15.12.2014 Views

14-01 Learning Supply Chain

Studi kasus logistik perang, 8 waste mematikan di proses logistik, Lean Supply Chain, Toolbox: Data Collection Plan

Studi kasus logistik perang, 8 waste mematikan di proses logistik, Lean Supply Chain, Toolbox: Data Collection Plan

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

ISSUE 1 - MMXIV<br />

www.shiftindonesia.com<br />

@MajalahShift<br />

LEARNING<br />

SUPPLY CHAIN<br />

STUDI KASUS LOGISTIK PERANG<br />

Waspada!<br />

8 Waste Mematikan<br />

di Proses Logistik Anda<br />

8 Prinsip Utama<br />

Lean <strong>Supply</strong> <strong>Chain</strong><br />

Data Collection Plan<br />

untuk Perbaikan<br />

di Lini Produksi<br />

SHIFT light // Issue 1 // 20<strong>14</strong> 1


www.sscxinternational.com<br />

Lean Manufacturing<br />

Six Sigma<br />

Total Productive Maintenance<br />

Consulting and Training<br />

Bolder Result<br />

Menara Rajawali, 8 Floor<br />

Jl. Mega Kuningan Lot 5.1 Jakarta 12950 +6221 576 3020 +6221 576 SHIFT 3<strong>01</strong>9 light // Issue info@sscx.asia<br />

