16.07.2019 Views

Rajamandala: Merintis Cahaya

Buku ini bercerita tentang proses pembangunan PLTA Rajamandala 47 Megawatt yang merupakan PLTA pertama yang menggunakan teknologi run-of-river untuk membangkitkan tenaga listrik. Rajamandala juga menjadi pionir dalam proses pendanaannya. Proyek ini menjadi proyek pembangkit pertama yang didukung oleh pendanaan internasional dan dijamin oleh lembaga-lembaga multinasional.

Buku ini bercerita tentang proses pembangunan PLTA Rajamandala 47 Megawatt yang merupakan PLTA pertama yang menggunakan teknologi run-of-river untuk membangkitkan tenaga listrik.

Rajamandala juga menjadi pionir dalam proses pendanaannya. Proyek ini menjadi proyek pembangkit pertama yang didukung oleh pendanaan internasional dan dijamin oleh lembaga-lembaga multinasional.

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

PLTA 47 MW<br />

RAJAMANDALA<br />

MERINTIS CAHAYA


PLTA 47 MW RAJAMANDALA MERINTIS CAHAYA<br />

Pengarah<br />

Basuki Setiawan<br />

Del Eviondra<br />

Hideo Takenaka<br />

Yosefan Johan<br />

Tim <strong>Rajamandala</strong> Electric Power<br />

Anang Widigdo<br />

Damas Cahyo Putro<br />

Icmizaniar Azmi<br />

Katsuhiro Fujimoto<br />

Kunio Okude<br />

Masaki Kawaguchi<br />

Masaki Kobayashi<br />

Muhammad Hasbi Assydiq<br />

Narendra Mahardika<br />

Rio Ananda<br />

Satoshi Nakagami<br />

Shuuji Baba<br />

Sihwanto<br />

Takenori Araki<br />

Tetsuro Hemmi<br />

Tsunayasu Ota<br />

Narasumber<br />

Bambang Priyambodo<br />

Hadi Munib<br />

Hermanugroho<br />

M. Wahyudi<br />

Widyaningrum Soeparlan<br />

Yudianto Permono<br />

Penulisan & Desain Grafis<br />

Bendi17 Komunika


Daftar isi<br />

DAFTAR ISI<br />

IV<br />

KATA PENGANTAR<br />

VIII<br />

PENDAHULUAN 2<br />

Listrik sebagai Sumber Kehidupan 2<br />

PLTA <strong>Rajamandala</strong> dan Problematika Energi Listrik di Indonesia 3<br />

Terobosan Project Financing PLTA <strong>Rajamandala</strong> 6<br />

Mimpi PLTA <strong>Rajamandala</strong> Ikut Berkontribusi Melistriki Indonesia 9<br />

Suistainability Energy 11<br />

PT <strong>Rajamandala</strong> Electric Power 12<br />

PROSES PENGADAAN PLTA RAJAMANDALA 16<br />

2003 : Feasibility study diajukan ke JBIC 16<br />

Agustus 2007 : Penunjukan langsung oleh Kementerian ESDM 17<br />

2010: Fast Track Program (FTP) elektrifikasi 18<br />

Januari 2011: Bid Closing Date 20<br />

Maret 2011: Metropolitan Priority Area Indonesia-Jepang 20


Agustus 2011: Terbitnya PMK No. 139 Tahun 2011 21<br />

September 2011: Pertemuan antara Menteri METI Jepang<br />

dengan Menko Perekonomian Indonesia 22<br />

November 2011: Surat PLN kepada Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM 22<br />

Januari 2012: Terbit Permen ESDM Nomor 1 Tahun 2012 23<br />

PERENCANAAN & PERIZINAN PROYEK 26<br />

Perizinan Proyek PLTA <strong>Rajamandala</strong> 27<br />

JALAN BERLIKU PROYEK PLTA RAJAMANDALA 34<br />

PEMBEBASAN LAHAN 40<br />

Pembebasan Lahan Langsung ke Pemilik Tanah 42<br />

Pembebasan Lahan dengan Pendekatan “Win-win Solution” 43<br />

Peran Warga Kampung dalam Pembebasan Lahan 47


PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP & LINGKUNGAN SOSIAL 52<br />

Mitigasi resiko penurunan kualitas udara 55<br />

Mitigasi resiko peningkatan kebisingan 57<br />

Mitigasi resiko peningkatan pencemaran air sungai 57<br />

Flora dan Fauna 58<br />

Pengelolaan Lingkungan Sosial 59<br />

TENAGA KERJA 64<br />

Tenaga Kerja Lokal 64<br />

Tenaga Kerja dari Jepang dan Transfer Teknologi 67<br />

PROSES KONSTRUKSI PLTA RAJAMANDALA 72<br />

Civil Work 73<br />

Cracked Problem 74<br />

Mitigasi atas Cracked Problem 74<br />

Electrical Mechanical dan Transmission Line 78<br />

Komponen Utama PLTA <strong>Rajamandala</strong> 79<br />

Komponen Penunjang PLTA <strong>Rajamandala</strong> 83<br />

Tahapan Konstruksi 83<br />

KELAYAKAN OPERASIONAL PLTA RAJAMANDALA 92<br />

APA KATA MEREKA 96


Kata Pengantar<br />

Basuki Setiawan<br />

Direktur Utama PT <strong>Rajamandala</strong> Electric Power<br />

Keberadaan PLTA <strong>Rajamandala</strong> sebagai bagian dari PLN Grup, khususnya PT Indonesia<br />

Power, menambah jumlah pembangkit listrik yang menggunakan energi baru dan<br />

terbarukan. PLTA <strong>Rajamandala</strong> merupakan implementasi dari rencana panjang PLN untuk<br />

memanfaatkan sungai Citarum sebagai pusat listrik tenaga air secara cascade-down. Melalui<br />

berbagai kajian teknis dan ekonomis akhirnya dibangunlah PLTA Saguling dan PLTA Cirata yang<br />

bertipe dam atau mempunyai bendungan. Setelah dibangun PLTA Saguling dan PLTA Cirata<br />

ternyata masih ada sisa head (ketinggian/elevasi) sekitar 32 meter antara air keluaran PLTA<br />

Saguling dengan dam PLTA Cirata. Melalui berbagai perhitungan teknis dan ekonomis akhirnya<br />

dirancanglah PLTA Rajamanda yang bertipe Run-of-River atau tidak mempunyai bendungan.<br />

Disisi operasi PLTA <strong>Rajamandala</strong> beroperasi berdasarkan Water Level Control, pembebanan unit<br />

berdasarkan fluktuasi debit air keluaran PLTA Saguling, berbeda dengan PLTA Saguling dan PLTA<br />

Cirata.<br />

Pembangunan proyek PLTA <strong>Rajamandala</strong> ini memang pernah mengalami dinamika, ketika<br />

pengajuan Jaminan Kelayakan Usaha (JKU) oleh REP ditolak oleh Kementrian Keuangan, artinya<br />

proyek PLTA <strong>Rajamandala</strong> tidak mendapatkan jaminan dari Pemerintah cq. PLN Group, maka<br />

REP dengan dibantu Mizuho berupaya keras mendapatkan jaminan dari berbagai institusi<br />

x<br />

RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA


keuangan dunia yang akhirnya Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA) - World Bank<br />

Group - bersedia memberikan jaminan atas hutang dari Lenders dengan konsekuensi REP harus<br />

membayar premium fee dan penerapan pengelolaan lingkungan dan sosial dengan standar<br />

internasional baik tahap konstruksi maupun tahap operasi. Kesiapan dokumen tersebut menjadi<br />

salah satu pra-syarat untuk financial close.<br />

Sebagai konsekuensi dari International Project Financing maka dalam aktivitas pembebasan lahan<br />

dilakukan sesuai standar internasional pula yaitu dengan memikirkan dampak jangka panjang dari<br />

pemilik lahan dan masyarakat terdampak sehingga mereka dapat ikut mengambil manfaat dengan<br />

adanya pembangunan PLTA <strong>Rajamandala</strong>. REP harus melaksanakan Environmental and Social<br />

Management System (ESMS) dalam mengembangkan Proyek PLTA <strong>Rajamandala</strong>.<br />

ESMS bertujuan untuk memastikan bahwa proyek yang didanai /dijamin oleh Lenders dan MIGA<br />

harus dikembangkan dengan cara yang bertanggung jawab secara sosial dan mencerminkan<br />

praktik pengelolaan lingkungan yang baik. Dengan demikian, dampak negatif pada ekosistem<br />

dan masyarakat yang terkena dampak proyek bisa dihindari bila memungkinkan, dan jika<br />

dampak ini tidak dapat dihindari, maka hal itu harus dikurangi dan/atau dikompensasi secara<br />

KATA PENGANTAR<br />

xi


tepat. Pembebasan lahan dan pengosongan lahan juga dilandasi oleh tujuan tersebut, sehingga<br />

semua proses dapat berlangsung dengan lancar dengan melibatkan partisipasi masyarakat. REP<br />

mempunyai kewajiban untuk memantau perekonomian masyarakat yang tanahnya dibebaskan dan<br />

proses tersebut harus dilaporkan ke Lenders dan MIGA.<br />

Alhamdulillah proyek ini berhasil diselesaikan meski sempat mengalami delay, terutama karena<br />

kendala unforseen geological condition sehingga yang semula direncanakan durasi konstruksi<br />

selama 3 tahun namun baru bisa diselesaikan selama 5 tahun. PLTA <strong>Rajamandala</strong> telah melalui<br />

NDC (Nett Dependable Capacity) Test dan RR (Reliability Run) Test selama 3x24 jam dari<br />

rangkaian Commissioning Test. PLTA <strong>Rajamandala</strong> telah mendapatkan Sertifikat Laik Operasi (SLO)<br />

dari Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan dan siap untuk memasok listrik ke sistem kelistrikan<br />

Jawa-Bali melalui transmisi 150 kV Cianjur-Cigereleng.<br />

Lewat PLTA <strong>Rajamandala</strong>, kami berusaha memulai langkah pertama dalam jalan panjang efisiensi<br />

industri energi listrik yang secara ketat menerapkan standar “ramah lingkungan” dengan biaya<br />

yang jauh lebih ekonomis. Proyek ini secara bersamaan mengawali babak baru bagi industri energi<br />

di Tanah Air sekaligus memberi dampak positif yang luas bagi masyarakat. PLTA <strong>Rajamandala</strong><br />

merupakan ikhtiar yang serius untuk “merintis cahaya”.<br />

xii<br />

RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA


FOREWoRD<br />

Hideo Takenaka<br />

Technical Director PT <strong>Rajamandala</strong> Electric Power<br />

PT <strong>Rajamandala</strong> Electric Power (REP) is a Special Purpose Company in cooperation with<br />

PT Indonesia Power (IP) and Kansai Electric Power Co., Inc.(Kansai) to develop and operate<br />

<strong>Rajamandala</strong> HEPP. IP is focusing on its business activities as a big provider of electricity<br />

through power generation and maintenance of power plants spreading across Indonesia. Kansai<br />

has 152 hydro-power plants (total 8,226MW) in Japan, and is operating 2 hydropower plants and<br />

developing 2 hydro-power plants including <strong>Rajamandala</strong> HEPP overseas.<br />

Indonesia is one of the most rapid growing countries in the world. Accordingly, it needs electric<br />

power for its economic growth. IP and Kansai are engaged in their resource usage to contribute<br />

the stable supply of electric power in Indonesia based on their technology and experience<br />

accumulated over years.<br />

<strong>Rajamandala</strong> project has been implemented under full-turnkey contract scheme, so-called EPC<br />

(Engineering Procurement Construction) contracts. However, our engineers have been eagerly<br />

and actively involved in design, engineering, construction quality management and tests and<br />

inspections in order to establish a high-quality plant. <strong>Rajamandala</strong> will be operated and maintained<br />

by REP for 30 years, and then transferred to PLN (Persero). <strong>Rajamandala</strong> is expected to contribute<br />

greatly to the stable power supply in West Java for long time.<br />

KATA PENGANTAR<br />

xiii


xiv<br />

RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA


ab 1<br />

KATA PENGANTAR 1


PENDAHULUAN<br />

Listrik sebagai Sumber Kehidupan<br />

Energi adalah kebutuhan dasar manusia.<br />

Kebutuhan energi tersebut seiring<br />

berjalannya waktu terus meningkat<br />

sejalan dengan derajat peradaban umat<br />

manusia. Sumber daya energi listrik sendiri<br />

saat ini kebutuhan umat manusia yang sangat<br />

mendasar di semua negara. Semua alat<br />

produksi, aktivitas ekonomi, dan kehidupan<br />

di dalam rumah selalu menggunakan sumber<br />

daya energi. Dunia pun semakin tergantung<br />

pada sumber daya energi yang semakin<br />

lama akan habis dan tidak bisa diperbaharui.<br />

Sumber daya energi yang tidak dapat terbarui<br />

seperti bahan bakar minyak dan batu bara<br />

semakin lama semakin menipis dan akhirnya<br />

akan habis bila dieksploitasi terus menerus.<br />

Kita semua sadar akan kondisi tersebut.<br />

Pemerintah pun sadar dan mencari solusi<br />

dengan membuat kebijakan pemanfaatan<br />

sumber daya energi terbarukan yang terus<br />

digaungkan agar dapat tercipta ketersediaan<br />

sumber daya energi yang berkelanjutan di<br />

masa mendatang.<br />

Listrik merupakan elemen penting dan<br />

strategis dalam pembangunan nasional<br />

sehingga usaha penyediaan tenaga listrik<br />

dikuasai oleh negara, sebagaimana tercantum<br />

dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945<br />

Pasal 33 Ayat 3. Penyediaan listrik lebih lanjut<br />

diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor<br />

15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan<br />

yang kemudian direvisi menjadi UU Nomor<br />

30 Tahun 2009. Sumber daya energi<br />

kelistrikan menjadi tulang punggung dalam<br />

pemenuhan kebutuhan pembangunan dan<br />

kehidupan umat manusia secara keseluruhan.<br />

2<br />

RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA


Namun begitu, sebagian besar pembangkit<br />

listrik masih mengandalkan ketersediaan<br />

energi yang tidak terbarukan, tidak ramah<br />

lingkungan, dan ongkos produksi yang tinggi.<br />

Negara kita masih dominan menggunakan<br />

model Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)<br />

yang memanfaatkan sumber daya batu bara.<br />

PLTA <strong>Rajamandala</strong> dan Problematika Energi<br />

Listrik di Indonesia<br />

Masih banyak ruang potensial untuk<br />

perkembangan energi terbarukan di<br />

Indonesia. Berdasarkan data Kementerian<br />

Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM),<br />

bauran pemanfaatan sumber energi per 2015<br />

masih dikuasai oleh energi fosil. Perinciannya,<br />

sumber energi minyak bumi masih menjadi<br />

tumpuan utama masyarakat Indonesia<br />

dengan mencapai 43,05%. Diikuti energi<br />

batubara sebesar 28,7% dan gas bumi 22,05%.<br />

Sedangkan penggunaan EBT baru mencapai<br />

6,2%.<br />

Penggunaan bahan bakar minyak dan batu<br />

bara untuk pembangkit listrik sangat dominan<br />

dan menjadi andalan dalam pemenuhan<br />

kebutuhan energi di Indonesia, termasuk<br />

untuk pembangkit listrik. Bahan bakar energi<br />

fosil memegang posisi yang sangat dominan<br />

dalam pemenuhan kebutuhan energi nasional.<br />

Komposisi konsumsi energi nasional saat ini<br />

adalah Bahan Bakar Minyak: 52,50%; Gas:<br />

19,04%; Batubara: 21,52%; Air:3,73%; Panas<br />

Bumi: 3,01%; dan Energi Baru: 0,2% (sumber:<br />

Jurnal IPTEK Vol.19 No. 2 Desember 2015).<br />

Para ilmuwan di bidang energi dan mineral<br />

menekankan pada alternatif pemanfaatan<br />

sumber daya energi yang terbarukan dan<br />

PENDAHULUAN 3


dapat digunakan secara kontinu. Salah satu<br />

pembangkit yang menggunakan energi<br />

terbarukan serta ramah lingkungan adalah<br />

pembangkit listrik tenaga air (PLTA). Dengan<br />

memanfaatkan daya dorong air untuk<br />

memutar turbin yang akan menghasilkan<br />

energi listrik umumnya PLTA membutuhkan<br />

waduk untuk menjaga kestabilan debit air.<br />

Kehadiran PLTA <strong>Rajamandala</strong> mempunyai<br />

arti penting untuk memberi tambahan<br />

pasokan listrik dari pembangkit energi baru<br />

terbarukan (EBT) yang sudah siap untuk<br />

commercial operation date (COD) atau<br />

beroperasi komersial pada tahun 2019 ini.<br />

Penambahan pembangkit EBT penting untuk<br />

cepat dibangun oleh pemerintah Indonesia<br />

sebagai bagian dari komitmen bangsa ini<br />

untuk mencapai target Rencana Umum Energi<br />

Nasional (RUEN) sebesar 23% EBT pada tahun<br />

2025. Akan tetapi, untuk mencapai target<br />

tersebut, pemerintah dan PLN mempunyai<br />

kendala anggaran untuk membiayai<br />

pembangunannya. Pengembangan EBT perlu<br />

jadi prioritas bangsa ini mengingat capaian<br />

energi terbarukan masih minim, baru 12% dari<br />

target 23% sampai 2025. Pengembangan<br />

energi terbarukan baru mampu menghasilkan<br />

listrik 9,12 GigaWatt (sumber: https://www.<br />

mongabay.co.id/2019/04/30/pengembanganenergi-terbarukan-perlu-jadi-prioritas/).<br />

