04.05.2013 Views

klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

1.1 Latar Belakang<br />

BAB I<br />

PENDAHULUAN<br />

Setiap <strong>bahasa</strong> yang ada di dunia ini memiliki sifat atau ciri masing-masing<br />

disamping ciri yang dimiliki secara universal. Ciri-ciri yang universal berarti bahwa<br />

ada ciri-ciri yang sama yang dimiliki oleh setiap <strong>bahasa</strong> yang ada di dunia ini. Ciri<br />

yang sama merupakan unsur-unsur <strong>bahasa</strong> yang paling umum, yang bisa dikaitkan<br />

dengan ciri-ciri atau sifat-sifat <strong>bahasa</strong> lain. Bahasa Jepang (disingkat BJ) secara<br />

umum memiliki beberapa karakteristik yang menjadi ciri pembeda dengan <strong>bahasa</strong>-<br />

<strong>bahasa</strong> yang lain. Adapun ciri-ciri tersebut adalah (1) <strong>bahasa</strong> Jepang menganut sistem<br />

MD. Dalam <strong>bahasa</strong> Jepang kata yang menerangkan terletak di depan kata yang<br />

diterangkan; (2) kata benda dalam <strong>bahasa</strong> <strong>jepang</strong> pada umumnya tidak mempunyai<br />

bentuk jamak. Kalau penutur menunjuk pada satu televisi (terebi) akan sama dengan<br />

menunjuk pada televisi yang lebih dari satu. Biasanya untuk membedakan televisi<br />

yang banyak penutur mengucapkan kalimat percakapan selanjutnya, seperti televisi<br />

yang mana atau televisi yang seperti apa; (3) terdapat perubahan bentuk dari <strong>verba</strong>,<br />

adjektiva maupun kopula. Adjektiva dalam <strong>bahasa</strong> Jepang dibagi menjadi dua, yaitu<br />

adjektiva „na‟ <strong>dan</strong> „i‟. Dalam waktu <strong>dan</strong> kondisi yang berbeda <strong>verba</strong>, kopula,<br />

adjektiva akan mengalami perubahan; (4) predikat terletak pada akhir kalimat; (5)<br />

dalam <strong>bahasa</strong> Jepang terdapat bentuk biasa <strong>dan</strong> bentuk sopan. Kedua bentuk tersebut<br />

berbeda penggunaannya, bentuk sopan dipakai ketika seseorang berbicara dengan<br />

1


atasan atau orang yang lebih dihormati, se<strong>dan</strong>gkan bentuk biasa digunakan dalam<br />

pembicaraan kepada teman atau kepada bawahan, <strong>dan</strong> (6) secara sintaktis <strong>bahasa</strong><br />

Jepang memiliki sistem pemarkah <strong>dan</strong> strukturnya berpola S-O-V dengan pemarkah<br />

partikel, wa, ga, ni, e, wo, de yang menunjukkan hubungan <strong>dan</strong> fungsi gramatikal<br />

dalam kalimat. Dalam membangun sebuah kalimat, <strong>verba</strong> sebagai inti proposisi<br />

dengan kasus-kasus yang menyertainya, ditandai oleh pemarkah yang berupa partikel.<br />

Partikel tidak memiliki makna leksikal, tetapi makna gramatikal.<br />

Berkaitan dengan butir keenam di atas, kaum semantik generatif mengatakan<br />

bahwa struktur semantik <strong>dan</strong> struktur sintaktis bersifat homogen <strong>dan</strong> untuk<br />

menghubungkan kedua struktur itu cukup kaidah transformasi saja. Menurut kaum<br />

semantik generatif, sudah seharusnya semantik <strong>dan</strong> sintaktis diselidiki bersama-sama<br />

sekaligus karena keduanya adalah satu. Struktur semantik itu serupa dengan struktur<br />

logika, yaitu berupa ikatan tidak berkala antara predikat dengan se<strong>peran</strong>gkat <strong>argumen</strong><br />

dalam suatu proposisi (dikutip dari Chaer, 1994: 368--369; 2002: 18--19). Sintaktis<br />

memiliki tataran bawahan yang disebut fungsi gramatikal, kategori gramatikal, <strong>dan</strong><br />

<strong>peran</strong> gramatikal. Fungsi gramatikal berupa ”kotak-kotak kosong” yang diberi nama<br />

subjek (S), predikat (P), objek (O), <strong>dan</strong> keterangan (K), sebenarnya tidak ada<br />

maksudnya sebab semuanya cuma kotak atau tempat yang kosong. Yang memiliki<br />

makna adalah pengisi kotak-kotak itu yang disebut kategori gramatikal seperti<br />

nomina, <strong>verba</strong>, atau ajektiva. Kategori-kategori ini yang sesungguhnya sudah<br />

memiliki makna leksikal, <strong>dan</strong> sebagai pengisi kotak-kotak itu memiliki <strong>peran</strong><br />

gramatikal seperti <strong>peran</strong> agentif, pasien, objek, benefaktif, lokatif, instrumental, <strong>dan</strong><br />

2


sebagainya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa secara sintaktis <strong>verba</strong> sebagai<br />

predikat mempunyai <strong>peran</strong>an yang utama dalam membentuk sebuah struktur kalimat<br />

yang berterima, se<strong>dan</strong>gkan secara <strong>semantis</strong> <strong>verba</strong>lah yang menentukkan ciri-ciri<br />

<strong>semantis</strong> dari setiap <strong>argumen</strong> yang diperlukannya. Begitu juga halnya dalam <strong>bahasa</strong><br />

Jepang, <strong>verba</strong> mempunyai <strong>peran</strong>an yang sangat penting dalam membentuk sebuah<br />

kalimat, karena keseluruhan makna kalimat tersebut melekat pada makna <strong>verba</strong>nya,<br />

makna nomina ataupun segala sesuatu yang ber<strong>peran</strong> sebagai <strong>argumen</strong> harus<br />

bersesuaian dengan makna <strong>verba</strong>nya.<br />

Verba BJ mempunyai karakteristik tersendiri yang membedakannya dengan<br />

<strong>verba</strong> <strong>bahasa</strong> yang lain. Berdasarkan bentuknya, <strong>verba</strong> BJ dapat dibedakan menjadi<br />

dua macam bentuk, yakni (1) <strong>verba</strong> dasar atau <strong>verba</strong> asal yaitu <strong>verba</strong> yang dapat<br />

berdiri sendiri tanpa afiks, dalam BJ disebut 自立動詞 jiritsu doushi, <strong>dan</strong> biasanya<br />

berbentuk monomorfemis. Verba semacam ini terutama berasal dari <strong>verba</strong> BJ asli 和<br />

語動詞 wagodoushi misalnya, 見 miru „melihat‟, 寝る neru „tidur‟, 働くhataraku<br />

„bekerja‟. Kemudian (2), <strong>verba</strong> turunan atau dalam BJ disebut 派生動詞 haseidoushi,<br />

adalah <strong>verba</strong> yang dasarnya adalah dasar bebas atau terikat tetapi memerlukan afiks<br />

supaya dapat berfungsi sebagai <strong>verba</strong> secara sintaksis dalam BJ. Misalnya, <strong>verba</strong><br />

dasar 食べる taberu „makan‟ jika dilekati sufiks ~saseru akan menjadi <strong>verba</strong> kausatif<br />

yaitu 食べさせる tabesaseru, „membuat (seseorang/sesuatu) menjadi makan (O)‟,<br />

<strong>verba</strong> dasar 進める susumeru dibubuhi prefiks 押しoshi menjadi 押し進める<br />

oshisusumeru „mendorong‟, <strong>verba</strong> dasar 飲む nomu „minum‟ dibubuhi sufiks ~areru<br />

3


menjadi 飲まれる nomareru „diminum‟. (Muraki, 1996: 27 <strong>dan</strong> 41). Se<strong>dan</strong>gkan<br />

menurut Masuoka <strong>dan</strong> Takubo (1989: 15), <strong>verba</strong> dalam <strong>bahasa</strong> Jepang dapat<br />

dibedakan berdasarkan fonem akhirnya ketika harus berkonjugasi ke dalam bentuk<br />

lain. Berdasarkan pembagian tersebut <strong>verba</strong> <strong>bahasa</strong> Jepang dapat dikelompokkan atas<br />

tiga kelompok, yaitu: pertama 子音動詞 shiin doushi (<strong>verba</strong> konsonan), adalah akar<br />

<strong>verba</strong> yang memiliki fonem yang berakhiran konsonan /s/, /k/, /g/, /m/, /n/, /b/, /t/, /r/,<br />

<strong>dan</strong> /w/ yang bersifat prakategorial <strong>dan</strong> bila dibubuhi /u/ akan menjadi <strong>verba</strong> pangkal<br />

(Vp). Contohnya, [ akar Vp glos nom + /u/ nomu „minum‟, kak + /u/ kaku „tulis‟, sin<br />

+ /u/ sinu „mati‟]. Verba jenis ini selanjutnya disebut <strong>verba</strong> golongan I (五段動詞<br />

/go<strong>dan</strong>doushi). Kedua, 母音動詞 boin doushi (<strong>verba</strong> vokal), yaitu akar <strong>verba</strong> yang<br />

memiliki fonem yang berakhiran vokal /e/ misalnya tabe <strong>dan</strong> vokal /i/ misalnya oki,<br />

yang bersifat prakategorial <strong>dan</strong> bila dibubuhi ~ru akan berubah menjadi <strong>verba</strong><br />

pangkal (Vp). Contohnya, [akar Vp glos [tabe + /ru/ taberu „makan‟ oki + /ru/ okiru<br />

„bangun‟]. Verba jenis ini selanjutnya disebut <strong>verba</strong> golongan II ( 一段動詞<br />

/ichi<strong>dan</strong>doushi). Ketiga, selain <strong>verba</strong> golongan I <strong>dan</strong> II, ada pula <strong>verba</strong> golongan III<br />

yang hanya terdiri dari dua <strong>verba</strong> yaitu, kuru „datang‟, <strong>dan</strong> suru ‟melakukan‟ yang<br />

berkonjugasi tidak teratur tidak seperti <strong>verba</strong> golongan I (五段動詞/go<strong>dan</strong>doushi),<br />

<strong>dan</strong> golongan II (一段動詞/ichi<strong>dan</strong>doushi), oleh karena itu disebut irregular verb (カ<br />

変動詞/kahendoushi、サ変動詞/sahendoushi).<br />

4


Masuoka (1989: 13) <strong>dan</strong> Muraki (1996: 16) mengemukakan bahwa <strong>verba</strong><br />

dalam <strong>bahasa</strong> Jepang berfungsi utama sebagai predikat selain dapat juga berfungsi<br />

lain, seperti contoh berikut ini:<br />

1. 田中 が 手紙 を 書く。<br />

Tanaka ga tegami wo kaku.<br />

Tanaka Part surat Part menulis<br />

„Tanaka menulis surat.‟<br />

2. 手紙 を 書く 人 は 田中 です。<br />

Tegami wo kaku hito wa Tanaka desu.<br />

surat Part menulis orang Part Tanaka adalah<br />

„Orang yang menulis surat itu (adalah) Tanaka‟.<br />

3. 田中 は 太郎 が 書いた 手紙 を やぶれました。<br />

Tanaka wa Taro ga kaita tegami wo yaburemashita.<br />

Tanaka Part Taro Part menulis surat Part menyobek<br />

„Tanaka menyobek surat yang ditulis Taro‟.<br />

Verba 書くkaku „menulis‟ pada kalimat (1), berfungsi sebagai predikat,<br />

karena <strong>verba</strong> tersebut berposisi di belakang <strong>argumen</strong> (objek/subjek), se<strong>dan</strong>gkan <strong>verba</strong><br />

kaku „menulis‟ pada kalimat (2), <strong>dan</strong> <strong>verba</strong> kaita pada kalimat (3), tidak berfungsi<br />

sebagai predikat melainkan sebagai pewatas nomina (PN) karena <strong>verba</strong> tersebut<br />

berposisi di depan nomina. Fungsi ini berlaku untuk seluruh jenis <strong>verba</strong> dasar dalam<br />

<strong>bahasa</strong> Jepang, termasuk <strong>verba</strong> dasar yang telah bergabung dengan sebuah konstruksi<br />

kalimat seperti konstruksi kausatif (shieki), pasif (ukemi), <strong>dan</strong> sebagainya. Secara<br />

fungsional, <strong>verba</strong> sebagai predikat berkaitan dengan kala <strong>dan</strong> aspek. Kala <strong>dan</strong> aspek<br />

dalam <strong>bahasa</strong> Jepang merupakan hal yang sulit untuk dipilah-pilah, karena<br />

5


diekspresikan dengan ungkapan yang bentuknya sama. Kedua-duanya berhubungan<br />

dengan perbuatan atau kejadian lampau atau selesai, se<strong>dan</strong>g atau masih berlangsung,<br />

<strong>dan</strong> akan atau belum dilakukan yang kebanyakan diekspresikan dengan <strong>verba</strong> bentuk<br />

~TE IRU atau ~TA. Kala <strong>dan</strong> aspek dalam <strong>bahasa</strong> Jepang dinyatakan secara<br />

gramatikal dengan perubahan bentuk <strong>verba</strong> dalam suatu kalimat. Untuk menyatakan<br />

kala lampau-sekarang-mendatang 「 過 去 ・ 現 在 ・ 未 来 ’kako-genzai-mirai‟ 」 ,<br />

hanya digunakan dua bentuk <strong>verba</strong> saja, yaitu bentuk akan <strong>dan</strong> bentuk lampau. Verba<br />

bentuk lampau di dalamnya mencakup bentuk halus, yakni bentuk ~MASHITA <strong>dan</strong><br />

~MASENDESHITA; <strong>verba</strong> bentuk biasa, yakni bentuk ~TA <strong>dan</strong> ~NAKATTA. Verba<br />

bentuk akan di dalamnya mencakup bentuk kamus (~RU), ~NAI, <strong>dan</strong> bentuk halusnya<br />

seperti bentuk ~MASU <strong>dan</strong> ~MASEN, bahkan bentuk ~TE IRU pun termasuk ke<br />

dalam kategori ini. Jadi, berdasarkan pada bentuk <strong>verba</strong>nya, kala dalam <strong>bahasa</strong><br />

Jepang hanya ada dua macam, yaitu kala lampau 「過去‟kako‟」<strong>dan</strong> kala bukan<br />

lampau 「非過去‟hikako‟」. Bentuk kala dalam <strong>verba</strong> <strong>bahasa</strong> Jepang, bisa ditemui<br />

ketika <strong>verba</strong> tersebut digunakan sebagai predikat dalam induk kalimat atau dalam<br />

kalimat tunggal 「主文‟shubun‟」<strong>dan</strong> dalam anak kalimat「従属節‟juuzokusetsu‟」.<br />

Pada umumnya, <strong>verba</strong> bentuk ~MASU (~RU) digunakan untuk menyatakan kala<br />

mendatang (akan), <strong>verba</strong> bentuk ~MASHITA (~TA) digunakan untuk menyatakan kala<br />

lampau, <strong>dan</strong> <strong>verba</strong> bentuk ~TE IRU digunakan untuk menyatakan kala se<strong>dan</strong>g (kini).<br />

Selain dari segi bentuk <strong>dan</strong> fungsinya, <strong>verba</strong> <strong>bahasa</strong> Jepang pun dapat dipilah<br />

berdasarkan makna aspektual inheren <strong>verba</strong> yang digabungkan dengan kontruksi て<br />

6


いる/でいる(te/deiru). Namun, pemilahan <strong>verba</strong> BJ berdasarkan kontruksi ている/<br />

で い る (te/deiru) terka<strong>dan</strong>g menghasilkan makna yang ambigu dalam<br />

menginterpretasi makna <strong>verba</strong> tersebut, terutama dalam meng<strong>klasifikasi</strong>kan apakah<br />

<strong>verba</strong> tersebut menyatakan keadaan ataukah proses. Seperti yang tergambar pada<br />

contoh kalimat berikut:<br />

4. 田中先生 は 今学期 本 を 書いている。<br />

Tanakasensei wa kongakki hon wo kaiteiru.<br />

Pak Tanaka Part semester ini buku Part menulis<br />

„Pak Tanaka se<strong>dan</strong>g menulis buku di semester ini‟.<br />

5. 田中先生 は もう 本 を 五冊 も 書いている。<br />

Tanakasensei wa mou hon wo gosatsu mo kaiteiru.<br />

Pak Tanaka Part telah buku Part lima buah Part menulis<br />

„Pak Tanaka telah menulis lima buah buku‟.<br />

Frasa Verba hon wo kaku „menulis buku‟ yang dalam kalimat tersebut dalam<br />

konstruksi kaiteiru, itu sendiri dapat menghasilkan makna yang ambigu, antara<br />

makna progressive <strong>dan</strong> perfectinterpretation. Pada kalimat (4) terdapat kata kongakki<br />

yang bermakna „semester ini‟, sehingga makna kalimat tersebut dapat<br />

diinterpretasikan menjadi suatu keadaan yang se<strong>dan</strong>g terjadi atau dilakukan (on-going<br />

event/progressive). Sementara kalimat (5) dapat diinterpretasikan menjadi suatu<br />

keadaan yang telah terjadi (some event has already happened = perfect<br />

interpretation). Perbedaan interpretasi ini diakibatkan karena konstruksi te/deiru<br />

berinteraksi dengan unsur-unsur lain dalam frasa <strong>verba</strong>/<strong>verba</strong> phrase.<br />

7


Peng<strong>klasifikasi</strong>an <strong>verba</strong> BJ berdasarkan kontruksi te/deiru menimbulkan<br />

makna yang ambigu, seperti contoh kalimat (4-5) di atas. Untuk memperoleh<br />

gambaran yang jelas dalam mengkalsifikasikan <strong>verba</strong> BJ tentu tidak cukup apabila<br />

hanya memakai kontruksi te/deiru. Oleh karena itu, maka dalam penelitian ini<br />

peng<strong>klasifikasi</strong>an <strong>verba</strong> BJ dilakukan berdasrkan analisis te/deiru <strong>dan</strong> juga analisis<br />

komponen <strong>semantis</strong>. Setelah <strong>verba</strong> BJ di<strong>klasifikasi</strong>kan, selanjutnya dianalisis <strong>peran</strong><br />

<strong>semantis</strong> <strong>argumen</strong>-<strong>argumen</strong> yang diperlukannya dalam membangun sebuah proposisi<br />

atau kalimat.<br />

Verba <strong>bahasa</strong> Jepang sebagai inti proposisi secara <strong>semantis</strong> membutuhkan<br />

nomina sebagai <strong>argumen</strong> yang diberi <strong>peran</strong> khusus dalam membangun klausa yang<br />

berterima. Hubungan <strong>verba</strong> sebagai inti proposisi dengan <strong>argumen</strong> dapat dijelaskan,<br />

seperti contoh kalimat berikut:<br />

6. 洗濯物 が 乾きました。<br />

Sentakumono ga kawakimashita.<br />

cucian Part mengering<br />

„Cucian itu mengering‟.<br />

7.田中さん は 木村さん を なぐった。<br />

Tanakas-an wa Kimura-san wo nagutta.<br />

Tanaka Part Kimura Part memukul<br />

„Tanaka memukul Kimura‟.<br />

8. 富士山 が 聳えている。<br />

Fujisan ga sobiete imasu.<br />

gunung Puji Part menjulang tinggi<br />

„Gunung Fuji itu menjulang tinggi‟.<br />

8


Verba kawakimashita „mengering‟ pada kalimat (6) secara <strong>semantis</strong> memiliki<br />

satu <strong>argumen</strong> inti, yaitu sentakumono yang ber<strong>peran</strong> sebagai entitas yang mengalami<br />

perubahan dari suatu keadaan tertentu menjadi keadaan yang lain. sentakumono<br />

„cucian‟ memiliki ciri benda, ciri basah, <strong>dan</strong> ciri kering. Verba kawakimashita pada<br />

kalimat (6) di atas, memiliki ciri makna proses, yaitu dari sesuatu benda yang basah<br />

menjadi sesuatu benda yang kering. Proses perubahan keadaan yang dialami nomina<br />

secara implisit ada yang menjadi efektor yaitu, matahari <strong>dan</strong> angin, tetapi tidak<br />

dinyatakan dalam struktur lahir. Verba kawakimashita pada kalimat (6) tersebut,<br />

termasuk <strong>verba</strong> intransitif dalam <strong>bahasa</strong> Jepang. Verba intransitif dalam <strong>bahasa</strong><br />

Jepang selalu ditandai dengan kehadiran partikel ‟ga‟. Secara sintaktis partikel ‟ga‟<br />

berfungsi sebagai pemarkah <strong>verba</strong> intransitif dalam struktur lahir klausa. Berdasarkan<br />

ciri-ciri <strong>semantis</strong>nya, <strong>verba</strong> kawakimashita termasuk <strong>verba</strong> proses dengan ciri kasus<br />

object (O).<br />

Verba nagutta „memukul‟ pada kalimat (7) secara <strong>semantis</strong> memiliki dua<br />

<strong>argumen</strong> inti, yaitu Tanaka yang ber<strong>peran</strong> sebagai kasus agen (A) <strong>dan</strong> Kimura<br />

ber<strong>peran</strong> sebagai kasus objek (O), yang menjadi sasaran/terkena pengaruh dari suatu<br />

tindakan pemukulan. Supaya bersesuaian dengan makna <strong>verba</strong> nagutta „memukul‟,<br />

maka diperlukan dua <strong>argumen</strong> inti, yaitu Tanaka <strong>dan</strong> Kimura yang memiliki ciri<br />

makna manusia, hal ini disebabkan karena <strong>verba</strong> nagutta „memukul‟ memerlukan<br />

<strong>argumen</strong> yang berciri mahluk hidup <strong>dan</strong> bergerak yaitu manusia. Argumen Tanaka<br />

berciri makna manusia yang memiliki <strong>peran</strong> sebagai pelaku/agen, se<strong>dan</strong>gkan Kimura<br />

berciri makna manusia yang ber<strong>peran</strong> sebagai kasus objek atau yang terkena<br />

9


pengaruh dari suatu aksi/perbuatan. Kasus Agent pada kalimat di atas ditandai dengan<br />

partikel „wa‟, se<strong>dan</strong>gkan kasus Object ditandai dengan partikel „wo‟. Secara sintaktis<br />

<strong>verba</strong> tindakan aktif selalu ditandai dengan partikel „wo‟ yang diletakkan sebelum<br />

kasus Object. Berdasarkan ciri <strong>semantis</strong>nya, <strong>verba</strong> nagutta „memukul‟ pada kalimat<br />

(7) termasuk <strong>verba</strong> aksi dengan ciri kasus Agent-Object (A, O).<br />

Verba sobiete imasu pada kalimat (8) mengikat satu <strong>argumen</strong> inti, yaitu<br />

Fujisan „gunung Fuji‟. Argumen Fujisan „gunung Fuji‟ mengisyaratkan makna<br />

bahwa entitas berada dalam suatu keadaan atau kondisi yang dinyatakan oleh <strong>verba</strong><br />

Sobiete imasu ‟tinggi menjulang‟. Verba sobiete imasu pada kalimat (8) di atas adalah<br />

<strong>verba</strong> keadaan, se<strong>dan</strong>gkan Fujisan „gunung Fuji‟ adalah entitas yang berada dalam<br />

kondisi atau keadaan itu. Keadaan yang terjadi berlangsung secara alamiah atau<br />

keadaan yang ada disebabkan oleh faktor alam. Partikel „ga‟ berfungsi sebagai<br />

penanda dari <strong>verba</strong> intransitif. Partikel disisipkan dalam struktur lahir klausa untuk<br />

memenuhi konstruksi gramatikal. Verba sobiete imasu pada kalimat (8) adalah <strong>verba</strong><br />

statif <strong>dan</strong> memiliki ciri kasus objek-statif (Os).<br />

Verba merupakan salah satu kelas leksikon utama dalam <strong>bahasa</strong> (Givon, 1984:<br />

51; Frawley, 1992: 145). Lebih lanjut, Frawley (1992: 140,142) mengatakan bahwa<br />

<strong>verba</strong> merupakan perwuju<strong>dan</strong> dari kejadian/peristiwa atau dapat dikatakan bahwa<br />

kategori <strong>verba</strong> dimotivasi secara <strong>semantis</strong> dari peristiwa. Sebagai peristiwa, <strong>verba</strong><br />

mengimplikasikan perubahan yang terjadi dalam waktu <strong>dan</strong> ruang. Peng<strong>klasifikasi</strong>an<br />

<strong>verba</strong> berdasarkan atas peristiwa <strong>dan</strong> ciri-ciri <strong>semantis</strong>nya dilakukan oleh beberapa<br />

ahli, seperti, Chafe (1970), Comrie (1981), <strong>dan</strong> Frawely (1992). Frawley (1992: 140)<br />

10


meng<strong>klasifikasi</strong>kan <strong>verba</strong> menjadi tindakan (action), keadaan (state), sebab (cause),<br />

<strong>dan</strong> gerakan (motion). Comrie (1981: 13) meng<strong>klasifikasi</strong>kan <strong>verba</strong> menjadi keadaan,<br />

peristiwa, <strong>dan</strong> proses. Sementara itu, Chafe (1970: 98-100) meng<strong>klasifikasi</strong>kan <strong>verba</strong><br />

menjadi empat, yaitu keadaan, proses, aksi, <strong>dan</strong> aksi-proses. Cook memodifikasi<br />

pendapat Chafe tersebut dengan menghilangkan <strong>verba</strong> aksi-proses karena Cook<br />

perpendapat bahwa tiap <strong>verba</strong> aksi memerlukan agen <strong>dan</strong> objek yang dikenai<br />

pengaruh, <strong>dan</strong> entitas yang dikenai pengaruh aksi tersebut dengan sendirinya akan<br />

mengalami suatu proses. Oleh karena itu, Cook meng<strong>klasifikasi</strong>kan tipe <strong>semantis</strong><br />

<strong>verba</strong> menjadi tiga tipe, yaitu <strong>verba</strong> statif, <strong>verba</strong> proses, <strong>dan</strong> <strong>verba</strong> aksi.<br />

Chafe (1970) mengatakan bahwa <strong>verba</strong> sebagai inti proposisi menentukan<br />

nomina atau frasa nominal yang harus hadir menemani <strong>verba</strong>. Verba juga<br />

menentukan <strong>peran</strong> <strong>semantis</strong> nomina/frasa nominal <strong>dan</strong> fitur-fitur <strong>semantis</strong> nomina<br />

yang harus hadir menemani <strong>verba</strong> dalam membangun proposisi. Lebih lanjut, Chafe<br />

menjelaskan bahwa struktur <strong>semantis</strong> didasarkan atas serangkaian hubungan antara<br />

<strong>verba</strong> sebagai inti <strong>dan</strong> nomina yang diikatnya memiliki hubungan <strong>semantis</strong> khusus<br />

dengan <strong>verba</strong> yang mengikatnya. Struktur <strong>semantis</strong> dapat dilihat melalui kerangka<br />

kasus dalam Tata Bahasa Kasus, se<strong>dan</strong>gkan kasus adalah <strong>peran</strong> <strong>semantis</strong> <strong>argumen</strong><br />

<strong>verba</strong>. Struktur <strong>semantis</strong> <strong>verba</strong> baru bisa dirumuskan apabila dipahami <strong>peran</strong><br />

<strong>semantis</strong>nya. Dalam menganalisis <strong>peran</strong> <strong>semantis</strong> yang perlu diperhatikan adalah ciri-<br />

ciri <strong>verba</strong>nya <strong>dan</strong> hubungan <strong>semantis</strong> antara <strong>verba</strong> sebagai predikat <strong>dan</strong> <strong>argumen</strong>-<br />

<strong>argumen</strong> yang diikat oleh <strong>verba</strong> tersebut.<br />

11


Suatu kata dalam konteks kalimat memiliki <strong>peran</strong> <strong>semantis</strong> tertentu, seperti<br />

pada kalimat berikut.<br />

9.森田さん は 岡さん を 待っています。<br />

Moritasan wa okasan w o matte imasu.<br />

Morita Part istri Part menunggu<br />

„Morita menunggu istrinya‟.<br />

10.泥簿 が 逃げます。<br />

Dorobo ga nigemasu.<br />

pencuri Part lari<br />

„Pencuri itu lari‟.<br />

11.強盗 が 死んだ。<br />

Gôtô ga shinda.<br />

perampok Part mati<br />

„Perampok itu mati‟.<br />

12.島村さん は 交通事故 を 見ました。<br />

Shimamurasan wa koutsūjiko wo mimashita.<br />

Shimamura Part kecelakaan lalu lintas Part melihat<br />

„Shimamura melihat kecelakaan lalu lintas itu‟.<br />

Dari segi <strong>peran</strong> <strong>semantis</strong>nya, Moritasan pada kalimat (9) adalah pelaku<br />

(agent), yakni orang yang melakukan perbuatan menunggui, se<strong>dan</strong>gkan istrinya<br />

adalah sasaran (Object), yakni yang terkena perbuatan yang dilakukan oleh pelaku.<br />

Pencuri pada kalimat (10) adalah pelaku yang melakukan perbuatan lari. Akan tetapi,<br />

perampok pada kalimat (11) bukan sebagai pelaku karena mati bukanlah perbuatan<br />

yang dilakukan, melainkan peristiwa yang terjadi pa<strong>dan</strong>ya. Oleh karena itu, meskipun<br />

wujud sintaktisnya mirip dengan kalimat (10), perampok itu pada kalimat (11) adalah<br />

12


sasaran (Object). Pada kalimat (12), Shimamurasan bukan sebagai pelaku (agent)<br />

ataupun sasaran (object). Ada suatu peristiwa, yakni kecelakaan lalu lintas, <strong>dan</strong><br />

peristiwa itu menjadi rangsangan yang kemudian masuk ke benak Shimamura. Jadi,<br />

secara psikologis Shimamura di sini mengalami peristiwa tersebut. Oleh karena itu,<br />

<strong>peran</strong> <strong>semantis</strong> Shimamura adalah pengalami.<br />

Dalam <strong>bahasa</strong> Jepang <strong>peran</strong> agen, pengalami, penerima, objek, <strong>dan</strong> lokatif<br />

merupakan kasus bertanda (marked), masing-masing ditandai dengan partikel „ga‟,<br />

„wo, <strong>dan</strong> „ni‟. Partikel „ga‟ (agen/<strong>verba</strong> intransitif), „wo‟ (pengalam/objek/<strong>verba</strong><br />

transitif), <strong>dan</strong> „wa‟ (agen/topik), „ni‟ (penerima/benefaktif, datif). Partikel digunakan<br />

sebagai penanda kasus <strong>dan</strong> dibutuhkan untuk memenuhi fungsi gramatikal. Dengan<br />

demikian, dapat dikatakan bahwa partikel merupakan <strong>peran</strong> <strong>semantis</strong> gramatikal.<br />

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, dapat dipahami<br />

bahwa setiap <strong>verba</strong> memerikan suatu peristiwa, proses, aksi atau keadaan yang<br />

melibatkan satu partisipan atau lebih, dengan <strong>peran</strong> <strong>semantis</strong> yang berbeda-beda<br />

dalam sebuah proposisi. Partisipan itu dinyatakan dengan nomina atau frasa nominal<br />

yang memiliki <strong>peran</strong> tertentu dalam membentuk makna untuk menjadi sebuah kalimat<br />

yang berterima. Untuk mengungkapkan <strong>peran</strong>-<strong>peran</strong> tersebut, dibutuhkan suatu<br />

penelitian ilmiah dengan konsep teoretis yang bersifat universal. Melalui konsep<br />

teoretis Teori Tata Bahasa Kasus (TBK) yang dikembangkan oleh Cook (1979),<br />

hubungan antara <strong>verba</strong> sebagai inti proposisi dengan partisipan-partisipan yang<br />

diperlukan oleh <strong>verba</strong> untuk membangun sebuah proposisi dapat dijelaskan.<br />

13


Ada beberapa pertimbangan lain yang dijadikan dasar dalam kajian ini, yaitu<br />

(1) <strong>bahasa</strong> Jepang banyak digunakan oleh orang Indonesia pada berbagai bi<strong>dan</strong>g<br />

kehidupan, seperti di lembaga pendidikan, pariwisata, <strong>dan</strong> pemerintahan; (2) semakin<br />

banyaknya wisatawan Jepang yang datang ke Indonesia, khususnya Bali, telah ikut<br />

meningkatkan minat orang bali belajar <strong>bahasa</strong> Jepang sehingga Bahasa Jepang<br />

dijadikan salah satu <strong>bahasa</strong> asing yang dimasukan dalam kurikulum inti sebagai mata<br />

pelajaran untuk tingkat SMU, <strong>dan</strong> menjadi mata kuliah jurusan di tingkat Universitas<br />

di Indonesia; (3) penelitian tentang <strong>verba</strong> <strong>bahasa</strong> Jepang masih kurang, se<strong>dan</strong>gkan<br />

kebutuhan terhadap sumber-sumber informasi keilmuan semakin meningkat; (4)<br />

buku-buku, tulisan-tulisan atau sumber lain masih terbatas, kalaupun ada biasanya<br />

hanya memberikan deskripsi secara sepintas sehingga diperlukan kajian yang lebih<br />

mendalam; <strong>dan</strong> (5) penelitian tentang <strong>peran</strong> <strong>semantis</strong> <strong>verba</strong> <strong>bahasa</strong> Jepang tentu<br />

banyak memberi manfaat dalam memahami makna-makna <strong>verba</strong> <strong>bahasa</strong> Jepang serta<br />

pembuatan daftar kosakata <strong>verba</strong> dengan disertai <strong>klasifikasi</strong> berdasarkan cirri-ciri<br />

semantiknya. Selain itu, penelitian ini sangat penting dilakukan untuk bahan masukan<br />

