SUAKA Vol.1 (Kepak Sayap Langit Benoa)
Pada 14 Februari 2021, tim Divisi Konservasi Pelatihan Tingkat Dasar 2021 Mahasiswa Pecinta Alam "Wanaprastha Dhama" Universitas Udayana telah melakukan pengamatan burung air di Teluk Benoa sebagai bagian dari praktik spesialisasi divisi, juga sekaligus berpartisipasi dalam kegiatan Asian Waterbird Census (AWC) indonesia 2021. Rangkaian kegiatan, pengalaman, dan hasil pengamatan ini pun kemudian dirangkumkan dalam majalah kami, Suaka edisi maret Volume 1 "Kepak Sayap Langit Benoa".
Pada 14 Februari 2021, tim Divisi Konservasi Pelatihan Tingkat Dasar 2021 Mahasiswa Pecinta Alam "Wanaprastha Dhama" Universitas Udayana telah melakukan pengamatan burung air di Teluk Benoa sebagai bagian dari praktik spesialisasi divisi, juga sekaligus berpartisipasi dalam kegiatan Asian Waterbird Census (AWC) indonesia 2021. Rangkaian kegiatan, pengalaman, dan hasil pengamatan ini pun kemudian dirangkumkan dalam majalah kami, Suaka edisi maret Volume 1 "Kepak Sayap Langit Benoa".
Transform your PDFs into Flipbooks and boost your revenue!
Leverage SEO-optimized Flipbooks, powerful backlinks, and multimedia content to professionally showcase your products and significantly increase your reach.
volume1
mahasiswapecintaalam
“wanaprasthadharma”
Divisikonservasi
kepaksayaplangitbenoa
MengenalBeragam Jenis
BurungAirDiBenoa
Cangak besar,kuntulcina,cerek tilil,gajahan
pengala, daralaut jambul, daralaut tiram, dan
blekoksawah
Tips& Trik Pengamatan
Burung
Dilarangpakaiwewangiansaatpengamatan?
AsianW aterbirdCensus
(AW C)
Tim DivisiKonservasilakukan pengamatan burung
untukmonitoringburungair
TelukBenoa
Riwayatnyakini
maret2021
SUAKA VOL. 1 | 1
SALAM REDAKSI
Salam Lestari !
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehingga kami dapat
menyelesaikan majalah ini sebagai tanda telah dilaksanakannya pengamatan burung
pada 14 Februari 2021 di Teluk Benoa, Bali. KEPAK SAYAP LANGIT BENOA menjadi karya
pertama dari peserta Pelatihan Tingkat Lanjut 2021 divisi konservasi yang berusaha
untuk memberikan informasi melalui kegiatan yang kami laksanakan. Asian Waterbirds
Census 2021 menjadi pintu gerbang kami untuk melahirkan majalah ini. Hasil burung
temuan kami kemudian disusun dan dilengkapi dengan berbagai data yang tersaji
dalam SUAKA Volume 1. Melalui terbitan pertama ini, kami berharap karya ini menjadi
sebuah media informatif yang dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Pengamatan burung yang kami lakukan ini tidak lepas dari peran serta dukungan
pengurus maupun kawan-kawan anggota Mapala “Wanaprastha Dharma” Universitas
Udayana, sehingga kegiatan ini dapat terlaksana dengan baik. Meskipun begitu, kami
menyadari banyaknya kekurangan yang terdapat dalam majalah ini, maka dari itu kami
sebagai peserta Pelatihan Tingkat Lanjut 2021 divisi konservasi memohon maaf atas
kekurangan tersebut. Melalui kekurangan tersebut, semoga dapat kami jadikan sebagai
pembelajaran untuk karya-karya yang akan datang.
SUAKA VOL. 1 | 2
DAFTAR
ISI
1 - Salam Redaksi
2 - Daftar Isi
3 - Sekilas Tentang Burung
4 - Asian Waterbird Cencus (AWC) Indonesia 2021
5- Teluk Benoa, Riwayatnya Kini
6 - Tips & Trick Pengamatan Burung Air Di Benoa
7- Cangak Besar, Si Penari yang Anggun
8 - Kuntul Kecil, Si Burung Kecil Pengembara Lahan Basah
9 - Cerek Tilil, Burung Mungil Sang Insektivora
10 - Burung Tapi Gajah, Ini Dia Si Burung Air Gajahan Pengala
11 - Dara-Laut Jambul Besar, Jaya Di Laut Dan Di Darat
12 - Dara-Laut Tiram, Pengembara Kecil yang Menawan
13 - Si Tangguh Blekok Sawah
Pembina Rochtri Agung Bawono. S.S., M. Si; Dr. Ir. Agus Dharma, MT.|Penanggung Jawab Donalis Napang|Penyunng
Andriano Filemon Adja|Desain & Tata Letak Dania Nabila|Kontributor Foto I Putu Adjna Bhumi| Kontributor Tulisan
Syifa Syafira Oktaviani; Adinda Sanita Putri Khinari; A.A. Ayu Isna Surya Dewi; Dania Nabila; Anastasya Putri; Ngurah
Agung Swabhawa
nakwdunud Mapala WD Unud wandaunud@gmail.com 082146334373
Burung adalah anggota kelompok hewan bertulang belakang (vertebrata) yang
memiliki bulu dan sayap. Jenis-jenis burung begitu bervariasi, sebagian besar
spesies burung di dunia mampu terbang menggunakan sayapnya (mis. bebek,
angsa, burung gereja, pelikan, burung hantu, elang, cenderawasih, dan masih
banyak lagi), kecuali beberapa jenis burung yang biasanya endemik di tempat
tertentu, seperti burung unta, moa, kasuari, kiwi, penguin, dan sebagainya.
