21.04.2020 Views

SIKLUS APRIL 2020

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

PSYCHOLOGY'S TAKE


|Dari Redaksi

Dari Redaksi

alo pembaca Siklus April 2020! Tidak terasa

tahun 2020 sudah melewati bulan keempat

saja. Bagaimana kegiatan teman-teman

sepanjang 2020 ini? Bulan April tahun ini, BPPM

Psikomedia kembali hadir dengan salah satu

produk kami yaitu Siklus April. Siklus adalah

buletin produksi BPPM Psikomedia yang terbit dua

kali dalam setahun. Khusus Siklus April, buletin

ini sekaligus menjadi produksi ulang tahun

Psikomedia pada 21 April 2020 dan tahun ini

diterbitkan secara digital.

Pada Siklus April kali ini, BPPM

Psikomedia membahas berbagai hal mengenai

bencana seperti COVID-19, Psychology First Aid,

hingga social distancing. Pemilihan tema bencana

berkaitan dengan banyaknya bencana yang

terjadi sepanjang tahun 2020. Awal tahun dimulai

dengan banjir di Jakarta, kasus susur sungai SMPN

1 Turi, hingga yang paling hangat saat ini yaitu

COVID-19. Harapan saya, siklus yang kami terbitkan

kali ini, tidak hanya menjadi bacaan di waktu

senggang saja, tetapi juga dapat menambah

wawasan dan pemahaman terkait bencana.

Semoga para pembaca merasa terhibur serta

mendapat informasi baru yang bermanfaat dari

siklus kami. [Anggia]

SIKLUS APRIL 2020

Tajuk Rencana|

Tajuk Rencana

ada 13 Maret 2020, Universitas Gadjah

Mada mengeluarkan surat edaran

pemberlakuan kuliah daring untuk

mencegah penyebaran virus di hkalangan sivitas

akademika. Pemberlakuan kebijakan tersebut

turut dirasakan oleh mahasiswa-mahasiswa

Fakultas Psikologi. Minggu pertama kuliah daring

terasa sangat melelahkan. Mahasiswa yang

biasanya duduk mendengarkan dosen di kelas,

kini harus duduk di depan gawai hingga lebih dari

lima jam dan membuat mata lelah. Tugas-tugas

yang harus segera diselesaikan juga menuntut

mahasiswa untuk semakin lama belajar di depan

layar. Tak hanya itu, gangguan jaringan juga

menghambat kelancaran perkuliahan. Sering kali

penjelasan dosen terpotong-potong karena

kendala jaringan. Masalah lain dalam metode ini

yaitu perlunya paket data dalam jumlah besar

setiap harinya. Menyadari adanya isu-isu ini,

Fakultas Psikologi lalu mengeluarkan kebijakan

berupa pembatasan tugas, peniadaan Ujian

Tengah Semester, dan pemberian dana paket data

kepada mahasiswa. Kebijakan tersebut berguna

agar proses perkuliahan berjalan lancar dan

menjaga kenyamanan sivitas akademika. Beban

mahasiswa berkurang dan menjadi terbantu di

masa sulit ini. Kebijakan tersebut sudah tepat

diberlakukan. [Anggia]

Pemimpin Umum: Kinansa Husainy I Sekretaris: Hanif Yumna Ulinnuha I Bendahara: Dzulfani Solikhatunnisa

I Pemimpin Redaksi: Septania Nurdika Putri I Pemimpin Hubungan dan Jaringan: Nabila Rosa Damayanti I

Pemimpin Desain dan Produksi: Kanza Qotrunnada I Pemimpin Penelitian: Naufal Shabri I Pemimpin

PSDM: Gita Dewantry Suryani I Pemimpin Perusahaan: Monica Giovanni Hadi Sutanto

Redaktur Pelaksana: Anggia Atin Aprilia

Redaksi: Jinggan Anggun Permani, Syibli Adam Firmanda, Maria Lintang, Nur Nisrina Hanif, Tasya Asdityasha

I Hujar: Ghania Luthfi Utami, Safira Ulinnuha, Nisa Salsabila I Despro: Rizky Wahyu Ramadhan, Andi Andika A.P,

Atika Hidayati, Fajrul Falah H. I Penelitian: Hanif Fawzan, Clarissa Cahyanti Putri, Tri Rispa Panji, Muhammad

Rif’an A. I PSDM: Farhana Rizqy Amalia, Mutiarahmi Bella Alifa, Anindita Istighfarin I Perusahaan: Endah

Ratnaningsih, Dela Aisyah Putri, Nur Rohmah Itsnaini

2 |

DITERBITKAN OLEH

BPPM PSIKOMEDIA

FAKULTAS PSIKOLOGI UGM

JL. Humaniora 1 Bulaksumur

Yogyakarta

Email : psikomedia.red@gmail.com

Twitter : @psikomediaugm

Instagram : @bppmpsikomedia

Psikomedia menerima tulisan

baik berupa kritik, saran, ataupun

artikel untuk dimuat dalam SIKLUS

Buletin Siklus Edisi Maba 2019


Hardnews|

Bagaimana Fakultas Psikologi UGM menghadapi metode kuliah daring yang mendadak karena virus

corona? Apakah pihak fakultas dapat tetap memperhatikan kesehatan psikologis dalam menghadapi

situasi di tengah pandemi virus corona?

ada akhir 2019 lalu, dunia dihebohkan

dengan kemunculan virus baru dari Wuhan,

Tiongkok. Disebut virus corona, virus ini

masih termasuk dalam keluarga besar SARS dan

MERS yang pernah menyerang dunia beberapa

tahun lalu. WHO telah memberikan nama resmi

untuk penyakit yang disebabkan oleh virus corona

ini, yaitu COVID-19.

Virus ini menyebar dengan cepat hingga ke

berbagai negara di seluruh penjuru dunia, termasuk

Indonesia. Pada 3 Februari 2020 lalu, Presiden

Joko Widodo mengumumkan dua kasus positif

COVID-19 pertama di Indonesia. Berawal dari

pengumuman resmi ini dan juga angka kasus

positif yang terus meningkat, masyarakat Indonesia

serta berbagai institusi mulai meningkatkan

kewaspadaan.

Sejumlah kampus di Indonesia turut mengambil

tindakan dengan mengeluarkan kebijakan

kuliah daring, termasuk Universitas Gadjah Mada.

