08.02.2013 Views

analisis perilaku masyarakat terhadap keinginan menabung dan

analisis perilaku masyarakat terhadap keinginan menabung dan

analisis perilaku masyarakat terhadap keinginan menabung dan

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

ANALISIS PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP KEINGINAN<br />

MENABUNG DAN MEMPEROLEH PEMBIAYAAN PADA BANK SYARIAH<br />

DI NANGGROE ACEH DARUSSALAM<br />

A i y u b<br />

The research was conducted in Nanggroe Acheh Darussalam Province, it aimed to<br />

indentify characteristic of society clasification and behaviour toward Islamic<br />

banking, and also mapping potency of network developed Islamic banking in<br />

research area. Research method was quantitative with logistic Regression Model and<br />

Chow test. The result of the research indicated society behaviour mostly unknown<br />

about system and islamic banking product. Society behaviour has two sides, namely<br />

willingness to save and to get fund from Islamic Bank. It indicated mostly willingness<br />

to save, was 462 person (92,4%) an addition, willingness to get fund was great also.,<br />

it was 466 person (93,2%). Simoultaneously both funding side and saving side<br />

indicated potency to develop Islamic Bank, it was at middle catagory. Although<br />

patially it has the great potency. Chow Test indicated different among 7 research<br />

areas, each area has differented characteristic. Therefore the developed Islamic Bank<br />

in NAD Province need to searched partially.<br />

Key word : Syariah Banking, Potence, Preference and behaviour<br />

Aiyub adalah Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh<br />

STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)<br />

1<br />

1


2<br />

Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007<br />

Pendahuluan<br />

Banyak tantangan <strong>dan</strong> permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan<br />

perbankan syariah di Indonesia <strong>dan</strong> juga di NAD. Permasalahan yang muncul antara<br />

lain adalah rendahnya pengetahuan <strong>masyarakat</strong> <strong>terhadap</strong> perbankan syariah terutama<br />

disebabkan oleh dominasi perbankan konvensional. Disamping itu, struktur<br />

pengetahuan <strong>dan</strong> persepsi <strong>masyarakat</strong> yang sudah terbangun sekian lama <strong>terhadap</strong><br />

bank konvesional, tentu saja tidak mudah untuk diarahkan kepada perbankan yang<br />

berazaskan Syariah Islam. Dengan alasan itu, penelitian ini dirasa penting untuk<br />

mengungkapkan bagaimana struktur persepsi <strong>masyarakat</strong> NAD saat ini, serta<br />

bagaimana peluang <strong>dan</strong> strateginya untuk dirubah agar lebih menerima perbankan<br />

syariah. Meskipun perbankan syariah dikenal belum lama, adalah menarik untuk<br />

mempelajari bagaimana karakteristik <strong>masyarakat</strong> yang selama ini telah mengadopsi<br />

bank syariah. Apakah karakter tersebut bersifat khas, <strong>dan</strong> apakah mereka merupakan<br />

pasar yang potensial untuk kedepan? Lebih khusus lagi, perlu pula digali bagaimana<br />

potensi perbankan secara umum, baik sektor usaha maupun segmen <strong>masyarakat</strong>nya,<br />

serta dimana lokasi yang sesuai untuk pengembangannya.<br />

Sejalan dengan pelaksanaan Syariat Islam di NAD yang telah berjalan selama<br />

empat tahun lebih, berbagai upaya <strong>dan</strong> langkah terus ditempuh oleh pihak yang<br />

mempunyai tanggung jawab untuk menjalankan Syariat Islam secara kaffah dalam<br />

segala aspek kehidupan termasuk aspek perbankan syariah. Seiring dengan itu<br />

rehabilitasi <strong>dan</strong> rekontruksi di NAD <strong>dan</strong> Nias pasca gempa bumi <strong>dan</strong> tsunami perlu<br />

dilakukan berbagai kegiatan yang dapat mendukung pelaksanaan Syariat Islam <strong>dan</strong><br />

kebijakan-kebijakan untuk masa yang akan datang khususnya dalam aspek perbankan<br />

syariah, oleh sebab itu perbankan syariah perlu mengembangkan jaringan<br />

perbankannya dengan berbagai upaya baik melalui peningkatan pemahaman<br />

<strong>masyarakat</strong> mengenai produk, mekanisme, sistem <strong>dan</strong> seluk beluk perbankan syariah,<br />

perkembangan jaringan perbankan syariah akan tergantung pada besarnya demand<br />

<strong>masyarakat</strong> <strong>terhadap</strong> sistem perbankan ini.<br />

Oleh karena itu, agar kegiatan sosialisasi dalam rangka peningkatan<br />

pemahaman <strong>masyarakat</strong> <strong>terhadap</strong> Syariat Islam dalam sektor perbankan syariah agar<br />

lebih efektif diperlukan informasi yang lengkap mengenai karakteristik <strong>dan</strong> <strong>perilaku</strong><br />

nasabah/calon nasabah <strong>terhadap</strong> perbankan syariah.<br />

Penelitian yang bertujuan untuk memberikan informasi yang jelas <strong>dan</strong> akurat<br />

mengenai hal-hal tersebut diperlukan sejalan dengan <strong>keinginan</strong> agar kebijakan dalam<br />

pelaksanaan Syariat Islam mengenai perbankan syariah dapat ditumbuh kembangkan<br />

dalam <strong>masyarakat</strong>, begitu juga kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia<br />

<strong>terhadap</strong> perbankan syariah di NAD haruslah didasarkan pada hasil penelitian yang<br />

dapat dipertanggungjawabkan (research-based policy making). Adapun yang menjadi<br />

masalah dalam penelitian ini adalah :<br />

(1) Bagaimana <strong>perilaku</strong> kelompok <strong>masyarakat</strong> di wilayah penelitian <strong>terhadap</strong><br />

perbankan Islam.<br />

(2) Bagaimana peta potensi pengembangan jaringan perbankan Islam di wilayah<br />

penelitian.


Landasan Teoritis<br />

Penelitian ini merupakan studi awal untuk mengetahui persepsi <strong>masyarakat</strong> di<br />

Nanggroe Aceh Darussalam, karena keterbatasan <strong>dan</strong>a <strong>dan</strong> waktu, penelitian ini<br />

hanya dibatasai pada tujuh buah Kabupaten <strong>dan</strong> Kota, sementara masih terdapat 14<br />

Kabupaten <strong>dan</strong> Kota lainnya yang tidak termasuk dalam wilayah penelitian untuk<br />

studi awal ini. Populasi yang menjadi sampel hanya 500 orang untuk tujuh<br />

Kabupaten. Namun demikian Kabupaten <strong>dan</strong> Kota serta sampel yang dipilih sudah<br />

cukup mewakili daerah penelitian. Rencana pengembangan ke depan diharapkan<br />

Kabupaten <strong>dan</strong> Kota yang dipilih serta <strong>masyarakat</strong> yang menjadi sampel jauh lebih<br />

banyak dari studi awal ini. Yang terpenting dari rencana pengembangan hasil<br />

penelitian ini adalah dapat dijadikan sebagai landasan yang kuat bagi pengembangan<br />

bank syariah di Nanggroe Aceh Darussalam.<br />

Teori utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori preferensi <strong>dan</strong><br />

pilihan konsumen. Menurut teori preferensi <strong>dan</strong> pilihan konsumen, seorang<br />

konsumen dalam membuat keputusan <strong>terhadap</strong> apa yang ingin dibelinya melalui<br />

beberapa proses, yaitu proses pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi<br />

alternatif, proses pembelian <strong>dan</strong> <strong>perilaku</strong> pascapembelian (Engel, Blackwell, Miniard,<br />

1994). Dalam proses pengenalan kebutuhan seseorang akan mencari tentang manfaat<br />

dari produk tersebut atau konsumen berusaha menemukan sumber motivasi yang<br />

menyebabkan dia tertarik <strong>dan</strong> melibatkan diri dalam produk tersebut. Dalam proses<br />

selanjutnya konsumen akan berusaha mendapatkan informasi yang lebih detail<br />

mengenai produk tersebut dalam hal ini konsumen akan mencoba mencari mediamedia<br />

informasi yang menginformasikan tentang produk tersebut, misalnya media<br />

cetak atau media elektronik.<br />

Tahap selanjutnya seorang konsumen akan melakukan evaluasi alternatif yang<br />

menjadi pertimbangan awal bagi konsumen untuk mendapatkan produk tersebut.<br />

Termasuk dalam pertimbangan pada tahap ini adalah mengenai harga, mutu atau<br />

merk <strong>dan</strong> keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh barang tersebut dibandingkan<br />

dengan barang lainnya. Setelah semua selesai <strong>dan</strong> matang dalam pertimbangan<br />

kemudian proses selanjutnya adalah proses pengambilan keputusan yaitu membeli<br />

atau tidak barang tersebut. Seandainya konsumen akhirnya memutuskan untuk<br />

membeli maka hal penting yang perlu diketahui adalah <strong>perilaku</strong> konsumen<br />

pascapembelian. Dalam hal ini adalah sejauhmana konsumen merasa puas <strong>terhadap</strong><br />

apa yang dibelinya. Adakah membawa kepada imeg yang baik atau buruk bagi<br />

pembuatan keputusan selanjutnya. (Dijelaskan berdasarkan Gambar 1)<br />

STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)<br />

3


4<br />

Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007<br />

PENGENALAN<br />

KEBUTUHAN<br />

Manfaat yang dicari<br />

Motivasi<br />

Keterlibatan<br />

PENCAIRAN<br />

INFORMASI<br />

Sumber Informasi<br />

Media Berpengaruh<br />

Fokus Perhatian<br />

EVALUASI<br />

ALTERNATIF<br />

Pertimbangan Awal<br />

Indikator Mutu<br />

PROSES PEMBELIAN<br />

Alasan Pemilihan<br />

Jenis Tempat<br />

Pengeluaran<br />

PERILAKU<br />

PASCAPEMBELIAN<br />

Tingkat Kepuasan<br />

Loyalitas<br />

Gambar 1. Proses Keputusan Konsumen<br />

Sumber : Engel, Blackwell, Minard (1994)<br />

Pan<strong>dan</strong>gan dalam teori “Veblen Effects” juga menjadi sorotan <strong>dan</strong><br />

pertimbangan tersendiri dalam penelitian ini, menurut Veblen, konsumsi atraktif yang<br />

dilakukan konsumen dipengaruhi oleh elemen sosiologi <strong>dan</strong> psikologi dimana hal ini<br />

kemudian mempengaruhi <strong>terhadap</strong> fungsi permintaan. Elemen tersebut menjadi faktor<br />

bahwa turunan utilitas dari suatu unit komoditi yang digunakan untuk konsumsi<br />

atraktif tidak hanya tergantung dari tingkat kualitas sejenis dari barang tersebut tetapi<br />

juga harga yang dibayarkan untuk unit barang tersebut. (Anny Ratnawati, dkk,<br />

2001).


Menurut Bentler <strong>dan</strong> Speckart (1997) mengatakan bahwa minat atau<br />

<strong>keinginan</strong> seseorang untuk memperoleh atau mendapatkan (membeli) sesuatu produk<br />

atau barang selain secara langsung dipengaruhi oleh faktor-faktor sikap <strong>dan</strong> norma<br />

subjektif, juga dipengaruhi oleh faktor <strong>perilaku</strong> sebelumnya. Model Bentler <strong>dan</strong><br />

Speckart merupakan pengembangan dari reasoned action model Fishbein <strong>dan</strong> Ajzein<br />

yang diformulasikan sebagai berikut :<br />

B ~ BI = w1 AB + w2 SN<br />

AB = E(bi) (ei)<br />

SN = E(NBj) (MCj)<br />

Dimana B adalah <strong>perilaku</strong> tertentu, BI adalah minat konsumen untuk<br />

melaksanakan <strong>perilaku</strong> B, AB adalah sikap konsumen untuk melaksanakan <strong>perilaku</strong><br />

B, bi adalah kekuatan dari keyakinan penting (probabilitas subjektif yang dipegang<br />

oleh seorang konsumen bahwa melaksanakan <strong>perilaku</strong> B cenderung menimbulkan<br />

akibat i ("akibat" mencakup konsekuensi, upaya, biaya, karakteristik, <strong>dan</strong> atribut<br />

lain), ei adalah evaluasi tentang akibat i, SN merupakan norma subjektif yang<br />

berkaitan dengan apakah orang lain j (referen) menghendaki konsumen tersebut<br />

melakukan <strong>perilaku</strong> B, NBj adalah keyakinan normatif dari konsumen bahwa orang<br />

penting lain (referen) j berpendapat ia seyogyanya atau tidak seyogyanya<br />

melaksanakan <strong>perilaku</strong> B, MCj adalah motivasi konsumen untuk menuruti pengaruh<br />

dari referen j, w1 <strong>dan</strong> w2 merupakan bobot regresi yang ditentukan secara empiris, n<br />

adalah banyaknya keyakinan penting yang dipegang oleh konsumen tersebut<br />

berkenaan dengan pelaksanaan <strong>perilaku</strong> B <strong>dan</strong> M merupakan banyaknya referen yang<br />

relevan.<br />

Menurut Markoni Badri (2003) mengatakan bahwa banyak faktor yang<br />

mempengaruhi konsumen dalam memilih suatu produk atau jasa, seperti faktor<br />

budaya (culture), sosial (social), pribadi (personal), <strong>dan</strong> faktor psikologis<br />

(psychological factor). Faktor psikologis yang berhubungan dengan keyakinan<br />

(agama) konsumen biasanya akan lebih sensitif <strong>dan</strong> lebih respon dibandingkan,<br />

beberapa teori <strong>dan</strong> pan<strong>dan</strong>gan di atas menjadi landasan pembuatan kerangka pikir<br />

dalam penelitian ini.<br />

Penelitian tentang <strong>perilaku</strong>, karakteristik, <strong>dan</strong> persepsi <strong>masyarakat</strong> <strong>terhadap</strong><br />

Bank Islam khususnya di Indonesia masih sangat terbatas. Namun penelitian<br />

pendahuluan yang dilakukan Wibisana dkk. (1999) di Jawa Timur secara sederhana<br />

dapat memberikan gambaran awal tentang <strong>perilaku</strong> <strong>dan</strong> persepsi <strong>masyarakat</strong> <strong>terhadap</strong><br />

Bank Islam. Penelitian lain tentang masalah yang sama dilakukan di Jor<strong>dan</strong> oleh Erol<br />

<strong>dan</strong> El-Bdour (1989) <strong>dan</strong> El-Bdour (1984).<br />

Penelitian yang lebih lengkap tentang potensi, preferensi <strong>dan</strong> <strong>perilaku</strong><br />

<strong>masyarakat</strong> <strong>terhadap</strong> Bank Syariah dilakukan oleh Bank Indonesia bekerja sama<br />

dengan Pusat Penelitian Kajian Pembangunan Lembaga Penelitian Undip (2004),<br />

penelitian ini mengambil lokasi di Jogyakarta. Hasil penelitian menemukan bahwa<br />

preferensi <strong>masyarakat</strong> <strong>terhadap</strong> tingkat kompatibilitas menunjukkan tingkat<br />

kecocokan <strong>terhadap</strong> System perbankan syariah dimana sebagian besar <strong>masyarakat</strong><br />

STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)<br />

5


6<br />

Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007<br />

tidak setuju <strong>terhadap</strong> tingkat kompatibilitas dari perbankan syariah. Tingkat<br />

kompatibilitas terendah terlihat pada Kabupaten Demak,Kota Semarang <strong>dan</strong><br />

Kabupaten Kendal. Dari sisi <strong>perilaku</strong> <strong>masyarakat</strong> yang dilihat dari dua aspek masingmasing<br />

<strong>keinginan</strong> <strong>masyarakat</strong> untuk <strong>menabung</strong> <strong>dan</strong> memperoleh pembiayaan dari<br />

perbankan syariah, penelitian ini menemukan sekitar 59,00 persen yang<br />

menginginkan <strong>menabung</strong> di perbankan syariah <strong>dan</strong> 55,11 persen yang menyatakan<br />

menginginkan untuk memperoleh pembiayaan dari perbankan syariah. Ditinjau dari<br />

pengembangan Bank Syariah di Jawa Tengah maupun DIY dapat dilihat bahwa<br />

pengembangan perbankan syariah mempunyai prospek yang mengembirakan. Hal ini<br />

tercemin dimana sebagian besar responden mempunyai respon yang positif meskipun<br />

mereka belum mengenal tentang sistem <strong>dan</strong> produk-produk perbankan syariah.<br />

Studi pendahuluan tentang Persepsi Masyarakat tentang Bank Perkreditan<br />

Rakyat Islam di Jawa Timur (Wibisana dkk. 1999) menunjukkan a<strong>dan</strong>ya<br />

keberagaman persepsi <strong>masyarakat</strong> <strong>terhadap</strong> B`ank Islam. Pemahaman tentang bunga,<br />

misalnya, menunjukkan bahwa sebagian besar (yaitu 55%) <strong>masyarakat</strong> (responden)<br />

mengatakan halal. Persepsi tersebut didukung oleh sebagian ulama <strong>dan</strong> santri yang<br />

mengatakan bahwa bunga bank hukumnya halal. Dari seluruh responden yang<br />

berjumlah 60 orang hanya 10% yang mengatakan haram, selebihnya mengatakan<br />

subhat <strong>dan</strong> tidak tahu. Dari temuan tersebut dapat diketahui bahwa ada indikasi<br />

bahwa <strong>masyarakat</strong> belum memahami keberadaan bank Islam secara lengkap.<br />

(Wibisana dkk. 1999, 43-8; cf. Erol <strong>dan</strong> El-Bdour 1989; El- Bdour 1984).<br />

Temuan di atas sebetulnya tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan oleh<br />

Erol <strong>dan</strong> El-Bdour (1989). Penelitian yang dilakukan di Jor<strong>dan</strong> tersebut menunjukkan<br />

bahwa <strong>masyarakat</strong> sebetulnya lebih berorientasi pada profit dari pada kepatuhan<br />

mereka kepada perintah agama. Dengan kata lain, motivasi agama bukan merupakan<br />

faktor dominan yang dipertimbangkan untuk memilih bank syariah, tetapi motivasi<br />

yang kuat adalah berdasarkan pada motif profit oriented (Erol <strong>dan</strong> El-Bdour 1989,<br />

33). Temuan ini juga memperkuat hasil penelitian El- Bdour (1984) sebelumnya.<br />

Apa yang diungkapkan diatas merupakan sebuah potret tentang persepsi<br />

<strong>masyarakat</strong> <strong>terhadap</strong> Bank Islam. Namun demikian, pemahaman <strong>masyarakat</strong> tentang<br />

bunga hanya merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi preferensi<br />

<strong>masyarakat</strong> <strong>terhadap</strong> Bank Islam. Penelitian yang lebih mendalam <strong>dan</strong> lengkap masih<br />

sangat diperlukan untuk mengetahui preferensi <strong>dan</strong> <strong>perilaku</strong> <strong>masyarakat</strong> <strong>terhadap</strong><br />

Bank Islam.<br />

Metodelogi Penelitian<br />

Populasi <strong>dan</strong> Sampel<br />

Penelitian ini dilakukan di Nanggroe Aceh Darussalam, untuk wilayah sampel<br />

Utara/Timur dipilih Kabupaten Aceh Utara <strong>dan</strong> Lhokseumawe. Wilayah yang dekat<br />

dengan ibukota Provinsi NAD dipilih Kabupaten Aceh Besar. Untuk wilayah tengah<br />

(pegunungan) dipilih Kabupaten Aceh Tengah <strong>dan</strong> Kabupaten Bener Meriah. Dan,<br />

wilayah kepulauan dipilih Kabupaten Sabang.


Pengambilan sampel lokasi didasarkan atas pertimbangan (1) potensi agama<br />

(Islam) <strong>dan</strong> (2) potensi ekonomi. Indikator yang digunakan untuk mendeteksi potensi<br />

agama (Islam) meliputi: (a) jumlah masjid <strong>dan</strong> meunasah, (b) proporsi jamaah haji<br />

<strong>terhadap</strong> penduduk muslim <strong>dan</strong> (c) proporsi penduduk muslim <strong>terhadap</strong> jumlah<br />

penduduk secara keseluruhan. Se<strong>dan</strong>gkan potensi ekonomi meliputi (1) tingkat<br />

pertumbuhan ekonomi, (2) PDRB perkapita <strong>dan</strong> (3) proporsi PAD <strong>terhadap</strong> APBD,<br />

jumlah penduduk menurut lapangan pekerjaan, aktivitas perdagangan, aktivitas<br />

perbankan <strong>dan</strong> pertimbangan peneliti.<br />

Jumlah responden yang dikumpulkan adalah minimal sebanyak 100<br />

responden untuk setiap Kabupaten/kota, yang terdiri atas: 20 responden pengusaha<br />

(produsen) <strong>dan</strong> 80 responden <strong>masyarakat</strong> (konsumen atau rumah tangga konsumsi).<br />

Yang dimaksudkan pengusaha (produsen) adalah termasuk <strong>masyarakat</strong> atau rumah<br />

tangga yang bergerak dalam kegiatan menghasilkan atau menjual barang atau jasa,<br />

misalnya pedagang besar atau pedagang kecil. Se<strong>dan</strong>gkan <strong>masyarakat</strong> (rumah tangga<br />

konsumsi) adalah <strong>masyarakat</strong> sebagai konsumen, misalnya PNS, TNI/Polri,<br />

Pelajar/Mahasiswa, karyawan swasta, <strong>dan</strong> lain-lain. Penentuan lokasi kecamatan<br />

terpilih di setiap kabupaten/kota dengan mempertimbangkan kriteria yang sama<br />

dalam pemilihan kabupaten/kota. Pengambilan responden dipilih secara accidental<br />

dengan memperhatikan penyebaran antar kecamatan.<br />

Metode Analisis Data<br />

Sebelum melakukan <strong>analisis</strong> data terlebih dahulu dilakukan pengujian<br />

<strong>terhadap</strong> alat ukur (kuisioner). Kuisioner yang akan digunakan sebagai alat<br />

pengumpulan data perlu dilakukan uji validitas <strong>dan</strong> reliabilitas. Uji validitas<br />

dilakukan dengan menggunakan korelasi product moment (person) se<strong>dan</strong>gkan uji<br />

reliabilitas dilakukan dengan uji Crobach Alpha. Untuk mengetahui preferensi <strong>dan</strong><br />

<strong>perilaku</strong> <strong>masyarakat</strong> <strong>terhadap</strong> perbankan Islam digunakan metode skoring <strong>dan</strong> untuk<br />

memperoleh gambaran tentang hubungan antar variabel digunakan Logistic<br />

Regression. Pembentukan model dalam penelitian berdasarkan kerangka Pikir seperti<br />

yang tercantum pada gambar 2.<br />

LOKASI<br />

POTENSI<br />

1. Demografi<br />

2. Ekonomi<br />

3. Nilai Sosial<br />

4. Sistem Sosial<br />

PREFERENSI<br />

1. Keuntungan Relatif<br />

2. Kompatibilitas<br />

3. Kompleksitas<br />

4. Triabilitas<br />

SIKAP<br />

Menerima atau Menolak<br />

1. Prinsip Syariah<br />

2. Produk Syariah<br />

Gambar 2. Model Kerangka Pikir<br />

Potensi, Preferensi <strong>dan</strong> Perilaku Masyarakat Terhadap Perbankan Syariah<br />

STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)<br />

7<br />

PERILAKU THD<br />

PRODUK SYARIAH<br />

Menerima atau Menolak<br />

1. Tabungan<br />

2. Pembiayaan


8<br />

Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007<br />

Keterangan :<br />

De = Demografi Ec = Ekonomi<br />

De1 = Jenis Kelamin Ec1 = Pekerjaan<br />

De2 = Umur Ec2 = Pendapatan<br />

De3 = Pendidikan Ec3 = Aksebilitas Wilayah<br />

Sv = Nilai Sosial Ss = Sistem Sosial<br />

Sv1 = Keragamaan Ss1 = Toleransi Thd Penyimpangan Agama<br />

Sv2 = Keterbukaan Terhadap Ss2 = Akses terhd Informasi<br />

Hal baru<br />

Pf = Preferensi D = Lokasi<br />

Pf1 = Keuntungan Relatif (Aceh Utara, Lhokseumawe,<br />

Pf2 = Kompatibilitas A.Tengah, Bener Meriah,<br />

Pf3 = Kompleksitas Aceh Besar, Aceh Barat <strong>dan</strong><br />

Pf4 = Triabilitas/Observabilitas Sabang)<br />

Sumber : dimodivikasi dari PPKP-LP Undip (2000)<br />

Estimasi pengembangan bank Islam dari sisi tabungan <strong>dan</strong> pembiayaan akan<br />

digunakan model logit dengan persamaan sebagai berikut : (Gujarati, 1995;555).<br />

P i zi<br />

= e ..................................................................................................(1)<br />

1−<br />

P<br />

Z<br />

i<br />

i<br />

Jadi :<br />

k<br />

∑<br />

j=<br />

1<br />

= β + β X .......................................................................................(2)<br />

o<br />

k<br />

βo<br />

+ ∑ βi<br />

P j = 1<br />

i<br />

= e<br />

1−<br />

P<br />

i<br />

i<br />

X<br />

ij<br />

ij<br />

.........................................................................................(3)<br />

Berdasarkan kerangka pemikiran teoritik maka persamaan (2) tersebut dapat<br />

dioperasionalisasikan sebagai berikut :<br />

Z i α 0 + ∑ α i Deij<br />

+ ∑ β i Ecij<br />

+ ∑ χ iSvij<br />

+ ∑δ<br />

iSsij<br />

+ ∑<br />

= φ Pf<br />

Dimana :<br />

i<br />

ij<br />

...........................(4)<br />

Zi = Sikap Masyarakat Bank Syariah<br />

De = Demografi (jenis kelamin, umur <strong>dan</strong> pendidikan)<br />

Ec = Ekonomi (jenis pekerjaan, pendapatan <strong>dan</strong> aksebilitas wilayah)<br />

Sv = Nilai Sosial (keberagamaan <strong>dan</strong> sikap terbuka menerima hal yang<br />

baru)<br />

Ss = Sistem Sosial (toleransi <strong>terhadap</strong> penyimpangan agama, kemampuan<br />

akses informasi)<br />

Pf = Preferensi (keuntungan Relatif, Kompleksitas, Bagi Hasil, Triabilitas)<br />

α = adalah Konstanta<br />

αi,βi,χi,δi,Фi = Koefisien variabel yang diestimasi


Untuk mencapai tujuan ke dua, akan digunakan model alternatif yaitu model<br />

chow test (Gujarati, 1995; 263 – 264). Dengan menggunakan model tersebut akan<br />

diuji apakah perbedaan persamaan regresi antar Kabupaten <strong>dan</strong> Kota berbeda atau<br />

sama. Dengan menggunakan model tersebut dapat dibuat mapping mengenai potensi<br />

pengembangan Bank Islam <strong>dan</strong> karakteristik kelompok <strong>masyarakat</strong> <strong>dan</strong> <strong>perilaku</strong>nya<br />

<strong>terhadap</strong> Bank Islam.<br />

Hasil Penelitian<br />

Pengetahuan <strong>masyarakat</strong> tentang Bank Syariah sangat terbatas, masih sebatas<br />

pernah mendengar namanya saja <strong>dan</strong> tidak semua dari mereka yang mengaku pernah<br />

mendengar mampu menyebutkan dengan baik nama Bank Syariah. Kebanyakan<br />

<strong>masyarakat</strong> mendengar Bank Syariah dari media massa <strong>dan</strong> dari teman, di samping<br />

dari media lainnya. Pengetahuan <strong>masyarakat</strong> tentang sistem pengelolaan Bank<br />

Syariah juga masih sangat rendah, hanya 47 orang (9.4%) yang tahu tentang sistem<br />

bagi hasil <strong>dan</strong> 1 orang saja (0,2%) yang tahu tentang wadiah. Demikian pula<br />

pengetahuan <strong>masyarakat</strong> <strong>terhadap</strong> produk Bank Syariah, baik produk penghimpun<br />

<strong>dan</strong>a (3.2%), produk penyaluran <strong>dan</strong>a (2.4%) <strong>dan</strong> produk jasa (0%) masih sangat<br />

rendah sekali.<br />

Rendahnya pengetahuan <strong>masyarakat</strong> <strong>terhadap</strong> Bank Syariah melahirkan<br />

persepsi atau pan<strong>dan</strong>gan yang keliru <strong>terhadap</strong> Bank Syariah <strong>dan</strong> ini akan membentuk<br />

preferensi yang rendah pula yang berakhir dengan rendahnya keputusan <strong>masyarakat</strong><br />

untuk memilih Bank Syariah. Persepsi <strong>masyarakat</strong> <strong>terhadap</strong> bunga yang diberikan<br />

oleh Bank Konvensional masih beragam, 80 orang (16%) mengatakan halal, 298<br />

orang (59.60%) mengatakan haram, 114 orang (22.80%) menyebutkan subhat <strong>dan</strong> 8<br />

orang (1,6%) mengatakan ragu-ragu.<br />

Preferensi <strong>masyarakat</strong> <strong>terhadap</strong> keuntungan relatif (68%), Sistem bagi hasil<br />

(71%), multi keuntungan (72.6%) <strong>dan</strong> kesungguhan mencari informasi (63.4%).<br />

Dari keempat konstruk yang ditanyakan ternyata menunjukkan preferensi yang sangat<br />

tinggi <strong>dan</strong> ini menunjukkan pengembangan Bank Syariah sangat berpotensi tinggi.<br />

Keinginan <strong>menabung</strong> <strong>dan</strong> memperoleh pembiayaan pada Bank Syariah sangat tinggi<br />

yaitu 462 orang (92.4%) <strong>dan</strong> 446 orang (93.2%) (hasil penambahan antara jawaban<br />

sangat bersedia <strong>dan</strong> bersedia)<br />

Tabel. 1<br />

Perilaku Masyarakat Terhadap <strong>keinginan</strong> Menabung <strong>dan</strong> Memperoleh<br />

Pembiayaan Pada Bank Syariah<br />

Katagori Sangat<br />

Ragu- Tidak<br />

Sangat<br />

Tidak Jlh<br />

Bersedia Bersedia Ragu Bersedia Bersedia<br />

Menabung<br />

Jumlah<br />

Persen<br />

77<br />

15.4<br />

385<br />

77<br />

36<br />

7.2<br />

1<br />

0.2<br />

1<br />

0.2<br />

500<br />

100<br />

Pembiayaan<br />

Jumlah<br />

Persen<br />

119<br />

23.8<br />

347<br />

69.4<br />

30<br />

6<br />

4<br />

0.8<br />

0<br />

0<br />

500<br />

100<br />

Sumber : Data Penelitian Lapangan (2006)<br />

STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)<br />

9


10<br />

Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007<br />

Berdasarkan hasil regresi logistik seperti dalam Tabel 2 menunjukkan Jenis<br />

Kelamin (De1), Pendapatan (Ec2), Keberagamaan (Sv1), Toleransi Terhadap<br />

Penyimpangan Agama (Ss1), Akses Terhadap Informasi (Ss2), Kompatibilitas (Pf2),<br />

Kompleksitas (Pf3) <strong>dan</strong> Triabilitas (Pf4) berpengaruh secara positif <strong>terhadap</strong><br />

<strong>keinginan</strong> <strong>menabung</strong> se<strong>dan</strong>gkan variabel Umur (De2), Pendidikan (De3), Pekerjaan<br />

(Ec1), Aksebilitas Wilayah (Ec3), Pendidikan (Sv2) <strong>dan</strong> Keuntungan Relatif<br />

mempunyai pengaruh secara negatif <strong>terhadap</strong> <strong>keinginan</strong> <strong>menabung</strong>.<br />

Step<br />

1 a<br />

a.<br />

De1<br />

De2<br />

De3<br />

Ec1<br />

Ec2<br />

Ec3<br />

Sv1<br />

Sv2<br />

Ss1<br />

Ss2<br />

Pf1<br />

Pf2<br />

Pf3<br />

Pf4<br />

Constant<br />

Tabel 2<br />

Hasil Regresi Logistik Terhadap Keinginan Menabung<br />

Pada Bank Syariah<br />

Variables in the Equation<br />

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)<br />

1.139 .794 2.058 1 .151 3.122<br />

-1.001 1.115 .807 1 .369 .367<br />

-.508 .523 .944 1 .331 .601<br />

-.103 .100 1.059 1 .303 .902<br />

.146 .518 .080 1 .778 1.157<br />

-.703 .937 .564 1 .453 .495<br />

.481 1.163 .171 1 .679 1.617<br />

-.242 .683 .126 1 .723 .785<br />

.570 1.071 .283 1 .595 1.768<br />

.572 1.018 .315 1 .574 1.771<br />

-.866 .534 2.627 1 .105 .421<br />

.257 .575 .199 1 .655 1.293<br />

.524 .419 1.564 1 .211 1.689<br />

.959 .591 2.636 1 .104 2.609<br />

1.872 1.987 .888 1 .346 6.502<br />

Variable(s) entered on step 1: De1, De2, De3, Ec1, Ec2, Ec3, Sv1, Sv2, Ss1, Ss2, Pf1, Pf2,<br />

Pf3, Pf4.<br />

Sumber : Data diolah (2006)<br />

Dari sisi <strong>keinginan</strong> memperoleh pembiayaan, hasil regresi logistik<br />

menunjukkan bahwa variabel (De1), (Ec2), (Sv1), (Ss1), (Ss2), (Pf2) <strong>dan</strong> (Pf4)<br />

memiliki hubungan positif dengan <strong>keinginan</strong> <strong>menabung</strong> se<strong>dan</strong>gkan variabel (De2),<br />

(De3), (Ec1), (Ec3), (Sv2), (Pf1) <strong>dan</strong> (Pf3) memiliki hubungan negatif dengan<br />

<strong>keinginan</strong> <strong>menabung</strong> pada Bank Syariah.<br />

Hasil uji Chow Test dari sisi tabungan ditemukan bahwa nilai Fhitung (104,63)<br />

> dari nilai Ftabel (2,51), <strong>dan</strong> demikian pula dari sisi pembiayaan nilai Fhitug (95,68) ><br />

nilai Ftabel (2,51) hal ini menunjukkan bahwa wujudnya perbedaan yang sangat<br />

signifikan antar daerah penelitian. Masing-masing daerah menunjukkan karakteristik<br />

yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.<br />

Untuk mengetahui bagaimana peta potensi pengembangan Bank Syariah di<br />

wilayah penelitian, maka dilihat hubungan masing-masing faktor dengan cara<br />

menggabungkan skor masing-masing variabel atau faktor yang telah dimasukkan ke<br />

dalam model, yaitu faktor demografi, faktor ekonomi, faktor sosial, <strong>dan</strong> faktor sistem<br />

sosial. Di mana faktor demografi dihitung dengan variabel umur <strong>dan</strong> jenis pendidikan<br />

serta pertimbangan jumlah penduduk masing-masing wilayah penelitian, faktor<br />

ekonomi diukur dengan variabel tingkat pendidikan <strong>dan</strong> kemampuan akses wilayah,<br />

faktor sosial diukur melalui variabel keragamaan <strong>dan</strong> sikap keterbukaan <strong>terhadap</strong> hal<br />

yang baru se<strong>dan</strong>gkan faktor sistem sosial diukur melalui sikap toleransi <strong>terhadap</strong><br />

penyimpangan agama <strong>dan</strong> kemampuan akses <strong>terhadap</strong> informasi. Nilai atau range


skor dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu katagori rendah (0-50,99 point), katagori<br />

se<strong>dan</strong>g (51-75,99 point) <strong>dan</strong> katagori tinggi (76-100 point)<br />

Tabel 4<br />

Pemetaan Daerah Yang Berpotensi Untuk Pengembangan Bank Syariah Dilihat dari<br />

Sisi Tabungan<br />

KATAGORI<br />

No Kabupaten Nilai Sistem Karakteristik<br />

Demografi Ekonomi<br />

Sosial<br />

Sosial<br />

1 2 3 4 5 6 7<br />

1 Aceh Utara Tinggi Se<strong>dan</strong>g Tinggi Tinggi Sangat Potensial<br />

2<br />

Se<strong>dan</strong>g<br />

Lokseumawe<br />

Se<strong>dan</strong>g Tinggi Tinggi Potensial<br />

3 Aceh<br />

Tengah<br />

Se<strong>dan</strong>g Se<strong>dan</strong>g Se<strong>dan</strong>g Rendah Se<strong>dan</strong>g<br />

4 Bener<br />

Meriah<br />

Rendah Tinggi Se<strong>dan</strong>g Rendah Se<strong>dan</strong>g<br />

5 Aceh Besar Se<strong>dan</strong>g Rendah Se<strong>dan</strong>g Tinggi Se<strong>dan</strong>g<br />

6 Aceh Barat Se<strong>dan</strong>g Tinggi Rendah Rendah Se<strong>dan</strong>g<br />

7 Sabang Rendah Rendah Se<strong>dan</strong>g Rendah Kurang Potensial<br />

Jumlah Se<strong>dan</strong>g Se<strong>dan</strong>g Se<strong>dan</strong>g Se<strong>dan</strong>g Se<strong>dan</strong>g<br />

Sumber : Data Penelitian Lapangan diolah, 2006<br />

Berdasarkan hasil pemetaan potensi pengembangan Bank Syariah dari sisi<br />

tabungan di wilayah penelitian, maka terlihat bahwa Kabupaten Aceh Utara sangat<br />

potensial untuk dikembangkan Bank Syariah karena memiliki potensi demografi,<br />

nilai sosial <strong>dan</strong> sistem sosial yang tinggi walaupun memiliki nilai ekonomi yang<br />

se<strong>dan</strong>g. Lhokseumawe juga lahan yang potensial untuk dikembangkan Bank Syariah<br />

karena Lhokseumawe memiliki penduduk yang relatif banyak (se<strong>dan</strong>g), tingkat<br />

ekonomi <strong>masyarakat</strong> yang relatif tinggi (se<strong>dan</strong>g) serta memiliki nilai sosial serta<br />

sistim sosial yang tinggi. Se<strong>dan</strong>gkan Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah, Aceh<br />

Besar <strong>dan</strong> Aceh Barat memiliki potensi yang se<strong>dan</strong>g untuk pengembangan bank<br />

syariah karena umumnya daerah tersebut memiliki kemampuan akses informasi <strong>dan</strong><br />

aksebilitas wilayah yang masih agak rendah.<br />

Namun dari sisi ekonomi terlihat Kabupaten Bener Meriah <strong>dan</strong> Aceh Barat<br />

memiliki potensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lain. Se<strong>dan</strong>gkan kota<br />

Sabang hasil pemetaan menunjukkan bahwa daerah tersebut untuk sekarang ini<br />

kurang potensial untuk dikembangkan Bank Syariah, hal ini disebabkan karena<br />

Sabang dari segi demografi memiliki jumlah penduduk yang tergolong rendah,<br />

kemudian tingkat ekonomi <strong>dan</strong> sistem sosial terutama kemampuan akses informasi<br />

juga tergolong dalam katagori rendah, walaupun dari nilai sosial Sabang memiliki<br />

nilai yang agak tinggi (se<strong>dan</strong>g).<br />

STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)<br />

11


12<br />

Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007<br />

Tabel 5<br />

Pemetaan Daerah Yang Berpotensi Untuk Pengembangan Bank Syariah<br />

Dari Sisi Pembiayaan<br />

No Kabupaten<br />

KATAGORI<br />

Demografi Ekonomi Nilai Sosial<br />

Sistem<br />

Sosial<br />

Karakteri<br />

stik<br />

1 2 3 4 5 6 7<br />

1 Aceh Utara Tinggi Se<strong>dan</strong>g Tinggi Tinggi<br />

Sangat<br />

Potensial<br />

2<br />

Se<strong>dan</strong>g<br />

Lhokseumawe<br />

Se<strong>dan</strong>g Tinggi Tinggi Potensial<br />

3 Aceh Tengah Se<strong>dan</strong>g Se<strong>dan</strong>g Se<strong>dan</strong>g Rendah Se<strong>dan</strong>g<br />

4 Bener Meriah Rendah Tinggi Se<strong>dan</strong>g Rendah Se<strong>dan</strong>g<br />

5 Aceh Besar Se<strong>dan</strong>g Rendah Se<strong>dan</strong>g Tinggi Se<strong>dan</strong>g<br />

6 Aceh Barat Se<strong>dan</strong>g Tinggi Rendah Rendah Se<strong>dan</strong>g<br />

7 Sabang Rendah Rendah Se<strong>dan</strong>g Rendah Kurang<br />

Potensial<br />

Jumlah Se<strong>dan</strong>g Se<strong>dan</strong>g Se<strong>dan</strong>g Se<strong>dan</strong>g Se<strong>dan</strong>g<br />

Sumber : Data Penelitian Lapangan diolah, 2006<br />

Kalau dilihat pemetaan potensi pengembangan Bank Syariah di wilayah<br />

penelitian dari sisi pembiayaan, maka terlihat tidak ada perbedaan sama sekali dengan<br />

pemetaan potensi pengembangan Bank Syariah dari sisi tabungan. Oleh karena semua<br />

variabel <strong>dan</strong> faktor yang diuji memiliki nilai katagori yang sama seperti telah<br />

dijelaskan pada sisi tabungan maka dari sisi pembiayaanpun memiliki kesimpulan<br />

yang sama.<br />

Kesimpulan akhir yang dapat digambarkan melalui pemetaan potensi di atas<br />

adalah bahwa secara keseluruhan potensi pengembangan Bank Syariah ditujuh<br />

wilayah penelitian adalah berada dalam katagori se<strong>dan</strong>g. Hal ini disebakan secara<br />

rata-rata indikator, demografi, ekonomi sistem sosial <strong>dan</strong> nilai sosial berada dalam<br />

katagori se<strong>dan</strong>g. Kesimpulan ini adalah kesimpulan awal yang diambil secara<br />

menyeluruh (rata-rata) namun apabila dilihat secara terpisah untuk masing-masing<br />

kabupaten/kota maka kesimpulannya adalah seperti yang telah dijelaskan di atas.<br />

Kesimpulan <strong>dan</strong> Saran<br />

Dari hasil pembahasan <strong>terhadap</strong> potensi, preferensi, sikap <strong>dan</strong> <strong>perilaku</strong><br />

<strong>masyarakat</strong> <strong>terhadap</strong> Bank Syariah di Nanggroe Aceh Darussalam dapat disimpulkan<br />

karakteristik <strong>dan</strong> <strong>perilaku</strong> kelompok <strong>masyarakat</strong> di wilayah penelitian dimana sikap<br />

<strong>masyarakat</strong> <strong>terhadap</strong> sistem <strong>dan</strong> produk perbankan syariah menunjukkan bahwa<br />

sebagian besar <strong>masyarakat</strong> tidak mengetahui tentang sistem maupun produk<br />

perbankkan syariah, sehingga keadaan ini memberikan nilai potensi yang kurang<br />

<strong>terhadap</strong> pengembangan Bank Syariah. Namun demikian <strong>keinginan</strong> <strong>menabung</strong> <strong>dan</strong><br />

memperoleh pembiayaan sangat tinggi sekali.


