Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Ek bis<br />
<strong>Bisnis</strong> <strong>Jakarta</strong>, Jumat <strong>23</strong> <strong>September</strong> <strong>2016</strong><br />
3<br />
Kemenkeu Sempurnakan<br />
Enam Aturan<br />
Terkait Amnesti Pajak<br />
JAKARTA - Kementerian Keuangan menyempurnakan<br />
sejumlah peraturan terkait dengan repartiasi dan pengaturan<br />
gateway dalam kerangka Undang-Undang Nomor<br />
11 Tahun <strong>2016</strong> tentang Pengampunan Pajak. “Untuk repartiasi<br />
dan pengaturan gateway yang diatur di PMK 119,<br />
PMK 1<strong>23</strong>, dan PMK 122, ada enam perubahan yang akan<br />
kami sempurnakan,” kata Direktur Jenderal Pengelolaan,<br />
Pembiayaan, dan Risiko Kementerian Keuangan Robert<br />
Pakpahan dalam konferensi pers di <strong>Jakarta</strong>, kemarin.<br />
Perbaikan dan penyempurnaan aturan itu diharapkan<br />
bisa mengklarifikasi sejumlah keragu-raguan yang dialami<br />
wajib pajak dan perbankan. Penyempurnaan tersebut, pertama,<br />
mengenai bentuk harta yang direpatriasi dimana<br />
penyempurnaannya yaitu menambahkan investasi global<br />
bonds yang diterbitkan di pasar internasional oleh pemerintah<br />
maupun emiten Indonesia yang penatausahaannya<br />
dilakukan oleh kustodian di luar wilayah NKRI sebagai<br />
harta yang bisa direpatriasi.<br />
“Repatriasi dilakukan dengan mengalihkan penatausahaannya<br />
ke kustodian bank persepsi yang bertindak sebagai<br />
gateway,” ucap Robert.<br />
Kedua, mengenai perlakuan atas harta yang telah berada<br />
di wilayah NKRI. Penyempurnaannya yaitu bagi harta yang<br />
telah berada di Indonesia setelah 31 Desember 2015 sampai<br />
UU Pengampunan Pajak diundangkan, harta tersebut dapat<br />
diperlakukan sebagai harta yang berada di dalam negeri.<br />
Atas harta yang telah berada di Indonesia setelah diundangkannya<br />
UU Pengampunan Pajak dan sebelum surat<br />
keterangan keikutsertaan amnesti pajak diterbitkan, harta<br />
tersebut diperlakukan sebagai harta yang berada di luar<br />
wilayah NKRI sehingga wajib dialihkan pengelolaannya<br />
melalui gateway.<br />
“Undang-Undang Pengampunan Pajak berlaku 1 Juli<br />
<strong>2016</strong>. Kalau harta masuk pada bulan Maret atau Februari<br />
<strong>2016</strong>, itu dapat dianggap deklarasi dalam negeri. Kalau setelah<br />
1 Juli <strong>2016</strong>, baru kemudian datang ke kantor pajak, itu<br />
tetap repatriasi,” ucap Robert.<br />
Ketiga, mengenai repatriasi harta secara bertahap.<br />
Penyempurnaannya, yaitu repatriasi berupa dana dapat<br />
dilakukan secara bertahap.<br />
Penghitungan jangka waktu investasi di wilayah NKRI<br />
selama 3 tahun dihitung sejak dana repatriasi, yang jumlahnya<br />
tercantum dalam surat keterangan, telah disetor<br />
seluruhnya ke rekening khusus. “Misalnya, ada wajib pajak<br />
mau repatriasi Rp1.000,00 maka dia cicil sampai Oktober<br />
lunas. Maka, argo investasi 3 tahun dimulai Oktober<br />
saat lunas,” kata Robert.<br />
Keempat, mengenai investasi di luar sektor keuangan.<br />
Penyempurnaannya adalah investasi dilakukan melalui<br />
penyertaan modal ke dalam perusahaan yang berbentuk<br />
perseroan terbatas. Penggunaan dana investasi yang berasal<br />
dari penyertaan modal wajib pajak dilakukan sesuai<br />
dengan kebijakan perusahaan. (ant)<br />
<strong>Bisnis</strong> <strong>Jakarta</strong>/ant<br />
