyang proporsional dalam pengelolaan setiapsumber daya alam yang dieksploitir di daerahRiau. Kesemuanya itu untuk menuju keadaandaerah Riau di era baru masa depan yang lebihbaik.Penulis sendiri mengidentifikasi adabeberapa issue penting yang harus segeradiatasi oleh kepemimpnan pemerintah DaerahProvinsi Riau dalam rangka mewujudkan Riausebagai pusat perekonomian di AsiaTenggara 2020, antara lain :1. Penyelenggaraan pemerintahan yangkurang bersih, kinerja yang lemah, dankurang keterbukaan;2. Pengelolaan anggaran pembangunanyang tidak transparan dan sulitdipertanggung jawabkan kualitas dankapabelitasnya;3. Lembaga pengawasan yang lemahkinerjanya dan kurang dipercaya;4. Birokrasi termasuk badan dan Dinasdaerah yang masih membengkak dantidak efisien;5. Manajemen pembangunan yang masihamburadul atau tidak profesional;6. Tumpang tindih dan salingbertentangannya masing-masingPERDA termasuk pruduk hukum yanglebih tinggi;7. Rendahnya partisipasi masyarakatdalam proses pembangunan;1 ) Dosen FISIP Universitas Islam Riau, Doktor dalam bidang Administrasi Pembangunan2 ) Dosen Tetap Pascasarjana UNRI dan Kandidat Doktor Ilmu Politik UKMJurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 698


8. Rendahnya SDM dan disiplin pegawaipemerintah dan masyarakat dalamberusaha;9. Tidak terpadunya pemerataan denganpertumbuhan ekonomi;10. Kurangnya bargaining denganPemerintah Pusat dalam rangka otonomikhusus;11. Kecilnya kontribusi sektor swasta besarkepada daerah;12. Belum optimalnya pemanfaatan potensialam dan potensi masyarakat;13. Belum memadainya data dan infomasisebagai dasar perumusan kebijakan danimplementasi program pembangunan(dalam penyusunan visi, misi, strategi,kebijakan, POLDA, Master Plan,PROPEDA; PROTADA, dll);14. Pembangunan belum didasarkankarakteristik potensi alam dan potensimasyarakat yang dimiliki daerahsehingga belum jelasnya daerah-daerahmana sebagai basis pengembangan dankeunggulan kompetitif pada dibidangapa.15. Kegiatan produksi dan distribusi barangdan jasa didominasi cara yangtradisional dan sedikit penerapan ilmudan teknologi artinya perlupengembangan dan modernisasi;16. Kurang membuka kerjasama antar daerahKabupaten/Kota dan antara daerahKabupaten/Kota dengan daerahKabupaten/Kota Provinsi lain dalamkegiatan pembangunan sarana danprasarana dan hubungan dagang;17. Kurang membuka kerjasama denganNegara Anggota AFEC, NAFTA, WTO,GAAT, MEE, khususnya dalam menarikminat investasi dan perdagangan.Jika diurut masih ada sederetan angkalagi yang mengidentifikasikan masihbanyaknya persoalan yang harus diatasipemimpin daerah otonom Riau dalam rangkamewujudkan Riau sebagai pusatperekonomian di Asia Tenggara 2020 yangsama artinya dengan diatas pertumbuhanekonomi Negara Singapura sebagai Salah satuNegara dari lima Negara Paling termakmur diDunia.Visi dan misi ini akan mendekatikenyataan apabila semua pihak: pemerintahdaerah, pihak swasta dan masyarakat memilikikomitmen dan dapat bekerjasama yang salingmenguntungkan dan adil. Terutama dalamkegiatan produksi dan distribusi denganmemanfaatkan potensi alam dan masyarakatsecara optimal dan berkelanjutan. Tentunyaapbila dapat mewujudkan dan mampumenghasilkan barang dan jasa yang memilikinilai ekonomis dari potensi yang dimiliki yaitudimulai daru ukuran cm, m, km dan seterusnyadari luas lahan dan potensi kelautandimanfaatkan pemerintah daerah, pihakswasta dan masyarakat untuk kegiatanpertanian, perikanan, perkebunan, industridan perdagangan secara professional,ekonomis dan berteknologi tinggi.B. Perubahan Arah KebijakanPembangunan Daerah Riau DalamRangka Mewujudkan PusatPerekonomian di Asia TenggaraPerlu ada perubahan arah kebijakanpembangunan daerah di Provinsi Riau kedepan. Pertama, pembangunan demokrasiekonomi bergandengan dengan demokrasipolitik; Kedua, pembangunan ekonomikerakyatan yaitu pemberdayaan koperasi,kemitraan usaha, anti monopoli, oligopoli dankartel, pengaturan lahan pertanian,peningkatan permodalan, pengembanganteknologi, pengaturan distribusi danpemasaran; Ketiga, pembangunan sumberdaya manusia dan Keempat,penyelenggaraan otonomi dan perimbangankeuangan Pusat dengan Daerah.Pembangunan demokrasi politikterutama dalam hal prakarsa, daya kreasi danhak-hak politik masyarakat Daerah belumdapat terekspresikan dengan baik. Demikianpula dalam hal partisipasi individu danmasyarakat daerah dalam proses pengambilanJurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 699


