media utak atik - ScraperOne

18
Serunya Pesta
Pengusaha Muda
Ratusan pengusaha
muda Bandung dan
sekitarnya unjuk gigi
dan berbagi ilmu
sukses berwirausaha.
Salah satunya dengan
memanfaatkan
jejaring sosial.
Maria Nofi anti
Move Maker Generation One Bandung
L
ANGIT yang cerah
mengiringi pembukaan
acara bertajuk
Moal Bebeja Pesta
Anak Muda Punya
Oesaha yang digelar
2-3 Juni lalu di pelataran
Gedung Sate, Bandung. Sejak
opening gate pada pukul 13.00 WIB
hingga sore, jumlah pengunjung
terus bertambah.
Saat memasuki area acara, pengunjung
disambut deretan stan peserta
acara yang ditata rapi sejalur
dengan jalan utama di halaman
Gedung Sate. Gedung Sate membuka
tiga pintu gerbang utamanya
untuk keluar masuk pengunjung,
mulai Jalan Diponegoro, Jalan Cimandiri
belakang, hingga Jalan
Taman Cilaki.
Jika pengunjung masuk melalui
Jalan Diponegoro, stan fesyen,
komunitas, dan aneka makanan
ringan akan menjadi pemandangan
menarik. Jika pengunjung memilih
masuk melalui Jalan Cilaki, panggung
musik yang bertengger persis
di depan halaman Gedung Sate bakal
langsung menarik perhatian.
Sedangkan pintu masuk melalui
Jalan Cimandiri akan menggiring
pengunjung ke area kuliner yang
menggoda lidah. Selain itu, terdapat
panggung Boekaboekaan yang menjadi
tempat para peserta berbagi
ilmu usaha.
Beberapa istilah dalam bahasa
Sunda sengaja dipakai pada acara
ini. Kata ‘moal bebeja’, misalnya,
diambil dari bahasa Sunda tidak
baku atau slang yang artinya ‘tidak
bilang-bilang’.
Pemberian tajuk tersebut dimaksudkan
sebagai kampanye bahwa
acara ini memiliki unsur kejutan
di dalam promosi. Meskipun tidak
bilang-bilang atau gembar-gembor,
anak-anak muda tetap berprestasi
dan bisa punya usaha yang mandiri.
Budaya lokal
Pendiri Myoyeah, Irwan Edianto,
selaku panitia penyelenggara, mengatakan
pemilihan kata tersebut
bertujuan mengangkat unsur budaya
lokal tempat acara digelar, yaitu
Bandung. Tak hanya itu, identitas
kru acara pun menggunakan istilah
‘padamel’ atau yang dalam bahasa
Indonesia berarti pekerja.
CREATIVE MOVE
Ajang eksis pebisnis muda.
Pengusaha sarung bantal lukis.
Pesta usaha anak-anak muda ini
diikuti sekitar 250 pengusaha muda
dan komunitas yang ada di Jawa
barat, antara lain Lou Belle Shop,
Flatland Shoes, Maternal Disaster,
Nyala Accessories, Kuma Ramen,
Bebek Garang, Bismania, Oneka, dan
Battlemarblez. Moal Bebeja merupakan
sebuah festival kewirausahaan
yang dikemas berbeda dengan festival
lainnya.
Para peserta festival dan pengunjung
dapat memperoleh informasi
secara maksimal dari media sosial
Twitter yang diberi hastag masingmasing.
Misalnya, #boebOekaan
untuk info berbagai tips usaha dan
diskusi teman-teman wirausaha
muda, #infoOesaha untuk informasi
mengenai hak kekayaan intelektual,
sertifikasi halal, packaging,
dan berbagai informasi lainnya
yang diberikan Badan Promosi dan
Pengelola Keterkaitan Usaha Kamar
Dagang Indonesia (BPPKU Kadin)
Bandung.