Berdasarkan surat edaran nomor 1604/UNI.P/H-

KL/TR/2020 mengenai Kesiapsiagaan dan Pencegahan

Penyebaran Covid-19 di Lingkungan UGM,

perkuliahan diimbau untuk dilaksanakan via

internet.

Menindaklanjuti surat edaran tersebut,

Fakultas Psikologi akhirnya resmi melakukan

perkuliahan daring sejak tanggal 16 Maret 2020.

Perkuliahan daring memanfaatkan berbagai

platform, seperti Sistem Informasi Terintegrasi

(SIT) Fakultas Psikologi UGM, Simaster UGM,

Google Classroom, Google Hangout Meet, dan

Webex.

Perubahan metode perkuliahan ini tentunya

menjadi pengalaman baru, baik bagi mahasiswa

maupun bagi dosen dan tenaga pendidik lainnya.

Terkait hal ini, BPPM Psikomedia telah melakukan

wawancara daring dengan salah seorang dosen

| 3


|Hardnews

Fakultas Psikologi UGM, Ammik Kisriyani.

“Kalau saya pribadi, memang mau tidak mau

harus menyesuaikan dengan pembelajaran

online. Meskipun mendadak, tapi semua harus

segera beradaptasi,” ungkap Ammik.

Di samping itu, Ammik juga berpendapat

bahwa sikap saling memahami kondisi sangat

dibutuhkan pada saat ini. “Menurut saya, hal

yang paling penting dalam situasi seperti ini

adalah saling memahami kondisi dan perlu ada

komunikasi dengan mahasiswa dalam menyepakati

platform dan mekanisme kuliah yang akan

dijalankan. Saya yakin dalam minggu-minggu

awal ini, semua masih mencari teknis pembelajaran

yang paling nyaman.”

Meskipun pelaksanaan kuliah online dadakan

sejauh ini banyak evaluasi, Ammik berharap agar

semua pihak dapat menjadikannya sebagai bahan

pembelajaran agar semakin baik. Ammik juga

berharap agar target perkuliahan tetap dapat

tercapai tanpa mengurangi semangat belajar

mahasiswa.

Selain dosen, mahasiswa pun mengalami

beberapa hambatan. Meskipun sudah pernah

melaksanakan kuliah daring sebelumnya,

mahasiswa tetap membutuhkan waktu adaptasi

jika harus melaksanakan kuliah daring setiap

hari. Salah satu kendala yang dihadapi adalah

penggunaan kuota internet.

“Kendalanya mungkin cuma masalah kuota

saja, karena pernah di tengah presentasi, justru

kuota habis, akhirnya panik. Awal-awal pasti

banyak repotnya karena masih penyesuaian,

tetapi semakin lama sudah semakin lancar,”

ungkap Osi, salah satu mahasiswi Fakultas

Psikologi UGM.

Meskipun ada kendala tersebut, Osi berkata

bahwa kuliah daring cukup asyik. Beberapa dosen

sudah mampu menerapkan metode interaktif

melalui platform seperti WhatsApp dan Google

Classroom dengan memberikan kesempatan bagi

mahasiswa untuk berdiskusi. Metode ini akhirnya

menuntut mahasiswa untuk memahami materi

dan berpartisipasi aktif ketika kuliah daring

berlangsung.

4 |

Dari pengamatan Osi, mahasiswa bisa lebih

aktif melalui internet karena merasa lebih

percaya diri untuk berpendapat dibanding ketika

kuliah tatap muka. Waktu perkuliahan tatap

muka juga tergolong singkat untuk diisi dengan

diskusi yang mendalam, sehingga partisipasi

mahasiswa terkesan kurang. Berbeda dengan

kuliah daring yang waktunya lebih fleksibel

sehingga lebih banyak diskusi yang muncul.

Fakultas Psikologi UGM telah berupaya

optimal untuk memberikan layanan terbaik.

Upaya ini ditunjukkan dari sikap responsif pihak

fakultas ketika mahasiswa memberikan kritik dan

saran mengenai beban tugas kuliah daring yang

dinilai terlalu memberatkan. Sebagai tindak

lanjut, pihak fakultas melarang adanya tugas

tambahan di luar rancangan perkuliahan awal.

Disusul dengan penerbitan surat edaran nomor

1869/UN1/FPSi/SD/HK.05/2020 tentang

Pembatasan Maksimal Kegiatan di Fakultas

Psikologi Universitas Gadjah Mada yang salah satu

poinnya memuat tentang peniadaan Ujian Tengah

Semester (UTS) dan peniadaan tugas pengganti

UTS.

Upaya Fakultas Psikologi dalam menjamin

keberlangsungan kuliah daring juga ditunjukkan

melalui pemberian subsidi pulsa bagi seluruh

mahasiswa dan bantuan terkait finansial maupun

logistik bagi mahasiswa yang membutuhkan.

Pihak fakultas juga secara aktif memastikan

kondisi kesehatan fisik dan psikis mahasiswa

melalui pengisian google form.

Meskipun pelaksanaan kuliah daring

semakin lancar, tetap tidak

dapat dipungkiri bahwa

semua orang berharap agar

keadaan segera membaik

dan dunia lekas pulih

seperti sedia kala.

[Nisrina]

Buletin Siklus Edisi April 2020


Psychological Well-Being

Mahasiswa saat Self-isolation

Telaah|

Kamu mahasiswa? Sedang isolasi diri? Gimana sih rasanya?

Akhir-akhir ini media massa kita sedang

dibanjiri oleh berita yang sama. Yak

benar, virus corona. Novel corona atau

yang biasa kita kenal dengan COVID-19 merupakan

penyakit pernapasan yang disebabkan oleh

virus corona. Penyakit ini berasal dari keluarga

virus yang sama dengan severe acute respiratory

syndrome (SARS) dan Middle East respiratory

syndrome (MERS). Gejala dari penyakit ini pun

merupakan gejala yang kerap kita temui pada

penyakit flu biasa seperti demam, batuk, sakit

tenggorokan, dan sesak napas. Namun perbedaannya,

virus ini dapat menyebar dengan cepat

dari satu orang ke orang lainnya. Pada tahun

2019, virus ini diidentifikasi sebagai penyebab

wabah penyakit yang berasal dari Wuhan, Cina.

