22.02.2013 Views

Kontingensi Kabel Optik non-Homogen Tipe G.652 - Teknik Elektro ...

Kontingensi Kabel Optik non-Homogen Tipe G.652 - Teknik Elektro ...

Kontingensi Kabel Optik non-Homogen Tipe G.652 - Teknik Elektro ...

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Makalah Seminar Kerja Praktek<br />

<strong>Kontingensi</strong> <strong>Kabel</strong> <strong>Optik</strong> <strong>non</strong>-<strong>Homogen</strong> <strong>Tipe</strong> <strong>G.652</strong> dan G.655<br />

Oleh : Frans Scifo (L2F008125)<br />

Jurusan <strong>Teknik</strong> <strong>Elektro</strong> Fakultas <strong>Teknik</strong> Universitas Diponegoro<br />

Abstrak<br />

Pada 30 tahun belakangan ini, telah dikembangkan sebuah teknologi baru yang menawarkan kecepatan data yang<br />

lebih besar sepanjang jarak yang lebih jauh dengan harga yang lebih rendah daripada sistem kawat tembaga. Teknologi<br />

baru ini adalah serat optik, serat optik menggunakan cahaya untuk mengirimkan informasi (data). Cahaya yang membawa<br />

informasi dapat dipandu melalui serat optik berdasarkan fenomena fisika yang disebut total internal reflection<br />

(pemantulan sempurna). Secara tinjauan cahaya sebagai gelombang elektromagnetik, informasi dibawa sebagai kumpulan<br />

gelombang-gelombang elektro-magnetik terpandu yang disebut mode. Serat optik terbagi menjadi 2 tipe yaitu single<br />

mode dan multi mode. Sebagai sumber cahaya untuk sistem komunikasi serat optik digunakan LED atau Laser Diode<br />

(LD).<br />

Dalam perkembangannya tipe kabel optik yang digunakan pada teknologi DWDM berbeda-beda dan<br />

memilik karakteristik masing-masing tipe. Perlu diingat bahwa teknologi DWDM sangan terntan terhadap disperi.<br />

Dampak dari bergesernya nilai dispersi antar saluran dengan modul DCM akan berakibat degradasi performa<br />

dikemudian hari. Oleh karena itu dalam proses moderisasi jaringan Fiber <strong>Optik</strong> perlu dilakukan perhitungan nilai<br />