keputusan.Keberadaan Pemerintah dengankebijakan dan misinya tersendiri telahmembuat masyarakat daerah tidak ada pilihankecuali hanya mengikut. Salah satu faktoryang perlu dipertimbangkan dalam rangkamencari penyesuaian antara keinginan arusbawah dengan keinginan pihak atas, tidak lainadalah dengan mengembangkan demokrasipolitik. Upaya tersebut dimaksudkan untukmengurangi ketergantungan masyarakat dansekaligus mengurangi campur tangan yangberlebihan dari Pemerintah Daerah dalamproses pembangunan. Disinilah artipentingnya pembangunan demokrasi politikdi daerah dimasa yang akan datang.Di Riau dalam hal pembangunanekonomi kerakyatan belumlah dapatdikatakan berhasil. Pembangunanperekonomian masyarakat di Riau telahmenimbulkan dampak terjadinya kesenjangansosial dan kesenjangan tingkat pendapatanyang cukup tinggi. Misalnya, Provinsi Riausebagai penyumbang pendapatan nasionalterbesar kedua setelah Provinsi KalimantanTimur dengan Produk Domestik Bruto (PDB)termasuk hasil minyak bumi perkapita sebesarRp. 3.092.700, (urutan kedua di Indonesia) danPDB tidak termasuk minyak Rp. 510.900,-perkapita (urutan kelima di Indonesia).Namun, disisi yang lain pengeluaran rata-rataperkapita penduduk daerah hanya sebesarRp. 147.700,- (urutan ke-24 di Indonesia).Dengan demikian ada sekelompok kecilmasyarakat sebagai pemilik perusahaanpertambangan, perkebunan, industripengolahan (manufactur) kayu lapis, telahmeraih keuntungan dengan pendapatanperkapita yang cukup tinggi atas sumbersumberkekayaan alam di Riau, sedangkansebahagian besar masyarakat terutama yangtinggal di perdesaan pendapatanperkapitanya cukup kecil.Badan Koordinasi Keluarga BerencanaNasional (BKKBN, 1999) pada laporannyamengungkapkan bahwa tahapan keluargasejahtera penduduk Riau dalam persentaseadalah: prasejahtera (6,84%), sejahtera I(29,18%), sejahtera II (37,32%), sejahtera III(20,76%), dan sejahtera plus (5,9%). Angkaini menunjukkan bahwa belum meratanyapendapatan masyarakat dan masih rendahnyatingkat kesejahteraan masyarakat.BAPPEDA Provinsi Riau (1999) dalamlaporannya mengungkapkan pula bahwa diProvinsi Riau masih terdapat 460 Desatertinggal dan penduduk dibawah gariskemiskinan sejumlah 436.859 orang (9,5%) dansetelah terjadinya krisis ekonomi pendudukdibawah garis kemiskinan di Riau pada tahun2000 bertambah mencapai 1.779631 orang(42,45 %). Dengan meningkatnya persentasependuduk yang berada dibawah gariskemiskinan di Riau, membuktikan bahwa hasilpembangunan yang dinikmati masyarakatsampai lapisan terbawah yang melekat padaparadigma pertumbuhan (growth paradigm)ternyata tidak terwujud bahkan yang terjadijustru kesenjangan semakin melebar.Dengan demikian, paling tidak kebijakanpembangunan daerah di Provinsi Riau dimasamendatang mengarah kepada : pembangunandemokrasi ekonomi bergandengan dengandemokrasi politik, dan pembangunanekonomi berakar kepada kerakyatan.1. Pembangunan Demokrasi EkonomiBergandengan Dengan DemokrasiPolitikKemajuan ekonomi suatu masyarakatsupaya dapat berkesinambungan, harusdidukung oleh sumber daya manusia yangmemiliki prakarsa dan daya kreasi untukkemajuan diri termasuk menggunakan hakhakpolitiknya. Prakarsa itu hanya akantumbuh apabila ada kesempatan yang samadan berkeadilan kepada setiap masyarakatdalam proses pembangunan.Atas dasar pandangan perlu adanyadaya prakarsa dan kreasi masyarakat dalampembangunan, maka kebijakan pembangunanharus tercipta sedemikian rupa sehingga adakebebasan dan kesempatan untuk berperanJurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 700


serta (berpartisipasi) dalam prosespengambilan keputusan yang menyangkut dirisetiap individu dan masyarakat.Peran serta masyarakat tidak hanyaterbatas pada bidang tertentu saja, melainkantermasuk kepada semua bidang pembangunan: ekonomi, politik, sosial budaya dan hankam.Singkatnya, kemajuan ekonomi suatumasyarakat tidak akan mampu bertahan, tanpaadanya pembangunan demokrasi politikdalam masyarakat tersebut.Pembangunan sosial ( socialbuilding) dalam rangka pengembangansumber daya manusia tidak terlepas daribagaimana menciptakan sistem sosial yangdapat mendorong lahirnya manusia kreatifatau manusia berprestasi, termasuk pula sikapmental masyarakat dan aparatur Pemerintah.Selama ini pembangunan hanyadifokuskan pada pembangunan fisik danmengabaikan faktor-faktor non fisik yangjustru memiliki potensi yang cukup besaruntuk keberhasilan pembangunan. Smith danMill (Todaro, 1995:391) menyatakan dalampembangunan ekonomi perlu pulamemperhitungkan faktor non ekonomi yaitukepercayaan masyarakat, kebiasaan berpikir,adat istiadat, budaya usaha dan corakkelembagaan masyarakat.Pembangunan daerah di Riau termasukgagal dalam mengatasi masalah kesenjangansosial yang cukup lebar yang terjadi dalammasyarakat. Sebagai akibat tidak meratanyapembagian sumber-sumber produksi.Sekelompok orang dengan mudahnyamemiliki dan menguasai faktor produksi yangdiperoleh dari sumber kekayaan negara danDaerah sebagai akibat kebijakan Pemerintahterlalu berlebihan dan berpihak kepadasekelompok konglomerat yang dianggapmemiliki peran dalam pertumbuhanperekonomian. Di pihak lain, mayoritasmasyarakat usaha menengah, kecil dankoperasi tidak memperoleh akses dankesempatan mendapatkan sumber-sumberproduksi yang dikuasai negara dan Daerahakan mengalami kesulitan dalammengembangkan usahanya.Strategi pembangunan yang berpihakkepada rakyat (ekonomi kerakyatan) yanghanya menguasai usaha menengah dan kecilsudah sangat mendesak dilaksanakan, melaluikebijakan perampingan birokrasi danderegulasi diberbagai peraturan, misalnyadalam pemberian kredit investasi dan modalkerja kepada usaha kecil dan ekonomi lemahharus lebih dipermudah. Tentunya, jikaPemerintah Daerah benar-benar inginmengatasi masalah kesenjangan sosial danketidakadilan ekonomi dalam pembangunandimasa yang akan datang.Pada periode pembangunan selamapemerintahan orde lama berkuasa yangmengutamakan pembangunan politik sampaikepada lapisan terbawah di pedesaan, padakenyataannya telah gagal menciptakankemakmuran dan keadilan bagi rakyatnya.Demikian pula dengan pengalaman selamapemerintahan orde baru berkuasa, jugadianggap telah gagal karena terlalumemfokuskan pada pembangunan ekonomimasyarakat semata dalam rangka mengejarpertumbuhan. Oleh karena itu sungguhsangat tepat di era reformasi yang juga dalamwaktu yang bersamaan sedang mengalamikrisis ekonomi, Pemerintah Daerah ProvinsiRiau melakukan perubahan strategipembangunan daerah dari strategimengabaikan aspek pembangunan demokrasipolitik menuju kepada strategi pembangunandemokrasi ekonomi bergandengan denganpembangunan demokrasi politik.2. Pembangunan Ekonomi Berakar PadaKerakyatanSebagai akibat penerapan secara bulatkonsep ekonomi liberal kapitalis, tanpamenyesuaikan dengan peradaban sosialbudaya masyarakat daerah di Provinsi Riau,ternyata kemajuan-kemajuan ekonomi daerahdi Provinsi Riau dianggap telah gagal, karenahanya menguntungkan sebahagian kecilindividu dan kelompok dalam masyarakat.Jurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 701


