You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
DETEKTOR GEIGER MULLER (GM)<br />
A. TUJUAN<br />
Pada praktikum ini para peserta diharapkan dapat mengetahui karakteristik pencacah.<br />
Geiger-Muller serta dapat melakukan pencacahan radiasi menggunakan sistem pencacah<br />
dengan detektor Geiger-Muller.<br />
Adapun tujuan operasionalnya adalah sebagai berikut :<br />
1. Menggambar daerah plato serta menentukan tegangan kerja detektor.<br />
2. Menguji kestabilan sistem pencacah yang digunakan.<br />
3. Menentukan waktu mati detektor.<br />
4. Menentukan efisiensi detektor.<br />
5. Menentukan aktivitas suatu sumber radiasi.<br />
B. TEORI<br />
Detektor Geiger Muller merupakan detektor yang sangat banyak digunakan baik<br />
sebagai sistem pencacahan maupun dalam kerja lapangan (surveymeter). Detektor ini<br />
termasuk keluarga detektor tabung isian gas yang bekerja berdasarkan ionisasi gas.<br />
Keuntungan dari detektor ini dapat menghasilkan pulsa listrik yang relatif besar<br />
dibandingkan dengan detektor jenis lain akan tetapi detektor ini tidak dapat membedakan<br />
energi radiasi yans mengenainya.<br />
Tegangan kerja (HV) yang diberikan pada detaktor GM dapat mempengaruhi laju<br />
cacah yang dihasilkan. Hal ini merupakan salah satu karakteristik dari setiap detektor GM.<br />
Adapun perubahan laju cacahnya mengikuti kurva karakteristik seperti gambar 1 berikut<br />
ini,<br />
`<br />
Tegangan kerja detektor dipilih pada daerah plato atau tepatnya pada 1/3 lebar plato.<br />
Gambar 1. Kurva plato detektor GM<br />
Kemiringan daerah Plato juga perlu diketuhui untuk melihat keandalan detektor. Hal ini<br />
dapat ditentukan dengan persamaan 1. berikut ;<br />
<strong>Praktikum</strong> <strong>ADPR</strong> <strong>2013</strong> 1
R2<br />
R1<br />
Lp 100%<br />
(1)<br />
V V<br />
R<br />
<br />
2<br />
1<br />
<br />
1<br />
Dengan Lp = Kemiringan plato (% per Volt atau % per 100 Volt).<br />
R<br />
1<br />
= Laju cacah pada awal daerah plato, V<br />
1<br />
(cpm/cps) .<br />
R<br />
2<br />
= Laju cacah pada akhir daerah plato V<br />
2<br />
(cpm/cps) .<br />
Nilai kemiringan yang masih dianggap baik adalah lebih kecil daripada 0,1 % per volt.<br />
Kestabilan suatu alat ukur radiasi dapat ditentukan dengan menggunakan<br />
prinsip 'Chi Square Test'. Nilai chi-square nya dapat dihitung dengan persamaan 2.<br />
berikut.<br />
χ 2 n<br />
1<br />
<br />
<br />
<br />
R <br />
i<br />
R <br />
R 1 2<br />
(2)<br />
Dengan :<br />
χ 2<br />
<br />
R<br />
R<br />
i<br />
= nilai chi square<br />
= laju cacahan rata-rata (cpm atau cpd)<br />
= laju cacahan setiap pengukuran (cpm atau cpd)<br />
Untuk pengujian dengan melakukan 1O kali pengukuran berulang (N = 1O), sistem<br />
pencacah masih dapat dikatakan stabil bila nilai chi square-nya berkisar antara 3,33 dan<br />
16,9.<br />
Detektor GM termasuk detektor yang "lambat" sehingga untuk pencacahan aktivitas tinggi,<br />
hasil cacahnya harus dikoreksi terhadap waktu mati ( ) detektor tersebut, yang dapat<br />
ditentukan dengan persamaan 3. berikut ini:<br />
R R R Rb<br />
<br />
(3)<br />
R R<br />
1 2<br />
2<br />
R12<br />
<br />
12<br />
2<br />
1<br />
<br />
2<br />
2<br />
Dengan<br />
= Waktu mati detektor (menit atau detik).<br />
R<br />
1<br />
= Laju cacah sumber 1 (cps) .<br />
R = Laju cacah sumber 2 (cps).<br />
2<br />
R<br />
12<br />
= Laju cacah sumber 1 dan sumber 2 bersama-sama (cps)<br />
R = Laju cacah latar belakang (cps)<br />
b<br />
Adapun untuk mengoreksi hasil cacah terhadap waktu digunakan persamaan 4. berikut ini:<br />
Ro<br />
Rc (4)<br />
1<br />
Ro.<br />
Dengan<br />
R = Laju cacah setelah dikoreksi (menit atau detik).<br />
c<br />
<strong>Praktikum</strong> <strong>ADPR</strong> <strong>2013</strong> 2
R<br />
0<br />
= Laju cacah hasil pengamatan (menit atau detik).<br />
Oleh karena tidak seluruh radiasi yang dilepaskan sumber dapat tercacah oleh detektor,<br />
maka perlu menentukan efisiensi detektor yang menunjukkan korelasi antara nilai cacah<br />
yang ditunjukkan sistem pencacah GM dan aktifitas sumber sebenarnya. Nilai efisiensi ini<br />
dapat ditentukan dengan persamaan 5. berikut ini:<br />
R<br />
<br />
(5)<br />
A.<br />
p<br />
Dengan : = efisiensi detektor.<br />
R = laju cacah (cpd).<br />
A = aktifitas sumber sebenarnya ( Bq )<br />
p = probabilitas pemancaran radiasi<br />
Nilai efisiensi dari setiap detektor sangat dipengruhi oleh faktor geometri antara sumber<br />
dan detektor, sehingga apabila jarak antara sumber dan detektor berubah, nilai efisiensinya<br />
juga berubah.<br />
C. PERALATAN DAN BAHAN<br />
1. Detektor Geiger Muller,<br />
2. Inverter, berfungsi untuk membalik pulsa negatif yang dihasilkan oleh detektor<br />
Geiger Muller .<br />
3. Tegangan Tinggi (High Voltage), berfungsi untuk mencatu tegangan tinggi detektor.<br />
4. Pencacah (Counter), berfungsi untuk mencacah jumlah pulsa yang dihasilkan sistem<br />
pencacah .<br />
5. Penala Waktu (Timer), berfungsi untuk mengatur selang waktu pencacahan.<br />
6. Sumber Standar, berfungsi sebagai sumber radiasi yang sudah diketahui aktifitas<br />
awalnya.<br />
7. Sumber yang akan ditentukan aktivitasnya.<br />
D. PROSEDUR KERJA.<br />
D.1. Menentukan daerah Plato<br />
1. Rangkaikan peralatan seperti pada gambar 2. kemudian sistem pencacah<br />
dinyalakan dan ditunggu 10 menit.<br />
2. Sebuah pemancar beta, dapat menggunakan Cs - l37 , Co - 60 atau sumber lain,<br />
diletakkan pada ruang pencacahan<br />
3. Penala waktu diatur untuk waktu cacah 2 menit (sesuai dengan petunjuk<br />
Pembimbing <strong>Praktikum</strong>)<br />
4. Pencacahan dimulai dengan menekan tombol ’count ' pada pencacah dan ’start'<br />
pada penala waktu.<br />
5. Bersamaan dengan langkah 4 di atas, sumber tegangan tinggi dinaikkan secara<br />
perlahan-lahan dan perhatikan penunjuk cacahan (digit) pada pencacah.<br />
<strong>Praktikum</strong> <strong>ADPR</strong> <strong>2013</strong> 3
6. Apabila pada penunjuk cacahan telah menunjukkan perubahan nilai, yang semula<br />
nol, turunkan lagi tegangan tingginya ± 50 Volt sampai memperoleh nilai yang<br />
bulat, misalnya 400 Volt,<br />
7. Penala waktu diatur untuk waktu cacah 60 detik.<br />
8 Pencacahan dilakukan lagi dan catat nilai cacahnya untuk setiap kenaikkan<br />
tegangan tinggi sebesar 25 Volt. (sesuai dengan petunjuk Pembimbing <strong>Praktikum</strong>)<br />
9. Apabila nilai cacah menunjukkan kenaikkan yang cukup besar, berarti sudah<br />
mencapai daerah ’break down’, dan pencacahan dihentikan.<br />
10. Tegangan tinggi diturunkan sampai ke tegangan kerja detektor (lihat teori untuk<br />
penentuan tegangan kerja)<br />
Catatan.<br />
- Untuk pencacahan selanjutnya tegangan tinggi diatur tetap pada tegangan kerja.<br />
D.2. Menguji Kestabilan Sistem Pencacah<br />
1. Untuk mengetahui laju cacah latar belakang, dilakukan pencacahan selama 4<br />
menit tanpa menggunakan sumber radiasi.<br />
Nilai yang diperoleh merupakan cacahan latar belakang yang akan digunakan<br />
dalam perhitungan selanjutnya.<br />
2. Sebuah sumber radiasi diletakkan di tempat pencacahan.<br />
3. Penala waktu diatur untuk pencacahan 1 menit.<br />
4. Pencacahan dilakukan sebanyak 10 kali dan catat nilai cacahnya.<br />
D.3. Menentukan Waktu Mati Detektor<br />
1. Persiapkan sumber radiasi 2 buah ( R 1 dan R 2 ).<br />
2. Penala waktu diatur untuk pencacahan 2 menit.<br />
3. Pencacahan dilakukan masing-masing sebanyak 3 kali untuk sumber 1, sumber 1<br />
dan sumber 2 bersama-sama dan berikutnya sumber 2 sendiri.<br />
Catatan<br />
- Posisi sumber 1 dan sumber 2 pada masing-masing pencacahan hendaknya tidak<br />
berubah.<br />
D.4. Menentukan Efisiensi Detektor<br />
1. Sumber radiasi beta (Tl-204) yang sudah diketahui aktivitas awalnya diletakkan di<br />
ruang pencacahan.<br />
2. Penala waktu diatur untuk pencacahan 10 menit.<br />
3. Pencacahan dilakukan cukup 1 kali.<br />
D.5. Menentukan Aktivitas Suatu Sumber<br />
1. Suatu sumber radiasi beta (dari asisten) diletakkan di ruang pencacahan.<br />
2. Penala waktu diatur untuk pencacahan 10 menit.<br />
3. Pencacahan dilakukan sebanyak 10 kali.<br />
<strong>Praktikum</strong> <strong>ADPR</strong> <strong>2013</strong> 4