Sebagai upaya untuk menghambat penyebaran

virus corona, pemerintah Indonesia menerapkan

kebijakan agar masyarakat Indonesia melakukan

self-isolation.

Dilansir dari BBC News (2020), seseorang

dianjurkan untuk melakukan self-isolation di

rumah dan tidak meninggalkan rumah dengan

alasan apapun, kecuali untuk urusan yang sangat

penting. Jika terpaksa harus keluar rumah, maka

physical distancing harus diterapkan dengan

menjaga jarak paling tidak satu meter dari orang

lain (Adrian, 2020).

Berangkat dari permasalahan di atas, rubrik

ini akan membahas kondisi well-being para

responden dari tingkat kejenuhan dan produktivitasnya.

Menurut WHO syarat seseorang dapat

disebut well-being, yaitu mengenali potensi diri,

mampu mengatasi stres dengan baik, produktif,

dan bermanfaat untuk komunitas atau

masyarakat sekitar (Tchiki Davis, 2019).

Oleh karena itu, Divisi Penelitian BPPM

Psikomedia melakukan riset melalui kuesioner

online. Dari kuesioner ini kami mendapatkan 120

responden yang terdiri atas 85 responden perempuan

(70,8%) dan 35 responden laki-laki (29,2%)

yang merupakan mahasiswa dari berbagai

fakultas di Universitas Gadjah Mada. Responden

tersebut terdiri dari mahasiswa Fakultas Psikologi

28,3%; Ilmu Budaya 5,8%; Filsafat 3,3%; Biologi

1,7%; Geografi 2,5%; MIPA 10%; Farmasi 14,2%;

Kedokteran Hewan 0,8%; Kedokteran 1,7%; Teknik

5,8%; Kehutanan 13,3%; Peternakan 0,8%; Ekonomika

dan Bisnis 1,7%; Hukum 9,2%,; dan Ilmu

Sosial dan Politik 0,8%.

Per tanggal 27 Maret 2020, mayoritas dari

responden telah melakukan isolasi diri selama

dua minggu (53%), sedangkan responden lainnya

telah melakukan isolasi diri selama satu minggu

(41%), kurang dari seminggu (2%), tiga minggu

(1%), dan sisanya (3%) tidak menuliskan telah

berapa lama mereka melakukan isolasi.

| 5


|Telaah

Tabel 1:

Aktivitas saat Self-Isolation

Pada grafik di bawah ini, tidak mengejutkan

jika sebagian besar responden (46%) memilih

untuk mencari hiburan seperti menonton video

dan bermain game. Namun uniknya, sebagian dari

responden (4%) justru memilih melakukan aktivitas

akademik sebagai aktivitas penghilang

kejenuhan.

Tabel 3:

Aktivitas Penghilang Kejenuhan

6 |

Dari grafik di atas (tabel 1), kegiatan yang

mendominasi adalah melakukan kuliah daring

(23%) dan menyelesaikan tugas daring (20%).

Kemudian ditemukan juga bahwa mayoritas

responden yang menjawab tingkat kejenuhan

(lihat tabel 2) pada taraf jenuh (22,5%) atau

sangat jenuh (34,2%) adalah responden yang

melakukan kedua kegiatan tersebut (kuliah dan

tugas daring). Temuan ini tentu memberikan

gambaran yang menarik.

Tabel 2:

Tingkat Kejenuhan

Dari hasil survei ini, kami juga menemukan

bahwa mayoritas responden (48%) merasa tingkat

produktivitas mereka tidak mengalami banyak

perubahan meskipun telah melakukan self-isolation.

Meski begitu, responden yang merasa

produktivitasnya menurun memiliki jumlah yang

cukup signifikan (33%). Ditambah dengan

berbagai pemaparan di atas, dapat disimpulkan

bahwa taraf well-being mahasiswa cenderung

menurun pada masa self-isolation ini. [Clarisa,

Rif’an, & Tasya]

Referensi:

Adrian, K. (2020, April 01). Terapkan Physical Distancing

Saat Ini Juga! Diambil dari Alodokter: https://www.al

odokter.com/terapkan-physical-distancing-saat-ini-ju

ga

BBC News. (2020, Maret 27). Coronavirus: What are

social distancing and self-isolation? Diambil dari BBC

News: https://www.bbc.com/news/uk-51506729

Tchiki Davis, P. (2019, Januari 02). What Is Well-Being?

Definition, Types, and Well-Being Skills. Diambil dari

Psychology Today: https://www.psychologytoday.com/

us/blog/click-here-happiness/201901/what-is-well-be

ing-definition-types-and-well-being-skills

Mayo Clinic Staff. (2020, Maret 19). Coronavirus disease

2019 (COVID-19). Diambil dari Mayo Clinic: https://ww

w.mayoclinic.org/diseases-conditions/coronavrus/sym

ptoms-causes/syc-20479963

Buletin Siklus Edisi April 2020


Pandemi, Kepercayaan,

dan Sains

Penulis: Bintang Muharam

Suara Mahasiswa|

Dari pantai hingga puncak, Covidiot tetap mempertahankan gaya hidup feelin’ good dengan

mengancam keberlangsungan hidup orang-orang sekitarnya.

Covidiot adalah istilah baru yang merujuk

kepada orang-orang yang mengabaikan

peringatan dan rujukan pakar kesehatan

dalam pandemi COVID-19. Sebagai respons

terhadap pandemi ini, pemerintah telah menerapkan

kebijakan work from home untuk menahan

laju persebaran virus COVID-19. Hampir seluruh

institusi di Indonesia telah melaksanakan imbauan

dari pemerintah tersebut. Namun, seperti

yang dapat kita lihat dari berita dan meme yang

beredar di internet, banyak dari warga negara

kita yang mengabaikan imbauan tersebut. Mereka

malah memutuskan untuk memanfaatkan kebijakan

ini dengan berlibur dan berkumpul bersama

teman-temannya di pantai maupun di kafe.

