Apa-Kata-Mahasiswa
Apa-Kata-Mahasiswa
Apa-Kata-Mahasiswa
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Hasil Kajian Partisipasi &<br />
Kolaborasi <strong>Mahasiswa</strong><br />
Kesehatan di Indonesia<br />
HPEQ-Project DIKTI<br />
Kementerian Pendidikan dan<br />
Kebudayaan
MAHASISWA KESEHATAN INDONESIA: KINI DAN NANTI<br />
2<br />
Untuk mahasiswa,<br />
Untuk INDONESIA
Hasil Kajian Partisipasi & Kolaborasi<br />
<strong>Mahasiswa</strong> Kesehatan di Indonesia
ab<br />
bab<br />
bab<br />
bab<br />
bab<br />
bab<br />
1.<br />
hlm. 1<br />
2.<br />
hlm. 12<br />
3.<br />
hlm. 20<br />
4.<br />
hlm. 38<br />
5.<br />
hlm. 45<br />
6.<br />
hlm. 55<br />
<strong>Mahasiswa</strong> Kesehatan<br />
Indonesia:<br />
Kini dan Nanti<br />
Partisipasi : Bukan “Party”<br />
Biasa!<br />
Kolaborasi Interprofesi,<br />
Bukan Utopia Belaka<br />
IPE: Kotak ataukah Bulat?<br />
Mau Ke Mana Kita??<br />
Few Steps for Big Impacts
1.<br />
“<br />
<strong>Apa</strong> yang terpikir pertama kali saat<br />
mendengar kata-kata mahasiswa kesehatan?<br />
Tahukah teman-teman siapa saja yang<br />
termasuk dalam mahasiswa kesehatan?<br />
Kini dan Nanti
MAHASISWA KESEHATAN INDONESIA: KINI DAN NANTI<br />
6<br />
<strong>Mahasiswa</strong> kesehatan adalah mahasiswa yang<br />
kelak menjalani profesi sebagai tenaga kesehatan,<br />
dengan profesionalisme dan kode etik masingmasing<br />
profesi. Siapa saja yang termasuk?<br />
Ada mahasiswa kedokteran, keperawatan, kedokteran gigi,<br />
kebidanan, kesehatan masyarakat, farmasi, gizi, dan lain-lain.<br />
Sampai saat ini, jumlah mahasiswa kesehatan di Indonesia<br />
terus bertambah, seiring dengan makin banyaknya jumlah<br />
institusi pendidikan ilmu kesehatan.<br />
Pernah nggak teman-teman bayangkan jika seluruh<br />
mahasiswa kesehatan dari berbagai profesi tersebut duduk,<br />
merencanakan, dan melaksanakan sesuatu bersama-sama?<br />
Tentu akan menjadi suatu hal yang luar biasa bukan?<br />
D E K L A R A S I M A H A S I S W A :<br />
Awal dari Sebuah Tujuan Mulia<br />
Berangkat dari mimpi dan tekad untuk bersama-sama<br />
memperjuangkan pendidikan profesi kesehatan yang lebih baik,<br />
berkumpullah perwakilan mahasiswa dari delapan organisasi<br />
mahasiswa ilmu kesehatan sebagai representasi tujuh profesi<br />
kesehatan. Organisasi mahasiswa tersebut antara lain Center<br />
for Indonesian Medical Students’ Activities (CIMSA), Ikatan<br />
Senat <strong>Mahasiswa</strong> Kedokteran Indonesia (ISMKI), Ikatan
Lembaga <strong>Mahasiswa</strong> Ilmu Keperawatan Indonesia (ILMIKI),<br />
Persatuan Senat <strong>Mahasiswa</strong> Kedokteran Gigi Indonesia<br />
(PSMKGI), Ikatan <strong>Mahasiswa</strong> Kebidanan (IMABI), Ikatan Senat<br />
<strong>Mahasiswa</strong> Farmasi Seluruh Indonesia (ISMAFARSI), Ikatan<br />
Senat <strong>Mahasiswa</strong> Kesehatan Masyarakat Indonesia (ISMKMI),<br />
dan Ikatan Lembaga <strong>Mahasiswa</strong> Ilmu Gizi Indonesia (ILMAGI).<br />
<strong>Mahasiswa</strong> dari ketujuh profesi kesehatan itu atas<br />
dukungan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti),<br />
Kementrian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) melalui<br />
Health Professional Education Quality (HPEQ) Project telah<br />
menyatakan “Deklarasi <strong>Mahasiswa</strong> Ilmu Kesehatan Indonesia<br />
Tentang Peran <strong>Mahasiswa</strong> Ilmu Kesehatan Dalam Pendidikan<br />
Ilmu Kesehatan” pada tanggal 19 November 2010 lalu di Jakarta.<br />
Deklarasi ini sekaligus menandai dimulainya berbagai aktivitas<br />
yang digalang oleh HPEQ Student (terdiri dari perwakilan<br />
kedelapan organisasi mahasiswa di atas).<br />
Eitss,, tunggu dulu. HPEQ? Pendidikan tinggi ilmu<br />
kesehatan? Peran mahasiswa? Hayo.. teman-teman sudah<br />
tahu hal tersebut apa belum?<br />
Kalau belum, nggak perlu bingung apalagi sampai<br />
kebawa galau. Semuanya sudah pernah dibahas secara jelas<br />
dalam buku “<strong>Mahasiswa</strong> Kesehatan Harus Tahu”. Buku ini<br />
juga merupakan salah satu produk HPEQ Student dan telah<br />
terbit pada tahun 2011 lalu tepatnya pada saat 2 nd International<br />
HPEQ Conference di Bali.<br />
Seperti judulnya, sebagai mahasiswa kesehatan temanteman<br />
harus tahu tentang isi buku ini. Jadi yang belum pernah<br />
membaca buku ini, sebaiknya buru-buru baca aja, deh! Jangan<br />
sampe temen-temen mati penasaran kalo belum baca buku ini.<br />
Hehehe..<br />
Oh ya, buku tersebut tidak bisa teman-teman dapatkan<br />
di toko buku, apalagi lewat loper koran. Teman-teman bisa<br />
download secara cuma-cuma melalui website www.hpeqstudent.<br />
org<br />
Nah, kalau teman-teman sudah baca buku tersebut di<br />
atas, pasti teman-teman sudah kenal dengan sosok Farrel, Fitri,<br />
dan Mischka yang ada dalam buku tersebut? Farrel, Fitri, dan<br />
Mischka adalah gambaran mahasiswa yang telah menyadari<br />
bahwa sebagai mahasiswa kita punya peran dalam sistem<br />
7<br />
MAHASISWA KESEHATAN INDONESIA: KINI DAN NANTI
MAHASISWA KESEHATAN INDONESIA: KINI DAN NANTI<br />
8<br />
pendidikan tinggi di Indonesia. Sudah bukan saatnya lagi kita<br />
berdiam diri saat kita mendapati pendidikan yang kita jalani<br />
saat ini masih belum sesuai dengan apa yang seharusnya kita<br />
peroleh.<br />
Akan tetapi karena mereka telah tergolong sebagai<br />
“mahasiswa senior”, bisa dibilang kesadaran tersebut sudah<br />
hampir terlambat. Untung saja mereka berhasil “meneruskan”<br />
kesadaran ini kepada adik-adik tingkat di bawah mereka<br />
Salah satu adik tingkat Farrel yaitu Dude, seorang<br />
mahasiswa kedokteran semester 5 dan aktivis organisasi, saat<br />
ini sedang giat-giatnya untuk mengajak teman-temannya agar<br />
lebih peduli terhadap pendidikan yang saat ini sedang dijalani.<br />
<strong>Apa</strong>lagi dapat dikatakan saat ini mahasiswa angkatan Dude<br />
lah yang sedang memegang jabatan dalam organisasi. Hal ini<br />
Dude benar-benar sadari sehingga inilah kesempatan emas<br />
untuk menyuarakan aspirasi mereka kepada petinggi kampus<br />
seperti dekan dan ketua jurusan.<br />
Hingga suatu ketika Dude bertemu dengan Nay,<br />
mahasiswa dari program studi (prodi) kebidanan semester 3.<br />
Meskipun satu fakultas, keduanya jarang bertemu. Ini karena<br />
Nay lebih banyak aktif di organisasi internal mahasiswa<br />
kebidanan saja sedangkan Dude aktif dalam organisasi<br />
multiprofesi seperti BEM fakultasnya.<br />
Sebagai mahasiswi yang kuliah dengan beasiswa<br />
penuh dari kampusnya, Nay sangat ingin untuk bisa sungguhsungguh<br />
kuliah sehingga nantinya dapat menjadi lulusan yang<br />
bermanfaat bagi almamater. Itulah mengapa Nay sangat kritis<br />
terhadap masalah-masalah akademik seperti cara mengajar<br />
dosen, kesesuaian materi kuliah dengan kompetensi yang<br />
harus dicapai, dan ketersediaan fasilitas praktikum.<br />
Beberapa kali Nay dan teman-teman mencoba membuat<br />
forum diskusi dan semacamnya. Namun forum tersebut kurang<br />
efektif karena aspirasi hanya sampai ke level ketua prodi saja.<br />
Padahal dalam membuat kebijakan, ketua prodi juga harus<br />
melibatkan dekanat.<br />
Selain Dude dan Nay, ada teman kita Intan, seorang<br />
mahasiswa ilmu gizi semester 3. Saat ini Intan sedang asyik
mempelajari lebih dalam tentang pendidikan interprofesi<br />
setelah membaca beberapa referensi, termasuk hasil sharing<br />
dengan kakak-kakak kelasnya yang mengikuti konferensi<br />
HPEQ.<br />
Intan menyadari bahwa bidang kelimuannya sangat luas<br />
dan dapat berkolaborasi dengan berbagai profesi kesehatan<br />
lainnya seperti dokter, perawat, apoteker, bidan, ahli kesehatan<br />
masyarakat, dokter gigi, dan lain-lain. Ia merasa sangat<br />
bermanfaat bila mahasiswa dari berbagai profesi kesehatan<br />
bisa belajar bersama-sama sehingga mampu memperluas<br />
pengetahuan.<br />
Sayangnya, Intan masih bingung apa yang harus ia<br />
lakukan untuk bisa membantu mewujudkan IPE. Terlebih ia<br />
kurang akrab dengan mahasiswa dari prodi lainnya karena<br />
tidak ikut dalam organisasi.<br />
M e n g o p t i m a l k a n<br />
Peran <strong>Mahasiswa</strong>,<br />
Pada kenyataannya, mengoptimalkan peran mahasiswa<br />
dalam sistem pendidikan ilmu kesehatan tidak semudah<br />
membalikkan telapak tangan, apalagi mengedipkan<br />
mata. Setidaknya hal itu sudah dialami oleh Nay dan Intan.<br />
Mereka berdua sudah sadar bahwa peran mahasiswa itu<br />
penting, namun terbentur dalam dua hal yang berbeda. Jika<br />
Nay terbentur oleh masalah birokrasi kampus, Intan terbentur<br />
pada masalah mendasar yaitu bingung cara memulai untuk<br />
berperan. <strong>Apa</strong>kah di antara teman-teman ada yang mengalami<br />
hal serupa dengan Intan dan Nay?<br />
Meskipun banyak kendala dalam upaya kita untuk bisa<br />
berperan dalam sistem pendidikan, jangan sampai tekad kita<br />
surut. Ingatlah bahwa mahasiswa adalah agen perubahan<br />
atau bahasa kerennya agent of change. Kalau bukan kita yang<br />
memperjuangkannya pendidikan kita, siapa lagi coba?<br />
9<br />
MAHASISWA KESEHATAN INDONESIA: KINI DAN NANTI
MAHASISWA KESEHATAN INDONESIA: KINI DAN NANTI<br />
10<br />
“<br />
Salah satu bentuk perjuangan yang telah dilakukan<br />
mahasiswa melalui HPEQ Student adalah melakukan kajian<br />
mahasiswa dalam hal pendidikan. Kajian ini bukan sembarang<br />
kajian lho, karena dilakukan secara nasional mulai dari temanteman<br />
kita di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi hingga<br />
Bali. Dapat dikatakan sampel kajian ini merepresentasikan<br />
seluruh mahasiswa kesehatan Indonesia.oleh HPEQ Stu<br />
Sistem pendidikan profesi<br />
kesehatan yang baik nantinya<br />
akan menghasilkan lulusan berupa<br />
tenaga kesehatan yang profesional<br />
dan sesuai dengan kompetensi<br />
yang dibutuhkan masyarakat<br />
“<br />
Ada dua kajian yang dilakukan oleh HPEQ Student, apa<br />
aja? Yang pertama adalah kajian tentang partisipasi mahasiswa<br />
dalam sistem pendidikan tinggi ilmu kesehatan. Kajian ini<br />
dilakukan untuk melihat seberapa jauh sih keterlibatan atau<br />
partisipasi mahasiswa dalam perencanaan, pelaksanaan,<br />
pengawasan, dan evaluasi sistem pendidikan mereka masingmasing.<br />
Yang kedua adalah kajian tentang interprofessional<br />
education (IPE) atau pendidikan kolaborasi interprofesi.<br />
Kajian ini dilakukan untuk melihat bagaimana persepsi serta<br />
kesiapan mahasiswa serta dosen terhadap IPE yang akhirakhir<br />
ini sedang jadi trending topic dalam sistem pendidikan<br />
ilmu kesehatan di Indonesia.<br />
Kenapa sih HPEQ student sampai repot-repot bikin<br />
kajian? Mendingan juga mikirin skripsi, pendidikan kliniknya<br />
atau mungkin ikutan kompetisi karya ilmiah.<br />
Jangan skeptis dulu, guys! Hasil dari kajian ini diharapkan<br />
bisa membuka wawasan teman-teman semua tentang<br />
bagaimana pendapat, persepsi, atau sikap mahasiswa tentang<br />
partisipasi dan kolaborasi. Kira-kira bagaimana pendapat,
persepsi, dan sikap teman-teman sendiri tentang kedua hal<br />
tersebut?<br />
Dari hasil kajian tersebut kita juga bisa merencanakan<br />
kegiatan-kegiatan lain yang bertujuan untuk semakin<br />
meningkatkan kualitas pendidikan ilmu kesehatan di Indonesia.<br />
Kajian semacam inilah yang dapat membatu para mahasiswa<br />
termasuk Dude, Nay, dan Intan dalam mengoptimalkan peran<br />
mereka.<br />
Satu hal yang perlu kita sadari bersama<br />
bahwa upaya yang kita lakukan saat<br />
ini mungkin tidak langsung memberi<br />
dampak nyata dalam waktu singkat. Butuh<br />
proses hingga pada akhirnya mahasiswa<br />
kesehatan dapat benar-benar mampu<br />
berperan penuh dalam mendukung sistem<br />
pendidikan ilmu kesehatan. Anggap saja saat<br />
ini kita tengah melakukan suatu investasi<br />
untuk kebaikan pendidikan adik-adik kita<br />
mahasiswa kesehatan di waktu mendatang.<br />
Ibaratnya jika tidak bisa terwujud pada<br />
mahasiswa kini, hal tersebut harus terwujud<br />
pada mahasiswa kesehatan nanti. Setuju<br />
tidak?<br />
Hmm, sudah siap untuk tahu apa kata<br />
mahasiswa kesehatan Indonesia tentang<br />
partisipasi dalam dunia pendidikan dan<br />
pendidikan kolaborasi interprofesi? Dude,<br />
Nay, dan Intan sudah nggak sabar lho buat<br />
tahu tentang kedua kajian tersebut. Kita<br />
jangan sampai kalah, dong! Langsung saja<br />
yuk kita kupas tuntas hasil dari kedua kajian<br />
tersebut. Selamat membaca!<br />
11<br />
MAHASISWA KESEHATAN INDONESIA: KINI DAN NANTI
Mendengar kata “party”, nggak peduli itu birthday<br />
party, wedding party, atau farewell party, pasti yang<br />
terbayang di pikiran kita adalah sebuah acara di<br />
mana semua orang bersemangat untuk ambil bagian, bertemu<br />
dengan banyak orang, makan bareng, dan semua pulang<br />
dengan hati senang (apalagi anak kost, party berarti jatah<br />
uang makan hari itu bisa diamankan, lumayan.. ^^).<br />
Ada yang masih inget nggak, jaman kecil dulu, setiap<br />
kali ada temen atau tetangga yang mengadakanpesta ulang<br />
tahun, ada sebuah kalimat yang nggak pernah absen di kartu<br />
undangan. “Tiada kesan tanpa kehadiranmu,”. Kalimat ini<br />
bukan sekedar format wajib untuk bikin kartu undangan, tapi<br />
that’s the point! Coba bayangkan, apa sih artinya sebuah party<br />
di gedung mewah dengan makanan yang enak tapi cuma 2<br />
orang yang hadir dan itupun yang seorang sahabat si tuan<br />
rumah dan yang seorang lagi terpaksa datang karena jatah<br />
uang bulanannya udah habis?<br />
Itu juga yang kurang lebih akan dibahas banyak dalam<br />
bagian tentang partisipasi ini, lebih spesifiknya tentang<br />
partisipasi mahasiswa kesehatan dalam tata kelola sistem<br />
pendidikan tinggi di Indonesia. Kalau dilihat dari skalanya,<br />
ibarat sebuah pesta, ini party tingkat nasional, lho! (Bilang<br />
“wow” yuuk..!). Emang sih, di sini acaranya bukan makanmakan,<br />
menyanyi, menari, apalagi dugem, tapi percaya<br />
deh, apa yang kita lakukan saat kita berpartisipasi dalam<br />
tata kelola sistem pendidikan adalah investasi yang jelas<br />
manfaatnya untuk masa depan, supaya nantinya produk dari<br />
sistem pendidikan yang tercetak pun berstatus high quality.<br />
Nah, untuk partisipasi yang satu ini, kalimat “tiada kesan tanpa<br />
kehadiranmu” berlaku mutlak dan nggak bisa diganggu gugat.<br />
So, why don’t be a part of this “party”?<br />
13<br />
PARTISIPASI: BUKAN “PARTY” BIASA!
