01.05.2013 Views

Download dokumen lengkap - Pustaka

Download dokumen lengkap - Pustaka

Download dokumen lengkap - Pustaka

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

PERSILANGAN BUATAN PADA EMPAT VARIETAS KEDELAI<br />

Kedelai (Glycine max L.) merupakan salah satu komoditas<br />

pangan penting setelah padi karena banyak dibutuhkan<br />

untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri (Manurung<br />

1999). Sebagai sumber protein nabati yang rendah kolesterol,<br />

kedelai makin diminati sebagian besar masyarakat Indonesia<br />

(Marwoto 1999). Menurut Tjandramukti (2000), setiap tahun<br />

konsumsi kedelai Indonesia mencapai 2 juta ton, sedangkan<br />

produksi hanya 1,2 juta ton sehingga harus mengimpor 0,8<br />

juta ton. Pada tahun 2010 konsumsi kedelai Indonesia<br />

diperkirakan mencapai 2,8 juta ton, padahal produksi hanya<br />

1,3 juta ton sehingga terjadi kekurangan 1,5 juta ton.<br />

Dalam upaya meningkatkan produksi dan daya saing<br />

kedelai diperlukan varietas-varietas unggul kedelai yang<br />

berdaya hasil tinggi, mutu biji bagus, dan mempunyai daya<br />

adaptasi yang luas (Arsyad et al. 2004). Salah satu upaya<br />

untuk mendapatkan varietas unggul kedelai adalah melalui<br />

persilangan buatan.<br />

Bunga kedelai termasuk bunga sempurna, artinya dalam<br />

satu bunga terdapat alat kelamin jantan dan betina (Gambar<br />

1 dan 2). Bunga dapat melakukan penyerbukan sendiri, yaitu<br />

kepala putik diserbuki oleh tepung sari dari bunga yang sama.<br />

Penyerbukan terjadi sebelum bunga mekar sehingga disebut<br />

penyerbukan kleistogami (penyerbukan tertutup). Karena<br />

cara penyerbukannya tertutup, kemungkinan terjadinya<br />

persilangan alami kurang dari 0,5%. Akibatnya suatu varietas<br />

dapat dipertahankan kemurniannya hingga bertahun-tahun<br />

(Sumarno 1983).<br />

Persilangan buatan merupakan kegiatan persarian secara<br />

terarah, yaitu mempertemukan tepung sari dengan kepala<br />

putik. Persarian mencakup dua kegiatan, pertama membuang<br />

tepung sari pada bunga betina yang akan disilangkan<br />

(kastrasi atau pengebirian), dan kedua mengambil tepung sari<br />

dari bunga jantan untuk dipertemukan dengan kepala putik<br />

pada bunga yang telah dikastrasi. Tujuan persilangan buatan<br />

adalah untuk memperoleh gabungan gen yang baik dari<br />

induk yang disilangkan, dan pada akhirnya akan diperoleh<br />

kedelai yang berdaya hasil tinggi, mutu biji baik, dan<br />

mempunyai daya adaptasi yang luas.<br />

1 Teknisi Litkayasa Pelaksana Lanjutan pada Balai Besar Penelitian dan<br />

Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian,<br />

Jalan Tentara Pelajar No. 3A Bogor, Telp.(0251) 338820-337975<br />

Kartono 1<br />

(1) Mahkota bunga (2) Bunga jantan (3) Bunga betina<br />

a = Daun kelopak a = Benang sari tunggal a = Bakal buah<br />

b = Lunas b = Sembilan benang sari b = Tangkai putik<br />

c = Sayap membentuk tabung c = Kepala putik<br />

d = Tenda d = Bakal biji<br />

Gambar l. Bagian-bagian bunga kedelai (Sumarno 1983)<br />

Gambar 2. Posisi benang sari terhadap kepala putik; pada waktu<br />

bunga masih kuncup kepala sari lebih rendah dari kepala<br />

putik (kiri) dan ketika bunga hampir mekar kepala sari<br />

sama tinggi dan menempel pada kepala putik (kanan)<br />

(Sumarno 1983)<br />

BAHAN DAN METODE<br />

Kegiatan dilaksanakan di kurung kawat Balai Besar Penelitian<br />

dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya<br />

Genetik Pertanian (BB Biogen), Bogor pada bulan Juni sampai<br />

Desember 2004. Bahan yang digunakan adalah pot, tanah<br />

lapisan olah yang telah digemburkan, pupuk anorganik<br />

(urea, TSP, dan KCI), pupuk kandang (kotoran kambing),<br />

benih kedelai varietas Slamet, Pangrango, Godek, dan<br />

