11.04.2013 Views

representasi perempuan pada lukisan di bak truk - Puslit Petra ...

representasi perempuan pada lukisan di bak truk - Puslit Petra ...

representasi perempuan pada lukisan di bak truk - Puslit Petra ...

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

34<br />

NIRMANA, VOL.9, NO. 1, JANUARI 2007: 31-37<br />

Gambar 4 dan 5 <strong>di</strong> atas, kegiatan erotis laki-laki<br />

dan <strong>perempuan</strong> yang mempunyai status suami dan<br />

istri <strong>di</strong>munculkan dalam wilayah publik. Kalimat<br />

yang cenderung seronok seperti ”Papaku<br />

tersenyum <strong>di</strong>goyang mama” mempunyai makna<br />

erotik karena kata ”<strong>di</strong>goyang” jika konteksnya<br />

papa dan mama, maka kata tersebut bermakna<br />

sebagai aktivitas seksual. Kalimat ini <strong>di</strong>ucapkan<br />

oleh sang anak yang tentu saja <strong>di</strong>tabukan jika<br />

melihat aktivitas seksual orang tuanya. Jika <strong>di</strong>baca<br />

lebih dalam, maka dalam kalimat tersebut<br />

<strong>perempuan</strong> <strong>di</strong>posisikan sebagai pihak yang aktif<br />

dari<strong>pada</strong> laki-laki. Dalam s<strong>truk</strong>tur sosial, <strong>perempuan</strong><br />

yang <strong>di</strong>posisikan secara aktif dalam relasi<br />

seksual, maka <strong>perempuan</strong> itu bisa <strong>di</strong>katakan<br />

sebagai sosok yang hiperseks, label yang<br />

merendahkan <strong>perempuan</strong> meskipun dalam konteks<br />

rumah tangga. Gambar 5 juga memposisikan<br />

<strong>perempuan</strong> sebagai pihak yang aktif dalam urusan<br />

seksual jika <strong>di</strong>lihat dari posenya. Seorang istri<br />

wajar jika mendapatkan kebutuhan seksualnya dari<br />

suaminya, namun seringkali kebutuhan ini harus<br />

<strong>di</strong>matikan jika suami tidak siap melakukannya.<br />

Namun situasi akan berbeda jika <strong>perempuan</strong> yang<br />

tidak siap, namun suami mengehendakinya, maka<br />

ada keterpaksaan dari pihak si istri namun<br />

melakukannya. Hegemoni suami dalam penggambaran<br />

<strong>lukisan</strong> <strong>di</strong> <strong>bak</strong> <strong>truk</strong> ini terja<strong>di</strong>. Gambar 6<br />

sangat dekat dengan asosiasi seronok. Kalimat<br />

yang <strong>di</strong>pakai ”Biar Ompong, Tapi Nyedot” juga<br />

mengasosiasikan hal yang porno karena <strong>di</strong>tunjang<br />

dengan gambar <strong>perempuan</strong> yang memperlihatkan<br />

bagian dada agak terbuka. Seksisme dalam <strong>lukisan</strong><br />

ini menja<strong>di</strong> dominan karena ukuran figur<br />

<strong>perempuan</strong> lebih besar dari<strong>pada</strong> laki-laki. Begitu<br />

pula komposisi memperlihatkan bagian dada<br />

<strong>perempuan</strong> yang <strong>di</strong>dominankan lebih dapat<br />

terlihat.<br />

LUKISAN DI BAK TRUK: PEMENUHAN<br />

IMAJINASI LAKI-LAKI<br />

Tak dapat <strong>di</strong>pungkiri lagi, bahwa <strong>lukisan</strong> <strong>di</strong> <strong>bak</strong><br />

<strong>truk</strong> banyak <strong>di</strong>produksi oleh laki-laki. Laki-laki juga<br />

yang selama ini <strong>di</strong>posisikan <strong>pada</strong> sektor publik.<br />

Sebagai pengemu<strong>di</strong> <strong>truk</strong> maupun pelukis <strong>bak</strong> <strong>truk</strong>,<br />

pencitraan <strong>perempuan</strong> itu <strong>di</strong>dasarkan <strong>pada</strong> s<strong>truk</strong>tur<br />

sosial yang notabene <strong>di</strong>bangun dari pemikiran<br />

maskulinitas. Dalam kaitannya dengan wacana<br />

<strong>perempuan</strong>, pembacaan narasi ’tubuh’ <strong>perempuan</strong><br />

itulah sebenarnya yang <strong>di</strong>bi<strong>di</strong>k oleh pelukis <strong>bak</strong> <strong>truk</strong><br />