dispersi yang harus di kompensasi oleh modul DCM.<br />

Kata Kunci : Fiber optik, Modul DCM<br />

1. PENDAHULUAN<br />

1.1 Latar Belakang<br />

Perkembangan teknologi telekomunikasi<br />

yang semakin pesat membawa akibat tingginya<br />

tuntunan masyarakat pengguna jasa telekomunikasi<br />

untuk mendapatkan layanan yang mudah dan cepat,<br />

terlebih dalam dunia bisnis dengan persaingan yang<br />

ketat. Perusahaan-perusahaan maju akan<br />

berkembang dengan pesat apabila ditunjang dengan<br />

teknologi telekomunikasi yang handal. Bagi PT<br />

Telkom keadaan ini merupakan tantangan untuk<br />

semakin meningkatkan kemampuan perusahaan.<br />

Pembangunan sarana telekomunikasi yang<br />

telah dilaksanakan PT Telkom dari tahun ke tahun<br />

telah menghasilkan suatu jaringan telekomunikasi<br />

yang tersebar ke seluruh Indonesia.<br />

Perkembangan Teknologi dalam bidang<br />

Telekomunikasi memungkinkan penyediaan sarana<br />

Telekomunikasi dalam biaya relatif rendah, mutu<br />

pelayanan yang tinggi, cepat, aman, mempunyai<br />

kapasitas yang besar dalam menyalurkan informasi.<br />

Seiring dengan perkembangan Telekomunikasi<br />

digital maka kemampuan sistem transmisi dengan<br />

menggunakan Teknologi serat optik semakin<br />

dikembangkan dengan cepat, sehingga dapat<br />

menggeser penggunaan sistem transmisi<br />

konvensional dimasa mendatang, terutama untuk<br />

media transmisi jarak jauh (long distance circuit).<br />

Dampak dari perkembangann Teknologi digital<br />

adalah perubahan jaringan analog menjadi jaringan<br />

digital baik dalam sistem Switching maupun dalam<br />

sistem Transmisinya. Katerpaduan ini akan<br />

meningkatkan kualitas dan kuantitas informasi yang<br />

dikirim, serta biaya operasi dan pemeliharaan lebih<br />

ekonomis.<br />

Teknologi DWDM (Dense Wavelength<br />

Division Multiplexing) memberi terobosan baru<br />

dalam sistem transmisi serat optik dimana beberapa<br />

panjang gelombang dapat dibawa dalam sehelai<br />

serat optik. Teknologi DWDM beroperasi dalam<br />

sinyal dan domain optik dan memberikan<br />

fleksibilitas yang cukup tinggi untuk memenuhi<br />

kebutuhan akan kapasitas transmisi yang besar<br />

dalam jaringan. Kemampuan ini diyakini akan terus<br />

berkembang yang ditandai dengan semakin<br />

banyaknya jumlah panjang gelombang yang mampu<br />

untuk ditransmisikan dalam satu fiber.<br />

1.2 Tujuan<br />

Tujuan dari Kerja Praktek di Divisi Transport<br />

PT TELKOM Netre IV Semarang adalah :<br />

a. Mengetehui tentang teknologi DWDM<br />

(Dense Wavelength Division Multiplexing)<br />

pada Sistem Komunikasi Serat <strong>Optik</strong> secara<br />

umum<br />

b. Mengetahui Cara menghitung disperse pada<br />

proses kontingensi kabel optik <strong>non</strong>homogen<br />

tipe <strong>G.652</strong> dan G.655


1.3 Pembatasan Masalah<br />

Dalam melakukan penyusunan laporan kerja<br />

praktek ini, agar pembahasan menjadi terarah,<br />

penulis akan membatasi kajian mengenai masalah<br />

yang dibahas. Adapun pembahasan yang penulis<br />

angkat adalah teknologi DWDM dan perhitungan<br />

kontingensi kabel optik <strong>non</strong>-homogen tipe <strong>G.652</strong><br />