PARTISIPASI: BUKAN “PARTY” BIASA!<br />
14<br />
Kenapa kita harus berpartisipasi?<br />
Tata kelola sistem pendidikan di sebuah negara itu nggak<br />
sesederhana game Plants VS Zombies ® di mana semuanya<br />
tinggal diletakkan dan diatur sedemikian rupa supaya goal<br />
kita tercapai. Saking kompleksnya orang pasti memilih dikutuk<br />
jadi batu daripada harus memikirkan atau mengatur semua<br />
hal itu sendirian. Inilah mengapa teman-teman mahasiswa<br />
kesehatan harus berpartisipasi dalam tata kelola sistem<br />
pendidikan, jangan sampai satu per satu orang menjadi batu<br />
gara-gara nggak kuat menanggung beban yang terlalu berat<br />
ini. Karena terlalu pahit, kita tidak akan membahas contohcontoh<br />
pengalaman yang disebabkan karena kurangnya<br />
partisipasi mahasiswa di sini ya. Contoh-contoh tersebut bisa<br />
dibaca di buku <strong>Mahasiswa</strong> Kesehatan Harus Tahu.<br />
Saya Berpartisipasi Karena Saya<br />
Mempunyai Bargaining Power<br />
Tanpa bermaksud menjadikan buku ini seserius diktat<br />
kuliah, kami ingin memaparkan bahwa ada peraturan yang<br />
mengatur tentang perlunya keterlibatan mahasiswa di<br />
dalam tata kelola pendidikan di negara kita. Namanya juga<br />
“maha”siswa, bukan siswa biasa, teman-teman dianggap<br />
sudah cukup dewasa dan memiliki kapasitas sebagai pemberi<br />
masukan untuk perbaikan sistem pendidikan. Keren nggak<br />
tuh!<br />
<strong>Mahasiswa</strong> mempunyai peran penting dalam setiap<br />
aktivitas tri dharma perguruan tinggi (penelitian, pendidikan,<br />
dan pengabdian masyarakat) yakni sebagai agent of change,<br />
agent of development, dan agent of social control. Tolong<br />
tetap fokus ya, jangan keliru dengan agen-agen rahasia<br />
yang ada di film Men In Black ® . Jaman dulu kala, peran<br />
serta atau partisipasi mahasiswa masih hanya sebatas objek<br />
dari pendidikan itu sendiri. Padahal sesuai dengan undangundang<br />
yang berlaku saat ini yaitu Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan<br />
Nasional ayat 8, mahasiswa dinyatakan berhak berperan<br />
serta atau berpartisipasi dalam perencanaan, pelaksanaan,<br />
pengawasan, dan evaluasi program pendidikan.<br />
Sejauh Mana Sih <strong>Mahasiswa</strong> Indonesia<br />
Sudah Berpartisipasi?<br />
DIKTI melalui HPEQ Student telah melakukan penelitian<br />
tentang pola partisipasi mahasiswa dalam penataan sistem<br />
pendidikan kesehatan di Indonesia. Maksud dari diadakannya<br />
penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana<br />
mahasiswa Indonesia telah mampu dan mau berpartisipasi<br />
untuk melakukan banyak perbaikan dalam sistem pendidikan<br />
kesehatan di Indonesia.<br />
Sejumlah 1.046 mahasiswa yang mewakili 240 institusi<br />
penyelenggara pendidikan tinggi kesehatan di seluruh<br />
Indonesia sudah dengan sukarela dan gembira membantu<br />
kami untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Jangan<br />
ditanya bagaimana caranya kami mendapatkan mahasiswa<br />
sebanyak itu, yang pasti bukan dengan iming-iming undian<br />
berhadiah mobil atau rumah.<br />
Penelitian yang kami lakukan ini berupa survey<br />
menggunakan kuesioner yang disebarkan melalui Google<br />
Spreadsheet. Secara ini udah jaman teknologi, jadi<br />
tidakmungkin kami menyebar kuesioner dengan berdiri di<br />
depan ATM dan memberikan amplop berisi kuesioner kepada<br />
mahasiswa yang baru aja mengambil uang bulanan di ATM<br />
apalagi mengirim kuesioner dengan jasa merpati pos.<br />
Soal representatif atau tidaknya data yang diperoleh<br />
dalam penelitian ini, tim peneliti telah berupaya maksimal,<br />
total, dan sensasional (agak lebay) supaya apa yang dihasilkan<br />
dari penelitian ini benar-benar mewakili suara dan “jeritan<br />
hati” semua mahasiswa kesehatan di Indonesia dari tujuh<br />
program studi, yaitu pendidikan dokter, pendidikan dokter<br />
gigi, keperawatan, farmasi, kebidanan, gizi, dan kesehatan<br />
masyarakat, baik yang mewakili organisasi mahasiswa<br />
15<br />
PARTISIPASI: BUKAN “PARTY” BIASA!
PARTISIPASI: BUKAN “PARTY” BIASA!<br />
16<br />
maupun yang tidak.<br />
Yang pasti, data ini ingin kami gunakan untuk menggugah<br />
hati setiap mahasiswa pendidikan kesehatan di Indonesia<br />
untuk aktif berpartisipasi di dalam sistem pendidikan. Walaupun<br />
yang namanya iri itu dosa, tapi dalam hal partisipasi, kita patut<br />
iri kepada negara-negara di Eropa yang sukses menempatkan<br />
mahasiswa sebagai sumber masukan untuk penentuan<br />
berbagai kebijakan terkait sistem pendidikan di sana (plok!<br />
plok! plok!).<br />
Sejauh mana teman-teman mengetahui bahwa<br />
ada peraturan di tingkat nasional dan institusi yang<br />
mengatur keterlibatan mahasiswa?<br />
Sebesar 56% dari seluruh responden yang ikut serta<br />
dalam penelitian ini mengaku tahu bahwa di tingkat nasional<br />
telah ada peraturan yang memposisikan mahasiswa untuk<br />
bisa terlibat di dalam sistem pendidikan. Untuk peraturan<br />
yang dimaksud, mungkin teman-teman sudah membaca<br />
pada bagian saya berpartisipasi karena saya mempunyai<br />
bargaining power.<br />
Buat yang udah tahu, kami ucapkan selamat karena<br />
teman-teman berarti sudah paham akan posisi teman-teman di<br />
jagat pendidikan di negara kita ini. Setidaknya bisa dikatakan<br />
bahwa apa yang teman-teman pahami sudah sama dengan<br />
pemahaman Dude, Nay, dan Intan bahwa sebagai mahasiswa<br />
kita perlu berperan dalam sistem pendidikan kita.<br />
Nah, buat yang belum tahu, kami juga mengucapkan<br />
selamat karena jika teman-teman sudah sampai di bagian<br />
ini, apalagi sudah membaca serial pertama dari buku ini yaitu<br />
buku “<strong>Mahasiswa</strong> Kesehatan Harus Tahu”, berarti sekarang<br />
teman-teman menjadi tahu bahwa kita punya tempat loh untuk<br />
ambil bagian dalam sistem pendidikan, baik itu di tingkat<br />
institusi maupun di tingkat nasional. Jadi jangan takut untuk<br />
berpartisipasi, ini bukan pelanggaran hukum seperti halnya<br />
maling ayam apalagi korupsi.
W a k i l r a k y a t : d a r i r a k y a t , o l e h<br />
rakyat, untuk rakyat!<br />
Istilah wakil rakyat ini ternyata nggak hanya berlaku<br />
di dunia politik, tapi juga di dunia pendidikan. Ada istilah<br />
perwakilan mahasiswa, yaitu sekelompok mahasiswa yang<br />
diberi jalur untuk mewakili aspirasi dan keterlibatan sekian<br />
banyak mahasiswa sebagai input untuk penentuan sebuah<br />
kebijakan baik di tingkat institusi maupun tingkat nasional.<br />
Siapa di antara teman-teman yang sudah menjadi perwakilan<br />
mahasiswa di kampusnya angkat tangan!<br />
Dari seluruh responden yang mewakili banyak sekali<br />
institusi perguruan tinggi, 83% menyatakan di kampus temanteman<br />
telah memiliki perwakilan mahasiswa baik dalam bentuk<br />
perorangan maupun lembaga seperti BEM, senat, maupun<br />
himpunan mahasiswa. Ini berarti pihak institusi teman-teman<br />
telah membuka jalan untuk keterlibatan teman-teman di dalam<br />
sistem. Buat yang belum punya perwakilan mahasiswa, ayo<br />
kita bentuk, supaya aspirasi teman-teman terwakili.<br />
Secara umum, untuk dapat berpartisipasi, mahasiswa<br />
harus memenuhi 3 syarat penting yakni aktif, kreatif, dan<br />
kooperatif. <strong>Mahasiswa</strong> dapat berpartisipasi secara independen<br />
atau melebur dalam wadah organisasi dengan menjunjung<br />
tinggi nilai efektifitas, efisiensi, dan intelektual.<br />
What’s so special about becoming a student<br />
representative?<br />
Jawabannya: spesial banget dong! Teman-teman yang<br />
diberi “kehormatan” oleh teman-temannya, baik melalui<br />
jalur pemilihan umum, kelompok, ataupun secara sukarela<br />
mencalonkan diri, berkewajiban untuk menampung dan<br />
menganalisis aspirasi dari teman-teman yang diwakilinya.<br />
Setelah itu teman-teman harus berlatih cara penyampaian<br />
17<br />
PARTISIPASI: BUKAN “PARTY” BIASA!