<strong>di</strong> balik denotasi <strong>lukisan</strong>. Tubuh <strong>perempuan</strong> <strong>di</strong>maknai<br />

sebagai bahan pembicaraan yang luas dan terbuka,<br />

dan karena itulah tubuh <strong>perempuan</strong> telah menja<strong>di</strong><br />

tubuh sosial, <strong>di</strong> mana tubuh tidak lagi <strong>di</strong>maknai<br />

sebagai fisik semata namun sebuah bangunan yang<br />

<strong>di</strong>ciptakan atau <strong>di</strong>kons<strong>truk</strong>si oleh hukum, moralitas<br />

dan s<strong>truk</strong>tur sosial.<br />

Penggambaran <strong>perempuan</strong> dengan penampilan<br />

fisiknya yang menunjang seperti rambut panjang<br />

terurai, leher yang jenjang, bibir merah basah dan pipi<br />

yang merona adalah kons<strong>truk</strong>si sosial yang <strong>di</strong>maksudkan<br />

untuk memenuhi imajinasi hasrat dan fantasi lakilaki.<br />

Perempuan kemu<strong>di</strong>an secara sadar memenuhi<br />

kons<strong>truk</strong>si sosial tersebut hingga tercipta kon<strong>di</strong>si <strong>di</strong><br />

mana apa yang <strong>di</strong>lakukan oleh <strong>perempuan</strong> itu juga<br />

yang <strong>di</strong>kehendaki oleh laki-laki. Ungkapan ”Jangan<br />

Lupakan Aku” dengan penggambaran figur <strong>perempuan</strong><br />

dengan mata sayu, kulit putih, rambut panjang dan<br />

tampak secara fisik <strong>perempuan</strong> tersebut rajin<br />

melakukan perawatan, maka secara tidak langsung<br />

apa yang <strong>di</strong>lakukannya agar sang lelakinya tidak jatuh<br />

hati ke<strong>pada</strong> <strong>perempuan</strong> lain yang bisa ja<strong>di</strong> melakukan<br />

perawatan lebih baik dari<strong>pada</strong> <strong>di</strong>a. Dalam konteks<br />

pengemu<strong>di</strong> <strong>truk</strong>, kon<strong>di</strong>si ”jatuh ke lain hati” sangat<br />

<strong>di</strong>mungkinkan, sehingga jauh-jauh hari sang<br />

<strong>perempuan</strong> melakukan langkah preventif dengan<br />

melakukan perawatan <strong>di</strong>ri agar sang lelakinya tidak<br />

melupakannya dan akan kembali pulang ke rumah.<br />

Dalam konsep keluarga pun, sudah lama<br />

pembagian kerja dalam suatu keluarga menempatkan<br />

laki-laki <strong>di</strong> satu sisi dan <strong>perempuan</strong> <strong>di</strong> sisi yang lain.<br />

Pembagian kerja yang menempatkan laki-laki dalam<br />

sektor publik sedangkan <strong>perempuan</strong> dalam sektor<br />

domestik <strong>pada</strong> perkembangannya terdapat ketimpangan<br />

dalam relasi laki-laki dan <strong>perempuan</strong>. Suami<br />

menyerahkan sepenuhnya urusan rumah tangganya<br />

<strong>pada</strong> istri sehingga ia mendapat ”profesi” sebagai koki<br />

keluarga, perawat suami dan anak-anak, guru bagi<br />

anak-anak hingga bahkan pembantu rumah tangga.<br />

Tentu saja pembagian kerja keluarga seperti ini<br />

berakibat <strong>pada</strong> ketidaka<strong>di</strong>lan <strong>pada</strong> <strong>perempuan</strong><br />

sementara laki-laki hanya memikirkan masalah<br />

ekonomi keluarga.<br />

Menurut Greer, adalah kesadaran bahwa kewajiban<br />

utama kaum <strong>perempuan</strong> bukanlah melulu<br />

terhadap suami ataupun anak-anaknya, tetapi terhadap<br />

<strong>di</strong>rinya sen<strong>di</strong>ri. Kaum <strong>perempuan</strong>, <strong>pada</strong> hematnya,<br />

haruslah membebaskan <strong>di</strong>ri mereka dari <strong>di</strong>skriminasi<br />

yang meluas dan mendalam <strong>di</strong> dalam s<strong>truk</strong>tur maupun<br />

cara berpikir masyarakat, serta membebaskan <strong>di</strong>ri dari<br />

tindakan sewenang-wenang serta penghinaan yang<br />

mereka alami setiap harinya. “Kaum <strong>perempuan</strong>”,<br />

demikian tulisnya, “… harus membebaskan <strong>di</strong>ri<br />

mereka dari dominasi laki-laki, membebaskan <strong>di</strong>ri<br />

mereka dari stereotipe yang <strong>di</strong>bentuk oleh lelaki, …<br />

yang melihat <strong>di</strong>ri mereka dari citra lelaki,… yang<br />

melihat tubuh, seksualitas, intelektualitas, emosi, dan

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!