Diperkirakan terdapat sekitar 8.800 – 10.200 spesies burung di seluruh dunia;
sekitar 1.500 jenis di antaranya ditemukan di Indonesia. Berbagai jenis burung ini
secara ilmiah digolongkan ke dalam kelas Aves. Penggolongan ini dituliskan dalam
klasifikasi sesuai dengan jenis burung yang ada. Klasifikasi ilmiah burung ini
pertama kali dikembangkan oleh Francis Willughby dan John Ray pada tahun 1676
dalam edisi Ornithologiae. Carolus Linnaeus mengubah klasifikasi tersebut tahun
1758 untuk merancang tata nama biologi yang digunakan saat ini.
Banyak spesies burung yang telah membangun populasi perkembangbiakan di
wilayah mereka yang diintroduksi oleh manusia. Sebagian besar burung
menempati berbagai lokasi dalam ekologi. Sementara beberapa burung umum
yang lain menempati tempat yang sangat khusus di habitatnya atau berdasarkan
di mana letak jenis makanannya berada. Bahkan di dalam sebuah habitat tunggal,
seperti burung yang hidup di sekitar perairan umumnya mencari makanan
dengan menangkap ikan, memakan tanaman, dan mencuri makanan hewan lain.
Hal ini termasuk juga lahan basah yang menjadi salah satu habitat burung.
Lahan basah memiliki arti penting bagi kehidupan makhluk hidup. Berdasarkan
Konvensi Ramsar, lahan basah didefinisikan sebagai daerah-daerah rawa
[termasuk rawa bakau/mangrove], payau, lahan gambut, dan perairan yang alami
atau buatan dengan air yang tergenang atau mengalir berupa air tawar, payau,
juga asin. Lebih jauh, termasuk laut yang kedalamannya tidak lebih dari enam
meter ketika surut. Wetlands International Indonesia menyatakan, lahan basah
meliputi sebagian kecil permukaan Bumi. Namun, fungsinya sangat penting, ibarat
pembuluh darah bagi seluruh bentang alam. Secara keseluruhan, burung-burung
penghuni lahan basah merupakan kelompok jenis cangak, kuntul, pecuk, bangau,
ibis, itik, dan burung pantai. John McKinnon mengelompokan cangak, kuntul, dan
koak dalam Suku Ardeidae.
Disadur dari beberapa sumber
Oleh: A.A. Ayu Isna Surya Dewi (WD-1937757)
SEKILAS TENTANG BURUNG
SEKILAS TENTANG BURUNG
SUAKA VOL. 1 | 3
Asian Waterbird Census (AWC)
I n d o n e s i a 2 0 2 1
oleh : Syifa Syafira Oktaviani (WD- 2038759)
Burung air merupakan salah satu indikator alami dari
kawasan lahan basah. Lahan basah sendiri menyediakan
habitat, makanan, tempat bertengger serta tempat istirahat
untuk spesies ini. Sebuah organisasi global non-profit yang
bekerja dalam mempertahankan dan merestorasi lahan basah
serta sumber dayanya untuk masyarakat dan keragaman
hayati, yaitu Yayasan Lahan Basah Internasional (Wetlands
International) mengoordinasikan salah satu program
pemantauan burung air terbesar dan terlama di dunia,
International Waterbird Census (IWC). Kegiatan ini melibatkan
sejumlah sukarelawan dari berbagai negara dalam menilai
status populasi burung air dari waktu ke waktu
IWC berjalan secara paralel dengan program regional lain
dari sensus burung air internasional di Afrika, Eropa, Asia Barat,
Neotropik dan Karibia. Pada 1987 di subkontinen India, sensus
burung air asia (Asian Waterbird Census (AWC)) telah
berkembang pesat hingga mencakup wilayah utama Asia, dari
Afghanistan ke arah timur hingga Jepang, Asia Tenggara dan
Australia. Dengan demikian, sensus tersebut mencakup seluruh
Jalur Terbang Asia Timur - Australia dan sebagian besar Jalur
Terbang Asia Tengah.
Di Indonesia, AWC dikoordinasi oleh Wetlands
International Indonesia. Tahun ini, meski masih berada di
tengah situasi pandemi Covid-19, rangkaian kegiatan AWC
tetap dilaksanakan dengan menekankan kepada setiap
sukarelawan untuk menjaga kondisi, menerapkan protokol
kesehatan secara ketat, serta mengikuti perkembangan
aturan dari pemerintah. Pada tahun ini, Wetlands Indonesia
juga bekerja sama dengan sejumlah komunitas lain di
antaranya Burungnesia, Burung Indonesia, serta EKSAI
Foundation.
Berbeda dari biasanya, di mana kegiatan ini selalu
dilakukan setiap pekan kedua dan ketiga bulan Januari secara
global. Namun, tahun ini dilaksanakan sejak Desember hingga
Februari. Sedangkan di Indonesia, AWC 2021 dilaksanakan
pada Januari hingga Februari. Tahun ini, pelaporan data juga
sudah bisa dilakukan secara digital menggunakan aplikasi
Burungnesia, tidak seperti tahun-tahun sebelumnya yang
hanya dilakukan secara konvensional. Dengan adanya inovasi
baru serta semakin banyak pihak yang terlibat, dengan
harapan dapat meningkatkan efektivitas pemantauan dan
menjaring lebih banyak orang untuk terlibat.
Disadur dari beberapa sumber
SUAKA VOL. 1 | 4
TELUK BENOA
Riwayatnya kini
Oleh: Anastasya Putri (WD-2038763)
Lokasi pengamatan burung atau birdwatching dari tim divisi Konservasi Mapala "Wanaprastha
Dharma" Unud adalah di Teluk Benoa yang terletak di Kabupaten Badung, Bali. Kawasan ini beberapa
tahun belakangan ramai diberitakan karena pernah mengalami konflik alot antara pemerintah dan
warga Bali dalam waktu yang lama. Konflik ini terjadi karena wacana reklamasi Teluk Benoa yang diawali
oleh pergantian aturan terkait status kawasannya.
