Ebook Anak.Kecil Pemalu Gede Jangan Malu-Maluin
Ebook Anak.Kecil Pemalu Gede Jangan Malu-Maluin
Ebook Anak.Kecil Pemalu Gede Jangan Malu-Maluin
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
www.rajaebookgratis.com<br />
. <strong>Kecil</strong> <strong>Pemalu</strong>, <strong>Gede</strong> <strong>Jangan</strong> <strong>Malu</strong>-<strong>Malu</strong>in<br />
"Kenapa ya anak saya kok pemalu, sedangkan temantemannya<br />
begitu pemberani untuk tampil?" Jika Anda<br />
termasuk orangtua yang merindukan melihat anak-anak<br />
tampil memperlihatkan kebolehannya, simak tulisan ini,<br />
karena anak Anda hanya butuh sedikit penguatan.<br />
Tak sedikit orangtua penasaran, kenapa anaknya<br />
begitu pemalu sedangkan anak orang lain tidak. Setiap<br />
bertemu orang baru langsung menangis, minimal<br />
menyembunyikan wajahnya dan diam saja ketika ditanya.<br />
Sementara anak orang lain bahkan menjawab lancar apa<br />
pun yang ditanyakan kepada mereka, meski baru pertama<br />
kali bertemu.<br />
Kadang timbul pula rasa heran karena anaknya jauh<br />
berbeda dengan diri mereka sebagai orangtua. "Ibunya<br />
rame bapaknya ramah, kok anaknya pendiam dan malumalu,"<br />
komentar seperti itu kerap terdengar. "Mereka tak<br />
sendiri. Ada jutaan anak pemalu di dunia," ujar Ward K.<br />
Swallow, penulis buku The Shy Child. Dan tidak seperti<br />
masalah dalam perkembangan anak lainnya, sifat pemalu<br />
biasanya tidak sampai membuat orangtua cemas.<br />
Lebih-lebih di antara unsur atau kualitas yang tercakup<br />
dalam sifat pemalu, banyak yang dianggap positif.<br />
Misalnya pendiam (tidak cerewet), santun (hormat, tidak<br />
banyak tingkah), kalem, rendah hati (tidak suka
menonjolkan diri) dianggap sebagai sifat yang positif.<br />
Orangtua kadang tidak menganggapnya sebagai suatu<br />
masalah jika anaknya tergolong pemalu.<br />
Namun, Swallow mengingatkan supaya orangtua lebih<br />
seksama mencermati sifat pemalu ini. Sebab, jika anak<br />
tidak diajari mengatasi sifatnya itu, sampai dewasa akan<br />
tumbuh sebagai penyendiri. Saat bekerja dia akan memilih<br />
bagian yang dapat menjadi tempatnya "mengasingkan<br />
diri". Biasanya para pemalu ini bahkan menikah dengan<br />
orang pertama yang dapat bergaul dengannya. Yang lebih<br />
memprihatinkan, jika dibiarkan dengan sifat pemalunya itu,<br />
mereka dapat mengalami gangguan kecemasan dan<br />
depresi, kata Swallow.<br />
Campuran Emosi<br />
Menurut Hyson dan Trieste, pada dasarnya perasaan malu<br />
itu muncul sebagai campuran emosi (termasuk rasa takut<br />
dan tertarik), tegang dan senang. Biasanya orang yang<br />
merasa malu berbicara pelan, ragu-ragu atau berhentiberhenti,<br />
dan gemetaran. Pada anak yang lebih kecil<br />
ditandai dengan kegemaran mengisap jari, bertingkah<br />
malu-malu, berganti-ganti antara tersenyum dan merengut.<br />
Mengapa seorang anak menjadi pemalu sementara<br />
yang lain tidak? Hubungan sosial yang baru merupakan<br />
penyebab paling sering yang membuat anak merasa malu.<br />
Hal ini berkaitan dengan perubahan besar pada lingkungan<br />
sosial dan tekanan akibat kompetisi yang ketat di sekolah.<br />
Orangtua yang terlalu banyak mempertimbangkan apa<br />
yang mungkin dipikirkan orang lain tentang anaknya, dan<br />
memberikan otonomi (wewenang untuk mengatur diri
sendiri) kepada anaknya kelewat kecil, juga mendorong<br />
timbulnya perasaan malu pada anak.<br />
Sebagai contoh, mungkin tanpa sadar orangtua sering<br />
berkata,"Hush, malu, bicara jangan keras-keras, yang<br />
pelan saja!" Atau begini, "<strong>Malu</strong> dong kalau anak Mama<br />
ngga pinter." Sering juga terdengar perkataan seperti ini,<br />
"<strong>Malu</strong>, belum dandan sudah keluar rumah." Masih banyak<br />
lagi ucapan orangtua yang mampu menumbuhkan<br />
perasaan malu pada anak.<br />
Tidak Penting
www.rajaebookgratis.com<br />
Dalam analisis yang dilakukan terhadap ribuan<br />
kliennya, Bernardo Carducci dalam bukunya, The Shyness<br />
Breakthrough, menyebutkan pada umumnya anak menjadi<br />