PLN sudah lama membuat rencana jangka<br />

panjang pemanfaatan sungai Citarum sebagai<br />

pusat listrik tenaga air secara cascade-down.<br />

Melalui berbagai kajian teknis dan ekonomis<br />

akhirnya dibangunlah PLTA Saguling dan PLTA<br />

Cirata yang bertipe dam atau mempunyai<br />

bendungan. Setelah dibangun PLTA Saguling<br />

dan PLTA Cirata ternyata masih ada sisa head<br />

(ketinggian/elevasi) sekitar 32 meter antara<br />

air keluaran PLTA Saguling dengan Dam PLTA<br />

Cirata. Melalui berbagai perhitungan teknis<br />

dan ekonomis akhirnya dirancanglah PLTA<br />

Rajamanda yang bertipe run-of-river atau tidak<br />

mempunyai bendungan. Di sisi operasi PLTA<br />

<strong>Rajamandala</strong> beroperasi berdasarkan water<br />

level control, pembebanan unit berdasarkan<br />

fluktuasi debit air keluaran PLTA Saguling,<br />

berbeda dengan PLTA Saguling dan PLTA<br />

Cirata.<br />

Menengok ke belakang, roadmap<br />

pembangunan PLTA <strong>Rajamandala</strong> sebenarnya<br />

sudah diinisiasi oleh PLN pada tahun 1990an.<br />

Akan tetapi, datangnya krisis moneter tahun<br />

4<br />

RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA


pengembangan PLTA <strong>Rajamandala</strong> dengan<br />

skema joint venture tersebut.<br />

Proyek PLTA <strong>Rajamandala</strong> bukanlah proyek<br />

penugasan. Pengembangan proyek PLTA<br />

<strong>Rajamandala</strong> dilakukan dengan perencanaan<br />

yang sangat panjang sampai akhirnya proyek<br />

ini berhasil diselesaikan meski sempat<br />

delay terutama karena kendala unforseen<br />

geological condition sehingga yang semula<br />

direncanakan durasi konstruksi selama 3 (tiga)<br />

tahun namun baru bisa diselesaikan selama<br />

5 (lima) tahun.<br />

1997/1998 berdampak pada pemerintah<br />

yang menghentikan sejumlah proyek<br />

infrastruktur, salah satunya adalah proyek<br />

PLTA <strong>Rajamandala</strong>. Memasuki dekade<br />

tahun 2000an, Kansai Electric Power Co.<br />

(KEPCO) mengajak PT Indonesia Power<br />

sebagai partner untuk mengembangkan<br />

PLTA <strong>Rajamandala</strong> dengan menawarkan<br />

pendanaan dari Jepang dengan suku bunga<br />

yang sangat kompetitif. PT Indonesia Power<br />

dipilih sebagai mitra karena di sisi upstream<br />

ada PLTA Saguling yang dikelola oleh PT<br />

Indonesia Power. PLN menyetujui usulan<br />

Sebagai catatan untuk bangsa Indonesia,<br />

usaha membangun sebuah proyek PLTA dan<br />

pembangkit listrik energi terbarukan tidaklah<br />

mulus. Tekad menghadirkan ketahanan<br />

energi kelistrikan pada tataran implementasi<br />

menemui beberapa kendala antara lain:<br />

pembebasan lahan, investasi dan perizinan.<br />

Pemerintah juga masih terkotak-kotak<br />

dalam pengembangan energi terbarukan.<br />

Seyogyanya, antara pemerintah pusat<br />

maupun daerah bisa saling bersinergi dan<br />

harmonis dalam mendorong pengembangan<br />

energi terbarukan. Idealnya, pemerintah pusat<br />

maupun daerah, dalam mengembangkan<br />

PENDAHULUAN 5


energi terbarukan tak hanya demi<br />

memenuhi target bauran energi. Tak ayal,<br />

pengembangan PLTA di Indonesia berjalan<br />

relatif lambat. Kondisi menjadi ironis karena di<br />

tengah rencana pembangunan infrastruktur<br />

yang gencar dilakukan pemerintah, sumber<br />

energi listrik terbarukan menjadi sangat<br />

penting. Padahal, Indonesia mempunyai<br />

potensi energi terbarukan luar biasa.<br />

Pembangunan PLTA <strong>Rajamandala</strong> yang<br />

dilakukan oleh PT <strong>Rajamandala</strong> Electric Power<br />

(REP) merupakan bentuk terobosan dalam<br />

model pembangunan pembangkit kelistrikan<br />

di Indonesia dalam mengatasi keterbatasan<br />

kemampuan keuangan PLN dan anggaran<br />

pemerintah. Dengan kondisi yang demikian,<br />

dipilih skema konsorsium antara PT Indonesia<br />

Power dengan The Kansai Electric Power Co.<br />

Inc. untuk membangun dan mengembangkan<br />

PLTA <strong>Rajamandala</strong>. Skema pengembangannya<br />

berdasarkan BOOT (Built, Own, Operate,<br />

and Transfer). Itu artinya pengembang akan<br />

menyerahkan PLTA kepada PLN dalam<br />

keadaan baik dan beroperasi setelah masa<br />

kontrak jual beli listrik selesai.<br />

Permasalahan klasik dan krusial untuk<br />

membangun pembangkit listrik adalah<br />

pendanaan. Atas persoalan itu pula, puluhan<br />

proyek pembangkit listrik EBT yang sudah<br />

masuk dalam fase penandatanganan Power<br />

Purchase Agreement (PPA) atau kontrak jual<br />

beli saat ini masih menggantung pekerjaan<br />

konstruksinya. Dari 70 kontrak yang sudah<br />

PPA, hingga kini masih ada 23 proyek listrik<br />

EBT yang belum memenuhi syarat pendanaan<br />

(sumber: https://money.kompas.com/<br />

read/2019/04/15/100105726/puluhan-proyekpembangkit-listrik-ebt-masih-menggantung).<br />

Untuk itu, PLN masih terus berupaya untuk<br />

mempertemukan pengembang proyek<br />

dengan investor atau lembaga pendanaan.<br />

Terobosan perlu dilakukan mengingat sampai<br />

saat ini masih sangat sedikit investor yang<br />

antusias untuk membangun PLTA karena jauh<br />

lebih banyak hambatannya jika dibandingkan<br />

dengan membangun pembangkit listrik jenis<br />

lain.<br />

Terobosan Project Financing PLTA<br />

<strong>Rajamandala</strong><br />

Hal penting dari proyek PLTA <strong>Rajamandala</strong><br />

adalah karena pembiayaan proyek dilakukan<br />

dengan skema International Project Financing,<br />

melalui sindikasi Japan Bank for International<br />

Cooperation (JBIC) dan Mizuho Bank dengan<br />

masa pinjaman yang panjang, yaitu 19 tahun.<br />

6<br />

RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA


Presiden RI Joko Widodo secara simbolik menyerahkan dokumen perizinan terkait pembangunan PLTA <strong>Rajamandala</strong><br />

kepada Direktur Utama PT <strong>Rajamandala</strong> Electric Power (REP), Bambang Priyambodo pada acara peresmian Pelayanan<br />

Terpadu Satu Pintu (PTSP) Pusat di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Jakarta 26 Januari 2015<br />