Ceneng, insektisida (deltrametrin 25 g/1 dan karbofuran 3%),<br />

karung plastik, benang jahit, label, dan kantong kertas. Alat<br />

yang digunakan adalah pinset, gunting, alat penyiram<br />

(emrat), cangkul, kored, penyemprot, dan alat tulis.<br />

Buletin Teknik Pertanian Vol. 10. Nomor 2, 2005 49


Bahan tetua betina dan jantan yang dipilih masingmasing<br />

mempunyai keunggulan (Tabel 1). Dari hasil persilangan<br />

tersebut diharapkan dapat diperoleh galur baru yang<br />

mempunyai daya hasil lebih tinggi dan cocok untuk tanah<br />

masam. Hasil persilangan F1 akan ditanam di KP Cikeumeuh,<br />

Bogor, dan hasilnya akan diseleksi pada F6 secara pedigree.<br />

Metode persilangan menggunakan single cross (persilangan<br />

tunggal), yaitu persilangan antara satu tetua jantan<br />

dengan satu tetua betina. Empat tetua yang disilangkan<br />

saling dipertemukan sehingga terdapat 12 seri persilangan,<br />

yaitu (1) Godek x Ceneng, (2) Godek x Slamet, (3) Godek x<br />

Pangrango, (4) Ceneng x Godek, (5) Ceneng x Slamet, (6)<br />

Ceneng x Pangrango, (7) Pangrango x Godek, (8) Pangrango x<br />

Ceneng, (9) Pangrango x Slamet, (10) Slamet x Godek, (11)<br />

Slamet x Ceneng, dan (12) Slamet x Pangrango. Persilangan<br />

terdiri atas beberapa tahap, yaitu pengisian pot, penanaman,<br />

pemupukan, pemeliharaan, penyilangan, dan pemanenan.<br />

Pengisian Pot<br />

Tanah lapisan olah terlebih dahulu digemburkan dan dibersihkan<br />

dari kotoran atau gulma, kemudian dicampur<br />

dengan pupuk kandang kambing dengan perbandingan 5:1<br />

dan diaduk rata. Selanjutnya tanah dimasukkan ke dalam pot<br />

yang volumenya 10 1. Setiap seri persilangan untuk tetua<br />

jantan dan betina menggunakan 10 pot sehingga perlu<br />

disediakan 240 pot.<br />

Penanaman<br />

Setiap pot dibuat dua lubang tanam lalu benih ditanam dua<br />

butir tiap lubang. Lubang yang sudah ada benihnya lalu<br />

Tabel 1. Keunggulan varietas/kultivar kedelai tetua persilangan<br />

buatan di BB-Biogen, 2004<br />

Varietas/<br />

Sifat/karakteristik<br />

kultivar<br />

Slamet Warna biji kuning, jumlah polong/tanaman banyak<br />

(>50 polong), potensi hasil 2,0 t/ha, agak tahan<br />

penyakit karat daun, dan cocok untuk tanah masam<br />

Pangrango Warna biji kuning, jumlah polong/tanaman banyak<br />

(>50 polong), potensi hasil 2,2 t/ha, agak tahan<br />

penyakit karat daun, dan cocok untuk tanah masam<br />

Godek Warna biji kuning kehijauan, jumlah polong tanaman<br />

banyak (>50 polong), potensi hasil 2,0 t/ha, agak<br />

tahan penyakit karat daun, dan cocok untuk tanah<br />

masam<br />

Ceneng Warna biji hitam, jumlah polong/tanaman banyak<br />

(>50 polong), potensi hasil 2,0 t/ha, agak tahan<br />

penyakit karat daun, dan cocok untuk tanah masam<br />

ditaburi 5-7 butir karbofuran 3% kemudian ditutup dengan<br />

tanah halus.<br />

Pemupukan<br />

Setiap pot dipupuk urea 3 g, TSP 5 g, dan KCl 5 g. Pemupukan<br />

dilakukan bersamaan pada waktu tanam dengan cara ditugal<br />

di antara lubang tanam.<br />

Pemeliharaan<br />

Pemeliharaan tanaman meliputi penjarangan, penyiangan,<br />

penyiraman, dan pengendalian hama-penyakit. Penjarangan<br />

dilakukan pada umur 15 hari setelah tanam (HST) dengan<br />

cara mempertahankan dua tanaman terbaik pada setiap pot.<br />

Penyiangan dilakukan pada umur 25 dan 55 HST. Penyiraman<br />

dilakukan setiap dua hari sekali apabila tidak ada hujan.<br />

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan penyemprotan<br />

secara berkala setiap dua minggu sekali menggunakan<br />

insektisida deltametrin dengan konsentrasi 2 cc/l.<br />

Penyilangan<br />

Penyilangan dilakukan setelah tanaman mulai berbunga,<br />

yaitu pada umur 35 HST. Penyilangan diawali dengan melakukan<br />