PARTISIPASI: BUKAN “PARTY” BIASA!<br />
18<br />
aspirasi yang efektif, efisien, dan intelek. Bagaimana kah<br />
caranya? Keep on reading this book and figure it out!<br />
Sikap demikian inilah yang seharusnya Dude lakukan.<br />
Sebagai salah satu aktivis di organisasi kampus, langkah Dude<br />
untuk mengajak teman-temannya kritis terhadap masalah<br />
pendidikan sudah benar. Tapi apa gunanya kalo teman-teman<br />
Dude hanya kritis saja tapi tidak ditampung dan disalurkan<br />
aspirasinya?<br />
Di sini keberhasilan temen-teman dalam berpartisipasi<br />
juga nggak lepas dari cara berkomunikasi yang baik. Dari<br />
hasil penelitian ini, 97% responden menyatakan sudah ada<br />
komunikasi antara pihak mahasiswa dengan pihak institusi,<br />
baik melalui buku panduan, publikasi via website atau media<br />
lainnya, diskusi terbuka, dan lain-lain. 42% teman-teman<br />
yang menjadi responden menyatakan kualitas komunikasi<br />
antara mahasiswa dan pihak institusi cukup baik. Nah, pe-er<br />
kita nih, buat menjadikan yang sudah cukup baik ini menjadi<br />
komunikasi yang kualitasnya “sssuperrr sekaliiii..”. Kualitas<br />
komunikasi yang bagus akan memudahkan kedua belah pihak<br />
yang berkomunikasi untuk saling menyampaikan pendapat<br />
and finally, tujuan dari komunikasi itu sendiri lebih besar<br />
kemungkinannya buat bisa tercapai, deh!<br />
Lalu bagaimana dengan Nay? Bukannya ia dan temantemannya<br />
sudah cukup baik dengan menampung aspirasi dan<br />
mengadakan forum diskusi dengan petinggi di jurusannya?<br />
Yap, apa yang Nay lakukan sebenarnya sudah baik. Akan<br />
tetapi kita tahu bahwa tidak mudah untuk mewujudkan aspirasi<br />
mahasiswa menjadi suatu kebijakan. Butuh proses yang harus<br />
dilalui, dan sekarang Nay sedang mengalami proses tersebut.<br />
Jangan pernah menyerah ya, Nay!! Termasuk buat temanteman<br />
lain yang mengalami nasib serupa dengan Nay.
I’m not a student representative, so I can do<br />
nothing. Eits, that’s a big NO guys!<br />
Teman-teman yang diwakili juga harus ikut<br />
berpartisipasi. Hal inilah yang harusnya<br />
dilakukan oleh Intan. Gimana caranya untuk<br />
bisa ikutan berpartisipasi? Bisa dengan<br />
menyalurkan ide, terlibat dalam survey atau<br />
pembuatan report yang mendukung ide temanteman,<br />
dan jangan lupa juga melengkapi usaha<br />
teman-teman dengan doa. Trust me, it works!<br />
19<br />
PARTISIPASI: BUKAN “PARTY” BIASA!
Pertama-tama mau tanya dulu nih sama temen-temen<br />
semuanya, siapa yang belum pernah sekalipun pergi<br />
ke rumah sakit? Pasti semua sudah pernah kan ya,<br />
apalagi kita sebagai mahasiswa ilmu kesehatan. <strong>Apa</strong> kata<br />
dunia kalo kita belum pernah pergi ke rumah sakit?<br />
Di rumah sakit, kita bisa lihat ada banyak sekali tenaga<br />
kesehatan yang bekerja. Ya mungkin yang sering kita lihat<br />
adalah dokter dan perawat karena berinteraksi langsung<br />
dengan pasien atau keluarga pasien. Selain mereka, masih<br />
banyak lagi tenaga kesehatan yang terlibat dalam pelayanan<br />
kesehatan. Nggak cuma di rumah sakit saja tapi juga di<br />
klinik,puskesmas, dan lain-lain.<br />
Pernah nggak terpikir oleh teman-teman, bagaimana<br />
para tenaga kesehatan tersebut bekerjasama? Sering nggak<br />
ya mereka bertengkar, berselisih pendapat, atau berebut<br />
peran? Padahal kan seharusnya mereka berbagi peran sesuai<br />
dengan kompetensi profesi mereka masing-masing. Bener<br />
nggak?<br />
<strong>Apa</strong>lagi kita sama-sama tahu bahwa saat ini tuntutan<br />
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas<br />
semakin meningkat. Masyarakat udah jengah dengan berbagai<br />
malpraktik atau kesewenangan yang terjadi dalam pelayanan<br />
kesehatan. Problem kesehatan dan tantangan yang dihadapi<br />
pun semakin kompleks sehingga butuh penyelesaian yang<br />
melibatkan lebih dari satu profesi. Misalnya aja nih, sekarang<br />
muncul penyakit-penyakit baru dan jenis-jenis terapi baru yang<br />
tidak mungkin bisa ditangani oleh satu profesi seorang diri.<br />
21<br />
KOLABORASI INTERPROFESI, BUKAN UTOPIA BELAKA
KOLABORASI INTERPROFESI, BUKAN UTOPIA BELAKA<br />
22<br />
Seperti pelangi, seperti harmoni<br />
Kolaborasi antar profesi kesehatan. Yap, itu adalah<br />
sesuatu yang kini sedang ramai diperbincangkan. Di Indonesia,<br />
kita tidak bisa menutup mata bahwa kolaborasi antar profesi<br />
kesehatan masih jauh dari ideal. Masih terjadi tumpang tindih<br />
peran antar profesi kesehatan. Kok bisa begitu? Salah satunya<br />
karena kurangnya pemahaman suatu profesi kesehatan<br />
terhadap kompetensi profesi kesehatan lainnya.<br />
Bayangkan betapa indahnya kalo antar profesi<br />
kesehatan tercipta rasa saling menghargai, kemudian saling<br />
bekerjasama sehingga saling melengkapi antara kelebihan dan<br />
kekurangan masing-masing. Seperti pelangi, seperti harmoni.<br />
Pelangi tersusun atas berbagai warna yang berbeda, yang<br />
menjadikannya indah. Harmoni pun tersusun atas berbagai<br />
nada, yang menjadikannya merdu. Semua orang akan merasa<br />
senang kan jika melihat pelangi atau mendengar harmoni?<br />
Keren banget deh…<br />
Interprofessional Education (IPE), udah<br />
pada kenal belum?<br />
Hasil-hasil penelitian di luar negeri pun membuktikan<br />
bahwa kolaborasi interprofesi dalam pelayanan kesehatan<br />
mampu memberikan manfaat yang besar bagi kesembuhan<br />
pasien, maupun bagi perkembangan masing-masing profesi<br />
kesehatan. So, bisakah kolaborasi interprofesi di Indonesia<br />
berjalan lebih optimal?<br />
Jawabannya Bisa! Ciyuss?? Miapahhh?? Maca cihhhh??<br />
Hehehehe, jangan heboh dulu deh ya!<br />
Kolaborasi interprofesi dapat dimulai dari masa kuliah<br />
kitalho! Itulah yang dinamakan sebagai pendidikan interprofesi<br />
atau Interprofessional education (IPE).IPE terjadi ketika dua<br />
atau lebih profesi kesehatan belajar bersama, belajar dari<br />
profesi kesehatan lain, dan mempelajari peran masing-masing<br />
profesi kesehatan untuk meningkatkan kemampuan kolaborasi<br />
dan kualitas pelayanan kesehatan.
Konsep pendidikan seperti IPE ini sudah banyak<br />
dilakukan di negara-negara lainnya dengan hasil yang<br />
positif. Bagaimana dengan di Indonesia? IPE memang masih<br />
merupakan “barang baru” yang sejak tahun 2010 lalu tengah<br />
banyak diteliti di level institusi.<br />
Emang IPE itu gimana sih bentuknya? <strong>Apa</strong> bedanya<br />
dengan kuliah yang sehari-hari sudah kita jalani sekarang?<br />
Saya yang ketinggalan jaman atau dunia yang berkembang<br />
terlalu pesat?<br />
Masih adakah teman-teman yang belum kenal dengan<br />
IPE? Ah masa’ teman-teman kalah sama Intan yang udah<br />
tahu bahkan sampai tertarik mendalami informasi tentang IPE.<br />
Semuanya sudah pernah dibahas lho dalam buku <strong>Mahasiswa</strong><br />
Kesehatan Harus Tahu. Buat yang belum baca, buruan baca<br />
aja deh ya!<br />
Terkait dengan IPE ini, HPEQ Student telah<br />
melakukan sebuah kajian mengenai persepsi dan<br />
kesiapan mahasiswa ilmu kesehatan di Indonesia<br />
terhadap IPE. Selain itu, dalam kajian ini juga<br />
dibahas mengenai bagaimana sih pendapat<br />
teman-teman mahasiswa mengenai metode<br />
pembelajaran IPE yang sebaiknya dilakukan jika<br />
pada akhirnya diterapkan di Indonesia. Tidak<br />
hanya dari sisi mahasiswa saja lho, tapi juga dari<br />
sisi pengajar alias dosen.<br />
Tujuan besar dari kajian ini adalah<br />
mendukung upaya perwujudan IPE sebagai<br />
kurikulum dalam pendidikan ilmu kesehatan di<br />
Indonesia. Harapannya adalah seluruh institusi<br />
pendidikan ilmu kesehatan di Indonesia nantinya<br />
bisa melaksanakan IPE dalam tataran akademik<br />
sesuai dengan aspirasi dan kondisi mahasiswa<br />
maupun tenaga pengajar.<br />
23<br />
KOLABORASI INTERPROFESI, BUKAN UTOPIA BELAKA
KOLABORASI INTERPROFESI, BUKAN UTOPIA BELAKA<br />
24<br />
Kajian IPE, Ketika <strong>Mahasiswa</strong> dan<br />
Dosen Bicara<br />
Sebelum kita bahas lebih lanjut, tentang kajian, perlu<br />
temen-temen tahu dulu apa yang dimaksud dengan persepsi<br />
dan kesiapan.<br />
Persepsi adalah suatu proses mengorganisasi<br />
dan menginterpretasi informasi yang diterima oleh<br />
indra sensori, tidak hanya sekedar melihat dan<br />
mendengar secara fisik saja namun juga terhadap<br />
maksud dari pola sebuah informasi yang kita<br />
dapatkan. Persepsi mahasiswa tentang IPE adalah<br />
hal yang sangat berpengaruh dalam pencapaian<br />
IPE ke depan karena merupakan suatu pendekatan<br />
yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan kurikulum<br />
IPE. Nah, persepsi dalam IPE dapat diukur dengan<br />
kuesioner Interdisciplinary Education Perception<br />
Scale (IEPS). Kuesioner ini telah divalidasi<br />
sebelumnya untuk dapat digunakan di Indonesia.<br />
Sedangkan kesiapan sendiri adalah segenap<br />
sifat atau kekuatan yang membuat seseorang<br />
bereaksi dengan cara tertentu. Kesiapan dapat<br />
dinilai dari antusiasme serta keinginan mahasiswa<br />
akan penerimaan sesuatu yang baru termasuk IPE.<br />
Kesiapan terhadap IPE dinilai dengan kuesioner<br />
The Readiness for Interprofessional Learning Scale<br />
(RIPLS). Begitu juga dengan IEPS, kuesioner ini juga<br />
telah divalidasi sebelumnya.<br />
Sampel dan pengambilan data<br />
Subjek kajian IPE ini adalah mahasiswa dan dosen<br />
pendidik ilmu kesehatan yang berasal dari 7 program<br />
studi, yaitu ilmu keperawatan, ilmu gizi, pendidikan dokter,<br />
pendidikan dokter gigi, kebidanan, kesehatan masyarakat,
dan farmasi di Indonesia. Untuk dosen yang menjadi terlibat<br />
dalam penelitian ini adalah dosen pendidik dari 7 profesi yang<br />
memegang jabatan pengaturan akademik di institusinya.<br />
Sama halnya dengan mahasiswa, pemilihan informan dosen<br />
dipilih secara acak. Eits, bukan dosennya lho yang kita acak<br />
melainkan insitusi pendidikannya.<br />
Kajian kuantitatif<br />
Untuk kajian IPE dengan pendekatan kuantitatif, wilayah<br />
Indonesia yang begitu luasnya kita bagi menjadi tiga kluster<br />
wilayah yaitu Sumatera, Jawa-Bali, dan Kalimantan-Sulawesi.<br />
Dari ketiga wilayah itu kita lakukan pemilihan institusi pendidikan<br />
tinggi kesehatan secara acak yang bahasa kerennya random<br />
sampling.<br />
Jadi, jangan sedih ya, kalau kampus teman-teman<br />
kemarin belum terpilih, karena pemilihan acak ini dengan<br />
menggunakan komputer, bukan dengan cara pilih kasih,<br />
berdasarkan luas wilayah kampus, atau berdasarkan seberapa<br />
keren mahasiswa yang menghuni di dalamnya. Hehehe...<br />
Dari institusi yang sudah terpilih ini, mahasiswa yang sudah<br />
memenuhi kriteria penelitian ini diminta untuk mengisi<br />
kuesioner penelitian.<br />
Setelah dilakukan pengumpulan data dengan<br />
menggunakan jaringan mahasiswa kesehatan yang luar<br />
biasa hebatnya, terkumpullah kuesioner penelitian yang<br />
terisi sebanyak 5590 dari tujuh profesi. Wow, banyak juga<br />
ya! Ya, namanya juga penelitian berskala nasional dan yang<br />
mengerjakan adalah mahasiswa. Jadi percaya deh, kalo<br />
mahasiswa juga bisa bikin penelitian keren.<br />
Kajian kualitatif<br />