1 // 20<strong>14</strong> 2


Specials<br />

COVER STORY<br />

LESSONS<br />

FROM NORMANDY<br />

KETIKA STRATEGI LOGISTIK<br />

JADI PENENTU KEMENANGAN<br />

Invasi Normandia, dengan kode nama “Overlord”, adalah<br />

sebuah operasi pendaratan yang dilakukan pasukan<br />

Sekutu saat Perang Dunia II pada tanggal 6 Juni 1944.<br />

Hingga kini, Invasi Normandia merupakan invasi laut<br />

terbesar dalam sejarah, dengan hampir tiga juta tentara<br />

menyeberangi Selat Inggris dari Inggris ke Perancis<br />

yang diduduki oleh tentara Nazi Jerman.<br />

SHIFT light // Issue 1 // 20<strong>14</strong> 3


Specials<br />

COVER STORY<br />

“<br />

Pada akhir Juni,<br />

sebanyak lebih<br />

dari 289.827<br />

ton persediaan<br />

telah didaratkan<br />

dan dibongkar<br />

di pantai-pantai<br />

Normandia.<br />

Jumlah tersebut terus bertambah: 11.590<br />

pesawat tempur dikerahkan untuk<br />

memfasilitasi pendaratan. Pada D-Day,<br />

pasukan Sekutu menerbangkan <strong>14</strong>.674<br />

pesawat sortie, dan 127 diantaranya hilang.<br />

2.365 pesawat dan 867 glider dari RAF<br />

(Royal Air Force) and USAAF (U.S. Army Air<br />

Corps), juga diterjunkan.<br />

D-Day dibuka dengan pendaratan parasut<br />

dan glider pada dini hari, serangan udara<br />

dan artileri laut, dan pendaratan amfibi<br />

pagi hari, pada 6 Juni 1944. Pertempuran<br />

untuk menguasai Normandia berlanjut<br />

selama lebih dari dua bulan, dengan tujuan<br />

menembus garis pertahanan Jerman<br />

dan menyebar dari pantai yang sudah<br />

dikuasai Sekutu. Invasi ini berakhir dengan<br />

dibebaskannya Paris, dan jatuhnya kantong<br />

Falaise pada akhir Agustus 1944.<br />

Persiapan Logistik Menjelang Invasi<br />

Amukan badai mengaduk lautan dan<br />

menghempaskan tanah. Ketika awan hitam<br />

tebal dan hujan deras mengguyur kemahkemah<br />

pasukan yang tersaput bayangbayang,<br />

para komandan perang Amerika<br />

dan Inggris tidak punya pilihan lain selain<br />

menunda invasi paling tidak untuk sehari.<br />

Hari itu tanggal 4 Juni 1944, dan dua hari<br />

berikutnya akan menjadi hari terjadinya<br />

salah satu invasi terbesar dalam sejarah.<br />

Invasi amfibi – dimana tentara akan<br />

bergerak melalui air sebelum mencapai<br />

daratan – tidak memungkinkan armada<br />

laut untuk berlayar; belum. Namun<br />

prediksi para komandan militer nampak<br />

menjanjikan; 6 Juni 1944 dinilai sebagai<br />

tanggal yang tepat sebagai D-Day, dan<br />

para jendral mengumumkan penundaan<br />

pergerakan pasukan selama 24 jam.<br />

Pertempuran yang telah direncanakan<br />

Sekutu selama berbulan-bulan akan segera<br />

dimulai.<br />

Persiapan Perang Dunia II yang diawali<br />

dengan invasi Perancis, telah dimulai 2<br />

tahun sebelum Operasi Overlord terjadi.<br />

Sejak Januari 1942 hingga Juni 1944,<br />

Amerika Serikat telah memberangkatkan<br />

lebih dari 17 juta ton kargo menuju<br />

Britania Raya. Kargo tersebut lengkap berisi<br />

kebutuhan perang, mulai dari logistik,<br />

suplai, peralatan, hingga 800.000 pint<br />

persediaan darah, 125 juta peta, Mulberry<br />

Harbour (pelabuhan buatan), jaringan rel<br />

cadangan, rokok, serta sikat gigi untuk<br />

memenuhi kebutuhan Operasi Overlord.<br />

Untuk melancarkan jalannya invasi<br />

ini, Sekutu mengembangkan banyak<br />

peralatan khusus. Mayor-Jenderal Percy<br />

Hobart ditugaskan untuk memimpin<br />

pengembangan kendaraan lapis baja<br />

khusus. Kendaraan-kendaraan ini, yang<br />

dijuluki Hobart’s Funnies, antara lain<br />

Sherman Duplex Drive (tank yang dapat<br />

“berenang” di air), tank pembersih<br />

ranjau, tank pembuat jembatan, tank<br />

pembuat jalanan, dan tank khusus<br />

untuk menghancurkan gedung beton.<br />

Pengetesan kendaraan-kendaraan ini<br />

dilakukan di Kirkham Priory di Yorkshire,<br />

SHIFT light // Issue 1 // 20<strong>14</strong> 4


Specials<br />

COVER STORY<br />

Persiapan keberangkatan pasukan Sekutu<br />

di pelabuhan Inggris di Brixham, 1 Juni 1944.<br />

Inggris. Selain kendaraan lapis baja, dibuat<br />

juga dua pelabuhan buatan Mulberry<br />

Harbour (pelabuhanbuatan) agar bisa<br />

mendatangkan persediaan<br />

secara cepat. Pelabuhan buatan ini<br />

diperlukan karena tidak tersedianya<br />

pelabuhan laut dalam di pantai-pantai<br />

Normandia yang akan dijadikan tempat<br />

pendaratan. Untuk<br />

mengirimkan bahan bakar dari Inggris,<br />

Sekutu menjalankan Operasi PLUTO (Pipe<br />

Line Under The Ocean), yaitu jalur pipa<br />

bawah laut.<br />

Penyerangan Lima Pantai di Normandia<br />

Tentara sekutu terbagi menjadi 5 bagian<br />

dengan tugas yang berbeda – 3 pasukan<br />

Inggris dan 2 pasukan Amerika. Kelimanya<br />

berlabuh pada tanggal 6 Juni 1944 di<br />

lima pantai di Normandia: Omaha, Utah,<br />

Gold, Juno dan Sword. Penyerangan ini<br />

diberi kode “Neptune”. Selain di lima<br />

pantai tersebut, pasukan tentara “fiktif”<br />

juga berlabuh di Dover, membuat pasukan<br />

Jerman percaya bahwa disanalah pusat<br />

penyerangan akan terjadi.<br />

Di Omaha dan Utah, yang menjadi tempat<br />

berlabuh pasukan Amerika, hanya 6.6<strong>14</strong><br />

ton kargo yang berhasil terkirim selama<br />

tiga hari pertama, dari rencana semua<br />

yaitu 24.850 ton. Hal ini mengindikasikan<br />

kesulitan yang dihadapi terkait operasi<br />

pemasokan di pantai. Segala kebutuhan<br />

logistik, termasuk makanan, obat-obatan,<br />

pakaian, alat kesehatan, alat transportasi,<br />

hingga surat registrasi penguburan<br />

diangkut oleh 12 unit quartermaster yang<br />

datang bersama pasukan tentara.<br />

Saat itulah pasukan sekutu memulai<br />

penyerangan di pantai-pantai Normandia.<br />

Pasukan “fiktif” yang ada di Dover,<br />

ditambah dengan pengeboman melalui<br />

udara di atas Calais membuat pasukan<br />

Jerman yakin bahwa disanalah pusat<br />

penyerangan sekutu berlokasi. Para<br />

jenderal Jerman-pun memerintahkan<br />

untuk menumpuk persediaan dekat Calais,<br />

sementara Normandia tidak mendapat<br />

bagian persediaan dan penjagaan yang<br />

memadai.<br />

Seiring turunnya malam, pada 5 Juni<br />

1944, angkatan udara Amerika Serikat<br />

dan Inggris memulai operasi militernya.<br />

SHIFT light // Issue 1 // 20<strong>14</strong> 5


Specials<br />

COVER STORY<br />

FLASH FACTS<br />

Hasil Operasi Logistik<br />

Sekutu pada akhir Juni<br />

1944:<br />

629.051<br />

tentara mencapai<br />

Normandia<br />

95.000<br />

unit kendaraan mendarat<br />

289.827<br />

ton persediaan terkirim.<br />

Mereka telah mencapai perbatasan dalam<br />

semalam dan mengamankan jalur menuju<br />

pantai yang akan dilalui pasukan Sekutu.<br />

Meskipun ribuan tentara tidak berhasil<br />

mencapai area target, namun mereka<br />

mampu mengambil alih area-area penting<br />

dalam persiapan untuk serangan utama.<br />

Sebelum serangan darat dilakukan,<br />

pesawat bomber mulai melancarkan<br />

serangan intens di kelima pantai<br />

Mulberry harbour, pelabuhan buatan yang<br />

digunakan Sekutu selama invasi Normandia.<br />