F. PERHITUNGAN.<br />
1. Menggambarkan kurva karakteristik (daerah plato) pada kertas grafik antara laju<br />
cacahan dan tegangan tinggi yang diberikan, menentukan tegangan kerja dan<br />
kemiringan plato<br />
2. Menentukan kestabilan sistem pencacahan dengan metoda 'Chi Square Test'.<br />
3. Menentukan waktu mati detektor, dengan menggunakan persamaan 2. pada teori.<br />
4. Menentukan efisiensi detektor, menggunakan persamaan 4. pada teori. Sedangkan untuk<br />
menentukan aktifitas sebenarnya digunakan persamaan 6. berikut:<br />
Dengan :<br />
A<br />
(0,693.<br />
t)/ T 1<br />
2<br />
Ao . e<br />
(6)<br />
A = aktifitas sebenarnya saat pengukuran (Bq )<br />
Ao = aktifitas mula-mula pada tanggal acuannya<br />
t = selang waktu antara tanggal acuan dan tanggal pengukuran<br />
(jam/hari/bulan/tahun)<br />
T 1/2 = waktu paruh sumber (jam/hari/bulan/tahun).<br />
5. Menentukan aktifitas suatu sumber radiasi, menggunakan persamaan 4. dengan nilai<br />
efisiensi yang diperoleh dari perhitungan di atas.<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
1. Practice Exercise, EG & G ORTEC.<br />
2. G. F. Knoll, Radiation Detection and Measurement, John Wiley.<br />
3. H. J. Moe, S. R, Lasuk, Radiation Safety Technicians Training Course, Argone<br />
National Laboratory.<br />
<strong>Praktikum</strong> <strong>ADPR</strong> <strong>2013</strong> 5
DETEKTOR SINTILATOR NaI (Tl)<br />
Maksud Percobaan<br />
1. Mempelajari Cara kerja Detektor NaI(Tl)<br />
2. Membuat Spektrum Energi Gamma dengan NaI(Tl)<br />
3. Membuat Grafik Kalibrasi Energi, dan menentukan Energi suatu radioisotop<br />
TEORI SINGKAT<br />
I. Detektor Sintilator NaI(Tl)<br />
Prinsip kerja sebuah detektor sintilator adalah terjadinya kelipan cahaya apabila pada<br />
bahan sintilator dikenai partikel radiasi ataupun foton radiasi. Banyak jenis bahan sintilator,<br />
baik anorganik maupun organik. Jenis sintilator sangat menentukan jenis radiasi yang dapat<br />
dideteksi. Salah satu jenis sintilator yang banyak digunakan untuk keperluan deteksi radiasi<br />
foton gamma adalah Sintilator NaI yang diberi aktivator Tl, sehingga detektornya lebih<br />
dikenal sebagai detektor NaI(Tl).<br />
Sebuah detektor Sintilasi NaI(Tl) terdiri dari :<br />
1. Kristal NaI(Tl) yang berfungsi mengubah foton radiasi menjadi kelipan cahaya<br />
2. Photodiode yang berfungsi mengubah kelipan cahaya menajdi fotoelektron<br />
3. Tabung Pengganda Elektron (PMT) berfungsi melipatgandakan elektron yang<br />
terbentuk yang pada akhirnya terbentuk pulsa.<br />
Skema gambar sebuah detektor NaI(Tl) dapat dilhat pada gambar 1.<br />
Gambar 1. Detektor Sintilator NaI(Tl)<br />
Kelipan cahaya yang timbul diakibatkan adanya foton radiasi, oleh fotodiode diubah<br />
menjadi fotoelektron. Kelipan cahaya yang timbul sebanding dengan energi foton yang<br />
datang. Semakin besar energi, maka kelipan cahaya yang timbul semakin banyak dan<br />
fotoelektron yang terbentukpun semakin banyak. Jika fotoelektron dilipatgandakan didalam<br />
tabung PMT, akan terbentuk pulsa yang tingginya sebanding dengan energi foton yang datang.<br />
Dengan demikian tinggi pulsa yang timbul akan sebanding dengan energi yang foton datang.<br />
II. Interaksi sinar gamma dengan materi.<br />
lnteraksi sinar gamma dengan materi memberikan proses photolistrik, efek Compton dan<br />
bentukan pasangan. Pada hamburan sinar gamma tidak ada tebal tertentu yang dapat<br />
menyerap semua sinar gamma dalam materi, seperti untuk sinar alpha dan sinar beta.<br />
Besar intensitas sinar gamma materi akan turun sebagai fungsi eksponensial sesuai dengan<br />
persamaan<br />
<strong>Praktikum</strong> <strong>ADPR</strong> <strong>2013</strong> 6
I<br />
x<br />
I 0<br />
e<br />
x<br />
Harga u disebut koeffisien absorpsi sinar gamma yang bergantung pada macam materi dan<br />
energi sinar gamma.<br />
<br />
<br />
pl<br />
= Koeff absorpsi sinar gamma akibat proses efek photo listrik<br />
<br />
c<br />
= Koeff absorpsi sinar gamma akibat proses efek Compton<br />
= Koeff absorpsi sinar gamma akibat proses bentukan pasangan<br />
pp<br />
pl<br />
1. Efek Photolistrik.<br />
Pada peristiwa ini sinar gamma berinteraksi clengan elektron yang terikat oleh inti atom<br />
menimbulkan elektron terlepas dari ikatannya. Besar energi kinetik elektron tersebut sama<br />
dengan besar energi sinar gamma dikurangi energi ikat elektron.<br />
c<br />
pp<br />
E k<br />
h<br />
W<br />
E<br />
k<br />
= energi ikat elektron.<br />
h = energi sinar gamma<br />
W = energi ikat elektron.<br />
Kebolehjadian peristiwa ini terjadi untuk sinar gamma yang berenergi < I MeV.<br />
2. Efek Compton<br />
Pada peristiwa ini sinar gamma berinteraksi dengan elektron bebas sesuatu atom<br />
sehingga mengakibatkan elektron terlepas dan terjadi hamburan sinar gamma. Proses tersebut<br />
dapat dilihat pada gambar 1.. Jika energi sinar gamma mula-mula adalah h, dan energi sinar<br />
gamma yang dihamburkan adalah h’, dan besar sudut hamburan adalah , maka hubungan<br />
antara energi sinar gamma mula-mula dengan yang dihamburkan dapat ditulis seperti dalam<br />
rumus berikut:<br />
:<br />
Gambar 2. Peristiwa Proses Compton<br />
h<br />
<br />
1 <br />
h<br />
2<br />
1<br />
cos<br />
h<br />
/ mc<br />
dan besarnya energi kinetik elektron yang terlepas adalah<br />
<strong>Praktikum</strong> <strong>ADPR</strong> <strong>2013</strong> 7
E<br />
k<br />
<br />
1 <br />
<br />
1 <br />
2<br />
cos<br />
h<br />
/ mc<br />
2<br />
1<br />
cos<br />
hmc<br />
Kebolehjadian ini terjadi untuk energi sinar gamma sekitar 0,5 MeV - 5 MeV. Dalam hal ini<br />
khusus apabila terjadi backscattering (sudut sama dengan1800) maka energi sinar gamma<br />
yang terhambur' adalah<br />
E<br />
h<br />
<br />
1 4E<br />
3. Efek Produksi Pasangan<br />
Pada peristiwa ini sinar gamma berinteraksi dengan materi dimana sinar gamma akan<br />
lenyap dan timbut pasangan positron dan elektron negatif. Peristiwa ini terjadi apabila energi<br />
sinar gamma lebih besar dari 1,02 MeV. Besarnya energi kinetis kedua partikel tersebut sama<br />
dengan besarnya energi sinar gamma dikurangi besarnya energi yang hilang untuk membentuk<br />
positron dan elektron.<br />
Maka<br />
E kin<br />
h<br />
2mc<br />
= h<br />
1, 02MeV<br />
2<br />
dengan E<br />
kin<br />
adalah energi gerak positron dan elektron.<br />
Hasil akhir ketiga peristiwa tersebut adalah elektronyang dapat dimanfaatkan untuk<br />
sistem deteksi sehingga akhirnya lewat ketiga peristiwa tersebut dapat dideteksi intensitas dan<br />
energi sinar gamma.<br />
III. Spektrum Energi dan Kalibrasi Energi serta Efisiensi Pencacahan<br />
Untuk memperoleh spektrum energi sumber radioaktf, dapat menggunakan peralatan<br />
Multi Channel Analyser atau Single Channel Analyser (MCA/SCA) kedua alat tersebut tidak<br />
lain adalah penganalisa tinggi pulsa (Pulse Hight Analyser PHA). SCA pada prinsipnya<br />
adalah dua buah diskriminator yaitu diskriminator atas dan bawah. Selisih tinggi diskriminator<br />
atas dan bawah dikenal dengan nama jendela (window), yang lebarnya dapat dibuat tetap misal<br />
0,2 Volt. Pulsa yang tingginya berada diantara diskriminator bawah ditambah lebar jendela<br />
akan tercacah, sedangkan diluarnya tidak tercacah.<br />
Untuk mendapatkan spektrum dilakukan pencacahan pada setiap ketinggian<br />
diskrimanator bawah yang biasa disebut nomor kanal. Dengan melakukan pencacahan untuk<br />
setiap nomor kanal akan diperoleh cacah setiap nomor kanal. Dari hasil yang diperoleh dapat<br />
dibuat grafik antara cacah vs. nomor kanal yang tidak lain adalah spektrum energi dari suatu<br />
sumber radioaktif. Contoh spektrum energi seperti gambar 3. berikut :<br />
Dengan menggunakan sumber standar yang ada antara lain: Co-60; Cs-137 dan Na-22<br />
dapat diperoleh grafik kalibrasi energi yaitu grafik antara energi Vs nomor kanal. Ketiga<br />
sumber radioaktif tersebut masing masing memancarkan energi 1,17 dan 1,33 MeV; 0,662<br />
MeV dan 1,274 MeV.<br />
<strong>Praktikum</strong> <strong>ADPR</strong> <strong>2013</strong> 8
Gambar 3. Spektrum Energi dari Cs-137<br />
Untuk menetukan energi suatu sumber yang belum diketahui besarnya, dapat diperoleh<br />