Sebagai akibat kebijakan pembangunanyang keliru tersebut, ternyata sekelompokindividu dalam masyarakat yang tinggal diibu kota sudah baik keadaannya, secaraekonomi lebih mampu dan dapatmemanfaatkan sumber-sumber kekayaanDaerah Provinsi Riau. Sebahagian kecil jumlahmasyarakat ekonomi kelas atas selalumendapat peluang dan kesempatan yanglebih luas bila dibandingkan denganmayoritas masyarakat ekonomi lemah yangtinggal di daerah kumuh atau kantongkemiskinan di perkotaan dan perdesaan.Dengan demikian yang kaya semakin kayadan yang miskin tetap miskin bahkan menjadilebih miskin lagi.Pasal 33 UUD 1945 telah mengamanatkanbahwa demokrasi ekonomi secara harfiahberarti kedaulatan rakyat di bidang kehidupanekonomi. Kalau demokrasi ekonomidijabarkan maka bermakna produksidikerjakan oleh semua, untuk semua dibawahpimpinan atau kepemilikan anggota-anggotamasyarakat. Dengan demikian dalamdemokrasi ekonomi, kemakmuran masyarakatyang diutamakan bukan kemakmuran orangseorang. Kemakmuran yang hendak dicapaiharuslah kemakmuran atas dasar keadilansosial.Dewasa ini masalah yang masihmengganjal bagi pembangunan demokrasiekonomi di Provinsi Riau berdasarkan hasilpenelitian yaitu masih adanyaketidakseimbangan kemampuan dankesempatan berusaha antara pihak-pihakdiberbagai lapisan masyarakat antara yangmenguasai dengan yang tidak menguasaisumber-sumber produksi. Sudah saatnyadimasa yang akan datang pembangunanekonomi yang berakar kepada kerakyatandianggap lebih tepat di terapkan di ProvinsiRiau. Selain dapat meningkatkan kemampuanmasyarakat yang berpenghasilan rendah, jugasebagai upaya Pemerintah Daerah ProvinsiRiau dalam menciptakan pemerataanpendapatan dan sekaligus mengatasikesenjangan sosial. Diantara upaya yangperlu dilakukan Pemerintah Daerah ProvinsiRiau termasuk Pemerintah Daerah Kabupatendan Kota adalah kebijakan debirokratisasi danderegulasi yang transparan dan seadiladilnya.Dalam rangka peningkatan kemampuanperekonomian masyarakat di daerah ProvinsiRiau tidak lain dengan memberdayakannya.Strategi yang dikembangkan adalahpembangunan ekonomi yang bertumpu padapertumbuhan yang dihasilkan melalui upayapemerataan, dengan penekanan padapeningkatan kualitas sumber dayamanusianya.Pemberdayaan masyarakat perdesaanbukan hanya meliputi penguatan individuanggota masyarakat, melainkan termasuk pulamembangun pranata-pranatanya, dalam halmenanamkan nilai-nilai budaya modernmisalnya kerja keras, keterbukaan, hemat, danbertanggung jawab. Demikian pulapembaharuan lembaga-lembaga sosial daerahdan pengintegrasiannya ke dalam kegiatanpembangunan serta peranan masyarakat didalamnya melalui proses pembelajaran.Pengembangan ekonomi yang berakarpada kerakyatan tetap pula mengacu padapertumbuhan, pemerataan, stabilitas danpeningkatan sumber daya manusia. Selain ituperlu pula mempercepat berbagai prosesperubahan dari masyarakat daerah yangmasih berpikir dan berprilaku tradisional kemasyarakat modern, dari sistem ekonomi yangsubsistem ke ekonomi pasar, dan dariketergantungan masyarakat terhadappemberi bantuan menuju kemandirian danpemberdayaan. Dalam hal ini sasaranekonomi kerakyatan di daerah tidak lainadalah petani dan nelayan. Dalam kebijakanekonomi kerakyatan, petani harus diberi hakkepemilikan, penguasaan dan penggunaantanah sebagai lahan pertanian, disediakanpula fasilitas kredit untuk permodalan danteknologi tepat guna dalam rangka efektivitasberusaha.Dalam rangka meningkatkanperekonomian masyarakat dapat dilakukanJurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 702


dengan menghidupkan dan memfungsikankembali lembaga-lembaga dalam masyarakatyang mendukung perekonomian masyarakat.Misalnya KUD, Bank Daerah, Pasar danpengadaan sarana produksi dan distribusi.Apabila semua masyarakat usahanya sudahdiwadahi oleh KUD yang didukung pula olehpengadaan sarana produksi dan distribusi,sementara Bank Daerah atau lembagakeuangan lainnya menyediakan fasilitaskredit untuk modal usaha dan modal kerjamaka diharapkan masyarakat lebih akses danberdaya dalam berusaha.Penumpukan produksi dapat puladiatasi apabila KUD benar-benar berfungsitidak saja sebagai wadah produksi, melainkanjuga sebagai penyalur (distribusi) produkdaerah ke pasar lokal, regional bahkan kepasar Internasional.Dalam perkembangannya, keberadaaninvestor di daerah sering menimbulkan konflikantara pemilik modal dengan petani sebagaipemilik lahan. Pada sisi yang lain, keberadaaninvestor untuk menanamkan modalnya dalamrangka pemanfaatan potensi alam dan tenagakerja sangat diharapkan masyarakat. Jalantengah yang terbaik sebagai solusinya adalahperencanaan pembangunan harus pulamenciptakan kerjasama dan salingketergantungan ( komensalisma) antarainvestor dan petani.Efektivitas penerapan teknologi daerahdapat dicapai dengan cara memadukanteknologi sendiri dengan teknologi dari luar,karena dianggap lebih cepat tingkatpemahaman dan diharapkan lebih efektif danefisien. Upaya penerapan inovasi danteknologi di daerah, membutuhkan suatustrategi adaptasi antara modernisasi dengantradisi.Pendekatan pembangunan dalam rangkapeningkatan sumber daya manusia daerah,dapat dilakukan yaitu melalui penyuluhan,pelatihan, swadaya terpadu danpembangunan terpadu. Meningkatkan mutusumber daya manusia dipandang sebagaibagian pembangunan yang dapat menjaminkemajuan ekonomi dan kestabilan sosial,karena itu investasi harus diarahkan bukansaja untuk meningkatkan mutu pendidikan,melainkan juga kesehatan dan gizi.Salah satu kegagalan dalam perencanaanpembangunan daerah adalah karenaketidakmampuan Kepala Daerah bersamaDPRD dalam menyusun APBD. Dimasa yangakan datang salah satu faktor terpenting yangperlu direformasi dalam rangka prosespembelajaran menuju pemberdayaanmasyarakat, sudah sangat mendesakpemerintahan Daerah perlu menata kembalisistem anggaran pendapatan dan belanjapembangunannya supaya lebih berkualitas,transparan dan dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.Berdasarkan uraian yang telahdikemukakan pada kebijakan pembangunandaerah di Provinsi Riau yang berakar kepadakerakyatan, ada beberapa faktor penting yangharus dikembangkan di masa yang akandatang, antara lain :Pertama, faktor sumber daya manusia.Sebagaimana telah diketahui ada duakelompok pelaku dalam pembangunan yaituPemerintah dan masyarakat. Kedua pelakupembangunan ini adalah sama-sama pentingdan memberikan akses bagi pembangunan.Kedua pelaku pembangunan ini sama-samaperlu ditingkatkan kemampuan sumber dayamanusianya. Walaupun dipihak Pemerintahtelah cukup memadai kekampuan daya pikirdan nalarnya dalam berkreativitas, namundipihak masyarakat dirasakan masih banyakkelemahan, jika dilihat dari sisi sumber dayamanusianya. Oleh karena itu dalampengembangan ekonomi kerakyatan di daerahProvinsi Riau, perlu diberikan pendidikan danpelatihan kepada petani dan nelayan, dalamrangka efektivitas dan efisiensi dalamberusaha. Selain itu instansi yang terkaitmenyangkut masalah kegiatan pertanianharus pula rutin dan lebih serius lagi dalammemberikan bimbingan dan penyuluhan.Kedua, faktor lahan pertanian. Dalampengembangan ekonomi kerakyatan di daerahJurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 703