Pada tahun 2009, Teluk Benoa ditetapkan sebagai kawasan perlindungan setempat berdasarkan
peraturan daerah di Bali. Tahun 2011, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan Perpres
Nomor 45 Tahun 2011 dan menetapkan Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi perairan. Namun pada
tahun 2014, aturan tersebut digantikan dengan Perpres Nomor 51 Tahun 2014 yang mengubah status
kawasan Teluk Benoa dari kawasan konservasi menjadi kawasan pemanfaatan sehingga melegitimasi
rencana reklamasi di Teluk Benoa. Rencana reklamasi di Teluk Benoa sendiri akan dilakukan oleh PT Tirta
Wahana Bali International (TWBI).
Gambar Teluk Benoa melalui Citra Landsat
Teluk Benoa saat ini adalah sebuah kawasan konservasi perairan seluas 1.243 hektar. Menteri
Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastusi mengeluarkan Keputusan Menteri Nomor 46/KEPMEN-KP/2019
Tentang Kawasan Konservasi Maritim Teluk Benoa di Perairan Provinsi Bali, Tanggal 4 Oktober 2019.
Kawasan ini terbagi menjadi zona inti dan zona pemanfaatan terbatas yang dikelola oleh Pemerintah
Daerah Provinsi Bali. Pengelolaan itu meliputi penunjukkan organisasi pengelola, penyusunan dan
penetapan rencana pengelolaan dan peraturan zonasi Kawasan Konservasi Maritim, penataan batas,
serta melakukan sosialisasi dan pemantapan pengelolaan.
Kawasan lahan basah terjadi saat air bertemu dengan tanah, contoh dari lahan basah antara lain
bakau, lahan gambut, rawa-rawa, sungai, danau, delta, daerah dataran banjir, sawah, dan terumbu
karang (Wetlands International Indonesia). Reklamasi Teluk Benoa menyebabkan terbentuknya daratan
baru dari timbunan pasir. Kawasan Teluk Benoa tempat kami melakukan birdwatching juga termasuk
kawasan lahan basah, tanahnya cenderung jenuh dengan air karena di area tersebut sebagian atau
seluruhnya kadang-kadang tergenangi oleh air yang dangkal. Teluk Benoa menjadi habitat bagi
beberapa jenis burung air dan tempat singgah burung yang sedang migrasi. Saat melakukan
birdwatching, kami Menemukan Burung Cerek Tilil, Cangak Besar, Gajahan Pengala, Daralaut Tiram,
Daralaut Jambul, dan Blekok Sawah.
Sumber:
https://indonesia.wetlands.org/id/wetlands/apa-lahan-basah-itu/
https://www.mongabay.co.id/2019/02/11/degradasi-mangrove-indonesia-fenomena-dieback-pada-kawasan-teluk-benoa-bali/
https://www.dw.com/id/kisruh-di-pulau-dewata-sebagian-warga-bali-tolak-reklamasi-teluk-benoa/a-19502209
https://www.bbc.com/indonesia/majalah-50010898
https://www.liputan6.com/news/read/2238413/reklamasi-teluk-benoa-bali-pro-dan-kontra-tak-kunjung-usai
SUAKA VOL. 1 | 5
Tips & Trick
Pengamatan Burung Air di Benoa
Pengamatan burung yang kami lakukan di Teluk Benoa dilakukan sebagai bentuk monitoring burung
air di habitatnya. Dalam melakukan pengamatan ini, tidak banyak biaya yang perlu dikeluarkan,
utamanya hanya perlu sebuah buku panduan lapangan untuk burung air di kawasan ASEAN dan
sebuah binokuler!
Apa yang perlu dipersiapkan?
Oleh: Syifa Syafira Oktaviani (WD- 2038759)
BUKU PANDUAN LAPANGAN
Buku panduan lapangan burung ini digunakan dalam
mengenali dan mengetahui jenis dari setiap burung yang
diamati. Pada pengamatan burung air yang kami lakukan
di Teluk Benoa ini, kami menggunakan Buku Panduan
Burung Air di Kawasan ASEAN (Field Guide to the Waterbirds
of ASEAN). Setelah memiliki buku panduan lapangan
tersebut, kami dapat menemukan burung yang diamati
pada buku tersebut. Rasanya mungkin akan tidak masuk
akal jika mencari nama burung menurut abjad, karena
kami tidak mengetahui nama burung-burung tersebut.
Namun, buku panduan ini telah diatur dengan menempatkan
kelompok burung yang terkait secara evolusioner,
yang disebut “famili”. Misalnya, famili loon, famili warbler,
atau famili duck (bebek) yang memiliki bentuk, struktur,
dan perilaku serupa. Akan sangat membantu lagi jika kita
telah lebih dulu mempelajari karakteristik dari setiap famili
sebelum pergi melakukan pengamatan.
Binokuler
Binokuler terdiri dari lensa obyektif (memfokuskan
gambar terbalik), satu set prisma (untuk mengembalikan
tampilan dan memantulkan cahaya lewat refleksi) dan
lensa mata (untuk memperbesar gambar). Binokuler
memiliki kekuatan perbesaran dan ukuran lensa obyektif
(misalnya, 10x42) yang mana angka pertama
menunjukkan berapa kali gambar dibawa mendekati
pengamat, dan angka kedua adalah diameter lensa
obyektif dalam milimeter.
Melihat burung dengan mata telanjang, kemudian
beralih dengan melihat melalui binokuler pada awalnya
akan lebih sulit dari yang diduga, tetapi menjadi lebih
mudah saat kita terus berlatih. Burung akan sering
bergerak saat kita mencoba menemukan dan
memusatkan perhatian padanya. Tipsnya adalah dengan
tetap mengawasi burung yang diamati saat kita
mengangkat binokuler ke arah mata.
sumber:
Texas Parks and Wildlife: An Introduction to Birdwatching
Pearson, David. M. Moore. CJ Kazilek. 2005. Beginning Birders’ Guide.
Pakaian dan Perilaku
Pemilihan pakaian hingga perilaku yang salah dapat
mengurangi peluang kita untuk mengamati burung di
alam liar. Berikut beberapa rekomendasi yang bisa
diterapkan:
Hindari warna-warna terang. Ini akan membantu
kita untuk lebih dekat dengan burung yang ingin diamati
tanpa menyadarkan mereka akan kehadiran kita. Teluk
Benoa merupakan pesisir pantai luas dengan hamparan
pasir putih serta sangat minim vegetasi. Pilihlah pakaian
yang berwarna gelap atau natural seperti hitam atau
coklat agar menyesuaikan dengan lokasi pengamatan.
