Rajamandala: Merintis Cahaya
Buku ini bercerita tentang proses pembangunan PLTA Rajamandala 47 Megawatt yang merupakan PLTA pertama yang menggunakan teknologi run-of-river untuk membangkitkan tenaga listrik. Rajamandala juga menjadi pionir dalam proses pendanaannya. Proyek ini menjadi proyek pembangkit pertama yang didukung oleh pendanaan internasional dan dijamin oleh lembaga-lembaga multinasional.
Buku ini bercerita tentang proses pembangunan PLTA Rajamandala 47 Megawatt yang merupakan PLTA pertama yang menggunakan teknologi run-of-river untuk membangkitkan tenaga listrik.
Rajamandala juga menjadi pionir dalam proses pendanaannya. Proyek ini menjadi proyek pembangkit pertama yang didukung oleh pendanaan internasional dan dijamin oleh lembaga-lembaga multinasional.
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
PLTA 47 MW<br />
RAJAMANDALA<br />
MERINTIS CAHAYA
PLTA 47 MW RAJAMANDALA MERINTIS CAHAYA<br />
Pengarah<br />
Basuki Setiawan<br />
Del Eviondra<br />
Hideo Takenaka<br />
Yosefan Johan<br />
Tim <strong>Rajamandala</strong> Electric Power<br />
Anang Widigdo<br />
Damas Cahyo Putro<br />
Icmizaniar Azmi<br />
Katsuhiro Fujimoto<br />
Kunio Okude<br />
Masaki Kawaguchi<br />
Masaki Kobayashi<br />
Muhammad Hasbi Assydiq<br />
Narendra Mahardika<br />
Rio Ananda<br />
Satoshi Nakagami<br />
Shuuji Baba<br />
Sihwanto<br />
Takenori Araki<br />
Tetsuro Hemmi<br />
Tsunayasu Ota<br />
Narasumber<br />
Bambang Priyambodo<br />
Hadi Munib<br />
Hermanugroho<br />
M. Wahyudi<br />
Widyaningrum Soeparlan<br />
Yudianto Permono<br />
Penulisan & Desain Grafis<br />
Bendi17 Komunika
Daftar isi<br />
DAFTAR ISI<br />
IV<br />
KATA PENGANTAR<br />
VIII<br />
PENDAHULUAN 2<br />
Listrik sebagai Sumber Kehidupan 2<br />
PLTA <strong>Rajamandala</strong> dan Problematika Energi Listrik di Indonesia 3<br />
Terobosan Project Financing PLTA <strong>Rajamandala</strong> 6<br />
Mimpi PLTA <strong>Rajamandala</strong> Ikut Berkontribusi Melistriki Indonesia 9<br />
Suistainability Energy 11<br />
PT <strong>Rajamandala</strong> Electric Power 12<br />
PROSES PENGADAAN PLTA RAJAMANDALA 16<br />
2003 : Feasibility study diajukan ke JBIC 16<br />
Agustus 2007 : Penunjukan langsung oleh Kementerian ESDM 17<br />
2010: Fast Track Program (FTP) elektrifikasi 18<br />
Januari 2011: Bid Closing Date 20<br />
Maret 2011: Metropolitan Priority Area Indonesia-Jepang 20
Agustus 2011: Terbitnya PMK No. 139 Tahun 2011 21<br />
September 2011: Pertemuan antara Menteri METI Jepang<br />
dengan Menko Perekonomian Indonesia 22<br />
November 2011: Surat PLN kepada Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM 22<br />
Januari 2012: Terbit Permen ESDM Nomor 1 Tahun 2012 23<br />
PERENCANAAN & PERIZINAN PROYEK 26<br />
Perizinan Proyek PLTA <strong>Rajamandala</strong> 27<br />
JALAN BERLIKU PROYEK PLTA RAJAMANDALA 34<br />
PEMBEBASAN LAHAN 40<br />
Pembebasan Lahan Langsung ke Pemilik Tanah 42<br />
Pembebasan Lahan dengan Pendekatan “Win-win Solution” 43<br />
Peran Warga Kampung dalam Pembebasan Lahan 47
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP & LINGKUNGAN SOSIAL 52<br />
Mitigasi resiko penurunan kualitas udara 55<br />
Mitigasi resiko peningkatan kebisingan 57<br />
Mitigasi resiko peningkatan pencemaran air sungai 57<br />
Flora dan Fauna 58<br />
Pengelolaan Lingkungan Sosial 59<br />
TENAGA KERJA 64<br />
Tenaga Kerja Lokal 64<br />
Tenaga Kerja dari Jepang dan Transfer Teknologi 67<br />
PROSES KONSTRUKSI PLTA RAJAMANDALA 72<br />
Civil Work 73<br />
Cracked Problem 74<br />
Mitigasi atas Cracked Problem 74<br />
Electrical Mechanical dan Transmission Line 78<br />
Komponen Utama PLTA <strong>Rajamandala</strong> 79<br />
Komponen Penunjang PLTA <strong>Rajamandala</strong> 83<br />
Tahapan Konstruksi 83<br />
KELAYAKAN OPERASIONAL PLTA RAJAMANDALA 92<br />
APA KATA MEREKA 96
Kata Pengantar<br />
Basuki Setiawan<br />
Direktur Utama PT <strong>Rajamandala</strong> Electric Power<br />
Keberadaan PLTA <strong>Rajamandala</strong> sebagai bagian dari PLN Grup, khususnya PT Indonesia<br />
Power, menambah jumlah pembangkit listrik yang menggunakan energi baru dan<br />
terbarukan. PLTA <strong>Rajamandala</strong> merupakan implementasi dari rencana panjang PLN untuk<br />
memanfaatkan sungai Citarum sebagai pusat listrik tenaga air secara cascade-down. Melalui<br />
berbagai kajian teknis dan ekonomis akhirnya dibangunlah PLTA Saguling dan PLTA Cirata yang<br />
bertipe dam atau mempunyai bendungan. Setelah dibangun PLTA Saguling dan PLTA Cirata<br />
ternyata masih ada sisa head (ketinggian/elevasi) sekitar 32 meter antara air keluaran PLTA<br />
Saguling dengan dam PLTA Cirata. Melalui berbagai perhitungan teknis dan ekonomis akhirnya<br />
dirancanglah PLTA Rajamanda yang bertipe Run-of-River atau tidak mempunyai bendungan.<br />
Disisi operasi PLTA <strong>Rajamandala</strong> beroperasi berdasarkan Water Level Control, pembebanan unit<br />
berdasarkan fluktuasi debit air keluaran PLTA Saguling, berbeda dengan PLTA Saguling dan PLTA<br />
Cirata.<br />
Pembangunan proyek PLTA <strong>Rajamandala</strong> ini memang pernah mengalami dinamika, ketika<br />
pengajuan Jaminan Kelayakan Usaha (JKU) oleh REP ditolak oleh Kementrian Keuangan, artinya<br />
proyek PLTA <strong>Rajamandala</strong> tidak mendapatkan jaminan dari Pemerintah cq. PLN Group, maka<br />
REP dengan dibantu Mizuho berupaya keras mendapatkan jaminan dari berbagai institusi<br />
x<br />
RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA
keuangan dunia yang akhirnya Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA) - World Bank<br />
Group - bersedia memberikan jaminan atas hutang dari Lenders dengan konsekuensi REP harus<br />
membayar premium fee dan penerapan pengelolaan lingkungan dan sosial dengan standar<br />
internasional baik tahap konstruksi maupun tahap operasi. Kesiapan dokumen tersebut menjadi<br />
salah satu pra-syarat untuk financial close.<br />
Sebagai konsekuensi dari International Project Financing maka dalam aktivitas pembebasan lahan<br />
dilakukan sesuai standar internasional pula yaitu dengan memikirkan dampak jangka panjang dari<br />
pemilik lahan dan masyarakat terdampak sehingga mereka dapat ikut mengambil manfaat dengan<br />
adanya pembangunan PLTA <strong>Rajamandala</strong>. REP harus melaksanakan Environmental and Social<br />
Management System (ESMS) dalam mengembangkan Proyek PLTA <strong>Rajamandala</strong>.<br />
ESMS bertujuan untuk memastikan bahwa proyek yang didanai /dijamin oleh Lenders dan MIGA<br />
harus dikembangkan dengan cara yang bertanggung jawab secara sosial dan mencerminkan<br />
praktik pengelolaan lingkungan yang baik. Dengan demikian, dampak negatif pada ekosistem<br />
dan masyarakat yang terkena dampak proyek bisa dihindari bila memungkinkan, dan jika<br />
dampak ini tidak dapat dihindari, maka hal itu harus dikurangi dan/atau dikompensasi secara<br />
KATA PENGANTAR<br />
xi
tepat. Pembebasan lahan dan pengosongan lahan juga dilandasi oleh tujuan tersebut, sehingga<br />
semua proses dapat berlangsung dengan lancar dengan melibatkan partisipasi masyarakat. REP<br />
mempunyai kewajiban untuk memantau perekonomian masyarakat yang tanahnya dibebaskan dan<br />
proses tersebut harus dilaporkan ke Lenders dan MIGA.<br />
Alhamdulillah proyek ini berhasil diselesaikan meski sempat mengalami delay, terutama karena<br />
kendala unforseen geological condition sehingga yang semula direncanakan durasi konstruksi<br />
selama 3 tahun namun baru bisa diselesaikan selama 5 tahun. PLTA <strong>Rajamandala</strong> telah melalui<br />
NDC (Nett Dependable Capacity) Test dan RR (Reliability Run) Test selama 3x24 jam dari<br />
rangkaian Commissioning Test. PLTA <strong>Rajamandala</strong> telah mendapatkan Sertifikat Laik Operasi (SLO)<br />
dari Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan dan siap untuk memasok listrik ke sistem kelistrikan<br />
Jawa-Bali melalui transmisi 150 kV Cianjur-Cigereleng.<br />
Lewat PLTA <strong>Rajamandala</strong>, kami berusaha memulai langkah pertama dalam jalan panjang efisiensi<br />
industri energi listrik yang secara ketat menerapkan standar “ramah lingkungan” dengan biaya<br />
yang jauh lebih ekonomis. Proyek ini secara bersamaan mengawali babak baru bagi industri energi<br />
di Tanah Air sekaligus memberi dampak positif yang luas bagi masyarakat. PLTA <strong>Rajamandala</strong><br />
merupakan ikhtiar yang serius untuk “merintis cahaya”.<br />
xii<br />
RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA
FOREWoRD<br />
Hideo Takenaka<br />
Technical Director PT <strong>Rajamandala</strong> Electric Power<br />
PT <strong>Rajamandala</strong> Electric Power (REP) is a Special Purpose Company in cooperation with<br />
PT Indonesia Power (IP) and Kansai Electric Power Co., Inc.(Kansai) to develop and operate<br />
<strong>Rajamandala</strong> HEPP. IP is focusing on its business activities as a big provider of electricity<br />
through power generation and maintenance of power plants spreading across Indonesia. Kansai<br />
has 152 hydro-power plants (total 8,226MW) in Japan, and is operating 2 hydropower plants and<br />
developing 2 hydro-power plants including <strong>Rajamandala</strong> HEPP overseas.<br />
Indonesia is one of the most rapid growing countries in the world. Accordingly, it needs electric<br />
power for its economic growth. IP and Kansai are engaged in their resource usage to contribute<br />
the stable supply of electric power in Indonesia based on their technology and experience<br />
accumulated over years.<br />
<strong>Rajamandala</strong> project has been implemented under full-turnkey contract scheme, so-called EPC<br />
(Engineering Procurement Construction) contracts. However, our engineers have been eagerly<br />
and actively involved in design, engineering, construction quality management and tests and<br />
inspections in order to establish a high-quality plant. <strong>Rajamandala</strong> will be operated and maintained<br />
by REP for 30 years, and then transferred to PLN (Persero). <strong>Rajamandala</strong> is expected to contribute<br />
greatly to the stable power supply in West Java for long time.<br />
KATA PENGANTAR<br />
xiii
xiv<br />
RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA
ab 1<br />
KATA PENGANTAR 1
PENDAHULUAN<br />
Listrik sebagai Sumber Kehidupan<br />
Energi adalah kebutuhan dasar manusia.<br />
Kebutuhan energi tersebut seiring<br />
berjalannya waktu terus meningkat<br />
sejalan dengan derajat peradaban umat<br />
manusia. Sumber daya energi listrik sendiri<br />
saat ini kebutuhan umat manusia yang sangat<br />
mendasar di semua negara. Semua alat<br />
produksi, aktivitas ekonomi, dan kehidupan<br />
di dalam rumah selalu menggunakan sumber<br />
daya energi. Dunia pun semakin tergantung<br />
pada sumber daya energi yang semakin<br />
lama akan habis dan tidak bisa diperbaharui.<br />
Sumber daya energi yang tidak dapat terbarui<br />
seperti bahan bakar minyak dan batu bara<br />
semakin lama semakin menipis dan akhirnya<br />
akan habis bila dieksploitasi terus menerus.<br />
Kita semua sadar akan kondisi tersebut.<br />
Pemerintah pun sadar dan mencari solusi<br />
dengan membuat kebijakan pemanfaatan<br />
sumber daya energi terbarukan yang terus<br />
digaungkan agar dapat tercipta ketersediaan<br />
sumber daya energi yang berkelanjutan di<br />
masa mendatang.<br />
Listrik merupakan elemen penting dan<br />
strategis dalam pembangunan nasional<br />
sehingga usaha penyediaan tenaga listrik<br />
dikuasai oleh negara, sebagaimana tercantum<br />
dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945<br />
Pasal 33 Ayat 3. Penyediaan listrik lebih lanjut<br />
diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor<br />
15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan<br />
yang kemudian direvisi menjadi UU Nomor<br />
30 Tahun 2009. Sumber daya energi<br />
kelistrikan menjadi tulang punggung dalam<br />
pemenuhan kebutuhan pembangunan dan<br />
kehidupan umat manusia secara keseluruhan.<br />
2<br />
RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA
Namun begitu, sebagian besar pembangkit<br />
listrik masih mengandalkan ketersediaan<br />
energi yang tidak terbarukan, tidak ramah<br />
lingkungan, dan ongkos produksi yang tinggi.<br />
Negara kita masih dominan menggunakan<br />
model Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)<br />
yang memanfaatkan sumber daya batu bara.<br />
PLTA <strong>Rajamandala</strong> dan Problematika Energi<br />
Listrik di Indonesia<br />
Masih banyak ruang potensial untuk<br />
perkembangan energi terbarukan di<br />
Indonesia. Berdasarkan data Kementerian<br />
Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM),<br />
bauran pemanfaatan sumber energi per 2015<br />
masih dikuasai oleh energi fosil. Perinciannya,<br />
sumber energi minyak bumi masih menjadi<br />
tumpuan utama masyarakat Indonesia<br />
dengan mencapai 43,05%. Diikuti energi<br />
batubara sebesar 28,7% dan gas bumi 22,05%.<br />
Sedangkan penggunaan EBT baru mencapai<br />
6,2%.<br />
Penggunaan bahan bakar minyak dan batu<br />
bara untuk pembangkit listrik sangat dominan<br />
dan menjadi andalan dalam pemenuhan<br />
kebutuhan energi di Indonesia, termasuk<br />
untuk pembangkit listrik. Bahan bakar energi<br />
fosil memegang posisi yang sangat dominan<br />
dalam pemenuhan kebutuhan energi nasional.<br />
Komposisi konsumsi energi nasional saat ini<br />
adalah Bahan Bakar Minyak: 52,50%; Gas:<br />
19,04%; Batubara: 21,52%; Air:3,73%; Panas<br />
Bumi: 3,01%; dan Energi Baru: 0,2% (sumber:<br />
Jurnal IPTEK Vol.19 No. 2 Desember 2015).<br />
Para ilmuwan di bidang energi dan mineral<br />
menekankan pada alternatif pemanfaatan<br />
sumber daya energi yang terbarukan dan<br />
PENDAHULUAN 3
dapat digunakan secara kontinu. Salah satu<br />
pembangkit yang menggunakan energi<br />
terbarukan serta ramah lingkungan adalah<br />
pembangkit listrik tenaga air (PLTA). Dengan<br />
memanfaatkan daya dorong air untuk<br />
memutar turbin yang akan menghasilkan<br />
energi listrik umumnya PLTA membutuhkan<br />
waduk untuk menjaga kestabilan debit air.<br />
Kehadiran PLTA <strong>Rajamandala</strong> mempunyai<br />
arti penting untuk memberi tambahan<br />
pasokan listrik dari pembangkit energi baru<br />
terbarukan (EBT) yang sudah siap untuk<br />
commercial operation date (COD) atau<br />
beroperasi komersial pada tahun 2019 ini.<br />
Penambahan pembangkit EBT penting untuk<br />
cepat dibangun oleh pemerintah Indonesia<br />
sebagai bagian dari komitmen bangsa ini<br />
untuk mencapai target Rencana Umum Energi<br />
Nasional (RUEN) sebesar 23% EBT pada tahun<br />
2025. Akan tetapi, untuk mencapai target<br />
tersebut, pemerintah dan PLN mempunyai<br />
kendala anggaran untuk membiayai<br />
pembangunannya. Pengembangan EBT perlu<br />
jadi prioritas bangsa ini mengingat capaian<br />
energi terbarukan masih minim, baru 12% dari<br />
target 23% sampai 2025. Pengembangan<br />
energi terbarukan baru mampu menghasilkan<br />
listrik 9,12 GigaWatt (sumber: https://www.<br />
mongabay.co.id/2019/04/30/pengembanganenergi-terbarukan-perlu-jadi-prioritas/).<br />
PLN sudah lama membuat rencana jangka<br />
panjang pemanfaatan sungai Citarum sebagai<br />
pusat listrik tenaga air secara cascade-down.<br />
Melalui berbagai kajian teknis dan ekonomis<br />
akhirnya dibangunlah PLTA Saguling dan PLTA<br />
Cirata yang bertipe dam atau mempunyai<br />
bendungan. Setelah dibangun PLTA Saguling<br />
dan PLTA Cirata ternyata masih ada sisa head<br />
(ketinggian/elevasi) sekitar 32 meter antara<br />
air keluaran PLTA Saguling dengan Dam PLTA<br />
Cirata. Melalui berbagai perhitungan teknis<br />
dan ekonomis akhirnya dirancanglah PLTA<br />
Rajamanda yang bertipe run-of-river atau tidak<br />
mempunyai bendungan. Di sisi operasi PLTA<br />
<strong>Rajamandala</strong> beroperasi berdasarkan water<br />
level control, pembebanan unit berdasarkan<br />
fluktuasi debit air keluaran PLTA Saguling,<br />
berbeda dengan PLTA Saguling dan PLTA<br />
Cirata.<br />
Menengok ke belakang, roadmap<br />
pembangunan PLTA <strong>Rajamandala</strong> sebenarnya<br />
sudah diinisiasi oleh PLN pada tahun 1990an.<br />
Akan tetapi, datangnya krisis moneter tahun<br />
4<br />
RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA
pengembangan PLTA <strong>Rajamandala</strong> dengan<br />
skema joint venture tersebut.<br />
Proyek PLTA <strong>Rajamandala</strong> bukanlah proyek<br />
penugasan. Pengembangan proyek PLTA<br />