dengan menggunakan grafik kalibrasi yaitu grafik energi vs. nomor kanal puncak, seperti pada<br />
gambar 4.<br />
Gambar 4. Grafik Kalibrasi<br />
Sedangkan untuk untuk mengetahui efisiensi pencacahan, dilakukan perhitungan hasil<br />
luasan dibawah puncak tersebut yang sebelumnya dikurangi background dibandingkan dengan<br />
aktivitas dari sumber standard yang telah diketahui maka akan didapatkan effisiensi sistem<br />
deteksi dari detektor Nal(TI). Percobaan kalibrasi efisiensi vs energi dilakukan dengan<br />
menggunakan sumber standard Na-22; Mn-54; Cs-137 dan Co-60. Dilakukan pula<br />
perhitungan effisiensi, untuk berbagai intensitas yang masuk ke detektor Nal(Tl) dengan cara<br />
merubah jarak antara detektor dan sumber standard<br />
Cara melakukan perhitungan luasan daerah dibawah grafik spektrum yaitu dengan<br />
menggambarkan spektrum sinar gamma diatas kertas, kemudian dilakukan pengurangan<br />
intensitas cacah total dikurangi intensitas cacah akibat background sehingga didapat intensitas<br />
<strong>Praktikum</strong> <strong>ADPR</strong> <strong>2013</strong> 9
cacah yang diakibatkan oleh sumber standard. Luasan dibawah intensitas cacah akibat sumber<br />
standard dibandingkan dengan aktivitas sumber standard setelah dikoreksi dengan waktu<br />
lamanya meluruh dari saat sumber dibuat sampai saat percobaan dilakukan dan fraksi<br />
disitegrasi dari sinar gamma.<br />
UntuK mehghitung effisiensi detektor digunakan rumus<br />
dengan :<br />
E<br />
p<br />
U<br />
<br />
1<br />
U<br />
t<br />
b<br />
1<br />
.<br />
f . Au1<br />
E<br />
p<br />
= Efisiensi detektor NaI(Tl)<br />
t = waktu pencacahan (s)<br />
U<br />
1<br />
= Intensitas cacah total di bawah photo peak<br />
U<br />
b<br />
= Intensitas background pada waktu pencacahan yang sama dengan U<br />
1<br />
<br />
<br />
1<br />
= Faktor geometri <br />
d<br />
1 dengan d jarak detektor ke sumber,<br />
2<br />
2 2<br />
d R <br />
R adalah jari-jari detektor<br />
f = fraksi peluruhan gamma<br />
A<br />
U 1<br />
= aktifitas sumber<br />
TATA KERJA PERC0BAAN<br />
Harga f untuk berbagai isotop<br />
Isotop Energi gamma (MeV) f<br />
Cs-137 0,662 0,92<br />
Cr-51 0,323 0,09<br />
Co-60 1,17 0,99<br />
Co-60 1,33 0,99<br />
Na-22 1,276 0,99<br />
Na-22 0,511 0,999<br />
Mn-54 0,842 1,00<br />
Zn-65 1,14 0,44<br />
1. Rangkai peralatan seperti blok diagram pada Gambar 5.seperti berikut:<br />
2. Atur tegangan tinggi detektor, atur penguatan (gain) Amplifier (sesuai petunjuk<br />
Asisten) dan jendela diatur sebesar 0,2 Volt.<br />
3. Lakukan pencacahan untuk setiap sumber dengan untuk setiap nomor kanal (tinggi<br />
diskrimator bawah)<br />
<strong>Praktikum</strong> <strong>ADPR</strong> <strong>2013</strong> 10
SINTILATOR<br />
PHOTO KATODA<br />
HV ORTEC<br />
456<br />
PENCACAH<br />
ORTEC 875<br />
SUMBER<br />
RADIASI<br />
PM<br />
T<br />
LIGTH PIPE<br />
PRE AMP<br />
ORTEC 113<br />
AMPLIFIER<br />
ORTEC 571<br />
TSCA<br />
ORTEC 551<br />
PULSER<br />
ORTEC 580<br />
OSILOSKOP<br />
Gambar 5. Diagram detektor Sintilasi N a I(Tl)<br />
4. Gambar intensitas pencacahan vs nomor kanal (spektrum energi) untuk berbagai energi<br />
5. Dari data yang diperoleh (langkah 4), buat grafik Energi vs nomor kanal.<br />
6. Hitung effisiensi detektor dengan rumus diatas.<br />
7. Buat grafik efisiensi detektor terhadap energi gamma.<br />
<strong>Praktikum</strong> <strong>ADPR</strong> <strong>2013</strong> 11
DETEKTOR SEMIKONDUKTOR CdTe<br />
A. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM :<br />
Agar mahasiswa dapat melakukan spektrometri sinar- dengan detektor CdTe.<br />
B. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS :<br />
Agar mahasiswa dapat mengetahui spektrum gamma sumber radioaktif.<br />
Agar mahasiswa dapat melakukan kalibrasi energi.<br />
Agar mahasiswa dapat melakukan identifikasi unsur radioaktif.<br />
C. PERALATAN YANG DIPERLUKAN :<br />
Accuspec.<br />
Detektor CdTe & Preamp Model XR-100T-CdTe.<br />
Power Supply & Amplifier Model PX2T.<br />
Sumber radioaktif.<br />
D. TEORI SINGKAT :<br />
Detektor CdTe merupakan detektor yang dibuat dari bahan Cadmium dan Tellurium.<br />
Seperti halnya detektor semikonduktor lainnya, detektor ini bekerja berdasarkan interaksi<br />
sinar-X atau sinar- dengan atom-atom CdTe yang kemudian menghasilkan sebuah<br />
pasangan elektron-hole untuk setiap energi sebesar 4,43 eV. Medan listrik dari luar<br />
digunakan untuk memisahkan pasangan elektron-hole sebelum mereka bergabung<br />
kembali, selain itu menyebabkan elektron bergerak menuju anoda dan hole menuju katoda,<br />
sehingga terkumpul muatan pada elektroda dan menghasilkan isyarat. Melalui proses<br />
pengolahan dan analisa tinggi pulsa akhirnya isyarat tersebut dapat dicacah dan<br />
ditampilkan bentuk spektrumnya. Sruktur detektor CdTe seperti ditunjukkan pada gambar<br />
1.<br />
ANODA (+)<br />
ARUS ELEKTRON<br />
FOTON<br />
<br />
<br />
ARUS HOLE<br />
KATODA (-)<br />
E. PROSEDUR PERCOBAAN :<br />
1. Hubungkan sistem seperti gambar 2 .<br />
Gambar 1. Struktur Detektor CdTe<br />
2. Letakkan sumber standar Cs-137 dengan jarak 1 cm di depan jendela detektor<br />
CdTe.<br />
3. Hidupkan accuspec dan modul power supply & amplifier model PX2T<br />
<strong>Praktikum</strong> <strong>ADPR</strong> <strong>2013</strong> 12
4. Amati keluaran amplifier dengan CRO, kemudian atur tinggi pulsa sesuai kebutuhan<br />
dengan memutar knop gain.<br />
5. Atur waktu cacah (livetime preset atau realtime preset) sebesar 30 menit.<br />
6. Jalankan accuspec dengan mengaktifkan akuisisi, tunggu beberapa saat hingga<br />
proses selesai.<br />
7. Catat dan masukkan pada tabel 1 nomor saluran puncak spektrum.<br />
8. Ganti dengan sumber standar Co-60, ulangi proses akuisisi.<br />
9. Ganti dengan sumber X, ulangi proses akuisisi.<br />
10. Lakukan kalibrasi tenaga dengan terlebih dulu memasukkan data energi gamma dan<br />
nomor saluran puncak untuk masing-masing sumber radioaktif.<br />
11. Lakukan identifikasi terhadap sumber x berdasarkan besarnya energi gamma yang<br />
diperoleh melalui proses kalibrasi.<br />
Gambar 2. Sistem spektroskopi sinar gamma dengan detektor<br />
CdTe<br />
Tabel 1.<br />
Peristiwa Tenaga (MeV) No. Saluran<br />
1 Puncak foto 0,662 MeV 0,662<br />
2 Puncak foto 1,17 MeV 1,17<br />
3 Puncak foto 1,33 MeV 1,33<br />
4 Compton edge Cs-137<br />
5 Backscatter Cs-137<br />
6 Backscatter Co-60<br />
<strong>Praktikum</strong> <strong>ADPR</strong> <strong>2013</strong> 13
Tujuan instruksional Umum:<br />
PENGENALAN ALAT UKUR PROTEKSI RADIASI<br />
Mengetahui jenis dan penggunaan instrumen radiasi untuk penanganan radiasi<br />
Tujuan Insnstruksional khusus :<br />
• Mengetahui beberapa alat ukur radiasi<br />
• Mengetahui cara kerja beberapa alat proteksi radiasi<br />
• Mengetahui jenis dan penggunaan instrumen radiasi<br />
• Mengetahui satuan yang digunakan dalam instrumen radiasi<br />
TEORI DASAR<br />
I. Instrumen ukur radiasi<br />
Alat ukur radiasi diperlukan untuk mendeteksi dan mengukur kuantitas dua jenis<br />
potensi paparan.:<br />
1. Paparan eksterna untuk penetrasi radiasi yang dipancarkan oleh sumber diluar<br />
tubuh manusia<br />
2. Paparan interna dimana sekumpulam material radioaktif dalam suatu bentuk<br />
mempunyai kemampuan masuk dan berinteraksi dengan tubuh manusia.<br />
Alat ukur radiasi yang dapat digunakan di daerah kerja seperti gambar 1., meliputi:<br />
A. Doserate meter, alat ukur laju dosis, digunakan untuk mengukur potensi paparan<br />
eksternal<br />
Gambar 1. Alat ukur radiasi<br />
B. Dosimeter , alat ukur dosis, menyangkut kumulatip paparan eksternal<br />
C. Surface Contamination meter, alat ukur kontaminasi permukaan, menyangkut potensi<br />
paparan interna bila substansi radioaktif yang tersebar di permukaan<br />
<strong>Praktikum</strong> <strong>ADPR</strong> <strong>2013</strong> 14
D. Airborne contamination meter and gas monitor, Alat ukur kontaminasi udara dan<br />
monitor gas, yang menyangkut potensi paparan interna bila substansi radioaktif<br />
tersebar diatmosfeer.<br />
Dalam penggunaanya, alat ukur radiasi digunakan sebagai alat proteksi radiasi, yang<br />