Pembangunan PLTA <strong>Rajamandala</strong> menelan<br />

biaya sekitar US$ 150 juta tidak mendapatkan<br />

Jaminan Kelayakan Usaha (JKU) dari<br />

pemerintah. Ketiadaan JKU ini menjadi salah<br />

satu tantangan terbesar dalam mewujudkan<br />

proyek PLTA <strong>Rajamandala</strong>. Karena umumnya<br />

dunia perbankan membutuhkan jaminan<br />

tersebut sebelum mau membiayai suatu<br />

proyek infrastruktur di Indonesia.<br />

Dari jumlah US$ 150 itu, dua bank Jepang<br />

membiayai 75% dan 25% dipenuhi dari ekuitas<br />

pemegang saham, yaitu Putra Indotenaga<br />

(51%) dan KPIC Nederland (49%). Masa<br />

konstruksi PLTA <strong>Rajamandala</strong> memakan waktu<br />

33 bulan yang dilaksanakan dengan pola full<br />

turnkey. Dengan sistem turnkey ini developer<br />

tidak memerlukan modal untuk membangun<br />

(sesuai isi kontrak) karena pembangunan dan<br />

pembiayaan proyek sepenuhnya menjadi<br />

tanggung jawab kontraktor.<br />

Sebagai pengganti JKU dari Pemerintah, REP<br />

menggunakan jaminan yang diterbitkan oleh<br />

salah satu badan milik World Bank, yaitu<br />

Multilateral Investment Guarantee Agency<br />

PENDAHULUAN 7


(MIGA), yang berpusat di Washington DC<br />

untuk memberikan fasilitas asuransi investasi<br />

bagi pendanaan proyek PLTA <strong>Rajamandala</strong><br />

atas usul Mizuho Bank sebagai Financial<br />

Advisor. PT Perusahaan Listrik Negara (PLN<br />

Persero) melalui PT REP sebagai pengembang<br />

proyek Independent Power Producer (IPP)<br />

PLTA <strong>Rajamandala</strong> menandatangani Berita<br />

Acara Efektifitas Perjanjian Jual Beli Listrik<br />

(Power Purchase Agreement) PPA yang<br />

mempersyaratkan Penutupan Pembiayaan<br />

untuk mendanai pembangunan Proyek<br />

PLTA <strong>Rajamandala</strong> (1x47) MW di Jakarta<br />

pada tanggal 19 Agustus 2014. Sebelumnya,<br />

PPA untuk proyek ini sudah satu tahun<br />

sebelumya pada 20 Agustus 2013 untuk<br />

masa kontrak 30 tahun masa operasi,<br />

dengan Skema BOOT (Built, Own, Operate,<br />

and Transfer) dimana setelah masa kontrak<br />

berakhir PLTA <strong>Rajamandala</strong> akan diserahkan<br />

kepada PT PLN (Persero). Sedangkan<br />

penutupan pembiayaan yang ditandai<br />

penarikan pinjaman yang pertama (first<br />

drawdown) dilakukan pada tanggal 18<br />

Agustus 2014.<br />

Penggunaan skema pembiayaan yang<br />

tanpa JKU dari pemerintah Indonesia<br />

merupakan kemajuan yang sangat berarti<br />

bagi pembangunan pembangkit listrik yang<br />

terkendala soal anggaran di Indonesia. PLTA<br />

<strong>Rajamandala</strong> bisa menjadi percontohan<br />

dalam pembangunan pembangkit listrik di<br />

Indonesia. Dengan skema bisnis seperti itu,<br />

merupakan wujud tingkat kepercayaan yang<br />

tinggi dari lembaga pembiayaan internasional<br />

terhadap bisnis ketenagalistrikan di Indonesia.<br />

Kasus PLTA <strong>Rajamandala</strong> menyiratkan<br />

adanya perubahan dan perbaikan tingkat<br />

kepercayaan lender terhadap bisnis<br />

ketenagalistrikan di Indonesia. Skema<br />

pembiayaan tersebut menjadi terobosan<br />

atas persoalan pinjaman anggaran dengan<br />

tanpa keterlibatan pemerintah secara<br />

langsung. Keberhasilan pembangunan PLTA<br />

<strong>Rajamandala</strong> ini menjadi tanda bahwa pihak<br />

asing menganggap proyek infrastruktur<br />

di Indonesia tetap feasible dari sisi bisnis<br />

bahkan tanpa adanya JKU dari pemerintah.<br />

Untuk ke depan, diharapkan cara itu dapat<br />

digunakan untuk proyek kelistrikan lainnya,<br />

sehingga pembangunan kelistrikan dapat<br />

berjalan lebih cepat lagi. Keberadaan PLTA<br />

memiliki peran sangat penting dalam sebuah<br />

sistem tenaga listrik nasional. Bahkan, peran<br />

PLTA seringkali tidak tergantikan di beberapa<br />

daerah pada saat beban puncak.<br />

8<br />

RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA


Mimpi PLTA <strong>Rajamandala</strong> Ikut Berkontribusi<br />

Melistriki Indonesia<br />

Saat ini, pemerintah menargetkan<br />

konsumsi listrik masyarakat sebesar<br />

1.129 kilowatt per hour (KWH) per kapita<br />

(sumber: https://databoks.katadata.co.id/<br />

datapublish/2018/01/11/inilah-konsumsi-listriknasional).<br />

Kondisi konsumsi listrik nasional<br />

sendiri dari tahun ke tahun terus meningkat<br />

seiring dengan bertambahnya akses listrik<br />

atau elektrifikasi serta perubahan gaya hidup<br />

masyarakat. Berdasarkan data Kementerian<br />

Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM),<br />

konsumsi listrik Indonesia di tahun 2017<br />

misalnya, mencapai 1.012 KWH/kapita, naik<br />

5,9 persen dari tahun sebelumya. Guna<br />

mengantisipasi kenaikan kebutuhan konsumsi<br />

listrik tersebut, pemerintah berupaya untuk<br />

terus meningkatkan kapasitas terpasang<br />

pembangkit. Pada tahun 2017 rasio<br />

elektrifikasi nasional sebesar 95,35% dan<br />

pada tahun 2019 ditargetkan menuju rasio<br />

elektrifikasi sebesar 99%. (sumber: http://<br />

ebtke.esdm.go.id/post/2018/04/27/1945/<br />

menuju.rasio.elektrifikasi.99.persen.<br />

pada.2019).<br />

PENDAHULUAN 9


Listrik yang dihasilkan dari PLTA <strong>Rajamandala</strong><br />

akan terhubung dengan sistem kelistrikan<br />

interkoneksi Jawa-Bali. Saat ini, pasokan listrik<br />

di sistem Jawa-Bali terhubung dalam Sistem<br />

Interkoneksi pada sistem tegangan ekstra<br />

tinggi 500 kV dan tegangan tinggi<br />

150 kV yang dikelola oleh PT PLN (Persero)<br />

Pusat Pengatur Beban Jawa Bali (P2B) Jawa<br />

Bali. Sistem interkoneksi memungkinkan<br />

adanya transfer arus listrik antar area,<br />

sehingga kekurangan daya di suatu area akan<br />

dapat dipenuhi oleh area lain melalui jaringan<br />

interkoneksi. Sistem interkoneksi juga<br />

membuat setiap kejadian apapun pada salah<br />

satu komponen di Sistem Interkoneksi akan<br />

berpengaruh pada keseluruhan sistem.<br />

PLTA <strong>Rajamandala</strong> memanfaatkan arus<br />

sungai Citarum, Desa Cihea, Kecamatan<br />

Haurwangi, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat<br />

dengan menggunakan turbin Vertical Kaplan.<br />

Listriknya dihasilkan dengan memanfaatkan<br />

debit air maksimal 168 m 3 /det dan ketinggian<br />

jatuh air (gross head) 34 meter. Pembangkit<br />

ini akan menghasilkan energi listrik rata-rata<br />

sebesar 181 Giga Watt hour (GWh) per tahun<br />

atau setara dengan produksi listrik yang<br />

dihasilkan oleh 70 juta liter BBM.<br />

10<br />

RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA


Suistainability Energy<br />

PLTA <strong>Rajamandala</strong> sangat memperhatikan<br />

konsep pembangunan berwawasan<br />

lingkungan sebagai realisasi dari<br />

kepeduliannya untuk menghadirkan<br />

pembangunan sektor energi berkelanjutan.<br />

Lingkungan di sini tidak terbatas pada<br />

lingkungan alam semata, tetapi juga<br />

mencakup lingkungan sosial. Lingkungan<br />

sosial menjadi penting untuk diperhatikan<br />

karena menyangkut eksistensi masyarakat<br />

untuk melangsungkan kehidupannya<br />

serta untuk mengupayakan peningkatan<br />

kesejahteraan. Kehadiran pembangunan<br />

sebuah proyek dianggap berhasil ketika<br />

dilakukan dengan berkesinambungan yang<br />

ditandai dengan tidak terjadinya kerusakan<br />

lingkungan alam dan sosial.<br />

Pada umumnya pembangunan pembangkit<br />

listrik selalu diikuti dengan dampak yang<br />

ditimbulkan terhadap kehidupan masyarakat<br />

yang ada di sekitarnya. Dampak tersebut<br />

bisa positif, tetapi tidak jarang pula<br />

menghasilkan banyak dampak negatif bagi<br />

kehidupan warga sekitar. Untuk itu, konsep<br />

pembangunan berwawasan lingkungan yang<br />

diimplementasikan oleh <strong>Rajamandala</strong> Electric<br />

Power (REP) adalah dengan pendekatan yang<br />

mengedepankan keserasian, keselarasan, dan<br />

keseimbangan hubungan dengan lingkungan<br />

fisik dan masyarakat sekitar. Hal itu dilandasi<br />

oleh pertimbangan bahwa faktor penting dari<br />

kehadiran pembangunan PLTA <strong>Rajamandala</strong><br />

diarahkan untuk mengatasi dampak negatif<br />

yang dihasilkan bagi kehidupan manusia dan<br />

lingkungan.<br />

PT <strong>Rajamandala</strong> Electric Power bermaksud<br />

untuk ikut serta berperan secara aktif dalam<br />

merealisasikan program yang diadakan oleh<br />

Dewan Energi Nasional (DEN) tersebut untuk<br />

memanfaatkan energi terbarukan khususnya<br />

tenaga air, dengan membangun Pembangkit<br />

Listrik Tenaga Air (PLTA) yang terletak di Desa<br />

Cihea, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten<br />

Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Pembangunan<br />

PLTA <strong>Rajamandala</strong> diproyeksikan bisa<br />

menaikkan angka pertumbuhan penyediaan<br />

tenaga listrik yang selama ini masih belum<br />

bisa mengimbangi angka kebutuhan energi<br />

listrik di Jawa Bali. REP berupaya untuk<br />

mewujudkan kemandirian pengelolaan energi<br />

nasional.<br />

Penentuan kapasitas PLTA <strong>Rajamandala</strong><br />

dilakukan dengan meninjau beberapa aspek.<br />

Aspek pertama adalah operasional yang<br />

PENDAHULUAN 11


Foto bersama jajaran staff dan pimpinan REP<br />

mengambil studi kasus PLTA Saguling tentang<br />

prediksi perubahan jam beban puncak<br />

dikaitkan dengan kenaikan GDP. Aspek<br />

kedua adalah masalah teknis pemanfaatan<br />

air semaksimal mungkin. Jika limpasan<br />

atau buangan air berlebih maka diperlukan<br />

pembangkit kapasitas besar, namun hal<br />

tersebut membutuhkan investasi yang<br />

sangat besar sehingga tidak akan ekonomis.<br />

Berdasarkan kajian tersebut, REP menghitung<br />

optimasi yang terbaik antara investasi, energi<br />

yang dibangkitkan, dan tarif.<br />

Pembangkit listrik ramah lingkungan yang<br />

seharusnya teknologinya bisa kita kuasai<br />

sebagai pembangkit listrik masa depan di<br />

Indonesia adalah pembangkit listrik tenaga<br />

air (PLTA). Indonesia memiliki banyak potensi<br />

aliran energi yang bisa dimanfaatkan untuk<br />

dijadikan sumber energi listrik baru. Namun<br />

biasanya sumber energi air ini sulit dijangkau<br />

dan dibangun karena terdapat di daerah<br />

dataran tinggi atau pegunungan.<br />

PT <strong>Rajamandala</strong> Electric Power<br />

PT <strong>Rajamandala</strong> Electric Power (REP)<br />

merupakan anak perusahaan dari PT<br />

Indonesia Power dengan Kansai Electric<br />

Power Co. Inc. PT Indonesia Power sendiri<br />

merupakan anak perusahaan<br />

PT PLN (Persero) yang didirikan pada tanggal<br />

3 Oktober 1995 dengan nama PT PLN<br />

12<br />

RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA


Pembangkitan Jawa Bali I (PT PJB I). Pada<br />

tanggal 8 Oktober 2000, PT PJB I berganti<br />

nama menjadi Indonesia Power sebagai<br />

penegasan atas tujuan perusahaan untuk<br />

menjadi perusahaan pembangkit tenaga listrik<br />

independen yang berorientasi bisnis murni.<br />

REP adalah perusahaan joint venture yang<br />

sengaja didirikan untuk penyedia tenaga<br />

listrik swasta berdasarkan skema BOOT<br />

berdasarkan PPA (Kontrak Pembelian Tenaga<br />

Listrik), energi listrik disalurkan melalui<br />

jaringan interkoneksi 150 kV ke jalur transmisi<br />

Cianjur–Cigereleng selama 30 tahun masa<br />

kontrak. Perusahaan listrik ini didirikan di<br />

Jakarta pada 16 Februari 2012 dengan akta<br />

pendirian disetujui oleh Menteri Hukum dan<br />

Hak Asasi Manusia dalam surat keputusan<br />

No. AHU-08273.AH.01.01.Tahun 2012.<br />

Pembangkit listrik ini menggunakan energi<br />

terbarukan. Pembangkit listrik menggunakan<br />

head/elevasi yang tersedia dari Saguling<br />

HEPP sebelum air mencapai Dam Cirata<br />

HEPP. Ini berarti, pembangkit listrik dapat<br />

menghasilkan listrik tambahan dari sistem<br />

kaskade yang ada tanpa menambah<br />

polusi pada lingkungan. Pemegang saham<br />

perusahaan adalah perusahaan: PT Putra<br />

Indotenaga (anak perusahaan dari PT<br />

Indonesia Power), memiliki 51% saham dan<br />

KPIC Netherland BV (anak perusahaan<br />

dari Kansai Electric Power Co., Inc., sebuah<br />

perusahaan pembangkit, transmisi dan<br />

distribusi di Jepang) memiliki 49% saham.<br />

Kegiatan sosial PT <strong>Rajamandala</strong> Electric Power<br />

PENDAHULUAN 13


14<br />

RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA


ab 2<br />

KATA PENGANTAR 15


PROSES PENGADAAN<br />

PLTA RAJAMANDALA<br />

Proses perizinan dan pengadaan menjadi<br />

salah satu tantangan utama dalam<br />

proyek pembangunan pembangkit<br />

listrik. Terhambatnya pembangunan beberapa<br />

proyek pembangkit listrik tidak jarang terjadi<br />

pada tahap ini. Proses pengadaan PLTA<br />

<strong>Rajamandala</strong> terkait dengan Dukungan<br />

atau Jaminan Pemerintah sejak tahun 2007<br />

dengan diterbitkannya Persetujuan DJLPE<br />

untuk Penunjukan Langsung Pembelian<br />

Tenaga Listrik oleh PLN. Dokumen Request for<br />

Proposal (RFP) PLTA <strong>Rajamandala</strong> kemudian<br />

diterbitkan pada 24 September 2010<br />

dengan ketentuan bahwa dalam pengadaan<br />

independent power producer (IPP), secara<br />

umum Pemerintah tidak memberikan jaminan<br />

kepada Pengembang untuk proyek yang<br />

tidak tercantum dalam Program Percepatan<br />

Pembangunan Pembangkit Tahap 2 (FTP-2).<br />

Berikut ini adalah informasi mengenai<br />

kronologi pengadaan PLTA <strong>Rajamandala</strong><br />

mulai dari proses perencanaan di tahun 2003<br />

hingga terbitnya Peraturan Menteri (Permen)<br />

ESDM No. 1 Tahun 2012 tentang Perubahan<br />

atas Permen ESDM No. 15 Tahun 2010.<br />

Permen itu memasukkan proyek IPP PLTA<br />

<strong>Rajamandala</strong> 47 MW ke dalam daftar proyek<br />

FTP-2:<br />

2003: Feasibility study diajukan ke JBIC<br />

Pada tahap ini, JBIC sudah mulai melakukan<br />

penelitian dan studi (research and studies)<br />

awal terhadap proyek-proyek yang akan<br />

didanai, di antaranya PLTA <strong>Rajamandala</strong>.<br />

Dalam penelitian awal ini, JBIC berfokus<br />

pada kawasan atau sektor industri tertentu<br />

yang dinilai kondusif. Feasibility study (studi<br />

16<br />

RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA


kelayakan) dilakukan pada setiap tahap yang<br />

diperlukan untuk realisasi proyek, termasuk<br />

persiapan rencana induk untuk individual<br />

project, pelaksanaan studi prakelayakan<br />

dan kelayakan (Pre-F/S, F/S), front-end<br />

engineering design (FEED), dan studi daerah<br />

dan sektor industri (studies of region and<br />

industry) yang kondusif.<br />

Feasibility study dilakukan dalam tahapan<br />

berikut:<br />

1. Pemilihan subjek penelitian dan studi<br />

2. Pemilihan kontraktor untuk melakukan<br />

penelitian dan studi<br />

3. Melakukan penelitian dan studi<br />

4. Penyelesaian laporan penelitian dan studi<br />

5. Follow-up<br />

Agustus 2007: Penunjukan langsung oleh<br />

Kementerian ESDM<br />

Proses penunjukan langsung diawali dengan<br />

pengajuan proposal dari produsen listrik<br />

swasta (Independent Power Producer/IPP)<br />

ke PLN. IPP yang ikut penunjukan harus<br />

mendaftar dan dievaluasi terlebih dulu<br />

oleh PLN. Proses penunjukan langsung<br />

memungkinkan PLN mendapatkan harga dan<br />

kualitas yang lebih baik dalam pengadaan<br />

pembangkit listrik energi terbarukan.<br />

Penunjukan langsung ini diharapkan<br />

membantu PLN mempercepat pembangunan<br />

proyek listrik. Atas proposal penunjukan<br />

langsung tersebut, pada 16 Agustus 2007,<br />

Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan<br />

Energi (DJLPE) Kementerian ESDM<br />

memberikan Surat Persetujuan DJLPE<br />

No. 2630/20/600.3/2007 kepada PLN untuk<br />

PROSES PENGADAAN PLTA RAJAMANDALA 17


melakukan Penunjukan Langsung Pembelian<br />

Tenaga Listrik dari PLTA <strong>Rajamandala</strong>. Tahun<br />

2007 rasio elektrifikasi Indonesia masih<br />

berada di angka 63,3%, artinya ada 36,7% dari<br />

240 juta penduduk Indonesia yang belum<br />

bisa mengakses listrik.<br />

Terbit Permen ESDM<br />

Nomor 1 Tahun 2012<br />

Januari 2012<br />

Surat PLN kepada<br />

Dirjen Ketenagalistrikan<br />

Kementerian ESDM<br />

2010: Fast Track Program (FTP) elektrifikasi<br />

Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden<br />

(Perpres) No. 4 Tahun 2010 tentang<br />

Penugasan kepada PLN untuk Proyek FTP-<br />

2. Lewat FTP 2 yang menginstruksikan agar<br />

PLN menyediakan suplai 10 ribu Megawatt<br />

(MW) melalui pembangunan pembangkit<br />

dengan memanfaatkan energi terbarukan,<br />

gas, dan batu bara sebagai sumber tenaga.<br />

Langkah mengejar rasio elektrifikasi atau<br />

tingkat aksesibilitas listrik di masyarakat<br />

sebenarnya sudah dilakukan sejak Juli 2006<br />

ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono<br />

menerbitkan Perpres Nomor 71 Tahun<br />

2006 yang memerintahkan PLN melakukan<br />

percepatan pembangunan pembangkit listrik<br />

sebanyak 10 ribu MW dalam 5 tahun. Program<br />

ini dikenal kemudian dengan nama FTP I. FTP<br />

1 saat itu digagas karena terjadinya defisit<br />

listrik di beberapa wilayah di Indonesia,<br />

utamanya di luar Jawa-Bali yang bisa terkena<br />

Januari 2011 Bid Closing Date Maret 2011<br />

Fast Track Program (FTP)<br />

elektrifikasi<br />

pemadaman berhari hari akibat defisit listrik<br />

hingga 330 MW kala itu.<br />

2010<br />

Akan tetapi, progress FTP tahap I terganggu<br />

oleh kondisi pertumbuhan ekonomi yang<br />

mengalami kontraksi sementara pertumbuhan<br />

penduduk tetap tinggi. Hal itu yang menjadi<br />

alasan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono<br />

menggagas kembali percepatan proyek<br />

listrik yang dikenal FTP tahap II. Perpres No.<br />

4/2010 diejawantahkan melalui Peraturan<br />

Penunjukan langsung<br />

oleh Kementerian ESDM<br />

18<br />

RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA


November 2011<br />

Agustus 2007<br />

Menteri (Permen) ESDM Nomor 15 Tahun<br />

2010, proyek 10 ribu MW yang kedua pun<br />

diresmikan. Dalam FTP-2 ini terdapat sedikit<br />

perbaikan di porsi bauran energi, jika di FTP<br />

I seluruhnya mengandalkan batu bara, FTP-<br />

2 mulai memasukkan pembangkit berbahan<br />

bakar gas, hidro, dan panas bumi. Permen<br />

yang diterbitkan pada 27 Agustus 2010<br />

itu mencantumkan Daftar Proyek FTP-2, di<br />

mana Proyek IPP PLTA <strong>Rajamandala</strong> 47 MW<br />

tidak termasuk di dalam daftar Proyek FTP-2<br />

tersebut.<br />

September 2011<br />

Pertemuan antara Menteri METI Jepang<br />

dengan Menko Perekonomian Indonesia<br />

Metropolitan<br />

Priority Area<br />

Agustus 2011<br />

Indonesia-Jepang Terbitnya PMK No. 139 Tahun 2011<br />

Feasibility study diajukan ke JBIC<br />

2003<br />

Pada 24 September 2010, diterbitkan<br />

Dokumen Pengadaan (Request for<br />

Proposal/RFP) Pembelian Tenaga Listrik<br />

PLTA <strong>Rajamandala</strong> 47 MW, di mana dalam<br />

dokumen tersebut dinyatakan bahwa PLN<br />

bermaksud agar proyek dibiayai tanpa adanya<br />

dukungan atau Jaminan Pemerintah. Proyek<br />

transmisi pada dasarnya dilaksanakan oleh<br />

PLN, sedangkan transmisi terkait dengan<br />

pembangkit milik IPP dilaksanakan oleh<br />

pengembang IPP sesuai dengan dokumen<br />

Request for Proposal (RFP). Namun demikian,<br />

terbuka opsi proyek transmisi untuk juga<br />

dapat dilaksanakan oleh swasta dengan<br />

skema bisnis tertentu, misalnya build lease<br />

transfer (BLT), atau power wheeling. Power<br />

wheeling bertujuan antara lain agar aset<br />

jaringan transmisi dan distribusi sebagai<br />

salah satu aset negara dapat dimanfaatkan<br />

secara optimal, peningkatan utilisasi<br />

jaringan transmisi atau distribusi sebagai<br />

salah satu bentuk efisiensi pada lingkup<br />

nasional, mempercepat tambahan kapasitas<br />

pembangkit nasional untuk menunjang<br />

pertumbuhan ekonomi nasional selama<br />

memenuhi peraturan perundang-undangan<br />

yang berlaku. Opsi tersebut dibuka atas dasar<br />

pertimbangan keterbatasan kemampuan<br />

PROSES PENGADAAN PLTA RAJAMANDALA 19


pendanaan investasi PLN dan pertimbangan<br />

perusahaan swasta dapat lebih fleksibel<br />

dalam hal mengurus perizinan. 5 November<br />

2010, JBIC mengeluarkan Letter of Intent<br />

(LoI) kepada Konsorsium PT Indonesia<br />

Power-Kansai Electric Power Co. Inc. untuk<br />

mendukung pendanaan pembangunan PLTA<br />

<strong>Rajamandala</strong>.<br />

Januari 2011: Bid Closing Date<br />

Pada 3 Januari 2011, Konsorsium PT Indonesia<br />

Power-Kansai Electric Power Co. Inc.<br />

memasukan proposal penawaran. Bid closing<br />

date atau tanggal penutupan penawaran<br />

merupakan bagian penting dari proses<br />

penawaran terhadap para kontraktor. Bid<br />

closing date menjadi penting untuk ditetapkan<br />

di awal proyek karena sebagian besar kontrak<br />

memiliki tanggal mulai yang spesifik dan<br />

jadwal tertentu untuk penyelesaian proyek.<br />

Hal ini dibutuhkan untuk memastikan bahwa<br />

pekerjaan akan selesai tepat waktu.<br />

Maret 2011: Metropolitan Priority Area<br />

Indonesia-Jepang<br />

Pada 17 Maret 2011, terjalin kerjasama<br />

bilateral antara Pemerintah Indonesia<br />

dengan Pemerintah Jepang dalam program<br />

Metropolitan Priority Area (MPA), di mana<br />

PLTA <strong>Rajamandala</strong> termasuk di dalam program<br />

tersebut. Pertemuan bilateral lanjutan<br />

antara Indonesia dan Jepang memperkuat<br />

hubungan kerjasama investasi dalam proyek<br />

Metropolitan Priority Area (MPA) senilai US$<br />

40 miliar atau sekitar Rp 399,8 triliun. Salah<br />

satunya adalah untuk proyek infrastruktur<br />

pembangkit listrik (power plant). Pemerintah<br />

Jepang sepakat untuk mempererat kerjasama<br />

bilateral dan memberikan bantuan investasi<br />

di bidang energi, infrastruktur dengan dana<br />

dari swasta maupun pemerintah. Pemerintah<br />

Jepang berkomitmen untuk membantu<br />

mengembangkan sumber energi terbarukan<br />

di Indonesia.<br />

20<br />

RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA


listrik swasta, pemerintah memberikan<br />

garansi. Jaminan kelayakan usaha diberikan<br />

terhadap risiko gagal bayar yang terjadi<br />

pada sebagian atau sepanjang masa operasi<br />

proyek pembangkit listrik.<br />

Agustus 2011: Terbitnya PMK No. 139 Tahun<br />

2011<br />

Menteri Keuangan (Menkeu) memberikan<br />

Jaminan Kelayakan Usaha untuk<br />

mengantisipasi risiko gagal bayar oleh PT<br />

Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk<br />

pembangunan pembangkit tenaga listrik<br />

menggunakan energi terbarukan, batubara,<br />

dan gas yang dilakukan melalui kerja sama<br />

dengan pengembang listrik swasta. JKU<br />

yang dimaksud adalah jaminan pemerintah<br />

atas kemampuan PLN dalam mengupayakan<br />

kewajiban finansialnya. Jika terjadi risiko<br />

gagal bayar berdasarkan Perjanjian Jual Beli<br />

Tenaga Listrik (PJBTL) dengan pengembang<br />

Ketentuannya, JKU diberikan sepanjang<br />

masa operasi proyek pembangkit listrik,<br />

masa berlaku dimulai sejak saat diterbitkan<br />

sampai dengan berakhirnya PJBTL. Meskipun<br />

mendapat jamiman dari pemerintah, PLN<br />

tetap wajib melakukan usaha maksimal untuk<br />

mencegah terjadinya risiko gagal bayar dan<br />

mengurangi dampaknya apabila terjadi.<br />

Untuk itu, PLN diwajibkan menyampaikan<br />

laporan tentang kemungkinan terjadinya<br />

risiko gagal bayar dan laporan terkait usaha<br />

untuk mencegah terjadinya risiko gagal bayar<br />

kepada Menkeu setiap tiga bulan. Dalam<br />

hal pemantauan atas risiko gagal bayar, PT<br />

PLN pada proyek pembangkit listrik yang<br />

telah diberikan jaminan kelayakan usaha,<br />

Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang<br />

(DJPU) dan Badan Kebijakan Fiskal (BKF)<br />

dapat menyampaikan rekomendasi kepada<br />

Menkeu untuk memberikan dukungan dan<br />

atau melakukan tindakan sesuai dengan<br />

kewenangan Menkeu dalam rangka<br />

mencegah terjadinya risiko gagal bayar.<br />

PROSES PENGADAAN PLTA RAJAMANDALA 21


September 2011: Pertemuan antara Menteri<br />

METI Jepang dengan Menko Perekonomian<br />

Indonesia<br />

Menteri Koordinator Perekonomian Republik<br />

Indonesia Hatta Rajasa menererima delegasi<br />

Jepang yang dipimpin Ministry of Economy,<br />

Trade and Industry (METI) Jepang, H.E. Mr.<br />

Yukio Edano, di Jakarta 22 September 2011.<br />

November 2011: Surat PLN kepada Dirjen<br />

Ketenagalistrikan Kementerian ESDM<br />

Sehubungan dengan dinamika yang<br />

berkembang atas rencana pelaksanaan<br />

proyek-proyek percepatan pembangunan<br />

pembangkit tenaga listrik yang menggunakan<br />

energi terbarukan, PLN mengirimkan surat<br />

kepada Dirjen Ketenagalistrikan dengan<br />

Nomor: 03669/121/DIRUT/2011 tentang Usulan<br />

22<br />

RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA


Kunjungan Perum Perhutani<br />

Perubahan Lampiran Permen ESDM No.<br />

15 Tahun 2010 di mana PLTA <strong>Rajamandala</strong><br />

merupakan salah satu proyek yang diusulkan.<br />

Januari 2012: Terbit Permen ESDM Nomor 1<br />

Tahun 2012<br />

13 Januari terbit Permen ESDM No. 1 Tahun<br />

2012 tentang Perubahan atas Permen ESDM<br />

No. 15 Tahun 2010, di mana proyek IPP PLTA<br />

<strong>Rajamandala</strong> 47 MW termasuk dalam daftar<br />

proyek FTP-2. Kementerian ESDM mengubah<br />

Lampiran I, Lampiran II, Lampiran III, dan<br />

Lampiran IV sebagaimana dimaksud dalam<br />

Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya<br />

Mineral Nomor 15 Tahun 2010 tentang daftar<br />

proyek-proyek percepatan pembangunan<br />

pembangkit tenaga listrik yang menggunakan<br />

energi terbarukan, batubara dan gas, serta<br />

transmisi terkait.<br />

PROSES PENGADAAN PLTA RAJAMANDALA 23


24<br />

RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA


ab 3<br />

KATA PENGANTAR 25


PERENCANAAN & PERIZINAN<br />

PROYEK<br />

Perencanaan pembangunan PLTA<br />

<strong>Rajamandala</strong> dimulai dengan adanya<br />

penandatanganan konsorsium antara<br />

PT Indonesia Power dan Kansai Electric<br />

Power Co. Inc pada 16 November 2011. Dalam<br />

pertemuan tersebut mulai diagendakan<br />

program konsultasi publik dalam rangka<br />

rencana pembangunan PLTA <strong>Rajamandala</strong><br />

<strong>Rajamandala</strong> 47 MW dan transmisi 150<br />

kV. Konsultasi publik dilakukan dengan<br />

berbagai stakeholder dan masyarakat<br />

dengan menghasilkan beberapa masukan<br />

atau saran untuk proyek pembangunan<br />

PLTA <strong>Rajamandala</strong>. Landasan pembangunan<br />

proyek PLTA <strong>Rajamandala</strong> dalam rangka untuk<br />

memenuhi target Fast Track Program Tahap<br />

II (FTP-2) dalam Peraturan Menteri Energi dan<br />

Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 1 Tahun<br />

2012, yaitu sebuah program percepatan<br />

pengadaan listrik untuk memenuhi<br />

kebutuhan atau target sebesar 10.000 MW,<br />

dan diutamakan dengan menggunakan<br />

pembangkit listrik memakai sumber energi<br />

yang terbarukan, dan salah satu sumber<br />

energi yang terbarukan tersebut adalah air.<br />

Implementasi perencanaan pembangunan<br />

proyek PLTA <strong>Rajamandala</strong> dimulai sejak<br />

tahun 2011 lewat proses konsultasi publik<br />

yang diadakan di Kecamatan Haurwangi,<br />

Kabupaten Cianjur terhadap masyarakat<br />

dan stakeholder di tempat-tempat yang<br />

diasumsikan akan terdampak proyek<br />

pembangunan PLTA <strong>Rajamandala</strong>. Dalam<br />

konsultasi publik berupa sosialisasi dan<br />

musyawarah dengan masyarakat terdampak<br />

pada tanggal 23 November 2011 yang juga<br />

dihadiri oleh camat, diinventarisir beberapa<br />

26<br />

RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA


espons dan saran dari masyarakat mengenai<br />

aspirasi dan persyaratan yang harus dipenuhi<br />

perusahaan sebelum proyek pembangunan<br />

pembangkit bisa dimulai.<br />

Perizinan Proyek PLTA <strong>Rajamandala</strong><br />

Selain pendanaan, panjangnya proses<br />

perizinan menjadi tantangan tersendiri untuk<br />

membangun infrastruktur PLTA. Meskipun<br />

terlihat prosedural, soal perizinan ini bisa<br />

memakan waktu lama sekitar 5 (lima) tahun<br />

dan tak jarang menemui kebuntuan pada<br />

regulasi. Tidak jarang, beberapa proyek PLTA<br />

menjadi terlambat dalam pembangunannya<br />

karena persoalan perizinan. Proses<br />

perizinan yang panjang serta skema izin<br />

yang beberapa di antaranya harus diurus<br />

secara berkesinambungan berdampak pada<br />

lambatnya capaian target pertumbuhan<br />

pengembangan pembangkit listrik EBT di<br />

Indonesia. Salah satu perizinan yang biasanya<br />

membutuhkan perhatian besar terjadi pada<br />

izin pinjam kawasan hutan yang menyaratkan<br />

adanya izin usaha dan izin lingkungan. Bagi<br />

pengembang di sektor ketenagalistrikan,<br />

penyederhanaan alir dan waktu perizinan<br />

sangat dibutuhkan karena bisa menghemat<br />

anggaran dari modal yang dikeluarkan.<br />

Untuk PLTA <strong>Rajamandala</strong> sendiri, proses<br />

perizinan pokok sudah mulai dilakukan dan<br />

diselesaikan sebelum proses pembebasan<br />

lahan. Sebuah PLTA atau Perusahaan<br />

Pembangkit Listrik memang idealnya harus<br />

mempunyai beberapa perizinan pokok<br />

yang merupakan salah satu landasan<br />

hukum sebagai kewenangan perusahaan<br />

dalam menyelenggarakan segala bentuk<br />

PERENCANAAN & PERIZINAN PROYEK 27


kegiatannya yang berkaitan dengan proyek<br />

PLTA tersebut. Pengurusan izin harus<br />

berkaitan dengan banyak pihak, dari pusat<br />

hingga daerah: mulai dari izin pengadaan<br />

listrik dari Menteri Energi dan Sumber Daya<br />

Mineral (ESDM), izin lokasi dari Pemerintah<br />

Daerah, beserta izin-izin lainnya. Dalam<br />

praktiknya, pengurusan izin memakan<br />

waktu yang lama karena rumitnya birokrasi<br />

di pemerintahan yang harus diikuti secara<br />

prosedural. Namun begitu, semua perizinan<br />

mampu dipenuhi oleh pihak REP lewat<br />

prosedur yang berlaku.<br />

Selain perizinan pokok di atas, masih banyak<br />

Perizinan pokok PLTA <strong>Rajamandala</strong><br />

menyangkut:<br />

01<br />

Izin Prinsip Pembangunan PLTA<br />

<strong>Rajamandala</strong> dari Bupati Cianjur<br />

Tahun 2012.<br />

02<br />

Izin Peruntukan Penggunaaan Tanah<br />

dari Bupati Cianjur Tahun 2012.<br />

03<br />

Izin Lokasi Tanah PLTA <strong>Rajamandala</strong> 47 MW<br />

dari Bupati Cianjur Tahun 2012.<br />

03<br />

UKL / UPL PLTA <strong>Rajamandala</strong> 47 MW.<br />

28<br />

RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA


Rapat dengan Perum Perhutani<br />

perizinan lain terkait yang sudah dibereskan oleh proyek PLTA <strong>Rajamandala</strong>. Proses pengurusan<br />