<strong>Rajamandala</strong> dilakukan dengan perencanaan<br />
yang sangat panjang sampai akhirnya proyek<br />
ini berhasil diselesaikan meski sempat<br />
delay terutama karena kendala unforseen<br />
geological condition sehingga yang semula<br />
direncanakan durasi konstruksi selama 3 (tiga)<br />
tahun namun baru bisa diselesaikan selama<br />
5 (lima) tahun.<br />
1997/1998 berdampak pada pemerintah<br />
yang menghentikan sejumlah proyek<br />
infrastruktur, salah satunya adalah proyek<br />
PLTA <strong>Rajamandala</strong>. Memasuki dekade<br />
tahun 2000an, Kansai Electric Power Co.<br />
(KEPCO) mengajak PT Indonesia Power<br />
sebagai partner untuk mengembangkan<br />
PLTA <strong>Rajamandala</strong> dengan menawarkan<br />
pendanaan dari Jepang dengan suku bunga<br />
yang sangat kompetitif. PT Indonesia Power<br />
dipilih sebagai mitra karena di sisi upstream<br />
ada PLTA Saguling yang dikelola oleh PT<br />
Indonesia Power. PLN menyetujui usulan<br />
Sebagai catatan untuk bangsa Indonesia,<br />
usaha membangun sebuah proyek PLTA dan<br />
pembangkit listrik energi terbarukan tidaklah<br />
mulus. Tekad menghadirkan ketahanan<br />
energi kelistrikan pada tataran implementasi<br />
menemui beberapa kendala antara lain:<br />
pembebasan lahan, investasi dan perizinan.<br />
Pemerintah juga masih terkotak-kotak<br />
dalam pengembangan energi terbarukan.<br />
Seyogyanya, antara pemerintah pusat<br />
maupun daerah bisa saling bersinergi dan<br />
harmonis dalam mendorong pengembangan<br />
energi terbarukan. Idealnya, pemerintah pusat<br />
maupun daerah, dalam mengembangkan<br />
PENDAHULUAN 5
energi terbarukan tak hanya demi<br />
memenuhi target bauran energi. Tak ayal,<br />
pengembangan PLTA di Indonesia berjalan<br />
relatif lambat. Kondisi menjadi ironis karena di<br />
tengah rencana pembangunan infrastruktur<br />
yang gencar dilakukan pemerintah, sumber<br />
energi listrik terbarukan menjadi sangat<br />
penting. Padahal, Indonesia mempunyai<br />
potensi energi terbarukan luar biasa.<br />
Pembangunan PLTA <strong>Rajamandala</strong> yang<br />
dilakukan oleh PT <strong>Rajamandala</strong> Electric Power<br />
(REP) merupakan bentuk terobosan dalam<br />
model pembangunan pembangkit kelistrikan<br />
di Indonesia dalam mengatasi keterbatasan<br />
kemampuan keuangan PLN dan anggaran<br />
pemerintah. Dengan kondisi yang demikian,<br />
dipilih skema konsorsium antara PT Indonesia<br />
Power dengan The Kansai Electric Power Co.<br />
Inc. untuk membangun dan mengembangkan<br />
PLTA <strong>Rajamandala</strong>. Skema pengembangannya<br />
berdasarkan BOOT (Built, Own, Operate,<br />
and Transfer). Itu artinya pengembang akan<br />
menyerahkan PLTA kepada PLN dalam<br />
keadaan baik dan beroperasi setelah masa<br />
kontrak jual beli listrik selesai.<br />
Permasalahan klasik dan krusial untuk<br />
membangun pembangkit listrik adalah<br />
pendanaan. Atas persoalan itu pula, puluhan<br />
proyek pembangkit listrik EBT yang sudah<br />
masuk dalam fase penandatanganan Power<br />
Purchase Agreement (PPA) atau kontrak jual<br />
beli saat ini masih menggantung pekerjaan<br />
konstruksinya. Dari 70 kontrak yang sudah<br />
PPA, hingga kini masih ada 23 proyek listrik<br />
EBT yang belum memenuhi syarat pendanaan<br />
(sumber: https://money.kompas.com/<br />
read/2019/04/15/100105726/puluhan-proyekpembangkit-listrik-ebt-masih-menggantung).<br />
Untuk itu, PLN masih terus berupaya untuk<br />
mempertemukan pengembang proyek<br />
dengan investor atau lembaga pendanaan.<br />
Terobosan perlu dilakukan mengingat sampai<br />
saat ini masih sangat sedikit investor yang<br />
antusias untuk membangun PLTA karena jauh<br />
lebih banyak hambatannya jika dibandingkan<br />
dengan membangun pembangkit listrik jenis<br />
lain.<br />
Terobosan Project Financing PLTA<br />
<strong>Rajamandala</strong><br />
Hal penting dari proyek PLTA <strong>Rajamandala</strong><br />
adalah karena pembiayaan proyek dilakukan<br />
dengan skema International Project Financing,<br />
melalui sindikasi Japan Bank for International<br />
Cooperation (JBIC) dan Mizuho Bank dengan<br />
masa pinjaman yang panjang, yaitu 19 tahun.<br />
6<br />
RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA
Presiden RI Joko Widodo secara simbolik menyerahkan dokumen perizinan terkait pembangunan PLTA <strong>Rajamandala</strong><br />
kepada Direktur Utama PT <strong>Rajamandala</strong> Electric Power (REP), Bambang Priyambodo pada acara peresmian Pelayanan<br />
Terpadu Satu Pintu (PTSP) Pusat di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Jakarta 26 Januari 2015<br />
Pembangunan PLTA <strong>Rajamandala</strong> menelan<br />
biaya sekitar US$ 150 juta tidak mendapatkan<br />
Jaminan Kelayakan Usaha (JKU) dari<br />
pemerintah. Ketiadaan JKU ini menjadi salah<br />
satu tantangan terbesar dalam mewujudkan<br />
proyek PLTA <strong>Rajamandala</strong>. Karena umumnya<br />
dunia perbankan membutuhkan jaminan<br />
tersebut sebelum mau membiayai suatu<br />
proyek infrastruktur di Indonesia.<br />
Dari jumlah US$ 150 itu, dua bank Jepang<br />
membiayai 75% dan 25% dipenuhi dari ekuitas<br />
pemegang saham, yaitu Putra Indotenaga<br />
(51%) dan KPIC Nederland (49%). Masa<br />
konstruksi PLTA <strong>Rajamandala</strong> memakan waktu<br />
33 bulan yang dilaksanakan dengan pola full<br />
turnkey. Dengan sistem turnkey ini developer<br />
tidak memerlukan modal untuk membangun<br />
(sesuai isi kontrak) karena pembangunan dan<br />
pembiayaan proyek sepenuhnya menjadi<br />
tanggung jawab kontraktor.<br />
Sebagai pengganti JKU dari Pemerintah, REP<br />
menggunakan jaminan yang diterbitkan oleh<br />
salah satu badan milik World Bank, yaitu<br />
Multilateral Investment Guarantee Agency<br />
PENDAHULUAN 7
(MIGA), yang berpusat di Washington DC<br />
untuk memberikan fasilitas asuransi investasi<br />
bagi pendanaan proyek PLTA <strong>Rajamandala</strong><br />
atas usul Mizuho Bank sebagai Financial<br />
Advisor. PT Perusahaan Listrik Negara (PLN<br />
Persero) melalui PT REP sebagai pengembang<br />
proyek Independent Power Producer (IPP)<br />
PLTA <strong>Rajamandala</strong> menandatangani Berita<br />
Acara Efektifitas Perjanjian Jual Beli Listrik<br />
(Power Purchase Agreement) PPA yang<br />
mempersyaratkan Penutupan Pembiayaan<br />
untuk mendanai pembangunan Proyek<br />
PLTA <strong>Rajamandala</strong> (1x47) MW di Jakarta<br />
pada tanggal 19 Agustus 2014. Sebelumnya,<br />
PPA untuk proyek ini sudah satu tahun<br />
sebelumya pada 20 Agustus 2013 untuk<br />
masa kontrak 30 tahun masa operasi,<br />
dengan Skema BOOT (Built, Own, Operate,<br />
and Transfer) dimana setelah masa kontrak<br />
berakhir PLTA <strong>Rajamandala</strong> akan diserahkan<br />
kepada PT PLN (Persero). Sedangkan<br />
penutupan pembiayaan yang ditandai<br />
penarikan pinjaman yang pertama (first<br />
drawdown) dilakukan pada tanggal 18<br />
Agustus 2014.<br />
Penggunaan skema pembiayaan yang<br />
tanpa JKU dari pemerintah Indonesia<br />
merupakan kemajuan yang sangat berarti<br />
bagi pembangunan pembangkit listrik yang<br />
terkendala soal anggaran di Indonesia. PLTA<br />
<strong>Rajamandala</strong> bisa menjadi percontohan<br />
dalam pembangunan pembangkit listrik di<br />
Indonesia. Dengan skema bisnis seperti itu,<br />
merupakan wujud tingkat kepercayaan yang<br />
tinggi dari lembaga pembiayaan internasional<br />
terhadap bisnis ketenagalistrikan di Indonesia.<br />
Kasus PLTA <strong>Rajamandala</strong> menyiratkan<br />
adanya perubahan dan perbaikan tingkat<br />
kepercayaan lender terhadap bisnis<br />
ketenagalistrikan di Indonesia. Skema<br />
pembiayaan tersebut menjadi terobosan<br />
atas persoalan pinjaman anggaran dengan<br />
tanpa keterlibatan pemerintah secara<br />
langsung. Keberhasilan pembangunan PLTA<br />
<strong>Rajamandala</strong> ini menjadi tanda bahwa pihak<br />
asing menganggap proyek infrastruktur<br />
di Indonesia tetap feasible dari sisi bisnis<br />
bahkan tanpa adanya JKU dari pemerintah.<br />
Untuk ke depan, diharapkan cara itu dapat<br />
digunakan untuk proyek kelistrikan lainnya,<br />
sehingga pembangunan kelistrikan dapat<br />
berjalan lebih cepat lagi. Keberadaan PLTA<br />
memiliki peran sangat penting dalam sebuah<br />
sistem tenaga listrik nasional. Bahkan, peran<br />
PLTA seringkali tidak tergantikan di beberapa<br />
daerah pada saat beban puncak.<br />
8<br />
RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA
Mimpi PLTA <strong>Rajamandala</strong> Ikut Berkontribusi<br />
Melistriki Indonesia<br />
Saat ini, pemerintah menargetkan<br />
konsumsi listrik masyarakat sebesar<br />
1.129 kilowatt per hour (KWH) per kapita<br />
(sumber: https://databoks.katadata.co.id/<br />
datapublish/2018/01/11/inilah-konsumsi-listriknasional).<br />
Kondisi konsumsi listrik nasional<br />
sendiri dari tahun ke tahun terus meningkat<br />
seiring dengan bertambahnya akses listrik<br />
atau elektrifikasi serta perubahan gaya hidup<br />
masyarakat. Berdasarkan data Kementerian<br />
Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM),<br />
konsumsi listrik Indonesia di tahun 2017<br />
misalnya, mencapai 1.012 KWH/kapita, naik<br />
5,9 persen dari tahun sebelumya. Guna<br />
mengantisipasi kenaikan kebutuhan konsumsi<br />
listrik tersebut, pemerintah berupaya untuk<br />
terus meningkatkan kapasitas terpasang<br />
pembangkit. Pada tahun 2017 rasio<br />
elektrifikasi nasional sebesar 95,35% dan<br />
pada tahun 2019 ditargetkan menuju rasio<br />
elektrifikasi sebesar 99%. (sumber: http://<br />
ebtke.esdm.go.id/post/2018/04/27/1945/<br />
menuju.rasio.elektrifikasi.99.persen.<br />
pada.2019).<br />
PENDAHULUAN 9
Listrik yang dihasilkan dari PLTA <strong>Rajamandala</strong><br />
akan terhubung dengan sistem kelistrikan<br />
interkoneksi Jawa-Bali. Saat ini, pasokan listrik<br />
di sistem Jawa-Bali terhubung dalam Sistem<br />
Interkoneksi pada sistem tegangan ekstra<br />
tinggi 500 kV dan tegangan tinggi<br />
150 kV yang dikelola oleh PT PLN (Persero)<br />
Pusat Pengatur Beban Jawa Bali (P2B) Jawa<br />
Bali. Sistem interkoneksi memungkinkan<br />
adanya transfer arus listrik antar area,<br />
sehingga kekurangan daya di suatu area akan<br />
dapat dipenuhi oleh area lain melalui jaringan<br />
interkoneksi. Sistem interkoneksi juga<br />
membuat setiap kejadian apapun pada salah<br />
satu komponen di Sistem Interkoneksi akan<br />
berpengaruh pada keseluruhan sistem.<br />
PLTA <strong>Rajamandala</strong> memanfaatkan arus<br />
sungai Citarum, Desa Cihea, Kecamatan<br />
Haurwangi, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat<br />
dengan menggunakan turbin Vertical Kaplan.<br />
Listriknya dihasilkan dengan memanfaatkan<br />
debit air maksimal 168 m 3 /det dan ketinggian<br />
jatuh air (gross head) 34 meter. Pembangkit<br />
ini akan menghasilkan energi listrik rata-rata<br />
sebesar 181 Giga Watt hour (GWh) per tahun<br />
atau setara dengan produksi listrik yang<br />
dihasilkan oleh 70 juta liter BBM.<br />
10<br />
RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA
Suistainability Energy<br />
PLTA <strong>Rajamandala</strong> sangat memperhatikan<br />
konsep pembangunan berwawasan<br />
lingkungan sebagai realisasi dari<br />
kepeduliannya untuk menghadirkan<br />
pembangunan sektor energi berkelanjutan.<br />
Lingkungan di sini tidak terbatas pada<br />
lingkungan alam semata, tetapi juga<br />
mencakup lingkungan sosial. Lingkungan<br />
sosial menjadi penting untuk diperhatikan<br />
karena menyangkut eksistensi masyarakat<br />
untuk melangsungkan kehidupannya<br />
serta untuk mengupayakan peningkatan<br />
kesejahteraan. Kehadiran pembangunan<br />
sebuah proyek dianggap berhasil ketika<br />
dilakukan dengan berkesinambungan yang<br />
ditandai dengan tidak terjadinya kerusakan<br />
lingkungan alam dan sosial.<br />
Pada umumnya pembangunan pembangkit<br />
listrik selalu diikuti dengan dampak yang<br />
ditimbulkan terhadap kehidupan masyarakat<br />
yang ada di sekitarnya. Dampak tersebut<br />
bisa positif, tetapi tidak jarang pula<br />
menghasilkan banyak dampak negatif bagi<br />
kehidupan warga sekitar. Untuk itu, konsep<br />
pembangunan berwawasan lingkungan yang<br />
diimplementasikan oleh <strong>Rajamandala</strong> Electric<br />
Power (REP) adalah dengan pendekatan yang<br />
mengedepankan keserasian, keselarasan, dan<br />
keseimbangan hubungan dengan lingkungan<br />
fisik dan masyarakat sekitar. Hal itu dilandasi<br />
oleh pertimbangan bahwa faktor penting dari<br />
kehadiran pembangunan PLTA <strong>Rajamandala</strong><br />
diarahkan untuk mengatasi dampak negatif<br />
yang dihasilkan bagi kehidupan manusia dan<br />
lingkungan.<br />
PT <strong>Rajamandala</strong> Electric Power bermaksud<br />
untuk ikut serta berperan secara aktif dalam<br />
merealisasikan program yang diadakan oleh<br />
Dewan Energi Nasional (DEN) tersebut untuk<br />
memanfaatkan energi terbarukan khususnya<br />
tenaga air, dengan membangun Pembangkit<br />
Listrik Tenaga Air (PLTA) yang terletak di Desa<br />
Cihea, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten<br />
Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Pembangunan<br />
PLTA <strong>Rajamandala</strong> diproyeksikan bisa<br />
menaikkan angka pertumbuhan penyediaan<br />
tenaga listrik yang selama ini masih belum<br />
bisa mengimbangi angka kebutuhan energi<br />
listrik di Jawa Bali. REP berupaya untuk<br />
mewujudkan kemandirian pengelolaan energi<br />
nasional.<br />
Penentuan kapasitas PLTA <strong>Rajamandala</strong><br />
dilakukan dengan meninjau beberapa aspek.<br />
Aspek pertama adalah operasional yang<br />
PENDAHULUAN 11
Foto bersama jajaran staff dan pimpinan REP<br />
mengambil studi kasus PLTA Saguling tentang<br />
prediksi perubahan jam beban puncak<br />
dikaitkan dengan kenaikan GDP. Aspek<br />
kedua adalah masalah teknis pemanfaatan<br />
air semaksimal mungkin. Jika limpasan<br />
atau buangan air berlebih maka diperlukan<br />
pembangkit kapasitas besar, namun hal<br />
tersebut membutuhkan investasi yang<br />
sangat besar sehingga tidak akan ekonomis.<br />
Berdasarkan kajian tersebut, REP menghitung<br />
optimasi yang terbaik antara investasi, energi<br />
yang dibangkitkan, dan tarif.<br />
Pembangkit listrik ramah lingkungan yang<br />
seharusnya teknologinya bisa kita kuasai<br />
sebagai pembangkit listrik masa depan di<br />
Indonesia adalah pembangkit listrik tenaga<br />
air (PLTA). Indonesia memiliki banyak potensi<br />
aliran energi yang bisa dimanfaatkan untuk<br />
dijadikan sumber energi listrik baru. Namun<br />
biasanya sumber energi air ini sulit dijangkau<br />
dan dibangun karena terdapat di daerah<br />
dataran tinggi atau pegunungan.<br />
PT <strong>Rajamandala</strong> Electric Power<br />
PT <strong>Rajamandala</strong> Electric Power (REP)<br />
merupakan anak perusahaan dari PT<br />
Indonesia Power dengan Kansai Electric<br />
Power Co. Inc. PT Indonesia Power sendiri<br />
merupakan anak perusahaan<br />
PT PLN (Persero) yang didirikan pada tanggal<br />
3 Oktober 1995 dengan nama PT PLN<br />
12<br />
RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA
Pembangkitan Jawa Bali I (PT PJB I). Pada<br />
tanggal 8 Oktober 2000, PT PJB I berganti<br />
nama menjadi Indonesia Power sebagai<br />
penegasan atas tujuan perusahaan untuk<br />
menjadi perusahaan pembangkit tenaga listrik<br />
independen yang berorientasi bisnis murni.<br />
REP adalah perusahaan joint venture yang<br />
sengaja didirikan untuk penyedia tenaga<br />
listrik swasta berdasarkan skema BOOT<br />
berdasarkan PPA (Kontrak Pembelian Tenaga<br />
Listrik), energi listrik disalurkan melalui<br />
jaringan interkoneksi 150 kV ke jalur transmisi<br />
Cianjur–Cigereleng selama 30 tahun masa<br />
kontrak. Perusahaan listrik ini didirikan di<br />
Jakarta pada 16 Februari 2012 dengan akta<br />
pendirian disetujui oleh Menteri Hukum dan<br />
Hak Asasi Manusia dalam surat keputusan<br />
No. AHU-08273.AH.01.01.Tahun 2012.<br />
Pembangkit listrik ini menggunakan energi<br />
terbarukan. Pembangkit listrik menggunakan<br />
head/elevasi yang tersedia dari Saguling<br />
HEPP sebelum air mencapai Dam Cirata<br />
HEPP. Ini berarti, pembangkit listrik dapat<br />
menghasilkan listrik tambahan dari sistem<br />
kaskade yang ada tanpa menambah<br />
polusi pada lingkungan. Pemegang saham<br />
perusahaan adalah perusahaan: PT Putra<br />
Indotenaga (anak perusahaan dari PT<br />