dibedakan atas: Surveymeter, Dosimeter personal dan Monitor radiasi<br />
II. A. SURVEYMETER<br />
Suatu Surveymeter -alat ukur laju dosis (doserate meter) menyerap energi dari radiasi<br />
yang masuk. Respon/ tanggapannya proporsional dengan laju kerusakan tissue (organ)<br />
akibat dari paparan eksterna.<br />
Kesesuaian dan efisien instrumen ukur dengan besarannya pada pekerjaan khusus,<br />
harus mampu menyediakan pembacaan langsung laju dosis ekivalent S perjam. Nilai<br />
tanggapan instrumen yang lebih kecil menyatakan laju dosis serap dalam G perjam. (lihat<br />
gambar 10.)<br />
Tanggapan ini hanya untuk radiasi sinar X atau Gamma dan atau radiasi .<br />
Doserate meter mengukur bahaya eksterna dalam satuan laju dosis ekivalen<br />
Gambar 2. Pengukuran laju dosis radiasi<br />
Instrumen khusus diperlukan untuk pengukuran laju dosis ekivalent dari neutron.<br />
Satuan lama (CGS) laju dosis (mrem/jam; mrad/jam dan mR/jam), masih digunakan ada<br />
banyak instru men (10 S/j ekivalent dengan 1 mrem/j).<br />
Surveymeter tidak dapat memberikan respon akurat terhadap kecelakaan eksterna yang<br />
berubah secara cepat atau terpulsa. Integrasi doserate meter dalam selang waktu tertentu atau<br />
dosimeter lebih sesuai untuk penggunaan keadaan tersebut.<br />
Doserate meter memberikan pengukuran langsung paparan eksterna<br />
<strong>Praktikum</strong> <strong>ADPR</strong> <strong>2013</strong> 15
Beberapa surveymeter yang sesuai untuk jenis radiasi<br />
Surveymeter Gamma:<br />
Merupakan surveymeter yang banyak digunakan. Detektor yang sering digunakan adalah<br />
detektor isian gas seperti geiger muler, atau proporsional. Detektor ini dapat juga<br />
digunakan untuk mengukur radiasi sinar-x Nilai kalibrasi surveymeter gamma energi<br />
tinggi berbeda dengan nilai kalibrasi untuk sinar-x<br />
Surveymeter Alpha/Beta :<br />
Surveymeter ini sama dengan surveymeter gamma, hanya penggunaan detektornya harus<br />
mempunyai window tipis dan penutup yang dapat dilepas. Bila digunakan untuk<br />
mendeteksi radiasi alpha, maka penutup harus dibuka sedangkan untuk radiasi beta<br />
penutup dipasang sehingga menyaring radiasi alpha.<br />
Surveymeter netron :<br />
Detektor yang digunakan pada surveymeter neutron biasanya detektor proporsional yang<br />
diisi dengan gas BF3 atau surveymeter biasa (untuk gamma) yang windownya dilapisi<br />
dengan boron. Surveymeter netron dilengkapi dengan bahan parafin sebagai bahan<br />
penahan radiasiatau polietilen untuk membedakan energi netron.<br />
Hal penting yang perlu diperhatikan dalam penggunakan surveymeter adalah:<br />
• Periksa faktor kalibrasi: merupakan parameter yang mengkonversi nilai yang<br />
ditunjukkan oleh alat ukur menjadi nilai yang sesungguhny. Tanpa faktor kalibrasi<br />
nilai yang ditunjukkan oleh alat tidak mempunyai makna.<br />
• Periksa Bateray: harus dilakukan untuk menguji kondisi catu daya tegangan tinggi<br />
detektor. Tegangan catu yang baik akan memberikan detektor peka atau sensitif<br />
terhadap radiasi yang masuk detektor.<br />
• Perhatikan faktor pengali dan tampilan surveymeter. Display laju dosis kadang dalam<br />
satuan yang berbeda misal Sv/jam dan cpm<br />
II.B. DOSIMETER<br />
Dosimeter mengukur kumulatif energi yang diserap sebagai akibat terhadap paparan<br />
radiasi pengion.<br />
Dosimeter personal harus dipakai pekerja radiasi untuk mengukur paparan radiasi.<br />
Dosimeter digunakan secara rutin mencatat dosis kumulatif paparan eksterna. Dosimeter<br />
menyediakan pembacaan seketika, dan mungkin juga memberikan alarm bila dosis yang<br />
terukur mencapai nilai yang telah diatur (setting) oleh pemakai atau pekerja. (lihat gambar<br />
3.)<br />
<strong>Praktikum</strong> <strong>ADPR</strong> <strong>2013</strong> 16
Gambar 3. Personal dosimeter<br />
Integrasi doserate meter dan dosimeter digunakan untuk menaksir/ memperkirakan<br />
paparan eksterna yang cepat berubah. Personal dosimeter dan integrasi doserate meter<br />
mengukur dosis ekivalen bahaya eksternal yang berubah terhadap waktu<br />
Dosimeter memberikan pengukuran kumulatif paparan radiasi<br />
Contoh:<br />
Dalam medan dengan laju dosis tinggi, Pekerjaan harus diselesaikan dengan durasi waktu<br />
yang singkat.<br />
Tiga jenis dosimeter perorangan yang banyak digunakan:<br />
1. Dosimeter saku (Pocket dosimeter)<br />
Dosimeter ini menggunakan detektor kamar ionisasi, dan prinsip kerjanya sama<br />
dengan detektor kamar ionisasi tetapitidak menghasilkan respon yang langsung.Konstruksi<br />
alat ini berupa silinder berupa gas. Dinding silinder berfungsi sebagai katoda, sedang<br />
sumbu logam dengan jarum quartz sebagai anoda (bermuatan positif) Dalam<br />
pemakaiannya, radiasi yang memasuki detektoe akan mengionisasi gas. Ion akan bergerak<br />
ke anoda dan katoda, yang akan mengurangi beda potensial pada jarum quartz dan dinding<br />
silinder, sehingga terjadi penyimpangan jarum penunjuk. Pnyimpangan jarum sebanding<br />
dengan banyaknya dosis yang diterima detektor. Sebelum digunakan biasanya alat ini<br />
dilakukan charging untuk menyimpangkan jarum menunjuk ke nilai nol. Nilai yang<br />
ditunjukkan jarum quartz harus dikalibrasi kenila dosumeter secara berkala.<br />
Keuntungan alat ini dapat dibaca langsung, tidak membutuhkan peralatan tambahan,<br />
kecuali alat charger. Kelemahannya, alat ini tidak dapat menyimpan informasi dosis dalam<br />
waktu lama, karena kebocoran elektrostatis detektor, kurang teliti serta mempunyai<br />
rentang energi tertentu.<br />
<strong>Praktikum</strong> <strong>ADPR</strong> <strong>2013</strong> 17
Meskipun demikian, pekerja yang berada di medan radiasi tinggi dianjurkan<br />
menggunakan alat ini.<br />
2. Film Badge<br />
Detektor yang digunakan pada film badgr adalah film fotografi. Film Bage terdiri<br />
dari film dan tempat film (Holder). Holder terpasang beberapa filter seperti plastik dengan<br />
tebal 0,5 mm, 1,5 mm dan 3 mm, Aluminium 0,6 mm, tembaga 0,3 mm stanium (Sn) 0,8<br />
mm , Pb 04 mm dan campuran Cd0,8 mm,<br />
Masing-masing filter berfiungsi untuk menyaring jenis radiasi dan energi radiasi.<br />
Tanggapan film dipengaruhi oleh energi radiasi.<br />
Keuntungan dari alat ini, karena ada filter sehingga dapat membedakan jenis radiasi<br />
dan mempunyai rentang energi yang lebih lebar dari dosimeter saku. Disamping itu film<br />
yang telah diproses dapat digunakan untuk perhitungan yang teliti dan dapat digunakan<br />
sebagai dokumen. Kekurangan film badge adalah perlu proses fil dan perlu alat baca film<br />
yang disebut densitometer.<br />
3. Thermoluminisensi Detector (TLD)<br />
Alat ini menyerupai film badge, hanya detektor yang digunakan adalah kristal<br />
anorganik thermoluminisensi seperti LiF. Bila radiasi mengenai bahan ini, akan terjadi<br />
proses seperti scintilasi, perbedaanya perbedaan cahaya akan dipercikkan setelah bahan<br />
dipanaskan, tidak langsung seperti bahan scintntilator. Jumlah elektron yang tereksitasi<br />
dan terperangkap dalam pita konduksi sebanding dengan dosis radiasi yang mengenai<br />
kristal Dosis radiasi duhitung dengan jumlah percikan transisi dari pita konduksi ke<br />
keadaan dasar. Dalam praktek, pembacaan pengukuran dilakukan dengan alat yang disebut<br />
‘TLD reader”, yang harganya cukup mahal. Keuntungan alat ini, setelah dibaca alat dapat<br />
digunakan kembali.<br />
II. C. ALAT UKUR KONTAMINASI PERMUKAAN<br />
Alat ukur kontaminasi permukaan digunakan untuk mendeteksi keberadaan substansi<br />
radioaktif pada permukaan dengan batas/ nilai yang dapat diterima (accessible).<br />
Keberadaan substansi tersebut walaupun konsentrasi rendah memungkinkan potensi<br />
paparan interna.<br />
Setiap instrumen mempunyai nilai efisiensi 0 hingga 30% untuk radio nuklida yang<br />
berbeda. Pengukuran harus dilakukan menggunakan instrumen yang telah dikalibrasi dan<br />
efisiensi untuk kontaminan telah ditentukan sebelum nya. Pengukuran dalam Count<br />
(cacah) per detik (cps), selanjutnya dikonversi menjadi Bq/cm2 . (lihat gambar 12.)<br />
Banyak alat kontaminasi permukaan dibuat programable. Pengguna dapat mengatur<br />
instrumen tersebut, seperti tanggapan terhadap radionuklida yang digunakan dan<br />
