bulletin V4 N3-4 Indonesian - La'o Hamutuk
bulletin V4 N3-4 Indonesian - La'o Hamutuk
bulletin V4 N3-4 Indonesian - La'o Hamutuk
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Latar Belakang Sejarah Laut Timor<br />
Kemerdekaan ekonomi Timor Lorosa’e tergantung pada uang<br />
yang akan didapat oleh negara baru ini dengan cara menjual<br />
kekayaan alamnya, terutama kandungan minyak yang<br />
terdapat di dasar Laut Timor antara Timor Lorosa’e dan<br />
Australia. Ladang-ladang minyak dan gas yang bernilai lebih<br />
dari 30 miliar dolar AS ini letaknya lebih dekat dengan pantai<br />
selatan Timor Lorosa’e dari pada pulau lainnya. Tetapi,<br />
karena sejarah penjajahan, pendudukan, dan kegiatankegiatan<br />
ilegal oleh Indonesia dan Australia, Timor Lorosa’e<br />
hanya bisa menerima sedikit dari setengah kekayaan tersebut<br />
yang seharusnya berdasarkan prinsip-prinsip Konvensi<br />
Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCLOS) adalah<br />
haknya Timor Lorosa’e.<br />
Pada tahun 1972, Indonesia dan Australia menandatangani<br />
Kesepakatan mengenai batas dasar laut dengan prinsip landas<br />
kontinental yang sekarang tidak diberlakukan lagi, dan<br />
membuat batas dasar laut lebih dekat dengan Indonesia dari<br />
pada Australia. Karena Portugal (sebagai penguasa kolonial<br />
Timor Lorosa’e pada saat itu) menolak untuk ikut dalam<br />
perundingan tersebut maka pembuatan batas tidak rampung,<br />
dan akhirnya muncul celah yang tak berbatas yang dinamakan<br />
“Celah Timor atau Timor Gap” (lihat peta halaman 3).<br />
Tiga tahun setelah penentuan batas antara kedua negara,<br />
Indonesia melakukan invasi ke Timor Lorosa’e. Kemudian<br />
pada tahun 1979, Australia dan Indonesia memulai negosiasi<br />
yang membimbing mereka pada Kesepakatan Celah Timor<br />
tahun 1989 dan membagi kekayaan dasar laut di dalam<br />
“Celah” tersebut, dengan memberikan sebagian besar<br />
kekayaan itu kepada Australia sebagai balas budi atas<br />
pengakuan Australia terhadap aneksasi ilegal Indonesia di<br />
Timor Lorosa’e. Dari pada merampungkan garis batas,<br />
Kesepakatan tersebut mendefinisikan Zona Kerjasama<br />
(ZOC). Dalam Zona A di bagian tengah dari ZOC, kekayaan<br />
dibagi secara merata antara Australia dan Indonesia. Australia<br />
terus menguasai wilayah-wilayah timur dan barat dari ZOC<br />
berdasarkan pada kesepakatan 1972 dengan Indonesia,<br />
walaupun berdasarkan prinsip UNCLOS sebagian wilayah<br />
tersebut kini merupakan bagian dari Timor Lorosa’e. Setelah<br />
pembantaian Santa Cruz 1991, perusahaan-perusahaan<br />
minyak internasional segera memulai penandatangan kontrak<br />
dengan Australia dan Indonesia untuk melakukan eksplorasi<br />
di dasar Laut Timor. Namun minyak yang ada di dalam<br />
wilayah Timor Lorosa’e baru ditemukan pada awal 1994 dan<br />
disarikan pada 1998 dari ladang minyak Elang-Kakatua di<br />
dalam ZOC-A. Tidak ada kandungan minyak yang cukup<br />
besar yang telah ditemukan di wilayah B dan C dari ZOC.<br />
Pada tahun 1994, ladang Laminaria-Corallina yang lebih<br />
besar hanya ditemukan pada bagian barat dari ZOC (lihat<br />
peta di bawah).<br />
Karena pendudukan Indonesia atas Timor Lorosa’e<br />
adalah ilegal, maka Kesepakatan Celah Timor juga ilegal<br />
karena itu pula Portugal mengadu kesepakatan itu ke<br />
Mahkamah Keadilan Internasional (ICJ). Namun pada tahun<br />
1995 ICJ memutuskan bahwa badan ini tidak dapat<br />
membatalkan kesepakatan itu karena Indonesia tidak<br />
menerima jurisdiksi ICJ, akan tetapi Timor Lorosa’e masih<br />
memiliki hak penentuan nasib sendiri yang tidak dapat<br />
dipungkiri. Akhirnya, pada tahun 1999 hak penentuan<br />
nasib sendiri diperolehnya, selanjutnya kesepakatan Celah<br />
Timor menguap ketika pendudukan berdarah Indonesia<br />
mencapai titik puncaknya yang paling akhir. Sebulan<br />
kemudian, Woodside Australian Energy memulai produksi<br />
minyak dari ladang Laminaria-Corallina yang paling<br />
menguntungkan.<br />
Halaman 2 Vol. 4, Nos. 3-4 Agustus 2003 Buletin La’o <strong>Hamutuk</strong>