Provinsi Riau, faktor pemilikan lahan olehpetani sangat penting, dan justru perlupengaturan, pembagian, dan penataankembali kepemilikan hak-hak atas tanah.Selain perusahaan-perusahaan besarPemerintah (BUMN) dan swasta yangmenguasi lahan untuk perkebunan denganareal yang begitu luas, meskipun hanyadengan hak guna usaha atau hak pakai dansebahagian lagi penduduk kota yang begitubanyak menguasai lahan yang tidak produktifmaksudnya tidak diusahakan, melainkanhanya untuk memperoleh keuntungan darihasil jual-beli sebagai pakang tanah.Sementara pada sisi yang lain petani kita yangingin melakukan kegiatan usaha pertaniantidak mempunyai cukup lahan, sebagai akibattidak mampu untuk membelinya atau tidakmemiliki modal untuk membuka lahan baru.Dimasa yang akan datang, Pemerintah DaerahProvinsi Riau melalui Dinas Pertanahan harusbenar-benar melakukan pemetaan, pembagiandan penggunaan lahan pertanian secaratransparan dan seadil-adilnya, sehinggalahan-lahan yang tidak produktif dapatdiserahkan kepada masyarakat yang tidakmemiliki atau lahannya sangat sempit untukkegiatan berusaha.Ketiga, faktor permodalan. Selainmasalah lahan pertanian, petani di daerahProvinsi Riau, perlu pula memiliki modal dalamarti dana untuk investasi dan modal kerja.Jika tidak ada dana, sudah barang tentu petanitidak akan mungkin memiliki peralatan, bibittanaman yang unggul, pupuk, racun hamadan biaya hidup selama kegiatan produksi.Untuk itu Pemerintah Daerah Provinsi Riauharus membuat program bantuan permodalansebagai upaya mengatasi kesulitanpermodalan petani dalam rangkapengembangan ekonomi kerakyatan. Programpermodalan petani untuk kegiatan berusaha,dapat dilakukan Pemerintah melalui kebijakankredit lunak melalui bank milik PemerintahDaerah, misalnya melalui Bank PembangunanDaerah Riau (BPD Riau) dan PT.PER atauprogram bantuan khusus disalurkan kepadaKUD atau Bank Desa yang telah dibentukdan dibina secara mapan.Keempat, faktor teknologi. Kegiatanpertanian merupakan pekerjaan yang sangatkompleks dan membutuhkan banyak modal,pengetahuan khusus dan teknologi tepatguna. Dengan penggunaan teknologi,misalnya : bibit unggul, pupuk, racun hama,dan peralatan mekanik, kegiatan pertaniandiharapkan lebih efisien dan produktif. Olehkarena itu, dalam rangka pengembanganekonomi kerakyatan, petani secaramenyeluruh harus dapat menikmatipenggunaan bibit unggul, pupuk, racun hama,dan peralatan mekanik yang mudah didapatdan dengan harga yang relatif terjangkau olehpetani. Semua teknologi tersebut seharusnyatetap selalu tersedia, namun dalamkenyataannya di daerah Provinsi Riauteknologi tersebut sangat sulit didapat danharganyapun relatif cukup tinggi, terutamaperalatan mekanik untuk kegiatanpengolahan lahan dan untuk kegiatan pascapanen. Karena itu kebijakan pengembangandan penemuan baru di bidang teknologipertanian harus tetap selalu ditingkatkan,dalam rangka produktivitas, efektivitas danefisiensi kegiatan usaha tani. Upaya tersebutdapat dilakukan apabila Pemerintah DaerahProvinsi Riau mau bekerjasama denganlembaga riset dan teknologi melalui berbagaiperguruan tinggi yang ada di Daerah,misalnya dengan Fakultas Teknik danFakultas pertanian UNRI, UIR atau UNILAK.Kelima, faktor distribusi dan pemasaran.Setelah kegiatan produksi yang perludiperhatikan adalah bagaimana memasarkanproduk yang dihasilkan. Dalampengembangan ekonomi kerakyatandistribusi dan pemasaran hasil produksi harusditata sedemikian rupa sehingga ada jaminanbahwa setiap hasil pertanian tetap terjual dipasaran lokal, regional dan internasional.Untuk itu Pemerintah Daerah Provinsi Riauharus menciptakan pengaturan dalam rangkamemasarkan produk pertanian di daerah.Pemasaran lokal diserahkan kepada KoperasiJurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 704