Potensi nilai sosial, terutama potensi agama terlihat bahwa hampir semua<br />

daerah memiki potensi yang tinggi, sementara itu respon <strong>masyarakat</strong> <strong>terhadap</strong> hal-hal<br />

yang baru, terlihat Kabupaten Aceh Utara, Lhokseumawe <strong>dan</strong> Kota Sabang memiliki<br />

tingkat responsif yang tinggi. Se<strong>dan</strong>gkan Kabupaten Aceh Barat termasuk dalam<br />

katagori yang rendah <strong>dan</strong> Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah <strong>dan</strong> Aceh Besar<br />

tergolong dalam katagori yang se<strong>dan</strong>g.<br />

Pemetaan <strong>terhadap</strong> <strong>keinginan</strong> <strong>menabung</strong> <strong>dan</strong> memperoleh pembiayaan pada<br />

Bank Syariah terlihat bahwa keseluruhan kabupaten <strong>dan</strong> kota memiliki nilai potensial<br />

yang tinggi (diatas 85%) <strong>dan</strong> yang tertinggi adalah Kabupaten Aceh Barat (98%),<br />

Aceh Besar (97%), Bener Meriah (96%), Lhokseumawe (95%), Aceh Utara (94%),<br />

Aceh Tengah (86%) <strong>dan</strong> Sabang (84%).<br />

Hasil pemetaan secara keseluruhan dengan menggabungkan semua faktor<br />

untuk setiap daerah baik dari sisi pembiayaan maupun dari sisi tabungan maka dapat<br />

disimpulkan bahwa secara umum potensi pengembangan bank syariah di wilayah<br />

penelitian adalah berada dalam katagori se<strong>dan</strong>g. Walaupun secara terpisah terlihat<br />

beberapa daerah.<br />

Rekomendasi<br />

Penelitian ini memberikan beberapa rekomendasi bagi pihak-pihak terkait,<br />

pertama di Nanggroe Aceh Darussalam ada beberapa Bank Syariah yang telah<br />

beroperasi namun selama ini Bank Syariah tersebut masih sangat rendah aktifitas<br />

sosialisasi kepada <strong>masyarakat</strong>. Oleh karena itu ke depan diharapkan perlu dilakukan<br />

sosialisasi yang lebih gencar <strong>dan</strong> efektif baik melalui media electronik maupun media<br />

cetak. Hal ini adalah dalam rangka meningkatkan pengetahuan <strong>dan</strong> pemahaman<br />

<strong>masyarakat</strong> <strong>terhadap</strong> Bank Syariah. Kedua, sosialisasi yang efektif <strong>dan</strong> intensif perlu<br />

ditekankan pada pengenalan sisi keunggulan komparatif yang dimiliki Bank Syariah<br />

disamping tentang produk <strong>dan</strong> jasa yang dimiliki oleh Bank Syariah. Hal ini<br />

dilakukan untuk menepis sikap keragu-raguan dikalagan <strong>masyarakat</strong>. Ketiga, bagi<br />

<strong>masyarakat</strong> yang sudah bersedia bergabung <strong>dan</strong> menjadi nasabah Bank Syariah<br />

supaya tetap dijaga kepercayaan dari mereka dengan tetap memberi imeg yang baik<br />

yaitu melalui pelayanan <strong>dan</strong> profesionalisme kerja yang tinggi. Keempat, Bagi Bank<br />

Syariah juga perlu meningkatkan kinerja yang baik, melengkapkan perangkat kerja<br />

yang memadai, seperti aspek legalitas, prosedural, sumber daya baik finansial yang<br />

kuat maupun sumber daya manusia yang handal,<strong>dan</strong> kelima, bagi daerah-daerah yang<br />

belum memiliki Bank Syariah, supaya dapat bekerja sama dengan pemerintah daerah<br />

atau pengusaha untuk melihat potensi yang sangat besar bagi penggembagan Bank<br />

Syariah. Rendahnya jumlah nasabah <strong>dan</strong> kurang berkembangnya perbankan syariah<br />

di Nanggroe Aceh Darussalam tidak terlepas dari langkanya jumlah perbankan<br />

syariah di Nanggroe Aceh Darussalam. Apabila perlu semua bank umum yang<br />

beroperasi di Nanggroe Aceh Darussalam diharuskan untuk membuka konter syariah<br />

(dual banking) dalam rangka mendukung pelaksanaan Syariat Islam.<br />

STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)<br />

13


14<br />

Referensi<br />

Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007<br />

Ancok, Djamaludin,1995. Teknik Penyusunan Skala Pengukur, Pusat Penelitian<br />

Kependudukan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.<br />

Anonimus. 1999. Petunjuk Pelaksanaan Pembukaan Kantor Bank Syariah. Bank<br />

Indonesia. Jakarta Al-Omar, Fuad , M.Abdel Haq. 1996. Islamic Banking :<br />

Theory, Practice and Challenges. Oxford University Press. USA.<br />

Anonimus. 2000. Perkembangan Ekonomi-Keuangan Daerah tahun 1999 Propinsi<br />

Jawa Barat. Bank Indonesia. Bandung.<br />

Anonimus. 2000. Keynote Speech : Deputi Gubernur Bank Indonesia Pada Seminar<br />

Nasional :“Pengembangan Hukum Perbankan Syariah di Indonesia dalam<br />

Menyikapi Otonomi Daerah <strong>dan</strong> Perdagangan Bebas” , Bandung, 14 Oktober<br />

2000<br />

Anonimus. 1999. Petunjuk Pelaksanaan Pembukaan Kantor Bank Syariah. Bank<br />

Indonesia. Jakarta<br />

Antonio, M.Syafei, 1999, “Bank Syariah : Suatu Pengenalan Umum ”, Tazkia<br />

Institute <strong>dan</strong> Bank Indonesia, Jakarta.<br />

Antonio, M.Syafei, 1999, “Bank Syariah : Wacana Ulama <strong>dan</strong> Cendikiawan”, Tazkia<br />

Institute <strong>dan</strong> Bank Indonesia, Jakarta.<br />

Al-Omar, Fuad , M.Abdel Haq. 1996. Islamic Banking : Theory, Practice and<br />

Challenges. Oxford University Press. USA.<br />

Aunuddin. 1989. Analisis Data. PAU Ilmu Hayat IPB. Bogor.<br />

Arifin, Zainul. Memahami Bank Syariah : Lingkup, Peluang, Tantangan <strong>dan</strong><br />

Prospek. AlvaBet. Jakarta<br />

Aceh Tengah Dalam Angka, 2004, Kerjasama Bappeda dengan BPS Kabupaten Aceh<br />

Tengah.<br />

Aceh Utara Dalam Angka, 2004 Kerjasama Bappeda dengan BPS Kabupaten Aceh<br />

Utara<br />

Aceh Barat Dalam Angka, 2004 Kerjasama Bappeda dengan BPS Kabupaten Aceh<br />

Barat<br />

Aceh Besar Dalam Angka, 2004 Kerjasama Bappeda dengan BPS Kabupaten Aceh<br />

Barat<br />

Basri, Ikwan Abidin, MA. 2000. Perkembangan Umat Islam di Indonesia. Artikel.<br />

www.tazkia.com. Jakarta.<br />

____________________. 2000. Kendala Sosialisasi Perbankan Syariah di Indonesia.<br />

Artikel. www.tazkia.com. Jakarta.


Bank Indonesia, 2000, “Informasi Mengenai Peraturan Bank Indonesia Bagi Bank<br />

Umum Berdasarkan Prinsip Syariah”.<br />

Bank Indonesia, 2000, “Petunjuk Pelaksanaan Pembukaan Bank Syariah “.<br />

Bank Indonesia, 2000, “Potensi, Freferensi <strong>dan</strong> Perilaku Masyarakat Terhadap Bank<br />

Syariah di Jawa Tengah <strong>dan</strong> Daerah Istimewa Jogyakarta.”<br />

Bentler, P.M. <strong>dan</strong> G.Speckart, 1979, "Model of Attitude Behavior Relations",<br />

Psychological Review, vol 86, pp. 448-465.<br />

Bener Meriah Dalam Angka, 2004 Kerjasama Bappeda dengan BPS Kabupaten<br />

Bener Meriah<br />

Caragata, Warren. July 21, 2000. Shariah Lenders Make Headway in Indonesi+<br />

a. Article. Asiaweek. Chapra, M. Umer. 1999. Why Has Islam Prohibited Interest ?<br />

(Rationale behind The Prohibition of Interest). Pakistan.<br />

Clark, C.T. <strong>dan</strong> L.L. Sckade. 1983. Statistical Analysis for Administrative Decisions.<br />

South Western Publishing Co., Ohio.<br />

Eiser, J.Richard, 1987, Social Psychology : Attitude, Cognition, and Social Behavior,<br />

Cambrige, Cambrige University Press.<br />

Elkington, John, et.al., 1991, The Green Business Guide : How to Take Up-and Profit<br />

from-the Environmental Challenge, London, Victor Gollancz Ltd.<br />

El-Bdour, R. 1984. The Islamic Economic System: a theoretical and empirical<br />

analysis of money and banking in the Islamic economic framework.<br />

Unpublished PhD Dissertation. Utah State University, Logan-Utah.<br />

Erol, Cengiz and Radi El-Bdour. 1989. Attitudes, behavior, and patronage factors of<br />

bank customers towards Islamic banks. International Banking & Marketing<br />

Vol. 7, No.6: 31-7.<br />

Engel, James F., Roger D. Blackwell & Paul W. Miniard. 1994. Perilaku Konsumen.<br />

Jilid I. Edisi Keenam. Binarupa Aksara. Jakarta.<br />

______________________________________________. 1995. Perilaku Konsumen.<br />

Jilid II. Edisi Keenam. Binarupa Aksara. Jakarta.<br />

Eryanto, Dian Eka Hendralesmana. 2000. Identifikasi Kepentingan Nasabah dalam<br />

Memilih Bank. Jurusan Statistika. Fakultas Matematika <strong>dan</strong> Ilmu Pengetahuan<br />

Alam IPB. Bogor.<br />

STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)<br />

15


16<br />

Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007<br />

Fishbein, M, I. Ajzen, 1975, Belief, Attitude, Intention, and Behavior : An<br />

Introduction to Theory and Research, Sydney, Addison-Wesley Publishing<br />

Company.<br />

Gibson L, James, Ivancevic, John M., Donelly, James H., 1987, “Organisasi:<br />

Perilaku, Struktur <strong>dan</strong> Proses”, Penerbit Erlangga, Jakarta.<br />

Gujarati, Damodar N. 1995. Basic Econometric. Mc Graw-Hill International Edition.<br />

Hosmer, D.W. <strong>dan</strong> S. Lemeshow. 1989. Applied Logistic Regression. John Wiley &<br />

Sons, New York.<br />

Kasmir. 2002. Bank <strong>dan</strong> Lembaga Keuangan Lainnya. Edisi keenam, Jakarta: PT<br />

Raja Grafindo Persada<br />

Kotler, Philip & Gary Armstrong. 1993. Manajemen Pemasaran : Analisis,<br />

Perencanaan, Implementasi & Pengendalian. Volume Satu & Dua. Edisi<br />

Ketujuh. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.<br />

__________________________. 1994. Dasar-dasar Pemasaran. Jilid I. Edisi V.<br />

Intermedia. Jakarta.<br />

Kaynak, E and Yavas, 1985, “Segmenting The Banking Market by Account Usage :<br />

An Empirical Investigation”, Journal of Profesional Services Marketing, Vol.1<br />

No.1/2.<br />

Loudon, David.L. and Bitta A.D.,1984. “Consumer Behaviour : Concepts and<br />

Applications”, Mc Graw Hill, Singapore.<br />

Lembaga Pendidikan <strong>dan</strong> Pengembangan Bank Syariah. Pedoman Sistem<br />

Komputerisasi Pada Bank Perkreditan Rakyat Syariah. Tehnik Bagi Hasil.<br />

Modul Pelatihan.<br />

Lhokseumawe Dalam Angka, 2004 Kerjasama Bappeda dengan BPS Kota<br />

Lhokseumawe<br />

Mudradjat Kuncoro <strong>dan</strong> Suharjono (2002) Manajemen Perbankan : Teori <strong>dan</strong><br />

Aplikasi, ed I, Jogjakarta : BPFE.<br />

Muhammad (2000) Teknik Perhitungan Bagi Hasil Di Bank Syariah, Jogjakarta : UII<br />

Press<br />

McCullagh, P. and J.A. Nelder. 1983. Generalized Linear Models. Chapman,<br />

London. Mirakhor, Abbas. 1995. Theory of an Islamic Financial System.<br />

Encyclopedia of Islamic Banking and Insurance. London.<br />

Pindick, Robert S., and Rubenfield, Daniel. 1981. Econometric Models and Economic<br />

Forecast. International Student Edition, Mc Graw-Hill.


Presley, John R and Hummayon Dar, 1999, “Attitudes Towards Islamic Finance : An<br />

Update of Empirical Evidence”, 7th Intensive Orientation Courses : Islamic<br />

Economic, Banking & Finance, Leicester, UK.<br />

Siregar, Mulya. 2000. Makalah “Kajian Pengembangan Perbankan Syariah di<br />

Indonesia. Jakarta<br />

Sjahdeini, S. Remy. 1999. Perbankan Islam: Kedudukan <strong>dan</strong> Peranannya dalam Tata<br />

Hukum Perbankan Indonesia. Grafiti. Jakarta..<br />

Swastha, D.Basu, 1992, "Riset Tentang Minat <strong>dan</strong> Perilaku Konsumen: Sebuah<br />

Catatan <strong>dan</strong> Tantangan bagi Peneliti yang Mengacu pada Theory of<br />

Reasoned Action", Jurnal Ekonomi <strong>dan</strong> Bisnis Indonesia, No.1, Tahun VII.<br />

Sabang Dalam Angka, 2004 Kerjasama Bappeda dengan BPS Kota Sabang<br />

Wibisana, M. Jusuf, Iwan Triyuwono, Nurkholis, A. Erani Yustika. 1999. Studi<br />

Pendahuluan Persepsi Masyarakat tentang Bank Perkreditan Rakyat<br />

Syari’ah. Malang: Centre for Business & Islamic Economics Studies –<br />

Faculty of Economics Brawijaya University <strong>dan</strong> Bank Indonesia Jakarta.<br />

Walpole, R. E. 1995. Pengantar Statistika, Ed.-3. Terjemahan Bambang Sumantri.<br />

Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.<br />

Yasni, Muhammad Gunawan, SE. Ak., MM. 2000. Pembiayaan Syariah – Alternatif<br />

Pengembangan Pembiayaan Modal Ventura Indonesia. Artikel.<br />

www.tazkia.com. Jakarta<br />

Un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g Nomor 10 Tahun 1998.<br />

Un<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g No. 11 Tahun 1967<br />

http//www.wikipedia.org.<br />

Harian Serambi Indonesia<br />

Harian Pikiran Rakyat<br />

Harian Kompas<br />

STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)<br />

17


18<br />

Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007<br />

KUALITAS LAYANAN DAN HUBUNGAN KEPERCAYAAN<br />

SEBAGAI PENGUAT RELATIONSHIP OUTCOMES<br />

Damanhur <strong>dan</strong> Faisal Matriadi<br />

This article focuses at the impact of relationship efforts (direct mail, personalization<br />

preferential treatment, and tangible rewarding) and service quality made by a<br />

retailer in retail business as the strengthening relationship marketing outcomes. At<br />

Business-to-Consumer (BTC) relationships and develops a theoretical model of the<br />

consumer's perspective. There are two different perspectives: psychological and<br />

behavioral outcomes of relationship marketing. The psychological outcomes of<br />

trust, commitment and satisfaction relationship are presented. The impact of<br />

relationship effort and service quality has been suggested that a way of increasing<br />

Sthrenghtening relationship outcomes in retail business through secure relationships<br />

between buyers and sellers.<br />

Keywords: customer relationship marketing, retail business, relationship effort,<br />

service quality, relationship outcomes.<br />

Damanhur adalah Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh<br />

Faisal Matriadi adalah Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh<br />

18


Pendahuluan<br />

Lima filosofi dasar mengenai studi manajemen pemasaran dalam<br />

menjalankan praktek pemasaran. Ke lima filosofi tersebut, terdiri dari pemasaran<br />

yang berorientasi pada (1) produsen (2) produksi (3) penjual (4) pasar (5)<br />

pemasaran sosial (Kotler, 2003: 12). Pemasaran berorientasi pasar sebagai<br />

artikulasi dari konsep pemasaran yang kini banyak dianut perusahaan. Namun<br />

demikian, redefinisi konsep pemasaran masih terus berlangsung, untuk mencari<br />

konsep yang sesuai dengan tuntutan lingkungan (Kotler, 2003:25).<br />

Redefinisi konsep pemasaran tersebut dipicu oleh terjadinya pergeseran<br />

paradigma orientasi pasar dari transaksional (transactional) menjadi relasional<br />

(relationship). Kotler (2003: 34) menegaskan, perusahaan perlu melakukan<br />

penyesuaian praktek pemasaran dari transactional marketing menuju relationship<br />

marketing. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Pawitra, (2005)<br />

bahwa telah terjadi redefinisi disiplin pemasaran dengan menekankan hal-hal<br />

sebagai berikut: (1) "Proses of planning and executing" bergeser menjadi "an<br />

organizational function and a set of process .“ maknanya adalah peranan<br />

pemasaran lebih difokuskan pada tataran strategik dalam suatu organisasi <strong>dan</strong> tidak<br />

lagi terbatas pada pengambilan keputusan taktis.<br />

Pemasaran bukan suatu fungsi manajemen yang berdiri sendiri tetapi<br />

menjadi kegiatan dalam proses organisasi keseluruhan. (2) 4-P yang merupa-kan<br />

taktik pemasaran bergeser menjadi "creating, communicating and delivering value<br />

to customer." 4-P merupakan kelompok variabel yang dapat dikendalikan<br />

organisasi yang dimaksudkan untuk meliput pasar sasaran sehingga dapat<br />

memuaskan sebaik mungkin para pelanggan di pasar itu. Sebenarnya para<br />

pelanggan menginginkan proporsi nilai (value proposition) berupa penawaran<br />

total untuk memenuhi kebutuhan preferensi, <strong>dan</strong> ekspektasi mereka sehingga<br />

tercapai kepuasan. 4-P tidak cukup untuk menentukan persepsi nilai pelanggan<br />

yang merupakan perbandingan antara persepsi manfaat <strong>dan</strong> persepsi<br />

pengorbanan.<br />

Manfaat untuk pelanggan tidak hanya ditentukan oleh atribut produk,<br />

promosi <strong>dan</strong> distribusi, namun turut berperan atribut servis <strong>dan</strong> atribut yang bersifat<br />

"intangibles" lain seperti merek, reputasi, ekuitas pelanggan, ekuitas karyawan,<br />

ekuitas pemasok <strong>dan</strong> lain-lain. Di lain sisi, pengorbanan tidak hanya ditentukan<br />

oleh biaya transaksi yakni harga yang harus dibayar untuk suatu tawaran, tetapi<br />

turut pula menentukan biaya. Teridentifikasi pula dengan jelas peluang maupun<br />

persaingan bisnis ritel di Indonesia sangat terbuka. Konsumen mulai kritis untuk<br />

memilih <strong>dan</strong> mengambil keputusan dalam menentukan toko <strong>dan</strong> jenis ritel dalam<br />

memenuhi kebutuhannya <strong>dan</strong> telah terjadi perubahan pola berbelanja pada<br />

<strong>masyarakat</strong> perkotaan dengan munculnya kecenderungan konsumen lebih<br />

menyukai berbelanja pada ritel-ritel modern dibandingkan ritel tradisional.<br />

Menurut hasil sigi konsumen yang dilakukan oleh AC Nielsen <strong>dan</strong> dikutip<br />

pada Pilar Bisnis (Juli, 2003), terjadi peralihan pola belanja, di mana sekitar 24%<br />

STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)<br />

19


20<br />

Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007<br />

konsumen kini cenderung untuk berbelanja di pasar modern (untuk diperkotaan<br />

jumlahnya mencapai 41%). Pada 12 kota besar di Indonesia, konsumen memilih<br />

pasar modern melebihi pasar tradisional yaitu sebesar 53%. Lebih lanjut, masih<br />

berdasarkan hasil penelitian AC Nielsen <strong>dan</strong> dikutip dalam Tempo (Mei, 2003)<br />

menunjukkan bahwa kontribusi pasar tradisional <strong>terhadap</strong> penjualan barang<br />

konsumsi menurun dari 84,1% tahun 1999 menjadi 74,4% di tahun 2002.<br />

Sebaliknya Supermarket mengalami kenaikan dari 3% tahun 1999 menjadi 20,1%<br />

pada tahun 2002. Di sini terlihat bahwa pasar tradisional akan perlahan-lahan<br />

tergeser oleh industri ritel modern.<br />

Menurut Widjaja (2002) banyak faktor pendorong kesuksesan ritel modern<br />

skala besar, beberapa diantaranya adalah pilihan lokasi yang tepat, dukungan<br />

teknologi sistem informasi, harga murah, maupun kelengkapan produk. Semakin<br />

terfragmentasinya pasar <strong>dan</strong> tidak jelasnya perbedaan antara satu format ritel<br />

dengan format ritel yang lain. Maka keunggulan strategi format ritel yang hanya<br />

berorientasi pada pilihan lokasi, sistem informasi handal, harga murah maupun<br />

kelengkapan produk tidak akan cukup untuk dapat memenangkan persaingan.<br />

Lebih jauh Meerzorg (2003) mengemukakan, bahwa salah satu kunci sukses<br />

dalam bi<strong>dan</strong>g bisnis ritel modern adalah implementasi strategi customer<br />

relationship, disamping tentunya penentuan lokasi, srategi harga, <strong>dan</strong> penggunaan<br />

teknologi informasi. Pendapat ini dipertegas oleh Crosby et al., (1990), dengan<br />

mengemukakan bahwa dalam lingkungan ritel dewasa ini, taktik relationship<br />

marketing memainkan peranan penting dengan meningkatnya tuntutan konsumen<br />

<strong>terhadap</strong> dibangunnya relasi yang harmonis antara pelanggan <strong>dan</strong> peritel.<br />

Se<strong>dan</strong>gkan Sweeney seperti dikutip dalam Suhata (2003), menegaskan bahwa<br />

implementasi strategi relationship marketing memang sangat dibutuhkan dalam<br />

bisnis ritel, dengan menyatakan pendapat sebagai berikut: "dibandingkan bisnis<br />

manufaktur, peritel memiliki keunggulan dalam membina hubungan dengan<br />

konsumen karena peritel memiliki posisi yang lebih baik dalam mendeteksi pola<br />

pembelian konsumen <strong>dan</strong> menerapkan kemampuan tersebut dengan efisiensi biaya.<br />

Sebagai contoh, dalam bisnis ritel memungkinkan menyapa <strong>dan</strong> memperlakukan<br />

tamu dengan lebih baik, memberikan program loyalty <strong>dan</strong> perlakuan istimewa<br />

(preferential treatment) dengan memberikan reward kepada pelanggan yang<br />

berbelanja dalam jumlah tertentu."<br />

Salah satu implementasi strategi relasional menurut Levy <strong>dan</strong> Weitz<br />

(2004) adalah komunikasi, perlakuan istimewa (preferential treatment), personalisasi<br />

(personalisation) <strong>dan</strong> balas jasa (rewarding) yang dapat diistilahkan dengan<br />

upaya relasional (relationship effort). Lebih jauh dijelaskan bahwa upaya relasional<br />

(relationship effort) adalah aktivitas terintegrasi dengan tujuan membangun relasi<br />

dengan pelanggan dalam jangka panjang.<br />

Taruhan utama dalam meraih keberhasilan suatu strategi pemasaran adalah<br />

menciptakan, mengkomunikasikan <strong>dan</strong> menyerahkan nilai unggul kepada<br />

pelanggan. Maka fokus pada implementasi upaya relasional (relationship effort)<br />

saja dianggap belumlah cukup. Garbarino <strong>dan</strong> Johnson, (1999); Gruen et al.,


(2000); Gwinner et al., (1998); Pritchard et al., (1999) seperti dikutip dalam<br />

Fulerton, (2004) mengemukakan pendapat sebagai berikut: "Recently, a number of<br />

scholars have attempted to study the nature of service relationships thereby<br />

merging two fields of study from the relationship marketing perspective, customer<br />

commitment is seen as being the key determinant of customer retention and<br />

loyalty. On the other hand, the services marketing literature generally views<br />

service quality as the central construct that drives customer loyalty as a result of<br />

this work, there is a significant opportunity to merge these two fields of study in<br />

order to build a more comprehensive understanding of organization-consumer<br />

relationships in services industries."<br />

Maknanya : Saat ini, sejumlah peneliti sudah mencoba untuk melakukan<br />

studi <strong>terhadap</strong> sifat alami service relationship dengan menggabungkan dua bi<strong>dan</strong>g<br />

telaah dari perspektif relationship marketing, dimana komitmen pelanggan dilihat<br />

sebagai kunci faktor penentu dari retensi pelanggan <strong>dan</strong> loyalitas. Se<strong>dan</strong>g di sisi<br />

lain, literatur pemasaran jasa pada umumnya melihat kualitas layanan sebagai<br />

konstruk inti yang mendorong loyalitas pelanggan. Oleh sebab itu, merupakan<br />

kesempatan yang signifikan untuk menggabungkan dua bi<strong>dan</strong>g telaah yaitu kualitas<br />

layanan <strong>dan</strong> pemasaran relasional dalam penelitian dengan pemahaman<br />

organization-consumer relationship yang lebih komprehensif dalam industri jasa.<br />

Dengan demikian upaya relasional (relationship effort) <strong>dan</strong> kualitas layanan yang<br />

unggul inilah yang dapat diistilahkan sebagai strategi penguat relationship<br />

outcomes.<br />

Artikel ini akan mencoba menelaah secara konseptual: (1) Implementasi<br />

pemasaran relasional dalam bisnis ritel modern, (2) Dimensi upaya relasional<br />

(relationship effort) sebagai strategi penguat relationship outcomes yang sesuai<br />

dengan karakteristik bisnis ritel modern di Indonesia, (3) Dimensi <strong>dan</strong> atribut<br />

kualitas layanan sebagai strategi penguat relationship outcomes yang sesuai dengan<br />

karakteristik bisnis ritel modern di Indonesia. (4) Implikasi strategi penguat<br />

relationship effort <strong>terhadap</strong> keluaran relasional (relationship outcomes) dalam<br />

bisnis ritel modern di Indonesia.<br />

Implementasi Pemasaran Relasional (Relationshipmarketing) dalam Bisnis Ritel<br />

Modern<br />

Bisnis ritel meliputi semua kegiatan yang melibatkan penjualan barang<br />

atau jasa secara langsung pada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi <strong>dan</strong><br />

bukan bisnis (Berman, 2001:3). Se<strong>dan</strong>gkan menurut Levy <strong>dan</strong> Weitz (2004:64)<br />

bisnis ritel sebenarnya dapat dikategorikan sebagai bisnis jasa, namun dengan<br />

kebutuhan layanan yang sangat rendah. Bisnis jasa dengan layanan tinggi dapat<br />

dikatakan sebagai jasa dalam arti murni seperti restoran, jasa perbankan, jasa<br />

konsultan manajemen, jasa asuransi. Lebih jauh, menurut Berry (1986) dalam<br />

Subash et al., (2000), sangat membantu untuk mengklasifikasikan peritel dalam<br />

"good" <strong>dan</strong> "services' retailer, di mana bisnis ritel termasuk dalam kategori jasa<br />

namun dengan prosentase service atau layanan yang sangat kecil dibandingkan<br />

STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)<br />

21


22<br />

Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007<br />

dengan bisnis jasa pelayanan penuh seperti restoran, salon maupun konsultan<br />

manajemen. Dalam mengimplementasikan konsep relationship marketing dalam<br />

bisnis ritel dibutuhkan pendekatan yang relatif sama dengan implementasi dalam<br />

bisnis jasa khususnya jasa dengan keterlibatan layanan yang rendah (low contact<br />

services).<br />

Bisnis ritel sendiri telah mengalami evolusi dengan pergeseran dari bisnis<br />

ritel tradisional menuju bisnis ritel modern. Di mana keberadaan bisnis ritel modern<br />

ditandai dengan salah satu ciri, yaitu meningkatnya kebutuhan <strong>terhadap</strong> aplikasi<br />

teknologi sistem informasi. Seperti misalnya penggunaan aplikasi sistem operasi<br />

toko dengan komputer seperti: Point of Sales (POS), Elektronic Data Interchange<br />

(EDI), <strong>dan</strong> EFT (Elektronic Fund Transfer), di mana aplikasi sistem tersebut<br />

diharapkan menunjang peningkatan efisiensi (Maulana, 1999). Namun<br />

demikian, bergesernya orientasi pada bisnis ritel modern ternyata belum diikuti<br />

oleh pola orientasi <strong>terhadap</strong> konsumen. Seperti dikemukakan oleh Beatty et<br />

al.,(1996) sebagai berikut: "However, retailer generally have little knowledge on<br />

the types of value drivers that they should focus at".<br />

Jadi, bagaimanapun peritel pada umunya memiliki sedikit pengetahuan<br />

tentang tipe <strong>dan</strong> nilai yang mendorong pada fokus yang harus peritel lakukan.<br />

Bendapudi <strong>dan</strong> Berry (1997) menambahkan bahwa; "Conceptualized what some of<br />

these drivers might be, but no systematic, empirical investigation has been<br />

reported. Especially research pertaining to relationship marketing in consumer<br />

market has advanced little .” Perhatian peritel <strong>terhadap</strong> relationship marketing<br />

dengan fokus konsumen masih dianggap kurang sistematik <strong>dan</strong> kurang didukung<br />

oleh aktivitas investigasi empiris.<br />

Beberapa ritel market dikatakan telah maturity (mengalami kedewasaan)<br />

<strong>dan</strong> kesulitan dalam mendiferensiasikan diri hanya berdasarkan seleksi <strong>terhadap</strong><br />

merchandise (barang dagangan) saja (Berry, 1986). Peritel diharapkan melakukan<br />

aktivitas <strong>dan</strong> usaha yang lebih keras melalui pembenahan proses, layanan <strong>dan</strong><br />

teknologi untuk meningkatkan customer value (Morgan <strong>dan</strong> Hunt, 1994) seperti<br />

dikutip dalam Odekerken et al., (2003).<br />

Menurut Odekerken et al., (2003), peningkatan usaha dalam bisnis ritel<br />

dapat dilakukan dengan membangun relasi (relationship effort). Membangun relasi<br />

menjadi hal penting sebagai landasan untuk membangun customer retention,<br />

dengan alasan: (1) Harapan konsumen <strong>terhadap</strong> kualitas dari produk <strong>dan</strong> jasa yang<br />

dikonsumsi semakin meningkat, (2) Persaingan diantara peritel juga semakin<br />

meningkat, dengan marketing strategi <strong>dan</strong> taktik yang relatif sama, misalnya<br />

dengan menawarkan jenis merchandise yang relatif sama, promosi harga,<br />

melakukan share <strong>terhadap</strong> distribution channel System, <strong>dan</strong> memperlakukan<br />

konsumen dengan lebih baik melalui layanan yang prima (Berry, 1986)) (3. Peritel<br />

dihadapkan pada tuntutan baru tentang keterbatasan <strong>dan</strong> ketidakjelasan marketing<br />

environment dalam bisnis ritel antara pasar dengan industri, <strong>dan</strong> meningkatnya<br />

fragmentasi pasar maupun semakin pendeknya daur hidup produk. (Juttner <strong>dan</strong><br />

Wehrli, 1994) seperti dikutip dalam Odekerken etal., (2003).