perizinan bisa terbantu dengan strategi pengurusan yang paralel dengan proses pembebasan<br />

tanah dan proses lainnya, dengan ketentuan bahwa perizinan berikut merupakan perizinan yang<br />

menjadi salah satu persyaratan untuk melakukan financial closing. Berikut seluruh rangkaian<br />

perizinan yang harus dan telah ditempuh dan sudah diperoleh PT REP:<br />

No<br />

Nama perizinan<br />

Nomor dan<br />

tanggal surat<br />

Instansi yang mengeluarkan<br />

1.<br />

Upaya Pengelolaan Lingkungan<br />

(UKL), Upaya Pemantauan<br />

Lingkungan (UPL)<br />

2011<br />

Kantor Lingkungan Hidup Pemerintah<br />

Kabupaten Cianjur<br />

2.<br />

Rekomendasi Upaya Pengelolaan<br />

Lingkungan (UKL), Upaya<br />

Pemantauan Lingkungan (UPL)<br />

2012<br />

Badan Pengelolaan Lingkungan<br />

Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Jawa<br />

Barat<br />

3. Pendaftaran Penanaman Modal 2012 Badan Koordinasi Penanaman Modal<br />

PERENCANAAN & PERIZINAN PROYEK 29


No<br />

4.<br />

5.<br />

6.<br />

Nama perizinan<br />

Izin Prinsip Penanaman Modal /<br />

Persetujuan Penanaman Modal<br />

Ijin Prinsip Pembangunan Pembangkit<br />

Listrik Tenaga Air<br />

Izin Peruntukan Penggunaan Tanah<br />

(IPPT)<br />

Nomor dan<br />

tanggal surat<br />

2012<br />

2012<br />

2012<br />

Instansi yang mengeluarkan<br />

Badan Koordinasi Penanaman Modal<br />

Bupati Cianjur<br />

Bupati Cianjur<br />

7. Izin Lokasi Tanah (ILT) 2012 Bupati Cianjur<br />

8. Persetujuan Harga Jual Tenaga Listrik 2012 Menteri ESDM<br />

9.<br />

10.<br />

11.<br />

12.<br />

Ijin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik<br />

(IUPTL)<br />

Rekomendasi Pinjam Pakai Kawasan<br />

Hutan<br />

Angka Pengenal Importir Produsen<br />

(API-P)<br />

Persetujuan Prinsip Penggunaan<br />

Kawasan Hutan<br />

2014<br />

2012<br />

2012<br />

2013<br />

Menteri Energi Dan Sumber Daya<br />

Mineral<br />

Bupati Cianjur<br />

Badan Koordinasi Penanaman Modal<br />

Menteri Kehutanan<br />

13. Site Plan 2013 Bupati Cianjur<br />

14. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) 2013<br />

15. Izin Undang-Undang Gangguan (HO) 2013<br />

Badan Pelayanan Perizinan Terpadu<br />

Dan Penanaman Modal Pemerintah<br />

Kabupaten Cianjur<br />

Badan Pelayanan Perizinan Terpadu<br />

Dan Penanaman Modal Pemerintah<br />

Kabupaten Cianjur<br />

16. Persetujuan Calon Lahan Kompensasi 2013 Menteri Kehutanan<br />

17.<br />

Persetujuan Penggunan Lahan HGU<br />

(Panglejar) PTPN VIII<br />

2013<br />

Menteri BUMN<br />

30<br />

RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA


No<br />

18.<br />

19.<br />

20.<br />

Nama perizinan<br />

Ijin Pelaksanaan Pekerjaan<br />

Pemasangan Crossing<br />

Rekomendasi Teknis Penggunaan<br />

dan Pemanfaatan Pelaksanaan<br />

Konstruksi Pada Sumber Air<br />

Persetujuan Penggunaan Tanah Kas<br />

Desa<br />

Nomor dan<br />

tanggal surat<br />

2013<br />

2013<br />

2013<br />

Instansi yang mengeluarkan<br />

Balai Besar Pelaksanaan Jalan<br />

Nasional (BBPJN) IV<br />

Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS)<br />

Citarum<br />

Bupati Cianjur<br />

21. Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan 2013 Menteri Kehutanan<br />

22.<br />

23.<br />

24.<br />

25.<br />

Persetujuan Tukar Menukar Tanah<br />

Kas Desa<br />

Izin Penggunaan Air dari Sungai<br />

Citarum<br />

Izin Pelaksanaan Konstruksi<br />

Jembatan, SUTT dan Tapak Tower<br />

Izin Pelaksanaan Konstruksi Bendung,<br />

Intake dan Rumah Pembangkit dan<br />

Terowongan Saluran Air<br />

2014<br />

2014<br />

2014<br />

2014<br />

Gubernur Jawa Barat<br />

Menteri Pekerjaan Umum<br />

Dirjen SDA<br />

Menteri Pekerjaan Umum<br />

Menteri Pekerjaan Umum<br />

PERENCANAAN & PERIZINAN PROYEK 31


32<br />

RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA


ab 4<br />

KATA PENGANTAR 33


JALAN BERLIKU PROYEK<br />

PLTA RAJAMANDALA<br />

Direksi dan karyawan PT REP masih<br />

mengingat betul momen pada<br />

awal tahun 2013 ketika proyek<br />

nyaris berhenti karena PLTA <strong>Rajamandala</strong><br />

dikeluarkan dari daftar proyek yang akan<br />

mendapatkan Jaminan Kelayakan Usaha (JKU)<br />

dari pemerintah. Karena ketiadaan jaminan<br />

pinjaman dari pemerintah kepada REP maka<br />

JBIC tidak bisa memberikan pinjaman.<br />

Atas situasi tersebut, REP menerima usulan<br />

dari Mizuho Bank untuk menemukan celah<br />

skema solusi lain dengan mengajukan<br />

penjaminan dari Badan Penjamin Investasi<br />

Multilateral (Multilateral Investment Guarantee<br />

Agency, MIGA). MIGA merupakan lembaga<br />

dari World Bank yang dibentuk untuk<br />

memberikan asuransi risiko politik dan<br />

peningkatan kredit kepada para investor<br />

dan pemberi pinjaman untuk memfasilitasi<br />

investasi asing langsung di negara-negara<br />

ekonomi berkembang. Rekomendasi<br />

penjamin untuk kreditur dari MIGA sangat<br />

diperlukan demi keberlangsungan proyek<br />

PLTA <strong>Rajamandala</strong>. Pada tahun 2013 itu,<br />

MIGA mempersyaratkan rekomendasi yang<br />

ditandangani oleh Kementerian Keuangan<br />

MIGA didirikan pada tahun 1988 sebagai<br />

anggota dari Kelompok Bank Dunia untuk<br />

mempromosikan investasi langsung<br />

asing ke Negara-negara berkembang<br />

guna mendukung pertumbuhan ekonomi,<br />

mengurangi kemiskinan, dan meningkatkan<br />

kehidupan masyarakat. MIGA memenuhi<br />

mandat ini dengan menawarkan asuransi<br />

risiko politik dan peningkatan kredit kepada<br />

para investor dan pemberi pinjaman.<br />

34<br />

RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA


Dengan memberikan jaminan pada<br />

pendanaan PLTA <strong>Rajamandala</strong>, MIGA<br />

mendukung pembangunan energi listrik yang<br />

terjangkau dan bersih di Indonesia.<br />

Hal itu akan berdampak pada ketergantungan<br />

pada bahan bakar minyak yang tidak ramah<br />

lingkungan dan mahal. MIGA adalah lembaga<br />

asuransi risiko politik dan peningkatan kredit<br />

yang merupakan anggota dari World Bank<br />

Group.<br />

Dalam penandatanganan jaminan MIGA untuk<br />

proyek pembangunan PLTA <strong>Rajamandala</strong><br />

di Washington DC pada 3 September 2014,<br />

perwakilan PT REP mengatakan bahwa<br />

pihaknya tengah mendukung pengembangan<br />

dan pengoperasian pembangkit listrik tenaga<br />

air (PLTA) jenis terusan air sungai (run of<br />

the river) 47 megawatt dan pembangunan<br />

saluran transmisi di Indonesia. Fasilitas<br />

baru pembangkit energi terbarukan PLTA<br />

<strong>Rajamandala</strong> akan membantu mengurangi<br />

ketergantungan Indonesia pada bahan bakar<br />

minyak yang mahal dengan menyediakan<br />

pasokan listrik yang lebih terjangkau dan<br />

lebih bersih ke PT PLN sebagai perusahaan<br />

listrik milik negara di Indonesia.<br />

Untuk mendorong bauran energi terbarukan,<br />

MIGA sebenarnya memberikan jaminan<br />

hingga US$ 200 juta kepada para kreditur<br />

proyek PLTA <strong>Rajamandala</strong>—Japan Bank for<br />

International Cooperation (JBIC) dan Mizuho<br />

Bank. Pertanggungan asuransi yang diberikan<br />

MIGA adalah terhadap risiko pembatasan<br />

transfer, pengambilalihan, perang dan<br />

kerusuhan, dan pelanggaran kontrak.<br />

JALAN BERLIKU PROYEK PLTA RAJAMANDALA 35


PLTA RAJAMANDALA<br />

PT <strong>Rajamandala</strong> Electric Power adalah Spesial Purpose Company (SPC)<br />

untuk mengembangkan PLTA <strong>Rajamandala</strong> dan dibentuk oleh<br />

PT Indonesia Power & Kansai Electric Power Co. Inc.<br />

PEMBANGUNAN<br />

Menelan Biaya<br />

US$ 150 Juta<br />

PENJAMIN PROYEK<br />

dijamin oleh<br />

Multilateral Investment<br />

Guarantee Agency (MIGA)<br />

PEMBIAYAAN PROYEK<br />

dilakukan tanpa adanya<br />

Jaminan Kelayakan Usaha (JKU)<br />

Pemerintah Indonesia,<br />

melainkan dengan skema<br />

International Project Financing<br />

PEMBIAYAAN PROYEK berasal dari pinjaman<br />

Japan Bank for International Cooperation (JBIC)<br />

& Mizuho Bank<br />

36<br />

RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA


Proyek ini diadakan di dekat wilayah pusat<br />

Cianjur, Jawa Barat di bagian hulu Sungai<br />

Citarum. Proyek ini akan memanfaatkan<br />

perbedaan ketinggian antara PLTA Saguling<br />

dan Cirata untuk menghasilkan listrik.<br />

Executive Vice President dan CEO MIGA<br />

Keiko Honda menyatakan bahwa Indonesia<br />

memiliki potensi ekonomi yang besar.<br />

Namun, defisit listrik di negara ini merupakan<br />

faktor utama yang menahan pertumbuhan<br />

ekonomi secara lebih luas dan lebih dalam,<br />

“Kami (MIGA) sangat senang karena dapat<br />

memainkan peran yang sangat penting dalam<br />

memfasilitasi pembiayaan untuk proyek ini,<br />

yang akan memiliki efek demonstrasi penting<br />

dalam menarik lebih banyak investasi swasta<br />

di sektor tenaga listrik.”<br />

Jaminan yang diberikan MIGA sangat penting<br />

artinya dalam pengambilan keputusan<br />

JBIC dan Mizuho Bank untuk melanjutkan<br />

pembiayaan proyek infrastruktur penting<br />

ini. Transaksi yang telah ditandatangani<br />

oleh MIGA membantu para lender untuk<br />

meningkatkan keamanan pinjaman secara<br />

keseluruhan.<br />

Penandatanganan kontrak jual beli listrik PLTA <strong>Rajamandala</strong> antara Direktur Utama PLN, Nur Pamudji<br />

dan Direktur Utama PT <strong>Rajamandala</strong> Electric Power, Bambang Priyambodo.<br />