Unit Desa dan pemasaran regional daninternasional harus ada koordinasi antarainstansi terkait, misalnya: Dinas Koperasi danUKM, Dinas Industri dan Perdagangan, DinasPerhubungan, Badan Gugus Kendali Mutu,termasuk pula Badan yang mengatur kegiatanEkspor-Impor.Keenam, pemberdayaan koperasi.Perubahan mendasar pada fungsi koperasisebagai tulang punggung ekonomikerakyatan adalah dengan telahdikeluarkannya UU. No. 25 Tahun 1992,bahwa koperasi tidak lagi semata-matasebagai organisasi ekonomi bertujuan sosialmelainkan sebagai organisasi ekonomi yangmencari keuntungan untuk kesejahteraananggota dan masyarakat luas. Dalampengembangan ekonomi kerakyatan yangdimaksud, struktur koperasi termasuk KUDdi Provinsi Riau yang selama ini kurang efektifperlu dilakukan perubahan-perubahan yangsangat mendasar. Tidak saja perluasan usaha,manajemen yang baik, struktur modal yangkuat sampai kepada peningkatan sumber dayamanusia pengurus dan keanggotaannya.Dengan demikian, strategi pemberdayaankoperasi, seharusnya diarahkan kepada :Pertama, posisi, peran dan fungsi PemerintahDaerah haruslah mendorong peran serta,efisiensi, dan produktivitas masyarakatmelalui koperasi; Kedua, meningkatkankegairahan, kesadaran, dan kemampuanberkoperasi di seluruh lapisan masyarakat;Ketiga, meningkatkan kemitraan usahadiantara sesama lembaga koperasi, dan antarakoperasi dengan usaha swasta dan BUMNlainnya; dan Keempat, menciptakan iklimberusaha yang mendukung tumbuhnyakoperasi secara sehat dan mandiri.Ketujuh, kemitraan berusaha. Dalamperkembangan perekonomian masyarakatdaerah di Provinsi Riau, sangat dirasakanadanya kepincangan struktural, antara usahabesar dengan usaha kecil dan menengah.Kesenjangan itu merupakan akibat dari tidakmeratanya pemilikan sumber daya produksidan produktivitas usaha, serta sistemdistribusi dan pemasaran diantara pelakuekonomi. Untuk memecahkan masalah inimenuntut perlu dilakukannya kemitraanberusaha, dan bukan ketergantungan danpersaingan yang tidak sehat. Kemitraanberusaha yang dimkasud adalah dalamrangka penciptaan hubungan kerja antarapelaku ekonomi yang didasarkan kepadaikatan yang saling menguntungkan dalamhubungan kerja yang sejajar, dilandasi olehprinsip saling menunjang, dan salingmenghidupi berdasarkan asas kekeluargaandan kebersamaan. Pengalaman telahmembuktikan bahwa dalam berusaha masingmasingpihak tetap saja memiliki kelebihandan kekurangan. Oleh sebab itu, atas dasarkelebihan dan kelemahan ini setiap usahadituntut untuk selalu bekerjasama danbermitra. Justru disinilah arti penting ekonomikerakyatan. Usaha yang besar dan usaha kecilsaling membutuhkan dan saling bekerjasamadalam rangka mencapai produktivitas danefisiensi dalam persaingan yang sehat. Dalamsistem perekonomian yang kita anutsebenarnya tidak ada persaingan bebas yangtidak seimbang, yang ada hanyalahpersaingan sehat berupa perlombaan untukmencari yang terbaik dan bermanfaat bagisemua pihak. Usaha yang satu harus dapatmenunjang usaha yang lain, dan tentunyamerupakan bahagian dari yang lain.Perusahaan yang besar menopang danmendorong yang kecil agar tumbuh besar,dan yang kecil membantu yang besar dalampenyediaan berbagai kebutuhan bahanmentah dan lain sebagainya. Pada akhirnyamenciptakan suatu totalitas sistem usahabersama untuk kesejahteraan bersama.Pengalaman telah membuktikan bahwasebenarnya tidak ada perusahaan yang majudan menjadi besar sendiri meninggalkanusaha-usaha lain yang kecil. Semuaberhubungan, terkait dan interdependensi.Model kemitraan berusaha yang dimaksuddapat berupa hubungan yang salingmenguntungkan ( komensalisma), misalnyapetani perkebunan kelapa sawit di ProvinsiJurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 705


Riau menyediakan bahan mentah, sedangkanpabrik selain menyediakan kebutuhan petanisekaligus mengolah bahan mentah menjadibahan jadi atau menghasilkan minyak gorenguntuk dipasarkan pada pasar lokal, regionaldan internasional. Bentuk hubungankerjasama ini dapat saja diterapkan padahubungan antara petani dengan KUD yangmemiliki pabrik pengolahan barang-barangproduksi. Dengan demikian, kemitraaanusaha ini diharapkan pula dapat memberantasatau mengurangi kegiatan monopoli danoligopoli dari sekelompok orang yangperekonomiannya yang sudah sangat kuatdalam masyarakat. Selanjutnya dalamkemitraan usaha, selain salingmenguntungkan, juga harus adil dan dinamis.Adil, dalam arti kemitraannya tidakmemberatkan kepada salah satu pihak.Dinamis, dalam arti tidak terpaku pada suatukeadaan, tetapi senantiasa disesuaikandengan tuntutan keadaan situasi dan kondisisetempat, sehingga efektivitas, produktivitas,dan kualitas usaha kemitraan senantiasa tetapterjaga. Sampai saat ini, berdasarkanpengamatan langsung di lapangan ternyatakonsep kemitraan berusaha di Provinsi Riaubelum terlaksana dengan baik, karena itudiperlukan peranan Pemerintah Daerah dalamupaya mempercepat proses sosialisasikemitraan berusaha. Peranan PemerintahDaerah Provinsi Riau dalam hal ini adalahmembuat kebijakan, menfasilitasi pertemuandan dialog antara perusahaan-perusahaanbesar Pemerintah (BUMN) dan swastadengan petani sebagai pemilik lahan, tentangkemitraan berusaha.Kedelapan, kebijakan anti monopoli,oligopoli dan kartel. Dalam mengembangkanekonomi kerakyatan, tidak dibenarkan adanyapraktek-praktek monopoli, oligopoli dankartel. Hal ini bertentangan dengan prinsipekonomi dan keadilan. Kegiatan monopolisudah barang tentu tidak efisien, karenapelakunya secara sengaja membatasikeluaran dan membebankan harga yang lebihtinggi dibandingkan jika keluaran atauproduksi itu dihasilkan dalam kondisipersaingan yang murni dan sempurna. Olehsebab itu dapat ditegaskan disini bahwamonopoli atau sejenisnya seperti perusahaanperusahaanBUMN adalah tidak efisien jikadibandingkan dengan perusahaanperusahaanswasta yang murni bersaing,karena BUMN menghasilkan terlalu sedikitdengan beban biaya yang tinggi.Berkurangnya persaingan atau kompetisiyang didukung oleh adanya subsidiPemerintah, telah menyebabkan perusahaanperusahaanmilik Pemerintah Pusat atauPemerintah Daerah dituduh sebagaiperusahaan yang dijalankan denganmanajemen yang kurang baik, tidak efisiendan dicemari oleh akses-akses birokrasi,korupsi, kolusi dan nepotisme yangmerajalela. Oleh karena itu usaha apapun,besar atau kecil termasuk perusahaanperusahaannegara atau perusahaan Daerahyang kegiatannya berbau monopoli, harusdiswastakan (privatisasi) murni dan dipaksauntuk dapat bersaing di pasaran yang bebas.Demikian pula halnya dengan kegiatan kartel,tidak dibenarkan ada dan berkembang dalamsistem perekonomian kerakyatan. Kegiatankartel hanya menciptakan kelompokkelompokusaha yang kecenderungannyadikuasai oleh sekelompok masyarakat saja,sedangkan sebahagian besar masyarakatyang lainnya tidak mendapatkan akses dankesempatan untuk berusaha. Untukmencegah dan memberantas praktek-praktekmonopoli, oligopoli dan kartel ini, PemerintahDaerah Provinsi Riau harus lebih seriusmelaksanakan undang-undang tentangpelarangan kegiatan monopoli, oligopoli dankartel dalam setiap dunia usaha.C. PenutupSetidaknya ada beberapa hal yang harusmenjadi pusat perhatian KepemimpinanDaerah Riau dalam rangka mewujudkanDaerah Otonom Riau menjadi pusatperekonomian di Asia Tenggara 2020, antaralain:Jurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 706


1. Pendekatan pembangunan sebaiknyadengan manajemen strategies;2. Melaksanakan sistem terbukaperencanaan strategis dalampembangunan daerah yang kontekstual;3. Segera mengatasi berbagai issuepenting yang menyangkut dengankinerja dan tampilan Pemerintah Daerah;4. Mereformasi administrasi birokrasipemerintah daerah dan pergeseranparadigma perencanaan pembangunandaerah;5. Arah Kebijakan Pembangunan DaerahRiau ditujukan kepada pembangunandemokrasi ekonomi bergandengandengan demokrasi politik danpembangunan ekonomi berakar kepadakerakyatan;6. Melakukan konsolidasi dan menggalangdukungan dari semua unsur masyarakat,kemudian melakukan lobi dan bargeningdengan Pemerintah Pusat untukmendapatkan otonomi khusus denganbagi hasil sumber daya alam 50 %: 50 %dalam jangka waktu 10 th dalam rangkamengejar ketertinggalan dari daerah lain,seperti yang telah diperoleh saudara lainProvinsi Aceh dan Papua.Jurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 707