Indonesia Power), memiliki 51% saham dan<br />
KPIC Netherland BV (anak perusahaan<br />
dari Kansai Electric Power Co., Inc., sebuah<br />
perusahaan pembangkit, transmisi dan<br />
distribusi di Jepang) memiliki 49% saham.<br />
Kegiatan sosial PT <strong>Rajamandala</strong> Electric Power<br />
PENDAHULUAN 13
14<br />
RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA
ab 2<br />
KATA PENGANTAR 15
PROSES PENGADAAN<br />
PLTA RAJAMANDALA<br />
Proses perizinan dan pengadaan menjadi<br />
salah satu tantangan utama dalam<br />
proyek pembangunan pembangkit<br />
listrik. Terhambatnya pembangunan beberapa<br />
proyek pembangkit listrik tidak jarang terjadi<br />
pada tahap ini. Proses pengadaan PLTA<br />
<strong>Rajamandala</strong> terkait dengan Dukungan<br />
atau Jaminan Pemerintah sejak tahun 2007<br />
dengan diterbitkannya Persetujuan DJLPE<br />
untuk Penunjukan Langsung Pembelian<br />
Tenaga Listrik oleh PLN. Dokumen Request for<br />
Proposal (RFP) PLTA <strong>Rajamandala</strong> kemudian<br />
diterbitkan pada 24 September 2010<br />
dengan ketentuan bahwa dalam pengadaan<br />
independent power producer (IPP), secara<br />
umum Pemerintah tidak memberikan jaminan<br />
kepada Pengembang untuk proyek yang<br />
tidak tercantum dalam Program Percepatan<br />
Pembangunan Pembangkit Tahap 2 (FTP-2).<br />
Berikut ini adalah informasi mengenai<br />
kronologi pengadaan PLTA <strong>Rajamandala</strong><br />
mulai dari proses perencanaan di tahun 2003<br />
hingga terbitnya Peraturan Menteri (Permen)<br />
ESDM No. 1 Tahun 2012 tentang Perubahan<br />
atas Permen ESDM No. 15 Tahun 2010.<br />
Permen itu memasukkan proyek IPP PLTA<br />
<strong>Rajamandala</strong> 47 MW ke dalam daftar proyek<br />
FTP-2:<br />
2003: Feasibility study diajukan ke JBIC<br />
Pada tahap ini, JBIC sudah mulai melakukan<br />
penelitian dan studi (research and studies)<br />
awal terhadap proyek-proyek yang akan<br />
didanai, di antaranya PLTA <strong>Rajamandala</strong>.<br />
Dalam penelitian awal ini, JBIC berfokus<br />
pada kawasan atau sektor industri tertentu<br />
yang dinilai kondusif. Feasibility study (studi<br />
16<br />
RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA
kelayakan) dilakukan pada setiap tahap yang<br />
diperlukan untuk realisasi proyek, termasuk<br />
persiapan rencana induk untuk individual<br />
project, pelaksanaan studi prakelayakan<br />
dan kelayakan (Pre-F/S, F/S), front-end<br />
engineering design (FEED), dan studi daerah<br />
dan sektor industri (studies of region and<br />
industry) yang kondusif.<br />
Feasibility study dilakukan dalam tahapan<br />
berikut:<br />
1. Pemilihan subjek penelitian dan studi<br />
2. Pemilihan kontraktor untuk melakukan<br />
penelitian dan studi<br />
3. Melakukan penelitian dan studi<br />
4. Penyelesaian laporan penelitian dan studi<br />
5. Follow-up<br />
Agustus 2007: Penunjukan langsung oleh<br />
Kementerian ESDM<br />
Proses penunjukan langsung diawali dengan<br />
pengajuan proposal dari produsen listrik<br />
swasta (Independent Power Producer/IPP)<br />
ke PLN. IPP yang ikut penunjukan harus<br />
mendaftar dan dievaluasi terlebih dulu<br />
oleh PLN. Proses penunjukan langsung<br />
memungkinkan PLN mendapatkan harga dan<br />
kualitas yang lebih baik dalam pengadaan<br />
pembangkit listrik energi terbarukan.<br />
Penunjukan langsung ini diharapkan<br />
membantu PLN mempercepat pembangunan<br />
proyek listrik. Atas proposal penunjukan<br />
langsung tersebut, pada 16 Agustus 2007,<br />
Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan<br />
Energi (DJLPE) Kementerian ESDM<br />
memberikan Surat Persetujuan DJLPE<br />
No. 2630/20/600.3/2007 kepada PLN untuk<br />
PROSES PENGADAAN PLTA RAJAMANDALA 17
melakukan Penunjukan Langsung Pembelian<br />
Tenaga Listrik dari PLTA <strong>Rajamandala</strong>. Tahun<br />
2007 rasio elektrifikasi Indonesia masih<br />
berada di angka 63,3%, artinya ada 36,7% dari<br />
240 juta penduduk Indonesia yang belum<br />
bisa mengakses listrik.<br />
Terbit Permen ESDM<br />
Nomor 1 Tahun 2012<br />
Januari 2012<br />
Surat PLN kepada<br />
Dirjen Ketenagalistrikan<br />
Kementerian ESDM<br />
2010: Fast Track Program (FTP) elektrifikasi<br />
Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden<br />
(Perpres) No. 4 Tahun 2010 tentang<br />
Penugasan kepada PLN untuk Proyek FTP-<br />
2. Lewat FTP 2 yang menginstruksikan agar<br />
PLN menyediakan suplai 10 ribu Megawatt<br />
(MW) melalui pembangunan pembangkit<br />
dengan memanfaatkan energi terbarukan,<br />
gas, dan batu bara sebagai sumber tenaga.<br />
Langkah mengejar rasio elektrifikasi atau<br />
tingkat aksesibilitas listrik di masyarakat<br />
sebenarnya sudah dilakukan sejak Juli 2006<br />
ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono<br />
menerbitkan Perpres Nomor 71 Tahun<br />
2006 yang memerintahkan PLN melakukan<br />
percepatan pembangunan pembangkit listrik<br />
sebanyak 10 ribu MW dalam 5 tahun. Program<br />
ini dikenal kemudian dengan nama FTP I. FTP<br />
1 saat itu digagas karena terjadinya defisit<br />
listrik di beberapa wilayah di Indonesia,<br />
utamanya di luar Jawa-Bali yang bisa terkena<br />
Januari 2011 Bid Closing Date Maret 2011<br />
Fast Track Program (FTP)<br />
elektrifikasi<br />
pemadaman berhari hari akibat defisit listrik<br />
hingga 330 MW kala itu.<br />
2010<br />
Akan tetapi, progress FTP tahap I terganggu<br />
oleh kondisi pertumbuhan ekonomi yang<br />
mengalami kontraksi sementara pertumbuhan<br />
penduduk tetap tinggi. Hal itu yang menjadi<br />
alasan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono<br />
menggagas kembali percepatan proyek<br />
listrik yang dikenal FTP tahap II. Perpres No.<br />
4/2010 diejawantahkan melalui Peraturan<br />
Penunjukan langsung<br />
oleh Kementerian ESDM<br />
18<br />
RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA
November 2011<br />
Agustus 2007<br />
Menteri (Permen) ESDM Nomor 15 Tahun<br />
2010, proyek 10 ribu MW yang kedua pun<br />
diresmikan. Dalam FTP-2 ini terdapat sedikit<br />
perbaikan di porsi bauran energi, jika di FTP<br />
I seluruhnya mengandalkan batu bara, FTP-<br />
2 mulai memasukkan pembangkit berbahan<br />
bakar gas, hidro, dan panas bumi. Permen<br />
yang diterbitkan pada 27 Agustus 2010<br />
itu mencantumkan Daftar Proyek FTP-2, di<br />
mana Proyek IPP PLTA <strong>Rajamandala</strong> 47 MW<br />
tidak termasuk di dalam daftar Proyek FTP-2<br />
tersebut.<br />
September 2011<br />
Pertemuan antara Menteri METI Jepang<br />
dengan Menko Perekonomian Indonesia<br />
Metropolitan<br />
Priority Area<br />
Agustus 2011<br />
Indonesia-Jepang Terbitnya PMK No. 139 Tahun 2011<br />
Feasibility study diajukan ke JBIC<br />
2003<br />
Pada 24 September 2010, diterbitkan<br />
Dokumen Pengadaan (Request for<br />
Proposal/RFP) Pembelian Tenaga Listrik<br />
PLTA <strong>Rajamandala</strong> 47 MW, di mana dalam<br />
dokumen tersebut dinyatakan bahwa PLN<br />
bermaksud agar proyek dibiayai tanpa adanya<br />
dukungan atau Jaminan Pemerintah. Proyek<br />
transmisi pada dasarnya dilaksanakan oleh<br />
PLN, sedangkan transmisi terkait dengan<br />
pembangkit milik IPP dilaksanakan oleh<br />
pengembang IPP sesuai dengan dokumen<br />
Request for Proposal (RFP). Namun demikian,<br />
terbuka opsi proyek transmisi untuk juga<br />
dapat dilaksanakan oleh swasta dengan<br />
skema bisnis tertentu, misalnya build lease<br />
transfer (BLT), atau power wheeling. Power<br />
wheeling bertujuan antara lain agar aset<br />
jaringan transmisi dan distribusi sebagai<br />
salah satu aset negara dapat dimanfaatkan<br />
secara optimal, peningkatan utilisasi<br />
jaringan transmisi atau distribusi sebagai<br />
salah satu bentuk efisiensi pada lingkup<br />
nasional, mempercepat tambahan kapasitas<br />
pembangkit nasional untuk menunjang<br />
pertumbuhan ekonomi nasional selama<br />
memenuhi peraturan perundang-undangan<br />
yang berlaku. Opsi tersebut dibuka atas dasar<br />
pertimbangan keterbatasan kemampuan<br />
PROSES PENGADAAN PLTA RAJAMANDALA 19
pendanaan investasi PLN dan pertimbangan<br />
perusahaan swasta dapat lebih fleksibel<br />
dalam hal mengurus perizinan. 5 November<br />
2010, JBIC mengeluarkan Letter of Intent<br />
(LoI) kepada Konsorsium PT Indonesia<br />
Power-Kansai Electric Power Co. Inc. untuk<br />
mendukung pendanaan pembangunan PLTA<br />
<strong>Rajamandala</strong>.<br />
Januari 2011: Bid Closing Date<br />
Pada 3 Januari 2011, Konsorsium PT Indonesia<br />
Power-Kansai Electric Power Co. Inc.<br />
memasukan proposal penawaran. Bid closing<br />
date atau tanggal penutupan penawaran<br />
merupakan bagian penting dari proses<br />
penawaran terhadap para kontraktor. Bid<br />
closing date menjadi penting untuk ditetapkan<br />
di awal proyek karena sebagian besar kontrak<br />
memiliki tanggal mulai yang spesifik dan<br />
jadwal tertentu untuk penyelesaian proyek.<br />
Hal ini dibutuhkan untuk memastikan bahwa<br />
pekerjaan akan selesai tepat waktu.<br />
Maret 2011: Metropolitan Priority Area<br />
Indonesia-Jepang<br />
Pada 17 Maret 2011, terjalin kerjasama<br />
bilateral antara Pemerintah Indonesia<br />
dengan Pemerintah Jepang dalam program<br />
Metropolitan Priority Area (MPA), di mana<br />
PLTA <strong>Rajamandala</strong> termasuk di dalam program<br />
tersebut. Pertemuan bilateral lanjutan<br />
antara Indonesia dan Jepang memperkuat<br />
hubungan kerjasama investasi dalam proyek<br />
Metropolitan Priority Area (MPA) senilai US$<br />
40 miliar atau sekitar Rp 399,8 triliun. Salah<br />
satunya adalah untuk proyek infrastruktur<br />
pembangkit listrik (power plant). Pemerintah<br />
Jepang sepakat untuk mempererat kerjasama<br />
bilateral dan memberikan bantuan investasi<br />
di bidang energi, infrastruktur dengan dana<br />
dari swasta maupun pemerintah. Pemerintah<br />
Jepang berkomitmen untuk membantu<br />
mengembangkan sumber energi terbarukan<br />
di Indonesia.<br />
20<br />
RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA
listrik swasta, pemerintah memberikan<br />
garansi. Jaminan kelayakan usaha diberikan<br />
terhadap risiko gagal bayar yang terjadi<br />
pada sebagian atau sepanjang masa operasi<br />
proyek pembangkit listrik.<br />
Agustus 2011: Terbitnya PMK No. 139 Tahun<br />
2011<br />
Menteri Keuangan (Menkeu) memberikan<br />
Jaminan Kelayakan Usaha untuk<br />
mengantisipasi risiko gagal bayar oleh PT<br />
Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk<br />
pembangunan pembangkit tenaga listrik<br />
menggunakan energi terbarukan, batubara,<br />
dan gas yang dilakukan melalui kerja sama<br />
dengan pengembang listrik swasta. JKU<br />
yang dimaksud adalah jaminan pemerintah<br />
atas kemampuan PLN dalam mengupayakan<br />
kewajiban finansialnya. Jika terjadi risiko<br />
gagal bayar berdasarkan Perjanjian Jual Beli<br />
Tenaga Listrik (PJBTL) dengan pengembang<br />
Ketentuannya, JKU diberikan sepanjang<br />
masa operasi proyek pembangkit listrik,<br />
masa berlaku dimulai sejak saat diterbitkan<br />
sampai dengan berakhirnya PJBTL. Meskipun<br />
mendapat jamiman dari pemerintah, PLN<br />
tetap wajib melakukan usaha maksimal untuk<br />
mencegah terjadinya risiko gagal bayar dan<br />
mengurangi dampaknya apabila terjadi.<br />
Untuk itu, PLN diwajibkan menyampaikan<br />
laporan tentang kemungkinan terjadinya<br />
risiko gagal bayar dan laporan terkait usaha<br />
untuk mencegah terjadinya risiko gagal bayar<br />
kepada Menkeu setiap tiga bulan. Dalam<br />
hal pemantauan atas risiko gagal bayar, PT<br />
PLN pada proyek pembangkit listrik yang<br />
telah diberikan jaminan kelayakan usaha,<br />
Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang<br />
(DJPU) dan Badan Kebijakan Fiskal (BKF)<br />
dapat menyampaikan rekomendasi kepada<br />
Menkeu untuk memberikan dukungan dan<br />
atau melakukan tindakan sesuai dengan<br />
kewenangan Menkeu dalam rangka<br />
mencegah terjadinya risiko gagal bayar.<br />
PROSES PENGADAAN PLTA RAJAMANDALA 21
September 2011: Pertemuan antara Menteri<br />
METI Jepang dengan Menko Perekonomian<br />
Indonesia<br />
Menteri Koordinator Perekonomian Republik<br />
Indonesia Hatta Rajasa menererima delegasi<br />
Jepang yang dipimpin Ministry of Economy,<br />
Trade and Industry (METI) Jepang, H.E. Mr.<br />
Yukio Edano, di Jakarta 22 September 2011.<br />
November 2011: Surat PLN kepada Dirjen<br />
Ketenagalistrikan Kementerian ESDM<br />
Sehubungan dengan dinamika yang<br />
berkembang atas rencana pelaksanaan<br />
proyek-proyek percepatan pembangunan<br />
pembangkit tenaga listrik yang menggunakan<br />
energi terbarukan, PLN mengirimkan surat<br />
kepada Dirjen Ketenagalistrikan dengan<br />
Nomor: 03669/121/DIRUT/2011 tentang Usulan<br />
22<br />
RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA
Kunjungan Perum Perhutani<br />
Perubahan Lampiran Permen ESDM No.<br />
15 Tahun 2010 di mana PLTA <strong>Rajamandala</strong><br />
merupakan salah satu proyek yang diusulkan.<br />
Januari 2012: Terbit Permen ESDM Nomor 1<br />
Tahun 2012<br />
13 Januari terbit Permen ESDM No. 1 Tahun<br />
2012 tentang Perubahan atas Permen ESDM<br />
No. 15 Tahun 2010, di mana proyek IPP PLTA<br />
<strong>Rajamandala</strong> 47 MW termasuk dalam daftar<br />
proyek FTP-2. Kementerian ESDM mengubah<br />
Lampiran I, Lampiran II, Lampiran III, dan<br />
Lampiran IV sebagaimana dimaksud dalam<br />
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya<br />
Mineral Nomor 15 Tahun 2010 tentang daftar<br />
proyek-proyek percepatan pembangunan<br />
pembangkit tenaga listrik yang menggunakan<br />
energi terbarukan, batubara dan gas, serta<br />
transmisi terkait.<br />
PROSES PENGADAAN PLTA RAJAMANDALA 23
24<br />
RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA
ab 3<br />
KATA PENGANTAR 25
PERENCANAAN & PERIZINAN<br />
PROYEK<br />
Perencanaan pembangunan PLTA<br />
<strong>Rajamandala</strong> dimulai dengan adanya<br />
penandatanganan konsorsium antara<br />
PT Indonesia Power dan Kansai Electric<br />
Power Co. Inc pada 16 November 2011. Dalam<br />
pertemuan tersebut mulai diagendakan<br />
program konsultasi publik dalam rangka<br />
rencana pembangunan PLTA <strong>Rajamandala</strong><br />
<strong>Rajamandala</strong> 47 MW dan transmisi 150<br />
kV. Konsultasi publik dilakukan dengan<br />
berbagai stakeholder dan masyarakat<br />
dengan menghasilkan beberapa masukan<br />
atau saran untuk proyek pembangunan<br />
PLTA <strong>Rajamandala</strong>. Landasan pembangunan<br />
proyek PLTA <strong>Rajamandala</strong> dalam rangka untuk<br />
memenuhi target Fast Track Program Tahap<br />
II (FTP-2) dalam Peraturan Menteri Energi dan<br />
Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 1 Tahun<br />
2012, yaitu sebuah program percepatan<br />
pengadaan listrik untuk memenuhi<br />
kebutuhan atau target sebesar 10.000 MW,<br />
dan diutamakan dengan menggunakan<br />
pembangkit listrik memakai sumber energi<br />
yang terbarukan, dan salah satu sumber<br />
energi yang terbarukan tersebut adalah air.<br />
Implementasi perencanaan pembangunan<br />
proyek PLTA <strong>Rajamandala</strong> dimulai sejak<br />
tahun 2011 lewat proses konsultasi publik<br />
yang diadakan di Kecamatan Haurwangi,<br />
Kabupaten Cianjur terhadap masyarakat<br />
dan stakeholder di tempat-tempat yang<br />
diasumsikan akan terdampak proyek<br />
pembangunan PLTA <strong>Rajamandala</strong>. Dalam<br />
konsultasi publik berupa sosialisasi dan<br />
musyawarah dengan masyarakat terdampak<br />
pada tanggal 23 November 2011 yang juga<br />
dihadiri oleh camat, diinventarisir beberapa<br />
26<br />
RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA
espons dan saran dari masyarakat mengenai<br />
aspirasi dan persyaratan yang harus dipenuhi<br />
perusahaan sebelum proyek pembangunan<br />
pembangkit bisa dimulai.<br />
Perizinan Proyek PLTA <strong>Rajamandala</strong><br />
Selain pendanaan, panjangnya proses<br />
perizinan menjadi tantangan tersendiri untuk<br />
membangun infrastruktur PLTA. Meskipun<br />
terlihat prosedural, soal perizinan ini bisa<br />
memakan waktu lama sekitar 5 (lima) tahun<br />
dan tak jarang menemui kebuntuan pada<br />
regulasi. Tidak jarang, beberapa proyek PLTA<br />
menjadi terlambat dalam pembangunannya<br />
karena persoalan perizinan. Proses<br />
perizinan yang panjang serta skema izin<br />
yang beberapa di antaranya harus diurus<br />
secara berkesinambungan berdampak pada<br />