Normandia pada waktu fajar. Walau<br />

demikian, tetap saja pasukan Jerman<br />

menganggap serangan ini hanya<br />

pengalihan bagi serangan utama di Calais,<br />

dan mereka berasumsi serangan tidak akan<br />

dilakukan dalam hujan badai.<br />

Ketika matahari terbit pada 6 Juni<br />

1944, dan asap peperangan perlahan<br />

menipis, pasukan Jerman di pantaipantai<br />

Normandia melihat pemandangan<br />

yang begitu menakjubkan. Sejauh mata<br />

memandang, Selat Inggris dipenuhi oleh<br />

segala jenis kapal; mulai dari cruiser,<br />

carrier, hingga destroyer. Inilah armada<br />

laut terbesar sepanjang sejarah, yang<br />

terkumpul di satu tempat; ribuan kapal<br />

perang dan kapal pengangkut prajurit<br />

mendekati pantai. Lebih dari tiga juta<br />

prajurit siap menyerbu.<br />

Walaupun terkejut, Jerman melancarkan<br />

perlawanan yang berani. Beberapa pantai<br />

jatuh ke tangan Sekutu dengan mudah,<br />

beberapa yang lain sulit ditaklukkan<br />

hingga memakan banyak korban luka dan<br />

meninggal. Pantai-pantai dipenuhi oleh<br />

pagar penghalang dan ranjau, sehingga<br />

manuver serangan menjadi sulit. Akhirnya,<br />

pasukan Sekutu menang tipis, dan mereka<br />

berhasil menguasai seluruh pantai saat<br />

malam menjelang. Untuk mencapai hasil<br />

ini, lebih dari 9000 korban jatuh dari kedua<br />

pihak.<br />

Walaupun jumlah korban tewas sangat<br />

besar, pada tanggal 7 Juni, jelas terlihat<br />

bahwa invasi Sekutu atas Normandia<br />

telah sukses. Persiapan logistik yang<br />

dilakukan dengan cermat berbulan-bulan<br />

sebelumnya telah membuahkan hasil.<br />

Begitu pasukan Sekutu berhasil mengambil<br />

alih pantai-pantai Normandia, mereka<br />

harus bersiap kembali menerima<br />

SHIFT light // Issue 1 // 20<strong>14</strong> 6


Specials<br />

COVER STORY<br />

“Hingga September, pasukan<br />

AS mendapatkan dukungan<br />

persediaan dalam jumlah<br />

besar melalui pantai, namun<br />

pantai-pantai AS tidak bisa<br />

diandalkan setelah 1 Oktober<br />

karena masalah cuaca. AS<br />

memiliki pelabuhan Cherbourg,<br />

yang bisa menangani sekitar<br />

20.000 ton sehari; namun<br />

jumlah ini tidak mencukupi,<br />

dan letaknya cukup jauh dari<br />

garis depan. Pelabuhan di Le<br />

Havre, Rouen, dst... mengalami<br />

kerusakan parah dan tidak<br />

dapat berfungsi, dan pelabuhan<br />

penghubung sejenisnya yang<br />

tersedia harus dilindungi untuk<br />

kepentingan Inggris sebagai<br />

prioritas utama.”<br />

- Surat dari Jenderal William<br />

Whipple, Jr. (AS) mantan<br />

Kepala Bagian Logistik G-4<br />

kepada Brigadir Jenderal A.<br />

Salet, Komandan Army War<br />

College.<br />

persediaan, peralatan, dan pasukan yang<br />

dibutuhkan untuk mempertahankan<br />

kekuatan invasi. Kembali, kecakapan dalam<br />

mengatur strategi logistik diperlihatkan<br />

disini. Pembahasan selanjutnya akan<br />

memaparkan secara detail mengenai<br />

operasi logistik, beberapa bulan sebelum<br />

dan setelah D-Day di Normandia.<br />

Masalah Bongkar Muat di Pelabuhan<br />

Pengiriman persediaan bagi pasukan<br />

Inggris pada Operasi Overlord tidak<br />

hanya bersaing dengan operasi tempur<br />

lainnya di kancah peperangan Eropa,<br />

namun juga terhambat oleh keterbatasan<br />

jumlah persediaan yang dapat ditangani<br />

oleh pelabuhan-pelabuhan Inggris. Sejak<br />

Desember 1943, kiriman persediaan<br />

berdatangan secara rutin menuju Britania<br />

Raya. Pada Juli 1944, lebih dari dua juta<br />

ton persediaan telah tiba di Britania<br />

Raya. Kondisi ini semakin membatasi<br />

kemampuan pelabuhan dalam menyimpan<br />

dan memproses persediaan. Persediaan<br />

dan senjata yang dipersiapkan untuk<br />

dikirim ke Perancis tidak bisa dibongkar<br />

muat dengan cepat untuk mengakomodir<br />

persediaan yang baru datang; disinilah<br />

pasukan sekutu mengalami kebuntuan.<br />

Fasilitas docking di Perancis adalah<br />

faktor penting untuk memungkinkan<br />

bongkar muat persediaan dan senjata<br />

dengan cepat. Mulberry digunakan<br />

untuk menerima berton-ton persediaan<br />

dan peralatan yang dibutuhkan untuk<br />

melancarkan invasi. Ketika jumlah<br />

persediaan yang datang melebihi kapasitas<br />

Mulberry, sisa persediaan dibongkar muat<br />

dengan operasi logistik di darat.<br />

Ketika operasi logistik telah rampung,<br />

56.200 ton persediaan makanan, obatobatan,<br />

dan keperluan lainnya, 20.000<br />

kendaraan, dan 180.000 prajurit tiba di<br />

pantai Omaha dan Utah setiap harinya.<br />

Jumlah tersebut hanya setengah dari<br />

jumlah persediaan, hampir dua pertiga<br />

jumlah kendaraan, dan seluruh prajurit<br />

yang telah dijadwalkan untuk tiba setiap<br />

hari. Setelah pantai dikuasai, dua Mulberry<br />

Harbour diderek melalui Selat Inggris dan<br />

selesai dirakit pada D+3, yaitu 9 Juni. Satu<br />

buah dibuat di Arromanches oleh pasukan<br />

Britania Raya, dan satu lagi di Pantai<br />

Omaha oleh Amerika Serikat.<br />

Kinerja pasukan Amerika meningkat<br />

dengan cepat sejalan dengan<br />

perkembangan situasi. Pada 11 Juni 1944,<br />

seluruh area hingga Sungai Aure telah<br />

jatuh dibawah kendali V Corps. Ketika<br />

fasilitas pelabuhan di at Cherbourg, Le<br />

Havre, Rouen, dan Antwerp (Belgia) telah<br />

diamankan, aktivitas re-supply dan operasi<br />

staging seluruhnya menggunakan Mulberry<br />

dan operasi logistik di darat.<br />

Pada tanggal 19 Juni, sebuah badai<br />

menunda kegiatan pengiriman persediaan<br />

dan menghancurkan pelabuhan buatan<br />

di Pantai Omaha. Ketika itu, Britania<br />

Raya sudah mendaratkan 3<strong>14</strong>.547 orang,<br />

54.000 kendaraan, dan 102.000 ton<br />

persediaan. Sementara Amerika Serikat<br />

SHIFT light // Issue 1 // 20<strong>14</strong> 7


Specials<br />

COVER STORY<br />

telah mendaratkan 3<strong>14</strong>.504<br />

orang, 41.000 kendaraan,<br />

dan 116.000 ton persediaan.<br />

Pada akhir Juni, sebanyak<br />

lebih dari 289.827 ton<br />

persediaan telah didaratkan<br />

dan dibongkar di pantaipantai<br />

Normandia. Namun,<br />

kekurangan persediaan<br />

masih terjadi karena<br />

persediaan tidak bisa<br />

dibongkar muat dengan<br />

cukup cepat di pelabuhanpelabuhan<br />

Inggris, dan<br />

kapal tidak bisa melakukan<br />

ekspedisi dengan cukup<br />

cepat untuk memenuhi<br />

kebutuhan pasukan yang<br />

ada.Untuk mengatasi<br />

masalah ini, persediaanpun<br />

dikirim langsung<br />

dari Amerika Serikat ke<br />

Normandia.<br />

Di Normandia, persediaan<br />

ditimbun di pelabuhan dan<br />

pantai, sebelum diangkut<br />

dengan truk menuju garis<br />

depan. Di awal Agustus,<br />

pelabuhan di Cherbourg<br />

telah dibuka, sehingga<br />

“<br />

Operasi logistik selama Perang Dunia II adalah sebuah<br />

proses inisiatif dan eksperimen yang terus-menerus<br />

untuk menemukan sistem logistik yang tepat di<br />

lingkungan yang tepat.<br />

persediaan dan perlengkapan dalam<br />

jumlah besar – lebih dari 20.000 ton perhari<br />