Selain itu, ada #subterrestrial
sebagai forum kewirausahaan bagi
teman-teman di bidang musik, #tantanganOesaha
yang merupakan tantangan
usaha dari Wakil Gubernur
Jawa Barat kepada kalangan pejabat
untuk berkompetisi membuka stan
dan menjual produk, #SharingCard
yang merupakan kartu identitas dan
interaksi untuk saling mendukung
dalam komunitas Myoyeah, dan
#modulOesaha yang merupakan
panduan sistematis tentang cara
membuka usaha.
Meskipun disebut pesta, acara ini
tak sekadar hura-hura. Anak muda
bisa berbagi seluk-beluk dunia usaha.
“Kurang lebih 250 brand partner
yang bergabung dalam kegiatan ini
telah melalui tahap seleksi terlebih
dahulu,” ungkap anggota tim marketing
communication acara Moal
Bebeja Magi Pasha.
Menurut Magi, mereka yang ikut
pesta ini ialah para usahawan muda
yang sudah membuktikan keber-
mrloperkoran @ ScraperOne & Kaskus
langsungan usaha mereka selama
satu tahun serta memiliki pemasaran
dan rencana bisnis yang jelas.
“Kami ingin menunjukkan bahwa
anak muda tak hanya bisa hurahura,
tapi juga mampu memiliki kegiatan
positif dalam berwirausaha,”
tambahnya.
Hal senada diungkapkan Dika
yang membuka usaha kulinernya
dengan nama Arumanis Si Manis.
“Bagi anak muda tak perlu takut
untuk memulai suatu usaha dan
membuktikan bahwa anak muda
juga bisa.”
“Festival yang diadakan seperti
ini sangat membantu usaha kami
dan kami sangat berterima kasih
kepada Myoyeah dan juga antusiasme
masyarakat,” ungkap Antik
dari RA Project di sela-sela workshop
dan bagi-bagi ilmu di acara
Boeboekaan.
Acara yang berlangsung selama
dua hari dan menargetkan 10 ribu
pengunjung ini dimeriahkan juga
oleh penampilan sejumlah musikus,
seperti Pure Saturday, The
Milo, Tulus, Cascade, Adios Nine,
Munchausen Trilemma, Juicy Lucy,
B-Hustler Familia, Windyasari,
LARAS (Karinding), Cardio, Fifty
Jail, Dhoni Caesar & Friends, The
Panic, Brinets, Tiger Lily, DJ Deena
(Homogenic), DJ Adit, dan DJ Hendra
(RNRM).
“Acaranya seru dan banyak
ngasih ilmu juga buat kita yang datang
dan bisa ngerubah paradigma
aku bahwa ternyata membuat
sebuah usaha sendiri itu cukup
menarik,” tutur Widia, salah satu
pengunjung.
Nah, buat anak-anak muda yang
memang punya cita-cita jadi pengusaha,
yuk mulai rintis dan wujudkan
mulai dari sekarang! (M-6)
Judul:
Muja-uja #1
Karya:
Ardiansyah AR, 23
Keterangan:
Woodcut on paper,
A2, 2011.
Aksi di stand lukis
dan gambar.
Muja-uja ini merupakan
nama karakter tokoh dalam
ilustrasi. Muja-uja #1
ingin menggambarkan
bagaimana kita sebagai
manusia bisa mengekspresikan
diri dan
memilih apa yang diri kita
inginkan. Banyak pilihan
dalam hidup manusia,
salah satunya ialah
untuk acuh dan santai.
FOTO-FOTO: MI/ATET DWI PRAMADIA
Bermusik dengan
Bilah Bambu
Sonia Fitri
Jurusan Jurnalistik UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Move Maker Generation One Bandung
I persimpangan jalan kawasan belakang kampus
DUniversitas Islam negeri g ( (UIN) Sunan Gunung
Djati, Bandung, Eggy NNurginanjar
Nu-
graha terlihat percaya
diri memainkan
biola. Jemari kiriny kirinya sibuk mengatur
nada, sedangkan tan tangan yang lainnya
menggesek-gesekkan ton tongkat berdawai di
atas senar biola, menghasil menghasilkan harmoni nada
yang damai. Para penonton ttakjub
dan terlihat
begitu menikmati pertunjukan itu. SSesekali
terdengar
tepuk tangan dari arah mereka.