dan G.655<br />

2. DENSE WAVELENGTH DIVISION<br />

MULTIPLEXING<br />

2.1 Sejarah Perkembangan WDM<br />

(Wavelength Division Multiplexing)<br />

Pada mulanya, teknologi WDM, yang<br />

merupakan cikal bakal lahirnya DWDM,<br />

berkembang dari keterbatasan yang ada pada serat<br />

optik, dimana pertumbuhan trafik pada sejumlah<br />

jaringan backbone mengalami percepatan yang<br />

tinggi sehingga kapasitas jaringan tersebut dengan<br />

cepatnya terisi. Hal ini menjadi dasar pemikiran<br />

untuk memanfaatkan jaringan yang ada<br />

dibandingkan membangun jaringan baru.<br />

Konsep ini pertama kali dipublikasikan pada<br />

tahun 1970, dan pada tahun 1978 sistem WDM<br />

telah terealisasi di laboratorium. Sistem WDM<br />

pertama hanya menggabungkan 2 sinyal. Pada<br />

perkembangan WDM, beberapa sistem telah sukses<br />

mengakomodasikan sejumlah panjang-gelombang<br />

dalam sehelai serat optik yang masing-masing<br />

berkapasitas 2,5 Gbps sampai 5 Gbps. Namun<br />

penggunaan WDM menimbulkan permasalahan<br />

baru, yaitu ke-<strong>non</strong>linieran serat optik dan efek<br />

dispersi yang kehadirannya semakin signifikan<br />

yang menyebabkan terbatasnya jumlah panjanggelombang<br />

2-8 buah saja di kala itu.<br />

Pada perkembangan selanjutnya, jumlah<br />

panjang-gelombang yang dapat diakomodasikan<br />

oleh sehelai serat optik bertambah mencapai<br />

puluhan buah dan kapasitas untuk masing-masing<br />

panjang gelombang pun meningkat pada kisaran 10<br />

Gbps, kemampuan ini merujuk pada apa yang<br />

disebut DWDM.<br />

Teknologi WDM pada dasarnya adalah<br />

teknologi transport untuk menyalurkan berbagai<br />

jenis trafik (data, suara, dan video) secara<br />

transparan, dengan menggunakan panjang<br />

gelombang (λ) yang berbeda-beda dalam suatu fiber<br />

tunggal secara bersamaan. Implementasi WDM<br />

dapat diterapkan baik pada jaringan long haul<br />

(jarak jauh) maupun untuk aplikasi short haul (jarak<br />

dekat).<br />

WDM sistem dibagi menjadi 2 segment,<br />

dense and coarse WDM. Teknologi CWDM dan<br />

DWDM didasarkan pada konsep yang sama yaitu<br />

menggunakan beberapa panjang gelombang cahaya<br />

pada sebuah serat optik, tetapi kedua teknologi<br />

tersebut berbeda pada spacing panjang<br />

gelombangnya, jumlah kanal, dan kemampuan<br />

untuk memperkuat sinyal pada medium optik.<br />

2.2 Pengertian DWDM<br />

Dense Wavelength Multiplexing (DWDM)<br />

merupakan sutu teknik transmisi yang<br />

memanfaatkan cahaya dengan panjang gelombang<br />

yang berbeda-beda sebagai kanal-kanal informasi,<br />

sehingga setelah dilakukan proses multiplexing<br />

seluruh panjang gelombang tersebut dapat<br />

ditransmisikan melalui sebuah serat optik.<br />

λ1<br />

λ2<br />

λ3<br />

λ4<br />

λn<br />

.<br />

.<br />

.<br />

.<br />

.<br />

.<br />

.<br />

.<br />

MUX<br />

Fiber <strong>Optik</strong><br />

DEMUX<br />

Gambar 1 Prinsip dasar sistem WDM<br />

Teknologi DWDM adalah teknologi yang<br />

memanfaatkan sistem SDH (Synchronous Digital<br />

Hierarchy) yang sudah ada dengan<br />

memultiplekskan sumber-sumber sinyal yang ada.<br />

Menurut definisi, teknologi DWDM dinyatakan<br />

sebagai suatu teknologi jaringan transport yang<br />

memiliki kemampuan untuk membawa sejumlah<br />

panjang gelombang dalam satu fiber tunggal.<br />

Artinya, apabila dalam satu fiber itu dipakai empat<br />

jenis panjang gelombang, maka kecepatan<br />

transmisinya menjadi 4 X 10 Gbps (kecepatan<br />

menggunakan teknologi SDH).<br />

Teknologi DWDM beroperasi dalam sinyal<br />

dan domain optik dan memberikan fleksibilitas<br />

yang cukup tinggi untuk memenuhi kebutuhan akan<br />

kapasitas transmisi yang besar dalam jaringan.<br />

Kemampuan ini diyakini akan terus berkembang<br />