lambatnya capaian target pertumbuhan<br />
pengembangan pembangkit listrik EBT di<br />
Indonesia. Salah satu perizinan yang biasanya<br />
membutuhkan perhatian besar terjadi pada<br />
izin pinjam kawasan hutan yang menyaratkan<br />
adanya izin usaha dan izin lingkungan. Bagi<br />
pengembang di sektor ketenagalistrikan,<br />
penyederhanaan alir dan waktu perizinan<br />
sangat dibutuhkan karena bisa menghemat<br />
anggaran dari modal yang dikeluarkan.<br />
Untuk PLTA <strong>Rajamandala</strong> sendiri, proses<br />
perizinan pokok sudah mulai dilakukan dan<br />
diselesaikan sebelum proses pembebasan<br />
lahan. Sebuah PLTA atau Perusahaan<br />
Pembangkit Listrik memang idealnya harus<br />
mempunyai beberapa perizinan pokok<br />
yang merupakan salah satu landasan<br />
hukum sebagai kewenangan perusahaan<br />
dalam menyelenggarakan segala bentuk<br />
PERENCANAAN & PERIZINAN PROYEK 27
kegiatannya yang berkaitan dengan proyek<br />
PLTA tersebut. Pengurusan izin harus<br />
berkaitan dengan banyak pihak, dari pusat<br />
hingga daerah: mulai dari izin pengadaan<br />
listrik dari Menteri Energi dan Sumber Daya<br />
Mineral (ESDM), izin lokasi dari Pemerintah<br />
Daerah, beserta izin-izin lainnya. Dalam<br />
praktiknya, pengurusan izin memakan<br />
waktu yang lama karena rumitnya birokrasi<br />
di pemerintahan yang harus diikuti secara<br />
prosedural. Namun begitu, semua perizinan<br />
mampu dipenuhi oleh pihak REP lewat<br />
prosedur yang berlaku.<br />
Selain perizinan pokok di atas, masih banyak<br />
Perizinan pokok PLTA <strong>Rajamandala</strong><br />
menyangkut:<br />
01<br />
Izin Prinsip Pembangunan PLTA<br />
<strong>Rajamandala</strong> dari Bupati Cianjur<br />
Tahun 2012.<br />
02<br />
Izin Peruntukan Penggunaaan Tanah<br />
dari Bupati Cianjur Tahun 2012.<br />
03<br />
Izin Lokasi Tanah PLTA <strong>Rajamandala</strong> 47 MW<br />
dari Bupati Cianjur Tahun 2012.<br />
03<br />
UKL / UPL PLTA <strong>Rajamandala</strong> 47 MW.<br />
28<br />
RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA
Rapat dengan Perum Perhutani<br />
perizinan lain terkait yang sudah dibereskan oleh proyek PLTA <strong>Rajamandala</strong>. Proses pengurusan<br />
perizinan bisa terbantu dengan strategi pengurusan yang paralel dengan proses pembebasan<br />
tanah dan proses lainnya, dengan ketentuan bahwa perizinan berikut merupakan perizinan yang<br />
menjadi salah satu persyaratan untuk melakukan financial closing. Berikut seluruh rangkaian<br />
perizinan yang harus dan telah ditempuh dan sudah diperoleh PT REP:<br />
No<br />
Nama perizinan<br />
Nomor dan<br />
tanggal surat<br />
Instansi yang mengeluarkan<br />
1.<br />
Upaya Pengelolaan Lingkungan<br />
(UKL), Upaya Pemantauan<br />
Lingkungan (UPL)<br />
2011<br />
Kantor Lingkungan Hidup Pemerintah<br />
Kabupaten Cianjur<br />
2.<br />
Rekomendasi Upaya Pengelolaan<br />
Lingkungan (UKL), Upaya<br />
Pemantauan Lingkungan (UPL)<br />
2012<br />
Badan Pengelolaan Lingkungan<br />
Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Jawa<br />
Barat<br />
3. Pendaftaran Penanaman Modal 2012 Badan Koordinasi Penanaman Modal<br />
PERENCANAAN & PERIZINAN PROYEK 29
No<br />
4.<br />
5.<br />
6.<br />
Nama perizinan<br />
Izin Prinsip Penanaman Modal /<br />
Persetujuan Penanaman Modal<br />
Ijin Prinsip Pembangunan Pembangkit<br />
Listrik Tenaga Air<br />
Izin Peruntukan Penggunaan Tanah<br />
(IPPT)<br />
Nomor dan<br />
tanggal surat<br />
2012<br />
2012<br />
2012<br />
Instansi yang mengeluarkan<br />
Badan Koordinasi Penanaman Modal<br />
Bupati Cianjur<br />
Bupati Cianjur<br />
7. Izin Lokasi Tanah (ILT) 2012 Bupati Cianjur<br />
8. Persetujuan Harga Jual Tenaga Listrik 2012 Menteri ESDM<br />
9.<br />
10.<br />
11.<br />
12.<br />
Ijin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik<br />
(IUPTL)<br />
Rekomendasi Pinjam Pakai Kawasan<br />
Hutan<br />
Angka Pengenal Importir Produsen<br />
(API-P)<br />
Persetujuan Prinsip Penggunaan<br />
Kawasan Hutan<br />
2014<br />
2012<br />
2012<br />
2013<br />
Menteri Energi Dan Sumber Daya<br />
Mineral<br />
Bupati Cianjur<br />
Badan Koordinasi Penanaman Modal<br />
Menteri Kehutanan<br />
13. Site Plan 2013 Bupati Cianjur<br />
14. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) 2013<br />
15. Izin Undang-Undang Gangguan (HO) 2013<br />
Badan Pelayanan Perizinan Terpadu<br />
Dan Penanaman Modal Pemerintah<br />
Kabupaten Cianjur<br />
Badan Pelayanan Perizinan Terpadu<br />
Dan Penanaman Modal Pemerintah<br />
Kabupaten Cianjur<br />
16. Persetujuan Calon Lahan Kompensasi 2013 Menteri Kehutanan<br />
17.<br />
Persetujuan Penggunan Lahan HGU<br />
(Panglejar) PTPN VIII<br />
2013<br />
Menteri BUMN<br />
30<br />
RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA
No<br />
18.<br />
19.<br />
20.<br />
Nama perizinan<br />
Ijin Pelaksanaan Pekerjaan<br />
Pemasangan Crossing<br />
Rekomendasi Teknis Penggunaan<br />
dan Pemanfaatan Pelaksanaan<br />
Konstruksi Pada Sumber Air<br />
Persetujuan Penggunaan Tanah Kas<br />
Desa<br />
Nomor dan<br />
tanggal surat<br />
2013<br />
2013<br />
2013<br />
Instansi yang mengeluarkan<br />
Balai Besar Pelaksanaan Jalan<br />
Nasional (BBPJN) IV<br />
Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS)<br />
Citarum<br />
Bupati Cianjur<br />
21. Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan 2013 Menteri Kehutanan<br />
22.<br />
23.<br />
24.<br />
25.<br />
Persetujuan Tukar Menukar Tanah<br />
Kas Desa<br />
Izin Penggunaan Air dari Sungai<br />
Citarum<br />
Izin Pelaksanaan Konstruksi<br />
Jembatan, SUTT dan Tapak Tower<br />
Izin Pelaksanaan Konstruksi Bendung,<br />
Intake dan Rumah Pembangkit dan<br />
Terowongan Saluran Air<br />
2014<br />
2014<br />
2014<br />
2014<br />
Gubernur Jawa Barat<br />
Menteri Pekerjaan Umum<br />
Dirjen SDA<br />
Menteri Pekerjaan Umum<br />
Menteri Pekerjaan Umum<br />
PERENCANAAN & PERIZINAN PROYEK 31
32<br />
RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA
ab 4<br />
KATA PENGANTAR 33
JALAN BERLIKU PROYEK<br />
PLTA RAJAMANDALA<br />
Direksi dan karyawan PT REP masih<br />
mengingat betul momen pada<br />
awal tahun 2013 ketika proyek<br />
nyaris berhenti karena PLTA <strong>Rajamandala</strong><br />
dikeluarkan dari daftar proyek yang akan<br />
mendapatkan Jaminan Kelayakan Usaha (JKU)<br />
dari pemerintah. Karena ketiadaan jaminan<br />
pinjaman dari pemerintah kepada REP maka<br />
JBIC tidak bisa memberikan pinjaman.<br />
Atas situasi tersebut, REP menerima usulan<br />
dari Mizuho Bank untuk menemukan celah<br />
skema solusi lain dengan mengajukan<br />
penjaminan dari Badan Penjamin Investasi<br />
Multilateral (Multilateral Investment Guarantee<br />
Agency, MIGA). MIGA merupakan lembaga<br />
dari World Bank yang dibentuk untuk<br />
memberikan asuransi risiko politik dan<br />
peningkatan kredit kepada para investor<br />
dan pemberi pinjaman untuk memfasilitasi<br />
investasi asing langsung di negara-negara<br />
ekonomi berkembang. Rekomendasi<br />
penjamin untuk kreditur dari MIGA sangat<br />
diperlukan demi keberlangsungan proyek<br />
PLTA <strong>Rajamandala</strong>. Pada tahun 2013 itu,<br />
MIGA mempersyaratkan rekomendasi yang<br />
ditandangani oleh Kementerian Keuangan<br />
MIGA didirikan pada tahun 1988 sebagai<br />
anggota dari Kelompok Bank Dunia untuk<br />
mempromosikan investasi langsung<br />
asing ke Negara-negara berkembang<br />
guna mendukung pertumbuhan ekonomi,<br />
mengurangi kemiskinan, dan meningkatkan<br />
kehidupan masyarakat. MIGA memenuhi<br />
mandat ini dengan menawarkan asuransi<br />
risiko politik dan peningkatan kredit kepada<br />
para investor dan pemberi pinjaman.<br />
34<br />
RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA
Dengan memberikan jaminan pada<br />
pendanaan PLTA <strong>Rajamandala</strong>, MIGA<br />
mendukung pembangunan energi listrik yang<br />
terjangkau dan bersih di Indonesia.<br />
Hal itu akan berdampak pada ketergantungan<br />
pada bahan bakar minyak yang tidak ramah<br />
lingkungan dan mahal. MIGA adalah lembaga<br />
asuransi risiko politik dan peningkatan kredit<br />
yang merupakan anggota dari World Bank<br />
Group.<br />
Dalam penandatanganan jaminan MIGA untuk<br />
proyek pembangunan PLTA <strong>Rajamandala</strong><br />
di Washington DC pada 3 September 2014,<br />
perwakilan PT REP mengatakan bahwa<br />
pihaknya tengah mendukung pengembangan<br />
dan pengoperasian pembangkit listrik tenaga<br />
air (PLTA) jenis terusan air sungai (run of<br />
the river) 47 megawatt dan pembangunan<br />
saluran transmisi di Indonesia. Fasilitas<br />
baru pembangkit energi terbarukan PLTA<br />
<strong>Rajamandala</strong> akan membantu mengurangi<br />
ketergantungan Indonesia pada bahan bakar<br />
minyak yang mahal dengan menyediakan<br />
pasokan listrik yang lebih terjangkau dan<br />
lebih bersih ke PT PLN sebagai perusahaan<br />
listrik milik negara di Indonesia.<br />
Untuk mendorong bauran energi terbarukan,<br />
MIGA sebenarnya memberikan jaminan<br />
hingga US$ 200 juta kepada para kreditur<br />
proyek PLTA <strong>Rajamandala</strong>—Japan Bank for<br />
International Cooperation (JBIC) dan Mizuho<br />
Bank. Pertanggungan asuransi yang diberikan<br />
MIGA adalah terhadap risiko pembatasan<br />
transfer, pengambilalihan, perang dan<br />
kerusuhan, dan pelanggaran kontrak.<br />
JALAN BERLIKU PROYEK PLTA RAJAMANDALA 35
PLTA RAJAMANDALA<br />
PT <strong>Rajamandala</strong> Electric Power adalah Spesial Purpose Company (SPC)<br />
untuk mengembangkan PLTA <strong>Rajamandala</strong> dan dibentuk oleh<br />
PT Indonesia Power & Kansai Electric Power Co. Inc.<br />
PEMBANGUNAN<br />
Menelan Biaya<br />
US$ 150 Juta<br />
PENJAMIN PROYEK<br />
dijamin oleh<br />
Multilateral Investment<br />
Guarantee Agency (MIGA)<br />
PEMBIAYAAN PROYEK<br />
dilakukan tanpa adanya<br />
Jaminan Kelayakan Usaha (JKU)<br />
Pemerintah Indonesia,<br />
melainkan dengan skema<br />
International Project Financing<br />
PEMBIAYAAN PROYEK berasal dari pinjaman<br />
Japan Bank for International Cooperation (JBIC)<br />
& Mizuho Bank<br />
36<br />
RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA
Proyek ini diadakan di dekat wilayah pusat<br />
Cianjur, Jawa Barat di bagian hulu Sungai<br />
Citarum. Proyek ini akan memanfaatkan<br />
perbedaan ketinggian antara PLTA Saguling<br />
dan Cirata untuk menghasilkan listrik.<br />
Executive Vice President dan CEO MIGA<br />
Keiko Honda menyatakan bahwa Indonesia<br />
memiliki potensi ekonomi yang besar.<br />
Namun, defisit listrik di negara ini merupakan<br />
faktor utama yang menahan pertumbuhan<br />
ekonomi secara lebih luas dan lebih dalam,<br />
“Kami (MIGA) sangat senang karena dapat<br />
memainkan peran yang sangat penting dalam<br />
memfasilitasi pembiayaan untuk proyek ini,<br />
yang akan memiliki efek demonstrasi penting<br />
dalam menarik lebih banyak investasi swasta<br />
di sektor tenaga listrik.”<br />
Jaminan yang diberikan MIGA sangat penting<br />
artinya dalam pengambilan keputusan<br />
JBIC dan Mizuho Bank untuk melanjutkan<br />
pembiayaan proyek infrastruktur penting<br />
ini. Transaksi yang telah ditandatangani<br />
oleh MIGA membantu para lender untuk<br />
meningkatkan keamanan pinjaman secara<br />
keseluruhan.<br />
Penandatanganan kontrak jual beli listrik PLTA <strong>Rajamandala</strong> antara Direktur Utama PLN, Nur Pamudji<br />
dan Direktur Utama PT <strong>Rajamandala</strong> Electric Power, Bambang Priyambodo.<br />
JALAN BERLIKU PROYEK PLTA RAJAMANDALA 37
38<br />
RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA
ab 5<br />
KATA PENGANTAR 39
PEMBEBASAN LAHAN<br />
Setelah Ijin lokasi diperoleh maka<br />
PT REP langsung membentuk tim<br />
untuk pembebasan lahan yang akan<br />
digunakan untuk proyek. Proyek PLTA<br />
<strong>Rajamandala</strong> menggunakan lahan seluas<br />
± 40,77 hektar yang dibutuhkan untuk<br />
membangun fasilitas power house (PH),<br />
access road (AR), headrace, intake, base<br />
camp (temporer), tapak tower berikut jalur<br />
transmisinya. Dalam pembebasan lahan PLTA<br />
<strong>Rajamandala</strong>, PT REP melibatkan masyarakat<br />
pemilik dan perangkat desa melalui beberapa<br />
tahapan seperti pemberian informasi, negosiasi<br />
dan pembayaran sesuai dengan kesepakatan.<br />
Seluruh lahan yang dibebaskan dan<br />
digunakan sebagai areal PLTA telah dibuatkan<br />
sertifikatnya sesuai dengan peraturan yang<br />
berlaku.<br />
Sesuai dengan pemetaan proyek<br />
konstruksi, lahan yang akan<br />
dibebaskan terdiri dari:<br />
Tanah yang akan digunakan proyek PLTA<br />
<strong>Rajamandala</strong> meliputi Desa Cihea, Desa<br />
40<br />
RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA
Tanah Privat (masyarakat)<br />
± 19,68 ha<br />
Tanah Kas Desa<br />
± 0,07 ha<br />
Tanah BBPJN IV<br />
± 0,04 ha<br />
Tanah Perhutani<br />
± 15,15 ha<br />
Tanah PT PN VIII<br />
± 0,12 ha<br />
Tanah PT PLN (IP, PJB)<br />
± 8,2 ha<br />
Haurwangi, Desa Kertasari, dan Desa<br />
Mekarwangi, yang berada di kabupaten<br />
Cianjur, Jawa Barat. Proses<br />
pembebasan lahan tersebut memakai<br />
beberapa metode, yaitu: pemberian<br />
kompensasi/ganti rugi, jual beli, sewa, dan<br />
tukar guling.<br />
Tanah Perhutani akan digunakan mulai dari<br />
pintu intake (pintu masuknya air), pintu masuk<br />
terowongan, pintu keluar air, Power House,<br />
dan beberapa transmisi tower. Tanah warga<br />
yang terkena pembebasan lahan sendiri<br />
sebagian besar akan digunakan untuk<br />
access road, sebagian dari pembangkit,<br />
dan beberapa transmisi tower. Tanah-tanah<br />
yang disewa dipakai untuk titik-titik transmisi<br />
tower. Sewa dilakukan untuk jangka waktu<br />
lima tahun menggunakan asset tanah milik<br />
PEMBEBASAN LAHAN 41
Balai Besar Penggunaan Jalan Nasional<br />
(BBPJN) Bina Marga Kementerian Pekerjaan<br />
Umum (PU). Tukar guling dilakukan untuk<br />
membebaskan tanah kas desa yang terjadi<br />
pemekaran.<br />
Pembebasan Lahan Langsung ke Pemilik<br />
Tanah<br />
Dalam proses negosiasi dan jual beli tanah,<br />
PT REP dengan sangat hati-hati menghindari<br />
berhubungan dengan pihak ketiga atau<br />
makelar. Perusahaan tidak akan membayar<br />
kepada pihak ketiga, tetapi langsung kepada<br />
pemilik tanah. Itu dilakukan untuk menjamin<br />
status hukum tanah dan menghindari<br />
berbagai persoalan setelah proses jual<br />
beli di kemudian hari. Masalah atas status<br />
tanah tidak ingin muncul lantaran adanya<br />
penguasaan fisik oleh pihak ketiga atas<br />
tanah yang ingin dibebaskan, ketidakjelasan<br />
status lahan yang akan dibebaskan seperti<br />
tanah tidak bersertifikat, terbitnya sertifikat<br />
ganda/palsu, adanya sengketa tanah dalam<br />
kaitannya dengan pemindahan hak atas<br />
tanah hingga adanya klaim dari pihak ketiga<br />
mengenai status kepemilikan tanah.<br />
42<br />
RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA
Upaya-upaya mitigasi risiko atas persoalan<br />
pengadaan tanah selama ini sudah dilakukan<br />
oleh PT REP. Hal yang pertama dilakukan<br />
tentu dengan melakukan sosialisasi terhadap<br />
pemilik tanah serta memastikan seluruh<br />
pemilik tanah hadir dalam sosialisasi tersebut.<br />
PT REP juga melibatkan konsultan sebagai<br />
jasa penilai publik yang diikutsertakan dalam<br />
panitia untuk mencegah nilai ganti kerugian<br />
yang terlalu berbeda antara kehendak<br />
pemilik tanah dengan pembeli lahan. Untuk<br />
meminimalisasi kekecewaan pemilik lahan,<br />
penyediaan dana kompensasi sangat penting<br />
dilakukan dengan cepat dan tepat waktu<br />
serta sesuai dengan kesepakatan yang telah<br />
dicapai.<br />
Pembebasan Lahan dengan Pendekatan<br />
“Win-win Solution”<br />
Pembangunan proyek hampir selalu<br />
menghadapi kendala pembebasan lahan atau<br />
tanah. Pembebasan lahan masih merupakan<br />
masalah yang sangat serius saat ini. Berbagai<br />
faktor bisa dipetakan dalam soal pembebasan<br />
lahan yang seringkali memerlukan perjuangan<br />
ekstra dan berbelit-belit dan tak jarang<br />
menemui kebuntuan. Hambatan dan<br />
penolakan muncul mulai dari isu dampak<br />
kehidupan untuk warga, sikap tidak kooperatif<br />
masyarakat terhadap adanya proyek, hingga<br />
kritik dari beberapa lembaga swadaya<br />
masyarakat (LSM) yang menyudutkan<br />
proyek energi terbarukan ini. Tidak dapat<br />
terbayangkan proyek pembangunan PLTA<br />
menjadi terbengkalai bahkan terhenti hanya<br />
karena tidak mampu memenuhi lahan yang<br />