memperolah pengukuran langsung kontaminasi permukaan dalam Bq/cm2.<br />
Kontaminasi permukaan (surface contamination meter) digunakan untuk mendeteksi<br />
dan mengukur tingkat kontaminasi zat radioaktif pada permukaan.<br />
<strong>Praktikum</strong> <strong>ADPR</strong> <strong>2013</strong> 18
Gambar 4. Alat ukur Kontaminasi permukaan<br />
(surface contamination meter)<br />
Beberapa jenis monitor kontaminasi antara lain adalah:<br />
• Monitor tangan dan kaki (Hand and Foot monitor) yang digunakan untuk mengukur<br />
tingkat kontaminasi pada tangan dan kaki. Setiap pekerja radiasi yang menggunakan<br />
sumber terbuka, seharusnya mengukur tingkat kontaminasi tangan dan kaki setelah<br />
selesai melaksanakan tugas.<br />
• Monitor seluruh tubuh (Whole body monitor) digunakan untuk mengukur tingkat<br />
kontaminasi seluruh tubuh. Peralatan ini biasanya ditempatkan di pintu keluar fasilitas<br />
yang mempunyai potensi kontaminasi sangat tinggi, dan setiap pekerja radiasi harus<br />
mengukur tingkat kontaminasi seluruh tubuh.<br />
II. D. KONTAMINASI UDARA DAN MONITOR GAS<br />
Alat ukur kontaminasi udara digunakan untuk mendeteksi kemingkinan kebera daan<br />
aerosol radioaktif di atmosfeer. Radioaktif mungkin terdispersi dalam aerosol (debu),<br />
Aerosol kondensasi (asap) atau aerosol cair (Kabut).<br />
Instrumen ini digunakan, untuk menggam barkan secara umum udara yang secara<br />
potensial terkontaminasi, yang dialirkan pada laju tetap melalui suatu filter. Instrumen<br />
ini mampu mendeteksi akumu lasi material radioaktif pada filter (lihat gambar 13.)<br />
Monitor gas terdiri detektor radiasi dan secara terus menerus menyampling udara<br />
secara langsung, untuk mengukur keberadaan gas radioaktif. Kontaminan harus<br />
diidentifikasi, dan selanjutnya menentukan aktivitas konsentrasi dalam Bq/m3.<br />
Alat ukur kontaminasi udara dan monitor gas digunakan untuk memperkirakan<br />
kontaminasi udara di ruang kerja. Personal Air Samplers (PAS) digunakan untuk<br />
memonitor resiko/ bahaya yang lebih signifikan di daerah pekerja. Instrumen ini biasanya<br />
peralatan pasif yang tidak dapat memberikan hasil seketika. Instrumen yang mampu<br />
mendeteksi radionuklida, biasanya digunakan sebagai peralatan aktif yang memberi sinyal<br />
/ alarm bila konsentrasi radioaktif udara mencapai nilai batas.<br />
<strong>Praktikum</strong> <strong>ADPR</strong> <strong>2013</strong> 19
Gambar 5. Sampler statis dan monitor gas untuk memonitor kontaminasi udara<br />
Alat ukur Kontaminasi udara (Airbonrne contamination meter) digunakan untuk<br />
mendeteksi dan mengukur partikel radioaktif di atmosfer.<br />
Monitor gas digunakan untuk mendeteksi dan mengukur gas-gas radioaktif di atmosfer<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
1. Tim Proteksi Radiasi, Diktat Kursus Proteksi Radiasi, Pusdiklat Batan, Jakarta, 2002<br />
2. Anonim, Workplace Monitoring For Radiation and Contamination, IAEA, Vienna,<br />
1995.<br />
<strong>Praktikum</strong> <strong>ADPR</strong> <strong>2013</strong> 20
Tujuan<br />
KALIBRASI ALAT UKUR<br />
1. Mengetahui cara mengkalibrasi alat ukur radiasi<br />
2. Menghitung factor kalibrasi dengan metoda langsung<br />
3. Menghitung factor kalibrasi dengan metoda tak langsung<br />
4. Menentukan kesalahan pengukuran dari alat ukur.<br />
I. TEORI<br />
1. Pengertian Kalibrasi<br />
1). Kalibrasi alat ukur adalah sustu system yang digunakan untuk standarisasi alat ukur<br />
yang belum standard terhadap alat ukur standard.<br />
2). Kalibrasi alat ukur radiasi adalah suatu system yang digunakan untuk standarisasi alat<br />
ukur radiasi yang belum standard terhadap alat ukur radiasi standard.<br />
Dari definisi diatas dapat dikatakan bahwa untuk penggunaan alat deteksi radiasi<br />
baik dilapangan maupun di laboratorium perlu dikalibrasi/distandarisasi dengan alat ukur<br />
yang sudah standard agar tidak terjadi penyimpangan yang besar dalam pengukuran.<br />
2. Klasifikasi Alat Ukur Radiasi Standard<br />
- Alat ukur radiasi standard primer<br />
Alat ukur radiasi standard yang mempunyai tingkat ketelitian yang sangat akurat,<br />
dan mempunyai penyimpangan (standard deviasi) lebih kecil dari 5 %. Alat ukur<br />
radiasi standard ini digunakan untuk kalibrasi alat ukur radiasi standard sekunder.<br />
- Alat ukur radiasi standard sekunder<br />
Alat ukur radiasi standard yang dikalibrasi dengan membandingkan ketelitian<br />
pengukurannya dengan alat ukur standard primer. Alat ukur radiasi standard ini<br />
digunakan untuk kalibrasi alat ukur radiasi standard tersier.<br />
- Alat ukur radiasi standard tersier<br />
Alat ukur radiasi standard yang dikalibrasi dengan membandingkan ketelitian<br />
pengukurannya dengan alat ukur standard sekunder.<br />
- Alat ukur radiasi standard Nasional<br />
Suatu alat ukur radiasi standard yang ukurannya ditetapkan oleh para ahli yang<br />
berkedudukan di IAEA sebagai standard untuk kalibrasi alat ukur radiasi di suatu<br />
Negara.<br />
3. Metoda kalibrasi alat ukur radiasi.<br />
Ada dua cara/metoda yang digunakan diantaranya :<br />
a. Kalibrasi langsung :<br />
Suatu metoda kalibrasi dengan menggunakan sumber radiasi yang diketahui<br />
aktivitasnya. Cara kalibrasi alat ukur ini dapat dilakukan setelah terlebih dahulu<br />
dihitung laju dosis paparan radiasi sumber standard apda jarak tertentu. Kemudian<br />
<strong>Praktikum</strong> <strong>ADPR</strong> <strong>2013</strong> 21
laju dosis paparan radiasi yang dihitung tersebut sebagai pembanding terhadap laju<br />
dosis paparan radiasi alat ukur radiasi yang diamati.<br />
b. Kalibrasi tak langsung :<br />
Suatu metoda kalibrasi dengan membandingkan respon alat ukur radiasi yang<br />
sedang dikalibrasi terhadap respon alat ukur radiasi yang sudah dikalibrasi dan<br />
dianggap standard. Pada kalibrasi ini factor hamburan balik tidak merupakan<br />
masalah pokok.<br />
4. Rumus-rumus yang digunakan.<br />
1. A 1 = A 0 e -λt ln 2<br />
dengan <br />
T<br />
1<br />
2<br />
A1<br />
2. <br />
<br />
X R<br />
s<br />
d 2 jam <br />
f<br />
s<br />
X<br />
s<br />
3. f<br />
x<br />
dengan X<br />
k<br />
= laju dosis paparan radiasi dari percobaan<br />
X<br />
k<br />
1 2<br />
p<br />
<br />
n 1 r<br />
X<br />
k<br />
X<br />
s<br />
dengan X<br />
r<br />
<br />
X<br />
4. E<br />
X<br />
100%<br />
5.<br />
E<br />
t<br />
<br />
Keterangan :<br />
2<br />
E<br />
s<br />
<br />
E<br />
k<br />
s<br />
A<br />
1<br />
aktivitas sumber pada saat dilakukan percobaan (satuan currie : Ci)<br />
A<br />
0<br />
aktivitas awal sumber ((satuan currie : Ci)<br />
t = selang waktu dari aktivitas sumber mula-mula sampai aktivitas sumber akhir ( saat<br />
waktu pengukuran dilakukan)<br />
T waktu paro sumber standard (satuan hari; bulan; atau tahun)<br />
1 2<br />
X<br />
s<br />
laju dosis paparan radiasi sumber standard pada jarak tertentu berdasarkan<br />
perhitungan (satuan : R/jam)<br />
X<br />
k<br />
= harga rata-rata laju dosis paparan radiasi sumber berdasarkan pembacaan alat ukur<br />
radiasi yang dikalibrasi pada jarak yang sama (satuan : R/jam)<br />
Faktor gamma sumber standard dengan alat ukur radiasi yang dikalibrasi (satuan :<br />
R meter 2 /Ci jam)<br />
E besar kesalahan relative dari pengukuran<br />
p<br />
E<br />
s<br />
besar keselahan dari sumber standard (1 %)<br />
n jumlah kali pengukuran<br />
f = faktor kalibrasi alat yang dihitung<br />
k<br />
f =<br />
s<br />
faktor kalibrasi standard (sudah ditentukan)<br />
<strong>Praktikum</strong> <strong>ADPR</strong> <strong>2013</strong> 22
II. PERALATAN PRAKTIKUM<br />
1. Sumber radiasi<br />
Zat radiokatif yang digunakan adalah Cs-137 dengan aktivitas mula-mula<br />
adalah 2 Ci, pada bulan 30 September 1982<br />
2. Alat ukur jarak<br />
Alat ukur digunakan untuk menentukan jarak yang diinginkan dalam<br />
pengamatan laju dosis paparan radiasi<br />
3. Surveymeter<br />
Alat ukur radiasi yang akan digunakan sebagai alat ukur standard dan yang<br />
akan dikalibrasi<br />
4. Kontainer dan Kolimator<br />
Tempat menyimpan sumber radiasi yang juga berfungsi sebagai penahan<br />
(shielding) paparan radiasi dari sumber<br />