<strong>dan</strong> bahan pelengkap dalam rangka penyususnan bahan ajar khususnya untuk jurusan<br />

sastra Jepang.<br />

14


1.2 Rumusan Masalah<br />

Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang dikaji dalam penelitian ini<br />

dapat dirumuskan sebagai berikut:<br />

1) Bagaimanakah <strong>klasifikasi</strong> <strong>verba</strong> dalam <strong>bahasa</strong> Jepang ditinjau dari ciri-ciri<br />

<strong>semantis</strong>nya?<br />

2) Peran <strong>semantis</strong> <strong>argumen</strong> apa sajakah yang terdapat pada <strong>verba</strong> <strong>bahasa</strong> Jepang?<br />

3) Kasus-kasus <strong>argumen</strong> apa sajakah yang terdapat pada <strong>verba</strong> <strong>bahasa</strong> Jepang?<br />

1. 3 Tujuan Penelitian<br />

Sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan di atas, penelitian ini memiliki<br />

dua tujuan, yaitu tujuan umum <strong>dan</strong> tujuan khusus. Kedua tujuan tersebut dapat<br />

dijelaskan sebagai berikut.<br />

1.3.1 Tujuan Umum<br />

Secara umum penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang<br />

positif terhadap ilmu linguistik, khususnya bagi yang ingin mendapatkan informasi<br />

tentang makna-makna <strong>verba</strong> <strong>bahasa</strong> Jepang berdasarkan ciri-ciri <strong>semantis</strong>nya. Di<br />

samping itu, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan sumbangan<br />

ilmiah terutama dalam bi<strong>dan</strong>g kajian semantik.<br />

15


1.3.2 Tujuan Khusus<br />

Berdasarkan latar belakang <strong>dan</strong> permasalahan yang telah diuraikan di atas,<br />

maka tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut:<br />

1) mendeskripsikan, meng<strong>klasifikasi</strong>kan, <strong>dan</strong> menganalisis <strong>verba</strong> <strong>bahasa</strong> Jepang<br />

berdasarkan ciri-ciri <strong>semantis</strong>nya;<br />

2) menganalisis <strong>verba</strong> <strong>bahasa</strong> Jepang berdasarkan ciri-ciri <strong>dan</strong> <strong>peran</strong> <strong>semantis</strong><br />

<strong>argumen</strong>ya;<br />

3) mendeskripsikan, <strong>dan</strong> menganalisis kasus-kasus <strong>argumen</strong> yang terdapat pada <strong>verba</strong><br />

<strong>bahasa</strong> Jepang.<br />

1.4 Manfaat Penelitian<br />

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoretis maupun<br />

praktis. Kedua manfaat yang diharapkan tersebut diuraikan di bawah ini.<br />

1.4.1 Manfaat Teoretis<br />

Secara teoretis hasil penelitian ini bermanfaat untuk dijadikan salah satu<br />

sumber informasi teoretis di bi<strong>dan</strong>g linguistik khususnya kajian semantik. Untuk<br />

pengajar <strong>bahasa</strong> Jepang, hasil penelitian ini memberi manfaat berupa pengetahuan<br />

teoretis dalam mempelajari makna-makna <strong>verba</strong> <strong>bahasa</strong> Jepang. Masih minimnya<br />

buku-buku atau hasil penelitian yang mendeskripsikan secara rinci <strong>dan</strong> jelas tentang<br />

makna-makna <strong>verba</strong> <strong>bahasa</strong> Jepang sehingga hasil penelitian ini diharapkan<br />

bermanfaat untuk penyediaan bahan ajar <strong>dan</strong> masukan terutama bagi penulis <strong>dan</strong><br />

16


pembelajar <strong>bahasa</strong> Jepang yang lain. Secara umum hasil penelitian ini juga<br />

bermanfaat untuk dijadikan acuan teoretis untuk menganalisis makna-makna <strong>verba</strong><br />

suatu <strong>bahasa</strong> atau <strong>bahasa</strong> yang se<strong>dan</strong>g dipelajari.<br />

1.4.2 Manfaat Praktis<br />

Secara praktis hasil penelitian ini akan memudahkan dalam memilih <strong>dan</strong><br />

menggunakan <strong>verba</strong> dengan makna yang tepat dalam menyampaikan informasi dalam<br />

sebuah kalimat. Dalam <strong>bahasa</strong> Jepang banyak terdapat <strong>verba</strong> yang memiliki makna<br />

yang mirip sehingga orang asing yang mempelajari <strong>bahasa</strong> Jepang sangat sulit<br />

menggunakan <strong>verba</strong> secara tepat <strong>dan</strong> benar apabila tidak memiliki pengetahuan yang<br />

baik terhadap makna-makna <strong>verba</strong> tersebut. Hasil penelitian ini merupakan<br />

dokumentasi ilmiah yang dapat dimanfaatkan oleh pengajar sebagai bahan ajar<br />

tambahan <strong>dan</strong> dijadikan buku pelajaran bagi pelajar yang mempelajari <strong>bahasa</strong> Jepang.<br />

Dalam penelitian ini dijelaskan secara rinci tentang <strong>klasifikasi</strong> <strong>dan</strong> <strong>peran</strong> <strong>semantis</strong><br />

<strong>argumen</strong> <strong>verba</strong> <strong>bahasa</strong> Jepang. Dengan demikian, hasil penelitian ini akan membantu<br />

serta meberi kemudahan para pengajar ataupun pembelajar <strong>bahasa</strong> Jepang dalam<br />

memahami makna-makna setiap <strong>verba</strong> tersebut.<br />

17


2.1 Kajian Pustaka<br />

BAB II<br />

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI,<br />

DAN MODEL PENELITIAN<br />

Pada sub-bab kajian pustaka ditinjau beberapa hasil penelitian yang terkait<br />

<strong>dan</strong> dijadikan acuan dalam penelitian ini. Hasil penelitian yang dimaksud adalah<br />

sebagai berikut.<br />

Penelitian yang dilakukan oleh Budiasa (2002) adalah tentang struktur<br />

<strong>semantis</strong> <strong>verba</strong> dengan makna „menyakiti‟ dalam <strong>bahasa</strong> Bali. Dalam tesisnya<br />

Budiasa menjelaskan bahwa dari sudut pan<strong>dan</strong>g <strong>klasifikasi</strong> <strong>semantis</strong>, <strong>verba</strong> <strong>bahasa</strong><br />

Bali dapat dibedakan menjadi tiga kelas, yaitu <strong>verba</strong> keadaan, <strong>verba</strong> proses, <strong>dan</strong> <strong>verba</strong><br />

tindakan. Klasifikasi ini didasarkan atas dua konsep, yakni (1) konsep <strong>verba</strong> <strong>bahasa</strong><br />

Bali sebagai peristiwa, <strong>dan</strong> (2) konsep kategori gramatikal yang terkait dengan<br />

properti temporal. Atas dasar <strong>klasifikasi</strong> ini, <strong>verba</strong> yang bermakna „menyakiti‟ dalam<br />

<strong>bahasa</strong> Bali tergolong ke dalam jenis <strong>verba</strong> tindakan.<br />

Teori yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah teori Meta<strong>bahasa</strong><br />

Semantik Alami (MSA) yang dikembangkan oleh Wierzbicka (1996). Teori ini<br />

digunakan untuk menentukan makna asali <strong>dan</strong> struktur <strong>semantis</strong> <strong>verba</strong> menyakiti<br />

dalam <strong>bahasa</strong> Bali. Untuk menentukan <strong>peran</strong> <strong>semantis</strong>nya digunakan teori Foley <strong>dan</strong><br />

Van Valin (1984). Berdasarkan analisis yang dilakukan ditemukan bahwa <strong>verba</strong> yang<br />

bermakna „menyakiti‟ dalam <strong>bahasa</strong> Bali memiliki dua tipe makna asali, yaitu tipe<br />

18


Melakukan <strong>dan</strong> Mengatakan. Dalam struktur sintaktis MSA, tipe Melakukan berpola<br />

“X melakukan sesuatu terhadap Y, <strong>dan</strong> sesuatu dirasakan oleh Y atau terjadi pada Y”.<br />

Sementara itu, tipe Mengatakan memiliki pola sintaktis MSA “X mengatakan sesuatu<br />

pada Y <strong>dan</strong> sesuatu dirasakan oleh Y”.<br />

Peran <strong>semantis</strong> <strong>verba</strong> yang bermakna Menyakiti dalam <strong>bahasa</strong> Bali secara<br />

umum adalah pelaku sebagai agen <strong>dan</strong> penderita sebagai pasien. Sementara itu, untuk<br />

<strong>verba</strong> tipe Mengatakan memiliki <strong>peran</strong> <strong>semantis</strong> penderita yang sama dengan lokatif.<br />

Objek kajian tesis Budiasa sangat terbatas, hanya terorfokus pada struktur <strong>dan</strong><br />

<strong>peran</strong> <strong>semantis</strong> <strong>verba</strong> dengan makna Menyakiti dengan menggunakan objek <strong>bahasa</strong><br />

<strong>dan</strong> kerangka teori yang berbeda dengan kajian ini. Walaupun penelitian yang<br />

dilakukan oleh Budiasa secara khusus tidak terkait dengan penelitian ini, secara<br />

umum penelitiannya dapat dimanfaatkan karena sama-sama membahas tentang <strong>peran</strong><br />

<strong>semantis</strong> <strong>verba</strong>.<br />

Utami (2000) mengkaji tentang <strong>peran</strong> <strong>semantis</strong> <strong>verba</strong> <strong>bahasa</strong> Bali. Penelitian<br />

yang dilakukan oleh Utami menunjukkan bahwa kedua belas tipe <strong>semantis</strong> <strong>verba</strong><br />

beserta kerangka kasus sesuai dengan teori TBK Cook (1979) dapat diterapkan dalam<br />

<strong>bahasa</strong> Bali. Dari kedua belas tipe <strong>semantis</strong> itu, ditemukan <strong>peran</strong> kasus tak teraga<br />

(covert) atau kasus non-inti <strong>dan</strong> <strong>peran</strong> kasus teraga (overt) atau kasus inti.<br />

Verba statif <strong>bahasa</strong> Bali memiliki <strong>peran</strong> sebagai objek dengan kombinasi<br />

<strong>verba</strong> tambahan, yaitu <strong>verba</strong> pengalam statif, <strong>verba</strong> benefaktif statif, <strong>dan</strong> <strong>verba</strong> lokatif<br />

statif yang masing-masing ber<strong>peran</strong> sebagai pengalami-objek, benefaktif-objek, <strong>dan</strong><br />

objek-lokatif. Peran <strong>semantis</strong> <strong>verba</strong> proses adalah sebagai objek dengan kombinasi<br />

19


<strong>verba</strong> tambahan, yaitu <strong>verba</strong> pengalam proses, <strong>verba</strong> benefaktif proses, <strong>dan</strong> <strong>verba</strong><br />

lokatif proses. Verba proses memiliki <strong>peran</strong> <strong>semantis</strong> pengalami-objek, benefaktif-<br />

objek, <strong>dan</strong> objek-lokatif. Sementara itu, <strong>verba</strong> aksi memiliki <strong>peran</strong> agen-objek dengan<br />

kombinasi <strong>verba</strong> tambahan, yaitu <strong>verba</strong> pengalam aksi, <strong>verba</strong> benefaktif aksi, <strong>dan</strong><br />

<strong>verba</strong> lokatif aksi. Verba aksi memiliki <strong>peran</strong> agen-pengalami-objek, agen-benefaktif-<br />

objek, <strong>dan</strong> agen-objek-lokatif.<br />

Dalam tesisnya Utami membahas struktur <strong>dan</strong> <strong>peran</strong> <strong>semantis</strong> <strong>verba</strong> <strong>bahasa</strong><br />

Bali, se<strong>dan</strong>gkan penelitian ini terfokus untuk meng<strong>klasifikasi</strong> <strong>dan</strong> menganalisis <strong>peran</strong><br />

<strong>semantis</strong> <strong>argumen</strong> <strong>verba</strong> <strong>bahasa</strong> Jepang. Dalam menganalisis <strong>peran</strong> <strong>semantis</strong> dari<br />

masing-masing <strong>verba</strong>, Utami hanya berpegangan pada kerangka kasus. Sementara itu,<br />

dalam penelitian ini meng<strong>klasifikasi</strong>kan <strong>verba</strong> <strong>bahasa</strong> Jepang berdasarkan komponen<br />

<strong>semantis</strong>nya setah itu dianalisis <strong>peran</strong> <strong>semantis</strong>nya. Walaupun demikian, penelitian<br />

Utami tersebut bermanfaat bagi penelitian ini sehingga dapat dijadikan sebagai<br />

perbandingan terutama dalam penerapan teori TBK.<br />

Juli (2004) dalam penelitiannya yang berjudul “Peran Semantis Argumen<br />

Verba Bahasa Sabu”. Teori yang digunakan adalah Teori Tata Bahasa Kasus, hasil<br />

penelitiannya menunjukkan bahwa: <strong>peran</strong> <strong>semantis</strong> <strong>verba</strong> BS dapat di<strong>klasifikasi</strong>kan<br />

menjadi tiga, yaitu 1) <strong>peran</strong> <strong>semantis</strong> <strong>argumen</strong> <strong>verba</strong> statif yang meliputi (a) <strong>peran</strong><br />

<strong>semantis</strong> <strong>argumen</strong> <strong>verba</strong> statif dasar, (b) <strong>peran</strong> <strong>semantis</strong> <strong>argumen</strong> <strong>verba</strong> statif<br />

experiencer, (c) <strong>peran</strong> <strong>semantis</strong> <strong>argumen</strong> <strong>verba</strong> statif benefaktif, <strong>dan</strong> (d) <strong>peran</strong><br />

<strong>semantis</strong> <strong>argumen</strong> <strong>verba</strong> statif lokatif; 2) <strong>peran</strong> <strong>semantis</strong> <strong>argumen</strong> <strong>verba</strong> proses yang<br />

meliputi (a) <strong>peran</strong> <strong>semantis</strong> <strong>argumen</strong> <strong>verba</strong> proses dasar, (b) <strong>peran</strong> <strong>semantis</strong> <strong>argumen</strong><br />

20


<strong>verba</strong> proses experiencer, (c) <strong>peran</strong> <strong>semantis</strong> <strong>argumen</strong> <strong>verba</strong> proses benefaktif, <strong>dan</strong> (d)<br />

<strong>peran</strong> <strong>semantis</strong> <strong>argumen</strong> <strong>verba</strong> proses lokatif; 3) <strong>peran</strong> <strong>semantis</strong> <strong>argumen</strong> <strong>verba</strong><br />

tindakan meliputi (a) <strong>peran</strong> <strong>semantis</strong> <strong>argumen</strong> <strong>verba</strong> tindakan dasar, (b) <strong>peran</strong><br />

<strong>semantis</strong> <strong>argumen</strong> <strong>verba</strong> tindakan experiencer, (c) <strong>peran</strong> <strong>semantis</strong> <strong>argumen</strong> <strong>verba</strong><br />

tindakan benefaktif, (d) <strong>peran</strong> <strong>semantis</strong> <strong>argumen</strong> <strong>verba</strong> tindakan lokatif. Selain itu<br />

ditemukan juga kasus-kasus <strong>argumen</strong> <strong>dan</strong> ciri-ciri kasus-kasus <strong>argumen</strong> yang terdapat<br />

dalam <strong>verba</strong> <strong>bahasa</strong> Sabu.<br />

Hasil penelitian Juli sangat bermanfaat untuk penelitian yang penulis lakukan<br />

karena sama-sama membahas masalah <strong>peran</strong> <strong>semantis</strong> <strong>argumen</strong> <strong>verba</strong> dengan<br />

menggunakan teori Tata Bahasa Kasus. Sementara itu, perbedaan antara penelitian<br />

Juli dengan penelitian yang penulis lakukan terletak pada peng<strong>klasifikasi</strong>an tipe<br />

<strong>semantis</strong> <strong>verba</strong>nya. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Juli, peng<strong>klasifikasi</strong>an tipe<br />

<strong>semantis</strong> <strong>verba</strong> <strong>bahasa</strong> Sabu dilakukan hanya berdasarkan konsep teori Tata Bahasa<br />

Kasus se<strong>dan</strong>gkan dalam penelitian ini penulis meng<strong>klasifikasi</strong>kan tipe <strong>semantis</strong> <strong>verba</strong><br />

<strong>bahasa</strong> Jepang berdasarkan parameter Hopper <strong>dan</strong> Thompson (1980) yang dikenal<br />

dengan parameter ketransitifan <strong>dan</strong> dikaitkan dengan konsep te/de iru dalam <strong>bahasa</strong><br />

Jepang.<br />

Mulyadi (1998), meneliti struktur <strong>semantis</strong> <strong>verba</strong> <strong>bahasa</strong> Indonesia. Teori<br />

yang digunakan dalam penelitian Mulyadi adalah teori Makna Alamiah Meta<strong>bahasa</strong>.<br />

Aspek makna yang dikaji adalah <strong>klasifikasi</strong>, ketransitifan, <strong>peran</strong>, „makna asali‟, <strong>dan</strong><br />

struktur. Berdasarkan analisis yang dilakukannya, <strong>verba</strong> <strong>bahasa</strong> Indonesia dapat<br />

digolongkan atas keadaan, proses, <strong>dan</strong> tindakan. Verba keadaan mempunyai kelas<br />

21


kognisi, pengetahuan, emosi, <strong>dan</strong> persepsi; <strong>verba</strong> proses mempunyai kelas kejadian,<br />

proses ba<strong>dan</strong>iah, <strong>dan</strong> gerakan (bukan agentif); <strong>verba</strong> tindakan memiliki kelas gerakan<br />

(agentif), ujaran, <strong>dan</strong> perpindahan. Berdasarkan analaisis <strong>peran</strong> <strong>semantis</strong>nya, <strong>verba</strong><br />

keadaan pada umumnya memiliki <strong>peran</strong> lokatif <strong>dan</strong> lokatif-tema. Pada <strong>verba</strong> proses,<br />

penderita diderivasi menjadi menjadi pasien <strong>dan</strong> tema. Relasi <strong>semantis</strong> <strong>verba</strong> tindakan<br />

ialah agen-lokatif, agen-tema, <strong>dan</strong> agen-pasien.<br />

Walaupun penelitian Mulyadi menggunakan teori yang berbeda dengan<br />

penelitian ini tetapi penelitian Mulyadi dapat dimanfaatkan terutama cara menentukan<br />

keanggotaan setiap <strong>verba</strong>. Analisis yang dilakukan Mulyadi dalam menentukan<br />

keanggotaan setiap <strong>verba</strong> cukup tajam <strong>dan</strong> jelas sehingga cara analisisnya bermanfaat<br />

apabila dijadikan acuan dalam penelitian ini.<br />

Masreng (2003) dalam tesisnya mengkaji tentang struktur <strong>dan</strong> <strong>peran</strong> <strong>semantis</strong><br />

<strong>verba</strong> dengan makna „emosi‟ dalam <strong>bahasa</strong> Kei. Teori yang digunakan untuk<br />

mengungkapkan karakteristik semantik alamiah <strong>bahasa</strong> Key adalah teori Meta<strong>bahasa</strong><br />

Semantik Alami (NSM) yang diperkenalkan oleh Wierzbicka (1996) dengan teknik<br />

analisis parafrase. Teori lain yang digunakan adalah teori Peran Umum (Foley <strong>dan</strong><br />

Van Valin, 1984 <strong>dan</strong> La Pola, 1997), <strong>dan</strong> teori Peranti Emotif oleh Ullmann (1977).<br />

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Masreng menunjukkan bahwa <strong>verba</strong><br />

emosi <strong>bahasa</strong> Key memiliki tiga ciri, yaitu yang berbentuk ilokusi, <strong>peran</strong>ti leksikal,<br />

<strong>dan</strong> idiomatik. Berdasarkan ciri-ciri tersebut, <strong>verba</strong> dengan makna emosi<br />

di<strong>klasifikasi</strong>kan menjadi empat domain makna. Keempat domain makna tersebut,<br />

yakni <strong>verba</strong> ilokusi oral, <strong>verba</strong> emosi rasa fisik, rasa psikis, <strong>dan</strong> rasa lainnya. Di<br />

22


samping itu, struktur <strong>semantis</strong> <strong>verba</strong> emosi memperhatikan kaidah makna bersistem.<br />

Artinya, dari makna sederhana menuju ke makna kompleks. Misalnya, suk „suka‟,<br />

mayun sangat suka‟, <strong>dan</strong> ahel „sangat suka/sangat menginginkan‟. Sistem ini berbeda<br />

dengan <strong>peran</strong> <strong>semantis</strong> <strong>verba</strong> dengan makna emosi dalam konstruksi klausa. Verba-<br />

<strong>verba</strong> tindak ilokusi oral bergeser dari <strong>peran</strong> agen ke lokatif <strong>dan</strong> dari pasien ke tema.<br />

Di lain pihak, <strong>verba</strong>-<strong>verba</strong> keadaan yang bermakna emosi memiliki ciri <strong>peran</strong><br />

undergoer dalam struktur logisnya. Misalnya, babuax dalam Ya ya-babuax „saya<br />

takut‟ [undergoer], <strong>dan</strong> I ni mashun „dia bersedih‟ [undergoer].<br />

Kajian yang dilakukan oleh Masreng berfokus pada struktur <strong>dan</strong> <strong>peran</strong><br />

<strong>semantis</strong> <strong>verba</strong> dengan makna „emosi‟ saja, <strong>dan</strong> tidak membahas makna <strong>verba</strong> secara<br />

keseluruhan. Oleh karena itu, kajian Masreng belum menggambarkan perilaku <strong>verba</strong><br />

secara keseluruhan, tetapi penelitiannya memberi kontribusi dalam proses analisis<br />

data penelitian ini.<br />

2.2 Konsep<br />

Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini. Adapun maksud<br />

dijelaskannya konsep tersebut adalah untuk menyamakan persepsi terhadap kata-kata<br />

kunci yang digunakan dalam penelitian ini. Konsep-konsep tersebut adalah: (1)<br />

<strong>klasifikasi</strong> <strong>semantis</strong>, (2) <strong>peran</strong> <strong>semantis</strong>, (3) <strong>argumen</strong> <strong>verba</strong>, (4) <strong>verba</strong> statif (5) <strong>verba</strong><br />

proses, (6) <strong>verba</strong> aksi, <strong>dan</strong> (7) proposisi.<br />

23


2.2.1 Klasifikasi Semantis<br />

Klasifikasi <strong>semantis</strong> dalam penelitian ini adalah penggolongan/penjenisan;<br />

pembagian <strong>verba</strong> berdasarkan ciri-ciri <strong>semantis</strong>nya, yaitu <strong>verba</strong> Statif, <strong>verba</strong> Proses,<br />

<strong>dan</strong> <strong>verba</strong> Aksi.<br />

2.2.2 Peran Semantis<br />

Peran <strong>semantis</strong> adalah hubungan antara predikator <strong>dan</strong> sebuah nomina dalam<br />

proposisi. Hubungan antara predikator <strong>dan</strong> nomina terjalin dalam hubungan yang<br />

saling membutuhkan. Verba sebagai inti proposisi mengendalikan sejumlah <strong>argumen</strong><br />

dalam struktur logis. Argumen dibutuhkan untuk membangun kalimat atau klausa<br />

yang berterima (Kridalaksana, 1983: 17). Peran <strong>argumen</strong>, seperti agen, pasien, <strong>dan</strong><br />

lain-lainnya sesungguhnya adalah <strong>peran</strong> <strong>semantis</strong> <strong>verba</strong> karena <strong>peran</strong> <strong>argumen</strong><br />

tersebut ditentukan oleh hubungan antara predikat (<strong>verba</strong>) <strong>dan</strong> <strong>argumen</strong>-<strong>argumen</strong>nya<br />

(Foley <strong>dan</strong> Van Valin, 1984: 27).<br />

2.2.3 Argumen Verba<br />

Argumen adalah partisipan/nomina yang dibutuhkan oleh predikat untuk<br />

membentuk suatu proposisi yang menyatakan kejadian atau keadaan tertentu. Dengan<br />

demikin, dapat dipahami bahwa <strong>verba</strong> di sini sama dengan predikat, se<strong>dan</strong>gkan<br />

nomina sama dengan <strong>argumen</strong> dalam teori semantik generatif. Argumen sebenarnya<br />

sama dengan Kasus hanya istilah Argumen dalam teori Tata Bahasa Kasus (TBK) ini<br />

24


diberi label Kasus. Oleh karena itu, untuk menyamakan persepsi maka pengertian<br />

kasus dalam penelitian ini dimaknai sebagai Argumen.<br />

2.2.4 Verba Statif<br />

Verba Statif mempunyai ciri <strong>semantis</strong> keadaan. Verba statif menyatakan<br />

suatu entitas yang berada dalam keadaan atau kondisis tertentu Cook (1979: 135).<br />

Subjek dalam kalimat yang menggunakan <strong>verba</strong> statif berupa nomina umum yang<br />

berada dalam keadaan atau kondisi yang dinyatakan oleh <strong>verba</strong> tersebut. Verba statif<br />

mempunyai ciri semantik statif/stabil atau tidak dinamis [ - dinamis] karena peristiwa<br />

yang diekspresikan pada umumnya tidak menerima bentuk progresif [ - progresif].<br />

Tidak menerima bentuk progresif dalam arti bahwa peristiwa yang digambarkan<br />

mengekspresikan keadaan yang sudah ada. Ciri yang lain adalah <strong>verba</strong> statif tidak<br />

bisa digunakan dalam kalimat perintah [ - imperatif]. Verba statif mengharuskan<br />

hadirnya satu kasus objek dalam struktur logisnya. Objek yang dimaksud adalah<br />

entitas yang berada dalam suatu keadaan atau kondisi. Verba statif memiliki<br />

komponen <strong>semantis</strong> [ - sengaja] <strong>dan</strong> [ - kinesis] karena peristiwa yang digambarkan<br />

tidak disengaja oleh subjek. Atau dengan kata lain, subjeknya tidak membentuk atau<br />

tidak mengendalikan situasi, tetapi dipengaruhi oleh <strong>verba</strong>nya. Untuk lebih jelasnya,<br />

di bawah ini dijelaskan beberapa contoh kalimat dalam Bahasa Jepang.<br />

25


2.2.5 Verba Proses<br />

Verba proses mempunyai ciri <strong>semantis</strong> proses. Verba proses mendeskripsikan<br />

entitas yang mengalami proses perubahan keadaan atau kondisi (Cook, 1979: 135)<br />

menyatakan bahwa <strong>verba</strong> proses menggambarkan perubahan entitas dari suatu<br />

keadaan menjadi keadaan lain. Verba proses menunjukkan kedinamisan [ + dinamis]<br />

<strong>dan</strong> mengijinkan dipakainya bentuk progresif [ + progresif]. Verba proses memiliki<br />

komponen <strong>semantis</strong> [ - sengaja] <strong>dan</strong> [ - kinesis]. Verba proses memiliki makna bahwa<br />

tidak ada kesengajaan atau tidak ada transfer tindakan dari partisipan yang satu ke<br />

partisipan yang lainnya. Peristiwa yang terjadi tidak dipengaruhi atau dikontrol oleh<br />

subjek, tetapi subjek yang terkena pengaruh dari peristiwa yang dinyatakan oleh<br />

<strong>verba</strong> yang terdapat pada kalimat tersebut. Verba proses tidak dapat dipakai dalam<br />

kalimat perintah [ - imperatif], tetapi dapat menjadi jawaban untuk pertanyaan ”Apa<br />

yang terjadi pada N”? (N adalah suatu entiti), Chafe (1970:100). Verba proses<br />

mengharuskan hadirnya satu kasus objek dalam struktur <strong>semantis</strong>nya. Verba proses<br />

menunjukkan perubahan kondisi objek, yaitu perubahan suatu entitas dari suatu<br />

keadaan menjadi keadaan yang lain. Dalam struktur logisnya <strong>verba</strong> proses memiliki<br />

minimal satu <strong>argumen</strong> inti <strong>dan</strong> maksimal memiliki dua <strong>argumen</strong> inti.<br />

2.2.6 Verba Aksi<br />

Verba aksi adalah <strong>verba</strong> yang mempunyai ciri <strong>semantis</strong> tindakan <strong>dan</strong><br />

perbuatan. Ciri-cirinya adalah <strong>verba</strong> aksi dapat dipakai dalam kalimat perintah [ +<br />

imperatif] <strong>dan</strong> dapat digunakan dengan aspek progresif, Cook (1979: 135).<br />

26


Selanjutnya, Cook menyatakan bahwa <strong>verba</strong> aksi mengharuskan hadirnya kasus agen<br />

<strong>dan</strong> kasus objek dalam struktur <strong>semantis</strong>nya. Kasus agen menunjukkan pelaku suatu<br />

aksi <strong>dan</strong> kasus objek menunjukkan entitas yang terkena pengaruh suatu aksi atau<br />

merupakan hasil dari suatu aksi. Kasus agen biasanya berwujud mahluk hidup,<br />

se<strong>dan</strong>gkan kasus objek yang dimaksud di sini adalah entitas yang terkena pengaruh<br />

suatu aksi atau merupakan hasil dari suatu aksi. Verba aksi mempunyai komponen<br />

semantik tindakan yang bersifat dinamis [ + dinamis]. Verba aksi juga memiliki<br />

komponen semantik [ + sengaja] <strong>dan</strong> [-/+kinesis] dalam artian <strong>argumen</strong> agenlah yang<br />

mengendalikan, membentuk, <strong>dan</strong> mempengaruhi situasi yang dinyatakan oleh<br />

<strong>verba</strong>nya. Komponen <strong>semantis</strong> <strong>verba</strong> aksi juga menunjukkan a<strong>dan</strong>ya perubahan pada<br />

suatu entitas yang berlangsung pada waktu tertentu; a<strong>dan</strong>ya transfer aksi/perbuatan<br />

dari satu partisipan ke partisipan yang lain, tetapi tidak selalu, <strong>dan</strong> peristiwa yang<br />

terjadi sengaja dilakukan oleh pelaku/agen.<br />

2.2.7 Proposisi<br />

Proposisi adalah istilah yang dipakai untuk menyatakan hubungan struktur<br />

semantik dengan struktur logika sebagai ikatan tidak berkala antara predikat <strong>dan</strong><br />

se<strong>peran</strong>gkat <strong>argumen</strong>. Dengan kata lain, proposisi menjelaskan hubungan antara<br />

<strong>verba</strong> dengan <strong>argumen</strong> yang dikehendaki oleh tipe <strong>verba</strong> yang bersangkutan (Lakoff,<br />

dkk. dalam Chaer, 1994: 369).<br />

Tampubolon (1987: 11) <strong>dan</strong> Margono (1981: 5) menjelaskan bahwa kasus<br />

proposisi ada dua macam, yaitu (1) kasus proposisi inti, <strong>dan</strong> (2) kasus proposisi non-<br />

27


inti atau kasus modalitas. Kasus proposisi inti adalah kasus yang ditentukan oleh<br />

<strong>verba</strong> atau terikat pada <strong>verba</strong>. Kasus proposisi inti meliputi: agen (pelaku), pengalami,<br />

pemilik atau yang mengalami kehilangan, objek, lokatif. Kasus modalitas atau kasus<br />

non-inti adalah kasus yang tidak ditentukan oleh <strong>verba</strong>. Kasus non-inti, meliputi:<br />

waktu, cara, alat, sebab, maksud, akibat, pemilik luar, <strong>dan</strong> lokasi luar.<br />

2.3 Landasan Teori<br />

Teori yang dipakai sebagai landasan untuk memecahkan permasalahan<br />

penelitian ini dapat dijelaskan di bawah ini.<br />

2.3.1 Komponen Semantis (Ketransitifan)<br />

Komponen <strong>semantis</strong> adalah <strong>peran</strong>gkat makna yang terdapat dalam sebuah<br />

butir leksikon. Konsep komponen <strong>semantis</strong> dipahami dalam pengertian yang sama<br />

dengan properti <strong>semantis</strong>, fitur <strong>semantis</strong>, atau ciri <strong>semantis</strong> (Mulyadi, 1998: 25).<br />

Setiap kata atau unsur leksikal terdiri dari satu atau beberapa unsur yang bersama-<br />

sama membentuk makna kata atau makna unsur leksikal tersebut.<br />

Hopper <strong>dan</strong> Thomson (1980: 252) memperkenalkan sepuluh komponen<br />

<strong>semantis</strong> <strong>verba</strong> yang disebutnya parameter ketransitifan (parameter of transitivity).<br />

Adapun sepuluh komponen <strong>verba</strong> tersebut adalah:<br />

Tinggi Rendah<br />

a. partisipan 2 atau lebih partisipan 1 partisipan A <strong>dan</strong> O<br />

b. kinesis tindakan bukan tindakan<br />

28


c. aspek (aspect) telis tak telis<br />

d. kepungtualan pungtual (punctual) tak pungtual<br />

e. kesengajaan sengaja (volitional) tak sengaja<br />

f. afirmasi afirmatif negatif<br />

g. modus realis tak realis<br />

h. keagenan A tinggi potensinya A rendah potensinya<br />

i. keterpengaruhan O terpengaruh total O tidak terpengaruh<br />

j. kekhususan O sangat khusus O tidak khusus<br />

Verba dalam suatu <strong>bahasa</strong> dapat dianalisis berdasarkan komponen <strong>semantis</strong><br />

yang terdapat didalamnya. Dari komponen <strong>semantis</strong> ini dapat ditemukan makna-<br />

makna dasar atau unsur-unsur yang membentuk <strong>verba</strong> tersebut. Parameter yang<br />

diterapkan untuk menentukan <strong>klasifikasi</strong> <strong>verba</strong> <strong>bahasa</strong> Jepang dalam penelitian ini<br />

mengacu pada konsep komponen <strong>semantis</strong> yang dikemukakan oleh Hopper <strong>dan</strong><br />