dibutuhkan.<br />
Atas pertimbangan menghindari persoalan<br />
dalam pembebasan lahan, REP sangat<br />
mengedepankan pendekatan yang<br />
mengupayakan pilihan yang saling<br />
menguntungkan (win-win solution) dalam<br />
negosiasi proses ganti ruginya. Pembebasan<br />
tanah privat (penduduk) merupakan upaya<br />
pembebasan yang memerlukan tenaga,<br />
strategi, dan kesabaran ekstra, terutama<br />
tanah yang diperuntukkan sebagai<br />
access road menuju power house. Hal ini<br />
dikarenakan masyarakat pemilik tanah pada<br />
umumnya mematok harga yang tinggi untuk<br />
pembebasan tanah mereka dengan asumsi<br />
bahwa perusahaan akan menyanggupi harga<br />
tinggi tersebut karena lokasi pembangunan<br />
PLTA <strong>Rajamandala</strong> 47 MW merupakan lokasi<br />
yang pasti di bangun di titik tersebut.<br />
PEMBEBASAN LAHAN 43
Proses pembebasan tanah dimulai dengan<br />
survei dan observasi untuk melakukan<br />
pengukuran, dokumentasi, dan mengurus<br />
birokrasi dengan pemerintah setempat. Selain<br />
itu, REP juga menunjuk sebuah Lembaga<br />
Penilai Independen (LPI). Tim penilai ini juga<br />
melakukan survei dan observasi mengenai<br />
keberadaan tanah yang dibutuhkan untuk<br />
selanjutnya dapat ditentukan harga pasar<br />
dari tanah tersebut, dan harga inilah yang<br />
kemudian menjadi patokan harga bagi REP<br />
dalam melakukan penawaran harga terhadap<br />
pemilik tanah.<br />
Pada praktiknya, pasca proses sosialisasi<br />
dan musyawarah dengan warga terkait<br />
dengan rencana pembangunan proyek, justru<br />
kesulitan soal pembebasan tanah masyarakat<br />
sejatinya dimulai. Proses negosiasi mengenai<br />
harga tanah menjadi alot bahkan sempat<br />
mengalami kebuntuan. Atas situasi itu,<br />
REP tak kurang melakukan pendekatan<br />
dialogis dan mengedepankan soft diplomacy<br />
dengan masyarakat pemilik tanah. REP<br />
juga berinisiatif mengadakan forum<br />
pertemuan yang difasilitasi oleh Pemerintah<br />
Kabupaten (Pemkab) Cianjur dalam rangka<br />
mempertemukan tim dengan masyarakat<br />
pemilik tanah untuk mencari titik temu dan<br />
kesepakatan mengenai harga tanah yang<br />
sama-sama menguntungkan kedua belah<br />
pihak. Ironisnya, forum tersebut tidak kunjung<br />
menghasilkan komunikasi dan kesepakatan<br />
untuk menentukan harga tanah. Dengan<br />
kata lain, harga menjadi tidak rasional karena<br />
melambung tinggi karena akan dibeli oleh<br />
proyek.<br />
Menyikapi harga yang terlampau tinggi dari<br />
pemilik tanah, tim pembebasan lahan sempat<br />
diminta oleh PT REP untuk menghentikan<br />
negosiasi diakibatkan sulitnya mencari<br />
kesepakatan. REP pada saat itu sudah<br />
berencana mengalihkan pembebasan tanah<br />
tersebut ke wilayah lain dengan mengambil<br />
atau mengubah jalur menjadi melingkar.<br />
Pemilihan jalur melingkar tersebut akan<br />
berdampak pada jarak access road yang<br />
lebih jauh menuju Power House. Meskipun<br />
begitu, langkah tersebut bisa menjadi solusi<br />
dari mandeknya proses negosiasi di lokasi<br />
yang sudah ditentukan. Di lokasi pengalihan<br />
dengan jalur melingkar ini dinilai lebih mudah<br />
dilakukan dengan harga seperti rencana<br />
awal. Pertimbangan ini juga dipilih menjadi<br />
alternatif mengingat keterbatasan waktu yang<br />
mengharuskan pembangunan dilaksanakan<br />
secepatnya.<br />
44<br />
RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA
Proses pengukuran tanah warga<br />
Di saat melakukan kalkulasi pilihan memilih<br />
jalan melingkar, tim melakukan perubahan<br />
strategi dalam melakukan negosiasi dengan<br />
pemilik tanah di lokasi awal. Pendekatan<br />
dilakukan dengan lebih personal dengan<br />
cara door to door dengan mendatangi dan<br />
silaturahmi ke rumah-rumah pemilik tanah.<br />
Pendekatan yang lebih mengedepankan nilainilai<br />
kekeluargaan dilakukan. Tim dari REP<br />
pada masa itu secara aktif mendekati warga di<br />
wilayah rencana pembangunan dengan sabar<br />
untuk meyakinkan mereka bahwa akan ada<br />
keuntungan bagi mereka apabila mereka mau<br />
menjual tanahnya. Salah satu nilai lebih yang<br />
ditawarkan oleh REP adalah akses menuju<br />
kampung mereka. Perusahaan menjanjikan<br />
pembuatan jembatan di atas sungai yang bisa<br />
dilalui oleh kendaraan roda empat.<br />
Tawaran pembangunan jembatan itu cukup<br />
berdampak psikologis bagi warga Kampung<br />
Bantarcaringin, Desa Cihea yang selama<br />
PEMBEBASAN LAHAN 45
ini menjadi daerah terisolir karena tiadanya<br />
akses jembatan dan jalan raya yang layak<br />
untuk menuju pemukiman mereka. Satusatunya<br />
akses yang menghubungkan<br />
kawasan ini dengan kawasan di sekitarnya<br />
adalah jembatan kecil yang sudah tua<br />
yang kapasitasnya hanya bisa dilewati oleh<br />
maksimal satu sepeda motor saja (kendaraan<br />
roda dua). Selain soal akses jembatan dan<br />
jalan, nilai lebih lain yang ditawarkan oleh PT<br />
REP adalah dengan memberikan kesadaran<br />
bahwa dengan adanya power house dan<br />
sarana prasarana pendukungnya, secara<br />
otomatis tentu saja membuka lapangan<br />
pekerjaan bagi masyarakat sekitar yang<br />
bisa meningkatkan tingkat perekonomian<br />
masyarakat sekitar.<br />
Dengan semangat baru dalam melakukan<br />
negosiasi pembebasan lahan, saat itu tim dan<br />
REP sampai mempunyai semboyan bahwa<br />
“mendekati hati masyarakat adalah seni.”<br />
Bermodal strategi keluwesan, kerendahan<br />
hati dan intensnya pendekatan terhadap<br />
masyarakat pemilik tanah, satu persatu<br />
pemilik tanah akhirnya tergugah untuk untuk<br />
membebaskan tanahnya kepada REP.<br />
Titik terang terjadi ketika mendekati Hari<br />
Raya Idul Fitri tahun 2012, saat pemilik<br />
Jembatan merah : satu-satunya akses menuju kampung<br />
tanah dengan jumlah paling luas untuk<br />
dibebaskan menelpon tim pembebasan<br />
lahan dari PT REP dengan maksud bahwa<br />
tanahnya mau dibebaskan dengan harga<br />
yang telah disepakati waktu sosialisasi. Saat<br />
menelepon, warga tersebut meminta untuk<br />
dibayar tunai hari itu juga, padahal saat itu<br />
adalah hari Minggu. Untung saja pihak PT REP<br />
memegang cek untuk mencairkan uang tunai<br />
46<br />
RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA
pertama yang mau menjual tanahnya<br />
untuk kepentingan pembangunan PLTA<br />
<strong>Rajamandala</strong>. Beberapa warga Kampung<br />
Bantarcaringin, pada saat sosialisasi pada<br />
tanggal 27 Juni 2012 memang sudah<br />
menunjukkan komitmennya untuk mendukung<br />
penuh program pembangunan PLTA di<br />
desanya. Sikap dan keputusan mereka<br />
mempunyai pengaruh yang besar terhadap<br />
keputusan warga lainnya untuk ikut mau<br />
membebaskan lahannya.<br />
senilai 500 juta rupiah di sebuah bank di Kota<br />
Bandung yang buka 24 jam dalam 7 hari.<br />
Peran Warga Kampung dalam Pembebasan<br />
Lahan<br />
Sisi lain yang menarik dari keberhasilan<br />
negosiasi pembebasan lahan warga<br />
datang dari peran warga lokal sendiri yang<br />
secara sukarela membantu menjadi orang<br />
Alasan para warga tersebut umumnya<br />
karena ingin membebaskan tanahnya serta<br />
membantu membantu mengurusi surat-surat<br />
tanah warga karena percaya dengan proyek<br />
PLTA sebagai proyek untuk kepentingan<br />
publik. “Di sini kebanyakan suratnya itu letter<br />
C. Jadi masyarakat juga ikut membantu<br />
mengurusnya, ke kepala desa, ke kantor<br />
kecamatan, untuk membereskan surat-surat<br />
itu,” tutur seorang warga yang ikut aktif dalam<br />
proses sosialisasi. Warga yang sehari-hari<br />
bekerja sebagai petani dan buruh bangunan<br />
di luar desa, berpikir bahwa dengan hadirnya<br />
PLTA di kampungnya juga diharapkan ke<br />
depan akan turut mengubah nasib warga<br />
desanya yang terisolir.<br />
PEMBEBASAN LAHAN 47
Proses pembayaran ganti rugi langsung dengan pemilik tanah<br />
Dengan proses jual-beli yang langsung<br />
antara pihak perusahaan dan warga, maka<br />
timbul rasa percaya antara para pemilik tanah<br />
dengan pembeli lahan. Apalagi pembayaran<br />
dilakukan oleh REP dengan mentransfer ke<br />
rekening masing-masing warga. “Dilepas itu<br />
karena ya saya tahu harganya tinggi. Kita itu<br />
setelah mendapatkan ganti rugi, uangnya<br />
masih bisa untuk membeli tanah di luar desa<br />
ini, di tempat lain kita bisa mendapatkan<br />
gantinya bisa dua atau tiga kali lipat.<br />
Alhamdulillah banyak lebihnya,” cerita salah<br />
satu warga.<br />
48<br />
RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA
PEMBEBASAN LAHAN 49
50<br />
RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA
ab 6<br />
KATA PENGANTAR 51
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP &<br />
LINGKUNGAN SOSIAL<br />
Masalah kelestarian lingkungan<br />
hidup telah menjadi isu global<br />
yang sangat memengaruhi posisi<br />
suatu negara dalam pergaulan internasional.<br />
Badan-badan lingkungan hidup internasional<br />
seperti United Nations Environment<br />
Programme (UNEP) mengecam keras perilaku<br />
proyek pembangunan dan industri yang<br />
eksploitatif. Perkembangan dunia saat ini<br />
menunjukkan kecenderungan di semua<br />
negara untuk bersikap proteksionis dalam<br />
kebijakan pembangunannya. Di sisi lain,<br />
sikap masyarakat dan lembaga swadaya<br />
masyarakat (LSM) semakin kritis terhadap<br />
lingkungan, mereka seringkali memberikan<br />
tekanan yang cukup kuat agar perusahaan<br />
dan praktik pembangunan proyek untuk<br />
ramah lingkungan. Atas dasar itu jugalah,<br />
PT REP secara ketat menerapkan standarstandar<br />
dalam lingkungan hidup.<br />
Dalam pengelolaan lingkungan, kesehatan,<br />
dan keselamatan kerja, selain berpedoman<br />
pada Upaya Pengelolaan Lingkungan<br />
Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan<br />
Hidup (UKL-UPL), keunggulan lain dari<br />
proyek yang dijamin oleh MIGA adalah<br />
dengan adanya standar Environmental and<br />
Social Management System (ESMS). PLTA<br />
<strong>Rajamandala</strong> yang dikelola oleh PT REP<br />
secara ketat diaudit oleh World Bank dalam<br />
praktik pengerjaan proyek dan pengelolaan<br />
lingkungan.<br />
52<br />
RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA
MIGA sebagai penjamin pinjaman proyek<br />
PLTA <strong>Rajamandala</strong> merupakan anggota<br />
dari The Equator Principles Financial<br />
Institutions (EPFIs) menerapkan Equator<br />
Priciples dalam kegiatannya yang bertujuan<br />
untuk memastikan bahwa proyek yang<br />
didanai/dijamin dikembangkan dengan<br />
cara yang bertanggung jawab secara sosial<br />
dan mencerminkan praktik pengelolaan<br />
lingkungan yang baik. Tujuannya adalah<br />
meminimalisir dampak negatif pada ekosistem<br />
dan masyarakat yang terkena dampak proyek<br />
bisa dihindari bila memungkinkan, dan jika<br />
dampak ini tidak dapat dihindari, maka hal<br />
itu harus dikurangi dan/atau dikompensasi<br />
secara tepat. Berdasarkan hasil site<br />
assessment lingkungan yang dilakukan oleh<br />
MIGA, proyek <strong>Rajamandala</strong> dikategorikan ke<br />
kategori B (berdampak Sedang), yaitu proyek<br />
yang memiliki dampak yang tidak besar<br />
terhadap lingkungan sekitar sehingga lebih<br />
mudah untuk diindentifikasi dan dimitigasi<br />
risikonya dibandingkan dengan kategori A.<br />
PT REP harus memenuhi beberapa<br />
persyaratan yang diminta oleh MIGA, salah<br />
satunya adalah set up sistem manajemen<br />
lingkungan dan sosial yang pengelolaannya<br />
mengacu kepada batasan-batasan/standar<br />
internasional (IFC Standard) baik untuk masa<br />
konstruksi maupun masa operasi pembangkit.<br />
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP & LINGKUNGAN SOSIAL 53
Kategori perlindungan lingkungan dan sosial untuk proyek/program<br />
yang didanai MIGA<br />
Kategori kebijakan lingkungan<br />
dan sosial (ESP category)<br />
Kategori A<br />
Kategori B<br />
Kategori C<br />
Kriteria<br />
Proyek atau program yang memiliki dampak lingkungan atau sosial<br />
yang merugikan yang signifikan, beragam, luas dan tidak dapat<br />
diubah.<br />
Proyek atau program dengan potensi dampak buruk yang<br />
kurang merugikan daripada proyek atau program Kategori A,<br />
karena misalnya jumlahnya lebih sedikit, skalanya lebih kecil,<br />
penyebarannya lebih luas, dapat dibalik, atau mudah dimitigasi.<br />
Proyek atau program tanpa dampak lingkungan atau sosial yang<br />
merugikan<br />
Sedari awal, sejak dalam perencanaan,<br />
PT REP berkomitmen untuk menghadirkan<br />
pembangunan berwawasan lingkungan dalam<br />
pembangunan PLTA <strong>Rajamandala</strong>, sehingga<br />
setiap tahap kegiatannya harus dikaji dari<br />
aspek kelayakan lingkungan. Instrumen<br />
wajib mengenai kelayakan lingkungan yaitu<br />
penyusunan dokumen Upaya Pengelolaan<br />
Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan<br />
Lingkungan Hidup (UKL-UPL). UKL-UPL<br />
inilah yang menjadi pedoman pengelolaan<br />
dan pemantauan terhadap kegiatan proyek<br />
agar dapat seminiminal mungkin berdampak<br />
negatif terhadap lingkungan hidup dan<br />
lingkungan sosial di sekitarnya.<br />
Dokumen UKL-UPL PLTA <strong>Rajamandala</strong> 47 MW<br />
memperoleh kelayakan dan mendapatkan<br />
persetujuan dari Badan Pengelolaan<br />
Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi<br />
Jawa Barat pada 14 Januari 2012 yang<br />
menyatakan tentang rekomendasi atas<br />
UKL-UPL Rencana Kegiatan Pembangunan<br />
PLTA <strong>Rajamandala</strong> 47 MW di Kab. Bandung<br />
Barat dan Cianjur. Kewajiban yang harus<br />
dipenuhi oleh PT REP dalam menjalankan<br />
proyek adalah melaksanakan kaidah-kaidah<br />
pengelolaan lingkungan dalam proses<br />
pembangunan PLTA <strong>Rajamandala</strong>. Sebagai<br />
pertanggungjawaban secara berkala, PT REP<br />
melakukan penyusunan laporan pelaksanaan<br />
rencana pengelolaan dan pemantauan<br />
54<br />
RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA
lingkungan PLTA <strong>Rajamandala</strong>. Laporan<br />
pelaksanaan UKL-UPL merupakan wujud<br />
kontribusi perusahaan secara transparan<br />
untuk memberikan informasi yang benar<br />
dan akurat mengenai pengelolaan dan<br />
pemantauan lingkungan pada pembangunan<br />
PLTA <strong>Rajamandala</strong>. Frekuensi laporan<br />
pemantauan pelaksanaan UKL dan UPL<br />
kegiatan pembangunan PLTA <strong>Rajamandala</strong><br />
dilaksanakan setiap semester.<br />
Untuk mengetahui dampak konkret di<br />
lingkungan sekitar dari adanya proyek PLTA,<br />
PT REP melaksanakan monitoring lingkungan<br />
di daerah terdampak meliputi pemantauan<br />
kualitas air sungai, pemantauan kualitas air<br />
sumur, pemantauan kebisingan, pemantauan<br />
kualitas udara dan pemantauan flora dan<br />
fauna menggunakan standar nasional<br />
dan internasional sebagai batasannya.<br />
Pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan<br />
lingkungan hidup meliputi:<br />
Mitigasi resiko penurunan kualitas udara<br />
Penurunan kualitas udara ambien terjadi dari<br />
meningkatnya konsentrasi debu di udara<br />
di jalur mobilisasi peralatan dan material<br />
konstruksi, daerah eskavasi dan jalan hantar.<br />
Untuk meminimalisasi dampak intensitas<br />
debu di udara di lokasi proyek dan daerah<br />
sekitar, PT REP mewajibkan pengembang<br />
atau kontraktor untuk melengkapi kendaraan<br />
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP & LINGKUNGAN SOSIAL 55
Pemberian bantuan kepada korban banjir<br />
proyek yang mengangkut material ke<br />
lokasi proyek dengan bak penutup untuk<br />
mengurangi debu yang beterbangan. Hal<br />
lain yang dilakukan untuk meminimalisir<br />
penurunan kualitas udara antara lain:<br />
melakukan penyiraman pada jalan<br />
yang berdebu dan dilalui kendaraan<br />
pengangkut material terutama pada<br />
musim kemarau. Air yang digunakan<br />
bersumber dari pengolahan air dari<br />
batching plant yang telah memenuhi<br />
standar.<br />
melakukan pembatasan kecepatan<br />
kendaraan proyek terutama pada jalan<br />
masuk yang melewati permukiman<br />
penduduk.<br />
melakukan pemantauan debu harian<br />
(daily visual inspection checklist for dust)<br />
sebagai bagian dari kontrol debu.<br />
melakukan pengecekan kendaraan<br />
layak pakai yang masuk ke dalam lokasi<br />
kegiatan proyek.<br />
Titik-titik utama yang menjadi area untuk<br />
dilakukan pemantauan dan tindakan<br />
pengurangan debu adalah:<br />
lokasi 1 : area intake PLTA (S : 06º51’ 54.8”<br />