Daftar PustakaAnsoff, I. 1998. Strategic Issue Management.Journal Strategic Management. 1 (2).131-148.Ansoff, I. Declerk R., dan Hayes R. 1999. FromStrategic Planning to StrategicManagement. Journal StrategicManagement. 3 (2), 197-211.Beling dan Totten. 1985. Modernisasi,Masalah Model Pembangunan.Terjemahan oleh Mien Joebhar danHasan Basari. Jakarta : CV Rajawali.Bloom, C. 2000. Strategic Planning in thePublic Sector. Journal of PlanningLiterature. 1 (2), 253-259.Bromley, Daniel W. 1989. Economic Interestsand Institutions.: The ConceptualFoundations of Public Policy. New York: Basil Blackwell.Bryant, Coralie dan Louise G. White. 1989.Manajemen Pembangunan UntukNegara Berkembang. TerjemahanRusyanto L. Simatupang. Jakarta :LP3ES.Bryson, J. M. 1991. Strategic Planning forPublic and Nonprofit Organizations.San Francisco :Jossey-Bass Publishers.Budiman, Arief. 1996. Teori PembangunanDunia Ketiga. Jakarta : Gramedia.Dunn, William N. 1981. Public PolicyAnalysis : An Introduction. New Jersey: Prentice Hall Cliffs.Effendi, Sofian, T. Keban Yeremias, IchlasulAmal, Warsito Utomo, dan HadriyanusSuharyanto. 1989. AlternatifKebijaksanaan PerencanaanAdministrasi Suatu AnalisisRetrospektif dan Prospektif. JournalSeri Monograf Fakultas Ilmu Sosial danIlmu Politik UGM. Yogyakarta.Esman, Milton J. dan Norman T. Uphoff. 1982.Local Organizations : Intermediares inRural Development. Ithaca : CornellUniversity Press.Esman, Milton J. 1972. Institution Buildingand Development : from Concepts toApplication. London : Sage Publication.Fayol, Henri. 1916. General and IndustrialManagement. Terjemahan ke DalamBahasa Inggris Oleh Constance Storrs,1949. London : Pitman.Gluck, F.W., S.P. Kaufman, dan A.S. Walleck.2000. The Four Phases of StrategicManagement. Journal of BusinessStrategy, pp. 9-21.Hambrick, D. C. 2000. EnvironmentalScanning and Organizational Strategy.Journal Strategic Management. 3 (2),159-174.Hersey, Paul and Kenneth H. Blanchard danDewey E. Johnson. 1996. Managementof Organizational Behavior : UtilizingHuman Resources. New Jersey : PrenticeHall.Hicks, Herbert and G. Ray Gullet. 1987.Organisasi Teori dan Tingkah Laku.Terjemahan G. Kartasapoetra. Jakarta :Bina Aksara.Hunger, J. David dan Thomas L. Weelen. 1996.Strategic Management. California :Addison Wesley Publishing Company.Kartasasmita, Ginanjar. 1996. PembangunanUntuk Rakyat. Jakarta : CIDES.Lenz, R. 1999. Environment, Strategy,Organization Structure and Performance.Journal Strategic Management. 1, 209-226.Luthans, Fred. 1989. OrganizationalBehavior. Tokyo: Mc Graw-Hill Book Co.McClelland, David C. 1967. The AchievingSociety. New York : A Division ofMacmillan Publishing Co., Inc.McFarland. 1979. Management : Foundationsand Practices. New York : PublishingCo.Mintzberg, Henry. 1994. The Rise and Fall ofStrategic Planning. New York :PrenticeH.Moleong, Lexy J. 1993. MetodologiPenelitian Kualitatif. Bandung : PTRemaja Rosdakarya.Jurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 708


Osborne, David dan Ted Gaebler. 1992.Reinventing Government, How theEntrepreneurial Spirit Is Transformingthe Public Sector. New York : A PlumeBook.Osborne, David dan Peter Plastrik . 1996.Banishing Bureaucracy, the FiveStrategis for Reinventing Government.New York : Addison-Wesley PublishingCiompany.Parsons, Talcott, Edward A. Shills. 1962.Toward a General Theory of Action.Massachusetts : Harvard UniversityPress.Ritzer, George. 1992. Sociological Theory.Edisi Ketiga. Singapore : Mc Graw.Rostow, W W. 1960. The Stages of EconomicGrowth. Cambridge University.Saefullah, Asep Djadja. 1993. PendekatanKuantitatif dan Kualitatif DalamPenelitian Lapangan : Khususnya DalamStudi Kependudukan. Jurnal MediaFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Padjadjaran. Bandung:UNPAD.Salusu, J. 1996. Pengambilan KeputusanStratejik , Untuk organisasi Publik danOrganisasi Nonprofit. Jakarta :Grasindo.Schoderbek, Schoderbek dan Kefalas. 1985.Management Systems : ConceptualConsiderations. Amerika : Printed in theUnited States of America.Schumacker, Rendall E dan Richard G Lomax.1996. A Beginner’s Guide to StructuralEquation Modeling. Mahwah, NewJersey : LEA.Shafritz, Jay M. dan Albert C. Hyde. 1987.Classics of Public Administration.California : Pacific Grove.Steiner, G. A. 1979. Strategic Planning : WhatEvery Manager Must Know. New York :Free Press.Steers, Richard M. 1985. EfektivitasOrganisasi. Terjemahan MagdalenaJamin. Jakarta : Erlangga.Sufian. 1997. Manajemen PembangunanPedesaan. Pekanbaru : UIR Press.———————. 1995. Administrasi,Organisasi dan Manajemen. Pekanbaru: UIR Press——————— . 1997. Manajemen SumberDaya Manusia. Pekanbaru : UIR Press———————. 1996. Pengantar IlmuAdministrasi. Pekanbaru. UIR Press.———————. 1997. ManajemenPembangunan Perdesaan, UIR Press.———————. 1997. Manajemen SumberDaya Manusia, UIR Press,———————. 1997. Teori AdministrasiPembangunan, UIR Press———————. 1998. ModelPembangunan Perdesaan yangKontekstual, UIR Press———————. 1999. Sistem PerencanaanStrategis, UIR Press———————. 2001. ManajemenInformasi Sistem, UIR Press———————. 2002. ManajemenStrategis Sumber Daya PembangunanDalam RangkaOtonomi Daerah, UIRPress———————. 2002. Manajemen SumberDaya Manusia, UIR Press———————. 2002. Teori Organisasi,UIR Press———————. 2002. Struktur danPerilaku Organisasi, UIR Press———————. 2002. Penyadur :Manajemen Sumber Daya Manusia,Karangan Harveyand Bowin, 1996, UIRPress———————. 2003. Administrasi,Organisasi dan Manajemen, Cetakanke-2. UIR Press———————. 2003. OrganisasidanManajemen, UIR Press———————. 2003. Bunga Rampai Ilmu-Ilmu Sosial (Seri I), UIR Press———————. 2003. Administrasi danManajemen Pembangunan : SuatuKonsep,Jurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 709


