RH7yFQ
RH7yFQ
RH7yFQ
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Setidaknya ada tiga asumsi mengenai minimnya pembahasan<br />
serta penghilangan poin-poin penting tentang HAM dalam RUU<br />
Pemerintahan Aceh di DPR. Pertama, karena rumusan dalam MoU<br />
Helsinki menjamin ditutupnya persoalan pelanggaran HAM masa lalu<br />
(konflik). Kedua, masalah HAM di Aceh dianggap sebagai wacana ke<br />
depan. Ini seturut dengan pembahasan dalam perundingan Helsinki.<br />
Ketiga, minimnya pembahasan HAM dapat memberikan kenyamanan<br />
politik bagi kelompok elite penguasa dan politisi di DPR.<br />
Hal yang terakhir ini menjelaskan bahwa satu karakter transisi<br />
kekuasaan di Indonesia adalah tetap adanya kontinuitas antara penguasa<br />
terdahulu dengan yang kemudian. Kontinuitas ini menjadi salah satu<br />
kendala politik yang utama dalam penegakan HAM untuk kasus-kasus<br />
pelanggaran HAM masa lalu, karena pelanjut penyelenggara negara<br />
sekarang—baik di eksekutif, legislatif dan yudikatif hingga ke pelaksana<br />
di lapangan—adalah bagian dari rezim masa lalu, baik secara struktural<br />
maupun kultural.<br />
Justru mereka memiliki kewenangan untuk menciptakan<br />
diskontinuitas antara kejahatan masa lalu dengan pelembagaan<br />
pengadilan HAM di masa kini dengan kalimat: ”Untuk memeriksa,<br />
mengadili, memutus, dan menyelesaikan perkara pelanggaran hak asasi manusia<br />
8<br />
yang terjadi sesudah Undang-Undang ini diundangkan …”<br />
Peminggiran upaya penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu di<br />
Aceh juga terjadi pada proses pembahasan RUU di DPR RI. Masalah<br />
yang dianggap krusial dibahas oleh DPR RI adalah masalah seperti<br />
31<br />
dignitas<br />
6. Pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi di<br />
Aceh sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibentuk oleh<br />
Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Nasional dengan<br />
memperhatikan pertimbangan DPRA.<br />
Dalam hal tidak adanya jaminan proses investigasi yang adil<br />
dilakukan terhadap kasus-kasus kejahatan berat hak asasi<br />
manusia tertentu di wilayah, pemerintah memberi<br />
kesempatan kepada pelapor khusus (special rappourteur)<br />
dan/atau pejabat lain Pererikatan Bangsa-Bangsa untuk<br />
masuk ke wilayah Aceh.<br />
8. Cetak tebal dari penulis.<br />
Volume VIII No. 1 Tahun 2012<br />
”memperhatikan<br />
pertimbangan<br />
DPRA”<br />
dihilangkan<br />
Perihal membuka<br />
kesempatan<br />
untuk melibatkan<br />
pelapor khusus<br />
dihilangkan