; E : 107º20’ 57.6”)<br />
lokasi 2 : area Sekolah Dasar di Kampung<br />
Bantarcaringin, Desa Cihea (S : 06º51’<br />
13.3” ; E : 107º20’ 42.1”)<br />
56<br />
RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA
lokasi 3 : area power house PLTA (S :<br />
06º51’23.9” ; E : 107º20’20.9”).<br />
Mitigasi resiko peningkatan kebisingan<br />
Kegiatan konstruksi dan mobilisasi peralatan<br />
dan material selama masa konstruksi sipil dan<br />
di jalan hantar menimbulkan efek kebisingan<br />
yang tidak bisa dianggap sebelah mata. Bila<br />
tidak disikapi, hal tersebut akan mengganggu<br />
kehidupan sehari-hari warga di sekitar proyek.<br />
Untuk meminimalisir dampak kebisingan<br />
beserta dampaknya terhadap masyarakat, halhal<br />
yang dilakukan meliputi:<br />
melakukan pengecekan kendaraan layak<br />
pakai yang masuk ke dalam lokasi proyek.<br />
memberikan batasan kecepatan<br />
kendaraan proyek terutama pada jalan<br />
masuk yang melewati pemukiman<br />
penduduk.<br />
menginformasikan ke penduduk sekitar<br />
jika ada kegiatan yang menimbulkan<br />
kebisingan.<br />
melakukan pengecoran jalan akses untuk<br />
mengurangi kebisingan.<br />
Lokasi pengelolaan dan pemantauan<br />
kebisingan dilakukan di 4 titik, yaitu :<br />
lokasi 1 : area intake PLTA (S : 06º51’ 54.8”<br />
; E : 107º20’ 57.6”)<br />
lokasi 2 : Area SD Kampung<br />
Bantarcaringin, Desa Cihea (S : 06º51’<br />
13.3” ; E : 107º20’ 42.1”)<br />
lokasi 3 : area power house PLTA (S :<br />
06º51’23.9” ; E : 107º20’20.9”)<br />
lokasi 4 : access road PLTA (S : 06º51’<br />
20.9” E : 107º20’ 58.3”).<br />
Mitigasi resiko peningkatan pencemaran<br />
air sungai<br />
Untuk mengurangi dampak pada penurunan<br />
kualitas air sungai di sekitar kegiatan<br />
konstruksi sipil, mobilisasi material, dan<br />
dampak limbah domestik berasal dari<br />
kegiatan kantor/basecamp, perusahaan<br />
melakukan hal-hal sebagai berikut:<br />
menyiapkan kolam penampungan<br />
sementara dari run off sebelum dialirkan<br />
ke Sungai Citarum. Secara berkala<br />
dilakukan pembuangan sedimentasi dari<br />
kolam penampungan serta membuat<br />
bronjong di beberapa sisi Sungai Citarum.<br />
menerbitkan larangan untuk mencuci<br />
truk/alat berat langsung di pinggir sungai,<br />
serta menyediakan tempat mencuci truk/<br />
alat berat.<br />
menerbitkan himbauan untuk tidak<br />
membuang limbah minyak goreng dan<br />
sisa makanan ke saluran pembuangan.<br />
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP & LINGKUNGAN SOSIAL 57
Lokasi pengelolaan dan pemantauan air<br />
dilakukan di 3 lokasi, yaitu:<br />
lokasi 1 : air sungai Citarum sekitar<br />
area intake PLTA (S : 06º51’54.8” ;E :<br />
107º20’57.6”).<br />
lokasi 2 : air sungai Citarum di sekitar<br />
Kampung Bantarcaringin, Desa Cihea (S :<br />
06º51’ 13.3” ; E : 107º20’ 42.1”).<br />
lokasi 3 : air sungai Citarum sekitar<br />
power house PLTA (S : 06º51’25.9” ; E :<br />
107º20’20.9”).<br />
Penurunan kualitas air sungai seoptimal<br />
mungkin dilakukan pada masa konstruksi<br />
berlangsung karena dampaknya akan<br />
memengaruhi ekosistem air sungai, seperti<br />
plankton, benthos, dan ikan dari kegiatan<br />
mobilisasi material konstruksi pembangunan<br />
jalan hantar dan kegiatan konstruksi sipil.<br />
Jika biota air sungai itu rusak apalagi punah,<br />
indeks keanekaragaman fitoplankton,<br />
makrobentos dan hasil tangkapan ikan<br />
masyarakat di perairan sekitar lokasi Sungai<br />
Citarum akan terganggu. Untuk itu tindakan<br />
yang dilakukan untuk menjaga ekosistem di<br />
Sungai Citarum efek dari kegiatan proyek<br />
PLTA adalah:<br />
menyiapkan kolam penampungan<br />
sementara dari run off sebelum dialirkan<br />
ke Sungai Citarum. Secara berkala<br />
dilakukan pembuangan sedimentasi dari<br />
kolam penampungan, serta membuat<br />
bronjong di beberapa sisi Sungai Citarum.<br />
menerbitkan larangan untuk mencuci<br />
truk/alat berat langsung di pinggir sungai,<br />
serta menyediakan tempat mencuci truk/<br />
alat berat.<br />
membuat penampungan limbah cair<br />
domestik sebelum dialirkan ke sungai.<br />
menerbitkan himbauan untuk tidak<br />
membuang limbah minyak goreng dan<br />
sisa makanan ke saluran pembuangan.<br />
Lokasi pengelolaan dan pemantauan<br />
dilakukan di 2 lokasi, yaitu :<br />
lokasi 1 : area sekitar intake (S :<br />
06 0 51’54.8” ; E : 107 0 20’57.6”)<br />
lokasi 2 : area sekitar power house (S :<br />
06 0 51’25.9” ; E : 107 0 20’20.9”).<br />
Flora dan Fauna<br />
Kegiatan mobilisasi peralatan dan material<br />
konstruksi, pematangan lahan jalan hantar,<br />
kegiatan konstruksi sipil dan kegiatan<br />
penimbunan tanah bekas galian di sekitar<br />
58<br />
RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA
lokasi pembangunan PLTA <strong>Rajamandala</strong><br />
dikhawatirkan akan mengganggu vegetasi<br />
flora dan habitat fauna. Untuk mengurangi<br />
dampak negatif terhadap ekosistem flora<br />
dan fauna, perusahaan melakukan tindakan<br />
pengelolaan lingkungan hidup dengan:<br />
melakukan penyiraman pada jalan<br />
yang berdebu dan dilalui kendaraan<br />
pengangkut material, terutama pada<br />
musim kemarau.<br />
menebang pohon hanya pada area tapak<br />
proyek, sehingga keanekaragaman<br />
tumbuhan tetap terjaga.<br />
melakukan aktivitas penghijauan<br />
(revegetasi) di lahan kosong yang dapat<br />
ditanami.<br />
Pengelolaan Lingkungan Sosial<br />
Terkait dengan monitoring masalah sosial,<br />
REP menerapkan grievence mechanism<br />
untuk mengelola keluhan-keluhan yang<br />
datang dari masyarakat yang terkena dampak<br />
pekerjaan konstruksi. Untuk efektifitas dan<br />
kemudahan dalam penyampaian keluhan oleh<br />
masyarakat, REP meyediakan kotak saran<br />
yang ditempatkan di wilayah kerja proyek<br />
yang meliputi Kampung Bantarcaringin,<br />
Kampung Cisameng, Desa Haurwangi, dan<br />
Desa Kertasari.<br />
Doa bersama anak yatim & santri hafidz<br />
Perusahaan berinisiatif untuk menerima<br />
kritik dan keluhan-keluhan yang datang<br />
dari masyarakat. Masukan itu kemudian<br />
didiskusikan, dikelola, dan diselesaikan<br />
berkoordinasi dengan masyarkat terkait.<br />
Catatannya, keluhan cendrung turun dari<br />
tahun ke tahun. Untuk menampung kritik dan<br />
saran dari masyarakat, REP menyebarkan<br />
kotak-kotak surat di Kawasan ring 1 terdampak<br />
proyek. Dalam sosialisasi, perusahaan<br />
menyampaikan kepada warga bahwa mereka<br />
bisa mengirimkan surat kepada perusahaan<br />
jika ada permasalahan terkait proyek<br />
konstruksi yang sedang berjalan.<br />
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP & LINGKUNGAN SOSIAL 59
Selain menyediakan kotak surat, perusahaan<br />
juga setiap bulan mengadakan pertemuan<br />
dengan warga membicarakan tentang proyek<br />
dengan masyarakat. Tujuan perusahaan<br />
adalah untuk mengetahui atau update<br />
perkembangan proyek yang berdampak ke<br />
masyarakat.<br />
Penyediaan kotak-kotak surat untuk keluhan<br />
dan saran itu menyisakan pengalaman<br />
unik tersendiri bagi perusahaan. Alih-alih<br />
masyarakat menuangkan isi keluhan, kritik<br />
atau saran, surat-surat yang masuk lebih<br />
banyak tidak terkait langsung dengan<br />
aktivitas proyek, tetapi meminta bantuan.<br />
Dalam rata-rata 100 surat yang masuk setiap<br />
bulannya, hanya sebagian kecil saja yang<br />
terkait dengan keluhan dan saran warga<br />
terkait dengan jalannya proyek di lingkungan<br />
mereka. Adapun keluhan yang sering masuk<br />
ke perusahaan adalah tentang warga yang<br />
minta pekerjaan ke perusahaan atau tidak<br />
tertampung dalam pekerjaan.<br />
Untuk menjaga keharmonisan lingkungan<br />
sosial dengan masyarakat sekitar, PT REP<br />
secara intens melakukan koordinasi dan<br />
komunikasi dengan aparat Pemerintah<br />
Desa dan Kecamatan, tokoh masyarakat,<br />
Karang Taruna, dan LSM terdekat dengan<br />
lokasi PLTA <strong>Rajamandala</strong> (Desa <strong>Rajamandala</strong><br />
Kulon Kecamatan Cipatat dan Desa Cihea<br />
Kecamatan Haurwangi), utamanya untuk<br />
pemenuhan tenaga kerja lokal. Dalam<br />
periode satu bulan sekali, pihak perusahaan<br />
melakukan koordinasi dan komunikasi<br />
dengan masyarakat di tingkat RT/RW terdekat<br />
dengan lokasi pembangunan PLTA untuk<br />
menampung aspirasi masyarakat.<br />
PT REP juga berusaha meminimalisir<br />
keresahan masyarakat yang terdampak<br />
kebisingan akibat kegiatan konstruksi.<br />
Sosialisasi pun dilakukan terkait dengan<br />
adanya kegiatan mobilisasi material proyek<br />
dan konstruksi transmisi yang hanya bersifat<br />
sementara. Dialog yang personal dengan<br />
masyarakat tersebut telah banyak membuat<br />
persepsi masyarakat menjadi lebih baik<br />
(positif). Sebuah penelitian yang melibatkan<br />
Puskesmas dan responden pun menyatakan<br />
tidak ditemukan adanya pengaruh antara<br />
kegiatan pembangunan PLTA <strong>Rajamandala</strong><br />
terhadap kesehatan masyarakat.<br />
60<br />
RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP & LINGKUNGAN SOSIAL 61
62<br />
RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA
ab 7<br />
KATA PENGANTAR 63
TENAGA KERJA<br />
Tenaga Kerja Lokal<br />
Sejak masa sosialisasi dan perencanaan,<br />
PT REP sudah mewajibkan kontraktor<br />
untuk memprioritaskan warga lokal<br />
dalam proses pengerjaan proyek PLTA<br />
<strong>Rajamandala</strong>. Hal itu juga selaras dengan<br />
pedoman UKL-UPL serta standar ESMS<br />
yang dipersyaratkan oleh MIGA. Tujuannya<br />
adalah warga lokal harus ikut merasakan<br />
pembangunan. Mereka harus ikut bekerja,<br />
bahkan yang tidak mempunyai keahlian<br />
sekalipun, bisa diberdayakan menjadi buruh<br />
kasar. Akan tetapi, untuk pekerjaan yang<br />
membutuhkan keahlian dan spesifikasi,<br />
banyak warga local yang terbentur keahlian<br />
dan sertifikasi. Mereka tidak bisa masuk<br />
dalam wilayah itu karena jika dipaksakan<br />
akan membahayakan diri mereka sendiri dan<br />
peroses pekerjaan proyek secara lebih luas.<br />
64<br />
RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA
Permasalahan penyediaan tenaga kerja lokal<br />
menjadi isu sensitif di tengah pemberitaan<br />
tentang serbuan pekerja asing di media.<br />
Prioritas akan tenaga kerja menjadi penting<br />
dan mendesak karena pertumbuhan angkatan<br />
kerja yang lebih cepat dari pertumbuhan<br />
kesempatan kerja yang tersedia. Pemenuhan<br />
kebutuhan tenaga kerja dalam proyek PLTA<br />
<strong>Rajamandala</strong> dilakukan sesuai dengan<br />
tahapan kemajuan kegiatan di lapangan.<br />
Berdasarkan data yang didapatkan dari<br />
kontraktor pelaksana kegiatan konstruksi,<br />
jumlah pekerja konstruksi proyek bersifat<br />
fluktuatif dari waktu ke waktu. Perekrutan<br />
tenaga kerja lokal disesuaikan dengan<br />
kebutuhan pekerjaan di konstruksi proyek.<br />
Perekrutan tenaga kerja lokal dilakukan<br />
dengan cara :<br />
a) Perekrutan tenaga kerja setempat<br />
sebagai tenaga kerja unskill dilakukan<br />
TENAGA KERJA 65
secara langsung dengan menunjukkan<br />
kartu identitas penduduk setempat (KTP<br />
dan KK) melalui Karang Taruna Desa<br />
<strong>Rajamandala</strong> Kulon dan Desa Cihea,untuk<br />
selanjutnya disalurkan kepada kontraktor<br />
pelaksana proyek.<br />
b) Perekrutan tenaga kerja untuk<br />
keterampilan khusus, seperti pengemudi,<br />
operator dan petugas keamanan)<br />
dilakukan melalui seleksi dengan skala<br />
prioritas.<br />
Adapun untuk tenaga kerja asing, telah<br />
memenuhi syarat-syarat sesuai dengan<br />
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003<br />
tentang ketenagakerjaan serta Peraturan<br />
Menteri Ketenagakerjaan Nomor 10 Tahun<br />
2018 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga<br />
Kerja Asing.<br />
Pada Bulan Desember Tahun 2018, jumlah<br />
tenaga kerja berdasarkan wilayah asal tenaga<br />
kerja, dapat dilihat pada tabel berikut:<br />
No<br />
Asal Tenaga Kerja<br />
Kampung Desa Kecamatan<br />
1 Cisameng <strong>Rajamandala</strong> Kulon Cipatat<br />
2 Bantarcaringin Cihea Haurwangi<br />
3 Cipanas <strong>Rajamandala</strong> Kulon Cipatat<br />
4 - Saguling Saguling<br />
5 Bantarkalong Cihea Haurwangi<br />
6 - <strong>Rajamandala</strong> Kulon Cipatat<br />
7<br />
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi DKI Jakarta, Provinsi<br />
Sumatera Utara, Provinsi Lampung<br />
8 Tenaga Kerja Asing<br />
66<br />
RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA
27%<br />
Persentase Tenaga Kerja<br />
Warga Lokal<br />
22%<br />
setiap aktivitas, di mana pun, kapan pun,<br />
bahkan untuk aktivitas-aktivitas yang tampak<br />
sederhana dan aman-aman saja.<br />
18%<br />
33%<br />
Security Office Boy Buruh Kasar Supir<br />
Dalam soal keselamatan kerja, konstruksi<br />
proyek PLTA <strong>Rajamandala</strong> menorehkan<br />
catatan positif dengan zero fatality accident,<br />
yaitu tiadanya insiden kecelakaan kerja<br />
dengan cedera yang parah, apalagi sampai<br />
korban jiwa. Mengingat proyek konstruksi<br />
PLTA merupakan pekerjaan dengan risiko<br />
tinggi, pihak perusahaan dan kontraktor<br />
menerapkan standar keselamatan kerja<br />
yang tinggi di lingkungan proyek. Selain itu,<br />
pekerja diimbau untuk itu saling menjaga<br />
dan mengikuti prosedur mutlak harus<br />
dilakukan dalam setiap proses pekerjaan.<br />
Prosedur keselamatan perlu dijalankan pada<br />
Tenaga Kerja dari Jepang dan Transfer<br />
Teknologi<br />
Teknologi Jepang menjadi pilihan<br />
menguntungkan untuk investasi di Indonesia<br />
mengingat keunggulan yang dimiliki dengan<br />
kualitas yang lebih baik. Investasi Jepang<br />
selain menciptakan lapangan kerja juga<br />
membangun supply chain serta transfer<br />
teknologi. Transfer teknologi yang canggih<br />
dan ramah lingkungan dari Jepang bukan<br />
hanya berbicara pada tataran menggunakan<br />
teknologi yang canggih, tetapi juga<br />
bagaimana si manusianya mampu memahami<br />
tentang teknologi tersebut. Banyak<br />
keuntungan bagi Indonesia mendatangkan<br />
teknologi dari Jepang untuk renewable<br />
energy. Terlebih, Jepang tercatat sebagai<br />
salah satu negara tertua yang memakai<br />
sumber energi kelistrikan.<br />
Keunggulan dari PLTA <strong>Rajamandala</strong> adalah<br />
sistem operasionalnya yang berbasis<br />
teknologi (technology based) yang<br />
dikembangkan oleh Jepang. Perangkat<br />
TENAGA KERJA 67
teknologi tingkat tinggi dan enjiner sipil<br />
Jepang sejak awal digunakan dalam<br />
membangun PLTA memanfaatkan aliran<br />
sungai Citarum yang merupakan keluaran<br />
dari PLTA Saguling. Dalam soal pekerjaan,<br />
tenaga ahli dari Jepang mengajarkan pekerja<br />
lokal untuk professional: orang Jepang<br />
tidak mudah mencampur adukkan urusan<br />
personal dengan pekerjaannya. Setiap<br />
pekerjaan dilakukan dengan fokus sesuai<br />
dengan bidang keahliannya masing-masing.<br />
Mereka enggan untuk mengomentari bidang<br />
pekerjaan di luar spesifikasinya.<br />
Acara ngeliwet bersama staff dan pimpinan REP<br />
Bekerja bersama kolega Jepang lekat<br />
dengan siklus budaya kerja plan-do-checkaction<br />
(perencanaan, pelaksanaan, periksa,<br />
dan perbaikan selanjutnya). Proses suatu<br />
pekerjaan dimulai dengan perencanaan,<br />
68<br />
RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA
termasuk pembuatan jadwal dan penentuan<br />
target. Pada tahapan perencanaan mutlak<br />
diperlukan konsultasi dan diskusi atas<br />
laporan dengan dialog/koordinasi yang<br />
intens. Seringkali pada tahap perencanaan<br />
pun sudah dapat dilakukan koreksi<br />
terhadap perencanaan yang dibuat. Setelah<br />
melakukan perencanaan disetujui, proses<br />
selanjutnya adalah memeriksa persiapan<br />
proses itu sendiri. Pada saat ini pun tetap<br />
dilakukan konsultasi dan diskusi secara<br />
matang antarbidang terkait. Dalam tahap ini,<br />
pemberian laporan dan kontak/komunikasi<br />
pun dilakukan kembali.<br />
Hal itu ternyata memudahkan untuk<br />
mengetahui setiap detail proses yang terjadi<br />
dan mempermudah kontrol atas setiap<br />
kendala yang bisa saja timbul. Selanjutnya<br />
adalah pelaksanaan kerja di mana pekerjaan<br />
dimulai. Agar dapat berjalan lancar, di tahap<br />
ini juga terus dilakukan konsultasi dan diskusi.<br />
Laporan dan komunikasi harus secara kontinu<br />
berjalan dengan baik. Pekerjaan yang telah<br />
selesai selalu perlu dievaluasi hasinya,<br />
diperiksa dan dilakukan konsultasi dan diskusi<br />
