04.02.2013 Views

Mendaki Gunung-Gunung Weekend

Mendaki Gunung-Gunung Weekend

Mendaki Gunung-Gunung Weekend

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

tempat yang benar-benar<br />

indah di antara bukitbukit<br />

yang didominasi<br />

cemara gunung.<br />

Tidak sampai di sini <strong>Gunung</strong><br />

Lawu menunjukkan<br />

pesonanya. Sepanjang<br />

perjalanan selepas Pos 5<br />

perpaduan antara cemara<br />

gunung yang miring<br />

mengikuti kemiringan<br />

bukit tempat tumbuhnya<br />

dengan sabana sungguh<br />

merupakan pemandangan<br />

berbeda.<br />

Terlebih saat kami mulai<br />

memasuki padang sabana<br />

di mana terdapat sumber<br />

air temporer berupa<br />

genangan bernama Tapak<br />

Menjangan dan Sendang<br />

Macan. Pesonanya hingga<br />

membuat Dyah mencoba<br />

tidur di atas hamparan<br />

rumput di sekitar Tapak<br />

Menjangan. Padang sabana<br />

ini benar-benar seperti<br />

seperti surga tersembunyi<br />

dari <strong>Gunung</strong> Lawu.<br />

hargo dalem<br />

Waktu hampir menunjukkan<br />

pukul 14. Cuaca saat itu sudah<br />

kembali gelap. Nampaknya hujan<br />

tidak lama akan turun. Kami<br />

bertiga segera kembali melanjutkan<br />

perjalan agar dapat tiba<br />

di Hargo Dalem sebelum gelap<br />

atau sebelum hujan benar-benar<br />

turun.<br />

Namun, setelah jalan lebih dari<br />

satu jam, hujan deras tumpah<br />

dari langit. Dengan raincoat atau<br />

jas hujan kami tetap meneruskan<br />

perjalanan.<br />

Memasuki kawasan Pasar Dieng,<br />

hujan masih belum juga ada tanda-tanda<br />

berhenti. Kawasan di<br />

mana terdapat banyak batu-batuan<br />

yang sebagiannya berbentuk<br />

seperti prasasti dan punden<br />

berundak ini merupakan salah<br />

satu tempat yang dikeramatkan<br />

masyarakat sekitar <strong>Gunung</strong><br />

Lawu. Hargo Dalem sudah tidak<br />

jauh lagi.<br />

Tidak sampai setengah jam<br />

24 MountMag 01 2011<br />

PUNCAK: Tugu di puncak Hargo Dumilah.<br />

berjalan kami akhirnya tiba di<br />

Hargo Dalem yang berada pada<br />

ketinggian 3.148 meter. Berada<br />

sekitar 100 meter di bawah<br />

Puncak Hargo Dumilah, puncak<br />

tertinggi <strong>Gunung</strong> Lawu. Sebuah<br />

kawasan yang dipercaya sebagai<br />

tempat muksa-nya Prabu Brawijaya<br />

V. Selain sebuah petilasan<br />

sang prabu, di sini juga terdapat<br />

beberapa bangunan dari seng<br />

yang biasa dipergunakan peziarah<br />

untuk bermalam. Ada juga<br />

bangunan milik keluarga keraton<br />

Surakarta.<br />

Sebuah warung yang telah<br />

puluhan tahun berada di Hargo<br />

Dalem setia melayani para<br />

pendaki dan peziarah selama 24<br />

jam. Warung mbok Yem, begitulah<br />

nama warung ini dikenal. Di<br />

warung ini kami bertiga bermalam<br />

bersama-sama dengan<br />

para peziarah.<br />

hargo dumilah<br />

Keesokan harinya, 7 Desember<br />

2010, pukul 5 pagi kami<br />

lanjutkan perjalanan<br />

menuju Puncak <strong>Gunung</strong><br />

Lawu, Hargo Dumilah.<br />

Dua puluh menit kemudian<br />

kami pun tiba di<br />

Puncak Hargo Dumilah<br />

(3.226 m). Di puncak<br />

telah banyak para pendaki<br />

lain yang juga sudah tiba.<br />

Cuaca pagi itu yang cukup<br />

cerah membuat kami<br />

dapat secara jelas melihat<br />

kawasan sekitarnya.<br />

Bahkan gunung-gunung di<br />

Jawa Tengah yang berada<br />

di sekitar <strong>Gunung</strong> Lawu.<br />

“Bang Ley...bagus banget<br />

ya pemandangannya!” ujar<br />

mbak Tuti yang kagum<br />

melihat pesona alam dari<br />

puncak <strong>Gunung</strong> Lawu.<br />

“Yang ada airnya itu apa<br />

namanya?” tanya mbak<br />

Tuti sambil menunjuk<br />

kubangan air di padang<br />

sabana di bawah puncak.<br />

“Itu Telaga Kuning, bekas<br />

kawah tua Lawu tapi kalau<br />

musim kering airnya tidak<br />

ada,” jawab saya.<br />

Sendang drajat<br />

Turun dari puncak Hargo Dumilah,<br />

kami tidak langsung kembali<br />

ke warung Mbok Yem. Perjalanan<br />

lebih dulu kami lanjutkan<br />

ke Sendang Drajat dan Sumur<br />

Jalatunda.<br />

Di sana kami melihat peziarah<br />

berdoa dan menaruh sesajian.<br />

Sebagian lagi berganti-ganti<br />

mengambil air sendang untuk<br />

mandi sebagai syarat sebelum<br />

berdoa. Mereka percaya air tersebut<br />

dapat mengangkat derajat.<br />

Kemudian kami kembali lagi<br />

menuju warung Mbok Yem untuk<br />

mengambil barang-barang sebelum<br />

melanjutkan perjalanan<br />

turun melalui jalur Cemoro Kandang.<br />

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!