yang bersekolah. Sekarang situasi sudah semakinsetara. Untuk mereka yang berusia 15 hingga 24tahun, tingkat melek huruf baik untuk laki-laki danperempuan hampir mendekati 100%.Gambar 3.2Proporsi Anak Perempuandan Anak Laki-Laki diSekolah-sekolah LanjutanKejuruan, 2002/03Sumber:UNESCO/LIPI, 2005Gambar 3.3Sumbangan Perempuandalam Kerja Berupah diSektor Non-PertanianSumber:Sakernas (Berbagai Tahun)16menyekolahkan anak perempuan mereka kesekolah dasar.Meskipun mahal?Dalam hal ini, tampaknya tidak banyak perbedaan.Tentu saja, ketika anak tumbuh dewasa, keluargamiskin memiliki kesempatan lebih kecil untukmemasukkan anak mereka ke sekolah lanjutan,baik anak perempuan maupun laki-laki. Namunyang paling mengesankan, adalah apa yangterjadi di perguruan tinggi. Silahkan lihat kembaliGambar 3.1. Sepanjang sepuluh tahun terakhir,jumlah perempuan dengan cepat mengejar jumlahlaki-laki dan sekarang berada di depan. Sekitar15% remaja yang beranjak dewasa, baik laki-lakimaupun perempuan, mendapatkan pendidikantinggi. Kemajuan yang dicapai anak perempuanjuga terlihat dalam hal tingkat melek huruf. Tahun2006 tingkat melek huruf adalah 91,5% untuk lakilaki,namun hanya 88,4% untuk perempuan. Inikarena di masa lalu lebih sedikit anak perempuanJadi, perempuan cukup berhasil.Terkait kesempatan untuk masuk sekolah atauperguruan tinggi, kesan anda benar. Namun ketikaanak perempuan bersekolah, banyak ketimpanganatau ketidaksetaraan yang harus dihadapi. Panutanpertama mereka adalah para guru. Di sekolahdasar, terdapat lebih banyak guru perempuandibandingkan laki-laki. Namun, siapa yangmemimpin? Jumlah laki-laki yang menjadi kepalasekolah, misalnya, empat kali lipat dibandingkandengan perempuan 9 . Anak perempuan juga akanmelihat ketimpangan ketika mereka membukabuku teks. Sebuah buku teks utama sekolah dasartentang kewiraan, misalnya, membahas tanggungjawab dalam keluarga. Buku tersebut menjelaskanbahwa aktivitas utama ayah adalah mencari nafkahsementara ibu bertanggung jawab atas pekerjaanrumah tangga. Dan ilustrasi tentang tanggungjawab anak-anak dengan gambar anak perempuanyang sedang mencuci dan menyeterika 10 .Saya berharap, anak perempuan saya maumenyeterika.Dan saya harap, anak laki-laki anda juga dapatmelakukan hal yang sama. Kesenjangan lainnya,anak perempuan sepertinya juga memilih bidangyang berbeda dari anak laki-laki. Hal ini tampakjelas pada murid yang mengambil sekolah kejuruan.Dari semua anak tersebut, anak perempuan jarangmemilih sains (science) dan teknologi. Banyakyang memilih sekolah pariwisata (Gambar 3.2).Namun situasinya lebih seimbang bagi merekayang mengambil sekolah lanjutan umum. Terdapatjumlah yang sama antara anak laki-laki danperempuan yang mempelajari sains.Selain melihat bidang studi yang diambil, andajuga dapat menelaah apa yang terjadi ketika anakperempuan putus sekolah untuk bekerja – denganmelihat berapa banyak yang bekerja di luar rumahatau di luar lahan pertanian. Target PembangunanMilenium melihat hal ini dengan membandingkanjumlah laki-laki dan perempuan yang bekerja di“pekerjaan upahan non-pertanian”. Ini ditunjukkandalam Gambar 3.3. Jika laki-laki dan perempuandipekerjakan secara setara di jenis pekerjaantersebut, perbandingannya haruslah 50%. Namun