– dapat diturunkan dan diangkut oleh<br />

truk dan kereta api.<br />

Masalah bongkar muat di pelabuhan<br />

memicu masalah utama lain di sisi logistik:<br />

menggerakkan persediaan dari pelabuhan<br />

menuju pasukan di garis depan.<br />

Pergerakan Logistik Perang<br />

Ketika pasukan AS dan Inggris berhasil<br />

menembus perbatasan dan mulai<br />

beroperasi di medan perang terbuka, jalur<br />

persediaan-pun memanjang dan aktivitas<br />

memasok persediaan menjadi lebih sulit.<br />

Pada Agustus dan September 1944,<br />

pasukan logistik mengatur sistem ekspedisi<br />

ekspres melalui jalan darat dan udara.<br />

Mereka mengangkut makanan, bahan<br />

bakar, amunisi, material pagar pembatas,<br />

persediaan medis, dan peralatan menuju<br />

unit-unit di garis depan. Pengangkutan<br />

ini dilakukan dengan cepat melalui udara,<br />

lintasan kereta api, dan jalan-jalan. Bensin<br />

dan amunisi merupakan setengah dari<br />

kebutuhan persediaan harian.<br />

Pengiriman persediaan melalui udara<br />

membantu pasukan udara dan operasi<br />

logistik darurat, namun sebagian besar<br />

persediaan dikirim menggunakan truk<br />

dan kereta api. Seiring jalannya perang,<br />

efisiensi pengiriman udara semakin<br />

membaik, begitu juga dengan jalur darat.<br />

Namun, pengiriman melalui parasut<br />

udara berkurang secara dramatis dengan<br />

diluncurkannya misi darurat untuk<br />

mengirim persediaan kepada 500.000<br />

tentara Amerika yang berada di Ardennes.<br />

Setelah Februari dan Maret 1945,<br />

transportasi udara lebih banyaj digunakan<br />

untuk mengirimkan obat-obatan dan<br />

bahan bakar.<br />

Beberapa pasukan mengalami kekurangan<br />

persediaan, karena kemampuan jalur<br />

transportasi yang terbatas. Pada akhir<br />

Agustus 1944, 90 hingga 95 persen dari<br />

seluruh persediaan masih berada di depotdepot<br />

di pantai-pantai Normandia, hampir<br />

300 mil dari garis depan. Untuk mengatasi<br />

SHIFT light // Issue 1 // 20<strong>14</strong> 8


Specials<br />

COVER STORY<br />

kekurangan persediaan ini, para ahli<br />

logistik perang membuat sistem prioritas<br />

berdasarkan jumlah persediaan yang dapat<br />

diangkut oleh truk dan kereta api, bukan<br />

pada pasukan yang mendapat prioritas.<br />

Kelangkaan Bahan Bakar dan Amunisi<br />

Bahan bakar minyak adalah sumber<br />

kehidupan bagi mesin-mesin perang.<br />

Pada pertengahan September 1944,<br />

Pasukan Pertama dan Ketiga mengalami<br />

masalah bahan bakar yang kritis, bukan<br />

karena kekurangan bahan bakar di<br />

pelabuhan, tapi lebih karena kurangnya<br />

kendaraan yang mengangkut persediaan<br />

bahan bakar tersebut. Sebagai solusinya,<br />

Sekutu mengadakan operasi PLUTO, yaitu<br />

membangun jalur pipa untuk menyalurkan<br />

bahan bakar sejauh <strong>14</strong>0 mil dari pantai dan<br />

pelabuhan Cherbourg. Ketika bahan bakar<br />

telah mencapai akhir dari jaringan pipa,<br />

bahan bakar tersebut diangkut dengan<br />

truk-truk ke garis depan. Solusi ini untuk<br />

sementara mampu mengatasi masalah<br />

persediaan bahan bakar.<br />

Namun, pada 9 September, seiring dengan<br />

pergerakan tentara Sekutu, konsumsi<br />

bahan bakar harian melebihi kapasitas<br />

pengiriman. Sebelumnya telah diusulkan<br />

untuk menggunakan sistem konsumsi<br />

terjadwal, namun sayangnya penjadwalan<br />

dianggap tidak perlu sehingga bahan<br />

bakar yang berhasil mencapai garis<br />

depan langsung digunakan oleh pasukan.<br />

Peningkatan frekuensi penggunaan dan<br />

kurangnya truk pengangkut menjadi<br />

penyebab utama masalah kekurangan<br />

bahan bakar. Namun, kekurangan bahan<br />

bakar hanya salah satu dari kekurangan<br />

yang kritikal di kancah Eropa. Kekurangan<br />

lain yang sangat berpengaruh adalah<br />

kekurangan amunisi.<br />

Amunisi adalah persediaan tersulit di<br />

medan perang karena tipenya yang<br />

sangat bervariasi dan konfigurasinya yang<br />

beragam. Amunisi tiba dalam jumlah besar,<br />

dalam part-part yang terpisah dan dimuat<br />

dalam truk dengan konfigurasi yang dapat<br />

memaksimalkan ruang yang tersedia.<br />

Masalah seperti kekurangan jumlah truk,<br />

masalah rata-rata jumlah yang dikonsumsi,<br />

kekurangan artileri, dan kapasitas produksi<br />

di Amerika Serikat yang tidak mampu<br />

memenuhi kebutuhan melengkapi masalah<br />

persediaan amunisi di Normandia.<br />

Pada pertengahan September, pasukan<br />

Sekutu menghadapi masalah kekurangan<br />

amunisi yang serius dan mulai melakukan<br />

penjatahan terhadap amunisi 155-mm<br />

howitzer dan 81-mm mortar bagi pasukan<br />

tempur. Seiring berlangsungnya perang,<br />

kebutuhan artileri bagi pasukan dan<br />

pertempuran terus berubah sehingga<br />

prediksi kebutuhan persediaan menjadi<br />

sulit dilakukan.<br />

Pasukan mengatasi masalah ini dengan<br />

menetapkan required supply rate dan<br />

combat supply rate. Required supply rate<br />

adalah jumlah amunisi yang dibutuhkan<br />

seorang komandan untuk menjalankan<br />

SHIFT light // Issue 1 // 20<strong>14</strong> 9


“<br />

Specials<br />

COVER STORY<br />

Operasi<br />

logistik di<br />

dunia militer<br />

bagaikan<br />

sebuah versi<br />

ekstrim dari<br />

operasi<br />

logistik<br />

di dunia<br />

industri<br />

komersil.<br />

operasi tempur tertentu. Sementara,<br />

combat supply rate adalah jumlah amunisi<br />

yang dapat dipenuhi oleh sistem logistik.<br />

Mengatasi Kekurangan Persediaan<br />

Walaupun pengadaan persediaan<br />

makanan, air, bahan bangunan, dan<br />

pakaian bagi pasukan di garis depan lebih<br />

mudah dibanding pengadaan bahan<br />

bakar dan amunisi, pakar logistik Perang<br />

Dunia II mengalami masalah dengan<br />

mempertahankan stok persediaan.<br />

Menyediakan makanan panas bagi prajurit<br />

di garis depan menyita banyak waktu, dan<br />

sangat sulit untuk menyediakan suplai bagi<br />

pasukan yang sedang dalam pergerakan.<br />

Bagaimanapun, makanan panas adalah<br />

pendongkrak moral yang sangat efektif<br />

dalam peperangan, baik dulu ataupun<br />

sekarang. Kesulitan terbesar adalah<br />

transportasi yang terbatas. Sangat sulit<br />

untuk memastikan pergerakan persediaan<br />

bahan bangunan ketika opsi transportasi<br />

yang ada tidak cukup bahkan untuk<br />

mengangkut amunisi dan bensin.<br />

Tantangan pada penyediaan pakaian bahkan lebih kompleks; mulai dari<br />

perancangan, pengembangan, produksi, hingga masalah keterbatasan<br />

fasilitas transportasi. Distribusi pakaian musim dingin bagi pasukan<br />

tertunda karena unit-unit di garis depan tidak menginformasikan jumlah<br />

kebutuhan secara tepat, karena jenis pakaian ini tidak diprioritaskan dalam<br />

pemesanan.<br />

Setelah bulan Oktober, sudah terlambat untuk mengirim pakaian musim<br />

dingin bagi prajurit untuk menghadapi cuaca dingin bulan Desember dan<br />

Januari. Pesanan selimut-pun tidak memperhitungkan kebutuhan warga<br />

sipil, tawanan perang, dan pasukan sukarelawan Perancis. Akibatnya, terjadi<br />