Thomson (1980: 252). Komponen yang terdapat dalam tiap parameter di atas tidak<br />

semua diterapkan dalam penelitian ini tetapi hanya empat parameter yang diterapkan<br />

yaitu, parameter partisipan, kinesis, aspek <strong>dan</strong> kesengajaan.<br />

2.3.2 Verba <strong>dan</strong> Klasifikasi Semantisnya<br />

Verba adalah istilah yang digunakan dalam <strong>klasifikasi</strong> gramatikal tentang kata,<br />

menunjukkan suatu kelas yang secara tradisisonal didefinisikan sebagai kata yang<br />

menunjukkan gerak atau perbuatan/aksi, proses, atau keadaan yang bukan sifat atau<br />

kualitas. Secara umum, <strong>verba</strong> mengandung makna leksikal atau makna dasar<br />

29


perbuatan (aksi), proses atau keadaan yang bukan proses (Moeliono dkk., 1988: 76),<br />

se<strong>dan</strong>gkan secara gramatikal makna <strong>verba</strong> tersebut bergantung pada hubungannya<br />

dengan unsur lain dalam satuan-satuan yang lebih besar.<br />

Ciri <strong>semantis</strong> <strong>verba</strong> cenderung mengkode pengalaman, peristiwa, <strong>dan</strong><br />

tindakan. Verba dalam struktur <strong>semantis</strong> sebagai sentral <strong>dan</strong> nomina sebagai periferal<br />

(Chafe, 1970: 96). Lebih lanjut, Chafe (1970: 101) mengemukakan bahwa ada empat<br />

tipe <strong>verba</strong> dasar, yaitu <strong>verba</strong> statif, <strong>verba</strong> proses, <strong>verba</strong> aksi, <strong>dan</strong> <strong>verba</strong> aksi-proses.<br />

Kemudian Cook memodifikasi pendapat Chafe tersebut dengan menghilangkan <strong>verba</strong><br />

aksi-proses karena Cook berpendapat bahwa tiap <strong>verba</strong> aksi dengan sendirinya<br />

memerlukan agen <strong>dan</strong> objek yang dikenai pengaruh aksi <strong>dan</strong> entitas yang dikenai<br />

pengaruh aksi tersebut mengalami proses. Oleh karena itu, Cook meng<strong>klasifikasi</strong>kan<br />

tipe <strong>semantis</strong> <strong>verba</strong> menjadi tiga, yaitu <strong>verba</strong> statif, <strong>verba</strong> proses, <strong>dan</strong> <strong>verba</strong> aksi.<br />

Fillmore (1971: 37) mengemukakan pengertian <strong>verba</strong> pada prinsip struktur<br />

logika. Ini berarti bahwa semua kata yang berfungsi sebagai predikat dalam kalimat<br />

diangap <strong>verba</strong> dalam struktur semantiknya. Ini berarti bahwa <strong>verba</strong> yang dimaksud<br />

bukan hanya mencakup pengertian <strong>verba</strong> yang dikenal dalam struktur luar secara<br />

tradisional, seperti makan, tidur, <strong>dan</strong> lain-lain, tetapi juga kata-kata sifat <strong>dan</strong> kata-kata<br />

benda. Dengan kata lain, <strong>verba</strong> juga dihasilakan oleh proses penurunan semantik.<br />

Chafe (1970: 122—132) mengatakan bahwa banyak <strong>verba</strong> dalam suatu <strong>bahasa</strong><br />

merupakan bentuk turunan, bentuk yang diderivasi dari adjektiva ataupun nomina.<br />

Adjektiva adalah kata yang menerangkan keadaan suatu nomina atau menyipati<br />

nomina itu. Dalam <strong>bahasa</strong> Indonesia sangat sulit untuk membedakan <strong>verba</strong> keadaan<br />

30


dengan kategori adjektiva. Oleh karena itu banyak orang yang menyatukan kategori<br />

ini dalam kelas yang sama. Tampubolon dalam Chaer (1989: 163) menyatakan bahwa<br />

perbedaan yang hakiki antara <strong>verba</strong> keadaan dengan adjektiva adalah terletak pada<br />

fungsinya dalam suatu konstruksi. Pada konstruksi predikatif adjektiva cenderung<br />

berciri <strong>verba</strong> se<strong>dan</strong>gkan pada konstruksi atributif berciri adjektiva. Misalnya<br />

konstruksi meja baru <strong>dan</strong> meja itu baru. Pada konstruksi meja baru, leksem baru<br />

adalah adjektiva se<strong>dan</strong>gkan pada meja itu baru adalah konstruksi predikatif.<br />

Dalam <strong>bahasa</strong> Jepang tidak sulit untuk membedakan antara <strong>verba</strong> dengan<br />

adjektiva karena sangat jelas perbedaanya. Untuk membedakan kedua kelas kata<br />

tersebut cukup dengan cara mengidentifikasi bentuk akhirannya saja. Ciri-ciri <strong>verba</strong><br />

<strong>bahasa</strong> Jepang berdasarkan bentuk akhirannya dapat dibagi menjadi tiga kelompok,<br />

yaitu <strong>verba</strong> grup I/go<strong>dan</strong>-doushi, grup II/ichi<strong>dan</strong>-doushi, <strong>dan</strong> grup III/henkaku-doushi.<br />

Verba grup I/go<strong>dan</strong>-doushi disebut go<strong>dan</strong> doushi karena mengalami perubahan pada<br />

lima deretan bunyi. Cirinya yaitu <strong>verba</strong> yang berakhiran„u-tsu-ru-ku-gu-mu-nu-bu-su’,<br />

misalnya: ka-u „membeli‟, ta-tsu „berdiri‟, u-ru „menjual‟, ka-ku „menulis‟, oyo-gu<br />

„berenang‟, yo-mu „membaca‟, shi-nu „mati‟, aso-bu „bermain‟, hana-su „berbicara‟.<br />

Verba grup II/ichi<strong>dan</strong>-doushi disebut ichi<strong>dan</strong>-doushi karena perubahannya terjadi<br />

pada satu deretan bunyi saja. Ciri utama dari <strong>verba</strong> ini, yaitu yang berakhiran „eru <strong>dan</strong><br />

iru‟, misalnya: mi-ru „melihat‟, oki-ru „bangun‟, ne-ru „tidur‟, tabe-ru „makan‟, dll.<br />

Verba grup III/henkaku-doushi disebut henkaku-doushi karena perubahannya tidak<br />

beraturan. Verba grup III hanya ada dua, yaitu suru „melakukan‟ <strong>dan</strong> kuru „datang‟.<br />

Se<strong>dan</strong>gkan adjektiva dalam <strong>bahasa</strong> Jepang hanya ada dua macam, yaitu I-keiyoushi<br />

31


adjektiva yang berakhiran (i) <strong>dan</strong> Na-keiyoushi/ adjektiva yang berakhiran (na)<br />

adjektiva yang berakhiran (na). I-keiyoushi semuanya berakhiran dengan -i (setelah<br />

bunyi ai, ii, ui <strong>dan</strong> oi), seperti: chiisai „kecil‟, atsui „panas‟, ookii „besar‟, omoi<br />

„berat‟, dll. Se<strong>dan</strong>gkan Na-keyoushi pada umumnya tidak diakhiri dengan bunyi (ai, ii,<br />

ui <strong>dan</strong> oi), seperti: shinsetsu „ramah‟, shizuka „sepi‟, kirei „cantik‟, yuumei „terkenal‟.<br />

Khusus untuk kata kirai „benci‟ <strong>dan</strong> kichigai „sinting‟ walaupun bentuknya adalah I-<br />

keiyoushi tetapi kata ini masuk ke dalam kelompok Na-keiyoushi.<br />

Cook (1979: 138) mengatakan bahwa <strong>verba</strong> keadaan tergolong <strong>verba</strong> ”paling<br />

dasar” dibandingkan dengan <strong>verba</strong> proses <strong>dan</strong> <strong>verba</strong> aksi. Verba proses diderivasi dari<br />

<strong>verba</strong> keadaan dengan derivasi inkoatif melalui operator (adds COME<br />

ABOUT ) ”menjadi”, <strong>dan</strong> <strong>verba</strong> tindakan diderivasi dari <strong>verba</strong> proses dengan derivasi<br />

kausatif melalui konektif (adds CAUSE) ”menyebabkan”. Struktur batin mendasar<br />

dari entri leksikal ketiga tipe <strong>verba</strong> ini dapat dideskripsikan dalam predikat sederhana<br />

seperti BE, COME ABOUT (c.a.), CAUSE.<br />

State Process Action<br />

be Adj Os c.a be Adj O cause c.a be Adj A O<br />

Makna kontras dari predikat ini dapat dilihat pada contoh di bawah ini.<br />

a. The window is broken. broken (adj) = BE broken (O)<br />

O<br />

b. The window broke. break (Vint) = COME ABOUT (BE broken (O))<br />

O<br />

32<br />

(Cook, 1979: 138)


c. Max broke the window. break (Vtr) = Cause (A, (COME ABOUT (BE broken<br />

(O))).<br />

Lebih jauh, Tampubolon (1979: 12) mengatakan penurunan semantik adalah<br />

suatu proses semantik yang mengubah tipe kata kerja atau kata benda dasar tertentu<br />

menjadi tipe lain. Dalam proses ini ciri atau ciri semantik tertentu ditambahkan pada<br />

kata kerja atau kata benda dasar bersangkutan. Adapun proses penurunan semantik<br />

yang dimaksud adalah: (1) <strong>verba</strong> keadaan dapat diubah menjadi <strong>verba</strong> proses dengan<br />

menambahkan ciri [inkhoatif]; (2) <strong>verba</strong> proses dapat diubah menjadi <strong>verba</strong> aksi<br />

dengan menambahkan ciri [kausatif]; (3) <strong>verba</strong> aksi dapat diubah menjadi <strong>verba</strong><br />

proses dengan menambah ciri [deaktivatif]; (4) <strong>verba</strong> proses dapat diubah menjadi<br />

<strong>verba</strong> keadaan dengan menambahkan ciri [resulatif]. Urutan-urutan proses tersebut<br />

dapat digambarkan sebagai berikut:<br />

inkhoatif kausatif<br />

KK Keadaan KK Proses KK Aksi<br />

resulatif deaktivatif<br />

Penurunan semantik seperti ini juga terjadi dalam <strong>bahasa</strong> Jepang. Seperti yang terlihat<br />

di bawah ini.<br />

Bahasa Jepang Bahasa Indonesia<br />

(1) Verba Keadaan : Ookii Besar<br />

Verba Proses : Ooki + ku + naru (Ookikunaru) Menjadi besar<br />

Verba Aksi : Ooki + ku + suru (Ookikusuru) Membesarkan<br />

33


(2) Verba Keadaan : Ware Pecahan/Belahan<br />

Verba Proses : Wareru Pecah/Belah<br />

Verba Aksi : Waru Memecah/Membelah<br />

Penurunan semantik dalam <strong>bahasa</strong> Jepang dapat dilakukan melalui proses<br />

seperti inkhoatif, kausatif, deaktivatif, atau resulatif. Verba keadaan dapat diubah<br />

menjadi <strong>verba</strong> proses dengan menambah ciri inkhoatif, <strong>verba</strong> proses dapat diubah<br />

menjadi <strong>verba</strong> aksi dengan menambah ciri kausatif, <strong>verba</strong> aksi dapat diubah menjadi<br />

<strong>verba</strong> proses dengan proses diaktivatif, <strong>dan</strong> <strong>verba</strong> proses dapat diubah menjadi <strong>verba</strong><br />

keadaan dengan menambah ciri resulatif.<br />

2.3.3 Verba dalam Bahasa Jepang<br />

Dooshi (<strong>verba</strong>) adalah salah satu kelas kata dalam <strong>bahasa</strong> Jepang, sama<br />

dengan adjektiva-i <strong>dan</strong> adjektiva-na menjadi salah satu jenis yoogen „predikat‟. Kelas<br />

kata ini dipakai untuk menyatakan aktivitas, keberadaan, atau keadaan sesuatu.<br />

Dooshi dapat mengalami perubahan <strong>dan</strong> dengan sendirinya dapat menjadi predikat<br />

(Nomura, 1992: 158). Seperti contoh kalimat berikut (1) Amirusan wa Nihon e iku.<br />

„Amir (akan) pergi ke Jepang‟, (2) Tsukue no ue ni rajio ga aru. „Di atas meja ada<br />

radio‟, (3) Indonesia wa shigen ni tondeiru. „Indonesia kaya akan sumber alam‟. Kata<br />

iku, aru, <strong>dan</strong> tomu (=tondeiru) pada kalimat di atas termasuk dooshi. Kata iku pada<br />

kalimat (1) menyatakan aktivitas Amir yang akan pergi ke Jepang, kata aru pada<br />

kalimat (2) menyatakan keberadaan (eksistensi) radio di atas meja, se<strong>dan</strong>gkan kata<br />

tomu (=tondeiru) pada kalimat (3) menyatakan keadaan negara Indonesia yang kaya<br />

34


akan sumber alam. Kata-kata seperti itu dapat mengalami perubahan tergantung pada<br />

konteks kalimatnya. Dooshi termasuk jiritsugo, dapat membentuk sebuah bunsetsu<br />

walau tanpa bantuan kelas kata yang lain, <strong>dan</strong> dapat menjadi predikat bahkan dengan<br />

sendirinya memiliki potensi untuk menjadi sebuah kalimat. Selain itu, <strong>verba</strong> juga<br />

dapat menjadi keterangan bagi kelas kata lainnya pada sebuah kalimat, dalam bentuk<br />

kamus selalu diakhiri vokal /u/, <strong>dan</strong> memiliki bentuk perintah.<br />

Shimizu (2000: 45), mengemukakan tiga jenis dooshi, sebagai berikut (1)<br />

Jidooshi (iku „pergi‟, kuru „datang‟, okiru „bangun‟, neru „tidur‟, shimaru „tertutup‟,<br />

deru „keluar‟ nagareru „mengalir‟, <strong>dan</strong> sebagainya). Kata-kata ini menunjukkan<br />

kelompok dooshi yang tidak berarti mepengaruhi pihak lain. (2) Tadooshi (okosu<br />

„membangunkan‟, nekasu „menidurkan‟, shimeru „menutup‟, dasu „mengeluarkan‟,<br />

nagasu „mengalirkan‟, <strong>dan</strong> sebagainya). Kata-kata ini menunjukkan kelompok dooshi<br />

yang menyatakan arti mempengaruhi pihak lain. (3) Shodooshi (mieru „terlihat‟,<br />

kikoeru „terdengar‟, iru „perlu‟, niau „sesuai‟, ikeru „dapat pergi‟, kikeru, <strong>dan</strong><br />

sebagainya). Dooshi ini merupakan kelompok dooshi yang memasukkan<br />

pertimbangan pembicara, maka tidak dapat diubah ke dalam bentuk pasif <strong>dan</strong> kausatif.<br />

Selain itu, tidak memiliki bentuk perintah <strong>dan</strong> ungkapan kemauan (ishi hyoogen). Di<br />

antara kata-kata yang termasuk kelompok ini, kelompok dooshi yang memiliki makna<br />

potensial seperti ikeru <strong>dan</strong> kikeru disebut kanoo dooshi „<strong>verba</strong> potensial‟.<br />

35


Muraki (1996:16) mengemukakan mengenai fungsi <strong>verba</strong> sebagai berikut:<br />

日本語の動詞は、文の中で、文の末尾におかれて述語として文をしめ<br />

くくったり(終止用法)、文の途中で述語としてのはたらきを演じると同時<br />

に、さらに他の述語につながっていったり(中止あるいは連用用法)、後続<br />

の名詞を修飾限定したり「連体用法」という多機能をあらわしわけるために、<br />

また、肯定か否定か、断定か推量か、過去か現在・未来かといったさまざま<br />

な述べ方をあらわしわけるために、複雑な形を発達させているわけである。<br />

Nihongo no joshi wa, bun no nakade, bun no matsubi ni okarete jutsugo to<br />

shite bun wo shimekukuttari (shuushoohoo), bun no tochuu de jutsugo to shite no<br />

hataraki wo enjiru to douji ni, sara ni ta no jutsugo ni tsunagatte ittari (chuushi arui<br />

wa renyouyoohoo), kouzoku no namae wo shuushoku gentei shitari “rentaiyoohoo” to<br />

iu takinou wo arawashi wakeru tame ni, mata, koutei ka, hitei ka, <strong>dan</strong>tei ka, suiryou<br />

ka, kako ka, genzai/mirai ka to itta samazama na nobete kata wo arawashi wakeru<br />

tame ni, fukuzatsu na katachi wo hattatsu sasete iru wake de aru.<br />

Verba dalam <strong>bahasa</strong> Jepang di dalam kalimat diletakkan di akhir kalimat,<br />

dapat berfungsi sebagai predikat di akhir kalimat, atau sebagai predikat di tengah<br />

kalimat yang berhubungan dengan predikat lain di akhir kalimat, <strong>dan</strong> juga sebagai<br />

pewatas nomina. Selain sebagai predikat, <strong>verba</strong> <strong>bahasa</strong> Jepang juga digunakan dalam<br />

menyatakan, negasi, penegasan, dugaan, <strong>dan</strong> menyatakan kala, yaitu masa lampau,<br />

masa kini, atau masa yang akan datang.<br />

2.3.4 Teori Tata Bahasa Kasus<br />

Teori Tata Bahasa Kasus (TBK) Cook (1979) ditulis dalam buku yang<br />

berjudul Case Grammar: Development of the Matrix Model (1970-1978). TBK<br />

pertama kali diperkenalkan oleh Fillmore (1968) dalam karangannya yang berjudul<br />

The Case for Case yang dimuat dalam suntingan Bach <strong>dan</strong> Harms dengan judul<br />

Universal in Linguistic Theory. Teori ini kemudian direvisi oleh Chafe (1970). Teori<br />

kasus Cook (1979) merupakan perpaduan <strong>dan</strong> pengembangan dari TBK oleh Fillmore<br />

(1966, 1968, 1970, 1971), <strong>dan</strong> TBK Chafe (1970).<br />

36


2.3.4.1 Teori Tata Bahasa Kasus (TBK) Fillmore<br />

Kasus proposisi adalah bagian dari kerangka kasus <strong>verba</strong>. Kasus yang terikat<br />

oleh <strong>verba</strong> sentral dibagi menjadi dua kasus: yang penting untuk kerangka kasus <strong>dan</strong><br />

yang tidak penting. Kasus yang berhubungan secara langsung dengan kerangka kasus<br />

disebut kasus proposisi. Kasus yang bukan bagian dari kerangka kasus disebut kasus<br />

modal. Kasus modal selalu opsional terhadap struktur, se<strong>dan</strong>gkan kasus proposisional<br />

bersifat wajib atau opsional terhadap kerangka kasus. Fillmore (1969a: 366) membagi<br />

kalimat menjadi dua unsur, yaitu unsur modalitas <strong>dan</strong> unsur proposisi. Unsur<br />

modalitas meliputi: negasi, kala, modus, <strong>dan</strong> aspek. Sementara itu, unsur proposisi<br />

terdiri dari sebuah <strong>verba</strong> sebagai inti proposisi yang disertai sejumlah nomina yang<br />

ber<strong>peran</strong> sebagai kasus Agent (A), Experiencer (E), Benefaktive (B), Object (O), <strong>dan</strong><br />

Locative (L). Hubungan antara <strong>verba</strong> <strong>dan</strong> <strong>argumen</strong> yang menyertainya merupakan<br />

hubungan yang terjalin secara <strong>semantis</strong>, se<strong>dan</strong>gkan hubungan antara <strong>verba</strong> <strong>dan</strong> unsur<br />

modalitas terjalin secara gramatikal. Modalitas tidak mempengaruhi makna <strong>verba</strong><br />

sebagai inti proposisi, tetapi mempengaruhi makna <strong>verba</strong> secara gramatikal.<br />

Dalam karangannya yang terbit tahun 1968 Fillmore membagi kalimat atas (1)<br />

modalitas, yang bisa berupa unsur negasi, kala, aspek, <strong>dan</strong> adverbia; <strong>dan</strong> (2) proposisi<br />

yang terdiri dari sebuah <strong>verba</strong> disertai dengan sejumlah kasus. Hal tersebut dapat<br />

dilihat pada diagram 2.1 di bawah ini (dikutip dari Chaer: 1994: 371).<br />

37


Kalimat<br />

modalitas proposisi<br />

negasi<br />

kala <strong>verba</strong> <strong>argumen</strong>¹ <strong>argumen</strong>² <strong>argumen</strong>³<br />

modus<br />

aspek<br />

Diagram 2.1: Model struktur logis kalimat<br />

Diagram di atas menunjukkan posisi modalitas <strong>dan</strong> proposisi dalam sebuah<br />

kalimat. Bagan pada bagian sebelah kanan menunjukkan hubungan antara <strong>verba</strong><br />

sebagai pusat dengan kasus atau <strong>argumen</strong> yang diperlukan untuk membangun<br />

proposisi. Sementara itu, pada bagian sebelah kiri diagram 2.2 menunjukkan unsur<br />

modalitas yang bukan merupakan valensi <strong>verba</strong>.<br />

Kalimat<br />

modalitas proposisi<br />

kala <strong>verba</strong> pelaku objek instrumen<br />

lampau break John window hammer<br />

Diagram 2.2: Model struktur dalam (deep structure) kalimat<br />

38


Model struktur dalam (deep structure) kalimat direalisaikan dalam struktur<br />

lahir (surface structure) kalimat. Sebagai contoh, “John broke the window with a<br />

hammer” <strong>argumen</strong> John adalah kasus pelaku, <strong>argumen</strong> window adalah kasus objek,<br />

<strong>dan</strong> <strong>argumen</strong> hammer adalah kasus instrumen (alat). Kalimat “John broke the window<br />

with a hammer” merupakan realisasi dari perpaduan antara unsur modaliatas <strong>dan</strong><br />

proposisi. Yang dimaksud dengan kasus dalam teori ini adalah hubungan antara <strong>verba</strong><br />

<strong>dan</strong> nomina. Verba di sini sama dengan predikat, se<strong>dan</strong>gkan nomina sama dengan<br />

<strong>argumen</strong> dalam teori semantik generatif. Hanya saja <strong>argumen</strong> dalam teori ini diberi<br />

label kasus.<br />

2.3.4.2 Teori Tata Bahasa Kasus (TBK) Chafe<br />

Dalam bukunya Chafe menjelaskan bahwa struktur <strong>semantis</strong> didasarkan atas<br />

serangkaian hubungan antara <strong>verba</strong> sebagai inti (predikat) <strong>dan</strong> nomina yang diikatnya<br />

memiliki hubungan <strong>semantis</strong> khusus dengan <strong>verba</strong> yang mengikatnya. Struktur<br />

<strong>semantis</strong> dapat dilihat melalui kerangka kasus dalam Tata Bahasa Kasus, se<strong>dan</strong>gkan<br />

kasus adalah <strong>peran</strong> <strong>semantis</strong> <strong>argumen</strong> <strong>verba</strong>. Struktur <strong>semantis</strong> <strong>verba</strong> baru bisa<br />

dirumuskan apabila dipahami <strong>peran</strong> <strong>semantis</strong>nya. Dalam menganalisis <strong>peran</strong> <strong>semantis</strong><br />

yang perlu diperhatikan adalah ciri-ciri <strong>verba</strong>nya <strong>dan</strong> hubungan <strong>semantis</strong> antara <strong>verba</strong><br />

sebagai predikat <strong>dan</strong> <strong>argumen</strong>-<strong>argumen</strong> yang diikat oleh <strong>verba</strong> tersebut. Chafe (1970:<br />

163) mengemukakan a<strong>dan</strong>ya tujuh buah kasus, yakni Agent, Experiencer, Benefactive,<br />

Patient, Complement, Locative, <strong>dan</strong> Instrument.<br />

39


2.3.4.3 Teori Tata Bahasa Kasus (TBK) Cook<br />

Dalam penelitian ini digunakan TBK Cook (1979), karena teori ini merupakan<br />

perpaduan <strong>dan</strong> modifikasi dari TBK oleh Fillmore (1968), <strong>dan</strong> TBK oleh Chafe<br />

(1970). Dari modifikasi yang dilakukan Cook hanya menggunakan lima kasus, yaitu<br />

(1) Agent (A); (2) Experiencer (E); (3) Benefactive (B); (4) Object (O); <strong>dan</strong> (5)<br />

Locative (L) (Cook 1979: 124-125).<br />

Dalam sistem <strong>verba</strong> sebagai pusat dalam proposisi, kasus-kasus sebelumnya<br />

ditentukan oleh fitur-fitur yang terdapat di dalam <strong>verba</strong>. Pengertian kasus dalam hal<br />

ini tidak mutlak di dalam penggunaannya, tetapi dalam hubungannya dengan fitur-<br />

fitur tersebut. Kerangka kasus proposisi dalam kerangka teori ini dapat ditentukan<br />

sebagai berikut:<br />

Agent: kasus yang diperlukan oleh <strong>verba</strong> aksi yang menunjukkan pelaku dari<br />

aksi tersebut, <strong>dan</strong> kasus ini biasanya digunakan untuk makhluk hidup<br />

(animate) tetapi tidak selalu.<br />

Experiencer: kasus yang diperlukan oleh <strong>verba</strong> pengalam yang menunjuk pada<br />

makhluk hidup yang mengalami gejala psikologis atau yang berkaitan<br />

dengan perasaan, emosi, kognisi.<br />

Benefactive: kasus yang menyatakan kepemilikan, mendapat atau menyatakan<br />

kehilangan yang mengacu pada suatu objek.<br />

Object: hal-hal yang menyatakan:<br />

(a) kasus yang diperlukan oleh <strong>verba</strong> yang menyatakan keadaan objek<br />

yang terdapat dalam suatu keadaan; atau<br />

40


(b) kasus yang diperlukan oleh <strong>verba</strong> proses yang menyebabkan objek<br />

pengalam akan mengubah keadaan;<br />

(c) kasus yang diperlukan merupakan objek sebagai suatu pengalaman,<br />

<strong>dan</strong> merupakan stimulus yang menyebabkan suatu keadaan;<br />

(d) objek merupakan kasus yang menyatakan kepemilikan benda atau<br />

benda yang telah ditransfer.<br />

Locative: kasus yang diperlukan oleh <strong>verba</strong> lokatif yang menyatakan lokasi<br />

dari suatu objek atau perubahan dari lokasi suatu objek (Cook,<br />

1979: 52).<br />

Cook menjelaskan bahwa predikat adalah <strong>verba</strong> dalam pengertian umum <strong>dan</strong><br />

<strong>argumen</strong> <strong>verba</strong> sangat diperlukan untuk menentukan kasus. Model ini disebut Model<br />

Matriks Tata Bahasa Kasus. Selanjutnya, Cook mengatakan bahwa dalam<br />

menganalisis kasus dalam <strong>bahasa</strong> harus berpedoman pada persyaratan berikut.<br />

(a) Satuan informasi dalam wacana adalah klausa atau kalimat sederhana; dalam<br />

satuan informasi ini <strong>verba</strong> adalah elemen yang sentral. Makna inti dari kalimat<br />

tercantum pada makna <strong>verba</strong>.<br />

(b) Yang terkait dalam <strong>verba</strong> adalah serangkaian <strong>peran</strong>an kasus, yang <strong>argumen</strong>nya<br />

dalam proposisi dicantumkan dalam predikat sentral. Peranan proposisi<br />

berbeda dari <strong>peran</strong>an modal, yang tidak berhubungan dengan <strong>verba</strong>.<br />

(c) Hasil dari konfigurasi kasus disusun dalam dua belas matrix sel. Setiap<br />

konfigurasi semantik mempunyai sekurang-kurangnya satu <strong>peran</strong>an yang<br />

41


dihubungkan dengan <strong>verba</strong> <strong>dan</strong> tidak ada konfigurasi lebih dari tiga yang<br />

dihubungkan dengan <strong>peran</strong>an kasus (Cook, 1979: 124-125).<br />

Cook menyatakan bahwa dari lima kasus proposisional (AEBOL) tersebut,<br />

kemudian dapat disusun menjadi dua belas konfigurasi kerangka kasus dalam formasi<br />

<strong>semantis</strong> yang ditampilkan dalam bentuk matriks, seperti pada tabel di bawah ini.<br />

Tabel 2.1: tipe <strong>verba</strong> menurut model matriks TBK (Cook, 1979: 135).<br />

Tipe Verba Verba Dasar Experiencer Benefactive Locative<br />

1. Statif Os E-Os B-Os Os-L<br />

2. Proses O E-O B-O O-L<br />

3. Aksi A-O A-E-O A-B-O A-O-L<br />

Dalam tabel 2.1 di atas, Cook membagi <strong>verba</strong> menjadi tiga tipe utama <strong>verba</strong><br />

dasar, yaitu <strong>verba</strong> statif, <strong>verba</strong> proses, <strong>dan</strong> <strong>verba</strong> aksi. Selanjutnya hanya ada tiga tipe<br />

tambahan <strong>verba</strong> dasar, yaitu <strong>verba</strong> Pengalami (experiencer), <strong>verba</strong> Benefaktif<br />

(benefactive), <strong>dan</strong> <strong>verba</strong> Lokatif (locative). Jika dianggap bahwa setiap <strong>verba</strong> dasar<br />

utama tersebut dapat bergabung dengan ketiga <strong>verba</strong> dasar tambahan karena kasus-<br />

kasus yang bersangkutan harus hadir, maka akan terdapatlah dua belas tipe <strong>verba</strong><br />

secara keseluruhan. Adapun ciri-ciri kasus dari kedua belas tipe <strong>verba</strong> hasil dari<br />

proses kombinasi tersebut, dapat dilihat dalam kalimat di bawah ini.<br />

42


1. Verba Statif<br />

Verba Statif memiliki ciri kasus sebagai berikut:<br />

1) The lounge bar was empty [Os].<br />

Os<br />

2) She likes the frenchman [E-Os].<br />

E Os<br />

3) I have a bunch of pennies [B-Os].<br />

B Os<br />

4) Her money was in the drawer [Os-L].<br />

Os L<br />

2. Verba proses<br />

Verba Proses memiliki ciri kasus sebagai berikut:<br />

1) Her baby died [O].<br />

O<br />

2) I heard about it [E-O].<br />

E O<br />

3) Katharine received her ticket [B-O].<br />

B O<br />

4) The car drove to down town [O-L].<br />

O L<br />

3. Verba Aksi<br />

Verba aksi memiliki ciri kasus sebagai berikut:<br />

1) His partner shook his head [A-O]<br />

A O<br />

2) The old man told the boy a story [A-E-O].<br />

A E O<br />

3) Captain Alfurd gave her a ring [A-B-O].<br />

A B O<br />

4) Claud put one big foot on the porch step [A-O-L].<br />

A O L<br />

43


Model analisis kerangka kasus ditulis dalam bentuk “+ [___ x-y-z]”, tempat<br />

yang kosong menunjukkan posisi dari <strong>verba</strong> dalam struktur dasar, <strong>dan</strong> x-y-z adalah<br />

<strong>argumen</strong>-<strong>argumen</strong> yang dihubungkan dengan <strong>verba</strong> sebagai sentral. Model analisis<br />

dalam kerangka kasus dapat dilihat dalam contoh kalimat berikut:<br />

John gave the book to Mary.<br />

A O B<br />

GIVE, + [ ____ A-O-B]<br />

Predikat “give” adalah bentuk abstrak dari kalimat tersebut <strong>dan</strong> terdaftar di<br />

dalam <strong>argumen</strong>-<strong>argumen</strong> yang diberi nama sebagai Agent (A), Benefaktive (B), <strong>dan</strong><br />

Object (O) Lokative (L) (Cook, 1979: 149).<br />

Tanda ( __ ) dalam kerangka kasus tersebut menandakan bahwa ada kata kerja<br />

tertentu yang dapat dimasukkan dalam kerangka kasus bersangkutan. Tanda ( + )<br />

menyatakan fitur semantik.<br />

2.4 Model Penelitian<br />

Penelitian ini mengkaji “<strong>klasifikasi</strong> <strong>dan</strong> <strong>peran</strong> <strong>semantis</strong> <strong>argumen</strong> <strong>verba</strong> <strong>bahasa</strong><br />

Jepang”. Sesuai dengan tahapan kerja <strong>dan</strong> strateginya, maka penelitian ini dimulai<br />

dari tahap observasi data dari sumber-sumber tertulis yang telah ditentukan. Setelah<br />

itu, data dikumpulkan <strong>dan</strong> diproses berdasarkan metode deskriptif kualitatif. Data<br />

yang dimaksud adalah kalimat sederhana atau struktur proposisional. Dengan<br />

demikian, kalimat-kalimat kompleks dipecah <strong>dan</strong> disederhanakan atas proposisi-<br />

proposisi. Tahap selanjutnya adalah analisis data, teori yang digunakan sebagai<br />

44


tuntunan untuk memecahkan permasalahan <strong>dan</strong> menganalisis data adalah TBK Cook<br />