untuk membuat perencanaan berikutnya,<br />
termasuk penjadwalan dan penentuan target.<br />
Setelah perencanaan baru disepakati, maka<br />
proses akan bergulir kembali dalam siklus<br />
plan-do-check-action.<br />
TENAGA KERJA 69
70<br />
RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA
ab 8<br />
KATA PENGANTAR 71
PROSES KONSTRUKSI<br />
PLTA RAJAMANDALA<br />
Berbeda dengan PLTA pada umumnya<br />
uang menggunakan waduk, PLTA<br />
<strong>Rajamandala</strong> menggunakan run of<br />
river system atau run of river hydropower.<br />
Secara sederhana, prinsip kerjanya adalah<br />
memanfaatkan aliran air sungai tanpa<br />
perlu membangun bendungan atau waduk<br />
yang menimbulkan genangan yang luas.<br />
Dengan tidak menggunakan reservoir,<br />
PLTA <strong>Rajamandala</strong> hanya membangun<br />
kolam tandon harian sehingga lahan yang<br />
dibutuhkan sangat kecil. Konsep dari run<br />
of river (ROR) adalah memanfaatkan aliran<br />
sungai langsung tanpa menampungnya di<br />
bendungan atau waduk. PLTA ROR adalah<br />
suatu PLTA dengan sistem penggerak turbin<br />
menggunakan aliran sungai langsung, tanpa<br />
menggunakan tampungan waduk. Aliran<br />
sungai dibelokkan dengan menggunakan<br />
bendung dan intake yang dibangun<br />
memotong sungai, air sungai kemudian<br />
diarahkan ke Power House kemudian<br />
dikembalikan ke sungai kembali.<br />
Dengan tidak harus membangun bendungan,<br />
sistem ROR hanya mengandalkan kepada<br />
aliran air dan head yang rendah untuk<br />
menghasilkan listrik. Sebagian besar air<br />
melewati penstock untuk menggerakkan<br />
turbin, kemudian air kembali ke sungai<br />
asal, sehingga debit sungai tetap konstan,<br />
tidak merusak lingkungan dan tidak<br />
mengevakuasi penduduk di sekitar sungai.<br />
Penggunaan penstock menjadi bagian<br />
penting untuk mengalirkan energi dalam<br />
air dengan memanfaatkan tekanan air jatuh<br />
72<br />
RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA
sebelum dialirkan menuju turbin. Dengan<br />
perkembangan teknologi yang semakin<br />
canggih untuk membangun PLTA, genangan<br />
kolam harian bisa dibuat dengan ukuran<br />
kecil.<br />
PLTA jenis ROR adalah model teknologi<br />
pembangkit listrik masa depan yang perlu<br />
dikembangkan. Pada PLTA run of river, daya<br />
yang dapat dibangkitkan tergantung pada<br />
debit air sungai, tetapi PLTA run of river biaya<br />
pembangunannya lebih murah daripada<br />
PLTA dengan kolam tando (reservoir), karena<br />
kolam tando memerlukan bendungan<br />
yang besar dan juga memerlukan daerah<br />
genangan yang luas. PLTA ROR merupakan<br />
bagian dari pembangkit listrik masa depan<br />
berwawasan lingkungan yang dipersiapkan<br />
untuk sumber energi yang lebih ramah<br />
lingkungan, lebih murah, dan lebih efisien<br />
dalam penggunaan lahan.<br />
Civil Work<br />
Pembangunan PLTA memiliki kompleksitas<br />
tersendiri dengan pekerjaan bangunan<br />
sipilnya atau biasa disebut dengan civil work.<br />
Pekerjaan sipil merupakan hal yang paling<br />
dominan dalam keberhasilan pembangunan<br />
sebuah proyek PLTA. Pekerjaan sipil dimulai<br />
pada Agustus 2014 yang dimulai dengan<br />
pengukuran/survei lapangan dan topografi,<br />
kemudian pembersihan lapangan. Lingkup<br />
pekerjaan sipil meliputi:<br />
1. access road dan jembatan<br />
2. weir<br />
3. intake<br />
PROSES KONSTRUKSI PLTA RAJAMANDALA 73
4. headrace tunnel (non-pressure type)<br />
5. open channel & head tank<br />
6. spillway<br />
7. penstock<br />
8. power house<br />
9. tailrace<br />
10. switchyard, control building switchyard<br />
Cracked Problem<br />
Dalam pelaksanaan pekerjaan sipil, terjadi<br />
beberapa kritikal problem yang muncul<br />
dalam proses implementasinya dengan<br />
terjadinya keretakan (crack) pada suatu<br />
bangunan. Komponen bangunan PLTA<br />
terjadi retakan di lokasi spillway, head tank<br />
dan switchyard. Keretakan pertama kali<br />
diobservasi pada bulan Juli 2015 di lokasi<br />
spillway dan terus berkembang sampai<br />
dengan bulan Agustus 2015 di lokasi<br />
waterway, switchyard. Penelitian tentang<br />
keretakan juga mulai dilakukan di lokasi<br />
switchyard pada 24 Agustus 2015. Untuk<br />
menunjang keselamatan pekerjaan sipil dan<br />
penanganan keretakan, pada 25 Agustus<br />
2015 dilakukan penangguhan pekerjaan<br />
penggalian di lokasi proyek PLTA. Akibat<br />
adanya permasalahan keretakan pada lahan<br />
di area PLTA <strong>Rajamandala</strong> ini berdampak<br />
pada penangguhan pekerjaan konstruksi<br />
selama 24 bulan. Rentang waktu 24 bulan itu<br />
juga digunakan untuk merancang kembali<br />
beberapa standard pengerjaan konstruksi<br />
bangunan sipil. REP mengevaluasi jadwal<br />
konstruksi yang telah disusun oleh kontraktor<br />
sebelumnya.<br />
Pada 24 Oktober 2015, dilakukan observasi<br />
kedua untuk memantau keretakan di area<br />
spillway. Hasil dari pengamatan tersebut<br />
merekomendasikan bahwa pekerjaan<br />
penggalian harus ditangguhkan. Pada bulan<br />
September 2015 pihak REP dan Kontraktor<br />
(HEC) mengundang ahli dari NewJec<br />
(Jepang). Dari hasil konsultasi dengan<br />
NewJec tersebut dihasilkan rekomendasi<br />
untuk melakukan countermeasure 1, namun<br />
retak kembali terjadi dan countermeasure<br />
tersebut mengalami kegagalan. Pihak<br />
Kontraktor selanjutnya mendatangkan<br />
ahli dari Korean Geotechnical Society dan<br />
menghasilkan rekomendasi untuk melakukan<br />
countermeasure tahap 2. Sekali lagi, langkah<br />
countermeasure mengalami kegagalan.<br />
Kegagalan-kegagalan konstruksi civil tersebut<br />
mengakibatkan drawdown dari lender<br />
diberhentikan menunggu hasil Recovery Plan<br />
Report dari pihak REP dan EPC Contractor.<br />
74<br />
RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA
CT scan image / Spillway area (NNBH-1)<br />
Elevation : 241.862 m<br />
Depth : 0 to 10 m<br />
Uniaxial compressive test qu = 171.0 kN/m2<br />
Triaxial compressive test C’ = 9.0 kN/m2 φ’ = 27.6<br />
Highly weathered Moderately weathered Slightly weathered Non weathered<br />
Mitigasi atas Cracked Problem<br />
Untuk mengatasi permasalahan retakan pada<br />
area spillway, head tank dan switchyard,<br />
REP mengimplementasikan penanggulangan<br />
risiko patahan (crack) dalam dua tahap:<br />
pertama, penanggulangan untuk stabilitas<br />
sementara; dan kedua, penanggulangan<br />
untuk stabilitas permanen. Potensi kerusakan<br />
dan kerugian yang ditimbulkan oleh patahan<br />
dan pergerakan topografi tanah bisa sangat<br />
vital, sehingga kajian dan penanggulangan<br />
serius penting untuk dilakukan dalam upaya<br />
mengantisipasi terjadinya bencana. Investigasi<br />
geologi dengan seksama melalui kajian yang<br />
detail dilakukan oleh REP dan Kansai untuk<br />
menyelidiki, menganalisis, dan memberikan<br />
solusi dari keadaan geologi dan topografi<br />
lahan di area PLTA <strong>Rajamandala</strong>. Metode<br />
khusus yang digunakan adalah dengan<br />
“Hybrid Boring Method” menggunakan<br />
peralatan bor canggih dan presisi dari Jepang.<br />
PROSES KONSTRUKSI PLTA RAJAMANDALA 75
Geological Profile - Penstock area<br />
Belajar dari kegagalan-kegagalan dalam<br />
melakukan mitigasi keretakan sebelumnya,<br />
REP dan Kansai mengusulkan untuk<br />
dilaksanakan investigasi tanah tambahan<br />
di lokasi proyek yang meliputi water way,<br />
switchyard, spillway dan powerhouse dengan<br />
menggunakan high technology drilling<br />
dengan hybrid drilling system dan melakukan<br />
CT Scan ke dalam lapisan tanah. Tujuan<br />
investigasi tambahan dengan high technology<br />
tersebut untuk mengetahui karakteristik tanah<br />
aktual sehingga didapatkan desain yang<br />
optimal. Untuk mendapatkan desain yang<br />
optimal tersebut, REP dan Kansai tak kurang<br />
sampai mendatangkan dan berkonsultasi<br />
dengan ahli dari Kyoto University Jepang.<br />
76<br />
RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA
Di samping itu, untuk menyelesaikan masalah<br />
geologi, REP dan pihak kontraktor HEC &<br />
Tekniko Indonesia melaksanakan Bilateral<br />
Technical Meeting sebanyak tiga kali pada<br />
rentang waktu Agustus-Oktober 2016. REP<br />
dan kontraktor menyusun kembali final design<br />
konstruksi pengerjaan sipil, dengan hasil<br />
sebagai berikut:<br />
dilakukan modifikasi pada kemiringan<br />
slope/lereng di sisi kiri spillway di luar<br />
batas lokasi PLTA, dari sebelumnya 1:<br />
1.5, dimodifikasi menjadi 1: 3.0<br />
menambahkan konstruksi labirin ke<br />
head tank dan memperpendek panjang<br />
luapannya<br />
menggeser head tank sepanjang 56m<br />
menggeser switchyard hingga 30m<br />
merelokasi menara transmisi (T-00)<br />
dan area Right of Way (ROW) karena<br />
kemunduran switchyard.<br />
Contractor’s Final Design<br />
PROSES KONSTRUKSI PLTA RAJAMANDALA 77
Jaringan transmisi 150 KV<br />
Electrical Mechanical dan Transmission Line<br />
Proses konstruksi yang berlangsung selama<br />
57 bulan meliputi pembangunan transmission<br />
line, jembatan, powerhouse, intake,<br />
tunnel, weir, switchyard dan tower beserta<br />
pembangunan sarana prasarana infrastruktur<br />
pendukung lainnya sama pada kesiapan<br />
operasi PLTA pada Mei 2019. Pengerjaan<br />
instalasi EM yang terdampak masalah geologi<br />
bisa diatasi dengan metode “no-diversion”<br />
pada konstruksi waterway seperti head tank<br />
dan spillway dari critical path terus dikejar<br />
pengerjaannya oleh REP dan HEC supaya<br />
tidak mempengaruhi COD.<br />
78<br />
RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA
Transmission Line T00 & T01<br />
Transmission Line T15 & T16 berada dibawah jaringan 500kV<br />
Transmission Line T20A & T21 melintas diatas jalan nasional<br />
Transmission Line T26 tersambung pada Interkoneksi Jawa-Bali<br />
Secara teknis, PLTA <strong>Rajamandala</strong> 47 MW<br />
memanfaatkan air sungai Citarum dengan<br />
menggunakan turbin Vertical Kaplan. Dengan<br />
debit air 168 m 3 /det dan ketinggian jatuh air<br />
(gross head) 34 meter. Listrik yang dihasilkan<br />
PLTA <strong>Rajamandala</strong> 47 MW disalurkan melalui<br />
jaringan transmisi 150 KV sepanjang 8<br />
kilometer yang terdiri dari 27 tower. Jaringan<br />
transmisi tersebut terhubung dengan jaringan<br />
transmisi 150 KV eksisting Cianjur-Cigereleng.<br />
Komponen Utama PLTA <strong>Rajamandala</strong><br />
Kapasitas maksimum yang terpasang dari<br />
PLTA <strong>Rajamandala</strong> dengan kapasitas 47<br />
MW dihasilkan oleh satu unit turbin yang<br />
digerakkan oleh air dari outlet PLTA Saguling<br />
PROSES KONSTRUKSI PLTA RAJAMANDALA 79
Instalasi Turbin & Generator<br />
melalui tunnel sepanjang 1.074 meter dengan<br />
debit maksimum 168 m 3 /det dan tinggi efektif<br />
± 32 meter. Debit air maksimum dari PLTA<br />
Saguling untuk 4 turbin operasi adalah 224<br />
m 3 /det, sehingga kelebihan air akan mengalir<br />
ke sungai di hilir weir PLTA <strong>Rajamandala</strong>. Pola<br />
operasional PLTA <strong>Rajamandala</strong> menggunakan<br />
sistem beban puncak yang dapat beroperasi<br />
dengan debit diatas 32 m 3 /det dan sangat<br />
tergantung pada pola operasi PLTA Saguling.<br />
Energi listrik yang dihasilkan dari PLTA<br />
<strong>Rajamandala</strong> disalurkan melalui Transmisi 150<br />
kV ke jaringan interkoneksi 150 kV Cigereleng-<br />
Cianjur. Untuk informasi lebih lanjut tentang<br />
kapasitas pembangkit, debit dan ketinggian air.<br />
80<br />
RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA
Kapasitas Pembangkit, Debit dan Elevasi<br />
Muka Air<br />
No.<br />
Keterangan<br />
1 Kapasitas Maksimum 47 MW<br />
2 Debit Air Maksimum 168 m3/det<br />
3 Tinggi Efektif 32 meter<br />
4<br />
Produksi Pembangkit<br />
Tahunan<br />
5 Muka Air di Intake<br />
6 Muka Air di Outlet<br />
a. Weir<br />
181 GWh<br />
Elevasi 253,5<br />
meter<br />
Elevasi 219,5<br />
meter<br />
Bentuk weir ditentukan berdasarkan kondisi<br />
topografis dan geologis setempat. Tipe<br />
weir PLTA <strong>Rajamandala</strong> 47 MW adalah tipe<br />
floating (bendung tetap), dimana kelebihan air<br />
melimpah di atas dinding weir dengan tinggi<br />
weir 4,70 meter dan lebar 55,9 meter.<br />
Deskripsi Teknis Weir<br />
No Weir Ukuran<br />
1 Tipe Floating<br />
2 Lebar 55,9 meter<br />
3 Tinggi 4,7 meter<br />
4 Panjang 15,5 meter<br />
b. Intake<br />
Intake berada pada sisi kiri dari Sungai<br />
Citarum atau di seberang dari outlet PLTA<br />
Saguling. Tipe yang akan digunakan adalah<br />
tipe horizontal. Mulut intake akan diarahkan<br />
langsung ke outlet PLTA Saguling sehingga<br />
tidak terjadi luapan air. Mulut intake dibuat<br />
dengan mempertimbangkan kecepatan aliran<br />
air dari outlet PLTA Saguling.<br />
Deskripsi Bangunan Intake<br />
No Intake Dimensi<br />
1 Lebar 11,1 – 32,2 meter<br />
2 Tinggi 9,1 – 11,3 meter<br />
3 Panjang 32,6 meter<br />
c. Terowongan (Headrace Tunnel)<br />
Potongan melintang dari terowongan adalah<br />
berbentuk tapal kuda yang dilapisi beton.<br />
Adapun kedalaman air dalam terowongan<br />
diperkirakan 84% dari tinggi maksimum<br />
dinding terowongan yaitu 8,5 meter dan lebar<br />
8,6 meter. Kecepatan aliran air adalah 3,0 m/<br />
detik dengan panjang terowongan adalah<br />
1.074 meter.<br />
PROSES KONSTRUKSI PLTA RAJAMANDALA 81
Saluran terbuka (Open Channel)<br />
Saluran terbuka (Open Channel) memiliki<br />
kemiringan yang disesuaikan dengan kondisi<br />
geologis setempat. Panjang dari saluran<br />
terbuka ini adalah 94,4 meter.<br />
Tipe<br />
Saluran<br />
Saluran<br />
Tertutup<br />
Saluran<br />
Terbuka<br />
Deskripsi Teknis Tunnel<br />
Keterangan<br />
Tipe<br />
Panjang<br />
Tinggi dinding<br />
terowongan<br />
Lebar<br />
terowongan<br />
Panjang<br />
Lebar<br />
Tinggi<br />
Ukuran<br />
Non Pressure<br />
1.076 meter<br />
8,5 meter<br />
8,6 meter<br />
94,4 meter<br />
8,8 – 8,9 meter<br />
8,6 meter<br />
d. Head Tank<br />
Tujuan pembuatan head tank antara lain<br />
untuk:<br />
Menahan dan mengurangi laju aliran air<br />
dari headrace.<br />
Menampung air dari headrace sampai<br />
pada elevasi rencana pembangkitan.<br />
Mendapatkan tinggi hidrolik rencana<br />
pembangkitan PLTA pada elevasi<br />
maksimum dan minimum.<br />
Memberikan toleransi operasi turbin<br />
terhadap fluktuasi debit headrace melalui<br />
kapasitas tampungan yang ada. Namun<br />
demikian kapasitas tampungan kolam<br />
penenang tidak disimulasikan untuk<br />
operasi turbin.<br />
Tipe head tank yang direncanakan yaitu side<br />
channel spilway.<br />
Dimensi Head Tank<br />
No Head Tank Satuan Dimensi<br />
1 Tipe<br />
2 Panjang Kolam Meter 106,5<br />
Side channel<br />
spillway<br />
3 Lebar Kolam Meter 29,5 – 11,1<br />
4 Tinggi Kolam Meter 21,8 – 10,4<br />
82<br />
RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA
DCS PLTA <strong>Rajamandala</strong> di control room PLTA Saguling<br />
Komponen Penunjang PLTA <strong>Rajamandala</strong><br />
Jalan hantar (access road)<br />
Terdapat dua ruas jalan yang harus<br />
ditempuh untuk menuju lokasi proyek PLTA<br />
<strong>Rajamandala</strong>. Pertama, melalui jalan utama<br />
provinsi (jalan raya <strong>Rajamandala</strong>) yang<br />
kondisinya cukup baik. Kedua, adalah jalan<br />
hantar UP Saguling yang menghubungkan<br />
jalan utama provinsi menuju PLTA Saguling,<br />
Waduk Saguling, Kampung Bantarcaringin<br />
dan Cisameng serta ke lokasi proyek PLTA<br />
<strong>Rajamandala</strong>, namun harus dibuat jalan hantar<br />
yang menghubungkan Kampung Cisameng ke<br />
lokasi tapak proyek yang berada di seberang<br />
Sungai Citarum (Kampung Bantarcaringin).<br />
Jalan hantar yang dibangun memiliki lebar 6<br />
meter dengan bahu jalan 0,6 m sisi kiri dan<br />
kanan serta panjang ±1,3 km dari Kampung<br />
Cisameng menuju lokasi pembangunan<br />
Powerhouse PLTA <strong>Rajamandala</strong> 47 MW.<br />
Adapun jalan menuju lokasi Weir melalui jalan<br />
dari Powerhouse PLTA Saguling.<br />
Tahapan Konstruksi<br />
Pada tahap konstruksi, pekerjaan dilakukan oleh<br />
beberapa kontraktor pelaksana.<br />
Kontraktor<br />
No<br />
Kontraktor Utama<br />
Hyundai Engineering Co., Ltd<br />
1<br />
(Supply Contract)<br />
PT Tekniko Indonesia<br />
2<br />
(Construction Contract)<br />
PROSES KONSTRUKSI PLTA RAJAMANDALA 83
Selama proses pekerjaan konstruksi<br />
berlangsung, terdapat beberapa kendala<br />
pelaksanaan pekerjaan di lapangan yaitu:<br />
1. Kondisi geologi yang tidak stabil;<br />