JALAN BERLIKU PROYEK PLTA RAJAMANDALA 37


38<br />

RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA


ab 5<br />

KATA PENGANTAR 39


PEMBEBASAN LAHAN<br />

Setelah Ijin lokasi diperoleh maka<br />

PT REP langsung membentuk tim<br />

untuk pembebasan lahan yang akan<br />

digunakan untuk proyek. Proyek PLTA<br />

<strong>Rajamandala</strong> menggunakan lahan seluas<br />

± 40,77 hektar yang dibutuhkan untuk<br />

membangun fasilitas power house (PH),<br />

access road (AR), headrace, intake, base<br />

camp (temporer), tapak tower berikut jalur<br />

transmisinya. Dalam pembebasan lahan PLTA<br />

<strong>Rajamandala</strong>, PT REP melibatkan masyarakat<br />

pemilik dan perangkat desa melalui beberapa<br />

tahapan seperti pemberian informasi, negosiasi<br />

dan pembayaran sesuai dengan kesepakatan.<br />

Seluruh lahan yang dibebaskan dan<br />

digunakan sebagai areal PLTA telah dibuatkan<br />

sertifikatnya sesuai dengan peraturan yang<br />

berlaku.<br />

Sesuai dengan pemetaan proyek<br />

konstruksi, lahan yang akan<br />

dibebaskan terdiri dari:<br />

Tanah yang akan digunakan proyek PLTA<br />

<strong>Rajamandala</strong> meliputi Desa Cihea, Desa<br />

40<br />

RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA


Tanah Privat (masyarakat)<br />

± 19,68 ha<br />

Tanah Kas Desa<br />

± 0,07 ha<br />

Tanah BBPJN IV<br />

± 0,04 ha<br />

Tanah Perhutani<br />

± 15,15 ha<br />

Tanah PT PN VIII<br />

± 0,12 ha<br />

Tanah PT PLN (IP, PJB)<br />

± 8,2 ha<br />

Haurwangi, Desa Kertasari, dan Desa<br />

Mekarwangi, yang berada di kabupaten<br />

Cianjur, Jawa Barat. Proses<br />

pembebasan lahan tersebut memakai<br />

beberapa metode, yaitu: pemberian<br />

kompensasi/ganti rugi, jual beli, sewa, dan<br />

tukar guling.<br />

Tanah Perhutani akan digunakan mulai dari<br />

pintu intake (pintu masuknya air), pintu masuk<br />

terowongan, pintu keluar air, Power House,<br />

dan beberapa transmisi tower. Tanah warga<br />

yang terkena pembebasan lahan sendiri<br />

sebagian besar akan digunakan untuk<br />

access road, sebagian dari pembangkit,<br />

dan beberapa transmisi tower. Tanah-tanah<br />

yang disewa dipakai untuk titik-titik transmisi<br />

tower. Sewa dilakukan untuk jangka waktu<br />

lima tahun menggunakan asset tanah milik<br />

PEMBEBASAN LAHAN 41


Balai Besar Penggunaan Jalan Nasional<br />

(BBPJN) Bina Marga Kementerian Pekerjaan<br />

Umum (PU). Tukar guling dilakukan untuk<br />

membebaskan tanah kas desa yang terjadi<br />

pemekaran.<br />

Pembebasan Lahan Langsung ke Pemilik<br />

Tanah<br />

Dalam proses negosiasi dan jual beli tanah,<br />

PT REP dengan sangat hati-hati menghindari<br />

berhubungan dengan pihak ketiga atau<br />

makelar. Perusahaan tidak akan membayar<br />

kepada pihak ketiga, tetapi langsung kepada<br />

pemilik tanah. Itu dilakukan untuk menjamin<br />

status hukum tanah dan menghindari<br />

berbagai persoalan setelah proses jual<br />

beli di kemudian hari. Masalah atas status<br />

tanah tidak ingin muncul lantaran adanya<br />

penguasaan fisik oleh pihak ketiga atas<br />

tanah yang ingin dibebaskan, ketidakjelasan<br />

status lahan yang akan dibebaskan seperti<br />

tanah tidak bersertifikat, terbitnya sertifikat<br />

ganda/palsu, adanya sengketa tanah dalam<br />

kaitannya dengan pemindahan hak atas<br />

tanah hingga adanya klaim dari pihak ketiga<br />

mengenai status kepemilikan tanah.<br />

42<br />

RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA


Upaya-upaya mitigasi risiko atas persoalan<br />

pengadaan tanah selama ini sudah dilakukan<br />

oleh PT REP. Hal yang pertama dilakukan<br />

tentu dengan melakukan sosialisasi terhadap<br />

pemilik tanah serta memastikan seluruh<br />

pemilik tanah hadir dalam sosialisasi tersebut.<br />

PT REP juga melibatkan konsultan sebagai<br />

jasa penilai publik yang diikutsertakan dalam<br />

panitia untuk mencegah nilai ganti kerugian<br />

yang terlalu berbeda antara kehendak<br />

pemilik tanah dengan pembeli lahan. Untuk<br />

meminimalisasi kekecewaan pemilik lahan,<br />

penyediaan dana kompensasi sangat penting<br />

dilakukan dengan cepat dan tepat waktu<br />

serta sesuai dengan kesepakatan yang telah<br />

dicapai.<br />

Pembebasan Lahan dengan Pendekatan<br />

“Win-win Solution”<br />

Pembangunan proyek hampir selalu<br />

menghadapi kendala pembebasan lahan atau<br />

tanah. Pembebasan lahan masih merupakan<br />

masalah yang sangat serius saat ini. Berbagai<br />

faktor bisa dipetakan dalam soal pembebasan<br />

lahan yang seringkali memerlukan perjuangan<br />

ekstra dan berbelit-belit dan tak jarang<br />

menemui kebuntuan. Hambatan dan<br />

penolakan muncul mulai dari isu dampak<br />

kehidupan untuk warga, sikap tidak kooperatif<br />

masyarakat terhadap adanya proyek, hingga<br />

kritik dari beberapa lembaga swadaya<br />

masyarakat (LSM) yang menyudutkan<br />

proyek energi terbarukan ini. Tidak dapat<br />

terbayangkan proyek pembangunan PLTA<br />

menjadi terbengkalai bahkan terhenti hanya<br />

karena tidak mampu memenuhi lahan yang<br />

dibutuhkan.<br />

Atas pertimbangan menghindari persoalan<br />

dalam pembebasan lahan, REP sangat<br />

mengedepankan pendekatan yang<br />

mengupayakan pilihan yang saling<br />

menguntungkan (win-win solution) dalam<br />

negosiasi proses ganti ruginya. Pembebasan<br />

tanah privat (penduduk) merupakan upaya<br />

pembebasan yang memerlukan tenaga,<br />

strategi, dan kesabaran ekstra, terutama<br />

tanah yang diperuntukkan sebagai<br />

access road menuju power house. Hal ini<br />

dikarenakan masyarakat pemilik tanah pada<br />

umumnya mematok harga yang tinggi untuk<br />

pembebasan tanah mereka dengan asumsi<br />

bahwa perusahaan akan menyanggupi harga<br />

tinggi tersebut karena lokasi pembangunan<br />

PLTA <strong>Rajamandala</strong> 47 MW merupakan lokasi<br />

yang pasti di bangun di titik tersebut.<br />

PEMBEBASAN LAHAN 43


Proses pembebasan tanah dimulai dengan<br />

survei dan observasi untuk melakukan<br />

pengukuran, dokumentasi, dan mengurus<br />

birokrasi dengan pemerintah setempat. Selain<br />

itu, REP juga menunjuk sebuah Lembaga<br />

Penilai Independen (LPI). Tim penilai ini juga<br />

melakukan survei dan observasi mengenai<br />

keberadaan tanah yang dibutuhkan untuk<br />

selanjutnya dapat ditentukan harga pasar<br />

dari tanah tersebut, dan harga inilah yang<br />

kemudian menjadi patokan harga bagi REP<br />

dalam melakukan penawaran harga terhadap<br />

pemilik tanah.<br />

Pada praktiknya, pasca proses sosialisasi<br />

dan musyawarah dengan warga terkait<br />

dengan rencana pembangunan proyek, justru<br />

kesulitan soal pembebasan tanah masyarakat<br />

sejatinya dimulai. Proses negosiasi mengenai<br />

harga tanah menjadi alot bahkan sempat<br />

mengalami kebuntuan. Atas situasi itu,<br />

REP tak kurang melakukan pendekatan<br />

dialogis dan mengedepankan soft diplomacy<br />

dengan masyarakat pemilik tanah. REP<br />

juga berinisiatif mengadakan forum<br />

pertemuan yang difasilitasi oleh Pemerintah<br />

Kabupaten (Pemkab) Cianjur dalam rangka<br />

mempertemukan tim dengan masyarakat<br />

pemilik tanah untuk mencari titik temu dan<br />

kesepakatan mengenai harga tanah yang<br />

sama-sama menguntungkan kedua belah<br />

pihak. Ironisnya, forum tersebut tidak kunjung<br />

menghasilkan komunikasi dan kesepakatan<br />

untuk menentukan harga tanah. Dengan<br />

kata lain, harga menjadi tidak rasional karena<br />

melambung tinggi karena akan dibeli oleh<br />

proyek.<br />

Menyikapi harga yang terlampau tinggi dari<br />

pemilik tanah, tim pembebasan lahan sempat<br />

diminta oleh PT REP untuk menghentikan<br />

negosiasi diakibatkan sulitnya mencari<br />

kesepakatan. REP pada saat itu sudah<br />

berencana mengalihkan pembebasan tanah<br />

tersebut ke wilayah lain dengan mengambil<br />

atau mengubah jalur menjadi melingkar.<br />

Pemilihan jalur melingkar tersebut akan<br />

berdampak pada jarak access road yang<br />

lebih jauh menuju Power House. Meskipun<br />

begitu, langkah tersebut bisa menjadi solusi<br />

dari mandeknya proses negosiasi di lokasi<br />

yang sudah ditentukan. Di lokasi pengalihan<br />

dengan jalur melingkar ini dinilai lebih mudah<br />

dilakukan dengan harga seperti rencana<br />

awal. Pertimbangan ini juga dipilih menjadi<br />

alternatif mengingat keterbatasan waktu yang<br />

mengharuskan pembangunan dilaksanakan<br />

secepatnya.<br />

44<br />

RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA


Proses pengukuran tanah warga<br />

Di saat melakukan kalkulasi pilihan memilih<br />

jalan melingkar, tim melakukan perubahan<br />

strategi dalam melakukan negosiasi dengan<br />

pemilik tanah di lokasi awal. Pendekatan<br />

dilakukan dengan lebih personal dengan<br />

cara door to door dengan mendatangi dan<br />

silaturahmi ke rumah-rumah pemilik tanah.<br />

Pendekatan yang lebih mengedepankan nilainilai<br />

kekeluargaan dilakukan. Tim dari REP<br />

pada masa itu secara aktif mendekati warga di<br />

wilayah rencana pembangunan dengan sabar<br />

untuk meyakinkan mereka bahwa akan ada<br />

keuntungan bagi mereka apabila mereka mau<br />

menjual tanahnya. Salah satu nilai lebih yang<br />

ditawarkan oleh REP adalah akses menuju<br />

kampung mereka. Perusahaan menjanjikan<br />

pembuatan jembatan di atas sungai yang bisa<br />

dilalui oleh kendaraan roda empat.<br />

Tawaran pembangunan jembatan itu cukup<br />

berdampak psikologis bagi warga Kampung<br />

Bantarcaringin, Desa Cihea yang selama<br />

PEMBEBASAN LAHAN 45


ini menjadi daerah terisolir karena tiadanya<br />

akses jembatan dan jalan raya yang layak<br />

untuk menuju pemukiman mereka. Satusatunya<br />

akses yang menghubungkan<br />

kawasan ini dengan kawasan di sekitarnya<br />

adalah jembatan kecil yang sudah tua<br />

yang kapasitasnya hanya bisa dilewati oleh<br />

maksimal satu sepeda motor saja (kendaraan<br />

roda dua). Selain soal akses jembatan dan<br />

jalan, nilai lebih lain yang ditawarkan oleh PT<br />

REP adalah dengan memberikan kesadaran<br />

bahwa dengan adanya power house dan<br />

sarana prasarana pendukungnya, secara<br />

otomatis tentu saja membuka lapangan<br />

pekerjaan bagi masyarakat sekitar yang<br />

bisa meningkatkan tingkat perekonomian<br />

masyarakat sekitar.<br />

Dengan semangat baru dalam melakukan<br />

negosiasi pembebasan lahan, saat itu tim dan<br />

REP sampai mempunyai semboyan bahwa<br />

“mendekati hati masyarakat adalah seni.”<br />

Bermodal strategi keluwesan, kerendahan<br />

hati dan intensnya pendekatan terhadap<br />

masyarakat pemilik tanah, satu persatu<br />

pemilik tanah akhirnya tergugah untuk untuk<br />

membebaskan tanahnya kepada REP.<br />

Titik terang terjadi ketika mendekati Hari<br />

Raya Idul Fitri tahun 2012, saat pemilik<br />

Jembatan merah : satu-satunya akses menuju kampung<br />

tanah dengan jumlah paling luas untuk<br />

dibebaskan menelpon tim pembebasan<br />

lahan dari PT REP dengan maksud bahwa<br />

tanahnya mau dibebaskan dengan harga<br />

yang telah disepakati waktu sosialisasi. Saat<br />

menelepon, warga tersebut meminta untuk<br />

dibayar tunai hari itu juga, padahal saat itu<br />

adalah hari Minggu. Untung saja pihak PT REP<br />

memegang cek untuk mencairkan uang tunai<br />

46<br />

RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA


pertama yang mau menjual tanahnya<br />

untuk kepentingan pembangunan PLTA<br />

<strong>Rajamandala</strong>. Beberapa warga Kampung<br />

Bantarcaringin, pada saat sosialisasi pada<br />

tanggal 27 Juni 2012 memang sudah<br />

menunjukkan komitmennya untuk mendukung<br />

penuh program pembangunan PLTA di<br />

desanya. Sikap dan keputusan mereka<br />

mempunyai pengaruh yang besar terhadap<br />

keputusan warga lainnya untuk ikut mau<br />

membebaskan lahannya.<br />

senilai 500 juta rupiah di sebuah bank di Kota<br />

Bandung yang buka 24 jam dalam 7 hari.<br />

Peran Warga Kampung dalam Pembebasan<br />

Lahan<br />

Sisi lain yang menarik dari keberhasilan<br />

negosiasi pembebasan lahan warga<br />

datang dari peran warga lokal sendiri yang<br />

secara sukarela membantu menjadi orang<br />

Alasan para warga tersebut umumnya<br />

karena ingin membebaskan tanahnya serta<br />

membantu membantu mengurusi surat-surat<br />

tanah warga karena percaya dengan proyek<br />

PLTA sebagai proyek untuk kepentingan<br />

publik. “Di sini kebanyakan suratnya itu letter<br />

C. Jadi masyarakat juga ikut membantu<br />

mengurusnya, ke kepala desa, ke kantor<br />

kecamatan, untuk membereskan surat-surat<br />

itu,” tutur seorang warga yang ikut aktif dalam<br />

proses sosialisasi. Warga yang sehari-hari<br />

bekerja sebagai petani dan buruh bangunan<br />

di luar desa, berpikir bahwa dengan hadirnya<br />

PLTA di kampungnya juga diharapkan ke<br />

depan akan turut mengubah nasib warga<br />

desanya yang terisolir.<br />

PEMBEBASAN LAHAN 47


Proses pembayaran ganti rugi langsung dengan pemilik tanah<br />

Dengan proses jual-beli yang langsung<br />

antara pihak perusahaan dan warga, maka<br />

timbul rasa percaya antara para pemilik tanah<br />

dengan pembeli lahan. Apalagi pembayaran<br />

dilakukan oleh REP dengan mentransfer ke<br />

rekening masing-masing warga. “Dilepas itu<br />

karena ya saya tahu harganya tinggi. Kita itu<br />

setelah mendapatkan ganti rugi, uangnya<br />

masih bisa untuk membeli tanah di luar desa<br />

ini, di tempat lain kita bisa mendapatkan<br />

gantinya bisa dua atau tiga kali lipat.<br />

Alhamdulillah banyak lebihnya,” cerita salah<br />

satu warga.<br />

48<br />

RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA


PEMBEBASAN LAHAN 49


50<br />

RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA


ab 6<br />

KATA PENGANTAR 51


PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP &<br />

LINGKUNGAN SOSIAL<br />

Masalah kelestarian lingkungan<br />

hidup telah menjadi isu global<br />

yang sangat memengaruhi posisi<br />

suatu negara dalam pergaulan internasional.<br />

Badan-badan lingkungan hidup internasional<br />

seperti United Nations Environment<br />

Programme (UNEP) mengecam keras perilaku<br />

proyek pembangunan dan industri yang<br />

eksploitatif. Perkembangan dunia saat ini<br />

menunjukkan kecenderungan di semua<br />

negara untuk bersikap proteksionis dalam<br />

kebijakan pembangunannya. Di sisi lain,<br />

sikap masyarakat dan lembaga swadaya<br />

masyarakat (LSM) semakin kritis terhadap<br />

lingkungan, mereka seringkali memberikan<br />

tekanan yang cukup kuat agar perusahaan<br />

dan praktik pembangunan proyek untuk<br />

ramah lingkungan. Atas dasar itu jugalah,<br />

PT REP secara ketat menerapkan standarstandar<br />

dalam lingkungan hidup.<br />

Dalam pengelolaan lingkungan, kesehatan,<br />

dan keselamatan kerja, selain berpedoman<br />

pada Upaya Pengelolaan Lingkungan<br />

Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan<br />

Hidup (UKL-UPL), keunggulan lain dari<br />

proyek yang dijamin oleh MIGA adalah<br />

dengan adanya standar Environmental and<br />

Social Management System (ESMS). PLTA<br />

<strong>Rajamandala</strong> yang dikelola oleh PT REP<br />

secara ketat diaudit oleh World Bank dalam<br />

praktik pengerjaan proyek dan pengelolaan<br />

lingkungan.<br />

52<br />

RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA


MIGA sebagai penjamin pinjaman proyek<br />

PLTA <strong>Rajamandala</strong> merupakan anggota<br />

dari The Equator Principles Financial<br />

Institutions (EPFIs) menerapkan Equator<br />

Priciples dalam kegiatannya yang bertujuan<br />

untuk memastikan bahwa proyek yang<br />

didanai/dijamin dikembangkan dengan<br />

cara yang bertanggung jawab secara sosial<br />

dan mencerminkan praktik pengelolaan<br />

lingkungan yang baik. Tujuannya adalah<br />

meminimalisir dampak negatif pada ekosistem<br />

dan masyarakat yang terkena dampak proyek<br />

bisa dihindari bila memungkinkan, dan jika<br />

dampak ini tidak dapat dihindari, maka hal<br />

itu harus dikurangi dan/atau dikompensasi<br />

secara tepat. Berdasarkan hasil site<br />

assessment lingkungan yang dilakukan oleh<br />

MIGA, proyek <strong>Rajamandala</strong> dikategorikan ke<br />

kategori B (berdampak Sedang), yaitu proyek<br />

yang memiliki dampak yang tidak besar<br />

terhadap lingkungan sekitar sehingga lebih<br />

mudah untuk diindentifikasi dan dimitigasi<br />

risikonya dibandingkan dengan kategori A.<br />

PT REP harus memenuhi beberapa<br />

persyaratan yang diminta oleh MIGA, salah<br />

satunya adalah set up sistem manajemen<br />

lingkungan dan sosial yang pengelolaannya<br />

mengacu kepada batasan-batasan/standar<br />

internasional (IFC Standard) baik untuk masa<br />

konstruksi maupun masa operasi pembangkit.<br />

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP & LINGKUNGAN SOSIAL 53


Kategori perlindungan lingkungan dan sosial untuk proyek/program<br />

yang didanai MIGA<br />

Kategori kebijakan lingkungan<br />

dan sosial (ESP category)<br />

Kategori A<br />

Kategori B<br />

Kategori C<br />

Kriteria<br />