Pendekatan, Teori danaplikasi di Indonesia, UIR Press———————. 2003. ManajemenStrategis, UIR Press.———————. 2003. ManajemenStrategis Dalam Pembangunan, UIRPress.———————. 2003. ManajemenStrategis Pembangunan Daerah danPerdesaan, UIRPress.———————. 2003. PerencanaanStrategis Dalam Pembangunan :Panduan UmumSkripsi, Tesis danDisertasi, UIR Press.———————. 2003. Filsafat Ilmu, IlmuPengetahuan dan Penelitian, UIRPress.Sutermeister, Robert A. 1976. Peopleand Productivity. Third Edition. Toronto:Graw Hill.Sutherland, John W. 1978. ManagementHandbook For Public Administration. NewYork: Van Nortrand Reinhold Company.Suwarsono. 1994. Manajemen Strategikdan Kasus. Yogyakarta : Unit Penerbit danPercetakan Akademik ManajemenPerusahaan YKPN.Syafruddin, Ateng. 1991. Titik BeratOtonomi Daerah pada Daerah Tingkat II danPerkembangannya. Bandung : Madar Maju.Taylor, Frederick W. 1911. The Principlesof Scientific Management. New York : Harper.Terry, G.R. 1975. Principles ofManagement. Georgetown, Ontario : Irwin-Dorsey Limited.Tjokroamidjojo, Bintoro danMustopadidjaja, AR.. 1988. Kebijaksanaandan Administrasi Pembangunan. Jakarta :LP3ES.Tjokroamidjojo, Bintoro. 1981.Perecanaan Pembangunan. Jakarta :Gunung Agung.———————.1993. Kebijaksanaandan Administrasi Pembangunan :Perkembangan Teori dan Penerapan. Jakarta: LP3ES.Tjokrowinoto, Moeljarto. 1996.Pembangunan Dilema dan Tantangan.Yokyakarta : Pustaka Pelajar.Todaro, Michael P. 1995. EkonomiUntuk Negara Berkembang. TerjemahanAgustinus Subekti. Jakarta : Bumi Aksara.Uphoff, Norman. 1986. LocalInstitutional Development : An AnalyticalSourcebook With Cases. Connecticut :Kumarian Press.Weber, Max. 1968. On Charisma andInstitution Building. Chicago : TheUniversity of Chicago Press.Winardi. 1999. Pengantar Tentang TeoriSistem dan Analisis Sistem. Bandung :Mandar Maju.Winardi dan Karhi Nisjar. 1997.Manajemen Strategik. Bandung: MandarMaju.Jurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 710


Petunjuk Bagi PenulisPENANGGUNG JAWAB REDAKSIAshaluddin JalilPusat Penelitian Industri dan Perkotaan,Universitas Riau, PekanbaruPemimpin RedaksiMeyzi HeriyantoPusat Penelitian Industri dan Perkotaan,Universitas Riau, PekanbaruTujuan dan LingkupJurnal Industri dan Perkotaan menerbitkantulisan orisinal hasil penelitian eksperimental danulasan di bidang Industri dan Perkotaan yang belumpernah dipubliksikan dalam media komunikasi laindalam bentuk apa pun secara utuh dalam BahasaIndonesia dan/atau Bahasa Inggris. Artikel Tinjauan(review) atas permintaan, Resensi buku terbaru danOrbituari Tokoh Ilmuan yang berkenaan denganPerkembangan Dunia Industri dan Perkotaan sangatdimungkinkankan untuk penerbitan.Pada kesempatan tertentu, Jurnal Industri danPerkotaan juga menerbitkan Edisi Khusus yangmemuat kumpulan tulisan tentang suatu tema yangakan dipertimbangkan oleh Editor, utamanya yangmemiliki daya tarik yang luas bagi para pembaca.Edisi khusus dapat terdiri dari hasil penyeleksianterhadap tulisan yang dipresentasikan dalam suatupertemuan ilmiah atau kumpulan tulisan yangdikelola secara individual maupun kelompok.Manuskrip yang dikirimkan untuk penerbitansebagai bagian dari edisi khusus akan diperlakukansama dengan proses pertimbangan penerbitan yangdiberlakukan kepada pengirim naskah reguler,utamanya mengacu kepada Petunjuk Penulisanyang telah ditetapkan.Pengiriman ManuskripJurnal Industri dan Perkotaan lebih menyukaipengiriman manuskrip dalam bentuk elektronikberupa Disket 31/2 inch, Proses Pengolah KataMS WORD 2000 atau versi sebelumnya, maksimal15 halaman kertas A4 (210x297mm) untuk artikelhasil penelitian eksperimental dan 20 halaman bagiartikel ulasan dan/atau tinjauan serta ditambahdengan hasil cetakan 3 eksemplar untuk keperluanpeninjauan (reviewing). Berilah nama pada disketsecara jelas dan rinci berupa nama file. Pastikanbahwa kandungan isi file elektronik sama denganhasil cetakan.Manuskrip dan komunikasi Editorialdialamatkan ke:Kantor EditorialJurnal Industri dan PerkotaanPPIP Universitas RiauJl. Pattimura No.9 Pekanbaru 28132, RiauTelp: 0761 2007, Fax: 0761 26904E-mail: ppipunri@hotmail.comSuplemen InformasiInformasi akan disampaikan kepada Penulisyang artikelnya disetujui ( accepted) menjelangwaktu publikasi. Lembaran koreksi (proofs) danmanuskrip untuk revisi akan dikirim kepada penulissegera setelah peninjauan oleh editor anonimous.Manuskrip hasil revisi sudah harus sampai keKantor Editorial paling lama 1 bulan sejak tanggalpengembalian dari Kantor Editorial. 10 cetakan lepas(offprints/reprints) akan dikirim secara cuma-cumakepada Penulis Utama yang artikelnya dipublikasi,kecuali Jurnal Asli. Permintaan Jurnal Asli dapatditujukan ke alamat Kantor Editorial denganmengirimkan dana (termasuk ongkos kirim pos/titipan kilat) melalui Wesel Pos dan/atau Giro: BankPembangunan Daerah (BPD Riau) Nomor: 2313 ,atau mendatangi langsung ke kantor Editorial.PRESENTASI MANUSKRIPUkuran bingkai Manuskrip: kiri 3 cm, kanan2,5 cm, atas 3 cm, bawah 2.5 cm, jenis huruf TimesNew Roman, lembar pertama tanpa nomor halaman,sedangkan penomoran lembar ke 2-15/20 diletakkanpada sudut kanan atas.Presentasikan seperti tampilan berikut: hurufpertama setiap kata dalam Judul artikel ditulisdengan huruf kapital ukuran12, cetak tebal (bold),rata tengah (center), satu spasi (single), singkat,Jurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 711