Jauhi pakaian yang berisik saat bergerak. Banyak
pakaian luar ruangan yang terbuat dari kain yang
menghasilkan banyak suara ketika bergesekan. Tali dan
kantong velcro juga bisa menjadi pemicu kegaduhan
saat kita ingin mengeluarkan buku panduan burung, atau
binokuler dari casingnya. Menghindari bahan-bahan ini
akan membantu kita untuk lebih dekat dengan burung
saat pengamatan.
Kenakan topi bertepi lebar. Burung dapat berada
searah dengan sinar matahari. Topi bertepi lebar akan
membantu melindungi mata kita dari sinar matahari dan
membuat kita lebih mudah melihat burung. Keteduhan di
atas mata juga akan membantu kita saat menggunakan
binokuler.
Hindari juga memakai wewangian atau parfum!
Dengan aroma menyengat, hal ini justru membuat
burung menghindari kita, karena selain sensitif dengan
warna dan suara, hewan ini juga sangat sensitif dengan
aroma.
Gunakan sepatu! Meskipun Teluk Benoa merupakan
pesisir pantai yang mungkin akan terasa lebih nyaman
jika kita menggunakan sendal, namun selain pasir
terdapat pula pecahan cangkang kerang, batuan kasar
yang tajam, hingga krustasea yang mungkin dapat
melukai kaki. Selain itu ada kemungkinan untuk kita
perlu menyeberangi aliran air lautnya agar dapat
mendekat dengan burung yang ada di seberang. Dasar
dari air tersebut pun sama, terdapat berbagai cangkang
hewan laut yang telah pecah dan batuan kasar yang
tajam. Hal tersebut sangat berisiko, sehingga
menggunakan sepatu dapat melindungi kaki dari bahaya
tergores atau bahkan luka robek.
Disadur dari beberapa sumber
SUAKA VOL. 1 | 6
SUAKA VOL. 1 | 7
CANGAK BESAR
SI PENARI YANG ANGGUN
Oleh: Anastasya Putri (WD-2038763)
KLASIFIKASI
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class
: Aves
Order : Ciconiiformes
Family : Ardeidae
Genus : Egretta
Species : Egretta alba
Burung Cangak Besar atau Kuntul Besar memiliki tubuh
berukuran besar dengan panjang sekitar 95 cm. Ciri-ciri
Cangak Besar adalah warnanya yang putih, bertubuh kurus,
dan lehernya yang panjang. Iris mata Cangak Besar berwarna
kuning. Ukurannya yang besar, simpul lehernya yang khas,
dan kakinya yang berwarna hitam adalah ciri khas dari
Cangak Besar yang membedakannya dari Burung Cangak lain.
Cangak Besar tersebar luas dan dapat ditemukan di seluruh
dunia. Warna paruhnya bervariasi di berbagai tempat, seperti
di Amerika warnanya selalu kuning dan warna hitam di
musim kawin di tempat lain. Daerah yang menjadi habitat
Cangak Besar adalah tempat lahan basah dangkal seperti
kolam, rawa-rawa, dan daratan lumpur pasang surut. Cangak
Besar akan bersarang dalam sebuah koloni bersama dengan
burung air lain. Sarangnya tersusun dari ranting - ranting
yang dangkal, pada pucuk pohon.
Cangak Besar sering terlihat sendiri-sendiri, tetapi terkadang
juga berkumpul dalam jumlah besar di mana makanan
berlimpah. Burung ini merupakan jenis burung pemakan
ikan, udang, belalang, larva capung. Cangak Besar akan
perlahan membuntuti mangsanya lalu mematuknya dari atas.
Cangak Besar berkembang biak dalam koloni dan sering
bercampur dengan cangak dan bangau lainnya. Pada waktu
kawin, pasangan burung saling menari dan mengejar.
Terbang dengan gerakan kepakkan sayap pelan dan anggun,
namun penuh tenaga. Telur burung ini berwarna pucat
Sumber:
ebird.org
id.wikipedia.org/wiki/Cangak_laut
Si Burung Kecil Pengembara Lahan Basah
Oleh: A.A. Ayu Isna Surya Dewi (WD-1937757)
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class
: Aves
Order
: Ciconiiformes
Family
: Ardeidae
Genus
: Egretta
Species
: Egretta garzetta
©
Burung Kuntul Kecil (Egretta garzetta) adalah sejenis burung dari suku Ardeidae (kerabat cangak). Disebut Little Egret dalam
bahasa Inggris, burung ini mempunyai ‘kembarannya’ di Dunia Baru, yakni kuntul salju atau Snowy Egret (Egretta thula) dari Karibia.
Burung kuntul kecil memiliki ukuran antara 55-65 cm dan memiliki panjang bentangan sayap 88–106 cm. Pada musim kawin, burung ini
mempunyai dua bulu hias putih yang tipis memanjang pada tengkuknya dan lebih banyak bulu pada dada dan punggungnya yang
menjuntai melebihi ekor. Paruh kuntul kecil selalu berwarna hitam keabu-abuan, membedakannya dengan jenis-jenis kuntul yang lain.
Tungkai dan kaki berwarna hitam seluruhnya; ras migran dari Asia berjari kuning. Kulit wajah kuning kehijauan, dan kemerah-merahan
di musim berbiak.
Penyebaran alami kuntul kecil mencakup wilayah luas di Afrika,
Eropa, Asia, dan Australasia. Di Indonesia burung ini ditemukan
menetap di Jawa dan Bali (ras berkaki hitam, nigripes), yang
mengembara hingga ke Sumatra dan Kalimantan. Di kedua pulau
itu, di waktu-waktu tertentu juga ditemukan ras pengunjung
berkaki kuning dari Asia daratan. Di sebagian besar kawasan
Wallacea, terutama di wilayah-wilayah kepulauan, ditemukan
ras nigripes; sedangkan ras garzetta berkaki kuning hanya
tercatat sebagai pengunjung di Sulawesi Utara dan Ambon.