Setelah pengumpulan data lewat kuesioner berhasil,<br />
25<br />
KOLABORASI INTERPROFESI, BUKAN UTOPIA BELAKA
KOLABORASI INTERPROFESI, BUKAN UTOPIA BELAKA<br />
26<br />
proses penelitian nggak berhenti di situ aja. Pengambilan data<br />
dengan pendekatan kualitatif dilakukan untuk menggali lebih<br />
dalam fenomena pendidikan interprofesi pada mahasiswa dan<br />
dosen. Teknik penelitian yang dilakukan adalah dengan FGD<br />
atau Focused Group Discussion. FGD ini dilakukan di tiga<br />
tempat, yaitu Yogyakarta dan Makassar untuk mahasiswa dan<br />
Surabaya untuk dosen.<br />
Hasil kajian<br />
1. Karakteristik responden<br />
967<br />
Dilihat dari profesinya, responden kajian ini adalah<br />
sebagai berikut<br />
197<br />
400<br />
Jumlah responden (orang) per profesi<br />
709<br />
1173<br />
1590<br />
554<br />
Kedokteran<br />
Kedokteran Gigi<br />
Keperawatan<br />
Kebidanan<br />
Farmasi<br />
Gizi<br />
Kesehatan masy<br />
Kita lihat bahwa mayoritas adalah mahasiswa<br />
kedokteran, diikuti mahasiswa keperawatan, farmasi,<br />
kesehatan masyarakat, kedokteran gigi, kebidanan, dan
terakhir gizi.<br />
Bagaimana dengan pengalaman organisasi<br />
kemahasiswaan? Terdapat 3432 orang responden (61%)<br />
yang mengaku memiliki pengalaman organisasi, sedangkan<br />
sisanya sebesar 2158 orang (39%) mengaku tidak memiliki<br />
pengalaman organisasi. Mengingat pengalaman organisasi<br />
ini menjadi salah satu hal yang diperhatikan dalam kajian,<br />
peneliti membaginya menjadi dua golongan yaitu organisasi<br />
monodisiplin dan organisasi multidisiplin.<br />
Organisasi monodisiplin adalah organisasi yang<br />
anggotanya hanya berasal dari satu disiplin ilmu/satu jurusan,<br />
misalnya himpunan mahasiswa gizi atau kelompok studi<br />
mahasiswa farmasi, dan sebagainya. Seperti contohnya Nay<br />
yang hanya aktif di organisasi profesi kebidanannya saja.<br />
Sedangkan organisasi multidisiplin adalah organisasi<br />
yang anggotanya berasal dari berbagai disiplin ilmu/jurusan,<br />
misalnya BEM, majalah kampus, kelompok sosial lintas<br />
jurusan, dan sebagainya. Seperti contohnya Dude yang aktif<br />
di BEM fakultasnya yang anggotanya terdiri dari mahasiswa<br />
berbagai profesi<br />
2. Hasil Kajian kuantitatif<br />
Karena teman-teman yang diminta mengisi kuesioner<br />
adalah seluruh mahasiswa tingkat akhir, maka dihitunglah<br />
tingkat respon—bisa dibilang tingkat keterlibatan mahasiswa<br />
dalam mengisi kuesioner—dengan cara membuat persentase<br />
antara jumlah kuesioner yang terisi dengan jumlah mahasiswa<br />
tingkat akhir yang menjadi sasaran kajian ini.<br />
Secara keseluruhan, tingkat respon penelitian ini sebesar<br />
64,25%. Kalau kita analisis di tiap kota dan program studinya,<br />
maka kota Solo (96,1%) dan farmasi lah (75,96) yang tingkat<br />
responnya paling tinggi.<br />
Yey!! Selamat... prok... prok... prok... Buat teman-teman<br />
yang kota dan prodi nya (program studi) belum mencapai<br />
tingkat respon tertinggi, jangan kecewa dulu. Kita masih punya<br />
27<br />
KOLABORASI INTERPROFESI, BUKAN UTOPIA BELAKA
KOLABORASI INTERPROFESI, BUKAN UTOPIA BELAKA<br />
28<br />
kategori peringkat lagi untuk persepsi dan kesiapan terhadap<br />
IPE.<br />
Persepsi mahasiswa terhadap IPE<br />
Sekarang lebih serius nih, kita akan mulai membicarakan<br />
tentang hasil utama dari penelitian, yaitu persepsi dan<br />
kesiapan mahasiswa terhadap IPE. Eits, jangan pusing dulu.<br />
Kita akan kupas ini pelan-pelan, dan mulai dari sini silahkan<br />
teman-teman membaca dengan rileks dan santai.<br />
Ada 18 pernyataan yang dilontarkan untuk menilai<br />
persepsi mahasiswa kesehatan Indonesia terhadap IPE. Dari<br />
pilihan jawaban “sangat setuju”, “setuju”, “ragu-ragu”, “tidak<br />
setuju” dan “sangat tidak setuju”, hampir semua jawaban item<br />
pernyataan mendekatai “sangat setuju”. Untuk pernyataan<br />
yang mendekati “sangat setuju” di antaranya:<br />
“Individu dalam profesi saya dapat menunjukkan<br />
otonomi dengan baik”<br />
“Individu dalam profesi saya dapat bekerja sama<br />
dengan profesi lain”<br />
“Individu dalam profesi saya bergantung pada<br />
pekerjaan orang-orang di profesi lain”<br />
“Individu dalam profesi saya berusaha untuk<br />
memahami kemampuan dan kontribusi dari profesi<br />
lain”<br />
“Individu dalam profesi saya bekerja dengan baik<br />
bersama dengan profesi lain”
Dan ada 1 jawaban pernyataan yang mendekati tidak<br />
setuju, yaitu:<br />
“Individu dalam profesi saya mempunyai status<br />
yang lebih tinggi daripada individu profesi lain”<br />
Dari jawaban di atas, bisa dilihat kan, kalau mahasiswa<br />
kesehatan Indonesia sangat percaya diri dengan kompetensi<br />
dan otonomi profesinya, merasa bahwa profesinya<br />
membutuhkan kerjasama dengan profesi lain, serta<br />
menunjukkan pemahaman yang baik terhadap profesi lain.<br />
<strong>Mahasiswa</strong> kesehatan Indonesia juga tidak merasa profesinya<br />
lebih tinggi atau lebih penting daripada profesi lainnya.<br />
Dalam kolaborasi tenaga kesehatan, sangat penting<br />
bagi setiap individu untuk percaya diri bahwa dirinya memiliki<br />
kemampuan yang cukup dalam hal kompetensi dan otonomi<br />
untuk dapat bekerjasama dengan profesi kesehatan lain.<br />
Sebenarnya dalam kolaborasi, kita tidak melulu—atau<br />
100%—bekerja bersama profesi kesehatan lain. Kenapa<br />
begitu? Kolaborasi hanya dibutuhkan jika suatu masalah<br />
pasien tidak dapat diselesaikan hanya dengan menggunakan<br />
pendekatan satu disiplin ilmu, sehingga membutuhkan<br />
pendekatan disiplin ilmu lain untuk memecahkannya.<br />
Dalam berkolaborasi pun kita juga tetap harus<br />
menunjukkan karakteristik dari keilmuan masing-masing<br />
profesi. Jadi, identitas profesi sangat dibutuhkan untuk bekerja<br />
secara mandiri maupun kolaborasi. Dengan kolaborasi ini, kita<br />
tidak boleh menjadi kehilangan identitas profesi kita, lalu lama<br />
kelamaan malah melakukan pekerjaan yang bukan menjadi<br />
wewenang profesinya.<br />
Wah, kalau sudah begitu yang terjadi, maka kekacauan<br />
pun tidak dapat terhindarkan lagi. Nggak mau kan?Makannya,<br />
selain belajar untuk berkolaborasi, perdalam juga keilmuan<br />
teman-teman sesuai dengan bidangnya masing-masing.<br />
29<br />
KOLABORASI INTERPROFESI, BUKAN UTOPIA BELAKA
KOLABORASI INTERPROFESI, BUKAN UTOPIA BELAKA<br />
30<br />
Seperti yang tadi disebutkan di atas, ada situasi kapan kita<br />
perlu kerja sendiri, kapan kita perlu kolaborasi. Untuk<br />
memutuskan perlu tidaknya kita untuk berkolaborasi diperlukan<br />
keahlian yang khusus. Oh ya? Oooh,, tentu.<br />
Keahlian apakah itu?<br />
1. Keahlian untuk menimbulkan rasa membutuhkan<br />
kerjasama dengan profesi lain.<br />
Eits, tidak mudah lho menumbuhkan rasa membutuhkan<br />
terhadap profesi lain seperti ini. Kemampuan seperti<br />
ini biasanya tertutupi dengan ego profesi yang merasa<br />
bahwa profesinya paling WOW, paling bisa mengatasi<br />
semua masalah tanpa masalah, paling hebat dibanding<br />
profesi lainnya. <strong>Apa</strong>kah ego ini bener? Oh, tentu tidak.<br />
Sebanyak 5590 mahasiswa kesehatan Indonesia saja<br />
bilangtidak setujukalau profesinya memiliki status<br />
yang lebih tinggi daripada profesi kesehatan lainnya<br />
(Alhamdulillah yah, sesuatu).<br />
2. Keahlian untuk memahami tugas—atau peran—dan<br />
wewenang masing-masing profesi kesehatan.<br />
Jelas dong, kita harus tahu mau minta tolong<br />
apa dan kepada siapa kita mengadukan masalah<br />
pasien kita. Nggak mungkin dong teman-teman<br />
tanya tentang masalah gigi geraham salah tumbuh<br />
ke mahasiswa bidan, atau mengatasi penyakit<br />
menular ke apoteker? So, nggak hanya apal di luar<br />
kepala tugas profesi kita sendiri, kita juga harus tahu<br />
dengan baik apa tugas dokter, dokter gigi, perawat,<br />
bidan, apoteker, kesehatan masyarakat dan ahli gizi<br />
yang SE-SUNG-GUH-NYA.<br />
Jadi, bisa kita simpulkan bersama nih bahwa mahasiswa<br />
kesehatan Indonesia dalam kajian ini menunjukkan nilai<br />
persepsi yang baik terhadap IPE. Iyyeeeyyy!!!! Mungkin<br />
Intan termasuk salah satu diantara mahasiswa yang persepsi<br />
terhadap IPEnya sudah baik karena udah yakin kalo IPE bisa
memberikan manfaat buat pendidikannya. Ayo, jangan kalah<br />
sama Intan ya!<br />
Eits, meskipun mayoritas persepsinya udah baik, jangan<br />
senang dulu. Setelah kita tahu bahwa mahasiswa kesehatan<br />
Indonesia terbuka pikirannya untuk IPE, sekarang kita lihat<br />
lagi SIAP nggak sih mereka untuk belajar bersama untuk<br />
berkolaborasi?<br />
Kesiapan mahasiswa terhadap IPE<br />
Teman-teman belum pusing kan baca hasil kajian kita ini?<br />
Kita sih berharapnya belum, dan masih akan tetap bertahan.<br />
Karena bahasan kita masih menarik nih. Tapi kita nggak akan<br />
maksa kalau teman-teman memang sudah mulai pusing.<br />
Sekarang teman-teman boleh deh ambil minum, cuci muka,<br />
stretching otot-otot yang kencang, atau bahkan pergi keluar<br />
sebentar untuk say hi dan berikan senyum termanis ke teman<br />
satu kampus tapi beda prodi. Hehehe,, bukan bermaksud<br />
nyuruh genit, tapi kita kan sudah harus memulai hubungan<br />
baik dengan mahasiswa prodi kesehatan lain supaya kita<br />
semakin siap kalau nantinya kita akan duduk bersama dan<br />
belajar bersama dengan mahasiswa prodi kesehatan lain.<br />
Sekarang sudah kembali segar kan untuk membaca<br />
hasil kajian IPE ini? Pada variabel kajian yang kedua ini, kita<br />
mau mencari tahu seberapa besar antusiasme dan keinginan<br />
mahasiswa kesehatan Indonesia untuk belajar bersama<br />
dengan mahasiswa profesi kesehatan lain. Sama seperti<br />
penilaian untuk persepsi terhadap IPE, kuesioner kesiapan<br />
ini kita mengajukan 19 pernyataan yang pilihan jawabannya<br />
“sangat setuju”, “setuju”, “ragu-ragu”, “tidak setuju” serta<br />
“sangat tidak setuju”.<br />
Banyak hasil menarik yang ditemukan dalam kajian<br />
variabel ini. Hampir seluruh pernyataan dijawab mendekati<br />
sangat setuju untuk semua pernyataan favorabel dan<br />
mendekati tidak setuju untuk pertanyaan-pertanyaan<br />
unfavorable (hayoo,, teman-teman mahasiswa tingkat sedikit<br />
31<br />
KOLABORASI INTERPROFESI, BUKAN UTOPIA BELAKA
KOLABORASI INTERPROFESI, BUKAN UTOPIA BELAKA<br />
32<br />
ke atas dan sudah mendapat kuliah metodologi penelitian,<br />
monggo diingat-ingat dan dibuka lagi apa itu pertanyaan<br />
favorable dan unfavorable).<br />
Bagaimana sih pernyataan dari kuesioner tersebut<br />
sampai mahasiswa Indonesia menjawab sangat setuju?<br />
Berikut kita jabarkan beberapa pernyataan yang menarik:<br />
“Belajar dengan mahasiswa profesi kesehatan<br />
lain akan membantu saya menjadi anggota tim<br />
pelayanan kesehatan yang lebih baik”<br />
“Akan sangat bermanfaat bagi pasien jika<br />
mahasiswa profesi kesehatan bekerja bersamasama<br />
untuk menyelesaikan permasalahan pasien”<br />
“Belajar bersama profesi lain akan membantu saya<br />
mengetahui kekurangan pada diri sendiri”<br />
“Saya harus memperoleh pengetahuan dan<br />
kemampuan yang lebih dari pada mahasiswa<br />
profesi lain”<br />
Sementara untuk jawaban tidak setuju muncul pada<br />