jelas, padat dan tepat menggambarkan hasilkajian yang hendak dilaporkanDemikian pula penulisan Nama Penulistanpa gelar akademik ikuti di bawahnya denganafiliasi, ukuran huruf 11, cetak miring, ratatengah serta Alamat Lengkap untuk korespondensi,termasuk Telefon, fax dan alamat e-mailAbstractDitulis dalam Bahasa Inggris ( Abstract)dan/atau (Summary), dalam Bahasa Indonesia(Abstrak) dan/atau (Ringkasan) masing-masinguntuk hasil kajian eskperimental dan/atau ulasandan/tinjauan. Maksimal 250 kata, ukuran huruf10, tidak mengandung singkatan dan sitasipustaka.Keywords: cantumkan maksimal 7 kata kuncisetelah abstract dan/atau Summarydalam B. Inggris atau setelahAbtrak dan/atau Ringkasan dalamB.Indonesia. Ukuran huruf 9,disusun secara alfabetis ke kanan.Istilah khusus ditulis menurutkaidah nomenklatur ilmu yangbersesuaian. Tanaman Ubi Kayuditulis Manihot utilissima L.dalam nomenklatur Botani. Kucingditulis Felix maniculata domesticaL. dalam nomenklatur Zoologisebagai contoh.tinjauan (review) perlu menyatakan secarategas batasan, alasan dan pendekatananalisis yang gunakan di bagianpendahuluan.Bahan dan MetodaKhusus kajian survey dapat mencantumkandeskripsi lokasi pengamatan dalam payung bahandan metodaHasil dan PembahasanKhusus kajian berupa ulasan dan/atautinjauan, tidak perlu menuliskan kata Hasil danPembahasan pada bagian ini, tetapi dalam bentukide pokok ( main idea) seperti lazim dalamtulisan analisis di Surat Kabar. Kata-kata untuksub-sub ide pokok, dicetak miring (italic)dengan ukuran huruf 11. Gambar, tabel, grafik,foto biasanya akan sangat menarik ditampilkandalam bagian ini, utamanya untuk laporan hasilkajian eksperimental dan/atau survey. Hasil danpembahasan disajikan secara padu.Kesimpulan dan Perspektif.Rekomendasi penelitian lanjutan maupunvisi ke depan dituangkan dalam perspektif yangmerupakan bagian integral dari kesimpulanUcapan terimakasihKeterlibatan individu dan/atauinstitusi, hibah, pemberi dana dapatdisajikan pada bagian ini jika dipandangperlu. Ukuran huruf 9.Tubuh laporan ditampilkan dengan formatjustifikasi (rata kanan-kiri), ukuran huruf 11.Nama elemen utama setiap tubuh laporandicetak tebal (bold), huruf Kapital mengawalikata pertama, tanpa penomoran. Sitasikepustakaan dalam teks menurut Author YearSystem’s (Nama pengarang, tahun) seperti(Hinsinger, 2001). Pengarang yang lebih dari 2disingkat dengan et al., seperti (Jaillard et al.2001). Bilamana satu pengarang memiliki 2 ataulebih publikasi dalam tahun yang sama, makapengacuan, baik dalam teks maupun dalam daftarkepustakaan harus diidentifikasi dengan hurufseperti ‘a’, ‘b’, dst setelah tahun seperti (Tang,2001a,b,c) untuk membedakannya. Secara utuh,tubuh laporan kajian mengandung unsur-unsursebagai berikut:Daftar KepustakaanAcuan berupa artikel jurnal, artikel dalamkumpulan karangan dan konferensi atauprosiding, buku, laporan teknis, disertasi, daninternet harus dicantumkan pada bagian akhirdari artikel ini secra alfabetis. Artikel sedangdalam persiapan (in preparation) atau telahdikirim (submitted) untuk publikasi,pengamatan yang tidak dipublikasi, komunikasipribadi dan lain sebagainya tidak dimasukkandalam daftar kepustakaan tetapi hanya diacudalam teks. Ukuran huruf 10.Cara Penulisan Sumber Kepustakaan:Artikel jurnalBurghardt W. 1994. Soils in Urban and IndustrialPendahuluanEnvironments. Z. Pflazenernähr. Bodenk.Khusus kajian berupa ulasan dan157, 205-214.Jurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 712


Rogers G and Rowntree R. 1988. Intensive surveyof structure and changes in urban naturalareas. Landscape Urban Planning 15, 59-78.Prosiding kongres/SymposiumTaubner H and Horn R. 1998. Valuation of UrbanSoils: Characteristic values of water andair supply. Symposium 28: Urban and Suburbansoils. Proc. World Cong. Soil Science,Montpellier, France.WorkshopPrain G and Piniero M.1994. Community curatorshipof plant genetic resources in southernPhilippines: preliminary findings. In PrainG and Bagalanon C P (Eds.). Local Knowledge,Global Science and Plant GeneticResources: Towards a Partnership. Proc.of the International Workshop on geneticResources. UPWARD, Laguna, Philippines.Bab dalam kumpulan karangan/bunga ampaiBarrett G W, Barrett T A and Peles J D. 1999.Managing Agroecosystems asAgrolanscapes: Reconnecting Agriculturaland Urban Lanscapes. In Collins W W andQualset C O (Eds.). Biodiversity inAgroecosystems, pp.197-213.BukuBullock P and Gregory P J. 1991. Soils in the UrbanEnvironment. Blackwell Scientific Publications,Oxford.Bolton R R. 1905. The History of the several Towns,Manors and Patents of the Country ofWestchester. Vol.II. N.p, New York, NY.Laporann khususKarlen D L, Wright R J, Kemper W O. 1995. Agriculturalutilisation of Urban and Industrialby-products. ASA Spec. Publ. 58.American Society of Agronomy, Madison,WI.Laporan tahunanCity of New York Department of Parks (1898-1940). Annual Report. N.p, New York, NY.InternetMiltenburg M. 1999. Analyzing the cost and benefitsof the land application method as ameans of disposal of pulp and papersludge, available at: http://www.uoguelph.ca/~mmiltenb/bib.htm (8February 1999).ESTCP FY95 Projects. 1996. Plant enhancedbioremediation of contaminated soil andgroundwater, available at http://w w w . a c q . o s d . m i l / e n s /ESTCPProjsum.html (9 May 1996).MajalahTöffer K. 1998. Environnement: Les dix plaies dela Terre. Hebdomadaire Le POINT N°1348, 18 Juillet 1998, pp: 102-104.Artikel surat kabarFirdaus LN. 2001. Paradigma Pertanian MileniumKetiga. Riau Pos, 8 Januari 2001.Undang-undang/Peraturan PemerintahUndang-Undang Republik Indonesia No 22, Tahun1999, tentang Pemerintahan Daerah.Laporan teknisMethods of Soil Analysis used in the soil TestingLaboratory at Oregon State University.1971. Special Report 321., pp.11-12.Corvalis, OR.Jurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 713

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!