defisit hingga hampir satu juta lembar<br />

selimut pada musim dingin tahun 1944.<br />

Operasi logistik selama Perang Dunia<br />

II adalah sebuah proses inisiatif dan<br />

eksperimen yang terus-menerus untuk<br />

menemukan sistem logistik yang tepat di<br />

lingkungan yang tepat. Ketika para pakar<br />

logistik perang menemukan hambatan<br />

di level sterategis, mereka mengatasinya<br />

secepat sistem komunikasi mereka dapat<br />

merespon.<br />

Di level operasional, inisiatif logistik,<br />

termasuk Mulberry yang berperan sebagai<br />

dermaga bantuan, jalur-jalur pipa untuk<br />

menyalurkan bahan bakar, dan “Red Ball<br />

Express”, dijalankan untuk mengangkut<br />

persediaan logistik ke garis depan. Sebuah<br />

pusat penyimpanan di pantai telah<br />

dibuat untuk menumpuk persediaan.<br />

Pusat penyimpanan ini berupa rangkaian<br />

gudang yang didirikan di sepanjang 300<br />

mil rute pasokan. Secara serentak, moda<br />

transportasi jalur udara, truk, kereta api,<br />

dan jalur pipa digunakan untuk memasok<br />

persediaan di medan perang.<br />

What’s the Point?<br />

Pelajaran dari Strategi Logistik<br />

di Dunia Militer<br />

Operasi logistik dalam peperangan, Perang<br />

Dunia II, Perang Korea, Perang Vietnam dan<br />

Perang Teluk berjalan dengan metodologi<br />

yang sama: amankan pelabuhan, dirikan<br />

SHIFT light // Issue 1 // 20<strong>14</strong> 10


Specials<br />

COVER STORY<br />

Red Ball Express<br />

“Red Ball Express” adalah kode<br />

nama untuk rute konvoi truk<br />

yang terbentang dari St. Lo di<br />

Normandia, bergerak ke Paris,<br />

dan berakhir di perbatasan<br />

timur laut Perancis. Rute ini<br />

ditandai dengan bola-bola<br />

merah. Pasukan Transportasi<br />

menciptakan sistem<br />

operasional truk besar-besaran<br />

ini pada 21 Agustus 1944.<br />

Truk-truk yang mengangkut<br />

persediaan ini mulai<br />

diberangkatkan mulai 26<br />

Agustus dan terus berlanjut<br />

hingga 82 hari. Rata-rata<br />

pengiriman per-harinya<br />

adalah 900 truk yang dipenuhi<br />

muatan, menyusuri rute Red<br />

Ball. Selama mengemudi, para<br />

supir diperintahkan untuk<br />

memantau jarak pandang<br />

sejauh 55 meter ke depan, dan<br />

menjaga kecepatan truk 40<br />

km/jam.<br />

Ketika program ini selesai<br />

pada pertengahan November<br />

1944, pengemudi truk Red Ball<br />

telah mengirimkan 412.193<br />

ton makanan, bensin, minyak,<br />

pelumas, amunisi,<br />

dan persediaan penting<br />

lainnya.<br />

pusat-pusat penyimpanan, lalu kirimkan<br />

persediaan ke garis depan dengan<br />

cara seefisien mungkin. Bahkan pada<br />

masa modern ini, strategi pertama<br />

yang dibuat para panglima perang<br />

adalah mengumpulkan persediaan, lalu<br />

membangun kekuatan diatasnya.<br />

Sebagai perbandingan dengan dunia<br />

industri komersil, prajurit di dunia militer<br />

adalah pelanggan yang selalu menunggu<br />

pasokan produk: amunisi, makanan, air,<br />

obat-obatan dan bahan bakar bagi tank<br />

dan kendaraan perang lainnya.<br />

“Prajurit dapat terbunuh dengan mudah<br />

ketika mereka kehabisan bahan bakar<br />

atau amunisi,” kata William Pagonis,<br />

seorang veteran yang menangani urusan<br />

logistik di Perang Teluk. Berbeda dengan<br />

ketika sebuah butik pakaian kehabisan<br />

stok, mereka bisa segera memesannya<br />

dan dampaknya mungkin masih dapat<br />

ditolerir. “Jika saya menjalankan bisnis<br />

toko baju, saya masih punya waktu untuk<br />

menentukan reaksi,” tambahnya.<br />

Menurut ahli logistik militer, supply chain<br />

di dunia militer dapat dibagi menjadi tiga<br />

jenis: yang pertama adalah supply chain<br />

yang bergerak cepat dengan volume<br />

rendah. Jenis ini mengangkut komoditas<br />

fast-moving, seperti makanan, obat<br />

dan pakaian. Di dunia komersil, jenis<br />

supply chain ini dimiliki toko ritel seperti<br />

Carrefour atau Lotte Mart. Kedua, jenis<br />

supply chain yang mengangkut komponen<br />

penting, seperti sistem persenjataan yang<br />

membutuhkan perawatan dan perbaikan di<br />

selang waktu tertentu. Di industri komersil,<br />

jenis supply chain ini dapat diwakilkan<br />

oleh Boeing dan Caterpillar. Jenis ketiga<br />

adalah deployment chain, dimana pasukan<br />

militer harus menggerakan tentara dan<br />

material dalam jumlah besar dalam waktu<br />

singkat dalam kondisi yang tidak tetap.<br />

Tentu saja, jenis terakhir ini tidak memiliki<br />

pembanding di dunia industri komersil.<br />

Transformasi struktur logistik harus<br />

dimulai dengan renovasi sistem-sistemnya,<br />

termasuk perbaikan pada transportasi<br />

dan infrastruktur, juga pasokan makanan,<br />

air, bahan bakar, amunisi, dan material<br />

lainnya. Kesimpulannya, untuk memiliki<br />

operasi logistik yang efisien, militer<br />

harus meringankan beban persediaan<br />

dan peralatan untuk memangkas waste,<br />

seperti transportasi logistik, pergerakan<br />

(mengangkat dan memindahkan barang),<br />

dan pada saat bersamaan meningkatkan<br />

ketahanan pasukan di medan perang<br />

(sustainability). Pada akhirnya, logistik<br />

memegang peranan penting untuk<br />

menentukan hasil akhir perang.<br />

Seperti yang kita bisa lihat, operasi logistik<br />

di dunia militer bagaikan sebuah versi<br />

ekstrim dari operasi logistik di dunia<br />

industri komersil. Perhatian khusus pada<br />

sisi logistik meningkatkan kemungkinan<br />

memenangkan peperangan, seperti halnya<br />

kemungkinan memenangkan kompetisi<br />

bisnis di industri komersil.***<br />

SHIFT light // Issue 1 // 20<strong>14</strong> 11


Think Manufacturing Productivity<br />

Think FTX<br />

FREE Trial log on<br />

info@ftx.asia<br />

XL is a remarkable tool for improving manufacturing productivity. It snaps onto your existing lines<br />

and processes and immediately delivers real-time manufacturing performance data to all levels<br />

of your company – Strategic, Tactical, and Operational.<br />

www.ftx.asia<br />

SHIFT light // Issue 1 // 20<strong>14</strong> 12


Specials<br />

COVER STORY<br />

7 waste, atau kini sering dilengkapi<br />

menjadi 8 waste, yang selama ini<br />

dikenal luas dan terjadi pada proses<br />

manufaktur, nyatanya juga ditemukan<br />

dalam proses logistik atau supply chain,<br />

dan menyebabkan kerugian finansial<br />

yang tidak sedikit.<br />

Deadly Waste in Logistic<br />

Mengenal<br />

Sumber-Sumber Kerugian<br />

dalam Proses Logistik<br />

Perusahaan<br />

Mungkin anda pernah mendengar prinsip<br />

“Anda tidak akan bisa menciptakan sesuatu<br />

dari ketiadaan”? Menurut beberapa<br />

pendapat, sumber daya merupakan<br />

sesuatu yang mutlak diperlukan untuk<br />

mencapai sesuatu, besar atau kecil.<br />

Namun, masalah berdatangan ketika kita<br />

mulai menggunakan sumber daya dengan<br />

cara-cara yang kontra-produktif.<br />

Masalah yang timbul dalam proses logistik<br />

seringkali disebabkan oleh kesalahan<br />

dalam memanfaatkan sumber daya;<br />

menggunakan sumber daya secara tidak<br />

produktif, mengambil sumber daya yang<br />

tidak tepat, gagal memanfaatkan sumber<br />

daya yang diperlukan, atau mengarahkan<br />

sumber daya kepada output yang salah.<br />

Waste (pemborosan dan aktivitas tanpa<br />

value) tercipta sebagai efek destruktif<br />

dari kesalahan semacam itu. Biaya<br />

SHIFT light // Issue 1 // 20<strong>14</strong> 13


Specials<br />

COVER STORY<br />

membengkak, waktu terbuang sia-sia,<br />

kesempatan untuk menciptakan value<br />

hilang, dan pelanggan merasa tidak puas.<br />

Inilah titik dimana Lean diperkenalkan<br />

untuk memperbaiki proses logistik, sebagai<br />

salah satu metode problem solving yang<br />

sangat efektif.<br />

Logistik adalah tentang pengelolaan aliran<br />

barang dari titik awalnya hingga titik<br />

tujuannya untuk memenuhi permintaan<br />

pelanggan atau perusahaan. Logistik<br />

adalah bagian dari setiap bisnis. Lean<br />

logistik berarti menempatkan barangbarang<br />

dimana mereka diperluka, secara<br />

efisien, tepat waktu, dalam jumlah yang<br />

tepat, dan tanpa waste. Bagaimana kita<br />

bisa melakukannya? Sebelum menjawab,<br />

tentu saja kita harus memahami apa saja<br />

waste dalam lingkup logistik.<br />

8 Waste Paling Mematikan<br />

dalam Proses Logistik<br />

Langkah awal untuk memahami waste<br />

pada proses logistik adalah memahami<br />

apa itu value dan aktivitas serta sumber<br />

daya yang seperti apa yang dibutuhkan<br />

untuk menciptakan value (value-add). Hal<br />

ini jugalah yang menjadi langkah awal<br />

lean thinking. Ketika kita telah memahami<br />

apa saja value yang ada di proses logistik,<br />

maka hal-hal lain diluar itu adalah waste.<br />

“<br />

Logistik<br />

adalah tentang<br />

pengelolaan<br />

aliran barang<br />

dari titik<br />

awalnya<br />

hingga titik<br />

tujuannya untuk<br />

memenuhi<br />

permintaan<br />

pelanggan atau<br />

perusahaan.<br />

Secara definitif, waste adalah “konsumsi<br />

ekspenditur yang sia-sia; penggunaannya<br />

tidak mendatangkan hasil yang adekuat”.<br />

Para expert di bidang lean menyebut<br />

waste dengan istilah dalam Bahasa<br />

Jepang, “muda”, khususnya di industri<br />

manufaktur. Taiichi Ohno, Lean Guru dan<br />

penulis buku Toyota Production System,<br />

mendefinisikan 7 jenis waste di area<br />

manufaktur: Overproduction (kelebihan<br />

produksi), Inventory (kelebihan inventori),<br />

Overprocessing (proses yang tidak<br />

diperlukan), Transportation (transportasi),<br />

Waiting (waktu tunggu), Defect (produk<br />

cacat), dan Motion (gerakan).<br />

7 waste dalam konsep Lean ini berpotensi<br />

besar merugikan perusahaan, bahkan<br />

hingga jutaan dolar. Sayangnya, tidak<br />

banyak yang membahas mengenai<br />

waste di lingkup logistik. Padahal, waste<br />

di lingkup logistik sama merugikannya,<br />

walaupun tidak selalu terlihat, mengingat<br />

ruang lingkup logistik yang berpotensi<br />

menyembunyikan waste. Terlebih lagi, ada<br />

fakta yang menunjukkan bahwa 80 persen<br />

pekerjaan terkait logistik berada di luar<br />

supervisi manajemen. Karena itulah, perlu<br />

dilakukan tindakan untuk membuat proses<br />

logistik lebih kuat dan efisien.<br />

SHIFT light // Issue 1 // 20<strong>14</strong> <strong>14</strong>


Specials<br />

COVER STORY<br />

Correction<br />

Waste yang tercipta ketika terdapat aktivitas yang dilakukan ulang karena tidak<br />

selesai dengan sempurna pada saat pertama kali dilakukan. Pengulangan ini<br />

disebut juga rework.<br />

Kualitas dapat selalu ditingkatkan ketika fokus anda mengarah kepada kualitas<br />

sejak awal proses. Selain itu, jangan biarkan kesalahan terus terjadi di sepanjang<br />

rantai pasokan (supply chain) tanpa adanya pencegahan. Koreksi juga dapat<br />

disebabkan oleh sistem yang kompleks dan membingungkan<br />

Seperti halnya 7<br />

waste di proses<br />

manufaktur,<br />

logistik memiliki 8<br />

waste yang perlu<br />

dieliminasi untuk<br />

memastikan proses<br />

berjalan lancar<br />

dengan value yang<br />

besar. 8 waste pada<br />

proses logistik<br />

antara lain:<br />

Overproduction<br />

Kelebihan produksi adalah penyebab<br />

utama waste. Banyak waste yang<br />

akan terbentuk sebagai akibat dari<br />

produksi berlebihan, ketika kita<br />

memproduksi sesuatu lebih banyak<br />

daripada kebutuhan pasar. Solusi<br />

untuk mencegah kelebihan produksi,<br />

gunakan sistem tarik (pull system)<br />

di lini produksi dan sistem “takt time”<br />

untuk menyesuaikan jumlah produksi<br />

dengan permintaan pasar untuk<br />

menghindari kelebihan produksi.<br />

1<br />

2 4<br />

3<br />

Transportation/<br />

Conveyance<br />

Jika ada kelebihan inventori dan flow<br />

dalam jaringan logistik anda, maka<br />

transportasi yang berlebihan dapat<br />

terjadi. Waste transportasi dapat<br />

menyebabkan peralatan yang tidak<br />

terutilisasi dengan baik, tingginya<br />

frekuensi transportasi antar pusatpusat<br />

logistik, biaya kelebihan waktu<br />

pemarkiran trailer, dan waste lain<br />

yang sangat merugikan.<br />

Waiting/Lead Time<br />

Menunggu adalah aktivitas yang menyimpan potensi waste besar. Waste lainnya<br />