2. Pelaksanaan teknis pekerjaan.<br />
a. Mobilisasi alat berat dan material<br />
Kegiatan mobilisasi peralatan dan<br />
material dilakukan sesuai dengan<br />
kebutuhan pada tahap konstruksi.<br />
Peralatan dan material didatangkan<br />
ke lokasi proyek dari wilayah Kota/<br />
Kabupaten di Provinsi Jawa Barat,<br />
Provinsi Banten dan Provinsi DKI<br />
Jakarta. Jenis alat berat yang<br />
digunakan pada tahap konstruksi<br />
dapat dilihat pada tabel 8.9. Alatalat<br />
berat ini dioperasikan hanya<br />
di area proyek (tidak keluar tapak<br />
proyek), sehingga mobilisasi alat dan<br />
demobilisasi peralatan hanya satu kali<br />
pada saat konstruksi.<br />
84<br />
RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA
. Material konstruksi<br />
Material dasar seperti batu, kerikil,<br />
pasir, semen, besi dan kayu<br />
didatangkan dari daerah kabupaten<br />
terdekat dengan lokasi, seperti<br />
Kabupaten Cianjur, Kabupaten<br />
Bandung Barat, dan Kabupaten<br />
Purwakarta. Material-material tersebut<br />
dibeli dari supplier (pihak ketiga) yang<br />
dipersyaratkan dan telah memiliki izin.<br />
c. Pembangunan jembatan permanen<br />
Jembatan permanen yang dibangun<br />
merupakan yang menghubungkan<br />
jalan hantar UBP Saguling dengan<br />
lokasi proyek PLTA <strong>Rajamandala</strong>.<br />
d. Pematangan lahan<br />
Kegiatan pematangan lahan yang<br />
sedang berlangsung pada Semester<br />
II Tahun 2018, berada di lokasi<br />
Powerhouse, Tunnel, Switchyard<br />
dan Intake. Pematangan lahan pada<br />
lokasi tersebut merupakan kegiatan<br />
pematangan lahan kembali, karena<br />
kondisi tanah yang labil.<br />
e. Pembangunan dan kegiatan batching<br />
plant<br />
Batching plant berlokasi di lahan<br />
milik PT Indonesia Power di Kampung<br />
Cisameng. Kegiatan Batching plant<br />
menghasilkan air sisa kegiatan yang<br />
diolah dan digunakan kembali untuk<br />
penyiraman jalan dan pencucian alat<br />
berat.<br />
f. Pengecoran access road<br />
g. Rekayasa lahan dan penghijauan di<br />
area milik Perhutani<br />
Sebagai upaya menjaga stabilitas<br />
tanah di area Powerhouse, PT REP<br />
bekerjasama dengan PT Perhutani,<br />
melakukan kegiatan rekayasa lahan<br />
berupa pembuatan terasering seluas<br />
±2,3 ha. Pematangan lahan dilakukan<br />
setelah sebelumnya dilakukan ganti<br />
rugi tanaman di sekitar area.<br />
Setelah pembuatan terasering<br />
selesai dilaksanakan, selanjutnya PT<br />
Perhutani melakukan penghijauan, di<br />
area tersebut.<br />
PROSES KONSTRUKSI PLTA RAJAMANDALA 85
INTAKE<br />
Selesai dibangun Februari 2018<br />
2 Januari 2017<br />
16 April 2017<br />
30 Juli 2017<br />
29 Oktober 2017 11 Februari 2018<br />
86<br />
RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA
WATERWAY<br />
Selesai dibangun Februari 2019<br />
3 July 2017<br />
5 June 2017 4 September 2017<br />
2 Januari 2018<br />
PROSES KONSTRUKSI PLTA RAJAMANDALA 87
Pre-construction<br />
26 Mei 2015<br />
Maret 2016<br />
5 Juni 2017<br />
POWERHOUSE<br />
Selesai dibangun 29 Oktober 2018<br />
88<br />
RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA
2 Januari 2018<br />
16 April 2018 12 Juli 2018<br />
30 Juli 2018 25 September 2018<br />
29 Oktober 2018<br />
PROSES KONSTRUKSI PLTA RAJAMANDALA 89
90<br />
RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA
ab 9<br />
KATA PENGANTAR 91
KELAYAKAN OPERASIONAL<br />
PLTa RAJAMANDALA<br />
Pada 11 Mei 2019 PLTA <strong>Rajamandala</strong><br />
47 MW berhasil melaksanakan Net<br />
Dependable Capacity Test (NDC) dan<br />
Reliability Run Test (RR) selama 3x24jam<br />
dari rangkaian Commissioning Test. Net<br />
Dependabe Capacity Test menjadi krusial<br />
untuk mengecek daya maksimum yang dapat<br />
disediakan oleh unit pembangkit, pembangkit<br />
listrik, dan sistem dalam kondisi yang<br />
ditentukan untuk interval waktu tertentu tanpa<br />
melebihi ambang batas batas suhu. Adapun<br />
Reliability Run Test untuk mengecek kesiapan<br />
dan kelayakan mesin apabila dijalankan<br />
secara terus menerus selama waktu tertentu.<br />
Commissioning Test bertujuan untuk menguji<br />
kehandalan dan kapasitas maksimum<br />
pembangkit listrik sebelum beroperasi secara<br />
komersial. Akhirya, setelah melalui rangkaian<br />
uji kelayakan yang dipersyaratkan, PLTA<br />
<strong>Rajamandala</strong> 47 MW dinilai pantas untuk<br />
mendapatkan Sertifikat Laik Operasi (SLO)<br />
dari Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan<br />
(DJK) Kementerian ESDM tertanggal<br />
11 mei 2019. Dengan diraihnya SLO tersebut,<br />
PLTA <strong>Rajamandala</strong> 47 MW siap memasok<br />
listrik ke sistem kelistrikan Jawa-Bali melalui<br />
transmisi 150 kV Cianjur-Cigereleng.<br />
SLO adalah bukti pengakuan formal suatu<br />
instalasi tenaga listrik telah berfungsi<br />
sebagaimana kesesuaian persyaratan yang<br />
ditentukan dan dinyatakan siap dioperasikan.<br />
Setiap Instalasi Tenaga Listrik yang akan<br />
dioperasikan wajib memiliki Sertifikat Laik<br />
Operasi (SLO). Sesuai dengan Keputusan<br />
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia<br />
Nomor 58/PPU-XII/2015 tanggal 22<br />
September 2015. Proyek pembangunan PLTA<br />
92<br />
RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA
<strong>Rajamandala</strong> terbilang relatif cepat dalam<br />
pembangunan pembangkit listrik tipe PLTA,<br />
meskipun sempat mengalami unforseen<br />
geological condition.<br />
PLTA <strong>Rajamandala</strong> mulai beroperasi secara<br />
komersial (commercial operation date/<br />
COD) satu hari setelah mendapatkan SLO,<br />
yaitu pada 12 Mei 2019. Keberhasilan proyek<br />
PLTA <strong>Rajamandala</strong> 47 MW tak ayal menjadi<br />
keberhasilan bangsa Indonesia yang sedang<br />
melangkah untuk membangun renewable<br />
energy. PLTA <strong>Rajamandala</strong> 47 MW bisa<br />
menjadi percontohan bagi tempat lain<br />
sebagai PLTA yang ramah lingkungan. Selain<br />
itu, dengan skema permodalan proyek yang<br />
tidak dijamin dan membebani anggaran<br />
pemerintah, PLTA <strong>Rajamandala</strong> adalah contoh<br />
terobosan dalam model pembangunan<br />
pembangkit listrik di Indonesia ke depan.<br />
KELAYAKAN OPERASIONAL PLTA RAJAMANDALA 93
Penyerahan Dokumen Commercial Operation Date (COD) PLTA <strong>Rajamandala</strong> oleh PT PLN (Persero)<br />
Suasana NDC Test<br />
Hideo Takenaka menunjukan hasil final NDC Test<br />
94<br />
RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA
Penyerahan Sertifikat Laik Operasi (SLO) PT <strong>Rajamandala</strong> Electric Power<br />
KELAYAKAN OPERASIONAL PLTA RAJAMANDALA 95
apa kata mereka<br />
PLTA <strong>Rajamandala</strong> yang merupakan 'after bay' PLTA Saguling<br />
merupakan pembangkit tenaga air yang sudah lama diimpikan<br />
yaitu sejak tahun 1989, saat PLTA Cirata dan PLTA Saguling<br />
telah beroperasi. Saya terlibat melakukan kajian studi kelayakan<br />
yang pertama dan menjadi kepala proyek PLN untuk PLTA ini pada<br />
tahun 1993 - 1995 sehingga memahami kesulitan menghadapi kondisi<br />
geologi yang cukup berat. Syukur alhamdulillah masalah-masalah yang<br />
berat dapat diselesaikan dengan baik dan PLTA ini dapat selesai dan<br />
beroperasi dengan baik dibawah PT Indonesia Power. Saya merasa<br />
bangga dan mengucapkan selamat atas keberhasilan yang luar biasa ini.<br />
Nasri Sebayang<br />
Pernah sebagai Direktur Bisnis Regional Jawa Bagian Tengah PT PLN (Persero),<br />
sebelumnya menjabat Direktur Konstruksi dan EBT PT PLN (Persero)<br />
Alhamdulillah, proyek PLTA <strong>Rajamandala</strong> ini akhirnya bisa<br />
terwujud. Ini memberi tambahan pasokan energi yang bersih<br />
bagi Sistem Interkoneksi Jawa-Bali.<br />
Liku-liku perjalanan proyek ini cukup panjang. Dari soal-soal<br />
pendanaan, pemilihan mitra, penjaminan, sampai soal teknis eksekusi<br />
di lapangan. Saya senang telah menjadi bagian dari perwujudan proyek ini.<br />
Selamat kepada PT Indonesia Power dan Kansai Electric Power.<br />
Murtaqi Syamsudin<br />
Pernah sebagai Direktur Bisnis Regional Jawa Bagian Barat dan Lampung PT PLN (Persero),<br />
sebelumnya menjabat Direktur Perencanaan dan Pembinaan Afiliasi PT PLN (Persero)
Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT akhirnya PLTA<br />
<strong>Rajamandala</strong> sudah bisa COD.<br />
Masih teringat ketika Proyek PLTA <strong>Rajamandala</strong> dikeluarkan<br />
dalam daftar proyek yang menerima Jaminan Kelayakan Usaha dari<br />
Pemerintah /BVGL (Business Viability Guarantee Letter) akibatnya<br />
pendanaan dengan Skema Project Financing dari JBIC tidak dapat<br />
diberikan tanpa adanya BVGL. Sumber pendanaan lain dari Bank Lokal maupun<br />
Bank Asing lainnya menyebabkan proyek tidak feasible.<br />
Diskusi comprehensive dengan Project Sponsor (PT IP – Kansai), JBIC<br />
dan financing advisors akhirnya diperoleh solusi mencari pengganti BVGL<br />
melalui MIGA (Multilateral Investment Guarantee Agency) World Bank Group.<br />
Berkat kerja keras segenap Tim PT REP, Project Sponsor serta dukungan<br />
dari PT PLN dan semua pihak yang terkait akhirnya Target Financial Closing dapat<br />
tercapai sesuai jadwal.<br />
apa kata mereka<br />
Banyak pelajaran yang diperoleh oleh Tim PT REP dan PT IP dalam hal proses PPA,<br />
pendanaan proyek, pembebasan lahan, perizinan,<br />
dan isu-isu sosial dan lingkungan.<br />
PLTA <strong>Rajamandala</strong> merupakan proyek pertama bagi PT IP yang menggunakan<br />
skema International Project Financing serta menjadi Proyek pertama di Indonesia<br />
yang mendapatkan BVGL dari MIGA. Hal ini tentunya menunjukkan bahwa PT PLN<br />
mendapatkan kepercayaan besar dari dunia internasional sehingga MIGA dapat<br />
memberikan jaminan atas proyek PLTA <strong>Rajamandala</strong>.<br />
Saya ucapkan selamat dan sukses kepada direksi dan karyawan PT REP. Semoga<br />
PLTA <strong>Rajamandala</strong> diridhoi Allah SWT agar dapat beroperasi dengan baik.<br />
Bambang Priyambodo<br />
Business Development Director PT DSSP Power Mas Utama,<br />
pernah menjabat President Director PT <strong>Rajamandala</strong> Electric Power 2015-2012
apa kata mereka<br />
Alhamdulillah… Saya mengikuti proyek ini mulai tahun 2009<br />
mulai dari Asisten Manajer Pembinaan Anak Perusahaan ikut<br />
menyiapkan, VP Pendanaan yang membidani lahirnya PT<br />
<strong>Rajamandala</strong> Electric Power, sebagai Direktur Keuangan PT<br />
Indonesia Power sampai dengan saat proyek mencapai COD<br />
sebagai Direktur Utama PT Indonesia Power.<br />
Congratulation… Berkat semangat, komitmen tinggi dan kerja keras<br />
seluruh stakeholder, akhirnya PLTA <strong>Rajamandala</strong> selesai dibangun<br />
dan beroperasi, setelah melalui perjuangan panjang sejak inisiasi<br />
studi di tahun 2003-an.<br />
Sripeni Inten Cahyani<br />
Direktur Pengadaan Strategis 1 PT PLN (Persero),<br />
sebelumnya menjabat Direktur Utama PT Indonesia Power<br />
Proyek PLTA <strong>Rajamandala</strong> dulu kita develop sejak sekitar<br />
tahun 2003an waktu itu saya terlibat langsung sejak awal<br />
membangun kerjasama dengan Kansai Electric Power… proyek<br />
ini penuh lika-liku… tetapi meskipun saya tidak terlibat di ujung<br />
akhir dari proyek… merasa lega akhirnya bayi mungil yang indah itu<br />
lahir juga… kelegaan dan rasa ikut bangga menyertai beroperasinya PLTA<br />
<strong>Rajamandala</strong>.<br />
Antonius R.T. Artono<br />
Executive Vice President K3L PT PLN (Persero),<br />
sebelumnya menjabat Direktur Operasi 2 PT Indonesia Power
PT Indonesia Power merasa terhormat berKolaborasi dengan<br />
Kansai menyelesaikan project PLTA <strong>Rajamandala</strong> yang sangat<br />
prestisius. Pengalaman bekerja terbaik baik dari aspek<br />
pendanaan, aplikasi teknologi maupun konsep keberlanjutan<br />
dalam pembangunan Renewable Energy adalah sangat berharga.<br />
<strong>Rajamandala</strong> adalah praktek Reduce Reuse Recycle (3R) dalam<br />
skala besar dan berpengaruh untuk kelestarian alam khususnya program<br />
Citarum harum. Kolaborasi ini sangat bagus untuk dilanjutkan di tempat lain<br />
karena sesuai dengan Misi PT Indonesia Power yaitu menyelenggarakan bisnis<br />
tenaga listrik dan jasa terkait yang bersahabat dengan lingkungan.<br />
M. Ahsin Sidqi<br />
Direktur Utama PT Indonesia Power,<br />
sebelumnya menjabat Executive Vice President Pengadaan IPP PT PLN (Persero)<br />
apa kata mereka<br />
Alhamdulillah... Selamat atas beroperasinya PLTA <strong>Rajamandala</strong>,<br />
perjalanan panjang telah dilalui Tim Indonesia Power dan<br />
Kansai Electric Power... Komitmen, kegigihan, kemandirian,<br />
dan kerja keras semua pihak yang terlibat sejak tahap inisiasi<br />
pengembangan, pendanaan, konstruksi telah membuahkan hasil.<br />
Team work dan kolaborasi yang baik dengan tim Kansai yang all-out<br />
dalam penyelesaian proyek.<br />
Bersyukur untuk SDM yang terlibat dalam manajeman proyek PLTA <strong>Rajamandala</strong>,<br />
merupakan suatu pengalaman mahal bagi individu dan perusahaan... In-SyaAllah<br />
selalu andal, aman, dan barokah, aamiin... Sekali lagi sukses untuk jajaran<br />
manajeman dan staff PT <strong>Rajamandala</strong> Electric Power.<br />
Cita Dewi<br />
Executive Vice President Pendayagunaan Aset Properti PT PLN (Persero),<br />
sebelumnya menjabat General Manager Unit Proyek PT Indonesia Power
apa kata mereka<br />
Bangga, haru, dan merupakan saat yang paling emosional<br />
dalam karir saya sampai saat ini untuk dapat melihat PLTA<br />
<strong>Rajamandala</strong> beroperasi dengan baik, semoga Allah meridhoi<br />
dan memberkahi PLTA <strong>Rajamandala</strong> sehingga dapat bermanfaat<br />
untuk rakyat Indonesia.<br />
Hermanugroho<br />
Vice President Pengelolaan Asuransi PT PLN (Persero),<br />
sebelumnya menjabat Direktur Utama PT Putra Indotenaga<br />
Selamat! Setelah melalui perjalanan yang panjang dan berat,<br />
PLTA <strong>Rajamandala</strong> (47 MW) berhasil menjadi proyek infrastruktur<br />
pertama PLN yang menggunakan skema International Project<br />
Finance, dan mencapai Commercial Operation Date (COD) pada<br />
12 Mei 2019. Salut kepada seluruh tim dari PT Indonesia Power dan<br />
The Kansai Electric Power Co. Inc. atas ketekunan dan komitmen mereka<br />
untuk mempromosikan energi terbarukan.<br />
Widyaningrum Soeparlan<br />
Vice President Regulatory and Policy Affairs PT PLN (Persero),<br />
sebelumnyamenjabatManagerKorporasi dan Kontrak PT Indonesia Power
<strong>Rajamandala</strong> dikerjakan oleh tim yang solid, pekerja keras, bahumembahu<br />
dan pantang menyerah meskipun anggota tim berasal<br />
dari 2 (dua) bangsa yang berbeda tetapi memiliki tujuan yang sama:<br />
membangun dan mengoperasikan PLTA kelas dunia.<br />
Yudianto Permono<br />
Direktur Operasi PT Indo Raya Tenaga,<br />
sebelumnya menjabat Direktur Operasi PT <strong>Rajamandala</strong> Electric Power<br />
apa kata mereka<br />
Mendengar PLTA <strong>Rajamandala</strong> sudah berhasil beroperasi<br />
komersial begitu senang rasanya, karena bisa menjadi bagian<br />
mendukung proses pengembangannya.<br />
Inilah saatnya perencanaan yang sudah dibuat sebelumnya,<br />
untuk dilaksanakan.<br />
Terima kasih kepada seluruh stakeholder yang memberikan nuansa dan<br />
dinamika yang menantang dalam proses pengembangan proyek ini,<br />
sehingga bisa berjalan dengan baik.<br />
Moh. Wahyudi<br />
Kepala Divisi Pengembangan Bisnis & Manajemen Proyek<br />
Pembangkit 1 PT Indonesia Power
apa kata mereka<br />
Pengembangan PLTA <strong>Rajamandala</strong> ini merupakan pengalaman<br />
yang sangat berkesan untuk saya. Banyak hal yang bisa<br />
dipelajari selama proses pengembangan PLTA <strong>Rajamandala</strong> ini.<br />
Termasuk bagaimana etos kerja Kansai khususnya dan bangsa<br />
Jepang pada umumnya. Kesungguhan, totalitas dan sifat pantang<br />
menyerah adalah beberapa aspek yang sangat layak untuk diteladani<br />
dalam hal ini, apalagi dalam pengembangan pembangkit kadang<br />
ditemui banyak ketidakpastian. Akhirnya saya ucapkan selamat kepada<br />
jajaran direksi PT <strong>Rajamandala</strong> Electric Power serta seluruh pihak yang<br />
terlibat dalam proses pengembangan PLTA <strong>Rajamandala</strong>. Semoga PLTA<br />
<strong>Rajamandala</strong> dapat beroperasi dengan baik sampai akhir masa operasi<br />
dengan kinerja sesuai yang direncanakan.<br />
Hadi Munib<br />
Ahli Senior Pembangkit II PT Indonesia Power
106<br />
RAJAMANDALA: MERINTIS CAHAYA