(1979). Adapun hal-hal yang dianalisis dalam penelitian ini adalah (1) <strong>klasifikasi</strong><br />

<strong>semantis</strong> <strong>verba</strong> <strong>bahasa</strong> Jepang; (2) <strong>peran</strong> <strong>semantis</strong> <strong>argumen</strong> <strong>verba</strong> <strong>bahasa</strong> Jepang; (3)<br />

kasus-kasus <strong>argumen</strong> yang terdapat pada <strong>verba</strong> <strong>bahasa</strong> Jepang. Selanjutnya, disajikan<br />

temuan sesuai dengan hasil analisis yang didapat. Bagian akhir penelitian ini adalah<br />

simpulan, isi dari simpulan tersebut adalah jawaban terhadap permasalahan yang<br />

dibahas dalam penelitian ini. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas, maka<br />

model penelitian ini diabstraksikan dalam bentuk diagram yang ditampilakan pada<br />

halaman berikutnya.<br />

45


Konsep<br />

Klasifikasi Semantis<br />

Verba Bahasa Jepang<br />

Diagram 2.3: Model Penelitian<br />

Bahasa Jepang<br />

Verba Bahasa Jepang<br />

……………….………………………………………………….<br />

Landasan Teori<br />

Metode<br />

Data<br />

Analisis Teori Tata Bahasa Kasus<br />

Peran Semantis Argumen<br />

Verba Bahasa Jepang<br />

Temuan<br />

Simpulan<br />

&<br />

Saran<br />

46<br />

Metode Deskriptif<br />

Kualitatif<br />

Kasus Modal<br />

&<br />

Kasus Tak Teraga


3.1 Rancangan Penelitian<br />

BAB III<br />

METODE PENELITIAN<br />

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif<br />

merupakan prosedur yang menghasilkan data deskriptif berupa data tertulis maupun<br />

lisan dalam sebuah <strong>bahasa</strong>. Metode deskriptif ini bertujuan membuat deskripsi<br />

mengenai sifat-sifat, keadaan serta hubungan fenomena-fenomena yang diteliti,<br />

sehingga didapat gambaran data yang ilmiah, Djajasudarma (1993--8,10). Selanjutnya,<br />

dalam upaya memecahkan masalah, ada tiga tahap strategis yang berurutan:<br />

penyediaan data, penganalisisan data yang telah disediakan itu, <strong>dan</strong> penyajian hasil<br />

analisis data yang bersangkutan (Sudaryanto, 1993: 5).<br />

3.2 Sumber Data<br />

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data<br />

kualitatif, yaitu berupa data tulisan karena tujuannya ialah meng<strong>klasifikasi</strong>kan <strong>dan</strong><br />

menentukan <strong>peran</strong> <strong>semantis</strong> yang dimainkan oleh setiap <strong>argumen</strong> yang terdapat pada<br />

data tersebut. Pemilihan data tulisan sebagai sumber data didasarkan atas<br />

pertimbangan bahwa aneka bentuk <strong>verba</strong> <strong>bahasa</strong> Jepang mudah ditemukan dari<br />

sumber data tersebut, <strong>dan</strong> <strong>bahasa</strong>nya telah mencerminkan pemakaian <strong>bahasa</strong> Jepang<br />

dalam berbagai situasi. Sumber data tulisan ini juga dipilih karena telah<br />

47


mempresentasikan penggunaan <strong>bahasa</strong> Jepang yang alamiah dalam berbagai aspek<br />

kehidupan sehingga memungkinkan mendapatkan data yang bervariasi.<br />

Data tulisan merupakan jenis data primer yang diperoleh dari novel Totto-<br />

Chan, <strong>dan</strong> buku Minna no Nihongo I, II, sebagai sumber data utama. Sementara itu,<br />

data penunjang diperoleh dari buku-buku linguistik <strong>dan</strong> buku-buku pelajaran, yaitu<br />

buku Nihongo Hand Book, Jurnal <strong>bahasa</strong> Jepang Nihongo Shimbun, Buku Gramatika<br />

Bahasa Jepang Modern, <strong>dan</strong> buku Dasar-dasar Linguistik Bahasa Jepang. Data yang<br />

dipilih berupa kalimat-kalimat kompleks dipecah menjadi kalimat sederhana yang<br />

memenuhi struktur proposisi.<br />

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari perpustakaan<br />

Program S2 Linguistik <strong>dan</strong> di ruang Jurusan Sastra Jepang Fakultas Sastra<br />

Universitas Udayana, yang berlokasi di jalan pulau Nias nomer 13 Sanglah, Denpasar.<br />

Kedua tempat tersebut menyediakan banyak buku-buku bacaan yang dapat dijadikan<br />

referensi dalam penelitian ini. Disamping itu, karena penelitian ini menggunakan<br />

pendekatan kualitatif sehingga untuk memperoleh pengetahuan <strong>dan</strong> data peneliti<br />

mengobservasi data dalam bentuk membaca informasi dari dokumentasi seperti,<br />

buku-buku yang membahas tentang teori linguistik secara umum, buku-buku<br />

pelajaran linguistik khususnya semantik, buku-buku yang membahas masalah <strong>verba</strong>,<br />

<strong>dan</strong> berbagai hasil karya tulis ilmiah (tesis). Semua sumber-sumber data tersebut<br />

tersedia di perpustakaan Program S2 Linguistik Fakultas Sastra Universits Udayana.<br />

Se<strong>dan</strong>gkan untuk sumber-sumber data dalam <strong>bahasa</strong> Jepang tersedia di ruang jurusan<br />

satra Jepang Fakultas Sastra Universitas Udayana.<br />

48


3.3 Instrumen Penelitian<br />

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, oleh karena itu peneliti<br />

sendiri ber<strong>peran</strong> sebagai instrumen utama dalam penelitian ini. Instrumen sangat<br />

penting karena segala sesuatu yang berhubungan dengan objek penelitian dapat<br />

tersimpan <strong>dan</strong> dapat direplikan kembali sesuai dengan kebutuhan. Instrumen dalam<br />

penelitian ini adalah peneliti, sehingga instrumenya adalah orang atau manusia<br />

(human instrument) (Sugiyono, 2009: 2). Data penelitian ini juga dikumpulkan<br />

dengan menggunakan instrumen tambahan, yaitu berupa buku-buku catatan <strong>dan</strong><br />

laptop/komputer. Data tulisan dipilih berdasarkan kriteria yang telah ditentukan, yaitu<br />

data dalam bentuk kalimat-kalimat sederhana yang telah memenuhi struktur proposisi.<br />

Data dipilah dengan cara menandai setiap <strong>verba</strong> yang terdapat dalam kalimat-kalimat<br />

dalam sumber data tersebut. Data yang dipilih dicatat dalam buku-buku catatan<br />

kemudian diketik <strong>dan</strong> diolah dalam komputer <strong>dan</strong> dicetak untuk disusun sehingga<br />

menjadi tesis ini.<br />

3.4 Metode <strong>dan</strong> Teknik Pengumpulan Data<br />

Data dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan metode simak <strong>dan</strong><br />

teknik catat. Metode simak dalam penelitian ini dimaknai sebagai metode<br />

pengumpulan data yang dilakukan dengan cara menyimak penggunaan <strong>bahasa</strong> secara<br />

tertulis. Metode ini memiliki teknik dasar, yaitu teknik sadap. Dalam kaitannya<br />

dengan penelitian ini, maka teknik sadap yang dimaksud adalah pengumpulan data<br />

dengan cara membaca naskah-naskah tertulis, seperti novel <strong>dan</strong> data-data tulisan<br />

49


lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini. Teknik catat adalah teknik lanjutan dari<br />

teknik sadap, mencatat dalam hal ini berarti peneliti mencatat penggunaan <strong>bahasa</strong><br />

dalam bentuk tulisan dari sumber-sumber data tersebut. Setiap kalimat dari sumber-<br />

sumber tulisan tersebut dicatat <strong>dan</strong> <strong>verba</strong> dalam setiap kalimat ditandai. Kalimat yang<br />

dimaksud adalah struktur proposisi. Dengan demikian, kalimat-kalimat kompleks<br />

dipecah atas proposisi-proposisi, kalimat-kalimat tanya, negatif, <strong>dan</strong> perintah<br />

dipan<strong>dan</strong>g dalam bentuk proposisinya. Data-data yang dipilih diketik dalam komputer<br />

kemudian ditandai dengan cara menggarisbawahi setiap unsur kalimat sehingga dapat<br />

memperjelas proposisi <strong>dan</strong> <strong>argumen</strong>-<strong>argumen</strong> yang membentuk kalimat tersebut.<br />

3.5 Metode <strong>dan</strong> Teknik Analisis Data<br />

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pa<strong>dan</strong>. Metode<br />

pa<strong>dan</strong> adalah metode yang alat penentunya di luar, terlepas, <strong>dan</strong> tidak menjadi bagian<br />

dalam <strong>bahasa</strong> yang bersangkutan (Sudaryanto, 1993: 13-15). Metode pa<strong>dan</strong> yang<br />

digunakan dalam penelitian ini adalah metode pa<strong>dan</strong> referent (penentunya adalah<br />

kenyataan yang ditunjuk oleh <strong>bahasa</strong>), <strong>dan</strong> metode pa<strong>dan</strong> translasional (menggunakan<br />

<strong>bahasa</strong> lain) yang alat penentunya adalah langue lain dalam hal ini adalah <strong>bahasa</strong><br />

Indonesia. Metode pa<strong>dan</strong> referensial dengan alat penentu referen diterapkan untuk<br />

menentukan ciri-ciri <strong>semantis</strong> <strong>verba</strong> <strong>bahasa</strong> Jepang. Misalnya, (1) naguru „memukul‟<br />

ialah kata yang menyatakan tindakan; (2) kawaku „mengering‟ ialah kata yang<br />

menyatakan makna proses; (3) kowareru „rusak, pecah‟ ialah kata yang menyatakan<br />

50


makna keadaan. Ketiga kata tersebut merupakan jenis <strong>verba</strong>, tetapi makna dari ketiga<br />

<strong>verba</strong> tersebut memiliki referen yang berbeda.<br />

Selanjutnya, metode pa<strong>dan</strong> referensial dengan penentu referen <strong>dan</strong> metode<br />

pa<strong>dan</strong> translasional dengan penentu langue lain, secara bersamaan digunakan untuk<br />

menentukan <strong>peran</strong> <strong>semantis</strong> yang dimainkan oleh nomina-nomina yang diikat oleh<br />

<strong>verba</strong> dalam suatu proposisi. Metode pa<strong>dan</strong> referensial digunakan untuk menentukan<br />

(sebagai penentu) <strong>peran</strong> <strong>semantis</strong> kasus-kasus yang terdapat pada <strong>verba</strong>, apakah<br />

<strong>peran</strong>nya sebagai Agent (A), Experincer (E), Benefaktive (B), Object (O), Locative<br />

(L). Metode pa<strong>dan</strong> translasional digunakan untuk memahami arti dari data, yang<br />

berupa data dalam <strong>bahasa</strong> Jepang yang dipa<strong>dan</strong>kan ke dalam <strong>bahasa</strong> Indonesia.<br />

Satuan lingual yang bersangkutan benar-benar disesuaikan, diselaraskan, atau<br />

dipa<strong>dan</strong>kan dengan identitas atau kejatian unsur penentunya. Dengan demikian, akan<br />

dapat ditentukan antara unsur penentu dengan unsur yang ditentukan.<br />

Contoh: 1. 私 は リーさん に 時計 を 上げます。<br />

Watashi wa Ri-san ni tokei wo agemasu.<br />

Agent (A) Benefactive (B) Object (O)<br />

\ \ \ \ \ \ \<br />

saya Part Lee Part jam Part memberi<br />

Arg1 Arg2 Arg3 Verb<br />

„Saya memberi saudara Lee jam‟.<br />

51


2. 菜穂さん は 韓 国 語 が 分かる。<br />

Naho san wa kankoku go ga wakaru.<br />

Experiencer (E) Object (O)<br />

\ \ \ \ \<br />

Naho Part Korea Bahasa Part mengerti<br />

Arg1 Arg2 Verb<br />

„Naho mengerti <strong>bahasa</strong> Korea‟.<br />

Teknik analisis yang diterapkan dalam penelitian ini adalah teknik pilah unsur<br />

penentu. Sudaryanto (1993: 23) mengatakan bahwa referen kalimat pada umumnya<br />

adalah peristiwa atau kejadian; padahal, setiap peristiwa atau kejadian melibatkan<br />

berbagai unsur (tokoh) yang memiliki <strong>peran</strong> penting di dalamnya; tanpa unsur (tokoh)<br />

yang dimaksud tidak mungkin peristiwa itu akan terjadi sebagaimana a<strong>dan</strong>ya.<br />

Dengan a<strong>dan</strong>ya pemilahan dari usur atau <strong>peran</strong> yang dimainkan oleh setiap<br />

kata dalam kalimat, dapat diketahui bahwa ada pelaku (agent), pengalami<br />

(experiencer), benefaktif, objek, <strong>dan</strong> juga lokatif. Berdasarkan jumlah <strong>dan</strong> jenis unsur<br />

yang terlibat dalam suatu proposisi maka <strong>peran</strong> <strong>semantis</strong> <strong>argumen</strong> <strong>verba</strong> dapat<br />

dibedakan antara <strong>verba</strong> satu dengan <strong>verba</strong> yang lainnya.<br />

Contoh: 3 父 は 金 が あります。<br />

Chichi wa kane ga arimasu.<br />

Benefactive (B) Object (O)<br />

\ \ \ \ \<br />

ayah Part uang Part punya/ada<br />

Arg1 Arg2 Verb<br />

„Ayah punya uang‟.<br />

52


4. 私 は 木村 さん に 傘 を 貸して あげました。<br />

Watashi wa Kimura san ni kasa wo kashite agemashita.<br />

Agent (A) Benefactive (B) Object (O)<br />

\ \ \ \ \ \ \<br />

saya Part Kimura Part payung Part meminjamkan<br />

Arg1 Arg2 Arg3 Verb<br />

„Saya meminjamkan payung kepada saudara Kimura‟.<br />

Dengan teknik pemilahan unsur maka kalimat (3) di atas dapat dianalisis<br />

sebagai berikut. Chichi „ayah‟ adalah nomina persona yang ber<strong>peran</strong> sebagai kasus<br />

benefaktif (B), <strong>dan</strong> partikel ga sebagai penanda <strong>verba</strong> statif yang menyatakan makna<br />

keadaan. Sementara itu, kane „uang‟ adalah nomina tak bernyawa ber<strong>peran</strong> sebagai<br />

kasus objek yang dalam keadaan dimiliki oleh nomina persona chichi „ayah‟ partikel<br />

wa digunakan sebagi penanda persona. Klausa (3) di atas memiliki dua <strong>argumen</strong> inti,<br />

yaitu kasus chichi adalah kasus benefaktif (kepemilikan), <strong>dan</strong> kasus kane adalah<br />

kasus objek yang dalam keadaan dimilki. Berdasarkan ciri-ciri kasusnya maka <strong>peran</strong><br />

<strong>semantis</strong> <strong>argumen</strong> <strong>verba</strong> (3) di atas adalah <strong>peran</strong> <strong>semantis</strong> <strong>argumen</strong> <strong>verba</strong> benefaktif-<br />

objek.<br />

Demikian juga dengan kalimat (4) kasus-kasus yang diikat oleh <strong>verba</strong> sebagai<br />

inti proposisi dapat diketahui melalui teknik pilah unsur, yaitu watashi „saya‟<br />

memiliki <strong>peran</strong> kasus agentif-aktif (A), Kimura-san „Kimura‟ memiliki <strong>peran</strong> kasus<br />

benefaktif (B) (pemanfaat) karena menerima pemberian dari agen, <strong>dan</strong> kasa „payung‟<br />

memiliki <strong>peran</strong> objek (O). Peran <strong>semantis</strong> <strong>argumen</strong> yang terdapat pada kalimat di atas<br />

adalah <strong>peran</strong> <strong>semantis</strong> <strong>verba</strong> aksi-benefaktif-objek.<br />

53


Dalam kaitannya dengan langue lain, teknik pilah unsur dapat digunakan<br />

untuk mengetahui sifat <strong>dan</strong> watak <strong>bahasa</strong> yang berbeda. Bahasa Jepang memiliki<br />

sistem yang berbeda dengan <strong>bahasa</strong> Indonesia. Sebagai contoh, <strong>bahasa</strong> Jepang<br />

memiliki sistem kebermarkahan, perubahan <strong>verba</strong> tetapi dalam <strong>bahasa</strong> Indonesia<br />

tidak. Dengan menggunakan metode pilah unsur <strong>dan</strong> dibantu dengan pemahaman<br />

peneliti terhadap kaidah yang berlaku dalam <strong>bahasa</strong> Jepang, unsur <strong>bahasa</strong> yang ada<br />

dalam <strong>bahasa</strong> yang berbeda dapat diketahui. Misalnya, dalam <strong>bahasa</strong> Jepang <strong>argumen</strong><br />

objek ditandai oleh partikel „wo‟, datif ditandai oleh partikel „ni‟, <strong>argumen</strong> agen<br />

(pelaku) ditandai oleh partikel „ga‟/„wa‟.<br />

3.6 Metode <strong>dan</strong> Teknik Penyajian Hasil Analisis<br />

Metode penyajian analisis data ada dua, yaitu metode formal <strong>dan</strong> informal<br />

Sudaryanto (1993: 144-145). Metode penyajian dalam penelitian ini menggunakan<br />

analisis data formal <strong>dan</strong> informal. Metode formal merupakan analisis data dengan<br />

menggunakan tanda-tanda atau lambang linguistik. Tanda-tanda yang dimaksud<br />

dalam penelitian ini adalah: tanda {}; tanda *. Metode informal merupakan metode<br />

analisis dengan menggunakan serangkaian kalimat atau kata-kata yang disusun<br />

menjadi beberapa paragraf sebagai penjelasasan dari hasil analisis data. Hasil yang<br />

telah ditemukan kemudian dirumuskan secara sistematis, jelas, <strong>dan</strong> mudah dipahami.<br />

54


BAB IV<br />

HASIL DAN PEMBAHASAN<br />

4.1 Klasifikasi Semantis Verba Bahasa Jepang<br />

Verba dalam setiap <strong>bahasa</strong> di dunia merupakan unsur yang sangat penting<br />

dalam membentuk suatu kalimat. Dikatakan penting karena keseluruhan makna<br />

kalimat tersebut melekat pada makna <strong>verba</strong>nya. Begitu pun dalam <strong>bahasa</strong> Jepang,<br />

<strong>verba</strong> merupakan unsur yang tidak dapat dihilangkan dalam pembentukan sebuah<br />

kalimat, untuk menunjukkan suatu aktivitas, proses ataukah keadaan yang<br />

ditunjukkan oleh <strong>verba</strong> dalam kalimat tersebut. Sesuai dengan landasan teori <strong>dan</strong><br />

konsep-konsep yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, <strong>dan</strong> berdasarkan data-<br />

data yang diperoleh, <strong>verba</strong> <strong>bahasa</strong> Jepang dapat di<strong>klasifikasi</strong>kan menjadi tiga, yaitu<br />

<strong>verba</strong> statif, <strong>verba</strong> proses, <strong>dan</strong> <strong>verba</strong> aksi.<br />

4.1.1 Verba Statif Bahasa Jepang<br />

Verba statif <strong>bahasa</strong> Jepang menyatakan suatu entitas yang berada dalam<br />

keadaan atau kondisis tertentu. Verba ini mempunyai ciri <strong>semantis</strong> statif/stabil atau<br />

tidak dinamis karena peristiwa yang diekspresikan pada umumnya tidak menerima<br />

bentuk progresif <strong>dan</strong> tidak ada transfer tindakan dari partisipan yang satu ke<br />

partisipan yang lainnya. Tidak dapat dipakai dalam kalimat perintah, mengharuskan<br />

hadirnya satu kasus objek dalam struktur logisnya. Objek yang dimaksud adalah<br />

entitas yang berada dalam suatu keadaan atau kondisi yang dinyatakan <strong>verba</strong>nya.<br />

55


Verba statif <strong>bahasa</strong> Jepang tidak memiliki ciri <strong>semantis</strong> kesengajaan karena peristiwa<br />

yang digambarkan tidak disengaja oleh subjek. Dengan kata lain, subjek tidak<br />

membentuk atau tidak mengendalikan situasi, tetapi terkena pengaruh dari partisipan<br />

lain/subjek dipengaruhi oleh peristiwa yang dinyatakan oleh <strong>verba</strong>nya, seperti contoh<br />

kalimat di bawah ini.<br />

1. 富士山 が 聳える<br />

Kumo ga sobieru .<br />

awan Part menjulang gunung-gunung<br />

„Gunung Fuji tegak menjulang‟.<br />

2. 川 が 低地 を 流れる。<br />

Kawa ga teichi wo nagareru.<br />

sungai Part dataran rendah Part mengalir<br />

„Sungai mengalir di dataran rendah‟.<br />

Verba sobieru „menjulang tinggi‟, nagareru „mengalir‟ menyatakan entitas<br />

yang berada dalam suatu keadaan atau kondisi tertentu. Keadaan yang digambarkan<br />

belum selesai atau tidak memiliki batas akhir. Verba sobieru „menjulang tinggi‟,<br />

nagareru „mengalir‟ juga mengekspresikan dimana suatu keadaan bertahan dalam<br />

kurun waktu yang lama <strong>dan</strong> tak terbatas. Verba sobieru „menjulang tinggi‟ <strong>dan</strong><br />

nagareru „mengalir‟ menggambarkan bahwa keadaan yang terjadi secara alami.<br />

3. a. ここ に 本 が ある。<br />

Koko ni hon ga aru.<br />

sini Part buku Part ada<br />

‟Di sini ada buku‟.<br />

56


.* ここ に 本 が あっている。<br />

Koko ni hon ga atteiru (*atteiru =bentuk teiru dari aru).<br />

sini Part buku Part ada<br />

„Di sini ada buku‟.<br />

4. a. 私 は 日本語 が できる。<br />

Watashi wa nihongo ga dekiru.<br />

saya Part <strong>bahasa</strong> Jepang Part mampu<br />

„Saya mampu ber<strong>bahasa</strong> Jepang‟.<br />

b. *私 は 日本語 が できている。<br />

Watashi wa nihongo ga dekiteiru (*dekiteiru=bentuk teiru dari dekiru).<br />

saya Part bhs Jepang Part mampu<br />

„Saya (se<strong>dan</strong>g) mampu ber<strong>bahasa</strong> Jepang‟.<br />

5. a. 仕事 が 終わる<br />

shigoto ga owaru.<br />

pekerjaan Part selesai<br />

„Pekerjaan selesai‟.<br />

b. * 仕事 が 終わっている。<br />

Shigoto ga owatteiru. (*owatteiru=bentuk te iru dari owaru).<br />

pekerjaan Part selesai<br />

„Pekerjaan (se<strong>dan</strong>g) selesai‟.<br />

Tanda (*) yang terdapat dalam contoh kalimat di atas menunjukkan bahwa<br />

<strong>verba</strong> statif dalam Bahasa Jepang mempunyai ciri <strong>semantis</strong> statif/stabil atau tidak<br />

dinamis karena peristiwa yang diekspresikan pada umumnya tidak menerima bentuk<br />

progresif. Verba aru „ada‟ <strong>dan</strong> <strong>verba</strong> owaru „selesai„ tidak berterima secara<br />

gramatikal jika diubah menjadi bentuk (て/でいる te/deiru). Kalimat (3--5 b) tidak<br />

berterima secara gramatikal karena akan terasa jangal jika dikatakan seperti itu. Akan<br />

57


tetapi, ada beberapa <strong>verba</strong> statif dalam <strong>bahasa</strong> Jepang yang selalu dinyatakan dengan<br />

bentuk se<strong>dan</strong>g (te/deiru), seperti yang terlihat dalam kalimat berikut ini.<br />

6. a. 田中 さん の カメラ は もっと 優れている。<br />

Tanaka san no kamera wa motto sugureteiru.<br />

Tanaka Part kamera Part unggul<br />

„Kamera Tanaka lebih unggul‟.<br />

b. 真由美さん は お母さんに 似ているが、妹さん は お父さん に 似ている。<br />

Mayumisan wa okaasan ni niteiru ga, imoutoosan wa otousan ni niteiru.<br />

Mayumi Part ibu Part mirip Part adik perempuan Part ayah Part mirip<br />

„Mayumi mirip ibunya, tetapi adik perempuannya mirip bapaknya‟.<br />

c. この 道 が 曲がっている。<br />

Kono michi ga magatteiru.<br />

ini jalan Part membelok<br />

„Jalan ini membelok‟.<br />

Verba sugureteiru „unggul‟, niteiru „mirip‟, magatteiru „berbelok‟ pada<br />

kalimat (6a-c) di atas, menyatakan keadaan sesuatu secara khusus, <strong>dan</strong> selalu<br />

dinyatakan dengan bentuk se<strong>dan</strong>g (te/deiru). Bentuk se<strong>dan</strong>g dalam hal ini berarti<br />

sesuatu yang se<strong>dan</strong>g dalam suatu keadaan yang stabil/tetap, bukan suatu keadaan<br />

yang se<strong>dan</strong>g berlangsung. Jadi <strong>verba</strong> ini menggambarkan kondisi yang stabil atau<br />

tidak akan terjadi perubahan, karena memang sudah menjadi suatu kondisi yang tetap,<br />

seperti contoh kalimat di bawah ini.<br />

7. 私 の 時計 が なくなった。<br />

Watashi no tokei ga nakunatta.<br />

saya Part jam Part hilang<br />

„Arloji saya hilang‟<br />

58


8. 彼 は 病気 が 治った。<br />

Kare wa byouki ga naotta.<br />

dia Part sakit Part sembuh<br />

‟Dia sakinya sudah sembuh‟.<br />

9. 私 は はら が 空いた。<br />

Watashi wa hara ga suita.<br />

saya Part perut Part lapar<br />

‟Perut saya lapar.‟<br />

10. 彼 は インドネシア 語 が 分かる。<br />

Kare wa Indonesia go ga wakaru.<br />

dia Part Indonesia <strong>bahasa</strong> Part mengerti<br />

„Ia mengerti <strong>bahasa</strong> Indonesia‟.<br />

11. 森本 さん は 交通事故 で 死んでいる。<br />

Morimoto san wa koutsuujiko de shinde iru.<br />

Morimoto Part kecelakaan Part meninggal<br />

„Morimoto meninggal akibat kecelakaan lalu-lintas‟.<br />

12. 私 は その 報道 に 驚いた。<br />

Watashi wa sono houdou ni odoroita.<br />

saya Part itu berita Part terkejut<br />

„Saya menerima berita itu dengan rasa terkejut‟.<br />

Verba nakunatta „hilang‟, naotta „sembuh‟, wakaru „mengerti‟, shinde iru<br />

„meninggal‟, odoroita „terkejut‟. Keenam <strong>verba</strong> di atas adalah <strong>verba</strong> keadaan karena<br />

subjeknya tidak mengendalikan situasi, tetapi dipengaruhi oleh peristiwa yang<br />

dinyatakan oleh makna <strong>verba</strong>nya.<br />

59


4.1.2 Verba Proses Bahasa Jepang<br />

Verba proses <strong>bahasa</strong> Jepang mempunyai ciri <strong>semantis</strong> [proses]. Verba ini<br />

mendeskripsikan entitas yang mengalami proses perubahan entitas dari suatu keadaan<br />

atau kondisi menjadi keadaan lain. Verba proses <strong>bahasa</strong> Jepang juga menunjukkan<br />

perubahan atau kedinamisan, mengijinkan dipakainya bentuk progresif <strong>dan</strong> tidak<br />

dapat dipakai untuk membuat kalimat perintah [ - imperatif]. Memiliki ciri-ciri<br />

<strong>semantis</strong> [ - sengaja] <strong>dan</strong> [ - kinesis]. Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh berikut.<br />

13. 花 が きれい に 咲いている。<br />

Hana ga kirei ni saiteiru.<br />

bunga Part cantik Part berkembang<br />

„Bunga tengah berkembang dengan cantik‟.<br />

14. 湯 が 沸いている。<br />

Yu ga waiteiru<br />

air Part mendidih<br />

„Air sudah mendidih‟.<br />

15. 雨 が 降っている。<br />

Ame ga futteiru.<br />

Hujan Part turun<br />

„Hujan (se<strong>dan</strong>g) turun.<br />

16. 学生 の 数 が 高まっている。<br />

Gakusei no kazu ga takamatteiru.<br />

siswa Part jumlah Part bertambah<br />

„Jumlah siswa bertambah‟.<br />

60


Verba saiteiru „se<strong>dan</strong>g mekar/berkembang‟, <strong>verba</strong> waiteiru „mendidih‟, <strong>verba</strong><br />

futteiru „(se<strong>dan</strong>g) turun‟, takamatteiru „bertambah‟ mengekspresikan a<strong>dan</strong>ya suatu<br />

perubahan yang se<strong>dan</strong>g berlangsung. Verba bentuk (te/deiru) pada keempat kalimat<br />

di atas menunjukkan proses progresif atau ciri kedinamisan yang terjadi pada objek<br />

keempat <strong>verba</strong> tersebut.<br />

17. 彼 の 声 は 次第 に 高くなってきた。<br />

Kare no koe wa shidai ni takakunattekita.<br />

dia Part suara Part makin Part meninggi<br />

„Suaranya makin meninggi‟.<br />

18. 値段 が 高くなる。<br />

Ne<strong>dan</strong> ga takakunaru.<br />

harga Part jadi mahal<br />

„Harga jadi mahal‟.<br />

19. テレビ の 音 が おきくなる。<br />

Terebi no oto ga okikunaru.<br />

televisi Part suara Part jadi besar<br />

„Suara televisi jadi besar‟.<br />

20. 彼 の 髪 は 白くなった。<br />

Kare no kami wa shirokunatta.<br />

dia Part rambut Part putih<br />

„Rambutnya sudah memutih‟.<br />

Verba takakunattekita „meninggi‟, takakunaru „jadi mahal‟, okikunaru „jadi<br />

besar‟, <strong>dan</strong> <strong>verba</strong> shirokunatta „memutih‟ tergolong <strong>verba</strong> proses. Verba proses di<br />

atas dibentuk melalui proses derivasi dari kelas kata adjektiva menjadi kelas kata<br />

<strong>verba</strong>. Proses derivasi ini dilakukan dengan cara menghilangkan akhiran yang<br />

61


terdapat pada adjektiva. Misalnya, takai „tinggi‟ dihilangkan akhiran (i) sehingga<br />

menjadi taka kemudian ditambahkan dengan morfem ku + -naru menjadi takaku naru<br />

„jadi tinggi‟. Setiap kelas kata adjektiva (i) yang diderivasi menjadi kelas kata <strong>verba</strong><br />

dilakukan dengan cara menghilangkan akhiran yang terdapat pada adjektiva masing-<br />

masing. Pada umumnya adjektiva Bahasa Jepang yang dapat diderivasi menjadi <strong>verba</strong><br />

biasanya berakhiran (~ai, ~oi, ~ui, ~ii) oleh karena itu kata sifat ini disebut kata sifat<br />

(i). Sementara itu, akhiran ~te kita yang terdapat dalam kalimat no 17 <strong>dan</strong> akhiran<br />

~natta pada kalimat no 20 di atas merupakan fungsi gramatikal yang menunjukkan<br />

aspek progresif <strong>dan</strong> kala lampau.<br />

4.1.3 Verba Aksi Bahasa Jepang<br />

Verba aksi <strong>bahasa</strong> Jepang adalah <strong>verba</strong> yang mempunyai ciri <strong>semantis</strong><br />

tindakan <strong>dan</strong> perbuatan, yaitu menyatakan aksi gerakan, ujaran, <strong>dan</strong> perpindahan.<br />

Subjek <strong>verba</strong> ini adalah nomina yang memiliki ciri semantik [ + bernyawa] yang<br />

ber<strong>peran</strong> sebagai pelaku dari suatu aksi/perbuatan. Memiliki komponen <strong>semantis</strong> [ +<br />

dinamis], [ + sengaja], [-/+kinesis], [ + imperatif/perintah ]. Verba aksi <strong>bahasa</strong> Jepang<br />

mengharuskan kehadiran <strong>argumen</strong> agen sebagai pelaku suatu aksi <strong>dan</strong> <strong>argumen</strong> objek<br />

yang terkena pengaruh suatu aksi atau merupakan hasil dari suatu aksi .<br />

21. 私 は 仕事 を 探す。<br />

Watashi wa shigoto w o sagasu.<br />

saya Part pekerjaan Part mencari<br />

„Saya mencari pekerjaan‟.<br />

62


22. あなた は 何 を 飲みます か。<br />

Anata wa nani wo nomimasu ka.<br />

anda Part apa Part minum Part<br />

„Anda mau minum apa?‟<br />

Verba sagasu „mencari‟, nomimasu „minum‟ pada kalimat di atas memiliki<br />

dua <strong>argumen</strong> yaitu <strong>argumen</strong> agen <strong>dan</strong> <strong>argumen</strong> objek. Argumen agen pada kalimat<br />

(21) di<strong>peran</strong>kan oleh kata watashi „saya‟, <strong>dan</strong> kata shigoto „pekerjaan‟ sebagai<br />

objeknya. Sementara itu, pada kalimat (22) <strong>argumen</strong> agen di<strong>peran</strong>kan oleh kata anata<br />

„anda‟ <strong>dan</strong> kata nani „apa‟ sebagai kata ganti objek yang akan dikenai suatu perbuatan.<br />