Para pakar tidak heran saat melihat reaksi

masyarakat yang kurang peduli seperti ini. Lagi

pula, hal ini merupakan pengalaman pertama

generasi ini menghadapi sebuah pandemi dengan

skala masif. Terakhir kali spesies kita menghadapi

pandemi dengan skala sebesar ini adalah sekitar

satu abad yang lalu. Tepatnya adalah ketika

Spanish Flu bangkit dari sisa Perang Dunia I,

menginfeksi satu dari setiap tiga manusia yang

ada di bumi dan akhirnya menghapus eksistensi

100 juta manusia.

Salah satu penyebab mengapa Spanish Flu

dapat menyebar dengan sangat mudah adalah

mayoritas masyarakat pada masa itu yang masih

belum tahu fakta tentang pentingnya social

distancing dalam penanganan pandemi.

Sekarang, istilah social distancing dapat dengan

mudah kita temukan di berbagai media massa dan

media sosial, pengetahuan yang sayangnya

belum diketahui masyarakat dunia kala pandemi

Spanish Flu. Pengetahuan yang dapat menyelamatkan

nyawa jutaan orang saat ini, termasuk

diri kita sendiri.

Anugerah berupa kemajuan sains dan

teknologi telah diberikan kepada umat manusia

abad ke-21. Kedua anugerah tersebut sangat

membantu kelangsungan hidup setiap individu

dari generasi ini, serta kelangsungan hidup

spesies kita secara keseluruhan. Sains akan

membantu kita untuk mencapai potensi maksimal

dari eksistensi kita.

Sekarang, di tengah pandemi yang mengancam

kelangsungan hidup spesies kita, sains sekali

lagi memberi solusi dan pencerahan untuk

menyelesaikan permasalahan ini. Namun, apakah

kita yakin bahwa seluruh anggota dari spesies kita

akan sepenuhnya mematuhi apa yang sains

katakan? Untuk saat ini, penulis meragukan hal

tersebut. Lihat saja apa yang sebagian anggota

masyarakat kita lakukan sekarang. Namun,

penulis tetap yakin akan kemungkinan indah

tersebut. Science will prevail, I’m certain that it

will.

Referensi :

Cummins, E. (2020, March 24). "I'll do what I want": Why the

people ignoring social distancing orders just won't listen.

Retrieved from https://www.vox.com/the-highlight/2020/3/

24/21191184/coronavirus-social-distancing-pandemic-spring-b

reak-keep-calm-carry-on

JawaPos.com. (2020, March 20). Duh, Libur "Corona" Malah

Keluyuran, Pelajar Karangasem Diciduk Pol PP. Retrieved from

https://radarbali.jawapos.com/ read/2020/03/20/184713/

duh-libur-corona-malah-keluyuran-pelajar-karangasem-diciduk

-pol-pp

kumparanNEWS. (2020, March 17). Pantai Anyer Tetap Penuh di

Tengah Corona, Polisi Imbau Warga Tetap di Rumah. Retrieved

from https://kumparan.com/kumparannews/pantai-any er-t

etap-penuh-di-tengah-corona-polisi-imbau-warga-tetap-di-rum

ah-1t2mKWMVu6G

Matthews, D. (2020, March 9). Why we should be careful comparing

the Covid-19 coronavirus outbreak to the 1918 Spanish flu.

Retrieved from https://www.vox.com/2020/3/9/21164957/

covid-19-spanish-flu-mortality-rate-death-rate

| 7


|Profil

Psikologi ekonomi memang menjadi fokus

dari pendidikan formal yang ditekuni

Rahmat Hidayat. Akan tetapi, hal itu tidak

menghentikannya untuk terus mengembangkan

rasa keingintahuannya pada bidang lain

dalam psikologi. “Komitmen,” ujarnya, ketika

dipertanyakan mengenai minatnya terhadap

psikologi kebencanaan.

MasaRahmat Hidayat, S.Psi., M.Sc., Ph.D.,

merupakan salah satu dosen Fakultas Psikologi

UGM yang mengenyam pendidikan formal dengan

fokus psikologi ekonomi. Rahmat, panggilannya,

menyelesaikan studi magisternya di United

Kingdom

dan

doktornya di Belanda. Tidak hanya menekuni

psikologi ekonomi saja, tetapi ia juga memiliki

minat yang kuat terhadap psikologi kebencanaan.

Usut punya usut, ketertarikan ini bersumber dari

pengalaman dan keterlibatannya dalam

kegiatan-kegiatan kerelawanan.

MasaAwalnya, Rahmat terlibat dalam kegiatan

kemasyarakatan sebagai wujud dari tugas

intervensi sosial. Kemudian, sekitar tahun 90-an,

ia turut membentuk kelompok relawan di Fakultas

Psikologi. Akan tetapi, ketika kembali dari

studinya pada tahun 2000-an, kelompok tersebut

justru sudah mandek. Selain terlibat dalam kelompok

dan organisasi relawan, Rahmat juga berperan

serta dalam program penanganan trauma Aceh

dan mendapat kesempatan untuk belajar ke

Melbourne tentang kebencanaan dan emergency

response. Aceh dan mendapat kesempatan untuk

belajar ke Melbourne tentang kebencanaan dan

emergency response.

8 |

MasaTidak cukup sampai di sana saja, Rahmat

juga kembali berkontribusi kepada masyarakat

dengan turut membentuk CPMH (Center for Public

Mental Health) di Fakultas Psikologi Universitas

Gadjah Mada. Kemudian, ia menjadi kepala CPMH

yang pertama pada tahun 2010-2012. “Jadi,

sekitar tiga tahun saya menjadi kepala CPMH. Tapi

karena 2013 saya menjabat jadi wakil dekan, saya

mundur,” ujarnya. Selain itu, Rahmat juga telah

menerbitkan beberapa artikel jurnal yang

bertemakan kebencanaan dalam beberapa tahun

terakhir.

MasaRahmat memiliki kesan ramah dan supel.

baik dengan mahasiswa maupun dengan

koleganya. Pembawaannya yang jenaka membuat

orang lain tidak ragu-ragu untuk mendekati

Rahmat. Tidak hanya kepribadiannya yang simpatik,

Rahmat juga merupakan orang yang intelek.

Ketika ditanya pendapatnya mengenai kebencanaan

dan hubungannya dengan psikologi, Rahmat

menjawab dengan fasih dan bersemangat, “Terlepas

dari dampak psikologis yang diderita oleh

korban, keterkaitan bencana dan psikologi itu

sangat luas. Misalnya seperti cara pikir

masyarakat terhadap bencana, proses penyesuaian

di tengah bencana, serta respons

masyarakat terhadap bencana.”