yang ditandai dengan semakin banyaknya jumlah<br />

panjang gelombang yang mampu untuk<br />

ditransmisikan dalam satu fiber.<br />

.<br />

.<br />

.<br />

.<br />

.<br />

.<br />

.<br />

.<br />

λ1<br />

λ2<br />

λ3<br />

λ4<br />

λn


2.3 Alasan Pemilihan DWDM<br />

Dengan memperhatikan faktor ekonomis,<br />

fleksibilitas dan kebutuhan pemenuhan kapasitas<br />

jaringan jangka panjang, maka solusi untuk<br />

mengimplementasikan DWDM merupakan cara<br />

yang paling cocok, terutama jika dorongan<br />

pertumbuhan trafik dan proyeksi kebutuhan trafik<br />

masa depan terbukti sangat besar. Secara umum ada<br />

beberapa faktor yang menjadi landasan pemilihan<br />

teknologi DWDM ini, yaitu:<br />

1. Menurunkan biaya instalasi awal, karena<br />

implementasi DWDM berarti kemungkinan<br />

besar tidak perlu menggelar fiber baru, cukup<br />

menggunakan fiber eksisting (sesuai ITU-T<br />

<strong>G.652</strong> atau ITU-T G.655) dan<br />

mengintegrasikan perangkat SDH eksisting<br />

dengan perangkat DWDM<br />

2. Dapat dipakai untuk memenuhi permintaan<br />

yang berkembang, dimana teknologi DWDM<br />

mampu untuk melakukan penambahan<br />

kapasitas dengan orde n x 2,5 Gbps atau n x<br />

10 Gbps (n = bilangan bulat)<br />

3. Dapat mengakomodasikan layanan baru<br />

(memungkinkan proses rekonfigurasi dan<br />

transparency ). Hal ini dimungkinkan karena<br />

sifat dari operasi teknologi DWDM yang<br />

terbuka terhadap protokol dan format sinyal<br />

(mengakomodasi format frame SDH).<br />

2.4 Keunggulan DWDM<br />

Secara umum keunggulan teknologi DWDM<br />

adalah sebagai berikut:<br />

� tepat untuk diimplementasikan pada<br />

jaringan telekomunikasi jarak jauh<br />

(long haul) baik untuk sistem point-topoint<br />

maupun ring topologi<br />

� lebih fleksibel untuk mengantisipasi<br />

pertumbuhan trafik yang tidak<br />

terprediksi<br />

� transparan terhadap berbagai bit rate<br />

dan protokol jaringan<br />

� tepat untuk diterapkan pada daerah<br />

dengan perkembangan kebutuhan<br />

badwidth sangat cepat.<br />

2.5 Komponen-Komponen pada DWDM<br />

Pada teknologi DWDM, terdapat beberapa<br />

komponen utama yang harus ada untuk<br />

mengoperasikan DWDM dan agar sesuai dengan<br />

standar channel ITU sehingga teknologi ini dapat<br />

diaplikasikan beberapa jaringan optik seperti<br />

SONET, dan yang lainnya.<br />

Komponen-komponen dari DWDM adalah<br />

sebagai berikut:<br />

1. Transmitter<br />

merupakan komponen yang menjembatani<br />

antara sumber sinyal informasi dengan<br />

multiplekser pada sistem DWDM. Sinyal dari<br />

transmitter ini akan dimultipleks untuk dapat<br />

ditransmisikan.<br />

2. Receiver<br />

merupakan komponen yang menerima sinyal<br />

informasi dari demultiplekser untuk<br />

kemudian dipilah berdasarkan macam-macam<br />

informasi.<br />

3. DWDM terminal multiplekser<br />

terminal mux sebenarnya terdiri dari<br />

transponder converting wavelength untuk<br />

setiap sinyal panjang gelombang tertentu<br />

yang akan dibawa. Transponder converting<br />

wavelength menerima sinyal input optik<br />

(sebagai contoh dari sistem SONET atau<br />

yang lainnya), mengubah sinyal tersebut<br />

menjadi sinyal optik dan mengirimkan<br />

kembali sinyal tersebut menggunakan pita<br />

laser 1550 nm. Terminal mux terdiri dari<br />

multiplekser optikal yang mengubah sinyal<br />

1550 nm dan menempatkannya pada suatu<br />

fiber.<br />

4. Amplifier<br />

Komponen ini merupakan amplifier jarak<br />

jauh yang menguatkan sinyal dengan banyak<br />

panjang gelombang yang ditransfer sampai<br />

sejauh 140 km atau lebih. Diagnosa optik dan<br />

telemetri dimasukkan di sekitar daerah<br />

amplifier ini untuk mendeteksi adanya<br />

kerusakan dan pelemahan pada fiber. Pada<br />