Program keanggotaan (membership) merupakan salah satu perwuju<strong>dan</strong> dari<br />

aktivitas relasional yang dilakukan oleh peritel, seperti dikemukakan oleh<br />

Gummesson (1999:81) sebagai berikut:"Frequent flyer' loyalty programmes are<br />

the technically most advanced attempts to create long term individual relationship<br />

through membership."<br />

Bisnis ritel membutuhkan strategi relationship dengan dukungan data base<br />

yang lengkap melalui program keanggotaan sebagai kekuatan untuk mewujudkan<br />

relationship outcome yang pada akhirnya akan menumbuhkan retensi konsumen<br />

yang tinggi.<br />

Menurut Oderkeken et al.,(2003) penelitian tentang relationship<br />

marketing, tidak mungkin dilakukan tanpa pengetahuan atau pemahaman bahwa<br />

variabel inti yang menjadi perhatian dari relationship adalah a<strong>dan</strong>ya suatu<br />

interrelasi potensial pada saat lampau maupun akan datang bagi konsumen<br />

dengan peritel. "One or more exchanges between a consumer and a retailer that are<br />

perceived by the consumer as being interrelated to potential past and future<br />

exchanges with the retailer"<br />

Seperti yang telah dikemukakan di atas, bahwa bisnis ritel sebagai bisnis<br />

yang sukar sekali melakukan diferensiasi membutuhkan upaya relationship<br />

(relationship effort) untuk mewujudkan customer retention <strong>dan</strong> loyalitas pelanggan.<br />

Menurut Odekerken et al., (2003) sebagai berikut; "A relationship effort as any<br />

effort that is actively made by retailer towards a consumer, that is intended to<br />

contribute to the consumer's perceived customer value above and beyond the core<br />

product and or service efforts received, and that can only be perceived by the<br />

consumer after continued exchange with the retailer."<br />

Upaya relasional adalah usaha aktif peritel dalam memberikan kontribusi<br />

<strong>terhadap</strong> harapan konsumen untuk mewujudkan customer retention melalui<br />

penyampaian produk inti <strong>dan</strong> layanan yang membuat terjalinnya relasi yang<br />

berkelanjutan. Menurut Oder-kerken et al., (2003) Relationship efforts mengacu<br />

pada (1) usaha secara aktif yang dilakukan oleh peritel. Sebagai contoh:<br />

"confinient benefit" diwujudkan dari kondisi bahwa konsumen secara rutin<br />

belajar dari pengalaman belanja dengan mengingat lokasi produk pada display<br />

supermarket. Confinient benefit akan lebih cepat terwujud, karena peran aktif<br />

peritel untuk menginformasikan pada konsumen melalui signage (tanda-tanda<br />

yang terpasang pada display ritel) ataupun komunikasi secara personal. (2) sejalan<br />

dengan pendapat Gwinner et al., (1998) relationship effort didefinisikan mirip<br />

dengan relationship benefit jika dilihat dari perspektif peritel, yaitu manfaat yang<br />

didapatkan oleh konsumen dari relasi jangka panjang yang terjalin sesuai dengan<br />

kinerja core service yang diberikan oleh produsen dalam hal ini peritel.<br />

Menurut Levy <strong>dan</strong> Weitz (2004:348) dikemukakan pendapat sebagai<br />

berikut:"Four approaches that retailers use to retain their best customers are (1)<br />

frequent shopper programs, (2) special customer service, (3) personalization, (4)<br />

community for building customer retention and loyalty is develop a sense for<br />

STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)<br />

23


24<br />

Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007<br />

customers to exchange information using buletin boards and develop more<br />

personal relationship with each other and the retailer by communication."<br />

Terdapat empat pendekatan yang dapat dilakukan peritel untuk<br />

mempertahankan pelanggan serta membuat pelanggan menjadi setia yaitu melalui<br />

program belanja secara teratur, perlakuan istimewa bagi pelanggan, personalisasi<br />

<strong>dan</strong> membangun komunitas melalui pertukaran informasi dengan buletin <strong>dan</strong><br />

mengembangkan relasional secara personal melalui komunikasi.<br />

Dengan demikian, terdapat 4 (empat) aktivitas relationship effort yang<br />

diharapkan dapat menjaga orientasi retensi pelanggan pada peritel, yaitu<br />

komunikasi (communication), perlakukan istimewa (preferential treatment),<br />

personalisasi (personalization), <strong>dan</strong> balas jasa (rewarding). Penjelasan untuk<br />

masing-masing upaya relasional (relationship effort) dapat dirinci sebagai berikut:<br />

Komunikasi (communication)<br />

Komunikasi adalah persepsi konsumen <strong>terhadap</strong> sampai seberapa jauh<br />

peritel memberikan informasi kepada konsumen secara terus menerus melalui<br />

media komunikasi langsung, hal ini dikemukakan oleh Duncan <strong>dan</strong> Moriarty,<br />

(1998) sebagai berikut: "Communication is a consumer perception of the extent to<br />

which a retailer keeps its regular customer informed through direct communication<br />

media "<br />

Komunikasi merupakan kondisi utama yang harus ada untuk terciptanya<br />

sebuah relasi (Duncan <strong>dan</strong> Moriaty, 1998). Dengan komunikasi, usaha-usaha<br />

yang diarahkan untuk membangun relasi, yang dilakukan oleh peritel/produsen dapat<br />

dipahami oleh konsumen.<br />

Penyebaran katalog merupakan salah satu bentuk komunikasi efektif yang<br />

dapat dilakukan oleh pihak peritel. Sebagai contoh, salah satu peritel besar yang<br />

beroperasi di Indonesia, menyebarkan tidak kurang dari 1 juta katalog setiap kali<br />

terbit (dua minggu sekali). Selain katalog besar yang mewakili seluruh toko, ada<br />

juga katalog pendek yang di up date setiap lima hari sekali. Kemudian<br />

ACTION SPOT bekerja sama dengan prinsipal produk yang dipromosikan <strong>dan</strong><br />

biaya promosi ditanggung bersama juga merupakan salah satu alternatif lain<br />

dalam melakukan komunikasi dengan pelanggan. Di sisi lain, promosi melalui<br />

media televisi maupun surat kabar juga menjadi pilihan bagi peritel, berdasarkan<br />

data AC NIELSON menunjukkan periode Januari-Oktober 2004 sebuah peritel<br />

besar di Indonesia menghabiskan anggaran iklan sebesar Rp 20,70 miliar dengan<br />

persentasi terbesar di surat kabar, sebesar Rp 18,33 miliar.<br />

Perlakuan Istimewa (preferential treatment)<br />

Perlakuan istimewa (preferential treatment) menurut Gwinner et al., (1998)<br />

adalah persepsi konsumen <strong>terhadap</strong> sampai sejauh mana perlakuan <strong>dan</strong> pelayanan<br />

<strong>terhadap</strong> konsumen membership dilakukan lebih baik dibandingkan bukan<br />

konsumen reguler. Terkait dengan relationship, tidak semua konsumen menyukai<br />

diperlakukan dengan cara yang sama, diharapkan a<strong>dan</strong>ya konsumen yang fokus <strong>dan</strong>


selektif untuk mendapatkan perlakukan istimewa (Peterson, 1995). Argumentasi<br />

<strong>terhadap</strong> hal ini adalah perlakuan umum sebagai pemenuhan kebutuhan dasar dari<br />

setiap konsumen memang penting untuk dipenuhi, namun perlakuan istimewa<br />

<strong>terhadap</strong> konsumen selektif penting dilakukan dalam upaya sebagai retensi bagi<br />

peritel. Hal ini juga merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam mengimplementasikan<br />

strategi relasional.<br />

Se<strong>dan</strong>gkan preferential treatment menurut Sheth <strong>dan</strong> Parvatiyar (2002)<br />

diartikan sebagai layanan kepada pelanggan berupa waktu belanja spesial atau<br />

akses untuk produk baru. Diungkap pula bahwa konsumen mengharapkan tidak<br />

ingin diperlakukan sama dengan konsumen lain. Beberapa pemasar memberikan<br />

kritik kepada peritel yang memperlakukan konsumen secara sama dengan tidak<br />

ada perbedaan yang mengakibatkan perusahaan akan kehilangan tidak hanya<br />

sebagian keuntungan tetapi lebih jauh akan kehilangan kesetiaan pelanggan.<br />

Peterson (1995) berpendapat bahwa perlakuan istimewa kepada pelanggan akan<br />

memungkinkan penjual untuk memberikan sesuatu yang sangat mendasar bagi<br />

pembeli yaitu perasaan dihargai, sehingga persepsi pelanggan yang lebih tinggi<br />

<strong>terhadap</strong> perlakuan istimewa/preferential treatment akan meningkatkan tingkat<br />

relationship outcomes secara keseluruhan.<br />

Personalisasi (personalization)<br />

Personalisasi (Personalization) menurut Metcalf et al.,(1992) adalah<br />

persepsi konsumen <strong>terhadap</strong> sampai sejauh mana peritel berinteraksi dengan<br />

konsumen reguler secara ramah <strong>dan</strong> dengan cara-cara personal. Pentingnya<br />

pertukaran personal antara pembeli <strong>dan</strong> penjual dalam mempengaruhi relationship<br />

outcomes bukan merupakan hal baru terkait dengan relationship <strong>dan</strong> proses<br />

sosial (Beatty et al.,1996). Pentingnya hubungan personal antara pelanggan<br />

dengan peritel akan berpengaruh pada hasil keluaran hubungan, sehingga tidaklah<br />

mengherankan jika hubungan personal dapat dikatakan merupakan proses sosial<br />

(Beatty et al., 1996). Sebagai contoh, Stone (1954) dalam Beatty et al.,(1996)<br />

menekankan pentingnya hubungan personal dalam keberadaan suatu tempat<br />

perbelanjaan.<br />

Crosby <strong>dan</strong> Cowles, (1990) menerangkan bahwa interaksi sosial dihasilkan<br />

oleh pusat perbelanjaan yang mampu memberikan motivasi kepada pelanggan<br />

untuk terus berbelanja. Manfaat hubungan sosial antara lain adalah perasaan<br />

sebagai keluarga, perasaan sebagai teman, dukungan sosial (Berry, 1995),<br />

pengakuan personal, penyebutan nama konsumen, memahami pelanggan secara<br />

pribadi, percakapan secara bersahabat, <strong>dan</strong> penampakan keakraban serta kehangatan<br />

antara peritel dengan pelanggannya.<br />

Balas Jasa (rewarding)<br />

Balas jasa (rewarding) menurut Peterson, (1995) adalah persepsi konsumen<br />

<strong>terhadap</strong> sampai sejauh mana peritel menawarkan manfaat yang berwujud seperti<br />

harga atau pemberian insentif kepada konsumen reguler untuk menumbuhkan<br />

STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)<br />

25


26<br />

Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007<br />

loyalitas. Manfaat yang berwujud tersebut dapat berupa, pemberian hadiah cumacuma,<br />

bonus belanja, kupon belanja, point untuk menginap di Hotel, maupun<br />

pemberian tiket film. Balas jasa mengindikasikan a<strong>dan</strong>ya kerja sama atau hubungan<br />

dengan pihak lain. Banyak pemasar yang berfokus bahwa penyediaan reward<br />

bertujuan utama sebagai insentif harga <strong>dan</strong> investasi yang mampu menjaga<br />

loyalitas pelanggan (Berry, (1995); Peterson, (1995)). Jadi reward ditetapkan<br />

sebagai jaminan bahwa pelanggan mendapatkan sesuatu yang bersifat nyata<br />

karena kesetiaan mereka.<br />

Dimensi <strong>dan</strong> Atribut Kualitas Layanan sebagai Strategi Penguat<br />

(Relationship Outcomes)<br />

Perbedaan karakteristik jasa <strong>dan</strong> manufaktur mempunyai implikasi yang<br />

sangat besar dalam menetapkan pemahaman <strong>dan</strong> penentuan kualitas layanan.<br />

Demikian halnya dalam ritel dibutuhkan pendekatan yang tepat sesuai dengan<br />

aspek-aspek yang dibutuhkan dalam operasional ritel tersebut untuk membangun<br />

dimensi kualitas layanan yang dapat diimplementasikan dalam bisnis ritel.<br />

Menurut Finn <strong>dan</strong> Lamb, (1991:489) sebagai berikut;"The service<br />

categories that were used in the development of SERVQUAL are very different to<br />

goods retailing (they fall closer to the pure service end of the pure service-pure<br />

goods continuum than store retailing) and it may well be that consumers use<br />

different criteria to evaluate competing goods retailers who sell a mix of goods<br />

and services than they use to evaluate retailers that are primarily or exclusively<br />

service firms .”<br />

Kategori layanan yang digunakan untuk mengembangkan SERVQUAL<br />

sangat berbeda pada goods retailing. Demikian pula konsumen, menggunakan<br />

kriteria yang berbeda untuk mengevaluasi good retailer yang merupakan campuran<br />

antara good <strong>dan</strong> service yang dapat disebut sebagai exclusively service firm.<br />

Pemahaman <strong>terhadap</strong> konsep kualitas dengan dimensi <strong>dan</strong> atribut yang<br />

sesuai dalam bisnis ritel tentunya membutuhkan telaah <strong>terhadap</strong> berbagai hasil<br />

studi <strong>dan</strong> penelitian yang telah dilakukan terkait dengan kualitas layanan dalam<br />

bisnis ritel. Beberapa penelitian tentang kualitas layanan dalam ritel bisnis diawali<br />

oleh:<br />

a) Carman (1990) dianggap sebagai pionner works in the field of retailing<br />

melakukan penelitian pada tyre retailer (pengecer ban), dengan menggunakan<br />

<strong>analisis</strong> faktor poros (axis factor analysis) yang diikuti oleh rotasi <strong>terhadap</strong><br />

lima dimensi dalam SERVQUAL dengan instrumen yang khusus.<br />

b) Finn <strong>dan</strong> Lamb (1991) mengembangkan penelitian pada obyek departemen<br />

store <strong>dan</strong> discount store (toko diskon), dengan menggunakan confirmatory<br />

factor analysis menemukan instrumen yang khusus dalam SERVQUAL.<br />

Tanpa melakukan modifikasi pada model SERVQUAL, model tersebut tidak<br />

dapat digunakan secara valid dalam mengukur kualitas layanan dalam<br />

perusahaan ritel.<br />

c) Penelitian ketiga yang banyak menyumbang konsep kualitas dalam bisnis ritel


dilakukan oleh Teas (1993). Mengembangkan penelitian pada discount store<br />

dengan menggunakan penelitian conjoint untuk menetapkan ekspektasi <strong>dan</strong><br />

persepsi konsumen dalam skala SERVQUAL <strong>dan</strong> dibandingkan dengan<br />

models attitudinal (model sikap) sebagai ideal point. Kesimpulan dari<br />

penelitian ini mengindikasikan bahwa dengan menggunakan ideal point<br />

dalam menetapkan ekspektasi konsumen akan memberikan hasil yang lebih<br />

baik dalam pengukuran kualitas layanan.<br />

d) Se<strong>dan</strong>gkan penelitian keempat dilakukan oleh Bell et al., (1997)<br />

menggunakan teknik insidental untuk mengidentifikasikan <strong>dan</strong> mengek-plorasi<br />

dimensi dari kualitas layanan dalam food retail operation. Dikategorisasikan<br />

dalam dua kelompok yaitu dalam positif <strong>dan</strong> negatif insidental <strong>dan</strong><br />

didapatkan enam kelompok yaitu physical environment, merchandise-related,<br />

non core service, interpersonal, process and price. Temuan dalam riset Bell<br />

ini adalah critical insident techniques sebagai komplemen metodologi<br />

SERVQUAL (Koelemeijer, 1995). Se<strong>dan</strong>gkan tiga penelitian berikutnya,<br />

merupakan penelitian di bi<strong>dan</strong>g ritel yang benar-benar melakukan modifkasi<br />

pada item atribut SERVQUAL, yaitu;<br />

e) Penelitian yang dilakukan oleh Guiry et al., (1992) seperti dikutip dalam<br />

Ioccobucci (1998) dengan <strong>analisis</strong> exploratory factor analysis menetapkan 51<br />

atribut dengan 15 atribut yang diadopsi dari model SERVQUAL <strong>dan</strong><br />

tambahan 36 item.<br />

f) Dabholkar et al., (1996) juga dengan menggunakan Confirmatory Factor<br />

Analysis, menetapkan 28 atribut, dimana 17 atribut diadopsi dari SERVQUAL<br />

ditambahkan 11 item baru. Dengan dimensi (a) Physical aspect (b)<br />

Reliability, (c) personal interaction, (d) problem solving, (e) Policy.<br />

g) Vasquez <strong>dan</strong> Ruiz (1995) seperti dikutip dalam Vasquez et al., (2001) dengan<br />

menggunakan metode <strong>analisis</strong> Principal Component Factor Analysis.<br />

Menetapkan 24 atribut di mana 12 item berasal dari SERVQUAL <strong>dan</strong><br />

tambahan 12 item yang baru.<br />

h) Subhash C. Mehta et al., (2000) dengan menggunakan lima dimensi yaitu;<br />

service personneal, physical aspect, merchandise, confidence, parking <strong>dan</strong><br />

menetapkan 22 item yang berbeda dengan SERVQUAL.<br />

i) Brady <strong>dan</strong> Cronin (2001) dengan dimensi (a) Interaction Quality - Kualitas<br />

interaksi (b) Outcome Quality Kualitas keluaran (c) Environment Quality-<br />

kualitas lingkungan.<br />

Kesembilan penelitian yang terkait dengan kualitas layanan tersebut<br />

menetapkan atribut yang dianggap sesuai dengan aspek operasional bisnis ritel,<br />

meliputi; physical environment, policy dalam hal ini terkait dengan harga maupun<br />

jaminan pengembalian produk), keanekaragam barang dagangan (high variation<br />

of merchandise), lay out (tata letak) yang memudahkan konsumen menemukan<br />

barang-barang kebutuhan mereka, maupun kesigapan-kecepatan karyawan dalam<br />

memberikan layanan. Berikut pada Tabel 1 kesembilan penelitian dalam bi<strong>dan</strong>g ritel<br />

akan dirinci dengan lebih jelas berdasarkan dimensi kualitas layanan.<br />

STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)<br />

27


28<br />

Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007<br />

Dimensi <strong>dan</strong> atribut pada Tabel 1 dapat digunakan sebagai dasar<br />

pengembangan dimensi <strong>dan</strong> atribut yang sesuai untuk menilai kualitas layanan<br />

dalam bisnis ritel. Tentunya akan lebih sempurna dengan tetap mempertimbangkan<br />

faktor sosial, nilai, norma <strong>dan</strong> budaya <strong>masyarakat</strong> yang terkait dengan<br />

terbentuknya pola <strong>perilaku</strong> belanja konsumen pada suatu wilayah geografis <strong>dan</strong><br />

demografis tertentu.<br />

Tinjauan Konseptual: Implikasi Strategi Penguat Relationship Effort<br />

Menurut Callaghan et al., (1995), terdapat beberapa hal yang perlu<br />

mendapatkan perhatian dalam membangun relationship marketing yakni: (1<br />

konsumen menghargai satu pertukaran sebagai sesuatu kondisi yang penting <strong>dan</strong><br />

sufficient dari suatu keberadaan relasi, ditandai dengan terbentuknya sebuah<br />

continuum relationship. (2) terinspirasi oleh postulat Barnes (1997) yang<br />

menyatakan bahwa tidak ada relationship yang akan tetap ada, tanpa perasaan<br />

konsumen bahwa relasi tersebut memang benar-benar ada. Pemahaman postulat ini<br />

terfokus pada perspektif konsumen. (3) eksistensi relationship terjadi jika pembeli<br />

menerima pertukaran dengan penjual sebagai interaksi yang potensial pada masa<br />

lalu maupun masa akan datang. Dengan tiga dasar pertimbangan di atas<br />

diharapkan akan terwujud relationship outcomes yaitu: relationship satisfaction,<br />

trust, relationship commitment serta buying behavior (Oderkerkenetal.,2003).<br />

Tabel 1. Studi Kualitas Layanan pada Perusahaan Ritel<br />

No Studi Instrumen Analisis Dimensi Kualitas<br />

1 Carman (1990) 5 dimensi dalam<br />

SERVQUAL<br />

2 Finn <strong>dan</strong> Lamb<br />

(1991)<br />

5 dimensi dalam<br />

SERVQUAL<br />

3 Teas (1993) 5 dimensi dalam<br />

SERVQUAL<br />

Axis factor<br />

analysis<br />

Confirmatory<br />

factor anaylis<br />

Conjoint research<br />

of expectation and<br />

perception<br />

4 Bell (1997) 5 dimensi Critical incident<br />

technique<br />

5 Guiry,<br />

Hutchinson<br />

Weitz (1992)<br />

51 atribut, 17 dari<br />

<strong>dan</strong> 5<br />

SERVQUAL <strong>dan</strong><br />

ada tambahan 11<br />

item<br />

Exploratory factor<br />

analysis<br />

Tangible, reliability,<br />

responsiveness, Emphaty,<br />

assurance<br />

Tangible, reliability,<br />

responsiveness, Emphaty,<br />

assurance (dengan<br />

modifikasi)<br />

Tangible, reliability,<br />

responsiveness, Emphaty,<br />

assurance (dengan<br />

modifikasi)<br />

Physical Environment,<br />

merchandise-related, non<br />

core service, interpersonal,<br />

process and price<br />

1. Personal service and<br />

employee interaction<br />

2. Product assortment<br />

3. Reliability of retailer<br />

transaction procedures<br />

4. Employee availability<br />

prior to transaction<br />

5. Tangible<br />

6. Reliability of retail<br />

service policy<br />

7. Price


6 Vazquez,<br />

Rodriguez <strong>dan</strong><br />

Ruiz (1995)<br />

7 Dabholkar,<br />

Thorpe<br />

<strong>dan</strong> Rentz (1996)<br />

8 Brady <strong>dan</strong> Cronin<br />

(2001)<br />

9 Subhash C.<br />

Mehta,<br />

Ashok K. Lalwani<br />

and Soon Li Han,<br />

2000.<br />

24 atribut, 12 dari<br />

SERVQUAL<br />

ditambah 12 item.<br />

28 atribut, 17 dari<br />

SERVQUAL<br />

ditambah 11 item.<br />

22 item<br />

22 atribut<br />

Sumber: diolah dari berbagai sumber<br />

Principal<br />

component<br />

factor analysis<br />

Confirmatory<br />

factor analysis<br />

Confirmatory<br />

Factor<br />

Analysis<br />

Confirmatory<br />

factor<br />

analysis<br />

STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)<br />

29<br />

1. Product presentation and<br />

shopping convinience<br />

2. Awareness of promotion<br />

3. Quality of assortment and<br />

of personal interaction<br />

4. Pricing policy<br />

5. Retailers’ recognition and<br />

prestide<br />

1. Physical aspects<br />

2. Reliability, promises , do<br />

it right<br />

3. Personal interaction,<br />

trust, kindness<br />

4. Problem resolving<br />

5. Retailers’ policies<br />

1. Interaction Quality<br />

2. Outcome Quality<br />

3. Environment Quality<br />

1. Service Personnel<br />

2. Physical Aspect<br />

3. Merchandise<br />

4. Confidence<br />

5. Parking<br />

Pada saat peritel mengimplementasikan relationship marketing effort untuk<br />

membangun relationship outcomes seperti yang mereka harapkan dengan berbagai<br />

cara, aktivitas tersebut akan memberikan kesan yang baik kepada pelanggan.<br />

A<strong>dan</strong>ya investasi waktu, usaha <strong>dan</strong> sumber lain menciptakan hubungan dengan<br />

pelanggan, maka akan tercipta efek psikologis yang akan membuat pelanggan<br />

bertahan <strong>dan</strong> mempertahankan hubungan tersebut <strong>dan</strong> memberikan suatu balasan<br />

timbal balik (Smiths <strong>dan</strong> Barclay, 1997) seperti dikutip dalam Berry (1995).<br />

Menurut Gruen (1995), seperti dirinci pada Gambar 1 di bawah ini.<br />

Implementasi pemasaran relasional (relationship marketing) dalam konteks<br />

Business to Customer (BTC) mengembangkan dua pendekatan terkait dengan<br />

relationship outcomes yaitu pendekatan psychological outcomes <strong>dan</strong> behavioral<br />

outcomes. Di mana dalam psychological outcomes meliputi tiga konstruk yaitu<br />

commitment, trust <strong>dan</strong> relationship satisfaction, se<strong>dan</strong>gkan dalam behavioral<br />

outcomes meliputi propensity to terminate relationship, opportunistic behavior,<br />

citizenship behavior <strong>dan</strong> allocated purchase share.


30<br />

Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007<br />

Sumber: Gruen T., 1995. The Outcome Set of Relationship Marketing in Consumer Markets,<br />

International Business Review, Vol.4, No.4, pp. 447-469.<br />

Merujuk pada apa yang menjadi inti dari postulat Barnes (1997) yang<br />

menyatakan bahwa tidak ada relationship yang akan tetap ada, tanpa perasaan<br />

konsumen bahwa relasi tersebut memang benar-benar ada. Pemahaman postulat<br />

ini terfokus pada perspektif konsumen dengan demikian pendekatan psychological<br />

outcomes meliputi tiga konstruk yaitu commitment, trust <strong>dan</strong> relationship<br />

satisfaction dipan<strong>dan</strong>g mempunyai andil yang besar dalam mengevaluasi<br />

keberhasilan implementasi relationship effort dalam bisnis ritel modern.<br />

Berikut akan diperjelas masing-masing dimensi dari relationship outcomes<br />

menurut perspektif psychological.<br />

Kepercayaan (trust)<br />

Dalam konteks relationship marketing, kepercayaan merupakan salah satu<br />

dimensi untuk menentukan seberapa jauh suatu pihak merasakan integritas <strong>dan</strong><br />

janji yang ditawarkan oleh pihak lain. Trust diartikan sebagai kesediaan<br />

mengandalkan kemampuan, integritas <strong>dan</strong> motivasi pihak lain untuk bertindak<br />

dalam rangka memuaskan kebutuhan <strong>dan</strong> kepentingan seseorang sebagaimana<br />

disepakati bersama secara implisit maupun eksplisit. (Sheth <strong>dan</strong> Mittal, 2004 seperti<br />

dikutip dalam Tjiptono (2005: 415)).<br />

Se<strong>dan</strong>gkan menurut Callaghan et al., (1995), kepercayaan didefinisikan<br />

sebagai <strong>keinginan</strong> untuk menggantungkan diri pada mitra bertukar yang<br />

dipercayai. Penelitian Morgan <strong>dan</strong> Hunt (1994) mengungkapkan bahwa <strong>perilaku</strong><br />

hubungan yang terjadi antara perusahaan dengan mitra-mitranya banyak<br />

ditentukan oleh kepercayaan, ternyata akan mempunyai hubungan yang positif<br />

dengan niat ulang melakukan pembelian maupun loyalitas. Dalam studi ini, trust<br />

dikonseptualisasikan sebagai komponen dari business relationship yang<br />

menentukan tingkat dimana peserta/anggota/parties merasakan perasaan


kebersamaan (integrity) dari perjanjian yang ditawarkan oleh pihak lain dalam<br />

organisasi. (Callaghan et al., 1995).<br />

Lebih jauh, menurut Callaghan et al., (1995) pengertian kepercayaan dalam<br />

pemasaran ritel lebih menekankan pada sikap individu yang mengacu pada<br />

keyakinan konsumen atas kualitas <strong>dan</strong> keandalan layanan peritel yang diterimanya.<br />

Secara operasional, kepercayaan mengacu pada pendapat Gwinner et al., (1998)<br />

yang lebih menekankan pada keuntungan psikologis dari pada perlakuan istimewa<br />

<strong>terhadap</strong> pelanggan atau manfaat sosial dalam hubungan pelanggan dengan<br />

peritel.<br />

Se<strong>dan</strong>gkan menurut Gwinner et al., (1998), kepercayaan konsumen<br />

adalah semua pengetahuan yang dimiliki oleh konsumen <strong>dan</strong> semua kesimpulan<br />

yang dibuat konsumen tentang obyek, atribut <strong>dan</strong> manfaatnya. Obyek dapat berupa<br />

produk, orang, perusahaan <strong>dan</strong> segala sesuatu dimana seseorang memiliki kepercayaan<br />

se<strong>dan</strong>gkan sikap atribut adalah karakteristik atau fitur yang mungkin<br />

dimiliki atau tidak dimiliki oleh obyek. Pada akhirnya, Morgan <strong>dan</strong> Hunt (1999)<br />

mendifinisikan trust sebagai konstruk kunci dari model relationship marketing.<br />

Sejalan dengan teori bahwa semakin tinggi level kepercayaan antara pembeli <strong>dan</strong><br />

penjual, semakin besar peluang untuk melanjutkan relasi dalam jangka panjang <strong>dan</strong><br />

berkesinambungan.<br />

Komitmen (commitment)<br />

Menurut Tjiptono (2005: 415), sejumlah riset menunjukkan bahwa dua pilar<br />

utama pemasaran relasional adalah trust <strong>dan</strong> commitment. Dengan kata lain<br />

pelanggan harus mempercayai pemasar <strong>dan</strong> selanjutnya berkomitmen pada pemasar<br />

sebelum bisa terjalin relasi yang saling menguntungkan dalam jangka panjang.<br />

Trust merupakan faktor yang paling krusial dalam setiap relasi, pada umumnya trust<br />

akan terbentuk lebih dahulu sebelum komitmen tersebut muncul. Menurut Tjiptono<br />

(2005: 415) komitmen merupakan hasrat atau <strong>keinginan</strong> kuat untuk mempertahankan<br />

<strong>dan</strong> melanjutkan relasi yang dipan<strong>dan</strong>g penting <strong>dan</strong> bernilai jangka<br />

panjang. Komitmen biasanya tercermin pada <strong>perilaku</strong> kooperatif <strong>dan</strong> tindakan aktif<br />

untuk tetap mempertahankan relasi yang telah terbina.<br />

Kepuasan Relasional (relationship satisfaction)<br />

Sheth <strong>dan</strong> Parvatiyar (1995) menggunakan kognitif konsistensi teori yang<br />

mengkaitkan kekerapan <strong>perilaku</strong> positif pelanggan dalam pasar relasional yang<br />

disebabkan oleh pengalaman pelanggan merasakan kepuasan. Kepuasan<br />

pelanggan telah diteliti secara ekstensif <strong>dan</strong> ditemukan bahwa peningkatan<br />

kepuasan akan mengarahkan pada peningkatan <strong>perilaku</strong> pembelian ulang (Yi,<br />

1990 seperti dikutip dalam Gruen, 1995). Berangkat dari pemikiran inilah,<br />

tidaklah mengherankan jika kepuasan menjadi konstruk yang digunakan dalam<br />

banyak penelitian pemasaran relasional.<br />

Howard <strong>dan</strong> Sheth (1969) seperti dikutip dalam Gruen (1995)<br />

mendefinisikan kepuasan relasional sebagai berikut: "A party's affective state of<br />

STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)<br />

31


32<br />

Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007<br />

feeling adequately or inadequately rewarded for the sacrifice undergone in<br />

facilitating an exchange relationship." Kepuasan relasional adalah suatu<br />

kecenderungan satu pihak untuk merasakan kecukupan atau ketidakcukupan<br />

reward/balas jasa <strong>terhadap</strong> pengorbanan yang terjadi dalam memfasilitasi suatu<br />

pertukaran relasional.<br />

Dengan demikian, definisi ini mengarahkan pada dua hal sebagai kunci<br />

yang membedakan dengan kepuasan transaksional yaitu ; (1) kepuasan relasional<br />

lebih didasari oleh equity theory sehingga kepuasan yang terjadi lebih pada tataran<br />

behaviora / <strong>perilaku</strong>. (Scholl, 1981) (2). Williams <strong>dan</strong> Hazer (1986) seperti dikutip<br />

dalam Gruen (1995) dikemukakan sebagai berikut: "Transactional satisfaction will<br />

be more volatile than relationship satisfaction." Kepuasan transaksional lebih<br />

bersifat mudah berubah diban-dingkan kepuasan relasional.<br />

Melalui relationship outcomes meliputi keeper-cayaan (trust), komitmen<br />

(commitment) <strong>dan</strong> kepuasan relasional(relationship satisfaction) tentunya dapat<br />

digunakan sebagai satandar dalam mengevaluasi keberhasilan dari strategi<br />

penguat relationship outcomes meliputi upaya relasional (relationship effort) <strong>dan</strong><br />

kualitas layanan.<br />

Kesimpulan<br />

Redefinisi konsep pemasaran dipicu pergeseran paradigma orientasi pasar<br />

dari berbasis transaksional menjadi berbasis relasional. Tujuan dari bisnis saat ini<br />

adalah menciptakan kepuasan konsumen. Profit bukanlah tujuan tetapi reward<br />

(hasil). Pendapat ini didasari oleh opini bahwa apabila konsumen merasa puas,<br />

maka mereka mendapatkan "value" yang akan menciptakan keuntungan bagi<br />

shareholders dalam jangka panjang melalui aktivitas rebuying dari relasi yang<br />

terjalin dengan lebih baik. Dalam konteks tersebut pergeseran paradigma dari<br />

transactional menjadi relationship merupakan keharusan.<br />

Pemahaman Relationship marketing, baik dalam perspektif sejarah<br />

munculnya, maupun dilihat dari perspektif sempit <strong>dan</strong> luas, dapat ditemukan<br />

satu esensi dari pemasaran relasional yaitu aktivitas pemasaran yang ditujukan<br />

untuk membangun <strong>dan</strong> mempertahankan hubungan jangka panjang dengan<br />

stakeholder kunci, dilandasi prinsip manfaat saling menguntungkan.<br />

Peningkatan usaha dalam bisnis ritel dapat dilakukan dengan membangun<br />

relasi (relationship effort). Membangun relasi menjadi hal penting sebagai<br />

landasan untuk membangun customer value, dengan alasan: (1) Harapan konsumen<br />

<strong>terhadap</strong> kualitas dari produk <strong>dan</strong> jasa yang dikonsumsi semakin meningkat, (2)<br />

Persaingan diantara riteler meningkat, dengan marketing strategi <strong>dan</strong> taktik yang<br />

relatif sama misalnya dengan menawarkan jenis merchandise yang relatif sama,<br />

promosi harga, melakukan share <strong>terhadap</strong> distribution channel system, <strong>dan</strong><br />

memperlakukan konsumen dengan lebih baik melalui layanan yang prima (3)<br />

Riteler dihadapkan pada klaim baru tentang keterbatasan <strong>dan</strong> ketidak jelasan<br />

marketing environment dalam bisnis ritel antara pasar dengan industri, <strong>dan</strong><br />

meningkatnya fragmentasi pasar maupun semakin pendeknya daur hidup produk


Strategi penguatan relationship outcomes melalui aktivitas preferential<br />

treatment, komunikasi, personalisasi, rewarding serta penentuan kualitas layanan<br />

dengan dimensi yang sesuai dengan operasional ritel diharapkan mampu<br />

menciptakan relasi yang terbangun dengan orientasi jangka panjang <strong>dan</strong><br />

berkelanjutan.<br />

Referensi<br />

B Beatty, Sharon E., James EC, Kristy ER, and Jungki Lee, 1996. Customer-<br />

Sales Associate Retail Relationship. Journal of Retailing, Vol. 72, No. 3, pp.<br />

223-47.<br />

Bell J., Gilbert D., Lockwood A., 1997, Service Quality in Food Retailing<br />

Operations : Critical Incident Analysis. The International Review of Retail,<br />

Journal of Distribution and Consumer Research, Vol. 7, No. 4, pp. 405-423.<br />

Bendapudi N., and Berry L., 1997. Costumer Motivations for Maintaining<br />

Relationship with Service Provider, Journal of Retailing, Vol. 773, No. 1,pp<br />

15-37.<br />

Berman B., and Evans J.R, 2001. Retail Management A Strategic Approach. Eight<br />

Edition, Prentice Hall., Inc., New Jersey, USA.<br />

Berry, Leonard L, 1986. Retail Business are Service Business, Journal of Retailing,<br />

Vol 62, Spring, pp.3-6.<br />

__, 1995. Relationship Marketing of Services-Growing Interest, Emerging<br />

Perspectives. Journal of the Academy of Marketing Science, Vol 23 (4),<br />

pp.236-45.<br />

Brady M. and Cronin J., 2001. Some New Thoughts on Conceptualizing Perceived<br />

Service Quality : A Hierarchical Approach. Journal of<br />

Marketing,Vol65(3),pp..34-49.<br />

__, Brand R., 2002. Performance Only Measurement of Service Quality: A<br />

Replication and Axtension. Journal of Business Research, Vol. 55, pp. 17-<br />

31.<br />

Business News, 1996. Masyarakat Indonesia Gemar Berbelanja. Edisi 8 Maret.<br />

Callaghan M., McPhail J. and Yau OHM, 1995. Dimensions of Relationship<br />

Marketing Orientation: An Empirical Exposition, Proceeding of The Seventh<br />

Biannual World Marketing Congress, Melbourne, Australia, July, Vol.<br />

VII-II, pp. 10-65.<br />

Carman M. James, 1990. Consumer Perceptions of Service Quality: An<br />

Assessment of The SERVQUAL Dimensions, Journal of<br />

Retailing,Vol.66,No.1,pp.33-55.<br />

STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)<br />

33


34<br />

Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007<br />

Christopher M, Payne A, and Ballantyne, 2002. Relationship Marketing; Creating<br />

Stockholder Value. First Edition, Oxford: Butterword-Heinemann.<br />

Collier, A. David, 1992. Service, Please: The Malcolm Baldrige National<br />

Quality Award Business Horizons, July-August, 1992.<br />

Cronin, J. Joseph and Taylor A.Steven, 1992. Measuring Service Quality: A<br />

Reexamination and Extension, Journal of Marketing, Vol. 62, pp.55-68.<br />

Crosby L., Evans K., and Cowles D., 1990. Relationship Quality in Service<br />

Selling: An Interpersonal Influences Perspective. Journal of Marketing, Vol.<br />

54, pp. 68-81.<br />

Dabholkar PA., 1995. Contingency Framework for Predicting Causallity Between<br />

Customer Satisfaction and Service Quality. Advances in Customer Research,<br />

Vol. 22, pp. 101-8.<br />

__, Thorpe D.I., Rentz J.O., 1996. A Measure of Service Quality For<br />

Retail Stores: Scale Development and Validation. Journal of The Academy of<br />

Marketing Science, Vol. 24, No. 1,pp3-16.<br />

Davis, Ferd D., Bagozzi Ricard P. and Warshaw Paul R., 1989. User<br />

Acceptance of Computer Technology: A Comparison of Two Theorical<br />

Models. Management Science, Vol. 35, No. 8. pp. 982-1003.<br />

Driver, Carrole and Johnston Robert, 2001. Understanding Service Customers<br />

The Value of Hard and Soft Attributes, Journal of Service Research, Vol. 4,<br />

No. 2, pp. 130-139.<br />

Duncan T., and Moriaty S.C., 1998. Communication Based Marketing Model For<br />

Managing Relationship. Journal of Marketing, Vol. 62, pp. 1-13.<br />

Evan Jr. <strong>dan</strong> Lskin R.L., 1994. The Relationship Marketing Process : A<br />

Conceptualiation and Aplication. Journal of Industrial Marketing<br />

Management, Vol. 23, No. 4, pp. 439-52.<br />

Fin D.W., Lamb C.W., 1991. An Evaluating of The SERVQUAL Scales in A<br />

Retailing Setting.<br />

Journal of Advances in Consumer Research, Vol. 18, Association for<br />

Consumer Research, Provo, UT, pp.483-490.<br />

Fullerton, Gordon, 2004. The Service Quality-Loyalty Relationship in Retail<br />

Services: Does Comitment Matter?. Journal Of Retailing and Consumer<br />

Service, Accepted 6 April 2004.<br />

Ganesan, Shankar, 1994. Determinants of Long-Term Orientation in Buyer-<br />

Seller Relationship. Journal of Marketing, Vol. 58, No.2, pp. 1-19.<br />

Gronroos, 1990. Service Management and Marketing. Lexington, MA, Lexington<br />

Books.