malu karena merasa takut apa yang dibicarakannya tidak<br />
penting. Mereka jadi merasa tidak bebas untuk<br />
mengekspresikan diri.<br />
carducci, Direktur Shyness Research Institute, Indiana<br />
University di New Albany, AS, antara lain mengutip<br />
pernyataan salah satu mantan kliennya yang ketika kecil<br />
luar biasa pemalunya, sebagai berikut. "Saya tidak dapat<br />
mengekspresikan diri saya secara bebas, sehingga guru<br />
maupun teman sekelas seringkali salah mengerti tentang<br />
diri saya dengan menganggap perasaan malu saya<br />
sebagai tidak punya minat. Dalam banyak aktivitas sosial,<br />
saya tidak pernah menjadi bagian dari kelompok. Atau<br />
mungkin kelewat sensitif dan berpikir orang lain telah<br />
memperlakukan saya secara berbeda, karena saya<br />
merasa berbeda."<br />
Carducci mengingatkan, perasaan malu pada anakanak<br />
timbul bukan karena ia dilahirkan sebagai seorang<br />
pemalu, melainkan merupakan akibat atau bentukan<br />
lingkungannya. Ada kalanya orang menyebut sifat pemalu<br />
merupakan genetik, karena neneknya, ibunya, pamannya,<br />
dan banyak sanak familinya yang pemalu. Namun, itu tidak<br />
lebih dari sebuah kebiasaan atau nilai yang ditularkan
secara turun temurun.<br />
Jadi Masalah<br />
Kapan sifat pemalu dianggap sebagai masalah dan perlu<br />
penanganan khusus? Meskipun pemalu bukan sebuah<br />
kekurangan yang mendatangkan nista, anak dapat menuai<br />
kerugian akibat sifatnya itu.<br />
Pada umumnya anak pemalu dianggap sombong, tidak<br />
menyenangkan sebagai teman, membosankan (akibat<br />
suka menarik diri dari pergaulan), dan salah persepsi<br />
lainnya. Yang pasti ia akan kehilangan kesempatan untuk<br />
mengembangkan ketrampilan sosial karena dijauhi kawankawannya.<br />
Biasanya perasaan malu itu akan hilang dengan<br />
sendirinya jika anak belajar beradaptasi di lingkungan<br />
sosial yang lebih luas. Perlahan-lahan dari sedikit demi<br />
sedikit dibiasakan bergaul dengan orang asing atau teman<br />
baru akan membuat anak tumbuh rasa percaya dirinya.<br />
Orangtua hanya perlu melakukan tindakan lebih,<br />
misalnya membawanya berkonsultasi ke psikolog, jika<br />
anak memang kelewat terganggu dan terlalu tidak nyaman<br />
jika berada di antara orang lain. Sebab, jika dibiarkan,<br />
sampai dewasa dia akan tumbuh sebagai pribadi<br />
penyendiri, dan mengingkari kodratnya sebagai makhluk<br />
sosial. Kasihan 'kan?<br />
Lima Langkah Mengatasi Sifat <strong>Malu</strong>-<strong>Malu</strong><br />
Sebagai orangtua, Anda pasti ingin anak-anak tumbuh<br />
secara normal dan berkembang optimal. Berikut ini<br />
langkah-langkah yang disarankan Marion C. Hayson dan<br />
karen van Trieste dalam tulisan mereka berjudul The Shy
Child, yang dapat Anda pertimbangkan.<br />
1 . Kenali dan terima anak secara utuh. Caranya<br />
adalah dengan berusaha lebih sensitif terhadap apa yang<br />
menjadi minat anak dan bagaimana perasaannya.<br />
Maksudnya supaya hubungan dengan anak terbangun lebih<br />
baik, dan Anda dapat memperlihatkan bahwa Anda<br />
menghormatinya. Cara ini akan membuat anak lebih<br />
percaya diri dan berkurang sifat pemalunya.<br />
2. Bangun harga dirinya. Pada anak yang pemalu<br />
biasanya terdapat citra diri negatif,
www.rajaebookgratis.com<br />
dan merasa bahwa dirinya tidak dapat diterima oleh<br />
lingkungan. Yakinkan kepada anak untuk memperlihatkan<br />
keterampilan sosialnya. Bantu anak untuk dapat merasa<br />
aman. Bila perlu, pergunakan hal-hal yang dianggapnya<br />
menarik untuk memudahkannya melakukan interaksi<br />
sosial.<br />
3 . Rasa malu itu tidak selalu berarti buruk. Tidak<br />
semua anak merasa butuh untuk menjadi pusat perhatian.<br />
Beberapa unsur sifat malu, seperti sopan, rendah hati, dan<br />
pendiam bahkan dianggap sebagai hal yang positif. Oleh<br />
karena itu, sepanjang anak tak terlihat bahwa dia merasa<br />
kelewat tidak nyaman atau merasa sangat terganggu<br />
berada di antara orang lain, intervensi yang drastis dari<br />
orangtua tidak diperlukan. (Widya Saraswati)