proses pengiriman sinyal informasi pasti<br />

terdapat atenuasi dan dispersi pada sinyal<br />

informasi yang dapat melemahkan sinyal.<br />

Oleh karena itu harus dikuatkan. Sistem yang<br />

biasa dipakai pada fiber amplifier adalah<br />

EDFA (Erbium Doped Fiber Amplifier),<br />

namun karena bandwidth dari EDFA ini<br />

sangat kecil yaitu 30 nm (1530 nm – 1560<br />

nm). Kemudian digunakan DBFA (Dual<br />

Band Fiber Amplifier) dengan bandwidth<br />

1528 nm sampai 1610 nm. Kedua jenis<br />

amplifier ini termasuk jenis EBFA (Extended<br />

Band Filter Amplifier) dengan penguatan<br />

yang tinggi, saturasi yang lambat dan noise<br />

yang rendah. Teknologi amplifier pada optik<br />

yang lain adalah sistem Raman Amplifier


yang merupakan pengembangan dari sistem<br />

EDFA.<br />

5. DWDM Terminal Demux<br />

Terminal ini mengubah sinyal dengan banyak<br />

panjang gelombang menjadi sinyal dengan<br />

hanya 1 panjang gelombang dan<br />

mengeluarkannya ke dalam beberapa fiber<br />

yang berbeda untuk masing-masing client<br />

untuk dideteksi. Teknologi terkini dari<br />

demultiplekser ini yaitu Fiber Bragg Grating<br />

dan dichroic filter untuk menghilangkan<br />

noise dan crosstalk.<br />

2.6 Dispersi<br />

Dispersi adalah suatu berkas cahaya yang<br />

melintas didalam serat optik dengan mode,<br />

kecepatan atau panjang gelombang yang berbeda.<br />

Dispersi dapat menyebabkan pelebaran pulsa pada<br />

pulsa cahaya yang ditransmisikan pada serat optik<br />

sehingga mengakibatkan jumlah pulsa/satuan waktu<br />

(bit rate) dan jarak menjadi terbatas. Dispersi<br />

dibedakan menjadi 2, yaitu :<br />

1. Dispersi Intermodal<br />

Bila pada suatu serat step indeks dimasukkan<br />

impulse cahaya monokromatis dan hanya dua<br />

mode yang ditransmisikan, menyebabkan<br />

perbedaan jalur yang dilewati impulse<br />

tersebut akan sampai diujung serat pada saat<br />

yang berbeda. Jika kedua impulse tersebut<br />

digabungkan, akan terlihat adanya suatu<br />

pelebaran pulsa yang dikenal sebagai dispersi<br />

modal/multimode. Pada serat multimode step<br />

indeks, cahaya yang masuk terbagi dalam<br />

beberapa mode yang merambat dengan<br />

kecepatan yang berbeda. Sedangkan pada<br />

graded indeks, perbedaan kecepatan rambat<br />

antar mode relatif kecil. Hal ini disebabkan<br />

adanya peningkatan kecepatan dari mode<br />

orde yang mempunyai sudut datang yang<br />

lebih besar sehingga dapat mengkompensasi<br />

perbedaan lintasan. Hal tersebut dapat<br />

menyebabkan penurunan pulsa, sehingga<br />

berpengaruh pada bandwidth (semakin<br />

mengecil).<br />

2. Dispersi Kromatik<br />

Impulse cahaya yang melintas diserat optik<br />

terdiri atas berbagai macam warna yang<br />

merambat dengan kecepatan yang berbeda<br />

sehingga menyebabkan terjadinya pelebaran<br />

pulsa cahaya pada ujung serat.Jadi pelebaran<br />

impulse tersebut dipengaruhi oleh lebar<br />

spektrum cahaya dari sumber optik. Efek<br />

tersebut disebut dengan dispersi kromatik.<br />

Jika kecepatan data bertambah, durasi T<br />

(periode) berkurang maka impulse akan<br />

saling tumpang tindih (overlap) sehingga<br />

tidak bisa dikenali lagi (cacat). Hal tersebut<br />

mengakibatkan kecepatan sinyal cahaya yang<br />

ditransmisikan menjadi terbatas.<br />

Dispersi kromatik dibagi menjadi 2 macam,<br />

yaitu :<br />

a. Dispersi Material<br />

Dispersi ini disebabkan adanya<br />

perbedaan kecepatan rambat cahaya<br />

(indeks bias suatu material merupakan<br />

fungsi dari panjang gelombang).<br />

b. Dispersi Waveguide<br />

Dispersi ini trejadi karena variasi waktu<br />

yang dibutuhkan untuk sampai ke ujung<br />

serat optik dan disebabkan oleh<br />

perbedaan panjang gelombang. Dispersi<br />