Gruen T., 1995. The Outcome Set of Relationship Marketing in Consumer<br />

Markets, International Business Review, Vol4, No.4, pp. 447-469.<br />

_ _ , S u m m e r s J , a n d A c i t o F , 2 0 0 0 . Relationship Marketing Activities,<br />

Commitment and Membership Behaviors in Professional Associations.<br />

Journal of Marketing Vol. 64, No. 3, pp. 34-49.<br />

Gwinner KP, Gremler DD, and Bitner MJ, 1998. Relational Benefit in Service<br />

Industries: The Customer Perspektif. Journal Academic Marketing Science,<br />

Vol. 26, pp. 101-114.<br />

Huppert, John W. Sidney, J. Arenson, and Richard H. Evans, 1978. An<br />

application of Equity Theory to Buyer-Seller Exchange Situation, Journal of<br />

Marketing, Vol. 15, No.2, pp. 250-60.<br />

Koelemeijer K., 1995, The Retail Service Encounter identifying Critical Service<br />

Experiences, Journal Of Managing Service Quality, Chapman, London.<br />

Kompas Harian, 1996. Perkembangan Bisnis Ritel di Indonesia, edisi 3 Januari.<br />

____________, 2005, Pertumbuhan Ritel Indonesia,Edisi 8 April.<br />

Kotler, Philip, 2003, Marketing Management Analysis, Planning,<br />

Implememtation and Controll, International Edition, Uppersadle River,<br />

Prentice Hall.Inc. New Jersey.<br />

Levy M., and Weitz A. Barton, 2004. Retailing Management, Fifth Edition, Mc<br />

Graw Hill, Irwin, New York. USA.<br />

Levy S., and Zaltman G., 1975. Marketing Society and Conflict. Englewood Cliffs,<br />

Prentice Hall, New York.<br />

Looy, Van Bart, Gemmel Paul and Dierdonck Van R., 2003. Service Management<br />

An Integrated Approach. Second Edition, Pearson Education-Prentice<br />

Hall.Inc. Harlow-England<br />

Maulana, Agus, 1999. Perilaku Konsumen Di Masa Krisis, Implikasinya<br />

Terhadap Strategi Pemasaran. Usahawan No1 Th. XXVIII, edisi Januari.<br />

Meerzorg H, 2003. Kunci Sukses Berbisnis Ritel. Majalah Manajemen, Edisi April.<br />

Metcalf LE, Frear CR, Krishnan R,1992. Buyer -Seller Relationship an Aplication<br />

of The IMP Interaction Model. Europian Journal of Marketing, Vol. 26, pp<br />

27-46.<br />

Morgan, Robert M. and Hunt Shelby D., 1999. The Commitment -Trust Theory of<br />

Relationship Marketing. Journal of Marketing, Vol. 58, No.3, pp 20-38.<br />

Mueller, O. Ralph, 1996. Basic Principles of Structural Equation Modeling, an<br />

Introduction to LISREL and EQS. Springer-Verlag New York,Inc.<br />

STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)<br />

35


36<br />

Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007<br />

Narver J.C., Slater S.F., 1990. The Effect of A Market Orientation on Business<br />

Profitability. Journal of Marketing, Vol. 54, pp. 20-35.<br />

Oderkerken, S. Gaby, Wulf D.K., and Schumacher P., 2003. Strengthening<br />

Outcomes Of Retailer-Consumer Relationships The dual Impact Of<br />

Relationship Marketing Tactics and Consumer Personality, Journal of<br />

Business Research Vol. 56, pp. 177-190.<br />

Pawitra T., 2005. Redefinisi Marketing, Prasetya Mulya Management Research<br />

Series, Report No.001, June.<br />

Peterson RA, 1995. Relationship Marketing and The Consumer, Journal Academic<br />

of Marketing Science, Vol. 23, pp. 278-281.<br />

Pilar Bisnis, 2003. Pilar Utama, Peta Rirel Modern, Konsumen Tetap Jadi Raja,<br />

Edisi 06, Tahun VI, 17-30 Maret, Hal. 10-39.<br />

_________,2003, Mendung Di Bisnis Ritel, Edisi 13, Tahun VI, 7-13 Juli, Hal. 68-8<br />

Pope, Nigel, 1998. Consumption Values, Sponsorship Awareness, Brand and<br />

Product Use. Journal of Product & Brand Management, Vol.7 No.2, pp.<br />

124-136.<br />

Reichheld F., and Sasser W.E., 1990. Zero Defection: Quality Comes to Service,<br />

Harvard Business Review, Vol 68, September-October, pp. 105-111<br />

Rene Johannes, 1996. Berkembangnya Bisnis Eceran Skala Besar di Jakarta,<br />

Management & Usahawan Indonesia, No. 2 Tahun XVIII.<br />

Sager J., and Ferris G., 1986. Personality and Salesforce Selection in The<br />

Pharmaceutical Industry. Industrial Marketing Manage, Vol. 15, pp. 319-24.<br />

Samuel, 1995. Proyeksi Pasar Ritel Jabotabek, Ritel Indonesia, Vol. 1, No. 1, pp.<br />

35-43.<br />

Shajahan S., 2004. Relationship Marketing Text & Cases, Tata Mc Graw Hill Co.,<br />

New Delhi.<br />

Shani D., Chalasani S., 1992. Exploiting Niches Using Relationship<br />

Marketing, Journal of Consumer Marketing, May Vol. 9, No. 3, pp.<br />

33-42<br />

Sheth, Jagdish and Atul Parvatiyar, 2002. Relationship Marketing in Consumer<br />

Market: Antecedents and Conequences. Journal of The Academy of<br />

Marketing Science, Vol. 23, No.4, pp. 255-71.<br />

Smfr@nchise, 2001. Trend Industri Retail di Indonesia di Millenium Baru,<br />

Edisi November. 2002. Pangsa Pasar Swalayan di 6 kota Besar di<br />

Insonesia, Edisi (enam) November.<br />

_ _ _ _ _ _ _ _ _ , 2 0 0 3 . P r e d i k s i J u m l a h P e n d u d u k Indonesia Tahun 2010,<br />

Edisi Januari.


Subhash, C. Mehta, Ashok K. Lalwani and Soon Li Han, 2000. Service Quality in<br />

Retailing: Relative Efficiency of Alternative Measurement Scales For<br />

Different Product-Service Environtment, International Journal Of Retail<br />

and Distribution Management, Vol.28, No.2, pp. 62-72.<br />

Suhata, H. Parlina, 2003. Analisis Pengaruh Perceived Relationship Invesment<br />

Terhadap Relationship Quality <strong>dan</strong> Behavioral Loyalty, Tesis, Universitas<br />

Gadjah Mada, Yogyakarta.<br />

Taylor A., Steven and Baker T, 1994. An Assessment of The Relationship<br />

Between Service Quality and Customer Satisfaction in The Formation of<br />

Consumers' Purchase Intentions. Journal of Retailing, Vol. 70, No. 2, pp.<br />

163-178.<br />

________, and Cronin Joseph Jr, 1994. Modeling Patient Satisfaction and<br />

Service Quality, Journal Of Healthcare Marketing, Vol. 14, No. 1, pp. 35-<br />

43.<br />

Teas R. Keneth, 1993, Consumer Expectation and The Measurement of<br />

Perceived Service Quality, Journal of Professional Service Marketing, Vol.<br />

8, No.2, pp. 33-54.<br />

__________,1993. Expectation, Performance, Evaluation, and<br />

Consumers Perception of Quality, Journal of Marketing, Vol. 57, pp. 18-34.<br />

Tempo, 2003. Kemajuan Ritel Bisnis Indonesia, Edisi 22 Mei.<br />

Tjiptono Fandy, 2005. Pemasaran Jasa. Edisi Pertama, Bayu Media Publishing,<br />

Malang.<br />

Widjaja HN, 2002. Mengungkap Sukses Hypermarket, Pikiran Rakyat Cyber<br />

Media.<br />

Wilson DT., 1995. An Integrated Model of Buyer -Seller Relationship. Journal<br />

Academic of Marketing Science, Vol. 23,No.4, pp. 335-45.<br />

Wulf K.D and Odekerken G.S, 2003. Assesing The Impact of a Retailer's<br />

Relationship Effort on Consumers Attitude and Behavior, Jounal of<br />

Retailing and Consumer Services, Vol.10, pp. 95-108.<br />

Yadi E. Nur, 2003. Analisis Industri Ritel Indonesia, Tesis, Univeristas Gadjah<br />

Mada, Yogyakarta.<br />

Vazques, Rodolfo, Del Bosque Ignatio A. Rodriques, Diaz ana Ma, Ruiz V.<br />

Agustin, 2001. Service Quality in Supermarket Retailing: Identifying Critical<br />

Service Experiences, Journal of Retailing and Consumer Service, Vol. 8, pp.<br />

1-14.<br />

STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)<br />

37


38<br />

Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007<br />

ANALISIS FAKTOR LINGKUNGAN DAN INDIVIDU KONSUMEN<br />

DALAM KEPUTUSAN PEMILIHAN LEMBAGA MENTAL ARITMETIKA<br />

DI KOTA MALANG<br />

Aniek Indrawati <strong>dan</strong> Teuku Zulkarnaen<br />

The objectives of this research are to analize the influence of consumer individual<br />

and environmental factor toward decision in selecting Arithmetic Mental Educational<br />

Institution in the Malang City, and which variable of the main consumer’s<br />

consideration in selecting Arithmetic Mental Educational Institution in the Malang<br />

City. The result of the study indicated that the consumer individual and<br />

environmental factor have partial and simultant influence toward decision in<br />

selecting Arithmetic Mental Educational Institution in the Malang City, and the<br />

motivation have dominant influence in selecting Arithmetic Mental Educational<br />

Institution in the Malang City. Based on the study results, it can be suggested that as<br />

a profesional institution, the Arithmetic Mental Educational Institution should be<br />

oriented the consumer needs. The managers of Arithmetic Mental Educational<br />

Institutions should understand the consumer behaviour to plan the strategy and<br />

policy to keep the interest of consumers.<br />

Key words : individual factor, environmental factor, consumer behaviour<br />

Aniek Indrawati adalah dosen Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Malang<br />

Teuku Zulkarnaen adalah dosen Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh<br />

38


Pendahuluan<br />

Menyadari tentang arti pentingnya sumber daya manusia, pendidikan<br />

merupakan suatu kelembagaan yang berkaitan dengan pengembangan sumber daya<br />

manusia. Segala daya telah dilakukan oleh pemerintah untuk menyusun suatu sistem<br />

pendidikan yang benar-benar bisa menjawab tantangan di masa-masa mendatang. Di<br />

dalam Un<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistim Pendidikan Nasional<br />

disebutkan bahwa <strong>masyarakat</strong> sebagai mitra pemerintah berkesempatan yang seluasluasnya<br />

untuk berperan serta dalam penyelenggaraan Pendidikan Nasional.<br />

Dengan a<strong>dan</strong>ya Un<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g tersebut memberikan peluang kepada<br />

<strong>masyarakat</strong> untuk mendirikan atau menyelenggarakan pendidikan. Keadaan ini<br />

ditunjukkan oleh pertumbuhan jumlah Lembaga-Lembaga Pendidikan Non Formal<br />

di Indonesia yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun <strong>dan</strong> tersebar di seluruh<br />

tanah air.<br />

Salah satu Lembaga Pendidikan Non Formal yang akhir-akhir ini lagi<br />

booming adalah Lembaga Pendidikan Mental Aritmetika. Lembaga ini memberikan<br />

semacam kursus belajar Mental Aritmetika. Mental Aritmetika adalah sebuah metoda<br />

pengajaran matematika kepada anak yang menggunakan alat bantu soroban atau<br />

sempoa, yaitu alat hitung tradisional Jepang atau Cina yang bisa menghitung dengan<br />

sangat akurat <strong>dan</strong> cepat , bahkan lebih cepat daripada menggunakan kalkulator.<br />

Pesatnya pertumbuhan Lembaga-Lembaga pendidikan tersebut serta jumlah<br />

yang cenderung meningkat di satu sisi memang sesuai dengan hasrat untuk meratakan<br />

kesempatan memperoleh pendidikan bagi generasi muda. Namun di sisi lain perlu<br />

memperhatikan peningkatan mutu <strong>dan</strong> efisiensi. Permasalahan akan timbul jika<br />

lembaga-lembaga itu tidak mengerti apa sebenarnya yang menjadi tujuan <strong>dan</strong> harapan<br />

dari konsumen.<br />

Memahami <strong>perilaku</strong> konsumen adalah problem mendasar ketika akan<br />

menentukan strategi pemasaran. Dengan mengenal konsumen akan dipahami<br />

karakteristik maupun bagaimana seseorang pembeli membuat keputusannya serta<br />

berbagai faktor yang mempengaruhi <strong>perilaku</strong> mereka dalam mengambil keputusan<br />

atas pembelian suatu produk / jasa (Kotler, 1994)<br />

Seperti halnya dalam pemilihan produk, ketika konsumen akan memilih jasa<br />

pendidikan juga dipengaruhi banyak faktor. Pan<strong>dan</strong>gan yang berbeda dari konsumen<br />

atas apa yang dihasilkan lembaga-lembaga tersebut menyebabkan a<strong>dan</strong>ya<br />

ketidakmerataan jumlah peminat diantara Lembaga Pendidikan Mental Aritmetika<br />

yang ada.<br />

Untuk membentuk citra yang baik <strong>terhadap</strong> lembaga, dalam rangka menarik<br />

minat calon siswa, maka lembaga pendidikan dalam hal ini Pendidikan Mental<br />

Aritmetika dapat mengembangkan berbagai upaya berdasarkan pada Konsep<br />

Pemasaran. Dalam pelaksanaannya Lembaga Pendidikan Mental Aritmetika harus<br />

menetapkan bagaimana penyusunan Sistim Pemasaran yang menguntungkan, yaitu<br />

suatu sistem yang bisa memuaskan kebutuhan <strong>dan</strong> <strong>keinginan</strong> konsumen dengan lebih<br />

efektif <strong>dan</strong> efisien dibandingkan dengan pesaingnya.<br />

STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)<br />

39


40<br />

Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007<br />

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk<br />

mengetahui pengaruh faktor individu <strong>dan</strong> lingkungan konsumen dalam keputusan<br />

memilih Lembaga Pendidikan Mental Aritmetika di Kota Malang <strong>dan</strong> untuk<br />

mengetahui variabel apa yang dominan pengaruhnya dari kedua faktor tersebut<br />

<strong>terhadap</strong> keputusan memilih Lembaga Pendidikan Mental Aritmetika di Kota<br />

Malang.<br />

Perilaku Konsumen<br />

Definisi <strong>perilaku</strong> konsumen menurut Loudon (1993) adalah “Customer<br />

behavior may be defined as decision process and physical activity individuals engage<br />

in when evaluating, acquaring, using or disposing of good and service”(Perilaku<br />

konsumen dapat didefinisikan sebagai proses pengambilan keputusan <strong>dan</strong> aktivitas<br />

individu secara fisisk yang dilibatkan dalam mengevaluasi, memperoleh,<br />

menggunakan atau dapat menggunakan barang <strong>dan</strong> jasa)<br />

Se<strong>dan</strong>gkan menurut Engel (1997), adalah “Customer behavior may defined as<br />

the acts of individuals directly involved in decision process that preceds and<br />

determine these acts” (Perilaku konsumen didefinisikan sebagai tindakan individu<br />

yang secara langsung terlibat dalam usaha memperoleh <strong>dan</strong> menggunakan barangbarang<br />

atau jasa, termasuk proses pengambilan keputusan yang mendahului <strong>dan</strong><br />

menentukan tindakan-tindakan tersebut).<br />

Bila kita tarik kesimpulan dari pendapat-pendapat tersebut, maka <strong>perilaku</strong><br />

konsumen adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu, kelompok atau<br />

organisasi yang berhubungan dengan proses pengambilan keputusan dalam<br />

mendapatkan, menggunakan barang-barang atau jasa-jasa ekonomi yang dapat<br />

dipengaruhi lingkungan, termasuk proses pengambilan keputusan. Sehingga terdapat<br />

dua hal yang penting dalam <strong>perilaku</strong> konsumen ini, yaitu proses pengambilan<br />

keputusan <strong>dan</strong> kegiatan fisik dalam rangka memperoleh <strong>dan</strong> menggunakan barang<br />

serta jasa-jasa ekonomi. Setiap individu memiliki <strong>perilaku</strong> yang berbeda dalam<br />

memenuhi kebutuhan <strong>dan</strong> <strong>keinginan</strong>nya.<br />

Menurut Loudon (1993) mengemukakan bahwa ada tiga variabel yang perlu<br />

diperhatikan dalam menelaah <strong>perilaku</strong> konsumen, yaitu :<br />

1. Stimulus variable<br />

Merupakan variabel yang berada di luar diri individu (faktor eksternal) yang<br />

sangat berpengaruh dalam proses pembelian. Misalnya : merk, jenis barang, iklan,<br />

kemudahan membeli barang <strong>dan</strong> penataan barang.<br />

2. Response variable<br />

Merupakan hasil aktivitas individu sebagai reaksi dari variabel stimulus. Variabel<br />

respon sangat tergantung pada faktor individu <strong>dan</strong> kekuatan stimulus. Misalnya :<br />

keputusan membeli barang, penilaian <strong>terhadap</strong> barang, <strong>dan</strong> perubahan sikap<br />

<strong>terhadap</strong> suatu produk.<br />

3. Intervening variable


Merupakan variabel antara stimulus <strong>dan</strong> respon. Variabel ini merupakan faktor<br />

internal individu, termasuk motif-motif membeli, sikap <strong>terhadap</strong> suatu peristiwa<br />

<strong>dan</strong> persepsi <strong>terhadap</strong> suatu barang. Peranan variabel ini adalah untuk<br />

memodifikasi respon.<br />

Model Perilaku Konsumen<br />

Assael (1984) mengembangkan suatu model Perilaku Konsumen dimana<br />

faktor individual konsumen, limgkungan, <strong>dan</strong> strategi marketing mix yang diterapkan<br />

produsen akan mempengaruhi konsumen dalam memilih suatu produk. Setelah<br />

melakukan pembelian, konsumen memberikan respon <strong>terhadap</strong> produk yang dibeli.<br />

Respon konsumen ini dapat dilihat sebagai umpan balik bagi pemasar untuk<br />

pengembangan strategi pemasaran <strong>dan</strong> bagi konsumen sebagai evaluasi setelah<br />

pembelian.<br />

Model Assael memperlihatkan a<strong>dan</strong>ya penekanan hubungan antara pemasar<br />

<strong>dan</strong> konsumen. Komponen dasar dari model tersebut adalah pada pengambilan<br />

keputusan konsumen, yaitu proses dalam merasakan <strong>dan</strong> mengevaluasi informasi<br />

brand, dengan pertimbangan bagaimana alternatif brand tersebut dapat memenuhi<br />

kebutuhan, <strong>dan</strong> konsumen memutuskan untuk memilih brand yang bersangkutan.<br />

Se<strong>dan</strong>gkan menurut Phlip Kotler (1996) untuk mempelajari <strong>perilaku</strong><br />

konsumen, tidak cukup hanya mempelajari apa yang dibeli konsumen tetapi juga<br />

dimana mereka membeli, bagaimana mereka membeli <strong>dan</strong> kapan mereka membeli.<br />

Beberapa faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen antara lain :<br />

1. Faktor Marketing Mix<br />

Dalam bukunya Kotler mendefinisikan bahwa marketing mix adalah kelompok kiat<br />

pemasaran yang digunakan perusahaan untuk mencapai sasaran pemasarannya dalam<br />

pasar pasaran. Ada 4 faktor dalam bauran pemasaran, yaitu :<br />

a. Product, merupakan sesuatu yang ditawarkan ke dalam pasar untuk dimiliki,<br />

digunakan atau dikonsumsi sehingga dapat memuaskan <strong>keinginan</strong> <strong>dan</strong> kebutuhan,<br />

termasuk di dalamnya adalah obyek fisik, jasa, orang, tempat, organisasi <strong>dan</strong><br />

gagasan (Kotler, 1995).<br />

b. Price, merupakan jumlah uang yang harus dibayar pelanggan <strong>dan</strong> konsumen<br />

untuk suatu produk (Kotler, 1995).<br />

c. Promotion, merupakan kegiatan mengkomunikasikan informasi dari penjual ke<br />

pembeli atau pihak lain dalam saluran penjualan untuk mempengaruhi sikap <strong>dan</strong><br />

<strong>perilaku</strong>. Se<strong>dan</strong>gkan Swastha & Irawan (1997) mengatakan bahwa promosi<br />

adalah arus informasi atau persuasi satu arah yang dibuat untuk mengarahkan<br />

seseorang atau organisasi kepada tindakan yang menciptakan pertukaran dalam<br />

pemasaran. Akhirnya promosi adalah semua jenis kegiatan yang ditujukan untuk<br />

mendorong permintaan.<br />

d. Place, berhubungan dengan proses menyampaikan produk ke konsumen. Produk<br />

tidak akan mempunyai arti apa-apa bagi konsumen apabila tidak disampaikan<br />

atau tidak tersedia pada saat <strong>dan</strong> tempat yang diinginkan konsumen.<br />

STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)<br />

41


42<br />

Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007<br />

2. Faktor Lingkungan<br />

Lingkungan dimana konsumen berada akan mempengaruhi <strong>perilaku</strong><br />

konsumen tersebut dalam membeli suatu produk baik secara langsung maupun tidak<br />

langsung. Faktor lingkungan ini perlu dikaji oleh pihak pemasar sehingga diketahui<br />

berapa besar pengaruhnya kepada pengambilan keputusan. Ada beberapa faktor yang<br />

termasuk dalam faktor lingkungan ini antara lain :<br />

a. Kebudayaan, merupakan seperangkat nilai dasar, persepsi <strong>dan</strong> <strong>perilaku</strong> melalui<br />

proses sosialisasi yang melibatkan keluarga <strong>dan</strong> lembaga penting lainnya (Kotler,<br />

1995). Se<strong>dan</strong>gkan Assael (1984) mendefinisikan bahwa bahwa kebudayaan<br />

adalah nilai-nilai, norma <strong>dan</strong> kebiasaan dimana seseorang individu belajar dari<br />

<strong>masyarakat</strong> <strong>dan</strong> membimbing mereka menuju pola <strong>perilaku</strong> yang bersifat umum<br />

dalam <strong>masyarakat</strong>.<br />

b. Kelas sosial merupakan suatu kelompok yang terdiri dari sejumlah orang yang<br />

mempunyai posisi (kedudukan) yang kurang lebih sama (sederajat) dalam suatu<br />

<strong>masyarakat</strong> (Loudon & Dellabitta, 1993).<br />

Se<strong>dan</strong>gkan Kotler (1995) berpendapat bahwa kelas sosial mempunyai beberapa<br />

karakteristik. Pertama, orang yang berada dalam suatu kelas sosial cenderung<br />

ber<strong>perilaku</strong> sama. Kedua, seseorang dipan<strong>dan</strong>g mempunyai posisi sesuai dengan<br />

kelas sosialnya. Ketiga, kelas sosial seseorang dinyatakan oleh sejumlah variabel,<br />

seperti pekerjaan, kekayaan pendidikan <strong>dan</strong> orientasi <strong>terhadap</strong> nilai <strong>dan</strong> bukan<br />

hanya oleh salah satu variabel saja. Keempat, seseorang mampu berpindah dari<br />

satu kelas sosial ke kelas sosial lainnya dalam masa hidupnya.<br />

c. Kelompok referensi merupakan kelompok-kelompok yang memberikan pengaruh<br />

langsung atau tidak langsung <strong>terhadap</strong> sikap <strong>dan</strong> <strong>perilaku</strong> seseorang (Kotler,<br />

1995). Menurut Engel et al (1997), kelompok referensi dapat mempengaruhi<br />

seseorang dalam mengambil keputusan pembelian suatu produk dengan tiga cara,<br />

yaitu : 1) pengaruh utilitarian (normatif) adalah tekanan untuk menyesuaikan diri<br />

dengan norma kelompok dalam berpikir <strong>dan</strong> ber<strong>perilaku</strong>, 2) pengaruh nilai<br />

ekspresif adalah mencerminkan <strong>keinginan</strong> akan asosiasi psikologis <strong>dan</strong> kesediaan<br />

untuk menerima nilai dari orang lain tanpa tekanan, 3) pengaruh informasi<br />

dimana kepercayaan <strong>dan</strong> <strong>perilaku</strong> orang lain diterima sebagai bukti mengenai<br />

realitas.<br />

d. Keluarga merupakan kelompok yang terdiri dari dua atau lebih yang berhubungan<br />

melalui darah, perkawinan atau adopsi <strong>dan</strong> tinggal bersama (Engel et al, 1997).<br />

Setiap individu dalam keluarga bisa mempengaruhi seseorang dalam keputusan<br />

pembeliannya.<br />

3. Faktor Psikologis<br />

Faktor psikologis merupakan faktor dasar dalam <strong>perilaku</strong> konsumen yang<br />

dapat mempengaruhi keputusan pembelian. Ada beberapa faktor yang terkait dengan<br />

faktor psikologis ini, yaitu :<br />

a. Motivasi, merupakan suatu dorongan kebutuhan <strong>dan</strong> <strong>keinginan</strong> individu yang<br />

diarahkan pada tujuan untuk memperoleh kepuasan (Swasta & Irawan, 1997).<br />

Segala sesuatu yang dilakukan seseorang didorong oleh sesuatu kekuatan dari<br />

dalam diri seseorang tersebut.


. Pembelajaran, bisa diartikan sebagai perubahan-perubahan <strong>perilaku</strong> yang terjadi<br />

sebagai akibat dari a<strong>dan</strong>ya pengalaman (Swasta & Irawan, 1997). Proses<br />

pembelajaran ini terjadi karena a<strong>dan</strong>ya interaksi antara seseorang dengan<br />

lingkungannya.<br />

c. Sikap merupakan suatu keadaan seseorang yang mudah terpengaruh untuk<br />

memberikan tanggapan atau penilaian <strong>terhadap</strong> suatu obyek yang ada di<br />

lingkungan sekitarnya <strong>dan</strong> berpengaruh secara langsung <strong>terhadap</strong> <strong>perilaku</strong>nya<br />

(Kotler, 1995). Maka setiap sikap yang dibentuk dari informasi yang diperoleh<br />

seseorang melalui pengalaman masa lalunya atau melalui hubungan dengan<br />

orang lain.<br />

d. Kepribadian, merupakan ciri-ciri psikologis yang membedakan seseorang yang<br />

menyebabkan terjadinya tanggapan relatif <strong>terhadap</strong> lingkungannya. Kepribadian<br />

seseorang biasanya digambarkan dengan ciri-ciri bawaan seperti kepercayaan<br />

diri, gampang mempengaruhi, berdiri sendiri, menghargai orang lain, bersifat<br />

membela diri <strong>dan</strong> kemampuan menyesuaikan diri (Kotler, 1995).<br />

e. Persepsi, merupakan proses bagaimana seseorang menyeleksi, mengatur <strong>dan</strong><br />

menginterpretasikan masukan-masukan informasi untuk menciptakan gambaran<br />

keseluruhan yang berarti (Kotler, 1995). Jadi persepsi merupakan kegiatan<br />

memilih, mengolah <strong>dan</strong> menafsirkan informasi yang diperoleh <strong>dan</strong> memberikan<br />

tanggapan <strong>terhadap</strong>nya.<br />

Metodologi Penelitian<br />

Penelitian ini dilakukan di Kota Malang, dengan memilih enam Lembaga<br />

Pendidikan Mental Aritmetika yang menyelenggarakan program pendidikan mental<br />

aritmetika mulai tingkat dasar, tingkat lanjutan, sampai tingkat mahir, yang telah<br />

terdaftar pada Departemen Pendidikan Nasional Sie Pendidikan Masyarakat. Keenam<br />

lembaga tersebut adalah : Yayasan Aritmetika Indonesia Cabang Borobudur,<br />

Yayasan Aritmetika Indonesia Cabang Suropati, Kazeoru Citarum, Kazeoru Jalan<br />

Jeruk, Intelma Mental Aritmetika, <strong>dan</strong> Putra Bangsa Mental Aritmetika.<br />

Populasi target penelitian adalah orang tua dari warga belajar yang mengikuti<br />

program pendidikan mental aritmetika pada Lembaga Pendidikan Mental Aritmetika<br />

di Kota Malang. Dipilihnya orang tua sebagai populasi target dalam penelitian ini<br />

karena pengambil keputusan dalam pemilihan lembaga adalah bukan warga belajar<br />

atau anak didik, melainkan orang tuanya. Hal ini disebabkan karena peserta didik<br />

Lembaga Pendidikan ini adalah anak-anak yang berusia 4 sampai 12 tahun.<br />

Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling.<br />

Artinya sampel ditentukan dengan pertimbangan tujuan penelitian <strong>dan</strong> berdasarkan<br />

kriteria-kriteria tertentu yang telah ditentukan. Adapun kriteria-kriteria tersebut<br />

adalah : orang tua (wali) dari siswa belajar Pendidikan Mental Aritmetika pada<br />

tingkat pra level <strong>dan</strong> tingkat satu. Dipilihnya tingkat ini karena diharapkan para orang<br />

tua masih memiliki ingatan yang baik tentang faktor-faktor pertimbangan dalam<br />

memilih lembaga untuk anak mereka. Besarnya sampel setiap Lembaga ditetapkan<br />

STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)<br />

43


44<br />

Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007<br />

secara propotional random sampling, yaitu dipilih secara acak dengan jumlah<br />

sebanding dengan jumlah peserta program pendidikan di setiap Lembaga.<br />

Dalam penelitian ini, peneliti membagikan kuesioner yang disusun dalam<br />

kalimat-kalimat pertanyaan. Responden diminta memberikan tanggapannya dengan<br />

memilih salah satu pilihan jawaban. Jawaban dari responden yang bersifat kualitatif<br />

dikuantitatifkan <strong>dan</strong> diukur dengan menggunakan skala Likert. Data di<strong>analisis</strong> dengan<br />

Analisis Regresi Berganda dengan menggunakan program SPSS forWindows versi 11.<br />

Hasil-hasil Penelitian<br />

Berdasarkan hasil penelitian dengan mengambil responden sebanyak 175<br />

orang tua dari siswa yang berada tingkat pra level <strong>dan</strong> tingkat 1 dari enam Lembaga<br />

Pendidikan Mental Aritmetika di Kota Malang sebagai sampel, maka dari hasil<br />

penelitian tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden adalah laki-laki<br />

yaitu sebesar 80%. Ini menunjukkan bahwa dalam penelitian ini yang memutuskan<br />

untuk memilih Lembaga Pendidikan Mental Aritmetika sebagian besar adalah orang<br />

tua laki-laki dari siswa belajar atau ayah mereka.<br />

Dari pengelompokan responden berdasarkan usia menunjukkan bahwa 90 %<br />

responden adalah berusia di bawah 40 tahun. Ini bisa ditunjukkan oleh usia siswa<br />

didik LPMA yang rata-rata berusia dibawah 12 tahun, sehingga orang tua mereka pun<br />

sebagian besar masih tergolong relatif muda.<br />

Apabila ditinjau dari tingkat pendidikan responden, 86 % orang tua siswa<br />

didik LPMA didominasi oleh lulusan sarjana <strong>dan</strong> pascasarjana. Se<strong>dan</strong>gkan lulusan<br />

SMA <strong>dan</strong> Diploma hanya sekitar 14 %. Ini menggambarkan bahwa mayoritas orang<br />

tua siswa belajar LPMA di Kota Malang adalah berpendidikan tinggi <strong>dan</strong> menyadari<br />

arti pentingnya pendidikan Mental Aritmetika sebagai pendidikan dasar bagi putraputrinya.<br />

Lebih dari 80 % siswa didik LPMA mempunyai orang tua dengan tingkat<br />

pendapatan perbulan di atas Rp. 1.000.000. Hasil ini menggambarkan bahwa<br />

Pendidikan Mental Aritmetika di Kota Malang kebih didominasi oleh konsumen<br />

dengan tingkat ekonomi menengah ke atas.<br />

Hasil <strong>analisis</strong> regresi berganda antara variabel-variabel kebudayaan, kelas<br />

sosial, kelompok referensi, keluarga, motivasi, pembelajaran, sikap <strong>dan</strong> persepsi<br />

<strong>terhadap</strong> keputusan pemilihan LPMA di Kota Malang disajikan dalam table 1.<br />

Tabel 1<br />

Hasil Analisis Regresi Berganda<br />

Variabel Koefisien Standard T Sig. t<br />

regresi Error<br />

Konstanta -2.535<br />

Kebudayaan (X1) 0.125 0.053 2.358 0.003<br />

Kelas Sosial (X2) 0.135 0.056 2.411 0.026<br />

Kelompok Refrensi (X3) 0.214 0.051 4.195 0.000<br />

Keluarga (X4) 0.120 0.059 2.034 0.030


Motivasi (X5) 0.351 0.054 6.499 0.000<br />

Pembelajaran (X6) 0.155 0.030 5.167 0.006<br />

Sikap (X7) 0.141 0.044 3.205 0.021<br />

Persepsi (X8) 0.148 0.039 3.795 0.002<br />

R<br />

R square<br />

Standard error<br />

F hitung<br />

Significan F<br />

Durbin Watson Test<br />

F tabel ( α = 5%)<br />

t tabel ( α = 5%)<br />

Sumber : Data Primer Diolah<br />

0,949<br />

0,797<br />

0,079<br />

23.872<br />

0,000<br />

2,053<br />

1,98<br />

1,721<br />

Persamaan regresi berganda yang diperoleh adalah sebagai berikut :<br />

Y = -2.535 + 0,125X1 + 0,135X2 + 0,214X3 + 0,120X4 + 0,351X5 + 0,155X6 +<br />

0,141X7 + 0,148X8<br />

Dari hasil perhitungan regresi berganda diketahui bahwa nilai multiple<br />

regression (R) sebesar 0,949 mengandung makna keseluruhan variabel independen<br />

memiliki keeratan hubungan yang tinggi dengan variabel dependen. Se<strong>dan</strong>gkan<br />

koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 0,797 menunjukkan kontribusi variabel-variabel<br />

independen untuk menjelaskan variabilitas variabel dependen sebesar 79.7 %.<br />

Sisanya yaitu sebesar 20.3 % dijelaskan oleh variabel lain yang tidak digunakan<br />

dalam model regresi penelitian.<br />

Pengujian hipotesis dilakukan melalui uji F <strong>dan</strong> uji t. Uji F digunakan untuk<br />

mengetahui pengaruh secara simultan variabel-variabel kebudayaan, kelas sosial,<br />

kelompok referensi, keluarga, motivasi, pembelajaran, sikap <strong>dan</strong> persepsi <strong>terhadap</strong><br />

keputusan pemilihan LPMA di Kota Malang. Jika Fhitung > Ftabel, maka dapat<br />

disimpulkan bahwa variabel-variabel kebudayaan, kelas sosial, kelompok referensi,<br />

keluarga, motivasi, pembelajaran, sikap <strong>dan</strong> persepsi berpengaruh secara simultan<br />

<strong>terhadap</strong> keputusan pemilihan LPMA di Kota Malang. Uji t digunakan untuk<br />

mengetahui pengaruh secara parsial dari variabel-variabel kebudayaan, kelas sosial,<br />

kelompok referensi, keluarga, motivasi, pembelajaran, sikap <strong>dan</strong> persepsi <strong>terhadap</strong><br />

keputusan pemilihan LPMA di Kota Malang. Jika thitung > ttabel, maka dapat<br />

disimpulkan bahwa variabel-variabel kebudayaan, kelas sosial, kelompok referensi,<br />

keluarga, motivasi, pembelajaran, sikap <strong>dan</strong> persepsi berpengaruh secara parsial<br />

<strong>terhadap</strong> keputusan pemilihan LPMA di Kota Malang.<br />

Hasil <strong>analisis</strong> regresi berganda menunjukkan nilai Fhitung sebesar 23.872 (p =<br />

0,000) yang lebih besar dari Ftabel 1,98. Dengan demikian disimpulkan bahwa<br />

variabel-variabel kebudayaan, kelas sosial, kelompok referensi, keluarga, motivasi,<br />

pembelajaran, sikap <strong>dan</strong> persepsi berpenmgaruh secara simultan <strong>terhadap</strong> keputusan<br />

STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)<br />

45


46<br />

Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007<br />

pemilihan LPMA di Kota Malang. Sementara itu, hasil perhitungan nilai t untuk<br />

masing-masing variabel seperti yang dicantumkan dalam Tabel 1, menunjukkan<br />

bahwa variabel-variabel kebudayaan, kelas sosial, kelompok referensi, keluarga,<br />

motivasi, pembelajaran, sikap <strong>dan</strong> persepsi berpengaruh secara parsial <strong>terhadap</strong><br />

keputusan pemilihan LPMA di Kota Malang. Kesimpulan ini didasarkan atas fakta<br />

bahwa nilai thitung semua variabel penelitian lebih besar dari ttabel pada taraf uji 5 %.<br />

Kontribusi efektif variabel independen dapat digunakan untuk mengetahui<br />

pengaruh variabel independen yang paling dominan. Adapun kontribusi efektif<br />

masing-masing variabel independen <strong>terhadap</strong> keputusan pemilihan LPMA dinyatakan<br />

dalam Tabel 2.<br />

Tabel 2.<br />

Kontribusi Efektif Masing-Masing Variabel Independen<br />

Variabel Independen Koefisien Beta<br />

Koefisien Korelasi<br />

Sederhana<br />

Kontribusi Efektif<br />

(%)<br />

Kebudayaan (X1) 0.167 0.426 7.10<br />

Kelas Sosial (X2) 0.175 0.310 5.43<br />

Kelompok Refrensi (X3) 0.302 0.336 10.15<br />

Keluarga (X4) 0.153 0.403 6.17<br />

Motivasi (X5) 0.469 0.427 20.03<br />

Pembelajaran (X6) 0.252 0.357 8.99<br />

Sikap (X7) 0.201 0.521 10.47<br />

Persepsi (X8) 0.208 0.546 11.36<br />

Total<br />

Sumber : Data Primer Diolah<br />

79.7<br />

Berdasarkan kontribusi efektif masing-masing variabel independen, variabel<br />

yang dominan pengaruhnya <strong>terhadap</strong> keputusan pemilihan LPMA di Kota Malang<br />

adalah motivasi. Selanjutnya, secara berturut-turut, variabel independen yang<br />

memiliki dominasi pengaruh <strong>terhadap</strong> keputusan pemilihan LPMA di Kota Malang<br />

dari tertinggi ke terendah sebagai berikut : persepsi, sikap, kelompok referensi,<br />

pembelajaran, kebudayaan, keluarga, <strong>dan</strong> kelas sosial.<br />

Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa variabel kebudayaan, kelas sosial,<br />

kelompok referensi, keluarga, motivasi, pembelajaran, sikap <strong>dan</strong> persepsi<br />

berpengaruh baik secara parsial maupun simultan <strong>terhadap</strong> keputusan pemilihan<br />

Lembaga Pendidikan Mental Aritmetika di Kota Malang.<br />

Motivasi merupakan variabel dominan yang dipertimbangakan konsumen<br />

dalam keputusan memilih Lembaga Pendidikan Mental Aritmetika di Kota Malang.<br />

Hal ini menunjukkan a<strong>dan</strong>ya motivasi dari orang tua yang mengharapkan dengan ikut<br />

sertanya putra-putri mereka dalam program pendidikan mental aritmetika ini putraputri<br />

mereka akan bisa meningkat prestasi belajarnya di sekolah. Hal ini terkait<br />

dengan salah satu tujuan Pendidikan Mental Aritmetika yaitu meningkatkan<br />

konsentrasi berpikir anak.