Sementara di Papua, ras pengunjung kemungkinan kebanyakan
datang dari Australia. Kuntul kecil sekarang juga memperluas
wilayah sebarannya ke Dunia Baru. Catatan kehadiran kuntul
kecil di wilayah ini diawali pada April 1954 di Barbados; dan pada
1994 burung ini terlihat mulai berbiak di pulau tersebut. Di
berbagai daerah mulai dari Suriname dan Brasil di selatan hingga
Newfoundland dan Quebec di utara, kuntul kecil terlihat secara
teratur dan semakin sering. Pada Juni 2011, seekor kuntul kecil
teramati di Rawa Scarborough di Maine.
Kuntul kecil acap mengunjungi sawah, tepian sungai, beting
pasir dan lumpur, serta sungai-sungai kecil di pesisir. Burung ini
mencari makanan dalam kelompok yang terpencar-pencar,
sering bercampur dengan burung-burung perancah yang lain.
Kadang-kadang terlihat mengejar mangsanya di tepian pantai di
tempat yang dangkal. Bila pulang ke tempatnya bermalam,
burung-burung ini terbang dalam formasi V. Kuntul ini
memangsa berbagai jenis ikan, kodok, krustasea, serangga air,
dan juga belalang. Kuntul kecil bersarang dalam koloni,
bercampur dengan burung-burung air lainnya. Sarangnya
berupa tumpukan ranting-ranting serupa panggung, dibuat di
pucuk-pucuk pohon; biasanya pohon yang tanahnya tergenang
air. Ketika memikat pasangannya dalam percumbuan,
burung-burung ini memperagakan gerakan-gerakan yang indah
dengan bulu-bulu yang ditegakkan. Telurnya berwarna biru
pucat, berjumlah tiga sampai empat butir. Di Jawa Barat, kuntul
kecil tercatat berbiak di bulan Februari hingga Juli, sedangkan di
Jawa Timur antara Desember hingga Maret.
sumber:
Hoyo, J. del, et al., eds. (1992). Handbook of the Birds of the World, vol. 1. Barcelona: Lynx Edicions. hlm. 412.
MacKinnon, J. 1990. Panduan Lapangan Pengenalan Burung-burung di Jawa dan Bali. Penerbit Universitas Gadjah Mada. Hal. 75-76.
hps://www.mongabay.co.id/2020/06/28/mengenal-burung-kuntul-kecil-si-penghuni-lahan-basah/
Status konservasi Kuntul kecil menurut IUCN (3.1) adalah Risiko
Rendah atau kategori Least Concern. Spesies dengan tingkat
risiko rendah adalah kategori IUCN yang diberikan untuk spesies
yang telah dievaluasi, tetapi tidak masuk ke dalam kategori mana
pun. Spesies-spesies tersebut tidak termasuk ke dalam spesies
terancam, hampir terancam, atau ketergantungan konservasi.
Faktor terbesar yang menjadi ancaman keberadaan burung kuntul
kecil yaitu perburuan, pemakaian pestisida yang berlebihan. Selain
itu juga alih fungsi lahan. Untuk itu, diharapkan masyarakat bisa
lebih menjaga keutuhan kawasan dan juga kelestarian lingkungan.
Penggunaan pestisida atau bahan-bahan kimia lainnya perlu
dikurangi. Dari 24 spesies famili Ardeidae setengah diantaranya
merupakan burung yang dilindungi menurut Peraturan Pemerintah
No.7 Tahun 1999 tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa.
SUAKA VOL. 1 | 8
Anggota Mapala “Wanaprastha Dharma” sedang menyeberangi pantai menuju lokasi pengamatan burung
CEREK TILIL
BURUNG MUNGIL SANG INSEKTIVORA
Oleh: Adinda Sanita Putri Khinari (WD-1836746)
KLASIFIKASI
Kingdom
Phylum
Class
Order
Family
Genus
Species
: Animalia
: Chordata
: Aves
: Charadriiformes
: Charadriidae
: Charadrius
: Charadrius alexandrines
HTTPS://VIAPONTICA.ORG/WP-CONTENT/UPLOADS/2017/11/CHARADRIUS_ALEXANDRINUS_-_LAEM_PAK_BIA.JPG
Cerek Tilil merupakan burung berparuh pendek warna hitam
dengan bulu berwarna coklat putih. Garis putih akan terlihat jelas
pada sayapnya saat terbang dan warna putih juga terlihat pada
bagian ekor terluarnya. Cerek Tilil yang memiliki iris berwarna
coklat ini juga memiliki kalung putih di belakang lehernya dan
garis hitam pada dahinya sebagai pembeda dengan Cerek Jawa.
Pada dada Cerek Tilil jantan terdapat bercak warna hitam,
sedangkan Cerek Tilil betina memiliki bercak warna coklat di
dadanya. Burung ini memiliki ukuran tubuh yang kecil yaitu 15
cm dengan berat burung dewasa sekitar 40-44 gram saja dan
mencari makan sendirian atau dalam kelompok kecil. Cerek Tilil
ini mencari makan berupa serangga kecil sebagai santapannya di
tepi perairan.
Burung Cerek Tilil ini berbiak di bagian selatan Eropa sampai
Jepang, Equador, Peru, Chili, Amerika bagian Selatan dan
Karibia (Bird Life International, 2012). Habitat
pengembangbiakan yang paling umum adalah tepi danau saline,
laguna, bukit pasir, rawa-rawa, gurun semi-kering, dan tundra
Si mungil ini memiliki sebaran geografis yang luas, mulai dari
garis lintang 10º sampai 55º, menempati Afrika Utara, Asia
Tengah, dan Eropa. Beberapa populasi bermigrasi dan seringkali
musim dingin di Afrika, sedangkan populasi lain seperti populasi
di berbagai pulau, tidak bermigrasi. Di Indonesia, burung ini
bermigrasi dari Sumatra, Kalimantan, Jawa, Bali, Sulawesi, Nusa
Menurut IUCN, burung ini berada dalam status Least Concern
atau risiko rendah yang mana burung ini tidak mendekati ambang
batas untuk berstatus rentan dengan ukuran populasi <10.000
individu. Hal ini karena populasi global Cerek Tilil ini sangat
besar yaitu sekitar 100.000-499.999 individu dewasa.