pernyataan:<br />
“Saya tidak mau membuang-buang waktu saya<br />
untuk belajar bersama dengan mahasiswa<br />
profesi kesehatan lain”<br />
“Kemampuan penyelesaian masalah klinik<br />
hanya dapat dipelajari bersama mahasiswa<br />
yang berasal dari jurusan yang sama saja”<br />
“Saya tidak yakin terhadap peran dan tanggung<br />
jawab saya sebagai profesi kesehatan kelak”<br />
Dari jawaban teman-teman mahasiswa Indonesia,<br />
kita bisa tahu pendapat mereka bahwa mereka menyadari<br />
pentingnya belajar untuk berkolaborasi. <strong>Mahasiswa</strong> Indonesia<br />
sudah menyadari bahwa tujuan akhir dari kolaborasi adalah
untuk kebaikan pasien sendiri. Memangnya untuk siapa sih<br />
nantinya kita bekerja kalau bukan untuk pasien?<br />
<strong>Mahasiswa</strong> Indonesia juga menyadari bahwa dengan<br />
kolaborasi dapat membantu mereka dalam mengetahui<br />
kekurangan diri, sehingga dapat berlapang dada menerima<br />
keberadaan profesi kesehatan lain untuk menutupi kekurangan<br />
dirinya dan bagian ilmunya yang belum dapat menutup semua<br />
lubang permasalahan pasien. Dan yang terakhir, mahasiswa<br />
kesehatan nggak mau ketinggalan nih dalam urusan menjadi<br />
pintar dan kompeten. Seperti kata pepatah, “Berlomalombalah<br />
dalam kebaikan”, nah menjadi pintar adalah salah<br />
satu kebaikan, bukan?<br />
Mungkin sudah banyak orang yang tahu bahwa<br />
kolaborasi baik adanya, dan bertujuan akhir pada peningkatan<br />
pelayanan pasien. Tapi ternyata pemahanan tersebut belum<br />
cukup membuat iklim kerja kolaborasi antar profesi terbangun<br />
dengan baik. Tentunya hal ini terjadi karena mereka-mereka<br />
yang kesulitan berkolaborasi belum pernah belajar tentang<br />
kolaborasi saat masih kuliah dulu. Jadi, sederhananya, melalui<br />
IPE lah kita belajar menjadi profesi kesehatan yang memiliki<br />
kompetensi kolaborasi yang baik.<br />
Sama seperti halnya persepsi terhadap IPE, kesiapan<br />
mahasiswa terhadap IPE menunjukkan hasil yang baik.<br />
Jadi bisa dibilang mahasiswa Indonesia sudah siap<br />
menerima perkuliahan interprofesi.<br />
Perbandingan persepsi dan kesiapan<br />
terhadap IPE pada tiap-tiap kelompok<br />
uji<br />
Setelah kita semua tahu bahwa mahasiswa kesehatan<br />
Indonesia dari 15 kota tempat pengambilan data ternyata<br />
memiliki persepsi dan kesiapan yang baik, sekarang saatnya<br />
kita mencari tahu siapa yang terbaik dari yang sudah baik-baik<br />
ini.<br />
33<br />
KOLABORASI INTERPROFESI, BUKAN UTOPIA BELAKA
KOLABORASI INTERPROFESI, BUKAN UTOPIA BELAKA<br />
82<br />
80<br />
78<br />
76<br />
74<br />
72<br />
70<br />
68<br />
34<br />
Masih ingat kan kalau kota Solo dan Prodi Farmasi<br />
meraih peringkat sebagai kelompok dengan tingkat respon<br />
terbaik, sekarang kita akan mulai bandingkan Prodi mana sih<br />
yang menunjukkan nilai persepsi dan kesiapan yang terbaik.<br />
Persepsi Kesiapan<br />
Grafik 1. Perbandingan nilai persepsi dan kesiapan mahasiswa<br />
Indonesia terhadap IPE<br />
Kedokteran<br />
Dari gambar grafik di atas, kita bisa lihat kelompok Prodi<br />
Farmasi memiliki nilai tertinggi pada persepsi dan kesiapan<br />
terhadap IPE. Prodi Kesehatan Masyarakarat menunjukkan<br />
nilai yang lebih rendah secara signifikan dibandingkan 6 prodi<br />
lainnya pada bagian persepsi. Sedangkan Prodi Kedokteran<br />
dan Kesehatan Masyarakat menunjukkan nilai kesiapan yang<br />
lebih rendah secara signifikan dibandingkan 5 prodi lainnya.<br />
Berdasarkan peringkat, kali ini farmasi kembali menjadi<br />
juara. Selamat ya buat teman-teman dari prodi farmasi. Tapi<br />
untuk teman-teman yang lain jangan berkecil hati. Hasil ini<br />
dibuat bukan untuk menentukan siapa yang terbaik dari siapa,<br />
Kedokteran Gigi<br />
Ilmu Keperawatan<br />
Kebidanan<br />
Farmasi<br />
Iilmu Gizi<br />
Kes Masyarakat
melainkan untuk membuat kita semua sebagai mahasiswa<br />
memperbaiki diri untuk menjadi profesi kesehatan yang lebih<br />
baik lagi.<br />
Tentunya nilai persepsi dan kesiapan terhadap IPE di atas<br />
dapat berubah menjadi lebih baik atau lebih buruk, tergantung<br />
bagaimana pola pikir teman-teman terhadap pembelajaran<br />
bersama ini. Untuk mendongkrak nilai-nilai di atas, kita bisa<br />
mulai nih untuk berkolaborasi dengan teman-teman prodi lain.<br />
Bagaimana caranya? Pingin tahu? Tapi jangan buru-buru,<br />
secara perlahan penjelasan ini tentunya akan kita jabarkan.<br />
Sekali lagi, analisis lebih mendalam juga dilakukan. Kali<br />
ini analisis dilakukan berdasarkan pengalaman organisasi<br />
mahasiswa. Siapa sih orangnya yang nggak tahu apa itu<br />
organisasi mahasiswa? Yap, itulah tempat bagi mahasiswa<br />
berkarya dan mengembangkan diri dan bakatnya selain dari<br />
bangku perkuliahan.<br />
74.1<br />
73.9<br />
73.7<br />
73.5<br />
73.3<br />
73.1<br />
memiliki<br />
pengalaman<br />
organisasi<br />
tanpa<br />
pengalaman<br />
organisasi<br />
Pengalaman organisasi<br />
(n=5590)<br />
organisasi<br />
Grafik 2. Perbandingan nilai persepsi tehadap IPE berdasarkan<br />
pengalaman organisasi mahasiswa<br />
organisasi<br />
uniprofesi<br />
Jenis organisasi<br />
(n=3432)<br />
35<br />
KOLABORASI INTERPROFESI, BUKAN UTOPIA BELAKA
KOLABORASI INTERPROFESI, BUKAN UTOPIA BELAKA<br />
36<br />
80.8<br />
80.6<br />
80.4<br />
80.2<br />
80<br />
79.8<br />
79.6<br />
79.4<br />
79.2<br />
79<br />
memiliki<br />
pengalaman<br />
organisasi<br />
tanpa<br />
pengalaman<br />
organisasi<br />
organisasi<br />
Pengalaman organisasi (n=5590) Jenis organisasi (n=3432)<br />
Grafik 3. Perbandingan nilai kesiapan tehadap IPE berdasarkan<br />
pengalaman organisasi mahasiswa<br />
organisasi<br />
uniprofesi<br />
Dilihat dari grafik di atas, kita sudah bisa memahami<br />
bahwa mahasiswa yang memiliki pengalaman organisasi (apa<br />
pun organisasinya) nilai persepsi dan kesiapannya jauh lebih<br />
tinggi dibandingkan mahasiswa yang kerjaannya kupu-kupu<br />
(kuliah-pulang-kuliah-pulang). Hehehe,,, tidak bermaksud<br />
mengecilkan teman-teman yang sangat rajin kuliah lho.<br />
Itu baru pengalaman organisasi saja lho. Organisasi<br />
yang dimaksud bisa jadi anggota dan pengurusnya terdiri dari<br />
program studi yang sama maupun lintas program studi. Hasil<br />
dari batang grafik kedua, lebih menarik lagi untuk dibahas.<br />
Dari 3432 mahasiswa yang mengaku punya pengalaman<br />
organisasi, diberikan pertanyaan lagi “<strong>Apa</strong>kah organisasi<br />
yang Anda ikuti melibatkan kerjasama dengan program studi<br />
pendidikan tinggi ilmu kesehatan lain?”, yang menjawab<br />
memiliki pengalaman organisasi multiprofesi menunjukkan<br />
nilai dan kesiapan jauh lebih baik lagi.<br />
Bicara tentang kolaborasi, kita juga membicarakan
kemampuan manusia dalam berhubungan dengan orang<br />
lain dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Dan dalam<br />
kegiatan organisasi pula mahasiswa belajar bagaimana<br />
caranya berdiskusi dan berkomunikasi yang baik dengan<br />
orang lain hingga menyelesaikan permasalahan dalam<br />
organisasi. Jadi nggak heran deh jika teman-teman yang<br />
punya pengalaman organisasi nilai persepsi dan kesiapan<br />
terhadap IPE nya lebih baik.<br />
37<br />
KOLABORASI INTERPROFESI, BUKAN UTOPIA BELAKA
Intan sudah membaca dan memahami buku <strong>Mahasiswa</strong><br />
Kesehatan Harus Tahu.Dari beberapa bagian dalam buku,<br />
Intan sangat tertarik pada bagian INTERPROFESSIONAL<br />
EDUCATION (IPE): TIDAK LAGI “LO, GUE, END!” yang<br />
menjabarkan tentang pendidikan kolaborasi interprofesi. Ia<br />
sudah memahami IPE dari segi teori dan menganggap IPE<br />
merupakan suatu hal baik sehingga perlu untuk dikembangkan.<br />
Intan pun menyadari, untuk memulai sesuatu dalam bidang<br />
pendidikan tidak harus berawal dari dekan atau dosendosennya.<br />
Intan ingin memulai IPE dari hal yang kecil, namun ia<br />
sendiri merasa belum memahami bagaimana bentuk IPE yang<br />
sebenarnya. Kali ini, HPEQ student berusaha memberikan<br />
jawaban untuk mengatasi kegalauan Intan tersebut.<br />
39<br />
IPE: KOTAK ATAUKAH BULAT?
IPE: KOTAK ATAUKAH BULAT?<br />
40<br />
<strong>Apa</strong>kah kolaborasi itu?<br />
Karena IPE bertujuan akhir untuk kolaborasi interprofesi<br />
antar tenaga kesehatan, maka pertanyaan pertama yang<br />
diajukan adalah tentang persepsi dan pemahaman dosen dan<br />
mahasiswa terhadap kolaborasi.<br />
“Kolaborasi itu kayak semacam kerjasama,<br />
maksudnya mereka dalam satu tim yang saling<br />
melengkapi. Ini kan di sini kalau di bidang<br />
kesehatan tujuannya bagaimana kita ee..ke<br />
masyarakat itu bagaimana untuk memberikan<br />
pelayanan yang terbaik” (mahasiswa makassar)<br />
Pengertian kolaborasi sendiri menurut Barr (2005)<br />
adalah sutau hubungan yang berkelanjutan dan sering antara<br />
orang dengan latar belakang berbeda, bekerja bersama untuk<br />
menyelesaikan masalah atau memberikan pelayanan.<br />
Jadi bisa dibilang nih kalau pemahaman kolaborasi<br />
mahasiswa dan dosen pendidik sudah sesuai dengan teori<br />
kolaborasi, yaitu suatu bentuk kerja sama untuk saling<br />
melengkapi dan memiliki tujuan yang sama yaitu untuk<br />
memberikan pelayanan kesehatan yang lebih baik.<br />
Oke, sampai di sini Intan sudah sangat paham tentang<br />
kolaborasi. Tapi pada prakteknya di fasilitas pelayanan<br />
kesehatan yang pernah Intan datangi, ternyata bentuk<br />
kolaborasi tenaga kesehatan belum berjalan dengan baik.<br />
Seperti yang telah dijabarkan sebelumnya bahwa kolaborasi<br />
dapat dipelajari, yaitu melalui IPE. Lalu, bagaimana pengertian<br />
IPE sendiri menurut mahasiswa dan dosen Indonesia?
Pendapat<br />
Tentang tIPE<br />
Dosen <strong>Mahasiswa</strong><br />
istilah baru istilah baru<br />
kolaborasi antar profesi kolaborasi antar profesi<br />
kuliah bersama<br />
dengan profesi<br />
kesehatan lain<br />
terdiri dari beberapa<br />
profesi kesehatan<br />
saling mendukung dan<br />
menghargai profesi<br />
kesehatan<br />
pemecahan masalah<br />
bersama<br />
kuliah bersama dengan<br />
profesi kesehatan lain<br />
terdiri dari beberapa<br />
profesi kesehatan<br />
saling mendukung dan<br />
menghargai profesi<br />
kesehatan<br />
mencapai tujuan<br />
pelayanan yang<br />
berkualitas<br />
memahami profesi lain<br />
Dengan mudahnya kita dapat memahami pendapat<br />
mahasiswa dan dosen tentang IPE dilihat dari tabel di atas.<br />
Bagi informan FGD, IPE masih menjadi suatu hal ataupun<br />
istilah baru. Namun secara umum, pemahaman IPE mereka<br />
sudah sudah senada dengan pengertian yang dijabarkan oleh<br />
pakar-pakar IPE di dunia.<br />
“Interprofessional Education occurs when<br />
two or more professions learn with, from and<br />
about each other to improve collaboration<br />
and the quality of care”<br />
CAIPE, 2002<br />
With, from, dan about menjadi tiga frase kata utama yang<br />
dijabarkan oleh CAIPE. Jadi, pembelajaran dalam IPE tidak<br />
hanya mengikuti kuliah bersama (with) untuk mendengarkan<br />
satu materi kuliah yang sama. Dalam perkuliahan setiap<br />
mahasiswa juga belajar tentang profesi yang berbeda dari<br />
41<br />
IPE: KOTAK ATAUKAH BULAT?