23. 仕事 を 探してください。<br />

Shigoto wo sagashitekudasai.<br />

pekerjaan Part carilah<br />

„Carilah pekerjaan!<br />

24. ジュース を 飲んでください。<br />

Juusu wo nondekudasai.<br />

Jus Part minumlah<br />

„Minumlah jus itu!<br />

25. 御飯 を 食べてください。<br />

Gohan wo tabetekudasai.<br />

nasi Part makanlah<br />

„Makanlah!<br />

Verba aksi <strong>bahasa</strong> Jepang dapat digunakan untuk membentuk kalimat perintah.<br />

Hal ini dapat dibuktikan berdasarkan contoh kalimat (23-25) di atas. Bentuk ~te<br />

63


kudasai/~nde kudasai adalah salah satu bentuk yang digunakan untuk membuat<br />

kalimat perintah.<br />

26. a. 飛行機 を 見る。<br />

Hikouki wo miru.<br />

pesawat Part melihat<br />

„Melihat pesawat‟.<br />

b. 飛行機 が 見える。<br />

Hikouki ga mieru.<br />

pesawat Part terlihat<br />

„Terlihat pesawat‟.<br />

27. a. 友達 の 家 で ラジオ を 聞く。<br />

Tomodachi no uchi de rajio wo kiku.<br />

teman Part rumah Part radio Part mendengarkan<br />

„Mendengarkan radio di rumah teman‟.<br />

b. その 言葉 は 彼 の 耳 に 美しく 聞こえた。<br />

Sono kotoba wa kare no mimi ni utsukushiku kikoeta.<br />

itu ucapan Part dia Part telinga Part merdu terdengar<br />

„Ucapan itu terdengar merdu di telinganya‟.<br />

Verba aksi <strong>bahasa</strong> Jepang juga memiliki ciri <strong>semantis</strong> [ + sengaja]. Hal ini<br />

dapat dibuktikan dengan kalimat (26a), (27a) bahwa <strong>argumen</strong> agen yang<br />

mengendalikan, membentuk, <strong>dan</strong> mempengaruhi situasi yang dipengaruhi oleh<br />

predikatnya. Seperti kalimat di atas, <strong>verba</strong> miru „melihat‟, kiku „mendengarkan‟<br />

mengindikasikan bahwa pelaku dengan sengaja melakukan aktivitas melihat pesawat<br />

<strong>dan</strong> mendengarkan radio. Berbeda dengan kalimat (26b), (27b) [ - sengaja], pelaku<br />

tidak mengendalikan situasi tetapi sebaliknya pelaku dikendalikan atau dipengaruhi<br />

64


oleh makna <strong>verba</strong>nya. Dengan demikian, <strong>verba</strong> yang terdapat pada kalimat (26b) <strong>dan</strong><br />

(27b) tidak termasuk <strong>verba</strong> aksi. Berdasarkan ciri <strong>semantis</strong>nya <strong>verba</strong> (26b) <strong>dan</strong> (27b)<br />

tergolong <strong>verba</strong> proses.<br />

28. テレビ の 音 を 小さくする。<br />

Terebi no oto wo chisakusuru.<br />

televisi Part suara Part mengecilkan<br />

„Mengecilkan suara radio‟.<br />

29. 値段 を 高くする。<br />

Ne<strong>dan</strong> wo takakusuru.<br />

harga Part menaikkan<br />

„Menaikkan harga‟.<br />

30. 髪 を 黒くする。<br />

Kami w o kurokusuru.<br />

rambut Part menghitamkan<br />

„Menghitamkan rambut‟.<br />

Verba aksi dalam <strong>bahasa</strong> Jepang bisa juga diturunkan dari kelas adjektiva (i)<br />

menjadi <strong>verba</strong>. Proses penurunan semantik ini dilakukan dengan cara menghilangkan<br />

sufiks (i) yang terdapat dalam masing-masing adjektiva-i kemudian ditambahkan ~ku<br />

suru. Verba chisakusuru ‟mengecilkan‟, takakusuru ‟menaikkan‟, <strong>dan</strong><br />

kurokusuru ‟menghitamkan‟ pada kalimat (28--30) di atas merupakan hasil proses<br />

derivasi dari adjektiva-i menjadi <strong>verba</strong> aksi.<br />

65


TIPE SEMANTIS<br />

CIRI SEMANTIS<br />

TABEL 4.1 KLASIFIKASI SEMANTIS VERBA BAHASA JEPANG<br />

STATIF PROSES AKSI<br />

STATIF/STABIL + - -<br />

DINAMIS - + +<br />

SENGAJA - - +<br />

KINESIS - - +<br />

[-/+ ~TE IRU/ ~DE IRU -/+ + +<br />

66


4.2 Peran Semantis Verba Bahasa Jepang<br />

Kategori kasus (cases) dalam Teori Tata Bahasa Kasus terbagi atas dua bagian,<br />

yaitu (1) kasus proposisi, <strong>dan</strong> (2) kasus modal (modal cases). Kasus proposisi ialah<br />

kasus yang merupakan valensi <strong>verba</strong> atau kasus yang diimplikasikan oleh <strong>verba</strong>.<br />

Dengan kata lain, kehadirannya dalam struktur <strong>semantis</strong> ditentukan oleh <strong>verba</strong>. Kasus<br />

proposisi ada yang bersifat wajib (wajib hadir) <strong>dan</strong> ada yang bersifat opsional/pilihan<br />

dalam struktur lahir. Kasus proposisi yang kehadirannya bersifat wajib disebut <strong>peran</strong><br />

proposisi teraga (overt: kasus proposisi yang diimplikasikan oleh <strong>verba</strong> <strong>dan</strong> wajib<br />

hadir dalam struktur lahir), se<strong>dan</strong>gkan kasus proposisi yang kehadirannya bersifat<br />

opsional/pilihan disebut <strong>peran</strong> proposisi tak teraga (covert: kasus proposisi yang<br />

diimplikasikan oleh <strong>verba</strong> tetapi opsional dalam struktur lahir <strong>dan</strong> hadir dalam<br />

struktur batin atau struktur logika). Cook meng<strong>klasifikasi</strong>kan kasus tak teraga<br />

(covert) itu menjadi tiga bagian, yaitu (1) kasus koreferensial, (2) kasus terkandung,<br />

<strong>dan</strong> (3) kasus leksikalisasi. Kasus koreferensial adalah kasus yang menunjuk dua nosi<br />

yang mempunyai acuan <strong>semantis</strong> yang sama. Kasus terkandung (build in) adalah<br />

kasus yang tidak muncul pada struktur luar tapi secara intuisi hadir pada struktur<br />

logika atau batin. Kasus leksikalisasi adalah kasus yang tidak hadir pada struktur lahir<br />

karena kasus itu dileksikalisasi dalam <strong>verba</strong>. Kasus modal (modal cases: kasus yang<br />

tidak diimplikasikan oleh <strong>verba</strong> <strong>dan</strong> selalu opsional dalam struktur lahir) ialah kasus<br />

yang tidak merupakan valensi <strong>verba</strong>. Kehadirannya dalam struktur <strong>semantis</strong> tidak<br />

bergantung pada <strong>verba</strong> (Cook, 1979: 82). Realisasi kasus modal pada struktur luar<br />

67


hanya bersifat opsional (tidak harus), hal ini terjadi untuk memenuhi fungsi<br />

gramatikal suatu <strong>bahasa</strong>.<br />

Ada lima kasus proposisi, yaitu Agent (Agen), Experiencer (Pengalami),<br />

Benefactive (Benefaktif), Object (Objek), <strong>dan</strong> Locative (Lokatif). Sementara itu,<br />

kasus-kasus modal adalah Time (waktu), Manner (cara), Instrument (Instrumen),<br />

Cause (Sebab), Purpose (Maksud). Result (Akibat), Outer Benefactive (Benefaktif<br />

luar), <strong>dan</strong> Outer Locative (Lokatif luar). Yang dimaksud Outer Benefactive<br />

(Benefaktif luar) ialah kasus Benefaktif yang tidak bergantung pada <strong>verba</strong> dalam<br />

suatu struktur proposisi. Demikian juga Outer Locative ialah kasus Lokatif yang tidak<br />

bergantung pada <strong>verba</strong> dalam suatu struktur proposisi (Cook 1973:57; 1974:8;<br />

1978:82).<br />

Dengan mengunakan landasan teori yang telah dibicarakan dalam bab<br />

sebelumnya, maka di bawah ini dijelaskan kasus-kasus proposisi <strong>dan</strong> kasus modal<br />

yang terdapat dalam kalimat <strong>bahasa</strong> Jepang dengan menampilkan data-data sebagi<br />

ilustrasi. Kalimat-kalimat data yang ditampilkan adalah kalimat-kalimat sederhana<br />

yang sudah memenuhi struktur proposisi.<br />

Pada bab ini membahas <strong>peran</strong> <strong>semantis</strong> <strong>argumen</strong> <strong>verba</strong> <strong>bahasa</strong> Jepang, yaitu<br />

<strong>verba</strong> dasar yang terdiri atas <strong>verba</strong> statif, <strong>verba</strong> proses, <strong>dan</strong> <strong>verba</strong> aksi. Pem<strong>bahasa</strong>n<br />

dilakukan untuk mengidentifikasi <strong>peran</strong> <strong>semantis</strong> <strong>argumen</strong> <strong>verba</strong> statif, <strong>verba</strong> proses,<br />

<strong>dan</strong> <strong>verba</strong> aksi yang dikombinasikan dengan <strong>verba</strong> tambahan, yakni <strong>verba</strong> Pengalami,<br />

<strong>verba</strong> Benefaktif, <strong>dan</strong> <strong>verba</strong> Lokatif.<br />

68


4.2.1 Peran Semantis Verba Statif Bahasa Jepang<br />

Verba Statif <strong>bahasa</strong> Jepang mempunyai ciri <strong>semantis</strong> [keadaan]. Verba statif<br />

menyatakan suatu entitas yang berada dalam keadaan atau kondisis tertentu Cook<br />

(1979: 135). Subjek dalam kalimat yang menggunakan <strong>verba</strong> statif <strong>bahasa</strong> Jepang<br />

berupa nomina umum yang berada dalam keadaan atau kondisi yang dinyatakan oleh<br />

<strong>verba</strong> tersebut. Verba ini memiliki minimal satu <strong>argumen</strong> inti <strong>dan</strong> maksimal memiliki<br />

dua <strong>argumen</strong> inti.<br />

4.2.1.1 Peran Semantis Verba Statif Dasar Bahasa Jepang<br />

Verba statif dasar mengharuskan hadirnya satu kasus Objek dalam struktur<br />

<strong>semantis</strong>nya. Objek ini menyatakan entitas yang berada dalam suatu keadaan atau<br />

kondisi. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini dijelaskan beberapa contoh kalimat yang<br />

menggunakan <strong>verba</strong> statif dalam Bahasa Jepang.<br />

(1)ともえ が 焼けた。<br />

Tomoe ga yaketa.<br />

Os<br />

Tomoe Part telah terbakar<br />

„Tomoe telah terbakar‟.<br />

(2)や 腕 が、 がっちりしていて。<br />

ya ude ga gakkarishiteite.<br />

Os<br />

bahu <strong>dan</strong> lengan Part kekar<br />

(トットちゃん: 264--265)<br />

(Tottochan: 173--174)<br />

“Meskipun tingginya tidak seberapa, bahu <strong>dan</strong> lengannya kekar”.<br />

69


(3)この 時計 は 壊れています。<br />

Kono tokei wa kowarete imasu.<br />

Os<br />

ini jam Part rusak<br />

„Jam ini sudah rusak‟.<br />

(4) 私 は はら が 空いた。<br />

watashi wa hara ga suita.<br />

Os<br />

dia Part perut Part lapar<br />

„Perut saya lapar.‟<br />

(5) 彼 は 病気 が 治った。<br />

kare wa byouki ga naotta.<br />

Os<br />

Dia part sakit part sembuh<br />

„Dia sakitnya sudah sembuh‟.<br />

70<br />

(トットちゃん:264--265)<br />

(Tottochan: 264--265)<br />

Verba 焼けた/yaketa „terbakar‟, がっちりしていて/gacchiri shite ite „kekar‟,<br />

壊れています/kowarete imasu „rusak‟, 空 い た /suita „lapar‟, 治 っ た /naotta<br />

„sembuh‟. Ketiga <strong>verba</strong> statif yang terdapat dalam contoh kalimat di atas memiliki<br />

satu <strong>argumen</strong> inti. (1) Argumen <strong>verba</strong> yaketa „terbakar‟ adalah nomina persona<br />

„Tomoe‟ yang kondisinya dalam keadaan terbakar; (2) Argumen <strong>verba</strong> gacchiri shite


ite „kekar‟ adalah nomina ude ‟lengan‟ yang dinyatakan oleh <strong>verba</strong> bahwa dalam<br />

keadaan „kekar‟ (3) Argumen dari <strong>verba</strong> kowarete imasu adalah nomina yaitu ‟jam<br />

ini‟ yang menyatakan bahwa sebuah jam yang dalam keadaan sudah rusak. (4) Peran<br />

<strong>semantis</strong> <strong>argumen</strong> dari <strong>verba</strong> suita adalah nomina persona yaitu „saya‟ yang<br />

menyatakan bahwa perutnya dalam keadaan lapar. (5) Peran <strong>semantis</strong> dari <strong>verba</strong><br />

naotta adalah frase nomina persona yaitu „dia sakitnya‟ dinyatakan bahwa sudah<br />

dalam keadaan sembuh. Dalam struktur lahirnya ketiga contoh kalimat di atas<br />

direalisasikan dengan penanda partikel, yaitu partikel wa, <strong>dan</strong> ga. Partikel wa<br />

berfungsi sebagai penanda subjek/topik, se<strong>dan</strong>gkan partikel ga berfungsi sebagai<br />

penanda <strong>verba</strong> statif.<br />

4.2.1.2 Peran Semantis Verba Statif Pengalam Bahasa Jepang<br />

Verba statif pengalam <strong>bahasa</strong> Jepang mempunyai ciri-ciri <strong>semantis</strong><br />

[keadaan/pengalaman] mengharuskan hadirnya satu kasus Pengalami <strong>dan</strong> satu kasus<br />

Objek dalam struktur <strong>semantis</strong>nya. Subjek dalam kalimat yang menggunakan <strong>verba</strong><br />

statif pengalam adalah sebuah nomina yang berada dalam keadaan. Pengalami yang<br />

dimaksud adalah keadaan kognisi, emosi, sensasi, atau secara psikologis.<br />

Contoh:<br />

(6) 彼女 は 地震 を 怖がっている。 (Minna: 64)<br />

Kanojo wa jishin wo kowagatte iru.<br />

E Os<br />

dia Part gempa Part takut<br />

„Dia (perempuan) merasa takut akan gempa‟.<br />

71


(7) わたし は ともだち が 欲しいです。 (Minna: 88)<br />

Watashi wa tomodachi ga hoshii desu.<br />

E Os<br />

Saya Part teman Part ingin punya<br />

‟Saya mau teman‟.<br />

(8) トットちゃん は つて こと だけ じゃなくて、<br />

Tottochan wa Tsute koto dake jyanakute,<br />

E<br />

Koneksi sesuatu hanya tidak<br />

言葉 を たくさん 知らない から<br />

kotoba wo takusan shiranai kara<br />

Os<br />

kata-kata Part banyak tidak tahu karena<br />

“ karena tidak hanya belum bisa berkomunikasi, Tottochan juga belum<br />

tahu banyak kata-kata”.<br />

72<br />

(トットちゃん :68)<br />

(Totto chan: 46)<br />

(9) 私は毎日、 鉛筆 を けずって あげる くらい 好き を ひ<br />

と を、なんで、おすもう の 時間 に、<br />

Watashi wa mainichi enpitsu o kezutte ageru kurai suki<br />

E<br />

wo hito wo nande osumou no jikan ni<br />

Os<br />

Setiap hari pensil part runcingkan beri kirakira suka part orang part<br />

walaupun sumo part waktu part<br />

すっかり 忘れている。


sukari wasureteiru<br />

sama sekali lupa.<br />

“tetapi semuanya sudah terlambat. Mengapa aku lupa kalau aku suka<br />

dia. Sampai-sampai melemparkannya pada saat bermain sumo”.<br />

(トットちゃん: 201--202)<br />

(Tottochan: 132--133 )<br />

(10)トットちゃん は、 信じらない 気 が した。<br />

Tottochan wa shinjiranai ki ga shita.<br />

E<br />

Tottochan Part tidak percaya perasaan Part<br />

“ Tottochan merasa tidak percaya”.<br />

(トットちゃん: 32--34)<br />

(Tottochan: 22--23)<br />

Verba statif pengalam 怖がっている/kowagatte iru, ほしい/hoshii, 知らな<br />

い/shiranai, 忘れている/ wasurete iru, pada kalimat di atas adalah <strong>verba</strong> Keadaan-<br />

Pengalaman. Verba yang menyatakan keadaan kognisi pikiran, menyatakan keadaan<br />

emosi, atau perasaan (sensasi). Subjek „kanojo, watashi, <strong>dan</strong> Tottochan‟ yang<br />

terdapat pada kalimat (6--10) di atas, mengalami keadaan yang dinyatakan oleh <strong>verba</strong><br />

kowagatte iru, hoshii, shiranai, wasurete iru, <strong>dan</strong> ki ga shita. Pada kalimat<br />

(6) ‟kanojo‟ adalah subjek yang mengalami keadaan kowagatte iru ‟takut‟,<br />

(7) ‟watashi‟ adalah subjek yang mengalami keadaan hoshii „mau/ingin‟, (8)<br />

„Tottochan‟ adalah subjek yang mengalami keadaan shiranai ‟belum tahu‟,<br />

73


(9) ‟watashi‟ adalah subjek yang mengalami keadaan wasurete iru „lupa‟, <strong>dan</strong> (10)<br />

„Tottochan‟ adalah subjek yang mengalami keadaan ki ga shita „merasakan‟. Dalam<br />

struktur lahir kalimat ditandai oleh partikel wo, wa, ga, ni. Partikel „wo‟ dipakai<br />

sebagai penanda objek keadaan, partikel „wa‟ hadir sebagai penanda topik/subjek,<br />

partikel „ga‟ sebagai penanda <strong>verba</strong> statif (sesuatu yang dalam keadaan), partikel „ni ‟<br />

menyatakan suatu keberadaan.<br />

4.2.1.3 Peran Semantis Verba Statif Benefaktif Bahasa Jepang<br />

Verba statif benefaktif <strong>bahasa</strong> Jepang mempunyai ciri-ciri <strong>semantis</strong> [keadaan-<br />

benefaktif], <strong>verba</strong> ini mengharuskan hadirnya satu kasus benefaktif <strong>dan</strong> satu objek<br />

dalam struktur <strong>semantis</strong>nya. Subjek <strong>verba</strong> statif benefaktif menyatakan nomina atau<br />

entiti yang memiliki, memperoleh (mendapat), atau kehilangan sesuatu. Entitas yang<br />

dimaksud pada dasarnya harus manusia (enimat).<br />

Contoh:<br />

(11) わたし は カメラ が あります。 (Minna: 74)<br />

Watashi wa kamera ga arimasu.<br />

B Os<br />

Saya Part kamera Part ada/ punya<br />

„Saya punya (ada) kamera‟<br />

(12) サントスさん は パソコン を 持っています。(Minna: 98)<br />

Santosu-san wa pasokon wo motte imasu.<br />

B Os<br />

Santosu (sdr) Part Personal komputer Part mempunyai<br />

„Sodara Santos mempunyai personal komputer‟.<br />

74


(13) 彼 は 今 や、 それぞれ の 道 で 成功しています。<br />

Kare wa ima ya, sorezore no michi de seikou shite imasu.<br />

B Os<br />

Mereka Part kini Part, masing2 Part bi<strong>dan</strong>gnya Part kesuksesan<br />

‟Mereka kini mengalami kesuksesan dalam bi<strong>dan</strong>gnya masing-masing‟.<br />

(14) リトミックを教えに来ている先生がいて、学校のすぐそばに、<br />

Ritomikku o oshie ni kite iru sensei ga ite, gakkou no sugu soba ni,<br />

B<br />

ダンスのスタジオ を 持っている、<br />

<strong>dan</strong>su no stujio wo motte iru.<br />

Os<br />

studio <strong>dan</strong>sa Part mempunyai<br />

„Sensei itu mengajarkan senam irama, guru itu mempunyai studio<br />

<strong>dan</strong>sa di dekat sekolah‟.<br />

75<br />

(トットちゃん:183--186)<br />

(Tottochan: 121-123)<br />

(15) パパ と パパ が それ を 信用して 「徹」 と 決めた。<br />

Papa to mama ga sore wo shinyoushite (tooru) to kimeta.<br />

B<br />

Papa Part Mama Part hal itu Part mempercayai Tooru part memutuskan<br />

いつ ため の だから 初めて 子供 を 持つ、<br />

itsu tame no dakara hajimete kodomo wo motsu,<br />

Os<br />

kapan untuk Part karena pertama anak Part memiliki<br />

„Papa <strong>dan</strong> Mama yang menanti memiliki anak pertama begitu<br />

mempercayainya lalu memutuskan akan memberi anaknya nama “Tooru”.


76<br />

(トットちゃん:67)<br />

(Tottochan: 45)<br />

Verba arimasu „punya‟, motte imasu „mempunyai‟, seikou shite imasu<br />

„mengalami kesuksesan‟, motte iru „mempunyai‟, <strong>dan</strong> motsu „memiliki‟ pada kalimat<br />

di atas merupakan <strong>verba</strong> statif benefaktif. Subjek yang terdapat pada (11--15]、わた<br />

し„saya‟、サントス„Santosu‟、彼 „mereka„ 先生„guru‟ パパとママ„papa <strong>dan</strong><br />

mama‟ adalah nomina persona (subjek) sebagai kasus benefaktif yang dalam keadaan<br />

mendapatkan, memiliki sesuatu. Sementara itu, カメラ „kamera‟、パソコンpersonal<br />

„komputer‟, 道„bi<strong>dan</strong>gnya‟, ダンスのスタジオ„studio <strong>dan</strong>sa‟, 子供‟ anak ber<strong>peran</strong><br />

sebagai kasus objek yang dalam keadaan dimiliki/didapatkan oleh subjek. Dalam<br />

struktur lahir kalimat direalisasikan dengan penanda partikel, „wa, ga, wo, no‟ secara<br />

sintaktis partikel tersebut berfungsi sebagai pewatas antara <strong>argumen</strong> satu dengan yang<br />

lainnya. Partikel „wa‟ berfungsi sebagai penanda topik, partikel „ga‟ berfungsi<br />

sebagai penanda <strong>verba</strong> statif, partikel „wo‟ berfungsi sebagai penanda kasus objek,<br />

<strong>dan</strong> partikel „no‟ berfungsi untuk menyatakan „kepemilikin‟ <strong>dan</strong> memiliki fungsi<br />

gramatikal sebagai „nominalisator‟.<br />

4.2.1.4 Peran Semantis Verba Statif Lokatif Bahasa Jepang<br />

Verba Statif Lokatif <strong>bahasa</strong> Jepang mempunyai ciri <strong>semantis</strong> [keadaan-<br />

lokatif]. Verba ini mengharuskan satu kasus objek <strong>dan</strong> kasus lokatif dalam struktur


semantiknya. Subjek dari kalimat statif lokatif adalah nomina yang dalam keadaan<br />

berada disuatu tempat atau lokasi.<br />

Contoh:<br />

(16) 家族 は ニュ-ヨ-ク に います。 (Minna: 68)<br />

Kazoku wa Nyu-yo-ku ni imasu.<br />

Os L<br />

keluarga (saya) Part New York Part ada<br />

‟Keluarga saya ada di New York‟.<br />

(17) 聖徳太子 は 574 年 に 奈良 で 生まれました。 (Minna: 197)<br />

Shoutokutaishi wa 574 nen ni Nara de umaremashita.<br />

Os L<br />

shoutokutaishi Part 574 tahun Part Nara Part lahir<br />

„Shoutokutaishi lahir pada tahun 574 di Nara‟.<br />

(18) かれ は 長いあいだ 東京 に 住んでいます。<br />

Kare wa nagai aida Toukyou ni sunde imasu.<br />

Os L<br />

Ia Part (telah) lama Toukyou Part bermukim<br />

„Ia telah lama bermukim di Toukyou‟.<br />

(19) わたし は 日本 に 一年 います。 (Minna: 74)<br />

Watashi wa nihon ni ichinen imasu.<br />

Os L<br />

Saya Part Jepang Part satu tahun tinggal<br />

„Saya tinggal di Jepang selama satu tahun‟.<br />

77


(20) 校長先生 は、お百姓さん先生 の 隣り に 並ぶ と、いっ た。<br />

Kouchou sensei wa ohyakusan sensei no tonari ni narabu to, itta.<br />

Os L<br />

Kepala sekolah Part petani guru Part sebelah Part berdiri, berkata<br />

„Kepala sekolah berdiri di sebelah guru petani itu <strong>dan</strong> berkata‟.<br />

(トットちゃん:188)<br />

(Tottochan : 124)<br />

Verba „ い ま す /imasu „ada‟ pada kalimat (16-19) 、 生 ま れ ま し た<br />

/umaremashita „lahir‟, 住 ん で い ま す /sunde imasu „ada/tinggal‟ 並ぶ/narabu<br />

„berjejer/berdiri‟ yang terdapat dalam contoh kalimat di atas adalah <strong>verba</strong> statif<br />

lokatif karena semua <strong>verba</strong> tersebut memerlukan <strong>argumen</strong> yang berciri tempat atau<br />

yang menyatakan tempat. Hal ini dapat dibuktikan berdasarkan <strong>argumen</strong> lokatif yang<br />

diperlukan oleh masing-masing <strong>verba</strong> tersebut. Verba imasu „ada‟ pada contoh<br />

kalimat (1-4) memerlukan <strong>argumen</strong> lokatif „Nyu-yo-ku‟, Nihon (2) <strong>verba</strong><br />

umaremashita ‟lahir‟ memerlukan <strong>argumen</strong> lokatif ‟Nara‟, <strong>dan</strong> (3) <strong>verba</strong> sunde<br />

imasu ‟bermukim‟ memerlukan <strong>argumen</strong> lokatif ‟Toukyou‟ untuk menyatakan lokasi<br />

dari suatu keadaan (keberadaan) sesuatu, <strong>verba</strong> narabu ‟berjejer/berdiri‟ yang<br />

terdapat pada kalimat (20) memerlukan <strong>argumen</strong> lokatif yang berupa keterangan<br />

penunjuk tempat yaitu kata tonari ‟sebelah‟. Realisasi struktur lahir kalimat di atas<br />

ditandai dengan partikel wa, ni, de. Partikel ‟wa‟ yang terdapat dalam kalimat di atas<br />

berfungsi sebagai penanda topik, partikel ‟ni‟ berfungsi sebagai penunjuk tempat,<br />

partikel ‟de‟ juga berfungsi sebagai penanda tempat atau objek lokatif.<br />

78


4.2.2. Peran Semantis Verba Proses Bahasa Jepang<br />

Verba proses <strong>bahasa</strong> Jepang mempunyai ciri <strong>semantis</strong> [proses]. Verba proses<br />

mendeskripsikan entitas yang mengalami proses perubahan keadaan atau kondisi.<br />

Cook (1979: 35) menyatakan bahwa <strong>verba</strong> proses menggambarkan perubahan entitas<br />

dari suatu keadaan menjadi keadaan lain. Verba proses <strong>bahasa</strong> Jepang memiliki<br />

minimal satu <strong>argumen</strong> inti <strong>dan</strong> maksimal memiliki dua <strong>argumen</strong> inti.<br />

4.2.2.1 Peran Semantis Verba Proses Dasar Bahasa Jepang<br />

Verba proses dasar <strong>bahasa</strong> Jepang menunjukkan perubahan kondisi objek,<br />

yaitu perubahan suatu entitas dari suatu keadaan menjadi keadaan yang lain. Untuk<br />

lebih jelasnya, di bawah ini dijelaskan beberapa contoh kalimat yang menggunakan<br />

<strong>verba</strong> proses dasar dalam Bahasa Jepang.<br />

(21)留学生 が 十 人 に 増えている。 (Mina: 104)<br />

Ryuugakusei ga juu nin ni fuete iru.<br />

O<br />

mahasiswa asing Part sepuluh orang Part bertambah<br />

„Mahasiswa asing bertambah sepuluh orang‟<br />

(22)これから、だんだん 天気 が 暑くなります。(Minna: 122)<br />

Korekara <strong>dan</strong><strong>dan</strong> tenki atsuku narimasu.<br />

O<br />

mulai sekarang udara Part menjadi panas<br />

„Mulai sekarang, lama kelamaan udara menjadi panas‟.<br />

79


(23)今、 雨 が 降っていますか。 (Minna: 95)<br />

Ima, ame ga futte imasuka.<br />

O<br />

sekarang hujan Part se<strong>dan</strong>g turun?<br />

„Apakah sekarang hujan se<strong>dan</strong>g turun‟?<br />

(24)トモエ の みんな は、宮崎君 と すぐ親しくなった。<br />

Tomoe no Minna wa miyazaki kun to sugu shitashiku natta.<br />

O<br />

Tomoe Part murid-murid Part, miyazaki Part kemudian menjadi akrab.<br />

„Murid-murid di tomoe segera menjadi akrab dengan miyazaki‟.<br />

80<br />

(トットちゃん: 226)<br />

(Tottochan: 148)<br />

(25)その人 は、 頭 の 毛 が 薄くなっていって、<br />

Sonohito wa atama no 。。。ga usukunatteitte,<br />

O<br />

itu orang Part kepala Part Part menipis<br />

前 の ほう の 歯 が 。。。顔<br />

Mae no hou no ha ga atama<br />

depan Part Part gigi Part kepala<br />

„Orang itu rambutnya sudah menipis, gigi depannya sudah ompong tetapi raut<br />

mukanya ramah‟.<br />

(トットちゃん: 264--265)<br />

(Tottochan: 173--174)


Verba pada contoh kalimat (21--25) di atas, adalah <strong>verba</strong> proses. Verba fuete<br />

iru ‟bertambah‟ pada kalimat (21) memiliki makna proses yaitu ditunjukkan oleh kata<br />

keterangan 十人/juu nin „sepuluh orang‟ menyatakan jumlah yang se<strong>dan</strong>g<br />

bertambah, berarti ada proses peningkatan yang terjadi pada objek yaitu 留学生<br />

/ryuugakusei „mahasiswa asing‟. Verba proses yang terdapat pada kalimat (22) dapat<br />

diidentifikasi dari bentuk <strong>verba</strong>nya yaitu <strong>verba</strong> yang terbentuk karena proses derivasi<br />

yaitu dari kata sifat atsui „panas‟, kemudian dihilangkan akhiran (i) <strong>dan</strong> ditambahkan<br />

morfem (-ku) <strong>dan</strong> ditambahkan (suru). Verba „menjadi panas‟ memiliki makna dari<br />

kondisi yang dingin/belum panas berubah menjadi panas. Hal ini juga diperkuat<br />

dengan a<strong>dan</strong>ya kata keterangan „<strong>dan</strong><strong>dan</strong>‟ (berangsur-angsur/lama-kelamaan) yang<br />

menyatakan a<strong>dan</strong>ya perubahan suatu kondisi menjadi kondisi yang lain. Verba proses<br />

yang terdapat pada kalimat (23) direalisasikan dalam kalimat pertanyaan hal ini<br />

terbukti bersesuaian dengan pendapat yang diungkapkan oleh Chafe (1970:100), yang<br />

bahwa <strong>verba</strong> proses adalah <strong>verba</strong> yang dapat menjadi jawaban untuk pertanyaan ”Apa<br />

yang terjadi pada N”? (N adalah suatu entiti). Sehingga pertanyaan yang terdapat<br />

pada kalimat (23) di atas dapat dijawab “…はい、降っています/ Hai, (ame ga)<br />

futte imasu”‟...Ya, hujan se<strong>dan</strong>g turun‟ (Minna: 95).<br />

Verba proses yang terdapat dalam kalimat (24) subjeknya, yaitu „Tomoe‟<br />

menjadi akrab dengan „Miyazaki‟ dinyatakan bahwa dari tidak akrab menjadi akrab<br />

berarti telah terjadi perubahan kondisi. Ciri proses dalam kalimat ini juga dapat<br />

diidentifikasi secara gramatikal yaitu pemakaian kata keterangan –shitashhiku naru,<br />

81


di mana <strong>verba</strong> ini merupakan <strong>verba</strong> yang diderivasi dari adjektiva (i) menjadi <strong>verba</strong><br />

yang bermakna proses karena penambahan <strong>verba</strong> bantu bentuk –ku+natta (menjadi).<br />