Meskipun jumlah populasi Cerek Tilil ini cukup tinggi, namun
dalam 15 tahun terakhir populasi burung ini menurun sekitar
25%. Ancaman utama bagi spesies ini adalah hilang dan
terganggunya habitat yang diakibatkan oleh aktivitas manusia
predator alami, pemanasan global dan perubahan iklim. Jika
kenaikan permukaan laut terjadi, maka diprediksi akan terjadi
bencana bagi burung bersarang rendah ini.
Sumber:
AlRashidi, M., Shobrak, M., Al-Eissa, M.S. and Székely, T. 2012. Integrating spatial data and shorebird nesting locations to predict the
potential future impact of global warming on coastal habitats: A case study on Farasan islands, Saudi Arabia, Saudi Journal of Biological
Sciences. 19(3), pp. 311–315
BirdLife International. 2017. Species factsheet: Charadrius alexandrinus. Diakses dari http://www.birdlife.org
del Hoyo, J., Collar, N.J., Christie, D.A., Elliott, A. and Fishpool, L.D.C. 2014. HBW and BirdLife International Illustrated Checklist of the Birds of
the World, Lynx Edicions BirdLife International, Barcelona, Spain and Cambridge, UK
SUAKA VOL. 1 | 9
BURUNG TAPI GAJAH,
Ini dia si Burung Air Gajahan Pengala
Oleh: Syifa Syafira Oktaviani (WD-2038759)
KLASIFIKASI
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class
: Aves
Order : Charadriiformes
Family : Scolopacidae
Genus : Numenius
Species : Numenius phaeopus
Gajahan Pengala merupakan burung pantai yang besar
dan berkaki pendek dengan paruh panjang melengkung ke
bawah, kepala bergaris, bagian atas berbintik-bintik cokelat,
dan bagian bawah berwarna cerah dengan guratan di leher
dan dada bagian atas. Jenis kelamin serupa pada bulu, tetapi
betina rata-rata lebih besar. Gajahan pengala juvenile/remaja
mirip dengan yang adult/dewasa, tetapi memiliki punggung
dengan bintik-bintik terang, garis mahkota kurang jelas, dada
lebih berkilau, dan dengan guratan halus di leher dan dada.
sumber: hp://www.planetoirds.com/charadriiformes-scolopacidae-whimbrel-numenius-phaeopus
ASAL-USUL NAMA
Burung Gajahan memiliki ciri khas paruh yang panjang dan
melengkung. Sekilas mirip dengan belalai gajah, hal ini yang
dianggap menjadi sebab munculnya nama burung “gajahan”.
Sedangkan nama “Numenius” berasal dari perkataan Gerika
Kuno, noumenios, sejenis burung yang disebut-sebut oleh
Hesychius. Berasal dari gabungan kata neos, "baru", dan
mene, "bulan", yang merujuk pada bentuk paruh yang
melengkung serupa bulan sabit.
STATUS KONSERVASI
Di Indonesia termasuk spesies burung yang dilindungi
berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan RI Nomor P.92/MENLHK/SETJEN/KUM.1/8/2018.
sumber :
Integrated Taxonomic Informaon System (ITIS) 176599
PlanetofBirds.com. 2011. Whimbrel (Numenius phaeopus).
Coates, B.J. & Bishop, K.D. 2000. Panduan Lapangan Burung – Burung di Kawasan Wallaceae. Penerbit Bird Life Indonesia. Bogor.
HABITAT & REPRODUKSI
Berkembang biak di berbagai habitat tundra, dari dataran
rendah basah hingga padang rumput kering atau rawa
taiga basah yang tersebar, dan pohon cemara hitam
kerdil. Dalam migrasi, sering mengunjungi berbagai
habitat pesisir dan pedalaman, termasuk ladang dan
pantai. Musim dingin berada di dataran pasang surut dan
garis pantai, terkadang mengunjungi habitat pedalaman.
Pembiakan terjadi pada Mei hingga Juli. Betina biasanya
bertelur empat telur dalam cekungan yang mereka kerok
dari tanah dan dilapisi dengan daun. Setelah 22-28 hari
inkubasi, telur menetas. Muda membutuhkan waktu
sekitar satu bulan lagi untuk terbang.
KEBIASAAN
Dikenal sebagai burung perancah yang mengais dan
menusuk-nusuk lumpur atau tanah lunak dengan
paruhnya yang panjang dan sensitif untuk mencari
mangsa. Kadang kala terlihat sendirian, burung ini
biasanya hidup dalam kelompok kecil sampai besar, dan
sering berbaur dengan burung perancah lain. Suara
berupa siulan meringkik keras, ti-ti-ti-ti-ti-ti.
MAKANAN
Gajahan pengala memangsa moluska, cacing,
udang-udangan, kepiting, dan organisme laut lainnya.
Kepiting adalah mangsa favorit burung musim dingin.
Pada musim gugur, saat melakukan migrasi di
Maritim Kanada dan pesisir Maine, Whimbrels
(Gajahan pengala) memakan buah beri dan
bahkan bunga selama musim kawin.