Proyek atau program yang memiliki dampak lingkungan atau sosial<br />

yang merugikan yang signifikan, beragam, luas dan tidak dapat<br />

diubah.<br />

Proyek atau program dengan potensi dampak buruk yang<br />

kurang merugikan daripada proyek atau program Kategori A,<br />

karena misalnya jumlahnya lebih sedikit, skalanya lebih kecil,<br />

penyebarannya lebih luas, dapat dibalik, atau mudah dimitigasi.<br />

Proyek atau program tanpa dampak lingkungan atau sosial yang<br />

merugikan<br />

Sedari awal, sejak dalam perencanaan,<br />

PT REP berkomitmen untuk menghadirkan<br />

pembangunan berwawasan lingkungan dalam<br />

pembangunan PLTA <strong>Rajamandala</strong>, sehingga<br />

setiap tahap kegiatannya harus dikaji dari<br />

aspek kelayakan lingkungan. Instrumen<br />

wajib mengenai kelayakan lingkungan yaitu<br />

penyusunan dokumen Upaya Pengelolaan<br />

Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan<br />

Lingkungan Hidup (UKL-UPL). UKL-UPL<br />

inilah yang menjadi pedoman pengelolaan<br />

dan pemantauan terhadap kegiatan proyek<br />

agar dapat seminiminal mungkin berdampak<br />

negatif terhadap lingkungan hidup dan<br />

lingkungan sosial di sekitarnya.<br />

Dokumen UKL-UPL PLTA <strong>Rajamandala</strong> 47 MW<br />

memperoleh kelayakan dan mendapatkan<br />

persetujuan dari Badan Pengelolaan<br />

Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi<br />

Jawa Barat pada 14 Januari 2012 yang<br />

menyatakan tentang rekomendasi atas<br />

UKL-UPL Rencana Kegiatan Pembangunan<br />

PLTA <strong>Rajamandala</strong> 47 MW di Kab. Bandung<br />

Barat dan Cianjur. Kewajiban yang harus<br />

dipenuhi oleh PT REP dalam menjalankan<br />

proyek adalah melaksanakan kaidah-kaidah<br />

pengelolaan lingkungan dalam proses<br />

pembangunan PLTA <strong>Rajamandala</strong>. Sebagai<br />

pertanggungjawaban secara berkala, PT REP<br />

melakukan penyusunan laporan pelaksanaan<br />

rencana pengelolaan dan pemantauan<br />

54<br />

RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA


lingkungan PLTA <strong>Rajamandala</strong>. Laporan<br />

pelaksanaan UKL-UPL merupakan wujud<br />

kontribusi perusahaan secara transparan<br />

untuk memberikan informasi yang benar<br />

dan akurat mengenai pengelolaan dan<br />

pemantauan lingkungan pada pembangunan<br />

PLTA <strong>Rajamandala</strong>. Frekuensi laporan<br />

pemantauan pelaksanaan UKL dan UPL<br />

kegiatan pembangunan PLTA <strong>Rajamandala</strong><br />

dilaksanakan setiap semester.<br />

Untuk mengetahui dampak konkret di<br />

lingkungan sekitar dari adanya proyek PLTA,<br />

PT REP melaksanakan monitoring lingkungan<br />

di daerah terdampak meliputi pemantauan<br />

kualitas air sungai, pemantauan kualitas air<br />

sumur, pemantauan kebisingan, pemantauan<br />

kualitas udara dan pemantauan flora dan<br />

fauna menggunakan standar nasional<br />

dan internasional sebagai batasannya.<br />

Pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan<br />

lingkungan hidup meliputi:<br />

Mitigasi resiko penurunan kualitas udara<br />

Penurunan kualitas udara ambien terjadi dari<br />

meningkatnya konsentrasi debu di udara<br />

di jalur mobilisasi peralatan dan material<br />

konstruksi, daerah eskavasi dan jalan hantar.<br />

Untuk meminimalisasi dampak intensitas<br />

debu di udara di lokasi proyek dan daerah<br />

sekitar, PT REP mewajibkan pengembang<br />

atau kontraktor untuk melengkapi kendaraan<br />

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP & LINGKUNGAN SOSIAL 55


Pemberian bantuan kepada korban banjir<br />

proyek yang mengangkut material ke<br />

lokasi proyek dengan bak penutup untuk<br />

mengurangi debu yang beterbangan. Hal<br />

lain yang dilakukan untuk meminimalisir<br />

penurunan kualitas udara antara lain:<br />

melakukan penyiraman pada jalan<br />

yang berdebu dan dilalui kendaraan<br />

pengangkut material terutama pada<br />

musim kemarau. Air yang digunakan<br />

bersumber dari pengolahan air dari<br />

batching plant yang telah memenuhi<br />

standar.<br />

melakukan pembatasan kecepatan<br />

kendaraan proyek terutama pada jalan<br />

masuk yang melewati permukiman<br />

penduduk.<br />

melakukan pemantauan debu harian<br />

(daily visual inspection checklist for dust)<br />

sebagai bagian dari kontrol debu.<br />

melakukan pengecekan kendaraan<br />

layak pakai yang masuk ke dalam lokasi<br />

kegiatan proyek.<br />

Titik-titik utama yang menjadi area untuk<br />

dilakukan pemantauan dan tindakan<br />

pengurangan debu adalah:<br />

lokasi 1 : area intake PLTA (S : 06º51’ 54.8”<br />

; E : 107º20’ 57.6”)<br />

lokasi 2 : area Sekolah Dasar di Kampung<br />

Bantarcaringin, Desa Cihea (S : 06º51’<br />

13.3” ; E : 107º20’ 42.1”)<br />

56<br />

RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA


lokasi 3 : area power house PLTA (S :<br />

06º51’23.9” ; E : 107º20’20.9”).<br />

Mitigasi resiko peningkatan kebisingan<br />

Kegiatan konstruksi dan mobilisasi peralatan<br />

dan material selama masa konstruksi sipil dan<br />

di jalan hantar menimbulkan efek kebisingan<br />

yang tidak bisa dianggap sebelah mata. Bila<br />

tidak disikapi, hal tersebut akan mengganggu<br />

kehidupan sehari-hari warga di sekitar proyek.<br />

Untuk meminimalisir dampak kebisingan<br />

beserta dampaknya terhadap masyarakat, halhal<br />

yang dilakukan meliputi:<br />

melakukan pengecekan kendaraan layak<br />

pakai yang masuk ke dalam lokasi proyek.<br />

memberikan batasan kecepatan<br />

kendaraan proyek terutama pada jalan<br />

masuk yang melewati pemukiman<br />

penduduk.<br />

menginformasikan ke penduduk sekitar<br />

jika ada kegiatan yang menimbulkan<br />

kebisingan.<br />

melakukan pengecoran jalan akses untuk<br />

mengurangi kebisingan.<br />

Lokasi pengelolaan dan pemantauan<br />

kebisingan dilakukan di 4 titik, yaitu :<br />

lokasi 1 : area intake PLTA (S : 06º51’ 54.8”<br />

; E : 107º20’ 57.6”)<br />

lokasi 2 : Area SD Kampung<br />

Bantarcaringin, Desa Cihea (S : 06º51’<br />

13.3” ; E : 107º20’ 42.1”)<br />

lokasi 3 : area power house PLTA (S :<br />

06º51’23.9” ; E : 107º20’20.9”)<br />

lokasi 4 : access road PLTA (S : 06º51’<br />

20.9” E : 107º20’ 58.3”).<br />

Mitigasi resiko peningkatan pencemaran<br />

air sungai<br />

Untuk mengurangi dampak pada penurunan<br />

kualitas air sungai di sekitar kegiatan<br />

konstruksi sipil, mobilisasi material, dan<br />

dampak limbah domestik berasal dari<br />

kegiatan kantor/basecamp, perusahaan<br />

melakukan hal-hal sebagai berikut:<br />

menyiapkan kolam penampungan<br />

sementara dari run off sebelum dialirkan<br />

ke Sungai Citarum. Secara berkala<br />

dilakukan pembuangan sedimentasi dari<br />

kolam penampungan serta membuat<br />

bronjong di beberapa sisi Sungai Citarum.<br />

menerbitkan larangan untuk mencuci<br />

truk/alat berat langsung di pinggir sungai,<br />

serta menyediakan tempat mencuci truk/<br />

alat berat.<br />

menerbitkan himbauan untuk tidak<br />

membuang limbah minyak goreng dan<br />

sisa makanan ke saluran pembuangan.<br />

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP & LINGKUNGAN SOSIAL 57


Lokasi pengelolaan dan pemantauan air<br />

dilakukan di 3 lokasi, yaitu:<br />

lokasi 1 : air sungai Citarum sekitar<br />

area intake PLTA (S : 06º51’54.8” ;E :<br />

107º20’57.6”).<br />

lokasi 2 : air sungai Citarum di sekitar<br />

Kampung Bantarcaringin, Desa Cihea (S :<br />

06º51’ 13.3” ; E : 107º20’ 42.1”).<br />

lokasi 3 : air sungai Citarum sekitar<br />

power house PLTA (S : 06º51’25.9” ; E :<br />

107º20’20.9”).<br />

Penurunan kualitas air sungai seoptimal<br />

mungkin dilakukan pada masa konstruksi<br />

berlangsung karena dampaknya akan<br />

memengaruhi ekosistem air sungai, seperti<br />

plankton, benthos, dan ikan dari kegiatan<br />

mobilisasi material konstruksi pembangunan<br />

jalan hantar dan kegiatan konstruksi sipil.<br />

Jika biota air sungai itu rusak apalagi punah,<br />

indeks keanekaragaman fitoplankton,<br />

makrobentos dan hasil tangkapan ikan<br />

masyarakat di perairan sekitar lokasi Sungai<br />

Citarum akan terganggu. Untuk itu tindakan<br />

yang dilakukan untuk menjaga ekosistem di<br />

Sungai Citarum efek dari kegiatan proyek<br />

PLTA adalah:<br />

menyiapkan kolam penampungan<br />

sementara dari run off sebelum dialirkan<br />

ke Sungai Citarum. Secara berkala<br />

dilakukan pembuangan sedimentasi dari<br />

kolam penampungan, serta membuat<br />

bronjong di beberapa sisi Sungai Citarum.<br />

menerbitkan larangan untuk mencuci<br />

truk/alat berat langsung di pinggir sungai,<br />

serta menyediakan tempat mencuci truk/<br />

alat berat.<br />

membuat penampungan limbah cair<br />

domestik sebelum dialirkan ke sungai.<br />

menerbitkan himbauan untuk tidak<br />

membuang limbah minyak goreng dan<br />

sisa makanan ke saluran pembuangan.<br />

Lokasi pengelolaan dan pemantauan<br />

dilakukan di 2 lokasi, yaitu :<br />

lokasi 1 : area sekitar intake (S :<br />

06 0 51’54.8” ; E : 107 0 20’57.6”)<br />

lokasi 2 : area sekitar power house (S :<br />

06 0 51’25.9” ; E : 107 0 20’20.9”).<br />

Flora dan Fauna<br />

Kegiatan mobilisasi peralatan dan material<br />

konstruksi, pematangan lahan jalan hantar,<br />

kegiatan konstruksi sipil dan kegiatan<br />

penimbunan tanah bekas galian di sekitar<br />

58<br />

RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA


lokasi pembangunan PLTA <strong>Rajamandala</strong><br />

dikhawatirkan akan mengganggu vegetasi<br />

flora dan habitat fauna. Untuk mengurangi<br />

dampak negatif terhadap ekosistem flora<br />

dan fauna, perusahaan melakukan tindakan<br />

pengelolaan lingkungan hidup dengan:<br />

melakukan penyiraman pada jalan<br />

yang berdebu dan dilalui kendaraan<br />

pengangkut material, terutama pada<br />

musim kemarau.<br />

menebang pohon hanya pada area tapak<br />

proyek, sehingga keanekaragaman<br />

tumbuhan tetap terjaga.<br />

melakukan aktivitas penghijauan<br />

(revegetasi) di lahan kosong yang dapat<br />

ditanami.<br />

Pengelolaan Lingkungan Sosial<br />

Terkait dengan monitoring masalah sosial,<br />

REP menerapkan grievence mechanism<br />

untuk mengelola keluhan-keluhan yang<br />

datang dari masyarakat yang terkena dampak<br />

pekerjaan konstruksi. Untuk efektifitas dan<br />

kemudahan dalam penyampaian keluhan oleh<br />

masyarakat, REP meyediakan kotak saran<br />

yang ditempatkan di wilayah kerja proyek<br />

yang meliputi Kampung Bantarcaringin,<br />

Kampung Cisameng, Desa Haurwangi, dan<br />

Desa Kertasari.<br />

Doa bersama anak yatim & santri hafidz<br />

Perusahaan berinisiatif untuk menerima<br />

kritik dan keluhan-keluhan yang datang<br />

dari masyarakat. Masukan itu kemudian<br />

didiskusikan, dikelola, dan diselesaikan<br />

berkoordinasi dengan masyarkat terkait.<br />

Catatannya, keluhan cendrung turun dari<br />

tahun ke tahun. Untuk menampung kritik dan<br />

saran dari masyarakat, REP menyebarkan<br />

kotak-kotak surat di Kawasan ring 1 terdampak<br />

proyek. Dalam sosialisasi, perusahaan<br />

menyampaikan kepada warga bahwa mereka<br />

bisa mengirimkan surat kepada perusahaan<br />

jika ada permasalahan terkait proyek<br />

konstruksi yang sedang berjalan.<br />

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP & LINGKUNGAN SOSIAL 59


Selain menyediakan kotak surat, perusahaan<br />

juga setiap bulan mengadakan pertemuan<br />

dengan warga membicarakan tentang proyek<br />

dengan masyarakat. Tujuan perusahaan<br />

adalah untuk mengetahui atau update<br />

perkembangan proyek yang berdampak ke<br />

masyarakat.<br />

Penyediaan kotak-kotak surat untuk keluhan<br />

dan saran itu menyisakan pengalaman<br />

unik tersendiri bagi perusahaan. Alih-alih<br />

masyarakat menuangkan isi keluhan, kritik<br />

atau saran, surat-surat yang masuk lebih<br />

banyak tidak terkait langsung dengan<br />

aktivitas proyek, tetapi meminta bantuan.<br />

Dalam rata-rata 100 surat yang masuk setiap<br />

bulannya, hanya sebagian kecil saja yang<br />

terkait dengan keluhan dan saran warga<br />

terkait dengan jalannya proyek di lingkungan<br />

mereka. Adapun keluhan yang sering masuk<br />

ke perusahaan adalah tentang warga yang<br />

minta pekerjaan ke perusahaan atau tidak<br />

tertampung dalam pekerjaan.<br />

Untuk menjaga keharmonisan lingkungan<br />

sosial dengan masyarakat sekitar, PT REP<br />

secara intens melakukan koordinasi dan<br />

komunikasi dengan aparat Pemerintah<br />

Desa dan Kecamatan, tokoh masyarakat,<br />

Karang Taruna, dan LSM terdekat dengan<br />

lokasi PLTA <strong>Rajamandala</strong> (Desa <strong>Rajamandala</strong><br />

Kulon Kecamatan Cipatat dan Desa Cihea<br />

Kecamatan Haurwangi), utamanya untuk<br />

pemenuhan tenaga kerja lokal. Dalam<br />

periode satu bulan sekali, pihak perusahaan<br />

melakukan koordinasi dan komunikasi<br />

dengan masyarakat di tingkat RT/RW terdekat<br />

dengan lokasi pembangunan PLTA untuk<br />

menampung aspirasi masyarakat.<br />

PT REP juga berusaha meminimalisir<br />

keresahan masyarakat yang terdampak<br />

kebisingan akibat kegiatan konstruksi.<br />

Sosialisasi pun dilakukan terkait dengan<br />

adanya kegiatan mobilisasi material proyek<br />

dan konstruksi transmisi yang hanya bersifat<br />

sementara. Dialog yang personal dengan<br />

masyarakat tersebut telah banyak membuat<br />

persepsi masyarakat menjadi lebih baik<br />

(positif). Sebuah penelitian yang melibatkan<br />

Puskesmas dan responden pun menyatakan<br />

tidak ditemukan adanya pengaruh antara<br />

kegiatan pembangunan PLTA <strong>Rajamandala</strong><br />

terhadap kesehatan masyarakat.<br />

60<br />

RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA


PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP & LINGKUNGAN SOSIAL 61


62<br />

RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA


ab 7<br />

KATA PENGANTAR 63


TENAGA KERJA<br />

Tenaga Kerja Lokal<br />

Sejak masa sosialisasi dan perencanaan,<br />

PT REP sudah mewajibkan kontraktor<br />

untuk memprioritaskan warga lokal<br />

dalam proses pengerjaan proyek PLTA<br />

<strong>Rajamandala</strong>. Hal itu juga selaras dengan<br />

pedoman UKL-UPL serta standar ESMS<br />

yang dipersyaratkan oleh MIGA. Tujuannya<br />

adalah warga lokal harus ikut merasakan<br />

pembangunan. Mereka harus ikut bekerja,<br />

bahkan yang tidak mempunyai keahlian<br />

sekalipun, bisa diberdayakan menjadi buruh<br />

kasar. Akan tetapi, untuk pekerjaan yang<br />

membutuhkan keahlian dan spesifikasi,<br />

banyak warga local yang terbentur keahlian<br />

dan sertifikasi. Mereka tidak bisa masuk<br />

dalam wilayah itu karena jika dipaksakan<br />

akan membahayakan diri mereka sendiri dan<br />

peroses pekerjaan proyek secara lebih luas.<br />

64<br />

RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA


Permasalahan penyediaan tenaga kerja lokal<br />

menjadi isu sensitif di tengah pemberitaan<br />

tentang serbuan pekerja asing di media.<br />

Prioritas akan tenaga kerja menjadi penting<br />

dan mendesak karena pertumbuhan angkatan<br />

kerja yang lebih cepat dari pertumbuhan<br />

kesempatan kerja yang tersedia. Pemenuhan<br />

kebutuhan tenaga kerja dalam proyek PLTA<br />

<strong>Rajamandala</strong> dilakukan sesuai dengan<br />

tahapan kemajuan kegiatan di lapangan.<br />

Berdasarkan data yang didapatkan dari<br />

kontraktor pelaksana kegiatan konstruksi,<br />

jumlah pekerja konstruksi proyek bersifat<br />

fluktuatif dari waktu ke waktu. Perekrutan<br />

tenaga kerja lokal disesuaikan dengan<br />

kebutuhan pekerjaan di konstruksi proyek.<br />

Perekrutan tenaga kerja lokal dilakukan<br />

dengan cara :<br />

a) Perekrutan tenaga kerja setempat<br />

sebagai tenaga kerja unskill dilakukan<br />

TENAGA KERJA 65


secara langsung dengan menunjukkan<br />

kartu identitas penduduk setempat (KTP<br />

dan KK) melalui Karang Taruna Desa<br />

<strong>Rajamandala</strong> Kulon dan Desa Cihea,untuk<br />

selanjutnya disalurkan kepada kontraktor<br />

pelaksana proyek.<br />

b) Perekrutan tenaga kerja untuk<br />

keterampilan khusus, seperti pengemudi,<br />

operator dan petugas keamanan)<br />

dilakukan melalui seleksi dengan skala<br />

prioritas.<br />

Adapun untuk tenaga kerja asing, telah<br />

memenuhi syarat-syarat sesuai dengan<br />

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003<br />

tentang ketenagakerjaan serta Peraturan<br />

Menteri Ketenagakerjaan Nomor 10 Tahun<br />

2018 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga<br />

Kerja Asing.<br />

Pada Bulan Desember Tahun 2018, jumlah<br />

tenaga kerja berdasarkan wilayah asal tenaga<br />

kerja, dapat dilihat pada tabel berikut:<br />

No<br />

Asal Tenaga Kerja<br />

Kampung Desa Kecamatan<br />

1 Cisameng <strong>Rajamandala</strong> Kulon Cipatat<br />

2 Bantarcaringin Cihea Haurwangi<br />

3 Cipanas <strong>Rajamandala</strong> Kulon Cipatat<br />

4 - Saguling Saguling<br />

5 Bantarkalong Cihea Haurwangi<br />

6 - <strong>Rajamandala</strong> Kulon Cipatat<br />

7<br />

Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi DKI Jakarta, Provinsi<br />