DANA PUNGUTAN EKSPOR - Pekerja mengangkut tandan buah segar (TBS) kelapa sawit hasil panen di Tangkit Baru, Sungai Gelam, Muaro Jambi, Jambi, kemarin. Pemerintah<br />
diminta mempertimbangkan kembali rencana menaikkan dana pungutan ekspor minyak sawit karena bisa menghambat ekspor dan menurunkan daya saing produk sawit nasional.<br />
Pemerintah Diminta Pertimbangkan<br />
Kenaikan Dana Pungutan Ekspor Sawit<br />
JAKARTA - Gabungan Industri<br />
Minyak Nabati Indonesia<br />
(GIMNI) meminta pemerintah<br />
untuk mempertimbangkan<br />
kembali rencana menaikkan<br />
dana pungutan ekspor minyak<br />
sawit karena bisa menghambat<br />
ekspor dan menurunkan daya<br />
saing produk sawit nasional.<br />
Direktur Eksekutif GIMNI<br />
Sahat Sinaga kepada pers di<br />
<strong>Jakarta</strong>, Kamis, mengatakan<br />
kenaikan dana pungutan untuk<br />
membiayai program mandatori<br />
biodiesel 20 persen (B20) tidaklah<br />
tepat karena kenaikan ini<br />
dinilai akan membebani ekspor<br />
sawit baik hulu maupun hilir.<br />
Maka tidaklah tepat, bila beban<br />
ini kembali ditambah dengan<br />
menaikkan dana pungutan<br />
ekspor sawit. Solusi yang bisa<br />
diambil, menurut dia, adalah<br />
pemerintah mengalokasikan<br />
subsidi untuk program mandatori<br />
B20. Dengan pertimbangan,<br />
biodiesel membantu<br />
masyarakat untuk mendapatkan<br />
udara sehat lantaran<br />
biodiesel yang telah dicampur<br />
solar tidak mengandung sulfur.<br />
Selain itu, konsumsi biodiesel<br />
sejalan dengan komitmen<br />
pemerintah yang berencana<br />
menekan emisi karbon dalam<br />
Konferensi Perubahan Iklim<br />
atau COP ke-21. “Di negara lain,<br />
pemerintah yang keluar duit<br />
untuk mengurangi emisi,”<br />
ujarnya.<br />
Menurut Sahat, persoalan<br />
biodiesel menjadi tanggung<br />
jawab bersama antara pemerintah,<br />
pelaku usaha, dan<br />
masyarakat, sehingga jangan<br />
pengusaha sawit yang<br />
dibebankan terus karena pelaku<br />
usaha sudah berkorban<br />
melalui pungutan ekspor<br />
tersebut. (ant)<br />
APLSI<br />
Sesalkan Penolakan<br />
DPR Atas Subsidi EBT<br />
Cost Recovery RAPBN 2017<br />
Disepakati 10,4 M Dolar AS<br />
JAKARTA - Pengusaha listrik<br />
yang tergabung dalam<br />
Asosiasi Produsen Listrik Seluruh<br />
Indonesia (APLSI)<br />
menyesalkan penolakan subsidi<br />
energi baru dan terbarukan<br />
(EBT) oleh Badan Anggaran<br />
DPR RI karena dinilai bakal<br />
berdampak bagi kedaulatan<br />
energi nasional.<br />
“Bagaimana dengan komitmen<br />
Indonesia untuk menurunkan<br />
gas emisi kaca pada<br />
tahun 2030 sebesar 29 persen<br />
dengan upaya sendiri dan 41<br />
persen dengan bantuan atau<br />
kerja sama internasional pada<br />
pertemuan COP 21 tentang perubahan<br />
iklim,” kata Ketua Harian<br />
APLSI Arthur Simatupang<br />
di <strong>Jakarta</strong>, kemarin.<br />
Arthur menyatakan hal<br />
tersebut menyusul pemberitaan<br />
Badan Anggaran DPR RI<br />
menolak subsidi EBT sebesar<br />
Rp1,1 triliun untuk anggaran<br />
tahun depan. Pemerintah<br />
menurutnya, sudah seharusnya<br />
mendorong realisasi<br />
pengembangan EBT secara<br />
besar-besaran karena dalam<br />
Kebijakan Energi Nasional<br />
(KEN) telah dipatok target porsi<br />
EBT sebesar <strong>23</strong> persen dalam<br />
bauran energi hingga 2025.<br />
“Untuk mencapai target itu,<br />
salah satu kebijakan yang<br />
diperlukan adalah subsidi<br />
EBT,” tegas Arthur.<br />