dapat terjadi karena kita menunggu datangnya material, siapnya karyawan, proses<br />

di hulu, order pelanggan, dan dinamika lainnya yang menimbulkan waktu tunggu<br />

sebelum pekerjaan dapat dimulai.<br />

SHIFT light // Issue 1 // 20<strong>14</strong> 15


Specials<br />

COVER STORY<br />

Inventory/Space Usage<br />

Waste ini disebabkan karena penumpukan inventori yang melebihi<br />

kebutuhan perusahaan untuk melayani pelanggan. Waste inventori disebabkan<br />

oleh kelebihan produksi, kesalahan dalam forecasting, lead time yang lama,<br />

dan konsep batch yang berbasis kepada paradigma economies of scale, yang<br />

mengatakan bahwa semakin banyak volume output, maka biaya rata-rata produksi<br />

semakin kecil sehingga keuntungan semakin besar. Padahal, belum tentu output<br />

tersebut akan diserap seluruhnya oleh pasar.<br />

Motion<br />

Waste berupa motion atau gerakan<br />

yang tidak menambah value (nilai<br />

tambah) kepada produk atau proses.<br />

Contohnya, karyawan terlalu banyak<br />

berjalan kesana-kemari untuk<br />

mengurus segala sesuatu, mencari<br />

sesuatu dan sebagainya.<br />

5<br />

6 8<br />

7<br />

Underutilized/<br />

Overutilized<br />

Personnels<br />

Karyawan yang tidak terutilisasi<br />

dengan baik adalah sumber<br />

waste. Di lingkup logistik,<br />

waste tercipta ketika kita gagal<br />

melibatkan anggota tim, gagal<br />

mengajarkan best practice, dan gagal<br />

bekerja secara kolaboratif. Sebaliknya,<br />

effort yang terlalu besar dari karyawan<br />

juga bisa menjadi waste, bila hasilnya<br />

tidak menambah value.***RW<br />

Overprocessing<br />

Waste berupa proses yang berlebihan terjadi jika kita melakukan sesuatu melebihi apa yang dibutuhkan<br />

untuk memenuhi permintaan pelanggan. Salah satu tool yang efektif untuk mengidentifikasi proses<br />

berlebihan (waste in process) adalah Value Stream Mapping (VSM). Pemetaan aliran value ini<br />

merupakan representasi dari setiap proses dalam aliran material dan informasi, berikut data-data<br />

yang menyertainya. Anda bisa membuatnya dengan kertas dan pensil, ataupun dengan<br />

komputer. Pemetaan ini berbeda dengan tool pemetaan lain seperti process mapping<br />

atau layout diagrams, karena mengandung aliran informasi dan juga aliran material.<br />

VSM adalah sebuah tool yang menyeluruh, yang memberi gambaran<br />

mengenai keseluruhan proses produksi (baik aktivitas value-add atau<br />

non-value-add) kepada para manajer dan eksekutif. VSM<br />

memberikan arahan yang jelas kepada perusahaan<br />

dalam mengimplementasikan Lean.<br />

SHIFT light // Issue 1 // 20<strong>14</strong> 16


Specials<br />

COVER STORY<br />

PRINSIP UTAMA<br />

LEAN SUPPLY CHAIN<br />

Perusahaan di<br />

seluruh dunia<br />

telah mengenal<br />

keuntungan yang<br />

dijanjikan oleh<br />

implementasi<br />

prinsip-prinsip Lean.<br />

Kondisi saat ini<br />

yang makin global<br />

dan kompetitif<br />

menuntut kita, para<br />

pelaku bisnis, untuk<br />

memiliki operasional<br />

yang “ramping”, lebih<br />

dari sebelumnya.<br />

Bangun Otot dan Kikis Lemak<br />

Membandel di Sisi Logistik<br />

Operasional yang sarat “lemak”,<br />

yaitu elemen dan aktivitas tanpa nilai<br />

tambah dan cenderung merugikan<br />

(waste), akan membuat perusahaan<br />

sulit memperoleh peningkatan profit<br />

dan bertahan di tengah persaingan.<br />

Untuk mengembalikannya kepada<br />

kondisi prima, Lean fokus mengikis<br />

lemak membandel tersebut dan<br />

membangun “otot” alias aktivitas<br />

yang memiliki dampak positif (value)<br />

bagi pelanggan eksternal dan internal<br />

perusahaan.<br />

Prinsip Lean mengajarkan eliminasi<br />

waste dan hanya fokus kepada halhal<br />

yang memberikan nilai atau<br />

value bagi pelanggan, dengan<br />

membangun budaya bisnis yang<br />

fokus kepada problem solving. Jika<br />

anda telah memiliki tim yang terbiasa<br />

memecahkan masalah setiap harinya,<br />

hasilnya akan luar biasa.<br />

Bagi perusahaan yang berusaha<br />

untuk mengurangi biaya sementara<br />

meningkatkan kinerja, pendekatan<br />

Lean merupakan cara yang alami.<br />

Dengan memandang dunia<br />

bisnis melalui lensa continuous<br />

improvement, dan dipersenjatai<br />

dengan tools untuk memangkas waste,<br />

perusahaan akan mampu mengikis<br />

lemak, merampingkan operasional,<br />

sekaligus membangun otot dengan<br />

aliran material yang efisien di<br />

sepanjang supply chain.<br />

SHIFT light // Issue 1 // 20<strong>14</strong> 17


Specials<br />

COVER STORY<br />

Lean di Ranah Logistik: 8 Prinsip<br />

Utama<br />

Dari cikal bakalnya di industri di<br />

Jepang, filosofi Lean telah berkembang<br />

ke seluruh dunia. Bahkan, Lean telah<br />

melangkah keluar dari lantai pabrik,<br />

bergerilya di ranah administrasi bisnis,<br />

pelayanan kesehatan, pemerintahan,<br />

dan tentu saja logistik.<br />

Walaupun banyak perusahaan yang<br />

telah merasakan manfaat lean terhadap<br />

proses manufaktur, hanya sedikit<br />

yang menyadari besarnya potensi<br />

keuntungan yang ditawarkan lean di<br />

sisi supply chain. Mereka memahami<br />

lean mampu memberikan value, namun<br />

belum bergerak kepada implementasi<br />

lean supply chain dalam skala penuh.<br />

Salah satu alasannya mungkin belum<br />

adanya kesiapan mental untuk<br />

melakukannya. Pasalnya, Lean <strong>Supply</strong><br />

<strong>Chain</strong> adalah sistem dimana berbagai<br />

pihak saling berhubungan dan<br />

bergantung yang beroperasi bersama<br />

untuk mencapai target-target di rantai<br />

pasokan. Target-target ini dapat dicapai<br />

dengan memperhatikan 8 prinsip<br />

utama Lean <strong>Supply</strong> <strong>Chain</strong>, yaitu:<br />

Eliminasi semua waste hingga hanya tersisa value saja. Untuk memuluskan<br />

perjalanan produk di sepanjang supply chain, seluruh departemen harus terlibat.<br />