YYang menarik ik bbagi i para penonton bukan hanya permainan
biola yang memukau, melainkan juga bentuk
fi sik biola yang terbuat dari bambu. Ya, Eggy bersama
grup band-nya kerap tampil dalam berbagai acara dan
sukses menghipnosis audiens dengan memainkan
alat musik bambu. Pertemuan Eggy dengan komunitas
bambu, Indonesian Bamboo Society (IBS), mengantarkannya
memainkan
biola berbahan dasar bambu
hingga saat ini.
Museum Bambu
Markas IBS terletak di
Jalan Cibeureum 16, Bandung.
Di tengah sesaknya
deretan pertokoan dan perumahan
di Jalan Cibeureum
terselip sebuah bangunan
berlabelkan ‘Museum Bambu’.
Tak seperti keadaan
jalan yang sibuk dan panas,
pelataran bangunan tempat
MINGGU, 10 JUNI 2012
Semua alat
yang dipakai
berasal dari rumah,
gergaji, pisau, golok,
tidak memberatkan,
modalnya
yang kecil.’’
Anang Suryana
Penggagas IBS
berkumpulnya para pecinta bambu itu terasa sejuk
dengan tanaman hijau yang didominasi bambu di
sekitarnya.
Ketika memasuki Museum Bambu lebih dalam,
kita akan menemui ruangan demi ruangan yang diisi
dengan berbagai pernik dan kreasi kerajinan bambu,
seperti patung, sepeda, dan perkakas rumah tangga. Di
situlah tempat biola bambu lahir dari tangan-tangan
kreatif para pengelolanya. Di tempat tersebut Eggy
semakin yakin dan memantapkan hatinya untuk
berkonsentrasi mempelajari musik bambu.
Kegiatan utama IBS ialah mengajari dan membimbing
masyarakat agar bisa berkreasi dan membuka usaha
lewat bambu.
“Semua alat yang dipakai berasal dari rumah, gergaji,
pisau, golok, tidak memberatkan, dengan modal yang
kecil. Yang mau berwiraswasta, enggak perlu modal
besar. Asal ada kemauan. Kita sering ngadain pelatihan
gratis,” tutur penggagas IBS Anang Suryana ketika
ditemui di Museum Bambu.
Bagi sebagian orang, bambu kerap dipandang sebelah
mata karena penggunaannya yang hanya dijadikan
untuk suluh dan pagar. Karena itu, Eggy merasa bangga
bisa memainkan biola bambu hasil kreativitas IBS.
“Biola bambu merupakan alat musik inovatif. Kalau
enggak pakai sound, memang biola bambu suaranya
lebih kecil daripada biola biasa. Tapi kalau pakai sound,
suara biola bambu lebih halus,” ucap Eggy.
Bersama IBS, ke depan Eggy bercita-cita menciptakan
sebuah orkestra Musik Bambu dan mengadakan konser.
Di samping itu, ia berencana mempelajari teknik terapi
kesehatan dengan menggunakan musik bambu.
Untuk menunjukkan kesungguhannya, Eggy bersama
beberapa kawan membentuk komunitas biola pada
20 Februari lalu. Kini sudah 130 orang bergabung di
dalamnya. Para anggota dilatih bersama komunitas IBS
bermain biola, dari biola biasa sampai biola bambu. “Ini
salah satu upaya awal dalam merintis bambu orkestra
di masa depan,” ucap Eggy. (M-6)
Indonesian Bamboo Society.
FOTO-FOTO : DOK. SONIA FITRI