Verba proses yang terdapat dalam kalimat (25) ditunjukkan oleh frase „rambutnya<br />

sudah menipis‟ berarti di sini telah terjadi perubahan kondisi subjek dari tebal<br />

berproses menjadi tipis. Hal tersebut juga lebih diperkuat oleh pemakaian bentuk –<br />

uttsu ku natte ite yang sama maknanya dengan bentuk –ku+natta yang terdapat pada<br />

kalimat (24) di atas.<br />

4.2.2.2 Peran Semantis Verba Proses Pengalam Bahasa Jepang<br />

Verba Proses Pengalam <strong>bahasa</strong> Jepang mempunyai ciri <strong>semantis</strong> [proses-<br />

pengalam]. Kasus yang diperlukan oleh <strong>verba</strong> ini adalah mahluk hidup yang<br />

mengalami perubahan gejala psikologis, yakni hal yang berkaitan dengan perasaan<br />

emosi, kognisi sehubungan dengan stimulus dari pengalaman yang dinyatakan oleh<br />

kasus objek. Argumen <strong>verba</strong> proses adalah nomina animat (mahluk hidup) yang<br />

mengalami/merasakan sesuatu secara fisik atau psikologis.<br />

Contoh:<br />

(26)私 は 毎日、 漢字 を 六つ 覚えます。 (Minna: 141)<br />

Watashi wa mainichi kanji wo muttsu oboemasu.<br />

E O<br />

saya Part setiap hari huruf kanji Part enam buah menghafal<br />

„Setiap hari saya menghafal tujuh buah kanji‟.<br />

82


(27)あなた は 心配しないで、 私 は 元気ですから。(Minna: 112)<br />

Anata wa shinpaishinaide, watashi wa genki desukara.<br />

E O<br />

saya Part sehat karena khawatir tolong jangan<br />

„Kamu tidak usah khawatir, saya sehat-sehat saja‟.<br />

(28)きのう私はは山 が見ましたが、きょう は 見ません。(Minna: II/15)<br />

Kinou watashi wa yama ga mimashita ga, kyou wa mimasen.<br />

E O<br />

kemarin saya Part gunung Part melihat Part sekarang Part tidak melihat<br />

„Kemarin saya melihat gunung, tetapi hari ini tidak ‟.<br />

(29)気に帰っても、トットちゃん は、ずっと、このことを考え、感動<br />

していた。<br />

Ki ni kaettemo, Tottochan wa, zutto,kono koto o kangae, kandou shite ita.<br />

E O<br />

walaupun sudah dirumah, Tottochan Part terus-menerus memikirkannya<br />

„Setelah pulang kerumah Totto teringat terus‟.<br />

83<br />

(トットちゃん:183-186)<br />

( Tottochan: 121-123)<br />

(30)そしたら、女 の 子 だった の で 少し は 彼 は 困ったけど、<br />

Soshitara, onna no ko datta node sukoshi wa kare wa komattakedo,<br />

Tetapi, perempuan Part anak adalah Part sedikit Part agak<br />

bingung,<br />

„Tetapi setelah lahir anaknya adalah perempuan, mereka menjadi agak<br />

bingung juga‟.<br />

E


84<br />

(トットちゃん:67)<br />

(Totto chan: 45)<br />

Verba yang terdapat pada contoh kalimat (26--30) di atas, adalah <strong>verba</strong> proses<br />

pengalam. Verba 覚えます/oboemasu „mengingat/menghafal‟ berhubungan dengan<br />

kognisi, <strong>verba</strong> 心 配 し な い で 下 さ い /shinpai shinaide kudasai „tolong jangan<br />

khawatir‟ berhubungan dengan emosi, <strong>verba</strong> 見えました/miemashita „terlihat‟<br />

berhubungan dengan sensasi, <strong>verba</strong> 感 動 し て い た /kandou shite ita<br />

„memikirkan/ingat‟ berhubungan dengan kognisi, <strong>verba</strong> 困った/komatta „bingung‟<br />

berhubungan dengan emosi. Se<strong>dan</strong>gkan „watashi/saya, Totto, mereka‟ adalah nomina<br />

(subjek) yang mengalami proses itu. Pada kalimat (29-30) <strong>verba</strong> pengalam proses<br />

ditandai secara leksikal oleh kata keterangan 少し/sukoshi „sedikit/agak‟, ずっと<br />

/zutto „terus-menerus‟. Kata keterangan sukoshi memiliki ciri makna [ + gradasi],<br />

se<strong>dan</strong>gkan kata keterangan zutto memiliki makna [ + progresif], jadi kedua kata<br />

keterangan tersebut memiliki ciri makna perubahan sesuatu.<br />

4.2.2.3 Peran Semantis Verba Proses Benefaktif Bahasa Jepang<br />

Verba Proses Benefaktif <strong>bahasa</strong> Jepang mempunyai ciri <strong>semantis</strong> [proses-<br />

benefaktif]. Verba benefaktif mengharuskan kehadiran satu kasus benefaktif <strong>dan</strong><br />

kasus objek dalam struktur semantiknya. Subjek dari kalimat yang menggunakan


<strong>verba</strong> proses benefaktif adalah nomina yang mengalami suatu proses atau kejadian<br />

memperoleh atau kehilangan (kerugian).<br />

Contoh:<br />

(31)ミラさん は 漢字 を 読むこと が できます。(Minna: 116)<br />

Mira-san wa kanji wo yomu koto ga dekimasu.<br />

B O<br />

Sdr .Miller Part huruf kanji Part membaca Part dapat<br />

„Miller dapat membaca kanji‟.<br />

(32)田中さんたち は 成功 を 収めます。<br />

Tanaka-san tachi wa seikou wo osamemasu.<br />

B O<br />

Tanaka keluarga Part kesuksesan Part mencapai<br />

„Keluarga Tanaka mencapai (dapat) kesuksesan‟.<br />

(33)きのう の試合は中国と日本とどちらが勝ちましたか。 (Minna: 175)<br />

Kinou no shiai wa Chuugoku to nihon to dochira ga kachimashitaka.<br />

Kemarin Part pertandingan Part China Part Jepang yangmana menang.<br />

中国 は 試合 が 勝ちました。<br />

Chuugoku wa shiai ga kachimashita.<br />

B O<br />

China Part pertandingan Part menang<br />

„Pertandingan kemarin apakah China atau Jepang yang menang‟?<br />

„China yang menang dalam pertandingan itu‟.<br />

(34)でも、 トットチャン とうとう、話 が 無くなかった。<br />

demo, Tottochan toutou hanashi ga nakunakatta.<br />

B O<br />

Tetapi Tottochan akhirnya bicara Part kehabisan.<br />

„Tetapi akhirnya Tottochan kehabisan cerita‟.<br />

85


86<br />

(トットちゃん: 264--265)<br />

(Tottochan: 173--174)<br />

Verba 出来ます/dekimasu „dapat‟, 収めます/osamemasu „mencapai‟, 勝ち<br />

ました/kachimashita ‟menang‟ 無くなった/nakunatta „habis/hilang adalah <strong>verba</strong><br />

proses benefaktif. ミラさん/Mira-san „Miller‟, 田中さんたち/Tanaka-san tachi<br />

„keluarga Tanaka‟, 中国/Chugoku ‟China‟, <strong>dan</strong> トットチャン/Tottochan adalah<br />

nomina yang mengalami peristiwa yang dinyatakan oleh <strong>verba</strong> tersebut, yaitu proses<br />

benefaktif (memperoleh, mendapatkan, memiliki, <strong>dan</strong> kehilangan atau kehabisan<br />

sesuatu).<br />

4.2.2.4 Peran Semantis Verba Proses Lokatif Bahasa Jepang<br />

Verba Proses Lokatif <strong>bahasa</strong> Jepang mempunyai ciri <strong>semantis</strong> [proses-lokatif],<br />

<strong>verba</strong> proses lokatif mengharuskan kehadiran satu kasus objek <strong>dan</strong> satu kasus lokatif<br />

dalam struktur <strong>semantis</strong>nya. Subjek dari kalimat yang menggunakan <strong>verba</strong> proses<br />

lokatif berupa nomina yang mengalami suatu proses perubahan tempat (lokasi asal,<br />

lokasi lintas atau lokasi tujuan), <strong>dan</strong> kasus lokatif menyatakan tempat di mana<br />

terjadinya proses tersebut (Cook, 1979: 52).


Contoh:<br />

(35)わたし は 家族 と 日本 へ 来ました。 (Minna: 38)<br />

Watashi wa kazoku to Nihon e kimashita.<br />

O L<br />

saya Part keluarga Part Jepang Part datang<br />

„Saya datang ke Jepang bersama dengan keluarga saya‟.<br />

(36)JL107 便 は 何 時 に 到着するか、 調べてください。 (Minna: II/90)<br />

JL 107 bin wa nan ji ni touchaku suru ka, shirabete kudasai.<br />

O<br />

JL 107 pesawat Part berapa jam Part tiba akan, tolong cek<br />

„Tolong cek jam berapa pesawat JL 107 akan tiba‟.<br />

(37)この バス は 大阪所 に 出かけます。<br />

Kono basu wa Oosakajo ni dekakemasu.<br />

O L<br />

itu bus Part Oosaka terminal Part berangkat<br />

„Bus itu berangkat ke terminal Oosaka‟.<br />

(38)みんな、九品仏 の お寺 に 散歩 に いくとき、家 の そば を<br />

Minna, kuhonbutsu no otera ni sanpo ni iku toki, ie no soba wo<br />

O L<br />

Kalian, kuhonbutsu Part kuil Part jalan Part pergi ketika, rumah Part<br />

痛るしゃねえ の?<br />

tooru janee no.<br />

sebelah<br />

„Kalian kan selalu lewat samping rumahku kalau jalan-jalan ke Kuhonbutsu‟.<br />

(トットちゃん:187)<br />

(Tottochan: 123)<br />

87


(39)B29 の 飛行機 から、 爆弾 は、 いくつも、いくつも、<br />

B29 no hikouki kara, baku<strong>dan</strong> wa, ikutsumo, ikutsumo,<br />

O<br />

B29 PART pesawat dari bom PART banyak, banyak,<br />

トモエ の、 電車 の 上 に<br />

Tomoe no, densha no ue ni<br />

L<br />

Tomoe Part kereta listrik part GA Part atas Part<br />

落ちた。<br />

ochita.<br />

jatuh.<br />

„Dari pesawat-pesawat pembom B29, bom-bom pembakar yang tak terhitung<br />

banyaknya jatuh di atas kereta listrik yang dijadikan sekolah Tomoe‟.<br />

(トットちゃん: 264--265)<br />

(Tottochan: 173--174)<br />

Verba 来ました/kimashita „datang‟, 到着する/touchaku suru „tiba‟, 出かけ<br />

ます/dekakemasu „berangkat‟, 通る/tooru „lewat‟ 落ちた/ochita „jatuh‟ adalah <strong>verba</strong><br />

proses-lokatif. Se<strong>dan</strong>gkan わたし/watashi „saya‟, 便/bin „pesawat‟, バスみんな<br />

/minna „kalian‟, 爆弾/baku<strong>dan</strong> „bom‟ adalah nomina yang mengalami perubahan<br />

lokasi. Kelima <strong>verba</strong> ini menyatakan a<strong>dan</strong>ya proses perpindahan objek dari suatu<br />

tempat ke tempat yang lain. Pada kalimat (35) kasus objek di<strong>peran</strong>kan oleh nomina<br />

persona watashi „saya‟ se<strong>dan</strong>gkan untuk kasus lokatif di<strong>peran</strong>kan oleh nomina Nihon<br />

„negara Jepang. Pada kalimat (36) kasus objek di<strong>peran</strong>kan oleh nomina bin „pesawat‟<br />

se<strong>dan</strong>gkan kasus lokatif tidak direalisasikan dalam struktur lahir kalimat, tetapi<br />

88


sebenarnya dalam struktur logisnya <strong>peran</strong> lokatif bisa di<strong>peran</strong>kan oleh nomina<br />

hikoukijo „airport‟. Pada kalimat (37) kasus objek di<strong>peran</strong>kan oleh nomina basu „bus‟<br />

se<strong>dan</strong>gkan untuk kasus lokatifnya di<strong>peran</strong>kan oleh frase Oosakajo „terminal Oosaka‟.<br />

Kalimat (38) kasus objek di<strong>peran</strong>kan oleh nomina persona minna „kalian‟ se<strong>dan</strong>gkan<br />

untuk kasus lokatifnya di<strong>peran</strong>kan oleh di<strong>peran</strong>kan oleh frase nomina uchi no soba<br />

„samping rumah‟, kalimat (39) kasus objek di<strong>peran</strong>kan oleh nomina baku<strong>dan</strong> „bom‟,<br />

se<strong>dan</strong>gkan kasus lokatif di<strong>peran</strong>kan oleh nomina densha „kereta listrik‟. Realisasi<br />

struktur lahir ketiga kalimat di atas menggunakan partikel (pemarkah) wa, to, e, ni,<br />

partikel „wa‟ berfungsi sebagai penanda topik, partikel „to‟ berfungsi sebagai penanda<br />

keterangan penyerta, partikel „e‟ menyatakan tujuan/arah suatu gerakan atau<br />

perpindahan, <strong>dan</strong> partikel „ni‟ berfungsi untuk menyatakan tempat tujuan/lokasi dari<br />

suatu pergerakan atau perpindahan.<br />

4.2.3 Peran Semantis Verba Aksi Bahasa Jepang<br />

Verba aksi <strong>bahasa</strong> Jepang mempunyai ciri <strong>semantis</strong> tindakan <strong>dan</strong> perbuatan,<br />

yaitu menyatakan aksi gerakan, ujaran, <strong>dan</strong> perpindahan. Verba aksi <strong>bahasa</strong> Jepang<br />

mengharuskan kehadiran <strong>argumen</strong> agen sebagai pelaku suatu aksi <strong>dan</strong> <strong>argumen</strong> objek<br />

yang kena pengaruh suatu aksi atau merupakan hasil dari suatu aksi. Verba ini<br />

memiliki minimal dua <strong>argumen</strong> inti <strong>dan</strong> maksimal memiliki tiga <strong>argumen</strong> inti.<br />

89


4.2.3.1 Peran Semantis Verba Aksi Dasar Bahasa Jepang<br />

Verba Aksi Dasar <strong>bahasa</strong> Jepang memiliki dua <strong>argumen</strong> inti. Argumen<br />

pertama ber<strong>peran</strong> sebagai kasus agen, se<strong>dan</strong>gkan <strong>argumen</strong> kedua ber<strong>peran</strong> sebagai<br />

kasus objek yang mengalami efek atau pengaruh dari suatu aksi. Verba aksi adalah<br />

<strong>verba</strong> yang membutuhkan <strong>argumen</strong> berupa sebuah nomina yang berciri makna [ +<br />

bernyawa]; <strong>dan</strong> bertindak sebagai penggerak tindakan yang disebutkan oleh <strong>verba</strong><br />

tersebut. Verba ini mengharuskan hadirnya kasus agen <strong>dan</strong> kasus objek dalam<br />

struktur <strong>semantis</strong>nya. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini dijelaskan beberapa contoh<br />

kalimat yang menggunakan <strong>verba</strong> aksi dalam Bahasa Jepang.<br />

(40)今朝、 父 は 新聞 を 読みました。 (Minna: 32)<br />

Kesa, chichi wa shimbun wo yomimashita.<br />

A O<br />

tadi pagi, ayah Part koran Part membaca<br />

„Tadi pagi ayah sudah baca koran‟.<br />

(41)毎日 日記 を 書くよう に しています。 (Minna: II/66)<br />

Mainichi nikki wo kaku you ni shite imasu.<br />

O<br />

setiap hari catatan harian Part menulis supaya bisa<br />

„Saya berusaha menulis catatan harian‟.<br />

(42)レポ-ト は 出さ なくてもいいです。 (Minna: 110)<br />

Repo-to wa dasa nakute mo ii desu.<br />

O<br />

laporan Part menyerahkan tidak perlu<br />

„Anda sekalian tidak perlu menyerahkan laporan‟.<br />

90


(43)子供 は 窓 を 開けます。<br />

Kodomo wa mado wo akemasu.<br />

A O<br />

Seorang anak Part jendela Part membuka<br />

„Seorang anak membuka jendela‟.<br />

(44)しかも、話しながら、 手 は 休むことなく雑草を、ひきぬいた。<br />

Shikamo, hanashinagara, te wa yasumu koto naku zoukusa wo hikinuita.<br />

A O<br />

Herannya, waktu berbicara, tangan Part istirahat rumput liar mencabut<br />

„Herannya, waktu berbicara, tangannya tak henti-henti mencabut rumput liar‟.<br />

(トットちゃん:188)<br />

(Tottochan: 124)<br />

Verba yang terdapat pada contoh kalimat (40--44)di atas, merupakan <strong>verba</strong><br />

aksi. Kalimat (40) <strong>verba</strong> 読みました/yomimashita „baca‟ mengikat dua <strong>argumen</strong> inti<br />

yaitu chichi „ayah‟ sebagai <strong>peran</strong> agen, <strong>dan</strong> shimbun „koran‟ yang ber<strong>peran</strong> sebagai<br />

kasus objek. Kalimat (41) <strong>verba</strong> 書く/kaku „menulis‟ mengikat dua <strong>argumen</strong> inti<br />

yaitu watashi „saya‟ sebagai agen <strong>dan</strong> kasus objek di<strong>peran</strong>kan oleh nomina nikki<br />

„buku catatan harian‟; kalimat (42) <strong>verba</strong> 出す/dasu „menyerahkan‟ mengikat dua<br />

<strong>argumen</strong> inti yaitu agen <strong>dan</strong> objek, tetapi kasus agen tidak direalisasikan di dalam<br />

struktur lahir kalimat. Pelesapan satu unsur subjek dalam sebuah kalimat memang<br />

biasa dilakukan dalam kalimat <strong>bahasa</strong> Jepang. Pada kalimat (43) <strong>verba</strong> 開けます<br />

/akemasu „membuka‟ mengikat dua <strong>argumen</strong> inti yaitu kodomo „seorang anak‟<br />

91


sebagai agen, <strong>dan</strong> mado „jendela‟ sebagai kasus objek. Pada kalimat (44) <strong>verba</strong> ひき<br />

ぬいた/hikinuita „mencabut‟ mengikat dua <strong>argumen</strong> inti yaitu te ‟tangan‟ sebagai<br />

kasus agen, <strong>dan</strong> zoukusa „rumput‟ sebagai kasus objek. Kelima kalimat di atas<br />

dalam struktur lahirnya, direalisasikan dengan partikel „wa‟ <strong>dan</strong> partikel „wo‟,<br />

partikel „wa‟ secara sintaktis berfungsi sebagai penanda topik/subjek se<strong>dan</strong>gkan<br />

secara <strong>semantis</strong> sebagai penanda kasus agen. Sementara itu, partikel „wo‟ secara<br />

sintaktis berfungsi sebagai penanda objek dari kata kerja transitif se<strong>dan</strong>gkan secara<br />

<strong>semantis</strong> sebagai penanda kasus objek yang terkena efek dari suatu aktivitas atau<br />

perbuatan. Verba ini memiliki ciri makna [ + transitif].<br />

4.2.3.2 Peran Semantis Verba Aksi Pengalam Bahasa Jepang<br />

Verba Aksi Pengalam <strong>bahasa</strong> Jepang mempunyai ciri <strong>semantis</strong> [aksi-<br />

pengalam], pelaku dari <strong>verba</strong> ini adalah nomina berciri makna [ + bernyawa], <strong>dan</strong><br />

bertindak sebagai pelaku tindakan yang disebutkan oleh <strong>verba</strong> tersebut serta sekaligus<br />

dapat pula sebagai pengalami secara kognisi, emosi, atau sensasi dari tindakan yang<br />

dinyatakan oleh <strong>verba</strong> tersebut. Verba ini mengharuskan kehadiran kasus Agen, kasus<br />

Pengalami, <strong>dan</strong> kasus Objek dalam struktur <strong>semantis</strong>nya. Verba Pengalam Aksi<br />

menyatakan aktivitas berkenaan dengan aspek psikologis pengalam, kognisi, emosi<br />

atau sensasi. Kasus Agen menyatakan entitas yaitu mahluk hidup (animat) yang<br />

menjadi pelaku suatu aksi/perbuatan. Kasus Pengalami menyatakan mahluk hidup<br />

92


yang mengalami pengalaman psikologis, yaitu kognisi, emosi, atau sensasi. Kasus<br />

Objek menyatakan entitas yang merupakan isi dari atau stimulus bagi pengalami.<br />

Contoh:<br />

(45)トットチちゃん は つくずくと その 先生 を 観察した。<br />

Tottochan wa tsukuzukuto sono sensei wo kansatsu shita.<br />

A=E A=E<br />

Tottochan Part cermat guru itu Part mengamati<br />

„Dengan cermat Tottochan mengamati guru itu‟.<br />

93<br />

(トットちゃん:187)<br />

(Tottochan : 123)<br />

(46)と 聞く と 必ず、 「トットちゃん!」 と 答えた。<br />

to kiku to hatarazu, ( Totto chan!) to kotaeta<br />

Part dengar Part (Totto chan!) Part menjawab<br />

“Ketika mendengar itu, ia selelalu menjawab Totto chan !”<br />

O<br />

(トットちゃん:68)<br />

(Tottochan: 46)<br />

(47)ニュ-ス を 聞いて、 吃驚しました。 (Minna: 110)<br />

Nyu-su wo kiite bikkuri shimashita.<br />

O<br />

berita Part mendengar terkejut<br />

„Saya terkejut mendengar berita itu‟.


(48)わたし は 家族 を 思い出しました。 (Minna: 98)<br />

Watashi wa kazoku wo omoidashi mashita.<br />

A=E O<br />

saya Part keluarga Part teringat<br />

„Saya teringat keluarga saya‟.<br />

(49)ミラ-さんは来週 大阪 へ出張すると言っていました。(Minna/II: 48)<br />

Mira-san wa raishuu Oosaka e shutchou suru to itte imashita.<br />

A O<br />

Sdr. Miler Part minggu depan Oosaka Part dinas Part berkata<br />

„Miler berkata kepada saya bahwa dia akan dinas ke Oosaka minggu depan‟.<br />

(50)昔、電話がない人は他の人に電報で急ぐ用事を伝えました。<br />

Mukashi, denwa ga nai hito wa hoka no hito ni denpou de isogu youji wo<br />

A O<br />

dahulu, telepon Part tidak ada orang Part orang lain Part telegram Part<br />

tsutaemashita.<br />

segera urusan Part menyampaikan<br />

„Dahulu karena tidak ada telepon orang memyampaikan keperluannya ke pada<br />

orang lain lewat telegram‟.<br />

94<br />

(Minna/II: 66)<br />

Verba 観察した/kansatsu shita „mengamati‟, 答えた/kotaeta „menjawab‟,<br />

聞いて/kiite „mendengar‟, 思い出しました omoidashimashita „teringat‟, 言ってい<br />

ました itte imashita „berkata‟, <strong>dan</strong> 伝えました tsutaemashita „menyammpaikan‟<br />

merupakan <strong>verba</strong> aksi pengalami. Verba kansatsu shita „mengamati‟, pada kalimat


(45) mengikat kasus agen, yaitu Tottochan yang ber<strong>peran</strong> sebagai agen (orang yang<br />

melakukan tindakan) sekaligus sebagai pengalami (orang yang mengalaminya), kasus<br />

objek di<strong>peran</strong>kan oleh nomina sensei „guru‟. Kalimat (46), <strong>verba</strong> kotaeta „menjawab‟<br />

mengikat kasus agen yaitu nomina „ia‟ sebagai agen sekaligus sebagai pengalami,<br />

se<strong>dan</strong>gkan kata „Tottochan‟ ber<strong>peran</strong> sebagai kasus objek. Pada kalimat (47) Verba<br />

kiite „mendengar‟ mengikat kasus agen yaitu watashi „saya‟ yang ber<strong>peran</strong> sebagai<br />

kasus agen sekaligus sebagai kasus pengalami, se<strong>dan</strong>gkan kasus objek di<strong>peran</strong>kan<br />

oleh frase nyu-su „berita‟. Pada kalimat (48) subjek pada kalimat <strong>bahasa</strong> Jepang tidak<br />

direalisasikan dalam struktur lahir kalimat, hal itu memang sering dilakukan dalam<br />

<strong>bahasa</strong> Jepang. Verba omoidashimashita „teringat‟ pada kalimat (48) mengikat kasus<br />

agen yang di<strong>peran</strong>kan oleh nomina persona watashi „saya‟ nomina watashi sekaligus<br />

juga ber<strong>peran</strong> sebagai kasus pengalami, se<strong>dan</strong>gkan kasus objek di<strong>peran</strong>kan oleh frase<br />

kazoku „keluarga saya‟. Verba itte imashita „berkata‟ yang terdapat pada kalimat (49)<br />

<strong>peran</strong> kasus agen diisi oleh nomina persona, yaitu Miller, kasus pengalami<br />

di<strong>peran</strong>kan oleh nomina persona watashi „saya‟, <strong>dan</strong> kasus objek di<strong>peran</strong>kan oleh<br />

frase Oosaka e shutchou suru ‟dinas ke Oosaka‟. Verba tsutaemashita<br />

„menyampaikan‟ pada kalimat (50) kasus agen di<strong>peran</strong>kan oleh nomina hito „orang‟,<br />

kasus pengalami di<strong>peran</strong>kan oleh frase nomina hoka no hito „orang lain‟, <strong>dan</strong> kasus<br />

objek di<strong>peran</strong>kan oleh nomina youji „keperluan‟.<br />

95


4.2.3.3 Peran Semantis Verba Aksi Benefaktif Bahasa Jepang<br />

Verba Aksi Benefaktif <strong>bahasa</strong> Jepang mempunyai ciri <strong>semantis</strong> [aksi-<br />

benefaktif], <strong>verba</strong> aksi benefaktif adalah <strong>verba</strong> yang menyatakan tindakan <strong>dan</strong><br />

pemilikan, mendapatkan keuntungan atau kehilangan. Pelaku <strong>verba</strong> ini adalah berupa<br />

nomina [ + bernyawa] yang bertindak sebagai pelaku tindakan. Pelaku bisa juga<br />

ber<strong>peran</strong> sekaligus sebagai pemilik atau yang kehilangan. Verba aksi benefaktif<br />

<strong>bahasa</strong> Jepang mengharuskan kehadiran kasus agen, kasus benefaktif, <strong>dan</strong> kasus<br />

objek dalam struktur <strong>semantis</strong>nya. Kasus agen adalah entitas yang menyebabkan<br />

pemerolehan atau kehilangan sesuatu. Kasus benefaktif adalah entitas yang<br />

mendapatkan atau kehilangan sesuatu. Kasus objek adalah entitas yang didapatkan<br />

atau yang dihilangkan.<br />

Contoh:<br />

(51)宮崎君 も毎日いろんな 本 を 学校 に持って来てはお昼休みに読んで<br />

くれた。<br />

Miyazaki kun mo mainichi iron na hon wo gakkou ni motte kite wa,<br />

A O<br />

Miyazaki Part setiap hari macam-macam buku Part sekolah Part<br />

ohiru yasumi ni yonde kureta.<br />

membawa Part siang istirahat Part membacakan.<br />

„Setiap hari miyazaki membawa berbagai buku ke sekolah <strong>dan</strong><br />

membacakannya untuk teman-teman waktu istirahat‟.<br />

96<br />

(トットちゃん:226)<br />

(Tottochan: 148)


(52)わたし は 息子 に お菓子 を やりました。(Minna/II: 98)<br />

Watashi wa musuko ni okashi wo yarimashita.<br />

A B O<br />

Saya Part anak Part kue Part memberi<br />

„Saya memberi kue kepada anak saya‟.<br />

(53)部長 の 奥さん は [わたし に]お茶 を 教えてくださいました。<br />

Buchou no okusan wa [watashi ni] ocha wo oshiete kudasaimashita.<br />

A B O<br />

Kepala bagian Part (saya) Part teh Part mengajari<br />

„Istri kepala bagian mengajar saya tatacara minum teh‟. (Minna/II: 99)<br />

(54)わたし は ワット 先生 に 本 を いただきました。(Minna/II: 96)<br />

Watashi wa Watto sensei ni hon wo itadakimashita.<br />

B A O<br />

saya Part Watto pak part buku Part menerima<br />

„Saya menerimabuku dari pak Watt‟.<br />

(55)引っ越し の ため に、 [私は] 車 を 借ります。 (Minna/II: 104)<br />

Hikkoshi no tame ni, (watashi wa) kuruma wo karimasu.<br />

A=B O<br />

pindah Part untuk Part, (saya Part) mobil Part meminjam<br />

„Untuk pindah, saya meminjam mobil‟.<br />

Verba 読 ん で く れた/yonde kureta „membacakan‟, や り ま し た<br />

/yarimashita „memberi‟, 教 え て く だ さ い ま し た /oshiete kudasai mashita<br />

„mengajari‟, いただきました/itadakimashita „menerima‟, 借 り ま す /karimasu<br />

97


„meminjam‟ secara <strong>semantis</strong> termasuk <strong>verba</strong> aksi benefaktif. Kasus benefaktif yang<br />

terdapat pada kalimat (51--55) di atas, semuanya „mendapat‟ atau „memperoleh‟<br />

sesuatu, hal tersebut dapat dilihat dari <strong>peran</strong> kasus yang muncul dari masing-masing<br />

kalimat. Nomina persona yang ber<strong>peran</strong> sebagai kasus agen (pemengaruh) <strong>dan</strong><br />

nomina persona yang ber<strong>peran</strong> sebagai kasus benefaktif (pemanfaat) tergambar<br />

dengan jelas.<br />

Untuk kalimat (54) nomina persona watashi „saya‟ memiliki dua <strong>peran</strong>,<br />

yaitu sebagai kasus Agen sekaligus ber<strong>peran</strong> sebagai kasus Benefaktif. Struktur lahir<br />

keempat <strong>verba</strong> benefaktif yang terdapat pada kalimat di atas, dimarkahi oleh partikel<br />

wa, ni, wo, no partikel „wa‟ secara sintaktis berfungsi sebagai pemarkah topik,<br />

se<strong>dan</strong>gkan secara <strong>semantis</strong> sebagai penanda kasus Agen, partikel „ni‟ secara sintaktis<br />

berfungsi sebagai pemarkah datif, se<strong>dan</strong>gkan secara <strong>semantis</strong> berfungsi sebagai<br />

penanda arah suatu aktivitas (perbuatan) „memberi-menerima‟ <strong>dan</strong> kepada siapa<br />

aktivitas „memberi-menerima‟ itu ditujukan. Partikel „wo‟ secara sintaktis berfungsi<br />

sebagai pemarkah objek, se<strong>dan</strong>gkan secara <strong>semantis</strong> berfungsi sebbagai penanda<br />

kasus Objek. Partikel „no‟ secara sintaktis berfungsi sebagai pemarkah nominalisator,<br />

se<strong>dan</strong>gkan secara <strong>semantis</strong> tidak memiliki <strong>peran</strong> apapun karena partikel „no‟ hanya<br />

dipakai untuk menghubungkan nomina satu dengan nomina yang lain dalam suatu<br />

konteks tertentu.<br />

98


4.2.3.4 Peran Semantis Verba Aksi Lokatif Bahasa Jepang<br />

Verba Aksi Lokatif <strong>bahasa</strong> Jepang mempunyai ciri <strong>semantis</strong> [aksi-lokatif],<br />

<strong>verba</strong> aksi lokatif memerlukan kasus agen, kasus objek, <strong>dan</strong> kasus lokatif. Kasus agen<br />

ber<strong>peran</strong> sebagai pelaku suatu aksi, kasus objek ber<strong>peran</strong> sebagai entitas yang<br />

mengalami perubahan lokasi (lokasi asal, tempat berada atau tempat tujuan). Kasus<br />

lokatif ber<strong>peran</strong> sebagai lokasi dari suatu perbuatan atau aksi biasanya berupa nama<br />

tempat ataupun frasa yang menyatakan tempat atau lokasi. Pelaku tindakan atau<br />

perbuatan berciri makna [ + bernyawa] yang dapat mengalami tindakan itu sendiri<br />

maupun tidak.<br />

Contoh:<br />

(56)お昼 休み に、 宮崎君 が、校長 先生 の 家 の ほう に 行く。<br />

Ohiru yasumi ni miyazaki kun ga kouchou sensei no uchi no hou ni iku.<br />

A=O L<br />

siang istirahat Part Miyazaki Part kepala sekolah guru Part rumah<br />

Part maksud part pergi<br />

„Pada waktu istirahat siang miyazaki pergi ke rumah kepala sekolah‟.<br />

99<br />

(トットちゃん:226)<br />

(Tottochan: 148)<br />

(57)コ-ヒ- は 佐藤 を 入れないで 飲みます。 (Minna/II: 54)<br />

Ko-hi- wa satou wo hairenai de nomimasu.<br />

O<br />

kopi Part gula Part memasukkan tanpa minum<br />

„Saya minum kopi tanpa memasukkan gula‟.