IPE: KOTAK ATAUKAH BULAT?<br />
42<br />
mahasiswa profesi yang berbeda (from dan about). Oooh,, jadi<br />
IPE tidak sesederhana itu ya? Sampai di sini Intan menjadi<br />
semakin bingung. Mungkin penjabaran dari hasil FGD ini<br />
dapat menjawab kebingungan Intan ini.<br />
IPE: bukan kuliah biasa<br />
<strong>Apa</strong> yang teman-teman bayangkan tentang kuliah?<br />
Duduk di kelas, mendengarkan dosennya yang memberikan<br />
materi, ngantuk dikit nggodain temen sebelahnya, kelas ramai,<br />
kalau dosen mempersilahkan untuk bertanya tiba-tiba kelas<br />
jadi hening, apalagi kalau ditanya mendadak berdoa supaya<br />
nggak dilirik dosen? Yuuuu,,, kalo 100% perkuliahan temanteman<br />
seperti itu, that’s so last year! Nggak gaul! Basi!<br />
Dengan semakin berkembangnya dunia ini, dunia<br />
pendidikan juga perlu berkembang dong. Dunia pendidikan<br />
tinggi kesehatan Indonesia juga nggak boleh tertinggal<br />
dengan perkembangan pendidikan di dunia kesehatan yang<br />
saat ini ramai-ramai membicarakan IPE. Bentuk pembelajaran<br />
baru ini jelas tidak hanya duduk bersama di satu kelas, tapi di<br />
dalamnya ada interaksi aktif antara pendidik dan antar peserta<br />
didik itu sendiri. Ingat, with, from dan about.<br />
Menurut dosen dan mahasiswa kesehatan Indonesia,<br />
bentuk perkuliahan yang mencakup with, from dan about di<br />
antaranya adalah perkuliahan bentuk praktikum di laboratorium,<br />
kuliah kerja nyata (KKN), diskusi dan roleplay kasus,<br />
penelitian, pengenalan IPE selama orientasi mahasiswa baru,<br />
koass, hingga kegiatan ekstrakulikuler seperti bakti sosial atau<br />
penanganan bencana. Semuanya itu dilakukan bersama-sama<br />
oleh mahasiswa dari disiplin ilmu yang berbeda dan terdapat<br />
interaksi saling mempelajari satu sama lain.<br />
Diantara kegiatan-kegiatan tersebut, kira-kira ada nggak<br />
sihyang sudah pernah diterapkan di institusi teman-teman?<br />
Kalau sudah memang sudah bisa dibilang itulah embrionya<br />
IPE. Teman-teman harus mendukung dan merasakan<br />
nikmatnya belajar bersama dengan latar belakang disiplin ilmu<br />
yang berbeda.
Bisa apa saya setelah<br />
melalui proses I-P-E?<br />
<strong>Apa</strong> untungnya buat<br />
saya?<br />
Orang super duper perhitungan yang nggak mau rugi<br />
biasanya akan bertanya “<strong>Apa</strong> untungnya buat saya?”“Kelebihan<br />
apa yang akan saya dapatkan setelah melalui proses<br />
pembelajaran kolaborasi interprofesi? <strong>Apa</strong> saya akan menjadi<br />
pintar?”<br />
Hmmm,, baiklah... Sebenarnya, nggak ada salahnya<br />
lho jika dalam benak teman-teman berkecamuk banyak<br />
pertanyaan seperti di atas. Justru pemikiran itulah yang<br />
dibutuhkan dalam proses pembelajaran. Dengan mengetahui<br />
tujuan serta peningkatan keahlian yang akan kita capai nanti,<br />
boleh jadi kita menjadi semakin semangat untuk meraihnya.<br />
Tujuan akhir itulah yang disebut dengan kompetensi. Proses<br />
pembelajaran IPE juga ada kompetensi akhir yang harus<br />
dicapai oleh peserta didiknya, sama halnya dengan kuliah<br />
anatomi dimana kompetensinya harus paham musculus<br />
ataupun osteum tertentu letaknya dimana.<br />
University of Queensland telah mengaplikasikan<br />
IPE dalam kurikulum pendidikan mereka,<br />
khususnya pada jurusan ilmu kesehatan.<br />
Bahkan sudah terdapat departemen khusus<br />
di bagian pendidikan fakultas yang mengelola<br />
IPE secara tersendiri yang mengelola dan<br />
melakukan managemen trerhadap pelaksanaan<br />
IPE. IPE dapat dilakukan di tatanan komunitas,<br />
penelitian dan saat pendidikan klinik profesi.<br />
Metode pembelajaran yang diterapkan adalah<br />
dengan ceramah dan diskusi di kelas, fieldtrip<br />
untuk memperdalam pengetahuan mereka dan<br />
melakukan diskusi kelompok dengan topik-topik<br />
pembelajaran tertentu<br />
43<br />
IPE: KOTAK ATAUKAH BULAT?
IPE: KOTAK ATAUKAH BULAT?<br />
44<br />
Menurut dosen dan mahasiswa kesehatan Indonesia,<br />
kompetensi IPE itu ada banyaakkk, di antaraya:<br />
Pengetahuan<br />
Keterampilan<br />
Sikap<br />
Teamwork<br />
Sumber Data Primer<br />
Perkembangan IPE sangat membutuhkan sikap dan<br />
keinginan dari mahasiswa untuk bekerja sama. Teamwork<br />
dalam kolaborasi merupakan bekerja dalam tim<br />
interprofesional baik lintas program, lembaga, disiplin<br />
ilmu ataupun tatanan masyarakat dalam mencapai visi<br />
dan tujuan bersama<br />
(Barnsteiner et al,2007)<br />
Mengetahui peran/kompetensi masing2 profesi<br />
Mengetahui tugas dan wewenang tiap profesi<br />
Memiliki keahlian masing-masing<br />
Komunikasi yang efektif<br />
Dinamika kelompok<br />
Skills organisasi/leadership<br />
Mengerti ilmu sosial/mampu bersosialisasi<br />
Menghargai dan menjunjung tinggi etika<br />
Menghilangkan sifat atau perasaan superior terhadap pro-<br />
fesi tertentu<br />
Percaya diri akan profesinya masing-masing<br />
Kerjasama<br />
Kolaborasi antar profesi<br />
Rasa saling membutuhkan
MAU KE MANA KITA??<br />
46<br />
Mau kemana kita?? Tenang saja, kita tidak sedang<br />
bermain susur jejak atau bahkan jurit malam.<br />
Pertanyaan tadi ditujukan kepada kita semua setelah<br />
membaca dan memahami kedua kajian yang telah dibuat oleh<br />
HPEQ Student di atas.<br />
Saat ini kita yakin pasti telah banyak hal yang<br />
berkeliaran di pikiran teman-teman mengenai hasil kajian<br />
tersebut. <strong>Kata</strong> orang jawanya “Njuk ngopo?”*)Atau ada yang<br />
malah jadi bingung? Daripada bingung-bingung, lebih baik<br />
kita bahas bersama kira-kira apa saja yang bisa kita lakukan<br />
untuk menanggapi kedua hasil kajian di atas.
Berpartisipasi, yuuk mariiii..! Ehm, dalam hal<br />
apa ya?<br />
Seperti yang sudah teman-teman baca di bagian kajian<br />
partisipasi, tata kelola pendidikan baik itu di tingkat institusi<br />
maupun di tingkat nasional itu kompleksnya sesuatu banget.<br />
Sistem yang kompleks ini secara iritnya kita bagi menjadi empat<br />
bagian besar, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,<br />
dan evaluasi sistem pendidikan. Empat hal tersebut merupaka<br />
suatu proses yang akan terus berputar. Dari semua perputaran<br />
itulah kita bisa masuk untuk menunjukkan partisipasi kita<br />
dalam tata kelola sistem pendidikan. Jadi teman-teman jangan<br />
khawatir kekurangan celah untuk berpartisipasi.<br />
Data yang didapatkan dalam penelitian ini menunjukkan<br />
bahwa keterlibatan perwakilan mahasiswa mulai dari bagian<br />
perencanaan sampai dengan evaluasi sistem pendidikan dapat<br />
dikatakan masih kurang. Contohnya teman-teman Dude dalam<br />
cerita di atas dimana Dude sampai harus rajin-rajin mengajak<br />
teman-temannnya untuk ikut berpartisipasi meskipun hanya<br />
sekedar menyumbangkan pemikiran/masukan.<br />
Ada pula institusi yang memungkinkan perwakilan<br />
mahasiswa untuk terlibat tetapi tindak lanjut dari keterlibatan<br />
itu juga kurang. Di sini yang dimaksud dengan belum ditindak<br />
lanjuti adalah belum atau tidak diterimanya usulan perwakilan<br />
tersebut. Misalnya kasus yang dalami oleh Nay dimana<br />
aspirasi yang ia ajukan tidak jelas kelanjutannya.<br />
Eits, jangan buru-buru berpikir kalau ini berarti ada atau<br />
*)Dalam bahasan Indonesia “Njuk ngopo?”diartikan sebagai “Lalu bagaimana?” bahkan<br />
lebih tepatnya “Terus kenapa?”<br />
47<br />
MAU KE MANA KITA??
MAU KE MANA KITA??<br />
48<br />
nggak-nya keterlibatan mahasiswa itu berbeda tidak bermakna<br />
alias sami mawon atau pada bae lho ya. Di sini teman-teman<br />
sebagai mahasiswa perlu menyadari bahwa untuk sampai<br />
kepada suatu keputusan yang menyangkut hajat hidup orang<br />
banyak, ada banyak hal yang menjadi bahan pertimbangan.<br />
Jadi, kalaupun usulan teman-teman belum ditindak<br />
lanjuti, jangan langsung ngambil baju putih di jemuran<br />
tetangga terus dikibarin. Kalau teman-teman masih yakin hal<br />
itu patut diperjuangkan, siapkan plan B. Contohnya dengan<br />
membuat survey dan laporan yang nantinya dapat dibawa<br />
lagi ke forum diskusi terbuka yang dari penelitian inibanyak<br />
dilakukan sebagai metode penyampaian aspirasi mahasiswa.<br />
Selalu ingat mantra ini saat teman-teman berpartisipasi ya:<br />
efektif, efisien, dan intelek!Nah hal inilah yang mungkin<br />
bisa dilakukan oleh Nay dan teman-temannya yang selama<br />
ini merasa aspirasinya masih belum ditindaklanjuti secara<br />
optimal.<br />
Kembali ke tujuan akhir dari adanya partisipasi<br />
mahasiswa dalam tata kelola sistem pendidikan adalah untuk<br />
meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Sistem ditambah<br />
sumber daya yang berkualitas tentunya akan menghasilkan<br />
lulusan yang berkualitas pula.<br />
Ngomong-ngomongsoal mutu, mahasiswa juga bisa<br />
terlibat di dalam kegiatan penjaminan mutu yang sifatnya<br />
internal maupun assessment mutu yang bersifat eksternal<br />
atau yang biasa kita kenal dengan nama akreditasi. Hasil<br />
penelitian ini menunjukkan bahwa teman-teman telah cukup<br />
banyak terlibat dalam proses penjaminan mutu dan akreditasi<br />
sebagai responden. Great job teman-teman!<br />
CONTOHNYA, DONG!<br />
Sebagai bonus dari bagian partisipasi ini, kami<br />
memberikan (secara cuma-cuma tentunya) contoh-contoh<br />
bentuk partisipasi yang dapat dilakukan baik di tingkat institusi<br />
maupun di tingkat nasional. Semoga menginspirasi temanteman<br />
untuk aktif berpartisipasi.
SASARAN<br />
RUANG<br />
LINGKUP<br />
AKSI SUB SISTEM CARA CONTOH<br />
Dosen, ketua prodi,<br />
dekan, rektor dan<br />
lainnya<br />
Lokal<br />
Penambahan sarana, pengurangan biaya<br />
kuliah, budaya anti-contek & plagiarisme,<br />
kolaborasi perkuliahan dengan prodi<br />
(kesehatan) lain dan lainnya<br />
Pengajuan lisan,<br />
surat tertulis, email,<br />
esai dan lainnya<br />
Perencanaan<br />
Penyampaian<br />
ide/ gagasan/<br />
rekomendasi<br />
Asosiasi institusi<br />
pendidikan, dirjen DIKTI,<br />
Mendikbud<br />
Nasional<br />
Kebijakan tentang kerja sama pendidikan<br />
dengan prodi lain (kesehatan), kebijakan<br />
tentang lembaga akreditasi mandiri (LAM)<br />
mahasiswa dan lainnya<br />
Dosen, ketua prodi,<br />
dekan, rektor dan<br />
lainnya<br />
Lokal<br />
Pembuatan soal ujian, pemberian mata kuliah<br />
(sebagai asisten), penyusunan silabus mata<br />
kulian<br />
Asosiasi institusi<br />
pendidikan, dirjen DIKTI,<br />
Mendikbud<br />
LAM mahasiswa dan lainnya Nasional<br />
Mitra pelaksana Pelaksanaan Pengajuan lisan,<br />
surat permohonan,<br />
permintaan dari<br />
stakeholders, dan<br />
lainnya<br />
Dosen, ketua prodi,<br />
dekan, rektor dan<br />
lainnya<br />
Lokal<br />
Pengawas ujian, pengawas kuliah, pengawas<br />
kinerja dosen, pengawas aktivitas pendidikan<br />
mahasiswa<br />
Pengajuan lisan,<br />
surat permohonan,<br />
permintaan dari<br />
stakeholders, dan<br />
lainnya<br />
Pengawas Pengawasan<br />
Asosiasi institusi<br />
pendidikan, dirjen dikti,<br />
Mendikbud<br />
Nasional<br />
Pengawas proses pendidikan kesehatan<br />
secara nasional<br />
Dosen, ketua prodi,<br />
dekan, rektor dan<br />
lainnya<br />
Lokal<br />
Evaluasi mata kuliah tertentu, evaluasi kinerja<br />
dosen, evaluasi akreditasi program studi dan<br />
lainnya<br />
Pengajuan lisan,<br />
surat permohonan,<br />
permintaan dari<br />
stakeholders, dan<br />
lainnya<br />
Evaluator Evaluasi<br />
Asosiasi institusi<br />
pendidikan, dirjen dikti,<br />
Mendikbud<br />
Nasional<br />
Evaluator dalam pelaksanaan kebijakan yang<br />
dibuat stakeholders, dan lainnya<br />
Dosen, ketua prodi,<br />
dekan, rektor dan<br />
lainnya<br />
Lokal<br />
Satgas anti-contek & plagiarisme, badan<br />
pengawas pendidikan interprofesi kesehatan<br />
dan lainnya<br />
Pengajuan lisan,<br />
surat permohonan,<br />
permintaan dari<br />
stakeholders, dan<br />
lainnya<br />
Pelaksanaan<br />
Pelaksana<br />
kegiatan tindak<br />
lanjut (follow<br />
up)<br />
49<br />
Asosiasi institusi<br />
pendidikan, dirjen dikti,<br />
Mendikbud<br />
LAM mahasiswa dan lainnya Nasional<br />
MAU KE MANA KITA??