ini nilainya relatif lebih kecil<br />

dibandingkan dispersi jenis lain.<br />

3. KONTINGENSI KABEL OPTIK NON-<br />

HOMOGEN TIPE <strong>G.652</strong> DAN G.655<br />

3.1 Latar Belakang<br />

Adapun tipe FO yang digunakan saat ini tipe<br />

<strong>G.652</strong> dan G.655, perlu diperhatikan diperhatikan<br />

karakteristik dari masing-masing tipe, karena dari<br />

situlah awal untuk menghitung berapa besar nilai<br />

disperse yang harus dikompensasi oleh modul<br />

DCM. Karena tidak bisa sembarangan mengganti<br />

tipe kabel tanpa memperhatikan spesifikasi awal<br />

dari perangkat tersebut. Perlu diingat bahwa<br />

teknologi DWDM yang rentan terhadap dispersi.<br />

Dampak dari bergesernya nilai dispersi antara<br />

lintasa FO dengan kompensasi pada modul DCM<br />

akan berakitbat degradasi performance dikemudian<br />

hari.<br />

Untuk meningkatkan performance layanan<br />

kepada pelanggan, salah satu upaya yang dilakukan<br />

adalah pembenahan pada bidang transport, yaitu,<br />

melakukan modernisasi jaringan kabel FO<br />

sepanjang pulau Jawa.<br />

Dan permasalahan yang timbul adalah pada<br />

saat ingin meningkatkan performance perangakat<br />

DWDM ZTE, setelah selesainya pembangungan<br />

modernisasi jaringan kabel FO. Karena pada ruasruas<br />

tertentu antara kabel FO existing dengan kabel<br />

hasil modernisasi tipenya tidak sama. Pada<br />

umumnya kabel existing banyak yang menggunakan<br />

kabel FO tipe <strong>G.652</strong>, sedangkan kabel yang baru<br />

tipenya adalah G.655, sehingga link buget dan nilai<br />

disperse dari kabel FO yang baru tidak sesuai lagi<br />

dengan nilai kompensasi pada modul DCM existing.


proses multiplexing seluruh panjang<br />

gelombang tersebut dapat<br />

ditransmisikan melalui sebuah serat<br />

optik. Sumber cahaya yang biasa<br />

digunakan dalam Serat <strong>Optik</strong> adalah LD<br />

(Laser Diode) dan LED (Light Emithing<br />

Diode).<br />

2. Konversi tipe kabel FO diperlukan<br />

untuk menghitung nilai DCM yang akan<br />

digunakan pada jaringan kabel FO <strong>non</strong>homogen.<br />

3. Padajaringan DWDM ZTE ruas Solo-<br />

Madiun menggunakan modul DCM<br />

60/<strong>G.652</strong> dan DCM 40/<strong>G.652</strong><br />

4. Penambahan attenuator antara OMU<br />

dan OBA ditujukan untuk menggantikan<br />

loss modul DCM yang dibypass agar<br />

input yang masuk ke OBA tidak terlalu<br />

besar.<br />

5. Setiap melakukan perbaikan atau<br />

pergantian jaringan kabel FO untuk<br />

keperluan perangkat DWDM ZTE,<br />

harus selalu memperhatikan jenis kabel<br />

FO yang dipergunakan sebelumnya.<br />

6. Modul DCM yang sudah terpasang di<br />

masing-masing perangkat DWDM ZTE,<br />

bisa digunakan untuk menggkompensasi<br />

dispersi pada tipe FO apapun, baik<br />

<strong>G.652</strong> maupun G.655<br />

DAFTAR PUSTAKA<br />

[1] Mulyono, Dwi Agus. 2010. Solusi<br />

<strong>Kontingensi</strong> <strong>Kabel</strong> <strong>Optik</strong> Non-<strong>Homogen</strong><br />

pada Perangkat DWDM ZTE PT.TELKOM<br />

[2] Andika, Gilang. 2006. Teknologi WDM pada<br />

Serat <strong>Optik</strong>.<br />

[3] Bass, Michael. ” Fiber Optic Handbook”,<br />

Mc Graw-Hill,2002<br />

[4] http://en.wikipedia.org/wiki/ Wavelengthdivision<br />

multiplexing<br />

BIODATA<br />

Frans Scifo (L2F008125).<br />

Lahir di Jakarta 21 Juni<br />

1990. Menempuh<br />

pendidikan di SDN 1<br />

Cijantung, SMPN 223<br />

Jakarta, SMAN 39 Jakarta<br />

dan sekarang tercatat<br />

sebagai Mahasiswa <strong>Teknik</strong><br />

<strong>Elektro</strong> Universitas<br />

Diponegoro angkatan 2008<br />

konsentrasi elektonika telekomunikasi<br />

Menyetujui<br />

Dosen Pembimbing<br />

Darjat, S.T.,M.T.<br />

NIP.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!