Para konsumen dalam hal ini para orang tua berharap bahwa dengan mengikut<br />

sertakan anak-anak mereka dalam pendidikan tersebut, maka akan bisa mengatasi<br />

a<strong>dan</strong>ya mathematics phobia yang banyak dialami oleh anak-anak sekolah. Di<br />

samping itu, Pendidikan Mental Aritmetika dianggap sebagai alternatif solusi<br />

<strong>terhadap</strong> kurang efektifnya Lembaga Bimbingan Belajar.<br />

Motivasi konsumen juga didukung oleh a<strong>dan</strong>ya beberapa penelitian yang<br />

menunjukkan bahwa anak-anak yang telah mengikuti Pendidikan Mental Aritmetika<br />

dengan baik, daya ingat <strong>dan</strong> daya konsentrasi mereka meningkat sehingga rata-rata<br />

prestasi belajar mereka juga semakin baik. Inti dari belajar Mental Aritmetika<br />

sebenarnya bukan untuk menghasilkan anak yang mampu berhitung cepat. Inti dari<br />

Mental Aritmetika, menurut Andreas Chang, Ketua AMMA adalah untuk<br />

meningkatkan konsentrasi, kreativitas , <strong>dan</strong> juga kecerdasan emosional anak. Hal<br />

senada juga dikemukakan oleh pakar psikologi anak, Dr Seto Mulyadi, dimana anakanak<br />

yang belajar Mental Aritmetika cenderung memiliki rasa percaya diri tinggi <strong>dan</strong><br />

logika berfikir yang jernih. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dr Dwijo<br />

Saputro DSPJ, psikiater anak pada RS Husada Jakarta, menyatakan bahwa belajar<br />

Mental Aritmetika dapat mengoptimalkan fungsi otak secara keseluruhan.<br />

Pemahaman konsumen tentang arti pentingnya Pendidikan Mental Aritmetika<br />

yang didukung oleh peran lingkungan telah membuat para konsumen mulai berpikir<br />

untuk memilih Lembaga Pendidikan Mental Aritmetika yang tepat <strong>dan</strong> berkualitas.<br />

Sikap <strong>dan</strong> persepsi akan kualitas lembaga terbentuk dengan berbagai tawaran menarik<br />

yang diberikan serta pengaruh kelompok referensi. Kualitas produk ini dilihat<br />

konsumen dari merk atau nama dari lembaga serta kualitas alumninya. Hal ini<br />

sesuai dengan kenyataan dimana beberapa Lembaga Pendidikan Mental Aritmetika<br />

di Malang adalah merupakan lembaga cabang dari yayasan atau asosiasi Pendidikan<br />

Mental Aritmetika yang berpusat di Jakarta, misalnya YAI (Yayasan Aritmetika<br />

Indonesia), AMA (Abacus Mental Aritmetika), <strong>dan</strong> sebagainya, sehingga nama<br />

lembaga sangat diperhatikan oleh konsumen karena sering dikaitkan dengan kualitas<br />

yayasan pusat yang menaunginya. Kondisi tersebut tidak terlepas dari<br />

profesionalisme tenaga pengajar, dimana sebagian besar tenaga pengajar tersebut<br />

telah mendapat rekomendasi dari yayasan-yayasan pusat.<br />

Kelas sosial juga merupakan variabel yang berpengaruh signifikan <strong>terhadap</strong><br />

keputusan memilih Lembaga Pendidikan Mental Aritmetika di Kota Malang. Hal ini<br />

terkait dengan masih relatif mahalnya biaya pendidikan ini sehingga tingkat<br />

pendapatan paling berperan dalam pertimbangan konsumen. Kondisi ini juga<br />

semakin diperjelas dengan terpilihnya sampel responden yang sebagian besar (lebih<br />

dari 80%) adalah orang tua yang berpenghasilan di atas Rp. 1,000,000. Faktor ini<br />

terkait juga dengan tingkat pendidikan dari orang rua siswa. Data karakteristik<br />

responden menunjukkan bahwa sebagian besar orang tua siswa berpendidikan<br />

sarjana. Ini menunjukkan bahwa sebagian besar orang tua peserta belajar program<br />

pendidikan mental aritmetika adalah orang-orang yang mengerti akan pentingnya<br />

pendidikan sejak usia dini.<br />

STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)<br />

47


48<br />

Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007<br />

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran juga merupakan variabel<br />

yang berpengaruh secara signifikan <strong>terhadap</strong> keputusan pemilihan Lembaga<br />

Pendidikan Mental Aritmetika. Terkait dengan hal itu, konsumen sangat<br />

memperhatikan kurikulum <strong>dan</strong> silabus yang ditetapkan oleh lembaga karena hal itu<br />

erat hubungannya dengan hasil akhir atas penguasaan materi pendidikan mulai<br />

tingkat dasar sampai tingkat mahir. Di samping itu kurikulum pendidikan mental<br />

aritmetika menurut orang tua siswa harus benar-benar sejalan dengan tingkat<br />

kemampuan dasar serta usia anak-anak mereka sehingga dengan kurikulum yang<br />

ditetapkan oleh lembaga tidak akan memberatkan atau menjadi beban bagi siswa<br />

belajar.<br />

Informasi mengenai Kurikulum Program ini tidak terlepas dari peranan<br />

anggota keluarga. Anak bisa memperoleh informasi dari teman-temannya yang telah<br />

mengikuti pendidikan mental aritmetika <strong>dan</strong> memberikan masukan pada orang<br />

tuanya. Demikian juga dengan saudara dekat yang memberikan informasi mengenai<br />

kurikulum program yang ditawarkan oleh lembaga tertentu yang telah mereka pilih.<br />

Masukan <strong>dan</strong> pengaruh teman dari orang tua siswa memberikan banyak<br />

pengaruh pada konsumen dalam memutuskan memilih lembaga yang tepat untuk<br />

putra-putri mereka. Tidak kalah pentingnya adalah pengaruh guru sekolah. Ini terkait<br />

dengan a<strong>dan</strong>ya beberapa sekolah dasar maupun taman kanak-kanak yang sudah mulai<br />

memasukkan program pendidikan mental aritmetika ini sebagai kegiatan ekstra<br />

kurikuler disekolah.<br />

Kesimpulan<br />

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel kebudayaan, kelas sosial,<br />

kelompok referensi, keluarga, motivasi, pembelajaran, sikap <strong>dan</strong> persepsi<br />

berpengaruh baik secara parsial maupun simultan <strong>terhadap</strong> keputusan pemilihan<br />

Lembaga Pendidikan Mental Aritmetika di Kota Malang.<br />

Motivasi merupakan variabel dominan yang dipertimbangakan konsumen<br />

dalam keputusan memilih Lembaga Pendidikan Mental Aritmetika di Kota Malang.<br />

Rekomendasi<br />

Sebagai suatu lembaga profesional setiap Lembaga Pendidikan Mental<br />

Aritmetika sebagai satuan dalam konteks sistem penyelenggaraan Lembaga<br />

Pendidikan Luar Sekolah harus berorientasi pada kebutuhan konsumen (customer<br />

oriented). Dalam hal ini maka pengelola Lembaga Pendidikan Mental Aritmetika di<br />

Kota Malang harus memaiami fakdor-faktor yang dipertimbangkan konsumen dalam<br />

memilih Lembaga Pendidikan Mental Aritmetika, baik faktor individu konsumen<br />

maupun lingkungannya.<br />

Harapan-harapan orang tua siswa hendaknya dijadikan pedoman untuk<br />

menyusun strategi pemasaran yang tepat, terutama yang terkait dengan kualitas


produk yang ditawarkan, sehingga akan terbentuk motivasi, sikap <strong>dan</strong> persepsi yang<br />

positif <strong>terhadap</strong> lembaga.<br />

Studi dalam penelitian ini masih terbatas pada <strong>analisis</strong> regresi berganda, bagi<br />

peneliti yang berminat dapat mengembangkan studi ini ke <strong>analisis</strong> multivariate lain<br />

yang meng<strong>analisis</strong> respon konsumen <strong>terhadap</strong> jasa yang diberikan oleh Lembaga<br />

Pendidikan Mental Aritmetika.<br />

Referensi<br />

Alma, Buchari (1992), Manajemen Pemasaran <strong>dan</strong> Pemasaran Jasa, Alfabeta,<br />

Bandung.<br />

Arikunto, Suharsimi (1996), Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Cet.<br />

Ke Sepuluh, Penerbit PT. Rineka Cipta, Jakarta.<br />

Assael, Henry (1984), Consumer Behaviour and Marketing Action, Fourth Edition,<br />

Kent Publishing Company, Boston.<br />

Engel, J.F. Blacwell. Roger D & Paul W Winiard (1997), Perilaku Konsumen, Alih<br />

Bahasa : Budiyanto F.X, Jilid I, Binapura Aksara, Jakarta.<br />

Kotler, Philip (2000), Manajemen Pemasaran, Analisis, Perencanaan,<br />

Implementasi <strong>dan</strong> Pengendalian, Alih Bahasa : Acelia A.H, Jilid I, Salemba<br />

Empat, Jakarta.<br />

Kotler Philip <strong>dan</strong> Paul N Bloom (1997), Teknik <strong>dan</strong> Strategi Memasarkan Jasa<br />

Profesional, CV Intermedia, Jakarta.<br />

Loudon, D.L & Della Bitta, Albert J (1993), Consumer Behaviour, Concepts and<br />

Applications, 4 th edition, Mc Graw Hill Inc., New York.<br />

Malhotra, Naresh K (1993), Marketing Research : Applied and Orientation, Prentice<br />

Hall International, Inc., USA.<br />

Stanton, J. William (1996), Fundamentals of Marketing, Diterjemahkan oleh<br />

Drs.Yohanes Lamarto, Jilid I, Penerbit Erlangga, Jakarta.<br />

Sugiyono (2000), Statistika untuk Penelitian, Alfabeta Bandung.<br />

STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)<br />

49


50<br />

Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007<br />

ROLE OF LOCAL LEGISLATURE IN LOCAL FINANCIAL CONTROL:<br />

THE EFFECT OF KNOWLEDGE, AND RULES,<br />

PROCEDURES AND POLICIES (RPPS)<br />

(Case study of regency and municipal legislatures in Bengkulu Province)<br />

Rini Indriani<br />

This studi examines what budget knowledge, and RPPs (rules, procedures, and<br />

policies) potentially influence on the role of local legislature in local financial<br />

control. In this study, the dependent variable is role of local legislature in local<br />

financial control, and independent variables are budget knowledge and RPPs.<br />

The study sample was drawn from regencies and municipal in Bengkulu province:<br />

Kabupaten Bengkulu Selatan, Bengkulu Utara, Rejang Lebong, and Kota Bengkulu.<br />

The questioner distributes are 147 questioner to local legislature members.<br />

Questioner returned are 117 questioner, an of this amount 97 questioner can be<br />

processed.<br />

Result of partial hypothesis test can support first hypothesis (H1). In other words,<br />

budget knowledge influence significantly on local legislature role in local financial<br />

control in regencies and municipality in Bengkulu Province. Result of partial<br />

hypothesis test cannot support H2, indicated that RPPs do not influence significantly.<br />

Beside partial hypothesis test, regression result also indicate that variability of role<br />

of local legislature in local financial control is influenced by independent variables of<br />

budget knowledge and RPPs is significant with determination score (R 2 ) smaller than<br />

20%.<br />

Key Words: budget knowledge, RPPs (rules, procedures, and policies), local<br />

legislature, role of local legislature, and local financial control.<br />

Rini Indriani adalah dosen Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Malang<br />

50


Background<br />

With enactment of Law (Un<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g Republik Indonesia) No. 22/1999 and<br />

Law No. 25/1999 on Local Autonomy, improvement towards accountability in local<br />

financial management begins to be clear. The indication is increasingly function local<br />

legislature (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/DPRD) in controlling local<br />

government policies. Governmental Regulation (Peraturan Pemerintah Republik<br />

Indonesia) No.105/2000 on Local Financial management and accountability states<br />

that: 1) local financial control management is held by local legislature; 2) local<br />

legislature has authority to order local external supervision agency to make<br />

examination on local financial management.<br />

In implementation of its function, members of local legislature must be able to<br />

represent constituents and, of course, supported with knowledge and other<br />

requirements. Education of New Jersey legislature members is lawyer; occupation<br />

background will build members ethic standards (legislature in New Jersey, 2001).<br />

Moreover Yudono said that to be able to use their rights appropriately, local<br />

legislature should not only have skill on politic, but also mastering enough<br />

knowledge on technical concept of government, legislature working mechanism,<br />

public policy, control technique, budget preparation and so on.<br />

In other studies by Tinor (1993), Syahwine (1995) and Saleh (1996), it is said that<br />

length of process must be carried to use local legislature rights may obstacle role<br />

of local legislature in doing its function (tending to contain burden bureaucracy<br />

element). Badein and Zammuto (1991) wrote that excessive rules, procedure and<br />

policies can lead to (1) individual and organizational disfunctional; (2) destroy<br />

individual initiatives, eliminate risk-taking behaviours, decrease job satisfaction,<br />

and trigger cynicism and alienation.<br />

Based on the above matters, the researcher is interested to make study about<br />

impact of knowledge, RPPs, on role of local legislature in local financial controls. In<br />

this study, the dependent variable is role of local legislature in local finance control,<br />

and independent variables are knowledge and RPPs. Study object is regency and<br />

municipal legislature in Bengkulu Province.<br />

Problems formulation<br />

According to description in background section, it can be formulated problems as<br />

follows: 1) Do knowledge influence role of local legislature in local finance<br />

control of regencies and municipalities in Bengkulu Province. 2) Do rules,<br />

procedure and policies influence role of local legislature in local financial control<br />

of regencies and municipalities in Bengkulu Province<br />

Research Limitation<br />

Research Area<br />

Researcher limited the research on problems of impact of knowledge, and rule,<br />

procedure and policies on role of regency and municipal legislature in Bengkulu<br />

STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)<br />

51


52<br />

Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007<br />

Province, including Rejang Lebong Regency, North Bengkulu Regency, South<br />

Bengkulu Regency and Bengkulu City.<br />

Variables<br />

Due to wide means of knowledge, this research limited the knowledge as<br />

respondent perception on regional budget (RAPBD/APBD) and detecting budget<br />

wasting or failure and leakage. In next section, knowledge is meant as budget<br />

knowledge.<br />

RPPs are limited as respondent perception on Law No.4/1999, Law<br />

No.22/1999, Law Number 25/1999, Governmental Regulation No. 105/1999,<br />

Governmental Regulation No.108/1999, Government Regulation No1/2001, and<br />

Presidential Decree (Keputusan Presiden Republik Indonesia) No. 74/2001 In other<br />

side, role of local legislature in local financial control is limited in use of local<br />

legislature rights in planning, implementation and reporting regional budget. More<br />

over, variables identification and measurement is discussed at chapter III<br />

Research Objective<br />

Based on the above problems formulation, this research is conducted with<br />

objectives: 1) to test influence budget knowledge on role of local legislature in<br />

local financial control of regencies or city in Bengkulu province, 2) to test impact<br />

of RPPs on role of local legislature in local financial control of regencies and city<br />

in Bengkulu Province.<br />

Literature Review And Hypothesis Development<br />

Local finance, according to Governmental Regulation No. 105/2000 article 1<br />

(1) mean as all regional right and obligation to implement local government that can<br />

be assessed monetarily including many forms of wealth related to the local right and<br />

obligation within framework of regional budget. Regional budget is annual financial<br />

planning established base on Regional Regulation on Regional Budget.<br />

Budget Cycle<br />

Henley et al in Mardiasmo (2002) classified budget cycle into four steps that<br />

consist of<br />

Preparation step<br />

In local level (province and regency/municipality) based on Government<br />

Regulation No. 108/2000, local government is required to make document of regional<br />

planning that consist of PROPEDA (RENSTRADA). Flow chart of Structure of<br />

Local Planning Document and LPJ-KDH can be seen in figure 2.1.<br />

Approval/ratification step<br />

This step involves complicated political process. Executive leaders are<br />

demanded not only to have sufficient managerial skill but also must have political<br />

skill, salesmanship and coalition building.<br />

Implementation Step


After the budget is approved by legislature, the next step is budget<br />

implementation. In this step, the most important thing is to posses accounting<br />

information system and management control system.<br />

Reporting and Evaluation Step<br />

Budget preparation, ratification and implementation relate to operational aspect<br />

of the budget, whereas reporting and evaluation steps relate to accountability aspect.<br />

KEBIJAKAN<br />

PRIORITAS<br />

NASIONAL<br />

PROPENAS<br />

REALITAS<br />

DAN<br />

KEBUTUHAN<br />

DAERAH<br />

POLDAS<br />

• VISI<br />

• MISI<br />

• ARAH<br />

• KEBIJAKAN<br />

P<br />

R<br />

O<br />

P<br />

E<br />

D<br />

A<br />

APBD<br />

APBN<br />

APBN APBD<br />

RENSTRA DINAS<br />

R E N S T R A D A<br />

REPETADA 2003<br />

RAKORBANG 2002<br />

REPETADA 2003<br />

PENYEMPURNAAN<br />

RAPBD 2003<br />

LPJ-KDH<br />

1. LAPORAN INDUK<br />

2. LAMPIRAN<br />

• PERHITUNGAN APBD<br />

• NOTA PERHITUNGAN APBD<br />

• ALIRAN KAS<br />

• NERACA DAERAH<br />

Figure 2.1 Flowchart of Structure of Local Planning Document and LPJ-KDH<br />

STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)<br />

53


54<br />

Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007<br />

Regional Financial Control<br />

Control is all activities and actions to ensure that implementation of an activity<br />

not deviate from established goal and planning (Baswir, 1999). According to Law<br />

No.30/1970 on State Treasury, control is an activity to obtain assurance whether<br />

implementation of job or activity is conducted accord with established plan, rules and<br />

goals. Therefore, regional financial control is all actions to ensure regional financial<br />

management to be carried out according to established plan rules and goals.<br />

Control is not only required in implementation and evaluation steps but also in<br />

planning step (Mardiasmo, 2001). Control is meant as a observational process of<br />

entire organization activities to all activities conducted according to determined plan<br />

(Siagian, 1978). In addition, Suyamto define control as all attempt or activity to know<br />

or evaluate job implementation whether or not accord to it must be.<br />

Presidential Decree No. 74/2001, article no.1 (6) state that local government<br />

control as an activity process to assure to local government operate as plan and rules<br />

of law. Moreover, article 2 state that local government operation controls consist of<br />

functional control, legislature control and society control.<br />

Control of regional budget is not separate step in budget cycle but it is an<br />

integral part from planning to reporting step.<br />

Role of Regency/municipal legislature<br />

Local legislature has two functions, that is:<br />

As a partner of regional leader in formulate regional policy<br />

As a controller over implementation of the policy conducted by regional leader<br />

To implement the functions, local legislature has authorities or rights to take<br />

certain actions. The rights are arranged in Law No. 4/1999 article 34. Refer to Kaho<br />

(2001) to conduct first function, namely, decide local regulation and local budget,<br />

local legislature has right to make changes over regional regulation draft, propose<br />

regional regulation draft and define budget of local legislature while for the second<br />

function, namely, do control, local legislature has right to require responsibility report<br />

from Governor, regent and mayor, take explanation from local executive, make<br />

examination, propose statement, and ask question from each members.<br />

Governmental regulation No.105/200 article 40 state that ”control over budget<br />

implementation is done by local legislature”, and in explanation of the article, it is<br />

stated that such control is not examination but control that directed to assure target<br />

achievement that determined by local legislature. Moreover, in Presidential Decree<br />

No 74/2001, article 1 (8) states that legislature control is control activities conducted<br />

by local legislature over regional government according to its task, authority and<br />

rights.<br />

Accord with new developing paradigm, local legislature has important position,<br />

task, function and wider local financial management control. So, it must do really its<br />

control function. Control of local financial management should be began from<br />

planning process to reporting process. The following section will describe role of<br />

local legislature from planning process, implementation and evaluation.


In regional budget planning, regional legislature has main role in activities: 1)<br />

people aspiration collection; 2) define direction and general policy of local budget<br />

and determining strategy and priority of local budget; 3) clarification and ratification<br />

(budget discussion in plenary session); 4) decision and legalization. In budget<br />

implementation step, role of local legislature can be realized by evaluating regional<br />

budget trough quarterly report and do field monitoring by inspection and take<br />

realization repot. It includes evaluation on budget revising or shifting. Because<br />

problems that often rise on implementation step is any revision and shift budget<br />

(technical training module, 2000). In reporting step, role of local legislature can be<br />

implemented by evaluating regional budget realization report as a whole (a year<br />

budget) by examining budget calculation report and budget calculation note as well as<br />

field inspection.<br />

Education and Experience<br />

In order to able to realize its function well, quality of local legislature members<br />

is very important. Formulation of appropriate regional policy depends heavily on<br />

legislature skill to deal with life problems faced by people. Knowledge and skill is<br />

obtained through education and experience. In implementing control function it also<br />

need education and experience.<br />

About relation between education and position of legislature member as people<br />

representatives, Truman (1960) stated: ”Any politician, whether legislator,<br />

administrator or judge, whether elected or appointed is obliged to make decision that<br />

are guided in party by relevant knowledge that available to him”.<br />

The matter close relate to education is experience that also affect one’s ability.<br />

Many experiences will help some one to solve her/his problems. According to<br />

legislature member position as representative of local people, they should be<br />

experienced people in social and state organization.<br />

Knowledge<br />

Yudoyono said that that to be able to use their rights appropriately, local<br />

legislature should not only have skill on politic, but also mastering enough<br />

knowledge on technical concept of government, legislature working mechanism,<br />

public policy, control technique, budget preparation and so on. And Guerrero (2001)<br />

suggest that legislature has not assistance institution specializing on budget issues and<br />

support daily activities so assessment, statement and budget realization is limited by<br />

legislature knowledge. The legislature must have wide knowledge and perception on<br />

local issues. From the above description, it is formulated hypothesis:<br />

HO1: knowledge of local legislature members on budget effect role of local<br />

legislature in local financial control.<br />

Rule, Procedure and Policies<br />

Badein and Zammuto (1991) stated that rules determine or prohibit action by<br />

specifying what is allowed or not. Procedures indicate a set of strategy to achieve<br />

goals. Policies are general statement as gui<strong>dan</strong>ce in decision-making. The excessive<br />

STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)<br />

55


56<br />

Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007<br />

rules, procedure and policies can lead to (1) individual and organizational<br />

disfunctional; (2) destroy individual initiatives, eliminate risk-taking behaviour,<br />

decrease job satisfaction and trigger cynicism and alienation.<br />

Accord with Osborne and Gaebler (2000), governmental affair that conducted<br />

based on regulation will be ineffective and inefficient because its performance will be<br />

slow and long winded. Laws also affect organizational behaviour because big<br />

existence of the organization and its relation with daily activities in regulations<br />

framework will involve federal, state and local regulations (Hall, 1996).<br />

Moreover, study by Tinov (1993), Syahwinie (1995) and Saleh (1996) suggest<br />

that the length of process must be carried to use local legislature rights may obstacle<br />

role of local legislature in doing its function (tending to contain burden bureaucracy<br />

element).<br />

Of the above description, the hypothesis is formulated as follow:<br />

H2: RPPs effect legislature role in local financial control<br />

Research Method<br />

Data Collection and Sample choosing<br />

Data collection is carried out using questioners. The questioner is distributed to<br />

respondent by giving directly to each respondent group. Questioners are also<br />

collected directly after respondent given period of a week to complete the questioner.<br />

In addition to questioner, the researcher also make interview directly to respondent in<br />

determined sampling area.<br />

It is a survey research that is a research that intended to know characteristic of<br />

population by analyzing data taken as sample and an explanatory research that will<br />

highlight relationship between research variables and test hypothesis formulated<br />

(Singarimbun, 1989). Therefore, sampling method used is examining all research<br />

objects in population area (all regency and municipal local legislature in Bengkulu<br />

Province).<br />

The respondent is members of regency and municipal local legislature in<br />

Bengkulu Province that became analysis unit in this study, that consist of 1) 39<br />

members of Rejang Lebong regency Legislature (40 minus one that no inter period<br />

substitution), 2) 45 member of Local legislature of North Bengkulu regency, 3) 33<br />

members of Local legislature of South Bengkulu regency (35 minus one member<br />

appointed as vice regent and minus one member died), 3) 30 member of Local<br />

legislature of Bengkulu city. Questioner is distributed to all legislature members and<br />

data processed is from completely filled questioner returned.<br />

Questioner distributes are 147 questioner accord with above calculation to each<br />

local legislature members. Questioner returned are 117 questioner, an of this amount<br />

97 questioner can be processed.<br />

Survey Technique<br />

Questioner is distributed directly to each members of regency/municipal<br />

legislature in Bengkulu Province. Secretariat of commission in each


egency/municipal legislature is asked to help distributing questioner to the<br />

respondent, except for a regency where questioners were distributed through<br />

meeting section due to procedure exist there. In a determined day, it was held a<br />

session to explain problems studied.<br />

Variables Identification and Measurement<br />

Dependent variable used in this study is role of local legislature in local<br />

financial control that done in three steps, namely, role in budget planning, budget<br />

implementation and reporting planning. The independent variables are knowledge<br />

and rules, procedure and policies (RPPs). Both dependent and independent variables<br />

are unobservable.<br />

Instruments were prepared by researcher based on related theories and studies,<br />

and discussed with advisor lecture and lectures of Social and politic science faculty.<br />

Before used in study area, the instrument is pilot-tested in Sleman regency and Yogya<br />

city, in Special Territory of Yogyakarta Province. Variables measurement used Likert<br />

scale with range of 1 to 5.<br />

Role of local legislature in local finance control<br />

Syafwinei (1995) said that role of local legislature is set of behavior expected<br />

can be implemented by local legislature members accord with job description. Local<br />

legislatures play roles if their members do their rights actively based on Law No.<br />

4/1999, and Presidential Decree No.74/2001 article 15. Instrument to measure local<br />

legislature role in local financial control in this study is active use of local legislature<br />

rights in controlling (accord with Law No.4/1999, and Presidential Decree No.<br />

74/2001, article 15) that is ask responsibility report of governor, regent and mayor,<br />

ask explanation from local government, make examination, make statement, ask<br />

question by each members in their activities in budget planning, implementation and<br />

reporting step. In planning step local legislature has right to propose local regulation<br />

draft.<br />

In this study, local legislature role in regional budget planning is primary in 1)<br />

determining budget strategy and priority; 2) clarification and ratification (budget<br />

discussion in plenary session). In budget implementation step, role of local legislature<br />

can be realized by evaluating regional budget trough quarterly report and do field<br />

monitoring by inspection and get realization repot. It includes evaluation on budget<br />

revising or shifting. In reporting step, role of local legislature can be implemented by<br />

evaluating regional budget realizations report as a whole (a year budget) by<br />

examining budget calculation report and budget calculation note annual as well as<br />

field inspection (technical training module, 2000).<br />

Knowledge of local legislature members on local financial control<br />

Indriantoro and Supomo (1999) stated that knowledge is basically output of<br />

process of seeing, listening, feeling and thinking that to be a basic for human to<br />

behave and act. Salim (1991) means it by 1) cleverness, something known, 2)<br />

something known about matter studied.<br />

STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)<br />

57


58<br />

Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007<br />

Local finance, accord Regulation No.105/2000 article 1(1) is meant as all local<br />

right and obligation doing local governmental business that can be asses monetary<br />

including all wealth relate to right and obligation within regional budget framework.<br />

It means to obtain knowledge about local financial control members of local<br />

legislature 1) must study and understand local budget draft/budget, 2) are able to<br />

detect wasting, failure, and budget leakage (Demographic and Policies Study Center-<br />

UGM).<br />

Knowledge is measured by ask if local legislature members study and<br />

understand local budget draft/budget, budget calculation note, and are able to detect<br />

any wasting or failure, and budget leakage. These variables are said as budget<br />

knowledge variable.<br />

Rules, procedures, and policies<br />

Excessive rules, procedure and policies can lead to (1) individual and<br />

organizational dysfunctional; (2) destroy individual initiatives, eliminate risk-taking<br />

behaviour, decrease job satisfaction and trigger cynicism and alienation. Instrument<br />

to measure impact of rules, procedure and Policies is developed from result of the<br />

studies by Tinov (1993), Syahwinie (1995), and Saleh (1996) which said that: 1)<br />

rules, procedures and policies can obstacle role of local legislature in realization its<br />

function, 2) it is necessary for revision of rules, procedure and policies. A field study<br />

report in Makassar said that it need to review local legislature conduct. Giving great<br />

right to local legislature with enactment of Law No.22/1999 may raise negative<br />

implication (Yudoyono, 2000). Measurement of RPPs is done by asking member of<br />

legislature about the issues.<br />

RPPs intended in this study are Law No.4/1999, Law No.22/1999, Law No<br />

25/1999, Governmental Regulation No, 105/1999 Governmental Regulation No<br />

108/1999, Governmental Regulation No1/2001; Presidential Decree No.74/2001; and<br />

local Legislature Decree on local legislature regulation and conduct in each regency<br />

or municipality.<br />

Reliability and validity test<br />

To see reliability of each instruments it is used Cronbach Alpha coefficient. An<br />

instrument is reliable when it has Alpha Cronbach coefficient more than 0.6<br />

(Nunnaly, 1978). Validity testing is done by see Kaiser’s MSA value and factor<br />

loading value,. Kaiser’s MSA value expected is bigger than 0.5 (Kaiser and Rice,<br />

1974). Factor loading value expected is greater than 0.4 (Riyanto, 1997). Result of<br />

reliability and validity test over the study data indicate that instrument used is reliable<br />

and valid. Result from reliability and validity test is presented completely in table 3.1


Tabel 3.1<br />

The Result of Reability and Validity<br />

N o Variable<br />

Reability Test<br />

Cronbach Alpha<br />

Validity Test<br />

Factor Loading Kaiser MSA<br />

1 Budget Knowledge 0.9158 0.650 – 0.848 0.828<br />

2 RPPs 0.7206 0.534 – 0.782 0.668<br />

3 Role in budget planning step 0.8345 0.527 - 0.795 0.746<br />

4 Role in implement- tation step 0.8793 0.642 – 0.779 0.839<br />

5 Role in reporting step 0.8719 0.675 – 0.801 0.857<br />

Data analysis<br />

Hypothesis of this study will be tested using multiple regressions. It is to know<br />

influence of independent variable on dependent variable both in partial and<br />

simultaneous way. To analysis data, it used software of SPSS for Windows released<br />

10.05 program. Regression equation in this study is: Y=b0+bix1 +b2x2 +e, where<br />

Y=role of local legislature in local finance control, X1= knowledge on budget, X2=<br />

Rules, Procedures, and Policies, e=error.<br />

Appropriateness of sample regression function in predicting actual value may<br />

be measured from its goodness of fit. It is measured using some statistics values,<br />

among others are: t statistic value, F statistic value, and determination coefficient. A<br />

statistical result is said significant statistically when its statistical test within critical<br />

area (where H0 is rejected). Conversely, it is said insignificant when statistical test<br />

score is in area where Ho is received. In this study it is used two tail test with<br />

significance level of 95% that mean α =0.05<br />

Descriptive Statistic<br />

Analysis was done over 97 respondent replies that met criteria to be process<br />

further. Table 4.1 present descriptive statistics about description of theoretical range,<br />

actual range, mean and deviation standard.<br />

Variable N<br />

Tabel 4.1<br />

Descriptive Statistic<br />

Theore- tical Actual Range<br />

Range Min. Maks. Means<br />

Standard<br />

Deviation<br />

Budget Knowledge 97 10 – 50 10 50 41.1856 5.8955<br />

RPPs 97 6 – 30 6 30 18,7113 4.7521<br />

Role in budget planning step 97 9 – 45 18 45 34.7629 6.5824<br />

Role in implement- tation step 97 9 – 45 18 45 35.3711 6.6666<br />

Role in reporting step 97 8 - 40 14 40 32.8247 6.1118<br />

STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)<br />

59


60<br />

Hypothesis test<br />

Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007<br />

Result of partial regression analysis of independent variable, namely, budget<br />

knowledge and RPPs on role of local legislature in local finance control at each step<br />

is presented in table 4.2<br />

Independent<br />

Variable<br />

Budget<br />

Knowledge<br />

RPPs<br />

Tabel 4.2<br />

Result of Partial Regression Analysis<br />

Dependent Variable: Role of Local Legislature (DPRD)<br />

Budget Planning Step Implementtation Step Reporting Step<br />

koef.<br />

B<br />

t test<br />

p<br />

value<br />

koef.<br />

B<br />

t test<br />

p<br />

value<br />

koef.<br />

B<br />

t test<br />

p<br />

value<br />

0.459 4.423 0.000 0.481 4.552 0.000 0.408 4.168 0.000<br />

-<br />

0.204<br />

-<br />

1.581 0.117<br />

-<br />

0.008<br />

-<br />

0.064<br />

0.949 0.102 0.843 0.401<br />

Hypothesis 1 test.<br />

The first hypothesis tested in this study is to see if any impact of budget<br />

knowledge on role of local legislature in local financial control. Result of regression<br />

analysis indicated that budget knowledge influence significantly on role of local<br />

legislature in local finance control in planning, implementation and reporting step<br />

with significant level of 0.000 that meant more than p0.05.<br />

Score of t account of regression is –1.581 in planning step and –0.064 in<br />

implementation step so score of t account is greater than t table (-1.980), while in


eporting step t account of 0.843 is smaller than t table (1.980) that means H2 is not<br />

supported. It can be drawn conclusion that RPPs is not significantly influence on role<br />

of local legislature in local financial control. H2 rejection may be caused by a fact<br />

that local legislature is a maker and approver local regulation and policies, as well as<br />

the position of local legislature is political position.<br />

Simultaneous Test (F test)<br />

In addition to separated hipotesis test discussed in previous section, result of<br />

regression indicated that variability of role of local legislature in local financial<br />

control in each step is influenced by independent variables of knowledge and RPPs. It<br />

is indicated from R 2 of 0.188 (18.8%) and F score of 10.905 in planning step; R 2 of<br />