Buah beri ditarik dari cabang dengan
ujung paruh.
sumber: Google
SUAKA VOL. 1 | 10
Anggota Mapala “Wanaprastha Dharma” sedang mengambil foto burung
Pemancing ikan di Teluk Benoa
KLASIFIKASI
Kingdom
Phylum
Class
Order
Family
Genus
Species
: Animalia
: Chordata
: Aves
: Charadriiformes
: Laridea
: Thalasseus
: Thalasseus bergii
DARA-LAUT JAMBUL BESAR
JAYA DILAUT DAN DI DARAT
Oleh: Ngurah Agung Swabhawa (WD-1029639)
Dara-Laut Jambul Besar atau disebut Thalasseus bergii
dalam bahasa ilmiahnya adalah keluarga dari jenis burung
Laridae (burung laut) yang memiliki habitat di sepanjang
garis pantai dan pulau-pulau pada kawasan tropis dan
sub-tropis. Spesies Dara-Laut Jambul memiliki 5
sub-spesies (T. b. bergii, T. b. enigma, T. b. cristata, T. b.
thalassina dan T. b. velox) yang di mana keseluruhannya
memiliki pola perilaku yang hampir serupa.
Dara-Laut Jambul Besar memiliki ukuran (dewasa)
rentang sayap 125-130 cm dan panjang 46-49 cm dengan
berat rata-rata 325-397 gram. Dara-Laut Jambul besar
memiliki paruh panjang berwarna kuning, kaki yang
berwarna hitam, terdapat pola garis berwarna hitam pada
bagian ekor sayap dan pada bagian kepala didominasi
warna putih dan hitam (sebagai mahkota) serta warna
abu-abu pada bagian dada dan sayap. Sedangkan untuk
ciri burung mudanya tidak terlalu berbeda jauh. Hal paling
mudah untuk membedakan Dara-Laut Jambul Besar ini
adalah dengan memperhatikan warna paruhnya yang
lebih bercorak kuning kehijauan dibandingkan dengan
marganya yang lain.
Dara-Laut Jambul Besar sepanjang garis pantai Afrika
Selatan, garis pantai Samudra Hindia hingga Pasifik
(termasuk Indonesia) dan Australia. Selain itu banyak
persebaran koloni nya pada sepanjang kawasan Pasifik,
termasuk Kiribati, Fiji, Tonga, Kepulauan Society dan
Tuamotus. Aktifitas kolini terbesar terekam pada kawasan
pantai timur Australia dengan jumlah 13.000 – 15.00 ekor.
Biasanya burung ini akan beristirahat pada kawasan
pantai yang lebih terbuka walaupun sesekali terlihat
bertengger diantara pepohonan maupun dekat dengan
aktivitas manusia. Selain itu biasanya burung ini
bercampur dengan koloni burung lainnya pada suatu
daerah yang sama.
Dara-Laut Jambul Besar berkembang biak di banyak pulau
pada kawasan Samudra Hindia termasuk Aldabra dan
Etoile di Seychelles dan Kepulauan Chagos serta
Rodrigues. Burung ini biasanya membuat sarang pada
daratan berpasir yang lebih rendah atau berbatu dan
terkadang diantara karang maupun semak-semak yang
ada di sepanjang garis pantai. Terdapat beberapa kasus di
mana justru tidak membuat sarang sama sekali. Telur
burung ini biasa berwarna krem dengan guratan hitam
yang membentuk pola abstrak. Biasanya burung
Dara-Laut Jambul besar akan menjaga anak-anaknya
hingga waktu tertentu.
Dara-Laut Jambul Besar sangat menjaga teritorial yang
mereka singgahi. Biasanya mereka akan memberikan
seruan suara yang cukup keras (biasanya bunyi suaranya
seperti burung gagak) bila ada burung lain yang memasuki
teritorialnya. Pada sisi konsumsi, burung ini lebih memilih
ikan sebagai konsumsi utamanya sama seperti
kebanyakan burung laut. Sisi uniknya adalah burung ini
dapat menyelam sedalam kurang lebih satu meter untuk
mencari ikan dilaut lepas.
Secara internasional kategori konservasi dari Dara-Laut
Jambul Besar ini memasuki kategori Least Concern (IUCN
3.1) atau tidak terancam. Indonesia sendiri menetapkan
keluarga sternidae dilindungi melalui Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor
P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018.
Sumber:
hp://datazone.birdlife.org/species/factsheet/greater-crested-tern-thalasseus-bergii diakses 22/2/21
hps://ebird.org/species/grcter1 diakses 22/2/21
Nogues, Joseph, dkk. First populaon esmate of breeding Greater Crested Tern on Cosmoledo Atoll, Seychelles. 2018.
MacKinnon, John, dkk. Burung-burung di Sumatera, Jawa, Bali, dan Kalimantan. 1992. Puslitbang Biologi LIPI. Jakarta.
SUAKA VOL. 1 | 11
SUAKA VOL. 1 | 12
DARA LAUT TIRAM
PENGEMBARA KECIL YANG MENAWAN
Oleh: Dania Nabila (WD-1836742)
KLASIFIKASI
Kingdom
Phylum
Class
Order
Family
Genus
Species
: Animalia
: Chordata
: Aves
: haradriiformes
: Sternidae
: Sterna
: Gelochelidon nilotica
Dara Laut Tiram berukuran sedang 39 cm, berwarna pucat
dengan bentuk ekor sedikit terlihat mirip menggarpu. Pada
musim panas bagian atas kepala burung ini berwarna hitam,
namun keka musim dingin, tubuh bagian bawah puh, bagian
atas abu-abu, kepala puh, tengkuk berbink abu-abu, bercak
hitam pada mata. Burung ini beriris coklat, paruh berwarna
hitam, kaki hitam. Dara Laut Tiram mencari makan dengan
terbang rendah di atas air atau lumpur. Jarang bertengger di
tonggak kayu. Saat berburu burung ini jarang menjatuhkan diri
masuk ke dalam air. Burung ini biasanya hidup cukup lama,
beberapa spesiesnya bisa hidup hingga 25-30 tahun dan juga
suka hidup sendirian atau dalam kelompok kecil.
REPRODUKSI
Gelochelidon nilotica memiliki sebaran distribusi di seluruh
dunia, tetapi koloni pembiakannya menunjukkan distribusi
spasial yang dak merata dan berkembang biak dalam koloni
campuran, dengan burung air lainnya. Burung Dara aut Tiram
mempunyai bentuk sarang berupa cekungan dangkal di lumpur
kering, pasir atau kerikil di pantai, tanggul, bangkai laut di garis
pasang atau di vegetasi terapung. Telur berwarna kuning tua,
berbink abu-abu, jumlah telur 1-2 bur. Berbiak diperkirakan
bulan Mei-Juni. Burung ini mencari makan pada jarak antara 2
km sampai 20 km dari tempat berkembang biak.