Sementara itu, Wakil Bendahara<br />
Umum APLSI Rizka Armadhana<br />
mengatakan, pihaknya<br />
sangat menyesalkan penolakan<br />
subsidi untuk energi terbarukan<br />
tersebut. Rizka mengingatkan<br />
pengembangan EBT sangat<br />
penting dan strategis bagi<br />
kedaulatan energi nasional sehingga<br />
APLSI berharap DPR dan<br />
pemerintah menawarkan skema<br />
insentif atau pembiayaan lain<br />
untuk menjaga ketahanan energi<br />
nasional. “Ada skema insentif<br />
lain, misalnya perpajakan<br />
atau dana ketahanan energi,<br />
seperti sawit untuk mendukung<br />
EBT,” ucap Rizka.<br />
APLSI mengusulkan alternatif<br />
subsidi, seperti pengembangan<br />
EBT disatukan ke dalam<br />
anggaran subsidi PLN, misalnya<br />
energi primer lainnya<br />
(gas/diesel) dan tidak dipisah-pisahkan.<br />
Sebelumnya,<br />
Kementerian Energi dan<br />
Sumber Daya Mineral<br />
(ESDM) mengajukan subsidi<br />
kepada Badan Anggaran<br />
(Banggar) DPR RI untuk<br />
EBT dalam Rancangan<br />
Anggaran Pendapatan dan<br />
Belanja Negara (RAPBN)<br />
2017. Kementerian mengajukan<br />
subsidi sebesar Rp1,1<br />
triliun dengan catatan kurs<br />
rupiah berada di level<br />
Rp13.500,00 per dolar AS.<br />
Namun, Banggar memutuskan<br />
menolak pengajuan<br />
tersebut. (ant)<br />
RS Siloam<br />
Tambah 56 Ruang Rawat Inap<br />
<strong>Bisnis</strong> <strong>Jakarta</strong>/grd<br />
TEKAN BEL - CEO Siloam Hospitals Lippo Cikarang dr Danny Wijaya (tengah) bersama direksi RS Siloam<br />
menekan bel sebagai tanda dimulainya pembangunan perluasan sarana kesehatan RS Siloam Lippo Cikarang.<br />
CIKARANG – Siloam Hospitals<br />
Lippo Cikarang, bersiap<br />
menambah fasilitas untuk terus<br />
memberikan pelayanan terbaik<br />
bagi masyarakat. Pembangunan<br />
unit gedung baru setinggi<br />
6 lantai yang mendukung<br />
fasilitas rawat inap sebanyak<br />
52 tempat tidur dan<br />
pengembangan unit rawat<br />
jalan untuk tahap keduanya<br />
diharapkan selesai pada Mei<br />
2017. Total investasi untuk<br />
pembangunan ini senilai Rp4<br />
miliar belum termasuk alat dan<br />
SDM pendukungnya.<br />
CEO Siloam Hospitals Lippo<br />
Cikarang dr Danny Wijaya, mengatakan,<br />
mulai November <strong>2016</strong><br />
RS Siloam tak hanya melayani<br />
pasien privat/perusahaan dan<br />
asuransi, tapi juga peserta<br />
jaminan kesehatan nasional/BPJS.<br />
“Mengingat pertumbuhan<br />
pasien yang luar<br />
biasa, pada bulan ini pihaknya<br />
mengembangkan pelayanan<br />
rawat inap sampai 50<br />
persen, dari kapasitas 108<br />
bed saat ini diharapkan dapat<br />
menyediakan 160 bed<br />
tahun depan,” jelasnya.<br />
Sementara itu, Managing<br />
Director & Chief Operations<br />
Officer Siloam, DR.dr.Andry<br />
menyatakan, perluasan ini<br />
tak lepas dari visi group Siloam<br />
untuk standardisasi<br />
kualitas pelayanan integrated<br />
safety yang harus kami<br />
tonjolkan dan buktikan.<br />
Selain di Lippo Cikarang,<br />
Siloam Hospitals telah mengoperasikan<br />
22 Rumah Sakit<br />
dan klinik dan terus<br />
berkembang. “Pada akhir<br />
tahun <strong>2016</strong> ini akan beroperasi<br />
30 unit rumah sakit Siloam,<br />
dan saat ini sedang<br />
progress di Bogor, Bangka,<br />
Jogjakarta, Lubuk linggau,<br />
Jember, serta Ambon,” ungkapnya.<br />
(grd)<br />
<strong>Bisnis</strong> <strong>Jakarta</strong>/ant<br />