kastrasi (pengebirian) pada bunga betina yang belum<br />

mekar dan diperkirakan belum terjadi penyerbukan. Bunga<br />

dipegang antara telunjuk dan ibu jari tangan kiri, kemudian<br />

mahkota bunga dibuka dengan menggunakan pinset sehingga<br />

tampak kepala putik yang dikelilingi benang sari.<br />

Selanjutnya, tangkai sari dibuang sampai bersih sehingga<br />

pada bunga tersebut hanya tertinggal kepala putik.<br />

Bunga yang paling tepat untuk disilangkan adalah<br />

kuncup yang masih terbungkus kelopak, tetapi pada bagian<br />

ujungnya telah tampak mahkota bunga dengan panjang<br />

kurang lebih 0,5 mm. Kuncup bunga yang muncul pada lima<br />

hari pertama umumnya lebih baik untuk disilangkan karena<br />

ukurannya lebih besar dibanding bunga yang muncul pada<br />

tahap akhir pembungaan. Bunga pada batang utama juga<br />

lebih baik daripada bunga pada cabang.<br />

Setelah bunga tetua betina dikastrasi segera dilakukan<br />

persarian. Tepung sari dari tetua jantan yang baru mekar dan<br />

masih segar diambil menggunakan pinset kemudian ditempelkan<br />

pada kepala putik pada bunga tetua betina. Bunga<br />

yang telah dilakukan persarian diberi tanda dengan benang<br />

yang diikatkan pada tangkai bunga serta diberi label seri<br />

persilangan dan tanggal persilangan agar polong hasil<br />

persilangan dapat diketahui dengan mudah.<br />

50 Buletin Teknik Pertanian Vol. 10. Nomor 2, 2005


Penyilangan dilakukan pada pukul 07.00-11.00. Tanaman<br />

yang telah dilakukan persarian diletakkan di tempat yang<br />

teduh atau tidak terkena sinar matahari langsung. Apabila<br />

persarian dilakukan terlalu siang, tepung sari mudah mengering<br />

dan sukar menempel pada kepala putik. Persilangan<br />

dilakukan setiap hari selama dua minggu. Karena sebagian<br />

bunga yang disilangkan akan gugur sehingga persilangan<br />

gagal, bunga yang disilangkan harus cukup banyak.<br />

Pemanenan<br />

Polong dipanen bila daun telah rontok dan polong kering<br />

atau berwarna coklat (Hidayat et al. 2000). Panen dilakukan<br />

pada pagi hari saat cuaca cerah dengan cara memotong<br />

bagian pangkal batang menggunakan gunting setek. Polong<br />

yang ada tanda benangnya (hasil persilangan) dipetik dengan<br />

tangan, dipisahkan dari polong yang tidak disilangkan,<br />

dihitung jumlahnya dan dicatat, lalu dimasukkan ke dalam<br />

kantong kertas yang telah disiapkan. Setelah kering polong<br />

dipecahkan dengan tangan dan bijinya dijemur hingga kadar<br />

air 10%. Selanjutnya benih disimpan dan siap untuk ditanam<br />

sebagai keturunan pertama (F1).<br />

HASIL DAN PEMBAHASAN<br />

Data hasil persilangan buatan pada tanaman kedelai disajikan<br />

pada Tabel 2. Jumlah bunga yang disilangkan dari setiap seri<br />

persilangan bervariasi, terbanyak pada persilangan Godek x<br />

Slamet (175 bunga) dan paling sedikit pada persilangan<br />

Ceneng x Godek (105 bunga). Jumlah bunga yang disilangkan<br />

seluruhnya mencapai 1.559 bunga dengan rata-rata 129,9<br />

bunga tiap seri persilangan.<br />

Tabel 2. Hasil persilangan buatan kedelai di kurung kawat BB-<br />

Biogen, Bogor tahun 2004<br />

Seri persilangan Jumlah bunga Jumlah Persentase Jumlah<br />

disilangkan polong biji<br />

Godek x Ceneng 131 4 7 35,9 87<br />

Godek x Slamet 175 5 4 30,9 106<br />

Godek x Pangrango 143 8 4 58,7 160<br />

Ceneng x Godek 105 4 6 43,8 81<br />

Ceneng x Slamet 114 5 1 44,7 92<br />

Ceneng x Pangrango 111 4 7 42,3 81<br />

Pangrango x Godek 114 3 9 34,2 77<br />

Pangrango x Ceneng 114 5 1 44,7 96<br />

Pangrango x Slamet 123 1 9 15,4 43<br />

Slamet x Godek 152 2 3 15,1 49<br />

Slamet x Ceneng 149 3 9 26,2 72<br />

Slamet x Pangrango 128 4 5 35,2 84<br />

Jumlah 1.559 545 427,1 1.028<br />

Rata-rata 129,9 45,4 30,6 85,7<br />