5. Statif (penyangga)<br />
Sebagai alat penyangga yang berfungsi sebagai tempat dudukan alat ukur<br />
radiasi yang akan dikalibrasi<br />
6. Kamera dan monitor<br />
Berfungsi untuk membaca tampilan surveymeter, agar peserta praktikum tidak<br />
paparan dosis radiasi<br />
III. PROSEDUR KERJA<br />
A. Kalibrasi Langsung<br />
1. Bacalah poket dosimeter yang saudara gunakan, catat penunjukkan jarumnya.<br />
2. Tempatkan survey meter yang akan dikalibrasi pada penyangga (statif).<br />
3. Periksa bateray surveymeter sebelum melakukan praktikum kalibrasi.<br />
4. Atur titik tengah detector surveymter agar segaris dengan titik tengah sumber<br />
radiasi<br />
5. Letakkan titik kaki statif pada jarak yang telah ditentukan oleh pepmbimbing<br />
praktikum, kemudian; shielding sumber dibuka dan tariklah sumber tersebut<br />
hingga tepat kolinmator.<br />
6. Amati dan catat laju dosis paparan radiasi yang dtunjukkan surveymeter,<br />
minimum tiga kali pengamatan<br />
7. Lakukan seperti pada langkah nomor 5 pada jarak yang telah ditentukan oleh<br />
pembimbing praktikum<br />
B. Kalibrasi Tak Langsung<br />
1. Setelah mendapatkan data dari percobaan kalibrasi secara langsung,<br />
surveymater diganti dengan surveymeter standard.<br />
2. Periksa terlebih dahulu bateray dari surveymeter standar tersebut apakah masih<br />
dalam kondisi baik atau masih dalam batas yang diperbolehkan.<br />
3. Tempatkan surveymeter tersebut pada jarak yang telah ditentukan seperti jarak<br />
yang telah dilakukan pada percobaan kalibrasi langsung.<br />
<strong>Praktikum</strong> <strong>ADPR</strong> <strong>2013</strong> 23
4. Buka shielding sumber dan tarik keatas sumber tersebut sehingga sumbernya<br />
persis berada pada kolimator.<br />
5. Amati dan catat laju dosis paparan radiasi yang dtunjukkan surveymeter,<br />
minimum tiga kali pengamatan<br />
6. Lakukan seperti pada langkah nomor 5 pada jarak yang telah ditentukan oleh<br />
pembimbing praktikum<br />
7. Setelah selesai praktikum matikan switch surveymeter pada posisi OFF.<br />
8. Lihat pada poket dosimeter yang saudara gunakan, apakah bergeser kekanan<br />
dari jarum semula.<br />
9. Kembalikan poket dosimeter setelah selesai praktikum.<br />
Tabel Faktor Gamma<br />
No. Isotop Rm2/jam Ci No. Isotop Rm2/jam Ci<br />
1 Antimony-122 0,24 6 Potasium - 42 0,14<br />
2. Cesium-137 0,33 7 Radium - 226 0,825<br />
3. Cobalt-60 1,32 8 Sodium - 22 1,20<br />
4. Iodine-125 0,23 9 Sodium – 24 1,84<br />
5. Iodine-131 0,07 10. Zink – 65 0,27<br />
<strong>Praktikum</strong> <strong>ADPR</strong> <strong>2013</strong> 24
Data Pengamatan.<br />
Skala n Jarak (m) X (s)<br />
(mR/jam)<br />
X (k) (mR/jam)<br />
1 2 3<br />
1 3<br />
10 3<br />
100 3<br />
<strong>Praktikum</strong> <strong>ADPR</strong> <strong>2013</strong> 25
Tujuan :<br />
Aktivitas Sumber Radiasi<br />
1. Mahasiswa dapat menentukan aktivitas sumber radiasi<br />
2. Memahami peluruhan radioaktivitas<br />
Peralatan yang Digunakan<br />
Seperangkat sistem spektoskopi gamma menggunakan NaI(Tl):<br />
Teori<br />
1. Detektor Sintilasi NaI(Tl)<br />
2. Preamplifier<br />
3. Amplifier<br />
4. MCA<br />
Suatu sumber radiasi pemancar foton gamma apabila dilihat spektrum energinya akan<br />
diperoleh gambar sebagai berikut :<br />
Gambar diatas menunjukan bahwa sumber radiasi memancarkan foton dengan satu tingkat<br />
energi, yang ditunjukan dengan adanya sebuah puncak. Untuk mengetahui aktivitas sumber<br />
tersebut a<br />
Aktivitas sumber radiasi meluruh secara eksponensial mengikuti rumus :<br />
dengan A t adalah aktivitas sumber pada saat t<br />
A 0 adalah aktivitas mula-mula pada saat t = 0<br />
λ Adalah konstanta peluruhan<br />
t adalah waktu mulai t= 0, sampai saat perhitungan dilakukan<br />
Dengan mengetahui jumlah cacah dibawah puncak, dapat ditentukan aktivitas sumber radiasi<br />
yang dideteksi.<br />
(1)<br />
<strong>Praktikum</strong> <strong>ADPR</strong> <strong>2013</strong> 26
Untuk menentukan aktivitas sumber dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode<br />
aktivitas mutlak dan metode aktivitas relatif.<br />
A. Menentukan Aktivitas sumber dengan Metode Relatif.<br />
Metode ini dilakukan dengan membandingkan hasil pencacahan sumber (X) yang akan dicari<br />
aktivitasnya terhadap sumber standar (S) yang telah diketahui aktivitasnya. Dari gambar 1.<br />
dapat diketahui jumlah cacah pada puncak foto baik sumber (X) ΣU x ; maupun sumber (S)<br />
ΣU s . Aktivitas sumber standard dihitung dengan menggunakan rumus (1) diatas, sehingga<br />
diperoleh aktivitas saat pengukuran. Untuk menghitung aktivitas sumber (X) digunakan rumus<br />
(2) sebagai berikut :<br />
Prosedur :<br />
1. Rangkai peralatan seperti gambar berikut :<br />
2<br />
3<br />
2. Letakkan sumber standard pada sekitar 4 cm dari permukaan detektor;<br />
3. Hidupkan power sistem, atur tegangan tinggi detektor (sesuai petunjuk asisten);<br />
4. Lakukan pencacahan dalam waktu yang cukup agar diperoleh spektrum di MCA<br />
5. Dengan menggunakan kursor, atur ROI (region of interest) pada spektrum yang<br />
diperoleh kemudian catat jumlah cacah dibawah puncak net ΣU s ;<br />
6. Hapus (erase) spektrum pada MCA<br />
7. Ganti sumber standar dengan sumber yang akan dicari aktivitasnya dan diletakkan<br />
pada posisi sama, lakukan hal seperti langkah 3 dan 4, catat jumlah cacah dibawah<br />
puncak foto net ΣU x .<br />
8. Hitung aktivitas sumber (X) A x dengan menggunakan rumus 3.<br />
9. Menentukan Aktivitas sumber dengan Metode Relatif.<br />
B. Menentukan Aktivitas sumber dengan Metode Mutlak.<br />
Metode ini dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :<br />
4<br />
Dengan : A x = Aktivitas sumber (X)<br />
ΣU x = Jumlah cacah dibawah puncak foto (sum under the photopeak)<br />
t = lamanya waktu pencacahan<br />
f = fraksi peluruhan gamma<br />
<strong>Praktikum</strong> <strong>ADPR</strong> <strong>2013</strong> 27
Prosedur :<br />
1. Buat rangkaian seperti pada percobaan A.<br />
2. Catat jumlah cacah dibawah puncak foto net, dengan cara mengatur ROI, dan catat<br />
waktu pengamatan.<br />
3. Tentukan aktivitas sumber dengan menggunakan rumus 4.<br />
Tabel fraksi peluruhan gamma (f) untuk beberapa sumber<br />
Isotop<br />
Energi gamma<br />
(MeV)<br />
f<br />
Cs – 137 0,662 0,92<br />
Cr – 51 0,323 0,09<br />
Co – 60 1,17 0,99<br />
Co – 60 1,33 0,99<br />
Na-22 1,276 0,99<br />
Na-22 0,511 0,99<br />
Mn - 54 0,842 1,00<br />
Zn-65 1,14 0,44<br />
<strong>Praktikum</strong> <strong>ADPR</strong> <strong>2013</strong> 28
TEKNIK/STATISTIK PENCACAHAN<br />
DAN EFISIENSI<br />
TUJUAN :<br />
Instruksional Umum :<br />
Praktikan dapat melakukan pencacahan radiasi, menganalisis secara statistik untuk<br />
menentukan aktivitas sumber menggunakan system pencacahan spektrokopi.<br />
Instruksional Khusus :<br />
1. Melakukan pengukuran laju cacah, laju cacah rata-rata dan deviasi pengukuran<br />
2. Melakukan koreksi perhitungan laju cacah terhadap cacah latar belakang dan waktu<br />
mati (tidak dilakukan)<br />
3. Melakukan pengukuran untuk menentukan efisiensi system pencacahan.<br />
4. Menentukan aktivitas satu sumber yang tidak diketahui (unknown)<br />
Yang perlu diperhatikan :<br />
Jumlah radiasi yang dipancarkan oleh sumber bersifat random (acak) sehingga nilai<br />
yang ditampilkan oleh sistem pencacah juga bernilai acak. Bila dilakukan pengukuran<br />
berulang dengan kondisi yang sama maka akan ditampilkan nilai yang berbeda.<br />
Puncak spektrum - tidak berbentuk garis lurus, melainkan terjadi pelebaran simetris<br />
sehingga berbentuk suatu fungsi Gauss atau fungsi distribusi normal (lihat gambar<br />
Distribusi Gauss)<br />
Jumlah radiasi yang memasuki detektor tidak hanya berasal dari sumber radiasi yang<br />
sedang diukur karena terdapat sumber radiassi lainnya disekitar lokasi pengukuran<br />
sehingga nilai yang ditampilkan oleh sistem pencacah harus dikoreksi.<br />
<br />
h<br />
Detektor<br />
t<br />
Efisiensi Detektor Sinar -<br />
<br />
Nilai yang ditampilkan oleh sistem pencacah tidak sama dengan radiasi yang<br />
memasuki sistem. Parameter yang menunjukan hubungan nilai yang ditampilkan<br />