PENGURANGAN COST RECOVERY - Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjiipto (tengah) mengikuti rapat<br />
bersama Komisi VII di Komplek Parlemen Senayan, <strong>Jakarta</strong>, kemarin. Rapat tersebut membahas subsidi<br />
energi serta permintaan Plt Menteri ESDM Luhut Panjaitan terkait pengurangan cost recovery migas dari 11,6<br />
miliar dolar AS menjadi 10,4 miliar dolar AS.<br />
JAKARTA - Komisi VII<br />
DPR RI menyetujui usulan Kementerian<br />
Energi dan Sumber<br />
Daya Mineral (ESDM) atas<br />
pagu anggaran pengembalian<br />
biaya operasi migas atau cost<br />
recovery pada Rancangan<br />
Anggaran Pendapatan dan<br />
Belanja Negara (RAPBN) 2017<br />
sebesar 10,4 miliar dolar AS.<br />
Dari hasil kesimpulan rapat<br />
kerja dengan jajaran Kementerian<br />
ESDM di <strong>Jakarta</strong>,<br />
Kamis, Ketua Komisi VII DPR<br />
RI Gus Irawan Pasaribu mengatakan<br />
perhitungan rincian<br />
JAKARTA - Harga gas murah<br />
diprediksi akan mengundang<br />
investasi baru bidang industri,<br />
demikian disampaikan<br />
Dirjen Industri Kimia Tekstil<br />
dan Aneka Kementerian Perindustrian<br />
Achmad Sigit Dwidahjono.<br />
“Kalau harga gas diturunkan<br />
itu bisa mendorong<br />
masukya investasi baru, misalnya<br />
di sektor industri petrokimia<br />
hulu dan antara,” kata Sigit<br />
di <strong>Jakarta</strong>, kemarin.<br />
Menurut Sigit, masih banyak<br />
industri petrokimia hulu dan<br />
anggaran cost recovery akan<br />
dibahas melalui rapat dengar<br />
pendapat (RDP) dengan Satuan<br />
Kerja Khusus Pelaksana<br />
Kegiatan Usaha Hulu Minyak<br />
dan Gas Bumi (SKK Migas)<br />
sesuai dengan rencana kerja<br />
dan anggaran (work plan and<br />
budget/WP&B).<br />
“Komisi VII dapat menyetujui<br />
cost recover untuk<br />
RAPBN 2017 sebesar 10,4 miliar<br />
dolar AS. Struktur biaya<br />
secara rinci dibahas dan disetujui<br />
pada RDP berikutnya<br />
dengan SKK Migas sesuai<br />
antara di Indonesia yang belum<br />
ada, sehingga 90 persen bahan<br />
baku yang dibutuhkan industri<br />
hilir petrokimia masih diimpor<br />
dari sejumlah negara. “Hal ini<br />
membebani neraca perdagangan<br />
kita,” tukas Sigit.<br />
Tak adanya industri<br />
petrokimia hulu dan antara<br />
tersebut disinyalir karena harga<br />
gas di dalam negeri masih<br />
mahal, terlebih industri<br />
petrokimia menyerap penggunaan<br />
gas yang tinggi yakni<br />
sekitar 70 persen. Jika rata-rata<br />
siklus penyampaian WP&B,”<br />
katanya.<br />
Anggaran cost recovery<br />
yang disetujui itu lebih<br />
rendah dari pengajuan SKK<br />
Migas sebelumnya sebesar<br />
11,7 miliar dolar AS.<br />
Menurut Pelaksana Tugas<br />
(Plt) Menteri ESDM Luhut<br />
Binsar Panjaitan penurunan<br />
anggaran cost recovery<br />
tersebut juga telah dikomunikasikan<br />
dengan Kepala<br />
SKK Migas Amien Sunaryadi<br />
dan Wakil Menteri<br />
Keuangan Mardiasmo. (ant)<br />
Harga Gas Murah<br />
Undang Investasi Baru<br />
harga gas untuk industri di<br />
berbagai negara di dunia<br />
berkisar antara 1,78 hingga<br />
4,74 dollar AS per MMBTU,<br />
maka harga gas di Indonesia<br />
untuk industri saat ini mencapai<br />
9 hingga 11 dollar AS per<br />
MMBTU.<br />
“Kalau untuk industri<br />
yang menjadikan gas sebagai<br />
bahan baku, seperti<br />
industri pupuk, itu harganya<br />
berkisar antara 4,5 hingga<br />
6,7 dollar AS per MMB-<br />
TU,” pungkas Sigit. (ant)