MAU KE MANA KITA??<br />
50<br />
IPE: Let’s start from student!<br />
Setelah membaca hasil kajian tentang IPE di atas,<br />
gimana pendapat teman-teman? Setidaknya sekarang sudah<br />
semakin mengerti kan tentang bagaimana pendapat temanteman<br />
mahasiswa lain tentang IPE. Bisa dibilang sebenarnya<br />
wacana perwujudan IPE dalam kurikulum pendidikan ilmu<br />
kesehatan mendapat sambutan yang beragam dari para<br />
mahasiswa, dengan kecenderungan positif.<br />
Tapi kira-kira kapan yah IPE bisa benar-benar diwujudkan<br />
di Indonesia? Jangan-jangan keburu kita lulus kuliah, kita<br />
belum bisa ngrasain yang namanya IPE! Hehehehe…<br />
Untuk mewujudkan IPE dalam kurikulum pendidikan<br />
secara nasional memang membutuhkan tahapan yang<br />
cukup panjang. IPE sendiri sampai saat ini berbagai pihak<br />
di Indonesia. Selain itu, perlu disiapkan banyak hal sebelum<br />
kelak IPE diselenggarakan di Indonesia.<br />
Misalnya saja nih, infrastruktur yang mendukung IPE<br />
secara optimal; tenaga pengajar yang mampu memfasilitasi<br />
IPE dengan baik; serta kurikulum IPE itu sendiri yang harus<br />
mampu mewadahi kompetensi dari berbagai profesi yang<br />
terlibat. Ibaratnya, sama saja kalau mahasiswanya sudah siap<br />
tapi kondisi di lapangan belum memungkinkan, hasilnya tidak<br />
akan optimal.<br />
Meski begitu, saat ini sudah banyak institusi-institusi<br />
pendidikan ilmu kesehatan yang mencoba melaksanakan<br />
IPE seperti yang udah dibahas di bagian sebelumnya. dari<br />
Gimana dengan di institusi kalian? <strong>Apa</strong>kah juga sudah mulai<br />
menginisiasi adanya IPE?<br />
Kalau belum, nggak perlu merasa minder. Banyak hal<br />
yang bisa diinisiasi oleh mahasiswa sendiri sebelum institusi<br />
kalian menyelenggarakan inisiasi IPE. Ini dia yang seharusnya<br />
dilakukan oleh Intan. Coba simak beberapa di antaranya<br />
sebagai berikut
1.<br />
Gaul, yuk!<br />
Mulailah bergaul seluas-luasnya dengan teman-teman<br />
dari profesi lain, misalnya dengan ikutan organisasi multiprofesi<br />
seperti BEM, kelompok kajian lintas jurusan, organisasi<br />
kesenian lintas jurusan, dan lain-lain. Nggak harus yang<br />
berhubungan dengan akademik lho! Tapi ya nggak pacaran<br />
lintas profesi juga kalee, walaupun itu nggak dilarang sih.<br />
Emang sebegitu pentingnya ya? Hmm, kalau berdasarkan<br />
hasil kajian di atas, responden yang pernah atau sedang<br />
tergabung dalam organisasi multiprofesi memiliki persepsi<br />
dan kesiapan yang jauh baik tentang IPE daripada yang tidak<br />
aktif di organisasi mahasiswanya.<br />
Kok bisa gitu? Dengan banyak berinteraksi bersama<br />
mahasiswa profesi lain, akan tumbuh rasa empati dan solider<br />
kita terhadap mereka. Rasa empati dan solider ini penting lho,<br />
sebagai landasan awal memulai suatu kerjasama yang baik.<br />
Biasanya sih kalo solidaritas udah tumbuh, kita bisa dengan<br />
nyaman berbagi pemikiran dan pemahaman. Dari situlah kita<br />
bisa makin paham tentang karakteristik profesi lain, terutama<br />
kompetensi dan peran mereka dalam pelayanan kesehatan.<br />
Misalnya, kita jadi tahu kalau mahasiswa farmasi itu<br />
nggak cuma belajar tentang obat-obatan yang selama ini<br />
banyak ditulis di resep-resep dokter aja, tapi juga obat dari<br />
bahan-bahan herbal. Selain itu, kita jadi tahu kalau mahasiswa<br />
gizi itu nggak cuma berkutat tentang terapi diet kuratif saja<br />
tapi juga terapi diet preventif. Kita juga jadi bisa tahu kalau<br />
mahasiswa kebidanan nggak cuma ngurusin orang yang mau<br />
melahirkan saja tapi juga kesehatan reproduksi keseluruhan<br />
termasuk para remaja.<br />
Intinya, wawasan kita jadi bakal jadi lebih luas tentang<br />
profesi-profesi kesehatan lainnya! Mengasyikkan kan?<br />
Lebih bagus lagi kalo teman-teman melengkapinya dengan<br />
membaca-baca referensi tentang profesi kesehatan lain. Bisa<br />
lewat buku, internet, atau apapun. Ibarat peribahasa nih, kita<br />
nggak lagi jadi katak dalam tempurung.. Kung kong kung<br />
kong.. hehehehe<br />
51<br />
MAU KE MANA KITA??
MAU KE MANA KITA??<br />
52<br />
Bikin kegiatan bareng-bareng<br />
2.<br />
Kalau kita sudah punya banyak teman-teman dari jurusan<br />
ilmu kesehatan lain, cobalah membuat kegiatan bersamasama<br />
biar makin akrab. Macam-macam bidang keilmuan yang<br />
dimiliki akan memberikan manfaat sehingga kegiatan yang<br />
dibuat akan lebih berwarna.<br />
“<br />
Kegiatan kemahasiswaan yang dibuat<br />
bisa yang bersifat akademis maupun non<br />
akademis. Karena bersifat kemahasiswaan,<br />
pelaksanaannya nggak perlu tergantung<br />
“<br />
dengan institusi pendidikan teman-teman.<br />
Untuk kegiatan akademis, misalnya kita bisa adakan<br />
kajian, diskusi, atau bahkan seminar mahasiswa yang barengbareng<br />
membahas suatu topik, misal tentang penanganan<br />
suatu penyakit atau tentang kebijakan pelayanan kesehatan di<br />
masyarakat. Topik tersebut kita tinjau dari berbagai sisi profesi<br />
kesehatan sehingga pemahaman kita tentang topik tersebut<br />
bisa lebih menyeluruh.<br />
Kita juga bisa ikut kompetisi-kompetisi ilmiah seperti<br />
penelitian bareng-bareng. Misalnya nih, satu kelompok<br />
terdiri dari anggota yang beda-beda jurusan ilmu kesehatan.<br />
Pemikiran dan ide-ide yang muncul pasti akan lebih variatif dan<br />
bisa saling melengkapi dalam penyelesaian masalah-masalah<br />
yang mungkin muncul dalam penelitian itu. Biasanya sih, hal<br />
tersebut bisa menjadi nilai plus untuk penelitian kita, lho.<br />
Selain itu, teman-teman juga bisa lho mengadakan<br />
kegiatan pengabdian masyarakat bareng-bareng. Bisa yang<br />
bersifat murni kegiatan kemahasiswaan seperti bakti sosial<br />
organisasi, sampai yang berhubungan dengan akademis<br />
misalnya kerja praktek di masyarakat, kuliah kerja nyata<br />
(KKN), dan lain-lain. Ketika kita terjun ke masyarakat dengan<br />
berbagai kompetensi yang kita miliki, kita dapat memberikan
entuk pengabdian atau pelayanan yang lebih lengkap, kan?<br />
Kolaborasi juga bisa kita lakukan dalam kaitannya<br />
dengan partisipasi kita dalam memper-juangkan sistem<br />
pendidikan yang lebih baik. Dalam menyampaikan aspirasi<br />
kita kepada pihak pengambil kebijakan di kampus, akan lebih<br />
mantap apabila kita membawa kepentingan orang dalam<br />
jumlah yang lebih banyak, yaitu mahasiswa berbagai profesi.<br />
Dengan demikian diharapkan hal tersebut bisa meningkatkan<br />
“nilai kepentingan” dari aspirasi kita, sekaligus membukakan<br />
mata para pengambil kebijakan kampus bahwa mahasiswa<br />
dari berbagai jurusan pun bisa bersatu.<br />
Jika mengacu pada kasus Nay, mungkin alangkah<br />
baiknya jika ia berkolaborasi dengan Dude dalam menyuarakan<br />
aspirasinya kepada pihak kampus. Keduanya dapat saling<br />
melengkapi dan mendukung upaya mencapai partisipasi<br />
mahasiswa dalam pengelolaan pendidikan.<br />
3.<br />
Bantu mensosialisasikan IPE lebih luas lagi<br />
Sekarang ini mungkin teman-teman pembaca sudah<br />
mengerti benar apa itu IPE serta mengapa IPE ini sangat<br />
bermanfaat sehingga penting untuk diperjuangkan menjadi<br />
bagian dari kurikulum pendidikan ilmu kesehatan. Akan tetapi,<br />
masih banyak teman-teman kita lainnya yang belum mengerti<br />
tentang gimana sih IPE karena belum mendapat akses<br />
informasi mengenai IPE.<br />
Atau ada juga teman-teman kita yang mungkin sudah<br />
mengerti namun bersifat cuek terhadap keberlanjutan<br />
perwujudan IPE di Indonesia. Kebanyakan sih berpikiran<br />
bahwa IPE adalah sebuah utopia yang tidak mungkin terwujud.<br />
Padahal kalau tadi kita sama-sama bahas, banyak hal yang<br />
dapat kita mulai untuk mewujudkan IPE, kan?<br />
Selamat, inilah yang menjadi tugas dari teman-teman<br />
semua! Teman-teman harus menyebarkan informasi mengenai<br />
IPE ini seluas-luasnya sehingga semakin banyak yang tahu,<br />
peduli, dan nantinya terlibat dalam membantu perwujudan<br />
IPE.<br />
53<br />
MAU KE MANA KITA??
MAU KE MANA KITA??<br />
54<br />
Siapapun civitas academia di kampus teman-teman<br />
memang sebaiknya mengerti tentang IPE lho! Tenang,,<br />
bukan berarti IPE itu sebuah virus atau ideology yang kita<br />
propaganda ke orang banyak. Melainkan, memang untuk<br />
menuju perwujudan IPE itu tidak hanya dekan, wakil dekan,<br />
atau jajaran pemegang kebijakan kampus saja yang terlibat.<br />
<strong>Mahasiswa</strong> baik yang organisatoris maupun yang akademisi,<br />
alumni, sampai asisten laboratorium pun sebaiknya juga tahu.<br />
Hehehehe
55<br />
MAU KE MANA KITA??