(58)あの 人 が 階段 を 下ります。 (Nihon gogaku no kiso: 127)<br />

Ano hito ga kai<strong>dan</strong> wo orimasu.<br />

A=O L<br />

itu orang Part tangga Part turun<br />

„Orang itu menuruni tangga‟.<br />

(59)去年 [私 は] 北海道 で 馬 に 乗りました。 (Minna: 124)<br />

Kyonen [watashi wa] Hokkaidou de uma ni norimashita.<br />

A L O<br />

tahun lalu [saya Part] Hokkaidou Part kuda Part naik<br />

„Tahun lalu saya naik kuda di Hokkaidou‟.<br />

(60)彼 は 辞書 を 机 の 上 に 置きました。<br />

Kare wa jisho wo tsukue no ue ni okimashita.<br />

A O L<br />

ia Part kamus Part meja Part atas Part meletakkan<br />

„Ia meletakkan kamusnya di atas meja‟.<br />

100<br />

Verba 行く/iku „pergi‟, 入れないで/hairenai „memasukkan‟, 降ります<br />

orimasu „turun‟, 乗りました norimashita „naik‟, <strong>dan</strong> 置きました okimashita<br />

„menaruh termasuk <strong>verba</strong> Aksi Lokatif. Pada kalimat (56) nomina persona „Miyazaki‟<br />

ber<strong>peran</strong> sebagai pelaku sekaligus sebagai orang yang mengalami tindakan „pergi‟,<br />

se<strong>dan</strong>gkan kasus lokatif di<strong>peran</strong>kan oleh frase nomina kochou sensei no uchi „rumah<br />

kepala sekolah‟. Pada kalimat (57) nomina persona watashi „saya‟ ber<strong>peran</strong> sebagai<br />

kasus Agen sekaligus juga ber<strong>peran</strong> sebagai kasus Lokatif, se<strong>dan</strong>gkan untuk kasus<br />

Objek di<strong>peran</strong>kan oleh nmina ko-hi- „kopi‟, pada kalimat (58) nomina hito „orang‟


er<strong>peran</strong> sebagai kasus Agen sekaligus sebagai kasus Objek, se<strong>dan</strong>gkan kasus Lokatif<br />

di<strong>peran</strong>kan nomina kai<strong>dan</strong> „tangga‟. Pada kalimat (59) kasus Agen di<strong>peran</strong>kan oleh<br />

nomina persona watashi „saya‟, kasus Objek di<strong>peran</strong>kan oleh nomina uma „kuda‟,<br />

kasus Lokatif di<strong>peran</strong>kan oleh keterangan tempat, yaitu Hokkaido. Kalimat (60) kasus<br />

Agen diisi oleh nomina persona kare „ia‟, kasus Objek diisi oleh nomina jisho<br />

„kamus‟, <strong>dan</strong> kasus Lokatif diisi oleh nomina tsukue „meja‟.<br />

4.3 Kasus Non-Inti (Modal Cases)<br />

101<br />

Kasus Non-Inti (Modal Cases) ialah kasus yang tidak merupakan valensi<br />

<strong>verba</strong>. Kehadirannya dalam struktur semantik tidak bergantung pada <strong>verba</strong>. Realisasi<br />

kasus Modal pada struktur luar hanya bersifat opsional (tidak harus), hal ini terjadi<br />

untuk memenuhi fungsi gramatikal suatu <strong>bahasa</strong>. Dengan demikian dapat dikatakan<br />

bahwa kasus Non-Inti dikategorikan sebagai kasus Modal yang artinya kasus ini<br />

berfungsi dalam membangun struktur klausa yang berterima dalam struktur lahir<br />

(gramatikal) atau untuk memenuhi fungsi sintaktis suatu <strong>bahasa</strong>.<br />

Kasus-kasus Non-Inti (modal cases) adalah (1) Kasus Non-Inti Time (Waktu);<br />

(2) Kasus Non-Inti Manner (Cara); (3) Kasus Non-Inti Instrument (alat); (4) Kasus<br />

Non-Inti Cause (Sebab); (5) Kasus Non-Inti Purpose (Maksud); (6) Kasus Non-Inti<br />

Result (Akibat); (7) Kasus Non-Inti Outer Benefaktive (Benefaktif Luar); (8) Kasus<br />

Non-Inti Outer Locative (Lokatif Luar).<br />

Dengan mempergunakan kerangka teori yang telah dibicarakan pada subbab<br />

sebelumnya, maka di bawah ini dijelaskan kasus Modal (Modal Cases), yang terdapat


dalam kalimat <strong>bahasa</strong> Jepang dengan menghi<strong>dan</strong>gkan data-data berupa kalimat dalam<br />

<strong>bahasa</strong> Jepang sebagi ilustrasi.<br />

4.3.1 Kasus Non-Inti Verba Statif Bahasa Jepang<br />

102<br />

Kasus Non-Inti Verba Statif ialah <strong>peran</strong> yang yang hadir dalam struktur luar<br />

kalimat di mana <strong>peran</strong> (<strong>argumen</strong>) tersebut kehadirannya tidak dibutuhkan secara<br />

<strong>semantis</strong>, melainkan secara gramatikal dalam suatu kalimat dengan predikat Verba<br />

Statif. Adapun kasus-kasus Non-Inti Verba Statif yang dimaksud adalah: (1) Kasus<br />

Non-Inti Time (Waktu) Verba Statif; (2) Kasus Non-Inti Manner (Cara) Verba Statif;<br />

(3) Kasus Non-Inti Instrument (alat) Verba Statif; (4) Kasus Non-Inti Cause (Sebab)<br />

Verba Statif; (5) Kasus Non-Inti Purpose (Maksud) Verba Statif; (6) Kasus Non-Inti<br />

Result (Akibat) Verba Statif; (7) Kasus Non-Inti Outer Benefaktive (Benefaktif Luar)<br />

Verba Statif; (8) Kasus Non-Inti Outer Locative (Lokatif Luar) Verba Statif.<br />

4.3.1.1 Kasus Non-Inti Time (Waktu) Verba Statif Bahasa Jepang<br />

(1)今日 は 空 が 晴れて いる。<br />

Kyou wa sora ga harete iru.<br />

Non-Inti W Os<br />

hari ini Part langit Part cerah<br />

„Hari ini langit cerah‟.<br />

Verba Statif 晴れて いる/harete iru „cerah‟ yang terdapat dalam kalimat di<br />

atas memiliki satu <strong>argumen</strong> inti yaitu 空 /sora „langit‟. Argumen sora „langit‟


er<strong>peran</strong> sebagai objek yang berada dalam suatu keadaan yang dinyatakan oleh <strong>verba</strong><br />

harete iru. Se<strong>dan</strong>gkan Kasus Non-Inti Waktu di<strong>peran</strong>kan oleh kata keterangan waktu,<br />

yaitu kyou „hari ini‟, kata keterangan waktu kyou „hari ini‟ bukan merupakan valensi<br />

<strong>verba</strong>, tetapi kehadirannya berfungsi untuk memberikan keterangan waktu sehinga<br />

kasus ini dikategorikan sebagai kasus Non-Inti di mana kehadirannya hanya bersifat<br />

opsional (tidak harus) karena tuntutan fungsi gramatikal. Kasus Non-Inti Waktu tidak<br />

terikat secara <strong>semantis</strong> pada <strong>verba</strong> statif sebagai inti kalimat (proposisi) tetapi terikat<br />

secara gramatikal.<br />

4.3.1.2 Kasus Non-Inti Instrument (Alat)Verba Statif Bahasa Jepang<br />

(2)雪さん の 手 は ナイフ で けが を している。<br />

Yukisan no te wa naifu de kega wo shite iru.<br />

Os Non-Inti Alt<br />

Yuki Part tangan Part pisau Part terluka<br />

„Yuki tangannya terluka karena pisau‟.<br />

103<br />

Kalimat di atas memiliki satu <strong>argumen</strong> inti, yaitu 雪さんの手 „tangannya<br />

Yuki‟ yang harus hadir sebagai <strong>argumen</strong> <strong>verba</strong> statif けがをしている/kega wo shite<br />

iru „terluka‟. Se<strong>dan</strong>gkan <strong>argumen</strong> Non-Inti, yaitu ナ イ フ „pisau‟ hadir untuk<br />

memberikan keterangan tambahan atau keterangan alat yang menjadi penyebab<br />

terjadinya keaadaan yaitu terluka. Dalam struktur <strong>semantis</strong>nya <strong>verba</strong> statif けがをし<br />

ている/kega wo shite iru „terluka‟ hanya membutuhkan satu <strong>argumen</strong> untuk


memenuhi unsur proposisi kehadiran <strong>argumen</strong> Non-Inti alat disebabkan karena<br />

kebutuhan struktur lahir kalimat atau berfungsi untuk memberikan penjelasan tentang<br />

alat (yang dalam hal ini adalah pisau yang menyebabkan tangan Yuki terluka).<br />

4.3.1.3 Kasus Non-Inti Result (Akibat) Verba Statif Bahasa Jepang<br />

(3)家 は メチャクチャ に 壊れた。<br />

Uchi wa mechakucha ni kowareta.<br />

Os Non-Inti R<br />

rumah Part berantakan Part hancur<br />

„Rumah hancur berantakan‟.<br />

(4)木村さん は 交通事故 で 死んだ。<br />

Kimura san wa koutsuujiko de shinda.<br />

Os Non-Inti R<br />

Kimura Part kecelakaan Part meningal<br />

„Kimura meningal akibat kecelakaan lalu-lintas‟.<br />

104<br />

Dalam struktur logisnya Verba Statif 壊れた/kowareta „hancur‟, 死んだ<br />

/sinda „meningal‟ yang terdapat pada kalimat di atas membutuhkan satu <strong>argumen</strong> inti,<br />

yaitu 家/uchi ‟rumah‟ 木村さん/Kimura san „Kimura‟. Se<strong>dan</strong>gkan dalam struktur<br />

lahir kedua <strong>verba</strong> dalam kalimat di atas disertai dengan kasus Non-Inti Akibat, yaitu<br />

yang dinyatakan oleh kata keterangan メチャクチャ/mechakucha „berantakan‟, 交<br />

通事故/koutsuujiko „kecelakaan‟ kedua kata keterangan ini bukan merupakan valensi<br />

<strong>verba</strong> kowareta <strong>dan</strong> <strong>verba</strong> shinda, tetapi kehadirannya hanya sebagai pelengkap


keterangan mengenai keadaan suatu objek yang dinyatakan oleh predikat <strong>verba</strong><br />

sebagai inti proposisi <strong>dan</strong> diperlukan karena <strong>peran</strong> gramatikal.<br />

4.3.1.4 Kasus Non-Inti Outer Locative (Lokatif Luar)Verba Statif Bahasa Jepang<br />

(5)この 道 が 右 へ 曲がっている。<br />

Kono michi ga migi e magatte iru.<br />

Os Non-Inti OL<br />

ini jalan Part kanan Part belok<br />

„Jalan ini belok ke kanan‟.<br />

(6)富士山 が 天 に 聳え立っている。<br />

Fujisan ga ten ni sobietate iru.<br />

Os Non-Inti OL<br />

gunung Fuji Part udara Part menjulang<br />

„Gunung Fuji tegak menjulang ke udara‟.<br />

105<br />

Verba 曲がっている/magatte iru „belok‟, 聳え立っている/sobiete iru<br />

„menjulang‟ mengharuskan kehadiran satu kasus objek dalam struktur semantiknya.<br />

Kasus objek menyatakan entitas yang berada dalam suatu keadaan. Keadaan yang<br />

dimaksud adalah keadaan karena kondisi alami atau keadaan yang terjadi secara<br />

alami, yaitu keadaan 道/michi „jalan‟ yang „berbelok‟ <strong>dan</strong> keadaan 富士山/Fujisan<br />

„gunung Fuji‟ yang ‟menjulang‟. Kasus Non-Inti outer Locative yang terdapat dalam<br />

kalimat di atas, secara gramatikal berfungsi untuk memberikan keterangan lokasi atau<br />

arah berkaitan dengan keberadaan <strong>argumen</strong> Inti.


4.3.2 Kasus Non-Inti Verba Proses<br />

106<br />

Kasus Non-Inti (modal cases) Verba Proses ialah kasus yang muncul dalam<br />

kalimat dengan predikat <strong>verba</strong> proses, di mana kasus tersebut bukan merupakan<br />

valensi <strong>verba</strong> proses <strong>dan</strong> realisasi dalam struktur luar hanya bersifat opsional (tidak<br />

harus). Adapun kasus-kasus Non-Inti Verba Proses yang dimaksud adalah: (1) Kasus<br />

Non-Inti Time (Waktu) Verba Proses; (2) Kasus Non-Inti Manner (Cara) Verba<br />

Proses; (3) Kasus Non-Inti Instrument (alat) Verba Proses; (4) Kasus Non-Inti Cause<br />

(Sebab) Verba Proses; (5) Kasus Non-Inti Purpose (Maksud) Verba Proses; (6) Kasus<br />

Non-Inti Result (Akibat) Verba Proses; (7) Kasus Non-Inti Outer Benefaktive<br />

(Benefaktif Luar) Verba Proses ; (8) Kasus Non-Inti Outer Locative (Lokatif Luar)<br />

Verba Proses.<br />

4.3.2.1 Kasus Non-Inti Time (Waktu) Verba Proses Bahasa Jepang<br />

(7)去年 から、 食品 の 値段 が 高まっている。<br />

Kyounen kara shokuhin no ne<strong>dan</strong> ga takamatte iru.<br />

Non-Inti W O<br />

tahun lalu Part bahan makanan Part harga Part meningkat<br />

„Harga bahan makanan meningkat sejak setahun yang lalu‟.<br />

(8)わたし は 日本 に 一年 います。 (Minna: 74)<br />

Watashi wa Nihon ni ichinen imasu.<br />

O L Non-Inti W<br />

saya Part Jepang Part satu tahun tinggal<br />

„Saya tinggal di Jepang selama satu tahun‟.


(9)そこで、 小林 先生 は、 パリ の こと ダルクローズ の<br />

Soko de, Kobayashi sensei wa, Pari no koto Dorukurozu no<br />

O L<br />

Sampai disini, Kobayashi guru Part Paris Part hal Dalcroze Part<br />

学校 に 一年 以上 も 滞在して、<br />

gakko ni 1 nen ijo mo taizai shite,<br />

Non-Inti W<br />

sekolah Part 1 tahun lebih Part tinggal,<br />

リトミック を 身につけた。<br />

ritomikku wo mi ni tsuketa<br />

ritmik Part mempelajari.<br />

107<br />

„Sampai disini, guru Kobayashi tinggal di Paris selama kurang lebih 1tahun<br />

<strong>dan</strong> mempelajari tentang ritmik di sekoah Dalcroze‟.<br />

(Tottochan)<br />

(10)昨日 の 晩 から 父 の 病気 は ますます重くなっていた。<br />

Kinou no ban kara chichi no byouki wa masumasu omoku natte ita.<br />

Non-Inti W O<br />

kemarin Part malam dari ayah Part sakit Part semakin berat<br />

„Dari kemarin penyakit ayah menjadi semakin berat‟.<br />

Kalimat (7--10) di atas, adalah kalimat yang menggunakan kasus Non-Inti<br />

Waktu (Time) dalam kalimat yang menggunakan predikat Verba Proses. Kehadiran<br />

kasus Non-Inti Waktu yang terdapat pada setiap kalimat di atas tidak bergantung pada<br />

<strong>verba</strong>nya. Dengan kata lain, tanpa kehadiran kasus-kasus tersebut pun, struktur


semantik kalimat bersangkutan sudah sempurna. Kasus Non-Inti Waktu memiliki<br />

fungsi gramatikal (<strong>peran</strong> sintaktis) untuk keterangan waktu.<br />

4.3.2.2 Kasus Non-Inti Manner (Cara) Verba Proses Bahasa Jepang<br />

(11)その 言葉 は 彼 の 耳 に 美しく 聞こえた。<br />

Sono kotoba wa kare no mimi ni utsukushiku kikoeta.<br />

O Non-Inti C<br />

itu ucapan Part dia Part telinga Part merdu beralun<br />

„Ucapan itu beralun dengan merdu di telinganya‟.<br />

(12)大人 の 人 みたい だったし<br />

Otona no hito mitai dattashi<br />

Non-Inti C O<br />

orang dewasa Part orang terlihat<br />

„Terlihat berpakaian seperti orang dewasa‟.<br />

108<br />

(トットちゃん: 226)<br />

(Tottochan: 147)<br />

(13)トットちゃん が 近つく と 高橋君 は 人<br />

Tottochan ga chikatsuku to Takahashikun wa hito<br />

O<br />

Totto Part dekat Part Takahashi Part orang<br />

なつっこそう に 笑った だから トットちゃん達<br />

nattsukkosou ni waratta dakara Tottochantachi<br />

Non-Inti C<br />

ramah Part tertawa karena itu Totto <strong>dan</strong> teman<br />

も すぐ 笑った。<br />

mo sugu waratta.<br />

Part selanjutnya tertawa.


„Waktu didekati, Takahashi tersenyum ramah seakan dapat menarik hati<br />

sahabat.Totto <strong>dan</strong> kawan-kawan segera ikut tersenyum‟.<br />

109<br />

(高橋君: 122)<br />

(Takahashikun: 82-83)<br />

(14)私 は 歩いて 町 を 回っている。<br />

Watashi wa aruite machi wo mawatte iru.<br />

O Non-Inti C<br />

saya Part berjalan kaki kota Part berputar<br />

„Saya keliling kota dengan berjalan kaki‟.<br />

(15)なに も かも が なつかしかった。<br />

Nani mo kamo mo ga natsukashikatta.<br />

O Non-Inti C<br />

apapun Part rindu<br />

„Segala sesuatu dikenangnya dengan rasa rindu‟.<br />

(16)オルガン が 静か に 賛美歌 を 歌っていた。<br />

Orugan ga shizuka ni sanbika wo utatteita.<br />

Non-Inti C O<br />

organ Part tenang Part kidung Part menyanyikan.<br />

„Organ mengalunkan lagu-lagu gereja dengan hikmad‟.<br />

(17)そして、最後に、やっとのことで、二人 で 仲良く踊った<br />

Soshite, saigo ni, zatto no koto de, futari nakaryouku odotta.<br />

O Non-Inti C<br />

kemudian, yang terakhir Part, keduanya menari bersama dengan mesra<br />

„Mereka berdua menari bersama dengan mesra‟.<br />

(トットちゃん:183-186)<br />

(Tottochan: 121-123)


110<br />

Kalimat (11--17) di atas, adalah kalimat yang menggunakan kasus Non-Inti<br />

Cara (Manner) dalam kalimat yang menggunakan predikat Verba Proses. Kehadiran<br />

kasus Non-Inti Cara yang terdapat pada kalimat (1--7) di atas tidak bergantung pada<br />

<strong>verba</strong>nya. Dengan kata lain, tanpa kehadiran kasus-kasus tersebut, struktur semantik<br />

kalimat bersangkutan sudah sempurna. Kasus Non-Inti Cara memiliki fungsi<br />

gramatikal (<strong>peran</strong> sintaktis) untuk menjelaskan keterangan (cara). Cara (Manner)<br />

yang dimaksud di sini berhubungan dengan cara, gaya, sikap seseorang dalam<br />

mengekspresikan/melakukan sesuatu.<br />

4.3.2.3 Kasus Non-Inti Instrument (Alat)Verba Proses Bahasa Jepang<br />

(18)列車 で、 6時 ごろ 家 に 着いた。<br />

Ressha de 6 ji goro ie ni tsuita.<br />

Non-Inti Alt L<br />

kereta api Part 6 jam kira-kira rumah Part tiba<br />

„Jam 6 saya samapai di rumah dengan kereta api‟.<br />

(19)赤 や 黄色 や ピンク の リリアン に ぶち下かった ハッカ パイプ。<br />

Aka ya kiiro ya pinku no ririan ni buchi shita katta hakka paipu.<br />

Non-Inti Alt O<br />

merah Part kuning Part pink Part tali rajutan Part hisap permen pipa.<br />

„Ada pipa hisap berisi permen pedas yang digantung dengan tali rajutan<br />

berwarna merah, kuning <strong>dan</strong> pink‟.


111<br />

Kalimat (18-19) di atas, adalah kalimat yang menggunakan kasus Non-Inti<br />

Instrument (alat) dalam kalimat yang berpredikat Verba Proses. Kehadiran kasus<br />

Non-Inti Alat yang terdapat pada kalimat (18-19) di atas, tidak bergantung pada<br />

<strong>verba</strong>nya. Dengan kata lain, tanpa kehadiran kasus-kasus tersebut pun, struktur<br />

semantik kalimat bersangkutan sudah sempurna. Kasus Non-Inti Alat memiliki fungsi<br />

gramatikal (<strong>peran</strong> sintaktis) untuk menunjukkan keterangan alat. Keterangan alat<br />

yang dimaksud adalah 列車/ressha „kereta api‟, ピンク の リリアン/pinku no ririan<br />

„tali rajutan berwarna merah’ kedua nomina tersebut menyatakan alat. Hal ini juga<br />

diperkuat dengan digunakannya partikel で/de, に/ni sebagai pemarkah keterangan<br />

alat dalam sintaktis <strong>bahasa</strong> Jepang.<br />

4.3.2.4 Kasus Non-Inti Cause (Sebab) Verba Proses Bahasa Jepang<br />

(20)彼女 の 声 は 感動 で 震えていた。<br />

Kanojo no koe wa kandou de furuete ita.<br />

O=E Non-Inti S<br />

perempuan Part suara Part haru Part gemetar<br />

„Suaranya gemetar karena haru‟.<br />

(21)地震 で ビル が 倒れました。 (Minna: II/87)<br />

Jishin de biru ga taoremashita.<br />

Non-Inti S O<br />

gempa Part gedung Part roboh<br />

„Karena gempa bumi, gedung besar itu roboh‟.


(22)病気 で 会社 を 休みました。 (Minna: II/87)<br />

Byouki de kaisha wo yasumimashita.<br />

Non-Inti S<br />

Sakit Part kantor Part libur<br />

„Karena sakit, saya tidak masuk kantor‟.<br />

(23)トットちゃん の ママ は、パパ 仕事 が ある ので、<br />

Tottochan no mama wa, papa shigoto ga aru node, papa to Tokyo data.<br />

Non-Inti S<br />

Totto chan part mama part, papa pekerjaan part ada part<br />

パパ と 東京 だった<br />

papa to Tokyo<br />

L<br />

papa Part Tokyo<br />

„Sehubungan dengan pekerjaan papa, mama tinggal di Tokyo‟.<br />

112<br />

(とっとちゃん:225 )<br />

(Tottochan: 167)<br />

Kalimat (20--23) di atas, adalah kalimat yang menggunakan kasus Non-Inti<br />

Sebab (Cause) dalam kalimat yang menggunakan predikat Verba Proses. Kehadiran<br />

kasus Non-Inti Sebab yang terdapat pada setiap kalimat di atas tidak bergantung pada<br />

<strong>verba</strong>nya. Dengan kata lain, tanpa kehadiran kasus-kasus tersebut pun, struktur<br />

semantik kalimat bersangkutan sudah sempurna. Kasus Non-Inti Sebab memiliki<br />

fungsi gramatikal, yaitu membantu memberikan keterangan tambahan pada kalimat.<br />

Keterangan „penyebab‟ direalisasikan dalam struktur lahir kalimat dengan<br />

digunakannya partikel „de‟ pada kalimat (20--22), sementara itu pada kalimat (23)


digunakan partikel „node‟ yang berfungsi untuk menyatakan ‟hubungan sebab akibat‟<br />

dalam <strong>bahasa</strong> Jepang.<br />

4.3.2.5 Kasus Non-Inti Purpose (Maksud) Verba Proses Bahasa Jepang<br />

(24)私 は 早く 泳げるように、毎日 練習しています。 (Minna: II/68)<br />

Watashi wa hayaku oyogeruyouni, mainichi renshuu shite imasu.<br />

E Non-inti M<br />

saya Part hayaku berenang dapat, setiap hari berlatih<br />

„Supaya dapat berenang dengan cepat, setiap hari saya berlatih‟.<br />

(25)体 が 高くなるよう に、 よく 運動しています。<br />

Karada ga takaku naru you ni, yoku undou shite imasu.<br />

E=O Non-inti M<br />

Ba<strong>dan</strong> Part tinggi menjadi, sering berolahraga<br />

„Saya sering berolahraga agar ba<strong>dan</strong> saya menjadi tinggi‟.<br />

113<br />

Kalimat (24-25) di atas, adalah kalimat yang menggunakan kasus Non-Inti<br />

Maksud (Purpose) dalam kalimat yang menggunakan predikat Verba Proses.<br />

Kehadiran kasus Non-Inti Maksud yang terdapat pada setiap kalimat di atas tidak<br />

bergantung pada <strong>verba</strong>nya. Dengan kata lain, tanpa kehadiran kasus-kasus tersebut<br />

pun, struktur semantik kalimat bersangkutan sudah sempurna. Penambahan kata<br />

bantu ように/you ni pada <strong>verba</strong>泳げる/oyogeru „bisa berenang‟ menyebabkan<br />

terjadinya penambahan keterangan secara <strong>semantis</strong>, yaitu menerangkan „maksud‟.<br />

Pada kalimat (25) kata bantu ように/you ni ditambahkan pada <strong>verba</strong> 高くなる


takaku naru „menjadi tinggi‟ memberikan keterangan tambahan dari <strong>verba</strong> sebagai<br />

inti proposisi. Fungsi kata bantu ように/you ni adalah memberikan keterangn<br />

„maksud‟ terhadap proses yang terjadi pada objek yang dinyatakan oleh <strong>verba</strong> sebagai<br />

inti proposisi.<br />

4.3.2.6 Kasus Non-Inti Result (Akibat) Verba Proses Bahasa Jepang<br />

(26)朝寝坊ですから、 私 は 学校 に 遅れました。<br />

Asanebou desukara, watashi wa gakkou ni okuremashita.<br />

Non-inti Akbt O L<br />

bangun kesiangan karena, saya Part sekolah Part terlambat<br />

„Karena bangun kesiangan, saya terlambat sampai di sekolah‟.<br />

(27)顔色 は 陽焼けして、 真黒 だった。<br />

Kaoiro wa hiyakeshite, shinkoku data.<br />

E=O Non-inti Akbt<br />

Warna wajah Part terbakar matahari hitam legam<br />

„Wajahnya hitam legam karena terbakar matahari‟.<br />

114<br />

Kalimat di atas adalah kalimat yang menggunakan kasus Non-Inti Akibat<br />

(Result) dalam kalimat yang menggunakan predikat Verba Proses. Kehadiran kasus<br />

Non-Inti Akibat yang terdapat pada setiap kalimat di atas tidak bergantung pada<br />

<strong>verba</strong>nya. Dengan kata lain, tanpa kehadiran kasus-kasus tersebut pun, struktur<br />

semantik kalimat bersangkutan sudah sempurna.


4.3.2.7 Kasus Non-Inti Outer Benefaktive (Benefaktif Luar) Verba Proses Bahasa<br />

Jepang<br />

115<br />

(28)田中さん が 結婚 の 祝い に この お皿 を 持ってきました。<br />

Tanakasan ga kekkon no iwai ni kono ozara wo motte kimashita.<br />

Non-Inti BL O<br />

Tanaka Part nikah Part hadiah Part ini piring Part membawa<br />

„Tanaka membawa piring ini untuk hadiah pernikahan saya‟.<br />

Kalimat di atas adalah kalimat yang menggunakan kasus Non-Inti Benefaktif<br />

Luar (outer Benefactive) dalam kalimat yang menggunakan predikat Verba Proses.<br />

Kasus ini tidak bergantung pada <strong>verba</strong> benefaktif proses sebagai inti proposisi. Frase<br />

結婚 の 祝い/kekkon no iwai „hadiah pernikahan‟ adalah realisasi kasus Non-Inti<br />

Benefaktif luar. Kasus ini dikategorikan sebagai kasus Non-Inti karena kehadirannya<br />

hanya bersifat opsional karena kehadiran frase 結婚 の 祝い/kekkon no iwai „hadiah<br />

pernikahan‟ yang terdapat dalam struktur kalimat di atas tidak bergantung pada <strong>verba</strong><br />

持ってきました/motte kimashita „membawa‟. Dengan kata lain, tanpa kehadiran<br />

kasus tersebut pun kalimat di atas sudah sempurna.<br />

4.3.2.8 Kasus Non-Inti Outer Locative (Lokatif Luar) Verba Proses Bahasa<br />

Jepang<br />

(29)部屋 に ある 電気 が 明るくなりました。<br />

Heya ni aru denki ga akaruku narimashita.<br />

Non-Inti LL O<br />

kamar Part ada listrik Part menjadi terang<br />

„Lampu listrik yang ada di kamar menjadi terang‟.


116<br />

Frase 部屋にある/heya ni aru „yang ada di kamar‟ yang terdapat pada<br />

kalimat di atas merupakan realisasi kasus Lokatif Luar. Kehadiran kasus ini tidak<br />

bergantung pada <strong>verba</strong> 明 る く な り ま し た /akaruku narimashita „menjadi lebih<br />

terang‟ dikatakan demikian karena tanpa kehadiran kasus tersebut pun, kalimat di atas<br />

sudah sempurna. Kasus tersebut hadir hanya bersifat opsional <strong>dan</strong> berfungsi untuk<br />

memberikan keterangan tambahan.<br />

4.3.3 Kasus Non-Inti Verba Aksi<br />

Kasus Non-Inti (modal cases) Verba Aksi ialah kasus yang muncul dalam<br />

kalimat dengan predikat <strong>verba</strong> Aksi, di mana kasus tersebut bukan merupakan valensi<br />

<strong>verba</strong> proses <strong>dan</strong> realisasi dalam struktur luar hanya bersifat opsional (tidak harus).<br />

Adapun kasus-kasus Non-Inti Verba Aksi yang dimaksud adalah: (1) Kasus Non-Inti<br />

Time (Waktu) Verba Aksi ; (2) Kasus Non-Inti Manner (Cara) Verba Aksi; (3) Kasus<br />

Non-Inti Instrument (alat) Verba Aksi; (4) Kasus Non-Inti Cause (Sebab) Verba<br />

Aksi ; (5) Kasus Non-Inti Purpose (Maksud) Verba Aksi; (6) Kasus Non-Inti Result<br />

(Akibat) Verba Aksi; (7) Kasus Non-Inti Outer Benefaktive (Benefaktif Luar) Verba<br />

Aksi ; (8) Kasus Non-Inti Outer Locative (Lokatif Luar) Verba Aksi .


4.3.3.1 Kasus Non-Inti Time (Waktu) Verba Aksi Bahasa Jepang<br />

(30)あした 私 は 友達 と お花見 を します。(Minna: 44)<br />

Ashita watashi wa tomodachi to ohanami wo shimasu.<br />

Non-Inti W A O<br />

Besok saya Part teman Part bunga Part melihat<br />

„Besok saya akan melihat bunga sakura dengan teman‟.<br />

(31)校長 先生 は 朝 校庭 で みんな に<br />

Kouchou sensei wa asa koutei de Minna ni<br />

A Non-Inti W<br />

kepala sekolah guru Part pagi halaman Part murid-murid Part<br />

この 新しい 生徒 を こう紹介した。<br />

kono atarashii seito wo koushoukaishita.<br />

O<br />

ini baru murid Part memperkenalkan<br />

117<br />

„Tadi pagi, di halaman sekolah, kepala sekolah memperkenalkan murid baru‟.<br />

(とっとちゃん:226)<br />

(Tottochan: 147)<br />

Kalimat (30&31) di atas adalah kalimat yang menggunakan kasus Non-Inti<br />

Waktu (Time) dalam kalimat yang berpredikat Verba Aksi. Kata keterangan waktu あ<br />

した/ashita „besok‟, 朝/asa „tadi pagi‟ adalah realisasi kasus Non-Inti Waktu yang<br />

hadir bersama kasus Proposisi Inti dalam struktur lahir kalimat. Kasus Non-Inti<br />

Waktu pada kalimat di atas secara sintaktis berfungsi untuk menerangkan waktu<br />

terjadinya suatu aksi atau aktifitas yang dinyatakan oleh <strong>verba</strong> kalimat tersebut.<br />

Kehadiran kasus Non-Inti Waktu pada kalimat di atas hanya bersifat opsional.


Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kehadiran kasus Non-Inti Waktu pada<br />

kalimat di atas hanya sebagai pelengkap supaya kalimat tersebut berterima secara<br />

gramatikal.<br />

4.3.3.2 Kasus Non-Inti Manner (Cara) Verba Aksi Bahasa Jepang<br />

118<br />

(32)トットちゃん は、いそいで、おじぎ をしてから、元気よく聞いた。<br />

Tottochan wa isoide ojigi wo shitekara, genki yoku kiita.<br />

A O Non-Inti C<br />

Totto Part segera memberi hormat Part setelah riang bertanya<br />

„Totto segera menyalami nya <strong>dan</strong> dengan riang bertanya‟.<br />

(トットちゃん: 26)<br />

( Tottochan: 19 )<br />

(33)校長 先生 は 。。。の上 に まるくなって 座るように 場所<br />

Kochou sensei wa. . . no ue ni maruku natte sawaru you ni basho<br />

A Non-Inti C<br />

を 作ろう と いった。<br />

wo tsukurou to itta.<br />

„Pak kepala sekolah memerintahkan semuanya duduk melingkar di atas<br />

rumput‟.<br />

(とっとちゃん:196)<br />

(Tottochan: 129)<br />

Kalimat (32-33) di atas, adalah kalimat yang menggunakan kasus Non-Inti<br />

Cara (Manner) dalam kalimat yang berpredikat Verba Aksi. Kehadiran kasus Non-


Inti Cara yang terdapat pada kalimat (32-33) di atas, tidak bergantung pada <strong>verba</strong>nya<br />

karena kehaadirannya hanya bersifat opsional. Dengan kata lain, tanpa kehadiran<br />

kasus-kasus tersebut pun, struktur semantik kalimat bersangkutan sudah sempurna.<br />

Kasus Non-Inti Cara dalam kalimat di atas berfungsi untuk memberi penjelasan<br />

tentang „cara‟ (manner) ketika suatu aksi atau perbuatan diekspresikan. Hal ini<br />

berkaitan dengan cara, gaya, sikap seseorang dalam mengekspresikan/melakukan aksi<br />

atau perbuatannya.<br />

4.3.3.3 Kasus Non-Inti Instrument (Alat) Verba Aksi Bahasa Jepang<br />

(34)私 は ワ-プロ で 手紙 を 書きます。(Minna: 50)<br />

Watashi wa wa-puro de tegami wo kakimasu.<br />

A Non-inti Alt O<br />

saya Part mesin tik Part surat Part menulis<br />

„Saya menulis surat dengan menggunakan mesin tik‟.<br />

(35)泥簿 は 彼 の 腹 を 竹槍 で 突かれた。<br />

Dorobo wa kare no hara wo take-yari de tsukareta.<br />

A O Non-inti Alt<br />

rampok Part dia Part perut Part bambu runcing Part menusuk<br />

„Rampok menusuk perutnya dengan bambu runcing‟.<br />

119<br />

Kalimat (34&35) di atas, adalah kalimat yang menggunakan kasus Non-Inti<br />

Instrument (alat) dalam kalimat yang berpredikat Verba Aksi. Kehadiran kasus Non-<br />

Inti Alat yang terdapat pada kalimat (34-35) di atas, tidak bergantung pada <strong>verba</strong>nya.