0.181 (18.1%) and F score of 10.359 in implementation step; R 2 of 0.162 (16.2%) and<br />

F score of 9.107 in reporting step; and pa value in each step of 0.000. Significance<br />

score is smaller than determined threshold, namely, 0.05. F count in each steps also<br />

indicate result that bigger than F table (3.80) it means variability of role of local<br />

legislature in local financial control in each step is influenced by independent<br />

variables of knowledge and RPPs is significant.<br />

However, when it is viewed in determination score (R 2 ) that smaller than 20 in<br />

each step, the result indicated that influence of budget knowledge and RPPs on role<br />

of local legislature in local financial control is weak. It means that there is many<br />

factor influence the relationship.<br />

Conclusion<br />

Result of partial hypothesis test can support first hypothesis (H1). In other<br />

words, budget knowledge influence significantly on local legislature role in local<br />

financial control in three steps, namely, planning, implementation, and reporting in<br />

all regencies and municipalities in Bengkulu Province. Of beta coefficient indicated<br />

positive value it can be concluded that influence of budget knowledge on role of local<br />

legislature is positive. Result of partial hypothesis test cannot support H2, indicated<br />

that RPPs do not influence significantly.<br />

Beside partial hypothesis test, regression result also indicate that variability of<br />

role of local legislature in local financial control in each step is influenced by<br />

independent variables of budget knowledge and RPPs. Score of F account showed<br />

significant result, meant variability of role of local legislature in local financial<br />

control is influenced by independent variables of budget knowledge and RPPs is<br />

significant with determination score (R 2 ) smaller than 20% in each step.<br />

Limitation<br />

This study has some limitation both from methodological side and problems<br />

studied. The limitations, among other, are:<br />

1. Variable of budget knowledge was measured by respondent perception not by<br />

doing test whether respondents have actually budget knowledge.<br />

STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)<br />

61


62<br />

Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007<br />

2. Data collection using questioner method has weakness in control accuracy of<br />

respondent replies, because there was possibility for respondent not to reply as<br />

actual condition.<br />

3. Use of Likert Scale also has inherent limitation on reply control. In relate to halo<br />

effect disease that is any respondent’s tendency to reply neutral. So, if there is any<br />

disease symptom it will influence obtained result.<br />

4. Respondent used in this study is members of regency and municipal legislature in<br />

Bengkulu Province, so the conclusion cannot generalized for other setting or for<br />

Indonesia as whole. This study is possible to get different result when applied in<br />

other location.<br />

5. The low determination coefficient indicate that determination score is low. It is<br />

due to many other factor influence role of local legislature in local financial<br />

control.<br />

Suggestion<br />

To improve role of local legislature, the members must has sufficient<br />

knowledge to decide policies. The knowledge is obtained by education and<br />

experience. So the requirement to be members of local legislature is having education<br />

and experience supporting in making decision.<br />

To support their activities, local legislature may use permanent or ad hoc<br />

assistance. Besides giving input to local legislature, members of local legislature can<br />

use assistance in form of knowledge sharing. Especial to support local legislature role<br />

in local financial control, local legislature need special assistance on budget issues as<br />

well as in law issues.<br />

The next study is expected to include other factor that influence local legislature<br />

in local financial control such as motivation, conflict, local government transparency<br />

and other factors. To get better result sample used must be widened so it can be<br />

generalized on other setting. Respondent is not only regency and municipal<br />

legislature but also provincial legislature and even central legislature.<br />

Reference<br />

Alamsyah (1997), Mekanisme Pengawasan APBD di Kabupaten Sleman, Thesis,<br />

MAP UGM, Yogyakarta.<br />

Badudu, JS <strong>dan</strong> Zain, Sultan Mohammad (1994), Kamus Umum Bahasa Indonesia,<br />

Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.<br />

Baswir, Revrisond (1999), Akuntansi Pemerintahan Indonesia, BPFE Yogyakarta.<br />

Bedein, Arthur G. and Zammuto, Raymond F (1991). Organizations Theory and<br />

Design. The Dry Pres. Orlondo<br />

Depertemen Pendidikan <strong>dan</strong> Kebudayaan (1990), Kamus Besar Bahsa Indonesia,<br />

Balai Pustaka, Jakarta.<br />

Dewey <strong>dan</strong> Humber (1951), Human Behavior, MacMillan Company, New York, pp<br />

571


Finkle, Jason L., <strong>dan</strong> Richard W. Gable (1971), Political Development and Social<br />

Change, John Willey and Sons, New York.<br />

German Tecnical Cooperation <strong>dan</strong> Clean Urban Project (2000), Pengkajian<br />

Kebutuhan Pengembangan Kasitas bagi Pemerintahan Daerah: Temuan Studi<br />

Lapangan Kota Makasar, http://www.gtzsfdm.or.id/capacity/cb<br />

index.htmReport No. TR03/Makassar.<br />

Griffith, Terri, Sawyer, Jhon E. and Neale, Margaret A. (1999), Information<br />

Technology as a Jealous Misterss: Competition for Knowledge Between<br />

Individuals and Organization,<br />

Guerrero, Juan Pablo (2001), Role of Legislature and Civil Society in the Budget<br />

Process in Mexico, http://www.brook.edu/views/testimony/ors2ag.<br />

Hall, Richad (1996). Organization; Structure, Processes, and outcome. Prentice Hall,<br />

Ellewod Chiffs.<br />

Housel, Thomas <strong>dan</strong> Bell, Arthur H. (2001), Measuring and Managing Knowledge,<br />

McGraw-Hill, New York.<br />

Indriantoro, Nur <strong>dan</strong> Supomo, Bambang (1999), Metodologi Penelitian Bisnis untuk<br />

Akuntansi <strong>dan</strong> Manajemen, BPFE, Yogyakarta.<br />

Kaho, Josef Riwu (2001), Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia:<br />

Identifikasi beberapa Faktor yang Mempengaruhi Penyelenggaraannya,<br />

Rajawali Press,Jakarta.<br />

Mardiasmo. (2001), Pengawasan, Pengendalian <strong>dan</strong> Pemeriksaan Kinerja<br />

Pemerintahan Daerah dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah<br />

_________ (2001), Perencanaan Keuangan Publik sebagai Suatu Tuntutan dalam<br />

Pelaksanaan Pemerintahan Daerah yang Bersih <strong>dan</strong> Berwibawa, Makalah,<br />

Jakarta.<br />

_________ (2001), Akuntansi Sektor Publik, Andi. Yogyakarta<br />

Menteri Negara Otonomi Dearah & Pusat Antar Universitas-Studi Ekonomi UGM<br />

(2000), Modul Pembekalan Teknis Manajemen Stratejik <strong>dan</strong> Teknik<br />

Pengganggaran/Keuangan Bagi Anggota DPRD <strong>dan</strong> Pejabat Pemda.<br />

New Jersey, Function and Powers, Legislature in New Jersey,<br />

http://www.google.com.<br />

Pengkajian Kebutuhan Pengembangan Kapasitas bagi Pemerintahan Daerah (2000),<br />

Kerangka Normatif Peran <strong>dan</strong> Fungsi DPRD, http://www.gtzsfdm.or.id<br />

/capacity/working_papers/kn/KNAugustB1DPRD<br />

Obsorne, David and Gabler, Ted. (2000), Kewirausahaan Birokrasi Reinventing<br />

Government Mentaransformasikan Wirausaha ke dalam Sektor Publik. Penerbit<br />

PT Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta.<br />

Republik Indonesia, Un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1974<br />

tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, http://www.gtzsfdm.or.id<br />

/public/decrees.<br />

__________, Un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g Republik Indonesia No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan<br />

<strong>dan</strong> Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,<br />

<strong>dan</strong> Dewan Perwakilan Rakyat daerah,<br />

http://www.gtzsfdm.or.id/public/decrees.<br />

STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)<br />

63


64<br />

Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007<br />

__________, Un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, Citra<br />

Umbara, Bandung (2001)<br />

__________, Un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g No. 25 tahun 1999 tentang Pengelolaan <strong>dan</strong><br />

Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, Citra Umbara, Bandung (2001).<br />

__________, Peraturan Pemerintah No. 105 tahun 2000 tentang Pengelolaan <strong>dan</strong><br />

Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, Citra Umbara, Bandung (2001)<br />

__________, Peraturan Pemerintah No. 108 tahun 2000 tentang Tata Cara<br />

Pertanggungjawaban Kepala Daerah, http://www.cides.or.id/otda.<br />

__________, Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 2001 tentang Pedoman Penyusunan<br />

Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, http://www.cides.or.id/otda.<br />

__________, Keputusan Presiden No. 74 tahun 2001 tentang Tata Cara Pengawasan<br />

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah,<br />

http://www.gtzsfdm.or.id/public/decrees/kepres74_1999pdf.<br />

__________, Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 903/2477/SJ tahun 2001<br />

Perihal Pedoman Umum Penyusunan <strong>dan</strong> Pelaksanaan APBD tahun Anggaran<br />

2002. Direktorat Jenderal Otonomi Daerah.<br />

__________, Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 080/1160/SJ tanggal 7 Juni<br />

2002 Perihal Pedoman Pelaksanaan Rapat Koordinasi Pembangunan Propinsi,<br />

Kabupaten <strong>dan</strong> Kota Tahun 2002 <strong>dan</strong> Penyusunan Repetada 2003. Departemen<br />

Dalam Negeri Republik Indonesia<br />

Salim, Peter <strong>dan</strong> Salim, Yenny (1991), Kamus Bahasa Kontemporer, Modren English<br />

Press, Jakarta<br />

Sekaran, Uma, (1992), Research Methods for Business: Skill Bulding Approach.Jhon<br />

Wiley & Sons Inc, New York.<br />

Siagian, Son<strong>dan</strong>g (1998), Manajemen Strategik, Bumi Aksara, Jakarta<br />

Soenarto, Amin (1979), Pengaruh Pendidikan <strong>dan</strong> Pengalaman Komunikasi Primer,<br />

<strong>dan</strong> Keuangan Daerah Terhadap Aktivitas Para Anggota DPRD Tingkat II<br />

dalam Menjalankan Fungsi-fungsinya, Jurusan Pemerintahan Fisipol UGM,<br />

Yogyakarta.<br />

Suardi (2000), Strategi Peningkatan Peranan Pengawasan di Daerah: Studi Kasus<br />

Itwilprop Jambi Selaku Aparat Pengawasan Fungsional, Thesis, MAP-UGM,<br />

Yogyakarta.<br />

Subakti, Ramlan A. (1977), Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan<br />

DPRD Tingkat II dalam Menjalankan Fungsi-fungsinya, Jurusan Pemerintahan<br />

Fisipol UGM, Yogyakarta.<br />

Tinov, Muhammad Yohamzy (1993), Peranan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah:<br />

Studi Kasus tentang Pelaksanaan Fungsi DPRD pada Lembaga DPRD Tingkat I<br />

Riau, Tesis, Program Studi Ilmu Politik_Pasca UGM.<br />

Tjokrowino, M. (2000) Birokrasi dalam Polemik. Penerbit Pustaka Pelajar, Malang<br />

Truman, David B. (1960) The Governmental Process, Political Interest and Public<br />

Opinion, Alfred A Knof, New York.<br />

Vembriarto, St. (1977), Pendidikan Sosial, Jilid 1, Paramita, Yogyakarta.


Waterfield, Harry Lec (1955) The Legislative Process in Kentucky, Legislative<br />

Research Commonweallth of Kentucky, Frankfort, Kentucky.<br />

Yudoyono, Bambang (2000) Optimalisasi Peran DPRD dalam Penyelenggaraan<br />

Pemerintahan Daerah, http://www.bangda.depdagri.go.id/jurnal/Jendela/<br />

jendela3.htm.<br />

Zulheri (2000), Reformasi Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah (APFP),<br />

Media Akuntasi No. 10 bulan Juni.<br />

STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)<br />

65


66<br />

Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007<br />

HUBUNGAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM SYARIAH<br />

DENGAN PERTUMBUHANNYA<br />

Naz’aina<br />

Monetary crisis that happened to become economic crisis which had a great<br />

implication to national banking has forced government to do banking<br />

restructurizations. One of the restructurizations is to develop Islamic banking. This<br />

research aims to know that there is a significant correlation healthiness ratio of<br />

Commercial Islamic Bank (CIB)) with CAMEL approach consist of CAR, NPL, FBR,<br />

ROA, BOPO, LDR and CML for the years of 2002 and 2003 with the bank<br />

growth.Data analysis for testing hypothesis uses Pearson Correlation Analysis with<br />

help from Series SPSS 10.00 for windows program. The result shows that there is a<br />

significant correlation betwen healthiness ratio with growth of Commercial Islamic<br />

Bank (CIB).<br />

Key words : Camel, Islamic Bank, Growth.<br />

Naz’aina adalah dosen Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh<br />

66


Pendahuluan<br />

Krisis ekonomi <strong>dan</strong> moneter yang terjadi di Indonesia pada kurun waktu<br />

1997 – 1998 merupakan suatu pukulan yang sangat berat bagi sistem perekonomian<br />

Indonesia. Dalam periode tersebut, banyak lembaga-lembaga keuangan termasuk<br />

perbankan mengalami kesulitan keuangan. Tingginya tingkat suku bunga telah<br />

mengakibatkan tingginya biaya modal bagi sektor usaha yang akhirnya<br />

mengakibatkan merosotnya kemampuan usaha sektor produksi. Sebagai akibatnya<br />

kualitas asset perbankan turun secara drastis sementara sistem perbankan diwajibkan<br />

untuk terus memberikan imbalan kepada depositor sesuai dengan tingkat suku bunga<br />

pasar. Rendahnya kemampuan daya saing usaha pada sektor produksi telah pula<br />

menyebabkan berkurangnya peran sistem perbankan secara umum untuk menjalankan<br />

fungsinya sebagai intermediator kegiatan investasi.<br />

Selama periode krisis ekonomi tersebut, bank syariah masih dapat<br />

menunjukkan kinerja yang relatif lebih baik dibandingkan dengan lembaga perbankan<br />

konvensional. Hal ini dapat dilihat dari relatif rendahnya penyaluran pembiayaan<br />

yang bermasalah atau NPL (non performing loan) pada bank syariah <strong>dan</strong> tidak<br />

terjadinya negative spread dalam kegiatan operasionalnya. NPL Bank Syariah lebih<br />

rendah <strong>dan</strong> mengalami proses recovery yang lebih cepat dibandingkan bank<br />

konvensional dalam periode pasca krisis ekonomi (lihat gambar 1).<br />

26.77%<br />

Bank Konvensional<br />

Bank Syariah<br />

12.96%<br />

Gambar 1<br />

14.08%<br />

2000 2001<br />

STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)<br />

4.04%<br />

Perbandingan NPL Bank Syariah <strong>dan</strong> Bank Konvensional<br />

Sumber: Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia, (BI:2002)<br />

Hal tersebut dapat dipahami mengingat tingkat pengembalian pada bank<br />

syariah tidak mengacu pada tingkat suku bunga <strong>dan</strong> pada akhirnya dapat<br />

menyediakan <strong>dan</strong>a investasi dengan biaya modal yang relatif lebih rendah kepada<br />

<strong>masyarakat</strong>. Data juga menunjukkan bahwa bank syariah relatif lebih dapat<br />

menyalurkan <strong>dan</strong>a kepada sektor produksi dengan LDR (Loan to Deposit Ratio)<br />

berkisar antara 113 – 117 %. LDR bank konvensional menurun berada pada level<br />

50% se<strong>dan</strong>gkan bank syariah telah kembali diatas 100% (lihat gambar 2).<br />

67


68<br />

Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007<br />

250<br />

200<br />

150<br />

100<br />

50<br />

0<br />

92 93 94 95 96 97 98 99 00 01<br />

Bank Konvensional<br />

Bank Syariah<br />

Gambar 2<br />

Perbandingan LDR Bank Syariah <strong>dan</strong> Bank Konvensional<br />

Sumber: Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia (BI:2002)<br />

Penilaian tingkat kesehatan bank di Indonesia dilakukan dengan<br />

menggunakan lima aspek penilaian yaitu CAMEL (Capital, Assets Quality,<br />

Management, Earnings <strong>dan</strong> Liquidity) yang tertuang dalam SK.DIR.BI Nomor :<br />

30/277/KEP/DIR tanggal 19 Maret 1998 tentang Tata Cara Penilaian Tingkat<br />

Kesehatan Bank. Ketentuan tentang tingkat kesehatan bank dimaksudkan untuk dapat<br />

dipergunakan sebagai tolok ukur bagi manajemen bank untuk menilai apakah<br />

pengelolaan bank telah dilakukan sejalan dengan asas-asas perbankan yang sehat <strong>dan</strong><br />

sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku, juga sebagai tolok ukur untuk<br />

menetapkan arah pembinaan <strong>dan</strong> pengembangan bank, baik secara individual maupun<br />

industri perbankan secara keseluruhan.<br />

Secara umum pangsa pasar perbankan syariah <strong>terhadap</strong> total bank di<br />

Indonesia adalah sebagai berikut:<br />

Tabel 1<br />

Pangsa Perbankan Syariah Terhadap Total Bank di Indonesia<br />

(dalam jutaan rupiah)<br />

Islamic Banks Total Banks<br />

Nominal Share<br />

Total Asset 4.05 0.36% 1112.20<br />

Deposit Fund 2.92 0.35% 835.80<br />

Credit/Financing Extended 3.28 0.80% 410.30<br />

LDR/FDR 112.30% 49.09%<br />

NPL 4.12%<br />

8.10%<br />

Sumber : Statistik Perbankan Syariah, Bank Indonesia Desember 2002


Walaupun perkembangan bank syariah secara nasional masih kecil, namun<br />

melihat pertumbuhan asset, <strong>dan</strong>a pihak ketiga <strong>dan</strong> pembiayaan yang diberikan<br />

memperlihatkan pertumbuhan yang sangat meggembirakan . Demikian juga dengan<br />

rasio NPL <strong>dan</strong> LDR, dimana bank syariah mempunyai nilai yang lebih baik<br />

dibandingkan dengan bank konvensional.<br />

Riset yang dilakukan oleh Karim Business Consulting, memproyeksikan<br />

bahwa total asset bank syariah di Indonesia akan tumbuh sebesar 2850% selama 8<br />

tahun, atau rata-rata tumbuh 356,25% tiap tahunnya. Sebuah pertumbuhan asset yang<br />

sangat mengesankan. Tumbuh kembangnya asset bank syariah ini dikarenakan<br />

a<strong>dan</strong>ya kepastian disisi regulasi serta berkembangnya pemikiran <strong>masyarakat</strong> tentang<br />

keberadaan bank syariah (Adiwarman Karim, 2003:29).<br />

Disisi lain, pertumbuhan jaringan kantor <strong>dan</strong> Sumber Daya Manusia (SDM)<br />

bank syariah masih kurang. Jaringan kantor menjadi penting dalam perkembangan<br />

perbankan syariah karena ia merupakan unit layanan bagi pemenuhan base customer<br />

sehingga <strong>masyarakat</strong> akan menjangkau unit-unit tersebut.<br />

Masalah SDM merupakan masalah yang paling rumit bukan saja dalam<br />

pengembangan produk, tapi dalam operasional bank syariah secara keseluruhan.<br />

Bahkan problem ini juga bukan saja menjadi masalah lokal di Indonesia tetapi juga<br />

bank syariah di seluruh dunia. Sumber daya manusia merupakan asset perusahaan<br />

yang harus terus dibina, dikembangkan <strong>dan</strong> ditingkatkan kemampuannya. Sebagai<br />

bank yang beroperasi dengan pola syariah, SDM yang dimiliki oleh perbankan<br />

syariah bukan hanya dituntut kemampuan teknis perbankan, melainkan harus juga<br />

mendalami <strong>dan</strong> menguasai masalah kesyariahannya.<br />

Jika SDM yang dimiliki tidak memahami masalah syariah, dikhawatirkan<br />

dalam pelaksanaannya bisa melanggar hal-hal yang dilarang oleh syar’i. Selain itu<br />

wajib dilakukan adalah peningkatan kualitas pelayanan oleh SDM yang ada untuk<br />

menghindari kualitas layanan yang banyak tapi tidak excellent. Berdasarkan latar<br />

belakang diatas maka penulis melakukan penelitian untuk meng<strong>analisis</strong> hubungan<br />

tingkat kesehatan dengan pertumbuhan Bank Umum Syariah<br />

Landasan Teoritis<br />

Pengertian <strong>dan</strong> Fungsi Bank Syariah<br />

Bank Syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip<br />

syariah Islam atau bank yang tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuanketentuan<br />

Al-Qur’an <strong>dan</strong> Hadist (Perwataatmaja & Syafii’Antonio,1999:1). Bank<br />

Syariah memiliki fungsi sebagai berikut (PAPSI, 2003:1):<br />

(1) Manejer Investasi;<br />

(2) Investor;<br />

(3) Penyedia jasa keuangan <strong>dan</strong> lalu lintas pembayaran;<br />

(4) Pengemban fungsi sosial<br />

STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)<br />

69


70<br />

Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007<br />

Adapun jenis-jenis Produk Bank Syariah<br />

a. Produk Titipan (Al-Wadi’ah)<br />

“ Wadi’ah yad al amanah”<br />

“ Wadi’ah yad adh dhamanah<br />

b. Produk bagi hasil<br />

Mudharabah<br />

Musyarakah<br />

Muzara’ah<br />

Musaqah<br />

c. Jual – beli (sale and purchase)<br />

Bai’ Al Murabahah<br />

Bai’ As-salam<br />

Bai’ Al-Istishna<br />

d. Sewa (Operational Lease and Financial Lease)<br />

Al-Ijarah<br />

Al-Ijarah Al-Muntahia Bit-Tamlik<br />

e. Jasa (Fee Based Services)<br />

Al-Wakalah<br />

Al-Kafalah<br />

Al-Hawalah<br />

Ar Rahn<br />

Al-Qardh<br />

Konsep Bagi Hasil<br />

Bagi hasil adalah suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha<br />

antara penyedia <strong>dan</strong>a <strong>dan</strong> pengelola <strong>dan</strong>a. Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi<br />

antara bank dengan penyimpan <strong>dan</strong>a, maupun antara bank dengan nasabah penerima<br />

<strong>dan</strong>a pada prinsipnya referensi perhitungan bagi hasil adalah dari seluruh pendapatan<br />

yang diperoleh bank dalam menjalankan usahanya, yang kemudian dibagikan kepada<br />

pemilik <strong>dan</strong>a sesuai dengan porsi yang disepakati. Konsep bagi hasil ini dapat<br />

dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu bagi laba (profit sharing) atau bagi<br />

pendapatan (revenue sharing).<br />

Tabel 2<br />

Perbedaan Bunga <strong>dan</strong> Bagi Hasil<br />

BUNGA BAGI HASIL<br />

a. Penentuan bunga dibuat pada waktu<br />

akad dengan asumsi harus selalu<br />

untung<br />

b. Besarnya prosentase berdasarkan pada<br />

jumlah uang (modal) yang<br />

dipinjamkan<br />

a.Penentuan besarnya rasio/nisbah bagi<br />

hasil dibuat pada waktu akad dengan<br />

berpedoman pada kemungkinan untung <strong>dan</strong><br />

rugi<br />

b.Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada<br />

jumlah keuntungan yang diperoleh


c. Pembayaran bunga tetap seperti yang<br />

dijanjikan tanpa pertimbangan apakah<br />

proyek yang dijalankan oleh nasabah<br />

untung atau rugi<br />

d. Jumlah pembayaran bunga tidak<br />

meningkat sekalipun jumlah<br />

keuntungan berlipat atau keadaan<br />

ekonomi se<strong>dan</strong>g “ booming”.<br />

e. Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak<br />

dikecam) oleh semua agama termasuk<br />

Islam.<br />

Sumber : Syafi’i Antonio (2000:87)<br />

STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)<br />

71<br />

c.Bagi hasil tergantung pada keuntungan<br />

proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi,<br />

kerugian akan ditanggung bersama oleh<br />

kedua belah pihak<br />

d.Jumlah pembagian laba meningkat sesuai<br />

dengan peningkatan jumlah pendapatan.<br />

e.Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi<br />

hasil.<br />

Penilaian Tingkat Kesehatan Bank<br />

Kesehatan suatu bank dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bank untuk<br />

melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal <strong>dan</strong> mampu memenuhi<br />

semua kewajibannya dengan baik dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan<br />

perbankan yang berlaku (Y.Sri Susilo, 2000:22).<br />

Penilaian tingkat kesehatan bank di Indonesia dilakukan dengan<br />

menggunakan lima aspek penilaian yaitu CAMEL (Capital, Assets Quality,<br />

Management, Earnings <strong>dan</strong> Liquidity) yang tertuang dalam SK.DIR.BI Nomor :<br />

30/277/KEP/DIR tanggal 19 Maret 1998 tentang Tata Cara Penilaian Tingkat<br />

Kesehatan Bank<br />

Tabel 3<br />

Faktor yang<br />

dinilai<br />

Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank<br />

Komponen Bobot<br />

1.Permodalan Rasio modal <strong>terhadap</strong> aktiva tertimbang menurut resiko 25%<br />

2.Kualitas<br />

Aktiva<br />

Produktif<br />

a. Rasio aktiva produktif yang diklasifikasikan<br />

<strong>terhadap</strong> aktiva produktif.<br />

b. Rasio penyisihan penghapusan aktiva produktif yang<br />

dibentuk <strong>terhadap</strong> penyisihan penghapusan aktiva<br />

produktif yang wajib dibentuk oleh bank<br />

3.Manajemen a. Manajemen Umum<br />

b. Manajemen Resiko<br />

4.Rentabilitas a.rasio laba usaha rata-rata <strong>terhadap</strong> volume usaha<br />

b.rasio biaya operasional <strong>terhadap</strong> pendapatan<br />

operasional<br />

30%<br />

25%<br />

5%<br />

25%<br />

10%<br />

15%<br />

10%<br />

5%<br />

5%


72<br />

Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007<br />

5.Likuiditas a. rasio kewajiban bersih antar bank <strong>terhadap</strong> modal inti<br />

b. rasio kredit <strong>terhadap</strong> <strong>dan</strong>a yang diterima oleh bank<br />

dalam rupiah <strong>dan</strong> valuta asing<br />

Sumber: Bank Indonesia, S.K. No:30/277/KEP/DIR tanggal 19 Maret 1998<br />

10%<br />

Empat dari lima aspek tingkat kesehatan bank dinilai berdasarkan rasio-rasio<br />

keuangan. Rasio dimaksud adalah suatu angka yang menunjukkan hubungan antara<br />

satu unsur dengan unsur lainnya dalam laporan keuangan. Menurut Machfoedz (1994<br />

: 114) rasio-rasio keuangan dapat digunakan untuk memprediksi kejadian-kejadian<br />

yang akan datang dengan menghubungkan dengan fenomena-fenomena ekonomi.<br />

Pertumbuhan Perusahaan<br />

Menurut Kaplan <strong>dan</strong> Norton (1996:48) bahwa “growth business are at the<br />

early stages of their life cycle. They have products or services with the significant<br />

growth potential”. Pertumbuhan (growth) sebagai tahapan awal siklus kehidupan<br />

perusahaan bank yang ditunjukkan dengan a<strong>dan</strong>ya produk <strong>dan</strong> jasa yang secara<br />

signifikan memiliki potensi pertumbuhan yang baik. Pada tahapan ini, beberapa hal<br />

yang dijalankan pihak manajemen adalah komitmen untuk mengembangkan suatu<br />

produk atau jasa baru, membangun fasilitas pelayanan, menambah kemampuan<br />

operasi pelayanan, mengembangkan sistem, infrastruktur <strong>dan</strong> jaringan distribusi.<br />

Dalam tahap pertumbuhan, perusahaan biasanya beroperasi dengan arus kas<br />

yang negatif dengan tingkat pengembalian modal yang rendah. Dari pengertian<br />

diatas, peneliti membatasi pengertian pertumbuhan bank dalam hal: pertumbuhan<br />

asset (aktiva tetap), pertumbuhan jaringan kantor, pertumbuhan sumber daya<br />

manusia <strong>dan</strong> pertumbuhan produk (jumlah pembiayaan).<br />

Metode Penelitian<br />

Ruang Lingkup Penelitian<br />

Korelasi adalah penelitian yang dirancang untuk menentukan tingkat<br />

hubungan variabel yang berbeda dalam satu populasi. Sifat perbedaan yang utama<br />

adalah usaha untuk menaksir hubungan <strong>dan</strong> bukan sekedar deskripsi (Husein Umar<br />

1998:25). Penelitian ini dilakukan pada 2 Bank Syariah yaitu Bank Muamalat<br />

Indonesia <strong>dan</strong> Bank Syariah Mandiri. Ruang lingkup penelitian ini terbatas pada<br />

masalah hubungan tingkat kesehatan bank syariah yang diukur dengan metode<br />

CAMEL (Capital, Assets Quality, Management, Earnings <strong>dan</strong> Liquidity) yang<br />

tertuang dalam SK.DIR.BI Nomor : 30/277/KEP/DIR tanggal 19 Maret 1998 tentang<br />

Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank. Dengan pertumbuhan bank syariah<br />

yang terdiri dari pertumbuhan asset (aktiva tetap), pertumbuhan jaringan kantor,<br />

pertumbuhan sumber daya manusia <strong>dan</strong> pertumbuhan produk (jumlah pembiayaan).<br />

Penelitian ini tidak dimaksudkan untuk menilai tingkat kesehatan bank<br />

menurut pola Bank Indonesia (suatu bank dikategorikan sehat, cukup sehat, kurang<br />

5%<br />

5%


sehat <strong>dan</strong> tidak sehat) melainkan difokuskan kepada rasio-rasio kesehatan bank<br />

(CAMEL). Oleh karena itu tidak dilakukan perhitungan <strong>terhadap</strong> kredit <strong>dan</strong><br />

pembobotan <strong>terhadap</strong> rasio-rasio CAMEL.<br />

Dalam penelitian ini Kualitas Aktiva Produktif (KAP) diproksikan dengan<br />

NPL (Info Bank, Juni 2003). NPL mengukur kemampuan bank dalam berusaha<br />

mengoptimalkan aktiva produktif khususnya yang berbentuk pembiayaan yang<br />

dimilikinya dalam memperoleh laba dengan jalan meminimalkan pembiayaan macet.<br />

Empat dari unsur CAMEL diukur dengan menggunakan rasio keuangan, yang<br />

diperoleh melalui data sekunder se<strong>dan</strong>gkan satu unsur yaitu Manajemen tidak dapat<br />

diterapkan dengan manajemen kuesioner, tetapi dapat diproksikan dengan besarnya<br />

pendapatan bukan bunga/bagi hasil atau fee based income (FBI) (Wilopo: 2001).<br />

Manajemen bank saat ini tidak dapat hanya mengandalkan pendapatannya dari<br />

pembiayaan yang disalurkan tapi harus mencari sumber-sumber lain seperti dari jasajasa<br />

perbankan (fee based income), karena fee based income tidak mempunyai resiko<br />

<strong>dan</strong> mempunyai pendapatan yang lebih pasti<br />

Populasi <strong>dan</strong> Sample<br />

Populasi yang dimaksud dalam suatu penelitian dapat berupa benda, manusia,<br />

gejala, peristiwa, atau hal-hal lain yang memiliki karakteristik tertentu untuk<br />

memperjelas masalah penelitian. Populasi dalam penelitian ini meliputi keseluruhan<br />

karakteristik <strong>dan</strong> unsur-unsur yang menyangkut tingkat kesehatan bank <strong>dan</strong><br />

pertumbuhan bank pada Bank Umum Syariah. Sampel dalam penelitian ini adalah<br />

Bank Muamalat Indonesia <strong>dan</strong> Bank Syariah Mandiri,karena kedua bank inilah yang<br />

merupakan bank syariah yang telah lama beroperasi di Indonesia<br />

Operasionalisasi Variable<br />

Secara sistematik semua variabel dalam penelitian ini, dapat disajikan dalam<br />

matriks operasionalisasi variabel seperti pada tabel 4 berikut ini:<br />

VARIABEL SUB<br />

VARIABEL<br />

Rasio-rasio<br />

kesehatan<br />

bank (x)<br />

a. Capital (X1)<br />

b. Assets<br />

Quality (X2)<br />

Tabel 4<br />

Operasionalisasi Variabel<br />

KONSEP SUB<br />

VARIABEL<br />

Kemampuan bank<br />

untuk menyerap<br />

kerugian-kerugian<br />

yang tidak dapat<br />

dihindarkan<br />

Semua aktiva dalam<br />

rupiah maupun valuta<br />

STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)<br />

73<br />

INDIKATOR SKALA<br />

Rasio modal <strong>terhadap</strong> aktiva<br />

tertimbang menurut resiko<br />

(CAR)<br />

Rasio pembiayaan<br />

bermasalah <strong>terhadap</strong> total<br />

Rasio<br />

Rasio


74<br />

Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007<br />

c.Management<br />

(X3)<br />

d.Earnings<br />

(X4)<br />

e. Liquidity<br />

(X5)<br />

asing yang dimiliki<br />

oleh bank dengan<br />

maksud untuk<br />

memperoleh<br />

penghasilan.<br />

Diproksikan dengan<br />

NPL<br />

Dalam proses<br />

pencapaian misi,<br />

tujuan <strong>dan</strong> strategi<br />

bank diperlukan<br />

management yang<br />

berkualitas yang<br />

berkinerja baik.<br />

Diproksikan dengan<br />

Fee Based Income<br />

ratio<br />

Mengukur tingkat<br />

efisiensi <strong>dan</strong><br />

profitabilitas yang<br />

dicapai oleh bank.<br />

Dapat memenuhi<br />

kewajiban hutanghutangnya<br />

<strong>dan</strong> dapat<br />

memenuhi permintaan<br />

pembiayaan yang<br />

diajukan tanpa<br />

penangguhan.<br />

Sumber: BI SK<br />

No.30/277/KEP/DIR,1<br />

9 Maret 1998<br />

pembiayaan<br />

(NPL)<br />

Rasio fee based income<br />

<strong>terhadap</strong> total pendapatan<br />

(FBR)<br />

a. rasio laba <strong>terhadap</strong> total aktiva<br />

(ROA)<br />

b. rasio biaya operasional<br />

<strong>terhadap</strong> pendapatan<br />

operasional<br />

(BOPO)<br />

a.rasio call money <strong>terhadap</strong><br />

modal inti<br />

(CML)<br />

b. rasio pembiayaan yang<br />

diberikan <strong>terhadap</strong> <strong>dan</strong>a pihak<br />

ketiga (LDR)<br />

Rasio<br />

Rasio<br />

Rasio<br />

Rasio<br />

Rasio


Pertumbu<br />

han bank<br />

(Y)<br />

Metode Analisis Data<br />

sebagai tahapan awal<br />

siklus kehidupan<br />

perusahaan, pada tahapan<br />

ini, beberapa hal yang<br />

dijalankan pihak<br />

manajemen adalah<br />

komitmen untuk<br />

mengembangkan suatu<br />

produk atau jasa baru,<br />

membangun fasilitas<br />

pelayanan, menambah<br />

kemampuan operasi<br />

pelayanan,<br />

mengembangkan sistem,<br />

infrastruktur <strong>dan</strong> jaringan<br />

distribusi.<br />

Sumber:<br />

KaplanNorton (1996:48)<br />

a.pertumbuhan investasi (Aktiva<br />

Tetap)<br />

NB t − NB<br />

NB<br />

100 %<br />

STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)<br />

t −1<br />

t −1<br />

x<br />

b. pertumbuhan SDM<br />

SDM t − SDM<br />

SDM<br />

t−1<br />

t −1<br />

x<br />

100%<br />

c.pertumbuhan jaringan kantor<br />

(JK)<br />

JK t − JK<br />

JK<br />

t −1<br />

t −1<br />

x<br />

100 %<br />

d. pertumbuhan pmbiayaan<br />

(JP)<br />

JPt<br />

− JP<br />

JP<br />

t −1<br />

Sumber:<br />

t −1<br />

x<br />

100 %<br />

Sofyan Syafri Harahap<br />

(1998)<br />

Rasio<br />

Rasio<br />

Rasio<br />

75<br />

Rrasio<br />

Dalam penelitian ini digunakan metode statistik untuk menguji apakah rasiorasio<br />

kesehatan bank sebagai variabel bebas (independen) berhubungan dengan<br />

pertumbuhan bank sebagai variabel terikat (dependen). Untuk menguji hubungan ini<br />

dilakukan <strong>analisis</strong> korelasi. Korelasi merupakan angka yang menunjukkan arah <strong>dan</strong><br />

kuatnya hubungan antar dua variabel atau lebih. Arah dinyatakan dalam bentuk<br />

hubungan positif atau negatif, se<strong>dan</strong>gkan kuatnya hubungan dinyatakan dalam<br />

besarnya koefisien korelasi (Sugiyono, 2002: 210).<br />

Analisis korelasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah koefisien<br />

korelasi Pearson ( ρ ) yang bertujuan untuk menentukan derajat hubungan antara<br />

variabel X dengan variabel Y (Sugiyono, 2002:215). Rumus yang digunakan adalah :