Hilangkan waste yang bersumber dari 8 waste di supply chain ini:<br />

Kompleksitas sistem, langkahlangkah<br />

yang tidak perlu, serta<br />

proses yang membingungkan.<br />

Lead time dan waktu tunggu yang<br />

terlalu lama.<br />

Transportasi dan pergerakan produk<br />

yang tidak perlu.<br />

Kebutuhan space untuk menyimpan<br />

inventori berlebihan.<br />

Inventori berupa penumpukan<br />

bahan baku, work-in-process dan<br />

barang jadi.<br />

Effort karyawan yang tidak<br />

menambah value.<br />

Kemasan tidak pas, kontainer yang<br />

hanya separuh terisi, pengepakan<br />

yang memiliki potensi merusak<br />

produk.<br />

Hanya value yang boleh tersisa<br />

di seluruh rantai pasokan<br />

“Kerusakan biasanya terjadi di<br />

beberapa titik, seperti di pabrik,<br />

selama proses transportasi, pada<br />

saat di gudang, pada saat bongkar<br />

muat, dan beberapa terjadi karena<br />

kemasan tidak adekuat,” kata seorang<br />

VP supply chain dari perusahaan<br />

penyedia jasa logistik. Salah satu<br />

langkah awal untuk memperbaiki<br />

supply chain adalah membuat future<br />

state dari level inventori yang ingin<br />

dicapai. Menetapkan future state akan<br />

mempengaruhi lead time di masa<br />

depan. Hasilnya, perusahaan akan<br />

mengetahui future state dari seberapa<br />

sering mereka harus memproduksi<br />

barang atau memesannya dari<br />

pemasok.<br />

“<br />

Operasional yang sarat “lemak”, akan membuat<br />

perusahaan sulit memperoleh peningkatan profit<br />

dan bertahan di tengah persaingan.<br />

SHIFT light // Issue 1 // 20<strong>14</strong> 18


Specials<br />

COVER STORY<br />

Buat konsumsi pelanggan<br />

terlihat oleh semua pihak<br />

yang terlibat di supply chain<br />

untuk memotivasi. Aliran<br />

kerja di supply chain<br />

berpangkal kepada<br />

konsumsi pelanggan; inilah<br />

motivasi yang kuat untuk<br />

semua orang.<br />

Kurangi lead time<br />

Mengurangi inbound dan<br />

outbound logistic akan<br />

mendekatkan kita kepada<br />

permintaan pelanggan,<br />

dan akan mengurangi<br />

ketergantungan<br />

kepada forecasting,<br />

meningkatkan fleksibilitas<br />

dan mengurangi waste<br />

“overproduction”.<br />

Ciptakan level flow<br />

Dengan meratakan aliran<br />

material, kita bisa memiliki<br />

supply chain dengan lebih<br />

sedikit waste di semua<br />

sendi sistem.<br />

Hanya value yang boleh<br />

tersisa di seluruh rantai<br />

pasokan<br />

yang akan mengurangi kompleksitas<br />

dalam perencanaan dan kelebihan<br />

produksi. Sistem ini bisa diterapkan<br />

dengan software berbasis komputer<br />

seperti material resource planning<br />

(MRP). Dengan software tersebut,<br />

kita bisa melakukan kontrol visual<br />

terhadap aliran material di supply<br />

chain.<br />

Tingkatkan kecepatan dan<br />

kurangi variasi<br />

Memenuhi permintaan pelanggan<br />

dengan mengirimkan produk sedikit<br />

demi sedikit akan meningkatkan<br />

kecepatan dan on-time delivery.<br />

Kebijakan ini juga dapat mengurangi<br />

inventori dan lead time, serta<br />

memungkinkan kita untuk<br />

menyesuaikan pengiriman untuk<br />

memenuhi kebutuhan konsumsi<br />

pelanggan yang aktual.<br />

Sebuah perusahaan yang<br />

memproduksi kompenen mengaku<br />

mendapat keuntungan dengan<br />

pola kerja lean. Mereka berhasil<br />

mengurangi pengiriman dengan<br />

ekspedisi dan meningkatkan on-time<br />

delivery. “Dengan meningkatkan ontime<br />

delivery di pusat manufaktur,<br />

on-time delivery dari pusat<br />

distribusi-pun ikut meningkat. Hal<br />

ini benar-benar mempengaruhi<br />

kepuasan pelanggan,” ujar VP dari<br />

perusahaan tersebut.<br />

Kolaborasi dan disiplin dalam<br />

proses<br />

Ketika semua orang merasa bekerja<br />

sejalan dengan konsumsi pelanggan,<br />

kolaborasi untuk mengidentifikasi<br />

masalah dan menemukan solusi<br />

akan lebih mudah. Selain itu,<br />

semua orang juga harus menyadari<br />

perannya dalam memenuhi<br />

kebutuhan pelanggan. “Identifikasi<br />

fungsi dari setiap orang akan<br />

meningkatkan kualitas komunikasi<br />

dan produktivitas sebesar 10 hingga<br />

15 persen,” kata seorang direktur<br />

supply chain dari sebuah jaringan<br />

restoran.<br />

Fokus kepada biaya total<br />

fulfillment<br />

Buat keputusan untuk memenuhi<br />

ekspektasi pelanggan yang<br />

memakan biaya sesedikit mungkin.<br />

Hal ini berarti menghindari<br />

keputusan yang hanya<br />

menguntungkan satu pihak di<br />

supply chain dengan mengorbankan<br />

pihak lain.<br />

Keuntungan dari setiap inisiatif lean<br />

mungkin tidak terasa besar, namun<br />

seperti halnya kehilangan berat<br />

1 kg sebagai hasil diet makanan<br />

kecil, hal tersebut tetap pantas<br />

untuk diapresiasi. Dengan inisiatif<br />

yang konsisten, lemak perlahan<br />

akan terkikis dan kita akan memiliki<br />

supply chain yang efektif serta<br />

bebas waste; operasi logistik akan<br />

semakin ramping, cepat dan kuat.***<br />

SHIFT light // Issue 1 // 20<strong>14</strong> 19


Substantials<br />

TOOLBOX<br />

Apa Itu<br />

Data Collection?<br />

Data collection atau<br />

pengumpulan data adalah<br />

proses mengumpulkan<br />

dan memastikan<br />

informasi pada variable<br />

of interest (subjek<br />

yang akan dilakukan<br />

uji coba), dengan cara<br />

yang sistematis yang<br />

memungkinkan seseorang<br />

dapat menjawab<br />

pertanyaan dari uji<br />

coba yang dilakukan,<br />

uji hipotesis, dan<br />

mengevaluasi hasil.<br />

DATA COLLECTION PLAN<br />

untuk Perbaikan di Lini Produksi<br />

Komponen pengumpulan data dari penelitian ini bersifat umum, bisa dilakukan untuk<br />

semua bidang studi termasuk ilmu fisik dan sosial, humaniora, bisnis, dan lainnya.<br />

Tujuan sebuah organisasi melakukan pengumpulan data adalah untuk menemukan<br />

bukti yang berkualitas yang nantinya diterjemahkan menjadi analisis data yang bisa<br />

menjadi sebuah jawaban yang akurat dan kredibel atas pertanyaan yang diajukan.<br />

Proses pengumpulan data formal diperlukan untuk memastikan bahwa data yang<br />

dikumpulkan dapat didefinisikan dengan jelas dan akurat dan berdasarkan argumen<br />

dalam temuan yang valid. Proses ini menyediakan informasi dasar untuk mengukur dan<br />