FEW STEPS FOR BIG IMPACTS<br />
56<br />
Di akhir bagian dalam buku ini, kami sebagai penulis<br />
ingin mengetahui bagaimana tanggapan langsung dari<br />
teman-teman setelah membaca buku ini. Tanggapan ini<br />
sifatnya bebas saja kok. Teman-teman bisa memberikan saran<br />
atau kritikan mengenai hasil kajian yang sudah dipaparkan di<br />
atas baik kajian partisipasi maupun kajian IPE.<br />
Bisa juga teman-teman memberikan masukan kirakira<br />
bagaimana tindak lanjut yang harus kita lakukan setelah<br />
membaca buku ini. Atau bisa berupa berupa ide sebuah<br />
program untuk mahasiswa kesehatan, bahkan hanya sekedar<br />
langkah-langkah yang akan dilakukan oleh teman-teman<br />
pribadi pun tidak menjadi masalah.<br />
Gimana? Gampang kan?<br />
Supaya tanggapan ini semakin bermanfaat, yuk kita<br />
share dengan teman-teman lainnya! Caranya gampang banget,<br />
cukup dengan mengirimkannya ke alamat email berikut…<br />
Tanggapan yang bagus dan menarik akan kami<br />
publikasikan melalui buku HPEQ Student berikutnya, atau<br />
melalui acara-acara HPEQ seperti konferensi, dan lain-lain.<br />
Besar harapan tanggapan-tanggapan tersebut<br />
mampu menginspirasi teman-teman kita yang lain. Selain<br />
itu, diharapkan juga membantu para pemangku kebijakan<br />
(stakeholder) pendidikan dalam mewujudkan sistem partisipasi<br />
mahasiswa maupun IPE yang sesuai dengan yang diinginkan<br />
oleh mahasiswa.<br />
“Ah, kalo cuma begini doang, gimana bisa berpengaruh<br />
secara signifikan?”, Hmm, ada yang berpikiran seperti itu?<br />
Hayoo, nggak usah malu lho buat mengaku.<br />
Justru itu jawaban yang kami inginkan! Tanggapan, saran,<br />
masukan, dan sebagainya mengenai perjuangan perwujudan<br />
partisipasi ideal serta IPE ini memang jangan sampai hanya<br />
menjadi wacana saja. Kami sangat berharap teman-teman<br />
semua, dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai<br />
Pulau Rote, mampu menginisiasi langkah kongkret dengan<br />
mencoba mewujudkannya. Mulai saja dari hal-hal sepele<br />
yang bisa dilakukan di institusi masing-masing, atau melalui
organisasi masing-masing.<br />
Begitu juga dengan HPEQ Student yang ke depannya<br />
akan melakukan berbagai kegiatan untuk mendukung tujuan<br />
HPEQ. Teman-teman semua tentu saja wajib mendukung<br />
kegiatan-kegiatan HPEQ Student karena bagaimanapun HPEQ<br />
Student ada untuk teman-teman mahasiswa semuanya<br />
Gimana caranya? Teman-teman bisa selalu ikuti infoinfo<br />
ter-update tentang kegiatan-kegiatan HPEQ Student<br />
lewat social media (facebook & twitter) serta web resmi HPEQ<br />
Student. Bakal ada segudang kegiatan lain yang menunggu<br />
partisipasi serta kontribusi dari teman-teman mahasiswa<br />
semua. Pasti penasaran kan? Tetep keep in touch with us ya.<br />
Yang paling penting dari semua ini adalah: jangan<br />
pernah merasa apa yang kita lakukan ini sebagai suatu hal<br />
yang sepele dan sia-sia. Sesuatu yang besar pasti dimulai dari<br />
hal yang kecil.<br />
“<br />
Ibarat sedang menempuh perjalanan ke<br />
puncak gunung, saat ini kita telah berada<br />
dalam trek yang benar menuju tujuan.<br />
Sekarang tinggal bagaimana memperjuangkan<br />
agar kendaraan yang saat ini sedang kita<br />
kemudikan ini tidak berbelok atau berbalik<br />
ke arah yang salah. Sekecil apapun langkah<br />
yang kita lakukan, pastikan langkah tersebut<br />
membawa kita menuju ke sebuah pencapaian<br />
yang besar.<br />
It’s a few step for big impact. Bersama<br />
menuju pendidikan profesi kesehatan yang<br />
lebih baik! Kita yakin mahasiswa pasti bisa!<br />
“<br />
HIDUP MAHASISWA!<br />
57<br />
FEW MAU STEPS KE MANA FOR KITA??<br />
BIG IMPACTS
58<br />
A’la, M.Z. (2010) Gambaran Persepsi dan Kesiapan <strong>Mahasiswa</strong> Tahap<br />
Akademik terhadap Interprofessional Education di Fakultas Kedokteran<br />
UGM. Skripsi Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran<br />
Universitas Gadjah Mada.<br />
Fauziah, F.A., A’la, M.Z, Dwiastuti, F. (2010). Inovasi Pembelajaran Profesi<br />
Kesehatan: Interprofessional Education di FK UGM. Program Kreatifitas<br />
<strong>Mahasiswa</strong>, Dikti.<br />
American College of Clinical Pharmacy (ACCP). (2009) Interprofessional<br />
Education: Principles and Application, A Framework for Clinical Pharmacy.<br />
Pharmacotherapy, 29 (3), 145-164.<br />
Baker, C., Pulling, C., McGraw, R., Dagnone, J.D., Hopkins-Rosseel, D. &<br />
Medves, J. (2008) Simulation in Interprofessional Education for Patient-<br />
Centered Collaborative Care. Journal of Advanced Nursing, 64 (4), 372-<br />
379.<br />
Bennet P., et all., 2011. Faculty perceptions of interprofessional education. Nurse<br />
Education Today [serial online] [cited 2011 dec 13] :31 (2011); 571-576.<br />
Available from: URL :HTTP://www.elsevier.com/nedt.<br />
Barr, H. (1998) Competent to Collaborate: Towards a Competency-based<br />
Model for Interprofessional Education.Journal of Interprofessional Care,<br />
12:181-187.<br />
Barr, H., Koppel, I., Reeves, S., Hammick, M. & Freeth, D. (2005) Effective<br />
Interprofessional Education: Argument, Assumption and Evidence. 1 st<br />
ed. Blackwell Publishing. Oxford.<br />
Borrill, C., Carletta, J., Carter, A., Dawson, J., Garrod, S., Rees, A., Richards, A.,<br />
Shapiro, D., & West, M. (2001). The effectiveness of health care teams in<br />
the National Health Service. Birmingham: University of Aston.<br />
Canadian Interprofessional Health Collaborative (CIHC) (2009) What is<br />
Collaborative Practice.
Centre for the Advancement of Interprofessional Education(CAIPE) (1997).<br />
Interprofessional Education: A definition. London: CAIPE.<br />
Coster, S., 2008. Interprofessional Attitudes Amongst Undergraduate Students<br />
In The Health Professions: A Longitudinal Questionnaire Survey.<br />
International Journal of Nursing Studies[serial online] [cited 2009 may<br />
14] :45 (2008); 1667–1681. Available from: URL :HTTP://www.elsevier.<br />
com/ijns<br />
Fauziah, F.A. (2010) Analisis Gambaran Persepsi dan Kesiapan <strong>Mahasiswa</strong><br />
Profesi FK UGM terhadap Interprofessional Education di Tatanan<br />
Pendidikan Klinik. Skripsi Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas<br />
Kedokteran Universitas Gadjah Mada.<br />
Freeth, D., Hammick, M., Koppel, I., Reeves, S., & Barr, H. (2002). A critical<br />
review of evaluations of interprofessional education. London: Learning<br />
and Support Network, Centre for Health Sciences and Practice.<br />
Freeth, D., Hammick, M., Reeves, S., Koppel, I. & Barr, H. (2005) Effective<br />
Interprofessional Education: Development,, Delivery and Evaluation. 1 st<br />
ed. Blackwell Publishing. Oxford.<br />
Ker, J.M., Askin, D.F. (2008) Effective Collaboration: The Key to Better Healthcare.<br />
Canadian Journal of Nursing Leadership (CJNL), 21(2), 51-61..<br />
Lee, R. (2009) Interprofessional Education: Prociples and Application.<br />
Pharmacotherapy, 29 (3): 145e-164e.<br />
Mariano C. The case for interdisciplinary collaboration. Nurse Outlook 1999;37<br />
(6):285±8.<br />
Reeves, S. (2001). A systematic review of the effects of education on staff<br />
involved in the care of adults with mental health problems. Journal of<br />
Psychiatric and Mental Health Nursing, 8, 533 – 542.<br />
Schmitt, M. (2001). Collaboration improves the quality of care: methodological<br />
challenges and evidence from US health care research. Journal of<br />
Interprofessional Care, 15, 47 – 66.<br />
West, M., & Slater, J. (1996). Teamworking in primary health care: A review of its<br />
effectiveness. London: Health Education Authority.<br />
Zwarenstein, M., & Bryant, W. (2000). Interventions to promote collaboration<br />
between nurses and doctors. Cochrane Database Systematic Reviews,<br />
2, CD000072.<br />
Zwarenstein, M., Reeves, S., Barr, H., Hammick, M., Koppel, I., & Atkins, J.<br />
(2001). Education: Effects on professional practice and health care<br />
outcomes. Cochrane Database Systematic Reviews, 1, CD002213.<br />
59
60<br />
1.<br />
2.<br />
3.<br />
4.<br />
5.<br />
6.<br />
Gentur Adi Prabowo (Alumni Gizi Kesehatan UGM angkatan<br />
2008)<br />
Nurita AryaKhiryati (<strong>Mahasiswa</strong> Ilmu Keperawatan UGM,<br />
angkatan 2007)<br />
Muhamad Zulfatul A’la (<strong>Mahasiswa</strong> S2 Keperawatan UNPAD,<br />
angkatan 2012)<br />
Henri Perwira Negara (<strong>Mahasiswa</strong> Kedokteran UNISSULA,<br />
angkatan 2006)<br />
Yosephine Dian Hendrawati (Alumni Farmasi Univ. Sanata<br />
Dharma, angkatan 2007)<br />
Redho Meisudi (<strong>Mahasiswa</strong> Farmasi UI, angkatan 2008)<br />
7.<br />
Marcela Yolina (Alumni Kedokteran UI, angkatan 2006)
•<br />
•<br />
•<br />
•<br />
•<br />
•<br />
•<br />
•<br />
•<br />
•<br />
•<br />
•<br />
TIM<br />
PENELITI<br />
Mariyono Sedyowinarso, S.Kp., M.Si (Dosen Pengajar Ilmu Keperawatan<br />
UGM)<br />
Fitri Arkham Fauziah (Alumni Ilmu Keperawatan UGM, angkatan 2006)<br />
Nurita Aryakhiyati (<strong>Mahasiswa</strong> Ilmu Keperawatan UGM, angkatan 2007)<br />
Mawar Putri Julica (<strong>Mahasiswa</strong> Kedokteran Gigi UGM, angkatan 2007)<br />
Lafi Munira (<strong>Mahasiswa</strong> Kesehatan Masyarakat UAD, angkatan 2007)<br />
Endah Sulistyowati (Alumni Kebidanan UNS, angkatan 2007)<br />
Fatia Nur Masriati (<strong>Mahasiswa</strong> Kedokteran UMY, angkatan 2007)<br />
Samuel Josafat Olam (Alumni Kedokteran UI, angkatan 2005)<br />
Candrika Dini (<strong>Mahasiswa</strong> Kedokteran UGM, angkatan 2009)<br />
Maryam Afifah (<strong>Mahasiswa</strong> Kedokteran UMJ, angkatan 2008)<br />
Redho Meisudi (<strong>Mahasiswa</strong> Farmasi UI, angkatan 2008)<br />
Saskia Piscesa (Alumni Ilmu Gizi IPB, angkatan 2007)<br />
KONSULTAN<br />
PENELITI<br />
•<br />
•<br />
•<br />
dr. Gandhes Retno R., M.MedEd, PhD<br />
dr. Iwan Aryawan,<br />
Yayi Suryo Prabandari, MPH, PhD<br />
61
62<br />
Institusi<br />
Tempat Penelitian<br />
•<br />
•<br />
•<br />
•<br />
•<br />
•<br />
•<br />
•<br />
•<br />
•<br />
•<br />
•<br />
•<br />
•<br />
•<br />
•<br />
•<br />
•<br />
•<br />
•<br />
•<br />
Universitas Airlangga<br />
Universitas Gajah Mada<br />
Universitas Ahmad Dahlan<br />
Universitas Padjajaran<br />
Universitas Islam Sultan Agung<br />
Universitas Udayana<br />
STIKES Ngudi Waluyo<br />
Universitas Muhammadiyah Surakarta<br />
Universitas Andalas<br />
STIKES Fort De Cock<br />
Universitas Sriwijaya<br />
Universitas Syahkuala<br />
STIKES Baiturrahim<br />
Universitas Sumatra Utara<br />
Universitas Malahayati<br />
Universitas Hasanudin<br />
Universitas Lambung Mangkurat<br />
Universitas Sam Ratulangi<br />
Universitas Muslim Indonesia<br />
Universitas Indonesia Timur<br />
STIKES Mega Rezky<br />
Asisten<br />
penelitian<br />
•<br />
•<br />
•<br />
•<br />
•<br />
•<br />
•<br />
•<br />
•<br />
•<br />
•<br />
•<br />
•<br />
•<br />
•<br />
•<br />
Ricardo Adrian (CIMSA)<br />
Ananda Rahman (ISMKMI)<br />
Bayu Saputera (ISMKI)<br />
Nurul Fuadah Majid (ILMIKI)<br />
Jefri Efranda (ISMAFARSI)<br />
Sukirno (ISMAFARSI)<br />
M. Herpi Akbar (ISMAFARSI)<br />
Muhamad Zisvan (ISMKMI)<br />
Meutia Hafrida Hanafiah (PSMKGI)<br />
Manggala (CIMSA)<br />
I Made Subagiarta (ISMKI)<br />
Iqbal Sujida Ramadhan (ISMAFARSI)<br />
Muhammad Zulfatul A’la (ILMIKI)<br />
Isnar Nurul (ILMAGI)<br />
Dini Wulandari (ILMAGI)<br />
Safrianto Arjuni (ILMIKI)
Fasilitator FGD Dosen<br />
•<br />
•<br />
•<br />
•<br />
•<br />
•<br />
•<br />
Martina Shinta K., S.Kep., MN (PSIK UGM)<br />
dr. Bamabang Djarwoto Sp. PD (FK UGM)<br />
dr. Wahyudi Istiono - FK UGM<br />
Edi Wuryanto, S.Kep., Ns., M.Kep. - PSIK UNIMUS<br />
Yanti, M.Keb. - Akbid Restu Utomo Boyolali<br />
Prof. Nancy Margarita R - FK UNAIR<br />
Totok Harjanto S.Kep., M.Kes (PSIK UGM)<br />
Panitia Lokal FGD<br />
•<br />
•<br />
•<br />
•<br />
•<br />
•<br />
•<br />
•<br />
•<br />
•<br />
•<br />
•<br />
•<br />
Khadijah Astarini Putri (Gizi UGM)<br />
Rasita Amelia (Gizi UGM)<br />
Kiki Saputri (FKG UGM)<br />
Nadia Ayu S (FK UGM)<br />
Gentur Adi P. (Gizi UGM)<br />
Nezzar Eraidin (FK UGM)<br />
Cresti Chandra F (FK UGM)<br />
Pandu Novembiar YS (FKG UGM)<br />
Sultan Hassanudin (FK Unhass)<br />
Ila Fadhilah (PSIK Unhass)<br />
Zulaeha (FKM Unhass)<br />
Azizul (FKG Unhass)<br />
Muhammad Syaiful (Farmasi Unhass)<br />
Scriber FGD<br />
(<strong>Mahasiswa</strong> Ilmu<br />
Keperawatan UGM)<br />
•<br />
•<br />
•<br />
•<br />
•<br />
•<br />
•<br />
Eka Vuspita Sari<br />
Lanny Nur Fitriani<br />
Renny Noor Cahyani<br />
Cahyani Budi Lestari<br />
Fatimah Yuni Dwi Astuti<br />
Bayu Fandi Achmad<br />
Muhamad Zulfatul A’la<br />
63
64<br />
Mengucapkan<br />
terima kasih<br />
kepada:<br />
1.<br />
2.<br />
3.<br />
4.<br />
5.<br />
Illah Sailah (Manajer Proyek HPEQ)<br />
Arsitawati P Raharjo (Sekretaris Eksekutif Proyek<br />
HPEQ)<br />
Dony Widyandana (Dosen Pengajar FK UGM)<br />
Rahmat Sarwo Bekti (Task Force Proyek HPEQ)<br />
Aprilia Ekawati Utami (Pengelola Program Monev<br />
dan R&D Proyek HPEQ)<br />
6. Seluruh perwakilan organisasi mahasiswa:<br />
CIMSA, ISMKI, ILMIKI,PSMKGI, IKAMABI,<br />
ISMAFARSI, ISMKMI, dan ILMAGI
c<br />
2012<br />
65<br />
FEW STEPS FOR BIG IMPACTS