MasaMelihat reputasi Indonesia sebagai ‘kandang’

bencana, dampaknya pun cukup ekstensif bagi

masyarakat. Rahmat mengklasifikasikan dampaknya

menjadi dua gangguan, yakni gangguan

psikososial dan gangguan kesehatan mental.

Gangguan psikososial dapat berbentuk ketidakberfungsian

peran dan tanggung jawab yang

Buletin Siklus Edisi Maba 2020


T

T

T

TT

T

T

TTT

T T

T

TTT

T

T T

TTT

T

T T

T

Profil|

dimiliki oleh seseorang. “Misalnya

seperti peran sosial anak usia sekolah

yang seharusnya belajar atau kepala

keluarga yang memiliki peran sebagai

pemberi nafkah. Ketika bencana

terjadi, peran dan tanggung jawab

tersebut bisa jadi tidak dapat dilakukan,”

jelas Rahmat. Begitu pula

dengan gangguan kesehatan mental yang berbentuk

ketidakberfungsian mental seperti

fungsi-fungsi emosi, kognisi, dan perilaku.

MasaRahmat menjabarkan bahwa selepas erupsi

Merapi tahun 2010 lalu, ada istilah yang naik

daun, yakni PTG (post-traumatic growth). Berkebalikan

dengan PTSD (post-traumatic stress

disorder), PTG merupakan dampak positif yang

dapat terjadi dari bencana alam. Dampak positif

tersebut salah satunya muncul dalam bentuk

peningkatan rasa syukur dan self-esteem setelah

bencana terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa

tidak selamanya bencana alam hanya memunculkan

dampak negatif.

MasaFenomena bencana alam di Indonesia tentu

menuntut mahasiswa untuk memiliki kemampuan

tertentu. Rahmat pun mengiyakan, ia

berpendapat, “Yah, kalau mahasiswa minimum

kemampuan psikososialnya, bagaimana caranya

mahasiswa dapat membantu dalam pengungsian?”

Menurut Rahmat, kemampuan harus selaras

dengan kapasitas. Pada tingkat mahasiswa

sarjana, dianjurkan untuk menguasai kemampuan

yang berorientasi pada aspek sosial. Sedangkan

untuk mahasiswa magister profesi, dapat

merespons pada aspek kesehatan mental.

MasaLalu, bagaimana pandangan Rahmat mengenai

pandemi COVID-19 yang tidak termasuk

individu terhadap lingkungan alam dan sosial di

bencana alam? Apakah pandemi ini menghasilkan

dampak yang berbeda dengan bencana alam?

Dengan lancar, Rahmat menjawab, “Pandemi ini

tentu memiliki dampak psikologis pada

masyarakat. Pertama, pandemi COVID-19 ini

menjadi memori kolektif yang akan diingat sampai

berpuluh-puluh tahun selanjutnya sebagai masa

yang menakutkan. Kedua, persepsi rasa aman

sekitarnya juga akan berubah.”

MasaSelaras dengan pendapat Rahmat sebelumnya,

ia tak lupa menyebutkan nilai positif yang

muncul karena pandemi COVID-19. “Dampak

positifnya, masyarakat dapat belajar cara

alternatif melakukan pekerjaan dari rumah,

perilaku kebersihan masyarakat juga meningkat,

masyarakat jadi lebih sadar bahwa ancaman itu

bisa berasal dari banyak sumber, serta kebiasaan

konsumsi sehat juga meningkat,” pungkasnya.

MasaTerakhir, Rahmat memiliki harapan agar

mahasiswa psikologi memiliki pemahaman bahwa

bencana bersifat tidak bisa dihindarkan. Kemudian

dengan pemahaman tersebut, mahasiswa

psikologi mampu senantiasa mengaitkan dan

merefleksikan antara pemahaman teoretis dan

konstektual. Rahmat berharap agar mahasiswa

psikologi mengerti bahwa disiplin ilmu yang

dipelajari tidak jauh dengan situasi di sekitar.

Sehingga sebenarnya selalu dapat mengambil

hikmah dari lingkungan sekitar sekaligus menerapkan

ilmu yang dimiliki. [Nisas]

| 9


|Potret

PHYSICAL

SOCIAL DISTANCING

1,5 m 1,5 m

10 |

Buletin Siklus Edisi April 2020


Potret|

STAY HOME

STAY SAFE

NO MATTER THE DISTANCE...

| 11


|Pojok Siklus

Ingat, #DiRumahAja

bukan #DiInternetAja

Hidup di tengah pandemi memang tidak

mudah. Hal ini berlaku untuk pihak

mana pun. Mulai akhir minggu ke-2 perkuliahan

daring, seakan bersekongkol, banyak

mahasiswa serentak mencapai titik jenuh

mereka. Tentunya, ini berbeda-beda. Ada yang

sudah jenuh sejak minggu pertama, ada yang

masih enjoy saja di rumah dan tidak pergi ke

mana-mana.

Istilah social distancing yang

digadang-gadangkan saat ini memang lebih tepat

disebut physical distancing. Kita tetap bisa

kontak orang-orang terdekat dengan bantuan

internet. Akan tetapi, tentu itu tidak bisa

memberi intensitas yang sama layaknya komunikasi

secara langsung.

Tapi, yah, bagaimana lagi? Memang #DiRumahAja

itu pilihan terbaik untuk saat ini. Lalu,

bukannya ingin mensyukuri keadaan saat ini, tapi

gerakan #DiRumahAja memang ada positifnya.

Selain mencegah penularan, kita jadi punya

waktu untuk melakukan hal yang hanya bisa

dilakukan di rumah, yang selama ini belum

pernah kita lakukan. Perlu diingat dan disadari,

hal itu tergantung diri kita sendiri, mau berusaha

produktif dan mencoba aktivitas baru di dalam

rumah atau tidak. Termasuk meninggalkan

kebiasaan buruk sering membuka handphone dan

internet. Hm, memang sangat sulit dan menantang,

sih… Akan tetapi, kita tahu #DiRumahAja

bukan berarti #DiInternetAja. Kalau bisa, kenapa

tidak? Tinggal masalah niat saja. Semangat!