anda dapat melihat bahwa angka untuk perempuanhanyalah sekitar 33,5%.Dan tampaknya, angka itu menurun akhirakhiriniYa, puncaknya pada 1998. Saat itu adalah puncakkrisis ekonomi, ketika mungkin lebih banyak laki-lakiyang tiba-tiba kehilangan pekerjaan dibandingkanperempuan. Setelah itu, situasi perempuan terusmemburuk, dan hanya sedikit berubah selamabeberapa tahun terakhir. Informasi lebih lanjutdiperoleh dari berbagai survei tentang proporsipenduduk dewasa dalam angkatan kerja. Misalnya,pada tahun 2004, proporsi laki-laki adalah 86%namun perempuan hanya 49% 11 . Selain kurangmendapatkan lapangan pekerjaan, perempuan jugacenderung mendapatkan pekerjaan tidak sebaiklaki-laki. Di pabrik-pabrik industri tekstil, pakaiandan alas kaki, misalnya, banyak perempuan mudayang bekerja dengan upah rendah – seringkalidengan penyelia laki-laki. Demikian pula halnyadi pemerintahan. Perempuan hanya menduduki9,6% jabatan tinggi dalam birokrasi pemerintahan.Perempuan juga kurang terwakili di bidang politik.Tapi, setidaknya kita pernah memilikipresiden perempuanBenar, dan hal itu menunjukkan Indonesia lebihmaju dibandingkan banyak negara lain. Namundalam jenjang jabatan politik di bawahnya,perempuan kurang terlihat. Hanya sedikit yangterpilih menjadi anggota parlemen. Demikianjuga yang menjadi bupati atau gubernur. IndikatorMDG untuk ini adalah proporsi perempuan yangmenjadi anggota DPR. Angka rata-rata dunia untukhal ini cukup rendah, yaitu sekitar 15%. ProporsiIndonesia bahkan lebih rendah, masing-masing13% (1992), 9% (2003), dan 11,3% (2005).Paling tidak angkanya naik lagiItu mungkin karena Undang-Undang tahun 2003tentang Pemilihan Umum yang mewajibkan PartaiPolitik untuk sedikitnya memiliki 30% calonperempuan. Tidak semua partai politik bisamewujudkan hal tersebut. Bahkan umumnyamenaruh perempuan di urutan terbawah dalamdaftar calon legislatif (caleg), posisi di mana SangCaleg tidak akan terpilih. Meskipun demikian,kewajiban tersebut ada dampaknya. Yang menarik,dalam Dewan Perwakilan Daerah (DPD), di manapara calon tidak mewakili partai politik, perempuanmenduduki sepertiga dari kursi yang ada – danlebih dari 30% perempuan yang mencalonkan diri,terpilih dalam pemilihan anggota DPD. Tampaknya,pemilih cukup mendukung terpilihnya perempuan.Masalahnya, bagaimana agar bisa menjadi calonsalah satu partai politik besar. Perempuan jugakurang terwakili di tingkat daerah, terutamakarena harus memikul tanggung jawab rumahtangga. Karena itu, terkait kesetaraan gender,secara menyeluruh kita telah cukup berhasildalam pendidikan namun anak perempuan danperempuan masih banyak menghadapi hambatanbudaya dan ekonomi.TUJUAN 3: MENDORONG KESETARAN GENDER DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUANTarget 3A: Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar dan lanjutan,lebih baik pada 2005, dan di semua jenjang pendidikan paling lambat tahun 2015Yang menjadi indikator utama adalah rasio anak perempuan terhadap anak laki-laki dipendidikan dasar, lanjutan dan tinggi. Disini Indonesia tampaknya sudah mencapai target,dengan rasio 100% di sekolah dasar, 99,4% di sekolah lanjutan pertama, 100,0% di sekolahlanjutan atas, dan 102,5% di pendidikan tinggi.Indikator kedua adalah rasio melek huruf perempuan terhadap laki-laki untuk usia 15-24tahun. Disini pun, tampaknya kita telah mencapai target dengan rasio 99,9%.Indikator ketiga adalah sumbangan perempuan dalam kerja berupah di sektor non-pertanian.Disini kita masih jauh dari kesetaraan. Nilainya saat ini hanya 33%.Indikator keempat adalah proporsi perempuan di dalam parlemen, dimana proporsinya saatini hanya 11,3%.17