dengan jumlah radiasi yang memasuki detektor atau dengan aktivitas sumber<br />
radiasi dikenal sebagai efisiensi.<br />
<strong>Praktikum</strong> <strong>ADPR</strong> <strong>2013</strong> 29
Sistem pencacah radiasi memerlukan selang waktu tertentu untuk memproses<br />
setiap radiasi yang memasukinya menjadi suatu informasi. Dalam selang waktu<br />
tersebut (waktu mati detektor) sistem pencacah tidak peka terhadap radiasi<br />
sehingga radiasi yang datang pada selang waktu tersebut tidak tercacah. Nilai<br />
tampilan yang ditunjukan perlu dilakukan koreksi.<br />
<br />
<br />
R = Laju pencacahan terkoreksi<br />
R 0 = Laju pencacahan hasil pengamatan<br />
= Waktu mati<br />
Cacahan (C) : adalah nilai yang dihasilkan oleh sistem pencacah setelah<br />
mengukur radiasi selama selang waktu tertentu (t); laju cacah (R) adalah<br />
jumlah cacahan persatuan waktu. Nilai ini sebanding dengan intensitas radiasi<br />
yang memasuki detektor atau sebanding dengan aktivitas sumber radiasi.<br />
Kegunaan sistem Spektroskopi adalah untuk melakukan analisis bahan<br />
misalnya Spektroskopi dapat juga digunakan untuk menentukan aktivitas<br />
sumber radiasi alpha atau gamma.<br />
Uji hipotesis disederhanakan sbb :<br />
Lima cacahan terakhir diuji terhadap rata-rata 30 cacahan sebelumnya (telah<br />
dikoreksi cacahan latar) 2 standart deviasi. Tolak nilai di luar itu.<br />
<br />
Koreksi rambatan ralat (ditambahkan bukan dikurangi)<br />
PENGAMATAN DAN PENGOLAHAN DATA<br />
No. C A C L C N C N - Ĉ N (C N -Ĉ N )/ <br />
1.<br />
2.<br />
3.<br />
4.<br />
<strong>Praktikum</strong> <strong>ADPR</strong> <strong>2013</strong> 30
5.<br />
6.<br />
7.<br />
8.<br />
9.<br />
10.<br />
11.<br />
12.<br />
13.<br />
14.<br />
15.<br />
16.<br />
17.<br />
18.<br />
19.<br />
20.<br />
21.<br />
22.<br />
23.<br />
24.<br />
25.<br />
26.<br />
27.<br />
28.<br />
29.<br />
30.<br />
31.<br />
32.<br />
33.<br />
34.<br />
35.<br />
‣ Keterangan<br />
C A = Laju Cacahan Awal = Jumlah cacahan awal /detik<br />
C L = Laju Cacah Latar = Jumlah cacahan latar /detik<br />
C N = Laju Cacah Netto = C A – C L<br />
Ĉ N = Laju Cacah Netto rata-rata<br />
= Diviasi (simpangan) = Ĉ N<br />
‣ Standar Diviasi Populasi (Cacahan Netto) = n ..............................<br />
<strong>Praktikum</strong> <strong>ADPR</strong> <strong>2013</strong> 31
2<br />
CN<br />
CN<br />
<br />
Rumus =<br />
n<br />
n<br />
‣ Standar Deviasi Sampel = (Cacahan netto) n-1 ..............................<br />
<br />
2<br />
2 CN<br />
<br />
CN<br />
<br />
Rumus =<br />
n<br />
n 1<br />
2 <br />
‣ Laju cacah netto rata-rata (pada tingkat kepercayaan 0,95) = Ĉ N 2 n-1<br />
Rumus : Laju Cacah Netto/jumlah data cacahan = Ĉ =<br />
<br />
n<br />
‣ Koefisien Variasi Cacahan Awal = CV N =<br />
Ĉ<br />
1<br />
N<br />
<br />
C N<br />
n<br />
‣ Koefisien Variasi Cacahan = CV 1 =<br />
n 1<br />
Ĉ<br />
1<br />
‣ Rambatan ralat = = ...................<br />
cps<br />
‣ Efisiensi = = Cacahan per detik/Disintegrasi per detik = dps<br />
<strong>Praktikum</strong> <strong>ADPR</strong> <strong>2013</strong> 32
STATISTIK PENCACAHAN<br />
Tujuan:<br />
1. Mengamati sifat-sifat statistik dari suatu pencacahan ZRA<br />
2. menentukan kesalahan-kesalahan, limit deteksi, dan probalitas data cacahan ZRA<br />
dengan Distribusi Poisson dan Gaussian<br />
Peluruhan zat radioaktif dan reaksi nuklir lainnya adalah peristiwa yang bersifat random,<br />
karena itu sistem pencacahan atau perhitungan kuantitatifnya harus dilakukan secara<br />
statistik. Hal itu disebabkan oleh perubahan aktivitas yang konstan dari setiap cuplikan<br />
terkait waktu paruh dan fluktuasi laju peluruhan terhadap waktu karena sifat stokastik atau<br />
random peluruhan zat radioaktif. Hasil pencacahan radiasi dari cuplikan radioaktif<br />
diperlihatkan Persamaan (1).<br />
dengan,<br />
pencacahan = x =<br />
X = nilai cacah,<br />
x x (1)<br />
= x = standar deviasi menggunakan sistem statistik Poison. digunakan<br />
Karena cuplikan dicacah/dihitung pada waktu tertentu, hasilnya ditampilkan dalam<br />
satuan cacah per menit (cpm) atau detik (cps) atau satuan waktu lain. Hal itu dapat<br />
ditampilkan pada Persamaan (2).<br />
(2)<br />
dengan,<br />
x<br />
Laju cacah =<br />
T<br />
x<br />
R<br />
s<br />
s<br />
R (2)<br />
s Ts<br />
Ts<br />
T s = waktu cacah cuplikan<br />
R s = x s /T s atau cacah per satuan waktu<br />
S dalam bentuk subscript untuk lambang cuplikan<br />
Biasanya standar deviasi cuplikan sudah cukup untuk menggambarkan kesalahan suatu<br />
pencacahan bila jumlahnya jauh lebih tinggi dari pada cacahan radiasi latar (background).<br />
Tetapi suatu perhitungan kesalahan pencacahan harus dimodifikasi ketika cacahan latar<br />
tidak bisa diabaikan. Sebagai contoh, bila laju cacah cuplikan hampir mendekati laju cacah<br />
latar. Dalam keadaan ini dibutuhkan satu step tambahan untuk menghitung standar deviasi<br />
dari cacahan netto. Tahap ini didasarkan pada varian ( pangkat standar deviasi) dari<br />
perbedaan dari variable indipenden yaitu jumlah semua varian. Jadi,<br />
σ<br />
2<br />
s<br />
σ σ (3)<br />
2<br />
t<br />
2<br />
b<br />
2<br />
σ<br />
s<br />
= varian cuplikan(4)<br />
<strong>Praktikum</strong> <strong>ADPR</strong> <strong>2013</strong> 33
x t<br />
2 Tt<br />
2<br />
σt = varian total (cuplikan + latar) (5)<br />
2 n<br />
σ b<br />
b<br />
= varian latar (6)<br />
T<br />
2<br />
b<br />
Karena itu standar deviasi untuk cuplikan dapat ditampilkan sebagai berikut:<br />
x x<br />
2 2 s b b t b<br />
σ s σt<br />
σb<br />
(7)<br />
2 2<br />
Tt<br />
Tb<br />
Tt<br />
Tb<br />
dengan R t = x t /T t = laju cacah total (gross)<br />
R b = x b /T b = laju cacah latar<br />
Hasilnya dapat ditulis sebagai berikut:<br />
Hasil = R<br />
s<br />
<br />
R<br />
T<br />
t<br />
t<br />
R<br />
<br />
T<br />
b<br />
b<br />
x<br />
R<br />
R<br />
dengan R s = R t - R b = laju cacah cuplikan (net). Hasil dari Persamaan (4) dapat ditulis<br />
dalam cacah per menit (cpm). Untuk mengoreksi cpm menjadi aktivitas yang sebenarnya<br />
misalnya dalam disintegrations per minute (dpm), diperlukan koreksi terhadap laju cacah<br />
dengan hal-hal sebagai berikut:<br />
1. Efisiensi pencacah (Counter efficiency) = <br />
2. Rekoveri dari prosedur preparasi cuplikan = P<br />
3. Self absorption = A<br />
4. Backscatter = B<br />
Dengan melakukan koreksi yang dibutuhkan, akan mengubah laju cacah dari cpm ke<br />
dpm. Satu dpm = 1 Bq, sedang koversi 1 Ci ke Bq adalah dengan mengalikan 3,7x10 10 Bq.<br />
Persamaan (4) ditulis kembali dengan menghitung kesalahan yield (errors yields).<br />
R<br />
s<br />
<br />
R<br />
T<br />
t b<br />
Aktivitas = dpm<br />
t<br />
ε A ρB<br />
R<br />
<br />
T<br />
b<br />
(8)<br />
Sebagai catatan, tidak semua factor koreksi dapat digunakan untuk setiap kondisi<br />
pencacahan. Dalam hal tertentu, setiap factor koreksi dapat dikaitkan dengan suatu<br />
kesalahan atau standar deviasi dan hal itu akan menyertakan perhitungan dengan rata-rata<br />
rambatan ralat (propagation of errors). Pemilihan pencacahan optimal cuplikan dan latar<br />
ditentukan sebagai berikut:<br />
T<br />
T<br />
b<br />
t optimal<br />
<br />
R<br />
R<br />
b<br />
t<br />
Karena cacahan cuplikan harus diperkirakan setara dengan nol cacahan latar, demikian<br />
pula laju cacah cuplikan dan latar, maka waktu cacahan cuplikan dan latar harus<br />
disetarakan. Untuk laju cacah rendah, koreksi terhadap resolving time dapat diabaikan,<br />
sehingga tidak dibutuhkan koreksi dead time.<br />
Contoh 1:<br />
<strong>Praktikum</strong> <strong>ADPR</strong> <strong>2013</strong> 34
Suatu detektor dengan efisiensi 32%, digunakan untuk mencacah cuplikan radioaktif.<br />
Cuplikan itu dicacah selama 200 menit, dan yield (jumlah) dari cacahan total adalah 3.050.<br />
Dilakukan juga pencacahan latar dengan waktu yang sama, yang menghasilkan yield laju<br />
cacah 10.0 cpm. Maka laju cacah cuplikan netto adalah:<br />
3050 cacahan<br />
R s<br />
<br />
10 cpm<br />
5,25 cpm<br />
200 menit<br />
dengan standart deviasi cuplikan:<br />
3050 cacahan<br />
10 cpm<br />
σ<br />
200 menit<br />
s <br />
0,36 cpm<br />
200 menit 200 menit<br />