Terakhir dan terpenting, bagaimanapun

kalian melewati masa ini, stay well and safe!

[PD Redaksi]

12 |

Buletin Siklus Edisi April 2020


Perspektif | I

Senantiasa Tenang:

Kunci Utama Menghadapi

Badai COVID-19

Awal tahun 2020 masyarakat dikejutkan dengan persoalan di dunia kesehatan yaitu munculnya

virus Covid-19. World Health Organization telah melabeli virus ini sebagai pandemi. Beragam

sikap masyarakat pun muncul dalam menghadapi virus ini

irus Covid-19 telah menjadi topik hangat

dan menyita perhatian publik. Informasi

mengenai virus ini, gejala, bahkan kabar

bohong sekalipun tidak lepas dari berbagai media

yang ada di Indonesia. Sebenarnya di Indonesia

sendiri persoalan Covid-19 bukanlah suatu kasus

yang tiba-tiba, karena Indonesia bukan negara

pertama yang terserang virus ini. Namun, karena

gejala yang ditunjukkan virus ini cenderung

lambat dan penularannya berlangsung cepat,

medis dan orang sakit) mengalami kesulitan untuk

menemukannya. Selain itu, bahan sehari-hari

yang diborong berdampak pada kenaikan harga,

yang lagi-lagi merugikan masyarakat kecil Panic

Buying terjadi bukan semata-mata karena mewabahnya

Covid-19 saja, melainkan juga berkat

proses kognisi dalam diri masyarakat sendiri,

seperti yang disampaikan oleh Yopina Galih

Pertiwi, S.Psi.,M.A.,Ph.D. “Pada kondisi kritis dan

darurat, umumnya kita akan menggunakan jalan

Covid-19 berhasil membuat masyarakat menjadi pintas dalam berpikir untuk memudahkan

panik.

Dilansir dari Tirto.id (Syafina, 2020), kepanikan

masyarakat yang kentara setelah diumumkan

dua WNI terserang covid-19 ialah panic buying.

Panic buying adalah situasi ketika masyarakat

secara tiba-tiba membeli makanan, bahan-bahan,

dan sebagainya sebanyak yang mereka bisa

karena ketakutan akan sesuatu yang buruk akan

terjadi (Cambridge English Dictionary). Selain

bahan pangan, masyarakat juga berbondong-bondong

membeli dengan jumlah besar dua barang

krusial di tengah pandemi ini; masker dan hand

sanitizer. Dampaknya, masyarakat yang benar-benar

pengambilan keputusan. Secara natural, kita

sering terjebak saat menggunakan jalan pintas

dalam berpikir tersebut. Salah satu jalan pintas

koginitif tersebut adalah availability heuristic,”

ungkap beliau.

Availability heuristic ialah penilaian atau

pengambilan keputusan seseorang berdasarkan

pada hal-hal yang mudah diakses di pikiran kita

(Aronson, Wilson, Akert, & Sommers, 2016).

Yopina memaparkan bahwa di situasi pandemic

Covid-19 ini, hal-hal yang mudah diakses di

pikiran kita ialah banyaknya informasi mengenai

Covid-19 yang dipaparkan oleh media. “Hal inilah

memerlukan kedua barang tersebut (tenaga yang kemudian men-trigger panic

buying,”

| 13


|Perspektif

tambah beliau.

Namun, Yopina juga mengungkapkan bahwa

penggunaan heuristic tidak selalu negatif karena

terkadang membantu kita untuk mengambil

keputusan di situasi darurat. Hal lain yang

memicu panic buying ialah need for cognition,

yaitu kecenderungan individu untuk terlibat dan

menikmati aktivitas kognitif (Cacioppo & Petty,

1982 dalam Maloney & Retanal, 2020). Need for

Cognition pada situasi ini ialah kebutuhan akan

informasi. “Masyarakat dengan kebutuhan akan

informasi yang rendah akan cenderung menggunakan

jalan pintas serta tidak mencari informasi

yang banyak dan tentunya akurat,” papar Yopina.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya,

kepanikan ini membawa dampak negatif bagi

orang lain. Rupanya, diri sendiri pun tidak lepas

dari dampak kepanikan ini. Yopina menyampaikan

bahwa semakin sering kita memikirkan sesuatu,

semakin terasa pula kecemasannya. “Kognisi kita

bisa overload karena terlalu banyak yang dipikirkan,

sehingga akan memperlambat pemrosesan

informasi,” ungkap beliau. Jelas hal ini tidak baik

bagi kesehatan mental masyarakat.

Memang benar kepanikan tersebut sulit untuk

dihindari. Namun, ada beberapa hal yang dapat

kita lakukan. Yopina sendiri menyarankankan

beberapa tips untuk menjaga ketenangan di

tengah pandemi ini, seperti menjaga kesehatan

diri sendiri dan keluarga, menjadikan keluarga

sebagai prioritas, menjalin komunikasi dengan

orang-orang yang bisa menebarkan hal positif,

serta mengalihkan perhatian dengan melakukan

kegiatan-kegiatan yang bermanfaat dan

menyenangkan.

Menghadapi pandemi ini, kebugaran fisik

memang penting. Namun di samping itu, kesehatan

mental juga tak kalah penting. Sikap kita

dalam menghadapi pandemi ini kembali pada

pilihan masing-masing. Namun, seperti yang telah

dipaparkan, bersikap panik tidak membawa

dampak baik bagi lingkungan maupun diri sendiri.

“Hal yang paling penting di tengah situasi ini

adalah menerima bahwa situasi ini hanya terjadi

sementara saja, ingatkan diri sendiri bahwa badai

pasti berlalu, there is light at the end of the

tunnel.” Pungkas Yopina di akhir wawancara.

[Lintang]

Daftar Pustaka:

Aronson,E.,Wilson,T.D.,Akert R.M.,& Sommers, S.

R. (2016). Social psychology (9th ed.). Boston:

Pearson.

Maloney,E.A.,Retanal,F.(2020).Higher math

anxious people have a lower need

for cognition and are less reflective

in their thinking. Acta Psychologica

Journal, 202(102939), 1-6. DOI

https://doi.org.ezproxy.ugm.ac.id/10.1016/

j.actpsy.2019.102939

Panic Buying: meaning in the Cambridge English

Dictionary. (n.d.). Retrieved March 28,

2020, from Cambridge English Dictionary :

https://dictionary.cambridge.org/dictionary

/english/panic-buying

Syafina, D. C. (2020, March 12). Panic Buying

dan Dampaknya Terhadap Ekonomi.