76<br />

Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007<br />

n n n<br />

∑ ∑ ∑<br />

n X iYi − X i Yi<br />

i= 1 i= 1 i=<br />

1<br />

rYX<br />

=<br />

n n<br />

2<br />

n n<br />

2<br />

⎡⎛ 2 ⎛ ⎞ ⎞⎛ 2 ⎛ ⎞ ⎞⎤<br />

⎢⎜ n X i − X i ⎟⎜ n Yi − Yi<br />

⎟⎥<br />

⎜ ∑ ⎜∑ ⎟ ⎟⎜ ∑ ⎜∑ ⎟<br />

⎢ ⎟<br />

⎝ i= 1 ⎝ i= 1 ⎠ ⎠⎝ i= 1 ⎝ i=<br />

1<br />

⎣ ⎠ ⎠⎥⎦<br />

Adapun interpretasi dari nilai koefisien korelasi adalah sebagai berikut:<br />

� Nilai r = +1 atau mendekati +1 menunjukkan a<strong>dan</strong>ya hubungan yang sangat<br />

kuat <strong>dan</strong> searah antara kedua variabel yang diteliti<br />

� Nilai r = -1 atau mendekati -1 menunjukkan a<strong>dan</strong>ya hubungan yang sangat<br />

kuat <strong>dan</strong> terbalik antara kedua variabel yang diteliti<br />

� Nilai r = 0 atau mendekati 0 menunjukkan hubungan yang timbul antara<br />

kedua variabel sangat lemah atau tidak ada hubungan<br />

Analisis korelasi dilakukan <strong>terhadap</strong> masing-masing variabel tingkat kesehatan<br />

<strong>terhadap</strong> variabel pertumbuhan untuk tahun 2002 <strong>dan</strong> 2003. Se<strong>dan</strong>gkan pengujian<br />

koefisien korelasi, digunakan rumus statistik uji-t yaitu:<br />

rs<br />

n − 2<br />

t =<br />

2<br />

1−<br />

r<br />

Harga t hitung dibandingkan dengan harga t tabel dengan kesalahan 5% uji dua pihak<br />

<strong>dan</strong> dk = n – 2 dengan kriteria:<br />

Ho diterima atau Ha ditolak jika t hitung ≤ t tabel<br />

Ho ditolak atau Ha diterima jika t hitung 〉 t tabel<br />

Hasil-hasil Penelitian<br />

Data-data variable independent <strong>dan</strong> variable dependent<br />

( )<br />

Untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan pada bab sebelumnya, maka<br />

terlebih dahulu disajikan nilai rata-rata <strong>dan</strong> standar deviasi dari data variabel<br />

independent yaitu tingkat kesehatan bank umum syariah <strong>dan</strong> data variable dependent<br />

yaitu pertumbuhan bank umum syariah.<br />

Tabel 5<br />

Nilai Rata-rata Data Variabel Tingkat Kesehatan<br />

Variabel Rata-rata (%) Standar deviasi<br />

Rasio CAR 20.8300 2.5072<br />

Rasio NPL 3.6350 0.3586<br />

Rasio FBR 11.3875 0.9903<br />

Rasio ROA 2.4250 0.3203<br />

Rasio BOPO 84.7900 2.4705<br />

Rasio LDR 79.5125 5.9368<br />

Rasio CML 0.7925 0.3877<br />

Sumber : Laporan Tahunan BUS (data diolah, 2005)<br />

s


Tabel 6<br />

Data Pertumbuhan Bank Syariah Tahun 2002 <strong>dan</strong> 2003<br />

Pertumbuhan Aktiva Tetap SDM Jaringan Kantor Pembiayaan<br />

01/'02 02/03 01/'02 02/03 01/'02 02/03 01/'02 02/03<br />

% % % % % % % %<br />

18.52<br />

15.35 35.23<br />

BMI 2.02% 34.93% 8.63% % 11.76% 34.21% % %<br />

10.39<br />

18.49<br />

15.39 37.89<br />

BSM<br />

% 37.40% 8.14% % 18.92% 31.82% % %<br />

Sumber : Laporan Tahunan BUS (Data diolah, 2005)<br />

Hubungan Rasio-Rasio Kesehatan dengan Pertumbuhan Aktiva Tetap<br />

Pada tabel berikut disajikan nilai koefisien korelasi beserta statistik uji yang<br />

digunakan untuk membuktikan apakah terdapat hubungan antara rasio-rasio<br />

kesehatan bank dengan pertumbuhan aktiva tetap.<br />

Tabel 7<br />

Pengujian Hubungan Rasio-Rasio Kesehatan Bank dengan<br />

PertumbuhanAktiva Tetap<br />

Indikator Kesehatan Bank Umum Syariah<br />

r t-hitung t-tabel Keterangan<br />

CAR 0.996 16.514 4.3027 Signifikan<br />

NPL 0.980 6.915 4.3027 Signifikan<br />

FBR -0.956 -4.627 4.3027 Signifikan<br />

ROA 0.988 8.973 4.3027 Signifikan<br />

BOPO -0.951 -4.371 4.3027 Signifikan<br />

LDR -0.967 -5.381 4.3027 Signifikan<br />

CML 0.951 4.339 4.3027 Signifikan<br />

Sumber : Hasil pengolahan data (2005)<br />

Dari hasil pengujian seperti yang diuraikan pada table 7 menunjukkan bahwa<br />

semua rasio-rasio kesehatan bank pada bank umum syariah memiliki hubungan yang<br />

signifikan dengan pertumbuhan aktiva tetap. Bila dilihat dari nilai koefisien<br />

korelasinya, rasio CAR memiliki hubungan yang paling kuat dengan pertumbuhan<br />

aktiva tetap.<br />

Hubungan Rasio-rasio Kesehatan Bank dengan Pertumbuhan SDM<br />

Pada tabel berikut disajikan nilai koefisien korelasi beserta statistik uji yang<br />

digunakan untuk membuktikan apakah terdapat hubungan antara rasio-rasio<br />

kesehatan bank dengan pertumbuhan sumber daya manusia.<br />

STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)<br />

77


78<br />

Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007<br />

Tabel 8<br />

Pengujian Hubungan Rasio-rasio Kesehatan Bank dengan Pertumbuhan SDM<br />

Indikator<br />

Bank Umum Syariah<br />

Kesehatan r t-hitung t-tabel Keterangan<br />

CAR 0.971 5.761 4.3027 Signifikan<br />

NPL 0.921 3.352 4.3027 Tdk signifikan<br />

FBR -0.978 -6.590 4.3027 Signifikan<br />

ROA 0.926 3.461 4.3027 Tdk signifikan<br />

BOPO -0.864 -2.432 4.3027 Tdk signifikan<br />

LDR -0.913 -3.167 4.3027 Tdk signifikan<br />

CML 0.921 3.350 4.3027 Tdk signifikan<br />

Sumber : Hasil pengolahan data (2005)<br />

Dari hasil pengujian seperti yang diuraikan pada tabel 8 menunjukkan bahwa<br />

rasio CAR <strong>dan</strong> FBR pada bank umum syariah memiliki hubungan yang signifikan<br />

dengan pertumbuhan SDM, sementara rasio lainnya tidak memiliki hubungan yang<br />

signifikan dengan pertumbuhan SDM. Bila dilihat dari nilai koefisien korelasinya,<br />

rasio FBR memiliki hubungan yang paling kuat dengan pertumbuhan SDM.<br />

Hubungan Rasio-rasio Kesehatan Bank dengan PertumbuhanKantor Cabang<br />

Pada tabel berikut disajikan nilai koefisien korelasi beserta statistik uji yang<br />

digunakan untuk membuktikan apakah terdapat hubungan antara rasio-rasio<br />

kesehatan bank dengan pertumbuhan kantor cabang.<br />

Tabel 9<br />

Pengujian Hubungan Rasio Kesehatan Bank dengan Pertumbuhan Kantor Cabang<br />

Indikator Kesehatan Bank Umum Syariah<br />

r t-hitung t-tabel Keterangan<br />

CAR 0.995 14.445 4.3027 Signifikan<br />

NPL 0.996 15.782 4.3027 Signifikan<br />

FBR -0.899 -2.904 4.3027 Tdk signifikan<br />

ROA 0.972 5.842 4.3027 Signifikan<br />

BOPO -0.977 -6.421 4.3027 Signifikan<br />

LDR -0.921 -3.346 4.3027 Tdk signifikan<br />

CML 0.988 9.169 4.3027 Signifikan<br />

Sumber : Hasil pengolahan data (2005)<br />

Dari hasil pengujian seperti yang diuraikan pada table 9 menunjukkan bahwa<br />

rasio FBR <strong>dan</strong> LDR pada bank umum syariah tidak memiliki hubungan yang<br />

signifikan dengan pertumbuhan kantor cabang, sementara rasio lainnya memiliki<br />

hubungan yang signifikan dengan pertumbuhan kantor cabang. Bila dilihat dari nilai


koefisien korelasinya, rasio NPL <strong>dan</strong> CAR memiliki hubungan yang paling kuat<br />

dengan pertumbuhan kantor cabang.<br />

Hubungan Rasio-rasio Kesehatan Bank dengan Pertumbuhan Pembiayaan<br />

Pada tabel berikut disajikan nilai koefisien korelasi beserta statistik uji yang<br />

digunakan untuk membuktikan apakah terdapat hubungan antara rasio-rasio<br />

kesehatan bank dengan pertumbuhan pembiayaan<br />

Tabel 10<br />

Pengujian Hubungan Rasio-rasio Kesehatan Bank dengan Pertumbuhan Pembiayaan<br />

Indikator Kesehatan<br />

r<br />

Bank Umum Syariah<br />

t-hitung t-tabel Keterangan<br />

CAR 0.973 5.918 4.3027 Signifikan<br />

NPL 0.926 3.458 4.3027 Tdk signifikan<br />

FBR -0.991 -10.411 4.3027 Signifikan<br />

ROA 0.946 4.147 4.3027 Tdk signifikan<br />

BOPO -0.874 -2.545 4.3027 Tdk signifikan<br />

LDR -0.946 -4.119 4.3027 Tdk signifikan<br />

CML 0.906 3.028 4.3027 Tdk signifikan<br />

Sumber : Hasil pengolahan data (2005)<br />

Dari hasil pengujian seperti yang diuraikan pada tabel 10 menunjukkan<br />

bahwa rasio CAR <strong>dan</strong> FBR pada bank umum syariah memiliki hubungan yang<br />

signifikan dengan pertumbuhan pembiayaan, sementara rasio lainnya tidak memiliki<br />

hubungan yang signifikan dengan pertumbuhan pembiayaan. Bila dilihat dari nilai<br />

koefisien korelasinya, rasio FBR memiliki hubungan yang paling kuat dengan<br />

pertumbuhan pembiayaan.<br />

Analisis Hubungan Rasiotingkat Kesehatan Bank dengan Pertumbuhan<br />

Berdasarkan pengujian yang dilakukan dengan menggunakan korelasi Pearson<br />

menunjukkan bahwa pada bank syariah semua rasio kesehatan bank menunjukkan<br />

hubungan yang signifikan dengan pertumbuhan aktiva tetap. Aktiva Tetap merupakan<br />

salah satu aktiva yang sangat dibutuhkan perusahaan untuk memperlancar<br />

kegiatannya, oleh karena itu perusahaan harus melakukan usaha-usaha untuk<br />

meningkatkannya.<br />

Berdasarkan uji korelasi Pearson, menunjukkan bahwa rasio CAR <strong>dan</strong> FBR<br />

pada bank syariah mempunyai hubungan yang signifikan dengan pertumbuhan SDM.<br />

Se<strong>dan</strong>gkan rasio NPL, ROA, BOPO, LDR <strong>dan</strong> CML tidak memiliki hubungan yang<br />

signifikan dengan pertumbuhan SDM bank syariah. Masalah sumber daya manusia<br />

dalam perbankan syariah merupakan masalah yang paling rumit, karena sumber daya<br />

manusia dalam perbankan syariah harus memiliki pengetahuan yang luas di bi<strong>dan</strong>g<br />

perbankan, memahami implementasi prinsip-prinsip syariah dalam praktik perbankan,<br />

serta mempunyai komitmen yang kuat untuk menerapkannya secara konsisten. Jarang<br />

didapati dalam suatu bank SDM yang memahami kedua ilmu dasar ini. Oleh karena<br />

STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)<br />

79


80<br />

Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007<br />

itu diperlukan biaya yang cukup untuk meningkatkan kualitas <strong>dan</strong> kuantitas SDM<br />

bank syariah <strong>dan</strong> biaya ini dapat diperoleh dengan peningkatan modal <strong>dan</strong><br />

peningkatan pendapatan fee based income.<br />

Untuk pertumbuhan kantor cabang, sesuai dengan uji korelasi Pearson<br />

menunjukkan bahwa rasio CAR, NPL, ROA, BOPO <strong>dan</strong> CML pada bank syariah<br />

memiliki hubungan yang signifikan dengan pertumbuhan kantor cabang, se<strong>dan</strong>gkan<br />

rasio FBR <strong>dan</strong> LDR tidak memiliki hubungan yang signifikan. Pengembangan<br />

jaringan kantor bank diperlukan dalam rangka perluasan jangkauan pelayanan kepada<br />

<strong>masyarakat</strong>. Kurangnya jumlah bank akan menghambat kerjasama antar bank<br />

berkenaan dengan penempatan <strong>dan</strong>a antar bank dalam hal mengatasi masalah<br />

likuiditas. Jaringan kantor menjadi penting dalam perkembangan perbankan syariah<br />

karena ia merupakan unit layanan bagi pemenuhan based customer sehingga<br />

<strong>masyarakat</strong> akan menjangkau unit-unit tersebut. Selain itu kebijaksanaan perusahaan<br />

untuk menetapkan pertumbuhan kantor cabang tidak melalui fee based income <strong>dan</strong><br />

LDR.<br />

Untuk pertumbuhan pembiayaan, rasio CAR <strong>dan</strong> FBR pada bank syariah<br />

memiliki hubungan yang signifikan dengan pertumbuhan pembiayaan. Bila dilihat<br />

dari nilai koefisien korelasinya, rasio CAR memiliki hubungan yang paling kuat<br />

dengan pertumbuhan pembiayaan. Bank Syariah dalam menjalankan usahanya<br />

mempunyai 5 prinsip operasional yang terdiri dari (1) sistem simpanan (2) bagi hasil<br />

(3) margin keuntungan (4) sewa (5) fee (Antonio : 2001). Dengan keragaman<br />

kegiatan usaha bank syariah tersebut telah menumbuh kembangkan berbagai aspek<br />

transaksi ekonomi dalam <strong>masyarakat</strong> sehingga bank syariah akan memiliki daya<br />

adaptasi yang tinggi <strong>terhadap</strong> kebutuhan dunia usaha. Dengan keragaman produk<br />

maka diperlukan modal yang cukup sehingga dapat memicu pertumbuhan<br />

pembiayaan. Se<strong>dan</strong>gkan rasio NPL, ROA, BOPO, LDR <strong>dan</strong> CML tidak memiliki<br />

hubungan yang signifikan dengan pertumbuhan pembiayaan, hal ini disebabkan<br />

karena ada faktor-faktor lain yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini.<br />

Dari hasil pengujian korelasi Pearson, sebahagian besar rasio-rasio kesehatan<br />

bank berhubungan dengan pertumbuhan. Hal ini sesuai dengan ketentuan Bank<br />

Indonesia yang menyatakan bahwa ketentuan tentang tingkat kesehatan bank<br />

dimaksudkan untuk dapat dipergunakan sebagai: tolok ukur untuk menetapkan arah<br />

pembinaan <strong>dan</strong> pengembangan bank, baik secara individual maupun industri<br />

perbankan secara keseluruhan. Hal serupa juga dinyatakan dalam Statement of<br />

Financial Accounting Concepts No.1 (SFAC No.1) bahwa penilaian kinerja dapat<br />

digunakan untuk melihat prospek perusahaan yang bersangkutan di masa yang akan<br />

datang.<br />

Kesimpulan<br />

- Semua rasio kesehatan bank memiliki hubungan yang signifikan dengan<br />

pertumbuhan aktiva tetap


- Rasio CAR <strong>dan</strong> FBR memilki hubungan yang signifikan dengan pertumbuhan<br />

SDM, se<strong>dan</strong>gkan rasio NPL, ROA, BOPO, LDR <strong>dan</strong> CML tidak memiliki<br />

hubungan yang signifikan dengan pertumbuhan SDM.<br />

- Rasio CAR, NPL, ROA, BOPO<strong>dan</strong> CML memiliki hubunganyang signifikan<br />

dengan pertumbuhan kantor cabang, se<strong>dan</strong>gkan rasio FBR <strong>dan</strong> LDR tidak<br />

memiliki hubungan yang signifikan dengan pertumbuhan kantor cabang.<br />

- Rasio CAR <strong>dan</strong> FBR memiliki hubungan yang signifikan dengan pertumbuhan<br />

pembiayaan, se<strong>dan</strong>gkan rasio NPL, ROA, BOPO, LDR <strong>dan</strong> CML tidak memiliki<br />

hubungan yang signifikan dengan pertumbuhan pembiayaan.<br />

Rekomendasi<br />

- Dari hasil pengujian korelasi membuktikan bahwa rasio modal (CAR) merupakan<br />

rasio yang memiliki hubungan signifikan positif dengan pertumbuhan, oleh sebab<br />

itu disarankan kepada perbankan untuk tetap menjaga rasio CAR<br />

- Untuk peneliti selanjutnya disarankan untuk menambah populasi yaitu jumlah<br />

bank <strong>dan</strong> tahun penelitian, mempertimbangkan ukuran perusahaan sehingga bank<br />

yang bermodal besar tidak disatukan dengan bank yang bermodal kecil <strong>dan</strong><br />

memasukkan faktor-faktor selain faktor fundamental dalam variable penelitian<br />

seperti subsidi pemerintah <strong>dan</strong> keadaan politik agar dapat memberikan hasil yang<br />

komprehensif.<br />

Referensi<br />

Adiwarman Karim, 2001. Ekonomi Islam Suatu Kajian Kotemporer, Gema Insani.<br />

Jakarta<br />

________________, 2003. Bank Islam Analisis Fiqih <strong>dan</strong> Keuangan. The<br />

International Institute of Islamic Thought (IIIT). Jakarta<br />

____________, 1998. SK. No:30/277/KEP/DIR tanggal 19 Maret 1998 tentang<br />

Penilaian Tingkat Kesehatan Bank<br />

____________, 2002.Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia.<br />

Jakarta<br />

___________, 2003. Statistik Perbankan Syariah. Jakarta<br />

FASB. 1978. Statement Of Financial Accounrting Concept No.1: Objectives of<br />

Financial Reporting by Bussiness Enterprises.<br />

Husein Umar, 1998. Riset Akuntansi.PT Gramedia Pustaka Utama. Jaklarta.<br />

___________________________, 2003. Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah<br />

Indonesia. Salemba Empat. Jakarta<br />

Kaplan and Norton, 1996. Translating Strategy into Action The Balanced<br />

Scorecard, Havard Business School Press Boston. Massachussets<br />

STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)<br />

81


82<br />

Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007<br />

Karnaen Perwataatmaja <strong>dan</strong> Syafi’i Antonio, 1999. Apa <strong>dan</strong> Bagaimana Bank<br />

Islam. PT Dana Bhakti Prima Yasa. Yogyakarta<br />

Lukman Dendawijaya, 2003. Manajemen Perbankan, Penerbit Ghalia Indonesia.<br />

Jakarta<br />

Martono, 2003. Bank <strong>dan</strong> Lembaga Keuangan Lainnya. Ekonisia. Yogyakarta<br />

Mas’ud Machfoedz, 1994. Financial Ratio Analysis And The Prediction Of<br />

Earnings Changes In Indonesia. Kelola Gajah Mada University Business<br />

Review No.7/111<br />

Muhammad Syafi’I Antonio, 2000. Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum, Tazkia<br />

Institute. Jakarta<br />

________________________, 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktek,Gema<br />

Insani Press. Jakarta<br />

Sofyan Syafri Harahap, 2000. Analisa Kritis atas Laporan Keuangan.PT Raja<br />

Grafindo Persada. Jakarta<br />

Tim Biro Riset Info Bank, 2003. Sembilan Rasio Keuangan yang Menentukan<br />

Kinerja. Jakarta<br />

Sugiyono, 2002. Metode Penelitian Bisnis. CV.Alvabeta. Bandung<br />

Y.S Wilopo, 2001. Prediksi Kebangkrutan Bank. Simposium Nasional Akuntansi ke<br />

III. Jakarta<br />

Y.Sri Susilo dkk, 2000.Bank <strong>dan</strong> Lembaga Keuangan Lainnya. Cetakan Pertama:<br />

Salemba Empat, Jakarta


ANALISIS PROSPEK INVESTASI PERTANIAN<br />

TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN PIDIE<br />

Syamsul Bahri<br />

The goal of the research to analyze investment prospect to superior agriculture<br />

commodity (pepper and soybean) are observed in financial side in Kabupaten Pidie<br />

and to know the problem that face by farmers of superior agriculture commodity<br />

(pepper and soybean)in Kabupaten Pidie. To analyze are used primary data the<br />

result of field research. The data are respondent characteristic, land area, financing,<br />

income of harvest per period and the others they have related with construction and<br />

capitalization from external fund like banking and non banking institution from<br />

government. The sample for soybean commodity has taken at Kembang Tanjong and<br />

the pepper commodity at Kecamatan Delima. To analyze working advisability used to<br />

some criteria investment that forecast able to answer the problems in research.<br />

It is happens criteria that use are Net Present Value (NPV), Gross Benefit Ratio<br />

(Gross B/C), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) Internal rate of Return (IRR) and<br />

Break Even Point (BEP). The result of research gave expression that pepper and<br />

soybean commodity in both locations feasible to grow up. This is establish by Net<br />

Present Value score is Rp. 2,234,450 and Rp. 1,975,300, Gross B/C is 1.076 and<br />

1.050, Net B/C is 2.070 and 2.310, IRR is higher than interest that is 63.61% and<br />

49.67% per year. While pay back period has gotten on 3 month 18 th days and 6 month<br />

5 th days age plant.<br />

Key word: Capital, organization, commodity, criteria investment<br />

Syamsul Bahri adalah Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh<br />

STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)<br />

83<br />

83


84<br />

Pendahuluan<br />

Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007<br />

Dalam konteks perekonomian nasional, sektor pertanian masih menempati<br />

posisi terpenting <strong>dan</strong> cukup strategis. Kecuali memiliki kandungan impor yang<br />

rendah, sektor ini ternyata juga relatif lebih tangguh <strong>dan</strong> mampu bertahan dari<br />

pengaruh krisis ekonomi, dibanding dengan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian di<br />

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), menurut Ba<strong>dan</strong> Pusat Statistik (2000),<br />

merupakan sektor yang masih mampu bertahan <strong>dan</strong> tumbuh positif, dengan laju 0,56<br />

persen.<br />

Kabupaten Pidie yang terletak diantara Kabupaten Bireuen, Aceh Besar, <strong>dan</strong><br />

Aceh Barat, merupakan kawasan yang cocok untuk sektor pertanian (zona pertanian).<br />

Daerah pertanian yang dimaksud disini adalah upaya pengembangan sektor pertanian<br />

yang tidak terlepas dengan sektor industri, dalam artian pengembangan sektor yang<br />

diikuti pula oleh tumbuhnya sektor industri, khususnya industri pengolahan. Namun<br />

pemanfaatan sumber daya daerah tersebut masih mengalami banyak kendala. Selain<br />

disebabkan oleh masih minimnya informasi tentang potensi daerah yang dapat<br />

dikembangkan, juga belum terciptanya iklim investasi yang memadai, terutama dalam<br />

penyediaan infrastruktur, disamping kestabilan politik <strong>dan</strong> keamanan yang masih<br />

rentan oleh berbagai gangguan.<br />

Dalam upaya mendorong <strong>dan</strong> menarik minat para calon investor baik<br />

domestik maupun asing, maka penyediaan informasi tentang potensi daerah dinilai<br />

sangat penting. Informasi ini diharapkan bermanfaat antara lain : (1) para calon<br />

investor besar/profesional lebih cepat menangkap peluang usaha; (2) para pelaku<br />

usaha kecil <strong>dan</strong> menengah di dalam <strong>dan</strong> luar daerah dapat memilih <strong>dan</strong><br />

mengidentifikasi usaha-usaha yang prospektif <strong>dan</strong> layak. Selama ini, informasi<br />

tentang profil informasi investasi komoditas unggulan di Kabupaten Pidie masih<br />

sangat terbatas. Komoditas unggulan dimaksud dari sektor pertanian tanaman pangan<br />

adalah kedelai <strong>dan</strong> cabai yang banyak diminati untuk diusahakan oleh <strong>masyarakat</strong> di<br />

daerah ini.<br />

Mencermati keadaan tersebut, maka perlu dipikirkan langkah konkrit untuk<br />

mendukung penyedian informasi bagi para calon investor dari dalam <strong>dan</strong> luar negeri.<br />

Dalam hal ini, perlu juga mempertimbangkan persyaratan baik teknik maupun<br />

operasional dari segi teknis yang harus mendapat perhatian adalah persyaratan<br />

tumbuh tanaman kedelai <strong>dan</strong> cabai, maka dapat dikatakan Kabupaten Pidie sangat<br />

potensi.<br />

Kedelai salah satu bahan pangan bergizi tinggi yang cukup penting bagi<br />

kehidupan manusia, dewasa ini kedelai juga banyak digunakan untuk pakan <strong>dan</strong><br />

bahan industri serta semakin meningkatnya perhatian <strong>masyarakat</strong> akan bahan pangan<br />

bergizi menyebabkan permintaan kedelai diprediksikan akan mengalami peningkatan.<br />

Se<strong>dan</strong>gkan cabai merupakan bahan pangan yang harus terjamin diupayakan<br />

ketersediaannya.<br />

Dalam upaya merangsang pengembangan komoditas unggulan di Kabupaten<br />

Pidie <strong>dan</strong> memperluas kesempatan kerja, maka perencanaan <strong>dan</strong> pengembangan


produksi kedelai <strong>dan</strong> cabai yang menguntungkan petani perlu mendapat perhatian<br />

serius. Sehubungan dengan penjelasan diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti<br />

tentang peluang usaha <strong>dan</strong> <strong>analisis</strong> kelayakan investasi usahatani kedelai <strong>dan</strong> cabai di<br />

Kabupaten Pidie ditinjau dari segi keuntungan petani.<br />

Tinjauan Teoritis<br />

Salah satu usaha pemerintah dalam mengatasi krisis ekonomi yang se<strong>dan</strong>g<br />

melanda Indonesia adalah dengan memberdayakan kembali sektor pertanian,<br />

mengingat sektor ini mampu berperan mendorong upaya pemulihan ekonomi <strong>dan</strong><br />

memperluas lapangan kerja. Disamping juga dapat meningkatkan pendapatan <strong>dan</strong><br />

pemerataan kesejahteraan sosial. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu studi tentang<br />

prospek investasi. Dalam hali ini kriteria investasi merupakan salah satu peralatan di<br />

dalam pengevaluasian proyek atau sebagai suatu ukuran dalam rangka pengambilan<br />

keputusan <strong>terhadap</strong> rencana yang memungkinkan atau menguntungkan, atau bahkan<br />

sebaliknya bisa merugikan apabila kegiatan tersebut dilaksanakan sebagai suatu<br />

proyek.<br />

Menurut Syakhiruddin (1981 : 46) pada umumnya kriteria investasi yang<br />

digunakan dalam proyek investasi adalah sebagai berikut :<br />

1. Net Present Value (NPV)<br />

2. Net Benefit Cost Ratio<br />

3. Gross Benefit Cost Ratio<br />

4. Gross Benefit Cost Ratio<br />

5. Profitabilitiy Ratio<br />

6. Internal Rate of Return<br />

Disamping itu, masih ada kriteria yang dianggap juga penting adalah Pay<br />

Back Period ( PBP) <strong>dan</strong> Break Even Point (BEP). Pay Back Period merupakan suatu<br />

jangka waktu tertentu yang menunjukkan kapan terjadinya arus penerimaan secara<br />

kumulatif mampu mengembalikan seluruh biaya investasi yang di tanamkan ke dalam<br />

proyek termasuk biaya pengganti (baik biaya investasi maupun arus benefit dalam<br />

bentuk present value). Se<strong>dan</strong>gkan jangka waktu terjadinya arus benefit secara<br />

kumulatif mampu menutupi total cost disebut dengan break even point, atau sering<br />

dikatakan waktu dimana seluruh biaya sudah dapat dikembalikan dari kegiatan<br />

proyek.<br />

Bagi para penentu kebijakan (policy makers) yang penting adalah<br />

mengarahkan penggunaan sumber-sumber yang langka itu ke dalam proyek-proyek<br />

yang dapat memberikan hasil yang terbanyak bagi perekonomian artinya yang<br />

menghasilkan The Social Return atau Economic Return yang tertinggi.<br />

1. Perbedaan Penilaian antara Analisis Finansial <strong>dan</strong> Analisis Ekonomi, ada<br />

beberapa unsur yang berbeda penilaiannya antara Analisis Finansial <strong>dan</strong> Analisis<br />

Ekonomi yakni dalam hal harga, biaya, pembayaran transfer.<br />

2. Tahapan studi kelayakan bisnis<br />

a. Penemuan ide pokok, untuk satu ide proyek pengambil keputusan biasanya<br />

tergantung pada 3 faktor yaitu:<br />

STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)<br />

85


86<br />

Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007<br />

� cocok dengan kata hatinya<br />

� mampu melibatkan diri dalam hal-hal teknis<br />

� keyakinan akan kemanfaatan proyek untuk menghasilkan laba.<br />

a. Tahap penelitian, setelah ide-ide proyek dipilih, selanjutnya dilakukan<br />

penelitian. proses itu dengan mengumpulkan data, lalu mengelola data<br />

dengan memasukkan teori-teori relevan, menganalisa <strong>dan</strong><br />

menginterprestasikan hasil pengolahan data dengan alat-alat <strong>analisis</strong> yang<br />

sesuai menyimpulkan hasil sampai pada pekerjaan membuat laporan hasil<br />

penelitian.<br />

b. Tahap evaluasi proyek bisnis, ada 3 (tiga) evaluasi proyek yaitu:<br />

mengevaluasi usaha proyek yang akan didirikan, mengevaluasi proyek yang<br />

se<strong>dan</strong>g beroperasi, mengevaluasi proyek yang selesai dibangun.<br />

c. Tahap pengurutan usaha yang layak, dilakukan jika terdapat lebih dari proyek<br />

yang dianggap layak, maka untuk itu diprioritaskan proyek yang mempunyai<br />

skor tertinggi untuk direalisasikan.<br />

d. Tahap rencana pelaksanaan proyek bisnis, setelah suatu usulan proyek di<br />

setujui untuk direalisasikan , maka ditentukanlah jenis pekerjaan, waktu yang<br />

dibutuhkan untuk tiap jenis pekerjaan. Jumlah <strong>dan</strong> kreatifikasi tenaga<br />

pelaksanaan, ketersediaan <strong>dan</strong>a <strong>dan</strong> sumberdaya lain, kesiapan manajemen<br />

<strong>dan</strong> lain-lain.<br />

e. Tahap pelaksana proyek bisnis, setelah semua rencana persiapan uang harus<br />

dikerjakan setelah disiapkan. Tahap pelaksanaan proyekpun dimulai. Semua<br />

tenaga pelaksana proyek dari pemimpin proyek sampai pada tingkat paling<br />

bawah harus bekerja sama dengan sebaiknya sesuai dengan rencana yang<br />

telah di tetapkan. Memang pada kenyataannya sulit ditemukan bahwa rencana<br />

yang dibuat sama persis dengan realisasinya.<br />

Metode Penelitian<br />

Populasi <strong>dan</strong> Sampel<br />

Penelitian dilakukan di Kabupaten Pidie. Penentuan daerah tersebut karena<br />

mengingat bahwa Kabupaten Pidie merupakan daerah potensial untuk dikembangkan<br />

usaha tani kedelai <strong>dan</strong> cabai. Hal ini sesuai dengan sistem penentuan lokasi secara<br />

“Purposive Random Sampling”, yaitu pengambilan lokasi penelitian sesuai dengan<br />

kepentingan penelitian. Adapun lokasi penelitian tersebut adalah di Kecamatan<br />

Delima untuk komoditas cabai <strong>dan</strong> Kembang Tanjong untuk komoditas kedelai.<br />

Pemilihan kedua kecamatan dikarenakan daerah tersebut memiliki lebih banyak<br />

jumlah produksinya dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan lain, yang terdapat<br />

di kabupaten ini.<br />

Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan petani menurut bilangan<br />

kepala keluarga yang mengusahakan usaha tani kedelai <strong>dan</strong> cabai. Se<strong>dan</strong>gkan yang<br />

menjadi sampel dalam penelitian ini adalah dipilih responden untuk masing-masing<br />

komoditas yaitu sebanyak 30 sampel. Sehingga keseluruhan menjadi 60 responden.<br />

Penarikan sampel dilakukan secara “Stratified Random Sampling”. Sampel dipilih


ditiga tingkat kelompok petani masing-masing 10 sampel pada kelompok rendah,<br />

menengah <strong>dan</strong> kelompok usaha yang sudah cukup besar.<br />

Model Analisis<br />

Metode <strong>analisis</strong> data akan digunakan beberapa kriteria investasi yang<br />

dianggap mampu menjawab permasalah dalam penelitian ini. Adapun kriteria yang<br />

digunakan adalah:<br />

1. Net Present Value (NPV)<br />

NPV =<br />

N<br />

∑ NBi (1 + i) -n<br />

i = 1<br />

2. Gross Benefit Cost Ratio ( Gross B/C)<br />

Gross B/C =<br />

3. Net Benefit Ratio (Net B/C)<br />

Net B/C = ∑ NB(<br />

+ )<br />

∑ NB(<br />

−)<br />

4. Internal Rate of Return (IRR)<br />

IRR = i1 +<br />

5. Break Event Point (BEP)<br />

BEP = TP-1 +<br />

dimana :<br />

∑<br />

∑<br />

B<br />

C<br />

NPV1<br />

NPV1 - (NPV2)<br />

Σ TCi – Σ Biep –1<br />

ΣBp<br />

Net NPV = Net Present Value<br />

Gross B/C = Gross Benefit Cost Ratio<br />

Net B/C = Net Benefit Cost Ratio<br />

IRR = Internal Rate of Return<br />

. ( i2 - i1)<br />

NB = Total Benefit yang telah hubungkan dengan tingkat bunga<br />

C = Total Pengeluaran (biaya) yang telah dihubungkan dengan tingkat bunga<br />

NB (-) = Pengeluaran yang telah dihubungkan dengan tingkat bunga<br />

STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)<br />

87


88<br />

Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007<br />

NB (+) = Penerimaan yang telah dihubungkan dengan tingkat bunga<br />

N P- 1 = Tahun sebelum Terdapat BEP.<br />

BC-1 = Jumlah total cost yang telah di- discount.<br />

Biep-1 = Jumlah benafit yang telah di- discount sebelum BEP.<br />

BP = Jumlah benefit pada saat BEP.<br />

Untuk pengujian hipotesis yang telah dirumuskan di atas, maka digunakan<br />

kriteria-kriteria sebagai berikut (Syakhiruddin, 1981 : 45)<br />

(1) NPV lebih besar dari 0 (nol).<br />

(2) Gross B/C Ratio lebih besar dari 1 (satu).<br />

(3) Net B/C Ratio lebih besar dari 1 (satu).<br />

(4) IRR lebih besar dari tingkat bunga yang berlaku.<br />

Apabila kriteria-kriteria tersebut dapat dipenuhi, maka hipotesis dapat<br />

diterima, yang berarti usahatani kedelai <strong>dan</strong> cabai di Kabupaten Pidie adalah layak<br />

untuk dilaksanakan <strong>dan</strong> dikembangkan serta menguntungkan petani kedelai <strong>dan</strong> cabai<br />

secara finansial. Demikian pula sebaliknya bila tidak memenuhi kriteria investasi<br />

sebagaimana yang telah diuraikan diatas, maka baru dapat disimpulkan bahwa<br />

pengembangan kedelai <strong>dan</strong> cabai tidak layak untuk dilaksanakan, karena merugikan<br />

petani secara finansial.<br />

Hasil-hasil Penelitian<br />

Keadaan Sampel Petani Kedelai <strong>dan</strong> Cabai<br />

Karakteristik petani kedelai <strong>dan</strong> cabai dalam penelitian ini meliputi umur,<br />

tingkat pendidikan, pengalaman kerja sebagai petani kedelai <strong>dan</strong> cabai <strong>dan</strong><br />

tanggungan keluarga. Karakteristik petani ini merupakan salah satu unsur yang dapat<br />

mempengaruhi kemampuan seorang petani dalam mengelola usahanya, meningkatnya<br />

produksi, mengefisienkan pengunaan biaya produksi <strong>dan</strong> untuk meningkatkan<br />

pendapatan. Karakteristik responden dapat dilihat pada Tabel 4.1.<br />

TABEL 4.1<br />

Rata-Rata Karakteristik Responden di Daerah Penelitian Tahun 2005<br />

No. Karakteristik<br />

Satuan<br />

Rata-rata<br />

(tahun/orang) Kec. K. Tanjong Kec. Delima<br />

1. Umur Tahun 43,93 44,67<br />

2. Pendidikan Tahun 11,30 10,50<br />

3. Jumlah Tanggungan orang 4,43 4,67<br />

4 Jumlah Angkatan Kerja orang 2,57 2,87<br />

Jumlah Responden 30 30<br />

Sumber : Data Primer, 2005 (diolah)