Dengan kata lain, tanpa kehadiran kasus-kasus tersebut pun, struktur semantik<br />

kalimat bersangkutan sudah sempurna. Kasus Non-Inti Alat memiliki fungsi<br />

gramatikal (<strong>peran</strong> sintaktis) untuk menunjukkan keterangan alat. Alat yang dimaksud<br />

adalah media atau sarana yang dipakai oleh agen dalam melaksanakan<br />

aksi/perbuatannya. Kasus Non-Inti Alat yang terdapat dalam kalimat di atas<br />

direalisasikan dengan pemakaian partikel で„de‟, partikel で„de‟ secara sintaktis<br />

berfungsi sebagai penanda keterangan alat yang dipakai oleh pelaku/agen dalam<br />

melakukan aksi/perbuatan. Partikel で ‟de‟ memiliki makna gramatikal „alat‟ dalam<br />

kalimat yang berpredikat <strong>verba</strong> aksi.<br />

4.3.3.4 Kasus Non-Inti Cause (Sebab) Verba Aksi Bahasa Jepang<br />

(36)今日 は 妻 の 誕生日な ので、花を買って帰ります。(Minna:II/114)<br />

Kyou wa tsuma no tanjoubi na node, hana wo katte kaerimasu.<br />

Non-inti S O<br />

hari ini Part istri Part ulang tahun Part, bunga Part membeli pulang<br />

„Karena hari ini ulang tahun istri, saya akan pulang membelikan istri saya<br />

bunga‟.<br />

(37)明日 試験 が あります から テレビ を 見ません<br />

Ashita shiken ga arimasu kara terebi wo mimasen.<br />

Non-inti S O<br />

besok ujian Part ada Part televisi Part tidak menonton<br />

„Saya tidak menonton televisi karena besok ada ujian‟.<br />

120<br />

Kalimat (36-37) di atas adalah kalimat yang menggunakan kasus Non-Inti<br />

Sebab (Cause) dalam kalimat yang menggunakan predikat Verba Aksi. Kehadiran


kasus Non-Inti Sebab yang terdapat pada setiap kalimat di atas tidak bergantung pada<br />

<strong>verba</strong>nya. Dengan kata lain, tanpa kehadiran kasus-kasus tersebut, struktur semantik<br />

kalimat bersangkutan sudah sempurna. Kasus Non-Inti Sebab pada kalimat (36-37) di<br />

atas memiliki fungsi gramatikal, yaitu membantu memberikan keterangan tambahan<br />

mengenai „penyebab‟ dilakukannya aksi/perbuatan oleh pelaku/agen. Partikel ので<br />

„node‟, から„kara‟ secara sintaktis berfungsi sebagai kata bantu untuk menunjukkan<br />

sebab dilakukannya suatu perbuatan/aksi oleh pelaku/agen.<br />

4.3.3.5 Kasus Non-Inti Purpose (Maksud) Verba Aksi Bahasa Jepang<br />

121<br />

(38)歯 に 悪い です から、甘い もの を 食べないようにしています。<br />

Ha ni warui desu kara, amai mono wo tabenai you ni shite imasu.<br />

Non-inti M O<br />

gigi Part tidak bagus Part, manis makanan Part tidak makan<br />

„Karena tidak baik bagi kesehatan gigi, saya berusaha untuk tidak makan<br />

makanan yang manis‟.<br />

(39)来月 くるま を 買う つもり です。 (Minna: II/32)<br />

Raigetsu kuruma wo kau tsumori desu.<br />

O Non-inti M<br />

Bulan depan mobil Part membeli Part<br />

„Saya bermaksud akan membeli mobil bulan depan‟.<br />

(40)トットちゃん は、校長先生 に 。。。みんな が お弁当<br />

Tottochan wa kouchou sensei ni Minna ga obentou<br />

A O<br />

Totto Part kepala sekolah Part semua Part makan


を 食べる こところ を 見に行く こと に なった。<br />

wo taberu koto koro o mi ni iku koto ni natta.<br />

Non-Inti M<br />

Part makan Part melihat-lihat hal Part<br />

„Kemudian Totto mengantar kepala sekolah untuk melihat-lihat suasana<br />

murid-murid bersantap bekal makan siang masing-masing‟.<br />

122<br />

(トットちゃん: 32 )<br />

( Tottochan: 22 )<br />

Kalimat (38--40) di atas, adalah kalimat yang menggunakan kasus Non-Inti<br />

Maksud (Purpose) dalam kalimat yang menggunakan predikat Verba Aksi.<br />

Kehadiran kasus Non-Inti Maksud yang terdapat pada setiap kalimat di atas tidak<br />

bergantung pada <strong>verba</strong>nya. Partikel ように„you ni‟ , つもり„tsumori‟, <strong>dan</strong> 見に „mi‟<br />

„ni‟ adalah kata bantu yang memiliki fungsi gramatikal yang menyatakan<br />

maksud/tujuan dari pelaku/agen dalam suatu aksi/perbuatan. Kasus Non-Inti Maksud<br />

yang terdapat pada tiga kalimat di atas memiliki <strong>peran</strong> gramatikal, yaitu memberikan<br />

keterangan maksud terhadap <strong>argumen</strong> inti yang dinyatakan oleh <strong>verba</strong>nya sebagai inti<br />

proposisi. Kasus-kasus ini dikategorikan sebagai kasus Non-Inti karena sifatnya<br />

hanya opsional dalam tiga kalimat di atas.


4.3.3.6 Kasus Non-Inti Result (Akibat) Verba Aksi Bahasa Jepang<br />

(41)授業 に 遅れて、 先生 は 私 を 叱りました。<br />

Jugyou ni okurete, sensei wa watashi wo shikarimashita.<br />

Non-inti Akbt A O<br />

kuliah Part terlambat, guru Part saya Part memarahi<br />

„Guru memarahi saya karena terlambat kuliah‟.<br />

(42)太郎は授業によく出席できないから、試験を受けることが<br />

できません。<br />

Taro wa jugyou ni yoku shusseki dekinai kara, shiken wo ukeru koto ga<br />

A Non-inti Akbt O<br />

Taro Part kuliah Part sering tidak hadir Part, ujian Part mengikuti<br />

dekimasen.<br />

tidak bisa<br />

„Taro tidak bisa mengikuti ujian karena sering tidak ikut kuliah‟.<br />

123<br />

Kalimat di atas adalah kalimat yang menggunakan kasus Non-Inti Akibat<br />

(Result) dalam kalimat yang menggunakan predikat Verba Aksi. Kehadiran kasus<br />

Non-Inti Akibat yang terdapat pada setiap kalimat di atas tidak bergantung pada<br />

<strong>verba</strong>nya. Dengan kata lain, tanpa kehadiran kasus-kasus tersebut pun, struktur<br />

semantik kalimat bersangkutan sudah sempurna. Kehadiran kasus Non-Inti Akibat<br />

dalam kalimat (41) dimarkahi oleh partikel て„te‟ yang memiliki dua fungsi, yaitu<br />

sebagai kata sambung sekaligus sebagai kata bantu untuk menyatakan akibat dari<br />

suatu perbuatan/aksi. Sementara itu, kehadiran kasus Non-Inti Akibat pada kalimat<br />

(42) dimarkahi oleh partikel から„kara‟ partikel ‟kara‟ juga berfungsi sebagai kata<br />

bantu penghubung antara klausa pertama dengan klausa kedua. Partikel „te‟ <strong>dan</strong> „de‟


pada kalimat di atas berfungsi sebagai kata bantu yang menyatakan akibat/hasil dari<br />

suatu perbuatan/aksi.<br />

4.3.3.7 Kasus Non-Inti Outer Benefactive (Benefaktif Luar) Verba Aksi Bahasa<br />

Jepang<br />

(43)私 は 息子 に 紙飛行機 を 作りました。 (Minna: II/98)<br />

Watashi wa musuko ni kamihikouki wo tsukurimashita.<br />

A Non-Inti BL O<br />

saya Part anak Part pesawat kertas Part membuat<br />

124<br />

„Saya membuat mainan pesawat terbang dari kertas untuk anak laki-laki saya‟.<br />

(44)友達 は お父さん に 新しい 服 を 買いました。<br />

Tomodachi wa otou-san ni atarashii fuku wo kaimashita.<br />

A Non-Inti BL O<br />

teman Part ayah Part baru pakaian Part membeli<br />

„Teman saya membeli baju baru untuk ayahnya‟.<br />

Kalimat di atas adalah kalimat yang menggunakan kasus Non-Inti Benefaktif<br />

Luar (outer Benefactive) dalam kalimat yang menggunakan predikat Verba Aksi.<br />

Kasus ini tidak bergantung pada <strong>verba</strong> benefaktif aksi sebagai inti proposisi. Dengan<br />

kata lain, tanpa kehadiran kasus tersebut pun kalimat di atas sudah sempurna. Kata 息<br />

子/musuko „anak laki-laki‟ pada kalimat (43) di atas, adalah realisasi kasus Non-Inti<br />

benefaktif Luar. Pada kalimat (44) kasus Non-Inti benefaktif Luar dinyatakan oleh<br />

kata お父さん/otousan „ayahnya‟. Kehadiran kedua kasus pada kalimat di atas hanya


ersifat opsional karena tanpa kehadiran kasus tersebut pun, struktur semantik kedua<br />

kalimat di atas sudah sempurna.<br />

4.3.3.8 Kasus Non-Inti Outer Locative (Lokatif Luar) Verba Aksi Bahasa Jepang<br />

(45)わたし は 駅 で 新聞 を 買います。 (Minna: 44)<br />

Watashi wa eki de shimbun wo kaimasu.<br />

A Non-Inti LL O<br />

saya Part stasiun Part surat kabar Part membeli<br />

„Saya membeli surat kabar di stasiun‟.<br />

(46)ランドセルを、 網棚 に 投げこんだ。<br />

Randoseru wo ami<strong>dan</strong>a ni nagekonda.<br />

O Non-Inti LL<br />

ransel Part rak barang Part melempar.<br />

„Anak itu melempar ranselnya Part pintu seperti bola basket‟.<br />

125<br />

(トットちゃん:39)<br />

(Tottochan : 27)<br />

Kasus Non-Inti Lokatif Luar yang terdapat pada kalimat (45-46) di atas<br />

dinyatakan oleh kata 駅/eki „stasiun‟ 網棚/ami<strong>dan</strong>a „rak barang‟ kedua kata ini<br />

menunjukkan keterangan tempat/lokasi dilakukannya suatu perbuatan/aksi. Kehadiran<br />

keterangan lokasi tersebut bersifat opsional karena tidak bergantung pada <strong>verba</strong><br />

sebagai inti proposisi sehingga kasus lokatif pada kedua kalimat di atas,<br />

dikategorikan sebagai kasus Non-Inti. Realisasi kasus Non-Inti Loktif Luar juga


dimarkahi oleh partikel で„de‟ に„ni‟, secara sintaktis kedua partikel ini berfungsi<br />

sebagai kata bantu untuk menerangkan tempat/lokasi.<br />

4.4 Kasus Tak Teraga (COVERT)<br />

126<br />

Seperti yang telah dijelaskan pada subbab sebelumya bahwa kasus proposisi<br />

ada yang bersifat wajib (wajib hadir) <strong>dan</strong> ada yang bersifat opsional/pilihan dalam<br />

struktur lahir. Kasus proposisi yang kehadirannya bersifat wajib disebut <strong>peran</strong><br />

proposisi teraga (overt: kasus proposisi yang diimplikasikan oleh <strong>verba</strong> <strong>dan</strong> wajib<br />

hadir dalam struktur lahir), se<strong>dan</strong>gkan kasus proposisi yang kehadirannya bersifat<br />

opsional/pilihan disebut <strong>peran</strong> proposisi tak teraga (covert: kasus proposisi yang<br />

diimplikasikan oleh <strong>verba</strong> tetapi opsional dalam struktur lahir <strong>dan</strong> hadir dalam<br />

struktur batin atau struktur logika). Kasus proposisi Teraga (overt) telah dijelaskan<br />

<strong>dan</strong> dibahas pada subbab sebelumnya <strong>dan</strong> pada bab ini dibahas kasus Tak Teraga<br />

(covert), yang meliputi (1) kasus koreferensial, (2) kasus terkandung, <strong>dan</strong> (3) kasus<br />

leksikalisasi.<br />

4.4.1 Kasus Koreferensial<br />

Kasus koreferensial adalah kasus yang menunjuk dua nosi yang mempunyai<br />

acuan <strong>semantis</strong> yang sama. Kasus koreferensial dalam kerangka kasus (cases frame)<br />

harus ditulis dengan tanda bintang ( * asterik). Berikut di bawah ini, contoh kalimat<br />

dengan kasus koreferensial dalam <strong>bahasa</strong> Jepang.


(1)彼 は 歌 を 聞いている。<br />

Kare wa uta wo kiite iru.<br />

A=E O<br />

Dia Part lagu Part mendengarkan<br />

„Dia se<strong>dan</strong>g mendengarkan musik‟. + [ ___ A, *E,O] / A=E<br />

(2)トットちゃん は、泰明ちゃん の 事 を、想いだしていた。<br />

Tottochan wa Yasuakichan no koto wo omoidashita.<br />

A=E O<br />

Tottochan Part Yasuakichan Part hal Part mengingat.<br />

„Tottochan mengingat-ingat kembali semua hal tentang Yasuakichan‟.<br />

127<br />

+ [ ___ A, *P,O] / A=E<br />

(とっとちゃん: 237)<br />

(3)そして、 自分 でも いい 子 だ と おもっていた。<br />

Soshite, Jibun demo ii ko da to omotteita.<br />

A=E O<br />

Kemudian, diri Part bagus anak mengangap.<br />

„Dan ia sendiri pun menganggap dirinya anak yang baik‟.<br />

+ [ ___ A, *E,O] / A=E<br />

(とっとちゃん:198)<br />

(Tottochan: 130)


(4)小林 は お父さん に お金 を 貰いました。<br />

Kobayashi san wa otousan ni okane wo moraimashita.<br />

A=B O<br />

Kobayashi Part ayah Part uang Part menerima<br />

„Kobayashi menerima uang dari ayahnya‟ + [ ___ A, *B,O] / A=B<br />

128<br />

Pada kaliamt (1--3) di atas, kasus Agen berkoreferensial dengan kasus<br />

Pengalami atau <strong>argumen</strong> Agen mempunyai acuan yang sama dengan <strong>argumen</strong><br />

Pengalami. Agen atau orang yang melakukan perbuatan/aksi sekaligus ber<strong>peran</strong><br />

menjadi orang yang kena pengaruh oleh perbuatan/aksi tersebut. Se<strong>dan</strong>gkan pada<br />

kalimat (4) kasus Agen berkoreferensial dengan kasus Benefaktif atau <strong>argumen</strong><br />

Agen mempunyai acuan yang sama dengan <strong>argumen</strong> Benefaktif/Pemanfaat. Nomina<br />

persona 小林 „Kobayashi‟ ber<strong>peran</strong> sebagai agen/pelaku yang melakukan<br />

perbuatan/aksi menerima お金/okane „uang‟ <strong>dan</strong> dia juga yang memanfaatkan お金<br />

/okane „uang‟ tersebut.<br />

4.4.2 Kasus Terkandung (build in)<br />

Kasus Terkandung (build in), ialah kasus yang tidak muncul pada struktur luar<br />

tapi secara intuisi hadir pada struktur logika atau batin. Kasus Terkandung dalam<br />

kerangka kasus (cases frame) harus ditulis dengan tanda bintang ( * asterik). Berikut<br />

di bawah ini, contoh kalimat dengan kasus terkandung dalam <strong>bahasa</strong> Jepang.


129<br />

(5)アメリカ で 生まれて、育った から日本語 は あまり 上手じゃない<br />

Amerika de umarete, sodatta kara Nihongo wa amari jozu janai.<br />

L<br />

Amerika Part lahir, dibesarkan Bahasa Jepang Part tidak terlalu tidak pintar<br />

„Karena lahir <strong>dan</strong> dibesarkan di amerika jadi kurang pandai ber<strong>bahasa</strong> Jepang‟.<br />

+ [ ___ *O, L] O = kasus terkandung<br />

(トットちゃん: 226)<br />

( Tottochan: 147)<br />

(6)駅 で 新聞 を 買います。 (Minna: 47)<br />

Eki de shimbun wo kaimasu.<br />

L O<br />

stasiun Part surat kabar Part membeli<br />

„Membeli surat kabar di stasiun‟. + [ ___ *A, O,L] A = kasus terkandung<br />

(7)わたし は きのう 勉強しました。 (Minna: 32)<br />

Watashi wa kinou benkyou shimashita.<br />

A<br />

saya part kemarin belajar<br />

‟Kemarin saya belajar‟. + [ ___ A, *O] O = kasus terkandung<br />

Kasus terkandung yang terdapat pada kalimat (5) di atas ialah kasus Objek<br />

karena kasus ini tidak muncul dalam struktur lahir. Verba 生まれて/umarete „lahir‟<br />

membutuhkan satu kasus Objek dalam struktur logisnya tetapi dalam struktur lahir<br />

kalimat tidak hadir, hal ini disebabkan karena a<strong>dan</strong>ya kasus terselubung, yaitu kasus<br />

Objek. Pada kalimat (6) <strong>verba</strong> 買います/kaimasu „membeli‟ secara <strong>semantis</strong>


membutuhkan kasus Agen <strong>dan</strong> kasus Objek dalam struktur logisnya tetapi pada<br />

kalimat (6) di atas tidak hadir kasus Agen dalam struktur lahir kalimat, hal ini<br />

disebabkan a<strong>dan</strong>ya kasus terselubung, yaitu kasus Agen atau terjadi pelesapan<br />

subjek. Pelesapan fungsi subjek dalam kalimat <strong>bahasa</strong> Jepang memang biasa terjadi<br />

mungkin hal ini terjadi karena budaya <strong>bahasa</strong> <strong>jepang</strong> itu sendiri. Pada kalimat (7)<br />

<strong>verba</strong> 勉強しました/benkyou shimashita ‟belajar‟ secara <strong>semantis</strong> membutuhkan<br />

satu <strong>argumen</strong> Agen <strong>dan</strong> satu <strong>argumen</strong> Objek tetapi pada kalimat (7) di atas kasus<br />

Objek tidak hadir, hal ini disebabkan karena a<strong>dan</strong>ya pelesapan fungsi Objek. Dalam<br />

kalimat (7) berarti terjadi kasus terkandung, yaitu kasus Objek.<br />

4.4.3 Kasus Leksikalisasi<br />

130<br />

Kasus leksikalisasi adalah kasus yang tidak hadir pada struktur lahir karena<br />

kasus itu dileksikalisasi dalam <strong>verba</strong>. Kasus dileksikalisasi dalam kerangka kasus<br />

(cases frame) harus ditulis dengan tanda bintang ( * asterik). Berikut di bawah ini,<br />

contoh kalimat dengan kasus leksikalisasi dalam <strong>bahasa</strong> Jepang.<br />

(8) 彼 は 一日 中 声 が 出なく 足り。<br />

Kare wa ichi nichi juu koe ga denaku tari.<br />

A<br />

ia Part sepanjang hari suara Part tidak bersuara<br />

„Lalu sepanjang hari ia tidak bisa bersuara. + [ ___ A,*O] O = dileksikalisasi<br />

(とっとちゃん:199)<br />

(Tottochan: 131)


(9)さかな が 水中 を 泳ぎ回っている。<br />

Sakana ga suichuu wo oyogi mawatte iru.<br />

A<br />

ikan Part dalam air Part berenang-renang<br />

131<br />

„Ikan se<strong>dan</strong>g berenang-renang di dalam air‟. + [ ___ A, *O]O = dileksikalisasi<br />

(10)太郎さん は 毎日 学校 へ 歩きます。<br />

Tarou san wa mainichi gakkou e arukimasu.<br />

A<br />

Tarou Part tiap hari sekolah Part jalan kaki<br />

„Tiap hari Tarou jalan kaki ke sekolah‟. + [ ___ A, *O] O = dileksikalisasi<br />

(11)寺田さん は 名古屋 に 引っ越しました。<br />

Terada san wa Nagoya ni hikkoshimashita.<br />

A<br />

Terada Part Nagoya Part pindah rumah<br />

„Terada pindah rumah ke Nagoya‟. + [ ___ A, *O] O = dileksikalisasi<br />

Pada kalimat (8--11) di atas, kasus Objek dileksikalisasi ke dalam <strong>verba</strong><br />

sehingga kasus Objek tidak nampak dalam struktur lahir kalimat. Verba 出なく<br />

/denaku „tidak keluar‟, 泳ぎ回っている/oyogi mawatte iru „berenang-renang‟, 歩き<br />

ます/arukimasu „jalan kaki‟ 引っ越しました /hikkoshimashita „pindah rumah‟.<br />

Kasus Objek yang dinyatakan oleh keempat <strong>verba</strong> ini sudah menjadi satu antara kasus<br />

Objek dengan <strong>verba</strong>nya. Secara <strong>semantis</strong> kasus Objek terkandung dalam <strong>verba</strong><br />

sebagai inti proposisi.


5.1 Simpulan<br />

BAB V<br />

SIMPULAN DAN SARAN<br />

132<br />

Sesuai dengan rumusan masalah, tujuan, <strong>dan</strong> analisis data yang telah<br />

diuraikan pada subbab sebelumnya, maka pada bab ini disimpulkan hasil analisis data.<br />

Hasil analisis data menunjukkan: pertama, berdasarkan ciri-ciri <strong>semantis</strong>nya <strong>verba</strong><br />

<strong>bahasa</strong> Jepang dapat di<strong>klasifikasi</strong>kan menjadi tiga tipe <strong>verba</strong> dasar, yaitu (1) <strong>verba</strong><br />

statif, (2) <strong>verba</strong> proses, <strong>dan</strong> (3) <strong>verba</strong> aksi. Kedua, terdapat tiga tipe <strong>verba</strong> tambahan,<br />

yaitu (1) <strong>verba</strong> pengalam (experiencer), (2) <strong>verba</strong> benefaktif (benefactive), <strong>dan</strong> (3)<br />

<strong>verba</strong> lokatif (locative). Ketiga, tiga tipe <strong>verba</strong> dasar <strong>bahasa</strong> Jepang dapat<br />

dikombinasikan dengan tiga tipe <strong>verba</strong> tambahan sesuai dengan kasus-kasus yang<br />

diperlukan oleh <strong>verba</strong> yang bersangkutan. Dari kombinasi tersebut, maka ditemukan<br />

dua belas tipe <strong>semantis</strong> <strong>verba</strong> <strong>bahasa</strong> Jepang secara keseluruhan. Adapun kedua belas<br />

tipe <strong>semantis</strong> <strong>verba</strong> <strong>bahasa</strong> Jepang yang dimaksud adalah (1) Peran Semantis Verba<br />

Statif Bahasa Jepang, yaitu (a) Peran Semantis Verba Statif Dasar Bahasa Jepang, (b)<br />

Peran Semantis <strong>verba</strong> Statif Pengalam Bahasa Jepang, (c) Peran Semantis Verba<br />

Statif Benefaktif Bahasa Jepang, (d) Peran Semantis Verba Statif Lokatif Bahasa<br />

Jepang; (2) Peran Semantis Verba Proses Bahasa Jepang, yaitu (a) Peran Semantis<br />

Verba Proses Dasar Bahasa Jepang (b) Peran Semantis Verba Proses Pengalam<br />

Bahasa Jepang, (c) Peran Semantis Verba Proses Benefaktif Bahasa Jepang, (d) Peran<br />

Semantis Verba Proses Lokatif Bahasa Jepang; (3) Peran Semantis Verba Aksi


Bahasa Jepang, yaitu (a) Peran Semantis Verba Aksi Dasar Bahasa Jepang (b) Peran<br />

Semantis Verba Aksi Pengalam Bahasa Jepang, (c) Peran Semantis Verba Aksi<br />

Benefaktif Bahasa Jepang, (d) Peran Semantis Verba Aksi Lokatif Bahasa Jepang .<br />

133<br />

Selain kedua belas tipe <strong>semantis</strong> <strong>verba</strong> <strong>bahasa</strong> Jepang yang telah disebutkan di<br />

atas, ditemukan juga Peran Kasus Modal (modal cases roles), <strong>dan</strong> Peran Kasus Tak<br />

Teraga (covert cases roles). Peran Kasus Tak Teraga (covert cases roles) meliputi:<br />

(1) Kasus Koreferensial, (2) Kasus Terkandung (build in), <strong>dan</strong> (3) Kasus<br />

Leksikalisasi. Sementara itu, Peran Kasus Modal (modal cases roles) meliputi: (1)<br />

Kasus Non-Inti Time (Waktu) Verba Statif, Verba Proses, Verba Aksi; (2) Kasus<br />

Non-Inti Manner (Cara ) Verba Statif, Verba Proses, Verba Aksi; (3) Kasus Non-Inti<br />

Instrument (alat) Verba Statif, Verba Proses, Verba Aksi; (4) Kasus Non-Inti Cause<br />

(Sebab) Verba Statif, Verba Proses, Verba Aksi; (5) Kasus Non-Inti Purpose<br />

(Maksud) Verba Statif, Verba Proses, Verba Aksi; (6) Kasus Non-Inti Result (Akibat)<br />

Verba Statif, Verba Proses, Verba Aksi; (7) Kasus Non-Inti Outer Benefaktive<br />

(Benefaktif Luar) Verba Statif, Verba Proses, Verba Aksi; (8) Kasus Non-Inti Outer<br />

Locative (Lokatif Luar) Verba Statif, Verba Proses, Verba Aksi.<br />

5.2 Saran<br />

Kajian <strong>peran</strong> <strong>semantis</strong> <strong>verba</strong> <strong>bahasa</strong> Jepang dalam penelitian ini hanya<br />

mendeskripsikan <strong>dan</strong> meng<strong>klasifikasi</strong>kan <strong>verba</strong> <strong>bahasa</strong> Jepang berdasarkan ciri-ciri<br />

<strong>semantis</strong>, <strong>peran</strong> <strong>semantis</strong> <strong>argumen</strong>, <strong>dan</strong> kasus-kasus <strong>argumen</strong> yang terdapat pada<br />

<strong>verba</strong> <strong>bahasa</strong> Jepang, belum dibahas masalah struktur <strong>semantis</strong>nya. Untuk


mendapatkan hasil yang maksimal, perlu dilakukan kajian yang lebih luas <strong>dan</strong><br />

mendalam terutama masalah struktur <strong>semantis</strong> <strong>verba</strong> <strong>bahasa</strong> Jepang serta implikasi-<br />

implikasi <strong>semantis</strong> <strong>verba</strong> yang muncul karena aspek-aspek sintaktis maupun aspek-<br />

aspek morfologis. Penelitian yang berkaitan dengan <strong>verba</strong> <strong>bahasa</strong> Jepang <strong>dan</strong> segala<br />

persoalan yang terdapat di dalamnya tidaklah selesai sampai di sini karena hasil<br />

penelitian ini hanya menunjukkan bagian kecil dari besarnya masalah yang masih<br />

sangat perlu diteliti. Oleh karena itu, penelitian lanjutan sangat penting dilakukan<br />

karena masih banyak masalah yang belum dapat diselesaikan atau dijelaskan secara<br />

sistematis <strong>dan</strong> ilmiah.<br />

134


DAFTAR PUSTAKA<br />

Alwasilah, Ch. 2003. Dasar-Dasar Linguistik Bahasa Jepang. Bandung: Humaniora<br />

Utama Press (HUP).<br />

Alwi, H. dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.<br />

Budi Utami, L.G. 2000. “Peran Semantis Verba Bahasa Bali” (tesis). Denpasar:<br />

Program Magister (S2) Linguistik, Universitas Udayana.<br />

Budiasa, I.N. 1995/1996. “Tipe-Tipe Semantik Verba Bahasa Bali”. Denpasar:<br />

Balai Penelitian, Departemen Pendidikan <strong>dan</strong> Kebudayaan.<br />

Chafe, W.L. 1970. Meaning and the Structure of Language. Chicago and London:<br />

The University of Chicago Press.<br />

Chaer, A. 2003. Linguistik Umum.Jakarta: Rineka Cipta.<br />

Chaer, A. 1995. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta<br />

Cook, Walker A. 1969. Introduction of Tagmemic Analysis. Translantic series in<br />

Linguistics. New York: Halt, Rinehart&Winsto,Inc.<br />

Cook, W. A. 1979. Case Grammer: Development of the Matrix Model<br />

Washington, DC: Georgetown University Press.<br />

Comrie. B. 1981. Aspect: An Introduction to the Study of Verbal Aspect and Related<br />

Problems. Cambridge University Press.<br />

Djajasudarma, T.F. 1993a. Metode Linguistik: Ancangan Metode Penelitian <strong>dan</strong><br />

Kajian. Bandung: Eresco.<br />

Fillmore, Ch. 1968. “The case for case”. Dalam: Bach, E. <strong>dan</strong> R.T. Harms (ed.)<br />

Universal in Linguistic Theory. New York: Holt, Rinehart Winston, 1-88.<br />

Foley, W.A. <strong>dan</strong> R.D. Van Valin Jr. 1984. Functional Syntax and Universal<br />

Grammar. Cambrige: Cambrige University Press.<br />

Frawley, W. 1992. Linguistic Semantics. New Jersey: Lawrence Erlbaum<br />

Associates.<br />

135


Givon, T. 1984. Syntax: A Functional-Typological Introduction. Vol. 1.<br />

Amsterdam/Philadelphia: John Benjamins.<br />

Juli, L. 2004. “Peran Semantis Argumen Verba Bahasa Sabu” (tesis). Denpasar:<br />

Program Studi Magister S2 Linguistik Program Pasca Sarjana Universitas<br />

Udayana.<br />

Kridalaksana, H. 1983. Kamus Linguistik. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia<br />

Pustaka Utama.<br />

Kuno, S. 1973. The Structure of the Japanese Language. Cambridge: The MIT Press.<br />

Kuroyanagi, T. 1981. Madogiwa no Totto-chan. Japan: Ko<strong>dan</strong>sha.<br />

Rahmat, Latiefah H, <strong>dan</strong> Rahmat, N. 1998. Si Gadis Kecil di Tepi Jendela. Jakarta:<br />

Penerbit PT. Pantja Simpati.<br />

Masreng, R. 2003. “Struktur <strong>dan</strong> Peran Semantis Verba dengan Makna „Emosi‟<br />

dalam Bahasa Kei” (tesis). Denpasar: Program Studi Magister (S2) Linguistik<br />

Program Pasca Sarjana Universitas Udayana.<br />

Mashun, 2007. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.<br />

Masuoka, T. <strong>dan</strong> Takubo, Y. 1989 Kiso Nihongo Bunpo. Tokyo: Kuroshio.<br />

Mulyadi. 1998. “Struktur Semantis Verba Bahasa Indonesia” (tesis). Denpasar:<br />

Program Studi Magister (S2) Linguistik Program Pasca Sarjana Universitas<br />

Udayana.<br />

Muraki, S. 1994 Nihongo Doushi no Shosou. Tokyo: Hitsuji Shobou.<br />

Ogawa, I. 1998. Mninna no Nihongo. Surabaya: PT. Pustaka Lintas Budaya.<br />

Satyawati, S. Made. 1999. “Subjek Akusatif Bahasa Bali” (tesis). Bandung: Program<br />

Studi Magister Humaniora Program Pasca Sarjana Universitas Padjadjaran.<br />

Sudjianto <strong>dan</strong> Dahidi, A. 2004. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang.<br />

Jakarta: Kesaint Blanc.<br />

136<br />

Sudaryanto. 1993. Metede Dan teknik Analisis Bahasa, Pengantar Penelitian<br />

Wahana Kebudayaan Secara Linguistik. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.<br />

Sugiyono. 2009. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Penerbit CV Alfabeta.


Sunagawa, Y. dkk. 1998. Nihon go Bunkei Jiten. Tokyo; Kuroshi Shuppan.<br />

Sutedi, D. 2003. Dasar-dasar Linguistik Bahasa Jepang. Bandung; Humaniora.<br />

Takayuki, T. 1993. Bunpou no Kiso Chishiki to Sono Kangaekata: Bonjinsha.<br />

Tampubolon, A.D. 1979. Tipe-Tipe Semantik Kata Kerja Bahasa Indonesia<br />

Kontemporer. Jakarta: Pusat Pembinaan <strong>dan</strong> Pengembangan Bahasa<br />

Depertemen Pendidikan <strong>dan</strong> Kebudayaan Jakarta.<br />

Tsujimura, N.1997. An Introduction to Japanese Linguistic. Oxford: Blackwell<br />

Publishers.<br />

Verhaar, J.W.M. 2002 Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada<br />

University Press.<br />

Yoshida, Y. 1996. Japanese for Today (Bahasa Jepang Sehari-Hari). Jakarta:<br />

PT Gramedia Widiasarana Indonesia.<br />

137

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!