Retrieved March 28, 2020 from Tirto.id :

https://tirto.id/panic-buying-dan-dampakny

a-terhadap-ekonomi-eDDT

World Health Organization. (2020, March

11). WHO characterizes COVID-19 as a

pandemic. Retrieved March 28, 2020 from

https://www.who.int/emergencies/diseases

/novel-coronavirus-2019/events-as-they-hap

pen

14 |

Buletin Siklus Edisi April 2020


Inside Us:

Kenalan sama Repsigama, Yuk!

Inside Us|

anyaknya bencana yang terjadi akhir-akhir

ini secara tidak langsung telah

memopulerkan istilah “kerelawanan” di

telinga masyarakat. Relawan merupakan

seseorang yang secara sukarela memberikan

bantuan kepada orang yang membutuhkan, baik

bantuan materi maupun bantuan psikologis

seperti trauma healing dan psychological first

aid. Di Fakultas Psikologi UGM sendiri, terdapat

organisasi yang bergerak di bidang kerelawanan.

Yup, benar sekali! Repsigama! Eits, tapi sebelum

lebih jauh lagi, sebenarnya apa sih Repsigama itu?

Kalau belum tahu, kenalan dulu yuk sama

Repsigama!

Repsigama dan Seluk Beluk di dalamnya

Relawan Psikologi Gadjah Mada atau yang

biasa kita kenal Repsigama merupakan organisasi

nonprofit yang berfokus pada pemberian

bantuan psikososial pada daerah terdampak

bencana. Repsigama berdiri sejak Februari 2012

dan merupakan BKM termuda di Fakultas Psikologi

UGM serta organisasi mahasiswa dalam bidang

kerelawanan psikologis pertama di Indonesia.

Repsigama sejak 2012 lalu sudah beberapa kali

berganti struktur kepengurusan, dan pada periode

kali ini, Repsi—panggilan singkat untuk

Repsigama— diketuai oleh Claudia Zulfiana.

Dalam Repsigama, terdapat delapan divisi di

dalamnya yakni Tagana, Penelitian dan

Pengabdian Masyarakat (PPM), Logistik, HRD,

Finance, Kominfo, Penelitian dan Perkembangan

(Litbang), serta Medis. Program-program yang

dilaksanakan oleh Repsi di antaranya adalah

edukasi konservasi lingkungan, pertolongan

pertama, evakuasi bencana, simulasi mitigasi

bencana, dan psychological first aid. Setiap

tahunnya juga, Repsi menyelenggarakan donor

darah rutin yang dilaksanakan di Fakultas

Psikologi UGM. Secara garis besar, seluruh divisi

ini memegang andil dalam kegiatan tanggap

bencana. Namun, divisi Tagana lah yang memiliki

tanggung jawab besar dalam merespon apabila

terjadi suatu bencana.

Peran Repsigama dalam Membantu Korban

Susur Sungai Turi

Sesaat setelah dikabarkan mengenai

kecelakaan susur sungai Turi, Repsigama bersama

Tim Dosen dan CPMH segera menuju ke TKP. Di

sana, Repsi dan Tim Dosen bertugas sebagai tim

fasilitator. Mereka bertugas mendampingi para

keluarga korban dan teman-teman korban yang

agaknya masih trauma dengan kejadian susur

sungai kemarin. Tim Repsigama dibagi menjadi

dua. Ada yang bertugas di sekolah dan di rumah

sakit. Para relawan yang berada di rumah sakit

turut didampingi psikolog dalam melaksanakan

tugasnya, sedangkan para relawan yang berada di

sekolah ditugaskan untuk berinteraksi secara

langsung dan mendampingi para siswa yang juga

sempat mengikuti kegiatan susur sungai tersebut.

Di sana, mereka melaksanakan psychological first

aid melalui kegiatan permainan, sharing, dan

motivasi.

Repsigama Turut Andil dalam Memerangi

Covid-19

Sehubungan dengan pandemik yang telah

terjadi beberapa bulan terakhir, Repsigama

bersama Gelanggang Emergency Response (GER),

DERU, dan Health Promoting University (HPU)

juga melaksanakan perannya dalam menanggapi

bencana Covid-19. Mereka berkolaborasi untuk

melaksanakan kegiatan “Gelanggang Bergerak”

yang isi dari kegiatan tersebut ialah cek

kesehatan bagi para relawan di garda terdepan.

Terdapat pula pengecekkan kondisi psikologis

para relawan yang dilakukan oleh anggota

Repsigama. Baru-baru ini juga, Repsigama

menggalang dana untuk bantuan makanan sehat

yang akan dibagikan kepada para tenaga medis

dan kesehatan. [Mutiara]

| 15


|Enpsychopedia

Psychological

First Aid —

Intervensi Andalan yang

Masih Butuh Bukti Efektivitas

onsep Pertolongan Pertama pada

Kecelakaan (P3K) sudah sering kita

temukan di berbagai tempat dan keadaan.

Cardiopulmonary resuscitation (CPR) pada

orang yang tidak bernapas atau jantungnya

berhenti berdetak, membalut perban pada luka

terbuka, serta mengalirkan air pada luka bakar,

adalah beberapa contoh prosedur P3K yang

sifatnya fisik. Namun, apa kamu familier dengan

istilah psychological first aid?

MasaPsychological first aid (PFA) atau pertolongan

pertama psikologis, adalah intervensi pendampingan

pada korban yang terdampak secara psikologis.

Biasanya, pertolongan ini diberikan oleh

relawan pada peristiwa traumatis seperti kebencanaan.

Namun, dewasa ini, PFA tidak terbatas

pada kebencanaan saja, tetapi juga

disosialisasikan kepada pekerja dengan risiko

tinggi seperti tim respon darurat.