Sumatera Utara, Provinsi Lampung<br />

8 Tenaga Kerja Asing<br />

66<br />

RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA


27%<br />

Persentase Tenaga Kerja<br />

Warga Lokal<br />

22%<br />

setiap aktivitas, di mana pun, kapan pun,<br />

bahkan untuk aktivitas-aktivitas yang tampak<br />

sederhana dan aman-aman saja.<br />

18%<br />

33%<br />

Security Office Boy Buruh Kasar Supir<br />

Dalam soal keselamatan kerja, konstruksi<br />

proyek PLTA <strong>Rajamandala</strong> menorehkan<br />

catatan positif dengan zero fatality accident,<br />

yaitu tiadanya insiden kecelakaan kerja<br />

dengan cedera yang parah, apalagi sampai<br />

korban jiwa. Mengingat proyek konstruksi<br />

PLTA merupakan pekerjaan dengan risiko<br />

tinggi, pihak perusahaan dan kontraktor<br />

menerapkan standar keselamatan kerja<br />

yang tinggi di lingkungan proyek. Selain itu,<br />

pekerja diimbau untuk itu saling menjaga<br />

dan mengikuti prosedur mutlak harus<br />

dilakukan dalam setiap proses pekerjaan.<br />

Prosedur keselamatan perlu dijalankan pada<br />

Tenaga Kerja dari Jepang dan Transfer<br />

Teknologi<br />

Teknologi Jepang menjadi pilihan<br />

menguntungkan untuk investasi di Indonesia<br />

mengingat keunggulan yang dimiliki dengan<br />

kualitas yang lebih baik. Investasi Jepang<br />

selain menciptakan lapangan kerja juga<br />

membangun supply chain serta transfer<br />

teknologi. Transfer teknologi yang canggih<br />

dan ramah lingkungan dari Jepang bukan<br />

hanya berbicara pada tataran menggunakan<br />

teknologi yang canggih, tetapi juga<br />

bagaimana si manusianya mampu memahami<br />

tentang teknologi tersebut. Banyak<br />

keuntungan bagi Indonesia mendatangkan<br />

teknologi dari Jepang untuk renewable<br />

energy. Terlebih, Jepang tercatat sebagai<br />

salah satu negara tertua yang memakai<br />

sumber energi kelistrikan.<br />

Keunggulan dari PLTA <strong>Rajamandala</strong> adalah<br />

sistem operasionalnya yang berbasis<br />

teknologi (technology based) yang<br />

dikembangkan oleh Jepang. Perangkat<br />

TENAGA KERJA 67


teknologi tingkat tinggi dan enjiner sipil<br />

Jepang sejak awal digunakan dalam<br />

membangun PLTA memanfaatkan aliran<br />

sungai Citarum yang merupakan keluaran<br />

dari PLTA Saguling. Dalam soal pekerjaan,<br />

tenaga ahli dari Jepang mengajarkan pekerja<br />

lokal untuk professional: orang Jepang<br />

tidak mudah mencampur adukkan urusan<br />

personal dengan pekerjaannya. Setiap<br />

pekerjaan dilakukan dengan fokus sesuai<br />

dengan bidang keahliannya masing-masing.<br />

Mereka enggan untuk mengomentari bidang<br />

pekerjaan di luar spesifikasinya.<br />

Acara ngeliwet bersama staff dan pimpinan REP<br />

Bekerja bersama kolega Jepang lekat<br />

dengan siklus budaya kerja plan-do-checkaction<br />

(perencanaan, pelaksanaan, periksa,<br />

dan perbaikan selanjutnya). Proses suatu<br />

pekerjaan dimulai dengan perencanaan,<br />

68<br />

RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA


termasuk pembuatan jadwal dan penentuan<br />

target. Pada tahapan perencanaan mutlak<br />

diperlukan konsultasi dan diskusi atas<br />

laporan dengan dialog/koordinasi yang<br />

intens. Seringkali pada tahap perencanaan<br />

pun sudah dapat dilakukan koreksi<br />

terhadap perencanaan yang dibuat. Setelah<br />

melakukan perencanaan disetujui, proses<br />

selanjutnya adalah memeriksa persiapan<br />

proses itu sendiri. Pada saat ini pun tetap<br />

dilakukan konsultasi dan diskusi secara<br />

matang antarbidang terkait. Dalam tahap ini,<br />

pemberian laporan dan kontak/komunikasi<br />

pun dilakukan kembali.<br />

Hal itu ternyata memudahkan untuk<br />

mengetahui setiap detail proses yang terjadi<br />

dan mempermudah kontrol atas setiap<br />

kendala yang bisa saja timbul. Selanjutnya<br />

adalah pelaksanaan kerja di mana pekerjaan<br />

dimulai. Agar dapat berjalan lancar, di tahap<br />

ini juga terus dilakukan konsultasi dan diskusi.<br />

Laporan dan komunikasi harus secara kontinu<br />

berjalan dengan baik. Pekerjaan yang telah<br />

selesai selalu perlu dievaluasi hasinya,<br />

diperiksa dan dilakukan konsultasi dan diskusi<br />

untuk membuat perencanaan berikutnya,<br />

termasuk penjadwalan dan penentuan target.<br />

Setelah perencanaan baru disepakati, maka<br />

proses akan bergulir kembali dalam siklus<br />

plan-do-check-action.<br />

TENAGA KERJA 69


70<br />

RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA


ab 8<br />

KATA PENGANTAR 71


PROSES KONSTRUKSI<br />

PLTA RAJAMANDALA<br />

Berbeda dengan PLTA pada umumnya<br />

uang menggunakan waduk, PLTA<br />

<strong>Rajamandala</strong> menggunakan run of<br />

river system atau run of river hydropower.<br />

Secara sederhana, prinsip kerjanya adalah<br />

memanfaatkan aliran air sungai tanpa<br />

perlu membangun bendungan atau waduk<br />

yang menimbulkan genangan yang luas.<br />

Dengan tidak menggunakan reservoir,<br />

PLTA <strong>Rajamandala</strong> hanya membangun<br />

kolam tandon harian sehingga lahan yang<br />

dibutuhkan sangat kecil. Konsep dari run<br />

of river (ROR) adalah memanfaatkan aliran<br />

sungai langsung tanpa menampungnya di<br />

bendungan atau waduk. PLTA ROR adalah<br />

suatu PLTA dengan sistem penggerak turbin<br />

menggunakan aliran sungai langsung, tanpa<br />

menggunakan tampungan waduk. Aliran<br />

sungai dibelokkan dengan menggunakan<br />

bendung dan intake yang dibangun<br />

memotong sungai, air sungai kemudian<br />

diarahkan ke Power House kemudian<br />

dikembalikan ke sungai kembali.<br />

Dengan tidak harus membangun bendungan,<br />

sistem ROR hanya mengandalkan kepada<br />

aliran air dan head yang rendah untuk<br />

menghasilkan listrik. Sebagian besar air<br />

melewati penstock untuk menggerakkan<br />

turbin, kemudian air kembali ke sungai<br />

asal, sehingga debit sungai tetap konstan,<br />

tidak merusak lingkungan dan tidak<br />

mengevakuasi penduduk di sekitar sungai.<br />

Penggunaan penstock menjadi bagian<br />

penting untuk mengalirkan energi dalam<br />

air dengan memanfaatkan tekanan air jatuh<br />

72<br />

RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA


sebelum dialirkan menuju turbin. Dengan<br />

perkembangan teknologi yang semakin<br />

canggih untuk membangun PLTA, genangan<br />

kolam harian bisa dibuat dengan ukuran<br />

kecil.<br />

PLTA jenis ROR adalah model teknologi<br />

pembangkit listrik masa depan yang perlu<br />

dikembangkan. Pada PLTA run of river, daya<br />

yang dapat dibangkitkan tergantung pada<br />

debit air sungai, tetapi PLTA run of river biaya<br />

pembangunannya lebih murah daripada<br />

PLTA dengan kolam tando (reservoir), karena<br />

kolam tando memerlukan bendungan<br />

yang besar dan juga memerlukan daerah<br />

genangan yang luas. PLTA ROR merupakan<br />

bagian dari pembangkit listrik masa depan<br />

berwawasan lingkungan yang dipersiapkan<br />

untuk sumber energi yang lebih ramah<br />

lingkungan, lebih murah, dan lebih efisien<br />

dalam penggunaan lahan.<br />

Civil Work<br />

Pembangunan PLTA memiliki kompleksitas<br />

tersendiri dengan pekerjaan bangunan<br />

sipilnya atau biasa disebut dengan civil work.<br />

Pekerjaan sipil merupakan hal yang paling<br />

dominan dalam keberhasilan pembangunan<br />

sebuah proyek PLTA. Pekerjaan sipil dimulai<br />

pada Agustus 2014 yang dimulai dengan<br />

pengukuran/survei lapangan dan topografi,<br />

kemudian pembersihan lapangan. Lingkup<br />

pekerjaan sipil meliputi:<br />

1. access road dan jembatan<br />

2. weir<br />

3. intake<br />

PROSES KONSTRUKSI PLTA RAJAMANDALA 73


4. headrace tunnel (non-pressure type)<br />

5. open channel & head tank<br />

6. spillway<br />

7. penstock<br />

8. power house<br />

9. tailrace<br />

10. switchyard, control building switchyard<br />

Cracked Problem<br />

Dalam pelaksanaan pekerjaan sipil, terjadi<br />

beberapa kritikal problem yang muncul<br />

dalam proses implementasinya dengan<br />

terjadinya keretakan (crack) pada suatu<br />

bangunan. Komponen bangunan PLTA<br />

terjadi retakan di lokasi spillway, head tank<br />

dan switchyard. Keretakan pertama kali<br />

diobservasi pada bulan Juli 2015 di lokasi<br />

spillway dan terus berkembang sampai<br />

dengan bulan Agustus 2015 di lokasi<br />

waterway, switchyard. Penelitian tentang<br />

keretakan juga mulai dilakukan di lokasi<br />

switchyard pada 24 Agustus 2015. Untuk<br />

menunjang keselamatan pekerjaan sipil dan<br />

penanganan keretakan, pada 25 Agustus<br />

2015 dilakukan penangguhan pekerjaan<br />

penggalian di lokasi proyek PLTA. Akibat<br />

adanya permasalahan keretakan pada lahan<br />

di area PLTA <strong>Rajamandala</strong> ini berdampak<br />

pada penangguhan pekerjaan konstruksi<br />

selama 24 bulan. Rentang waktu 24 bulan itu<br />

juga digunakan untuk merancang kembali<br />

beberapa standard pengerjaan konstruksi<br />

bangunan sipil. REP mengevaluasi jadwal<br />

konstruksi yang telah disusun oleh kontraktor<br />

sebelumnya.<br />

Pada 24 Oktober 2015, dilakukan observasi<br />

kedua untuk memantau keretakan di area<br />

spillway. Hasil dari pengamatan tersebut<br />

merekomendasikan bahwa pekerjaan<br />

penggalian harus ditangguhkan. Pada bulan<br />

September 2015 pihak REP dan Kontraktor<br />

(HEC) mengundang ahli dari NewJec<br />

(Jepang). Dari hasil konsultasi dengan<br />

NewJec tersebut dihasilkan rekomendasi<br />

untuk melakukan countermeasure 1, namun<br />

retak kembali terjadi dan countermeasure<br />

tersebut mengalami kegagalan. Pihak<br />

Kontraktor selanjutnya mendatangkan<br />

ahli dari Korean Geotechnical Society dan<br />

menghasilkan rekomendasi untuk melakukan<br />

countermeasure tahap 2. Sekali lagi, langkah<br />

countermeasure mengalami kegagalan.<br />

Kegagalan-kegagalan konstruksi civil tersebut<br />

mengakibatkan drawdown dari lender<br />

diberhentikan menunggu hasil Recovery Plan<br />

Report dari pihak REP dan EPC Contractor.<br />

74<br />

RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA


CT scan image / Spillway area (NNBH-1)<br />

Elevation : 241.862 m<br />

Depth : 0 to 10 m<br />

Uniaxial compressive test qu = 171.0 kN/m2<br />

Triaxial compressive test C’ = 9.0 kN/m2 φ’ = 27.6<br />

Highly weathered Moderately weathered Slightly weathered Non weathered<br />

Mitigasi atas Cracked Problem<br />

Untuk mengatasi permasalahan retakan pada<br />

area spillway, head tank dan switchyard,<br />

REP mengimplementasikan penanggulangan<br />

risiko patahan (crack) dalam dua tahap:<br />

pertama, penanggulangan untuk stabilitas<br />

sementara; dan kedua, penanggulangan<br />

untuk stabilitas permanen. Potensi kerusakan<br />

dan kerugian yang ditimbulkan oleh patahan<br />

dan pergerakan topografi tanah bisa sangat<br />

vital, sehingga kajian dan penanggulangan<br />

serius penting untuk dilakukan dalam upaya<br />

mengantisipasi terjadinya bencana. Investigasi<br />

geologi dengan seksama melalui kajian yang<br />

detail dilakukan oleh REP dan Kansai untuk<br />

menyelidiki, menganalisis, dan memberikan<br />

solusi dari keadaan geologi dan topografi<br />

lahan di area PLTA <strong>Rajamandala</strong>. Metode<br />

khusus yang digunakan adalah dengan<br />

“Hybrid Boring Method” menggunakan<br />

peralatan bor canggih dan presisi dari Jepang.<br />

PROSES KONSTRUKSI PLTA RAJAMANDALA 75


Geological Profile - Penstock area<br />

Belajar dari kegagalan-kegagalan dalam<br />

melakukan mitigasi keretakan sebelumnya,<br />

REP dan Kansai mengusulkan untuk<br />

dilaksanakan investigasi tanah tambahan<br />

di lokasi proyek yang meliputi water way,<br />

switchyard, spillway dan powerhouse dengan<br />

menggunakan high technology drilling<br />

dengan hybrid drilling system dan melakukan<br />

CT Scan ke dalam lapisan tanah. Tujuan<br />

investigasi tambahan dengan high technology<br />

tersebut untuk mengetahui karakteristik tanah<br />

aktual sehingga didapatkan desain yang<br />

optimal. Untuk mendapatkan desain yang<br />

optimal tersebut, REP dan Kansai tak kurang<br />

sampai mendatangkan dan berkonsultasi<br />

dengan ahli dari Kyoto University Jepang.<br />

76<br />

RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA


Di samping itu, untuk menyelesaikan masalah<br />

geologi, REP dan pihak kontraktor HEC &<br />

Tekniko Indonesia melaksanakan Bilateral<br />

Technical Meeting sebanyak tiga kali pada<br />

rentang waktu Agustus-Oktober 2016. REP<br />

dan kontraktor menyusun kembali final design<br />

konstruksi pengerjaan sipil, dengan hasil<br />

sebagai berikut:<br />

dilakukan modifikasi pada kemiringan<br />

slope/lereng di sisi kiri spillway di luar<br />

batas lokasi PLTA, dari sebelumnya 1:<br />

1.5, dimodifikasi menjadi 1: 3.0<br />

menambahkan konstruksi labirin ke<br />

head tank dan memperpendek panjang<br />

luapannya<br />

menggeser head tank sepanjang 56m<br />

menggeser switchyard hingga 30m<br />

merelokasi menara transmisi (T-00)<br />

dan area Right of Way (ROW) karena<br />

kemunduran switchyard.<br />

Contractor’s Final Design<br />

PROSES KONSTRUKSI PLTA RAJAMANDALA 77


Jaringan transmisi 150 KV<br />

Electrical Mechanical dan Transmission Line<br />

Proses konstruksi yang berlangsung selama<br />

57 bulan meliputi pembangunan transmission<br />

line, jembatan, powerhouse, intake,<br />

tunnel, weir, switchyard dan tower beserta<br />

pembangunan sarana prasarana infrastruktur<br />

pendukung lainnya sama pada kesiapan<br />

operasi PLTA pada Mei 2019. Pengerjaan<br />

instalasi EM yang terdampak masalah geologi<br />

bisa diatasi dengan metode “no-diversion”<br />

pada konstruksi waterway seperti head tank<br />

dan spillway dari critical path terus dikejar<br />

pengerjaannya oleh REP dan HEC supaya<br />

tidak mempengaruhi COD.<br />

78<br />

RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA


Transmission Line T00 & T01<br />

Transmission Line T15 & T16 berada dibawah jaringan 500kV<br />

Transmission Line T20A & T21 melintas diatas jalan nasional<br />

Transmission Line T26 tersambung pada Interkoneksi Jawa-Bali<br />

Secara teknis, PLTA <strong>Rajamandala</strong> 47 MW<br />

memanfaatkan air sungai Citarum dengan<br />

menggunakan turbin Vertical Kaplan. Dengan<br />

debit air 168 m 3 /det dan ketinggian jatuh air<br />

(gross head) 34 meter. Listrik yang dihasilkan<br />

PLTA <strong>Rajamandala</strong> 47 MW disalurkan melalui<br />

jaringan transmisi 150 KV sepanjang 8<br />

kilometer yang terdiri dari 27 tower. Jaringan<br />

transmisi tersebut terhubung dengan jaringan<br />

transmisi 150 KV eksisting Cianjur-Cigereleng.<br />

Komponen Utama PLTA <strong>Rajamandala</strong><br />

Kapasitas maksimum yang terpasang dari<br />

PLTA <strong>Rajamandala</strong> dengan kapasitas 47<br />

MW dihasilkan oleh satu unit turbin yang<br />

digerakkan oleh air dari outlet PLTA Saguling<br />

PROSES KONSTRUKSI PLTA RAJAMANDALA 79


Instalasi Turbin & Generator<br />

melalui tunnel sepanjang 1.074 meter dengan<br />

debit maksimum 168 m 3 /det dan tinggi efektif<br />

± 32 meter. Debit air maksimum dari PLTA<br />

Saguling untuk 4 turbin operasi adalah 224<br />

m 3 /det, sehingga kelebihan air akan mengalir<br />

ke sungai di hilir weir PLTA <strong>Rajamandala</strong>. Pola<br />

operasional PLTA <strong>Rajamandala</strong> menggunakan<br />

sistem beban puncak yang dapat beroperasi<br />

dengan debit diatas 32 m 3 /det dan sangat<br />

tergantung pada pola operasi PLTA Saguling.<br />

Energi listrik yang dihasilkan dari PLTA<br />

<strong>Rajamandala</strong> disalurkan melalui Transmisi 150<br />

kV ke jaringan interkoneksi 150 kV Cigereleng-<br />

Cianjur. Untuk informasi lebih lanjut tentang<br />

kapasitas pembangkit, debit dan ketinggian air.<br />

80<br />

RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA


Kapasitas Pembangkit, Debit dan Elevasi<br />

Muka Air<br />

No.<br />

Keterangan<br />

1 Kapasitas Maksimum 47 MW<br />

2 Debit Air Maksimum 168 m3/det<br />

3 Tinggi Efektif 32 meter<br />

4<br />

Produksi Pembangkit<br />

Tahunan<br />

5 Muka Air di Intake<br />

6 Muka Air di Outlet<br />

a. Weir<br />

181 GWh<br />

Elevasi 253,5<br />

meter<br />

Elevasi 219,5<br />

meter<br />

Bentuk weir ditentukan berdasarkan kondisi<br />

topografis dan geologis setempat. Tipe<br />

weir PLTA <strong>Rajamandala</strong> 47 MW adalah tipe<br />

floating (bendung tetap), dimana kelebihan air<br />

melimpah di atas dinding weir dengan tinggi<br />

weir 4,70 meter dan lebar 55,9 meter.<br />

Deskripsi Teknis Weir<br />

No Weir Ukuran<br />

1 Tipe Floating<br />

2 Lebar 55,9 meter<br />

3 Tinggi 4,7 meter<br />

4 Panjang 15,5 meter<br />

b. Intake<br />

Intake berada pada sisi kiri dari Sungai<br />

Citarum atau di seberang dari outlet PLTA<br />

Saguling. Tipe yang akan digunakan adalah<br />

tipe horizontal. Mulut intake akan diarahkan<br />

langsung ke outlet PLTA Saguling sehingga<br />

tidak terjadi luapan air. Mulut intake dibuat<br />

dengan mempertimbangkan kecepatan aliran<br />

air dari outlet PLTA Saguling.<br />

Deskripsi Bangunan Intake<br />

No Intake Dimensi<br />

1 Lebar 11,1 – 32,2 meter<br />

2 Tinggi 9,1 – 11,3 meter<br />

3 Panjang 32,6 meter<br />

c. Terowongan (Headrace Tunnel)<br />

Potongan melintang dari terowongan adalah<br />

berbentuk tapal kuda yang dilapisi beton.<br />

Adapun kedalaman air dalam terowongan<br />

diperkirakan 84% dari tinggi maksimum<br />

dinding terowongan yaitu 8,5 meter dan lebar<br />

8,6 meter. Kecepatan aliran air adalah 3,0 m/<br />

detik dengan panjang terowongan adalah<br />

1.074 meter.<br />

PROSES KONSTRUKSI PLTA RAJAMANDALA 81


Saluran terbuka (Open Channel)<br />

Saluran terbuka (Open Channel) memiliki<br />

kemiringan yang disesuaikan dengan kondisi<br />

geologis setempat. Panjang dari saluran<br />

terbuka ini adalah 94,4 meter.<br />

Tipe<br />

Saluran<br />

Saluran<br />

Tertutup<br />

Saluran<br />

Terbuka<br />

Deskripsi Teknis Tunnel<br />

Keterangan<br />

Tipe<br />

Panjang<br />

Tinggi dinding<br />

terowongan<br />

Lebar<br />

terowongan<br />

Panjang<br />

Lebar<br />

Tinggi<br />

Ukuran<br />

Non Pressure<br />

1.076 meter<br />

8,5 meter<br />

8,6 meter<br />

94,4 meter<br />

8,8 – 8,9 meter<br />

8,6 meter<br />

d. Head Tank<br />

Tujuan pembuatan head tank antara lain<br />

untuk:<br />

Menahan dan mengurangi laju aliran air<br />

dari headrace.<br />

Menampung air dari headrace sampai<br />

pada elevasi rencana pembangkitan.<br />

Mendapatkan tinggi hidrolik rencana<br />

pembangkitan PLTA pada elevasi<br />

maksimum dan minimum.<br />

Memberikan toleransi operasi turbin<br />

terhadap fluktuasi debit headrace melalui<br />

kapasitas tampungan yang ada. Namun<br />