Kemudian aktivitas dihitung sebagai berikut:<br />
5,25 0,36 cpm<br />
1menit <br />
1Bq <br />
Aktivitas <br />
16,4 1,1dpm<br />
0,32 cacahan/disintegrasi<br />
60<br />
detik <br />
1dps<br />
<br />
<br />
<br />
0,27 0,02 Bq<br />
12<br />
1Ci 10<br />
pCi<br />
0,27 0,02 Bq<br />
7,4 0,5 pCi<br />
10<br />
3,7 10 Bq<br />
<br />
1Ci<br />
<br />
<br />
<br />
dengan standart deviasi cuplikan:<br />
σ s <br />
3050 cacahan<br />
200 menit<br />
200 menit<br />
<br />
10 cpm<br />
200 menit<br />
0,36 cpm<br />
Batasan deteksi<br />
Ketika menentukan batasan deteksi dari suatu sistem pencacahan, perlu dilakukan<br />
pengukuran terhadap laju cacah latar, Rb. Aktivitas minimum yang dapat dideteksi atau<br />
limit deteksi (The Minimum Detectable Activity, MDA) dari suatu sistem pencacahan<br />
ditentukan oleh the National Bureau of Standards. Limit deteksi itu diekspresikan nilai<br />
tiga standart deviasi dari laju cacahan latar, S = 3N. Untuk sistem pencacahan, ditulis<br />
dengan lambing 3 b. Dalam hal ini, cuplikan dicacah dalam jumlah waktu yang sama<br />
dengan pencacahan latar. Penghitungan limit deteksi ini didasarkan pada tingkat<br />
kepercayaan 99.9%. Bila cacahan-cacahan yang didapat, 99.9% di atas limit deteksi,<br />
maka cacahan itu dianggap sahih.<br />
xb R<br />
MDA(BS) 3γ b 3γ<br />
3γ<br />
(9)<br />
T T<br />
2<br />
b<br />
b<br />
2<br />
b<br />
dengan,<br />
Rb = Laju cacah latar (cpm)<br />
Tb = Waktu pencacahan latar (mennt)<br />
= faktor koreksi (mis. 1/ ) untuk mengubah cpm ke satuan yang dikehendaki (mis.<br />
μCi/gm atau Bq/L).<br />
Tingkat Kepercayaan Tingkat Keberartian Jumlah standar deviasi<br />
50% 50% 0.6745<br />
68% 32% 1.0<br />
90% 10% 1.645<br />
95% 5% 1.960<br />
96% 4% 2.00<br />
99% 1% 2.575<br />
99.7% 0.3% 3.00<br />
<strong>Praktikum</strong> <strong>ADPR</strong> <strong>2013</strong> 35
Limit deteksi dapat ditentukan dengan lebih baik menggunakan pendekatan statistik<br />
modern Altshuler dan Pasternack. Teori itu menentukan dua batas aktivitas minimal yang<br />
didasarkan pada resiko maksimum yang dapat diterima dari:<br />
1) menentukan ada aktivitas cuplikan padahal sebenarnya tidak ada; tipe 1 kesalahan,<br />
atau peringatan kesalahan atau kesalahan positif.<br />
2) Menyimpulkan tidak ada aktivitas cuplikan, padahal sebenarnya ada; tipe 2<br />
kesalahan, atau peringatan kelalaian atau kesalahan negative.<br />
Batas aktivitas ini ditentukan sebagai:<br />
1) Aktivitas Keberartian Minimum, (Minimum Significant Activity, MSA) –<br />
pengukuran terkecil yang diinterpretasikan sebagai adanya aktivitas dalam<br />
cuplikan.<br />
2) Aktivitas Minimum yang Sebenarnya dapat Dideteksi (Minimum Detectable True<br />
Activity, MDTA) – aktivitas terkecil yang diperlukan ada dalam cuplikan agar<br />
suatu pengukuran menunjukkan keberadaan aktivitas dan assay kuantitatif dengan<br />
tepat dengan suatu penentuan derajat kepercayaan.<br />
Perbedaan antara MSA dan MDTA adalah, MSA berkaitan dengan pengukuran bahwa<br />
nilai (aktivitas) yang dilaporkan lebih besar dari nol. MDTA<br />
Terkait dengan jumlah minimum dari aktivitas minimum yang dapat dideteksi dengan<br />
suatu penentuan tingkat kepercayaan. Formulasi secara statistik dikategorikan dalam 2<br />
kasus, yaitu yang ke-1 mengharapkan nilai latar diketahui secara akurat, dan yang ke-2,<br />
mengharapkan nilai latar tidak perlu diketahui secara akurat sebelumnya. Kasus yang ke-1<br />
berlaku untuk sebagian besar instrumen pencacah. Dengan demikian, jika batas bawah<br />
pada kasus 1 diturunkan (derivasi), yang disesuaikan dengan data yang diperoleh dalam<br />
kebanyakan pencacahan, akan menghasilkan persamaan-persamaan berikut:<br />
MSA γK<br />
R<br />
b<br />
<br />
A<br />
(10)<br />
Tb<br />
<br />
2<br />
2<br />
R<br />
<br />
b<br />
K<br />
A<br />
KB<br />
KA<br />
MDTA γ K<br />
A<br />
KB<br />
1<br />
(10)<br />
Tb<br />
<br />
R 4R<br />
bTb<br />
bTb<br />
2 RbTb<br />
<br />
dan bila,<br />
K<br />
A<br />
R<br />
MDTA<br />
K<br />
b<br />
T<br />
b<br />
B<br />
1<br />
R<br />
b<br />
γ (K<br />
A<br />
KB)<br />
(11)<br />
Tb<br />
dengan,<br />
KA = nilai yang diasosiaikan dengan penentuan probabilitas untuk menghindari tipe<br />
kesalahan 1 atau peringatan kesalahan (false alarm)<br />
KB = nilai yang diasosiaikan dengan penentuan probabilitas untuk menghindari tipe<br />
kesalahan 2 atau peringatan kelalaian (missed alarm)<br />
<strong>Praktikum</strong> <strong>ADPR</strong> <strong>2013</strong> 36
Nilai KA dan KB ditunjukkan pada table dari fumgsi distribusi normal yang beberapa di<br />
anataranya ada di Tabel 2.<br />
Dari yang tercatat padaTabel 2, deteksi yang paling tepat digunakan adalah probabilitas<br />
untuk menghindari terjadinya kesalahan pada 99.9%. Sehingga MSA sama dengan MDA.<br />
Contoh:<br />
Berikut ini adalah batasan yang telah ditentukan menggunakan data dari Contoh 1.<br />
<br />
MDA(BS) 3<br />
<br />
1Bq/60 dpm<br />
0,32 cacah/disintegrasi<br />
<br />
<br />
<br />
10 cpm<br />
200 menit<br />
0,03 Bq<br />
Untuk contoh dengan tingkat kepercayaan 97,5% untuk menghindari kesalahan tipe 1 dan<br />
tipe 2, nilai KA = KB = 1.96.> Maka MSA adalah:<br />
<br />
MSA<br />
1,96 <br />
<br />
Catatan :<br />
1Bq/60dpm<br />
0,32cacah/disinetgrasi<br />
1,96 1,96<br />
0,088 1<br />
(10cpm)(20 0mwnit)<br />
karena itu,<br />
<br />
<br />
<br />
10 cpm<br />
200 menit<br />
0,02 Bq<br />
1Bq/80dpm <br />
MDTA (1,96 1,96)<br />
<br />
0,32 cacah/desintegrasi<br />
<br />
<br />
<br />
10cpm<br />
200menit<br />
Distribusi Poison, Distribusi Gaussian atau Distribusi normal<br />
0,06Bq<br />
Sifat peluruhan zat radioaktif adalah benar-benar random. Bila suatu pencacahan dilakukan<br />
secara berulang-ulang dengan keadaan dan geometri yang sama, maka data yang<br />
dihasilkan akan mengikuti distribusi Poison, dengan rumus:<br />
n<br />
m<br />
m e<br />
Pn<br />
<br />
n!<br />
dengan,<br />
x = cacahan yang ditentukan,<br />
= nilai cacahan rata-rata yang sebenarnya (secara statistiK)<br />
Karena Distribusi Poison biasanya digunakan untuk jumlah yang sangat besar (bulk), dan<br />
mempunyai kelemahan tidak sismetris maka distribusi yang dapat digunakan, yang<br />
mendekati Distribusi Poison adalah Distribusi Gaussian atau Distribuasi Normal, dengan<br />
rumus:<br />
<strong>Praktikum</strong> <strong>ADPR</strong> <strong>2013</strong> 37
G<br />
n<br />
<br />
1 (m-n)<br />
eksp -<br />
2<br />
2π<br />
2<br />
2<br />
<br />
<br />
<br />
Gambar 1. Distribusi Poison dan Distribusi Normal<br />
Gambar 2. Integral Distribusi Gaussian<br />
<strong>Praktikum</strong> <strong>ADPR</strong> <strong>2013</strong> 38
Percobaan:<br />
<strong>Praktikum</strong> <strong>ADPR</strong> <strong>2013</strong> 39
Gambar 3. Tipe Kurva Distribusi Frekuensi:1)<br />
Bahan:<br />
Alat:<br />
Tata kerja;<br />
1. Ambil sebuah sumber standar, letakkan di bawah detektor GM dengan jarak tertentu<br />
(kira-kira jarak itu akan memberikan cacahan 1000).<br />
2. Cacah sumber standar itu sebanyak 20 kali dengan waktu pencacahan 40 detik.<br />
3. Buat lembar data pengamatan seperti di bawah ini;<br />
Cacah latar : 1)............ 2)............ 3)...............<br />
Cacah latar rat-rata :<br />
Data<br />
ke<br />
Cacah<br />
gross/<br />
Total<br />
(C t )<br />
Cacah<br />
netto<br />
(C n )<br />
Deviasi<br />
cacah<br />
(C n - )<br />
1)<br />
2)<br />
3)<br />
4)<br />
5)<br />
6)<br />
7)<br />
8)<br />
9)<br />
10)<br />
11)<br />
12)<br />
13)<br />
14)<br />
15)<br />
16)<br />
17)<br />
18)<br />
19)<br />
20)<br />
Σ n Σ(C t ) Σ (C n ) Σ (C n -<br />
)<br />
Laju<br />
Pangkat<br />
(C n - ) 2 C n /T<br />
Deviasi<br />
cacah<br />
Cacah<br />
netto R n =<br />
Standar<br />
deviasi<br />
sampel<br />
s<br />
Σ (C n - Σ Σ Σ<br />
) 2<br />
Varian<br />
sampel<br />
4. Hitung berbagai hal sebagai berikut:<br />
a) Batasan-batasan deteksi:MDA, MSA, dan MDTA<br />
b) Aktivitas suatu cuplikan dengan kesalahannya<br />
c) Hitung probabilitas dengan distribusi Poisson dan Gaussian data cacahan no.18.<br />
5. Buat laporan dan pembahasan<br />
<strong>Praktikum</strong> <strong>ADPR</strong> <strong>2013</strong> 40