MasaSemenjak tragedi pengeboman 9/11 (WTC

New York), konsep PFA semakin populer dan

banyak modelnya. Shultz & Forbes (2014) mengkaji

isu PFA lebih jauh. PFA diklaim sebagai intervensi

dini andalan untuk penyintas bencana maupun

sebagai salah satu langkah yang diberikan pada

korban dengan posttraumatic stress disorder

(PTSD). Lahir sebagai hasil refleksi bentuk

intervensi lainnya, PFA hadir untuk mendampingi

penyembuhan dan menghindari elemen sensitif,

seperti langsung membahas kejadian traumatis.

MasaYang menjadi masalah adalah perkembangan

pesat dari PFA tidak diimbangi dengan bukti

efektivitasnya. Shultz & Forbes mengkritisi efektivitas

dan penggunaan metode PFA yang masih

kurang didukung bukti empiris, menyebutnya

sebagai ‘evidence informed, but without proof of

effectiveness’ . Tentu, ini bukan berarti mereka

melabeli PFA tidak efektif. Namun, tetap diperlukan

metode kajian yang lebih tepat dalam pemberian

PFA. Lima elemen utama PFA yang disusun

oleh Hobfoll dkk. – yakni keamanan, upaya

menenangkan, rasa keterhubungan, efikasi diri,

dan harapan – dianggap sebagai kerangka paling

standar yang dapat digunakan pada model PFA.

Setiap model bervariasi dalam menekankan

elemen mana yang dipakai. Namun, Shultz &

Forbes menemukan bahwa kandidat terbaik untuk

menentukan efektivitas PFA adalah aspek terkait

upaya menenangkan dan rasa keterhubungan.

Selain itu, mereka juga menuliskan pentingnya

pemilihan model PFA yang sesuai dengan konteks,

yakni sifat kejadian (alami atau akibat manusia),

populasi target, dan pihak pemberi PFA.

MasaMenggunakan sumber-sumber yang kredibel,

artikel dari Shultz & Forbes ini mampu mengkaji

permasalahan fundamental yakni efektivitas PFA.

Argumen yang diberikan sangat detail dan valid.

Penulis juga mampu menyajikan fakta dalam alur

yang komprehensif dan jelas. Namun, mereka

belum menjabarkan bentuk ketidakefektifan PFA

yang menjadi pertanyaan secara konkret.

Sehingga, pertanyaan terasa sangat konseptual

tanpa memberikan urgensi kepada pembaca untuk

berpikir lebih jauh, ‘where did we go

wrong?’[Kinan]

16 |

Referensi :

Shultz, J. M., & Forbes, D. (2014). Psychological First Aid: Rapid proliferation and the

search for evidence. Disaster Health, 2(1), 3-12.DOI: 10.4161/dish.26006

Buletin Siklus Edisi Maba 2020


Resensi|

XIT adalah film Korea Selatan yang berhasil

meraih 5 juta penonton dalam 11 hari.

Film yang diperankan oleh Jo Jung-suk

(Lee Yongnam) dan Im Yoona (Eui-joo) ini menceritakan

tentang perjuangan menyelamatkan diri

dari serangan gas beracun yang mematikan.

Lee Yongnam adalah seorang pengangguran

yang hidupnya bergantung pada keluarganya.

Untuk menyenangkan ibunya, ia mengadakan

pesta ulang tahun ibunya yang ke-70 di Cloud

Garden (salah satu gedung serbaguna di Kota

Seoul). Di acara tersebut, Yongnam bertemu

Eui-Joo. Yongnam sengaja memilih gedung

tersebut karena Eui-joo bekerja sebagai seorang

asisten manajer di sana. Eui-joo dan Yongnam

pernah terjebak dalam hubungan friend zone

ketika bergabung di komunitas pemanjat tebing

semasa kuliah dulu.

Di tengah meriahnya pesta, mereka tidak

menyadari bahwa seseorang telah membocorkan

gas beracun di pusat Kota Seoul. Gas beracun

tersebut menyebar dengan cepat dan menyakiti

siapa saja yang menghirupnya. Lalu, bagaimana

Yongnam dan Eui-joo menyelamatkan diri dari gas

mematikan tersebut?

Film EXIT sangat realistis. Dengan tambahan

backsound yang apik, film ini menjadi semakin

nyata. Kita dibuat seolah-olah ikut menyelamatkan

diri bersama Yongnam dan Eui-joo. Situasi

yang menegangkan dan beberapa adegan lucu di

dalamnya membuat kita semakin ingin untuk

menonton.

Selain itu, yang membuat film ini unik adalah

tidak adanya stuntman. Jo Jung-suk dan Im Yoona

benar-benar totalitas dalam mempersiapkan film

tersebut. Bahkan, mereka melakukan latihan fisik

sebelum syuting adegan yang memerlukan banyak

tenaga, seperti berlari, melompat, dan memanjat

gedung.

Dalam berbagai adegan, Jo Jung-suk dan Im

Yoona berhasil mendalami karakternya. Jo

Jung-suk berhasil menjadi Yongnam yang pemberani

tapi humoris. Di sisi lain, Im Yoona berhasil

mendalami karakternya yang natural dan juga

pemberani. Di film ini, Im Yoona muncul sebagai

karakter yang berbeda di antara film-film yang

pernah ia perankan sebelumnya.

Kekurangan dari film EXIT adalah alur yang

mudah ditebak dan juga ending yang ‘menggantung’.

Di adegan terakhir film, Yongnam dan

Eui-Joo berpisah tanpa hubungan yang jelas.

Padahal, yang kita tunggu-tunggu selain penyelamatan

diri Yongnam dan Eui-joo adalah kejelasan

hubungan mereka.

Film EXIT sangat cocok untuk kamu yang

butuh asupan film Korea Selatan, penyuka film

action, ataupun pengagum Jo Jung-suk dan Im

Yoona. Selain menghibur, film ini juga berhasil

menyampaikan pesan yang baik untuk kita,

seperti pentingnya tanggap bencana, saling

tolong menolong, dan penggunaan media sosial

yang baik. [Endah]

| 17


|Santai

YOU HAVE TO ACCEPT WHATEVER

COMES, AND THE ONLY IMPORTANT

THING IS THAT YOU MEET IT WITH

THE BEST YOU HAVE TO GIVE

quote by

Eleanor Roosevelt

18 I

Buletin Siklus Edisi April 2020


“Gabut di Rumah”

Hari pertama kuliah di kampus seusai pandemi...

Bung Komet|

*Baca dari kanan ke kiri

by: Andika

| 19


Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!