Luas Lahan Garapan<br />

Luas lahan garapan yang dimaksudkan didalam penelitian ini adalah luas<br />

bi<strong>dan</strong>g tanah yang dimanfaatkan, diusahakan, <strong>dan</strong> digarap oleh petani sampel untuk<br />

bercocok tanam kedelai <strong>dan</strong> cabai. Keadaan rata-rata lahan garapan yang diusahakan<br />

petani sampel di daerah penelitian dapat dilihat pada tabel berikut.<br />

TABEL 4.2<br />

Rata-Rata Luas Lahan Garapan Kedelai Dan Cabai Dari Petani<br />

Sampel di Daerah Penelitian Tahun 2005<br />

No. Kecamatan Sampel (orang)<br />

Rata-rata<br />

Lahan Garapan (ha)<br />

1. Kembang Tanjong 30 1,11<br />

2. Delima 30 0,98<br />

Sumber : Data Primer, 2005<br />

Produksi <strong>dan</strong> Nilai Produksi<br />

Produksi dalam penelitian ini adalah penerimaan kotor dalam bentuk fisik<br />

berupa hasil usaha tani kedelai <strong>dan</strong> cabai. Sementara nilai produksi merupakan hasil<br />

perkalian antara banyaknya produksi dengan harga satu satuan. Besarnya nilai<br />

produksi sangat ditentukan oleh banyaknya produksi. Semakin banyak produksi yang<br />

dihasilkan perstuan waktu, maka semakin besar pula nilai produksinya. Akan tetapi<br />

besar kecilnya yang diperoleh petani adalah sangat tergantung kepada tingkat<br />

pengelolaan usaha tani itu sendiri, luas garapan yang diusahakan, ketersediaan modal,<br />

<strong>dan</strong> penyediaan tenaga kerja yang tepat. Rata-rata produksi <strong>dan</strong> nilai produksi<br />

perhektar dalam satu kali masa usaha dari usaha tani kedelai <strong>dan</strong> cabai di daerah<br />

penelitian adalah sebagai berikut.<br />

No. Kecamatan<br />

TABEL 4.3<br />

Rata-Rata Produksi <strong>dan</strong> Nilai Produksi Perhektar<br />

Di Daerah Penelitian, Tahun 2005<br />

Luas Areal<br />

sample (ha)<br />

Rata-rata Produksi<br />

(kg/ha)<br />

Rata-rata Nilai<br />

Produksi (Rp/ha)<br />

1. Kembang Tanjong 33,26 1.675 8.374.400<br />

2. Delima 29,29 1.343 10.072.450<br />

Sumber : Data Primer, 2005<br />

Pembiayaan Usahatani<br />

Pembiayaan usahatani yang dimaksudkan di dalam penelitian ini adalah<br />

semua biaya yang dibutuhkan pada usahatani kedelai <strong>dan</strong> cabai, baik dibayar maupun<br />

tidak dibayar. Perhitungan pembiayaan usahatani kedelai <strong>dan</strong> cabai dimulai dari fase<br />

STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)<br />

89


90<br />

Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007<br />

persiapan tanaman sampai dengan fase menghasilkan produksi dalam batas umur<br />

ekonomis, dimana didalam penelitian ini dibatasi masing-masing untuk kedelai 4<br />

bulan <strong>dan</strong> cabai 7 bulan.<br />

Komponen pembiayaan dalam usahatani kedelai <strong>dan</strong> cabai di daerah<br />

penelitian mencakup biaya tenaga kerja, pengadaan bahan, peralatan, <strong>dan</strong> biaya<br />

umum. Tenaga kerja yang dibutuhkan terutama untuk kegiatan pada : (1) fase<br />

persiapan tanam, termasuk pembersihan, penanaman, membuat drainase, <strong>dan</strong><br />

pemagaran. (2) fase pemeliharaan; mencakup kegiatan pengendalian hama, serta<br />

pemupukan <strong>dan</strong> lainnya; <strong>dan</strong> 3) pemanenan <strong>dan</strong> pemasaran hasil. Tenaga kerja yang<br />

digunakan umumnya berasal dari dalam keluarga, kecuali pada kegiatan-kegaitan<br />

tertentu, karena tidak mampu untuk dikerjakan oleh tenaga kerja dalam keluarga.<br />

Bahan-bahan <strong>dan</strong> peralatan yang dibutuhkan dalam usaha tani kedelai <strong>dan</strong><br />

cabai adalah bibit, pupuk, insektisida, cangkul, parang, skop, kawat duri, gubuk, <strong>dan</strong><br />

lainya. Sementara biaya umum mencakup biaya yang berhubungan dengan<br />

pengelolaan usahatani kedelai <strong>dan</strong> cabai. Besarnya rata-rata pembiayaan usahatani<br />

kedelai <strong>dan</strong> cabai di daerah penelitian adalah sebagai berikut :<br />

TABEL 4.4<br />

Rata-Rata Pembiayaan Usahatani Kedelai<br />

Di Daerah Penelitian Tahun 2005<br />

No. Jenis Pembiayaan Rata-Rata (Rp) %<br />

1. Tenaga Kerja 1.123.333 0,514<br />

2. Bahan <strong>dan</strong> Peralatan 769.757 0,351<br />

3. Biaya Umum 294.500 0,135<br />

Sumber : Data Primer, 2005<br />

Jumlah 2.187.590 100,00<br />

TABEL 4.8<br />

Rata-Rata Pembiayaan Usaha Tani Cabai<br />

Di Daerah Penelitian Tahun 2005<br />

No Jenis Pembiayaan Rata-rata (Rp) %<br />

1. Tenaga Kerja 1.059.167 0,518<br />

2. Bahan <strong>dan</strong> Peralatan 905.667 0,443<br />

3. Biaya Umum 78.500 0,039<br />

Sumber : Data Primer, 2005<br />

Jumlah 2.043.333 100,00


Aspek Teknis<br />

Aspek teknis dalam hal ini merupakan aspek yang berkenaan dengan proses<br />

pengembangan pengusahaan komoditas kedelai <strong>dan</strong> cabai secara teknis <strong>dan</strong><br />

pengoperasiannya setelah proyek ini dijalankan.<br />

Memperhatikan kondisi fisik tanah, iklim, sumber daya manusia, serta<br />

prasarana <strong>dan</strong> sarana di Kabupaten Pidie, maka secara teknis kondisi wilayah ini<br />

sangat mendukung bagi dikembangkannya komoditas unggulan seperti kedelai <strong>dan</strong><br />

cabai. Khusus komoditas kedelai, potensi wilayah yang dimiliki Kabupaten Pidie<br />

sangat sesuai untuk budidaya tanaman ini, terutama di Kecamatan Kembang Tanjong.<br />

Sementara itu, komoditas cabai yang perlu mendapat perhatian dalam hal ini<br />

diantaranya adalah lokasi proyek, luas areal, <strong>dan</strong> pemilihan jenis teknologi produksi.<br />

Sesuai dengan pengamatan lapangan dari segi lokasi proyek <strong>dan</strong> luas areal, termasuk<br />

pemilihan teknik produksi yang tepat. Pengembangan komoditas cabai di Kabupaten<br />

Pidie terutama di kecamatan Delima sangat potensial.<br />

Berkaitan dengan pemilihan teknologi yang digunakan maka perlu<br />

diperhatikan berapa jauh derajat mekanisasi yang diinginkan <strong>dan</strong> manfaat ekonomi<br />

yang diberikan dari pemilihan teknologi tersebut. Disamping itu juga perlu<br />

diperhatikan kemampuan pengetahuan penduduk/petani (tenaga kerja) setempat <strong>dan</strong><br />

kemungkinan pengembangannya, pengaruh atau dampak yang ditimbulkan dari<br />

penggunaan teknologi tersebut <strong>terhadap</strong> sosial <strong>masyarakat</strong> setempat.<br />

Aspek Organisasi/Manajemen<br />

Pengembangan komoditas unggulan dalam konteks agribisnis tidak hanya<br />

difokuskan pada aspek “on-farm” atau budidaya, seperti produksi (kuantitas <strong>dan</strong><br />

kualitas), melainkan juga perlu diberikan tumpuan pada aspek organisasi/manajemen<br />

dalam hal budidaya maupun pemasaran hasil produksi. Tahap pertama yang<br />

diperlukan adalah perencanaan, termasuk di dalamnya mengidentifikasi berbagai<br />

kegiatan yang perlu dilakukan, lama waktu masing-masing kegiatan, <strong>dan</strong> biaya yang<br />

mesti dikeluarkan, disamping supply logistik agar semua kegiatan dapat berjalan<br />

lancar. Menyangkut dengan manajemen usahatani ini ada beberapa pertanyaan yang<br />

mesti diatur secara optimal, yakni 1) mengenai apa, bagaimana, siapa, <strong>dan</strong> kapan<br />

kegiatan tersebut dilaksanakan; 2) fasilitas apa yang diperlukan; <strong>dan</strong> 3) pengawasan<br />

yang diperlukan supaya kegiatan dapat berjalan sebagaimana mestinya.<br />

Ketersediaan organisasi <strong>dan</strong> kemampuan manajemen usahatani sangat<br />

menentukan keberhasilan suatu sistem agribisnis. Koordinasi yang baik antar<br />

kelompok tani yang ada, misalnya, akan mewujudkan keseragaman dalam kegiatan<br />

usahatani baik dalam hal produksinya (pengolahan tanah, pemilihan benih/bibit,<br />

penanaman, pemeliharaan <strong>dan</strong> pemanenan) maupun pasca panen. Dengan cara yang<br />

demikian, kegiatan usahatani menjadi efisien <strong>dan</strong> dapat mengantisipasi terjadinya<br />

fluktuasi harga.<br />

STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)<br />

91


92<br />

Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007<br />

Persoalan yang sering mengemuka di dalam sistem agribisnis adalah belum<br />

mantapnya keterkaitan antara subsistem-subsistem yang ada. Bahkan, salah-satu<br />

subsistem mendasar yang belum tertangani dengan baik adalah pada “off-farm”<br />

hilirnya (pengolahan <strong>dan</strong> pemasaran). Disisi yang sama, para petani masih kurang<br />

pengetahuan tentang pasar sehingga mereka sering mengalami kerugian sewaktu<br />

memasarkan hasil produksinya. Sesuai dengan ketentuan pasar, bila produksi<br />

berlebihan secara spontan harga komoditas tersebut akan rendah, demikian pula<br />

sebaliknya. Pada umumnya para petani produsen tidak mengetahui tentang berapa<br />

jumlah persediaan komoditi yang bersangkutan di pasar. Demikian juga tentang<br />

berapa harga keseimbangan yang berlaku di pasar untuk komoditi tersebut.<br />

Fenomena ini juga berkaitan dengan struktur pasar yang dihadapi petani produsen<br />

yang tidak memihak kepada petani.<br />

Untuk mengantisipasi hal tersebut, disamping menciptakan sistem agribisnis<br />

yang mantap, juga diperlukan kerjasama antarmitra usaha yang saling<br />

menguntungkan. Lembaga atau mitra usaha ini dapat dipercaya sebagai penyangga<br />

dalam mempertahankan harga pasar yang adil <strong>dan</strong> menguntungkan para petani<br />

produsen. Dalam kaitannya dengan aspek organisasi/manajemen, faktor kelembagaan<br />

seperti koperasi <strong>dan</strong> kelompok tani diharapkan mampu berperan aktif <strong>dan</strong> saling<br />

bekerjasama dalam menampung hasil produksi para petani.<br />

Aspek Pemasaran<br />

Pemasaran kedelai <strong>dan</strong> Cabai di Kabupaten Pidie selama ini tidak terbatas di<br />

dalam daerah saja melainkan telah menjangkau luar daerah, khususnya Me<strong>dan</strong><br />

(Propinsi Sumatera Utara). Perkembangan dalam dua tahun terakhir ini menunjukkan<br />

bahwa pemasaran kedelai menunjukkan trend yang meningkat. Harga yang berlaku<br />

di tingkat petani <strong>dan</strong> pengecer terlihat sangat bervariasi <strong>dan</strong> ditentukan oleh kualitas<br />

kedelai <strong>dan</strong> Cabai. Untuk Kedelai di tingkat petani dijual pada kisaran harga antara<br />

Rp. 4.200,-/kg – Rp 4.750,-/kg. Harga di tingkat pengumpul/grosir sebesar Rp.<br />

4.750,-/kg – Rp 5.000,-/kg, sementara harga yang berlaku di pusat penjualan pasar<br />

kabupaten maupun propinsi berkisar antara Rp 6.000,- – Rp 7.000,- untuk setiap<br />

kilogramnya. Sementara cabai juga terlihat sangat bervariasi, disamping relatif sangat<br />

berfluktuasi. Di tingkat petani harga cabai rata-rata dijual pada kisaran Rp. 5.000,-/kg<br />

– 7.500,-/kg. Harga ditingkat pengumpul sebesar Rp. 8.000,-/kg – Rp. 9.000,-/kg,<br />

sementara harga yang berlaku dipusat penjualan pasar kabupaten <strong>dan</strong> provinsi<br />

berkisar Rp. 10.000,-/kg.<br />

Analisis Finansial Komoditas Kedelai<br />

Menilik dari jumlah penduduk Nanggroe Aceh Darussalam yang diperkirakan<br />

terus meningkat dari tahun ke tahun, dapat diprediksikan bahwa prospek pemasaran<br />

usaha pertanian tanaman pangan pada pasar lokal masih cukup terbuka. Dengan<br />

asumsi bahwa faktor keamanan <strong>dan</strong> ketertiban <strong>masyarakat</strong> adalah kondusif, maka<br />

Kabupaten Pidie dinilai sangat berpotensi menjadi penyedia hasil produksi kedelai,<br />

cabai bagi daerah-daerah lain yang masih kekurangan. Bahkan untuk keperluan<br />

ekspor daerah ini mampu menyediakannya. Hal ini tentunya perlu dukungan dari


semua pihak dalam rangka mempercepat proses tercapainya target tersebut.<br />

Perhitungan <strong>analisis</strong> kelayakan agribisnis kedelai dilakukan untuk lahan seluas satu<br />

hektar <strong>dan</strong> lokasi kegiatannya di Kabupaten Pidie, tepatnya di Kecamatan Sakti.<br />

• Net Present Value ( NPV)<br />

Analisis NPV dalam studi ini dilakukan pada tingkat suku bunga pinjaman<br />

pasar (20%), maka NPV yang diperoleh adalah :<br />

NPV =<br />

NPV =<br />

NPV =<br />

n<br />

∑ NBi (1 + i) -n<br />

i = 1<br />

Rp 2.334.458<br />

Rp 2.334.450<br />

Dengan asumsi bunga bank sebesar 20 % per tahun, maka penerimaan<br />

sebenarnya yang akan diperoleh akhir empat bulan mendatang adalah Rp. 583.600,-<br />

• Gross Benefit Cost Ratio ( Gross B/C)<br />

Gross B/C =<br />

Gross B/C =<br />

Rp.2.334.458,-<br />

Rp.2.168.650,-<br />

= 1,076<br />

Nilai Gross B/C Ratio sebesar 1,076 dapat dijabarkan bahwa usahatani kedelai<br />

layak dikembangkan. penambahan di dalam total biaya sebesar 1 persen akan mampu<br />

meingkatkan penerimaan kotor sebesar Rp. 1,076.<br />

• Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)<br />

Perhitungan nilai Net Benefit Cost Ratio (B/C) untuk Blang pohroh adalah<br />

sebagai berikut :<br />

Σ NB(+)<br />

Net B/C =<br />

Σ NB(-)<br />

Net B/C =<br />

∑<br />

∑<br />

B<br />

C<br />

Rp.4.093.108,-<br />

Rp.1.978.550,-<br />

= 2,070<br />

STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)<br />

93


94<br />

Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007<br />

Perhitungan Net B/C yang diperoleh menunjukkan bahwa upaya<br />

pengembangan komoditas kedelai layak untuk dikembangkan, yakni 2,070 Nilai Net<br />

B/C ratio sebesar 2,070 berarti setiap penambahan biaya sebesar Rp 1,00 dalam<br />

usahatani kedelai, akan diperoleh peningkatan penerimaan sebesar Rp. 2,070,<br />

sehingga bila dikalikan seribu maka tiap penambahan biaya produksi sebanyak<br />

Rp1.000 akan meningkatkan penerimaan sebesar Rp 2.070,-. Hal ini mengindikasikan<br />

bahwa pengembangan usahatani kedelai di Kabupaten pidie layak diusahakan.<br />

• Internal Rate of Return (IRR)<br />

IRR = i1 +<br />

IRR<br />

= 0,20 +<br />

NPV1<br />

NPV1 - (NPV2)<br />

2.334.458<br />

2.334.458 – (-20.912)<br />

= 0,20 + (0,99122 x 0,44)<br />

= 0,20 + 0,4361<br />

= 0,6361 atau 63,61 % per-tahun<br />

. (i2 – i1)<br />

. (0.64-0.20)<br />

IRR sebesar 63,61 persen per-tahun, menunjukkan bahwa pengembangan<br />

agribisnis kedelai di Kabupaten Pidie masih bisa dilakukan pada tingkat bunga bank<br />

di bawah 63,61 persen per-tahun. Suku bunga pinjaman di atas 63,61 persen per<br />

tahun usaha ini tidak dapat dikembangkan.<br />

• Break Event Point (BEP)<br />

BEP = BuP-1 +<br />

BEP = 3 +<br />

BEP = 3 + 0,613<br />

Σ TCi – Σ Biep –1<br />

ΣBp<br />

2.168.500 – 737.303<br />

2.334.458<br />

= 3,613, atau 3 (tiga) bulan 18 (delapan belas) hari


Nilai BEP sebesar 3,613 bermakna bahwa usahatani kedelai sangat layak<br />

untuk diusahakan, dimana pada umur proyek 3 bulan 18 hari semua biaya sudah<br />

dapat dikembalikan. Dengan demikian kegiatan usahatani kedelai cukup baik untuk<br />

dikembangkan dimasa mendatang.<br />

Analisis Finansial Komoditas Cabai<br />

Perhitungan <strong>analisis</strong> kelayakan investasi secara finansial untuk agribisnis<br />

cabai dilakukan untuk acuan luas satu hektar <strong>dan</strong> lokasi kegiatan di Kabupaten Pidie<br />

tepatnya di Kecamatan Delima. Kendati demikian, hasil <strong>analisis</strong> ini dapat<br />

diaplikasikan untuk lokasi-lokasi lain, dengan tanpa mengalami perbedaan yang<br />

berarti. Penilaian harga input <strong>dan</strong> output seluruhnya didasarkan pada harga pasar<br />

(market price).<br />

• Net Present Value ( NPV)<br />

Analisis NPV dalam studi ini dilakukan pada tingkat suku bunga pinjaman<br />

pasar (20%), maka NPV yang diperoleh adalah :<br />

NPV =<br />

NPV =<br />

n<br />

∑ NBi (1 + i) -n<br />

i = 1<br />

Rp 1.975.342<br />

NPV = Rp 1.975.300<br />

Dengan asumsi bunga bank sebesar 20 % per tahun, maka penerimaan<br />

sebenarnya yang akan diperoleh akhir tujuh bulan mendatang adalah Rp. 1.975.300,atau<br />

setara dengan Rp. 282.150,- untuk setiap bulannya.<br />

• Gross Benefit Cost Ratio ( Gross B/C)<br />

Gross B/C =<br />

Gross B/C =<br />

∑<br />

∑<br />

B<br />

C<br />

Rp.1.975.342,-<br />

Rp.1.881.850,-<br />

= 1,050<br />

Nilai Gross B/C Ratio sebesar 1,050 mengindikasikan bahwa usaha ini layak<br />

dikembangkan, dimana penambahan didalam total biaya sebesar 1 persen akan<br />

berdampak pada peningktan penerimaan kotor sebesar Rp. 1,050. Angka tersebut<br />

lebih besar dari satu.<br />

STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)<br />

95


96<br />

Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007<br />

• Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)<br />

Perhitungan nilai Net Benefit Cost Ratio (B/C) untuk Blang pohroh adalah<br />

sebagai berikut :<br />

Σ NB(+)<br />

Net B/C =<br />

Σ NB(-)<br />

Net B/C =<br />

Rp.3.482.697,-<br />

Rp1.507.350,-<br />

= 2,310<br />

Perhitungan Net B/C yang diperoleh menunjukkan bahwa upaya<br />

pengembangan komoditas kedelai layak untuk dikembangkan, yakni 2,310 Nilai Net<br />

B/C ratio sebesar 2,07 berarti setiap penambahan biaya sebesar Rp 1,00 dalam<br />

usahatani kedelai, akan diperoleh peningkatan penerimaan sebesar Rp. 2,310,<br />

sehingga bila dikalikan seribu maka tiap penambahan biaya produksi sebanyak<br />

Rp1.000 akan meningkatkan penerimaan sebesar Rp 2.310,-. Hal ini mengindikasikan<br />

bahwa pengembangan usahatani kedelai di Kabupaten Pidie layak diusahakan.<br />

• Internal Rate of Return (IRR)<br />

IRR = i1 +<br />

= 0,20 +<br />

NPV1<br />

NPV1 - (NPV2)<br />

1.975.342<br />

1.975.342– (-21.957)<br />

= 0,20 + (0,989006 x 0,30)<br />

= 0,20 + 0,2967<br />

. (i2 – i1)<br />

. (0.50-0.20)<br />

= 0,4967 atau 49,67 % per-tahun<br />

IRR<br />

IRR sebesar 49,67 persen per-tahun, menunjukkan bahwa pengembangan<br />

agribisnis kedelai di Kabupaten Pidie masih bisa dilakukan pada tingkat bunga bank<br />

di bawah 49,67 persen per-tahun. Suku bunga pinjaman di atas 49,67 persen per<br />

tahun usaha ini tidak dapat dikembangkan.<br />

• Break Event Point (BEP)<br />

BEP = BuP-1 +<br />

Σ TCi – Σ Biep –1<br />

ΣBp


BEP = 6 +<br />

BEP = 6 + 0,1765<br />

= 6,1765, atau 6 (enam) bulan 5 (lima) hari<br />

Nilai BEP sebesar 6,1765 bermakna bahwa usahatani kedelai sangat layak<br />

untuk diusahakan, dimana pada umur proyek 6 bulan 5 hari semua biaya sudah dapat<br />

dikembalikan. Dengan demikian kegiatan usahatani kedelai cukup baik untuk<br />

dikembangkan dimasa mendatang.<br />

Kesimpulan<br />

1.881.850 – 1.533.267<br />

1.975.342<br />

1) Hasil penelitian menunjukkan bahwa usahatani kedelai <strong>dan</strong> cabai di masingmasing<br />

kecamatan sampel yaitu Kembang Tanjong untuk komoditas kedelai<br />

<strong>dan</strong> Delima untuk komoditas cabai. Untuk kedua komoditas unggulan tersebut<br />

dapat digambarkan masing-masing sebagai berikut : a) umur rata-rata responden<br />

komoditas kedelai adalah 43,93 tahun, <strong>dan</strong> 44,67 tahun untuk komoditas cabai;<br />

b) Tingkat pendidikan rata-rata komoditas kedelai 11,30 tahun, 10,50 tahun<br />

untuk komoditas cabai; c) Jumlah tanggungan rata-rata sebanyak 4,43 orang<br />

untuk komoditas kedelai <strong>dan</strong> 4,67 orang untuk komoditas cabai, <strong>dan</strong> d) jumlah<br />

angkatan anggota keluarga yang dapat menjadi tenaga kerja adalah masingmasing<br />

2,57 orang <strong>dan</strong> 2,87 orang.<br />

2) Luas lahan untuk komoditas kedelai <strong>dan</strong> cabai masing-masing 33,26 ha <strong>dan</strong><br />

29,29 ha, dengan rata-rata produksi secara berurut adalah 1.675 kg/ha <strong>dan</strong> 1.343<br />

kg/ha. Sementara nilai produksi untuk masing-masingnya Rp. 8.374.400 <strong>dan</strong><br />

10.072.450 untuk sekali masa panen.<br />

3) Total biaya yang dibutuhkan untuk komoditas kedelai adalah Rp. 2.187.590,<br />

terbagi dalam biaya tenaga kerja sebesar Rp1.123.333, atau 51,40 persen, biaya<br />

bahan <strong>dan</strong> peralatan sebanyak Rp. 769.757, atau 35,10 persen, <strong>dan</strong> sisanya<br />

sebanyak 13,50 persen untuk biaya umum, atau sebesar Rp. 294.500. Sementara<br />

itu, total biaya untuk komoditas cabai adalah sebesar Rp. 2.043.333 yang<br />

tersebar dalam biaya tenaga kerja sebesar Rp. 1.059.167, atau 51,80 persen,<br />

untuk bahan <strong>dan</strong> peralatan mencapai Rp. 909.667, atau 44.30 persen, <strong>dan</strong><br />

alokasi untuk biaya umum hanya sebesar 3,90 persen, atau Rp. 78.500.<br />

4) Dari hasil <strong>analisis</strong> kelayakan usaha pengembangan agribisnis komoditas kedelai<br />

<strong>dan</strong> cabai di Kabupaten Pidie menunjukkan bahwa kedua komoditas ini sangat<br />

menguntungkan untuk dikembangkan. Dengan tingkat bunga pinjaman yang<br />

berlaku 20 persen per tahun, diperoleh nilai-nilai untuk masing-masing<br />

komoditas sebagai berikut : a) NPV kedelai sebesar Rp. 2.334.458, NPV cabai<br />

sebesar Rp. 1.975.342; b) Gross B/C kedelai sebesar 1,076 Gross B/C Cabai<br />

sebesar 1,050; c) Net B/C kedelai sebesar 2,070, <strong>dan</strong> Net B/C cabai sebesar<br />

2,310; d) IRR kedelai sebesar 63,61 persen <strong>dan</strong> IRR cabai mencapai 49,67<br />

STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)<br />

97


98<br />

Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007<br />

persen; <strong>dan</strong> d) BEP kedelai pada saat umur tanaman 3 bulan 18 hari, BEP cabai<br />

pada saat umur tanaman 6 bulan 5 hari.<br />

5) Perolehan hasil tersebut menunjukkan bahwa NPV > 0 (bernilai positif), Gross<br />

<strong>dan</strong> Net B/C > 1, IRR > dari tingkat bunga yang berlaku, <strong>dan</strong> Break Even point<br />

relatif cepat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara finansial usaha tani<br />

kedelai <strong>dan</strong> cabai yang diusahakan petani di Kabupaten Pidie memperlihatkan<br />

prospek yang layak untuk dikembangkan. Dengan demikian hipotesis yang<br />

telah dirumuskan dalam penelitian ini dapat diterima.<br />

6) Hingga saat ini, upaya pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah belum<br />

menyentuh secara nyata usaha pengembangan baik kualitas maupun kuantitas<br />

produksi yang dihasilkan para petani kedelai <strong>dan</strong> cabai.<br />

Rekomendasi<br />

1) Sehubungan dengan kesimpulan yang diperoleh, maka disarankan agar usaha<br />

tani kedelai <strong>dan</strong> cabai dapat terus dikembangkan. Pengembangan tersebut dapat<br />

ditempuh dengan cara intensifikasi, ekstensifikasi, mekanisasi, <strong>dan</strong><br />

diversifikasi.<br />

2) Diharapkan kepada instansi/dinas terkait untuk terus meningkatkan pembinaan<br />

<strong>terhadap</strong> usahatani tanaman pangan khususnya kedelai <strong>dan</strong> cabai terutama<br />

dalam hal teknis <strong>dan</strong> mutu produksi, sehingga hasil produksi dapat ditingkatkan.<br />

3) Peranan koperasi <strong>dan</strong> lembaga keuangan yang ada saat ini relatif masih belum<br />

berperan dalam pengembangan usaha tani. Diharapkan ke depan dapat berperan<br />

lebih aktif dalam pembinaan usaha ini, agar petani mampu meningkatkan<br />

kemakmurannya.<br />

4) Hasil usahatani <strong>masyarakat</strong> Pidie tersebut diharapkan dapat menembus pasar<br />

ekspor. Oleh sebab itu, keberadaan perdagangan <strong>dan</strong> pelabuhan bebas Sabang<br />

dapat difungsikan untuk merangsang petani daerah, melalui peningkatan ekspor<br />

hasil pertanian termasuk kedelai <strong>dan</strong> cabai.<br />

Referensi<br />

Anonymous, (1994). Repelita VI 1994/1995-1998/1999, Buku III, Perum Percetakan<br />

Negara RI, Jakarta<br />

Armia, (1993), Analisis Tingkat Pendapatan Antara Pengrajin Pandai Besi Dan<br />

Petani Padi, Skripsi (Tidak dipulikasikan). Fakultas Ekonomi Unsyiah,<br />

Banda Aceh<br />

Ba<strong>dan</strong> Pusat Statistik, (2000). Aceh Dalam Angka. Kantor Statistik Nanggroe Aceh<br />

Darussalam.<br />

______. (1986), Peluang Penanaman Modal Asing, BKPMD, Jakarta


Bambang TC, (1993) Beberapa Sisi Pengembangan Industri <strong>dan</strong> Sektor<br />

Informal, Yokyakarta: BPFG UGM<br />

Boediono, (1992), Ekonomi Makro, Liberty<br />

Darmawin, Budi (1999), Analisis Kelayakan Kompos Pada Proyek Bahorok<br />

Sustainable Development Program di Desa Lawang Kecamatan Bahorok<br />

Kabupaten Langkat Sumatera Utara, Skripsi (Tidak dipulikasikan).<br />

Fakultas Pertanian Unsyiah, Banda Aceh<br />

Djoyohadikusumo S, (1995). Indonesia Dalam Perkembagan Dunia Kini Dan<br />

Masa Akan Datang, Yogyakarta: LP3ES<br />

Dornbusch, Rudiger <strong>dan</strong> Fischer, Stanley (1997). Makro Ekonomi. Terjemahan J.<br />

Mulyadi, Erlangga, Jakarta<br />

Delorme, (1993), Makro Ekonomi, Erlangga, Jakarta.<br />

Ibrahim, Yacob, H.M, (1998). Studi Kelayakan Bisnis, Rineka Cipta, Jakarta.<br />

Marsudi, Edy (1997). Analisis Finansial Usahatani Melinjo di Kabupaten Pidie,<br />

Laporan Hasil Penelitian (Tidak dipublikasikan). Fakultas Pertanian, Unsyiah,<br />

Banda Aceh<br />

Samuelson, Paul. A (1992). Ekonomi, Jilid I, Edisi ke-12, Jakarta:Erlangga.<br />

Sanusi (1999), Analisis Finansial Pembibitan Melinjo Pada CV. Tanoh Anoe di<br />

Kecamatan Peukan Baro Kabupaten Pidie, Skripsi (Tidak dipulikasikan).<br />

Fakultas Ekonomi Unsyiah, Banda Aceh<br />

Shahril (1999), Analisis Finansial Pengembangan Usaha Jeruk Nipis di<br />

Kecamatan Tamiang Hulu Kabupaten Aceh Timur, Skripsi (Tidak<br />

dipulikasikan). Fakultas Pertanian Unsyiah, Banda Aceh<br />

Soediyono, (1992). Ekonomi Makro Pengantar Analisis Pendapatan Nasional,<br />

Edisi Ke-6, Yogyakarta: Liberty.<br />

Soekartawi, (1993). Prinsip—Prinsip Ekonomi Pertanian. Jakarta: PT Raja<br />

Grafinso Persada.<br />

Sukirno S, (2000). Pengantar Ekonomi Mikro, Cetakan Keempat. Jakarta: PT. Raja<br />

Grafinso Persada.<br />

STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)<br />

99


100<br />

Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007<br />

________, (1991). Pengantar Ekonomi Pembangunan, Jakarta: Fakultas Ekonomi<br />

Universitas Indonesia.<br />

Syakhiruddin, (1981) Analisis Perencanaan Proyek, Banda Aceh: Fakultas<br />

Ekonomi Universitas Syiah Kuala.<br />

Todaro, MP, (1999). Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Cetakan Keenam.<br />

Jakarta: Erlangga<br />

Waluya, (1996), Pengantar Teori Ekonomi, Raja Grafika Persada, Jakarta<br />

Yuslinaini (1994), Analisis Finansial Pembibitan Kentang Varietas Herta Pada<br />

Proyek Pengembangan Holtikultura Terpadu di Kecamatan Pengasing<br />

Kabupaten Aceh Tengah, Skripsi (Tidak dipulikasikan). Fakultas<br />

Pertanian Unsyiah, Banda Aceh


PETUNJUK<br />

BAGI CALON PENULIS<br />

1. Naskah dapat ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris <strong>dan</strong> harus<br />

merupakan tulisan asli dari hasil penelitian, telaah pustaka, laboratorium,<br />

pengalaman lapangan atau gagasan yang belum <strong>dan</strong> tidak akan dipublikasikan<br />

dalam media cetak lain;<br />

2. Tulisan yang dimuat dalam Majalah Ilmiah E-Mabis berasal dari bi<strong>dan</strong>g Ilmuilmu<br />

Ekonomi, Manajemen <strong>dan</strong> Bisnis;<br />

3. Naskah diketik dengan perangkat lunak pengolahan kata Microsolft Word (MS-<br />

Word 6.0 ke atas) yang dicetak pada satu permukaan (tidak dibolak-balik) kertas<br />

berukuran A-4 putih 80 gram /m 2 , dengan jarak 1,5 spasi (kecuali abstrak),<br />

dengan tata letak porfraif, serta jarak margin kiri <strong>dan</strong> atas 4 cm, kanan <strong>dan</strong> bawah<br />

3 cm. Panjang naskah 15-20 halaman, termasuk halaman <strong>dan</strong> table;<br />

4. Naskah yang termasuk katagori penelitian, disusun dengan urutan sebagai berikut<br />

a. Judul : diusahakan singkat <strong>dan</strong> mencerminkan isi penelitian/karya ilmiah,<br />

ditulis dalam Bahasa Indonesia <strong>dan</strong> Inggris;<br />

b. Nama Penulis : ditulis dibawah judul, tanpa gelar kesarjanaan. Jika penulis<br />

lebih dari satu orang hendaknya diurutkan <strong>dan</strong> diberi angka Arab di akhir nama<br />

masing-masing penulis. Angka-angka Arab tersebut diberi keterangan sebagai<br />

catatan kaki pada halaman pertama, lengkap dengan alamat lembaga penulis;<br />

c. Abstrak : ditulis dalam bahasa Indonesia <strong>dan</strong> Inggris, diketik satu spasi <strong>dan</strong><br />

maksimum 150 kata. Dibawah abstrak dicantumkan kata kunci (key-words)<br />

antara 3-5 frasa (phrase);<br />

d. Pendahuluan : (tanpa subjudul, berisi : Latar Belakang, Perumusan Masalah,<br />

Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian <strong>dan</strong> Tinjauan Pustaka);<br />

e. Metode Penelitian (alat/bahan, cara penelitian, teknik pengambilan data <strong>dan</strong><br />

teknik <strong>analisis</strong>);<br />

f. Hasil <strong>dan</strong> Pembahasan : menguraikan hasil yang diperoleh, disertai<br />

pembahasan baik dalam bentuk tabel, grafik <strong>dan</strong> gambar;<br />

g. Kesimpulan <strong>dan</strong> Rekomendasi;<br />

h. Daftar Pustaka;<br />

i. Biodata Penulis (daftar riwayat hidup/curriculum vitae);<br />

5. Naskah yang termasuk katagori non penelitian/konseptual, disusun dengan<br />

urutan sebagai berikut;<br />

a. Judul ( sama dengan poin 4.a)<br />

b. Nama Penulis (sama dengan poin 4.b)<br />

c. Abstrak (sama dengan poin 4.c)<br />

d. Pendahuluan (berisi: Latar Belakang, Perumusan Masalah, Sedikit Tinjauan<br />

Pustaka. Tidak dipecah menjadi anak sub judul, tetapi dalam bentuk alinea<br />

saja)<br />

e. Pembahasan (Isi Informasi/pemikiran ilmiah penulis)<br />

f. Kesimpulan <strong>dan</strong> Saran (saran tidak merupakan keharusan)<br />

g. Daftar pustaka<br />

STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)<br />

101


102<br />

Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007<br />

6. Naskah tidak diperkenankan memakai lampiran;<br />

7. Daftar pustaka yang ditampilkan hanya yang benar-benar diacu/dikutip saja:<br />

penulisan daftar pustaka disusun menurut abjad nama pengarang secara<br />

kronologis:<br />

a. Untuk buku : nama pokok <strong>dan</strong> inisial pengarang, tahun terbit. Judul Buku<br />

jilid, edisi. tempat/kota penerbit : nama penerbit<br />

b. Untuk karangan/artikel dalam pertemuan ilmiah atau seminar nama pokok <strong>dan</strong><br />

inisial pengarang, tahun “Judul Karangan”. Singkatan nama pertemuan<br />

(penyelenggara). Waktu; tempat/kota pertemuan.<br />

c. Untuk karangan/artikel dalam majalah atau jurnal : nama pokok <strong>dan</strong> inisial<br />

pengarang, tahun. Judul karangan : nama majalah atau jurnal. Jilid (nomor)<br />

halaman permulaan <strong>dan</strong> akhir.<br />

d. Untuk tulisan dari internet : nama pokok <strong>dan</strong> inisial pengarang, tahun. Judul<br />

tulisan. Nama jurnal atau majalah/sumberlainnya. (online), vol.,no., (alamat<br />

sumber rujukan <strong>dan</strong> tanggal diakses)<br />

8. Naskah yang dikirim ke redaksi rangkap 2 (asli <strong>dan</strong> foto copynya) <strong>dan</strong> disertakan<br />

disketnya selambat-lambatnya 1(satu) bulan sebelum penerbitan<br />

9. Dewan redaksi dapat mengubah <strong>dan</strong> mengoreksi bahasa <strong>dan</strong> istilah, tanpa<br />

merubah isi <strong>dan</strong> maknanya dengan atau tanpa memberitahukan penulis.<br />

10. Dewan redaksi dapat menolak naskah yang dianggap tidak memenuhi persyarat<br />

atas pertimbangan <strong>dan</strong> saran reviewer.<br />

11. Tulisan dapat dikirim ke kesekretariatan Emabis Jl. Tgk. Chiek Ditiro No. 26 Lt.<br />

3 Lancang Garam – Lhokseumawe Telp. (0645) 41373 – 45006 – 40915 Fax.<br />

(0645) 44450 E-mail : journal@um-net.com http://malikussaleh/journal.com

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!