Persilangan Godek x Slamet mempunyai jumlah bunga<br />

yang disilangkan lebih banyak karena jumlah bunga pada<br />

tanaman induk Godek dan Slamet juga banyak. Persilangan<br />

Ceneng x Godek mempunyai jumlah bunga yang disilangkan<br />

paling sedikit karena umur berbunga kedua varietas tersebut<br />

berbeda.<br />

Jumlah polong dari dua belas seri persilangan adalah 545<br />

polong dengan rata-rata 45,4 polong tiap seri persilangan.<br />

Jumlah polong terbanyak terdapat pada persilangan Godek<br />

x Pangrango (84 polong) dan paling sedikit pada Pangrango<br />

x Slamet (19 polong). Persentase jumlah polong tertinggi<br />

diperoleh dari persilangan Godeg x Pangrango (58,7%) dan<br />

terendah dari Slamet x Godek (15,1%). Jumlah biji terbanyak<br />

diperoleh dari persilangan Godek x Pangrango (160 biji) dan<br />

terendah dari Pangrango x Slamet (43 biji). Hasil persilangan<br />

buatan pada tanaman kedelai dipengaruhi oleh beberapa<br />

faktor yaitu tempat dan waktu pelaksanaan persilangan,<br />

pemeliharaan tanaman sejak tanam sampai panen, pemrosesan<br />

hasil, dan keterampilan pemulia.<br />

KESIMPULAN DAN SARAN<br />

Dua belas seri persilangan buatan tanaman kedelai menghasilkan<br />

1.028 biji F1 yang siap ditanam pada pengujian lebih<br />

lanjut. Persilangan Godek x Pangrango mempunyai tingkat<br />

keberhasilan paling tinggi yaitu 58,7% dan menghasilkan<br />

jumlah biji paling banyak yaitu 160 biji. Dari benih tersebut<br />

diharapkan dapat diperoleh varietas-varietas unggul baru<br />

yang berdaya hasil tinggi, mutu biji baik, dan mempunyai<br />

daya adaptasi yang luas.<br />

Agar diperoleh hasil yang baik, persilangan sebaiknya<br />

dilaksanakan di rumah kaca dengan pengawasan dan perlindungan<br />

tanaman yang intensif. Benih kedelai F1 hasil<br />

persilangan ini agar segera dilakukan pengujian lebih lanjut.<br />

DAFTAR PUSTAKA<br />

Arsyad, D.M., M.M. Adie, A. Nur, Purwantoro, N. Saleh, dan T.<br />

Sanbuichi. 2004. Seleksi galur-galur F5, F6, dan F7 kedelai<br />

berbiji besar di lahan sawah. hlm. 231-249. Dalam A.<br />

Winarno, T. Fitriyanto, dan B.S. Kuncoro. Teknologi Inovasi<br />

Agribisnis Kacang-kacangan dan Ubi-ubian untuk Mendukung<br />

Ketahanan Pangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan<br />

Tanaman Pangan, Bogor.<br />

Hidayat, J.R., Harnoto, M. Mahmud, dan Sumarno. 2000.<br />

Teknologi Produksi Benih Kedelai. Pusat Penelitian dan<br />

Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. hlm. 2930.<br />

Manurung, R.H. 1999. Program pencapaian swasembada kedelai<br />

2001 (Gema Palagung 2001). hlm. 37-47. Dalam N. Sunarlin,<br />

Buletin Teknik Pertanian Vol. 10. Nomor 2, 2005 51


D. Pasaribu, dan Sunihardi. Strategi Pengembangan Produksi<br />

Kedelai. Prosiding Lokakarya Pengembangan Produksi Kedelai.<br />

Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.<br />

Marwoto. 1999. Rakitan teknologi PHT pada tanaman kedelai.<br />

hlm. 6791. Dalam N. Sunarlin, D. Pasaribu, dan Sunihardi.<br />

Strategi Pengembangan Produksi Kedelai. Prosiding Lokakarya<br />

Pengembangan Produksi Kedelai. Pusat Penelitian dan<br />

Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.<br />

Sumarno. 1983. Teknik Pemuliaan Kedelai. Pusat Penelitian dan<br />

Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. hlm. 263-294.<br />

Tjandramukti. 2000. Teknologi produksi kedelai berdasarkan<br />

kebutuhan ideal tanaman di daerah tropis. hlm. 1-4. Dalam A.<br />

Winarno, T. Fitriyanto, dan B.S. Kuncoro. Pengelolaan<br />

Sumberdaya Lahan dan Hayati pada Tanaman Kacangkacangan<br />

dan Ubi-ubian. Pusat Penelitian dan Pengembangan<br />

Tanaman Pangan, Bogor.<br />

52 Buletin Teknik Pertanian Vol. 10. Nomor 2, 2005

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!