MIGRASI
Burung pengembara ini berkelana hampir ke seluruh benua
(Amerika, Eropa, Afrika, Asia, Australia). Habitat asli burung ini
ada di Armenia, Azerbaijan, Bulgaria, Denmark, Perancis,
Jerman, Yunani, Italia, Portugal, Rumania, Rusia, Spanyol, Turki,
Ukraina. Burung ini run datang ke Danau Limboto di Gorontalo,
Taman Wisata Alam Pulau Sangalaki Kalimantan Timur, Pulau
Bali, Pulau Jawa.
STATUS KONSERVASI & ANCAMAN
Menurut IUCN, burung ini berada dalam status Least Concern
atau risiko rendah yang mana burung ini dak mendeka
ambang batas untuk berstatus rentan dan APPENDIX II yang jika
terus diperjual belikan burung ini akan terancam punah. Populasi
burung ini di Eropa diperkirakan 16.600-21.200 pasangan, yang
setara dengan 33.200-42.400 individu dewasa.
Populasi Burung Dara Laut Tiram cukup nggi, namun Populasi
tersebut diduga mengalami penurunan akibat hilangnya habitat
dan degradasi pada in wilayah jelajahnya. Diperkirakan terjadi
penurunan populasi sebanyak 30% selama ga generasi atau
sepuluh tahun. Spesies ini terancam oleh kerusakan dan
hilangnya habitat, misalnya melalui drainase lahan basah,
intensifikasi pertanian, polusi pessida, fluktuasi permukaan air,
erosi pantai . burung ini juga mengalami penurunan keberhasilan
reproduksi sebagai akibat dari gangguan manusia yang
melakukan pemburuan.
Sumber :
hp://datazone.birdlife.org/species/factsheet/common-gull-billed-tern-gelochelidon-niloca/details
hps://regional.kompas.com/read/2019/04/10/07012041/burung-dara-laut-ram-terlihat-di-danau-limboto
SI TANGGUH
BLEKOK SAWAH
Oleh: Anastasya Putri (WD-2038763)
KLASIFIKASI
Kingdom
Phylum
Class
Order
Family
Genus
Species
: Animalia
: Chordata
: Aves
: Pelecaniformes
: Ardeidae
: Ardeola
: Ardeola speciosa
Burung dengan sayap putih dengan guratan-guratan coklat
ini bisa disalahartikan sebagai burung kuntul yang sedang
terbang, tetapi jika memperhatikan kepalanya, warnanya lebih
gelap di semua bulu. Ukurannya hanya 45 cm dan memiliki
paruh dan kaki yang panjang. Selain itu, warna bulu menjadi
salah satu penciri khas dari burung ini. Blekok Sawah dewasa
memiliki warna kepala dan dada kuning sedangkan pada tubuh
bagian atas lainnya berwarna cokelat bercoret-coret. Saat
terbang, sayapnya yang berwarna putih terlihat kontras dengan
punggungnya yang hitam. Blekok sawah saat masih remaja
tubuhnya berwarna cokelat-bercoret-coret dan belum muncul
warna hitam di bulunya. Ciri khas lain dari burung blekok
sawah adalah mata dan paruhnya yang berwarna kuning
sedangkan ujung paruh berwarna hitam dan kakinya berwarna
hijau buram
Blekok sawah dapat ditemui dan tersebar di Semenanjung
Malaysia dan di Indonesia. Di Indonesia, burung ini tersebar
luas di berbagai pulau yang ada, seperti Sumatera, Kalimantan,
Jawa, Bali dan Sulawesi. Habitat burung blekok sawah banyak
terdapat di sawah, rawa, tambak, pantai lumpur dan juga
Mangrove. Sarang mereka terbuat dari tumpukan ranting pada
dahan atau cabang berdaun di atas air. Burung ini biasanya
hidup sendiri atau dalam kelompok kecil. Setiap sore, burung
ini akan terbang dengan kepakkan sayap yang perlahan secara
berpasangan atau berkelompok. Burung ini mampu terbang
puluhan kilo dalam satu harinya, hal ini menunjukkan bahwa
stamina Blekok Sawah yang sangat baik.
Jenis makanan yang dikonsumsi oleh burung blekok sawah
adalah hewan-hewan air seperti ikan, kepiting, katak, serangga
air dan berudu. Burung ini akan menangkap mangsanya,
dengan diam-diam mendekati mangsa dengan posisi tubuh
rendah, lalu kepala ditarik dan melahap mangsanya. Burung ini
dianggap hama yang dapat mengganggu kelangsungan
budidaya ikan. Oleh karena itu, biasanya para pembudidaya
ikan yang melihat kehadiran burung ini akan memburunya.
Blekok sawah berkembang biak dengan cara bertelur (ovipar).
Mereka berkembang biak pada bulan Desember– Mei dan
Januari – Agustus. Jumlah telurnya sekitar 2 – 3 butir setiap kali
bertelur dengan warna telur hijau biru pucat. Status
kemelimpahan dari burung ini masih tergolong sedang.
Sumber:
ebird.org
id.wikipedia.org/wiki/Blekok_Sawah
SUAKA VOL. 1 | 13
“Some people are very competitive in
their birding. Maybe they'll die
happy, having seen a thousand
species before they die, but I'll die
happy knowing I've spent all that
quiet time being present.”
- Lynn Thomson, Birding with Yeats: A Mother's Memoir
MAHASISWA PECINTA ALAM “WANAPRASTHA DHARMA”
UNIVERSITAS UDAYANA
SEKRETARIAT MAPALA “WANAPRASTHA DHARMA” JL. DR. GORIS NO 7, STUDENT CENTRE LT. 3, DENPASAR, BALI