menargetkan hal apa yang ingin diperbaiki.<br />

SHIFT light // Issue 1 // 20<strong>14</strong> 20


Substantials<br />

TOOLBOX<br />

Mengapa Mengumpulkan Data<br />

Penting bagi Perusahaan?<br />

Dalam persaingan pasar global yang<br />

semakin ketat, banyak organisasi<br />

melihat pentingnya mereka dapat<br />

mengakses informasi apapun, baik itu<br />

informasi yang terkait proses bisnis<br />

internal maupun informasi di luar<br />

proses bisnis perusahaan, seperti<br />

konsumen atau kondisi lingkungan.<br />

Kemampuan untuk menganalisis dan<br />

mengambil keputusan berdasarkan<br />

data yang dikumpulkan dari semua<br />

informasi tersebut, menjadi faktor<br />

penting untuk keberlangsungan<br />

bisnis perusahaan. Laju perubahan<br />

mengharuskan perusahaan untuk<br />

dapat mengambil tindakan cepat<br />

terhadap perubahan permintaan<br />

pelanggan dan kondisi lingkungan.<br />

Sehingga, tidak heran para manajer<br />

terus melakukan pengumpulan<br />

data yang akan membantu mereka<br />

mengambil keputusan bisnis yang<br />

tepat demi tetap dapat bermain di<br />

pasar global.<br />

Bahkan menurut Cindi Howson, dalam<br />

bukunya yang membahas tentang<br />

business intelegence, menunjukkan<br />

rata-rata manajer menghabiskan dua<br />

jam perhari untuk mengumpulkan<br />

data.<br />

Proses Mengumpulkan Data di<br />

Lini Produksi<br />

Sama pentingnya dengan<br />

mengumpulkan data dalam proses<br />

membuat keputusan bisnis, proses<br />

mengumpulkan data untuk melakukan<br />

perbaikan di lini produksi juga menjadi<br />

prioritas, terutama bagi perusahaan<br />

manufaktur, yang kegiatan utamanya<br />

memproduksi barang.<br />

Bedanya, merencanakan pengumpulan<br />

data di industri manufaktur berfokus<br />

pada perbaikan (improvement) di lini<br />

produksi. Di mana, kegiatan produksi<br />

ini menjadi ujung tombak dalam<br />

menciptakan barang yang berkualitas<br />

dan memiliki nilai tambah bagi<br />

pelanggan.<br />

Dalam kegiatan perbaikan ini, data<br />

menjadi unsur penting untuk<br />

membantu memahami situasi,<br />

menganalisa persoalan,<br />

mengendalikan proses, mengambil<br />

keputusan, dan membuat rencana.<br />

Memahami bagaimana menyusun<br />

rencana pengumpulan data (Data<br />

Collection Plan) menjadi salah satu<br />

kunci sukses keberhasilan proyek<br />

perbaikan yang dijalankan.<br />

Sebelum menyusun rencana<br />

pengumpulan data, memahami jenis<br />

data akan mempermudah kita untuk<br />

menentukan alat statistik apa yang kita<br />

pakai untuk mengolahnya. Data terdiri<br />

dari dua tipe, yaitu:<br />

Data Continuous<br />

– variabel yang terukur pada<br />

suatu produk atau proses,<br />

yang dapat dibagi sampai<br />

tidak terhingga. Contoh: waktu,<br />

ukuran, berat, temperatur, dan<br />

kecepatan.<br />

Data Discrete atau Attribute<br />

– suatu hitungan, bagian,<br />

atau presentase dari sebuah<br />

karakteristik atau kategori. Data<br />

proses jasa seringkali bersifat<br />

discrete.<br />

SHIFT light // Issue 1 // 20<strong>14</strong> 21


Substantials<br />

TOOLBOX<br />

1. Stratifikasi data; yaitu mengategorikan data berdasarkan karakteristik (faktor) yang sama. Tujuannya<br />

adalah dengan cara apa kita akan melihat data yang memunculkan indikasi dalam investigasi awal. Jika<br />

faktor stratifikasi tidak dibuat di awal, maka ada kemungkinan kita harus mengulang prosesnya lagi nanti.<br />

Di sisi lain, mencari terlalu banyak faktor juga akan membuat data lebih sulit untuk dikumpulkan dan<br />

biaya menjadi lebih besar.<br />

2. Mengembangkan definisi operasional; penjelasan yang<br />

lengkap dan tepat yang menceritakan tentang makna atau arti<br />

dari karakter yang akan kita ukur, termasuk bagaimana kita<br />

mengukurnya. Definisi operasional penting untuk menghilangkan<br />

variasi pengukuran yang terjadi karena ketidakpahaman<br />

pengumpul data tentang bagaimana data dikumpulkan.<br />

3. Identifikasi sumber data; pertimbangkan apakah kita<br />

akan menggunakan data yang sudah ada atau mencari data<br />

baru. Ambil keuntungan dari arsip data atau pengukuran<br />

yang telah dilakukan untuk mempelajari outpur, proses dan<br />

input. Namun, perlu diingat bahwa apakah data yang ada<br />

sesuai dengan definisi operasional? Dikumpulkan dengan<br />

kesesuaian sistem pengukuran? Jika tidak, maka diperlukan<br />

pencatatan data baru.<br />

Dengan mengetahui dua tipe data, kita<br />

bisa mengetahui proses pengumpulan data<br />

sebagai berikut:<br />

4. Mengumpulkan data; checksheet<br />

atau lembar pengumpul data merupakan<br />

alat bantu untuk memudahkan<br />

pengumpulan data secara sistematis. Ada<br />

berbagai jenis checksheet tergantung<br />

penggunaannya (frekuensi, lokasi,<br />

konfirmasi, dan lainnya), yang perlu<br />

diperhatikan adalah desain checksheet<br />

harus robust, mudah dipahami<br />

pengambil data, dan menghasilkan data<br />

yang konsisten meskipun diambil<br />

oleh orang yang berbeda.<br />

6. Waktu Pengumpulan;<br />

waktu pengumpulan<br />

sampel ditentukan oleh<br />

tujuan pengambilan<br />

sampel sendiri. Perhatikan<br />

apakah siklus waktu<br />

mempengaruhi hasil<br />

pengukuran.<br />

7. Menentukan ukuran<br />

sampel; metode sampling<br />

apa yang sesuai random<br />

atau sistematik? Tentukan<br />

juga tipe samplingnya<br />

apakah populasi atau<br />

proses? Memahami<br />

tipe data di awal ini,<br />

akan membantu kita<br />

menentukan berapa<br />

banyak jumlah sampling<br />

yang dibutuhkan.<br />

Karena data diskrit dan<br />

continuous sangatlah<br />

berbeda perhitungan<br />

sampelnya.***RR<br />

5. Tentukan pengambil data; orang yang mengambil data harus memahami<br />

proses, mengerti definisi operasional, mengerti bagaimana data ditabulasi, dan<br />

yang terpenting adalah tidak bias (konflik kepentingan terhadap data yang<br />

diambil), atau motif keuntungan. Kolektor wajib dilatih bagaimana data ditabulasi<br />

dan mengerti betul tentang definisi operasional sebelum diperbolehkan<br />

untuk praktek.<br />

SHIFT light // Issue 1 // 20<strong>14</strong> 22


Salutation<br />

Shift adalah majalah dengan sirkulasi terbatas, didistribusikan langsung kepada<br />

klien-klien SSCX International. Kami memiliki hasrat besar untuk terus tumbuh<br />

dan berkembang. Saran serta kritik pembaca akan sangat kami hargai sebagai<br />

bantuan dalam meraih hasrat tersebut. Silakan layangkan email Anda ke:<br />

saran@shiftindonesia.com<br />

Terminologi dan istilah yang digunakan dalam majalah ini adalah kombinasi<br />

antara Bahasa Indonesia (utama) dan Bahasa Inggris. Untuk kata dan kalimat<br />

yang menurut kami lebih mudah dipahami dalam bahasa asing akan tetap<br />

menggunakan bahasa asing tersebut.<br />

Kami menerima artikel dan updates dari Anda dan organisasi Anda, kirimkan<br />

email Anda ke editorial@shiftindonesia.com<br />

Hak cipta dilindungi Undang Undang. Majalah ini diterbitkan oleh<br />

PT SSCX International.<br />

PT SSCX International memiliki hak atas isi majalah. Dilarang mengutip sebagian<br />

atau seluruh isi majalah dalam bentuk apapun tanpa izin penerbit.<br />

Majalah Shift Indonesia<br />

Menara Rajawali Lantai 8<br />

Jl. Dr Ide Anak Agung Gde Agung, Mega Kuningan Lot 5.1, Jakarta 12950<br />

Phone : +6221 576 3020<br />

Fax : +6221 576 3<strong>01</strong>9<br />

Email : info@shiftindonesia.com<br />

www.shiftindonesia.com<br />

@MajalahShift<br />

Publisher<br />

PT. SSCX International<br />

Commisioner<br />

Teguh Sujatno<br />

Chief Executive<br />

Suwandi Soh<br />

suwandi@sscx.asia<br />

Editor in Chief<br />

R. Wulandari<br />

wulan@sscx.asia<br />

wulan@shiftindonesia.com<br />

Reporter<br />

Dwi Ereline Amelia<br />

rere@shiftindonesia.com<br />

Contributors<br />

SSCX Consultant Team:<br />

Riyantono Anwar<br />

Dax Ramadani<br />

Creative<br />

Lukman Hakim<br />

lukman@shiftindonesia.com<br />

Commercial<br />

Ade A. Kresna<br />

kresna@shiftindonesia.com<br />

+6221 576 3020<br />

Circulation<br />

Julia Rosi<br />

cs@sscx.asia<br />

distribusi@shiftindonesia.com<br />

SHIFT light // Issue 1 // 20<strong>14</strong> 23


SHIFT light // Issue 1 // 20<strong>14</strong> 24

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!