demikian kapasitas tampungan kolam<br />

penenang tidak disimulasikan untuk<br />

operasi turbin.<br />

Tipe head tank yang direncanakan yaitu side<br />

channel spilway.<br />

Dimensi Head Tank<br />

No Head Tank Satuan Dimensi<br />

1 Tipe<br />

2 Panjang Kolam Meter 106,5<br />

Side channel<br />

spillway<br />

3 Lebar Kolam Meter 29,5 – 11,1<br />

4 Tinggi Kolam Meter 21,8 – 10,4<br />

82<br />

RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA


DCS PLTA <strong>Rajamandala</strong> di control room PLTA Saguling<br />

Komponen Penunjang PLTA <strong>Rajamandala</strong><br />

Jalan hantar (access road)<br />

Terdapat dua ruas jalan yang harus<br />

ditempuh untuk menuju lokasi proyek PLTA<br />

<strong>Rajamandala</strong>. Pertama, melalui jalan utama<br />

provinsi (jalan raya <strong>Rajamandala</strong>) yang<br />

kondisinya cukup baik. Kedua, adalah jalan<br />

hantar UP Saguling yang menghubungkan<br />

jalan utama provinsi menuju PLTA Saguling,<br />

Waduk Saguling, Kampung Bantarcaringin<br />

dan Cisameng serta ke lokasi proyek PLTA<br />

<strong>Rajamandala</strong>, namun harus dibuat jalan hantar<br />

yang menghubungkan Kampung Cisameng ke<br />

lokasi tapak proyek yang berada di seberang<br />

Sungai Citarum (Kampung Bantarcaringin).<br />

Jalan hantar yang dibangun memiliki lebar 6<br />

meter dengan bahu jalan 0,6 m sisi kiri dan<br />

kanan serta panjang ±1,3 km dari Kampung<br />

Cisameng menuju lokasi pembangunan<br />

Powerhouse PLTA <strong>Rajamandala</strong> 47 MW.<br />

Adapun jalan menuju lokasi Weir melalui jalan<br />

dari Powerhouse PLTA Saguling.<br />

Tahapan Konstruksi<br />

Pada tahap konstruksi, pekerjaan dilakukan oleh<br />

beberapa kontraktor pelaksana.<br />

Kontraktor<br />

No<br />

Kontraktor Utama<br />

Hyundai Engineering Co., Ltd<br />

1<br />

(Supply Contract)<br />

PT Tekniko Indonesia<br />

2<br />

(Construction Contract)<br />

PROSES KONSTRUKSI PLTA RAJAMANDALA 83


Selama proses pekerjaan konstruksi<br />

berlangsung, terdapat beberapa kendala<br />

pelaksanaan pekerjaan di lapangan yaitu:<br />

1. Kondisi geologi yang tidak stabil;<br />

2. Pelaksanaan teknis pekerjaan.<br />

a. Mobilisasi alat berat dan material<br />

Kegiatan mobilisasi peralatan dan<br />

material dilakukan sesuai dengan<br />

kebutuhan pada tahap konstruksi.<br />

Peralatan dan material didatangkan<br />

ke lokasi proyek dari wilayah Kota/<br />

Kabupaten di Provinsi Jawa Barat,<br />

Provinsi Banten dan Provinsi DKI<br />

Jakarta. Jenis alat berat yang<br />

digunakan pada tahap konstruksi<br />

dapat dilihat pada tabel 8.9. Alatalat<br />

berat ini dioperasikan hanya<br />

di area proyek (tidak keluar tapak<br />

proyek), sehingga mobilisasi alat dan<br />

demobilisasi peralatan hanya satu kali<br />

pada saat konstruksi.<br />

84<br />

RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA


. Material konstruksi<br />

Material dasar seperti batu, kerikil,<br />

pasir, semen, besi dan kayu<br />

didatangkan dari daerah kabupaten<br />

terdekat dengan lokasi, seperti<br />

Kabupaten Cianjur, Kabupaten<br />

Bandung Barat, dan Kabupaten<br />

Purwakarta. Material-material tersebut<br />

dibeli dari supplier (pihak ketiga) yang<br />

dipersyaratkan dan telah memiliki izin.<br />

c. Pembangunan jembatan permanen<br />

Jembatan permanen yang dibangun<br />

merupakan yang menghubungkan<br />

jalan hantar UBP Saguling dengan<br />

lokasi proyek PLTA <strong>Rajamandala</strong>.<br />

d. Pematangan lahan<br />

Kegiatan pematangan lahan yang<br />

sedang berlangsung pada Semester<br />

II Tahun 2018, berada di lokasi<br />

Powerhouse, Tunnel, Switchyard<br />

dan Intake. Pematangan lahan pada<br />

lokasi tersebut merupakan kegiatan<br />

pematangan lahan kembali, karena<br />

kondisi tanah yang labil.<br />

e. Pembangunan dan kegiatan batching<br />

plant<br />

Batching plant berlokasi di lahan<br />

milik PT Indonesia Power di Kampung<br />

Cisameng. Kegiatan Batching plant<br />

menghasilkan air sisa kegiatan yang<br />

diolah dan digunakan kembali untuk<br />

penyiraman jalan dan pencucian alat<br />

berat.<br />

f. Pengecoran access road<br />

g. Rekayasa lahan dan penghijauan di<br />

area milik Perhutani<br />

Sebagai upaya menjaga stabilitas<br />

tanah di area Powerhouse, PT REP<br />

bekerjasama dengan PT Perhutani,<br />

melakukan kegiatan rekayasa lahan<br />

berupa pembuatan terasering seluas<br />

±2,3 ha. Pematangan lahan dilakukan<br />

setelah sebelumnya dilakukan ganti<br />

rugi tanaman di sekitar area.<br />

Setelah pembuatan terasering<br />

selesai dilaksanakan, selanjutnya PT<br />

Perhutani melakukan penghijauan, di<br />

area tersebut.<br />

PROSES KONSTRUKSI PLTA RAJAMANDALA 85


INTAKE<br />

Selesai dibangun Februari 2018<br />

2 Januari 2017<br />

16 April 2017<br />

30 Juli 2017<br />

29 Oktober 2017 11 Februari 2018<br />

86<br />

RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA


WATERWAY<br />

Selesai dibangun Februari 2019<br />

3 July 2017<br />

5 June 2017 4 September 2017<br />

2 Januari 2018<br />

PROSES KONSTRUKSI PLTA RAJAMANDALA 87


Pre-construction<br />

26 Mei 2015<br />

Maret 2016<br />

5 Juni 2017<br />

POWERHOUSE<br />

Selesai dibangun 29 Oktober 2018<br />

88<br />

RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA


2 Januari 2018<br />

16 April 2018 12 Juli 2018<br />

30 Juli 2018 25 September 2018<br />

29 Oktober 2018<br />

PROSES KONSTRUKSI PLTA RAJAMANDALA 89


90<br />

RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA


ab 9<br />

KATA PENGANTAR 91


KELAYAKAN OPERASIONAL<br />

PLTa RAJAMANDALA<br />

Pada 11 Mei 2019 PLTA <strong>Rajamandala</strong><br />

47 MW berhasil melaksanakan Net<br />

Dependable Capacity Test (NDC) dan<br />

Reliability Run Test (RR) selama 3x24jam<br />

dari rangkaian Commissioning Test. Net<br />

Dependabe Capacity Test menjadi krusial<br />

untuk mengecek daya maksimum yang dapat<br />

disediakan oleh unit pembangkit, pembangkit<br />

listrik, dan sistem dalam kondisi yang<br />

ditentukan untuk interval waktu tertentu tanpa<br />

melebihi ambang batas batas suhu. Adapun<br />

Reliability Run Test untuk mengecek kesiapan<br />

dan kelayakan mesin apabila dijalankan<br />

secara terus menerus selama waktu tertentu.<br />

Commissioning Test bertujuan untuk menguji<br />

kehandalan dan kapasitas maksimum<br />

pembangkit listrik sebelum beroperasi secara<br />

komersial. Akhirya, setelah melalui rangkaian<br />

uji kelayakan yang dipersyaratkan, PLTA<br />

<strong>Rajamandala</strong> 47 MW dinilai pantas untuk<br />

mendapatkan Sertifikat Laik Operasi (SLO)<br />

dari Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan<br />

(DJK) Kementerian ESDM tertanggal<br />

11 mei 2019. Dengan diraihnya SLO tersebut,<br />

PLTA <strong>Rajamandala</strong> 47 MW siap memasok<br />

listrik ke sistem kelistrikan Jawa-Bali melalui<br />

transmisi 150 kV Cianjur-Cigereleng.<br />

SLO adalah bukti pengakuan formal suatu<br />

instalasi tenaga listrik telah berfungsi<br />

sebagaimana kesesuaian persyaratan yang<br />

ditentukan dan dinyatakan siap dioperasikan.<br />

Setiap Instalasi Tenaga Listrik yang akan<br />

dioperasikan wajib memiliki Sertifikat Laik<br />

Operasi (SLO). Sesuai dengan Keputusan<br />

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia<br />

Nomor 58/PPU-XII/2015 tanggal 22<br />

September 2015. Proyek pembangunan PLTA<br />

92<br />

RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA


<strong>Rajamandala</strong> terbilang relatif cepat dalam<br />

pembangunan pembangkit listrik tipe PLTA,<br />

meskipun sempat mengalami unforseen<br />

geological condition.<br />

PLTA <strong>Rajamandala</strong> mulai beroperasi secara<br />

komersial (commercial operation date/<br />

COD) satu hari setelah mendapatkan SLO,<br />

yaitu pada 12 Mei 2019. Keberhasilan proyek<br />

PLTA <strong>Rajamandala</strong> 47 MW tak ayal menjadi<br />

keberhasilan bangsa Indonesia yang sedang<br />

melangkah untuk membangun renewable<br />

energy. PLTA <strong>Rajamandala</strong> 47 MW bisa<br />

menjadi percontohan bagi tempat lain<br />

sebagai PLTA yang ramah lingkungan. Selain<br />

itu, dengan skema permodalan proyek yang<br />

tidak dijamin dan membebani anggaran<br />

pemerintah, PLTA <strong>Rajamandala</strong> adalah contoh<br />

terobosan dalam model pembangunan<br />

pembangkit listrik di Indonesia ke depan.<br />

KELAYAKAN OPERASIONAL PLTA RAJAMANDALA 93


Penyerahan Dokumen Commercial Operation Date (COD) PLTA <strong>Rajamandala</strong> oleh PT PLN (Persero)<br />

Suasana NDC Test<br />

Hideo Takenaka menunjukan hasil final NDC Test<br />

94<br />

RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA


Penyerahan Sertifikat Laik Operasi (SLO) PT <strong>Rajamandala</strong> Electric Power<br />

KELAYAKAN OPERASIONAL PLTA RAJAMANDALA 95


apa kata mereka<br />

PLTA <strong>Rajamandala</strong> yang merupakan 'after bay' PLTA Saguling<br />

merupakan pembangkit tenaga air yang sudah lama diimpikan<br />

yaitu sejak tahun 1989, saat PLTA Cirata dan PLTA Saguling<br />

telah beroperasi. Saya terlibat melakukan kajian studi kelayakan<br />

yang pertama dan menjadi kepala proyek PLN untuk PLTA ini pada<br />

tahun 1993 - 1995 sehingga memahami kesulitan menghadapi kondisi<br />

geologi yang cukup berat. Syukur alhamdulillah masalah-masalah yang<br />

berat dapat diselesaikan dengan baik dan PLTA ini dapat selesai dan<br />

beroperasi dengan baik dibawah PT Indonesia Power. Saya merasa<br />

bangga dan mengucapkan selamat atas keberhasilan yang luar biasa ini.<br />

Nasri Sebayang<br />

Pernah sebagai Direktur Bisnis Regional Jawa Bagian Tengah PT PLN (Persero),<br />

sebelumnya menjabat Direktur Konstruksi dan EBT PT PLN (Persero)<br />

Alhamdulillah, proyek PLTA <strong>Rajamandala</strong> ini akhirnya bisa<br />

terwujud. Ini memberi tambahan pasokan energi yang bersih<br />

bagi Sistem Interkoneksi Jawa-Bali.<br />

Liku-liku perjalanan proyek ini cukup panjang. Dari soal-soal<br />

pendanaan, pemilihan mitra, penjaminan, sampai soal teknis eksekusi<br />

di lapangan. Saya senang telah menjadi bagian dari perwujudan proyek ini.<br />

Selamat kepada PT Indonesia Power dan Kansai Electric Power.<br />

Murtaqi Syamsudin<br />

Pernah sebagai Direktur Bisnis Regional Jawa Bagian Barat dan Lampung PT PLN (Persero),<br />

sebelumnya menjabat Direktur Perencanaan dan Pembinaan Afiliasi PT PLN (Persero)


Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT akhirnya PLTA<br />

<strong>Rajamandala</strong> sudah bisa COD.<br />

Masih teringat ketika Proyek PLTA <strong>Rajamandala</strong> dikeluarkan<br />

dalam daftar proyek yang menerima Jaminan Kelayakan Usaha dari<br />

Pemerintah /BVGL (Business Viability Guarantee Letter) akibatnya<br />

pendanaan dengan Skema Project Financing dari JBIC tidak dapat<br />

diberikan tanpa adanya BVGL. Sumber pendanaan lain dari Bank Lokal maupun<br />

Bank Asing lainnya menyebabkan proyek tidak feasible.<br />

Diskusi comprehensive dengan Project Sponsor (PT IP – Kansai), JBIC<br />

dan financing advisors akhirnya diperoleh solusi mencari pengganti BVGL<br />

melalui MIGA (Multilateral Investment Guarantee Agency) World Bank Group.<br />

Berkat kerja keras segenap Tim PT REP, Project Sponsor serta dukungan<br />

dari PT PLN dan semua pihak yang terkait akhirnya Target Financial Closing dapat<br />

tercapai sesuai jadwal.<br />

apa kata mereka<br />

Banyak pelajaran yang diperoleh oleh Tim PT REP dan PT IP dalam hal proses PPA,<br />

pendanaan proyek, pembebasan lahan, perizinan,<br />

dan isu-isu sosial dan lingkungan.<br />

PLTA <strong>Rajamandala</strong> merupakan proyek pertama bagi PT IP yang menggunakan<br />

skema International Project Financing serta menjadi Proyek pertama di Indonesia<br />

yang mendapatkan BVGL dari MIGA. Hal ini tentunya menunjukkan bahwa PT PLN<br />

mendapatkan kepercayaan besar dari dunia internasional sehingga MIGA dapat<br />

memberikan jaminan atas proyek PLTA <strong>Rajamandala</strong>.<br />

Saya ucapkan selamat dan sukses kepada direksi dan karyawan PT REP. Semoga<br />

PLTA <strong>Rajamandala</strong> diridhoi Allah SWT agar dapat beroperasi dengan baik.<br />

Bambang Priyambodo<br />

Business Development Director PT DSSP Power Mas Utama,<br />

pernah menjabat President Director PT <strong>Rajamandala</strong> Electric Power 2015-2012


apa kata mereka<br />

Alhamdulillah… Saya mengikuti proyek ini mulai tahun 2009<br />

mulai dari Asisten Manajer Pembinaan Anak Perusahaan ikut<br />

menyiapkan, VP Pendanaan yang membidani lahirnya PT<br />

<strong>Rajamandala</strong> Electric Power, sebagai Direktur Keuangan PT<br />

Indonesia Power sampai dengan saat proyek mencapai COD<br />

sebagai Direktur Utama PT Indonesia Power.<br />

Congratulation… Berkat semangat, komitmen tinggi dan kerja keras<br />

seluruh stakeholder, akhirnya PLTA <strong>Rajamandala</strong> selesai dibangun<br />

dan beroperasi, setelah melalui perjuangan panjang sejak inisiasi<br />

studi di tahun 2003-an.<br />

Sripeni Inten Cahyani<br />

Direktur Pengadaan Strategis 1 PT PLN (Persero),<br />

sebelumnya menjabat Direktur Utama PT Indonesia Power<br />

Proyek PLTA <strong>Rajamandala</strong> dulu kita develop sejak sekitar<br />

tahun 2003an waktu itu saya terlibat langsung sejak awal<br />

membangun kerjasama dengan Kansai Electric Power… proyek<br />

ini penuh lika-liku… tetapi meskipun saya tidak terlibat di ujung<br />

akhir dari proyek… merasa lega akhirnya bayi mungil yang indah itu<br />

lahir juga… kelegaan dan rasa ikut bangga menyertai beroperasinya PLTA<br />

<strong>Rajamandala</strong>.<br />

Antonius R.T. Artono<br />

Executive Vice President K3L PT PLN (Persero),<br />

sebelumnya menjabat Direktur Operasi 2 PT Indonesia Power


PT Indonesia Power merasa terhormat berKolaborasi dengan<br />

Kansai menyelesaikan project PLTA <strong>Rajamandala</strong> yang sangat<br />

prestisius. Pengalaman bekerja terbaik baik dari aspek<br />

pendanaan, aplikasi teknologi maupun konsep keberlanjutan<br />

dalam pembangunan Renewable Energy adalah sangat berharga.<br />

<strong>Rajamandala</strong> adalah praktek Reduce Reuse Recycle (3R) dalam<br />

skala besar dan berpengaruh untuk kelestarian alam khususnya program<br />

Citarum harum. Kolaborasi ini sangat bagus untuk dilanjutkan di tempat lain<br />

karena sesuai dengan Misi PT Indonesia Power yaitu menyelenggarakan bisnis<br />

tenaga listrik dan jasa terkait yang bersahabat dengan lingkungan.<br />

M. Ahsin Sidqi<br />

Direktur Utama PT Indonesia Power,<br />

sebelumnya menjabat Executive Vice President Pengadaan IPP PT PLN (Persero)<br />

apa kata mereka<br />

Alhamdulillah... Selamat atas beroperasinya PLTA <strong>Rajamandala</strong>,<br />

perjalanan panjang telah dilalui Tim Indonesia Power dan<br />

Kansai Electric Power... Komitmen, kegigihan, kemandirian,<br />

dan kerja keras semua pihak yang terlibat sejak tahap inisiasi<br />

pengembangan, pendanaan, konstruksi telah membuahkan hasil.<br />

Team work dan kolaborasi yang baik dengan tim Kansai yang all-out<br />

dalam penyelesaian proyek.<br />

Bersyukur untuk SDM yang terlibat dalam manajeman proyek PLTA <strong>Rajamandala</strong>,<br />

merupakan suatu pengalaman mahal bagi individu dan perusahaan... In-SyaAllah<br />

selalu andal, aman, dan barokah, aamiin... Sekali lagi sukses untuk jajaran<br />

manajeman dan staff PT <strong>Rajamandala</strong> Electric Power.<br />

Cita Dewi<br />

Executive Vice President Pendayagunaan Aset Properti PT PLN (Persero),<br />

sebelumnya menjabat General Manager Unit Proyek PT Indonesia Power


apa kata mereka<br />

Bangga, haru, dan merupakan saat yang paling emosional<br />

dalam karir saya sampai saat ini untuk dapat melihat PLTA<br />

<strong>Rajamandala</strong> beroperasi dengan baik, semoga Allah meridhoi<br />

dan memberkahi PLTA <strong>Rajamandala</strong> sehingga dapat bermanfaat<br />

untuk rakyat Indonesia.<br />

Hermanugroho<br />

Vice President Pengelolaan Asuransi PT PLN (Persero),<br />

sebelumnya menjabat Direktur Utama PT Putra Indotenaga<br />

Selamat! Setelah melalui perjalanan yang panjang dan berat,<br />

PLTA <strong>Rajamandala</strong> (47 MW) berhasil menjadi proyek infrastruktur<br />

pertama PLN yang menggunakan skema International Project<br />

Finance, dan mencapai Commercial Operation Date (COD) pada<br />

12 Mei 2019. Salut kepada seluruh tim dari PT Indonesia Power dan<br />

The Kansai Electric Power Co. Inc. atas ketekunan dan komitmen mereka<br />

untuk mempromosikan energi terbarukan.<br />

Widyaningrum Soeparlan<br />

Vice President Regulatory and Policy Affairs PT PLN (Persero),<br />

sebelumnyamenjabatManagerKorporasi dan Kontrak PT Indonesia Power


<strong>Rajamandala</strong> dikerjakan oleh tim yang solid, pekerja keras, bahumembahu<br />

dan pantang menyerah meskipun anggota tim berasal<br />

dari 2 (dua) bangsa yang berbeda tetapi memiliki tujuan yang sama:<br />

membangun dan mengoperasikan PLTA kelas dunia.<br />

Yudianto Permono<br />

Direktur Operasi PT Indo Raya Tenaga,<br />

sebelumnya menjabat Direktur Operasi PT <strong>Rajamandala</strong> Electric Power<br />

apa kata mereka<br />

Mendengar PLTA <strong>Rajamandala</strong> sudah berhasil beroperasi<br />

komersial begitu senang rasanya, karena bisa menjadi bagian<br />

mendukung proses pengembangannya.<br />

Inilah saatnya perencanaan yang sudah dibuat sebelumnya,<br />

untuk dilaksanakan.<br />

Terima kasih kepada seluruh stakeholder yang memberikan nuansa dan<br />

dinamika yang menantang dalam proses pengembangan proyek ini,<br />

sehingga bisa berjalan dengan baik.<br />

Moh. Wahyudi<br />

Kepala Divisi Pengembangan Bisnis & Manajemen Proyek<br />

Pembangkit 1 PT Indonesia Power


apa kata mereka<br />

Pengembangan PLTA <strong>Rajamandala</strong> ini merupakan pengalaman<br />

yang sangat berkesan untuk saya. Banyak hal yang bisa<br />

dipelajari selama proses pengembangan PLTA <strong>Rajamandala</strong> ini.<br />

Termasuk bagaimana etos kerja Kansai khususnya dan bangsa<br />

Jepang pada umumnya. Kesungguhan, totalitas dan sifat pantang<br />

menyerah adalah beberapa aspek yang sangat layak untuk diteladani<br />

dalam hal ini, apalagi dalam pengembangan pembangkit kadang<br />

ditemui banyak ketidakpastian. Akhirnya saya ucapkan selamat kepada<br />

jajaran direksi PT <strong>Rajamandala</strong> Electric Power serta seluruh pihak yang<br />

terlibat dalam proses pengembangan PLTA <strong>Rajamandala</strong>. Semoga PLTA<br />

<strong>Rajamandala</strong> dapat beroperasi dengan baik sampai akhir masa operasi<br />

dengan kinerja sesuai yang direncanakan.<br />

Hadi Munib<br />

Ahli Senior Pembangkit II PT Indonesia Power


106<br />

RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!